Judul
Penulis
Felix Siauw
Penerbit
Al Fatih Press
Tahun terbit :
November 2013
Tebal buku :
ISBN
Harga
Resensator :
Rp 75.000,00
Dhiyaa Syihab Abiyyah
besar sang Ayah. Mufrad II sangat memperhatikan pendidikan anak anaknya. Keimanan
dan ketakwaan adalah modal dasar peradaaban yang kuat hal inilah yang beliau yakini.
Mengenal wataknya yang keras, yang diyakini sang Ayah sebagai modal utama
Mehmed II dalam belajar dan menjadi pemimpin maka sang Ayah menugsakan para
pengajar(ulama) yang paling bagus untuk mengarahkan kekerasan watak dan membentuk
kepribadian Mehmed II.
Usianya baru 16 tahun ketika beliau mampu mengusai 8 bahasa guna melayakkan
dirinya untuk menaklukkan Konstatinopel. Ia pun tak pernah meninggalkan shalat malam
semenjak wala baligh hingga akhir hayatnya, karena beliau yakin, ibadah serta kedekatan
diniya dengan Rabbul Izati sangat mempengaruhi ketercapaian visinya untuk menaklukan
Konstatinopel.
Beliau mempersiapkan segalanya dengan sangat matang padahal beliau baru berusia
21 tahun. Beliau mampu membuat meriam terbesar pada masa itu,. Beliau juga mampu
menciptakan kejutan kejutan dahsyat dalam setiap strategi perangnya.
Alkisah pada pengepungan yang berlangsung dari tangggal 6 April sampai saat
kemenangan 29 Mei 1453, pasukan Sultah Mahmed beberapa kali mengalami kekalahan
setelah kalah di daratan dan lautan, kekalahan berikutnya adalah kapal musuh. Kegagalan ini
menurunkan moral pasukan Utsmani.
Mehmed II memerintahkan seluruh pekerja pekerjanya untuk meratakan 1,5 km
daratan Gulata yang akan dipakai sebagai rute penyeberangan kapal. Mereka menebangi
pohon pohon yang ada di perbukitan Gulata dan membentuk sebuah jalan panjang
sepanjang 1,5 km lalu melumuri gelendong dengan lemak dari tubuh hewan ternak agar kapal
dapat lebih mudah bergerak. Strategi ini berhasil membuat musuh merasa tertekan dan
sebaliknya menaikkan moral pasukan Sultan Mehmed II. Kemenangan memang belum
diperoleh, namun ini merupakan sebuah strategi perang yang dipuji banyak orang.
Sesungguhnya Allah meletakkan pedang di tanganku untuk berjihad di jalan-Nya.
Maka jika aku tidak mampu untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini dan
tidak aku lakukan kewajiban dengan pedang ini maka sangat tidak pantas bagiku untuk
mendapatkan gelar Al-Ghazi yang aku sandang sekarang ini. Lalu, bagaimana aku akan
menemui Allah pada hari kiamat nanti?