Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENYAKIT PENTING TANAMAN UMUM

“PENYAKIT EMBUN BULU DAUN HIJAU JAGUNG


(SCLEROSPORA GRAMINICOLA)”

Oleh :

Tiara Safitri (A1D018165)

Fian Rizky Mubarak (A1D018173)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2020
I. PENDAHULUAN

Jagung adalah salah satu komoditas pangan yang banyak disukai oleh

manusia. Jagung dapat diolah menjadi berbagai macam makanan. Mulai dari

makanan untuk lauk makan, cemilan, hingga makanan penutup atau dessert. Rasa

yang manis dari jagung ini yang membuat orang-orang berlomba-lomba

menciptakan olahan jagung.

Selain itu tanaman jagung banyak sekali gunanya, hampir seluruh bagian

tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan antara lain batang

dan daun muda untuk pakan ternak, batang dan daun tua setelah panen untuk

pupuk hijau dan kompos, batang dan daun kering untuk kayu bakar, batang jagung

untuk lanjar (turus), batang jagung untuk pulp (bahan kertas), buah jagung muda

untuk sayuran, bergedel, bakwan, biji jagung tua sebagai pengganti nasi,

brondong, roti jagung, tepung, pakan ternak, bahan baku industri bir, industri

farmasi, dextrin, perekat, dan industri tekstil.

Upaya mempertahankan produktivitas jagung nasional memiliki sejumlah

hambatan ditemukan di lapangan, salah satunya adalah serangan organisme

pengganggu tanaman (OPT). Upaya pengembangan jagung dihadapkan pada

masalah penyakit, terutama penyakit bulai. Penyakit bulai merupakan penyakit

utama dan sangat penting, karena apabila menyerang pada tanaman jagung,

khususnya umur muda dan varietas rentan, maka dapat menyebabkan kerusakan

tanaman sampai 100% . Penyakit bulai disebabkan oleh cendawan


Peronosclerospora spp. yang penularan sporanya pada tanaman jagung terbawa

oleh angin dipagi hari.


II. PENYAKIT EMBUN BULU DAUN HIJAU (SCLEROSPORA

GRAMINICOLA)

A. Penyebab penyakit

Penyakit bulai disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora spp. yang

penularan sporanya pada tanaman jagung terbawa oleh angin dipagi hari (CABI,

2004; CIMMYT 2004). Menurut Wakman dan Djatmiko (2002) dan CIMMYT

(2012), 10 spesies dari tiga genera yang meliputi P. maydis, P. phillipinensis, P.

sacchari, P. sorgi, P. spontanea, P. miscanthi, Sclerospora macrospora, S.

rayssiae, dan S. graminicola (Shurtleff, 1980) serta P. heteropogani (Rathore et

al. 2002). Di Indonesia sudah ditemukan tiga spesies yaitu P. maydis

penyebarannya di pulau Jawa dan Lampung, P. phillipinesis penyebarannya di

pulau Sulawesi, P. sorghi baru dilaporkan didataran tinggi Brastagi, Sumatera

Utara (Wakman dan Hasanuddin 2003).

B. Tanaman inang

Penyakit bulai (Downy Mildew) merupakan penyebab utama kehilangan

produksi jagung dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh 10

spesies cendawan yang tergolong dalam tiga genus yaitu 7 spesies dari genus

Peronosclerospora, 2 spesies dari Scleropthora, dan 1 spesies dari Sclerospora

(White, 2000; Wakman, 2006).

C. Gejala penyakit

Gejala secara keseluruhan pada tanaman yang terinfeksi adalah adanya

variasi yang cukup besar dalam gejala, yang hampir selalu berkembang sebagai
akibat dari infeksi sistemik. Gejala bervariasi sesuai dengan ketahanan inangnya,

serta kondisi lapangan atau lingkungan tempat terjadinya infeksi sistemik ini,

biasanya diamati sejak 6 hari setelah tanam. Gejala sistemik umumnya muncul

pada daun kedua, dan sesekali munculnya (jadi tidak secara bersamaan),

dilanjutkan pada semua daun berikutnya dan malai juga menggambarkan gejala,

kecuali dalam kasus-kasus resistensi pemulihan di mana tanaman dapat

mengatasi atau tahan terhadap infeksi tersebut (Singh dan Raja, 1988). Penyakit

ini juga dapat muncul pada daun pertama ketika infeksi sudah parah

perkembangannya.

Gejala daun dimulai dengan proses klorosis di dasar lamina daun dan

menginfeksi daun baru berturut-turut serta menunjukkan perkembangan cakupan

yang lebih besar dengan gejala daun. Gejala daun yang terinfeksi, ditandai dengan

daerah bagian daun yaitu basal sakit dan menyebar  ke ujung. Dalam kondisi

kelembaban tinggi, luas daun terinfeksi akan mendukung terjadinya klorosis dan

menyebarnya sebagian besar spora, umumnya pada permukaan abaxial dari daun,

memberi mereka penampilan berbulu halus pada daun. Jika gejala terjadi mulai

awal, tanaman akan sangat kerdil dan klorosis dan selanjutnya akan mati, jika

gejala yang tertunda, kekerdilan mungkin belum terjadi hal tersebut dikarenakan

beberapa tunas mungkin lolos penyakit.

Tanaman sangat terinfeksi umumnya kerdil dan tidak menghasilkan malai.

Istilah ‘Telinga hijau’ berasal dari penampilan malai yang berwarna hijau karena

transformasi bagian bunga ke dalam struktur berdaun. Ini kadang-kadang disebut

sebagai virescence (Arya dan Sharma, 1962). Dalam kasus-kasus tertentu, telinga
hijau adalah satu-satunya manifestasi dari jamur ini. Gejala yang jarang terlihat

sebagai lesi lokal atau bintik-bintik terisolasi pada bilah daun (Saccas, 1954;

Girard, 1975). Tempat bervariasi dalam bentuk dan ukuran dan berada pada

klorosis pertama dan menghasilkan sporangia, dan kemudian menjadi nekrotik.

D. Faktor yang berpengaruh

Glikoprotein kaya hidroksiprolin (HRGP) adalah komponen dinding sel

tanaman penting yang terlibat dalam respons pertahanan tanaman terhadap

serangan patogen. Dalam penelitian ini, kultivar mutiara resisten (Pennisetum

glaucum), dibandingkan dengan kultivar yang rentan, untuk menyelidiki

kontribusi HRGPs dalam pertahanan yang berhasil melawan oomycete S.

graminicola.

E. Pengelolaan penyakit

Pestisida saat ini diperlukan tetapi bukan solusi jangka panjang untuk

kesehatan tanaman. Selain nontarget mereka efek, berbahaya bagi alam dan

mahal, beberapa dari mereka kehilangan efektivitas mereka karena pengembangan

strain yang resisten. Pembiakan untuk resistensi, sebagai metode yang paling

praktis dan layak untuk mengelola pabrik penyakit, tidak mampu menjaga

kecepatan penuh dengan pengembangan patogen yang lebih ganas. Penggunaan

agen biokontrol dalam manajemen terpadu mutiara millet downy mildew adalah

persyaratan era saat ini untuk menghindari semua efek buruk yang melekat yaitu,

lingkungan polusi, toksisitas residual, pengembangan resistensi oleh patogen,

ketidakefektifan biaya dll, yang disebabkan oleh terus menggunakan bahan kimia.
III. PENUTUP

Penyakit bulai disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora spp. Salah

satu spesiesnya yaitu Sclerospora graminicola ini menginfeksi tanaman jagung.

Yang menyebabkan pertumbuhannya terganggu bahkan berdampak pada

produktivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Amran, M., Nurnina, N., dan Marcia, B. 2013. SRINNING GALUR/VARIETAS


LOKAL JAGUNG TERHADAP PENYAKIT BULAI.

Pooja, S. and Kushal, R. 2016.


EVALUATION OF BIOAGENTS FOR
MANAGEMENT OF DOWNY MILDEW OF PEARL MILLET CAUSED BY
SCLEROSPORAGRAMINICOLA (SACC.) SCHROET. 42 (1) : pp. 44-47.

Shantaraj, D., Sekhar, S., dan Ramachandra, K. 2007. ROLE OF


HYDROXYPROLINE-RICH GLYCOPROTEINS IN RESISTENCE OF PEARL
MILLET AGAINST DOWNEY MILDEW PATHOGEN SCLEROSPORA
GRAMINICOLA. 226, 323-333.

Shetty, S., Mathur, and Paul, N. 1980. SCLEROSPORA GRAMINICOLA IN


PEARL MILLET SEEDS AND ITS TRANSMISSION. 74, 127-134.

Ummu, S., Meity, S., Sri, H., dan Suryo, W. 2015. TREE SPECIES OF
PERNOSCLEROSPORA AS A CAUSE DOWNY MILDEW ON MAIZE IN
INNDONESIA. 14 (1).
http://forageresearch.in/wp-

content/uploads/2016/06/44-47.pdf

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0007153680800180

https://media.neliti.com/media/publications/68939-ID-none.pdf

https://link.springer.com/article/10.1007/s00425-007-0484-4

Anda mungkin juga menyukai