Anda di halaman 1dari 5

PHIMOSIS/PARAPHIMOSIS

RSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
HIDAYATULLAH MRS.KPS.KOMED/ A 1/4
YOGYAKARTA

Tanggal Terbit Ditetapkan oleh


Direktur RSI Hidayatullah
STANDAR PELAYANAN
MEDIS

dr. Edy Raharjo, Sp. S, MM

Phimosis adalah preputium yang tidak bisa diretraksi.


Terdapat dua jenis:
1. Phimosis Fisiologis terjadi pada 96% anak laki-laki pada
saat lahir karena adhesi alamiah antara preputium dan
glans penis dan akan membaik seiring perkembangan usia
Batasan
anak sampai usia 18 tahun
2. Phimosis Patologis bila phimosis disertai gangguan lokal
pada genital atau keluhan berkemih.
Paraphimosis adalah preputium yang bisa ditarik ke belakang
glans penis tapi tidak dapat dikembalikan ke posisi semula
Anamnesis :
Phimosis Fisiologis : preputium tidak bisa diretraksi, kadang-
kadang terjadi balloning saat berkemih.
Phimosis Patologis : phimosis yang disertai keluhan nyeri,
disuria, infeksi lokal, riwayat infeksi saluran kemih yang
berulang.
Paraphimosis : preputium setelah diretraksi tidak bisa kembali ke
posisi semula dan nyeri akibat jepitan preputium pada glans
penis.

Pemeriksaan Fisik :
Phimosis Fisiologis : tidak dijumpai iritasi atau tanda-tanda
Diagnosis
infeksi lokal pada penis.
Phimosis Patologis : dapat dijumpai tanda-tanda infeksi lokal,
demam, hematuri, atau perdarahan.
Paraphimosis : terdapat cincin jaringan tang melingkar ketat dan
menimbulkan nyeri.

Pemeriksaan Penunjang :
Pada Phimosis Patologis dapat dilakukan pemeriksaan urin rutin
dan darah rutin untuk menyokong diagnosa infeksi saluran
kemih.
a. Konservatif : Pada phimosis fisiologis
b. Terapi Pembedahan : Pada phimosis patologis dan
paraphimosis dengan sirkumsisi. Dapat dilakukan di
ruang tindakan bedah minor oleh dokter triase.
Terapi
Konsultasi pada dokter spesialis bedah atau spesialis
urologi bila dijumpai komplikasi atau kondisi yang
memerlukan tindakan pembedahan di ruang operasi
seperti : micro penis, hipospadia.

Kepustakaan
1. Jeffrey S. Palmer, “Phimosis and Paraphimosis,” Campbells
Walsh Urology, 10th ed.
2. Tekgul H.S Dogan, P. Hoebeke, R. Kocvara et. al,
“Phimosis,”Guideline on Paediatric Urology, vol 2014

PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAYS

RSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
HIDAYATULLAH MRS.KPS.KOMED/ A 2/4
YOGYAKARTA
SPO.085/IX/2017
3. Pilah jenis penyakit yang akan dibuat Clinical
Prosedur
Pathways berdasarkan tingkat morbiditas dan
mortalitas penyakit yang memenuhi kriteria high
cost, high risk, dan high volume disesuaikan
dengan panduan praktek klinis yang dimiliki
Rumah sakit.
4. Fokus area prioritas yang akan dibuat Clinical
Pathways diambil berdasarkan laporan data
bulanan dari bagian Rekam Medis RSI
Hidayatullah, berupa 10 (sepuluh) penyakit
terbesar rawat jalan untuk setiap poliklinik SMF,
10 ( sepuluh ) penyakit terbesar rawat inap untuk
setiap SMF, 10 ( sepuluh) sebab kematian untuk
setiap SMF , laporan data tindakan operasi.
5. Identifikasi key players. Identifikasi key players
bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat
dalam penanganan kasus atau kelompok pasien
yang telah ditetapkan untuk merencanakan focus
group.
6. Studi literatur. Studi literatur diperlukan untuk
menggali pertanyaan klinis yang perlu dijawab
dalam pengambilan keputusan klinis dan untuk
menialai tingkat dan kekuatan bukti ilmiah. Studi
ini sebaiknya menghasilkan laporan dan
rekomendasi tertulis.
7. Diskusi kelompok terarah. Diskusi kelompok
terarah atau focus grup discussion (FGD)
dilakukan untuk mengenal kebutuhan pelanggan
dan menyesuaikan dengan kemampuan rumah
sakit dalam memenuhi kebutuhan tersebut serta
untuk mengenal kesenjangan antara harapan
pelanggan dan pelayanan yang diterima.Lebih
lanjut diskusi kelompok terarah juga perlu
dilakukan untuk memberi masukan dalam
pengembangan indicator mutu pelayanan klinis
dan kepuasan pelanggan serta pengukuran dan
pengecekan.

PENGISIAN CLINICAL PATHWAYS

RSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
HIDAYATULLAH MRS.KPS.KOMED/ A 3/4
YOGYAKARTA
SPO.085/IX/2017
8. Dalam menyusun Clinical Pathways terdapat
Prosedur
prinsip – prinsip yang harus dipenuhi antara lain :
a. Kriteria penyakit yang dapat dibuat Clinical
Pathways adalah penyakit atau kondisi klinis
yang bersifat multidisiplin, dan perjalanan
klinisnya dapat diprediksi.
b. Untuk menetapkan jenis penyakit yang akan
dibuat Clinical Pathways disesuaikan dengan
PPK medis yang dimiliki rumah sakit karena
Clinical Pathways disusun untuk
menterjemahkan PPK medis. Untuk obat
obatan mengacu kepada Standar Pelayanan
Medis, Standar Prosedur Operasional dan Daftar
Standar Formularium yang telah ada di rumah
sakit setempat, Bila perlu standar standar
tersebut dapat dilakukan revisi sesuai
kesepakatan setempat.
c. Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi
diagnosis dan ICD 9 CM untuk hal tindakan
prosedur sesuai dengan profesi/SMF masing
masing
d. Analisis bauran kasus. Analisis bauran kasus
dilakukan untuk menyediakan informasi
penting baik pada saat sebelum dan setelah
penerapan Clinical Pathways, meliputi length
of stay, biaya per kasus, obat – obatan yang
digunakan, tes diagnosis yang dilakukan,
intervensi yang dilakukan, praktisi klinis yang
terlibat dan komplikasi.
e. Menetapkan sistem pengukuran proses dan
outcome.
f. Ditetapkan kriteria inklusi dan eksklusi yang
jelas bagi penyakit apapun yang akan dibuat
Clinical Pathwayas. Apabila pasien sudah
dirawat dengan Clinical Pathways namun
mengalami komplikasi atau terdapat ko-
morbiditas tertentu maka pasien tersebut harus
dikeluarkan dari Clinical Pathways dan dirawat
dengan perawatan biasa.
g. Format Clinical Pathways berupa tabel yang
kolomnya merupakan waktu (hari,jam),
sedangkan barisnya merupakan observasi
/pemeriksaan/tindakan/intervensi yang
diperlukan. ( format di lampiran)
9. Mendesain dokumentasi Clinical Pathways

PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAYS

RSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
HIDAYATULLAH MRS.KPS.KOMED/ A 4/4
YOGYAKARTA
SPO.085/IX/2017

Unit terkait 1. Komite medik


2. IGD
3. Rawat Inap
4. Gizi
5. Inst. Farmasi
6. Inst. Laboratorium
7. Unit Radiologi

Anda mungkin juga menyukai