Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL

ANALISIS KERUSAKAN JALAN POROS BANTIMURUNG


KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN

DISUSUN OLEH :

AGRYAN RISTA PAYANGAN


616 0505 18 0152

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS

MAKASSAR

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan suatu wilayah/daerah tentunya ditunjang oleh adanya infrastruktur,

yang dibangun untuk memperlancar perkembangan daerah. Kondisi jalan yang baik tentu

akan memberikan rasa nyaman pada setiap kendaraan yang akan melaluinya.Untuk itu,

perawatan kondisi jalan perlu dilakukan dimana jalan merupakan faktor penting dalam

kehidupan pergerakan ekonomi masyarakat dan kegiatan sosial lainnya. Jalan sebagai

prasarana transportasi yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Sebab jalan

menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainya bahkan sampai ke pelosok pedesaan

untuk mendukung pembangunan di berbagai aspek kehidupan (ekonomi, sosial, prawisata,

politik, pertahanan dan keamanan).Kondisi jalan yang baik tentu akan memberikan rasa

nyaman pada setiap kendaraan yang akan melaluinya untuk itu perawatan kondisi jalan perlu

dilakukan, dimana jalan merupakan faktor penting dalam kehidupan pergerakan ekonomi

masyarakat dan kegiatan sosial lainnya. Sedangkan jika terjadi kerusakan jalan akan

berakibat bukan hanya terhalangnya kegiatan ekonomi dan sosial namun dapat terjadi

kecelakaan.

Ruas jalan poros Bantimurung merupakan Jalan Poros Bantimurung merupakan satu-

satunya jalan utama yang menghubungkan wilayah Kabupaten Maros dan Kabupaten

Bone dan jalan ini pula melintasi wilayah Cagar Alam Bantimurung. Ruas jalan poros

Bantimurung sudah mengalami banyak kerusakan, antara lain pengausan agregat,

pengelupasan lapisan permukaan, retak kulit buaya, dan pelepasan butir, sehingga setiap

pengguna jalan yang lewat sudah tidak aman dan nyaman melalui jalan tersebut dan

memperlambat aktivitas masyarakat yang bahkan beresiko menimbulkan kecelakaan akibat


kerusakan jalan tersebut dan perlu mendapat perhatian dari pemerintah setempat maupun

pemerintah pusat, untuk kenyamanan penguna jalan tersebut.

Sehubungan dengan permasalahan diatas penulis tertarik mengadakan penelitian

jenis kerusakan jalan dan penanggulangan kerusakan jalan dalam bentuk study dengan judul

“ANALISIS KERUSAKAN JALAN POROS BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS,

SULAWESI SELATAN”.

A. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dari penulisan ini

adalah sebagai berikut:

1. Apa penyebab dari jenis kerusakan jalan poros Bantimurung Kabupaten Maros, Sulawesi

Selatan?

2. Bagaimana cara penanggulangan kerusakan jalan?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tersebut, adalah:

1. Untuk mengetahui penyebab dari jenis kerusakan jalan poros Bantimurung Kabupaten

Maros, Sulawesi Selatan .

2. Untuk mengetahui cara penanggulangan kerusakan jalan poros Bantimurung Kabupaten

Maros, Sulawesi Selatan.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian analisis kerusakan jalan pada ruas jalan poros

Bantimurung Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan adalah:

1. Jenis kerusakan jalan poros Bantimurung Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

2. Penyebab kerusakan jalan poros Bantimurung Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.


3. Cara penanggulangan kerusakan jalan poros Bantimurung Kabupaten Maros, Sulawesi

Selatan.

4. Metode penelitian menggunakan Metode Pavament Condition Index (PCI).

D. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembaca dalam mengetahui dan memahami tentang apa yang

menjadi pokok-pokok bahasan dalam penulisan ini maka secara garis besar, berisikan hal-hal

sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, Batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang spesifikasi kerusakan, penyebab serta

penanggulangannya secara umum.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang tata cara pelaksanaan penelitian dan gambaran

umum daerah studi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum

Dalam undang-undang RI pasal 5 tahun 2004 tentang jalan, mendefinikasan jalan

sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi,

social budaya, lingkungan hidup, politik pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang

berlebihan (Overload), panas atau suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk jalan

yang rusak. Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk mempertahankan

keamanan dan kenyamanan jalan bagi pengguna dan menjaga daya tahan atau keawetan

sampai umur rencana. Oleh karena itu agar jalan tetap mengakomodasi kebutuhan pergerakan

dengan tingkat layanan tentu perlu dilakukan suatu usaha kualitas jalan, salah satu usaha

tersebut adalah melakukan analisa pada kerusakan dan pemeliharaan.

B. Jenis Perkerasan Jalan

1. Perkerasan Lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan jalan yang menggunakan aspal

sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan

menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

a. Kriteria konstruksi perkerasan lentur :


Untuk memberi rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan, maka konstruksi

perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dikelompokkan 2

(dua) kelompok yaitu :

1) Syarat-syarat berlalu lintas.

Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan

berlalu lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) Permukaan harus rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak

berlubang.

b) Pemukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan

permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.

c) Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.

2) Syarat-syarat kekuatan/struktural.

Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan

menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat :

a) Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu

lintas ke tanah dasar.

b) Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan dibawahnya

c) Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya

dapat cepat mengalir.

d) Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi

yang berarti

b. Jenis dan fungsi lapisan perkerasan

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas

tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima

beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.

Beban W

Gambar tidak
berskala
Konstruksi
Perkerasan

Subgrade / Tanah
Dasar
Penyebaran beban roda melalui lapisan perkerasan jalan
lentur

Gambar 1. Penyebaran Beban Roda Lapisan Perkerasan Lentur

Pada gambar diatas terlihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan

jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata Po. Beban tersebut

diterima oleh lapisan pemukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi P1 yang lebih

kecil dari daya dukung tanah dasar.

c. Susunan Lapisan Konstruksi Perkerasan

Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan

yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut ; Lapisan tanah dasar (sub grade),

Lapisan pondasi bawah (subbase course), Lapisan pondasi atas (base course), Lapisan

permukaan / penutup (surface course).

Gambar 2.

Susunan Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur

1) Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan, dan berfungsi

sebagai :

a) Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai


stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

b) Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap

kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

c) Lapis aus, lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan

sehingga mudah menjadi aus.

d) Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh

lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih

jelek guna dapat memenuhi fungsi tersebut di atas.

2) Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan pondasi bawah dan lapisan

permukaan dinamakan lapisan pondasi atas.( base course).

Fungsi lapisan pondasi atas :

a) Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan

menyebarkan beban kelapisan di bawahnya.

b) Bantalan terhadap lapisan permukaan, Material yang akan digunakan untuk

lapisan pondasi atas adalah material yang kuat. Untuk lapisan pondasi atas

tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan nilai CBR > 50

% dan Plastisitas Indeks ( PI )  4 %. Bahan-bahan alam seperti batu pecah,

kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan semen dan kapur digunakan sebagai

lapisan pondasi atas.

3) Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapisan pondasi bawah artinya lapisan perkerasan yang terletak pada atas

lapisan tanah dasar dan di bawah lapis pondasi atas.

Lapis pondasi bawah ini berfungsi :


a) Bagian asal konstruksi perkerasan buat menyebarkan beban roda ke tanah

dasar.

b) Lapis peresapan, supaya air tanah tak berkumpul di pondasi.

c) Lapisan buat mencegah partikel-partikel halus berasal tanah dasar naik ke

lapis pondasi atas.

d) Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat pada awal-

awal pelaksanaan pekerjaan.

e) Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari imbas cuaca terutama hujan

4) Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade)

Lapisan tanah setebal 50 – 100 cm, diatas mana akan diletakkan lapisan

pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa

tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari

tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang di stabilisasi dengan kapur atau bahan

lainnya. Pemadatan yang baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum

dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana.

2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan jalan beton semen atau secara awam dianggap perkerasan kaku, terdiri

atas plat (slab) beton semen menjadi lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga

tidak terdapat) di atas tanah dasar. pada konstruksi perkerasan kaku, plat beton acap kali

diklaim menjadi lapis pondasi sebab dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton di

atasnya yg berfungsi sebagai lapis permukaan.

Pada jenis perkerasan jalan raya ini, bahan pengikat yang digunakan adalah semen

portland atau PC. Di Indonesia, jalan raya dengan jenis konstruksi perkerasan kaku ini
lebih populer dengan sebutan jalan beton. Pada konstruksi ini, lapisan atas adalah pelat

beton yang diposisikan di atas tanah dasar atau pondasi.

3. Perkerasan Komposit (Composite Pavement)

Perkerasan komposit, adonan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement)

dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) pada atasnya, dimana kedua

jenis perkerasan ini bekerja sama pada memilkul beban lalu lintas. buat ini maka

perlu terdapat persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar memiliki kekakuan yg

cukup, dapat mencegah retak refleksi dari perkerasan beton pada bawahnya.

C. Jenis-Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur

Menurut manual pemeliharaan jalan No.03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh

Direktorat Jendral Bina Marga kerusakan jalan pada perkerasan lentur antaralain sebagai

berikut:

1. Retak (Cracking)

Pada lapisan permukaan jalan terjadinya retak dapat dibedakan menjadi Sembilan (9)

jenis, yakni retak halus, retak kulit buaya, retak pinggir, retak pertemuan perkerasan bahu,

retak sambungan jalan, retak sambungan pelebaran jalan, retak refleksi, retak susut dan

dan retak selip. Berikut macam-macam retakan yaitu:

a. Retak Halus (Hair Cracking)

Retak halus ada sebagai akibat dari adanya bahan perkerasan yang kurang baik

dan tanah dasar atau bagian perkerasan yang kurang stabil sehingga mengakibatkan

terbentuknya lebar celah kecil atau sama dengan 3 mm. Penyebab terjadinya

kerusakan ini di sebabkan antara lain, bahan perkerasan yang kurang baik, dan tanah

dasar kurang stabil.


Gambar 2 Retak Halus

b. Retak Kulit Buaya (Aligator Crack)

Retak kulit buaya lebar celah besar atau sama dengan 3 mm, saling berangkai

berbentuk rangkaian kotak-kotak kecil sama seperti kulit buaya. Retak kulit buaya ini

merupakan retak yang diakibatkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik,

pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan

kurang stabil atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik).

Gambar 3 Retak Kulit Buaya


c. Retak Pinggir (edge crack)

Retak pinggir biasa juga disebut dengan retak garis, retak garis ini disebabkan

karena sokongan bahu samping kurang baik, drainase yang kurang baik dan tanaman

yang tumbuh di tepi perkerasan dapat juga mengakibatkan retak garis atau retak

pinggir. Retak pinggir ini merupakan retak yang memanjang sejajar dengan pinggir

perkerasan, dekat bahu jalan dan berjarak sekitar 0,3 – 0,6m dari pinggir lapis

perkerasan.
Gambar 4 Retak Pinggir

d. Retak Pertemuan Perkerasan Bahu (edge joint cracks)

Retak pertemuan perkerasan bahu ini disebabkan oleh perbedaan ketinggian

antara bahu beraspal dengan kekerasan akibat penurunan bahu, penyusutan material

bahu/badan perkerasan jalan, drainase yang kurang baik, roda kendaraan berat yang

menginjak bahu beraspal, material pada bahu yang kurang baik/kurang memadai.

Berikut gambar retak pertemuan perkerasan bahu jalan.

Gmbar 5 Retak Pertemuan Perkerasan Bahu

e. Retak Sambungan Jalan (lane joint crack)

Retak sambungan jalan ini disebabkan oleh tidak baiknya ikatan sambungan dua

jalur lalu lintas. Retak Sambungan Pelebaran Jalan retak sambungan pelebaran jalan

merupakan retak yang terjadi pada sambungan antara perkerasan dengan perkerasan

pelebaran.
Retak sambungan pelebaran ini diakibatkan adanya perbedaan daya dukung

dibawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dan tidak baiknya ikatan antar

sambungan.

Gambar 6 Retak Sambungan Jalan

f. Retak Refleksi (reflection crack)

Retak refleksi adalah retak memanjang, melintang, diagonal atau membentuk

kotak yang terjadi pada lapis tambahan (overlay). Retak ini terjadi pada lapisan

tambahan sebagai akibat adanya retak pada perkerasan lama yang tidak diperbaiki

dengan baik sebelum pekerjaan overlay, dapat juga disebabkan apabila terjadinya

gerakan vertical atau horizontal di bawah lapisan tambahan sebagai akibat perubahan

kadar air pada jenis tanah yang ekspansif. Berikut gambar kerusakan refleksi atau

melintang.
Gambar 7 Retak Refleksi

g. Retak Sambungan Pelebaran Jalan

Retak sambungan pelebaran jalan merupakan retak yang terjadi pada sambungan

antara perkerasan dengan perkerasan pelebaran. Retak sambungan pelebaran ini

diakibatkan adanya perbedaan daya dukung dibawah bagian pelebaran dan bagian

jalan lama, dan tidak baiknya ikatan antar sambungan. Berikut gambar sambungan

pelebaran jalan.

Gambar 8 Retak Pelebaran Jalan

h. Retak Susut (shrinkage crack)

Retak susut merupakan suatu retak yang saling bersambungan membentuk kotak-

kotak dengan sudut panjang.


Gambar 9 Retak Susut

i. Retak Selip (slippage crack)

Retak selip ini adalah retak yang berbentuk melengkung yang terjadi karena

kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dengan lapis bawahnya.

Gambar 10 Retak Selip

2. Distorsi (Distortion)

Distorsi merupakan suatu perubahan bentuk lapis perkerasan sebagai akibat lemahnya

tanah dasar, pemadatan yang kurang optimal pada lapis pondasi, sehingga terjadi

tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas, sebelum dilakukan perbaikan ditentukan

dulu jenis distorsi apa yang terjadi. Distorsi ini dapat dibedakan menjadi :

a. Alur (Ruts)
Alur ialah kerusakan pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur sebagai

tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan yang dapat

mengurangi tingkat kenyamanan yang akhirnya akan timbul retak-retak. Hal ini

disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat dan akhirnya terjadi tambahan

pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada alintasan roda kendaraan.

b. Keriting (Corrugnation)

Keriting merupakan kerusakan yang timbul akibat rendahnya stabilitas campuran

yang berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan agregat

halus, agreragt berbentuk bulat dan berpermukaan penetrasi yang tinggi. Keriting

dapat terjadi apabila lalu lintas dibuka terlalu cepat sehingga lapis perkerasan belum

sepenuhnya siap untuk dilalui beban lalu lintas.

c. Sungkur (Shoving)

Sungkur merupakan kerusakan deformasi plastis yang terjadi setempat, di tempat

kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Sungkur dapat

terjadi tanpa retakan dan penyebab kerusakan sama seperti keriting.

d. Amblas (Grande Depressions)

Amblas dapat terjadi dengan retak atau tanpa r etak, amblas terdeteksi

dengan adanya air yang tergenag. Amblas terjadi sebagai akibat beban kendaraan

yang tidak sesuai dengan perencanaan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan

bagian perkerasan akibat tanah dasar mengalami settlement.

e. Jembul (upheaval)

Jembul terjadi sebagai akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar

ekspansif sehingga jembul dapat terjadi setempat dengan atau tanpa retak.

3. Cacat Permukaan (Disintegration)


Cacat permukaan adalah kehilangan material perkerasan secara berangsur-angsur

dari lapisan permukaan ke bawah. Yang termasuk ke dalam cacat permukaan ialah

sebagai berikut :

a. Lubang (Potholes)

Kerusakan ini berbentuk mangkuk. Lubang ini menampung dan meresapkan air ke

dalam lapisan permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan dan

mempunyai ukuran yang bervariasi dari kecil hingga besar.

Lubang ini terjadi akibat campuran material lapis permukaan yang tidak sesuai,

lapisan permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah terlepas akibat

pengaruh cuaca. Lubang dapat di perbaiki dengan cara di bongkar dan di bersihkan air

dari dalam lubang, serta material-material yang dibongkar dan lapisi kembalai

permukaanya.

b. Pelepasan Butir (Raveling)

Pelepasan butir terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh

hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan cara lapisan tambahan di atas

lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan dan

dikeringkan.

c. Pengelupasan lapisan permukaan (Stripping)

Pengelupasan lapisan permukaan ini disebabkan oleh kurangnya ikatan antar lapis

permukaan dan lapis dibawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan.

d. Pengausan (Polished Aggregate)

Pengausan Polished Aggregate yaitu permukaan yang biasanya licin, sehingga

membahayakan kendaraan. Pengausan terjadi sebagai akibat agregat berasal dari

material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang

dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical.


e. Kegemukan (Bleeding or Flushing)

Kegemukan dapat disebabkan oleh pemakaian kadar aspal yang terlalu tinggi pada

campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan Prime Coat dan Tack

Coat.

f. Penurunan Pada Bekas Penanaman Utilitas (Utility Cut Depression)

Penurunan yang terjadi pada sepanjang bekas penanaman utilitas, yang

disebabkan karena adanya pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dan dapat

diperbaiki dengan dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.

D. Faktor-Faktor Penyebab kerusakan Jalan

1. Kondisi Drainase

Air merupakan penyebab utama daripada kerusakan jalan oleh karena itu pengaruh air

terhadap konstruksi perkerasan jalan harus dijaga dengan baik. Sistem drainase dibedakan

atas :

a) Drainase Bawah Permukaan

Drainase bawah permukaan merupakan sistem drainase yang berkaitandengan

pengedalian air di bawah permukaan tanah. Drainase bawah permukaan dalam

mengendalikan air pada perkerasan dapat menggunakan beberapa metode yakni

pencegahan, pembuangan air, dan perkuatan perkerasan.

Drainase berfungsi untuk mengalirkan air secepatnya dari daerah sekitar jalan,

baik air permukaan ataupun air pada bawah permukaan (air tanah) agar tidak

mempengaruhi perkerasan jalan dan tanah dasar. Buruknya kondisi drainase

menyebabkan air akan tergenang pada beban jalan.

Air hujan yang masuk ke dalam badan jalan akan mengakibatkan ikatan-ikatan

perkerasan menjadi lemah dan akibatnya penggenangan pada badan jalan sehingga

dapat membawa bermacam-macam akibat pada jalan raya yang diantaranya yaitu :
1) Akibat tidak lancarnya saluran pembangunan sehingga air hujan mengalir ke

dalam badan jalan.

2) Air hujan yang mengalir dapat mengupas permukaan jalan.

3) Aspal yang selalu basah dan selalu dingin akan menjadi keras dan dapat

mengakibatkan lapisan permukaan jalan akan menjadi rusak.

2. Turunnya Tanah Dasar

Jika terjadinya penurunan secara beragam, maka akan mengakibatkan struktur

perkerasan jalan akan mengalami perubahan. Salah satu kenyataan turunnya tanah dasar

adalah kerusakan total perkerasan jalan raya, di mana semua yang ada di atasnya akan

ikut sehingga terjadi perubahan bentuk pada konstruksi perusakan jalan yang

bersangkutan. Air serapan permukaan jalan dari selokan tersumbat dari air tanah ataupun

air sekitarnya dan penyebab utamanya ialah air yang mengakibatkan terjadinya kerusakan

pada permukaan jalan raya.

3. Pengaruh Lalu Lintas

Seperti yang kita ketahui bahwa muatan yang bekerja pada kontruksi

perkerasan jalan adalah beban dari setiap kendaraan yang lewat dimana roda-roda dari

kendaraan tersebut berhubungan langsung dengan permukaan perkerasan jalan. Akibat

dari ini maka pada permukaan perkerasan akan timbul gaya-gaya sebagai berikut:

a) Gaya vertical (berat muatan kendaraan)

Yaitu gaya yang ditimbulkan oleh berat muatan kendaraan yang disalurkan

melalui roda-roda kendaraan terhadap lapisan perkerasan jalan sehingga dengan

besarnya berat muatan kendaraan daripada daya dukung lapisan perkerasan jalan,

menyebabkan perkerasan jalan itu menjadi rusak.

b) Gaya Horizontal (gaya geser)

Yaitu gaya yang timbul akaibat pengereman atau gesekan anatara roda
kendaraan dengan lapisan permukaan jalan. Akibat gesekan ini sehingga lapisan

permukaan jalan menjadi aus, sehinga kalua air hujan jatuh diatasnya meresap

kedalam lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

c) Gaya Getaran (gaya akibat pukulan-pukulan roda)

Gaya ini menyebabkan kerusakan pada perlapisan perkerasan jalan terutama

lapisan permukan jalan dan lapisan pondasi atas akibat pukulan dari kendaraan roda-

roda yang melintas di atasnya.

Karna sifat penyebaran gaya makin kebawah makin berkurang juga, sehingga

muatan yang diterima

oleh tiap-tiap lapisan perkerasan juga berbeda-beda pula, yaitu :

1) Lapisan Permukaan

Lapisan permukaan menerima gaya vertical, gaya horizontal dan gaya getaran

secara penuh sehingga lapisan ini mempunyai persyaratan yang lebih berat

2) Lapisan Pondasi Atas

Lapisan ini menerima gaya-gaya vertical, dan getaran-getaran yang

hampir penuh, sedang pengaruh gaya horizontal sudah mulai berkurang sehingga

persyaratan lebih ringan daripada lapisan permukaan.

3) Lapisan Pondasi Bawah

Lapisan pondasi bawah menerima gaya-gaya yang hampir sama

dengan lapisan pondasi atas tetapi reaksinya lebih kecil, dengan demikian

persyaratan diperlukan juga lebih ringan.

4. Erosi Permukaan Dan Bahu Jalan

Pengikisan air yang terjadi baik pada permukaan jalan maupun pada bahu jalan

disebut dengan erosi.

a) Erosi pada permukaan jalan


Pada jalan-jalan yang mempunyai tanjakan atau penurunan dan kemiringan yang

agak besar, khususnya pada jalan yang belum beraspal merupakan tempat dapat

terjadinya erosi pada permukaan jalan, pada daerah tersebut air hujan dengan mudah

menggeruslapisan permukaan sehingga terjadi erosi. Dan dapat juga disebabkan oleh

kikisan roda-roda kendaraan.

b) Erosi Pada Bahu Jalan

Erosi pada bahu merupakan penyebab tidak berfungsinya selokan atau drainase

sebagaimana mestinya. Pada bahu jalan yang tidak berumput sehingga dengan mudah

diresapi oleh air dan bahu jalan menjadi lemah dan gampang terjadi erosi akibat

sokongan bahu dari damping terhadap lapisan perkerasan menjadi berkurang menjadi

pemicu terjadinya erosi pada bahu jalan. Hal ini menyebabkan kerusakan jalan yakni

kerusakan berbentuk retak pinggir.

E. Beberapa Cara Perbaikan Kerusakan

1. Perbaikan Dengan Cara Deep Patch :

a) Bagian perkerasan akan diperbaiki diberi tanda berbentuk empat persegi panjang

kurang lebih 30 cm diluar daerah yang rusak. Arah empat persegi panjang sesuai

dengan arah as jalan dan vertical sesuai dengan arah as jalan.

b) Untuk memperoleh daya dukung yang cukup kuat maka lapisan perkerasan

dibongkar/digali sedalam mungkin sampai kerusakan tidak berpengaruh.

c) Apabila penyebab kerusakan air, maka dasar galian harus dibuat miring

kearah tepi dan pada dasar dibuat saluran drainase.

d) Bagian dalam lubang dibersihkan dan kemudian tepi-tepinya(arah vertical) di beri

lapisan pengikat dan tack coat.

e) Agar memperoleh hasil yang baik, maka lubang ditimbun dengan campuran

aspal panas/bahan untuk lapisan pondasi, pemadatan dengan tebal tiap


lapisan tidak lebih dari 10 cm.

f) Lubang tersebut disempurnakan dengan aspal beton untuk lapisan permukaan, setelah

terlebih dahulu permukaan base di prime coat, pemadatan dilakukan dengan vibrator.

g) Papan lurus dapat digunakan untuk memeriksa kerataan dari akhir perkerasan.

2. Perbaikan Dengan Cara Pengisian Celah pada Daerah Retak

a) Bersihkan celah dengan sapu dan komproser angin.

b) Celah diisi dengan aspal cair dengan pasir halus, dengan menggunakan alat khusus

atau sendok tembok.

c) Pengisian celah tidak sampai penuh agar bagian atas masih tersisa rongga

d) Setelah campuran didalam sudah meresap,sia-sia rongga diisi aspal cair dengan

menggunakan cerek aspal.

e) Permukaan celah yang telah diisi dengan aspal, segera ditaburi dengan pasir kering

untuk mencegah pengelupasan akibat lalu lintas.

3. Perbaikan dengan pengisian disusul dengan Buras atau Burtu atau Latasir

a) Bersihkan celah dengan batu atau kompresor

b) Permukaan perkerasan dan semua daerah retak dibasahi dengan air

c) Permukaan diratakan dengan alat perata dan karet (alat pel karet)

d) Selanjutnya dilapais dengan buras atau dengan burtu atau dengan latasir

e) Dan selanjutnya perkerasan dipadatkan dengan Roller.

F. Indeks Kondisi Perkerasan (Pavament Condition Index)

Pentingnya perencanaan sistem managemen adalah kemampuan dalam menentukan

perkerjaan dan penilaian dari kondisi perkerasan yang ada dengan tutjuan untuk

mengidentifikasi keadaan dari lapisan perkerasan jalan tersebut. Pavement Condition Indeks
(PCI) adalah perkiraan kondisi jalan dengan system rating untuk menyatakan kondisi

perkerasan yang sesungguhnya dengan data yang dapat dipercaya dan obyektif. Metode PCI

dikembangkan di Amerika U.S Army Corp of Engineers untuk perkerasan bandara, jalan raya

dan area parkir, karena dengan metode ini diperoleh data dan perkiraan kondisi yang akurat

sesuai dengan di lapangan. Tingkat PCI dituliskan dalam tingkat 0-100.

Tabel 1. Nilai PCI dan Kondisi Perkerasan Jalan

Nilai PCI Kondisi


86-100 Sempurna (Exelent)
71-85 Sangat baik (Very good)
56-70 Baik (Good)
41-55 Sedang (Fair)
26-40 Buruk (Poor)
11-25 Sangat Buruk (Very Poor)
0-10 Gagal (Failed)

Sumber : Shanin M.Y, Army Corp of Engineers USA 1994

Kondisi perkerasan seperti diatas tersebut digunakan untuk semua jenis kerusakan.

Kerusakan jalan dapat dibagi menjadi 19 macam kerusakan dan dalam setiap macam

kerusakan dibagi lagi menjadi 3 tingkat kerusakan, yaitu :

Low (L) = Rusak ringan

Medium (M) = Rusak sedang

High (H) = Rusak parah

Setelah melakukan survei, data yang diperoleh kemudian dihitung luas dan presentase

kerusakannya sesuai dengan tingkat dan jenis kerusakannya. Langkah berikutnya adalah

menghitung nilai PCI untuk tiap-tiap sampel unit dari ruas-ruas

jalan, berikut ini rumus yang akan disajikan untuk cara penentuan nilai PCI :

1. Mencari Presentase Kerusakan (Density)


Density adalah presentase luas terhadapa luas sampel unit yang ditinjau, density di

peroleh dengan cara membagi luas kerusakan dengan luas sampel unit.

Rumus mencari nilai density :

Density = Ad/As x 100%....................................................................................1

Atau

Density = Ld/As x 100%.....................................................................................2

Dimana :

Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2)

Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)

As = Luas total unit segmen (m2)

2. Menentukan Deduct Value

Setelah nilai density diperoleh, kemudian masing-masing jenis kerusakan diplotkan ke

grafik sesuai dengan tingkat kerusakannya untuk mencari nilai deduct value.

3. Menentukan Nilai Total Deduct Value

Total Deduct Value yang diperoleh pada suatu segmen jalan yang ditinjau dijumlah

sehingga diperoleh Total Deduct Value (TDV)

4. Mencari Nilai q

Syarat untuk menentukan nilai q ditentukan oleh jumlah nilai deduct value individual

yang lebih besar dari 5 pada setiap segmen ruas jalan yang diteliti.

5. Mencari nilai CDV

Nilai CDV dapat dicari setelah nilai q diketahui dengan cara menjumlah nilai deduct

value selanjutnya mengeplotkan jumlah deduct value tadi pada gambar grafik CDV

yang dapat dilihat pada Gambar 22. pada halaman berikutya sesuai dengan nilai q yang

diperoleh.
Gambar 22. Grafik CDV

6. Menentukan Nilai PCI

Setelah nilai CDV diketahui maka dapat ditentukan nilai PCI dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

PCI = 100 – CDV...............................................................................................3

Setelah nilai PCI diketahui, selanjutnya dapat ditentukan rating dari sampel unit yang

ditinjau dengan mengeplotkan grafik. Sedangkan untuk menghitung nilai PCI secara

keseluruhan dalam satu ruas jalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

PCI = ∑ PCI / N...................................................................................................4

Dimana :

∑ PCI = Nilai Total PCI dalam suatu Ruas Jalan


N = Jumlah segmen dalam satu ruas Jalan

7. Kelebihan dan Kekurangan Motode PCI

Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Metode PCI

Kelebihan Kekurangan
Akurat Survei membutuhkan waktu yang lama

Biaya pengoperasian murah karena tidak Survei Membutuhkan orang yang


menggunakan alat survei seperti IRI banyak

Perlu Analisa untuk mengetahui nilai


Jenis kerusakan jalan spesifik
PCI

G. Penelitian Sejenis

Limantara dkk. (2017) melakukan penelitian tentang sistem pakar pemilihan model

perbaikan perkerasan lentur berdasarkan indek kondisi perkerasan Pavement Condition Index

(PCI). Perbaikan perkerasan lentur yang di terapkan di Indonesia memasuki tahapan kritis

terutama pada jalan raya, dimana perbaikan hanya dilakukan dengan model “kearifan lokal”

tanpa mempertimbangkan model perbaikan berdasarkan tipe kerusakan yang terjadi. Pada

perkerasan lentur tipe kerusakan yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga kategori

kerusakannya yaitu keretakan yang dibagi lagi menjadi enam jenis keretakan, garis dan

lubang serta cacat permukaan dengan lima jenis cacat permukaan dan mempunyai model

perbaikan berdasarkan skala Pavement Condition Index (CPI) yang dapat dibagi menjadi tiga

yaitu pemeliharaan preventif, pemeliharaan besar dan rekonstruksi.Ini bertujuan membuat

suatu sistem pakar yang akan menghasilkan keputusan pemilihan model perbaikan

berdasarkan tipe kerusakan yang terjadi, sehingga diharapkan dengan adanya sistem pakar ini

pengambilan keputusan perbaikan dapat dilakukan dengan cepat serta akurat dan tepat

sasaran.

Udiana dkk. (2014) melakukan penelitian tentang analisa faktor penyebab kerusakan

jalan (studi kasus ruas jalan W. J. Lalamentik dan ruas jalan Gor Flobamora). jalan

merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting dalam memperlancar kegiatan

hubungan ekonomi dan kegiatan sosial lainnya. Namun jika terjadi kerusakan jalan akan
berakibat bukan hanya terhalangnya kegiatan ekonomi dan sosial lainnya namun dapat terjadi

kecelakaan bagi pemakai jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis

kerusakan jalan, faktor penyebabnya serta solusi untuk mengatasi kerusakan yang terjadi.

Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan data primer berupa hasil survey

kerusakan jalan pada ruas jalan W. J. Lalamentik dan ruas jalan Gor Flobamora. Hasil survei

jenis kerusakan jalan pada ruas jalan W. J. Lalamentik dan ruas jalan Gor Flobamora adalah

retak memanjang, retak melintang, retak kulit buaya, retak pinggir, retak berkelok-kelok,

retak blok, bergelombang, kegemukan, pengeluasan, lubang, tambalan, pelepasan butiran,

dan sungkur. Faktor-faktor penyebab kerusakan secara umum adalah peningkatan beban

volume lalu lintas, sistem drainase yang tidak baik, sifat material konstruksi perkerasan yang

kurang baik, iklim, kondisi tanah yang tidak stabil, perencanaan lapis perkerasan yang sangat

tipis, proses pelaksanaan pekerjaan yang kurang sesuai dengan spesifikasi. 8 Tindakan

perbaikan yang dapat dilakukan yaitu tindakan perbaikan per segmen.

Pandey (2013) melakukan tentang kerusakan jalan daerah akibat beban overloading.

Jalan merupakan kebutuhan utama masyarakat sebagai penghubung dalam melakukan

kegiatan terutama kegiatan ekonomi. Kondisi permukaan jalan harus tetap terpelihara dengan

baik untuk memberikan pelayanan yang baik untuk pengguna jalan. Namun kerusakan jalan

merupakan hal yang tidak dapat dielakkan dengan berbagai alas an. Ketidak patuhan

pengguna jalan terhadap regulasi penyelenggaraan jalan yang telah ditetapkan pemerintah

seperti pelanggaran terhadap pembatasan beban dapat menyebabkan kerusakan jalan.

H. Kerangka Fikir Penelitian

Sebagai acuan dalam penelitian, maka disusun kerangka fikir sebagai berikut :

Untuk mengkaji kerusakan jalan poros Bantimurung Kabupaten Maros, Sulawesi


Selatan
Untuk mengetahui penyebab kerusakan jalan yang terjadi dijalan poros Bantimurung
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan

Untuk mengidentifikasi setiap jenis penyebab kerusakan jalan poros Bantimurung


Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan

Hasil dari penelitian ini dapat diketahui cara penanganan kerusakan jalan poros
Bantimurung Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan

BAB III

METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data primer dan data sekunder yang

diperoleh dengan melakukan survey lapangan berupa penganggulangan kerusakan jalan di

Bantimurung Kabupaten Maros. Mengevaluasi jenis-jenis kerusakan yang terjadi sesuai

dengan tingkat kerusakan dengan cara mengukur panjang, lebar dan kedalam pada tiap-tiap

jenis kerusakan.

Sehingga didapatkan nilai PCI yang merupakan acuan dalam penilaian kondisi perkerasan

jalan.Kadar kerusakan (Density) adalah presentase luasan dari suatu jenis kerusakan terhadap

luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter persegi atau meter panjang.

Adapun faktor-faktor, yang harus diketahui sebelum melakukan penelitian ini:

1. Studi Pustaka, Membaca literatur atau buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian

yang dipilih dan dipilah isinya untuk dijadikan sebagai bahan tinjauan untuk memperoleh

hasil penelitian dengan lebih baik dan efisien

2. Studi Literlatur, yakni dengan membaca dan mengutip buku-buku yang berkaitan dengan

materi penulisan ini.

3. Data hasil penelitian langsung di lapangan dan beberapa instansi yang terkait sebagai

sumber data dalam penelitian ini.

4. Masukan-masukan yang diperoleh dari Bapak/Ibu dosen pembimbing serta sesama pihak

telah membantu demi terwujudnya penulisan ini.

B. Bagan Alir Penelitian

Penelitian di Lembang Bori’ Ranteletok Kabupaten Toraja Utara dilakukan


dengan pengikat bagan air sebagai gambar berikut :
A

Mulai

Studi Pustaka

Survey Lokasi

Pengumpulan Data

Data Primer :
1. Survei Jalan Data Sekunder :
2. Data Kerusakan Jalan 1.Data geometric Jalan
metode (PCI))
3. 3.T

Analisis Data

Hasil dan Pembahasan


1. Penilaian Kondisi Jalan :
a. Density (D)
b. Deduct Value (DV)
c. Total Deduct Value (TDV)
d. Pavement Condition Indeks
(PCI)
2. Cara Penanggulangan

Kesimpulan dan Saran

Selesai
Gambar 23. Bagan Alir Penelitiaan

C. Lokasi Penelitian

A A

Anda mungkin juga menyukai