Anda di halaman 1dari 3

1453, Pedang Al Ghazi

Judul

Muhammad Al Fatih 1453

Penulis

Felix Siauw

Penerbit

Al Fatih Press

Tahun terbit :

November 2013

Tebal buku :

xxvi + 320 hal

ISBN

: 978 602 17997 03

Harga

Resensator :

Rp 75.000,00
Dhiyaa Syihab Abiyyah

Kota Konstatinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukannya


adalah sebaik baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandannya adalah
sebaik baik pasukan. (H.R. Ahmad bin Hanbal Al Musnad 4/335)
Konstatinopel terletak tepat di tengah dunia, nsehingga menjadikan pelabuhannya
sebagai pelabuhan tersibuk pada masa itu. Dari 20 km garis pertahanan kota, 13 km
berbatasan dengan laut dan 7 km yang berbatasan dengan daratan. Sebelah utara kota
berbatsan dengan Selat Tanduk, seblah timur berbatasan dengan Selat Boshporus, sebelah
selatan berbatasan dengan Laut Marmara dan di sebalah barat inilah satu satunya wilayah
yang berbatasan dengan daratan. Maka dari itu Konstatinopel bagaikan mutiara di tengah
perairan.
Kota ini dijuluki sebagai The City with Perfect Defense, karena 7 km garis
pertahanan yang berbatasan dengan daratan itu merupakan tembom kokoh berlapis tiga
dengan parit sedalam 10 meter dan lebar 20 meter diarisan dinding terluar yang akan
menyiutkan nyali siapapun yang datang untuk menaklukkannya. Jika kondisi pertahanan
Konstatinopel sedahsyat ini, pantas jika hanya panglima dan pasukan terbaik yang mampu
menaklukannya.
Mufrad II mempersiapkan ketiga anak lelakinya untuk menjadi pejuang terbaik untuk
mewujudkan impian menaklukan Konstatinopel. Penaklukan Konstatinopel adalah impian

besar sang Ayah. Mufrad II sangat memperhatikan pendidikan anak anaknya. Keimanan
dan ketakwaan adalah modal dasar peradaaban yang kuat hal inilah yang beliau yakini.
Mengenal wataknya yang keras, yang diyakini sang Ayah sebagai modal utama
Mehmed II dalam belajar dan menjadi pemimpin maka sang Ayah menugsakan para
pengajar(ulama) yang paling bagus untuk mengarahkan kekerasan watak dan membentuk
kepribadian Mehmed II.
Usianya baru 16 tahun ketika beliau mampu mengusai 8 bahasa guna melayakkan
dirinya untuk menaklukkan Konstatinopel. Ia pun tak pernah meninggalkan shalat malam
semenjak wala baligh hingga akhir hayatnya, karena beliau yakin, ibadah serta kedekatan
diniya dengan Rabbul Izati sangat mempengaruhi ketercapaian visinya untuk menaklukan
Konstatinopel.
Beliau mempersiapkan segalanya dengan sangat matang padahal beliau baru berusia
21 tahun. Beliau mampu membuat meriam terbesar pada masa itu,. Beliau juga mampu
menciptakan kejutan kejutan dahsyat dalam setiap strategi perangnya.
Alkisah pada pengepungan yang berlangsung dari tangggal 6 April sampai saat
kemenangan 29 Mei 1453, pasukan Sultah Mahmed beberapa kali mengalami kekalahan
setelah kalah di daratan dan lautan, kekalahan berikutnya adalah kapal musuh. Kegagalan ini
menurunkan moral pasukan Utsmani.
Mehmed II memerintahkan seluruh pekerja pekerjanya untuk meratakan 1,5 km
daratan Gulata yang akan dipakai sebagai rute penyeberangan kapal. Mereka menebangi
pohon pohon yang ada di perbukitan Gulata dan membentuk sebuah jalan panjang
sepanjang 1,5 km lalu melumuri gelendong dengan lemak dari tubuh hewan ternak agar kapal
dapat lebih mudah bergerak. Strategi ini berhasil membuat musuh merasa tertekan dan
sebaliknya menaikkan moral pasukan Sultan Mehmed II. Kemenangan memang belum
diperoleh, namun ini merupakan sebuah strategi perang yang dipuji banyak orang.
Sesungguhnya Allah meletakkan pedang di tanganku untuk berjihad di jalan-Nya.
Maka jika aku tidak mampu untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini dan
tidak aku lakukan kewajiban dengan pedang ini maka sangat tidak pantas bagiku untuk
mendapatkan gelar Al-Ghazi yang aku sandang sekarang ini. Lalu, bagaimana aku akan
menemui Allah pada hari kiamat nanti?

Penaklukan Konstatinopel berakhir pada tanggal 29 Mei 1453. Mehmed II kemudian


membangun Konstatinopel menjadi kota yang maju dan megah serta menjadi kebanggaan
kaum muslim pada masanya. Kemenangan atas Konstatinopel ini juga membuka jalan bagi
penyebaran agama Islam ke seluruh penjuru Eropa.
Melalui novel ini, kita dapat mengetahui perjuangan Mehmed II yang bergelar
Muhammad Al Fatih dalam menaklukan Konstatinopel. Cerita pada buku ini diceritakan
secara runtut dengan bahasa yang komunikatif sehingga pembaca mudah memahami kisah
tersebut. Strategi-strategi Sultan Mehmed II dijelaskan cukup detail dengan dilengkapi
beberapa gambar pendukung.
Sampul pada buku ini bergambar pedang dengan latar berwarna jingga, menambah
kesan istemewa dan misterius dari buku ini. Apalagi ditambah dengan kertas novel yang tipis
membuat buku ini menjadi terlihat lebih elegan dan ringan.
Setiap hal pasti memiliki kekurangan. Kekurangan pada buku ini adalah beberapa
gambar pendukung sedikit membingungkan karena tidak diberi penjelasan, seperti struktur
benteng Konstatinopel.
Terlepas dari kekurangan buku, buku ini merupakann buku yang patut untuk dibaca
guna mengenal sejarah kejayaan Islam yang lalu dan mampu menumbuhkan semangat juang
generasi muda Islam.

Anda mungkin juga menyukai