NIM. 19021048
PROGRAM SARJANA
DENPASAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah Sakit Puri Raharja yaitu salah satu rumah sakit swasta di Denpasar
yang merupakan rumah sakit rujukan, dimana banyak terdapat obat-obat high alert.
Kesalahan dalam penyimpanan obat dapat mengakibatkan hal yang fatal, seperti
saat melakukan pengambilan obat yang kemasannya hampir sama yang
penyimpanannya tidak dipisahkan, hal ini bisa menyebabkan efek terapi yang
diinginkan tidak tercapai. Rumah Sakit ini belum banyak data yang terpublikasi
khususnya tentang pengetahuan tenaga kefarmasian mengenai obat High Alert.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengetahuan yang dimiliki tenaga kefarmasian terkait obat High
Alert di rumah sakit swasta di Denpasar untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pengaturan high alert medication dan diharapkan hasilnya dapat meningkatkan
pengelolaan obat-obat High Alert sebagai salah satu upaya peningkatan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien.
KAJIAN PUSTAKA
2.6.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
(Kemenkes RI, 2016)
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit
d. Efektifitas dan keamanan
e. Pengobatan berbasis bukti
f. Mutu
g. Harga
h. Ketersediaan di pasaran
2.6.2 Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus
mempertimbangkan : (Kemenkes RI, 2016)
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan
2.6.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai antara lain: (Kemenkes RI, 2016)
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS)
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar
d. Masa kedaluwarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat
dipertanggung jawabkan.
2.6.4 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Penerima barang memeriksa
dan mencocokkan jumlah dan jenis barang yang dipesan dengan barang yang
datang. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain: obat tidak boleh diterima jika
sudah atau mendekati kadaluwarsa, pengiriman obat, bahan obat maupun alat
kesehatan yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak
atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Nomor batch dan tanggal
kedaluwarsa obat, bahan obat dan alat kesehatan harus dicatat pada saat
penerimaan, untuk mempermudah penelusuran. Selain itu, kesesuaian jumlah, jenis
dan bentuk sediaan obat tersebut juga diperiksa dan dilakukan pemeriksaan berupa
data pada Surat Pesanan (SP), faktur serta kondisi fisik barang tersebut (Oktaviati,
2021)
2.6.5 Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan
sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas
dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud
meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai. Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat
disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
(Kemenkes RI, 2016)
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis.
Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis
yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus
menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang penampilan dan penamaan yang mirip LASA (Look Alike Sound Alike) tidak
ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan Obat (Kemenkes RI, 2016).
2.6.6 Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit
harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya
pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di unit pelayanan (Oktaviati, 2021).
2.6.7 Pengendalian
Pengendalian persediaan obat sangat penting sekali dalam suatu rumah
sakit, bila rumah sakit terlalu banyak memiliki persediaan obat dapat menyebabkan
biaya yang tertanam juga banyak dan akan meningkatkan biaya penyimpanan.
Demikian juga sebaliknya, apabila persediaan obat terlalu sedikit maka dapat
mengakibatkan biaya biaya lain yang timbul karena kekurangan persediaan obat.
Karena hal tersebut, maka pengendalian persediaan perlu dilakukan secara cermat
dan tepat sehingga terdapat jumlah persediaan yang tepat dalam kuantitas, kualitas
dan waktu yang tepat. Dengan kata lain, jumlah biaya persediaan minimum dan
semua kebutuhan dapat terpenuhi sehingga memuaskan bagi rumah sakit dan pasien
(Permata, 2016).
Obat memiliki kontribusi yang besar terhadap kesembuhan pasien.
Mengingat besarnya pengaruh tersebut maka pihak rumah sakit harus menjamin
ketersediaan obat, keamanan dan keefektifan penggunaan obat tersebut dalam
kelancaran pelayanan, sehingga diperlukan suatu pengelolaan secara cermat dan
bertanggung jawab. Biaya yang diserap untuk penyediaan obat merupakan
komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Pada beberapa negara
berkembang belanja obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40 – 50% dari biaya
keseluruhan rumah sakit. Kondisi ini harus disikapi dengan sebaik baiknya dan
harus dikelola secara efisien dan efektif (Permata, 2016).
2.6.8 Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi
standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada
pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan penghapusan
adalahuntuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat
dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan
mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan
obat yang sub standar (Depkes RI, 2010).
2.6.9 Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan merupakan suatu keguatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Adanya
pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi
adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran.pencatatan
dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang
umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu Stok
Induk (Depkes RI, 2010).
Fungsi:
a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa).
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu)
jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.
c. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan
pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik
perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanan.
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan. Tujuan dari pelaporan yaitu Tersedianya data yang
akurat sebagai bahan evaluasi, tersedianya informasi yang akurat, tersedianya arsip
yang memudahkan penelusuran surat dan laporan dan mendapat data yang lengkap
untuk membuat perencanaan (Depkes RI, 2010)
2.6.10 Monitoring dan Evaluasi
Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan
farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi
(monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai msukan guna penyususnan
perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev daapt dilakukan
secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh surpervisor
maupun alat yang digunakan. Tujuan dari dilakukannya monitoring dan evaluasi
yaitu meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit
agar dapat ditingkatkan secara optimum (Depkes RI, 2010).
Hal tersebut menjadi tantangan semua pihak, pemerintah dan fasilitas kesehatan
bertanggung jawab memastikan sistem pelaporan dapat terlaksana dengan baik
(Kemenkes RI, 2011).
Standar keselamatan pasien terdiri dari 7 standar yaitu sebagai berikut : (Kemenkes
RI, 2017)
1) Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
KTD. Kriterianya adalah sebagai berikut: a) Harus ada dokter penanggung
jawab pelayanan, b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat
rencana pelayanan, c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan tau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kemenkes RI, 2017).
2) Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan keperawatan. Kriterianya adalah
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien sebagai partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di
rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
keperawatan. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga
dapat: a) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur, b)
Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab, c) Mengajukan pertanyaan
untuk hal yang tidak dimengerti, d) Memahami dan menerima konsekuensi
pelayanan, e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit,
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa, g) Memenuhi
kewajiban finansial yang disepakati (Kemenkes RI, 2017).
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai
berikut: a) Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit, b) Terdapat
koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh
tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar,
c) Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya, d) Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi
kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan,
aman dan efektif (Kemenkes RI, 2017).
4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien.
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memantau dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
analisis data secara intensif, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien dengan kriteria berikut : a) Setiap rumah
sakit harus melakukan proses perancangan yang baik, sesuai dengan slogan
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit, b) Setiap rumah
sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja, c) Setiap rumah sakit
harus melakukan evaluasi intensif, d) Setiap rumah sakit harus
menggunakan semua data dan informasi hasil analisis (Kemenkes RI, 2017).
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Peran pimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien adalah sebagai
berikut: a) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
melalui penerapan 7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit, b)
Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi KTD, c) Pimpinan
mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien, d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
tingkatkan keselamatan pasien, e) Pimpinan mengukur dan mengkaji
efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien, dengan kriteria sebagai berikut: (Kemenkes RI, 2017)
- Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien
- Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis
kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari kejadian nyaris
cedera (near miss) sampai dengan KTD (adverse event)
- Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien
- Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis
- Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang analisis akar masalah near miss, KTD dan kejadian sentinel
pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan
- Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani kejadian sentinel atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan kejadian sentinel
- Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin.
- Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya
tersebut
- Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut
dan implementasinya.
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar mendidik staf tentang keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
a) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas, b) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif
dalam rangka melayani pasien, c) Rumah sakit menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin
dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut: (Kemenkes RI,
2017)
- Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien
- Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien adalah sebagai berikut: a) Rumah sakit merencanakan
dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal, b) Transmisi data
dan informasi harus tepat waktu dan akurat, dengan kriteria sebagai berikut:
(Kemenkes RI, 2017)
- Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendisain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien
- Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
Fasilitas pelayanan kesehatan selain diwajibkan untuk melaksanakan standar
keselamatan pasien, juga melakukan perbaikan tertentu dalam keselamatan pasien.
Di Indonesia secara nasional untuk seluruh fasilitas pelayanan kesehatan
diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional (SKPN), yang terdiri dari:
(Kemenkes RI, 2017)
- SKP 1: Mengidentifikasi pasien dengan benar
- SKP 2: Meningkatkan komunikasi yang efektif
- SKP 3: Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
- SKP 4: Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar
- SKP 5: Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
- SKP 6: Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
Gambar 2.1
Contoh Logo High Alert Medication dan LASA (Kemenkes RI, 2016)
Obat-obat yang termasuk high alert harus dikelola serta dipantau oleh instalasi
farmasi di Rumah sakit, hal ini penting karena berbahaya jika terjadi kesalahan
dalam proses penyimpanan sampai pemberian obat kepasien, karena dapat
membahayakan keselamatan pasien. Obat-obat yang sudah dibuktikan aman dan
efektif tetapi sangat berbahaya jika tidak digunakan segera (Tanzi, M, 2021). Obat
dengan nama dan ucapan hampir sama, konsentrat elektrolit tinggi seperti kalium
klrorida 2meq/ml yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari
0,9% dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat), obat anestesi, obat anti
koagulan, obat aritmia, insulin/ hipoglikemik, obat penenang (sedative), dan
narkotika, termasuk kelompok obat High Alert (Permenkes RI, 2017).
BAB III
HIPOTESIS PENELITIAN
Patient Safety
Tenaga Kefarmasian
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Gambar 3.1
Kerangka konsep penelitian
3.3 Hipotesis
Penelitian ini tidak memiliki hipotesis, sebab penelitian ini bersifat deskriptif
dimana hanya menampilkan profil pengetahuan tenaga kefarmasian terkait obat
high alert di Rumah Sakit Puri Raharja Denpasar.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.5 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah tenaga kefarmasian di Rumah Sakit Puri
Raharja khususnya yang bersedia menjadi responden.
4.6 Sampel
Sampel pada penelitian kali ini adalah tenaga kefarmasian yang memenuhi
dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
4.6.1 Kriteria Sampel
4.6.1.1 Kriteria Inklusi
1. Tenaga kefarmasian yang bekerja di Rumah Sakit Puri Raharja
2. Tenaga kefarmasian yang bersedia menjadi responden dan mengisi
kuesioner.
3. Tenaga kefarmasian yang mengetahui mengenai obat high alert
medication.
4.6.1.2 Kriteria Eksklusi
1. Tenaga kefarmasian yang bekerja di Rumah Sakit Puri Raharja tetapi
tidak bersedia menjadi responden
Analisa data
Balipost, 2017, Kasus Salah obat, ini Temuan IDI Cabang Buleleng di akses di
http://www.balipost.com/news/2017/05/06/7782/kasus-salah obat,ini temuan.
Fahriati, A. R., Aulia, G., Saragih, T. J., Wijayanto, D. A. W., & Hotimah, L.
(2021). Evaluasi Penyimpanan High Alert Medication Di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit X Tangerang. Edu Masda Journal, 5(2), 56.
https://doi.org/10.52118/edumasda.v5i2.131
Ghozali Imam, 2018. Aplikasi Analisis Mulivariete Dengan Program 1BM SPSS 25
(Edisi 9). Cetakan ke lX, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Hasanah, N., Sulfiana, E., Farmasi, A., & Bangkalan, Y. (2021). Profil
Pengetahuan High Alert Medication Tenaga. 1(1), 10–15.
JCI. (2016). Joint Commission International ( JCI ) 2016. Education Programs for
Hospitals and Academic Medical Centers.
Sopiah dan Mamang Etta Sangaji (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia. C.V
Andi Offest: Yogyakarta
Tripujiati, I., Suwarno, A. devi, & Arif, M. R. (2020). Pemahaman Staf Farmasi
Terhadap Pengelolahan Obat High Alert Di Instalasi Farmasi Di Rsud Bangil.
Jurnal Farmasi Indonesia Afamedis, 1 NO.2(2), 89–99