Mengetahui,
Koordinator POPT Bojonegoro, 17-11-2021
Kab. Bojonegoro Pelaksana
Ekologi ............................................................ 5
Gejala .............................................................. 7
Pengendalian ................................................... 8
Sumber ............................................................. 10
Tentang Penyakit
Kedelai merupakan komoditas utama tanaman pangan yang penting setelah padi dan
jagung. Komoditas ini merupakan sumber protein, nabati, lemak, vitamin dan
mineral yang murah dan mudah tumbuh di berbagai daerah di Indonesia. Sebagai
bahan makanan kedelai mempunyai kandungan gizi yang tinggi terutama protein
(40%), lemak (20%), karbohidrat (35%) dan air (8%). Sampai saat ini produksi
kedelai di Indonesia masih rendah, sehingga belum mampu memenuhi
kebutuhan kedelai dalam negeri (Cybex Pertanian, 2021)
Di Indonesia, tanaman kedelai sangat rentan terhadap cekaman lingkungan
biotik antara lain serangan berbagai jenis organisme pengganggu tanaman
(OPT), sehingga potensi hasil tidak tercapai. Salah satu jenis OPT penting pada
tanaman kedelai adalah penyakit busuk batang Sclerotium. Menurut
Sastrahidayat et al. (2007), penyakit busuk batang yang disebabkan oleh S.
rolfsii merupakan penyakit penting pada tanaman kedelai di Indonesia dan
panyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil 75 – 100%. Penyakit ini sulit
dikendalikan karena patogen memiliki kemampuan untuk mempertahankan
dirinya di dalam tanah sekalipun tidak tersedia tanaman inang. Patogen ini dapat
bertahan terhadap kondisi tanah yang ekstrim berupa sklerotia dengan kemampuan
bertahan bisa mencapai 10 tahun lebih dan mempunyai inang alternatif yang banyak.
Ekologi
Varietas Tahan
Pengendalian yang paling sesuai adalah penggunaan mikroorganisme antagonis karena aman bagi lingkungan dan
sekali aplikasi akan bermanfaat untuk beberapa kali musim tanam. Organisme antagonis dari cendawan tular tanah
umumnya dari genus Trichoderma, Gliocladium, Streptomyces, dan Bacillus. Selain itu Actinomycetes juga
berperan sebagai musuh alami dari cendawan tular tanah melalui mekanisme antibiosis (Supriati 2005).
Mekanisme antagonis dibagi menjadi tiga, yaitu kolonisasi, kompetisi, dan antibiosis (Baker dan Cook 1974).
Cendawan antagonis memangsa cendawan tular tanah dengan mengkolonisasi atau membelit sel lawan sehingga
sel cendawan tular tanah tidak dapat berkembang. Beberapa jenis Trichoderma berkompetisi dalam memanfaatkan
ruang, nutrisi, dan oksigen, atau mengeluarkan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mematikan
Sclerotium. Beberapa bakteri atau cendawan antagonis dapat mengeluarkan senyawa antibiotik ke lingkungannya
sehingga mematikan musuh alaminya.
Pada tahun 2006, beberapa lokasi di Lampung dan Sumatera Selatan ditemukan cendawan Trichoderma yang dapat
dijadikan sebagai sumber inokulum untuk pengendalian hayati. Efektivitas penghambatan Trichoderma asal
Lampung terhadap S. rolfsii, Aspergillus niger, dan Fusarium di laboratorium berturut-turut berkisar 50–83%,
16–67%, dan 39–83%, sedangkan yang dari Sumatera Selatan masing-masing 31–85%, 24–57%, dan 60– 84%.
Trichoderma yang memiliki efektivitas tertinggi di laboratorium akan menurun efektivitasnya sekitar 20% jika
diaplikasikan di lapangan. Efektivitas pengendalian dengan Trichoderma di laboratorium mencapai 80%, artinya
isolat tersebut akan menekan intensitas serangan penyakit tular tanah di lapangan sebesar 60%.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa penggunaan antagonis yang dikombinasikan dengan VAM
(VasikularArbuskular Mikoriza) akan meningkatkan efektivitas pengendalian. Menurut Aditya et al. (2011),
kombinasi Streptomyces dalam bentuk cair untuk merendam biji kedelai selama 24 jam dan VAM dalam bentuk
pelet untuk menyelimuti biji dapat mengendalikan S. rolfsii lebih dari 69%. Selanjutnya dikatakan bahwa
kombinasi Streptomyces dan VAM dapat meningkat kan berat biji per tanaman, berat 100 biji, dan hasil kedelai
masing-masing 28,34%, 20,9%, dan 22,43%.
Sumber
Aditya, U.K., N. Saleh, dan I. Sastrahidayat. 2011. Pengendalian penyakit rebah semai (Sclerotium rolfsii Sacc.)
pada tanaman kedelai dengan kombinasi Streptomyces antagonis dan Vasikular-Arbuskular Mikoriza. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Ourth Edition. Academic Press. Sandiego.
Baker, K.F. and R.J. Cook. 1974. Biological Control of Plant Pathogen. W.H. Freman and Company, San Francisco
Cybex Pertanian, 2021, Pengendalian Ulat Grayak Spodoptera Litura pada Tanaman Kedelai.
Domsch, K.H., W. Gams, and T.H. Anderson. 1980. Compendium of Soil Fungi (Vol. 1). Academic Press, London.
Supriati, L. 2005. Potensi antagonis indigenous lahan gambut dalam mengendalikan penyakit rebah semai
(Sclerotium rolfsii) pada tanam
Saleh, N., A.S. Puranika, I.R. Sastrahidayat, dan A. Cholil. 2011. Evaluasi ketahanan varietas dan genotipe plasma
nutfah tanaman kedelai terhadap penyakit rebah semai (Sclerotium rolfsii Sacc.). Penelitian Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Semangun, H. 2008. Penyakit-penyakit tanaman tangan di Indonesia (Edisi kedua). Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta