37
BULETIN PALAWIJA NO. 25, 2013
Asia, Australia, beberapa negara Caribea, panjang dibandingkan kudis pada daun.
negara di kepulauan Pasifik, dan Amerika Latin Seperti halnya pada daun, beberapa luka pada
(Meksiko dan Brasilia), tetapi belum terdapat tangkai daun dan batang juga saling menyatu
di Amerika Serikat, kecuali di Hawai (Farr et membentuk luka kudis yang lebih besar
al. 2007 cit. Clark et al. 2009). Di Indonesia (Anonim 1991).
penyakit kudis tersebar di sentra produksi Di lapang, infeksi terutama terjadi pada saat
ubijalar di Jawa, Bali, Sumatera, dan Papua. daun masih muda dimulai dengan gejala awal
Kehilangan hasil akibat penyakit kudis ber- berupa bercak klorotik, yang pada akhirnya
variasi tergantung varietas yang ditanam, umur berkembang menjadi luka berbentuk bulat oval.
tanaman saat terinfeksi, dan kondisi lingkungan Adanya luka pada tulang daun mengakibatkan
yang berpengaruh terhadap perkembangan pertumbuhan daun menjadi tidak normal,
penyakit di lapang. Di Indonesia, kehilangan ukuran daun mengecil dan berkerut. Tangkai
hasil ubijalar akibat penyakit kudis sekitar 30% daun menjadi lebih pendek dibandingkan pada
(Amir 1988; Amir 1990). kondisi normal dan memutar. Gejala khas lain-
Saleh dan Rahayuningsih (2002) telah meng- nya adalah tunas tumbuh tegak sehingga
kaji arti penting dan cara pengendalian penya- adanya serangan penyakit kudis tersebut dapat
kit kudis pada ubijalar. Kajian tersebut masih diketahui secara cepat dari kejauhan. Pada
valid, dan dalam makalah ini dibahas gejala, kultivar yang rentan, misal varietas lokal IR-
penyebab, bioekologi, kehilangan hasil dan pe- Melati titik tumbuh mati, sebaliknya pada varie-
ngendalian terpadu penyakit kudis pada ubijalar tas yang tahan (Sari) infeksi hanya terjadi pada
berdasarkan hasil-hasil penelitian terbaru. tangkai daun bagian atas, dan tulang daun
bagian bawah. Jamur penyebab penyakit kudis
GEJALA SERANGAN DAN tidak menyerang bagian umbi (Anonim 2012).
PENYEBAB PENYAKIT KUDIS b. Penyebab Penyakit
Penyakit kudis disebabkan oleh jamur Spha-
a. Gejala Serangan
celoma batatas. Sebelumnya jamur ini diiden-
Gejala karakteristik penyakit ini adalah tifikasi sebagai Elsinoe batatas (Saw.) Viegas
berupa luka kecil seperti kudis yang berwarna et Jenkin (stadia asexual). Di lapang, stadia
coklat pada daun, tangkai daun dan batang. seksual (ascuspora) jarang ditemukan. Yang
Luka seperti kudis pada daun umumnya terda- banyak ditemukan adalah stadia aseksual
pat di sepanjang tulang daun, berukuran 1–3 berupa spora konidia yang diproduksi dalam
mm yang seringkali saling menyatu membentuk Acervuli jamur (Macfariance 1999). Jamur
luka yang lebih besar. Pada tangkai daun dan menghasilkan dua tipe konidia yaitu makrokoni-
batang, ukuran luka berukuran 1–5 mm lebih dia yang berbentuk ovoid (lonjong) berukuran
Gambar 1. A. Gejala kudis pada tulang daun, B. Gejala kudis pada tangkai daun dan batang, C. Gejala
kudis pada tunas.
38
SALEH DAN RAHAYUNINGSIH: PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT KUDIS PADA UBIJALAR
6,99 x 3,12 um dan mikrokonidia yang ber- dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan
bentuk bulat berukuran 3,22 x 1,97 um (Lao Bali, dibedakan menjadi sembilan strain jamur.
1978). Konidia inilah yang berperan dalam per- Penelitian biomolekuler menunjukkan
kembangan penyakit di lapang. Konidia mulai bahwa dengan menggunakan RAPD dapat
berkecambah empat jam setelah inokulasi menghasilkan derajat pembeda yang lebih
dengan menghasilkan satu atau dua buluh tinggi dibandingkan analisis PCR-RFLP pada
kecambah, tidak membentuk apresorium tetapi DNA ITS. Teknik RAPD menggunakan empat
langsung menembus ke dalam jaringan melalui macam primer, yaitu OPA-02, OPA-3, OPA-4,
mulut daun yang terbuka. Penetrasi mulai dan OPA-18 terhadap 10 isolat asal Kabupaten
terjadi 12 jam setelah inokulasi (Martanto Bogor, Kuningan dan Sukabumi menunjukkan
1998). terdapat dua kelompok isolat yang secara gene-
Strain S. batatas tika berbeda, yaitu kelompok isolat Bogor dan
Kuningan. Isolat asal Sukabumi memiliki kemi-
Adanya fenomena varietas/klon ubijalar yang ripan dengan isolat Kuningan (Listyowati 1998).
tahan di satu tempat menjadi rentan di tempat
lain atau sebaliknya, mengindikasikan adanya
strain jamur yang mempunyai patogenisitas Bioekologi S. batatas
berbeda. Penelitian strain jamur S. batatas telah
dilakukan di beberapa negara, namun belum Penyakit kudis umumnya banyak berkem-
adanya metode yang standar tentang isolasi, bang di dataran tinggi tropik dengan kondisi
perbanyakan inokulum, cara inokulasi, dan udara lembab dan sejuk hingga hangat. Suhu
tanaman pembeda (differential host) yang optimum untuk perkembangan penyakit ber-
digunakan, hasil-hasil tersebut tidak dapat dite- kisar antara 13–27 oC (Graham 1971). Penya-
rapkan secara luas di berbagai lokasi. Sebagai kit kudis umumnya menjadi masalah pada per-
contoh di Filipina, Sajise dan Capuno (1989) tanaman ubijalar di dataran tinggi, tapi kurang
melaporkan bahwa berdasarkan hasil skoring berarti pada tanaman di dataran rendah.
gejala pada 40 kultivar ubijalar yang diinokulasi Di Indonesia penyakit lebih banyak menye-
dengan delapan isolat jamur, dapat dibedakan rang pertanaman ubijalar pada musim hujan
menjadi empat kelompok strain yaitu strain-1, pada saat kelembaban udara tinggi. Percikan
2, 3, dan 4. Tetapi penelitian lebih lanjut oleh air hujan disertai angin diduga sangat mem-
peneliti yang sama, pada delapan isolat jamur bantu penyebaran spora jamur dari daun/
terhadap enam tanaman inang pembeda (IVSP- tanaman sakit ke daun/tanaman di sekitarnya.
2, VSP-3, G145-r, BNA 851, V3-158, dan C1693- Sumber inokulum penyakit kudis di lapang ter-
9), disimpulkan terdapat dua kelompok strain utama berasal dari penggunaan bahan tanam
jamur S. batatas yaitu yang virulen dan kurang (stek) yang telah terinfeksi jamur yang selanjut-
virulen. nya menyebar ke tanaman sehat di sekitarnya.
39
BULETIN PALAWIJA NO. 25, 2013
40
SALEH DAN RAHAYUNINGSIH: PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT KUDIS PADA UBIJALAR
kutikula dan periode inkubasi dan jumlah sto- b. Penggunaan bibit sehat
mata dan lentisel dengan frekuensi infeksi. Menanam bibit/stek ubijalar yang bebas
Martanto et al. (1997) melaporkan bahwa infeksi jamur S. batatas merupakan langkah
varietas Ciceh-5 yang bereaksi tahan terhadap strategis untuk mengendalikan penyakit kudis.
infeksi S. batatas mempunyai kepadatan spora Oleh karena itu bibit yang akan ditanam harus
yang lebih sedikit dan masa inkubasi yang lebih diteliti betul apakah terinfeksi/terinfestasi hama/
panjang dibanding varietas yang rentan. penyakit (Quebral 2000). Di Indonesia, para
Hasil penelitian yang berbeda dilaporkan petani pada umumnya tidak mempersiapkan
oleh Balitkabi (2010) yang melaporkan bahwa secara khusus bibit yang akan ditanam, tapi
meskipun jumlah stomata pada klon MSU menggunakan bibit dari pertanaman sebelum-
06039-21, MIS 0601-22, MIS 0651-19 adalah nya atau memperoleh dari tetangga (Saleh et
tinggi, namun klon-klon tersebut intensitas al. 2002). Apabila pertanaman musim sebe-
serangan penyakit kudisnya juga rendah. Di- lumnya terserang penyakit kudis, maka besar
simpulkan bahwa jumlah stomata tidak berko- kemungkinan bibit yang diperoleh dari tana-
relasi dengan sifat ketahanan terhadap penya- man tersebut telah terinfeksi jamur S. batatas.Di
kit kudis. lapang sumber inokulum utama penyakit kudis
Penelitian keterkaitan kandungan bahan berasal dari bibit yang telah terinfeksi jamur
kimia dalam tanaman dengan sifat ketahanan S. batatas (Quebral 2000). Apabila tidak
terhadap penyakit kudis telah mulai diteliti. memperoleh bibit yang betul-betul bebas infeksi
Martanto et al. (2003) melaporkan bahwa asam penyakit, maka disarankan untuk mencelup
salisilat (senyawa phenol) menghambat perke- stek tanaman dalam larutan fungisida benomyl,
cambahan konidium S. batatas. Kandungan mankozeb selama 15 menit. Menurut Lenne
asam salisilat pada kultivar Muara takus yang (1991) penggunaan bahan tanam yang bebas
bersifat tahan terhadap penyakit kudis lebih penyakit dan rotasi tanaman yang dilakukan
tinggi daripada kultivar Molothok dan MLG oleh petani membuat penyakit kudis di Jawa
12549 yang bersifat rentan. Sebaliknya kan- dapat dipertahankan pada tingkat yang rendah.
dungan tannin yang tinggi pada suatu varietas/ c. Rotasi tanaman
klon ubijalar tidak selalu dapat dikaitkan
dengan ketahanan terhadap penyakit kudis. Jamur S. batatas kemungkinan hidup dan
Klon MSU 06039-21 dan MSU 06046-74 yang bertahan pada sisa-sisa pertanaman yang dipa-
mempunyai kandungan tannin rendah, bersifat nen. Penularan dengan cara ini terutama pada
tahan terhadap serangan penyakit kudis (Balit- pertanaman yang ditanam terus-menerus pada
kabi 2010). lahan yang sama. Rotasi tanam dengan
41
BULETIN PALAWIJA NO. 25, 2013
tanaman yang bukan merupakan inang jamur gracia dan Mailum 1976; Divinagracia et al.
S. batatas seperti kacang tanah, kedelai, jagung 1984). Penyemprotan fungisida benomyl (dosis
atau padi akan sangat mengurangi sumber 400 g ba/ha), chlorotalonil (1300 g ba/ha),
inokulum di lapang bagi tanaman ubijalar ber- captafol (1520 g ba/ha), fentin hidraxide (300
ikutnya. Di luar negeri dianjurkan untuk mem- g ba/ha), tembaga oxiklorida (1500 g ba/ha),
berakan lahan paling tidak selama 12 bulan dan mankozeb (1500 g ba/ha) secara nyata
tidak ditanami ubijalar. Di Indonesia dengan mengurangi serangan penyakit kudis pada
kepemilikan lahan yang terbatas, menyebabkan umur 55 hari setelah tanam. Namun pada umur
anjuran tersebut sangat sulit untuk diterima 111 hari, pengaruh tembaga oxida dan Man-
dan diterapkan petani. kozeb menjadi tidak nyata. Pada saat menjelang
panen pada umur 195 hari, hanya fungisida
d. Varietas campuran benomyl yang paling bagus untuk mengenda-
Di pegunungan Jayawijaya, Papua, ubijalar likan penyakit kudis pada ubijalar (Ramsey et
diusahakan menggunakan sistem Wen hipere al. 1988). Di dataran tinggi Papua New Guinea,
dan Yabu masing-masing dengan keragaman dimana penyakit kudis merupakan penyakit
kultivar dan cara budidaya yang berbeda. In- yang sangat penting pada ubijalar, Floyd (1988)
tensitas serangan penyakit kudis juga bervariasi melaporkan bahwa penyemprotan Benomyl
pada setiap sistem budidaya dan bervariasi 1,04 g bahan aktif/l setiap minggu efektif mene-
menurut kultivar yang dibudidayakan. Hal ter- kan infeksi penyakit kudis dan meningkatkan
sebut menunjukkan bahwa selain ditentukan hasil umbi 51% dibanding yang tidak disem-
oleh varietas yang ditanam, intensitas serangan prot fungisida tersebut. Hasil yang sama juga
penyakit kudis juga dipengaruhi oleh cara budi- dilaporkan oleh Coleman et al.(2010) bahwa
daya dan lingkungan tumbuhnya (Samori et hasil dan jumlah umbi tanaman yang disemprot
al. 1998). Sejalan dengan hasil penelitian ter- dengan fungisida benomyl dengan interval 2–
sebut Zuraida et al. (1992) melaporkan bahwa 3 minggu berlipat dua kali dibanding tanaman
pencampuran (blending) varietas tahan dan yang tidak disemprot.
varietas yang agak tahan dengan varietas Di Indonesia, Arlyna et al.(2010) melaporkan
rentan akan menurunkan intensitas serangan bahwa penyemprotan fungisida barbendazim
penyakit kudis pada varietas rentan masing- 62% dan mankozeb 73,8% pada saat gejala
masing 9,9% dan 8,9%, meskipun intensitas pada mulai nampak mampu menekan penularan
varietas rentan tersebut masih cukup tinggi penyakit kudis di lapang. Jumlah tanaman sakit
(50%). tiga kali lebih rendah dengan intensitas
Cara pencampuran varietas ini sulit dite- serangan lima kali lebih rendah dibandingkan
rapkan pada petani komersial yang memerlukan kontrol tanaman yang tidak disemprot fungisida
varietas dengan karakteristik mutu tertentu, tersebut.
murni (tidak bercampur varietas lain) dan Pengendalian dengan fungisida pada umum-
diperlukan dalam jumlah yang besar. nya tidak direkomendasikan, kecuali pada petani
e. Sanitasi lahan komersial.
42
SALEH DAN RAHAYUNINGSIH: PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT KUDIS PADA UBIJALAR
Di Indonesia, penelitian penggunaan fungi- Anonim. 2011. Agricultural Statistics 2011. Ministry
sida nabati untuk mengendalikan penyakit of Agriculture. Center for Agriculture Data and
kudis pada ubijalar sudah mulai dirintis. Sumar- Information System. Jakarta.255 pp.
tini dan Inayati (2012) melaporkan bahwa Anonim. 2012. Leaf and stem scab (Elsinoe batatas).
penyemprotan ekstrak bawang merah (4 g/100 http://www.plantwise.org/?dsid=2075. 3 pp.
ml air) (mengandung senyawa aktif dialil disuk- Arlyna, B., Pustika, T.F. Djafar dan N. Siswanto.
fida yang bersifat antibiotik) setiap minggu 2010. Penggunaan karbendazim dan mankozeb
mulai tanaman berumur dua minggu hingga dalam pengendalian penyakit kudsis (Sphaceloma
12 minggu secara nyata menurunkan intensitas batatas) pada ubijalar. BPTP Yogjakarta (Abstrak).
serangan penyakit kudis. Baji, G.B., and R.M. Gapasin. 1987. Relationship be-
tween morphological characteristics and varietal
KESIMPULAN resistance of sweet potato to scab infection caused
by Sphaceloma batatas Saw. Ann. Tropical Res.
Penyakit kudis merupakan penyakit penting 9(2): 75–83.
dan merugikan pada tanaman ubijalar, sehingga Balitkabi. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-
perlu dikendalikan. Telah tersedia beberapa kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi. Puslit-
komponen cara pengendalian yang perlu diramu bangtan.171 hlm.
menjadi satu paket pengendalian secara terpadu Balitkabi. 2010. Hasil Utama Penelitian Kacang-
dengan cara mengkombinasikan beberapa kom- kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi Malang. 50
ponen cara pengendalian yang saling kompa- hlm.
tibel dalam satu paket pengendalian yaitu me- Clark, C.A., G.J. Holmes and D.M. Ferrin.2009. Ma-
nanam varietas tahan (Muaratakus, Cang- jor fungal and bacterial diseases in. G. Lobenstein,
kuang, Sewu, Sari, Sukuh, Kidal, Papua Salosa G. Thottappilly (ed.). The Sweet Potato. Springer.
dan Sawentar) menggunakan bibit yang sehat, p: 81–103.
bebas infeksi S. batatas, sanitasi dan eradikasi, Coleman, E.A., M.J. Hughes, G.V.H. Komolong, and
rotasi tanam dengan tanaman yang bukan E. Guat. 2010. Genetic and diseases as factors in
inang jamur S. batatas seperti: kacang tanah, the yield decline of sweet potato in the Papua New
kedelai, jagung atau padi dan pengendalian Guinea Highlands. 10 pp.
dengan fungisida kimia benomyl (400 g ba/ha), Divigracia, G.G. and N.P. Mailum. 1976. Chemical
chlorotalonil 1300 g ba/ha, captafol 1520 g ba/ control of stem and foliage scab. Fungicide and
ha, fentin hidraxide 300 g ba/ha, tembaga oxi- Nematicide Test 31: 104.
klorida 1500 g ba/ha dan mankozeb 1500 g ba/ Divinagracia, G.G., N.K. Licardo and N.P. Aliac. 1984.
ha, atau pestisida nabati (4 g/100 ekstrak Chemical control of stem and foliage scab of sweet
bawang merah) apabila diperlukan. potato. Phillippine Phytopath 20(1–2): 8pp.
Feirani, K. 2012. Ketahanan varietas Cilembu dan
DAFTAR PUSTAKA beberapa klon ubijalar local terhadap penyakit kudis
(Scab) yang disebabkan oleh cendawan Elsinoe
Amir, M. 1988. Masalah penyakit kudis (Elsinoe bata- batatas (Saw.) Jenkins et Viegas. Thesis. Univer-
tas) pada ubijalar dan cara pengendaliannya. Semi- sitas Negeri Papua (Abstrak).
nar Umbi-umbian. Irian Jaya 27–29 Juli 1988.
Hlm: 153–158. Floyd, C.N. 1988. Control and effect of leaf scab (Elsinoe
batatas) in sweet potato. Trop. Agric. 65(1): 6–8.
Amir, M. 1990. Studies on sweet potato scab (Elsinoe
batatas) in Indonesia In. International Workshop Goodbody, S. 1983. Effect of leaf-scab(Elsinoe batatas)
on Integrated Management of Disease and Pest of on sweet potato tuber yield. Trop. Agric. 60: 302–
Tuber Crops. Bhutaneshwar. October 21–27, 1990. 303.
Amir, M., M. Jaeni dan Anggiani. 1994. Identifikasi Graham, K.M. 1971. Plant disease of Fiji. Ministry
dan distribusi ras Sphaceloma batatas penyebab Overseas Develpment Overseas. Res. Public. 17:
penyakit kudis pada ubijalar. Edisi Khusus Balittan 250 pp.
Malang No. 3–1994. Hlm: 73–75. Hardaningsih, S. dan St.A. Rahayuningsih. 1995.
Anggiani dan M. Amir. 1988. Metode uji ketahanan Pengujian klon-klon ubijalar terhadap penyakit
klon ubijalar terhadap penyakit kudis (Elsinoe kudis (Sphaceloma batatas). Pros. Kongres Nasio-
batatas) di rumah kaca. Prosiding Kongres Nasio- nal XII dan Seminar Ilmiah PFI. Yogjakarta 6–8
nal dan Seminar Ilmiah PFI IX Surabaya. Hlm: September 1993. Hlm: 595–601.
251–254. Jackson, G.V.H. and Mc. Kenzie. 1991. Sweet potato
Anonim. 1991. Sweet potato scab. South Pacific Com- scab. Pest Advisory Leaflet 24. South Pacific Com-
mission. Pest Advisory Leaflet 24: 4 pp. mission Suva, Fiji. 4 pp.
43
BULETIN PALAWIJA NO. 25, 2013
Lao, F.O. 1978. Culture, morphology and pathogenic- nesia Res. Rev.Workshop at Bogor, March 26–27,
ity of Sphaceloma batatas Saw. Thesis. Univ. of 2002. p. 211–225.
the Philippine (Abstract). Saleh, N. dan St.A. Rahayuningsih. 2002. Penyakit
Lenne, J.M. 1991. Diseases and Pests of sweet potato. kudis pada ubijalar: Arti penting dan strategi
Natural Resources Inst. Bull. No.46: 116 pp. pengendaliannya.Dalam Peningkatan produkti-
vitas, kualitas, dan efisiensi system produksi
Listyowati, S. 1998. Analisis keragaman sejumlah kacang-kacangan dan umbi-umbian menuju keta-
isolat penyebab penyakit kudis (Sphaceloma hanan pangan dan agribisnis. Puslitbangtan. Hlm:
batatas Saw.) pada ubijalar dari beberapa daerah 392–400.
di Jawa Barat. Thesis. Pascasarjana IPB.
Saleh, N. 2012.Penyakit utama dan upaya pengen-
Macfariane, R. 1999. Elsinoe batatas. The Horticul- daliannya. hlm. 171–191. Dalam J. Wargiono dan
ture and Food Res. Inst. of New Zealand. Ltd. 3pp. Hermanto (Penyunting). Ubijalar. Inovasi Tekno-
logi dan Prospek Pengembangan. Puslitbang
Martanto, E.A., H. Semangun dan C. Sumardyono. Tanaman Pangan Bogor.
1997. Ketahanan ubijalar terhadap penyakit kudis.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 3(2): 72– Samori, P., P.A. Paiki dan L. Musadi. 1998. Kajian
76. terhadap kehadiran penyakit kudis Elsinoe batatas
(Saw) Jenkins et vegas pada berbagai kultivar dan
Martanto, E.A. 1998. Biologi Elsinoe batatas, penyebab sistem budidaya ubijalar di lembah Baliem-
penyakit kudis pada ubijalar. Thesis. Program Pas- Wamena. Hypere 3(1): 1–7.
casarjana Univ Gadjah Mada Yogyakarta. 66 hlm. Sumartini dan St.A. Rahayuningsih. 1996. Evaluasi
Martanto, E.A., C. Sumardyono, H. Semangun, dan ketahanan ubijalar terhadap penyakit kudis.
B. Hadisutrisno. 2003. Peranan asam salisilat pada Laporan Teknis TA 1995/1996. Balitkabi Malang.
interaksi inang-patogen penyakit kudis ubijalar Sumartini, St.A. Rahayuningsih dan M.Yusuf. 2009.
(Elsinoe batatas). Jurnal Perlindungan Tanaman Ketahanan klon-klon harapan ubijalar umbi
Indonesia 9(2): 92–98. kuning dan ungu terhadap penyakit kudis. http//
Martanto, E.A. 2009. Pengaruh penyakit kudis ter- pangan.litbang.deptan.go.id. (diakses 20 November
hadap pertumbuhan dan produksi ubijalar. Agrotek 2012).
1(4): 1 hlm (Abstrak). Sumartini dan A. Inayati. 2012. Efektivitas bahan
Mok, G.I. 1996. Screening sweet potato germplasm for nabati untuk mengendalikan penyakit kudis pada
field resistance to scab (Sphaceloma batatas Saw.). ubijalar. Laporan Teknik Penelitian DIPA 2012.
Hort. Sci. 31(4): 612. Balitkabi Malang. 3 hlm. (belum dipublikasi).
Palomar, M.K., E.O. Landerito, A.P. Moloto, D.S. Suryotomo, B. 2006. Pewarisan sifat tahan terhadap
Cayanong and V.G. Palermo. 2004. Antifungal acti- penyakit kudis. Eksplanasi 1(1): 1 (Abstrak).
vity of six botanicals against root crop disease. Syamsidi, R.C., N. Saleh St.A. Rahayuningsih dan S.
Ann.Trop. Res. 26(1–2) 77–95. Djauhari. 1999. Identifikasi strain jamur, Sphace-
Quebral, F. 2000. Sweet potato scab (Elsinoe batatas) loma batatas di sentra produksi ubijalar di Jawa
Viegas & Jenkins. ADAP. Agric. Pest of the Pacifics. Tengah, D.I. Yogjakarta, dan Bali. Journal Ilmu-
1 p. ilmu Hayati 12(1): 97–103.
Ramsey, M.D., L.L. Vawdreynand J. Hardy. 1988. Scab Syamsidi, R.C., N. Saleh St.A. Rahayuningsih dan N.R.
(Spaceloma batatas) a new disease of sweet potato Ardiarini. 2002. Pengendalian penyakit utama
in Australia. Fungicide and cultivar evaluation. Aus- ubijalar (Evaluasi, verifikasi ketahanan dan
tralian J. Exp. Agric. 28(1): 137–141. pengendalian penyakit kudis menggunakan varie-
tas tahan. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati 14(2):145–155.
Rosario, C.E.S. and A.P. Molato. 1994. Evaluation of
plant extracts as fungicidal materials against ma- Sudariyanto, A., E.A. Martanto dan F.A. Paiki. 1996.
jor fungal diseases of root crop. Anniversary and Seleksi ketahanan alami beberapa kultivar ubijalar
Annual Scientific Meeting. Cagayan de Oro City. terhadap penyakit kudis (Elsinoe batatas (Saw.)
3–6 May 1994 (Abstract). Jenkin et Vegas. Hyphere 1(2): 54–57.
Sajise, C.E. and M.B. Campuno. 1989. Variation and Yusuf, M. 2000. Evaluasi daya hasil dan kualitas umbi
pathogen specialization of Sphaceloma batatas yang diharapkan toleran terhadap penyakit kudis
(Saw.) in Leyte (Phillipine). Phillippine Phytopath. Dalam Komponen Teknologi untuk meningkatkan
25: 68. produktivitas kacang-kacangan dan umbi-umbian.
Puslitbangtan. Hlm: 355–365.
Sajise, C.E. and M.B. Capuno. 1990. Pathogenic varia-
tion of Sphaceloma batatas Saw. In Sweet Potato. Zuraida, N., A. Bari, C.A. Watimena, M. Amir dan R.
Phillippines Phytopath. 20(1–2): 36–41. Sunarjo, 1992. Pengaruh pencampuran kultivar
ubijalar terhadap intensitas penyakit kudis (Elsinoe
Saleh, N., Jayasinghe, and St.A. Rahayuningsih. 2002.
batatasSaw.) dan hasil. Penelitian Pertanian 12(3):
Flow of sweet potato vine cutting planting materi-
119–122.
als among farmers in East Java. Proc. of CIP-Indo-
44