Disusun oleh :
Aldirafika Luthfi Pamungkas
XII PC 5
Kalimat itulah yang selalu diucapkan oleh Syeikh Aaq Syamsuddin kepada
Muhammad Al Fatih. Terbukti, Syekh Aaq Syamsuddin mampu
meyakinkan pangeran kecil itu bahwa dialah yang dimaksud dengan hadis
Nabi tersebut.
“Aku merasakan setiap pagi di tepian pantai yang kau katakan itu
menjadi tummuhat, yaitu ambisi yang besar,” kenang Muhammad Al Fatih.
“Kalau saya mencoba cara yang sudah dicoba oleh orang lain, maka
saya pasti kalah. Pasti ada cara yang lain yang belum pernah dicoba”.
Pada suatu hari, ada seniman senjata dari Hungaria yang bernama Urban
datang kepada Kaisar Konstantinopel. Ia berkata pada Kaisar
Konstantinopel.
“Saya punya senjata bagus nih, Kaisar mau gak?” ucap Urban sambil
bertanya
Dari sebelah selatan, 400 kapal milik Turki dikalahkan oleh 27 kapal milik
Konstantinopel. Kapal – kapal ini bukanlah kapal biasa, itu adalah kapal –
kapal yang diproduksi dari negara Italia di kota Venice, dan Genoa.
Diperkirakan ukuran kapal mereka 10 – 14 kali lipat kapal milik turki.
Dari sebelah barat, meriam – meriam milik Urban memanglah sangat besar
daya hancurnya. Tapi yang tidak mereka teliti adalah, waktu untuk mengisi
kembali amunisi dari meriam tersebut adalah 3 jam. Hal itu disebabkan
gesekan setelah menembak dan permukaan sangat panas sehingga harus
ditunggu hingga agak dingin.
Perang itu tidak berjalan sesuai yang diharapkan, dari 6 – 20 April 1453.
Hampir dua minggu mereka di depan tembok kokoh itu. Yang mereka lihat
bukanlah kemenangan melainkan usaha yang sia – sia. Karena itu mereka
KALAH TOTAL. Tembok nya terlalu perkasa bagi mereka, mulai timbul
keputusasaan diantara para pasukan Turki. Mereka mulai menyalahkan Al
– Fatih atas kegagalan serangan tersebut. Dan Al – Fatih sadar bahwa yang
paling berbahaya dalam perang bukanlah kehilangan logistik, bukanlah
kehilangan senjata, melainkan kehilangan mental. Kemudian Al – Fatih
mengumpulkan semua panglima perang dan mengadakan rapat.
“Sampaikan pada saya, apapun yang anda mau sampaikan pada saya.
Kita lanjut atau kita pulang?” tanya Al – Fatih
Tidak ada yang menjawab satu orang pun, karena Al – Fatih adalah orang
yang temperamental. Semua yang melawan dia pasti dihukum, namun ada
satu orang yang menjawab. Dia adalah Halil Pasha, ia adalah penasehat
Turki Utsmaniyah dari kepemimpinan Sultan Murad II (ayah Al – Fatih).
“Tenang, saya sudah mikir dari semalam. Kita kan punya kapal,
kapal kita parkirkan dulu di Galata. Setelah diparkirkan, kapalnya kita
angkat lalu kita taruh kembali ke laut. Mudah bukan?” ucap Al – Fatih
dengan bangga
“Mohon maaf sultan, apakah anda lupa?! Galata ini adalah sebuah
bukit! Tingginya 60 meter loh ini.” balas para panglima
“Saya tahu. Tapi kalau seandainya kalian saja tidak mengira itu
terjadi, apalagi orang – orang Konstantinopel. Mereka tidak bakal mengira
itu terjadi, kalau kita berhasil kita bisa melakukannya.” ucap Al – Fatih
“Itu tidak mungkin, kita tidak mampu membawa kapal yang begitu
banyak keatas bukit.” balas panglima dengan ragu
“Jangan bilang pada saya mustahil kalau kamu belum mencobanya.”
ucap Al – Fatih
21 April 1543 disepakati kapal – kapal diangkut dari selat Bosporus hingga
Tanduk Emas. 72 kapal berhasil dipindahkan hanya dalam waktu 1 malam.
Pada 22 April 1543 pagi hari, orang Konstantinopel terkejut karena
terdengar suara takbir dari arah bukit Galata. Kemudian, mereka bergegas
menuju menara dan melihat ke arah Galata. Dan benar saja, 72 kapal
perang sudah berbaris rapi siap menyerang mereka. Kemudian mereka
berkata.