Anda di halaman 1dari 687

KUMPULAN

MATERI
PERPAJAKAN

(Untuk Umum)

Disusun oleh:
Mohammad Fauzi Nugraha

www.campur-aduk.com
DISCLAIMER

 Penyusun tidak bertanggung jawab dalam bentuk apapun


terhadap keputusan yang diambil dalam bentuk apapun
berdasarkan materi di dalam kumpulan materi ini.
 Kumpulan materi ini tidak dapat digunakan sebagai rujukan
hukum. Rujukan agar tetap mengacu pada ketentuan perpajakan
atau ketentuan lainnya yang berlaku.
 Dilarang keras mengkomersialkan kumpulan materi ini dalam
bentuk apapun.
 Kumpulan materi ini hanya menyajikan sebagian kecil dari ruang
lingkup perpajakan yang ada. Wajib Pajak atau calon Wajib Pajak
yang memerlukan informasi, bantuan atau konsultasi lebih lanjut
dapat merujuk ke peraturan terkait dan atau menghubungi:
 Petugas Account Representative yang ada di Seksi
Pengawasan dan Konsultasi dan atau petugas di Help Desk
pada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Wajib Pajak terdaftar
atau tempat calon Wajib Pajak berdomisili/berkedudukan;
 Petugas Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan; atau
 Petugas Call Center Kring Pajak 500200.
 Isi kumpulan materi ini dapat diubah sewaktu-waktu tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu demi penyempurnaan & perbaikan.
 Rilis terakhir dapat diunduh di www.campur-aduk.com.

Rilis terakhir: 2014-11-14

Kumpulan Materi Perpajakan (Untuk Umum)


Nugraha, Mohammad Fauzi

 Jakarta: www.campur-aduk.com, 2014 1


jil., 14,8 x 21 cm, xxvi + 630 hal.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena dengan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya penyusun tetap dapat terus memperbaharui Kumpulan Materi Perpajakan Ringkas ini.
Penyusunan kumpulan materi ini disusun pertama kali pada bulan Desember 2012 dan diupayakan di-update
tiap bulan. Kumpulan materi ini disusun dari berbagai sumber (tercantum di daftar pustaka) terutama dari
aturan perpajakan terkait, situs Tax Knowledge Base Direktorat P2Humas DJP dan situs www.ortax.org.
Ide penyusunan kumpulan materi ini berawal dari kesulitan penyusun menemukan kumpulan
materi perpajakan umum sebagai informasi awal dalam satu kesatuan yang up-to-date yang dapat dibawa
kemana-mana dalam bentuk softcopy – untuk mendukung tugas penyusun sebagai seorang Account
Representative dan untuk memudahkan para Wajib Pajak yang berada di bawah pengawasan penyusun dalam
memahami ketentuan perpajakan dengan praktis – namun dengan tetap tidak mengesampingkan aturan terkait
dan literatur lainnya.
Penyusun menyadari bahwa kumpulan materi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan serta kelemahan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan pengalaman, waktu, dan tenaga
yang penyusun miliki. Banyaknya kata yang disingkat oleh penyusun semata- mata hanya untuk mengurangi
jumlah halaman kumpulan materi ini. Khusus untuk materi PBB Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan
sampai saat ini belum dapat penyusun kerjakan. Kritik dan saran yang membangun bagi penyempurnaan
kumpulan materi ini dapat dikirim melalui email: mfn0309[at]gmail[dot]com.
Akhir kata, penyusun berharap semoga kumpulan materi yang sederhana ini dapat memberikan
manfaat walaupun secuil bagi berbagai pihak. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas segala amal
kebaikan yang kita kerjakan. Amin.

Jakarta, November 2014

M. Fauzi Nugraha

iii
DAFTAR ISI

Cover i
Disclaimer ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Singkatan yg Digunakan ix
Bbrp Aturan Penting Terbaru xvi
A. Pendahuluan
01. Pengantar Hukum Pajak A-01-1
02. UU Perpajakan A-02-1
03. Jenis Pajak A-03-1
A. Pajak Pusat A-03-1
B. Pajak Daerah A-03-1
04. Kewajiban & Hak WP A-04-1
05. Struktur Organisasi DJP A-05-1
A. Kantor Pusat A-05-1
B. Instansi Vertikal A-05-5
C. UPT A-05-6
06. Nilai Kemenkeu dan Visi Misi & Kode Etik DJP A-06-1
B. KUP
01. Poin UU KUP B-01-1
02. NPWP, PKP & NE B-02-1
A. Administrasi NPWP B-02-1
B Pendaftaran & Pelaporan Kegiatan Usaha, Pendaftaran & Penghapusan B-02-3
NPWP, Pengukuhan & Pencabutan PKP
C. Tempat Pendaftaran NPWP WP Tertentu B-02-21
D. Pemusatan Tempat Terutang PPN B-02-26
E. Tempat Pendaftaran/Pelaporan PKP bagi WP Real Estat B-02-31
03. Surat Kuasa Khusus B-03-1
04. Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) B-04-1
05. Batas Waktu Pembayaran & Pelaporan dan Terkait Pelaporan SPT B-05-1
06. Sanksi B-06-1
A. Sanksi Administrasi B-06-1
B. Sanksi Pidana B-06-5
C. Contoh Perhitungan Sanksi B-06-8
D. Aturan Sanksi dan Penjelasan Terkait Sunset Policy B-06-11
07. Kode Perpajakan B-07-1
A. Kode Akun Pajak & Kode Jenis Setoran B-07-1
B. Kode Ketetapan B-07-15
C. Kode Nota Penghitungan B-07-17
D. Kode Pemeriksaan B-07-18
08. Sistem Pembayaran Pajak scr Elektronik (Billing System) B-08-1
09. SPT Masa PPh B-09-1
10. SPT Masa PPN B-10-1
11. SPT Tahunan PPh OP-Badan B-11-1
A. SPT Tahunan PPh B-11-1
B. Contoh Kasus Khusus ttg PTKP B-11-5
C. Penerimaan & Pengolahan SPT Tahunan PPh B-11-12
12. e-SPT B-12-1
A. Tata Cara & Persyaratan B-12-1
B. Jenis e-SPT B-12-2
C. Daftar Menu e-SPT Masa B-12-3
D. Daftar Menu e-SPT Tahunan PPh Badan B-12-9
E. FAQ Ttg e-SPT B-12-10
13. e-FIN & e-Filing B-13-1
A. Penyampaian SPT (Masa/Tahunan) & Perpanjangan SPT Tahunan Scr e- B-13-1
Filing Melalui ASP

iv
B. Penyampaian SPT 1770 S / 1770 SS Scr e-Filing melalui Website
B-13-2
DJP (www.pajak.go.id)
C. Permohonan e-FIN Melalui Pemberi Kerja Tertentu B-13-3
D. FAQ Ttg e-Filing Melalui Website DJP B-13-4
14. Pembukuan & Pencatatan B-14-1
A. Pembukuan & Pencatatan B-14-1
B. Perubahan Metode Pembukuan dan atau Thn Buku B-14-3
C. Pembukuan dgn Mata Uang Asing B-14-4
15. Pemindahbukuan (Pbk) B-15-1
16. Pengembalian Kelebihan Pajak yg Seharusnya Tdk Terutang B-16-1
17. Pengembalian Pendahuluan B-17-1
A. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak utk WP dgn Kriteria B-17-1
Tertentu
B. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak utk WP dgn Persyaratan B-17-3
Tertentu
C. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak utk PKP Berisiko Rendah B-17-6
18. Kelebihan Pembayaran Pajak B-18-1
A. Penghitungan Kelebihan Pembayaran Pajak B-18-1
B. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak B-18-3
19. Pengurangan, Keberatan, Banding, dan Gugatan B-19-1
A. Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung, dan atau Kekeliruan B-19-1
Penerapan Ketentuan Tertentu dlm Perpu Perpajakan
B. Keberatan B-19-4
C. Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan B-19-11
atau Pembatalan skp atau STP
D. Banding B-19-23
E. Gugatan B-19-27
F. Peninjauan Kembali (PK) B-19-31
20. Imbalan Bunga B-20-1
21. Tata Cara Verifikasi B-21-1
A. Verifikasi dlm Rangka Menerbitkan NPWP scr Jabatan dan B-21-4
Menghapuskan NPWP scr Jabatan/Berdasarkan Permohonan WP
B. Verifikasi dlm Rangka Mengukuhkan PKP scr Jabatan/ Berdasarkan B-21-6
Permohonan WP dan Mencabut Pengukuhan PKP scr
Jabatan/Berdasarkan Permohonan PKP
C. Verifikasi dlm Rangka Menerbitkan skp B-21-7
22. Tata Cara Pemeriksaan B-22-1
23. Tata Cara Penerbitan skp & STP B-23-1
24. Angsuran & Penundaan Pembayaran Pajak B-24-1
25. Penagihan Pajak B-25-1
A. Ketentuan Terkait Penagihan Pajak B-25-1
B. Jangka Waktu Pelunasan STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK atau Ketetapan B-25-3
Lainnya
C. Jadwal Waktu Penagihan Pajak B-25-4
D. Biaya Penagihan Pajak B-25-5
26. Surat Keterangan Fiskal (SKF) B-26-1
C. PPh
01. Poin UU PPh C-01-1
02. Ringkasan UU PPh C-02-1
03. Penentuan SPDN & SPLN C-03-1
04. Saat Terutang PPh C-04-1
05. Tarif C-05-1
06. Kompensasi Kerugian Fiskal & PTKP C-06-1
A. Kompensasi Kerugian Fiskal C-06-1
B. PTKP C-06-1
07. Harta & Persediaan C-07-1
A. Perolehan atau Pengalihan Harta C-07-1

v
B. Penyusutan C-07-2
C. Amortisasi C-07-4
D. Kelompok Harta C-07-5
E. Perangkat Lunak (Software) Komputer C-07-8
F. HP, Telepon Seluler , Pager C-07-9
G. Kendaraan Milik Perusahaan C-07-9
08. Hubungan Istimewa & Transfer Pricing C-08-1
A. Hubungan Istimewa C-08-1
B. Transfer Pricing C-08-2
09. Contoh Pemakaian Norma C-09-1
10. PPh Pasal 4 ayat (2) C-10-1
11. PPh Pasal 15 C-11-1
12. PPh Pasal 21/26 C-12-1
13. PPh Pasal 22 C-13-1
14. PPh Pasal 23 C-14-1
15. PPh Pasal 24 Atas Penghasilan WP DN dari LN C-15-1
16. PPh Pasal 25 C-16-1
A. Angsuran PPh Pasal 25 dlm Thn Pajak Berjalan yg Hrs Dibayar C-16-1
Sendiri
B. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 C-16-2
C. Angsuran Pajak dlm Thn Pajak Berjalan dlm Hal-hal Tertentu C-16-3
17. PPh Pasal 26 C-17-1
18. Badan Usaha Tetap (BUT) C-18-1
19. DGT C-19-1
A. DGT C-19-1
B. Nama Unit Organisasi & Jabatan utk Keperluan SKD C-19-6
20. Tabel Terkait P3B C-20-1
A. P3B yg Berlaku Efektif C-20-1
B. Time Test P3B yg Berlaku Efektif (BUT) C-20-2
C. Tarif PPh Pasal 26 utk P3B yg Berlaku Efektif C-20-5
D. Dependent Personal Services (Hubungan Kerja) C-20-7
E. Independent Personal Services (Pekerjaan Bebas) C-20-8
F. Hak Pemajakan atas Penghasilan Tertentu C-20-9
G. Daftar Competent Authority dari Negara-negara Treaty Partner C-20-12
21. WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu C-21-1
A. Penghasilan dari Usaha yg Diterima atau Diperoleh WP yg Memiliki C-21-1
Peredaran Bruto Tertentu
B. FAQ atas Penghasilan dari Usaha WP dgn Peredaran Bruto C-21-11
Tertentu
22. Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dlm Rangka C-22-1
Restrukturisasi
23. Dividen yg Diperoleh WP DN atas Penyertaan Modal pd Badan Usaha di C-23-1
LN Selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek
24. PSAK 46 C-24-1
25. Fasilitas PPh C-25-1
A. SKB PPh Potput (PPh Pasal 21, 22, 22 Impor, 23) C-25-1
B. SKB PPh Potput (PPh Pasal 21, 22, 22 Impor, 23) atas WP yg C-25-2
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
C. SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito, Tabungan, Diskonto SBI C-25-3
yg Diterima/Diperoleh Dana Pensiun yg Pendiriannya Tlh
Disahkan oleh Menkeu
D. SKB atas Impor Emas Batangan yg Akan Diproses Utk C-25-4
Menghasilkan Brg Perhiasan dari Emas utk Tujuan Ekspor
E. SKB Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh atas Penghasilan C-25-5
dari Penghasilan Hak atas Tanah & Bangunan (PHTB)
F. SKB Kewajiban PPh atas Penghasilan dari PHTB bagi WP yg Usaha C-25-6
Pokoknya Melakukan PHTB
G. Pembebasan atau Pengurangan PPh Badan C-25-7

vi
H. Fasilitas PPh utk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha C-25-7
Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu
I. Pengurangan Besarnya PPh Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran C-25-7
PPh Pasal 29 bagi WP Industri Tertentu
D. PPN & PPnBM
01. Poin UU PPN D-01-1
02. Ringkasan UU PPN D-02-1
03. Saat Terutang PPN D-03-1
04. BKP Tdk Berwujud & JKP D-04-1

A. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean D-04-1
B. Ekspor JKP dan/atau BKP Tdk Berwujud D-04-6
05. Faktur Pajak (FP) D-05-1
A. Saat Pembuatan FP D-05-1
B. Saat Penyerahan/Ekspor D-05-3
C. Bentuk FP D-05-7
D. FP PKP Selain Pedagang Eceran D-05-16
E. FP PKP Pedagang Eceran D-05-30
F. Dokumen Tertentu yg Dipersamakan dgn FP D-05-32
G. Pemberian Kode Aktivasi & Nomor Seri Melalui Aplikasi e-Nofa D-05-34
06. Nota Retur & Nota Pembatalan D-06-1
07. Nilai Lain D-07-1
08. Pemakaian Sendiri & Pemberian Cuma-Cuma D-08-1
A. Pemakaian Sendiri D-08-1
B. Pemberian Cuma-Cuma D-08-2
09 Kegiatan Membanguan Sendiri (KMS) D-09-1
10. Aktiva yg Mnr Tujuan Semula Tdk Utk Diperjualbelikan D-10-1
11. Toko Bebas Bea D-11-1
12. VAT Refund bagi Turis Asing D-12-1
13. Pemungut PPN D-13-1
14. Pedoman Pengkreditan PM D-14-1
A. Bagi PKP yg Peredaran Usahanya Tdk Melebihi Jml Tertentu D-14-1
B. Bagi PKP yg Melakukan Penyerahan Terutang & Tdk Terutang/ D-14-2
Dibebaskan PPN
C. Bagi PKP Usaha Tertentu (Emas & Kendaraaan Bekas) D-14-7
15. Restitusi PPN D-15-1
A. Restitusi PPN D-15-1
B. Pembayaran Kembali PM Bagi PKP yg Gagal Berproduksi D-15-1
16. Pengawasan PKP D-16-1
17. PPnBM D-17-1
18. Fasilitas PPN & PPnBM D-18-1
A. Fasilitas Pembebasan PPN D-18-1
B. Fasilitas PPN Tdk Dipungut D-18-16
C. Fasilitas PPnBM D-18-29
E. Bea Meterai
01. Poin UU Bea Meterai E-01-1
02. Bea Meterai E-02-1
F. Kapita Selekta
01. Kewajiban Perpajakan Bendahara F-01-1
02. Reimbursable Items F-02-1
03. Transaksi Swap & Forward F-03-1
04. Jenis Usaha Tertentu F-04-1
A. Leasing (Sewa Guna Usaha) F-04-1
B. Build, Operate, and Transfer F-04-6
C. Joint Operation (JO) / Kerja Sama Operasi F-04-8
D. Reksa Dana F-04-10
05. e-Commerce F-05-1
A. Online Marketplace F-05-1

vi
B. Classified Ads F-05-5
C. Daily Deals F-05-7
D. Online Retail F-05-9
Daftar Pustaka
Riwayat Hidup

vi
DAFTAR SINGKATAN YG DIGUNAKAN

Singkatan Uraian
@ Masing-masing
3M Mendapatkan, menagih dan memelihara
& Dan
a.l. Antara Lain
a.n. Atas Nama
Agust Agustus
AJB Akta Jual Beli
ALP Arm’s Length Principle
APA Advance Price Agreement
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Apr April
AR Account Representative
AS Amerika Serikat
ATM Anjungan Tunai Mandiri
ATPM Agen Tunggal Pemegang Merek
BA Berita Acara
BAPEPAM-LK Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan
BBM Bahan Bakar Minyak
BBG Bahan Bakar Gas
Bbrp Beberapa
BI Bank Indonesia
Bid Bidang
BKP Barang Kena Pajak
Bln Bulan
BOS Bantuan Operasional Sekolah
BOT Build, Operate and Transfer
BPE Bukti Penerimaan Elektronik
BPHTB Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPN Bukti Penerimaan Negara
BPS Bukti Penerimaan Surat; Biro Pusat Statistik → tergantung materi
BPT Branch Proft Tax
Brg Barang
Brp Berapa
BUD Bendahara Umum Daerah
BUT Bentuk Usaha Tetap
DepAg Departemen Agama
DepDikNas Departemen Pendidikan Nasional
DepHan Departemen Pertanahan
DepHub Departemen Perhubungan
DepKes Departemen Kesehatan
Des Desember

ix
Singkatan Uraian
Dgn Dengan
Dirjen Direktur Jenderal
Ditjen Direktorat Jenderal
DJA Direktorat Jenderal Anggaran
DJBC Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
DJP Direktorat Jenderal Pajak
Dlm Dalam
DN Dalam Negeri
Dpt Dapat
Dsb Dan sebagainya
Dst Dan seterusnya
Feb Februari
FC Fotokopi
FIFO First-in, First-out
FLN Fiskal Luar Negeri
Form Formulir
FP Faktur Pajak
Gol. Golongan
HGB Hak Guna Bangunan
HGU Hak Guna Usaha
HP Handphone
HPP Harga Pokok Penjualan
Hrg Harga
Hrs Harus
Hub Hubungan
IB Imbalan Bunga
IFRS International Financial Reporting Standards
JAMSOSTEK Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Jan Januari
Jgn Jangan
JHT Jaminan Hari Tua
JK Jaminan Kematian
JKK Jaminan Kecelakaan Kerja
JKP Jasa Kena Pajak
Jml Jumlah
JO Joint Operation
Jo Juncto
JPK Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
JPT/FF Jasa Pengurusan Transportasi/Freight Forwarding
KA Kereta Api
KAI Kereta Api Indonesia
Kab. Kabupaten
Kanwil Kantor Wilayah
KAPET Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
Kasi Kepala Seksi

x
Singkatan Uraian
KB Kurang Bayar
KEK Kawasan Ekonomi Khusus
Kemenkeu Kementrian Keuangan
Ket. Keterangan
KGB Keadaan Gagal Berproduksi
KIK Kontrak Investasi Kolektif
KITAP Kartu Izin Tinggal Tetap
KITAS Kartu Izin Tinggal Terbatas
KITE Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
KJS Kode Jenis Setoran
KKKS Kontraktor Kontrak Kerja Sama
KKP Kertas Kerja Pemeriksaan
KKPt Kertas Kerja Penelitian
KLIP DJP Kantor Layanan Informasi Dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak
KLU Klasifikasi Lapangan Usaha
KMS Kegiatan Membangun Sendiri
KP2KP Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
Kpd Kepada
KPA Kuasa Pengguna Anggaran
KPDDP Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
KPDE Kantor Pengolahan Data Eksternal
KPDJP Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
KPP Kantor Pelayanan Pajak
KPP Badora Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing
KPP Migas Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi
KPP PMA Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing
KPP PMB Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa
KPPBC Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
KPPN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Krn Karena
KSO Kerja Sama Operasi
KTP Kartu Tanda Penduduk
KUP Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Lamp Lampiran
LB Lebih Bayar
Lbh Lebih
LHP Laporan Hasil Pemeriksaan
LHPt Laporan Hasil Penelitian
LHV Laporan Hasil Verifikasi
LIFO Last-in First-out
LK Laporan Keuangan
LN Luar Negeri
LPAD Lembar Pengawasan Arus Dokumen
LPJK Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Lsg Langsung

xi
Singkatan Uraian
M Milyar
MAP Mutual Agreement Procedure; Mata Anggaran Penerimaan → tergantung materi

Max Maksimal
Mekanisme LS Mekanisme Langsung
Mekanisme UP Mekanisme Uang Persediaan
MenKeu/Menkeu Menteri Keuangan
Migas Miinyak dan Gas Bumi; Minyak Bumi dan Gas Bumi
Min Minimal
Mnr Menurut
MPN Modul Penerimaan Negara
NE Non Efektif
NIK Nomor Induk Kependudukan
NJOPTKP Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
No. Nomor
NOP Nomor Objek Pajak
Nothit Nota Penghitungan
Nov November
NPOPTKP Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
NPP Nomor Penerimaan Potongan
NPPN Norma Penghitungan Penghasilan Neto
NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak
NSB Nilai Sisa Buku
NSFP Nomor Seri Faktur Pajak
NTB Nomor Transaksi Bank
NTP Nomor Transaksi Pos
NTPA Nomor Transaksi Pengiriman ASP
NTPN Nomor Transaksi Penerimaan Negara
NTPPP Nomor Transaksi Pembayaran Pajak
NTTE Nomor Tanda Terima Elektronik
OECD Organization for Economic Cooperation and Development
OJK Otoritas Jasa Keuangan
Okt Oktober
OPPT Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Org Orang
OP Orang Pribadi
PAHP Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
PAHV Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi
P3B Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
PBB Pajak Bumi dan Bangunan
Pbk Pemindahbukuan
Pd Pada
PDKB Penyelenggara di Kawasan Berikat
PDRD Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
PER- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-

xi
Singkatan Uraian
Pemda Pemerintah Daerah
Pempus Pemerintah Pusat
Perda Peraturan Daerah
Perpu Peraturan perundang-undangan
PHTB Pengalihan Hak atas Tanah & Bangunan
PIN Personal Identification Number
PK Peninjauan Kembali; Pajak Masukan → tergantung materi
PKP Pengusaha Kena Pajak; Penghasilan Kena Pajak → tergantung materi
PKP PE Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran
PLI Profit Level indicator
PM Pajak Masukan
PMB Perusahaan masuk bursa
PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak
PMK- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Potput/Pot-Put Pemotongan Pemungutan
PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah
PPBTT Pemberitahuan Pemasukan/Pengeluaran Barang Transaksi Tertentu
PPDDP Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
PPh Pajak Penghasilan
PPJB Perjanjian Pengikatan Jual Beli
PPN Pajak Pertambangan Nilai
PPnBM Pajak Penjualan atas Barang Mewah
PPSP Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Ps. Pasal
PSAK Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
PT Perseroan Terbatas
PTLL Pajak Tidak Langsung Lainnya
PTUN Pengadilan Tata Usaha Negara
QA Quality Assurance
RI Republik Indonesia
RIKI Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
Rp Rupiah
RUPS Rapat Umum Pemegang Saham
RUSUNAMI Rumah Susun Sederhana Milik
s.d. Sampai dengan
SAK Standar Akuntansi Keuangan
Sbb sebagai berikut
Sbg Sebagai
Sbl Sebelum
Seb Sebesar
Sept September
Scr Secara
SDA Sumber Daya Alam
SDM Sumber Daya Manusia
SGU Sewa Guna Usaha

xi
Singkatan Uraian
SHU Sisa Hasil Usaha
SI Sistem Informasi
SIUP Surat izin Usaha Perdagangan
SIUPP Surat Izin Perusahaan Pelayaran
SK Surat Keputusan
SKB Surat Keterangan Bebas
SKD Surat Keterangan Domisili
SKF Surat Keterangan Fiskal
SKKPPBB Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Skp/SKP Surat Ketetapan Pajak
SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
SKPIB Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga
SKPKB Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
SKPKBT Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
SKPKPP Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
SKPLB Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
SKPN Surat Ketetapan Pajak Nihil
SKPPIB Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga
SKPPKP Surat Keputusaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
SKT Surat Keterangan Terdaftar
Slr Seluruh
SMT Saat Mulai Terdaftar
SP2 Surat Perintah Pemeriksaan
SP2D Surat Perintah Pencairan Dana
SPD Surat Pengiriman Dokumen
SPDN Subjek Pajak Dalam Negeri
SPHP Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
SPHV Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi
SPK Surat Perintah Kerja
SPLN Subjek Pajak Luar Negeri
SPM Surat Perintah Membayar
SPMIB Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga
SPMKP Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak
SPMP Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
SPPKP Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
SPPT Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
SPT Surat Pemberitahuan
SPUH Surat Pemberitahuan Untuk Hadir
SPV Special Purpose Vehicle
SRO Self Regulatory Organization
SSBP Surat Setoran Bukan Pajak
SSP Surat Setoran Pajak
SSPBB Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan
ST Surat Tugas
Stdd Sebagaimana telah diubah dengan

xi
Singkatan Uraian
Stdtd Sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Stl Setelah
STP Surat Tagihan Pajak
STTS Surat Tanda Terima Setoran
Tdk Tidak
Tgl Tanggal
Thd Terhadap
Thn Tahun
THR Tunjangan Hari Raya
THT Tunjangan Hari Tua
TI Teknologi Informasi
TLDDP Tempat Lain dalam Daerah Pabean
Tlh Telah
TNMM Transactional Net Margin Method
TP Transfer Pricing
TPB Tempat Penimbunan Berikat
TPPB Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
TPT Tempat Pelayanan Terpadu
Tsb Tersebut
Ttg Tentang
UP2 Unit Pelaksana Pemeriksaan
UPT Unit Pelaksana Teknis
US$ Dollar Amerika Serikat
Utk Untuk
UU Undang-Undang
Waskon Pengawasan dan Konsultasi
WDP Wajar Dengan Pengecualian
WIBB Waktu Indonesia Bagian Barat
WP Wajib Pajak
WTP Wajar Tanpa Pengecualian
YBDI Yang Berhubungan Dengan Itu
Yg Yang

x
BBRP ATURAN PENTING TERBARU

Thn 2014:
Perihal, Nomor, dan Tanggal Peraturan Referensi
RALAT SURAT EDARAN NOMOR SE-32/PJ/2014 TENTANG PENEGASAN C-21
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO
TERTENTU
SE-38/PJ/2014, 22 Okt 2014
TATA CARA PEMBERSIHAN DATA (DATA CLEANSING) WAJIB PAJAK
SE-37/PJ/2014, 22 Okt 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-27/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK
SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SE-36/PJ/2014, 13 Okt 2014
TATA CARA PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PER-27/PJ/2014, 13 Okt 2014
SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK B-08
PER-26/PJ/2014, 13 Okt 2014
→ mencabut PER-47/PJ/2011 jo PER-19/PJ/2012
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR C-25
130/PMK.011/2011 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU
PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
PMK-192/PMK.03/2014, 06 Okt 2014
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
16/PMK.03/2013 TENTANG RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA
CARA PENYAMPAIAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN
PERPAJAKAN
PMK-191/PMK.03/2014, 02 Okt 2014
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR B-17,
PER-44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA B-10
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(SPT MASA PPN)
PER-25/PJ/2014, 23 Sept 2014
TATA CARA PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN DAN PENYITAAN HARTA B-25
KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK DALAM
RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PER-24/PJ/2014, 17 Sept 2014
PENEGASAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN C-21
2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU
SE-32/PJ/2014, 17 Sept 2014
PENGGUNAAN DOKUMEN PELENGKAP PABEAN DALAM BENTUK DATA
ELEKTRONIK
PMK-175/PMK.04/2014, 28 Agust 2014
PERUBAHAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-07
27/PJ/2012 TENTANG BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN, BENTUK DAN
ISI SURAT KETETAPAN PAJAK SERTA BENTUK DAN ISI SURAT TAGIHAN
PAJAK
PER-23/PJ/2014, 14 Agust 2014
PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK C-20
BERGANDA (P3B) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH NEGARA BERDAULAT PAPUA NUGINI
SE-31/PJ/2014, 14 Agust 2014

x
PENGAWASAN ATAS TRANSAKSI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU C-10
BANGUNAN MELALUI JUAL BELI
SE-30/PJ/2014, 14 Agust 2014
TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK D-18
PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING
DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
PMK-162/PMK.03/2014, 13 Agust 2014
TATA CARA PENGEMBALIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK D-18
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
YANG TELAH DIPUNGUT KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING DAN BADAN
INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
PMK-161/PMK.03/2014, 13 Agust 2014
TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU D-18
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
YANG SEHARUSNYA TIDAK DIBERIKAN PEMBEBASAN OLEH PERWAKILAN
NEGARA ASING DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
PMK-160/PMK.03/2014, 13 Agust 2014
UJI COBA PELAKSANAAN PEMBINAAN WAJIB PAJAK BARU MELALUI
PROGRAM TRIPLE ONE
KEP-167/PJ/2014, 04 Agust 2014
PERUBAHAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 17/PJ/2012 B-18
TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENERBITAN SURAT PERINTAH
MEMBAYAR KELEBIHAN PAJAK
SE-25/PJ/2014, 25 Juli 2014
→ Mengubah form konfirmasi utang pajak
PELAKSANAAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR D-18
70P/HUM/2013 MENGENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG HASIL
PERTANIAN YANG DIHASILKAN DARI KEGIATAN USAHA DI BIDANG
PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN KEHUTANAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 2007
SE-24/PJ/2014, 25 Juli 2014
PENYELENGGARAAN PELAYANAN PADA KANTOR LAYANAN INFORMASI DAN
PENGADUAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PER-22/PJ/2014, 25 Juli 2014
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR C-25
PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN
PER-21/PJ/2014, 25 Juli 2014
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENETAPAN MASA MANFAAT YANG C-07
SESUNGGUHNYA ATAS HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN UNTUK
KEPERLUAN PENYUSUTAN
PER-20/PJ/2014, 25 Juli 2014
KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PMK-139/PMK.03/2014, 10 Juli 2014
→ Mencabut PMK-10/PMK.03/2010
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK B-11
NOMOR PER-34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT
PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
PER-19/PJ/2014, 03 Juli 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DAN ANALISIS INFORMASI,
DATA, LAPORAN, DAN PENGADUAN
PER-18/PJ/2014, 02 Juli 2014
→ Mencabut PER-38/PJ/2010
TATA CARA PERMINTAAN DATA FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK D-05

x
SE-21/PJ/2014, 20 Juni 2014
PENETAPAN PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIWAJIBKAN MEMBUAT D-05
FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK
KEP-136/PJ/2014, 20 Juni 2014
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR D-05
PER-24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN
KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN,
TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA
PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
PER-17/PJ/2014, 20 Juni 2014
TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAPORAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK D-05
ELEKTRONIK
PER-16/PJ/2014, 20 Juni 2014
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-12
78/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK
MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN
YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
PMK-115/PMK.03/2014, 18 Juni 2014
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-18
36/PMK.03/2007 TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA, RUMAH SANGAT
SEDERHANA, RUMAH SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA
MAHASISWA DAN PELAJAR, SERTA PERUMAHAN LAINNYA, YANG ATAS
PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI
PMK-113/PMK.03/2014, 10 Juni 2014
KONSULTAN PAJAK B-03
PMK-111/PMK.03/2014, 09 Juni 2014
PEJABAT PENGGANTI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
PMK-110/PMK.01/2014, 09 Juni 2014
PANDUAN PENYUSUNAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA DJP DENGAN
PIHAK LAIN DI DALAM NEGERI
SE-19/PJ/2014, 16 Mei 2014
PENGGUNAAN STEMPEL TANDA TANGAN PADA BUKTI PEMOTONGAN C-14
PAJAK PENGHASILAN ATAS PEMBAYARAN DIVIDEN KEPADA PARA
PEMEGANG SAHAM
PER-15/PJ/2014, 16 Mei 2014
TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN E-02
PMK-70/PMK.03/2014, 25 Apr 2014
→ Mencabut KMK-476/KMK.03/2002
BENTUK, UKURAN, DAN WARNA BENDA METERAI E-02
PMK-65/PMK.03/2014, 21 Apr 2014
→ Mencabut PMK-55/PMK.03/2009
JENIS KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS D-18
BARANG MEWAH DAN TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN DARI
PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PMK-64/PMK.03/2014, 16 Apr 2014
→ Mencabut KMK-355/KMK.03/2003
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-02
28/PJ/2012 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN
USAHA BAGI WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI
LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB
PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR
WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS, DAN KANTOR
PELAYANAN PAJAK MADYA
PER-13/PJ/2014, 11 Apr 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI B-19
ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN

x
PAJAK ATAU SURAT TAGIHAN PAJAK
SE-17/PJ/2014, 07 Apr 2014
TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK SECARA B-02
JABATAN ATAS PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2014
PER-12/PJ/2014, 02 Apr 2014
TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION)
PMK-60/PMK.03/2014, 27 Mar 2014
PENGECUALIAN PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA ATAS B-06,
KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN BAGI WAJIB B-13
PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN
(SPT) TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI SECARA E-FILING
KEP-62/PJ/2014, 25 Mar 2014
BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PER-11/PJ/2014, 21 Mar 2014
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENETAPAN ATAS SAAT MULAINYA C-07
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD YANG DAPAT DILAKUKAN PADA BULAN
DIGUNAKAN ATAU BULAN MULAI MENGHASILKAN
PER-10/PJ/2014, 21 Mar 2014
RENCANA DAN STRATEGI PEMERIKSAAN TAHUN 2014
SE-15/PJ/2014, 21 Mar 2014
PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN F-01-01
PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN SATUAN KERJA
PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
PER-08/PJ/2014, 21 Mar 2014
RALAT SE-09/PJ/2014 TENTANG PELAYANAN SEHUBUNGAN DENGAN
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN
(SPT TAHUNAN PPh)
SE-13/PJ/2014, 17 Mar 2014
TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN B-17
PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI
PERSYARATAN TERTENTU
SE-12/PJ/2014, 13 Mar 2014
TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN BAGI WAJIB B-13
PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENGGUNAKAN FORMULIR 1770S ATAU 1770SS
SECARA e-FILING DAN MERUPAKAN PEGAWAI TETAP PADA PEMBERI KERJA
TERTENTU
PER-06/PJ/2014, 13 Mar 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK B-19
PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN
ATAS BARANG MEWAH
SE-11/PJ/2014, 10 Mar 2014
→ Mencabut SE-122/PJ/2010
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-
04/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN METODE DAN TEKNIK
PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN
PERPAJAKAN
PER-07/PJ/2014, 10 Mar 2014
KEWENANGAN AKSES DATA PERPAJAKAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
SE-10/PJ/2014, 25 Feb 2014
PENETAPAN NILAI BUMI PER METER PERSEGI UNTUK PERMUKAAN BUMI
OFFSHORE, NILAI BUMI PER METER PERSEGI UNTUK TUBUH BUMI
EKSPLORASI, ANGKA KAPITALISASI, HARGA UAP, DAN HARGA LISTRIK,
UNTUK PENENTUAN BESARNYA NILAI JUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN
KEP-33/PJ/2014, 22 Feb 2014
PELAYANAN SEHUBUNGAN DENGAN PENYAMPAIAN SURAT
PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN (SPT TAHUNAN PPh)
SE-09/PJ/2014, 17 Feb 2014

xi
SAAT PENGHITUNGAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK D-15
MASUKAN YANG TELAH DIKREDITKAN DAN TELAH DIBERIKAN
PENGEMBALIAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGALAMI
KEADAAN GAGAL BERPRODUKSI
PMK- 31/PMK.03/2014, 10 Feb 2014
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN EMAS PERHIASAN D-07
PMK- 30/PMK.03/2014, 10 Feb 2014
PENYESUAIAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PMK-23/PMK.03/2014, 03 Feb 2014
→ mencabut PMK-67/PMK.03/2011
PENCABUTAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-
272/PJ/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAMATAN,
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN, DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI
BIDANG PERPAJAKAN
PER-04/PJ/2014, 3 Feb 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG
PERPAJAKAN
SE-06/PJ/2014, 3 Feb 2014
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR B-17
PER-40/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN
KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI
PERSYARATAN TERTENTU
PER-03/PJ/2014, 3 Feb 2014
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMK.03/2010 D-12
TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI
PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG
TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
PMK-21/PMK.011/2014, 30 Jan 2014
PETUNJUK KEGIATAN EKSTENSIFIKASI, PENDATAAN, DAN PENILAIAN
TAHUN 2014
SE-05/PJ/2014, 29 Jan 2014
TATA CARA PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PERPAJAKAN
SE-04/PJ/2014, 21 Jan 2014
TATA CARA PENYAMPAIAN PENGADUAN PELAYANAN PERPAJAKAN
PER-02/PJ/2014, 21 Jan 2014
PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN B-13
TAHUNAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENGGUNAKAN
FORMULIR 1770S ATAU 1770SS SECARA e-FILING MELALUI WEBSITE
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK (www.pajak.go.id)
SE-1/PJ/2014, 6 Jan 2014
TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN BAGI WAJIB B-13
PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENGGUNAKAN FORMULIR 1770S ATAU 1770SS
SECARA e-FILING MELALUI WEBSITE DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
(www.pajak.go.id)
PER-1/PJ/2014, 6 Jan 2014

Thn 2013:
Perihal, Nomor, dan Tanggal Peraturan Referensi
PEDOMAN PENGGUNAAN METODE DAN TEKNIK PEMERIKSAAN
SE-65/PJ/2013, 31 Des 2013
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA B-20
PMK-226/PMK.03/2013, 31 Des 2013
TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR
PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN
PANAS BUMI
SE-64/PJ/2013, 31 Des 2013

x
→ mencabut SE-21/PJ/2012
PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE F-05
SE-62/PJ/2013, 27 Des 2013
KODE NOTA PENGHITUNGAN DAN KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK B-07
SE-61/PJ/2013, 24 Des 2013
→ Penggabungan kode utk PPh Badan & PPh Pasal 26 Ayat (4) Minyak Bumi dan
Gas Bumi, Penambahan kode utk PPN KMS (STP), Pajak Penjualan Batubara, dan Bea
Materai
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR B-02
PER-20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR
POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA
PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PAJAK NOMOR PER-38/PJ/2013
SE-60/PJ/2013, 24 Des 2013
PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK C-20
BERGANDA (P3B) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH REPUBLIK SURINAME
SE-59/PJ/2013, 23 Des 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR B-02
68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI
PMK-197/PMK.03/2013, 20 Des 2013
TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS
BUMI, DAN PANAS BUMI
PER-45/PJ/2013 , 20 Des 2013
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR C-13
154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
PMK-175/PMK.011/2013, 05 Des 2013
TATA CARA PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL DALAM RANGKA B-26
PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA UNTUK KEPERLUAN INSTANSI
PEMERINTAH
PER-44/PJ/2013, 5 Des 2013
BENTUK DAN ISI SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN B-07
PER-43/PJ/2013, 5 Des 2013
TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN, PENETAPAN
REALISASI PENANAMAN MODAL, PENYAMPAIAN KEWAJIBAN PELAPORAN,
DAN PENCABUTAN KEPUTUSAN PERSETUJUAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK
PENGHASILAN UNTUK WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN PENANAMAN
MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-
DAERAH TERTENTU
PER-41/PJ/2013, 27 Nov 2013
PENGAWASAN PENGUSAHA KENA PAJAK D-16
PER-40/PJ/2013, 26 Nov 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-02
20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR
POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA
KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN
PEMINDAHAN WAJIB PAJAK
PER-38/PJ/2013, 8 Nov 2013
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK.011/2013 D-18
TENTANG BUKU-BUKU PELAJARAN UMUM, KITAB SUCI, DAN BUKU-BUKU
PELAJARAN AGAMA YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA
DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
SE-58/PJ/2013, 26 Nov 2013

x
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.011/2013 D-17
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
121/PMK.011/2013 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG
MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
SE-57/PJ/2013, 26 Nov 2013
TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU D-05
PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK
PMK-151/PMK.011/2013, 11 Nov 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR C-13
154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
PMK-146/PMK.011/2013, 4 Nov 2013
TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI C-21
USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI
PER-37/PJ/2013, 30 Okt 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-13
47/PJ/2008 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN
DAN PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN SURAT
PEMBERITAHUAN TAHUNAN SECARA ELEKTRONIK (e-FILING) MELALUI
PERUSAHAAN PENYEDIA JASA APLIKASI (ASP)
PER-36/PJ/2013, 30 Okt 2013
TATA CARA EKSTENSIFIKASI
PER-35/PJ/2013, 24 Okt 2013
→ mencabut PER-175/PJ./2006, PER-116/PJ./2007, PER-16/PJ./2007
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-35/PJ/2013 TENTANG TATA CARA EKSTENSIFIKASI
SE-51/PJ/2013, 24 Okt 2013
PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG
MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
SE-50/PJ/2013, 24 Okt 2013
PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI
BIDANG PERPAJAKAN
SE-49/PJ/2013, 24 Okt 2013
PEJABAT YANG BERWENANG MENANDATANGANI SURAT KETERANGAN C-19
DOMISILI BAGI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI AMERIKA SERIKAT (FORM 6166)
SE-48/PJ/2013, 22 Okt 2013
TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI (REIMBURSEMENT) PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU
JASA KENA PAJAK KEPADA PENGUSAHA PANAS BUMI UNTUK
PEMBANGKITAN ENERGI/LISTRIK
PMK-142/PMK.02/2013, 18 Okt 2013
PENEGASAN PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK
OFFSHORE PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK
PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI
SE-46/PJ/2013, 30 Sept 2013
TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN C-21,
PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK C-25
PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN
2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG
DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU
PER-32/PJ/2013, 25 Sept 2013

x
PROSEDUR PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN PEMUSATAN TEMPAT PAJAK B-02
PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG DALAM RANGKA PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR NOMOR PER-28/PJ/2012
SE-45/PJ/2013, 19 Sept 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-17
121/PMK.011/2013 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG
MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN
ATAS BARANG MEWAH
PMK-130/PMK.011/2013, 18 Sept 2013
PEDOMAN TEKNIS SENSUS PAJAK NASIONAL
PER -31/PJ/2013, 17 Sept 2013
TATA CARA PELAKSANAAN PENGURANGAN BESARNYA PAJAK C-25
PENGHASILAN PASAL 25 DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 29 TAHUN 2013 BAGI WAJIB PAJAK INDUSTRI
TERTENTU
PER-30/PJ/2013, 11 Sept 2013
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG C-10,
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA C-21
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO
TERTENTU
SE-42/PJ/2013, 2 Sept 2013
PENETAPAN STANDAR PELAYANAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
KEP-378/PJ/2013, 29 Agust 2013
PENGURANGAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN
PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 29 TAHUN 2013
BAGI WAJIB PAJAK INDUSTRI TERTENTU
PMK-124/PMK.011/2013, 27 Agust 2013
BUKU-BUKU PELAJARAN UMUM, KITAB SUCI, DAN BUKU-BUKU PELAJARAN D-18
AGAMA YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PMK-122/PMK.011/2013, 27 Agust 2013
JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN D-17
BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PMK-121/PMK.011/2013, 26 Agust 2013

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-11,


147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT D-18
PMK-120/PMK.04/2013, 26 Agust 2013
TATA CARA PENGEMBALIAN DAN PENGELOLAAN ADMINISTRASI PAJAK D-13
PERTAMBAHAN NILAI KEPADA ORANG PRIBADI PEMEGANG PASPOR LUAR
NEGERI
SE-39/PJ/2013, 2 Agust 2013
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK
PMK-115/PMK.07/2013, 1 Agust 2013
PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS BUNGA ATAU
IMBALAN SURAT BERHARGA NEGARA YANG DITERBITKAN DI PASAR
INTERNASIONAL DAN PENGHASILAN PIHAK KETIGA ATAS JASA YANG
DIBERIKAN KEPADA PEMERINTAH DALAM PENERBITAN DAN/ATAU
PEMBELIAN KEMBALI/PENUKARAN SURAT BERHARGA NEGARA DI PASAR
INTERNASIONAL TAHUN ANGGARAN 2013
PMK-112/PMK .011/2013, 1 Agust 2013
TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK C-10,
PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU C-21
DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
PMK-107/PMK.011/2013, 30 Juli 2013
TATA CARA PENDAFTARAN DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA KENA PAJAK D-13
TOKO RETAIL SERTA PENGELOLAAN ADMINISTRASI PENGEMBALIAN PAJAK

x
PERTAMBAHAN NILAI KEPADA ORANG PRIBADI PEMEGANG PASPOR LUAR
NEGERI
PER-28/PJ/2013, 25 Juli 2013
PENGHITUNGAN ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN BAGI WAJIB
PAJAK YANG MENJALANKAN USAHA DI BIDANG PERTAMBANGAN MINERAL
ATAU BATUBARA DALAM RANGKA KONTRAK BAGI HASIL, KONTRAK
KARYA, ATAU PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN
SE-36/PJ/2013, 25 Juli 2013
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA D-07
PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDING) YANG DI DALAM
TAGIHANNYA TERDAPAT BIAYA TRANSPORTASI (FREIGHT CHARGES)
SE-33/PJ/2013, 12 Juli 2013
PELAKSANA PEMBUBUHAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN E-02
TEKNOLOGI PERCETAKAN
PER-27/PJ/2013, 12 Juli 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-13
76/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN
PERMINTAAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG BAWAAN
ORANG PRIBADI PEMEGANG PASPOR LUAR NEGERI
PMK-100/PMK.03/2013, 5 Juli 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-11
34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK
BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
PER-26/PJ/2013, 5 Juli 2013
PELAPORAN PEMUNGUTAN PPN DAN PPNBM ATAS PENYERAHAN
KENDARAAN BERMOTOR
SE-31/PJ/2013, 5 Juli 2013
TEMPAT PENDAFTARAN DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA BAGI WAJIB B-02
PAJAK SEBAGAI PENGUSAHA YANG DIKENAI PAJAK BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984 DAN PERUBAHANNYA
YANG MELAKUKAN USAHA DI BIDANG PENGALIHAN TANAH DAN/ ATAU
BANGUNAN
PER-25/PJ/2013, 3 Juli 2013
PELAKSANAAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL ATAS C-10
PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/AT AU
BANGUNAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG USAHA
POKOKNYA MELAKUKAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/AT AU
BANGUNAN DAN PENENTUAN JUMLAH BRUTO NILAI PENGALIHAN HAK
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN OLEH WAJIB PAJAK YANG
MELAKUKAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
SE-30/PJ/2013, 3 Juli 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR B-07
PER-38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK
PER-24/PJ/2013, 2 Juli 2013
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA C-10,
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO C-21
TERTENTU
PP 46 TAHUN 2013, 12 Juni 2013
STANDAR PEMERIKSAAN B-22
PER-23/PJ/2013, 11 Juni 2013
KEBIJAKAN PEMERIKSAAN B-22
SE-28/PJ/2013, 11 Juni 2013
PEDOMAN PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI C-08
HUBUNGAN ISTIMEWA
PER-22/PJ/2013, 30 Mei 2013
TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, B-02

x
PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK,
PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN
PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB
PAJAK
PER-20/PJ/2013, 30 Mei 2013
PENCABUTAN BEBERAPA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TERKAIT B-16,
DENGAN PENERBITAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN DI BIDANG B-17,
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN B-19,
PER-19/PJ/2013, 30 Mei 2013 C-19
PEDOMAN e-AUDIT
SE-25/PJ/2013, 30 Mei 2013
BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KENDARAAN D-17
BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH PP
41 TAHUN 2013, 23 Mei 2013
PERSYARATAN PEMBERIAN KODE AKTIVASI DAN NOMOR SERI FAKTUR D-05
PAJAK MELALUI APLIKASI ENOFA
S-840/PJ.10/2013, 17 Mei 2013
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-16
5/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENELITIAN
PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
PENGHASILAN YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI
PER-18/PJ/2013, 8 Mei 2013
KODE NOTA PENGHITUNGAN DAN KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK B-07
SE-24/PJ/2013, 24 Apr 2013
→ Penambahan kode utk PPh Badan Minyak Bumi, PPh Badan Gas Bumi, PPh Pasal
26 Ayat (4) Minyak Bumi, dan PPh Pasal 26 Ayat (4) Gas Bumi
BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT B-09
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26
PER-14/PJ/2013, 18 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-10
44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(SPT MASA PPN)
PER-11/PJ/2013, 12 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-10
45/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(SPT MASA PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGGUNAKAN
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
PER-10/PJ/2013, 12 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- D-09
53/PJ/2012 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 163/PMK.03/2012 TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
SE-22/PJ/2013, 12 April 2013
→ Mengubah ketentuan bagian B angka 4 dari SE-53/PJ/2012
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2013
TENTANG RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA CARA
PENYAMPAIAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN
PERPAJAKAN
PMK-79/PMK.03/2013, 11 Apr 2013
PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-18
231/KMK.03/2001 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG KENA
PAJAK YANG DIBEBASKAN DARI PUNGUTAN BEA MASUK

x
PMK-70/PMK.011/2013, 2 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- D-05
24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN
KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN,
TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA
PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
PER-08/PJ/2013, 27 Mar 2013
PEMERIKSAAN ATAS SPT TAHUNAN PPh RUGI DAN SPT MASA PPN LEBIH
BAYAR KOMPENSASI YANG DALUWARSA PENETAPAN PADA TAHUN 2013
SE-12/PJ/2013, 26 Mar 2013
MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN F-01
PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
PMK-64/PMK.05/2013, 15 Mar 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR C-13,
PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK C-25
PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS
PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN
USAHA DI BIDANG LAIN
PER-06/PJ/2013, 7 Mar 2013
KEWAJIBAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN
YANG TERUTANG KEPADA PIHAK LAIN OLEH PERUSAHAAN YANG TERIKAT
DENGAN KONTRAK BAGI HASIL, KONTRAK KARYA, ATAU PERJANJIAN
KERJASAMA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN
PMK-39/PMK.011/2013, 27 Feb 2013
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK D-07
PMK-38/PMK.011/2013, 27 Feb 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR B-04
75/PMK.03/2010 TENTANG KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA WAJIB PAJAK
SE-03/PJ/2013, 5 Feb 2013
TATA CARA PEMERIKSAAN B-22
PMK-17/PMK.03/2013, 7 Jan 2013
RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA CARA PENYAMPAIAN
DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN PERPAJAKAN
PMK-16/PMK.03/2013, 6 Jan 2013
 mengatur ttg kewajiban instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain
memberikan data dan informasi yg berkaitan dengan perpajakan kpd DJP
TATA CARA PEMBETULAN B-19
PMK-11/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG B-16
SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG
PMK-10/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN B-19
PMK-9/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI B-19
DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN PAJAK ATAU
SURAT TAGIHAN PAJAK
PMK-8/PMK.03/2013, 2 Jan 2013

x
BAGIAN A

PENDAHULUA

N
PENGANTAR HUKUM PAJAK

Dasar Hukum:
Pasal 23A UUD 1945 Amandemen IV: “Pajak dan pungutan lain yg bersifat memaksa utk keperluan negara
diatur dgn UU”.

Definisi:
 Pajak: Kontribusi wajib kpd negara yg terutang oleh OP atau badan yg bersifat memaksa
berdasarkan UU, dgn tdk mendapatkan imbalan scr lsg dan digunakan utk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(Pasal 1 Angka 1 UU KUP)
 WP: OP atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yg
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
(Pasal 1 Angka 2 UU KUP)
 NPWP: Nomor yg diberikan kpd WP sbg sarana dlm administrasi perpajakan yg dipergunakan
sbg tanda pengenal diri atau identitas WP dlm melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
(Pasal 1 Angka 6 UU KUP)

Fungsi Pajak:
1. Fungsi Utama:
 Fungsi Anggaran (Budgetair) → Sbg sumber dana yg diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran
pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
 Fungsi Mengatur (Regularend) → Sbg alat utk mengatur atau melaksanakan berbagai kebijakan
pemerintah.
2. Fungsi
Tambahan:
 Fungsi Redistribusi  menekankan unsur pemerataan dan keadilan dlm masyarakat, dpt dilakukan
pemerintah dari ‘si kaya kpd ‘si miskin’, dari daerah surplus ke daerah minus, dari kota ke desa, dsb.
 Fungsi Demokrasi  Salah satu penjelmaan/wujud sistem gotong royong termasuk partisipasi
masyaratkat di dlm kegiatan pemerintahan dan pembangunan, sering dikaitkan dgn tingkat pelayanan
pemerintah kpd masyarakat, khususnya pembayar pajak.

Jenis-jenis Pajak:
1. Mnr Sifatnya:
a. Pajak Lsg
Pajak yg pembebanannya tdk dpt dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban lsg WP yg
bersangkutan. Contoh: PPh.
b. Pajak Tdk Lsg
Pajak yg pembebanannya dpt dilimpahkan oleh pihak lain. Contoh: PPN, PPnBM.
2. Mnr Sasaran/Objeknya:
a. Pajak Subjektif
Pajak yg berpangkal/berdasarkan pd subjeknya yg selanjutnya dicari syrat objektifnya, dlm arti
memperhatikan keadaan diri WP. Contoh: PPh.
b. Pajak Objektif
Pajak yg berpangkal/berdasarkan pd objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri WP. Contoh: PPN, PPnBM,
PBB, Bea Meterai.
3. Mnr Pemungutnya:
a. Pajak Pusat
Pajak yg dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan utk membiayai rumah tangga pemerintah pusat.
Contoh: PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai.
b. Pajak Daerah
Pajak yg dipungut oleh pemda dan digunakan utk membiayai rumah tangga pemda. Contoh: Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Kendaraan Bermotor, PBB Pedesaan dan Perkotaan, BPHTB.

A01-
Sistem Pemungutan Pajak:
1. Official Assessment System
Suatu sistem pajak yg memberi wewenang kpd pemerintah utk menentukan besarnya pajak yg terutang.
2. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yg memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kpd WP utk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yg terutang dan hrs dibayar.
3. Witholding Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yg memberi wewenang kpd pihak ketiga utk memotong/memungut besarnya
pajak yg terutang oleh WP. Pajak yg dipotong/dipungut oleh pihak lain ini, nanti dpt menjadi kredit pajak atau
mrp pelunasan atas pajak terutang.

Tarif Pajak:
1. Tarif Proporsional/Sebanding
Tarif pajak berupa prosentase tetap thd jml brp pun yg menjadi DPP. Sering juga disebut dgn Tarif Tunggal
krn hanya menggunakan 1 tarif dgn prosentase tetap. Contoh: Tarif PPN 10%, PBB 0,5%, Pph badan 28% (thn
pjak 2009) atau 25% (thn pajak 2010 dan seterusnya).
2. Tarif Progresif
Tarif pajak yg prosentase nya menjadi lbh besar apabila jml yg menjadi DPP-nya semakin besar. Contoh:
Tarif utk WP Badan dan UT (tahun pajak 2001 s.d. 2008):
Lapisan s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Lapisan di atas Rp 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15% Lapisan di
atas Rp 100 juta, tarifnya 30%
3. Tarif Degresif
Tarif pajak yg prosentase nya menjadi lbh kecil apabila jml yg menjadi DPP-nya semakin besar.
4. Tarif Tetap
Tarif pajak yg berupa jml yg tetap thd brp pun jml yg menjadi DPP. Contoh: Tarif Bea Meterai dgn struktur
tarif Rp 3 ribu dan Rp 6 ribu.
5. Tarif Advalorem
Tarif pajak dgn prosentase tertentu atas hrg barang atau nilai suatu barang. Contoh: Tarif Bea Masuk seb 10% dari
nilai Cost Insurance Freigt (CIF) dlm transaksi impor.
6. Tarif Pajak Spesifik
Tarif pajak dgn jml tertentu atau suatu jenis/satuan jenis barang tertentu. Contoh: Tarif Bea Masuk yg besar
Rupiahnya ditetapkan atas suatu barang yg diimpor.

Asas Pemungutan Pajak:


Pungutan pajak hendaknya didasarkan pd asas yg dikemukakan Adam Smith dlm buku An Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations:
1. Equality
Pemungutan pajak hrs bersifat adil dan merata.WP yg berada dlm kondisi yg sama hrs dikenai pajak yg sama
besar. Asas keadilan dlm perinsip perpu perjakan maupun dlm hal pelaksanannya hrs dipegang teguh walaupun
keadilan itu sangat relatif.
2. Certainty
Penetapan pajak tdk ditentukan sewenang-wenang. Hrs dpt diketahui scr jelas dan pasti pajak yg terutang,
kapan hrs dibayar, serta batas waktu pembayaran shg memiliki kepastian hukum yg tinggi.
3. Convenience
Saat membayar pajak sebaknya sesuai dgn saat yg tdk menyulitkan WP. Contoh pd saat WP baru saja
memperoleh penghasilan. Disebut juga dgn Pay As You Earn (PAYE).
4. Economical
Biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi WP diharapkan seminimum mungkin. Pajak yg
dipungut hs lbh besar dari biaya pemungutan pajak.

Dasar Teori Pemungutan Pajak:


Teori-teori yg menjadi dasar bagi negara utk memungut pajak, a.l.:
1. Teori Asuransi
Teori ini menyamakan pembayaran premi asuransi dgn pembayaran pajak. Masyarakat seakan
mempertanggungkan keselamatan dan kemanan jiwanya kpd negara shg masyarakat hrs membayar

A01-
‘premi’ kpd negara. Pd kenyataannya menyamakan pajak dgn premi tdk tepat, krn jika masyarakat mengalami
kerugian, negara tdk dpt memberikan penggantian layaknya perusahaan asuransi.
2. Teori Kepentingan
Teori ini diartikan bahwa negara yg melindungi kepentingan harta dan jiwa warga negara dgn memperhatikan
pembagian beban yg hrs dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini didasarkan pd kepentingan setiap orang
termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh krn itu, pengeluaran negara utk melindungintya dibebankan kpd
masyarakat. Warga negara yg memiliki harta lbh banyak akan membayar pajak yg lbh besar, dan sebaliknya yg
memiliki harta lbh sedikit akan membayar pajak lbh kecil utk melindungi kepentingannya.
3. Teori Daya Pikul
Teori ini berpangkal dari asas keadilan yaitu setiap orang dikenakan pajak dgn bobot sama. Pajak yg dibayar
adalah mnr daya pikul dgn ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran seseorang. Kekuatan (daya pikul) utk
membayar pajak baru ada stl terpenuhinya kebutuhan primer seseorang. Teori ini lbh menekankan unsur
kemampuan seseorang dan rasa keadilan.
4. Teori Bakti
Teori ini mendasarkan bahwa negara mempunyai hak mutlak utk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat
menyadari bahwa membayar pajak sbg suatu kewajiban utk membuktikan tanda baktinya thd negara krn
negaralah yg bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya. Dgn demikian dasar hukum pajak terletak
pd hubungan masyarakat dgn negara. Teori ini disebut juga dgn teori kewajiban pajak mutlak.
5. Teori Daya Beli
Pembayaran pajak dimaksudkan utk memelihara masyarakatnya. Pembayaran pajak yg dilakukan kpd
negara lbh ditekankan pd fungsi mengatur dari pajak agar masyarakat tetap eksis. Teori ini mendasarkan pd
penyelenggaraan kepentingan masyarakat yg dianggap sbg dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan
individu/nagara, shg pajak lbh menitikberatkan pd fungsi mengatur. Dlm teori ini kemaslahatan masyarakat akan
tetap terjamin dgn pembayaran pajak.

Pembagian Hukum Pajak:


Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak dgn WP.
1. Hukum Pajak Formal
Memuat bentuk/tata cara utk mewujudkan hukum material menjadi kenyataan, meliputi: UU KUP, UU
Penagihan Pajak dgn Surat Paksa, UU Pengadilan Pajak.
2. Hukum Pajak Material
Memuat norma-norma yg menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yg dikenakan (objek pajak), siapa
yg dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yg dikenakan, segala sesuatu yg timbul dan hapusnya
pajak, dan hubungan hukum antara pemerintahan dan WP, meliputi: UU PPh, UU PPN dan PPnBM, UU PBB,
UU BPHTB, UU Bea Meterai.

Penafsiran dlm Hukum Pajak:


1. Penafsiran Autentik
Penafsiran ketentuan dlm UU dgn melihat hal-hal yg tlh dijelaskan dlm UU tsb. Dlm suatu UU umumnya
terdapat pasal mengenai ketentuan umum atau definisi-definisi, shg sering disebut terminologi mrp penafsiran
autentik. Penafsiran ini memiliki kekuatan hukum tertinggi. Penjelasan suatu pasal yg dimuat dlm tambahan
lembaran negara bukanlah mrp penafsiran autentik.
2. Penafsiran Sistematik
Penafsiran ketentuan tertentu dgn mengkaitkannya dgn ketentuan (pasal-pasal) lain dlm UU tsb atau dari UU
lainnya. Ketentuan yg tdk jelas dpt dsiketahui dgn melihat/mengkaitkan dgn pasal lainnya. Dlm proses
pembuatan sebuah UU selalu ada kesatuan konsep dan pemikiran serta dilakukan sinkronisasi dgn UU lain sbl
diundankan oleh pemerintah.
3. Penafsiran Historis
Penafsiran UU dgn melihat sejarah dibuatnya UU tsb. Penafsiran ini dpt diketahui dari dokumen pd waktu
proses dibuatnya UU. Dgn penafisran ini dpt diketahui maksud penyusun UU.
4. Penafsiran Sosiologis
Penafsiran atas ketentuan UU yg disesuaikan dgn kehidupan masyrakat yg selalu berkembang. Krn itu perlu
penyesuaian antara UU dgn perkembangan kehidupan masyarakat.
5. Penafsiran Tata Bahasa (Gramatikal)
Penafsiran ketentuan dlm UU berdasarkan bunyi kata-kata scr keseluruhan dlm kalimat-kalimat yg disusun.
Penfsiran ini mrp penafsiran yg kurang memperhatikan aturan lainnya, tetapi semata-mata

A01-
melihat bunyi atau redaksi pasal yg bersangkutan. Scr tata bahasa, sutau ketentuan UU hrs memberikan
kepastian hukum, yaitu apabila kata-kata dlm kalimat suatu pasal tlh jelas maksudnya.
6. Penafsiran Analogis
Penfsiran ketentuan dgn cara memberi kiasan pd kata-kata yg tercantum dlm UU atau suatu model yg sejenis yg
diatur di dlm ketentuan lain, shg suatu peristiwa yg sesungguhnya tdk termasuk dlm ketentuan menjadi termasuk
berdasarkan analogi yg dibuat. Penafsiran ini dlm hukum pajak tdk diperbolehkan krn akan menimbulkan
ketidakpastian hukum.
7. Penafsiran A Contrario
Penafsiran ketentuan UU berdasarkan pd perlawanan pengertian (kebalikan) antara masalah yg dihadapi dan
masalah yg diatur dlm UU. Diambil sutau kesimpulan bhawa atas masalah yg dihadapi yg tdk diatur dlm UU
berada di luar ketentuan (tdk diatur). Penafsiran ini dlm hukum pajak tdk diperbolehkan krn akan menimbulkan
ketidakpastian hukum.

Perlawanan Thd Pajak:


1. Perlawanan Pasif
Perlawanan yg inisiatifnya bukan dari WP itu sendiri tetapi terjadi krn keadaan yg ada di sekitar WP itu.
Hambatan-hambatan tsb biasanya terkait dgn struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektual dan
moral warga negara, dan sistem pemungutan pajak itu sendiri.
2. Perlawanan Aktif
Scr nyata terlihat pd semua usaha dan perbuatan yg scr lsg ditujukan kpd pemerintah (fiskus) dgn tujuan utk
menghindari pajak.
a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Suatu skema transaksi yg ditujukan utk meminimalkan beban pajak dgn tdk melanggar ketentuan
perpajakan shg skema tsb diartikan sbg kegiatan yg lega).
1) Menahan diri → WP tdk melakuana sesuatu yg dpt dikenai pajak. Contoh: Tdk merokok agar
terhindar dari cukai tembakau.
2) Pindah lokasi → memindahkan lokasi usaha/ domisili yg tarif pajaknya tinggi ke lokasi yg tarif
pajaknya rendah. Contoh: Diberikan keringanan bagi investor yg ingin menanamkan modalnya di
wilayah Indonesia Timur.
3) Penghindaran pajak scr yuridis → biasanya dilakukan dgn memanfaatkan kekosongan atau
ketidakjelasan UU (loopholes).
b. Pengelakan atau Penyelundupan Pajak (Tax Evasion)
Suatu skema memperkecil pajak yg terutang dgn cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal) yg dpt
dihukum dgn sanksi pidana. Contoh: Tdk melaporkan sebagian penjualan, Memperbesar biaya dgn cara
fiktif.
c. Melalaikan Pajak
Dilakukan dgn cara menolak membayar pajak yg tlh diitetapkan dan menolak memenuhi formalitas yg hrs
dipenuhi, shg termasuk sbg pelanggaran thd ketentuan perpajakan.

A01-
UU PERPAJAKAN

1. UU 6 Thn 1983 ttg Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo UU 9 Thn 1994 jo UU 16 Thn 2000 jo
UU 28 Thn 2007 jo UU 16 Thn 2009  UU KUP
Aturan Pelaksanaan: PP 74 Thn 2011

2. UU 7 Thn 1983 ttg Pajak Penghasilan jo UU 7 Thn 1991 jo UU 10 Thn 1994 jo UU 17 Thn 2000 jo UU 36
Thn 2008  UU PPh
Aturan Pelaksanaan: PP 94 Thn 2010

3. UU 8 Thn 1983 ttg Pajak Pertambahan Nilai Brg dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah jo
UU 11 Thn 1994 jo UU 18 Thn 2000 jo UU 42 Thn 2009  UU PPN
Aturan Pelaksanaan: PP 1 Thn 2012

4. UU 12 Thn 1985 ttg Pajak Bumi dan Bangunan jo UU 12 Thn 1994  UU PBB

5. UU 13 Thn 1985 ttg Bea Meterai

6. UU 19 Thn 1997 ttg Penagihan Pajak dgn Surat Paksa jo UU 19 Thn 2000  UU PPSP

7. UU 14 Thn 2002 ttg Pengadilan Pajak

8. UU 28 Thn 2009 ttg Pajak Daerah dan Retribusi Daerah  UU PDRD

9. UU 21 Thn 1997 ttg Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan jo UU 20 Thn 2000  UU BPHTB

A-
JENIS PAJAK

A. PAJAK PUSAT

Pajak yg dipungut dan dikelola oleh Pempus (DJP):

1. PPh
Pajak yg dikenakan kpd OP atau badan atas penghasilan yg diterima atau diperoleh dlm suatu Thn Pajak.
Penghasilan itu dpt berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

2. PPN
Pajak yg dikenakan atas konsumsi BKP atau JKP di dlm Daerah Pabean (dlm wilayah Indonesia). OP,
perusahaan, maupun pemerintah yg mengkonsumsi BKP atau JKP dikenakan PPN. Pd dasarnya, setiap brg
dan jasa adalah BKP atau JKP, kecuali ditentukan lain oleh UU PPN.

3. PPnBM
Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian BKP tertentu yg tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM.

4. Bea Meterai
Pajak yg dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi
pembayaran, surat berharga, dan efek, yg memuat jml uang atau nominal di atas jml tertentu sesuai dgn
ketentuan.

5. PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan


 Pajak yg dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB mrp Pajak Pusat
namun demikian hampir slr realisasi penerimaan PBB diserahkan kpd Pemda baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota.
 Mulai 1 Jan 2010, PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah sepanjang Perda ttg PBB yg
terkait dgn Perdesaan dan Perkotaan tlh diterbitkan. Apabila dlm jangka waktu dari 1 Jan 2010 s.d.
paling lambat 31 Des 2013 Perda blm diterbitkan, maka PBB Perdesaan dan Perkotaan tsb masih tetap
dipungut oleh Pempus. Mulai 1 Jan 2014, PBB Perdesaan dan Perkotaan mrp pajak daerah. Utk PBB
Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap mrp Pajak Pusat.

B. PAJAK DAERAH

Pajak-pajak yg dipungut oleh Pemda baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota:

1. Pajak Provinsi

a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)


 Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 12 UU PDRD)
 Kendaraan bermotor: Semua kendaraan beroda beserta gandengannya yg digunakan di semua jenis
jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yg berfungsi
utk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yg
bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yg dlm operasinya menggunakan roda
dan motor dan tdk melekat scr permanen serta kendaraan bermotor yg dioperasikan di air. (Pasal 1
angka 13 UU PDRD)
 Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor: (Pasal 3 ayat (3) UU PDRD)
 Kereta api;
 Kendaraan Bermotor yg semata-mata digunakan utk keperluan pertahanan dan keamanan
negara;
 Kendaraan bermotor yg dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara
asing dgn asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yg memperoleh fasilitas
pembebasan pajak dari Pemerintah; dan

A‐
 Objek Pajak lainnya ygditetapkan dlm Perda.
 Tarif PKB ditetapkan dgn Perda: (Pasal 6 UU PDRD & penjelasan)
 Tarif PKB pribadi:
 utk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah seb 1% dan paling tinggi
seb 2%;
 utk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dpt ditetapkan scr
progresif paling rendah seb 2% dan paling tinggi seb 10%.
 Pajak progresif utk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan menjadi kendaraan
roda kurang dari 4 dan kendaraan roda 4 atau lbh.
 Kepemilikan Kendaraan Bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yg sama.
 Tarif PKB angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga
sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemda, dan kendaraan lain yg ditetapkan dgn
Perda, ditetapkan paling rendah seb 0,5% dan paling tinggi seb 1%.
 Tarif PKB alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah seb 0,1% dan paling
tinggi seb 0,2%.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)


 Pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sbg akibat perjanjian 2 pihak atau perbuatan
sepihak atau keadaan yg terjadi krn jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke
dlm badan usaha. (Pasal 1 angka 14 UU PDRD)
 Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor: (Pasal 9 ayat (3) UU PDRD)
 Kereta api;
 Kendaraan Bermotor yg semata-mata digunakan utk keperluan pertahanan dan keamanan
negara;
 Kendaraan Bermotor yg dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara
asing dgn asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yg memperoleh fasilitas
pembebasan pajak dari Pemerintah; dan
 Objek pajak lainnya yg ditetapkan dlm Perda.
 Termasuk penyerahan Kendaraan Bermotor adalah pemasukan Kendaraan Bermotor dari LN
utk dipakai scr tetap di Indonesia, kecuali: (Pasal 9 ayat (6) & (7) UU PDRD)
 utk dipakai sendiri oleh OP yg bersangkutan;
 utk diperdagangkan;
 utk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia;  tdk berlaku apabila selama 3 thn
berturut-turut tdk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia
 digunakan utk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.
 Tarif BBNKB ditetapkan dgn Perda: (Pasal 12 UU PDRD)
 Tarif BBNKB ditetapkan paling tinggi @:
 penyerahan pertama seb 20%; dan
 penyerahan kedua dan seterusnya seb 1%.
 Khusus utk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yg tdk menggunakan
jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi @:
 penyerahan pertama seb 0,75%; dan
 penyerahan kedua dan seterusnya seb 0,075%.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor (PBBKB)


 Pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 15 UU PDRD)
 Bahan Bakar Kendaraan Bermotor: Semua jenis bahan bakar cair atau gas yg digunakan utk
kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 16 UU PDRD)
 Tarif: (Pasal 19 UU PDRD)
 Tarif PBBKB ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%.
 Khusus tarif PBBKB utk bahan bakar kendaraan umum dpt ditetapkan paling sedikit 50%
lbh rendah dari tarif PBBKB utk kendaraan pribadi.
 Pemerintah dpt mengubah tarif PBBKB yg sdh ditetapkan dlm Perda dgn Peraturan
Presiden.
 Kewenangan Pemerintah utk mengubah tarif PBBKB dilakukan dlm hal:

A‐
 terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari asumsi harga minyak dunia yg
ditetapkan dlm UU ttg APBN thn berjalan;  dlm hal harga minyak dunia sdh normal
kembali, Peraturan Presiden tsb dicabut dlm jangka waktu paling lama 2 bulan.
atau
 diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak utk jangka waktu paling lama 3 tahun
sejak ditetapkannya UU PDRD.

d. Pajak Air Permukaan


 Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. (Pasal 1 angka 17 UU PDRD)
 Air Permukaan: Semua air yg terdapat pd permukaan tanah, tdk termasuk air laut, baik yg
berada di laut maupun di darat. (Pasal 1 angka 18 UU PDRD)
 Dikecualikan dari objek Pajak Air Permukaan: (Pasal 21 ayat (2) UU PDRD)
 pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan utk keperluan dasar rumah tangga,
pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dgn tetap memperhatikan kelestarian lingkungan
dan perpu; dan
 pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan lainnya yg ditetapkan dlm Perda.
 Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%. (Pasal 24 UU PDRD)

e. Pajak Rokok
 Pungutan atas cukai rokok yg dipungut oleh Pemerintah. (Pasal 1 angka 19 UU PDRD)
 Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yg tdk dikenai cukai berdasarkan perpu
di bidang cukai. (Pasal 26 ayat (3) UU PDRD)
 Tarif Pajak Rokok ditetapkan seb 10% dari cukai rokok. (Pasal 29 UU PDRD)

2. Pajak Kabupaten/Kota

a. Pajak Hotel
 Pajak atas pelayanan yg disediakan oleh hotel. (Pasal 1 angka 20 UU PDRD)
 Hotel: Fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dgn
dipungut bayaran, yg mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,
pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dgn jml kamar lbh dari 10.
(Pasal 1 angka 21 UU PDRD)
 Objek: (Pasal 32 UU PDRD)
 Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yg disediakan oleh Hotel dgn pembayaran, termasuk jasa
penunjang sbg kelengkapan Hotel yg sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan,
termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
 Jasa penunjang: Fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci,
seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel.
 Tdk termasuk objek Pajak Hotel:
 jasa tempat tinggal asrama yg diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemda;
 jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
 jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
 jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan
panti sosial lainnya yg sejenis; dan
 jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yg diselenggarakan oleh Hotel yg dpt
dimanfaatkan oleh umum.
 Tarif Pajak Hotel ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%. (Pasal 35 UU PDRD)

b. Pajak Restoran
 Pajak atas pelayanan yg disediakan oleh restoran. (Pasal 1 angka 22 UU PDRD)
 Restoran: Fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dgn dipungut bayaran, yg mencakup
juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
(Pasal 1 angka 23 UU PDRD)

A‐
 Objek: (Pasal 37 UU PDRD)
 Pelayanan yg disediakan Restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman
yg dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun ditempat lain.
 Tdk termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yg disediakan oleh Restoran yang nilai
penjualannya tdk melebihi batas tertentu yg ditetapkan dgn Perda.
 Tarif Pajak Restoran ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10% (Pasal 40 UU PDRD).

c. Pajak Hiburan
 Pajak atas penyelenggaraan hiburan. (Pasal 1 angka 24 UU PDRD)
 Hiburan: Semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yg dinikmati dgn
dipungut bayaran. (Pasal 1 angka 25 UU PDRD)
 Obyek: (Pasal 42 UU PDRD)
 Hiburan adalah: tontonan film; pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;kontes
kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; pameran; diskotik, karaoke, klab malam, dan
sejenisnya; sirkus, akrobat, dan sulap; permainan bilyar, golf, dan boling; pacuan kuda,
kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan
pusat kebugaran (fitness center); dan pertandingan olahraga.
 Penyelenggaraan Hiburan di atas dpt dikecualikan dgn Perda.
 Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dgn Perda: (Pasal 45 UU PDRD)
 Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi seb 35%.
 Khusus utk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab
malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dpt
ditetapkan paling tinggi seb 75%.
 Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling
tinggi seb 10%.

d. Pajak Reklame
 Pajak atas penyelenggaraan reklame. (Pasal 1 angka 26 UU PDRD)
 Reklame: Benda, alat, perbuatan, atau media yg bentuk dan corak ragamnya dirancang utk tujuan
komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau utk menarik perhatian umum
thd barang, jasa, orang, atau badan, yg dpt dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati
oleh umum. (Pasal 1 angka 27 UU PDRD)
 Tdk termasuk sbg objek Pajak Reklame: (Pasal 47 ayat (3) UU PDRD)
 penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan,
warta bulanan, dan sejenisnya;
 label/merek produk yg melekat pd barang yg diperdagangkan, yg berfungsi utk membedakan
dari produk sejenis lainnya;
 nama pengenal usaha atau profesi yg dipasang melekat pd bangunan tempat usaha atau
profesi diselenggarakan sesuai dgn ketentuan yg mengatur nama pengenal usaha atau profesi
tsb;
 Reklame yg diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
 penyelenggaraan Reklame lainnya ng ditetapkan dgn Perda.
 Tarif Pajak Reklame ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 25%. (Pasal 50 UU PDRD)

e. Pajak Penerangan Jalan (PPJ)


 Pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yg dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber
lain. (Pasal 1 angka 28 UU PDRD)
 Obyek: (Pasal 52 UU PDRD)
 Listrik yg dihasilkan sendiri meliputi slr pembangkit listrik.
 Dikecualikan dari objek PPJ:
 penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemda;
 penggunaan tenaga listrik pd tempat-tempat yg digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan
perwakilan asing dgn asas timbal balik;
 penggunaan tenaga listrik yg dihasilkan sendiri dgn kapasitas tertentu yg tdk
memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan

A‐
 penggunaan tenaga listrik lainnya yg diatur dgn Perda.
 Tarif PPJ ditetapkan dgn Perda: (Pasal 55 UU PDRD)
 Tarif PPJ ditetapkan paling tinggi seb 10%.
 Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas
alam, tarif PPJ ditetapkan paling tinggi seb 3%.
 Penggunaan tenaga listrik yg dihasilkan sendiri, tarif PPJ ditetapkan paling tinggi seb 1,5%.

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan


 Pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dlm dan/atau permukaan bumi utk dimanfaatkan. (Pasal 1 angka 29 UU PDRD)
 Mineral Bukan Logam dan Batuan: Mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di
dlm perpu di bidang mineral dan batubara. (Pasal 1 angka 30 UU PDRD)
 Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan: (Pasal 57 ayat (2) UU PDRD)
 kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yg nyata-nyata tdk dimanfaatkan
scr komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah utk keperluan rumah tangga,
pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas;
 kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yg mrp ikutan dari kegiatan
pertambangan lainnya, yg tdk dimanfaatkan scr komersial; dan
 pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yg ditetapkan dgn Perda.
 Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 25%. (Pasal
60 UU PDRD).

g. Pajak Parkir
 Pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yg disediakan berkaitan dgn
pokok usaha maupun yg disediakan sbg suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 31 UU PDRD)
 Parkir: Keadaan tdk bergerak suatu kendaraan yg tdk bersifat sementara. (Pasal 1 angka 32 UU
PDRD)
 Tdk termasuk objek pajak: (Pasa 62 ayat (2) UU PDRD)
 penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemda;
 penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yg hanya digunakan utk karyawannya
sendiri;
 penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dgn
asas timbal balik; dan
 penyelenggaraan tempat Parkir lainnya yg diatur dgn Perda.
 Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi dgn Perda seb 30% (Pasal 65 UU PDRD)

h. Pajak Air Tanah


 Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. (Pasal 1 angka 33 UU PDRD)
 Air Tanah: Air yg terdapat dlm lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. (Pasal 1
angka 34 UU PDRD)
 Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah: (Pasal 67 ayat (2) UU PDRD)
 pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah utk keperluan dasar rumah tangga,
pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; dan
 pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yg diatur dgn Perdah.
 Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 20%. (Pasal 70 UU PDRD)

i. Pajak Sarang Burung Walet


 Pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. (Pasal 1 angka 35
UU PDRD)
 Burung Walet: Satwa yg termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia
maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. (Pasal 1 angka 36 UU PDRD)
 Tdk termasuk objek pajak: (Pasal 72 ayat 2 UU PDRD)

A‐
 pengambilan Sarang Burung Walet yg tlh dikenakan PNBP;
 kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet lainnya yg ditetapkan
dgn Perda.
 Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%. (Pasal 75 UU
PDRD)

j. PBB Perdesaan dan Perkotaan


 Pajak atas bumi dan/atau bangunan yg dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh OP atau
Badan, kecuali kawasan yg digunakan utk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan. (Pasal 1 angka 37 UU PDRD)
 Bumi: Permukaan bumi yg meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
Kabupaten/Kota. (Pasal 1 angka 38 UU PDRD)
 Bangunan: Konstruksi teknik yg ditanam atau dilekatkan scr tetap pd tanah dan/atau perairan
pedalaman dan/atau laut. (Pasal 1 angka 39 UU PDRD)
 Obyek: (Pasal 77 UU PDRD)
 Termasuk dlm pengertian Bangunan: jalan lingkungan yg terletak dlm 1 kompleks bangunan
seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yg mrp suatu kesatuan dgn kompleks Bangunan
tsb; jalan tol; kolam renang; pagar mewah; tempat olahraga; galangan kapal, dermaga; taman
mewah; tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan menara.
 Objek Pajak yg tdk dikenakan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yg:
 digunakan oleh Pemerintah dan Daerah utk penyelenggaraan pemerintahan;
 digunakan semata-mata utk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yg tdk dimaksudkan utk memperoleh
keuntungan;
 digunakan utk kuburan, peninggalan purbakala, atau yg sejenis dgn itu;
 merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yg dikuasai oleh desa, dan tanah negara yg blm dibebani suatu hak;
 digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik; dan
 digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yg ditetapkan dgn
Peraturan Menkeu.
 Besarnya NJOPTKP ditetapkan dgn Perda paling rendah seb Rp 10 juta utk setiap WP. (Pasal 77
ayat (4) UU PDRD)
 Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 0,3% (Pasal 80 UU
PDRD).

k. BPHTB
 Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. (Pasal 1 angka 41 UU PDRD)
 Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan: Perbuatan atau peristiwa hukum yg mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh OP atau Badan. (Pasal 1 angka 42 UU
PDRD)
 Hak atas Tanah dan/atau Bangunan: Hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan
di atasnya, sebagaimana dimaksud dlm UU di bidang pertanahan dan bangunan. (Pasal 1 angka 43
UU PDRD)
 Objek pajak yg tdk dikenakan BPHTB adalah objek pajak yg diperoleh: (Pasal 85 UU PDRD)
 perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
 negara utk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau utk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum;
 badan atau perwakilan lembaga internasional yg ditetapkan dgn Peraturan Menkeu dgn syarat
tdk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tsb;
 OP atau Badan krn konversi hak atau krn perbuatan hukum lain dgn tdk adanya perubahan
nama;

A‐
 OP atau Badan krn wakaf; dan
 OP atau Badan yg digunakan utk kepentingan ibadah.
 NPOPTKP ditetapkan dgn Perda: (Pasal 87 UU PDRD)
 Besarnya NPOPTKP ditetapkan paling rendah seb Rp 60 juta utk setiap WP.
 Dlm hal perolehan hak krn waris atau hibah wasiat yg diterima OP yg masih dlm hub
keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat ke atas atau 1 derajat ke bawah
dgn pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling rendah seb Rp
300 juta.
 Tarif BPHTB ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 5%. (Pasal 88 UU PDRD)

A‐
KEWAJIBAN WP

1. Kewajiban Mendaftarkan Diri


Sesuai dgn sistem self assessment maka WP mempunyai kewajiban utk mendaftarkan diri ke KPP atau
KP2KP yg wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan WP utk diberikan NPWP apabila tlh
memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif, dan wajib dikukuhkan sbg PKP oleh KPP apabila tlh memenuhi
persyaratan tertentu.

2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/pemungutan, dan Pelaporan Pajak


WP dlm melaksanakan kewajiban perpajakannya hrs sesuai dgn sistem self assessment, yaitu wajib
melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.

3. Kewajiban dlm Hal Diperiksa


DJP dpt melakukan pemeriksaan dgn tujuan menguji kepatuhan WP dan tujuan lain yg ditetapkan oleh DJP.
Kewajiban WP yg diperiksa:
 Memenuhi panggilan utk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dgn waktu yg ditentukan khususnya utk jenis
Pemeriksaan Kantor.
 Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yg menjadi dasarnya, dan dokumen lain
termasuk data yg dikelola scr elektronik, yg berhubungan dgn penghasilan yg diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas WP, atau objek yg terutang pajak. Khusus utk Pemeriksaan Lapangan, WP wajib
memberikan kesempatan utk mengakses dan/atau mengunduh data yg dikelola scr elektronik.
 Memberikan kesempatan utk memasuki tempat atau ruang yg dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya
guna kelancaran pemeriksaan.
 Menyampaikan tanggapan scr tertulis atas SPHP.
 Meminjamkan KKP yg dibuat oleh Akuntan Publik khususnya utk jenis Pemeriksaan Kantor.
 Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yg diperlukan.

4. Kewajiban Memberi Data


Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yg
berkaitan dgn perpajakan kpd DJP yg ketentuannya diatur pd Pasal 35A UU KUP.

HAK WP

1. Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak


Dlm hal pajak yg terutang utk suatu tahun pajak ternyata lbh kecil dari jml kredit pajak (pembayaran pajak yg
dibayar atau dipotong atau dipungut lbh besar dari yg seharusnya terutang), maka WP mempunyai hak utk
mendapatkan kembali kelebihan tsb. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dpt diberikan dlm waktu 12
bulan sejak surat permohonan diterima scr lengkap.

2. Hak dlm Hal WP Dilakukan Pemeriksaan


 Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.
 Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa.
 Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.
 Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.
 Utk hadir dlm pembahasan akhir hasil pemeriksaan dlm batas waktu yg ditentukan.

3. Hak utk Mengajukan Keberatan, Banding, dan PK


Berdasarkan hasil pemeriksaan yg dilakukan oleh DJP, maka akan diterbitkan suatu skp, yg dpt mengakibatkan
pajak terutang menjadi KB, LB, atau nihil. Jika WP tdk sependapat maka dpt mengajukan keberatan atas skp
tsb. Selanjutnya apabila blm puas dgn keputusan keberatan tsb maka WP dpt mengajukan banding ke Pengadilan
Pajak. Langkah terakhir yg dpt dilakukan oleh WP dlm sengketa pajak adalah PK ke MA.
a. Keberatan
Syarat pengajuan keberatan:
 Mengajukan surat keberatan kpd Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP setempat atas SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.

A04-
 Diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn mengemukakan jml pajak terutang mnr perhitungan
WPk dgn menyebutkan alasan-alasan yg jelas.
 Keberatan hrs diajukan dlm jangka waktu 3 bulan sejak skp, kecuali WP dpt menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tdk dpt dipenuhi krn di luar kekuasaannya.
 Keberatan yg tdk memenuhi persyaratan di atas tdk dianggap sbg Surat Keberatan, shg tdk
dipertimbangkan.
 Dlm hal WP mengajukan keberatan atas skp, WP wajib melunasi pajak yg masih hrs dibayar paling
sedikit sejumlah yg tlh disetujui WP dlm PAHP, sbl surat keberatan disampaikan.
Atas keberatan tsb Dirjen Pajak akan memberikan keputusan paling lama dlm jangka waktu 12 bulan sejak
surat keberatan diterima. Apabila permohonan keberatan WP ditolak dan WP tdk mengajukan banding
maka WP dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 50% dari jml pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dgn pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan.
b. Banding
Permohonan banding diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dlm waktu 3 bulan sejak keputusan
keberatan diterima dilampiri SK Keberatan tsb. Thd 1 Keputusan diajukan 1 Surat Banding.
Pengadilan Pajak hrs menetapkan putusan paling lambat 12 bulan sejak Surat Banding diterima. Dlm hal
permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebe
100% dari jml pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dgn pembayaran pajak yg tlh dibayar sbl
mengajukan keberatan.
c. PK
Permohonan PK hanya dpt diajukan 1 kali kpd MA melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan PK
dilakukan dlm jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau
ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim. MA mengambil keputusan dlm jangka
waktu 6 bulan sejak permohonan PK diterima.

4. Hak Kerahasiaan Bagi WP


WP mempunyai hak utk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yg telah
disampaikannya kpd DJP dlm rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yg
melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP, termasuk tenaga ahli yg
ditunjuk oleh Dirjen Pajak utk membantu pelaksanaan UU perpajakan. Kerahasiaan WP antara lain:
 Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yg dilaporkan oleh WP
 Data dari pihak ketiga yg bersifat rahasia
 Dokumen atau rahasia WP lainnya sesuai ketentuan perpajakan yg berlaku
Namun demikian dlm rangka penyidikan, penuntutan atau dlm rangka kerjasama dgn instansi pemerintah
lainnya, keterangan atau bukti tertulis dari atau ttg WP dpt diberikan atau diperlihatkan kpd pihak tertentu yg
ditetapkan oleh MenKeu.

5. Hak utk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran


Dlm hal-hal atau kondisi tertentu, WP dpt mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

6. Hak utk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan


Dgn alasan-alasan tertentu, WP dpt menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan
maupun PPh OP.

7. Hak utk Pengurangan PPh Pasal 25


Dgn alasan-alasan tertentu, WP dpt mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

8. Hak utk Pembebasan Pajak


Dgn alasan-alasan tertentu, WP dpt mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan PPh.

9. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak


WP yg tlh memenuhi kriteria tertentu sbg WP Patuh dpt diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak dlm jangka waktu paling lambat 1 bulan utk PPN dan 3 bulan utk PPh sejak tanggal
permohonan.

A04-
10. Hak utk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah
Dlm rangka pelaksanaan proyek pemerintah yg dibiayai dgn hibah atau dana pinjaman LN, PPh yg terutang atas
penghasilan yg diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

11. Hak utk Mendapatkan Insentif Perpajakan


Di bidang PPN, utk BKP tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tdk
Dipungut. Perusahaan yg melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas
PPN Tdk Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

A04-
STRUKTUR ORGANISASI DJP

Dasar Hukum:
 PMK-184/PMK.01/2010 ttg Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
 KMK-595/KM.1/2013 ttg Uraian Jabatan Struktural Instansi Vertikal dan UPT di Lingkungan DJP →
mencabut KMK-1555/KM.1/2011
 PMK-62/PMK.01/2009 stdtd PMK-167/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJP
 PMK-133/PMK.01/2011 jo PMK-172/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja KPDDP
 PMK-134/PMK.01/2011 jo PMK-173/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja KPDE
 PMK-174/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja KLIP DJP

A. Kantor Pusat

1. Sekretariat Direktorat Jenderal


a. Bagian Organisasi dan Tata Laksana
1) Subbagian Organisasi
2) Subbagian Tata Laksana
3) Subbagian Pengukuran Kinerja
b. Bagian Kepegawaian
1) Subbagian Mutasi Kepegawaian
2) Subbagian Pemberhentian dan Pemensiunan Pegawai
3) Subbagian Administrasi Peningkatan Kapasitas
4) Subbagian Umum Kepegawaian
c. Bagian Keuangan
1) Subbagian Penyusunan Anggaran
2) Subbagian Perbendaharaan
3) Subbagian Administrasi Gaji dan Tunjangan
4) Subbagian Akuntansi dan Pelaporan
d. Bagian Perlengkapan
1) Subbagian Pengadaan I
2) Subbagian Pengadaan II
3) Subbagian Penyimpanan dan Distribusi
4) Subbag Inventarisasi, Pemeliharaan, dan Penghapusan
e. Bagian Umum
1) Subbagian Tata Usaha
2) Subbagian Tata Usaha Pimpinan Direktorat Jenderal
3) Subbagian Protokol
4) Subbagian Rumah Tangga
f. Kelompok Jabatan Fungsional

2. Tenaga Pengkaji
a. Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan Perpajakan
b. Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi & Intensifikasi Pajak
c. Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan & Penegakan Hukum Perpajakan
d. Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan & Penertiban SDM

3. Direktorat Peraturan Perpajakan I


a. Subdirektorat Peraturan KUP dan PPSP
1) Seksi Peraturan KUP
2) Seksi Peraturan PPSP
3) Seksi Peraturan Perpajakan Lainnya
b. Subdirektorat Peraturan PPN Industri
1) Seksi Peraturan PPN Industri I
2) Seksi Peraturan PPN Industri II
3) Seksi Peraturan PPN Industri III
c. Subdirektorat Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL
1) Seksi Peraturan PPN Perdagangan I
2) Seksi Peraturan PPN Perdagangan II
3) Seksi Peraturan PPN Jasa
4) Seksi Peraturan PTLL
d. Subdirektorat Peraturan PBB dan BPHTB

A05-
1) Seksi Peraturan PBB I
2) Seksi Peraturan PBB II
3) Seksi Peraturan BPHTB
e. Kelompok Jabatan Fungsional

4. Direktorat Peraturan Perpajakan II


a. Subdirektorat Peraturan PPh Badan
1) Seksi Peraturan PPh Badan I
2) Seksi Peraturan PPh Badan II
3) Seksi Peraturan PPh Badan III
b. Subdirektorat Peraturan Pot/Put PPh dan PPh OP
1) Seksi Peraturan Pot/Put PPh I
2) Seksi Peraturan Pot/Put PPh II
3) Seksi Peraturan PPh OP
c. Subdirektorat Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional
1) Seksi Perjanjian Asia Pasifik
2) Seksi Perjanjian Eropa
3) Seksi Perjanjian Amerika dan Afrika
4) Seksi Kerjasama Perpajakan Internasional
d. Subdirektorat Bantuan Hukum
1) Seksi Bantuan Hukum I
2) Seksi Bantuan Hukum II
3) Seksi Bantuan Hukum III
4) Seksi Bantuan Hukum IV
e. Subdirektorat Harmonisasi Peraturan Perpajakan
1) Seksi Analisis Peraturan Perpajakan
2) Seksi Sinkronisasi Peraturan Perpajakan
3) Seksi Sinergi Peraturan Perpajakan
4) Seksi Analisis Peraturan Perpajakan Internasional
f. Kelompok Jabatan Fungsional

5. Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan


a. Subdirektorat Perencanaan Pemeriksaan
1) Seksi Perencanaan Pemeriksaan WP OP
2) Seksi Perencanaan Pemeriksaan WP Badan
3) Seksi Strategi Pemeriksaan
b. Subdirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan
1) Seksi Teknik Pemeriksaan
2) Seksi Pengendalian Mutu Pemeriksaan
3) Seksi Evaluasi dan Kinerja Pemeriksaan
c. Subdirektorat Pemeriksaan Transaksi Khusus
1) Seksi Pemeriksaan Transaksi Perusahaan Grup
2) Seksi Pemeriksaan WP Sektor SDA
3) Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
d. Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan
1) Seksi Kerjasama Pemeriksaan
2) Seksi Dukungan Teknis Pemeriksaan
3) Seksi Data dan Dukungan Pemeriksaan
e. Subdirektorat Penagihan
1) Seksi Strategi dan Dukungan Penagihan
2) Seksi Perencanaan dan Evaluasi Penagihan
3) Seksi Pengendalian Mutu dan Administrasi Penagihan
f. Kelompok Jabatan Fungsional

6. Direktorat Intelijen dan Penyidikan


a. Subdirektorat Intelijen Perpajakan
1) Seksi Intelijen Perpajakan I
2) Seksi Intelijen Perpajakan II
3) Seksi Evaluasi dan Pemantauan Intelijen Perpajakan
b. Subdirektorat Rekayasa Keuangan
1) Seksi Rekayasa Keuangan I
2) Seksi Rekayasa Keuangan II
3) Seksi Rekayasa Keuangan III
A05-
c. Subdirektorat Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Seksi Pemeriksaan Bukti Permulaan I
2) Seksi Pemeriksaan Bukti Permulaan II
3) Seksi Evaluasi dan Pemantauan Pemeriksaan Bukti Permulaan
d. Subdirektorat Penyidikan
1) Seksi Penyidikan I
2) Seksi Penyidikan II
3) Seksi Evaluasi dan Pemantauan Penyidikan
e. Kelompok Jabatan Fungsional

7. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian


a. Subdirektorat Ekstensifikasi
1) Seksi Perencanaan Ekstensifikasi
2) Seksi Teknis Ekstensifikasi
3) Seksi Evaluasi Ekstensifikasi
b. Subdirektorat Pendataan
1) Seksi Perencanaan Pendataan dan Pemetaan
2) Seksi Teknik Pendataan dan Pemetaan
3) Seksi Dukungan dan Evaluasi Data
c. Subdirektorat Penilaian I
1) Seksi Penilaian Massal Bumi
2) Seksi Penilaian Individu Perkebunan dan Perhutanan
3) Seksi Penilaian individu Komersial dan Objek Khusus
d. Subdirektorat Penilaian II
1) Seksi Penilaian Massal Bangunan
2) Seksi Penilaian Individu Perumahan dan Industri
3) Seksi Penilaian Individu Pertambangan
e. Kelompok Jabatan Fungsional

8. Direktorat Keberatan dan Banding


a. Subdirektorat Pengurangan dan keberatan
1) Seksi Pengurangan dan Keberatan I
2) Seksi Pengurangan dan Keberatan II
3) Seksi Pengurangan dan Keberatan III
4) Seksi Pengurangan dan Keberatan IV
b. Subdirektorat Banding dan Gugatan I
1) Seksi Banding dan Gugatan IA
2) Seksi Banding dan Gugatan IB
3) Seksi Banding dan Gugatan IC
c. Subdirektorat Banding dan Gugatan II
1) Seksi Banding dan Gugatan IIA
2) Seksi Banding dan Gugatan IIB
3) Seksi Banding dan Gugatan IIC
d. Subdirektorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi
1) Seksi Peninjauan Kembali
2) Seksi Evaluasi Pengurangan dan Keberatan
3) Seksi Evaluasi Banding, Gugatan, dan Peninjauan Kembali
e. Kelompok Jabatan Fungsional

9. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan


a. Subdirektorat Potensi Perpajakan
1) Seksi Potensi Sektor Industri
2) Seksi Potensi Sektor Perdagangan
3) Seksi Potensi Sektor Jasa
b. Subdirektorat Dampak Kebijakan
1) Seksi Dampak Kebijakan Perpajakan
2) Seksi Dampak Kondisi Makro Ekonomi
3) Seksi Dampak Kebijakan Umum
c. Subdirektorat Kepatuhan WP dan Pematuhan
1) Seksi Kepatuhan WP Sektor Industri
2) Seksi Kepatuhan WP Sektor Perdagangan
3) Seksi Kepatuhan WP Sektor Jasa
4) Seksi Pemantauan Pemanfaatan Data
A05-
d. Subdirektorat Administrasi dan Evaluasi Penerimaan
1) Seksi Pembukuan dan Rekonsiliasi I
2) Seksi Pembukuan dan Rekonsiliasi II
3) Seksi Statistik dan Prakiraan Penerimaan
4) Seksi Evaluasi Penerimaan
e. Kelompok Jabatan Fungsional

10. Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat


a. Subdirektorat Penyuluhan Perpajakan
1) Seksi Materi Penyuluhan
2) Seksi Bimbingan Tenaga Penyuluh
3) Seksi Dukungan Penyuluh
4) Seksi Dokumentasi dan Perpustakaan
b. Subdirektorat Pelayanan Perpajakan
1) Seksi Pelayanan Pengaduan
2) Seksi Dukungan Pelayanan dan Konsultasi
3) Seksi Peningkatan Mutu Pelayanan
4) Seksi Pemutakhiran Tax Knowledge Based
c. Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan
1) Seksi Hubungan Internal
2) Seksi Hubungan Eksternal
3) Seksi Pengelolaan Berita
4) Seksi Pengelolaan Situs
d. Subdirektorat Kerjasama dan Kemitraan
1) Seksi Kerjasama Dalam Negeri
2) Seksi Kerjasaman Luar Negeri
3) Seksi Kemitraan WP
e. Kelompok Jabatan Fungsional

11. Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan


a. Subdirektorat Pelayanan Operasional
1) Seksi Pelayanan Sistem Informasi
2) Seksi Pelayanan Aplikasi dan Registrasi
3) Seksi Pelayanan Dukungan Teknis
4) Seksi Pelayanan Jaringan Komunikasi Data
b. Subdirektorat Pendukung Operasional
1) Seksi Bimbingan Sistem
2) Seksi Pemutakhiran Data Tampilan
3) Seksi Pertukaran Data Elektronik
4) Seksi Pengelolaan Intranet dan dan Internet
c. Subdirektorat Pemantauan Sistem dan Infrastruktur
1) Seksi Pemantauan Konfigurasi dan Kapasitas
2) Seksi Pemantauan Keamanan Sistem dan Jaringan Komunikasi Data
3) Seksi Pemantauan Basis Data
4) Seksi Pemantauan Pengolahan Data dan Dokumen
d. Kelompok Jabatan Fungsional

12. Direktorat Kepatuhan Internal, dan Transformasi Sumber Daya Aparatur


a. Subdirektorat Kepatuhan Internal
1) Seksi Internalisasi Kepatuhan
2) Seksi Pengujian Kepatuhan
3) Seksi Penjaminan Kualitas
b. Subdirektorat Investigasi Internal
1) Seksi Investigasi internal I
2) Seksi Investigasi internal II
3) Seksi Evaluasi Temuan Pemeriksaan Eksternal
c. Subdirektorat Transformasi Organisasi
1) Seksi Perencanaan Strategis
2) Seksi Pengembangan Desain Kelembagaan
3) Seksi Evaluasi Implementasi Desain Kelembagaan
d. Subdirektorat Pengembangan Manajemen Kepegawaian
1) Seksi Pengembangan Klasifikasi Jabatan
2) Seksi Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja
A05-
3) Seksi Pengembangan Sistem Mutasi, Promosi, dan Kompensasi
e. Subdirektorat Kompetensi dan Pengembangan Kapasitas Pegawai
1) Seksi Analisis Kompetensi Pegawai
2) Seksi Pengembangan Kapasitas Pegawai
f. Kelompok Jabatan Fungsional

13. Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi


a. Subdirektorat Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi
1) Seksi Perancangan Sistem dan Prosedur Perpajakan
2) Seksi Analisis Konfigurasi dan Kapasitas
3) Seksi Analisis Jaringan Komunikasi Data
4) Seksi Evaluasi Sistem Informasi
b. Subdirektorat Pengembangan Perangkat Keras
1) Seksi Pengembangan Konfigurasi Basis Data
2) Seksi Pengembangan Jaringan Komunikasi Data
3) Seksi Pengelolaan Basis Data
4) Seksi Pengelolaan Data Spasial
c. Subdirektorat Pengembangan Aplikasi
1) Seksi Pengembangan Aplikasi Perpajakan
2) Seksi Pengembangan Aplikasi Informasi Geografis
3) Seksi Pengembangan Aplikasi Informasi dan Pelaporan
4) Seksi Penyusunan Prosedur Operasional
d. Kelompok Jabatan Fungsional

14. Direktorat Transformasi Proses Bisnis


a. Subdirektorat Pengembangan Penyuluhan
1) Seksi Pengembangan Penyuluhan I
2) Seksi Pengembangan Penyuluhan II
b. Subdirektorat Pengembangan Pelayanan
1) Seksi Pengembangan Pelayanan I
2) Seksi Pengembangan Pelayanan II
c. Subdirektorat Pengembangan Penegakan Hukum
1) Seksi Pengembangan Penegakan Hukum I
2) Seksi Pengembangan Penegakan Hukum II
d. Subdirektorat Pengembangan Ekstensifikasi dan Penilaian
1) Seksi Pengembangan Ekstensifikasi
2) Seksi Pengembangan Pemetaan dan Penilaian
e. Subdirektorat Manajemen Transformasi
1) Seksi Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Perubahan
2) Seksi Manajemen Proses dan Penjaminan Kualitas Pengembangan
f. Kelompok Jabatan Fungsional

B. Instansi Vertikal

1. Kanwil DJP
a. Bagian Umum
1) Subbagian Kepegawaian
2) Subbagian Keuangan
3) Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga
4) Subbagian Bantuan Hukum dan Pelaporan
b. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi
1) Seksi Dukungan Teknis Komputer
2) Seksi Bimbingan Konsultasi
3) Seksi Data dan Potensi
c. Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan Penilaian → selain Kanwil WP Besar & Kanwil DJP Jakarta Khusus
1) Seksi Kerjasama Perpajakan
2) Seksi Bimbingan Ekstensifikasi
3) Seksi Bimbingan Pendataan dan Penilaian
4) Seksi Bimbingan Pengenaan
d. Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak
1) Seksi Administrasi Penyidikan
2) Seksi Bimbingan Penagihan

A05-
3) Seksi Bimbingan Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
e. Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
1) Seksi Bimbingan Pelayanan
2) Seksi Bimbingan Penyuluhan
3) Seksi Hubungan Masyarakat
f. Bidang Keberatan dan Banding
1) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding I
2) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding II
3) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding III
4) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding IV
Ket:
 Unit yg berada di bawah Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus: KPP WP Besar / KPP
setingkat Madya
 Unit yg berada di bawah selain Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus: KPP Madya /
KPP Pratama / KP2KP

2. KPP
a. Subbagian Umum
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
c. Seksi Pelayanan
d. Seksi Penagihan
e. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
f. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan → selain KPP WP Besar, KPP Madya, dan KPP yg berada di bawah
Kanwil DJP Jakarta Khusus
g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III → tergantung kebutuhan KPP ybs
j. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV → tergantung kebutuhan KPP ybs
k. Kelompok Jabatan Fungsional

3. KP2KP
a. Petugas Tata Usaha
b. Kelompok Jabatan Fungsional

C. UPT

1. PPDDP
a. Subbagian Tata Usaha dan Keuangan
b. SubBagian Rumah Tangga, Kepegawaian dan Kepatuhan Internal
c. Seksi Pengumpulan dan Penerimaan Dokumen
d. Seksi Penyimpanan dan Peminjaman Dokumen
e. Seksi Perekaman dan Transfer Data
f. Seksi Pemindaian Dokumen

2. KPDDP
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Verifikasi Dokumen
c. Seksi Pemeliharaan dan Pelayanan Dokumen
d. Kelompok Jabatan Fungsional

3. KLIP DJP
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Operasional
c. Seksi Penjaminan Kualitas Layanan
d. Kelompok Jabatan Fungsional

4. KPDE
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Pengelolaan Data dan Dukungan Operasional
c. Seksi Perekaman dan Transfer Data
d. Kelompok Jabatan Fungsional

A05-
Kanwil DJP:
1. Kanwil DJP Nanggroe Aceh Darussalam: 7 KPP Pratama, 14 KP2KP
2. Kanwil DJP Sumatera Utara I: 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama
3. Kanwil DJP Sumatera Utara II: 8 KPP Pratama, 11 KP2KP
4. Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau: 2 KPP Madya, 11 KPP Pratama, 10 KP2KP
5. Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi: 8 KPP Pratama, 19 KP2KP
6. Kanwil DJP Sumatera Selatan & Kepulauan Bangka Belitung: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama, 13
KP2KP
7. Kanwil DJP Bengkulu & Lampung: 9 KPP Pratama, 11 KP2KP
8. Kanwil DJP Jakarta Pusat: 1 KPP Madya, 15 KPP Pratama
9. Kanwil DJP Jakarta Barat: 1 KPP Madya, 10 KPP Pratama
10. Kanwil DJP Jakarta Selatan: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama
11. Kanwil DJP Jakarta Timur; 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama
12. Kanwil DJP Jakarta Utara: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 1 KP2KP
13. Kanwil DJP Jakarta Khusus: 9 KPP Setingkat KPP Madya
14. Kanwil DJP Banten: 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama, 1 KP2KP
15. Kanwil DJP Jawa Barat I: 1 KPP Madya, 15 KPP Pratama, 2 KP2KP
16. Kanwil DJP Jawa Barat II: 1 KPP Madya, 16 KPP Pratama, 2 KP2KP
17. Kanwil DJP Jawa Tengah I: 1 KPP Madya, 16 KPP Pratama, 5 KP2KP
18. Kanwil DJP Jawa Tengah II: 12 KPP Pratama, 6 KP2KP
19. Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta: 5 KPP Pratama
20. Kanwil DJP Jawa Timur I: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama
21. Kanwil DJP Jawa Timur II: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 7 KP2KP
22. Kanwil DJP Jawa Timur III: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 7 KP2KP
23. Kanwil DJP Kalimantan Barat: 6 KPP Pratama, 7 KP2KP
24. Kanwil DJP Kalimantan Selatan & Tengah: 9 KPP Pratama,18 KP2KP
25. Kanwil DJP Kalimantan Timur: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 6 KP2KP
26. Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 21 KP2KP
27. Kanwil DJP Sulawesi Utara,Tengah,Gorontalo, & Maluku Utara: 11 KPP Pratama, 16 KP2KP
28. Kanwil DJP Bali: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 4 KP2KP
29. Kanwil DJP Nusa Tenggara: 11 KPP Pratama, 11 KP2KP
30. Kanwil DJP Papua dan Maluku: 7 KPP Pratama, 15 KP2KP
31. Kanwil DJP Wajib Pajak Besar: 4 KPP WP Besar
Total 331 KPP dan 207 KP2KP

A05-
NILAI-NILAI KEMENKEU DAN VISI MISI & KODE ETIK DJP

Nilai-Nilai Kemenkeu:
1. Integritas: Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dgn baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan
prinsip-prinsip moral.
Perilaku Utama:
1. Bersikap jujur, tulus dan dpt dipercaya
2. Menjaga martabat dan tdk melakukan hal-hal tercela
2. Profesionalisme: Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik, penuh tanggung jawab dan komitmen
yg tinggi.
Perilaku Utama:
3. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yg luas
4. Bekerja dgn hati
3. Sinergi: Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yg produktif serta kemitraan yg harmonis
dgn para pemangku kepentingan, utk menghasilkan karya yg bermanfaat dan berkualitas. Perilaku Utama:
5. Memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati
4. Pelayanan: Memberikan layanan yg memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yg dilakukan dgn sepenuh
6. Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik
hati, transparan, cepat, akurat dan aman.
Perilaku Utama:
7. Melayani dgn berorientasi pd kepuasan pemangku kepentingan
8. Bersikap proaktif dan cepat tanggap
5. Kesempurnaan: Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang utk menjadi dan memberikan yg
terbaik.
Perilaku Utama:
9. Melakukan perbaikan terus menerus
10. Mengembangkan inovasi dan kreativitas
Visi Misi DJP:
Visi : Menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yg terbaik di wilayah Asia Tenggara.
Misi : Menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dgn menerapkan UU Perpajakan scr adil dlm
rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat.

Kode Etik Pegawai DJP: (PMK-1/PM.3/2007)


Kewajiban:
1. Menghormati agama, kepercayaan, budaya dan adat istiadat orang lain
2. Bekerja scr profesional, transparan dan akuntabel
3. Mengamankan data dan/atau informasi yg dimiliki DJP
4. Memberikan pelayanan kpd WP, sesama pegawai, atau pihak lain dlm pelaksanaan tugas dgn sebaik- baiknya
5. Mentaati perintah kedinasan
6. Bertanggung jawab dlm penggunaan barang inventaris milik DJP
7. Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor
8. Menjadi panutan yg baik bagi masyarakat dlm memenuhi kewajiban perpajakan
9. Bersikap, penampilan dan bertutur kata scr sopan
Larangan:
1. Bersikap diskriminatif dlm melaksanakan tugas
2. Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik
3. Menyalahgunakan kewenangan jabatan baik lsg maupun tdk lsg
4. Menyalahgunakan fasilitas kantor
5. Menerima segala pemberian dlm bentuk apapun, baik lsg maupun tdk lsg, dari WP, sesama Pegawai, atau pihak
lain, yg menyebabkan Pegawai yg menerima, patut diduga memiliki kewajiban yg berkaitan dgn jabatan atau
pekerjaannya
6. Menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan
7. Melakukan perbuatan yg patut diduga dpt mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pd SI
milik DJP
8. Melakukan perbuatan tdk terpuji dan bertentangan dgn norma kesusilaan dan dpt merusak citra serta martabat
DJP

Aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) :A‐06‐1


KEP-107/PJ/2014
BAGIAN B

KETENTUAN UMUM DAN TATA


CARA PERPAJAKAN (KUP)
POIN UU KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Pasal Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1 Pengertian-pengertian
BAB II NPWP, PENGUKUHAN PKP, SPT, DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
2 Persyaratan subjektif & objektif; Pendaftaran NPWP; Pengukuhan PKP; Penghapusan NPWP;
Pencabutan PKP
2A Masa Pajak
3 SPT dan batas waktu penyampaian
4 SPT dan LK
5 Tempat lain utk Penyampaian SPT
6 Penyampaian SPT
7 Denda atas Penyampaian SPT
8 Pembetulan SPT
9 Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak serta mengangsur atau menunda pembayaran pajak
10 Penyetoran pajak
11 Penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
BAB III PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK
12 Pembayaran pajak terutang
13 SKPKB
13A Kealpaan pertama kali
14 STP
15 SKPKBT
16 Pembetulan skp
17 SKPLB
17A SKPN
17B Jangka waktu permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
17C Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP dgn kriteria tertentu
17D Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP yg memenuhi persyaratan tertentu
17E Pengembalian PPN yg tlh dibayar
BAB IV PENAGIHAN PAJAK
18 Dasar penagihan pajak
19 Pembayaran skp; Mengangsur atau menunda pembayaran pajak
20 Penagihan pajak dgn Surat Paksa
21 Hak Mendahulu
22 Daluwarsa penagihan pajak
23 Gugatan
24 Penghapusan piutang
BAB V KEBERATAN DAN BANDING
25 Keberatan
26 Jangka waktu penyelesaian keberatan
26A Pengajuan dan penyelesaian keberatan
27 Banding
27A Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan imbalan bunga
BAB VI PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
28 Kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan
29 Pemeriksaan
29A Pemeriksaan Kantor
30 Penyegelan
31 Tata cara pemeriksaan
BAB VII KETENTUAN KHUSUS
32 Kuasa WP
33 -
34 Larangan memberitahukan kpd pihak lain
35 Keterangan atau bukti dari pihak-pihak ketiga
35A Kewajiban instansi pemerintah memberikan data dan informasi
36 Pengurangan atau penghapusan sanksi; Pengurangan atau pembatalan skp tdk benar; Pengurangan atau
pembatalan STP; Pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau skp dari hasil pemeriksaan
36A Kewajiban pegawai pajak
36B Kode etik pegawai pajak
36C Komite pengawasan perpajakan
36D Insentif DJP
37 Perubahan besarnya imbalan bunga dan sanksi administrasi

B‐
37A Sunset Policy
BAB VIII KETENTUAN PIDANA
38 Kealpaan WP
39 Kesengajaan WP
39A Kesengajaan WP
40 Daluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan
41 Kealpaan pejabat
41A Kesengajaan pihak ketiga tdk memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yg tdk benar

41B Kesengajaan menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
41C Kesengajaan instansi pemerintah tdk memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi
42 -
43 Kesengajaan bagi wakil, kuasa, pegawai dari WP, atau pihak lain
BAB IX PENYIDIKAN
43A Pemeriksaan bukti permulaan
44 Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
44A Penghentian penyidikan
44B Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
45 Perlakuan thd pajak terhutang sbl berlaku UU ini
46 Peraturan pelaksanaan di bidang perpajakan yg lama tetap berlaku sepanjang tdk bertentangan
47 -
47A Penerapan thd semua hak dan kewajiban perpajakan Thn Pajak 1995 s.d. Thn Pajak 2000
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
48 Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU KUP
49 Ketentuan UU KUP berlaku pula bagi UU perpajakan lain kecuali ditentukan lain

B‐
NPWP, PKP, WP NE

A. ADMINISTRASI

NPWP Dasar Hukum:


 PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 31 Mei 2013) jo PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 08 Nov 13) →
mencabut KEP-161/PJ/2001, KEP-144/PJ./2005, KEP-47/PJ./2006, PER-160/PJ/2007, PER-
26/PJ/2008, PER-44/PJ/2008, PER-51/PJ/2008, PER-41/PJ/2009, PER-24/PJ/2009, PER-
62/PJ/2010
SE terkait:
 SE-60/PJ/2013 → mencabut SE-89/PJ/2009, SE-17/PJ/2009, SE-36/PJ/2012

1. Kategori NPWP WP OP:


a. OP (lnduk): WP blm menikah dan suami sbg kepala keluarga
b. Hidup Berpisah (HB): Wanita kawin yg dikenai pajak scr terpisah krn hidup berpisah berdasarkan
putusan hakim
c. Pisah Harta (PH): Suami-istri yg dikenai pajak scr terpisah krn menghendaki scr tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan scr tertulis
d. Memilih Terpisah (MT): Wanita kawin, selain kategori HB & PH, yg dikenai pajak scr terpisah krn
memilih melaksanakan hak & memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya
e. Warisan Blm Terbagi (WBT) sbg 1 kesatuan mrp subjek pajak pengganti, menggantikan
mereka yg berhak: Ahli waris
WP pd angka 1 huruf c & d diberikan NPWP Pusat yg berbeda dgn NPWP suami.

WPNPWP
OPPT tdk diberikan
& OP kpd:
lainnya yg melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas juga wajib mendaftarkan diri di
KPP ygWanita kawin
wilayah yg tdk
kerjanya hiduptempat
meliputi berpisah berdasarkan
kegiatan putusan
usaha tsb, hakim, tdkNPWP
utk memperoleh melakukan
Cabangperjanjian
bagi setiap
tempatpemisahan hartaCabang
usaha. NPWP & penghasilan scr tertulis,
tsb diberikan dan/atau
kode cabang tdk menghendaki
yg mencerminkan utkcabang
urutan melaksanakan hak &
di suatu KPP.
memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya, yg hak & kewajiban perpajakannya
digabungkan
2. Kategori NPWP WP dgn Badan:
pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya; dan
Anak ygSekumpulan
a.  Badan: blm dewasa orang
yg memiliki penghasilan
dan/atau sesuai
modal yg mrp Pasal 8 baik
kesatuan ayat yg
4 UU PPh.
melakukan usaha maupun yg tdk
melakukan usaha yg meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dgn
nama & dlm bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk KIK dan BUT
b. JO: Bentuk KSO yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP a.n. KSO
c. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing: WP perwakilan dagang asing/kantor perwakilan
perusahaan asing (representative office/liason office) di Indonesia yg bukan BUT
d. Bendahara: Bendahara pemerintah yg membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain sehubungan dgn pekerjaan, jasa, atau kegiatan, dan diwajibkan melakukan
pemotongan/pemungutan pajak sehubungan dgn pembayaran/ penyerahan barang & jasa, serta
pembayaran lainnya sesuai dgn perpu di bidang perpajakan
e. Penyelenggara Kegiatan: Pihak selain WP pd huruf a – d yg melakukan pembayaran imbalan dgn
nama dan dlm bentuk apapun sehubungan dgn pelaksanaan kegiatan, dan diwajibkan melakukan
pemotongan/pemungutan pajak sesuai dgn perpu di bidang perpajakan
WP badan yg memiliki tempat usaha berbeda dgn tempat kedudukan juga wajib mendaftarkan diri di KPP
yg wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tsb, utk memperoleh NPWP Cabang bagi setiap tempat usaha.

B021
Status Master File WP:
a. WP Aktif: Status WP yg memenuhi persyaratan subjektif dan objektif dan menjalankan hak & kewajiban
perpajakan scr efektif sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
b. WP NE: Status yg diberikan kpd WP tertentu, dan utk sementara dikecualikan dari pengawasan
administrasi rutin, termasuk status WP penghasilan tertentu yg dikecualikan dari kewajiban menyampaikan
SPT.
c. WP Hapus: Status WP yg tdk lagi memenuhi persyaratan subjektif & objektif sbg WP dan NPWP- nya tlh
dihapus.
d. WP Aktivasi Sementara: WP Hapus yg statusnya diaktifkan sementara paling lama 1 bulan dlm rangka
memenuhi hak & kewajiban perpajakan.

B022
B. PENDAFTARAN & PELAPORAN KEGIATAN USAHA, PENDAFTARAN & PENGHAPUSAN NPWP,
PENGUKUHAN & PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP

Dasar Hukum:
 Pasal 2 UU KUP
 Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
 PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012)
 PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10 Sept 2012)
 PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 31 Mei 2013) jo PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 08 Nov 13)
 PER-12/PJ/2014 (berlaku sejak 02 Apr 2014)
 PER-4/PJ/2010 (berlaku sejak 01 Apr 2010)
 KEP-701/PJ/2001 (berlaku sejak 16 Nop 2001)
SE terkait:
 SE-60/PJ/2013 (berlaku sejak 24 Des 2013)

I. PENDAFTARAN NPWP

 WP yg tlh memenuhi persyaratan subjektif & objektif sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan,
wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (mnr keadaan yg
sebenarnya) atau tempat kedudukan (mnr keadaan yg sebenarnya), dan tempat kegiatan usaha
WP. (Pasal 2 ayat (1) & (2) PER-20/PJ/2013)
 WP OP Pengusaha Tertentu (OPPT), selain wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal WP, juga wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah kerjanya meliputi
tempat kegiatan usaha WP. (Pasal 2 ayat (4) PER-20/PJ/2013)

Wajib Memiliki NPWP: (Pasal 2 ayat (3) PER-20/PJ/2013)


1. WP OP yg tdk menjalankan usaha / pekerjaan bebas & memperoleh penghasilan >
PTKP
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lama pd akhir bulan berikutnya stl
penghasilan WP tsb pd suatu bulan yg disetahunkan > PTKP.
2. WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lambat 1 bulan stl saat usaha, atau pekerjaan
bebas nyata-nyata mulai dilakukan.
Catatan:
Utk no. 1 & no. 2, termasuk juga wanita kawin yg dikenai pajak scr terpisah krn:
 hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
 menghendaki scr tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau
 memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun
tdk terdapat keputusan hakim atau tdk terdapat perjanjian pemisahan penghasilan & harta.
3. WP badan yg memiliki kewajiban perpajakan sbg pembayar pajak, pemotong dan/atau
pemungut pajak sesuai ketentuan perpu perpajakan, termasuk BUT dan kontraktor
dan/atau operator di bidang usaha hulu migas
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lambat 1 bulan stl saat pendirian.
4. WP badan yg hanya memiliki kewajiban perpajakan sbg pemotong dan/atau pemungut
pajak sesuai ketentuan perpu perpajakan, termasuk bentuk KSO (JO)
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lambat 1 bulan stl saat pendirian.
5. Bendahara yg ditunjuk sbg pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan
perpu perpajakan
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lambat sbl melakukan pemotongan dan/atau
pemungutan pajak.
WP OP selain WP yg wajib memiliki NPWP dpt memilih utk mendaftarkan diri utk
memperoleh NPWP

B023
Tempat Tinggal OP & Tempat Kedudukan Badan mnr Keadaan yg Sebenarnya:
1. Tempat Tinggal (Pasal 2 ayat (1) KEP-701/PJ/2001)
a. Rumah tetap OP berada, yaitu rumah tempat OP beserta keluarganya bertempat tinggal
sebagaimana tercantum dlm identitas kependudukan;
b. Rumah tetap OP tempat pusat kepentingan pribadi & ekonomi dilakukan, dlm hal OP tsb
mempunyai rumah tetap sebagaimana dimaksud pd huruf a di 2 tempat atau lbh wilayah kerja
KPP;
c. Tempat OP lbh lama tinggal, dlm hal rumah tetap tempat pusat kepentingan pribadi &
ekonomi dilakukan sebagaimana dimaksud dlm huruf b tdk dpt ditentukan; atau
d. Tempat tinggal mnr keadaan sebenarnya yg ditentukan oleh Dirjen Pajak, dlm hal keadaan
sebagaimana dimaksud dlm huruf c tdk dpt ditentukan.
2. Tempat Kedudukan (Pasal 3 ayat (1) KEP-701/PJ/2001)
a. Tempat kantor pimpinan perusahaan, pusat kegiatan usaha serta pusat administrasi &
keuangan berada sebagaimana tercantum dlm Akta Notaris Pendirian Perusahaan;
b. Tempat pusat kegiatan usaha berada, dlm hal tempat pusat kegiatan usaha terpisah dari
tempat kantor pimpinan perusahaan dan/atau terpisah dari pusat administrasi & keuangan;
atau
c. Tempat kedudukan mnr keadaan sebenarnya yg ditentukan oleh Dirjen Pajak, dlm hal tempat
pusat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pd huruf b berada di 2 tempat atau lbh wilayah
kerja KPP.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 6 PER-20/PJ/2013 jo PER-
38/PJ/2013)
No. Jenis WP Dokumen yg disyaratkan
1. WP OP yg tdk menjalankan  WNI → FC KTP  WNA → FC paspor,
usaha / pekerjaan bebas & FC KITAS atau
memperoleh penghasilan > PTKP KITAP
(Pasal 2 ayat (3) huruf a)
dan WP OP selain Pasal 2 ayat (3)

2. WP OP yg menjalankan usaha /  WNI → FC KTP  WNA → FC paspor,


pekerjaan bebas (Pasal 2 ayat atau FC e-KTP & FC KITAS atau
(3) huruf b) surat pernyataan di KITAP
atas meterai dari WP
OP yg menyatakan
bahwa yg bersang-
kutan benar-benar
menjalankan usaha /
pekerjaan bebas
 FC dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan oleh
instansi berwenang atau surat keterangan tempat
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat
Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa) atau lembar
tagihan listrik dari Perusahaan Listrik / bukti
pembayaran listrik
(memuat data identitas berupa nama WP ybs)
3a. WP badan yg memiliki  WP badan DN → FC  BUT → Surat
kewajiban perpajakan sbg akta pendirian / keterangan
pembayar pajak, pemotong dokumen pendirian penunjukan dari
dan/atau pemungut pajak, ter- dan perubahan kantor pusat
masuk BUT dan kontraktor  FC Kartu NPWP salah satu pengurus, atau FC
dan/atau operator di bid usaha paspor & surat keterangan tempat tinggal dari
hulu migas (Pasal 2 ayat (3) huruf Pejabat Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa) dlm
c) yg berorientasi pd profit hal penanggung jawab adalah WNA
 FC dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg
diterbitkan oleh instansi berwenang atau surat
keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat
Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa) atau

B024
lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik / bukti
pembayaran listrik (memuat data identitas
berupa nama WP ybs)
3b. WP badan yg memiliki  FC e-KTP salah satu pengurus badan /
kewajiban perpajakan sbg organisasi
pembayar pajak, pemotong  Surat keterangan domisili dari pengurus RT/RW
dan/atau pemungut pajak,
termasuk BUT dan kontraktor
dan/atau operator di bid usaha
hulu migas (Pasal 2 ayat (3)
huruf c) yg tdk berorientasi pd
profit
4. WP badan yg hanya memiliki  FC Perjanjian Kerjasama/Akte Pendirian sbg
kewajiban perpajakan sbg bentuk KSO
pemotong dan/atau pemungut  FC Kartu NPWP @ anggota bentuk KSO yg
pajak, termasuk bentuk KSO diwajibkan utk memiliki NPWP
(Pasal 2 ayat (3) huruf d)  FC Kartu NPWP OP salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk KSO, atau FC paspor
& surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat
Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa) dlm hal
penanggung jawab adalah WNA
 FC dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg
diterbitkan oleh instansi berwenang atau surat
keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi
berwenang (minimal Lurah / Kepala Desa)
5. Bendahara yg ditunjuk sbg  FC surat penunjukan sbg Bendahara
pemotong dan/atau pemungut  FC KTP
pajak (Pasal 2 ayat (3) huruf e)
6. WP dgn status cabang dan WP  FC Kartu NPWP pusat / induk
OPPT (Pasal 2 ayat (4))  Surat keterangan sbg cabang (utk WP Badan)
 FC dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan oleh
instansi berwenang atau surat keterangan tempat
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat
Pemda (minimal Lurah / Kepala
Desa)
7. Wanita kawin yg dikenai pajak  FC Kartu NPWP suami
scr terpisah krn menghendaki scr  FC Kartu Keluarga
tertulis berdasarkan perjanjian  FC surat perjanjian pemisahan penghasilan &
pemisahan penghasilan & harta, harta, atau surat pernyataan menghendaki
dan wanita kawin yg memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
melaksanakan hak & kewajiban perpajakan terpisah dari hak & kewajiban
perpajakannya scr terpisah (Pasal 2 perpajakan suami (Form Lamp II SE-
ayat (5)) 60/PJ/2013)

Wanita
Jangka kawin
Waktu yg tdk menghendaki utk melaksanakan hak & memenuhi kewajiban
Penyelesaian:
 perpajakan terpisah
Thd permohonan dari suaminya
pendaftaran dan
NPWP yg tlh anak yg
diberikan blm
BPS, dewasa, hrs
KPP/KP2KP melaksanakan
menerbitkan hak NPWP
Kartu dan
memenuhi kewajiban
& SKT paling perpajakannya
lambat menggunakan
1 hari kerja NPWP suami Kartu
stl BPS diterbitkan. atau kepala
NPWP keluarga.
dan SKT disampaikan
Penjelasan
kpd WP Pasal 8 ayat
melalui pos(4)tercatat.
UU PPh:
“Anak yg blm dewasa”: anak yg blm berumur 18 thn dan blm pernah menikah

B025
 Apabila dlm jangka waktu tsb, KPP/KP2KP blm menerbitkan SKT & kartu NPWP, KPP/KP2KP
hrs segera menerbitkan SKT & kartu NPWP dgn tanggal mulai terdaftar adalah hari kerja
berikutnya stl BPS diterbitkan.
 Petugas Pendaftaran melakukan pemantauan thd pengiriman SKT & Kartu NPWP yg tdk sampai ke
alamat WP (kembali pos). Dlm hal tdk sampai, maka WP tsb diusulkan utk dilakukan
penelitian dlm rangka penetapan WP NE.

Prosedur Kerja Pendaftaran dan Pemberian NPWP scr Jabatan di KPP: (Lamp V Huruf B
II. Angka IV SE-60/PJ/2013)
PELAPORAN USAHA & PENGUKUHAN PKP
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi Waskon
 utk menindaklanjuti.
Setiap WP sbg Pengusaha yg melakukan penyerahan yg dikenai PPN berdasarkan UU PPN, kecuali
2. Kasi Waskon
pengusaha meneliti
kecil, wajib data dan/atauusahanya
melaporkan informasi,
pd selanjutnya menentukan
KPP yg wilayah kerjanyaapakah perlu
meliputi dilakukan
tempat tinggal /
pemeriksaan atau verifikasi.
tempat kedudukan, dan/atauDlm hal dilakukan
tempat pemeriksaan,
kegiatan usaha Kasi Waskon
utk dikukuhkan menyerahkan
menjadi PKP. (Pasal data 15
dan/atau informasi kpd Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai Tata Cara Pemeriksaan. Dlm hal
PER-20/PJ/2013)
dilakukan
 Pengusaha verifikasi,
wajibprosedur selanjutnya
melaporkan usahanyamengikuti Tata Carasbg
utk dikukuhkan Verifikasi.
PKP, apabila s.d. suatu bulan dlm thn
3. LHV buku/ LHPjmlselanjutnya disampaikan kpd
peredaran/penerimaan brutoKasi Pelayanan.
> Rp 4,8 M. Kewajiban melaporkan usaha utk dikukuhkan
4. Kasi Pelayanan
sbg PKP tsb menugaskan Petugaslama
dilakukan paling Pendaftaran utkberikutnya
akhir bulan menindaklanjuti.
stl bulan saat jml peredaran/penerimaan
5. Petugas Pendaftaran
bruto > Rp 4,8 M. menerima
(Pasal 4dan meneliti LHV / LHP. jo PMK-197/PMK.03/2013)
PMK-68/PMK.03/2010
a. Dlm
Apabilahal diperoleh
LHV / data LHP dan/atau
menyatakan WP yg
informasi tdkmenunjukkan
dpt diberikan NPWP,
adanya Petugas
kewajiban Pendaftaran
perpajakan di atas
mengarsipkan
tdk dipenuhi LHV / LHP. DJP dpt mengukuhkan pengusaha sbg PKP scr jabatan. DJP dpt
pengusaha,
b. Dlm hal LHV skp
menerbitkan / LHP menyatakan
dan/atau WP Masa
STP utk dpt diberikan
Pajak sblNPWP, Petugas
pengusaha Pendaftaran:
dikukuhkan scr jabatan sbg PKP
1)terhitung
mengisi dansaat
sejak menandatangani Formulir Pendaftaran
jml peredaran/penerimaan WP;4,8 M. (Pasal 4 PMK-68/PMK.03/2010
bruto > Rp
2)jo PMK-197/PMK.03/2013)
merekam data isian Formulir Pendaftaran WP;
3) mencetak
 Pengusaha Kecil: konsep SKT dan
Pengusaha yg kartu
selamaNPWP;
1 thn buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dgn
jml 4) menyampaikan
peredaran konsep
bruto dan/atau SKT dan kartu
penerimaan brutoNPWP kpdM.
< Rp 4,8 Kasi
JmlPelayanan.
peredaran bruto dan/atau penerimaan
6. Kasi
brutoPelayanan
tsb adalahmeneliti, menandatangani
jml keseluruhan SKT BKP
penyerahan dan menyerahkan
dan/atau JKPkembali kartu NPWP
yg dilakukan dan SKT dlm
oleh pengusaha
kpd Petugas
rangka Pendaftaran.
kegiatan usahanya. Bagi pengusaha OP yg dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
7. Petugas
pembukuan,Pendaftaran
pengertianmenatausahakan dokumen
thn buku adalah dan menyampaikan Kartu NPWP, SKT dan
thn kalender.
 starter-kit
Batasan kpd WP.
Pengusaha Kecil s.d. 31 Des 2013: < Rp 600 juta

B026
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 18 PER-20/PJ/2013)
No. Jenis WP Dokumen yg disyaratkan
1. WP OP  FC KTP yg dilegalisasi oleh  FC paspor, FC KITAS atau
pejabat berwenang → WNI KITAP yg dilegalisasi oleh
pejabat berwenang → WNA
 Dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan oleh instansi berwenang
 Surat keterangan tempat kegiatan usaha / pekerjaan bebas dari Pejabat
Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa)
2. WP badan  FC akta pendirian / dokumen  Surat keterangan penunjukan dari
pendirian & perubahan yg kantor pusat yg dilegalisasi oleh
dilegalisasi oleh pejabat pejabat berwenang →
berwenang → WP badan DN BUT
 FC Kartu NPWP salah satu pengurus, atau FC paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemda (minimal Lurah /
Kepala Desa) dlm hal penanggung jawab adalah WNA
 Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg diterbitkan oleh instansi
berwenang
 Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemda (minimal Lurah /
Kepala Desa)
3. WP badan  FC Perjanjian Kerjasama/Akta Pendirian sbg bentuk KSO, yg
bentuk KSO dilegalisasi oleh pejabat berwenang
 FC Kartu NPWP @ anggota bentuk KSO yg diwajibkan utk memiliki
NPWP
 FC Kartu NPWP OP salah satu pengurus perusahaan anggota bentuk KSO,
atau FC paspor dlm hal penanggung jawab adalah orang WNA
 Dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan oleh instansi berwenang
 Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemda (minimal Lurah /
Kepala Desa) bagi WP badan DN maupun WP badan asing

Keputusan atas Permohonan WP utk Dikukuhkan Menjadi PKP:


1. Keputusan dpt berupa penerbitan Surat Pengukuhan PKP atau penerbitan Surat Penolakan
Pengukuhan PKP
2. Thd permohonan pengukuhan PKP yg tlh lengkap, KPP / KP2KP hrs memberikan keputusan dlm
jangka waktu 5 hari kerja stl Bukti Penerimaan Surat (BPS) diterbitkan.
 Apabila jangka waktu tsb tlh terlampaui dan KPP / KP2KP tdk memberi suatu keputusan,
permohonan pengukuhan PKP dianggap dikabulkan.
 Dlm hal permohonan WP Pajak dianggap dikabulkan, KPP atau KP2KP hrs menerbitkan Surat
Pengukuhan PKP dgn tanggal pengukuhan adalah hari kerja ke-5 stl tanggal BPS
diterbitkan.
3. Keputusan ini diberikan stl KPP / KP2KP melakukan Verifikasi dlm rangka pengukuhan PKP.

Tempat Pengukuhan PKP:


1. PKP OP wajib dikukuhkan sbg PKP pd setiap tempat kegiatan usahanya dimana terdapat
penyerahan BKP / JKP. Sedangkan PKP Badan wajib dikukuhkan sbg PKP pd setiap tempat
kedudukan walaupun mungkin pd cabang tertentu tdk terdapat kegiatan penyerahan BKP / JKP
(misalnya hanya sbg gudang tetap hrs dikukuhkan sbg PKP). (Penjelasan Pasal 12 UU PPN)
2. Tempat terutangnya PPN & PPnBM (berdasarkan PER-4/PJ/2010)
a. Bagi PKP OP
PPN & PPnBM terutang di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha atau tempat lain.
Bagi PKP OP yg mempunyai tempat tinggal tdk sama dgn tempat kegiatan usahanya,
dikukuhkan dan terutang PPN & PPnBM hanya di tempat kegiatan usahanya, sepanjang
PKP tsb tdk melakukan kegiatan usaha apapun di tempat tinggalnya.
b. Bagi PKP Badan
PPN & PPnBM terutang di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha atau tempat lain
(Tempat lain ini ditetapkan dgn Keputusan Dirjen Pajak)

B027
Penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP scr Jabatan
 Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP scr jabatan apabila WP tdk
melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dan/atau tdk
melaporkan usahanya dan kewajiban perpajakan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan, paling lama 5 thn sbl
diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sbg PKP. (Pasal 2 ayat (4) & (4a) UU KUP)
 Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP oleh Dirjen Pajak scr jabatan dilakukan
berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi. (Pasal 2 ayat (10) PMK- 73/PMK.03/2012)
 Tanggal terdaftar yg tercantum dlm Kartu NPWP & SKT yg diterbitkan scr jabatan sesuai dgn
tanggal penerbitan Kartu NPWP & SKT.
 Tanggal penerbitan yg tercantum dlm SPPKP yg diterbitkan scr jabatan adalah sesuai dgn
tanggal penerbitan SPPKP.

Prosedur Kerja Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP scr Jabatan: (Lamp X Huruf B
Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon meneliti data dan/atau informasi, selanjutnya menentukan apakah perlu dilakukan
pemeriksaan atau verifikasi.
 Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau informasi kpd Kasi
RIKI utk ditindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Pemeriksaan.
 Dlm hal dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti SOP Tata Cara Verifikasi.
3. Dlm hal LHV / LHP menyatakan WP memenuhi syarat utk dikukuhkan sbg PKP, Petugas
Verifikasi atau Pemeriksa Pajak mengisi dan menandatangani Formulir Pengukuhan PKP.
4. Formulir Pengukuhan PKP dan/atau LHV / LHP selanjutnya disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
6. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHV / LHP. Berdasarkan LHV / LHP:
a. menyatakan WP dpt dikukuhkan sbg PKP:
1) Petugas Pendaftaran merekam data dlm Formulir Pengukuhan PKP;
2) Petugas Pendaftaran mencetak konsep SPPKP, membuat dan menandatangani konsep BA
Pengukuhan PKP. Konsep SPPKP dan konsep BA Pengukuhan PKP disampaikan kpd Kasi
Pelayanan,
b. menyatakan WP tdk dpt dikukuhkan sbg PKP:
7. Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHV / LHP.
8. Kasi Pelayanan menerima, meneliti dan menandatangani SPPKP dan BA Pengukuhan PKP,
kemudian menyerahkan SPPKP dan BA Pengukuhan PKP kpd Petugas Pendaftaran.
9. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan SPPKP kpd WP.

III. PERUBAHAN DATA

Penyebab Perubahan Data: (Pasal 28 ayat (1) PER-20/PJ/2013)


Perubahan data WP dan/atau PKP dpt dilakukan dlm hal data yg terdapat dlm administrasi perpajakan
berbeda dgn data WP dan/atau PKP mnr keadaan yg sebenarnya yg tdk memerlukan pemberian NPWP baru
dan/atau pengukuhan PKP baru.

Termasuk Perubahan Data: (Pasal 28 ayat (2) PER-20/PJ/2013)


1. Perubahan identitas WP OP
2. Perubahan alamat tempat tinggal WP OP / tempat kedudukan WP badan masih dlm wilayah kerja KPP
yg sama
3. Perubahan kategori WP OP, misal: Perubahan kategori yg disebabkan oleh perubahan status
perkawinan, seperti WP PH atau MT menjadi HB; dan Perubahan kategori dari OP menjadi WBT yg
disebabkan WP OP meninggal dunia dan meninggalkan warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan
menggantikan yg berhak.
4. Perubahan sumber penghasilan utama WP OP

B028
5. Perubahan identitas WP badan tanpa perubahan bentuk badan, misal: CV MAKMUR TANJUNG
berubah namanya menjadi CV TANJUNG MULIA atau PT ABADI JAYA berubah nama menjadi PT
ABADI JAYA MAKMUR
6. Perubahan permodalan / kepemilikan WP badan tanpa perubahan bentuk badan, misal: PT ALAM
JAYA semula status permodalannya sbg PMDN berubah menjadi PT ALAM JAYA dgn permodalan
sbg PMA

Jangka waktu penyelesaian permohonan Perubahan Data WP dan/atau PKP adalah paling lambat 1
hari kerja stl BPS diterbitkan.

Prosedur Kerja Perubahan Data scr Jabatan: (Lamp XV Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
IV. 1.PEMINDAHAN
Berdasarkan data
WP dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Pelayanan utk menindaklanjuti.
2.DptKasi Pelayanan
dilakukan menerima
berdasarkan data dan/atau
permohonan WPinformasi
atau scrdan menugaskan
jabatan, petugas
dan hanya pendaftaran
dpt dilakukan utkKPP Lama.
oleh
menindaklanjuti.
(Huruf E angka 3 huruf f angka 1) SE-60/PJ/2013)
3. Petugas Pendaftaran melakukan pengecekan dan melakukan otorisasi perubahan.
4.WPBerdasarkan hasil pengecekan
OP dpt mengajukan dan otorisasi
permohonan perubahan,
pindah melalui KPPPetugas Pendaftaran
Baru dan KPP Barumencetak konsepBPS
menerbitkan BA stl
Perubahandinyatakan
permohonan Data WP dan/atau
lengkap, PKP, konsep Suratberkas
serta meneruskan Pemberitahuan
permohonan Perubahan Data, kartu
ke KPP Lama palingNPWP,
lambatdan
1 hari
SKT
kerja dan/atau SPPKP,
stl penerbitan BPS. kemudian diserahkan kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan meneliti dan mendatangani BA Perubahan Data WP dan/atau PKP, Surat
Yg Pemberitahuan
Dpt Mengajukan Perubahan Data, kartu
Pemindahan: NPWP,
(Pasal dan(1)SKT
33 ayat dan/atau SPPKP, kemudian menyerahkan
PER-20/PJ/2013)
WPkembali
dgn NPWPkpd 3Petugas Pendaftaran.
digit terakhir 000 (status domisili) yg tempat tinggal / tempat kedudukan mnr keadaan yg
6.sebenarnya
Petugas pindah
Pendaftaran menatausahakan
ke wilayah kerja KPP laindandptmenyampaikan Surat Pemberitahuan
mengajukan permohonan pemindahan.Perubahan Data,
Kartu NPWP, dan SKT dan/atau SPPKP kpd WP.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 34 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
→ Meliputi dokumen yg menunjukkan bahwa tempat tinggal / tempat kedudukan WP mnr keadaan yg
sebenarnya pindah ke wilayah kerja KPP lain

Proses yg Dilakukan KPP stl Menerima Permohonan dari WP:


a. Yg Dilakukan KPP Lama Stl Menerima Permohonan dari WP (Pasal 35 PER-20/PJ/2013)
 Berdasarkan permohonan pindah yg sdh diberikan BPS, KPP Lama memberikan keputusan
dlm jangka waktu paling lama 5 hari kerja stl BPS diterbitkan, atau stl diterimanya
penerusan berkas permohonan pindah WP OP yg disampaikan melalui KPP Baru.
 Keputusan diberikan stl KPP Lama melakukan Verifikasi dlm rangka pemindahan WP, dpt
berupa:
1. Menerima permohonan WP dgn menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT,
dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan menyampaikan kpd WP; atau
→ Diterbitkan oleh KPP Lama dan ditembuskan ke KPP Baru dlm hal hasil Verifikasi
menunjukkan bahwa:
a. Tempat tinggal / tempat kedudukan mnr keadaan yg sebenarnya dari WP tdk berada
di wilayah kerja KPP Lama; dan

B029
b. Thd WP tdk sedang dilakukan Verifikasi dlm rangka penerbitan skp, pemeriksaan,
pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan.
2. Menolak permohonan WP dgn menerbitkan Surat Pemberitahuan Tdk Dpt Dipindah dan
menyampaikan kpd WP.
 Diterbitkan oleh KPP Lama dan ditembuskan ke KPP Baru dlm hal ketentuan mnr
Pasal 35 ayat (4) huruf a dan huruf b tdk terpenuhi.
 Thd WP yg ditolak permohonannya krn sedang dilakukan Verifikasi dlm rangka
penerbitan SKP, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan,
pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan WP tetap dilakukan di KPP Lama
s.d. WP dipindah ke KPP Baru.
b. Yg Dilakukan KPP Baru Stl Menerima Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, Dan/atau
Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dari KPP Lama (Pasal 36 PER-20/PJ/2013)
 Berdasarkan tembusan dokumen tsb dari KPP Lama, KPP Baru menerbitkan Kartu NPWP dan
SKT dan/atau Surat Pengukuhan PKP paling lambat 1 hari kerja stl tembusan dokumen
tsb diterima. KPP Baru mengirimkan tembusan SKT dan/atau Surat Pengukuhan PKP paling
lambat 1 hari kerja stl penerbitan ke KPP Lama.
 Tanggal pengukuhan PKP di KPP Baru adalah sesuai dgn tanggal pengukuhan
PKP di KPP Lama.
c. Yg Dilakukan KPP Lama Stl Menerima Tembusan SKT Dan/atau SPPKP dari KPP Baru
(Pasal 37 PER-20/PJ/2013)
Dlm hal KPP Lama telah menerima tembusan SKT dan/atau Surat Pengukuhan PKP, KPP Lama
mengirim berkas WP yg bersangkutan, dilampiri dgn uraian singkat mengenai hal-hal yg dianggap
perlu kpd KPP Baru, a.l.:
 Jml tunggakan pajak yg masih hrs ditagih;
 Tindakan penagihan yg tlh dilakukan atas tunggakan pajak; atau
 Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau keberatan WP yg blm diselesaikan,
Paling lambat 3 hari kerja stl diterimanya tembusan dokumen tsb dari KPP Baru.

Ketentuan Lain-lain:
a. DJP dpt Memindahkan Tempat Pendaftaran WP (Pasal 38 PER-20/PJ/2013)
Dirjen Pajak dpt memindahkan tempat pendaftaran WP ke KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal / tempat kedudukan WP mnr keadaan yg sebenarnya dlm hal terdapat data dan/atau
informasi yg menunjukkan bahwa KPP tempat WP terdaftar tdk sesuai dgn tempat
tinggal / tempat kedudukan mnr keadaan yg sebenarnya.
b. Bagi WP Badan atau OP dgn NPWP 3 Digit Terakhir Selain 000 (Pasal 39 PER-
20/PJ/2013)
WP badan atau OP dgn NPWP 3 digit terakhir selain 000 (status cabang) yg tempat kegiatan usahanya
pindah ke wilayah kerja KPP lain, hrs mendaftarkan diri dan melaporkan usaha utk dikukuhkan sbg
PKP di KPP Baru serta mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan/atau permohonan
pencabutan PKP ke KPP Lama.

Prosedur Kerja Pemindahan WP scr Jabatan: (Lamp XVIII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh atau usulan dari KPP Baru, Kepala
Kantor menugaskan Kasi Pelayanan utk menindaklanjuti.
2. Kasi Pelayanan menerima penugasan dan menindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Verifikasi.
3. Berdasarkan LHV:
a. WP tdk dpt dipindahkan:
1) Dlm hal data dan/atau informasi berasal dari KPP Lain, Petugas Pendaftaran mencetak
konsep Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan;
2) Dlm hal data dan/atau informasi tdk berasal dari KPP Lain, Petugas Pendaftaran
mengarsipkan LHV.
b. WP dpt dipindahkan:
Petugas Pendaftaran mencetak konsep Surat Pindah, konsep Surat Pencabutan SKT, dan/atau
konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
4. Petugas Pendaftaran menyerahkan konsep Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan atau
konsep Surat Pindah, konsep Surat Pencabutan SKT dan/atau konsep Surat Pencabutan Pengukuhan
PKP kpd Kasi Pelayanan.

B02-
5. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan
atau Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP, kemudian
menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
6. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan:
1) Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP kpd WP dan
tembusannya dikirimkan ke KPP Baru.
2) Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan kpd KPP Baru dlm hal WP tdk dpt
dipindahkan.

V. WP NE

Kriteria WP yg Ditetapkan sbg WP NE (Pasal 40 ayat (1) PER-20/PJ/2013) → shg dikecualikan dari
pengawasan rutin oleh KPP
1. WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas tetapi scr nyata tdk lagi menjalankan kegiatan
usaha atau tdk lagi melakukan pekerjaan bebas;
2. WP OP yg tdk menjalankan usaha / pekerjaan bebas dan penghasilannya < PTKP;
3. WP OP yg bertempat tinggal / berada di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan dan tdk
bermaksud meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya;
4. WP yg mengajukan permohonan penghapusan & blm diterbitkan keputusan; atau
5. WP yg tdk lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi blm dilakukan penghapusan
NPWP.

Termasuk dlm kriteria WP NE pd angka 5:


 WP OP wanita kawin yg tlh memiliki NPWP yg berbeda dgn suami dan tdk berniat
melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan scr terpisah;
 OP yg memiliki NPWP sbg anggota keluarga/tanggungan, yaitu NPWP dgn kode cabang "001",
"999", "998" dst.;
 WP bendahara pemerintah yg tdk lagi memenuhi syarat sbg WP krn ybs sdh tdk lagi
melakukan pembayaran dan blm dilakukan penghapusan NPWP; atau
 WP yg tdk diketahui/ditemukan lagi alamatnya.

Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan WP NE: (Pasal 42 ayat (4) PER-
20/PJ/2013)
→ Dokumen yg menunjukkan bahwa WP memenuhi kriteria sesuai Pasal 40 ayat (1) PER- 20/PJ/2013
→ Hrs dilampiri dgn surat pernyataan memenuhi kriteria WP NE (format di Lamp XIX SE- 60/PJ/2013)

Kriteria WP yg Diusulkan Ditetapkan sbg WP NE scr Jabatan: (Huruf E angka 3 huruf g angka 12)
SE-60/PJ/2013)
1. WP tdk menyampaikan SPT dan/atau tdk ada transaksi pembayaran selama 2 thn berturut- turut;
2. Pengiriman kartu NPWP, SKT dan Starter Kit tdk sampai kpd WP (kembali pos); dan
3. Penerbitan NPWP Cabang scr Jabatan dlm rangka penerbitan SKPKB PPN KMS.

Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Penetapan WP NE:


Paling lambat 5 hari kerja stl BPS diterbitkan.

 WP berstatus Pusat tdk dpt ditetapkan sbg WP NE apabila terdapat Cabang yg berstatus Aktif. (Huruf
E angka 3 huruf g angka 8) SE-60/PJ/2013)
 WP berstatus PKP dpt ditetapkan sbg WP NE stl dilakukan Pencabutan Pengukuhan PKP terlebih
dahulu. (Huruf E angka 3 huruf g angka 9) SE-60/PJ/2013)
 Dlm hal KPP melakukan penetapan WP sbg WP NE baik atas permohonan WP atau scr jabatan, KPP
menyampaikan pemberitahuan mengenai penetapan sbg WP NE tsb kpd WP. (Pasal 44
PER-20/PJ/2013)

B02-
Kondisi WP NE dpt Berubah Menjadi Status WP Efektif: (Huruf E angka 3 huruf g angka 16)
SE-60/PJ/2013)
1. WP menyampaikan SPT Masa/SPT Tahunan;
2. WP melakukan pembayaran pajak;
3. WP melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas;
4. WP mengajukan permohonan utk diaktifkan kembali; atau
5. WP diketahui/ditemukan alamatnya.

Penetapan WP NE/Pengaktifan Kembali WP NE dpt dilakukan berdasarkan permohonan


WP/scr jabatan, dan hanya dpt dilakukan oleh KPP.

Prosedur Kerja Penetapan WP NE scr Jabatan: (Lamp XXII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi Waskon
utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon memerintahkan AR utk menindaklanjuti.
3. AR melakukan penelitian administrasi perpajakan dlm rangka Penetapan WP NE.
4. AR membuat laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE, dan menyerahkan kpd Kasi Waskon
utk diteliti dan ditandatangani.
5. Kasi Waskon meneliti dan menandatangani laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE dan
meneruskan kpd Kasi Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan menerima laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE.
7. Kasi Pelayanan menyerahkan laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE dan memerintahkan
Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
8. Berdasarkan hasil penelitian administrasi perpajakan dan BA Penetapan WP NE:
a. WP memenuhi kriteria dpt ditetapkan sbg WP NE:
1) Petugas Pendaftaran melakukan perubahan Status Master File WP menjadi Status NE.
2) Petugas Pendaftaran mencetak dan menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Penetapan
WP NE.
b. WP tdk memenuhi kriteria dpt ditetapkan sbg WP NE:
1) Petugas Pendaftaran tdk melakukan perubahan Status Master File WP.
2) Petugas Pendaftaran mengarsipkan laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE.
9. Petugas Pendaftaran menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE kpd Kasi
Pelayanan.
10. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE, kemudian
menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
11. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penetapan
WP NE kpd WP.

Prosedur Kerja Pengaktifan Kembali WP NE scr Jabatan: (Lamp XXIII Huruf B Angka III SE-
VI. 60/PJ/2013)
PENGHAPUSAN NPWP
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Pelayanan
Dilakukan thd utk
WPmenindaklanjuti.
yg sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dgn ketentuan perpu
2.di bidang
Kasi Pelayanan memerintahkan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
perpajakan.
3. Petugas Pendaftaran melakukan perubahan Status Master File WP menjadi Aktif kembali.
4. Petugas Pendaftaran mencetak dan menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Pengaktifan Kembali
WP NE kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan Pengaktifan Kembali WP NE,
kemudian menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
6. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pengaktifan Kembali WP NE kpd WP.

B02-
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 11 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
Jenis WP yg
Mengajukan
No. Dokumen yg disyaratkan
Permohonan
Penghapusan NPWP
1. OP yg meninggal dunia  Surat keterangan kematian atau dokumen sejenis dari
(permohonan penghapusan instansi berwenang
NPWP dpt diajukan oleh  Surat pernyataan bahwa tdk mempunyai warisan atau surat
salah seorang ahli waris, pernyataan bahwa warisan sdh terbagi dgn menyebutkan
pelaksana wasiat, atau ahli waris
pihak yg mengurus harta
peninggalan)

2. OP yg meninggalkan  Dokumen yg menyatakan bahwa WP tlh meninggalkan


Indonesia selama- Indonesia utk selama-lamanya
lamanya
3. Bendahara pemerintah  Dokumen yg menyatakan bahwa WP sdh tdk ada lagi
kewajiban sbg bendahara
4. WP yg memiliki > 1  Surat pernyataan mengenai kepemilikan NPWP ganda
NPWP  FC semua kartu NPWP yg dimiliki
5. Wanita kawin yg  FC buku nikah atau dokumen sejenis
sebelumnya tlh memiliki  Surat pernyataan tdk membuat, perjanjian pemisahan harta
NPWP & penghasilan atau surat pernyataan tdk ingin
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari suami
6. WP badan  Dokumen yg menunjukkan bahwa WP badan termasuk BUT
tlh dibubarkan shg tdk memenuhi persyaratan subjektif &
objektif (seperti akta pembubaran badan yg tlh disahkan
oleh instansi berwenang sesuai dgn
ketentuan perpu)

Cara Penghapusan NPWP: (Pasal 9 ayat (3) & (4) PER-20/PJ/2013)


a. Penghapusan NPWP Berdasarkan Hasil Verifikasi (atas permohonan WP atau scr jabatan)
 WP OP yg tlh meninggal dunia & tdk meninggalkan warisan
 WP bendahara pemerintah yg tdk lagi memenuhi syarat sbg WP krn yg bersangkutan sdh tdk
lagi melakukan pembayaran
 WP OP yg tlh meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya
 WP yg memiliki > 1 NPWP utk menentukan NPWP yg dpt digunakan sbg sarana administratif
dlm pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan
 WP OP yg berstatus sbg pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yg tlh
diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya < PTKP
 WP badan kantor perwakilan perusahaan asing yg tdk mempunyai kewajiban PPh badan dan tlh
menghentikan kegiatan usahanya
 Warisan yg blm terbagi dlm kedudukan sbg Subjek Pajak sdh selesai dibagi
 Wanita yg sebelumnya tlh memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan
harta & penghasilan serta tdk ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
terpisah dari suaminya
 Wanita kawin yg memiliki NPWP berbeda dgn NPWP suami dan pelaksanaan hak & pemenuhan
kewajiban perpajakannya digabungkan dgn pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan suami
 Anak blm dewasa yg tlh memiliki NPWP
 WP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia

B02-
 WP badan tertentu selain PT dgn status tdk aktif (NE) yg tdk mempunyai kewajiban PPh dan scr
nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha
Pelaksanaan Verifikasi mencakup kegiatan:
 pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan
bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif & objektif; dan
 konfirmasi thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa
WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif & objektif.
b. Thd WP selain di atas dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan

 WP yg mengajukan permohonan penghapusan NPWP atau WP yg sedang menjalani pemeriksaan atau


verifikasi dlm rangka penghapusan NPWP scr jabatan diusulkan utk ditetapkan sbg WP NE scr
jabatan, sbl penerbitan keputusan. (Huruf E angka 3 huruf b angka 3) SE-60/PJ/2013)
 Dlm hal Surat Penolakan Penghapusan NPWP diterbitkan krn WP: masih memiliki tunggakan pajak;
dan/atau masih menjalani proses hukum atau proses administrasi yg blm selesai, WP tsb ditetapkan sbg
WP NE. (Bagian E. angka 3 huruf b angka 4) SE-60/PJ/2013)
 Penghapusan NPWP Pusat hanya dpt dilakukan apabila slr NPWP Cabang tlh dihapus. (Bagian E.
angka 3 huruf b angka 9) SE-60/PJ/2013)
 Dlm hal terdapat WP Cabang yg terdaftar di KPP yg berbeda, KPP tempat WP Pusat terdaftar
meminta KPP tempat WP Cabang terdaftar utk melakukan penghapusan NPWP Cabang scr jabatan
atau berdasarkan permohonan. (Bagian E. angka 3 huruf b angka 10) SE-60/PJ/2013)
 Termasuk dlm penghapusan NPWP scr jabatan adalah penghapusan NPWP yg dilakukan oleh
Direktorat Teknologi dan lnformasi Perpajakan DJP dlm rangka pembenahan Master File WP.
(Bagian E. angka 3 huruf b angka 11) SE-60/PJ/2013)

Keputusan atas Permohonan Penghapusan NPWP:


Keputusan dpt berupa penerbitan SK Penghapusan NPWP atau penerbitan Surat Penolakan Penghapusan
NPWP

Pertimbangan KPP dlm memberikan keputusan: (Pasal 13 ayat (2) PER-20/PJ/2013)


a. Utang pajak; dan
b. Proses hukum atau proses administrasi berupa:
 pembetulan dlm Pasal 16 UU KUP;
 gugatan dlm Pasal 23 UU KUP;
 keberatan dlm Pasal 25 UU KUP;
 banding dlm Pasal 27 UU KUP;
 pengurangan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan skp, pengurangan atau
pembatalan STP dlm Pasal 36 UU KUP; dan
 PK dlm Pasal 40 UU Pengadilan Pajak.
c. Status slr NPWP cabang WP, dlm hal penghapusan NPWP dilakukan thd NPWP pusat.
Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan terkait penggabungan usaha, ketentuan Pasal 13 ayat (2)
PER-20/PJ/2013 tdk dipertimbangkan.

Jangka Waktu Keputusan atas Pemeriksaan / Verifikasi oleh DJP (Pasal 13 ayat (7) & (8)
PER-20/PJ/2013):
 utk WP OP = 6 bulan sejak tgl permohonan WP diterima scr lengkap.
 utk WP badan = 12 bulan sejak tgl permohonan WP diterima scr lengkap.
Apabila jangka waktu tsb tlh lewat dan DJP tdk memberi suatu keputusan, permohonan dianggap
dikabulkan & DJP hrs menerbitkan surat keputusan dlm jangka waktu paling lama 1 bulan stl jangka waktu
di atas berakhir.

SK Penghapusan NPWP diterbitkan dlm hal: (Pasal 13 ayat (4) PER-20/PJ/2013)


1. Berdasarkan hasil Pemeriksaan / hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan NPWP
2. Tdk terdapat utang pajak, atau terdapat utang pajak tetapi:
 Penagihannya sdh daluwarsa;
 WP OP meninggal dunia dgn tdk meninggalkan warisan dan tdk mempunyai ahli waris atau
ahli waris tdk dpt ditemukan; atau

B02-
 WP tdk mempunyai harta kekayaan;
3. Tdk terdapat proses hukum / proses administrasi sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf b PER-
20/PJ/2013; dan
4. Slr NPWP cabang WP tlh dihapus → dlm hal penghapusan NPWP dilakukan thd NPWP pusat.

Surat Penolakan Penghapusan NPWP diterbitkan dlm hal: (Pasal 13 ayat (5) PER-
20/PJ/2013)
1. Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi utk tdk melakukan
penghapusan NPWP; atau
2. Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan NPWP,
namun:
 Terdapat utang pajak;
 Terdapat proses hukum atau proses administrasi; dan/atau
 Terdapat NPWP cabang yg blm dihapus, dlm hal Penghapusan NPWP dilakukan thd NPWP
pusat.

Apabila
Prosedur KerjastlPenghapusan
diterbitkan Surat Penolakan
NPWP Penghapusan
scr Jabatan: (Lamp VIIINPWP
Huruf Bdiketahui:
Angka III SE-60/PJ/2013)
a. WP melunasi
1. Berdasarkan utang
data dan/atau pajak; yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi Waskon
informasi
b. menindaklanjuti.
utk proses hukum atau proses administrasi dlm Pasal 13 ayat (2) PER-20/PJ/2013
tlh selesai ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan; dan
2. Kasi Waskon:
c. meneliti
a. slr NPWP cabang informasi
data dan/atau WP tlh dihapus, dlm hal
dan menentukan permohonan
perlu penghapusan
dilakukan pemeriksaan NPWP Dlm
atau verifikasi.
diajukan
hal dilakukanthd NPWP pusat
pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau informasi kpd Kasi RIKI utk
WPditindaklanjuti
dpt mengajukan sesuaikembali
SOP Tatapermohonan penghapusan
Cara Pemeriksaan. Dlm hal NPWP danverifikasi,
dilakukan permohonan prosedur
tsb selanjutnya
dianggap mengikuti
sbg permohonan baru.
Tata Cara Verifikasi;
(Pasal
b. 14 PER-20/PJ/2013)
menyampaikan usulan NE thd WP yg sedang diperiksa atau diverifikasi dan ditindaklanjuti sesuai
Tata Cara Penetapan WP NE.
3. LHP / LHV disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHP / LHV. Berdasarkan LHP / LHV menyatakan:
a. WP tdk memenuhi syarat utk dihapuskan maka Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHP / LHV.
b. WP memenuhi syarat utk dihapuskan maka:
1) Petugas Pendaftaran mengecek apakah penghapusan NPWP dilakukan sesuai batas waktu.
a) Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan sesuai batas waktu, Petugas Pendaftaran
membuat dan menandatangani konsep SK Penghapusan NPWP dan konsep BA
Penghapusan NPWP.
b) Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan melewati batas waktu, Petugas Pendaftaran
membuat dan menandatangani konsep SK Penghapusan NPWP dan konsep BA
Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu.
2) Petugas Pendaftaran menyerahkan konsep Surat Keputusan Penghapusan NPWP, konsep BA
Penghapusan NPWP atau konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu kpd Kasi
Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani SK Penghapusan NPWP, BA Penghapusan NPWP atau
konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu.
 SK Penghapusan NPWP, BA Penghapusan NPWP dikembalikan kpd Petugas

B02-
Pendaftaran. Prosedur selanjutnya mengikuti prosedur nomor 8.
 Konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu selanjutnya disampaikan kpd
Kepala Kantor.
7. Kepala Kantor meneliti, dan menandatangani BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu
selanjutnya mengembalikan ke Seksi Pelayanan.
8. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan SK Penghapusan NPWP kpd
WP.

VII. PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP

PKP yg Pengukuhan PKP-nya Dicabut: (Pasal 21 ayat (1) PER-20/PJ/2013)


1. PKP dgn status WP NE;
2. PKP yg tdk diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
3. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP;
4. PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
5. PKP yg sdh tdk memenuhi persyaratan sbg PKP;
6. PKP tlh dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain; atau
7. PKP yg sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dgn ketentuan perpu
perpajakan.

Cara Pencabutan Pengukuhan PKP: (Pasal 21 ayat (4) – (6) PER-20/PJ/2013)


a. Pencabutan Pengukuhan PKP Berdasarkan Hasil Verifikasi (atas permohonan PKP atau scr
jabatan)
 PKP OP yg tlh meninggal dunia;
 PKP tlh dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
 PKP yg pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke
wilayah kerja KPP lainnya;
 PKP yg jml peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya utk 1 thn buku tdk melebihi batas jml
peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto utk pengusaha kecil dan tdk memilih utk menjadi
PKP;
 PKP selain PT dgn status tdk aktif (NE) dan scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha;
 PKP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;
 hasil sensus pajak nasional;
 hasil konfirmasi lapangan / pengawasan stl pengukuhan PKP; atau
 hasil kegiatan lain yg dilakukan oleh Dirjen Pajak.
b. Thd Pencabutan Pengukuhan PKP thd PKP selain di atas berdasarkan hasil Pemeriksaan

Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 23 ayat (4) PER-20/PJ/2013)


→ Dokumen yg menunjukkan bahwa PKP sdh tdk lagi memenuhi persyaratan sbg PKP

Keputusan atas Permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP:


Keputusan dpt berupa penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP atau penerbitan Surat Penolakan
Pencabutan Pengukuhan PKP.
Jangka Waktu Keputusan atas Pemeriksaan / Verifikasi oleh DJP (Pasal 25 ayat (3) - (5)
PER-20/PJ/2013): 6 bulan sejak tgl permohonan WP diterima scr lengkap.
 Apabila jangka waktu tsb tlh lewat dan DJP tdk memberi suatu keputusan, permohonan dianggap
dikabulkan & DJP hrs menerbitkan surat keputusan dlm jangka waktu paling lama 1 bulan stl jangka
waktu di atas berakhir.
 Dlm hal dilakukan pencabutan pengukuhan PKP, DJP dpt mengumumkan pencabutan pengukuhan
PKP tsb melalui situs www.pajak.go.id

Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP dimaksudkan utk kepentingan administrasi
perpajakan & tdk menghilangkan hak dan/atau kewajiban perpajakan yg hrs dilakukan WP dan/atau PKP
yg bersangkutan. (Pasal 45 PER-20/PJ/2013)

B02-
Pengaktifan Kembali NPWP / Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP, dilakukan scr jabatan oleh KPP.
→ Dilakukan dlm hal terdapat data dan/atau informasi yg menunjukkan bahwa WP / PKP yg pernah
diterbitkan Surat Penghapusan NPWP / Surat Pencabutan Pengukuhan PKP ternyata masih memenuhi
persyaratan subjektif & objektif / persyaratan sbg PKP. Dlm hal dilakukan Pembatalan Surat Penghapusan
NPWP / Surat Pencabutan Pengukuhan PKP tsb, NPWP yg tlh dihapus / Surat Pengukuhan PKP yg
dicabut dinyatakan tetap berlaku.

Prosedur Kerja Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan: (Lamp XII Huruf B Angka III SE-
60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon meneliti data dan/atau informasi dan menentukan perlu dilakukan pemeriksaan atau
verifikasi.
 Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau informasi kpd Kasi
RIKI utk ditindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Pemeriksaan.
 Dlm hal dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti Tata Cara Verifikasi.
3. LHP / LHV disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHP / LHV. Berdasarkan LHP / LHV:
a. Menyatakan SPPKP tdk dpt dicabut:
Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHP / LHV.
b. Menyatakan SPPKP dpt dicabut:
Petugas Pendaftaran:
1) mencetak konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
2) membuat dan menandatangani konsep BA Pencabutan Pengukuhan PKP.
3) menyampaikan konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan konsep BA kpd Kasi
Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan BA
Pencabutan Pengukuhan PKP, kemudian menyerahkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan BA
Pencabutan Pengukuhan PKP kpd Petugas Pendaftaran.
7. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pencabutan Pengukuhan
PKP kpd WP.

Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan


Pemeriksaan / Verifikasi dlm rangka penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP scr
jabatan, dilakukan apabila: (Pasal 12 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. Terdapat data & informasi perpajakan yg dimiliki / diperoleh DJP yg menunjukkan bahwa WP
dan/atau PKP tdk memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif; dan
2. WP dan/atau PKP tdk mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan/atau pencabutan
pengukuhan PKP.
Termasuk dlm Pencabutan Pengukuhan PKP scr jabatan adalah pencabutan pengukuhan PKP dlm
rangka pemusatan tempat pajak terutang

Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan atas Pengusaha Kecil Thn 2014
Dasar Hukum: PER-12/PJ/2014
I. Cara Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan:
 Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan dilakukan berdasarkan LHV. (Pasal 2 ayat (1) PER-
12/PJ/2014)
→ Verifikasi dilakukan utk memastikan bahwa jml peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto
PKP atas penyerahan BKP/JKP Masa Pajak Jan thn 2013 s.d. Masa Pajak Des thn 2013 < Rp 4,8
M. (Pasal 2 ayat (2) PER-12)
 Ketentuan terkait pelaksanaan verifikasi: Lamp PER-12/PJ/2014
 Hasil verifikasi dituangkan dlm LHV. (Pasal 2 ayat (4) PER-12/PJ/2014)
 Verifikasi diselesaikan dlm jangka waktu paling lama 3 bulan yg dihitung sejak tanggal ST
diterbitkan s.d. tanggal LHV ditandatangani. (Pasal 2 ayat (5) PER-12/PJ/2014)
 Slr kegiatan verifikasi dlm PER-12/PJ/2014 sdh hrs selesai paling lambat akhir bulan Agust
B02-
2014. (Pasal 2 ayat (6) PER-12/PJ/2014)
 LHV, kertas kerja, dan dokumen pendukung verifikasi disatukan dlm 1 map dan disimpan dlm
berkas induk WP. (Pasal 2 ayat (7) PER-12/PJ/2014)
II. Tindak Lanjut Hasil Verifikasi:
 Apabila berdasarkan LHV disimpulkan bahwa:
 penyerahan BKP dan/atau JKP yg dilakukan oleh PKP < Rp 4,8 M; dan
 PKP tdk memilih utk tetap sbg PKP,
kpd PKP tsb diterbitkan surat pencabutan pengukuhan PKP. (Pasal 3 PER-12/PJ/2014)
 Surat pencabutan pengukuhan PKP diberlakukan terhitung sejak tanggal 1 bulan
berikutnya stl tanggal diterbitkannya surat pencabutan pengukuhan PKP. (Lamp I Bagian VI
butir 2 PER-12/PJ/2014)
III. Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP:
 Dlm hal kemudian diperoleh data dan/atau informasi bahwa WP yg tlh dicabut pengukuhan PKP-nya
ternyata memiliki jml peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto > Rp 4,8 M, surat pencabutan
pengukuhan PKP dibatalkan. (Pasal 4 ayat (1) PER-12/PJ/2014)
 Utk membatalkan surat pencabutan pengukuhan PKP ini hrs dilakukan verifikasi kembali. (Pasal 4
ayat (2) PER-12/PJ/2014)
→ Hasil verifikasi ini dituangkan dlm LHV. (Pasal 4 ayat (3) PER-12/PJ/2014)
 Berdasarkan LHV dilakukan pembatalan surat pencabutan pengukuhan PKP oleh Kepala KPP.
(Pasal 4 ayat (4) PER-12/PJ/2014)
 Hasil pembatalan surat pencabutan pengukuhan PKP disampaikan kpd WP dgn surat Kepala KPP
(format dlm Lamp VI PER-12/PJ/2014)
 Pembatalan atas pencabutan pengukuhan PKP yg dilakukan berdasarkan PER- 12/PJ/2014: (Pasal 6
PER-12/PJ/2014)
 mengikuti tata cara dlm PER-20/PJ/2013 dan perubahannya; dan
 dilakukan oleh Kepala KPP paling lambat tanggal 31 Des 2014.

e-REGISTRATION
 Permohonan yg dpt disampaikan scr elektronik melalui Aplikasi e-Registration: Pendaftaran dan
Pemberian NPWP; Penghapusan NPWP; Pengukuhan PKP; Pencabutan PKP; Perubahan Data WP
dan/atau PKP; Pemindahan WP; dan Penetapan WP NE.
 Proses pendaftaran utk mendapatkan akun bagi WP yg menggunakan aplikasi e-Registration:
 WP membuka aplikasi e-Registration yg tersedia di situs DJP (http://www.pajak.go.id).
 WP membuat akun dgn mengklik menu "buat account baru" dan mengisi informasi yg
diminta.
 Stl WP mengisi semua informasi yg diperlukan, aplikasi e-Registration akan mengaktifkan
username & password.
 Utk dpt memanfaatkan aplikasi e-Registration, WP melakukan login ke aplikasi e-
Registration dgn mengisi username & password yg tlh dibuat.
 Dlm hal permohonan diajukan melalui aplikasi e-Registration, dokumen yg dipersyaratkan dpt
diunggah di aplikasi e-Registration atau dikirim dgn menggunakan Surat Pengiriman Dokumen
(SPD) ke KPP. Apabila dokumen yg disyaratkan blm diterima KPP dlm jangka waktu
14 hari kerja stl permohonan scr elektronik, permohonan tsb dianggap tdk diajukan.
 Apabila dokumen yg disyaratkan tlh diterima scr lengkap, KPP menerbitkan BPS scr
elektronik.
 Dlm hal WP tdk dpt mengajukan permohonan scr elektronik, permohonan dpt dilakukan
dgn menyampaikan permohonan scr tertulis, yg dilakukan dgn mengisi dan
menandatangani formulir terkait., dan dilengkapi dgn dokumen yg disyaratkan.
 Permohonan scr tertulis disampaikan ke KPP/KP2KP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha WP. Dlm hal pengajuan permohonan
disampaikan melalui KP2KP, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan meneruskan berkas
permohonan ke KPP paling lambat 1 hari kerja stl permohonan diterima.
 Thd penyampaian permohonan scr tertulis, KPP/KP2KP memberikan BPS apabila permohonan
dinyatakan tlh diterima scr lengkap.
 Thd penyampaian permohonan scr tertulis yg diterima scr tdk lengkap berlaku ketentuan:

B02-
 Dlm hal permohonan disampaikan scr lsg, permohonan dikembalikan kpd WP; atau
 Dlm hal permohonan disampaikan melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir, KPP
menyampaikan pemberitahuan scr tertulis mengenai ketidaklengkapan tsb.

CETAK ULANG KARTU NPWP, SKT, SPPKP


 WP mengajukan permohonan Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP pd KPP/KP2KP yg
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
(Pengecualian utk cetak ulang Kartu NPWP WP OP dpt dilayani oleh slr KPP/ KP2KP, dilakukan dgn
menunjukkan KTP asli WP OP ybs).
 Dokumen yg diisyaratkan sbg kelengkapan permohonan adalah sama dgn dokumen yg disyaratkan sbg
kelengkapan permohonan pendaftaran NPWP dan/atau pengukuhan sbg PKP.
 Jangka waktu penyelesaian pelayanan Cetak Ulang paling lambat 1 hari kerja stl penerbitan BPS.
 Permohonan Cetak Ulang dpt diajukan stl 1 bulan sejak tanggal mulai terdaftar.

Form-form yg digunakan berdasar PER-20/PJ/2013:


No. Nama Form Sumber Pihak Pembuat
1. Form Pendaftaran WP OP Lamp I Bagian A.1 Pemohon/Kuasa, atau
2. Form Pendaftaran WP Badan Lamp I Bagian A.2 Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
3. Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Lamp I Bagian B DJP
4. Kartu NPWP LampI Bagian C
5. Form Pengukuhan PKP Lamp I Bagian D Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
6. Surat Pengiriman Dokumen Lamp I Bagian E Pemohon/Kuasa
Pemohon
7. Surat Pengukuhan PKP Lamp I Bagian F DJP
8. Surat Penolakan Pengukuhan PKP Lamp I Bagian G
9. Form Perubahan Data WP Lamp II Bagian A Pemohon/Kuasa, atau
10. Form Permohonan Penetapan WP NE Lamp II Bagian B Pengusul dari DJP (scr
11. Form Pemindahan WP Lamp III Bagian A jabatan)
12. Surat Pindah Lamp III Bagian B DJP
13. Surat Pencabutan SKT Lamp III Bagian C
14. Surat Pemberitahuan Tdk Dpt Dipindah Lamp III Bagian D
15. Form Penghapusan NPWP Lamp IV Bagian A Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
16. Surat Keputusan Penghapusan NPWP Lamp IV Bagian B DJP
17. Surat Penolakan Penghapusan NPWP Lamp IV Bagian C
18. Form Pencabutan Pengukuhan PKP Lamp IV Bagian D Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
19. Surat Pencabutan Pengukuhan PKP Lamp IV Bagian E DJP
20. Surat Penolakan Pencabutan Lamp IV Bagian F
Pengukuhan PKP

Form-form yg digunakan berdasar SE-60/PJ/2013:


Pihak
No. Nama Form Sumber Pembuat
1. Tanda Terima Permohonan WP yg diajukan ke KP2KP Lamp I DJP
2. Form Surat Pernyataan Menghendaki Menjalankan Lamp II WP OP
Kewajiban Perpajakan Terpisah
3. Form Surat Pernyataan Memperoleh Informasi Perpajakan Lamp III Disediakan
(melalui Aplikasi e-Registration) oleh sistem
4. Form Surat Pernyataan Memperoleh Informasi Perpajakan Lamp IV WP/Kuasa

B02-
5. BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu Lamp VI DJP
6. BA Penghapusan/Penolakan Penghapusan NPWP Lamp VII
7. BA Pengukuhan PKP Melewati Batas Waktu Lamp IX
8. BA Pencabutan Pengukuhan PKP Melewati Batas Waktu Lamp XI
9. Surat Pemberitahuan Perubahan Data Lamp XIII
10. BA Perubahan Data WP dan/atau PKP Lamp XIV
11. Surat Usulan Pemindahan WP Lamp XVI
12. Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Dipindah Scr Jabatan Lamp XVII
13. Form Surat Pernyataan WP NE Lamp XIX Pembuat
pernyataan
14. BA Penetapan/Pengaktifan Kembali WP NE Lamp XX DJP
15. Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE/Penolakan Lamp XXI
Penetapan WP NE/Pengaktifan Kembali WP NE
16. BA Pembatalan Penghapusan NPWP Lamp XXIV
17. Surat Pemberitahuan Pembatalan Penghapusan NPWP Lamp XXV
18. BA Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP Lamp XXVII
19. Surat Pemberitahuan Pembatalan Surat Pencabutan Lamp XXVIII
Pengukuhan PKP
20. BA Aktivasi Sementara Lamp XXX
21. Form Permohonan Cetak Ulang (Kartu NPWP, SKT, Lamp XXXII Pemohon
SPPKP)
22. Pengumuman Keadaan Kahar LampXXXIV DJP
23. Surat Pengantar Faksimile Keadaan Kahar dari KP2KP ke KPP Lamp XXXV

Tata Cara yg diatur di SE-60/PJ/2013:


No. Tata Cara Sumber
1. Pendaftaran & Pemberian NPWP Lamp V
2. Penghapusan NPWP Lamp VIII
3. Pelaporan Usaha & Pengukuhan PKP Lamp X
4. Pencabutan Pengukuhan PKP Lamp XII
5. Perubahan Data WP Lamp XV
6. Pemindahan WP Lamp XVIII
7. Penetapan WP NE Lamp XXII
8. Pengaktifan Kembali WP NE Lamp XXIII
9. Pengaktifan Kembali NPWP Lamp XXVI
10. Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP Lamp XXIX
11. Aktivasi Sementara WP Hapus Lamp XXXI
12. Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT, dan SPPKP Lamp XXXIII
13. Penyelesaian Permohonan dlm Keadaan Kahar Lamp XXXVI

Form yg digunakan berdasar PER-12/PJ/2014:


Pihak
No. Nama Form Sumber Pembuat
1, Surat Pemberitahuan Batasan Pengusaha Kecil PPN Lamp II DJP
2. Form Surat Pernyataan Batasan Pengusaha Kecil PPN Lamp III WP/Wakil
WP/Kuasa
3. Surat Tugas Verifikasi Pencabutan Pengukuhan PKP scr Lamp IV DJP
Jabatan atas Pengusaha Kecil PPN
4. Surat Pemberitahuan Pembatalan Surat Pencabutan Lamp VI DJP
Pengukuhan PKP

B02-
C. TEMPAT PENDAFTARAN NPWP WP TERTENTU

Dasar Hukum:
 Pasal 2 ayat (3) huruf a UU KUP
 PMK-62/PMK.01/2009 jo PMK-29/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan tata kerja instansi vertikal
 PER-28/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) jo PER-13/PJ/2014 (berlaku sejak 11 Apr 2014) ttg Tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pd KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP
di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya → mencabut PER-08/PJ/2012
 KEP-26/PJ/2012 stdtd KEP-21/PJ.08/2012 ttg pemindahan WP dari KPP di lingkungan Kanwil DJP
WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
 KEP-27/PJ/2012 stdd KEP-87/PJ/2012 ttg Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi WP pd KPP di
lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
 KEP-102/PJ/2012 jo KEP-22/PJ.08/2012 ttg Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi WP pd KPP
WP Besar 3, KPP WP Besar 4, dan KPP Minyak dan Gas Bumi → mencabut Lamp I & V
KEP-27/PJ/2012
 KEP-91/PJ/2012 ttg Penerapan organisasi, tata kerja, dan saat mulai beroperasinya KPP di lingkungan
Kanwil DJP WP Besar, KPP Badora, dan KPP minyak dan gas bumi
 PER-06/PJ/2012 jo PER-18/PJ/2012 ttg Tata Cara Penatausahaan, Pelaksanaan Hak & Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan Sehubungan dgn Pemindahan WP dan/atau PKP dari dan/atau ke KPP di
Lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
SE dan surat terkait:
 SE-16/PJ/2012 ttg Persiapan pelaksanaan reorganisasi DJP berdasarkan PMK-29/PMK.01/2012
 S-162/PJ.13/2012 ttg Penjelasan PER-28/PJ/2012

Definisi Terkait:
 WP Berstatus Pusat → WP yg terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya 000.
 WP Berstatus Cabang → WP yg terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya selain
000.
 Saat Mulai Terdaftar (SMT) → tanggal saat WP terdaftar dan dikukuhkan sbg PKP di KPP yg
ditetapkan dgn Keputusan Dirjen Pajak.

Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pd KPP di Kanwil DJP WP
Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya: (Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
No. Kanwil KPP Jenis WP
a.1 Kanwil KPP WP WP badan besar tertentu yg melakukan kegiatan usaha di sektor
DJP WP Besar 1 pertambangan & jasa penunjang pertambangan
a.2 Besar KPP WP WP badan besar tertentu yg melakukan kegiatan usaha di sektor
Besar 2 industri, perdagangan, dan jasa
a.3 KPP WP WP BUMN yg melakukan kegiatan usaha di sektor industri &
Besar 3 perdagangan
a.4 KPP WP WP BUMN yg melakukan kegiatan usaha di sektor jasa dan WP
Besar 4 OP tertentu
b.1 Kanwil KPP PMB WP yg pernyataan pendaftaran emisi sahamnya tlh dinyatakan
DJP efektif oleh BAPEPAM-LK, badan-badan khusus (SRO) yg
Jakarta didirikan & beroperasi di bursa berdasarkan UU 8
Khusus Thn 1995 ttg Pasar Modal, dan Perusahaan efek non bank
b.2 KPP PMA 1 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor industri kimia & barang galian non-
logam
b.3 KPP PMA 2 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor industri logam & mesin
b.4 KPP PMA 3 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan kegiatan
usaha di sektor pertambangan & perdagangan

B02-
b.5 KPP PMA 4 WP PMA tertentu yg iak masuk bursa dan melakukan kegiatan
usaha di sektor industri tekstil, makanan, dan kayu
b.6 KPP PMA 5 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor agribisnis & jasa
b.7 KPP PMA 6 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor jasa & perdagangan
b.8 KPP Badora WP BUT yg berkedudukan di DKI Jakarta & orang asing yg
bertempat tinggal di DKI Jakarta
b.9 KPP Migas WP Migas
c Kanwil KPP Madya WP badan besar tertentu dlm suatu Kanwil DJP terkait
DJP
terkait
 Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP di atas ditetapkan dgn Keputusan Dirjen,
kecuali:

 KPP WP Besar 3 Penetapan tempat pendaftaran dan/atau tempat


 KPP WP Besar 4 utk WP BUMN pelaporan usaha utk pertama kali ditetapkan dgn
 KPP Migas Keputusan Dirjen Pajak
 KPP Badora
 Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP b.2 – b.7 ditentukan berdasarkan KLU WP
sesuai Lamp I PER-28/PJ/2012

Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi WP Baru: (Pasal 3 PER-28/PJ/2012)
 Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP baru:
 WP PMA → di KPP Pratama yg wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan WP
 WP BUMN → di KPP WP 3 atau KPP WP Besar 4 (sesuai dgn KLU WP tsb)
 WP Migas → di KPP Migas
 Dlm hal WP Berstatus Pusat terdaftar pd KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 (nomor
a.1 – c) dan membuka kantor cabang baru yg berdomisili di wilayah sesuai Lamp II PER- 28/PJ/2012,
tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha atas kantor cabang baru tsb di KPP sesuai Pasal 2 ayat
(1) PER-28/PJ/2012.
 Dlm hal WP Berstatus Cabang terdaftar di KPP Madya, sedangkan WP Berstatus Pusat terdaftar di KPP
Pratama di Kanwil DJP yg berbeda, dan WP Berstatus Pusat tsb pindah ke KPP di Kanwil DJP yg
membawahi KPP Madya tempat WP Berstatus Cabang tsb terdaftar, maka tempat pendaftaran dan/atau
tempat pelaporan usaha bagi WP Berstatus Pusat tsb adalah di KPP Madya.

Kewajiban Perpajakan: (Pasal 5 PER-28/PJ/2012)


Kewajiban perpajakan bagi WP yg terdaftar pd KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 meliputi:
a. PPh Badan dan/atau PPh OP
b. PPN atau PPnBM → lihat Bagian C. Pemusatan Tempat Terutang PPN
c. Pemotongan & Pemungutan PPh akibat dari transaksi yg dilakukan kantor pusat dan/atau cabang WP yg
berdomisili di wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012
d. Pajak Tdk Langsung Lainnya

Pelaksanaan Hak & Kewajiban bagi WP yg Dipindahkan ke KPP Baru Selain yg Diatur di PER-
18/PJ/2012: (Pasal 6 PER-28/PJ/2012)
 KPP Baru adalah KPP yg menerima perpindahan WP dari KPP Lama
 Pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan bagi WP yg dipindahkan ke KPP Baru: Hak &
kewajiban perpajakan utk masa pajak, bagian thn pajak atau thn pajak sbl tanggal SMT atau sbl tanggal
WP dipindahkan ke KPP Baru, dilaksanakan dan dipenuhi di:
1. KPP Baru, yg meliputi:
a. Kewajiban PPh Badan, PPN dan/atau PPnBM, dan Pemotongan & Pemungutan PPh →
dlm hal WP yg dipindahkan adalah WP Berstatus Pusat;
b. Kewajiban PPN dan Pemotongan & Pemungutan PPh → dlm hal WP yg dipindahkan adalah WP
Berstatus Cabang yg berdomisili di wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012; dan

B02-
c. Kewajiban PPN → dlm hal WP yg dipindahkan adalah WP Berstatus Cabang yg berdomisili di
luar wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012
2. KPP Lama meliputi Kewajiban Pemotongan & Pemungutan PPh → dlm hal WP yg dipindahkan
adalah WP Berstatus Cabang yg berdomisili di luar wilayah dlm Lamp II PER- 28/PJ/2012

Pasal 7 PER-28/PJ/2012
 Bagi WP yg sbl-nya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yg wilayah kerjanya di luar Propinsi DKI
Jakarta, dan sejak berlakunya Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER- 28/PJ/2012 terdaftar pd
KPP di Kanwil DJP WP Besar dan KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, maka kewajiban Pemotongan &
Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya atau KPP Pratama tsb dgn menerbitkan NPWP
cabang baru.
 Bagi WP yg sbl-nya terdaftar di KPP Pratama di luar wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012, dan sejak
berlakunya Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012 terdaftar pd KPP Madya, maka
kewajiban Pemotongan & Pemungutan PPh diadministrasikan di KPP Pratama tsb dgn menerbitkan NPWP
cabang baru.

Kriteria WP yg Terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP
Madya Berdasarkan Keputusan DJP: (Pasal 8 PER-28/PJ/2012)
WP yg terdaftar di KPP ini mrp WP terbesar yg penentuannya dilakukan berdasarkan kriteria:
1. Rata-rata realisasi pembayaran pajak, baik yg tercantum di dlm sistem MPN maupun yg tdk tercantum dlm
sistem MPN dan rata-rata peredaran usaha WP yg tercantum di dlm SPT Tahunan PPh Badan selama 3 thn
terakhir, khusus utk WP Badan; dan/atau
→ Kriteria ini ditetapkan dgn pembobotan 80% utk realisasi pembayaran pajak & 20% utk peredaran
usaha.
2. Pertimbangan Dirjen Pajak.
Dlm hal WP memenuhi kriteria terdaftar pd 2 KPP atau lbh, Dirjen Pajak menetapkan tempat pendaftaran
dan/atau tempat pelaporan usaha WP.

Evaluasi yg Dilakukan DJP thd WP yg Terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP
Jakarta Khusus, KPP Madya & Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Tsb: (Pasal 9 PER-28/PJ/2012 jo PER-
13/PJ/2014)
1. Ketentuan Terkait Evaluasi Yg Dilakukan DJP:
a. Dirjen Pajak melakukan evaluasi thd WP yg terdaftar pd KPP di kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP
Jakarta Khusus, dan KPP Madya, kecuali utk WP yg terdaftar di:
 KPP WP Besar 3
 KPP WP Besar 4 utk WP BUMN
 KPP Migas
 KPP Badora
Dirjen Pajak berdasarkan pertimbangan tertentu dpt menetapkan tempat pendaftaran
dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pd huruf a dgn menerbitkan Keputusan
Dirjen Pajak. (Pasal 9 ayat (5) PER-28/PJ/2012 jo PER-13/PJ/2014)
b. Ketentuan evaluasi:
1) Evaluasi dilakukan paling lama 5 thn sejak evaluasi sbl-nya dilakukan
2) Utk WP yg terdaftar di KPP PMB, selain jangka waktu evaluasi angka 1), dlm hal terdapat WP yg
pernyataan pendaftaran emisi sahamnya tlh dinyatakan efektif oleh OJK (listing) dan/atau WP yg
melakukan penghapusan pencatatan dari daftar saham di BEI (delisting), evaluasi dpt
dilakukan setiap 1 thn.
3) Utk WP yg terdaftar di KPP Madya, selain jangka waktu evaluasi angka 1), dlm hal Kepala
Kanwil DJP yg membawahi KPP Madya memandang perlu utk melakukan evaluasi WP
yg terdaftar di KPP Madya pd thn tsb, evaluasi dpt dilakukan paling cepat 3 thn sejak
evaluasi sbl-nya dilakukan.
c. Berdasarkan hasil evaluasi yg dilakukan sesuai dgn ketentuan evaluasi tsb, Dirjen Pajak menerbitkan
Keputusan Dirjen Pajak ttg: (Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012)
 Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Bagi WP pd KPP di Kanwil DJP WP
Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
 Pemindahan WP dari KPP di Kanwil DJP WP Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan
KPP Madya

B02-
 Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha bagi WP di KPP PMB dan KPP Madya
 Pemindahan WP dari KPP PMB dan KPP Madya
d. Keputusan Dirjen Pajak berdasarkan hasil evaluasi tsb diterbitkan paling lama pd akhir bulan Sept thn
evaluasi dilakukan dan mulai berlaku 1 Jan thn berikutnya.
2. Ketentuan Terkait Tindak Lanjut Hasil Keputusan DJP Atas Evaluasi Yg Tlh Dilakukan
(Pasal 10 PER-28/PJ/2012)
a. Dlm hal WP yg dipindahkan ke KPP Pratama sejak Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3)
PER-28/PJ/2012 mengajukan permohonan pindah sehubungan dgn perubahan tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP Pratama lainnya, maka tata
cara pemindahan thd WP tsb mengacu pd ketentuan perpu di bidang perpajakan.
b. Dlm hal tempat terdaftar WP yg dicantumkan pd kolom KPP asal di dlm Keputusan Dirjen Pajak
sesuai Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012 tdk sesuai dgn tempat terdaftar yg sebenarnya, maka WP tsb
tetap dipindahkan ke KPP tujuan sesuai dgn Keputusan Dirjen Pajak tsb.
c. WP yg terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya tetap
diadministrasikan di KPP tsb s.d. ditetapkan terdaftar di KPP lain dgn Keputusan Dirjen Pajak sesuai
Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012.
3. Pemindahan WP krn Keadaan Tertentu: (Pasal 4 PER-28/PJ/2012)
WP yg terdaftar di KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 yg:
a. Mengalami perubahan status modal;
b. Melakukan perubahan kegiatan usaha/jenis usaha atau KLU;
c. Melakukan perubahan tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha yg menyebabkan perubahan
tempat KPP terdaftar;
d. Pendaftaran emisi sahamnya tlh dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK; atau
e. Sahamnya tdk lagi terdaftar di BEI (delisting),
pemindahan WP dilakukan bersamaan dgn evaluasi WP terdaftar sesuai Pasal 9 PER- 28/PJ/2012.

Evaluasi
Daftar stl berlakunya
KPP PMA BerdasarkanPER-13
KLU WPdilakukan
(Lamp I paling lama thn 2016 dan mulai berlaku
PER-28/PJ/2012)
paling
Unit lamaKekhususan
Kantor pd tanggal 1Jenis
Jan thn berikutnya.
Usaha Gol. Pokok
KPP PMA 1 17-23, 31, 37, 38, 58
KPP PMA 2 24-30, 32
KPP PMA 3 05-09, 45-47
KPP PMA 4 10-16
KPP PMA 5 01-03, 33, 35-36, 39, 49-53, 60-66, 72, 77-82, 84-88
KPP PMA 6 41-43, 55-56, 68, 71, 73-74, 90, 93-94

Wilayah Pengadministrasian Kewajiban Pemotongan & Pemungutan PPh pd KPP Tertentu


(Lamp II PER-28/PJ/2012)
No. Wilayah Kota/Kabupaten Tempat WP Terdaftar
1 Propinsi DKI Jakarta KPP di Kanwil DJP WP Besar/ KPP di
Kanwil DJP Jakarta Khusus/ KPP Madya
Jakarta Pusat/ KPP Madya Jakarta
Selatan/ KPP Madya Jakarta Timur/ KPP
Madya Jakarta Utara/ KPP Madya Jakarta
Barat
2 Kota Medan KPP Madya Medan
3 Kota Batam KPP Madya Batam
4 Kota Pekanbaru, Kab. Kampar, Kab. Rokan Hulu, KPP Madya Pekanbaru

B02-
dan Kab. Pelalawan
5 Kota Palembang KPP Madya Palembang
6 Kota Tangerang KPP Madya Tangerang
7 Kota Bandung KPP Madya Bandung
8 Kab. Bekasi KPP Madya Bekasi
9 Kota Semarang KPP Madya Semarang
10 Kota Surabaya KPP Madya Surabaya
11 Kab. Sidoarjo KPP Madya Sidoarjo
12 Kota Malang KPP Madya Malang
13 Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. KPP Madya Denpasar
Gianyar, Kab. Klungkung, Kab. Buleleng, Kab.
Jembrana, Kab. Karangasem, dan Kab. Bangli
14 Kota Balikpapan KPP Madya Balikpapan
15 Kota Makassar KPP Madya Makassar

B02-
D. PEMUSATAN TEMPAT TERUTANG PPN

Dasar Hukum:
 Pasal 12 ayat (2) UU PPN
 PP 1 Thn 2012
 PER-4/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan
dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan sbg tempat terutang terutang PPN/ PPN & PPnBM
 PER-19/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg penetapan 1 tempat/lbh sbg tempat PPN terutang
 PER-28/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)
SE terkait:
 SE-45/PJ/2013 ttg Prosedur penerbitan SK pemusatan tempat PPN terutang dlm rangka pelaksanaan
PER-28/PJ/2012
 SE-25/PJ.52/2003 ttg Penegasan Pemusatan Tempat PPN Terutang bagi PKP yg Menyampaikan SPT
Masa PPN dan PPnBM Melalui media Elektronik (e-Filing)
 SE-21/PJ.5/2001 ttg Tata Cara Penyelesaian Permohonan Tempat Lain sbg Tempat Pengkreditan PM
dan Tempat Lain sbg Tempat Pajak Terutang atas Ekspor

Definisi Terkait:
 Saat Mulai Terdaftar (SMT) → tanggal saat WP terdaftar dan dikukuhkan sbg PKP di KPP yg
ditetapkan dgn Keputusan Dirjen Pajak.

PKP yg memiliki
Pengajuan > 1 tempat
Pemusatan PPN:PPN terutang dpt memilih 1 tempat atau lbh sbg Tempat Pemusatan PPN
 Terutang. Tempat tinggal,
PKP menyampaikan tempat kedudukan,
pemberitahuan atau(form
scr tertulis tempat kegiatan
lamp usaha PKP yg: kpd Kakanwil yg
IV PER-19/PJ/2010)
membawahi
berada diKPP
Kawasan Berikat;
yg wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemusatan PPN Terutang, dgn tembusan kpd
Kepala
berada
KPPdiyg
Kawasan
wilayahEkonomi
kerjanyaKhusus;
meliputi tempat-tempat PPN terutang yg akan dipusatkan. WP hrs mrp
PKP,mendapatkan fasilitas KITE.
baik di tempat PPN terutang yg dipilih sbg Tempat Pemusatan PPN Terutang
dan
tdk dpttempat PPNTempat
dipilih sbg terutang yg akan
Pemusatan dipusatkan.
PPN Terutang atau tempat PPN terutang yg akan dipusatkan.
 (Pasal 2 ayat (1) dan
Pemberitahuan Pasalmemuat
minimal 3 PER-19/PJ/2010)
:
 nama, alamat, dan NPWP tempat terpilih sbg pemusatan PPN Terutang (Catatan: tdk hrs/ tdk selalu
kantor pusat ber-NPWP 000)
 nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yg akan dipusatkan
 dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan dipusatkan pd tempat terpilih sbg tempat
pemusatan PPN terutang (form Lamp V PER-19/PJ/2010)
 Kakanwil menerbitkan SK Persetujuan (form Lamp I PER-19/PJ/2010) atau SK Penolakan (form Lamp III
PER-19/PJ/2010) paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari PKP. Dlm hal
ditolak, maka PKP dpt menyampaikan pemberitahuan kembali dgn melengkapi syarat yg diperlukan. SK
Persetujuan berlaku selama 5 thn dan dimulai pd masa pajak berikutnya stl tanggal SK.

Penambahan/Pengurangan Tempat Terutang PPN Pemusatan:


 PKP menyampaikan pemberitahuan scr tertulis (lamp VI PER-19/PJ/2010) kpd Kakanwil yg membawahi
KPP yg wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemusatan PPN Terutang.
 Minimal yg dimuat dlm surat pemberitahuan sama dgn minimal dlm pengajuan pemusatan PPN.

B02-
Perubahan Tempat Pemusatan PPN:
 Dlm hal PKP tlh mendapatkan persetujuan pemusatan tempat PPN terutang, PKP dpt memilih tempat PPN
terutang yg lain sbg Tempat Pemusatan PPN Terutang yg baru dgn syarat masa berlaku pemusatan di
tempat lama sdh berjalan minimal 2 thn, kecuali bagi PKP dgn tempat pemusatan awal yg scr permanen tdk
ada lagi aktivitas usaha (jangka waktu minimal 2 thn tdk berlaku baginya).
 PKP wajib menyampaikan pemberitahuan scr tertulis (form Lamp VII PER-19/PJ/2010) kpd Kakanwil yg
membawahi KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat pemusatan PPN terutang yg baru.
 Minimal yg dimuat dlm pemberitahuan kpd Kakanwil tsb sama dgn minimal dlm pengajuan pemusatan
PPN.
 Kakanwil menerbitkan SK Persetujuan (form Lamp I PER-19/PJ/2010) atau SK Penolakan (form Lamp III
PER-19/PJ/2010) paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari PKP. Dlm hal ditolak,
maka PKP dpt menyampaikan pemberitahuan kembali dgn melengkapi syarat yg diperlukan. SK
Persetujuan berlaku selama 5 thn dan dimulai pd masa pajak berikutnya stl tanggal SK.

Pencabutan Pemusatan Tempat PPN Terutang:


 PKP menyampaikan pemberitahuan tertulis kpd Kakanwil tembusan Kepala KPP @ tempat kedudukan,
disampaikan paling lambat 2 bulan sbl masa yg diinginkan utk tdk lagi pemusatan.
 Kakanwil meneribitkan SK Pencabutan (form Lamp II PER-19/PJ/2010) paling lama 5 hari kerja sejak
diterimanya pemberitahuan dari PKP.

Perpanjangan Jangka Waktu Pemusatan Tempat PPN Terutang:


 PKP menyampaikan pemberitahuan tertulis (form Lamp VIII PER-19/PJ/2010) kpd Kakanwil.
 Paling lambat disampaikan 2 bulan sbl jangka waktu pemusatan berakhir. Apabila tdk terpenuhi, maka PKP
dianggap tdk memperpanjang jangka waktu pemusatan PPN terutang, namun PKP dpt menyampaikan
pemberitahuan pemusatan kembali dlm jangka waktu 2 thn sejak SK persetujuan pemusatan berakhir.
 Kakanwil menerbitkan SK Persetujuan (form Lamp I PER-19/PJ/2010) yg baru paling lambat 14 hari kerja
sejak diterimanya pemberitahuan.
 SK Persetujuan yg baru berlaku selama 5 thn dan dimulai pd masa pajak berikutnya stl tanggal SK.

Kepastian Hukum bagi PKP:


Apabila Kakanwil tdk menerbitkan SK Persetujuan atau SK Penolakan dalam waktu yg tlh ditetapkan (14 hari
kerja), maka pemberitahuan dari PKP dianggap disetujui dan SK Persetujuan paling lambat diterbitkan 5 hari
kerja sejak jangka waktu penyelesaian (14 hari kerja) berakhir. SK Persetujuan berlaku selama 5 thn dan dimulai
pd masa pajak berikutnya stl tanggal SK.

Ketentuan Terkait Tempat Pemusataan PPN Terutang: (Pasal 5 ayat (2) – (8) PER-28/PJ/2012)
1. Dlm hal WP terdaftar pd KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT
Khusus, dan KPP Madya
Kepala KPP menerbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang paling lama 1 bulan sejak tanggal SMT utk
WP yg sebelumnya terdaftar pd KPP lain yg tlh melaksanakan pemusatan tempat PPN
terutang, meliputi:
a. Slr tempat kegiatan usaha/cabang WP utk WP yg sebelumnya terdaftar pd KPP di lingkungan Kanwil
DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya, yg berlaku sejak tanggal SMT (form Lamp
III PER-28/PJ/2012); atau
b. Slr tempat kegiatan usaha/cabang WP sesuai dgn SK pemusatan sebelumnya utk WP yg sebelumnya
terdaftar di KPP Pratama, yg berlaku sejak tanggal SMT s.d. tanggal 31 Des thn SMT (form Lamp IV
PER-28/PJ/2012).
2. Dlm hal WP ditetapkan terdaftar di KPP Pratama berdasarkan Kep Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat
(3) PER-28/PJ/2012, Kepala KPP Pratama menerbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang paling lama 1
bulan sejak tanggal SMT utk WP yg sebelumnya tlh melaksanakan pemusatan tempat PPN
terutang, yg berlaku sejak tanggal SMT s.d. tanggal 31 Des thn SMT (form Lamp IV PER-28/PJ/2012).

B02-
Dlm hal WP yg ditetapkan terdaftar di KPP Pratama menghendaki utk memperpanjang jangka waktu
pemusatan tempat PPN terutang, WP wajib menyampaikan pemberitahuan scr tertulis kpd Kakanwil DJP yg
wilayah kerjanya meliputi KPP Pratama tempat WP terdaftar sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
3. Kepala KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya menerbitkan SK
pemusatan tempat PPN terutang paling lama 2 bulan sbl berakhirnya thn SMT utk:
a. WP yg mempunyai > 1 tempat kegiatan usaha/cabang tetapi blm melaksanakan pemusatan tempat
PPN terutang; atau
b. WP yg sdh diterbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang sesuai Pasal 5 ayat (3) huruf b PER-
28/PJ/2012.
SK pemusatan tempat PPN terutang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari thn berikutnya stl thn SMT,
kecuali jika WP menyampaikan pemberitahuan scr tertulis sesuai Pasal 5 ayat (7) huruf a PER-28/PJ/2012.
4. Kepala KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya dpt menerbitkan SK
pemusatan tempat PPN terutang berdasarkan:
a. Surat pemberitahuan scr tertulis dari WP sbl jangka waktu sesuai Pasal 5 ayat (5) PER- 28/PJ/2012
b. Surat pemberitahuan scr tertulis dari WP yg tlh mendapatkan persetujuan pemusatan tempat PPN
terutang dlm hal terdapat penambahan tempat PPN terutang yg akan dipusatkan atau pengurangan
tempat PPN terutang yg tlh dipusatkan;
SK pemusatan tempat PPN terutang ini berlaku sejak masa pajak berikutnya stl tanggal SK pemusatan
tempat PPN terutang
5. Bagi WP yg tetap terdaftar di KPP yg sama dan pernah diterbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang oleh
Kepala KPP, maka SK pemusatan tsb dinyatakan tetap berlaku dan tdk perlu diterbitkan lagi SK pemusatan
tempat PPN terutang. (Pasal 5 ayat (8) PER-28/PJ/2012)

B02-
Perbedaan Ketentuan Terkait Tempat Pemusatan PPN Terutang:
Ketentuan sbl Ketentuan sejak 30 Des 2011 s.d 29 Mar 2012
30 Des 2011 (PER-49/PJ/2011) Ketentuan sejak 30 Mar 2012 Ketentuan sejak 1 Jan 2013
No Kriteria WP
(PER- Penetapan tempat PPN (PER-08/PJ/2012) (PER-28/PJ/2012)
Tanggal terdaftar
15/PJ/2009) terutang
1. WP yg terdaftar pd Dlm hal WP Sbl 30 Des 2011 Tempat Pemusatan tempat Kewajiban pelaporan PPN atas slr Kewajiban pelaporan PPN atas slr
KPP di Kanwil DJP berstatus Pusat dan thd WP ini sdh PPN PPN terutang tempat kegiatan usaha di slr tempat kegiatan usaha/cabang
WP Besar dan KPP mempunyai 1 pernah diterbitkan terutang utk tetap berlaku dan Indonesia dilaksanakan di KPP ini dilaksanakan di KPP ini
di Kanwil DJP JKT atau lbh tempat SK pemusatan slr tempat tdk perlu
Khusus kegiatan usaha, tempat PPN kegiatan diterbitkan lagi
termasuk cabang- terutang usaha SK pemusatan
cabangnya, ditetapkan di tempat PPN
Tempat PPN KPP tempat terutang
Terutang utk slr WP terdaftar
tempat kegiatan Sejak 30 Des tsb Penetapan tempat
usaha tsb 2011 PPN terutang
dipusatkan hanya di dilakukan dgn
KPP WP Besar atau menerbitkan SK
KPP pemusatan tempat
Madya terhitung PPN terutang oleh
sejak SMT di KPP Kepala KPP atas
WP Besar atau nama Dirjen
KPP Madya tsb Pajak dgn bentuk
sesuai Lamp II
PER-
49/PJ/2011

2. WP yg terdaftar Dlm hal WP Sbl 30 Des 2011 Penetapan pemusatan tempat 1. Dlm hal WP berstatus pusat, 1. Dlm hal WP berstatus Pusat,
di KPP Madya berstatus Pusat dan thd WP ini sdh PPN terutang tetap berlaku kewajiban pelaporan PPN utk kewajiban pelaporan PPN atau PPN
mempunyai 1 pernah diterbitkan sampai dgn 31 Des 2012. Sbl tempat-tempat kegiatan usaha dan PPnBM atas slr tempat kegiatan
atau lbh tempat SK pemusatan jangka waktu 31 Des 2012 tsb yg berada di wilayah sesuai dgn usaha, termasuk tempat kegiatan
kegiatan usaha, tempat PPN berakhir dan WP tetap Lamp II PER-08/PJ/2012 usaha/cabang yg terdaftar di KPP
termasuk cabang- terutang menghendaki pemusatan dilaksanakan di KPP Madya Madya lain, dilaksanakan di KPP
cabangnya, tempat PPN 2. Dlm hal WP berstatus Madya
Tempat PPN terutang, WP hrs cabang sdh dikukuhkan sbg 2. Dlm hal WP berstatus Cabang
menyampaikan sdh dikukuhkan sbg PKP dan

B02-
Terutang utk slr pemberitahuan tempat PPN PKP dan berada di wilayah WP berstatus Pusatnya tdk terdaftar
tempat kegiatan terutang sesuai perpu di bidang sesuai dgn Lamp II PER- pd KPP di Lingkungan Kanwil DJP
usaha tsb Perpajakan 08/PJ/2012, kewajiban WP Besar atau Khusus, kewajiban
dipusatkan hanya di Sejak 30 Des 2011 Ketentuan WP hrs pelaporan pelaporan PPN dan PPnBM
KPP WP Besar atau dan thd WP ini blm pemusatan menyampaikan PPNnya dilaksanakan di dilaksanakan di KPP Madya hanya
KPP pernah diterbitkan tempat PPN pemberitahuan KPP Madya hanya atas atas cabang tsb
Madya terhitung SK pemusatan terutang tempat PPN cabang tsb
sejak SMT di KPP tempat PPN utk KPP terutang sesuai 3. Dlm hal WP yg terdaftar di
WP Besar atau terutang madya ini perpu di bidang KPP Madya yg memiliki
KPP Madya tsb sama dgn Perpajakan tempat kegiatan usaha di luar
ketentuan wilayah sesuai dgn Lamp II
utk KPP PER-08/PJ/2012
Pratama menghendaki tempat kegiatan
usaha tsb dipusatkan di KPP
Madya, WP hrs menyam-
paikan pemberitahuan
pemusatan tempat PPN
terutang kpd Kepala KPP
Madya.
4. Bagi WP berstatus pusat yg
tetap terdaftar di KPP Madya yg
sama namun berkedudu- kan di
luar wilayah yg sesuai dgn
Lamp II PER- 08/PJ/2012,
kewajiban PPN dilaksanakan di
KPP Pratama yg wilayah
kerjanya meliputi tempat
kedudukan WP tsb dgn
menerbitkan NPWP cabang,
berlaku mulai 1 Jan thn
berikutnya stl thn SMT.

B02-
E. TEMPAT PENDAFTARAN/PELAPORAN PKP BAGI WP REAL ESTAT

Dasar Hukum:
 Pasal 2 ayat (3) huruf a UU KUP
 PER-25/PJ/2013 (berlaku sejak 3 Juli 2013) ttg Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan
usaha bagi WP sbg pengusaha yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya yg
melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/ atau bangunan

Tempat Pendaftaran dan/atau Pelaporan Usahanya:


Tempat pendaftaran dan/atau pelaporan usaha utk melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan sbg PKP yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN bagi WP yg melakukan usaha di bidang
pengalihan tanah dan/atau bangunan, ditetapkan di KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha tsb berada.

Khusus Bagi WP yg Terdaftar di KPP Madya di Jakarta, KPP di Kanwil DJP Besar, atau
KPP di Kanwil DP Jakarta Khusus:
a. Bagi WP yg melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan yg terdaftar pd KPP
Madya di Jakarta dan KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus,
kewajiban pendaftaran dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM ditetapkan pd: (Pasal 2 ayat
(1) PER-25/PJ/2013)
 KPP Madya di Jakarta dan KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar & Kanwil DJP Jakarta
Khusus bagi WP yg mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah DKI Jakarta
 KPP tempat kegiatan usaha tsb berada bagi WP yg mempunyai tempat kegiatan usaha di luar
wilayah DKI Jakarta
b. Bagi WP yg tempat kegiatan usahanya berada di luar wilayah DKI Jakarta → dikukuhkan sbg PKP
scr jabatan oleh KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha tsb berada (Pasal 2 ayat (3)
PER-25/PJ/2013)
SK Pemusatan Tempat PPN terutang yg diterbitkan berdasarkan PER-28/PJ/2012, tdk berlaku bagi
WP ini (Pasal 3 PER-25/PJ/2013)

B0231
SURAT KUASA KHUSUS

Dasar Hukum:
 Pasal 32 UU KUP
 Pasal 49, 50, 51, 52 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
 PMK-22/PMK.03/2008 (berlaku sejak 6 Feb 2008) ttg Persyaratan serta Pelaksanaan Hak & Kewajiban
Seorang Kuasa
 PMK-111/PMK.03/2014 (berlaku stl 6 bulan terhitung sejak tanggal 9 Juni 2014) ttg Konsultan Pajak
 Pd saat berlaku, PMK-111/PMK.03/2014 mencabut KMK-485/KMK.03/2003 jo PMK- 98/PMK.03/2005
ttg Konsultan Pajak Indonesia
SE terkait:
 SE-16/PJ/2008 ttg Penegasan Sehubungan dgn Penunjukan Seorang Kuasa dgn Surat Kuasa Khusus

Pihak yg menjalankan Hak & Kewajiban Perpajakan (Ketentuan Terkait Pengertian Pengurus)
Dlm menjalankan hak & kewajiban sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan, WP diwakili dlm hal:
1. Badan → Pengurus
 Termasuk dlm pengertian pengurus adalah orang yg nyata-nyata mempunyai wewenang dlm
menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dlm rangka menjalankan kegiatan perusahaan,
misalnya berwenang menandatangani kontrak dgn pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya
walaupun orang tsb tdk tercantum namanya dlm susunan pengurus yg tertera dlm akte pendirian maupun
akte perubahan, termasuk dlm pengertian pengurus. Ketentuan ini berlaku pula bagi komisaris dan
pemegang saham mayoritas atau pengendali. (Penjelasan Pasal 32 UU KUP)
 Tambahan Informasi: (sesuai UU 40 Thn 2007 ttg Perseroan Terbatas/UU PT)
Di dlm UU PT, yg menjalankan pengurusan PT (Pengurus PT) adalah Direksi, Komisaris juga dpt
melakukan tindakan pengurusan PT dlm hal: (Pasal 118 UU PT)
 Anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dg Perseroan; (Pasal 99 ayat (2) huruf b UU
PT)
 Slr anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan utk sementara. (Pasal 107 huruf c UU PT)
2. Badan yg dinyatakan pailit → Kurator
3. Badan dlm pembubaran → Orang atau badan yg ditugasi utk melakukan pemberesan
4. Badan dlm likuidasi → Likuidator
5. Suatu warisan yg blm terbagi → Salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yg mengurus harta
peninggalannya
6. Anak yg blm dewasa atau orang yg berada dlm pengampuan → Wali atau pengampunya
→ Anak yg blm dewasa: anak yg blm berumur 18 thn & blm pernah menikah (Penjelasan Pasal 8 ayat
(4) UU PPh)
Wanita kawin yg tdk menghendaki utk melaksanakan hak & memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari
suaminya dan anak yg blm dewasa, hrs melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga. (Pasal 2 ayat (5) PER-20/PJ/2013)
Penegasan Terkait Tdk Diperlukannya Surat Kuasa Khusus dlm Bbrp Hal Pelaksanaan Kewajiban
Perpajakan
1. Pengurus, komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali serta karyawan WP yg nyata- nyata
mempunyai wewenang dlm menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dlm rangka menjalankan
perusahaan dpt melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakan WP tanpa memerlukan Surat Kuasa Khusus
2. Dokumen perpajakan seperti SSP, dpt ditandatangani oleh pejabat/karyawan yg ditunjuk oleh WP tanpa
memerlukan Surat Kuasa Khusus. (angka 11 SE-16/PJ/2008)
3. Dokumen perpajakan seperti FP, dpt ditandatangani oleh pejabat/karyawan yg ditunjuk oleh WP tanpa
memerlukan Surat Kuasa Khusus. (angka 11 SE-16/PJ/2008)
 Tetapi yg berhak menandatangani adalah pejabat yg namanya tercantum dlm surat pemberitahuan scr tertulis
nama pejabat yg berhak menandatangani FP disertai dgn contoh tandatangannya dan melampirkan FC kartu
identitas pejabat/pegawai penandatanganan FP yg sah yg tlh dilegalisasi pejabat berwenang, yg tlh disampaikan
PKP ke KPP. (Pasal 13 ayat (2) PER-24/PJ/2012)

B‐
4. Penyerahan dokumen yg berdasarkan ketentuan dpt disampaikan melalui TPT, tdk memerlukan Surat Kuasa
Khusus atau Surat Penunjukan. (angka 11 SE-16/PJ/2008)

Ketentuan yg Ada di Pasal 32 ayat (3) UU KUP (Penunjukan Seorang Kuasa)


OP atau badan dpt menunjuk seorang kuasa dgn surat kuasa khusus utk menjalankan hak & memenuhi kewajiban
sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

Isi & Format Surat Kuasa Khusus: (Contoh Form Surat Kuasa Khusus ada di Lamp I PMK-
22/PMK.03/2008)
 Surat Kuasa Khusus paling sedikit hrs memuat: (Pasal 49 ayat (4) PP 74 Thn 2011 & Pasal 5 ayat (1) PMK-
22/PMK.03/2008)
 Nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai, serta NPWP dari WP pemberi kuasa;
 Nama, alamat, dan tanda tangan, serta NPWP penerima kuasa; dan
 Hak dan/ atau kewajiban perpajakan tertentu yg dikuasakan.
 Contoh penggunaan surat kuasa khusus ini adalah utk penandatanganan SPT Tahunan PPh OP/ Badan.

Perbedaan antara Seorang Kuasa yg mrp Konsultan Pajak dan Bukan Konsultan Pajak:
Ketentuan Bukan Konsultan Pajak (Termasuk
Konsultan Pajak
terkait Karyawan WP)
Persyaratan utk 1. Menguasai ketentuan perpu di bidang perpajakan
menjadi Konsultan pajak sbg seorang kuasa Seorang kuasa yg bukan
seorang Kuasa dianggap menguasai ketentuan perpu konsultan pajak dianggap
(kumulatif) perpajakan apabila dpt menyerahkan FC menguasai ketentuan perpu
(Pasal 2 ayat surat izin praktek konsultan pajak yg perpajakan apabila dpt
(2) PMK- diterbitkan oleh Dirjen Pajak a.n. Menkeu menyerahkan FC sertifikat
22/PMK.03/2008 yg dilengkapi dgn Surat Pernyataan sbg brevet atau ijazah pendidikan
& konsultan formal di bidang perpajakan yg
Pasal 49 ayat pajak (sesuai format dlm Lamp II diterbitkan oleh perguruan tinggi
(3) PP 74 Thn PMK-22/PMK.03/2008) negeri atau swasta dgn status
2011 terakreditasi A, minimal
tingkat D III.
2. Memiliki surat kuasa khusus dari WP yg memberi kuasa (sesuai format dlm
Lamp I PMK-22/PMK.03/2008)
3. Memiliki NPWP
4. Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak Terakhir
5. Tdk pernah dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan (Persyaratan ini baru ada stl PP 74 berlaku → sejak 1 Jan 2012)
6 Jika yg menjadi kuasa adalah
. karyawan WP tsb, maka karyawan
yg boleh menerima kuasa adalah
karyawan tetap yg tlh menerima
penghasilan dari WP pemberi
kuasa yg dibuktikan dgn Surat
Pernyataan bermeterai dari WP
(sesuai format dlm Lamp
III PMK-22/PMK.03/2008)
(Pasal 4 ayat (2) PMK-
22/PMK.03/2008)

Batasan Konsultan Pajak dpt menerima kuasa dari Seseorang yg bukan konsultan pajak
Penerimaan WP manapun. termasuk karyawan WP hanya dpt
Kuasa WP yg wajib menggunakan Konsultan menerima kuasa dari: (Pasal 4 ayat (1)
Pajak bila menunjuk sbg Kuasanya: PMK-22/PMK.03/2008)
 WP OP yg menjalankan usaha atau  WP OP yg tdk menjalankan usaha
pekerjaan bebas dgn peredaran/ atau pekerjaan bebas;

B‐
penerimaan bruto > Rp 1,8 M dlm 1 thn;  WP OP yg menjalankan usaha atau
atau pekerjaan bebas dgn
 WP Badan dgn peredaran bruto > Rp 2,4 M peredaran/penerimaan bruto < Rp 1,8
dlm 1 thn. M dlm 1 tahun; atau
Pasal 52 PP 74 Thn 2011: menyebutkan  WP Badan dgn peredaran bruto < Rp
bahwa "Ketentuan lbh lanjut mengenai syarat 2,4 M dlm 1 tahun.
serta hak & kewajiban konsultan pajak yg dpt
ditunjuk sbg kuasa diatur dgn Peraturan Menkeu "
(PMK nya masih blm terbit), shg
PMK-22/PMK.03/2008 masih tetap berlaku
sepanjang tdk bertentangan dgn PP 74
(Pasal 65 PP 74 Thn 2011)

Ketentuan yg Wajib Dipenuhi oleh Seorang Kuasa:


1. Seorang kuasa tdk dpt melimpahkan kuasa yg diterima dari WP kpd orang lain. (Pasal 50 ayat (1) PP 74
Thn 2011 & Pasal 7 PMK-22/PMK.03/2008)
2. Dlm melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu yg dikuasakan, dgn surat
penunjukan seorang kuasa hanya dpt meminta orang lain atau karyawannya utk menyampaikan dan/atau
menerima dokumen perpajakan tertentu yg diperlukan kpd dan/atau dari pegawai DJP. (Pasal 50 ayat (2)
PP 74 Thn 2011)
 Orang lain atau karyawan yg ditunjuk oleh seorang kuasa, hrs menyerahkan surat penunjukan kpd pegawai
DJP Pajak pd saat melaksanakan tugasnya. (Pasal 50 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
 Seorang kuasa dpt menunjuk orang lain atau karyawannya terbatas utk menyampaikan dokumen-
dokumen dan/atau menerima dokumen-dokumen perpajakan tertentu yg diperlukan dlm pelaksanaan
hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yg dikuasakan, selain penyerahan dokumen yg
dpt disampaikan melalui TPT. Orang lain atau karyawan yg ditunjuk wajib menyerahkan Surat
Penunjukan dari kuasa tsb, sesuai dgn Lamp IV PMK- 22/PMK.03/2008. (Pasal 7 ayat (2) & (3) PMK-
22/PMK.03/2008)
3. Seorang kuasa hanya mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yg dikuasakan WP sesuai dgn
surat kuasa khusus. (Pasal 51 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
 1 surat kuasa khusus hanya utk 1 pelaksanaan hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu. (Pasal 5
ayat (2) PMK-22/PMK.03/2008)
 Yg dimaksud dgn: "hanya utk 1 pelaksanaan hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu" adalah hanya
utk 1 jenis pajak yg dituliskan dlm surat kuasa khusus, utk masa pajaknya bisa
> 1 masa pajak (tergantung dari isi surat kuasa khusus tsb).
4. Dlm melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu, seorang kuasa wajib
mematuhi ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal 51 ayat (2) PP 74 Thn 2011 & Pasal 10 ayat (1) PMK-
22/PMK.03/2008)
5. Seorang kuasa tdk dpt melaksanakan hak dan/atau kewajiban WP yg dikuasakan kepadanya apabila dlm
melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakannya: (Pasal 51 ayat (3) PP 74 Thn 2011 & Pasal 10
ayat (2) PMK-22/PMK.03/2008)
 Melanggar ketentuan perpu di bidang perpajakan;
 Menghalang-halangi pelaksanaan ketentuan peraturan perpu di bidang perpajakan; atau
 Dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya.
6. Seorang kuasa wajib memberi bantuan, penjelasan dan hal-hal lain yg berkaitan dgn pelaksanaan hak dan/atau
kewajiban WP yg memberikan kuasa kpd-nya, sesuai perpu perpajakan. (Pasal 9 ayat (3)
PMK-22/PMK.03/2008)

Form-form yg digunakan berdasar PMK-22/PMK.03/2008:


No. Nama Form Sumber Pihak Pembuat
1. Surat Kuasa Khusus WP.... Lamp I WP Pemberi Kuasa
2. Surat Pernyataan sbg Konsultan Pajak Lamp II WP Penerima Kuasa
3. Surat Pernyataan sbg Karyawan Tetap WP Lamp III WP Penerima Kuasa
4. Surat Penunjukan Lamp IV WP Pemberi Kuasa

B‐
KODE KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA (KLU)

Dasar Hukum:
 KEP-233/PJ/2012 jo KEP-321/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Klasifikasi Lapangan Usaha WP
→ mencabut KEP-34/PJ/2003

Kegunaan:
 Tata Usaha WP, seperti data Kelompok Kegiatan Ekonomi WP dlm Master File WP, Kelompok Kegiatan
Ekonomi pd SPT PPh
 Dasar penyusunan NPPN
 Keperluan khusus lainnya

KLU 2012 (sejak 1 Jan 2013) KLU 2003


Kate- Kate- Gol.
Judul Kategori Gol. Pokok Judul Kategori
gori gori Pokok
A Pertanian, Kehutanan & 01 - 03 A Pertanian, Perburuan, 01, 02
Perikanan Kehutanan
B Perikanan 05
B Pertambangan & 05 - 09 C Pertambangan & 10 - 14
Penggalian Penggalian
C Industri Pengolahan 10 - 33 D Industri Pengolahan 15 - 37
D Pengadaan Listrik, Gas, 35 E Listrik, Gas dan Air 40, 41
Uap/Air Panas & Udara
Dingin
E Pengadaan Air, Pengelolaan 36-39
Sampah & Daur Ulang,
Pembuangan & Pembersihan
Limbah &
Sampah
F Konstruksi 41 - 43 F Konstruksi 45
G Perdagangan Besar & 45 - 47 G Perdagangan Besar & 50 - 54
Eceran; Reparasi & Eceran, Reparasi Mobil,
Perawatan Mobil & Sepeda Motor, serta Brg-
Sepeda Motor Brg Keperluan Pribadi &
Rumah Tangga
H Transportasi & 49 - 53 I Transportasi, Pergudangan 60 - 64
Pergudangan dan Komunikasi
I Penyediaan Akomodasi & 55, 56 H Penyediaan Akomodasi & 55
Penyediaan Makan Minum Penyediaan Makan Minum
J Informasi & Komunikasi 58 - 63 I Transportasi, Pergudangan 60 - 64
dan Komunikasi
K Jasa Keuangan & 64 - 66 J Perantara Keuangan 64 - 67
Asuransi
L Real Estat 68 K Real Estate, Usaha 70 - 74
M Jasa Profesional, Ilmiah & 69 - 75 Persewaan, & Jasa
Teknis Perusahaan
N Jasa Persewaan, 77 - 82
Ketenagakerjaan, Agen
Perjalanan & Penunjang
Usaha Lainnya
O Administrasi 84 L Administrasi Pemerintah, 75
Pemerintahan, Pertahanan, & Jaminan
Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib
Sosial Wajib

B04-
KLU 2012 (sejak 1 Jan 2013) KLU 2003
Kate- Kate- G l.
Judul Kategori Gol. Pokok Judul Kategori o
gori gori Po ok
P Jasa Pendidikan 85 M Jasa Pendidikan 80
Q Jasa Kesehatan & 86 - 88 N Jasa Kesehatan, & Kegiatan 85
Kegiatan Sosial Sosial
R Kebudayaan, Hiburan & 90 - 93 O Jasa Kemasyarakatan, Sosial, 90 - 93
Rekreasi & Kegiatan Lainnya
S Kegiatan Jasa Lainnya 94 - 96
T Jasa Perorangan yg Melayani 97, 98 P Jasa Perorangan 95
Rumah Tangga; Kegiatan yg
Menghasilkan Brg & Jasa
Oleh Rumah Tangga yg
Digunakan Sendiri Utk
Memenuhi Kebutuhan

U Kegiatan Badan 99 Q Badan Internasioanal, & 99


Internasional & Badan Badan Ekstra Internasional
Ekstra Internasional Lainnya
Lainnya
X Kegiatan yg Belum Jelas 00
Batasannya

Struktur Kode KLU:


X X X X X → Kode KLU

Golongan Pokok (2 digit pertama dari kode KLU

B04-
BATAS WAKTU PEMBAYARAN & PELAPORAN DAN TERKAIT PELAPORAN SPT

Batas Waktu
No. Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran
Pelaporan

Masa
1. PPh Ps. 4 (2) yg dipotong oleh Tgl 10 bulan berikut stl Masa 20 hari stl Masa Pajak
Pemotong PPh Pajak berakhir berakhir
2. PPh Ps. 15 yg dipotong oleh (Bila memenuhi
Pemotong PPh kriteria WP yg
3. PPh Ps. 21 yg dipotong oleh Memiliki Peredaran
Pemotong PPh Bruto Tertentu, tdk
4. PPh Ps. 23 yg dipotong oleh wajib PPh Ps. 25
Pemotong PPh tetapi wajib PPh Ps. 4
5. PPh Ps. 26 yg dipotong oleh ayat (2) atas
Pemotong PPh penghasilan dgn
6. PPh Ps. 22 atas penyerahan peredaran bruto
BBM, gas, pelumas kpd tertentu, dgn batas
penyalur/agen atau industri yg waktu pelaporan
dipungut oleh WP Badan yg adalah tgl 15 bulan
bergerak dlm bid. produksi berikut stl Masa Pajak
BBM, gas, dan pelumas berakhir)
7. PPh ps. 22 yg pemungutannya
dilakukan oleh WP badan
tertentu sbg
Pemungut Pajak
8. PPh Ps. 4 (2) yg hrs dibayar Tgl 15 bulan berikut stl Masa
sendiri oleh WP Pajak berakhir
9. PPh Ps. 15 yg hrs dibayar (Bila memenuhi kriteria WP
sendiri oleh WP yg Memiliki Peredaran Bruto
10. PPh Ps. 25 (angsuran pajak) utk Tertentu, tdk wajib PPh Ps.
WP OP & badan 25 tetapi wajib PPh Ps. 4
ayat (2) atas penghasilan
dgn peredaran bruto
tertentu, dgn batas waktu
pembayaran adalah tgl 15
bulan berikut stl Masa Pajak
berakhir)
11. PPh Ps. 22, PPN atau PPN Bersamaan dgn saat pembayaran
dan PPnBM atas impor Bea Masuk. Dlm hal Bea Masuk
ditunda/ dibebaskan, pajak hrs
dilunasi pd saat penyelesaian
dokumen PIB

12. PPh Ps. 22, PPN atau PPN 1 hari kerja stl dilakukan Scr mingguan paling
dan PPnBM atas impor yg pemungutan pajak lama pd hari kerja
dipungut oleh DJBC terakhir minggu
berikutnya
13. PPh Ps. 22 yg dipungut oleh Pd hari yg sama dgn pelaksanaan 14 hari
bendahara pembayaran atas penyerahan stl Masa Pajak berakhir
barang yg dibiayai dari belanja
Negara/Daerah, dgn
menggunakan SSP a.n. rekanan &
ditandatangani oleh
bendahara

B‐
Batas Waktu
No. Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran
Pelaporan

Masa
14. PPh Ps. 25 (angsuran pajak) Pd akhir masa pajak terakhir 20 hari
bagi WP kriteria tertentu yg stl berakhirnya Masa
melaporkan bbrp Masa Pajak Pajak terakhir
dlm 1 SPT Masa
15. Pembayaran masa selain PPh Sesuai dgn batas waktu utk
Pasal 25 bagi WP kriteria masing-masing jenis pajak
tertentu yg melaporkan bbrp
masa pajak
dlm 1 SPT Masa
16. PPN atau PPN & PPnBM yg Akhir bulan berikutnya stl Masa Akhir bulan berikutnya
terutang dlm 1 Masa Pajak Pajak berakhir & sbl SPT Masa stl Masa Pajak berakhir
PPN disampaikan (mulai Masa (mulai Masa Pajak Apr
Pajak Apr 2010) 2010)
17. PPN yg terutang atas keg. Tgl 15 bulan berikutnya stl
membangun sendiri (hrs Masa Pajak berakhir
disetor oleh pihak yg
melakukan)
18. PPN atau PPN & PPnBM yg
pemungutannya dilakukan oleh
Pemungut PPN selain
Bendahara Pemerintah/
Instansi Pemerintah yg
ditunjuk
19. PPN atau PPN & PPnBM yg Tgl 7 bulan berikutnya stl Masa
pemungutannya dilakukan Pajak berakhir
oleh Bendahara Pengeluaran sbg
Pemungut PPN
20. PPN yg terutang atas Tgl 15 bulan berikutnya stl saat
pemanfaatan BKP tdk terutangnya pajak
berwujud dan/atau JKP dari
luar Daerah Pabean (hrs
disetor oleh pihak yg
memanfaatkan)
21. PPN atau PPN & PPnBM yg Pd hari yg sama dgn pelaksanaan
pemungutannya dilakukan oleh pembayaran kpd PKP Rekanan
Pejabat Penandatangan SPM Pemerintah melalui KPPN
sbg Pemungut PPN

Tahunan
1. PPh - OP Sbl SPT Tahunan PPh Akhir bulan ke-3 stl
disampaikan berakhirnya thn atau
bagian thn pajak
2. PPh - Badan Akhir bulan ke-4 stl
berakhirnya thn atau
bagian thn pajak
3. PBB Perkebunan, Perhutanan, 6 bulan sejak tanggal -
Pertambangan diterimanya SPPT

B‐
Ket:
 Dlm hal tgl jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak atau batas akhir pelaporan bertepatan dgn hari libur
termasuk hari Sabtu/hari libur nasional, pembayaran/penyetoran pajak atau pelaporan dpt dilakukan pd hari
kerja berikutnya (berlaku mulai tgl 1 Jan 2008).
 Hari libur nasional termasuk hari yg diliburkan utk penyelenggaraan Pemilihan Umum yg ditetapkan oleh
Pemerintah & cuti bersama scr nasional yg ditetapkan oleh Pemerintah
 Ketentuan utk PPN atau PPN & PPnBM yg terutang dlm 1 Masa Pajak sbl Masa Pajak Apr 2010: batas
waktu utk pembayaran tgl 15 bulan berikut stl Masa Pajak berakhir & utk pelaporan tgl 20 bulan berikut stl
Masa Pajak berakhir.
Sumber:
UU KUP, PMK-184/PMK.03/2007 jo. PMK-80/PMK.03/2010, Lamp II Huruf D.3.a & 3.b PER-11/PJ/2013

Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25 / PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dgn Peredaran Bruto
Tertentu:
PPh Pasal 25
 Apabila SSP nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka SPT Masa PPh Pasal 25 dianggap tlh disampaikan ke
KPP sesuai dgn tgl validasi yg tercantum pd SSP. PPh Pasal 25 NIHIL, tetap hrs melaporkan SPT PPh Masa
menggunakan SSP lembar ke-3 NIHIL.
 Pembayaran stl tgl 15:
Apabila pembayaran dilakukan antara tgl 16 - 20 maka dikenakan sanksi administrasi terlambat bayar (2%
perbulan). Apabila pembayaran dilakukan stl tgl 20, dikenakan sanksi administrasi terlambat bayar &
denda terlambat lapor.
Sumber:
PER-22/PJ./2008 (berlaku sejak 21 Mei 2008)
PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dgn Peredaran Bruto Tertentu:
 WP yg tlh melakukan penyetoran PPh final ini:
 Mendapat validasi dgn NTPN → dianggap tlh menyampaikan SPT Masa PPh, sesuai dgn tanggal validasi
NTPN yg tercantum pd SSP
 Tdk mendapat validasi NTPN wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasa 4 ayat (2) ke KPP sesuai
tempat kegiatan usaha WP terdaftar dgn mengisi baris pd angka 11 form SPT:
Kolom Uraian ditulis dgn “Penghasilan Usaha WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”
Kolom KAP/KJS diisi dgn “411128/420”
 WP dgn jml PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tdk wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal ayat (2)
Sumber:
PMK-107/PMK.011/2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013), SE-42/PJ/2013

Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26


Ketentuan mengenai kewajiban utk melaporkan pemotongan PPh pasal 21/26 utk setiap bulan tetap berlaku, dlm
hal jml pajak yg dipotong pd bulan yg bersangkutan nihil.
Sumber:
Pasal 22 ayat (6) PER-31/PJ./2012

Penandatanganan SPT
 SPT yg disampaikan wajib ditanda tangani oleh WP atau Kuasa WP
 Penandatanganan SPT dilakukan dgn cara :
 Tanda tangan biasa;
 Tanda tangan stempel; atau
 Tanda tangan elektronik atau digital.
 Tanda tangan stempel dan tanda tangan elektronik atau digital mempunyai kekuatan hukum yg sama dgn tanda
tangan biasa.
 Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik yg dilekatkan, memiliki hubungan
lsg atau terasosiasi pd suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yg ditujukan oleh
WP atau kuasanya utk menunjukan identitas dan status yg bersangkutan.
Sumber:
Pasal 6 dan Pasal 7 PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009

B‐
Perpanjangan SPT Tahunan PPh
 WP dpt memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan utk paling lama 2 bulan sejak batas
waktu penyampaian SPT Tahunan dgn cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan
sbb:
 Membuat Pemberitahuan Perpanjangan scr tertulis (disampaikan dlm bentuk formulir kertas (hardcopy)
1770-Y/1771-Y/1771-$Y, atau dlm bentuk data elektronik (e-SPTy) dan disampaikan ke KPP terdaftar
sbl batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir.
 Wajib menyebutkan alasan perpanjangan dan melakukan penghitungan sementara pajak terutang dlm 1 Thn
Pajak yg batas waktu penyampaiannya diperpanjang (alasan ini dpt dimasukkan ke kolom yg tersedia pd
1770-Y/1771-Y)
 Wajib melampirkan:
 LK Sementara utk Thn Pajak yg bersangkutan dari WP itu sendiri (bukan LK Sementara dari
konsolidasi grup);
 SSP PPh Pasal 29 sbg bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yg terutang kecuali ada ijin
utk mengangsur/menunda pembayaran PPh Pasal 29; dan
 Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yg menyatakan audit LK blm selesai dlm hal LK diaudit oleh
Akuntan Publik.
 Hrs ditandatangani oleh WP/kuasa WP. Dlm hal Pemberitahuan Perpanjangan ditandatangani oleh
Kuasa WP, Pemberitahuan Perpanjangan wajib dilampiri dgn Surat Kuasa Khusus.
 Dlm hal WP blm siap utk menyampaikan SPT Tahunan dlm jangka waktu sebagaimana dimaksud pd
Pemberitahuan Perpanjangan yg diajukan sebelumnya, maka WP masih dpt menyampaikan Pemberitahuan
Perpanjangan lagi sepanjang tdk melampaui batas waktu 2 bulan sejak batas waktu penyampaian
SPT Tahunan pasal 3 UU KUP.
 Penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan:
Tanda BPS Pemberitahuan
No. Cara Penyampaian Perpanjangan SPT Tahunan
a. Scr lsg pd KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP BPS
dikukuhkan
b. Melalui pos dgn bukti pengiriman surat Bukti Pengiriman Surat
c. Dgn cara 1) Melalui perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir Bukti Pengiriman Surat
lain dgn bukti pengiriman surat
2) e-Filing melalui ASP sesuai dgn ketentuan BPE
yg berlaku
 Kepala KPP wajib memberitahukan kpd WP paling lama 7 hari kerja sejak Pemberitahuan
Perpanjangan diterima lengkap di KPP. Apabila Kepala KPP tdk memberikan pemberitahuan kpd WP dlm
jangka waktu tsb, maka Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dianggap diterima:
 Sesuai dgn pemberitahuan WP dlm hal Pemberitahuan Perpanjangan tdk melebihi batas waktu;
atau
 Utk jangka waktu paling lama 2 bulan dlm hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan melebihi batas
waktu
 Dlm hal WP melakukan Pemberitahuan dgn Tdk Sesuai Ketentuan, maka pemberitahuan tsb akan dianggap
bukan mrp Pemberitahuan Perpanjangan, tetapi WP masih dpt menyampaikan kembali Pemberitahuan
Perpanjangan sepanjang tdk melampaui batas waktu penyampaian SPT Tahunan sesuai Pasal 3 UU KUP.
Sumber:
Pasal 3 ayat (4) UU KUP, PER-21/PJ./2009 (berlaku sejak 02 Maret 2009)

B‐
Pembetulan SPT
Sejak tanggal 1Jan 2012:
1. WP dgn kemauan sendiri dpt membetulkan SPT yg tlh disampaikan dgn menyampaikan pernyataan
tertulis, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan;
a. Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp;
 Sbl Dirjen Pajak menyampaikan SPHV
b. Pemeriksaan; atau
 Sbl saat surat pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai, atau
anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan.
 Sbl saat surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kpd WP, wakil, kuasa,
pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
2. Pernyataan tertulis dlm pembetulan SPT pd angka 1 dilakukan dgn cara memberi tanda pd tempat yg tlh
disediakan dlm SPT yg menyatakan bahwa WP yg bersangkutan membetulkan SPT.
3. Dlm hal Pembetulan SPT pd angka 1 menyatakan rugi atau LB, pembetulan SPT hrs disampaikan paling
lama 2 thn sbl daluwarsa penetapan.
(Pasal 5 ayat (1) dan penjelasan, ayat (2), dan ayat (3) PP 74 Thn 2011)
a. utk Thn Pajak 2008 ke atas: (Pasal 8 ayat (1), (1a), (3), (4), (6) UU No. 28 Thn 2007)
 Dlm hal pembetulan SPT menyatakan Rugi atau LB, disampaikan paling lama 2 thn sbl daluwarsa
penetapan (5 thn stl saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Thn Pajak, atau Thn
Pajak sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP), dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan.
 Walaupun tlh dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi blm dilakukan tindakan penyidikan
mengenai adanya ketidakbenaran yg dilakukan WP sesuai Pasal 38, thd ketidakbenaran perbuatan WP
tsb tdk akan dilakukan penyidikan, apabila WP dgn kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya tsb dgn disertai pelunasan kekurangan pembayaran jml pajak yg sebenarnya terutang beserta
sanksi administrasi berupa denda seb 150% dari jml pajak yg kurang dibayar.
 Walaupun Dirjen Pajak tlh melakukan pemeriksaan, dgn syarat Dirjen Pajak blm menerbitkan skp,
WP dgn kesadaran sendiri dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri ttg ketidakbenaran pengisian
SPT yg tlh disampaikan sesuai keadaan yg sebenarnya, yg dpt mengakibatkan:
 Pajak-pajak yg masin hrs dibayar menjadi lbh besar atau lbh kecil;
 Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lbh kecil atau lbh besar;
 Jml harta menjadi lbh besar atau lbh kecil; atau
 Jml modal menjadi lbh besar atau lbh kecil,
dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari
pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tsb beserta sanksi administrasi berupa kenaikan seb 50% dari
pajak yg kurang dibayar, hrs dilunasi oleh WP sbl laporan tersendiri dimaksud disampaikan.
 WP dpt membetulkan SPT Tahunan yg tlh disampaikan, dlm hal WP menerima skp, SK Keberatan, SK
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan PK Thn Pajak sebelumnya atau bbrp Thn Pajak sebelumnya, yg
menyatakan rugi fiskal yg berbeda dgn rugi fiskal yg tlh dikompensasikan dlm SPT Tahunan yg akan
dibetulkan tsb, dlm jangka waktu 3 bulan stl menerima surat/putusan tsb, dgn syarat Dirjen Pajak blm
melakukan tindakan pemeriksaan.
b. utk Thn Pajak 2001-2007: (Pasal 8 ayat (1), (3), (4), (5) (6) UU 16 Thn 2000)
 WP dgn kemauan sendiri dpt membetulkan SPT yg telah disampaikan dgn menyampaikan pernyataan
tertulis dlm jangka waktu 2 thn sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn
Pajak, dgn syarat Dirjen blm melakukan tindakan pemeriksaan.
 Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT di atas tlh berakhir, dgn syarat Dirjen Pajak blm
menerbitkan skp, WP dgn kesadaran sendiri dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri ttg
ketidakbenaran pengisian SPT yg tlh disampaikan, yg mengakibatkan :
 Pajak-pajak yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar; atau
 Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lbh kecil; atau
 Jml harta menjadi lbh besar; atau
 Jml modal menjadi lbh besar.

B‐
Pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tsb beserta
sanksi administrasi berupa kenaikan seb 50% dari pajak yg kurang dibayar, hrs dilunasi oleh WP sbl laporan
tersendiri dimaksud disampaikan
 Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT tsb tlh berakhir, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan
tindakan pemeriksaan, WP dpt membetulkan SPT yg tlh disampaikan, dlm hal WP menerima
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding mengenai skp thn pajak sebelumnya, yg menyatakan rugi fiskal
yg berbeda dari ketetapan pajak yg diajukan keberatan atau Keputusan Keberatan yg diajukan banding, dlm
jangka waktu 3 bulan stl menerima putusan tsb.

Pasal II angka 2 UU No. 28 Thn 2007


Daluwarsa penetapan utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya, selain
penetapan sesuai Pasal 13 ayat (5) / Pasal 15 ayat (4), berakhir paling lama pd akhir Thn Pajak 2013.

B‐
SANKSI

A. SANKSI ADMINISTRASI

No. Pasal Masalah Sanksi Ket.


Denda
1. 7 (1) SPT Terlambat disampaikan:
UU ● Masa Rp 100 ribu Per SPT
KUP (selain PPN)
& Rp
500 ribu
(PPN)
● Tahunan 1, 2 Rp 100 ribu
(OP) & Rp
1 juta
(Badan)
2. 8 (3) Pengungkapan sendiri 150% Dari jml pajak yg kurang dibayar
UU ketidakbenaran mnr Ps. 38 walau
KUP sedang diperiksa namun blm (Pengungkapan ketidakbenaran
penyidikan disertai pelunasan perbuatan)
kekurangan pembayaran jml
pajak yg sebenarnya terutang

3. 14 (4) ● Pengusaha tlh dikukuhkan 2% Dari DPP


UU sbg PKP, tetapi tdk membuat
KUP FP atau membuat FP tetapi
tdk
tepat waktu → huruf d
● Pengusaha tlh dikukuhkan
sbg PKP yg tdk mengisi FP
scr lengkap → huruf e
● PKP melaporkan FP tdk
sesuai dgn masa
penerbitan FP → huruf f
4. 25 (8) Keberatan WP ditolak atau 50% Dari jml pajak berdasarkan
UU dikabulkan sebagian keputusan keberatan dikurangi
KUP dgn pajak yg tlh dibayar sbl
mengajukan keberatan
→ Dlm hal WP mengajukan
permohonan banding, sanksi
administrasi tsb tdk dikenakan
5. 27 (5d) Permohonan banding ditolak 100% Dari jml pajak berdasarkan Putusan
UU atau dikabulkan sebagian Banding dikurangi dgn pembayaran
KUP pajak yg tlh dibayar
sbl mengajukan keberatan

B‐06‐
No. Pasal Masalah Sanksi Ket.
Bunga
1. 8 (2) Pembetulan SPT Tahunan 2% Per bulan, dari jml pajak yg kurang
UU dibayar, dihitung sejak saat
KUP penyampaian SPT berakhir s.d. tgl
pembayaran, bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan
8 (2a) Pembetulan SPT Masa Per bulan, dari jml pajak yg kurang
UU dibayar, dihitung sejak jatuh tempo
KUP pembayaran s.d. tgl pembayaran,
bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan
2. 9 (2a) Keterlambatan pembayaran 2% Per bulan, dari jml pajak terutang,
UU pajak masa dihitung dari tgl jatuh tempo
KUP pembayaran s.d. tgl pembayaran,
bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan
9 (2b) Keterlambatan pembayaran Per bulan, dari jml pajak terutang,
UU pajak tahunan dihitung mulai dari berakhirnya batas
KUP waktu penyampaian SPT Tahunan s.d.
tgl pembayaran, bagian dari bulan
dihitung penuh 1
bulan
3. 13 (2) Kekurangan pembayaran 2% Per bulan, dari jml kurang dibayar,
UU pajak dlm SKPKB dlm hal: dihitung sejak saat terutangnya pajak
KUP ● apabila berdasarkan hasil atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
pemeriksaan/keterangan Thn Pajak, atau Thn Pajak s.d.
lain pajak yg terutang tdk diterbitkannya SKPKB, max 24
atau kurang dibayar → 13 bulan, diterbitkan dlm jangka waktu 5
(1) huruf a thn stl saat terutangnya pajak atau
● apabila kpd WP diterbitkan berakhirnya Masa Pajak/bagian Thn
NPWP dan/atau Pajak/Thn Pajak
dikukuhkan sbg PKP scr
jabatan mnr
Pasal 2 (4a) → 13 (1)
huruf e
4. 13 (5) SKPKB dpt diterbitkan stl 48% Dari jml pajak yg tdk atau kurang
UU lewat waktu 5 tahun krn adanya dibayar
KUP tindak pidana perpajakan
maupun tindak pidana lainnya
yg dpt menimbulkan kerugian
pd pendapatan negara
berdasarkan put. pengadilan yg
tlh mempunyai kekuatan
hukum tetap

B‐06‐
No. Pasal Masalah Sanksi Ket.
Bunga
5. 14 (3) Penerbitan STP dlm hal:
UU ● PPh thn berjalan tdk/kurang 2% Per bulan, dari jml pajak tdk/kurang
KUP bayar → 14 (1) huruf a dibayar, dihitung sejak saat
● Dari hasil penelitian terutangnya pajak atau berakhirnya
terdapat kekurangan Masa Pajak/bagian Thn Pajak/Thn
pembayaran pajak sbg Pajak s.d. diterbitkannya STP, max
akibat salah tulis dan/atau 24 bulan
salah hitung →
14 (1) huruf b

● WP dikenai sanksi
administrasi berupa denda
dan/atau bunga → 14 (1)
huruf c
6. 14 (5) PKP yg gagal berproduksi dan tlh 2% Dari jml pajak yg ditagih kembali,
UU diberikan pengembalian Pajak dihitung dari tanggal penerbitan
KUP Masukan → 14 (1) huruf g SKPKPP s.d. tanggal penerbitan
STP, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan
7. 15 (4) SKPKBT yg diterbitkan stl 48% Dari jml pajak yg tdk atau kurang
UU lewat waktu 5 thn krn adanya dibayar
KUP tindak pidana perpajakan
maupun tindak pidana lainnya
8. 19 (1) SKPKB/T, SK Pembetulan, SK 2% Per bulan, atas jml pajak yg tdk atau
UU Keberatan, Putusan Banding atau kurang dibayar, utk seluruh masa,
KUP Putusan PK yg menyebabkan yg dihitung dari tgl jatuh tempo s.d.
kurang bayar, pd saat jatuh tempo tgl pelunasan atau tgl diterbitkannya
pelunasan STP, bagian dari
tdk atau kurang dibayar bulan dihitung penuh 1 bulan
9. 19 (2) Diperbolehkan mengangsur 2% Per bulan, dari jml pajak yg masih
UU atau menunda pembayaran hrs dibayar, bagian dari bulan
KUP dihitung penuh 1 bulan
10. 19 (3) Kekurangan pajak akibat 2% Per bulan, atas kekurangan
UU penundaan SPT Tahunan pembayaran pajak, dihitung dari saat
KUP berakhirnya batas waktu penyampaian
SPT Tahunan s.d. tgl dibayarnya
kekurangan pembayaran tsb, bagian
dari bulan
dihitung penuh 1 bulan

B‐06‐
No. Pasal Masalah Sanksi Ket.
Kenaikan
1. 8 (5) Pengungkapan ketidakbenaran 50% Dari pajak yg kurang dibayar, hrs
UU pengisian SPT walau sedang dilunasi sbl laporan tsb disampaikan
KUP diperiksa namun sbl terbit SKP
(Pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT)
2. 13 (3) Kekurangan pembayaran pajak
UU dlm SKPKB dlm hal apabila:
KUP ● SPT tdk disampaikan dlm
jangka waktu mnr Pasal 3
(3) & stl ditegur scr tertulis
tdk disampaikan pd
waktunya sebagaimana
ditentukan dlm Surat
Teguran
● Berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain mengenai
PPN & PPnBM ternyata tdk
seharusnya dikompen- sasikan
selisih lbh pajak atau tdk
seharusnya dikenai tarif 0%
● Kewajiban mnr Ps. 28 atau
29 tdk dipenuhi shg tdk dpt
diketahui besarnya pajak
terutang

- PPh yg tdk atau kurang 50% Dari PPh yg tdk atau kurang dibayar
dibayar dlm 1 Thn Pajak
- tdk atau kurang dipotong, 100% Dari PPh yg tdk atau kurang
tdk atau kurang dipungut, dipotong/dipungut
tdk atau kurang disetor,
dan dipotong/dipungut
tetapi tdk atau kurang
disetor
- PPN & PPnBM tdk atau 100% Dari PPN/PPnBM yg tdk atau
kurang dibayar kurang dibayar
3. 13A WP yg krn kealpaannya (pertama 200% Dari jml pajak yg kurang dibayar yg
UU kali dilakukan) tdk menyampaikan ditetapkan melalui penerbitan SKPKB
KUP SPT atau menyampaikan SPT, tetapi
isinya tdk benar atau tdk lengkap,
atau melampirkan keterangan yg
isinya tdk benar shg dpt
menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara 3

4. 15 (2) Kekurangan pajak pd SKPKBT 100% Dari jml kekurangan pajak tsb
UU
KUP

B‐06‐
B. SANKSI PIDANA

No. Pasal Perbuatan Pidana Sanksi


Pidana Penjara
1. 39 (1) Setiap orang yg dgn sengaja: Pidana penjara paling singkat
UU a. Tdk mendaftarkan diri utk diberikan NPWP 6 bulan & paling lama 6 thn dan
KUP4 atau tdk melaporkan usahanya utk dikukuhkan denda paling sedikit 2 x &
sbg PKP paling banyak 4 x jml pajak
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa terutang yg tdk atau kurang
hak NPWP atau Pengukuhan PKP dibayar
c. Tdk menyampaikan SPT
d. Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yg
isinya tdk benar atau tdk lengkap
e. Menolak utk dilakukan pemeriksaan sesuai
Pasal 29
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen lain yg palsu atau dipalsukan
seolah-olah benar, atau tdk menggambarkan
keadaan yg sebenarnya
g. Tdk menyelenggarakan pembukuan atau
pencatatan di Indonesia, tdk memperlihatkan
atau tdk meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lain
h. Tdk menyimpan buku, catatan, atau dokumen
yg menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan
data dari pembukuan yg dikelola scr
elektronik atau diselenggarakan scr program
aplikasi on- line di Indonesia sesuai Pasal 28
ayat (11) UU KUP
i. Tdk menyetorkan pajak yg tlh dipotong
atau dipungut
shg dpt menimbulkan kerugian pd pendapatan
negara

2. 39 (2) Seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang Pidana sebagaimana dimaksud
UU perpajakan sbl lewat 1 thn, terhitung sejak pd ayat (1)
KUP4 selesainya menjalani pidana penjara yg ditambahkan 1 x menjadi 2 x
dijatuhkan sanksi pidana
3. 39 (3) Setiap orang yg melakukan percobaan utk melakukan Pidana penjara paling singkat 6
UU tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan bulan & paling lama 2 thn dan
KUP4 tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau denda paling sedikit 2 x jml &
menyampaikan SPT dan/atau keterangan yg isinya tdk paling banyak 4 x jml restitusi
benar atau tdk lengkap, dlm rangka mengajukan yg dimohonkan dan/atau
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi kompensasi atau pengkreditan
pajak atau yg dilakukan
pengkreditan pajak

B‐06‐
No. Pasal Perbuatan Pidana Sanksi
Pidana Penjara
4. 39A Setiap orang yg dgn sengaja: Pidana penjara paling singkat
UU a. Menerbitkan dan/atau menggunakan FP, bukti 2 thn & paling lama 6 thn serta
KUP4 pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, denda paling sedikit 2 x &
dan/atau bukti setoran pajak yg tdk berdasarkan paling banyak 6 kali jml pajak
transaksi yg sebenarnya dlm FP, bukti pemungutan pajak,
b. Menerbitkan FP tetapi blm dikukuhkan sbg bukti pemotongan pajak,
PKP dan/atau
bukti setoran pajak
5. 41 (2) Pejabat yg dgn sengaja tdk memenuhi kewajibannya Pidana penjara paling lama 2
UU atau seseorang yg menyebabkan thn dan denda paling banyak
KUP tdk dipenuhinya kewajiban pejabat sesuai Pasal 34 Rp 50 juta

6. 41B Setiap orang yg dgn sengaja menghalangi atau Pidana penjara paling lama 3
UU mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang thn dan denda paling banyak
KUP5 perpajakan Rp 75 juta

B‐06‐
No. Pasal Perbuatan Pidana Sanksi
Pidana Kurungan
1. 38 Setiap orang yg krn kealpaannya: Denda paling sedikit 1 x &
UU a. Tdk menyampaikan SPT paling banyak 2 x jml pajak
KUP b. Menyampaikan SPT, tetapi isinya tdk benar terutang yg tdk atau kurang
/ tdk lengkap, atau melampirkan dibayar, atau dipidana
keterangan yg isinya tdk benar kurungan paling singkat 3
shg dpt menimbulkan kerugian pd pendapatan bulan atau paling lama 1 thn
negara & perbuatan tsb mrp perbuatan stl yg
pertama kali sesuai Pasal 13A
2. 41 (1) Pejabat yg krn kealpaanya tdk memenuhi Pidana kurungan paling lama
UU kewajiban merahasiakan hal sesuai Pasal 34 1 thn dan denda paling
KUP banyak Rp 25 juta
3. 41A Setiap org yg wajib memberikan keterangan atau Pidana kurungan paling lama
UU bukti yg diminta sesuai Pasal 35 tetapi dgn 1 thn dan denda paling banyak
KUP5 sengaja tdk memberi keterangan atau bukti, atau Rp 25 juta
memberi keterangan atau bukti yg tdk benar
4. 41C (1) Setiap orang yg dgn sengaja tdk memenuhi Pidana kurungan paling lama
UU kewajiban sesuai Pasal 35A ayat (1) 1 thn atau denda paling
KUP banyak Rp 1 M
5. 41C (2) Setiap org yg dgn sengaja menyebabkan tdk Pidana kurungan paling lama
UU terpenuhinya kewajiban pejabat & pihak lain 10 bulan atau denda paling
KUP sesuai Pasal 35A ayat (1) banyak Rp 800 juta
6. 41C (3) Setiap org yg dgn sengaja tdk memberikan data dan Pidana kurungan paling lama
UU informasi yg diminta oleh Dirjen Pajak Sesuai 10 bulan atau denda paling
KUP Pasal 35A ayat (2) banyak Rp 800 juta
7. 41C (4) Setiap org yg dgn sengaja menyalahgunakan data dan Pidana kurungan paling lama
UU informasi perpajakan shg menimbulkan kerugian kpd 1 thn atau denda paling
KUP negara banyak Rp 500 juta

Ket:
1
Thd WP OP baru yg terlambat menyampaikan SPT yaitu menyampaikan SPT Tahunan PPh OP Thn Pajak 2008
dlm jangka waktu tanggal 1 Apr - 31 Des 2009, berdasarkan kuasa Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP, sanksi
administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 UU KUP dpt dipertimbangkan utk dihapuskan scr
jabatan. (S-128/PJ/2009)
2
Thd WP OP yg menyampaikan SPT Tahunan utk Thn Pajak 2013 scr e-Filing melalui website DJP
stl batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WP OP namun tdk melewati tanggal 30 Apr 2014
dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian
SPT. (KEP-62/PJ/2014)
3
WP yg krn kealpaannya tdk menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tdk benar atau tdk lengkap,
atau melampirkan keterangan yg isinya tdk benar shg dpt menimbulkan kerugian pd pendapatan negara, tdk
dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tsb pertama kali dilakukan oleh WP. (Pasal 43 UU KUP)
4
Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 39 & 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari WP, atau
pihak lain yg menyuruh melakukan, yg turut serta melakukan, yg menganjurkan, atau yg membantu melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 UU KUP)
5
Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41A & 41B berlaku juga bagi yg menyuruh melakukan, yg
menganjurkan, atau yg membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 UU KUP)

1 bulan: Jml hari dlm bulan kalender yg bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 Juni s.d. 21 Juli.
Bagian dari bulan: Jml hari yg tdk mencapai 1 bulan penuh, misalnya 22 Juni s.d. 5 Juli.
(Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU KUP)

B‐06‐
C. CONTOH PENGHITUNGAN SANKSI

Contoh Pasal 9 ayat (2a) UU KUP


Angsuran masa PPh Pasal 25 PT A thn 2008 sejumlah Rp 10 juta per bulan. Angsuran masa Mei thn
2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Apabila pd tanggal 15 Juli 2008
diterbitkan STP, sanksi bunga dlm STP dihitung 1 bulan sbg berikut:
1 x 2% x Rp10 juta = Rp 200 ribu.

Contoh Pasal 13 ayat (2) UU KUP


WP PT A mempunyai PKP selama Thn Pajak 2006 seb Rp 100 juta dan menyampaikan SPT tepat waktu.
Pd bulan Apr 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB maka sanksi bunga dihitung sbg
berikut:
1. PKP Rp 100 juta
2. Pajak yg terutang (30% x Rp 100 juta) Rp 30 juta
3. Kredit pajak Rp 10 juta (-)
4. Pajak yg kurang dibayar Rp 20 juta
5. Bunga 24 bulan (24 x 2% x Rp 20 juta) Rp 9,6 juta (+)
6. Jml pajak yg masih hrs dibayar Rp 29,6 juta
Dlm hal pengusaha tdk melaporkan kegiatan usahanya utk dikukuhkan sbg PKP, selain hrs menyetor
pajak yg terutang, pengusaha tsb juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan dari
pajak yg kurang dibayar yg dihitung sejak berakhirnya Masa Pajak utk paling lama 24 bulan.

Contoh Pasal 14 ayat (3) UU KUP


1. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar.
PPh Pasal 25 thn 2008 setiap bulan seb Rp 100 juta jatuh tempo misalnya tiap tanggal
15. PPh Pasal 25 bulan Juni 2008 dibayar tepat waktu seb Rp 40 juta.
Atas kekurangan PPh Pasal 25 tsb diterbitkan STP pd tanggal 18 Sept 2008 dgn penghitungan:
- Kekurangan bayar PPh Pasal 25 bulan Juni 2008 (Rp
100 juta – Rp 40 juta)
- Bunga = 3 x 2% x Rp 60 juta
- Jml yg hrs dibayar
2. Hasil penelitian SPT
SPT Tahunan PPh WP OP thn 2008 yg disampaikan pd tanggal 31 Maret 2009 stl dilakukan
penelitian ternyata terdapat salah hitung yg menyebabkan PPh KB seb Rp
1 juta. Atas kekurangan PPh tsb diterbitkan STP pd tanggal 12 Juni 2009 dgn penghitungan:
- Kekurangan bayar PPh = Rp 1 juta
- Bunga = 3 x 2%x Rp 1 juta = Rp 60 ribu(+)
- Jml yg hrs dibayar = Rp 1,06 juta

Contoh Pasal 17C ayat (5) UU KUP


1) PPh
- WP tlh memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak seb Rp 80 juta.
- Dari pemeriksaan diperoleh hasil:
a. PPh yg terutang seb Rp 100 juta
b. Kredit pajak:
- PPh Pasal 22 Rp 20 juta
- PPh Pasal 23 Rp 40 juta
- PPh Pasal 25 Rp 90 juta
Berdasarkan hasil pemeriksaan tsb diterbitkan SKPKB dgn penghitungan:
- PPh yg terutang seb
- Kredit Pajak:
- PPh Pasal 22 Rp 20 juta
- PPh Pasal 23 Rp 40 juta
- PPh Pasal 25 Rp 90 juta (+)

B‐06‐
Rp 150 juta
- Jml Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak Rp 80 juta (-)
- Jml pajak yg dpt dikreditkan Rp 70 juta (-)
Pajak yg tdk/kurang dibayar Rp 30 juta
Sanksi administrasi berupa kenaikan seb 100% Rp 30 juta (+)
Jml yg masih hrs dibayar Rp 60 juta
2) PPN
- PKP tlh memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak seb Rp 60juta
- Dari pemeriksaan diperoleh hasil:
a. PK Rp 100 juta
b. Kredit pajak, yaitu PM Rp 150 juta
Berdasarkan hasil pemeriksaan tsb diterbitkan SKPKB dgn penghitungan:
- PK Rp 100 juta
- Kredit Pajak:
- PM Rp 150 juta
- Jml Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak Rp 60 juta (-)
- Jml pajak yg dpt dikreditkan Rp 90 juta (-)
Pajak yg kurang dibayar Rp 10 juta
Sanksi administrasi kenaikan 100% Rp 10 juta (+)
Jml yg masih hrs dibayar Rp 20 juta

Contoh Pasal 19 ayat (1) UU KUP


a. Jml pajak yg masih hrs dibayar berdasarkan SKPKB seb Rp 10 juta yg diterbitkan tanggal
7 Okt 2008, dgn batas akhir pelunasan tanggal 6 Nov 2008. Jml pembayaran
s.d. tanggal 6 Nov 2008 Rp 6 juta. Pd tanggal 1 Des 2008 diterbitkan STP dgn perhitungan:
Pajak yg masih hrs dibayar = Rp 10 juta
Dibayar s.d. jatuh tempo pelunasan = Rp 6 juta (-)
Kurang dibayar = Rp 4 juta
Bunga 1 bulan
(1 x 2% x Rp 4 juta) = Rp 80 ribu
b. Dlm hal thd SKPKB pd huruf a, WP membayar Rp 10 juta pd tanggal 3 Des 2008 dan pd
tanggal 5 Des 2008 diterbitkan STP, sanksi administrasi berupa bunga dihitung sbg berikut:
Pajak yg masih hrs dibayar = Rp 10 juta
Dibayar stl jatuh tempo pelunasan = Rp 10juta
Kurang dibayar = Rp 0
Bunga 1 bulan = Rp 200 ribu
(1 x 2% x Rp 10 juta)

Contoh Pasal 19 ayat (2) UU KUP


a. WP menerima SKPKB seb Rp 1.120.000 yg diterbitkan pd tanggal 2 Jan 2009 dgn batas akhir
pelunasan tanggal 1 Feb 2009. WP tsb diperbolehkan utk mengangsur pembayaran pajak dlm
jangka waktu 5 bulan dgn jml yg tetap seb Rp 224.000. Sanksi administrasi berupa bunga utk
setiap angsuran dihitung sbg berikut:
angsuran ke-1 : 2% x Rp 1.120.000 = Rp 22.400
angsuran ke-2 : 2% x Rp 896.000 = Rp 17.920
angsuran ke-3 : 2% x Rp 672.000 = Rp 13.440
angsuran ke-4 : 2% x Rp 448.000 = Rp 8.960
angsuran ke-5 : 2% x Rp 224.000 = Rp 4.480
b. WP dlm huruf a diperbolehkan utk menunda pembayaran pajak s.d. tanggal 30 Juni 2009.
Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran SKPKB tsb seb 5 x 2% x Rp
1.120.000 = Rp 112.000.

B‐06‐
Contoh Pasal 25 ayat (9) UU KUP
Utk thn pajak 2008, SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1M diterbitkan thd PT A. Dlm
PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi sebagian
SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Dirjen Pajak
mengabulkan sebagian keberatan WP dgn jml pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 750 juta. Dlm
hal ini, WP tdk dikenai sanksi administrasi dlm Pasal 19 UU KUP, tetapi dikenai sanksi sesuai dgn Pasal
25 ayat (9) UU KUP, yaitu seb 50% x (Rp 750 juta - Rp 200 juta) = Rp 275 juta.

Contoh Pasal 27 ayat (5d) UU KUP


Utk thn pajak 2008, SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M diterbitkan thd PT
A. Dlm PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi
sebagian SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Dirjen
Pajak mengabulkan sebagian keberatan WP dgn jml pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 750 juta.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan besarnya pajak
yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 450 juta. Dlm hal ini baik sanksi administrasi berupa bunga seb 2%
per bulan dlm Pasal 19 UU KUP maupun sanksi administrasi berupa denda dlm Pasal 25 ayat (9) UU
KUP tdk dikenakan. Namun, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dgn Pasal 27 ayat
(5d), yaitu seb 100% x (Rp 450 juta – Rp 200 juta) = Rp 250 juta.

B‐06‐
D. ATURAN SANKSI DAN PENJELASAN TERKAIT SUNSET POLICY

1. Pasal 37A UU KUP


(1) WP yg menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh sbl Thn Pajak 2007, yg mengakibatkan pajak
yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar dan dilakukan paling lambat tanggal 28 Feb 2009, dpt
diberikan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu.
(2) WP OP yg scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lama 1 thn stl berlakunya
UU KUP diberikan penghapusan sanksi adminstrasi atas pajak yg tdk atau kurang dibayar utk Thn
Pajak sbl diperoleh NPWP dan tdk dilakukan pemeriksaan pajak kecuali terdapat data/keterangan yg
menyatakan bahwa SPT yg disampaikan WP tdk benar atau menyatakan LB.

2. PMK-66/PMK.03/2008 jo PMK-12/PMK.03/2009
Pasal 1
(1) WP OP yg scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dlm thn 2008 dan menyampaikan
SPT Tahunan WP OP utk Thn Pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi
administrasi berupa bunga atas pajak yg tdk atau kurang dibayar.
(2) WP yg dlm thn 2008 menyampaikan pembetulan:
a. SPT Tahunan PPh WP OP sbl Thn Pajak 2007; atau
b. SPT Tahunan PPh WP Badan sbl Thn Pajak 2007,
yg mengakibatkan pajak yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar, diberikan penghapusan sanksi
administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak.
Pasal 3
WP yg diberikan penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 1 ayat (1) adalah WP OP yg memenuhi
persyaratan:
a. scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dlm thn 2008;
b. tdk sedang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan
di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
c. menyampaikan SPT Tahunan Thn Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Mar 2009; dan
d. melunasi slr pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari penyampaian SPT Tahunan PPh
sebagaimana dimaksud pd huruf c, sbl SPT Tahunan PPh disampaikan.
Pasal 4
Data dan informasi yg tercantum dlm SPT Tahunan PPh WP OP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 1 ayat
(1) tdk dpt digunakan sbg dasar utk menerbitkan skp atas pajak lainnya.
Pasal 5
(1) Thd SPT Tahunan PPh WP OP yg tlh disampaikan sesuai Pasal 1 ayat (1), tdk dilakukan
pemeriksaan, kecuali:
a. terdapat data/keterangan yg menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh tsb tdk benar; atau
b. SPT Tahunan PPh menyatakan Lb atau rugi.
(2) Dlm hal thd SPT Tahunan PPh yg tlh disampaikan dilakukan pemeriksaan krn memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pd ayat (1) huruf a / b, Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP atas
slr kewajiban perpajakan.

3. PENG-10/PJ.9/2008 tanggal 23 Des 2008


Bagi WP yg tlh diterbitkan NPWP dgn thn terdaftar 2005 dan tertulis pd NPWP-nya tsb 2 digit pertama
17, 18, 19, 27, 28, 29, 37, atau 38, maka WP dgn kriteria tsb diperlakukan sbg WP baru (terdaftar di thn
2008) dan diperbolehkan menyampaikan SPT Tahunan PPh utk Thn Pajak 2007 serta Thn-Thn Pajak
sebelumnya paling lambat 31 Mar 2009.

4. S-11/PJ/2009
WP OP yg memperoleh NPWP dlm bulan Jan & Feb 2009 diberlakukan sama dgn WP OP yg
mendaftarkan diri scr sukarela dlm thn 2008. Maka WP OP tsb dpt memanfaatkan fasilitas Sunset
Policy dgn menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak 2007 dan Thn-Thn Pajak sebelumnya paling
lambat tanggal 31 Mar 2009.

B‐06‐
KODE TERKAIT PERPAJAKAN

A. TABEL KODE AKUN PAJAK & KODE JENIS SETORAN


(PER-38/PJ/2009 stdtd PER-24/PJ/2013)

1. Kode Akun Pajak 411121 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 21 (Kode Lama: 0111)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 21 (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 21
200 Tahunan PPh Ps. 21
300 STP PPh Ps. 21
310 SKPKB PPh Ps. 21
311 SKPKB PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang
Pesangon
320 SKPKBT PPh Ps. 21
321 SKPKBT PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang
Pesangon
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
401 PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon

402 PPh Final Ps. 21 atas honorarium atau imbalan lain yg diterima Pejabat Negara, PNS, anggota
TNI/POLRI dan para pensiunannya
500 PPh Ps. 21 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 21 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh Ps. 21
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

2. Kode Akun Pajak 411122 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 22 (Kode Lama: 0112)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 22 (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 22
300 STP PPh Ps. 22
310 SKPKB PPh Ps. 22
311 SKPKB PPh Final Ps. 22
320 SKPKBT PPh Ps. 22
321 SKPKBT PPh Final Ps. 22
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan PK
401 PPh Final Ps. 22 atas Penebusan Migas
403 PPh Final Ps. 22 atas Penjualan Barang yg Tergolong Sangat Mewah
500 PPh Ps. 22 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 22 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
Masa PPh Ps. 22
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPh Ps. 22

3. Kode Akun Pajak 411123 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 22 Impor (Kode Lama: 0113)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 22 Impor (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 22 Impor
300 STP PPh Ps. 22 Impor
310 SKPKB PPh Ps. 22 Impor
320 SKPKBT PPh Ps. 22 Impor
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh Ps. 22 Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)

B071
501 PPh Ps. 22 Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
Masa PPh Ps. 22 Impor
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana (di bidang
perpajakan

4. Kode Akun Pajak 411124 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 23 (Kode Lama: 0114)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 23 (selain PPh Ps. 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa) (termasuk SPT pembetulan
sbl dilakukan pemeriksaan)
101 PPh Ps. 23 atas Dividen
102 PPh Ps. 23 atas Bunga (termasuk premium, diskonto dan imbalan krn jaminan pengembalian utang)

103 PPh Ps. 23 atas Royalti


104 PPh Ps. 23 atas Jasa
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 23
300 STP PPh Ps. 23
301 STP PPh Ps. 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa
310 SKPKB PPh Ps. 23
311 SKPKB PPh Ps. 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa
312 SKPKB PPh Final Ps. 23
320 SKPKBT PPh Ps. 23
321 SKPKBT PPh Ps. 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa
322 SKPKBT PPh Final Ps. 23
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
401 PPh Final Ps. 23 atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi
500 PPh Ps. 23 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 23 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
Masa PPh Ps. 23
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan

5. Kode Akun Pajak 411125 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 25/29 OP (Kode Lama: 0115)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 25 OP
101 Masa PPh Ps. 25 OP Pengusaha Tertentu
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh OP
200 Tahunan PPh OP (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
300 STP PPh OP
310 SKPKB PPh OP
320 SKPKBT PPh OP
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh OP atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh OP atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh OP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan

6. Kode Akun Pajak 411126 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 25/29 Badan (Kode Lama: 0116)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 25 Badan
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Badan
200 Tahunan PPh Badan (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
300 STP PPh Badan
310 SKPKB PPh Badan
320 SKPKBT PPh Badan
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

B072
500 PPh Badan atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Badan atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh Badan
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

7. Kode Akun Pajak 411127 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 26 (Kode Lama: 0117)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 26 (selain PPh Ps. 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba setelah pajak BUT)

101 PPh Ps. 26 atas Dividen


102 PPh Ps. 26 atas Bunga (termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dgn
jaminan pengembalian utang)
103 PPh Ps. 26 atas Royalti
104 PPh Ps. 26 atas Jasa
105 PPh Ps. 26 atas Laba setelah Pajak BUT
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 26
300 STP PPh Ps. 26
301 STP PPh Ps. 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT
310 SKPKB PPh Ps. 26
311 SKPKB PPh Ps. 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT
320 SKPKBT PPh Ps. 26
321 SKPKBT PPh Ps. 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh Ps. 26 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 26 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh Ps. 26
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan

8. Kode Akun Pajak 411128 Utk Jenis Pajak PPh Final (Kode Lama: 0118)
KJS Jenis Setoran
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Final
300 STP PPh Final
310 SKPKB PPh Final Ps. 4 ayat (2)
311 SKPKB PPh Final Ps. 15
312 SKPKB PPh Final Ps. 19
320 SKPKBT PPh Final Ps. 4 ayat (2)
321 SKPKBT PPh Final Ps. 15
322 SKPKBT PPh Final Ps. 19
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
401 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Diskonto/Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
402 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
403 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
404 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Bunga Deposito / Tabungan, Jasa Giro dan Diskonto SBI
405 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Hadiah Undian
406 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Transaksi Saham, Obligasi dan Sekuritas Lainnya di Bursa
407 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Pendiri
408 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal Ventura
409 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi
410 PPh Final Ps. 15 atas Jasa Pelayaran DN
411 PPh Final Ps. 15 atas Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan LN
413 PPh Final Ps. 15 atas Penghasilan Perwakilan Dagang LN
414 PPh Final Ps. 15 atas Pola Bagi Hasil
415 PPh Final Ps. 15 atas Kerjasama Bentuk BOT
416 PPh Final Ps. 19 atas Revaluasi Aktiva Tetap
417 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi yg Dibayarkan kpd OP

B073
418 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif yg Diperdagangkan di Bursa

419 PPh Final Ps. 17 ayat (2c) atas Penghasilan berupa Dividen (yg Diterima atau Diperoleh WP OP DN)

420 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha yg Diterima atau Diperoleh WP yg Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu2
421 PPh Final atas Uplift dan Pengalihan Participating Interest di Bidang Usaha Hulu Migas Bumi2

499 PPh Final Lainnya


500 PPh Final atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Final atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh Final
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan

9. Kode Akun Pajak 411129 Utk Jenis Pajak PPh Non Migas Lainnya (Kode Lama: 0119)
KJS Jenis Setoran
100 PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
101 PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter
(bersifat non-final) 1
300 STP PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN)
301 STP PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN1
310 SKPKB PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
311 SKPKB PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
charter (bersifat non-final)1
320 SKPKBT PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
321 SKPKBT PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
charter (bersifat non-final)1
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh Non Migas Lainnya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat
(5) UU KUP)
501 PPh Non Migas Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)

510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh Non Migas Lainnya
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan

10. Kode Akun Pajak 411131 Utk Jenis Pajak Fiskal LN (Kode Lama: 0118)
KJS Jenis Setoran
100 Fiskal LN
300 STP Fiskal LN

11. Kode Akun Pajak 411111 Utk Jenis Pajak PPh Minyak Bumi (Kode Lama: 0121)
KJS Jenis Setoran
100 PPh Minyak Bumi
300 STP PPh Minyak Bumi
310 SKPKB PPh Minyak Bumi
320 SKPKBT PPh Minyak Bumi
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

12. Kode Akun Pajak 411112 Utk Jenis Pajak PPh Gas Alam (Kode Lama: 0122)
KJS Jenis Setoran
100 PPh Gas Alam
300 STP PPh Gas Alam
310 SKPKB PPh Gas Alam
320 SKPKBT PPh Gas Alam
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

B074
13. Kode Akun Pajak 411119 Utk Jenis Pajak PPh Migas Lainnya (Kode Lama: 0129)
KJS Jenis Setoran
100 PPh Migas Lainnya
300 STP PPh Migas Lainnya
310 SKPKB PPh Migas Lainnya
320 SKPKBT PPh Migas Lainnya
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

14. Kode Akun Pajak 411211 Utk Jenis Pajak PPN DN (Kode Lama: 0131)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPN DN
101 Setoran PPN BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
102 Setoran PPN JKP dari luar Daerah Pabean
103 Setoran Kegiatan Mem-bangun Sendiri
Setoran Penyerahan Aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan
104 Setoran Atas Pengalihan Aktiva Dlm Rangka Restrukturisasi Perusahaan
105 Penebusan Stiker Lunas PPN atas Penyerahan Produk Rekaman Suara atau Gambar2
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPN DN
300 STP PPN DN
310 SKPKB PPN DN
311 SKPKB PPN Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
312 SKPKB PPN Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
313 SKPKB PPN Kegiatan Membangun Sendiri
314 SKPKB Pemungut PPN DN
320 SKPKBT PPN DN
321 SKPKBT PPN Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
322 SKPKBT PPN Peman-faatan JKP dari luar Daerah Pabean
323 SKPKBT PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
324 SKPKBT Pemungut PPN DN
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPN DN atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPN DN atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT Masa PPN DN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPN DN

15. Kode Akun Pajak 411212 utk jenis pajak PPN Impor (Kode Lama: 0132)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPN Impor
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPN Impor
300 STP PPN Impor
310 SKPKB PPN Impor
320 SKPKBT PPN Impor
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPN Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)

501 PPN Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT PPN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPN Impor

16. Kode Akun Pajak 411219 Utk Jenis Pajak PPN Lainnya (Kode Lama: 0139)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPN Lainnya

B075
300 STP PPN Lainnya
310 SKPKB PPN Lainnya
320 SKPKBT PPN Lainnya
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPN Lainnya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)

501 PPN Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT PPN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan

17. Kode Akun Pajak 411221 Utk Jenis Pajak PPnBM DN (Kode Lama: 0133)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPnBM DN
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPnBM DN
300 STP PPnBM DN
310 SKPKB Masa PPnBM DN
311 SKPKB Pemungut PPnBM DN
320 SKPKBT Masa PPnBM DN
321 SKPKBT Pemungut PPnBM DN
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPnBM DN atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPnBM DN atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
Masa PPN DN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPnBM DN

18. Kode Akun Pajak 411222 Utk Jenis Pajak PPnBM Impor (Kode Lama: 0134)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPnBM Impor
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPnBM Impor
300 STP PPnBM Impor
310 SKPKB PPnBM Impor
320 SKPKBT PPnBM Impor
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPnBM Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)

501 PPnBM Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran
PPnBM pd saat impor BKP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPnBM Impor

19. Kode Akun Pajak 411229 Utk Jenis Pajak PPnBM Lainnya (Kode Lama: 0139)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPnBM Lainnya
300 STP PPnBM Lainnya
310 SKPKB PPnBM Lainnya
320 SKPKBT PPnBM Lainnya
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPnBM Lainya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)

501 PPnBM Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran PPnBM Lainnya

B076
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan

20. Kode Akun Pajak 411611 Utk Bea Meterai (Kode Lama: 0171)
KJS Jenis Setoran
100 Bea Meterai
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp Bea Meterai
2XX Pembayaran deposit atas penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital utk membubuhkan tanda Bea
Meterai Lunas1
● Digit kedua dan ketiga (XX) adalah:
1) angka "01", dlm hal WP hanya memiliki 1 Unit Mesin Teraan Meterai Digital, atau
2) sesuai dgn nomor urut dilakukannya pendaftaran Mesin Teraan Meterai Digital
dlm hal WP memiliki > 1 unit Mesin Teraan Meterai Digital.

300 STP Bea Meterai


310 SKPKB Bea Meterai
320 SKPKBT Bea Meterai
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 Bea Meterai atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)

501 Bea Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran Bea Meterai
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
512 Denda atas Pemeteraian Kemudian (Ps. 8 dan Ps. 9 UU Bea Meterai) 1

21. Kode Akun Pajak 411612 utk Penjualan Benda Meterai (Kode Lama: 0175)
KJS Jenis Setoran
100 Penjualan Benda Meterai
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp Benda Meterai
300 STP Benda Meterai
310 SKPKB Benda Meterai
320 SKPKBT Benda Meterai
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 Benda Meterai atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP) 1

501 Benda Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP) 1
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran
Benda Meterai1
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan

22. Kode Akun Pajak 411613 utk Pajak Penjualan Batubara (Kode Lama: -)
KJS Jenis Setoran
100 Pajak Penjualan Batubara
300 STP Pajak Penjualan Batubara
310 SKPKB Pajak Penjualan Batubara
320 SKPKBT Pajak Penjualan Batubara
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

23. Kode Akun Pajak 411619 Utk Pajak Tdk Langsung Lainnya (Kode Lama: 0172)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa Pajak Tdk Langsung Lainnya
300 STP Pajak Tdk Langsung Lainnya
310 SKPKB Pajak Tdk Langsung Lainnya
320 SKPKBT Pajak Tdk Langsung Lainnya
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
900 Pemungut Pajak Tdk Langsung Lainnya

B077
24. Kode Akun Pajak 411621 Utk Bunga/Denda Penagihan PPh (Kode Lama: 0173)
KJS Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PPh
301 STP atas Denda Penagihan PPh (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)

25. Kode Akun Pajak 411622 Utk Bunga/Denda Penagihan PPN (Kode Lama: 0174)
KJS Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PPN
301 STP atas Denda Penagihan PPN (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)

26. Kode Akun Pajak 411623 Utk Bunga/Denda Penagihan PPnBM (Kode Lama: 0174)
KJS JENIS SETORAN
300 STP atas Bunga Penagihan PPnBM
301 STP atas Denda Penagihan PPnBM (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)

27. Kode Akun Pajak 411624 Utk Bunga/Denda Penagihan PTLL (Kode Lama: 0174)
KJS Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PTLL
301 STP atas Denda Penagihan PTLL (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)

28. Kode Akun Pajak 411313 Utk PBB Sektor Perkebunan3


KJS Jenis Setoran
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

29. Kode Akun Pajak 411314 Utk PBB Sektor Perhutanan3


KJS Jenis Setoran
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

30. Kode Akun Pajak 411315 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Mineral
dan Batubara3
KJS Jenis Setoran
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

31. Kode Akun Pajak 411316 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Migas3
KJS Jenis Setoran
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

32. Kode Akun Pajak 411317 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Panas
Bumi3
KJS Jenis Setoran
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

33. Kode Akun Pajak 411319 Utk PBB Sektor Lainnya3


KJS Jenis Setoran
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

B078
Ket:
1
Penambahan/perubahan dari PER-23/PJ/2010 (mulai berlaku tgl 22 April 2010)
2
Penambahan/perubahan dari PER-24/PJ/2013 (mulai berlaku tgl 02 Juli 2013) Peraturan
Kode Akun Pajak yg lama: KEP-169/PJ./2001 stdtd. KEP-384/PJ./2003
3
PER-38/PJ/2013, penyetoran menggunakan SSPBB (mulai berlaku tgl 01 Jan 2014)

 NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara): Nomor yg tertera pd BPN (Bukti Penerimaan Negara) yg
diterbitkan melalui MPN (Modul Penerimaan Negara) - dikeluarkan oleh KPPN sdh rekonsiliasi, terdiri dari 16
digit.
 NTPP (Nomor Transaksi Pembayaran Pajak): Nomor bukti/tanda pembayaran/penyetoran pajak yg
diterakan pd SSP yg digunakan dlm sistem pembayaran pajak scr on-line, yg dihasilkan oleh suatu mesin
penomoran dgn formula rahasia yg dimiliki DJP.
 NTB (Nomor Transaksi Bank): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg diterbitkan oleh Bank.
 NTP (Nomor Transaksi Pos): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg diterbitkan oleh Pos.
 NPP (Nomor Penerimaan Potongan): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg berasal dari potongan
SPM (Surat Perintah Membayar) yg diterbitkan.
 BPN: Dokumen yg diterbitkan oleh Bank Persepsi atas transaksi penerimaaan Negara dgn teraan NTPN &
NTB)

B079
Bentuk SSP: (PER-38/PJ/2009)

B07-
Petunjuk Pengisian Formulir SSP:
NPWP Diisi dgn NPWP yg dimiliki WP
NAMA NPWP Diisi dgn Nama WP
ALAMAT NPWP Diisi sesuai dgn alamat yg tercantum dlm SKT
Catatan:
Bagi WP yg blm memiliki NPWP
1. NPWP diisi : a. Utk WP berbentuk Badan Usaha diisi dgn 01.000.000.0-XXX.000
b. Utk WP OP diisi dgn 04.000.000.00-XXX.000
2. XXX diisi dgn Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak
Nama dan Alamat diisi dgn lengkap sesuai dgn KTP atau identitas lain yg sah
NOP Diisi sesuai dgn NOP berdasarkan SPPT PBB
Alamat Objek
Diisi sesuai dgn alamat tempat Objek Pajak berada berdasarkan SPPT
Pajak
Catatan :
Diisi hanya apabila terdapat transaksi yg terkait dgn tanah dan/atau bangunan yaitu transaksi PHTB dan/atau
bangunan dan KMS
Kode Akun
Diisi dgn angka Akun Pajak utk setiap akun pajak yg akan dibayar atau disetor
Pajak
Kode Jenis Diisi dgn angka dlm kolom "Kode Jenis Setoran" utk setiap jenis setoran pajak yg akan
Setoran dibayar atau disetor
Catatan :
Kedua kode tsb hrs diisi dgn benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan yg tlh dibayar dpt
diadministrasikan dgn tepat
Diisi sesuai dgn uraian dlm kolom "Jenis Setoran" yg berkenaan dgn Kode Akun Pajak dan
Kode Jenis Setoran. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi PHTB, dilengkapi dgn
Uraian
nama pembeli. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Persewaan Tanah dan
Pembayaran
Bangunan yg disetor oleh yg menyewakan, dilengkapi dgn nama penyewa.

Diisi dgn memberi tanda silang pd salah satu kolom Masa Pajak utk masa pajak yg
dibayar atau disetor. Pembayaran atau penyetoran utk lebih dari 1 masa pajak dilakukan
Masa Pajak
dgn menggunakan 1 SSP utk setiap masa pajak. Utk WP dgn kriteria tertentu, dpt
menyetorkan PPh Pasal 25 utk bbrp Masa Pajak dlm 1 SSP.
Tahun Pajak Diisi thn terutangnya pajak
Diisi nomor ketetapan yg tercantum pd skp (SKPKB,SKPKBT) atau STP hanya apabila
Nomor
SSP digunakan utk membayar atau menyetor pajak yg kurang dibayar/disetor berdasarkan
Ketetapan
skp, STP atau putusan lain
Diisi dgn angka jml pajak yg dibayar atau disetor dlm Rp penuh. Pembayaran pajak dgn
Jumlah
menggunakan mata uang US$ (bagi WP yg diwajibkan melakukan pembayaran pajak dlm
Pembayaran
mata uang US$), diisi scr lengkap sampai dgn sen.
Diisi jml pajak yg dibayar atau disetor dgn huruf latin dan menggunakan bahasa
Terbilang
Indonesia
Diterima oleh Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran,
Kantor tanda tangan, dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran, serta cap/stempel
Penerima Kantor Penerima Pembayaran

B07-
Pembayaran
Wajib Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas
Pajak/Penyetor WP/Penyetor serta stempel usaha
Ruang Validasi
Kantor
Diisi NTPN dan NTB atau NTPN dan NTP oleh Kantor Penerima Pembayaran
Penerima
Pembayaran

B07-
Bentuk Form SSBP: (PER-02/PB/2008)

B07-
Petunjuk Pengisian SSBP:
Nomor Uraian Isian
Catatan : - Diisi dgn huruf kapital atau diketik
- 1 formulir SSBP hanya berlaku utk setoran 1 Mata Anggaran Penerimaan
1 Diisi dgn kode KPPN 3 digit dan uraian KPPN Penerima Setoran
2 Diisi dgn nomor SSBP dgn metode penomoran Nomor/Kode Satker/Bulan/Thn
(9999/999999/99/9999)
3 Diisi dgn Tanggal SSBP dibuat
4 Diisi kode Rekening Kas Negara (KPPN bersangkutan................diisi petugas Bank)
5 Diisi NPWP Wajib Setor atau Bendahara Satker
6 Diisi dgn Nama/Jabatan Wajib Setor/Wajib Bayar
7 Diisi dgn Alamat Jelas Wajib Setor/Wajib Bayar
8 Diisi Kode diikuti dgn uraian Kementrian/Lembaga sesuai dgn yg tercantum pd pagu anggaran

9 Diisi dgn Kode Unit Organisasi Eselon I dan Uraian


10 Diisi dgn Kode Satker 6 digit dan uraian Satker
11 Diisi dgn Kode Fungsi 2 digit, Kode Subfungsi 2 digit, dan Kode Program 4 digit
12 Diisi 4 digit kode kegiatan apabila penyetoran utk Satker Pengguna PNBP
Diisi 4 digit kode Subkegiatan apabila penyetoran untuk Satker Pengguna PNBP
13 2 digit pertama: Kode Lokasi Provinsi 2 digit
2 digit terakhir: diisi Kode Kabupaten/Kota 2 digit
14 Diisi dgn Kode Mata Anggaran Penerimaan 6 digit disertai dgn Uraian Penerimaan sesuai dgn
format
15 Diisi dgn Jml Rp Setoran Penerimaan
16 Diisi dgn Jml Rp yg dibayarkan dgn huruf
17 Diisi dgn Nomor SPN dan SP3N kalau ada Surat Penetapannya
18 Diisi dgn tanggal SPN dan SP3N
19 Diisi Kode 3 digit dan Nama KPPN Penerbit SPN (Surat Penagihan) atau Penerima SP3N (Surat
Penerimaan Pengurusan Piutang Negara)
20 Diisi keperluan pembayaran
21 & 22 Diisi sesuai dgn tempat dan tanggal dibuatnya SSBP
23 & 24 Diisi sesuai nama Wajib Setor, NIP, dan stempel Satker
25 Diisi dgn tanggal diterimanya setoran tsb oleh Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro
26 & 27 Diisi dgn Nama dan Tanda Tangan Penerima di Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro serta Cap

B07-
B. KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK
(SE-61/PJ/2013)

Jenis Surat Ketetapan


Jenis Pajak
STP SKPKB SKPKBT SKPLB SKPN
A. PPh Umum
1 PPh Ps. 21 101 201 301 401 501
2 PPh Ps. 22 102 202 302 402 502
3 PPh Ps. 22 Impor atas Impor/Perolehan 122 222 322 422 522
4 PPh Ps. 23 103 203 303 403 503
5 PPh Ps. 26 104 204 304 404 504
6 PPh Ps. 25/29 OP 105 205 305 405 505
7 PPh Ps. 25/29 Badan 106 206 306 406 506
8 PPh Ps. 25/29 Badan Minyak dan Gas 116 216 316 416 516
Bumi
B. PPN
1 PPN 107 207 307 407 507
2 PPN yg Tdk Seharusnya 217 317
Dibebaskan/Tdk Dipungut
3 PPN atas :
3.1 Impor 127 227 327 427 527
3.2 Penyerahan Aktiva Ps. 16 D 137 237 337 437 537
(Berlaku utk masa dan/atau thn
pajak 2006 dan sebelumnya)
3.3 Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud 167 267 367 467 567
Dari Luar Daerah Pabean
3.4 Pemanfaatan JKP Dari Luar 177 277 377 477 577
Daerah Pabean
3.5 Pemungutan Pajak Oleh 187 287 387 487 587
Pemungut Pajak
3.6 Pembayaran Kembali PM bagi 147
PKP yg Gagal Berproduksi
3.7 Tanggung Jawab Scr Renteng 297
C. PPnBM
1 PPnBM 108 208 308 408 508
2 PPnBM yg Tdk Seharusnya 218 318
Dibebaskan/Tdk Dipungut
3 PPnBM atas :
3.1 Impor 128 228 328 428 528
3.2 Pemungutan Pajak Oleh 148 248 348 448 548
Pemungut Pajak
3.3 Tanggung Jawab Scr Renteng 298
D. Bunga/Denda Penagihan
1 Bunga Penagihan 109
2 Denda Penagihan 110
E. PPh Final
1 PPh Final Ps. 4 ayat (2) 140 240 340 440 540
2 PPh Final Ps. 15 141 241 341 441 541
3 PPh Final Ps. 19 142 242 342 442 542
4 PPh Final Ps. 21 143 243 343 443 543
5 PPh Final Ps. 22 144 244 344 444 544
6 PPh Final Ps. 23/26 145 245 345 445 545
7 PPh Final Ps. 26 (4) Minyak dan Gas 146 246 346 446 546
Bumi

B07-
Jenis Surat Ketetapan
Jenis Pajak
STP SKPKB SKPKBT SKPLB SKPN
F. PPN Membangun Sendiri 157 257 357 457 557
G. Pajak Penjualan Batubara 158 258 358 458 558
H. Pajak yg Seharusnya Tdk Terutang
1 PPh Ps. 21 411
2 PPh Ps. 22 412
3 PPh Ps. 23 413
4 PPh Ps. 26 414
5 PPh Ps. 25/29 OP 425
6 PPh Ps. 25/29 Badan 426
7 PPh Ps. 25/29 Badan Minyak Bumi 456
8 PPh Ps. 25/29 Badan Gas Bumi 466
9 PPh Final Ps. 4 ayat (2) 490
10 PPh Final Ps. 15 491
11 PPh Final Ps. 19 492
12 PPh Final Ps. 21 493
13 PPh Final Ps. 22 494
14 PPh Final Ps. 23/26 495
15 PPh Final Ps. 26 (4) Minyak Bumi 486
16 PPh Final Ps. 26 (4) Gas Bumi 489
17 PPN 447
18 PPnBM 438
19 PPN Membangun Sendiri 497
I. Pengembalian PPN kpd OP 807
pemegang paspor LN
J. Bea Materai 159 259 359 459 559

Jenis Pajak STP PBB SKP PBB


PBB
1 PBB Sektor Pedesaan 170 270
2 PBB Sektor Perkotaan 171 271
3 PBB Sektor Perkebunan 172 272
4 PBB Sektor Perhutanan 173 273
5 PBB Sektor Pertambangan 174 274
6 PBB Sektor Pabum-Migas 175 275

Catatan:
 Bentuk dan isi Nothit, skp, dan STP PPh, PPN, dan PPnBM diatur di PER-27/PJ/2012 (berlaku mulai
tanggal 13 Des 2012) jo PER-23/PJ/2014 (berlaku mulai tanggal 14 Agust 2014)  mencabut
PER-25/PJ/2008 stdtd PER-52/PJ/2011 dan PER-5/PJ/2009.
→ PER-23/PJ/2014 blm menampung bentuk dan isi nota penghitungan, skp, dan STP atas Bea Meterai. Utk
kepentingan penetapan Bea Meterai, Masa Pajak mrp periode pembubuhan atau pelunasan Bea Meterai.
 Bentuk dan isi Nothit, SKPPBB, STP PBB, SKKPPBB, dan SPT PBB diatur di PER-23/PJ/2011
(berlaku mulai tanggal 24 Agust 2011)
 PMK-145/PMK.03/2012 ttg Tata Cara Penerbitan skp dan STP

B07-
C. KODE NOTA PENGHITUNGAN

Utk PPh, PPN, dan PPnBM: (SE-61/PJ/2013)


Nomor
Keterangan
Kode
1.1.5 Pemeriksaan Kantor yg dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa KPP
1.2.3 Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Tenaga Ahli yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak
2.0.2 Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Tim Gabungan DJP dan Instansi Lain
2.0.4 Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa KPDJP
2.0.5 Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa KPP
2.0.7 Pemeriksaan Bukti Permulaan yg dilakukan oleh Tenaga Fungsional Pemeriksa/Penyidik Kanwil

3.0.2 Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Penagihan


3.0.3 Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Waskon
3.0.4 Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Pelayanan
4.0.1 Verifikasi yg dilakukan oleh Petugas Verifikasi KPP

Utk PBB: (SE-66/PJ/2011)


Nomor
Keterangan
Kode
5.1.1 Pemeriksaan PBB Kantor
5.0.1 Pemeriksaan PBB Lapangan
3.0.3 Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Waskon
3.0.4 Penelitian yg dilakukan oleh Fungsional Penilai PBB
3.0.5 Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

B07-
D. KODE PEMERIKSAAN
(SE-28/PJ/2013)

Kode Pemeriksaan Rutin:


Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan
No Alasan Pemeriksaan Pemeriksaan Kantor
Lapangan
OP Badan OP Badan
1. Perubahan Tahun Buku/ Perubahan Metode 0012 0111 0112
Pembukuan
2. Likuidasi atau Penutupan Usaha:
a. Domisili 1022 1121 1122
b. Cabang 0022 0121 0122
3. WP OP Akan Meninggalkan Indonesia 1121
Selama-Lamanya
4. Penggabungan Usaha 1032 1131 1132
5. Peleburan Usaha / Pengambilalihan Usaha 1042 1141 1142
6. Pemecahan Usaha / Pemekaran Usaha 1052 1151 1152
7. WP Yg Tlh Diberikan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
sesuai Pasal 17C & Pasal 17D UU KUP
a. Slr jenis pajak 1161 1162
b. PPN 2161 2162
8. SPT Tahunan PPh Rugi:
a. PPh OP/Badan (1 jenis pajak) 4071 4072 4171 4172
9. SPT LB:
a. Masa PPN 2081 2082 2181 2182
b. PPh OP/Badan (1 jenis pajak) 4081 4082 4181 4182
10. Revaluasi Aktiva Tetap 1092 1191 1192

Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Scr Komputerisasi


Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan
No Kriteria Pemeriksaan Pemeriksaan Kantor Lapangan
OP Badan OP Badan
1. WP Besar
a. Slr jenis pajak 1411 1412
b. PPN 2411 2412
c. P2PPh 3411 3412
d. PPh Pasal 25/29 4411 4412
e. PPh Pasal 21/26 7411 7412
f. PPh Pasal 23/26 8411 8412
g. PPh Final 9411 9412
h. Bbrp Jenis Pajak 0411 0412
2. WP Menengah
a. Slr jenis pajak 1421 1422
b. PPN 2421 2422
c. P2PPh 3421 3422
d. PPh Pasal 25/29 4421 4422
e. PPh Pasal 21/26 7421 7422
f. PPh Pasal 23/26 8421 8422
g. PPh Final 9421 9422
h. Bbrp Jenis Pajak 0421 0422
3. WP Kecil
a. Slr jenis pajak 1431 1432
b. PPN 2431 2432
c. P2PPh 3431 3432

B07-
d. PPh Pasal 25/29 4431 4432
e. PPh Pasal 21/26 7431 7432
f. PPh Pasal 23/26 8431 8432
g. PPh Final 9431 9432
h. Bbrp Jenis Pajak 0431 0432

Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Scr Manual


Jenis Pemeriksaan
No Kriteria Pemeriksaan Pemeriksaan Kantor Pemeriksaan Lapangan
OP Badan OP Badan
1. Terdapat data & informasi yg
menunjukkan ketidakpatuhan
WP (bottom-up): 1911 1922
a. Slr jenis pajak 2911 2922
b. PPN 3911 3922
c. P2PPh 4911 4922
d. PPh Pasal 25/29 7911 7922
e. PPh Pasal 21/26 8911 8922
f. PPh Pasal 23/26 9911 9922
g. PPh Final 0911 0922
h. Bbrp Jenis Pajak
2. Analisis Risiko Scr Manual
Kantor Pusat (top-down):
a. Slr jenis pajak 1921 1922
b. PPN 2921 2922
c. P2PPh 3921 3922
d. PPh Pasal 25/29 4921 4922
e. PPh Pasal 21/26 7921 7922
f. PPh Pasal 23/26 8921 8922
g. PPh Final 9921 9922
h. Bbrp Jenis Pajak 0921 0922
3. Analisis Risiko Scr Manual
Kanwil DJP (top-down):
a. Slr jenis pajak 1941 1942
b. PPN 2941 2942
c. P2PPh 3941 3942
d. PPh Pasal 25/29 4941 4942
e. PPh Pasal 21/26 7941 7942
f. PPh Pasal 23/26 8941 8942
g. PPh Final 9941 9942
h. Bbrp Jenis Pajak 0941 0942
4. Laporan & Pengaduan
Masyarakat Hasil Analisis
Direktorat Intelijen dan
Penyidikan (top-down): 1931 1932
a. Slr jenis pajak 2931 2932
b. PPN 3931 3932
c. P2PPh 4931 4932
d. PPh Pasal 25/29 7931 7932
e. PPh Pasal 21/26 8931 8932
f. PPh Pasal 23/26 9931 9932
g. PPh Final 0931 0932
h. Bbrp Jenis Pajak
5. Laporan & Pengaduan
Masyarakat Hasil Analisis
Kanwil DJP (top-down): 1951 1952
a. Slr jenis pajak 2951 2952
b. PPN 3951 3952

B07-
c. P2PPh 4951 4952
d. PPh OP/Badan 7951 7952
e. PPh Pasal 21/26 8951 8952
f. PPh Pasal 23/26 9951 9952
g. PPh Final 0951 0952
h. Bbrp Jenis Pajak
6. Pemeriksaan Khusus dlm
rangka Pemeriksaan Ulang
a. Slr jenis pajak 1991 1992
b. PPN 2991 2992
c. P2PPh 3991 3992
d. PPh Pasal 25/29 4991 4992
e. PPh Pasal 21/26 7991 7992
f. PPh Pasal 23/26 8991 8992
g. PPh Final 9991 9992
h. Bbrp Jenis Pajak 0991 0992

Kode Pemeriksaan WP Lokasi berdasarkan Permintaan UP2 Domisili


Disesuaikan dgn Kriteria Pemeriksaan WP Domisili, namun digit pertama dari setiap kode pemeriksaan
diganti dgn angka 6.

B07-
SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SCR ELEKTRONIK (BILLING SYSTEM)

Dasar Hukum:
 PMK-60/PMK.05/2011 jo PMK-204/PMK.05/2011
 PER-26/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 13 Okt 2014) → mencabut PER-47/PJ/2011 jo PER- 19/PJ/2012
 KEP-359/PJ/2013 → mencabut KEP-09/PJ/2013
SE dan surat terkait:
 SE-102/PJ/2011
 S-128/PJ.13/2013

Definisi:
 Sistem Pembayaran Pajak Scr Elektronik: Bgian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik yg
diadministrasikan oleh Biller DJP dan menerapkan Billing System.
 Billing System: Metode pembayaran elektronik dgn menggunakan Kode Billing.
 Sistem Billing: Sistem informasi yg dikelola @ Biller dlm rangka pengadministrasian sistem Penerimaan
negara scr elektronik.
 Kode Billing: Kode identifikasi yg diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran
yg akan dilakukan WP.
 Aplikasi Billing DJP: Bagian dari Sistem Billing DJP yg menyediakan antarmuka berupa aplikasi berbasis
web bagi WP utk menerbitkan Kode Billing dan dpt diakses melalui jaringan internet
 Electronic Data Capture (EDC): alat yg dipergunakan utk transaksi kartu debit/kredit yg terhubung scr
online dgn sistem/ jaringan Bank Persepsi.
 Bukti Penerimaan Negara (BPN): dokumen yg diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi
penerimaan negara dgn teraan NTPN dan NTB/NTP sbg sarana administrasi lain yg kedudukannya disamakan
dgn SSP.

Sistem pembayaran pajak scr elektronik: (Pasal 2 PER-26/PJ/2014)


 Pembayaran/penyetoran pajak scr elektronik meliputi slr jenis pajak, kecuali:
 pajak dlm rangka impor yg diadministrasikan pembayarannya oleh Biller DJBC; dan
 pajak yg tata cara pembayarannya diatur scr khusus.
 Pembayaran/penyetoran pajak tsb meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah dan Dollar AS.
 Pembayaran dlm mata uang Dollar AS tsb hanya dpt dilakukan utk PPh Pasal 25, PPh Pasal 29 dan PPh yg
bersifat Final yg dibayar sendiri oleh WP yg memperoleh izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn
menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar AS.
 Transaksi pembayaran/penyetoran pajak tsb dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dgn menggunakan Kode
Billing.

Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak scr Elektronik: (Pasal 3 ayat (1)-(2) PER-26/PJ/2014)


 Transaksi Pembayaran/penyetoran pajak scr elektronik dpt dilakukan melalui Teller Bank/Pos Persepsi, ATM,
Internet Banking dan EDC.
Contoh memasukan Kode Billing melalui mesin ATM:
 Menu via ATM Mandiri: [Bayar/Beli][Lainnya][Lainnya][Multi Payment]. Masukkan kode institusi
DJP 10035 dan kode billing pajak, selanjutnya ikuti instruksi.
 Menu via ATM BRI: [Transaksi Lain][Pembayaran][Lainnya][Lainnya][MPN]. Masukkan kode
billing pajak, selanjutnya ikuti instruksi.
Contoh memasukan Kode Billing melalui /internet banking yg disediakan Bank Persepsi yg ditunjuk:
 Menu via internet banking Mandiri (https://ib.bankmandiri.co.id): [Pembayaran][Pajak]. Masukkan
kode billing pajak, selanjutnya ikuti instruksi.
 Menu via internet banking BRI: [Pembayaran][MPN]. Masukkan kode billing pajak, selanjutnya
ikuti instruksi.
 Atas pembayaran/penyetoran pajak, WP menerima BPN sbg bukti setoran.

BPN: (Pasal 3 ayat (3)-(6) PER-26/PJ/2014)


 BPN diterbitkan dlm bentuk:

B‐
a. dokumen bukti pembayaran yg diterbitkan Bank/Pos Persepsi, utk pembayaran/penyetoran melalui Teller
dgn Kode Billing;
b. struk bukti transaksi, utk pembayaran melalui ATM dan EDC;
c. dokumen elektronik, utk pembayaran/penyetoran melalui internet banking; dan
d. teraan BPN pd SSP/SSP PBB, utk pembayaran melalui Teller Bank/Pos Persepsi dgn menggunakan
SSP/SSP PBB.
 BPN tsb sekurang-kurangnya mencantumkan elemen-elemen sbg berikut:
a. NTPN;
b. NTB/NTP;
c. Kode Billing;
d. NPWP;
e. Nama WP;
f. Alamat WP, kecuali utk BPN yg diterbitkan melalui ATM dan EDC;
g. NOP, dlm hal pembayaran pajak atas transaksi PHTB, KMS dan PBB sektor Perkebunan, Perhutanan dan
Pertambangan, kecuali utk BPN yg diterbitkan melalui ATM dan EDC;
h. Kode Akun Pajak;
i. Kode Jenis Setoran;
j. Masa Pajak;
k. Thn Pajak;
l. Nomor ketetapan pajak, bila ada;
m. Tanggal bayar; dan
n. Jml nominal pembayaran.
 BPN tsb termasuk cetakan, salinan dan fotokopinya, kedudukannya disamakan dgn SSP dan SSP PBB dlm
rangka pelaksanaan ketentuan perpu perpajakan.
 Dlm hal terdapat perbedaan antara data pembayaran yg tertera dlm BPN dgn data pembayaran mnr sistem
Penerimaan Negara scr lektronik, maka yg dianggap sah adalah data sistem Penerimaan Negara scr elektronik.

Cara Memperoleh Kode Billling: (Pasal 4-6 PER-26/PJ/2014)


WP dpt memperoleh Kode Billing dgn cara:
1. membuat sendiri pd Aplikasi Billing DJP yg dpt diakses melalui laman DJP dan laman Kemenkeu;
(Pasal 4 angka 1 PER-26/PJ/2014) → http://ssereg.pajak.go.id
 WP membuat sendiri Kode Billing tsb dgn melakukan input data setoran pajak yg akan dibayarkan.
(Pasal 5 ayat (1) PER-26/PJ/2014)
 Input data tsb dilakukan atas nama dan NPWP sendiri, atau atas nama dan NPWP WP lain
sehubungan dgn kewajiban sbg Wajib Pungut.
 WP dlm melakukan input data tsb terlebih dahulu melakukan log-in dgn memasukkan User ID dan PIN
akun pengguna Aplikasi Billing DJP yg tlh aktif.
 WP dpt mendaftarkan diri utk memperoleh User ID dan PIN scr online melalui menu daftar baru
Aplikasi Billing DJP dan mengaktifkan akun pengguna melalui konfirmasi e-mail.
 Dlm hal terdapat indikasi penyalahgunaan, Dirjen Pajak dpt melakukan penutupan scr jabatan atas akun
pengguna Aplikasi Billing DJP.
 Dlm hal terjadi pemindahan tempat terdaftar WP yg mengakibatkan perubahan NPWP, aplikasi
Billing DJP akan menyesuaikan akun pengguna dgn NPWP baru.
2. melalui Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak; atau (Pasal 4 angka 2
PER-26/PJ/2014)
a. mendatangi Teller Bank/Pos Persepsi dgn menyerahkan SSP/SSP PBB; atau
 Mekanisme pembayaran/penyetoran pajak melalui Teller Bank/Pos Persepsi: (Pasal 7 PER-
26/PJ/2014)
 WP menyerahkan SSP/SSP PBB dlm rangkap 4 yg tlh diisi lengkap dan ditandatangani kpd Teller
Bank/Pos Persepsi, dgn menyertakan uang sejumlah nominal yg disebutkan dlm SSP/SSP PBB.
 Teller Bank/Pos Persepsi merekam data pembayaran/setoran pajak utk menerbitkan Kode Billing.
(Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-26/PJ/2014)
 Teller Bank/Pos Persepsi mencetak bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kpd WP.

B‐
 WP memeriksa kesesuaian elemen data pd bukti penerbitan Kode Billing dgn isian SSP/SSP PBB.
 Dlm hal elemen data yg tertera pd bukti penerbitan Kode Billing tlh sesuai dgn isian SSP/SSP
PBB, WP menandatangani bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kembali kpd Teller
Bank/Pos Persepsi.
 Teller Bank/Pos Persepsi memproses transaksi pembayaran pajak atas Kode Billing
dimaksud.
 WP menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan ke-3 yg tlh ditera dgn elemen-
elemen data BPN serta dibubuhi tanda tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos Persepsi dan cap
Bank/Pos Persepsi sbg bukti bayar/setor.
 Kebenaran elemen data yg tertera pd BPN mrp tanggung jawab WP yg tlh menandatangani bukti
penerbitan Kode Billing.
b. menggunakan layanan/produk/aplikasi/sistem yg tlh terhubung dgn Sistem Billing DJP
3. diterbitkan scr jabatan oleh DJP dlm hal terbit ketetapan pajak, STP, SPPT PBB atau SKP PBB yg
mengakibatkan KB. (Pasal 4 angka 3 PER-26/PJ/2014)

Masa Berlaku Kode Billing: (Pasal 9 PER-26/PJ/2014)


1. Kode Billing yg dibuat sendiri oleh WP (Pasal 4 angka 1 PER-26/PJ/2014) dan/atau diperoleh melalui Bank/Pos
Persepsi atau pihak lain yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak (Pasal 4 angka 2 PER-26/PJ/2014) berlaku selama 48 jam
sejak diterbitkan dan tdk dpt dipergunakan stl melewati jangka waktu dimaksud.
2. Kode Billing yg diterbitkan oleh DJP (Pasal 4 angka 3 PER-26/PJ/2014) berlaku s.d. jatuh tempo pembayaran
pajak, dan tdk dpt dipergunakan stl melewati jangka waktu dimaksud.
3. Dlm hal Kode Billing tdk dpt dipergunakan sebagaimana dimaksud di atas, WP atau Bank/Pos Persepsi dpt
membuat kembali Kode Billing.

Kesalahan input data setoran pajak dlm Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-26/PJ/2014 diselesaikan
melalui prosedur Pemindahbukuan dlm administrasi perpajakan. (Pasal 8 PER-26/PJ/2014)

B‐
SPT MASA PPh

Dasar Hukum:
 KEP-108/PJ.1/1996 ttg Bentuk Formulir Pemotongan/Pemungutan PPh
 PER-53/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Nov 2009) ttg Bentuk Formulir SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2),
SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya 
mencabut PER-43/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Okt 2009)
 PER-14/PJ/2013 dan Ralat PER-14/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) ttg Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian
dan Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26  mencabut PER-32/PJ/2009

Perubahan KEP-108/PJ.1/1996:
Dasar Perubahan Hal yg Diubah Keterangan
KEP-02/PJ.1/2000 Mengubah Lamp KEP-108/PJ.1/1996 berkenaan dgn Berlaku sejak tanggal 3 Jan
(Perubahan I) bentuk form SPT Masa PPh Pasal 21 & 26, SPT 2000 dan dilaksanakan utk
Masa PPh Pasal 22 Belanja Negara, SPT Masa PPh pengisian SPT Masa PPh mulai
Pasal 23 & 26 serta Bukti Pemotongan Pasal PPh bulan Jan thn 2000.
Pasal 23
menjadi seperti di Lamp KEP-02/PJ.1/2000
KEP-506/PJ./2001 Mengubah sebagian bentuk, jenis, dan isi form Berlaku sejak tanggal 11 Juli
(Perubahan II) Pemotongan/Pemungutan PPh dlm Lamp KEP- 2001 dan form bentuk lama
108/PJ.1/1996 stdd KEP-02/PJ.1/2000 menjadi masih dpt dipergunakan s.d.
seperti di Lamp KEP-506/PJ./2001 tanggal 31 Des 2001 sepanjang
dpt dilakukan penyesuaian
seperlunya
berdasarkan ketentuan yg
berlaku.
KEP-601/PJ./2001  Mengubah Petunjuk Pengisian Form SPT Masa Berlaku sejak tanggal 11
(Perubahan III) PPh Pasal 22 dgn kode formulir F.1.1.32.02 dlm Sept 2001
KEP-108/PJ./1996 stdtd KEP-506/PJ./2001
menjadi seperti di Lamp KEP-601/PJ./2001.
 Form Bukti Pemotongan PPh Bunga
Deposito/Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro dgn
kode formulir F.1.1.33.10 dlm KEP-
108/PJ.1/1996 stdtd KEP-506/PJ./2001 hanya
digunakan utk melayani permintaan WP Dana
Pensiun dan OP yg slr penghasilannya dlm 1 thn
pajak termasuk
bunga dan diskonto < PTKP.

KEP-240/PJ./2002 Mengubah form Pemotongan/ Pemungutan PPh Berlaku sejak tanggal 1 Mei
dan ralat KEP- tertentu dlm Lamp KEP-108/PJ.1/1996 stdtd KEP- 2002 dan form bentuk lama
240/PJ./2002 506/PJ./2001 serta menambah form baru shg masih dpt dipergunakan s.d.
menjadi sbg berikut: masa pajak April 2002. Ralat
a. Mengubah isi form SPT Masa PPh Pasal 4 ayat KEP-240/PJ./2002
(2), (Kode Formulir F.1.1.32.04); memperbaiki kekeliruan pd
b. Mengubah bentuk dan isi form Bukti Formulir F.1.1.33.17
Pemungutan PPh Penjualan Saham Dan Atau Formulir F.1.1.33.18.
Obligasi Yang Diperdagangkan Di Bursa Efek
(Final), (Kode Formulir F.1.1.33.11) menjadi 2
formulir yaitu:
 Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Atas Penjualan Saham Yang
Diperdagangkan
 Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Atas Bunga Dan Diskonto

B‐
Obligasi Yang Diperdagangkan Dan Atau
Dilaporkan Perdagangannya Di Bursa Efek,
(Kode Formulir F.1.1.33.17)
c. Menambah form baru yaitu Lampiran Bukti
Pemotongan PPh Pasal 23/26 Atas Bunga Dan
Diskonto Obligasi Yang Tidak Diperdagangkan
Dan Tidak Dilaporkan Perdagangannya Di
Bursa Efek (Kode
Formulir F.1.1.33.18)
KEP-100/PJ/2003  Mencabut form Bukti Pemungutan Pajak Atas Berlaku sejak tanggal 1 Apr
(Perubahan IV) Impor (Oleh Bendaharawan DJBC) kode 2003. Bagi WP yg utk masa
formulir F.1.1.33.03 pd Lamp KEP- pajak Apr 2003 dan Mei 2003
506/PJ./2001stdd KEP-02/PJ.1/2000. terlanjur menggunakan form
 Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 22 kode lama dlm KEP- 506/PJ./2001
formulir F.1.1.32.02 di Lamp KEP- 506/PJ./2001 stdd KEP-
stdd KEP-02/PJ.1/2000 menjadi Form SPT Masa 02/PJ.1/2000 maka SSP dan
PPh Pasal 22 kode formulir F.1.1.32.02 di Lamp SPT dgn form lama tsb tetap
KEP- 100/PJ/2003. dpt diterima sbg SSP dan SPT
Masa yg sah sepanjang
diisi dan
ditandatangani
sebagaimana mestinya.
PER-42/PJ/2008  Mengubah Form Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 Berlaku sejak tanggal 20
(Perubahan V) kode Formulir F.1.1.33.06 di Lamp Okt 2008
KEP-506/PJ./2001 stdd KEP-02/PJ.1/2000
menjadi Form Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
kode formulir F.1.1.33.06.
 Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 22 kode
formulir F.1.1.32.02 di Lamp KEP- 100/PJ./2003
menjadi Form SPT Masa PPh Pasal 22 kode
formulir F.1.1.32.02 di Lamp II PER-42/PJ/2008.
 Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 23 dan
atau 26 kode formulir F.1.1.32.03 di Lamp KEP-
506/PJ./2001 stdd KEP- 02/PJ.1/2000 menjadi
Form SPT Masa PPh Pasal 23 dan
 Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
kode formulir F.1.1.32.04 di Lamp
KEP-506/PJ./2001 stdd KEP-02/PJ.1/2000
menjadi Form SPT Masa PPh Pasal 4 ayat
(2) kode formulir F.1.1.32.04 di Lamp IV PER-
42/PJ/2008.

Keterangan:
KEP-108/PJ.1/1996 stdtd PER-42/PJ/2008 dinyatakan tetap berlaku, kecuali Bentuk Form SPT Masa PPh dan Bukti
Pemotongan/Pemungutan PPh dlm PER-53/PJ/2009 dan Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan
Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dlm PER-14/PJ/2013.

PER-53/PJ/2009:
 Pasal 1: Bentuk Form SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2) dan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal
4 Ayat (2) serta petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp I PER- 53/PJ/2009.
 Pasal 2: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 15 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 serta petunjuk pengisiannya
adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp II PER-53/PJ/2009

B‐
 Pasal 3: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 22 dan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 serta petunjuk pengisiannya
adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp III PER-53/PJ/2009
 Pasal 4: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan Ph Pasal 23 dan/atau
Pasal 26 serta petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp IV PER- 53/PJ/2009
 Pasal 5: Bentuk Form SPT Masa PPh dan Bukti Pemotongan/Pemungutan kegiatan usaha berbasis syariah
berlaku mutatis mutandis ketentuan dlm Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4.

SPT MASA PPh PASAL 4 AYAT (2)

Susunan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2):


Jml Lembar
Nama Form Nomor Form Sumber
Peruntukan
SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) F.1.1.32.04 Lamp I.1 PER-
53/PJ/2009
Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan D.1.1.32.06 Lamp I.2 PER-
PPh Final Pasal 4 ayat (2) 53/PJ/2009
Daftar Jml Bruto Nilai Transaksi Penjualan D.1.1.32.07 Lamp KEP-
Saham dan atau Obligasi Per Hari Bursa ... 506/PJ/2001
Bulan .... Thn ....
Daftar Perantara Perdagangan Efek, D.1.1.32.08 Lamp KEP-
Pemungutan PPh Final dari Penjualan 506/PJ/2001
Saham dan atau Obligasi yg
Diperdagangkan di Bursa Efek Bulan ....
Thn ....
Daftar Bukti Pemotongan PPh Final Pasal D.1.1.32.10 Lamp I.3 PER-
4 ayat (2) atas Bunga Deposito/ 53/PJ/2009
Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro
Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh F.1.1.33.09 3 (WP, KPP, Lamp I.4 PER-
Final Pasal 4 ayat (2) atas Hadiah Pemotong/ Pemungut 53/PJ/2009
Undian Pajak)
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 F.1.1.33.10 2 (WP, Pemotong Lamp I.5 PER-
ayat (2) atas Bunga Deposito/ Pajak) 53/PJ/2009
Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat F.1.1.33.11 3 (WP yg Dipotong, Lamp I.6 PER-
(2) atas Penghasilan dari Transaksi Penyelenggara 53/PJ/2009
Penjualan yg Diperdagangkan di Bursa Bursa Efek, Arsip
Efek Pemotong Pajak)
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 F.1.1.33.12 3 (yg Menyewakan, Lamp I.7 PER-
ayat (2) atas Penghasilan dari KPP, Penyewa) 53/PJ/2009
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final F.1.1.33.16 3 (WP, KPP, Lamp I.8 PER-
Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Pemotong/ Pemungut 53/PJ/2009
Usaha Jasa Konstruksi Pajak)
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat F.1.1.33.17 4 (WP yg Dipotong, Lamp I.9 PER-
(2) atas Bunga dan/atau Diskonto Obligasi Penyelenggara Bursa 53/PJ/2009
dan Surat Berharga Negara (SBN) Efek, Arsip
Pemotong Pajak,
Pembeli/Pemegang
Obligasi)
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat F.1.1.33.19 3 (WP, KPP, Lamp I.10 PER-
(2) atas Bunga Simpanan yg Dibayarkan Pemotong Pajak) 53/PJ/2009
oleh Koperasi kpd Anggota Koperasi
Orang Pribadi
Bukti Pemungutan PPh Final Pasal 4 F.1.1.33.20 3 (WP, KPP, Lamp I.11 PER-

B‐
ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi Pemungut Pajak) 53/PJ/2009
Derivatif Berupa KontrakBerjangka yg
Diperdagangkan di Bursa
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat F.1.1.33.21 3 (WP, KPP, Lamp I.12 PER-
(2) atas Dividen yg Diterima atau Pemotong Pajak) 53/PJ/2009
Diperoleh WP OP DN

SPT MASA PPh PASAL 15

Susunan SPT Masa PPh Pasal 15:


Jml Lembar
Nama Form Nomor Form Sumber
Peruntukan
SPT Masa PPh Final Pasal 15 F.1.1.32.05 Lamp II.1 PER-
53/PJ/2009
Daftar Bukti Pemotongan PPh Final D.1.1.32.09 Lamp II.2 PER-
Pasal 15 53/PJ/2009
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15 atas F.1.1.33.13 3 (yg Menyewakan, Lamp II.3 PER-
Imbalan yg Dibayarkan/Terutang kpd KPP, Penyewa) 53/PJ/2009
Perusahaan Pelayaran DN (Final)
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15 atas F.1.1.33.14 3 (yg Menyewakan, Lamp II.4 PER-
Imbalan yg Dibayarkan/Terutang kpd KPP, Penyewa) 53/PJ/2009
Perusahaan Pelayaran dan/atau
Penerbangan LN (Final)
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15 F.1.1.33.15 3 (yg Menyewakan, Lamp II.5 PER-
atas Imbalan yg Dibayarkan/Terutang KPP, Penyewa) 53/PJ/2009
kpd Perusahaan Penerbangan DN

SPT MASA PPh PASAL 22

Susunan SPT Masa PPh Pasal 22:


Jml Lembar
Nama Form Nomor Form Peruntukan Sumber
SPT Masa PPh Final Pasal 22 F.1.1.32.02 Lamp III.1 PER-
53/PJ/2009
Daftar SSP PPh atas Penjualan Migas oleh D.1.1.32.02 Lamp KEP-
PERTAMINA /Badan Usaha selain 506/PJ/2001
PERTAMINA Masa .... Thn ...
Daftar SSP PPh Pasal 22 Impor (Bank D.1.1.32.03 2 (KPP, Pemungut Lamp KEP-
Devisa dan Bendaharawan/Badan Pajak) 506/PJ/2001
Tertentu yg Ditunjuk) Masa ... Thn ...
Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 D.1.1.32.04 Lamp III.2 PER-
53/PJ/2009
Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 atas F.1.1.33.04 3 (WP, KPP, Lamp III.3 PER-
(Oleh Badan usaha Industri/Eksportir Pemungut Pajak) 53/PJ/2009
Tertentu)

SPT MASA PPh PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26

Susunan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26:


Jml Lembar
Nama Form Nomor Form Sumber
Peruntukan
SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau F.1.1.32.03 Lamp IV.1 PER-
Pasal 26 53/PJ/2009

B‐
B‐
Daftar Bukti Pemotongan Pasal 23 D.1.1.32.05 Lamp IV.2 PER-
dan/atau Pasal 26 53/PJ/2009
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 F.1.1.33.06 3 (WP, KPP, Lamp IV.3 PER-
Pemotong Pajak) 53/PJ/2009
Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 F.1.1.33.08 3 (WP, KPP, Lamp IV.4 PER-
Pemotong Pajak) 53/PJ/2009

SPT MASA PPh PASAL 21/26

Dasar Hukum:
 PMK-181/PMK.03/2007 stdd PMK-152/PMK.03/2009
 PER-14/PJ/2013 dan Ralat PER-14/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014)  mencabut PER-32/PJ/2009
 PER-31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)
 PER-6/PJ/2009
SE terkait:
 SE-62/PJ/2009

1. Sejak 1 Jan 2014

Susunan SPT Masa PPh Pasal 21/26


a. SPT Masa PPh Pasal 21/26:
Nomor
Form Nama Form Keterangan
1721 Induk SPT Masa PPh Pasal 21/26
1721-I Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 bagi tdk perlu dilampirkan dlm hal tdk ada
Pegawai Tetap & Penerima Pensiun atau pemotongan PPh Pasal 21
THT/JHT Berkala serta bagi PNS, Anggota
TNI, Anggota Polisi RI, Pejabat
Negara dan Pensiunannya
1721-II Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal tdk perlu dilampirkan dlm hal tdk ada
21/26 pemotongan PPh Pasal 21/26
1721-III Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tdk perlu dilampirkan dlm hal tdk ada
(Final) pemotongan PPh Pasal 21 (Final)
1721-IV Daftar SSP dan/atau Bukti Pbk utk tdk perlu dilampirkan dlm hal tdk ada
Pemotongan PPh Pasal 21/26 penyetoran & pbk PPh Pasal 21/26
1721-V Daftar Biaya tdk perlu dilampirkan dlm hal Pemotong
wajib menyampaikan SPT Tahunan

b. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26:


Nomor Jml Lembar
Form Nama Form Peruntukan Keterangan
1721-VI Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Tdk Final) 2 (Penerima tdk perlu
atau Pasal 26 Penghasilan, dilampirkan
1721-VII Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Final) Pemotong) dlm
1721-A1 Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai penyampaian
Tetap atau Penerima Pensiun atau THT /JHT SPT Masa
Berkala
1721-A2 Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi PNS /
Anggota TNI / Anggota Polisi RI / Pejabat
Negara / Pensiunannya

Yg Wajib Menggunakan e-SPT PPh Pasal 21/26:


Pemotong yg:

B‐
a. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 thd pegawai tetap & penerima pensiun atau THT/JHT berkala
dan/atau thd PNS, anggota TNI/Polisi RI, pejabat negara dan pensiunannya yg jml-nya > 20 org dlm 1 masa
pajak; dan/atau
b. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tdk Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana
dimaksud pd huruf a dgn bukti pemotongan yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1 masa pajak; dan/atau
c. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dgn bukti pemotongan yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1
masa pajak; dan/atau
d. melakukan penyetoran pajak dgn SSP dan/atau bukti Pbk yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1 masa pajak.
Pemotong yg tdk memenuhi salah satu kriteria dpt menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dlm bentuk form
kertas maupun e-SPT.

 Pemotong yg tlh menyampaikan


Penyampaian/Pembetulan SPT Masa
SPT Masa PPh PPh Pasal 21/ 26 dlm bentuk e-SPT tdk diperbolehkan lagi
21/26:
1. menyampaikan
Utk masa pajak SPTs.d.
Masa PPh Pasal
Masa Pajak21/ 26 2013:
Nov dlm bentuk formulir kertas (hard copy) utk masa- masa pajak
berikutnya.
Dlm hal (Pasal 4 PER-14/PJ/2013)
Pemotong melakukan penyampaian/pembetulan SPT yg dilakukan sejak berlakunya
 SPT
PER-14/PJ/2013,
Masa PPh Pasal penyampaian/pembetulan
21/26 dlm bentuk e-SPT tsb hrs
dilakukan
disampaikan
dgn menggunakan
dgn disertai Induk
formSPT
SPTMasa
MasaPPh
PPhPasal
Pasal
21/26dlm
21/26 sesuai PER-14/PJ/2013
bentuk formulir kertas (hard copy). (Pasal 7 ayat (2) PER-14/PJ/2013)
2. Utk masa pajak Des 2013
Dlm hal Pemotong melakukan penyampaian/pembetulan SPT yg dilakukan:
a. s.d. tanggal 20 Jan 2014 → menggunakan form SPT Masa PPh Pasal 21/26 sesuai PER-
32/PJ/2009;
b. stl tanggal 20 Jan 2014 → menggunakan form SPT Masa PPh Pasal 21/26 sesuai PER-
14/PJ/2013

Pengisian Nomor Bukti Pemotongan (Mulai berlaku utk Masa Pajak Jan 2014):
Format Kode Nama Kode
1.1-mm.yy-xxxxxxx Kode Form 1721 A1
1.2-mm.yy-xxxxxxx Kode Form 1721-A2
1.3-mm.yy-xxxxxxx Kode Form 1721-VI
1.4-mm.yy-xxxxxxx Kode Form 1721-VII
Nomor urut berlanjut selama 1 thn pajak. Saat memasuki thn pajak berikutnya, nomor urut dimulai kembali dari
0000001.
Ket:
mm : Diisi masa pajak
yy : Diisi 2 digit terakhir dari thn pajak
xxxxxxx : Diisi

Daftar Kode Objek Pajak PPh Pasal 21/26 (Mulai berlaku utk Masa Pajak Jan 2014):
Kode
No. Penerima Penghasilan Objek
Pajak
A. OBJEK PAJAK TDK FINAL
1. Pegawai Tetap 21-100-01
2. Penerima Pensiun Berkala 21-100-02
3. Pegawai Tdk Tetap / Tenaga Kerja Lepas 21-100-03
4. Bukan Pegawai:
a. Distributor MLM 21-100-04
b. Petugas Dinas Luar Asuransi 21-100-05
c. Penjaja Barang Dagangan 21-100-06

B‐
d. Tenaga Ahli 21-100-07
e. Bukan Pegwai yg Menerima Imbalan yg Bersifat Berkesinambungan 21-100-08
f. Bukan Pegawai yg Menerima Imbalan yg Tdk Bersifat 21-100-09
Berkesinambungan
5. Anggota Dewan Komisaris / Dewan Pengawasa yg Tdk Merangkap Sbg 21-100-10
Pegawai Tetap
6. Mantan Pegawai yg Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Lain 21-100-11

7. Pegawai yg Melakukan Penarikan Dana Pensiun 21-100-12


8. Peserta Kegiatan 21-100-13
9. Penerima Penghasilan yg Dipotong PPh Pasal 21 Tdk Final Lainnya 21-100-99
10. Pegawai/Pemberi Jasa/Peserta Kegiatan/Penerima Pensiun Berkala sbg WP LN 27-100-99

B. OBJEK PAJAK FINAL


1. Penerima Uang Pesangon yg Dibayarkan Sekaligus 21-401-01
2. Penerima Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua atau JHT dan 21-401-02
Pembayaran Sejenis yg Dibayarkan Sekaligus
3. Pejabat Negaram PNS, Anggota TNI/POLRI dan Pensiunan yg Menerima 21-402-01
Honorarium dan Imbalan Lain yg Dibebankan kpd Keuangan
Negara/Daerah
4. Penerima Penghasilan yg Dipotong PPh Pasal 21 Final Lainnya 21-499-99

Dlm Hal Pegawai Tetap / Penerima Pensiun Berkala Baru Memiliki NPWP
Dlm hal pegawai tetap / penerima pensiun berkala yg tlh dipotong PPh Pasal 21 dgn tarif yg lbh tinggi mendaftarkan
diri utk memperoleh NPWP, maka Pemotong Pajak hrs melakukan pembetulan atas SPT Masa PPh Pasal 21/26 s.d.
Masa Pajak di mana pegawai tetap atau penerima pensiun berkala tsb memperoleh NPWP

2. Sejak 1 Juli 2009 s.d. 31 Des 2013

Yg Wajib Disampaikan WP Saat Melaporkan SPT Masa PPh 21


A. Induk SPT Masa PPh 21
Jml Penghasilan Bruto (kolom 4) dan Jml Pajak Terutang (kolom 5) diisi dgn jml akumulatif setiap bulan,
kecuali khusus utk Masa Desember diisi jml kumulatif dlm Tahun Kalender yg bersangkutan.
B. Lampiran SPT Masa PPh Pasal 21
1. 1721-I (Daftar bukti pemotongan PPh 21 utk Pegawai Tetap / Penerima Pensiun Berkala) Mrp
rekapitulasi dari 1721-A1/A2 & hanya wajib disampaikan pd masa pajak Desember
Saat pembuatan 1721-A1:
 Atas penghasilan yg diterima atau diperoleh pegawai tetap / penerima pensiun berkala,
pemberian bukti pemotongan 1721-A1 hrs dilakukan paling lama 1 bulan stl tahun kalender
berakhir
 Dlm hal pegawai tetap berhenti bekerja sbl bulan Desember, pemberian bukti pemotongan
1721-A1 hrs dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya stl berhenti bekerja
1721-A1 tdk perlu dilampirkan saat penyampaian SPT Masa PPh 21
2. Daftar Biaya utk WP yg Tdk Wajib Menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan
(Disampaikan hanya pd Masa Pajak Desember)
3. 1721-II
Wajib disampaikan hanya pd saat ada Pegawai Tetap yg keluar dan/atau ada Pegawai Tetap yg
masuk dan/atau ada Pegawai yg baru memiliki NPWP.
4. 1721-T

B‐
 Wajib dilampirkan pd saat pertama kali WP berkewajiban utk menyampaikan SPT
Masa PPh Pasal 21/26.
 Dlm hal WP tlh berkewajiban utk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 sbl 1 Juli 2009,
Formulir 1721-T wajib dilampirkan pd Masa Pajak Juli 2009.
5. Daftar Bukti Pemotongan PPh Tdk Final
Jika tdk terjadi pemotongan PPh 21 utk selain pegawai tetap pd suatu masa pajak
(NIHIL): maka bukti pemotongan PPh 21 & daftar bukti potongnya tdk perlu utk dibuat dan
dilampirkan dlm SPT Masa PPh 21
6. Daftar Bukti Pemotongan PPh Final
Jika tdk terjadi pemotongan PPh 21 yg bersifat final pd suatu masa pajak (NIHIL):
maka bukti pemotongan PPh 21 final dan daftar bukti potong finalnya tdk perlu utk dibuat dan
dilampirkan dlm SPT Masa PPh 21
7. SSP
8. Surat Kuasa Khusus/Surat Keterangan Kematian

B‐
SPT MASA PPN

Dasar Hukum:
 PER-44/PJ/2010 jo PER-11/PJ/2013 ttg Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian SPT Masa
PPN
 PER-45/PER-10/PJ/2013 jo PER-10/PJ/2013 ttg Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian
SPT Masa PPN Bagi PKP yg Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM
 PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Jan 2011 mulai Masa Pajak Jan 2011) jo PER-21/PJ/2013 (berlaku sejak
30 Mei 2013 mulai masa Pajak Juni 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPN
SE terkait:
 SE-17/PJ/2013 → Pengantar PER-11/PJ/2013
 SE-18/PJ/2013 → Pengantar PER-10/PJ/2013

MULAI MASA PAJAK JUNI 2013

1. SPT Masa PPN 1111 → PKP yg menggunakan mekanisme PM & PK (Normal)


Dasar Hukum: PER-11/PJ/2013 (ttg perubahan PER-44/PJ/2010) dan SE-17/PJ/2013

SPT Masa PPN 1111 dlm bentuk data elektronik wajib digunakan oleh :
a. PKP Badan
b. PKP OP yg
 Melaporkan > 25 dokumen (FP/dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP dan/atau
Nota Retur/Nota Pembatalan) pd salah satu Lampiran SPT dlm 1 Masa Pajak; atau
 Jml slr penyerahan brg dan jasanya dlm 1 Masa Pajak > Rp 400 juta. PKP
OP
 Melaporkan < 25 dokumen (FP/dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP dan/atau Nota
Retur/Nota Pembatalan) pd setiap Lampiran SPT dlm 1 Masa Pajak; dan
 Jml slr penyerahan brg dan jasanya dlm 1 Masa Pajak < Rp 400 juta.
dpt memilih menyampaikan SPT Masa PPN 111 dlm bentuk formulir kertas atau dlm bentuk elektronik

Isi Tata
Formcara
1111penggantian
B3: FP dan pembetulan SPT Masa PPN sesuai PER-24/PJ/2012 berlaku
 juga
PM ygutk
mnrpenggantian FP yg
ketentuan perpajakan tdkdilakukan stl berlakunya PER-24/PJ/2012 atas FP yg
dpt dikreditkan
 diterbitkan
PM yg mnr sbl berlakunya
ketentuan PER-24/PJ/2012.
perpajakan dpt dikreditkan (Pasal
namun11A
tdk PER-11/PJ/2013)
dikreditkan oleh PKP → hrs dilaporkan
mulai Masa Pajak Juni 2013
 PM yg mendapat fasilitas PPN sesuai dgn ketentuan perpajakan

SSP lbr ke-3 yg diterima dari Pemungut PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP kpd
Pemungut PPN:
 PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kpd Pemungut PPN wajib melampirkan SSP lbr ke-3
yg diterima dari Pemungut PPN dlm hal SSP tlh diterima oleh PKP
 SSP lbr ke-3 tsb bukan mrp syarat kelengkapan SPT Masa PPN yg disampaikan oleh PKP yg
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kpd Pemungut PPN

Form 1111:
 Form Induk
 Form 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan & Pelaporan)
 Form 1111 A1 (Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tdk Berwujud, dan/atau JKP)
 Form 1111 A2 (Daftar PK atas Penyerahan DN dgn FP)
 Form 1111 B1 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Impor BKP & Pemanfaatn BKP Tdk Berwujud/JKP
dari Luar Daerah Pabean)
 Fom 1111 B2 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP DN)

B‐10‐
 Form 1111 B3 (Daftar PM yg Tdk Dikreditkan atau yg Mendapat Fasilitas)

2. SPT Masa PPN 1111 DM → PKP yg menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM

Ketentuan PKP yg menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM sama dgn aturan


utk mulai Masa Pajak Jan 2011

SPT Masa PPN 1111 DM dlm bentuk data elektronik wajib digunakan oleh :
a. PKP Badan
b. PKP OP yg menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM yg
 Melaporkan > 25 dokumen (FP/dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP dan/atau
Nota Retur/Nota Pembatalan) pd salah satu Lampiran SPT dlm 1 Masa Pajak; atau
 Jml slr penyerahan brg dan jasanya dlm 1 Masa Pajak > Rp 400 juta.
PKP OP yg tdk memenuhi angka 1b dpt memilih menyampaikan SPT Masa PPN 111 dlm bentuk formulir
kertas atau dlm bentuk elektronik

Isi tdk mengalami perubahan

3. SPT Masa PPN 1107 PUT → Pemungut PPN

Isi tdk mengalami perubahan

PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Jan 2011 mulai Masa Pajak Jan 2011) jo PER-21/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei
2013 mulai masa Pajak Juni 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPN

Pasal 4 PER-1/PJ/2011
SPT dianggap tdk lengkap apabila:
1. Nama dan/atau NPWP tidak dicantumkan dalam SPT;
2. Elemen-elemen Induk SPT & Lampiran SPT tdk atau kurang lengkap diisi;
3. Induk SPT tdk ditandatangani oleh PKP atau Pemungut PPN;
4. Induk SPT ditandatangani oleh Kuasa PKP / Kuasa Pemungut PPN, tetapi tdk dilampiri Surat Kuasa
Khusus;
5. SPT KB tetapi tdk dilampiri SSP/bukti Pbk;
6. SPT yg Lampiran SPT dan lampiran-lampiran lainnya yg dipersyaratkan tdk disampaikan, kecuali tdk ada
data yg dilaporkan dlm Lamp SPT tsb;
7. SPT disampaikan dlm bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yg wajib menyampaikan SPT dlm bentuk
media elektronik (e-SPT) sesuai perpu perpajakan.
8. Dlm hal SPT disampaikan dlm bentuk media elektronik berdasarkan pengujian data, diketahui:
a. induk SPT hasil cetakan yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tanpa disertai Lampiran SPT dlm
bentuk media elektronik;
b. induk SPT hasil cetakan yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tdk sesuai dgn Induk SPT yg ada
dlm bentuk media elektronik;
c. elemen-elemen data elektronik dlm bentuk media elektronik yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN
tdk diisi atau diisi tdk lengkap;
d. data elektronik dlm bentuk media elektronik yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tdk dpt
diproses pd SI DJP.

Sejak tgl 23 Sept 2014:


SPT Masa PPN 111 LB Resitusi dianggap tdk lengkap bila: (Pasal 8A PER-25/PJ/2014)
Dlm hal SPT Masa PPN 111 LB dan dimintakan pengembalian (restiusi) dgn pengembalian pendahuluan
sesuai Pasal 17C UU KUP namun tdk dilampiri dgn slr dokumen dlm bentuk hardcopy berupa:
a. PEB, Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tdk Berwujud, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 A1;
b. FP Keluaran dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 A2;
c. PIB atas Impor BKP dan/atau SSP atas pemanfaatn BKP Tdk Berwujud/JKP dari luar daerah pabean,
sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 B1;

B‐10‐
d. FP Masukan dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 B2;
e. FP Masukan dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 B3.
Dikecualikan dari aturan melampirkan dokumen tsb di atas dlm bentuk hardcopy, dlm hal dokumen tsb
berupa FP yg berbentuk elektonik (e-faktur)
Tata Cara Pengembalian Pendahuluan sesuai Pasal 17C UU KUP lihat di Bab B-15 Bagian A

Pasal 5 PER-1/PJ/2011
1. Thd SPT Lengkap yg disampaikan scr lsg diberikan tanda bukti penerimaan SPT stl dilakukan proses
penelitian dan/atau pengujian data.
2. Thd SPT yg disampaikan scr tdk lsg melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dgn tanda bukti
pengiriman surat, tanda bukti pengiriman surat dianggap sbg tanda bukti penerimaan SPT dan tanggal
penerimaan SPT.
3. Dlm hal pengujian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8 belum dpt dilakukan krn sarana
komputer tdk berfungsi atau tempat penerimaan SPT blm dilengkapi dgn sarana pengujian data (SPT
loader), thd SPT tsb yg disampaikan scr lsg oleh PKP / Pemungut PPN diberikan tanda bukti penerimaan
SPT.
4. Tanda bukti penerimaan SPT sebagaimana dimaksud pd ayat (2) & (3) dianggap sah, apabila dlm jangka
waktu 30 hari sejak tanggal tanda bukti penerimaan SPT, KPP/KP2KP tdk menerbitkan Surat Penolakan
(format di Lamp IV PER-1/PJ/2011).

Lamp II PER-1/PJ/2011 Bagian I. Huruf A. Angka 4:


Petugas TPT pd Seksi Pelayanan menolak SPT yg disampaikan scr lsg atau yg disampaikan melalui
pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dgn bukti pengiriman surat dlm hal:
 PKP atau Pemungut PPN tsb tdk terdaftar di KPP; atau
 SPT tdk lengkap,
dgn cara yaitu:
a. SPT yg disampaikan lsg oleh PKP / Pemungut PPN, ditolak dan dikembalikan scr lsg kpd PKP atau
Pemungut PPN utk dilengkapi.
b. SPT yg disampaikan melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dgn BPS, ditolak dgn mengirimkan
kembali SPT dan membuat Surat Penolakan SPT Masa PPN rangkap 2 utk ditandatangani oleh Kasi
Pelayanan (lembar ke-1 utk PKP / Pemungut PPN, lembar ke-2 utk arsip).

MASA PAJAK JAN 2011 - JUNI 2013

1. SPT Masa PPN 1111 → PKP yg menggunakan mekanisme PM & PK (Normal)


a. SPT Masa PPN 1111 dlm bentuk data elektronik wajib digunakan oleh PKP yg melaporkan lebih dari 25
dokumen per Lampiran dlm 1 Masa Pajak. Tdk perlu dilampiri dgn Lampiran SPT Masa PPN 1111 dlm hal
tdk ada data yg dilaporkan dlm Lampiran SPT.
b. Dlm hal PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN 1111 utk Masa Pajak Januari 2011 dan sesudahnya,
utk:
 Yg disampaikan dlm bentuk data elektronik, SPT Masa PPN Pembetulan dilampiri dgn Lampiran SPT;
 Yg disampaikan dlm bentuk formulir kertas, SPT Masa PPN Pembetulan cukup dilampiri dgn
Lampiran SPT yg dibetulkan.

Pembetulan SPT Masa PPN


a. Sbl Masa Pajak Januari 2011
Hrs menggunakan formulir lama sesuai SPT yg dibetulkan
b. Mulai Masa Pajak Januari 2011 dan Sesudahnya Yg
dilaporkan adalah :
 Data elektronik yaitu Induk + semua Lampiran SPT 1111 (dlm bentuk data elektronik CSV)
 Form kertas yaitu Induk + Lampiran SPT 1111 yg dibetulkan saja

Form 1111:
 Form Induk

B‐10‐
 Form 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan & Pelaporan)
 Form 1111 A1 (Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tdk Berwujud, dan/atau JKP)
 Form 1111 A2 (Daftar PK atas Penyerahan DN dgn FP)
 Form 1111 B1 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Impor BKP & Pemanfaatn BKP Tdk Berwujud/JKP
dari Luar Daerah Pabean)
 Fom 1111 B2 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP DN)
 Form 1111 B3 (Daftar PM yg Tdk Dpt Dikreditkan atau yg Mendapat Fasilitas)

2. SPT Masa PPN 1111 DM → PKP yg menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM

Hanya digunakan oleh PKP yg menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM:


 PKP yg mempunyai peredaran usaha < Rp 1,8 M yg memilih utk menggunakan Pedoman
Penghitungan Pengkreditan PM sesuai PMK- 74/PMK.03/2010
 PKP yg melakukan kegiatan usaha tertentu yg wajib menggunakan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan PM sesuai PMK-79/PMK.03/2010, yaitu PKP yg kegiatan usaha semata-mata melakukan:
 Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas scr eceran ; atau
 Penyerahan emas perhiaasan scr eceran
PKP yg mempunyai peredaran usaha dlm 1 tahun buku < Rp 1,8 M & melakukan kegiatan usaha
tertentu, wajib menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM berdasarkan kegiatan usaha.

Pembetulan SPT Masa PPN 1111 DM sbl Masa Pajak Jan 2011:
PKP yg menggunakan Deemed PM melakukan pembetulan SPT Masa PPN utk Masa Pajak Apr – Des
2010, pembetulan dilakukan dgn menggunakan Formulir SPT Masa PPN yg dibetulkan.

Hal Penting Berkaitan dgn SPT Masa PPN 1111 DM:


1) Mekanisme Penghitungan
a. PM dihitung seb persentase tertentu dari PK
1) Berdasarkan Peredaran Usaha Tertentu maka:
 Atas Penyerahan JKP maka PM = 60% x PK
 Atas Penyerahan BKP maka PM = 70% x PK
2) Berdasarkan Kegiatan Usaha Tertentu maka :
 Atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas Scr Eceran PM = 90% x PK
 Atas penyerahan Emas Perhiasaan Scr Eceran PM = 80% x PK
b. PK dihitung seb tarif 10% dikalikan dgn Peredaran Usaha
c. Peredaran Usaha meliputi peredaran yg terutang PPN dan yg tdk terutang PPN dikurangi retur
barang yg diterima atau dikurangi dgn pembatalan jasa.
2) Prinsip PKP yg menggunakan Deemed PM akan selalu KB
 Tapi Kemungkinan LB bisa terjadi apabila:
 PKP melakukan pembetulan SPT yg menyebabkan peredaran usaha menjadi lbh kecil; atau
 Terdapat nota retur atau nota pembatalan yg jumlahnya > jml penyerahan dlm masa pajak yg
bersangkutan; atau
 Terdapat PM hasil kompensasi dari Masa Pajak sebelumnya, namun hanya utk LB sesudah PKP
tsb menggunakan Deemed PM.
 Maka apabila LB tsb berasal dari Masa Pajak pd saat PKP tsb menggunakan mekanisme Normal,
kelebihan tsb tdk dpt dikompensasikan. (SE-99/PJ/2010 angka 7 huruf a)
3) Mekanisme Deemed PM bahwa PKP tdk diperkenankan utk mengkreditkan PM atas
perolehan barang (termasuk barang modal) atau jasa yg diterima, shg PKP tsb:
 Tdk akan pernah melakukan penghitungan kembali PM yg tlh dikreditkan
 Tdk akan pernah mengalami skema gagal berproduksi

Form 1111 DM:


 Form Induk
 Form 1111 A DM (Daftar PK atas Penyerahan DN dgn FP)

B‐10‐
 Form 1111 R DM (Daftar pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh PKP yg Menggunakan
Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM)

3. SPT Masa PPN 1107 PUT → Pemungut PPN


Mulai Masa Pajak Jan 2007. Dlm hal PKP melakukan pembetulan SPT utk Masa Pajak sbl Masa Pajak Jan
2007, maka pembetulan dilakukan dgn menggunakan SPT Masa PPN 1195.

Form 1107 PUT:


 Form Induk
 Form 1107 PUT 1 (Daftar PPN dan PPnBM yg Dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah)
 Form 1107 PUT 2 (Daftar PPN dan PPnBM yg Dipungut oleh Selain Bendaharawan Pemerintah)

SBL 1 JAN 2011

1. Bagi PKP (non Wajib Pungut PPN)


a. SPT 1107 manual – Mulai Masa Pajak Jan 2007
Diperuntukkan bagi PKP di luar wilayah DKI Jakarta dgn jml FP (keluaran dan atau masukan) < 30 pd
suatu masa pajak. Namun demikian, PKP ini dpt juga memilih utk menggunakan aplikasi e- SPT. (PER-
146/PJ/2006)
b. E-SPT 1107
Slr jenis PKP dpt menggunakan aplikasi ini, namun ada bbrp jenis PKP yg diwajibkan menggunakan
aplikasi ini, yaitu :
 PKP dgn jml FP (keluaran dan atau masukan) > 30 pd suatu masa pajak. PKP yg sdh menggunakan
aplikasi ini tdk boleh lagi utk beralih menggunakan form manual
 PKP yg terdaftar di KPP Madya, KPP di wilayah Kanwil DJP Khusus dan Kanwil DJP WP Besar
(PER-6/PJ/2009)
c. SPT 1108 manual
Diperuntukkan bagi PKP yg terdaftar di Kanwil DKI Jakarta (selain Madya & Khusus) dgn jml FP tdk
melebihi 30 pd suatu masa pajak. (PER-29/PJ/2008). Masa mulai berlakunya form ini juga dilakukan scr
bertahap :
 Kanwil Jakbar, mulai masa Okt 2008 (KEP-170/PJ/2008)
 Kanwil Jaktim dan Jakut, mulai masa Des 2008 (KEP-192/PJ/2008)
 Kanwil Jaksel, mulai masa Agust 2008 (KEP-127/PJ/2008)
 Kanwil Jakpus, terbagi menjadi 3 tahap (KEP-112/PJ/2008)
 Mulai Masa Pajak Januari 2008 meliputi: KPP Pratama JKT Gambir Dua, Gambir Tiga, Tanah
Abang Satu
 Mulai Masa Pajak April 2008 meliputi: KPP Pratama JKT Gambir Satu, Gambir Empat, Tanah
Abang Dua, Tanah Abang Tiga, Sawah Besar Satu, Sawah Besar Dua
 Mulai Masa Pajak Juni 2008 meliputi:
o KPP Madya Jakarta Pusat
o KPP Pratama JKT Menteng Satu, Menteng Dua, Menteng Tiga, Cempaka Putih,
Kemayoran, Senen
2. Bagi Wajib Pungut PPN, hanya ada 1 formulir yaitu 1107 PUT manual (tdk ada aplikasi e-SPTnya).

B‐10‐
PETUNJUK PENGISIAN UTK PEMBETULAN SPT MASA PPN 1111:
(Lamp II PER-11/PJ/2013 Bagian Petunjuk Pengisian Form 1111 SPT Masa PPN Huruf B Angka 3 Bagian II Huruf
F)

1. Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporan KB

1.1. SPT Masa PPN KB dibetulkan menjadi KB lbh kecil


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan KB Rp 1,1 juta dan tlh disetor ke Kas
Negara.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi KB lbh
kecil yaitu Rp 1 juta.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 100 ribu.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. 1.000.000
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 1.100.000 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (100.000)
e. Atas kelebihan PPN pd butir II.F Rp 100 ribu dpt:
1) dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011);
2) dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
yaitu Masa Pajak Apr 2011; atau
3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU PPN.

1.2. SPT Masa PPN KB dibetulkan menjadi KB lbh besar


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan KB Rp 13,5 juta dan tlh disetor ke Kas
Negara.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi KB lbh
besar yaitu Rp 14 juta.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat KB PPN Rp 500 ribu.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. 14.000.000
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 13.500.000 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. 500.000
e. PKP wajib menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 500 ribu.

1.3. SPT Masa PPN KB dibetulkan menjadi Nihil.


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan KB Rp 1 juta dan tlh disetor ke Kas
Negara.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi Nihil.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 1 juta.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. 0
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 1.000.000 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (1.000.000)
e. Atas kelebihan PPN pd butir II.F Rp 100 ribu dpt:
1) dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011);
2) dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak

B‐10‐
Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011; atau
3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU PPN.

1.4. SPT Masa PPN KB dibetulkan menjadi LB


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan KB Rp 1 juta dan tlh disetor ke Kas
Negara.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi LB Rp
500 ribu.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 1,5 juta.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. (500.000)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 1.000.000 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (1.500.000)
e. Atas kelebihan PPN pd butir II.F Rp 100 ribu dpt:
1) dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011);
2) dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
yaitu Masa Pajak Apr 2011; atau
3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU PPN.

2. Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB

2.1. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh besar


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 17 juta dan tlh dikompensasikan
ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 menunjukkan LB Rp 19 juta dan tlh dikompensasikan ke Masa
Pajak Mar 2011.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 menujukkan LB Rp 18 juta. Atas LB tsb diminta utk
dikompensasikan ke Masa Pajak Apr 2011.
d. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dgn hasil
pembetulan LB menjadi lbh besar yaitu Rp 20 juta.
e. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat tambahan LB PPN Rp 3 juta.
f. Utk contoh kasus ini PKP mempunyai 2 pilihan (asumsi PKP memilih utk kompensasi kelebihan
pembayaran PPN bukan restitusi):
1) Pilihan I: mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.F Rp 3 juta ke Masa Pajak dilakukannya
pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011; atau
2) Pilihan II: mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.D Rp 20 juta ke Masa Pajak berikutnya
(Masa Pajak Feb 2011).
sesuai dgn ketentuan peraturan perpu perpajakan.
1) Dlm hal PKP memilih pilihan I:
a) PKP cukup melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 saja dan
mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.F Rp 3 juta ke Masa Pajak Apr 2011.
b) PKP tdk perlu melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa- Masa
seterusnya.
c) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. (20.000.000)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. (17.000.000) (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (3.000.000)
d) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011:

B‐10‐
Formulir 1111 AB PPN
Butir III.B.2: Rp. 3.000.000
Kompensasi kelebihan PPN krn
pembetulan SPT PPN Masa Pajak 01 - 2011
2) Dlm hal PKP memilih pilihan II:
a) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dan mengkompensasikan
kelebihan PPN pd butir II.D Rp 20 juta ke Masa Pajak Feb 2011.
b) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa-Masa seterusnya s.d.
posisi LB menjadi KB, atau s.d. Masa Pajak saat pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan
dilakukan. Dlm kasus ini PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan
Mar 2011.
c) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Jan dari semula Rp 17 juta menjadi Rp 20 juta.
d) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Feb dari semula Rp 19 juta menjadi Rp 22 juta.
e) Butir II.E dan II.F pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar 2011, tdk
diisi.
f) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar 2011:
Penghitungan PPN
SPT Masa PPN PPN
KB atau (LB)
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (20.000.000)
Pajak Jan Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (22.000.000)
Pajak Feb Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (21.000.000)
Pajak Mar Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
g) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011:
Formulir 1111 AB PPN
Butir III.B.1: Rp. 21.000.000
Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak
Sebelumnya

2.2. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh kecil


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 200 ribu dan tlh dikompensasikan
ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 menunjukkan LB Rp 300 ribu dan tlh dikompensasikan ke Masa
Pajak Mar 2011.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 menunjukkan LB Rp 250 ribu dan tlh dikompensasikan ke Masa
Pajak Apr 2011.
d. SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011 menunjukkan KB Rp 100 ribu.
e. SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2011 menunjukkan KB Rp 225 ribu.
f. Pd bulan Juni 2011, dilakukan pembetulan utk SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dgn hasil
pembetulan LB menjadi lbh kecil yaitu Rp 150 ribu.
g. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan terdapat KB PPN Rp 50 ribu.
h. Utk contoh kasus ini PKP mempunyai 2 pilihan (asumsi PKP memilih utk kompensasi

B‐10‐
kelebihan pembayaran PPN bukan restitusi):
1) Pilihan I: menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 50 ribu; atau
2) Pilihan II: mengkompensasikan LB hasil pembetulan pd butir II.D Rp 150 ribu ke Masa Pajak
berikutnya (Masa Pajak Feb 2011),
sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
1) Dlm hal PKP memilih pilihan I:
a) PKP cukup melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 saja dan
menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 50 ribu.
b) PKP tdk perlu melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa- Masa
seterusnya.
c) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. (150.000)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. (200.000) (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (50.000)
d) Atas pembetulan SPT tsb PKP akan dikenai sanksi administrasi sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan.
2) Dlm hal PKP memilih pilihan II:
a) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dan mengkompensasikan
kelebihan PPN pd butir II.D Rp 150 ribu ke Masa Pajak Feb 2011.
b) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa-Masa Pajak
berikutnya yg terpengaruh oleh Pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011. Dlm kasus
ini PKP harus membetulkan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb, Mar, dan Apr 2011.
c) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Jan dari semula Rp 200 ribu menjadi Rp150 ribu.
d) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Feb dari semula Rp 300 ribu menjadi Rp 250 ribu.
e) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Mar dari semula Rp 250 ribu menjadi R p200 ribu.
f) Butir II.E dan II.F pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar 2011, tdk
diisi. Utk Masa Pajak Apr 2011, butir II.E dan II.F hrs diisi.
g) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Febr, Mar, dan Apr 2011:
Penghitungan PPN
SPT Masa PPN PPN
KB atau (LB)
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (150.000)
Pajak Jan Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (250.000)
Pajak Feb Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Butir II.D Rp (200.000)
Masa Pajak Ma Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Masa Butir II.D Rp 150.000
Pajak April Butir II.E Rp. 100.000 (-)
Butir II.F Rp. 50.000

B‐10‐
h) PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II. Rp 50 ribu.
i) PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

2.3. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi Nihil.


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 1 juta dan tlh dikompensasikan
ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi Nihil.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat KB PPN Rp 1 juta.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. 0
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. (1.000.000) (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. 1.000.000
e. PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 1 juta dan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Mar
2011 tdk perlu dibetulkan.
f. PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

2.4. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi KB


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 1 juta dan tlh dikompensasikan
ke Masa Pajak berikutnya yaitu Masa Pajak Feb 2011.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi KB Rp
250 ribu.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat KB PPN Rp 1,25 juta.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. 250.000
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. (1.000.000) (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. 1.250.000
e. PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 1,25 juta dan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Mar
2011 tia perlu dibetulkan.
f. PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

3. Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB, namun
SPT Masa PPN Masa Pajak stl Masa Pajak SPT Masa PPN yg dibetulkan blm dilaporkan

3.1. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh besar


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 17 juta dan akan
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi
LB lbh besar yaitu Rp 20 juta.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. (20.000.000)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 0 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (20.000.000)
e. Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, maka LB pd SPT Masa PPN
yg dibetulkan seb Rp 17 juta tdk perlu diperhitungkan, shg butir II.E tdk perlu diisi (diisi dgn angka
0).

B‐10‐
3.2. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh kecil
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 200 ribu dan akan
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan utk SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi
LB lbh kecil yaitu Rp150 ribu.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. (150.000)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 0 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (150.000)
e. Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, maka LB pd SPT Masa PPN
yg dibetulkan Rp 200 ribu tdk perlu diperhitungkan, shg butir II.E tdk perlu diisi (diisi dan angka 0).

3.3. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi Nihil


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 1 juta dan akan dikompensasikan
ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi
Nihil.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. 0
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 0 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. 0
e. Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, tdk ada LB pd Masa
Pajak Jan 2011 yg dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011, shg butir II.E tdk perlu
diisi (diisi dgn angka 0).

3.4. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi KB


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 1 juta dan akan dikompensasikan
ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi
KB Rp 250 ribu.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. 250.000
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 0 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. 250.000
e. Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, tdk ada LB pd Masa
Pajak Jan 2011 yg dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011, shg butir II.E tdk perlu
diisi (diisi dgn angka 0).
f. PKP hrs menyetor PPN KB Rp 250 ribu.
g. PKP dikenakan sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

4. Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan Nihil

4.1. SPT Masa PPN Nihil dibetulkan menjadi LB


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan Nihil.

B‐10‐
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi LB Rp
100 ribu.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 100 ribu.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. (100.000)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 0 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (100.000)
e. Atas kelebihan PPN pd butir II.F Rp100 ribu dpt:
1) dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011);
2) dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
(Masa Pajak Apr 2011); atau
3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU PPN.

4.2. SPT Masa PPN Nihil dibetulkan menjadi KB


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan Nihil.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi KB Rp
750 ribu.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat KB PPN Rp 750 ribu.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. 750.000
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 0 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (750.000)
e. PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 750 ribu.
f. PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

5. Contoh pembetulan SPT Masa PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB dikompensasikan


menjadi LB direstitusi
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 berisi PK Rp 3 juta dan PM Rp 8 juta shg SPT Masa PPN
Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 5 juta. PPN LB tsb tlh dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 berisi PK Rp 6 juta dan PM Rp 9 juta (terdiri dari PM pd Masa Pajak
Feb 2011 Rp 4 juta dan kompensasi LB dari Masa Pajak Jan 2011 Rp 5 juta) shg SPT Masa PPN Masa
Pajak Feb 2011 menunjukkan LB Rp 3 juta dan tlh dikompensasikan ke Masa Pajak Mar 2011.
c. Pd bulan Maret 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 yaitu kelebihan
bayar yg sebelumnya dimintakan utk dikompensasi ke Masa Pajak berikutnya diubah menjadi dimintakan
kembali (direstitusi).
d. Akibat pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 tsb, PKP hrs melakukan pembetulan SPT Masa
PPN Masa Pajak Feb dan Masa-Masa seterusnya s.d. posisi LB menjadi KB, atau s.d. Masa Pajak saat
pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan. Utk contoh kasus ini, PKP hrs melakukan pembetulan SPT
Masa PPN Masa Pajak Feb 2011.
e. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan dan Feb 2011:
SPT Masa PPN Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Pembetulan Butir II.A Rp 3.000.000
Masa Pajak Jan Butir II.C Rp 8.000.000 (-)
Butir II.D Rp (5.000.000)
Butir II.E Rp (5.000.000) (-)
Butir II.F Rp 0

B‐10‐
Pembetulan Butir II.A Rp 6.000.000
Masa Pajak Feb Butir II.C Rp 4.000.000 (-)
Butir II.D Rp 2.000.000
Butir II.E Rp (3.000.000) (-)
Butir II.F Rp 5.000.000
f. PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 5 juta.
g. PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

Catatan:
Utk contoh-contoh pembetulan SPT Masa PPN yg mengakibatkan kelebihan pembayaran PPN dikompensasikan ke
Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN, namun SPT Masa PPN Masa Pajak dilakukannya pembetulan
SPT Masa PPN tsb sdh disampaikan, maka kelebihan bayar tsb dpt dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak
stl Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN.

Contoh:
Dlm bulan Apr 2011 dilakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 yg hasil pembetulannya
menunjukkan LB dan akan dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak
Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011. Namun, apabila SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011 sdh disampaikan, maka
kelebihan bayar tsb dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2011.

B‐10‐
SPT TAHUNAN PPh

A. SPT TAHUNAN

PPh Dasar Hukum:


 PP 94 Thn 2010
 PER-34/PJ./2010 jo PER-26/PJ/2013 jo PER-19/PJ/2014
 PER-4/PJ/2011 (berlaku sejak 10 Feb 2011) ttg Bentuk dan tata cara penggunaan template dlm bahasa
Inggris SPT Tahunan PPh WP Badan dan OP Thn Pajak 2010 beserta petunjuk pengisiannya
 PER-28/PJ/2011 (berlaku sejak 19 Sept 2011 utk pengisian SPT Tahunan PPh Thn Pajak 2011 dan
seterusnya) ttg Bentuk & isi SPT Tahunan PPh bagi WP yg melakukan kegiatan di bidang usaha hulu
minyak dan/atau gas bumi
SE dan surat terkait:
 SE-29/PJ/2010 ttg Pengisian SPT Tahunan PPh WP OP Bagi Wanita Kawin yg Melakukan Perjanjian
Pemisahan Harta dan Penghasilan atau yg Memilih utk Menjalankan Hak & Kewajiban Perpajakannya
Sendiri
 S-1018/PJ.03/2014 tgl 28 Agust 2014

Batas
Jenis Waktu
SPT Pelaporan/Pembayaran dan Perpanjangan SPT Tahunan lihat di Bagian B.05
Tahunan

I. SPT Tahunan PPh OP

1. SPT Tahunan 1770


Digunakan WP yg mempunyai penghasilan:
a. dari usaha/pekerjaan bebas yg menyelenggarakan pembukuan atau Norma Penghitungan
Penghasilan Neto;
b. dari 1 atau lbh pemberi kerja;
c. yg dikenakan PPh Final dan atau bersifat Final; dan/atau
d. penghasilan lain.
Yg wajib menggunakan SPT Tahunan PPh OP 1770:
a. Suami/istri yg melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
b. WP OP yg mempunyai penghasilan dari 1 atau lbh pemberi kerja tetapi tdk memiliki bukti potong
1721-A1/A2 atau bukti potong lain.
c. WP OP yg tdk mempunyai penghasilan dari sumber manapun tetapi mempunyai NPWP.
2. SPT Tahunan 1770 S
Digunakan WP yg mempunyai penghasilan:
a. dari 1 atau lbh pemberi kerja;
b. dari DN lainnya; dan/atau
c. yg dikenakan PPh dan/atau bersifat final.
3. SPT Tahunan 1770 SS
 Utk Thn Pajak 2009-2012:
Digunakan WP yg mempunyai penghasilan hanya dari satu 1 pemberi kerja dgn jml
penghasilan bruto dari pekerjaan < Rp 60 juta setahun dan tdk mempunyai penghasilan lain
kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi.
 Mulai Thn Pajak 2013:
Digunakan WP yg mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas
dgn jml penghasilan bruto < Rp 60 juta setahun.
Dpt disampaikan dlm bentuk kertas atau e-SPT (menggunakan media elektronik atau melalui
e-filing)
Penggunaan format berwarna pd Form SPT 1770 SS (kertas) mulai thn pajak 2013 ditujukan agar
WP tdk melakukan penggandaan sendiri shg menyulitkan proses scanning & capturing di Unit
Pengolahan Data dan Dokumen Pepajakan (UPDDP) nantinya. Utk itu Form SPT 1770 SS
(kertas) hanya dpt diperoleh dgn cara mengambil lsg ke KPP, KP2KP,

B‐11‐
Pojok Pajak dan Mobil Pajak. Cara mencetak sendiri menggunakan aplikasi PDF isian atau
menggandakan sendiri tetap dianggap lengkap sepanjang memenuhi ketentuan mengenai bentuk,
ukuran dan spesifikasi teknis yg tlh ditentukan (sekurang-kurangnya memenuhi ukuran formulir
& batas margin formulir yg ditentukan)
Thn Pajak Thn Pajak 2014
SPT Thn Pajak 2009 2010-2012 Thn Pajak 2013 dst
1770 Di pojok kiri atas Di pojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan
tertulis Departemen
Keuangan
1770-III bagian A 1770-III bagian A No. 2 tertulis bunga/diskonto
No. 2 tertulis obligasi
bunga/diskonto
obligasi yg
dilaporkan
perdagangannya
di bursa efek
1770-III bagian B 1770-III bagian B No. 5 tertulis beasiswa
No. 5 tertulis
beasiswa dalam
negeri
1770 S Dipojok kiri atas Dipojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan
tertulis Departemen
Keuangan
1770 S-I bagian B 1770 S-I bagian B No. 5 tertulis beasiswa
No. 5 tertulis
beasiswa dalam
negeri
1770 S-II bagian A 1770 S-II bagian A No. 2 tertulis bunga/diskonto
No. 2 tertulis obligasi
bunga/diskonto
obligasi yg
dilaporkan
perdagangannya
di bursa efek
1770 Dipojok kiri atas Dipojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan
SS tertulis Departemen
Keuangan
Terdiri dari Bagian Identitas (7 butir), Terdiri dari Bagian Identitas (2 butir),
Jumlah Keseluruhan Harta yang Pajak Penghasilan, Penghasilan
Dimiliki Pada Akhir Tahun, dan yang Dikenakan PPh Final dan yang
Jumlah Keseluruhan Kewajiban/ Dikecualikan dari Objek Pajak dan
Utang Pada Akhir Tahun Daftar Harta dan Kewajiban
Dasar PER-34/PJ/2009 jo PER- PER-26/PJ/2013 PER-19/PJ/2014
Hukum PER-66/PJ/2009 34/PJ/2010

II. SPT Tahunan PPh Badan

1. SPT Tahunan PPh 1771 → utk WP Badan yg menggunakan pembukuan dgn Bahasa
Indonesia & mata uang Rupiah
2. SPT Tahunan PPh 1771 $ → utk WP Badan yg menggunakan pembukuan dgn bahasa
asing & mata uang selain Rupiah

Yg Tdk Wajib Menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan (dan SPT Masa PPh Pasal 25)
a. WP (termasuk Bendahara) yg tdk termasuk ke dlm pengertian WP Badan

B‐11‐
b. Kantor cabang dari suatu perseroan (krn yg wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan
hanyalah kantor pusatnya saja → lihat S-979/PJ.313/2004)
c. Joint Operation, (lihat S-60/PJ.422/1994, S-251/PJ.313/1998, S-323/PJ.42/1989, kewajiban yg ada
hanya sbg WP pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atau PPN)
d. Representative Office (Kantor Perwakilan Dagang Asing) yg dlm ketentuan UU PPh atau Tax Treaty
tdk termasuk ke dlm pengertian BUT (lihat SE-18/PJ.431/1992, S-545/PJ.312/2003)
BUT wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan namun tdk wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25

Thn Pajak 2010- Thn Pajak 2014 dst


SPT Thn Pajak 2009 2013
Induk Di pojok kiri atas tertulis Di pojok kiri atas tertulis Kementrian
Departemen Keuangan Keuangan
1771 Induk bagian C No.10 1771 Induk bagian C No. 10 menjadi dihapus
tertulis PPh pasal 25 ayat
(8)/Fiskal Luar Negeri
1771 Induk bagian D No.13 terdapat kata-kata Khusus 1771 Induk bagian D
Restitusi untuk Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu : No.13 terdapat
penambahan kata- kata
Khusus Restitusi
untuk Wajib Pajak
dengan Kriteria
Tertentu atau Wajib
Pajak yang
Memenuhi
Persyaratan
Tertentu:
1771-I No. 2, di dlm kurung tertulis 1771-I No. 2, di dlm kurung tertulis diisi dari
diisi dari Lamp 7A kolom 4 Lamp 7A kolom 5
1771-IV Bagian A No. 2 tertulis 1771-IV Bagian A No. 2, tertulis
bunga/diskonto obligasi yg bunga/diskonto obligasi
dilaporkan perdagangannya di
bursa efek
1771-V Bagian A, dan Bagian B, 1771-V Bagian A dan Bagian B, menjadi
kolom nama & alamat dijadikan 1 kolom nama & alamat terpisah
1771-VI Bagian A, kolom nama & 1771-VI Bagian A, menjadi kolom nama & alamat
alamat dijadikan 1 terpisah
Lamp Jml neto di Lamp Khusus 7A ada di Jml neto di Lamp Khusus 7A ada di kolom 5
Khusus kolom 4 (dikarenakan penambahan kolom alamat yg
dijadikan di kolom 3)
Lamp Khusus Transkrip LK Lamp Khusus Transkrip LK
 8A-1: Manufaktur  8A-1: Manufaktur
 8A-2: Dagang  8A-2: Dagang
 8A-3: Bank Konvensional  8A-3: Bank Konvensional
 8A-4: Bank Syariah  8A-4: Bank Syariah
 8A-5: Perusahaan Asuransi  8A-5: Perusahaan Asuransi
 8A-6: Non-Kualifikasi  8A-6: Non-Kualifikasi
 8A-7: Dana Pensiun
8A-8: Perusahaan Pembiayaan
Dasar PER-39/PJ/2009 PER-34/PJ/2010 PER-19/PJ/2014
Hukum

SPT Tahunan PPh Migas


SPT Tahunan PPh bagi WP yg melakukan kegiatan di bidang usaha hulu minyak dan/atau gas bumi adalah
sebagaimana ditetapkan dlm PER-34/PJ./2010 dgn dilampiri (mulai Thn Pajak 2011):

B‐11‐
a. Lamp keterangan/dokumen:
 Financial Quarterly Report (FQR) utk periode terakhir Thn Pajak yg bersangkutan; dan
 Bukti penyetoran PPh
b. Lamp Khusus:
 Lamp Khusus Penghitungan PPh bagi KKKS Migas (Lamp I PER-28);
 Lamp Khusus Rincian Biaya dlm Rangka Kontrak Kerja Sama Migas (Lamp II PER-
28/PJ/2011); dan
 Lamp Khusus Daftar Penyusutan dlm Rangka Kontrak Kerja Sama Migas (Lamp III PER-
28/PJ/2011)

Pengisian
Ketentuan Terkait Lampiran V Form 1771-V & 1771-V / $ (berdasar Buku Petunjuk Pengisian SPT
Tahunan PPh
a. Penghasilan ygBadan dan SE-02/PJ.42/2003):
Diterima/diperoleh OP dari Badan yg Tdk Wajib Memotong PPh Pasal 21
 14WP
(Pasal PP yayasan dan badan-badan lain yg tdk dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta
94 Thn 2010)
OP DN KIK Reksa Dana dan KIK-EBA,
yg menerima/memperoleh cukup di
penghasilan mengisi Daftarsehubungan
atas PTKP Pemegang Saham/Pemilik
dgn pekerjaan dariModal dgn
badan-
badan ygpernyataan “Tidak Ada”
tdk wajib melakukan pd kolom (2).
pemotongan pajaksesuai Pasal 21 ayat (2) UU PPh, wajib:
 memiliki
WP PMB,NPWP;pemegang saham publik tdk perlu dirinci per nama (dpt dinyatakan scr
kumulatif) sendiri
 melaksanakan kecualipenghitungan
apabila kepemilikan sahamnya
& pembayaran PPhberjumlah
yg terutang> 5%
dlmdari jmlberjalan;
tahun modal disetor.
dan
 melaporkan
Daftar Susunan Pengurusan
penghitungan dan Komisaris
& pembayaran diisi lengkap
PPh yg terutang dlm thntetapi tdkdlm
berjalan termasuk tingkat
SPT Tahunan.
b. PPh 21,manajer.
22, 23 yg Dipotong/dipungut Sbl Memiliki NPWP (Pasal 20 PP 94 Thn 2010 &
 Bagi pemegang saham/pemilik modal serta pengurus & komisaris yg mrp WP DN dan
penjelasannya)
menerima dipungut
PPh yg dipotong/ atau memperoleh penghasilan
berdasarkan yg melebihi PTKP wajib
tarif pemotongan/pemungutan sesuaimencantumkan
Pasal 21 ayat NPWP dlm 22
(5a), Pasal
ayat (3),SPT Tahunan
dan Pasal PPh (1a)
23 ayat WP Badan.
UU PPh, dpt dikreditkan thd PPh yg terutang utk thn pajak yg bersangkutan
stl WP
 tsb memiliki
Bagi NPWP.
pemegang saham/pemilik modal serta pengurus & komisaris yg tdk bertempat tinggal di
c. Hak & Kewajiban
Indonesia atauPerpajakan Wanita Kawin
berada di Indonesia < 183 (Angka
hari dlm3 jangka
SE-29/PJ/2010)
waktu 12 bulan dan atau menerima
1. Bagiatau wanita kawin ygpenghasilan
memperoleh melakukan dari
perjanjian pemisahan
Indonesia bukan harta dan penghasilan
dari menjalankan atau
usaha atauygmelakukan
memilih utk
menjalankan hak & kewajiban
kegiatan melalui perpajakannya
BUT di Indonesia, sendirimencantumkan
tdk wajib wajib menyampaikan
NPWP SPT Tahunan
dlm SPT PPh WP
Tahunan PPhOP
atasWP
namanya
Badan.sendiri terpisah dgn SPT Tahunan PPh suaminya.
2. Penghasilan
Bagi istriygygdilaporkan dlm SPTperjanjian
tdk mengadakan Tahunan pemisahan
PPh wanitaharta
kawin&pdpenghasilan
angka 1 adalah slr penghasilan
dgn suami dan bagi yg
diterima
anak atau diperoleh
yg blm dewasawanita
(anakkawin tsb dlm
yg blm suatu 18
berumur thnthn
pajak, tdk termasuk
& blm penghasilan
pernah menikah), yganak yg blm
menjadi
dewasa.
pemegang saham/pemilik modal dan atau pengurus & komisaris, wajib mencantumkan NPWP
suami/bapak dlm SPT Tahunan PPh WP Badan.
 Apabila dlm mengisi SPT Tahunan PPh WP Badan dibantu konsultan pajak, WP
diwajibkan utk mengisi identitas konsultan pajak (Nama & NPWP).

B‐11‐
3. Penghitungan PPh terutang dlm SPT Tahunan PPh wanita kawin pd angka 1 didasarkan pd
penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri tsb dihitung sesuai
dgn perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri.
4. Penghitungan PPh terutang pd angka 3, berlaku juga bagi wanita kawin sbg pegawai yg mempunyai
penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 pemberi kerja yg tlh dipotong PPh Pasal 21.

Berkehendak
Tdk Berkehendak Menjalankan Hak &
Menjalankan Hak &
Uraian Kewajiban Perpajakan Scr Terpisah dgn
Kewajiban Perpajakan
Suami Scr Terpisah dgn Suami
Pelaksanaan hak Menggunakan NPWP suami Menggunakan NPWP
& kewajiban sendiri
perpajakan
NPPW yg tlh ada Wajib mengajukan permohonan Wajib menyampaiakn
penghapusan NPWP Surat Penrytaan
Menghendaki
Menjalankan Kewajiban
Perpajakan scr Terpisah
Penghasilan yg Dianggap sbg penghasilan/kerugian Dianggap sbg
diterima/diperoleh suaminya penghasilan/kerugian
Kecuali: sendiri
Penghasilan tsb semata-mata diterima/
diperoleh dari 1 pemberi kerja yg tlh dipotong
PPh Pasal 21 dan pekerjaan tsb tdk ada
hubungannya dgn usaha/pekerjaan bebas
suami atau
anggota keluarga lainnya
Penghasilan Apabila tlh dipotong PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 21 yg tlh
wanita kawin yg pekerjaan tsb tdk ada hubungannya dgn dipotong tdk bersifat final
semata-mata usaha/pekerjaan bebas suami atau anggota
diterima atau keluarga lainnya, maka PPh Pasal 21 yg tlh
diperoleh dari 1 dipotong bersifat final
pemberi kerja
Pemotongan atau Wajib menunjukkan NPWP sumai atau Wajib menunjukkan NPWP-
pemungutan PPh kepala keluarga kpd pemotong/pemungut PPh nya sendiri kpd pemotong/
pemungut PPh
Perhitungan PPh Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPh Berdasarkan Pasal 8 ayat
(3) UU PPh
Kewajiban Ada pd pihak suami Dilakukan sendiri oleh
Penyampaian wanita kawin
SPT Tahunan
Hak & kewajiban
lainnya

B. CONTOH KASUS KHUSUS TTG

PTKP Dasar Hukum:


 PER-34/PJ./2010 jo PER-26/PJ/2013 jo PER-19/PJ/2014
SE dan surat terkait:
 SE-29/PJ/2010
 S-1018/PJ.03/2014

Contoh 1 – 4: Sumber dari Buku Petunjuk Pengisian SPT 1770 & 1770 S
Contoh 5: Sumber dari Buku Petunjuk Pengisian SPT 1770

B‐11‐
1. Seorang WP menerima atau memperoleh penghasilan neto Thn Pajak 2010 seb Rp 96,8 juta. WP berstatus
kawin dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya tdk mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan
pajak dgn penerapan tarif tsb di atas dilakukan sbb:
Penghasilan Neto 1 thn = Rp 96,8 juta
PTKP = Rp 21,12 juta +/+
PKP = Rp 75,68 juta
PPh terutang: 5%
x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta
15% x Rp 25,68 juta = Rp 3,852 juta +/+
Jml Rp 6,352 juta

2. Seorang WP yg berstatus tdk kawin baru datang dan mempunyai niat menetap di Indonesia utk selama-
lamanya pd awal Okt 2010 dan menerima atau m,eperoleh penghasilan dari usaha mulai Okt s.d. Des 2010
seb Rp 5.750.230. Atas penghasilan tsb, dilakukan penerapan tarif pajak sbb:
Penghasilan 3 bulan = Rp 5.750.230
Penghasilan 1 thn
12/3 x Rp 5.750.230 = Rp 23.000.920
PTKP = Rp 15,84 juta +/+
PKP = Rp 7.160.920
Dibulatkan menjadi (utk penerapan tarif) = Rp 7,16 juta
PPh yg terutang 1 thn: = 5% x Rp 7,16 juta = Rp 358 ribu
PPh yg terutang thn 2010 (3 bulan): 3/12 x Rp 358 ribu = Rp 89,5 ribu

3. Seorang WP dlm thn 2010 menerima atau memperoleh penghasilan neto seb Rp 219,608 juta. WP
berstatus kawin pisah harta dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya menerima atau memperoleh
penghasilan neto dari usaha seb Rp 109,192 juta.
Penerapan tarif utk @ suami & istri adalah sbb:
Penghasilan Neto suami = Rp 219,608 juta
Penghasilan Neto istri = Rp 109,192 juta +/+
Penghasilan Neto gabungan = Rp 3028,8 juta
PTKP (K/I/3) = Rp 37,4 juta -/-
PKP = Rp 291,4 juta
PPh terutang gabungan (suami & istri):
5% x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta
15% x Rp 200 juta = Rp 30 juta
25% x Rp 41,4 juta = Rp 10,35 juta +/+
Rp 42,85 juta
a. Utk SPT suami
PPh terutang Rp 219,608 juta
= x Rp 42,85 juta = Rp 28.619.838
Rp 328,8 juta
b. Utk SPT istri:
PPh terutang Rp 109,192 juta
= x Rp 42,85 juta = Rp 14.230.162
Rp 328,8 juta

4. Dlm hal suami & istri tlh hidup berpisah, penghitungan PKP-nya dilakukan sendiri-sendiri
(menggunakan 2 SPT tahunan PPh WP OP yg berbeda). PTKP bagi suami dan istri yg tlh hidup berpisah
diperlakukan seperti WP tdk kawin (TK), sedangkan tangungan sesuai dgn kenyataan sebenarnya yg
diperkenankan.

B‐11‐
Contoh perhitungan sbb:
Seorang WP(suami) dlm thn 2010 menerima atau memperoleh penghasilan neto seb Rp 219,608 juta. WP
berstatus hidup berpisah (HB) dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya menerima atau
memperoleh pengahilan neto dari usaha seb Rp 109,192 juta.

a. Perhitungan PPh terutang bagi suami:


Penghasilan Neto suami = Rp 219,608 juta
PTKP (TK/3) = Rp 19,8 juta -/-
PKP = Rp 199,808 juta
PPh terutang suami:
5% x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta
15% x Rp 149,808 juta = Rp 22,4712 juta +/+
Rp 24,9712 juta
b. Perhitungan PPh terutang bagi istri:
Penghasilan Neto istri = Rp 109,192 juta
PTKP (TK) = Rp 15,84 juta -/-
PKP = Rp 93,352 juta
PPh terutang istri:
5% x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta
15% x Rp 43,352 juta = Rp 6,5028 juta +/+
Rp 9,0028 juta

Contoh Perhitungan pd Kasus 3 & 4 di atas dibuat di dlm lembar tersendiri dan sbg Lampiran
di dlm penyampaian SPT bagi WP yg kawin pisah harta dan penghasilan istri yg menghendaki
utk menjalankan hak & kewajibannnya sendiri, baik suami maupun istri.

5. Data:
Nama : Hendra Sialagan
NPWP : 08.296.172.2-007.000
Pekerjaan : Dagang Tekstil/Direktur CV Inovasi
Status : Menikah
Tanggungan : 1 orang anak (PTKP K/I/1)
Thn 2010:
Peredaran bruto atau omzet dari usaha dagang tekstil Hendra Sialagan adalah Rp 1 M (berdasarkan
KEP-536/PJ/2000, persentase norma perkiraan penghasilan neto ata usaha dagang tekstil
adalah 30%).
Penghasilan lainnya pd thn 2010:
1. Jasa angkutan darat (angkutan kota), (berdasarkan KEP-536/PJ/2000, persentase norma
perkiraan penghasilan neto ata jasa angkutan darat adalah 25%) dgn omzet seb Rp 400 juta
2. Gaji bersih sbg direktur di CV Inovasi seb Rp 44,4 juta
3. Keuntungan dari penjualan [perhiasan emas seb Rp 38 juta (Hendra Sialagan membeli perhiasan emas
seharga Rp 40 juta dan kemudian dijual seharga Rp 76 juta)
Data tanbahan:
Bahwa Hendra Sialagan memiliki istri bernama Megan Susilawati dan mempunyai NPWP 07.890.123.4-
567.000 (NPWP sendiri yg terpisah dgn suami) dan menerima penghasilan neto selama thn 2010 total seb
Ro 141 juta yg berasal dari:
1. Penghasilan sbg karyawan Rp 129 juta
2. Penghasilan dari keuntungan selisih kurs Rp 12 juta
Dari data di atas perhitungan PPh bagi Hendra Sialagan dan istrinya Megan Susilawati yg @ memiliki
NPWP tsb dibuatkan lembar perhitungan sendiri di bawah ini.

B‐11‐
B‐11‐
Lampiran S-1018/PJ.03/2014 tgl 28 Agust 2014:

B‐11‐
B‐11‐
B‐11‐
C. PENERIMAAN & PENGOLAHAN SPT TAHUNAN PPh

Dasar Hukum:
 PER-26/PJ/2012 (berlaku sejak 01 Jan 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan
→ mencabut PER-19/PJ/2009 stdtd PER-48/PJ/2011
SE terkait:
 SE-55/PJ/2012 ttg Petunjuk Teknis Tata Cara Penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan

Pokok-Pokok Perubahan 2013


No. Uraian Lama Baru
1. Penyampaian SPT  Penyampaian SPT dlm  Penyampaian SPT tdk dlm
amplop amplop.
 Apabila disampaikan dlm
amplop/kemasan lain,
Petugas hrs membukanya
2. SPT yg Hrs  SPT LB  SPT LB
Disampaikan ke TPT  SPT Pembetulan  SPT Pembetulan
KPP Tempat WP  SPT yg disampaikan  SPT yg disampaikan lewat
Terdaftar (meliputi lewat waktu waktu
TPT KPP & KP2KP)  e- SPT
3. SPT KPP Sendiri  SPT KPP Sendiri dan SPT  SPT KPP Lain tdk diteliti di
Diteliti di Depan KPP Lain tdk diteliti di depan
depan  SPT KPP Sendiri diteliti di
 WP lsg diberi tanda depan
terima SPT  Apabila lengkap, WP
diberi tanda terima SPT
dan SPT di-stempel
LENGKAP
 Apabila tdk lengkap, SPT
dikembalikan disertai
lembar penelitian SPT
4. Penelitian SPT  Petugas: Peneliti  Petugas: AR dari WP ybs
Pembetulan  Proses: Penelitian  Proses:
kelengkapan SPT  Pengecekan syarat
penyampaian SPT
pembetulan (UU KUP Pasal
8 ayat (1), (1a) dan (6)
 Penelitian kelengkapan
SPT

5. SPT Dianggap Tdk  Pemberitahuan SPT  Pemberitahuan SPT dianggap tdk


Disampaikan dianggap tdk disampaikan disampaikan dilakukan1 atas SPT
dilakukan1 atas SPT yg: yg:
 Tdk ditandatangani  Tdk ditandatangani
 Tdk dilampiri  Tdk dilampiri
keterangan/dokumen keterangan/dokumen
 LB disampaikan stl 3 thn
& tlh ditegur tertulis
 Disampaikan stl diperiksa/
diterbitkan SKP

Ket:
1
Atas butir 5 thd SPT yg tdk diitandatangani dan/ tdk dilampiri keterangan/dokumen dilakukan permintaan
kelengkapan SPT dahulu. 30 hari berikutnya apabila WP tdk merespon maka dilakukan pemberitahuan SPT
dianggap tdk disampaikan.

B‐11‐
Penyampaian SPT Tahunan PPh: (Pasal 2 PER-26/PJ/2012)
1. WP dpt menyampaikan SPT Tahunan dgn cara:
a. lsg;
b. dikirim melalui pos dgn bukti pengiriman surat ke KPP tempat WP terdaftar;
c. dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat ke KPP tempat
WP terdaftar;
d. e-Filing melalui website DJP (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi/Application Service
Provider (ASP).
2. Penyampaian SPT Tahunan scr lsg pd ayat (1) huruf a dpt dilakukan di TPT, Pojok Pajak, Mobil Pajak
atau Drop Box di mana saja yg disediakan oleh DJP.
3. Penyampaian SPT Tahunan scr lsg pd ayat (1) huruf a hrs disampaikan di TPT KPP tempat WP terdaftar,
dlm hal:
a. SPT Tahunan LB;
b. SPT Tahunan pembetulan;
c. SPT Tahunan yg disampaikan stl batas waktu penyampaian SPT; dan/atau
d. SPT Tahunan dlm bentuk e-SPT;
4. Penyampaian SPT Tahunan scr lsg pd ayat (1) huruf a dilakukan tdk dlm amplop atau kemasan lainnya.
5. Penyampaian SPT Tahunan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir pd ayat
(1) huruf b / c dilakukan dlm amplop tertutup yg tlh dilekati lembar informasi amplop SPT Tahunan yg
berisi data sbb:
a. Nama WPk;
b. NPWP;
c. Thn Pajak;
c. Status SPT (Nihil/KB/LB);
d. Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke-...);
e. Perubahan Data (Ada/Tdk Ada);
f. Nomor Telepon;
g. Pernyataan; dan
h. Tanda Tangan WP.
6. Format lembar informasi pd ayat (5) dilekatkan pd amplop SPT Tahunan mengacu pd Lamp I PER-
26/PJ/2012.
7. Dlm hal WP mengalami perubahan data, WP hrs mengisi dan melampirkan lembar perubahan data
identitas WP.

B‐11‐
LEMBAR INFORMASI AMPLOP SPT TAHUNAN YANG DISAMPAIKAN MELALUI POS ATAU
PERUSAHAAN JASA EKSPEDISI ATAU JASA KURIR

NPWP :

Nama Wajib Pajak :

Tahun Pajak :

Status SPT* : Nihil Kurang Bayar Lebih Bayar

Jenis SPT* : SPT Tahunan SPT Tahunan Pembetulan Ke-...

Perubahan Data* : Ada Tidak Ada


: Jika ada perubahan data Wajib Pajak, maka tempelkan formulir perubahan data
pada amplop SPT Tahunan

No. Telp/HP :

Pernyataan : Dengan menyadari sepenuhnya atas segala akibat termasuk sanksi-sanksi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, saya menyatakan bahwa
informasi pada amplop ini sesuai dengan SPT Tahunan yang terdapat dalam amplop
ini.

Tanda Tangan :

Keterangan :
a. *) isilah tanda silang (X) pada kotak yang sesuai.
b. Jika merupakan SPT Tahunan Pembetulan maka isi pembetulan yang ke berapa kalinya.

Sumber: Lamp I PER-26/PJ/2012

B‐11‐ 14
Kriteria SPT Tahunan/e-SPT Tahunan Dinyatakan Tdk Lengkap (Pasal 3 PER-26/PJ/2012)
1. NPWP atau nama WP tdk dicantumkan dlm SPT Induk dgn lengkap & jelas
2. SPT Induk tdk ditandatangani oleh WP atau Kuasanya
3. SPT Induk ditandatangani oleh kuasa WP tetapi tdk dilampiri dgn Surat Kuasa Khusus atau SPT
Tahunan PPh OP ditandatangani oleh ahli waris tetapi tdk dilampiri dgn Surat Keterangan Kematian dari
Instansi yg berwenang
4. Terdapat elemen SPT Induk yg diisi tdk lengkap
5. SPT KB tetapi tdk dilampiri dgn bukti pelunasan berupa SSP yg sesuai
6. SPT tdk atau kurang disertai dgn lampiran pd Formulir sesuai Lamp IV butir I.A.,butir II.A, butir
III.A dan butir IV.A PER-26/PJ/2012
7. SPT Tahunan tdk atau kurang disertai dgn Lampiran Keterangan dan/atau Dokumen yg Disyaratkan
sesuai Lamp IV butir I.A s.d. butir IV.A atau butir I.B s.d. butir IV.B pd PER-26
8. Lamp Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun dan Daftar Susunan Anggota
Keluarga dlm SPT Tahunan PPh OP dilampirkan tetapi diisi tdk lengkap
9. Lamp Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dan Daftar Susunan Pengurus dan
Komisaris dlm SPT Tahunan PPh Badan dilampirkan tetapi diisi tdk lengkap;
10. Terdapat Lampiran Khusus sesuai Lamp IV butir I.A s,d, butir IV.A atau butir I.B s.d. butir IV.B pd
PER-26/PJ/2012 yg diisi tdk lengkap
11. SPT Induk hasil cetakan dari aplikasi e-SPT Tahunan yg disampaikan oleh WP tdk dilampiri dgn
media elektronik yg berisi data digital SPT Tahunan
12. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan dgn menggunakan media elektronik, tetapi isi datanya
tdk sesuai dgn SPT Induk hasil hasil cetakan yg disampaikan oleh WP
13. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan dgn menggunakan media elektronik tetapi tdk dpt di-
load pd aplikasi SI Perpajakan di DJP
14. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan dgn menggunakan media elektronik tetapi elemen-
elemen datanya tdk diisi atau diisi tetapi tdk lengkap
15. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan melalui e-filing tetapi elemen-elemen data
digitalnya tdk diisi atau diisi tetapi tdk lengkap.

Kriteria Perseroan Terbatas yg wajib diaudit oleh akuntan publik: (Pasal 68 ayat (1) & (2) UU 40 Thn
2007 ttg Perseroan Terbatas ):
 Direksi wajib menyerahkan LK Perseroan kpd akuntan publik utk diaudit apabila:
 kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/ atau mengelola dana masyarakat;
 Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kpd masyarakat;
 Perseroan mrp Perseroan Terbuka;
 Perseroan mrp persero;
 Perseroan mempunyai aset dan/atau jml peredaran usaha dgn jml nilai paling
sedikit Rp 50 M; atau
 diwajibkan oleh perpu.
 Dlm hal kewajiban di atas tdk dipenuhi, LK tdk disahkan oleh RUPS.

B‐11‐
Alur Penerimaan & Pengolahan SPT Tahunan:

Kode Posisi pd Alur Proses


No. Pokok Bahasan sesuai SE-55/PJ/2012
1. Penelitian SPT B (Penerimaan Lsg), H (Penelitian)
2. SPT Kolektif B (Penerimaan Lsg)
3. Pembuatan & Perekaman Detil BA A (Distribusi Tanda Terima), D (Pengumpulan
SPT)
4. Penyortiran SPT KPP Lain E (Perekaman Tanda Terima), F (Pengiriman SPT
ke KPP Lain)
5. Pengiriman SPT F (Pengiriman SPT ke KPP Lain)
6. Pengawasan SPT yg Diterima dari G (Penerimaan SPT dari KPP Lain)
KPP Lain dan Melalui Pos
7. Permintaan Kelengkapan SPT I (Permintaan Kelengkapan SPT)
8. Pencetakan LPAD L (Pencetakan LPAD)
9. Aplikasi Pendukung E (Perekaman Tanda Terima)

Kriteria Utama Ukuran Kesuksesan Pelaksanaan Drop Box:


1. BA dibuat dan direkam setiap hari
2. Pengiriman SPT ke KPP Lain dlm jangka waktu 10 hari sejak diterima di KPP
3. Pengiriman SPT ke KPP atasan dlm jangka waktu 7 hari sejak SPT diterima di KP2KP
4. Penelitian SPT LB dlm jangka waktu 18 hari sejak diterima melalui pos
5. Penelitian SPT yg diterima dari KPP Lain dlm jangka waktu 2 bulan sejak diterima
6. Perekaman isi SPT:
a. 1 bulan sejak SPT LB diterima lengkap
b. 3 bulan sejak SPT KB/N diterima lengkap

B‐11‐
Lembar Penelitian Kelengkapan SPT Tahunan:

Lembar Penelitian Kelengkapan SPT Tahunan WP OP (Lamp III.B.1. SE-55/PJ/2012)


1770 1770 S 1770 SS
FORMULIR TDK ADA
1770 1770 S 1770 SS
1770-I hal. 1 1770 S – I
1770-I hal. 2 1770 S – II
1770-II
1770-III
1770-IV
LAMPIRAN YG DISYARATKAN TDK ADA
SSP Ps. 29 (Jika SPT KB) SSP Ps. 29 (Jika SPT KB) FC Form 1721-A1 dan/atau 1721-
A2 atau bukti pemotongan PPh
Neraca & Laporan Laba Rugi (jika Pasal 21 lain
pembukuan)
Rekapitulasi bulanan peredaran/
penerimaan bruto dan biaya (jika
menggunakan Norma)
Daftar Jml Penghasilan dan FC Form 1721-A1 Surat Kuasa Khusus (jika SPT
Pembayaran PPh Pasal 25 dari @ dan/atau 1721-A2 atau ditandatangani oleh kuasa WP)
tempat usaha/gerai (utk WP bukti pemotongan PPh
Pengusaha Tertentu) Pasal 21 lain
FC Form 1721-A1 dan/atau 1721- Surat Kuasa Khusus (jika
A2 atau bukti pemotongan PPh SPT ditandatangani oleh
Pasal 21 lain (jika memiliki kuasa WP)
penghasilan sehubungan dgn
pekerjaan)
Surat Kuasa Khusus (jika SPT Surat keterangan kematian
ditandatangani oleh kuasa WP) (jika SPT ditandatangani oleh
Ahli Waris)
Surat keterangan kematian (jika SPT Penghitungan Angsuran
ditandatangani oleh Ahli Waris) PPh Pasal 25 Thn
Berikutnya (Jika WP
Penghitungan angsuran PPh Pasal 25
Mengisi Bagian F Angka
thn berikutnya (jika ada sisa kerugian
18.b)
thn sebelumnya yg dikompensasikan
dan penghasilan tdk teratur)

Perhitungan Kompensasi Kerugian Bukti Pemotongan/


(jika WP mengkompensasikan Pemungutan oleh pihak
kerugian thn sebelumnya) lain/ditanggung pemerintah
dan yg dibayar/ dipotong di
Penghitungan PPh terutang (bagi WP
LN
kawin pisah harta atau suami istri yg
memilih kewajiban perpajakannya
@)
Bukti Pemotongan/ Pemungutan oleh
pihak lain/ditanggung pemerintah dan
yg dibayar/dipotong di LN (jika ada)

LAMPIRAN KHUSUS TDK ADA


Lembar "Data Identitas WP" (jika terdapat perubahan identitas)

B‐11‐
LAIN-LAIN
NPWP dan/atau Nama WP tdk diisi
SPT tdk ditandatangani
Thn Pajak tdk diisi
Salah Formulir SPT (Jenis/Thn Formulir)
Tdk ada data digital dlm media elektronik (utk penyampaian melalui e-SPT)

Stl 1 Jan 2013, lampiran yg tdk disyaratkan lagi utk 1770:


FC tanda bukti pembayaran fiskal luar negeri (TBFLN) – (jika ada)

B‐11‐
Lembar Penelitian Kelengkapan SPT Tahunan WP Badan (Lamp III.B.2.
SE-55/PJ/2012)
1771 1771 $
FORMULIR TDK ADA
1771 1771/$
1771 hal. 2 1771/$ hal. 2
1771-I 1771-I/$
1771-II 1771-II/$
1771-III 1771-III/$
1771-IV 1771-IV/$
1771-V 1771-V/$
1771-VI 1771-VI/$
LAMPIRAN YG DISYARATKAN TDK ADA
SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29 (Jika SPT KB) SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29 (Jika SPT KB)
LK atau LK yg tlh diaudit oleh Akuntan Publik LK atau LK yg tlh diaudit oleh Akuntan Publik
SSP PPh Pasal 26 ayat (4) (Khusus BUT yg SSP PPh Pasal 26 ayat (4) (Khusus BUT yg membayar setoran
membayar setoran PPh Pasal 26 Ayat (4)) PPh Pasal 26 Ayat (4))
Daftar nominatif pengeluaran biaya promosi Daftar nominatif pengeluaran biaya promosi yg dikurangkan
dari penghasilan bruto (Apabila ada)
Surat Kuasa Khusus (Jika dikuasakan) Surat Kuasa Khusus (Jika dikuasakan)
LAMPIRAN KHUSUS TDK ADA
1A : Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal 1B : Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal (jika WP
(Jika WP memiliki aktiva yg disusutkan atau memiliki aktiva yg disusutkan atau diamortisasi)
diamortisasi)
2A : Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal (jika 2B : Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal (jika WP
WP mempunyai hak Kompensasi kerugian fiskal) mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal)

3A,3A-1 & 3A-2 : Pernyataan transaksi dlm 3B,3B-1 & 3B-2 : Pernyataan transaksi dalam hubungan
hubungan istimewa dan/atau transaksi dgn pihak yg istimewa dan/atau transaksi dengan pihak yang merupakan
mrp penduduk negara Tax haven Country (jika WP penduduk negara Tax haven Country (jika WP mengisi Induk
mengisi Induk SPT 1771 bagian G angka 16.a) SPT 1771 bagian G angka 16.a)

4A : Daftar Fasilitas Penanaman Modal (jika WP 4B : Daftar Fasilitas Penanaman Modal (jika WP
memperoleh fasilitas penanaman modal) memperoleh fasilitas penanaman modal)
5A : Daftar Cabang Utama Perusahaan (jika WP 5B : Daftar Cabang Utama Perusahaan (Jika WP mempunyai
mempunyai kantor cabang atau tempat-tempat usaha kantor cabang atau tempat-tempat usaha di luar kantor
di luar kantor pusatnya) pusatnya)
6A : Perhitungan PPh Pasal 26 ayat (4) (jika 66 : Perhitungan PPh Pasal 26 ayat (4) (Jika terdapat setoran
terdapat setoran PPh Pasal 26 ayat (4) oleh PPh Pasal 26 ayat (4) oleh BUT)
BUT)
7A : KPLN (jika WP memperoleh penqhasilan den 7B : KPLN (jika WP memperoleh penghasilan dan tlh
tlh dikenakan pajak di LN) dikenakan pajak di LN)
8A-1/8A-2/8A-3/8A-4/8A-5/8A-6 : Transkrip 8B-1/8B-2/8B-3/8B-4/8B-5/8B-6 : Transkrip Kutipan
Kutipan Elemen-elemen dari LK (wajib diisi oleh Elemen-elemen dari LK (wajib diisi oleh WP, pilih salah
WP, pilih salah satu formulir sesuai dgn jenis satu formulir sesuai dgn jenis usahanya)
usahanya)
LAIN-LAIN
NPWP dan/atau Nama WP tdk diisi
SPT tdk ditandatangani
Thn Pajak tdk diisi
Salah Formulir SPT (Jenis/Thn Formulir)

B‐11‐
Tdk ada data digital dlm media elektronik (utk penyampaian melalui e-SPT)

Utk SPT Tahunan WP OP & Badan

KETENTUAN PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PEMBETULAN TDK TERPENUHI


Pembetulan SPT Tahunan disampaikan dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan
Pembetulan SPT Tahunan disampaikan paling lama 2 thn sbl daluarsa penetapan, dlm hal pembetulan SPT Tahunan tsb
menyatakan rugi atau LB
Pembetulan SPT Tahunan disampaikan dlm jangka waktu 3 bulan stl menerima skp, SK Keberatan, SK Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan PK, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan, dlm hal WP menerima
dokumen tsb yg menyatakan rugi fiskal yg berbeda dgn rugi fiskal yg tlh dikompensasikan dlm SPT Tahunan yg akan
dibetulkan

B‐11‐
e-SPT

Definisi:
 e-SPT: SPT beserta lampiran-lampirannya dlm bentuk digital dan dilaporkan scr elektronik atau dgn
menggunakan media komputer ke KPP di mana WP terdaftar.
 Aplikasi e-SPT: Aplikasi SPT yg diberikan scr cuma-cuma oleh DJP kpd WP, yg digunakan utk
merekam, memelihara, dan menghasilkan data digital SPT serta mencetak SPT.

A. TATA CARA & PERSYARATAN

Dasar Hukum:
 Pasal 1 UU KUP
 PER-184/PJ/2004 ttg Tata cara penyampaian SPT dlm bentuk digital

Tata Cara & Persyaratan:


 WP melakukan instalasi aplikasi e-SPT pd sistem komputer yg digunakan utk keperluan administrasi
perpajakannya.
 WP menggunakan aplikasi e-SPT utk merekam data-data perpajakan yg akan dilaporkan.
 WP mencetak Bukti Pemotongan/Pemungutan dgn menggunakan aplikasi e-SPT dan menyampaikannya
kpd pihak yg dipotong/dipungut.
 WP mencetak Form Induk SPT Masa PPh/PPN dan atau SPT Tahunan PPh menggunakan aplikasi e-
SPT, kemudian menandatanganinya.
 WP membentuk file data SPT dgn menggunakan aplikasi e-SPT dan disimpan dlm media komputer
(disket, CD, dsb)
 WP melaporkan SPT dgn menggunakan media elektronik ke KPP dgn membawa Form Induk SPT Masa
PPh/PPN dan atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yg tlh ditandatangani beserta file data SPT yg
tersimpan dlm media komputer sesuai dgn ketentuan perpu yg berlaku.
 WP yg tlh memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan sendiri dpt melakukan proses impor data dari
sistem yg dimiliki WP ke dlm aplikasi e-SPT dgn mengacu kpd format data yg sesuai dgn aplikasi e-
SPT.

Setting Regional:
Setting Regional dilakukan agar penanggalan yg ada pd setiap form dan pencetakan sama. Ubah
setting regional pd komputer yg akan digunakan ke setting utk Indonesia.
1. Pilih menu Start → Setting → Control Panel
2. Kemudian klik icon Regional and Language Options.
3. Kemudian ubah lokasi negara menjadi Indonesia.
4. Utk mengubah standar dan format dari Number, Currency, Time, Date, klik tombol Customize….
a. Klik Tab Numbers utk mengubah Setting Number. Pilih:
 Decimal Symbol = , (koma)
 Digit Grouping Symbol = . (titik)
 List Separator = ; (titik koma)
 Klik tombol Apply.
b. Klik Tab Currency utk mengubah Setting Currency. Pilih:
 Currency Symbol = – Rp
 Klik tombol Apply.
c. Klik Tab Time utk mengubah Setting Time. Pilih:
 Format = H:mm:ss
 Klik Apply.
d. Klik Tab Date utk mengubah Setting Date. Pilih:
 Short Date Format = dd/mm/yyyy
 Date Separator = /
 Long Date Format = dd mmmm yyyy
 Klik Apply.

B‐
5. Klik OK utk menyimpan perubahan setting
6. Klik Cancel jika ingin membatalkan perubahan setting

B. JENIS e-SPT

e-SPT Masa e-SPT Tahunan


a. PPh: a. PPh Badan:
 e-SPT PPh Pasal 4 Ayat (2) v 1.0  e-SPT 1771 Rp 2011 v 2.0
 e-SPT PPh Pasal 15 v 1.0  e-SPT 1771 $ 2010 v 1.1
 e-SPT PPh Pasal 21-26 2014 v 2.2  e-SPT 1771 Rp Y
 e-SPT PPh Pasal 22 v 2.1  e-SPT 1771 $ Y
 e-SPT PPh Pasal 23-26 v 1.0 b. PPh OP:
b. PPN:  e-SPT 1770
 e-SPT PPN 1111 v 1.5  e-SPT 1770 S
 e-SPT PPN 1111 DM v 1.2  e-SPT 1770 Y
 e-SPT PPN 1107 PUT v 3.0

Daftar Perubahan e-SPT PPh Pasal 21-26 2014


Versi 2.2
 Utk bukti potong tdk final, bagi yg tdk ber-NPWP atau bukan pegawai, utk PTKP-nya dianggap berstatus
TK/0.
 Pembetulan atas pembulatan per-seribu dikenakan utk PKP bagi pegawai harian yg dibayarkan scr bulanan,
bukan PPh-nya yg dibulatkan.
 Utk SPT Induk, poin B.1.3 s.d B.1.10 utk kolom Jumlah Penerima Penghasilan dan kolom Jumlah
Penghasilan Bruto sdh dpt di edit, sedangkan utk Jumlah Pajak Penghasilan-nya, tdk dpt diedit.
 Tombol Select All sdh tersedia utk menghapus bukti potong.
 Utk bendahara pemerintah / pembuat bukti potong A2 sdh ditambah NIP/NRP.
 Bukti potong tdk final Pasal 26, DPP-nya otomatis sdh sama dgn bruto.
 Help Manual pd aplikasi e-SPT sdh dibuat detail.
Versi 2.1:
 Penghitungan pajak utk kode 21-100-10, 21-100-11 dan 21-100-12 diperbaiki dgn tambahan field
baru: Akumulasi Penghasilan Kena Pajak
 Kesalahan yg muncul ketika membuat CSV utk SPT LB diperbaiki.
 Pembuatan CSV tlh menyaring karakter khusus yaitu karakter 10 (new-line) dan karakter 13
(carriage return)
 Pencetakan 1721-A2 lsg dari daftar tdk terkait dgn 1721-A1 lagi.
 Penghitungan Biaya Jabatan/Biaya Pensiun pd 1721-A1/A2 tlh didasarkan pd lamanya bulan bekerja.
 Kesalahan ketika membuat CSV yg memberi tanda pd Bagian E Induk 1721 diperbaiki.
 Tanggal pelaporan pd induk 1721 tdk lagi menjadi nol dlm Database ketika mengedit SPT yg sdh ada.
 1721-VI dan 1721-VII menambahkan menu ditandatangani oleh NPWP & Nama dari profil utama.

Daftar Perubahan e-SPT PPN 1111


Versi 1.5
 Perbaikan penjumlahan pd lampiran AB dan induk SPT dpt dilakukan scr otomatis tanpa hrs
posting ulang.
Versi 1.4
 Perubahan judul pd Formulir 1111 B3 yg semula Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat
Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas menjadi Daftar Pajak Masukan yang Tidak
Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas.

B‐12‐
C. DAFTAR MENU e-SPT MASA

e-SPT PPh 4 ayat (2) v 1.0 (Username: Administrator, password: 123)


Menu Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program 1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh 1. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2)
2. Daftar BP PPh Bunga Deposito/Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro
3. Daftar PPh Sewa Tanah dan/atau Bangunan Bagi OP/Badan yg Menyetor Sendiri
PPh
4. Daftar PPh Jasa Konstruksi Bagi Penyedia Jasa Yg Menyetor Sendiri PPh
5. Daftar PPh WP Yg Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak atas
Tanah/Bangunan
6. Daftar SSP dan Daftar Bukti Pemindahbukuan
SPT Tools 1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility 1. Profile WP
2. Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. KPP
3. Setting Tarif
4. Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong
c. SSP/PBK
5. Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong
c. SSP/PBK
6. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App

e-SPT PPh 15 v 1.0 (Username: Administrator, password: 123)


Menu Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program 1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh 1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 15
a. BP Imbalan Yg Dibayarkan/terutang kpd perusahaan pelayaran DN
b. BP Imbalan Yg Diterima/diperoleh sehubungan dgn pengangkutan orang
dan/atau Barang Termasuk Penyewaan Kapal Laut oleh Perusahaan Pelayaran
DN
 Penghasilan Dari Indonesia
 Penghasilan Dari Luar Negeri
 PPh Yang Dipotong Pihak Lain
c. BP Imbalan Charter Kapal Laut Dan/Atau Pesawat Udara yg dibayarkan/terutang
kpd perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan LN

B‐12‐
d. BP Imbalan yg diterima sehubungan dgn pengangkutan orang dan/atau barang
termasuk charter kapal laut dan/atau pesawat udara oleh perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan LN yg dipotong pihak lain
e. BP Imbalan Charter pesawat udara yg dibayarkan/terutang kpd perusahaan
penerbangan DN
2. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 15
a. Daftar PPh Imbalan yg diterima sehubungan dgn pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk charter kapal laut dan/atau pesawat udara oleh perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan LN yg dibayar sendiri
b. Daftar Bukti Potong PPh Pasal 15
3. Daftar SSP/Bukti PBK
a. Daftar SSP
b. Daftar Bukti PBK
4. SPT Masa PPh Pasal 15
SPT Tools 1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility 1. Profile WP
2. Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. KPP
3. Setting Tarif
4. Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 15
c. SSP dan PBK
5. Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 15
c. SSP dan PBK
6. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App

e-SPT PPh 21/26 2014 v 2.2 (Username: administrator, password: 123)


Menu Sub Menu
Database 1. Pilih Database
2. Compact Database
Pilih SPT 1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT
Isi SPT 1. Daftar Bukti Potong
a. Tdk Final (1721-II)
b. Final (1721-III)
c. A1 → hanya aktif bila utk Masa Pajak Desember
d. A2 → hanya aktif bila utk Masa Pajak Desember
2. Daftar Pemotongan Pajak (1721-I)
a. 1 Masa Pajak
b. 1 Thn Pajak → hanya aktif bila utk Masa Pajak Desember
3. Daftar Biaya (1721-V)
4. SPT Induk (1721)
5. Daftar SSP/Pbk (1721-IV)
CSV 1. Ekspor
a. Referensi
b. Bukti Potong dan SSP

B‐12‐
2. Impor
a. Referensi
 Penerima Penghasilan
 Pegawai A1
 Pegawai A2
b. Bukti Potong
 Tdk Final
 Final
 A1
 A2
 Pemotongan Pajak Bulanan
c. SSP
3. Pelaporan SPT
Cetak 1. Formulir SPT
2. Bukti Potong
Referensi 1. Bukti Potong
a. Penerima Penghasilan
b. Pegawai A1
c. Pegawai A2
d. Penomoran BP
2. Kode
a. Kode Negara
b. Kode KPP
c. Kode Objek Pajak
d. Kode SSP
e. Jabatan
f. Golongan/Pangkat
3. Tarif
a. PTKP
b. Pasal 17 Berlapis
c. Pasal 21 Final
 Pesangon → Tarif terdapat kesalahan, input scr berturut-turut: 0, 5, 15, 25, 25
 Manfaat Pensiun
 Imbalan PNS
d. Biaya Jabatan
e. Upah Harian
4. Ubah Username
5. Ubah Password

Profil
Help 1. Manual
2. Help

e-SPT PPh 22 v 2.1 (Username: Administrator, password: 123)


Menu Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program 1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh 1. Bukti Pemungutan Pajak Atas Impor (oleh Bendaharawan DJBC)
2. Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 (Oleh Badan Usaha Industri/Eksportir Tertentu)
3. Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
4. Daftar SSP PPh Atas Penjualan Migas
5. Daftar SSP PPh Ps 22 Impor

B‐12‐
 Bank Devisa dan Bendaharawan Tertentu yg ditunjuk
 Dibayar Sendiri
6. Daftar SSP)/Bukti PBK
7. SPT Masa Pasal 22
SPT Tools 1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility 1. Profile WP
2. Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. Jenis Komoditi Migas
3. Setting Tarif Pasal 22
4. Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 22
c. SSP/PBK
5. Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong
c. SSP/PBK
6. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App

e-SPT PPh 23/26 v 1.0 (Username: Administrator, password: 123)


Menu Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program 1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh 1. Bukti Potong PPh Pasal 23
2. Bukti Potong PPh Pasal 26
3. Daftar Bukti Potong PPh Pasal 23 Dan Atau 26
4. Daftar SSP / Bukti PBK
a. Daftar SSP
b. Daftar Bukti PBK
5. SPT Masa PPh Pasal 23 Dan Atau 26
SPT Tools 1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility 1. Profile WP
2. Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. Daftar KPP
3. Setting Tarif
4. Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 23/26
c. SSP-PBK
5. Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 23/26

B‐12‐
c. SSP-PBK
6. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App

e-SPT PPN 1111 v 1.5 (Username: Administrator, password: 123)


Menu Sub Menu
Program 1. Koneksi Database
2. Logout
3. Keluar Aplikasi
Input Data 1. Pajak Keluaran
2. Pajak Masukan
3. SPT Tanpa Rincian Faktur
4. Posting Data
Setting 1. Profil WP
2. Setting SPT PPN 1111
SPT 1. Lampiran SPT 1111
a. Lampiran A1
b. Lampiran A2
c. Lampiran B1
d. Lampiran B2
e. Lampiran B3
f. Lampiran AB
2. Induk SPT 1111
3. SSP
a. Daftar SSP
b. SSP PPN yg Tlh Dibayar
c. SSP PPnBM yg Tlh Dibayar
d. SSP Atas Kegiatan Membangun Sendiri
e. SSP Pembayaran Kembali PM PKP Gagal Produksi
4. Hapus SPT
5. Buat CSV
Tools 1. Username
a. Tambah Username
b. Ganti Password
2. Ekspor Data Faktur
3. Impor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Pengganti → tdk ada di menu sebelumnya
c. Faktur Pajak Khusus → menu sebelumnya adalah Faktur VAT Refund
d. Lawan Transaksi
4. Referensi
a. Nomor Faktur
b. Lawan Transaksi
c. Batasan VAT Refund
d. Masa Pajak Masukan → tdk ada di menu sebelumnya
e. Jatah Faktur Pajak → tdk ada di menu sebelumnya
5. Informasi Aplikasi
? User Manual

e-SPT PPN 1111 DM v 1.2 (Username: Administrator, password: 123)


Menu Sub Menu
Program 1. Koneksi Database
2. Logout
3. Keluar Aplikasi

B‐12‐
Input Data 1. Pajak Keluaran
2. Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP
3. SPT Tanpa Faktur
4. Buat SPT PPN 1111 DM
Setting 1. Profil WP
2. Setting SPT PPN 1111 DM
SPT 1. Induk SPT 1111 DM
2. Lampiran SPT 1111 DM
a. Lampiran A DM
b. Lampiran R DM
3. SSP
a. Daftar SSP
b. SSP PPN Yg Tlh Dibayar
c. SSP PPnBM Yg Tlh Dibayar
d. SSP Atas Kegiatan Membangun Sendiri
4. Hapus SPT
5. Cetak SPT
6. Buat CSV
Tools 1. Username
a. Tambah Username
b. Ganti Password
2. Ekspor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Lampiran A dan R
3. Impor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Khusus
c. Lawan Transaksi
4. Referensi
a. Nomor Faktur
b. Lawan Transaksi
c. Batasan VAT Refund
d. Setting Nilai Persen
5. Informasi Aplikasi
? User Manual

e-SPT PPN 1107 PUT v 3.0 (Username: Administrator, password: 123)


Menu Sub Menu
Connect to
DB
Login
Program Setting SPT

SPT PPN 1. Lampiran 1107 PUT 1


2. Lampiran 1107 PUT 2
3. SPT Induk 1107 PUT
Input Data 1. Daftar Faktur 1107 PUT
2. SPT Non Transaksi
3. Posting Data
SPT Tools 1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility 1. Informasi Profile
2. Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Lampiran 1107 PUT

B‐12‐
c. Nomor Faktur
3. Impor Data
a. Data Faktur
b. Lawan Transaksi
4. Ekspor Data Faktur
5. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App

D. DAFTAR MENU e-SPT TAHUNAN PPh BADAN

e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah/Dollar (Username: Administrator, password: 123)


Menu Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program 1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh 1. Lampiran Khusus
a. Daftar Cabang Utama Perusahaan
b. Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal
c. Pernyataan Transaksi Dalam Hubungan Istimewa
d. Daftar Fasilitas Penanaman Modal
e. Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal
f. Kredit Pajak Luar Negeri
2. Lampiran
a. Lampiran 1771-I – Perhitungan Penghasilan Neto Fiskal
b. Lampiran 1771-II – Perincian Harga pokok penjualan, Biaya usaha Lainnya dan
Biaya Dari Luar Usaha
c. Lampiran 1771-III – Kredit Pajak Dalam Negeri
d. Lampiran 1771-IV – Penghasilan yang Dikenakan Pph Final dan Yang Tidak
Termasuk Objek Pajak
e. Lampiran 1771-V – Daftar Pemegang Saham / Pemilik Modal dan Jumlah
Dividen Yang Dibagikan dan Susunan Pengurus/Komisaris
f. Lampiran 1771-VI – Daftar Penyertaan Modal Pada Perusahaan Afiliasi dan
Pinjaman Dari/Kepada Pemegang Saham atau Perusahaan Afiliasi
3. SPT PPh WP Badan
4. Perhitungan PPh Pasal 26 ayat (4)
5. Transkrip Kutipan Elemen laporan Keuangan
6. Daftar Surat Setoran Pajak
SPT Tools 1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility 1. Profil WP
2. Impor Data
3. Ekspor Data
4. Setting Tarif
5. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App

B‐12‐
E. FAQ TTG e-SPT

1. Bagaimana cara memperoleh installer e-SPT?


Jawaban:
Installer e-SPT, dpt diperoleh dgn cara men-download dari website DJP (www.pajak.go.id) pd menu
aplikasi → e-SPT. Karena ukuran file installer e-SPT besar, sebaiknya WP menggunakan aplikasi
unduhan seperti Internet Download Manager, Download Accelerator Plus atau Orbit Downloader jika
koneksi internet WP kurang memadai. WP juga dpt memperoleh installer e-SPT dgn cara meminta lsg ke
KPP (disarankan membawa flashdisk).

2. WP sdh selesai men-download installer e-SPT dari website DJP tetapi file-nya tdk dpt
dibuka dan tampilannya di komputer WP juga tdk berupa icon buku. Apa sebabnya?
Jawaban:
Kemungkinan komputer WP blm ter-install aplikasi WinRAR. Agar menginstal WinRAR terlebih dahulu.

3. WP sdh selesai men-download installer e-SPT dari website DJP tetapi stl dilakukan ekstrak
ada peringatan “error winrar diagnostic message”. Apa sebabnya?
Jawaban:
Peringatan tsb muncul ketika melakukan ekstrak biasanya terjadi krn file installer blm ter- download
seluruhnya (misalnya ukuran file installer e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21-26 2009 adalah 29,2 Mb, namun
proses download sdh selesai saat file blm ter-download sempurna). Umumnya terjadi krn koneksi internet
WP kurang memadai.

4. Bagaimana langkah peng-install-an e-SPT?


Jawaban:
a. Stl installer berhasil diunduh, langkah selanjutnya adalah mengekstrak file hasil unduhan tsb. Apabila
unduhan installer terdiri dari bbrp part, ekstrak part 1-nya saja.
b. Utk Windows 7 atau Windows Vista, sbl melakukan proses install sebaiknya diubah terlebih dahulu
setting User Account Control-nya (agar database tdk tersimpan di virtual store). Caranya:
 Pilih Control Panel;
 Pilih User Accounts;
 Pilih Change User Account Control Settings;
 Geser ke Never notify lalu klik OK.
c. Buka file hasil ekstrak. User dpt lsg meng-install melalui Setup.exe dan mengikuti langkah peng-
install-an yg muncul, termasuk mengubah direktori peng-install-an aplikasi e-SPT apabila diperlukan.
Bilamana pd hasil unduhan yg tlh diekstrak terdapat file e-SPT package.msi, file ini mrp alternatif
utk meng-install e-SPT tsb (biasanya dpt lsg di-install apabila aplikasi pendukung seperti Windows
Installer atau dotNetFX sdh ter-install).

5. Di mana umumnya aplikasi e-SPT ter-install?


Jawaban:
Aplikasi e-SPT umumnya ter-install pd direktori C:\Program Files\DJP\e-SPT…. atau utk Win7 pd
direktori C:\Program Files(x86)\DJP\e-SPT…..

6. Utk bbrp e-SPT yg tlh di-install di Windows Vista atau Win7 terkadang stl aplikasi berhasil
di-install, WP tdk dpt membuka aplikasinya dan terdapat peringatan “Unable to create
DSN”. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Apabila muncul peringatan “Unable to create DSN” ketika pertama kali membuka e-SPT hasil instalasi,
buka aplikasi e-SPT pd All Program dgn cara mengarahkan cursor ke aplikasi e-SPT yg akan dibuka,
kemudian klik kanan, selanjutnya pilih run as administrator. Utk membuka e-SPT pd waktu
selanjutnya tdk perlu memilih run as administrator lagi.

B‐12‐
7. WP sdh selesai dan berhasil meng-install e-SPT, namun ketika aplikasinya dibuka muncul
peringatan “Format tanggal tidak sesuai” dan kemudian aplikasinya tertutup scr otomatis.
Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Apabila muncul peringatan tsb, ubah terlebih dahulu format Region and Language ke Indonesia.
Langkahnya:
 Buka Control Panel;
 Pilih Region and Language;
 Ubah format ke Indonesia;
 Pilih Apply dan buka kembali e-SPTnya.

8. Pd bbrp kasus dijumpai bahwa WP yg aplikasi e-SPTnya sdh berhasil dibuka namun tdk
dpt membuka database-nya (error) dan muncul peringatan “koneksi ke database gagal,
silahkan cek DSN yang dipilih”. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd bbrp aplikasi e-SPT yg lama (seperti e-SPT Masa PPh), user perlu melakukan koneksi
database terlebih dahulu. Caranya:
 Buka Control Panel;
 Pilih Administrative Tools (pd Win7 dgn view by Category dpt lsg pilih System and Security
→ Administrative Tools, atau dpt lsg ketikkan pd search);
 Pilih Data Sources (ODBC);
 Pilih System DSN;
 Double click nama database e-SPT yg dikehendaki (hasil instalasi pertama); atau jika ingin
menambah database baru maka pilih Add → double click Microsoft Access Driver (*.mdb/
*.accdb atau *.mdb tergantung jenis database yg dipakai) → isi Data Source Name dgn nama
database yg dikehendaki oleh user;
 Selanjutnya pilih Select → cari lokasi database pd kolom directories dgn double click folder
yg ada di dlm-nya (misal di drive C:\Program Files\DJP\eSPT PPh Masa 21-26\Database);
 Pilih database yg ingin dikoneksikan pd kolom Database Name, lalu klik OK;
 Bagian description tdk wajib diisi, lsg klik OK dan Apply.

9. Ketika memilih System DSN pd Administrative Tools saat ingin koneksi DSN ternyata
kolom System Data Sources-nya kosong dan ketika pilih Add hanya ada pilihan SQL
Server. Hal ini terjadi pd Windows7 64 bit. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd Windows7 64 bit, cara membuka Data Sources (ODBC) utk setting DSN agar database
terkoneksi yaitu:
 Buka Drives C;
 Buka folder Windows;
 Buka folder SysWOW64;
 Buka file odbcad32.exe, maka muncul ODBC Data Source Administrator dan setting DSN
dpt lsg dilakukan sebagaimana dijelaskan pd penjelasan sbl-nya.

10. WP meng-install e-SPT di Windows7 atau Vista dan sdh dipakai selama berbulan-bulan.
Suatu waktu WP ingin memindahkan database ke komputer lain dan meng-copy data tsb
dari direktori C:\Program Files\DJP.... Namun, stl di-paste pd komputer lain ternyata
database tsb kosong dan hrs mengerjakan kembali dari awal (isi NPWP dan seterusnya st).
Apa penyebabnya?
Jawaban:
Hal ini terjadi kemungkinan krn saat instalasi e-SPT pd Windows7 atau Vista, User Account Control
blm di-setting ke never notify shg database tersimpan pd virtual store. User hrs meng- copy ulang
database yg akan di-back up atau dipindahkan ke komputer lain dgn cara:
 Buka drive C;
 Buka folder Users;
 Buka folder User (tergantung proses instalasi yg dulu dilakukan oleh user);

B‐12‐
 Buka folder AppData (folder ini ter-hidden, jadi pastikan View hidden files and folders pd folder
options (ada di Organize) ter-checklist pd bagian Show hidden files, folders, dan drives;
 Buka folder Local;
 Buka folder VirtualStore;
 Buka folder Program Files;
 Buka folder DJP;
 Buka folder e-SPT yg dikehendaki;
 Buka folder database dan copy database yg dimaksud utk dipindah ke komputer lain atau utk
back up.

11. Bagaimana cara menambah database baru pd e-SPT? Misalnya utk multi NPWP.
Jawaban:
Langkah pertama yg hrs dilakukan adalah meng-copy database kosong. Database kosong dpt diperoleh
dari installer e-SPT tsb (bukan hasil instalasi). Pd bbrp e-SPT (Masa PPN 1111, 1111DM, PPh pasal 21-
26 2014), database kosong dpt diperoleh dari folder hasil instalasi e-SPT tsb, seperti pd folder db
kosong utk e-SPT PPN 1111. Selanjutnya file database kosong tsb di- paste pd folder database/db
pd direktori e-SPT yg dimaksud (sebaiknya file database kosong tsb diubah namanya agar tdk sama dgn
database yg sdh ada).
Pd aplikasi terbaru seperti e-SPT PPN 1111, 1111DM, atau PPh Pasal 21-26 2014, database baru
tsb dpt lsg digunakan ketika aplikasi e-SPTnya dijalankan. Namun, utk e-SPT lama (seperti Masa PPh)
perlu dilakukan koneksi database (setting DSN) terlebih dahulu sebagaimana tlh dijelaskan pd angka 8
di atas (jgn lupa Data Source Name dibedakan dgn Data Source Name yg sdh ada).

12. Bagaimana cara agar ketika melakukan cetak formulir tdk terpotong menjadi 2 halaman
hasil print outnya?
Jawaban:
a. Pastikan apakah print preview-nya utuh atau terpotong menjadi 2 halaman. Pastikan juga apakah
ukuran kertasnya sdh ukuran 8,5”x13”.
b. Jika print preview-nya terpotong menjadi 2 halaman, problem ini blm diketahui sebabnya dan
solusinya (bisa disarankan untuk install kembali Crystal Report-nya).
c. Jika print preview-nya utuh namun ketika dicetak terpotong, disarankan user utk mengekspornya ke
dlm bentuk pdf (hanya ada menu ini pd beberapa jenis aplikasi seperti e-SPT PPN 1111) atau pilih
copy kemudian buka Microsoft Excel dan pilih paste special → paste as picture saat
melakukan proses paste. User juga dpt menambahkan 1 setting-an printer. Caranya:
 Buka Control Panel;
 Pilih Devices and Printers;
 Pilih Add a printer (atau klik kanan, pilih add a printer pd Windows XP);
 Pilih Add a local printer;
 Pilih use an existing port LPT1 lalu Next;
 Pilih jenis printer pd kolom Manufacturer, kemudian pilih printer dimaksud pd kolom
Printers lalu Next;
 Pilih do not share pd printer sharing;
 Pilih set as default printer;
 Tdk perlu melakukan print test;
 Stl finish, setting preference-nya dgn mengubah ukuran kertasnya menjadi 8,5”x13”, lalu
apply.

FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 4 AYAT (2)

1. Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tertanggal brp?
Jawaban:
Tertanggal 25-07-2010.

B‐12‐
2. WP terlanjur memasukkan NPWP dgn kode KPP yg salah dan sdh melakukan pengisian
data bukti potong dlm jml yg banyak. Kemudian user melakukan proses pindah KPP pd
menu utility → profil WP dan berhasil disimpan kode KPP yg sebenarnya. Namun, ketika
WP mencetak induk SPT, tampilan NPWP masih menggunakan NPWP yg lama (blm
update). Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd versi ter-update permasalahan ini masih terjadi. Hanya bukti potongnya lah yg mengikuti perubahan
profil tsb. Induk SPT sendiri masih menggunakan kode KPP yg lama pd bagian NPWP-nya. Sementara ini
user hrs melakukan ekspor terlebih dahulu bukti potong yg sdh di- input, kemudian menghapus Masa Pajak
yg dimaksud. Selanjutnya user membuat Masa Pajak baru utk masa pajak tsb kemudian melakukan impor
data bukti potong hasil ekspor sebelumnya.

3. Darimana user dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat
(2) (baik utk lawan transaksi, bukti potong, maupun SSP)?
Jawaban:
Contoh skema impor e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini dpt diperoleh dari installer e-SPT Masa PPh
Pasal 4 ayat (2) (bukan dari hasil instalasi e-SPT ini).

4. WP mengubah profil WP (dlm hal ini mengubah kode KPP pd NPWP-nya). NPWP sdh
sesuai dgn SKT yg baru tetapi tdk dpt dilakukan perubahan. Terdapat peringatan “Kode
KPP Tersebut Tidak Terdaftar Pada Referensi Kode KPP”. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pastikan bahwa kode KPP yg dimaksud sdh terdaftar pd Referensi KPP pd menu Utility. Jika blm ada, maka
tambahkan dgn klik Baru pd referensi tsb.

FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 15

1. Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 15 tertanggal brp?


Jawaban:
Tertanggal 30-10-2009.

2. Apa kegunaan submenu-submenu pd menu Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 dan Daftar
Bukti Pemotongan PPh Pasal 15?
Jawaban:
No. Submenu Kegunaan
a. Bukti Pemotongan PPh atas Utk menginput pemotongan PPh Pasal 15 yg dilakukan
imbalan yg dibayarkan/ oleh user atas penghasilan yg dibayarkan/terutang kpda
terutang kpd perusahaan perusahaan pelayaran DN
pelayaran DN (Final)
b. Bukti Potong PPh atas imbalan y Utk memasukkan penghasilan/imbalan yg diperoleh oleh
diterima/diperoleh oleh user yg mrp perusahaan pelayaran DN, baik penghasilan
perusahaan pelayaran DN yg berasal dari Indonesia maupun yg berasal dari luar
(Final) baik dari Indonesia Indonesia.
maupun dari Luar Indonesia Bagian WP yg dipotong diisi dgn NPWP & nama user.
Sedangkan bagian PPh yg dipotong oleh Pihak lain
digunakan utk memasukkan bukti potong-bukti potong
PPh Pasal 15 yg diterima oleh user (perusahaan pelayaran
DN) dari pihak lain (lawan
transaksi user).
c. Bukti Potong PPh atas imbalan Utk menginput pemotongan PPh pasal 15 yg dilakukan
yg dibayar/terutang kpd oleh user atas imbalan/penghasilan yg
perusahaan pelayaran dan/atau dibayarkan/terutang kpd perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan LN penerbangan LN sbg pihak lawan
(Final) transaksinya
d. Bukti Potong PPh atas imbalan Digunakan oleh user selaku pihak perusahaan pelayaran
yg diterima/diperoleh dan/atau penerbangan LN utk menginput

B‐12‐
oleh perusahaan pelayaran bukti potong PPh pasal 15 yg diterima dari pemotong
dan/atau penerbangan LN pajak (lawan transaksinya) sehubungan dgn
(Final)(Dipotong Pihak Lain) imbalan/penghasilan yg diterima/diperolehnya
e. Bukti Potong PPh atas imbalan Utk menginput pemotongan PPh pasal 15 yg dilakukan
yg dibayarkan/ oleh user atas imbalan/penghasilan yg
terutang kpd perusahaan dibayarkan/terutang kpd perusahaan penerbangan DN
penerbangan DN sbg pihak lawan transaksinya
f. Daftar PPh yg disetor sendiri Digunakan oleh user selaku perusahaan pelayaran
atas imbalan yg diterima oleh dan/atau penerbangan LN utk menginput penyetoran
perusahaan pelayaran dan/atau sendiri PPh pasal 15 yg terutang kpd dirinya
penerbangan LN
g. Daftar Bukti Pemotongan PPh Berisi rekapitulasi pemotong PPh Pasal 15 user. Bilamana
Pasal 15 user selaku perusahaan pelayaran DN dipotong PPh di LN,
maka user dpt memperhitungkan kredit pajak PPh pasal 24
pd submenu Perhitungan PPh Pasal 24 pd kolom
daftar bukti pemotongan
PPh pasal 15

FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 21/26 2014 (PER-14/PJ/2013)

1. Program apa yg dibutuhkan utk meng-install e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 2014 pd
Windows XP?
Jawaban:
Instalasi pd Windows XP memerlukan Microsoft Imaging Component dan dpt diunduh pd link
http://www.microsoft.com/en-us/download/details.aspx?id=32.

2. e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 2014 tdk dpt membaca database yg dipilih. Bagaimana
solusinya?
Jawaban:
Apabila saat memilih database tdk dpt membaca database, install Database Access Engine.

3. Pd saat melakukan inisialisasi muncul error “… must use an updateable query”. Apa
penyebabnya? Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Kemungkinan setting user pd OS-nya bukan Administrator. Solusinya adalah lakukan install e- SPT
di folder selain C:\Program Files.

4. Darimana user dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT PPh Pasal 21-26 2014?
Jawaban:
User dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT PPh Pasal 21-26 pd lokasi instalasi e- SPT pd
folder dokumentasi. Misal drives C:\Program Files\DJP\e-SPT Masa 21-26 2014\dokumentasi\csv
format.

5. Bagaimana cara menambahkan database baru pd e-SPT Masa PPh 21/26 2014?
Jawaban:
Utk menambahkan database baru diperlukan database kosong dan database kosong tsb dpt diperoleh
dari drives C:\Program Files\DJP\e-SPT Masa 21-26 2014\db\db kosong (atau lokasi lain sesuai
instalasi user). Copy database yg ada di dlm folder db kosong dan paste-kan di folder db. Jgn lupa
utk mengubah nama database yg baru agar tdk sama dgn database yg sdh ada sebelumnya. Database
baru ini dpt lsg digunakan ketika e-SPT dijalankan tanpa hrs melakukan setting DSN.

6. Apakah pengisian Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 formulir 1721-I Satu Masa Pajak
dpt dilakukan dgn menggunakan impor csv?
Jawaban:

B‐12‐
Dpt dilakukan dgn menggunakan impor csv 1721-I Satu Masa Pajak dgn mengikuti ketentuan skema impor
yg sdh dibuat. Contoh skema impornya dpt dilihat pd file 1721_I_bulanan pd folder contoh csv.

7. Apakah tdk ada cara yg lbh mudah utk mengisi Daftar Bukti Pemotongan 1721-I Satu Masa
Pajak utk setiap masanya (anggap jml pegawai tetapnya ribuan)?
Jawaban:
Dlm hal ini user memang hrs meng-input Daftar Bukti Pemotongan 1721-I Satu Masa Pajak setiap
masanya apabila memang dilakukan pemotongan thd pegawai tetap (dan penerima penghasilan lainnya yg
sejenis) berdasarkan PER-14/PJ/2013. User dpt melakukan ekspor 1721-I bulanan melalui menu CSV →
Ekspor → Bukti Potong atas 1721-I bulanan Masa Pajak pertama kali lapor 1721-I bulanan. Utk
bulan berikutnya user mengubah terlebih dahulu masa pajak pd csv hasil ekspor masa pajak sbl-nya
(termasuk mengubah penghasilan dan pajak dipotong jika ada atau menambah pegawai yg baru dipotong),
baru kemudian diimpor kembali ke e-SPT. Bulan-bulan selanjutnya dpt menggunakan cara yg sama
sebagaimana tlh dijelaskan sbl- nya.

8. Bagaimana cara mengubah atau menghapus bukti potong 1721-A1 yg ada pd formulir
1721-I Satu Tahun Pajak?
Jawaban:
Cara mengubah, menambah, atau menghapus bukti potong 1721-A1 yg ada pd formulir 1721-A1 Satu
Tahun Pajak adalah dgn membuka submenu Daftar Bukti Potong 1721-A1. Kemudian pilih bukti
potong yg ingin diubah atau dihapus, termasuk jika ingin menambah bukti potong 1721- A1 yg baru.

FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 21/26 (PER-32/PJ/2009)


→ tdk dipakai lagi sejak tanggal 21 Jan 2014

1. Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 21-26 (PER-32/PJ/2009) tertanggal brp?
Jawaban:
Tertanggal 14-01-2010.

2. User melakukan update NPWP dgn mengubah kode KPP pd menu utility → profil WP.
Updating NPWP berhasil dilakukan, namun stl membuka data induk SPT dan lain
sebagainya terjadi error dan e-SPT PPh 21 menjadi hang. Notifikasi error yg muncul:
“Either BOF or EOF is True, or the current record has been deleted. Requested operation
requires a current record.”
Jawaban:
Jika muncul notifikasi error tsb maka klik OK scr berulang kali sampai notifikasi tsb hilang. Stl notifikasi
tsb hilang, user mengubah kembali kode KPP-nya melalui menu utility → profil WP ke kondisi semula
(kode KPP lama) dan disimpan.
Sementara ini apabila user pindah KPP, user hrs membuat database baru utk diisi dgn profil sesuai dgn
SKT terbarunya. Krn menggunakan database baru (masih kosong), user dpt melakukan mekanisme
ekspor data bukti potong dari database lama utk kemudian diimpor di database yg baru apabila user
ingin melakukan pembetulan dgn menggunakan NPWP terbarunya.

3. WP mendapatkan bukti Pbk dari jenis pajak lain ke PPh Pasal 21. Bagaimana cara meng-
input-nya padahal menu e-SPT PPh 21 hanya ada menu untuk input SSP saja?
Jawaban:
Apabila WP mendapatkan bukti Pbk dari jenis pajak lain ke PPh Pasal 21, maka WP meng- input bukti
Pbk tsb melalui submenu Surat Setoran Pajak dgn mengisikan KAP & KJS sesuai hasil Pbk dgn NTPN
diisi dgn NTPN SSP yg di-Pbk-an.

4. User membuat pelaporan Masa Pajak Des 2013 ketika tanggal pd komputer menunjukkan
tun 2014 (misal baru membuat Masa Des 2013 pd tanggal 5 Jan 2014). Ketika user

B‐12‐
mencetak induk SPT Masa PPh Pasal 21-26 nya, thn kalendernya tertulis 2014 dan bukan
2013 (padahal ingin melaporkan Masa Desember 2013). Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Permasalahan ini timbul apabila user blm meng-update e-SPT Masa PPh Pasl 21/26-nya ke versi
tanggal 27-01-2010 sbl membuat Masa Pajak Des 2013 (dlm kasus ini). Pd e -SPT versi ter- update
permasalahan ini sdh dpt diselesaikan.
Apabila user terlanjur membuat Masa Pajak Des 2013 dan sdh mengisi data bukti potongnya padahal
aplikasi blm yg ter-update, solusi yg dpt dilakukan adalah user melakukan ekspor bukti potong yg sdh di-
input. Stl itu, user menghapus Masa Des 2013 tsb melalui menu SPT Tools.
Apabila user sdh mempunyai patch update versi terbaru, user melakukan update terlebih dahulu
e-SPT-nya sbl membuat Masa Des 2013 yg baru.
Apabila user blm memiliki update terbaru dan ingin segera membuat Masa Des 2013, user hrs
mengubah terlebih dahulu tanggal komputernya menjadi tanggal yg bertahun 2013 (melalui Control
Panel atau lsg klik tanggal yg ada di pojok kanan bawah layar monitor) utk selanjutnya membuat kembali
Masa Des 2013 tsb dan melakukan impor data bukti potong hasil ekspor sebelumnya.

FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 22

1. Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 22 tertanggal brp?


Jawaban:
Tertanggal 01-02-2013.

2. Mnr PMK-224/PMK.011/2012 utk PPh Pasal 22 Impor yg dipungut oleh DJBC cukup dgn
SSP yg berlaku sbg bukti pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Namun e-SPT PPh Pasal 22
justru diminta input bukti pungut.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.

3. Perubahan jenis WP (Pemungut atau Bukan Pemungut) pd menu Utiliy  Profil WP hanya
dpt dilakukan max 3 kali. Kalau lbh, ada peringatan error ‘Jenis WP Tdk Bisa Diubah Lagi’.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.

Stl dilakukan install atau update e-SPT Masa PPH Pasal 22 tertanggal 01-02-2013, jangan lupa
user utk memasukkan tarif PPh pasal 22 atas penjualan BBM, gas, dan pelumas (baik final
maupun tdk final) berdasarkan pasal 2 ayat (1) huruf c PMK-224/PMK.011/2012 (salah satu saja
yg dimasukkan).

FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 23/26

1. Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 23/26 tertanggal brp?


Jawaban:
Tertanggal 30-11-2009.

2. Utk Bukti Potong PPh Pasal 26 yg menggunakan ketentuan tax treaty dan mnr tax treaty
hak pemajakan terdapat pd Negara partner, pemberi penghasilan tetap membuat bukti
potong PPh Pasal 26 dgn tarif 0% berdasarkan PER-24/PJ./2010. Tetapi e-SPT tdk
mengakomodir pembuatan bukti potong dgn tarif 0%.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.

FAQ e-SPT MASA PPN 1111

1. Di mana user dpt memperoleh contoh skema impor FP?


Jawaban:
Dpt diperoleh dari folder Skema Impor, yg ada pd lokasi instalasi e-SPT Masa PPN 1111-nya.

B‐12‐
2. Mengapa user tdk dpt menyimpan FP Keluaran yg sdh diisi? Muncul notifikasi “nomor
seri faktur tidak sesuai dengan jatah”.
Jawaban:
Utk e-SPT Masa PPN 1111 versi 1.5.0.0, user hrs memasukkan terlebih dahulu NSFP yg diperoleh dari
KPP berupa hasil permintaan NSFP. Input NSFP dilakukan pd menu Tools → Referensi → Jatah
Faktur Pajak.

3. Mengapa baris PPnBM terutang tdk dpt diisi padahal user memungut PPnBM dan ingin
melaporkannya pd SPT?
Jawaban:
Apabila user ingin melakukan pengisian baris PPnBM (baik pd PK maupun PM), terlebih dahulu user hrs
mengubah profilnya melalui menu Setting → Profil Wajib Pajak → checklist Wajib PPnBM.

4. PKP A melakukan transaksi pembelian (FP Masukan) di thn 2012 ke PKP B. Pd bulan April
2013 PKP B mengalami perubahan NPWP (pindah KPP). Di bulan Mei 2013 PKP A
membuat nota retur dan ketika PKP A ingin meng-input data nota retur pd aplikasi
terdapat warning “nomor faktur pajak tersebut tidak ditemukan”. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Atas kondisi tsb, user meng-klik OK pd notifikasi yg muncul. Kemudian user memasukkan data nominal
returnya dan disimpan.

FAQ e-SPT TAHUNAN PPh BADAN RUPIAH

1. Versi ter-update e-SPT Tahunan Badan Rupiah tertanggal brp?


Jawaban:
Tertanggal 01-01-2011.

2. Bagaimana cara mengubah penandatangan induk SPT 1771 menjadi kuasa WP?
Jawaban:
Cara mengubah penandatangan induk SPT 1771 menjadi kuasa WP adalah dgn melakukan
checklist Bagian H angka 17 huruf k (Surat Kuasa Khusus) pd induk SPT 1771.

3. Di mana user dpt memperoleh database kosong jika ingin menambah database baru?
Jawaban:
Database kosong dpt diperoleh user dari installer e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah yg lama (thn
2009), bukan pd installer terbaru.

4. Bagaimana cara pengisian daftar penyusutan apabila terdapat aktiva yg perolehannya tdk
pd awal thn dan thn 2013 mrp thn terakhir masa manfaatnya (misal aktiva Kelompok I
diperoleh pd bulan Juli 2009 dan WP akan membebankan penyusutannya pd thn 2013)?
Jawaban:
Beban penyusutan aktiva tsb diisi seperti mengisi beban penyusutan aktiva yg lain, hanya pd baris nilai
buku dan penyusutan fiskal thn 2013 diisi sesuai dgn nilai sisa buku dan beban penyusutan yg dpt
dibiayakan berdasarkan pembukuan WP.

5. Bagaimana cara mengisi lampiran khusus kompensasi kerugian fiskal?


Jawaban:
 Klik Ubah R/L;
 Mengisikan Rugi/Laba pd thn-thn sebelumnya (apabila dlm suatu thn WP mengalami kerugian
fiskal maka diisi dgn diawali dgn tanda minus (-)).

6. User ingin membuat laporan utk thn tertentu pd e-SPT Tahunan 1771 Rupiah (misalnya
thn 2013) sedangkan setting profil thn bukunya masih blm disesuaikan (masih dlm thn
2012). Apakah aplikasi e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah dpt menyesuaikannya scr
otomatis?

B‐12‐
Jawaban:
Tdk. Aplikasi ini tdk menyesuaikan scr otomatis shg user hrs meng-edit juga profil WP.

Sumber:
http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1164, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1230, http://tkb-
djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1231, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1232, http://tkb-
djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1233, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1234, http://tkb-
djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1235, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1234, http://tkb-
djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1236, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1235,
http://www.pajak.go.id/content/faq-e-spt-masa-pph-pasal-2326, http://www.pajak.go.id/content/faq-e-spt- masa-
pph-pasal-22
(dgn bbrp perubahan seperlunya oleh penyusun)

B‐12‐
e-FIN & e-FILING

Definisi:
 e-Filing (Electronic Filling): Suatu cara penyampaian SPT scr elektronik yg dilakukan scr online dan real
time melalui internet pd website DJP (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application
Service Provider (ASP)
 e-FIN (Electronic Filing Identification Number): Nomor identitas yg diterbitkan oleh KPP kpd WP yg
mengajukan permohonan utk melaksanakan e-Filing.
 Digital Certificate (DC): Sertifikat yg bersifat elektronik yg memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas
yg menunjukan status subjek hukum para pihak dlm transaksi elektronik yg dikeluarkan Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik
 ASP: Perusahaan yg tlh ditunjuk dgn Keputusan Dirjen Pajak sbg perusahaan yg dpt menyalurkan penyampaian
SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan scr elektronik ke DJP
 NTPA (Nomor Transaksi Pengiriman ASP): Bukti penerimaan penyampaian SPT scr elektronik oleh ASP
 NTTE (Nomor Tanda Terima Elektronik): Bukti penerimaan penyampaian SPT scr elektronik yg
menyatakan bahwa SPT tlh diterima oleh DJP
 Pemberi Kerja Tertentu: Pemberi kerja yg memiliki Pegawai Tetap dgn jml minimal 1.000 orang yg
memiliki alamat e-mail.

A. PENYAMPAIAN SPT (SPT MASA/TAHUNAN) & PERPANJANGAN SPT TAHUNAN SCR e-


FILING MELALUI ASP

Dasar Hukum:
 PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009 ttg Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian SPT
 PER-47/PJ/2008 (berlaku sejak 1 Maret 2009 - 31 Des 2013) jo PER-36/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Jan
2014) ttg Tata cara penyampaian SPT dan penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan scr
elektronik (e-Filing) melalui perusahaan ASP
SE terkait:
 SE-53/PJ/2013 ttg Penegasan Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan dan Penyampaian Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan Scr Elektronik Melalui Perusahaan ASP

Yg Hrs Dilakukan WP Utk Menyampaikan SPT & Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan
Melalui e-Filing:
1. WP mengajukan surat permohonan utk memiliki e-FIN scr tertulis dgn form pd Lamp PER- 36/PJ/2013
dgn melampirkan FC Kartu NPWP/SKT dan Surat Pengukuhan PKP (Jika PKP)
2. Surat permohonan WP diajukan ke KPP tempat WP terdaftar
 Kepala KPP hrs memberikan keputusan atas permohonan yg diajukan oleh WP utk memperoleh e-FIN
paling lama 2 hari kerja sejak permohonan diterima dgn lengkap & benar.
 Dlm hal e-FIN hilang, WP dpt mengajukan permohonan pencetakan ulang dgn syarat menunjukkan
asli kartu NPWP / SKT, atau bagi PKP dgn syarat menunjukkan asli Surat Pengukuhan PKP.
3. WP yg sdh mendapatkan e-FIN hrs mendaftarkan diri melalui website pd 1 atau bbrp Perusahaan ASP yg
ditunjuk oleh Dirjen Pajak.
→ ASP yg tlh ditunjuk oleh DJP yg menyediakan aplikasi e-Filing:
 http://www.pajakku.com
 http://www.laporpajak.com
 http://www.spt.co.id
4. Stl mendaftarkan diri, WP akan memperoleh DC dari DJP melalui Perusahaan ASP dimana WP
mendaftarkan diri.
→ DC seterusnya akan digunakan sbg alat yg berfungsi sbg pengaman data WP dlm setiap proses
penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan scr elektronik melalui suatu Perusahaan
ASP ke DJP

B‐
5. Perusahaan ASP hrs mengirimkan:
 Tata cara pelaksanaan e-Filing;
 Aplikasi dan petunjuk penggunaan e-SPT & e-SPTy; dan
 Informasi lainnya;
kpd WP yg tlh mendaftarkan diri.

Cara Pelaporan SPT scr e-Filing Bagi WP yg Tlh Memperoleh DC:


1. e-SPT & e-SPTy yg tlh diisi dan dilengkapi sesuai dgn ketentuan beserta keterangan dan/atau dokumen
lain yg hrs dilampirkan dlm SPT dan/atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibubuhi tanda
tangan elektronik atau tanda tangan digital dan disampaikan scr elektronik ke DJP rnelalui suatu Perusahaan
ASP.
→ Tanda Tangan Elektronik atau Tanda Tangan Digital adalah suatu informasi elektronik yg di
generate oleh Sistem DJP.
2. Dlm hal SPT & Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan menunjukkan adanya kewajiban pembayaran
pajak, WP wajib mencantumkan NTPN pd e-SPT & e-SPTy sbg bukti pembayaran yg tlh divalidasi.
3. Apabila e-SPT & e-SPTy tsb dinyatakan lengkap oleh DJP, maka kpd WP diberikan Bukti Penerimaan
Elektronik (BPE). BPE dianggap sbg bukti penerimaan SPT yg sah sepanjang SPT disampaikan lengkap.
4. Penyampaian SPT & Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan selama cr elektronik dpt dilakukan
24 jam sehari dan 7 hari seminggu dgn standar WIBB.
→ SPT & Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yg disampaikan scr elektronik pd akhir batas waktu
Penyampaian SPT & Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yg jatuh pd hari libur, dianggap
disampaikan tepat waktu. (Pasal 8 ayat (2) PER-47/PJ/2008)
5. WP hrs menyampaikan dokumen lainnya yg wajib dilampirkan ke KPP tempat WP terdaftar scr lsg atau
melalui pos scr tercatat, paling lama:
 14 hari sejak batas terakhir pelaporan SPT dlm hal SPT disampaikan sbl batas akhir penyampaian;
 14 hari sejak tanggal penyampaian SPT scr e-Filing dlm hal SPT disampaikan stl lewat batas akhir
penyampaian.
(Pasal 9 ini dihapus oleh PER-36/PJ/2013)

Proses e-Filing Melalui ASP:

Mengajukan
permohonan Registrasi Install Digital Install
e-FIN ke KPP Certificate dari
ke ASP Aplikasi e-SPT
terdaftar DJP

Cetak Bukti Kirim file e-SPT Input data


Penerimaan
Elektronik (BPE) ke DJP (e-Filing) ke e-SPT

B‐13‐
B. PENYAMPAIAN SPT 1770 S / 1770 SS SCR e-FILING MELALUI WEBSITE DJP (www.pajak.go.id)

Dasar Hukum:
 Pasal 3 ayat (1b), ayat (2), ayat (4), ayat (5), serta ayat (6) dan Pasal 6 ayat (2) UU KUP
 PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009 tentang Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian SPT
 PER-1/PJ./2014 (berlaku sejak 6 Jan 2014) ttg Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan bagi WP OP yg
Menggunakan Form 1770 S/1770 SS scr e-Filing Melalui Website DJP) → mencabut PER- 39/PJ/2011
 PER-62/PJ/2014 (berlaku sejak 25 Mar 2014) ttg Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa
Denda atas Keterlambatan Penyampaian SPT Bagi WP OP yg Menyampaikan SPT Tahunan PPh OP Scr e-
Filing
SE terkait:
 SE-01/PJ/2014 ttg Petunjuk teknis tata cara penyampaian SPT Tahunan bagi WP OP yg menggunakan
Formulir 1770 S/1770 SS scr e-Filing melalui website DJP

WP yg Dpt Menyampaikan SPT Tahunan scr e-Filing Melalui Website DJP:


WP OP yg memenuhi kriteria utk menyampaikan SPT Tahunan menggunakan Form 1770 S/1770 SS

Tata Cara Memperoleh e-FIN:


1. WP mengajukan permohonan scr lsg ke KPP terdekat menggunakan form sesuai Lamp PER- 1/PJ/2014 dgn
menyertakan:
 Asli kartu identitas diri WP atau kuasanya utk ditunjukkan kpd petugas pajak; dan
 FC identitas diri dan FC NPWP/SKT; dan
 Surat kuasa khusus bermeterai dan FC identitas diri WP, dlm hal permohonan disampaikan oleh
kuasa WP.

B‐13‐
2. KPP hrs menerbitkan e-FIN paling lama 1 hari kerja sejak permohonan diterima dgn lengkap & benar.
→ Permohonan dianggap lengkap dan benar dlm hal:
 Nama & NPWP yg tercantum sesuai dgn nama & NPWP dlm Master File Nasional DJP; dan
 Memenuhi ketentuan dlm penyampaian permohonan dan dokumen yg disertainya.
3. e-FIN disampaikan KPP (dlm amplop yg tertutup rapat) scr lsg kpd WP atau Kuasa WP,

Tata Cara Pengaktifan Akun e-Filing pd Website DJP: → Hanya dilakukan 1x


1. WP yg sdh mendapatkan e-FIN, hrs mendaftarkan diri melalui website DJP.
2. Pendaftaran dilakukan dgn mengisi Form Registrasi e-Filing pd website DJP dan WP diwajibkan utk
mencantumkan alamat e-mail dan nomor HP yg valid dan aktif sbg sarana utk pengiriman kode
verifikasi, notifikasi, dan BPE pd proses e-Filing.
3. Stl proses registrasi berhasil maka WP akan menerima e-mail yg berisi username, password, dan
link aktivasi utk mengaktifkan akun e-Filing.
4. Dgn meng-klik atau menyalin link aktivasi dlm browser maka akun e-Filing sdh diaktifkan dan WP dpt
melakukan login utk masuk dlm akun e-Filing.
5. WP yg sdh mendapatkan e-FIN tetapi tdk mendaftarkan diri sampai batas waktu yg ditentukan (paling
lama 30 hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN), maka atas e-FIN yg tlh diterbitkan tdk dpt
digunakan.
6. Dlm hal WP tdk mendaftarkan diri sampai batas waktu tsb atau e-FIN hilang sbl WP mendaftarkan diri
melalui www.pajak.go.id, WP dpt mengajukan kembali permohonan e-FIN.

Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan Scr e-Filing Melalui Website DJP:
1. WP melakukan login pd akun e-Filing dgn menggunakan username berupa NPWP dan password yg tlh
dibuat pd saat registrasi akun e-Filing, kemudian memilih menu sesuai dgn jenis SPT yg hendak
disampaikan.
2. Pemilihan menu tsb akan mengarahkan WP kpd aplikasi e-SPT yg sesuai dgn jenis SPT yg dipilih.
3. WP mengisi SPT Tahunan scr online melalui aplikasi e-SPT (dgn mengikuti langkah-langkah yg ada di
dlm-nya) dgn memasukkan data yg benar, lengkap dan jelas pd setiap elemen e-SPT.
4. Dlm hal hasil pengisian aplikasi e-SPT menunjukkan status KB, WP hrs mencantumkan NTPN atas
pembayaran PPh Pasal 29 sbg bukti pembayaran. NTPN dpt diperoleh WP stl melakukan pelunasan atas jml
pajak yg kurang dibayar (PPh Pasal 29).
5. Simpan dan lakukan preview hasil pengisian SPT.
6. Stl mengisi e-SPT, WP mengklik tombol “Minta Kode Verifikasi’ dlm menu yg tersedia. Kode verifikasi
tsb akan dikirimkan kpd WP melalui e-mail yg tlh didaftarkan oleh WP pd saat registrasi akun e-Filing.
7. WP memilih data SPT, kemudian mengirim e-SPT dgn mengklik tombol ‘Kirim’. Kemudian memasukkan
kode verifikasi yg tlh diterima memalui e-mail ke dlm kotak isian yg disediakan pd sat proses pengiriman
e-SPT.
8. WP akan diberikan BPE sbg tanda terima penyampaian SPT Tahunan dlm hal hasil pengisian e- SPT
dinyatakan lengkap (apabila slr elemen data digital-nya tlh diisi) melalui e-mail kpd WP.
9. Keterangan dan/atau dokumen lain terkait SPT Tahunan tdk disampaikan pd saat penyampaian SPT
Tahunan scr e-Filing tetapi wajib disimpan sesuai ketentuan perpu.
10. Penyampaian SPT Tahunan scr e-Filing melalui website DJP dpt dilakukan setiap saat dgn standar WIBB.

Tata Cara Penerbitan e-FIN: Lamp II SE-01/PJ/2014


Tata Cara Penyampaian & Pengolahan SPT Scr Melalui Website DJP: Lamp III SE-01/PJ/2014

B‐13‐
C. PERMOHONAN e-FIN MELALUI PEMBERI KERJA TERTENTU

Dasar Hukum:
 PER-06/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Jan 2014) ttg Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan Bagi WP OP yg
Menggunakan Form 1770 S/1770 SS scr e-Filing dan Mrp Pegawai Tetap pd Pemberi Kerja Tertentu

Cara Penetapan Pemberi Kerja Tertentu:


1. Pemberi Kerja atau Instansi Pemerintah dpt mengajukan permohonan scr tertulis kpd Dirjen Pajak dgn form
Lamp I PER-06/PJ/2014 utk ditetapkan sbg Pemberi Kerja Tertentu.
2. Pemberi Kerja Tertentu ditetapkan melalui Keputusan Dirjen Pajak, dlm jangka waktu paling lama 7 hari
kerja sejak permohonan diterima scr lengkap dan benar.
3. Dlm hal permohonan tdk memenuhi syarat, Dirjen Pajak menyampaikan Surat Penolakan Permohonan
Menjadi Pemberi Kerja Tertentu, kpd Pemberi Kerja atau Instansi Pemerintah.

Cara Memperoleh e-FIN Melalui Pemberi Kerja Tertentu:


1. WP OP yg mrp Pegawai Tetap pd Pemberi Kerja Tertentu dpt mengajukan permohonan e-FIN
melalui Pemberi Kerja Tertentu.
2. Permohonan e-FIN dilakukan dgn mengisi form permohonan sesuai Lamp IV PER-06/PJ/2014, dan
menyampaikannya kpd Pemberi Kerja Tertentu.
3. Berdasarkan formulir permohonan e-FIN dari Pegawai Tetap, Pemberi Kerja Tertentu membuat Daftar
Nominatif yg sekurang-kurangnya memuat:
 Nama Pegawai Tetap;
 NPWP Pegawai Tetap;
 Alamat Pegawai Pegawai Tetap;
 NIK/No.KTP/Passport;
 Alamat e-mail;
 Nomor HP; dan
 Nomor induk atau identitas kepegawaian.
4. Pemberi Kerja Tertentu menjamin kebenaran data dgn melampirkan Surat Pernyataan Kebenaran Data
sesuai Lamp V PER-06/PJ/2014.
5. Pemberi Kerja Tertentu menyampaikan form permohonan e-FIN para Pegawai Tetapnya, Daftar Nominatif
dan dan Surat Pernyataan Kebenaran Data kpd Dirjen Pajak.
6. Penyampaian form permohonan e-FIN dan Daftar Nominatif dituangkan oleh DJP dlm Berita Acara sesuai
Lamp VI PER-06/PJ/2014.
7. Dirjen Pajak menerbitkan e-FIN dan mengirimkannya ke e-mail @ Pegawai Tetap Pemberi Kerja Tertentu
berdasarkan Daftar Nominatif dan surat permohonan e-FIN paling lama 5 hari kerja sejak permohonan
diterima scr lengkap dan benar.
8. Permohonan e-FIN dianggap lengkap dan benar dlm hal nama & NPWP yg tercantum dlm Daftar
Nominatif dan surat permohonan e-FIN sesuai dgn nama & NPWP dlm Master File Nasional DJP.
9. Dirjen Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengiriman dan Penerbitan e-FIN kpd Pemberi Kerja
Tertentu.

Yg Dilakukan Pegawai Stl Memperoleh e-FIN:


Tata cara mengikuti Tata Cara Pengaktifan Akun e-Filing pd Website DJP

Yg Dilakukan Pegawai Stl Mendaftarkan Diri sbg WP e-Filing:


 Tata cara mengikuti Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan Scr e-Filing Melalui Website DJP
 Termasuk penyampaian SPT Tahunan scr e-Filing melalui website DJP adalah penyampaian SPT Tahunan
melalui Sistem Informasi (SI) Pemberi Kerja Tertentu yg terhubung ke SI DJP.
→ Penyampaian SPT Tahunan scr e-Filing melalui SI Pemberi Kerja Tertentu ini dpt dilakukan apabila
Pemberi Kerja Tertentu memenuhi kriteria:
 Memiliki SI yg terhubung dgn SI DJP; dan
 SI tsb tlh lulus uji kelayakan yg dilakukan oleh DJP.

B‐13‐
D. FAQ TTG e-FILING MELALUI WEBSITE DJP

 Browser apakah yg dpt digunakan scr optimal utk e-Filing?


Browser yg direkomendasikan adalah Mozilla Firefox, Google Chrome dan Apple Safari

 Bagaimanakah cara meminta informasi ttg tatacara penggunaan aplikasi e-Filing?


Hubungi nomor telepon Kring Pajak (021) 500200

 Apakah tg hrs dilakukan apabila WP pengguna mrp WP pindah dan tdk dpt login?
Hubungi admin e-Filing di e-mail: admin.efiling@pajak.go.id

 Bagaimanakah apabila tdk memperoleh e-mail link Aktivasi?


Silahkan masuk ke menu ‘Registrasi’ kemudian klik tombol “Kirim Ulang Link Aktivasi”

 Bagaimanakah apabila gagal melakukan aktivasi?


Hubungi admin e-Filing di e-mail: admin.efiling@pajak.go.id

 Bagaimanakah apabila tdk bisa login/gagal login?


Jika lupa password user e-Filing, WP dpt menggunakan fasilitas reset password dgn klik tombol ‘Lupa
password’ di halaman login

 Bagaimanakah apabila tanda terima SPT tdk diterima melalui e-mail WP?
WP dpt melakukan perubahan e-mail, kemudian klik kirim Ulang BPE pd bagian ‘Dashboard’

Executive Summary Persandingan Media e-Filing


No. Uraian ASP Website DJP
1. Formulir Slr formulir SPT 1770 S & 1770 SS
2. Permohonan e-FIN Ke KPP WP terdaftar Ke KPP terdekat
3. Media Penyimpanan ASP Website DJP
4. Tanda Tangan Digital Digital Certificate Kode verifikasi (token) yg dikirim
melalui e-mail/SMS
5. Biaya Membayar sesuai tarif ASP Gratis
6. Dokumen Pelengkap Dikirim scr elektronik Tdk perlu dikirim lagi kecuali diminta
oleh KPP

Perubahan Aplikasi e-Filing Website DJP


No. Uraian Aplikasi Lama Aplikasi Baru
1. Perubahan Form 1770 SS Blm mengakomodir Sdh mengakomodir
2. Username e-mail NPWP
3. Metode Pengisian 1770 S & 1770 SS 1770 S: Wizard & template
menggunakan Wizard 1770 SS: Template
4. Sistem Monitoring Blm detil Lbh detil dgn menambahkan
Nomor Tanda Terima Elektronik
(NTTE), BPE, tanggal lapor, thn
pajak, status SPT serta status
penurunan data ke database
5. Informasi tambahan berupa to do Blm ada Sdh dicantumkan shg memudahkan
list yg perlu dipersiapkan dlm user dlm melakukan
mengisi e-Filing bagi user pengisian e-Filing
6. Fitur ‘Save Draft’ Di akhir pengisian Di setiap halaman
7. Mekanisme ‘Retrieve data’ Tdk ada Sdh diakomodir
terkait dgn data harta &
kewajiban dari thn sebelumnya

B‐13‐
PEMBUKUAN & PENCATATAN

A. PEMBUKUAN &

PENCATATAN Dasar Hukum:


 Pasal 28 UU KUP
 Pasal 10 PP 74 Thn 2011
 KMK-543/KMK.04/2000 ttg Penggunaan bahasa asing dlm pembukuan atau pencatatan WP
 PMK-197/PMK.03/2007 ttg Bentuk & tata cara pencatatan bagi WP OP
 PER-4/PJ/2009 ttg Petunjuk pelaksanaan pencatatan bagi WP OP

Yg Wajib & Tdk Wajib Menyelenggarakan Pembukuan/Pencatatan:


 Yg wajib menyelenggarakan pembukuan: (Pasal 28 ayat (1) UU KUP)
1. WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
2. WP badan di Indonesia
 Yg tdk wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan: (Pasal 28 ayat (2)
UU KUP)
1. WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yg yg peredaran brutonya dlm 1 thn < Rp.
4,8 M diperbolehkan menghitung penghasilan neto dgn menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto → dgn syarat memberitahukan kpd Dirjen Pajak dlm jangka waktu 3 bulan pertama
dari thn pajak yg bersangkutan (Pasal 14 ayat (2) UU PPh).
2. WP OP yg tdk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Ketentuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan:


1. Pembukuan atau pencatatan tsb hrs diselenggarakan dgn memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yg sebenarnya. (Pasal 28 ayat (3) UU KUP)
2. Pembukuan atau pencatatan hrs diselenggarakan di Indonesia dgn menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rp, dan disusun dlm bahasa Indonesia atau dlm bahasa asing yg diizinkan oleh Menkeu.
(Pasal 28 ayat (4) UU KUP)
3. Buku, catatan, dan dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yg dikelola scr elektronik atau scr program aplikasi on-line wajib
disimpan selama 10 thn di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal WP OP, atau di tempat
kedudukan WP badan. (Pasal 28 ayat (11) UU KUP)

Ketentuan Penyelenggaraan Pembukuan:


1. Pembukuan diselenggarakan dgn prinsip taat asas dan dgn stelsel akrual atau stelsel kas. (Pasal 28 ayat
(5) UU KUP)
Penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU KUP:
a. Prinsip taat asas: prinsip yg sama digunakan dlm metode pembukuan dgn thn-thn sebelumnya
utk mencegah penggeseran laba atau rugi.
Misalnya dlm penerapan:
 Stelsel pengakuan penghasilan
 Thn buku
 Metode penilaian persediaan
 Metode penyusutan dan amortisasi
b. Stelsel akrual: suatu metode penghitungan penghasilan & biaya dlm arti penghasilan diakui pd
waktu diperoleh dan biaya diakui pd waktu terutang. Tdk tergantung kapan penghasilan itu diterima
dan kapan biaya itu dibayar scr tunai.
Termasuk dlm pengertian stetsel akrual → pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase
tingkat penyelesaian pekerjaan yg umumnya dipakai dim bidang konstruksi dan metode lain yg dipakai
dlm bidang usaha tertentu seperti BOT dan real estat.
c. Stelsel kas: suatu metode yg penghitungannya didasarkan atas penghasilan yg diterima dan biaya yg
dibayar scr tunai.
 Menurut stelsei kas, penghasilan baru dianggap sbg penghasilan apabila benar-benar tlh diterima
scr tunai dlm suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sbg biaya apabila benar-benar tlh
dibayar scr tunai dlm suatu periode tertentu.
 Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil OP atau perusahaan jasa, misalnya
transportasi, hiburan, dan restoran yg tenggang waktu antara penyerahan jasa

B‐
dan penerimaan pembayarannya tdk berlangsung lama. Dlm stetsel kas murni, penghasilan dari
penyerahan barang atau jasa ditetapkan pd saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-
biaya ditetapkan pd saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar.
 Dgn cara ini, pemakaian stelsel kas dpt mengakibatkan penghitungan yg mengaburkan thd
penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari thn ke thn dpt disesuaikan dgn mengatur penerimaan
kas dan pengeluaran kas. Utk penghitungan PPh dlm memakai stelsel kas hrs memperhatikan hal-
hal antara lain sbg berikut:
 Penghitungan jml penjualan dlm suatu periode hrs meliputi slr penjualan, baik yg tunai
maupun yg bukan. Dlm menghitung HPP hrs diperhitungkan slr pembeiian & persediaan.
 Dlm memperoleh harta yg dpt disusutkan dan hak- hak yg dpt diamortisasi, biaya- biaya yg
dikurangkan dari penghasilan hanya dpt dilakukan melalui penyusutan & amortisasi.
 Pemakaian stelsel kas hrs dilakukan scr taat asas (konsisten).
Dgn demikian penggunaan stelsel kas utk tujuan perpajakan dpt juga dinamakan stelsel campuran.
2. Perubahan thd metode pembukuan dan/atau thn buku hrs mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak. (Pasal 28
ayat (6) UU KUP)
Apabila WP menggunakan thn buku yg tdk sama dgn thn kalender, penyebutan Thn Pajak
yg bersangkutan menggunakan thn yg di dlm-nya termasuk 6 bulan pertama atau lbh.
Contoh:
a. Thn buku 1 Juli 2008 s.d. 30 Juni 2009 adalah Thn Pajak 2008.
b. Thn buku 1 Okt 2008 s.d. 30 Sept 2009 adalah Thn Pajak 2009.
3. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan
biaya, serta penjualan dan pembelian shg dpt dihitung besarnya pajak yg terutang. (Pasal 28 ayat (7) UU
KUP)
4. Pembukuan dgn menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rp dpt diselenggarakan oleh WP stl
mendapat izin Menkeu.

Ketentuan Penyelenggaraan Pencatatan:


1. Pencatatan terdiri atas data yg dikumpulkan scr teratur ttg peredaran atau penerimaan bruto dan/atau
penghasilan bruto sbg dasar utk menghitung jml pajak yg terutang, termasuk penghasilan yg bukan objek
pajak dan/atau yg dikenai pajak yg bersifat final. (Pasal 28 ayat (9) UU KUP)
 Pencatatan hrs dpt menggambarkan antara lain: (Pasal 2 ayat (1) PER-4/PJ/2009)
 Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jml penghasilan bruto yg diterima dan/atau diperoleh;
 Penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan pajaknya bersifat final.
 Bagi WP yg mempunyai > 1 jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan hrs dpt menggambarkan scr
jelas utk @ jenis usaha dan/atau tempat usaha yg bersangkutan. (Pasal 2 ayat (2) PER-4/PJ/2009)
 WP OP juga hrs menyelenggarakan pencatatan atas harta & kewajiban. (Pasal 2 ayat (3)
PER-4/PJ/2009)
2. Pencatatan hrs dibuat dlm suatu Thn Pajak, yaitu jangka waktu 1 thn kalender mulai tanggal 1 Jan s.d.
31 Des. (Pasal 4 ayat (2) PER-4/PJ/2009)
3. Pencatatan hrs dibuat scr kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran
dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. (Pasal 4 ayat (3) PER- 4/PJ/2009)
4. Pencatatan diselenggarakan dgn bentuk sesuai lamp PER-4/PJ/2009
a. Bagi WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yg peredaran brutonya dlm 1 thn < Rp
4,8 M
 Pencatatan penghasilan yg diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yg mrp objek
pajak yg tdk dikenai pajak bersifat final diselenggarakan dgn bentuk sesuai Lamp I
PER-4/PJ/2009.

B‐
 Pencatatan penghasilan bruto yg diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yg
penghasilannya mrp objek pajak yg tdk dikenai pajak bersifat final diselenggarakan dgn bentuk
sesuai Lamp II PER-4/PJ/2009.
 Pencatatan penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan pajaknya
bersifat final diselenggarakan dgn bentuk sesuai Lamp IV PER-4/PJ/2009.
b. Bagi WP OP yg tdk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
 Pencatatan penghasilan bruto diselenggarakan dgn bentuk sesuai Lamp III PER- 4/PJ/2009.
 Pencatatan penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan pajaknya
bersifat final diselenggarakan dgan bentuk Lamp IV PER-4/PJ/2009.

B. PERUBAHAN METODE PEMBUKUAN DAN ATAU THN BUKU

Dasar Hukum:
 Pasal 28 ayat (6) UU KUP
 Pasal 28 PP 94 Thn 2010 (berlaku sejak 30 Des 2010)
 Lamp I, II dan VI KEP-297/PJ/2002 stdtd KEP-11/PJ/2013
SE dan surat terkait:
 SE-40/PJ.42/1998 (tanggal 24 Des 1998) ttg Petunjuk Pelaksanaan KEP-208/PJ/1998
 SE-14/PJ.313/1991 ttg Petunjuk penerbitan keputusan persetujuan/penolakan permohonan perubahan
thn buku/thn pajak dari WP
 S-255/PJ.312/2004 ttg Tata cara permohonan perubahan metode

Tata Cara & Persyaratan:


a. WP menyampaikan surat permohonan kpd Kepala KPP dimana WP terdaftar, dgn menyebutkan:
(angka 1 SE-40/PJ.42/1998)
1. Identitas WP;
2. Perubahan metode pembukuan dan/atau thn buku utk yg ke berapa;
3. Alasan permohonan dan maksud/tujuan usul perubahan.
b. Permohonan hrs memenuhi syarat sbb: (angka 1 SE-14/PJ.313/1991)
1. SPT Tahunan PPh thn terakhir tlh dimasukkan.
2. Apabila ada utang pajak, maka utang pajak yg tlh jatuh tempo pembayarannya hrs sdh dilunasi
oleh WP. Keterlambatan pelunasan utang pajak akan mengakibatkan tertundanya penerbitan SK
Persetujuan.
3. Alasan perubahan periode thn buku/thn pajak.
a. Alasan yg dpt dipertimbangkan utk disetujuinya permohonan dimaksud hrs memenuhi syarat
sbb :
i. Perubahan thn buku/thn pajak dikehendaki oleh pemegang saham, pemberi kredit, partner
usaha, pemerintah atau pihak-pihak lainnya, dimana apabila thn buku/thn pajak tdk
diubah akan mengakibatkan kesulitan dan atau kerugian bagi perusahaan;
ii. Permohonan perubahan thn buku/thn pajak tsb baru pertama kali diajukan dan tdk ada
niat utk melakukan perubahan lagi pd thn-thn yg akan datang.
Apabila pengajuan permohonan perubahan thn buku/thun pajak tsb adalah mrp
permohonan kedua dan seterusnya, maka Kepala KPP meneruskan permohonan tsb kpd
Kanwil selambat-lambatnya 7 hari sejak diterimanya permohonan WP utk menerbitkan
SK Persetujuan atau SK Penolakan;
iii. Tdk ada maksud bahwa perusahaan dgn sengaja berusaha utk melakukan penggeseran
laba/rugi guna meringankan beban pajak;
b. Alasan tsb hrs dituangkan dlm bentuk surat pernyataan dari WP yg bersangkutan.

Wewenang Persetujuan Perubahan Metode Pembukuan:


Hrs mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak (Pasal 28 (6) UU KUP)
a. Perubahan pertama → Kepala KPP (Lamp I No. 45 & 55, Lamp II No. 36 & 44 KEP- 297/PJ/2002)
b. Perubahan kedua & seterusnya → Kanwil DJP (Lamp VI No. 20 KEP-297/PJ./2002)

B‐
Jangka Waktu Penyelesaian:
a. Perubahan thn buku
 Perubahan pertama → Paling lambat 2 bulan stl permohonan diterima lengkap oleh KPP (angka 2
SE-14/PJ.313/1991)
 Perubahan kedua dan seterusnya → Paling lambat 14 hari sejak diterimanya surat permohonan
oleh Kanwil dari KPP
b. Perubahan metode pembukuan → Paling lama 1 bulan sejak diterimanya permohonan scr lengkap

Ketentuan Peralihan: (Pasal 28 PP 94 Thn 2010)


 WP yg melakukan perubahan thn buku dan tlh mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak sesuai Pasal 28 ayat
(6) UU KUP, hrs melaporkan penghasilan yg diterima atau diperoleh dlm bagian thn buku yg tdk termasuk
dlm thn buku yg baru dlm SPT Tahunan PPh tersendiri utk Bagian Thn Pajak yg bersangkutan.
 Sisa rugi fiskal yg masih dpt dikompensasikan yg berasal dari thn-thn pajak sbl perubahan thn buku dpt
dikompensasikan dgn penghasilan utk Bagian Thn Pajak & Thn Pajak berikutnya.

C. PEMBUKUAN DGN MATA UANG ASING

Dasar Hukum:
 Pasal 28 ayat (8) UU KUP
 PMK-196/PMK.03/2007 jo PMK-24/PMK.11/2012
 PMK-31/PMK.05/2012 ttg Nomor dan Rekening Kas Umum Negara → mencabut PMK-
196/PMK.05/2009 jo PMK-43/PMK.05/2011
 PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012
 Keputusan bersama Dirjen Anggaran & Dirjen Pajak KEP-60/A/1999 & KEP-306/PJ./1999 ttg
Tata Cara Pembayaran PPh dlm Mata Uang US$
SE terkait:
 SE-31/PJ./2010 ttg Penyampaian PER-11/PJ/2010

Jenis Bahasa Asing & Satuan Mata Uang Selain Rp yg Diperbolehkan:


 Bahasa: Bahasa Inggris
 Satuan mata uang asing selain Rp: US$

Syarat pengajuan permohonan:


Ketentuan Stl Memperoleh
 Disampaikan Izin Dirjen
scr tertulis kpd / Penyampaian Pemberitahuan
Pajak melalui Kepala KanwilScr Tertulis:
paling lama 3 bulan sbl thn
 WP hrsygmenyelenggarakan
buku diselenggarakan dgn pembukuan dgn menggunakan
menggunakan bahasa Inggrisbahasa Inggris
& satuan mata&uang
satuan
US$mata uang US$ tsb dlm
berakhir;
jangka waktu paling sedikit 5 thn pajak sejak diterbitkan izin /
 Mengemukakan alasan pencabutan sesuai dgn kondisi yg sebenarnya; danpenyampaian pemberitahuan
 Permohonan diajukan stl lewat jangka waktu 5 thn pajak sejak diterbitkan izin / penyampaian
pemberitahuan dgn format Lamp I PER-10/PJ/2012.

Keputusan DJP atas:


 Izin sebagaimana dimaksud dlm Pasal 2 & 5 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012
 Pembatalan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-11/PJ/2010 jo PER-
10/PJ/2012
 Izin sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012
 Pencabutan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 8 PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012
Paling lama 1 bulan sejak permohonan dari WP diterima scr lengkap. Apabila jangka waktu
tsb tlh lewat dan Kepala Kanwil DJP blm memberikan keputusan maka permohonan dianggap
diterima dan Kepala Kanwil atas nama Menkeu hrs menerbitkan keputusan paling lama 2 hari kerja
terhitung sejak berakhirnya jangka waktu tsb dgn menggunakan Lamp IV PER-10/PJ/2012.

B‐
 Dlm hal WP tsb tetap menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Indonesia & satuan mata
uang Rp, akan dicabut izinnya scr jabatan oleh Kepala Kanwil dgn menerbitkan Keputusan sesuai Lamp III
PER-10/PJ/2012, dan tdk dpt diberikan izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$.

WP yg Tlh Memperoleh Izin Tetapi Merencanakan utk tdk Memanfaatkan Izin yg Dimilikinya:
WP wajib:
 Menyampaikan pemberitahuan tertulis dlm hal Thn Pajak sebagaimana tercantum dlm surat izin blm
dimulai & pemberitahuan tsb hrs sdh diterima oleh KPP tempat WP terdaftar sbl Thn Pajak tsb dimulai
(Pasal 7 ayat (1) huruf a PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012); atau
 Mengajukan permohonan pembatalan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar paling lama
3 bulan stl thn buku yg diselenggarakan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ tsb
dimulai (Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
dgn format Lamp I PER-10 serta melampirkan FC surat izin.

Kontrak Karya, KKKS, atau KSO yg Tlh Memberitahukan utk Menyelenggarakan Pembukuan
dgn Bahasa Inggris & Mata Uang US$ Tetapi Akan Menyelenggarakan Pembukuan dgn Bahasa
Indonesia & Mata Uang Rp: (Pasal 7 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
Wajib mengajukan permohonan utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Indonesia &
satuan mata uang Rp kpd Kepala Kanwil paling lama 3 bulan sbl thn buku yg diselenggarakan dgn
menggunakan bahasa Indonesia & satuan mata uang Rp tsb dimulai, dgn format Lamp I PER-10/PJ/2012 serta
melampirkan FC surat pemberitahuan

Permohonan Pencabutan Izin: (Pasal 8 PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)

Dlm hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (1), 5 ayat (1) dan 7 ayat (1) huruf a
Ketentuan Konversi
PER-11/PJ/2010 jo ke Satuan Mata Uang
PER-10/PJ/2012 US$ bagi WP
yg disampaikan yg TlhtdkMemperoleh
ke KPP dilengkapi dgn Izin: dokumen
(Pasal 6 PMK-
yg
196/PMK.05/2009)
dipersyaratkan dan/atau melampaui ketentuan batas waktu penyampaian pemberitahuan, maka
1. pemberitahuan
Pd awal thntsb bukudianggap tdk disampaikan.
Penyelenggaraan pembukuan dgn menggunakan satuan mata uang US$ utk pertama kali dilakukan dgn
bertitik tolak dari Neraca akhir thn buku sebelumnya (dlm satuan mata uang Rp) yg dikonversikan ke satuan
 Dlm hal permohonan WP sebagaimana dimaksud dlm:
mata uang US$ dgn menggunakan kurs:
 Pasal 7 ayat (1) huruf b & 7 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012 dikabulkan, WP tsb tdk
a. Utk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tdk berwujud yg mempunyai masa manfaat > 1 thn
diperbolehkan menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata
menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat perolehan harta tsb
uang US$ dlm jangka waktu 5 thn sejak izin tsb dicabut; atau
b. Utk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta pd huruf a menggunakan kurs yg sebenarnya
 berlaku
Pasal pd
8 PER-11/PJ/2010 jo tsb
saat perolehan harta PER-10/PJ/2012 dikabulkan, WP tsb wajib menyelenggarakan
c. Utk pembukuan dgn dan
harta lainnya menggunakan
kewajiban bahasa Indonesia
menggunakan kurs&ygsatuan mata berlaku
sebenarnya uang Rppd pd awal
akhir thn thn
buku
bukuberikutnya,
sebelumnya, dan tdksistem
berdasarkan dpt mengajukan
pembukuan yg permohonan utk menyelenggarakan
dianut yg dilakukan scr taat asas pembukuan dgn
menggunakan
d. Apabila bahasa Inggris
terjadi revaluasi aktiva&tetap,
satuan
di mata uangmenggunakan
samping US$ dlm jangka
nilai waktu
historis,5 atas
thn sejak izin tsblbh
nilai selisih
dicabut. ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat
dikonversi
 Dlm hal WP kemudian
dilakukannya revaluasibermaksud menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris
& satuan mata uang US$ lagi, WP hrs mengajukan surat permohonan kpd Kepala Kanwil stl jangka
waktu 5 thn terlampaui.

B‐
e. Utk laba ditahan atau sisa kerugian dlm satuan mata uang Rp dari thn-thn sebelumnya, dikonversi ke
dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd akhir thn buku
sebelumnya, yakni kurs tengah BI, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut yg dilakukan scr taat asas
f. Utk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat terjadinya
transaksi
g. Dlm hal terdapat selisih laba atau rugi sbg akibat konversi dari satuan mata uang Rp ke satuan mata
uang US$ pd huruf a – e maka selisih laba atau rugi tsb dibebankan pd rekening laba ditahan.
2. Dlm thn berjalan:
a. Utk transaksi yg dilakukan dgn satuan mata uang US$, pembukuannya dicatat sesuai dgn dokumen
transaksi yg bersangkutan
b. Utk transaksi, baik DN maupun LN, yg menggunakan satuan mata uang selain US$, dikonversikan ke
satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat terjadinya transaksi:
 Apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yg berlaku, maka kurs yg dipakai adalah kurs yg
diketahui dari transaksi tsb
 Apabila dari dokumen transaksi tdk diketahui kurs yg berlaku, maka kurs yg dipakai adalah kurs
tengah BI yg berlaku, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut yg dilakukan scr taat asas.

Penghitungan Besar Angsuran PPh 25 Stl WP Memperoleh Izin: (Pasal 7 PMK-196/PMK.05/2009)


1. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk thn pajak pertama penyelenggaraan pembukuan dgn menggunakan
bahasa Inggris & satuan mata uang US$ adalah sebesar PPh Pasal 25 dlm satuan mata uang Rp yg
dikonversikan dgn menggunakan kurs tengah BI yg berlaku:
a. Pd akhir thn buku sbl dimulainya pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang
US$ utk konversi PPh sesuai Pasal 25 ayat (2) UU PPh;
b. Pd saat penyampaian atau batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Thn Pajak sbl dimulainya
pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ utk konversi PPh sesuai Pasal
25 ayat (1) UU PPh; atau
c. Pd saat skp diterbitkan utk Thn Pajak sbl dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris
& satuan mata uang US$ utk konversi PPh sesuai Pasal 25 ayat (4) UU PPh dan pd saat penetapan
penghitungan besarnya angsuran pajak sesuai Pasal 25 ayat (6) UU PPh.
2. Pembayaran PPh Pasal 25 & Pasal 29 serta PPh Final yg dibayar sendiri oleh WP yg memperoleh izin utk
menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$, dpt dilakukan
dlm satuan mata uang Rp. (Pasal 7 ayat (2) PMK- 196/PMK.05/2009)
Dlm hal pembayaran PPh tsb dilakukan dlm satuan mata uang Rp, WP hrs mengkonversikan pembayaran
dlm satuan mata uang Rp tsb ke satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg ditetapkan dlm
Keputusan MenKeu yg berlaku pd tanggal pembayaran. (Pasal 7 ayat (3) PMK- 196/PMK.05/2009)

Ketentuan Terkait SPT Tahunan: (Pasal 8 ayat (1) & (2) PMK-196/PMK.05/2009)
a. WP yg diizinkan utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang
US$, wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan beserta lampirannya dlm bahasa Indonesia kecuali
lampiran berupa LK, dan menggunakan satuan mata uang US$.
b. Dlm hal terdapat bukti pembayaran atau pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 & Pasal 23 dgn
menggunakan satuan mata uang Rp yg akan dikreditkan dlm SPT Tahunan PPh WP Badan, hrs dikonversi
ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg ditetapkan dlm Keputusan MenKeu yg berlaku pd
tanggal pembayaran atau pemotongan/pemungutan pajak tsb.

Ketentuan Terkait Sisa Kerugian Fiskal: (Pasal 11 PMK-196/PMK.05/2009)


Sisa kerugian fiskal dlm satuan mata uang Rp dari thn-thn sebelumnya yg dpt dikompensasikan ke Thn Pajak
dimulainya pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$, dikonversikan ke dlm
satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs tengah BI yg berlaku pd akhir thn buku pd saat kerugian fiskal
tsb terjadi.

B‐
Ketentuan Peralihan: (Pasal 17 PMK-196/PMK.05/2009)
a. Bagi WP yg tlh memperoleh izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang US$ sbl berlakunya PMK-196/PMK.05/2009:
 Tdk perlu mengajukan permohonan baru dan izin tsb tetap berlaku; dan
 Ketentuan yg diatur dlm PMK-196/PMK.05/2009 diberlakukan utk Thn Pajak yg dimulai stl tanggal 31
Des 2007.
b. Bagi WP yg tlh menyampaikan pemberitahuan atau mengajukan permohonan izin utk menyelenggarakan
pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ sbl berlakunya
PMK-196/PMK.05/2009, perlakuan hak & kewajiban WP sehubungan dgn penyelenggaraan pembukuan
dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ sesuai PMK-196.
Pembayaran Pajak dgn Mata Uang US$:
 PPh yg dpt dibayar dgn mata uang US$ adalah hanya PPh Pasal 25, PPh Psl 29, dan PPh Final yg dibayar
WP sendiri. (Pasal 1 huruf a KEP-60/A/1999 & KEP-306/PJ./1999)
 Prosedur pembayaran:
 WP diwajibkan memberitahukan scr tertulis kpd BI dan Direktorat Perbendaharaan bahwa WP yg
bersangkutan akan melakukan transfer pembayaran PPh dlm mata uang US$ ke Rekening Giro Kas
Negara Nomor 600.500411.
Nomor rekening kas umum negara terakhir dlm valuta US$ diatur di PMK-
31/PMK.05/2012: 600.502411980
 WP melakukan transfer pembayaran PPh dlm mata uang US$ melalui Bank WP di LN atau Bank
Devisa di DN ke Rekening Giro Kas Negara sesuai dgn jangka waktu pembayaran.
 WP diwajibkan meminta bukti transfer pembayaran di atas dari Bank WP di LN atau Bank Devisa.
 WP membuat SSP dlm mata uang US$ rangkap 2:
 SSP lembar ke-1 digabungkan dgn asli bukti transfer utk arsip WP yg bersangkutan;
 SSP lembar ke-2 dilampiri FC bukti transfer pembayaran disampaikan ke KPP di tempat
 WP terdaftar sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
 WP menerima LPAD dari KPP setempat sbg tanda bukti tlh menyampaikan SSP.
 Pembayaran Pajak dgn Mata Uang US$ melalui Bank Persepsi Mata Uang Asing:
a. Sbl adanya Bank Persepsi yg Menerima Mata Uang Asing:
Dgn US$ Rek. 600
Dgn Rp (Konversi) Bank Persepsi
b. Stl adanya Bank Persepsi yg Menerima Mata Uang Asing:
Dgn US$ Rek. 600
Bank Persepsi yg Ditunjuk Menerima Mata Uang Asing
Dgn Rp (Konversi) Bank Persepsi
Ket:
 Saat ini BNI menjadi satu-satunya Bank Persepsi Mata Uang Asing (berdasar Keputusan Dirjen
Perbendaharaan KEP-213/PB/2012 tanggal 13 Nov 2012)
 Pembayaran pajak dgn mata uang US$ melalui BNI mendapat NTPN, sedangkan melalui bank
lainnya tdk mendapat NTPN.

B‐
WP yg Dpt Menyelenggarakan pembukuan dgn Bahasa Inggris & Mata Uang US$:
Permohonan Izin /
No Kelompok WP Lampiran Dokumen Dasar
Pemberitahuan
1. WP BUT Permohonan izin  FC akta pendirian perusahaan & perubahannya  Surat Pernyataan Pasal 2
→ dgn mengajukan permohonan scr atau dokumen lain yg serupa (bermeterai Rp PER-
tertulis kpd Kepala Kanwil DJP  FC surat keterangan/ penunjukan kantor 6000) bahwa 11/PJ/2010
(melalui KPP) dgn format Lamp I perwakilan Indonesia dari kantor pusat transaksi penjualan jo PER-
PER-10/PJ/2012 paling lambat 3  FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir & biaya yg 10/PJ/2012
2. WP dlm rangka PMA bulan:  FC Surat Persetujuan PMA dari BKPM dilakukan
 Sbl thn buku yg diselenggarakan  FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir perusahaan
3. WP yg mendaftarkan dgn menggunakan bahasa Inggris &  Surat keterangan dari bursa efek LN yg didominasi oleh
emisi sahamnya satuan mata uang US$ tsb dimulai; menyatakan bahwa emisi saham WP satuan mata uang
(sebagian / seluruhnya) di atau pemohon didaftarkan di bursa efek tsb US$ dan
bursa efek LN  Sejak tanggal pendirian bagi WP  FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir pembukuan
4. WP KIK yg baru utk Bagian Thn Pajak atau  FC Surat Pemberitahuan Efektifnya Pernyataan menggunakan
menerbitkan reksadana Thn Pajak pertama Pendaftaran dari BAPEPAM-LK atas bahasa Inggris serta
dlm denominasi satuan penerbitan reksadana oleh KIK yg bersangkutan slr aktiva, pasiva,
mata uang Dollar AS & modal, pendapatan,
 FC prospektus penawaran atas reksadana yg
tlh memperoleh Surat dan biaya
diterbitkan dlm satuan mata uang US$
Pemberitahuan Efektif seluruhnya dicatat
 FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
Pernyataan dlm satuan mata
Pendaftaran uang US$ dgn
5. WP yg berafiliasi lsg  Surat keterangan/ pernyataan dari perusahaan format Lamp II
dgn perusahaan induk di induk di LN & LK konsolidasi perusahaan PER-10/PJ/2012
LN induk di LN
 FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
6. WP baru terdaftar yg  FC Bukti Penyetoran Modal Awal dlm Dollar
blm wajib menyam- AS
paikan SPT Tahunan
7. WP dlm rangka Kontrak Pemberitahuan  FC Kontrak Karya Pasal 4 ayat
Karya → dgn menyampaikan (1) PER-
8. WP KKKS pemberitahuan scr tertulis ke KPP  FC Kontrak Kerja Sama 11/PJ/2010
tempat WP terdaftar dgn format jo PER-
Lamp I PER-10/PJ/2012 paling 10/PJ/2012
lambat 3 bulan:
 Sejak tanggal pendirian apabila
sejak pendiriannya
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang

B‐14‐
US$; atau
 Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang US$ tsb dimulai
bagi yg akan menyelenggarakan
pembukuan dgn menggunakan
bahasa Inggris & satuan mata uang
US$

1. KSO sepanjang  FC perjanjian kerjasama/ akta pendirian KSO


dipersyaratkan dlm  FC SK Menkeu ttg Pemberian Izin Menyelenggarakan Pembukuan dgn
perjanjian Menggunakan Bahasa Inggris & Satuan Mata Uang US$ atas nama
kerjasama/akta anggota-anggota KSO yg tlh mendapatkannya
pendirian KSO utk
menyelenggarakan
pembukuan dgn
bahasa & mata uang
US$ yg
a. semua anggota KSO Pemberitahuan Pasal 5 ayat
telah mendapatkan → dgn menyampaikan (1) PER-
izin Menkeu utk pemberitahuan scr tertulis ke KPP 11/PJ/2010
menyelenggarakan tempat WP terdaftar dgn format jo PER-
pembukuan dgn Lamp I PER-10/PJ/2012 paling 10/PJ/2012
menggunakan lambat 3 bulan:
bahasa Inggris &  Sejak tanggal pendirian apabila
satuan mata uang sejak pendiriannya
US$ menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang US$; atau
 Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang US$ tsb dimulai
bagi yg akan menyelenggarakan
pembukuan dgn menggunakan
bahasa
Inggris & satuan mata uang US$

B‐14‐
b. tdk semua anggota Permohonan izin Pasal 5 ayat
KSO-nya → dgn mengajukan permohonan scr (2) PER-
mendapatkan izin tertulis kpd Kepala Kanwil DJP 11/PJ/2010
Menkeu utk (melalui KPP) dgn format Lamp I jo PER-
menyelenggarakan PER-10/PJ/2012 paling lambat 3 10/PJ/2012
pembukuan dgn bulan:
menggunakan  Sbl thn buku yg diselenggarakan
bahasa Inggris & dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang satuan mata uang US$ tsb dimulai;
US$ atau
 Sejak tanggal pendirian bagi WP
baru utk Bagian Thn Pajak atau
Thn Pajak pertama

KPP hrs mengirimkan surat permohonan/pemberitahuan dari WP ke Kanwil paling lama 3 hari sejak permohonan/pemberitahuan diterima dan mengarsipkan FC
berkas surat permohonan/pemberitahuan tsb. SK diterbitkan oleh Kanwil DJP.

B‐14‐
PEMINDAHBUKUAN (Pbk)

Dasar Hukum:
 KMK-88/KMK.04/1991 (berlaku mulai 24 Jan 1991) ttg Tata cara pembayaran pajak melalui Pbk
 KEP-965/PJ.9/1991 (berlaku mulai 17 Okt 1991) ttg Tata cara pelaksanaan teknis pembayaran pajak
melalui Pbk
 KEP-522/PJ./2002 (berlaku mulai 16 Des 2002) ttg Pelaksanaan teknis tata cara Pbk atas kekeliruan
pembayaran PPh dlm mata uang dollar AS
 KEP-378/PJ/2013 ttg Penetapan Standar Pelayanan pd KPP
 PER-65/PB//007 tanggal 11 Okt 2007
SE terkait:
 SE-26/PJ.9/1991 ttg Petunjuk teknis Pbk

Definisi:
 Pbk → Pembayaran utang pajak, termasuk bunga, denda administrasi dan kenaikan, yg dilakukan
melalui:
 Perhitungan dgn kelebihan pembayaran pajak atau bunga yg diterima; atau
 Melalui perhitungan dgn setoran pajak yg lain atas nama WP yg sama atau WP lain.

Tata Cara Pbk: (Pasal 2 ayat (1) & (2) KEP-965/PJ.9/1991)


 Utk Pbk yg:
1. dikarenakan adanya kelebihan pembayaran pajak atau tlh melakukan pembayaran Pajak yg Seharusnya
Tdk Terutang berdasarkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) atau surat
keputusan lainnya yg menyebabkan timbulnya kelebihan pembayaran pajak;
2. dikarenakan adanya pemberian bunga kpd akibat keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak.
maka Pbk dilaksanakan: oleh Kepala KPP yg menerbitkan SKP, dan tanpa permohonan dari WP, serta tanpa
memerlukan persetujuan dari Kanwil DJP atau Dirjen Pajak.
 Utk Pbk yg:
1. dikarenakan diperolehnya kejelasan SSP yg semula diadministrasikan dlm Bermacam- macam
Penerimaan Pajak (BPP);
2. dikarenakan kesalahan mengisi SSP baik menyangkut WP sendiri maupun WP lain;
3. dikarenakan adanya pemecahan setoran pajak yg berasal dari SSP;
4. dikarenakan adanya pelimpahan PPh Pasal 22 dlm rangka impor atas dasar inden sbl berlakunya
KMK-539/KMK.04/1990.
maka Pbk dilaksanakan dgn cara: WP pemegang asli SSP hrs mengajukan permohonan
Pbk scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.

Lampiran Permohonan Pbk scr Tertulis:


 Asli SSP lembar ke-1 yg dimohonkan utk dipindahbukukan, dgn syarat SSP yg dimohonkan
Pbk blm diperhitungkan dgn pajak yg terutang dlm SPT, STP, skp, skp Tambahan, SKKPP,
Surat Pemberitaan, atau dlm PIB
 Asli PIB (jika Pbk dilakukan utk pembayaran PPh Pasal 22 atau PPN Impor). Dahulu istilah
PIB adalah PIUD (Pemberitahuan Impor Utk Dipakai)
 Daftar Nominatif WP yg Menerima Pbk, jika pemecahan SSP dilakukan oleh Bendaharawan/
Pemotong/Pemungut
 Surat pernyataan dari WP yg nama & NPWP-nya tercantum dlm SSP, jika nama & NPWP
pemegang asli SSP (yg mengajukan permohonan Pbk) tdk sama dgn nama & NPWP yg tercantum dlm
SSP, surat pernyataan tersebut berisi bahwa SSP yg akan di Pbk sebenarnya bukan pembayaran pajak utk
kepentingannya WP yg nama & NPWP-nya tercantum dlm SSP dan tdk keberatan utk dipindahbukukan kpd
WP yg mengajukan Pbk.
Stl dilakukan Pbk maka Kepala KPP akan menerbitkan Bukti Pbk. SSP dan Bukti Pbk yg tlh
dipindahbukukan hrs dibubuhi cap dan ditandatangani oleh Kepala KPP. Jika KPP menerima permohonan Pbk
tetapi SSP yg akan dipindahbukukan ditatausahakan di KPP lain, maka KPP penerima wajib meneruskan
permohonan Pbk tsb ke KPP dimana SSP ditatausahakan, 1 lembar surat pengantar dikirim kpd WP.

B15-
Saat Berlakunya Bukti Pbk: (Pasal 3 ayat (1) & (2) KEP-965/PJ.9/1991)
1. Bagi Pbk yg terjadi krn adanya kelebihan pembayaran pajak atau pemberian bunga kpd WP:
 Jika dilakukan penghitungan dgn hutang pajak yg blm dilunasi, maka saat berlakunya Bukti Pbk adalah
tanggal yg lbh akhir diantara tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan pembayaran pajak atau atas
pemberian bunga dgn tanggal saat terhutangnya hutang pajak dimaksud.
 Jika dilakukan perhitungan dgn hutang pajak yg akan datang, maka saat berlakunya Bukti Pbk
adalah tanggal yg lbh akhir diantara tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan pembayaran pajak atau
atas pemberian bunga dgn tanggal permohonan WP.
Yg dimaksud dgn tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan pembayaran pajak atau atas pemberian bunga
adalah:
1. Tanggal SKKPP utk kelebihan pembayaran pajak yg diputuskan dgn SKKPP
2. Tanggal Surat Keputusan Pemberian Bunga atas Kelambatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak (SKPB) utk pemberian bunga kpd WP
3. Tanggal yg lbh akhir diantara tanggal keputusan keberatan/banding/PK dan tanggal-tanggal setoran
pajak yg melebihi pajak terutang, utk kelebihan pembayaran pajak yg timbul krn adanya keputusan
keberatan/banding/PK.
2. Bagi Pbk yg terjadi krn alasan selain no. 1 di atas:
Saat berlakunya Bukti Pbk adalah tanggal penyetoran pajak yg dipindahbukukan.

Pbk atas Kekeliruan Pembayaran PPh dlm Mata Uang Dollar AS: (KEP-522/PJ./2002)
 Pbk atas kekeliruan pembayaran PPh dlm mata uang Dollar AS dilakukan oleh WP yg diijinkan utk
menyelenggarakan pembukuan dlm bahasa asing & mata uang selain rupiah yg melakukan pembayaran PPh
dlm Dollar AS.
 Permohonan Pbk diajukan kpd Kepala KPP yg berwenang menatausahakan SSP tanpa memerlukan
persetujuan Kepala Kanwil DJP atasannya dgan melampirkan: SSP lembar ke-1 dan Bukti transfer asli
pembayaran PPh dlm mata uang Dollar AS
 Pbk dpt dilakukan jika SSP yg dimohonkan utk di Pbk blm diperhitungkan dgn pajak terhutang dlm SPT,
STP, SKPKB, SKPKBT, SKPPKP.
 Stl dilakukan Pbk, maka: Kepala KPP menerbitkan Bukti Pbk. SSP lembar ke-1, bukti transfer asli
pembayaran dan Bukti Pbk dibubuhi cap dan ditandatangani oleh Kepala KPP. Pd Bukti Pbk dicantumkan
tanggal saat berlakunya Bukti Pbk sbg tanggal penerimaan SSP oleh kantor penerima pembayaran.

Jangka Waktu Penyelesaian:


Paling lama 30 hari sejak persyaratan memenuhi (Lamp IV KEP-378/PJ/2013)

Utk kesalahan penginputan data SSP yg dilakukan oleh pihak Bank/Pos Persepsi maka
Bank/Pos Persepsi yg melakukan kesalahan tsb mengajukan permintaan perbaikan
transaksi penerimaan ke KPPN mitra kerja. (Pasal 8 PER-65/PB/2007)

Kesalahan input data setoran pajak dlm Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-
26/PJ/2014 ttg Sistem Pembayaran Pajak scr Elektronik diselesaikan melalui prosedur
Pemindahbukuan dlm administrasi perpajakan. (Pasal 8 PER-26/PJ/2014)

B15-
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YG SEHARUSNYA TDK TERUTANG

Dasar Hukum:
 Pasal 17 ayat 2 UU KUP
 PP 74 Thn 2011
 PMK-10/PMK.03/2013 (berlaku mulai tanggal 1 Feb 2013)
 PMK-146/PMK.03/2012 (berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10 Sept 2012)
 PER-18/PJ/2013 (berlaku mulai tanggal 8 Mei 2013) → mencabut PER-5/PJ/2011
 PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut PER-5/PJ/2011, PER-48/PJ/2009, dan
PER-53/PJ/2010

Ruang Lingkup Permohonan: (Pasal 2 & 3 PMK-10/PMK.03/2013)


No. Perihal Ruang Lingkup
1. Terkait Terdapat pembayaran pajak oleh WP yg bukan objek pajak yg
Pembayaran terutang/ yg seharusnya tdk terutang → Pasal 2 huruf a
PMK-10/PMK.03/2013
a. Pembayaran pajak oleh WP yg lbh besar dari pajak yg terutang
b. Pembayaran pajak atas transaksi yg dibatalkan
c. Pembayaran pajak yg seharusnya tdk dibayar
d. Pembayaran pajak oleh WP terkait dgn permintaan penghentian penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan sesuai Pasal 44B UU
KUP yg tdk disetujui
Terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh WP yg terkait dgn pajak-
pajak dlm rangka impor → Pasal 2 huruf d PMK-10/PMK.03/2013
a. SPTNP atau SPKTNP
b. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yg tlh diterbitkan keputusan keberatan
c. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yg tlh diterbitkan keputusan keberatan dan
putusan banding
d. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yg tlh diterbitkan keputusan keberatan,
putusan banding, dan putusan PK
e. SPKTNP yg tlh diterbitkan putusan banding
f. SPKTNP yg tlh diterbitkan putusan banding dan putusan PK
g. Dokumen yg berisi pembatalan impor yg tlh disetujui oleh pejabat yg
berwenang,
yg menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak
2. Terkait Terdapat kesalahan pemotongan/pemungutan yg mengakibatkan pajak
Pemotongan/ yg dipotong/dipungut lbh besar daripada pajak yg seharusnya
Pemungutan dipotong/dipungut → Pasal 2 huruf b PMK-10/PMK.03/2013
a. Pemotongan/pemungutan PPh yg mengakibatkan PPh yg dipotong atau
dipungut lbh besar daripada PPh yg seharusnya dipotong/dipungut, termasuk
yg diatur dlm P3B
b. Pemotongan/pemungutan PPh atas penghasilan yg diterima oleh bukan subjek
pajak
c. Pemungutan PPN thd bukan PKP yg lbh besar daripada pajak yg
seharusnya dipungut
d. Pemungutan PPnBM thd PKP/bukan PKP yg lbh besar daripada pajak yg
seharusnya dipungut
Terdapat kesalahan pemotongan/pemungutan yg bukan mrp objek pajak
→ Pasal 2 huruf c PMK-10/PMK.03/2013
a. Pemotongan/pemungutan PPh yg seharusnya tdk dipotong/tdk dipungut
b. Pemungutan PPN yg seharusnya tdk dipungut
c. Pemungutan PPnBM yg seharusnya tdk dipungut

Dlm hal terjadi kesalahan pemotongan/pemungutan pajak atas butir 2 di atas dan pajak yg
dipotong/dipungut tsb tlh disetorkan & dilaporkan, WP yg melakukan
pemotongan/pemungutan atau PKP yg melakukan pemungutan tdk dpt meminta kembali
pajak yg dipotong/dipungut. (Pasal 5 ayat (1) PMK-10/PMK.03/2013)

B‐
Pemohon & Tempat Pengajuan Permohonan: (Pasal 4, 5, 8 PMK-10/PMK.03/2013)
Tempat
No. Pengembalian Pemohon Permohonan
1. Terkait dgn pembayaran WP Badan yg melakukan pembayaran KPP Terdaftar WP
yg melakukan
WP OP yg melakukan pembayaran
pembayaran
KPP tempat OP
OP/Badan yg yg melakukan pembayaran yg
atau badan
tdk diwajibkan memiliki NPWP berdomisili
2. Terkait dgn PPh WP yg dipotong/dipungut KPP tempat pihak
Pemotongan/ WPLN melalui BUT-nya yg dipungut
Pemungutan PPN Non PKP yg dipungut terdaftar
PPnBM PKP yg dipungut
Non PKP yg dipungut
Pengecualian (Terkait Pemotongan/Pemungutan): (Pasal 6 PMK-10/PMK.03/2013)
Tempat
Pihak yg dipotong/dipungut Pemohon
Permohonan
Tdk wajib NPWP WP pemotong/pemungut KPP tempat WP
atau PKP pemungut yg melakukan
WPLN tanpa BUT WP pemotong/pemungut pemotongan/
Pihak yg dipotong/dipungut pemungutan
terdaftar atau
Dlm hal WP pemotong/pemungut atau PKP
PKP yg
pemungut tdk ditemukan antara lain krn
melakukan
pembubaran usaha
pemungutan
dikukuhkan

Lampiran Permohonan: (Pasal 9 PMK-10/PMK.03/2013)


No. Permohonan Dokumen yg Hrs Dilampirkan
1. Terdapat a. Asli bukti pembayaran pajak berupa SSP atau sarana administrasi lain yg
pembayaran pajak dipersamakan dgn SSP
oleh WP yg bukan b. Perhitungan pajak yg seharusnya tdk terutang
objek pajak yg c. Alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yg
terutang atau yg seharusnya tdk terutang
seharusnya tdk
terutang
2. Terdapat kelebihan a. FC bukti pembayaran pajak berupa surat setoran pabean cukai dan pajak
pembayaran pajak (SSPCP) atau sarana administrasi lain yg dipersamakan dgn SSPCP
oleh WP yg terkait b. FC keputusan keberatan, putusan banding, dan putusan PK yg terkait dgn
dgn pajak-pajak dlm SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, SPP, atau dokumen yg berisi pembatalan
rangka impor impor yg tlh disetujui oleh pejabat yg berwenang
c. Perhitungan pajak yg seharusnya tdk terutang
d. Alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yg
seharusnya tdk terutang

3. Terdapat Utk permohonan yg diajukan a. Asli bukti pemotongan/pemungutan;


kesalahan WP/PKP/non-PKP yg atau asli FP atau dokumen lain yg
Pemotongan/ dipotong/ dipungut & WPLN dipersamakan dgn FP
Pemungutan melalui BUT b. Perhitungan pajak yg seharusnya tdk
terkait PPh, PPN Utk permohonan yg diajukan terutang
dan PPnBM oleh OP/Badan yg tdk wajib c. Alasan permohonan pengembalian
NPWP atau WPLN tanpa
BUT
Utk permohonan yg diajukan a. Asli bukti pemotongan/pemungutan;
WP Pemotong/ Pemungut atau asli FP/dokumen lain yg
dipersamakan dgn FP
b. Perhitungan pajak yg seharusnya tdk

B‐
terutang
c. Surat permohonan dari pihak yg
dipotong/ dipungut kpd WP
d. Surat kuasa dari pihak yg
dipotong/dipungut kpd WP
e. Alasan permohonan pengembalian

Proses Penyelesaian Permohonan: (Pasal 11 ayat (1) – (8) PMK-10/PMK.03/2013)


 Dirjen Pajak melakukan Verifikasi thd permohonan
 Dlm hal utk melakukan Verifikasi diperlukan tambahan dokumen pendukung lainnya yg terkait dgn
permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen tsb kpd WP atau pihak yg mengajukan permohonan.
 Pengembalian Pajak yg Seharusnya Tdk Terutang dilakukan dgn ketentuan:
No. Terkait Ketentuan
1. Pembayaran a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor ke kas negara; dan
pajak b. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/ disetor tsb tdk dikreditkan dlm
SPT.
2. Pembayaran a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor ke kas negara;
pajak dlm b. Terkait dgn PPh Pasal 22 impor, pajak tsb tdk dikreditkan dlm SPT
rangka impor Tahunan PPh;
c. Terkait dgn PPN impor, pajak tsb tdk dikreditkan dlm SPT Masa PPN, tdk
dibebankan sbg biaya dlm SPT Tahunan PPh, atau tdk dikapitalisasi dlm hrg
perolehan; dan
d. Terkait dgn PPnBM impor, pajak tsb tdk dibebankan sbg biaya dlm SPT
Tahunan PPh atau tdk dikapitalisasi dlm hrg perolehan.
3. Pemotongan a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh disetor ke kas negara;
atau b. Terkait dgn pemotongan/pemungutan yg bersifat tdk final, PPh tsb tdk
pemungutan dikreditkan pd SPT Tahunan PPh WP yg dipotong/dipungut;
PPh c. Pajak yg dipotong/dipungut tlh dilaporkan oleh pemotong/pemungut dlm SPT
Masa WP pemotong/pemungut; dan
d. Pajak yg dipotong/dipungut tdk diajukan keberatan oleh WP yg
dipotong/dipungut sesuai Pasal 25 ayat (1) huruf e UU KUP.
4. Pemungutan a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh disetor ke kas negara;
PPN b. Tdk dikreditkan dlm SPT Masa PPN, tdk dibebankan sbg biaya dlm SPT
Tahunan PPh, atau tdk dikapitalisasi dlm hrg perolehan;
c. Pajak yg dipungut tlh dilaporkan oleh pemungut dlm SPT Masa PPN WP
pemungut; dan
d. Pajak yg dipungut tdk diajukan keberatan oleh WP yg dipungut sesuai Pasal
25 ayat (1) huruf e UU KUP.
5. Pemungutan a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh disetor ke kas negara;
PPnBM b. Tdk dibiayakan dlm SPT Tahunan PPh WP yg dipungut atau tdk
dikapitalisasi dlm hrg perolehan;
c. Pajak yg dipungut tlh dilaporkan oleh pemungut dlm SPT Masa PPN WP
pemungut; dan
d. Pajak yg dipungut tdk diajukan keberatan oleh WP yg dipungut sesuai Pasal
25 ayat (1) huruf e UU KUP.
6. Pemotongan a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor ke kas negara; dan
atau b. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor tsb tlh dilaporkan dlm
pemungutan SPT Masa WP pemotong/pemungut.
pajak thd
WPLN
 Dlm hal berdasarkan LHV: (Pasal 11 ayat (9) & (1) PMK-10/PMK.03/2013)
 terdapat kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang, Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB.
 tdk terdapat pajak yg seharusnya tdk terutang, Dirjen Pajak menyampaikan scr tertulis kpd pemohon.
 Dlm hal permohonan pengembalian pajak yg seharusnya tdk terutang diajukan oleh OP/Badan
yg tdk diwajibkan memiliki NPWP: (Pasal 12 PMK-10/PMK.03/2013)
 Utk Badan, pd 2 digit pertama dicantumkan angka “01”
 Utk OP, pd 2 digit pertama dicantumkan angka “04”

B‐
 Pd 7 digit berikutnya dicantumkan angka “0”;
 Pd 3 digit berikutnya dicantumkan angka kode KPP tempat permohonan diajukan
 Pd 3 digit terakhir dicantumkan angka “0”.

 Thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPh yg seharusnya tdk terutang yg diajukan oleh WP DN
sebagaimana dimaksud dlm PER-5/PJ/2011 bagi WP DN sbl berlakunya PMK- 10/PMK.03/2013 (tanggal 1 Feb
2013) diselesaikan sesuai dgn ketentuan dlm PER-5/PJ/2011. (Pasal 2 PER-18/PJ/2013)

B‐
PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK

A. PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK UTK WP DGN KRITERIA TERTENTU

1. Dasar Hukum:
 Pasal 17C ayat (7) UU KUP
 Pasal 27 ayat (2) PP 74 Thn 2011
 PMK-74/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) → mencabut PMK-192/PMK.03/2007
 PMK-72/PMK.03/2010
 PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut KEP-550/PJ./2000 jo KEP-
213/PJ./2013
SE terkait:
 SE-62/PJ/2012

2. Cara Penetapan WP dgn Kriteria Tertentu (WP Patuh):


a. Berdasarkan permohonan dari WP; atau
 Batas waktu pengajuan permohonan ini diajukan paling lambat tanggal 10 Jan pd thn penetapan
WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4 ayat (2) PMK-74/PMK.03/2012)
 Permohonan diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP Domisili terdaftar (NPWP dgn kode
3 digit terakhir adalah "000") dgn dilampiri: (Butir E angka 2 SE-62/PJ/2012)
 Rekapitulasi nomor & tanggal bukti penerimaan SPT Masa utk masa pajak Jan s.d. November
thn terakhir utk setiap jenis pajak; dan
 Rekapitulasi nomor & tanggal bukti penerimaan SPT Tahunan selama 3 thn pajak terakhir yg
wajib disampaikan s.d. akhir thn sbl thn penetapan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu.
 Dlm hal WP mempunyai > 1 tempat kegiatan usaha/cabang maka permohonan diajukan scr tertulis
kpd Kepala KPP tempat WP Domisili terdaftar dgn dilampiri: (Butir E angka 3 SE-62/PJ/2012)
 Rekapitulasi nomor bukti & tanggal penerimaan SPT Masa utk masa pajak Jan s.d. Nov thn
terakhir utk setiap jenis pajak dan utk setiap tempat kegiatan usaha/cabang; dan
 Rekapitulasi nomor & tanggal bukti penerimaan SPT Tahunan selama 3 thn pajak terakhir yg
wajib disampaikan s.d. akhir thn sbl thn penetapan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu.
b. Berdasarkan kewenangan Dirjen Pajak scr jabatan

3. Persyaratan WP Dgn Kriteria Tertentu & Penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu:


 Hrs memenuhi persyaratan:
1. Tepat waktu dlm menyampaikan SPT, yg meliputi: (Pasal 3 ayat (1) PMK-
74/PMK.03/2012)
 Penyampaian SPT Tahunan selama 3 Thn Pajak terakhir yg wajib disampaikan s.d. akhir thn
sbl thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu dilakukan tepat waktu;
 Penyampaian SPT Masa yg terlambat dlm thn terakhir sbl thn penetapan WP Dgn Kriteria
Tertentu utk Masa Pajak Jan sampai Nov tdk lbh dari 3 Masa Pajak utk setiap jenis pajak
dan tdk berturut-turut;
 Slr SPT Masa dlm thn terakhir sbl thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu utk Masa Pajak
Jan sampai Nov tlh disampaikan; dan
 SPT Masa yg terlambat sebagaimana dimaksud pd huruf b tlh disampaikan tdk lewat dari
batas waktu penyampaian SPT Masa Masa Pajak berikutnya.
2. Tdk mempunyai tunggakan pajak utk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak
yg tlh memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
Yg dimaksud dgn tdk mempunyai tunggakan pajak adalah keadaan WP pd tanggal 31 Des thn sbl
penetapan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 3 ayat (2) PMK- 74/PMK.03/2012)
3. LK diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah
dgn pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 thn berturut-turut.

B‐
Yg dimaksud dgn LK yg dilampirkan dlm SPT Tahunan PPh yg wajib disampaikan selama 3 thn
berturut-turut s.d. akhir thn sbl thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu; (Pasal 3 ayat (3) PMK-
74/PMK.03/2012)
4. Tdk pernah dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap dlm
jangka waktu 5 thn terakhir.
 Berdasarkan hasil penelitian atas pemenuhan persyaratan ini, Dirjen Pajak: (Pasal 4 ayat (3)
PMK-74/PMK.03/2012)
 Menerbitkan keputusan mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu, dlm hal permohonan WP
memenuhi persyaratan (dgn contoh format Lamp I PMK- 74/PMK.03/2012); atau
 Memberitahukan scr tertulis kpd WP mengenai penolakan permohonan, dlm hal permohonan WP
tdk memenuhi persyaratan. (dgn contoh format Lamp II PMK- 74/PMK.03/2012)
 Penerbitan keputusan atas WP Dgn Kriteria Tertentu dan pemberitahuan scr tertulis tsb, dilakukan
paling lambat tanggal 20 Feb pd thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4 ayat (4)
PMK-74/PMK.03/2012)
 Apabila s.d. tanggal 20 Feb pd thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu, Dirjen Pajak tdk memberikan
keputusan, permohonan WP dianggap disetujui dan Dirjen Pajak menerbitkan keputusan mengenai
penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4 ayat (5) PMK- 74/PMK.03/2012)
 Keputusan mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu diterbitkan paling lambat 5 hari kerja stl
berakhirnya batas waktu yg ditentukan (5 hari kerja stl tanggal 20 Feb pd thn penetapan WP Dgn
Kriteria Tertentu) (Pasal 4 ayat (6) PMK-74/PMK.03/2012)
 Keputusan Dirjen Pajak mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu berlaku utk jangka waktu 2 thn
kalender, terhitung sejak tanggal 1 Jan pd thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4 ayat (7)
PMK-74/PMK.03/2012)

4. Penelitian atas Permohonan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak bagi WP Dgn


Kriteria Tertentu:
 Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
 Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
 Kebenaran Kredit Pajak atau PM berdasarkan hasil konfirmasi dlm sistem aplikasi DJP atau
konfirmasi dgn menggunakan surat; dan
 Kebenaran pembayaran pajak yg tlh dilakukan oleh WP.

Ket:
 Thd WP yg tlh ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu (berdasarkan permohonan WP), permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17C UU KUP. (Pasal
6 ayat (1) PMK-74/PMK.03/2012)
 Thd WP yg ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu (berdasarkan kewenangan Dirjen Pajak scr
jabatan), permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan Pasal
17C UU KUP, kecuali WP mengajukan permohonan utk diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B
UU KUP. (Pasal 6 ayat (2) PMK-74/PMK.03/2012)
 Dlm hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan oleh PKP berisiko
rendah yg juga ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu, pengembalian kelebihan
pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN. (Pasal 6 ayat (3)
PMK-74/PMK.03/2012)
 Dlm hal WP yg ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu tdk menyampaikan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak scr tertulis, SPT yg disampaikan WP menjadi SPT LB yg
tdk disertai dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan ditindaklanjuti
berdasarkan ketentuan dlm Pasal 17 ayat (1) UU KUP. (Pasal 6 ayat (4) PMK- 74/PMK.03/2012)

5. Penerbitan SKPPKP:
 Dirjen Pajak stl melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari
WP Dgn Kriteria Tertentu, menerbitkan SKPPKP:

B‐
 Paling lama 3 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPh
 Paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPN
Mulai tanggal 23 Sept 2014, sesuai PER-25/PJ/2014 terdapat persyaratan agar SPT Masa PPN 111
LB Resitusi yg dimintakan pengembalian pendahuluan sesuai Pasal 17C UU KUP dpt diterima
lengkap. → lihat Bab B-10 SPT Masa PPN
 Apabila jangka waktu tsb tlh terlampaui tetapi SKPPKP blm diterbitkan, Kepala KPP hrs menerbitkan
SKPPKP paling lama 7 hari kerja stl jangka waktu tsb berakhir.

6. Hal-hal yg Menyebabkan SKPPKP Tdk Diterbitkan:


 SKPPKP tdk diterbitkan dlm hal berdasarkan hasil penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dari WP Dgn Kriteria Tertentu menunjukkan:
 Tdk terdapat kelebihan pembayaran pajak;
 SPT beserta lampirannya tdk lengkap;
 Penulisan dan penghitungan pajak tdk benar;
 Kredit Pajak atau Pajak Masukan berdasarkan hasil konfirmasi dlm sistem aplikasi DJP atau
konfirmasi dgn menggunakan surat tdk benar; atau
 Pembayaran pajak tdk benar.
 Dlm hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tdk diterbitkan SKPPKP, WP
dianggap tdk mengajukan permohonan.

7. Pencabutan Penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu:


 Dicabut penetapannya dlm hal WP:
 Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka atau dilakukan tindakan Penyidikan Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan;
 Terlambat menyampaikan SPT Masa utk suatu jenis pajak tertentu 2 Masa Pajak berturut-turut;
 Terlambat menyampaikan SPT Masa utk suatu jenis pajak tertentu 3 Masa Pajak dlm 1 thn
kalender; atau
 Terlambat menyampaikan SPT Tahunan.
 Dirjen Pajak menerbitkan keputusan mengenai pencabutan penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu dan
memberitahukan scr tertulis kpd WP

B. PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK UTK WP DGN PERSYARATAN


TERTENTU

1. Dasar Hukum:
 Pasal 17D UU KUP
 PMK-198/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) → mencabut PMK-193/PMK.03/2007 jo
PMK-54/PMK.03/2009
 PMK-72/PMK.03/2010
 PER-03/PJ/2014 (berlaku sejak 3 Feb 2014) → mencabut PER-40/PJ/2009 (berlaku sejak 7 Juli
2009)
SE terkait:
 SE-12/PJ/2014 (berlaku sejak 13 Mar 2014) → mencabut SE-67/PJ/2009

2. WP yg Memenuhi Persyaratan Tertentu (WP sesuai Pasal 17D UU KUP) yg Dpt Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak: (Pasal 2 PMK-198/PMK.03/2013)
a. WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yg menyampaikan SPT Tahunan PPh LB
Restitusi;
b. WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yg menyampaikan SPT Tahunan PPh LB
Restitusi dgn jml LB < Rp 10 juta;
c. WP badan yg menyampaikan SPT Tahunan PPh LB Restitusi dgn jml LB < Rp 100 juta; atau
d. PKP yg menyampaikan SPT Masa PPN LB Restitusi dgn jml LB < Rp 100 juta.

3. Analisis Risiko:

B‐
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak hrs didasarkan pd analisis risiko yg
pedomannya ditetapkan oleh Dirjen Pajak, yg mempertimbangkan perilaku & kepatuhan WP yg dpt berupa
(Pasal 3 PMK-198/PMK.03/2013):
a. Kepatuhan penyampaian SPT;
Kepatuhan penyampaian SPT terpenuhi dlm hal WP tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh utk 1
Thn Pajak terakhir yg sdh menjadi kewajiban utk disampaikan sbl Thn Pajak yg diajukan permohonan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. (Butir III angka 2 SE- 12/PJ/2014)
b. Kepatuhan dlm melunasi utang pajak; dan
 Kepatuhan dlm melunasi utang pajak terpenuhi dlm hal: (Butir III angka 3 SE-12/PJ/2014)
 WP tdk memiliki utang pajak; atau
 WP memiliki utang pajak namun thd utang pajak tsb blm diterbitkan Surat Paksa.
 Utang pajak ini terbatas pd utang pajak yg diadministrasikan pd KPP tempat WP mengajukan
permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. (Butir III angka 4
SE-12/PJ/2014)
c. Kebenaran SPT utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, dan Thn Pajak sbl-sbl-nya. Kebenaran
SPT utk Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak sbl-nya mrp kebenaran formal dan terpenuhi dlm hal
WP tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh dan lampiran-lampirannya, utk 1 Thn Pajak terakhir yg sdh
menjadi kewajiban utk disampaikan sbl Thn Pajak yg diajukan permohonan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, yg dibuktikan dgn tlh diterbitkannya tanda terima SPT.
(Butir III angka 5 SE-12/PJ/2014)
Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yg tdk memenuhi ketentuan analisis
risiko, diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP. (Butir III angka 6 SE-12/PJ/2014)

4. Cara Mengajukan Permohonan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak: (Pasal 4 PMK-


198/PMK.03/2013)
 WP yg memenuhi persyaratan tertentu dpt diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
pajak apabila mengajukan permohonan ke KPP tempat WP terdaftar, dgn cara memberi tanda pd
SPT yg menyatakan LB Restitusi atau dgn cara mengajukan surat tersendiri.
 WP yg menyampaikan:
 SPT LB dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai ketentuan Pasal 17B
UU KUP; (Pasal 5 ayat (1) PMK-198/PMK.03/2013 & Butir II angka 3 huruf a SE-12/PJ/2014)
 SPT yg menyatakan LB tanpa ada permohonan kompensasi dan tanpa ada permohonan restitusi;
atau
 SPT pembetulan yg menyatakan LB dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
dianggap mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

5. Pemrosesan & Penelitian Thd Permohonan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak:

Dikecualikan dari permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak


oleh WP yg memenuhi persyaratan tertentu: (Butir II angka 6 SE-12/PJ/2014)
 SPT LB yg disampaikan oleh WP dgn Kriteria Tertentu sesuai Pasal 17C UU KUP;
 SPT Masa PPN LB utk Masa Pajak Januari s.d. November yg disampaikan oleh PKP selain PKP
sesuai Pasal 9 ayat (4b) UU PPN;
 SPT Masa PPN LB yg disampaikan oleh PKP berisiko rendah sesuai Pasal 9 ayat (4c) UU PPN;
 SPT Masa PPN yg disampaikan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB sesuai
PMK-147/PMK.04/2011 dan perubahannya.

Kondisi Permohonan Mekanisme Pemroresan


Permohonan pengembalian sesuai Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17D UU KUP, dan
Pasal 17B UU KUP diajukan oleh atas penyelesaian permohonan tsb Dirjen Pajak

B‐
WP yg memenuhi persyaratan memberitahukan kpd WP.
tertentu dlm Pasal 2 & 3 PMK- (Pasal 5 PMK-198/PMK.03/2013)
198/PMK.03/2013
Permohonan pengembalian dlm Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (4c) UU PPN.
Pasal 4 PMK-198/PMK.03/2013 (Pasal 6 ayat (1) PMK-198/PMK.03/2013)
diajukan oleh PKP beresiko rendah
sesuai Pasal 9 ayat (4c) UU KUP
Permohonan pengembalian dlm Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17C UU KUP.
Pasal 4 PMK-198/PMK.03/2013 (Pasal 6 ayat (2) PMK-198/PMK.03/2013)
diajukan oleh WP dgn Kriteria
Tertentu sesuai Pasal 17C UU KUP
Permohonan pengembalian dlm Pasal Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP, dan
4 PMK-198 yg tdk memenuhi atas penyelesaian permohonan tsb Dirjen Pajak
ketentuan dlm Pasal 3 PMK- memberitahukan kpd WP.
198/PMK.03/2013 (Pasal 7 PMK-198/PMK.03/2013)

Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kpd WP yg memenuhi persyaratan tertentu,


dilakukan stl Dirjen Pajak melakukan penelitian atas: (Pasal 8 PMK-198/PMK.03/2013)
 Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
 Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
 Kebenaran kredit pajak atau Pajak Masukan berdasarkan aplikasi DJP; dan
 Kebenaran pembayaran pajak yg dilakukan oleh WP.

6. Penerbitan SKPPKP: (Pasal 9 PMK-198/PMK.03/2013)


 Stl melakukan penelitian atas permohonan pengembalian pendahuluan, Dirjen Pajak menerbitkan
SKPPKP: (Pasal 9 ayat (1) PMK-198/PMK.03/2013)
 Paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap → utk PPh OP
 Paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap → utk PPh Badan
 Paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap → utk PPN
Apabila stl lewat jangka waktu tsb, Dirjen Pajak tdk menerbitkan keputusan, permohonan
pengembalian pendahuluan dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak menerbitkan SKPPKP paling lama 7
hari kerja stl jangka waktu pada Pasal 9 ayat (1) PMK198/PMK.03/2013 berakhir. Bentuk formulir
SKPPKP ada di Lamp PMK-198/PMK.03/2013.
 SKPPKP tdk diterbitkan apabila: (Pasal 10 PMK-198/PMK.03/2013)
 Tdk terdapat kelebihan pembayaran pajak;
 SPT beserta lampirannya tdk lengkap;
 Penulisan dan penghitungan pajak tdk benar;
 Kredit pajak atau PM berdasarkan sistem aplikasi DJP tdk benar;
 Pembayaran pajak yg dilakukan oleh WP tdk benar, atau
 WP dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan.
Dlm hal SKPPKP tdk diterbitkan, Dirjen Pajak memberitahukan scr tertulis kpd WP dan SPT yg
menyatakan LB tsb ditindaklanjuti sesuai Pasal 17 ayat (1) UU KUP.

7. Ketentuan Lain-lain: (Pasal 11 PMK-198/PMK.03/2013)


 Dirjen Pajak dpt melakukan pemeriksaan dlm rangka penerbitan skp thd WP yg tlh diterbitkan
SKPPKP sesuai Pasal 9 PMK-198/PMK.03/2013.
 Jika berdasarkan hasil pemeriksaan, Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB maka jml pajak yg KB tsb
ditambah dgn sanksi administrasi berupa kenaikan seb 100% sesuai Pasal 17D ayat (5) UU KUP.

8. Ketentuan Peralihan: (Pasal 13 PMK-198/PMK.03/2013)


Dgn berlakunya PMK-198/PMK.03/2013:
 Thd SPT pembetulan LB Restitusi atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sbl
berlakunya PMK-198/PMK.03/2013 yg disampaikan sejak 1 Jan 2014, diproses berdasarkan ketentuan
dlm PMK-198/PMK.03/2013.

B‐
 Thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak bagi WP yg memenuhi persyaratan
tertentu yg blm diselesaikan pengembaliannya s.d. tanggal 1 Jan 2014, diselesaikan berdasarkan PMK-
193/PMK.03/2007 jo PMK-54/PMK.03/2009.

Prosedur Penyelesaian Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi WP yg Memenuhi


Persyaratan Tertentu: Lamp I SE-12/PJ/2014

Jangka
Contoh Waktupermohonan
kasus Penyelesaian: pengembalian kelebihan pendahuluan kElebihan pembayaran
a. Proses
pajak analisis
melalui risiko dilakukan
penyampaian SPT paling lama 3 hari&kerja
Pembetulan sejak permohonan
Contoh penerapanditerima scr lengkap.
ketentuan analisis risiko
b. Pemberitahuan
berupa kepatuhanSPT LB DiprosesSPT
penyampaian Berdasarkan Ketentuan Pasal
serta kebenaran SPT 17B
utk UU
MasaKUP disampaikan
Pajak, BagiankpdThnWPPajak,
paling
dan Thn lamasbl-sbl-nya:
Pajak 5 hari kerja sejak
Lamp permohonan diterima scr lengkap.
III SE-12/PJ/2014
c. Pemberitahuan SPT LB Diproses Berdasarkan Ketentuan Pasal 17D UU KUP disampaikan kpd WP
palingyg
Form-form lama 5 hari kerja
digunakan sejakSE-12/PJ/2014:
berdasar permohonan diterima scr lengkap.
d. SKPPKP atau Pemberitahuan
No. Nama Form SKPPKP Tdk Diterbitkan utk: Sumber Pihak Pembuat
1.  PPh OPChecklist
Form paling lama 15 hariRisiko
Analisis kerja Terkait
sejak permohonan
PPh diterima
Lamp IIscr lengkap.
Bagian A Petugas Analisis
2.  PPhForm Checklist
Badan paling Analisis Risikosejak
lama 1 bulan Terkait PPN
permohonan Lampscr
diterima II lengkap.
Bagian B Risiko
3.  PPNFormpaling lama 1 bulan
Pemberitahuan SPTsejak
LB permohonan
Diproses diterima scr lengkap.
Lamp II Bagian C KPP
e. DlmBerdasarkan
hal SPT LBKetentuan
disampaikan
Pasalmelalui:
17D UU KUP
4.  Form
pos dgn bukti pengiriman
Pemberitahuan SPT surat; atau
LB Diproses Lamp II Bagian D
Berdasarkan
 perusahaan Ketentuan
jasa ekspedisiPasal
atau 17D UU KUP
jasa kurir dgn bukti pengiriman surat,
Contoh Form
pelaksanaan Laporan
proses Hasilrisiko
analiasis Penelitian dlm a dan pemberitahuan
pd huruf Lamp II BagiankpdEWP pd huruf b & c
Rangkadgn
dilakukan Pengembalian Pendahuluan
mempertimbangkan batas waktu penerbitan SKPPKP.
Kelebihan Pembayaran Pajak
5. Form Pemberitahuan SK Pengembalian Lamp I Bagian F
Pendahuluan Kelebihan Pajak Tdk
Diterbitkan
6. Form Daftar Nominatif SPT LB Terkait WP Lamp I Bagian G Kasi Pelayanan di
yg Memenuhi Persyaratan Tertentu KPP

C. PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK UTK PKP BERISIKO RENDAH

1. Dasar Hukum:
 Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
 PMK-71/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010)
 PMK-72/PMK.03/2010
 PER-31/PJ/2010 (berlaku sejak 5 Juli 2010)
SE terkait:
 SE-76/PJ/2010 ttg penyampaian PER-31/PJ/2010

2. PKP yg Dpt Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak:

B‐
PKP yg dpt diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak adalah PKP yg memenuhi ketentuan:
(Pasal 1 PMK-71/PMK.03/2010)
a. Melakukan kegiatan :
 Ekspor BKP Berwujud;
 Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kpd Pemungut Pajak ;
 Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yg PPN-nya tdk dipungut;
 Ekspor BKP Tdk Berwujud; dan/atau
 Ekspor JKP; dan
b. Tlh ditetapkan sbg PKP berisiko rendah.

3. Kriteria PKP Berisiko Rendah: (dgn syarat tdk pernah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
dan/atau penyidikan dlm jangka waktu 24 bulan terakhir) (Pasal 2 PMK-71/PMK.03/2010)
a. PKP mrp Perusahaan Terbuka yg paling sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b. PKP mrp perusahaan yg saham mayoritasnya dimiliki scr lsg oleh Pempus dan/atau Pemda;
atau
c. Produsen selain PKP pd huruf a & b, yg memenuhi persyaratan tertentu meliputi:
 Tepat waktu dlm penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir,
 Nilai BKP yg dijual pd thn sebelumnya paling sedikit 75% adalah produksi sendiri; dan
 LK utk 2 thn pajak sebelumnya diaudit oleh Akuntan Publik dgn pendapat WTP/ WDP.

4. Cara Agar Dpt Ditetapkan Menjadi PKP Berisiko Rendah: (Pasal 2 PER-31/PJ/2010)
 Utk ditetapkan sbg PKP berisiko rendah, PKP hrs menyampaikan permohonan kpd Kepala
KPP tempat WP dikukuhkan sbg PKP paling lambat 15 hari kerja sbl dimulainya Masa Pajak PKP
ditetapkan sbg PKP berisiko rendah dgn menggunakan form lamp I PER-31/PJ/2010.
 Permohonan disampaikan dgn melampirkan kelengkapan dokumen berupa:
 Keterangan dari instansi yg berwenang, yg dpt berupa Laporan Bulanan Kepemilikan Saham
Emiten atau Perusahaan Publik dan Rekapitulasi, bagi Perusahaan Terbuka yg paling sedikit 40%
dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
 Keterangan dari instansi yg berwenang, yg dpt berupa Akta Pendirian dan perubahannya, bagi
perusahaan yg saham mayoritasnya dimiliki scr lsg oleh Pempus dan/atau Pemda; atau
 Surat Pernyataan bahwa nilai BKP yg dijual pd thn sebelumnya paling sedikit 75% adalah
produksi sendiri dan LK utk 2 thn pajak sebelumnya yg diaudit oleh Akuntan Publik dgn pendapat
WTP/WDP, bagi produsen selain Perusahaan Terbuka dan BUMN/BUMD.

5. Keputusan Penetapan sbg PKP Berisiko Rendah: (Pasal 4 PER-31/PJ/2010)


 Dirjen Pajak menerbitkan keputusan penetapan sbg PKP berisiko rendah atau surat
pemberitahuan bahwa permohonan tdk dpt diproses paling lambat 15 hari kerja stl tanggal
diterimanya permohonan WP. Apabila jangka waktu ini tlh lewat dan Dirjen Pajak tdk
menerbitkan SK Penetapan PKP Berisiko Rendah atau surat pemberitahuan bahwa permohonan tdk dpt
diproses, maka permohonan PKP dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak hrs menerbitkan keputusan
penetapan sbg PKP berisiko rendah paling lama 15 hari kerja stl berakhirnya jangka waktu 15 hari
kerja stl tanggal diterimanya permohonan WP.
 Keputusan penetapan sbg PKP berisiko rendah berlaku sejak stl berakhirnya jangka waktu 15
hari kerja stl tanggal diterimanya permohonan WP.
 Keputusan penetapan sbg PKP beresiko rendah berlaku utk 24 Masa Pajak sejak Masa
Pajak PKP ditetapkan sbg PKP berisiko rendah.
 Apabila jangka waktu penetapan sbg PKP berisiko rendah berakhir, PKP dpt menyampaikan
permohonan kembali utk ditetapkan sbg PKP berisiko rendah. (Pasal 4 ayat (1)
PMK-71/PMK.03/2010)

6. Pencabutan Penetapan PKP Berisiko Rendah: (Pasal 5 PER-31/PJ/2010)


SK Penetapan PKP Berisiko Rendah dinyatakan tdk berlaku lagi apabila dlm masa berlakunya
penetapan sbg PKP berisiko rendah (stl berakhirnya jangka waktu 15 hari kerja stl tanggal diterimanya
permohonan WP). thd PKP dilakukan :

B‐
 Pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan (Penetapan PKP sbg PKP berisiko rendah dinyatakan
tdk berlaku sejak diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan)
 Pemeriksaan dan ternyata dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa PKP tdk lagi memenuhi kriteria sbg
PKP berisiko rendah (Penetapan PKP sbg PKP berisiko rendah dinyatakan tdk berlaku sejak
ditandatanganinya BA PAHP)

7. Penelitian & SKPPKP:


Penelitian dilakukan oleh DJP thd permohonan pengembalian kelebihan pajak, meliputi:
 kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a - e UU PPN;
 kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
 kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; dan
 kebenaran pembayaran pajak yg telah dilakukan oleh WP.

Dirjen Pajak stl melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak yg diajukan oleh
PKP, hrs menerbitkan SKPPKP paling lama 1 bulan sejak saat diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan Pajak. (Pasal 5 & 7 ayat (1) PMK-72/PMK.03/2010)

Apabila jangka waktu 1 bulan tsb tlh lewat dan Dirjen Pajak tdk menerbitkan SKPPKP, permohonan
pengembalian kelebihan Pajak yg diajukan dianggap dikabulkan dan SKPPKP hrs diterbitkan paling
lama 7 hari stl jangka waktu 1 bulan tsb berakhir. (Pasal 7 ayat (2) PMK- 72/PMK.03/2010)

8. Tdk Diterbitkannya SKPPKP Thd PKP Berisiko Rendah: (Pasal 7 PMK-72/PMK.03/2010)


Apabila:
 Hasil penelitian menyatakan PKP tdk memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a - e UU PPN;
 Hasil penelitian menyatakan tdk LB;
 Lampiran SPT tdk lengkap; dan/atau
 Pembayaran pajak tdk benar.
Dlm hal SKPPKP tdk diterbitkan, thd PKP beresiko rendah tsb hrs diberikan pemberitahuan scr tertulis dgn
menggunakan form Lamp PMK-72/PMK.03/2010 dan permohonan pengembalian kelebihan Pajak dari
PKP ini akan diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.

Pemeriksaan Thd PKP Pasal 17 C UU KUP, Pasal 17D UU KUP, PKP Resiko Rendah
 Dirjen Pajak stl melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak dpt melakukan pemeriksaan kpd
PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN, PKP kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 17C UU KUP, atau PKP yg memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 17D UU KUP (Pasal 9 ayat (1a) PMK- 72/PMK.03/2010)
 Dlm hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP kriteria tertentu atau PKP yg
memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jml kekurangan Pajak ditambah dgn sanksi administrasi
berupa kenaikan seb 100% dari jml kekurangan pembayaran Pajak (Pasal 17C dan Pasal 17D ayat (5) UU
KUP)
 Dlm hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP berisiko rendah wajib membayar jml
kekurangan Pajak ditambah dgn sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan, paling lama 24 bulan,
dari jml kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat
(2) UU KUP.

B‐
KELEBIHAN PEMBAYARAN

A. PENGHITUNGAN KELEBIHAN

PEMBAYARAN Dasar Hukum:


 PMK-16/PMK.03/2011 ttg Tata Cara Penghitungan & Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
 PER-7/PJ/2011 ttg Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
SE dan surat terkait:
 SE-22/PJ/2011
 S-1142/PJ.02/2013

Kelebihan Pembayaran Pajak yg Dpt Dikembalikan:


a. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (1) UU KUP
b. Pajak yg seharusnya tdk terutang dlm SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (2) UU KUP
c. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPLB sesuai Pasal 17B UU KUP
d. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPPKP sesuai Pasal 17C UU KUP
e. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPPKP sesuai Pasal 17D UU KUP
f. Pajak yg tlh dibayar atas pembelian BKP yg dibawa ke luar Daerah Pabean oleh OP pemegang paspor LN
dlm Pasal 17E UU KUP & Pasal 16E UU PPN
g. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPPKP sesuai Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
h. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Keberatan / Putusan Banding / Putusan PK oleh MA
i. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pembetulan sesuai Pasal 16 UU KUP
j. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pengurangan Sanksi Administrasi / SK Penghapusan Sanksi
Administrasi sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP
k. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pengurangan skp / SK Pembatalan skp sesuai Pasal 36 ayat (1)
huruf b UU KUP
l. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pengurangan STP / SK Pembatalan STP sesuai Pasal 36 ayat (1)
huruf c UU KUP

Tata Cara Penghitungan Kelebihan Pembayaran Pajak:


1. Kelebihan Pembayaran diperhitungkan dgn Utang Pajak di KPP domisili dan/atau KPP Lokasi
Utang Pajak yg tercantum dlm:
a. STP
b. SKPKB, SKPKBT, dan SK Keberatan, yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah, utk Masa
Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya
c. SKPKB atau SKPKBT yg tlh disetujui dlm PAHP, dan SK Keberatan yg tdk diajukan banding, yg
menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah, utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak
2008 dan sesudahnya
d. SKPKB atau SKPKBT atas jml yg tdk disetujui dlm PAHP, utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau
Thn Pajak 2008 dan sesudahnya, dlm hal:
1) tdk diajukan keberatan;
2) diajukan keberatan tetapi SK Keberatan mengabulkan sebagian, menolak, atau menambah jml
pajak terutang dan atas SK Keberatan tsb tdk diajukan banding; atau
3) diajukan keberatan dan atas SK Keberatan tsb diajukan banding tetapi Putusan Banding
mengabulkan sebagian, menambah jml pajak terutang, atau menolak;
e. SPPT, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau STP PBB
f. SK utk PBB yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah tetapi tdk diajukan banding
g. Putusan Banding atau Putusan PK yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah
h. SK Pembetulan yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah
2. Jika masih terdapat sisa stl diperhitungkan dgn utang pajak maka atas permohonan WP sisa
kelebihan dpt diperhitungkan dgn pajak yg akan terutang atau dgn Utang Pajak atas nama
WP lain.
3. Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dgn Utang Pajak ditindaklanjuti dgn kompensasi utang pajak, dan
dlm hal tdk ada utang pajak, slr kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kpd WP.

B‐
 WP hrs memberikan nomor & nama rekening bank atas nama WP yg bersangkutan ke
KPP utk keperluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (dlm hal masih terdapat
sisa kelebihan pembayaran pajak stl dilakukan Kompensasi Utang Pajak/dlm hal tdk
ada Utang Pajak), paling lambat 7 hari kerja sbl jangka waktu penerbitan SPMKP
berakhir.
 Dlm hal WP tdk memberikan nomor & nama rekening bank tsb, KPP tetap menerbitkan
SKPKPP dan SPMKP, kemudian disampaikan ke KPPN.
Jangka Waktu Pengembalian:
 Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan PPnBm stl diperhitungkan dgn utang pajak
dikembalikan dlm jangka waktu paling lama 1 bulan terhitung sejak:
1. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sehubungan diterbitkannya SKPLB sesuai dlm
Pasal 17 ayat (1) UU KUP, diterima
2. SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (2) / Pasal 17D UU KUP, diterbitkan
3. SKPPKP sesuai Pasal 17C / Pasal 17D / Pasal 9 ayat (4c) UU KUP, diterbitkan
4. SK Keberatan sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf h PMK-16, diterbitkan
5. Putusan Banding atau Putusan PK sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf h PMK-16, diterima kantor DJP yg
berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan PK
6. SK Pembetulan sesuai Pasal 16 UU KUP, diterbitkan
7. SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai Pasal 36 ayat
(1) huruf a UU KUP, diterbitkan
8. SK Pengurangan skp atau SK Pembatalan skp sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP,
diterbitkan
9. SK Pengurangan STP atau SK Pembatalan STP sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP,
diterbitkan
 Kelebihan pembayaran PBB stl diperhitungkan dgn utang pajak dikembalikan dlm jangka waktu
paling lama 1 bulan terhitung sejak:
1. SKKP PBB sesuai Pasal 3 huruf a PMK-16/PMK.03/2011
2. SK Keberatan sesuai Pasal 3 huruf b PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
3. Putusan Banding atau Putusan PK sesuai Pasal 3 huruf b PMK-16/PMK.03/2011, diterima kantor
DJP yg berwenang melaksakan Putusan Banding atau Putusan PK
4. SK Pemberian Pengurangan PBB sesuai Pasal 3 huruf c PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
5. SK Pengurangan Denda Administrasi sesuai Pasal 3 huruf d PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
6. SK Pembetulan PBB sesuai Pasal 3 huruf e PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
7. SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai Pasal 3 huruf
f PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
8. SK Pengurangan skp atau SK Pembatalan skp sesuai Pasal 3 huruf g PMK-16/PMK.03/2011,
diterbitkan
9. SK Pengurangan STP PBB atau SK Pembatalan STP PBB sesuai Pasal 3 huruf h PMK-
16/PMK.03/2011, diterbitkan
 KPP wajib menyampaikan SPMKP beserta SKPKPP dan/atau SSP, SSPBB, SSPPBB ke KPPN dgn
ketentuan: paling lama 2 hari kerja sbl jangka waktu 1 utk pengembalian kelebihan pembayaran stl
diperhitungkan dgn utang pajak sebagaimana dijelaskan di atas terlampaui.

Jangka Waktu Penyelesaian


3 minggu sejak
1. Permohonan WP diterima
2. SKPLB atau SKPPKP diterbitkan
3. SK Keberatan, SK Pembetulan, SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi
Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan Pajak atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak, yg
menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, diterbitkan
4. Putusan Banding atau Putusan PK, yg menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak,
diterima kantor DJP yg berwenang melaksakanan Putusan Banding atau Putusan PK
(SE-79/PJ/2010)

B‐
B. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Dasar Hukum:
 PMK-16/PMK.03/2011
 PER-7/PJ/2011
SE terkait:
 SE-17/PJ/2012 (berlaku sejak tanggal 05 Apr 2012) jo SE-25/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 25 Juli
2014, mencabut Lamp III SE-17/PJ/2012 dan mengubah form konfirmasi utang pajak)

1. Penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dituangkan dlm Nota


Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
 Format Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak: Lamp I PMK-
16/PMK.03/2011
 Bagi WP yg menggunakan pembukuan dgn mata uang Dollar AS, pengembalian diberikan dlm
mata uang rupiah, yg dihitung menggunakan kurs yg ditetapkan oleh MenKeu yg berlaku pd saat:
1. diterbitkannya SKPLB sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf a, b, c PMK-16/PMK.03/2011
2. diterbitkannya SKPPKP sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf d & e PMK-16/PMK.03/2011
3. diterbitkannya SK Keberatan atau diucapkannya Putusan Banding atau Putusan PK sesuai Pasal 2
ayat (1) huruf h PMK-16/PMK.03/2011
4. diterbitkannya SK sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf i, j, k, dan l PMK-16/PMK.03/2011
2. Pengembalian melalui kompensasi utang pajak dilakukan melalui pemotongan SPMKP
dan/atau transfer pembayaran
 Pemotongan SPMKP dlm hal: Kelebihan PPh, PPN, atau PPnBM dikompensasikan ke Utang Pajak
PPh, PPN, atau PPnBM
 Transfer Pembayaran dlm hal:
1. kelebihan pembayaran PPh, PPN, atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PBB;
2. kelebihan pembayaran PBB dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, PPnBM, atau PBB.
 Pemotongan SPMKP dan/atau transfer pembayaran dianggap sah apabila :
1. Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP tlh mendapatkan NTPN dan NPP;
2. Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran tlh mendapatkan NTPN, dan NTB atau
NTP.
3. Kepala KPP atas nama Dirjen Pajak menerbitkan SKPKPP
Format SKPKPP tercantum dlm Lampiran II PMK-16, dibuat rangkap 3 (lembar ke-1 utk WP, lembar ke-
2 utk KPPN, lembar ke-3 utk arsip KPP)
4. Atas dasar SKPKPP, Kepala KPP atas nama MenKeu menerbitkan SPMKP
Format SPMKP tercantum dlm Lampiran III PMK-16, dibuat rangkap 4 (lembar ke-1 dan lembar ke-2
utk KPPN, lembar ke-3 utk WP, lembar ke-4 utk arsip KPP)
SPMKP dibebankan pd akun pendapatan pajak thn anggaran berjalan, yaitu pd akun yg sama dgn akun
pd saat diakuinya pendapatan pajak semula.
5. SPMKP beserta SKPKPP disampaikan scr langsung ke KPPN.
 Dlm hal Kompensasi Utang Pajak melaui potongan SPMKP dilampiri dgn surat setoran
 Dlm hal Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran tdk perlu dilampiri surat setoran
6. Berdasarkan SPMKP, Kepala KPPN atas nama MenKeu menerbitkan SP2D
Dibuat rangkap 3 (lembar ke-1 utk Bank Operasional I atau Bank Operasional III, lembar ke-2 utk KPP
penerbit SPMKP, lembar ke-3 utk KPPN)
7. KPPN dlm hal :
Kompensasi melalui potongan SPMKP :
1. mengesahkan setiap surat setoran yg dilampirkan dlm SPMKP dgn membubuhkan cap, nama
dan tanda tangan pd kolom penyetor.
2. menerbitkan BPN dgn teraan (NTPN & NPP) sesuai dgn tanggal SP2D.
3. KPPN menyampaikan ke KPP penerbit SPMKP lembar ke-2 SPMKP dan lembar ke-2 SP2D,
dan disertai dgn surat setoran yg tlh disahkan.
8. Kompensasi melalui transfer pembayaran :
 KPP menyampaikan informasi akan adanya transfer penerimaan negara dan menyampaikan surat
setoran berupa SSP, SSPBB, dan/atau SSPPBB, ke:

B‐
1. Bank/Pos Persepsi tujuan utk SSP;
2. Bank/Pos Persepsi tujuan yg sekaligus merangkap sbg Bank Operasional III PBB utk SSPBB
atau SSP PBB.
 Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pd ayat (5) menerbitkan BPN, NTB atau NTP, dan NTPN
atas dasar transfer sesuai SP2D dari KPPN dan SSP, SSPBB, atau SSPPBB, yg diterima dari KPP.
 KPPN menyampaikan ke KPP penerbit SPMKP lembar ke-2 SPMKP dan lembar ke-2 SP2D, dan
disertai dgn surat setoran yg tlh disahkan.
9. Lembar BPN utk WP yg diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi dan/atau lembar SSP, SSPBB, atau SSPPBB,
utk WP yg tlh diterbitkan NTPN dan NTB atau NTP oleh Bank/Pos Persepsi disampaikan kpd WP
melalui KPP setempat.
10. Kepala KPP selaku pejabat yg diberi wewenang utk menandatangani SKPKPP dan SPMKP
menyampaikan spesimen tanda tangan kpd Kepala KPPN setiap awal thn anggaran atau
apabila terjadi perubahan pejabat yg bersangkutan.

Ket. Tambahan:
1. Atas kelebihan pembayaran PPh, PPN, PPnBM, dan/atau PBB hrs diperhitungkan terlebih dahulu dgn Utang
Pajakyg diadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi.
2. Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dgn Utang Pajak ditindaklanjuti dgn kompensasi Utang Pajak.
3. Kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui potongan SPMKP dan/atau transfer pembayaran.
4. Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP dilakukan dlm hal kelebihan pembayaran PPh, PPN,
atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, atau PPnBM.
5. Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran dilakukan dlm hal:
a. Kelebihan pembayaran PPh, PPN, atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PBB.
b. Kelebihan pembayaran PBB dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, PPnBM, atau PBB.
6. Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP dianggap sah apabila tlh mendapatkan NTPN dan NPP.
7. Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran dianggap sah apabila tlh mendapatkan NTPN, dan NTB
atau NTP.

B‐
PENGURANGAN, KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN

A. PEMBETULAN KESALAHAN TULIS, KESALAHAN HITUNG, DAN ATAU KEKELIRUAN


PENERAPAN KETENTUAN TERTENTU DLM PERPU PERPAJAKAN

Dasar Hukum:
 Pasal 16 UU KUP
 Pasal 34, 57, 64 PP 74 Thn 2011 → mencabut PP 80 Thn 2007
 PMK-11/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara pembetulan → mencabut
PMK-19/PMK.03/2008
 PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut PER-48/PJ/2009, PER-37/PJ/2008
 KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para
pejabat di lingkungan DJP

Yg Dpt Diajukan Pembetulan: (Pasal 2 ayat (1) PMK-11/PMK.03/2013)


Dirjen Pajak atas permohonan WP atau krn jabatannya dpt membetulkan:
1. skp yg meliputi SKPKB, SKPKBT, SKPN, dan SKPLB;
2. STP;
3. SK Pembetulan;
4. SK Keberatan;
5. SK Pengurangan Sanksi Administrasi;
6. SK Penghapusan Sanksi Administrasi;
7. SK Pengurangan Ketetapan Pajak; → dpt berupa SK Pengurangan Ketetapan Pajak atas skp atau SK
Pengurangan Ketetapan Pajak atas STP (Pasal 2 ayat (2) PMK-11/PMK.03/2013)
8. SK Pembatalan Ketetapan Pajak;
9. SK Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; → dpt berupa SK Pembatalan Ketetapan Pajak atas skp
atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak atas STP (Pasal 2 ayat (3) PMK- 11/PMK.03/2013)
10. SK Pemberian Imbalan Bunga;
11. SPPT;
12. SKP PBB;
13. STP PBB;
14. SK Pemberian Pengurangan PBB; atau
15. SK Pengurangan Denda PBB,
yg dlm penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dlm perpu di bidang perpajakan.

Ruang Lingkup Pembetulan: (Penjelasan Pasal 16 UU KUP)


1. Kesalahan tulis, berupa kesalahan penulisan nama, alamat, NPWP, nomor skp, jenis pajak, Masa Pajak
atau Thn Pajak, tanggal jatuh tempo, atau kesalahan tulis lainnya yg tdk mempengaruhi jml pajak
terutang.
2. Kesalahan hitung, meliputi:
a. Kesalahan yg berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau
pembagian suatu bilangan; atau
b. Kesalahan hitung yg diakibatkan oleh adanya penerbitan skp, STP, SK yg terkait dgn bidang
perpajakan, Putusan Banding, atau Putusan PK.
3. Kekeliruan dlm penerapan ketentuan tertentu dlm perpu perpajakan, berupa kekeliruan dlm
penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase NPPN, kekeliruan penerapan sanksi administrasi,
kekeliruan PTKP, kekeliruan penghitungan PPh dlm thn berjalan, dan kekeliruan dlm pengkreditan pajak.
→ Dlm hal terdapat kekeliruan pengkreditan PM PPN pd SK atau surat ketetapan yg dpt diajukan
pembetulan Pasal 16 UU KUP, pembetulan atas kekeliruan tsb hanya dpt dilakukan apabila: (Pasal 34
ayat (3) PP 74 Thn 2011 & Pasal 3 ayat (5) PMK-11/PMK.03/2013)
a. Terdapat perbedaan besarnya PM yg menjadi kredit pajak; dan
b. PM tsb tdk mengandung persengketaan antara fiskus & WP.

B‐19‐
Persyaratan Permohonan Pembetulan: (Pasal 4 PMK-11/PMK.03/2013)
1. 1 permohonan diajukan utk 1 skp, STP, atau SK lain yg terkait dgn bidang perpajakan dlm Pasal 2
ayat (1) PMK-11/PMK.03/2013);
2. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan;
3. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn disertai alasan permohonan dan
menggunakan format surat permohonan sesuai contoh dlm Lamp I PMK-11/PMK.03/2013); dan
Cara Penyampaian Tanda BPS Tanggal Diterima
No. (Pasal 5 ayat (1) PMK- Permohonan (Pasal 5 ayat (8) PMK-
11/PMK.03/2013) Pembetulan 11/PMK.03/2013)
a. Scr lsg pd KPP tempat WP BPS Tanggal yg tercantum pd
terdaftar dan/atau tempat PKP BPS
dikukuhkan
b. Melalui pos dgn bukti pengiriman Bukti Tanggal yg tercantum pd
surat scr tercatat Pengiriman Bukti Pengiriman Surat
Surat
c. Dgn cara 1) Melalui Bukti Tanggal yg tercantum pd
lain perusahaan jasa Pengiriman Bukti Pengiriman Surat
ekspedisi/jasa Surat
kurir dgn bukti
pengiriman surat
2) e-Filing BPE Tanggal yg tercantum pd
BPE
4. Surat permohonan tsb ditandatangani oleh WP, dan dlm hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh
WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP.

Hak & Kewajiban WP:


1. Dlm hal permohonan pembetulan tdk memenuhi ketentuan sesuai Pasal 4 PMK- 11/PMK.03/2013),
Dirjen Pajak mengembalikan permohonan pembetulan dgn menyampaikan pemberitahuan
tertulis kpd WP sbl jangka waktu 6 bulan sesuai Pasal 16 ayat
(2) UU KUP berakhir. (Pasal 6 ayat (2) PMK-11/PMK.03/2013)
2. Dlm hal permohonan pembetulan dikembalikan pd angka 1, WP masih dpt mengajukan permohonan dgn
ketentuan sesuai Pasal 4 PMK-11/PMK.03/2013).

Penerbitan Keputusan Pembetulan:


1. Dlm hal permohonan pembetulan memenuhi ketentuan sesuai Pasal 4 PMK-11/PMK.03/2013), Dirjen
Pajak menindaklanjuti permohonan tsb dgn meneliti permohonan WP. (Pasal 7 ayat (1)
PMK-11/PMK.03/2013)
Seksi Terkait:
2. DlmPermohonan disampaikan
rangka meneliti permohonankepembetulan
KPP (Seksi
pd Pelayanan dan Seksi
angka 1, Dirjen Waskon)
Pajak dpt meminta data,
informasi, dan/atau keterangan yg diperlukan.
3. Dirjen Pajak hrs menerbitkan SK Pembetulan dlm jangka waktu paling lama 6 bulan sejak
tanggal surat permohonan pembetulan diterima sesuai Pasal 5 ayat (8) PMK-
11/PMK.03/2013).
4. SK Pembetulan pd angka 3 berisi keputusan berupa:
a. Mengabulkan permohonan WP dgn membetulkan kesalahan atau kekeliruan yg dpt berupa
menambahkan, mengurangkan, atau menghapuskan jml pajak yg terutang; atau
b. Menolak permohonan WP.
5. Apabila jangka waktu 6 bulan pd angka 3 tlh terlampaui tetapi Dirjen Pajak tdk menerbitkan SK
Pembetulan pd angka 4 atau tdk mengembalikan permohonan pembetulan sesuai Pasal 6 ayat
(2) PMK-11/PMK.03/2013), permohonan pembetulan tsb dianggap dikabulkan dan Dirjen
Pajak hrs menerbitkan SK Pembetulan sesuai dgn permohonan WP.

B‐19‐
6. Dlm hal atas suatu skp diajukan permohonan pembetulan dan keberatan, SK Pembetulan
diterbitkan scr terpisah dgn SK Keberatan. (Pasal 7 ayat (6) PMK-11/PMK.03/2013)

Dirjen Pajak menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dlm hal: (Pasal 8 ayat (1) PMK-
11/PMK.03/2013)
a. Terdapat kesalahan hitung dlm skp akibat pelaksanaan MAP yg menghasilkan Persetujuan Bersama stl
skp diterbitkan dan thd skp tsb tdk diajukan keberatan atau tdk diajukan permohonan pengurangan atau
pembatalan skp yg tdk benar.
b. Terdapat kesalahan hitung dlm SK Keberatan akibat pelaksanaan MAP yg menghasilkan Persetujuan
Bersama stl Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dan thd SK Keberatan tsb tdk diajukan banding atau
WP mengajukan banding tetapi dicabut.
c. Terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dlm perpu
perpajakan yg diketahui oleh Dirjen Pajak dan blm diajukan permohonan pembetulan oleh WP.
 Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c yg
mengakibatkan jml pajak yg masih hrs dibayar dlm skp berubah, WP dpt mengajukan keberatan atas skp
yg dibetulkan scr jabatan tsb. Pengajuan keberatan tsb disampaikan dlm jangka waktu paling lama 3
bulan sejak tanggal dikirim SK Pembetulan. (Pasal 9 PMK- 11/PMK.03/2013)

Dirjen Pajak dpt menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dlm hal: (Pasal 10 PMK-
11/PMK.03/2013)
1. Terdapat SK Keberatan yg nyata-nyata tdk benar sbg akibat adanya kesalahan dlm penghitungan pajak yg
terutang atau pajak yg masih hrs dibayar utk Masa Pajak, bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan
sebelumnya; dan
2. Atas SK Keberatan tsb tdk dpt diajukan banding atau diajukan banding dgn putusan tdk dpt diterima.

Ketentuan Peralihan:
 Pd saat PP 74 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yg blm
diselesaikan yg berkaitan dgn
 Pembetulan thd SK Pemberian Imbalan Bunga sesuai Pasal 16 ayat (1) UU KUP utk
penerbitan SK Pemberian Imbalan Bunga stl tanggal 31 Des 2007; dan
 Batas waktu bagi Dirjen Pajak utk menerbitkan SK Pembetulan sesuai Pasal 16 ayat (2) UU
KUP utk pengajuan permohonan yg diterima stl tanggal 31 Des 2007;
berlaku ketentuan PP 74 Thn 2011. (Pasal 64 huruf c & d PP 74 Thn 2011)
 Dgn berlakunya PMK-11/PMK.03/2013, thd permohonan pembetulan yg diajukan sbl berlakunya PMK-
11 dan blm diselesaikan s.d. penerbitan SK, proses penyelesaian selanjutnya
s.d. penerbitan SK dilakukan berdasarkan ketentuan sesuai PMK-11/PMK.03/2013.

Form-form yg digunakan berdasar PMK-11/PMK.03/2013:


No. Nama Form Sumber Pihak Pembuat
1. Surat Permohonan Pembetulan Lamp I WP /Wakil/Kuasa
2. Surat Pengembalian Permohonan Pembetulan Lamp II DJP
3. SK Pembetulan Krn Permohonan WP Lamp III
4. SK Pembetulan Krn Permohonan WP Lamp IV
5. SK PembetulanScr Jabatan Lamp V

B‐19‐
B. KEBERATAN

Dasar Hukum:
 Pasal 25 & 26 UU KUP
 Pasal 28, 29, 30, 31, 33 PP 74 Thn 2011 → mencabut PP 80 Thn 2007
 PMK-9/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara pengajuan dan penyelesaian
keberatan → mencabut PMK-194/PMK.03/2007
 PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) →mencabut PER-49/PJ./2009, PER-52/PJ/2010
 KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para
pejabat di lingkungan DJP
SE terkait:
 SE-11/PJ/2014 (mulai berlaku tanggal 8 Apr 2014) ttg Petunjuk pelaksanaan penyelesaian
keberatan PPh, PPN dan/atau PPnBM  mencabut SE-122/PJ/2010

Ruang Lingkup Keberatan:


1. WP dpt mengajukan keberatan hanya kpd DJP atas suatu: (Pasal 25 ayat (1) UU KUP &
Pasal 2 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
a. SKPKB, kecuali SKPKB berdasarkan Pasal 13A UU KUP
b. SKPKBT;
c. SKPLB;
d. SKPN;
e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perpu perpajakan.
Seksi Terkait:
Permohonan disampaikan ke KPP (Seksi Pelayanan dan Seksi Waskon), tetapi
proses penyelesaiannya dilakukan oleh:
 Kanwil DJP (Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding), atau
2. WP hanya
Kantor
dptPusat DJP (Direktorat
mengajukan keberatan Keberatan dan Banding)
thd materi atau isi dari skp, yg meliputi jml rugi
berdasarkan ketentuan perpu perpajakan, jml besarnya pajak, atau thd materi atau isi dari pemotongan
atau pemungutan pajak. (Pasal 2 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
3. Dlm hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari skp atau pemotongan atau
pemungutan pajak, alasan tsb tdk dipertimbangkan dlm penyelesaian keberatan. (Pasal 2 ayat (4) PMK-
9/PMK.03/2013)

Persyaratan Pengajuan Keberatan:


Thn Pajak 2007 dan sbl-nya Thn Pajak 2008 dan sesudahnya
(Pasal 3 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013) (Pasal 4 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
a. Diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia; a. Diajukan scr tertulis dlm bahasa
Indonesia;
b. Mengemukakan jml pajak yg terutang atau jml b. Mengemukakan jml pajak yg terutang
pajak yg dipotong/dipungut atau jml rugi mnr atau jml pajak yg dipotong/dipungut atau
penghitungan WP dgn disertai alasan- alasan yg jml rugi mnr penghitungan WP dgn
menjadi dasar penghitungan; disertai alasan-alasan yg menjadi
dasar penghitungan;
c. 1 keberatan diajukan hanya utk 1 skp, utk 1 c. 1 keberatan diajukan hanya utk 1 skp, utk
pemotongan pajak, atau utk 1 pemungutan 1 pemotongan pajak, atau utk 1
pajak; pemungutan pajak;
d. WP tlh melunasi pajak yg masih hrs
dibayar paling sedikit sejumlah yg
tlh disetujui WP dlm PAHP/PAHV,
sbl Surat Keberatan disampaikan;
d. Diajukan dlm jangka waktu 3 bulan sejak e. Diajukan dlm jangka waktu 3 bulan
tanggal: sejak tanggal:
1) skp diterbitkan; atau 1) skp dikirim; atau
2) pemotongan/pemungutan pajak oleh 2) pemotongan/pemungutan pajak

B‐19‐
pihak ketiga, oleh pihak ketiga,
kecuali WP dpt menunjukan bahwa jangka kecuali WP dpt menunjukan bahwa
waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan di luar jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn
kekuasaan WP; keadaan di luar kekuasaan WP;
e. Surat Keberatan ditandatangani oleh WP, dan f. Surat Keberatan ditandatangani oleh WP,
dlm hal Surat Keberatan ditandatangani oleh dan dlm hal Surat Keberatan
bukan WP, Surat Keberatan tsb hrs dilampiri ditandatangani oleh bukan WP, Surat
dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) Keberatan tsb hrs dilampiri dgn surat
UU KUP; kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU
dan KUP; dan
f. WP tdk mengajukan permohonan sesuai g. WP tdk mengajukan permohonan
Pasal 36 UU KUP. sesuai Pasal 36 UU KUP.

Contoh Penghitungan jangka waktu 3 bulan: (Penjelasan Pasal 28 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
Contoh 1:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 20 Sept 2012 maka WP dpt mengajukan keberatan paling lama
tanggal 19 Des 2012.
Contoh 2:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 30 Nov 2012, maka WP dpt mengajukan keberatan paling lama
tanggal 28 Feb 2013.
Contoh 3:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 2 Jan 2013, maka WP dpt mengajukan keberatan paling lama
tanggal 1 Apr 2013.

Dlm hal stl WP mengajukan keberatan terdapat penerbitan SK Pembetulan oleh Dirjen Pajak scr jabatan yg
mengakibatkan persyaratan jml pajak yg masih hrs dilunasi pd Pasal 4 ayat (1) huruf d (WP tlh melunasi pajak
yg masih hrs dibayar paling sedikit sejumlah yg tlh disetujui WP dlm PAHP/PAHV, sbl Surat Keberatan
disampaikan) bertambah, proses penyelesaian keberatan yg diajukan oleh WP tsb tetap dilanjutkan oleh Dirjen
Pajak. (Pasal 6 PMK-9)

Ketentuan Pengajuan Keberatan:


Thn Pajak 2007 dan sbl-nya Thn Pajak 2008 dan sesudahnya
1. Dlm hal Surat Keberatan yg disampaikan 1. Dlm hal Surat Keberatan yg disampaikan
oleh WP tdk memenuhi persyaratan sesuai oleh WP tdk memenuhi persyaratan sesuai
ayat (1) huruf a, b, c, atau e, WP dpt ayat (1) huruf a, b, c, d, atau f, WP dpt
melakukan perbaikan atas Surat Keberatan melakukan perbaikan atas Surat Keberatan
tsb dan menyampaikan kembali sbl jangka tsb dan menyampaikan kembali sbl jangka
waktu 3 bulan sesuai ayat (1) huruf d waktu 3 bulan sesuai ayat (1) huruf e
terlampaui. terlampaui.
(Pasal 3 ayat (2) PMK-9/PMK.03/2013) (Pasal 4 ayat (2) PMK-9/PMK.03/2013)
2. Tanggal penyampaian Surat Keberatan yg 2. Tanggal penyampaian Surat Keberatan yg
tlh diperbaiki pd ayat (2) mrp tanggal Surat tlh diperbaiki pd ayat (2) mrp tanggal Surat
Keberatan diterima. Keberatan diterima.
(Pasal 3 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013) (Pasal 4 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
3. Pengajuan keberatan pd ayat (1): 3. Dlm hal WP mengajukan keberatan pd ayat
a. Tdk menunda kewajiban membayar (1), jangka waktu pelunasan pajak yg masih
pajak sebagaimana tercantum dlm hrs dibayar yg iak disetujui dlm
SKPKB dan SKPKBT sesuai Pasal 2 PAHP/PAHV sebagaimana tercantum dlm
ayat (1) huruf a & b; dan SKPKB dan SKPKBT sesuai Pasal 2 ayat (1)
b. Tdk menunda pelaksanaan huruf a & b, dan blm dibayar pd saat
penagihan pajak. pengajuan keberatan, tertangguh
(Pasal 3 ayat (4) PMK-9/PMK.03/2013) s.d. 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK
Keberatan.
(Pasal 4 ayat (4) PMK-9/PMK.03/2013)

B‐19‐
Keadaan di Luar Kekuasaan WP: (Pasal 5 ayat (1) & (2) PMK-9/PMK.03/2013)
a. Bencana alam;
b. Kebakaran;
c. Huru-hara/kerusuhan massal;
d. Diterbitkan SK Pembetulan scr jabatan yg mengakibatkan jml pajak yg masih hrs dibayar yg tertera dlm
skp berubah, kecuali SK Pembetulan yg diterbitkan akibat hasil Persetujuan Bersama; atau
→ Dlm hal terdapat penerbitan SK Pembetulan scr jabatan di atas dan WP blm mengajukan keberatan
atas skp, WP dpt mengajukan keberatan atas skp tsb dlm jangka waktu paling lama 3 bulan sejak
tanggal SK Pembetulan dikirim.
e. Keadaan lain berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak.
.
Cara Penyampaian dan tanggal diterima Surat Keberatan: (Pasal 9 PMK-9/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian Tanda BPS Tanggal Diterima
No. (Pasal 9 ayat (1) PMK- Permohonan (Pasal 9 ayat (8) PMK-
9/PMK.03/2013) Pembetulan 9/PMK.03/2013)
a. Scr lsg pd KPP tempat WP terdaftar BPS Tanggal yg tercantum pd
dan/atau tempat PKP dikukuhkan BPS

b. Melalui pos dgn bukti pengiriman Bukti Pengiriman Tanggal yg tercantum pd


surat scr tercatat Surat Bukti Pengiriman Surat
c. Dgn cara 1) Melalui
lain perusahaan jasa
ekspedisi/jasa kurir
dgn bukti
pengiriman surat
2) e-Filing BPE Tanggal yg tercantum pd
BPE

Permintaan Keterangan oleh WP: (Pasal 10 PMK-9/PMK.03/2013)


a. Sbl mengajukan keberatan, WP dpt meminta keterangan scr tertulis hal-hal yg menjadi DPP,
penghitungan rugi, pemotongan/pemungutan pajak kpd Dirjen Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar
dan/atau tempat PKP dikukuhkan.
b. Dirjen Pajak wajib memberikan keterangan yg diminta oleh WP.
c. Pemberian keterangan oleh Dirjen Pajak atas permintaan WP tdk menambah jangka waktu pengajuan
keberatan yg hrs dipatuhi oleh WP.

Ketentuan Terkait Pencabutan Pengajuan Keberatan oleh WP:


1. WP dpt mencabut pengajuan keberatan yg tlh disampaikan kpd Dirjen Pajak sbl tanggal diterima
SPUH oleh WP. (Pasal 30 ayat (3) PP 74 Thn 2011 & Pasal 11 ayat (1) PMK- 9/PMK.03/2013)
2. Pencabutan pengajuan keberatan tsb dilakukan melalui penyampaian permohonan dgn memenuhi
persyaratan: (Pasal 11 ayat (2) PMK-9/PMK.03/2013)
a. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dan dpt mencantumkan alasan
pencabutan (dgn menggunakan format dlm Lamp III PMK-9);
b. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan tsb ditandatangani bukan
oleh WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU
KUP; dan
c. Surat permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar dgn tembusan kpd Dirjen Pajak dan
Kepala Kanwil DJP yg mrp atasan Kepala KPP.
3. Dirjen Pajak wajib memberikan jawaban atas permohonan pencabutan pengajuan keberatan tsb berupa
surat persetujuan atau surat penolakan. (Pasal 11 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
4. WP yg mencabut pengajuan keberatan yg tlh disampaikan kpd Dirjen Pajak ini tdk dpt mengajukan
permohonan pengurangan atau pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 36 ayat
(1) huruf b UU KUP. (Pasal 30 ayat (4) PP 74 Thn 2011 & Pasal 12 ayat (1) PMK- 9/PMK.03/2013)

B‐19‐
5. Dlm hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan sesuai Pasal 30 ayat (3) PP 74 Thn 2011 atau
pengajuan keberatan tdk dipertimbangkan oleh Dirjen Pajak krn tdk memenuhi persyaratan pengajuan
keberatan sesuai pasal 25 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (3a) UU KUP, WP dianggap tdk
mengajukan keberatan. (Pasal 31 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
6. Dlm hal WP dianggap tdk mengajukan keberatan, pajak yg masih hrs dibayar dlm SKPKB/SKPKBT yg
tdk disetujui dlm PAHP/PAHV menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan skp. (Pasal 31 ayat (4) PP
74 Thn 2011 & Pasal 12 ayat (2) PMK-9)

WP yg Mengajukan Keberatan Tdk Dpt Mengajukan Permohonan: (Pasal 30 ayat (2) PP 74 Thn
2011)
1. Pengurangan, penghapusan, dan pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yg
terutang sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan (Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP);
2. Pengurangan atau pembatalan skp yg tdk benar (Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP); atau
3. Pembatalan skp dari hasil pemeriksaan/verifikasi yg dilaksanakan tanpa (Pasal 36 ayat (1) huruf d
UU KUP):
a. Penyampaian SPHP/SPHV;atau
b. PAHP/PAHV dgn WP.

Penyelesaian Keberatan:
1. Dlm proses penyelesaian keberatan, Dirjen Pajak berwenang utk:
a. Meminjam buku, catatan, data, dan informasi dlm bentuk hardcopy dan/atau softcopy kpd WP
terkait dgn materi yg disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku,
catatan, data, dan informasi;
b. Meminta WP utk memberikan keterangan terkait dgn materi yg disengketakan melalui penyampaian
surat permintaan keterangan;
c. Meminta keterangan atau bukti terkait dgn materi yg disengketakan kpd pihak ketiga yg mempunyai
hub dgn Wajib Pajak sesuai Pasal 35 ayat (1) UU KUP melalui penyampaian surat permintaan data
dan keterangan kpd pihak ketiga;
d. Meninjau tempat WP, termasuk tempat lain yg diperlukan;
e. Melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yg diperlukan dgn memanggil WP melalui
penyampaian surat panggilan; dan
 Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 hari kerja sbl tanggal pembahasan dan klarifikasi
atas sengketa perpajakan.
 Pembahasan dan klarifikasi tsb dituangkan dlm BA pembahasan dan klarifikasi sengketa
perpajakan.
f. Melakukan pemeriksaan utk tujuan lain dlm rangka keberatan utk mendapatkan data dan/atau
informasi yg objektif yg dpt dijadikan dasar dlm mempertimbangkan keputusan keberatan.
2. WP hrs memenuhi peminjaman pd angka 1 huruf a dan/atau permintaan pd angka 1 huruf b paling lama
15 hari kerja stl tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim.
3. Apabila s.d. jangka waktu 15 hari kerja stl tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat
permintaan keterangan dikirim berakhir, WP tdk meminjamkan sebagian atau slr buku, catatan, data dan
informasi dan/atau tdk memberikan keterangan yg diminta, Dirjen Pajak menyampaikan:
a. Surat permintaan peminjaman yg kedua; dan/atau
b. Surat permintaan keterangan yg kedua.
4. WP hrs memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yg kedua paling lama 10 hari kerja stl tanggal surat
peminjaman dan/atau permintaan yg kedua dikirim.
5. Perlakuan atas dokumen dlm Proses Penyelesaian Keberatan: (Pasal 14 PMK-
9/PMK.03/2013)
Dokumen Perlakuan Keterangan
Buku, catatan, data, Tdk Yg diminta pd saat pemeriksaan tetapi tdk
informasi, atau Dipertimbangkan diberikan oleh WP
keterangan lain yg Dipertimbangkan Yg pd saat pemeriksaan tetapi tdk diberikan

B‐19‐
diterima/diperoleh oleh WP krn berada di pihak ketiga dan blm
pd proses diperoleh WP pd saat pemeriksaan
penyelesaian skp yg Penghasilan Kena Pajaknya dihitung scr
keberatan jabatan terbatas pd:
a. Dokumen yg terkait dgn penghitungan
peredaran usaha atau penghasilan bruto dlm
rangka penghitungan penghasilan neto scr
jabatan; dan
b. Dokumen kredit pajak sbg pengurang PPh.
Dpt Yg tdk diminta pd saat pemeriksaan tetapi
Dipertimbangkan diperlukan dan diminta oleh Dirjen Pajak serta
diberikan oleh WP
Yg tdk diminta pd saat pemeriksaan dan
keberatan tetapi diberikan oleh WP
6. Dlm hal WP mengajukan keberatan dan mengajukan MAP scr bersamaan namun Persetujuan Bersama:
(Pasal 16 PMK-9/PMK.03/2013)
 Blm diperoleh pd saat SK Keberatan diterbitkan, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dgn
mempertahankan temuan pemeriksaan dlm skp yg diajukan MAP.
 Tlh diperoleh sbl SK Keberatan diterbitkan, Dirjen Pajak memperhitungkan Persetujuan Bersama
dlm SK Keberatan.
7. Dirjen Pajak dlm jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima
hrs memberikan keputusan atas keberatan yg diajukan. (Pasal 26 ayat (1) UU KUP, Pasal 33
ayat (1) PP 74 Thn 2011, dan Pasal 17 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
→ Jangka waktu tsb dihitung sejak tanggal Surat Keberatan diterima sesuai Pasal 9 ayat (8)
PMK-9/PMK.03/2013 s.d. tanggal SK Keberatan diterbitkan. Apabila jangka waktu tsb tlh
terlampaui dan Dirjen Pajak tdk memberi keputusan atas keberatan, keberatan yg diajukan oleh WP
dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan sesuai dgn pengajuan
keberatan WP dlm jangka waktu paling lama 1 bulan sejak jangka waktu 12 bulan tsb
berakhir.
8. Keputusan atas keberatan yg diajukan tsb diterbitkan berdasarkan laporan penelitian keberatan.
→ Keputusan atas keberatan tsb dpt berupa mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, menolak,
atau menambah besarnya jml pajak yg masih hrs dibayar yg dituangkan dlm SK Keberatan.
Dlm hal surat keberatan tdk memenuhi persyaratan, KPP memberikan jawaban scr tertulis dgn surat biasa
(bukan SK penolakan).
9. Dlm hal WP mengajukan keberatan atas skp sesuai Pasal 13 ayat (1) huruf b UU KUP (apabila Surat
Pemberitahuan tdk disampaikan dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan
stl ditegur scr tertulis tdk disampaikan pd waktunya sebagaimana ditentukan dlm Surat
Teguran) dan huruf d UU KUP (apabila kewajiban sesuai Pasal 28 / Pasal 29 tdk dipenuhi
shg tdk dpt diketahui besarnya pajak yg terutang), WP yg bersangkutan hrs dpt membuktikan
ketidakbenaran ketetapan pajak tsb.

Sanksi Administrasi Terkait Pengajuan Keberatan:


1. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 50% dari jml pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dgn pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan yaitu dlm hal:
a. Keberatan WP ditolak atau dikabulkan sebagian. (Pasal 25 ayat (9) UU KUP & Pasal 31 ayat
(1) PP 74 Thn 2011)
b. Keputusan keberatan atas pengajuan keberatan WP menambah jml pajak yg masih hrs dibayar.
(Pasal 31 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
2. Dlm hal WP mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda seb 50% ini tdk
dikenakan. (Pasal 25 ayat (10) UU KUP)
Jml pajak yg tlh dibayar sbl pengajuan keberatan meliputi baik pembayaran atas jml yg disetujui maupun yg
tdk disetujui dlm PAHP/PAHV.
3. Contoh perhitungan atas Pasal 31 ayat (1) PP 74 Thn 2011:

B‐19‐
a. Pd tanggal 2 Apr 2012, diterbitkan SKPKB dgn nilai Rp 1 M. Jml pajak yg disetujui dlm
PAHP seb Rp 300 juta.
b. Pd tanggal 1 Mei 2012, jml pajak yg disetujui maupun yg tdk disetujui dlm PAHP tlh dilunasi oleh
WP.
c. Pd tanggal 3 Mei 2012, WP mengajukan keberatan.
Jika SK Keberatan menolak pengajuan keberatan WP maka utk menghitung pengenaan sanksi
administrasi berupa denda seb 50% slr jml pajak yg tlh dibayar sbl pengajuan keberatan (baik yg
disetujui maupun tdk) hrs dikurangkan dari jml pajak yg masih hrs dibayar dlm SK Keberatan.
Dlm hal ini, dasar utk menghitung sanksi administrasi berupa denda seb 50% adalah seb Rp 0, yaitu seb
Rp 1 M (jml pajak dlm SK Keberatan) dikurangi dgn Rp 1 M (jml yg tlh dibayar sbl pengajuan
keberatan).

Ketentuan Terkait Imbalan Bunga:


Lihat Bab B-20 Imbalan Bunga
Ketentuan Peralihan:
 Sbl PP 74 Thn 2011 Berlaku (sbl 1 Jan 2012):
Thd proses penyelesaian keberatan sesuai Pasal 26 dan Pasal 26A UU KUP utk pengajuan keberatan yg
diterima stl tanggal 31 Des 2007 berlaku ketentuan berdasarkan UU KUP. (Pasal 36 ayat (2)
huruf f PP 80 Thn 2007)
 Stl PP 74 Thn 2011 Berlaku (sejak 1 Jan 2012):
Pd saat PP 74 Thn 2011 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yg
blm diselesaikan yg berkaitan dgn proses penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 26 &
Pasal 26A UU KUP utk pengajuan keberatan yg diterima stl tanggal 31 Des 2007 berlaku ketentuan
berdasarkan PP 74 Thn 2011. (Pasal 64 huruf f PP 74 Thn
2011)
→ Penjelasan Pasal 64 huruf f PP 74 Thn 2011: Pengajuan keberatan yg diterima stl tanggal 31 Des 2007
dan blm diselesaikan, proses penyelesaian keberatannya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 26 &
Pasal 26A UU KUP serta Pasal 33 PP 74 Thn 2011 tanpa memperhatikan Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak yg diajukan keberatan. Sedangkan persyaratan pengajuan keberatan khususnya
berupa kewajiban melunasi pajak yg masih hrs dibayar paling sedikit sejumlah yg disetujui pd saat
PAHP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 25 ayat (3a) UU KUP, hanya berlaku utk pengajuan keberatan
atas Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak 2008 dan setelahnya.

 Pengajuan
Form-form keberatan
yg digunakan tdk
berdasar menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
PMK-9/PMK.03/2013:
penagihan pajak. Pihak
No. Nama Form Sumber
 WP dpt mengajukan permohonan banding kpd Pengadilan Pajak thd keputusan Pembuat
1. keberatan yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Surat Keberatan Lamp I WP/Wakil/
Kuasa
2. Surat Pemberitahuan Keberatan Tdk Memenuhi Lamp II DJP
Persyaratan
3. Surat Permohonan Pencabutan Pengajuan Lamp III WP/Wakil/
Keberatan Kuasa
4. Surat Persetujuan Permohonan Pencabutan Lamp IV Bagian A DJP
Pengajuan Keberatan
5. Surat Penolakan Permohonan Pencabutan Lamp IV Bagian B
Pengajuan Keberatan
6. Surat Panggilan dlm Rangka Pembahasan dan Lamp V
Klarifkasi Sengketa Perpajakan

B‐19‐
7. Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, Data, Lamp VI Bagian A
dan Informasi Pertama
8. Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, Data, Lamp VI Bagian B
dan Informasi Kedua
9. Surat Permintaan Peminjaman Tambahan Buku, Catatan, Lamp VI Bagian C
Data, dan Informasi
10. Surat Permintaan Keterangan Lamp VI Bagian D
11. Surat Permintaan Keterangan Kedua Lamp VI Bagian E
12. Surat Permintaan Keterangan Tambahan Lamp VI Bagian F
13. BA Tdk Memenuhi Sebagian/Seluruhnya Lamp VII
Permintaan Peminjaman dan/atau Permintaan
Keterangan
14. BA Pembahasan dan Klarifikasi Sengketa Lamp VIII
Perpajakan
15. SPUH Lamp IX Bagian A
16. Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan Lamp IX Bagian B
17. Surat Tanggapan Hasil Penelitian Keberatan Lamp IX Bagian C WP/Wakil/
Kuasa
18. BA Kehadiran dan Pemberian Keterangan Tertulis Lamp X Bagian A DJP
19. BA Kehadiran WP Tetapi Tdk Memberikan Lamp X Bagian B
Keterangan Tertulis
20. BA Kehadiran WP Memberikan Keterangan Tetapi Tdk Lamp X Bagian C
Bersedia Tanda Tangan
21. BA Ketidakhadiran WP dan Tdk Memberikan Lamp XI Bagian A
Keterangan Tertulis
22. BA Ketidakhadiran WP dan Memberikan Lamp XI Bagian B
Keterangan Tertulis
23. SK Keberatan utk PPh Badan & OP Lamp XII Bagian A
24. SK Keberatan utk PPh Pot-Put Lamp XII Bagian B
25. SK Keberatan utk PPN dan PPnBM Lamp XII BagianC
26. SK Keberatan utk Pot-Put oleh Pihak Ketiga Lamp XII Bagian D

Prosedur berdasar SE-11/PJ/2014:


No. Nama Form Sumber
1. Prosedur Penanganan Pengajuan Keberatan Lamp I
2. Prosedur Penerimaan dan Penelitian Berkas Keberatan di Unit yg Lamp II
Berwenang utk Menerbitkan Keputusan atas Keberatan
3. Prosedur Penyelesaian Keberatan Lamp III

B‐19‐
C. PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU
PEMBATALAN skp ATAU STP

Dasar Hukum:
 Pasal 36 ayat (1) UU KUP
 Pasal 13, 35, 36 PP 74 Thn 2011 → mencabut PP 80 Thn 2007
 PMK-8/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara Pengurangan atau Penghapusan
Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan skp/STP → mencabut KMK-542/KMK.04/2000,
PMK-21/PMK.03/2008
 PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut PER-01/PJ.07/2007, PER- 37/PJ/2008,
PER-48/PJ/2009
 KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para pejabat
di lingkungan DJP
SE terkait:
 SE-17/PJ/2014 (berlaku stl 1 bulan sejak tanggal 07 Apr 2014) ttg Petunjuk pelaksanaan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan skp/STP → mencabut
SE-02/PJ.07/2007

Isi Penyampaian
Cara Pasal 36 ayat dan (1) UU KUP: diterima
tanggal → berlakuSuratsejak 1Permohonan:
Jan 2008
Dirjen Pajak krn jabatan atau atas permohonan WP dpt: Tanda BPS Tanggal Diterima
Cara Penyampaian
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda,
No. Permohonan (Pasal 3dan
ayatkenaikan
(8) PMK-yg
(Pasal 3 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
terutang sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan dlm hal sanksi tsb dikenakan
Pembetulan krn kekhilafan WP
8/PMK.03/2013)
a. atau Scrbukan
lsg pdkrn
KPPkesalahannya. (Pasal 36 ayat (1) huruf
tempat WP terdaftar BPSa); Tanggal yg tercantum pd
b. Mengurangkan
dan/atau tempatatau
PKPmembatalkan
dikukuhkanskp yg tdk. benar (Pasal 36 ayat (1) huruf
BPS b);
c.
b. Mengurangkan
Melalui pos dgnatau membatalkan
bukti pengirimanSTPsuratsesuai
scr Pasal 14 yg tdk benar. (Pasal
Bukti Tanggal 36ygayat (1) huruf
tercantum pd c);
atau
tercatat Pengiriman Bukti Pengiriman Surat
d. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau skp dari hasil pemeriksaan yg dilaksanakan tanpa:
Surat
c. 1.Dgn penyampaian
cara 1) SPHP; atau
Melalui perusahaan jasa Bukti Tanggal yg tercantum pd
2.lainPAHP dgn WP.ekspedisi/jasa
(Pasal 36 ayatkurir
(1) huruf d) Pengiriman Bukti Pengiriman Surat
Isi Pasal 35 PP 74 Thn 2011: → berlaku sejak 1 Jan 2012
Dirjen Pajak krn jabatan atau atas permohonan WP dpt:
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yg
terutang sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan dlm hal sanksi tsb dikenakan krn
kekhilafan WP, atau bukan krn kesalahannya;
b. Mengurangkan atau membatalkan skp yg tdk benar;
c. Mengurangkan atau membatalkan STP sesuai Pasal 14 UU KUP,yg tdk benar; atau
d. Membatalkan skp dari hasil Pemeriksaan atau Verifikasi, yg dilaksanakan tanpa:
1. penyampaian SPHP/SPHV; atau
2. PAHP/PAHV dgn WP.
Pengurangan, penghapusan, atau pembatalan scr jabatan dilakukan berdasarkan data dan/atau
informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak. (Pasal 27 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi scr Jabatan: Pasal 28 s.d. 29 PMK-
8/PMK.03/2013

B‐19‐
dgn bukti pengiriman Surat
surat
2) e-Filing BPE Tanggal yg tercantum pd
BPE
(Pasal 3 PMK-8/PMK.03/2013)

Pencabutan Permohonan WP:


 WP dpt melakukan pencabutan thd surat permohonan yg tlh disampaikan kpd Dirjen Pajak sbl diterbitkan
SK terkait permohonan WP.
 Pencabutan thd surat permohonan tsb hrs memenuhi persyaratan:
1. Pencabutan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dan dpt mencantumkan alasan pencabutan;
2. Pencabutan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
3. Surat pencabutan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat pencabutan ditandatangani bukan oleh
WP, surat pencabutan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP.
 Dlm hal WP melakukan pencabutan thd surat permohonannya , WP tdk berhak utk mengajukan kembali
permohonan yg sama dgn jenis permohonan yg dicabut.
(Pasal 26 PMK-3/PMK.03/2013)

Jangka Waktu Penyelesaian:


Paling lama 6 bulan sejak tanggal permohonan diterima. Keputusan dpt berupa mengabulkan
seluruhnya atau sebagian, atau menolak permohonan WP. Apabila jangka waktu dimaksud tlh lewat dan
Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan, maka permohonan yg diajukan tsb dianggap diterima.
(Pasal 36 ayat (1c) & (1d) UU KUP)

Seksi Terkait:
Ketentuan Peralihan:
 Permohonan disampaikan ke KPP sanksi
Permohonan pengurangan/penghapusan (Seksiadministrasi,
Pelayananpermohonan
dan Seksipengurangan/
Waskon), tetapi
pembatalan skp,
proses penyelesaiannya
permohonan dilakukanSTP:
pengurangan/pembatalan oleh:
 Kanwil DJPPajak,
utk Masa (Bidang Pengurangan,
Bagian Keberatan
Thn Pajak, atau Thn Pajakdan
2007Banding), atau yg diajukan stl berlakunya
dan sebelumnya
 Kantor Pusat DJP (Direktorat
PMK-8/PMK.03/2013, Keberatan
berlaku ketentuan dan Banding)
berdasarkan PMK-8;
 utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya yg diajukan stl berlakunya
PMK-8/PMK.03/2013, berlaku ketentuan berdasarkan PMK-8;
 Thd permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi, permohonan pengurangan/pembatalan
skp, permohonan pengurangan/pembatalan STP yg diajukan sbl berlakunya PMK-8/PMK.03/2013 dan
blm diselesaikan s.d. penerbitan SK, proses penyelesaian selanjutnya s.d. penerbitan SK dilakukan
berdasarkan ketentuan sesuai PMK-8/PMK.03/2013.
(Pasal 39 PMK-8/PMK.03/2013)

1. PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI


(Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP, Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013)

Sanksi Administrasi yg Dpt Dikurangkan/Dihapuskan berdasarkan Permohonan WP:


(Pasal 4 PMK-8/PMK.03/2013)
1. Sanksi administrasi yg tercantum dlm skp, kecuali sanksi administrasi yg tercantum dlm
SKPKB yg diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A UU KUP;
→ Hanya dpt diajukan dlm hal atas skp tsb:
a. Tdk diajukan keberatan;

B‐19‐
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan DJP tlh menyetujui permohonan
pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai
Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 5 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Sanksi administrasi yg tercantum dlm STP yg terkait dgn penerbitan skp, kecuali
sanksi administrasi yg tercantum dlm STP yg diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) & Pasal 27
ayat (5d) UU KUP; atau
→ Hanya dpt diajukan dlm hal skp yg terkait dgn STP tsb:
a. Tdk diajukan keberatan;
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan DJP tlh menyetujui permohonan
pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai
Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 5 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
→ Ketentuan yg hrs dipenuhi atas STP yg diajukan permohonan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai
Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai Pasal 2
huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 5 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
3. Sanksi administrasi yg tercantum dlm STP selain STP pd angka 2.
→ Ketentuan yg hrs dipenuhi atas STP yg diajukan permohonan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai
Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai Pasal 2
huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 5 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)

Syarat Mengajukan Permohonan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi yg


Tercantum dlm skp/STP:
1. 1 permohonan utk 1 skp/STP, kecuali permohonan tsb diajukan utk STP berdasarkan Pasal 19 ayat
(1) UU KUP, sepanjang terkait dgn skp yg sama maka 1 permohonan dpt diajukan utk lbh dari 1
STP;
2. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia;
3. Mengemukakan jml sanksi administrasi mnr WP dgn disertai alasan;
4. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan

B‐19‐
5. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh
WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP.
(Pasal 5 ayat (6) PMK-8/PMK.03/2013)

Ketentuan Jml Permohonan:


 Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 2 x.
 Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka waktu
paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, kecuali WP
dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan di luar kekuasaan WP.
 Permohonan yg kedua tetap diajukan thd skp/STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak. (Pasal
5 ayat (7) – (9) PMK-8/PMK.03/2013)

Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:


1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
 Utk permohonan yg pertama, WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP masih dpt
mengajukan permohonan paling banyak 2 x; atau
 Utk permohonan yg kedua, WP masih dpt mengajukan permohonan sepanjang jangka waktu 3
bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, blm terlampaui
(Pasal 6 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
a. Pasal 5 ayat (2) s.d. (5), utk permohonan pertama; atau
b. Pasal 5 ayat (2) s.d. ayat (5) dan ayat (8), utk permohonan kedua, WP
tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 6 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb dgn
menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan/ penghapusan sanksi
administrasi.
(Pasal 6 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)

Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:


1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb dgn
meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen, data, dan/atau informasi yg
diperlukan melalui penyampaian surat permintaan dokumen, data, dan/atau informasi.
→ WP hrs memenuhi permintaan ini paling lama 15 hari kerja sejak tanggal surat permintaan
dikirim.
3. Dlm rangka meneliti lbh lanjut permohonan tsb, Dirjen Pajak dpt meminta keterangan tambahan kpd
WP dgn menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan WP hrs memberikan keterangan
yg diminta dlm jangka waktu paling lama sebagaimana disebut dlm surat permintaan keterangan
tambahan.
4. Dlm hal WP tdk memenuhi sebagian atau slr permintaan tsb, permohonan tetap diproses sesuai dgn
dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yg ada atau yg diterima.
(Pasal 7 PMK-8/PMK.03/2013)

Permohonan Terkait Sanksi Administrasi yg Tercantum pd STP:


1. Akibat WP Melakukan Pembetulan SPT:
 Ketentuan dlm hal permohonan terkait dgn sanksi administrasi yg tercantum dlm STP
berdasarkan Pasal 8 ayat (2)/ayat (2a) UU KUP dan sanksi administrasi tsb melebihi jangka
waktu 24 bulan:
a. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila sanksi
administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP; dan

B‐19‐
b. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila jml pajak yg
kurang dibayar dlm pembetulan SPT yg menjadi dasar penerbitan STP berdasarkan Pasal 8
ayat (2)/ayat (2a) UU KUP tlh dilunasi oleh WP.
(Pasal 8 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
 Thd permohonan yg memenuhi ketentuan ini diberikan pengurangan sanksi administrasi shg
besarnya sanksi administrasi seb 2% per bulan menjadi 24 bulan. (Pasal 8 ayat (2)
PMK-8/PMK.03/2013)
→ sesuai Pasal 36 ayat (2) PP 74 Thn 2011
2. Akibat WP Melakukan Keterlambatan Pembayaran/Penyetoran Pajak yg tercantum pd
SPT:
 Ketentuan dlm hal permohonan terkait dgn sanksi administrasi yg tercantum dlm STP
berdasarkan Pasal 9 ayat (2a)/ayat (2b) UU KUP dan sanksi administrasi tsb melebihi jangka
waktu 24 bulan:
a. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila sanksi
administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP; dan
b. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila jml pajak yg
terutang atau kekurangan pembayaran pajak yg terutang yg menjadi dasar penerbitan STP
berdasarkan Pasal 9 ayat (2a)/ayat (2b) UU KUP tlh dilunasi oleh WP.
(Pasal 9 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
 Thd permohonan yg memenuhi ketentuan ini diberikan pengurangan sanksi administrasi shg
besarnya sanksi administrasi seb 2% per bulan menjadi 24 bulan. (Pasal 9 ayat (2)
PMK-8/PMK.03/2013)
 Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi atas STP sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, Pasal
9 ayat (2b) UU KUP, dan Pasal 19 ayat (1) UU KUP shg sanksi administrasi menjadi paling
lama 24 bulan, diberikan utk permohonan yg diajukan stl tanggal 31 Des 2011 s.d. tanggal 31
Des 2013.
(Pasal 11 PMK-8/PMK.03/2013)
→ sesuai Pasal 36 ayat (3) PP 74 Thn 2011
3. Akibat WP Melakukan Keterlambatan Pembayaran/Penyetoran Pajak yg Tercantum
pd skp, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, Putusan PK:
 Dlm hal permohonan terkait dgn sanksi administrasi yg tercantum dlm STP berdasarkan Pasal
19 ayat (1) UU KUP dan sanksi administrasi tsb melebihi jangka waktu 24 bulan, perhitungan
waktu sanksi administrasi dlm STP tsb dpt berasal dari perhitungan waktu yg tercantum dlm 1
atau bbrp STP utk dasar penagihan pajak yg sama.
(Pasal 10 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
 Ketentuan thd permohonan ini:
a. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila sanksi
administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP; dan
b. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila jml pajak yg
masih hrs dibayar dlm skp yg menjadi dasar penerbitan STP berdasarkan Pasal 19 ayat (1)
UU KUP tlh dilunasi oleh WP.
(Pasal 10 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
 Thd permohonan yg memenuhi ketentuan ini diberikan pengurangan sanksi administrasi shg
besarnya sanksi administrasi seb 2% per bulan menjadi 24 bulan. (Pasal 10 ayat (3)
PMK-8/PMK.03/2013)
 Keputusan diberikan atas @ STP yg diajukan permohonan.
(Pasal 10 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
 Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi atas STP sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, Pasal
9 ayat (2b) UU KUP, dan Pasal 19 ayat (1) UU KUP shg sanksi administrasi menjadi paling
lama 24 bulan, diberikan utk permohonan yg diajukan stl tanggal 31 Des 2011 s.d. tanggal 31
Des 2013.
(Pasal 11 PMK-8/PMK.03/2013)
→ sesuai Pasal 36 ayat (3) PP 74 Thn 2011

B‐19‐
Dpt Diberikannya Pengurangan/Penghapusan Sanksi Menjadi Kurang dari 24 Bulan:
Dpt dilakukan apabila:
1. Sanksi administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP;
2. Jml kekurangan pembayaran pajak yg menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi yg tercantum
dlm skp/STP tlh dilunasi oleh WP; dan
3. Memenuhi kriteria yg dpt berupa:
a. WP yg dikenai sanksi administrasi krn kesalahan DJP selain yg tercakup dlm kesalahan
sesuai Pasal 16 UU KUP;
b. WP yg dikenai sanksi administrasi krn keadaan yg disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan
krn kesalahan WP;
c. WP yg dikenai sanksi administrasi terkena bencana alam, kebakaran, huru- hara/kerusuhan
massal, atau kejadian luar biasa lainnya; atau
d. WP mengalami kesulitan likuiditas shg mempengaruhi kelangsungan usahanya. (Pasal
12 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
2. PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK YG TDK BENAR
(Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP, Pasal 2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013)

skp yd Dpt Dikurangkan/Dibatalkan:


skp yg dpt dikurangkan/dibatalkan berdasarkan permohonan WP adalah skp yg tdk benar, kecuali
SKPKB yg diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A UU KUP.
(Pasal 13 PMK-8/PMK.03/2013)
→ Hanya dpt diajukan dlm hal atas skp tsb:
1. Tdk diajukan keberatan;
2. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
3. Tdk diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 2 huruf a
PMK-8/PMK.03/2013;
4. Diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 2 huruf a PMK-
8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
5. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf
d PMK-8/PMK.03/2013;
6. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d PMK-
8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
7. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d PMK-
8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 14 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)

a. skp ygtdk
Permohonan tdkdpt
benar yg dptdlm
diajukan dikurangkan
hal skp tsbberdasarkan permohonan
diajukan keberatan, WPdicabut
tetapi meliputioleh
skp yg
WP.jml
(Pasal 14
ayat (3) pajak terutangnya tdk benar.
PMK-8/PMK.03/2013)
b. skp yg tdk benar yg dpt dibatalkan berdasarkan permohonan WP meliputi skp yg
seharusnya tdk Permohonan:
Syarat Mengajukan diterbitkan.
→ Dlm halutk
1. 1 permohonan skp dibatalkan, thd Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak, dan jenis
1 skp;
pajak yg terkait
2. Permohonan dgn skp
hrs diajukan scrygtertulis
dibatalkan tsb: Indonesia;
dlm bahasa
1. dianggap
3. Mengemukakan jml tdk pernah
pajak diterbitkan
yg terutang mnr skp; dan
perhitungan WP dgn disertai alasan;
2. DJP
4. Permohonan hrstetap dpt menerbitkan
disampaikan skp atas
ke KPP tempat WPMasa Pajak,dan
terdaftar; Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak
dan jenis pajak tsb.
(Pasal 13 ayat (2) – (3) PMK-8/PMK.03/2013)

B‐19‐
5. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan
WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UP KUP.
(Pasal 14 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)

Ketentuan Jml Permohonan:


 Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 2 x.
 Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka waktu
paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, kecuali WP
dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan di luar kekuasaan WP.
 Permohonan yg kedua tetap diajukan thd skp/STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak. (Pasal
14 ayat (5) – (7) PMK-8/PMK.03/2013)

Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:


1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
 Utk permohonan yg pertama, WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP masih dpt
mengajukan permohonan paling banyak 2 x; atau
 Utk permohonan yg kedua, WP masih dpt mengajukan permohonan sepanjang jangka waktu 3
bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, blm terlampaui
(Pasal 14 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
a. Pasal 14 ayat (2) & (3), utk permohonan pertama; atau
b. Pasal 5 ayat (2), (3) dan (6), utk permohonan kedua, WP
tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 14 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb dgn
menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan/ pembatalan skp yg
tdk benar.
(Pasal 15 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)

Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:


1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb dgn
meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan ini, Dirjen Pajak dpt meminta pembukuan atau pencatatan,
dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau informasi yg diperlukan
melalui penyampaian surat permintaan pembukuan atau pencatatan, dokumen yg menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau informasi.
→ WP hrs memenuhi permintaan ini paling lama 15 hari kerja sejak tanggal surat permintaan
dikirim.
3. Dlm rangka meneliti lbh lanjut permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta keterangan tambahan kpd
WP dgn menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan WP hrs memberikan keterangan
yg diminta dlm jangka waktu paling lama sebagaimana disebut dlm surat permintaan keterangan
tambahan.
4. Dirjen Pajak dpt mempertimbangkan pembukuan atau pencatatan, dokumen yg menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau informasi serta keterangan tambahan yg diberikan dlm
proses penyelesaian permohonan.
→ Dikecualikan dari ketentuan ini, dlm hal penghasilan kena pajak dlm skp dihitung scr jabatan
sesuai Pasal 11 ayat (3) & (4) PP 74 Thn 2011, dokumen yg dpt dipertimbangkan dlm proses
penyelesaian permohonan terbatas pd:
a. Dokumen yg terkait dgn penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dlm rangka
penghitungan penghasilan neto scr jabatan; dan
b. Dokumen kredit pajak sbg pengurang PPh.
(Pasal 16 PMK-8/PMK.03/2013)

B‐19‐
3. PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN STP YG TDK BENAR
(Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP, Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013)

STP yg dpt dikurangkan/dibatalkan berdasarkan permohonan WP:


(Pasal 17 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
1. STP yg tdk benar yg terkait dgn penerbitan skp; dan
 Permohonan hanya dpt diajukan dlm hal atas skp tsb:
a. Tdk diajukan keberatan;
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan Dirjen Pajak tlh menyetujui permohonan
pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai
Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 18 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
 Selain memenuhi ketentuan Pasal 18 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013, permohonan
pengurangan/pembatalan STP yg terkait dgn skp juga hrs memenuhi ketentuan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sesuai
Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/ penghapusan sanksi administrasi sesuai
Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 18 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
2. STP yg tdk benar selain STP pd angka 1.
 Permohonan hanya dpt diajukan dlm hal:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sesuai
Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sesuai
Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut WP.
(Pasal 18 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)

a. Mengajukan
Syarat STP yg tdk benar yg dpt dikurangkan berdasarkan permohonan WP meliputi STP dgn jml
Permohonan:
sanksi administrasi
1. 1 permohonan utk 1 STP;yg tdk benar.
2. b.Permohonan
STP yg tdk hrs benar
diajukanyg scr
dpttertulis
dibatalkan berdasarkan
dlm bahasa permohonan WP meliputi STP yg
Indonesia;
seharusnya tdk
3. Mengemukakan jmlditerbitkan.
tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi dlm STP mnr WP dgn disertai alasan;
4. (Pasal 17 ayat hrs
Permohonan (2) disampaikan
(3) PMK-8/PMK.03/2013)
ke KPP tempat WP terdaftar; dan
5. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan
WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP.
(Pasal 18 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)

Ketentuan Jml Permohonan:


 Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 2 x.

B‐19‐
 Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka waktu
paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, kecuali WP
dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan di luar kekuasaan WP.
 Permohonan yg kedua tetap diajukan thd STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak. (Pasal
18 ayat (6) – (8) PMK-8/PMK.03/2013)

Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:


1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
 Utk permohonan yg pertama, WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP masih dpt
mengajukan permohonan paling banyak 2 x; atau
 Utk permohonan yg kedua, WP masih dpt mengajukan permohonan sepanjang jangka waktu 3
bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, blm terlampaui
(Pasal 19 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
a. Pasal 18 ayat (2) s.d. (4), utk permohonan pertama; atau
b. Pasal 18 ayat (2) s.d. (4) dan (7), utk permohonan kedua, WP
tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 19 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb dgn
menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan/ pembatalan STP yg
tdk benar.
(Pasal 19 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)

Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:


1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb dgn
meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen, data, dan/atau informasi yg
diperlukan melalui penyampaian surat permintaan.
 WP hrs memenuhi permintaan ini paling lama 15 hari kerja stl tanggal surat permintaan dikirim.
3. Dlm rangka meneliti lbh lanjut permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta keterangan tambahan kpd
WP dgn menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan WP hrs memberikan keterangan
yg diminta dlm jangka waktu paling lama sebagaimana disebut dlm surat permintaan keterangan
tambahan.
4. Dlm hal WP tdk memenuhi sebagian atau slr permintaan, permohonan tetap diproses sesuai dgn
dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yg ada atau yg diterima.
(Pasal 20 PMK-8/PMK.03/2013)

4. PEMBATALAN skp HASIL PEMERIKSAAN ATAU HASIL VERIFIKASI


(Pasal 36 ayat (1) huruf d UU KUP, Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013)

skp hasil pemeriksaan/verifikasi yg dpt dibatalkan berdasarkan permohonan WP:


(Pasal 21 PMK-8/PMK.03/2013)
skp yg diterbitkan tanpa:
1. Penyampaian SPHP/SPHV;
2. PAHP/PAHV,
kecuali SKPKB yg diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A UU KUP, SKPKBT yg diterbitkan
berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) UU KUP dan SKPLB yg diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal
17 ayat (2) UU KUP.
 Hanya dpt diajukan dlm hal atas skp tsb:)
a. Tdk diajukan keberatan;
b. Tdk diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi
c. Diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi, tetapi dicabut oleh WP;

B‐19‐
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar; atau
e. Diajukan permohonan pembatalan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar,
tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 22 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013
 Permohonan tdk dpt diajukan dlm hal skp tsb:
a. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan; atau
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 22 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)

Syarat Mengajukan Permohonan:


1. 1 permohonan utk 1 skp;
2. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn menguraikan ttg tdk disampaikannya
SPHP/SPHV dan/atau tdk dilaksanakannya PAHP/PAHV;
3. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
4. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan
WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP.
(Pasal 22 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)

Ketentuan Jml Permohonan:


Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 1 x. (Pasal 22
ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)

Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:


1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP masih dpt mengajukan permohonan (Pasal 23
ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
Pasal 22 ayat (2) & (3) PMK-8/PMK.03/2013, WP tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 23 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb dgn
menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pembatalan skp hasil
pemeriksaan/verifikasi.
(Pasal 23 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)

Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:


1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb dgn
meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen, data, dan/atau informasi yg
diperlukan utk membuktikan tdk disampaikannya SPHP/SPHV dan/atau tdk dilaksanakannya
PAHP/PAHV melalui penyampaian surat permintaan.
(Pasal 24 PMK-8/PMK.03/2013)

Pengurangan, penghapusan, atau pembatalan scr jabatan:


→ dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 27 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
 Ketentuan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi scr Jabatan: Pasal 28 s.d. 29 PMK-
8/PMK.03/2013
 Ketentuan Pengurangan/Pembatalan skp yg Tdk Benar: Pasal 30 s.d. 32 PMK- 8/PMK.03/2013
 Ketentuan Pengurangan/Pembatalan STP yg Tdk Benar: Pasal 33 s.d. 35 PMK- 8/PMK.03/2013
 Ketentuan Pembatalan skp dari Hasil Pemeriksaan/Verifikasi: Pasal 36 s.d. 37 PMK-
8/PMK.03/2013

B‐19‐
Form-form yg digunakan berdasar PMK-8/PMK.03/2013:
Pihak
No. Nama Form Sumber Pembuat
1. Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Lamp I WP/Wakil/
Administrasi Bagian A Kuasa
2. Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan skp yg Tdk Lamp I
Benar Bagian B
3. Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk Lamp I
Benar Bagian C
4. Surat Permohonan Pembatalan skp Hasil Pemeriksaan/ Lamp I
Verifikasi Bagian D
5. Surat Pengembalian Permohonan Lamp II DJP
Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi Bagian A
6. Surat Pengembalian Permohonan Lamp II
Pengurangan/Pembatalan skp yg Tdk Benar Bagian B
7. Surat Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Lamp II
Pembatalan STP yg Tdk Benar Bagian C
8. Surat Pengembalian Permohonan Pembatalan skp Hasil Lamp II
Pemeriksaan/Verifikasi Bagian D
9. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Bagian A
Administrasi Berdasarkan Permohonan
10. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk benar Bagian B
Berdasarkan Permohonan
11. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pembatalan skp Hasil Pemeriksaan/ Bagian C
Verifikasi Berdasarkan Permohonan
12. Surat Permintaan Pembukuan atau Pencatatan, ,okumen yg Lamp III
Menjadi Dasar Pembukuan atau Pencatatan, Data Bagian D
dan/atau Informasi dlm Rangka Pengurangan atau Pembatalan
skp yg Tdk Benar Berdasarkan Permohonan
13. Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka Lamp III
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Bagian E
Berdasarkan Permohonan
14. Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm rangka Lamp III
Pengurangan atau Pembatalan skp yg Tdk benar Bagian F
Berdasarkan Permohonan
15. Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka Lamp III
Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka Bagian G
Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk Benar
Berdasarkan Permohonan
16. Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka Lamp III
Pembatalan skp Hasil Pemeriksaan/Verifikasi Bagian H
Berdasarkan Permohonan
17. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Bagian I
Administrasi Scr Jabatan
18. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi Lamp III
dlm Rangka Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk Benar Bagian J
scr Jabatan
19. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pembatalan skp Hasil Pemeriksaann/Verifikasi Scr Bagian K
Jabatan
20. Surat Permintaan Pembukuan/Pencatatan, Dokumen yg Lamp III
Menjadi Dasar Pembukuan/Pencatatan, Data, dan/atau Bagian L

B‐19‐
Informasi dlm Rangka Pengurangan atau Pembatalan skp yg
Tdk Benar Scr Jabatan
21. SK Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi krn Lamp IV
Permohonan WP Bagian A
22. SK Pengurangan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf b krn Permohonan WP Bagian B
23. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf b krn Permohonan WP Bagian C
24. SK Pengurangan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf c krn Permohonan WP Bagian D
25. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf c krn Permohonan WP Bagian E
26. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf d krn Permohonan WP Bagian F
27. SK Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi scr Lamp IV
Jabatan Bagian G
28. SK Pengurangan Ketetapan Paak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf b scr Jabatan Bagian H
29. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf b scr Jabatan Bagian I
30. SK Pengurangan Ketetapan Paak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf c scr Jabatan Bagian J
31. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf c scr Jabatan Bagian K
32. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf d scr Jabatan Bagian L

Prosedur berdasar SE-17/PJ/2014:


No. Nama Form Sumber
1. Prosedur Penyelesaian Permohonan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Lamp I
Administrasi
2. Prosedur Penyelesaian Permohonan Pengurangan/Pembatalan skp yg Tdk Lamp II
Benar
3. Prosedur Penyelesaian Permohonan Pengurangan/Pembatalan STP Lamp III
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 14 UU KUP yg Tdk Benar
4. Prosedur Penyelesaian Permohonan Pembatalan skp dari Hasil Lamp IV
Pemeriksaan/Verifikasi
5. Prosedur Penyelesaian Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi scr Lamp V
Jabatan
6. Prosedur Penyelesaian Pengurangan/Pembatalan skp yg Tdk Benar scr Jabatan Lamp VI

7. Prosedur Penyelesaian Pengurangan/Pembatalan STP sebagaimana Lamp VII


dimaksud dlm Pasal 14 UU KUP yg Tdk Benar scr Jabatan
8. Prosedur Penyelesaian Pembatalan skp dari Hasil Pemeriksaan/Verifikasi scr Lamp VIII
Jabatan

B‐19‐
D. BANDING

Dasar Hukum:
 Pasal 27 UU KUP
 Pasal 32 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012) → mencabut PP 80 Thn 2007
 Pasal 35, 36, 37, 38, 39 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg Pengadilan Pajak
 PMK-06/PMK.01/2007 ttg Persyaratan utk menjadi kuasa hukum pd Pengadilan Pajak
SE terkait:
 SE-65/PJ./2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Tata cara penanganan sidang banding dan gugatan
di Pengadilan Pajak  mencabut SE-28/PJ/2010

Definisi:
 Banding: Upaya hukum yg dpt dilakukan oleh WP atau penanggung Pajak thd suatu keputusan yg dpt
diajukan Banding, berdasarkan perpu perpajakan yg berlaku. (Pasal 1 angka 6 UU 14 Thn 2002)
 Surat Uraian Banding: Surat terbanding kpd Pengadilan Pajak yg berisi jawaban atas alasan Banding
yg diajukan oleh pemohon Banding. (Pasal 1 angka 8 UU 14 Thn 2002)
 Putusan Banding: Putusan badan peradilan pajak atas banding thd SK Keberatan yg diajukan oleh
WP. (Pasal 1 angka 35 UU KUP).

Syarat Pengajuan Banding:


1. WP dpt mengajukan permohonan banding hanya kpd badan peradilan pajak atas SK Keberatan sesuai
Pasal 26 ayat (1) UU KUP. (Pasal 27 ayat (1) UU KUP)
2. Permohonan diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn alasan yg jelas paling lama 3 bulan
sejak SK Keberatan diterima dan dilampiri dgn salinan SK Keberatan tsb. (Pasal 27 ayat
(3) UU KUP)
3. Thd 1 Keputusan diajukan 1 Surat Banding

Ketentuan Banding yg Berhubungan dgn Penagihan Pajak: (Pasal 27 UU KUP)


1. Dlm hal WP mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) / Pasal 9
ayat (3a) / Pasal 25 ayat (7) UU KUP, atas jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan keberatan,
tertangguh s.d. 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
(Pasal 27 ayat (5a) UU KUP).
 Isi Pasal 9 ayat (3) UU KUP: STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan,
Putusan Banding, serta Putusan PK, yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah, hrs dilunasi
dlm jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
 Isi Pasal 9 ayat (3a) UU KUP: Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu
pelunasan pd ayat (3) dpt diperpanjang paling lama menjadi 2 bulan yg ketentuannya diatur dgn atau
berdasarkan Peraturan MenKeu.
 Isi Pasal 25 ayat (7) UU KUP: Dlm hal WP mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak pd
Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan keberatan, tertangguh s.d.
1 bulan sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.
2. Jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan permohonan keberatan tdk termasuk sbg
utang pajak sesuai Pasal 11 ayat (1) & (1a).
(Pasal 27 ayat (5b) UU KUP).
 Apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak ini tdk dpt
digunakan utk melunasi jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan permohonan keberatan krn tdk
termasuk sbg utang pajak
3. Jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan permohonan banding blm mrp pajak yg
terutang s.d. Putusan Banding diterbitkan.
(Pasal 27 ayat (5c) UU KUP).
4. Dlm hal Putusan Banding berupa tdk dpt diterima, pajak yg masih hrs dibayar berdasarkan
SK Keberatan menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.
(Pasal 32 ayat (2) PP 74 Thn 2011)

B‐19‐
Yg Mengajukan Banding:
1. Banding dpt diajukan oleh WP ahli, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
2. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dpt dilanjutkan oleh ahli
warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dlm hal pemohon Banding pailit.
3. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dpt dilanjutkan oleh pihak yg
menerima pertanggungjawaban krn penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau
likuidasi dimaksud.
(Pasal 37 UU 14 Thn 2002)

Persidangan:
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat
Gugatan kpd terbanding atau tergugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima Surat
Banding atau Surat Gugatan.
2. Dlm hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kpd Pengadilan Pajak sesuai
Pasal 38 UU 14 Thn 2002, jangka waktu 14 hari pd angka 1 dihitung sejak tanggal diterima
surat atau dokumen susulan dimaksud.
3. Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb dlm jangka
waktu:
 3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
 1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
4. Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb oleh Pengadilan Pajak dikirim kpd pemohon
Banding atau penggugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Banding atau penggugat dpt menyerahkan Surat Bantahan kpd Pengadilan Pajak dlm
jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan pd angka
4.
6. Salinan Surat Bantahan pd angka 5 dikirimkan kpd terbanding atau tergugat, dlm jangka waktu 14 hari
sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
7. Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tdk memenuhi ketentuan pd
angka 3 atau angka 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.
(Pasal 44 & 45 UU 14 Thn 2002)

Jangka Waktu Penyelesaian Banding: Sesuai dgn ketentuan Pengadilan Pajak


Seksi Terkait:
Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding Kanwil DJP atau (Direktorat Keberatan
dan Banding Kantor Pusat DJP, yg menerbitkan SK Keberatan, membuat Surat Uraian
Banding. Surat Uraian Banding dibuat oleh DJP berdasarkan permintaan dari
Sekretariat Pengadilan Pajak utk memenuhi ketentuan UU 14 Thn 2002. Dlm hal Surat
Uraian Banding diselesaikan oleh Kanwil DJP, Surat Uraian Banding juga ditembuskan
ke Kantor Pusat DJP.
Sanksi Banding:
 Dlm hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi
administrasi berupa denda seb 100% dari jml pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dgn
pembayaran pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan.
(Pasal 27 ayat (5d) UU KUP).
 WP dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 100% tsb dlm hal Putusan Banding:
1. Menolak;
2. Mengabulkan sebagian;
3. Menambahkan pajak yg hrs dibayar; atau
4. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung yg menambah pajak yg masih hrs dibayar.
(Pasal 32 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
 Contoh penghitungan sanksi:

B‐19‐
 Contoh 1 (Putusan Banding menolak):
Diterbitkan SKPKB utk Thn Pajak 2008 dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M. Dlm
PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi pajak yg
disetujui dlm SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya.
Dirjen Pajak menolak keberatan WP.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan dgn amar
putusan menolak banding WP. Dgn demikian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda, yaitu
seb 100% x (Rp 1 M - Rp 200 juta) = Rp 800 juta
 Contoh 2 (Putusan Banding mengabulkan sebagian):
Diterbitkan SKPKB utk Thn Pajak 2008 dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M. Dlm
PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi pajak yg
disetujui dlm SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya.
Dirjen Pajak mengabulkan sebagian keberatan WP dgn jml pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb
Rp 750 juta.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan besarnya
pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 450 juta. Dlm hal demikian, WP dikenai sanksi
administrasi berupa denda, yaitu seb 100% x (Rp 450 juta - Rp 200 juta) = Rp 250 juta. Mengingat
WP sdh dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 100% maka
s.d. diterbitkannya Putusan Banding tsb WP tdk dikenai sanksi administrasi berupa bunga seb 2%
per bulan sesuai Pasal 19 ayat (1) UU KUP maupun sanksi administrasi berupa denda seb 50%
sesuai Pasal 25 ayat (9) UU KUP.
Sisa utang pajak seb Rp 250 juta tsb hrs dilunasi WP (jatuh tempo) paling lambat 1 bulan sejak
tanggal penerbitan Putusan Banding.
Apabila s.d. tanggal jatuh tempo sisa utang pajak tdk dilunasi maka dilakukan tindakan PPSP dan
berlaku ketentuan mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan sesuai
Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
 Contoh 3 (Putusan Banding menambah):
Diterbitkan SKPKB utk Thn Pajak 2008, dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M. Dlm
PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi jml yg
disetujui dlm SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya.
Dirjen Pajak menolak keberatan WP.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan dgn amar
putusan menambah pajak yg hrs dibayar menjadi seb Rp 1,3 M.
Dgn demikian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda, yaitu seb 100% x (Rp 1,3 M - Rp 200
juta) = Rp 1,1 M.
(Penjelasan Pasal 32 ayat (1) PP 74 Thn 2011)

Pencabutan Banding:
1. Thd Banding dpt diajukan surat pernyataan pencabutan kpd Pengadilan Pajak.
2. Banding yg dicabut tsb dihapus dari daftar sengketa dgn:
a. penetapan Ketua dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan sbl sidang dilaksanakan
b. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan
dlm sidang atas persetujuan terbanding
3. Banding yg tlh dicabut melalui penetapan atau putusan pd angka 2, tdk dpt diajukan kembali. (Pasal
39 UU 14 Thn 2002)

Ketentuan Terkait Imbalan Bunga:


Lihat Bab B-20 Imbalan Bunga
Dirjen Pajak menerbitkan surat pelaksanaan Putusan Banding stl menerima Putusan Banding
(Pasal 42 ayat (1) PP 74 Thn 2011 )

B‐19‐
Form-form yg digunakan berdasar SE-65/PJ./2012:
No. Nama Form Sumber
1. Susunan Tim Sidang Lamp I
2. Surat Uraian Banding Lamp II
3. Matrik Sengketa Lamp III
4. Surat Tanggapan Lamp IV
5. ST Lamp V
6. Resume Pokok Sengketa Banding Lamp VIa
7. Resume Pokok Sengketa Gugatan Lamp VIb
8. Permintaan Utk Menghadirkan Pemeriksa atau Peneliti/Penelaah Lamp VII
Keberatan/AR/Juru Sita/Pegawai lainnya*) dlm Rangka Pembahasan
Materi/Sidang Banding/Gugatan*)
9. Laporan Hasil Pembahasan Lamp VIII
10. Laporan Hasil Sidang di Pengadilan Pajak Lamp IX
11. Daftar Isi Arsip Sidang Banding Lamp Xa
12. Daftar Isi Arsip Sidang Gugatan Lamp Xb

B‐19‐
E. GUGATAN

Dasar Hukum:
 Pasal 23 UU KUP
 Pasal 37, 38, 39, 40, 41, 42 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
 Pasal 40, 41, 42, dan 43 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg Pengadilan Pajak
SE terkait:
 SE-65/PJ./2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Tata cara penanganan siding banding dan gugatan
di Pengadilan Pajak  mencabut SE-28/PJ/2010

Definisi:
 Gugatan: Upaya hukum yg dpt dilakukan oleh WP atau penanggung Pajak thd pelaksanaan penagihan
Pajak atau thd keputusan yg dpt diajukan Gugatan berdasarkan perpu perpajakan yg berlaku. (Pasal 1
angka 7 UU 14 Thn 2002)
 Surat Tanggapan: Surat dari tergugat kpd Pengadilan Pajak yg berisi jawaban atas Gugatan yg
diajukan oleh penggugat. (Pasal 1 angka 9 UU 14 Thn 2002)
 Putusan Gugatan: Putusan badan peradilan pajak atas gugatan thd hal-hal yg berdasarkan ketentuan
perpu perpajakan dpt diajukan gugatan. (Pasal 1 angka 36 UU KUP)

Yg Dpt Diajukan Gugatan:


 Gugatan WP atau Penanggung Pajak hanya dpt diajukan kpd badan peradilan pajak.
 Yg dpt diajukan gugatan:
(Pasal 23 ayat (2) UU KUP)
a. Pelaksanaan Surat Paksa, SPMP, atau Pengumuman Lelang;
b. Keputusan pencegahan dlm rangka penagihan pajak;
c. Keputusan yg berkaitan dgn pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yg ditetapkan dlm Pasal 25
ayat (1) & Pasal 26 UU KUP; atau
→ Keputusan yg berkaitan dgn pelaksanaan keputusan perpajakan yg diajukan Gugatan kpd
badan peradilan pajak ini meliputi keputusan yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak selain:
(Pasal 37 PP 74 Thn 2011)
1) skp yg penerbitannya tlh sesuai dgn prosedur atau tata cara penerbitan;
2) SK Pembetulan;
3) SK Keberatan yg penerbitannya tlh sesuai dgn prosedur atau tata cara penerbitan;
4) SK Pengurangan Sanksi Administrasi;
5) SK Penghapusan Sanksi Administrasi;
6) SK Pengurangan Ketetapan Pajak;
7) SK Pembatalan Ketetapan Pajak; dan
8) SK Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
d. Penerbitan skp atau SK Keberatan yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara
yg tlh diatur dlm ketentuan perpu perpajakan sesuai Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP
1. skp yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara penerbitan meliputi skp yg
penerbitannya tdk berdasarkan pd: (Pasal 38 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
 hasil Verifikasi;
 hasil Pemeriksaan;
 hasil Pemeriksaan ulang; atau
 hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dgn SKPKB pd Pasal 13A UU KUP.
→ Termasuk dlm pengertian skp yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara
penerbitan meliputi skp yg menetapkan Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak tdk
sesuai dgn Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak yg dilakukan Verifikasi, Pemeriksaan,
Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan. (Pasal 38 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
2. SK Keberatan yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara penerbitan yg diatur
dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan dpt diajukan Gugatan kpd badan peradilan pajak
sesuai Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP.

B‐19‐
→ Surat Keputusan Keberatan yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara
penerbitan meliputi SK Keberatan yg penerbitannya tdk didahului dgn penyampaian SPUH kpd
WP.

Syarat Pengajuan Gugatan:


(Pasal 40 UU 14 Thn 2002)
1. Gugatan diajukan scr tertulis dlm Bahasa Indonesia kpd Pengadilan Pajak.
2. Jangka waktu utk mengajukan Gugatan thd pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 hari sejak
tanggal pelaksanaan penagihan.
3. Jangka waktu utk mengajukan Gugatan thd Keputusan selain Gugatan pd angka 2 adalah 30 hari sejak
tanggal diterima keputusan yg digugat.
Jangka waktu angka 2 & 3 tdk mengikat apabila jangka waktu dimaksud tdk dpt dipenuhi krn keadaan di luar
kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 hari terhitung sejak berakhirnya
keadaan di luar kekuasaan penggugat.
4. Thd 1 pelaksanaan penagihan atau 1 Keputusan diajukan 1 Surat Gugatan.
5. Gugatan disertai dgn alasan-alasan yg jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan,
atau Keputusan yg digugat dan dilampiri salinan dokumen yg digugat.
Pemohon Gugatan dpt melengkapi Surat Gugatan-nya utk memenuhi ketentuan yg berlaku, sepanjang masih
dlm jangka waktu yg ditetapkan.
(Pasal 38 UU 14 Thn 2002)

Yg Dpt Mengajukan Gugatan:


1. Gugatan dpt diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
2. Apabila selama proses Gugatan penggugat meninggal dunia. Gugatan dpt dilanjutkan oleh ahli warisnya,
kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dlm hal penggugat pailit.
3. Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dpt dilanjutkan oleh pihak yg menerima
pertanggungjawaban krn penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi
dimaksud.
(Pasal 41 UU 14 Thn 2002)

Pencabutan Gugatan:
1. Thd Gugatan dpt diajukan surat pernyataan pencabutan kpd Pengadilan Pajak.
2. Gugatan yg dicabut dihapus dari daftar sengketa dgn:
a. penetapan Ketua dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan sbl sidang
b. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan
stl sidang atas persetujuan tergugat.
3. Gugatan yg tlh dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim Tunggal tdk dpt diajukan
kembali.
(Pasal 42 UU 14 Thn 2002)

Gugatan Tdk Menunda atau Menghalangi Pelaksanaan Penagihan:


1. Gugatan tdk menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau
kewajiban perpajakan.
2. Penggugat dpt mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan pajak
ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan
Pengadilan Pajak.
→ Permohonan dpt diajukan sekaligus dlm Gugatan dan dpt diputus terlebih dahulu dari pokok
sengketanya. Permohonan penundaan pelaksanaan penagihan pajak dpt dikabulkan hanya apabila
terdapat keadaan yg sangat mendesak yg mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika
pelaksanaan penagihan Pajak yg digugat itu dilaksanakan.
(Pasal 43 UU 14 Thn 2002)

Persiapan Persidangan:
(Pasal 44 & 45 UU 14 Thn 2002)

B‐19‐
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat
Gugatan kpd terbanding atau tergugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima Surat Banding
atau Surat Gugatan.
2. Dlm hal pemohon Banding mengirimkan Surat atau dokumen susulan kpd Pengadilan Pajak sesuai Pasal
38 UU 14 Thn 2002, jangka waktu 14 hari pd angka 1 dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen
susulan dimaksud.
3. Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb dlm jangka
waktu:
 3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
 1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
4. Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb oleh Pengadilan Pajak dikirim kpd pemohon
Banding atau penggugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Banding atau penggugat dpt menyerahkan Surat Bantahan kpd Pengadilan Pajak dlm
jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan pd angka
4.
6. Salinan Surat Bantahan pd angka 5 dikirimkan kpd terbanding atau tergugat, dlm jangka waktu 14 hari
sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
7. Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tdk memenuhi ketentuan pd
angka 3 atau angka 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.

Jangka Waktu Penyelesaian Gugatan: Sesuai dgn ketentuan Pengadilan Pajak


Seksi Terkait:
Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding Kanwil DJP atau Direktorat Keberatan
dan Banding Kantor Pusat DJP, yg menerbitkan objek yg digugat, membuat Surat
Tanggapan atas keputusan yg digugat. Surat Tanggapan dibuat oleh DJP
berdasarkan permintaan dari Sekretariat Pengadilan Pajak utk memenuhi ketentuan UU
14 Thn 2002. Dlm hal Surat Tanggapan diselesaikan oleh Kanwil DJP, Surat Tanggapan
juga ditembuskan ke Kantor Pusat DJP.
Tindak Lanjut yg Dilakukan DJP atas Putusan Gugatan:
Dirjen Pajak menerbitkan surat pelaksanaan Putusan Gugatan stl
menerima Putusan Gugatan.
(Pasal 42 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
1. Utk Putusan Gugatan atas skp yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara
penerbitan yg diatur dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan
 Dirjen Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan dgn menerbitkan kembali skp sesuai dgn prosedur atau
tata cara sesuai Pasal 38 ayat (2) / (3) PP 74 Thn 2011.
(Pasal 40 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
2. Utk Putusan Gugatan yg menyebabkan DJP menerbitkan kembali SKP yg terkait dgn
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai Pasal 17B ayat (1) UU
KUP, penerbitan kembali skp tsb dilakukan dgn ketentuan:
 Apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP blm terlewati, skp diterbitkan
sesuai dgn prosedur atau tata cara sesuai Pasal 38 ayat (2) / (3) PP 74 Thn 2011
 Apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP terlewati, SKPLB diterbitkan
sesuai dgn SPT
(Pasal 40 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
3. Utk Putusan Gugatan atas SK Keberatan yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau
tata cara penerbitan
 Dirjen Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan tsb dgn menerbitkan kembali SK Keberatan sesuai
dgn prosedur atau tata cara sesuai Pasal 39 ayat (2) PP 74 Thn 2011.
(Pasal 41 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
4. Utk Putusan Gugatan yg mengabulkan Gugatan WP atas surat dari Dirjen Pajak yg
menyatakan bahwa keberatan WP tdk dpt dipertimbangkan sesuai Pasal 25 ayat (4) UU
KUP

B‐19‐
 Dirjen Pajak menyelesaikan keberatan yg diajukan oleh Wajib Pajak dlm jangka waktu paling lama 12
bulan.
(Pasal 41 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
 Jangka waktu paling lama 12 bulan ini dihitung sejak Putusan Gugatan diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 41 ayat (2) PP 74 Thn 2011)

Ketentuan Peralihan:
 Pd saat PP 74 Thn 2011 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yg
blm diselesaikan yg berkaitan dgn
 Pengajuan gugatan thd penerbitan skp berdasarkan Pemeriksaan yg dimulai stl tanggal 31 Des
2007 yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara yg tlh diatur dlm ketentuan
perpu di bidang perpajakan;
 Pengajuan gugatan thd penerbitan SK Keberatan yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur
atau tata cara yg tlh diatur dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan, utk pengajuan keberatan yg
diterima stl tanggal 31 Des 2007;
berlaku ketentuan PP 74 Thn 2011. (Pasal
64 huruf g & h PP 74 Thn 2011)

B‐19‐
F. PENINJAUAN KEMBALI (PK)

Dasar Hukum:
 Pasal 34, 69, 81, 77 ayat (1) & (3), 89 s.d. 92 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg
Pengadilan Pajak
 Pasal 66, 68, 70 ayat (1), 71 ayat (1), 73 ayat (1), dan 74 UU 14 Thn 1985 stdtd UU 3 Thn 2009
ttg Mahkamah Agung → utk pasal-pasal yg berkaitan dgn PK tdk ada perubahan, jadi masih tetap
mengacu kpd UU 14 Thn 1985
 Peraturan MA No. 03 Thn 2002 (tanggal 23 Okt 2002) ttg Tata Cara Pengajuan Permohonan PK
Putusan Pengadilan Pajak

Ketentuan Umum:
1. Permohonan PK hanya dpt diajukan 1 kali kpd MA melalui Pengadilan Pajak.
(Pasal 89 ayat 1 UU 14 Thn 2002)
2. Permohonan PK tdk menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
(Pasal 89 ayat 2 UU 14 Thn 2002)
3. Permohonan PK dpt dicabut sbl diputus, dan jika sdh dicabut, maka permohonan PK tsb tdk dpt diajukan
lagi.
(Pasal 89 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
4. Hukum Acara yg berlaku pd pemeriksaan PK adalah hukum acara pemeriksaan PK sesuai UU 14 Thn
1985, kecuali yg diatur scr khusus dlm UU Pengadilan Pajak.
(Pasal 90 UU 14 Thn 2002)
5. Pasal-pasal yg berkaitan ttg PK di UU 14 Thn 1985: Pasal 28, 34, Pasal 66 s.d. Pasal 76.

Persyaratan Formal Pengajuan PK:


1. Permohonan PK putusan Pengadilan Pajak diajukan kpd MA melalui:
a. Pengadilan Pajak
b. PTUN
→ dlm hal di tempat tinggal atau tempat kedudukan permohonan PK tdk terdapat Pengadilan Pajak,
maka permohonan dpt diajukan kpd PTUN tempat tinggal atau tempat kedudukan pemohon.
c. Pengadilan Negeri
→ dlm hal di tempat tinggal atau tempat kedudukan pemohon PK tdk terdapat PTUN, permohonan
dpt diajukan kpd Pengadilan Negeri tempat tinggal atau tempat kedudukan pemohon.
(Pasal 2 Peraturan MA No. 03 Thn 2002)
2. Permohonan PK diajukan scr tertulis oleh Pemohon, ahli waris, atau kuasa hukum yg ditunjuk scr khusus
utk itu dgn menyebutkan alasan-alasan dan dilampiri bukti-bukti.
(Pasal 71 ayat (1) UU MA jo Pasal 3 Peraturan MA No. 03 Thn 2002)
3. Permohonan PK dpt diterima, apabila panjar biaya yg ditentukan dlm Surat Kuasa Utk Membayar tlh
dibayar lunas.
(Pasal 4 ayat (1) Peraturan MA No. 03 Thn 2002)

Alasan & Jangka Waktu PK:


No. Alasan PK Jangka Waktu utk pengajuan
1. Bila putusan pengadilan pajak didasarkan pd Diajukan paling lambat 3 bulan
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yg terhitung sejak diketahuinya kebohongan
diketahui stl perkaranya diputus atau didasarkan pd atau tipu muslihat atau sejak Putusan
bukti-bukti yg kemudian oleh hakim pidana Hakim pengadilan pidana memperoleh
dinyatakan berlaku. kekuatan hukum tetap.
(Pasal 91 huruf a UU 14 Thn 2002) (Pasal 92 ayat 1 UU 14 Thn 2002)

2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yg penting dan Diajukan paling lambat 3 bulan terhitung
bersifat menentukan, yg apabila diketahui sejak ditemukan surat-surat bukti yg hari
pd tahap persidangan di pengadilan pajak dan tanggal ditemukannya

B‐19‐
akan menghasilkan putusan yg berbeda. hrs dinyatakan di bawah sumpah dan
(Pasal 91 huruf b UU 14 Thn 2002) disahkan oleh pejabat yg berwenang.
(Pasal 92 ayat 2 UU 14 Thn 2002)
3. Apabila tlh dikabulkan suatu hal yg tdk dituntut Diajukan paling lambat 3 bulan sejak
atau lebih daripada yg dituntut, kecuali yg diputus putusan dikirim.
berdasarkan Pasal 80 ayat (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
(1) huruf b & c.
(Pasal 91 huruf c UU 14 Thn 2002)
→ Isi dari Pasal 80 ayat (1) huruf b & c:
Putusan Pengadilan Pajak dpt berupa:
 mengabulkan sebagian atau seluruhnya
 menambah Pajak yg hrs dibayar
4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan blm Diajukan paling lambat 3 bulan sejak
diputus tanpa mempertimbangkan sebab- putusan dikirim.
sebabnya. (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
(Pasal 91 huruf d UU 14 Thn 2002)
5. Apabila terdapat suatu putusan yg nyata- Diajukan paling lambat 3 bulan sejak
nyata tdk sesuai dgn ketentuan perpu yg putusan dikirim.
berlaku. (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
(Pasal 91 huruf e UU 14 Thn 2002)

Jangka Waktu Pemeriksaan & Keputusan Permohonan PK:


MA memeriksa dan memutus permohonan PK dgn ketentuan:
1. Dlm jangka waktu 6 bulan sejak permohonan PK diterima oleh MA tlh mengambil putusan, dlm hal
Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa.
(Pasal 93 ayat (1) huruf a UU 14 Thn 2002)
2. Dlm jangka waktu 1 bulan sejak permohonan PK diterima oleh MA tlh mengambil putusan, dlm hal
Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
(Pasal 93 ayat (1) huruf b UU 14 Thn 2002)
3. Putusan atas permohonan PK hrs diucapkan dlm sidang terbuka utk umum. (Pasal
93 ayat (2) UU 14 Thn 2002)

B‐19‐
IMBALAN BUNGA (IB)

Dasar Hukum:
 UU KUP
 Pasal 43, 44, 45, 65 PP 74 Thn 2011
 PMK-226/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) ttg Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga
→ mencabut PMK-40/PMK.03/2005, PMK-121/PMK.06/2008, PMK-195/PMK.03/2007 jo PMK-
12/PMK.03/2011

Definisi:
 SKPIB: SK yg meentukan besarnya imbalan bunga yg diberikan kpd WP
 SKPPIB: SK yg digunakan sbg dasar utk memperhitungkan imbalan bunga dlm SKPIB dgn Utang Pajak
 SPMIB: Surat yg diterbitkan oleh Kepala KPP a.n. MenKeu utk membayar imbalan bunga kpd WP
 SKPKPP: SK yg digunakan sbg dasar utk menerbitkan SPMKP

Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya:
Penyebab Diberikannya IB
No. (Pasal 2 PMK- Dasar Pemberian IB Penghitungan Besar IB
226/PMK.03/2013)
1. Keterlambatan pengembalian 2% per bulan dari jml Dihitung sejak batas waktu
kelebihan pembayaran pajak sesuai kelebihan pembayaran penerbitan SKPKPP atau SKPPIB
Pasal 11 ayat 3 UU KUP pajak berakhir s.d. tanggal penerbitan
SKPKPP atau SKPPIB
→ Batas waktu penerbitan SKPKPP
atau SKPPIB paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
sehubungan dgn diterbitkannya
SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (1)
UU KUP
b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal 17
ayat (2) & Pasal 17B UU KUP
c. Diterbitkan SKPPKP sesuai Pasal
17C atau 17D UU KUP,
termasuk utk WP risiko rendah
dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
d. Diterbitkan SK Keberatan, SK
Pembetulan, SK Pengurangan
Sanksi Administrasi, SK
Penghapusan Sanksi
Administrasi, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, SK Pembatalan
ketetapan Pajak, atau SKPIB, yg
menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak
e. Diterima Putusan Banding atau
Putusan PK oleh kantor DJP yg
berwenang melaksanakan putusan
pengadilan, yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak.
(Pasal 6 ayat (1) & (2) PMK-
226/PMK.03/2013)

2. Keterlambatan penerbitan 2% per bulan dari jml Dihitung sejak jangka waktu 1
SKPLB sesuai Pasal 17B ayat kelebihan bulan utk penerbitan SKPLB

B‐
(3) UU KUP pembayaran pajak sesuai Pasal 17B ayat (2) UU KUP
berakhir s.d. diterbitkannya SKPLB.
(Pasal 6 ayat (3) PMK-
226/PMK.03/2013)

3. Kelebihan pembayaran pajak 2% per bulan dari jml Dihitung sejak jangka waktu 12
sesuai Pasal 17B ayat (4) UU kelebihan pembayaran bulan sejak tanggal surat
KUP pajak utk paling lama permohonan pengembalian
24 bulan kelebihan pembayaran pajak
diterima scr lengkap berakhir s.d.
saat diterbitkan SKPLB.
(Pasal 6 ayat (4) PMK-
226/PMK.03/2013)
4. Kelebihan pembayaran pajak krn
pengajuan keberatan, permohonan
banding, atau permohonan PK,
terkait dgn SKPKB, SKPKBT,
SKPN, dan
SKPLB yg dikabulkan sebagian
atau seluruhnya sesuai Pasal 27A
ayat (1) UU KUP, terbatas
pd kelebihan pembayaran
pajak krn:
a. Pengajuan keberatan, 2% per bulan utk Dihitung sejak tanggal penerbitan
permohonan banding, atau paling lama 24 bulan SKPKB s.d. diterbitkannya SK
permohonan PK dikabulkan dari jml kelebihan Keberatan, Putusan Banding, atau
sebagian atau seluruhnya atas pembayaran pajak Putusan PK.
SKPKB yg seluruhnya tdk berdasarkan SK (Pasal 6 ayat (7) PMK-
disetujui oleh WP dlm PAHP Keberatan, Putusan 226/PMK.03/2013)
yg diterbitkan atas Banding, atau Putusan
SPT LB sesuai Pasal 44 PK
ayat (1) PP 74 Thn 2011
b. Pengajuan keberatan, Dihitung sejak tanggal penerbitan
permohonan banding, atau SKPN s.d. diterbitkannya SK
permohonan PK dikabulkan Keberatan, Putusan Banding, atau
sebagian atau seluruhnya atas Putusan PK.
SKPN yg tdk disetujui oleh (Pasal 6 ayat (8) PMK-
WP dlm PAHP yg diterbitkan 226/PMK.03/2013)
atas SPT LB
sesuai Pasal 44 ayat (2) PP
74 Thn 2011
c. Pengajuan keberatan, Dihitung sejak tanggal penerbitan
permohonan banding, atau SKPLB s.d. diterbitkannya SK
permohonan PK dikabulkan Keberatan, Putusan Banding, atau
sebagian atau seluruhnya atas Putusan PK.
SKPLB sesuai Pasal (Pasal 6 ayat (9) PMK-
43 ayat (2) PP 74 Thn 2011 226/PMK.03/2013)
d. Permohonan PK dikabulkan 2% per bulan dari jml Dihitung sejak tanggal pembayaran
atas Putusan Banding yg kelebihan pembayaran berdasarkan Putusan Banding s.d.
Putusan Bandingnya pajak, utk paling lama diterbitkannya Putusan PK.
menyebabkan jml pajak yg 24 bulan (Pasal 6 ayat (10) PMK-
masih hrs dibayar 226/PMK.03/2013)
bertambah
5. Kelebihan pembayaran pajak krn 2% per bulan dari jml 1. Utk SKPKB & SKPKBT:
SK Pembetulan, SK Pengurangan kelebihan pembayaran Dihitung sejak tanggal
Ketetapan Pajak, atau SK pajak utk paling lama pembayaran yg menyebabkan
Pembatalan Ketetapan 24 bulan kelebihan pembayaran pajak
Pajak yg mengabulkan s.d. diterbitkannya SK

B‐
sebagian atau seluruh Pembetulan, SK Pengurangan
permohonan WP sesuai Pasal Ketetapan Pajak, atau SK
27A ayat (1a) UU KUP, kecuali: Pembatalan Ketetapan Pajak
a. Kelebihan pembayaran 2. Utk SKPN & SKPLB:
pajak krn SK Pembetulan Dihitung sejak tanggal penerbitan
terkait dgn Persetujuan SKPN & SKPLB, s.d.
Bersama; atau diterbitkannya SK Pembetulan, SK
b. Kelebihan pembayaran Pengurangan Ketetapan Pajak, atau
pajak krn SK Pembatalan SK Pembatalan Ketetapan Pajak
Ketetapan Pajak sesuai 3. Utk STP:
Pasal 36 ayat (1) huruf d Dihitung sejak tanggal
UU KUP pembayaran yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak
s.d. diterbitkannya SK
Pembetulan, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak.
(Pasal 6 ayat (5) PMK-
226/PMK.03/2013)

6. Kelebihan pembayaran sanksi 2% per bulan dari jml Dihitung sejak tanggal pembayaran
administrasi berupa denda Pasal kelebihan pembayaran pajak yg menyebabkan kelebihan
14 ayat (4) UU KUP dan/atau pajak utk paling lama pembayaran sanksi administrasi
bunga Pasal 19 ayat 24 bulan s.d. diterbitkannya SK Pengura- ngan
(1) UU KUP krn SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK
Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sbg
Penghapusan Sanksi Administrasi akibat diterbitkan SK Keberatan,
sbg akibat diterbitkan SK Putusan Banding, atau Putusan PK.
Keberatan, Putusan Banding, atau (Pasal 6 ayat (6) PMK-
Putusan PK yg mengabulkan 226/PMK.03/2013)
sebagian atau seluruh
permohonan WP sesuai Pasal
27A ayat (2) UU
KUP

Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 2001 s.d. 2007:
Dasar
Penyebab Diberikannya IB
No. Pemberian Penghitungan Besar IB
(Pasal 3 PMK-226/PMK.03/2013) IB
1. Keterlambatan pengembalian kelebihan 2% per bulan Dihitung sejak batas waktu
pembayaran pajak sesuai Pasal 11 ayat 3 dari jml penerbitan SKPKPP berakhir s,d,
UU KUP 2000 kelebihan tanggal penerbitan SKPKPP.
pembayaran → Batas waktu penerbitan
pajak SKPKPP paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
diterima sehubungan dgn
diterbitkannya SKPLB sesuai
Pasal 17 UU KUP 2000
b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal
17B UU KUP 2000
c. Diterbitkan SKPPKP sesuai
Pasal 17C UU KUP 2000.
(Pasal 7 ayat (1) & (2) PMK-
226/PMK.03/2013)

B‐
2. Keterlambatan penerbitan SKPLB sesuai 2% per bulan Dihitung sejak jangka waktu 1 bulan
Pasal 17B ayat (3) UU KUP 2000 dari jml utk penerbitan SKPLB sesuai Pasal
kelebihan 17B ayat (2) UU KUP 2000 berakhir
pembayaran s.d. diterbitkannya SKPLB.
pajak (Pasal 7 ayat (3) PMK-
226/PMK.03/2013)

3. Kelebihan pembayaran pajak krn pengajuan 2% per bulan Dihitung sejak tanggal pembayaran
keberatan atau permohonan banding terkait utk paling yg menyebabkan kelebihan
dgn SKPKB atau SKPKBT, diterima lama 24 bulan pembayaran pajak s.d. diterbitkannya
sebagian atau seluruhnya sesuai Pasal 27A dari jml SK Keberatan atau Putusan Banding.
ayat (1) UU KUP 2000, termasuk kelebihan (Pasal 7 ayat (4) PMK-
kelebihan pembayaran pajak sbg akibat pembayaran 226/PMK.03/2013)
permohonan PK dikabulkan sebagian atau pajak → Kelebihan pembayaran pajak
seluruhnya utk Putusan PK yg diterbitkan akibat permohonan PK dikabulkan
sejak tanggal 1 Jan 2012, selama pajak yg sebagian atau seluruhnya utk Putusan
masih hrs dibayar dlm SKPKB dan PK yg diterbitkan sejak tanggal 1 Jan
SKPKBT tlh dibayar dan menyebabkan 2012, selama pajak yg masih hrs
kelebihan pembayaran pajak dibayar dlm SKPKB dan SKPKBT
tlh dibayar dan menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, dihitung
sejak tanggal pembayaran yg
menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak s.d. tanggal diterbitkannya
Putusan Banding.
(Pasal 7 ayat (6) PMK-
226/PMK.03/2013)

4. Kelebihan pembayaran sanksi administrasi 2% per bulan Dihitung sejak tanggal pembayaran
Pasal 14 ayat (4) UU KUP 2000 dan/atau dari jml pajak yg menyebabkan kelebihan
Pasal 19 ayat (1) UU KUP 2000 krn kelebihan pembayaran sanksi administrasi
Keputusan Pengurangan atau Penghapusan pembayaran s.d. diterbitkannya SK Pengurangan
Sanksi Administrasi sbg akibat diterbitkan pajak, utk Sanksi Administrasi atau SK
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, paling lama Penghapusan Sanksi Administrasi
sesuai Pasal 27A ayat (2) UU KUP 2000 24 bulan sbg akibat diterbitkannya SK
Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan PK.
(Pasal 7 ayat (5) PMK-
226/PMK.03/2013)

Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 1995 s.d. 2000:
Dasar
Penyebab Diberikannya IB
No. Pemberian Penghitungan Besar IB
(Pasal 4 PMK-226/PMK.03/2013) IB
1. Keterlambatan pengembalian kelebihan 2% per bulan Dihitung sejak batas waktu
pembayaran pajak sesuai Pasal 11 ayat 3 dari jml penerbitan SKPKPP berakhir s.d.
UU KUP 1994 kelebihan tanggal penerbitan SKPKPP.
pembayaran → Batas waktu penerbitan
pajak SKPKPP paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
diterima sehubungan dgn
diterbitkannya SKPLB sesuai

B‐
Pasal 17 UU KUP 1994
b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal
17B UU KUP 1994.
(Pasal 8 ayat (1) & (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
2. Keterlambatan penerbitan SKPLB sesuai 2% per bulan Dihitung sejak jangka waktu 1 bulann
Pasal 17B ayat (3) UU KUP 1994 dari jml utk penerbitan SKPLB sesuai Pasal
kelebihan 17B ayat (2) UU KUP 1994 berakhir
pembayaran s.d. diterbitkannya SKPLB.
pajak (Pasal 8 ayat (3) PMK-
226/PMK.03/2013)

3. Kelebihan pembayaran pajak yg timbul krn 2% per bulan Dihitung sejak:


pengajuan keberatan atau permohonan dari jml 1. SKPKB dan SKPKBT:
banding atas SKPKB, SKPKBT, SKPN, dan kelebihan Tanggal pembayaran yg menye-
SKPLB, diterima sebagian atau seluruhnya pembayaran babkan kelebihan pembayaran
sesuai Pasal 27A UU KUP 1994, termasuk pajak, utk pajak s.d. diterbitkannya SK
kelebihan pembayaran pajak sbg akibat paling lama Keberatan atau Putusan Ban- ding
permohonan PK dikabulkan sebagian atau 24 bulan 2. SKPN dan SKPLB:
seluruhnya utk Putusan PK yg diterbitkan Tanggal penerbitan SKPN dan
sejak tanggal 1 Jan 2012, selama pajak yg SKPLB s.d. diterbitksnnya SK
masih hrd dibayar dlm SKPKB dan Keberatan atau Putusan Banding
SKPKBT tlh dibayar dan menyebabkan → Kelebihan pembayaran pajak sbg
kelebihan pembayaran pajak akibat permohonan PK dikabulkan
sebagian atau seluruhnya utk Putusan
PK yg diterbitkan sejak tanggal 1 Jan
2012, selama pajak yg masih hrd
dibayar dlm SKPKB dan SKPKBT tlh
dibayar dan menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak, dihitung sejak
tanggal pembayaran yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak s.d.
tanggal diterbitkannya Putusan
Banding.
(Pasal 8 ayat (4) & (5) PMK-
226/PMK.03/2013)

Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PBB utk Thn Pajak 2007 dan sebelumnya:
Penyebab Diberikannya IB Dasar
No. (Pasal 5 ayat (1) PMK- Pemberian Penghitungan Besar IB
226/PMK.03/2013) IB
1. Keterlambatan pengembalian kelebihan 2% per bulan Dihitung sejak batas waktu
pembayaran PBB sbg akibat adanya SK dari jml penerbitan SKPKPP PBB berakhir
Kelebihan Pembayaran PBB kelebihan s.d. tanggal penerbitan SKPKPP
pembayaran PBB.
PBB → Batas waktu penerbitan SKPKPP
PBB paling lama 1 bulan sejak
diterbitkannya SK Kelebihan
Pembayaran PBB
(Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK-
226/PMK.03/2013)

Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PBB utk Thn Pajak 2008 dan sesudahnya:
Penyebab Diberikannya IB Dasar
No. (Pasal 5 ayat (2) PMK- Pemberian Penghitungan Besar IB

B‐
B‐
226/PMK.03/2013) IB
1. Keterlambatan pengembalian kelebihan 2% per bulan Dihitung sejak batas waktu
pembayaran PBB sbg akibat adanya SK dari jml penerbitan SKPKPP PBB berakhir
Kelebihan Pembayaran PBB, Keputusan kelebihan s.d. tanggal penerbitan SKPKPP
Keberatan, Putusan Banding atau Putusan pembayaran PBB.
PK, SK Pembetulan PBB, SK Pengurangan PBB → Batas waktu penerbitan SKPKPP
Saknsi Administrasi PBB atau SK PB paling lama 1 bulan sejak:
Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, SK  Diterbitkannya SK Kelebihan
Pengurangan SPPT atau SK Pembatakan Pembayaran PBB
SPPT, SK Pengurangan SKP PBB atau SK  Diterbitkannya Keputusan
Pembatalan SKP PBB, atau SK Pengurangan Keberatan
STP PBB atau SK Pembatalan STP PBB  Putusan Banding atau Putusan PK
diterima kantor DJP yg
berwenang melaksanakan Putusan
Banding atau Putusan PK
 Diterbitkannya SK Pembetulan
PBB
 Diterbitkannya SK Pengurangan
SPPT atau SK Pembatalan SPPT
 Diterbitkannya SK Pengurangan
skp PBB atau SK Pembatalan skp
PBB
 Diterbitkannya SK Pengurangan
STP PBB atau SK Pembatalan STP
PBB.
(Pasal 9 ayat (3) & (4) PMK-
226/PMK.03/2013)

Masa imbalan bunga dihitung berdasarkan satuan bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.

Tata Cara Pemberian IB: (Pasal 11 – 21 PMK-226/PMK.03/2013)


1. Dirjen Pajak menerbitkan SKPIB dlm hal terdapat imbalan bunga.
2. Penerbitan SKPIB terkait dgn pemberian imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak krn pengajuan
kebearatan, permohonan banding, atau permohonan PK:
 SKPIB diterbitkan apabila thd SK Keberatan tdk diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak
 SKPIB diterbitkan apabila thd Putusan Banding tdk diajukan permohonan PK ke MA
 SKPIB diterbitkan apabila Putusan PK tlh diterima oleh Dirjen Pajak dari MA
3. Dlm hal permohonan WP atas imbalan bunga tdk mencantumkan nomor rekening WP, SKPIB tdk diterbitkan.
4. Pemberian imbalan bunga kpd WP hrs diperhitungkan terlebih dahulu dgn Utang Pajak yg diadministrasikan di
KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan, termasuk di KPP tempat WP cabang terdaftar dan
di KPP tempat objek PBB terdaftar.
5. Dlm hal stl dilakukan perhitungan dgn Utang Pajak masih terdapat sisa imbalan bunga yg hrs dibayarkan kpd
WP, atas permohonan WP, sisa imbalan bunga tsb dpt diperhitungkan dgn pajak yg akan terutang atau dgn
Utang Pajak a.n. WP lain.
6. SKPPIB diterbitkan sbg dasar utk memperhitungkan imbalan bunga dlm SKPIB dgn Utang Pajak.
7. Dlm hal terdapat perhitungan imbalan bunga dgn Utang Pajak, Utang Pajak tsb hrs dicantumkan pd SKPPIB dan
dibuatkan surat setoran sesuai dgn ketentuan perpu yg berlaku.
8. Atas dasar SKPPIB, Kepala KPP a.n. MenKeu menerbitkan SPMIB.
9. SKPPIB dan SPMIB beserta Arsip Data Komputer disampaikan ke KPPN scr lsg.
10. Berdasarkan SPMIB dan stl diperhitungkan dgn utang pajak, diterbitkan SP2D.
11. Pembayaran imbalan bunga mrp bagian dari pengurang penerimaan pajak.

B‐
12. Ketentuan mengenai jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah sesuai Paal 9 ayat (3) atau ayat (3a), Pasal 18
ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (4), dan Pasal 26 ayat (3) UU KUP, termasuk imbalan
bunga yg seharusnya tdk diberikan.
13. SKPPIB dan SPMIB diterbitkan paling lama 1 bulan sejak penerbitan SKPIB.

Form-form yg digunakan berdasar PMK-226/PMK.03/2013:


Pihak
No. Nam Form Sumber Pembuat
1. SKPIB Lamp I DJP
2. Nota Penghitungan Pemberian Imbalan Bunga Lamp II DJP
3. Nota Penghitungan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga Lamp III DJP
4. SKPPIB Lamp IV DJP
5. SPMIB Lamp V DJP

Contoh Perhitungan Imbalan Bunga:


1. Penjelasan Pasal 43 ayat (5) PP 74 Thn 2011
Contoh 1:
Utk Thn Pajak 2008, thd PT A diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M.
Dlm PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta, akan tetapi WP tlh
melunasi slr SKPKB tsb seb Rp 1 M dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi yg tdk disetujui.
Dirjen Pajak menerbitkan SK keberatan dgn jml pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 600 juta.
Dlm hal ini, WP memperoleh kelebihan pembayaran pajak seb Rp 400 juta (Rp 1 M - Rp 600 juta). Atas
kelebihan pembayaran pajak Rp 400 juta tdk diberikan imbalan bunga.
Apabila WP mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak dan Putusan Banding mengabulkan
sebagian permohonan WP shg jml pajak yg masih hrs dibayar dlm Putusan Banding menjadi seb Rp 150
juta maka kelebihan pembayaran pajak akibat Putusan Banding ini tdk diberikan imbalan bunga.
Demikian halnya bagi WP yg menyetujui slr temuan Pemeriksaan dlm PAHP yg mengakibatkan
diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT dan WP tlh melunasi pajak yg masih hrs dibayar tetapi
mengajukan keberatan, dan dlm hal keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya shg mengakibatkan
kelebihan pembayaran pajak, thd kelebihan pembayaran pajak tsb tdk diberikan imbalan bunga.
Demikian pula, dlm hal kelebihan pembayaran pajak tsb diakibatkan adanya Putusan Banding atau
Putusan PK, Kelebihan Pembayaran tsb tdk diberikan imbalan bunga.
Contoh 2:
Utk Thn Pajak 2008, thd PT A diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1
M. Dlm PAHP, WP menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M, dan tlh melunasi slr SKPKB tsb
seb Rp 1 M. Namun WP kemudian mengajukan keberatan atas skp tsb.
Atas keberatan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dgn menolak permohonan WP shg jml
pajak yg masih hrs dibayar tetap seb Rp 1 M. WP kemudian mengajukan banding atas Keputusan
Keberatan tsb.
Atas banding WP, Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml pajak yg masih hrs
dibayar menjadi seb Rp 700 juta. Dlm hal ini, WP memperoleh kelebihan pembayaran pajak seb Rp 300
juta (Rp 1 M - Rp 700 juta). Atas kelebihan pembayaran pajak seb Rp 300 juta tdk diberikan imbalan
bunga.
Contoh 3:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012 yg
menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 250
juta. WP melunasi jml yg disetujui dlm PAHP sbl mengajukan keberatan.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg menolak permohonan WP.
Thd SK Keberatan tsb, WP mengajukan permohonan banding dan Putusan Banding menyatakan
mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml LB dlm Putusan Banding menjadi seb Rp 1,25 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,5 M, yaitu jml kelebihan
pembayaran sebagaimana tercantum dlm Putusan Banding (Rp 1,25 M) ditambah dgn SKPKB yg tlh
dibayar (Rp 250 juta). Dlm hal ini, WP tdk diberikan imbalan bunga krn pd dasarnya WP tlh menyetujui
SKPKB seb Rp 250 juta.

B‐
2. Penjelasan Pasal 44 ayat (1) PP 74 Thn 2011
Contoh 3:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012 yg
menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP tdk menyetujui slr pajak yg masih hrs dibayar shg tdk
ada pembayaran yg dilakukan oleh WP.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg mengabulkan sebagian
permohonan WP shg SK Keberatan menyatakan terdapat jml LB seb Rp 1,5 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,5 M, yaitu jml kelebihan
pembayaran sebagaimana tercantum dlm SK Keberatan. Dlm hal ini, WP diberikan imbalan bunga seb
2% per bulan yg dihitung dari jml kelebihan yg tercantum dlm SK Keberatan seb Rp 1,5 M.
Contoh 4:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012 yg
menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP tdk menyetujui slr pajak yg masih hrs dibayar namun WP
melunasi SKPKB tsb sbl mengajukan keberatan.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dgn mengabulkan sebagian
keberatan WP shg jml LB dlm SK Keberatan menjadi seb Rp 1,25 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 2,25 M, yaitu jml kelebihan
pembayaran sebagaimana tercantum dlm SK Keberatan (Rp 1,25 M) ditambah dgn SKPKB yg tlh
dibayar (Rp 1 M). Dlm hal ini, WP diberikan imbalan bunga seb 2% per bulan yg dihitung dari jml
kelebihan pembayaran yg tercantum dlm SK Keberatan, yaitu seb Rp 1,25 M.
Contoh 5:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012 yg
menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP menyetujui pajak yg LB seb Rp 2,25 M.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg menolak keberatan WP.
Thd SK Keberatan tsb, WP mengajukan permohonan banding dan Putusan Banding menya- takan
mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml LB dlm Putusan Banding menjadi seb Rp 1,5 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,5 M, sesuai dgn jml
kelebihan pembayaran sebagaimana tercantum dlm Putusan Banding. Dlm hal ini, WP diberikan
imbalan bunga seb 2% per bulan yg dihitung dari jml kelebihan pembayaran yg tercantum dlm Putusan
Banding, yaitu seb Rp 1,5 M.
3. Penjelasan Pasal 44 ayat (2) PP 74 Thn 2011
Contoh 6:
Diterbitkan SKPN atas SPT Thn Pajak 2012 yg menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP tdk
menyetujui seluruhnya.
Atas keberatan yn diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg menolak permohonan WP.
Thd SK Keberatan tsb, WP mengajukan permohonan banding dan Putusan Banding menyatakan
mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml LB dlm Putusan Banding menjadi seb Rp 1,25 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,25 M, yaitu jml kelebihan
pembayaran sebagaimana tercantum dlm Putusan Banding. Dlm hal ini, WP diberikan imbalan bunga
seb 2% per bulan utk paling lama 24 bulan yg dihitung dari jml kelebihan pembayaran pajak dlm Putusan
Banding.
4. Penjelasan Pasal 44 ayat (3) PP 74 Thn 2011
Contoh 7:
SKPKB utk Thn Pajak 2010 diterbitkan tanggal 5 April 2012 dan diajukan keberatan pd tanggal 8 Juni
2012. Jika SK Keberatan yg mengabulkan permohonan WP diterbitkan pd tanggal 10 Mei 2013 maka
perhitungan jangka waktu sbg dasar pemberian imbalan bunga sesuai dgn ketentuan Pasal 44 ayat (3) PP
74 Thn 2011 adalah mulai dari tanggal 5 April 2012 s.d. 10 Mei
2013, yaitu selama 14 bulan [13 bulan penuh, yaitu tanggal 5 April 2012 s.d. 4 Mei 2013 ditambah
bagian dari bulan yg dihitung penuh 1 bulan yaitu tanggal 5 Mei 2013 s.d. 10 Mei 2013)].
Contoh 8:
SKPKB utk Thn Pajak 2010 diterbitkan tanggal 5 April 2012 dan diajukan keberatan pd tanggal 10 Mei
2012. SK Keberatan yg menolak permohonan WP diterbitkan pd tanggal 5 Jan 2013. WP mengajukan
banding dan Putusan Banding yg mengabulkan slr permohonan WP

B‐
diterbitkan pd tanggal 10 Maret 2014. Putusan Banding tsb baru diucapkan oleh Hakim Pengadilan Pajak
dlm sidang terbuka utk umum pd tanggal 20 Maret 2014 dan baru diterima oleh Dirjen Pajak pd tanggal
10 Mei 2014. Dlm hal ini, perhitungan jangka waktu sbg dasar pemberian imbalan bunga sesuai dgn
ketentuan Pasal 44 ayat (3) PP 74 Thn 2011 mulai dari tanggal 5 April 2012 s.d. 20 Maret 2014, yaitu
selama 24 bulan [23 bulan penuh, yaitu tanggal 5 April 2012 s.d. 4 Maret 2014) ditambah bagian dari
bulan yg dihitung penuh 1 bulan, yaitu tanggal 5 Maret 2014 s.d. 20 Maret 2014].

B‐
TATA CARA VERIFIKASI

Dasar Hukum:
 PP 74 Thn 2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Hak & Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
 PMK-146/PMK.03/2012 (berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10 Sept 2012) ttg Tata Cara
Verifikasi
 PMK-73/PMK.03/2012 ttg Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara
Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan PKP
SE terkait:
 SE-48/PJ/2012 tgl 1 Nop 2012 ttg Kebijakan Pelaksanaan Verifikasi

Verifikasi:
Verifikasi mrp salah satu prosedur yg dpt dilakukan oleh DJP sejak 1 Jan 2012 dlm hal-hal tertentu. Kegiatan
Verifikasi tsb dpt dilakukan baik utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak sbl Thn Pajak 2008 maupun Thn
Pajak 2008 dan sesudahnya.

Tujuan Verifikasi: (Pasal 2 PMK-146/PMK.03/2012) Dirjen


Pajak berwenang melakukan Verifikasi dlm rangka:
a. menerbitkan NPWP scr jabatan;
b. menghapuskan NPWP scr jabatan atau berdasarkan permohonan WP;
c. mengukuhkan PKP scr jabatan;
d. mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan WP;
e. mencabut pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan PKP; dan/atau
f. menerbitkan skp.

Kebijakan Umum:
a. Verifikasi hrs dilakukan oleh Petugas Verifikasi yg ditugaskan oleh Kepala KPP berdasarkan ST,
meliputi:
 AR;
 Pelaksana KPP;
 Kepala KP2KP;
 Pelaksana KP2KP,
yg ditunjuk oleh Kepala KPP.
Penunjukan Petugas Verifikasi oleh Kepala KPP dilakukan dgn mempertimbangkan kompetensi dan beban kerja
pegawai yg ditunjuk.
b. Dlm hal Verifikasi dilakukan dlm rangka pengukuhan PKP berdasarkan:
 permohonan WP yg disampaikan ke KP2KP → Verifikasi hrs dilakukan oleh Kepala KP2KP
dan/atau Pelaksana KP2KP dgn ST yg ditandatangani oleh Kepala KP2KP a.n. Dirjen Pajak
 permohonan WP yg disampaikan ke KPP (dgn mempertimbangkan tempat kedudukan/ kegiatan usaha
WP) → Verifikasi dpt dilakukan oleh KP2KP
c. Jangka waktu penyelesaian Verifikasi:
No. Tujuan Verifikasi Jangka Waktu
1. Pengukuhan PKP berdasarkan permohonan WP 5 hari kerja sesuai
PMK-73/PMK.03/2012
2. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP 6 bulan → WP OP
berdasarkan permohonan WP/PKP 12 bulan → WP Badan
(Sesuai Pasal 2 UU KUP)
3. Pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr Jabatan utk 3 bulan yg dihitung sejak tanggal
WP/PKP tertentu berdasarkan data dan informasi perpajakan ST diterbitkan s.d. tanggal LHV
yg dimiliki atau diperoleh DJP ditandatangani
4. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan 3 bulan yg dihitung sejak tanggal
PKP scr jabatan utk WP/PKP tertentu sesuai ketentuan Pasal ST diterbitkan s.d. tanggal LHV
5 dan/atau Pasal 10 PMK-146/PMK.03/2012 ditandatangani
5. Penerbitan skp sesuai ketentuan Pasal 13 3 bulan yg dihitung sejak tanggal
PMK-146/PMK.03/2012 ST diterbitkan s.d. tanggal LHV
ditandatangani
d. Usulan dan Penugasan Verifikasi:

B‐
No. Tujuan Verifikasi Tahap Verifikasi
1. Pengukuhan PKP  Berdasarkan permohonan yg diajukan ke KPP, Kasi Pelayanan
berdasarkan mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST Verifikasi.
permohonan WP  Kasi Pelayanan menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
utk mendapatkan persetujuan.
 Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
 Dlm hal permohonan diajukan melalui KP2KP, Kepala KP2KP dpt
menunjuk pelaksana KP2KP dan/atau dirinya sendiri utk menjadi
Petugas Verifikasi.
 Selanjutnya, Kepala KP2KP menandatangani ST Verifikasi a.n. Dirjen
Pajak dgn tembusan kpd Kepala KPP.

2. Penghapusan  Berdasarkan permohonan yg diajukan ke KPP, Kasi Pelayanan


NPWP dan/ atau meneliti dan menentukan apakah penghapusan dan/atau pencabutan
pencabutan dpt dilakukan melalui Verifikasi atau hrs melalui pemeriksaan (sesuai
pengukuhan PKP ketentuan Pasal 5 & 10 PMK-146/PMK.03/2012).
berdasarkan Dlm hal WP mengajukan permohonan melalui KP2KP, permohonan
permohonan tsb diteruskan ke KPP.
WP/PKP  Thd permohonan penghapusan NPWP dan/atau pencabutan
pengukuhan PKP yg dpt ditindaklanjuti melalui Verifikasi, Kasi
Pelayanan mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST
Verifikasi.
 Kasi Pelayanan menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
utk mendapatkan persetujuan.
 Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
 Thd permohonan yg tdk dpt ditindaklanjuti melalui Verifikasi,
Kasi Pelayanan menyampaikan permohonan tsb kpd Kasi RIKI sesuai
dgn ketentuan di bidang pemeriksaan.

3. Pemberian NPWP  Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau diperoleh
dan/ atau KPP, Kasi Waskon terkait meneliti dan menentukan apakah pemberian
pengukuhan PKP NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan dpt dilakukan melalui
scr jabatan utk Verifikasi atau hrs melalui pemeriksaan (sesuai ketentuan Pasal 3 & 8
WP/PKP tertentu PMK-146/PMK.03/2012).
berdasarkan data  Dlm hal pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan dpt
dan informasi dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon mengusulkan Petugas
perpajakan yg Verifikasi dan membuat konsep ST Verifikasi.
dimiliki/ diperoleh  Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
DJP utk mendapatkan persetujuan.
 Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
 Thd pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan yg tdk
dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon menyampaikan
data dan informasi perpajakan yg diperoleh kpd Kasi RIKI utk
ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan di bidang
Pemeriksaan.

4. Penghapusan NPWP  Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau diperoleh
dan/ atau pencabutan KPP, Kasi Waskon terkait meneliti dan menentukan apakah
pengukuhan PKP scr Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP scr
jabatan utk WP/PKP jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi atau hrs melalui pemeriksaan
tertentu berdasarkan (sesuai ketentuan Pasal 5 & 10 PMK-146/PMK.03/ 2012)
data & informasi  Dlm hal penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP
scr jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon

B‐21‐
perpajakan mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST Verifikasi.
yg dimiliki atau  Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
diperoleh DJP utk mendapatkan persetujuan.
 Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
 Thd penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP scr
jabatan yg tdk dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon
menyampaikan data dan informasi perpajakan yg diperoleh kpd Kasi
RIKI utk ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan
di bidang Pemeriksaan.

5. Penerbitan skp
sesuai ketentuan
Pasal 13 PMK-146/
PMK.03/2012
a. SKPKB sesuai  Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau diperoleh
ketentuan Pasal KPP, Kasi Waskon menganalisis dan mengevaluasi data dan informasi
13 ayat (2) perpajakan tsb.
PMK-146/  Hasil analisis dan evaluasi tsb disampaikan kpd Kepala KPP utk
PMK.03/2012 dilakukan pembahasan bersama antara Kepala KPP dgn Kasi Waskon
dan Kasi RIKI.
 Berdasarkan pertimbangan Kepala KPP dan hasil pembahasan tsb,
Kepala KPP menentukan apakah data dan informasi perpajakan tsb
ditindaklanjuti dgn Verifikasi atau Pemeriksaan.
 Dlm hal Kepala KPP memutuskan bahwa data dan informasi
perpajakan tsbt ditindaklanjuti dgn Verifikasi, Kasi Waskon
mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST Verifikasi.
Dlm hal Verifikasi dilakukan terkait dgn keterangan lain dari kegiatan
membangun sendiri sesuai Pasal 16C UU PPN, salah satu petugas
Verifikasi dpt berasal dari Seksi Ekstensifikasi.
 Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
utk mendapatkan persetujuan.
 Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
 Dlm hal Kepala KPP memutuskan bahwa data dan informasi
perpajakan tsb ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan, hasil analisis data
dan informasi perpajakan ditindaklanjuti sesuai dgn
ketentuan di bidang Pemeriksaan.

b. SKPKBT sesuai  Berdasarkan data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi FP yg


ketentuan mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang atau berdasarkan
Pasal 13 ayat Putusan Pengadilan yg memuat data baru berupa FP yg dpt digunakan
(3) huruf b & c utk menghitung besarnya pajak yg terutang yg tdk atau kurang dibayar,
PMK-146/PMK Kasi Waskon menganalisis dan mengevaluasi hasil
.03/2012 klarifikasi/konfirmasi FP atau Putusan Pengadilan tsb.
 Hasil analisis dan evaluasi tsb disampaikan kpd Kepala KPP utk
dilakukan pembahasan bersama antara Kepala KPP dgn Kasi Waskon
dan Kasi Kepala Seksi Pemeriksaan.
 Berdasarkan pertimbangan Kepala KPP dan hasil pembahasan tsb,
Kepala KPP menentukan apakah hasil klarifikasi/konfirmasi tsb
ditindaklanjuti dgn Verifikasi, Pemeriksaan, atau Pemeriksaan Ulang.
 Dlm hal Kepala KPP memutuskan bahwa hasil klarifikasi/konfirmasi
tsb ditindaklanjuti dgn Verifikasi, Kasi Waskon mengusulkan
Petugas Verifikasi dan membuat konsep
ST Verifikasi.

B‐21‐
 Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
utk mendapatkan persetujuan.
 Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
 Dlm hal Kepala KPP memutuskan bahwa hasil klarifikasi/konfirmasi
tsb ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan atau Pemeriksaan Ulang,
hasil klarifikasi/konfirmasi tsb
ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan di bidang Pemeriksaan.
c. SKPKBT sesuai  Berdasarkan keterangan tertulis dari WP atau berdasarkan permohonan
ketentuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk
Pasal 13 ayat terutang, Kasi Waskon meneliti keterangan tertulis atau permohonan
(3) huruf a pengembalian tsb.
PMK-146/PMK  Berdasarkan keterangan tertulis atau permohonan pengembalian tsb,
.03/2012 dan Kasi Waskon mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep
SKPLB sesuai ST Verifikasi.
ketentuan Pasal  Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi dlm rangka
13 ayat menerbitkan skp kpd Kepala KPP utk mendapatkan persetujuan.
(5) huruf a  Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
PMK-146/PMK Verifikasi.
.03/2012

e. Pelaksanaan Verifikasi:
 Kasi Waskon atau Kasi Pelayanan sesuai dgn kewenangannya, melakukan supervisi atas pelaksanaan
Verifikasi dan penelaahan konsep LHV.
 Hasil Verifikasi hrs dilaporkan oleh petugas Verifikasi kpd Kepala KPP melalui Kepala Seksi Pengawasan
dan Konsultasi atau Kasi Pelayanan sesuai dgn kewenangannya.
 Dlm hal Verifikasi dlm rangka pengukuhan PKP berdasarkan permohonan WP dilaksanakan oleh KP2KP,
pelaksanaan Verifikasi tdk dilakukan supervisi oleh Kasi Pelayanan, namun LHV disampaikan kpd Kepala
KPP.
f. LHV:
No. Tujuan Verifikasi Minimal Memuat
1. Menerbitkan/menghapuskan a. penugasan Verifikasi;
NPWP dan/atau dlm rangka b. identitas WP;
mengukuhkan/mencabut c. tujuan Verifikasi;
pengukuhan PKP d. uraian hasil Verifikasi;
e. simpulan dan usul petugas Verifikasi; dan
f. pengungkapan infomasi lain yg terkait.
2. Menerbitkan skp a. penugasan Verifikasi;
b. identitas WP;
c. pemenuhan kewajiban perpajakan;
d. data/informasi yg tersedia;
e. materi yg diverifikasi;
f. uraian hasil Verifikasi;
g. pengujian yg tlh dilakukan;
h. penghitungan pajak terutang; dan
i. simpulan dan usul petugas Verifikasi.

A. VERIFIKASI DLM RANGKA MENERBITKAN NPWP SCR JABATAN DAN MENGHAPUSKAN


NPWP SCR JABATAN/ BERDASARKAN PERMOHONAN WP

Pasal 3 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka menerbitkan NPWP scr jabatan sesuai Pasal 2 huruf a dilakukan thd:
a. WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. WP OP ng menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; dan/atau
c. WP sesuai hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal,
yg berdasarkan data dan informasi menunjukkan tlh memenuhi persayaratan subjektif dan objektif sbg
WP.

B‐21‐
B‐21‐
(2) Verifikasi juga dilakukan dlm rangka mengaktifkan kembali NPWP yg tlh dilakukan penghapusan dlm
hal Dirjen Pajak memperoleh data dan/atau informasi yg menunjukkan adanya hak dan/atau kewajiban
perpajakan WP.
(3) Termasuk hasil kegiatan ekstensifikasi pd ayat (1) huruf c adalah hasil kegiatan SPN.
(4) Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif
WP.
(5) Penerbitan NPWP scr jabatan thd WP selain pd ayat (1) & (2), dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.

Pasal 4 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi thd WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf a
PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. konfirmasi kpd pemberi kerja; dan
b. pengujian thd penghasilan WP apakah penghasilan WP tsb di atas PTKP.
(2) Verifikasi thd WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK-
146 mencakup kegiatan:
a. konfirmasi lapangan thd tempat kedudukan atau kegiatan usaha;
b. pengujian thd penghasilan WP apakah penghasilan WP tsb di atas PTKP; dan
c. analisa dlm rangka menentukan jml angsuran PPh Pasal 25 UU PPh.
(3) Verifikasi thd WP hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf c
PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran formulir isian data hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal;
dan
b. pencocokan thd data hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal dan tlh divalidasi dgn
basis data perpajakan.
(4) Verifikasi thd WP sesuai Pasal 3 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran data dan/atau informasi yg diperoleh; dan
b. pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh dgn basis data perpajakan.
(5) Verifikasi thd WP hasil kegiatan SPN sesuai Pasal 3 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup
kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran formulir isian SPN; dan
b. pencocokan thd data hasil kegiatan SPN dgn basis data perpajakan.

Pasal 5 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka menghapuskan NPWP scr jabatan atau berdasarkan permohonan WP sesuai
Pasal 2 huruf b PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. WP OP yg tlh meninggal dunia dan tdk meninggalkan warisan;
b. WP bendahara pemerintah yg tdk lagi memenuhi syarat sbg WP krn yg bersangkutan sdh tdk lagi
melakukan pembayaran;
c. WP OP yg tlh meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya;
d. WP yg memiliki lbh dari 1 NPWP utk menentukan NPWP yg dpt digunakan sbg sarana administratif
dlm pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;
e. WP OP yg berstatus sbg pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yg tlh
diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tdk melebihi
PTKP;
f. WP badan kantor perwakilan perusahaan asing yg tdk mempunyai kewajiban PPh badan yg tlh
menghentikan kegiatan usahanya;
g. Warisan yg blm terbagi dlm kedudukan sbg Subjek Pajak sdh selesai dibagi;
h. Wanita yg sebelumnya tlh memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan serta tdk ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah
dari suaminya;
i. Wanita kawin yg memiliki NPWP berbeda dgn NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakannya digabungkan dgn pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
suami;
j. Anak blm dewasa yg tlh memiliki NPWP;
k. WP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
l. WP badan tertentu selain PT dgn status tdk aktif (NE) yg tdk mempunyai kewajiban PPh dan scr
nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha.

B‐21‐
(2) Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk menentukan apakah WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif.
(3) Dlm hal berdasarkan hasil Verifikasi thd WP pd ayat (1) diperoleh data dan/atau informasi yg
menunjukkan adanya hak dan/atau kewajiban perpajakan, thd WP tsb dpt diterbitkan skp dan/atau STP.
(4) Penghapusan NPWP Pajak berdasarkan permohonan WP atau scr jabatan thd WP selain pd ayat
(1) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.

Pasal 6 PMK-146/PMK.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi sesuai Pasal 5 ayat (1) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa
WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif; dan
b. konfirmasi thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa WP
sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.

Pasal 7 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Kegiatan dlm rangka Verifikasi sesuai Pasal 4 & 6 dilaksanakan oleh petugas Verifikasi.
(2) Kegiatan dlm rangka Verifikasi pd ayat (1) dilakukan tanpa penyampaian SPHV dan PAHV.
(3) Petugas Verifikasi pd ayat (1) mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi.
(4) Hasil dari kegiatan dlm rangka Verifikasi pd ayat (1) dituangkan dlm LHV.

B.
VERIFIKASI DLM RANGKA MENGUKUHKAN PKP SCR
JABATAN/BERDASARKAN PERMOHONAN WP DAN MENCABUT
PERMOHONAN PKP

Pasal 8 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka mengukuhkan PKP scr jabatan sesuai Pasal 2 huruf c
PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. WP OP sbg Pengusaha; dan/atau
b. WP OP dan badan sbg Pengusaha, sesuai hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal,
yg berdasarkan data dan informasi menunjukkan tlh memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sbg
PKP.
(2) Termasuk hasil kegiatan ekstensifikasi pd ayat (1) huruf b adalah hasil kegiatan SPN.
(3) Verifikasi dlm rangka mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan WP sesuai Pasal 2 huruf d PMK-
146 dilakukan thd:
a. WP OP sbg Pengusaha; atau
b. WP badan sbg Pengusaha,
yg mengajukan permohonan utk dikukuhkan sbg PKP.
(4) Termasuk WP OP sbg Pengusaha pd ayat (3) huruf a adalah WP OPPT berdasarkan perpu di bidang
perpajakan.
(5) Verifikasi pd ayat (1) & (3) dilakukan utk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif
dan objektif sbg PKP.
(6) Pengukuhan PKP scr jabatan thd WP selain pd ayat (1) & (2), dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan.

Pasal 9 PMK-146/PMK.03/2012
Verifikasi thd WP sesuai Pasal 8 ayat (1) s.d. (4) PMK-146/PMK.03/2012 dlm rangka mengukuhkan PKP,
mencakup kegiatan:
a. Pengujian pemenuhan persyaratan subjektif yg meliputi:
1) pengujian atas kelengkapan dokumen terkait dgn identitas Pengusaha, antara lain KTP Pengusaha,
KTP Pengurus, akta pendirian, dan surat keterangan domisili; dan
2) pengujian atas kebenaran status Pengusaha, kebenaran alamat Pengusaha, dan kebenaran keberadaan
Pengusaha yg bersangkutan di alamat tsb, antara lain peta lokasi kegiatan usaha, dan foto tempat
kegiatan usaha.
b. Pengujian pemenuhan persyaratan objektif yg meliputi:

B‐21‐
1) pengujian atas kelengkapan dokumen izin kegiatan usaha sesuai dgn ketentuan yg berlaku, misalnya
SIUP dan surat izin usaha jasa konstruksi; dan
2) pengujian thd kesesuaian antara dokumen izin kegiatan usaha dgn kegiatan usaha yg dilakukan utk
memperoleh informasi antara lain mengenai gambaran kegiatan usaha, data peredaran usaha, dan
daftar harta di tempat kegiatan usaha.

Pasal 10 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka mencabut pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan PKP sesuai
Pasal 2 huruf e PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. PKP OP yg tlh meninggal dunia;
b. PKP tlh dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
c. PKP yg pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah
kerja KPP lainnya;
d. PKP yg jml peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya utk 1 thn buku tdk melebihi batas jml
peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto utk pengusaha kecil dan tdk memilih utk menjadi PKP;
e. PKP selain PT dgn status tdk aktif (NE) dan scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha;
f. PKP yg tdk menyampaikan SPT Masa PPN utk Masa Pajak Jan s.d. Des;
g. PKP yg menyampaikan SPT Masa PPN yg PK dan PM-nya nihil utk Masa Pajak Jan s.d.
Des; atau
h. PKP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
(2) Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan pd ayat (1) juga dpt dilaksanakan stl Dirjen Pajak melakukan
Verifikasi atas:
a. hasil SPN;
b. hasil konfirmasi lapangan stlhpengukuhan PKP; atau
c. hasil kegiatan lain yg dilaksanakan oleh Dirjen Pajak.
(3) Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk tertib administrasi dan/atau menguji pemenuhan persyaratan subjektif
dan objektif sbg PKP.
(4) Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan PKP thd WP selain pd ayat (1) &
(2), dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.

Pasal 11 PMK-146/PMK.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi thd PKP sesuai Pasal 10 ayat (1) & (2) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa
WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif;
b. konfirmasi lapangan thd tempat kedudukan atau kegiatan usaha; dan/atau
c. pengujian thd jml nilai peredaran bruto atas penyerahan BKP atau JKP yg dilakukan oleh WP tlh
melampaui batasan yg ditentukan sbg pengusaha kecil.

Pasal 12 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi sesuai Pasal 9 & 11 PMK-146/PMK.03/2012 dilaksanakan oleh petugas Verifikasi.
(2) Verifikasi pd ayat (1) dilakukan tanpa penyampaian SPHV dan PAHV.
(3) Petugas Verifikasi pd ayat (1) mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi.
(4) Hasil Verifikasi pd ayat (1) dituangkan dlm LHV.

C. VERIFIKASI DLM RANGKA MENERBITKAN

skp Ruang Lingkup dan Kriteria Verifikasi:

Pasal 13 PMk-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp sesuai Pasal 2 huruf f PMK-146/PMK.03/2012 dpt dilakukan utk
1 atau bbrp jenis pajak, baik utk 1 atau bbrp Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak dlm thn-thn
lalu maupun thn berjalan.
(2) Verifikasi dlm rangka menerbitkan SKPKB dilakukan dlm hal terdapat:

B‐21‐
a. keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP; atau
b. Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara yg di dalamnya memuat data konkret yg dpt dipergunakan utk menghitung
besarnya pajak terutang yg tdk atau kurang dibayar.
(3) Verifikasi dlm rangka menerbitkan SKPKBT dilakukan dlm hal terdapat:
a. keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri sesuai Pasal 15 ayat (3) UU KUP;
b. data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi FP yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg
terutang; atau
c. Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara.
(4) Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap pd ayat (3) huruf c meliputi Putusan
Pengadilan yg memuat data baru berupa FP yg dpt dipergunakan utk menghitung besarnya pajak yg
terutang yg tdk atau kurang dibayar.
(5) Verifikasi dlm rangka menerbitkan SKPLB dilakukan dlm hal terdapat permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang sesesuai Pasal 17 ayat (2) UU KUP.

Pasal 14 PMK-146/PMK.03/2012
Keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146 adalah data konkret yg diperoleh atau dimiliki oleh
Dirjen Pajak, berupa:
a. hasil klarifikasi/konfirmasi FP;
b. bukti pemotongan PPh;
c. data perpajakan terkait dgn WP yg tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat
(3) UU KUP dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya sebagaimana ditentukan
dlm surat teguran; atau
d. bukti transaksi atau data perpajakan yg dpt digunakan utk menghitung kewajiban perpajakan WP.

Tata Cara Verifikasi dlm Rangka Menerbitkan skp:

Pasal 15 PMK-146/PMK.03/2012
Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp dilakukan dgn ketentuan sbg berikut:
a. Verifikasi dilakukan oleh petugas Verifikasi;
b. petugas Verifikasi pd huruf a mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi;
c. Verifikasi dilaksanakan dgn meneliti keterangan lain dan dikembangkan melalui pencocokan data,
permintaan keterangan, konfirmasi, dan pengujian lainnya berkenaan dgn Verifikasi;
d. petugas Verifikasi hrs memanggil WP dlm rangka Verifikasi atas keterangan lain, melalui Kepala KPP;
e. pemanggilan WP dlm rangka Verifikasi pd huruf d dilakukan sbl menyampaikan SPHV;
f. dlm hal WP hadir memenuhi panggilan dlm rangka Verifikasi pd huruf d, petugas Verifikasi
melakukan klarifikasi atas keterangan lain yg hasilnya dituangkan dlm
g. BA mengenai klarifikasi WP;
h. BA mengenai klarifikasi WP pd huruf f, digunakan sbg dasar penyusunan SPHV;
i. dlm hal WP tdk memenuhi panggilan dlm rangka Verifikasi pd huruf d, petugas Verifikasi membuat BA
mengenai tdk dipenuhinya panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP;
j. berdasarkan BA mengenai tdk dipenuhinya panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP dan keterangan
lain yg dimiliki, petugas Verifikasi menyusun SPHV;
k. WP dpt membetulkan SPT yg dilakukan Verifikasi sepanjang SPHV blm disampaikan;
l. berdasarkan SPHV, petugas Verifikasi melakukan PAHV dgn WP yg hasilnya dituangkan dlm BA
mengenai PAHV;
m. hasil Verifikasi dituangkan dlm LHV;
n. LHV pd huruf l dilampiri dgn BA mengenai klarifikasi WP, BA mengenai tdk dipenuhinya panggilan
dlm rangka Verifikasi oleh WP, SPHV, dan BA mengenai PAHV, kecuali Verifikasi yg dilaksanakan
tanpa PAHV maka LHV tanpa dilampiri dgn SPHV dan BA mengenai PAHV.

Kewajiban dan Kewenangan Petugas Verifikasi:

B‐21‐
Pasal 17 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Dlm melakukan Verifikasi utk menerbitkan skp, petugas Verifikasi wajib:
a. memberikan kesempatan kpd WP/Kuasanya utk memberikan klarifikasi terkait dgn keterangan lain
yg dimiliki oleh DJP;
b. menyampaikan SPHV kpd WP; dan
c. memberikan kesempatan kpd WP utk melakukan PAHV dlm jangka waktu yg tlh ditentukan.
(2) Petugas Verifikasi melalui kepala KPP berwenang memanggil WP dgn surat panggilan utk
meminta klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis dari WP.

Kewajiban dan Hak WP:

Pasal 18 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Dlm pelaksanaan Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, WP berkewajiban memenuhi panggilan dlm
rangka Verifikasi utk memberikan klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis.
(2) Dlm pelaksanaan Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, WP berhak utk:
a. memberikan klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis terkait dgn keterangan lain;
b. meminta kpd petugas Verifikasi utk memberikan penjelasan ttg alasan dan tujuan Verifikasi;
c. menerima SPHV; dan
d. menghadiri PAHV dlm jangka waktu yg tlh ditentukan.

Pemberitahuan Hasil Verifikasi dan PAHV:

Pasal 19 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Penerbitan skp berdasarkan hasil Verifikasi hrs dilakukan melalui penerbitan SPHV dan PAHV.
(2) Ketentuan pd ayat (1) tdk berlaku utk penerbitan:
a. SKPBT berdasarkan hasil Verifikasi atas keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri sesuai
Pasal 13 ayat (3) huruf a PMK-146/PMK.03/2012; dan
b. SKPLB berdasarkan hasil Verifikasi thd kebenaran pembayaran pajak sesuai Pasal 13 ayat (5) PMK-
146/PMK.03/2012.

Pasal 20 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Hasil Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, diberitahukan melalui SPHV kpd WP, dgn memberikan
hak kpd WP utk hadir dlm PAHV.
(2) Undangan PAHV dibuat scr tertulis dgn mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya pembahasan
akhir, yg memperhatikan tempat tinggal atau tempat kedudukan WP.
(3) SPHV pd ayat (1) dan undangan PAHV pd ayat (2) disampaikan scr bersamaan oleh petugas Verifikasi
melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya.

Pasal 21 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Apabila WP hadir sesuai waktu yg ditentukan dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat (2)
PMK-146/PMK.03/2012, petugas Verifikasi melakukan PAHV dgn WP yg dituangkan dlm BA
mengenai PAHV.
(2) BA mengenai PAHV pd ayat (1), berisi koreksi, baik yg disetujui maupun yg tdk disetujui dan hrs
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
(3) Dlm hal WP menolak menandatangani BA mengenai PAHV pd ayat (1), petugas Verifikasi
membuat catatan ttg penolakan tsb dlm BA mengenai PAHV dan berdasarkan BA tsb
PAHV dianggap tlh dilaksanakan.
(4) Dlm hal WP tdk hadir sesuai waktu yg ditentukan dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat
(2) PMK-146/PMK.03/2012, petugas Verifikasi membuat BA mengenai PAHV dgn
mencantumkan keterangan mengenai ketidakhadiran WP dlm BA mengenai PAHV.
(5) Berdasarkan BA mengenai PAHV pd ayat (4), PAHV dianggap tlh dilaksanakan dan WP
dianggap menyetujui hasil Verifikasi.
(6) Jangka waktu PAHV dlm rangka menerbitkan skp paling lama 3 hari kerja terhitung sejak hari dan
tanggal pelaksanaan pembahasan akhir sebagaimana tercantum dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat
(2) PMK-146/PMK.03/2012.

Pasal 22 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Berdasarkan LHV sesuai Pasal 15 huruf l PMK-146 dibuat nota penghitungan.

B‐21‐
(2) Nota penghitungan pd ayat (1) mrp dasar penerbitan SKPKB sesuai Pasal 13 ayat (2)
PMK-146/PMK.03/2012, SKPKBT sesuai Pasal 13 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012, atau SKPLB sesuai
Pasal 13 ayat (5) PMK-146/PMK.03/2012.

Pasal 23 PMK-146/PMK.03/2012
Pajak yg terutang dlm SKPKB sesuai Pasal 13 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012 dan SKPKBT sesuai Pasal 13
ayat (3) huruf b & c PMK-146/PMK.03/2012, hrs sesuai dgn PAHV.

Pasal 24 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Dlm hal berdasarkan keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012 tdk
terdapat pajak yg kurang atau tdk dibayar, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn membuat LHV tanpa
usulan penerbitan skp.
(2) Dlm hal keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012 tlh ditindaklanjuti oleh
WP dgn melakukan pembetulan SPT sbl penyampaian SPHV, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn:
a. membuat LHV tanpa usulan penerbitan skp apabila pembetulan SPT sesuai dgn keterangan lain
sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012; atau
b. membuat LHV dgn usulan utk penerbitan skp berdasarkan PAHV apabila pembetulan SPT blm
sesuai dgn keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012.
(3) Dlm hal berdasarkan hasil Verifikasi thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yg
seharusnya tdk terutang sesuai Pasal 13 ayat (5) PMK-146/PMK.03/2012, tdk terdapat kelebihan
pembayaran pajak, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn membuat LHV tanpa usulan penerbitan skp.

Pembatalan skp Hasil Verifikasi:

Pasal 25 PMK-146/PMK.03/2012
(1) skp hasil Verifikasi yg dilaksanakan tanpa:
a. penyampaian SPHV sesuai Pasal 20 PMK-146/PMK.03/2012; atau
b. PAHV sesuai Pasal 21 PMK-146/PMK.03/2012,
dpt dilakukan pembatalan oleh Dirjen Pajak sesuai ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf d PP 74 Thn 2011.
(2) Dikecualikan dari ketentuan pd ayat (1) adalah penerbitan skp dari hasil Verifikasi sesuai Pasal 19 ayat
(2) PMK-146/PMK.03/2012.
(3) Dlm hal dilakukan pembatalan pd ayat (1), proses Verifikasi hrs dilanjutkan dgn melaksanakan prosedur
penyampaian SPHV dan/atau PAHV.
(4) Dlm hal pembatalan dilakukan krn Verifikasi dilaksanakan tanpa penyampaian SPHV, berdasarkan SK
pembatalan hasil Verifikasi, petugas Verifikasi melanjutkan Verifikasi dgn memberitahukan hasil
Verifikasi melalui SPHV kpd WP dan melakukan PAHV sesuai dgn prosedur Pasal 20 & 21
PMK-146/PMK.03/2012.

Form-form yg digunakan berdasar PMK-146/PMK.03/2012:


Pihak
No. Nama Form Sumber
Pembuat
1. Form Surat Panggilan dlm Rangka Verifikasi Lamp I KPP
2. Form BA Klarifikasi WP Lamp II
3. Form BA Tdk Dipenuhinya Panggilan dlm Rangka Verifikasi oleh WP Lamp III
4. Form SPHV Lamp IV
5, Form Mengenai PAHV Lamp V
6. Form Undangan PAHV Lamp VI

Form-form yg digunakan berdasar SE-48/PJ/2012:


Pihak
No. Nama Form Sumber Pembuat
1. Form ST Verifikasi Lamp I KPP/KP2KP
2. Contoh Form Bentuk & Isi LHV 1 Lamp II KPP
3. Contoh Form Bentuk & Isi LHV 2 Lamp III

B‐21‐
TATA CARA PEMERIKSAAN

I. Dasar Hukum
 UU KUP
 PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pd tanggal 1 Feb 2013) ttg Tata Cara Pemeriksaan PMK
ini mencabut:
 PMK-191/PMK.03/2007 ttg Penerbitan skp Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak Thd WP yg Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang
Perpajakan
 PMK-198/PMK.03/2007 ttg Tata Cara Penyegelan Dlm Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
 PMK-199/PMK.03/2007 jo PMK-82/PMK.03/2011 ttg Tata Cara Pemeriksaan Pajak
 PER-23/PJ/2013 (mulai berlaku pd tanggal 11 Juni 2013) ttg Standar Pemeriksaan
 PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) →mencabut PER-34/PJ/2011, PER-35/PJ/2011,
PER-16/PJ/2009, dan PER-17/PJ/2009
SE terkait:
 SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku tanggal 30 Mei 2013) ttg Pedoman e-Audit
 SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku tanggal 11 Juni 2013) ttg Kebijakan Pemeriksaan

II. Tujuan Pemeriksaan (Pasal 2 PMK-17/PMK.03/2013) Dirjen


Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dgn tujuan:
 utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
 utk tujuan lain dlm rangka melaksanakan ketentuan perpu perpajakan.

III. Pemeriksaan utk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

a. Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan:


1. Ruang lingkup Pemeriksaan dpt meliputi: (Pasal 3 PMK-17/PMK.03/2013)
a. satu, bbrp, atau slrh jenis pajak,
b. baik utk satu atau bbrp Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak,
c. dlm thn-thn lalu maupun thn berjalan.
2. Kriteria & Jenis Pemeriiksaan
a. Yg Hrs Dilakukan Pemeriksaan
Kriteria Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dgn jenis
kewajiban perpajakan hrs Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
dilakukan thd WP yg mengajukan (Pasal 5 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
permohonan pengembalian  Dilakukan dgn Pemeriksaan Kantor, dlm hal
kelebihan pembayaran pajak sesuai permohonan pengembalian kelebihan
Pasal 17B UU KUP. (Pasal 4 ayat pembayaran tsb diajukan oleh WP yg memenuhi
(1) PMK-17/PMK.03/2013) persyaratan:
 LK WP utk Thn Pajak yg diperiksa diaudit
oleh akuntan publik atau LK salah satu Thn
Pajak dari 2 Thn Pajak sbl Thn Pajak yg
diperiksa tlh diaudit oleh akuntan publik, dgn
pendapat wajar tanpa pengecualian; dan
 WP tdk sedang dilakukan Pemeriksaan
Bukti Permulaan, penyidikan, atau
penuntutan tindak pidana perpajakan,
dan/atau WP dlm 5 thn terakhir tdk pernah
dipidana krn melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan.
(Pasal 5 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

B‐
b. Yg Dpt Dilakukan Pemeriksaan
Kriteria Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dgn jenis
kewajiban perpajakan dpt Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
dilakukan dlm hal WP: (Pasal 5 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
menyampaikan SPT yg Penentuan jenis pemeriksaannya diatur oleh
menyatakan LB, selain yg Dirjen Pajak. (Pasal 5 ayat
mengajukan permohonan (3) PMK-17/PMK.03/2013)
pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sesuai ayat
(1);
tlh diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak;
menyampaikan SPT yg
menyatakan rugi;
melakukan penggabungan,
peleburan, pemekaran, likuidasi,
pembubaran, atau akan
meninggalkan Indonesia utk
selama-lamanya;
melakukan perubahan thn buku
atau metode pembukuan atau krn
dilakukannya penilaian kembali
aktiva tetap;
tdk menyampaikan atau Dilakukan dgn jenis Pemeriksaan
menyampaikan SPT tetapi Lapangan. (Pasal 5 ayat
melampaui jangka waktu yg tlh (4) PMK-17/PMK.03/2013)
ditetapkan dlm surat teguran yg
terpilih utk dilakukan Pemeriksaan
berdasarkan
analisis risiko; atau
menyampaikan SPT yg terpilih
utk dilakukan Pemeriksaan
berdasarkan analisis risiko.
Dlm hal Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yg terkait dgn transfer pricing
dan/atau transaksi khusus lain yg berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan
Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 5 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)

b. Standar Pemeriksaan:
1. Pemeriksa Pajak tdk dikenai sanksi dlm hal Pemeriksaan yg dilakukan: (Pasal 11 ayat (2)
PER-23/PJ/2013) → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk
Pemeriksaan utk tujuan lain
 Tlh sesuai dgn Standar Pemeriksaan,
 Dilaksanakan berdasarkan iktikad baik, dan
 Sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
2. Standar Pemeriksaan meliputi: (Pasal 6 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
a. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yg memenuhi syarat:
1. Tlh mendapat pendidikan & pelatihan teknis yg cukup serta memiliki keterampilan sbg
Pemeriksa Pajak;
(Pasal 3 ayat (3) huruf a PER-23/PJ/2013)
2. Menggunakan keterampilannya scr cermat & seksama;
→ apabila dlm melaksanakan Pemeriksaan didasarkan pd iktikad baik & sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan. (Pasal 3 ayat (3) huruf b angka 2 PER-23/PJ/2013)

B‐22‐
3. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan
negara; dan
4. Taat thd berbagai ketentuan peraturan perpu di bidang perpajakan.
Dlm hal diperlukan, pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dpt
dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar DJP yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak. (Pasal 7 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
b. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan (Pasal 8 PMK-17/PMK.03/2013)
1. Pelaksanaan Pemeriksaan hrs didahului dgn persiapan yg baik sesuai dgn tujuan Pemeriksaan,
yg paling sedikit meliputi:
a. Kegiatan mengumpulkan & mempelajari data WP, meliputi:
 Mempelajari profil WP
 Menganalisis data keuangan WP
 Mempelajari data lain yg relevan, baik dari DJP maupun dari pihak lain
(Pasal 4 huruf a angka 1 PER-23/PJ/2013)
b. Menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program Pemeriksaan
(audit program), serta mendapat pengawasan yg seksama
c. Menyiapkan sarana Pemeriksaan (Pasal 4 huruf a angka 4 PER-23/PJ/2013)
2. Pemeriksaan dilaksanakan dgn melakukan pengujian berdasarkan metode & teknik
Pemeriksaan sesuai dgn program Pemeriksaan (audit program) yg tlh disusun
3. Temuan hasil Pemeriksaan hrs didasarkan pd bukti kompeten yg cukup & berdasarkan
ketentuan perpu perpajakan
4. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yg terdiri dari seorang supervisor,
seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dlm keadaan tertentu ketua tim dpt
merangkap sbg anggota tim → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
→ Keadaan tertentu:
a. terbatasnya jml Pemeriksa Pajak pada UP2; dan/atau
b. berdasarkan pertimbangan Kepala UP2.
(Pasal 4 huruf d PER-23/PJ/2013)
5. Tim Pemeriksa Pajak dpt dibantu oleh seorang atau lebih yg memiliki keahlian tertentu, baik
yg berasal dari DJP, maupun dari instansi di luar DJP yg tlh ditunjuk oleh Dirjen Pajak, sbg
tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara
6. Apabila diperlukan, Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dpt dilakukan scr bersama-sama dgn tim pemeriksa dari instansi lain
7. Pemeriksaan dpt dilaksanakan di kantor DJP, tempat tinggal atau tempat kedudukan WP,
tempat kegiatan usaha / pekerjaan bebas WP, dan/atau atau tempat lain yg dianggap perlu
oleh Pemeriksa Pajak → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan &
utk Pemeriksaan utk tujuan lain
8. Pemeriksaan dilaksanakan pd jam kerja dan apabila diperlukan dpt dilanjutkan di luar jam
kerja → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk
Pemeriksaan utk tujuan lain
9. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dlm bentuk KKP
→ Fungsi KKP (Pasal 9 huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
 Bukti bahwa Pemeriksaan tlh dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan
 Bahan dlm melakukan PAHP dgn WP mengenai temuan hasil Pemeriksaan
 Dasar pembuatan LHP
 Sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yg diajukan oleh
WP
 Referensi utk Pemeriksaan berikutnya
c. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan
1. LHP disusun scr ringkas dan jelas, memuat: (Pasal 6 huruf a PER-23/PJ/2013)
a. Ruang lingkup dan pos-pos yg diperiksa sesuai dgn tujuan Pemeriksaan,
b. Simpulan Pemeriksa Pajak yg didukung temuan yg kuat ttg ada atau tdk adanya
penyimpangan thd perpu perpajakan
c. Pengungkapan informasi lain yg terkait dgn Pemeriksaan

B‐22‐
2. LHP utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat:
(Pasal 10 huruf b PMK-17/PMK.03/2013)
a. Penugasan Pemeriksaan
b. Identitas WP
c. Pembukuan atau pencatatan WP
d. Pemenuhan kewajiban perpajakan
e. Data/informasi yg tersedia
f. Buku dan dokumen yg dipinjam
g. Materi yg diperiksa
h. Uraian hasil Pemeriksaan
i. Ikhtisar hasil Pemeriksaan
j. Penghitungan pajak terutang
k. Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak
3. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak (Pasal 6 huruf c
PER-23/PJ/2013)
4. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 utk mengetahui apakah:
 Pos-pos yg diperiksa tlh sesuai dgn Rencana Pemeriksaan dan perubahannya
 Dasar hukum koreksi tlh sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan. (Pasal
6 huruf d PER-23/PJ/2013)

c. Kewajiban & Kewenangan Pemeriksa Pajak:


1. Kewajiban Pemeriksa Pajak (Pasal 11 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kpd WP (dlm hal Pemeriksaan
dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan) atau Surat Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan
Kantor (dlm hal Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Kantor)
b. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak & SP2 kpd WP pd waktu melakukan
Pemeriksaan
c. Memperlihatkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kpd WP apabila susunan
keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan
d. Melakukan pertemuan dgn WP
→ utk memberikan penjelasan mengenai:
1. Alasan dan tujuan Pemeriksaan
2. Hak dan kewajiban WP selama dan stl pelaksanaan Pemeriksaan
3. Hak WP mengajukan permohonan utk dilakukan pembahasan dgn Tim Quality Assurance
(QA) Pemeriksaan dlm hal terdapat hasil Pemeriksaan yg blm disepakati antara Pemeriksa
Pajak dgn WP pd saat PAHP
4. Kewajiban dari WP utk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen yg menjadi
dasar pembukuan / pencatatan, dan dokumen lainnya, yg dipinjam dari WP
e. Menuangkan hasil pertemuan dgn WP dlm BA pertemuan dgn WP
f. Menyampaikan SPHP kpd WP
g. Memberikan hak utk hadir kpd WP dlm rangka PAHP pd waktu yg tlh ditentukan
h. Menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kpd WP
i. Melakukan pembinaan kpd WP dlm memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan dgn menyampaikan saran scr tertulis
j. Mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yg menjadi dasar pembukuan / pencatatan,
dan dokumen lainnya yg dipinjam dari WP
k. Merahasiakan kpd pihak lain yg tdk berhak atas segala sesuatu yg diketahui atau diberitahukan
kpd-nya oleh WP dlm rangka Pemeriksaan
2. Kewenangan Pemeriksa Pajak
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Pemeriksa Pajak berwenang: Pemeriksa Pajak berwenang:
a. Melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau a. Memanggil WP utk datang ke
dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau kantor DJP dgn menggunakan
pencatatan, dan dokumen lain yg berhubungan dgn Surat Panggilan Dlm Rangka
penghasilan yg diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan Pemeriksaan Kantor
bebas WP, atau b. Melihat dan/atau meminjam
objek yg terutang pajak buku, catatan, dan/atau

B‐22‐
b. Mengakses dan/atau mengunduh data yg dokumen yg menjadi dasar
dikelola scr elektronik pembukuan atau pencatatan, dan
c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, dokumen lain termasuk data yg
barang bergerak dan/atau tdk bergerak yg diduga dikelola scr elektronik, yg
atau patut diduga digunakan utk menyimpan buku berhubungan dgn penghasilan yg
atau catatan, dokumen yg menjadi dasar pembukuan diperoleh, kegiatan usaha,
atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau pekerjaan bebas WP, atau objek yg
barang yg dpt memberi petunjuk ttg penghasilan yg terutang pajak
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau c. Meminta kpd WP utk memberi
objek yg terutang pajak; bantuan guna kelancaran
d. Meminta kpd WP utk memberi bantuan guna Pemeriksaan
kelancaran Pemeriksaan, a.l. berupa: d. Meminta keterangan lisan
1. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas dan/atau tertulis dari WP
biaya WP apabila dlm mengakses data yg e. Meminjam KKP yg dibuat oleh
dikelola scr elektronik memerlukan peralatan akuntan publik melalui WP
dan/atau keahlian khusus f. Meminta keterangan dan/atau bukti
2. Memberikan bantuan kpd Pemeriksa Pajak utk yg diperlukan dari pihak ketiga yg
membuka barang bergerak dan/atau tdk mempunyai hubungan dgn WP yg
bergerak diperiksa melalui kepala UP2
3. Menyediakan ruangan khusus tempat (Pasal 12 ayat
dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dlm hal (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan dilakukan di tempat WP
e. Melakukan Penyegelan tempat atau ruang
tertentu serta barang bergerak dan/atau tdk
bergerak
f. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari WP
g. Meminta keterangan dan/atau bukti yg diperlukan
dari pihak ketiga yg mempunyai hubungan dgn
WP yg diperiksa melalui kepala unit pelaksana
Pemeriksaan
(Pasal 12 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

d. Hak & Kewajiban WP:


1. Hak WP dlm Pemeriksaan (Pasal 13 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak & SP2
b. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dlm
hal Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan
c. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak
apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan
d. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan penjelasan ttg alasan & tujuan Pemeriksaan
e. Menerima SPHP
f. Menghadiri PAHP pd waktu yg tlh ditentukan;
g. mengajukan permohonan utk dilakukan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, dlm hal masih
terdapat hasil Pemeriksaan yg blm disepakati antara Pemeriksa Pajak dgn WP pd saat PAHP
h. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui
pengisian Kuesioner Pemeriksaan
2. Kewajiban WP dlm Pemeriksaan (Pasal 14 PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
WP wajib: WP wajib:
a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, a. Memenuhi panggilan utk datang
catatan, dan/atau dokumen yg menjadi dasar menghadiri Pemeriksaan sesuai
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain dgn waktu yg ditentukan

B‐22‐
yg berhubungan dgn penghasilan yg diperoleh, b. Memperlihatkan dan/atau
kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yg meminjamkan buku, catatan,
terutang pajak dan/atau dokumen yg menjadi dasar
b. Memberikan kesempatan utk mengakses pembukuan atau pencatatan, dan
dan/atau mengunduh data yg dikelola scr dokumen lain termasuk data yg
elektronik dikelola scr elektronik, yg
c. Memberikan kesempatan utk memasuki dan berhubungan dgn penghasilan yg
memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
dan/atau tdk bergerak yg diduga atau patut diduga bebas WP, atau objek yg terutang
digunakan utk menyimpan buku atau catatan, pajak
dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau c. Memberi bantuan guna
pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yg kelancaran Pemeriksaan
dpt memberi petunjuk ttng penghasilan yg d. Menyampaikan tanggapan scr
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau tertulis atas SPHP
objek yg terutang pajak serta meminjamkannya kpd e. Meminjamkan KKP yg dibuat oleh
Pemeriksa Pajak akuntan publik
d. Memberi bantuan guna kelancaran f. Memberikan keterangan lisan
Pemeriksaan, yg dpt berupa: dan/atau tertulis yg diperlukan
1. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas (Pasal 14 ayat
biaya WP apabila dlm mengakses data yg (2) PMK-17/PMK.03/2013)
dikelola scr elektronik memerlukan peralatan
dan/atau keahlian khusus
2. Memberikan bantuan kpd Pemeriksa Pajak utk
membuka barang bergerak dan/atau tdk
bergerak
3. Menyediakan ruangan khusus tempat
dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dlm hal
Pemeriksaan dilakukan di tempat WP;
e. Menyampaikan tanggapan scr tertulis atas
SPHP
f. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yg
diperlukan.
(Pasal 14 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

e. Jangka Waktu Pemeriksaan:


Dilakukan dlm jangka waktu Pemeriksaan yg meliputi: (Pasal 15 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
1. Jangka Waktu Pengujian
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Jangka waktu pengujiannya paling lama 6 bulan, Jangka waktu pengujiannya paling lama 4
yg dihitung sejak Surat Pemberitahuan bulan, yg dihitung sejak tanggal WP, wakil,
Pemeriksaan Lapangan disampaikan kpd WP, kuasa dari WP pegawai, atau anggota
wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg keluarga yg tlh dewasa dari WP datang
tlh dewasa dari WP, s.d. tanggal SPHP memenuhi Surat Panggilan Dlm Rangka
disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai, atau Pemeriksaan Kantor s.d. tanggal SPHP
anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP. disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai,
(Pasal 15 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013) atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP.
(Pasal 15 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)

Perpanjangan Jangka Waktu Perpanjangan Jangka Waktu


 Jangka waktu pengujiannya dpt diperpanjang  Jangka waktu pengujiannya dpt
utk jangka waktu paling lama 2 bulan. (Pasal diperpanjang utk jangka waktu paling
16 ayat lama 2 bulan. (Pasal 17 ayat
(1) PMK-17/PMK.03/2013) (1) PMK-17/PMK.03/2013)
 Perpanjangan jangka waktu pengujian  Perpanjangan jangka waktu pengujian
dilakukan dlm hal: dilakukan dlm hal:
1. Pemeriksaan Lapangan diperluas ke 1. Pemeriksaan Kantor diperluas ke
Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Masa Pajak, Bagian Thn Pajak,

B‐22‐
B‐22‐
Thn Pajak lainnya; atau Thn Pajak lainnya;
2. Terdapat konfirmasi atau permintaan 2. Terdapat konfirmasi atau
data dan/atau keterangan kpda pihak permintaan data dan/atau
ketiga; keterangan kpd pihak ketiga;
3. Ruang lingkup Pemeriksaan Lapangan 3. Ruang lingkup Pemeriksaan
meliputi slr jenis pajak; dan/atau Kantor meliputi slr jenis pajak;
4. Berdasarkan pertimbangan kepala dan/atau
UP2. 4. Berdasarkan pertimbangan kepala
(Pasal 16 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013) UP2.
(Pasal 17 ayat (2) PMK-17/PMK.03/
 Jangka waktu pengujian Pemeriksaan 2013)
Lapangan dpt diperpanjang utk jangka waktu
paling lama 6 bulan dan dpt dilakukan paling
banyak 3 x s.d. kebutuhan waktu utk
melakukan pengujian apabila terkait dgn:
1. WP KKKS Migas;
2. WP dlm 1 grup; atau
3. WP yg terindikasi melakukan transaksi
transfer pricing dan/atau transaksi
khusus lain yg berindikasi adanya
rekayasa transaksi keuangan.
(Pasal 16 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)

Pemberitahuan Tertulis kpd WP


Dlm hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian, baik Pemeriksaan Lapangan ataupun
Pemeriksaan Kantor, kepala UP2 hrs menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu
pengujian scr tertulis kpd WP.
(Pasal 18 PMK-17/PMK.03/2013)
Penyampaian SPHP kpd WP
Apabila jangka waktu perpanjangan pengujian, baik Pemeriksaan Lapangan
ataupun Pemeriksaan Kantor, tlh berakhir, SPHP hrs disampaikan kpd WP. (Pasal
19 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal Pemeriksaan dilakukan krn WP mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, jangka waktu pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan hrs memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sesuai Pasal 17B UU KUP.
(Pasal 19 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Jangka waktu PAHP & Pelaporan
Jangka waktu PAHP dan pelaporannya paling lama 2 bulan, yg dihitung sejak tanggal SPHP
disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota yg tlh dewasa dari WP s.d. tanggal LHP.
(Pasal 15 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)

f. Penyelesaian Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor diselesaikan dgn cara: (Pasal 20
PMK-17/PMK.03/2013)
1. Menghentikan Pemeriksaan dgn membuat LHP Sumir; (Pasal 21 PMK-17/PMK.03/2013) atau
→ Dilakukan dlm hal:
a. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg diperiksa:
 Tdk ditemukan dlm jangka waktu 6 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan diterbitkan; atau
 Tdk memenuhi panggilan Pemeriksaan dlm jangka waktu 4 bulan sejak tanggal Surat
Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
Pemeriksaan yg dihentikan dgn membuat LHP Sumir krn WP tdk ditemukan atau tdk memenuhi
panggilan Pemeriksaan, dpt dilakukan Pemeriksaan kembali apabila dikemudian hari WP
ditemukan. (Pasal 23 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

B‐22‐
b. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka tsb:
 Tdk dilanjutkan dgn penyidikan krn WP mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya
sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP
 Tdk dilanjutkan dgn penyidikan tetapi diselesaikan dgn menerbitkan SKPKB sesuai Pasal
13A UU KUP; atau
 Dilanjutkan dgn penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan krn tdk dilakukan penuntutan
sesuai Pasal 44B UU KUP.
c. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
penyidikan sbg tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan scr tertutup dan penyidikan tsb
dihentikan krn memenuhi ketentuan sesuai Pasal 44B UU KUP.
d. Pemeriksaan Ulang tdk mengakibatkan adanya tambahan atas jml pajak yg tlh ditetapkan dlm skp
sebelumnya.
e. Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak.
2. Membuat LHP, sbg dasar penerbitan skp dan/atau STP. (Pasal 22 PMK-17/PMK.03/2013)
→ Dilakukan dlm hal:
a. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan sehubungan dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai
Pasal 17B UU KUP:
 Tdk ditemukan dlm jangka waktu 6 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan diterbitkan; atau
 Tdk memenuhi panggilan Pemeriksaan dlm jangka waktu 4 bulan sejak tanggal Surat
Panggilan Daa Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
Pajak terutang atas Pemeriksaan thd WP yg tdk ditemukan atau tdk memenuhi panggilan
Pemeriksaan, ditetapkan scr jabatan. (Pasal 23 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
b. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan Pemeriksaan dpt diselesaikan
dlm jangka waktu Pemeriksaan.
c. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan blm dpt diselesaikan s.d.:
 Berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan; atau
 Berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor. Pemeriksaan
Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg pengujiannya blm diselesaikan, hrs diselesaikan dgn
menyampaikan SPHP dlm jangka waktu paling lama 7 hari kerja sejak berakhirnya
perpanjangan jangka waktu pengujian tsb dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan s.d.
pembuatan LHP. (Pasal 22 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
d. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka tsb:
 Dihentikan krn WP OP yg dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka meninggal
dunia;
 Dihentikan krn tdk ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
 Dilanjutkan dgn penyidikan namun penyidikannya dihentikan krn memenuhi ketentuan sesuai
Pasal 44A UU KUP; atau
 Dilanjutkan dgn penyidikan dan penuntutan serta tlh terdapat Putusan Pengadilan mengenai
tindak pidana di bidang perpajakan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan
Putusan Pengadilan tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.
e. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
penyidikan sbg tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan scr tertutup dan penyidikan tsb:
 Dihentikan krn memenuhi ketentuan sesuai Pasal 44A UU KUP; atau
 Dilanjutkan dgn penuntutan serta tlh terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak pidana di
bidang perpajakan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan Pengadilan
tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.

g. Tim Pemeriksa Pajak:

B‐22‐
 Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yg tergabung dlm suatu tim Pemeriksa Pajak
berdasarkan SP2. (Pasal 24 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
→ SP2 diterbitkan utk 1 atau bbrp Masa Pajak dlm suatu Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak yg sama
atau utk 1 Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak thd 1 WP. (Pasal 24 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
 Dlm hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala UP2 hrs menerbitkan surat yg berisi perubahan
tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 24 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
 Dlm hal tim Pemeriksa Pajak dibantu oleh tenaga ahli sesuai Pasal 8 huruf e PMK-17, tenaga ahli tsb
bertugas berdasarkan ST yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 24 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Tim Pemeriksa Pajak dpt dibantu oleh seorang atau lbh yg memiliki keahlian tertentu, baik yg
berasal dari DJP, maupun yg berasal dari instansi di luar DJP yg tlh ditunjuk oleh Dirjen Pajak, sbg
tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang TI, dan pengacara. (Pasal 8 huruf e
PMK-17/PMK.03/2013)

h. Pemberitahuan, Panggilan, dan Pertemuan dgn WP:


1. Pemberitahuan Kpd WP
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Pemberitahuan Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kpd Pemeriksa Pajak wajib
WP mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dgn memberitahukan kpd WP
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan mengenai dilakukannya
Lapangan. (Pasal 25 ayat Pemeriksaan Kantor dgn
(1) PMK-17/PMK.03/2013) menyampaikan Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor.
(Pasal 25 ayat
(2) PMK-17/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian Pemberitahuan Cara Penyampaian
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dpt Pemberitahuan
disampaikan: Surat Panggilan Dlm Rangka
1. Scr lsg kpd WP pd saat dimulainya Pemeriksaan Pemeriksaan Kantor disampaikan
Lapangan, melalui:
a. Dlm hal disampaikan scr lsg dan WP tdk 1. Faksimili,
berada di tempat, dpt disampaikan kpd: 2. Pos dgn bukti pengiriman
 Wakil atau kuasa dari WP; atau surat, atau
 Pihak yg dpt mewakili WP, yaitu: 3. Jasa pengiriman lainnya dgn
 Pegawai dari WP yg mnr Pemeriksa bukti pengiriman.
Pajak dpt mewakili WP, dlm hal (Pasal 26 ayat
Pemeriksaan dilakukan thd (4) PMK-17/PMK.03/2013)
WP badan;
 Anggota keluarga yg tlh dewasa dari
WP yg mnr Pemeriksa Pajak dpt
mewakili WP, dlm hal Pemeriksaan
dilakukan thd WP OP; atau
 Pihak lain yg dpt mewakili WP.
(Pasal 26 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
b. Dlm hal wakil atau kuasa dari WP atau pihak yg
dpt mewakili WP tdk dpt ditemui, disampaikan
melalui pos dgn bukti pengiriman surat, atau jasa
pengiriman lainnya dgn bukti pengiriman dan
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
dianggap tlh disampaikan dan Pemeriksaan
Lapangan tlh dimulai. (Pasal 26 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Melalui faksimili,
3. Pos dgn bukti pengiriman surat, atau
4. Jasa pengiriman lainnya dgn bukti pengiriman.

B‐22‐
(Pasal 26 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Pertemuan dgn WP
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Pertemuan dgn WP
Dlm pelaksanaan Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,
Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dgn WP, wakil, atau kuasa dari WP. (Pasal 27 ayat
(1) & (2) PMK-17/PMK.03/2013)

Alur Pertemuan Alur Pertemuan


1. Pertemuan dilakukan stl Pemeriksa Pajak 1. Pertemuan dilakukan pd saat WP,
menyampaikan Surat Pemberitahuan wakil, atau kuasa dari WP datang
Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 27 ayat (3) memenuhi Surat Panggilan Dlm
PMK-17/PMK.03/2013) Rangka Pemeriksaan Kantor.
(Pasal 27 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)

2. Stl melakukan pertemuan, Pemeriksa Pajak wajib membuat BA hasil pertemuan,


yg ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP. (Pasal 27 ayat
(5) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani BA hasil pertemuan,
Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tsb pd BA hasil
pertemuan. (Pasal 27 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
4. Dlm hal Pemeriksa Pajak tlh:
a. Menandatangani BA hasil pertemuan, dan
b. Membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan BA,
pertemuan dianggap tlh dilaksanakan.
(Pasal 27 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)

i. Peminjaman Dokumen:
1. Ketentuan Peminjaman Dokumen → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
a. Buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg a. Daftar buku, catatan, dan/atau
dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg dokumen, termasuk data yg
diperlukan dan diperoleh/ditemukan pd saat dikelola scr elektronik serta
pelaksanaan Pemeriksaan di tempat WP, dipinjam pd keterangan lain yg diperlukan
saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti oleh Pemeriksa Pajak, hrs
peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dilampirkan pd Surat Panggilan
dokumen. (Pasal 28 ayat Dlm Rangka Pemeriksaan
(1) huruf a PMK-17/PMK.03/2013) Kantor. (Pasal 28 ayat (2) huruf a
PMK-17/PMK.03/2013)

b. Dlm hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data b. Buku, catatan, dan/atau
yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg dokumen, termasuk data yg
diperlukan blm ditemukan atau diberikan oleh WP pd dikelola scr elektronik serta
saat pelaksanaan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak keterangan lain, wajib
membuat surat permintaan peminjaman buku, catatan, dipinjamkan pd saat
dan dokumen yg dilampiri dgn daftar buku, catatan, WP memenuhi panggilan dlm
dan/atau dokumen yg wajib dipinjamkan. (Pasal 28 rangka Pemeriksaan Kantor dan
ayat (1) huruf b PMK-17/PMK.03/2013) Pemeriksa Pajak membuat bukti
peminjaman dan pengembalian
buku, catatan, dan dokumen.
(Pasal 28 ayat (2) huruf
b PMK-17/PMK.03/2013)

c. Dlm hal utk mengakses dan/atau mengunduh data c. Dlm hal buku, catatan, dan/atau
yg dikelola scr elektronik diperlukan dokumen, termasuk

B‐22‐
peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak data yg dikelola scr elektronik
dpt meminta bantuan kpd: serta keterangan lain yg
 WP utk menyediakan tenaga dan/atau diperlukan blm tercantum dlm
peralatan atas biaya WP; atau lampiran Surat Panggilan Dlm
 Seorang atau lbh yg memiliki keahlian tertentu, Rangka Pemeriksaan Kantor,
baik yg berasal dari DJP maupun yg berasal dari Pemeriksa Pajak membuat surat
luar DJP. permintaan peminjaman buku,
(Pasal 28 ayat (1) huruf c catatan, dan
PMK-17/PMK.03/2013) dokumen. (Pasal 28 ayat (2)
huruf c
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Kondisi Tertentu atas Dokumen
 Dokumen Berupa Fotokopi/Data yg Dikelola Scr Elektronik:
Dlm hal yg dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yg dikelola scr elektronik, WP yg
diperiksa hrs membuat surat pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yg dikelola scr elektronik
yg dipinjamkan kpd Pemeriksa Pajak adalah sesuai dgn aslinya. (Pasal 28 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
 Dokumen Tdk Dimiliki atau Tdk Dikuasai WP:
Dlm hal yg diminta oleh Pemeriksa Pajak tdk dimiliki atau tdk dikuasai oleh WP, WP hrs
membuat surat pernyataan yg menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data
yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta oleh Pemeriksa Pajak tdk dimiliki atau
tdk dikuasai oleh WP. (Pasal 29 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
 Dokumen Perlu Dilindungi Kerahasiaannya:
Dlm hal perlu dilindungi kerahasiaannya, WP dpt mengajukan permintaan agar pelaksanaan
Pemeriksaan dpt dilakukan di tempat WP dgn menyediakan ruangan khusus. (Pasal 29 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
3. Bukti Penyerahan Dokumen
 Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta
keterangan lain dari WP, Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan pengembalian buku,
catatan, dan dokumen. (Pasal 28 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
 Dlm hal WP tlh meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg
dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta, Pemeriksa Pajak hrs membuat BA
pemenuhan slr peminjaman buku, catatan dan dokumen. (Pasal 30 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
4. Jangka Waktu Penyerahan Dokumen
 Buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain
wajib diserahkan kpd Pemeriksa Pajak paling lama 1 bulan sejak surat permintaan peminjaman
buku, catatan, dan dokumen disampaikan. (Pasal 28 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
 Dlm hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta
keterangan lain yg dipinjam blm dipenuhi dan jangka waktu 1 bulan blm terlampaui, Pemeriksa
Pajak dpt menyampaikan peringatan scr tertulis paling banyak 2 x, yaitu:
 Surat peringatan I stl 2 minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan peminjaman
buku, catatan, dan dokumen;
 Surat peringatan II stl 3 minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan peminjaman
buku, catatan, dan dokumen.
(Pasal 28 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
Setiap surat peringatan yg disampaikan hrs dilampiri dgn daftar buku, catatan, dan dokumen yg
blm dipinjamkan dlm rangka Pemeriksaan. (Pasal 28 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
 Apabila jangka waktu 1 bulan terlampaui dan WP tdk atau tdk sepenuhnya meminjamkan buku,
catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg
diminta, Pemeriksa Pajak hrs membuat BA tdk dipenuhinya permintaan peminjaman buku,
catatan, dan dokumen yg dilampiri dgn rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yg wajib
dipinjamkan namun blm diserahkan oleh WP. (Pasal 30 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
5. Pengujian Besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) (Pasal 31 PMK-17/PMK.03/2013)

B‐22‐
Dlm hal WP tdk atau tdk sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data
yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta berdasarkan BA tdk dipenuhinya permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen, Pemeriksa Pajak hrs menentukan dpt atau tdk-nya
melakukan pengujian dlm rangka menghitung besarnya PKP berdasarkan bukti kompeten yg cukup
sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan.
a. PKP Dihitung Scr Jabatan apabila:
 Pemeriksaan dilakukan thd WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas atau WP badan,
dan
 Pemeriksa Pajak tdk dpt melakukan pengujian dlm rangka menghitung besarnya PKP.
b. PKP Tdk Dihitung Scr Jabatan
Dlm hal PKP tdk dihitung scr jabatan, Pemeriksa Pajak dpt meminjam tambahan buku, catatan,
dan/atau dokumen serta keterangan lain selain yg sdh dipinjam.

j. Penyegelan:
1. Tujuan Penyegelan
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan utk memperoleh atau mengamankan buku, catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik, dan benda-benda lain yg dpt memberi
petunjuk ttg kegiatan usaha / pekerjaan bebas WP yg diperiksa agar tdk dipindahkan, dihilangkan,
dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan. (Pasal 32 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Syarat Penyegelan (Pasal 32 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Penyegelan dilakukan apabila pd saat pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, atau kuasa dari
WP yg diperiksa:
a. Tdk memberi kesempatan kpd Pemeriksa Pajak utk memasuki tempat atau ruang serta memeriksa
barang bergerak dan/atau tdk bergerak, yg diduga atau patut diduga digunakan utk menyimpan
buku atau catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yg dikelola
scr elektronik atau scr program aplikasi on-line yg dpt memberi petunjuk ttg kegiatan usaha /
pekerjaan bebas WP;
b. Menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yg a.l. berupa tdk memberi kesempatan
kpd Pemeriksa Pajak utk mengakses data yg dikelola scr elektronik atau membuka barang
bergerak dan/atau tdk bergerak;
c. Tdk berada di tempat dan tdk ada pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg
mempunyai kewenangan utk bertindak selaku pihak yg mewakili WP, shg diperlukan upaya
pengamanan Pemeriksaan sbl Pemeriksaan ditunda; atau
d. Tdk berada di tempat dan pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg mempunyai
kewenangan utk bertindak selaku pihak yg mewakili WP menolak memberi bantuan guna
kelancaran Pemeriksaan.
3. Tata Cara Penyegelan (Pasal 33 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Penyegelan dilakukan dgn menggunakan tanda segel.
b. Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang yg
tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
→ Dlm hal saksi menolak menandatangani BA Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat catatan ttg
penolakan tsb dlm BA Penyegelan.
c. Dlm melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara Penyegelan.
 BA Penyegelan dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 yg tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 33 ayat
(4) PMK-17/PMK.03/2013)
 BA dibuat 2 rangkap dan rangkap ke-2 diserahkan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai, atau
anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg diperiksa. (Pasal 33 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
d. Dlm melaksanakan Penyegelan, Pemeriksa Pajak dpt meminta bantuan Kepolisian Negara RI
dan/atau pemda setempat.
4. Pembukaan Segel (Pasal 34 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Pembukaan segel dilakukan apabila:
 WP, wakil, kuasa, atau pihak yg dpt mewakili WP tlh memberi izin kpd Pemeriksa Pajak utk
membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tdk bergerak yg disegel,
dan/atau tlh memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;

B‐22‐
 Berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak, Penyegelan tdk diperlukan lagi; dan/atau
 Terdapat permintaan dari penyidik yg sedang melakukan penyidikan tindak pidana.
b. Pembukaan segel hrs dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
orang yg tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
c. Dlm keadaan tertentu, pembukaan segel dpt dibantu oleh:
 Kepolisian Negara RI, dan/atau
 Pemda setempat.
d. Dlm hal tanda segel yg digunakan utk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa
Pajak hrs:
 Membuat BA mengenai kerusakan atau kehilangan, dan
 Melaporkannya kpd Kepolisian Negara RI.
e. Dlm melakukan pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat BA pembukaan segel yg
ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak & saksi.
→ Dlm hal saksi menolak menandatangani BA, Pemeriksa Pajak membuat catatan ttg penolakan
tsb dlm BA pembukaan segel.
f. BA pembukaan segel dibuat 2 rangkap dan rangkap ke-2 diserahkan kpd WP, wakil, kuasa,
pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP.
5. WP Tetap Tdk Memberikan Izin/Bantuan (Pasal 35 PMK-17/PMK.03/2013)
Apabila dlm jangka waktu 7 hari stl tanggal Penyegelan atau jangka waktu lain dgn
mempertimbangkan tujuan Penyegelan, WP, wakil, atau kuasa dari WP tetap tdk memberi izin kpd
Pemeriksa Pajak utk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tdk bergerak
yg disegel, dan/atau tdk memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, WP dianggap menolak
dilakukan Pemeriksaan. (Pasal 35 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
 Dlm hal WP dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan, WP, wakil, atau kuasa dari WP wajib
menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
 Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani surat pernyataan penolakan,
Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani BA mengenai penolakan tsb.

k. Penolakan Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
WP Menyatakan Menolak Utk Dilakukan WP Menyatakan Menolak Utk
Pemeriksaan Dilakukan Pemeriksaan
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg dilakukan Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari
Pemeriksaan Lapangan utk menguji kepatuhan pemenuhan WP memenuhi Surat Panggilan Dlm
kewajiban perpajakan menyatakan menolak utk dilakukan Rangka Pemeriksaan Kantor namun
Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat menyatakan menolak utk dilakukan
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, atau kuasa Pemeriksaan, WP, wakil, atau kuasa
dari WP hrs menandatangani surat pernyataan penolakan dari WP hrs menandatangani surat
Pemeriksaan. (Pasal 36 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013) pernyataan penolakan Pemeriksaan.
→ Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak (Pasal 37 ayat (1)
menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan, PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak membuat BA penolakan Pemeriksaan yg → Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 36 ayat (2) WP menolak menandatangani surat
PMK-17/PMK.03/2013) pernyataan penolakan Pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak membuat BA
penolakan Pemeriksaan yg
ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak. (Pasal
37 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
BA Tdk Dipenuhinya Panggilan
Pemeriksaan
Apabila:
 Dlm jangka waktu paling lama 1
bulan sejak Surat Panggilan Dlm
Rangka Pemeriksaan
Kantor disampaikan kpd WP,

B‐22‐
 Surat panggilan tsb tdk
dikembalikan oleh pos atau
jasa pengiriman lainnya, dan
 WP tdk memenuhi panggilan
Pemeriksaan Kantor,
Pemeriksa Pajak membuat BA tdk
dipenuhinya panggilan Pemeriksaan
oleh WP yg ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak. (Pasal 37 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)

WP/Wakil/Kuasa dari WP Tdk Di Tempat


(Pasal 36 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP tdk ada di tempat
maka:
1. Pemeriksaan tetap dpt dilakukan sepanjang terdapat
pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
yg dpt dan mempunyai kewenangan utk mewakili WP,
terbatas utk hal yg berada dlm kewenangannya; atau
2. Pemeriksaan ditunda utk dilanjutkan pd kesempatan
berikutnya.
 Penyegelan
Utk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sbl
dilakukan penundaan, Pemeriksa Pajak dpt
melakukan Penyegelan. (Pasal 36 ayat (4) PMK-
17/PMK.03/2013)
 WP Tetap Tdk Di Tempat/Tdk Memberi Izin
Apabila stl dilakukan Penyegelan dlm jangka waktu
7 hari atau jangka waktu lain dgn
mempertimbangkan tujuan Penyegelan, WP, wakil,
atau kuasa dari WP tetap tdk berada di tempat
dan/atau tdk memberi izin kpd Pemeriksa Pajak utk
membuka atau memasuki tempat atau ruangan,
barang bergerak atau tdk bergerak, dan/atau tdk
memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak meminta pegawai atau anggota
keluarga yg tlh dewasa dari WP membantu
kelancaran Pemeriksaan. (Pasal 36 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
 Pegawai/Anggota Keluarga WP Menolak
Membantu Kelancaran Pemeriksaan
Dlm hal menolak membantu kelancaran
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta pegawai
atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP utk
menandatangani surat penolakan membantu
kelancaran Pemeriksaan. (Pasal 36 ayat (6) PMK-
17/PMK.03/2013)
 Pegawai/Anggota Keluarga WP Menolak
Menandatangani Surat Penolakan Membantu
Kelancaran Pemeriksaan
Dlm hal menolak utk menandatangani surat
penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak membuat BA penolakan membantu
kelancaran Pemeriksaan yg ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak.
(Pasal 36 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)

B‐22‐
Pemeriksa Pajak berdasarkan:
 Surat pernyataan penolakan Pemeriksaan,
 BA penolakan Pemeriksaan,
 BA tdk dipenuhinya panggilan Pemeriksaan,
 Surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan,
 BA penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan
dpt melakukan penetapan pajak scr jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. (Pasal 38
PMK-17/PMK.03/2013)

l. Penjelasan WP dan Permintaan Keterangan Kpd Pihak Ketiga: → berlaku baik utk
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
1. Penjelasan WP
 Utk memperoleh penjelasan yg lbh rinci, Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2 dpt memanggil
WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP melalui
penyampaian surat panggilan. (Pasal 39 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
 Jika Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan, penjelasan yg lebih rinci dpt
dilakukan pd saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat WP. (Pasal 39 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
 Penjelasan yg lebih rinci yg diberikan kpd Pemeriksa Pajak dituangkan dlm BA mengenai
pemberian penjelasan WP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, kuasa dari
WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP. (Pasal 39 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP menolak
menandatangani BA tsb, Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tsb dlm BA dimaksud.
(Pasal 39 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Permintaan Keterangan
Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2, dpt meminta keterangan dan/atau bukti kpd pihak ketiga sesuai
Pasal 35 UU KUP scr tertulis sesuai dgn PMK yg mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan
kpd pihak ketiga. (Pasal 40 PMK-17/PMK.03/2013)
→ PMK yg mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan kpd pihak ketiga adalah
PMK-87/PMK.03/2013 ttg Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yg Terikat
oleh Kewajiban Merahasiakan.

m. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan PAHP:


1. Penyampaian SPHP
Hasil Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan hrs diberitahukan kpd
WP melalui penyampaian SPHP yg dilampiri dgn daftar temuan hasil Pemeriksaan. (Pasal 41 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Cara Penyampaian SPHP
a. Scr Lsg
Jika SPHP disampaikan scr lsg dan WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak utk menerima SPHP,
WP, wakil, atau kuasa dari WP hrs menandatangani surat penolakan menerima SPHP. (Pasal 41
ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Jika menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP, Pemeriksa Pajak membuat BA
penolakan menerima SPHP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 41 ayat (4) PMK-
17/PMK.03/2013)
b. Melalui Faksimili
3. Tanggapan Tertulis atas SPHP
a. Bentuk Tanggapan Tertulis (Pasal 42 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
WP wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan dlm
bentuk:
 Lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan jika WP menyetujui slr hasil Pemeriksaan;
atau
 Surat sanggahan jika WP tdk menyetujui sebagian atau slr hasil Pemeriksaan.
Tanggapan tertulis disampaikan oleh WP scr lsg atau melalui faksimili.
b. Jangka Waktu Penyampaian Tanggapan (Pasal 42 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013) Tanggapan
tertulis atas SPHP hrs disampaikan dlm jangka waktu paling lama 7 hari kerja sejak tanggal
diterimanya SPHP oleh WP.

B‐22‐
c. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Tanggapan (Pasal 42 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
WP dpt melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis utk jangka waktu
paling lama 3 hari kerja terhitung sejak jangka waktu pd Pasal 42 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013
berakhir. Pemberitahuan tertulis disampaikan oleh WP scr langsung atau melalui faksimili.
d. WP Tdk Menyampaikan Tanggapan (Pasal 42 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP tdk menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat BA tdk
disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
4. Hak Hadir WP dlm PAHP
Dlm rangka melaksanakan PAHP yg tercantum dlm SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan, kpd
WP hrs diberikan hak hadir dlm PAHP. (Pasal 43 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
a. Isi Undangan (Pasal 43 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Hak hadir dlm PAHP diberikan melalui penyampaian undangan scr tertulis kpd WP dgn
mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya PAHP.
b. Jangka Waktu Penyampaian Undangan (Pasal 43 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013) Undangan hrs
disampaikan kpd WP dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja terhitung sejak:
 Diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari WP sesuai jangka waktu dlm Pasal 42 ayat (2)
atau ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013; atau
 Berakhirnya jangka waktu dlm Pasal 42 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013 (jika WP tdk
menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP)
c. Cara Penyampaian Undangan (Pasal 43 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Undangan dpt disampaikan oleh Pemeriksa Pajak scr langsung atau melalui faksimili.
5. Kondisi-Kondisi WP
Kondisi WP Yg Dilakukan Pemeriksaan
Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak membuat:
WP:  Risalah pembahasan dgn mendasarkan pd
 Menyampaikan lembar lembar pernyataan persetujuan hasil
pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan, dan
Pemeriksaan dlm jangka waktu  Membuat BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
dlm sesuai Pasal 42 ayat (2) pembahasan akhir, yg ditandatangani oleh tim
atau ayat (3) Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP.
PMK-17/PMK.03/2013; dan (Pasal 44 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
 Hadir dlm PAHP sesuai dgn hari
dan tanggal yg tercantum
dlm undangan tertulis.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak membuat:
WP:  Risalah pembahasan berdasarkan lembar
 Menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan,
pernyataan persetujuan hasil  BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
Pemeriksaan dlm jangka waktu  BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
sesuai Pasal 42 ayat (2) atau ayat pembahasan akhir,
(3) yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
PMK-17/PMK.03/2013; dan (Pasal 44 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
 Tdk hadir dlm PAHP sesuai
dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan
tertulis.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak hrs:
WP:  Melakukan PAHP dgn WP dgn mendasarkan pd
 Menyampaikan surat sanggahan surat sanggahan, dan
dlm jangka waktu sesuai Pasal  Menuangkan hasil pembahasan tsb dlm risalah
42 ayat (2) atau ayat (3) pembahasan,
PMK-17/PMK.03/2013; dan yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP,
wakil, atau kuasa dari WP.

B‐22‐
 Hadir dlm PAHP sesuai (Pasal 44 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
undangan.
Pemeriksa Pajak membuat:
 BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
pembahasan akhir stl pembahasan dgn Tim QA
Pemeriksaan dilaksanakan (jika ada hasil
Pemeriksaan yg blm disepakati dlm risalah
pembahasan) (Pasal 45 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013),
→ Jika WP tdk mengajukan permohonan pembahasan
dgn Tim QA Pemeriksaan, BA PAHP yg dilampiri dgn
ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat berdasarkan
risalah pembahasan. (Pasal 45 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
 Catatan mengenai penolakan penandatanganan (jika
WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak
menandatangani risalah pembahasan, dan/atau BA
PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil pembahasan
akhir). (Pasal 45 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak membuat:
WP:  Risalah pembahasan berdasarkan surat
 Menyampaikan surat sanggahan sanggahan,
dlm jangka waktu sesuai Pasal  BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
42 ayat (2) atau ayat (3)  BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
PMK-17/PMK.03/2013; dan pembahasan akhir,
 Tdk hadir dlm PAHP sesuai Yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
dgn hari dan tanggal yg (Pasal 44 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
tercantum dlm undangan.

Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak tetap:


WP:  Melakukan PAHP dgn WP, dan
 Tdk menyampaikan tanggapan  Menuangkan hasil pembahasan tsb dlm risalah
tertulis atas SPHP dlm jangka pembahasan,
waktu sesuai Pasal 42 ayat (2) yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP,
atau ayat (3) wakil, atau kuasa dari WP.
PMK-17/PMK.03/2013; dan (Pasal 44 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
 Hadir dlm PAHP sesuai
Pemeriksa Pajak membuat:
undangan.
 BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
pembahasan akhir stl pembahasan dgn Tim QA
Pemeriksaan dilaksanakan (jika ada hasil
Pemeriksaan yg blm disepakati dlm risalah
pembahasan) (Pasal 45 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013),
→ Jika WP tdk mengajukan permohonan pembahasan
dgn Tim QA Pemeriksaan, BA PAHP yg dilampiri
dgn ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat berdasarkan
risalah pembahasan. (Pasal 45 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
 Catatan mengenai penolakan penandatanganan (jika
WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak
menandatangani risalah pembahasan, dan/atau BA
PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil pembahasan
akhir). (Pasal 45 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak membuat:
WP:  Risalah pembahasan berdasarkan SPHP,

B‐22‐
 Tdk menyampaikan tanggapan  BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
tertulis atas SPHP dlm jangka  BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
waktu sesuai Pasal 42 ayat (2) pembahasan akhir,
atau ayat (3) yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
PMK-17/PMK.03/2013; dan (Pasal 44 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
 Tdk hadir dlm PAHP sesuai
dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan.
6. Ketidakhadiran WP
 Jika WP tdk hadir dlm PAHP pd hari dan tanggal sesuai undangan, PAHP dianggap tlh
dilakukan. (Pasal 46 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
 Jika PAHP dianggap tlh dilakukan, BA PAHP yg dilampiri dgn ihtisar hasil pembahasan akhir
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 46 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
7. Permohonan Pembahasan dgn Tim QA
a. Tujuan Surat Permohonan (Pasal 47 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP mengajukan permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, WP menyampaikan
surat permohonan kpd:
 Kepala Kanwil DJP, jika Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pd KPP atau Kanwil
DJP; atau
 Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, jika Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pd
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
b. Syarat Permohonan Pembahasan dgn Tim QA (Pasal 47 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan dpt dilakukan apabila:
 Risalah pembahasan sesuai Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013 tlh
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP; dan
 BA PAHP sesuai Pasal 45 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013 blm ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP.
c. Cara dan Jangka Waktu Penyampaian Surat Permohonan (Pasal 47 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Surat permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan hrs disampaikan:
 scr lsg, atau
 melalui faksimili,
dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan sesuai Pasal
44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013 dan ditembuskan kpd kepala UP2.
→ Berdasarkan surat permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, Tim QA Pemeriksaan
hrs menyampaikan undangan kpd WP dan Pemeriksa Pajak utk melakukan PAHP yg blm
disepakati dlm risalah pembahasan. (Pasal 50 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Undangan dpt disampaikan:
 scr lsg, atau
 melalui faksimili.
(Pasal 50 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
8. Susunan & Pembentukan Tim QA (Pasal 48 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Susunan Tim QA
→ Terdiri dari 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, dan 3 orang anggota.
b. Pembentukan Tim QA
→ Dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP a.n. Dirjen Pajak.
9. Tugas Tim QA (Pasal 49 PMK-17/PMK.03/2013)
 Membahas perbedaan pendapat antara WP dgn Pemeriksa Pajak pd saat PAHP;
 Memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara WP dgn Pemeriksa Pajak;
dan
 Membuat risalah Tim QA Pemeriksaan yg berisi simpulan dan keputusan hasil pembahasan
dan bersifat mengikat.
10. Pembahasan dgn Tim QA (Pasal 51 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Pihak-Pihak yg Melakukan Pembahasan

B‐22‐
 Tim QA Pemeriksaan,
 Tim Pemeriksa Pajak, dan
 WP, wakil, atau kuasa dari WP.
b. WP Tdk Hadir dlm Pembahasan
Dlm hal WP tdk hadir dlm pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan sesuai dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan, pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan hrs tetap dilakukan oleh Tim QA
Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
11. Risalah Tim QA Pemeriksaan
a. Risalah Tim QA Pemeriksaan (Pasal 53 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Hasil pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan hrs dituangkan dlm risalah Tim QA Pemeriksaan.
b. WP Hadir dlm Pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan
1. WP Bersedia Menandatangani Risalah Tim QA Pemeriksaan (Pasal 53 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Risalah Tim QA Pemeriksaan ditandatangani oleh:
 Tim QA Pemeriksaan,
 Ttim Pemeriksa Pajak, dan
 WP, wakil, atau kuasa dari WP.
2. WP Menolak Menandatangani Risalah Tim QA Pemeriksaan (Pasal 53 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Tim QA Pemeriksaan membuat catatan mengenai penolakan tsb dlm risalah Tim QA
Pemeriksaan.
c. WP Tdk Hadir dlm Pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan
1. Jika tdk hadir dlm pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan sesuai dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan, Tim QA Pemeriksaan membuat:
 BA ketidakhadiran WP dlm pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan yg
ditandatangani oleh Tim QA Pemeriksaan; dan
 Risalah Tim QA Pemeriksaan,
yg ditandatangani oleh Tim QA Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 53 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Jika tdk hadir dlm pembahasan pd hari dan tanggal sesuai undangan, pembahasan dgn Tim
QA Pemeriksaan dianggap tlh dilakukan. (Pasal 53 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
12. BA PAHP
a. Dasar Pembuatan BA PAHP (Pasal 54 PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak membuat BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil pembahasan akhir dgn mendasari
kpd:
 Risalah Pembahasan (sesuai Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013), dan
 Risalah Tim QA Pemeriksaan (sesuai Pasal 53 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013).
b. Surat Panggilan
Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2 memanggil WP dgn mengirimkan surat panggilan utk
menandatangani BA PAHP. (Pasal 55 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
 Penyampaian Surat Panggilan (Pasal 55 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013) Surat
panggilan dpt disampaikan:
 Scr lsg, atau
Jika surat panggilan disampaikan scr lsg dan WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak utk
menerima surat panggilan tsb, WP, wakil, atau kuasa dari WP hrs menandatangani surat
penolakan menerima surat panggilan utk menandatangani BA PAHP. (Pasal 55 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani surat penolakan menerima
surat panggilan utk menandatangani BA PAHP, Pemeriksa Pajak membuat BA
penolakan menerima surat panggilan utk menandatangani BA PAHP yg ditandatangani
oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 55 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
 Melalui faksimili.
 Jangka Waktu Pemenuhan Surat Panggilan

B‐22‐
WP hrs memenuhi panggilan dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja stl surat panggilan
utk menandatangani BA PAHP diterima oleh WP. (Pasal 56 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP memenuhi panggilan, namun menolak
menandatangani BA PAHP, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan
penandatanganan pd BA PAHP. (Pasal 56 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
 WP Tdk Memenuhi Panggilan (Pasal 56 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP tdk memenuhi panggilan, Pemeriksa Pajak membuat catatan pd BA PAHP mengenai
tdk dipenuhinya panggilan.
13. Penetapan Pajak dan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Scr Jabatan (Pasal 57
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika thd WP dilakukan penetapan pajak maupun PKP scr jabatan, buku, catatan, dan/atau dokumen,
termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg dpt dipertimbangkan oleh Pemeriksa
Pajak dlm PAHP terbatas pd:
 Penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dlm rangka penghitungan penghasilan scr
jabatan; dan
 Kredit pajak sbg pengurang PPh.

n. Pelaporan Hasil Pemeriksaan & Pengembalian Dokumen Pemeriksaan:


1. Dasar Penyusunan LHP (Pasal 58 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
LHP disusun berdasarkan KKP.
2. Bagian dari LHP (Pasal 58 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Bagian yg tdk terpisahkan dari LHP, a.l.:
 Risalah pembahasan,
 Risalah Tim QA Pemeriksaan, dan/atau
 BA PAHP.
3. Kegunaan LHP (Pasal 58 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
LHP digunakan oleh Pemeriksa Pajak sbg dasar utk membuat nothit.
 Nothit digunakan sbg dasar penerbitan skp atau STP. (Pasal 58 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
 Pajak yg terutang dlm skp dihitung sesuai dgn PAHP, kecuali:
 WP Tdk Hadir dlm PAHP tetapi Menyampaikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil
Pemeriksaan
Pajak yg terutang dihitung sesuai dgn lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan;
 WP Tdk Hadir dlm PAHP tetapi Menyampaikan Surat Sanggahan
Pajak yg terutang dihitung berdasarkan SPHP dgn jml yg tdk disetujui sesuai dengan surat
sanggahan WP;
 WP Tdk Hadir dlm PAHP dan Tdk Menyampaikan Tanggapan Tertulis atas SPHP, Pajak yg
terutang dihitung berdasarkan SPHP dan WP dianggap menyetujui hasil Pemeriksaan.
(Pasal 58 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
4. Jangka Waktu Pengembalian Dokumen (Pasal 59 PMK-17/PMK.03/2013)
Buku, catatan, dan dokumen yg dipinjam hrs dikembalikan kpd WP dgn menggunakan bukti
peminjaman dan pengembalian buku, catatan dan dokumen paling lambat 7 hari kerja sejak tanggal
LHP.

o. Pembatalan Hasil Pemeriksaan:


1. SKP yg Dpt Dibatalkan (Pasal 60 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
SKP yg dpt dibatalkan scr jabatan atau berdasarkan permohonan WP oleh Dirjen Pajak adalah SKP hasil
Pemeriksaan yg dilaksanakan tanpa:
 Penyampaian SPHP; atau
 PAHP.
2. Kondisi-Kondisi Terkait Pembatalan Hasil Pemeriksaan
a. Pemeriksaan yg Dilanjutkan
Jika dilakukan pembatalan SKP hasil pemeriksaan, proses Pemeriksaan hrs dilanjutkan dgn
melaksanakan prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP. (Pasal 60 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)

B‐22‐
→ Jika Pemeriksaan yg dilanjutkan terkait dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP, Pemeriksaan dilanjutkan dgn penerbitan:
 SKP sesuai dgn PAHP apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP
blm terlewati; atau
 SKPLB sesuai dgn SPT apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP
terlewati.
(Pasal 60 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
b. Susunan Keanggotaan Tim Pemeriksa Pajak Berbeda (Pasal 60 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak utk melanjutkan Pemeriksaan berbeda dgn susunan
keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya, Pemeriksaan tsb dilakukan stl diterbitkan surat yg
berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.

p. Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT Selama Pemeriksaan:


1. Syarat Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
WP dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri scr tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian SPT yg
tlh disampaikan sesuai dgn keadaan yg sebenarnya sesuai Pasal 8 ayat (4) UU KUP dan Pasal 8 PP 74
Thn 2011, sepanjang Pemeriksa Pajak blm menyampaikan SPHP. (Pasal 61 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
→ Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 61
ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Laporan Tersendiri (Pasal 61 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Laporan tersendiri scr tertulis hrs:
 Ditandatangani oleh WP, wakil, atau kuasa dari WP, dan
 Dilampiri dgn:
 Penghitungan pajak yg kurang dibayar sesuai dgn keadaan yg sebenarnya dlm format SPT;
 SSP atas pelunasan pajak yg kurang dibayar; dan
→ SSP ini diperhitungkan sbg kredit pajak dlm SKP hasil Pemeriksaan. (Pasal 62 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
 SSP atas pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan seb 50%.
Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tdk mengakibatkan kekurangan
pembayaran pajak maka pengungkapan tsb tdk perlu dilampiri dgn SSP. (Pasal 61 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
3. Pembuktian atas Pengungkapan dlm Laporan Tersendiri (Pasal 62 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Utk membuktikan pengungkapan ketidakbenaran dlm laporan tersendiri, Pemeriksaan tetap dilanjutkan
dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan SKP dgn: mempertimbangkan laporan tersendiri tsb, serta
memperhitungkan pokok pajak yg tlh dibayar.
 Jika hasil Pemeriksaan membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT oleh
WP tdk sesuai dgn keadaan yg sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dgn keadaan yg sebenarnya.
(Pasal 62 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
 Jika hasil Pemeriksaan membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT oleh
WP sesuai dgn keadaan yg sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dgn pengungkapan WP. (Pasal 62
ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
4. Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT terkait dgn SPT Masa PPN (Pasal 62 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dilakukan utk SPT Masa PPN, PM atas perolehan
BKP atau JKP yg tdk dilaporkan dlm SPT Masa PPN tdk dpt dikreditkan.

q. Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penangguhan Pemeriksaan:


Pemeriksaan Bukti Permulaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Scr
Scr Terbuka Tertutup
Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan -
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dpt diusulkan Pemeriksaan
Bukti Permulaan scr terbuka apabila:

B‐22‐
1. Pd saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan
adanya indikasi tindak pidana di bidang
perpajakan; atau
2. WP menolak utk dilakukan Pemeriksaan
(Lapangan maupun Kantor) dan thd WP tdk
dilakukan penghitungan PKP scr jabatan.
(Pasal 63 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Penangguhan Pemeriksaan Penangguhan Pemeriksaan
Jika usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka Jika WP yg dilakukan Pemeriksaan utk
disetujui oleh pejabat yg berwenang, pelaksanaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
Pemeriksaan ditangguhkan dgn membuat laporan perpajakan juga dilakukan Pemeriksaan Bukti
kemajuan Pemeriksaan s.d.: Permulaan scr tertutup, Pemeriksaan utk
1. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
diselesaikan krn: perpajakan ditangguhkan dgn membuat
 WP mengungkapkan ketidakbenaran laporan kemajuan Pemeriksaan apabila
perbuatan sesuai Pasal 8 ayat (3) UU Pemeriksaan Bukti Permulaan scr tertutup
KUP; atau ditindaklanjuti dg penyidikan. (Pasal 66
 Diterbitkan SKPKB sesuai Pasal 13A UU ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
KUP; atau
2. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka Penangguhan Pemeriksaan utk menguji
dihentikan krn: kepatuhan pemenuhan kewajiban
 WP OP yg dilakukan Pemeriksaan Bukti perpajakan dilakukan s.d.:
Permulaan scr terbuka meninggal dunia;  Penyidikan dihentikan sesuai dgn Pasal
 Tdk ditemukan adanya bukti permulaan 44A atau Pasal 44B UU KUP; atau
tindak pidana di bidang perpajakan;  Putusan pengadilan atas tindak pidana
 Penyidikan dihentikan sesuai dgn ketentuan di bidang perpajakan yg tlh memiliki
Pasal 44A atau Pasal 44B UU KUP; atau kekuatan hukum tetap dan salinan atas
 Putusan pengadilan atas tindak pidana di keputusan tsb tlh diterima oleh Dirjen
bidang perpajakan tlh mempunyai kekuatan Pajak.
hukum tetap dan salinan putusan pengadilan (Pasal 66 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 64 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

Dokumen terkait Penangguhan Pemeriksaan Pemberitahuan Tertulis terkait


1. Pemberitahuan Tertulis Penangguhan Pemeriksaan
2. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Penangguhan Pemeriksaan hrs diberitahukan
Bukti Permulaan scr tertulis kpd WP. (Pasal 66 ayat (3) PMK-
→ Penangguhan Pemeriksaan hrs diberitahukan 17/PMK.03/2013)
scr tertulis kpd WP dan disampaikan bersamaan
dgn surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti
Permulaan scr terbuka. (Pasal 64 ayat (2) dan (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
3. Berita Acara
Buku, catatan, dan dokumen yg terkait dgn
Pemeriksaan yg ditangguhkan diserahkan kpd
Pemeriksa Bukti Permulaan dgn membuat BA yg
ditandatangani Pemeriksa Pajak dan pemeriksa
bukti permulaan. (Pasal 64 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
→ Fotokopi BA diserahkan kpd WP. (Pasal 64
ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)

B‐22‐
Melanjutkan Pemeriksaan yg Ditangguhkan Melanjutkan Pemeriksaan yg
Pemeriksaan yg ditangguhkan dilanjutkan sesuai dgn Ditangguhkan
ketentuan yg berlaku apabila: Pemeriksaan yg ditangguhkan dilanjutkan
1. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka apabila:
dihentikan krn: 1. Penyidikan dihentikan krn Pasal 44A
 WP OP yg dilakukan Pemeriksaan Bukti UU KUP; atau
Permulaan scr terbuka meninggal dunia; 2. Putusan pengadilan atas tindak pidana
 Tdk ditemukan adanya bukti permulaan di bidang perpajakan yg tlh memiliki
tindak pidana di bidang perpajakan; atau kekuatan hukum tetap dan salinan atas
2. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka keputusan tsbt tlh diterima oleh Dirjen
dilanjutkan dgn: Pajak.
 Penyidikan namun penyidikan dihentikan (Pasal 66 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
krn memenuhi ketentuan sesuai Pasal 44A
UU KUP; atau
 Penyidikan dan penuntutan serta tlh terdapat
putusan pengadilan mengenai tindak pidana
di bidang perpajakan yg tlh mempunyai
kekuatan hukum tetap dan salinan putusan
pengadilan tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 65 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

Jangka Waktu Pengujian dan Perpanjangannya


Jika Pemeriksaan dilanjutkan, jangka waktu pengujian atau jangka waktu perpanjangan
pengujian diperpanjang utk jangka waktu paling lama 4 bulan. (Pasal 67 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Menghentikan Pemeriksaan yg Ditangguhkan Menghentikan Pemeriksaan yg
Pemeriksaan yg ditangguhkan dihentikan dgn Ditangguhkan
membuat LHP Sumir apabila Pemeriksaan Bukti Pemeriksaan yg ditangguhkan dihentikan
Permulaan scr terbuka: apabila penyidikan dihentikan krn Pasal 44B
1. Diselesaikan krn WP mengungkapkan UU KUP. (Pasal 66 ayat (5)
ketidakbenaran perbuatannya sesuai Pasal 8 ayat PMK-17/PMK.03/2013)
(3) UU KUP;
2. Tdk dilanjutkan dgn penyidikan tetapi
diselesaikan dgn menerbitkan SKPKB sesuai
Pasal 13A UU KUP; atau
3. Dilanjutkan dgn penyidikan tetapi
penyidikannya dihentikan krn tdk dilakukan
penuntutan sesuai Pasal 44B UU KUP.
(Pasal 65 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
 Surat Pemberitahuan Penghentian Pemeriksaan
Jika Pemeriksaan dihentikan, Pemeriksa Pajak hrs menyampaikan surat pemberitahuan penghentian
Pemeriksaan kpd WP. (Pasal 67 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
 Data Selain yg Tlh Diungkapkan
Dirjen Pajak masih dpt melakukan Pemeriksaan apabila stl Pemeriksaan dihentikan terdapat data
selain yg diungkapkan dlm Pasal 8 ayat (3) UU KUP atau Pasal 44B UU KUP.
(Pasal 67 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)

r. Pemeriksaan Ulang:
1. Dasar Pemeriksaan Ulang
Pemeriksaan Ulang hanya dpt dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Dirjen Pajak.(Pasal 68
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Instruksi atau persetujuan Dirjen Pajak tsb dpt diberikan apabila terdapat data baru termasuk data
yg semula blm terungkap. (Pasal 68 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Hasil Pemeriksaan Ulang
a. Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya (Pasal 68 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
→ Dirjen Pajak menerbitkan SKPKBT.

B‐22‐
b. Tdk Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya (Pasal 68 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
→ Pemeriksaan Ulang dihentikan dgn membuat LHP Sumir dan kpda WP diberitahukan mengenai
penghentian tsb
c. Tdk Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya tetapi Ada
Perubahan Jml Rugi Fiskal (Pasal 68 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Dirjen Pajak menerbitkan keputusan mengenai rugi fiskal.
Keputusan mengenai rugi fiskal tsb digunakan sbg dasar utk memperhitungkan rugi fiskal ke thn
pajak berikutnya. (Pasal 68 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)

IV. Pemeriksaan utk Tujuan Lain

a. Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan:


1. Ruang lingkup Pemeriksaan dpt meliputi: (Pasal 69 PMK-17/PMK.03/2013)
Penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yg berkaitan dgn tujuan Pemeriksaan.
2. Kriteria Pemeriksaan (Pasal 70 PMK-17/PMK.03/2013)
 Pemberian NPWP scr jabatan selain yg dilakukan berdasarkan Verifikasi sesuai
PMK-146/PMK.03/2012;
 Penghapusan NPWP selain yg dilakukan berdasarkan Verifikasi sesuai
PMK-146/PMK.03/2012;
 Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP selain yg dilakukan berdasarkan Verifikasi
sesuai PMK-146/PMK.03/2012;
 WP mengajukan keberatan;
 Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
 Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
 Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil;
 Penentuan 1 atau lbh tempat terutang PPN;
 Pemeriksaan dlm rangka penagihan pajak;
 Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian
sehubungan dgn pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
 Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra P3B.
3. Jenis Pemeriksaan (Pasal 71 PMK-17/PMK.03/2013)
 Pemeriksaan Lapangan, atau
 Pemeriksaan Kantor.

b. Standar Pemeriksaan:
1. Standar Pemeriksaan meliputi:
a. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 73 PMK-17/PMK.03/2013)
Sama dgn Standar Umum Pemeriksaan utk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
b. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 74 PMK-17/PMK.03/2013)
1. Hrs didahului dgn persiapan yg baik, sesuai dgn tujuan Pemeriksaan, dan mendapat
pengawasan yg seksama;
a. Persiapan yg baik hrs didukung dgn penyusunan Program Pemeriksaan (audit
program).
b. Pengawasan yg seksama dilakukan oleh Supervisor dlm rangka memastikan bahwa
pelaksanaan Pemeriksaan sejalan dgn tujuan & kriteria Pemeriksaan. (Pasal 7 huruf a
PER-23/PJ/2013)
2. Luas Pemeriksaan disesuaikan dgn kriteria dilakukannya Pemeriksaan;
4. Kriteria Bagian III huruf b angka 2.b butir 4, 7, 8 berlaku juga utk Pemeriksaan
utk tujuan lain
5. Didokumentasikan dlm bentuk KKP.
→ Fungsi KKP (Pasal 75 huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
 Bukti bahwa Pemeriksa Pajak tlh melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan standar
Pemeriksaan
 Dasar pembuatan LHP

B‐22‐
c. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan (Pasal 76 PMK-17/PMK.03/2013)
1. LHP disusun scr ringkas dan jelas, memuat:
a. Ruang lingkup atau pos-pos yg diperiksa sesuai dgn tujuan Pemeriksaan
b. Simpulan Pemeriksa Pajak
c. Pengungkapan informasi lain yg terkait
2. LHP utk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas WP
b. Penugasan Pemeriksaan
c. Dasar (tujuan) Pemeriksaan
d. Buku dan dokumen yg dipinjam
e. Materi yg diperiksa
f. Uraian hasil Pemeriksaan
g. Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak
3. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak, (Pasal 9 huruf c
PER-23/PJ/2013)
4. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 utk mengetahui apakah:
 Hasil Pemeriksaan tlh sesuai kriteria Pemeriksaan tujuan lain,
 Simpulan, usul, dan/atau rekomendasi yg diberikan tlh memiliki dasar hukum yg tepat.
(Pasal 9 huruf d PER-23/PJ/2013)

c. Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak:


1. Kewajiban Pemeriksa Pajak (Pasal 77 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (dlm hal Pemeriksaan dilakukan dgn
jenis Pemeriksaan Lapangan) atau Surat Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor (dlm hal
Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Kantor)
b. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kpd WP pd waktu Pemeriksaan;
c. Memperlihatkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kpd WP apabila susunan Tim
Pemeriksa Pajak mengalami perubahan
d. Menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kpd WP yg diperiksa
e. Menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kpd WP
f. Mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yg dipinjam dari WP
g. Merahasiakan kpd pihak lain yg tdk berhak segala sesuatu yg diketahui atau diberitahukan kpd-
nya oleh WP dlm rangka Pemeriksaan
2. Kewenangan Pemeriksa Pajak
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Pemeriksa Pajak berwenang: Pemeriksa Pajak berwenang:
a. Melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau a. Melihat dan/atau meminjam
dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau buku, catatan, dan/atau dokumen
pencatatan dan dokumen lain, yg berhubungan dgn yg menjadi dasar pembukuan
tujuan Pemeriksaan atau pencatatan, dan dokumen
b. Mengakses dan/atau mengunduh data yg lain termasuk data yg dikelola
dikelola scr elektronik scr elektronik, yg berhubungan
c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, dgn penghasilan yg diperoleh,
barang bergerak dan/atau tdk bergerak yg diduga kegiatan usaha, pekerjaan bebas
atau patut diduga digunakan utk menyimpan buku, WP, atau objek yg terutang pajak
catatan, dan/atau dokumen yg menjadi dasar b. Meminta keterangan lisan
pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau tertulis dari WP
dan/atau barang, yg berkaitan dgn tujuan c. Meminta keterangan dan/atau
Pemeriksaan data yg diperlukan dari pihak
d. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari WP ketiga yg mempunyai hubungan
e. Meminta keterangan dan/atau data yg diperIukan dgn WP yg diperiksa melalui
dari pihak ketiga yg mempunyai hubungan dgn kepala UP2
WP yg diperiksa melalui kepala UP2 (Pasal 78 ayat (2) PMK-
(Pasal 78 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013) 17/PMK.03/2013)

B‐22‐
d. Hak & Kewajiban WP:
1. Hak WP (Pasal 79 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Meminta kpda Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak & SP2
kpd WP pd waktu Pemeriksaan
b. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan, dlm hal Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan
c. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan penjelasan ttg alasan & tujuan Pemeriksaan
d. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa
Pajak apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak
e. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak
melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan
2. Kewajiban WP
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
WP wajib: WP wajib:
a. Memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, a. Memperlihatkan dan
dan/atau dokumen yg menjadi dasar pembukuan meminjamkan buku, catatan,
atau pencatatan, dan dokumen lain, ng dan/atau dokumen yg menjadi
berhubungan dgn tujuan Pemeriksaan dasar pembukuan atau
b. Memberi kesempatan utk mengakses dan/atau pencatatan, dan dokumen lain, yg
mengunduh data yg dikelola scr elektronik berhubungan dgn tujuan
c. Memberi kesempatan utk memasuki tempat atau Pemeriksaan
ruang penyimpanan buku, catatan, dan/atau b. Memberikan keterangan lisan
dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau dan/atau tertulis serta
pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang, yg memberikan data dan/atau
berkaitan dgn tujuan Pemeriksaan serta keterangan lain yg diperlukan.
meminjamkannya kpd Pemeriksa Pajak (Pasal 80 ayat (2) PMK-17/PMK.03/
d. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis 2013)
serta memberikan data dan/atau keterangan lain yg
diperlukan
(Pasal 80 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

e. Jangka Waktu Pemeriksaan:


Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Dilakukan dlm jangka waktu paling lama 4 bulan Dilakukan dlm jangka waktu paling lama 14
sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan hari yg dihitung sejak tanggal WP, wakil, kuasa,
Lapangan disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tah dewasa
pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari dari WP, datang memenuhi Surat Panggilan
WP s.d. tanggal LHP. (Pasal 81 ayat (1) Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor s.d. tanggal
PMK-17/PMK.03/2013) dlm LHP. (Pasal 81 ayat
(2) PMK-17/PMK.03/2013)
Jangka Waktu Pemeriksaan Berakhir
Dlm hal jangka waktu Pemeriksaan Lapangan maupun Kantor berakhir, Pemeriksaan hrs
diselesaikan. (Pasal 81 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Dlm Rangka Penghapusan NPWP Selain Yg Dilakukan Berdasarkan
Verifikasi
Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan maupun Kantor hrs memperhatikan jangka waktu
penyelesaian permohonan penghapusan NPWP sesuai Pasal 2 ayat (7) UU KUP. (Pasal 81 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Dlm Rangka Pencabutan Pengukuhan PKP Selain Yg Dilakukan
Berdasarkan Verifikasi
Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan maupun Kantor hrs memperhatikan jangka waktu
penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan PKP sesuai Pasal 2 ayat (9) UU KUP. (Pasal 81
ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)

f. SP2 & Surat Yg Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak:

B‐22‐
1. Yg Melakukan Pemeriksaan Lapangan (Pasal 82 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yg tergabung dlm suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan SP2.
2. Penerbitan SP2 (Pasal 82 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
SP2 diterbitkan utk 1 atau bbrp Masa Pajak dlm suatu Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak yg sama atau
utk 1 Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak thd 1 WP.
3. Susunan Tim Pemeriksa Pajak Berubah (Pasal 82 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, kepala UP2 tdk perlu memperbarui SP2 tetapi hrs
menerbitkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.

g. Pemberitahuan & Panggilan Pemeriksaan:


Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Pemberitahuan Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kpd WP mengenai Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan
dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dgn menyampaikan kpd WP mengenai dilakukannya
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 83 ayat Pemeriksaan Kantor dgn menyampaikan
(1) PMK-17/PMK.03/2013) Surat Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor. (Pasal 83 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)

Penerbitan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Penerbitan Surat Panggilan Dlm


Lapangan Rangka Pemeriksaan Kantor
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Surat Panggilan Dlm Rangka
diterbitkan utk: Pemeriksaan Kantor diterbitkan utk:
a. Masa Pajak, a. Masa Pajak,
b. Bagian Thn Pajak, atau b. Bagian Thn Pajak, atau
c. Thn Pajak c. Thn Pajak
sebagaimana tercantum dlm SP2. sebagaimana tercantum dlm SP2.
(Pasal 83 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013) (Pasal 83 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian Pemberitahuan Cara Penyampaian Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dpt Surat Panggilan Dlm Rangka
disampaikan: Pemeriksaan Kantor dpt disampaikan
1. Scr lsg kpd WP pada saat dimulainya melalui:
Pemeriksaan Lapangan; 1. Faksimili,
a. Dlm hal disampaikan scr lsg dan WP tdk 2. Pos dgn bukti pengiriman surat,
berada di tempat, dpt disampaikan kpd: atau
 Wakil atau kuasa dari WP; atau 3. Jasa pengiriman lainnya dgn
 Pihak yg dpt mewakili WP, yaitu: bukti pengiriman.
 Pegawai dari WP yg mnr Pemeriksa (Pasal 84 ayat (3) PMK-
Pajak dpt mewakili WP, dlm hal 17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan dilakukan thd WP
badan; atau
 Anggota keluarga yg tlh dewasa
dari WP yg mnr Pemeriksa Pajak
dpt mewakili WP, dlm hal
Pemeriksaan dilakukan thd WP OP.
(Pasal 84 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
b. Dlm hal wakil atau kuasa dari WP atau pihak yg
dpt mewakili WP tdk dpt ditemui, disampaikan
melalui pos atau jasa pengiriman lainnya dan
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
dianggap tlh disampaikan. (Pasal 84 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Melalui faksimili,
3. Melalui pos dgn bukti pengiriman surat, atau

B‐22‐
4. Jasa pengiriman lainnya dgn bukti pengiriman. (Pasal 84
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

h. Peminjaman Dokumen:
 Buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain yg dipinjam hrs disesuaikan dgn
tujuan dan kriteria Pemeriksaan utk tujuan lain sesuai Pasal 70 PMK-17/PMK.03/2013.
 Peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain hrs dilaksanakan
sesuai dgn ketentuan sesuai Pasal 28 & Pasal 29 PMK-17/PMK.03/2013.
Kriteria Bagian III huruf i berlaku juga utk Pemeriksaan utk tujuan lain

i. Penolakan Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg dilakukan Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg
Pemeriksaan Lapangan utk tujuan lain menyatakan dilakukan Pemeriksaan Kantor utk tujuan lain
menolak utk dilakukan Pemeriksaan, termasuk memenuhi Surat Panggilan Dlm Rangka
menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Kantor namun menyatakan
Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, atau kuasa dari menolak utk dilakukan Pemeriksaan, WP,
WP hrs menandatangani surat penolakan wakil, atau kuasa dari WP hrs menandatangani
Pemeriksaan. (Pasal 86 ayat (1) surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
PMK-17/PMK.03/2013) (Pasal 87 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak → Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP
menandatangani surat penolakan Pemeriksaan, menolak menandatangani surat pernyataan
Pemeriksa Pajak membuat BA penolakan penolakan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak
Pemeriksaan yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa membuat BA penolakan Pemeriksaan yg
Pajak. (Pasal 86 ayat (2) ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
PMK-17/PMK.03/2013) (Pasal 87 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

Konsekuensi Apabila WP Menolak Utk Dilakukan Pemeriksaan


1. Permohonan WP Tdk Dpt Diproses atau Tdk Dpt Dipertimbangkan
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau BA penolakan Pemeriksaan, permohonan
WP tdk dpt diproses atau tdk dpt dipertimbangkan dlm hal Pemeriksaan dilakukan dlm rangka:
a. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil; atau
b. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian
sehubungan dgn pemberian fasilitas perpajakan.
(Pasal 88 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. WP Diberi NPWP dan Dikukuhkan Sbg PKP Scr Jabatan
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau BA penolakan Pemeriksaan, WP diberi
NPWP dan dikukuhkan sbg PKP scr jabatan dlm hal Pemeriksaan dilakukan dlm rangka:
a. Pemberian NPWP scr jabatan; dan/atau
b. Pengukuhan PKP scr jabatan.
(Pasal 88 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Permohonan WP Tdk Dikabulkan
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau BA penolakan Pemeriksaan, permohonan
WP tdk dikabulkan dlm hal Pemeriksaan dilakukan dlm rangka:
a. Penghapusan NPWP; dan/atau
b. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP.
(Pasal 88 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)

j. Penjelasan WP & Pihak Ketiga:


1. Dlm pelaksanaan Pemeriksaan, melalui kepala UP2, Pemeriksa Pajak juga dpt memanggil WP utk
memperoleh penjelasan yg lbh rinci atau meminta keterangan dan/atau bukti yg berkaitan dgn
Pemeriksaan kpd pihak ketiga sesuai Pasal 35 UU KUP. (Pasal 89 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Permintaan keterangan kpd WP atau kpd pihak ketiga hrs dilaksanakan sesuai dgn ketentuan dlm Pasal
39 dan Pasal 40 PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 89 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

B‐22‐
Bagian III huruf l berlaku juga utk Pemeriksaan utk tujuan lain

V. Kuesioner Pemeriksaan
 Tujuan Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan (Pasal 90 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013) Pemeriksa
Pajak wajib menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kpd WP yg diperiksa utk meningkatkan kualitas &
akuntabilitas Pemeriksaan.
 Waktu Penyampaian Kuesioner Kpd WP (Pasal 90 ayat (2) & (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Utk Menguji
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Pemeriksaan Utk Tujuan Lain
Perpajakan
Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan
dilakukan pd saat pertemuan dgn WP sesuai disampaikan pd saat:
Pasal 27 PMK-17/PMK.03/2013. 1. Penyampaian Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan, atau
2. Pd saat WP datang memenuhi Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor.
 Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan Oleh WP (Pasal 90 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
WP dpt menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan yg tlh diisi kpd:
1. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, jika UP2 adalah Direkorat Pemeriksaan dan Penagihan; atau
2. Kakanwil DJP, jika UP2 adalah Kantor Wilayah DJP atau KPP.

VI. Ketentuan Lain-lain


 SP2 yg Diterbitkan Sbl Berlakunya PMK-17/PMK.03/2013 dan Pemeriksaan Blm Selesai
→ Proses penyelesaian selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 94 ayat
(1) PMK-17/PMK.03/2013)

 Pemeriksaan yg Ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Tlh Dibuat LHP
Sumir
→ Dpt dilakukan Pemeriksaan dlm rangka penerbitan skp sepanjang hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan
tdk terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 94 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

Form-form yg digunakan di dlm PMK-17/PMK.03/2013:


No. Ket Sumber
1. Surat Pernyataan Keaslian Dokumen dan/atau Data yg DIberikan Lamp III Huruf D
2. Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan Lamp V Huruf A
3. Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan Lamp V Huruf C
4. Surat Pernyataan Penolakan Menerima SPHP / Undangan PAHP / Surat Lamp VII Huruf B1
Panggilan Penandatanganan BA PAHP
5. Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan Lamp VII Huruf C
6. Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Lamp VII Huruf D
Tanggapan Hasil Pemeriksaan
7. Permohonan Pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan Lamp VII Huruf H
8. Laporan Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT Lamp VIII
9. a. Kuesioner Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan utk Menguji Lamp IX Huruf D
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
b. Kuesioner Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor utk Menguji Lamp IX Huruf E
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
c. Kuesioner Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan utk Tujuan Lain Lamp IX Huruf F

d. Kuesioner Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor utk Tujuan Lain Lamp IX Huruf G

B‐22‐
TATA CARA PENERBITAN skp & STP

Dasar Hukum:
 Pasal 13 ayat (6), 14 ayat (6), 15 ayat (5), dan 17A ayat (2) UU KUP
 Pasal 23 & 24 ayat (4) PP 74 Thn 2011
 PMK-145/PMK.03/2012 ttg Tata Cara Penerbitan skp dan STP (berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10
Sept 2012) → mencabut PMK-189/PMK.03/2007 jo PMK-84/PMK.03/2010 dan PMK-23/ PMK.03/2008
jo PMK-83/PMK.03/2010
 PER-27/PJ/2012 (berlaku tanggal 13 Des 2012) jo PER-23/PJ/2014 (berlaku mulai tanggal 14 Agust 2014)
ttg Bentuk & Isi Nothit, Bentuk & Isi skp serta Bentuk & Isi STP

Tata Cara Penerbitan skp:

Pasal 2 PMK-145/PMK.03/2012
(1) Dlm jangka waktu 5 thn stl saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn
Pajak, Dirjen Pajak dpt menerbitkan:
a. SKPKB; atau
b. SKPKBT.
(2) Dirjen Pajak tetap dpt menerbitkan SKPK B/SKPKBTsesuai ayat (1) walaupun jangka waktu 5 thn tlh lewat,
dlm hal Dirjen Pajak menerima Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg
dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan
kerugian pd pendapatan negara.
(3) Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB/SKPKBT utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007
dan sebelumnya, berlaku ketentuan:
a. jangka waktu pd ayat (1) menjadi 10 thn atau paling lama pd akhir Thn Pajak 2013;
b. jangka waktu pd ayat (2) menjadi 10 thn.
(4) SKPKB diterbitkan dlm hal terdapat pajak yg tdk atau kurang dibayar berdasarkan:
a. hasil Verifikasi thd keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP berupa:
1) hasil klarifikasi/konfirmasi FP;
2) bukti pemotongan PPh;
3) data perpajakan terkait dgn WP yg tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat (3)
UU KUP dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya sebagaimana ditentukan
dlm Surat Teguran;
4) data konkret dlm Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana
krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan
kerugian pd pendapatan negara, yg dpt dipergunakan utk menghitung besarnya pajak yg terutang yg tdk
atau kurang dibayar; atau
5) bukti transaksi atau data perpajakan yg dpt digunakan utk menghitung kewajiban perpajakan WP.
b. hasil Pemeriksaan thd:
1) SPT;
2) kewajiban perpajakan WP krn WP tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat (3)
UU KUP, dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya sebagaimana ditentukan
dlm Surat Teguran; atau
3) Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara, dan thd Putusan Pengadilan tsb tdk dilakukan Verifikasi pd huruf a angka 4).
c. hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan thd WP yg melakukan perbuatan sesuai Pasal 13A UU KUP.
(5) SKPKBT diterbitkan berdasarkan:
a. hasil Verifikasi thd:
1) keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri sesuai Pasal 15 ayat (3) UU KUP;
2) data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi FP yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang;
atau
3) data baru berupa FP dlm Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg
dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt
menimbulkan kerugian pd pendapatan negara, yg dpt dipergunakan utk menghitung

B‐
besarnya pajak terutang yg tdk atau kurang dibayar.
b. hasil Pemeriksaan atau hasil Pemeriksaan Ulang thd:
1) data baru yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang termasuk data yg semula blm
terungkap sesuai Pasal 15 ayat (1) UU KUP; atau
2) data baru dlm Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan
kerugian pd pendapatan negara dan thd data baru dlm Putusan Pengadilan tsb tdk dilakukan Verifikasi
pd huruf a angka 3 PMK-145/PMK.03/2012).
(6) Dirjen Pajak menerbitkan SKPN sesuai Pasal 17A ayat (1) UU KUP berdasarkan hasil Pemeriksaan thd SPT
apabila jml kredit pajak atau jml pajak yg dibayar sama dgn jml pajak yg terutang, atau pajak tdk terutang dan
tdk ada kredit pajak atau tdk ada pembayaran pajak.
(7) Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB dlm hal berdasarkan:
a. hasil Verifikasi thd kebenaran atas permohonan pengembalian kelebihan pajak yg seharusnya tdk terutang
sesuai Pasal 17 ayat (2) UU KUP terdapat pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang;
b. hasil Pemeriksaan thd:
1) SPT terdapat jml kredit pajak atau jml pajak yg dibayar lbh besar daripada jml pajak yg terutang sesuai
Pasal 17 ayat (1) UU KUP; atau
2) permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai Pasal 17B UU KUP terdapat jml kredit
pajak atau jml pajak yg dibayar lbh besar daripada jml pajak yg terutang.
(8) SKPLB pd ayat (7) masih dpt diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yg semula blm terungkap,
apabila ternyata pajak yg lbh dibayar jml-nya lbh besar daripada kelebihan pembayaran pajak yg tlh ditetapkan.

Pasal 3 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 diterbitkan utk suatu Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak.
(2) skp pd ayat (1) diterbitkan sesuai dgn Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak yg dilakukan
Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Pasal 4 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 hrs diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
(2) Nota penghitungan pd ayat (1) dibuat berdasarkan LHV, LHP, laporan hasil Pemeriksaan Ulang atau laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Pasal 5 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 hrs dikirimkan kpd WP.
(2) Pengiriman skp pd ayat (1), dpt dilakukan:
a. scr lsg;
b. melalui pos dgn bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat.

Tata Cara Penerbitan STP

Pasal 6 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya dlm hal:
a. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sbg akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yg dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tetapi tdk melaporkan kegiatan usahanya utk
dikukuhkan sbg PKP;
e. pengusaha yg tdk dikukuhkan sbg PKP tetapi membuat FP; atau
f. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP tdk membuat FP atau membuat FP tetapi tdk tepat waktu atau tdk
mengisi selengkapnya FP.

Pasal 7 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan setelahnya

B‐
dlm hal:
a. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar;
b. berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sbg akibat salah tulis dan/atau salah
hitung;
c. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP, tdk membuat FP atau membuat FP tetapi tdk tepat waktu;
e. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP tdk mengisi FP scr lengkap sesuai Pasal 13 ayat (5) UU PPN, selain :
1) identitas pembeli sesuai Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN; atau
2) identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sesuai Pasal 13 ayat (5) huruf b & g UU PPN, dlm hal
penyerahan dilakukan oleh PKP PE;
f. PKP melaporkan FP tdk sesuai dgn masa penerbitan FP; atau
g. PKP yg mengalami gagal berproduksi dan tlh diberikan pengembalian PM sesuai Pasal 9 ayat (6a) UU PPN.

Pasal 8 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP dlm Pasal 6 atau Pasal 7 PMK-145/PMK.03/2012 stl meneliti data administrasi
perpajakan atau stl melakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan dlm
rangka penerbitan skp.

Pasal 9 PMK-145/PMK.03/2012
Jml kekurangan pajak yg terutang dlm STP dlm Pasal 6 huruf a & b PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf a &
b PMK-145/PMK.03/2012, ditambah dgn sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan utk paling lama 24
bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sampai
dgn diterbitkannya STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Pasal 10 PMK-145/PMK.03/2012
Sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga yg ditagih berdasarkan STP dlm Pasal 6 huruf c
PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf c PMK-145/PMK.03/2012 termasuk sanksi administrasi berupa denda
seb 50% sesuai Pasal 25 ayat (9) UU KUP dan seb 100% sesuai Pasal 27 ayat (5d) UU KUP.

Pasal 11 PMK-145/PMK.03/2012
Thd pengusaha atau PKP dlm Pasal 6 huruf d, e, atau f PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf d, e, atau f PMK-
145/PMK.03/2012, selain wajib menyetor pajak yg terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 2% dari
DPP.

Pasal 12 PMK-145/PMK.03/2012
Thd PKP dlm Pasal 7 huruf g PMK-145/PMK.03/2012, dikenai sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan
dari jml pajak yg ditagih kembali, yg dihitung dari tanggal penerbitan SKPKPP sampai dgn tanggal penerbitan STP,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Ketentuan Lain-lain:
Pasal 13 PMK-145/PMK.03/2012
(1) Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sbl WP
diberikan atau diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sbg PKP, apabila diperoleh data dan/atau informasi yg
menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yg blm dipenuhi oleh WP.
(2) Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sbl dan/atau
stl penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila stl penghapusan NPWP atau pencabutan
Pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yg menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yg blm
dipenuhi oleh WP.
(3) skp dan/atau STP pd angka ayat (1) dan/atau ayat (2) diterbitkan dlm jangka waktu 5 thn stl saat terutangnya
pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak, kecuali thd WP dipidana krn melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt mengakibatkan kerugian pd pendapatan
negara berdasarkan Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) skp dan/atau STP pd ayat (2) diterbitkan dgn terlebih dahulu mengaktifkan kembali NPWP yg tlh

B‐
dihapus.
(5) Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007
dan sebelumnya, jangka waktu pd ayat (3) menjadi 10 thn.

Pasal 14 PMK-145/PMK.03/2012
Dlm hal WP memperoleh izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn satuan mata uang Dollar AS dan diwajibkan
utk menyampaikan SPT dgn menggunakan satuan mata uang Dollar AS, skp & STP diterbitkan dgn menggunakan
satuan mata uang Dollar AS kecuali STP berdasarkan Pasal 7 UU KUP.

B‐
ANGSURAN & PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK

Dasar Hukum:
 Pasal 9 ayat (4), Pasal 19 ayat (2) UU KUP
 PMK-184/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Jan 2008) jo PMK-80/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg
Penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran & penyetoran pajak, penentuan tempat pembayaran, tata cara
pembayaran, penyetoran & pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran & penundaan pembayaran pajak
 PER-38/PJ/2008 (berlaku sejak 24 Sept 2008) ttg Tata cara pemberian angsuran & penundaan pembayaran
pajak

Ketentuan Pasal 9 Ayat (4) UU KUP:


Dirjen Pajak atas permohonan WP dpt memberikan persetujuan utk mengangsur / menunda pembayaran pajak
termasuk kekurangan pembayaran yg terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh paling lama 12 bln, yg pelaksanaannya
diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu.
→ Ketentuan diatur lebih lanjut pd Pasal 9-12 PMK-184/PMK.03/2007 jo PMK-80/PMK.03/2010 dan PER-
38/PJ/2008)

Yg Bisa Diajukan Permohonan Angsuran & Penundaan Pembayaran Pajak:


WP dpt mengajukan permohonan scr tertulis utk mengangsur / menunda pembayaran:
 Pajak yg masih hrs dibayar dlm STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding,
serta Putusan PK, yg menyebabkan jml pajak yg terutang bertambah
 PPh Pasal 29 yg masih hrs dibayar dlm SPT Tahunan PPh kpd
Dirjen Pajak.

Cara Pengajuan Permohonan:


1. Permohonan hrs diajukan scr tertulis (dgn menggunakan form yg ada di Lamp I PER-38/PJ/2008) kpd Kepala
KPP tempat WP terdaftar
2. Permohonan hrs diajukan paling lama 9 hari kerja sbl saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir
 Apabila ternyata batas waktu 9 hari kerja tdk dpt dipenuhi oleh WP krn keadaan di luar kekuasaannya,
permohonan WP masih dpt dipertimbangkan oleh Dirjen Pajak sepanjang WP dpt membuktikan kebenaran
keadaan di luar kekuasaannya tsb.
 WP yg mengajukan permohonan hrs memberikan jaminan yg besarnya ditetapkan berdasarkan
pertimbangan Kepala KPP, kecuali apabila Kepala KPP menganggap tdk perlu.
Jaminan dpt berupa: garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh
pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.
 WP yg mengajukan permohonan dlm jangka waktu yg melampaui jangka waktu 9 hari kerja sbl saat
jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir hrs memberikan jaminan berupa garansi bank seb utang
pajak yg dpt dicairkan sesuai dgn jangka waktu pengangsuran atau penundaan.
3. Permohonan WP disertai dgn alasan dan bukti yg mendukung permohonan, serta:
 Jml pembayaran pajak yg dimohon utk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran; atau
 Jml pembayaran pajak yg dimohon utk ditunda & jangka waktu penundaan

Sanksi Administrasi yg Dikenakan thd WP dlm Hal Permohonannya Disetujui


 Dlm hal WP diperbolehkan mengangsur / menunda pembayaran pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga
seb 2% per bulan dari jml pajak yg masih hrs dibayar & bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
 Bunga yg timbul akibat angsuran / penundaan pembayaran pajak dihitung berdasarkan saldo utang pajak
→ Ditagih dgn menerbitkan STP pd setiap tanggal jatuh tempo angsuran, jatuh tempo penundaan, atau pd tanggal
pembayaran
 Bunga tdk dikenakan thd angsuran / penundaan atas pembayaran STP

Ketentuan Terkait Keputusan KPP atas Permohonan WP:


 Dirjen Pajak menerbitkan SK atas permohonan paling lama 7 hari kerja stl tanggal diterimanya permohonan.
Apabila jangka waktu tsb tlh lewat, Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan, permohonan WP dianggap
diterima. Apabila jangka waktu tsb tlh terlampaui dan Kepala KPP tdk

B‐
menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dgn permohonan WP, dan SK Persetujuan
Angsuran Pembayaran Pajak atau SK Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak hrs diterbitkan paling lama
5 hari kerja stl jangka waktu 7 hari kerja tsb berakhir.
 Keputusan Kepala KPP dpt berupa:
 Menyetujui jml angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dgn
permohonan WP;
 Menyetujui jml angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dgn
pertimbangan Kepala KPP; atau
 Menolak permohonan WP
 Thd utang pajak yg tlh diterbitkan SK tdk dpt lagi diajukan permohonan utk mengangsur atau menunda
pembayaran

Lama Angsuran / Penundaan yg Diberikan oleh DJP:


a. Atas kekurangan pembayaran pajak yg terutang (PPh Pasal 29) berdasarkan SPT Tahunan PPh
1. Angsuran atas utang pajak dpt diberikan utk paling lama s.d. bulan terakhir Thn Pajak berikutnya dgn
angsuran paling banyak 1 x dlm 1 bulan
→ Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dlm jml utang pajak yg sama besar utk
setiap angsuran
2. Penundaan atas utang pajak dpt diberikan utk paling lama s.d. bulan terakhir Thn Pajak
berikutnya
→ Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yg ditunda
pelunasannya
b. Atas Pajak yg masih hrs dibayar dlm STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan PK, yg menyebabkan jml pajak yg terutang bertambah
1. Angsuran atas utang pajak dpt diberikan utk paling lama 12 bulan sejak diterbitkannya SK
Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak dgn angsuran paling banyak 1 x dlm 1 bulan
→ Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dlm jml utang pajak yg sama besar utk
setiap angsuran
2. Penundaan atas utang pajak dpt diberikan utk paling lama 12 bulan sejak diterbitkannya SK
Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak
→ Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yg ditunda
pelunasannya

Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 lihat Bab C-16 PPh Pasal 25

B‐
PENAGIHAN PAJAK

Dasar Hukum:
 Pasal 18, 19, 20, 21, 22 UU KUP
 UU PPSP
 Pasal 46, 47, 48 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
 PP 135 Thn 2000 ttg Tata Cara Penyitaan dlm Rangka PPSP
 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010 ttg Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dgn Surat Paksa dan
Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus
 KMK-563/KMK.04/2000 ttg Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yg Tersimpan pd
Bank dlm Rangka PPSP
 KEP-21/PJ/2002 ttg Tata Cara Pemberitahuan Pelaksanaan PPSP dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat
yg Berwenang Menerbitkan Surat Paksa → sejak 17 Sept 2014, Pasal 6 tdk berlaku
 PER-24/PJ/2014 ttg Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak
yg Tersimpan pd Bank dlm Rangka PPSP (berlaku sejak 17 Sept 2014) → mencabut KEP-627/PJ./2001 jo
PER-109/PJ/2007, Pasal 6 KEP-21/PJ/2002, dan Formulir dlm KEP-645/PJ/2001 jo
KEP-474/PJ/2002
SE terkait:
 SE-01/PJ.045/2007

A. KETENTUAN TERKAIT PENAGIHAN PAJAK

Dasar Penagihan Pajak: (Pasal 18 UU KUP)


1. STP,
2. SKPKB, serta
3. SKPKBT, dan
4. SK Pembetulan,
5. SK Keberatan,
6. Putusan Banding, serta
7. Putusan PK,
yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah.

Pasal 46 PP 74 Thn 2011:


Ketentuan mengenai jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah dlm Pasal 9 ayat (3) UU KUP, Pasal 18
ayat (1) UU KUP, Pasal 19 ayat (1) UU KUP, Pasal 20 ayat (1) UU KUP, Pasal 21 ayat
(4) UU KUP, dan Pasal 26 ayat (3) UU KUP termasuk pajak yg pajak yg seharusnya tdk dikembalikan.
Surat pelaksanaan Putusan Banding atau surat pelaksanaan Putusan PK juga diterbitkan akibat Putusan
Banding atau Putusan PK yg menyebabkan pembayaran atas pajak yg seharusnya tdk dikembalikan.
Contoh 1:
Thd WP diterbitkan suatu SKPKB dgn nilai seb Rp 80 juta. Atas SKPKB tsb, bagian yg disetujui oleh WP
dlm PAHP adalah seb Rp 50 juta. WP mengajukan keberatan dgn keputusan yg menya- takan bahwa
SKPKB menjadi seb Rp 70 juta. Thd keputusan keberatan WP mengajukan permohonan banding. Putusan
Banding menyatakan bahwa jml yg masih hrs dibayar dlm SKPKB menjadi seb Rp 40 juta. Berdasarkan
Putusan Banding tsb Dirjen Pajak menerbitkan SPMKP seb Rp 10 juta, yakni pembayaran sbl mengajukan
keberatan dikurangi dgn jml yg masih hrs dibayar berdasarkan Putusan Banding. Thd Putusan Banding
tsb, Dirjen Pajak mengajukan permohonan PK ke MA. Putusan PK menyatakan bahwa WP hrs membayar
sejumlah sebagaimana dimaksud dlm SK Keberatan, yakni seb Rp 70 juta. Berdasarkan Putusan PK thd
WP ditagih berdasarkan jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 30 juta yg terdiri dari jml pajak yg masih
hrs dibayar berdasarkan Putusan PK dikurangi dgn pajak yg tlh dilunasi sbl mengajukan
keberatan (Rp 70 juta - Rp 50 juta = Rp 20 juta) dan ditambah dgn pajak yg seharusnya tdk dikembalikan
berdasarkan Putusan Banding (Rp 50 juta - Rp 40 juta = Rp 10 juta).
Contoh 2:
Thd WP yg menyampaikan SPT LB seb Rp 90 juta. Atas SPT tsb diterbitkan sebuah SKPLB dgn nilai seb
Rp 10 juta. Atas SKPLB tsb, WP P mengajukan keberatan dgn keputusan yg menyatakan

B‐
bahwa SKPLB tetap seb Rp 10 juta. WP mengajukan permohonan banding, dgn Putusan Banding
menyatakan bahwa SKPLB menjadi seb Rp 80 juta. Berdasarkan Putusan Banding, Dirjen Pajak
menerbitkan SPMKP seb Rp 70 juta. Dlm hal ini Dirjen Pajak mengajukan permohonan PK ke MA.
Putusan PK menyatakan bahwa thd WP hanya dpt diberikan pengembalian LB seb Rp 10 juta.
Berdasarkan Putusan PK thd WP ditagih berdasarkan jml pajak yg seharusnya tdk dikembalikan seb Rp 70
juta.
Penagihan Pajak dgn Surat Paksa:
1. Atas jml pajak yg masih hrs dibayar, yg berdasarkan STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah,
yg tdk dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dgn jangka waktu pd Pasal 9 ayat (3) / ayat (3a) dilaksanakan
penagihan pajak dgn Surat Paksa sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan. (Pasal 20 ayat (1) UU KUP)
2. Dikecualikan dari penagihan pajak dgn surat paksa, penagihan seketika & sekaligus dilakukan
apabila: (Pasal 20 ayat (2) UU KUP)
 Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya atau berniat utk itu;
 Penanggung Pajak memindahtangankan barang yg dimiliki atau yg dikuasai dlm rangka menghentikan
atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yg dilakukannya di Indonesia;
 Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan
atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yg dimiliki atau yg dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya;
 Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
 Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Penagihan seketika & sekaligus: Tindakan penagihan pajak yg dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kpd
Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yg meliputi slr utang pajak dari
semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Thn Pajak. (Penjelasan Pasal 20 ayat (2) UU KUP)

Hak Mendahului:
1. Negara mempunyai hak mendahulu utk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. (Pasal 21
ayat (1) UU KUP)
→ Ketentuan tentang hak mendahulu meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda,
kenaikan, dan biaya penagihan pajak. (Pasal 21 ayat (2) UU KUP)
2. Hak mendahulu utk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali thd: (Pasal 21 ayat (3)
UU KUP)
 Biaya perkara yg hanya disebabkan oleh suatu penghukuman utk melelang suatu barang bergerak
dan/atau barang tdk bergerak;
 Biaya yg tlh dikeluarkan utk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
 Biaya perkara, yg hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
3. Dlm hal WP dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yg
ditugasi utk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta WP dlm pailit, pembubaran atau likuidasi
kpd pemegang saham atau kreditur lainnya sbl menggunakan harta tsb utk membayar utang pajak WP
tsb. (Pasal 21 ayat (3a) UU KUP)
4. Hak mendahulu hilang stl melampaui waktu 5 thn sejak tanggal diterbitkan STP, SKPKB, serta SKPKBT,
SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK yg menyebabkan jml pajak yg hrs
dibayar bertambah. (Pasal 21 ayat (4) UU KUP)
Perhitungan jangka waktu hak mendahulu: (Pasal 21 ayat (5) UU KUP)
 Dlm hal Surat Paksa utk membayar diberitahukan scr resmi maka jangka waktu 5 thn dihitung sejak
pemberitahuan Surat Paksa; atau
 Dlm hal diberikan penundaan pembayaran / persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5
thn dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.
→ Dlm hal diberikan penundaan pembayaran / persetujuan angsuran pembayaran, jangka waktu hak
mendahulu selama 5 thn pd Pasal 21 ayat (5) huruf b UU KUP, dihitung sejak batas akhir penundaan
diberikan atau sejak tanggal jatuh tempo angsuran terakhir. (Pasal 47 PP 74 Thn 2011)

B‐
Daluwarsa Penagihan:
1. Hak utk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak,
daluwarsa stl melampaui waktu 5 thn terhitung sejak penerbitan STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK. (Pasal 22 ayat (1) UU KUP)
2. Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila: (Pasal 22 ayat (2) UU KUP & penjelasannya)
a. Dirjen Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kpd Penanggung Pajak yg tdk melakukan
pembayaran hutang pajak sampai dgn tanggal jatuh tempo pembayaran.
→ Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tsb.
b. WP menyatakan pengakuan utang pajak dgn cara mengajukan permohonan angsuran / penundaan
pembayaran utang pajak sbl tanggal jatuh tempo pembayaran.
→ Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran / penundaan
pembayaran utang pajak diterima oleh Dirjen Pajak.
c. Terdapat SKPKB atau SKPKBT yg diterbitkan thd WP krn WP melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dan tindak pidana lain yg dpt merugikan pendapatan Negara berdasarkan putusan
pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap.
→ Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan skp tsb.
d. Thd WP dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
→ Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan.

B. JANGKA WAKTU PELUNASAN STP, SKPKB, SKPKBT, DAN SK ATAU KETETAPAN LAINNYA

1. STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan PK, yg
menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah, hrs dilunasi dlm jangka waktu 1 bulan sejak tanggal
diterbitkan.
a. Dlm hal WP mengajukan keberatan & tdk mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jml pajak
yg blm dibayar dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.
(Pasal 48 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
b. Dlm hal WP mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jml pajak yg blm dibayar dilakukan
paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
(Pasal 48 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
c. Dlm hal WP menyetujui slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP / PAHV, pelunasan atas jml
pajak yg masih hrs dibayar dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan skp. (Pasal 48 ayat
(3) PP 74 Thn 2011)
2. Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dpt diperpanjang paling
lama menjadi 2 bulan yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menkeu.
(PMK-187/PMK.03/2007)
a. Dlm hal WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu menyetujui slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm
PAHP / PAHV, pelunasan atas jml pajak yg masih hrs dibayar dilakukan paling lama 2 bulan sejak
tanggal penerbitan skp. (Pasal 48 ayat (4) PP 74 Thn 2011)
b. Kriteria WP usaha kecil:
1. WP OP usaha kecil:
 WP OP; dan
 menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau menerima penerimaan
bruto dari pekerjaan bebas dlm Thn Pajak sebelumnya < Rp 600 juta.
2. WP badan usaha kecil:
 Modal WP 100% dimiliki oleh WNI;
 Menerima atau memperoleh peredaran usaha dlm Thn Pajak sebelumnya < Rp 900 juta.
c. WP di daerah tertentu adalah WP yg tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usahanya
berlokasi di daerah tertentu yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak. (ketentuan terkait daerah tertentu ini blm
diterbitkan)
Dlm hal WP tdk melunasi jml pajak yg masih hrs dibayar dlm jangka waktu pd butir B.1.a-c &
B.2.a, pajak yg masih hrs dibayar tsb ditagih dgn terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran.
(Pasal 48 ayat (5) PP 74 Thn 2011)

B‐
C. JADWAL WAKTU PENAGIHAN PAJAK

1. Penerbitan Surat Teguran


a. Penagihan Pajak dilakukan dgn terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran oleh Kepala KPP
b. Surat Teguran tdk diterbitkan thd Penanggung Pajak yg tlh disetujui utk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
c. Jangka waktu penerbitan Surat Teguran :
 Dlm hal WP tdk menyetujui sebagian atau slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP / PAHV
dan WP tdk mengajukan keberatan, Surat Teguran disampaikan stl 7 hari sejak saat jatuh tempo
pengajuan keberatan.
(Pasal 48 ayat (7) PP 74 Thn 2011)
→ Surat Teguran disampaikan stl 7 hari stl 3 bulan sejak tanggal dikirimnya SKP kpd WP.
 Dlm hal WP tdk menyetujui sebagian atau slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP / PAHV
dan WP tdk mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan, Surat Teguran
disampaikan stl 7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan permohonan banding. (Pasal 48 ayat (8)
PP 74 Thn 2011)
→ Surat Teguran disampaikan stl 7 hari stl 3 bulan sejak SK Keberatan diterima WP.
 Dlm hal WP tdk menyetujui sebagian atau slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP / PAHV,
dan WP mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dgn SKPKB,
atau SKPKBT, kpd WP disampaikan Surat Teguran stl 7 hari sejak saat jatuh tempo pelunasan
pajak yg masih hrs dibayar berdasarkan Putusan Banding.
(Pasal 48 ayat (9) PP 74 Thn 2011)
→ Surat Teguran disampaikan stl 7 hari stl 1 bulan sejak tanggal putusan banding diterbitkan
 Dlm hal WP menyetujui slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP, kpd WP disampaikan
Surat Teguran stl 7 hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak atas STP, SKPKB, SKPKBT, dan
SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK.
(Pasal 9 ayat (4) PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
→ Surat Teguran akan disampaikan stl 7 hari stl 1 bulan sejak surat ketetapan/keputusan tsb
diterbitkan
 Dlm hal WP mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT stl tanggal jatuh tempo
pelunasan tetapi sbl tanggal diterima Surat Pemberitahuan Utk Hadir oleh WP, kpd WP
disampaikan Surat Teguran stl 7 hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tsb.
(Pasal 9 ayat (5) PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
 Apabila sanksi administrasi dlm STP dikenakan sbg akibat diterbitkan skp, yg pajak terutangnya
tdk disetujui oleh WP dlm PAHP / PAHV dan atas skp diajukan keberatan dan/atau banding,
tindakan penagihan atas STP tsb ditangguhkan sampai dgn skp tsb mempunyai kekuatan hukum
tetap.
(Pasal 48 ayat (10) PP 74 Thn 2011)
2. Penerbitan Surat Paksa
Apabila jumlah utang pajak tdk dilunasi oleh Penanggung Pajak stl lewat waktu 21 hari sejak tanggal
disampaikan Surat Teguran, Surat Paksa diterbitkan oleh Pejabat dan diberitahukan scr langsung oleh
jurusita Pajak kpd Penanggung Pajak.
(Pasal 12 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
3. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
Apabila stl lewat waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kpd Penanggung Pajak dan utang pajak
tdk dilunasi oleh Penanggung Pajak, Pejabat menerbitkan SPMP.
(Pasal 24 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
4. Pengumuman Lelang
Apabila stl lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, Penanggung Pajak tdk melunasi utang
pajak & biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan pengumuman lelang.
(Pasal 26 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
5. Pelaksanaan Lelang

B‐
Apabila stl lewat waktu 14 hari sejak Pengumuman Lelang, Penanggung Pajak tdk melunasi utang
pajak & biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui
kantor lelang negara.
(Pasal 28 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)

D. BIAYA PENAGIHAN PAJAK

 Besar Biaya Penagihan Pajak: (Pasal 16 ayat (1) PP 135 Thn 2000)
 Rp 50.000,- utk setiap pemberitahuan Surat Paksa, dan
 Rp 100.000,- utk setiap pelaksanaan SPMP
 Besar Tambahan Biaya Penagihan Pajak dlm Hal Barang yg Tlh Disita Dijual: (Pasal 16 ayat
(2) PP 135 Thn 2000)
 scr lelang, 1% dari pokok lelang.
 tdk scr lelang, 1% dari hasil penjualan.
 Biaya penagihan pajak & tambahan biaya penagihan pajak mrp PNBP.
 KPP/KPPBB mengupayakan agar semua biaya penagihan pajak termasuk biaya pelaksanaan SP,
SPMP, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, tambahan biaya penagihan dan biaya- biaya lainnya
sehubungan dgn penagihan pajak dibebankan kpd WP dan disetorkan ke Kas Negara menggunakan formulir
SSBP dgn Mata Anggaran Penerimaan 423155.

B‐
SURAT KETERANGAN FISKAL (SKF)

Dasar Hukum:
 UU KUP
 UU PPh
 UU PPN
 PER-44/PJ/2013 (berlaku mulai 05 Des 2013) → mencabut KEP-447/PJ./2001 jo PER-69/PJ./2007
 KEP-378/PJ/2013 ttg Penetapan Standar Pelayanan pd KPP
SE terkait:
 SE-29/PJ.44/1999 ttg Masa Berlakunya SKF

Definisi:
 SKF: Surat yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak yg berisi keterangan mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan
WP utk masa pajak & thn pajak tertentu, yg dipergunakan untuk memenuhi persyaratan bagi WP dalam
melakukan pengadaan barang dan/atau jasa untuk keperluan Instansi Pemerintah.
 Kantor Pusat: Tempat WP yg antara lain berupa tempat kegiatan usaha atau tempat kedudukan, yg terdaftar di
KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya adalah 000, serta mempunyai kewajiban melaporkan SPT
Tahunan PPh ke KPP tempat Kantor Pusat WP tsb terdaftar.
 Kantor Cabang: Tempat WP yg antara lain berupa tempat kegiatan usaha atau tempat kedudukan, yg
terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya selain 000, yg hanya mempunyai kewajiban
melaporkan SPT Masa ke KPP tempat Kantor Cabang WP tsb terdaftar.
 Terakhir: SPT dan/atau pelunasan pajak utk Masa Pajak dan Thn Pajak terakhir sbl surat permohonan SKF
diajukan hrs sdh dilaporkan dan/atau dilunasi pd saat surat permohonan SKF dimaksud diajukan dan diterima
oleh Dirjen Pajak melalui Kepala KPP

Tata Cara & Persyaratan:


1. WP menyampaikan permohonan SKF kpd Dirjen Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar
→ Dlm hal WP mempunyai Kantor Cabang maka permohonan SKF diajukan oleh Kantor Pusat WP melalui
pengurus atau pihak yg diberikan kuasa dgn surat kuasa khusus kpd Dirjen Pajak melalui Kepala KPP tempat
SPT Tahunan PPh WP dimaksud diadministrasikan.
2. SKF diberikan kpd WP yg mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan: (Pasal 3 PER-
44/PJ/2013)
a. Tdk sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
b. Tdk mempunyai Utang Pajak baik di KPP tempat Kantor Pusat terdaftar maupun di KPP tempat Kantor
Cabang terdaftar, kecuali dlm hal WP mendapatkan ijin utk menunda atau mengangsur pembayaran pajak
sesuai Pasal 9 ayat (4) UU KUP, mengajukan keberatan sesuai Pasal 25 ayat (3a) UU KUP, atau
mengajukan banding sesuai Pasal 27 ayat (5a) UU KUP;
c. Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh utk thn pajak terakhir dan SPT Masa utk 3 Masa Pajak terakhir; dan
d. Mengisi form permohonan pd Lamp I PER-44/PJ/2013
Dgn Melampirkan: (Pasal 4 PER-44/PJ/2013)
 FC SPT Tahunan PPh utk thn pajak terakhir beserta
 FC tanda terima pelaporan; dan
 FC SSP dlm hal terdapat pembayaran; dan/atau FC surat persetujuan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak yg terutang, dlm hal WP mengajukan permohonan menunda atau mengangsur
pembayaran pajak yg terutang sesuai Pasal 9 ayat (4) UU KUP;
 FC SPPT dan STTS PBB Thn Pajak terakhir, dlm hal kewenangan pemungutannya berada di DJP;
 FC SPT Masa utk 3 Masa Pajak terakhir beserta FC bukti pelaporan dan SSP, dlm hal terdapat
pembayaran dlm SPT Masa dimaksud.
3. Apabila permohonan SKF WP tdk memenuhi persyaratan: (Pasal 6 PER-44/PJ/2013)
a. Kepala KPP tempat permohonan SKF diterima, menyampaikan permintaan kpd WP utk melengkapi
dokumen yg masih hrs dilengkapi
b. Kelengkapan dokumen pd huruf a hrs diterima oleh Kepala KPP tempat WP mengajukan permohonan
paling lama 5 hari kerja sejak formulir permintaan kelengkapan dikirim oleh Kepala KPP, yg
penyampaiannya dpt dilakukan scr lsg, melalui pos, dan/atau sarana komunikasi lainnya.

B‐
Yg Dilakukan Petugas KPP Stl Menerima Permohonan SKF dari WP:
1. Petugas di KPP tempat Kantor Pusat WP terdaftar meneliti pemenuhan slr persyaratan pemberian SKF termasuk
pemenuhan kewajiban perpajakannya di KPP tempat Kantor Cabang WP terdaftar.
2. Utk keperluan penelitian kewajiban perpajakan Kantor Cabang WP pd angka 1, Kepala KPP tempat Kantor
Pusat WP terdaftar melakukan konfirmasi pemenuhan kewajiban perpajakan ke Kepala KPP tempat Kantor
Cabang WP terdaftar dgn mengirimkan surat konfirmasi.
3. Kepala KPP tempat Kantor Cabang WP terdaftar, memberikan jawaban atas surat konfirmasi tsb paling lama 3
hari kerja sejak formulir permohonan konfirmasi kewajiban perpajakan dikirim oleh Kepala KPP
tempat Kantor Pusat WP terdaftar, yg penyampaiannya dpt dilakukan scr lsg, melalui pos, dan/atau sarana
komunikasi lainnya.

Jangka Waktu Penyelesaian:


 Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak menerbitkan SKF utk WP yg tlh memenuhi persyaratan paling lama 10 hari
kerja sejak diterimanya permohonan WP scr lengkap
(Pasal 7 ayat (4) PER-44/PJ/2013 dan Lamp III KEP-378/PJ/2013)
 Dlm hal WP:
 Tdk memenuhi persyaratan sesuai Pasal 3 PER-4/PJ/20134; atau
 Tdk menyampaikan kelengkapan dokumen s.d. batas waktu yg tlh ditetapkan dlm surat permintaan
kelengkapan dokumen sesuai Pasal 6 PER-44/PJ/2013,
Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak menerbitkan surat penolakan pemberian SKF

Masa Berlaku SKF:


Masa berlaku SKF adalah maksimal 1 thn atau 12 bulan sejak tanggal diterbitkan atau s.d. dimasukkannya SPT
Tahunan PPh thn berikutnya (sesuai dgn batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh)

B‐
BAGIAN C

PAJAK PENGHASILAN (PPh)


POIN UU PPh

Pasal Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1 Pengenaan PPh
BAB II SUBJEK PAJAK
2 Subjek Pajak dan pembagiannya
2A Kewajiban pajak subjektif
3 Yg tdk termasuk subjek pajak
BAB III OBJEK PAJAK
4 Objek pajak; Penghasilan dikenai pajak final, Yg dikecualikan dari objek pajak
5 Objek pajak, biaya, dan laba BUT
6 Biaya utk 3M penghasilan
7 PTKP
8 Penghasilan atau kerugian bagi wanita yg tlh kawin; Penghasilan suami-isteri yg dikenai pajak scr terpisah

9 Biaya yg tdk boleh dikurangkan


10 Perolehan atau pengalihan harta
11 Penyusutan
11A Amortisasi
12 -
13 -
14 Norma Penghitungan Penghasilan Neto
15 Norma Penghitungan Khusus
BAB IV CARA MENGHITUNG PAJAK
16 Penghasilan Kena Pajak
17 Tarif pajak
18 Perbandingan antara utang dan modal perusahaan; Saat diperolehnya dividen oleh WP DN atas
penyertaan modal pd badan usaha di LN selain badan usaha yg menjual sahamnya di bursa efek; Hubungan
istimewa
19 Penilaian kembali aktiva
BAB V PELUNASAN PAJAK DLM THN BERJALAN
20 Pelunasan pajak yg diperkirakan akan terutang dlm suatu thn pajak
21 Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP OP DN
22 Penetapan pemungut pajak
23 Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP DN atau BUT
24 Kredit pajak LN
25 Angsuran pajak dlm thn pajak berjalan
26 Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP LN selain BUT di Indonesia
27 -
BAB VI PERHITUNGAN PAJAK PD AKHIR THN
28 Kredit pajak utk thn pajak yg bersangkutan
28A Kelebihan pembayaran pajak
29 Kekurangan pembayaran pajak yg terutang
30 -
31 -
BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN
31A Fasilitas perpajakan atas penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di
daerah-daerah tertentu
31B -
31C Pembagian penerimaan negara dari PPh OP DN dan PPh Pasal 21 yg dipotong oleh pemberi kerja
31D Ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambangan
31E Fasilitas bagi WP badan DN dgn peredaran bruto <. Rp 50 M
32 Tata cara pengenaan pajak dan sanksi-sanksi
32A Wewenang pemerintah dlm rangka penghindaran pajak berganda & pencegahan pengelakan pajak
32B Pengenaan pajak atas bunga atau diskonto Obligasi Negara
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
33 Pilihan cara menghitung pajak berdasar UU PPh lama
33A Kewajiban penghitungan pajak bagi WP yg thn bukunya berakhir stl tanggal 30 Juni 1995
34 Peraturan pelaksanaan di bidang PPh yg masih berlaku dinyatakan tetap berlaku sepanjang tdk bertentangan

BAB IX KETENTUAN PENUTUP


35 Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU PPh

C011
RINGKASAN UU PPh

SUBJEK PAJAK (Pasal 2 UU PPh)


1. Orang Pribadi (OP)
2. Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak
3. Badan
4. BUT  perlakuan perpajakannya dipersamakan dgn Subjek Pajak Badan
Subjek Pajak dpt dibedakan atas subjek pajak DN (SPDN) dan subjek pajak LN (SPLN)

SPDN (Pasal 2 ayat (3) UU PPh)


a. OP yg bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di Indonesia > 183 hari dlm jangka waktu 12
bulan, atau OP yg dlm suatu thn pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat utk bertempat tinggal
di Indonesia.
b. Badan yg didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yg memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan perpu;
2. pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD;
3. penerimaannya dimasukkan dlm anggaran Pempus atau Pemda; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yg mrp kesatuan baik yg melakukan usaha maupun
yg tdk melakukan usaha yg meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau
BUMD dgn nama dan dlm bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga,
dan bentuk badan lainnya termasuk KIK dan BUT. BUMN dan BUMD mrp subjek pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya shg setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya
lembaga, badan, dan sebagainya yg dimiliki oleh Pempus dan Pemda yg menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan utk memperoleh penghasilan mrpn subjek pajak. Dlm pengertian perkumpulan
termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yg mempunyai
kepentingan yg sama.
c. Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak.

SPLN (Pasal 2 ayat (4) & (5) UU PPh)


a. OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka waktu 12
bulan, dan badan yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di Indonesia, yg menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
b. OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka waktu 12
bulan, dan badan yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di Indonesia, yg dpt menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tdk dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia.
BUT adalah bentuk usaha yg dipergunakan oleh OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di
Indonesia < 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan, dan badan yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan
di Indonesia utk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yg dpt berupa:
1. tempat kedudukan manajemen;
2. cabang perusahaan;
3. kantor perwakilan;
4. gedung kantor;
5. pabrik;
6. bengkel;
7. gudang;
8. ruang utk promosi dan penjualan;
9. pertambangan dan penggalian sumber alam;
10. wilayah kerja pertambangan migas;
11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13. pemberian jasa dlm bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan > 60 hari
dlm jangka waktu 12 bulan;
14. orang atau badan yg bertindak selaku agen yg kedudukannya tdk bebas;
15. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di

C‐02‐
Indonesia yg menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
16. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yg dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik utk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF (Pasal 2A UU PPh)


Subyek Pajak Mulai Berakhir
OP sesuai Pasal 2 ayat Pd saat OP tsb dilahirkan, Pd saat meninggal dunia atau
(3) huruf a UU PPh berada, atau berniat utk meninggalkan Indonesia utk
bertempat tinggal di Indonesia selama-lamanya
OP sesuai Pasal 2 ayat Pd saat badan tsb didirikan atau Pd saat dibubarkan atau tdk lagi
(3) huruf b UU PPh bertempat kedudukan di bertempat kedudukan di
Indonesia Indonesia
OP atau badan sesuai Pd saat OP atau badan tsb Pd saat tdk lagi menjalankan usaha
Pasal 2 ayat (4) huruf a menjalankan usaha atau melakukan atau melakukan kegiatan melalui
UU PPh kegiatan melalui BUT BUT
OP atau badan sesuai Pd saat OP atau badan tsb Pd saat tdk lagi menerima atau
Pasal 2 ayat (4) huruf b menerima atau memperoleh memperoleh penghasilan tsb
UU PPh penghasilan dari Indonesia
Warisan yg blm terbagi Pd saat timbulnya warisan yg blm Pd saat warisan tsb selesai dibagi
sesuai Pasal 2 ayat (1) terbagi tsb → sejak saat itu pemenuhan
huruf a angka 2) atau kewajiban
Pasal 2 ayat (3) huruf c perpajakannya beralih kpd para
Uu PPh ahli waris
Apabila kewajiban pajak subjektif OP yg bertempat tinggal atau yg berada di Indonesia hanya meliputi
sebagian dari thn pajak, maka bagian thn pajak tsb menggantikan thn pajak.

BUKAN SUBJEK PAJAK (Pasal 3 UU PPh)


1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yg diperbantukan kpd mereka yg bekerja pd dan bertempat tinggal bersama-sama mereka
dgn syarat bukan WNI dan di Indonesia tdk menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tsb serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
3. Organisasi-organisasi internasional dgn syarat:
 Indonesia menjadi anggota organisasi tsb, dan
 tdk menjalankan usaha atau kegiatan lain utk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kpd pemerintah yg dananya berasal dari iuran para anggota
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dgn syarat bukan WNI dan tdk menjalankan usaha,
kegiatan, atau pekerjaan lain utk memperoleh penghasilan dari Indonesia
 Organisasi Internasional: Organisasi/badan/lembaga/asosiasi/perhimpunan/forum antar pemerintah
atau non-pemerintah yg bertujuan utk meningkatkan kerjasama internasional dan dibentuk dgan aturan
tertentu atau kesepakatan bersama.
 Pejabat perwakilan organisasi internasional: Pejabat yg diangkat atau ditunjuk langsung oleh
induk organisasi internasional yg bersangkutan utk menjalankan tugas atau jabatan pd kantor perwakilan
organisasi internasional tsb di Indonesia.
(Pasal 1 PMK-215/PMK.03/2008 stdd PMK-142/PMK.03/2010)

OBJEK PPh (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)


Yg menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yg diterima
atau diperoleh WP, baik yg berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yg dpt dipakai utk konsumsi
atau utk menambah kekayaan WP yg bersangkutan, dgn nama dan dlm bentuk apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau diperoleh termasuk gaji,
upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dlm bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dlm UU ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan krn penjualan atau krn pengalihan harta termasuk :

C‐02‐
1. keuntungan krn pengalihan harta kpd perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg pengganti
saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan krn pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu, atau anggota yg diperoleh
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan krn likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha, atau reorganisasi dgn nama dan dlm bentuk apa pun;
4. keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yg diberikan
kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yg menjalankan usaha
mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn Peraturan MenKeu, sepanjang tdk ada hub
dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yg bersangkutan; dan
5. keuntungan krn penjualan atau pengalihan sebagian atau slr hak penambangan, tanda turut serta
dlm pembiayaan, atau permodalan dlm perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yg tlh dibebankan sbg biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kpd pemegang
polis, dan pembagian SHU koperasi; termasuk:
1. pembagian laba baik scr lsg ataupun tdk lsg, dgn nama dan dlm bentuk apapun;
2. pembayaran kembali krn likuidasi yg melebihi jml modal yg disetor;
3. pemberian saham bonus yg dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yg berasal
dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dlm bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yg dilakukan tanpa penyetoran;
6. jml yg melebihi jml setoran sahamnya yg diterima atau diperoleh pemegang saham krn pembelian
kembali saham-saham oleh perseroan yg bersangkutan;
7. pembayaran kembali slr-nya atau sebagian dari modal yg disetorkan, jika dlm thn-thn yg lampau
diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal
dasar (statuter) yg dilakukan scr sah;
8. pembayaran sehubungan dgn tanda-tanda laba, termasuk yg diterima sbg penebusan tanda-tanda
laba tsb;
9. bagian laba sehubungan dgn pemilikan obligasi;
10. bagian laba yg diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa SHU kpd anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan utk keperluan pribadi pemegang saham yg dibebankan sbg biaya
perusahaan.
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan krn pembebasan utang, kecuali s.d. jml tertentu yg ditetapkan dgn Peraturan
Pemerintah (PP 130 Thn 2000);
 Pasal 1 PP 130 Thn 2000:
Utang Debitur Kecil: utang usaha yg jml-nya < Rp 350 juta, termasuk:
 Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra);
 Kredit Usaha Tani (KUT);
 Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS);
 Kredit Usaha Kecil (KUK); dan
 Kredit kecil lainnya dlm rangka kebijakan perkreditan BI dlm mengembangkan usaha kecil
dan koperasi.
 Pasal 2 PP 130 Thn 2000:
(1) Kredit yg diberikan oleh > 1 bank kpd 1 debitur yg jml seluruhnya < Rp 350 juta dpt
dihitung sbg Utang Debitur Kecil dari @ bank, sepanjang memenuhi kriteria Utang
Debitur Kecil.
(2) Dlm hal pemberian Utang Debitur Kecil dilakukan oleh > 1 bank kpd 1 debitur yg
mengakibatkan jml plafon kreditnya melampaui batas maksimum sesuai dlm Pasal 1,
maka keuntungan krn pembebasan utang yg dikecualikan sbg Objek Pajak adalah jml
sisa kredit yg diperoleh pd bank pertama ditambah dgn jml sisa kredit yg

C‐02‐
diperoleh pd bank-bank berikutnya sampai mencapai jml plafon kredit keseluruhan seb
Rp 350 juta.
(3) Apabila masih terdapat sisa kredit pd bank tsb dan atau bank-bank lain stl dikurangi dgn
jml plafon kredit keseluruhan seb Rp 350 juta sesuai ayat (2), maka keuntungan
krnpembebasan utang atas sisa kredit tsb mrp Objek Pajak.
 Pasal 3 PP 130 Thn 2000:
(1) Atas penghasilan yg diperoleh debitur berupa keuntungan krn pembebasan utang yg mrp
Utang Debitur Kecil dari bank atau lembaga pembiayaan sesuai Pasal 1, dikecualikan
sbg Objek Pajak.
(2) Pengecualian sbg Objek Pajak sesuai ayat (1) hanya dpt dinikmati yg bersangkutan 1 x
dlm 1 thn pajak.
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lbh krn penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yg berasal dari penghasilan yg blm dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dlm UU yg mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan; dan
s. surplus BI.

BUKAN OBJEK PPh (Pasal 4 ayat (3) UU PPh)


a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yg diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yg diterima oleh penerima zakat yg berhak
atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk agama yg diakui di Indonesia, yg
diterima oleh lembaga keagamaan yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yg diterima
oleh penerima sumbangan yg berhak, yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah;
(PP 18 Thn 2009, Pasal 8 PER-31/PJ/2012, PMK-254/PMK.03/2010, PER-6/PJ/2011,
PER-33/PJ/2011 jo PER-15/PJ/2012) dan
 Pasal 1 PER-15/PJ/2012:
Badan/Lembaga sbg penerima zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib
yg dpt dikurangkan dan penghasilan bruto:
1. Badan Amil Zakat Nasional
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
a. LAZ Dompet Dhuafa Republika
b. LAZ Yayasan Amanah Takaful
c. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat
d. LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat
e. LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
f. LAZ Baitul Maal Hidayatullah
g. LAZ Persatuan Islam
h. LAZ Yayasan Baitul Maal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk.
i. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat
j. LAZ Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
k. LAZ Yayasan Baitul Maal BRI
l. LAZ Baitul Maal wat Tamwil
m. LAZ Baituzzakah Pertamina
n. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)
o. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
3. Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS):
a. LAZIS Muhammadiyah
b. LAZIS Nandlatul Ulama (LAZIS NU)
c. LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI)
4. Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)
5. Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN

C‐02‐
YADP)
No. 1 s.d. 4 mulai berlaku tanggal 11 Nov 2011
No. 5 mulai berlaku tanggal 11 Juni 2012
 Pasal 2 PER-6/PJ/2011:
(1) WP yg melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya
wajib, wajib melampirkan FC bukti pembayaran pd SPT Tahunan PPh Thn Pajak
dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib.
(2) Bukti pembayaran pd ayat (1):
a. dpt berupa bukti pembayaran scr lsg atau melalui transfer rekening bank, atau
pembayaran melalui ATM, dan
b. paling sedikit memuat:
1) Nama lengkap WP dan NPWP pembayar;
2) Jml pembayaran;
3) Tanggal pembayaran;
4) Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yg
dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan
5) Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga
keagamaan, yg dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti pembayaran,
apabila pembayaran scr lsg; atau
6) Validasi petugas bank pd bukti pembayaran apabila pembayaran melalui
transfer rekening bank.
 Pasal 3 PER-6/PJ/2011:
Zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tdk dpt dikurangkan dari
penghasilan bruto apabila:
a. tdk dibayarkan oleh WP kpd badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga
keagamaan, yg dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan/atau
b. bukti pembayarannya tdk memenuhi ketentuan sesuai Pasal 2 ayat (2).
 Pasal 4 PER-6/PJ/2011:
(1) Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tsb dilaporkan
dlm SPT Tahunan PPh WP yg bersangkutan dlm Thn Pajak dibayarkan zakat atau
sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tsb.
(2) Dlm SPT Tahunan PPh, zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib pd
ayat (1) dilaporkan utk menentukan penghasilan neto.
2. harta hibahan yg diterima oleh keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau OP yg
menjalankan usaha mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan
MenKeu (PMK-245/PMK.03/2008),
sepanjang tdk ada hub dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yg
bersangkutan;
 Pasal 2 PMK-245/PMK.03/2008:
(1) Keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat adalah orang tua dari anak
kandung.
(2) Badan keagamaan adalah badan keagamaan yg kegiatannya semata-mata mengurus
tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan, kegiatan di bidang keagamaan, yg
tdk mencari keuntungan.
(3) Badan pendidikan adalah badan pendidikan yg kegiatannya sernata-mata
menyelenggarakan pendidikan yg tdk mencari keuntungan.
(4) Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi adalah badan sosial yg kegiatannya
semata-mata menyelenggarakan:
a. pemeliharaan kesehatan;
b. pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);
c. pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang
cacat;
d. santunan dan/atau pertolongan kpd korban bencana alam, kecelakaan, dan
sejenisnya;
e. pemberian beasiswa;
f. pelestarian lingkungan hidup; dan/atau

C‐02‐
g. kegiatan sosial lainnya,
yg tdk mencari keuntungan.
(5) OP yg menjalankan usaha mikro dan usaha kecil adalah OP yg menjalankan usaha
mikro dan usaha, kecil yg memiliki dan menjalankan usaha produktif yg memenuhi
kriteria:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500 juta tdk termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 2,5 M.
 Pasal 3ayat (2) PMK-245/PMK.03/2008:
Harta hibah, bantuan, atau sumbangan dibukukan oleh pihak penerima, sesuai dgn nilai
buku harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari pihak pemberi.
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yg diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 2 ayat (1)
huruf b sbg pengganti saham atau sbg pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau diperoleh dlm bentuk
natura dan/atau kenikmatan dari WP atau Pemerintah, kecuali yg diberikan oleh bukan WP, WP yg
dikenakan pajak scr final atau WP yg menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kpd orang pribadi sehubungan dgn asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yg diterima atau diperoleh PT sbg WP DN, koperasi, BUMN, atau BUMD,
dari penyertaan modal pd badan usaha yg didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dgn syarat
:
1. dividen berasal dari cadangan laba yg ditahan; dan
2. bagi PT, BUMN dan BUMD yg menerima dividen, kepemilikan saham pd badan yg
memberikan dividen paling rendah 25% dari jml modal yg disetor;
g. iuran yg diterima atau diperoleh dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan MenKeu, baik yg dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yg ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pd huruf g, dlm
bidang-bidang tertentu yg ditetapkan dgn Keputusan MenKeu;
i. bagian laba yg diterima atau diperoleh anggota dari CV yg modalnya tdk terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan KIK;
k. penghasilan yg diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yg didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dgn syarat badan
pasangan usaha tsb:
1. Mrp perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yg menjalankan kegiatan dlm sektor-sektor usaha
yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu; dan
2. sahamnya tdk diperdagangkan di BEI.
l. beasiswa yg memenuhi persyaratan tertentu yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan
Peraturan MenKeu (PMK-246/PMK.03/2008 jo PMK-154/PMK.03/2009);
 Pasal 1 PMK-154/PMK.03/2009:
(1) Atas penghasilan berupa beasiswa yg diterima atau diperoleh WNI dari WP
pemberi beasiswa dlm rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan
nonformal yg dilaksanakan di DN dan/atau di LN dikecualikan dari objek PPh.
(1a) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yg terstruktur dan berjenjang yg terdiri
atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(1b) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yg dpt
dilaksanakan scr terstruktur dan berjenjang.
(2) Ketentuan pd ayat (1) tdk berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hub
istimewa dgn:
a. Pemilik;
b. Komisaris;
c. Direksi; atau
d. Pengurus,
dari WP pemberi beasiswa.

C‐02‐
 Pasal 2 PMK-154/PMK.03/2009:
Komponen beasiswa sesuai Pasal 1 terdiri dari biaya pendidikan yg dibayarkan ke sekolah
(tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yg berkaitan dgn bidang studi yg diambil, biaya
utk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yg wajar sesuai dgn daerah lokasi tempat
belajar.
m. sisa lbh yg diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang pendidikan
dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yg tlh terdaftar pd instansi yg membidanginya, yg
ditanamkan kembali dlm bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dlm jangka waktu paling lama 4 thn sejak diperolehnya sisa lbh tsb, yg ketentuannya
diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu (PMK-80/PMK.03/2009); dan
 Pasal 1 PMK-80/PMK.03/2009:
(1) Sisa lebih yg diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg ditanamkan kembali dlm bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yg
diselenggarakan bersifat terbuka kpd pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4
thn sejak diperolehnya sisa lebih tsb dikecualikan sebagai objek PPh.
(2) Sisa lebih pd ayat (1) adalah selisih dari slr penerimaan yg mrp objek PPh selain
penghasilan yg dikenakan PPh tersendiri, dikurangi dgn pengeluaran utk biaya
operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
(3) Badan atau lembaga nirlaba pd ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yg bergerak
dlm bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yg tlh terdaftar
pd instansi yg membidanginya.
(4) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan pd
ayat (1) meliputi:
a. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan
pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan
prasarana tsb;
b. pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
c. pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau
karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi
lembaga pendidikan formal.
 Pasal 2 PMK-80/PMK.03/2009:
(1) Apabila stl jangka waktu dlm Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yg tdk digunakan utk
pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan dlm Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tsb diakui sbg penghasilan dan dikenai
PPh pd thn pajak berikutnya, stl jangka waktu 4 thn tsb ditambah dgn sanksi sesuai
ketentuan yg berlaku.
(2) Apabila dlm jangka waktu dlm Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yg digunakan selain
utk pengadaan sarana dan prasarana dlm Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tsb diakui sbg
penghasilan dan dikenai PPh ditambah dgn sanksi sesuai ketentuan yg berlaku.
n. bantuan atau santunan yg dibayarkan oleh BPJS kpd WP tertentu, yg ketentuannya diatur lbh lanjut
dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu (PMK-247/PMK.03/2008).
 Pasal 2 PMK-247/PMK.03/2008:
BPJS meliputi :
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI);
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES); dan/atau
e. badan hukum lainnya yg dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan
Sosial.
 Pasal 3 PMK-247/PMK.03/2008:
WP tertentu adalah:
a. WP atau anggota masyarakat yg tdk mampu;

C‐02‐
b. WP atau anggota masyarakat yg sedang mengalami bencana alam; dan/atau
c. WP atau anggota masyarakat yg tertimpa masalah.
 Pasal 4 PMK-247/PMK.03/2008:
(1) WP atau masyarakat yg tdk mampu pd Pasal 3 huruf a adalah WP dan/atau
masyarakat yg hidup di bawah garis kemiskinan sesuai dgn kriteria dan data yg
ditetapkan oleh BPS.
(2) WP atau masyarakat yg sedang mengalami bencana alam pd Pasal 3 huruf b adalah
WP dan/atau masyarakat yg sedang tertimpa bencana yg diakibatkan peristiwa yg
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
(3) WP atau masyarakat yg tertimpa musibah pd Pasal 3 huruf c adalah WP dan/atau
masyarakat yg tertimpa kecelakaan yg tdk dpt diperkirakan sebelumnya dan
membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa.
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO (Pasal 6 ayat (1) UU PPh)
a. biaya yg scr lsg atau tdk lsg berkaitan dgn kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dgn pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan
tunjangan yg diberikan dlm bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh:
 Pengeluaran-pengeluaran utk 3M penghasilan yg bukan mrp objek pajak tdk boleh
dibebankan sbg biaya
 Bunga atas pinjaman yg dipergunakan utk membeli saham tdk dpt dibebankan sbg
biaya sepanjang dividen yg diterimanya tdk mrp objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh. Bunga pinjaman yg tdk boleh dibiayakan tsb dpt dikapitalisasi sbg
penambah harga perolehan saham.
 Pengeluaran-pengeluaran yg tdk ada hubungannya dgn upaya utk 3M penghasilan,
misalnya pengeluaran-pengeluaran utk keperluan pribadi pemegang saham,
pembayaran bunga atas pinjaman yg dipergunakan utk keperluan pribadi peminjam
serta pembayaran premi asuransi utk kepentingan pribadi, tdk boleh dibebankan sbg
4. biaya.
biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-02/PMK.03/2010 dan SE-9/PJ./2010);
a. Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yg dikeluarkan oleh WP dlm
rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik lsg
maupun tdk lsg utk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
b. Besarnya Biaya Promosi yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto mrp akumulasi
dari jml:
1) biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
2) biaya pameran produk;
3) biaya pengenalan produk baru; dan/atau
4) biaya sponsorship yg berkaitan dgn promosi produk.
c. Tdk termasuk Biaya Promosi:
1) pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dgn nama dan dlm bentuk apapun,
kpd pihak lain yg tdk berkaitan lsg dgn penyelenggaraan kegiatan promosi.
2) Biaya Promosi utk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yg
bukan mrp objek pajak dan yg tlh dikenai pajak bersifat final.
d. Dlm hal promosi dilakukan dlm bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yg
dpt dikurangkan dari penghasilan bruto adalah seb hrg pokok sampel produk yg
diberikan, sepanjang blm dibebankan dlm perhitungan HPP.
e. Biaya Promosi yg dikeluarkan kpd pihak lain dan mrp objek pemotongan PPh wajib
dilakukan pemotongan pajak sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
f. WP wajib membuat daftar nominatif yg paling sedikit hrs memuat data penerima

C‐02‐
berupa nama, NPWP, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya,
nomor bukti pemotongan dan besarnya PPh yg dipotong dgn format dlm Lamp PMK-
02/PMK.03/2010.
g. Daftar nominatif dilaporkan sbg lampiran saat WP menyampaikan SPT Tahunan PPh
Badan.
h. Dlm hal ketentuan huruf f dan g di atas tdk dipenuhi, Biaya Promosi tdk dpt
dikurangkan dari penghasilan bruto.
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali PPh;
b. penyusutan atas pengeluaran utk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran utk
memperoleh hak dan atas biaya lain yg mempunyai masa manfaat > 1 thn sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yg dimiliki dan digunakan dlm perusahaan atau yg
dimiliki utk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yg dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yg nyata-nyata tdk dpt ditagih dgn syarat :
1. tlh dibebankan sbg biaya dlm laporan laba rugi komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yg tdk dpt ditagih kpd DJP; dan
3. tlh diserahkan perkara penagihannya kpd Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yg
menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yg bersangkutan; atau tlh dipublikasikan
dlm penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya tlh
dihapuskan utk jml utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pd angka 3 tdk berlaku utk penghapusan piutang tak tertagih
debitur kecil sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yg pelaksanaannya diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-57/PMK.03/2010);
i. sumbangan dlm rangka penanggulangan bencana nasional yg ketentuannya diatur dgn Peraturan
Pemerintah (PP 93 Thn 2010);
j. sumbangan dlm rangka penelitian dan pengembangan yg dilakukan di Indonesia yg ketentuannya
diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010);
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010); l
sumbangan fasilitas pendidikan yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010); dan
m. sumbangan dlm rangka pembinaan olahraga yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010).

BIAYA TDK BOLEH DIKURANGKAN (Pasal 9 ayat (1) UU PPh) → Bagi WP DN & BUT
a. pembagian laba dgn nama dan dlm bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yg
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi;
b. biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. cadangan piutang tak tertagih utk usaha bank dan badan usaha lain yg menyalurka kredit, SGU
dgn hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anja piutang;
2. cadangan utk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yg dibentuk oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan utk LPS;
4. cadangan biaya reklamasi utk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali utk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri utk usaha
pengolahan limbah industri,
yg ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-81/PMK.03/2009);
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa,
yg dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi

C‐02‐
tsb dihitung sbg penghasilan bagi WP yg bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dgn pekerjaan atau jasa yg diberikan dlm bentuk natura dan
kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi slr pegawai serta penggantian atau
imbalan dlm bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yg berkaitan dgn pelaksanaan
pekerjaan yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu (PMK-83/PMK.03/2009);
f. jml yg melebihi kewajaran yg dibayarkan kpd pemegang saham atau kpd pihak yg mempunyai hub
istimewa sbg imbalan sehubungan dgn pekerjaan yg dilakukan;
g. harta yg dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (3)
huruf a & b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 6 ayat (1) huruf i
s.d. m serta zakat yg diterima oleh BAZ atau LAZ yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk agama yg diakui di Indonesia, yg diterima oleh
lembaga keagamaan yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yg ketentuannya diatur dgn atau
berdasarkan PP (PP 18 Thn 2009 dan SE-80/PJ/2010);
h. PPh;
i. biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi WP atau orang yg menjadi
tanggungannya;
j. gaji yg dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, atau CV yg modalnya tdk terbagi atas saham;
 diperlakukan sbg 1 kesatuan shg tdk ada imbalan sbg gaji
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yg berkenaan
dgn pelaksanaan perpu di bidang perpajakan.
Catatan:
Pengeluaran dan biaya yg tdk boleh dikurangkan dlm menentukan besarnya PKP bagi WP DN dan BUT,
termasuk: (Pasal 13 PP 94 Thn 2010)
a. biaya utk 3M penghasilan yg:
1) bukan mrp objek pajak;
2) pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau
3) dikenakan pajak berdasarkan NPPN sesuai Pasal 14 UU PPh dan Norma Penghitungan Khusus
sesuai Pasal 15 UU PPh.
b. PPh yg ditanggung oleh pemberi penghasilan.

ROYALTI (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh)


Royalti adalah suatu jml yg dibayarkan atau terutang dgn cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan scr
berkala maupun tdk, sbg imbalan atas:
1. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah,
paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dgn penggunaan atau hak menggunakan
hak-hak tsb pd angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan tsb pd angka 2,
atau pemberian pengetahuan atau informasi tsb pd angka 3, berupa:
a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yg
disalurkan kpd masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yg serupa;
b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, utk
siaran televisi atau radio yg disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yg serupa;
c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau slr spektrum radio komunikasi;
5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video
utk siaran televisi, atau pita suara utk siaran radio; dan
6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yg berkenaan dgn penggunaan atau pemberian hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tsb di atas.
Ket:
Licence number / licence code pd penjualan suatu produk software hanya berfungsi utk mengaktifkan
software agar dpt dioperasikan, maka licence number / licence code pd produk software tdk
dimaksudkan sbg izin yg diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kpd pihak

C‐02‐
lain utk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dgn persyaratan tertentu
sesuai Pasal 1 angka 14 UU 19 Thn 2002 ttg Hak Cipta.

SELISIH KURS (Pasal 9 PP 94 Thn 2010)


 Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sbg penghasilan atau biaya berdasarkan
sistem pembukuan yg dianut dan dilakukan scr taat asas sesuai dgn SAK yg berlaku di Indonesia.
 Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang utk usaha WP yg dikenakan PPh yg bersifat final atau
tdk termasuk objek pajak

1. Keuntungan yg dgn usaha WP yg: Tdk diakui sbg


atau kerugian berkaitan  dikenakan PPh yg penghasilan atau biaya
selisih kurs lsg bersifat final; atau
2. mata uang yg tdk  tdk termasuk objek Diakui sbg penghasilan atau
asing tsb berkaitan pajak biaya sepanjang biaya tsb
lsg dipergunakan utk
3M penghasilan

Contoh atas No.1 :


PT A bergerak di bidang penyewaan apartemen. Sesuai dgn kontrak, sewa apartemen tiap bulan adalah seb
US$1,000 dan diterbitkan invoice setiap tanggal 1.
Pd tanggal 1 Sept 2010 PT A menerbitkan invoice seb US$ 1,000 kpd penyewa. Pd tanggal tsb, kurs yg
berlaku adalah Rp 9.000 per 1 US$. Pd tanggal 1 Sept 2010 tsb PT A mengakui penghasilan atas sewa
apartemen seb Rp 9 juta (US$ 1,000 x Rp 9.000).
Pd tanggal 15 Sept 2010 penyewa membayar sewa apartemen. Pd tanggal tsb, kurs yg berlaku adalah Rp
8.700 per 1 US$, shg nilai sewa yg dibayar adalah seb Rp 8,7 juta (US$ 1,000 x Rp8.700). Atas perbedaan
waktu antara tanggal penerbitan invoice dan tanggal pembayaran timbul kerugian selisih kurs bagi PT A seb
Rp 300 ribu ((Rp9.000 - Rp8.700) x US$ 1,000)).
Atas kerugian selisih kurs tsb tdk diakui sbg biaya bagi PT A krn berasal dari penyewaan apartemen yg tlh
dikenai PPh bersifat final.
Contoh atas No. 2:
PT A yg bergerak di bidang penyewaan apartemen, pd bulan Sept 2010 mendapatkan pinjaman seb US$
10,000,000 yg digunakan @ seb US$ 9,000,000 utk membangun apartemen, dan seb US$ 1,000,000 utk
membeli alat transportasi yg akan dipergunakan utk usaha jasa angkutan.
Atas keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yg berasal dari pinjaman seb US$ 1,000,000 tsb
dpt diakui sbg penghasilan atau biaya krn:
 tdk berkaitan lsg dgn usaha PT A di bidang penyewaan apartemen yg atas penghasilannya dikenai PPh
yg bersifat final; dan
 mrp pengeluaran utk 3M penghasilan lainnya berupa usaha jasa angkutan yg atas penghasilannya dikenai
PPh dgn tarif dlm Pasal 17 UU PPh

PEMBUKUAN SCR TERPISAH (Pasal 27 PP 94 Thn 2010)


WP hrs menyelenggarakan pembukuan scr terpisah dlm hal:
a. memiliki usaha yg penghasilannya dikenai PPh yg bersifat final dan tdk final;
b. menerima atau memperoleh penghasilan yg mrp objek pajak dan bukan objek pajak; atau
c. mendapatkan dan tdk mendapatkan fasilitas perpajakan sesuai Pasal 31A UU PPh.
Biaya bersama bagi WP di atas yg tdk dpt dipisahkan dlm rangka penghitungan besarnya Penghasilan
Kena Pajak (PKP), pembebanannya dialokasikan scr proporsional.

Contoh atas Huruf c:


PT A bergerak di bidang industri pengalengan ikan yg berkedudukan di Jakarta mempunyai aset berupa
gudang dan mesin pengolahan di Papua dlm rangka pengembangan kegiatan dan produksi perusahaan.
Sesuai dgn PP 1 Thn 2007 ttg Fasilitas PPh utk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau
di Daerah-Daerah Tertentu jo PP 62 Thn 2008, atas industri pengalengan ikan dan biota perairan lainnya di
daerah Papua dpt diberikan fasilitas PPh, antara lain penyusutan dan

C‐02‐
amortisasi yg dipercepat.
Dlm hal ini, pencatatan scr terpisah hrs dilakukan utk biaya penyusutan atas aset dlm rangka usaha yg
mendapatkan fasilitas perpajakan (di Papua) dan yg tdk mendapatkan fasilitas perpajakan (di Jakarta).

Penjelasan Biaya Bersama:


Biaya bersama adalah pengeluaran atau biaya yg berhubungan lsg dgn kegiatan utk 3M penghasilan suatu
penghasilan dan sekaligus berhubungan lsg dgn kegiatan utk 3M penghasilan lainnya.
Biaya-biaya bersama yg menjadi dasar alokasi pembebanan dlm rangka menghitung besarnya PKP adalah
biaya bersama stl dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal sesuai dgn UU PPh dan peraturan
pelaksanaannya.

Contoh:
PT A bergerak dlm bidang usaha yg penghasilannya dikenakan PPh yg bersifat final. Dlm suatu thn pajak, PT A
memperoleh penghasilan bruto yg terdiri dari:
a. penghasilan dari usaha yg tlh dikenakan PPh yg bersifat final................................Rp 300 juta
b. penghasilan bruto lainnya yg dikenakan PPh yg bersifat tdk final..........................Rp 200 juta
Jml penghasilan bruto Rp 500 juta
Apabila biaya-biaya bersama yg tdk dpt dipisahkan stl dilakukan penyesuaian fiskal adalah seb Rp 250 juta,
maka biaya yg boleh dikurangkan utk 3M penghasilan adalah seb: 2/5 x Rp 250 juta = Rp 100 juta

PAJAK MASUKAN (PM) YG TDK DPT DIKREDITKAN (Pasal 10 PP 94 Thn 2010)


PM yg tdk dpt dikreditkan sesuai Pasal 9 ayat (8) UU PPN dpt dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang
dpt dibuktikan PM tsb:
 benar-benar tlh dibayar; dan
 berkenaan dgn pengeluaran yg berhubungan dgn kegiatan utk 3M penghasilan.
PM yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto tsb sehubungan dgn pengeluaran utk memperoleh harta
berwujud dan/atau harta tdk berwujud serta biaya lainnya yg mempunyai masa manfaat > 1 thn sesuai Pasal
11 & Pasal 11A UU PPh, hrs dikapitalisasi dgn pengeluaran atau biaya tsb dan dibebankan melalui
penyusutan/amortisasi.

C‐02‐
PENENTUAN SPDN & SPLN

Dasar Hukum:
 Pasal 2 UU PPh
 PER-43/PJ/2011 (berlaku sejak 28 Des 2011) ttg Penentuan SPDN dan SPLN

SPDN & Kriteria Menjadi WPDN


1. OP yg :
a. bertempat tinggal di Indonesia, atau
OP yg bertempat tinggal di Indonesia adalah OP yg :
i. mempunyai tempat tinggal (place of residence) di Indonesia yg digunakan oleh OP sbg tempat utk
:
1) berdiam (permanent dwelling place), yg tdk bersifat sementara dan tdk sbg tempat
persinggahan
 dlm hal OP mempunyai tempat di Indonesia yg dipakai utk kediaman, yg bersifat tdk
sementara dan bukan sbg persinggahan.
2) melakukan kegiatan sehari-hari atau menjalankan kebiasaanya (ordinary course of life)
 dlm hal OP mempunyai tempat di Indonesia yg digunakan utk melakukan kegiatan sehari-
hari terkait dgn urusan ekonomi, keuangan atau sosial pribadinya, antara lain turut serta
dlm kegiatan-kegiatan di masyarakat, turut serta dlm kegiatan, keanggotaan, atau
kepengurusan suatu organisasi, kelompok atau perkumpulan di Indonesia.
3) tempat menjalankan kebiasaan (place of habitual abode)
 dlm hal OP mempunyai tempat di Indonesia yg digunakan utk melakukan kebiasaan atau
kegiatan, baik yg bersifat rutin, sering ataupun tdk, antara lain melakukan aktivitas yg
menjadi kegemaran atau hobi.
ii. mempunyai tempat domisili (place of domicile) di Indonesia, yaitu OP yg dilahirkan di Indonesia
yg masih berada di Indonesia.
Penjelasan terkait pengertian tempat tinggal:
 Tempat tinggal ini dpt ditempati sendiri oleh OP atau bersama-sama dgn keluarganya, yg dpt
dimiliki, disewa, atau tersedia utk digunakannya; dan berdasarkan pd keadaan yg sebenarnya.
 OP yg bertempat tinggal di Indonesia yg kemudian pergi ke LN tetap dianggap bertempat tinggal
di Indonesia, apabila keberadaannya di LN berpindah-pindah dan berada di Indonesia > 183 hari
dlm jangka waktu 12 bulan.
 OP WNI yg berada di LN dianggap tdk bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal
tetap di LN yg dibuktikan dgn salah satu dokumen tanda pengenal resmi yg masih berlaku sbg
penduduk di LN, yaitu: Green card, identity card, student card, pengesahan alamat di LN pd
paspor oleh Kantor Perwakilan RI di LN, surat keterangan dari KBRI atau Kantor Perwakilan RI
di LN, atau tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.
b. berada di Indonesia > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan, atau
Jangka waktu 183 hari ini ditentukan dgn menghitung lamanya Subjek Pajak OP berada di Indonesia, yg
keberadaannya di Indonesia dpt scr terus menerus atau terputus-putus, dan bagian dari hari dihitung
penuh 1 hari.
c. dlm suatu thn pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat utk bertempat tinggal di
Indonesia
Subjek Pajak OP dianggap mempunyai niat utk bertempat tinggal di Indonesia yaitu dlm hal:
 Subjek Pajak OP menunjukkan niatnya scr tegas utk bertempat tinggal di Indonesia, (yg dpt dibuktikan
dgn dokumen berupa Visa bekerja, atau Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS)) > 183 hari atau
kontrak/perjanjian utk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yg dilakukan di Indonesia selama >
183 hari.
 Subjek Pajak OP melakukan tindakan yg menunjukkan bahwa dirinya akan bertempat tinggal di
Indonesia atau bersiap utk bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa atau
mengontrak tempat, termasuk menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarga
atau memperoleh tempat yg disediakan oleh pihak lain.
2. Badan yg didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

C‐
 Subjek Pajak badan yg didirikan di Indonesia adalah badan sebagaimana dimaksud dlm UU KUP, tdk
termasuk BUT, yg pendirian atau pembentukannya:
 berdasarkan ketentuan perpu di Indonesia,
 didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perpu di Indonesia, atau
 di dlm wilayah hukum Indonesia.
 Badan yg bertempat kedudukan di Indonesia adalah Subjek Pajak badan yg:
 mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana tercantum dlm akta
pendirian badan,
 mempunyai kantor pusat di Indonesia,
 mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di Indonesia,
 mempunyai tempat kantor pimpinan yg berada di Indonesia yg melakukan pengendalian,
 pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia utk membuat keputusan strategis, atau
 pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia.
 Tempat kedudukan badan ditentukan berdasarkan keadaan atau kenyataan yg sebenarnya.
3. Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak

OP atau badan yg tdk memenuhi kriteria sbg SPDN tsb mrp SPLN.

SPDN Menjadi WPDN


OP Apabila tlh menerima atau memperoleh penghasilan yg berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia dan besarnya penghasilan > PTKP
Badan Sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan menerima penghasilan baik yg
diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

SPLN
1. OP yg mrp WNI yg bekerja di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
 OP ini tetap mrp SPDN apabila tdk memiliki atau tdk dpt menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal
resmi yg masih berlaku sbg penduduk di LN.
 Atas penghasilan yg diterima atau diperoleh OP ini sehubungan dgn pekerjaannya di luar Indonesia dan
penghasilannya bersumber dari luar Indonesia, tdk dikenai PPh di Indonesia.
 Tetapi dlm hal OP ini menerima atau memperoleh penghasilan yg bersumber dari Indonesia,
penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai ketentuan perpu di bidang perpajakan yg berlaku.
 OP WNI yg bekerja di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan menjadi SPLN sejak
meninggalkan Indonesia.
2. OP yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya
 Subjek pajak OP DN yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya dan OP WNI sebagaimana dimaksud
dlm Pasal 12 ayat (1) menjadi SPLN sejak meninggalkan Indonesia.
 OP ini tetap diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh utk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
jml pajak yg sebenarnya terutang atas penghasilan yg diterima atau diperoleh dlm Thn Pajak atau Bagian
Thn Pajak terakhir dlm statusnya sbg SPDN sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan yg
berlaku.
 Bagi subjek pajak OP DN yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya hrs menyampaikan SPT
Tahunan PPh paling lambat saat meninggalkan Indonesia.
3. BUT
SPLN dpt menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu BUT di Indonesia dlm hal mempunyai tempat
kedudukan manajemen yg berada di Indonesia.
 Tempat kedudukan manajemen: tempat kedudukan manajemen yg menjalankan kegiatan/operasi
perusahaan sehari-hari atau secara rutin yg tdk melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan dan tdk
membuat keputusan yg bersifat strategis.
 Dlm hal tempat kedudukan manajemen ini melakukan pengendalian atas slr perusahaan atau tempat
membuat keputusan yg bersifat strategis, SPLN tsb diperlakukan sbg SPDN
 Tempat kedudukan manajemen efektif yg terdapat dlm P3B dpt diartikan sbg tempat:
 keputusan manajemen & komersial yg signifikan dibuat, atau
 pengurus membuat keputusan utk kepentingan badan.

Saat berakhir dan saat dimulainya kewajiban pajak subjektif bagi SPDN dan SPLN sebagaimana diatur dlm Pasal
2A UU PPh diterapkan kpd Subjek Pajak stl status Subjek Pajak OP atau badan ditentukan.

C‐
SAAT TERUTANG PPh

Pelunasan PPh dlm Thn Berjalan Melalui Pihak Lain: (Pasal 15 PP 94 Thn 2010) (1).
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pd akhir bulan:
a. terjadinya pembayaran; atau
b. terutangnya penghasilan yg bersangkutan,
tergantung peristiwa yg terjadi terlebih dahulu.
(2). Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan pd saat:
a. pembayaran; atau
b. tertentu lainnya yg diatur oleh MenKeu
(3). Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan pd akhir bulan:
a. dibayarkannya penghasilan;
b. disediakan utk dibayarkannya penghasilan; atau
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yg bersangkutan,
tergantung peristiwa yg terjadi terlebih dahulu.
(4). Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan pd akhir bulan:
d. dibayarkannya penghasilan;
e. disediakan utk dibayarkannya penghasilan; atau
f. jatuh temponya pembayaran penghasilan yg bersangkutan,
tergantung peristiwa yg terjadi terlebih dahulu.

Utk jenis Saat


Penjelasan PPh Terutang
yg lain adalah dipotong/dipungut
PPh Pasal 23 atau 26: pd saat terjadinya pembayaran atau
Saatterutangnya penghasilan
terutangnya PPh Pasal 23 UU ygPPh
bersangkutan,
adalah pd saat tergantung
pembayaran, peristiwa mana
saat disediakan utklbh dahulu (seperti:
dibayarkan terjadi, dividen)
dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yg ditentukan dlm kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti:
royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).
Saat disediakan utk dibayarkan:
a. utk perusahaan yg tdk go public, adalah saat dibukukan sbg utang dividen yg akan dibayarkan, yaitu pd
saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dlm RUPS Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan
yg bersangkutan dlm thn berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka PPh Pasal 23 UU
PPh terutang pd saat diumumkan atau ditentukan dlm Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dgn
Anggaran Dasar perseroan yg bersangkutan.
b. utk perusahaan yg go public, adalah pd tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yg berhak
atas dividen (recording date). Pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen baru dpt dilakukan stl para pemegang
saham yg berhak "menerima atau memperoleh" dividen tsb diketahui, meskipun dividen tsb belum diterima
scr tunai.
Saat jatuh tempo pembayaran: saat kewajiban utk melakukan pembayaran yg didasarkan atas kesepakatan, baik
yg tertulis maupun tdk tertulis dlm kontrak atau perjanjian atau faktur.

Dlm hal pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 UU PPh berdasarkan ketentuan dlm Pasal 15 PP 94 Thn
2010 dilakukan pd thn pajak yg berbeda dgn thn pajak pengakuan penghasilan, maka atas PPh yg tlh dipotong tsb
dpt dikreditkan pd thn pajak dilakukan pemotongan.
Penjelasan:
Contoh:
Pd bulan Okt 2009 PT A memberikan pinjaman kpd PT B seb Rp 1 M dgn tingkat bunga seb 10% per thn. Jatuh tempo
pembayaran bunga setiap tanggal 1 Apr & 1 Okt.
Pd 1 Apr 2010, PT B membayar bunga seb Rp 50 juta kpd PT A. Atas bunga pinjaman ini, PT A tlh mengakui sbg
penghasilan di thn 2009 seb Rp 25 juta (bunga selama Okt s.d Des 2009). Sesuai ketentuan, PT B melakukan
pemotongan PPh Pasal 23 UU PPh pd saat jatuh tempo pembayaran pd tanggal 1 Apr 2010 seb Rp 7,5 juta (15% x
Rp 50 juta) dan kpd PT A diberikan bukti pemotongannya.
Atas pemotongan PPh Pasal 23 UU PPh tsb, dpt dikreditkan oleh PT A pd thn 2010.

C‐
TARIF PPh PASAL 17 UU PPh

 Pasal 17 ayat (4) UU PPh: Utk keperluan penerapan tarif pajak, jml PKP dibulatkan ke bawah dlm ribuan rupiah
penuh
Thn Pajak WP OP DN WP Badan DN
2001-2008 < Rp 25 juta 5% < Rp 50 juta 10%
> Rp 25 - Rp 50 juta 10% > Rp 50 - Rp 100 juta 15%
> Rp 50 - Rp 100 juta 15% > Rp 100 juta 30%
> Rp 100 - Rp 200 juta 25%
> Rp 200 juta 35%
2009 < Rp 50 juta 5% 28%
> Rp 50 - Rp 250 juta 15%
2010-sekarang > Rp 250 - Rp 500 juta 25% 25%
> Rp 500 juta 30%
Contoh penghitungan pajak yg terutang utk WP OP Thn Pajak 2014:
Jml PKP Rp 60 juta.
PPh yg terutang:
5% x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta
15% x Rp 10 juta = Rp 1,5 juta +
Rp 4 juta

 WP badan DN yg berbentuk perseroan terbuka yg paling sedikit 40% dari jml keseluruhan saham yg disetor
diperdagangkan di BEI & memenuhi persyaratan tertentu lainnya dpt memperoleh tarif seb 5% lbh rendah
daripada tarif PPh Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

 Fasilitas Pasal 31E UU PPh


Juklak: SE-66/PJ/2010
 WP Badan DN dgn peredaran bruto < Rp 50 M
 Mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif seb 50% dari Tarif PPh Pasal 17 dikenakan atas PKP dari
bagian peredaran bruto < Rp 4,8 M
 Besarnya bagian peredaran bruto < Rp 4,8 M dpt dinaikkan dgn Peraturan Menkeu
 Mulai thn pajak 2009 tarif PPh Pasal 17 = 28%, mulai thn pajak 2010 tarif PPh Pasal 17 = 25%
 Peredaran bruto dlm Pasal 31E ayat (1) UU PPh adalah penghasilan yg diterima/diperoleh dari
kegiatan usaha sbl dikurangi biaya utk 3M penghasilan baik yg berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, meliputi: Penghasilan yg dikenai PPh bersifat final; Penghasilan yg dikenai PPh tdk bersifat
final; dan Penghasilan yg dikecualikan dari objek pajak. (Angka 2 huruf c SE- 66/PJ/2010)
 Contoh
Contoh 1:
Peredaran bruto thn pajak 2009 Rp 4,5 M. PKP Rp 500 juta. Jml
PKP dari bagian peredaran bruto mendapat fasilitas:
Rp 500 juta seluruhnya → Peredaran bruto < Rp 4,8 M PPh
terutang: (50% x 28%) x Rp 500 juta = Rp 70 juta
Contoh 2:
Peredaran bruto thn pajak 2009 Rp 30 M. PKP Rp 3 M. Jml
PKP dari bagian peredaran bruto mendapat fasilitas:
Rp 4,8 M
x Rp 3 M = Rp 480 juta
Rp 30 M
Jml PKP dari bagian peredaran bruto tdk mendapat fasilitas: Rp 3
M - Rp 480 juta = Rp 2,52 M
PPh terutang:
(50% x 28%) x Rp 480 juta = Rp 67,2 juta
28% x Rp 2,52 M = Rp 705,6 juta +/+
Rp 772,8 juta

C‐
KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL DAN PENGHASILAN TDK KENA PAJAK (PTKP)

A. KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL (Pasal 6 ayat (2) UU PPh)

Apabila penghasilan bruto stl pengurangan biaya 3M penghasilan sebagaimana dimaksud pd Pasal 6 ayat (1)
UU PPh didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dgn penghasilan mulai thn pajak berikutnya
berturut-turut s.d. 5 tahun.
 Kerugian tsb dikompensasikan dgn penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 thn berturut-turut dimulai
sejak thn berikutnya sesudah thn didapatnya kerugian tsb.
Contoh:
PT A dlm thn 2009 menderita kerugian fiskal seb Rp 1,2 M. Dlm
5 thn berikutnya laba rugi fiskal PT A:
2010 : laba fiskal Rp 200 juta
2011 : rugi fiskal (Rp 300 juta)
2012 : laba fiskal Rp N I H I L
2013 : laba fiskal Rp 100 juta
2014 : laba fiskal Rp 800 juta
Kompensasi kerugian dilakukan sbg berikut :
Rugi fiskal thn 2009 (Rp 1,2 M)
Laba fiskal thn 2010 Rp 200 juta (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 1 M)
Rugi fiskal thn 2011 (Rp 300 juta)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 1 M)
Laba fiskal thn 2012 Rp N I H I L (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 1 M)
Laba fiskal thn 2013 Rp 100 juta (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 900 juta)
Laba fiskal thn 2014 Rp 800 juta (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 100 juta)
Rugi fiskal thn 2009 seb Rp 100 juta yg masih tersisa pd akhir thn 2014 tdk boleh dikompensasikan lagi dgn
laba fiskal thn 2015, sedangkan rugi fiskal thn 2011 seb Rp 300 juta hanya boleh dikompensasikan dgn laba
fiskal thn 2015 dan thn 2016, krn jangka waktu 5 thn yg dimulai sejak thn 2012 berakhir pd akhir thn 2016.
Catatan: Utk WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013, berlaku ketentuan
Pasal 8 PP 46 bila terdapat kompensasi kerugian.  lihat bagian C.18

B. PTKP (Pasal 6 ayat (3) UU PPh)

Kpd OP sbg WP DN diberikan pengurangan berupa PTKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 UU PPh.

01/01/06 – 31/12/08 01/01/09 – 31/12/12 Mulai 01/01/13


No. Keadaan
(Rp) (Rp) (Rp)
1 TK/- 13.200.000 15.840.000 24.300.000
2 TK/1; K/- 14.400.000 17.160.000 26.325.000
3 TK/2; K/1 15.600.000 18.480.000 28.350.000
4 TK/3; K/2 16.800.000 19.800.000 30.375.000
5 K/3 18.000.000 21.120.000 32.400.000
6 K/I/- 27.600.000 33.000.000 50.625.000
7 K/I/1 28.800.000 34.320.000 52.650.000
8 K/I/2 30.000.000 35.640.000 54.675.000
9 K/I/3 31.200.000 36.960.000 56.700.000
PMK- PMK-
Dasar Hukum 137/PMK.03/2005 UU 36 Thn 2008 162/PMK.01/2012
1.200.000 1.320.000 2.025.000

C‐
Ket:
 Tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dlm 1 garis keturunan lurus (mis: ayah, ibu, anak
kandung), semenda dlm 1 garis keturunan lurus (mis: mertua, anak tiri), anak angkat yg menjadi
tanggungan sepenuhnya (anggota keluarga yg tdk mempunyai penghasilan dan slr biaya hidupnya
ditanggung oleh WP).
 PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn kalender.
 Utk menghitung PPh Pasal 21: Keadaan No. 1 – 5, utk menghitung PPh OP: Keadaan No. 1 – 9
 Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn pajak atau awal bagian thn pajak. (Pasal 7
ayat 2 UU PPh)
 Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn kalender, kecuali utk pegawai yg baru
datang dan menetap di Indonesia dlm bagian thn kalender ditentukan berdasarkan keadaan pd awal
bulan dari bagian thn kalender yg bersangkutan. (Pasal 11 ayat (5) & (6) PER-31/PJ/2012)
 PTKP karyawati:
 Karyawati kawin: PTKP utk dirinya sendiri.
 Karyawati tdk kawin: PTKP utk dirinya sendiri + PTKP utk keluarga yg menjadi tanggungan
sepenuhnya.
 Karyawati kawin yg dpt menunjukkan keterangan tertulis dari Pemda setempat (serendah- rendahnya
kecamatan) yg menyatakan suaminya tdk menerima/memperoleh penghasilan: PTKP utk dirinya
sendiri + PTKP status kawin + PTKP utk keluarga yg menjadi tanggungan sepenuhnya. (Pasal 11 ayat
(4) PER-31/PJ/2012)
 Utk dpt memperoleh pengurangan berupa PTKP bagi Bukan Pegawai yg menerima imbalan yg bersifat
berkesinambungan yg memenuhi Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2012 penerima penghasilan Bukan
Pegawai hrs menyerahkan FC kartu NPWP, dan bagi wanita kawin hrs menyerahkan FC kartu NPWP
suami serta FC surat nikah dan kartu keluarga.
 Pegawai, penerima pensiun berkala, serta Bukan Pegawai pd Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 wajib
membuat surat pernyataan yg berisi jml tanggungan keluarga pd awal thn kalender atau pd saat
mulai menjadi SPDN sbg dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kpd pemotong PPh Pasal
21/26 pd saat mulai bekerja atau mulai pensiun. Dan dm hal terjadi perubahan tanggungan
keluarga, maka wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kpd Pemotong PPh Pasal
21/26 paling lama sbl mulai thn kalender berikutnya. (Pasal 22 ayat (2) & (3) PER-31/PJ/2012)

STATUS WP OP
TK/... Tdk Kawin, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.
K/... Kawin, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.
K/I/... Kawin, tambahan utk isteri (hanya seorang) yg penghasilannya digabung dgn penghasilan
suami, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.
HB/... WP kawin yg tlh hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan anggota keluarga. PTKP
bagi WP @ suami isteri yg tlh hidup berpisah utk diri @ WP diperlakukan
seperti WP Tdk Kawin sedangkan tanggungan sesuai dgn kenyataan sebenarnya yg
diperkenankan.
PH/... WP kawin yg scr tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta & penghasilan. PTKP nya
tetap seperti PTKP utk WP kawin yg penghasilan suami istri digabungkan (K/I/. ).

C‐
HARTA & PERSEDIAAN

Dasar Hukum:
 Pasal 10, 11, 11A UU PPh
 PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Jenis-jenis harta yg termasuk dlm kelompok harta
berwujud bukan banguna utk keperluan penyusutan → mencabut KMK- 520/KMK.04/2000 jo
KMK-138/KMK.03/2002
 PER-10/PJ/2014 (berlaku sejak 21 Mar 2014) ttg Tata cara permohonan dan penetapan atas saat mulainya
penyusutan harta berwujud yg dpt dilakukan pd bulan digunakan atau bulan mulai menghasilkan
 PER-20/PJ/2014 (berlaku mulai sejak Thn Pajak 2014) ttg Tata cara permohonan dan penetapan masa manfaat
yg sesungguhnya atas harta berwujud bukan bangunan utk keperluan penyusutan → mencabut
PER-55/PJ/2009

A. PEROLEHAN ATAU PENGALIHAN HARTA (Pasal 10 UU PPh)

1. Hrg perolehan atau hrg penjualan dlm hal terjadi jual beli harta yg tdk dipengaruhi hubungan istimewa dlm
Pasal 18 ayat (4) UU PPh adalah jml yg sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hub istimewa adalah jml yg seharusnya dikeluarkan atau diterima.
2. Nilai perolehan atau nilai penjualan dlm hal terjadi tukar-menukar harta adalah jml yg seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan hrg pasar.
Contoh:
PT A PT B
(Harta X)(Harta Y)
Rp 10 jutaRp 12 juta
NSB Rp 20 jutaRp 20 juta
Hrg pasar
Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran harta. Walau tdk terdapat realisasi pembayaran antara pihak-pihak y

3. Nilai perolehan atau pengalihan harta yg dialihkan dlm rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jml yg seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan hrg pasar, kecuali ditetapkan lain oleh MenKeu.
→ Selisih antara hrg pasar dgn NSB harta yg dialihkan mrp penghasilan yg dikenakan pajak.
Contoh:
PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. NSB dan hrg pasar
harta dari kedua badan tsb adalah:
PT A PT B
NSB Rp 200 juta Rp 300 juta
Hrg pasar Rp 300 juta Rp 450 juta
Pd dasarnya, penilaian harta yg diserahkan oleh PT A dan PT B dlm rangka peleburan menjadi PT
C adalah hrg pasar dari harta. Dgn demikian, PT A mendapat keuntungan seb Rp 100 juta (Rp 300
juta - Rp 200 juta) dan PT B mendapat keuntungan seb Rp 150 juta (Rp 450 juta - Rp 300 juta).
Sedangkan PT C membukukan semua harta tsb dgn jml Rp 750 juta (Rp 300 juta + Rp 450 juta).
Namun dlm rangka menyelaraskan dgn kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter
dan kebijakan lainnya, MenKeu diberi wewenang utk menetapkan nilai lain selain hrg pasar, yaitu
atas dasar NSB (“pooling of interest”). Dlm hal demikian PT C membukukan penerimaan harta
dari PT A dan PT B tsb seb Rp 500 juta (Rp 200 juta + Rp 300 juta).
→ 2 metode pencatatan transaksi penggabungan usaha dlm dunia akuntansi:
 Metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest) → IFRS No. 3 sejak 31 Mar 2004 tdk lagi
mengizinkan penggunaan metode ini
 Metode pembelian (purchase)
4. Apabila terjadi pengalihan harta :

C‐07‐
a. yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a & b UU PPh, maka dasar penilaian bagi yg menerima
pengalihan sama dgn nilai sisa buku (NSB) dari pihak yg melakukan pengalihan atau nilai yg
ditetapkan oleh Dirjen Pajak;
→ Apabila WP tdk menyelenggarakan pembukuan shg NSB tdk diketahui, maka nilai perolehan atas
harta ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
b. yg tdk memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, maka dasar penilaian bagi yg menerima
pengalihan sama dgn nilai pasar dari harta tsb.
5. Apabila terjadi pengalihan harta dlm Pasal 4 ayat (3) huruf c UU PPh, maka dasar penilaian harta bagi
badan yg menerima pengalihan sama dgn nilai pasar dari harta tsb.
Contoh:
WP X menyerahkan 20 unit mesin bubut yg nilai bukunya adalah Rp 25 juta kpd PT Y sbg
pengganti penyertaan sahamnya dgn nilai nominal Rp 20 juta. Hrg pasar mesin-mesin bubut tsb
adalah Rp 40 juta. Dlm hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tsb sbg aktiva dgn nilai Rp 40 juta
dan seb nilai tsb bukan mrp penghasilan bagi PT Y.
Selisih antara nilai nominal saham dgn nilai pasar harta, yaitu seb Rp 20 juta (Rp 40 juta - Rp 20
juta) dibukukan sbg agio. Bagi WP X selisih seb Rp 15 juta (Rp 40 juta - Rp 25 juta)
6. mrp Objek
Persediaan Pajak.
dan pemakaian persediaan utk penghitungan hrg pokok dinilai berdasarkan hrg
perolehan yg dilakukan scr rata-rata (Metode Average) atau dgn cara mendahulukan persediaan yg
diperoleh pertama (Metode FIFO).
→ Sesuai dgn kelaziman, cara penilaian tsb juga diberlakukan thd sekuritas. Sekali WP memilih salah satu
cara penilaian pemakaian persediaan utk penghitungan hrg pokok tsb, maka utk thn- thn selanjutnya hrs
digunakan cara yg sama.
→ SAK yg diperbarui dlm Revisi PSAK 14 Thn 2009, implementasi dari International Accounting
Standards (IAS) 2, menyatakan bahwa inventories (persediaan), adopsi penerapan IFRS, tdk
memperbolehkan lagi menggunakan metode LIFO.

B. PENYUSUTAN (Pasal 11 UU PPh)

 Penyusutan atas pengeluaran utk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta
berwujud, kecuali tanah yg berstatus hak milik, HGB, HGU, dan hak pakai, yg dimiliki dan digunakan utk
3M penghasilan yg mempunyai masa manfaat > 1 thn dilakukan dlm bagian-bagian yg sama besar selama
masa manfaat yg tlh ditentukan bagi harta tsb. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain
bangunan, dpt juga dilakukan dlm bagian-bagian yg menurun selama masa manfaat, yg dihitung dgn cara
menerapkan tarif penyusutan atas NSB, dan pd akhir masa manfaat NSB disusutkan sekaligus, dgn syarat
dilakukan scr taat asas. (Pasal 11 ayat (1) &
(2) UU PPh)
 Tarif Penyusutan: (Pasal 11 ayat (6) UU PPh)
Tarif
Uraian Kel. Masa Manfaat Saldo
Garis Lurus Menurun
Harta Berwujud
Bkn Bangunan
- Kel. 1 1 4 25% 50%
- Kel. 2 2 8 12,5% 25%
- Kel. 3 3 16 6,25% 12,5%
- Kel. 4 4 20 5% 10%
Bangunan
- Permanen P 20 5% -
- Tdk Permanen TP 10 10% -
Harta Tak Berwujud
- Kel. 1 1 4 25% 50%
- Kel. 2 2 8 12,5% 25%
- Kel. 3 3 16 6,25% 12,5%
- Kel. 4 4 20 5% 10%

C‐07‐
Ket:
 Penyusutan dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali utk harta yg masih dlm proses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pd bulan selesainya pengerjaan harta tsb. (Pasal 11 ayat
(3) UU PPh) → mulai 1 Jan 2001
 Dgn persetujuan Dirjen Pajak, WP diperkenankan melakukan penyusutan mulai pd bulan harta tsb
digunakan utk 3M penghasilan atau pd bulan harta yg bersangkutan mulai menghasilkan (Pasal 11 ayat
(4) UU PPh)
 Utk thn pajak 1995 – sekarang
 Daftar Kelompok Harta: PMK-96/PMK.03/2009
 Bangunan Tdk Permanen: Bangunan yg bersifat sementara dan terbuat dari bahan yg tdk tahan
lama atau bangunan yg dpt dipindah-pindahkan, yg masa manfaatnya < 10 thn, misalnya barak atau
asrama yg dibuat dari kayu utk karyawan. (Penjelasan pasal 11 ayat (6) UU PPh)
 Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yg tdk tercantum dlm Lamp I-IV PMK- 96/PMK.03/2009,
utk kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat dlm Kelompok 3. Tetapi dlm hal WP dpt
menunjukkan masa manfaat yg sesungguhnya dari suatu harta berwujud bukan bangunan yg tdk
tercantum dlm Lamp I-IV PMK-96/PMK.03/2009 tdk dpt dimasukkan ke dlm Kelompok 3, WP dpt
memperoleh penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan tsb sesuai dgn masa manfaat yg
sesungguhnya, dgn cara hrs mengajukan permohonan utk penetapan kelompok harta berwujud bukan
bangunan tsb sesuai dgn masa manfaat yg sesungguhnya kpd DJP melalui Kepala Kanwil DJP yg
membawahi KPP tempat WP yg bersangkutan terdaftar. (Pasal 2 ayat (1-3) PER-20/PJ/2014) → Tata
cara rinci dan ketentuan mengenai permohonan utk penetapan kelompok harta berwujud bukan
bangunan tsb sesuai dgn masa manfaat yg sesungguhnya yg berlaku, lihat di PER-20/PJ/2014.
 Apabila WP melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan dlm Pasal 19 UU PPh, maka dasar
penyusutan atas harta adalah nilai stl dilakukan penilaian kembali aktiva tsb.
 Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta dlm Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh atau penarikan harta
krn sebab lainnya, maka jml NSB harta tsb dibebankan sbg kerugian dan jml hrg jual atau penggantian
asuransinya yg diterima atau diperoleh dibukukan sbg penghasilan pd thn terjadinya penarikan harta tsb.
→ Apabila hasil penggantian asuransi yg akan diterima jumlahnya baru dpt diketahui dgn pasti di masa
kemudian, maka dgn persetujuan Dirjen Pajak jml seb kerugian tsb dibukukan sbg beban masa kemudian
tsb.
 Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a b UU PPh, yg berupa
harta berwujud, maka jml NSB harta tsb tdk boleh dibebankan sbg kerugian bagi pihak yg mengalihkan.

Penyusutan Harta Berwujud Tertentu yg Dpt Dilakukan pd Bulan Digunakan atau Bulan Mulai
Menghasilkan: (PER-10/PJ/2014)
 Harta berwujud tertentu adalah semua harta berwujud berupa bangunan dan bukan bangunan, sepanjang
harta dimaksud blm pernah digunakan atau menghasilkan dan blm menjadi beban penyusutan scr fiskal.
→ Tdk termasuk harta berwujud tertentu adalah harta berwujud yg dimiliki dan digunakan dlm bidang-
bidang usaha tertentu sesuai PMK-249/PMK.03/2008 jo PMK-126/PMK.011/2012 berserta aturan
pelaksanaan dan perubahannya.
 WP hrs mengajukan permohonan utk penetapan saat mulainya penyusutan harta berwujud tertentu kpd
Dirjen Pajak melalui Kepala KPP tempat WP yg bersangkutan terdaftar dgn status domisili/pusat (kode
status pd NPWP 000)
→ Permohonan menggunakan form Lamp I PER-10/PJ/2014 dan dilampiri:
 Penjelasan terperinci mengenai harta berwujud tertentu;
 Bukti-bukti pendukung atas saat pengeluaran utk memperoleh harta berwujud tertentu dan/atau
saat selesainya pengerjaan harta berwujud tertentu; dan
 Penjelasan mengenai saat harta berwujud tertentu mulai digunakan utk 3M penghasilan atau saat
mulai menghasilkan.
→ Disampaikan paling lambat 1 bulan stl berakhirnya thn pajak dilakukannya pengeluaran atau selesainya
pengerjaan harta. (Pasal 3 ayat (3) PER-10/PJ/2014)

C‐07‐
→ Dlm hal permohonan blm lengkap, Kepala KPP menyampaikan surat permintaan kelengkapan sesuai
form Lamp II PER-10/PJ/2014 yg hrs disampaikan dlm jangka waktu 10 hari kerja sejak tanggal
diterimanya permohonan.
→ Kelengkapan yg diminta wajib dipenuhi WP paling lama 10 hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat
permintaan kelengkapan (tanggal cap pos pengiriman), bila tdk dipenuhi sampai dgn batas waktu tsb
maka permohonan WP tdk dpt dipertimbangkan. Kepala KPP hrs memberitahukan kpd WP dlm jangka
waktu 3 hari kerja sejak terlampauinya batas waktu pemenuhan kelengkapan dgn menggunakan form
Lamp III PER-10/PJ/2014.
→ Kepala KPP, a.n. Dirjen Pajak, hrs memberikan keputusan atas permohonan WP paling lama 1 bulan
sejak permohonan tertulis dan lampirannya diterima scr lengkap dgn menggunakan form Lamp IV
PER-10/PJ/2014.
 Apabila di kemudian hari diketahui bahwa bulan saat mulai digunakannya harta berwujud tertentu utk 3M
penghasilan atau bulan saat mulai menghasilkan yg tlh ditetapkan dlm Kep Dirjen Pajak ternyata berbeda
dgn kenyataan di lapangan, maka Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak berwenang utk menetapkan kembali saat
mulainya penyusutan atas harta berwujud tertentu yg bersangkutan.
 Thd harta berwujud tertentu yg diperoleh sbl berlakunya PER-10/PJ/2014 dan blm pernah diajukan
permohonan, dpt diajukan permohonan paling lambat 1 bulan stl berakhirnya thn pajak diberlakukannya
PER-10/PJ/2014.
 Contoh:
1. PT A membeli mesin produksi pd bulan Jan 2015. Mesin tsb mulai digunakan pd bulan Agust 2015,
WP mengajukan permohonan agar penyusutan atas mesin tsb dimulai pd saat digunakan.
a. Permohonan dpt diajukan paling lambat tanggal 29 Jan 2016.
b. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa saat mulai digunakannya mesin sesuai dgn
permohonan WP, maka Kepala KPP berwenang utk menetapkan saat mulainya penyusutan mesin
sejak bulan Agust 2015.
c. Namun demikian, apabila berdasarkan hasil penelitian dlm huruf b, diketahui bahwa mesin sdh
mulai digunakan sejak bulan Apr 2015, kaka Kepala KPP berwenang utk menetapkan saat
mulainya penyusutan mesin sejak bulan Apr 2015.
2. CV B membeli truk pd tanggal 30 Des 2014. Truk tsb akan digunakan mulai bulan Nov 2015. CV B
mengajukan permohonan agar penyusutan atas truk tsb dimulai pd saat digunakan. Permohonan WP
diajukan pd tanggal 2 Feb 2015. Permohonan WP ditolak krn disampaikan melebihi jangka waktu
sebagaimana diatur dlm Pasal 3 ayat (3) PER-10/PJ/2014 shg penyusutan atas tuk tsb ditetapkan mulai
sejak bulan dilakukan pengeluaran yaitu bulan Des 2014.
3. PT C membangun gudang yg pengerjaannya diselesaikan pd bulan Sept 2014. Gudang tsb akan mulai
digunakan pd bulan Juni 2015. PT C mengajukan permohonan saat mulainya penyusutan gudang agar
diperhitungkan sejak mulai digunakan, yaitu sejak bulan Jun 2015. Permohonan WP diajukan pd
tanggal 31 Des 2014.
a. Kep Dirjen Pajak yg menyetujui permohonan WP tlh diterbitkan pd tanggal 22 Jan 2015, yaitu
menetapkan bahwa saat mulainya penyusutan atas gudang tsb terhitung sejak bulan Juni
2015.
b. Pd tanggal 24 Apr 2015, diketahui bahwa sejak 19 Feb 2015, gudang WP ternyata tlh digunakan
utk menyimpan bahan baku produksi shg Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak menetapkan kembali
saat mulainya penyusutan atas gudang tsb terhitung sejak bulan Feb 2015.
4. CV D membeli mesin pd bulan Nov 2013. Mesin tsb blm dimanfaatkan dan blm disusutkan krn
baru akan digunakan mulai bulan Okt 2014. Permohonan WP dpt diajukan paling lambat pd tanggal 30
Jan 2015.

C. AMORTISASI (Pasal 11A UU PPh)

 Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan HGB, HGU, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yg mempunyai masa manfaat > 1 thn yg
dipergunakan utk 3M penghasilan dilakukan dlm bagian-bagian yg sama besar atau dlm bagian-bagian
yg menurun selama masa manfaat, yg dihitung dgn cara

C‐07‐
menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tsb atau atas NSB dan pd akhir masa manfaat diamortisasi
sekaligus dgn syarat dilakukan scr taat asas. (Pasal 11A ayat (1) UU PPh)
 Tarif Amortisasi: (Pasal 11A ayat (2) UU PPh)
Tarif
Uraian Kel. Masa Manfaat Saldo
Garis Lurus Menurun
Harta Tak Berwujud
- Kel. 1 1 4 25% 50%
- Kel. 2 2 8 12,5% 25%
- Kel. 3 3 16 6,25% 12,5%
- Kel. 4 4 20 5% 10%
Ket:
 Amortisasi dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali utk bidang usaha tertentu
yg diatur lbh lanjut dgn Peraturan Menkeu (PMK 248/PMK.03/2008). Pasal 11 ayat
(3) UU PPh → mulai 1 Jan 2009
 Utk thn pajak 1995 – sekarang
 Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun
terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 11A ayat
(2) UU PPh.
 Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh hak dan pengeluaran lain yg mempunyai masa manfaat > 1
thn di bidang penambangan migas dilakukan dgn menggunakan metode satuan produksi. (Pasal 11A
ayat (4) UU PPh)
 Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh hak penambangan selain yg dimaksud pd Pasal 11A ayat (4)
UU PPh, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yg
mempunyai masa manfaat > 1 thn, dilakukan dgn menggunakan metode satuan produksi setinggi-
tingginya 20% setahun. (Pasal 11A ayat (5) UU PPh)
 Pengeluaran yg dilakukan sbl operasi komersial yg mempunyai masa manfaat > 1 thn, dikapitalisasi dan
kemudian diamortisasi sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 11A ayat (2) UU PPh.
 Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak dlm ayat (1), ayat (4), dan ayat (5), maka
NSB harta atau hak-hak tsb dibebankan sbg kerugian dan jml yg diterima sebagai penggantian mrp
penghasilan pd thn terjadinya pengalihan tsb.
 Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a & b, yg berupa
harta tak berwujud, maka jml NSB harta tsb tdk boleh dibebankan sbg kerugian bagi pihak yg
mengalihkan.

D. KELOMPOK HARTA (Lamp PMK- 96/PMK.03/2009)

Jenis-Jenis Harta Berwujud yg Termasuk Kelompok 1


No. Jenis Usaha Jenis Harta
1. Semua Jenis a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi,
Usaha almari dan sejenisnya yg bukan bagian dari bangunan.
b. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin fotokopi,
mesin akunting/pembukuan, komputer, printer, scanner dan sejenisnya.
c. Perlengkapan lainnya seperti amplifier, tape/casette, video recorder,
televisi, dan sejenisnya.
d. Sepeda motor, sepeda dan becak.
e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yg bersangkutan.
f. Dies, jigs, dan mould.
g. Alat-alat komunikasi seperti pesawat telepon, faksimile, telepon
seluler dan sejenisnya.

2. Pertanian, Alat yg digerakkan bukan dgn mesin seperti cangkul, peternakan,


Perkebunan, perikanan, garu dan lain-lain.
Kehutanan,
Perikanan

C‐07‐
3. Industri Mesin ringan yg dpt dipindah-pindahkan seperti huller, pemecah kulit,
Makanan & penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya.
Minuman
4. Perhubungan, Mobil taksi, bus dan truk yg digunakan sbg angkutan umum.
Pergudangan
& Komunikasi
5. Industri Semi Flash memory tester, writer machine, bipolar test system, elimination (PE8-
Konduktor 1), pose checker.
6. Jasa Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys, Steel Wire Ropes,
Persewaan Mooring Accessoris.
Peralatan
Tambat Air
Dlm
7. Jasa Base Station Controller
Telekomu-
nikasi Selular

Jenis-Jenis Harta Berwujud yg Termasuk Kelompok 2


No. Jenis Usaha Jenis Harta
1. Semua Jenis a. Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan
Usaha sejenisnya yg bukan mrp bagian dari bangunan. Alat pengatur udara seperti
AC, kipas angin dan sejenisnya.
b. Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya.
c. Container dan sejenisnya
2. Pertanian, a. Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor dan mesin bajak,
Perkebunan, penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya.
Kehutanan, b. Mesin yg mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau
Perikanan barang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
3. Industri a. Mesin yg mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan,
Makanan & misalnya pabrik susu, pengalengan ikan.
Minuman b. Mesin yg mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa,
margarin, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji- bijian
seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.
c. Mesin yg menghasilkan/memproduksi minuman dan bahan-bahan
minuman segala jenis.
d. Mesin yg menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan dan
makanan segala jenis.
4. Industri Mesin Mesin yg menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya mesin jahit,
pompa air).
5. Perkayuan, a. Mesin dan peralatan penebangan kayu
kehutanan b. Mesin yg mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau
barang kehutanan.
6. Kontruksi Peralatan yg dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane, buldozer
dan sejenisnya
7. Perhubungan, a. Truk kerja utk pengangkutan dan bongkar muat, truk peron, truk
Pergudangan & ngangkang, dan sejenisnya.
Komunikasi b. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk pengangkutan
barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang, dan
sejenisnya) termasuk kapal pendingin & kapal tanki, kapal penangkap
ikan & sejenisnya, yg mempunyai berat < 100 DWT.
c. Kapal yg dibuat khusus utk menghela atau mendorong kapal-kapal suar,
kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya
yg mempunyai berat < 100 DWT.
d. Perahu layar pakai / tanpa motor yg mempunyai berat < 250 DWT.
e. Kapal balon.

8. Telekomuni- a. Perangkat pesawat telepon.


kasi b. Pesawat telegraf, termasuk pesawat pengiriman dan penerimaan radio
telegraf dan radio telepon.

C‐07‐
9. Industri Semi Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester,
Konduktor bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing
oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test,
dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01),
full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark,
inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system,
marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic,
MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, reform machine,
SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming
machine, wire bonder, wire pull tester.
10. Jasa Spoolling Machines, Metocean Data Collector
Persewaan
Peralatan
Tambat Air
Dlm
11. Jasa Mobile Switching Center, Home Location Register, Visitor Location
Telekomu- Register, Authentication Centre, Equipment Identity Register, Intelligent
nikasi Selular Network Service Control Point, Intelligent Network Service Managemen
Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal SDH/Mini Link,
Antena.

Jenis-Jenis Harta Berwujud yg Termasuk Kelompok 3


No. Jenis Usaha Jenis Harta
1. Pertambangan Mesin-mesin yg dipakai dlm bidang pertambangan, termasuk mesin-mesin yg
Selain Migas mengolah produk pelikan.
2. Pemintalan, a. Mesin yg mengolah/menghasilkan produk-produk tekstil (misalnya kain
Penenunan, katun, sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami,
dan permadani, kain-kain bulu, tule).
Pencelupan b. Mesin utk yg preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing,
texturing, packaging dan sejenisnya.
3. Perkayuan a. Mesin yg mengolah/menghasilkan produk-produk kayu, barang-
barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.
b. Mesin dan peralatan penggergajian kayu
4. Industri Kimia a. Mesin peralatan yg mengolah/menghasilkan produk industri kimia dan
industri yg ada hubungannya dgn industri kimia (misalnya bahan kimia
anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dan logam mulia, elemen
radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup,
obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-resinonida wangi-
wangian, obat kecantikan dan obat rias, sabun, detergent dan bahan organis
pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk
pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi.
b. Mesin yg mengolah/menghasilkan produk industri lainnya (misalnya
damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet sintetis,
karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah).

5. Industri Mesin Mesin yg menghasilkan/memproduksi mesin menengah & berat (misalnya mesin
mobil, mesin kapal).
6. Transportasi & a. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk pengangkutan
Pergudangan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu- batuan, biji tambang dan
sejenisnya) termasuk kapal pendingin & kapal tangki, kapal penangkapan
ikan & sejenisnya, yg mempunyai berat > 100 DWT s.d. 1.000 DWT.
b. Kapal dibuat khusus utk mengela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal
pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya, yg
mempunyai berat > 100 DWT s.d. 1.000 DWT.
c. Dok terapung.
d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yg mempunyai berat > 250 DWT.
e. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis.

7. Telekomu- Perangkat radio navigasi, radar, dan kendali jarak jauh.


nikasi

C‐07‐
C‐07‐
Jenis-Jenis Harta Berwujud yg Termasuk Kelompok 4
No. Jenis Usaha Jenis Harta
1. Konstruksi Mesin berat utk konstruksi
2. Transportasi & a. Lokomotif uap & tender atas rel.
Pergudangan b. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dgn batere atau dgn tenaga listrik dari
sumber luar.
c. Lokomotif atas rel lainnya.
d. Kereta, gerbong penumpang & barang, termasuk kontainer khusus dibuat
dan diperlengkapi utk ditarik dengan satu alat atau bbrp alat
pengangkutan.
e. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk pengangkutan
barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu- batuan, biji tambang
dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin & kapal tangki, kapal
penangkap ikan & sejenisnya, yg mempunyai berat > 1.000 DWT.
f. Kapal dibuat khusus utk menghela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal
pemadam kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung dan sebagainya, yg
mempunyai berat > 1.000 DWT.
g. Dok-dok terapung.

E. PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE)

KOMPUTER Dasar Hukum:


 Pasal 11 ayat 6 UU PPh
 PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg pengelompokan harta berwujud bukan
bangunan utk keperluan penyusutan
 KEP-316/PJ./2002 (berlaku sejak thn pajak 2002) ttg perlakuan PPh atas pengeluaran/biaya
perolehan perangkat lunak (software) komputer

Ketentuan Penyusutan atas Software Komputer:


 Perangkat lunak (software) komputer adalah semua program yg dpt digunakan pd sistem
operasi komputer.
Perangkat lunak komputer kecuali program aplikasi umum mrp harta tak berwujud (intangible asset) yg
mempunyai masa manfaat > 1 thn dan termasuk dlm kelompok 1 dlm Pasal 11A ayat
(2) UU PPh.
 Program aplikasi umum adalah program yg dpt dipergunakan oleh pengguna (users) umum utk
memproses berbagai pekerjaan melalui komputer.
 Perangkat lunak komputer berupa program aplikasi umum diperlakukan sbg pengeluaran atau
biaya operasional rutin (Pasal 2 ayat (2) KEP-316/PJ./2002).
 Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa
program aplikasi umum yg dimiliki dan digunakan utk 3M penghasilan yg dikenakan pajak
berdasarkan ketentuan umum UU PPh:
1. Dpt dibebankan sekaligus sbg biaya pd bulan pengeluaran (Pasal 3 ayat (1) KEP- 316/PJ./2002)
2. Jika program aplikasi umum tsb diperoleh sbg bagian dari hrg pembelian perangkat keras
komputer, maka pembebanannya sdh termasuk dlm penyusutan perangkat keras komputer tsb
(Kelompok 1) (Pasal 3 ayat (2) KEP-316/PJ./2002)
 Program aplikasi khusus adalah program yg dirancang khusus utk keperluan otomatisasi sistem
administrasi, pekerjaan, kegiatan usaha tertentu, seperti di bidang perbankan, pasar modal, perhotelan,
rumah sakit atau penerbangan.
 Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa
program aplikasi khusus yg dimiliki dan dipergunakan utk 3M penghasilan yg dikenakan pajak
berdasarkan ketentuan umum UU PPh
1. Pembebanannya melalui amortisasi harta tak berwujud (kelompok I) (Pasal 3 ayat (3) KEP-
316/PJ./2002)

C‐07‐
2. Utk biaya upgrade program aplikasi khusus. biaya upgrade tsb ditambahkan pd nilai sisa buku
fiskal yg masih ada dan amortisasinya dilakukan dgn masa manfaat baru/penuh terhitung mulai
bulan dilakukan upgrade (Pasal 3 ayat (4) KEP-316/PJ./2002)

F. HP, TELEPON SELULER, PAGER

Dasar Hukum:
 Pasal 11 ayat 6 UU PPh
 PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Pengelompokan harta berwujud bukan
bangunan utk keperluan penyusutan
 PER-55/PJ.2009 (berlaku sejak 2 Okt 2009) ttg Tata cara permohonan & penetapan masa manfaat
yg sesungguhnya atas harta berwujud bukan bangunan utk keperluan penyusutan
 KEP-220/PJ./2002 (berlaku sejak 18 Apr 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon
seluler & kendaraan perusahaan
SE terkait:
 SE-09/PJ.42/2002 (tanggal 17 Mei 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon seluler
& kendaraan perusahaan

Ketentuan Perpajakan:
HP (Telepon seluler), pager yg dimiliki dan dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan
atau pekerjaannya:
 Atas biaya perolehan atau pembelian, dpt dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50% melalui
penyusutan aktiva tetap kelompok I (Pasal 1 ayat (1) KEP-220/PJ./2002)
 Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan , dpt dibebankan sbg
biaya rutin perusahaan seb 50% dari jml biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa & perbaikan dlm
thn pajak yg bersangkutan. (Pasal 1 ayat (2) KEP-220/PJ./2002)
Telepon seluler, termasuk juga alat komunikasi berupa pager. (Angka 2 huruf a, a.1 SE- 09/PJ.42/2002)

G. KENDARAAN MILIK

PERUSAHAAN Dasar Hukum:


 Pasal 11 ayat 6 UU PPh
 PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Pengelompokan harta berwujud bukan
bangunan utk keperluan penyusutan
 PER-55/PJ.2009 (berlaku sejak 2 Okt 2009) ttg Tata cara permohonan & penetapan masa manfaat
yg sesungguhnya atas harta berwujud bukan bangunan utk keperluan penyusutan
 KEP-220/PJ./2002 (berlaku sejak 18 Apr 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon
seluler & kendaraan perusahaan
SE terkait:
 SE-09/PJ.42/2002 (tanggal 17 Mei 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon seluler
& kendaraan perusahaan

Kendaraan Bus, Minibus atau yg Sejenis yg Dimiliki & Dipergunakan Perusahaan utk Antar
Jemput Para Pegawai:
 Atas biaya-biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar, dpt dibebankan seluruhnya sbg biaya
perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II (Pasal 2 ayat (1) KEP- 220/PJ./2002)
 Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin, dpt dibebankan seluruhnya sbg biaya perusahaan dlm thn
pajak yg bersangkutan. (Pasal 2 ayat (2) KEP-220/PJ./2002)
 Biaya pemeliharaan kendaraan, termasuk juga pengeluaran rutin utk pembelian/pemakaian bahan bakar.
(Angka 2 SE-09/PJ.42/2002)

Kendaraan Sedan atau yg Sejenis, Termasuk juga Kendaraan Jenis Minibus:


 Sepanjang digunakan:
 Hanya utk seorang pegawai tertentu krn jabatannya atau pekerjaannya, dan

C‐07‐
 Penggunaannya full time baik utk kepentingan perusahaan maupun keperluan pribadi dan keluarga
pegawai yg bersangkutan.
 Ketentuan perpajakannya: (Pasal 3 KEP-220/PJ./2002)
 Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yg sejenis yg
dimiliki dan dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan atau pekerjaannya dpt
dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50% dari jml biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan
besar melalui penyusutan aktiva tetap Kelompok II, dan
 Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau yg sejenisnya, yg dimiliki dan
dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan atau pekerjaannya dpt dibebankan sbg
biaya perusahaan seb 50% dari jml biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dlm thn pajak yg
bersangkutan.
→ Biaya pemeliharaan kendaraan, termasuk juga pengeluaran rutin utk pembelian/ pemakaian bahan
bakar. (Angka 2 SE-09/PJ.42/2002)

C‐07‐
HUBUNGAN (HUB) ISTIMEWA & TRANSFER PRICING

Dasar Hukum:
 Pasal 18 UU PPh
 PP 94 Thn 2010
 PMK-139/PMK.03/2010 (berlaku sejak 11 Agust 2010) ttg Penentuan kembali besarnya penghasilan yg
diperoleh WP OP DN dari pemberi kerja yg memiliki hub istimewa dgn perusahaan lain yg tdk didirikan & tdk
bertempat kedudukan di Indonesia
 PMK-256/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Penetapan saat diperolehnya deviden oleh WP DN
atas Penyertaan Modal pd Badan Usaha di LN selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek → lihat
Bab C-23 Dividen yg Diperoleh WP DN dari Badan Usaha LN Non Listing
 PER-43/PJ/2010 (berlaku sejak 6 Sept 2010) jo PER-32/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Nov 2011) ttg Penerapan
prinsip kewajaran & kelaziman usaha dlm transaksi antara WP dgn pihak yg mempunyai hub istimewa
 PER-69/PJ/2010 (berlaku sejak 31 Des 2010) ttg Kesepakatan hrg transfer (Advance Pricing
Agreement/APA)

A. HUBUNGAN ISTIMEWA

Hubungan Istimewa berdasarkan Pasal 18 UU PPh dianggap ada apabila:


1. WP mempunyai penyertaan modal lsg/tdk lsg paling rendah 25% pd WP lain; hub antara WP dgn
penyertaan paling rendah 25% pd 2 WP atau lbh; atau hub di antara 2 WP atau lbh yg disebut terakhir;
Misal: PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A mrp penyertaan lsg. Selanjutnya,
apabila PT B mempunyai 50% saham PT C, PT A sbg pemegang saham PT B scr tdk lsg mempunyai
penyertaan pd PT C sebesar 25. Dlm hal demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hub
istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25% saham PT D, antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat
hub istimewa.
Hub kepemilikan seperti di atas dpt juga terjadi antara OP dan badan.
2. WP menguasai WP lainnya atau 2 atau lbh WP berada di bawah penguasaan yg sama baik
lsg maupun tdk lsg; atau
Hub istimewa di antara WP dpt juga terjadi krn penguasaan melalui manajemen atau penggunaan
teknologi walaupun tdk terdapat hub kepemilikan. Hub istimewa dianggap ada apabila 1 atau lbh
perusahaan berada di bawah penguasaan yg sama. Demikian juga hub di antara bbrp perusahaan yg
berada dlm penguasaan yg sama tsb.
3. Terdapat hub keluarga baik sedarah maupun semenda dlm garis keturunan lurus dan/atau
ke samping 1 derajat.
Hub keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat → ayah, ibu, dan anak Hub
keluarga sedarah dlm garis keturunan ke samping 1 derajat → saudara
Hub keluarga semenda dlm garis keturunan lurus 1 derajat → mertua dan anak tiri Hub
keluarga semenda dlm garis keturunan ke samping 1 derajat → ipar

Pinjaman Tanpa Bunga dari Pemegang Saham: (Pasal 12 PP 94 Thn 2010)


1. Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yg diterima oleh WP berbentuk PT diperkenankan
apabila:
a. pinjaman tsb berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak
lain;
b. modal yg seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman tlh disetor seluruhnya;
c. pemegang saham pemberi pinjaman tdk dlm keadaan merugi; dan
d. PT penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan utk kelangsungan usahanya.
2. Apabila pinjaman yg diterima oleh WP berbentuk PT dari pemegang sahamnya tdk memenuhi
ketentuan di atas, atas pinjaman tsb terutang bunga dgn tingkat suku bunga wajar.
Penjelasan:
Yg dimaksud dgn "tingkat suku bunga wajar" adalah tingkat suku bunga yg berlaku yg ditetapkan sesuai dgn
prinsip kewajaran dan kelaziman (best practice) jika transaksi dilakukan di antara pihak yg tdk mempunyai hub
istimewa sesuai Pasal 18 ayat (4) UU PPh.

C‐
Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan yg Diperoleh WP OP DN dari Pemberi Kerja yg
Memiliki Hub Istimewa dgn Perusahaan Lain yg Tdk Didirikan dan Tdk Bertempat Kedudukan
di Indonesia: (Pasal 2 & 3 PMK-139/PMK.03/2010)
Pasal 2
1. Besarnya penghasilan yg diperoleh WP OP DN sehubungan dgn pekerjaan, kegiatan, atau jasa dari pemberi
kerja yg memiliki Hub Istimewa dgn perusahaan di LN dpt ditentukan kembali, dlm hal pemberi kerja
mengalihkan slr atau sebagian penghasilan WP OP DN dimaksud dlm bentuk pembebanan biaya atau
pembayaran pengeluaran lainnya kpd perusahaan di LN tsb..
2. WP OP DN sebagaimana dimaksud pd angka 1 adalah pegawai dari perusahaan di LN yg memiliki Hub
Istimewa dgn pemberi kerja.
3. Biaya atau pengeluaran lainnya yg dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kpd perusahaan LN yg
mempunyai Hub Istimewa antara lain berupa biaya atau pengeluaran sehubungan dgn jasa teknik, jasa
manajemen, atau jasa lainnya.
Pasal 3
1. Besarnya penghasilan WP OP DN sehubungan dgn pekerjaan, kegiatan, atau jasa sebagaimana dimaksud
dlm Pasal 2 ditentukan kembali dgn memperhatikan tingkat penghasilan yg wajar yg seharusnya diperoleh
oleh WP OP yg bersangkutan.
2. Penghasilan sebagaimana dimaksud pd angka 1 adalah penjumlahan dari penghasilan WP yg diterima di
Indonesia dan penghasilan yg diterima di LN.
3. Besarnya selisih penghasilan stl ditentukan kembali sebagimana dimaksud pd angka 1 tdk boleh melebihi
jml biaya atau pengeluaran lain yg dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kpd perusahaan di LN yg
terdapat Hub Istimewa.
4. Atas penghasilan WP OP DN yg sdh ditentukan kembali sebagaimana dimaksud pd angka 3 menjadi dasar
penghitungan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dlm Pasal 21/26 UU PPh.
5. Dlm rangka menentukan kembali besarnya penghasilan WP OP DN sebagaimana dimaksud pd angka 1,
Dirjen Pajak dpt menetapkan pedoman standar gaji karyawan asing.

SPV Company: (Pasal 18 ayat (3b) & (3c) UU PPh)


WP yg melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yg dibentuk utk
maksud demikian (special purpose company), dpt ditetapkan sbg pihak yg sebenarnya melakukan pembelian
tsb sepanjang WP yg bersangkutan mempunyai hub istimewa dgn pihak lain atau badan tsb dan terdapat
ketidakwajaran penetapan hrg. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau
special purpose company) yg didirikan atau bertempat kedudukan di negara yg memberikan perlindungan
pajak (tax haven country) yg mempunyai hub istimewa dgn badan yg didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau BUT di Indonesia dpt ditetapkan sbg penjualan atau pengalihan saham badan yg didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia.

B. TRANSFER PRICING (TP)

Dasar Hukum Kewenangan DJP:


Mitra Transaksi
Dasar Penduduk LN
Penduduk LN Resident
Hukum Penduduk DN Resident of Non-
of Treaty Country
Treaty Country
Keberadaan  Pasal 18 ayat (3) UU Pasal 9 ayat (1) P3B Pasal 18 ayat (3) UU
Wewenang PPh PPh
DJP  Pasal 2 ayat (2) UU
PPN
Pedoman  PER-22/PJ/2013 dan  OECD Guidelines b  PER-22/PJ/2013 dan
Penerapan SE-04/PJ.7/1993  PER-43/PJ/2010 jo SE-04/PJ.7/1993
 PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011 a  PER-43/PJ/2010 jo
PER-32/PJ/2011 a PER-32/PJ/2011 a
a
PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011 berlaku utk Penentuan TP atas transaksi yg dilakukan WP DN
atau BUT di Indonesia dgn WP LN di Luar Indonesia.
Dlm hal WP melakukan transaksi dgn pihak-pihak yg mempunyai hub istimewa yg mnr WP DN atau
BUT di Indonesia, PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011 hanya berlaku utk transaksi yg

C‐
dilakukan oleh WP dgn pihak-pihak yg mempunyai hub istimewa utk memanfaatkan perbedaan tarif
pajak yg disebabkan antara lain:
 Perlakuan pengenaan PPh final atau tdk final pd sektor usaha tertentu;
 Perlakuan pengenaan PPnBM; atau
 Transaksi yg dilakukan dgn WP KKKS Migas.
(Pasal 2 PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011)
b
OECD Guidelines: OECD Transfer Pricing for Multinational Enterprises and Tax Administration

TP: Penetapan hrg atas transksi penyerahan barang berwujud, barang tdk berwujud, atau penyediaan jasa
antar pihak yg memiliki hub istimewa.

Transaksi intra-grup perusahaan (transaksi afiliasi) antara lain:


 Transaksi penjualan, pembelian, pengalihan, serta pemanfaatan harta berwujud,
 Transaksi pemberian jasa intra-grup (intra-group service),
 Transaksi pengalihan dan pemanfaatan harta tak berwujud,
 Transaksi pembayaran bunga, dan
 Transaksi penjualan atau pembelian saham.

Wewenang DJP: (Pasal 18 ayat (3) UU PPh)


Dirjen Pajak berwenang utk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan
utang sbg modal utk menghitung besarnya PKP bagi WP yg mempunyai hub istimewa dgn WP lainnya sesuai
dgn kewajaran dan kelaziman usaha yg tdk dipengaruhi oleh hub istimewa dgn menggunakan metode
perbandingan hrg antara pihak yg independen, metode hrg penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode
lainnya.

Poin PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011:


Pasal Pembahasan
1 Ketentuan Umum
2 Ruang Lingkup
3 Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
4, 4A, 5, 6, 7, 8, 9, 10 Analisis Kesebandingan
11 Metode Penentuan Hrg Wajar atau Laba Wajar
13 Hrg Wajar atau Laba Wajar
14, 15, 16 Pemebrian Jasa
17 Harta (Aset) Tdk Berwujud
17A Kesepakatan Kontribusi Biaya
18, 19 Dokumen dan Kewajiban Pengisian SPT
20, 21 Kewenangan Ditjen Pajak
22 Mutual Agreement Procedure
23 APA
24 Ketentuan Penutup
Pasal 12 mengenai TNMM sbg metode terakhir dihapus.

5 Metode Utama Analisis TP yg Diakui scr Global:


(Penjelasan metode mnr PER-22/PJ/2013)
1. Metode Perbandingan Hrg antara Pihak yg Independen (Comparable Uncontrolled Price
Method/CUP)
→ Metode penentuan hrg transfer yg membandingkan hrg barang atau jasa dlm transaksi afiliasi dgn hrg
barang atau jasa dlm transaksi independen.
2. Metode Hrg Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM)
→ Metode penentuan hrg transfer yg menentukan hrg pembelian barang dan jasa dari pihak afiliasi dgn cara
mengurangkan laba kotor pihak independen yg sebanding dari hrg jual kembali barang dan jasa tsb kpd
pihak independen.
3. Metode Biaya Plus (Cost Plus Method/C+)
→ Metode penentuan hrg transfer yg menambahkan laba kotor dari transaksi independen yg sebanding thd
biaya yg ditanggung dlm transaksi afiliasi.
4. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM)

C‐
→ Metode penentuan hrg transfer yg menggunakan indikator tingkat laba transaksi independen yg
sebanding utk menentukan laba bersih usaha transaksi afiliasi.
5. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM)
→ Metode penentuan hrg transfer yg membagi laba gabungan kpd pihak afiliasi yg terlibat dlm transaksi
afiliasi berdasarkan kontribusi yg diberikan.
a. Metode Pembagian Laba Kontribusi (Contribution Profit Split Method)
→ Metode pembagian laba antarpihak afiliasi berdasarkan fungsi yg dilakukan, aset yg digunakan dan
risiko yg ditanggung setiap pihak yg terlibat dlm transaksi afiliasi.
b. Metode Pembagian Laba Sisa (Residual Profit Split Method)
→ Metode pembagian laba yg mengidentifikasi terlebih dahulu laba sisa dgn mengurangkan laba rutin
setiap pihak afiliasi dari laba gabungan kemudian laba sisa dialokasikan berdasarkan kontribusi setiap
pihak afiliasi yg terlibat thd laba sisa.

Penerapan Prinsip Kewajaran & Kelaziman Usaha:


 Prinsip Kewajaran & Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle/ALP): Transaksi yg dilakukan
oleh pihak yg memiliki hub istimewa hrs dpt diperbandingkan dgn transaksi yg dilakukan oleh pihak
independen.
 WP tdk menggunakan TP sbg instrumen penghindaran pajak (tax avoidance) dan WP menerapkan ALP
dlm penentuan TP dlm transaksi afiliasniya serta mendokumentasikan proses penerapan ALP dlm
penentuan TP-nya.
 WP dlm melakukan transaksi dlm Pasal 2 PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011 dgn pihak-pihak yg
mempunyai hub istimewa wajib menerapkan ALP.
 Langkah-langkah ALP: (Pasal 3 ayat (2) PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011)
 Melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan Pembanding;
 Menentukan metode penentuan TP yg tepat;
 Menerapkan ALP berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode penentuan TP yg tepat ke dlm
transaksi yg dilakukan antara WP dgn pihak yg mempunyai hub istimewa; dan
 Mendokumentasikan setiap langkah dlm menentukan Hrg Wajar atau Laba Wajar sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan yg berlaku.
 ALP mendasarkan pd norma atau laba atas transaksi yg dilakukan oleh pihak-pihak yg tdk mempunyai hub
istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, shg transaksi tsb mencerminkan hrg pasar yg wajar (Fair Market
Value/FMV).
 WP yg melakukan transaksi dgn pihak-pihak yg mempunyai hub istimewa dgn nilai slr transaksi < Rp 10 M
dlm 1 thn pajak utk setiap lawan trasanski, dikecualikan dari kewajiban pd Pasal ayat (2) PER-43/PJ/2010
jo PER-32/PJ/2011.

Key Factors on TP Domestic Rule:


Faktor Penentu Pembanding Pertanyaan
Prinsip Kewajaran Transaksi independen Apakah transaksi independen
sebanding akan dinilai dgn hrg yg
sama?
Kelaziman Usaha Pandangan ekonomis dari sektor Apakah Profit Level Indicator (PLI)
usaha di mana WP melakukan transaksi afiliasi, scr ekonomis mrp
transaksi afiliasi kondisi yg berlaku dan sesuai dgn
PLI sektor usaha WP?

C‐
CONTOH PEMAKAIAN NORMA

Pasal 1 KEP-536/PJ./2000
(1) WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dgn peredaran bruto > Rp 600 juta dlm 1 thn wajib
menyelenggarakan pembukuan.
(2) WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dgn peredaran bruto < Rp 600 juta dlm 1 thn wajib
menyelenggarakan pencatatan, kecuali WP yg bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
(3) WP OP sebagaimana dimaksud dlm ayat (2) yg tdk memilih utk menyelenggarakan pembukuan, menghitung
penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dgn menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Lampiran II KEP-536/PJ./2000

A. WP A kawin dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yg juga memiliki
industri rotan di Cirebon.
- Peredaran Usaha dari Industri
Rotan (setahun) di Cirebon Rp 40 juta
- Penerimaan bruto sbg dokter (setahun) di Jakarta Rp 72 juta
Penghasilan neto:
- Dari industri rotan:
12,5% X Rp 40 juta Rp 5. juta
- Sbg dokter:
45% X Rp 72 juta Rp 32,4 juta
Jml penghasilan Neto Rp 37,4 juta
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi PTKP Rp
37,4 juta - Rp 8,64 juta = Rp 28,76 juta
PPh yg terutang:
- 5% X Rp 25 juta Rp 1,25 juta
- 10% X Rp 3,76 juta Rp 376 ribu
Jml Rp 1,626 juta
Catatan :
a. Angka 12,5% utk industri rotan, lihat Kode Norma 33100
b. Angka 45% sbg dokter, lihat Kode Norma 93213
c. Istri tdk punya penghasilan

B. Seorang WP baru memiliki usaha sbg pedagang eceran bahan makanan di Jakarta. Penjualan dlm 1 bulan
diperkirakan seb Rp 15 juta. Ia kawin dan mempunyai 2 orang anak.
Besarnya PPh Pasal 25 yg hrs dibayar sbg angsuran dlm thn berjalan: Jml
peredaran setahun = 12 X Rp 15 juta Rp 180 juta
Persentase penghasilan mnr Kode Norma 62320 = 25%
Penghasilan neto setahun = 25% X Rp 180 juta Rp 45 juta
Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP
= Rp 45 juta - Rp 7,2 juta Rp 37,8 juta
PPh yg terutang
= 5% X Rp 37,8 juta Rp 1,89 juta
PPh Pasal 25 yg hrs dibayar
= 1/12 X Rp 1,89 juta Rp 157,5 ribu

C‐
PPh PASAL 4 AYAT (2)

Obyek Tarif PPh Dasar Perhitungan Sifat

1. Persewaan Tanah dan/atau 10% Jml Bruto Nilai Final


Bangunan Persewaan (termasuk
Dasar Hukum: PP 29 Thn 1996 jo PP 5 biaya perawatan,
Thn 2002, KMK-394/KMK.04/1996 jo pemeliharaan, keamanan,
KMK-120/KMK.03/2002, KEP- fasilitas lainnya, dan
50/PJ.1996, KEP-227/PJ/2002 service charge, baik
perjanjian dibuat scr
terpisah maupun
disatukan)
2. Penghasilan dari Pengalihan Hak Final
atas Tanah dan/atau Bangunan
a. Bukan Usaha Pokok: 5% Jml Bruto Nilai
→ Termasuk WP OP yg Pengalihan
mengalihkan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan yg jml bruto nilai
pengalihannya < Rp 60 juta namun
penghasilan lainnya dlm 1 thn
melebihi PTKP.
Ket: Bila termasuk sangat mewah
maka dikenakan juga PPh Pasal 22
atas Penjualan Barang yg tergolong
sangat mewah.
b. Usaha Pokok:
- Pengalihan hak atas Rumah 1% Jml Bruto Nilai
Sederhana & Rumah Susun Pengalihan
Sederhana
- Pengalihan lainnya 5%
Dasar Hukum: PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Jml Bruto Nilai
Thn 2008, KMK-635/KMK.04/1994 stdtd Pengalihan
PMK-243/PMK.03/2008, PER- 28/PJ/2009,
PER-30/PJ/2009, PER-
26/PJ/2010
3. Usaha Jasa Konstruksi Final
a. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yg
dilakukan oleh Penyedia Jasa yg
- memiliki kualifikasi usaha kecil 2% Penghasilan bruto
- memiliki kualifikasi usaha selain 3% Penghasilan bruto
kecil
- tdk memiliki kualifikasi usaha 4% Penghasilan bruto
b. Jasa Perencanaan Konstruksi /
Pengawasan Konstruksi yg
dilakukan oleh Penyedia Jasa yg
4% Penghasilan bruto
- memiliki kualifikasi usaha
- tdk memiliki kualifikasi usaha 6% Penghasilan bruto
Dasar Hukum: PP 51 Thn 2008 jo PP 40
Thn 2009, PMK-187/PMK.03/2008 jo
PMK-153/PMK.03/2009
4. Hadiah Undian 25% Jml Bruto Hadiah Undian Final
Dasar Hukum: PP 132 Thn 2000, KEP-
395/PJ./2001

C‐10‐
5. Dividen yg Diterima atau 10% Jml Bruto Dividen yg Final
Diperoleh WP OP DN Diterima termasuk
Dasar Hukum dan SE terkait: PP 19 Thn dividen dari perusahaan
2009, PMK-111/PMK.03/2010 asuransi kpd pemegang
SE-30/PJ/2012 polis & pembagian SHU
koperasi
6. Transaksi Penjualan Saham di Final
Bursa Efek
a. Selain IPO (Initial Public Offering) 0,1% X Nilai Transaksi
b. IPO (0,1% X Nilai Transaksi) + (0,5% X nilai
saham pasar saat IPO)
Dasar Hukum: PP 41 Thn 1994 jo PP 14
Thn 1997, KMK-282/KMK.04/1997
7. Bunga deposito & tabungan serta 20% (utk Jml Bruto Bunga Final
diskonto SBI WPDN &
Dasar Hukum: PP 131 Thn 2000, KMK- BUT)
51/KMK.04/2001 20% atau
Tarif P3B
(utk WPLN)
Pengecualian:
a. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI sepanjang jml deposito & tabungan serta SBI tsb < Rp
7,5 juta & bukan mrp jml yg dipecah-pecah.
b. Bunga & diskonto yg diterima atau diperoleh bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN di
Indonesia.
c. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI yg diterima atau diperoleh Dana Pensiun yg tlh disahkan
MenKeu, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 29
UU 11 Thn 1992.
d. Bunga tabungan pd bank yg ditunjuk Pemerintah dlm rangka pemilikan rumah sederhana & sangat
sederhana, kapling siap bangun utk rumah sederhana & sangat sederhana, atau rumah susun sederhana
sepanjang utk dihuni sendiri.
8. Bunga / Diskonto Obligasi Final
a. Bunga Obligasi dgn kupon Jml bruto bunga sesuai
(interest bearing bond) dgn masa kepemilikan
- WP DN & BUT 15% obligasi
- WP LN selain BUT 20% / Tarif
P3B
b. Diskonto Obligasi dgn kupon Selisih lbh hrg jual atau
- WP DN & BUT 15% nilai nominal di atas hrg
- WP LN selain BUT 20% / Tarif perolehan obligasi, tdk
P3B termasuk bunga berjalan
c. Diskonto Obligasi tanpa bunga Selisih lbh hrg jual atau
(zero coupon bond) nilai nominal di atas hrg
- WP DN & BUT 15% perolehan obligasi
- WP LN selain BUT 20% / Tarif
P3B
d. Bunga dan/atau diskonto dari Jml bruto bunga sesuai
Obligasi yg diterima dan/atau dgn masa kepemilikan
diperoleh WP reksadana yg obligasi / selisih lbh hrg
terdaftar pd BAPEPAM-LK jual atau nilai nominal di
- utk thn 2009 s.d. 2010 0% atas hrg perolehan
- utk thn 2011 s.d. 2013 5% obligasi
- utk thn 2014 dan seterusnya Dasar 15%
Hukum: PP 16 Thn 2009, PMK-
85/PMK.03/2011

C‐10‐
Pengecualian:
a. WP dana pensiun yg pendirian / pembentukannya tlh disahkan oleh MenKeu & memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dlm Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh
b. WP bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN di Indonesia
9. Bunga Simpanan yg Final
Dibayarkan Koperasi kpd
Anggota Koperasi OP
a. < Rp 240 ribu 0% Jml Bruto
b. > Rp 240 ribu 10% Jml Bruto
Dasar Hukum: PP 15 Thn 2009, PMK-
112/PMK.03/2010
10. Penghasilan perusahaan modal 0,1 % Jml Bruto Nilai Transaksi Final
ventura dari transaksi penjualan Penjualan/ Pengalihan
saham atau pengalihan Penyertaan Modal
penyertaan modal pd perusahaan
pasangan usahanya
Dasar Hukum: PP 4 Thn 1995, KMK-
250/KMK.04/1995
Syarat :
 Mrp perusahaan kecil, menengah, atau yg melakukan keg. dlm sektor-sektor usaha yg ditetapkan oleh
MenKeu; dan
 Sahamnya tdk diperdagangkan di BEI.
11. Penghasilan dari usaha yg 1% Jml Peredaran Bruto Final
diterima/dperoleh WP yg memiliki Setiap Bulan
peredaran bruto tertentu
 WP OP / WP badan; dan
 menerima penghasilan dari usaha, tdk
termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dgn pekerjaan bebas, dgn
peredaran bruto < Rp 4,8 M dlm 1
Thn Pajak
(berlaku mulai 1 Juli 2013)
Dasar Hukum: PP 46 Thn 2013, PMK-
107/ PMK.011/2013
Pengecualian:
a. WP OP yg melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg dlm usahanya: menggunakan
sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang, baik yg menetap maupun tdk menetap; dan
menggunakan sebagian atau slr tempat utk kepentingan umum yg tdk diperuntukkan bagi tempat
usaha atau berjualan
b. WP badan yg blm beroperasi scr komersial
c. WP badan yg dlm jangka waktu 1 thn stl beroperasi scr komersial memperoleh peredaran bruto > Rp
4,8 M
d. WP BUT

C‐10‐
PPh FINAL ATAS JASA KONSTRUKSI

Dasar Hukum:
 Pasal 4 ayat (2) UU PPh
 PP 51 Thn 2008 (berlaku sejak 1 Jan 2008) jo PP 40 Thn 2009 (berlaku sejak 1 Agust 2008) ttg Penghasilan
dari usaha jasa konstruksi
→ PP 40 Thn 2009 mengubah ketentuan Pasal 10 PP 51 dan menambah Pasal 10A, 10B, dan 10C
 PMK-187/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Jan 2008) jo PMK-153/PMK.03/2009 (berlaku mulai 29 Sept
2009) ttg Tata cara pemotongan, penyetoran, pelaporan dan penatausahaan PPh atas penghasilan dari usaha jasa
konstruksi → mencabut KMK-559/KMK.04/2000
 UU 18 Thn 1999 ttg Jasa Konstruksi
Informasi Tambahan:
 Peraturan LPJK No. 02 Thn 2011 ttg Tata cara registrasi ulang, perpanjangan masa berlaku, dan permohonan
baru sertifikat Badan Usaha Jasa Pelaksanana Konstruksi

Definisi: (Pasal 1 PP 51 Thn 2008)


 Jasa konstruksi: Layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
 Pekerjaan konstruksi: Keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan
beserta pengawasan yg mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan @
beserta kelengkapannya utk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
→ Utk uraian pekerjaan yg termasuk di bidang arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan dpt
dilihat di Lamp Peraturan LPJK Nomor 02 Thn 2011
→ Hasil pekerjaan konstruksi dpt juga dlm bentuk fisik lain, antara lain: dokumen, gambar rencana, gambar
teknis, tata ruang dlm (interior), dan tata ruang luar (exterior), atau penghancuran bangunan (demolition).
(Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU 18 Thn 1999)
 Perencanaan Konstruksi: Pemberian jasa oleh OP atau badan yg dinyatakan ahli yg profesional di bidang
perencanaan jasa konstruksi yg mampu mewujudkan pekerjaan dlm bentuk dokumen perencanaan bangunan
fisik lain.
 Pelaksanaan Konstruksi: Pemberian jasa oleh OP atau badan yg dinyatakan ahli yg profesional di bidang
pelaksanaan jasa konstruksi yg mampu menyelenggarakan kegiatannya utk mewujudkan suatu hasil
perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi
terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dlm model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan
pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan
pembangunan (design and build).
 Pengawasan konstruksi: Pemberian jasa oleh OP atau badan yg dinyatakan ahli yg profesional di bidang
pengawasan jasa konstruksi, yg mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
 Pengguna Jasa: OP atau badan termasuk BUT yg memerlukan layanan jasa konstruksi.
 Penyedia Jasa: OP atau badan termasuk BUT, yg kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi
baik sbg perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.
 Nilai Kontrak Jasa Konstruksi: Nilai yg tercantum dlm 1 kontrak jasa konstruksi scr keseluruhan.

Penghitungan PPh: (Ketentuan PP 51 yg diubah oleh PP 40 Thn 2009)


A. Ketentuan jika Kontrak ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008:
1. Utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan s.d. tanggal 31 Des 2008, maka
pengenaan PPh nya: (Pasal 10 PP 40 Thn 2009)
a. Bagi WP yg memenuhi kualifikasi sbg usaha kecil berdasarkan sertifikat yg dikeluarkan oleh
lembaga yg berwenang (LPJK), serta yg mempunyai nilai pengadaan s.d. Rp 1 M.
i. Dipotong PPh Final, pd saat pembayaran uang muka dan termin, jika pengguna jasa:
 Badan Pemerintah,
 Subjek Pajak badan DN,
 BUT, atau
 OP sbg WP DN yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak sbg pemotong PPh Pasal 23

C‐10‐
ii. Menyetor sendiri PPh Final yg terutang, pd saat menerima pembayaran uang muka & termin,
jika pengguna jasa bukan Pemotong Pajak.
iii. Tarif PPh Final utk WP yg memenuhi kualifikasi usaha kecil:
 Utk penyedia jasa Perencanaan konstruksi : 4% dari jml bruto;
 Utk penyedia jasa Pelaksanaan Konstruksi: 2% dari jml bruto; atau
 Utk penyedia jasa Pengawasan Konstruksi: 4% dari jml bruto.
b. Bagi WP selain yg memenuhi kualifikasi sbg usaha kecil:
i. Dipotong pajak sesuai pasal 23 UU PPh pd saat pembayaran uang muka dan termin, jika pengguna
jasa:
 Badan Pemerintah,
 Subjek Pajak badan DN,
 BUT, atau
 OP sbg WP DN yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak sbg pemotong PPh Pasal 23
Jika Pengguna Jasa bukan Pemotong Pajak, dikenakan pajak sesuai PPh Pasal 25 UU PPh
2. Utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, maka pengenaan
PPhnya: (Pasal 10A PP 40 Thn 2009)
a. Jika BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa
s.d. tanggal 31 Des 2008, maka pengenaan PPh berdasarkan Pasal 10 PP 40 Thn 2009 (seperti
ketentuan utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan
s.d. tanggal 31 Des 2008 di atas).
b. Jika BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa
sejak tanggal 1 Jan 2009, maka pengenaan PPh berdasarkan PP 51 Thn 2008 (pengenaan PPh-nya
bersifat final).
c. Jika penyelesaian pekerjaan tdk menggunakan BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan, maka
pengenaan PPh berdasarkan PP 51 Thn 2008 (pengenaan PPh-nya bersifat final).
B. Jika kontrak ditandatangani sejak tanggal 1 Agust 2008: (Pasal 10B PP 40 Thn 2009)
Pengenaan PPhnya berdasarkan PP 51 Thn 2008 → pengenaan PPh-nya bersifat final

CaraKesimpulan
Pembayaran Pengenaan Tarif FinalPPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 ayat (1) PP 51 Thn 2008)
atau Penyetoran
1. PPDipotong
51 (pengenaan PPhpdygsaat
PPh Final bersifat final) digunakan
pembayaran utk penghasilan
→ jika Pengguna dari JasaPajak
Jasa adalah Pemotong Konstruksi dimana:
2. 1.Disetor
Kontrak ditandatangani
sendiri oleh Penyedia sblJasa
tanggal
→ jika1 Pengguna
Agust 2008 Jasa→bukan
utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg
Pemotong Pajak
dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, dlm hal BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh
Penyedia PPh
Saat Terutang Jasa Final
dan Pengguna
atas Jasa Jasa sejak tanggal
Konstruksi: 1 Jan5 ayat
(Pasal 2009;(1)atau
PP 51(Pasal 10A Huruf
Thn 2008) Pd b PP 40 Thn 2009)
saat2.pembayaran
Kontrak ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 → utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg
dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, jika penyelesaian pekerjaan tdk menggunakan BA Serah Terima
DPP PPh Penyelesaian
Final atasPekerjaan; atau (Pasal(Pasal
Jasa Konstruksi: 10A Huruf
5 ayatb(2)
PPPP40 51
ThnThn
2009)
2008)
1. 3.JikaKontrak ditandatangani
dipotong sejak tanggal
oleh Pemotong Pajak:1 Agust 2008. (Pasal
DPP adalah seb jml10B PP 40 Thn 2009)
pembayaran (tdk termasuk PPN)
→ Jml pembayaran atau jml penerimaan pembayaran ini mrp bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.
2. Jika disetor sendiri oleh Penyedia Jasa: DPP adalah seb jml penerimaan pembayaran (tdk
termasuk PPN)

Tarif PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 3 PP 51 Thn 2008)


1. Utk Pelaksanaan Konstruksi:
 2% → Pelaksanaan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg memiliki kualifikasi usaha kecil

C‐10‐
 4% → Pelaksanaan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg tdk memiliki kualifikasi usaha
 3% → Pelaksanaan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasi
usaha besar
2. Utk Perencanaan/ Pengawasan Konstruksi:
 4% → Perencanaan/Pengawasan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg memiliki kualifikasi usaha
 6% → Perencanaan/Pengawasan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg tdk memiliki kualifikasi usaha
Kualifikasi Usaha Jasa Konstruksi ditentukan oleh LPJK. (Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a PP 51
Thn 2008)
3. Jika penyedia jasa adalah BUT, maka tarif di atas tdk termasuk PPh yg bersifat final atas sisa laba BUT stl PPh
sesuai Pasal 26 ayat (4) UU PPh
→ DPP Pasal 26 ayat (4) UU PPh adalah PKP yg dihitung berdasarkan pembukuan yg sdh dikoreksi fiskal
dikurangi dgn PPh termasuk PPh yg bersifat final

Penggolongan Kualifikasi Usaha: (Pasal 9 ayat (1) Peraturan LPJK No. 02 Thn 2011)
No. Kualifikasi Usaha Gred
1. Besar (non kecil) 7
6
5
2. Kecil 4
3
2
1 (usaha orang perseorangan)

Tanggal Penyetoran PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 PMK-187/PMK.03/2008)


1. Jika dipotong oleh Pengguna Jasa (Pemotong Pajak) disetor ke kas negara melalui kantor pos/bank persepsi →
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya stl dilakukan pemotongan.
2. Jika disetor sendiri oleh Penyedia Jasa ke kas negara melalui kantor pos/bank persepsi → paling lambat tanggal
15 bulan berikutnya stl penerimaan pembayaran.

Tanggal Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 (2) atas Jasa Konstruksi: (Pasal 6 PMK-187/PMK.03/2008)
SPT Masa dilaporkan oleh Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa paling lama 20 hari stl bulan dilakukan
pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran.

Bukti Potong Akibat Perubahan PP 51 Thn 2009 oleh PP 40 Thn 2008:


A. Utk Penyedia Jasa:
Yg sdh terlanjur diterbitkan Bukti Potong PPh Final berdasarkan PP 51 Thn 2008, tetapi mnr ketentuan di dlm
PP 40 Thn 2009 seharusnya Penyedia Jasa tsb dikenakan PPh Pasal 23, maka bukti pemotongan PPh Final tsb
diubah menjadi bukti pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan melalui perubahan bukti pemotongan dgn besar
tarif berdasarkan ketentuan Pasal 23. (Pasal 8 ayat (1) PMK- 153/PMK.03/2009)
Tata cara melakukan perubahan bukti pemotongan dari PPh yg bersifat final menjadi
PPh Pasal 23: (Pasal 8A ayat (2) PMK 153/PMK.03/2009)
1. Penyedia jasa mengajukan permohonan scr tertulis dgn format sesuai Lamp I PMK
153/PMK.03/2009.
2. Permohonan dilampiri dgn:
a. Bukti potong PPh yg bersifat Final asli dan 2 lembar fotokopinya; dan
b. Data atau keterangan pendukung yg diperlukan, berupa:
 FC kontrak dan dokumen pembayaran; atau
 FC kontrak, dokumen pembayaran, dan BA serah terima penyelesaian pekerjaan. (Utk
kontrak yg ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008, dan utk pembayaran kontrak dan
bagian kontrak stl tanggal 31 Des 2008, dan BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan
ditandatangani s.d. tanggal 31 Des 2008)
3. Kepala KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar menyelesaikan permohonan perubahan bukti paling lama
10 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. Jika jangka waktu ini terlampaui dan Kepala KPP
blm menyelesaikan permohonan perubahan bukti potong, maka permohonan tsb dianggap disetujui
dan Kepala KPP hrs menyelesaikan permohonan paling lama 3 hari sejak jangka waktu penyelesaian
permohonan berakhir.
4. Jika permohonan disetujui slr atau sebagian, setiap lembar bukti pemotongan yg disetujui tsb

C‐10‐
hrs dibubuhi tulisan atau cap: "DIUBAH MENJADI BUKTI PEMOTONGAN PASAL 23
DENGAN TARIF SEBESAR .....% SEJUMLAH Rp
BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR ......./PMK.03/2009" dan divalidasi oleh
KPP.
5. Stl dibubuhi tulisan atau cap tsb, KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar:
 Memberikan asli lembar ke-1 pemotongan kpd Penyedia Jasa;
 Menyatukan 1 lembar FC bukti pemotongan dgn berkas SPT Tahunan Penyedia Jasa yg
bersangkutan; dan
 Mengirimkan 1 lembar FC bukti pemotongan kpd KPP tempat Pengguna Jasa terdaftar utk
disatukan dgn SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Pengguna Jasa.
6. Jika permohonan tdk disetujui, maka Kepala KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar hrs menyampaikan
pemberitahuan penolakan dgn format sesuai Lamp II PMK 153/PMK.03/2009.
7. Jika ada kelebihan pemotongan PPh yg bersifat final stl perubahan bukti pemotongan, kelebihan PPh
tsb dikembalikan melalui permohonan scr tertulis oleh Penyedia Jasa kpd KPP tempat Penyedia Jasa
terdaftar sesuai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang.
B. Utk Pengguna Jasa:
Pengguna Jasa yg tlh melakukan pemotongan PPh atas pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak utk kontrak
yg ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku pd saat
ditandatanganinya kontrak tsb dan tlh menerbitkan bukti pemotongan serta tlh melaporkan bukti pemotongan tsb
dlm SPT Masanya, atas bukti potong tsb tdk perlu dilakukan perubahan dan dianggap sdh benar. (Pasal 8B
PMK-153/PMK.03/2009)
Kesimpulan:
Yg hrs mengajukan perubahan bukti potong cukup Penyedia Jasa saja, utk Pengguna Jasa tdk
perlu melakukan perubahan bukti potong

Kondisi Tertentu Terkait Pembayaran PPh & Nilai Kontrak:


1. Dlm hal terdapat selisih kekurangan PPh yg terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dgn PPh yg tlh
dipotong atau disetor sendiri, maka selisih kekurangan tsb hrs disetor sendiri oleh Penyedia Jasa. (Pasal 6 ayat
(1) PP 51 Thn 2008)
2. Dlm hal Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tdk dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak yg tdk
dibayar tersebut tdk terutang PPh Final, dgn syarat sdh dicatat sbg piutang yg tdk dpt ditagih sesuai Pasal 6
ayat (1) huruf h UU PPh. (Pasal 6 ayat (2) & (3) PP 51 Thn 2008)
→ Jika piutang yg nyata-nyata tdk dpt ditagih tsb dpt ditagih kembali, maka tetap dikenakan PPh Final.
(Pasal 6 ayat (4) PP 51 Thn 2008)

Ketentuan Lain-lain:
1. Jika Penyedia Jasa memperoleh atau menerima penghasilan dari LN, maka atas pajak yg dibayar atau
terutang di LN atas penghasilan tsb dpt dikreditkan (PPh Pasal 24). (Pasal 7 ayat (1) PP 51 Thn 2008)
2. Penghasilan lain yg diterima atau diperoleh oleh Penyedia Jasa Konstruksi dari luar usaha dikenakan tarif
berdasarkan ketentuan umum UU PPh. (Pasal 7 ayat (2) PP 51 Thn 2008)
3. Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk dlm penghitungan Nilai
Kontrak Jasa Konstruksi yg dikenakan PPh Final. (Pasal 7 ayat (3) PP 51 Thn 2008)
4. Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yg terpisah atas biaya dari kegiatan usaha selain usaha Jasa
Konstruksi.
5. Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yg masih tersisa s.d. Thn Pajak 2008 hanya dpt dikompensasi sampai Thn
Pajak 2008. (Pasal 10C PP 40 Thn 2009)
6. Utk WP yg hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, sejak thn pajak 2009 tdk diwajibkan
membayar angsuran PPh Pasal 25. (Pasal 8C PMK-153/PMK.03/2009).

C‐10‐
PPh FINAL ATAS PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

Dasar Hukum:
 PP 29 Thn 1996 jo PP 5 Thn 2002 ttg Pembayaran PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan
 KMK-394/KMK.04/1996 jo KMK-120/KMK.03/2002 ttg Pelaksanaan pembayaran dan pemotongan PPh
atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan
 KEP-227/PJ/2002 (berlaku sejak 1 Mei 2002) ttg Tata cara pemotongan dan pembayaran, serta
pelaporan PPh dari persewaan tanah dan atau bangunan
SE terkait:
 SE-14/PJ.53/2003  mencabut SE-13/PJ.32/1989
 SE-22/PJ.4/1996

Objek Pajak:
 Objek Pajaknya adalah Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah
susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung
pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan
industri (KEP-227/PJ/2002).
 Pengertian bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk areal baik di
dlm gedung maupun di luar gedung yg mrp bagian dari gedung tersebut (SE-22/PJ.4/1996)

Tarif Pajak:
 10% dari jml bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final
 Yg dimaksud dgn jml bruto nilai persewaan adalah semua jml yg dibayarkan atau terutang oleh penyewa
dgn nama dan dlm bentuk apapun juga yg berkaitan dgn tanah dan/atau bangunan yg disewa termasuk biaya
perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan service charge baik yg
perjanjiannya dibuat scr terpisah maupun yg disatukan. (KMK- 120/KMK.03/2002)
 Service charge: Balas jasa yg menyebabkan ruangan yg disewa dpt dihuni sesuai dgn tujuan yg
diinginkan penyewa yg terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan, dan biaya administrasi.
(SE-13/PJ.32/1989 → SE ini sdh dicabut oleh SE-14/PJ.53/2003, tetapi untuk pengertian
service chargenya tdk dirubah oleh SE-14/PJ.53/2003)
 DPP PPN atas service charge dlm rangka kegiatan persewaan ruangan adalah penggantian, yakni
sebesar nilai tagihan service charge yg diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa.
(SE-14/PJ.53/2003)
Pemotong:
 Yg menjadi pemotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas sewa tanah dan/atau bangunan adalah apabila Penyewa (pihak
yg menyewa/yg membayar biaya sewa) mrp: (KMK-394/KMK.04/1996 jo KMK- 120/KMK.03/2002)
1. Badan pemerintah, Subjek Pajak badan DN, penyelenggara kegiatan, BUT, kerjasama operasi, perwakilan
perusahaan LN lainnya
2. Orang Pribadi yg ditunjuk sbg pemotong: (Hrs ada SK Penunjukan yg diterbitkan oleh Kepala KPP sesuai
KEP-50/PJ./1996)
a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, PPAT (kecuali PPAT tsb adalah Camat), pengacara, dan
konsultan, yg melakukan pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yg menjalankan usaha yg menyelenggarakan pembukuan; yg tlh
terdaftar sbg WP DN
Pemotong wajib memotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan yg terutang pd
saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lbh dahulu terjadi.
(Pasal 5 ayat (1) KEP-227/PJ/2002)

C‐10‐
PPh FINAL ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PHTB)

Dasar Hukum:
 UU PPh
 PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008 ttg Pembayaran PPh atas Penghasilan dari PHTB
 KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008 ttg Pelaksanaan Pembayaran dan
Pemungutan PPh atas Penghasilan dari PHTB
 PER-28/PJ/2009 ttg Pelaksanaan Ketentuan PP 71 Thn 2008
 PER-26/PJ/2010 (berlaku sejak 4 Mei 2010) ttg Tata Cara Penelitian SSP atas Penghasilan dari PHTB
SE terkait:
 SE-30/PJ/2013 (berlaku sejak 3 Juli 2013) ttg pelaksanaan PPh yg bersifat final atas penghasilan dari PHTB yg
diterima atau diperoleh WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB (WP real estat) dan penentuan jml
bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat  mencabut SE-80/PJ/2009
 SE-30/PJ/2014 tanggal 14 Agust 2014 ttg Pengawasan atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan Melalui Jual Beli

Penegasan di dlm SE-30/PJ/2013:


1. Pembayaran PPh Final atas PHTB oleh WP real estat dilakukan:
1) Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya stl bulan diterimanya pembayaran, baik dgn cara tunai maupun
angsuran, atas PHTB; dan
2) Sbl akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB ditandatangani oleh pejabat yg
berwenang, dlm hal jml slr pembayaran sebagaimana dimaksud pd angka 1) kurang dari jml bruto nilai
pengalihan hak.
2. Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat adalah nilai yg tertinggi antara nilai
berdasarkan Akta PHTB dgn NJOP tanah dan/atau bangunan yg bersangkutan pd saat ditandatangani akta,
keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB oleh pejabat yg berwenang.
 Jml bruto nilai PHTB yg tertuang dlm Akta Pengalihan Hak adalah jml bruto nilai pengalihan yg
sebenarnya sesuai dgn kejadian, status dan data yg benar serta didukung dgn dokumen sesuai perpu.
 Dlm hal diketahui berdasarkan data atau kejadian sebenarnya, jml bruto nilai pengalihan mnr akta PHTB
maupun NJOP tanah dan/atau bangunan yg bersangkutan lbh rendah dari jml bruto nilai PHTB yg
sebenarnya, maka besarnya PPh dihitung dari jml bruto nilai PHTB yg sebenarnya.
3. Dlm hal pembayaran atau angsuran atas PHTB dilakukan sbl 1 Jan 2009 dan penjualan atas pengalihan tsb blm
diakui sbg penghasilan WP yg melakukan pengalihan tsb s.d. 31 Des 2008 maka PPh Final atas pembayaran atau
angsuran tsb hrs dibayar sbl akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB
ditandatangani oleh pejabat yg berwenang.
4. Dlm hal PHTB dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
atas penghasilan dari PHTB tsb dilakukan oleh cabang. Namun slr pembayaran PPh atas penghasilan dari
PHTB yg dilakukan di cabang hrs dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh.
5. Dlm hal terdapat 2 atau lbh WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB bekerja sama membentuk KSO/JO
melakukan PHTB maka PPh Final atas PHTB dibayar oleh @ anggota KSO sesuai dgn bagian
penghasilan yg diterima @ anggota KSO.
Dlm hal PPh Final tlh dibayar dgn menggunakan SSP a.n. KSO atau salah satu anggota KSO maka SSP tsb
dipindahbukukan ke @ anggota KSO sesuai dgn bagian penghasilan yg diterima masing-@ anggota KSO.
6. Atas pelaksanaan aturan peralihan Pasal II PP 71 Thn 2008 sebagaimana diatur dlm PER- 28/PJ/2009:
SKB pembayaran PPh yg bersifat final dpt diterbitkan kpd WP badan real estat apabila memenuhi persyaratan
sbb:
a. Pengalihan hak (penjualan) atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sbl tanggal 1 Jan 2009;
b. Penghasilan atas pengalihan hak tsb tlh dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh Thn Pajak yg bersangkutan dan
PPh atas penghasilan tsb tlh dilunasi;

C‐10‐
c. Permohonan diajukan oleh WP badan real estat yg melakukan PHTB disertai lampiran berupa daftar tanah
dan/atau bangunan sesuai format yg ditetapkan yg diisi dgn lengkap meliputi nama dan NPWP pembeli
tanah dan/atau bangunan.
 NPWP pembeli wajib dicantumkan dlm permohonan SKB, kecuali berdasarkan ketentuan perpajakan
pembeli tsb tdk wajib memiliki NPWP
 Nama pembeli yg tercantum dlm permohonan SKB adalah pembeli yg tercantum dlm Perjanjian
Perikatan Jual Beli (PPJB)
 Dlm hal terjadi perubahan PPJB shg WP Badan real estat menerima atau memperoleh penghasilan dari
perubahan PPJB tsb, maka SKB hanya dpt diterbitkan apabila WP badan real estat dpt membuktikan
bahwa penghasilan dari perubahan PPJB tsb tlh dilaporkan dlm SPT PPh thn pajak yg bersangkutan
dan PPh atas penghasilan tsb tlh dilunasi

Penegasan di dlm SE-30/PJ/2014:


1. Atas transaksi PHTB melalui jual beli yg dilakukan oleh WP pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan, baik
yg lsg dilakukan melalui penandatanganan AJB maupun melalui PPJB tanah dan/atau bangunan antara penjual
dgn pembeli (blm dilakukan penandatanganan AJB), wajib dibayar PPh atas penghasilan dari PHTB berdasarkan
ketentuan PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008.
2. Jml bruto nilai pengalihan yg menjadi dasar pengenaan PPh atas penghasilan dari PHTB pd angka 1 adalah nilai
tertinggi antara nilai pengalihan berdasarkan AJB dgn NJOP tanah dan/atau bangunan yg bersangkutan.
3. Pembayaran PPh atas penghasilan dari PHTB melalui jual beli pd angka 1 yg dilakukan oleh:
a. WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB dilakukan:
1) paling lama tanggal 15 bulan berikutnya stl bulan diterimanya pembayaran, baik dgn cara
tunai maupun angsuran, atas PHTB; dan
2) sbl AJB ditandatangani oleh pejabat yg berwenang, dlm hal jml slr pembayaran pd angka
1) kurang dari jml bruto nilai pengalihan hak,
b. selain WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB dilakukan sbl AJB ditandatangani oleh pejabat
yg berwenang.
4. Dlm hal sbl dilakukan penandatanganan AJB antara penjual dgn pembeli terjadi perubahan nama pembeli yg
tercantum dlm PPJB, maka atas penghasilan dari perubahan PPJB yg diterima atau diperoleh WP pembeli yg
semula namanya tercantum dlm PPJB, mrp penghasilan berupa keuntungan krn penjualan atau krn pengalihan
harta sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh yg dikenai PPh berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU PPh dan wajib
dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh WP pembeli yg semula namanya tercantum dlm PPJB.
Contoh:
Odik membeli 1 unit rumah dari developer PT Bali Griya seharga Rp 500 juta scr tunai. Antara PT Bali Griya
dgn Odik blm dilakukan penandatanganan AJB, krn sertifikat rumah tsb masih dlm proses pemecahan shg
dilakukan terlebih dahulu dgn PPJB antara PT Bali Griya sbg penjual dan Odik sbg pembeli.
Sertifikat rumah tsb masih atas nama PT Bali Griya. Sbl dilakukan AJB antara PT Bali Griya dgn Odik, rumah
tsb oleh Odik dijual kpd Indra, shg akibat transaksi tsb nama penjual dan pembeli yg tercantum dlm PPJB rumah
tsb menjadi PT Bali Griya sbg penjual dan Indra sbg pembeli.
Penghasilan yg diterima atau diperoleh Odik dari penjualan rumah tsb mrp penghasilan berupa keuntungan krn
penjualan atau karena pengalihan harta sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh yg dikenai PPh berdasarkan
ketentuan Pasal 17 UU PPh dan wajib dilaporkan dlm SPT Tahunan Odik.

Penelitian SSP atas Penghasilan dari PHTB:


1. Pembuktian pembayaran PPh ke Kas Negara:
 Pejabat yg berwenang (Notaris, PPAT, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yg diberi wewenang sesuai
dgn perpu yg berlaku) hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang
atas PHTB apabila kpd-nya dibuktikan bahwa PPh yg wajib dibayar atas penghasilan dari PHTB tlh dibayar
ke Kas Negara oleh WP yg melakukan PHTB.
 Pembuktian pembayaran PPh ke Kas Negara kpd pejabat yg berwenang tsb dilakukan oleh WP dgn
menyerahkan FC SSP atas penghasilan dari PHTB yg tlh diteliti oleh KPP dgn menunjukkan asli SSP yg
bersangkutan.
2. Syarat pengajuan: (Pasal 2 PER-26/PJ/2010)
 WP yg melakukan PHTB atau kuasanya harus mengajukan formulir penelitian SSP (form
Lamp I PER-26/PJ/2010) ke KPP yg wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau

C‐10‐
bangunan yg dialihkan haknya, yg dilampiri dgn:
 SSP Lembar ke-1 yg sdh tertera NTPN dan NTB/NTP/NPP serta FC-nya;
 FC SPPT atau Surat Tanda Terima Setoran/Struk ATM bukti pembayaran PBB/bukti pembayaran
PBB lainnya atas tanah dan/atau bangunan yg dialihkan haknya;
 FC faktur/bukti penjualan atau bukti penerimaan uang dlm hal pengalihan hak atas
 tanah dan/atau bangunan dilakukan dgn cara penjualan;
 FC surat kuasa dan kartu identitas yg diberi kuasa dlm hal pengajuan formulir penelitian SSP
dikuasakan.
 Dlm hal pembayaran atas PHTB dilakukan dgn cara angsuran, maka SSP Lembar ke-1 yg disampaikan utk
diteliti adalah semua SSP atas penghasilan dari PHTB yg dihitung berdasarkan jml setiap pembayaran
angsuran dan pelunasan.
3. Prosedur Penelitian:
 Atas pengajuan formulir penelitian SSP, Kepala KPP hrs melakukan penelitian: (Pasal 3 PER- 26/PJ/2010)
 mencocokkan jmlh pembayaran yg tercantum dlm SSP Lembar ke-1 dgn data penerimaan pajak dlm
MPN;
 mencocokkan NOP yg dicantumkan dlm SSP dgn NOP yg tercantum dlm FC SPPT atau STTS/bukti
pembayaran PBB lainnya;
 meneliti NJOP bumi dan/atau bangunan per meter persegi dari tanah dan/atau bangunan yg dialihkan
haknya dgn mencocokkan pd Basis Data PBB; → Penelitian NJOP tsb dpt dilanjutkan dgn penelitian
lapangan apabila diperlukan atas NJOP dari tanah dan/atau bangunan yg dialihkan.
 meneliti kebenaran penghitungan dasar pengenaan PPh dgn membandingkan nilai pengalihan
sebenarnya sebagaimana tercantum dlm FC faktur/bukti penjualan atau bukti penerimaan uang dgn
NJOP.
 Kepala KPP hrs menyelesaikan Penelitian SSP dlm jangka waktu: (Pasal 4 PER-26/PJ/2010)
 paling lama 1 hari kerja sejak tanggal diterimanya formulir penelitian SSP beserta lampirannya → dlm
hal tdk dilakukan penelitian lapangan atas NJOP dari tanah dan/atau bangunan yg dialihkan;
 paling lama 3 hari kerja sejak tanggal diterimanya formulir penelitian SSP beserta lampirannya → dlm
hal dilakukan penelitian lapangan atas NJOP dari tanah dan/atau bangunan yg dialihkan.
4. Hasil Penelitian: (Pasal 5 – 7 PER-26/PJ/2010)
 Dlm hal berdasarkan penelitian ternyata PPh dari PHTB blm dibayar ke kas negara atau PPhyg tlh
dibayar oleh WP masih kurang dari yg seharusnya dibayar, Kepala KPP hrs menyampaikan pemberitahuan
scr tertulis kpd WP dgn menggunakan formulir dlm Lamp ll PER-26/PJ/2010. WP yg tlh menerima
pemberitahuan tsb dpt menyampaikan kembali formulir penelitian SSP kpd KPP sesuai
ketentuan dlm hal PPh yg blm atau kurang dibayar tlh dilunasi oleh WP.
 Dlm hal berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa PPh tlh dibayar ke kas negara dan jml-nya tlh sesuai
ketentuan maka SSP Lembar ke-1 yg tlh diteliti dan FC-nya, dibubuhi cap dgn bentuk cap sesuai Lamp III
PER-26/PJ/2010. Kepala KPP hrs menyampaikan SSP Lembar ke-1 yg tlh diteliti dan FC-nya yg tlh
dibubuhi cap kpd WP.
 Thd SSP yg tlh diteliti masih dpt diterbitkan:
 SKPKB apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain PPh yg terutang tdk atau kurang
dibayar;
 SKPKBT apabila ditemukan data baru yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang stl
dilakukan tindakan pemeriksaan dlm rangka penerbitan SKPKBT; atau
 STP apabila PPh yg terutang tdk atau kurang dibayar, dari hasil penelitian terdapat kekurangan
pembayaran PPh sbg akibat salah tulis dan/atau salah hitung, atau WP dikenai sanksi administrasi
berupa denda dan/atau bunga.

C‐10‐
PPh PASAL 15

Dasar
Obyek Tarif PPh Sifat
Perhitungan

1. Perusahaan Pelayaran 1,2% Peredaran Bruto Final


DN
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-416/KMK.04/1996, SE-
29/PJ.4/1996, SE-
32/PJ.43/1998 (mencabut
butir 9 huruf b SE-
29/PJ.4/1996)
2. Charter Penerbangan 1,8% Peredaran Bruto
DN yg diterima
Dasar Hukum dan SE terkait: berdasarkan
KMK-475/KMK.04/1996, SE- perjanjian charter
35/PJ.4/1996
3. Perusahaan Pelayaran 2,64% Peredaran Bruto Final
dan / Penerbangan LN
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-417/KMK.04/1996, SE-
32/PJ.4/1996 (mencabut SE-
27/PJ.4/1995)
4. WP LN yg mempunyai 0,44% / Tarif Nilai Ekspor Bruto Final
Kantor Perwakilan berdasarkan P3B
Dagang (representative
office/liaison office) di
Indonesia
Dasar Hukum dan SE terkait: Penghasilan neto
KMK-634/KMK.04/1994, = 1% X nilai
KEP-667/PJ/2001, SE- ekspor bruto
02/PJ.03/2008
Penghasilan neto = 1% X nilai ekspor bruto
5. WP yg melakukan keg. 7% x tarif tertinggi Total biaya Final
usaha jasa maklon Pasal 17 ayat (1) pembuatan /
(Contract huruf b UU PPh perakitan barang tdk
Manufacturing) termasuk biaya
internasional di bidang pemakaian bahan
produksi mainan anak- baku (direct
anak materials)
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-543/KMK.03/2002, SE-
02/PJ.31/2003

C‐
PPh PASAL 15 ATAS PELAYARAN DN
1. WP Pelayaran DN: (angka 2 SE-29/PJ.4/1996)
Orang yg bertempat tinggal di Indonesia atau badan yg didirikan dan berkedudukan di Indonesia (SPDN) yg
melakukan usaha pelayaran dgn kapal yg didaftarkan baik di Indonesia maupun di LN atau dgn kapal
pihak lain.
2. Objek PPh: (angka 3 SE-29/PJ.4/1996)
WP perusahaan pelayaran DN dikenakan PPh atas slr penghasilan yg diterima atau diperolehnya baik dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh krn itu penghasilan yg menjadi objek pengenaan PPh meliputi
penghasilan yg diterima atau diperoleh WP dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal
dari:
 Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia,
 Pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia,
 Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia,
 pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia
1. Tarif (bersifat final):
PPh terutang = 30 % x NPPN = 30% x (4% x Peredaran bruto) = 1,2% x Peredaran Bruto
(Pasal 2 KMK-416)
→ Peredaran bruto: Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yg diterima atau
diperoleh WP perusahaan pelayaran DN dari pengangkutan orang dan/atau barang yg dimuat dari 1 pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan LN dan/atau sebaliknya. (Pasal 1
KMK-416/KMK.04/1996)
2. Saat Terutang dan Saat Pemotongan: (angka 6 huruf a & b SE-29/PJ.4/1996)
 Atas penghasilan yg diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn pemotong pajak, PPh pasal
15 terutang dan wajib dipotong pd saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti.
 Dlm hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn pemotong pajak, PPh
pasal 15 terutang pd saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
3. Tata Cara Penyetoran & Pelaporan:
 Dlm hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn pemotong
pajak: Pihak yg membayar atau terutang hasil tsb wajib melakukan pemotongan pd saat pembayaran atau
terutang, memberikan bukti potong, menyetorkan paling lambat tgl 10 bulan berikutnya dan melaporkan
SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf a SE-29/PJ.4/1996)
 Dlm hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn
pemotong pajak: WP perusahaan pelayaran DN wajib menyetor sendiri PPh yg terutang paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya. (angka 6 huruf b SE-29/PJ.4/1996)
 Dlm hal Pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak: WP perusahaan pelayaran DN wajib
menyetor sendiri PPh yg terutang paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa
PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf b SE- 29/PJ.4/1996)
4. Mekanisme PPh Pasal 24: (angka 7 SE-29/PJ.4/1996)
Pajak yg tlh dibayar di LN dpt dikreditkan max 1,2% dari penghasilan yg diterima atau diperolehnya di LN
per @ negara.
5. Kewajiban PPh Pasal 25:
 PPh Pasal 25 tdk wajib disetorkan apabila penghasilan semata-mata dari pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk penyewaan kapal, tetapi tetap wajib lapor meskipun nihil.
 Penghasilan di luar jasa pelayaran DN dikenakan PPh berdasarkan ketentuan yg berlaku.
6. Contoh Soal:
PT. AL-NUSA mencarter kapal PAN DAENG AIRLINES,sebuah maskapai pelayaran nasional utk mengangkut
barang. Ongkos charter seb Rp 100 juta. Bagaimana pemotongan pajaknya?
Jawaban:
 PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 seb 1,2% x Rp 100 juta = Rp 1,2 juta pd saat membayar ongkos
charter
 Cara Penyetoran & Pelaporan:
 PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
 Lembar ke-1: utk yg menyewakan (PAN DAENG AIRLINES)
 Lembar ke-2: utkKPP (dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)

C‐
 Lembar ke-3: utk penyewa (arsip PT. AL-NUSA)
 Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
 Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
 Apabila customer dari PAN DAENG AIRLINES tdk memotong pajak (selain pemotong pajak) maka
PAN DAENG AIRLINES wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
dan pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

C‐
PPh PASAL 15 ATAS PELAYARAN/PENERBANGAN LN
1. WP Pelayaran/Penerbangan LN: (angka 2 SE-32/PJ.4/1996)
WP yg bertempat kedudukan di LN yg melakukan usaha melalui BUT di Indonesia.
2. Objek PPh:
Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yg
dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
di LN. (Pasal 1 KMK-417/KMK.04/1996)
→ Dgn demikian yg tdk termasuk penggantian atau imbalan yg diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan LN tsb adalah yg dari pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan di LN ke
pelabuhan di Indonesia. (angka 3 SE-32/PJ.4/1996)
3. Tarif (final): (Pasal 2 KMK-417/KMK.04/1996)
 Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 6% x Peredaran Bruto
 PPh Terutang = 2,64% x Peredaran Bruto
→ 2,64% berasal dari (30% x 6%) + (20% x (6% - (30% x 6%))) = 1,8% + 0,84% = 2,64%
→ Ket: 30% adalah tarif tertinggi PPh Badan, 20% adalah tarif PPh Pasal 26
4. Saat Terutang & Saat Pemotongan:
 Atas penghasilan yg diperoleh berdasarkan perjanjian charter, PPh pasal 15 terutang dan wajib
dipotong pd saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti. (angka 5 huruf a SE-32/PJ.4/1996)
 Dlm hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian charter, PPh pasal 15 terutang pd
saat diterima atau diperolehnya penghasilan. (angka 5 huruf b SE-32/PJ.4/1996)
5. Tata Cara Pembayaran & Pelaporan:
 Penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yg membayar/mencharter
wajib melakukan pemotongan pd saat pembayaran atau terutang, memberikan bukti potong, menyetorkan
paling lambat tgl 10 bln berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bln
berikutnya. (angka 5 huruf a SE-32/PJ.4/1996)
 Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka WP perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan LN wajib menyetor sendiri paling lambat tanggal 15 bln berikutnya dan melaporkan SPT
Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bln berikutnya. (angka 5 huruf b SE- 32/PJ.4/1996)
6. Kesimpulan:
 Jika tdk mempunyai BUT maka tdk kena PPh Pasal 15, tetapi memperhatikan ketentuan PPh Pasal 26
 Penghasilan di luar jasa pelayaran/penerbangan LN dikenakan PPh berdasarkan ketentuan yg berlaku.
(angka 6 SE-32/PJ.4/1996)
7. Contoh Soal:
PT. AL-NUSA mencarter pesawat PAN ASIA AIRLINES, sebuah maskapai penerbangan internasional utk
mengangkut barang dan mempunyai BUT di Indonesia. Ongkos charter seb Rp 100 juta. Bagaimana
pemotongan pajaknya?
Jawaban:
 PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 seb 2,64% x Rp 100 juta = Rp 2,64 juta pd saat membayar ongkos
charter
 Cara Penyetoran & Pelaporan:
 PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
 Lembar ke-1: utk yg menyewakan (PAN ASIA AIRLINES)
 Lembar ke-2: utk KPP (Dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
 Lembar ke-3: utk penyewa (Arsip PT. AL-NUSA)
 Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
 Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
 Apabila customer dari PAN ASIA AIRLINES tdk memotong pajak (selain perjanjian charter) maka PAN
ASIA AIRLINES wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan
pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

C‐
PPh PASAL 15 ATAS PENERBANGAN DN
1. WP Penerbangan DN: (Pasal 1 huruf a KMK-475/KMK.04/1996)
WP perusahaan penerbangan yg bertempat kedudukan di Indonesia (SPDN Badan) yg memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian charter.
→ Yg dimaksud dgn perjanjian charter meliputi semua bentuk charter, termasuk sewa ruangan pesawat udara
baik utk orang dan/atau barang ("space charter"). (Angka 1 SE-35/PJ.4/1996)
2. Objek PPh:
Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yg diterima atau diperoleh WP berdasarkan
perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yg dimuat dari 1 pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
(Pasal 1 huruf b KMK-475/KMK.04/1996)
3. Tarif (tdk final):
 PPh terutang = 30% x NPPN = 30% x 6% x Peredaran Bruto
 PPh Terutang = 1,8 % x Peredaran Bruto
(Pasal 2 ayat (2) KMK-475)
1,8% berasal dari 6% x 30%
 Pelunasan PPh seb 1,8% mrp pembayaran PPh Pasal 23 yg dpt dikreditkan thd PPh yg terutang
dlm SPT Tahunan PPh utk thn pajak yg bersangkutan. (Pasal 2 ayat (3) KMK- 475/KMK.04/1996 dan
angka 4 SE-35/PJ.4/1996)
4. Pemotong: (Angka 5 SE-35/PJ.4/1996)
Pencharter yg mrp Badan pemerintah, Subjek Pajak Badan DN, Penyelenggara Kegiatan, BUT, atau Perwakilan
Perusahaan LN lainnya.
5. Tata Cara Penyetoran & Pelaporan:
 Pembayaran PPh Pasal 15 atas penerbangan DN ini dilakukan melalui mekanisme pemotongan oleh
pencharter sepanjang pencharter tsb adalah pemotong pajak.
 Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya (MAP/KJS 411129/101)
 Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya (menggunakan SPT Masa PPh Pasal 15)
6. Saat terutang & Saat Pemotongan: (angka 5 SE-35)
Pemotongan PPh pasal 15 atas penghasilan berdasarkan perjanjian charter dilakukan pd saat pembayaran atau
saat terutangnya imbalan atau nilai pengganti.
7. Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional:
Badan hukum Indonesia yg menyelenggarakan usaha angkutan udara utk umum dgn memungut pembayaran dan
tlh memiliki izin usaha dari Departemen Perhubungan.
8. Contoh Soal:
PT. AL-NUSA mencarter pesawat PAN RAJAWALI LINES sebuah maskapai penerbangan nasional utk
mengangkut barang. Ongkos charter seb Rp 100 juta. Bagaimana pemotongan pajaknya?
Jawaban:
 PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 seb 1,8% x Rp 100 juta = Rp 1,8 juta pd saat membayar ongkos
charter
 Cara Penyetoran & Pelaporan:
 PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
 Lembar ke-1: utk yg menyewakan (PAN RAJAWALI LINES)
 Lembar ke-2: utk KPP (dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
 Lembar ke-3: utk penyewa (Arsip PT. AL-NUSA)
 Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
 Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
 Apabila PAN RAJAWALI LINES menerima penghasilan selain dari perjanjian charter maka tidak perlu
ada mekanisme penyetoran sendiri PPh pasal 15 (akan diperhitungkan di PPh Badan)

C‐
PPh PASAL 15 ATAS KANTOR PERWAKILAN DAGANG ASING DI INDONESIA
1. Subjek Pajak: (Angka 2 SE-02/PJ.03/2008)
WP LN yg mempunyai kantor perwakilan dagang (representative office/liaison office) di Indonesia yg berasal
dari negara yg blm mempunyai P3B dgn Indonesia.
2. Objek Pajak: (Pasal 1 KMK-634/KMK.04/1994)
Nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yg diterima atau diperoleh WP LN yg
mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kpd OP atau badan yg berada atau
bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Tarif (bersifat final): (Angka 1 SE-02/PJ.03/2008)
 Penghasilan neto = 1% X nilai ekspor bruto
 PPh Terutang = 0,44% X nilai ekspor bruto
→ 0.44% berasal dari (30% x 1%) + (20% x (1%-(30% x 1%))) = 0,3% + 0,14% = 0,44%
4. Tata Cara Pembayaran & Pelaporan: (KEP-667/PJ/2001)
 Pembayaran: dgn mekanisme penyetoran sendiri oleh kantor perwakilan dagang selambat- lambatnya
tanggal 15 bulan berikut stl bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.
 Pelaporan: selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut stl bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan
Pelaporan dgn menggunakan form Lamp KEP-667/PJ/2001
5. Khusus utk Kantor Perwakilan Dagang yg Berasal dari Negara Mitra P3B
 Besarnya tarif pajak yg terutang disesuaikan dgn tarif BPT (Branch Profit Tax) dari suatu
BUT tsb sebagaimana dimaksud dlm P3B terkait.
 Tarif atas BPT lihat di SE-02/PJ.03/2008
 Contoh perhitungannnya lihat di SE-02/PJ.03/2008
6. Representative Office: (Angka 4 SE-18/PJ.431/1992)
Perwakilan dagang asing di Indonesia pd dasarnya ada 2 macam, yaitu perwakilan dagang asing yg melakukan
usaha dan/atau pekerjaan bebas dan perwakilan dagang asing yg tdk melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas.
Kantor perwakilan dagang asing yg melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas di Indonesia adalah BUT yg
dikenakan PPh sesuai UU PPh. Kantor perwakilan dagang asing yg bukan BUT adalah kantor perwakilan dari
perusahaan yg berkedudukan di negara yg mempunyai P3B (Tax Treaty) dgn Indonesia, yg berdasarkan Treaty
tsb tdk dianggap sbg BUT.

C‐
PPh PASAL 21/26

Obyek Tarif PPh Dasar Perhitungan Sifat

1. Penghasilan yg diterima Pasal 17 UU PPh PKP = PN – PTKP = (PB -


/ diperoleh Pegawai BJ - IP) – PTKP
tetap (termasuk pekerja
asing status WP DN)
2. Penghasilan pegawai
tdk tetap atau tenaga
kerja lepas (kecuali
tenaga ahli) berupa
upah harian, upah
mingguan, upah satuan,
upah borongan atau Ketentuan Lama:
upah yg Pasal 17 UU PPh PKP = PB – PTKP
a. dibayarkan bulanan
b. tdk dibayar bulanan 5% Jml penghasilan yg > > Rp 150 ribu
- Bila penghasilan Rp 200 ribu sehari sehari
sehari / rata-rata
penghasilan sehari
> Rp 200 ribu sehari
sepanjang penghasilan
kumulatif yg diterima
dlm 1 bulan kalender
< Rp 2,025 juta
- Bila tlh memperoleh
penghasilan 5% PKP = PN – PTKP > Rp 1,32 juta
kumulatif dlm 1 sebenarnya ((PTKP tetapi < Rp 6 juta
bulan kalender > setahun sesuai dgn
- Rp 2,025 juta tetapi statusnya : 360) x jml
< Rp 7 juta hari kerja)
- Bila tlh memperoleh
penghasilan kumulatif Pasal 17 UU PPh PKP = (PB – IP) – PTKP > Rp 6 juta
dlm 1 bulan kalender
> Rp 7 juta

3. Penghasilan yg diterima Final


/ diperoleh Penerima
pensiun scr
a. berkala Pasal 17 UU PPh PKP = PN – PTKP = (PB
– BP) – PTKP

b. sekaligus  < Rp 50 juta: 0% PB Walaupun


(pesangon)  > Rp 50-100 juta: pesangon yg
Berlaku mulai 16 Nov 5% diperoleh <
2009  > Rp 100-500 Rp 50 juta
juta: 15% dikenakan tarif
 > Rp 500 juta: 0% tetap hrs
25% dibuatkan bukti
potong

C‐12‐
4. Uang Manfaat Pensiun  < Rp 50 juta: 0% PB
dan THT & JHT yg  > Rp 50 juta: 5%
dibayar sekaligus
Berlaku mulai 16 Nov
2009
5. Imbalan kpd bukan
pegawai, a.l. berupa
honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya
dgn nama & dlm bentuk
apapun sbg imbalan
sehubungan dgn
pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yg dilakukan
a. imbalan yg tdk Pasal 17 UU PPh 50% x PB Tdk Kumulatif
bersifat
berkesinambungan
b. imbalan yg bersifat
berkesinambungan
- Punya NPWP & Pasal 17 UU PPh PKP = (50% x PB) – Kumulatif
hanya bekerja dari 1 PTKP bulanan
pemberi kerja serta
tdk memperoleh
penghasilan lainnya
(memenuhi Pasal 13
ayat (1)
PER-31/PJ/2012)
- Tdk Memenuhi Pasal 17 UU PPh 50% x PB Kumulatif
Pasal 13 ayat (1)
PER-31/PJ/2012
6. Imbalan kpd peserta Pasal 17 UU PPh PB Kumulatif
kegiatan, a.l. berupa uang
saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah
atau penghargaan dgn nama
dan dlm bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dgn nama
apapun
7. Honorarium atau Pasal 17 UU PPh PB Kumulatif
imbalan yg bersifat tdk
teratur yg diterima atau
diperoleh anggota
dewan komisaris atau
dewan pengawas yg tdk
merangkap sbg pegawai
tetap pd perusahaan yg
sama, penarikan dana
pensiun oleh peserta
program pensiun yg
masih berstatus sbg
pegawai dari dana
pensiun yg pendiriannya
tlh disahkan oleh MenKeu
8. Jasa produksi, tantiem, Pasal 17 UU PPh PB Kumulatif
gratifikasi, bonus atau

C‐12‐
imbalan lain yg bersifat
tdk teratur yg diterima
atau diperoleh mantan
pegawai
9. Honor/ Imbalan dgn
nama apapun (selain
gaji & tunjangan yg
sifatnya tetap) yg
diterima oleh: 0% PB Final
a. PNS Gol. I & II,
Anggota TNI/POLRI
Gol. pangkat
Tamtama & Bintara
dan pensiunannya. 5% PB Final
b. PNS Gol. III, Anggota
TNI/POLRI Gol.
Pangkat Perwira
Pertama dan
pensiunannya. 15% PB Final
c. PNS Gol. IV, Anggota
TNI/POLRI Gol.
Pangkat Perwira
Menengah & Tinggi
dan pensiunannya.
Berlaku sejak 1 Jan 2011
Jika WP OP penerima penghasilan tdk memiliki NPWP, maka akan dikenakan tarif lbh tinggi 20% daripada
tarif yg diterapkan thd WP yg memiliki NPWP (Hanya berlaku utk pemotongan PPh Pasal 21 yg bersifat
tdk final). Namun, jika WP tsb kemudian mempunyai NPWP dlm thn kalender yg bersangkutan paling lama
sbl masa pajak Desember, maka atas selisih pengenaan tarif 20% lbh tinggi tsb diperhitungkan dgn PPh
Pasal 21 yg terutang utk bulan-bulan selanjutnya stl memiliki NPWP. (Pasal 20 ayat (4) PER 31/PJ/2012)
→ Sejak 1 Jan 2009
Ket :
PKP : Penghasilan Kena Pajak PN :
Penghasilan Neto
PB : Penghasilan Bruto
BJ : Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto, max Rp 500 ribu/bulan atau Rp 6 juta/thn), bersifat
kumulatif
IP : Iuran Pensiun
BP Biaya Pensiun (5% x Penghasilan bruto, max Rp 200 ribu/bulan atau Rp 2,4 juta/thn),
bersifat kumulatif
Dasar Hukum: PP 68 Thn 2009, PMK 250/PMK.03/2008, PMK 252/PMK.03/2008, PMK
16/PMK.03/2010, PER 31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)

C‐12‐
KETENTUAN PPh PASAL 21/26

Dasar Hukum:
 PP 94 Thn 2010
 PP 68 Thn 2009
 PMK-252/PMK.03/2008
 PMK 16/PMK.03/2010 (berlaku sejak 16 Nov 2009)
 PER-31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)  mencabut PER-31/PJ/2009 jo PER-57/PJ/2009

Pemotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 2 PER-31/PJ/2012)


1. Pemberi kerja yg terdiri dari:
a. OP dan badan
b. Cabang, perwakilan, atau unit, dlm hal yg melakukan sebagian atau slr administrasi yg terkait dgn
pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit
tsb.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pd
Pempus termasuk institusi TNI/POLRI, Pemda, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-
lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar RI di LN, yg membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dgn nama dan dlm bentuk apapun sehubungan dgn pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain
yg membayar uang pensiun scr berkala dan THT atau JHT.
4. OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yg membayar:
a. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sbg imbalan sehubungan dgn jasa yg dilakukan oleh OP
dgn status SPDN, termasuk jasa tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas dan bertindak utk dan atas
namanya sendiri, bukan utk dan atas nama persekutuannya.
b. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sbg imbalan sehubungan dgn jasa yg dilakukan oleh OP
dgn status SPLN.
c. Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kpd peserta pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang.
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yg bersifat nasional
dan internasional, perkumpulan, OP serta lembaga lainnya yg menyelenggarakan kegiatan, yg
membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dlm bentuk apapun kpd WP OP berkenaan dgn suatu
kegiatan.

Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26: (Pasal 23 PER-31/PJ/2012)


1. Pemotong PPh Pasal 21/26 hrs memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yg diterima atau
diperoleh Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 bulan stl thn kalender berakhir.
2. Dlm hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sbl bulan Des, bukti pemotongan PPh Pasal 21 pd ayat (1) hrs diberikan
paling lama 1 bulan stl yg bersangkutan berhenti bekerja.
3. Pemotong PPh Pasal 21/26 hrs memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas pemotongan PPh Pasal 21
selain Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala pd ayat (1), serta bukti pemotongan PPh Pasal 26 setiap kali
melakukan pemotongan PPh Pasal 26.
4. Dlm hal dlm 1 bulan kalender, kpd 1 penerima penghasilan dilakukan > 1 x pembayaran penghasilan, bukti
pemotongan PPh Pasal 21/26 pd ayat (3) dpt dibuat sekali utk 1 bulan kalender.

Bukan Pemotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 2 ayat (2) & (3) PER-31/PJ/2012)
Tdk termasuk sbg pemberi kerja yg mempunyai kewajiban utk melakukan pemotongan PPh Pasal 21/26:
a. Kantor perwakilan negara asing.
b. Organisasi-organisasi internasional pd Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh, yg tlh ditetapkan oleh MenKeu.
c. Pemberi kerja OP yg tdk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yg semata-mata mempekerjakan OP
utk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dlm rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
Ket: Dlm hal organisasi internasional tdk memenuhi ketentuan pd huruf b di atas, organisasi
internasional dimaksud mrp pemberi kerja yg berkewajiban melakukan pemotongan pajak.

C‐12‐
Penerima Penghasilan yg Dipotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 3 PER-31/PJ/2012) OP
yg mrp:
a. Pegawai.
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, atau JHT, termasuk ahli
warisnya.
c. Bukan Pegawai yg menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dgn pemberian
jasa, meliputi:
1. Tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas, yg terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat pelukis, dan
seniman lainnya.
3. Olahragawan.
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6. Pemberi jasa dlm segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kpd suatu kepanitiaan.
7. Agen iklan.
8. Pengawas atau pengelola proyek.
9. Pembawa pesanan atau yg menemukan langganan atau yg menjadi perantara.
10. Petugas penjaja barang dagangan.
11. Petugas dinas luar asuransi.
12. Distributor perusahaan MLM atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
d. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yg tdk merangkap sbg Pegawai Tetap pd
perusahaan yg sama.
e. Mantan pegawai.
f. Peserta kegiatan yg menerima/memperoleh penghasilan sehubungan dgn keikutsertaannya dlm
suatu kegiatan, antara lain:
1. Peserta perlombaan dlm segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.
2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.
3. Peserta atau anggota dlm suatu kepanitiaan sbg penyelenggara kegiatan tertentu.
4. Peserta pendidikan dan pelatihan.
5. Peserta kegiatan lainnya.

 Pegawai dibedakan menjadi:


 Pegawai Tetap: pegawai yg menerima atau memperoleh penghasilan dlm jml tertentu scr teratur,
termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yg bekerja
berdasarkan kontrak utk suatu jangka waktu tertentu yg menerima atau memperoleh penghasilan dlm
jml tertentu scr teratur.
 Pegawai Tdk Tetap/Tenaga Kerja Lepas: pegawai yg hanya menerima penghasilan apabila
pegawai yg bersangkutan bekerja, berdasarkan jml hari bekerja, jml unit hasil pekerjaan yg dihasilkan
atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yg diminta oleh pemberi kerja. → berupa upah
 Penerima penghasilan Bukan Pegawai: OP selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tdk Tetap/Tenaga
Kerja Lepas yg memperoleh penghasilan dgn nama dan dlm bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal
21/26 26 sbg imbalan jasa yg dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
 Peserta kegiatan: OP yg terlibat dlm suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang,
seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima
atau memperoleh imbalan sehubungan dgn keikutsertaannya dlm kegiatan tsb.
 Penerima pensiun: OP atau ahli warisnya yg menerima atau memperoleh imbalan utk pekerjaan yg
dilakukan di masa lalu, termasuk OP atau ahli warisnya yg menerima THT atau JHT.
 Imbalan kpd Bukan Pegawai yg Bersifat Berkesinambungan: Imbalan kpd Bukan Pegawai yg
dibayar atau terutang > 1 x dlm 1 thn kalender sehubungan dgn pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

C‐12‐
Bukan Penerima Penghasilan yg dipotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 4 PER-31/PJ/2012)
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yg
diperbantukan kpd mereka yg bekerja pd dan bertempat tinggal bersama mereka, dgn syarat bukan WNI dan
di Indonesia tdk menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tsb, serta negara
yg bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional pd Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh, yg tlh ditetapkan oleh MenKeu,
dgn syarat bukan WNI dan tdk menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain utk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

Objek PPh Pasal 21/26:


Meliputi: (Pasal 5 ayat (1) PER-31/PJ/2012)
1. Penghasilan yg diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yg Bersifat Teratur
maupun Tdk Teratur.
2. Penghasilan yg diterima atau diperoleh penerima pensiun scr teratur berupa uang pensiun atau
penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, THT, atau JHT yg dibayarkan
sekaligus, yg pembayarannya melewati jangka waktu 2 thn sejak pegawai berhenti bekerja.
4. Penghasilan Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah borongan atau upah yg dibayarkan scr bulanan.
5. Imbalan kpd Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dgn nama
dan dlm bentuk apapun sbg imbalan sehubungan jasa yg dilakukan.
6. Imbalan kpd peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium,
hadiah atau penghargaan dgn nama dan dlm bentuk apapun, dan imbalan sejenis dgn nama apapun.
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yg bersifat tdk teratur yg diterima atau diperoleh
anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yg tdk merangkap sbg Pegawai Tetap pd
perusahaan yg sama.
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yg bersifat tdk
teratur yg diterima atau diperoleh mantan pegawai.
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yg masih berstatus
sbg pegawai, dari dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu.
Termasuk: (Pasal 5 ayat (2) PER-31/PJ/2012)
10. Penerimaan dlm bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dgn nama dan dlm bentuk apapun yg
diberikan oleh:
a. WP yg dikenakan PPh yg bersifat final; atau
b. WP yg dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

Penghasilan dlm Pasal 5 PER-31/PJ/2012 yg diterima/diperoleh OP: (Pasal 6 PER-31/PJ/2012)


 SPDN, mrp penghasilan yg dipotong PPh Pasal 21
 SPLN, mrp penghasilan yg dipotong PPh Pasal 26

Dasar Perhitungan PPh Pasal 21/26: (Pasal 7 PER-31/PJ/2012)


 Dlm hal penghasilan pd Pasal 5 ayat (1) PER-31/PJ/2012 diterima atau diperoleh dlm mata uang asing,
penghitungan PPh Pasal 21/26 didasarkan pd nilai tukar (kurs) yg ditetapkan oleh MenKeu yg berlaku pd
saat pembayaran penghasilan tsb atau pd saat dibebankan sbg biaya.
 Penghitungan PPh Pasal 21/26 atas penghasilan berupa penerimaan dlm bentuk natura dan/atau kenikmatan
lainnya pd Pasal 5 ayat (2) PER-31/PJ/2012 didasarkan pd hrg pasar atas barang yg diberikan atau nilai
wajar atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yg diberikan.

Bukan Objek PPh Pasal 21/26: (Pasal 8 PER-31/PJ/2012)


1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dgn asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dlm bentuk natura dan/atau kenikmatan dlm bentuk apapun yg diberikan oleh WP atau
Pemerintah, kecuali penghasilan pd Pasal 5 ayat (2) PER-31/PJ/2012.
 Termasuk penerimaan dlm bentuk kenikmatan adalah PPh yg ditanggung oleh pemberi kerja.

C‐12‐
3. Iuran pensiun yg dibayarkan kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu, Iuran THT
atau iuran JHT kpd badan penyelenggara THT atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yg
dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yg diterima oleh OP yg berhak dari badan atau lembaga amil zakat yg dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, atau Sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk agama yg diakui di
Indonesia yg diterima oleh OP yg berhak dari lembaga keagamaan yg dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah sepanjang tdk ada hubungan dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-
pihak yg bersangkutan.
5. Beasiswa pd Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh.

Ketentuan Lain:
 Jml penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh penerima penghasilan yg dipotong PPh
Pasal 21/26 adalah slr jml penghasilan pd Pasal 5 PER-31/PJ/2012 yg diterima atau diperoleh
dlm suatu periode atau pd saat dibayarkan. (Pasal 10 ayat (1) PER-31/PJ/2012)
 Dlm hal Bukan Pegawai pd Pasal 3 huruf c PER-31/PJ/2012 memberikan jasa kpd Pemotong PPh Pasal 21/26:
(Pasal 10 ayat (5) PER-31/PJ/2012)
a. Mempekerjakan orang lain sbg pegawainya maka besarnya jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10 ayat (1)
PER-31/PJ/2012 adalah seb jml pembayaran stl dikurangi dgn bagian gaji/upah dari pegawai yg
dipekerjakan tsb, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan bagian gaji/upah dari pegawai
yg dipekerjakan tsb maka besarnya penghasilan bruto tsb adalah seb jml yg dibayarkan.
b. Melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10 ayat (1)
PER-31/PJ/2012 hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt
dipisahkan antara pemberian jasa dgn material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tsb termasuk
pemberian jasa dan material atau barang.
 Dlm hal jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10 ayat (1) PER-31/PJ/2012 dibayarkan kpd dokter yg melakukan
praktik di RS dan/atau klinik maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jasa dokter yg dibayar oleh pasien
melalui RS dan/atau klinik sbl dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh RS dan/atau klinik. (Pasal 10 ayat (6)
PER-31/PJ/2012)

Disetahunkan atau Tdk:


Penghasilan Neto Tdk Disetahunkan Penghasilan Neto Disetahunkan
Karyawan yg kewajiban pajak Karyawan yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
subjektifnya sdh ada sejak awal thn, tapi SPDN dimulai dlm thn pajak.
baru mulai bekerja dlm thn pajak,
termasuk yg
sebelumnya bekerja di pemberi kerja lain
Karyawan yg kewajiban pajak subjektifnya Karyawan yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
sdh ada sejak awal thn, tapi berhenti bekerja SPDN berakhir dlm thn pajak
dlm thn pajak Mutasi dari pemberi kerja yg sama (pindah
cabang)

Biaya SDM:
Dpt
Tdk Dpt
Dikurangkan & Dpt Dikurangkan & Bukan Tdk Dpt Dikurangkan &
Dikurangkan &
Mrp Objek PPh Mrp Objek PPh 21 Bukan Mrp Objek PPh 21
21 Mrp Objek PPh 21
Gaji/Upah Premi JHT yg dibayar Pembayaran bonus, Sembako
perusahaan ke PT Jamsostek gratifikasi, jasa
Tunj. (termasuk Iuran Pensiun yg dibayar produksi, tantiem Rekreasi, piknik, dan olah
tunj. PPh 21) perusahaan ke Dana Pensiun (bagian keuntungan raga
yg disahkan Menkeu RI yg diberikan kpd
Biaya beasiswa, magang, dan Direksi & Komisaris Cuti pegawai
pelatihan pegawai dari pemegang saham
Premi asuransi Biaya perjalanan dinas yg didasarkan pd Biaya Pengobatan yg
jiwa pegawai yg Pemberian natura/kenikmatan yg prosentase tertentu dibayar lsg oleh pemberi
dibayar berkaitan dgn pelaksanaan dari laba perusahaan), kerja ke RS, dokter, dan
perusa-haan, pekerjaan di: dsb apotik
termasuk JKK,

C‐12‐
JKM, JPK  Bukan daerah terpencil kpd karyawan yg mrp
1. Penyediaan makan bagian keuntungan
Uang lembur, minum utk slr pegawai (pembagian laba) Perumahan yg semua
uang transport, 2. sbg sarana keselamatan atau dibebankan ke biaya yg ditimbulkannya
honor dsb kerja atau krn sifat laba ditahan dibayar lsg oleh
Penggantian pekerjaan tsb (Retained Earning). perusahaan
Pengobatan, mengharuskannya. (SE-16/PJ.44/1992) Pakaian (selain pakaian sbg
pemberian uang  Daerah terpencil (sdh sarana keselamatan kerja
pengobatan, mendapat persetujuan dari atau krn sifat pekerjaan tsb
pemberian tunj. DJP) mengharuskannya)
Pengobatan
THR, Bonus atas
prestasi kerja

Perlakuan Perpajakan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JKK, JKM, JPK, JHT):
Perlakuan bagi Pemberi
Uraian Kerja Perlakuan bagi Karyawan
JKK, JKM, JPK Biaya Bagi Perusahaan Penghasilan (digabung dlm penghasilan bruto gaji)
dibayar Perusahaan (Deductable) Alasan: Krn tdk tercantum dlm Pasal 4 ayat 3 UU
PPh shg mrp objek PPh

JKK, JKM, JPK Bukan Pengurang Bagi OP (Karyawan) yg


dibayar karyawan membayarnya
Alasan: Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh.
JHT 3,7% Biaya Bagi Perusahaan Tdk menambah penghasilan Bruto karyawan. Tapi
dibayar (Deductable). Semua iuran objek PPh pd saat menerima klaim JHT sekaligus dari
oleh pensiun adalah biaya bagi yg PT JAMSOSTEK (dipotong oleh
Iuran Perusahaan membayarnya PT. JAMSOSTEK saat menerima klaim)
JHT JHT 2% - Biaya bagi karyawan (pengurang penghasilan
5,7% dibayar Bruto). Krn saat menerima JHT akan dipotong
karyawan PPh 21 oleh PT JAMSOSTEK
Alasan: Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh.
Ket: (Pasal 9 PP 14 Thn 1993)
JKK = 0,24% / 0,54% / 0,89% / 1,27% / 1,74% x upah sebulan JKM
= 0,3% x upah sebulan
JPK = Karyawan berkeluarga 6% x upah sebulan, blm berkeluarga 3% x upah sebulan

Uang Pesangon:
Uang Pesangon dialihkan oleh
Uang Pesangon dibayarkan scr lsg oleh Pemberi Kerja kpd Pengelola
Pemberi Kerja (PK) Dana Pesangon Tenaga Kerja
(PDPTK)
Dibayarkan
Dibayarkan sekaligus bertahap
Cara Jika
Pembayaran sebagian Sebagian
atau slr-nya dibayarkan pd Dibayarkan Dibayarkan
Seka-ligus dibayarkan thn ke-3 dst sekaligus bertahap
1x dlm jangka (lewat jangka
waktu paling waktu 2 thn
lama 2 thn kalender)
kalender
Saat Terutang Saat dilakukan pembayaran Saat terutang Saat Saat
/ saat pegawai atau dibayarkan pengalihan pembayaran
dianggap sdh uang pesangon uang pesangon uang
menerima hak sekaligus dari pesangon dari
atas uang PK kpd PDPTK. PDPTK kpd
pesangon Pd saat pegawai Pegawai. Blm

C‐12‐
menerima uang terutang saat
pesangon dari pengalihan uang
PDPTK tdk pesangon scr
dipotong PPh 21 bertahap dari PK
kpd
PDPTK.
Pemotong PK PDPTK
PPh 21
Tarif Final Tdk Final Final
(dpt menjadi
kredit pajak)
Tarif progresif x
penghasilan
bruto yg
terutang atau
dibayarkan pd
@ thn kalender

Uang Manfaat Pensiun, THT, JHT:


Uang Manfaat Pensiun, THT, JHT
dibayarkan
dibayarkan sekaligus bertahap Uang Manfaat Pensiun
(UMP) dialihkan kpd
jika sebagian sebagian
Cara Perusahaan Asuransi
atau slr-nya dibayarkan pd
Pembayaran dibayarka Jiwa (PAJ) dgn cara Dana
dibayarkan dlm thn ke-3 dst
n Pensiun (DP) membeli
jangka waktu (lewat jangka
sekaligus anuitas seumur hidup
paling lama 2 waktu 2 thn
1x thn kalender kalender)
Saat Saat dilakukan pembayaran Saat terutang Terutang saat pembelian
Terutang atau pembayaran anuitas seumur hidup.
Pd saat PAJ membayar
UMP kpd pegawai, tdk
dipotong PPh 21
Pemotong Pemberi Kerja DP Pemberi Kerja atau DP
PPh 21 Lembaga Keuangan
Tarif Final Tdk Final Final
(dpt menjadi kredit
pajak)
Tarif Progresif x
jml penghasilan
bruto kumulatif yg
terutang atau
dibayarkan pd @
tahun kalender
Ket:
Penghasilan berupa UMP yg dibayarkan sekaligus, meliputi:
 Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yg dibayarkan scr sekaligus pd saat pegawai
pensiun atau meninggal dunia
 Pembayaran manfaat pensiun bulanan yg lbh kecil dari suatu jml tertentu yg ditetapkan dari waktu ke waktu
oleh MenKeu yg dibayarkan sekaligus
 Pengalihan UMP kpd PAJ dgn cara DP membeli anuitas seumur hidup

C‐12‐
PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21/26: (Lamp PER-31/PJ/2012)

I. Penghitungan PPh Pasal 21 utk Pegawai Tetap & Penerima Pensiun Berkala

Penghitungan PPh Pasal 21 utk pegawai tetap & penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2:
1. Penghitungan masa atau bulanan yg menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yg terutang utk setiap masa
pajak, yg dilaporkan dlm SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Des atau masa pajak di mana
pegawai tetap berhenti bekerja
2. Penghitungan kembali sbg dasar pengisian Form 1721 A1/A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yg terutang
utk masa pajak Des atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja. Penghitungan kembali ini
dilakukan pd:
a. bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun
b. bulan Des bagi pegawai tetap yg bekerja sampai akhir thn kalender dan bagi penerima pensiun
yg menerima uang pensiun sampai akhir thn kalender

I.1. Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Des atau Masa Pajak di mana pegawai tetap
berhenti bekerja
a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur
b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tdk Teratur

I.1.a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur

I.1.a.1. Bagi Pegawai Tetap:


1 a. Utk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih
dahulu dihitung slr penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh selama
sebulan, yg meliputi slr gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur
lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.
b. Utk perusahaan yg masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK) dan premi Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yg dibayar oleh pemberi kerja mrp
penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yg sama diberlakukan juga bagi premi
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa yg dibayarkan oleh pemberi kerja utk
pegawai kpd perusahaan asuransi lainnya. Dlm menghitung PPh Pasal 21,
premi tsb digabungkan dgn penghasilan bruto yg dibayarkan oleh pemberi
kerja kpd pegawai.
c. Selanjutnya dihitung jml penghasilan neto sebulan yg diperoleh dgn cara
mengurangi penghasilan bruto sebulan dgn biaya jabatan, serta iuran
pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau iuran Tunjangan Hari Tua yg
dibayar sendiri oleh pegawai yg bersangkutan melalui pemberi kerja kpd
Dana Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh Menkeu atau kpd Badan
Penyelenggara Program Jamsostek.
2 a. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jml penghasilan neto
sebulan dikalikan 12
b. Dlm hal seorang pegawai tetap dgn kewajiban pajak subjektifnya sbg WP
DN sdh ada sejak awal thn, tetapi mulai bekerja stl bulan Jan, maka
penghasilan neto setahun dihitung dgn mengalikan penghasilan neto sebulan
dgn banyaknya bulan sejak pegawai yg bersangkutan mulai bekerja s.d.
bulan Des.
c. Selanjutnya dihitung PKP sbg dasar penerapan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf
a UU PPh, yaitu seb Penghasilan neto setahun pd huruf a atau b di atas,
dikurangi dgn PTKP.
d. Stl diperoleh PPh terutang dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU PPh thd PKP pd huruf c, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yg
hrs dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu seb:
1) jml PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan pd huruf a dibagi dgn 12;
atau
2) jml PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan pd huruf b dibagi

C‐12‐
banyaknya bulan yg menjadi faktor pengali pd huruf b.
3 a. Apabila pajak yg terutang oleh pemberi kerja tdk didasarkan atas masa gaji
sebulan, maka utk penghitungan PPh Pasal 21, jml penghasilan tsb terlebih
dahulu dijadikan penghasilan bulanan dgn mempergunakan faktor
perkalian:
b. Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan dgn cara seperti
dlm angka 2 di atas.
c. PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21
sebulan dlm huruf b dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan
sehari dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dlm huruf b dibagi 26.
4 Jika kpd pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yg
berlaku surut (rapel), misalnya utk 5 bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas
rapel tsb:
a. rapel dibagi dgn banyaknya bulan perolehan rapel tsb (dlm hal ini 5 bulan);
b. hasil pembagian rapel tsb ditambahkan pd gaji setiap bulan sbl adanya
kenaikan gaji, yg sdh dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;
c. PPh Pasal 21 atas gaji utk bulan-bulan stl ada kenaikan, dihitung kembali
atas dasar gaji baru stl ada kenaikan;
d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji utk bulan-bulan dimaksud adalah
selisih antara jml pajak yg dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jml pajak
yg tlh dipotong pd huruf b.
5. Apabila kpd pegawai di samping dibayar gaji yg didasarkan masa gaji kurang dari 1
bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yg lbh lama dari 1 bulan (rapel) seperti
tsb dlm angka 4, maka cara penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah sesuai dgn yg
tlh ditetapkan dlm angka 4 dgn memperhatikan ketentuan dlm angka 3.

I.1.a.2. Bagi Penerima Pensiun Berkala:


1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yg diterima atau diperoleh
penerima pensiun pd thn pertama pensiun:
a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yg diperoleh dgn cara
mengurangi penghasilan bruto dgn biaya pensiun, kemudian dikalikan
banyaknya bulan sejak pegawai yg bersangkutan menerima pensiun s.d.
bulan Des;
b. penghasilan neto pensiun pd huruf a ditambah dgn penghasilan neto dlm thn
yg bersangkutan yg diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sbl pegawai
yg bersangkutan pensiun sesuai dgn yg tercantum dlm bukti pemotongan
PPh Pasal 21 sbl pensiun;
c. utk menghitung PKP, jml penghasilan pd huruf b tsb dikurangi dgn PTKP,
dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas PKP tsb;
d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dlm thn yg bersangkutan dihitung dgn cara
mengurangi PPh Pasal 21 dlm huruf c dgn PPh Pasal 21 yg terutang dari
pemberi kerja sbl pegawai yg bersangkutan pensiun sesuai dgn yg
tercantum dlm bukti pemotongan PPh Pasal 21 sbl pensiun;
e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah seb PPh Pasal 21 seperti tsb
dlm huruf d dibagi dgn banyaknya bulan dlm huruf a.
2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan utk thn kedua dan
selanjutnya:
a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yg diperoleh dgn cara
mengurangi penghasilan bruto dgn biaya pensiun;
b. selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dgn cara penghitungan utk pegawai tetap
pd butir 1.1.a.1. angka 2 huruf a, c, dan d.

1.1.b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tdk Teratur bagi Pegawai Tetap
1. Apabila kpd pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus,
premi, THR, dan penghasilan lain semacam itu yg sifatnya tdk tetap

C‐12‐
dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong:
a. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yg disetahunkan ditambah
dgn penghasilan tdk teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
b. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yg disetahunkan tanpa
tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
c. selisih antara PPh Pasal 21 mnr penghitungan huruf a & huruf b adalah PPh
Pasal 21 atas penghasilan tdk teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan
sebagainya.
2. Dlm hal pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya sdh ada sejak awal thn,
namun baru mulai bekerja stl bulan Jan, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yg tdk
teratur tsb dihitung dgn cara pd butir 1 dgn memperhatikan ketentuan mengenai
Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur pd butir I.1.a.1.
angka 2 huruf b, c dan d di atas.

I.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pd Bulan Des atau Masa Pajak Tertentu utk Pegawai Tetap yg
Berhenti Bekerja Sbl Bulan Des

1. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pd bulan Des atau bulan tertentu utk pegawai
tetap yg berhenti bekerja sbl bulan Des:
a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas slr penghasilan yg diterima atau diperoleh dari pemotong
pajak dlm thn kalender yg bersangkutan, baik penghasilan yg teratur maupun yg tdk teratur.
b. PPh Pasal 21 terutang yg hrs dipotong utk bulan Des atau bulan tertentu utk pegawai tetap yg
berhenti bekerja sbl bulan Des adalah seb selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas slr
penghasilan teratur dan tdk teratur yg diterima dari pemotong pajak dlm thn kalender yg
bersangkutan, sesuai huruf a, dgn PPh Pasal 21 yg tlh dipotong dlm thn kalender yg
bersangkutan s.d. bulan sebelumnya.
c. Dlm hal jml PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. bulan sbl-nya tsb > PPh Pasal 21 terutang atas
slr penghasilan teratur dan tdk teratur yg diterima dari pemotong pajak dlm thn kalender yg
bersangkutan, misalnya dlm hal pegawai berhenti bekerja pd pertengahan thn, atas kelebihan
pemotongan PPh Pasal 21 tsb dikembalikan kpd pegawai tetap yg berhenti bekerja bersamaan
dgn pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21
utk pegawai tetap yg bersangkutan, pemotong pajak dpt memperhitungkan dgn PPh Pasal 21
terutang atas penghasilan pegawai tetap lainnya dlm masa pajak yg sama, shg jml PPh Pasal
21 yg hrs disetor oleh pemotong pajak utk masa pajak tsb tlh mempertimbangkan jml
kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yg tlh diberikan oleh pemotong pajak kpd pegawai tetap
yg berhenti bekerja.
2. Perhitungan PPh Pasal 21 terutang atas slr penghasilan yg diterima atau diperoleh
dari pemotong pajak dlm thn kalender yg bersangkutan sesuai angka 1 huruf a:
a. Utk pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya sdh ada sejak awal thn, namun mulai
bekerja stl bulan Jan atau berhenti bekerja sbl bulan Des, PPh Pasal 21 terutang dihitung
berdasarkan jml slr penghasilan yg diterima atau diperoleh, baik yg bersifat teratur maupun
tdk teratur, selama pegawai tetap yg bersangkutan bekerja pd pemotong pajak.
b. Sedangkan utk pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai stl bulan Jan atau
berakhir sbl bulan Des, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jml slr penghasilan yg
diterima atau diperoleh, baik yg bersifat teratur maupun tdk teratur, yg disetahunkan.

II. Penghitungan PPh Pasal 21 utk Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas

II.1. Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yg Menerima Upah Harian,
Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan
1. Tentukan jml upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yg diterima atau diperoleh
dlm sehari:

C‐12‐
a. upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dlm seminggu;
b. upah satuan dikalikan dgn jml rata-rata satuan yg dihasilkan dlm sehari;
c. upah borongan dibagi dgn jml hari yg digunakan utk menyelesaikan pekerjaan borongan.
2. Dlm hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian blm melebihi Rp 200 ribu,
dan jml kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bulan kalender yg bersangkutan blm melebihi
Rp 2,025 juta, maka tdk ada PPh Pasal 21 yg hrs dipotong.
3. Dlm hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian tlh melebihi Rp 200 ribu, dan
sepanjang jml kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bulan kalender yg bersangkutan blm
melebihi Rp 2,025 juta, maka PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adalah seb upah/uang saku harian atau
rata-rata upah/uang saku harian stl dikurangi Rp 200 ribu, dikalikan 5%.
4. Dlm hal jml upah kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bulan kalender yg bersangkutan tlh
melebihi Rp 2,025 juta dan kurang dari Rp 7 juta, maka PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adalah seb
upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian stl dikurangi PTKP sehari, dikalikan
5%.
5. Dlm hal jml upah kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm 1 bulan kalender tlh melebihi Rp 7
juta, maka PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml
upah bruto dlm 1 bulan yg disetahunkan stl dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong
adalah seb PPh Pasal 21 hasil perhitungan tsb dibagi 12.

II.2. Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yg Menerima Upah yg
Dibayarkan Scr Bulanan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml upah bruto yg
disetahunkan stl dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adalah seb PPh Pasal 21 hasil
perhitungan tsb dibagi 12.

III. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yg Tdk
Merangkap sbg Pegawai Tetap, Mantan Pegawai yg Menerima Jasa Produksi, Tantiem,
Gratfikasi, Bonus atau Imbalan Lain yg Bersifat Tdk Teratur, dan Peserta Program Pensiun yg
Masih berstatus sbg Pegawai yg Menarik Dana Pensiun

III.1. Penghitungan PPh Pasal 21 utk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yg Tdk
Merangkap Sbg Pegawai Tetap
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jml
penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh selama 1 thn kalender.

III.2. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai Yg Menerima Penghasilan Berupa Jasa Produksi,
Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yg Bersifat Tdk Teratur
PPh Pasal 21 dihitung dgn cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jml
penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh selama 1 thn kalender.

III.3. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun Yg Masih Berstatus Sbg Pegawai yg Menarik
Dana Pensiun
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jml
penghasilan bruto yg dibayarkan selama 1 thn kalender.

IV. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi OP yg Berstatus sbg Bukan Pegawai

IV.1. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi OP DN bukan pegawai, atas imbalan yg bersifat berkesinambungan
IV.1.a. Bagi yg tlh memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan
kerja dgn Pemotong PPh Pasal 21 / 26 serta tdk memperoleh penghasilan lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml
kumulatif PKP dlm thn kalender yg bersangkutan. Besarnya PKP adalah seb 50% jml
penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.

IV.1.b. Bagi yg tdk memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari
hubungan kerja dgn Pemotong PPh Pasal 21 / 26 serta memperoleh penghasilan

C‐12‐
lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml kumulatif
50% dari jml penghasilan bruto dlm thn kalender yg bersangkutan.

IV.2. Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi OP DN Bukan Pegawai, atas Imbalan yg Tdk Bersifat
Berkesinambungan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas 50% dari jml penghasilan
bruto.

IV.3. Dlm hal bukan pegawai dlm angka IV.1 & IV.2 adalah dokter yg melakukan praktik di RS dan/atau
klinik maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jasa dokter yg dibayarkan pasien melalui RS
dan/atau klinik sbl dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh RS dan/atau klinik.

IV.4. Dlm hal bukan pegawai dlm angka IV.1 & IV.2 memberikan jasa kpd Pemotong PPh Pasal 21 / 26
IV.4.a. mempekerjakan orang lain sbg pegawainya maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jml
pembayaran stl dikurangi dgn bagian gaji atau upah dari pegawai yg dipekerjakan tsb, kecuali
apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yg
dipekerjakan tsb maka besarnya penghasilan bruto tsb adalah seb jml yg dibayarkan;
IV.4.b. melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jml penghasilan bruto hanya atas
pemberian jasanya saja, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan antara
pemberian jasa dgn pembelian material.

V. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Kegiatan


PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml penghasilan bruto utk
setiap kali pembayaran yg bersifat utuh dan tdk dipecah, yg diterima oleh peserta kegiatan.

VI. Penghitungan PPh Pasal 26 bagi OP yg Berstatus sbg Subjek Pajak LN


1. Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah dari jml penghasilan bruto.
2. Dikenakan tarif PPh Pasal 26 seb 20% dgn memperhatikan ketentuan yg diatur dlm P3B, dlm hal OP yg
menerima penghasilan adalah subjek pajak DN dari negara yg tlh mempunyai P3B dgn Indonesia.

C‐12‐
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21/26: (Lamp PER-31/PJ/2012)

I. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 THD PENGHASILAN PEGAWAI TETAP

I.1. DGN GAJI BULANAN

I.1.1 Fajar pd thn 2013 bekerja pd perusahaan PT Jaya dgn memperoleh gaji sebulan Rp 2,5 juta dan membayar
iuran pensiun seb Rp 100 ribu. Fajar menikah tetapi blm mempunyai anak. Pd bulan Jan penghasilan Fajar
dari PT Jaya hanya dari gaji.

Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Jan:


Gaji Rp 2.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% X Rp 2.500.000 = Rp 125.000
luran pensiun Rp 100.000 Rp 225.000
Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp2.275.000 = Rp 27.300.000
PTKP setahun (K/0) Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 975.000 PPh
Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 48.750
PPh Pasal 21 bulan Jan: Rp48.750 : 12 = Rp 4.063

Catatan:
a. Biaya Jabatan adalah biaya utk 3M penghasilan yg dpt dikurangkan dari penghasilan setiap orang yg bekerja
sbg pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tdk.
b. Contoh di atas berlaku apabila pegawai yg bersangkutan sdh memiliki NPWP. Dlm hal pegawai yg
bersangkutan blm memiliki NPWP, maka jml PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Jan:
120% x Rp 4.063 = Rp 4.875.
c. Utk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yg dipotong PPh Pasal 21 sdh memiliki
NPWP, kecuali disebut lain dlm contoh tsb.

I.1.2. Budi pegawai pd perusahaan PT Candra, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 3 juta. PT Candra
mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh
pemberi kerja dgn jml @ 0,5% dan 0,3% dari gaji. PT Candra menanggung iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
setiap bulan seb 3,7% dari gaji sedangkan Budi membayar iuran JHT seb 2% dari gaji setiap bulan. Disamping
itu PT Candra juga mengikuti program pensiun utk pegawainya. PT Candra membayar iuran pensiun utk Budi
ke dana pensiun, yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu, setiap bulan seb Rp 100 ribu, sedangkan Budi
membayar iuran pensiun seb Rp 50 ribu. Pd bulan Juli 2013 Budi hanya menerima pembayaran berupa gaji.

Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013:


Gaji Rp 3.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 15.000
Premi Jaminan Kematian Rp 9.000
Penghasilan bruto Rp 3.024.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 3.024.000 = Rp 151.200
luran Pensiun Rp 50.000
luran JHT Rp 60.000 Rp 261.200
Penghasilan neto sebulan Rp 2.762.800
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.762.800 = Rp 33.153.600
PTKP (K/0) Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 6.828.600
Pembulatan Rp 6.828.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 341.400 PPh
Pasal 21 bulan Juli: Rp 341.400 : 12 = Rp 28.450

I.1.3 Agustina adalah seorang karyawati dgn status menikah tanpa anak, bekerja pd PT Dharma dgn gaji sebulan
seb Rp 7,5 juta. Agustina membayar iuran pensiun ke dana pensiun yg pendiriannya tlh

C‐12‐
disahkan oleh MenKeu seb Rp 50 ribu sebulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat Agustina
berdomisili yg diserahkan kpd pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya tdk mempunyai penghasilan apapun.
Pd bulan Juli 2013 selain menerima pembayaran gaji juga menerima pembayaran atas lembur (overtime) seb
Rp 2 juta.

Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013:


Gaji Rp 7.500.000
Lembur (overtime) Rp 2.000.000
Penghasilan bruto Rp 9.500.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan: 5% x Rp 9.500.000 = Rp 475.000
luran pensiun Rp 50.000 Rp 525.000
Penghasilan neto sebulan Rp 8.975.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp8.975.000 = Rp107.700.000
PTKP (K/0) Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 81.375.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 7.206.250
PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp 7.206.250 : 12 = Rp 600.521

Catatan: Oleh krn suami Agustina tdk menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Agustina
adalah PTKP utk dirinya sendiri ditambah PTKP utk status kawin.

I.1.4 Tuti karyawati dgn status menikah dan mempunyai 3 anak bekerja pd PT Sinar. Suami dari Tuti mrp seorang
PNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Tuti menerima gaji Rp 3 juta sebulan. PT Sinar mengikuti
program pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh
disahkan oleh MenKeu, seb Rp 40 ribu sebulan. Tuti juga membayar iuran pensiun seb Rp 30 ribu sebulan,
disamping itu perusahaan membayarkan iuran JHT karyawannya setiap bulan seb 3,7% dari gaji, sedangkan
Tuti membayar iuran JHT setiap bulan seb 2% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ seb 1% dan 0,3% dari gaji. Pd bulan Juli 2013 disamping
menerima pembayaran gaji Tuti juga menerima uang lembur (overtime) seb Rp 2 juta.

Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli:


Gaji sebulan Rp 3.000.000
Lembur Rp 2.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 30.000
Premi Jaminan Kematian Rp 9.000
Penghasilan bruto sebulan Rp 5.039.000
Pengurangan :
Biaya jabatan: 5% x Rp5.039.000 = Rp 251.950 luran
Pensiun Rp 30.000
luran JHT Rp 60.000 Rp 341.950
Penghasilan neto sebulan Rp 4.697.050
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp4.697.050 = Rp 56.364.600 PTKP
(TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 32.064.600
Pembulatan Rp 32.064.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.603.200 PPh
Pasal 21 sebulan: Rp 1.603.200 : 12 = Rp 133.600

Catatan: Krn suami Tuti menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Tuti adalah PTKP utk
dirinya sendiri.

I.1.5 dr. Danang (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) mrp dokter spesialis kandungan yg bekerja sbg
pegawai tetap di RS swasta Sehat dgn gaji tetap seb Rp 20 juta. Jam praktik dr. Danang mulai pukul 8.00 s.d
12.00 selama 5 hari dlm seminggu. Utk bulan Agust 2013 dr. Danang menerima pembayaran dari RS Sehat
berupa gaji seb Rp 20 juta dan menerima jasa medis sbg dokter yg bersumber dari pasien seb Rp 25 juta. dr.
Danang membayar iuran pensiun seb Rp 200 ribu setiap bulannya.

C‐12‐
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan dr. Danang dari RS Sehat pd bulan Agust::
Penghasilan sbg pegawai tetap
Gaji sebulan Rp 20.000.000
Penghasilan bruto sebulan Rp 20.000.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
Maksimum diperkenankan = Rp 500.000
luran Pensiun: Rp 200.000 Rp 700.000
Penghasilan neto sebulan Rp 19.300.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 19.300.000 = Rp 231.600.000
PTKP (K/I/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 199.200.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 24.880.000 PPh
Pasal 21 sebulan: Rp 24.880.000 : 12 = Rp 2.073.334

Catatan: Penghitungan PPh Pasal 21 atas jasa medis yg diterima oleh dr. Danang dihitung sbg penghasilan
yg diterima oleh bukan pegawai sebagaimana dimaksud dlm contoh V.1.a.

I.2. DGN GAJI MINGGUAN DAN GAJI HARIAN

Contoh-contoh perhitungan berikut ini hanya berlaku bagi pegawai tetap (bukan pegawai tdk
tetap atau tenaga kerja lepas) yg gajinya dibayar scr mingguan atau harian.

I.2.1 Marhentin, blm menikah, pd thn 2012 bekerja sbg pegawai tetap pd Perusahaan PT Mahagoni menerima gaji
yg dibayar mingguan seb Rp 600 ribu.

Penghitungan PPh Pasal 21 bulan minggu I bulan Agust 2013 apabila dlm minggu tsb hanya menerima
penghasilan berupa gaji saja:
Gaji: 4 x Rp 600.000 = Rp 2.400.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 2.400.000 = Rp 120.000 Penghasilan
neto sebulan Rp 2.280.000 Penghasilan
neto setahun: 12 x Rp 2.280.000 = Rp 27.360.000 PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 3.060.000
PPh Pasal 21 (Tarif PPh Pasal 17): Rp 153.000
PPh Pasal 21 sebulan: Rp153.000 : 12 = Rp 12.750
PPh Pasal 21 atas gaji/upah minggu pertama: Rp12.750 : 4 = Rp 3.188

I.2.2 Heri pegawai pd perusahaan PT Segara dgn memperoleh gaji mingguan Rp 1 juta. Heri berstatus tlh menikah
dan mempunyai seorang anak. PT Segara masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan
premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ setiap bulan seb 1% dan 0,3% dari gaji. PT
Segara membayar iuran JHT setiap bulan seb 3,7% dari gaji dan Heri membayar iuran pensiun Rp 20 ribu dan
JHT seb 2% dari gaji. Dlm minggu II pd bulan Agust 2013 Heri hanya memperoleh pembayaran berupa gaji
saja.

Penghitungan PPh Pasal 21 utk minggu II bulan Agust: Penghasilan


sebulan: 4 x Rp 1.000.000 = Rp 4.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 40.000
Premi Jaminan Kematian Rp 12.000
Penghasilan bruto Rp 4.052.000
Pengurangan :
Biaya jabatan: 5% x Rp 4.052.000 = Rp 202.600
luran pensiun Rp 20.000
luran JHT Rp 80.000 Rp 302.600
Penghasilan neto sebulan Rp 3.749.400
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.749.400 = Rp 44.992.800
PTKP (K/1) Rp 28.350.000

C‐12‐
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp16.642.800
Pembulatan Rp16.642.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 832.100 PPh
Pasal 21 sebulan: Rp 832.100 : 12 = Rp 69.342
PPh Pasal 21 minggu II: Rp 69.342 : 4 = Rp 17.335

I.2.3 Nasrun pd thn 2013 bekerja sbg pegawai tetap pd perusahaan PT Rejo dgn memperoleh gaji yg dibayar harian
seb Rp 150 ribu. Nasrun kawin dan mempunyai seorang anak. PT Rejo masuk program Jamsostek, premi
Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ setiap bulan
seb 1% dan 0,3% dari gaji. PT Rejo membayar iuran JHT setiap bulan seb 3,7% dari gaji dan Nasrun
membayar iuran pensiun Rp 25 ribu dan JHT seb 2% dari gaji.

Penghasilan sebulan: 26 x Rp 150.000 = Rp3.900.000


Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 39.000
Premi Jaminan Kematian Rp 11.700
Penghasilan bruto Rp 3.950.700
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 3.950.700 = Rp 197.535 luran
pensiun Rp 25.000
luran JHT Rp 78.000 Rp 300.535
Penghasilan neto sebulan Rp 3.650.165
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.650.165 = Rp 43.801.980
PTKP (K/1) Rp28.350.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 15.451.980
Pembulatan Rp 15.451.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 772.550 PPh
Pasal 21 sebulan: Rp 772.550 : 12 = Rp 64.379
PPh Pasal 21 sehari: Rp 64.379 : 26 = Rp 2.476

I.3. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN UANG RAPEL

I.3.1 Fajar dlm contoh I.1.1. di atas pd bulan Juni 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 3,5 juta sebulan dan
berlaku surut sejak 1 Jan 2013. Dgn adanya kenaikan gaji yg berlaku surut tsb maka Fajar menerima rapel
sejumlah Rp 5 juta (kekurangan gaji utk masa Jan s.d. Mei 2013). Utk menghitung PPh Pasal 21 atas uang
rapel tsb, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 utk masa Jan s.d. Mei 2013 atas dasar penghasilan stl
ada kenaikan gaji.

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:


Gaji Rp 3.500.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 3.500.000 = Rp 175.000
luran Pensiun Rp 100.000 Rp 275.000
Penghasilan neto sebulan Rp 3.225.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.225.000 = Rp 38.700.000 PTKP
(K/0) Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 12.375.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 618.750
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 618.750 : 12 = Rp 51.563
PPh Pasal 21 Jan s.d. Mei 2013 seharusnya: 5 x Rp 51.563 = Rp 257.815 PPh
Pasal 21 yg sdh dipotong Jan s.d. Mei 2013:
5 x Rp 4.063 (dari perhitungan contoh I.1.1) = = Rp 20.315
PPh Pasal 21 utk uang rapel Rp 237.500

I.4. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 THD PENGHASILAN BERUPA: JASA


PRODUKSI, TANTIEM, GRATIFIKASI, TUNJANGAN HARI RAYA ATAU TAHUN BARU, BONUS,
PREMI, DAN PENGHASILAN SEJENIS LAINNYA YG SIFATNYA TDK TETAP DAN PD
UMUMNYA DIBERIKAN SEKALI DLM SETAHUN

I.4.1. Joko (tdk kawin) bekerja pd PT Qolbu dgn memperoleh gaji Rp 2,5 juta sebulan. Pd bulan Mar 2013

C‐12‐
Joko memperoleh bonus Rp 5 juta shg pd bulan Mar 2013 Joko memperoleh penghasilan berupa gaji Rp 2,5
juta dan bonus Rp 5 juta. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yg pendiriannya
tlh disahkan oleh MenKeu seb Rp 60 ribu.

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus:


I.4.1.a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)
Gaji setahun : 12 x Rp 2.500.000 = Rp30.000.000
Bonus Rp 5.000.000
Penghasilan bruto setahun Rp35.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 35.000.000 = Rp 1.750.000
luran pensiun setahun: 12 x Rp 60.000= Rp 720.000 Rp 2.470.000
Penghasilan neto setahun Rp 32.530.000
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 8.230.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 411.500
I.4.1.b. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun
Gaji setahun: 12 x Rp 2.500,000 = Rp30.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 30.000.000 = Rp 1.500.000
luran pensiun setahun: 12 x Rp 60.000 = Rp 720.000 Rp 2.220.000
Penghasilan neto setahun
PTKP (TK/0) Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 3.480.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 174.000
I.4.1.c. PPh Pasal 21 atas Bonus
PPh Pasal 21 atas Bonus: Rp 411.500 - Rp 174.000 = Rp 237.500

I.4.2. Karyawati Prameswari (tdk kawin) bekerja pd PT Prabu dgn memperoleh gaji Rp 2,75 juta sebulan.
Perusahaan ikut dlm program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian
dan iuran JHT dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan @ seb 1%, 0,3% dan 3,7% dari gaji. Prameswari
membayar iuran Pensiun Rp 50 ribu dan iuran JHT seb 2% dari gaji utk setiap bulan. Pd bulan Apr 2013
Prameswari memperoleh bonus Rp 4 juta shg pd bulan Apr 2013 Prameswari menerima pembayaran berupa
gaji Rp 2,75 juta dan bonus Rp 4 juta.

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus:


I.4.2.a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)
Gaji setahun: 12 x Rp 2.750.000 = Rp33.000.000
Bonus Rp 4.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja: 12 x Rp 27.500 = Rp 330.000 Premi
Jaminan Kematian: 12 x Rp 8.250 = Rp 99.000
Penghasilan bruto setahun Rp 37.429.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 37.429.000 = Rp 1.871.450 luran
pensiun setahun: 12 x Rp 50.000 = Rp 600.000
luran JHT: 12 x Rp 55.000 = Rp 660.000 Rp 3.131.450
Penghasilan neto setahun Rp 34.297.550
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 9.997.550
Dibulatkan Rp 9.997.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 499.850
I.4.2.b. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun
Gaji setahun: 12 x Rp 2.750.000 = Rp 33.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja: 12 x Rp 27.500 = Rp 330.000 Premi
Jaminan Kematian: 12 x Rp 8.250 = Rp 99.000
Jml Rp33.429.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 33.429.000 = Rp 1.671.450 luran
pensiun setahun: 12 x Rp 50.000 = Rp 600.000

C‐12‐
luran JHT: 12 x Rp 55.000 = Rp 660.000 Rp 2.931.450
Penghasilan neto setahun Rp 30.497.550
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.197.550
Pembulatan Rp 6.197.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 309.850
I.4.2.c. PPh Pasal 21 atas Bonus
PPh Pasal 21 atas Bonus: Rp 499.850 – Rp 309.850 = Rp 190.000

I.5. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI YG


DIPINDAHTUGASKAN DLM THN BERJALAN

Pd saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yg bersangkutan tdk berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia
bekerja. Pegawai yg bersangkutan masih tetap bekerja pd perusahaan yg sama dan hanya berubah lokasinya
saja. Dgn demikian dlm penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.

Contoh penghitungan:
Agus yg berstatus blm menikah adalah pegawai pd PT Nusantara di Jakarta. Sejak 1 Juni 2013
dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung dan pd 1 Okt 2013 dipindahtugaskan lagi ke kantor cabang di
Garut. Gaji Agus seb Rp 3,5 juta dan pembayaran iuran pensiun yg dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp 100
ribu. Selama bekerja di PT Nusantara, Agus hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.

Penghitungan PPh Pasal 21:

I.5.1. Kantor Pusat di Jakarta


Gaji selama di cabang Jakarta: 5 x Rp3.500.000 = Rp 17.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 17.500.000 = Rp 875.000
luran pensiun: 5 x Rp 100.000 = Rp 500.000 Rp 1.375.000
Penghasilan neto lima bulan Rp 16.125.000
Penghasilan neto setahun: 12/5 x Rp 16.125.000 = Rp 38.700.000 PTKP
(TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang Jan s.d. Mei 2013: Rp 720.000 : 12/5 = Rp 300.000
PPh Pasal 21 yg sdh dipotong masa Jan s.d. Mei 2013: 5 x Rp 60.000 = Rp 300.000 PPh Pasal
21 kurang (lbh) dipotong NIHIL
Catatan: PPh Pasal 21 yg tlh dipotong pd bulan Jan s.d. Mei utuk setiap bulannya adalah Rp 60 ribu

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) di Kantor Jakarta
Gaji (Jan s.d. Mei 2013): 5 x Rp 3.500.000 = Rp 17.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 17.500.000 = Rp 875.000
luran pensiun: 5 x Rp 100.000= Rp 500.000 Rp 1.375.000
Penghasilan neto 5 bulan: Rp 16.125.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/5 x Rp 16.125.000 = Rp 38.700.000 PTKP
(TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang: 5/12 x Rp 720.000 = Rp 300.000
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong dan dilunasi (Jan s.d. Mei 2013): 5 x Rp 60.000 = Rp 300.000 PPh
Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL

I.5.2. Kantor Cabang Bandung


a. Penghasilan neto di Bandung
Gaji Juni s.d. Sept 2013 : 4 x Rp 3.500.000 = Rp 14.000.000

C‐12‐
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 14.000.000 = Rp 700.000
luran pensiun: 4 x Rp 100.000 = Rp 400.000 Rp 1.100.000
Penghasilan neto di Bandung Rp 12.900.000
b. Penghasilan neto di Jakarta Rp 16.125.000
Jml penghasilan neto 9 bulan Rp 29.025.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/9 x Rp 29.025.000 = Rp 38.700.000 PTKP
(TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 selama 9 bulan: 9/12 x Rp 720.000 = Rp 540.000

PPh Pasal 21 yg dipotong di Jakarta Rp 300.000


PPh Pasal 21 terutang di Bandung Rp 240.000
PPh Pasal 21 yg di potong di Bandung: 4 x Rp 60.000 = Rp 240.000 PPh
Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL
Catatan: PPh Pasal 21 yg tlh dipotong pd bulan Juni s.d. Sept utk setiap bulannya Rp 60 ribu

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 — A1) di Kantor Bandung
Penghasilan neto di Bandung:
Gaji Juni s.d. Sept 2013: 4 x Rp 3.500.000 = Rp 14.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 14.000.000 = Rp 700.000
luran pensiun: 4 x Rp 100.000 = Rp 400.000 Rp 1.100.000
Penghasilan neto di Bandung Rp 12.900.000
Penghasilan neto di Jakarta Rp 16.125.000
Jml penghasilan neto 9 bulan: Rp 29.025.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/9 x Rp 29.025.000 = Rp 38.700.000 PTKP
(TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang: 9/12 x Rp 720.000 = Rp 540.000

PPh Pasal 21 tlh dipotong dan dilunasi:


Di Jakarta sesuai dgn Form. 1721 - A1 Rp 300.000
Di Bandung: 4 x Rp 60.000 = Rp 240.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL

I.5.3. Kantor Cabang Garut


a. Penghasilan neto di Garut
Gaji Okt s.d. Des 2013: 3 x Rp 3.500.000 = Rp 10.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 10.500.000 = Rp 525.000
luran pensiun: 3 x Rp 100.000 = Rp300.000 Rp 825.000
Penghasilan neto di Garut Rp 9.675.000
b. Penghasilan neto di Jakarta Rp16.125.000
c. Penghasilan neto di Bandung Rp 12.900.000
Jml penghasilan neto setahun Rp 38.700.000
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung sesuai dgn Form 1721 – A1 Rp540.000 PPh Pasal
21 terutang di Garut Rp 180.000
PPh Pasal 21 sebulan yg hrs dipotong di Garut: Rp 180.000 : 3 = Rp 60.000

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 — A1) di Kantor Garut
Penghasilan neto di Garut
Gaji Okt s.d. Des 2013: 3 x Rp 3.500.000 = Rp 10.500.000

C‐12‐
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 10.500.000 = Rp 525.000
luran pensiun: 3 x Rp 100.000 = Rp 300.000 Rp 825.000
Penghasilan neto di Garut Rp 9.675.000
Penghasilan neto di Jakarta Rp 16.125.000
Penghasilan neto di Bandung Rp 12.900.000
Jml penghasilan neto setahun Rp 38.700.000
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung sesuai dgn Form. 1721 - A1 Rp 540.000 PPh
Pasal 21 terutang di Garut Rp 180.000
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 3 x Rp 60.000 = Rp 180.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL

I.6. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI YG


BERHENTI BEKERJA ATAU MULAI BEKERJA DLM THN BERJALAN

I.6.1. Pegawai Baru Mulai Bekerja Pd Thn Berjalan

I.6.1.1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan pegawai yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
Subjek Pajak DN sdh ada sejak awal thn kalender tetapi baru bekerja pd pertengahan thn

Budiyanta bekerja pd PT Xiang sbg pegawai tetap sejak 1 Sept 2013. Budiyanta menikah tetapi blm punya
anak. Gaji sebulan Rp 8 juta dan iuran pensiun yg dibayar tiap bulan Rp 150 ribu. Penghitungan PPh Pasal
21 utk bulan Sept 2013 dlm hal Budiyanta hanya memperoleh penghasilan berupa gaji:

Penghitungan PPh Pasal 21 thn 2013:


Gaji sebulan Rp 8.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 8.000.000 = Rp 400.000
luran Pensiun Rp 150.000 Rp 550.000
Penghasilan neto sebulan Rp 7.450.000
Penghasilan neto setahun: 4 x Rp 7.450.000 = Rp 29.800.000 PTKP
(K/0) Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 3.475.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 173.750
PPh Pasal 21 bulan Sept: Rp173.750 : 4 = Rp 43.438

I.6.1.2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
Subjek Pajak DN dimulai stl permulaan thn pajak, dan mulai bekerja pd thn berjalan

David (K/3) mulai bekerja 1 Sept 2013. la bekerja di Indonesia s.d. Agust 2015. Selama Thn 2013
menerima gaji per bulan Rp 20 juta. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Sept 2013 dlm hal David hanya
menerima penghasilan berupa gaji:
Gaji sebulan Rp 20.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% X Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
Maksimum diperkenankan Rp 500.000
Penghasilan neto sebulan Rp 19.500.000
Penghasilan neto selama 4 bulan: 4 x Rp 19.500.000 = Rp 78.000.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/4 x Rp 78.000.000 = Rp 234.000.000 PTKP
(K/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 201.600.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh pasal 17): Rp 25.240.000
PPh Pasal 21 terutang utk thn 2013: 4/12 x Rp 25.240.000 = Rp 8.413.333 PPh
Pasal 21 terutang sebulan: 1/4 x Rp 8.413.333 = Rp 2.103.333

C‐12‐
I.6.2. Pegawai Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan

I.6.2.1. Pegawai Yg Msh Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan

Arip yg berstatus blm menikah adalah pegawai pd PT Mahakam di Yogyakarta. Sejak 1 Okt 2013, yg
bersangkutan berhenti bekerja di PT Mahakam. Gaji Arip setiap bulan memperoleh seb Rp 3,5 juta dan yg
bersangkutan membayar iuran pensiun kpd Dana Pensiun yg pendiriannya tlh mendapat persetujuan
MenKeu sejumlah Rp 100 ribu setiap bulan. Selama bekerja di PT Mahakam Arip hanya menerima
penghasilan berupa gaji saja.

Penghitungan PPh Pasal 21 yg dipotong setiap bulan:


Gaji sebulan Rp 3.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 3.500.000 = Rp 175.000
luran pensiun Rp 100.000 Rp 275.000
Penghasilan neto Rp 3.225.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.225.000 = Rp 38.700.000 PTKP
(TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong sebulan: Rp 720.000 : 12 = Rp 60.000

Penghitungan PPh Pasal 21 yg terutang selama bekerja pd PT Mahakam dlm thn kalender
2013 (s.d. bulan Sept 2013) dilakukan pd saat berhenti bekerja:
Gaji Jan s.d. Sept 2013: 9 x Rp 3.500.000 = Rp 31.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 31.500.000 = Rp 1.575.000
luran pensiun: 9 X Rp100.000 = Rp 900.000 Rp 2.475.000
Penghasilan neto 9 bulan Rp 29.025.000
PTKP (TK/0) Rp 24,300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 4.725.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 236.250
PPh Pasal 21 terutang utk masa Jan s.d. Sept 2013: Rp 236.250
PPh Pasal 21 yg sdh dipotong s.d. Bulan Agust 2013: 8 x Rp 60.000 = Rp 480.000 PPh
Pasal 21 lbh dipotong Rp 243.750

Catatan: Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 seb Rp 243.750 dikembalikan oleh PT Mahakam kpd yg
bersangkutan pd saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.

I.6.2.2. Pegawai Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak
Subjektif

Lewis (K/3) mulai bekerja Mei 2005 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2013 dan meninggalkan Indonesia ke
negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif). Selama thn 2013 menerima gaji perbulan Rp 15 juta
dan pd bulan Apr 2013 menerima bonus Rp 20 juta.

A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji:


Gaji sebulan Rp 15.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 15.000.000 = Rp 750.000
Maksimum diperkenankan Rp 500.000
Penghasilan Neto atas gaji sebulan Rp 14.500.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 14.500.000 = Rp 174.000.000 PTKP
(K/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 141.600.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 16.240.000 PPh
Pasal 21 atas gaji sebulan: Rp 16.240.000 : 12 = Rp 1.353.333
B. Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus:
Gaji setahun: 12 x Rp 15.000.000 = Rp 180.000.000

C‐12‐
Bonus Rp 20.000.000
Rp 200.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000
Maksimum diperkenankan: 12 x Rp500.000 = Rp 6.000.000 Penghasilan
Neto atas gaji setahun dan bonus Rp194.000.000
PTKP (K/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 161.600.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun dan bonus (Tarif PPh Pasal 17): Rp 19.240.000
C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Bonus:
Rp 19.240.000 – Rp 16.240.000 = Rp 3.000.000
D. Penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang pd saat pegawai yg bersangkutan
berhenti dan meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya:
Gaji selama 5 bulan: 5 x Rp 15.000.000 = Rp 75.000.000
Bonus Rp 20.000.000
Jml slr penghasilan selama 5 bulan Rp 95.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 95.000.000 = Rp 4.750.000
Maksimum diperkenankan: 5 x Rp 500.000 = Rp 2.500.000
Penghasilan Neto selama 5 bulan Rp 92.500.000
Jml penghasilan neto disetahunkan: 12/5 x Rp 92.500.000 = Rp 222.000.000 PTKP
(K/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 189.600.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 23.440.000
PPh Pasal 21 terutang: 5/12 x Rp 23.440.000 = Rp 9.766.667
PPh Pasal 21 tlh dipotong s.d. bulan Apr 2013 atas gaji dan bonus:
(4 x Rp 1.353.333) + Rp 3.000.000 = Rp 8.413.333
PPh Pasal 21 terutang dan hrs dipotong utk bulan Mei 2013 Rp 1.353.333
Catatan: Cara penghitungan di atas berlaku juga bagi pegawai yg kehilangan kewajiban subjektifnya
pd thn berjalan krn meninggal dunia.

I.7. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YG SEBAGIAN ATAU


SELURUHNYA DIPEROLEH DLM MATA UANG ASING

Neill adalah seorang pegawai tetap memperoleh gaji pd bulan Jan 2013 dlm mata uang asing seb US$ 2,000
sebulan. Kurs yg berlaku utk bulan Jan 2013 berdasarkan Keputusan MenKeu adalah Rp
11.250 per US$ 1. Neill berstatus menikah dgn 1 anak.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan:
US$ 2,000 x Rp 11.250 = Rp 22.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 22.500.000 = Rp 1.125.000
Maksimum diperkenankan Rp 500.000

Penghasilan neto sebulan Rp 22.000.000


Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 22.000.000 = Rp 264.000.000 PTKP
(K/1) Rp 28.350.000

Penghasilan Kena Pajak Rp 235.650.000


PPh Pasal 21 terutang setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 30.347.000 PPh
Pasal 21 bulan Jan: Rp 30.347.000 : 12 = Rp 2.528.917

I.8. PPh PASAL 21 SLR ATAU SEBAGIAN DITANGGUNG OLEH PEMBERI KERJA

Dlm hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yg ditanggung pemberi kerja tsb
termasuk dlm pengertian kenikmatan dlm Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-31/PJ/2012 dan bukan mrp
penghasilan pegawai yg bersangkutan.

Contoh:

C‐12‐
Arip adalah seorang pegawai dari PT Lautan dgn status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima
gaji Rp 4 juta sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana
pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu seb Rp 150 ribu. Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan
Juli 2013 dlm hal Arip hanya menerima pembayaran gaji saja: Gaji sebulan Rp 4.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 4.000.000 = Rp 200.000
luran pensiun = Rp 150.000 Rp 350.000
Penghasilan neto sebulan Rp 3.650.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.650.000 = Rp 43.800.000
PTKP (K/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 11.400.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 570.000
PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp 570.000 : 12 = Rp 47.500
PPh Pasal 21 seb Rp 47.500 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jml seb Rp 47.500 tdk dpt
dikurangkan dari Penghasilan Bruto pemberi kerja dan bukan mrp penghasilan yg dikenakan pajak kpd Arip.
Namun apabila pemberi kerja adalah WP yg dikenakan PPh yg bersifat final atau WP yg dikenakan PPh
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), maka kenikmatan berupa pajak yg ditanggung
pemberi kerja ditambahkan ke dlm penghasilan dari pegawai yg bersangkutan, dan penghitungan pajaknya
dilakukan sesuai Contoh I.9.

I.9. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 THD PEGAWAI TETAP YG MENERIMA


TUNJANGAN PAJAK

Dlm hal kpd pegawai diberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tsb mrp penghasilan pegawai yg
bersangkutan dan ditambahkan pd penghasilan yg diterimanya.

Contoh penghitungan:
Peri (status blm menikah dan tdk mempunyai tanggungan) bekerja pd PT Kartika dgn memperoleh gaji Rp 2,5
juta sebulan. Kpd Peri diberikan tunjangan pajak seb Rp 25 ribu. luran pensiun yg dibayar oleh Peri adalah seb
Rp 25 ribu sebulan. PPh Pasal 21 bulan Sept 2013 dlm hal Peri tdk menerima penghasilan dari PT Kartika
selain gaji:
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan Rp 2.500.000
Tunjangan pajak Rp 25.000
Penghasilan bruto sebulan Rp 2.525.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 2.525.000 = Rp 126.250
luran pensiun Rp 25.000 Rp 151.250
Penghasilan neto sebulan Rp 2.373.750
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.373.750 = Rp 28.485.000
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 4.185.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 209.250
PPh Pasal 21 bulan Sept: Rp 209.250 : 12 = Rp17.438

I.10. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENERIMAAN DLM BENTUK NATURA DAN
KENIKMATAN LAINNYA YG DIBERIKAN OLEH WP YG PENGENAAN PPh-NYA BERSIFAT
FINAL ATAU BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS (DEEMED PROFIT)

I.10. Qalbun adalah warga negara RI yg bekerja pd suatu perwakilan dagang asing yg pengenaan pajaknya
menggunakan norma penghitungan khusus, pd bulan Agust 2013 memperoleh gaji Rp 2,5 juta sebulan beserta
beras 50 kg dan gula 10 kg. Qalbun berstatus menikah dgn 1 orang anak. Nilai uang dari beras dan gula
dihitung berdasarkan hrg pasar (hrg beras: Rp 10 ribu per kg, hrg gula: Rp 8 ribu per kg).
Penghitungan PPh Pasal 21
Gaji sebulan Rp 2.500.000
Beras: 50 x Rp 10.000 = Rp 500.000
Gula: 10 x Rp 8.000 = Rp 80.000

C‐12‐
Penghasilan bruto sebulan Rp 3.080.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 3.080.000 = Rp 154.000
Penghasilan neto sebulan Rp 2.926.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.926.000 = Rp 35.112.000 PTKP
(K/1) Rp 28.350.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.762.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 338.100
PPh Pasal 21 bulan Agust: Rp 338.100 : 12 = Rp 28.175

I.11. PERHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP YG BARU MEMILIKI NPWP PD THN
BERJALAN

I.11. Wahyu, status blm menikah dan tdk memiliki tanggungan keluarga, bekerja pd PT Fajar dgn memperoleh gaji
dan tunjangan setiap bulan Rp 5,5 juta, dan yg bersangkutan membayar iuran pensiun kpd perusahaan Dana
Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu setiap bulan seb Rp 200 ribu. Wahyu baru memiliki
NPWP pd bulan Juni 2013 dan menyerahkan FC kartu NPWP kpa PT Fajar utk digunakan sbg dasar
pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni.

Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Jan-Mei 2013: Gaji
dan tunjangan sebulan Rp 5.500.000 Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 5.500.000 = Rp 275.000
luran pensiun Rp 200.000 Rp 475.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 5.025.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 5.025.000 = Rp 60.300.000
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 36.000.000
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000 PPh
Pasal 21 atas gaji sebulan: Rp 1.800.000 : 12 = Rp 150.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong krn yg bersangkutan blm memiliki NPWP: 120%
x Rp 150.000 = Rp 180.000
Jml PPh Pasal 21 yg dipotong dari Jan- Mei 2013: 5 x Rp 180.000 = Rp 900.000
Jml PPh Pasal 21 terutang apabila yg bersangkutan memiliki NPWP
5 x Rp 150.000 = Rp750.000
Selisih (20% x 5 x Rp150.000) = Rp 150.000

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yg hrs dipotong utk bulan Juni 2013, stl yg bersangkutan memiliki
NPWP dan menyerahkan FC kartu NPWP kpd pemberi kerja, dgn catatan gaji dan tunjangan utk bulan Juni
2013 tdk berubah:
PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dgn Perhitungan sebelumnya) Rp 150.000
Diperhitungkan dgn pemotongan atas tambahan 20% sbl memiliki NPWP
(Jan-Mei 2013): 20% x 5 x Rp 150.000 = (Rp 150.000)
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong bulan Juni 2013 Nihil

Apabila Wahyu baru memiliki NPWP pd akhir Nov 2013 dan menyerahkan FC kartu NPWP sbl pemotongan
PPh Pasal 21 utk bulan Des 2013, dgn asumsi penghasilan setiap bulan besarnya sama dan tdk ada
penghasilan lain selain penghasilan tetap dan teratur setiap bulan tsb, maka perhitungan PPh Pasal 21 yg hrus
dipotong pd bulan Des 2013:
PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dgn Perhitungan sebelumnya) Rp 150.000
Diperhitungkan dgn pemotongan atas tambahan 20% sbl memiliki NPWP
(Jan-Nov 2013): 20% x 11 x Rp 150.000 (Rp 330.000)
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong bulan Des 2013 (Rp180.000)

Krn jml yg diperhitungkan > jml PPh Pasal 21 terutang utk bulan Des 2013, maka jml PPh Pasal 21 yg hrs
dipotong utk bulan tsb adalah Nihil. Jml seb Rp 180 ribu dpt diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 utk bulan-bulan
selanjutnya dlm thn kalender berikutnya. Krn jml tsb sdh diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 terutang utk bulan-
bulan berikutnya, jml tsb tdk termasuk dlm kredit pajak yg dpt diperhitungkan oleh pegawai tetap dlm SPT
Tahunan PPh WP OP yg bersangkutan.

C‐12‐
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang utk thn 2013, dimana Wahyu baru memiliki NPWP pd akhir bulan Nov
2013 sbl pemotongan PPh Pasal 21 bulan Des 2013:
Gaji dan tunjangan setahun: Rp 5.500.000 x 12 = Rp 66.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 66.000.000 = Rp 3.300.000
luran pensiun: Rp 200.000 x 12 = Rp 2.400.000 Rp 5.700.000
Penghasilan Neto setahun Rp60.300.000
PTKP (TK/0) Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 36.000.000 PPh
Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000 PPh Pasal 21
yg tlh dipotong:
Bulan Jan – Nov 2013: 11 x Rp 180.000 = Rp 1.980.000
Bulan Des 2013 Rp 0 Rp 1.980.000
PPh Pasal 21 lbh dipotong utk diperhitungkan
pd bulan selanjutnya dlm thn kalender berikutnya (Rp 180.000)

Krn jml seb Rp 180 ribu sdh diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 terutang bulan berikutnya oleh Pemotong PPh
Pasal 21, maka jml yg dpt dikreditkan dlm SPT Tahunan PPh WP OP pegawai yg bersangkutan seb Rp 1,8
juta.

I.12. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 YG HRS DIPOTONG PD MASA PAJAK TERAKHIR


a. Bulan Des utk Pegawai Tetap yg bekerja s.d. akhir thn kalender
b. Bulan Terakhir Memperoleh Gaji atau Penghasilan Tetap dan Teratur krn yg
bersangkutan Berhenti Bekerja

I.12.1. Penghitungan PPh Pasal 21 yg Hrs Dipotong pd Bulan Des


a. Dlm Hal Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Sama/Tdk Berubah, maka jml PPh
Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Des besarnya sama dgn yg dipotong pd bulan-bulan
sebelumnya
b. Dlm Hal Besarnya Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Mengalami Perubahan

Jaka, status blm menikah dan tdk memiliki tanggungan keluarga, bekerja pd PT Lazuardi dgn memperoleh
gaji dan tunjangan setiap bulan seb Rp 5,5 juta, dan yg bersangkutan membayar iuran pensiun kpd
perusahaan Dana Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu setiap bulan seb Rp 200 ribu. Mulai
bulan Juli 2013, Jaka memperoleh kenaikan penghasilan tetap setiap bulan menjadi seb Rp 7 juta.

Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Jan-Juni 2013: Gaji
dan tunjangan sebulan Rp 5.500.000 Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 5.500.000 = Rp 275.000
luran Pensiun Rp200.000 Rp 475.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 5.025.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 5.025.000 = Rp 60.300.000
PTKP (TK/0) Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 36.000.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000 PPh Pasal
21 atas gaji sebulan: Rp 1.800.000 : 12 = Rp 150.000

Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Juli-Nov 2013: Gaji
dan tunjangan sebulan Rp 7.000.000 Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 7.000.000 = Rp 350.000
luran Pensiun Rp 200.000 Rp 550.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 6.450.000
Penghasilan Neto setahun: 12 X Rp 6.450.000 = Rp 77.400.000 PTKP
(TK/0) Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 53.100.000

C‐12‐
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 2.965.000 PPh
Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan: Rp 2.965.000 : 12 = Rp 247.083

Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Des 2013:


Penghasilan selama setahun:
(6 x Rp 5.500.000) + (6 x Rp 7.000.000) = Rp 75.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 75.000.000 = Rp 3.750.000
luran Pensiun: 12 x Rp 200.000 = Rp 2.400.000 Rp 6.150.000
Penghasilan Neto Rp 68.850.000
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 44.550.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 2.227.500
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. Nov 2013:
(6 x Rp 150.000) + (5 x Rp 247.083) = Rp 2.135.415
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Des 2013 Rp 92.085

I.12.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Yg Hrs Dipotong pd Bulan Terakhir Pegawai Tetap
Memperoleh Penghasilan Tetap dan Teratur Krn Yg Bersangkutan Berhenti Bekerja sbl
Bulan Des
Lihat Contoh I.6.2.

II. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS UANG PENSIUN YG DIBAYARKAN SCR BERKALA
(BULAN
II.1. Penghitungan PPh Pasal 21 Pd Thn I Dibayarkannya Uang Pensiun Scr Bulanan

II.1.1. Penghitungan PPh Pasal 21 di Tempat Pemberi Kerja Sbl Pensiun

Apabila waktu pensiun sdh dpt diketahui dgn pasti pd awal thn, misalnya berdasarkan ketentuan yg berlaku
di tempat pemberi kerja yg dikaitkan dgn usia pegawai yg bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal 21
terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yg akan diperoleh dlm periode dimana
pegawai yg bersangkutan akan bekerja dlm thn berjalan sbl memasuki masa pensiun.

Namun, apabila waktu pensiun blm dpt diketahui dgn pasti pd waktu menghitung PPh Pasal 21 yg terutang
utk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun
seperti pd Contoh I.6.2.1.

Contoh:
Hari, berstatus kawin dgn 2 orang anak yg masih menjadi tanggungan, bekerja sbg pegawai tetap pd PT
Nusa dgn gaji sebulan Rp 6 juta. Hari setiap bulan membayar iuran pensiun seb Rp 250 ribu ke Dana
Pensiun Artha yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu. Berdasarkan ketentuan yg berlaku di PT Nusa
terhitung mulai 1 Juli 2013, Hari akan memasuki masa pensiun.

Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan:


Gaji sebulan Rp 6.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 6.000.000 = Rp 300.000
luran Pensiun Rp250.000 Rp 550.000
Penghasilan Neto sebulan Rp 5.450.000
Penghasilan Neto 6 bulan (masa bekerja Jan s.d. Juni 2013): Rp 5.450.000 x 6 = Rp 32.700.000 PTKP
(K/2) Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.325.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 116.250 PPh
Pasal 21 terutang sebulan: Rp 116.250 : 6

C‐12‐
Pd saat Hari berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) dgn data:
Gaji selama 6 bulan: 6 x Rp 6.000.000 = Rp 36.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 36.000.000 = Rp 1.800.000
luran Pensiun: 6 x Rp 250.000 = Rp 1.500.000 Rp 3.300.000
Penghasilan Neto selama 6 bulan Rp 32.700.000
PTKP (K/2) Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.325.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 116.250
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 6 x Rp 19.375 = Rp 116.250 PPh
Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL

Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pd penghasilan yg disetahunkan, krn pd saat
perhitungan blm diketahui scr pasti saat pensiun atau berhenti bekerja, maka pd saat penghitungan PPh
Pasal 21 terutang utk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan
PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yg bersangkutan, yg hrs dikembalikan oleh pemotong pajak kpd
pegawai yg bersangkutan.

II.1.2. Penghitungan PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yg Membayarkan Uang Pensiun Bulanan

Utk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yg pensiun dlm hal yg bersangkutan tdk mempunyai
penghasilan selain dari pekerjaan dari 1 pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung
pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pd thn I pegawai menerima uang pensiun dgn berdasarkan pd
gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja s.d. pensiun dan perkiraan uang pensiun yg akan diterima
dlm thn kalender yg bersangkutan. Agar Dana Pensiun dpt melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu,
maka penerima pensiun hrs segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A-1/1721
A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.

Melanjutkan contoh sebelumnya:


Selanjutnya, mulai bulan Juli 2013 Hari memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun Artha seb Rp 3 juta
sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun:
Pensiun sebulan Rp 3.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 3.000.000 = Rp 150.000
Penghasilan neto sebulan Rp 2.850.000
Penghasilan neto Juli s.d. Des 2013: 6 x Rp 2.850.000 = Rp 17.100.000
Penghasilan neto dari PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 Rp 32.700.000 Jml
penghasilan neto thn 2013 Rp 49.800.000
PTKP (K/2) Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 19.425.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 971.250
PPh Pasal 21 terutang di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
(Form 1721 A1) Rp 116.250
PPh Pasal 21 terutang pd Dana Pensiun Artha, selama 6 bulan Rp 855.000
PPh Pasal 21 atas uang pensiun yg hrs dipotong tiap bulan: Rp 855.000 : 6 = Rp 142.500

Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun Artha utk dicantumkan dlm Form
1721 A1:
Pensiun selama 6 bulan: 6 x Rp 3.000.000 = Rp 18.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 18.000.000 = Rp 900.000
Penghasilan neto 6 bulan Rp 17.100.000
Penghasilan neto dari di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 Rp 32.700.000
Jmlh penghasilan neto thn 2013 Rp 49.800.000
PTKP (K/2) Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 19.425.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal17): Rp 971.250

C‐12‐
PPh Pasal 21 terutang di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
(Form 1721 A1) Rp 116.250
PPh Pasal 21 terutang pd Dana Pensiun Artha, selama 6 bulan Rp 855.000
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 6 x Rp 142.500 = Rp 855.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL

II.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Pensiun Scr Bulanan Pd Thn II dan
Seterusnya

Dgn menggunakan contoh sbl-nya, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan mulai Jan 2014
(thn II yg bersangkutan pensiun):
Pensiun sebulan Rp 3.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 3.000.000 = Rp 150.000
Penghasilan neto sebulan Rp 2.850.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12 x Rp2.850.000 = Rp 34.200.000 PTKP
(K/2) Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 3.825.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 191.250
PPh Pasal 21 sebulan: Rp191.250 : 12 = Rp 15.938

III. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 THD PENGHASILAN PEGAWAI HARIAN,


TENAGA HARIAN LEPAS, PENERIMA UPAH SATUAN, DAN PENERIMA UPAH BORONGAN

III.1. DGN UPAH HARIAN

III.1.1. Nurcahyo dgn status blm menikah pd bulan Jan 2013 bekerja sbg buruh harian PT Cipta. la bekerja selama
10 hari dan menerima upah harian seb Rp 200 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Upah sehari Rp 200.000
Dikurangi batas upah harian tdk dilakukan pemotongan PPh Rp 200.000
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 0
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari (Tarif 5%): Rp 0
S.d. hari ke-10, krn jml kumulatif upah yg diterima < Rp 2,025 juta maka tdk ada PPh Pasal 21 yg dipotong.

Pd hari ke-11 jml kumulatif upah yg diterima > Rp 2,025 juta, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung
berdasarkan upah stl dikurangi PTKP yg sebenarnya.
Upah s.d hari ke-11 (Rp 200.000 x 11) = Rp 2.200.000
PTKP sebenarnya: 11 x (Rp 24.300.000 / 360) = Rp 742.500
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-11 Rp1.457.500
PPh Pasal 21 terutang s.d. hari ke-11 (Tarif 5%): Rp 72.875 PPh
Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. hari ke-10 Rp 0
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd hari ke-11 Rp 72.875
Shg pd hari ke-11, upah bersih yg diterima Nurcahyo: Rp 200.000 – Rp 72.875 = Rp 127.125

Misalkan Nurcahyo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd hari ke -
12:
Upah sehari Rp 200.000
PTKP sehari
- utk WP sendiri (Rp 24.300.000 : 360) = Rp 67.500
Penghasilan Kena Pajak Rp132.500
PPh Pasal 21 terutang (Tarif 5%): Rp 6.625
Shg pd hari ke-12, Nurcahyo menerima upah bersih: Rp 200.000 – Rp 6.625 = Rp 193.375

III.1.2.. Nanang (blm menikah) pd bulan Mar 2013 bekerja pd perusahaan PT Tani, menerima upah Rp 300
ribu per hari.

C‐12‐
Penghitungan PPh Pasal 21 upah sehari Rp 300 ribu
Upah sehari di atas Rp 200.000: Rp 300.000 – Rp 200.000 = Rp 100.000 PPh
Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 5.000 (harian)

Pd hari ke-7 dlm bulan kalender yg bersangkutan, Nanang tlh menerima penghasilan seb Rp 2,1 juta, shg tlh
> Rp 2,025 juta. Dgn demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Nanang pd bulan Mar 2013:
Upah 7 hari kerja Rp 2.100.000
PTKP: 7 x (Rp 24.300.000 / 360) = Rp 472.500
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.627.500
PPh Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 81.375
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. hari ke-6: 6 x Rp 5.000 = Rp 30.000 PPh Pasal
21 yg hrs dipotong pd hari ke-7 Rp 51.375
Jml seb Rp 51.375 ini dipotongkan dari upah harian seb Rp 300 ribu shg upah yg diterima Nanang pd hari
kerja ke-7: Rp 300.000 – Rp 51.375 = Rp 248.625

Pd hari kerja ke-8 dan seterusnya dlm bulan kalender yg bersangkutan, jml PPh Pasal 21 per hari yg
dipotong:
Upah sehari Rp300.000
PTKP
- utk WP sendiri (Rp 24.300.000 : 360) = Rp 67.500
Penghasilan Kena Pajak Rp 232.500
PPh Pasal 21 terutang (Tarif 5%): Rp 11.625

III.2. DGN UPAH SATUAN

Rizal (blm menikah) adalah seorang karyawan yg bekerja sbg perakit TV pd suatu perusahaan elektronika.
Upah yg dibayar berdasarkan atas jml unit/satuan yg diselesaikan yaitu Rp 75 ribu per buah TV dan
dibayarkan tiap minggu. Dlm waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dgn upah Rp
1,8 juta.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah sehari = Rp 1.800.000 : 6 = Rp 300.000
Upah di atas Rp 200.000 sehari = Rp 300.000 – Rp 200.000 = Rp 100.000 Upah
seminggu terutang pajak = 6 x Rp 100.000 = Rp 600.000
PPh Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 30.000 (Mingguan)

III.3. DGN UPAH BORONGAN

Mawan mengerjakan dekorasi sebuah rumah dgn upah borongan Rp 450 ribu, pekerjaan diselesaikan dlm 2
hari.
Upah borongan sehari : Rp 450.000 : 2 = Rp 225.000
Upah sehari di atas Rp 200.000 = Rp 225.000 – Rp 200.000 = Rp 25.000 Upah
borongan terutang pajak: 2 x Rp 25.000 = Rp 50.000
PPh Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 2.500

III.4. UPAH HARIAN/SATUAN/BORONGAN/HONORARIUM YG DITERIMA TENAGA HARIAN


LEPAS TAPI DIBAYARKAN SCR BULANAN

Bagus bekerja pd perusahaan elektronik dgn dasar upah harian yg dibayarkan bulanan. Dlm bulan Jan 2013
Bagus hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari Rp 150 ribu. Bagus menikah tetapi blm memiliki anak.
Penghitungan PPh Pasal 21
Upah Jan 2013 = 20 x Rp150.000 = Rp 3.000.000
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 3.000.000 = Rp 36.000.000 PTKP
(K/-) Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 9.675.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 483.750
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 483.750 : 12 = Rp 40.312

C‐12‐
IV. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS JASA PRODUKSI, TANTIEM,
GRATIFIKASI YG DITERIMA MANTAN PEGAWAI, HONORARIUM KOMISARIS YG BUKAN
SBG PEGAWAI TETAP DAN PENARIKAN DANA PENSIUN OLEH PESERTA PROGRAM
PENSIUN YG MASIH BERSTATUS SBG PEGAWAI

IV.1. Atas pembayaran penghasilan kpd mantan pegawai


Victoria bekerja pd PT Fajar. Pd tanggal 1 Jan 2013 tlh berhenti bekerja pd PT Fajar krn pensiun. Pd bulan
Mar 2013 Victoria menerima jasa produksi thn 2012 dari PT Fajar seb Rp 55 juta.
PPh Pasal 21 yg terutang (Tairf PPh Pasal 17): Rp 3.250.000
Apabila dlm thn kalender yg bersangkutan, dibayarkan penghasilan kpd mantan pegawai > 1 x, maka PPh
Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yg berikutnya dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU PPh atas jml penghasilan bruto kumulatif yg diterima dgn memperhitungkan penghasilan yg tlh diterima
sebelumnya.

IV.2. Atas honorarium komisaris yg tdk merangkap sbg Pegawai Tetap


Aulia adalah seorang komisaris di PT Media, yg bukan sbg pegawai tetap. Dlm thn 2013, yaitu bulan Des
2013 menerima honorarium Rp 60 juta.
PPh Pasal 21 yg terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 4.000.000
Apabila dlm thn kalender yg bersangkutan, dibayarkan penghasilan kpd yg bersangkutan > 1 x, maka PPh
Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yg berikutnya dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU PPh atas jml penghasilan bruto kumulatif yg diterima dgn memperhitungkan penghasilan yg tlh diterima
sebelumnya.

IV.3. Penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yg masih berstatus sbg pegawai
Nicholas adalah pegawai PT Abadi menerima gaji Rp 2 juta sebulan. PT Abadi mengikuti program pensiun
utk para pegawainya. PT Abadi membayar iuran dana pensiun utk Nicholas Rp 100 ribu sebulan ke Dana
Pensiun Abadi, yg mrp dana pensiun yg dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun pegawai PT Abadi yg
pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu. Nicholas membayar iuran serupa ke dana pensiun yg sama seb Rp
50 ribu sebulan.
Bulan Apr 2013 Nicholas memerlukan biaya utk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun
yg tlh dibayar sendiri seb Rp 20 juta. Kemudian pd bulan Juni 2013 ia menarik lagi dana sebesar Rp 15 juta.
Kemudian bulan Okt 2013 utk keperluan lainnya ia menarik lagi dana seb Rp 25 juta.
PPh Pasal 21 yg terutang (Tarif PPh Pasal 17 & Kumulatif):
a. atas penarikan dana seb Rp 20 juta pd bulan Apr 2013 terutang PPh Pasal 21: 5% x Rp
20.000.000 = Rp 1.000.000
b. atas penarikan dana seb Rp15 juta pd bulan Juni 2013 terutang PPh Pasal 21: 5% x
Rp15.000.000 = Rp 750.000
c. atas penarikan dana seb Rp 25 juta pd bulan Okt 2013 terutang PPh Pasal 21: 5% x
Rp15.000.000 = Rp 750.000
15% x Rp10.000.000 = Rp 1.500.000
Rp 2.250.000

V. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YG DITERIMA OLEH BUKAN PEGAWAI

V.1. YG MENERIMA PENGHASILAN YG BERSIFAT BERKESINAMBUNGAN

V.1.a. Atas jasa dokter yg praktik di RS dan/atau klinik


dr. Abdul mrp dokter spesialis jantung yg melakukan praktik di RS Harapan dgn perjanjian bahwa atas
setiap jasa dokter yg dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak RS sbg bagian penghasilan RS
dan sisanya seb 80% dari jasa dokter tsb akan dibayarkan kpd dr. Abdul pd setiap akhir bulan. Selain
praktik di RS Harapan dr. Abdul juga melakukan praktik sendiri di klinik pribadinya. dr. Abdul tlh memiliki
NPWP dan pd thn 2013, jasa dokter yg dibayarkan pasien dari praktik dr. Abdul di RS Harapan:

C‐12‐
Bulan Jasa Dokter yg dibayar Pasien (Rp)
Jan 45.000.000
Feb 49.000.000
Mar 47.000.000
Apr 40.000.000
Mei 44.000.000
Juni 52.000.000
Juli 40.000.000
Agust 35.000.000
Sept 45.000.000
Okt 44.000.000
Nov 43.000.000
Des 40.000.000
Jml 524.000.000

Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan Jan s.d. Des 2013:


Dasar
Jasa Dokter Dasar Tarif Pasal
Pemotongan
yg dibayar Pemotongan 17 ayat (1) PPh Pasal 21 terutang
Bulan PPh Pasal 21
Pasien PPh Pasal 21 huruf a UU (Rp)
Kumulatif
(Rp) (Rp) PPh
(Rp)
(1) (2) (3)=50%X(2) (4) (5) (6)=(3) x (5)
Jan 45.000.000 22.500.000 22.500.000 5% 1.125.000
Feb 49.000.000 24.500.000 47.000.000 5% 1.225.000
Mar 47.000.000 3.000.000 50.000.000 5% 150.000

20.500.000 70.500.000 15% 3.075.000


Apr 40.000.000 20.000.000 90.500.000 15% 3.000.000
Mei 44.000.000 22.000.000 112.500.000 15% 3.300.000
Juni 52.000.000 26.000.000 138.500.000 15% 3.900.000
Juli 40.000.000 20.000.000 158.500.000 15% 3.000.000
Agust 35.000.000 17.500.000 176.000.000 15% 2.625.000
Sept 45.000.000 22.500.000 198.500.000 15% 3.375.000
Okt 44.000.000 22.000.000 220.500.000 15% 3.300.000
Nov 43.000.000 21.500.000 242.000.000 15% 3.225.000
Des 40.000.000 8.000.000 250.000.000 15% 1.200.000

12.000.000 262.000.000 25% 3.000.000


Jml 524.000.000 262.000.000 35.500.000
Apabila dr. Abdul tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal 21
terutang sebagaimana contoh di atas.

V.1.b. Atas komisi yg dibayarkan kpd petugas dinas luar asuransi (bukan sbg pegawai
perusahaan asuransi)
Neneng adalah petugas dinas luar asuransi dari PT. Tabaru. Suami Neneng tlh terdaftar sbg WP dan
mempunyai NPWP, dan yg bersangkutan bekerja pd PT. Kersamanah. Neneng tlh

C‐12‐
menyampaikan FC kartu NPWP suami, FC surat nikah dan FC kartu keluarga kpd pemotong pajak. Neneng
hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sbg petugas dinas luar asuransi, dan tlh menyampaikan
surat pernyataan yg menerangkan hal tsb kpd PT Tabarru. Pd thn 2013, penghasilan yg diterima oleh
Neneng sbg petugas dinas luar asuransi dari PT Tabarru:
Bulan Bulan Komisi agen (Rp)
Jan 38.000.000
Feb 38.000.000
Mar 41.000.000
Apr 42.000.000
Mei 44.000.000
Juni 45.000.000
Juli 45.000.000
Agust 48.000.000
Sept 50.000.000
Okt 52.000.000
Nov 55.000.000
Des 56.000.000
Jml 554.000.000

C‐12‐
Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan Jan s.d. Des 2013:
Tarif
Pasal
Penghasilan 17 PPh
Penghasilan 50% dari PTKP Penghasilan Kena Pajak ayat Pasal 21
Bulan Bruto Penghasilan (Rupiah) Kena Pajak Kumulatif (1) terutang
(Rupiah) Bruto (Rupiah) (Rupiah) Huruf (Rupiah)
a UU
PPh
(1) (2) (3)=50%X(2) (4) (5) (6) (7) (8)=(5)x(7)
Jan 38.000.000 19.000.000 2.025.000 16.975.000 16.975.000 5% 848.750
Feb 38.000.000 19.000.000 2.025.000 16.975.000 33.950.000 5% 848.750
Mar 16.050.000 50.000.000 5% 802.500
41.000.000 20.500.000 2.025.000
2.425.000 52.425.000 15% 363.750
Apr 42.000.000 21.000.000 2.025.000 18.975.000 71.400.000 15% 2.846.250
Mei 44.000.000 22.000.000 2.025.000 19.975.000 91.375.000 15% 2.996.250
Juni 45.000.000 22.500.000 2.025.000 20.475.000 111.850.000 15% 3.071.250
Juli 45.000.000 22.500.000 2.025.000 20.475.000 132.325.000 15% 3.071.250
Agust 48.000.000 24.000.000 2.025.000 21.975.000 154.300.000 15% 3.296.250
Sept 50.000.000 25.000.000 2.025.000 22.975.000 177.275.000 15% 3.446.250
Okt 52.000.000 26.000.000 2.025.000 23.975.000 201.250.000 15% 3.596.250
Nov 55.000.000 27.500.000 2.025.000 25.475.000 226.725.000 15% 3.821.250
Des 23.275.000 250.000.000 15% 3.491.250
56.000.000 28.000.000 2.025.000
2.700.000 252.700.000 25% 675.000
Jml 554.000.000 277.000.000 33.175.000

Dlm hal Neneng tdk dpt menunjukkan FC kartu NPWP suami, FC surat nikah dan FC kartu keluarga dan Neneng sendiri tdk memiliki NPWP, maka
perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagaimana contoh di atas namun tdk memperoleh pengurangan PTKP setiap bulan, dan jml PPh Pasal 21 yg terutang
adalah seb 120% dari PPh Pasal 21 yg seharusnya terutang dari yg memiliki NPWP sebagaimana penghitungan berikut:

C‐12‐
Penghasilan Dasar Pemotongan Dasar Pemotongan Tarif Pasal 17 Tarif tdk PPh Pasal 21
Bulan Bruto PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 Kumulatif ayat (1) huruf a memiliki terutang
(Rp) (Rp) (Rp) UU PPh NPWP (Rp)
(1) (2) (3)=50%X(2) (4) (5) (6) (7)=(3)X(5)x(6)
Jan 38.000.000 19.000.000 19.000.000 5% 120% 1.140.000
Feb 38.000.000 19.000.000 38.000.000 5% 120% 1.140.000
Mar 12.000.000 50.000.000 5% 120% 720.000
41.000.000 ------------- ------------- ------ -------- ------------
8.500.000 58.500.000 15% 120% 1.530.000
42.000.000 21.000.000 79.500.000 15% 120% 3.780.000
Apr 44.000.000 22.000.000 101.500.000 15% 120% 3.960.000
Mei 45.000.000 22.500.000 124.000.000 15% 120% 4.050.000
Juni 45.000.000 22.500.000 146.500.000 15% 120% 4.050.000
Juli 48.000.000 24.000.000 170.500.000 15% 120% 4.320.000
Agust 50.000.000 25.000.000 195.500.000 15% 120% 4.500.000
Sept 52.000.000 26.000.000 221.500.000 15% 120% 4.680.000
Okt 55.000.000 27.500.000 249.000.000 15% 120% 4.950.000
Nov 1.000.000 250.000.000 15% 120% 180.000
56.000.000 --------------- ------------- -------- -------- ------------
27.000.000 277.000.000 25% 120% 8.100.000
Des 554.000.000 277.000.000 47.100.000

Dlm hal suami Neneng atau Neneng sendiri tlh memiliki NPWP, tetapi Neneng mempunyai penghasilan lain di luar kegiatannya sbg petugas dinas luar asuransi, maka
perhitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagaimana contoh di atas, namun tdk dikenakan tarif 20% lbh tinggi krn yg bersangkutan atau suaminya tlh memiliki NPWP.

C‐12‐
V.2. YG MENERIMA PENGHASILAN YG TDK BERSIFAT BERKESINAMBUNGAN

Nashrun melakukan jasa perbaikan komputer kpd PT Cahaya dgn fee Rp 5 juta.
Besarnya PPh Pasal 21 yg terutang (Tarif PPh Pasal 17): 5% x 50% Rp 5.000.000 = Rp 125.000 Dlm hal
Nashrun tdk memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yg terutang:
120% x 5% x 50% Rp 5.000.000 = Rp150.000
Apabila Nashrun tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal 21
terutang di atas

V.3.
SEHUBUNGAN DGN PEMBERIAN JASA YG DLM PEMBERIAN JASANYA
MEMPEKERJAKAN ORANG LAIN SBG PEGAWAINYA DAN/ATAU
MATERIAL/BAHAN

Arip melakukan jasa perawatan AC kpd PT Wahana dgn imbalan Rp 10 juta. Arip mempergunakan tenaga 5
orang pekerja dgn membayarkan upah harian @ Rp 180 ribu. Upah harian yg dibayarkan utk 5 orang selama
melakukan pekerjaan Rp 4,5 juta. selain itu, Arip membeli spare part AC yg dipakai utk perawatan AC Rp 1
juta.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
a. Dlm hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yg diberikan Arip, dpt diketahui bagian imbalan bruto yg
mrp upah yg hrs dibayarkan kpd pekerja harian yg dipekerjakan oleh Arip dan biaya utk membeli spare
part AC, maka jml imbalan bruto sbg dasar perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong oleh PT Wahana
atas imbalan yg diberikan kpd Arip adalah seb imbalan bruto dikurangi bagian upah tenaga kerja harian
yg dipekerjakan Arip Nugraha dan biaya spare part AC, sebagaimana dlm contoh:
Rp10.000.000 – Rp 4.500.000 – Rp 1.000.000 = Rp 4.500.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong PT Wahana atas penghasilan yg diterima Arip (Tarif PPh Pasal 17): 5% x
50% x Rp 4.500.000 = Rp112.500
Apabila Arip tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal 21
terutang di atas:
120% x 5% x 50% x Rp 4.500.000 = Rp 135.000
b. Dlm hal PT Wahana tdk memperoleh informasi berdasarkan perjanjian yg dilakukan atau dokumen yg
diberikan oleh Arip mengenai upah yg hrs dikeluarkan Arip atau pembelian material/bahan, PPh Pasal 21
yg hrs dipotong PT Wahana:
5% x 50% x Rp 10.000.000 = Rp 250.000
Apabila Arip tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal 21
terutang di atas
Catatan:
Utk pembayaran upah harian kpd @ pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Arip.

VI. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YG DITERIMA PESERTA


KEGIATAN

Sony adalah seorang atlet bulutangkis professional Indonesia yg bertempat tinggal di Jakarta. la menjuarai
turnamen Indonesia Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah Rp 200 juta.
PPh Pasal 21 yg terutang atas hadiah turnamen Indonesia Grand Prix Gold (Tarif PPh Pasal 17): 5% x Rp
50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp150.000.000 = Rp 22.500.000
Rp 25.000.000

VII. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI DGN


STATUS WP LN YG MEMPEROLEH GAJI SEBAGIAN ATAU SLR-NYA DLM MATA UANG ASING

a. Dlm hal pegawai dgn status WP LN emperoleh gaji sebagian atau slr-nya dlm mata uang asing sbl PPh
dihitung terlebih dahulu hrs dikonversi dlm mata uang Rp.
b. PPh Pasal 26 yg terutang dihitung berdasarkan jml penghasilan bruto, dan tdk boleh diperhitungkan
pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.

C‐12‐
Contoh:
Russel adalah pegawai asing yg berada di Indonesia < 183 hari. Dia berstatus menikah dan mempunyai 2 orang
anak. la memperoleh gaji pd bulan Mar 2013 US$2,500 sebulan. Kurs MenKeu pd saat pemotongan Rp 11.500
utk US$ 1.
Penghitungan PPh Pasal 26:
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan: US$2,500 x Rp11.500 = Rp 28.750.000 PPh
Pasal 26 terutang: 20% x Rp 28.750.000 = Rp 5.750.000

C‐12‐
DAFTAR TRANSAKSI DAN PERLAKUAN PERPAJAKANNYA:
No. Akun Obyek PPh Pasal 21/26 Karyawan Pemberi Kerja Keterangan
1. Gaji, bonus, lembur, insentif, dsb
2. Honorarium, upah, uang saku,
dan sejenisnya
3. Tunjangan yg diberikan dlm
bentuk uang
4. Tunjangan PPh Pasal 21
5. Pesangon Taxable DE Dihitung sendiri
6. Premi Jamsostek JKK/JKM, asuransi Bila tdk dimasukkan sbg
kesehatan, asuransi kecelakaan, penghasilan karyawan
asuransi kematian, maka mrp NDE
beasiswa dan asuransi dwiguna yg
ditanggung pemberi kerja
7. Pemberian natura/kenikmatan Kecuali yg diatur khusus
8. PPh Pasal 21 ditanggung NDE
perusahaan
9. Iuran dana pensiun yg ditanggung Non Taxable Dana Pensiun yg tlh
perusahaan disahkan oleh MenKeu
10. JHT yg ditanggung perusahaan
(3,7%)
11. JKK, JKM dan JPK yg ditanggung Taxable
perusahaan
12. Pemberian natura/kenikmatan di KEP-213/PJ/2001
daerah terpencil
13. Pemberian makanan & minuman Non Taxable KEP-213/PJ/2001
kpd slr karyawan di tempat kerja DE
14. Biaya antar jemput pegawai KEP-213/PJ/2001
15. Biaya perjalanan dinas Hanya atas uang saku. Jika
diberikan scr lumpsum,
maka seluruhnya menjadi
obyek
PPh Pasal 21
16. Imbalan jasa profesionak dan Jika pemberi jasa adalah
jasa-jasa lainnya WP Badan maka obyek
Taxable PPh Pasal 23
17. Tantiem SE-16/PJ.44/1992
18. Bonus, gratfikasi, jasa produksi yg SE-16/PJ.44/1992
dibebankan ke Laba Ditahan
19. Pemberian natura/kenikmatan yg NDE
diberikan oleh perusahaan yg
dikenakan deemed profit dan/atau
deemed tax
20. Kendaraan dinas yg digunakan Non Taxable DE (50%) KEP-220/PJ/2002
utk pegawau tertentu krn
pekerjaan atau jabatannya
21. Akun piutang atau biaya yg dibayar Taxable DE (bertahap)
di muka yg berkaitan dgn obyek PPh
Pasal 21
Catatan:
DE = Deductible Expense
NDE = Non Deductible Expense

C‐12‐
PPh PASAL 22

Dasar
Obyek Tarif PPh Sifat
Perhitungan

1. Impor
a. Brg-brg tertentu dlm Lamp 7,5% Nilai Impor1 Dipungut oleh
PMK-1752 Bank Devisa dan
b. Selain brg-brg tertentu dlm 2,5% Nilai Impor1 DJBC
Lamp PMK-175, yg
menggunakan API2
c. Selain brg-brg tertentu dlm 7,5% Nilai Impor1
Lamp PMK-175, yg tdk
menggunakan API2
d. Yg tidak dikuasai 7,5% Hrg Jual
Lelang
e. Impor kedelai, gandum, & 0,5% Nilai Impor1
tepung terigu yg
menggunakan API (sejak 4
Feb 2008)
Dasar Hukum:, PMK-
154/PMK.03/2010 jo PMK-
224/PMK.011/2012 jo PMK-
146/PMK.011/2013 jo PMK-
175/PMK.011/2013, KEP-
417/PJ/2001, PER-57/PJ/2010 jo
PER-15/PJ/2011 jo PER-
06/PJ/2013
Ket:
1
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yg menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost,
Insurance, and Freight (CIF) ditambah dgn Bea Masuk dan pungutan lainnya yg dikenakan berdasarkan
ketentuan perpu pabean di bidang impor. (Pasal 2 ayat (2) PMK-175). Pemungutan PPh 22 impor brg
dilaksanakan dgn cara penyetoran oleh importir yg bersangkutan ataupun DJBC ke kas negara (melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yg ditunjuk oleh MenKeu).
2
Berlaku sejak 5 Jan 2014, pengenaan s.d. 4 Jan 2014 hanya melihat menggunakan API atau tdk → PMK-
175 mulai berlaku sejak 5 Jan 2014 yaitu stl 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan (6 Des 2013).

2. Pembelian Brg oleh 1,5% Hrg Dipungut oleh


Bendahara Pemerintah & Pembelian Bendahara
KPA sbg pemungut pajak Pemerintah & KPA,
pd Pemerintah Pusat, atau Bendahara
Pemda, Instansi atau Pengeluaran, atau
lembaga Pemerintah & KPA / Pejabat
lembaga negara lainnya; Penerbit SPM
Bendahara Pengeluaran
(Mekanisme UP); dan KPA
atau pejabat penerbit SPM
yg diberi delegasi oleh KPA
(Mekanisme LS)
Dasar Hukum: Pasal 1 ayat (1) huruf
b-d PMK-154/PMK.03/2010 jo
PMK- 224/PMK.011/2012 jo PMK-
146/PMK.011/2013 jo PMK-
175/PMK.011/2013

C‐
3. Pembelian barang dan atau 1,5% Hrg Sejak 31 Agust 2010
bahan utk keperluan usaha Pembelian s.d. 23 Feb 2013,
oleh BUMN: BUMN bukan
a. PT Pertamina, PT PLN, PT pemungut PPh Pasal
PGN Tbk, PT 22 lagi. Namun sejak
Telekomunikasi Indonesia 24 Feb 2013 ditunjuk
Tbk, PT Garuda Indonesia kembali dgn
Tbk, PT Pembangunan menambah: PT PGN,
Perumahan Tbk, PT Wijaya PT
Karya Tbk, PT Adhi Karya Pembangunan
Tbk, PT Hutama Karya, PT Perumahan, PT
Krakatau Steel Wijaya Karya, PT
b. Bank BUMN Adhi Karya, PT
Dasar Hukum: Pasal 1 ayat (1) huruf Hutama Karya.
e PMK-154/PMK.03/2010 jo PMK-
224/PMK.011/2012 jo
PMK-146/PMK.011/2013 jo PMK-
175/PMK.011/2013, PER-
57/PJ/2010 stdtd PER-
06/PJ/2013

4. Penjualan hasil produksi Mulai 24 Feb 2013


kpd distributor di DN oleh menambah kata “kpd
badan usaha yg bergerak di distributor” dan
bidang usaha: “industri farmasi”.
a. Industri Semen 0,25% DPP PPN
b. Industri Kertas 0,1% DPP PPN Dipungut oleh
c. Industri Baja 0,3% DPP PPN Badan Usaha yg
d. Industri Otomotif yg 0,45% DPP PPN bergerak di bidang
ditunjuk sbg pemungut usaha tsb
termasuk ATPM, APM
(Agen Pemegang Merk),
Importir Umum Kend.
Bermotor
e. Industri Farmasi (sejak 0,3% DPP PPN
24 Feb 2013)
Dasar Hukum: PMK-
154/PMK.03/2010 jo PMK-
224/PMK.011/2012 jo PMK-
146/PMK.011/2013 jo PMK-
175/PMK.011/2013, PER-
52/PJ/2008, PER-57/PJ/2010 jo
PER-15/PJ/2011 jo PER-
06/PJ/2013
Ket: Industri rokok mulai 1 Jan 2009 tdk ditunjuk lagi sbg pemungut PPh Pasal 22 (diatur di PER
52/PJ/2008) sehingga sesuai SE 7/PJ.03/2008 atas penjualan industri rokok dikenakan tarif PPh Pasal 17
UU PPh dgn DPP = Hrg Bandrol.
5. Penjualan BBM, BBG, dan Penjualan kpd:
Pelumas oleh Pertamina dan - Agen/penyalur →
badan usaha lain yg Final
bergerak di bidang bahan - Selain agen/
bakar kpd : penyalur → Tdk
a. SPBU bukan Pertamina & 0,3% Penjualan Final
Non SPBU
b. SPBU Pertamina 0,25% Penjualan Dipungut oleh

C‐
c. BBG & Pelumas Dasar 0,3% Penjualan produsen atau
Hukum: PMK- (exclude PPN) importir
154/PMK.03/2010 jo PMK-
224/PMK.011/2012 jo PMK-
146/PMK.011/2013 jo PMK-
175/PMK.011/2013
6. Pembelian bahan dari 0,25% Hrg Pembelian Tarif utk periode 2 Jan
pedagang pengumpul, utk (tdk termasuk 2003 – 31 Des
keperluan industri / PPN) 2008 adalah 0,25%.
eksportir yg bergerak di Mulai 24 Feb 2013
sektor kehutanan, menambah “sektor
perkebunan, pertanian, dan peternakan” &
perikanan memperjelas definisi
Dasar Hukum: PMK- “pedagang
154/PMK.03/2010 jo PMK- pengumpul”
224/PMK.011/2012 jo PMK-
146/PMK.011/2013 jo PMK- Dipungut oleh
175/PMK.011/2013, KEP- industri & eksportir
25/PJ/2003 jo PER-23/PJ/2009 yg bergerak di
sektor tsb
Ket:
Pedagang pengumpul adalah badan/OP yg kegiatan usahanya:
a. mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
b. menjual hasil tsb kpd badan usaha industri dan eksportir yg bergerak dlm sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.

7. Pembelian barang yg 5% Hrg Jual (tdk


tergolong sangat mewah termasuk PPN
(dipungut oleh WP Badan & PPnBM)
penjual)
- Pesawat udara pribadi, hrg
jual > Rp 20 M
- Kapal pesiar & sejenisnya,
harga jual > Rp 10 M
- Rumah beserta tanahnya, hrg
jual/ hrg pengalihan > Rp 10
M & luas bangunan > 500 m2
- Apartemen, kondominium,&
sejenisnya, hrg jual/
pengalihannya > Rp 10 M
dan/atau luas bangunan > 400
m2
- Kendaraan bermotor roda 4
pengangkutan orang < 10
orang (sedan, jeep, sport
utility vehicle, multi purpose
vehicle, minibus, &
sejenisnya, hrg jual > Rp 5 M
dan kapasitas silinder > 3000
cc.
Berlaku sejak 1 Jan 2009
Dasar Hukum: PMK-
253/PMK.03/2008

C‐
YG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PPh PASAL 22:
1. Impor brg atau penyerahan brg di DN yg berdasarkan perpu tdk terutang PPh (Pasal 3 ayat (1)
huruf a PMK-146/PMK.011/2013)
→ Pengecualian pemungutan dinyatakan dgn SKB PPh Pasal 22 yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak
 Ketentuan utk 1 Mei 2002 s.d. 31 Jan 2011: Menggunakan ketentuan KEP-192/PJ/2002
 Ketentuan sejak 1 Feb 2011: Menggunakan ketentuan PER-1/PJ/2011
2. Impor brg yg dibebaskan dari bea masuk dan atau PPN (Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK-
146/PMK.011/2013)
 Brg tsb yaitu:
1. Brg perwakilan negara asing dan para pejabatnya yg bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal
balik
2. Brg utk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yg bertugas di Indonesia dan tdk memegang
paspor Indonesia yg diakui dan terdaftar dlm PMK yg mengatur ttg tata cara pemberian pembebasan
bea masuk dan cukai atas impor brg utk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yg
bertugas di Indonesia
3. Brg kiriman hadiah/hibah utk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau utk kepentingan
penanggulangan bencana
4. Brg utk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam, dan tempat lain semacam itu yg
terbuka utk umum
5. Brg utk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
6. Brg utk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya
7. Peti atau kemasan lain yg berisi jenazah atau abu jenazah
8. Brg pindahan
9. Brg pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas
jml tertentu sesuai ketentuan perpu kepabeanan
10. Brg yg diimpor oleh pemerintah pusat atau pemda yg ditunjukan utk kepentingan umum
11. Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, termasuk suku cadang utk keperluan pertahanan dan
keamanan negara
12. Brg dan bahan yg dipergunakan utk menghasilkan brg bagi keperluan pertahanan dan keamanan
negara
13. Vaksin polio dlm rangka pelaksanaan program PIN
14. Buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku pelajaran agama, dan
buku ilmu pengetahuan lainnya
15. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu,
kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayanan atau alat keselamatan manusia yg diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayanan Niaga
Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan
Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional,
sesuai dgn kegiatan usahanya
16. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia,
peralatan utk perbaikan atau pemeliharaan yg diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan utk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yg
diimpor oleh pihak yg ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yg digunakan dlm
rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kpd Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional
17. KA dan suku cadang serta peralatan utk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yg dimpor dan
digunakan oleh PT KAI, dan komponen atau bahan yg diimpor oleh pihak yg ditunjuk oleh PT KAI
(Persero), yg digunakan utk pembuatan KA, suku cadang, peralatan utk perbaikan atau pemelibaraan,
serta prasarana yg akan digunakan oleh PT KAI (Persero)
18. Peralatan berikut suku cadangnya yg digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau TNI utk penyediaan
data batas dan photo udara wilayah Negara RI yg dilakukan utk rnendukung pertahanan Nasional, yg
diimpor oleh Kernenterian Pertahanan, TNl atau pihak yg ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan atau
TNT
19. Brg utk kegiatan hulu Migas yg importasinya dilakukan oleh KKKS (berlaku sejak 31 Agust 2010)
Pengecualian dari pemungutan PPh atas barang impor sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK-146
tetap berlaku dlm hal brg impor tsb dikenakan tarif bea masuk seb 0%.

C‐
3. Impor sementara, jika pd waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan utk diekspor kembali (Pasal 3 ayat (1)
huruf c PMK-146)
 Impor Sementara: Pemasukan brg impor ke dlm daerah pabean yg benar-benar dimaksudkan utk
diekspor kembali dlm jangka waktu paling lama 3 thn (Pasal 1 PMK-142/PMK.04/2011)
4. Impor kembali (re-impor), yg meliputi brg-brg yg tlh diekspor kemudian diimpor kembali dlm kualitas yg
sama atau brg-brg yg tlh diekspor utk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yg tlh memenuhi syarat
yg ditentukan Dirjen Bea & Cukai (Pasal 3 ayat (1) huruf d PMK-146/PMK.011/2013)
→ Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
5. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf b-e PMK-
224/PMK.011/2012, berkenaan dgn (Pasal 3 ayat (1) huruf e PMK-146):
1. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf b-d PMK-
224/PMK.011/2012 yg jm-nya < Rp 2 juta & tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
2. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf e yg jml-nya < Rp 10 juta &
tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
3. Pembayaran utk:
a. pembelian BBM, BBG, pelumas, benda-benda pos
b. pemakaian air & listrik
4. Pembayaran utk pembelian migas dan/ atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang
migas yg dihasilkan di Indonesia dari (berlaku sejak 24 Feb 2013):
a. kontraktor yg melakukan eksplorasi & eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau
b. kantor pusat kontraktor yg melakukan eksplorasi & eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama
5. Pembayaran utk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari WP yg menjalankan
usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi
(berlaku sejak 24 Feb 2013).
→ Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
6. Emas batangan yg akan diproses utk menghasilkan brg perhiasan dari emas utk tujuan ekspor
(Pasal 3 ayat (1) huruf f PMK-146/PMK.011/2013& Pasal 3A ayat (1) PER-15/PJ/2011)
→ Pengecualian pemungutan dinyatakan dgn SKB PPh Pasal 22 yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak
7. Pembayaran utk pembelian brg sehubungan dgn penggunaan dana BOS
→ Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
8. Penjualan kendaraan bermotor di DN yg dilakukan oleh industri otomotif, ATPM, Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yg tlh dikenai pemungutan PPh berdasarkan ketentuan
Pasal 22 ayat (1) huruf c UU PPh
→ Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB (berlaku sejak 4 Nov 2013)
9. Impor brg berupa mesin dan peralatan, baik dlm keadaan terpasang maupun terlepas, tdk termasuk suku
cadang, yg diperlukan oleh pengusaha di bidang pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan (Pasal
4 ayat (1) PMK-21/PMK.011/2010)
→ Sumber Energi Terbarukan adalah sumber energi yg dihasilkan dari sumber daya energi yg berkelanjutan jika
dikelola dgn baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan
dan perbedaan suhu lapisan laut
→ Pengecualian pemungutan dilakukan scr otomatis tanpa menggunakan SKB
Utk no. 2 & 3:
Ketentuan ini dilaksanakan oleh DJBC yg tata caranya diatur oleh DJBC dan/atau DJP (Pasal 3 ayat (5) PMK-
224/PMK.011/2012)
 Sejak 6 Juni 2011, Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 atas Impor brg yg dibebaskan dari bea masuk
dan atau PPN dilakukan tanpa SKB PPh Pasal 22 (Pasal 3B ayat (2) PER- 15/PJ/2011)
 Berdasarkan SE-32/BC/2010 yg dikeluarkan oleh DJBC, Pengecualian dari Pemungutan PPh Pasal 22
atas Impor brg dilakukan tanpa melalui mekanisme SKB yg dari DJP.
→ Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 Impor diberikan scr lsg pd saat PIB diajukan kpd Kepala
Kantor Pelayanan Utama atau Kepala KPPBC

C‐
PPh PASAL 23

Tarif Dasar
Obyek Sifat
PPh Perhitungan

1. Dividen 15% Jml Bruto Tdk Final


Dasar Hukum:
Pengecualian:
a. Dividen atau bagian laba yg diterima/ diperoleh PT sbg WPDN, koperasi, BUMN dan BUMD, dari
penyertaan modal pd badan usaha yg didirikan & bertempat kedudukan di Indonesia dgn syarat:
dividen berasal dari cadangan laba yg ditahan; dan bagi PT, BUMN dan BUMD yg menerima dividen,
kepemilikan saham pd badan yg memberikan dividen > 25% dari jml modal yg disetor
b. Bagian laba yg diterima / diperoleh anggota dari CV yg modalnya tdk terbagi atas saham- saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan KIK. Berlaku juga
bagi pemegang unit penyertaan yg mrp Subjek Pajak LN (Pasal 5 PP 94 Thn 2010) → Bukan Objek
Pajak
c. Dividen yg diterima oleh WP OP → Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
d. SHU koperasi yg dibayarkan oleh koperasi kpd anggotanya

2. Bunga 15% Jml Bruto Tdk Final


Dasar Hukum: PMK-251/PMK.03/2008
Pengecualian:
a. Jika penghasilan dibayar/terutang kpd Bank
b. Jika penghasilan dibayar/terutang kpd badan usaha/jasa keuangan yg berfungsi sbg
penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yg diatur dgn PMK-251/PMK.03/2008
 berupa bunga atau imbalan lain yg diberikan atas penyaluran pinjaman dan atau pemberian
pembiayaan, termasuk yg menggunakan pembiayaan berbasis syariah.
 Badan usaha pd huruf b terdiri dari :
 perusahaan pembiayaan yg mrp badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yg
khusus didirikan utk melakukan kegiatan yg termasuk dlm bidang usaha lembaga pembiayaan
dan telah memperoleh ijin usaha dari Menkeu;
 BUMN/BUMD yg khusus didirikan utk memberikan sarana pembiayaan bagi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi, termasuk PT (Persero) Permodalan Nasional Madani.
c. Bunga Deposito, Tabungan (yg didapatkan dari Bank), dan Diskonto SBI → Objek PPh Pasal 4
ayat (2)
d. Bunga Obligasi → Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
e. Bunga simpanan yg dibayarkan Koperasi kpd anggota koperasi Orang Pribadi (WP OP) →
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)

3. Royalti 15% Jml Bruto Tdk Final


Dasar Hukum: PER-33/PJ/2009
Sejak 4 Juni 2009 atas royalti dari hasil karya sinematografi
- Memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kpd pihak lain utk
mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya, dgn persyaratan
tertentu seperti penggunaan Karya Sinematografi utk jangka waktu atau wilayah tertentu
- Dgn memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kpa pihak lain utk
mengumumkan ciptaannya dgn menggunakan pola bagi hasil antara pemegang hak cipta & pengusaha
bioskop
dipotong PPh Pasal 23.

4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan 15% Jml Bruto Tdk Final

C‐
sejenisnya selain yg tlh dipotong PPh
Pasal 21
Dasar Hukum: Pasal 3 KEP-395/PJ/2001
Pengecualian:
a. Hadiah atau penghargaan dan hadiah sehubungan dgn pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya yg diterima
oleh WP OP DN → Objek PPh Pasal 21
b. Hadiah Undian → Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
c. Hadiah lsg dlm penjualan brg/jasa sepanjang diberikan kpd semua pembeli/konsumen akhir tanpa
diundi & hadiah tsb diterima lsg oleh konsumen akhir pd saat pembelian brg/jasa → Bukan Objek
Pajak.
5. Sewa & penghasilan lain sehubungan 2% Jml Bruto tdk Tdk Final
dgn penggunaan harta, kecuali yg tlh termasuk PPN
dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
SE terkait: SE-35/PJ/2010
Pengecualian:
a. Sewa tanah dan/ atau bangunan
b. Sewa yg dibayarkan atau terutang sehubungan dgn SGU dgn hak opsi

 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta: Penghasilan yg diterima
atau diperoleh sehubungan dgn kesepakatan utk memberikan hak menggunakan harta selama jangka
waktu tertentu baik dgn perjanjian tertulis maupun tdk tertulis shg harta tsb hanya dpt digunakan oleh
penerima hak selama jangka waktu yg tlh disepakati.

6. Imbalan sehubungan dgn jasa teknik, 2% Jml Bruto tdk Tdk Final
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa termasuk PPN
konsultan, dan jasa lain selain jasa yg
tlh dipotong PPh Pasal 21
SE terkait: SE-35/PJ/2010
 Jasa teknik: Pemberian jasa dlm bentuk pemberian informasi yg berkenaan dgn pengalaman dlm
bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yg dpt meliputi:
 Pemberian informasi dlm pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian
dgn bantuan gelombang seismik;
 Pemberian informasi dlm pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dlm
bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau
 Pemberian informasi yg berkaitan dgn pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian
informasi melalui pelatihan atau seminar dgn peserta dan materi yg tlh ditentukan oleh pengguna
jasa.
 Jasa manajemen: Pemberian jasa dgn ikut serta scr langsung dlm pelaksanaan atau pengelolaan
manajemen.
 Jasa konsultan: Pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dlm suatu
bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yg dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yg
tdk disertai dgn keterlibatan lsg para tenaga ahli tsb dlm pelaksanaannya.

7. Jasa lain selain jasa yg tlh dipotong PPh 2% Jml Bruto tdk Tdk Final
Pasal 21, yg terdiri dari : termasuk PPN
a. Jasa penilai
b. Jasa aktuaris
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan
atestasi LK
d. Jasa perancang
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang
penambangan migas, kecuali yg

C‐
dilakukan oleh BUT
f. Jasa penunjang di bidang
penambangan migas, berupa :
- jasa penyemenan dasar
- jasa penyemenan perbaikan
- jasa pengontrolan pasir
- jasa pengasaman
- jasa peretakan hidrolika
- jasa nitrogen & gulungan pipa
- jasa uji kandung lapisan
- jasa reparasi pompa reda
- jasa pemasangan instalasi &
perawatan
- jasa penggantian
peralatan/material
- jasa mud logging
- jasa mud engineering
- jasa well logging & perforating
- jasa stimulasi & secondary
decovery
- jasa well testing & wire line service
- jasa alat kontrol navigasi lepas
pantai yg berkaitan dgn drilling
- jasa pemeliharaan utk pekerjaan
drilling
- jasa mobilisasi & demobilisasi
anjungan drilling
- jasa lainnya yg sejenisnya di
bidang pengeboran migas
g. Jasa penambangan & jasa penunjang di
bidang penambangan selain migas :
- jasa pengeboran
- jasa penebasan
- jasa pengupasan & pengeboran
- jasa penambangan
- jasa pengangkutan/ sistem
transportasi, kecuali jasa angkutan
umum
- jasa pengolahan bahan galian
- jasa reklamasi tambang
- jasa pelaksanaan mekanikal,
elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan
penggalian/pemindahan tanah
- jasa lainnya yg sejenis di bid
pertambangan umum
h. Jasa penunjang di bidang
penerbangan dan bandar udara:
1) bid. aeronautika, termasuk :
- jasa pendaratan, penempatan,
penyimpanan pesawat udara dan
jasa lain sehubungan dgn
pendaratan pesawat udara
- jasa penggunaan jembatan pintu
- jasa pelayanan penerbangan
- jasa ground handling
- jasa penunjang lain di bidang
aeronautika

C‐
2) bid. non-aeronatika, termasuk :
- jasa catering di pesawat & jasa
pembersihan pantry pesawat;
- jasa penunjang lain di bidang
non aeronautika
i. Jasa penebangan hutan
j. Jasa pengolahan limbah
k. Jasa penyedia tenaga kerja
l. Jasa perantara dan/atau keagenan
m. Jasa di bidang perdagangan surat- surat
berharga, kecuali yg dilakukan oleh
Bursa Efek, KSEI dan KPEI
n. Jasa custodian/penyimpanan/
penitipan, kecuali yg dilakukan oleh
KSEI
o. Jasa pengisian suara (dubbing)
dan/atau sulih suara
p. Jasa mixing film
q. Jasa sehubungan dgn software
komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan
r. Jasa instalasi/ pemasangan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yg dilakukan
oleh WP yg ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sbg pengusaha konstruksi
s. Jasa perawatan/ perbaikan/pemeliharaan
mesin, perawatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, TV Kabel, alat transportasi/ kendaraan
dan/atau bangunan selain yg dilakukan
oleh WP yg ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sbg pengusaha konstruksi
t. Jasa maklon
u. Jasa penyelidikan & keamanan
v. Jasa penyelenggara kegiatan / event
organizer
w. Jasa pengepakan
x. Jasa penyediaan tempat dan / atau
waktu dlm media masa, media luar
ruang atau media lain utk
penyampaian informasi
y. Jasa pembasmian hama
z. Jasa kebersihan / cleaning service
aa. Jasa catering / tata boga Dasar
Hukum dan SE terkait: PMK-
244/PMK.03/2008, PER-33/PJ/2009, SE-
53/PJ/2009, SE-35/PJ/2010

C‐
JASA KEPELABUHAN:

Pengertian Jasa Kepelabuhan diantaranya mencakup hal-hal sbb:


1. Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan utk lalu lintas kapal dan tempat berlabuh.
2. Penyediaan dan pelayanan jasa dermaga utk bertambat, bongkar muat barang dan hewan serta penyediaan
fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
3. Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, angkutan di perairan pelabuhan, alat
bongkar muat serta peralatan pelabuhan.
4. Penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) PMK-244/PMK.03/2008, Jasa Kepelabuhan tdk termasuk dlm jenis jasa lain yg mrp
objek pemotongan PPh Pasal 23

JML BRUTO DLM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UU PPh: (SE-53/PJ/2009)

1. Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh mengatur bahwa imbalan sehubungan dgn jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yg tlh dipotong PPh Pasal 21 dipotong
PPh oleh pihak yg wajib membayarkan seb 2% dari jml bruto tdk termasuk PPN.
2. Yg dimaksud dgn jml bruto pd butir 1 adalah slr jml penghasilan dgn nama dan dlm bentuk apapun yg
dibayarkan, disediakan utk dibayarkan, atau tlh jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak badan DN, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan LN lainnya kpd WP DN atau
BUT, tdk termasuk:
a. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sbg imbalan sehubungan dgn
pekerjaan yg dibayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kpd tenaga kerja yg melakukan pekerjaan,
berdasarkan kontrak dgn pengguna jasa;
b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
c. pembayaran kpd pihak kedua (sbg perantara) utk selanjutnya dibayarkan kpd pihak ketiga;
d. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jml yg nyata-
nyata tlh dibayarkan oleh pihak kedua kpd pihak ketiga
3. Jml bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 tdk berlaku:
a. atas penghasilan yg dibayarkan sehubungan dgn jasa katering;atau
b. dlm hal penghasilan yg dibayarkan sehubungan dgn jasa dlm butir 1, tlh dikenai PPh yg bersifat final.
4. Pembayaran dlm butir 2 hrs dpt dibuktikan dgn:
a. kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sbg
imbalan sehubungan dgn pekerjaan (sesuai butir 2 huruf a);
b. faktur pembelian barang atau material (sesuai butir 2 huruf b);
c. faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dgn perjanjian tertulis (sesuai butir 2 huruf c);
d. faktur tagihan atau bukti pembayaran yg tlh dibayarkan oleh pihak kedua kpd pihak ketiga (sesuai
butir 2 huruf d).
Contoh
1. PT Sumber Tenaga mrp perusahaan penyedia tenaga kerja. PT Sumber Tenaga mendapat kontrak dari PT
Maju Terus utk menyediakan tenaga kerja pemasaran sebanyak 20 org dgn mendapat imbalan jasa seb Rp 20
juta. Tenaga kerja tsb selanjutnya menjadi pegawai PT Maju Terus.
Atas pembayaran yg dilakukan PT Maju Terus kpd PT Sumber Tenaga dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Maju
Terus seb: 2% x Rp 20 juta = Rp 400 ribu
2. PT Aman Jaya mrp perusahaan penyedia tenaga kerja utk keamanan (satpam). PT Aman Jaya mendapat
kontrak penyediaan tenaga kerja satpam sebanyak 20 orang dari PT Dwi Makmur. Tenaga kerja satpam tsb
tetap mrp pegawai PT Aman Jaya. Dlm kontrak disepakati bahwa pembayaran atas penyerahan jasa oleh PT
Aman Jaya terdiri dari gaji utk 20 org satpam per bulan seb Rp 20 juta dan imbalan atas jasa penyediaan
satpam per bulan seb Rp 2 juta
a. Rincian tagihan PT Aman Jaya kepada PT Dwi Makmur:
 Pembayaran gaji 20 org satpam..........................Rp 20 juta
 Imbalan Jasa .................................................Rp 2 juta
b. Atas pembayaran yg dilakukan PT Dwi Makmur kpd PT Aman jaya dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Dwi
Makmur seb: 2% x Rp 2 juta = Rp 40 ribu

C‐
c. Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar pemotongan PPh
Pasal 23 adalah seb Rp 22 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT Dwi Makmur atas pembayaran
kpd PT Aman Jaya adalah seb: 2% x Rp 22 juta = Rp 440 ribu
3. PT Megah (pihak pertama) melakukan kontrak dgn PT Satu Sarana selaku perusahaan agen periklanan (pihak
kedua) utk membuat iklan sekaligus memasang iklan pd perusahaan media (pihak ketiga). Nilai kontrak yg tlh
disepakati adalah seb Rp 103 juta
a. Rincian tagihan PT Satu Sarana kpd PT Megah:
 Pembelian material utk pembuatan iklan..................................................Rp 15 juta
 Jasa konsultan (terkait pembuatan & pemasangan iklan).........................Rp 5 juta
 Fee agen.................................................................................................. Rp 3 juta
 Biaya pemasangan iklan ke perusahaan media.........................................Rp 80 juta
b. Pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan PT Satu Sarana atas pembayaran jasa pemasangan iklan kpd
perusahaan media seb: 2% x Rp 80 juta = Rp 1,6 juta
c. Pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan PT Megah atas pembayaran jasa konsultasi dan jasa keagenan
kpd PT Satu Sarana seb:
 2% x Rp 5 juta = Rp 100 ribu utk jasa konsultasi
 2% x Rp 3 juta = Rp 60 ribu utk jasa keagenan
d. Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar pemotongan
PPh Pasal 23 seb Rp 103 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT Megah atas pembayaran kpd PT
Satu Sarana seb: 2&=% x Rp 103 juta = Rp 2,06 juta
4. PT Terang mengikat kontrak dgn PT Garmindo utk pembuatan seragam kantor PT Terang berdasarkan model
& spesifikasi yg tlh ditentukan oleh PT Terang. Dlm kontrak disepakati bahwa PT Terang akan
menyediakan bahan baku utama berupa kain dan PT Garmindo akan menyediakan bahan tambahan. Imbalan
yg disepakati atas kontrak tsb seb Rp 25 juta tdk termasuk biaya bahan tambahan. PT Garmindo mengeluarkan
biaya seb Rp 5 juta utk bahan tambahan.
a. Rincian tagihan PT Garmindo kpd PT Terang:
 Biaya utk bahan tambahan..................Rp 5 juta
 Imbalan Jasa maklon...........................Rp 25 juta
b. Atas pembayaran yg dilakukan PT Terang kpd PT Garmindo dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Terang seb:
2% x Rp 25 juta = Rp 500 ribu
c. Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar pemotongan
PPh Pasal 23 seb Rp 30 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT Terang atas pembayaran kpd PT
Garmindo seb: 2% x Rp 30 juta = Rp 600 ribu
5. Utk acara pembukaan cabang baru, PT Abadi meminta CV Sedap yg bergerak di bidang pengadaan catering
utk menyediakan makanan yg terdiri dari makanan pembuka, makanan utama, dan makanan penutup utk
sekitar 500 org. Kontrak yg disepakati utk pengadaan catering tsb adalah Rp 20 juta. Atas pembayaran yg
dilakukan PT Abadi kpd CV Sedap dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Abadi seb: 2% x Rp 20 juta = Rp 400 ribu

C‐
STEMPEL TANDA TANGAN PD BUKTI POTONG PPh PASAL 23/26 ATAS DIVIDEN:

 Dasar Hukum:
PER-15/PJ/2014 (berlaku sejak 16 Mei 2014) ttg Penggunaan stempel tanda tangan pd bukti pemotongan PPh
atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham → mencabut KEP- 388/PJ/2003 stdd
KEP-117/PJ./2004

 Diperbolehkannya Penggunaan Stempel Tanda Tangan pd Bukti Potong PPh Pasal 23/26 :
Pemotong Pajak dpt menggunakan stempel tanda tangan utk menandatangani Bukti Pemotongan PPh atas
pembayaran dividen kpd para pemegang saham utk jml penerbitan bukti pemotongan PPh minimal 6 ribu
lembar. (Pasal 2 PER-15/PJ/2014)
→ Pemotong Pajak adalah WP yg menyediakan utk membayar atau membayar dividen kpd para pemegang
saham. (Pasal 1 PER-15/PJ/2014)
 Tata Cara Pengajuan & Proses Penyelesaian Permohonan:
1. Pemotong Pajak yg akan menggunakan Stempel tanda tangan wajib mengajukan permohonan kpd
Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar, dan wajib dilengkapi dgn: (Pasal 3 ayat (1)
& (2) PER-15/PJ/2014)
 Jml penerima dividen;
 Penunjukkan pejabat yg berwenang menandatangani bukti pemotongan PPh atas pembayaran dividen
kpd para pemegang saham.
2. Stl melakukan penelitian atas permohonan Pemotong Pajak, Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak menerbitkan SK
Penggunaan Stempel Tanda Tangan dlm rangkap 3 dgn menggunakan form Lamp I PER-15/PJ/2014. (Pasal
3 ayat (3) PER-15/PJ/2014)
3. SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan diterbitkan paling lambat 14 hari sejak diterimanya permohonan.
(Pasal 3 ayat (4) PER-15/PJ/2014)
→ Apabila jangka waktu 14 hari tlh lewat dan Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan, maka
permohonan Pemotong Pajak tsb dianggap diterima, dan selanjutnya Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak segera
menerbitkan SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan paling lambat 7 hari sejak batas waktu 14 hari tlh
lewat. (Pasal 3 ayat (5) PER-15/PJ/2014)
 Kewajiban Pemotong Pajak yg tlh mendapat SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan wajib:
(Pasal 4 PER-15/PJ/2014)
 Menyerahkan Spesimen Tanda Tangan Pejabat yg diberi wewenang utk menandatangani Bukti Pemotongan
PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham ke KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar sesuai
Lamp II PER-15/PJ/2014.
 Mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Penggunaan Stempel Tanda Tangan pd Bukti Pemotongan
PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham.
 Pemotong Pajak wajib melaporkan kpd Kepala KPP apabila terjadi perubahan pejabat yg diberi wewenang
utk menandatangani Bukti Pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham disertai
Spesimen Tanda Tangan pejabat dimaksud.

C‐
PPh PASAL 24 ATAS PENGHASILAN WP DN DARI LN

Dasar Hukum:
 Pasal 24 ayat (6) UU PPh
 KMK-164/KMK.03/2002 (berlaku sejak 19 April 2002) ttg Kredit Pajak LN (KPLN)

Ketentuan ttg Penggabungan Penghasilan yg Berasal dari LN: (Pasal 1 KMK-164/KMK.03/2002)


Penggabungan penghasilan yg berasal dari LN:
 utk penghasilan dari usaha → dilakukan dlm thn pajak diperolehnya penghasilan tsb
 utk penghasilan lainnya → dilakukan dlm thn pajak diterimanya penghasilan tsb
 utk penghasilan berupa deviden → dilakukan dlm thn pajak pd saat perolehan deviden tsb ditetapkan sesuai
dgn Kep MenKeu (PMK-256/PMK.03/2008 & PER-59/PJ/2010)
Kerugian yg diderita di LN tdk boleh digabungkan dlm menghitung PKP

Syarat Pengkreditan Pajak LN: (Pasal 4 KMK-164/KMK.03/2002)


Menyampaikan permohonan yg dilampiri:
a. LK dari penghasilan LN;
b. FC SPT yg disampaikan di LN; dan
c. Dokumen pembayaran pajak di LN.
Penyampaian permohonan tsb dilakukan bersamaan dgn penyampaian SPT Tahunan PPh.

Ketentuan Besarnya Kredit Pajak: (Pasal 2 KMK-164/KMK.03/2002)


 Jml KPLN paling tinggi sama dgn jml pajak yg dibayar atau terutang di LN, tetapi tdk boleh melebihi jml
tertentu
Jml penghasilan dari LN
Jml Tertentu = x Total PPh Terutang
PKP
 Jml tertentu paling tinggi sama dgn pajak yg terutang atas PKP dlm hal PKP < penghasilan LN
 Apabila penghasilan LN berasal dari bbrp negara, maka penghitungan KPLN dilakukan utk @ negara (ordinary
credit per country basis)
 PKP tdk termasuk Penghasilan yg dikenakan Pajak yg bersifat final sesuai Pasal 4 ayat (2) dan atau
penghasilan yg dikenakan pajak tersendiri sesuai Pasal 8 ayat (1) & (4) UU PPh

Contoh Permohonan Pengkreditan Pajak LN


Penghasilan Neto dan Pajak atas Penghasilan yang
Dibayar/Dipotong/Terutang di Luar Negeri
Pajak yang
Nama dan Alamat Dibayar/
Sumber/ Pemberi Jenis Penghasilan Dipotong/ PPh Pasal 24*)
No.
Penghasilan di Penghasilan Neto (Rupiah) Terutang di (Rupiah)
Luar Negeri Luar Negeri
(Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Jumlah
*)
Permohonan : Jumlah pada Kolom (6) mohon diperhitungkan sebagai kredit pajak
Ket. Pengisian:
 Kolom 5 diisi dgn jml pajak yg terutang/dibayar di LN dlm mata uang Rupiah berdasarkan kurs
konversi saat tanggal pembayaran/terutangnya pajak.
 Kolom 6 diisi dgn jml pajak yg terutang/dibayar di LN yg dpt dikreditkan sesuai ketentuan PPh Pasal 24 UU
PPh

Perubahan Besarnya Penghasilan yg Berasal dari LN: (Pasal 6 KMK-164/KMK.03/2002)


 Dlm hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yg berasal dari LN, WP hrs melakukan pembetulan SPT
Tahunan utk thn pajak yg bersangkutan dgn melampirkan dokumen yg berkenaan dgn perubahan tsb.
 Dlm hal pembetulan menyebabkan:

C‐
 PPh KB, maka atas kekurangan tsb tdk dikenakan bunga sesuai Pasal 8 ayat (2) UU KUP.
 PPh LB, maka atas kelebihan tsb dpt dikembalikan kpd WP stl diperhitungkan dgn utang pajak lainnya.

Tata Cara Penghitungan KPLN: (Lamp I KMK-164/KMK.03/2002)


UU PPh menentukan bahwa WP DN dikenakan PPh atas slr penghasilan di manapun penghasilan tsb diterima atau
diperoleh, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Utk menghindari pengenaan pajak ganda maka sesuai dgn
ketentuan Pasal 24, pajak yg dibayar atau yg terutang di LN boleh dikreditkan thd pajak yg terutang di Indonesia, tetapi
tdk melebihi penghitungan pajak yg terutang berdasarkan UU PPh. Metode kredit pajak yg demikian disebut metode
pengkreditan terbatas (ordinary credit method).

A. Penghitungan KPLN:
1. PPh dikenakan atas PKP yg dihitung berdasarkan slr penghasilan yg diterima & diperoleh
oleh WP, baik penghasilan tsb berasal dari DN maupun dari LN. Dlm menghitung PPh,
maka slr penghasilan tsb digabungkan dlm thn pajak di peroleh/diterimanya penghasilan,
atau dlm thn pajak sesuai dgn Kep MenKeu utk penghasilan berupa dividen sesuai Pasal
18 ayat (2) UU PPh.
Contoh :
PT A di Jakarta dlm thn pajak 2001 menerima & memperoleh penghasilan neto dari sumber LN:
a. Hasil usaha di Singapura dlm thn pajak 2001 seb Rp 800 juta
b. Dividen atas pemilikan saham pd "X Ltd." di Australia seb Rp 200 juta yaitu berasal dari keuntungan
thn 1998 yg ditetapkan dlm RUPS thn 2000 dan baru dibayar dlm thn 2001
c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pd "Y Corporation" di Hongkong yg sahamnya tdk
diperdagangkan di bursa efek seb Rp 75 juta yaitu berasal dari keuntungan saham 1999 yg berdasarkan
Kep MenKeu ditetapkan diperoleh thn 2001
d. Bunga kwartal IV thn 2001 seb Rp 100 juta "Z Sdn Bhd" di Kuala Lumpur yg baru akan diterima bulan
Juli 2002
Penghasilan dari sumber LN yg digabungkan dgn penghasilan DN dlm thn pajak 2001 adalah penghasilan
pd huruf a, b, dan c, sedangkan penghasilan pd huruf d digabungkan dgn penghasilan DN dlm thn pajak
2002.
2. Dlm menghitung PKP, kerugian yg diderita oleh WP di LN tdk dpt dikompensasikan dgn
penghasilan yg diterima/diperoleh dari Indonesia.
Contoh :
PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm thn 2001:
a. Di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1 M, dgn tarif pajak seb 40% (Rp 400 juta)
b. Di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3 M, dgn tarif pajak seb 25% (Rp 750 juta)
c. Di negara Z, menderita kerugian Rp 2,5 M
d. Penghasilan usaha di DN Rp 4 M
Penghitungan KPLN:
1. Penghasilan LN:
a. Laba di negara X Rp 1M
b. Laba di negara Y Rp 3M
c. Laba di negara Z Rp -
d. Jml penghasilan LN Rp 4M
2. Penghasilan DN Rp 4 M
3. Jml penghasilan neto: Rp 4 M + Rp 4 M = Rp 8 M
4. PPh terutang (mnr tarif Pasal 17) = Rp 2,3825 M
5. Batas maksimum KPLN utk @ negara:
Rp 1 M
a. Utk negara X = x Rp 2,3825 M = Rp 297.812.500
Rp 8 M
Maksimum kredit pajak yg dpt dikreditkan adalah Rp 297.812.500
Rp 3 M
b. Utk negara Y = x Rp 2,3825 M = Rp 893.437.500
Rp 8 M
Maksimum kredit pajak yg dpt dikreditkan adalah Rp 750 juta
Jml KPLN yg diperkenankan: Rp 297.812.500 + Rp 750 juta = Rp 1.047.812.500
3. Penghitungan batas maksimum KPLN yg
diperbolehkan: Contoh :
a. PT A di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm thn 2001:

C‐
Penghasilan DN Rp 1 M
Penghasilan LN Rp 1 M (dgn tarif pajak 20%)
Penghitungan jml maksimum KPLN:
1. Penghasilan LN Rp 1 M
Penghasilan DN Rp 1 M (+)
Jml penghasilan neto Rp 2 M
2. Apabila jml Penghasilan neto sama dgn PKP, maka sesuai tarif Pasal 17, PPh yg terutang seb Rp
582,5 juta
3. Batas maksimum KPLN:
Rp 1 M
x Rp 582,5 juta = Rp 291,25 juta
Rp 2 M
Jml KPLN yg di perkenankan adalah seb Rp 200 juta.
b. PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm tahun 2001:
Penghasilan dari usaha di LN Rp 1 M
Rugi usaha di DN (Rp 0,2 M)
Pajak atas Penghasilan di LN misalnya 40% = Rp 0,4 M
Penghitungan maksimum KPLB serta pajak terutang:
1. Penghasilan usaha LN Rp 1 M
Rugi usaha DN (Rp 0,2 M) (+)
Jml penghasilan neto Rp 0,8 M
2. Apabila jml Penghasilan neto sama dgn PKP, maka sesuai tarif Pasal 17, PPh yg terutang seb Rp
222,5 juta.
3. Batas maksimum KPLN:
Rp 1 M
x Rp 222,5 juta = Rp 278,125 juta
Rp 0,8M
Jml KPLN yg diperkenankan yaitu Rp 222,5 juta.
4. Dlm hal penghasilan LN bersumber dari bbrp negara, maka jml maksimum KPLN dihitung
utk @ negara
Contoh :
PT C di Jakarta dlm thn 2001 memperoleh penghasilan neto:
- Penghasilan DN = Rp 2 M
- Penghasilan dari negara X (dgn tarif pajak 40%) = Rp 1 M
- Penghasilan dari negara Y (dgn tarif pajak 30%) = Rp 2 M (+) Jml
penghasilan neto = Rp 5 M
Apabila penghasilan neto sama dgn PKP, maka PPh terutang mnr tarif Pasal 17 seb Rp 1.482.500.000.
Batas maksimum KPLN setiap negara
Rp 1 M
a. Utk negara X = x Rp 1.482.500.000 = Rp 296,5 juta
Rp 5 M
Maksimum jml kredit pajak yg diperkenankan hanya seb Rp 296,5 juta
Rp 2 M
b. Utk negara Y = x Rp 1.482.500.000 = Rp 593 juta
Rp 5 M
Maksimum jml kredit pajak yg diperkenankan adalah Rp 593 juta
5. Dlm hal WP memperoleh penghasilan yg dikenakan Pajak yg bersifat final sesuai Pasal 4
ayat (2) dan atau penghasilan yg dikenakan pajak tersendiri sesuai Pasal 8 ayat (1) & (4)
UU PPh, maka atas penghasilan tsb bukan mrp faktor penambahan penghasilan pd saat
menghitung PK
Contoh :
PT "D" di Jakarta dlm thn 2001 memperoleh penghasilan:
1. Penghasilan dari Negara Z Rp 2 M (dgn tarif pajak 30%)
2. Penghasilan DN Rp 3,5 M
(Penghasilan DN ini termasuk penghasilan sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPh seb Rp 500 juta)
3. PKP PT "D" seb: Rp 2 M + (Rp 3,5 M – Rp 500 juta) = Rp 5 M
4. Sesuai tarif Pasal 17, PPh yg terutang seb Rp 1.482.500.000
5. Batas maksimum KPLN:
Rp 2 M x Rp 1.482.500.000 = Rp 593 juta Rp 5
M
Pajak yg terutang di negara Z seb Rp 600 juta namun maksimum kredit pajak yg dpt

C‐
dikreditkan seb Rp 593 juta.

B. Pembetulan SPT Tahunan krn perubahan penghasilan dari LN:


1. Dlm hal terjadi koreksi fiskal di LN yg menyebabkan adanya tambahan penghasilan yg mengakibatkan
pajak atas penghasilan terutang di LN lbh besar dari yg dilaporkan dlm SPT Tahunan, shg pajak di LN
kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan PPh di Indonesia juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi
fiskal di LN tsb dilaporkan sendiri oleh WP melalui pembetulan SPT Tahunan, maka bunga yg terutang atas
pajak yg kurang dibayar tsb tdk ditagih.
Contoh :
1. Penghasilan LN (SPT) Rp 1 M
2. Penghasilan DN Rp 2 M
3. Penghasilan LN (stl dikoreksi di LN) Rp 2 M
4. Pajak atas penghasilan yg terutang di LN misalnya 40%
5. PPh Pasal 25 yg dibayar Rp 500 juta
6. PPh terutang sbl dan sesudah koreksi fiskal di LN:
SPT SPT PEMBETULAN
1. Penghasilan LN Rp 1 M 1. Penghasilan LN Rp 2 M
2. Penghasilan DN Rp 2 M 2. Penghasilan DN Rp 2 M
3. PKP Rp 3 M 3. PKP Rp 4 M
4. PPh terutang Rp 882,5 juta 4. PPh terutang Rp 1,1825 M
5. KPLN: 5. KPLN:
Rp 1 M x Rp 882,5 juta = Rp 294.166.667 Rp 2 M x Rp 1,1825 M= Rp 591,25 juta
Rp 3 M Rp 4 M
6. PPh hrs dibayar Rp 588.333.333 6. PPh hrs dibayar Rp 591,25 juta
7. PPh Pasal 25 Rp 500 juta 7. PPh Pasal 25 Rp 500 juta
8. PPh Pasal 29 Rp 88.333.333 8. PPh Pasal 29 Rp 88.333.333
9. Masih hrs dibayar Rp 2.916.667
Thd PPh yg masih hrs dibayar seb Rp 2.916.667 tdk ditagih bunga
2. Dlm hal terjadi koreksi fiskal di LN berupa koreksi yg menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan terutang di LN lbh kecil dari yg dilaporkan dlm SPT Tahunan, shg pajak di LN lbh dibayar.
Koreksi fiskal di LN tsb akan mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lbh kecil, shg PPh
menjadi lbh dibayar. Kelebihan bayar pajak tsb dpt dikembalikan kpd WP stl diperhitungkan dgn utang
pajak yg lain.
Contoh :
1. Penghasilan LN (SPT) Rp 1 M
2. Penghasilan DN Rp 2 M
3. Penghasilan LN (stl dikoreksi di LN) Rp 500 juta
4. Pajak atas penghasilan yg terutang di LN misalnya 40%
5. PPh Pasal 25 yg dibayar Rp 500 juta
6. PPh terutang sbl dan sesudah koreksi fiskal di LN:
SPT SPT PEMBETULAN
1. Penghasilan LN Rp 1 M 1. Penghasilan LN Rp 0,5 M
2. Penghasilan DN Rp 2 M 2. Penghasilan DN Rp 2 M
3. PKP Rp 3 M 3. PKP Rp 2,5 M
4. PPh terutang Rp 882,5 juta 4. PPh terutang Rp 732,5 juta
5. KPLN: 5. KPLN:
Rp 1 M x Rp 882,5 juta = Rp 294.166.667 Rp 0,5 M x Rp 732,5 juta = Rp 146,5 juta
Rp 3 M Rp 4 M
6. PPh hrs dibayar Rp 588.333.333 6. PPh hrs dibayar di Indonesia Rp 586 juta
7. PPh Pasal 25 Rp 500 juta 7. PPh Pasal 25 Rp 500 juta
8. PPh Pasal 29 Rp 88.333.333 8. KB Rp 86 juta
9. PPh Pasal 29 tlh dibayar Rp 88.333.333
10. LB Rp 2.333.333
PPh yg lbh dibayar seb Rp 2.333.333 dpt diminta
kembali stl diperhitungkan dgn utang pajak yg lain

C‐
PPh PASAL 25

A. ANGSURAN PPh PASAL 25 DLM THN PAJAK BERJALAN YG HRS DIBAYAR

SENDIRI Dasar Hukum:


 PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009 (berlaku mulai 1 Jan 2009) → mencabut
KMK-522/KMK.04/2000 jo KMK-84/KMK.03/2002
 KEP-537/PJ/2000
 PER-32/PJ/2010

1. WP Baru
a. Definisi:
 WP Baru: WP OP dan badan yg baru pertama kali memperoleh penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas dlm thn pajak berjalan
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP baru adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum atas penghasilan neto sebulan yg disetahunkan, dibagi 12.
c. Penghasilan neto tsb:
 dlm hal WP pd angka 1 menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dpt
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan pembukuannya;
 dlm hal WP pd angka 1 hanya menyelenggarakan pencatatan dgn menggunakan
NPPN atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tdk dpt
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan NPPN atas peredaran atau penerimaan bruto.
d. Utk WP OP baru, jml penghasilan neto fiskal yg disetahunkan pd angka 1) dikurangi terlebih dahulu
dgn PTKP.
e. Dlm hal WP baru pd angka 1 berupa WP badan yg mempunyai kewajiban membuat laporan berkala,
besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
proyeksi laba-rugi fiskal pd laporan berkala pertama yg disetahunkan, dibagi 12.
(Pasal 2 ayat (1) – (4) PMK-255/PMK.03/2008)

Contoh Penghitungan:
a. WP OP Baru yg menggunakan pembukuan
Tuan A (TK/0) terdaftar sbg WP pd KPP A tanggal 1 Feb 2009. Peredaran atau penerimaan bruto mnr
pembukuan dlm bulan Feb 2009 seb Rp. 10 juta dan penghasilan neto (laba fiskal) dpt dihitung
berdasarkan pembukuan seb Rp. 3 juta. Besarnya PPh pasal 25 bulan Feb 2009:
Penghasilan netto (laba fiskal) bulan Feb 2009 = Rp. 3 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 3 juta = Rp. 36 juta
PTKP (TK/0) = Rp.15,84 juta
PKP = Rp. 20,16 juta
PPh Terutang = 5% x Rp. 20,16 juta = Rp 1,008 juta
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Feb 2009 = 1/12 x Rp.1,008 juta= Rp. 84 ribu
b. Utk WP OP Baru yg tdk menggunakan pembukuan (hanya pencatatan)
Tuan B (K/1) terdaftar sbg WP pd KPP B tanggal 1 Mei 2009. Peredaran penerimaan bruto mnr
catatan harian bulan Mei 2009 seb Rp. 10 juta. Presentase NPPN sesuai dgn jenis usaha Tuan
Fatih adalah 20%. Besarnya PPh pasal 25 bulan Mei 2009:
Peredaran bruto bulan Mei 2009 = Rp. 10 juta
Penghasilan neto bulan Mei 2009 = 20% x Rp. 10 juta = Rp. 2 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 2 juta = Rp. 24 juta
PTKP (K/1) = Rp.18,48 juta
PKP = Rp. 5,52 juta
PPh Terutang = 5% x Rp. 5,52 juta = Rp 276 ribu
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Mei 2009 = 1/12 x Rp. 276 ribu = Rp. 23 ribu
c. Utk WP Badan Baru
PT. C terdaftar sbg WP Badan DN pd KPP C tanggal 1 Feb 2009. Peredaran atau penerimaan bruto
mnr pembukuan dlm bulan Feb 2009 seb Rp. 100 juta dan penghasilan neto (laba fiskal) dpt dihitung
berdasarkan pembukuan seb Rp. 30 juta. Besarnya PPh pasal

C‐
25 bulan Feb 2009:
Penghasilan netto (laba fiskal) bulan Feb 2009 = Rp. 30 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 30 juta = Rp. 360 juta
PPh Terutang = (50% x 28%) x Rp. 360 juta (sesuai = Rp. 50,4 juta
pasal 31E UU PPh)
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Feb 2009 = 1/12 x Rp. 50,4 juta = Rp. 8,4 juta

2. WP OPPT
a. Definisi: (Pasal 1 PER-32/PJ/2010)
 WP OPPT: WP OP yg melakukan kegiatan usaha sbg pedagang pengecer yg mempunyai
1 atau lebih tempat usaha.
 Pedagang pengecer: OP yg melakukan:
 Penjualan barang baik scr grosir maupun eceran; dan/atau
 Penyerahan jasa, melalui
suatu tempat usaha
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP OPPT, ditetapkan seb 0,75% dari jml peredaran bruto
setiap bulan dari @ tempat usaha.

3. WP Bank & SGU dgn Hak Opsi


 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP bank & SGU dgn hak opsi adalah seb PPh yg dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal mnr LK triwulan terakhir yg disetahunkan
dikurangi PPh Pasal 24 yg dibayar atau terutang di LN utk thn pajak yg lalu, dibagi 12.
(Pasal 3 PMK-255/PMK.03/2008)

4. WP BUMN & BUMD


a. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP BUMN & BUMD dgn nama dan dlm bentuk apapun, kecuali
WP bank & SGU dgn hak opsi, adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
laba-rugi fiskal mnr RKAP thn pajak yg bersangkutan yg tlh disahkan RUPS dikurangi dgn
pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yg dibayar atau terutang di LN thn
pajak yg lalu, dibagi 12.
b. Dlm hal RKAP blm disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk bulan-bulan sbl bulan
pengesahan adalah sama dgn angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir thn pajak sebelumnya.
(Pasal 4 PMK-255/PMK.03/2008)

5. WP Masuk Bursa & WP Lainnya yg Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat LK


Berkala
 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP Masuk Bursa & WP Lainnya yg Berdasarkan Ketentuan
Diharuskan membuat LK Berkala adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
laba-rugi fiskal mnr LK berkala terakhir yg disetahunkan dikurangi dgn pemotongan dan pemungutan
PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yg dibayar atau terutang di LN utk thn pajak yg lalu, dibagi 12.
(Pasal 5 PMK-255/PMK.03/2008)

Utk WP OP dan Badan yg memenuhi peredaran bruto usaha (omzet) < Rp 4,8M dlm
setahun dan memenuhi
B. PENGURANGAN ANGSURANkriteria
PPh dlm PP 25
PASAL 46 Thn 2013, tunduk pd ketentuan PP 46 Thn 2013.

Dasar Hukum:
 Pasal 25 UU PPh
 KEP-537/PJ./2000

Tata Cara:
 Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu thn pajak, WP dpt menunjukkan bahwa PPh yg
akan terutang utk thn pajak tsb < 75% dari PPh yg terutang yg menjadi dasar

C‐
penghitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dpt mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25
scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.
 Pengajuan permohonan hrs disertai dgn penghitungan besarnya PPh yg akan terutang berdasarkan perkiraan
penghasilan yg akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan yg tersisa dari thn
pajak yg bersangkutan.

Jangka Waktu Penyelesaian:


 1 bulan sejak tanggal diterima surat permohonan.
 Apabila dlm jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan tsb, Kepala KPP tdk
memberikan keputusan, permohonan WP tsb dianggap diterima dan WP dpt melakukan
pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dgn penghitungannya utk bulan-bulan yg tersisa dari thn pajak yg
bersangkutan.

C. ANGSURAN PAJAK DLM THN BERJALAN DLM HAL-HAL TERTENTU

Dasar Hukum:
 Pasal 25 UU PPh
 PP 74 Thn 2011
 KEP-537/PJ./2000 → blm dicabut namun aturan yg tertera di dalamnya yaitu KMK- 522/KMK.04/2000
tlh dicabut dgn PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009
 PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009

Hal-hal Tertentu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian (Pasal 2 KEP-537/PJ./2000)
a. Kompensasi kerugian: Kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan, skp, SK Keberatan,
atau Putusan Banding, sesuai dgn ketentuan Pasal 6 ayat (2) / Pasal 31A UU PPh.
b. PPh Terutang:
(Jml penghasilan neto mnr SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu atau dasar penghitungan lainnya dlm
Pasal 3 & 4 PMK-255/PMK.03/2008 dikurangi kompensasi kerugian) x Tarif PPh Pasal 17
c. Angsuran PPh Pasal 25:
PPh Terutang dikurangi dgn PPh yg dipotong dan atau dipungut serta PPh yg dibayar atau terutang di
LN yg boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21/22/23/24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan
dlm bagian thn pajak
d. Dlm hal SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu atau dasar penghitungan lainnya dlm Pasal 3 & 4 PMK-
255/PMK.03/2008 menyatakan rugi (LB atau nihil), besarnya PPh Pasal 25 adalah nihil.
Catatan: (Pasal 6 ayat (1) - (5) PP 74 Thn 2011)
 Pembetulan SPT Tahunan hrs dilakukan paling lama 3 bulan stl menerima skp, SK Keberatan, SK
Pengurangan Ketetapan Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Pembetulan, Putusan Banding,
atau Putusan PK.
 Jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal stempel pos pengiriman, atau dlm hal diterima scr ls
dihitung sejak tanggal diterimanya oleh WP.
 Apabila WP tdk membetulkan SPT dlm jangka waktu 3 bulan tsb, Dirjen Pajak menghitung kembali
kompensasi kerugian dlm SPT Tahunan scr jabatan berdasarkan rugi fiskal sesuai dgn skp, SK
Keberatan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan PK.
2. WP memperoleh penghasilan tdk teratur (Pasal 3 KEP-537/PJ./2000)
a. Penghasilan teratur: Penghasilan yg lazimnya diterima atau diperoleh scr berkala sekurang-
kurangnya sekali dlm setiap thn pajak, yg bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan,
harta dan atau modal, kecuali penghasilan yg tlh dikenakan PPh yg bersifat final. Tdk termasuk dlm
penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dlm mata
uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan
mrp penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yg bersifat
insidentil.
b. PPh Terutang:

C‐
(Jml penghasilan neto mnr SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu stl dikurangi dgn penghasilan tdk
teratur yg dilaporkan dlm SPT Tahunan tsb) x Tarif PPh Pasal 17
c. Angsuran PPh Pasal 25:
PPh Terutang dikurangi dgn PPh yg dipotong dan atau dipungut serta PPh yg dibayar atau terutang di
LN yg boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21/22/23/24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan
dlm bagian thn pajak
3. SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu disampaikan stl lewat batas waktu yg ditentukan (Pasal
4 KEP-537/PJ./2000)
a. Besar Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan s.d.
bulan sbl disampaikannya SPT Tahunan tsb adalah s.d. besarnya PPh Pasal 25 bulan terakhir thn
pajak yg lalu dan bersifat sementara.
b. Stl WP menyampaikan SPT Tahunan PPh tsb, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan
SPT Tahunan tsb dgn memperhatikan ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537/PJ./2000 dan berlaku surut
mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b > PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kekurangan setoran PPh
Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, utk jangka waktu yg dihitung
sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal penyetoran.
d. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b < PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kelebihan setoran PPh Pasal
25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian SPT Tahunan.
4. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh (Pasal 5 KEP-
537/PJ./2000)
a. Besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan s.d. bulan sbl
disampaikannya SPT Tahunan tsb adalah s.d. besarnya PPh Pasal 25 yg dihitung berdasarkan SPT
Tahunan sementara yg disampaikan WP pd saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan.
b. Stl WP menyampaikan SPT Tahunan PPh pd huruf a, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan SPT Tahunan tsb dgn memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537 dan
berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b > PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kekurangan setoran PPh
Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, utk jangka waktu yg dihitung
sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal penyetoran.
d. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b < PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kelebihan setoran PPh Pasal
25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian SPT Tahunan.
5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yg mengakibatkan angsuran bulanan
> angsuran bulanan sbl pembetulan (Pasal 6 KEP-537/PJ./2000)
a. Dlm hal WP dlm thn pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu, besarnya
PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tsb dgn memperhatikan
ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537/PJ./2000 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan.
b. Apabila besarnya PPh Pasal 25 stl pembetulan SPT Tahunan pd huruf a > PPh Pasal 25 sbl dilakukan
pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1)
UU PPh, utk jangka waktu yg dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d.
tanggal penyetoran.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 stl pembetulan SPT Tahunan pd huruf a < PPh Pasal 25 sbl dilakukan
pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan
berikut stl penyampaian SPT Tahunan Pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP (Pasal 7 KEP-537/PJ./2000)
a. Apabila dlm thn pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yg akan
terutang utk thn pajak tsb > 150 dari PPh yg terutang yg menjadi dasar penghitungan besarnya PPh
Pasal 25, besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan yg tersisa dari thn pajak yg bersangkutan hrs dihitung
kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yg terutang tsb oleh WP sendiri atau Kepala KPP tempat
WP terdaftar.
b. Apabila terjadi penurunan usaha → lihat bagian B

C‐
PPh PASAL 26

Dasar
Obyek Tarif PPh Sifat
Perhitungan

1. Penghasilan yg 20% / Tarif P3B Jml Bruto Final


dibayarkan kpd WP LN
berupa:
a. Deviden
b. Bunga termasuk
Premium, Diskonto dan
Imbalan jaminan
pengembalian hutang
c. Royalti
d. Sewa
e. Penghasilan
penggunaan harta
f. Imbalan sehubungan
dgn jasa pekerjaan &
kegiatan
g. Hadiah &
penghargaan
h. Pensiun &
pembayaran berkala
lainnya
i. Premi swap & transaksi
lindung nilai lainnya
j. Keuntungan krn
pembebasan utang

2. Penjualan atas 20% / Tarif P3B Perkiraan Neto = Final


penghasilan dari 25% x Hrg Jual
penjualan / pengalihan
harta di Indonesia,
kecuali yg diatur dlm Pasal
4 ayat (2) UU PPh yg
diterima WP LN selain
BUT di Indonesia
Berupa: perhiasan mewah,
berlian, emas, intan, jam
tangan mewah, barang antik,
lukisan, mobil, motor, kapal
pesiar, dan/atau pesawat
terbang ringan
Berlaku sejak 22 Apr 2009
Dasar Hukum: PMK-
82/PMK.03/2009

Pengecualian:
WP OP LN yg memperoleh penghasilan < Rp 10Juta utk setiap jenis transaksi

3. Penjualan Saham oleh 20% / Tarif P3B Perkiraan Neto = Final


WP LN 25% x Hrg Jual
Saham yg diperjualbelikan Jika pembeli adalah:
adalah saham dari PT di DN  WPLN, maka pemotong
& tdk berstatus sbg pajak → PT

C‐
emiten/ perusahaan publik. DN yg sahamnya
Termasuk penjualan/ diperjualbelikan.
pengalihan saham  WP DN, maka
perusahaan antara (special pemotong pajak →
purpose company WP DN pembeli
/ conduit company), yg
didirikan di Tax Heaven
Country & mempunyai hub
istimewa dgn WP DN
Indonesia atau BUT di
Indonesia.
Dasar Hukum: KMK-
434/KMK.04/1999, PMK-
258/PMK.03/2008
4. Premi Asuransi & Premi
Reasuransi
a. Dibayarkan 20% / Tarif P3B Perkiraan Neto = Final
tertanggung kpd 50% dari Premi yg Pemotong pajak →
Perusahaan Asuransi di Dibayar Tertanggung
LN, baik scr lsg
maupun melalui
pialang
b. Dibayarkan Perusahaan 20% / Tarif P3B Perkiraan Neto = Final
Asuransi di Indonesia 10% dari Premi yg Pemotong pajak →
kpd Perusahaan Dibayar Perusahaan asuransi di
Asuransi di LN, baik Indonesia
scr lsg maupun
melalui pialang
c. Dibayarkan Perusahaan
Reasuransi di Indonesia 20% / Tarif P3B Perkiraan Neto = Final
kpd Perusahaan 5% dari Premi yg Pemotong pajak→
Asuransi di LN, baik Dibayar Perusahaan reasuransi di
scr lsg maupun Indonesia
melalui pialang
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-624/KMK.04/1994, SE-
25/PJ.4/1995

5. Penghasilan BUT 20% / Tarif P3B Laba Stl Pajak = Final Laba
Dasar Hukum: PMK- Penghasilan Kena Sbl Pajak
14/PMK.03/2011 Pajak – PPh BUT di dikenakan tarif PPh
Indonesia Pasal 17
Pengecualian:
Jika penghasilan BUT ditanamkan kembali di Indonesia dgn syarat:
 Penanaman kembali dilakukan atas slr penghasilan kena pajak stl dikurangi PPh dlm bentuk penyertaan
modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pendiri / peserta pendiri
 Perusahaan yg baru didirikan & berkedudukan di Indonesia tsb hrs aktif melakukan kegiatan usaha
sesuai dgn akte pendiriannya, paling lama 1 thn sejak didirikan
 Penanaman kembali dilakukan dlm thn pajak berjalan atau paling lama thn pajak berikutnya dari thn pajak
diterima / diperolehnya penghasilan tsb
 Tdk melakukan pengalihan atas penanaman kembali tsb paling singkat dlm jangka waktu 2 thn sesudah
perusahaan baru tsb tlh berproduksi komersial

C‐
BADAN USAHA TETAP (BUT)

Dasar Hukum:
 Pasal 2 ayat (4)a, Pasal 2 ayat (5), Pasal 2A ayat (3), Pasal 5, Pasal 26 ayat (4) & (5) UU PPh
 PMK-257/PMK.03/2008 (berlaku 1 Jan 2009 s.d. 23 Jan 2011)
 PMK-14/PMK.03/2011 (berlaku sejak 24 Jan 2011)
 KEP-62/PJ/2005
 PER-16/PJ/2011 (berlaku sejak 6 Juni 2011)

BUT DLM UU PPh

Subyek Pajak BUT:


BUT adalah bentuk usaha yg dipergunakan oleh:
 OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
(SPLN OP); atau
 Badan yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di Indonesia ( SPLN Badan) Utk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
 Elemen -elemen Dasar BUT (Pasal 2 ayat 5 UU PPh dan penjelasannya):
1. Suatu tempat usaha (a place of business),
2. Yg bersifat permanen,
3. Yg digunakan oleh SPLN (OP atau badan),
4. Utk menjalankan usaha (business) atau kegiatan (activities)
 Status BUT dlm Perpajakan
Sbg Subjek Pajak LN yg perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak Badan
 Saat dimulainya Kewajiban Subyektif BUT:
Dimulai pd saat OP atau Badan tsb menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu BUT.
Kewajiban pajak subjektifnya dimulai pd saat BUT tsb berada di Indonesia (dari awal BUT tsb berada
di Indonesia).
 Saat berakhirnya Kewajiban Subyektif BUT:
Berakhir pd saat OP atau Badan tdk lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui suatu BUT.
Berakhir pd saat BUT tsb tdk lagi berada di Indonesia.

Perwujudan BUT: (Pasal 2 ayat (5) UU PPh)


1. BUT Fisik a. Tempat kedudukan manajemen;
atau Aktiva b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;
h. Ruang utk promosi & penjualan;
i. Pertambangan & penggalian sumber alam;
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. Perikanan, perternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan;
2. BUT Proyek l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
3. BUT Jasa m. Pemberian jasa dlm bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan > 60 hari dlm jangka waktu 12 bulan;
4. BUT Agen n. Orang atau badan yg bertindak selaku agen yg kedudukannya tdk bebas;
5. BUT o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yg tdk didirikan dan tdk
Asuransi bertempat kedudukan di Indonesia yg menerima premi asuransi atau menanggung
risiko di Indonesia; dan
6. BUT e- p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yg dimiliki, disewa atau
commerce digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik utk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet

C‐
Time Test Penentuan BUT:
 Time Test adalah pengujian utk menentukan signifikansi keberadaan seseorang di Indonesia
 Penentuan BUT yg menggunakan Time Test ada 2 jenis yaitu:
1. Utk menentukan status Subjek Pajak Orang Pribadi (SPLN atau SPDN)
 Apakah > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan?
SPLN (BUT) → jika tdk > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
SPDN → jika > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
2. Utk menentukan keberadaan BUT dari SPLN (orang/badan) yg memberikan jasa di Indonesia
 Apakah dilakukan > 60 hari dlm jangka waktu 12 bulan?
Jika > 60 hari dlm jangka waktu 12 bulan, maka masuk ke pengertian BUT

Objek Pajak BUT:


 Yg menjadi objek pajak BUT berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UU PPh:
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tsb dan dari harta yg dimiliki atau dikuasai → Atribusi Aktual
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yg
sejenis dgn yg dijalankan atau yg dilakukan oleh BUT di Indonesia → Force of Attraction
3. Penghasilan sebagaimana tsb dlm Pasal 26 yg diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat
hubungan efektif antara BUT dgn harta atau kegiatan yg memberikan penghasilan dimaksud → Atribusi
krn hubungan efektif
 Branch Profit Tax (BPT) berdasarkan PMK-14/PMK.03/2011

BUT yg menggunakan Norma Penghitungan:


Perkiraan
Jenis Usaha Penghasilan Tarif Dasar Hukum
Neto
Perwakilan Dagang Asing 1% 0,44% x Nilai Ekspor Bruto KMK-634/KMK.04/1
Pelayaran LN 6% 2,64% x Peredaran Bruto KMK-417/KMK.04/1996
Penerbangan LN 6% 2,64% x Peredaran Bruto KMK-417/KMK.04/1996
Foreign Drilling Company 15% KMK-628/KMK.04/1991
Asuransi LN:
- Premi dari Tertanggung 50% 20% x 50% x jml premi yg
dibayar
- Premi dari Perusahaan 10% 20% x 10% x jml premi yg
KMK-624/KMK.04/1994
Asuransi dibayar
- Premi dari Perusahaan 5% 20% x 5% x jml premi yg
Reasuransi dibayar

BPT

Definisi BPT:
PKP sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia

BPT ini Terutang PPh Pasal 26 ayat (4) UU PPh seb 20% atau tarif yg ditentukan dlm P3B antara
Indonesia dgn negara domisili kantor pusat BUT, kecuali penghasilan tsb ditanamkan kembali di Indonesia

Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 26 atas BPT:


Apabila slr PKP sesudah dikurangi PPh dari suatu BUT ditanamkan kembali di Indonesia, maka
penghasilan tsb dikecualikan dari pengenaan Pasal 26 ayat (4) UU PPh.
Pengecualian ini diberikan apabila penghasilan tsb ditanamkan kembali di Indonesia dlm bentuk:
1. Penyertaan modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pendiri atau peserta
pendiri;
2. Penyertaan modal pd perusahaan yg sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pemegang saham;

C‐
3. Pembelian aktiva tetap yg digunakan oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di
Indonesia; atau
4. Inventasi berupa aktiva tdk berwujud oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di
Indonesia.

Syarat Penanaman Kembali di Indonesia agar BPT ini dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26
ayat (4) UU PPh:
 Utk slr bentuk penanaman kembali di Indonesia:
1. Penanaman kembali di Indonesia hrs dilakukan paling lama pd akhir Thn Pajak berikutnya, stlh Thn Pajak
diperolehnya penghasilan tsb bagi BUT yg bersangkutan; dan
2. BUT yg bersangkutan menyampaikan pemberitahuan scr tertulis mengenai bentuk penanaman modal,
realisasi penanaman kembali yg tlh dilakukan dan/atau saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan
yg baru didirikan, yg dilakukan kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.
 Khusus utk penyertaan modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sbg pendiri atau peserta pendiri, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu :
1. Perusahaan baru yg didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara aktif telah melakukan kegiatan usaha
sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 thn sejak perusahaan tsb didirikan; dan
2. BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dlm jangka
waktu 2 thn sejak perusahaan baru dimaksud berproduksi komersial.
 Khusus utk penyertaan modal pd perusahaan yg sdh didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sbg pemegang saham, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu :
1. Perusahaan yg sdh didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha aktif di Indonesia;
dan
2. BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dlm jangka
waktu 3 thn sejak penyertaan modal.
 Khusus utk pembelian aktiva tetap yg digunakan oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan
kegiatan BUT di Indonesia; atau investasi berupa aktiva tdk berwujud oleh BUT utk menjalankan usaha BUT
atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu:
BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva tetap atau pengalihan atas
investasi berupa aktiva tdk berwujud, paling sedikit dlm jangka waktu 3 thn sejak perolehan aktiva tetap
atau investasi aktiva tdk berwujud yg bersangkutan.

Kewajiban bagi WP BUT yg Melakukan Penanaman Kembali atas Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi pajak yaitu wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis (Lamp PER 16/PJ/2011) kpd Kepala KPP
tempat WP terdaftar.
 Pemberitahuan tertulis tersebut meliputi:
1. Pemberitahuan tertulis mengenai bentuk penanaman kembali;
 Pemberitahuan ini disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak
diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
 Pemberitahuan ini peling sedikit memuat bbrp hal sesuai Pasal 2 ayat (2) PER-16/PJ/2011
2. Pemberitahuan tertulis mengenai realisasi penanaman kembali yg tlh dilakukan; dan/atau
 Pemberitahuan ini disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak berikutnya stl
diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
 Pemberitahuan ini peling sedikit memuat bbrp hal sesuai Pasal 2 ayat (2) s/d ayat (9) PER- 16/PJ/2011
3. Pemberitahuan tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yg baru didirikan.
 Disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak berikutnya stl diterima/diperolehnya
penghasilan yg bersangkutan
 Pemberitahuan tertulis di atas wajib disampaikan minimal dlm 3 thn berturut-turut sejak thn realisasi penyertaan
modal, perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tdk berwujud yg bersangkutan. Disampaikan kpd kepala KPP
tempat WP terdaftar.
 Pemberitahuan tertulis tsb hrs ditandatangani oleh WP atau oleh kuasa WP (dgn dilampiri surat kuasa khusus).
 Pemberitahuan hrs diisi oleh WP dgn lengkap, jika tdk diisi dgn lengkap maka Kepala KPP memberitahukan scr
tertulis kpd WP, dan WP dpt membetulkan atau melengkapi pemberitahuan tsb paling lambat 1 bulan sejak
tanggal pemberitahuan dari Kepala KPP tsb. Jika dlm waktu 1 bulan WP

C‐
tdk membetulkan atau melengkapi pemberitahuan maka atas Penghasilan Kena Pajak stl dikurangi pajak akan
dikenakan PPh sesuai Pasal 26 ayat (4) UU PPh.

BIAYA-BIAYA BUT YG BOLEH DIKURANGKAN

Biaya - biaya yg boleh dikurangkan dari penghasilan BUT:


1. Biaya utk 3M penghasilan BUT (Pasal 6 ayat 1UU PPh)
2. Sisa kerugian thn-thn sebelumnya (Pasal 6 ayat (2) UU PPh)
3. Biaya-biaya yg berkenaan dgn penghasilan kantor pusat yg di-atribusi menjadi penghasilan BUT: (Pasal 5 ayat
(2) UU PPh)
 Biaya terkait penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di
Indonesia yg sejenis dgn yg dijalankan atau yg dilakukan oleh BUT di Indonesia (Force of Attraction)
 Biaya terkait penghasilan sebagaimana tsb dlm Pasal 26 yg diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang
terdapat hubungan efektif antara BUT dgn harta atau kegiatan yg memberikan penghasilan dimaksud.
(Atribusi krn hubungan efektif)
4. Biaya administrasi kantor pusat yg diperbolehkan utk dibebankan adalah biaya yg berkaitan dgn usaha atau
kegiatan BUT yg besarnya ditetapkan oleh Dirjen Pajak (Pasal 5 ayat (3) UU PPh) → KEP-62/PJ/2005
 Pengertian Biaya Administrasi kantor pusat: biaya administrasi yg dikeluarkan oleh kantor pusat yg
berkaitan dan dlm rangka utk menunjang usaha atau kegiatan BUT yg bersangkutan utk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
 Besarnya biaya administrasi kantor pusat yg diperbolehkan utk dikurangkan yaitu setinggi- tingginya
adalah sebanding dgn besarnya peredaran usaha atau kegiatan BUT di Indonesia thd slr peredaran usaha
atau kegiatan perusahaan di slr dunia.
 BUT di Indonesia yg mengurangkan biaya administrasi kantor pusat ini wajib menyampaikan LK
konsolidasi atau kombinasi dari kantor pusat yg meliputi slr usaha dan/atau kegiatan perusahaan di slr dunia
utk thn pajak yg bersangkutan sbg lampiran SPT Tahunan PPh. LK konsolidasi atau kombinasi ini hrs sdh
diaudit oleh akuntan publik dan mengungkapkan rincian peredaran usaha atau kegiatan perusahaan serta
jenis dan besarnya biaya administrasi yg dibebankan kpd @ BUT di negara tempat perusahaan yg
bersangkutan melakukan usaha atau kegiatan.

Biaya Yg Tdk Boleh Dikurangkan dari penghasilan BUT:


1. Biaya -biaya sebagaimana tercantum dlm Pasal 9 ayat (1) UU PPh
2. Pembayaran kpd kantor pusat yg tdk diperbolehkan dibebankan sbg biaya: (Pasal 5 ayat (3) huruf b UU PPh)
→ bukan objek pajak
 Royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya
 Imbalan sehubungan dgn jasa manajemen dan jasa lainnya
 Bunga, kecuali bunga yg berkenaan dgn usaha perbankan

C‐
Contoh Kasus BUT dlm UU PPh
Atribusi Faktual: Pasal 5 ayat (1) huruf a

Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. BUT X Corp. di Indonesia melakukan penjualan Produk “X” kpd PT PQR . Dlm hal ini yg menjadi objek pajak
bagi BUT adalah Penghasilan dari kegiatan atau usaha BUT yaitu penjualan produk “X” (Atribusi Faktual).
2. BUT X Corp. di Indonesia mendapatkan penghasilan dari penjualan atau sewa harta yg dimilikinya dari PT
ABC. Dlm hal ini yg menjadi objek pajak bagi BUT adalah penghasilan dari harta yg dimiliki atau dikuasainya
(Atribusi Faktual).
Atribusi Faktual: Income dari PT PQR dan PT ABC adalah objek pajak BUT

Force of Attraction: Pasal 5 ayat (1) huruf b

Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. BUT X Corp. di Indonesia melakukan penjualan Produk “X” kpd PT PQR . Dlm hal ini yg menjadi objek pajak
bagi BUT adalah Penghasilan dari kegiatan atau usaha BUT yaitu penjualan produk “X” (Atribusi Faktual).
2. PT ABC membeli produk “X” lsg dgn X Corp. tdk melalui BUT nya di. Dlm hal ini penghasilan kantor pusat
dari usaha atau kegiatan,penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yg sejenis dgn yg dijalankan atau yg
dilakukan oleh BUT di Indonesia menjadi objek pajak bagi BUT. Penghasilan X Corp. dari penjualan produk
“X” lsg kpd PT ABC menjadi objek pajak BUT X Corp. di Indonesia.

C‐
Force of Atraction: Income kantor pusat dari PT ABC menjadi objek pajak BUT Indonesia

Atribusi Hubungan Efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c

Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. PT ABC akan mendirikan bangunan hotel. PT ABC membuat License Agreement dan Management
Agreement dgn X Corp., atas perjanjian tsb terdapat pembayaran royalty & fee.
2. X Corp. mengirimkan pegawai atau perwakilannya ke Indonesia utk mengawasi agar bangunan hotel yg
didirikan PT ABC dgn lisensi dari X Corp. mengikuti standar yg tlh ditentukan. Dlm hal ini pegawai atau
perwakilan X Corp. di Indonesia mrp BUT X Corp. dan yg menjadi objek pajaknya adalah royalty & fee yg
dibayarkan PT ABC kpd X Corp.
Terdapat hubungan efektif antara BUT dgn harta atau kegiatan yg memberikan penghasilan kpd kantor pusat →
royalty & fee adalah objek pajak BUT

BUT DLM P3B

Definisi umum BUT/Permanent Establishment (PE) dlm P3B (UN/Pasal 5 ayat (1) OECD Model):
A fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on

Pentingnya Penentuan BUT/PE dlm P3B:


 Konsep utama BUT adalah utk menentukan hak suatu negara utk mengenakan pajak atas laba perusahaan
dari negara lain
 Berdasarkan Model P3B OECD :
Mnr Article 7 P3B suatu negara tdk dpt mengenakan pajak atas laba perusahaan negara lain kecuali perusahaan itu
menjalankan usaha melalui suatu BUT.
 Pengertian Laba Usaha (Business Profit):
 Penghasilan dari menjalankan usaha (business) atau kegiatan (activities),
 Active Income: utk memperolehnya dikeluarkan biaya, usaha, atau pengorbanan,
 Usaha dpt dilaksanakan oleh individu atau badan,
 Tdk termasuk penghasilan dari hubungan pekerjaan (employment income),
 Tdk termasuk penghasilan dari modal/harta (passive income), kecuali jika modal/harta tsb mempunyai
hubungan efektif dgn tempat usaha

Pengujian Keberadaan BUT/PE:


1. Place of Business (Tempat Usaha)
 Dlm Pasal 5 Paragraf (4) OECD Commentary
Tempat usaha ini diartikan sbg segala bentuk bangunan, fasilitas atau instalasi yg dipergunakan utk
menjalankan kegiatan usaha, tanpa memperhatikan apakah dipergunakan semata-mata utk tujuan tsb

C‐
List of PE – positive definition (Pasal 5 ayat (2) dari OECD Model thn 2008):
 Place of  Factory
management
 Branch  Workshop
 Office  Mine, oil or gas well, quarry or any other place of extraction of natural
resources
 Dlm Pasal 5 OECD Commentary menyatakan bahwa mesin / peralatan dpt dikategorikan sbg
tempat usaha
Tempat Usaha yg dikecualikan sbg BUT/PE → Pasal 5 ayat (4) OECD Model 2008 terbatas pd:
 Penggunaan fasilitas-fasilitas yg semata-mata ditunjukan utk menympan atau memamerkan barang atau
barang dagangan milik kantor pusat yg terdapat di negara domisili (selanjutnya disebut “perusahaan”)
 Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yg semata-mata ditujukan utk
disimpan;
 Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yg semata-mata ditujukan utk
diproses lbh lanjut oleh perusahaan lain;
 Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan pembelian barang atau
barang dagangan atau mengumpulkan informasi utk keperluan perusahaan;
 Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan kegiatan yg bersifat
persiapan atau penunjang;
 Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan gabungan kegiatan
seperti yg disebutkan di atas sepanjang kegiatan-kegiatan tsb bersifat persiapan atau bersifat
penunjang
 BUT/PE Konstruksi
 BUT/PE Pemberian Jasa
 BUT/PE Agen
2. Fixed: Location
 Tempat usaha berada pd suatu titik geografis tertentu (tdk mengawang-awang, seperti di dunia maya),
 Tempat dan lokasi tertentu dan spesifik,
 Tdk selalu berarti tempat usaha tsb berada di atas tanah.
 Meskipun suatu kegiatan dilaksanakan scr permanen (sangat lama), namun tdk jelas dimana lokasinya,
maka tdk ada BUT
3. Fixed: Degree of Permanence
 Tempat usaha dipergunakan utk menjalankan kegiatan yg sifatnya teratur dan bukan utk kegiatan usaha yg
sifatnya situasional (temporary)
 Istilah “permanen” tdk hrs diartikan sbg kegiatan yg berlangsung terus–menerus tanpa tdk akan pernah
berhenti (perpetual) , tapi hrs diartikan sbg kegiatan yg dimaksudkan utk berlangsung scr terus-menerus
tanpa pernah diketahui kapan akan berhenti (indefinetely continuing)
 Dikaitkan dgn periode waktu dipergunakannya tempat usaha, istilah “permanen” dpt diartikan sbg
penggunaan tempat usaha dlm waktu yg lama.
4. Business Caried on Through That Place
 Suatu tempat dikatakan menjalankan kegiatan “business” apabila kegiatan yg dilakukan melalui tempat tsb
sesuai dgn pengertian “business” yg dimaksudkan oleh UU domestik maupun P3B yg disepakati

Dlm P3B, BUT adalah ambang batas minimal yg hrs dipenuhi agar negara sumber dpt memajaki penghasilan laba
usaha. Konsep BUT ini mrp suatu konsep yg tlh terdefinisi dlm P3B. Maka, interpretasinya haruslah terlebih dahulu
mengacu pd definisi sebagaimana yg diatur dlm P3B. Interpretasi BUT dgn mengacu pd ketentuan domestik hanya
dpt dilakukan jika interpretasi dlm P3B tdk mampu memberikan solusi krn ambiguitas atau ketidakjelasannya.

Maka perlu diperhatikan bahwa BUT bukanlah suatu entitas tersendiri, melainkan 1 kesatuan yg tdk terpisahkan dari
perusahaan induk. Akan tetapi, utk tujuan perpajakan internasional, BUT diperlakukan seolah-olah sbg suatu entitas
yg terpisah dari perusahaan induknya.

C‐
Diagram Alur Pemajakan atas Laba Usaha BUT:

C‐
DGT

A.
D
I. → WP LN Menerima Penghasilan dari WP DN
DGT 1 dan
Dasar Hukum:
 PMK-60/PMK.03/2014 (berlaku sejak 1 Apr 2014) ttg Tata cara pertukaran informasi (exchange
of information)
 PER-61/PJ/2009 jo PER-24/PJ./2010 ttg Tatacara penerapan perjanjian P3B
 PER-62/PJ/2009 jo PER-25/PJ./2010 ttg Pencegahan penyalahgunaan P3B
SE terkait:
 SE-114/PJ/2009 ttg Pelaksanaan PER-61/PJ./2009

Syarat agar P3B Diterapkan oleh Pemotong Pajak dlm Memotong PPh Pasal 26:
 Pemotong/pemungut pajak hrs melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai
dgn ketentuan yg diatur dlm P3B, dlm hal:
1. Penerima penghasilan bukan Subjek Pajak DN (SPDN) Indonesia;
2. Persyaratan administratif utk menerapkan ketentuan yg diatur dlm P3B tlh
terpenuhi; dan
Persyaratan administratif yaitu SKD yg disampaikan oleh WPLN kpd Pemotong/ Pemungut
Pajak:
1. Menggunakan form yg tlh ditetapkan dlm PER-61/PJ/2009 (menggunakan Form- DGT 1 /
DGT 2);
2. Tlh diisi oleh WPLN dgn lengkap;
3. Tlh ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yg setara dgn tanda tangan sesuai dgn
kelaziman di negara mitra P3B;
4. Tlh disahkan oleh pejabat pajak yg berwenang, wakilnya yg sah, atau pejabat kantor pajak
yg berwenang di negara mitra P3B dpt berupa tanda tangan atau diberi tanda yg setara dgn
tanda tangan sesuai dgn kelaziman di negara mitra P3B; dan
5. Disampaikan sbl berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa utk masa pajak
terutangnya pajak.
Utk penerapan ketentuan P3B, WPLN wajib menyerahkan asli SKD yg diterbitkan dan
ditandatangani oleh pejabat Competent Authority di LN tsb kpd pihak WP DN sbg pihak yg
membayarkan penghasilan dan menyerahkan FC-nya kpd Kepala KPP tempat WP DN tsb
terdaftar
Jika Form-DGT 1 / DGT 2 tdk mendapat pengesahan pejabat yg berwenang
di negara mitra P3B, maka WPLN tetap hrs mengisi Form-DGT 1 / DGT 2
dan juga melampirkan SKD yg lazim disahkan/diterbitkan oleh negara mitra
P3B yg memenuhi persyaratan sbg berikut:
1. Menggunakan bahasa Inggris;
2. Diterbitkan pd atau stl 1 Jan 2010;
3. Berupa dokumen asli atau FC yg tlh dilegalisir oleh KPP tempat salah satu
Pemotong/Pemungut Pajak terdaftar sbg WP;
4. Sekurang-kurangnya mencantumkan informasi mengenai nama WPLN;
5. Mencantumkan tanda tangan pejabat yg berwenang, wakilnya yg sah atau pejabat
kantor pajak yg berwenang di negara mitra P3B atau tanda yg setara dgn tanda
tangan sesuai dgn kelaziman di negara mitra P3B dan nama pejabat yg dimaksud.
3. Tdk terjadi penyalagunaan P3B sesuai PER-62/PJ/2009 jo PER-25/PJ/2010
Penyalahgunaan P3B dpt terjadi dlm hal :
1. Transaksi yg tdk mempunyai substansi ekonomi dilakukan dgn menggunakan struktur/skema
sedemikian rupa dgn maksud semata-mata utk memperoleh manfaat P3B;
2. Transaksi dgn struktur/skema yg format hukumnya (legal form) berbeda dgn substansi
ekonomisnya (economic substance) sedemikian rupa dgn maksud semata- mata utk
memperoleh manfaat P3B; atau

C‐
3. Penerima penghasilan bukan mrp pemilik yg sebenarnya atas manfaat ekonomis dari
penghasilan (beneficial owner).
Jika persyaratan utk diterapkannya P3B tsb tdk dipenuhi, maka pemotong/pemungut pajak hrs
memotong/memungut pajak yg terutang sesuai UU PPh Pasal 26 (dgn Tarif 20%)

Pihak yg Tdk Perlu Menyampaikan SKD:


Dlm hal terdapat ketentuan dlm suatu P3B yg mengatur bahwa pemerintah negara mitra P3B, bank
sentral atau lembaga-lembaga yg dikecualikan dari pengenaan pajak di negara sumber atas
penghasilan tertentu, maka pemerintah negara mitra P3B, bank sentral atau lembaga dimaksud tdk
perlu menyampaikan SKD utk keperluan penerapan ketentuan dlm P3B tsb.

Kewajiban Pemotong/pemungut Pajak:


1. Wajib membuat bukti potong sesuai ketentuan yg berlaku, termasuk jika ada penghasilan yg
diterima WPLN tetapi tdk ada pajak yg dipotong atau dipungut di Indonesia.
2. Wajib menyampaikan FC SKD yg diterima dari WPLN sbg lampiran SPT Masa.

Form-DGT 1
 Form-DGT 1 digunakan oleh semua WPLN kecuali WPLN yg menggunakan DGT II
 Masa berlaku Form-DGT 1
 Form-DGT 1 lembar 1 = berlaku s.d. 12 bulan sejak bulan Form-DGT 1 lembar 1
disahkan atau stl bulan SKD yg lazim diterbitkan oleh negara mitra P3B diterbitkan atau
disahkan.
 Lembar ke-1 Form-DGT 1 yg tlh diisi dan ditandatangani oleh WPLN, serta tlh
disahkan oleh Pejabat yg berwenang di negara mitra P3B. Form-DGT 1 digunakan pd saat
penerapan P3B oleh pemotong/pemungut Pajak yaitu pd saat terutangnya pajak sesuai dgn
ketentuan yg berlaku.
 Lembar ke-1 Form-DGT 1 dpt dipergunakan lbh dari 1 kali oleh WPLN dlm jangka
waktu 12 bulan sejak disahkannya dokumen tsb oleh Pejabat yg Berwenang, apabila:
1. WPLN bertransaksi dgn Pemotong/Pemungut Pajak yg sama, dan
2. nama dan alamat WPLN tdk mengalami perubahan.
Dlm hal butir 1 & 2 di atas terpenuhi, utk menerapkan ketentuan dlm P3B pd Masa Pajak
berikutnya, WPLN cukup menyampaikan lembar ke-2 Form-DGT 1 yg tlh diisi lengkap pd
Part IV/V dan Part VI.
 Form-DGT 1 lembar 2 = berlaku utk 1 masa pajak
 Lembar ke-2 Form-DGT 1 dpt digunakan oleh WPLN utk menyatakan slr penghasilan yg
diterima dlm 1 bulan (Masa Pajak). Dlm hal terdapat bbrp pembayaran, WPLN:
1. Mencantumkan total penghasilan utk @ kelompok penghasilan dlm lembar ke- 2
Form-DGT 1 yg sama, dan
2. Membuat rekapitulasi atau rincian penghasilan yg diterima pd suatu bulan (Masa
Pajak) utk @ kelompok penghasilan tsb pd lembaran yg terpisah dgn format yg
memuat informasi ttg:
a) Nomor urut;
b) Tanggal penerimaan penghasilan;
c) Jenis penghasilan;
d) Jml penghasilan (dlm mata uang asli); dan
e) Keterangan (apabila ada).
 Form-DGT 1 Part V, dlm hal WPLN menjawab "No" utk pertanyaan pd angka 6, WPLN
tetap diperkenankan utk menerapkan ketentuan dlm P3B, sepanjang jawaban pd angka 7-12
dijawab "Yes". Hal ini dimaksudkan agar ketentuan dlm P3B dpt diterapkan bukan hanya
kpd WPLN yg mendaftarkan sahamnya di pasar modal, namun juga kpd perusahaan yg scr
substantif mrp pemilik manfaat yg sebenarnya atas penghasilan tsb.
 Dlm angka 12 Form-DGT 1 Part V terdapat pertanyaan yg bertujuan utk mengetahui
apakah penerima penghasilan adalah perusahaan conduit.
Yg dimaksud dgn "Claims by other persons" di angka 12 Form-DGT 1 adalah
tagihan kpd WPLN yg berasal dari pihak ketiga, dlm bentuk bunga, royalti, imbalan

C‐
jasa, atau pembayaran lainnya yg dimaksud utk meneruskan penghasilan WPLN kpd pihak
yg sebenarnya memperoleh manfaat atas penghasilan (beneficial owner), tdk termasuk
tagihan pegawai dlm hubungan pekerjaan (employment) yg normal, seperti gaji, upah,
bonus, dan tunjangan.
 Part VI Form-DGT 1 diberi penegasan di dlm SE-114/PJ/2009 angka 3 huruf i:
1. WPLN mengisi jml penghasilan sesuai dgn jml yg dibayarkan oleh Pemotong/
Pemungut Pajak. Meskipun tdk terdapat pajak yg terutang di Indonesia
berdasarkan ketentuan dlm P3B, jml penghasilan yg dibayarkan
Pemotong/Pemungut Pajak tetap hrs dicantumkan. Pencantuman jml
penghasilan tsbt hanya mrp informasi tentang pembayaran penghasilan dan bukan mrp
dasar pengenaan pajak.
2. Apabila penghasilan yg diterima WPLN dlm mata uang selain Rupiah,
WPLN dpt mencantumkan nominal dlm mata uang asing dan mengganti IDR dgn mata
uang asing yg digunakan.
3. Pada butir 2 huruf c, dlm hal waktu penyelesaian suatu pemberian jasa blm
atau tdk dpt diperkirakan, maka saat berakhirnya pemberian jasa dpt dikosongkan.
 Dlm transaksi pengalihan obligasi, penghasilan yg timbul dari transaksi tsb diperlakukan
sbg bunga/deposito sesuai dgn PP 16 Thn 2009 dan PP 27 Thn 2008. Dgn demikian,
WPLN yg memperoleh penghasilan dari transaksi pengalihan obligasi, kecuali WPLN
bank, wajib menggunakan Form-DGT 1 utk memperoleh manfaat P3B.
 Pengisian:
Butir Pengisian
1 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
Halaman 1 Part I
2-4 Isi dgn nomor identitas pajak (TIN) WPLN di LN , nama, dan alamat WPLN
5-7 Isi dgn NPWP, nama, dan alamat WPDN pemotong/pemungut
Halaman1 Part II
8 Isi dgn nama WPLN
Dlm hal penerima penghasilan:
 bukan individu, maka isi dgn nama individu yg sah mewakili WPLN dan
tandai di kotak yg sesuai
 individu, maka isi dgn nama sesuai butir 3 dan tandai di kotak yg sesuai.
9-12 Tanda tangan WPLN atau oleh individu yg mewakili, dilengkapi dgn tanggal
dan nomor telepon, serta jabatan individu yg mewakili WPLN (misal:
director)
Halaman 1 Part III
13-14 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
15-18 Isi dgn nama dan tanda tangan pejabat yg berwenang di negara mitra P3B
atau kantor pajak, berikut jabatan, tanggal dan alamat, serta cap
stempelnya (jika ada).
Halaman 2 Part IV (Hanya diisi jika WPLN adalah individu)
19,20, Isi dgn nama, tanggal lahir dan alamat individu penerima penghasilan
22
21,23- Jawab pertanyaan sesuai dgn keadaan sebenarnya dgn menandai kotak yg sesuai
26 dan mengisi jawaban pd tempat yg tersedia
Individu yg dpt memanfaatkan pengurangan tarif berdasarkan P3B memiliki kriteria:
 bertindak tdk sbg agen/nominee
 tdk memiliki tempat tinggal permanen di Indonesia
 tdk berada di Indonesia selama waktu tertentu; dan
 tdk memiliki BUT di Indonesia.

Halaman 2 Part V (Hanya diisi jika WPLN adalah bukan individu)


27 Isi dgn negara tempat pendirian/terdaftar
28 Isi dgn negara tempat manajemen/pengendali
29 Isi dgn alamat kantor pusat

C‐
30 Isi dgn alamat cabang, kantor, atau tempat usaha lainnya di Indonesia (jika ada)

31 Isi dgn bidang usaha


32-38 Jawab dgn menandai kotak yg sesuai dgn keadaan yg sebenarnya. Jika
butir 32 dijawab:
 Yes, maka isi dgn nama bursa tempat saham badan tsb terdaftar/diperdagangkan
 No, maka utk menerapkan P3B, pertanyaan butir 33-38 hrs dijawab Yes
oleh WPLN yg scr substantif mrp beneficial owner.

Halaman 2 Part VI
39-45 Isi sesuai dgn penghasilan, dgn mengisi pd:
 Nomor 1 utk dividen, bunga atau royalti;
 Nomor 2 utk penghasilan atas jasa; atau
 Nomor 3 utk penghasilan lainnya.
Meskipun tdk ada pajak yg terutang di Indonesia berdasarkan P3B, jml
penghasilan yg dibayarkan tetap hrs dicantumkan.
Pd tiap bagian “Amount of Income …”, IDR dpt diisi dgn:
 Mata uang Rupiah atau uang asing
 Total slr penghasilan yg diterima dlm 1 bulan dgn melampirkan rekapitulasi atau
rincian penghasilan utk tiap jenis penghasilan.
Pd bagian “Period of engagement” dpt dikosongkan dlm hal waktu penyelesaian
pemberian jasa blm atau tdk dpt diperkirakan.
Bagian terakhir diisi dgn kondisi seperti pd butir 8-12
 Form-DGT 1 yg disampaikan kpd Pemotong/Pemungut Pajak stl berakhirnya batas waktu
penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tdk dpt dipertimbangkan sbg dasar
penerapan ketentuan yg diatur dlm P3B.
 Kewajiban pemotong/pemungut pajak saat pelaporan SPT Masa adalah: memfotokopi
lembar ke-2 Form-DGT 1 tsb, memaraf dan melaporkannya pd saat penyampaian SPT Masa, dgn
menyertakan FC Form-DGT 1 (lembar ke-1 & lembar ke-2) yg pernah disampaikan sebelumnya
oleh WPLN.
 Bentuk Form-DGT I ada di Lamp II PER-61/PJ/2009

Form-DGT 2
 Form-DGT 2 digunakan oleh:
1. WPLN yg menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dgn
penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yg diperdagangkan atau dilaporkan di
pasar modal di Indonesia, selain bunga atau dividen;
Kustodian adalah pihak yg memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yg berkaitan dgn
efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan
transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yg menjadi nasabahnya.
2. WPLN bank; atau
3. WPLN yg berbentuk dana pensiun yg pendiriannya sesuai dgn ketentuan perpu di negara mitra
P3B Indonesia dan mrp subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia.
 Bentuk Form-DGT 2 ada di Lamp III PER-61
 Masa berlaku Form-DGT 2 = berlaku s.d. 12 bulan sejak bulan Form-DGT 2 disahkan
atau stl bulan SKD yg lazim diterbitkan oleh negara mitra P3B diterbitkan atau disahkan.
 Form-DGT 2 dpt terus digunakan oleh WPLN dlm hal menerima penghasilan dari
Pemotong/Pemungut Pajak yg sama atau yg berbeda dlm waktu 12 bulan sejak
tanggal dokumen tsb disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara mitra P3B.
 Dlm hal Form-DGT 2 tsb akan digunakan utk lbh dari 1 Pemotong/Pemungut Pajak,
Form-DGT 2 asli dpt diperbanyak oleh Pemotong/Pemungut dan dilegalisasi oleh Kepala KPP di
mana Pemotong/Pemungut Pajak tsb terdaftar. Kepala KPP hrs menyimpan dokumen Form-
DGT 2 asli tsb. Form-DGT 2 yg tlh dilegalisasi oleh Kepala KPP diperlakukan sama seperti
dokumen aslinya.
 Pengisian:

C‐
Butir Pengisian
1 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
2-4 Isi dgn TIN WPLN di LN , nama, dan alamat WPLN
Utk butir 2 & 3: Dlm hal penerima penghasilan bukan individu, maka tandai
kotak yg sesuai
5 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
6-9 Tanda tangan WPLN atau oleh individu yg mewakili, dilengkapi dgn tanggal
dan nomor telepon, serta jabatan individu yg mewakili WPLN (misal:
director)
10-11 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
12-15 Isi dgn nama dan tanda tangan pejabat yg berwenang di negara mitra P3B
atau kantor pajak, berikut jabatan, tanggal dan alamat, serta cap
stempelnya (jika ada).

SE-48/PJ/2013
Contoh (mencabut SE-68/PJ/2008 & SE-83/PJ/2011):
Kasus di SE-114/PJ/2009:
Form 1:
Contoh 6166 adalah SKD yg diterbitkan oleh Internal Revenue Service Amerika Serikat (IRS)
PT yaitu mrp melakukan
Budiman surat keterangan sbg WPkpd
pembayaran DNAlice
AS utk mendapatkan
Corp. (WPLN darimanfaat
negaraP3B. Form 6166
X) berupa royaltiditerbitkan
pd tanggal 5
Jan&2010,
ditandatangani
imbalan jasaoleh Field Director,
manajemen Philadelphia
pd tanggal 15 Jan 2010,Account Management
dan imbalan jasa teknikCenter, dimana
pd tanggal 20 Jan
nama pejabat penandatangan yg ditunjuk dpt berganti-ganti sesuai dgn kebijakan IRS. Form 6166
2010.
 digunakan sbg pengganti
Utk dpt menerapkan sertifikasi
ketentuan dlmygP3B,
hrs dilakukan pd Form-DGT
pertama kali 1 Part III atau
sejak diberlakukannya PER-bagian terakhirPT
61/PJ/2009,
Form-DGT
Budiman wajib2. Bagian lain dlmForm-DGT
memperoleh Form-DGT 11 (lembar
/ DGT 2ke-1
dimaksud tetapdari
dan ke-2) hrs Alice
diisi dgn lengkap
Corp. oleh
dan meneliti
WP yg bersangkutan.
pemenuhan persyaratan dlm Pasal 3 ayat (1) PER-61/PJ/2009. Lembar ke-2 Form-DGT 1 diisi
lengkap pd Part V dan VI mengenai pembayaran royalti pd tanggal 5 Jan 2010. Lembar ke-2 yg
tdk disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara X dpt diterima utk menerapkan P3B, namun
hrs ditandatangani oleh Alice Corp.
 Dlm hal PT Budiman meyakini bahwa SKD dari Alice Corp. tlh sesuai dgn ketentuan dimaksud,
penerapan ketentuan P3B utk pembayaran imbalan jasa manajemen pd tanggal 15 Jan 2010 dan jasa
teknik pd tanggal 20 Jan 2010 dpt menggunakan lembar ke-2 Form- DGT 1 yg menyatakan kedua
penghasilan tsb sekaligus atau slr penghasilan dlm bulan Jan dan lampiran rincian penghasilan.
Lembar ke-2 yg tdk disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara X dpt diterima utk menerapkan
P3B.
 PT Budiman wajib melaporkan SPT Masa Pajak Jan 2010 dgn melampirkan FC dokumen
Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2, serta memaraf lembar ke-2 Form-DGT 1 tsb.
Pd bulan Feb 2010 PT Budiman membayar bunga dan royalti kpd Alice Corp.
 Ketentuan dlm P3B dpt diterapkan hanya apabila persyaratan dlm Pasal 3 ayat (1) PER- 61/PJ/2009
terpenuhi.
 Utk Pemotong/Pemungut Pajak yg sama, Alice Corp. tdk perlu menyampaikan lembar ke-1 Form-
DGT 1 yg baru, sepanjang tdk ada perubahan nama dan alamat yg terdapat dlm Form-DGT 1
sebelumnya. Alice Corp. cukup menyampaikan lembar ke-2 Form-DGT 1 yg tlh diisi lengkap pd
part V dan VI dan ditandatangani. Lembar ke-2 yg tdk disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di
negara X dpt diterima utk menerapkan P3B. Alice Corp. mencantumkan total penghasilan bunga dan
royalti dlm butir 1 Part VI Form-DGT 1 dan membuat rincian penghasilan.
 Utk dpt menerapkan ketentuan dlm P3B, PT Budiman hrs memperoleh lembar ke-2 Form- DGT 1
yg tlh diisi lengkap dan ditandatangani oleh Alice Corp. Selanjutnya, PT Budiman wajib
menyampaikan SPT Masa Pajak Feb 2010 dan melampirkan FC lembar ke-2 Form- DGT 1 yg tlh
diparaf dan FC Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2) yg pernah dilampirkan pd SPT Masa Pajak Jan
2010.

C‐
Contoh 2:
Melanjutkan kasus pd Contoh 1, PT Budiman melakukan pembayaran royalti kpd Alice Corp. pd tanggal
25 Jan 2011. Misalnya, Form-DGT 1 yg tlh disampaikan oleh WPLN disahkan oleh Pejabat yg
Berwenang pd tanggal 4 Jan 2010.
 Form-DGT 1 (yg pernah disampaikan oleh Alice Corp. pd Masa Pajak Jan 2010 sdh berakhir masa
waktu penggunaannya, shg tdk dpt dipergunakan utk menerapkan ketentuan dlm P3B utk
penghasilan royalti tsb. Utk itu, Alice Corp. hrs menyerahkan lembar ke-1 Form-DGT 1 baru yg
disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara X.
 Selanjutnya, PT Budiman wajib menerapkan ketentuan dlm P3B dan menyampaikan SPT Masa
Pajak Jan 2011 dan melampirkan FC dokumen Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2) tsb.

II. DGT 3, DGT 4, dan DGT 5 (Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yg Seharusnya Tdk
Terutang bagi WPLN)  sdh tdk berlaku

Dasar Hukum:
 PMK-10/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Feb 2013) → mencabut PMK-190/PMK.03/2007
 PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut PER-40/PJ/2010

III. DGT 6 dan DGT 7 (utk SPDN yg ingin menerapkan P3B di LN) → WP LN Membayarkan
Penghasilan kpd WP DN

Dasar Hukum:
 PER-35/PJ/2010 (berlaku sejak 28 Juli 2010)
 SE-89/PJ/2010 ttg Tata cara penerbitan/pengesahan dan pemanfaatn SKD bagi SPD dlm rangka
penerapan P3B

SKD utk SPDN Indonesia dlm rangka penerapan P3B dpt berupa:
1. DGT 7, atau
2. menggunakan formulir khusus yg diterbitkan oleh negara mitra P3B
SKD ini diterbitkan atau disahkan oleh Dirjen Pajak melalui KPP Domisili berdasarkan permohonan
WP yg bersangkutan.

Batas waktu penerbitan SKD: Paling lama 5 hari kerja stl permohonan diterima lengkap.

WP yg dpt memperoleh SKD:


 WP yg dpt memperoleh SKD: (Pasal 3 PER-35/PJ/2010)
1. Berstatus SPDN Indonesia (sesuai pasal 2 ayat (3) UU PPh)
2. Memiliki NPWP
3. Bukan berstatus SPLN dan bukan berstatus BUT, sesuai pasal 2 ayat (4) UU PPh
 Persyaratan pengajauan permohonan utk memperoleh SKD: (Pasal 4 PER-35/PJ/2010)
1. Diajukan tertulis kpd Dirjen Pajak melalui KPP Domisili dgn menggunakan Form-DGT 6
(Lamp PER-35/PJ/2010)
2. Form- DGT 6 hrs diisi dgn benar, lengkap dan jelas
3. Memuat nama negara/jurisdiksi mitra P3B tempat penghasilan bersumber
4. Memuat penjelasan mengenai penghasilan dan pajak yg akan dikenakan atas penghasilan tsb di
negara mitra P3B
5. Ditandatangani oleh WP
6. Dilampiri Surat Kuasa Khusus (Pasal 32 UU KUP) dlm hal permohonan bukan oleh WP yg
bersangkutan

Penolakan permohonan pengajuan SKD:


 Dirjen Pajak melalui KPP Domisili dpt menolak permohonan WP dlm hal:
1. WP yg mengajukan tdk memenuhi persyaratan dlm pasal 3 PER-35/PJ/2010
2. Permohonan WP tdk memenuhi persyaratan pasal 4 PER-35/PJ/2010
3. WP blm menyampaikan SPT Tahunan PPh, meskipun batas waktu tlh lewat, dan WP tdk
menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.

C‐
 Permohonan penolakan ini hrs diberitahukan scr tertulis kpd WP paling lama 5 hari kerja stl
permohonan diterima.
 Bagi WP yg permohonannya ditolak krn blm menyampaikan SPT Tahunan PPh, kemudian WP tsb
menyampaikan SPT Tahunan PPh-nya, maka jika WP tsb masih memerlukan SKD, maka WP tsb hrs
menyampaikan kembali permohonannya ke KPP Domisilinya.

Masa berlaku SKD yg tlh diterbitkan:


1 thn sejak tgl diterbitkan, kecuali bagi WP bank sepanjang WP bank tsb mempunyai alamat yg sama dgn
SKD yg tlh diterbitkan.

B. NAMA UNIT ORGANISASI & JABATAN UTK KEPERLUAN PENERBITAN SKD


(Lamp III SE-89/PJ/2010)

Bahasa Indonesia Bahasa Inggris


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK MINISTRY OF FINANCE OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIRECTORATE GENERAL OF TAXES

Nama Unit Organisasi Kantor Wilayah DJP


Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar Large Taxpayer Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Jakarta Special Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Nangroe Aceh Darussalam Nangroe Aceh Darussalam Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I/II North Sumatra Regional Tax Office One/Two
Kantor Wilayah DJP Riau & Kepulauan Riau Riau and Riau Islands Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Sumatera Barat dan Jambi West Sumatra and Jambi Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kep. South Sumatra and Bangka Belitung Islands Regional
Bangka Belitung Tax Office
Kantor Wilayah DJP Bengkulu dan Lampung Bengkulu and Lampung Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Jakarta Central/West/South/East/North Jakarta Regional Tax
Pusat/Barat/Selatan/Timur/Utara Office
Kantor Wilayah DJP Banten Banten Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I/II West Java Regional Tax Office One/Two
Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I/II Central Java Regional Tax Office One/Two
Kantor Wilayah DJP Daerah Istimewa Yogyakarta Special Region Yogyakarta Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I/II/III East Java Regional Tax Office One/Two/Three
Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat/Selatan dan West/South and Central/East Kalimantan Regional
Tengah/Timur Tax Office
Kantor Wilayah DJP Sulawesi Selatan, Barat dan South, West, and South East Sulawesi Regional Tax
Tenggara Office
Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah, North, Central Sulawesi, Gorontalo and North Maluku
Gorontalo, dan Maluku Utara Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Bali Bali Regional Tax Office

C‐
Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara Nusa Tenggara Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku Papua and Maluku Regional Tax Office

Contoh Nama Unit Organisasi KPP DJP


Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
KPP WP Besar Satu Large Taxpayer Tax Office One
KPP BUMN State Owned Enterprise Tax Office
KPP WP Besar Orang Pribadi High Wealth Individual Tax Office
KPP Penanaman Modal Asing Dua Foreign Investment Tax Ofiice Two
KPP Perusahaan Masuk Bursa Listed Company Tax Office
KPP Badan dan Orang Asing Dua Foreign Enterprise and Individual Tax Office Two
KPP Pratama Banda Aceh Banda Aceh Tax Office
KPP Madya Medan Medan Medium Tax Office
KPP Madya Jakarta Pusat Central Jakarta Medium Tax Office
KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga Jakarta Tanah Abang Tax Office Three

Contoh Nama Jabatan Kepala KPP


Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
Kepala KPP WP Besar Satu Head of Large Taxpayer Tax Office One
Kepala KPP BUMN Head of State Owned Enterprise Tax Office

C‐
TABEL TERKAIT P3B

A. P3B yg Berlaku Efektif:


Effective
No. Country Status Signed Date
Date
1 Algeria In Force 28/04/1995 01/01/2001
2 Australia In Force 22/04/1992 01/07/1993
3 Austria In Force 24/07/1986 01/01/1989
4 Bangladesh In Force 19/07/2003 01/01/2007
5 Belgium In Force 16/09/1997 01/01/2002
6 Brunei Darussalam In Force 27/02/2000 01/01/2003
7 Bulgaria In Force 11/01/1991 01/01/1993
8 Canada In Force 01/04/1998 01/01/1999
9 Czech In Force 04/10/1994 01/01/1997
10 China In Force 07/11/2001 01/01/2004
11 Denmark In Force 28/12/1985 01/01/1987
12 Democratic People’s Republic of Korea In Force 11/07/2002 01/01/2005
13 Egypt In Force 13/05/1998 01/01/2003
14 Finland In Force 15/10/1987 01/01/1990
15 France In Force 14/09/1979 01/01/1981
16 Germany In Force 30/10/1990 01/01/1992
17 Hongkong In Force 23/03/2010 01/01/2013
18 Hungary In Force 19/10/1989 01/01/1994
19 India In Force 07/08/1987 01/01/1988
20 Iran In Force 30/04/2004 01/01/2011
21 Italy In Force 18/02/1990 01/01/1996
22 Japan In Force 03/03/1982 01/01/1983
23 Jordan In Force 12/11/1996 01/01/1999
24 Kuwait In Force 23/04/1997 01/01/1999
25 Luxembourg In Force 14/01/1993 01/01/1995
26 Malaysia In Force 12/09/1991 01/01/1987
27 Mexico In Force 06/09/2002 01/01/2005
28 Mongolia In Force 02/07/1996 01/01/2001
29 Morocco In Force 08/06/2008 01/01/2013
30 Netherlands In Force 29/01/2002 01/01/2004
31 New Zealand In Force 25/03/1987 01/01/1989
32 Norway In Force 19/07/1988 01/01/1991
33 Pakistan In Force 07/10/1990 01/01/1991
34 Papua Ne Guinea In Force 12/03/2010 01/01/2015
35 Philippines In Force 18/06/1981 01/01/1983
36 Poland In Force 06/10/1992 01/01/1994
37 Portuguese In Force 09/07/2003 01/01/2008
38 Qatar In Force 30/04/2006 01/01/2008
39 Republic Of Croatia In Force 15/02/2002 01/01/2013
40 Republic of Korea In Force 10/11/1988 01/01/1990

C‐20‐
Effective
No. Country Status Signed Date
Date
41 Romania In Force 03/07/1996 01/01/2000
42 Russia In Force 12/03/1999 01/01/2003
43 Saudi Arabia In Force 09/03/1991 01/01/1989
44 Seychelles In Force 27/09/1999 01/01/2001
45 Singapore In Force 08/05/1990 01/01/1992
46 Slovak In Force 12/10/2000 01/01/2002
47 South Africa In Force 15/07/1997 01/01/1999
48 Spain In Force 30/05/1995 01/01/2000
49 Sri Lanka In Force 03/02/1993 01/01/1995
50 Sudan In Force 10/02/1998 01/01/2001
51 Suriname In Force 14/10/2003 01/01/2014
52 Sweden In Force 28/02/1989 01/01/1990
53 Switzerland In Force 29/08/1988 01/01/1990
54 Syria In Force 27/06/1997 01/01/1999
55 Taipei / Taiwan In Force 01/03/1995 01/01/1996
56 Thailand In Force 15/06/2001 01/01/2004
57 Tunisia In Force 13/05/1992 01/01/1994
58 Turkey In Force 25/02/1997 01/01/2001
59 UAE (United Arab Emirates) In Force 30/11/1995 01/01/2000
60 Ukraine In Force 11/04/1996 01/01/1999
61 United Kingdom In Force 05/04/1993 01/01/1995
62 USA (United States of America) In Force 11/07/1988 01/02/1997
63 Uzbekistan In Force 27/08/1996 01/01/1999
64 Venezuela In Force 27/02/1997 01/01/2001
65 Vietnam In Force 22/12/1997 01/01/2000

B. Time Test P3B yg Berlaku Efektif (BUT):


Pengawasan Jasa
No. Negara Konstruksi Instalasi Perakitan
Konstruksi Lainnya
1 Algeria 3 months 3 months 3 months 3 months 3 months/
12 months
2 Australia 120 days 120 days 120 days 120 days 120 days/12
months
3 Austria 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
4 Bangladesh 183 days 183 days 183 days 183 days 91 days/12
months
5 Belgium 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
6 Brunei 183 days 3 months 3 months 183 days 3 months/12
Darussalam months
7 Bulgaria 6 months 6 months 6 months 6 months 120 days/12
months
8 Canada 120 days 120 days 120 days 120 days 120 days/12
months

C‐20‐
Pengawasan Jasa
No. Negara Konstruksi Instalasi Perakitan
Konstruksi Lainnya
9 Czech 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months
/12 months
10 China 6 months 6 months 6 months 6 months 6 months/12
months
11 Denmark 6 months 3 months 3 months 6 months 3 months/12
months
12 Democratic 12 months 12 12 months 12 months 6 months/12
People’s months months
Republic of
Korea
13 Egypt 6 months 4 months 4 months 6 months 3 months/12
months
14 Finland 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
15 France 6 months N/A 6 months 183 days/12 183 days/12
months months
16 Germany 6 months 6 months N/A N/A 7,5%
17 Hongkong 183 days 183 days 183 days 183 days 183 days/12
months
18 Hungary 3 months 3 months 3 months 3 months 4 months/12
months
19 India 183 days 183 days 183 days 183 days 91 days/12
months
20 Iran 6 months 6 months 6 months 6 months 183 days/12
months
21 Italy 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
22 Japan 6 months 6 months N/A 6 months N/A
23 Jordan 6 months 6 months 6 months 6 months 1 month/12
months
24 Kuwait 3 months 3 months 3 months 3 months 3 months/12
months
25 Luxembourg 5 months 5 months 5 months 5 months 10%
26 Malaysia 6 months 6 months 6 months N/A 3 months/12
months
27 Mexico 6 months 6 months 6 months 6 months 91 days/12
months
28 Mongolia 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
29 Morocco 6 months 6 months 6 months 6 months 60 days/12
months
30 Netherlands 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
31 New Zealand 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
32 Norway 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
33 Pakistan 3 months 3 months 3 months 3 months 15%
34 Papua New

C‐20‐
Pengawasan Jasa
No. Negara Konstruksi Instalasi Perakitan
Konstruksi Lainnya
Guinea
35 Philippines 6 months 3 months 3 months 6 months 183 days/12
months
36 Poland 183 days 183 days 183 days 183 days 120 days/12
months
37 Portuguese 6 months 6 months 6 months 6 months 183 days/12
months
38 Qatar 6 months 6 months 6 months 6 months 6 months/12
months
39 Republic of
Croatia
40 Republic of 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
Korea months
41 Romania 6 months 6 months 6 months 6 months 4 months/12
months
42 Russia 3 months 3 months 3 months 3 months Tanpa Time
Test
43 Saudi Arabia1 N/A N/A N/A N/A N/A
44 Seychelles 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months
/12 months
45 Singapore 183 days 183 days 183 days 6 months 90 days/12
months
46 Slovak 6 months 6 months 6 months 6 months 91 days/12
months
47 South Africa 6 months 6 months 6 months 6 months 120 days/12
months
48 Spain 183 days 183 days 183 days 183 days 3 months
/12 months
49 Sri Lanka 90 days 90 days 90 days 90 days 90 days/12
months
50 Sudan 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
51 Suriname
52 Sweden 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
53 Switzerland 183 days 183 days 183 days 183 days 5%
54 Syria 6 months 6 months 6 months 6 months 183 days/12
months
55 Taipei / Taiwan 6 months 6 months 6 months 6 months 120 days/12
months
56 Thailand 6 months 6 months 6 months 6 months 6 months/12
months
57 Tunisia 3 months 3 months 3 months 3 months 3 months/12
months
58 Turkey 6 months 6 months 6 months 6 months 183 days/12
months
59 UAE 6 months 6 months 6 months 6 months 6 months
60 Ukraine 6 months 6 months 6 months 6 months 4 months/12

C‐20‐
Pengawasan Jasa
No. Negara Konstruksi Instalasi Perakitan
Konstruksi Lainnya
months
61 United Kingdom 183 days 183 days 183 days 183 days 91 days/12
months
62 USA 120 days 120 days 120 days 120 days 120 days/12
months
63 Uzbekistan 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
64 Venezuela 6 months 6 months 6 months 6 months 10%
65 Vietnam 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
Ket:
1
P3B antara Indonesia dgn Saudi Arabia hanya mengatur mengenai transportasi penerbangan dlm jalur internasional.
Apabila kegiatan yg dilakukan di Indonesia tdk melebihi time test tsb dlm jangka waktu 12 bulan, maka kegiatan tsb
tdk menimbulkan adanya BUT di Indonesia.

C. Tarif PPh Pasal 26 utk P3B yg Berlaku Efektif:


Dividen
Dividen
No. Country Interest Royalties Substantial BPT
Portofolio
Holding
1 Algeria 15% 15% 15% 15% 10%
2 Australia 10% 10%/15% 15% 15% 15%
3 Austria 10% 10% 15% 10% 12%
4 Bangladesh 10% 10% 15% 10% 10%
5 Belgium 10% 10% 15% 10% 10%
6 Brunei 10% 15% 15% 15% 10%
Darussalam
7 Bulgaria 10% 10% 15% 15% 15%
8 Canada 10% 10% 15% 10% 15%
9 Czech 12,5% 12,5% 15% 10% 12,5%
10 China 10% 10% 10% 10% 10%
11 Democratic 10% 10% 10% 10% 10%
People’s Republic
of Korea
12 Denmark 10% 15% 20% 10% 15%
13 Egypt 15% 15% 15% 15% 15%
14 Finland 10% 10%/15% 15% 10% 15%
15 France 15% 10% 15% 10% 10%
16 Germany 10% 10%/15% 15% 10% 10%
17 Hungary 15% 15% 15% 15% N/A
18 Hongkong 10% 5% 10% 5% 5%
19 India 10% 15% 15% 10% 10%
20 Iran 10% 12% 7% 7% 7%
21 Italy 10% 10%/15% 15% 10% 12%
22 Japan 10% 10% 15% 10% 10%
23 Jordan 10% 10% 10% 10% N/A

C‐20‐
Dividen
Dividen
No. Country Interest Royalties Substantial BPT
Portofolio
Holding
24 Kuwait 5% 20% 10% 10% 10%
25 Luxembourg 10% 12,5% 15% 10% 10%
26 Malaysia 10% 10% 10% 10% 12,5%
27 Mexico 10% 10% 10% 10% 10%
28 Mongolia 10% 10% 10% 10% 10%
29 Morocco 10% 10% 20% 10% 10%
30 Netherlands 10% 10% 10% 10% 10%
31 New Zealand 10% 15% 15% 15% N/A
32 Norway 10% 10%/15% 15% 15% 15%
33 Pakistan 15% 15% 15% 10% 10%
34 Papua New 10% 10% 15% 15%
Guinea
35 Philippines 15% 15%/25% 20% 15% 20%
36 Poland 10% 15% 15% 10% 10%
37 Portuguese 10% 10% 10% 10% 10%
38 Qatar 10% 5% 10% 10% 10%
39 Republic of
Croatia
40 Republic of Korea 10% 15% 15% 10% 10%
41 Romania 12,5% 12,5%/15 % 15% 12,5% 12,5%
42 Russia 15% 15% 15% 15% 12,5%
43 Saudi Arabia * N/A N/A N/A N/A N/A
44 Seychelles 10% 10% 10% 10% N/A
45 Singapore 10% 15% 15% 10% 15%
46 Slovak 10% 10%/15% 10% 10% 10%
47 South Africa 10% 10% 15% 10% 10%
48 Spain 10% 10% 15% 10% 10%
49 Sri Lanka 15% 15% 15% 15% Sesuai
UU
Domestik
50 Sudan 15% 10% 10% 10% 10%
51 Suriname 15% 15% 15% 15%
52 Sweden 10% 10%/15% 15% 10% 15%
53 Switzerland 10% 12,5% 15% 10% 10%
54 Syria 10% 15%/20% 10% 10% 10%
55 Taipei / Taiwan 10% 10% 10% 10% 5%
56 Thailand ** 15% 20% 15% Sesuai
UU
Domestik
57 Tunisia 12% 15% 12% 12% 12%
58 Turkey 10% 10% 15% 10% 15%
59 UAE 5% 5% 10% 10% 5%
60 Ukraine 10% 10% 15% 10% 10%

C‐20‐
Dividen
Dividen
No. Country Interest Royalties Substantial BPT
Portofolio
Holding
61 United Kingdom 10% 10%/15% 15% 10% 10%
62 USA 10% 10% 15% 10% 10%
63 Uzbekistan 10% 10% 10% 10% 10%
64 Venezuela 10% 20% 15% 10% 10%
65 Vietnam 15% 15% 15% 15% 10%
Ket:
* P3B antara Indonesia dgn Saudi Arabia hanya mengatur mengenai transportasi penerbangan dlm jalur
internasional
** Berdasarkan ketentuan pasal 11 ayat 2 P3B RI-Thailand, terdapat pembedaan tarif atas bunga, yaitu
Indonesia = 15% sedangkan Thailand = 10%/25%
N/A P3B tsb tdk mengatur mengenai Tarif PPh Pasal 2

D. Dependent Personal Services (Hubungan Kerja):


Dibayar Oleh
Dibebankan pd
No. Negara Time Test Subjek Pajak
BUT di Indonesia
Indonesia
1 Algeria 91 days/12 months Yes Yes
2 Australia 120 days/12 months Yes Yes
3 Austria 183 days/12 months Yes Yes
4 Bangladesh 183 days/12 months Yes Yes
5 Belgium 183 days/12 months Yes Yes
6 Brunei Darussalam 183 days/12 months Yes Yes
7 Bulgaria 183 days/taxable year Yes Yes
8 Canada 120 days/12 months Yes Yes
9 Czech 183 days/12 months Yes Yes
10 China 183 days/12 months Yes Yes
11 Democratic People’s 183 days/12 months Yes Yes
Republic of Korea
12 Denmark 183 days/12 months Yes Yes
13 Egypt 90 days/12 months Yes Yes
14 Finland 183 days/12 months Yes Yes
15 France 183 days/12 months Yes Yes
16 Germany 183 days/calendar year Yes Yes
17 Hongkong 183 days/12 months Yes Yes
18 Hungary 183 days/12 months Yes Yes
19 India 183 days/12 months Yes Yes
20 Iran 183 days/12 months Yes Yes
21 Italy 183 days/fiscal year Yes Yes
22 Japan 183 days/calendar year Yes Yes
23 Jordan 183 days/12 months Yes Yes
24 Kuwait 183 days/calendar year Yes Yes
25 Luxembourg 183 days/taxable year Yes Yes
26 Malaysia 183 days/calendar year No Yes
27 Mexico 183 days/12 months Yes Yes
28 Mongolia 91 days/calendar year Yes Yes
29 Morocco 183 days/12 months Yes Yes
30 Netherlands 183 days/12 months Yes Yes
31 New Zealand 183 days/12 months Yes Yes
32 Norway 183 days/12 months Yes Yes
33 Pakistan 90 days/12 months Yes Yes
34 Papua New Guinea
35 Philippines 183 days/calendar year Yes Yes
36 Poland 183 days/taxable year Yes Yes

C‐20‐
Dibayar Oleh
Dibebankan pd
No. Negara Time Test Subjek Pajak
BUT di Indonesia
Indonesia
37 Portuguese 183 days/12 months Yes Yes
38 Qatar 183 days/12 months Yes Yes
39 Republic of Croatia
40 Republic of Korea 183 days/fiscal year Yes Yes
41 Romania 183 days/12 months Yes Yes
42 Russia 90 days/calendar year Yes Yes
43 Saudi Arabia N/A N/A N/A
44 Seychelles 183 days/12 months Yes Yes
45 Singapore 183 days/calendar year Yes Yes
46 Slovak 183 days/12 months Yes Yes
47 South Africa 183 days/12 months Yes Yes
48 Spain 183 days/12 months Yes Yes
49 Sri Lanka 90 days/12 months Yes Yes
50 Sudan 183 days/12 months Yes Yes
51 Suriname
52 Sweden 183 days/12 months Yes Yes
53 Switzerland 183 days/12 months Yes Yes
54 Syria 183 days/12 months Yes Yes
55 Taipei / Taiwan 183 days/fiscal year Yes Yes
56 Thailand 183 days/fiscal year Yes Yes
57 Tunisia 183 days/calendar year Yes Yes
58 Turkey 183 days/12 months Yes Yes
59 UAE 183 days/fiscal year Yes Yes
60 Ukraine 183 days/calendar year Yes Yes
61 United Kingdom 183 days/12 months Yes Yes
62 USA 120 days/12 months Yes Yes
63 Uzbekistan 183 days/12 months Yes Yes
64 Venezuela 183 days/12 months Yes Yes
65 Vietnam 90 days/12 months Yes Yes

E. Independent Personal Services (Pekerjaan Bebas):

No. Negara Time Test

1 Algeria 91 days/12 months


2 Australia 120 days/12 months
3 Austria 90 days/12 months
4 Bangladesh 183 days/fiscal year
5 Belgium 91 days/12 months
6 Brunei Darussalam 183 days/12 months
7 Bulgaria 91 days/taxable year
8 Canada 120 days/12 months
9 Czech 91 days/taxable year
10 China 183 days/12 months
11 Democratic People’s Republic of Korea 183 days/12 months
12 Denmark 91 days/12 months
13 Egypt 90 days/12 months
14 Finland 90 days/12 months
15 France N/A
16 Germany 120 days/fiscal year
17 Hongkong 183 days/12 months
18 Hungary 90 days/12 months
19 India 91 days/12 months
20 Iran N/A

C‐20‐
No. Negara Time Test

21 Italy 90 days/12 months


22 Japan 183 days/calendar year
23 Jordan 90 days/12 months
24 Kuwait 183 days/12 months
25 Luxembourg 91 days/taxable year
26 Malaysia 183 days/calendar year
27 Mexico 91 days/12 months
28 Mongolia 91 days/calendar year
29 Morocco 61 days/12 months
30 Netherlands 91 days/12 months
31 New Zealand 90 days/12 months
32 Norway 90 days/12 months
33 Pakistan 90 days/12 months
34 Papua New Guinea
35 Philippines 90 days/calendar year
36 Poland 91 days/taxable year
37 Portuguese 120 days/12 months
38 Qatar 120 days/12 months
39 Republic of Croatia
40 Republic of Korea 90 days/calendar year
41 Romania 120 days/12 months
42 Russia N/A
43 Saudi Arabia N/A
44 Seychelles 90 days/12 months
45 Singapore 90 days/12 months
46 Slovak 91 days/fiscal year
47 South Africa 120 days/12 months
48 Spain 90 days/12 months
49 Sri Lanka 90 days/12 months
50 Sudan 90 days/12 months
51 Suriname
52 Sweden 90 days/12 months
53 Switzerland 183 days/12 months
54 Syria 183 days/12 months
55 Taipei / Taiwan 120 days/taxable year
56 Thailand 183 days/fiscal year
57 Tunisia 120 days/taxable year
58 Turkey 183 days/12 months
59 UAE Fixed Base
60 Ukraine 183 days/12 months
61 United Kingdom 91 days/12 months
62 USA 120 days/12 months
63 Uzbekistan 90 days/12 months
64 Venezuela 90 days/12 months
65 Vietnam 90 days/12 months

F. Hak Pemajakan atas Penghasilan Tertentu:


Penghasilan
No. Country Pelayaran Penerbangan
Lainnya
1 Algeria Negara Domisili Negara Domisili Negara Sumber
2 Australia Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
3 Austria Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili
50% Potongan Pajak

C‐20‐
Penghasilan
No. Country Pelayaran Penerbangan
Lainnya
4 Bangladesh Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili
50% Potongan Pajak
5 Belgium Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
6 Brunei Darussalam Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Sumber
50% Potongan Pajak
7 Bulgaria Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
8 Canada Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
9 Czech Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
10 China Negara Domisili dgn Negara Domisili Negara Domisili/
50% Potongan Pajak Sumber
11 Democratic People’s Negara
Negara Domisili Negara Domisili
Republic of Korea Domisili/Sumber
12 Denmark Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
13 Egypt Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
14 Finland Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
15 France Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
16 Germany Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
17 Hongkong Negara Domisili dgn Negara Sumber Negara Domisili/
50% Potongan Pajak Sumber
18 Hungary Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili/
50% Potongan Pajak Sumber
19 India Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
20 Iran N/A N/A Negara Sumber
21 Italy Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
22 Japan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
23 Jordan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
24 Kuwait Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
25 Luxembourg Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
26 Malaysia Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili/
50% Potongan Pajak Sumber
27 Mexico Negara Domisili Negara Domisili Negara Sumber
28 Mongolia Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
29 Morocco Negara Sumber Negara Sumber Negara Domisili
30 Netherlands Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
31 New Zealand Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
32 Norway Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
33 Pakistan Negara Sumber Negara Domisili Negara Domisili/

C‐20‐
Penghasilan
No. Country Pelayaran Penerbangan
Lainnya
Sumber
34 Papua New Guinea
35 Philippines Negara Sumber dgn Negara Sumber dgn
Negara Domisili/
Tarif Maksimal 1,5% Tarif Maksimal 1,5%
Sumber
dari Bruto dari Bruto
36 Poland Negara Sumber Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
37 Portuguese Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
38 Qatar Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
39 Republic of Croatia
40 Republic of Korea Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
41 Romania Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Sumber
Tarif Maksimal 2%
42 Russia Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Sumber
50% Potongan Pajak
43 Saudi Arabia N/A Negara Domisili N/A
44 Seychelles Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
45 Singapore Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili
50% Potongan Pajak
46 Slovak Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
47 South Africa Negara Domisili Negara Domisili Negara Sumber
48 Spain Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
49 Sri Lanka Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili
50% Potongan Pajak
50 Sudan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
51 Suriname
52 Sweden Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
53 Switzerland Negara Domisili Negara Domisili N/A
54 Syria Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
55 Taipei / Taiwan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
56 Thailand Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Sumber
50% Potongan Pajak
57 Tunisia Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
58 Turkey Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
59 UAE Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
60 Ukraine Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
61 United Kingdom Negara Domisili Negara Domisili N/A
62 USA Negara Domisili Negara Domisili N/A
63 Uzbekistan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
64 Venezuela Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber

C‐20‐
Penghasilan
No. Country Pelayaran Penerbangan
Lainnya
65 Vietnam Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber

G. Daftar Competent Authority dari Negara-negara Treaty Partner:


(Berdasarkan SE-20/PJ.34/1992 tanggal 16 Nov 1992)
Negara Competent Authority

Belanda MenKeu atau wakilnya yg sah


Belgia Dirjen Pajak Lsg (Director General of Direct Taxes)
Inggris Commissioners of Inland Revenue atau wakilnya yg sah
Jerman Bersatu MenKeu
Perancis Menteri Anggaran (Minister of the Budget) atau wakilnya yg sah
Kanada Menteri Penerimaan Negara (Minister of National Revenue) atau wakilnya yg sah

Thailand MenKeu atau wakilnya yg sah


Philipina MenKeu atau wakilnya yg sah
Jepang MenKeu atau wakilnya yg sah
Denmark Menteri Penerimaan DN (Minister for Inland Revenue, Customs and Excise)
atau wakilnya yg sah
Austria MenKeu (Federal Minister of Finance)
India MenKeu (Central Government in the Ministry of Finance) atau wakilnya yg sah
Selandia Baru Commissioner of Inland Revenue atau wakilnya yg sah
Norwegia MenKeu (Minister of Finance and Customs) atau wakilnya yg sah
Swiss Direktur Pajak Negara (Director of the Federal Tax Administration) atau
wakilnya yg sah
Amerika Serikat MenKeu (Secretary of the Treasury) atau wakilnya yg sah
Swedia MenKeu atau wakilnya yg sah
Korea Selatan MenKeu atau wakilnya yg sah
Pakistan Badan Pusat Penerimaan Pajak (Central Board of Revenue) atau wakilnya yg sah

Singapura MenKeu atau wakilnya yg sah


Malaysia MenKeu atau wakilnya yg sah
Ket:
Mengenai pengertian "wakilnya yg sah atau his authorized representative" hanya menentukan bahwa pejabat
tsb dpt melimpahkan wewenangnya kpd pejabat lain utk bertindak atas namanya sbg competent authority.
Pejabat lain tsb adalah Pejabat tertinggi yg melaksanakan UU Pajak di Negara yg bersangkutan ataupun pejabat
lain yg ditunjuk yg diberitahukan kpd DJP.

C‐20‐
WP YG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

A. PENGHASILAN DARI USAHA YG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WP YG MEMILIKI


PEREDARAN BRUTO TERTENTU

I. Dasar Hukum
 PP 46 Thn 2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
 PMK-107/PMK.011/2013/PMK.011/2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
 PER-32/PJ/2013/PJ/2013 (berlaku sejak 25 Sept 2013)
 PER-37/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Okt 2013)
SE terkait:
 SE-42/PJ/2013/PJ/2013
 SE-32/PJ/2014/PJ/2014 (diralat oleh SE-38/PJ/2014/PJ/2014)

II. Yg Dikenakan PPh Final & Kriteria WP yg Dikenakan PPh Final

Atas penghasilan dari usaha yg diterima atau diperoleh WP yg memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai
PPh yg bersifat final. (Pasal 2 ayat (1) PP 46 Thn 2013)
Catatan :
Ketentuan di atas tdk berlaku atas penghasilan dari usaha yg dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan
ketentuan Perpu di bidang perpajakan. Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dIm Pasal
2 ayat (1) yg diterima atau diperoleh WP, dikenai PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 5 & 6 PP 46
Thn 2013)

Pengenaan
Kriteria WP ygPPhmemiliki
dlm Pasalperedaran
2 ayat (1) PP 46 Thn
bruto 2013 didasarkan
tertentu: pd peredaran
(Pasal 2 ayat (2) PP 46 bruto dari usaha dlm 1
Thn 2013)
1. thn
WP dari Thn
OP atau Pajak tdk
WP badan terakhir
termasuksbl
BUT;Thn
dan Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3 ayat (1)
2. PMK-107/PMK.011/2013)
menerima penghasilan dari usaha, tdk termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas,
dgn peredaran bruto tdk melebihi Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak.
Penjelasan terkait:
 Peredaran bruto mrp peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, selain peredaran
bruto dari usaha yg atas penghasilannya tlh dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan ketentuan Perpu
di bidang perpajakan.
 Pengelompokkan penghasilan berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kpd WP:
a. penghasilan dari pekerjaan dlm hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium,
penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c. penghasilan dari modal, yg berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen,
royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yg tdk dipergunakan utk usaha; dan
d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
 Jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas:
1. tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas, yg terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. agen iklan;
7. pengawas atau pengelola proyek;

C‐21‐
8. perantara;
9. petugas penjaja barang dagangan;
10. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung
(direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
 Thn Pajak mnr ketentuan umum perpajakan adalah sama dgn thn kalender. Namun demikian, bagi
WP yg thn bukunya tdk sama dgn thn kalender, Thn Pajak ditentukan berdasarkan thn buku yg di
dalamnya termasuk 6 bulan pertama atau lebih dari 6 bulan dari thn buku tsb.

Tdk termasuk WP OP yg atas penghasilannya dikenai PPh Final: WP OP yg melakukan


kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg dlm usahanya: (Pasal 2 ayat (3) PP 46 Thn 2013)
1. menggunakan sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang, baik yg menetap maupun tdk menetap;
dan
2. menggunakan sebagian atau slr tempat utk kepentingan umum yg tdk diperuntukkan bagi tempat
usaha atau berjualan.
Penjelasan terkait:
WP OP yg tdk termasuk WP yg atas penghasilannya dikenai PPh Final adalah WP OP yg melakukan
kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui suatu tempat usaha yg dpt dibongkar pasang, termasuk
yg menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat utk kepentingan umum yg mnr perpu bahwa tempat
tsb tdk diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang
asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. Thd WP tsb atas penghasilannya tdk dikenai PPh yg
bersifat final berdasarkan ketentuan PP 46 Thn 2013.

Tdk termasuk WP badan yg atas penghasilannya dikenai PPh Final: (Pasal 2 ayat (4) PP 46 Thn
2013)
1. WP badan yg blm beroperasi scr komersial; atau
2. WP badan yg dlm jangka waktu 1 thn stl beroperasi scr komersial memperoleh peredaran bruto >
Rp 4,8 M.
WP ini dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh s.d. jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr
komersial. Dlm hal jangka waktu 1 thn melewati Thn Pajak yg bersangkutan, ketentuan pengenaan
PPh berdasarkan tarif umum UU PPh berlaku s.d. akhir Thn Pajak berikutnya. (Pasal 7 ayat (1) &
(2) PMK-107/PMK.011/2013)

Penentuan Saat Beroperasi scr Komersial bagi WP Badan: (Huruf E angka 2 SE-32/PJ/2014)
a. Penentuan saat beroperasi scr komersial bagi WP badan adalah saat WP melakukan kegiatan
operasi scr komersial utk pertama kali bagi WP yg bergerak di sektor:
 Jasa → Saat pertama kali dilakukannya penjualan jasa dan/atau saat diterima atau
diperolehnya pendapatan/penghasilan;
dan/atau
 Dagang dan industri → Saat pertama kali dilakukannya penjualan barang dan/atau saat diterima
atau diperolehnya pendapatan/penghasilan.
b. Penentuan peredaran bruto utk dikenakan PPh yg bersifat final berdasar PP 46 Thn 2013 bagi WP
badan yg baru beroperasi scr komersial utk pertama kali, ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari
usaha dlm 1 Thn Pajak stl Thn Pajak beroperasi scr komersial.
c. WP badan yg baru beroperasi scr komersial pd huruf b dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
s.d. jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial.
d. Dlm hal jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial pd huruf c melewati Thn Pajak saat
beroperasi scr komersial, ketentuan pengenaan PPh berdasarkan tarif umum UU PPh dimaksud berlaku
s.d. akhir Thn Pajak berikutnya stl Thn Pajak sat beroperasi scr komersial.
e. Pengenaan PPh yg bersifat final berdasar PP 46 Thn 2013 bagi WP badan pd huruf b utk Thn Pajak
selanjutnya, ditentukan berdasarkan peredaran bruto Thn Pajak sebelumnya.
f. Contoh:
1) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal 1 Juli
2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 1 Juli
2013 s.d. 30 Juni 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des 2014).

C‐21‐
Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn Pajak 2014.
2) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal 1 Jan
2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
utk Thn Pajak 2013 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 1 Jan 2013 s.d. 31 Des
2013). Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2014 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn
Pajak 2013.
3) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal 2 Jan
2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 2 Jan
2013 s.d. 1 Jan 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des 2014). Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015
memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn Pajak 2014.
4) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal 1 Agust
2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 1
Agust 2013 s.d. 31 Juli 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des 2014). Utk pengenaan PPh pd Thn
Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn Pajak 2014.

III. Besar Tarif & Cara Pengenaan PPh Final

Besarnya tarif PPh yg bersifat final adalah 1%. (Pasal 3 ayat (1) PP 46 Thn 2013)
 Pengenaan PPh didasarkan pd peredaran bruto dari usaha dlm 1 thn dari Thn Pajak terakhir sbl Thn
Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3 ayat (2) PP 46 Thn 2013)
 PPh terutang: (Pasal 4 ayat (1) & (2) PP 46 Thn 2013)
PPh terutang = 1% X jml peredaran bruto setiap bulan
Ketentuan Terkait Peredaran Bruto:
 Dlm hal peredaran bruto kumulatif WP pd suatu bulan tlh > jml Rp 4,8 M dlm suatu Thn Pajak, WP
tetap dikenai tarif PPh final 1% s.d. akhir Thn Pajak yg bersangkutan. Dlm hal peredaran bruto WP tlh
> jml Rp 4,8 M pd suatu Thn Pajak, atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP pd Thn Pajak
berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 3 ayat (3) & (4) PP 46 Thn 2013
dan Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
 Peredaran bruto sbg dasar utk dpt dikenai PPh yg bersifat final: (Pasal 10 PP 46 Thn 2013)
 didasarkan pd jml peredaran bruto Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak berlakunya PP 46
Thn 2013 yg disetahunkan, dlm hal Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak berlakunya PP 46 Thn
2013 meliputi < 12 bulan;
 didasarkan pd jml peredaran bruto dari bulan saat WP terdaftar s.d. bulan sbl
berlakunya PP 46 Thn 2013 yg disetahunkan, dlm hal WP terdaftar pd Thn Pajak yg sama
dgn Thn Pajak saat berlakunya PP 46 Thn 2013 di bulan sbl PP 46 Thn 2013 berlaku;
 didasarkan pd jml peredaran bruto pd bulan pertama diperolehnya penghasilan dari
usaha yg disetahunkan, dlm hal WP yg baru terdaftar sbg WP sejak berlakunya PP 46 Thn
2013.

Contoh penentuan peredaran bruto:


 PT Daya terdaftar 3 bulan sbl berlakunya PP 46 Thn 2013. Jml peredaran bruto selama 3 bulan tsb
adalah Rp 150 juta. Peredaran bruto selama 3 bulan yg disetahunkan adalah: Rp 150 juta x 12/3 = Rp
600 juta. Krn peredaran bruto disetahunkan utk 3 bulan tsb < Rp 4,8 M, maka penghasilan yg diperoleh
mulai pd bulan berlakunya PP 46 Thn 2013 s.d. akhir thn pajak bersangkutan, dikenai pajak yg bersifat
final sesuai ketentuan dlm PP 46 Thn 2013.
 Gatot terdaftar sbg WP baru pd bulan Nov 2014. Pd bulan Nov 2014 tsb, memperoleh peredaran bruto
seb Rp 15 juta. Penghasilan bruto bulan Nov 2014 disetahunkan adalah: 12/1 x Rp 15 juta = Rp
180 juta. Krn penghasilan bulan Nov 2014 (bulan pertama mulai terdaftar sbg WP) yg disetahunkan <
Rp 4,8 M, maka penghasilan yg diperoleh di thn 2014 dikenai PPh yg bersifat final sesuai dgn PP 46
Thn 2013.

C‐21‐
IV. Ketentuan Terkait PPh Pemotongan & Pemungutan

Atas Penghasilan yg Wajib Dilakukan Pemotongan/Pemungutan PPh yg Tdk Bersifat Final:


(Pasal 6 PMK-107/PMK.011/2013)
 Atas penghasilan dari usaha yg diterima/ diperoleh WP yg dikenai PPh final berdasarkan PP
46 Thn 2013 yg berdasarkan ketentuan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan
pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg tdk bersifat final, dpt dibebaskan dari pemotongan
dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain
 Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain ini diberikan melalui SKB yg
diterbitkan oleh Kepala KPP tempat WP terdaftar atas nama Dirjen Pajak berdasarkan permohonan
WP.
 Atas penghasilan dari usaha yg diterima atau diperoleh WP yg memiliki peredaran bruto tertentu, yg
dipotong dan/atau dipungut oleh pihak lain: (Huruf F angka 7 SE-42/PJ/2013)
 Atas pemungutan PPh Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dgn menggunakan SSP yg tlh diisi atas
nama rekanan:
 Dpt diajukan permohonan pemindahbukuan (pbk) ke setoran PPh Pasal 4 ayat (2);
atau
 Dpt diajukan permohonan pengembalian pajak yg seharusnya tdk terutang; atau
 Dikreditkan thd PPh yg terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan.
 Atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain dgn bukti pemotongan dan/atau
pemungutan, termasuk pemungutan PPh Pasal 22 atas impor
 Dpt diajukan permohonan pengembalian pajak yg seharusnya tdk terutang; atau
 Dikreditkan thd PPh yg terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan. WP
memiliki bbrp pilihan terkait kredit pajak:
 Utk SSP bisa dikreditkan di SPT Tahunan, pengembalian PMK-10/PMK.03/2013, atau Pbk.
 Utk Bukti Pemotongan bisa dikreditkan atau pengembalian PMK-10/PMK.03/2013 (tdk bisa
Pbk).

Ketentuan dlm Melakukan Pembebasan Pemotongan/Pemungutan PPh yg Bersifat Tdk


Final:
 Pemotong dan/atau pemungut pajak tdk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh utk setiap
transaksi yg mrp objek pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg tdk bersifat final apabila tlh
menerima FC SKB yg tlh dilegalisasi oleh KPP tempat WP menyampaikan kewajiban SPT Tahunan.
(Pasal 7 ayat (1) PER-32/PJ/2013)
.
Tata cara SKB & Legalisasi SKB lihat Bab C-25 Fasilitas PPh
V. Ketentuan Terkait Kompensasi Rugi

WP yg dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 dan menyelenggarakan pembukuan dpt
melakukan kompensasi kerugian dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh yg bersifat final dgn ketentuan: (Pasal
8 PP 46 Thn 2013)
a. Kompensasi kerugian dilakukan mulai Thn berikutnya berturut-turut s.d. 5 Thn Pajak
b. Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 tetap diperhitungkan sbg
bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pd huruf a
c. Kerugian pd suatu Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 tdk dpt
dikompensasikan pd Thn Pajak berikutnya
Kerugian pd bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dpt dilakukan kompensasi dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh
yg bersifat final pd Thn Pajak berikutnya. WP yg melakukan kompensasi kerugian tsb, wajib
melampirkan laporan rugi laba bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dlm SPT Tahunan PPh thn 2013.
(Pasal 15 ayat (1) & (2) PMK-107/PMK.011/2013)

C‐21‐
VI. Ketentuan Terkait PPh Pasal 25

 WP yg hanya menerima/memperoleh penghasilan yg dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46


Thn 2013, tdk diwajibkan melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal
25 UU PPh. Dlm hal WP juga menerima/memperoleh penghasilan yg dikenai PPh berdasarkan tarif
umum UU PPh, atas penghasilan yg dikenai PPh berdasarkan tarif umum tsb wajib dibayar
angsuran PPh Pasal 25 UU PPh. (Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK- 107/PMK.011/2013)
 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 UU PPh bagi WP yg memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dlm Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013 pd Thn Pajak pertama WP tdk dikenai PPh yg bersifat
final: (Pasal 9 ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)
 bagi WP Bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa, dan WP lainnya yg berdasarkan ketentuan
perpu harus membuat LK berkala, serta WP OPPT → sesuai dgn besarnya angsuran pajak mnr
PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009
 bagi selain WP di atas → diberlakukan seperti WP baru mnr PMK No. 255/PMK.03/2008 jo PMK
No. 208/PMK.03/2009.
 Utk WP OP, jml penghasilan neto yg disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dgn PTKP setahun.
 Angsuran PPh Pasal 25 UU PPh dan pajak yg tlh dipotong/dipungut pihak lain boleh dikreditkan thd
PPh yg terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan, kecuali utk penghasilan yg pengenaan pajaknya
bersifat final. (Pasal 9 ayat (5) PMK-107/PMK.011/2013)
 Angsuran pajak Pasal 25 UU PPh utk Masa Pajak Juli 2013 s.d. Des 2013 bagi WP yg memiliki
peredaran bruto tertentu yg juga menerima atau memperoleh penghasilan yg dikenai PPh berdasarkan
tarif umum UU PPh, dpt mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai dgn
ketentuan yg mengatur mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak dlm thn berjalan dlm hal-hal
tertentu. (Huruf F angka 9 SE-42/PJ/2013)

VII. Penyetoran & Pelaporan


 Penyetoran paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
 SSP
WPdiisi
yg dgn: KAP 411128
melakukan (PPh Final)
pembayaran & KJSini420
PPh final (PPhmenyampaikan
wajib Final peredaranSPT
bruto tertentu)
Masa PPh paling lama 20
hari stl Masa Pajak berakhir dan berlaku mulai masa pajak Jan 2014. (Pasal 10 ayat (2) & Pasal
16 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
 WP dpt melakukan pembayaran pajak melalui:
1. Loket Bank/Pos Persepsi
 WP datang ke Loket Bank/Pos Persepsi dgn membawa SSP yg tlh diisi
 Bukti Pembayaran adalah dokumen Bukti Penerimaan Negara (BPN)
2. ATM
 WP datang ke ATM Bank/Pos Persepsi dan memilih menu pembayaran “PPh Final Bruto
Tertentu”  ATM Bank BRI, BCA, BNI atau Bank Mandiri
 Bukti Pembayaran adalah Struk ATM
 WP yg tlh melakukan penyetoran PPh final ini:
 Mendapat validasi dgn NTPN → dianggap tlh menyampaikan SPT Masa PPh, sesuai dgn tanggal
validasi NTPN yg tercantum pd SSP (Pasal 10 ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)
 Tdk mendapat validasi NTPN wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasa 4 ayat (2) ke KPP sesuai
tempat kegiatan usaha WP terdaftar dgn mengisi baris pd angka 11 form SPT:
Kolom Uraian ditulis dgn “Penghasilan Usaha WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”
Kolom KAP/KJS diisi dgn “411128/420”
(Huruf F angka 4 SE-42/PJ/2013)
 WP dgn jml PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tdk wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal ayat (2) (Huruf F
angka 5 SE-42/PJ/2013)
 Penyetoran melalui ATM pd Bank persepsi yg ditunjuk Menkeu dilakukan dgn memasukkan NPWP,
Masa Pajak dan jml nominal PPh yg akan dibayar. Atas penyetoran tsb, WP menerima BPN dlm
bentuk cetakan struk ATM. Dlm hal terdapat kendala pd mesin ATM shg BPN tsb tdk dpt
tercetak/tercetak namun tdk dpt dibaca, WP dpt meminta cetak ulang BPN di

C‐21‐
kantor cabang Bank Persepsi terdekat. BPN tsb termasuk cetakan ulang & salinannya, mrp sarana
administrasi lain yg kedudukannya dipersamakan dgn SSP. Apabila terdapat perbedaan antara data
pembayaran yg tertera dlm BPN dgn data pembayaran mnr MPN, maka yg dianggap sah adalah data
pembayaran mnr MPN. BPN tsb setidak-tidaknya mencantumkan elemen-elemen sbb: NTPN, NTB,
NPWP & Nama WP, KAP & KJS, Masa Pajak, Thn Pajak, Tanggal Transaksi dan Jml Nominal
Pembayaran.
(Pasal 2, 3, 4 PER-37/PJ/2013)

Penghasilan yg dibayar berdasarkan PP 46 Thn 2013 dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh pd
kelompok penghasilan yg dikenai pajak final dan/atau bersifat final:
SPT Tahunan PPh WP OP SPT Tahunan PPh WP Badan
 Formulir SPT Tahunan menggunakan  Formulir SPT Tahunan menggunakan Form
Form 1770 1771
 Dilaporkan pd Lamp III Bagian A Nomor  Dilaporkan pd Lamp IV Bagian A Nomor 14
16 kolom (3) dan (4) yaitu kelompok kolom (2), (3) dan (5) yaitu Kelompok
penghasilan yg dikenai pajak final penghasilan yg dikenai PPh final.
dan/atau bersifat final  Kolom (2) diisi dgn “Penghasilan Usaha WP yg
 Kolom (3) diisi dgn Jml Peredaran Bruto Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”
Selama 1 Thn Pajak  Kolom (3) diisi dgn Jml Peredaran Bruto
 Kolom (4) diisi dgn Jml PPh Pasal 4 ayat Selama 1 Thn Pajak
(2) yg Tlh Disetor  Kolom (5) diisi dgn Jml PPh Pasal 4 ayat (2) yg
Tlh Disetor

Penghitungan utk pelaporan SPT Tahunan PPh Thn Pajak 2013:


 Peredaran usaha dihitung berdasarkan slr peredaran usaha selama Thn Pajak 2013, tdk termasuk
peredaran usaha pd Masa Pajak Juli 2013 s.d. Des 2013 yg dikenai PPh Pasal 4 ayat (2).
 Bagi WP OP, utk menentukan Penghasilan Kena Pajak dikurangi terlebih dahulu dgn PTKP setahun.
 Angsuran PPh Pasal 25 UU PPh Masa Pajak Jan 2013 s.d. Juni 2013 dikreditkan thd PPh yg terutang
utk Thn Pajak yg bersangkutan.

IX. Penegasan Perlakuan PPh Bagi WP dgn Jenis Usaha Tertentu (Butir E SE-
32/PJ/2014/PJ/2014 & SE-38/PJ/2014/PJ/2014)

1. Perlakuan PPh bagi WP badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan (litbang)
a. Atas sisa lbh yg diterima/diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang litbang, yg tlh terdaftar pd instansi yg membidanginya, yg ditanamkan
kembali dlm bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau litbang, dlm jangka waktu
paling lama 4 thn sejak diperolehnya sisa lbh tsb bukan mrp objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3)
huruf m UU PPh.
b. Dlm hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lbh pd huruf a tdk terpenuhi, maka atas
sisa lbh tsb mrp objek pajak yg dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum UU PPh.
c. Dgn demikian perlakuan perpajakan bagi WP badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang litbang mengacu pd ketentuan umum UU PPh.
2. Perlakuan PPh bagi WP reksa dana
a. Reksa dana adalah suatu bentuk kegiatan usaha yg melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat pemodal, utk selanjutnya diinvestasikan dlm portofolio efek oleh manajer investasi yg
dpt berbentuk perseroan atau KIK sesuai UU 8 Thn 1995 ttng Pasar Modal.
b. Berdasarkan kriteria pd huruf a, maka aliran penghasilan yg diperoleh WP reksa dana termasuk
dlm kategori penghasilan yg berasal dari usaha sesuai penjelasan Pasal 4 ayat
(1) UU PPh. Shg, dlm hal WP reksa dana memenuhi kriteria PP 46 Thn 2013, maka WP reksa
dana dikenai PPh yg bersifat final sesuai PP 46 Thn 2013 beserta ketentuan pelaksanaannya.
3. Perlakuan PPh bagi WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga
pemberi dana pinjaman

C‐21‐
a. Bagi WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman
yg memenuhi kriteria sbg WP yg dikenai PPh berdasarkan PP 46 Thn 2013, atas penghasilan dari
usaha yg diterima atau diperoleh WP dikenai PPh bersifat final seb 1% dari jml peredaran bruto
setiap bulan.
b. Peredaran bruto yg menjadi dasar pengenaan pajak bagi WP bank/bank perkreditan
rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman adalah jml slr penghasilan usaha
jasa perbankan/peminjaman, antara lain:
1) pendapatan bunga, fee, komisi, dan slr penghasilan yg terkait dgn pemberian
kredit/pinjaman, tdk termasuk pembayaran pokok kredit/pinjaman;
2) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan atas simpanan di bank lain, serta diskonto
SBI, kecuali bagi WP selain bank/bank perkreditan rakyat.
c. Dlm hal WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana
pinjaman tdk memenuhi kriteria sbg WP yg dikenai PPh berdasarkan PP 46 Thn 2013, atas
penghasilan yg diterima WP dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum UU PPh.
4. Perlakuan PPh bagi WP OPPT
a. Bagi WP OP pengusaha yg memiliki peredaran bruto tdk melebihi Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak yg
memenuhi kriteria sbg WP OPPT dan kriteria sbg WP yg dikenai PPh berdasarkan PP 46 Thn
2013, atas penghasilan dari usaha yg diterima/diperoleh WP OP pengusaha tsb dikenai PPh
bersifat final seb 1% dari jml peredaran bruto setiap bulan.
b. Bagi WP OP pengusaha yg memiliki peredaran bruto melebihi Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak dan
memenuhi kriteria sbg WP OPPT, maka pengenaan PPh bagi WP tsb mengacu pd ketentuan tarif
umum UU PPh dan pembayaran angsuran pajaknya mengacu pd ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU
PPh yaitu seb 0,75% dari jml peredaran bruto setiap bulan dari @ tempat kegiatan usaha.
5. Perlakuan PPh bagi WP ajib PPAT
a. Berdasarkan ketentuan UU 30 Thn 2004 ttng Jabatan Notaris dan PP 37 Thn 1998 ttng Peraturan
Jabatan PPAT, ditegaskan bahwa WP OP yg berprofesi sbg PPAT:
1) mempunyai persamaan kewenangan dgn Notaris, yaitu mrp pejabat umum yg diberikan
kewenangan membuat akta otentik tertentu yakni akta yg berkaitan dgn pertanahan; dan
2) dpt dipersamakan dgn notaris sbg WP OP yg melakukan pekerjaan bebas.
b. Dgn demikian perlakuan perpajakan bagi WP PPAT mengacu pd ketentuan umum UU PPh.

X. Contoh-contoh (Lamp PMK-107/PMK.011/2013/PMK.011/2013)

1. Agus menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku cadangnya. Agus yg tlh
terdaftar sbg WP sejak thn 2009 memiliki 2 buah bengkel yg berada di wilayah yg berbeda, yakni
bengkel A terdaftar di KPP X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan pencatatannya selama
thn 2013 @ bengkel tsb memiliki peredaran bruto sbb:
Peredaran bruto bengkel A = Rp 100 juta
Peredaran bruto bengkel B = Rp 150 juta

Peredaran bruto yg dijadikan dasar penentuan tarif PPh yg bersifat final adalah jml peredaran bruto
bengkel A & bengkel B yakni seb Rp 250 juta. Krn total peredaran bruto selama thn 2013 < Rp 4,8 M
maka atas penghasilan dari usaha yg diterima oleh Agus pd thn 2014 dikenai PPh yg bersifat final
sebesar 1% dari peredaran bruto.

Misalkan pd bulan Jan 2014, Agus memperoleh peredaran bruto dari bengkel A & B @ seb Rp 10 juta
& Rp 15 juta, maka paling lambat pd tanggal 17 Feb 2014 (krn tanggal 15 Feb jatuh pd hari Sabtu),
Agus wajib menyetorkan PPh yg bersifat final seb:
a. Bengkel A → PPh = 1% x Rp 10 juta = Rp 100 ribu (dilaporkan ke KPP X)
b. Bengkel B → PPh = 1% x Rp 15 juta = Rp 150 ribu (dilaporkan ke KPP Y)

Pd bulan Maret 2013 sebuah perusahaan ekpedisi swasta bernama PT DEF melakukan perawatan &
reparasi 5 motor milik perusahaan tsb di bengkel A milik Agus. Tagihan yg dibuat kpd PT DEF
atas jasa perawatan & reparasi tsb seb Rp 1,5 juta. Atas tagihan tsb PT

C‐21‐
DEF melakukan pemotongan PPh Pasal 23 seb 2% x Rp 1,5 juta = Rp 30 ribu.
Namun demikian, jika Agus tlh mendapatkan SKB dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh yg
dikeluarkan oleh KPP X, atas pembayaran tagihan tsb tdk dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT
DEF.

2. Irine menjalankan usaha butik pakaian, memiliki butik pakaian di kota Batam & di Singapura. Irine tlh
terdaftar sbg WP sejak thn 2009 di KPP X. Berdasarkan pencatatannya selama thn 2013 @ butik tsb
memiliki peredaran bruto sbb:
Peredaran bruto butik di Batam = Rp 3 M
Peredaran bruto butik di Singapura = Rp 5 M
Dari peredaran bruto butik di Batam seb Rp 3 M salah satunya mrp hasil penjualan seb Rp 50 juta kpd
Mr. X seorang pengusaha dari Singapura. Selain dari penghasilan usaha butik, Irine juga memperoleh
penghasilan dari sewa apartemen di Singapura seb Rp 100 juta.

Peredaran bruto yg dijadikan dasar pengenaan PPh yg bersifat final adalah jml peredaran bruto butik di
Batam saja, yakni seb Rp 3 M. Penghasilan yg diterima Irine dari sewa apartemen & butik di
Singapura, tdk diperhitungkan dlm menghitung batasan peredaran bruto utk dpt dikenai PPh bersifat
final.

3. Hari yg berstatus kawin dgn 2 tanggungan adalah OP Pengusaha Konstruksi yg juga memiliki toko
material "ABC". Selain usaha tsb, Hari juga aktif memberikan jasa konsultansi kpd klien yg
membutuhkan sarannya. Jml slr penghasilan yg diterima oleh Hari pd thn 2013 diketahui sbb:
a. Penjualan bruto dari toko material "ABC " Rp 3,5 milyar.
b. Nilai kontrak jasa pelaksanaan konstruksi (termasuk pemakaian material dari toko "ABC") Rp 900
juta.
c. Jasa konsultansi seb Rp 500 juta.
Total peredaran bruto Hari pd thn 2013 adalah seb Rp 4,9 M (Rp 3,5 M + Rp 900 juta + Rp 500
juta).

Utk menentukan PPh dari usaha toko material "ABC " di thn 2014 dikenai tarif umum atau tarif yg
bersifat final, adalah berdasarkan peredaran bruto dari usaha toko material "ABC " saja yakni seb Rp
3,5 M. Sedangkan peredaran bruto dari jasa pelaksanaan konstruksi & jasa konsultansi tdk
diperhitungkan mengingat jasa pelaksanaan konstruksi dikenai PPh yg bersifat final dgn ketentuan PP
tersendiri dan jasa konsultansi termasuk dlm lingkup jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas.

Kewajiban pembayaran PPh Hari di thn 2014 adalah sbb:


a. PPh seb 1% bersifat final dari peredaran bruto usaha toko material "ABC", utk setiap bulannya;
b. PPh dari usaha jasa konstruksi, yg dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP tersendiri; dan
c. Angsuran PPh Pasal 25 (Jan s.d. Des), atas penghasilan dari jasa konsultasi. Misalkan biaya dari
jasa konsultasi di thn 2013 seb Rp 169,625 juta dan PPh yg tlh dipotong/dipungut pihak lain di thn
2013 seb Rp 14,75 juta, maka kewajiban angsuran PPh Pasal 25 di thn 2014 sbb:
Penghasilan bruto jasa konsultasi thn 2013 Rp 500 juta
Biaya kegiatan jasa konsultasi thn 2013 Rp 169,625 juta
PTKP (K/2) Rp 30,375 juta
Penghasilan Kena Pajak jasa konsultasi Rp 300 juta
PPh terutang jasa konsultasi Rp 38,75 juta
Pajak yg dipotong/dipungut pihak lain Rp 14,75 juta
PPh terutang Rp 24 juta
Angsuran PPh Pasal 25 atas jasa konsultasi (1/12 x Rp 24 Rp 2 juta
juta)

4. CV GHI bergerak di bidang usaha industri furnitur terdaftar sbg WP badan di KPP C sejak thn 2011.
Berdasarkan pembukuannya pd thn 2012 memiliki peredaran bruto seb Rp 390 juta.

C‐21‐
Dgn demikian tarif PPh yg bersifat final yg dikenakan thd penghasilan dari usaha yg diterima oleh CV
GHI mulai bulan Juli 2013 adalah seb 1%. Pada bulan Juli 2013, CV GHI memperoleh peredaran bruto
seb Rp 20 juta maka paling lambat pd tanggal 15 Agust 2013 CV GHI wajib menyetorkan PPh yg
bersifat final seb: PPh = 1% x Rp 20 juta = Rp 200 ribu

Berdasarkan PMK yg mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo penyetoran, dan pelaporan
pajak:
a. dlm hal CV GHI menyetorkan PPh bersifat final seb Rp 200 ribu pd tanggal 15 Agust 2013 dan
SSP-nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka CV GHI menyetor sbl tanggal jatuh tempo
pembayaran & tlh menyampaikan SPT Masa PPh tanggal 15 Agust 2013.
b. dlm hal CV GHI menyetorkan PPh bersifat final seb Rp 200 ribu pd tanggal 22 Agust 2013 dan
SSP- nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka CV GHI terlambat melakukan penyetoran &
menyampaikan SPT Masa PPh tanggal 22 Agust 2013.
Penyetoran tanggal 22 Agust yg dilakukan oleh CV GHI yg sekaligus mrp tanggal pelaporan SPT
Masa PPh tdk termasuk sbg SPT Masa yg terlambat disampaikan krn kewajiban pelaporan SPT
Masa PPh diberlakukan mulai masa pajak Jan 2014.

Pd bulan Nov 2013 SD Negeri 03 Jakarta membeli kursi & meja dari CV GHI seb Rp 10 juta. Atas
pembelian tsb Bendahara SDNi 03 Jakarta melakukan pemungutan PPh Pasal 22 seb 1,5% x Rp 10 juta
= Rp 150 ribu. Namun demikian, jika CV GHI tlh mendapatkan SKB dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh dari KPP C, atas pembelian tsb Bendahara SDN 03 Jakarta tdk melakukan
pemungutan PPh Pasal 22.

5. PT JKL yg bergerak di bidang usaha industri pengolahan gula didirikan pd thn 2012 dan pd thn yg
sama mendaftarkan diri sbg WP badan di KPP Z. PT JKL menggunakan thn buku Jan- Des. s.d. bulan
Okt 2013 PT JKL masih terus melakukan kegiatan investasi dlm bentuk pembangunan pabrik &
instalasi mesin-mesin industri dan blm melakukan kegiatan operasi scr komersial. Pd tanggal 1 Nov
2013 PT JKL mulai melakukan kegiatan operasi scr komersial berupa produksi gula dlm
kemasan.

Sesuai ketentuan Pasal 7 PMK-107/PMK.011/2013, maka utk Thn Pajak 2013, PT JKL dikenai PPh
berdasarkan tarif umum UU PPh. Mengingat bahwa 1 thn sejak beroperasi scr komersial melewati Thn
Pajak yg bersangkutan maka sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013, s.d. akhir Thn
Pajak 2014, WP masih dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh.

Dlm hal peredaran bruto usaha PT JKL s.d. tanggal 31 Okt 2014 (1 thn sejak mulai beroperasi
komersial) tlh > Rp 4,8 M, maka mulai Thn Pajak 2015 PT JKL dikenai PPh berdasarkan tarif umum
UU PPh. Dlm hal peredaran bruto usaha PT JKL s.d. tanggal 31 Okt 2014 < Rp 4,8 M maka pengenaan
PPh utk Thn Pajak 2015 memperhatikan peredaran bruto Jan s.d. Des 2014.

6. Kurnia mrp WP OP yg melakukan usaha perdagangan mobil bekas yg memiliki 1 tempat kegiatan
usaha shg Kurnia termasuk WP OP pengusaha tertentu. Peredaran bruto usaha Thn Pajak 2013 adalah
seb Rp 4 M shg pd Thn Pajak 2014 Kurnia dikenai PPh yg bersifat final. Berdasarkan pembukuan yg
dilakukan diketahui bahwa peredaran bruto usaha s.d. akhir Thn Pajak 2014 berjumlah Rp 5 M.

Dgn demikian pd Thn Pajak 2015 Kurnia dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh, dan Kurnia
wajib menyetorkan angsuran PPh Pasal 25, sesuai ketentuan angsuran bagi OP pengusaha tertentu.
Pd bulan Jan 2015 peredaran bruto dari usaha Kurnia adalah seb Rp 400 juta. Dan demikian,
penghitungan angsuran PPh Pasal 25 utk bulan Jan 2015 adalah sbb: PPh Pasal 25 = 0,75% x Rp 400
juta = Rp 3 juta

Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan selanjutnya s.d. bulan Des 2015 adalah 0,75% dikalikan peredaran
bruto pd bulan yg bersangkutan.

C‐21‐
7. Pd Thn Pajak 2014 WP PT PQR dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan PMK- 107/PMK.011/2013.
Berdasarkan pembukuan yg dilakukan diketahui bahwa peredaran bruto usaha s.d. akhir Thn Pajak
2014 berjumlah Rp 5 M.

Dgn demikian pd Thn Pajak 2015 PT PQR dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh. Pd bulan Jan
2015 slr peredaran bruto PT PQR seb Rp 200 juta, dan PPh yg dipotong/dipungut pihak lain (bukan
PPh final) adalah seb Rp 51 juta.

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 utk Thn Pajak 2015 adalah sbb:
Penghasilan bruto sebulan Rp 200 juta
Biaya-biaya Rp 150 juta
Penghasilan neto sebulan Rp 50 juta
Penghasilan neto sebulan disetahunkan Rp 600 juta
PPh terutang (12,5% x Rp 600 juta) Rp 75 juta
Pajak yg dipotong/dipungut pihak lain Rp 51 juta
PPh kurang bayar Rp 24 juta
Angsuran PPh Pasal 25 (1/12 x Rp 24 juta) Rp 2 juta

Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan selanjutnya s.d. bulan Des 2015 adalah Rp 2 juta.

8. CV MNO bergerak di bidang usaha penjualan alat tulis. Berdasarkan pembukuan yg dilakukan
diketahui hal-hal sbb:
Thn Peredaran Bruto Laba (Rugi) fiskal
2012 Rp 4 M (Rp 300 juta)
2013 Rp 5 M (Rp 200 juta)*)
2014 Rp 8 M Rp 500 juta
*) rugi Juli-Des 2013

Berdasarkan data tsb maka CV MNO dpt melakukan kompensasi kerugian thn 2012 seb Rp 300 juta
mulai thn 2013 s.d. thn 2017.

Pd thn 2013 CV MNO dikenai PPh yg bersifat final seb 1% shg kerugian pd tahun tsb yakni seb Rp
200 juta tdk dpt dikompensasikan pd Thn Pajak berikutnya.

Pd thn 2014, CV MNO tdk lagi dikenai PPh yg bersifat final seb 1% tetapi dikenai PPh sesuai tarif
umum UU PPh. Penghasilan Kena Pajak 2014 adalah seb Rp 200 juta yaitu laba fiskal thn 2014 seb Rp
500 juta dikurangi kompensasi kerugian thn 2012 seb Rp 300 juta.

C‐21‐
B. FAQ PPh ATAS PENGHASILAN DARI USAHA WP DGN PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Umum

1. Mengapa WP kecil sekarang hrs membayar pajak?


Jawaban :
Membayar pajak mrp kewajiban slr warga negara dan diatur dlm UUD 1945. PP 46 Thn 2013 memberikan
kemudahan penghitungan bagi WP yg ingin berkontribusi kpd negara. Sedangkan bagi warga negara yg tdk
memenuhi syarat objektif & subjektif sesuai UU PPh dibebaskan dari kewajiban tsb.

2. Mengapa WP yg mengalami kerugian hrs membayar pajak?


Jawaban :
 Sesuai ketentuan yg berlaku, Pemerintah dpt menerapkan kebijakan PPh bersifat final, yg penghitungannya
didasarkan pd peredaran usaha dan pelaksanaannya diatur tersendiri dgn PP berdasarkan bbrp pertimbangan
antara lain kesederhanaan dan kemudahan dlm pemenuhan kewajiban perpajakan.
 Penghitungan PPh-nya berdasarkan peredaran bruto, maka WP tdk perlu lagi menghitung besarnya biaya
(biaya listrik, gaji, penyusutan, dan lain-lain) dlm rangka menentukan laba bersih sbl pajak. Maka dlm
penghitungan PPh yg bersifat final ini, tdk relevan lagi dibahas masalah keuntungan dan kerugian.

Subjek & Bukan Subjek Pajak

3. WP manakah yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?


Jawaban :
WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 adalah WP yg memiliki peredaran bruto tertentu dgn
kriteria:
Kriteria Keterangan
a. WP OP atau WP badan, dan Tdk termasuk BUT
b. menerima penghasilan dari usaha dgn Tdk termasuk penghasilan dari jasa
peredaran bruto < Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak sehubungan dgn pekerjaan bebas
(Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 2 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)

4. Apakah semua WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Berikut adalah WP yg penghasilan usahanya < Rp 4,8 M, namun tdk dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
berdasarkan PP 46 Thn 2013:
WP Keterangan Dasar Hukum
WP OP melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg dlm Pasal 2 ayat (3) PP
usahanya menggunakan: 46 Thn 2013 jo. Pasal
a. sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang baik yg 2 ayat (4) PMK-
menetap maupun tdk menetap; dan 107/PMK.011/2013)
b. sebagian atau seluruh tempat utk kepentingan umum yg tdk
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
WP a. blm beroperasi scr komersial; atau (Pasal 2 ayat (4) PP
Badan b. dlm jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 46 Thn 2013 jo. Pasal
memperoleh peredaran bruto > Rp 4,8 M. 2 ayat (5) PMK-
107/PMK.011/2013)

5. Bagaimana cara menentukan apakah WP pada Thn Pajak 2013 dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013 atau tdk?
Jawaban :
Pengenaan PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 didasarkan pd peredaran bruto dari usaha dlm 1
thn dari Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak yg bersangkutan.
Kondisi WP Dasar Peredaran Bruto Contoh
WP yg terdaftar sbl Thn Dihitung berdasakan peredaran bruto Penjelasan Pasal 10

C‐21‐
Pajak 2013 tahun 2012 (setahun penuh atau huruf a angka 1) PP 46
disetahunkan apabila peredaran bruto Thn 2013
tdk setahun penuh)
WP baru terdaftar pd thn Dihitung dari bulan saat WP terdaftar Penjelasan Pasal 10
pajak 2013 sbl 1 Juli 2013 s.d. bulan Juni 2013 kemudian huruf a angka 2) PP 46
disetahunkan Thn 2013
WP baru terdaftar sejak 1 Dihitung dari peredaran bruto pd bulan Penjelasan Pasal 10
Juli 2013 pertama diperolehnya penghasilan dari huruf a angka 3) PP 46
usaha kemudian disetahunkan Thn 2013
(Pasal 10 dan Penjelasan Pasal 10 PP 46 Thn 2013)

Objek dan Bukan Objek Pajak

6. Apakah yg dimaksud dgn peredaran bruto mnr PP 46 Thn 2013?


Jawaban :
Peredaran bruto adalah slr penerimaan atau perolehan dari kegiatan usaha di Indonesia. Peredaran bruto adalah
penerimaan atau perolehan stl dikurangi dgn retur dan potongan tunai dlm bulan yg bersangkutan sesuai
pencatatan atau pembukuan WP.

7. Apakah semua penghasilan yg diterima oleh WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas
dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Tdk. Tdk semua penghasilan yg diterima oleh WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas dikenakan PPh
Final berdasarkan PP 46 Thn 2013. Peredaran bruto < Rp 4,8 M ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari
usaha seluruhnya termasuk usaha cabang, tdk termasuk peredaran bruto dari:
WP Tarif PPh
Penghasilan yg diterima atau diperoleh dari jasa sehubungan pekerjaan Tarif Umum UU
bebas, meliputi: PPh
a. tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas, yg terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, dan penari;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. agen iklan;
g. pengawas atau pengelola proyek;
h. perantara;
i. petugas penjaja barang dagangan;
j. agen asuransi; dan
k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
(Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 2 ayat (3) PMK-
107/PMK.011/2013)
Penghasilan dari LN
Penghasilan yg dikecualikan dari objek pajak Tdk dikenakan
PPh
Penghasilan dari usaha yg dikenakan PPh Final berdasarkan ketentuan Final
perpajakan tersendiri
(Pasal 3 ayat (2), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)

8. Apakah jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas bisa dilakukan oleh Badan, atau hanya berlaku
bagi OP sesuai definisi Pasal 1 Angka 24 UU KUP?
Jawaban:
Pengertian pekerjaan bebas mengacu pd Pasal 1 Angka 24 UU KUP, yaitu pekerjaan yg dilakukan oleh OP.

C‐21‐
9. Apakah peredaran bruto yg menjadi Dasar Pengenaan Pajak didasarkan pd pembukuan atau
berdasarkan penghasilan bruto yg tlh diterima scr tunai?
Jawaban:
Disesuaikan dgn yg diselenggarakan oleh WP. Jika WP menyelanggarakan pembukuan, maka peredaran bruto
berdasarkan pembukuan. Namun, jika WP menyelenggarakan pencatatan, maka peredaran bruto dihitung
berdasarkan cash basis (sesuai Pasal 4 ayat (1) PER-4/PJ/2009).

10. Apa pengertian dari usaha? Apa maksud dari dicantumkannya petikan Pasal 4 ayat (1) UU PPh
di dlm Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Dicantumkannya Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP sebenarnya adalah sbg bridging krn memang tdk ada
definisi mengenai usaha. Shg bisa terlihat bahwa yg menjadi sasaran PP 46 Thn 2013 adalah penghasilan dari
usaha dan kegiatan.
Utk koperasi simpan pinjam, penghasilan berupa bunga yg diterima adalah penghasilan dari usaha. Namun, bagi
suatu perusahaan yg kebetulan memiliki idle cash dan memberikan pinjaman, atas bunga yg diterima atas
pinjaman tsb bukan mrp penghasilan dari usaha, melainkan penghasilan dari modal. Termasuk juga misalnya,
perusahaan yg usahanya melakukan penyewaan kendaraan/rental (contohnya bus Hiba), maka penghasilan tsb
mrp penghasilan dari usaha.

11. Apakah penghasilan yg diterima dari penyewaan harta selain tanah & bangunan, dpt dikenakan
PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Ya, sepanjang itu adalah penghasilan utamanya.

12. Apakah yg dimaksud dgn "peredaran bruto"? Jika suatu perusahaan yg bergerak di bidang
manufaktur, namun dlm thn yg sama mendapatkan dividen, mendapatkan bunga pinjaman,
kemudian mendapatkan uang sewa dari menyewakan peralatannya kpd pihak lain dan ada
penjualan aktiva berupa kendaraan bermotor. Dari penghasilan tsb, yg mana yg termasuk
"peredaran bruto" utk menentukan apakah badan tsb memenuhi batasan peredaran bruto <
Rp 4,8 M?
Jawaban:
Selama penghasilan lain tsb bukan dlm rangka kegiatan usahanya, maka tdk termasuk dlm peredaran bruto yg
dikenakan PP 46 Thn 2013.

Tarif dan Cara Penghitungan

13. Berapa tarif PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?


Jawaban:
Besarnya tarif PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 adalah 1%. (Pasal 3 ayat
(2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 4 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)

14. Bagaimana cara menghitung PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?


Jawaban:
Penghitungan Keterangan Contoh
PPh = tarif x DPP Tarif = 1% Angka 1 Lamp
= 1% x peredaran bruto tiap bulan PMK-
107/PMK.011/2013
DPP = jml peredaran bruto tiap
bulan, utk tiap tempat usaha
(Pasal 4 ayat (1) & (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)

15. Pd suatu thn, WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013. Pd suatu bulan dlm thn
tsb, penghasilan WP sdh > Rp 4,8 M. Apakah pd thn tsb WP tetap akan dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Ya. Pd thn tsb, WP tetap dikenai tarif PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013.

C‐21‐
Thn Pajak Tarif PPh Contoh
Thn Pajak ybs WP tetap dikenai tarif PPh Final s.d. Thn Pajak Penjelasan Pasal 3 ayat
ybs. (3) PP 46 Thn 2013
Thn Pajak berikutnya WP dikenai tarif PPh berdasarkan UU PPh Penjelasan Pasal 3 ayat
(4) PP 46 Thn 2013
(Pasal 3 ayat (3) & (4) PP 46 Thn 2013)

Transaksi dgn Pemotong/Pemungut

16. WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 bertransaksi dgn Pemotong/
Pemungut PPh. Apakah WP tetap membayar PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 atau WP
dipotong/dipungut oleh Pemotong/Pemungut sesuai dgn ketentuan pemotongan/pemungutan
PPh yg berlaku?
Jawaban:
Atas penghasilan dari usaha yg diterima atau diperoleh WP yg berdasarkan ketentuan perpajakan wajib
dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg tdk bersifat final, dpt dibebaskan dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh oleh pihak lain melalui SKB yg diterbitkan oleh Kepala KPP tempat WP terdaftar atas nama
Dirjen Pajak berdasarkan permohonan WP.
(Pasal 6 ayat (1) - (3) PMK-107/PMK.011/2013)

Kompensasi Kerugian

17. Apakah WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 dpt mengkompensasikan
kerugian yg dideritanya?
Jawaban:
Ya. WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 dpt melakukan kompensasi kerugian dgn
syarat:
a. menyelenggarakan pembukuan, dan
b. kerugian dikompensasikan dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh yg bersifat final. (Pasal
8 PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 8 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
Selain syarat di atas, terdapat ketentuan tambahan mengenai kompensasi kerugian bagi WP yg dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013, yaitu:
a. kompensasi kerugian dilakukan mulai Thn Pajak berikutnya berturut-turut s.d. 5 Thn Pajak;
b. Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final, tetap diperhitungkan sbg bagian dari jangka waktu utk
melakukan kompensasi kerugian;
c. kerugian pd suatu Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final, tdk dpt dikompensasikan pd Thn Pajak
berikutnya.
(Pasal 8 PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 8 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)

18. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd thn 2013 (sejak Juli 2013). Apakah
WP masih bisa melakukan kompensasi kerugian yg diderita selama bulan Jan 2013 s.d. Juni
2013? Jawaban:
Ya. Kerugian pd bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dpt dilakukan kompensasi dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh yg
bersifat final pd Thn Pajak berikutnya dgn syarat: WP wajib melampirkan laporan rugi laba bulan Jan 2013 s.d.
Juni 2013 dlm SPT Tahunan PPh thn 2013.
(Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)

Angsuran PPh Pasal 25

19. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd suatu thn pajak. Apakah WP masih
diwajibkan mengangsur PPh Pasal 25 pd thn pajak tsb?
Jawaban:
Kondisi WP Kewajiban PPh Pasal 25
Hanya menerima atau memperoleh Tdk wajib melakukan pembayaran angsuran
penghasilan yg dikenai PPh Final pajak PPh Pasal 25
berdasarkan PP 46 Thn 2013
Selain menerima atau memperoleh Atas penghasilan yg dikenai PPh berdasarkan tarif
penghasilan yg dikenai PPh Final umum UU PPh wajib dibayar angsuran PPh

C‐21‐
C‐21‐
berdasarkan PP 46 Thn 2013 juga menerima atau Pasal 25
memperoleh penghasilan yg dikenai PPh
berdasarkan tarif umum UU PPh
(Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK-107/PMK.011/2013)

20. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd suatu thn pajak. Pd thn pajak
berikutnya, WP dikenakan tarif umum berdasarkan UU PPh dan diwajibkan mengangsur PPh
Pasal 25 krn peredaran bruto thn pajak sebelumnya tlh > Rp 4,8 M. Bagaimana cara
menghitung angsuran PPh Pasal 25 utk thn pajak tsb?
Jawaban:
WP Angsuran PPh Pasal 25
WP sesuai Pasal 25 ayat (7) huruf b UU PPh: Sesuai dgn besarnya angsuran pajak sesuai
bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa, dan WP PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-
lainnya yg berdasarkan ketentuan hrs 208/PMK.03/2009
membuat LK berkala
WP sesuai Pasal 25 ayat (7) huruf c UU PPh: WP Sesuai dgn besarnya angsuran pajak sesuai
OPPT dgn tarif paling tinggi 0,75% dari PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-
peredaran bruto 208/PMK.03/2009
Contoh: Angka 6 Lamp PMK-107/PMK.011/2013
WP selain WP Pasal 25 ayat (7) huruf b dan Angsuran pajak diberlakukan seperti WP baru.
huruf c UU PPh Contoh: Angka 7 Lamp PMK-107/PMK.011/2013
Catatan: Utk WP OP, jml penghasilan neto yg
disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dgn
PTKP
(Pasal 9 ayat (3) & (4) PMK-107/PMK.011/2013)

21. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd suatu thn pajak. Pd thn pajak
berikutnya, WP dikenakan tarif umum berdasarkan UU PPh dan diwajibkan mengangsur PPh
Pasal 25 krn peredaran bruto thn pajak sebelumnya tlh > Rp 4,8 M. Apakah WP tsb boleh
mengkreditkan angsuran PPh Pasal 25-nya?
Jawaban:
Ya. Angsuran PPh Pasal 25 dan pajak yg tlh dipotong dan/atau dipungut pihak lain boleh dikreditkan thd PPh yg
terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan, kecuali utk penghasilan yg pengenaan pajaknya bersifat final.
(Pasal 9 ayat (5) PMK-107/PMK.011/2013)

22. Dlm Contoh Penghitungan Angka 7 Lamp PMK-107/PMK.011/2013, disebutkan bahwa:


“Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan selanjutnya s.d. bulan Des adalah Rp 2 juta” (sesuai dgn
data penghasilan dan biaya bulan Jan). Sedangkan dlm PMK-255/PMK.03/2008 disebutkan:
“Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP baru adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yg disetahunkan, dibagi 12”. Jadi, cara
yg mana yg seharusnya diterapkan?
Jawaban:
Utk kepastian hukum, khusus utk WP yg sebelumnya dikenakan PP 46 Thn 2013 maka mengikuti ketentuan di
Lamp PMK-107/PMK.011/2013 tsb. Namun, utk WP yg benar-benar baru, maka tetap mengikuti
PMK-255/PMK.03/2008.

Penyetoran dan Pelaporan

23. Bagaimana tata cara penyetoran PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
WP wajib menyetor PPh terutang:
 ke kantor pos atau bank yg ditunjuk oleh Menkeu,
 dgn menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yg dipersamakan dgn SSP, yg tlh mendapat validasi
dgn NTPN,
 Kode MAP 411128 & KJS 420,
 paling lama tanggal 15 bulan berikutnya stl Masa Pajak berakhir.
(Pasal 10 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013 jo. Pasal I dan Lamp PER-34)

C‐21‐
24. Bagaimana tata cara pelaporan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
SPT Keterangan Dasar Hukum
SPT WP yg melakukan pembayaran PPh Final berdasarkan PP 46 Thn Pasal 10 ayat (2) &
Masa 2013 wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lama 20 hari stl ayat (3) PMK-
Masa Pajak berakhir. 107/PMK.011/2013
→ WP yg tlh melakukan penyetoran PPh Final berdasarkan PP 46 Thn
2013 Thn 2013, dianggap tlh menyampaikan SPT Masa PPh Final
Pasal 4 ayat (2), sesuai dgn tanggal validasi
NTPN yg tercantum pd SSP.
SPT WP yg atas slr atau sebagian penghasilannya tlh dikenai PPh Final Pasal 11 PMK-
Tahunan berdasarkan PP 46 Thn 2013, kewajiban penyampaian SPT Tahunan 107/PMK.011/2013
PPh adalah sesuai ketentuan Pasal 3 UU KUP
dan peraturan pelaksanaannya beserta perubahannya

25. Bagaimana halnya dgn setoran PPh Pasal 25 yg tlh dibayar sekaligus dimuka utk Thn Pajak 2013? Jawaban:
Atas angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Juli s.d. Des 2013 yg sdh disetor sblm diberlakukannya PP 46 Thn
2013/2013, dapat dipindahbukukan (Pbk) ke setoran Pajak PPh Pasal 4(2) yang terutang.

Lain-lain

26. Apakah WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 wajib membuat pembukuan
terpisah sesuai PP 94 Thn 2010, termasuk utk thn pertama, yaitu thn 2013?
Jawaban:
Ya, tetap mengikuti ketentuan yg berlaku. LK yg dilampirkan di SPT Tahunan sama seperti biasa (meliputi 1
thn buku). Namun, khusus utk WP yg ingin melakukan kompensasi atas kerugian bulan Jan s.d. Juni 2013
wajib melampirkan laporan rugi laba bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dlm SPT Tahunan PPh thn 2013 sesuai Pasal
15 PMK-107.

27. Utk transaksi bisnis yg memakai valas namun menyelenggarakan pembukuan dgn mata uang
rupiah dgn kurs tengah BI, apakah penghitungan omsetnya mengacu ke pembukuan atau
memakai kurs pajak (KMK)?
Jawaban:
Penghitungan omsetnya mengacu ke pembukuan WP (dlm hal ini menggunakan kurs tengah BI), sedangkan
kurs KMK digunakan jika atas suatu transaksi dikenakan pemotongan/pemungutan pajak.

Sumber: http://p2humas.intranet.pajak.go.id/tkb/engine/faq/view.php?id=1212,
http://p2humas.intranet.pajak.go.id/tkb/engine/faq/view.php?id=1222,
Buku Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu (dgn
bbrp perubahan seperlunya oleh penyusun)

C‐21‐
PENGGUNAAN NILAI BUKU ATAS PENGALIHAN HARTA DLM RANGKA
PENGGABUNGAN, PELEBURAN ATAU PEMEKARAN USAHA

Dasar Hukum:
 PMK-43/PMK.03/2008 (berlaku sejak 13 Maret 2008) ttg Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dlm
Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha
 PER-28/PJ/2008 (berlaku sejak 19 Juni 2008) ttg Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai
Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha
SE terkait:
 SE-45/PJ/2008 ttg Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan PMK-43/PMK.03/2008

WP yg Dpt Menggunakan Nilai Buku dlm Rangka Restrukturisasi Perusahaan:


1. WP yg melakukan MERGER
Yg mengajukan permohonan utk penggunaan nilai buku → WP yg menerima harta Merger
meliputi:
o Penggabungan usaha → penggabungan dari 2 atau lbh WP Badan yg modalnya terbagi atas saham dgn
cara tetap mempertahankan tetap berdirinya salah satu badan usaha yg tdk mempunyai sisa kerugian atau
mempunyai sisa kerugian lbh kecil (A+B =A)
→ Yg dimaksud sisa kerugian adalah sisa kerugian fiskal & komersial
Pihak yg menerima pengalihan harta dlm rangka penggabungan usaha adalah WP yg tdk mempunyai
sisa kerugian atau yg mempunyai sisa kerugian yg lbh kecil dibandingkan dgn WP yg mengalihkan harta
berdasarkan sisa kerugian fiskal & komersial. (Angka 2 SE-45/PJ/2008)
WP yg menerima pengalihan harta = surviving company
WP yg mengalihkan harta = transferor company
o Peleburan usaha → penggabungan dari 2 atau lbh WP Badan yg modalnya terbagi atas saham dgn cara
mendirikan badan usaha baru (A+B=C)

WP yg melakukan merger dgn menggunakan nilai buku, tdk boleh mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian
dari WP yg menggabungkan diri/WP yg dilebur. (Pasal 3 PMK-43/PMK.03/2008)
2. WP yg melakukan PEMEKARAN USAHA sesuai ketentuan dlm Pasal 1 ayat (6) PER-28/PJ/2008
Yg mengajukan permohonan utk penggunaan nilai buku → WP yg mengalihkan harta WP yg
melakukan pemekaran usaha yg dpt menggunakan nilai buku, yaitu:
o WP yg blm Go Public yg akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/
IPO); atau
o WP yg tlh Go Public sepanjang slr badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran
umum perdana (IPO)
Pemekaran usaha adalah pemisahan WP Badan yg modalnya terbagi atas saham menjadi 2 WP Badan atau
lbh dgn cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kpd badan usaha baru
tsb yg dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yg lama (A= A+B)

Persyaratan Agar Dpt Menggunakan Nilai Buku: (Pasal 2 PMK-43/PMK.03/2008 dan Pasal 2 PER-
28/PJ/2008)
1. Mengajukan permohonan kpd DJP dgn disertai alasan dan tujuan dilakukannya merger
atau pemekaran usaha (Pasal 3 ayat (1) PER-28/PJ/2008) Yg
mengajukan permohonan (Pemohon):
 Jika dlm rangka merger: Pemohon adalah WP yg menerima harta
 Jika dlm rangka pemekaran usaha: Pemohon adalah WP yg mengalihkan harta
2. Melunasi slr utang pajak dari setiap badan usaha terkait
Pelunasan slr utang pajak ini wajib dipenuhi oleh WP yg mengalihkan harta dan WP yg menerima harta,
termasuk utang pajak dari cabang atau perwakilan yg terdaftar di KPP di lokasi.
3. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (Business purpose test)
Di dlm Angka 4 SE-45/PJ/2008, diatur juga bahwa LK WP yg mengalihkan harta dan LK WP yg menerima
harta hrs diaudit oleh Akuntan Publik, khususnya utk thn pajak dilakukannya pengalihan harta.

C‐
Persyaratan Business Purpose Test:
WP dianggap memenuhi persyaratan business purpose test jika:
 Tujuan utama dari meger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi usaha yg kuat dan
memperkuat struktur permodalan serta tdk dilakukan utk penghindaran pajak;
 Kegiatan usaha WP yg mengalihkan harta masih berlangsung s.d. tanggal efektif merger;
 Kegiatan usaha WP yg mengalihkan harta sbl merger terjadi wajib dilanjutkan oleh WP yg
menerima pengalihan harta paling singkat 5 thn stl tanggal efektif merger;
 Kegiatan usaha WP yg menerima harta dlm rangka merger tetap berlangsung paling singkat 5 thn stl
tanggal efektif merger;
 Kegiatan usaha WP yg menerima harta dlm rangka pemekaran usaha wajib berlangsung paling
singkat 5 thn stl tanggal efektif pemekaran usaha; dan
 Harta yg dimiliki oleh WP yg menerima harta stl terjadinya merger atau pemekaran usaha tdk
dipindahtangankan oleh WP yg menerima harta paling singkat 2 thn stl tanggal efektif merger atau
pemekaran usaha.
Keterangan:
Apabila WP yg menerima harta melakukan penjualan atas harta yg dialihkan, sebelum lewat jangka
waktu 2 thn stl tanggal efektif merger atau pemekaran usaha, WP tsb wajib menyampaikan pernyataan
tertulis bahwa harta tsb layak dijual demi meningkatkan efisiensi perusahaan dan disertai dgn bukti
pendukung. Pernyataan tertulis disampaikan paling lama 1 bulan stl terjadinya penjualan harta kpd
Kepala Kanwil DJP tempat WP yg menerima harta terdaftar. Format pernyataan tertulis dpt dilihat di
Lamp V PER-28/PJ/2008.
Business purpose test wajib dipenuhi oleh WP yg melakukan merger dlm bidang usaha yg sama
maupun dlm bidang usaha yg tdk sama serta pemekaran usaha. (Angka 6 SE-45)

Tatacara Pengajuan Permohonan & Penerbitan Keputusan DJP:


1. Permohonan diajukan kpd Kepala Kanwil DJP yg membawahi KPP pemohon terdaftar; (Pasal 3 ayat (2)
PER-28/PJ/2008)
2. Permohonan diajukan paling lama 6 bulan stl tanggal efektif merger atau pemekaran usaha dilakukan;
(Pasal 3 ayat (2) PER-28/PJ/2008)
3. Pemohon: (Pasal 3 ayat (1) PER-28/PJ/2008)
o Dlm rangka merger: WP yg menerima harta
o Dlm rangka pemekaran usaha: WP yg mengalihkan harta
4. Bentuk/ Format surat: (Pasal 3 ayat (3) PER-28/PJ/2008)
o Surat Permohonan: sesuai format dlm Lamp I PER-28/PJ/2008
o Surat Pernyataan yg menyatakan alasan & tujuan merger atau pemekaran usaha: sesuai format dlm Lamp
II PER-28/PJ/2008
o Daftar Isian dan Surat Pernyataan dlm rangka business purpose test: sesuai format dlm Lamp III PER-
28/PJ/2008
5. SK diterbitkan paling lama 1 bulan sejak diterimanya permohonan scr lengkap dari WP
SK diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Dirjen Pajak. Apabila jangka dlm jangka waktu 1 bulan,
Kepala Kanwil DJP tdk memberikan keputusan, maka permohonan WP dianggap diterima. (Pasal 3 ayat (4) dan
(5) PER-28/PJ/2008)

Kewajiban bagi WP yg Melakukan Pemekaran Usaha yg Tlh Mendapat Persetujuan Penggunaan


Nilai Buku:
 WP yg akan menjual sahamnya di bursa efek, paling lama 1 thn stl memperoleh persetujuan utk menggunakan
nilai buku, hrs sdh mengajukan pernyataan pendaftaran kpd BAPEPAM-LK dlm rangka IPO dan pernyataan
pendaftaran tsb tlh menjadi efektif. (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2008)
 Jangka waktu 1 thn ini dpt diperpanjang paling lama 2 thn, dlm hal terdapat keadaan di luar kekuasaan WP, dgn
persetujuan Kepala Kanwil DJP. (Pasal 7 ayat (2) PER-28/PJ/2008)
 Apabila stl lewat waktu 3 thn, WP blm dpt melaksanakan IPO, jangka waktu tsb dpt diperpanjang paling lama 1
thn stl mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak. (Pasal 7 ayat (3) PER-28/PJ/2008)
 Perlakuan Jika WP Tdk Memenuhi Persyaratan yg Ditentukan (Pengenaan
Sanksi): WP hrs menghitung kembali nilai pengalihan hartanya berdasarkan nilai
pasar,
1. Jika dlm jangka waktu 5 thn Dirjen Pajak melalui penelitian atau pemeriksaan menemukan bukti bahwa:
 merger atau pemekaran usaha tdk memenuhi persyaratan business purpose test; atau

C‐
 dlm hal harta yg dimiliki oleh WP yg menerima pengalihan harta, dipindahtangankan sebelum 2 thn stl
tanggal efektif merger atau pemekaran usaha namun WP yg menerima harta:
 tdk menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tsb layak dijual; atau
 menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tsb layak dijual tetapi pernyataan tsb tdk sesuai
dgn keadaan yg sebenarnya
2. Jika WP yg tlh memperoleh persetujuan Dirjen Pajak utk menggunakan nilai buku dlm rangka
merger atau pemekaran usaha, namun:
 blm dpt melaksanakan IPO; atau
 tlh memperoleh persetujuan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan IPO tetapi sampai jangka waktu
perpanjangan yg diberikan blm dpt melaksanakan IPO
Kpd WP yg dikenai sanksi utk menghitung kembali nilai pengalihan dgn menggunakan nilai pasar akan
diterbitkan SK pencabutan atas SK persetujuan. SK pencabutan atas SK persetujuan tsb diterbitkan
oleh Kepala Kanwil DJP atas nama DJP. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan SK pencabutan tsb Dirjen Pajak
menerbitkan skp.
(Pasal 8 PER-28/PJ/2008 dan Angka 17 SE-45/PJ/2008)

Angsuran PPh Pasal 25:


 Apabila Merger atau Pemekaran usaha dilakukan dlm thn pajak berjalan, maka jml angsuran PPh Pasal 25 dari
pihak-pihak yg menerima pengalihan/harta tdk boleh lbh kecil dari jml angsuran PPh Pasal 25 yg wajib dibayar
oleh pihak yg mengalihkan. (Pasal 5 ayat (1) PMK-43/PMK.03/2008)
 Jika stl merger WP yg menerima pengalihan/harta mengalami penurunan usaha, WP yg bersangkutan dpt
mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan yg berlaku. (Angka 13
SE-45/PJ/2008)

Perlakuan PPh yg Tlh Dibayar Sbl Merger atau Pemekaran Usaha:


Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan PPh yg tlh dilakukan oleh pihak yg mengalihkan sbl dilakukannya
merger atau pemekaran usaha dpt dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan, atau pemotongan PPh
dari WP yg menerima pengalihan. (Pasal 5 ayat (2) PMK-43/PMK.03/2008)

Pencatatan Harta yg Dialihkan: (Angka 10 SE-45/PJ/2008)


 Jika pengalihan harta tdk mendapatkan persetujuan Dirjen Pajak utk menggunakan nilai buku, maka pengalihan
slr harta tsb hrs dinilai dgn harga pasar dan atas keuntungan yg diperoleh dikenakan PPh sesuai dgn ketentuan
perpajakan yg berlaku.
 Jika pengalihan harta dgn menggunakan nilai buku tlh mendapat persetujuan Dirjen Pajak, WP yg menerima
pengalihan harta tsb hrs mencatat nilai perolehannya sesuai nilai buku sebagaimana yg tercantum dlm
pembukuan WP yg mengalihkan harta.
 Jika WP sbl merger atau pemekaran usaha tlh melakukan penilaian kembali aktiva tetap, nilai buku yg dicatat
adalah nilai buku stl dilakukan penilaian kembali aktiva tetap.

Penyusutan & Amortisasi harta yg Dialihkan: (Angka 11 SE-45/PJ/2008)


 Penyusutan & amortisasi atas harta yg dialihkan utk thn buku terjadinya pengalihan harta dilakukan scr
prorata (perhitungan bulanan) berdasarkan masa manfaat yg tersisa sebagaimana tercantum dlm pembukuan WP
yg mengalihkan harta.
 Bagi WP yg mengalihkan harta, penyusutan & amortisasi atas harta yg dialihkan dihitung scr prorata sampai dgn
bulan dilakukannya pengalihan harta. Dan menggunakan metode penyusutan & amortisasi yg dianut WP yg
bersangkutan.
 Bagi WP yg menerima harta, penyusutan & amortisasi atas harta yg diterima dihitung scr prorata sebanyak sisa
bulan sesudah bulan pengalihan harta. Dan menggunakan metode penyusutan & amortisasi yg dianut WP yg
bersangkutan.

Kompensasi Timbal Balik (Offset) Utang-Piutang: (Angka 12 SE-45/PJ/2008)


Jika antara pihak yg mengalihkan harta dgn pihak yg menerima pengalihan harta terjadi kompensasi timbal-
balik utang piutang, maka:
 penghapusan utang bagi pihak debitur (pihak yg berhutang) → bukan mrp penghasilan;
 penghapusan piutang bagi pihak kreditur (pihak yg memiliki piutang) → bukan mrp biaya.

C‐
Penyampaian SPT Masa/ SPT Tahunan dlm Hal Merger atau Pemekaran Dilakukan dlm Thn
Berjalan: (Angka 14 SE-45/PJ/2008)
 Kewajiban penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi WP yg mengalihkan harta berakhir sampai dgn masa
pajak/thn pajak dilakukannya merger;
 Kewajiban penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi WP baru yg menerima harta dlm rangka peleburan &
pemekaran usaha, dimulai sejak WP terdaftar di KPP segera stl pendirian badan usaha baru.

Pemeriksaan Pajak Menyangkut Thn-Thn Sbl Merger: (Angka 15 SE-45/PJ/2008)


Apabila stl merger dilakukan pemeriksaan pajak thd WP yg mengalihkan harta, menyangkut thn-thn pajak sbl
merger, skp hasil pemeriksaan tsb serta tindakan penagihan dan/atau restitusinya diterbitkan atas nama dan
NPWP WP yg mengalihkan harta q.q nama & NPWP WP yg menerima harta.

Ketentuan thd Pemegang Saham: (Angka 16 SE-45/PJ/2008)


Apabila pemegang saham dari WP yg mengalihkan harta tdk setuju dgn rencana pengalihan harta, dan pemegang
saham tsb memilih utk menjual sahamnya, maka:
 atas selisih lbh antara harga perolehan dgn harga jual mrp penghasilan pemegang saham tsb dan terutang PPh
sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku.
 atas selisih kurang antara harga perolehan dgn harga jual yg diterima pemegang saham tsb, dpt dibebankan sbg
biaya, dgn syarat sepanjangan pemegang saham tsb menyelenggarakan pembukuan.

Masa Transisi (Ketentuan Peralihan): (Angka 18 SE-45/PJ/2008)


Permohonan penggunaan nilai buku dlm rangka merger atau pemekaran usaha yg diajukan:
 sbl berlakunya PMK-43/PMK.03/2008 namun permohonan tsb masih dlm proses penelitian & evaluasi stl
berlakunya PMK-43, dilaksanakan dan diproses sesuai dgn tata cara berdasarkan ketentuan sbl berlakunya
PMK-43.
 stl berlakunya PMK-43/PMK.03/2008 namun sbl berlakunya PER-28/PJ/2008, dilaksanakan sesuai dgn tata cara
berdasarkan ketentuan PMK-43 dan SE-21/PJ.42/1999 jo SE-42/PJ.42/1999.

C‐
DIVIDEN YG DIPEROLEH WP DN ATAS PENYERTAAN MODAL PD BADAN USAHA DI LN
SELAIN BADAN USAHA YG MENJUAL SAHAMNYA DI BURSA EFEK

Dasar Hukum:
 UU PPh
 PMK-256/PMK.03/2008
 PER-59/PJ/2010 (berlaku mulai tanggal 15 Des 2010)

Saat Diperolehnya Dividen: (Pasal 1 PER-59/PJ/2010)


a. pd bulan ke-4 stl berakhirnya batas waktu kewajiban/penyampaian SPT Tahunan PPh badan usaha di LN tsb utk
thn pajak yg bersangkutan;
atau
b. pd bulan ke-7 stl thn pajak berakhir apabila badan usaha di LN tsb tdk memiliki kewajiban utk menyampaikan
SPT Tahunan PPh atau tdk ada ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.

Kriteria WP DN: (Pasal 2 PER-59/PJ/2010)


WP DN yg
a. memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jml saham yg disetor pd badan usaha di LN; atau
b. scr bersama-sama dgn WP DN lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jml saham yg disetor
pd badan usaha di LN.

Besarnya Dividen: (Pasal 3 PER-59/PJ/2010)


(1) Besarnya dividen yg wajib dihitung oleh WP DN dlm Pasal 2 PER-59/PJ/2010 adalah seb jml dividen yg
menjadi haknya thd laba stl pajak yg sebanding dgn penyertaannya pd badan usaha di LN selain badan usaha
yg menjual sahamnya di bursa efek.
(2) Ketentuan pd ayat (1) tdk berlaku apabila sbl batas waktu Saat Diperolehnya Dividen, badan usaha di LN
tsb sdh membagikan dividen yg menjadi hak WP.
(3) Laba stl pajak pd ayat (1) adalah laba usaha sesuai dgn LK berdasarkan SAK yg lazim berlaku di negara yg
bersangkutan, stl dikurangi dgn PPh yg terutang di negara tsb.
(4) Dividen pd ayat (1) tsb wajib dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh utk thn pajak saat dividen tsb dianggap
diperoleh.
(5) WP DN pd ayat (1) atau ayat (2) wajib melampirkan LK dari badan usaha di LN pd SPT Tahunan PPh.

Aturan Tambahan: (Pasal 4 PER-59/PJ/2010)


(1) Dlm hal WP DN pd Pasal 2 menerima pembagian dividen dlm jml yg melebihi jml dividen yg dilaporkan pd
Pasal 3 ayat (1), atas kelebihan jml dividen tsb wajib dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh pd thn pajak
dibagikannya dividen tsb.
(2) Dlm hal WP DN menerima pembagian dividen selain dividen pd Pasal 3 ayat (1), dividen tsb wajib dilaporkan
dlm SPT Tahunan PPh pd thn pajak dibagikannya dividen tsb.
(3) Pembagian dividen pd ayat (2) termasuk pembagian dividen dgn nama & dlm bentuk apapun yg pd hakikatnya
mrp pembagian dividen yg tdk termasuk dlm penghitungan penetapan saat diperolehnya dividen pd Pasal 3 ayat
(1).

Kredit Pajak: (Pasal 5 PER-59/PJ/2010)


(1) Pajak atas dividen yg tlh dibayar atau dipotong di LN dpt dikreditkan sesuai ketentuan pd Pasal 24 UU PPh.
(2) Pengkreditan pajak yg dibayar atau dipotong pd ayat (1) dilakukan pd thn pajak dibayarnya atau
dipotongnya pajak tsb.

Pengecualian Kredit Pajak: (Pasal 6 PER-59/PJ/2010)


Dlm hal blm ada pajak scr nyata dibayar di LN atas dividen yg ditetapkan saat perolehannya, maka pajak atas dividen
tsb tdk boleh diperhitungkan sbg KPLN sesuai Pasal 24 UU PPh dlm SPT Tahunan PPh thn pajak saat ditetapkan
perolehan dividen.

Berlaku Surut: (Pasal 8 PER-59/PJ/2010)


Mulai tanggal 15 Des 2010, Tata Cara Pelaporan Penerimaan Dividen, Penghitungan Besarnya Pajak Yg

C‐
Hrs Dibayar, dan Pengkreditan Pajak Sehubungan dgn Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Oleh WP DN atas
Penyertaan Modal pd Badan Usaha di LN Selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek yg
dilaksanakan sejak tanggal 1 Jan 2009 berlaku ketentuan PER-59/PJ/2010.
Contoh-contoh: (Lamp I PER-59/PJ/2010)

1. PT LE, WP DN Indonesia pd thn 2010 memiliki penyertaan modal seb 65% dari jml saham yg disetor pd BM
Ltd di negara A yg tdk menjual sahamnya di bursa efek. Atas penyertaan modal tsb:
a. Saat Penetapan Diperolehnya Dividen
Apabila Thn Pajak BM Ltd di negara A adalah 1 Jan s.d. 31 Des dan batas waktu kewajiban penyampaian
SPT Tahunan PPh di negara A paling lambat adalah 31 Mei, maka saat diperolehnya dividen adalah pd
bulan ke-4 stl berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT Ttahunan PPh di negara A yaitu 30
Sept 2011.
b. Besarnya Dividen yg Ditetapkan dan Pelaporan
Thn pajak 2010, BM Ltd di negara A memperoleh laba stl pajak seb US$ 50.000 dan nilai tukar US$ thd
Rupiah pd bulan Sept 2011 berdasarkan kurs tengah BI adalah Rp 9.200/US$, maka dividen thn 2010 yg
ditetapkan tlh diperoleh PT LE adalah 65% x US$ 50.000 = US$ 32.500.
Penghasilan dividen tsb dibukukan PT LE seb US$ 32.500 x Rp 9.200/US$ = Rp 299 juta. Jml tsb
diperhitungkan dlm PKP thn 2011 sesuai dgn ketentuan Pasal 16 UU PPh, dan dilaporkan dlm SPT
Tahunan PPh thn pajak 2011.
c. Pengkreditan pajak LN atas dividen yg dibayarkan
1) Apabila dividen tsb blm dibayarkan oleh BM Ltd di negara A, maka tdk ada kredit pajak PPh Pasal 24
yg dpt diperhitungkan dlm SPT Tahunan PPh PT LE utk thn pajak 2011.
2) Apabila dividen thn 2010 tsb diterima WP pd bulan Sept 2014 dgn jml seb US$ 35.000, dan
pembayaran dividen dlm bentuk lain utk thn pajak 2010 seb US$ 5.000, dgn bukti pemotongan PPh
atas dividen tsb @ seb US$ 3.500 dan US$ 500 maka:
a) Atas selisih lebih dividen yg dibayarkan tsb mrp penghasilan WP thn 2014 yaitu US 35.000
- US$ 32.500 = US$ 2.500 atau seb Rp 22,875 juta (misalnya kurs tengah BI Rp 9.150/US$) dan
dilaporkan pd SPT Tahunan PPh thn pajak 2014.
b) Atas dividen lainnya seb US$ 5.000 juga mrp penghasilan thn 2014 yaitu seb Rp 45,75 juta
(misalnya kurs tengah BI Rp 9.150/US$) dan dilaporkan pd SPT Tahunan PPh thn pajak 2014.
c) Pajak yg dibayar atau dipotong atas dividen di negara A tsb seb US$ 3.500 dan US$ 500
diperhitungkan sbg KPLN utk thn pajak 2014 sesuai dgn ketentuan Pasal 24 ayat (6) UU PPh.

2. PT DK, PT DS dan PT DT mrp WP DN Indonesia yg pd thn 2010 memiliki penyertaan modal scr bersama-sama
pd badan usaha BE Ltd di negara B yg tdk menjual sahamnya di bursa efek @ seb 25%, 20%, dan 15% dari jml
saham yg disetor. Apabila Thn Pajak BE Ltd di negara B adalah 1 Jan s.d 31 Des dan tdk memiliki kewajiban
utk menyampaikan SPT Tahunan PPh atau tdk ada ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, maka
atas penyertaan saham tsb:
a. Saat Penetapan Diperolehnya Dividen
Krn jml penyertaan modal PT DK, PT DS dan PT DT pd BE di negara B scr bersama-sama melebihi 50%,
maka penetapan saat diperolehnya dividen atas laba stl pajak BE di negara B thn 2010, adalah pd bulan ke-7
stl thn pajak berakhir, yaitu Juli 2011.
b. Besarnya Dividen yg Ditetapkan dan Pelaporan
Besarnya dividen yg wajib dihitung oleh PT DK, PT DS dan PT DT adalah seb jml dividen yg menjadi hak
@ perusahaan thd laba stl pajak yg sebanding dgn penyertaannya pd BE di negara B.
c. KPLN atas Dividen mengikuti contoh pd butir 1 di atas.

C‐
PSAK 46 (AKTIVA PAJAK TANGGUHAN DAN KEWAJIBAN PAJAK TANGGUHAN)

Definisi:
1. PPh: Pajak yg dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan dikenakan atas PKP perusahaan.
2. PPh Final: PPh yg bersifat final, yaitu bahwa stl pelunasannya, kewajiban pajak tlh selesai dan penghasilan yg
dikenakan PPh final tdk digabungkan dgn jenis penghasilan lain yg terkena PPh yg bersifat tdk final. Pajak jenis
ini dpt dikenakan thd jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
3. Laba Akuntansi: Laba atau rugi bersih selama 1 periode sbl dikurangi beban pajak.
4. PKP atau Laba Fiskal (Taxable Profit) atau Rugi Pajak (Tax Loss): Laba atau rugi selama 1 periode
yg dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yg menjadi dasar penghitungan PPh.
5. Beban Pajak (Tax Expense) atau Penghasilan Pajak (Tax Income): Jml agregat pajak kini (current
tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yg diperhitungkan dlm penghitungan laba atau rugi pd satu periode.
6. Pajak Kini (Current Tax): Jml PPh terutang (payable) atas PKP pd 1 periode.
7. Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities): Jml PPh terutang (payable) utk periode
mendatang sbg akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
8. Aset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Assets): Jml PPh terpulihkan (recoverable) pd periode mendatang
sbg akibat adanya:
 perbedaan temporer yg boleh dikurangkan, dan
 sisa kompensasi kerugian.
9. Perbedaan Temporer (Temporary Differences): Perbedaan antara jml tercatat aset atau kewajiban dgn
DPP-nya. Perbedaan temporer dpt berupa:
 Perbedaan Temporer Kena Pajak (Taxable Temporary Differences): Perbedaan temporer yg
menimbulkan suatu jml kena pajak (taxable amounts) dlm penghitungan laba fiskal periode mendatang pd
saat nilai tercatat aset dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tsb dilunasi (settled), atau
 Perbedaan Temporer yg Boleh Dikurangkan (Deductible Temporary Difference): Perbedaan
temporer yg menimbulkan suatu jml yg boleh dikurangkan (deductible amounts) dlm penghitungan laba
fiskal periode mendatang pd saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tsb dilunasi

Beda Waktu/Sementara:
 Scr keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda
alokasi setiap tahunnya.
 Beda waktu dpt berasal dari perbedaan akrual dan realisasinya, penyusutan, amortisasi, dan kompensasi
kerugian antara akuntansi dan perpajakan.
 Beda waktu akan menimbulkan aset/kewajiban pajak tangguhan, sementara beda tetap tdk.

Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan:


Pajak kini adalah jml PPh terutang atas penghasilan kena pajak pd satu periode.

Beban Pajak Tangguhan → akan menimbulkan Kewajiban Pajak Tangguhan


Pendapatan Pajak Tangguhan → menimbulkan Aset Pajak Tangguhan

Aset Pajak Tangguhan:


 Timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi positif shg beban pajak mnr akuntansi
< beban pajak mnr peraturan perpajakan.
 Mrp jml PPh terpulihkan pd periode mendatang sbg akibat adanya perbedaan temporer yg boleh
dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian.

Kewajiban Pajak Tangguhan:


 Timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif shg beban pajak mnr akuntansi
> daripada beban pajak mnr peraturan perpajakan.
 Mrp jml PPh terutang utk periode mendatang sbg akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

C‐
Kesimpulan:
 Beban Pajak Tangguhan akan menimbulkan Kewajiban Pajak Tangguhan.
 Pendapatan Pajak Tangguhan menimbulkan Aset Pajak Tangguhan.
 Tdk mungkin di dlm neraca, WP mengisi bagian Aktiva Pajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak
Tangguhan. Jadi yg diisi pasti salah satunya.

Pencatatan & Penyajian:


a. Pencatatan:
Pengakuan Aset dan Kewajiban Pajak Tangguhan dilakukan thd rugi fiskal yg masih dpt dikompensasikan dan
beda waktu antara LK komersial dgn LK fiskal yg dikenakan pajak, dikalikan dgn tarif pajak yg berlaku.
Jurnal utk mencatat timbulnya Aset Pajak Tangguhan:
Aset Pajak Tangguhan xxxxxxx
Pendapatan Pajak Tangguhan xxxxxxx
Jurnal utk mencatat timbulnya Kewajiban Pajak Tangguhan:
Beban Pajak Tangguhan xxxxxxx
Kewajiban Pajak Tangguhan xxxxxxx
b. Penyajian:
Penyajian Pajak Tangguhan:
1. Aset Pajak dan Kewajiban Pajak hrs disajikan terpisah dari aset dan kewajiban lainnya dlm neraca.
2. Aset dan Kewajiban Pajak Tangguhan hrs dibedakan dari Aset Pajak Kini (Tax Receivable/Prepaid
Tax) dan Kewajiban Pajak Kini (Tax Payable).
3. Aset atau Kewajiban Pajak Tangguhan tdk boleh disajikan sbg aset atau kewajiban lancar.
4. Aset Pajak Kini hrs dikompensasikan (offset) dgn Kewajiban Pajak Kini dan jml netonya disajikan dlm
neraca.
5. Beban (penghasilan) pajak yg berhubungan dgn laba atau rugi dari aktivitas normal hrs disajikan tersendiri
pd laporan laba rugi.
6. Aset Pajak Tangguhan disajikan terpisah dgn akun tagihan restitusi PPh dan Kewajiban Tangguhan juga
disajikan terpisah dgn utang PPh 29.
7. PPh final:
a. Apabila nilai tercatat aset atau kewajiban yg berhubungan dgn PPh final berbeda dari DPP- nya,
maka perbedaan tsb tdk boleh diakui sbg Aset atau Kewajiban Pajak Tangguhan.
b. Atas penghasilan yg tlh dikenakan PPh final, beban pajak diakui proporsional dgn jml pendapatan mnr
akuntansi yg diakui pd periode berjalan.
c. Selisih antara jml PPh final yg terutang dgn jml yg dibebankan sbg pajak kini pd perhitungan laba
rugi diakui sbg Pajak Dibayar di Muka dan Utang Pajak.
d. Akun PPh final dibayar di muka hrs disajikan terpisah dari PPh final yg masih hrs dibayar.
e. Perlakuan akuntansi utk hal khusus:
 Jml tambahan pokok dan denda pajak yg ditetapkan dlm skp hrs dibebankan sbg pendapatan atau
beban lain-lain pd Laporan Laba Rugi periode berjalan.
 Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya ditangguhkan.
 Apabila terdapat kesalahan mendasar, perlakuan akuntansinya mengacu pd PSAK 25 ttg Laba atau
Rugi Bersih utk periode berjalan, kesalahan mendasar, dan perubahan kebijakan akuntansi.
Penyajian dlm LK:
Laba sbl PPh xxxxxxx
PPh:
 Pajak Kini xxxxxxx
 Pajak Tangguhan xxxxxxx (xxxxxxx)
Laba stl PPh xxxxxxx

C‐
Contoh:

1. Laba sbl pajak thn 2010 = Rp 900 juta. Koreksi fiskal atas laba tsb:
1. Pendapatan bunga deposito Rp 60 juta
2. Beban jamuan tanpa daftar nominative Rp 40 juta
3. Penyusutan fiskal lebih kecil Rp 15 juta daripada penyusutan komersial.
Angsuran PPh 25 adalah Rp 15 juta per bulan.
Pertanyaan:
a. Tentukan PKP
b. Tentukan PPh Kurang/Lebih Bayar
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya
Jawab:
a. Laba sbl pajak Rp 900 juta
Koreksi Beda Tetap:
-/- Pendapatan bunga deposito (Rp 60 juta)
+/+ Beban jamuan Rp 40 juta
Total Beda Tetap (Rp 20 juta)
Rp 880 juta
Koreksi Beda Waktu:
+/+ Penyusutan Rp 15 juta
Total Beda Waktu Rp 15 juta
PKP Rp 895 juta
b. Pajak Terutang:
25% x Rp 895 juta= Rp 223,75 juta
Kredit PPh Pasal 25 (Rp 180 juta)
PPh KB (PPh 29) Rp 43,75 juta
c. Aset Pajak Tangguhan= 25% x Rp 15 juta= Rp 3,75 juta
d. Jurnal
PPh Badan – Pajak Kini 223,75 juta
Aset Pajak Tangguhan 3,75 juta
Pendapatan Pajak Tangguhan 3,75 juta
PPh 25 dibayar dimuka 180 juta
Hutang PPh 29 43,75 juta

Penyajian:
Laba sbl pajak Rp 900 juta
Pajak kini Rp 223,75 juta
Pajak Tangguhan (Rp 3,75 juta)
(Rp 220 juta)
Laba bersih Rp 680 juta

2. Laba sbl pajak thn 2010 = Rp 700 juta. Koreksi fiskal atas laba tsb:
 Pendapatan sewa bangunan Rp 50 juta
 Beban bunga pajak Rp 10 juta
 Beban pemberian sembako Rp 40 juta
 Penyusutan komersial Rp 10 juta lebih tinggi dari penyusutan fiskal
 Pendapatan jasa giro Rp 20 juta
 Beban PPh Rp 5 juta
 Amortisasi fiskal Rp 15 juta lebih tinggi dari amortisasi komersial.

C‐
Kredit Pajak:
 PPh 22 Rp 10 juta
 PPh 23 Rp 100 juta
 PPh 24 Rp 25 juta
 PPh 25 Rp15 juta
Pertanyaan:
a. Tentukan PKP
b. Tentukan Pajak Kurang/Lebih Bayar
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya
Jawab:
a. Laba sbl pajak Rp 700 juta
Koreksi beda tetap
-/- Pendapatan sewa bangunan (Rp 50 juta)
-/- Pendapatan jasa giro (Rp 20 juta)
+/+ Beban bunga pajak Rp 10 juta
+/+ Beban pemberian sembako Rp 40 juta
+/+ beban PPh Rp 5 juta
Total beda tetap (Rp 15 juta)
Rp 685 juta
Koreksi beda waktu
-/- Amortisasi (Rp 15 juta)
+/+ Penyusutan Rp 10 juta
(Rp 5 juta)
PKP Rp 680 juta
b. Pajak terutang=25% x Rp 680 juta= Rp 170 juta
Kredit PPh 22, 23, 24 dan 25 (Rp 150 juta)
PPh KB (PPh 29) Rp 20 juta
c. Kewajiban Pajak Tangguhan=25% x Rp 5 juta = Rp 1,5 juta
d. Jurnal
PPh Badan – Pajak Kini 170 juta
Beban Pajak Tangguhan 1,5 juta
Kewajiban Pajak Tangguhan 1,5 juta
PPh 22 dibayar dimuka 10 juta
PPh 23 dibayar dimuka 100 juta
PPh 24 dibayar dimuka 25 juta
PPh 25 dibayar dimuka 15 juta
Hutang PPh 29 20 juta

Penyajian:
Laba sbl pajak Rp 700 juta
Pajak kini Rp 170 juta
Pajak Tangguhan Rp 1,5 juta
(Rp 171,5 juta)
Laba bersih Rp 528,5 juta

C‐
FASILITAS PPh

A. SKB PPh POTPUT (PPh PASAL 21, 22, 22 IMPOR,

23) Dasar Hukum:


 Pasal 21 PP 94 Thn 2010 (berlaku sejak 30 Des 2010)
 PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 1 Feb 2011) jo PER-21/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 25 Juli 2014)
SE terkait:
 SE-11/PJ/2011

Yg Berhak Mengajukan Permohonan Pembebasan (Hrs dgn SKB): (Pasal 3 PER-21/PJ/2014)


1. WP yg dlm thn pajak berjalan dpt membuktikan tdk akan terutang PPh krn mengalami
kerugian fiskal, dlm hal:
 WP yg baru berdiri dan masih dlm tahap investasi;
 WP blm sampai pd tahap produksi komersial; atau
 WP mengalami suatu peristiwa yg berada di luar kemampuan (force majeur).
2. WP yg dlm thn pajak berjalan dpt membuktikan tdk akan terutang PPh krn berhak
melakukan kompensasi kerugian fiskal, dgn memperhitungkan besarnya kerugian thn-thn pajak
sebelumnya yg masih dpt dikompensasikan yg tercantum dlm SPT Tahunan PPh atau surat ketetapan pajak
atau SK Keberatan atau Putusan Banding atau Putusan PK.
3. WP yg dpt membuktikan PPh yg tlh dibayar > PPh yg akan terutang
4. WP yg atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final

PPh yg Tdk Bisa Diajukan SKB: (Pasal 1 ayat (3) PER-21/PJ/2014)


Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg bersifat final.

Cara Mengajukan SKB:


 Permohonan diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar dgn syarat tlh menyampaikan SPT
Tahunan PPh Thn Pajak terakhir sbl tahun diajukan permohonan kecuali utk WP yg baru berdiri dan masih
dlm tahap investasi.
Terkait ttg persyaratan tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh → bagi WP yg menyampaikan
pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan PPh dianggap tlh menyampaikan SPT Tahunan
PPh (angka 11 SE-11/PJ/2011)
 Permohonan diajukan utk setiap pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22
impor, dan/atau Pasal 23 dgn menggunakan form Lamp I PER-1/PJ/2011
 Permohonan hrs dilampiri penghitungan PPh yg diperkirakan akan terutang utk thn pajak
diajukannya permohonan utk WP selain WP yg atas penghasilannya hanya dikenakan pajak
bersifat final
Penghitungan PPh yg diperkirakan akan terutang paling sedikit hrs memuat: (Angka 8 SE-
11/PJ/2011)
 Peredaran usaha & luar usaha thn berjalan serta perkiraan peredaran usaha & luar usaha dlm 1 thn
pajak;
 Biaya fiskal thn berjalan dan perkiraan biaya fiskal dlm 1 thn pajak, kecuali bagi WP yg
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto;
 Perkiraan PPh yg akan terutang dlm 1 thn pajak;
 PPh yg tlh dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dlm thn berjalan; dan
 Perkiraan PPh yg akan dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dlm thn berjalan.

Penerbitan Keputusan SKB:


 Kepala KPP hrs memberikan keputusan dgn menerbitkan SKB atau surat penolakan permohonan SKB dlm
jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap.
 Apabila dlm jangka waktu 5 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap, Kepala KPP blm memberikan
keputusan, permohonan WP dianggap diterima dan wajib menerbitkan SKB dlm jangka waktu 2 hari
kerja stl jangka waktu 5 hari kerja tsb terlewati.

Batas Waktu Berlakunya SKB:


SKB berlaku s.d. berakhirnya thn pajak yg bersangkutan (Pasal 6 PER-1/PJ/2011)

C‐
Legalisasi Fotokopi SKB:
 Dlm hal WP yg tlh mendapat SKB melakukan transaksi dgn > 1 pemotong dan/atau pemungut pajak
maka WP dpt menggunakan fotokopi SKB yg tlh dilegalisasi oleh KPP yg menerbitkan SKB.
 Tata cara legalisasi atas fotokopi SKB:
 WP mengajukan permohonan legalisasi SKB scr tertulis kpd Kepala KPP yg menerbitkan SKB
dgn mencantumkan nama dan NPWP pemotong dan/atau pemungut pajak.
 Kepala KPP hrs melakukan legalisasi dlm jangka waktu paling lama 1 hari kerja sejak permohonan
legalisasi diterima. (Angka 15 & 16 SE-11/PJ/2011)

Catatan:
Apabila berdasarkan penelitian thd WP yg tlh mendapatkan SKB dpt dibuktikan bahwa PPh yg akan terutang >
PPh yg tlh dan akan dibayar dlm thn berjalan maka Kepala KPP dpt melakukan penyesuaian thd besarnya
angsuran pajak yg hrs dibayar sendiri oleh WP dlm thn berjalan sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (6) UU PPh.
(Angka18 SE-11/PJ/2011)

B. SKB PPh POTPUT (PPh PASAL 21, 22, 22 IMPOR, 23) ATAS WP YG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU

Dasar Hukum:
 PP 46 Thn 2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
 PER-32/PJ/2013 (berlaku sejak 25 Sept 2013)
SE terkait:
 SE-42/PJ/2013

Yg Berhak Mengajukan Permohonan SKB:


 Atas penghasilan dari usaha yg diterima/ diperoleh WP yg dikenai PPh final berdasarkan PP 46 yg
berdasarkan ketentuan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/atau
pemungutan PPh yg tdk bersifat final, dpt dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh
pihak lain.

Tata Cara Pengajuan SKB:


 Diajukan scr tertulis dgn menggunakan Form Lamp I PER-32 (utk setiap pemotongan dan/atau pemungutan
PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23) kpd Kepala KPP tempat WP menyampaikan
kewajiban SPT Tahunan dgn syarat: (Pasal 4 PER-32/PJ/2013)
Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak sbl Thn Pajak diajukan permohonan, utk
WP yg tlh terdaftar pd Thn Pajak sbl Thn Pajak diajukannya SKB.
 Menyerahkan Surat Pernyataan yg ditandatangani WP atau kuasa WP yg menyatakan bahwa peredaran
bruto usaha yg diterima atau diperoleh termasuk dlm kriteria utk dikenai PPh bersifat final disertai lampiran
jml peredaran bruto setiap bulan s.d. bulan sbl diajukannya SKB, utk WP yg terdaftar pd Thn Pajak
yg sama dgn Thn Pajak saat diajukannya SKB.
 Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat
Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
 Ditandatangani oleh WP, atau dlm hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP hrs dilampiri dgn
Surat Kuasa Khusus sesuai Pasal 32 UUU KUP.

Penerbitan SKB:
 Keputusan dpt berupa penerbitan SKB atau penolakan permohonan SKB. KPP hrs memberikan keputusan
dlm jangka waktu 5 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap. Apabila dlm jangka
waktu tsb KPP blm memberikan keputusan, permohonan WP dianggap diterima. Dlm hal permohonan WP
dianggap dikabulkan, KPP wajib menerbitkan SKB dlm jangka waktu 2 hari kerja stl jangka waktu 5 hari
kerja tsb terlewati. (Pasal 5 PER-32)
 SKB berlaku s.d. berakhirnya Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 6 PER-32/PJ/2013)
 SKB sesuai PER-1/PJ/2011 bagi WP yg memiliki peredaran bruto tertentu yg diterbitkan sbl 25 Sept 2013,
tetap berlaku s.d. akhir thn pajak bersangkutan. (Pasal 9 ayat (2) PER-32/PJ/2013)

C‐
Prosedur Legalisasi SKB:
1. Permohonan legalisasi fotokopi SKB menggunakan Form Lamp VI PER-32 kpd Kepala KPP tempat WP
menyampaikan kewajiban SPT Tahunan dgn syarat: (Pasal 7 ayat (2) PER- 32/PJ/2013)
 Menunjukkan SKB;
 Menyerahkan bukti penyetoran PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 utk setiap
transaksi yg akan dilakukan dgn pemotong dan/atau pemungut berupa SSP lembar ke-3 yg
tlh mendapat validasi dgn NTPN, kecuali utk transaksi yg dikenai pemungutan PPh Pasal 22 atas:
 Impor;
 Pembelian BBM, BBG, dan pelumas;
 Pembelian hasil produksi industri semen, kertas, baja, otomotif, farmasi; dan
 Pembelian kendaraan bermotor di DN.
 Mengisi identitas WP pemotong dan/atau pemungut PPh dan nilai transaksi pd kolom yg
tercantum dlm SKB.
 Ditandatangani oleh WP, atau dlm hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP hrs
dilampiri dgn Surat Kuasa Khusus sesuai Pasal 32 UU KUP.
2. Fotokopi SKB yg mau dilegalisasi diajukan dlm rangkap 3: (Pasal 7 ayat (3) PER-32/PJ/2013)
 1 lembar utk KPP tempat WP menyampaikan kewajiban SPT Tahunan;
 1 lembar utk diserahkan WP kpd WP pemotong dan/atau pemungut;
 1 lembar utk diserahkan kpd KPP tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar.
3. Legalisasi tdk diberikan apabila persyaratan tdk terpenuhi (Pasal 7 ayat (2) & (5) PER- 32/PJ/2013)
4. Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Legalisasi dilakukan dlm jangka waktu 1 hari kerja sejak
permohonan legalisasi diterima lengkap. (Pasal 7 ayat (4) PER-32/PJ/2013)

C. SKB PEMOTONGAN PPh ATAS BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN, DISKONTO SBI YG


DITERIMA/DIPEROLEH DANA PENSIUN YG PENDIRIANNYA TLH DISAHKAN OLEH MENKEU

Dasar Hukum:
 PP 131 Thn 2000
 KMK-51/KMK.04/2001
 PER-01/PJ/2013

Pengajuan Permohonan SKB:


1. Diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat Dana Pensiun (DP) terdaftar dan hrs ditandatangani oleh
pengurus yg berkompeten (pengurus sebagaimana dimaksud dlm UU KUP) dari dana pensiun ybs dgn
menggunakan Form Lamp I PER-01, dgn dilampiri:
a. FC KepMenkeu ttg Pengesahan Pendirian Dana Pensiun;
b. FC Neraca;
c. FC Lap Sisa Hasil Usaha (Laporan Laba Rugi);
d. FC Lap Arus Kas dan Bank;
e. FC Lap Investasi; dan
2. Daftar sertifikat/bilyet/buku deposito, tabungan, dan SBI → meliputi semua sertifikat/bilyet/buku deposito,
tabungan, dan SBI yg akan diajukan permohonan SKB tanpa perlu melampirkan FC dokumen dimaksud
(menggunakan Form Lamp II PER-01/PJ/2013).
Dlm hal permohonan ditandatangani oleh selain pengurus yg berkompeten dari dana pensiun yg
bersangkutan, maka hrs dilengkapi dgn Surat Kuasa Khusus yg dibubuhi meterai cukup.

Penerbitan SKB:
1. SKB diterbitkan oleh Kepala KPP tempat DP terdaftar sbg WP atas permohonan yg diajukan oleh DP kpd
Kepala KPP yg bersangkutan utk setiap kantor cabang bank tempat DP melakukan investasi.
2. SKB berlaku utk seluruh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yg ditempatkan pd atau
diterbitkan oleh suatu kantor cabang bank tempat dana pensiun yg bersangkutan melakukan investasi.

C‐
3. Kantor cabang bank tsb adalah setiap kantor cabang bank yg mempunyai NPWP.
4. SKB berlaku utk masa 1 Jans.d. 31 Des.
5. Dlm hal DP mengajukan permohonan SKB dan tlh diterima lengkap oleh Kepala KPP:
 Paling lambat 1 Januari, SKB berlaku sejak tanggal 1 Jan s.d. 31 Des;
 Stl 1 Jan, SKB berlaku sejak tanggal permohonan SKB tlh diterima lengkap oleh Kepala KPP
s.d. 31 Des.
6. Dlm jangka waktu 7 hari kerja stl permohonan diterima scr lengkap, Kepala KPP hrs
memberikan jawaban. Apabila dlm jangka waktu tsb blm memberikan jawaban, maka permohonan
dianggap dikabulkan dan Kepala KPP hrs segera menerbitkan SKB, selambat- lambatnya 3 hari kerja
berikutnya.

Kewajiban Stl Memperoleh SKB:


1. DP yg tlh memperoleh SKB wajib menyampaikan Lap Investasi setiap semester kpd KPP
tempat DP terdaftar sbg WP.
 Lap Investasi semester I dilampiri dgn: → selambat-lambatnya pd tanggal 31 bulanJuli
a. Neraca thn sebelumnya;
b. Lap Sisa Hasil Usaha atau Lap Laba Rugi thn sebelumnya;
c. Lap Arus Kas thn sebelumnya;
d. Daftar Deposito, Tabungan dan SBI serta mutasi yg diterima DP dari bank periode
semester pertama; dan
e. Daftar Deposito, Tabungan dan SBI yg dibuat oleh DP yg bersangkutan periode semester
pertama. → menggunakan Form Lamp VA, VB, VC PER-01/PJ/2013
 Lap Investasi semester II dilampiri dgn: → selambat-lambatnya pd tanggal 31 bulan Jan
a. Daftar Deposito, Tabungan dan SBI serta mutasi yg diterima DP dari bank periode
semester kedua; dan
b. Daftar Deposito, Tabungan dan SBI yg dibuat oleh DP yg bersangkutan periode semester
kedua. → menggunakan Form Lamp VA, VB, VC PER-01/PJ/2013
2. Bank/Pemotong Pajak wajib melakukan pemotongan PPh, apabila DP yg melakukan
investasi pd bank yg bersangkutan tdk dpt memberikan lembar ke-2 SKB.
3. Bank/Pemotong Pajak wajib menyampaikan Daftar Deposito, Tabungan dan SBI serta
Mutasi per DP per semester, kpd DP yg melakukan investasi pada bank ybs selambat-
lambatnya pd tanggal 20 bulan Juli utk semester I dan tanggal 20 bulan Jan utk semester II (menggunakan
Form Lamp VI A, VI B, dan VI C PER-01/PJ/2013)

D. SKB ATAS IMPOR EMAS BATANGAN YG AKAN DIPROSES UTK MENGHASILKAN BRG
PERHIASAN DARI EMAS UTK TUJUAN EKSPOR

Dasar Hukum:
 PMK-154/PMK.03/2010 stdtd PMK-224/PMK.011/2012
 PER-57/PJ/2010 jo PER-15/PJ/2011 jo PER-06/PJ/2013

Pengajuan permohonan SKB:


a. WP yg dpt mengajukan permohonan adalah WP yg bergerak dlm bidang industri perhiasan emas utk tujuan
ekspor. (Pasal 3C PER-15/PJ/2011)
b. Cara pengajuan permohonan SKB: (Pasal 3D PER-15/PJ/2011)
1) Permohonan utk diterbitkan SKB diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar dgn
menggunakan form Lamp II PER-15/PJ/2011
2) Permohonan dilampiri dgn:
 Lap Realisasi Ekspor (LRE) dan/atau Lap Realisasi Impor (LRI) serta Pernyataan Rincian Berat
Emas (PRBE), yg menjelaskan jml ekspor perhiasan emas dan impor emas batangan yg dilakukan
pd thn sebelumnya dgn menggunakan form Lamp III PER- 15/PJ/2011;
 LRE dan/atau LRI serta PRBE, yg menjelaskan jml ekspor perhiasan emas dan impor emas
batangan yg dilakukan dlm thn berjalan dgn menggunakan form Lamp IV PER- 15/PJ/2011;
 Pemberitahuan Rencana Ekspor (PRE) perhiasan emas dan Pemberitahuan Rencana Impor (PRI)
emas batangan dgn menggunakan form Lamp V PER-15/PJ/2011.

C‐
c. Kepala KPP hanya dpt menerbitkan SKB sepanjang WP tlh memenuhi persyaratan:
1) Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak terakhir sbl thn diajukan permohonan SKB;
2) Tdk mempunyai tunggakan pajak.

Ketentuan terkait penerbitan SKB: (Pasal 3E PER-15/PJ/2011)


a. Kepala KPP hrs memberikan keputusan paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.
b. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap Kepala KPP blm memberikan
keputusan, permohonan WP dianggap diterima.
c. Dlm hal permohonan WP dianggap diterima, Kepala KPP wajib menerbitkan SKB dlm jangka waktu
2 hari kerja stl jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap tsb terlewati.
d. Dlm hal permohonan WP utk diterbitkan SKB ditolak, Kepala KPP hrs menyampaikan
pemberitahuan kpd WP dgn menggunakan form Lamp VI PER-15/PJ/2011.

Kewajiban WP yg tlh memperoleh SKB: (Pasal 3F PER-15/PJ/2011)


a. WP yg tlh memperoleh SKB hrs menyampaikan LRE dan/atau LRI serta PRBE yg dilampiri dgn FC
PEB dan/atau PIB/Customs Declaration atas ekspor perhiasan emas dan impor emas batangan yg tlh
dilakukan dlm thn berjalan.
b. Bentuk form LRE dan/atau LRI serta PRBE adalah sesuai Lamp VII PER-15/PJ/2011.
c. Ketentuan ini berlaku juga bagi WP yg tlh memperoleh SKB tetapi blm melaksanakan ekspor perhiasan
emas.
d. Laporan disampaikan paling lambat :
 tanggal 15 Juli, utk ekspor/impor yg dilakukan selama Masa Pajak Jan s.d. Juni;
 tanggal 15 Jan, utk ekspor/impor yg dilakukan selama Masa Pajak Juli s.d. Des.
e. Dlm hal tanggal jatuh tempo penyampaian laporan tsb bertepatan dgn hari libur termasuk hari Sabtu atau
hari libur nasional, laporan dpt disampaikan pd hari kerja berikutnya.
f. Apabila s.d. tanggal jatuh tempo pelaporan WP tdk menyampaikan laporan tsb, Kepala KPP
memberikan himbauan tertulis kpd WP dgn menggunakan form Lamp VIII PER-15/PJ/2011.
g. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan stl diterbitkan himbauan tertulis WP tdk menyampaikan laporan tsb, WP
yg bersangkutan tdk dpt diberikan SKB utk Thn Pajak berikutnya.

SKB berlaku sejak tanggal diterbitkan s.d. berakhirnya Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3G
PER-15/PJ/2011)

E. SKB KEWAJIBAN PEMBAYARAN/PEMUNGUTAN PPh ATAS PENGHASILAN


DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH & BANGUNAN (PHTB)

Dasar Hukum:
 PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008
 KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008
 PER-30/PJ/2009

Yg Wajib Mengajukan Permohonan SKB:


a. OP yg mempunyai penghasilan < PTKP yg melakukan PHTB dgn jml bruto pengalihan < Rp 60 juta dan
bukan mrp jml yg dipecah-pecah.
b. OP yg melakukan pengalihan tanah/bangunan dgn cara hibah kpd keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus 1 derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau OP yg
menjalankan usaha mikro & kecil, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn PMK, sepanjang hibah tsb tdk
ada hubungannya dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan.
c. Badan yg melakukan pengalihan tanah/bangunan dgn cara hibah kpd badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau OP yg menjalankan usaha mikro & kecil, yg ketentuannya
diatur lbh lanjut dgn PMK, sepanjang hibah tsb tdk ada hubungan dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan.
d. PHTB krn warisan.

Pengajuan Permohonan SKB:

C‐
No. Alasan PHTB Persyaratan

1. Jml bruto pengalihan <  Diajukan scr tertulis oleh OP yg melakukan PHTB ke
Rp 60 juta yg dilakukan KPP tempat OP ybs terdaftar atau bertempat tinggal
oleh OP yg mempunyai (Form Lamp I PER-30/PJ/2009)
penghasilan < PTKP  Surat Pernyataan Berpenghasilan di Bawah PTKP dan
Jumlah Bruto PHTB < Rp 60 juta (Form Lamp II PER-
30/PJ/2009)
 FC Kartu Keluarga
 FC SPPT PBB thn yg bersangkutan

2. Hibah yg dilakukan OP  Diajukan scr tertulis oleh OP yg melakukan PHTB ke


KPP tempat OP ybs terdaftar atau bertempat tinggal
(Form Lamp I PER-30/PJ/2009)
 Surat Pernyataan Hibah (Form Lamp III PER-
30/PJ/2009)

3. Hibah yg dilakukan  Diajukan scr tertulis oleh badan yg melakukan PHTB ke


Badan KPP tempat badan ybs terdaftar (Form Lamp I PER-
30/PJ/2009)
 Surat Pernyataan Hibah (Form Lamp III PER-
30/PJ/2009)

4. Warisan  Diajukan scr tertulis oleh ahli waris yg melakukan PHTB ke


KPP tempat OP ybs terdaftar atau bertempat tinggal (Form
Lamp I PER-30/PJ/2009)
 Surat Pernyataan Pembagian Waris (Form Lamp IV
PER-30/PJ/2009)

Penerbitan SKB:
1. Atas permohonan SKB PPh atas penghasilan dari PHTB, Kepala KPP hrs memberikan keputusan dlm
jangka waktu paling lama 3 hari kerja sejak tanggal surat permohonan SKB diterima scr
lengkap.
2. Apabila jangka waktu tsb Kepala KPP tdk memberikan keputusan, permohonan tsb dianggap
dikabulkan dan Kepala KPP hrs menerbitkan SKB paling lama 2 hari kerja terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu pd angka 1 berakhir.

F. SKB KEWAJIBAN PPh ATAS PENGHASILAN DARI PHTB BAGI WP YG USAHA POKOKNYA
MELAKUKAN PHTB

Dasar Hukum:
 PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008
 KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008
 PER-28/PJ/2009

Yg Wajib Mengajukan Permohonan SKB:


WP badan, termasuk koperasi, yg usaha pokoknya melakukan transaksi PHTB, yg:
a. melakukan PHTB sbl tanggal 1 Jan 2009 dan atas pengalihan hak tsb blm dibuatkan akta,
keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yg berwenang; dan
b. penghasilan atas PHTB tsb tlh dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh tahun pajak ybs dan PPh atas
penghasilan tsb tlh dilunasi.

Atas penghasilan dari PHTB di atas tdk dikenai PPh berdasarkan ketentuan PP 71 Thn
2008 yg dibuktikan dgn SKB pembayaran PPh yg bersifat final

C‐
Pengajuan Permohonan dan Penerbitan SKB:
1. Permohonan utk memperoleh SKB pembayaran PPh yg bersifat final diajukan scr tertulis oleh WP badan yg
melakukan PHTB ke KPP tempat WP badan ybs terdaftar (menggunakan Form Lamp I PER-28/PJ/2009)
2. Dilampiri dgn daftar tanah dan/atau bangunan yg penghasilan atas pengalihannya tlh dilaporkan dlm SPT
Tahunan PPh (menggunakan Form Lamp II PER-28/PJ/2009).
3. Atas permohonan SKB tsb, Kepala KPP hrs memberikan keputusan dlm jangka waktu paling lama 10
hari kerja sejak tanggal surat permohonan SKB diterima scr lengkap.
4. Apabila dlm jangka waktu tsb Kepala KPP tdk memberikan keputusan, permohonan SKB dianggap
dikabulkan dan Kepala KPP hrs menerbitkan SKB pembayaran PPh yg bersifat final paling lama 3 hari
kerja terhitung sejak jangka waktu pd ayat 3 berakhir.

G. PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PPh BADAN

Dasar Hukum:
 PMK-130/PMK.011/2011 stdd PMK-192/PMK.011/2014

H. FASILITAS PPh UTK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU


DI DAERAH TERTENTU

Dasar Hukum:
 PP 1 Thn 2007 stdtd PP 52 Thn 2011

I. PENGURANGAN BESARNYA PPh PASAL 25 DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PPh PASAL 29


BAGI WP INDUSTRI TERTENTU

Dasar Hukum:
 PMK-124/PMK.011/2013
 PER-30/PJ/2013

Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan SKB PPh:


a. SKB PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 Impor, dan Pasal 23
Paling lama 5 hari kerja sejak permohonan WP diterima scr lengkap (Pasal 5 PER-1/PJ/2011)
b. SKB PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 Impor, dan Pasal 23 atas WP yg Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu
Paling lama 5 hari kerja sejak permohonan WP diterima scr lengkap (Pasal 5 PER-32/PJ/2013)
c. SKB PPh Pasal 22 atas Impor Emas Batangan dari WP yg bergerak dlm bidang
industri perhiasan emas utk tujuan ekspor
Paling lama 1 bulan sejak permohonan WP diterima scr lengkap (Pasal 3E PER-57/PJ/2010 jo PER-
15/PJ/2011)
d. SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yg
diterima atau diperoleh Dana Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu
Paling lama 7 hari kerja stl permohonan diterima scr lengkap (Pasal 5 ayat (2) PER-1/PJ/2013)
e. SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
Paling lama 3 hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima scr lengkap (Pasal 5 PER-
30/PJ/2009)
f. SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan bagi WP
yg usaha pokoknya melakukan pengalihan hal atas tanah da/atau bangunan
Paling lama 10 hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima scr lengkap (Pasal 3 PER-
28/PJ/2009)

C‐
BAGIAN D

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

&

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


(PPnBM)
POIN UU PPN

Pasal Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1 Pengertian-pengertian
1A Penyerahan BKP; Bukan Penyerahan BKP
2 Hubungan Istimewa
BAB II PENGUKUHAN PKP
3 -
BAB IIA KEWAJIBAN MELAPORKAN USAHA DAN KEWAJIBAN MEMUNGUT, MENYETOR DAN
MELAPORKAN PAJAK YG TERUTANG
3A Kewajiban Melaporkan Usaha dan Kewajiban Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak yg Terutang

BAB III OBJEK PAJAK


4 Pengenaan PPN
4A Barang dan Jasa Tdk Dikenakan PPN
5 PPnBM
5A Pengurangan PPN atau PPnBM
6 -
BAB IV TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK
7 Tarif PPN
8 Tarif PPnBM & Jenis Barang Dikenai PPnBM
8A PPN Terutang
9 Pajak Masukan
10 PPnBM
BAB V SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG DAN LAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK
11 Saat Pajak Terutang
12 Tempat Pajak Terutang
13 FP
14 Larangan Membuat FP bagi OP atau Badan yg Tdk Dikukuhkan sbg PKP
15 -
15A Penyetoran & Pelaporan SPT Masa PPN
16 -
BAB VA KETENTUAN KHUSUS
16A Pajak yg terutang atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kpd Pemungut PPN
16B Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak,
16C Kegiatan Membangun Sendiri
16D Aktiva yg Mnr Tujuan Semula Tdk Utk Diperjualbelikan
16E Permintaan kembali PPnBM
16F Tanggung jawab scr renteng
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN
17 Berlaku ketentuan UU KUP jika scr khusus blm diatur
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
18 Perlakuan thd pajak terhutang sbl berlaku UU ini; Peraturan pelaksanaan UU yg lama tetap berlaku sepanjang
tdk bertentangan
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
19 Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU PPN

D011
RINGKASAN UU PPN

OBJEK PPN (Pasal 4 UU PPN)


a. Penyerahan BKP di dlm Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha
b. Impor BKP
c. Penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha
d. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean
f. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP
g. Ekspor BKP Tdk Berwujud oleh PKP
h. Ekspor JKP oleh PKP

Definisi:
 Pengusaha meliputi baik Pengusaha yg tlh dikukuhkan menjadi PKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 3A
ayat (1) UU PPN maupun Pengusaha yg seharusnya dikukuhkan menjadi PKP, tetapi blm dikukuhkan.
 Syarat penyerahan barang yg dikenai pajak: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPN)
 Barang berwujud yg diserahkan mrp BKP, atau Barang tdk berwujud yg diserahkan mrp BKP Tdk
Berwujud;
 Penyerahan dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
 Penyerahan dilakukan dlm rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
 Syarat penyerahan jasa yg terutang pajak: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN)
 Jasa yg diserahkan mrp JKP;
 Penyerahan dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
 Penyerahan dilakukan dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya.
 BKP Tdk Berwujud: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN)
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten,
desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak serupa lainnya
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dgn penggunaan atau hak menggunakan hak-hak
tsb pd angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tsb pd angka 2, atau
pemberian pengetahuan atau informasi tsb pd angka 3, berupa:
 Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yg disalurkan kpd
masyarakat melalui satelit, kabel, serta optik, atau teknologi yg serupa
 Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, utk siaran
televisi atau radio yg disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yg serupa
 Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau slr spektrum radio komunikasi
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video utk
siaran televisi, atau pita suara utk siaran radio
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yg berkenaan dgn penggunaan atau pemberian hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tsb di atas.
 Termasuk dlm pengertian Ekspor JKP: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN)
Penyerahan JKP dari dlm Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh PKP yg menghasilkan dan melakukan
ekspor BKP Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dgn bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar
Daerah Pabean.

PENYERAHAN BKP (Pasal 1A ayat (1) UU PPN)


a. Penyerahan hak atas BKP krn suatu perjanjian
b. Pengalihan BKP krn suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian SGU (leasing)
c. Penyerahan BKP kpd pedagang perantara atau melalui juru lelang
d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP
e. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan, yg masih tersisa
pd saat pembubaran perusahaan
f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang

D‐
g. Penyerahan BKP scr konsinyasi
h. Penyerahan BKP oleh PKP dlm rangka perjanjian pembiayaan yg dilakukan berdasarkan prinsip syariah,
yg penyerahannya dianggap lsg dari PKP kpd pihak yg membutuhkan BKP

BUKAN PENYERAHAN BKP (Pasal 1A ayat (2) UU PPN)


a. Penyerahan BKP kpd makelar sebagaimana dimaksud dlm Kitab UU Hukum Dagang
b. Penyerahan BKP utk jaminan utang-piutang
c. Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dlm ayat (1) huruf f dlm hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak
terutang
d. Pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha
dgn syarat pihak yg melakukan & yg menerima pengalihan adalah PKP
e. BKP berupa aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan, yg masih tersisa pd saat pembubaran
perusahaan, dan yg PM atas perolehannya tdk dpt dikreditkan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (8) huruf
b&c

BARANG YG TDK DIKENAKAN PPN (Pasal 4A ayat (2) UU PPN dan penjelasan)
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yg diambil lsg dari sumbernya
 minyak mentah (crude oil)
 gas bumi, tdk termasuk gas bumi seperti elpiji yg siap dikonsumsi lsg oleh masyarakat
 panas bumi
 asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit,
dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit,
magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat
(phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif,
zeolit, basal, dan trakkit
 batubara sbl diproses menjadi briket batubara
 bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit
b. Barang kebutuhan pokok yg sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
 beras
 gabah
 jagung
 sagu
 kedelai
 garam, baik yg beryodium maupun yg tdk beryodium
 daging, yaitu daging segar yg tanpa diolah, tetapi tlh melalui proses disembelih, dikuliti,
dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tdk dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dgn cara lain, dan/atau direbus
 telur, yaitu telur yg tdk diolah, termasuk telur yg dibersihkan, diasinkan, atau dikemas
 susu, yaitu susu perah baik yg tlh melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tdk
mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tdk dikemas
 buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yg dipetik, baik yg tlh melalui proses dicuci, disortasi,
dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tdk dikemas
 sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yg dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pd suhu
rendah, termasuk sayuran segar yg dicacah
c. Makanan dan minuman yg disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya ,
meliputi makanan dan minuman baik yg dikonsumsi di tempat maupun tdk, termasuk makanan dan minuman yg
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga

JASA YG TDK DIKENAKAN PPN (Pasal 4A ayat (3) UU PPN dan Penjelasan)
a. Jasa pelayanan kesehatan medis
1. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi
2. jasa dokter hewan
3. jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi
4. jasa kebidanan & dukun bayi
5. jasa paramedis & perawat
6. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium

D‐
7. jasa psikologi & psikiater
8. jasa pengobatan alternatif, termasuk yg dilakukan oleh paranormal
b. Jasa pelayanan sosial
1. jasa pelayanan panti asuhan & panti jompo
2. jasa pemadam kebakaran
3. jasa pemberian pertolongan pd kecelakaan
4. jasa lembaga rehabilitasi
5. jasa penyediaan rumah duka / jasa pemakaman, termasuk krematorium
6. jasa di bidang olahraga kecuali yg bersifat komersial
c. Jasa pengiriman surat dgn perangko
meliputi jasa pengiriman surat dgn menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain
pengganti perangko tempel
d. Jasa keuangan
1. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lain yg dipersamakan dgn itu
2. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kpd pihak lain dgn
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dgn wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya
3. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) SGU dgn hak opsi
b) anjak piutang
c) usaha kartu kredit
d) pembiayaan konsumen
4. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah & fidusia
5. jasa penjaminan
Penegasan: SE-121/PJ/2010 (Penegasan Perlakuan PPN atas Kegiatan Usaha Perbakan)
e. Jasa asuransi
adalah jasa pertanggungan yg meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yg
dilakukan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis asuransi, tdk termasuk jasa penunjang
asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi
f. Jasa keagamaan
1. jasa pelayanan rumah ibadah
2. jasa pemberian khotbah / dakwah
3. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan
4. jasa lainnya di bidang keagamaan
g. Jasa pendidikan
1. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik, dan pendidikan profesional
2. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah
h. Jasa kesenian & hiburan
semua jenis jasa yg dilakukan oleh pekerja seni & hiburan
i. Jasa penyiaran yg tdk bersifat iklan
Jasa penyiaran yg tdk bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yg dilakukan oleh
instansi pemerintah atau swasta yg tdk bersifat iklan dan tdk dibiayai oleh sponsor yg bertujuan
komersial
j. Jasa angkutan umum di darat & di air serta jasa angkutan udara DN yg menjadi bagian yg tdk
terpisahkan dari jasa angkutan udara LN
k. Jasa tenaga kerja
1. jasa tenaga kerja
2. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung
jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tsb
3. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja
l. Jasa perhotelan
1. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen,
hostel, serta fasilitas yg terkait dgn kegiatan perhotelan utk tamu yg menginap
2. jasa penyewaan ruangan utk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen, dan hostel
m. Jasa yg disediakan oleh pemerintah dlm rangka menjalankan pemerintahan scr umum

D‐
meliputi jenis-jenis jasa yg dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin
Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian NPWP, dan pembuatan
KTP
n. Jasa penyediaan tempat parkir
adalah jasa penyediaan tempat parkir yg dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha
kpd pengguna tempat parkir dgn dipungut bayaran
o. Jasa telepon umum dgn menggunakan uang logam
adalah jasa telepon umum dgn menggunakan uang logam atau koin, yg diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta
p. Jasa pengiriman uang dgn wesel pos
q. Jasa boga atau katering

PPN TERUTANG (Pasal 8A UU PPN dan penjelasan)


 PPN yg terutang dihitung dgn cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 dgn DPP yg meliputi
Hrg Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain.
 Harga Jual: Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yg diminta atau seharusnya diminta oleh penjual
krn penyerahan BKP, tdk termasuk PPN yg dipungut mnr UU PPN dan potongan hrg yg dicantumkan
dlm FP. (Pasal 1 Angka 18 UU PPN)
 Penggantian: Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yg diminta atau seharusnya diminta oleh
pengusaha krn penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tdk Berwujud, tetapi tdk termasuk PPN
yg dipungut mnr UU PPN dan potongan hrg yg dicantumkan dlm FP atau nilai berupa uang yg dibayar
atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa krn pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP
Tdk Berwujud krn pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean.
(Pasal 1 Angka 19 UU PPN)
 Nilai Impor: Nilai berupa uang yg menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan
berdasarkan ketentuan dlm perpu yg mengatur mengenai kepabeanan dan cukai utk impor BKP, tdk
termasuk PPN dan PPnBM yg dipungut mnr UU PPN. (Pasal 1 Angka 20 UU PPN)
 Ketentuan mengenai nilai lain diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menkeu. → lihat Bab D-07 Nilai
Lain
Contoh:
a. PKP A menjual tunai BKP dgn Hrg Jual Rp 25 juta.
PPN yg terutang = 10% x Rp 25 juta = Rp 2,5 juta
PPN seb Rp 2,5 juta tsb mrp PK yg dipungut oleh PKP A.
b. PKP B melakukan penyerahan JKP dgn memperoleh Penggantian Rp 20 juta PPN yg
terutang = 10% x Rp 20 juta = Rp 2 juta.
PPN seb Rp 2 juta tsb mrp PK yg dipungut oleh PKP B.
c. Seseorang mengimpor BKP dari luar Daerah Pabean dgn Nilai Impor Rp15 juta.
PPN yg dipungut melalui DJBC = 10% x Rp 15 juta = Rp 1,5 juta
d. PKP D melakukan ekspor BKP dgn Nilai Ekspor Rp 10 juta.
PPN yg terutang = 0% x Rp 10 juta = Rp 0
PPN seb Rp 0 tsb mrp PK.

PENGKREDITAN PM
 PM dlm suatu Masa Pajak dikreditkan dgn PK dlm Masa Pajak yg sama (Pasal 9 ayat (2) UU PPN)
 PM yg dpt dikreditkan, tetapi blm dikreditkan dgn PK pd Masa Pajak yg sama, dpt dikreditkan pd Masa
Pajak berikutnya paling lama 3 bulan stl berakhirnya Masa Pajak yg bersangkutan sepanjang
blm dibebankan sbg biaya & blm dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (9) UU PPN)
Penjelasan Pasal 9 ayat (9) UU PPN:
Ketentuan ini memungkinkan PKP utk mengkreditkan PM dgn PK dlm Masa Pajak yg tdk sama yg
disebabkan antara lain, FP terlambat diterima. Pengkreditan PM dlm Masa Pajak yg tdk sama tsb hanya
diperkenankan dilakukan pd Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan stl berakhirnya Masa Pajak yg
bersangkutan. Dlm hal jangka waktu tsb tlh dilampaui, pengkreditan PM tsb dpt dilakukan melalui
pembetulan SPT Masa PPN yg bersangkutan. Kedua cara pengkreditan tsb hanya dpt dilakukan apabila
PM yg bersangkutan blm dibebankan sbg biaya atau tdk ditambahkan (dikapitalisasi) kpd hrg perolehan
BKP atau JKP yg bersangkutan dan thd PKP blm dilakukan pemeriksaan.
Contoh:

D‐
PM atas perolehan BKP yg FP-nya tertanggal 7 Juli 2010 dpt dikreditkan dgn PK pd Masa Pajak Juli
2010 atau pd Masa Pajak berikutnya paling lama Masa Pajak Okt 2010.
 PM yg dibayar utk perolehan BKP/JKP hrs dikreditkan dgn PK di tempat PKP dikukuhkan.
 Dlm hal impor BKP, Dirjen Pajak krn jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis dari PKP dpt
menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP, sbg tempat pengkreditan PM.
 Ketentuan lbh lanjut mengenai tata cara penentuan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP
sbg tempat pengkreditan PM diatur dgn Peraturan MenKeu.
(Pasal 15 PP 1 thn 2012)
 Dlm hal terjadi pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha, PM atas BKP yg dialihkan yg blm dikreditkan oleh PKP yg mengalihkan dpt
dikreditkan oleh PKP yg menerima pengalihan, sepanjang FP- nya diterima stl terjadinya pengalihan dan
PM tsb blm dibebankan sbg biaya atau dikapitalisasi. (Pasal 9 ayat (14) UU PPN)

PM TDK DPT DIKREDITKAN


Pasal 9 ayat (8) UU PPN:
a. Perolehan BKP atau JKP sbl Pengusaha dikukuhkan sbg PKP
b. Perolehan BKP atau JKP yg tdk mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan usaha
Yg dimaksud dgn pengeluaran yg lsg berhubungan dgn kegiatan usaha adalah pengeluaran
utk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku utk
semua bidang usaha. Agar dpt dikreditkan, PM juga hrs memenuhi syarat bahwa
pengeluaran tsb berkaitan dgn adanya penyerahan yg terutang PPN. Oleh karena itu,
meskipun suatu pengeluaran tlh memenuhi syarat adanya hub lsg dgn kegiatan usaha,
masih dimungkinkan PM tsb tdk dpt dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tdk
ada kaitannya dgn penyerahan yg terutang PPN. (Penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN)
c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan & station wagon, kecuali mrp barang
dagangan atau disewakan
d. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sbl Pengusaha
dikukuhkan sbg PKP;
e. dihapus (mengenai perolehan BKP atau JKP yg bukti pungutannya berupa FP Sederhana);
f. Perolehan BKP atau JKP yg FP-nya tdk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dlm: Pasal 13
ayat (5) atau → keterangan ttg penyerahan BKP dan/atau JKP
Pasal 13 ayat (9) atau → FP hrs memenuhi persyaratan formal & material
tdk mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
g. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yg FP-nya tdk
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat (6);
h. Perolehan BKP atau JKP yg PM- nya ditagih dgn penerbitan ketetapan pajak;
i. Perolehan BKP atau JKP yg PM-nya tdk dilaporkan dlm SPT PPN, yg ditemukan pd waktu dilakukan
pemeriksaan; dan
j. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sbl PKP berproduksi sebagaimana dimaksud pd ayat (2a).
Barang modal adalah harta berwujud yg memiliki masa manfaat > 1 thn yg mnr tujuan
semula tdk utk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dgn perolehan barang
modal yg dikapitalisasi ke dlm hrg perolehan barang modal tsb (Pasal 16 ayat (2) PP 1 Thn
2012)
Pasal 9 ayat (5) UU PPN:
k. PM yg tdk berkenaan dgn penyerahan yg terutang pajak apabila dlm suatu Masa Pajak PKP selain melakukan
penyerahan yg terutang pajak juga melakukan penyerahan yg tdk terutang pajak, sepanjang bagian
penyerahan yg terutang pajak dpt diketahui dgn pasti dari pembukuannya.
Pasal 16B ayat (3) UU PPN:
l. PM yg dibayar utk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yg atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN
Pasal 19 ayat (3) PP 1 Thn 2012:
m. PPN yg tercantum dlm FP yg diterbitkan oleh PKP stl melewati jangka waktu 3 bulan sejak saat FP
seharusnya dibuat → terkait dgn aturan PKP Penjual dianggap tdk menerbitkan FP

D‐
TANGGUNG JAWAB RENTENG
a. Dasar Hukum
 Pasal 16F UU PPN
 Pasal 4 PP 1 Thn 2012
b. Yg Bertanggung Jawab Scr Renteng
 Pembeli BKP atau penerima JKP bertanggung jawab scr renteng atas pembayaran PPN atau
PPnBM kecuali dlm hal :
 Pajak yg terutang tsb dpt ditagih kpd penjual barang / pemberi jasa; atau
 Pembeli BKP / penerima JKP dpt menunjukkan bukti tlh melakukan pembayaran pajak kpd penjual
barang / pemberi jasa.
 Tanggung renteng melekat pd pembeli BKP / penerima JKP atas transaksi pembelian BKP dan/ atau JKP
di dlm Daerah Pabean.
c. Cara Penagihan PPN Krn Tanggung Jawab Renteng
Tanggung jawab renteng ditagih melalui penerbitan SKPKB sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan.
Ketentuan lbh lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab scr renteng atas pembayaran
PPN & PPnBM diatur dgn Peraturan MenKeu. (PMK yg mengatur masih blm terbit)

HUB ISTIMEWA
(Pasal 2 UU PPN & Penjelasan)
Dlm hal Hrg Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hub istimewa, maka Hrg Jual atau Penggantian dihitung atas
dasar hrg pasar wajar pd saat penyerahan BKP/JKP itu dilakukan.
Hub istimewa di atas dianggap ada apabila:
2 atau lbh Pengusaha, lsg atau tdk lsg berada di bawah pemilikan atau penguasaan Pengusaha yg sama, atau
Pengusaha yg satu menyertakan modal > 25% dari jml modal pd pengusaha yg lain, atau hub antara Pengusaha yg
menyertakan modalnya seb > 25% pd 2 pihak atau lbh, demikian pula hub antara 2 pihak atau lbh yg disebut
terakhir.
Penjelasan
1. Pengaruh hub istimewa dlm UU PPN ialah adanya kemungkinan hrg yg ditekan lbh rendah dari hrg
pasar. Dlm hal ini Dirjen Pajak mempunyai kewenangan melakukan penyesuaian Hrg Jual atau
Penggantian yg menjadi DPP dgn hrg pasar wajar yg berlaku di pasaran bebas.
2. a. Yg dimaksud dgn pemilikan menyangkut bidang permodalan, sedangkan penguasaan berhubungan dgn
bidang manajemen, termasuk hub kekeluargaan antara para pihak yg bersangkutan. Kata lsg di sini
diartikan bahwa slr atau sebagian modal atau manajemen dari 2 perusahaan atau lbh yg terlibat dlm
Penyerahan Barang (penjual & pembeli) dimiliki dan dilaksanakan oleh Pengusaha yg sama atau di
bawah penguasaan Pengusaha yg sama. Kata tdk lsg diartikan bila pemilikan & penguasaan itu
diperoleh krn adanya hub keluarga antara Pengusaha dgn pemilik modal atau pelaksana manajemen
dari perusahaan-perusahaan tsb, misalnya bila slr atau sebagian modal atau manajemen berada di
tangan isteri, anak, atau keluarga lainnya dari Pengusaha
b. Penyertaan modal seb 25% dihitung dari modal saham atau modal ditempatkan atau modal disetor. Bila
salah satu hasil hitungan itu menunjukkan penyertaan modal berjumlah > 25% atau lbh, maka
dianggap tlh ada hub istimewa.

D‐
SAAT TERUTANG PPN

Dasar Hukum:
Pasal 11 UU PPN

Terutangnya pajak terjadi pd saat: (Pasal 11 Ayat (1) UU PPN)


a. Penyerahan BKP;
b. Impor BKP;
c. Penyerahan JKP;
d. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
f. Ekspor BKP Berwujud;
g. Ekspor BKP Tdk Berwujud; atau
h. Ekspor JKP.
Penjelasan:
Pemungutan PPN dan PPnBM menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pd saat penyerahan BKP
atau JKP meskipun pembayaran atas penyerahan tsb blm diterima atau blm sepenuhnya diterima atau pd saat impor
BKP. Saat terutangnya pajak utk transaksi yg dilakukan melalui "electronic commerce" tunduk pd ketentuan ini.
Terutangnya pajak dlm hal OP atau badan memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah
Pabean atau memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean yaitu pd saat OP atau badan tsb
mulai memanfaatkan BKP Tdk Berwujud atau JKP tsb di dlm Daerah Pabean. Hal itu dihubungkan dgn kenyataan
bahwa yg menyerahkan BKP Tdk Berwujud atau JKP tsb di luar Daerah Pabean shg tdk dpt dikukuhkan sbg PKP.
Oleh krn itu, saat pajak terutang tdk lagi dikaitkan dgn saat penyerahan, tetapi dikaitkan dgn saat pemanfaatan.

Dlm hal pembayaran diterima sbl penyerahan BKP atau sbl penyerahan JKP atau dlm hal pembayaran dilakukan sbl
dimulainya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pd
saat pembayaran. (Pasal 11 Ayat (2) UU PPN).
Penjelasan:
Dlm hal pembayaran diterima sbl penyerahan BKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPN, sbl penyerahan JKP
sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, sbl dimulainya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean
sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPN, atau sbl dimulainya pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sesuai Pasal 4
ayat (1) huruf e, saat terutangnya pajak adalah saat pembayaran.

Dirjen Pajak dpt menetapkan saat lain sbg saat terutangnya pajak dlm hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan
atau terjadi perubahan ketentuan yg dpt menimbulkan ketidakadilan (Pasal 11 Ayat (4) UU PPN).

D‐
BKP TDK BERWUJUD ATAU JKP

A. PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD ATAU JKP DARI LUAR DAERAH

PABEAN Dasar Hukum:


 Pasal 3A ayat (3) UU PPN
 Pasal 14 PP 1 Thn 2012 (berlaku sejak tanggal 4 Jan 2012) kecuali mengenai Pasal 19 ayat (1) dan
Pasal 20 berlaku sejak tanggal 1 Apr 2010)
 PMK-40/PMK.03/2010 (berlaku mulai 1 Apr 2010)
SE dan surat terkait:
 SE-147/PJ/2010
 S-500/PJ.53/2005

Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud / JKP dari Luar Daerah Pabean:


PPN yg terutang atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean hrs
dipungut oleh OP atau badan yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb. (Pasal 3A ayat (3) UU
PPN)

Definisi Terkait: (angka 2 & 3 SE-147/PJ/2010)


 BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean yg dimanfaatkan di dlm Daerah Pabean:
 BKP tsb dimiliki oleh OP atau badan yg bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean;
 Kegiatan pemanfaatan BKP tsb dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
 BKP tsb dimanfaatkan oleh siapa pun di dlm Daerah Pabean.
 JKP dari luar Daerah Pabean yg dimanfaatkan di dlm Daerah Pabean:
 JKP tsb diserahkan oleh OP atau badan yg bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah;
 Pemberian JKP dpt dilakukan di dlm dan/atau di luar Daerah Pabean sepanjang kegiatan pemberian
JKP tsb tdk menyebabkan OP atau badan yg bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah
Pabean menjadi Subjek Pajak DN;
Jika menyebabkan OP atau badan tsb menjadi Subjek Pajak DN, maka pemberian JKP tsb
termasuk penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean. (angka 4 SE-147/PJ/2010)
 Kegiatan pemanfaatan JKP tsb dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
 JKP tsb dimanfaatkan oleh siapa pun di dlm Daerah Pabean.

Saat Terutang: (Pasal 4 & 5 PMK-40/PMK.03/2010)


 Terjadi pd saat dimulainya pemanfaatan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah
Pabean tsb.
Saat dimulainya pemanfaatan:
Berlaku sejak 1 Apr 2010 s.d. 3 Jan 2012 Berlaku sejak 4 Jan 2012
(Pasal 5 ayat (1) PMK-40/PMK.03/2010) (Pasal 17 ayat (6) PP 1 Thn 2012)
Saat yg diketahui terjadi lebih dahulu: Terjadi pada saat:
 Saat BKP tdk berwujud dan/atau JKP tsb scr  Harga perolehan BKP Tdk Berwujud
nyata digunakan oleh pihak yg dan/atau JKP tsb dinyatakan sbg utang oleh
memanfaatkannya; pihak yg memanfaatkannya;
 Saat harga perolehan BKP tdk berwujud  Harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau
dan/atau JKP tsb dinyatakan sbg utang oleh penggantian JKP tsb ditagih oleh pihak yg
pihak yg memanfaatkannya; menyerahkannya; atau
 Saat harga jual BKP tdk berwujud dan/atau  Harga perolehan BKP Tdk Berwujud
penggantian JKP tsb ditagih oleh pihak yg dan/atau JKP tsb dibayar baik sebagian atau
menyerahkannya; atau seluruhnya oleh pihak yg memanfaatkannya,
 Saat harga perolehan BKP tdk berwujud yg terjadi lbh dahulu.
dan/atau JKP tsb dibayar baik sebagian atau
seluruhnya oleh pihak yg
memanfaatkannya.

D‐
 Dlm hal saat dimulainya pemanfaatan tdk diketahui, saat dimulainya pemanfaatan BKP tdk berwujud
dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian
atau saat lain yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Tarif PPN: (Pasal 3 PMK-40/PMK.03/2010)


Jml yg dibayarkan
atau seharusnya Tarif PPN DPP
dibayarkan
Tdk termasuk PPN 10% Jml yg dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kpd pihak yg
Termasuk PPN 10/110 menyerahkan BKP tdk berwujud dan/atau JKP
 Dlm hal tdk ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis utk jml yg dibayarkan atau seharusnya
dibayarkan atau ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tdk dgn tegas dinyatakan
bahwa dlm jml kontrak atau perjanjian sdh termasuk PPN, PPN yg terutang dihitung seb 10% dikalikan dgn
jml yg dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kpd pihak yg menyerahkan BKP tdk berwujud dan/atau JKP
dari luar Daerah Pabean.
 Dlm Hal Transaksi dilakukan dlm Mata Uang Asing
Penghitungan besarnya PPN atau PPN & PPnBM yg terutang, hrs dikonversi ke dlm mata uang rupiah dgn
mempergunakan kurs yg ditetapkan Menkeu yg berlaku pd saat pembuatan FP. (Pasal 14 PP 1 Thn 2012)

Tata Cara Penyetoran PPN:


b. Waktu Dipungut & Disetorkannya PPN
Wajib dipungut & disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi dgn
menggunakan SSP oleh OP atau badan yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari
luar Daerah Pabean paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya stl saat terutangnya pajak (Pasal 6
ayat (1) PMK-40/PMK.03/2010)
c. Dlm Hal WP Terlambat Menyetor PPN
 OP atau badan yg melakukan penyetoran PPN stl melewati batas waktu, dikenai sanksi administrasi
berupa bunga 2% per bulan. (Pasal 8 PMK-40/PMK.03/2010)
 PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean yg terlambat disetor tsb
tetap dpt dikreditkan pd Masa Pajak saat terutangnya PPN atau pada Masa Pajak yg tdk sama, sesuai
dgn ketentuan pengkreditan PM yg berlaku. (angka 11 SE-147/PJ/2010)
d. Cara Pengisian SSP (Pasal 6 ayat (2) PMK-40/PMK.03/2010 & angka 8 SE-147/PJ/2010)
Kolom Yg Diisi
Nama WP & nama & alamat OP atau badan yg bertempat tinggal atau berkedudukan di luar
Alamat WP Daerah Pabean yg menyerahkan BKP tdk berwujud dan/ atau JKP
NPWP angka 0 (nol), kecuali kode KPP diisi dgn kode KPP dari pihak yg memanfaatkan
BKP tdk berwujud dan/atau JKP
Wajib nama & NPWP pihak yg memanfaatkan BKP tdk berwujud dan/atau JKP
Pajak/Penyetor
Masa Pajak Memberi tanda silang (x) pd salah satu kolom Masa Pajak utk Masa Pajak saat
terutangnya pemanfaatan
MAP & KJS  411211 & 101 (utk BKP tdk berwujud)
 411211 & 102 (utk JKP)
Dlm hal pengisian SSP tdk memenuhi ketentuan ini, maka pembayaran PPN tsb tdk dpt
dikreditkan. (angka 9 SE-147/PJ/2010)

Pelaporan & Pengkreditan PM bagi PKP:


1. PKP
Pembayaran dgn SSP dilaporkan sbg PM di dlm SPT Masa pd bulan terutangnya pajak. (Pasal 7 ayat (1)
PMK-40/PMK.03/2010)
 PPN yg terdapat dlm SSP tsb mrp PM yg dpt dikreditkan sepanjang:
 Memenuhi ketentuan sbg dokumen yg dpt dipersamakan dgn FP (memenuhi ketentuan cara
pengisian SSP sesuai Pasal 6 ayat (2) PMK-40/PMK.03/2010)
 Mencantumkan NPWP pihak yg memanfaatkan JKP dan/atau BKP tdk berwujud
 PM yg dpt dikreditkan tetapi blm dikreditkan dgn PK pd Masa Pajak yg sama, dpt dikreditkan pd
Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 bulan stl berakhirnya Masa Pajak yg bersangkutan

D‐
sepanjang blm dibebankan sbg biaya dan blm dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (9) UU PPN)
2. Non PKP
Pembayaran dgn SSP dilaporkan dgn menggunakan SSP lembar ke-3 paling lama akhir bulan berikutnya stl
saat terutangnya pajak ke KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 7 ayat (3) PMK- 40/PMK.03/2010)

S-500/PJ.53/2005 menegaskan mengenai mekanisme pelaporan, pengkreditan PPN Masukan, serta


konsekuensi yg timbul atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yg terlambat disetorkan.

Contoh Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari Luar Daerah Pabean serta Contoh Perhitungan
PPN yg Terutang (Lamp I SE-147/PJ/2010)

Contoh-contoh pemanfaatan BKP Tdk Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean yg
terutang PPN berdasarkan 4 ayat (1) huruf d & e UU PPN:
a. PT XYZ di Jakarta melakukan kontrak penggunaan waralaba (franchise) "eat & eat" dari A Corp. yg
berdomisili di Kanada, dan merk "eat & eat" tsb dipakai atau digunakan utk restoran yg dibuka di Jakarta.
Atas pemanfaatan waralaba oleh PT XYZ di dlm Daerah Pabean tsb terutang PPN.
b. PT ABC di Jakarta menyewa konsultan pemasaran Z Corp. yg berdomisili di Amerika utk membantu
kegiatan pemasaran produk milik PT ABC di lndonesia. Kegiatan konsultansi pemasaran tsb dilakukan di
lndonesia namun tdk menyebabkan Z Corp. berubah menjadi Subjek Pajak DN. Maka, kegiatan
pemanfaatan jasa konsultansi pemasaran dari Amerika di dlm Daerah Pabean oleh PT ABC terutang PPN.
c. PT DEF di Surabaya menyewa agen pemasaran Y Corp. di Singapura utk mencarikan pembeli produk PT
DEF di Singapura. Y Corp. berhasil mendapatkan pembeli produk PT DEF, yaitu X Corp. yg berkedudukan
di Singapura. PT DEF kemudian melakukan kegiatan penjualan kpd X Corp. di Singapura (kegiatan ekspor
BKP). Atas kegiatan pemanfaatan jasa pemasaran Y Corp. di Singapura oleh PT DEF di dlm Daerah
Pabean terutang PPN.

Contoh-contoh pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yg tdk terutang PPN:
a. PT FGH di Medan menghadapi gugatan hukum di pengadilan negara Belanda melawan Y Corp yg
berkedudukan di Belanda. Utk menyelesaikan sengketa hukum ini, PT FGH menyewa pengacara dari
Belanda utk menghadiri dan mewakili PT FGH di pengadilan negara Belanda. Atas kegiatan
pemanfaatan jasa hukum Y Corp. oleh PT FGH tdk terutang PPN mengingat kegiatan pemanfaatan
JKP tsb dilakukan di luar Daerah Pabean (penyelesaian gugatan hukum di Belanda).
b. PT DHI di Jakarta akan melakukan penerbitan obligasi di bursa saham New York Amerika. PT DHI
menggunakan jasa konsultan keuangan Brothers Corp. dari Amerika utk membantu penerbitan obligasi tsb
berupa pemberian jasa konsultansi keuangan. Atas pemanfaatan jasa konsultansi keuangan Brothers Corp
dari Amerika oleh PT DHI tdk terutang PPN mengingat kegiatan pemanfaatan JKP tsb dilakukan di
luar Daerah Pabean (penerbitan obligasi di Amerika).
c. PT HIJ di Semarang menyewa kapal dari XYZ Corp. yg berdomisili di Singapura utk mengangkut barang
miliknya dari pelabuhan yg berlokasi di San Fransisco ke pelabuhan yg berada Tokyo. Atas pemanfaatan
jasa sewa kapal dari XYZ Corp. tdk terutang PPN mengingat kegiatan pemanfaatan jasa tsb
dilakukan di luar Daerah Pabean (pengangkutan barang di luar Daerah Pabean).
d. PT PQR di Yogyakarta menggunakan jasa penyelenggara kegiatan (event organizer) GHJ Corp. yg
berdomisili di Thailand utk mengadakan kegiatan pertunjukan seni (konser) di Thailand yg menampilkan
artis-artis Indonesia yg bernaung di bawah manajemen PT PQR. Atas pemanfaatan jasa penyelenggara
kegiatan tsb tdk terutang PPN mengingat pemanfaatan jasa tsb dilakukan di luar Daerah Pabean
(penyelenggaraan konser di Thailand).

Contoh penghitungan PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean:
Fakta/data yg diketahui
a. PT A (NPWP 01.234.567.8-011.000) adalah PKP yg bergerak di bidang industri perlengkapan olahraga,
seperti sepatu, bola, dan lain-lain. PT A dlm salah satu produksinya menggunakan desain model sepatu yg
diperoleh dari B Ltd yg berasal dari Amerika Serikat.

D‐
b. Pd tanggal 10 Jan 2011 ditandatangani kontrak dgn kesepakatan bahwa royalti yg akan dibayarkan kpd B
Ltd. adalah seb US$ 5 per pasang sepatu yg diproduksi dan diekspor.
c. Pd tanggal-tanggal berikut terjadi transaksi-transaksi di bawah ini:
 25 Feb 2011: Sepatu yg didasarkan pd desain model sepatu dari B Ltd mulai diproduksi.
 10 Mei 2011: Dilakukan ekspor 40.000 pasang sepatu ke Eropa senilai US$ 4,000,000.
 15 Juni 2011: PT A melakukan penyetoran PPN terutang atas pemanfaatan desain model sepatu terkait
dgn ekspor pd tanggal 10 Mei 2011, dgn nilai kurs US$ 1 = Rp 10.000 (kurs berdasarkan Keputusan
Menkeu).
 20 Juni 2011: Dilakukan ekspor 60.000 pasang sepatu ke Eropa senilai US$ 6,000,000.
 30 Juni 2011: Dilakukan pembayaran atas pemanfaatan desain model sepatu dgn nilai US$ 500,000.
 15 Juli 2011 PT A melakukan penyetoran PPN terutang atas pemanfaatan desain model sepatu terkait
dgn ekspor pd tanggal 20 Juni 2011, dgn kurs US$ 1 = Rp 9.500,00 (kurs berdasarkan Keputusan
Menkeu).
d. Penghitungan PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean:
 Saat terutang PPN atas penggunaan desain model sepatu tsb:
- Tanggal 10 Mei 2011, yaitu pd desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd. dimanfaatkan
oleh PT A utk memproduksi dan mengekspor 40.000 pasang sepatu; dan
- Tanggal 20 Juni 2011, yaitu pd desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd. dimanfaatkan
oleh PT A utk memproduksi dan mengekspor 60.000 pasang sepatu.
 DPP PPN terutang utk royalti atas penjualan ekspor tanggal 10 Mei 2011 adalah US$ 5 X
40.000 = US$ 200,000. Besarnya PPN terutang yg disetorkan pd tanggal 15 Juni 2011 adalah 10% X
US$ 200,000 X Rp 10.000 = Rp 200 juta.
 DPP PPN terutang utk royalti atas penjualan ekspor tanggal 20 Juni 2011 adalah US$ 5 X
60.000 = US$ 300,000. Besarnya PPN terutang yg disetorkan pd tanggal 15 Juli 2011 adalah 10% X US$
300,000 X Rp 9.500 = Rp 285 juta.

D‐
D‐
B. EKSPOR JKP DAN/ATAU BKP TDK BERWUJUD

Dasar Hukum:
 Pasal 4 ayat (2) UU PPN
 Pasal 6 PP 1 Thn 2012 (berlaku sejak tanggal 4 Jan 2012) kecuali mengenai Pasal 19 ayat (1) dan
Pasal 20 berlaku sejak tanggal 1 Apr 2010)
 PMK-70/PMK.03/2010 jo PMK-30/PMK.03/2011
SE terkait:
 SE-145/PJ/2010
 SE-49/PJ/2011

Definisi:
 Ekspor BKP Tdk Berwujud: Setiap kegiatan pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari dlm Daerah
Pabean di luar Daerah Pabean. (Pasal 1 angka 28 UU PPN)
 Ekspor JKP: Setiap kegiatan penyerahan JKP ke luar Daerah Pabean (Pasal 1 angka 29 UU PPN)
 Jasa Maklon: Pemberian jasa dlm rangka proses penyelesaian suatu brg tertentu yg proses pengerjaannya
dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta
menyediakan bahan baku dan/atau brg ½ jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yg akan diproses sebagian
atau seluruhnya, dgn kepemilikan atas brg jadi berada pd pengguna jasa. (Pasal 1 angka 3
PMK-30/PMK.03/2011)
 Jasa Perdagangan: Jasa yg diberikan oleh orang atau badan kpd pihak lain, dgn menghubungkan pihak
lain tsb kpd pembeli brg pihak lain itu, atau menghubungkan pihak lain tsb kpd penjual brg yg akan dibeli
pihak lain itu. Jasa perdagangan dpt berupa jasa perantara, jasa pemasaran, dan jasa mencarikan
penjual/pembeli. (angka 1 SE-145/PJ/2010)
Formulir Pemberitahuan Ekspor BKP Tdk Berwujud/JKP → Lamp PMK-70/PMK.03/2010

Ekspor JKP:
a. Batasan Kegiatan JKP yg Ekspornya Dikenai PPN 0% (Pasal 3 & 4 PMK-70/PMK.03/2010)
1. Jasa Maklon, dikenai PPN sepanjang memenuhi syarat :
 Pemesan/penerima JKP berada di luar pabean dan mrp WPLN serta tdk mempunyai BUT di
Indonesia;
 Spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan/penerima JKP
 Bahan adalah bahan baku, ½ jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yg akan diproses menjadi
BKP yg dihasilkan;
 Kepemilikan atas brg jadi berada pd pemesan/penerima JKP; dan
 Pengusaha jasa maklon mengirim brg hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan atau
penerima JKP ke luar daerah pabean
2. Utk selain jasa maklon (Pasal 4 PMK-70/PMK.03/2010)
 Jasa yg melekat pd atau jasa utk brg bergerak yg dimanfaatkan di luar pabean, yaitu jasa
perbaikan dan perawatan yg melekat pd atau jasa utk brg bergerak yg
dimanfaatkan di luar pabean
 Jasa yg melekat pd atau jasa utk brg tdk bergerak yg terletak di luar pabean, yaitu jasa
konstruksi meliputi layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi
Ketentuan PPN utk penyerahan JKP selain 3 jenis JKP di atas
 Apabila penyerahan JKP-nya dilakukan di dlm Daerah Pabean, tetap terutang PPN dgn tarif
10% sbg penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean yg syarat pengenaan PPN-nya diatur dlm penjelasan
Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN. (angka 3 SE-49/PJ/2011)
PPN dikenakan atas penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha yg
dimanfaatkan di dlm atau di luar Daerah Pabean. (Pasal 6 PP 1 Thn 2012)
Sesuai dgn Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN maka terutangnya PPN tdk
mensyaratkan apakah jasa hrs dikonsumsi atau dimanfaatkan di dlm Daerah Pabean
atau tdk.

Contoh 1:

D‐
A Corp. yg berdomisili di Jepang mengirimkan lagu kpd PT B di Indonesia utk dibuatkan penulisan not
balok atas lagu tsb. Penulisan not balok yg tlh selesai dikirim kembali ke Jepang. Atas jasa penulisan
not balok yg dilakukan oleh PT B tsb terutang PPN.
Contoh 2:
Z Corp. yg berdomisili di Korea Selatan berencana memasarkan produknya di Indonesia. Oleh krn
itu, Z Corp. menyewa PT DEF di Indonesia utk melakukan survei pasar di Indonesia. Jasa survei yg
dilakukan oleh PT DEF tsb terutang PPN.
 Apabila JKP tsb dilakukan di luar Daerah Pabean, atasnya tdk terutang PPN krn di luar
cakupan UU PPN. (angka 3 SE-49/PJ/2011)
b. Tempat & Saat Terutangnya PPN atas Ekspor JKP
Saat terutangnya PPN atas Ekspor JKP → pd saat Ekspor JKP (Pasal 5 PMK-70/PMK.03/2010)
 Saat Ekspor JKP adalah pd saat Penggantian atas jasa yg diekspor tsb dicatat atau diakui sbg
penghasilan.
 PPN terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan, atau
tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan yg
diatur dgn Peraturan Dirjen Pajak. (Pasal 6 PMK- 70/PMK.03/2010)
c. Kewajiban PKP (Pasal 7 PMK-70/PMK.03/2010)
PKP yg melakukan Ekspor JKP wajib membuat Pemberitahuan Ekspor JKP pd saat Ekspor JKP, dan
Pemberitahuan Ekspor JKP yg dilampiri dgn invoice sbg 1 kesatuan yg tdk terpisahkan adalah dokumen
tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP.
d. Pelaporan pd SPT Masa PPN (Pasal 8 PMK-30/PMK.03/2011)
 Ekspor jasa dimasukkan ke Lamp PPN Keluaran kolom Ekspor
 Atas kegiatan ekspor BKP yg dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon oleh PKP eksportir Jasa
Maklon dilaporkan sbg ekspor BKP dlm SPT Masa PPN. Di ketentuan lama sbl 28 Feb 2011
sesuai PMK-70/PMK.03/2010 ekspor Jasa Maklon tdk perlu dilaporkan sbg ekspor BKP dlm SPT
Masa PPN
 PPN Masukan yg berhubungan lsg dgn usaha ekspor JKP dpt dikreditkan sesuai ketentuan berlaku.
Atas ekspor JKP yg dilakukan sbl 1 Apr 2010, tetapi penggantian atas jasa tsb dicatat atau diakui
sbg penghasilan stl 1 April 2010, maka harus menggunakan PMK-70/PMK.03/2010 jo PMK-
30/PMK.03/2011.

Jasa Perdagangan:
a. Yg Tdk Dikenai PPN (angka 5 SE-145/PJ/2010)
→ Dlm hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di luar Daerah Pabean, dgn kondisi:
 Pengusaha jasa perdagangan & penjual brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di luar Daerah Pabean, sedangkan pembeli brg berada di dlm Daerah Pabean; atau
 Pengusaha jasa perdagangan & pembeli brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di luar Daerah Pabean, sedangkan penjual brg berada di dlm Daerah Pabean.
b. Yg Dikenai PPN (angka 3 SE-145/PJ/2010)
→ Dlm hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di dlm Daerah Pabean, dgn kondisi:
 Pengusaha jasa perdagangan & penjual brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan pembeli dpt berada di dlm atau di luar Daerah
Pabean;
 Pengusaha jasa perdagangan & pembeli brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan penjual dpt berada di dlm atau di luar Daerah
Pabean;
 Pengusaha jasa perdagangan & pembeli brg berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan
penjual brg selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean;
 Pengusaha jasa perdagangan & penjual brg berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan
pembeli brg selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean; atau
 Pengusaha jasa perdagangan berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan penjual brg &
pembeli brg yg salah satunya adalah penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean.

D‐
Contoh Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tdk Berwujud:

D‐
FAKTUR PAJAK (FP)

A. SAAT PEMBUATAN FP

Dasar Hukum:
 Pasal 19 PP 1 Thn 2012
 PMK-151/PMK.011/2013 ttg Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian FP
(berlaku sejak 11 Nov 2014) → mencabut PMK-84/PMK.03/2012
 PMK-238/PMK.03/2012 (mulai berlaku 19 Jan 2013) ttg Saat Lain sbg Saat Pembuatan FP atas
Penyerahan BKP dgn Karakteristik Tertentu
 PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013 jo PER-17/PJ/2014 ttg Bentuk, Ukuran, Tata Cara
Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dlm Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau
penggantian, dan tata Cara Pembatalan FP → PER-24 mencabut PER- 13/PJ/2010 jo
PER-65/PJ/2010
 PER-16/PJ/2014 (berlaku tanggal 1 Juli 2014) ttg Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan FP Berbentuk
Elektronik

PKP wajib membuat FP utk setiap:


a. penyerahan BKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN;
b. penyerahan JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN;
c. ekspor BKP Berwujud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN;
d. ekspor BKP Tdk Berwujud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN; dan/atau
e. ekspor JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN. FP
hrs dibuat pd saat penyerahan/saat ekspor dimaksud (Pasal 2
ayat (1) dan (2) PMK-151)

Saat Pembuatan FP:


1. Saat penyerahan BKP/JKP
2. Saat penerimaan pembayaran dlm hal penerimaan pembayaran terjadi sbl penyerahan
BKP/JKP
3. Saat penerimaan pembayaran termin dlm hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan Contoh
penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan jasa pemborong bangunan atau barang
tdk bergerak lainnya
4. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kpd Bendahara Pemerintah sbg Pemungut
PPN
5. Saat lain yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
→ Saat lain sbg saat pembuatan FP hanya diperuntukan bagi penyerahan BKP dgn
karakteristik tertentu. (PMK-238/PMK.03/2012)
Paling lambat pd saat pendapatan dari transaksi atas penyerahan BKP tsb scr keseluruhan sdh
dpt dihitung scr final. Dlm hal sampai dgn batas waktu tsb terjadi penerimaan pembayaran, atas
pembayaran tsb wajib dibuat FP pd saat penerimaan pembayaran.
Ketentuan mengenai pembuatan FP utk BKP dgn karakteristik tertentu berlaku dlm hal perjanjian
jual beli atas penyerahan BKP dgn karakteristik tertentu tsb memuat ketentuan:
- menyatakan bahwa hak atas BKP berpindah ke pihak pembeli stl dikirimkan dari tempat
penjual; dan
- terdapat klausul ttg perubahan nilai tagihan akibat perubahan hrg jual, perubahan kualitas
dan/atau perubahan kuantitas BKP, shg perlu dilakukan penyesuaian faktur komersial
(commercial invoice).
Pengertian BKP dgn karakteristik tertentu:
BKP yg memenuhi kriteria
 Hrg Jual dari BKP tsb mengalami fluktuasi menyesuaikan hrg acuan/standar yg berlaku di
pasar domestik maupun pasar internasional;
 Kualitas atau kadar kandungan berharga di dlm BKP tsb dpt berubah dlm proses pengiriman
atau transportasi dari pihak penjual ke pihak pembeli yg disebabkan oleh cuaca atau iklim
tertentu scr normal dan tdk disebabkan krn kerusakan pengiriman atau kelalaian dlm
proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak

D051
pembeli atau bencana alam; dan/atau
 Kuantitas baik berupa tonase, volume atau satuan lainnya dpt mengalami perubahan dlm
proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak pembeli yg disebabkan oleh
cuaca atau iklim tertentu scr normal dan tdk disebabkan krn kerusakan pengiriman atau
kelalaian dlm proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak pembeli atau
bencana alam.
Termasuk dlm kategori BKP dgn karakteristik tertentu → konsentrat produk pertambangan yg
mengandung kadar mineral dan bahan/produk kimia.

FP Gabungan:
PKP dpt membuat 1 FP yg meliputi slr penyerahan yg dilakukan kpd pembeli BKP dan/atau
penerima JKP yg sama selama 1 bulan kalender.
FP gabungan hrs dibuat paling lama pd akhir bulan penyerahan BKP/JKP.

PKP yg menerbitkan FP stl melewati jangka waktu 3 bulan sejak saat FP seharusnya
dibuat dianggap tdk menerbitkan FP dan PPN tsb tdk dpt dikreditkan sbg PM. (Pasal 7
PMK-151/PMK.011/2013)

DlmAtas
Hal pemakaian sendiri BKP/JKP
Transaksi dilakukan dlm Matautk tujuan
Uang Asing:produktif yg tdk dilakukan
pemungutan
Penghitungan PPN,PPN
besarnya dikecualikan
atau PPN &dari penerbitan
PPnBM FP. (Pasal
yg terutang, 8 PMK-151/PMK.011/2013)
hrs dikonversi ke dlm mata uang Rp dgn
mempergunakan kurs yg ditetapkan Menkeu yg berlaku pd saat pembuatan FP. (Pasal 14 PP 1 Thn 2012)

D052
B. SAAT PENYERAHAN/EKSPOR

Dasar Hukum:
 Pasal 17 PP 1 Thn 2012
 PMK-151/PMK.011/2013
SE terkait:
 SE-50/PJ/2011

1. Penyerahan BKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN
a. Penyerahan BKP berwujud yg mnr sifat atau hukumnya berupa barang bergerak
→ Terjadi pd saat:
1) BKP berwujud tsb diserahkan scr lsg kpd pembeli atau pihak ketiga utk dan atas nama
pembeli;
2) BKP berwujud tsb diserahkan scr lsg kpd penerima barang utk pemberian cuma- cuma,
pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan antar cabang;
3) BKP berwujud tsb diserahkan kpd juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
4) Hrg atas penyerahan BKP diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat diterbitkan
faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum dan
diterapkan scr konsisten.
b. Penyerahan BKP berwujud yg mnr sifat atau hukumnya berupa barang tdk
bergerak
→ Terjadi pd saat penyerahan hak utk menggunakan atau menguasai BKP berwujud tsb, scr
hukum atau scr nyata, kpd pihak pembeli.
c. Penyerahan BKP tdk berwujud
→ Terjadi pd saat:
1) Hrg atas penyerahan BKP tdk berwujud diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat
diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum
dan diterapkan scr konsisten; atau
2) Kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan utk dipakai scr nyata, sebagian atau seluruhnya, dlm hal saat sebagaimana
dimaksud pd angka 1) tdk diketahui.
d. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk
diperjualbelikan, yg masih tersisa pd saat pembubaran perusahaan terjadi
→ Terjadi pd saat:
1) Ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
2) Berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yg ditetapkan dlm Anggaran Dasar;
3) Tanggal penetapan Pengadilan yg menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
4) Diketahuinya bahwa perusahaan tsb nyata-nyata sdh tdk melakukan kegiatan usaha atau
sdh dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yg
ada.
e. Pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha yg tdk memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d
UU PPN atau perubahan bentuk usaha
→ Terjadi pd saat:
1) Disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil RUPS yg tertuang dlm
perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha,
atau perubahan bentuk usaha; atau
2) Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris.
2. Penyerahan JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN
→ Terjadi pd saat:
a. Hrg atas penyerahan JKP diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat diterbitkan faktur
penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum dan diterapkan scr
konsisten;

D053
b. Kontrak atau perjanjian ditandatangani, dlm hal saat sebagaimana dimaksud pd huruf a tdk
diketahui; atau
c. Mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan utk dipakai scr nyata, baik sebagian atau
seluruhnya, dlm hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri JKP.
3. Ekspor BKP Berwujud dlm Pasal 4 ayat (2) huruf c UU PPN
→ Terjadi pd saat BKP dikeluarkan dari Daerah Pabean.
4. Ekspor BKP Tdk Berwujud dlm Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPN
→ Terjadi pd saat Penggantian atas BKP Tdk Berwujud yg diekspor tsb dicatat atau diakui sbg
piutang atau penghasilan.
5. Ekspor JKP dlm Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPN
→ Terjadi pd saat Penggantian atas jasa yg diekspor tsb dicatat atau diakui sbg piutang atau
penghasilan.

CONTOH SAAT PEMBUATAN FP

1. Penyerahan BKP bergerak


 Contoh 1:
PT Aman menyerahkan BKP scr lsg kpd Tuan Igna pd tanggal 15 Mei 2011. Atas transaksi
penyerahan BKP tsb PT Aman menerbitkan FP pd tanggal 15 Mei 2011.
 Contoh 2:
PT Berkah yg berkedudukan di Jakarta menjual BKP kpd PT Ceria di Surabaya dgn syarat
pengiriman (term of delivery) loco gudang penjual (fob shipping point). BKP dikeluarkan
dari gudang PT Berkah dan dikirim ke gudang PT Ceria pd tanggal 10 Juni 2011 dgn
menggunakan perusahaan ekspedisi dgn tanggal DO (delivery order) 10 Juni 2011. Barang
diterima oleh PT Ceria pd tanggal 12 Juni 2011. Atas transaksi penyerahan BKP tsb, PT
Berkah menerbitkan FP pd tanggal 10 Juni 2011.
Dlm hal pd contoh 1 & 2 di atas, faktur penjualan (invoice) diterbitkan tdk pd tanggal
penyerahan scr lsg atau pd saat diserahkan kpd juru kirim atau pengusaha jasa angkutan krn
kondisi tertentu, maka FP wajib dibuat pd saat penerbitan faktur penjualan. Penerbitan faktur
penjualan tsb hrs dilakukan sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum dan dilakukan scr
konsisten.
 Contoh 3:
PT Cantik di Jakarta menjual BKP kpd PT Sentosa di Semarang dgn term of delivery franco
gudang pembeli (fob destination). Barang dikeluarkan dari gudang PT Cantik dan dikirim ke
gudang PT Sentosa pd tanggal 12 Agust 2011 dgn menggunakan perusahaan ekspedisi.
Barang diterima oleh PT Sentosa pd tanggal 13 Agust 2011. PT Cantik menerbitkan invoice
pd tanggal 16 Agust 2011. Atas penyerahan BKP tsb, PT Cantik wajib menerbitkan FP pd
tanggal 13 Agust 2011 atau paling lama tanggal 16 Agust 2011.
2. Penyerahan BKP tdk bergerak
 Contoh 1:
Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal 1 Mei 2011. Perjanjian penyerahan
hak utk menggunakan atau menguasai rumah tsb dibuat atau ditandatangani tanggal 1 Sept
2011. FP hrs diterbitkan pd tanggal 1 Sept 2011. Bila sbl surat atau akta tsb dibuat atau
ditandatangani barang tdk bergerak tlh diserahkan atau berada dlm penguasaan pembeli atau
penerimanya, maka FP hrs diterbitkan pd saat barang tsb scr nyata diserahkan atau berada dlm
penguasaan pembeli atau penerima barang.
 Contoh 2:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan scr nyata tanggal 1 Agust 2011. FP hrs diterbitkan pd
tanggal 1 Agust 2011. Bila sbl surat atau akte tsb dibuat atau ditandatangani, barang tdk
bergerak tlh diserahkan atau berada dlm penguasaan pembeli atau penerimanya, maka FP hrs
dibuat pd saat barang tsb scr nyata diserahkan atau berada dlm penguasaan pembeli atau
penerima barang.
 Contoh 3:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan scr nyata tanggal 1 Agust 2011. Perjanjian jual beli
ditandatangani tanggal 1 Sept 2011. FP hrs diterbitkan pd tanggal 1 Agust 2011.

D054
3. Penyerahan JKP
 Contoh 1:
PT Semangat menyewakan 1 unit ruko kpd PT Diatetupa dgn masa kontrak selama 12 thn.
Dlm kontrak disepakati antara lain:
 PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tsb pd tanggal 1 Sept 2011.
 Nilai kontrak sewa selama 12 thn seb Rp 120 juta.
 Pembayaran sewa adalah tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29 Sept dgn
pembayaran seb Rp10 juta per thn.
Pd tanggal 29 Sept 2011 PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa utk thn pertama. Atas
penyerahan JKP tsb, PT Semangat wajib menerbitkan FP pd tanggal 29 Sept 2011 dgn DPP
seb Rp 10 juta.
 Contoh 2:
PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan utk memberikan jasa konsultasi manajemen
& pelatihan kpd staf marketing PT Toryung selama 6 bulan dgn nilai kontrak seb Rp 60 juta.
Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan. Firma Cerah Konsultan mulai
memberikan jasa konsultasi sejak tanggal 1 Juli 2011. Pd tanggal 10 Agust 2011, Firma Cerah
Konsultan mengajukan tagihan utk pembayaran jasa konsultasi bulan Juli seb Rp10 juta. PT
Toryung melakukan pembayaran atas tagihan tsb pd tanggal 20 Agust 2011. Atas transaksi
tsb, Firma Cerah Konsultan wajib menerbitkan FP pd tanggal 10 Agust 2011 dgn DPP seb
Rp 10 juta (sesuai dgn nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20 Agust
2011.
 Contoh 3:
PT Setiyakom adalah suatu perusahaan jasa telekomunikasi. PT Setiyakom melakukan
penagihan kpd pelanggan sesuai dgn periode pemakaian selama 1 bulan. Pengumpulan data-
data pemakaian dari pelanggan memerlukan waktu bbrp hari, shg invoice baru dpt diterbitkan
bbrp hari setelahnya.
Misalnya utk pemakaian oleh pelanggan pd tanggal 1 - 30 Juni 2011, PT Setiyakom
menerbitkan invoice (melakukan penagihan) pd tanggal 5 Juli 2011. Utk kasus ini, FP
diterbitkan pd saat penyerahan jasa tsb dinyatakan/dicatat sbg piutang/penghasilan, yaitu pd
akhir periode pemakaian (30 Juni 2011) atau paling lama pd saat diterbitkannya invoice (5
Juli 2011).
Matriks saat penerbitan FP utk bbrp contoh penyerahan di bidang jasa telekomunikasi adalah
sbg berikut:
Periode Paling lama
Periode
Pemakaian/ Saat diakui Penerbitan FP
No. pengakuan
penyerahan penghasilan invoice diterbitkan
penghasilan
JKP
1a 30 Juni 2011 30 Juni 2011
1b 1 - 30 Juni 1 - 30 Juni 5 Juli 2011 5 Juli 2011
1c 2011 2011 31 Juli 2011 31 Juli 2011
Juni 2011
2 26 Mei - 25 26 Mei - 25 6 Juli 2011 6 Juli 2011
Juni 2011 Juni 2011
3 16 Mei - 15 Mei 2011
4 Juni 2011 Juni 2011 20 Juni 2011 20 Juni 2011
5 16 Mei - 15 16 -31 Mei Mei 2011 31 Mei 2011 31 Mei 2011
Juni 2011 2011
1-15 Juni Juni 2011 15 Juni 2011 15 Juni 2011
2011
4. Penyerahan sebagian tahap pekerjaan (Pembayaran termin)
Contoh:
a. Tanggal 1 Apr 2011, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka seb
20%.
b. Tanggal 1 Mei 2011, pekerjaan selesai 20%, diterima pembayaran tahap ke-1.
c. Tanggal 1 Juni 2011, pekerjaan selesai 50%, diterima pembayaran tahap ke-2.
d. Tanggal 20 Juni 2011, pekerjaan selesai 80%, diterima pembayaran tahap ke-3.
e. Tanggal 25 Agust 2011, pekerjaan selesai 100%, bangunan / barang tdk bergerak diserahkan.

D055
f. Tanggal 1 Sept 2011, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) seb 95% dari hrg borongan.
g. Tanggal 1 Maret 2012, diterima pembayaran pelunasan slr jasa pemborongan.
Pd huruf a – d PPN terutang pd tanggal diterimanya pembayaran (tahap), sedang huruf e
– g PPN terutang pd tanggal 25 Agust 2011 atau saat jasa pemborongan (bangunan / barang tdk
bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kpd pemiliknya. Tanggal pembayaran yg tsb pd
huruf f & g tdk perlu diperhatikan, krn tdk termasuk saat yg menentukan terutangnya PPN sesuai
dgn dasar akrual yg dianut dlm UU PPN.
Cara penghitungan sebagaimana tsb di atas juga berlaku dlm hal penjualan BKP/JKP dilakukan
dgn pembayaran uang muka, sedangkan penyerahan BKP/JKP tsb dilakukan kemudian.

D056
C. BENTUK FP

Dasar Hukum:
 PMK-151/PMK.011/2013
 PER-16/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014) ttg Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan FP
Berbentuk Elektronik
Surat terkait:
 S-1112/PJ.02/2013 ttg e-Faktur Pajak (e-FP)
 PENG-01/PJ.02/2014

Bentuk FP: (Pasal 4 PMK-151/PMK.011/2013)

1. Elektronik (e-Faktur); atau


 FP yg dibuat scr elektronik sesuai Peraturan Dirjen Pajak, utk setiap penyerahan BKP/JKP
sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf a & b UU PPN.
 e-Faktur: FP yg dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau
disediakan oleh DJP. (Pasal 1 ayat (1) PER-16/PJ/2014)
 PKP yg diwajibkan membuat e-Faktur adalah PKP yg tlh ditetapkan dgn Keputusan Dirjen
Pajak. (Pasal 1 ayat (2) PER-16/PJ/2014)
 PKP yg diwajibkan membuat e-Faktur wajib membuat e-Faktur utk setiap: (Pasal 2 ayat (1)
PER-16/PJ/2014)
 penyerahan BKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN; dan/atau
 penyerahan JKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN.
 Kewajiban pembuatan e-Faktur dikecualikan atas penyerahan BKP dan/atau JKP: (Pasal 2 ayat
(2) & 3 PER-16/PJ/2014)
 yg dilakukan oleh pedagang eceran sesuai Pasal 20 PP 1 Thn 2012;
 yg dilakukan oleh PKP Toko Retail kpd OP pemegang paspor LN sesuai Pasal 16E UU
PPN; dan
 yg bukti pungutan PPN-nya berupa dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan
dgn FP sesuai Pasal 13 ayat (6) UU PPN.
Tata cara pembuatan FP atas penyerahan BKP/JKP ygg dikecualikan dari pembuatan e-
Faktur di atas mengikuti ketentuan perpu perpajakan yg berlaku.
 e-Faktur wajib dibuat oleh PKP yg diwajibkan membuat e-Faktur pd: (Pasal 3 PER-
16/PJ/2014)
 saat penyerahan BKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN
 saat penyerahan JKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN;
 saat penerimaan pembayaran dlm hal penerimaan pembayaran terjadi sbl penyerahan
BKP/JKP;
 saat penerimaan pembayaran termin dlm hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
 saat lain yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menkeu tersendiri.
 e-Faktur dibuat dgn menggunakan mata uang Rp. Utk penyerahan BKP/JKP yg menggunakan
mata uang selain Rp maka hrs terlebih dahulu dikonversikan ke dlm mata uang Rp dgn
menggunakan kurs yg berlaku mnr Keputusan Menkeu pd saat pembuatan e-Faktur. (Pasal 5 PER-
16/PJ/2014)
 Atas e-Faktur yg salah dlm pengisian/penulisan, shg tdk memuat keterangan yg lengkap, jelas dan
benar, PKP yg membuat e-Faktur tsb dpt membuat e-Faktur pengganti melalui aplikasi atau
sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan DJP. (Pasal 6 PER- 16/PJ/2014)
 Dlm hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP/JKP yg e-Fakturnya tlh dibuat, PKP yg
membuat e-Faktur hrs melakukan pembatalan e-Faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yg
ditentukan dan/atau disediakan DJP. (Pasal 7 PER-16/PJ/2014)
 Atas hasil cetak e-Faktur yg rusak atau hilang, PKP yg membuat e-Faktur dpt melakukan cetak
ulang melalui aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan DJP. Atas data e-
Faktur yg rusak atau hilang, PKP dpt mengajukan permintaan data e- Faktur ke DJP melalui
KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menyampaikan surat

D057
Permintaan data e-Faktur (dgn form Lamp PER-16/PJ/2014), dan permintaan data e- Faktur tsb
terbatas pd data e-Faktur yg tlh di-upload ke DJP dan tlh memperoleh persetujuan dari DJP.
(Pasal 8 PER-16/PJ/2014)
 Dlm hal terjadi keadaan tertentu yg menyebabkan PKP tdk dpt membuat e-Faktur, PKP
diperkenankan utk membuat FP berbentuk kertas (hardcopy). Keadaan tertentu yg menyebabkan
PKP tdk dpt membuat e-Faktur adalah keadaan yg disebabkan oleh peperangan, kerusuhan,
revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yg
ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Dlm hal keadaan tertentu ditetapkan tlh berakhir oleh Dirjen Pajak, data FP berbentuk kertas yg
dibuat dlm keadaan tertentu tsb di-upload ke DJP oleh PKP melalui aplikasi atau sistem
elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP utk mendapatkan persetujuan dari DJP.
(Pasal 9 PER-16/PJ/2014)
 Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik FP, yg mrp hasil keluaran (output) dari
aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP. e-Faktur tdk
diwajibkan utk dicetak dlm bentuk kertas (hardcopy). (Pasal 10 PER-16/PJ/2014)
 e-Faktur wajib dilaporkan oleh PKP ke DJP dgn cara diunggah (upload) ke DJP dan memperoleh
persetujuan dari DJP. Pelaporan e-Faktur tsb dilakukan dgn menggunakan aplikasi atau sistem
elektronik yg tlh ditentukan dan/atau disediakan DJP.
DJP memberikan persetujuan utk setiap e-Faktur yg tlh di-upload sepanjang NSFP yg digunakan
utk penomoran e-Faktur tsb adalah NSFP yg diberikan oleh DJP kpd PKP yg membuat e-Faktur
sesuai dgn ketentuan yg berlaku. e-Faktur yg tdk memperoleh persetujuan dari DJP bukan mrp
FP. (Pasal 11 PER-16/PJ/2014)

2. Kertas (hardcopy).
 FP yg dibuat tdk scr elektronik sesuai Peraturan Dirjen Pajak, utk setiap penyerahan/ ekspor BKP
dan/atau penyerahan/ekspor JKP sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf a – e UU PPN.
 entuk & ukuran FP berbentuk kertas disesuaikan dgn kepentingan PKP dan dlm hal diperlukan dpt
ditambahkan keterangan lain selain keterangan sesuai Pasal 13 ayat (5) UU PPN. Pengadaan FP
tsb dilakukan oleh PKP. (Pasal 13 PMK-151/PMK.011/2013)
 Dlm hal terjadi keadaan tertentu yg menyebabkan PKP yg diwajibkan membuat FP berbentuk
elektronik tdk dpt membuat FP berbentuk elektronik, PKP tsb diperkenankan utk membuat FP
berbentuk kertas. Keadaan tertentu tsb adalah keadaan yg disebabkan oleh peperangan, kerusuhan,
revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yg
ditetapkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 18 PMK- 151/PMK.011/2013)

Dlm FP hrs dicantumkan keterangan ttg penyerahan BKP/JKP yg paling sedikit memuat: (Pasal 13 ayat
(5) UU PPN & Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK-151/PMK.011/2013)
a. Nama, alamat, dan NPWP yg menyerahkan BKP/JKP;
b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP;
c. Jenis barang/jasa, jml Hrg Jual/Penggantian, dan potongan hrg;
d. PPN yg dipungut;
e. PPnBM yg dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan FP; dan
g. Nama dan tanda tangan yg berhak menandatangani FP.
Utk FP berbentuk elektronik, tanda tangan yg berhak menandatangani FP berupa Tanda
Tangan Elektronik.

Dirjen Pajak dpt menetapkan dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP. Persyaratan yg hrs
dipenuhi dan keterangan yg hrs dicantumkan diatur dgn Peraturan Dirjen Pajak. (Pasal 4 ayat 3) & (4)
PMK-151/PMK.011/2013)

Dlm hal FP tdk memenuhi ketentuan pd Pasal 4 ayat (1), (2), dan (4) PMK-151/PMK.011/2013, PPN yg
tercantum dlm FP mrp PM yg tdk dpt dikreditkan oleh PKP.

Faktur penjualan yg mencantumkan keterangan sesuai dgn keterangan yg dicantumkan dlm FP


sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (1) PMK-151, dan pengisiannya dilakukan sesuai dgn

D058
tata cara pengisian keterangan pd FP sebagaimana diatur dlm Peraturan Dirjen Pajak, termasuk dlm
pengertian FP. (Pasal 14 PMK-151/PMK.011/2013)

Penentuan PKP yg diwajibkan membuat e-Faktur utk penyerahan BKP/JKP:


1. Mulai tanggal 1 Juli 2014:
a. 45 PKP tertentu yg ditetapkan di dlm Lamp I KEP-136/PJ/2014.
No. Nama PKP NPWP
1. PT Pama Persada Nusantara 01.338.618.0-091.000
2. PT Goodyear Indonesia Tbk 01.002.075.8-092.000
3. PT Ramajaya Pramukti 01.445.062.1-092.000
4. PT Aneka Tambang 01.001.663.2-051.000
5. PT Bukit Asam (Persero) Tbk 01.000.011.5-051.000
6. PT Telekomunikasi Indonesia 01.000.013.1-093.000
7. PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) 01.718.327.8-093.000
8. PT Sucofindo 01.300.992.3-093.000
9. PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia 02.239.283.1-093.000
10. PT Monier 01.000.120.4-052.000
11. PT Misung Indonesia 01.069.162.4-052.000
12. PT Kurita Indonesia 01.061.554.0-052.000
13. PT Foseco Indonesia 02.026.485.9-052.000
14. PT Patra SK 02.593.932.3-052.000
15. PT BP Petrochemicals Indonesia 01.070.909.5-052.000
16. PT Sanken Indonesia 01.824.407.9-055.000
17. PT Sanyo Jaya Components Indonesia 01.000.147.7-055.000
18. PT Akashi Wahana Indonesia 02.519.842.5-055.000
19. PT Akebono Brake Astra Indonesia 01.060.616.8-055.000
20. PT NS Bluescope Indonesia 01.070.743.8-055.000
21. PT Sony Indonesia 01.707.574.8-056.000
22. PT Penta Valent 01.305.436.6-056.000
23. PT Elegant Textile Industry 01.001.773.9-057.000
24. PT Dong-II Indonesia 01.068.034.6-057.000
25. PT Du Pont Indonesia 01.061.736.3-058.000
26. PT Yokogawa Indonesia 01.070.870.9-058.000
27. PT Erm Indonesia 01.869.736.7-058.000
28. PT Kuala Pelabuhan Indonesia 01.070.939.2-058.000
29. PT ISS Indonesia 01.070.680.2-059.000
30. PT Daya Kobelco Construction Machinery Indonesia 02.005.464.9-059.000
31. PT Mulia Intipelangi 01.348.430.8-059.000
32. PT Manggala Gelora Perkasa 01.610.717.9-059.000
33. PT Indo-Rama Synthetics Tbk 01.001.680.6-054.000
34. PT Fortune Indonesia Tbk 01.303.912.8-054.000
35. PT Tunas Baru Lampung Tbk 01.139.219.8-054.000
36. Shimizu Corporation 01.001.475.1-053.000

D059
37. Nippon Koei Co. Ltd. 01.002.804.1-053.000
38. PT Dowell Anadrill Schlumberger 01.061.608.4-081.000
39. PT Schlumberger Geophysics Nusantara 01.061.617.5-081.000
40. PT Radiant Utama Interinsco Tbk 01.371.814.3-081.000
41. PT Trans Power Marine Tbk 02.435.712.1-073.000
42. PT Inti Ganda Perdana 01.060.617.6-007.000
43. PT Royal Sutan Agung 01.735.097.6-007.000
44. PT Halim Sakti Pratama 01.772.284.4-038.000
45. PT Lea Sanent 01.303.009.3-038.000
b. PKP lain bila ditetapkan di kemudian hari dgn Keputusan Dirjen Pajak (terpisah dari KEP-
136/PJ/2014).
2. Mulai tanggal 1 Juli 2015:
a. PKP yg pd tanggal 1 Juli 2015 dikukuhkan pd KPP di lingkungan:
 Kanwil DJP WP Besar;
 Kanwil DJP Jakarta Khusus;
 Kanwil DJP Jakarta Pusat/Jakarta Selatan/Jakarta Utara/Jakarta Barat/ Jakarta Timur;
 Kanwil DJP Banten;
 Kanwil DJP Jawa Barat I/II;
 Kanwil DJP DI Yogyakarta;
 Kanwil DJP Jawa Timur I/II/III; dan
 Kanwil DJP Bali.
b. PKP yg dikukuhkan pd KPP sesuai huruf a stl tanggal 1 Juli 2015 diwajibkan membuat e-
Faktur dimulai pd tanggal PKP tsb dikukuhkan pd KPP sesuai huruf a.
Dlm hal PKP pd angka 1 & 2 berpindah tempat pengukuhan PKPnya, kewajiban utk membuat e-
Faktur tetap berlaku.
3. Mulai 1 Juli 2016:
a. PKP selain PKP pd angka 1 & 2.
b. PKP selain PKP pd angka 1 s.d. 3a yg dikukuhkan stl tanggal 1 Juli 2016 sbg PKP
diwajibkan membuat e-Faktur dimulai pd tanggal PKP tsb dikukuhkan.

Perbedaan FP Kertas & Elektronik:


Uraian FP Kertas FP Elektronik
Format/Lay out Bebas tdk ditentukan dan Ditentukan oleh aplikasi/sistem yg
dpt mengikuti contoh di ditentukan dan atau disediakan oleh DJP
Lamp PER-24/PJ/2012
Tanda tangan Tanda tangan basah di atas FP Tanda tangan elektronik berbentuk QR
kertas code
Bentuk & Lembar Diwajibkan berbentuk kertas Tdk diwajibkan utk dicetak dlm bentuk
dan jml lembar diatur kertas
PKP yg membuat Slr PKP PKP yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak
Jenis Transaksi Slr Penyerahan BKP/JKP saja
Prosedur Lapor/ - e-faktur dilaporkan ke DJP dgn cara
Upload & upload dan mendapat persetujuan DJP
Persetujuan DJP
Mata Uang Rupiah & Dollar Rupiah
Pelaporan SPT Menggunakan aplikasi Menggunakan aplikasi yg sama dgn
PPN tersendiri aplikasi pembuatan e-Faktur

D05-
Contoh & Penjelasan atas Tampilan PDF/Cetakan Kertas e-Faktur:

Faktur Pajak

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 010.000-14.12345678


Pengusaha Kena Pajak

Nama : xxx
Alamat : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
NPWP : 07.773.920.9-502.000
Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak
Nama : yyy
Alamat : yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
NPWP : 24.166.003.4-721.000

No. Harga Jual/


Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak Penggantian/Uang
Muka/Termin
1 PRODUK KLM Rp 5.000.000 x 3 15.000.000,00
Harga Jual/Penggantian 15.000.000,00
Dikurangi Potongan Harga 0,00
Dikurangi Uang Muka
Dasar Pengenaar Pajak 15.000.000,00
PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak 1.500.000,00
Total PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) 0,00
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Direktorat Jenderal Pajak mengatur bahwa Faktur Pajak ini
telah ditandatangani secara elektronik sehingga tidak diperlukan tanda tangan basah pada Faktur Pajak
ini.

D05-
Contoh Bentuk FP atas Penyerahan BKP/JKP (Lamp IA PER-24/PJ/2012):

Lembar ke 1 : utk Pembeli BKP/Penerima JKPLembar


sbg bukti
ke 1PM
: untuk Pembeli BKP/Penerima JKP
Lembar ke 2 : utk Penjual BKP/Pemberi JKP sbg bukti PK sebagai bukti Pajak Masukan

FAKTUR PAJAK

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak :


Pengusaha Kena Pajak
Nama :
Alamat :
NPWP :
Pembeli Barang Kena Pajak / Penerima Jasa Kena Pajak
Nama :
Alamat :
NPWP :
Harga Jual/Penggantian/
No.
Nama Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak Uang Muka/Termin
Urut
(Rp)

Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin *)


Dikurangi Potongan Harga
Dikurangi Uang Muka yang telah diterima
Dasar Pengenaan Pajak
PPN = 10% X Dasar Pengenaan Pajak

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Tarif DPP PPnBM


............% Rp................... Rp................... ..................tgl...............
............% Rp................... Rp...................
............% Rp................... Rp................... .....................................
............% Rp................... Rp................... Nama
Jumlah Rp...................

*) Coret yang tidak perlu

D05-
Contoh Bentuk FP atas Penyerahan BKP/JKP menggunakan mata uang asing: (Lamp IB PER-
24/PJ/2012):

Lembar ke 1 : utk Pembeli BKP/Penerima JKP sbg bukti


Lembar ke 1 : PM untuk Pembeli BKP/Penerima JKP
Lembar ke 2 : utk Penjual BKP/Pemberi JKP sbg bukti PK sebagai bukti Pajak Masukan

FAKTUR PAJAK

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak :


Pengusaha Kena Pajak
Nama :
Alamat :
NPWP :
Pembeli Barang Kena Pajak / Penerima Jasa Kena Pajak
Nama :
Alamat :
NPWP :
Harga Jual/Penggantian/Uang
No. Muka/Termin
Urut Nama Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak
Valas *) (Rp)

Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin **)


Dikurangi Potongan Harga
Dikurangi Uang Muka yang telah diterima
Dasar Pengenaan Pajak
PPN = 10% X Dasar Pengenaan Pajak

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Tarif DPP PPnBM


............% Rp................... Rp................... ..................tgl...............
............% Rp................... Rp...................
............% Rp................... Rp................... .....................................
............% Rp................... Rp................... Nama
Jumlah Rp...................

Nilai tukar kurs :.....


Berdasarkan KMK No ..................tanggal....

*) Diisi apabila penyerahan menggunakan mata uang asing, dan apabila dilakukan
penggantian/pembetulan Faktur Pajak maka kurs yang digunakan adalah kurs pada tanggal
pertama kali Faktur Pajak dibuat
**) Coret yang tidak perlu

D05-
Tata Cara Pengisian Keterangan pd FP: (Lamp II PER-24/PJ.2012)

1. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak


Diisi dgn Kode dan NSFP yg format dan tata cara pengisiannya sesuai Lamp III PER-24/PJ/2012.

2. Identitas Pengusaha Kena Pajak


Diisi dgn nama, alamat, dan NPWP PKP yg menyerahkan dan/ atau menerima BKP dan/atau JKP,
sesuai dgn keterangan dlm SPPKP, khusus utk alamat diisi dgn alamat lengkap tempat domisili dan/atau
tempat kegiatan usaha PKP mnr keadaan sebenarnya atau sesungguhnya pd saat FP dibuat. Penulisan alamat
lazimnya didahului dgn nama jalan diikuti dgn nomor, RT/RW, nama desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan
diakhiri dgn kode pos. Dlm hal terdapat kawasan/area, misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau
kompleks perumahan, maka ditulis nama kawasan/area tsb sbl nama jalan. Dikecualikan dari tata cara
penulisan alamat di atas dlm hal suatu alamat keadaan yg sebenarnya atau sesungguhnya tdk
mempunyai nama jalan atau tdk berada di suatu jalan tertentu dan tdk mempunyai nomor maka penulisan
alamat hanya mencantumkan RT/RW, nama desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan diakhiri dgn kode pos.

3. Pengisian tentang Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak yang diserahkan
a. Nomor Urut
Diisi dgn nomor urut dari BKP dan/atau JKP yg diserahkan.
b. Nama BKP/JKP
Diisi dg jenis BKP dan/atau JKP yg diserahkan yg menggambarkan keadaan yg sebenarnya atau
sesungguhnya.
 Dlm hal diterima Uang Muka atau Termin atau cicilan, kolom Nama BKP atau JKP ditambah dgn
keterangan, misalnya Uang Muka, atau Termin, atau Angsuran, atas pembelian BKP dan/atau
perolehan JKP.
 Dlm hal diketahui jml unit atau satuan tertentu lainnya, PKP hrs menambahkan keterangan jml
unit atau satuan tertentu lainnya tsb atas BKP yg diserahkan.
c. Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
1) Diisi dgn Hrg Jual atau Penggantian atas BKP atau JKP yg diserahkan sbl dikurangi Uang Muka
atau Termin.
2) Dlm hal diterima Uang Muka atau Termin, maka yg menjadi dasar penghitungan PPN adalah jml
Uang Muka atau Termin yg bersangkutan.
3) Dlm hal pembayaran Hrg Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dilakukan dgn menggunakan mata
uang asing, maka hanya baris "Dasar Pengenaan Pajak" dan baris "PPN= 10% X Dasar Pengenaan
Pajak" yg hrs dikonversikan ke dlm mata uang Rp menggunakan kurs yg berlaku mnr Keputusan
MenKeu pd saat pembuatan FP.
4) Dlm hal keterangan Nama BKP/JKP yg diserahkan tdk dpt ditampung dlm 1 FP, maka PKP dpt:
 membuat > 1 FP yg @ hrs menggunakan Kode, Nomor Seri, dan tanggal FP yg sama, serta
ditandatangani dan diberi keterangan nomor halaman pd setiap lembarnya, dan khusus utk
pengisian jml, Potongan Hrg, Uang Muka yg tlh diterima, DPP, dan PPN cukup diisi pd FP
paling akhir; atau
 membuat 1 FP yg menunjuk nomor dan tanggal Faktur-Faktur Penjualan yg mrp lampiran yg
tdk terpisahkan dari FP tsb, Faktur Penjualan yg bersangkutan hrs diisi dgn jenis BKP
dan/atau JKP yg diserahkan yg menggambarkan keadaan yg sebenarnya atau sesungguhnya.

4. Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin


Diisi dgn penjumlahan dari angka-angka dlm kolom Hrg Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.

5. Potongan Harga
Diisi dgn total nilai potongan hrg BKP dan/atau JKP yg diserahkan, dlm hal terdapat potongan hrg yg
diberikan.

6. Uang Muka yang telah diterima


Diisi dgn nilai Uang Muka yg tlh diterima dari penyerahan BKP dan/atau JKP.

D05-
7. Dasar Pengenaan Pajak
Diisi dgn jml Hrg Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi dgn Potongan Hrg dan Uang Muka yg tlh
diterima atau diisi dgn DPP Nilai Lain sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan.

8. PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak


Diisi dgn jml PPN yg terutang sebe 10% dari DPP.

9. Pajak Penjualan atas Barang Mewah


Hanya diisi apabila terjadi penyerahan BKP Yg Tergolong Mewah, yaitu seb tarif PPnBM dikalikan dgn
DPP yg menjadi dasar penghitungan PPnBM.

10. ...............Tanggal....................
Diisi dgn tempat dan tanggal FP dibuat.

11. Nama dan Tandatangan


Diisi dgn nama dan tandatangan PKP atau pejabat/pegawai yg tlh ditunjuk oleh PKP utk menandatangani
FP, yg tlh diberitahukan scr tertulis kpd KPP tempat PKP dikukuhkan atau tempat Pemusatan PPN
dilakukan, paling lama pd akhir bulan berikutnya sejak pejabat/pegawai yg ditunjuk tsb menandatangani FP.
Cap tanda tangan atau scan tanda tangan tdk diperkenankan dibubuhkan pd FP.

12. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
menggunakan mata uang asing maka
a. PKP hrs menambah kolom Valuta Asing sebagaimana contoh pd Lamp IB PER-24/PJ/2012.
b. Keterangan Kurs diisi sesuai dgn Kurs Keputusan MenKeu yg berlaku pd saat pembuatan FP. Apabila
dilakukan penggantian/pembetulan FP maka kurs yg digunakan adalah kurs yg berlaku pd saat
pembuatan FP yg diganti/dibetulkan pertama kali.
c. Dlm hal PKP melakukan penyerahan dgn menggunakan mata uang asing dan Rp, Lamp IB
PER-24/PJ/2012 hrs digunakan juga utk transaksi yg menggunakan mata uang Rp.

FP yg tdk diisi scr lengkap, jelas, benar, dan/atau tdk ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yg
ditunjuk oleh PKP utk menandatanganinya sesuai dgn tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dlm
PER-24/PJ/2012 mrp FP Tdk Lengkap.
(Pasal 6 ayat (2) PER-24/PJ/2012)

D05-
D. FP PKP SELAIN PEDAGANG ECERAN

Dasar Hukum:
 Pasal 13 UU Nomor PPN
 Pasal 17 s/d 20 PP 1 Thn 2012 (berlaku sejak tanggal 4 Jan 2012) kecuali mengenai Pasal 19 ayat
(1) & Pasal 20 berlaku sejak tanggal 1 Apr 2010)
 PMK-151/PMK.011/2013
 PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013 jo PER-17/PJ/2014 → PER-24 mencabut PER-
13/PJ/2010 jo PER-65/PJ/2010
 PER-16/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014)
 KEP-136/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014)
SE dan surat terkait:
 SE-20/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 20 Juni 2014)  mencabut SE-52/PJ/2012
 SE-15/PJ/2013
 S-414/PJ.02/2013
 S-840/PJ.10/2013

Definisi:
 Petugas Khusus FP: Pelaksana di lingkungan KPP yg ditunjuk oleh Kepala KPP utk
menindaklanjuti prosedur-prosedur yg diatur dlm SE-20.
 Sertifikat Elektronik: Sertifikat yg bersifat elektronik yg memuat Tanda Tangan Elektronik dan
identitas yg menunjukkan status subjek hukum para pihak dlm Transaksi Elektronik yg dikeluarkan
oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.
 Passphrase: Serangkaian angka dan/atau huruf dan/atau karakter tertentu yg digunakan utk
melakukan instalasi Sertifikat Elektronik.
 Akun PKP: Wadah layanan perpajakan scr elektronik utk PKP dlm melaksanakan ketentuan UU PPN.

1. Kode & NSFP

Sejak 1 Apr 2013:

Aturan Lama:

. - .

Kode Transaksi Kode Cabang Th Penerbitan Nomor Urut


Kode Status

Kode FP Nomor Seri FP

D05-
a. Digit 1 & 2: Kode Transaksi
Kode Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013 Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013
01 Selain Pemungut PPN PPN-nya dipungut oleh PKP Penjual yg
melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP
02 Pemungut PPN Bendahara Pemungut PPN Bendahara
Pemerintah Pemerintah yg PPN-nya dipungut
oleh pemungut PPN bendahara
pemerintah.
03 Pemungut PPN lainnya (selain Pemungut PPN lainnya (selain
Bendahara Pemerintah) Bendahara Pemerintah) yg PPN-nya
dipungut oleh Pemungut PPN lainnya
04 Menggunakan DPP dgn Nilai Lain Menggunakan DPP nilai lain yg PPN-
kpd selain pemungut PPN nya dipungut oleh PKP penjual
05 Tdk digunakan sejak 1 Apr 2010 Tdk digunakan
06 Penyerahan lainnya kpd selain Penyerahaan lainnya yg PPN-nya
pemungut, dan penyerahan kpd OP dipungut oleh PKP penjual, dan
pemegang paspor LN (turis asing) penyerahan kpd OP pemegang
paspor LN (turis asing)
07 PPN atau PPN dan PPnBM tdk PPN tdk dipungut atau ditanggung
dipungut kpd selain pemungut PPN, pemerintah
PPN dan PPnBM-nya ditanggung
pemerintah kpd selain pemungut, dan
penyerahan ke
Kawasan Bebas/KEK kpd selain
pemungut.
08 Dibebaskan dari pengenaan PPN atau Dibebaskan dari pengenaan PPN
PPN dan PPn BM, kpd selain
pemungut PPN
09 Penyerahan aktiva pasal 16 D kpd Penyerahan aktiva pasal 16 D yg
selain pemungut PPN PPN-nya dipungut oleh PKP
Penjualnya
Aturan Kode Transaksi sejak 1 Apr 2013:
 Penyerahan dgn Kode 01 tdk termasuk dlm kategori penyerahan dgn Kode 04, 06, atau
09.
 Penyerahan dgn Kode 02 atau 03 termasuk atas kategori penyerahan dgn Kode 04, 06,
atau 09. Dlm hal atas penyerahan kpd Pemungut PPN, PPN yg terutang dikecualikan dari
pemungutan oleh Pemungut PPN, maka kode transaksi yg digunakan mengacu pd
ketentuan penyerahan dgn Kode 01 tdk termasuk dlm kategori penyerahan dgn Kode 04,
06, atau 09.
 Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah (Kode 03) adalah Kontraktor
Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, BUMN atau WP lainnya
yg ditunjuk sbg Pemungut PPN, termasuk perusahaan yg tunduk thd Kontrak Karya
Pertambangan yg di dlm kontrak tsb scr lex specialist ditunjuk sbg Pemungut PPN.
Aturan BUMN sbg pemungut PPN masih tetap berlaku.
 No seri FP yg digunakan utk penomoran FP Khusus oleh PKP Toko Retail yg ditunjuk
oleh Dirjen Pajak (Kode 06) sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 16E UU PPN yg melakukan
penyerahan BKP kpd OP pemegang paspor LN di diatur di PMK- 76/PMK.03/2010. FP
Khusus dpt berfungsi sbg surat permohonan pengembalian PPN dgn mencantumkan tanda
pd kolom permohonan pengembalian PPN yg dicantumkan tanda tangan OP & kasir Toko
Retail yg diberi stempel Toko Retail.
 Penyerahan yg mendapat fasilitas PPN tetap menggunakan Kode Transaksi '07' atau '08'
termasuk penyerahan kpd Pemungut PPN.
b. Digit 3: Kode Status
0 Status Normal
1 Status Penggantian

D05-
c. Digit 4, 5, 6: Bagian dari NSFP
S.d. 31 Mar 2013, digit tsb adalah Kode Cabang
d. Digit 7 & 8: Bagian dari NSFP → Thn Penerbitan FP
e. Digit 9 s.d. 16: Bagian dari NSFP
Langkah utk Mendapatkan Kode Aktivasi & Password: (aturan sejak 1 Juli 2014)
1. PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi & Password ke KPP tempat PKP
dikukuhkan (dgn form Lamp IA PER-17/PJ/2014), yg hrs:
 diisi dgn lengkap dan ditandatangani oleh PKP; dan
 disampaikan scr Isg ke KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menunjukkan asli
kartu identitas sesuai dgn identitas yg tercantum dlm surat
permohonan.
2. Dlm hal surat permohonan Kode Aktivasi & Password ditandatangani oleh selain
PKP, maka surat permohonan hrs dilampiri dgn surat kuasa.
3. KPP menerbitkan Kode Aktivasi & Password ke PKP dlm hal PKP memenuhi syarat:
 PKP tlh dilakukan Registrasi Ulang PKP oleh KPP tempat PKP terdaftar berdasarkan
PER-05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang/verifikasi
menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau
 PKP tlh dilakukan verifikasi berdasarkan PMK-73/PMK.03/2012.
4. Dlm hal PKP memenuhi ketentuan angka 1 s.d. 3, KPP:
a. menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yg ditandatangani oleh Kasi
Pelayanan a.n. Kepala KPP dan dikirim melalui pos dlm amplop tertutup ke alamat
PKP; dan
b. mengirimkan Password melalui surat elektronik (e-mail) ke alamat e-mail
PKP yg dicantumkan dlm surat permohonan Kode Aktivasi & Password.
5. Dlm hal PKP tdk memenuhi ketentuan pd angka 3, KPP menerbitkan surat
pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi & Password.
6. Dlm hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi tdk diterima oleh PKP dan kembali pos
(kempos), KPP akan memberitahukan informasi tsb melalui e-mail ke alamat e-mail
PKP yg dicantumkan dlm surat permohonan Kode Aktivasi & Password.
7. PKP pd angka 5 dan/atau 6 dpt mengajukan kembali surat permohonan Kode Aktivasi &
Password ke KPP stl memenuhi syarat pd angka 3 dan/atau tlh menyampaikan surat
pemberitahuan perubahan alamat ke KPP sesuai dgn prosedur pemberitahuan perubahan
alamat.
8. Dlm hal PKP tdk menerima Password sebagaimana dimaksud pd angka 4 huruf b krn
kesalahan penulisan alamat e-mail pd Surat Permohonan Kode Aktivasi & Password,
PKP hrs melakukan update e-mail.
9. Surat pemberitahuan Kode Aktivasi yg hilang dpt dimintakan kembali ke KPP dgn
menyampaikan surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi (dgn form Lamp ID PER-
17/PJ/2014) dgn melampirkan FC surat keterangan kehilangan dari kepolisian dan FC
BPS dari KPP atas surat permohonan Kode Aktivasi & Password.
10. KPP menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau surat pemberitahuan
penolakan Kode Aktivasi & Password dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja stl
surat permohonan diterima.
11. PKP hrs melakukan aktivasi wadah layanan perpajakan scr elektronik
(Akun PKP) yg disediakan oleh DJP dgn menggunakan Kode Aktivasi,
melalui:
 KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menyampaikan surat Permintaan Aktivasi Akun
PKP; atau
 laman (website) yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP dgn mengikuti
petunjuk pengisian (manual user) yg disediakan oleh DJP, menginput kode
aktivasi.
https://efaktur.pajak.go.id
12. Aktivasi Akun PKP dilakukan scr jabatan oleh DJP utk PKP yg tlh
memperoleh Kode Aktivasi & Password sbl 1 Juli 2014.

Langkah utk Mendapatkan NSFP: (aturan sejak 1 Juli 2014)


1. PKP dpt melakukan permintaan NSFP melalui:

D05-
 KPP tempat PKP dikukuhkan; dan/atau
 website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
https://efaktur.pajak.go.id
2. Tata cara permintaan NSFP:
 melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dilakukan dgn menggunakan surat permintaan
NSFP (dgn form Lamp IF PER-17/PJ/2014).
 melalui website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP:
 utk PKP yg tlh memiliki sertifikat elektronik; dan
 mengikuti manual user yg disediakan oleh DJP.
3. NSFP hanya diberikan kpd PKP yg tlh memenuhi syarat:
 tlh memiliki Kode Aktivasi & Password;
 tlh melakukan aktivasi Akun PKP; dan
 tlh melaporkan SPT Masa PPN utk 3 masa pajak terakhir yg tlh jatuh tempo scr
berturut-turut pd tanggal PKP mengajukan permintaan NSFP.
4. PKP yg tdk memenuhi ketentuan pd angka 2 & 3, tdk dpt diberikan NSFP.
5. Atas surat permintaan NSFP yg disampaikan scr lsg ke KPP dan memenuhi syarat pd
angka 2 & 3, KPP menerbitkan surat pemberian NSFP ke PKP.
6. Atas permintaan NSFP yg disampaikan melalui website yg ditentukan dan/atau
disediakan oleh DJP dan memenuhi syarat pd angka 2 & 3, PKP akan menerima surat
pemberian NSFP dlm bentuk elektronik ke PKP.
7. Dlm hal Surat pemberian NSFP hilang, rusak, atau tdk tercetak dgn jelas, PKP dpt:
 meminta surat pemberian NSFP tsb ke KPP; atau
 melakukan cetak ulang surat pemberian NSFP melalui website yg ditentukan
dan/atau disediakan oleh DJP.

Langkah utk Mendapatkan Sertifikat Elektronik: (aturan sejak 1 Juli 2014)


1. DJP memberikan sertifikat elektronik kpd PKP yg berfungsi sbg otentifikasi pengguna
layanan perpajakan scr elektronik yg disediakan oleh DJP, berupa:
a. layanan permintaan NSFP melalui website yg ditentukan dan/atau disediakan
oleh DJP; dan
b. penggunaan aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan oleh
DJP utk pembuatan FP berbentuk elektronik.
2. Sertifikat elektronik diberikan kpd PKP stl PKP mengajukan permintaan sertifikat
elektronik dan menyetujui syarat dan ketentuan yg ditetapkan oleh DJP.
3. Pengajuan permintaan sertifikat elektronik dpt dilakukan oleh PKP mulai 1
Jan 2015, melalui:
a. KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menyampaikan surat Permintaan Sertifikat
Elektronik (form Lamp IH PER-17/PJ/2014); atau
b. website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP dgn mengikuti manual user
yg disediakan oleh DJP.
4. Pemberian sertifikat elektronik dilakukan oleh DJP kpd PKP melalui KPP tempat PKP
dikukuhkan atau melalui website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
5. PKP yg melakukan pemusatan tempat terutang PPN dpt mengajukan permintaan sertifikat
elektronik melalui website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP, utk:
a. tempat kegiatan usaha yg tercantum dlm SK Pemusatan Tempat Terutang PPN
asesuai Pasal 12 ayat (2) UU PPN; atau
b. tempat kegiatan usaha yg mempunyai NPWP Cabang dlm hal pemusatan tempat
terutang PPN dilakukan scr jabatan oleh DJP sesuai Pasal 2 ayat (3) huruf a UU
KUP.
6. Tata cara permintaan dan pemberian sertifikat elektronik melalui website pd angka 3
huruf b & angka 4 4 mengikuti manual user yg disediakan oleh DJP.
7. Dikecualikan dari ketentuan pd angka 2 s.d. 4, sertifikat elektronik dpt
diberikan oleh DJP scr jabatan kpd PKP yg diwajibkan membuat FP
berbentuk elektronik sbl 1 Juli 2015 berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak.
→ KEP-136/PJ/2014 mengatur ttg PKP yg diwajibkan membuat FP berbentuk

D05-
elektronik mulai tanggal 1 Juli 2014 dan diberikan Sertifikat Elektronik scr jabatan oleh
DJP dan dpt mengajukan permintaan NSFP scr online melalui website yg ditentukan
dan/atau disediakan oleh DJP.

Catatan:
 Dlm hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yg wilayah kerjanya berada di
luar wilayah KPP tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP yg
bersangkutan hrs mengajukan permohonan kode aktivasi & password ke KPP
yg membawahi tempat kegiatan usaha PKP yg baru dgn menunjukkan asli
pemberitahuan Kode Aktivasi dari KPP sebelumnya.
 Dlm hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yg wilayah kerjanya berada di luar wilayah
KPP tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP masih dpt menggunakan NSFP yg
blm digunakan.
 PKP yg tdk menggunakan NSFP dari DJP atau menggunakan NSFP ganda akan
menyebabkan FP yg diterbitkan mrp FP tdk lengkap.
 FP tdk lengkap akan menyebabkan PKP Pembeli tdk dpt mengkreditkan sbg PM dan PKP
Penjual dikenakan sanksi sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
 PKP yg membuat FP dgn menggunakan NSFP ganda atau NSFP yg sama > 1 dlm thn
pajak yg sama, maka slr FP dgn NSFP tsb termasuk FP Tdk Lengkap.
 NSFP yg tdk digunakan dlm suatu thn pajak tertentu dilaporkan ke KPP tempat PKP
dikukuhkan bersamaan dgn SPT Masa PPN Masa Pajak Des thn pajak yg bersangkutan
dgn menggunakan form Lamp IV F PER-24/PJ/2012.
 Masa Transisi: → s.d. 31 Mei 2013 (Pasal 19 PER-24/PJ/2014 jo PER- 08/PJ/2013)
 Terhitung mulai tanggal 1 Apr 2013, PKP yg tlh memperoleh surat pemberitahuan
NSFP dari DJP wajib menggunakan NSFP tsb dan PKP yg blm memperoleh
surat pemberitahuan NSFP dari DJP wajib menggunakan kode & NSFP
sesuai dgn ketentuan yg diatur dlm PER- 13/PJ/2010 jo PER-65/PJ/2010
s.d. tanggal 31 Mei 2013.
 Dlm hal PKP tsb kemudian memperoleh surat pemberitahuan NSFP dari DJP, maka
PKP tsb wajib menggunakan NSFP sesuai ketentuan PER-24 sejak tanggal surat
pemberitahuan NSFP.
 Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 slr PKP wajib menggunakan Kode
& NSFP sesuai ketentuan PER-24/PJ/2012.

2. Pemberitahuan Pejabat Penandatanganan FP

No. Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013 Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013


1. PKP wajib menyampaikan pemberi- tahuan PKP wajib menyampaikan pemberi-
scr tertulis nama pejabat (dan tahuan scr tertulis nama PKP atau
perubahannya) yg berhak menandatangani pejabat/pegawai (dan perubahannya) yg
FP disertai dgn contoh tandatangannya berhak menandatangani FP diser- tai dgn
paling lama pd akhir bulan berikutnya sejak contoh tandatangannya, dgn
bulan pejabat tsb mulai melakukan melampirkan FC kartu identitas
penandatanganan FP pejabat/pegawai penandatangan FP yg sah
yg tlh dilegalisasi pejabat yg berwenang
paling lama pd akhir bulan berikutnya
sejak bulan pejabat/ pegawai tsb mulai
melakukan
penandatanganan FP
2. - Nama yg berhak menandatangani FP hrs
diisi sesuai dgn kartu identitas yg sah,
yaitu KTP, SIM, atau Paspor, yg
berlaku pd saat FP ditandatangani
3. Dlm hal PKP OP yg tdk memiliki struktur -
organisasi, memberikan kuasa kpd pihak lain
utk menandatangani FP, maka PKP

D05-
tsb wajib menyampaikan pemberitahuan scr
tertulis nama kuasa yg berhak
menandatangani FP disertai dgn contoh
tandatangannya paling lama pd akhir bulan
berikutnya saat pihak yg diberi kuasa mulai
menandatangani FP dan
menyertakan Surat Kuasa Khusus
4. Dlm hal PKP melakukan pemusatan tempat Dlm hal PKP melakukan pemusatan
pajak terutang, maka pejabat termasuk pula tempat PPN terutang, maka pejabat/
pejabat di tempat-tempat kegiatan pegawai yg tlh ditunjuk di tempat- tempat
usaha yg dipusatkan, yg ditunjuk oleh kegiatan usaha sbl pemusatan masih dpt
Kantor Pusat utk menandatangani FP yg menandatangani FP yg diterbitkan stl
diterbitkan oleh tempat pemusatan pajak pemusatan yg dicetak di tempat-tempat
terutang yg dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha @
kegiatan usaha
@
5. Dlm hal PKP tdk atau terlambat Dlm hal PKP tdk atau terlambat
menyampaikan pemberitahuan maka FP yg menyampaikan pemberitahuan maka FP
diterbitkan s.d. diterimanya pemberitahuan, yg diterbitkan oleh PKP s.d. diteri-
mrp FP cacat manya pemberitahuan mrp FP Tdk
Lengkap
Dlm hal penandatangan FP adalah orang asing (WNA), maka: (S-414/PJ.02/2013)
 FC paspor LN dilegalisasi oleh pejabat yg berwenang dari institusi yg menerbitkan paspor LN
tsb atau pihak kedutaan (embassy) negara orang asing itu di Indonesia; atau
 Legalisasi paspor dpt berbentuk surat yg dibuat oleh pihak kedutaan negara orang asing itu di
Indonesia yg menerangkan/menyatakan bahwa orang asing tsb adalah pemegang paspor negara yg
bersangkutan dan surat tsb menjadi 1 kesatuan yg tdk terpisahkan dgn FC paspor orang asing tsb.

3. Penggantian FP

 Atas FP berbentuk elektronik yg salah dlm pengisian, atau salah dlm penulisan shg tdk memuat
keterangan yg lengkap, jelas, dan benar, PKP yg menerbitkan FP tsb dpt menerbitkan FP
pengganti. Atas hasil cetak FP berbentuk elektronik yg rusak atau hilang, PKP yg membuat FP
berbentuk elektronik tsb dpt melakukan cetak ulang FP. Atas FP berbentuk elektronik yg rusak
atau hilang, PKP dpt mengajukan permintaan data FP berbentuk elektronik kpd DJP. (Pasal 16
PMK-151/PMK.011/2013)
 Atas FP berbentuk kertas yg rusak, salah dlm pengisian, atau salah dlm penulisan, shg tdk memuat
keterangan yg lengkap, jelas dan benar, PKP yg menerbitkan FP tsb dpt menerbitkan FP
pengganti. Atas FP berbentuk kertas yg hilang, baik PKP yg menerbitkan maupun pihak yg
menerima FP tsb dpt membuat copy dari FP dan dilegalisasi oleh KPP. (Pasal 17
PMK-151/PMK.011/2013)

a. Pembetulan atau Penggantian FP yg Rusak atau Salah dlm Pengisian/Penulisan

No. Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013 Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013


1. Atas permintaan PKP pembeli atau Atas permintaan PKP pembeli atau
penerima JKP atau atas kemauan sendiri, penerima JKP atau atas kemauan
PKP penjual atau pemberi JKP membuat sendiri, PKP penjual atau pemberi
FP Pengganti thd FP yg rusak, cacat, salah JKP membuat FP Pengganti thd FP
dlm pengisian, atau salah dlm penulisan yg rusak, salah dlm pengisian, atau
salah dlm
penulisan
2. Pembetulan FP yg salah dlm pengisian atau salah dlm penulisan tdk diperke- nankan
dgn cara menghapus, atau mencoret, atau dgn cara lain, selain dgn cara membuat FP
Pengganti
3. FP Pengganti diisi berdasarkan keterangan yg seharusnya dan dilampiri dgn FP yg
rusak, salah dlm pengisian atau salah dlm penulisan tsb

D05-
4. - FP Pengganti tetap
menggunakan NSFP yg sama
dgn NSFP yg diganti.
Sedangkan tanggal FP
Pengganti diisi dgn tanggal pd
saat FP Pengganti dibuat
5. Pd FP Pengganti dibubuhkan cap yg mencantumkan Kode & NSFP serta tanggal
FP yg diganti. Contoh cap:
Faktur Pajak yang diganti :
Kode dan Nomor Seri : .............................
Tanggal : .............................
Kode dan No Seri serta tanggal FP yg diganti dpt diisi dgn cara manual
6. Penerbitan FP Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban utk membetulkan SPT
Masa PPN pd Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan FP tsb
7. FP Pengganti dilaporkan dlm SPT FP Pengganti dilaporkan dlm
Masa PPN pd: SPT Masa PPN pd Masa Pajak
 Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak
dilaporkannya FP yg diganti, dgn dilaporkannya FP yg dilakukan
mencantumkan nilai stl penggantian; dan penggantian dgn mencantumkan
 Masa Pajak diterbitkannya FP nilai dan/atau keterangan yg
Pengganti tsb dgn mencantumkan sebenarnya atau sesungguhnya stl
nilai 0 (nol) pd kolom DPP, PPN & penggantian
PPnBM, utk menjaga urutan FP yg
diterbitkan oleh PKP

8. Pelaporan FP Pengganti pd SPT Masa PPN tsb hrs mencantumkan Kode & NSFP
yg diganti pd kolom yg tlh ditentukan

Ketentuan Tambahan:
No. Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013 Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013
1. Penerbitan FP pengganti atau Penerbitan FP pengganti atau pembatalan
pembatalan FP dpt dilakukan sepanjang FP dpt dilakukan sepanjang thd SPT Masa
thd SPT Masa PPN dimana FP yg PPN dimana FP yg diganti atau dibatalkan
diganti atau dibatalkan tsb dilaporkan, tsb dilaporkan masih dpt dilakukan
blm dilakukan pemeriksaan atau atas pembetulan sepanjang thd SPT Masa PPN
PPN yg tercantum dlm FP tsb blm dimana FP yg diganti atau dibatalkan tsb
dibebankan sbg biaya dilaporkan blm
dilakukan pemeriksaan, blm dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan yg
bersifat terbuka, dan/atau PKP blm
menerima SPHV

2. Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yg
yg tlh melakukan pengkreditan PM tlh melakukan pengkreditan PM atas PPN
atas PPN pd FP yg diganti atau pd FP yg diganti atau dibatalkan oleh PKP
dibatalkan oleh PKP Penjual, hrs Penjual, hrs melakukan pembetulan SPT
melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa PPN pd Masa Pajak dimana FP yg
pd Masa Pajak dimana FP yg diganti diganti atau dibatalkan tsb dilaporkan,
atau dibatalkan tsb dilaporkan, sepanjang thd SPT Masa PPN dimana FP
sepanjang thd SPT Masa PPN dimana yg diganti atau dibatalkan tsb dilaporkan
FP yg diganti atau dibatalkan tsb blm dilakukan pemeriksaan, blm
dilaporkan blm dilakukan pemeriksaan dilakukan pemeriksaan bukti
permulaan yg bersifat terbuka,
dan/atau PKP blm
menerima SPHV

D05-
3. Dlm hal penyerahan BKP dan/atau Dlm hal penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JK menggunakan mata penyerahan JK menggunakan mata uang
uang asing, kurs diisi sesuai dgn Kurs asing, kurs diisi sesuai dgn Kurs Menkeu
Menkeu yg berlaku pd saat pembuatan yg berlaku pd saat pembuatan FP, apabila
FP dilakukan penggantian/pembetulan
FP maka kurs yg digunakan adalah
kurs yg berlaku pd saat pembuatan
FP yg
diganti/dibetulkan pertama kali

b. Penggantian FP yg Hilang

Pihak Pembuatan FP s.d. Pembuatan FP sejak


Terlibat 31 Mar 2013 1 Apr 2013
PKP Penjual PKP penjual atau pemberi JKP dpt mengajukan permohonan tertulis utk
atau Pemberi meminta copy dari FP yg hilang kpd PKP pembeli atau penerima JKP
JKP dgn tembusan kpd KPP di tempat PKP penjual atau pemberi JKP
dikukuhkan dan kpd KPP di tempat PKP pembeli
atau penerima JKP dikukuhkan
Berdasarkan permohonan dari PKP Berdasarkan permohonan dari
penjual atau pemberi JKP, PKP PKP penjual atau pemberi JKP,
pembeli atau penerima JKP PKP pembeli atau penerima JKP
membuat copy dari arsip FP yg membuat copy dari arsip FP yg
disimpan oleh PKP pembeli atau disimpan oleh PKP pembeli atau
penerima JKP, utk dilegalisir oleh penerima JKP, utk dilegalisasi
KPP tempat PKP pembeli atau oleh KPP tempat
penerima JKP dikukuhkan PKP pembeli atau penerima
JKP dikukuhkan

Copy dibuat dlm rangkap 2, yaitu :


- Lembar ke-1: diserahkan ke PKP penjual atau pemberi JKP
melalui PKP pembeli atau penerima JKP
- Lembar ke-2: arsip KPP yg bersangkutan
Legalisir diberikan oleh KPP Legalisasi diberikan oleh KPP
tempat PKP pembeli atau tempat PKP pembeli atau
penerima JKP dikukuhkan stl penerima JKP dikukuhkan stl
meneliti asli arsip FP dan SPT meneliti asli arsip FP dan SPT
Masa PPN dari PKP pembeli Masa PPN dari PKP pembeli
atau penerima JKP tsb atau penerima JKP tsb
KPP tempat PKP penjual atau pemberi JKP dikukuhkan wajib
melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP atau pemberi JKP
utk meyakinkan bahwa FP yg dilaporkan hilang tsb sdh
dilaporkan sbg PK
PKP Pembeli PKP pembeli atau penerima JKP dpt mengajukan permohonan tertulis
atau Penerima utk meminta copy dari FP yg hilang kpd PKP penjual atau pemberi JKP
JKP dgn tembusan kpd KPP di tempat PKP pembeli atau penerima JKP
dikukuhkan dan kpd KPP di tempat PKP penjual
atau pemberi JKP dikukuhkan
Berdasarkan permohonan dari PKP Berdasarkan permohonan dari
pembeli atau penerima JKP, PKP PKP pembeli atau penerima JKP,
penjual atau pemberi JKP PKP penjual atau pemberi JKP
membuat copy dari arsip FP yg membuat copy dari arsip FP yg
disimpan oleh PKP penjual atau disimpan oleh PKP penjual atau
pemberi JKP, utk dilegalisir oleh pemberi JKP, utk dilegalisasi
KPP tempat PKP penjual atau oleh KPP tempat PKP penjual
pemberi JKP atau
dikukuhkan pemberi JKP dikukuhkan
Copy dibuat dlm rangkap 2, yaitu :

D05-
- Lembar ke-1: diserahkan ke PKP pembeli atau penerima JKP
melalui PKP penjual atau pemberi JKP
- Lembar ke-2: arsip KPP yg bersangkutan
Legalisir diberikan oleh KPP Legalisasi diberikan oleh KPP
tempat PKP pembeli atau tempat PKP penjual atau pemberi
penerima JKP dikukuhkan stl JKP dikukuhkan stl meneliti asli
meneliti asli arsip FP dan SPT arsip FP dan SPT
Masa PPN dari PKP pembeli Masa PPN dari PKP penjual
atau penerima JKP tsb atau pemberi JKP tsb
KPP tempat PKP penjual atau pemberi JKP dikukuhkan wajib
melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP atau pemberi JKP
utk meyakinkan bahwa FP yg dilaporkan hilang tsb sdh
dilaporkan sbg PK

4. Pembatalan FP

Dlm hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP/JKP yg FP-nya tlh diterbitkan, PKP yg
menerbitkan FP hrs melakukan pembatalan FP. (Pasal 15 PMK-151/PMK.011/2013)

No. Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013 Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013


1. Dlm hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yg
FP-nya tlh diterbitkan, maka FP tsb hrs dibatalkan
2. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yg membuktikan bahwa
tlh terjadi pembatalan transaksi. Bukti dpt berupa pembatalan kontrak
atau dokumen lain yg menunjukkan tlh terjadi pembatalan transaksi
3. PKP Penjual yg melakukan pembatalan FP -
hrs memiliki bukti dari PKP Pembeli
yg menyatakan bahwa transaksi
dibatalkan
4. FP yg dibatalkan hrs tetap diadministrasi (disimpan) oleh PKP Penjual yg
menerbitkan FP tsb
5. PKP Penjual yg membatalkan FP hrs mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari
FP yg dibatalkan ke KPP tempat PKP Penjual dikukuhkan dan ke KPP tempat PKP
Pembeli dikukuhkan
6. Dlm hal PKP Penjual blm melaporkan FP yg dibatalkan di dlm SPT Masa PPN,
maka PKP penjual hrs tetap melaporkan FP tsb dlm SPT Masa PPN dgn
mencantumkan nilai 0 (nol) pd kolom DPP, PPN atau PPN & PPnBM
7. Dlm hal PKP Penjual tlh melaporkan FP tsb dlm SPT Masa PPN sbg FP Keluaran,
maka PKP penjual hrs melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yg
bersangkutan, dgn cara melaporkan FP yg dibatalkan tsb dgn mencantumkan nilai 0
(nol) pd kolom DPP, PPN atau PPN & PPnBM
8. Dlm hal PKP Pembeli tlh melaporkan FP tsb dlm SPT Masa PPN sbg FP Masukan,
maka PKP Pembeli hrs melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yg
bersangkutan, dgn cara melaporkan FP yg dibatalkan tsb dgn
mencantumkan nilai 0 (nol) pd kolom DPP, PPN atau PPN & PPnBM

Tata cara penggantian FP dan pembetulan SPT Masa PPN sesuai PER-24/PJ/2012
berlaku juga utk penggantian FP yg dilakukan stl berlakunya PER-24/PJ/2012 atas FP
yg diterbitkan sbl berlakunya PER-24/PJ/2012.
(Pasal 11A PER-11/PJ/2013)

D05-
5. Poin-poin Perubahan

Pembuatan FP s.d. Pembuatan FP sejak


No. Ket 31 Mar 2013 1 Apr 2013
1. Otorisasi No. Urut FP ditentukan NSFP diberikan oleh DJP dgn
pemberian NSFP sendiri oleh PKP scr mekanisme yg ditentukan DJP
berurutan
2. Syarat diberikan Tdk ada syarat khusus, baik NSFP diberikan kpd PKP yg tlh
NSFP PKP ataupun non PKP dpt diregistrasi ulang dan PKP baru yg
membuat nomor sendiri. tlh diverifikasi dlm rangka
pengukuhan PKP
Sejak 1 Juli 2014: Ditambah
persyaratan yaitu tlh melakukan
aktivasi akun PKP
3. Identitas PKP Tdk ditegaskan Penegasan Keterangan FP
khususnya alamat & mengenai alamat & jenis
jenis brg/jasa brg/jasa hrs diisi sesuai dgn
keterangan yg sebenarnya/
sesungguhnya
4. Penunjukan & PKP tdk disyaratkan Mengatur pejabat/pegawai
Penandatanganan melampirkan FC kartu penandatangan FP yg berhak:
FP identitas yg sah - PKP wajib memberitahukan
ke KPP surat penunjukan
penandatangan FP; dan
- FC kartu identitas yg sah
(dilegalisasi pejabat
berwenang)
5. Istilah FP Cacat Diatur & digunakan istilah Istilah “FP cacat“ diganti dgn
“FP cacat” “FP tdk lengkap” agar sinkron
dgn ketentuan UU KUP
6. Penggunaan Menimbulkan multitafsir Mempertegas peruntukan Kode
Kode Transaksi utk transaksi yg hrs Transaksi, yaitu kode 02
02 & 03 dipungut oleh Pemungut (bendahara pemerintah) & 03
dgn mekanisme normal (BUMN & KPS) digunakan utk
penyerahan yg PPNnya
dipungut oleh Pemungut PPN
7. Urutan NSFP - Wajib membetulkan FP - NSFP diberikan DJP dgn
shg sequence number blok nomor urut
tetap terjaga - Penggunaan nomor yg tdk
- Apabila tdk dibetulkan, urut tdk dikenakan sanksi
PKP penerbit dikenai - Terdapat kewajiban
sanksi Ps 14 (4) UU KUP pelaporan nomor yg tdk
& PKP Pembeli tetap dpt terpakai
mengkreditkan
PM
8. NSFP ganda (> 1) Wajib membetulkan FP Slr FP dgn NSFP yg sama/
shg sequence number ganda termasuk FP Tdk
tetap terjaga Lengkap
9. Penerbitan FP - Menggunakan NSFP - Menggunakan NSFP yg
Pengganti baru sama
- Dilaporkan di 2 Masa - Hanya dilaporkan di SPT FP
Pajak SPT, yaitu di masa yg diganti
FP yg diganti &
di masa pembuatan FP
pengganti
10. Pengkreditan FP Kesalahan pengisian FP yg tdk diisi dgn keterangan
keterangan FP di luar kuasa yg sebenarnya atau sesung-
PKP Pembeli tetap guhnya dan yg tdk mengikuti

D05-
dpt dikreditkan (nomor tdk tata cara dlm PER-24/PJ/ 2012 jo
urut, kode cabang dan PER-08/PJ/2013 tdk dpt
penandatangan blm dikreditkan oleh PKP Pembeli
diberitahukan ke KPP)

No. Ket SE-52/PJ/2012 SE-20/PJ/2014


1. Fungsi Kode Utk melakukan Utk mengaktivasi Akun PKP
Aktivasi permintaan NSFP
2. Cetak Ulang Kode Bisa kapan saja Hanya bisa dilakukan sbl Akun
Aktivasi PKP diaktivasi
3. Password Tdk dpt diubah Dpt diubah melalui Akun PKP
4. Permintaan NSFP  Permintaan hrs datang ke  Permintaan dpt ke KPP/online
KPP tempat PKP (https://efaktur.pajak.go.id)
dikukuhkan  Permintaan ke KPP: hanya
 Permintaan ke KPP: hrs input password
input Kode Aktivasi &  Permintaan online:
password - Bagi PKP tertentu mulai 1
 Menu Cetak Ulang Juli 2014
NSFP - Mulai 1 Jan 2015
diberlakukan scr Nasional
 Jatah NSFP dpt dilihat di Akun
PKP
5. Pengembalian & Bersamaan dgn SPT Tdk ada perubahan
Pengawasan Masa Bulan Desember
NSFP

Form-form yg digunakan berdasar PER-24/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Apr 2013 s.d. 30 Juni 2014):
No. Ket Sumber Pihak Pembuat
1. FP lembar ke-1 & ke-2 Lamp IA PKP atau
2. FP lembar ke-1 & ke-2 (bila penyerahan Lamp IB pejabat/pegawai
menggunakan mata uang asing) yg tlh ditunjuk
oleh PKP utk
menandatangani
FP
3. Permohonan Kode Aktivasi & Password/Cetak Lamp IV A Pemohon
Ulang Kode Aktivasi/update email
4. Pemberitahuan Kode Aktivasi Lamp IV B DJP
5. Penolakan Pemberian Kode Aktivasi & Password Lamp IV C
6. Permintaan NSFP Lamp IV D Pemohon
7. Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak Lamp IV E DJP
8. Pemberitahuan NSFP Yg Tdk Digunakan Lamp IV F Pemohon
9. Pemberitahuan PKP atau Penunjukan Lamp V A PKP
Pejabat/Pegawai/Kuasa yg Berwenang
Menandatangani FP
10. Pemberitahuan Perubahan Lamp V B
Pejabat/Pegawai/Kuasa yg Berwenang
Menandatangani FP

Form-form yg digunakan berdasar PER-24/PJ/2012 jo PER-17/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014):


No. Ket Sumber Pihak Pembuat Ket.
1. FP lembar ke-1 & ke-2 Lamp IA PER- PKP atau
24/PJ/2012 pejabat/pegawai
2. FP lembar ke-1 & ke-2 (bila Lamp IB PER- yg tlh ditunjuk
penyerahan menggunakan 24/PJ/2012 oleh PKP utk
mata uang menandatangani
asing) FP

D05-
3. Permohonan Kode Lamp IA PER- Pemohon Mengubah Lamp
Aktivasi & Password 17/PJ/2014 IVA PER-
24/PJ/2012
4. Pemberitahuan Kode Lamp IB PER- DJP Mengubah Lamp
Aktivasi 17/PJ/2014 IVB PER-
24/PJ/2012
5. Penolakan Pemberian Lamp IC PER- Mengubah
Kode Aktivasi & 17/PJ/2014 Lamp IVC
Password PER-
24/PJ/2012
6. Permohonan Cetak Ulang Lamp ID PER- Pemohon
Kode Aktivasi 17/PJ/2014
7. Permintaan Aktivasi Akun Lamp IE PER-
PKP 17/PJ/2014
8. Permintaan NSFP Lamp IF PER- Mengubah
17/PJ/2014 Lamp IVD
PER-
24/PJ/2012
9. Pemberian Nomor Seri Lamp IG-1 PER- DJP Mengubah
Faktur Pajak 17/PJ/2014 Lamp IVE PER-
24/PJ/2012
10. e-NOFA Lamp IG-2 PER-
17/PJ/2014
11. Permintaan Sertifikat Lamp IH PER- Pemohon
Elektronik 17/PJ/2014
12. Pemberitahuan NSFP Yg Lamp IV F PER-
Tdk Digunakan 24/PJ/2012
13. Pemberitahuan PKP atau Lamp V A PER- PKP
Penunjukan Pejabat/ 24/PJ/2012
Pegawai/Kuasa yg
Berwenang
Menandatangani FP
14. Pemberitahuan Perubahan Lamp V B PER-
Pejabat/Pegawai/ Kuasa yg 24/PJ/2012
Berwenang
Menandatangani FP

Lamp IVA s.d. Lamp IVE PER-24/PJ/2012 tlh diubah dgn Lamp IA, IB, IC, IF, IG-1 PER-
17/PJ/2014

Tata cara yg diatur di PER-24/PJ/2012:


No. Tata Cara Sumber
1. Tata Cara Pengisian Keterangan pd FP Lamp II
2. Kode & NSFP Lamp III
3. Tata Cara Pembetulan atau Penggantian FP yg Rusak, Salah dlm Lamp VI Bagian A
Pengisian, atau Salah dlm Penulisan
4. Tata Cara Penggantian FP yg Hilang Lamp VI Bagian B
5. Tata Cara Pembatalan FP Lamp VI Bagian C

Tata cara yg diatur di SE-20/PJ/2014:


No. Tata Cara Sumber
1. Tata Cara Penunjukan Petugas Khusus Lamp I
2. Tata Cara Pemberian atau Pencabutan Sertifikat Elektronik Lamp II
Operator Console Kanwil DJP
3. Tata Cara Pemberian atau Pencabutan Sertifikat Elektronik Lamp III
Petugas Khusus
4. Tata Cara Penyelesaian Permohonan Kode Aktivasi & Lamp IV

D05-
Password
5. Tata Cara Penyelesaian Permintaan Aktivasi Akun PKP Lamp V
6. Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan Lamp VI
Pencabutan Sertifikat Elektronik PKP
7. Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan Pencabutan Lamp VII
Sertifikat Elektronik Tempat Kegiatan Usaha PKP
8. Tata Cara Penyelesaian Permintaan NSFP Lamp VIII
9. Tata Cara Pengembalian dan Pengawasan NSFP Lamp IX

D05-
Tahapan Bagi PKP:

D0529
E. FP PKP PEDAGANG ECERAN (PKP PE)

Dasar Hukum:
 Pasal 20 PP 1 Thn 2012
 PMK-151/PMK.011/2013
 PER-58/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011)
SE terkait:
 SE-137/PJ/2010

Definisi PKP PE: (Pasal 20 ayat (2) & (3) PP1, Pasal 5 ayat (2) & (3) PMK-151/PMK.011/2013,
Butir 2 SE-137/PJ/2010)
PKP yg dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan
BKP dgn cara: JKP dgn cara:
melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko &
melalui
kios atau
suatu
lsgtempat
mendatangi
penyerahan
dari 1 jasa
tempat
scr konsumen
lsg kpd konsumen
akhir ke akhir
tempa
dgn cara penjualan eceran yg dilakukan lsg kpd konsumen
dilakukan
akhir,
scr tanpa
lsg kpd
didahului
konsumen
dgnakhir,
penawaran
tanpa didahului
tertulis, pemesanan
dgn penawt
pd umumnya penyerahan BKP atau transaksi jual beli pddilakukan
umumnyascr pembayaran
tunai dan penjual
atas penyerahan
lsg menyerahkan
JKP dilakukan
BKP atau
scr tuna
pem

 Pedagang eceran yg membuat FP tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta
nama dan tanda tangan penjual, tdk diterbitkan STP dlm Pasal 14 ayat (1)
huruf e angka 2 UU KUP. (Pasal 5 ayat (1) PMK-151/PMK.011/2013)
 Contoh tempat penjualan eceran yaitu toko & kios. Contoh tempat penyerahan jasa scr lsg kpd
konsumen akhir yaitu gerai& kios.
 Konsumen akhir: Pembeli yg mengkonsumsi scr lsg barang tsb, dan tdk digunakan atau
dimanfaatkan utk kegiatan produksi atau perdagangan. (Penjelasan Pasal 20 ayat (2) PP 1 Thn 2012)
 PKP yg kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya tdk melakukan usaha perdagangan scr eceran
(pabrikan atau distributor) tetapi melakukan penyerahan BKP scr eceran, maka atas penyerahan BKP
scr eceran tsb PKP dpt menerbitkan FP tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli
serta nama dan tanda tangan penjual. (Penjelasan Pasal 20 ayat
(2) PP 1 Thn 2012)
Dlm hal PKP pabrikan atau distributor yg dlm kegiatan usahanya melakukan penjualan scr eceran
(memiliki outlet) sebagaimana dimaksud pd butir 2 SE-137/PJ/2010, atas penyerahan BKP scr eceran
tsb PKP dpt membuat FP sesuai ketentuan yg diatur dlm PER-58/PJ/2010.

Bentuk FP Yg Dpt Dibuat Oleh PKP PE & Pelaporannya di SPT Masa PPN:
 FP yg dibuat oleh PKP PE: (Pasal 4 PER-58/PJ/2010)
1. bon kontan
2. faktur penjualan
3. segi cash register
4. karcis
5. kuitansi
6. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yg sejenis Dgn
Ketentuan paling sedikit hrs memuat keterangan:
 nama, alamat, dan NPWP yg menyerahkan BKP;
 jenis BKP yg diserahkan;
 jml Hrg Jual yg sdh termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan scr terpisah;
 PPnBM yg dipungut; dan

D05-
 kode, no seri dan tanggal pembuatan FP.
Kode dan no seri FP dpt berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh
PKP PE. (Pasal 5 PER-58/PJ/2010)
 Sejak 1 Jan 2011, FP yg dibuat oleh PKP PE ini dilaporkan di SPT Masa PPN 1111 AB di
kolom I.B.2 (Penyerahan DN dgn FP yg digunggung)

Jml Lembar FP Hrs Dibuat:


 FP dibuat paling sedikit dlm 2 rangkap:
1. Lembar ke-1 : disampaikan kpd pembeli BKP
2. Lembar ke-2 : utk arsip PKP yg membuat FP
Lembar ke-2 FP dpt berupa rekaman FP dlm bentuk media elektronik yaitu sarana penyimpanan
data, antara lain: diskette, Digital Data Strorage (DDS) atau Digital Audio Tape (DAT) dan
Compact Disc (CD).
 FP dianggap tlh dibuat dlm 2 rangkap atau lebih dlm hal FP tsb dibuat dlm 1 lembar yg terdiri dari 2
atau lebih bagian atau potongan yg disediakan utk disobek atau dipotong.

Kode dan NSFP yg digunakan utk penomoran FP oleh PKP PE sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 UU KUP tdk mengikuti ketentuan penomoran FP
sebagaimana diatur dlm PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013.

D05-
F. DOKUMEN TERTENTU YG DIPERSAMAKAN DGN FP

Dasar Hukum:
 PER-10/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) jo PER-67/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) jo
PER-27/PJ./2011 (berlaku sejak 19 Sept 2011)
SE terkait:
 SE-71/PJ/2011

Dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP:


1. PEB yg tlh diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yg
berwenang dari DJBC dan dilampiri dgn invoice yg
mrp 1 kesatuan yg tdk terpisahkan dgn
PEB tsb
2. Surat Perintah Penyerahan Barang yg dibuat/dikeluarkan oleh Bulog/DOLOG utk
(SPPB) penyaluran tepung terigu
3. Paktur Nota Bon Penyerahan yg dibuatkan/dikeluarkan oleh PERTAMINA utk
(PNBP) penyerahan BBM dan/atau bukan BBM
4. Bukti tagihan atas penyerahan
jasa telekomunikasi oleh
perusahaan telekomunikasi
5. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara yg dibuat/dikeluarkan utk penyerahan jasa
(Airway Bill), atau Delivery Bill angkutan udara DN
6. Nota Penjualan Jasa yg dibuat/dikeluarkan utk penyerahan jasa
kepelabuhanan
7. Bukti tagihan atas penyerahan
listrik oleh perusahaan listrik
8. Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP yg dilampiri dgn invoice yg mrp 1 kesatuan yg tdk
Tdk Berwujud terpisahkan dgn Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tdk
Berwujud, utk ekspor JKP/BKP Tdk Berwujud
(berlaku sejak 1 Apr 2010)
9. PIB yg mencantumkan identitas pemilik barang berupa
nama, alamat, dan NPWP, dan dilampiri dgn SSP,
SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak oleh DJBC yg
mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama,
alamat, dan NPWP, yg mrp 1 kesatuan yg tdk
terpisahkan dgn PIB tsb, utk impor BKP
→ Sejak 19 Sept 2011(sesuai SE-71/PJ/2011) dlm hal
PIB, SSP, SSPCP an/atau bukti pungutan pajak oleh
DJBC tdk menyebutkan identitas pemilik barang scr
lengkap (nama, alamat, dan NPWP) maka dokumen
tsb tdk dipersamakan kedudukannya dgn FP. Hanya
pemilik barang saja yg dpt mengkreditkan PPN atas
impor BKP. Sedangkan importir yg bukan pemilik
barang tdk dpt mengkreditkan PPN atas impor BKP yg
dibayar tsb.

10. SSP utk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tdk


berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean
11. Bukti tagihan atas penyerahan (Berlaku sejak 1 Jan 2011)
BKP dan/atau JKP oleh PAM
12. Bukti tagihan (trading confirmation)
atas penyerahan JKP oleh
perusahaan perantara efek
13. Bukti tagihan atas penyerahan JKP
oleh perusahaan perbankan

D05-
Agar dpt dipersamakan dgn FP maka dokumen tsb di atas (kecuali angka 9 & 10) minimal hrs berisi data:
(Pasal 2 PER-67/PJ/2010)
 Nama, alamat dan NPWP yg melakukan ekspor atau penyerahan;
 Nama pembeli BKP/penerima JKP (sejak berlakunya PER-67/PJ/2010 syarat ini tdk wajib ada);
 Jml satuan barang apabila ada;
 DPP; dan
 Jml Pajak yg terutang kecuali dlm hal ekspor.

Dokumen Tertentu yg Bisa Dikreditkan: (Pasal 5 PER-67/PJ/2010)


 Syarat yg berlaku di PER-10 (berlaku sejak 1 Apr - 31 Des 2010)
PPN yg terdapat dlm dokumen tertentu tsb mrp PM yg dpt dikreditkan sepanjang:
1. Memenuhi persyaratan formal yaitu diisi lengkap, jelas, dan benar; dan
→ Paling sedikit harus memuat :
 Nama, alamat dan NPWP yg melakukan ekspor atau penyerahan;
 Nama pembeli BKP atau penerima JKP;
 Jml satuan barang apabila ada;
 DPP;dan
 Jml Pajak yg terutang kecuali dlm hal ekspor.
2. Mencantumkan NPWP pembeli BKP, penerima JKP, pihak yg melakukan impor BKP, atau
pihak yg memanfaatkan JKP dan/atau BKP tdk berwujud
 Syarat yg berlaku di Pasal 5 PER-67/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011)
a. PPN yg terdapat dlm dokumen angka 2 s.d. 7 dan angka 11 s.d. 12 mrp PM yg dpt
dikreditkan sepanjang:
1. Memenuhi persyaratan formal yaitu diisi lengkap, jelas, dan benar; dan
→ Paling sedikit harus memuat :
 Nama, alamat dan NPWP yg melakukan ekspor atau penyerahan;
 Jml satuan barang apabila ada;
 DPP; dan
 Jml Pajak yg terutang kecuali dlm hal ekspor.
2. Mencantumkan NPWP dan nama pembeli BKP atau penerima JKP.
b. PPN yg terdapat dlm dokumen angka 8 s.d. 9 mrp PM yg dpt dikreditkan sepanjang:
1. Dibuat sesuai dgn perpu yg berlaku; dan
2. Mencantumkan NPWP dan nama pihak yg melakukan impor BKP, atau pihak yg
memanfaatkan JKP dan/atau BKP tdk berwujud.

D05-
G. PEMBERIAN KODE AKTIVASI & NOMOR SERI MELALUI APLIKASI e-NoFa (Lampiran S-840/PJ.10/2013 tanggal 17 Mei 2013)

Kode Aktivasi:
Registrasi Ulang Pere- Proses
No. WP Status PKP PER-05 kaman Pembatalan Kesimpulan
Tetap Cabut LHV Pencabutan
1. WP A Non PKP Tdk bisa diberikan Kode Aktivasi
PKP sbl 1 Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, WP hrs dilakukan
2. WP B Jan 2012 X X X registrasi ulang
PKP stl 1 Jan
3. WP C
2012 Bisa diberikan Kode Aktivasi
4. WP D √ X
5. WP E √ - X Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, KPP hrs melakukan
perekaman LHV kembali atau dilakukan Pembatalan
6. WP F Pencabutan PKP dgn mengajukan/mengirimkan BAV
sesuai PER-05/PJ/2012 jo PER-20/PJ/2012
- √
Bisa diberikan Kode Akivasi, dgn syarat sdh ada BAV dari
7. WP G Kanwil sesuai PER-05/PJ/2012 jo PER-20/PJ/2012
PKP sbl 1 √ √ dan sdh diproses oleh TIP
Jan 2012 Bisa diberikan Kode Aktivasi, dgn syarat sdh ada BA
8.
sesuai SE-100/PJ/2010 dan sdh diproses oleh TIP
WP
Tdk bisa diberikan Kode Aktivasi, hrs dilakukan
dicabut
9. X Pembatalan Pencabutan PKP dgn mengajukan BA
PKP sbl √ -
sesuai SE-100/PJ/2010 dan sdh diproses oleh TIP
Regulasi
Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, KPP hrs melakukan
2012
10. X √ perekaman LHV, dan sdh ada BA sesuai SE-
100/PJ/2010 dan sdh diproses oleh TIP

Catatan:
√ = Sdh
X = Blm

Keterangan:
 e-NoFa adalah Sistem Pemberian NSFP yg dilakukan oleh PKP scr mandiri di komputer petugas khusus KPP yg melayani pemberian NSFP
 SE-100/PJ/2010 (tgl 11 Okt 2010) ttg Kebijakan Perubahan Data SIDJP, SIPMOD, dan SISMIOP

D05-
Nomor Seri FP (NSFP):

Syarat NFSP
Pelaporan SPT Jenis Jumlah
No. PKP Kode Keterangan
Aktivasi Password 3 Bulan (B) Pelaporan SPT NFSP
1. PKP A X Manual/ Tdk bisa diberikan NSFP, WP hrs
2. PKP B X X 0
e-SPT mengajukan permohonan kode aktivasi
120% x (B)
3. PKP C Manual Max 75
√ Bisa diberikan NSFP
4. PKP D e-SPT 120% x (B)
√ Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada

5. PKP E X password yg dikirim melalui e-mail, jika e-
mail salah hrs dilakukan update e-mail WP
Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada kode
6. PKP F X 0
Manual/ aktivasi WP mengajukan permintaan ulang
e-SPT Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada kode
7. PKP G √ aktivasi. WP hrs melengkapi pelaporan
√ X SPT 3 bulan terakhir yg tlh jatuh tempo
Hanya bisa diberikan utk WP yg baru
8. PKP H Max 75
terdaftar < 3 bulan

Catatan:
√ = Sdh
X = Blm
(B) = Jml pelaporan SPT yg terdapat pd surat permohonan NSFP

Keterangan:
 e-NoFa adalah Sistem Pemberian NSFP yg dilakukan oleh PKP scr mandiri di komputer petugas khusus KPP yg melayani pemberian NSFP

S-1/PJ.02/204:
 Utk thn 2014 akan dimulai dari NSFP 000.14.00000001 demikian seterusnya.
 Sejak 1 Jan 2014, permintaan NSFP utk thn 2013 tdk dpt dilayani oleh KPP.
 Utk permintaan NSFP yg disampaikan PKP ke KPP pd tanggal 30 & 31 Des 2013 dan tdk dpt diproses pd tanggal tsb pd aplikasi e-NoFa, maka atas permintaan
NSFP tsb dibuatkan BA sesuai SE-37/PJ/2013 oleh Petugas khusus memproses permintaan NSFP. BA tsb disertai FC surat permintaan NSFP dari PKP
disampaikan ke Direktorat TIP dan ditembuskan ke Direktorat TTKI paling lambat tanggal 10 Jan 2014.

D05-
NOTA RETUR & NOTA PEMBATALAN

Dasar Hukum:
 Pasal 5A UU PPN
 KMK-596/KMK.04/1994 (berlaku mulai 1 Jan 1995 - 31 Mar 2010)
 PMK-65/PMK.03/2010 (berlaku mulai 1 Apr 2010)
SE terkait:
 SE-131/PJ/2010

Tata Cara Pembuatan Nota Retur:


a. Definisi
 Pengembalian BKP adalah pengembalian BKP baik sebagian maupun seluruhnya oleh Pembelian
BKP
 Saat Pengembalian BKP adalah saat BKP tsb dikembalikan oleh Pembeli.
b. Pihak Yg Membuat Nota Retur → Pembeli (baik PKP maupun non-PKP)
c. Saat Dibuat → Hrs dibuat pd saat BKP dikembalikan
d. Isi Nota Retur
Paling sedikit hrs mencantumkan : (Pasal 4 ayat (2) PMK-65/PMK.03/2010)
 nomor urut nota retur;
 nomor, kode seri, dan tanggal FP dari BKP yg dikembalikan;
 nama, alamat, dan NPWP Pembeli;
 nama, alamat, NPWP PKP Penjual;
 jenis barang, jml hrg jual BKP yg dikembalikan;
 PPN atas BKP yg dikembalikan, atau PPN & PPnBM atas BKP yg tergolong mewah yg dikembalikan;
 tanggal pembuatan nota retur; dan
 nama dan tanda tangan yg berhak menandatangani nota retur.
e. Bentuk & Ukuran Nota Retur
Dibuat sesuai dgn kebutuhan administrasi pembeli (contoh bentuk & ukuran Nota Retur ada di Lamp I
PMK-65/PMK.03/2010)
f. Peruntukan nota retur :
Pembeli BKP Jumlah Minimal Lembar Pembuatan Nota Retur
PKP lembar ke-1: utk PKP Penjual
lembar ke-2: utk arsip Pembeli
Non PKP lembar ke-1: utk PKP Penjual
lembar ke-2: utk arsip Pembeli
lembar ke-3: utk KPP tempat Pembeli terdaftar
g. Perlakuan PPN dan/ atau PPnBM Terkait Nota Retur:
1. Bagi Penjual
 PPN dan/atau PPnBM dari BKP yg dikembalikan menjadi pengurang PK dan/atau PPnBM yg
terutang.
 Pengurangan PK atau PK dan PPnBM oleh PKP Penjual dilakukan dlm Masa Pajak saat
terjadinya Pengembalian BKP tsb
2. Bagi Pembeli
a. Pembeli yg berstatus PKP
 PM tlh dikreditkan → pengurang PM dlm Masa Pajak saat terjadinya pengembalian BKP
 PM tdk dikreditkan & sdh dibebankan sbg biaya atau sdh ditambahkan (dikapitalisasi) dlm hrg
perolehan harta tsb → pengurang biaya atau harta, dlm Masa Pajak saat terjadinya
pengembalian BKP
b. Pembeli Non-PKP
Jika PPN atau PPnBM atas BKP yg dikembalikan sdh dibebankan sbg biaya atau sdh ditambahkan
(dikapitalisasi) dlm hrg perolehan harta tsb, maka menjadi pengurang biaya atau harta, dlm Masa
Pajak saat terjadinya pengembalian BKP. (Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (2)
PMK-65/PMK.03/2010)

D‐
h. Pengembalian BKP dianggap tdk terjadi dlm hal:
 Nota retur tdk selengkapnya mencantumkan keterangan sesuai Pasal 4 ayat (2) PMK-
65/PMK.03/2010
 Nota retur tdk dibuat pd saat BKP tsb dikembalikan sesuai dgn ketentuan sesuai Pasal 4 ayat (3) PMK-
65/PMK.03/2010
 Nota retur tdk disampaikan sesuai Pasal 4 ayat (7) PMK-65/PMK.03/2010
 BKP yg dikembalikan diganti dgn BKP yg sama, baik dlm jml fisik, jenis maupun hrg-nya

Tata Cara Pembuatan Nota Pembatalan:


a. Definisi
Pembatalan JKP adalah pembatalan seluruhnya atau sebagian hak atau fasilitas atau kemudahan oleh pihak
penerima JKP.
b. Pihak Yg Membuat Nota Pembatalan → Penerima Jasa (baik PKP maupun Non-PKP)
c. Saat Dibuat → Hrs dibuat pd saat JKP dibatalkan
d. Isi Nota Pembatalan
Paling sedikit hrs mencantumkan : (Pasal 5 ayat (2) PMK-65/PMK.03/2010)
 nomor nota pembatalan;
 nomor, kode seri dan tanggal FP dari JKP yg dibatalkan;
 nama, alamat, dan NPWP Penerima Jasa;
 nama, alamat, NPWP PKP Pemberi JKP;
 jenis jasa dan jml penggantian JKP yg dibatalkan;
 PPN atas JKP yg dibatalkan;
 tanggal pembuatan nota pembatalan; dan
 nama dan tanda tangan yg berhak menandatangani nota pembatalan.
e. Bentuk dan Ukuran Nota Pembatalan
Dibuat sesuai keperluan administrasi pembeli (contoh bentuk & ukuran Nota Pembatalan ada di Lamp II
PMK 65/PMK.03/2010)
f. Peruntukan Nota Pembatalan
Penerima JKP Jml Minimal Lembar Pembuatan Nota Pembatalan
PKP lembar ke-1: utk PKP Pemberi JKPl
lembar ke-2: utk arsip Penerima Jasa
Non PKP lembar ke-1: utk PKP Pemberi JKP
lembar ke-2: utk arsip Penerima JKP
lembar ke-3: utk KPP tempat Penerima JKP terdaftar
g. Perlakuan PPN dan/ atau PPnBM Terkait Nota Pembatalan
1. Bagi Pemberi Jasa
 PPN dan/atau PPnBM dari JKP yg dibatalkan penyerahannya (sebagian maupun seluruhnya) menjadi
pengurang PK dan/ atau PPnBM yg terutang.
 Dlm Masa Pajak saat terjadinya pembatalan JKP.
2. Bagi Penerima Jasa
a. Penerima JKP yg berstatus PKP
 PM tlh dikreditkan → pengurang PM dlm Masa Pajak saat terjadinya pembatalan JKP
 PM tdk dikreditkan dan sdh dibebankan sbg biaya atau sdh ditambahkan (dikapitalisasi) dlm
hrg perolehan harta tsb, maka menjadi pengurang biaya atau harta dlm Masa Pajak saat
terjadinya pembatalan JKP.
b. Penerima JKP Non-PKP
Jika PPN atas JKP yg dibatalkan penyerahannya (sebagian maupun seluruhnya) sdh dibebankan sbg
biaya atau sdh ditambahkan (dikapitalisasi) dlm hrg perolehan harta tsb, maka menjadi pengurang
biaya atau harta dlm Masa Pajak saat terjadinya pembatalan JKP.
h. Pembatalan JKP dianggap tdk terjadi dlm hal:
 Nota pembatalan tdk selengkapnya mencantumkan keterangan sesuai Pasal 5 ayat (2) PMK-
65/PMK.03/2010;
 Nota pembatalan tdk dibuat pd saat JKP dibatalkan sesuai dgn ketentuan sesuai Pasal 5 ayat (3) PMK-
65/PMK.03/2010; atau
 Nota pembatalan tdk disampaikan sesuai Pasal 5 ayat (7) PMK-65/PMK.03/2010.

D‐
Contoh Nota Retur

NOTA RETUR
Nomor : ……………….
(Atas Faktur Pajak Nomor : …………… Tanggal........................)

Pembeli BKP
Nama :
Alamat :
NPWP :

Kepada Penjual
Nama :
Alamat :
NPWP :

Harga Satuan menurut


No Harga Jual BKP
Macam dan Jenis BKP Kuantum* Faktur Pajak
Urut (Rp)
(Rp)

Jumlah Harga Jual BKP yang dikembalikan


PPN yang diminta kembali
PPnBM yang diminta kembali

……………………. 20….

(…………………………..)

Lembar ke-1 : untuk PKP Penjual


Lembar ke-2 : untuk Pembeli
Lembar ke-3 : untuk KPP tempat Pembeli terdaftar (dalam hal Pembeli bukan PKP)

*) khusus untuk retur BKP tidak berwujud, kolom ini tidak perlu diisi

D‐
Contoh Nota Pembatalan

NOTA PEMBATALAN
Nomor : ……………….
(Atas Faktur Pajak Nomor : …………… Tanggal.......................)

Penerima JKP
Nama :
Alamat :
NPWP :

Kepada Pemberi JKP


Nama :
Alamat :
NPWP :

No Penggantian JKP
JKP yang dibatalkan
Urut (Rp)

Jumlah Penggantian JKP yang dibatalkan


PPN yang diminta kembali

……………………. 20….

(…………………………..)

Lembar ke-1 : untuk PKP Pemberi JKP


Lembar ke-2 : untuk Penerima JKP
Lembar ke-3 : untuk KPP tempat Penerima JKP terdaftar (dalam hal Penerima JKP bukan PKP)

D‐
DPP NILAI LAIN PPN

No Jenis Penyerahan DPP Keterangan

1. Pemakaian sendiri BKP dan Hrg Jual atau Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP utk
atau JKP Penggantian stl tujuan produktif tdk dilakukan pemungutan
dikurangi laba PPN atau PPnBM, kecuali pemakaian
kotor sendiri yg digunakan utk melakukan
penyerahan yg: tdk terutang PPN; atau
mendapat fasilitas dibebaskan dari
pengenaan PPN (Pasal 5 ayat (3) PP 1
Thn 2012)
2. Pemberian cuma-cuma BKP
dan atau JKP
3. Penyerahan media rekaman Perkiraan Hrg Jual KEP-81/PJ/2004
suara atau gambar rata-rata
4. Penyerahan film cerita Perkiraan hasil Sejak 1 Apr 2010, ketentuan tsb tdk
rata-rata per judul berlaku utk film cerita impor (berdasar
film PMK-102/PMK.011/2011 &
PMK-38/PMK.011/2013)
5. Penyerahan produk hasil Hrg jual eceran Sejak 1 Apr 2010 (berdasar
tembakau PMK-75/PMK.03/2010)
6. Penyerahan BKP berupa Hrg pasar wajar Aturan utk 1 Juni 2002 s.d. 30 Maret
persediaan dan/atau aktiva yg 2010: Jenis Penyerahan dipisah dan
mnr tujuan semula tdk DPP sama, yaitu
diperjualbelikan, yg masih 1. Penyerahan persediaan BKP yg masih
tersisa pd saat pembubaran tersisa pd saat pembubaran
perusahaan (sejak 1 Apr 2010 perusahaan
berdasar 2. Penyerahan aktiva yg mnr tujuan semula
PMK-75/PMK.03/2010) tdk utk diperjualbelikan sepanjang PPN
atas perolehan aktiva tersebut mnr
ketentuan dpt dikreditkan

7. Penyerahan jasa biro 10% dari jml PKP penjual tdk boleh mengkreditkan
perjalanan / jasa biro tagihan atau jml yg PPN Masukan yg dimiliki
pariwisata seharusnya ditagih
8. Jasa pengiriman paket
9. Penyerahan BKP dari Pusat ke HPP atau Hrg Aturan utk 1 Juni 2002 s.d. 30 Maret 2010:
Cabang atau sebaliknya dan Perolehan DPP Nilai Lain utk Penyerahan BKP dan
penyerahan BKP antar cabang atau JKP dari Pusat ke Cabang atau
(sejak 1 Apr 2010 berdasar sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau
PMK-75/PMK.03/2010) JKP antar cabang adalah seb Hrg Jual atau
Penggantian stl dikurangi laba kotor

10. Penyerahan BKP melalui Hrg yg disepakati Aturan utk 1 Juni 2002 s.d. 30 Maret 2010:
pedagang perantara (sejak 1 antara pedagang DPP Nilai Lain utk penyerahan BKP kpd
April 2010 berdasar perantara dgn pedagang perantara atau melalui juru lelang
PMK-75/PMK.03/2010) pembeli adalah seb Hrg lelang
11. Penyerahan BKP melalui juru Hrg Lelang
lelang

D‐
No Jenis Penyerahan DPP Keterangan

12. Penyerahan jasa pengurusan 10% dari jml yg PKP penjual tdk boleh mengkreditkan Pajak
transportasi (freight ditagih atau Masukan yg dimiliki (berlaku sejak 1 Mar
forwarding) (JPT/FF) yg di dlm seharusnya ditagih. 2013 berdasar
tagihan jasa pengurusan PMK-38/PMK.011/2013 jo
transportasi tsb terdapat biaya PMK-75/PMK.03/2010 &
transportasi (freight SE-33/PJ/2013)
charges)
13. Penyerahan Emas Perhiasan 20% dari hrg jual PM yg berhubungan dgn penyerahan Emas
dan / atau jasa yg terkait dengan emas perhiasan Perhiasan dan/atau jasa yg terkait dgn Emas
Emas Perhiasan oleh Pengusaha atau nilai Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan
Emas Perhiasan (sejak 1 Maret penggantian tdk dpt dikreditkan. (Pasal 5
2014) PMK-30/PMK.03/2014)
14. Penyerahan jasa penyediaan Slr tagihan yg
tenaga kerja yg tdk memenuhi diminta atau
ketentuan pasal 3 seharusnya diminta
PMK-83/PMK.03/ oleh pengusaha jasa
2012 dlm hal tagihan atas atas penyerahan jasa
penyerahan jasa penyediaan penyediaan tenaga
tenaga kerja dirinci dlm FP dgn kerja kpd pengguna
memisahkan antara tagihan jasa (tdk termasuk
atas penyerahan jasa penyediaan imbalan yg diterima
tenaga kerja yg diterima oleh tenaga kerja berupa
pengusaha jasa dan imbalan yg gaji, upah,
diterima oleh tenaga kerja honorarium,
tunjangan, dan
sejenisnya)

15. Pemanfaatan BKP Tdk Sebesar Rp12 juta Berlaku sejak 13 Juli 2011 (berdasar
Berwujud dari luar Daerah per copy Film PMK-102/PMK.011/2011 &
Pabean di dlm Daerah Pabean Cerita Impor SE-79/PJ/2011)
berupa Film Cerita Impor

16. Penyerahan Film Cerita Impor Dipungut pd saat pertama kali setiap copy
oleh Importir kpd Pengusaha Film Cerita Impor tsb diserahkan kpd
Bioskop Pengusaha Bioskop (berlaku sejak 13 Juli
2011 berdasar PMK-102/PMK. 011/2011
& SE-79/PJ/2011)
17. Penyerahan jasa di bidang Slr tagihan yg Berlaku stl 30 hari terhitung sejak
periklanan yg terkait dgn diminta atau tanggal 17 Okt 2012 (berdasar
penyiaran yg tdk bersifat iklan seharusnya diminta PMK-155/PMK.03/2012)
oleh perusahaan periklanan, atas penyerahan jasa
production house, atau pihak di bidang periklanan,
lainnya, dlm hal tagihan atas tdk termasuk tagihan
penyerahan jasa di bidang atas jasa penyiaran
periklanan tsb dirinci dlm FP yg tdk bersifat iklan
dgn memisahkan antara tagihan
atas penyerahan jasa di bidang
periklanan dan tagihan atas jasa
penyiaran yg tdk bersifat iklan

Ket: PKP yg menerbitkan FP dgn menggunakan Nilai Lain mengisi DPP di dlm FP seb Nilai Lain.

D‐
Jenis
No. Keterangan
Penyerahan
1. Jasa anjak Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 5% dari jml slr imbalan yg
piutang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon. PKP penjual tdk boleh
mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1 Apr 2010 jasa anjak
piutang sdh masuk ke jasa perbankan yg mrp bukan JKP.
2. Penyerahan Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 10% dari Hrg jual. PKP penjual
kendaraan tdk boleh mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1 Apr 2010
bermotor berdasar PMK-79/PMK.03/2010, penyerahan kendaraan bermotor
bekas bekas sbg brg dagang wajib menggunakan pedoman pengkreditan PM.
3. Penyerahan Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 20% dari Hrg jual. PKP penjual
emas tdk boleh mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1
perhiasan Apr 2010 berdasar PMK-79/PMK.03/2010, penyerahan emas perhiasan sbg brg
dagang wajib menggunakan pedoman pengkreditan PM.

MATERI PMK-83/PMK.03/2012:
 Termasuk dlm pengertian tenaga kerja adalah peserta magang yg melakukan kegiatan pemagangan.
 Kelompok jasa tenaga kerja yg tdk dikenai PPN, meliputi:
1. Jasa tenaga kerja
→ Jasa yg diserahkan oleh tenaga kerja kpd pengguna jasa tenaga kerja dgn kriteria:
a. Tenaga kerja tsb menerima imbalan dlm bentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya;
dan
b. Tenaga kerja tsb bertanggung jawab lss kpd pengguna jasa tenaga kerja atas jasa tenaga kerja yg
diserahkannya.
2. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung jawab
atas hasil kerja dari tenaga kerja tsb
→ Jasa utk menyediakan tenaga kerja oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kpd pengguna jasa tenaga
kerja.
a. Dpt meliputi kegiatan perekrutan, pendidikan, pelatihan, pemagangan, dan/atau penempatan
tenaga kerja, yg kegiatannya dilakukan dlm 1 kesatuan dgn penyerahan jasa penyediaan tenaga
kerja.
b. Kriteria jasa penyediaan tenaga kerja yg tdk dikenai PPN:
 Pengusaha penyedia jasa tenaga kerja tsb semata-mata hanya menyerahkan jasa penyediaan
tenaga kerja, yg tdk terkait dgn pemberian JKP lainnya, seperti jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konsultasi, jasa pengurusan perusahaan, jasa bongkar muat, dan/ atau jasa lainnya;
 Pengusaha penyedia tenaga kerja tdk melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan/ atau sejenisnya kpd tenaga kerja yg disediakan;
 Pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yg
disediakan stl diserahkan kpd pengguna jasa tenaga kerja; dan
 Tenaga kerja yg disediakan masuk dlm struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja.
Dlm hal jasa penyediaan tenaga kerja tdk memenuhi ketentuan poin 2a & 2b, jasa penyediaan tenaga
kerja dimaksud mrp jasa yg dikenai PPN seb 10% dikalikan DPP berupa penggantian, yg meliputi slr
tagihan yg diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa atas penyerahan jasa penyediaan tenaga
kerja kpd pengguna jasa, termasuk imbalan yg diterima tenaga kerja berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan sejenisnya. Atau dlm hal tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga
kerja dirinci dlm FP dgn memisahkan antara tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja yg
diterima oleh pengusaha jasa dan imbalan yg diterima oleh tenaga kerja, DPP adalah nilai lain.
3. Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja
→ Jasa penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja yg diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja yg tlh
memperoleh izin atau terdaftar di instansi yg bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Termasuk kegiatan pemagangan yg dilakukan dlm 1 kesatuan dgn penyerahan jasa penyelenggaraan
pelatihan bagi tenaga kerja.

D‐
PENJELASAN & PENEGASAN SE-33/PJ/2013:
Tdk termasuk penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi/Freight Forwarding (JPT/FF) adalah
reimbursement tagihan dari pihak ketiga, sepanjang memenuhi kondisi sbb:
1. dlm hal:
a. tagihan dari pihak ketiga (selain pemerintah/negara), identitas pengguna JPT/FF tercantum sbg pihak yg
tertagih dlm dokumen tagihan dari pihak ketiga (selain pemerintah/negara) tsb; atau
b. pembayaran kewajiban kpd pemerintah/negara yg menggunakan SSP, Surat Setoran Pabean, Cukai dan
Pajak Dlm Rangka Impor (SSPCP), Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (SSPNBP), dan/atau
dokumen pembayaran lainnya kpd pemerintah/negara, identitas pengguna JPT/FF tercantum sbg pihak yg
wajib melakukan pembayaran kpd pemerintah/negara tsb;
2. diatur dlm kontrak/perjanjian antara pengusaha JPT/FF dan pengguna JPT/FF yg menyatakan bahwa terdapat
reimbursement tagihan dari pihak ketiga yg hrs dibayar oleh pengguna JPT/FF yg kemudian akan disetorkan
oleh pengusaha JPT/FF kpd pihak ketiga; dan
3. penerimaan pembayaran utk reimbursement tagihan dari pihak ketiga yg diterima dari pengguna JPT/FF tdk
dicatat/diakui sbg penghasilan oleh pengusaha JPT/FF dan penyetoran reimbursement tagihan kpd pihak
ketiga yg bersangkutan tdk dicatat/diakui sbg biaya/beban oleh pengusaha JPT/FF.

Contoh reimbursement tagihan dari pihak ketiga a.l. pembayaran PPN Impor, PPh Pasal 22 Impor, Bea
Masuk, Pajak Ekspor, dan biaya transportasi (freight charges).
Freight charges → biaya transportasi yg sebenarnya dibayar atau yg seharusnya dibayar oleh pengguna jasa, yg
dpt berupa biaya transportasi dgnmenggunakan moda angkutan berupa pesawat, kapal, dan/atau kereta api.
Termasuk dlm pengertian freight charges adalah biaya-biaya yg dikeluarkan yg terkait dgn biaya transportasi dgn
menggunakan moda angkutan pesawat, kapal, dan/atau kereta api tsb, al. fuel surcharge.

Contoh Bbrp Transaksi Penyerahan JPT/FF Beserta Perlakuan PPN atas Penyerahan JPT/FF
Contoh 1:
PT ABC sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF berupa biaya transportasi menggunakan moda angkutan
(freight) kapal laut, dgn nilai Rp 50 juta (blm termasuk PPN), kpd PT Z.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn di dlm
tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb 10% x DPP = 10% x (10% x Rp 50 juta) = Rp 500 ribu.

Contoh 2:
PT DEF sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan sementara
atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 30 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn nilai Rp 20 juta, dan
biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 50 juta, shg nilai total penyerahan JPT/FF
adalah Rp 100 juta (blm termasuk PPN), kpd PT Y.
PT DEF melakukan penagihan kpd PT Y dgn menerbitkan 1 dokumen tagihan.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn di dlm
tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% x Rp 100 juta) = Rp 1 juta.

Contoh 3:
PT GHI sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan sementara
atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 30 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn nilai Rp 20 juta, dan
biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 50 juta, shg nilai total JPT/FF yg
diserahkan adalah Rp 100 juta (blm termasuk PPN), kpd PT X.
PT GHI melakukan penagihan kpd PT X dgn menerbitkan 3 dokumen tagihan utk menagih @ kegiatan dari
penyerahan JPT/FF tsb.
Walaupun atas penyerahan JPT/FF tsb PT GHI menerbitkan 3 dokumen tagihan, penyerahan JPT/FF tsb mrp 1
kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn di dlm
tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% x Rp 100 juta) = Rp 1 juta.

Contoh 4:
PT JKL sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan sementara
atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 15 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn

D‐
nilai Rp 5 juta, dan pengurusan biaya transportasi dgn menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai fee Rp 2
juta, shg nilai total JPT/FF yg diserahkan adalah Rp 22 juta (blm termasuk PPN), kpd PT W. Terkait dgn
penyerahan JPT/FF yg dilakukan oleh PT JKL, terdapat tagihan dari pengusaha jasa angkutan laut yg dlm
dokumen tagihan tsb PT W tercantum sbg pihak yg tertagih.
Tagihan dari pengusaha angkutan laut Rp 60 juta.
Dlm kontrak/perjanjian antara PT JKL dan PT W disepakati bahwa terdapat reimbursement tagihan dari pengusaha
jasa angkutan laut yg hrs dibayar oleh PT W melalui PT JKL.
PT JKL tdk mencatat/mengakui reimbursement tagihan dari pengusaha angkutan laut yg pembayarannya diterima dari
PT W sbg penghasilan.
Demikian juga PT JKL tdk mencatat/mengakui penyetoran reimbursement tagihan kpd pengusaha jasa angkutan laut
sbg biaya.
Penagihan kembali (reimbursement) Rp 60 juta tsb tdk termasuk penyerahan JPT/FF yg dilakukan oleh PT JKL.
PT JKL melakukan penagihan kpd PT W dgn menerbitkan 3 dokumen tagihan utk menagih @ kegiatan dari
penyerahan JPT/FF tsb dgn nilai total Rp 22 juta.
Walaupun atas penyerahan JPT/FF tsb PT JKL menerbitkan 3 dokumen tagihan, penyerahan JPT/FF tsb mrp 1
kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Penggantian, krn di dlm
tagihan JPT/FF tsb tdk terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x Rp 22 juta = Rp 2,2 juta.

Contoh 5:
PT MNO sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan sementara
atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 14 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn nilai Rp 6 juta, dan
biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 62 juta, shg nilai total JPT/FF yg
diserahkan adalah Rp 82 juta (blm termasuk PPN) kpd PT V.
Dlm melakukan penyerahan JPT/FF tsb, PT MNO menggunakan moda angkutan kapal laut, di mana dlm dokumen
tagihan dari pengusaha jasa angkutan laut tsb PT MNO tercantum sbg pihak yg tertagih.
Atas penyerahan JPT/FF dgn nilai penyerahan total Rp 82 juta tsb PT MNO menerbitkan 3 dokumen tagihan,
penyerahan JPT/FF tsb tetap mrp 1 kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn di dlm
tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% X Rp 82 juta) = Rp 820 ribu.

D‐
PEMAKAIAN SENDIRI & PEMBERIAN CUMA-CUMA

Dasar Hukum:
 Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN
 Pasal 5 PP 1 Thn 2012 dan penjelasan
 PMK-75/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg Nilai Lain Sbg DPP
 PER-22/PJ/2012 (berlaku sejak 4 Jan 2012) ttg Pencabutan KEP-87/PJ./2002

Latar Belakang:
 PP 1 Thn 2012 mengatur bahwa atas pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP utk tujuan produktif yg terutang PPN
tdk perlu dilakukan pemungutan PPN dan penerbitan FP. Sebaliknya, utk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP
utk tujuan konsumtif, PKP wajib menerbitkan FP sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan.
 Pasal 2 KEP-87/PJ./2002 menyebutkan “Pemakaian BKP dan atau pemanfaatan JKP utk tujuan produktif blm
mrp penyerahan BKP dan atau JKP shg tdk terutang PPN dan PPnBM.”→ bertentangan dgn Pasal 5 PP 1 Thn
2012, shg KEP-87/PJ./2002 dicabut.

Ketentuan Sejak 4 Jan 2012

A. PEMAKAIAN

SENDIRI Definisi:
 Pemakaian sendiri BKP: Pemakaian BKP utk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau
karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) PP
1 Thn 2012 dan Penjelasan pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN)
 Pemakaian sendiri JKP: Pemakaian JKP utk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau
karyawannya. (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) PP 1 Thn 2012)
 Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan produktif: Pemakaian BKP/JKP yg nyata-nyata digunakan
utk kegiatan produksi selanjutnya atau utk kegiatan yg mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan usaha
Pengusaha yg bersangkutan, yg meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.
 Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan konsumtif: Pemakaian BKP/JKP yg tdk ada kaitan dgn
kegiatan produksi selanjutnya atau utk kegiatan yg tdk mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan usaha
Pengusaha yg bersangkutan, yg meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.

Contoh pemakaian sendiri BKP/JKP: (Penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP 1 Thn 2012)
a. Pemakaian BKP/JKP utk tujuan produktif yg nyata-nyata digunakan utk kegiatan yg mempunyai
hubungan lsg dgn kegiatan usaha Pengusaha yg bersangkutan:
1. Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yg diproduksinya utk kegiatan usaha mengangkut suku
cadang.
2. Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sbg pengeras jalan
di lingkungan pabrik.
3. Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran teleponnya utk kegiatan operasional perusahaan
dlm berkomunikasi dgn mitra bisnisnya.
b. Pemakaian BKP/JKP utk tujuan produktif yg nyata-nyata digunakan utk kegiatan produksi selanjutnya:
1. Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sbg bahan
pembakaran boiler dlm proses pabrikasi.
2. Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil produksinya berupa plywood utk membungkus
plywood yg akan dipasarkan agar tdk rusak.
3. Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan saluran teleponnya utk melakukan
penyerahan jasa provider internet kpd konsumennya.
c. Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan konsumtif:
1. Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya utk konsumsi karyawan atau para tamu.

D‐
2. Pabrikan sepatu dlm rangka promosi membeli topi dgn logo merek sepatu pabrik tsb dan sebagian
dibagikan kpd karyawannya.
3. Perusahaan telekomunikasi selular memberikan fasilitas bebas biaya telepon selular kpd para
direksinya.

Ketentuan Perpajakan: (Pasal 5 ayat (1) – (3) PP 1 Thn 2012)


a. Pemakaian sendiri BKP/JKP mrp penyerahan BKP/JKP yg terutang PPN atau PPnBM, meliputi
pemakaian sendiri utk:
 tujuan produktif; atau
 tujuan konsumtif.
b. Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan produktif tdk dilakukan pemungutan PPN atau PPnBM,
kecuali pemakaian sendiri yg digunakan utk melakukan penyerahan yg:
 tdk terutang PPN; atau
 mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
c. PPN yg dibayar atas perolehan BKP/JKP dlm rangka pemakaian sendiri BKP/JKP dpt dikreditkan sesuai
dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan.

Contoh pemakaian sendiri utk tujuan produktif yg thd-nya dilakukan pemungutan PPN dan yg
tdk dilakukan pemungutan PPN: (Penjelasan Pasal 5 ayat (3) PP 1 Thn 2012)
Pabrikan ban menggunakan produksi ban sendiri utk:
 Truk yg digunakan utk pengangkutan ban produksinya; dan
→ Atas pemakaian sendiri utk tujuan produktif ini tdk dilakukan pemungutan PPN. Kemudahan
administrasi tsb diberikan krn PPN yg dipungut oleh PKP atas pemakaian sendiri utk tujuan produktif mrp
PM yg dpt dikreditkan.
 Kendaraan angkutan umumnya.
→ Atas pemakaian sendiri utk tujuan produktif ini tetap dipungut PPN, krn digunakan utk penyerahan jasa
angkutan umum yg mrp penyerahan yg tdk terutang PPN. Perlakuan ini diberikan krn PPN yg dipungut
oleh PKP atas pemakaian sendiri mrp PM yg tdk dpt dikreditkan.

B. PEMBERIAN CUMA-CUMA

Definisi:
 Pemberian cuma-cuma: Pemberian yg diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang produksi
sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang utk promosi kpd relasi atau
pembeli. (Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN)

Ketentuan Perpajakan:
 Pemberian cuma-cuma baik produksi sendiri atau bukan produksi sendiri terutang PPN dan
hrs diterbitkan FP seperti biasa (identitas pembeli diisi identitas pihak yg menerima BKP/JKP). PPN ini
mrp PM yg dpt dikreditkan oleh pihak yg menerima apabila memang berkaitan dgn
kegiatan 3M usaha.

D‐
Tabel Aturan Perpajakan Terkait Pemakaian Sendiri & Pemberian Cuma-cuma
Pemakaian sendiri
Tujuan Produktif Pemberian
Uraian Tujuan
Yg Tdk Dipungut Yg Dipungut PPN Cuma-Cuma
PPN Konsumtif
PPN Tdk dilakukan Dilakukan pemungutan Dilakukan Terutang
pemungutan PPN, PPN, jika pemakaian pemungutan PPN
jika pemakaian sendiri digunakan utk
sendiri digunakan melakukan penyerahan
utk penyerahan yg yg:
terutang PPN 1. tdk terutang PPN;
atau
2. mendapat fasilitas
dibebaskan dari
pengenaan PPN
FP Tdk dibuat Dibuat. Kode Transaksi pd FP = 04
DPP Menggunakan DPP Nilai lain
DPP = Hrg Jual atau Penggantian stl dikurangi laba kotor
Perlakuan PPN yg dibayar atas PPN yg dibayar
PM atas perolehan BKP/JKP dlm atas perolehan
perolehan rangka pemakaian sendiri BKP/JKP dlm
BKP/JKP dlm BKP/JKP tdk dpt rangka pemakaian
rangka dikreditkan sendiri BKP/JKP
pemakaian tdk dpt
sendiri dikreditkan sesuai
dgn ketentuan
perpu di bidang
perpajakan

Pelaporan Tdk ada Lapor di bagian "Penyerahan DN dgn FP" Lapor di bagian
dlm SPT dilaporkan sbg PK dan lapor di bagian "PM yg tdk dpt "Penyerahan
Masa PPN dikreditkan" DN dgn FP"
sbg PK

D‐
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI (KMS)

Dasar Hukum:
 Pasal 16C UU PPN
 PMK-163/PMK.03/2012 (berlaku stl 30 hari sejak tanggal 22 Okt 2012)
 PER-23/PJ/2012 jo PER-25/PJ/2012 (berlaku sejak PMK-163/PMK.03/2012 diberlakukan)
 SE-53/PJ/2012 (berlaku sejak PMK-163/PMK.03/2012 diberlakukan) jo SE-22/PJ/2013 (berlaku sejak 12
April 2013)

Definisi:
 KMS: Kegiatan membangun bangunan yg dilakukan tdk dlm kegiatan usaha / pekerjaan oleh OP atau badan yg
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Berupa 1 atau lebih konstruksi teknik yg ditanam atau dilekatkan scr tetap pd 1 kesatuan tanah dan/atau
perairan dgn kriteria:
 Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
 Diperuntukkan bagi tempat tinggal / tempat kegiatan usaha; dan
 Luas keseluruhan > 200 meter2.
KMS yg dilakukan scr bertahap dianggap mrp 1 kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan tsb <
2 thn.
 Termasuk KMS adalah kegiatan membangun bangunan yg dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi
atas kegiatan membangun tsb tdk dipungut PPN, dan kontraktor atau pemborong tsb bukan mrp PKP. (Huruf
A angka 3 SE-53/PJ/2012)

Saat, Tempat, dan Tarif Terutang PPN:


 Dimulai pd saat dibangunnya bangunan s.d. bangunan selesai
 Tempat PPN terutang atas KMS adalah di tempat bangunan tsb didirikan
 PPN = 10 % x 20% x jml biaya yg dikeluarkan dan/atau yg dibayarkan utk membangun bangunan, tdk termasuk
harga perolehan tanah

Cara Penyetoran & Pelaporan:


a. Pembayaran PPN terutang atas KMS dilakukan setiap bulan atas biaya yg dikeluarkandan/atau yg dibayarkan pd
setiap bulannya.
Dlm hal OP atau badan yg melakukan KMS tdk atau kurang menyetorkan PPN terutang ke kas negara, DJP
dpt menerbitkan SKPKB berdasarkan hasil pemeriksaan / verifikasi.
Jml biaya yg dikeluarkan dan / atau yg dibayarkan utk membangun bangunan, ditetapkan scr jabatan
berdasarkan nilai terendah dari data Harga Satuan Bangunan Gedung Negara @ daerah sesuai Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 dan perubahannya.
b. PPN wajib disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan
berikutnya stl berakhirnya masa pajak.
c. Penyetoran PPN dilakukan dgn menggunakan SSP yg hrs diisi sesuai dgn ketentuan:
Jenis Keterangan Yg
diperlukan Cara Pengisian SSP
Apakah
OP/Badan
membangun
Apakah
bangunan di
OP/Badan
wilayah
yg Kolom
kerja KPP yg Pd Kotak
membangun Pd Kolom NPWP, diisi dgn: MAP &
sama dgn "WP/Penyetor"
memiliki KJS
wilayah KPP
NPWP atau
tempat
tidak?
OP/Badan
tsb
terdaftar?
Memiliki Sama NPWP OP/Badan yg Diisi nama & NPWP MAP :
NPWP melakukan KMS tsb OP atau badan yg 411211,

D‐
melakukan KMS KJS: 103
Memiliki Berbeda  Angka 0 pd 9 digit pertama; Diisi nama & NPWP
NPWP  Angka kode KPP Pratama OP atau badan yg
yg melakukan KMS
Blm Memiliki - wilayah kerjanya meliputi Diisi nama & alamat
NPWP tempat bangunan tsb OP atau badan yg
didirikan pd 3 digit melakukan KMS
berikutnya; dan
 Angka 0 pd 3 digit terakhir.
Contoh : 00.000.000.0-
412.000
d. Pelaporan:
Status PKP Cara Pelaporan
Bukan PKP SSP lbr ke 3 dilaporkan ke KPP Pratama yg wilayah kerjanya
meliputi tempat bangunan didirikan paling lama akhir bulan
berikutnya stl berakhirnya masa pajak
Apakah PKP mendirikan Sama Dilaporkan dlm SPT Masa PPN dgn melampirkan SSP lbr ke 3 yg
bangunan di wilayah kerja digunakan utk menyetor PPN atas KMS
yg sama dgn KPP pratama Berbeda  SSP lembar ke 3 dilaporkan ke KPP Pratama yg wilayah
tempat PKP tsb terdaftar? kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan paling lama
akhir bulan berikutnya stl berakhirnya masa pajak
 Melaporkan dlm SPT Masa PPN dgn melampirkan FC
dari SSP lbr ke 3 yg digunakan utk menyetor PPN atas KMS
tsb

WP Tdk Melaksanakan Kewajiban Penyetoran & Pelaporan Sesuai Ketentuan:


 Dlm hal OP/badan yg melakukan KMS tdk melakukan kewajiban penyetoran PPN terutang dan/atau
kewajiban pelaporan, Kepala KPP Pratama yg wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan atau Kepala
KPP tempat WP terdaftar dpt mengeluarkan surat teguran
 Dlm hal OP/badan yg melakukan KMS tlh melakukan penyetoran atau pelaporan PPN atas KMS namun
berdasarkan data yg dimiliki dan diperoleh oleh DJP diyakini terdapat indikasi penyetoran atau pelaporan yg
tdk wajar, Kepala KPP Pratama dpt menerbitkan surat himbauan & menindaklanjutinya
 Dlm hal OP/badan yg melakukan KMS blm memiliki NPWP, Kepala KPP Pratama scr jabatan menerbitkan
NPWP sesuai ketentuan perpu di bidang perpajakan
 Dlm hal OP/badan yg melakukan KMS tlh memiliki NPWP namun berbeda dgn tempat bangunan didirikan,
Kepala KPP Pratama scr jabatan menerbitkan NPWP sbg cabang sesuai ketentuan perpu di bidang
perpajakan

Ketentuan Terkait PM:


PM yg dibayar sehubungan dgn KMS tdk dpt dikreditkan (Pasal 10 PMK-163/PMK.03/2012)

D‐
AKTIVA YG MNR TUJUAN SEMULA TDK UTK DIPERJUALBELIKAN

Dasar Hukum:
 Pasal 16D UU PPN

Ketentuan 1 Jan 1995 s.d. 31 Mar 2010:


 PPN dikenakan atas penyerahan aktiva oleh PKP yg mnr tujuan semula aktiva tsb tdk utk diperjualbelikan,
sepanjang PPN yg dibayar pd saat perolehannya dpt dikreditkan.
 Kesimpulan :
Penyerahan aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan dikenakan PPN dgn syarat:
1. Yg menyerahkan sdh dikukuhkan sbg PKP
2. Pd saat memperoleh aktiva dimaksud "membayar PPN" (bukan seharusnya membayar)
3. PPN yg dibayar mrp PM yg dpt dikreditkan (bukan tlh dikreditkan)

Ketentuan sejak 1 Apr 2010:


 PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yg PM- nya tdk dpt dikreditkan sesuai Pasal 9
ayat (8) huruf b & c UU PPN.
 Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN:
Pengkreditan PM tdk dpt diberlakukan bagi pengeluaran utk perolehan BKP/JKP yg tdk mempunyai
hubungan lsg dgn kegiatan usaha
 Pasal 9 ayat (8) huruf c UU PPN:
Pengkreditan PM tdk dpt diberlakukan bagi pengeluaran utk perolehan dan pemeliharaan kendaraan
bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali mrp barang dagangan atau disewakan.
 Kesimpulan:
Penyerahan aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan dikenakan PPN dgn syarat:
1. Yg menyerahkan sdh dikukuhkan sbg PKP
2. Aktiva yg diserahkan adalah aktiva yg mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan usaha
3. Aktiva yg diserahkan adalah bukan berupa sedan dan station wagon, kecuali apabila sedan atau
station wagon tsb mrp barang dagangan atau disewakan

Pasal 9 ayat (8) huruf c UU 18 Thn 2000 Pasal 9 ayat (8) huruf c UU 42 Thn 2009
PM tdk dpt dikreditkan mnr cara sebagaimana Pengkreditan PM sebagaimana dimaksud pd
diatur dlm ayat (2) bagi pengeluaran utk perolehan dan ayat (2) tdk dpt diberlakukan bagi pengeluaran
pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station utk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor
wagon, van, dan kombi kecuali mrp berupa sedan dan station wagon,
barang dagangan atau disewakan kecuali mrp barang dagangan atau disewakan

D10-
Station Wagon Mnr Wikipedia:
"A station wagon or estate car is a body style variant of a sedan/saloon with its roof extended rearward
over a shared passenger/cargo volume with access at the back via a third or fifth door (the liftgate or
tailgate), instead of a trunk lid. The body style transforms a standard three-box design into a two-box
design — to include an A, B & C-pillar, as well as a D pillar. Station wagon feature flexibility to allow
configurations that either favor passenger or cargo volume, e.g., fold-down rear seats."

Mnr definisi tsb dpt dipahami bahwa sebuah mobil station wagon pd dasarnya mrp variant dari jenis sedan, dgn
atap diperpanjang ke belakang melampaui ruang penumpang dan kargo/barang, dgn akses di belakang melalui
pintu ketiga atau kelima (pintu-ekor/tail-gate), bukan dari bagasi. Pd gambar di kiri bawah adalah jenis sedan
dimana badan mobil terdiri atas 3 kotak (pd gambar dibedakan dgn warna)
yaitu bagian depan (ruang mesin), bagian tengah (ruang penumpang) dan bagian belakang
(bagasi/kargo). Sedang station wagon adalah gambar yg tengah, dimana ba annya hanya terdiri dari 2 kotak yaitu
bagian depan (ruang mesin) dan bagian belakang (ruang penumpang dan kargo/barang).

Station Wagon Mnr The American Heritage Dictionary:


"an automobile with one or more rows of folding
or removable seats behind the driver and no
luggage compartment but an area behind the
seats into which suitcases, parcels, etc., can be
loaded through a tailgate."

Definisi dari The American Heritage Dictionary lbh


memperjelas gambaran akan sebuah station wagon,
dimana digambarkan bahwa station wagon adalah
sebuah mobil dgn 1 atau lbh baris kursi yg dpt dilipat
atau dilepas di belakang sopir dan tdk ada ruang bagasi
(seperti pd sedan) tapi sebuah ruang di belakang kursi
di mana koper, paket, dan lain-lain, dpt dimuat melalui
sebuah pintu belakang.

Penggunaan Istilah Station Wagon dan


Perkembangannya:
"Station wagon" atau "wagon" adalah istilah yg scr
umum digunakan dlm bahasa Inggris di AS,
Australia, Kanada dan Selandia Baru. Sedang
"estate car" atau "estate" adalah umum digunakan
di Inggris. Pabrikan-pabrikan mobil dunia tlh
memasarkan body-style wagon dgn istilah yg bermacam-macam, misalnya Audi dgn "Avant", BMW dgn
"Touring", Citroen dgn "Break", Volkswagen dgn "Variant", Opel dgn "Caravan", Wartburg dgn "Tourist", Fiat
dgn "Weekend", Mazda dgn "Estate", serta pabrikan lainnya dgn istilah yg berbeda pula.

Persamaan dan Perbedaan Station Wagon dgn Hatchback:


Persamaan antara Station wagon dgn Hatchback adalah keduanya mempunyai desain konfigurasi yg sama
yaitu 2 kotak, kotak bagian depan adalah
ruang mesin dan kotak belakang adalah ruang
penumpang dan kargo/barang dlm 1 ruang, serta
terdapat pintu belakang utk akses kargo/barang.
Disamping mempunyai persamaan, keduanya juga
mempunyai sedikit perbedaan yg a.l.:
1. Ruang Kargo/barang. Ruang kargo pd
station wagon lbh luas dgn jendela pd ruang
kargo juga lbh luas, sedang pd hatchback relatif lbh sempit dan jendela yg minim, bahkan mungkin tanpa
jendela samping di area kargo.
2. Kursi. Pd station wagon mempunyai 2 atau 3 baris kursi penumpang sedang pd hatchback hanya 1 atau 2
baris kursi saja.
3. Suspensi Belakang. Suspensi belakang pd station wagon pd umumnya didesain dgn suspensi yg

D10-
lbh memungkinkan utk mengangkut beban tambahan dibanding dgn hatchback.
4. Pintu Belakang. Pintu belakang pd hatchback biasanya didesain dgn fitur pintu berengsel dibuka ke atas
(top-hinged liftgate) atau kombinasi dgn pintu dibuka ke bawah utk akses ke ruang kargo/barang.

Spesifikasi Station Wagon:


Dpt disimpulkan bahwa station wagon adalah sebuah mobil dgn spesifikasi:
1. Konfigurasi badan mobil terdiri 2 kotak (two-box) yaitu kotak depan (ruang mesin) dan kotak belakang
(ruang penumpang dan kargo/barang menyatu dlm 1 ruang), bukan 3 kotak (three-box) sebagaimana sedan.
2. Mempunyai akses keruang penumpang/kargo melalui pintu belakang (bukan bagasi)
3. Mempunyai 2 atau 3 baris kursi penumpang
Hatchback mempunyai spesifikasi mirip dgn station wagon, hanya size dan volume badan (body) relatif lbh
kecil, shg kita kategorikan juga sbg station wagon.

Mengidentifikasi Mobil di Pasar Indonesia:


Berdasarkan spesifikasi yg sdh disebutkan di atas, utk mobil yg dipasarkan di Indonesia:
 keluaran Toyota, yg memenuhi kriteria sbg station wagon a.l.: Avanza, Innova, Rush, Fortuner, Previa,
Land Cruiser dan Alphard.
 keluaran Suzuki, a.l.: Aerio, Escudo, Vitara, Karimun dan Katana.
 keluaran Honda, a.l.: CRV, Odyssey dan Freed.
 keluaran Hyundai, a.l.: Tucson, H-1, dan Santa Fee.
Adapun utk Jazz (Honda), Yaris (Toyota), X-Over (Suzuki), Aveo (Hyundai), dan yg sejenisnya
mempunyai spesifikasi sbg hatchback, mrp station wagon dgn ukuran relatif lbh kecil.

Sumber:
http://pajakita.blogspot.com/2010/09/mencoba-mendefinisikan-kendaraan.html (dgn
perubahan seperlunya)

D10-
TOKO BEBAS BEA

Dasar Hukum:
 PP 32 Thn 2009 ttg Tempat Penimbunan Berikat
 PMK-37/PMK.04/2013 (tanggal 27 Feb 2013) ttg Toko Bebas Bea

Definisi:
Toko Bebas Bea: Tempat Penimbunan Berikat utk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah
Pabean utk dijual kpd orang tertentu. (Pasal 1 butir 5 PP 32 Thn 2009)

Perlakuan Perpajakan
(Pasal 30 PP 32 Thn 2009)
a. Barang yg dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Toko Bebas Bea:
 Diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
 Tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor.
b. Barang yg dimasukkan dari Gudang Berikat ke Toko Bebas Bea:
 Diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
 Tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor.
Pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat FP yg dibubuhi cap "PPN
atau PPN dan PPnBM tdk dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 Tahun 2009."
c. Barang yg dimasukkan dari tempat lain dlm daerah pabean ke Toko Bebas Bea tdk dipungut PPN
atau PPN dan PPnBM.
Pengusaha di tempat lain dlm daerah pabean wajib membuat FP yg dibubuhi cap "PPN atau PPN dan
PPnBM tdk dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 Tahun 2009"

Ketentuan Lain:
a. Toko Bebas Bea dpt berlokasi di: (Pasal 29 PP 32 Thn 2009)
1. Terminal keberangkatan bandar udara internasional di kawasan pabean;
2. Pelabuhan utama di kawasan pabean;
3. Tempat transit pd terminal keberangkatan bandar udara internasional yg mrp tempat khusus bagi
penumpang transit tujuan LN di kawasan pabean;
4. Pelabuhan utama yg mrp tempat khusus bagi penumpang transit tujuan LN di kawasan pabean; atau
5. Dlm kota.
b. Orang yg berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yg berlokasi di kawasan pabean sebagaimana
dimaksud dlm angka 1-4 dgn tdk dipungut Bea Masuk & tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor
1. Orang yg bepergian ke LN; atau
2. Penumpang yg sedang transit di kawasan pabean.
(Pasal 32 ayat (1) PP 32 Thn 2009)
Orang yg berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yg berlokasi di dlm kota dgn mendapatkan
pembebasan Bea Masuk & tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor:
 Anggota korps diplomatik yg bertugas di Indonesia beserta keluarganya yg berdomisili di Indonesia
berikut lembaga diplomatik;
 Pejabat/tenaga ahli yg bekerja pd Badan Internasional di Indonesia yg memperoleh kekebalan
diplomatik beserta keluarganya; dan
 Turis asing yg akan keluar dari Daerah Pabean.
(Pasal 32 ayat (2) PP 32 Thn 2009)
c. Pengusaha Toko Bebas Bea wajib meneliti & mendata orang yg membeli barang di Toko Bebas Bea yg
diusahakannya.

D‐
VAT REFUND BAGI TURIS ASING

Dasar Hukum:
 Pasal 17 E UU KUP
 Pasal 16E UU PPN
 PMK-76/PMK.03/2010 jo PMK-18/PMK.03/2011 jo PMK-100/PMK.03/2013 ttg Tata cara pengajuan &
penyelesaian permintaan kembali PPN barang bawaan OP pemegang paspor LN
 PER-28/PJ/2013 (berlaku sejak tanggal 5 Juli 2013) ttg Tata cara pendaftaran & kewajiban PKP toko retail
serta pengelolaan administrasi pengembalian PPN kpd OP pemegang paspor LN → mencabut
PER-20/PJ/2010, KEP-347/PJ/2010, KEP-386/PJ//2010 dan KEP-156/PJ/201011)
SE terkait:
 SE-39/PJ/2013 (berlaku sejak tanggal 5 Juli 2013) ttg Tata cara pengembalian & pengelolaan administrasi
PPN kpd OP pemegang paspor LN → mencabut SE-47/PJ/2010

Daftar Bandar Udara di Indonesia Terkait VAT Refund for Tourist:


 Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta (sejak 1 April 2010) → KMK-141/KMK.03/2010
 Bandar Udara Ngurah Rai, Denpasar (sejak 1 April 2010) → KMK-141/KMK.03/2010
 Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta (sejak 1 Jan 2011) → KMK-427/KMK.03/2010
 Bandar Udara Internasional Polonia, Medan (sejak 1 Sept 2011) → KMK-287/KMK.03/2011
→ Sejak 24 Jul 13, VAT Refund Counter di Polonia, Medan dihentikan dan dipindahkan ke Bandara Udara
Internasional di Kualanamu, Medan
 Bandar Udara Internasional Juanda, Surabaya

Ketentuan dlm Pengembalian PPN kpd Turis Asing:


1. Subjek VAT Refund
PPN yg sdh dibayar oleh OP pemegang paspor LN atas perolehan Barang Bawaan dari Toko Retail sejak 1 Apr
2010 dpt dikembalikan kpd OP tsb. (Pasal 2 ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
Turis asing (OP pemegang paspor LN): OP yg memiliki paspor yg diterbitkan oleh negara lain dan
memenuhi syarat sbb: (Pasal 1 angka 1 PMK-100)
a. Bukan WNI atau bukan permanent resident of Indonesia, yg tinggal atau berada di Indonesia tdk lebih
dari 2 bulan sejak tanggal kedatangan; dan/atau
b. Bukan kru dari maskapai penerbangan
2. Objek VAT Refund
PPN atas perolehan barang bawaan yg tdk bisa diminta kembali adalah PPN atas perolehan: (Pasal 3 ayat (2)
PMK-76/PMK.03/2010)
a. Makanan, minuman, produk-produk tembakau;
b. Senjata api dan bahan peledak; dan
c. Barang yg dilarang dibawa ke dlm pesawat.
Barang Bawaan: BKP yg dibeli oleh OP dari Toko Retail dan dibawa keluar Daerah Pabean oleh yg
bersangkutan dgn menggunakan moda transportasi pesawat udara, melalui bandar udara. (Pasal 1 angka 2 PMK-
100/PMK.03/2013)
3. Syarat VAT Refund
 OP dpt mengajukan permohonan pengembalian PPN atas pembelian BKP di Toko Retail dgn syarat: (Pasal
6 ayat (1) PMK-76/PMK.03/2010)
a. Nilai PPN paling sedikit Rp 500 ribu; dan
b. Pembelian BKP dilakukan dlm jangka waktu 1 bulan sbl keberangkatan ke luar Daerah Pabean.
 PPN yg dpt diminta kembali adalah PPN yg tercantum dlm 1 FP Khusus dari 1 Toko Retail pd 1 tanggal yg
sama. (Pasal 6 ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
FP Khusus: FP yg dilampiri dgn cash register/struk pembayaran/invoice sbg 1 kesatuan yg tdk terpisahkan,
yg diterbitkan oleh PKP Toko Retail atas pembelian Barang Bawaan yg PPN-nya akan diminta kembali oleh OP.
(Pasal 1 angka 10 PMK-100/PMK.03/2013)
4. PKP Toko Retail menyampaikan SPT Masa PPN atas slr penyerahan BKP yg dilakukannya, termasuk
penyerahan Barang Bawaan kpd OP pemegang paspor LN (Pasal 5 PMK-76/PMK.03/2010)

D‐
Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengembalian PPN oleh OP Pemegang Paspor LN & Kewajiban
PKP Toko Retail:
1. Permintaan pengembalian PPN atas pembelian Barang Bawaan dilakukan oleh OP pemegang paspor LN dgn
terlebih dahulu memberitahukan kpd Toko Retail dan menunjukkan Paspor LN yg dipegangnya. (Pasal 1 ayat
(1) PMK-100/PMK.03/2013)
Yg dilakukan PKP Toko Retail:
a. Kewajiban PKP Toko Retail: (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
 Menempelkan/memasang logo "VAT REFUND" pd Toko Retail tsb;
 Logo "VAT REFUND" ini diadakan sendiri oleh Toko Retail (contoh pd Lamp II PER- 28/PJ/2013)
 Menyediakan informasi mengenai pengembalian PPN kpd OP dlm bentuk antara lain seperti brosur /
papan pengumuman; dan
 Menerbitkan FP Khusus atas pembelian Barang Bawaan dlm rangkap 3 dgn peruntukan sbg berikut:
 Lembar ke-1, utk OP
 Lembar ke-2, utk Unit Pelaksana Restitusi PPN Bandar Udara melalui OP
 Lembar ke-3, utk arsip Toko Retail
b. Ketentuan terkait penerbitan FP Khusus:
 Dilakukan melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists (http://vatrefund.pajak.go.id) dan
 Memenuhi ketentuan dlm Pasal 13 ayat (5) & (8) UU PPN, dgn ketentuan pengisian:
 Pd kolom "NPWP" diisi dgn nomor paspor OP sesuai yg tercantum dlm paspornya; dan
 Pd kolom "alamat pembeli" diisi dgn alamat lengkap OP sesuai yg tercantum dlm paspornya.
Penerbitan FP Khusus yg tdk memenuhi persyaratan di atas dianggap bukan sbg permohonan pengembalian
PPN kpd OP shg tdk dpt dipertimbangkan). (Pasal 7 ayat (2) & (3) PER- 28/PJ/2013)
c. Dlm hal Aplikasi VAT Refund for Tourists dlm kondisi offline, Toko Retail dpt menerbitkan FP Khusus
manual dgn format Lamp I PMK-100/PMK.03/2013 dan peruntukan sesuai dgn ketentuan, dan hrs segera
menginput semua data yg ada pd FP Khusus manual tsb ke dlm Aplikasi VAT Refund for Tourists apabila
tlh online kembali. (Pasal 7 ayat (5) PER-28/PJ/2013)
d. FP Khusus ini dpt berfungsi sbg surat permohonan pengembalian PPN dgn membubuhi tanda
pd kolom permohonan pengembalian PPN yg dibubuhi tanda tangan OP pemegang paspor LN, dan kasir
Toko Retail yg diberi stempel Toko Retail. (Pasal 4 ayat (4) PMK- 100/PMK.03/2013)
2. Stl mendapatkan FP Khusus dari Toko Retail, OP pemegang paspor LN melakukan permintaan kembali PPN pd
saat OP tsb meninggalkan Indonesia melalui bandar udara. (Pasal 7 ayat (1) PMK- 76/PMK.03/2010)
3. OP menyampaikan FP Khusus kpd Dirjen Pajak melalui Unit Pelaksana Restitusi PPN Bandar Udara, dgn
menunjukkan: (pasal 7 ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
a. Dokumen pendukung yg meliputi:
 Paspor LN; dan
 Tiket atau pas (boarding pass) naik pesawat utk keberangkatan OP ke luar Daerah Pabean.
b. Barang Bawaan yg PPN atas perolehannya dimintakan kembali.

Tata Cara Pengajuan Permohonan utk Mendapatkan Surat Penunjukan PKP Toko Retail:
1. PKP Toko Retail yg ingin ikut dlm skema pengembalian PPN kpd OP hrs terlebih dahulu mengajukan
permohonan utk mendapatkan SK penunjukan PKP Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund for
Tourists. (Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
2. Dlm hal PKP Toko Retail melakukan pemusatan PPN terutang, maka:
a. Permohonan tsb diajukan oleh PKP Toko Retail tempat PPN terutang dipusatkan; dan
b. PKP Toko Retail wajib mendaftarkan slr cabang yg tertera pd SK Pemusatan PPN-nya.
3. Yg dilakukan KPP stl memperoleh permohonan dari PKP Toko Retail:
a. Ketentuan terkait SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan
penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail:
 Penerbitan paling lama 10 hari kerja sejak permohonan disampaikan dgn menggunakan format Lamp
I.1 /I.2/I.3 PER-28/PJ/2013.

D‐
 Hrs disampaikan oleh KPP kpd PKP Toko Retail melalui pos tercatat, perusahaan jasa ekspedisi, atau
jasa kurir dgn bukti pengiriman surat ke alamat WP yg tercantum pd Master File Nasional DJP.
b. Kemudian KPP menginput nomor bukti pengiriman, tanggal pengiriman dan jenis jasa pengiriman SK
penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan penolakan
penunjukan sbg PKP Toko Retail ke dlm Aplikasi VAT Refund for Tourists, stl melakukan pengiriman
surat.
c. Dlm hal SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan
penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail kembali pos (kempos), maka KPP hrs memberitahukan
informasi tsb kpd PKP Toko Retail melalui e-mail PKP Toko Retail.
d. PKP Toko Retail dpt mengajukan permohonan kembali stl menyampaikan surat pemberitahuan perubahan
alamat ke KPP sesuai dgn prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
4. PKP Toko Retail yg sdh mendapatkan PIN wajib melakukan aktivasi melalui Aplikasi VAT Refund for
Tourists paling lama 30 hari kalender sejak tanggal diterbitkannya surat pemberitahuan PIN oleh KPP tempat
PPN terutang. (Pasal 4 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
dgn cara memasukkan NPWP, PIN dan alamat e-mail PKP Toko Retail sebagaimana pd saat melakukan
pendaftaran.
5. Kantor Pusat DJP melalui sistem VAT Refund mengirim User ID dan Password PKP Toko Retail ke alamat
e-mail PKP Toko Retail stl PKP melakukan aktivasi.
6. PKP Toko Retail melakukan pendaftaran Toko Retail dgn memasukkan User ID Login Toko, Nama Toko
dan Nomor Telepon.
7. Kantor Pusat DJP melalui sistem VAT Refund mengirim User ID & Password utk Toko Retail ke
alamat e-mail PKP
8. PKP Toko Retail hanya dpt mengubah password, sementara PIN & User ID tdk bisa.
9. Dlm hal PKP Toko Retail lupa password, PKP Toko Retail dpt melakukan reset password dgn klik lupa
password pd halaman login aplikasi. Dlm hal Toko Retail lupa password, Toko Retail meminta PKP Toko
Retail utk melakukan reset password Toko Retail melalui menu reset password Toko.
10. Dlm hal PKP Toko Retail tlh mendapatkan PIN tetapi tdk melakukan aktivasi sampai batas waktu yg ditentukan
atau PIN hilang sbl PKP Toko Retail melakukan aktivasi, maka PKP Toko Retail dpt mengajukan kembali
permohonan PIN (Pasal 4 ayat (2) PER-28/PJ/2013)

Ketentuan Terkait Kondisi Tertentu:


1. Dlm Hal PKP Toko Retail Pindah Alamat:
Dlm hal PKP Toko Retail yg sdh mendapatkan PIN pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan atau
tempat kegiatan usaha ke wilayah KPP lain atau terjadi perubahan status perusahaan yg mengakibatkan KPP
tempat WP terdaftar hrs berubah, maka PKP Toko Retail tsb hrs mengajukan permohonan kembali utk
mendapatkan SK penunjukan PKP Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists. (Pasal 6
ayat (1) PER-28/PJ/2013)
2. Dlm Hal PKP Toko Retail Memperoleh SK Pemusatan PPN Terutang yg Baru:
Dlm hal PKP Toko Retail yg tlh melakukan pemusatan PPN terutang dan yg sdh mendapatkan PIN
memperoleh SK Pemusatan Tempat PPN Terutang yg baru, dan cabang pd SK Pemusatan Tempat PPN Terutang
yg baru berbeda dgn cabang pd SK Pemusatan Tempat PPN Terutang yg lama, maka PKP Toko Retail hrs
melakukan update SK Penunjukan PKP Toko Retail sebelumnya dgn memasukkan SK Pemusatan Tempat PPN
Terutang yg baru melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists (Pasal 6 ayat (2) huruf a PER-28/PJ/2013)
3. Dlm Hal PKP Toko Retail Melakukan Pemindahan Tempat Pemusatan PPN Terutang yg Baru:
Dlm hal PKP Toko Retail yg tlh melakukan pemusatan PPN terutang dan yg sdh mendapatkan PIN
melakukan pemindahan tempat pemusatan PPN terutang, maka PKP Toko Retail hrs mengajukan
permohonan penghapusan SK penunjukan PKP Toko Retail dan PIN sebelumnya ke KPP tempat PPN
terutang yg lama, dan mengajukan permohonan kembali utk mendapatkan SK penunjukan PKP Toko Retail
dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists (Pasal 6 ayat (2) huruf b PER- 28/PJ/2013)

Mekanisme Pengembalian Klaim VAT Refund:


1. Scr tunai (Rp), dgn ketentuan:
a. Nilai yg dikembalikan tdk melebihi Rp 5 juta; atau

D‐
b. Melebihi 5 juta, namun turis yg mengajukan klaim tdk dpt menyediakan informasi utk pengembalian
transfer atau memang ybs tdk menghendaki pengembalian scr transfer, maka nilai yg dikembalikan hanya
seb Rp 5 juta sedangkan selisihnya tdk dikembalikan.
2. Scr transfer, apabila nilai yg diajukan pengembalian > Rp 5 juta
Informasi yg hrs tercantum pd Nota Persetujuan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN adalah nama,
nomor rekening, nama bank tujuan transfer, dan mata uang yg diinginkan. Transfer dilakukan
paling lama 1 bulan sejak klaim disampaikan.
Format Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, format SKPKPP, format SPMKP sejak 60
hari stl tanggal 24 Jan 2011 menggunakan format yg diatur di PMK-18/PMK.03/2011.

D‐
Contoh FP Khusus (Lamp I PMK-76/PMK.03/2010)

FAKTUR PAJAK KHUSUS/TAX INVOICE


XXX-XX-XX-00000001.................(1)
(Tangga/Date dd-mm-yy) (2)

PENGUSAHA KENA PAJAK......................................................................................................................... (3)


TAXABLE PERSON FOR VAT PURPOSES

NPWP.............................................................................................................................................................. (4)
TAXPAYER IDENTITY NUMBER

ALAMAT.......................................................................................................................................................... (5)
ADDRESS

NAMA.............................................................................................................................................................. (6)
TOURIST NAME

NOMOR PASPOR............................................................................................................................................ (7)


Passport No.

ALAMAT.......................................................................................................................................................... (8)
ADDRESS

Total Pembayaran/Total Paid PPN/VAT (10/110)................................(9)


........ (10)
Telah dilayani oleh :
/ You have been attended by

............................. (11)

Pernyataan Toko Retail/ Toko Retail's Declaration


Saya menyatakan bahwa turis telah melakukan pembelian barang dan berhak untuk meminta pengembalian restitusi
Pajak Pertambahan Nilai (/declared that tourist has purchased the goods and is entitled to claim for a refund)
Pernyataan Turis/ Tourist's Declaration
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya memenuhi kriteria dan persyaratan untuk mengajukan permohonan
pengembalian PPN sesuai dengan skema restitusi PPN turis asing. Saya menyatakan bahwa saya memahami kriteria dan
persyaratan yang telah diberitahukan kepada saya. Saya akan mengizinkan DJP untuk melakukan pemeriksaan dokumen
dan barang bawaan saya.
( I hereby declare that I meet the eligibility criteria and will comply with the conditions and requirements for claiming
VAT refund under the tourist refund scheme. I confirm that I fully understand the eligibility criteria, conditions and
requirements which have been made known to me. I will allow DGT to inspect my good)

Mengajukan pengembalian
/apply for refund
..................... (12)

tanda tangan turis Tanda tangan Penjual dan Stempel


/tourist signature /Toko Retail's Signature & Stamp

(Nama/Name)...........................(13) (Nama)....................................(14)

D‐
Petunjuk Pengisian FP Khusus
No. Uraian Isian

1 Diisi dgn Kode & Nomor Seri FP dgn menggunakan Kode Transaksi 06 dan Nomor Urut mulai
dari 00000001
2 Diisi tanggal transaksi yg tertera pd cash register/struk pembayaran/invoice
3 Diisi nama PKP
4 Diisi NPWP
5 Diisi Alamat Toko Retail
6 Diisi Nama Turis
7 Diisi Nama Paspor Turis
8 Diisi Alamat Turis
9 Diisi Total Pembayaran diinput dari grand total pd cash register/struk pembayaran/invoice yg
terlampir
10 Diisi Jml PPN (10/110 x total pembayaran)
11 Diisi Nama Kasir
12 Diisi tanda centang (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
13 Diisi nama & tanda tangan turis (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
14 Diisi nama, tanda tangan dan stempel Penjual (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)

D‐
PEMUNGUT PPN

Dasar Hukum:
 KMK-563/KMK.03/2003
 PMK-73/PMK.03/2010
 PMK-85/PMK.03/2012 jo PMK 136/PMK.03/2012

Pemungut PPN:
1. Bendaharawan Pemerintah & KPKN (KMK-563/KMK.03/2003)
2. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan kontraktor atau pemegang
kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi (PMK-73/PMK.03/2010)
3. BUMN (PMK-85/PMK.03/2012 jo PMK 136/PMK.03/2012)

PEMUNGUT BUMN

Kondisi PPN atau PPnBM Tdk Dipungut oleh BUMN: (Pasal 5 PMK 85/PMK.03/2012)
a. Pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp10 juta termasuk jml PPN atau PPN & PPnBM yg terutang dan tdk
mrp pembayaran yg terpecah-pecah
b. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg mnr ketentuan perpu di bidang perpajakan mendapat
fasilitas PPN tdk dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN
c. Pembayaran atas penyerahan BBM dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero)
d. Pembayaran atas rekening telepon
e. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan
f. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang dan/atau jasa yg mnr ketentuan perpu di bidang perpajakan tdk
dikenai PPN atau PPN & PPnBM
PPN atau PPN & PPnBM yg terutang (huruf a-e di atas) dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dgn
peraturan perpu di bidang perpajakan.

Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atau PPnBM oleh BUMN:
1. Tata Cara Pemungutan & Penyetoran:
a. Rekanan wajib membuat FP dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kpd BUMN.
b. FP sesuai dgn ketentuan di bidang perpajakan.
c. SSP diisi dgn membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, dan penandatanganan SSP tsb dilakukan
oleh BUMN sbg penyetor atas nama Rekanan.
d. Dlm hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan hrs mencantumkan
juga jml PPnBM yg terutang pd FP.
e. FP dibuat dlm rangkap 2 dgn peruntukan:
 lembar ke-1: utk BUMN
 lembar ke-2: utk Rekanan
f. SSP dibuat dlm rangkap 4 dgn peruntukan:
 lembar ke-1: utk Rekanan;
 lembar ke-2: utk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
 lembar ke-3: utk Rekanan yg dilampirkan pd SPT Masa PPN; dan
 lembar ke-4: utk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
g. BUMN yg melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM hrs membubuhkan cap "Disetor Tanggal
........................" dan menandatanganinya pd FP.
h. FP dan SSP mrp bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN & PPnBM.
2. Tata Cara Pelaporan:
a. Pelaporan dilakukan setiap bulan dan disampaikan ke KPP tempat BUMN terdaftar paling lama akhir bulan
berikutnya stl berakhirnya Masa Pajak, dgn menggunakan formulir "SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN".
b. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib dilampiri dgn daftar nominatif FP dan SSP sesuai format dlm
Lampiran PMK 85/PMK.03/2012 jo PMK 136/PMK.03/2012

D‐
PEMUNGUT BENDAHARAWAN PEMERINTAH

Kondisi PPN atau PPnBM Tdk Dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah: (Pasal 5 KMK-
563/KMK.03/2003)
a. Pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta dan tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah;
b. Pembayaran utk pembebasan tanah;
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg mnr ketentuan perpu yg berlaku, mendapat fasilitas
PPN tdk dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
d. Pembayaran atas penyerahan BBM dan Bukan BBM oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;
e. Pembayaran atas rekening telepon;
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
g. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang atau jasa yg mnr ketentuan Perpu yg berlaku tdk dikenakan PPN.
PPN dan PPnBM yg terutang sehubungan dgn pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta, dipungut
dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dgn ketentuan yg berlaku umum.

Tata Cara Pemungutan, Pemyetoran, dan Pelaporan PPN atau PPnBM oleh Bendahara Pemerintah:
1. Tata Cara Pemungutan:
a. Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jml pembayaran yg dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah
atau jml pembayaran yg dilakukan oleh KPKN dlm SPM.
b. Jml PPN atau PPnBM yg Dipungut
1) Dlm hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jml PPN yg dipungut adalah 10/110 bagian
dari jml pembayaran.
Contoh :
Jml pembayaran Rp 11 juta
Jml PPN : 10/110 x Rp 11 juta Rp 1 juta
Sisa yg dibayarkan kpd PKP rekanan: (Rp 11 juta – Rp 1 juta) Rp 10 juta
2) Dlm hal penyerahan BKP yg tergolong mewah dari pengusaha yg menghasilkan BKP yg tergolong
mewah tsb, di samping terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jml PPN dan PPnBM yg dipungut:
Dlm hal terutang PPnBM seb 20%, maka jml PPN yg dipungut seb 10/130 bagian dari jml
pembayaran sedangkan jml PPnBM yg dipungut seb 20/130 bagian dari jml pembayaran.
Contoh: PPnBM dgn tarif 20%
Jml pembayaran Rp 13 juta
Jml PPN yg dipungut: (10/130 x Rp 13 juta) Rp 1 juta
Jml PPnBM yg dipungut: (20/130 x Rp 13 juta) Rp 2 juta
Sisa yg dibayarkan kpd PKP rekanan: Rp 13 juta - (Rp 1 juta + Rp 2 juta) = Rp10 juta
3) Dlm hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp 1 juta dan tdk mrp jml yg terpecah-pecah, maka PPN
dan PPn BM tdk perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah. Batas jml pembayaran seb Rp 1 juta
tsb hendaknya diartikan termasuk PPN dan PPn BM.
Contoh 1:
Harga Jual Rp 900 ribu
PPN: 10% x Rp 900 ribu Rp 90 ribu
PPnBM (Misal terutang dgn tarif 20%) Rp. 180 ribu
Harga Jual termasuk PPN dan PPnBM Rp. 1,17 juta
Meskipun Harga Jual Rp 900 ribu tetapi krn pembayaran termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp
1,17 juta (di atas Rp 1 juta), maka PPN dan PPnBM yg terutang hrs dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN.
Contoh 2:
Harga Jual Rp 800 ribu
PPN: 10% x Rp 800 ribu Rp 80 ribu
PPnBM (Misal terutang dengan tarif 10%) Rp 80 ribu Harga
Jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 960 ribu
Krn Harga Jual termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp 960 ribu (<Rp 1 juta), maka PPN dan
PPnBM yg terutang tdk perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPKN, tetapi hrs dipungut
dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan FP tetap hrs dibuat.
2. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran:

D‐
a. PKP rekanan Pemerintah membuat FP dan SSP pd saat menyampaikan tagihan kpd Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN baik utk sebagian maupun slr pembayaran.
b. SSP pd huruf a diisi dgn membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yg bersangkutan,
tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sbg penyetor atas nama
PKP Rekanan Pemerintah.
c. Dlm hal penyerahan BKP tsb terutang PPnBM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan jml PPnBM
yg terutang pd FP.
d. FP pd huruf a dibuat dlm rangkap 3:
 lembar ke-1 utk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sbg Pemungut PPN
 lembar ke-2 utk arsip PKP rekanan Pemerintah
 lembar ke-3 utk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN
e. Dlm hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP pd huruf a dibuat dlm rangka 5. Stl PPN dan
atau PPnBM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tsb diperuntukkan sbg berikut:
 lembar ke-1 utk PKP Rekanan Pemerintah
 lembar ke-2 utk KPP melalui KPKN
 lembar ke-3 utk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pd SPT Masa PPN
 lembar ke-4 utk Bank Persepsi atau Kantor Pos
 lembar ke-5 utk pertinggal Bendaharawan Pemerintah
f. Dlm hal pemungutan oleh KPKN, SSP pd huruf a dibuat dlm rangkap 4 yg @ diperuntukkan sbg berikut:
 lembar ke-1 utk PKP Rekanan Pemerintah
 lembar ke-2 utk KPP melalui KPKN
 lembar ke-3 utk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pd SPT Masa PPN
 lembar ke-4 utk pertinggal KPKN
g. Pd lembar FP pd huruf d oleh Bendaharawan Pemerintah yg melakukan pemungut wajib dibubuhi cap
"Disetor tanggal..........................." dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
h. Pd setiap lembar FP pd huruf d dan SSP pd huruf f oleh KPKN yg melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
i. SSP lembar ke-1 dan ke-2 pd huruf f dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN.
j. FP dan SSP mrp bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPnBM.
3. Tata Cara Pelaporan:
a. Bendaharawan Pemerintah
Bendaharawan Pemerintah yg melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM diwajibkan
melaporkan PPN dan PPnBM yg tlh dipungut dan disetor, setiap bulan ke KPP tempat Bendaharawan
Pemerintah terdaftar dgn menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai" yg dibuat dlm rangkap 3 paling lambat 20 hari stl berakhirnya bulan dilakukan
pembayaran tagihan, yg @ diperuntukkan sbg berikut:
 lembar ke-1, dilampiri FP lembar ke-3 utk KPP
 lembar ke-2, utk KPKN
 lembar ke-3, utk arsip Bendaharawan Pemerintah
b. KPKN
 KPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 FP yg tlh dibubuhi catatan nomor dan tanggal
advis kpd KPP dgn Surat Pengantar.
 Dlm hal tdk ada FP yg disampaikan pd hari itu, Surat Pengantar tetap dibuat dgn catatan "Faktur
Pajak NIHIL".

D‐
PEDOMAN PENGKREDITAN PM

A. BAGI PKP YG PEREDARAN USAHANYA TDK MELEBIHI JML TERTENTU

Dasar Hukum:
 Pasal 9 ayat (7) & (7b) UU PPN
 PMK-74/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010)

Yg Dpt Menggunakan Pedoman Pengkreditan PM:


 Semua PKP dgn jml peredaran bruto < Rp 1,8 M dlm 1 thn (tdk melihat apakah PKP Badan/OP atau sdh
pembukuan/masih pencatatan). (Pasal 2, Pasal 3 ayat (2) PMK-74/PMK.03/2010)
 PKP dpt menggunakan mekanisme ini bila memenuhi syarat: (Pasal 3 ayat (1) PMK-
74/PMK.03/2010)
1. Peredaran usaha 2 thn buku (thn kalender bagi PKP OP Pencatatan) sbl-nya < Rp 1,8 M utk setiap 1
thn buku, atau
2. WP yg baru dikukuhkan sbg PKP

PKP hrs menyampaikan pemberitahuan tertulis paling lama pd:


 Saat batas waktu penyampaian SPT PPN Masa pertama dlm thn buku dimulainya penggunaan pedoman,
(Misalnya: Mulai thn buku 2010, PKP sdh mulai mau menggunakan pedoman pengkreditan PM, berarti
paling lambat 28 Feb 2010 sdh hrs melakukan pemberitahuan) atau
 Masa pertama stl pengukuhan pertama kali (Misalnya: WP baru dikukuhkan menjadi PKP pd bulan
Mei 2010, berarti paling lambat 30 Jun 2010 PKP tsb sdh hrs menyampaikan pemberitahuan penggunaan
pedoman pengkreditan PM).

PKP tetap memungut PPN ke konsumen seb 10% dari DPP dgn ketentuan PPN Masukan yg dpt
dikreditkan:
 60% dari PPN Keluaran utk penyerahan JKP
 70% dari PPN Keluaran utk penyerahan BKP

PPN Masukan dari supplier tdk dpt dikreditkan di SPT Masa PPN dan juga tdk dpt dijadikan sbg
biaya pengurang pd perhitungan SPT Tahunan PPh.

 Bila peredaran usaha PKP yg menggunakan pedoman pengkreditan PM tsb sdh > Rp 1,8 M maka mulai
masa berikutnya stl peredaran usahanya > Rp 1,8 M, PKP tsb sdh tdk boleh lagi menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan PM (Misalnya: bulan Okt, peredaran usaha PKP A sdh mencapai Rp 1,8 M,
maka mulai bulan Nov PKP A sdh tdk boleh lagi menggunakan pedoman pengkreditan ini).
 Apabila sdh tdk lagi menggunakan pedoman pengkreditan PM krn > Rp 1,8 M, bisa kembali menggunakan
pedoman pengkreditan bila memenuhi syarat kembali.
 Kalau PKP yg sdh menggunakan pedoman ini ternyata memilih utk tdk lagi menggunakannya (beralih ke
mekanisme normal), penggunaan mekanisme normal hanya boleh dilakukan mulai masa pajak pertama thn
buku berikutnya tetapi tetap hrs memberitahu scr tertulis kpd kepala KPP paling lambat pd batas waktu
penyampaian SPT masa PPN masa pajak pertama thn buku dimulainya menggunakan mekanisme normal
tsb (Misalnya: Jika mulai thn buku 2010 PKP A mau kembali menggunakan mekanisme normal, maka
paling lambat tanggal 28 Feb 2010 PKP A hrs sdh melakukan pemberitahuan ke Kepala KPP).
 Penggunaan pedoman ini adalah pilihan.

D‐
B. BAGI PKP YG MELAKUKAN PENYERAHAN TERUTANG DAN TDK TERUTANG/DIBEBASKAN
PPN

Dasar Hukum:
 Pasal 9 ayat (5) & (6) UU PPN
 PMK-78/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) jo PMK-21/PMK.011/2014 (berlaku sejak 4 Feb
2014) jo PMK-135/PMK.011/2014 (berlaku sejak 18 Juni 2014) → PMK-78/PMK.03/2010 mencabut
KMK-575/KMK.04/2000

PKP yg Tdk Dpt Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM Berdasarkan PMK-


78/PMK.03/2010: (Pasal 7 PMK-78/PMK.03/2010)
 PKP yg tlh ditetapkan utk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM sesuai ketentuan Pasal 9
ayat (7) UU PPN → PKP dgn jml peredaran bruto < Rp 1,8 M dlm 1 thn
 PKP yg tlh ditetapkan utk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM sesuai ketentuan Pasal 9
ayat (7a) UU PPN → PKP yg melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas scr eceran atau emas
perhiasan scr eceran

PM yg Dpt Dikreditkan adalah PM atas Penyerahan yg Terutang PPN:


1. Apabila dlm suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yg terutang pajak juga melakukan
penyerahan yg tdk terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yg terutang pajak dpt diketahui dgn
pasti dari pembukuannya, jml PM yg dpt dikreditkan adalah PM yg berkenaan dgn penyerahan yg
terutang pajak (Pasal 9 ayat (5) UU PPN)
 Penyerahan yg terutang pajak: penyerahan barang atau jasa yg sesuai dgn ketentuan UU PPN
dikenai PPN.
 Penyerahan yg tdk terutang pajak: penyerahan barang dan jasa yg tdk dikenai PPN (Pasal 4A
UU PPN) dan yg dibebaskan dari pengenaan PPN (Pasal 16B UU PPN).
(Penjelasan Pasal 9 ayat (5) UU PPN)
2. PKP yg: (Pasal 2A PMK-135/PMK.011/2014)
1) menghasilkan BKP yg atas penyerahannya termasuk dlm Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak; dan
2) mengolah dan/atau memanfaatkan lbh lanjut BKP pd huruf a, baik melalui unit pengolahan
sendiri maupun melalui titip olah dgn menggunakan fasilitas pengolahan PKP lainnya shg
menjadi BKP yg atas penyerahannya termasuk dlm Penyerahan yg Terutang Pajak,
sedangkan PM utk penyerahan yg terutang pajak tdk dpt diketahui dgn pasti , PM yg sdh
dibayar dpt dikreditkan sesuai ketentuan perpu di bidang perpajakan.

DlmKetentuan
Hal PM mengenai penghitungan
atas Penyerahan pengkreditan
yg Terutang PPN PM bagi
Tdk PKP yg melakukan
Diketahui dgn Pasti:Penyerahan yg Terutang
Pajak
(Pasal dan(6)Penyerahan
9 ayat UU PPN) yg Tdk Terutang Pajak sejak tanggal 1 Jan 2014 s.d. sbl berlakunya
PMK-135/PMK.011/2014,
Apabila dlm suatu Masa Pajak berlaku ketentuan
PKP selain sebagaimana
melakukan diatur
penyerahan dlm PMK-
yg terutang 135/PMK.011/2014.
pajak (Pasal
juga melakukan penyerahan
yg 9A
tdk PMK-135/PMK.011/2014)
terutang pajak, sedangkan PM utk penyerahan yg terutang pajak tdk dpt diketahui dgn pasti, jml PM yg
dpt dikreditkan utk penyerahan yg terutang pajak dihitung dgn menggunakan pedoman penghitungan PM yg dpt
dikreditkan, yg diatur dgn Peraturan MenKeu → PMK- 78/PMK.03/2010 jo PMK-21/PMK.011/2014.

Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM:


a. PKP mengkreditkan PM dgn menggunakan pedoman: (Pasal 3 PMK-78/PMK.03/2010)
P = PM x Z
P = Jml PM yg dpt dikreditkan
PM = Jml PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
Z = Persentase yg sebanding dgn jml Penyerahan yg Terutang Pajak thd penyerahan
seluruhnya

D‐
PKP mengkreditkan PM atas perolehan BKP/JKP tsb pd bulan perolehan BKP/JKP di SPT Masa
PPN bulan perolehan BKP/ JKP.
b. Pd akhir thn buku, stl diketahui brp jml total penyerahan yg sebenarnya atas penyerahan yg terutang PPN,
tdk terutang PPN atau dibebaskan PPN, PKP melakukan Penghitungan Kembali PM berdasarkan pedoman
penghitungan pengkreditan PM: (Pasal 4 PMK-78/PMK.03/2010)
1. Utk BKP/JKP yg masa manfaat > 1 thn:
P’ = (PM / T ) x Z’
2. Utk BKP/JKP yg masa manfaat < 1 thn:
P’ = PM x Z’
P’ = Jml PM yg dpt dikreditkan dlm 1 thn buku
PM = Jml PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
T = Masa manfaat BKP/JKP dgn ketentuan:
 utk BKP berupa tanah & bangunan adalah 10 thn
 utk BKP selain tanah & bangunan dan JKP adalah 4 thn
Z’ = Persentase yg sebanding dgn jml Penyerahan yg Terutang Pajak thd slr
penyerahan dlm 1 thn buku
c. PKP menghitung PM atas perolehan BKP/JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku sesuai masa manfaat
BKP/JKP (PM yg tlh dikreditkan pd bulan perolehan BKP/JKP tadi dibagi dgn masa manfaat BKP/JKP)
d. PM yg dpt dikreditkan dari hasil penghitungan kembali berdasarkan pedoman penghitungan pengkreditan
PM, diperhitungkan dgn PM yg dpt dikreditkan pd suatu Masa Pajak, paling lama pd bulan ketiga stl
berakhirnya thn buku.
→ PKP menyimpulkan besar PM yg hrs diperhitungkan kembali (bisa mengurangi atau menambah PM utk
Masa Pajak Jan; Feb; atau Mar Thn Pajak berikutnya stl berakhirnya thn buku yg bersangkutan).
1. Mengurangi PM jika: PM atas perolehan BKP dan/atau JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku
sesuai masa manfaat BKP/JKP > jml PM hasil penghitungan kembali
2. Menambah PM jika: PM atas perolehan BKP/JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku sesuai masa
manfaat BKP/JKP < jml PM hasil penghitungan kembali
e. Penghitungan kembali PM yg dpt dikreditkan tdk perlu dilakukan dlm hal masa manfaat BKP/JKP tlh
berakhir
→ Penghitungan kembali PM sesuai dgn jml total penyerahan yg sebenarnya atas penyerahan yg terutang
PPN, tdk terutang PPN atau dibebaskan PPN pd setiap thn buku, dilakukan setiap thn
s.d. masa manfaat BKP/JKP berakhir.

Materi Lamp PMK-135/PMK.011/2014:

I. Pengertian Umum
PKP yg melakukan Penyerahan yg Terutang Pajak & Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak antara lain:
1. PKP yg melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya PKP yg
menghasilkan jagung, dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung mrp BKP), yg
sebagian jagung yg dihasilkannya dijual kpd pihak lain dan sebagian lainnya diolah menjadi minyak
jagung.
2. PKP yg melakukan usaha jasa yg atas penyerahannya terutang dan tdk terutang PPN, misalnya PKP yg
bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan
penyerahan jasa persewaan ruangan utk tempat usaha.
3. PKP yg melakukan penyerahan barang dan jasa yg atas penyerahannya terutang dan yg tdk terutang
PPN, misalnya PKP yg kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan BKP berupa roti juga
melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yg mrp jasa yg tdk dikenakan PPN.
4. PKP yg menghasilkan BKP yg terutang PPN dan yg dibebaskan dari pengenaan PPN, misalnya
pengusaha pembangunan perumahan yg melakukan penyerahan berupa rumah mewah yg terutang PPN
dan rumah sangat sederhana yg dibebaskan dari pengenaan PPN.

Perlakuan pengkreditan PM utk PKP yg melakukan Penyerahan yg Terutang Pajak dan Penyerahan yg Tdk
Terutang Pajak seperti contoh di atas:

D‐
1. PM atas perolehan BKP/JKP yg nyata-nyata hanya digunakan utk kegiatan yg terkait dengan
penyerahan yg terutang PPN, dpt dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya:
a. PM utk perolehan mesin-mesin yg digunakan utk memproduksi minyak jagung;
b. PM utk perolehan alat-alat perkantoran yg hanya digunakan utk kegiatan penyerahan jasa
persewaan kantor;
2. PM atas perolehan BKP/JKP yg nyata-nyata hanya digunakan utk kegiatan yg terkait dgn penyerahan
yg tdk terutang PPN atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tdk dpt dikreditkan
seluruhnya, misalnya:
a. PM utk pembelian truk yg digunakan utk jasa angkutan umum, krn jasa angkutan umum bukan
mrp JKP yg atas penyerahannya tdk terutang PPN;
b. PM utk pembelian bahan baku yg digunakan utk membangun rumah sangat sederhana, krn atas
penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan PPN.
3. Sedangkan PM atas perolehan BKP/JKP yg blm dpt dipastikan penggunaannya utk Penyerahan yg
Terutang Pajak dan Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan PM sebagaimana diatur dlm PMK-135, misalnya:
a. PM utk perolehan truk yg digunakan baik utk perkebunan jagung maupun utk pabrik minyak
jagung, yg sebagian jagung tsb dijual kpd pihak lain dan tdk diolah sendiri oleh pemilik kebun
jagung menjadi minyak jagung;
b. PM utk perolehan komputer yg digunakan baik utk kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun
utk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.

II. Contoh Penghitungan


1. Contoh 1:
 PKP B adalah perusahaan yg bergerak di bidang industri pembuatan sepatu.
 Pd bulan Jan 2014, PKP B tsb membeli generator listrik yg dimaksudkan utk digunakan
seluruhnya utk kegiatan pabrik dgn nilai perolehan seb Rp 100 juta dgn PPN seb Rp 10
juta.
 PM atas perolehan generator listrik seb Rp 10 juta scr keseluruhan dikreditkan pd Masa Pajak Jan
2014.
 Masa manfaat generator listrik tsb sebenarnya adalah 5 thn, tetapi utk penghitungan kembali PM
ini, masa manfaat generator listrik tsb ditetapkan 4 thn, shg alokasi pengkreditan PM utk setiap
tahunnya adalah seb: Rp 20 juta / 4 = Rp 2,5 juta.
 Selama tahun 2014 ternyata generator listrik tsb digunakan:
 utk bulan Jan s.d. Juni 2014:
 10% utk perumahan karyawan dan direksi;
 90% utk kegiatan pabrik, dan
 utk bulan Juli s.d. Des 2014:
 20% utk perumahan karyawan dan direksi;
 80% utk kegiatan pabrik.
Berdasarkan data tsb di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk kegiatan pabrik adalah:
(90% + 80%) / 2 = 85%.
 Penghitungan kembali PM yg dpt dikreditkan utk thn buku 2014 dpt dilakukan paling lambat pd
Masa Pajak Maret 2015. PKP B melakukan penghitungan kembali PM pd Masa Pajak Feb 2015.
PM yg dpt dikreditkan utk thn buku 2014 seharusnya seb: 85% x (Rp 10 juta / 4) = Rp 2,125
juta.
 PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Feb 2015 adalah seb: Rp
2,5 juta – Rp 2,125 juta = Rp 375 ribu.
 Penghitungan kembali PM seperti perhitungan di atas dilakukan sampai dengan masa manfaat
generator listrik berakhir.
2. Contoh 2:
 PKP D adalah perusahaan yg menghasilkan jagung, dan memproses jagung tsb menjadi minyak
jagung yg mrp BKP, dgn titip olah menggunakan fasilitas pengolahan PK E. Selanjutnya, PKP D
hanya menjual minyak jagung.
 Pd bulan Maret 2014, PKP D membayar jasa titip olah kpd PKP E seb Rp 25 juta dgn PPN seb Rp
2,5 juta.
 Besarnya PM yg dpt dikreditkan oleh PKP D pd masa Maret 2014 adalah seb Rp 2,5 juta.

D‐
3. Contoh 3:
 PKP N adalah perusahaan integrated (terpadu) yg bergerak di bidang perkebunan jagung dan
pabrik minyak jagung. Sebagian jagung yg dihasilkannya diolah lbh lanjut menjadi minyak jagung
dan sebagian lainnya dijual kpd pihak lain.
 Pd bulan April 2014, PKP N membeli truk yg digunakan baik utk perkebunan jagung maupun utk
pabrik minyak jagung dgn harga perolehan seb Rp 200 juta dan PPN seb Rp 20 juta.
 Berdasarkan data-data yg dimiliki, diperkirakan persentase rata-rata jml penyerahan minyak
jagung thd penyerahan seluruhnya adalah seb 70%, sedangkan 30% mrp penyerahan jagung kpd
pihak lain.
 Berdasarkan data tsb maka PM yg dpt dikreditkan dlm SPT Masa PPN Masa Pajak April 2014
seb: Rp 20 juta x 70% = Rp 14 juta.
 Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah Rp 100 M,
yg berasal dari penjualan jagung kpd pihak lain seb Rp 40 M dan penjualan minyak jagung seb Rp
60 M.
 Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 thn, tetapi utk tujuan penghitungan PM berdasarkan
PMK-135 ditetapkan 4 thn.
 Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2014 yg
dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 60 M / Rp 100M) x (Rp 20 juta / 4) = Rp 3 juta
 Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah: Rp 14 juta
/ 4 = Rp 3,5 juta.
 PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2015 adalah sebr:
Rp 3,5 juta – Rp 3 juta = Rp 500 ribu.
 Penghitungan kembali PM seperti perhitungan di atas dilakukan setiap thn s.d. masa manfaat truk
berakhir.
4. Contoh 4:
 Kelanjutan dari contoh 3, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2015 adalah Rp
100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 10 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 90 M.
 Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2015 yg
dilakukan pd Masa Pajak Maret 2016 adalah: (Rp 90 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 4,5 juta
 Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah: Rp 14 juta
/ 4 = Rp 3,5 juta
 Jadi PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn menambah PM utk Masa Pajak Maret 2016 adalah
seb: Rp 4,5 juta – Rp 3,5 juta = Rp 1 juta
5. Contoh 5:
 Kelanjutan dari contoh 4, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2016 adalah Rp
100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 30 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 70 M.
 Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2016 yg
dilakukan pd Masa Pajak Maret 2017 adalah: (Rp 70 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 3,5 juta.
 Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah: Rp 14 juta
/ 4 = Rp 3,5 juta.
 PM yg hrs diperhitungkan kembali adalah seb: Rp 3,5 juta – Rp 3,5 juta = Rp 0.
6. Contoh 6:
 Kelanjutan dari contoh 5, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2017 adalah Rp
100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 50 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 50 M.
 Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2017 yg
dilakukan pd Masa Pajak Maret 2018 adalah: (Rp 50 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 2,5 juta.
 Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah: Rp 14 juta
/ 4 = Rp 3,5 juta.

D‐
 PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2018 adalah seb:
Rp 3,5 juta – Rp 2,5 juta = Rp 1 juta.
 Penghitungan PM sebagaimana perhitungan di atas tdk perlu lagi dilakukan pd thn 2019.
7. Contoh 7:
 PKP N tsb pd contoh 3, pd bulan Mei 2014 membeli bahan bakar solar utk truk yg digunakan baik
utk sektor perkebunan dan distribusi jagung kpd pihak lain maupun utk sektor pabrikasi dan
distribusi minyak jagung seb Rp 50 juta dan PPN seb Rp 5 juta.
 PKP dimaksud mengkreditkan PM tsb berdasarkan perkiraan persentase perbandingan jml
penyerahan yg terutang Pajak thd penyerahan seluruhnya seb 70%, shg PM yg dikreditkan dlm
SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2014 adalah seb: Rp 5 juta x 70% = Rp 3,5 juta.
 Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah Rp 100 M,
yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 40 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 60 M.
 Penghitungan kembali PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg dpt dikreditkan selama
thn buku 2014 yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 60 M / Rp 100 M) x
Rp 5 juta = Rp 3 juta.
 PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg tlh dikreditkan pd Masa Pajak Mei thn 2014
adalah Rp 3,5 juta.
 PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2015 adalah seb:
Rp 3,5 juta – Rp 3 juta = Rp 500 ribu.
8. Contoh 8:
 Sama dgn contoh 7, namun diketahui total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah
Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 10 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 90
M.
 Penghitungan kembali PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg dpt dikreditkan selama
thn buku 2014 yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 90 M / Rp 100 M) x
Rp 5 juta = Rp 4,5 juta.
 PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg tlh dikreditkan pd Masa Pajak Mei thn 2014
adalah Rp 3,5 juta.
 Jadi, PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn menambah PM Masa Pajak Maret 2015 adalah seb:
Rp 4,5 juta – Rp 3,5 juta = Rp 1 juta.

D‐
C. BAGI PKP USAHA TERTENTU (EMAS & KENDARAAN BEKAS)

Dasar Hukum:
 Pasal 9 ayat 7a & 7b UU 42 Thn 2009
 PMK-79/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 April 2010) ttg Pedoman penghitungan pengkreditan PM bagi
PKP yg melakukan kegiatan usaha tertentu

Ketentuan yg ada di PMK tsb sifatnya wajib digunakan oleh PKP emas maupun kendaraan bekas (baik yg
menggunakan pembukuan atau pencatatan biasa).
PKP kegiatan usaha tertentu: PKP dgn kegiatan usaha yg semata-mata melakukan:
1. Penyerahan kendaraan bermotor bekas scr eceran
 PKP tetap memungut PPN Keluaran kpd konsumen dgn tarif 10% dari peredaran usaha
 PPN Masukan yg dpt dikreditkan seb 90% dari PPN Keluaran
 PPN Masukan pd setiap lembar FP yg diterima dari supplier, tdk dpt dikreditkan di SPT Masa PPN
sekaligus tdk dpt dijadikan biaya pengurang utk perhitungan di SPT Tahunan PPh.
2. Penyerahan emas perhiasan scr eceran
 PKP tetap memungut PPN Keluaran kpd konsumen dgn tarif 10% dari peredaran usaha
 PPN Masukan yg dpt dikreditkan seb 80% dari PPN Keluaran
 PPN Masukan pd setiap lembar FP yg diterima dari supplier, tdk dpt dikreditkan di SPT Masa PPN
sekaligus tdk dpt dijadikan biaya pengurang utk perhitungan di SPT Tahunan PPh.

Dlm Hal PKP yg Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu Beralih Usaha Di Luar Kegiatan Usaha
Tertentu (Pasal 7 ayat (2) PMK-79/PMK.03/2010)
1. PKP dpt menghitung besarnya PM yg dpt dikreditkan dgn menggunakan:
 Mekanisme pengkreditan PM dgn PK; atau
 Pedoman penghitungan pengkreditan PM sesuai Pasal 9 ayat (7) UU PPN apabila peredaran usahanya
dlm 1 thn buku < Rp 1,8 M
2. PKP wajib menggunakan mekanisme pengkreditan PM dgn PK apabila peredaran usahanya dlm 1 thn
buku > Rp 1,8 M, terhitung sejak Masa Pajak saat PKP tdk melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.

Dlm Hal Terjadi Retur oleh Pembeli:


PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg dikembalikan atau diretur oleh pembeli, mengurangi PPN yg
terutang oleh PKP penjual dlm Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP dan/atau JKP, sepanjang FP atas
penyerahan BKP dan/atau JKP tsb tlh dilaporkan dlm SPT Masa PPN.

D‐
RESTITUSI PPN

A. RESTITUSI

PPN Dasar

Hukum:
 UU PPN
 PMK-72/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010)

PKP Hanya Dpt Mengajukan Permohonan Pengembalian (Restitusi) pd Akhir Thn Buku:
 Apabila dlm suatu Masa Pajak, PM yg dpt dikreditkan lebih besar daripada PK selisihnya mrp
kelebihan Pajak yg dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
 PKP dpt mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak (restitusi) pd akhir
thn buku. Bagi PKP OP yg dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian thn
buku adalah thn kalender.

PKP yg Dpt Mengajukan Permohonan Pengembalian (Restitusi) pd Setiap Masa Pajak:


1. PKP yg melakukan ekspor BKP Berwujud
2. PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kpd Pemungut PPN
3. PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yg PPN-nya tdk dipungut
4. PKP yg melakukan ekspor BKP Tdk Berwujud
5. PKP yg melakukan ekspor JKP
6. PKP dlm tahap blm berproduksi sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (2a) UU PPN

Cara Pengajuan Permohonan Pengembalian (Restitusi):


 PKP dpt mengajukan permohonan pengembalian kelebihan Pajak dgn menggunakan :
1. SPT Masa PPN, dgn cara mengisi (memberi tanda silang) pd kolom "Dikembalikan (restitusi)";
atau
2. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dlm SPT Masa PPN tdk
diisi atau tdk mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak.
 Permohonan pengembalian kelebihan Pajak diajukan kpd KPP di tempat PKP dikukuhkan dan
ditentukan 1 permohonan utk 1 Masa Pajak.

Pemeriksaan dan skp:


 Pemeriksaan dilakukan thd permohonan pengembalian kelebihan Pajak yg diajukan oleh PKP
selain :
1. PKP Kriteria tertentu (Pasal 17 C UU KUP),
2. PKP yg memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 17 D UU KUP),
3. PKP Resiko rendah (Pasal 9 ayat 4C UU PPN).
 Dirjen Pajak stl melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak hrs menerbitkan
SKP paling lama 12 bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan Pajak diterima.
Jangka waktu 12 bulan ini tdk berlaku dlm hal thd PKP sedang dilakukanpemeriksaan bukti permulaan
tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 8 PMK-72)
 Apabila stl melampaui jangka waktu 12 bulan tsb Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan,
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB hrs diterbitkan
paling lama 1 bulan stl jangka waktu tsb berakhir. (Pasal 17B ayat (3) UU KUP)

B. PEMBAYARAN KEMBALI PM BAGI PKP YG GAGAL BERPRODUKSI

Dasar Hukum:
 Pasal 16 PP 1 Thn 2012
 Pasal 9 ayat (2a), (6a), dan (6b) UU PPN
 PMK-31/PMK.03/2014 (berlaku sejak 10 Feb 2014) → mencabut PMK-81/PMK.03/2010

Definisi Terkait:
 PM: PPN yg seharusnya sdh dibayar oleh PKP krn perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau

D‐
pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah
pabean dan/atau impor BKP.

D‐
 Barang Modal: Harta berwujud yg memiliki masa manfaat > 1 thn, yg mnr tujuan semula tdk utk
diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dgn perolehan barang modal yg dikapitalisasi ke dlm
harga perolehan barang modal tsb.

Ketentuan Terkait PM yg Dpt Dikreditkan:


 Bagi PKP yg blm berproduksi shg blm melakukan penyerahan yg terutang pajak, PM atas perolehan
dan/atau impor barang modal dpt dikreditkan (Pasal 9 ayat (2a) UU PPN)
 Pengkreditan PM ini tdk dpt diberlakukan bagi pengeluaran utk perolehan BKP selain Barang Modal atau
JKP sbl PKP berproduksi. (Pasal 2 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
 Ketentuan mengenai pengkreditan PM atas perolehan dan/atau impor Barang Modal bagi PKP yg blm
berproduksi, berlaku utk slr kegiatan usaha, yg meliputi kegiatan industri atau manufaktur, kegiatan
usaha perdagangan, kegiatan usaha jasa, dan kegiatan usaha lainnya. (Pasal 2 ayat (3)
PMK-31/PMK.03/2014)
 PKP dlm tahap blm berproduksi dpt mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan PM pd setiap
masa pajak. (Pasal 3 PMK-31/PMK.03/2014)

Ketentuan Terkait Pembayaran Kembali PM yg Tlh Dikreditkan:


PM yg tlh dikreditkan & tlh diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP, dlm hal PKP tsb
mengalami keadaan gagal berproduksi dlm jangka waktu tertentu sejak masa pajak pengkreditan PM dimulai.
(Pasal 4 PMK-31/PMK.03/2014)

Keadaan Gagal Berproduksi (KGB): (Pasal 5 PMK-31/PMK.03/2014)


a. Suatu keadaan dari PKP yg kegiatan usaha utama sbg produsen yg menghasilkan BKP dan/atau
JKP, apabila dlm jangka waktu paling lama 3 thn sejak pertama kali mengkreditkan PM tdk melakukan
kegiatan:
 penyerahan BKP,
 penyerahan JKP,
 ekspor BKP, atau
 ekspor JKP
yg berasal dari hasil produksinya sendiri.
b. Suatu keadaan dari PKP yg kegiatan usaha utamanya selain sbg produsen yg menghasilkan BKP
dan/atau JKP, apabila dlm jangka waktu paling lama 1 thn sejak pertama kali mengkreditkan PM tdk
melakukan kegiatan:
 penyerahan BKP,
 penyerahan JKP,
 ekspor BKP, atau
 ekspor JKP

Ketentuan Terkait PM Apabila Tlh Lewar Batas Waktu KGB:


 PM atas perolehan dan/atau impor Barang Modal stl batas waktu KGB dlm Pasal 5 huruf a PMK-31
terlewati, dpt dikreditkan. (Pasal 7 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)
 PM yg dikreditkan tsb dpt dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan pengembalian.
(Pasal 7 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
 Apabila batas waktu KGB dlm Pasal 5 huruf a PMK-31 terlewati, atas PM yg tlh dikreditkan dan blm
dimintakan pengembalian, dpt dikompensasikan atau dimintakan pengembalian pd masa pajak
berikutnya. (Pasal 7 ayat (3) PMK-31/PMK.03/2014)
 Kompensasi atau permohonan pengembalian kelebihan PM ini hanya dpt dilakukan s.d. jangka waktu
paling lama 2 thn stl masa pajak KGB dlm Pasal 5 huruf a PMK-31 tlh terlewati. (Pasal 7 ayat (4) PMK-
31/PMK.03/2014)
 Kelebihan PM yg tlh diberikan pengembalian, wajib dibayar kembali apabila s.d. batas waktu 2 thn
sebagaimana dimaksud pd Pasal 7 ayat (4) PMK-31 PKP tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor
BKP dan/atau JKP yg berasal dari hasil produksinya sendiri. (Pasal 7 ayat (5) PMK-31/PMK.03/2014)
 Kelebihan PM tdk dpt dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan pengembalian dlm
hal: (Pasal 7 ayat (6) PMK-31/PMK.03/2014)
 stl berakhirnya jangka waktu 2 thn sebagaimana dimaksud pd Pasal 7 ayat (4) PMK-
31/PMK.03/2014 masih terdapat kelebihan PM; dan

D‐
 PKP tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP yg berasal dari hasil
produksinya sendiri sampai batas waktu 2 thn sebagaimana dimaksud pd Pasal 7 ayat (4)
PMK-31/PMK.03/2014 berakhir.
 PM yg wajib dibayar kembali ini adalah seb PM yg tlh dikreditkan dan tlh diberikan pengembalian.
(Pasal 7 ayat (7) PMK-31/PMK.03/2014)
 PM yg wajib dibayar kembali ini disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya stl keadaan gagal
berproduksi. (Pasal 7 ayat (8) PMK-31/PMK.03/2014)
 Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan thd PKP yg tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor
BKP dan/atau JKP sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal 12 ayat (1)
PMK-31/PMK.03/2014)
 Dirjen Pajak mencabut pengukuhan PKP yg tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau
JKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5 huruf b, Pasal 7 ayat (5), atau Pasal 7 ayat (6)
PMK-31/PMK.03/2014. (Pasal 12 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)

Jml PM yg Wajib Dibayar Kembali, Cara, dan Saat Penyetorannya:


 PM yg wajib dibayar kembali oleh PKP yg mengalami keadaan gagal berproduksi seb PM yg tlh
dikreditkan dan tlh diberikan pengembalian. (Pasal 6 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)
 PM yg wajib dibayar kembali, disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya stl keadaan gagal
berproduksi. (Pasal 6 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
 Pembayaran kembali PM dilakukan oleh PKP yg gagal berproduksi dgn menggunakan SSP dgn
mencantumkan keterangan “Pembayaran kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau
perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian”
(Pasal 8 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)
 Pelaporan dilakukan di SPT masa PPN pd Masa Pajak dilakukan pembayaran. (Pasal 8 ayat (2)
PMK-31/PMK.03/2014)

Gagal Berproduksi Akibat Bencana Alam:


 Dlm hal gagal berproduksi disebabkan oleh bencana alam atau sebab lain di luar kekuasaan PKP
(keadaan kahar/force majeur), PKP tdk wajib membayar kembali PM atas impor dan/atau perolehan
Barang Modal yg tlh dikreditkan & tlh diberikan pengembalian. (Pasal 9 ayat (1)
PMK-31/PMK.03/2014)
 Bencana alam atau sebab lain di luar kekuasaan PKP terdiri dari peperangan, kerusuhan, revolusi,
pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya, yg hrs dinyatakan oleh pejabat/instansi yg berwenang.
(Pasal 9 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)

PKP yg Melakukan Pembayaran Kembali PM-nya: (Pasal 10 PMK-31/PMK.03/2014)


Thd PKP yg melakukan pembayaran kembali PM-nya diterbitkan STP atas sanksi administrasi berupa
bunga sesuai Pasal 14 ayat (5) UU KUP.

PKP yg Tdk Melakukan Pembayaran Kembali PM-nya: (Pasal 11 PMK-31/PMK.03/2014)


Dlm hal PKP tdk melakukan kewajiban pembayaran kembali, thd PKP diterbitkan STP yg terdiri dari
PM yg hrs dibayarnya kembali dan ditambah sanksi administrasi Pasal 14 ayat (5) UU KUP

D‐
PENGAWASAN PKP

Dasar Hukum:
 UU PPN
 PER-40/PJ/2013 (berlaku mulai 1 Jan 2014)

Definisi: (Pasal 1 PER-40/PJ/2013):


 Pengawasan PKP: Kegiatan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sbg PKP dan pemenuhan
persyaratan subjektif & objektif PKP
→ Kewajiban sbg PKP: Kewajiban utk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPPN & PPnBM yg
terutang
→ Persyaratan subjektif PKP: Persyaratan yg dipenuhi apabila PKP mrp Pengusaha, yaitu OP atau badan
dlm bentuk apapun yg dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan brg, mengimpor brg, mengekspor
brg, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan brg tdk berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha
jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean
→ Persyaratan objektif PKP: Persyaratan yg dipenuhi apabila Pengusaha melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP di dlm Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP Berwujud, JKP, dan/atau BKP Tdk
Berwujud
 Sistem pengawasan PKP: Serangkaian kegiatan pengawasan PKP yg dilakukan scr sistematis &
berkesinambungan selama PKP terdaftar dlm administrasi perpajakan

Subyek Pengawasan: (Pasal 2 PER-40/PJ/2013):


Dilakukan thd slr PKP terdaftar, meliputi:
 PKP yg sdh terdaftar dlm administrasi perpajakan sbl berlakunya PER-40/PJ/2013
 PKP yg baru terdaftar dlm administrasi perpajakan stl berlakunya PER-40/PJ/2013

Parameter Pengawasan: (Pasal 3 PER-40/PJ/2013):


1. SPT Masa PPN (Pasal 3 ayat (2))
a. SPT Masa PPN Nihil (SPT Nihil)
b. SPT Masa PPN yg PM dan PK-nya Nihil (SPT PKPM Nihil)
c. SPT Masa PPN KB (SPT KB)
d. SPT Masa PPN LB Restitusi (SPT LBR)
e. SPT Masa PPN LB Kompensasi (SPT LBK)
f. SPT Masa PPN tdk disampaikan
dan/atau
2. Data & informasi perpajakan (Pasal 3 ayat (3))
 data & informasi internal
 data & informasi eksternal

Saat Dimulai Pengawasan: (Pasal 4 & 5 PER-40/PJ/2013):


 Pengawasan PKP dilakukan scr sistematis dan & berkesinambungan dlm jangka waktu setiap 6 Masa Pajak
 Dlm hal PKP dlm jangka waktu 3 Masa Pajak berturut-turut tdk menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau
menyampaikan SPT PKPM Nihil → pengawasan PKP dilakukan segera pd Masa Pajak stl kondisi tsb
terpenuhi
 Dlm hal PKP dlm jangka waktu 6 Masa Pajak terdapat 3 Masa Pajak tdk menyampaikan SPT Masa PPN
dan/atau menyampaikan SPT PKPM Nihil → pengawasan PKP dilakukan segera pd Masa Pajak stl kondisi
tsb terpenuhi
 Dlm hal PKP menyampaikan SPT LBR → pengawasan PKP dilakukan pd Masa Pajak disampaikannya
SPT LBR tsb
 Pengawasan PKP dimulai pd saat Daftar Nominatif Pengawasan (DNP) PKP timbul pd SI DJP
 DNP PKP timbul scr otomatis berdasarkan parameter dlm Pasal 3 ayat (2) atau ditimbulkan scr manual
berdasarkan parameter dlm Pasal 3 ayat (3)
 DNP PKP bertujuan utk memberikan peringatan dini (early warning) atas kepatuhan PKP

D‐
Proses & Hasil Pengawasan: (Pasal 6-8 PER-40/PJ/2013):
1. Pengawasan PKP dilakukan melalui penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan yg dimiliki
atau diperoleh DJP
2. Pedoman penelitian → Lamp I PER-40/PJ/2013 → dituangkan dlm LHPt
a. Kegiatan penelitian PKP dilakukan oleh AR PKP ybs
b. Kegiatan penelitian PKP dilakukan berdasarkan DNP PKP yg timbul di dlm SI DJP berdasarkan parameter
SPT Masa PPN pd Pasal 3 ayat (2) PER-40/PJ/2013
1 = Pengawasan 6 masa pajak rutin tanpa ada kejadian 2, 3, dan 4
2 = Pengawasan 3 masa pajak berturut-turut
a. Tdk menyampaikan SPT (XXX)
b. PKPM Nihil (KMN)
c. Kombinasi keduanya
3 = Pengawasan dlm jangka 6 masa pajak, terdapat 3 masa pajak tdk berturut-turut:
a. Tdk menyampaikan SPT (XXX)
b. PKPM Nihil (KMN)
c. Kombinasi keduanya
4 = Pengawasan dpt > 1 masa pajak & < 6 masa pajak Jika ada
1 masa pajak menyampaikan SPT LBR
5 = Pengawasan yg dimunculkans scr manual
Khusus parameter SPT Masa PPN tdk disampaikan pd Pasal 3 ayat (2) huruf f, Pengawasan PKP dimulai
sejak Masa Pajak Nov 2013
c. DNP Pengawsan PKP hrs diselesaikan dlm Masa Pajak timbulnya DNP tsb.
d. Selanjutnya, AR mengumpulkan dan meneliti data SPT Masa PPN, data & informasi perpajakan yg dimiliki
atau diperoleh DJP yg terkait dgn PKP, baik berupa data & informasi internal maupun eksternal.
 Data internal antara lain SPT Masa PPN, SPT PPh Badan/OP, SPT PPh Potput, Aplikasi internal yg
disajikan pd portaldjp (Masterfile WP, Approweb, data feeding, data penerimaan, data MPN, aplikasi
pengawasan PPN, dan lain sebagainya).
 Data eksternal antara lain data yg berasal dari media massa, internet, data dari instansi
pemerintah/swasta lain (misalnya PIB, PEB, data hasil devisa ekspor dari BI, data dari BPS, dan lain
sebagainya).
e. Hasil penelitian tsb di atas dituangkan ke dlm KKPt yg selanjutnya dianalisis, diikhtisarkan, seta
disimpulkan dlm suatu LHPt.
Bentuk dan tata cara pengisian LHPt → Lamp II PER-40/PJ/2013
f. Kegiatan penelitian dlm rangka Pengawasan PKP selesai apabila kesimpulan atau rekomendasi yg tertuang
di dlm LHPt tlh disetujui oleh Kasi Waskon.
g. Kesimpulan atau rekomendasi yg tertuang di dlm LHPt ditindaklanjuti sesuai dgn perpu di bidang
perpajakan.
Hasil penelitian ditindaklanjuti dgn:
 menerbitkan Surat Teguran
 menerbitkan STP
 menerbitkan Surat Himbauan atau menerbitkan Surat Himbauan dan melakukan Konseling
 melakukan Verifikasi
 mengusulkan Pemeriksaan
 melakukan penelitian pengembalian kelebihan pembayaran pajak
 tindakan lain yang diperlukan
dilakukan berdasarkan perpu di bidang perpajakan
3. Dlm hal hasil penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan menunjukkan bahwa PKP sdh tdk
lagi memenuhi persyaratan subjektif & objektif sbg PKP, atas PKP tsb dpt diusulkan utk dilakukan Verifikasi
dlm rangka pencabutan pengukuhan PKP-nya.
→ Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan perpu di bidang perpajakan
4. Dlm hal stl dilakukan pencabutan pengukuhan PKP diperoleh data dan/atau informasi bahwa WP yg tlh dicabut
pengukuhan PKP-nya tsb ternyata memenuhi persyaratan subjektif & objektif, Surat Pencabutan Surat
Pengukuhan PKP atas WP tsb dibatalkan
→ Pembatalan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan perpu di bidang perpajakan

D‐
PPnBM

Dasar Hukum:
 Pasal 5, Pasal 8, Pasal 10 UU PPN
 PP 41 Thn 2013 (berlaku sejak 23 Mei 2013) jo PP 22 Thn 2014 (mulai berlaku stl 30 hari terhitung sejak
tanggal 19 Mar 2014) ttg BKP yg tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yg dikenai PPnBM →
mencabut Pasal 2 & 3 PP 145 Thn 2000 stdtd PP 12 Thn 2006
 PMK-64/PMK.011/2014 ttg Jenis Kendaraan Bermotor yg Dikenai PPnBM dan Tata cara pemberian pembebsan
dari pengenaan PPnBM → mencabut KMK-355/KMK.03/2003
 PMK-121/PMK.01//2013 jo PMK-130/PMK.011/2013 (berlaku sejak 18 Sept 2013) ttg Jenis BKP tergolong
mewah selain kendaraan bermotor yg dikenai PPnBM → mencabut PMK-620/PMK.03/2004 stdtd
PMK-103/PMK.03/2009
 PMK-62/PMK.11/2010 (berlaku sejak 1 April 2010) ttg Tarif cukai etil alkohol, minuman yg mengandung etil
alkohol, dan konsentrat yg mengandung etil alkohol
 KEP-229/PJ/2003 ttg Tatacara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian PPnBM atas
impor atau penyerahan kendaraan bermotor (SKB PPnBM)
 KEP-199/PJ./2000 ttg Pelaporan pemungutan PPN & PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor
SE terkait:
 SE-31/PJ/2013 ttg Pelaporan pemungutan PPN & PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor
 SE-57/PJ/2013 ttg Penyampaian PMK-130/PMK.011/2013

Objek PPnBM: (Pasal 5 ayat (1) UU PPN & penjelasan)


1. Penyerahan BKP yg tergolong mewah yg dilakukan oleh pengusaha yg menghasilkan barang tsb di dlm
Daerah Pabean dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya
→ Yg termasuk dlm pengertian ‘menghasilkan’ adalah kegiatan:
a. merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang ½ jadi atau barang
jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, dan perabot rumah tangga
b. memasak, yaitu mengolah barang dgn cara memanaskan baik dicampur bahan lain maupun tdk
c. mencampur, yaitu mempersatukan 2 atau lbh unsur (zat) utk menghasilkan 1 atau lbh barang lain
d. mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dlm suatu benda utk melindunginya dari kerusakan
dan/atau utk meningkatkan pemasarannya
e. membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dlm botol yg ditutup mnr cara tertentu
f. serta kegiatan lain yg dpt dipersamakan dgn kegiatan itu atau menyuruh orang atau badan lain
melakukan kegiatan tsb
2. Impor BKP yang tergolong mewah

Karakteristik Pengenaan PPnBM: (Pasal 5 ayat (1) & (2) UU PPN beserta penjelasan)
 PPnBM ini dikenakan hanya 1 x saja, yaitu pd waktu:
 penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKP yg tergolong mewah; atau
→ Penyerahan pd tingkat berikutnya tdk lagi dikenai PPnBM
 impor BKP yg tergolong mewah
→ Penyerahan pd tingkat berikutnya tdk lagi dikenai PPnBM
 Pengertian umum dari PM hanya berlaku pd PPN dan tdk dikenal pd PPnBM.
 PPnBM yg sdh dibayar pd waktu perolehan atau impor BKP Yg Tergolong Mewah, tdk dpt dikreditkan dgn PPN
maupun PPnBM yg dipungut berdasarkan UU PPN. (Pasal 10 ayat (2) UU PPN beserta penjelasan)
 Maka PPnBM dpt ditambahkan ke dlm hrg BKP yg bersangkutan atau dibebankan sbg biaya sesuai ketentuan
perpu PPh. (Pasal 10 ayat (2) UU PPN beserta penjelasan)
 Khusus utk PKP yg mengekspor BKP Yg Tergolong Mewah, PKP ini dpt meminta kembali PPnBM yg tlh
dibayar pd waktu perolehan BKP Yg Tergolong Mewah yg diekspor tsb sepanjang PPnBM-nya blm dibebankan
sbg biaya. (Pasal 10 ayat (3) UU PPN beserta penjelasan)
 Pengenaan PPnBM atas impor BKP yg tergolong mewah tdk memperhatikan siapa yg mengimpor BKP tsb.

D‐
 Pengenaan PPnBM atas impor BKP juga tdk memperhatikan apakah impor tsb dilakukan scr terus- menerus
atau hanya sekali saja.
 Pengenaan PPnBM thd suatu penyerahan BKP yg tergolong mewah tdk memperhatikan apakah suatu
bagian dari BKP tsb tlh dikenai atau tdk dikenai PPnBM pd transaksi sebelumnya.

BKP yg Tergolong Mewah: (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN)


1. Barang yg bukan mrp barang kebutuhan pokok;
2. Barang yg dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
3. Barang yg pd umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau
4. Barang yg dikonsumsi utk menunjukkan status.

Tujuan Pengenaan PPnBM: (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN)


 Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yg berpenghasilan rendah dan konsumen yg
berpenghasilan tinggi;
 Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yg tergolong mewah;
 Perlu adanya perlindungan thd produsen kecil atau tradisional; dan
 Perlu utk mengamankan penerimaan negara.

Tarif PPnBM: (Pasal 8 UU PPN)


a. Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
b. Ekspor BKP yg tergolong mewah dikenai pajak dgn tarif 0%.
c. 2 golongan pengenaan tarif PPnBM pd BKP yg tergolong mewah:
1. BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor
Tarif & Barang yg Dikenakan PPnBM atas Kendaraan Bermotor
 Tarif 10%: Pasal 2 ayat (2) PP 22 Thn 2014
 Tarif 20%: Pasal 2 ayat (3) PP 22 Thn 2014
 Tarif 30%: Pasal 2 ayat (4) PP 22 Thn 2014
 Tarif 40%: Pasal 2 ayat (5) PP 22 Thn 2014
 Tarif 50%: Pasal 2 ayat (6) PP 22 Thn 2014
 Tarif 60%: Pasal 2 ayat (7) PP 22 Thn 2014
 Tarif 125%: Pasal 2 ayat (8) PP 22 Thn 2014
2. Ketentuan
BKP sejakmewah
yg tergolong 17 Aprselain
2014 kendaraan bermotor

Jenis & Barang yg Dikenakan PPnBM utk Golongan Selain Kendaraan Bermotor
 Tarif 10%: Lamp I PMK-130/PMK.011/2013
 Tarif 20%: Lamp II PMK-130/PMK.011/2013
 Tarif 30%: Lamp III PMK-130/PMK.011/2013
 Tarif 40%: Lamp IV PMK-130/PMK.011/2013
 Tarif 50%: Lamp V PMK-130/PMK.011/2013
 Tarif 75%: Lamp VI
PMK-130/PMK.011/2013 Ketentuan sejak 18 Sept
Impor atau penyerahan kendaraan bermotor yg tdk dikenakan PPnBM: (Pasal 7 PMK-
64/PMK.011/2014)
1. Kendaraan CKD;
2. Kendaraan Sasis;
3. Kendaraan Pengangkutan Barang;
4. Kendaraan bermotor beroda 2 dgn kapasitas isi silinder s.d. 250 cc; dan
5. Kendaraan bermotor utk pengangkutan 16 orang atau lebih termasuk pengemudi.

Impor atau penyerahan kendaraan bermotor yg dibebaskan PPnBM: (Pasal 5 PP 41 & Pasal 8 PMK-
64/PMK.011/2014)
1. Kendaraan bermotor yg digunakan utk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran,
kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum;
2. Kendaraan bermotor yg digunakan utk tujuan protokoler kenegaraan;

D‐
3. Kendaraan bermotor angkutan orang utk 10 orang atau lbh termasuk pengemudi, dgn motor bakar nyala
kompresi (diesel atau semi diesel) dgn semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dlm Pasal 2 ayat (2)
huruf a PP 41 yg digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI; dan
4. Kendaraan bermotor yg digunakan utk keperluan patroli TNI atau POLRI.

 Utk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor, OP atau
badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan kendaraan bermotor tsb wajib memiliki SKB PPnBM
yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 9 PMK-64/PMK.011/2014)
 OP atau badan yg melakukan impor dan tlh memperoleh SKB PPnBM hrs: (Pasal 10 PMK- 64/PMK.011/2014)
 Mencantumkan nomor dan tanggal SKB PPnBM pd Pemberitahuan Pabean Impor yg akan disampaikan ke
Kantor Pabean; dan
 Menyerahkan SKB PPnBM beserta Pemberitahuan Pabean Impor kpd pejabat bea dan cukai di kantor
pabean pd saat mengimpor kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM.
 OP atau badan yg menerima penyerahan kendaraan bermotor dan telah memperoleh SKB PPnBM hrs
menyerahkan SKB PPnBM pd saat menerima penyerahan kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan
PPnBM kpd PKP yg menyerahkan kendaraan bermotor. PKP yg menyerahkan kendaraan bermotor yg
dibebaskan dari pengenaan PPnBM, wajib menerbitkan FP dan membubuhkan Cap "PPnBM DIBEBASKAN
SESUAI DENGAN PP NOMOR 22 TAHUN 2014" serta mencantumkan nomor dan tanggal SKB PPnBM pd
setiap lembar FP dimaksud. (Pasal 11 PMK- 64/PMK.011/2014)
 Dlm hal kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM ternyata dipindahtangankan atau diubah
peruntukannya shg tdk sesuai dgn tujuan semula sbl lewat jangka waktu 4 thn sejak saat impor (pd saat tanggal
Pemberitahuan Pabean Impor) atau perolehannya, PPnBM yg dibebaskan tsb wajib dibayar kembali dlm jangka
waktu 1 bulan sejak BKP tsb dipindahtangankan atau diubah peruntukannya. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan
tsb PPnBM yg dibebaskan tdk dibayar, Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB ditambah sanksi sesuai dgn ketentuan
perpu di bidang perpajakan. (Pasal 12 PMK-64/PMK.011/2014)

Ketentuan bagi Setiap PKP dlm Rantai Distribusi Kendaraan Bermotor: (KEP-199/PJ./2000)
 Setiap PKP dlm rantai distribusi kendaraan bermotor, yaitu Importir, ATPM, Industri Perakitan, Distributor,
Dealer, Sub-Dealer dan Showroom, wajib membuat perincian data atas penyerahan kendaraan bermotor dgn
menggunakan Daftar Rincian Kendaraan Bermotor terlampir dlm KEP-199, dan melampirkan daftar tsb pd SPT
Masa utk Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak diterbitkannya FP yg menjadi dasar pengisian SPT Masa PPN
tsb.
 Dlm hal SPT Masa tdk dilampiri Daftar Rincian Kendaraan Bermotor, SPT Masa PPN tsb dikategorikan sbg
SPT tdk lengkap dan dikenakan sanksi administrasi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan yg berlaku.

D‐
FASILITAS PPN & PPnBM

Pajak terutang tdk dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik utk sementara
waktu maupun selamanya, utk:
 Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dlm Daerah Pabean;
 Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu;
 Impor BKP tertentu;
 Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean; dan
 Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean, diatur
dgn PP.
(Pasal 16B UU PPN)

A. FASILITAS PEMBEBASAN PPN

1. Pembebasan PPN atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yg Bersifat

Strategis Dasar Hukum:


 Pasal 16B UU PPN
 PP 12 Thn 2001 stdtd PP 31 Thn 2007 ttg Impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yg
bersifat strategis yg dibebaskan dari pengenaan PPN
 PMK-155/KMK.03/2001 stdtd PMK-31/PMK.03/2008 ttg Pelaksanaan PPN yg dibebaskan atas
impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis
 KEP-234/PJ/2003 (berlaku sejak 13 Agust 2003) ttg Tata cara pemberian & penatausahaan PPN yg
dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis
SE terkait:
 SE-95/PJ/2010 ttg Penegasan perlakuan PPN atas BKP dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP Tertentu
yg bersifat strategis yg diekspor dan barang hasil pertanian yg bersifat strategis yg dibebaskan dari
pengenaan PPN
 SE-24/PJ/2014 ttg Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI No. 70P/HUM/2013 mengenai PPN
atas Barang Hasil Pertanian yg Dihasilkan dari kegiatan Usaha di Bidang Pertanian, Perkebunan, dan
Kehutanan sebagaimana diatur dlm PP 31 Thn 2007

Jenis BKP yg Dibebaskan: (PMK-31/PMK.03/2008)


Perlu
No. Jenis BKP Tertentu Srategis Ket
SKB
1. Barang modal berupa mesin dan peralatan Ya
pabrik, baik dlm keadaan terpasang maupun
terlepas, tdk termasuk suku cadang, yg
digunakan scr lsg dlm
proses menghasilkan BKP
2. Makanan ternak, unggas dan ikan Tdk
dan/atau bahan baku utk pembuatan
makanan ternak, unggas dan ikan
3. Barang hasil pertanian Tdk Terbatas pd jenis BKP yg terdapat
pd Lamp PP 7 Thn 2007 (Sejak
22 Juli 2014, pertanian, perkebunan,
dan kehutanan sdh tdk lagi masuk
ke dlm kategori BKP tertentu yg
bersifat strategis yg dibebaskan
PPN)

4. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, Tdk


perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan
5. Air bersih yg dialirkan melalui pipa oleh Tdk Perusahaan Air Minum →
Perusahaan Air Minum Perusahaan air minum milik

D‐
pemerintah atau swasta, baik
mrp kegiatan dari 1 divisi atau slr
divisi dari perusahaan tsb yg dlm
kegiatan usahanya menghasilkan &
melakukan penyerahan air bersih
(SE-
118/PJ/2009)
6. Listrik, kecuali utk perumahan dgn daya > Tdk
6.600 watt
7. Rumah Susun Sederhana Milik Tdk Pasal 1 angka 5 PMK-
(RUSUNAMI) dgn kriteria tertentu 31/PMK.03/2008

Pengajuan SKB:
 PPN yg terutang atas impor/penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis atas barang modal berupa
mesin & peralatan pabrik yg digunakan scr lsg dlm proses menghasilkan BKP dpt dibebaskan stl
memperoleh SKB PPN utk setiap kali melakukan impor/penyerahan.
 PKP yg mengimpor/menerima penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis wajib mengajukan
permohonan SKB PPN kpd Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP dimana PKP terdaftar (menggunakan Form
Lamp II KEP-234/PJ/2003).
 Permohonan hrs sdh diajukan sbl impor/penyerahan BKP dilakukan.

Lampiran Minimal Permohonan SKB PPN


Jenis BKP Pihak Yg Mengajukan
(sesuai Lamp I KEP-234/PJ/2003)
Strategis SKB Impor Penyerahan
Barang Modal PKP yg FC Kartu NPWP & Surat Pengukuhan PKP
mengimpor/melakukan Surat Kuasa Khusus bila dlm permohonan atau
penyerahan BKP tertentu yg pengurusan SKB PPN diwakilkan kpd orang lain
bersifat strategis (barang Dokumen impor berupa : Dokumen kontrak
modal yg diperlukan scr lsg  Invoice pembelian atau
dlm proses menghasilkan  Bill of Lading (B/L) surat perjanjian
BKP, oleh PKP yg atau Airway Bill (AWB) jual beli atau
menghasilkan BKP tsb) kpd  Dokumen Kontrak dokumen yg dpt
Dirjen Pajak pembelian yg dipersamakan
c.q. Kepala KPP dimana bersangkutan atau
PKP terdaftar dokumen yg dpt
dipersamakan
 Dokumen pembayaran
berupa Letter of Credit
(L/C) atau bukti transfer
atau bukti lainnya yg
berkaitan dgn
pembayaran tsb
Penjelasan tertulis scr rinci Penjelasan tertulis
mengenai kegunaan dari BKP scr rinci mengenai
yg diimpor dlm rangkaian kegunaan dari BKP
proses produksi yg diserahkan dlm
menghasilkan BKP rangkaian proses
produksi
menghasilkan BKP

→ Jangka waktu penyelesaian SKB 5 hari kerja stl permohonan lengkap (Pasal 13 • PMK-
155/KMK.03/2001 stdtd PMK-31/PMK.03/2008)

Ketentuan Umum:
 Orang/Badan yg melakukan penyerahan BKP Tertentu yg bersifat strategis yg
dibebaskan dari PPN wajib melaporkan usahanya kpd DJP utk dikukuhkan sbg PKP
sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku.
 Menyimpang dari ketentuan di atas, thd orang/badan yg semata-mata melakukan penyerahan BKP
Tertentu yg bersifat Strategis berupa air bersih (yg dialirkan melalui pipa

D‐
oleh Perusahaan Air Minum) dan listrik (kecuali utk perumahan dgn daya > 6.600 watt), tdk
diwajibkan melaporkan usahanya utk dikukuhkan sbg PKP. (Pasal 6 ayat 2 PMK-31)
 PKP yg menyerahkan BKP tertentu yg bersifat strategis wajib menerbitkan FP dan membubuhkan cap
"PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007". (Pasal 6 ayat
(3) PMK-31/PMK.03/2008)
 Atas Impor BKP Tertentu yg bersifat strategis yg dibebaskan dari pengenaan PPN tdk
diperlukan SSP.
 PIB atas impor BKP dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NO 12 TAHUN 2001
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31
TAHUN 2007 oleh DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI”. (Pasal 5 ayat (6) PMK-
31/PMK.03/2008)

Ketentuan Terkait PM bagi Penjual BKP yg Dibebaskan:


PM yg dibayar utk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yg atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN tdk dpt dikreditkan. (Pasal 16B ayat (3) UU PPN)

Isi SE-95/PJ/2010:
 BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau BKP Tertentu yg bersifat strategis yg diekspor tetap
dikenai PPN dgn tarif 0%
 PPN yg dibayar oleh PKP utk menghasilkan BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau BKP
Tertentu yg bersifat strategis yg diekspor tetap dpt dikreditkan sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
 Dgn berlakunya UU 42 Thn 2009, mulai 1 Apr 2010 maka:
 PP 12 Thn 2001 stdtd PP 31 Thn 2007; dan
 PP 146 Thn 2000 stdd PP 38 Thn 2003;
masih tetap berlaku s.d. terbitnya PP yg menggantikan PP tsb sepanjang tdk
bertentangan dgn UU PPN.
 Khusus utk barang hasil pertanian sebagaimana ditetapkan dlm Lamp PP 7 Thn 2007 tetap
berlaku sbg BKP Tertentu yg bersifat strategis kecuali utk daging, telur, susu, sayuran
dan buah-buahan yg telah ditetapkan sbg barang yg tdk dikenai PPN sesuai dgn
ketentuan dlm Pasal 4A UUPPN.

Histori Peraturan:
PP PP PP
BKP yg PP 43 PP 7 Putusan No.
12 46 31
No. bersifat Thn Thn 70P/HUM/2013,
Thn Thn Thn
strategis 2002 2007 SE-24/PJ/2014
2001 2003 2007
1. Barang modal √ - √ √ √
2. Makanan √ √ √ √ √
ternak
3. Barang hasil √ √ √ √ √ Barang yg dihasilkan dari
pertanian kegiatan usaha di bidang
pertanian, perkebunan,
dan kehutanan sdh tdk
masuk menjadi BKP yg
bersifat strategis yg
dibebaskan PPN *

4. Bibit atau benih √ √ √ √ √


5. Bahan baku √ - - - -
perak
6. Bahan baku √ - - - -
uang kertas
7. Air bersih √ √ √ √ √
8. Listrik √ √ √ √ √
9. RUSUNAMI - - - - √

D‐
*)
Penegasan di dlm SE-24/PJ/2014:
1. Sejak 22 Juli 2014 ketentuan pasal-pasal dlm PP 31 Thn 2007 yg diuji materi yaitu Pasal 1 ayat (1)
huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c tdk mempunyai
kekuatan hukum.
 Pasal 1 angka 1 huruf c, bahwa BKP Tertentu yg bersifat strategis adalah barang hasil
pertanian.
 Pasal 1 angka 2 huruf a, bahwa brg hasil pertanian adalah brg yg dihasilkan dari kegiatan
usaha di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan yg dipetik lsg, diambil lsg atau
disadap lsg dari sumbernya termasuk yg diproses awal dgn tujuan utk memperpanjang
usia simpan atau mempermudah proses lbh lanjut, sebagaimana ditetapkan dlm Lamp PP 31
Thn 2007.
 Pasal 2 ayat (1) huruf f, bahwa atas impor BKP Tertentu yg bersifat strategis berupa brg
hasil pertanian sesuai Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari pengenaan PPN.
 Pasal 2 ayat (2) huruf c, bahwa atas penyerahan BKP Tertentu yg bersifat strategis berupa
brg hasil pertanian sesuai Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari pengenaan PPN.
2. Implikasi perpajakan sejak tanggal 22 Juli 2014
a. Brg hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran sebagaimana
ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007 termasuk brg yg tdk dikenakan PPN (Bukan
BKP) sesuai Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN shg atas penyerahan, impor, maupun ekspornya
tdk dikenai PPN (perincian jenis brg terlampir di dlm Lamp SE-24/PJ/2014).
b. Brg hasil pertanian lain yg tdk ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007, yaitu beras,
gabah, jagung, sagu dan kedelai adalah brg yg tdk dikenakan PPN (Bukan BKP)
sesuai Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN shg atas penyerahan, impor, maupun ekspornya tdk
dikenai PPN (perincian jenis brg terlampir di dlm Lamp SE-24/PJ/2014).
c. Brg hasil pertanian yg mrp hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman
pangan, dan hasil hutan sebagaimana ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007 yg
semula dibebaskan dari pengenaan PPN berubah menjadi dikenakan PPN shg atas
penyerahan dan impornya dikenai PPN dgn tarif 10%, sedangkan atas ekspornya dikenai PPN dgn
tarif 0% (perincian jenis barang terlampir di dlm Lamp SE-24/PJ/2014).
d. Sehubungan dgn huruf c di atas, maka Pengusaha (OP maupun badan) yg melakukan penyerahan
brg hasil pertanian tsb wajib memungut PPN dan utk itu wajib dikukuhkan sbg PKP, kecuali
pengusaha yg termasuk pengusaha kecil dgn omzet < Rp 4,8 M per thn sesuai
PMK-68/PMK.03/2010 jo PMK-197/PMK.03/2013.
BKP/
Jenis Barang Dasar
Non BKP
Beras, gabah, jagung, sagu dan Non BKP Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN
kedelai
Barang hasil Pertanian lainnya dlm Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN
Lamp PP 31 Thn 2007 Putusan MA No. 70P/HUM/2013
1. Buah-buahan & sayur-sayuran Non BKP
2. Selain buah-buahan & sayur- BKP
sayuran

2. Pembebasan PPN atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu/Penyerahan JKP

Tertentu Dasar Hukum:


 Pasal 16B UU PPN
 PP 146 Thn 2000 jo PP 38 Thn 2003 ttg Impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu dan/atau
penyerahan JKP tertentu yg dibebaskan dari pengenaan PPN
 KMK-370/KMK.03/2003 (berlaku sejak 14 Juli 2003) ttg pelaksanaan PPN yg dibebaskan atas
impor dan/atau penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu
 KEP-233/PJ/2003 (berlaku sejak 14 Juli 2003) ttg Tata cara pemberian dan penatausahaan
pembebasan PPN atas impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu dan/atau penyerahan JKP tertentu

D‐
 PMK-122/PMK.011/2013 (berlaku sejak 27 Agust 2013) ttg Batasan buku-buku pelajaran umum,
kitab suci dan buku-buku pelajaran agama yg atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN
 PMK-36/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Jan 2007) jo PMK-80/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Apr
2008) jo PMK-31/PMK.03/2011 (berlaku sejak 28 Feb 2011) jo PMK-125/PMK.011/2012 (berlaku
sejak 3 Agust 2012) jo PMK-113/PMK.03/2014 (berlaku stl 30 hari terhitung sejak tanggal 10 Juni
2014) ttg Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rusun Sederhana, Pondok Boro,
Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta perumahan lainnya yg atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN
Surat terkait:
 S-716/PJ.02/2012 (tanggal 30 Agust 2012) ttg SKB PPN atas Impor atau Penyerahan Kapal
Crane atau Floating Crane atau Floating Crane Barge
 S-1007/PJ.02/2014 (tanggal 29 Okt 2014) ttg Perlakuan PPN atas Impor Kapal Laut atau Pesawat
Udara

S-716/PJ.02/2012 tanggal 30 Agust 2012:


Impor atau penyerahan Kapal Crane atau Floating Crane atau Floating Crane Barge yg digunakan
tdk sesuai dgn kegiatan usaha perusahaan yg bersangkutan (misalnya Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional menggunakan Kapal Crane atau Floating Crane atau Floating Crane Barge hanya utk
bongkar muat saja dan bukan utk angkutan laut), maka atas impor atau penyerahan Kapal Crane atau
Floating Crane atau Floating Crane Barge tsb tdk dpt diberikan fasilitas pembebasan PPN.
S-1007/PJ.02/2014 tanggal 29 Okt 2014:
 Atas impor kapal laut / pesawat udara dpt diberikan fasilitas pembebasan PPN melalui mekanisme
penerbitan SKB PPN dgn nilai PPN yg dibebaskan seb 10% dari DPP hrg kapal lau / pesawat udara.
 Berdasar UU PPN, SGU dgn hak opsi (financial lease) adalah JKP yg tdk dikenai PPN, shg
financial lease atas kapal laut / pesawat udara dari LN termasuk jenis jasa keuangan yg tdk dikenai
PPN.
 Berkaitan dgn brg-nya (kapal laut / pesawat udara), utk skema transaksi financial lease,
diperlakukan sbg penyerahan BKP lsg dari supplier/pabrikan kpd lesse dan terutang PPN.
{PPN yg terutang atas impor atau perolehan tsb dpt diberikan pembebasan sepanjang memenuhi
ketentuan dlm PP 146 Thn 2000 jo PP 38 Thn 2003 dan KMK-370/KMK.03/2003.
 Transaksi sewa (operating lease) atas kapal laut / pesawat udara adalah transaksi jasa yg melekat pd
brg (bukan transaksi yg murni jasa, misalnya jasa konsultasi), shg terdapat kegiatan pemasukan brg
ke dlm Daerah Pabean yg atasnya berlaku ketentuan UU Kepabeanan.
 Dlm rangka menyelaraskan pelaksanaan UU PPN dan UU Kepabeanan maka kegiatan impor kapal
laut / pesawat udara yg menggunakan mekanisme impor sementara mendapat fasilitas PPN tdk
dipungut atas impor BKP sepanjang atas impor tsb dibebaskan dari pengenaan Bea Masuk, namun
tetap terutang dan dipungut PPN atas pemanfaatan JKP dari luar derah pabean. → Lihat Bab D-04
BKP Tdk Berwujud atau JKP
 WP yg melakukan impor brg dgn sewa (operating lease) tdk dpt diberikan fasilitas pembebasan
PPN. Namun demikian, WP tsb dpt menggunakan mekanisme impor sementara sebagaimana diatur
di Pasal 2 ayat (3) huruf l KMK-231/KMK.03/2001 dan Pasal 3 ayat (2) PMK-615/PMK.04/2004.
 Contoh:
a. Financial/Capital Lease
 PT A adalah perusahaan pelayaran DN di bidang angkutan laut domestik. Pd bulan Juli
2013, PT A mendapatkan tender dari PT B utk mengangkut hasil produksinya. Mengingat
kapal yg dimiliki oleh PT A terbatas, maka PT A melakukan transaksi dgn mekanisme
financial lease atas kapal kpd C Ltd yg berada di Jepang dgn nilai impor seb Rp 300 M.
Atas pembelian kapal tsb PT A mengajukan SKB PPN ke KPP.
 PT D adalah perusahaan yg bergerak di bidang penyediaan jasa transportasi angkutan udara
niaga. Utk kepentingan usahanya, PT D melakukan impor 1 unit pesawat udara dgn
mekanisme financial lease. Atas impor pesawat udara tsb PT D

D‐
mengajukan SKB PPN ke KPP.
Atas permohonan SKB PPN yg diajukan oleh PT A dan PT D dpt diberikan SKB PPN
sepanjang digunakan utk kegiatan usahanya.
b. Operating Lease
 PT E adalah perusahaan pelayaran DN di bidang angkutan laut domestik. Pd bulan Juli
2013 PT E mendapatkan tender dari PT F utk mengangkut hasil produksi produksinya.
Selanjutnya PT E melakukan transaksi dgn mekanisme operating lease atau impor
sementaa atas kapal kpd G Ltd yg berada di Jepang selama 6 bulan dgn nilai impor
sebesar Rp 200 M. Atas impor kapal tsb, PT E mengajukan SKB PPN ke KPP.
 PT H adalah perusahaan yg bergerak di bidang penyediaan jasa transportasi angkutan
udara niaga. Utk kepentingan usahanya, PT H melakukan impor 1 unit pesawat udara dgn
mekanisme operating lease selama 8 thn. Atas impor pesawat udara tsb PT H
mengajukan SKB PPN ke KPP.
Atas permhoonan SKB PPN yg diajukan oleh PT E dan PT H tdk dpt diberikan SKB
PPN krn mrp pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dlm daerah pabean yg terutang dan
dipungut PPN.

D‐
Mekanisme Impor BKP atau Pemanfaatan JKP:

D‐18‐7
Mekanisme Penerbitan FP: (Pasal 15 ayat (2) & 14 ayat (4) KMK-370/KMK.03/2003) Menggunakan
kode faktur 08 dgn stempel "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 146 TAHUN 2000
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PP NOMOR 38 TAHUN 2003".
Demikian pula apabila impor, pihak DJBC membubuhkan stempel yg sama serta mencantumkan nomor
dan tanggal SKB pd setiap lembar PIB.

Jenis BKP Tertentu: (Pasal 1 PP 38 Thn 2003 & Pasal 1 KMK-370/KMK.03/2003)


Cara
Jenis BKP Perlu
No. Subyek Pajak Bertran- Ket
Tertentu SKB
saksi
1. Senjata, Amunisi, alat DepHan/TNI/POLRI Impor & Ya
angkutan di air1, alat atau pihak lain yg penyera-
angkutan di bawah ditunjuk4 oleh han DN
air1, alat angkutan di DepHan/POLRI/ TNI
udara2, alat angkutan
di darat3, kendaraan
lapis baja, kendaraan
patroli dan kendaraan
angkutan khusus
lainnya serta suku
cadangnya

2. Komponen atau bahan PT PINDAD Impor & Ya


yg blm dibuat di DN (Persero) penyera-
yg digunakan dlm han DN
pembuatan sen- jata &
amunisi utk keperluan
Dep
Han/TNI/POLRI
3. Vaksin polio dlm Semua importir/yg Impor & Ya
rangka pelaksanaan menerima penyera-
Program PIN penyerahan han DN
4. Buku Pelajaran Semua importir/yg Impor & Tdk, Batasan Buku
umum, kitab suci dan menerima penyera- kecuali Pelajaran Umum:
buku pelajaran penyerahan han DN utk buku PMK-
agama yg masih 122/PMK.011/2
memer- 013
lukan
pengesa-
han
5. Kapal Laut, kapal Perusahaan Pelayaran Impor & Ya Suku cadang
angkutan sungai, kapal Niaga Nasional5/ penyera- serta alat
angkutan Danau dan Perusahaan Penang- han DN keselamatan
kapal angkutan penye- kapan Ikan Nasional/ pelayaran atau
berangan, kapal pandu, Perusahaan Penye- keselamatan
kapal tunda , kapal lenggara Jasa Kepela- manusia yg
penangkap ikan, kapal buhan Nasional/Peru- dibebaskan
tongkang dan suku sahaan Penyelenggara terbatas pd
cadang serta alat Jasa Angkutan Sungai, Lamp I KMK-
keselama- tan Danau dan Penyebe- 370/KMK.03/20
pelayaran atau rangan Nasional6 03
keselamatan manusia sesuai dgn kegiatan
usahanya

D‐18‐
6. Pesawat udara & suku Perusahaan Angkutan Ya Suku cadang &
cadang serta alat Udara Niaga Nasional7 peralatan utk
keselamatan atau pihak yg ditunjuk 4 perbaikan/pe-
penerbangan atau alat (khusus suku cadang meliharaan
keselamatan manusia, serta peralatan utk terbatas pd
peralatan utk perbaikan/pemeliha- Lamp II KMK-
perbaikan/peme- raan pesawat udara) 370/KMK.03/20
liharaan 03
7. KA & suku cadang PT KAI (Persero) Suku cadang
serta peralatan utk serta peralatan
perbaikan/pemeli- utk perbaikan/
haraan serta pemeliharaan
prasarana serta prasarana
terbatas pd
Lamp III KMK-
370/KMK.03/20
03
8. Komponen atau bahan Pihak yg ditunjuk4
yg diguna- kan utk oleh PT KAI
pembuatan KA suku (Persero)
cadang peralatan utk
perba-
ikan/pemeliharaan
serta prasarana yg
akan digunakan
oleh PT KAI
(Persero)
9. Peralatan berikut DepHan/TNI atau
suku cadangnya yg pihak yg ditunjuk 4
digunakan oleh oleh DepHan/TNI
DepHan/TNI utk
penyediaan data
batas & foto udara
wilayah Negara RI
yg dilakukan utk
mendukung
Pertahanan
Nasional
10. Rumah Sederhana, Orang/badan Tdk Batasan yg
Rumah Sangat penerima atas penyera-
Sederhana, Rumah penyerahan hannya dibe-
Susun Sederhana, baskan dari
Pondok Boro, Asrama pengenaan
mahasiswa dan Pelajar PPN diatur di
Serta Perumahan PMK-
Lainnya yg 36/PMK.03/
batasannya ditetapkan 2007 stdtd
oleh MenKeu stl PMK-
mende- ngar 113/PMK.03/
pertimbangan Menteri 2014
Pemukiman &
Prasarana
Wilayah
Ket:
1)
Alat angkutan di air dan alat angkutan di bawah air termasuk di dlm-nya adalah kapal perang. (Pasal 1
angka 3 KMK-370/KMK.03/2003)
2)
Alat angkutan di udara termasuk di dlm-nya adalah pesawat tempu.r (Pasal 1 angka 4 KMK-
370/KMK.03/2003)
3)
Alat angkutan di darat termasuk di dlm-nya adalah kendaraan angkutan pasukan TNI/POLRI. (Pasal 1 angka
5 KMK-370/KMK.03/2003)
4)
Pihak lain yg ditunjuk atau pihak yg ditunjuk adalah badan hukum Indonesia atau badan usaha Indonesia yg
memenuhi syarat scr legal maupun formal utk melakukan pengadaan BKP Tertentu yg

D‐18‐
dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dlm KMK-370. (Pasal 1 angka 9 KMK-
370/KMK.03/2003)
5)
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Angkutan Laut Nasional adalah badan
hukum Indonesia atau badan usaha Indonesia yg menyelenggarakan usaha jasa angkutan laut dgn
menggunakan kapal berbendera Indonesia atau kapal asing atas dasar sewa utk jangka waktu atau perjalanan
tertentu ataupun berdasarkan perjanjian dan tlh memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Pelayaran (SIUPP) dari
DepHub. (Pasal 1 angka 6 KMK-370/KMK.03/2003)
6)
Perusahaan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional adalah badan hukum Indonesia
atau badan usaha Indonesia yg menyelenggarakan usaha jasa pelayaran angkutan sungai, danau dan penyeberangan
dgn menggunakan kapal berbendera Indonesia dan tlh memiliki izin usaha dari DepHub. (Pasal 1 angka 7 KMK-
370/KMK.03/2003)
7)
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia yg menyelenggarakan usaha
angkutan udara utk umum dgn memungut pembayaran dan tlh memiliki izin usaha dari DepHub. (Pasal 1 angka 8
KMK-370/KMK.03/2003)
Pengajuan SKB atas BKP Tertentu:
 Permohonan utk memperoleh SKB PPN diajukan kpd Dirjen Pajak cq. Kepala KPP (menggunakan Form
Lamp II KEP-233/PJ/2003).
 SKB PPN tsb diperlukan utk setiap kali melakukan atau stl penyerahan BKP Tertentu
 SKB PPN tdk dpt diberikan apabila pemohonan SKB PPN diajukan stl impor atau stl penyerahan
BKP Tertentu

Lampiran Minimal Permohonan SKB


Pihak Yg
No. Jenis BKP Tertentu PPN (sesuai Lamp I KEP-233/PJ/2003)
Mengajukan SKB Impor Penyerahan
1. Senjata, amunisi, alat DepHan/TNI/POLRI A
angkutan di air, alat kpd kepala KPP B
angkutan di bawah air, tempat Bendaha- C D
alat angkutan di udara, rawan DepHan/ E
alat angkutan di darat, TNI/POLRI terdaftar
kendaraan lapis baja, → Khusus utk Impor,
kendaraan patroli, dan Permohonan dpt
kendaraan angkutan diajukan juga oleh
khusus lainnya, serta Pihak lain yg ditunjuk
suku cadangnya oleh DepHan/TNI/
POLRI kpd kepala
KPP tempat pihak
lain tsb terdaftar
2. Komponen atau bahan PT PINDAD A
yg blm dibuat di DN yg (Persero) kpd kepala B
digunakan dlm KPP tempat PT Surat pernyataan dari DepHan/TNI/ POLRI
pembuatan senjata & PINDAD (Persero) yg menyatakan bahwa BKP tertentu yg
amunisi utk keperluan terdaftar diimpor/diperoleh adalah komponen atau
DepHan/ TNI/POLRI bahan yg akan digunakan dlm pembuatan
senjata & amunisi utk
keperluan DepHan/TNI/ POLRI
C D
3. Vaksin Polio dlm Orang/badan yg A B
rangka pelaksanaan mengimpor atau Surat rekomendasi dari DepKes
Program PIN menerima penyera- C D
4. Buku-buku yg masih han kpd Kepala KPP A B
memerlukan penge- tempat orang/badan tsb Surat pengesahan dari DepDikNas utk
sahan sbg buku terdaftar buku-buku yg perlu disahkan sbg buku
pelajaran umum sesuai pelajaran umum
Pasal 3 ayat C D
(2) PMK-
122/PMK.011/2013
5. Kapal laut, kapal Perusahaan, Pelayaran A
angkutan sungai, Niaga B
kapal angkutan Nasional/Perusahaan F
danau dan kapal Penangkapan Ikan Dokumen yg berkenaan dgn pengusa- haan
angkutan penyebe- Nasional/ Perusa- Pelayaran Niaga Nasional/pengu-

D‐18‐
rangan, kapal pandu, haan Penyelenggara sahaan Penangkapan Ikan Nasional/
kapal tunda, kapal Jasa Kepelabuhan pengusahaan Penyelenggara Jasa
penangkap ikan, kapal Nasional, atau Peru- Kepelabuhan Nasional, atau pengusa- haan
tongkang, dan suku sahaan Penyeleng- Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau
cadang serta alat gara Jasa Angkutan dan Penyeberangan Nasional misalnya surat
keselamatan pelayaran Sungai, Danau dan pernyataan yg diterbitkan oleh DepHub atau
atau keselamatan Penyeberangan instansi lain
manusia Nasional kpd Kepala yg berwenang
KPP tempat peru- C D
sahaan tsb terdaftar
6. Pesawat udara dan suku Perusahaan Angku- A
cadang serta alat tan Udara Niaga B
keselamatan Nasional (PAUNN) F
penerbangan atau alat yg mengimpor/ Dokumen yg berkenaan dgn PAUNN atau
keselamatan manusia, menerima penye- surat penunjukan dari PAUNN atau
peralatan utk rahan kpda Kepala surat/dokumen lain yg dpt dipersamakan
perbaikan/pemeli- KPP tempat peru- misalnya kontrak pengadaan/SPK dlm hal
haraan sahaan tsb terdaftar permohonan SKB PPN diajukan oleh
→ Dpt diajukan juga pihak lain yg ditunjuk
oleh pihak yg ditun- juk C D
oleh PAUNN atas
impor/perolehan BKP
Tertentu berupa suku
cadang & peralatan utk
perbaikan/ peme-
liharaan pesawat udara
yg digunakan dlm
rangka pembe- rian jasa
perawatan/ reparasi
pesawat
udara kpd PAUNN
7. KA dan suku cadang PT KAI (Persero) kpd A
serta peralatan utk Kepala KPP tempat PT B
perbaikan/pemeliha- KAI (Persero) terdaftar F
raan serta prasarana C D
8. Komponen atau bahan Pihak yg ditunjuk oleh A
yg digunakan utk PT KAI (Per- sero) B
pembuatan KA, suku kpd Kepala KPP F
cadang, perala- tan utk tempat pihak yg Surat penunjukan dari PT KAI (Persero)
perbaikan/ ditunjuk tsb terdaftar atau surat/dokumen lain yg dpt dipersa-
pemeliharaan, serta makan misalnya kontrak pengadaan/SPK
prasarana yg akan C D
digunakan oleh PT
KAI (Persero)
9. Peralatan berikut suku DepHan/TNI kpd A
cadangnya yg Kepala KPP tempat B
digunakan oleh bendaharawan C D
DepHan/TNI utk DepHan/TNI terdaftar E
penyediaan data batas → Khusus utk irnpor,
& photo udara wilayah Permohonan dpt
Negara RI yg dilakukan diajukan juga oleh
utk mendu- kung Pihak yg ditunjuk oleh
Pertahanan Nasional, DepHan/TNI kpd
oleh DepHan/TNI atau kepala KPP tempat
pihak yg ditunjuk pihak lain tsb terdaftar
oleh DepHan/TNI

Ket Lampiran:
No. Lampiran
A FC kartu NPWP
B Surat kuasa khusus apabila menunjuk orang lain utk pengurusan SKB PPN
C Dokumen impor:

D‐18‐
 Invoice
 B/L atau AWB
 Dokumen Kontrak Pembelian yg bersangkutan atau dokumen yg dpt dipersamakan
 Penjelasan scr terinci mengenai kegunaan dari BKP tertentu yg diimpor
 Dokumen pembayaran berupa L/C / bukti transfer / bukti lainnya yg berkaitan dgn
pembayaran tsb
D FC kontrak pembelian atau surat perjanjian jual beli atau dokumen lain yg dpt dipersamakan
E Dlm hal impor dilakukan oleh pihak yg ditunjuk oleh DepHan/TNI/ POLRI maka selain dilampiri dgn
dokumen di atas juga dilampiri dgn surat penunjukan dari DepHan/TNI/ POLRI atau dokumen yg
dipersamakan seperti Kontrak/SPK
F Surat pernyataan bahwa BKP Tertentu yg diimpor/diperoleh tdk akan dipindahtangankan atau diubah
peruntukkannya dan apabila ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukkannya
maka bersedia membayar kembali PPN yg dibebaskan ditambah sanksi sesuai dgn ketentuan yg berlaku

JKP
Jangka
Tertentu:
waktu
(Pasal
penyelesaian
1 angka 2, pasal
SKB 12 5KMK-370/KMK.03/2003)
hari kerja stl permohonan lengkap (Pasal 13 KMK-
 370/KMK.03/2003)
Atas penyerahan JKP Tertentu, dibebaskan dari pengenaan PPN
 Orang atau badan yg melakukan atau yg menerima penyerahan JKP Tertentu ini tdk diwajibkan
mempunyai SKB PPN yg diterbitkan oleh DJP. (Pasal Pasal 12 ayat (1) & (2)
KMK-370/KMK.03/2003)
 JKP Tertentu yg PPN nya dibebaskan: (Pasal 1 angka 2 KMK-370/KMK.03/2003)
1. Jasa yg diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan
Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, meliputi :
 Jasa persewaan kapal;
 Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat dan jasa labuh;
dan
 Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
2. Jasa yg diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, meliputi:
 Jasa persewaan pesawat udara
 Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara
3. Jasa perawatan atau reparasi KA yg diterima oleh PT KAI (Persero)
4. Jasa yg diserahkan oleh Kontraktor utk pemborongan bangunan Rumah Sederhana, Rumah
Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa & Pelajar serta
Perumahan Lainnya yg batasannya ditetapkan oleh MenKeu stl mendengar pertimbangan Menteri
Pemukiman & Prasarana Wilayah dan pembangunan tempat yg semata-mata utk
keperluan ibadah
5. Jasa persewaan Rumah Susun Sederhana, Rumah Sederhana dan Rumah Sangat
Sederhana
6. Jasa yg diterima oleh DepHan/TNI yg dimanfaatkan dlm rangka penyediaan data batas foto
udara wilayah Negara RI utk mendukung pertahanan nasional

Ketentuan Lain di dlm PP 38 Thn 2003:


 Terkait kapal laut, pesawat, KA:
Apabila kapal laut, pesawat, KA dan komponen utk KA yg tlh diimpor atau diterima oleh perusahaan
niaga nasional atau PT KAI ini tdk digunakan sesuai dgn tujuan semula atau
dipindahtangankan kpd pihak lain dlm jangka waktu 5 thn sejak saat impor dan atau
perolehan maka PPN yg tlh dibebaskan tsb wajib dibayar ke Kas Negara dlm jangka waktu 1 bulan
sejak BKP tsb dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan, apabila tdk disetor maka bisa
dikenakan SKPKB disertai sanksi bunga 2% per bulan terhitung sejak batas waktu 1 bulan itu berakhir
sampai SKPKB diterbitkan.
 PPN yg wajib dibayar sebagaimana di atas, tdk dpt dikreditkan (Pasal 4A ayat (3) PP 38 Thn 2003)

D‐18‐
3. Pembebasan PPN atas Penyerahan Jasa Kebandarudaraan Tertentu oleh Penyelenggara
Bandar Udara kpd Perusahaan Angkutan Udara Niaga yg Melakukan Kegiatan
Penerbangan LN

Dasar Hukum:
 PP 28 Thn 2009 ttg Perlakuan PPN atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu kpd perusahaan
angkutan udara niaga utk pengoperasian pesawat udara yg melakukan penerbangan ke LN
SE terkait:
 SE-47/PJ./2009 (tanggal 27 Apr 2009) ttg penyampaian PP 28 Thn 2009

Persyaratan Pemberian Pembebasan PPN: (Pasal 1 ayat (2) PP 28 Thn 2009)


1. Utk pesawat udara yg dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional yg
melakukan angkutan udara LN
→ tdk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dari 1 bandar udara ke bandar udara lainnya di
wilayah Indonesia
2. Utk pesawat udara yg dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga asing
→ tdk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dari 1 bandar udara ke bandar udara lainnya di
wilayah Indonesia; dan
→ negara tempat kedudukan WP yg mengoperasikan pesawat udara tsb juga memberikan perlakuan
sama thd pesawat udara yg dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional sesuai dgn
asas timbal balik (reciprocal) berdasarkan perjanjian mengenai pelayanan jasa transportasi udara yg
tlh diratifikasi.
Dlm hal persyaratan ini tdk terpenuhi, PPN atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu kpda perusahaan
angkutan udara niaga yg melakukan kegiatan penerbangan LN yg dibebaskan, wajib dibayar dlm waktu
paling lambat 1 bulan terhitung sejak tanggal persyaratan tsb tdk terpenuhi. Apabila PPN yg dibebaskan tdk
dibayar dlm jangka waktu 1 bulan, Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB ditambah dgn sanksi sesuai dgn
ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal 3 PP 28 Thn 2009)

Jenis Jasa Kebandarudaraan yg Dibebaskan PPN: (Pasal 1 ayat (3) PP 28 Thn 2009)
1. Pelayanan jasa penerbangan;
2. Pelayanan jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara;
3. Pelayanan jasa konter;
4. Pelayanan jasa garbarata (aviobridge); dan/atau
5. Pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan/atau pos.

Ketentuan bagi Penyelenggara Bandar udara dlm Rangka Pembebasan PPN:


 Wajib membuat FP dgn diberi cap atau keterangan yg bertuliskan “PPN dibebaskan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009”. (Pasal 2 PP 28 Thn 2009)
 Pembebasan PPN ini tdk memerlukan SKB PPN. (Pasal 1 ayat (4) PP 28 Thn 2009)
 PM yg dibayar oleh penyelenggara bandar udara utk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP berkenaan
dgn penyerahan jasa kebandarudaraan yg dibebaskan dari pengenaan PPN, tdk dpt dikreditkan. (Pasal 1
ayat (5) PP 28 Thn 2009)

4. Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM atas Pembelian Barang yg Dilakukan oleh
Perwakilan Negara Asing

Dasar Hukum:
 PP 47 Thn 2013 (berlaku sejak 17 Juni 2013) ttg Pemberian pembebasan PPN atau PPN & PPnBM
kpd perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya
 PMK-160/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg Tata
cara pembayaran kembali PPN/PPnBM yg seharusnya tdk diberikan pembebasan oleh perwakilan
negara asing dan badan internasional serta pejabatnya
 PMK-161/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg Tata
cara pengembalian PPN/PPnBM yg tlh dipungut kpd perwakilan negara asing dan badan internasional
serta pejabatnya

D‐18‐
 PMK-162/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg Tata
cara penerbitan SKB PPN/PPnBM kpd perwakilan negara asing dan badan internasional serta
pejabatnya → Mencabut KMK-25/KMK.01/1998
SE dan surat terkait:
 SE-10/PJ.52/1998 (tanggal 18 Mei 1998) ttg restitusi PPN dan/atau PPnBM kpda perwakilan negara
asing atau badan internasional serta pejabat/tenaga ahlinya
 S-2678/PJ.55/1993 (tanggal 13 Okt 1993) ttg Tata cara pemberian resitusi/pembebasan PPN
dan/atau PPnBM kpd perwakilan negara asing atau badan internasional serta pejabat/tenaga ahlinya →
Surat Dirjen Pajak yg ditujukan kpd KPP Badora

Impor/Penyerahan BKP/JKP yg Dibebaskan dari Pengenaan PPN atau PPN & PPnBM:
1. Atas impor BKP oleh: (Pasal 2 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
 Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
 Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM.
2. Atas penyerahan BKP dan/atau JKP kpd: (Pasal 2 ayat (2) PP 47 Thn 2013)
 Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
 Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM.
BKP adalah: (Pasal 2 ayat (3) PMK-162/PMK.03/2014)
a. Kendaraan bermotor; dan
→ Kendaraan bermotor: kendaraan bermotor roda 4. (Pasal 2 ayat (4) PMK- 162/PMK.03/2014)
b. Selain kendaraan bermotor.

Ketentuan Pembebasan:
1. Ketentuan Pembebasan bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan
Negara Asing
→ Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan
Negara Asing diberikan berdasarkan asas timbal balik. (Pasal 3 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
 Penerapan asas timbal balik ini ditetapkan oleh Menteri LN. (Pasal 3 ayat (2) PP 47 Thn
2013)
 Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM hanya dpt diberikan oleh Menkeu stl mendapat
rekomendasi dari Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 3 ayat (2) PP 47 Thn 2013 dan
Pasal 4 ayat (3) PMK-162/PMK.03/2014)
 Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM diberikan dgn mempertimbangkan batas minimum
pembelian brg/jasa di luar PPN yg ditetapkan suatu negara (minimum purchase requirement)
dari Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 4 ayat (4) PMK- 162/PMK.03/2014)
2. Ketentuan Pembebasan bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan internasional
 Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Badan Internasional hanya diberikan kpd Badan
Internasional yg: (Pasal 4 ayat (1) PP 47 dan Pasal 5 ayat (3) PMK- 162/PMK.03/2014)
 Tdk termasuk subjek PPh sesuai ketentuan perpu PPh; dan
 Mendapatkan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg ditunjuk.
 Kerjasama teknik yg dilaksanakan oleh Badan Internasional yg dpt diberikan pembebasan PPN
atau PPN & PPnBM meliputi bantuan-bantuan berupa hibah/sumbangan dari LN dlm kerangka
kerjasama di bidang teknik, ilmu pengetahuan, sosial, kebudayaan, dan ekonomi, tdk termasuk
di dalamnya kredit-kredit dan PMA. (Pasal 5 ayat (2) PMK-162/PMK.03/2014)
 Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Pejabat Badan Internasional hanya diberikan kpd
Pejabat Badan Internasional dlm hal:
 Badan Internasional tempat pejabat dimaksud bekerja tdk termasuk subjek PPh sesuai
ketentuan perpu PPh; dan

D‐18‐
 Pejabat dimaksud mendapatkan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat
yg ditunjuk. (Pasal 4 ayat (2) PP 47 Thn 2013 dan Pasal 5 ayat (3) PMK-
162/PMK.03/2014)
 Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Badan Internasional serta Pejabat Badan
Internasional diberikan dgn mempertimbangkan batas minimum pembelian barang/jasa di luar
PPN yg ditetapkan suatu negara (minimum purchase requirement) dari Menteri Sekretaris
Negara atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 5 ayat (4) PMK-162/PMK.03/2014)

Penerbitan SKB oleh Menkeu:


Menkeu berdasarkan rekomendasi dari Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara dpt menerbitkan SKB
PPN atau PPN & PPnBM. (Pasal 5 PP 47 Thn 2013)

Dlm Hal PPN/PPnBM tlh Terlanjur Dipungut:


Dlm hal PPN atau PPN & PPnBM yg dibebaskan tlh dipungut, PPN atau PPN & PPnBM tsb dpt diminta
kembali sesuai dgn ketentuan perpu. (Pasal 6 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
→ PPN atau PPN & PPnBM yg diminta kembali, diajukan oleh Perwakilan Negara Asing, Pejabat
Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, serta Pejabat Badan Internasional kpd Menkeu dan hrs
disertai dgn rekomendasi dari Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara. (Pasal 6 ayat (2) PP 47
Thn 2013)

Dlm Hal BKP/JKP yg Dibebaskan Dipindahtangankan:


1. Apabila BKP yg atas perolehannya dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM
dipindahtangankan dlm jangka waktu 4 thn sejak diimpor/diperoleh, PPN atau PPN & PPnBM yg
dibebaskan wajib dibayar kembali dlm jangka waktu paling lama 1 bulan sejak saat BKP
dipindahtangankan. (Pasal 7 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
2. Apabila JKP yg atas perolehannya dibebaskan dari pengenaan PPN dialihmanfaatkan kpd pihak lain,
PPN yg dibebaskan wajib dibayar kembali dlm jangka waktu paling lama 1 bulan sejak
dialihmanfaatkan kpd pihak lain. (Pasal 7 ayat (2) PP 47 Thn 2013)
3. PPN atau PPN & PPnBM yg dibayar kembali ini, tdk dpt dimintakan kembali. (Pasal 2 ayat (3) PMK-
160/PMK.03/2014)
4. Cara Pembayaran Kembali: (Pasal 3 ayat (3) dan (4) PMK-160/PMK.03/2014)
a. Pembayaran kembali disetorkan ke Kas Negara dgn menggunakan SSP atau Surat Setoran Pabean,
Cukai, dan Pajak (SSPCP).
b. Pengisian SSP sesuai dgn petunjuk Lamp I PMK-160/PMK.03/2014
No. Nama Kolom Diisi dgn
1. NPWP Diisi dgn 00.000.000.0.XXX.000. (XXX adalah kode KPP
Badora)
Dlm hal Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, Pejabat
Perwakilan Negara Asing, atau Pejabat Badan Internasional yg
melakukan pembayaran kembali memiliki NPWP, maka diisi
dgan NPWP Perwakilan Negara Asing,
Badan Internasional, atau pejabat tsb
2. Nama WP Diisi dgn nama Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional,
Pejabat Perwakilan Negara Asing, atau Pejabat Badan
Internasional yg melakukan pembayaran
kembali
3. Alamat WP Diisi dgn alamat Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional,
Pejabat Perwakilan Negara Asing, atau
Pejabat Badan Internasional yg melakukan pembayaran
kembali di Indonesia
4. Kode Akun Pajak Diisi dgn 411211 utk PPN atau 411221 utk PPnBM
5. Kode jenis Diisi dgn 199
Setoran
6. Uraian Diisi dgn "Pembayaran kembali PPN atau PPnBM atas
Pembayaran SKB/SKPLB PPN atau PPN & PPnBM Nomor............tanggal
.....”
7. Masa Pajak Diisi dgn Masa Pajak terjadinya pemindahtanganan BKP atau
pengalihmanfaatan JKP

D‐18‐
8. Thn Pajak Diisi dgn Thn Pajak terjadinya pemindahtanganan BKP atau
pengalihmanfaatan JKP
9. Jml Pembayaran Diisi dgn jml PPN/PPnBM yg dibayar
10. Tanggal Diisi dgn tanggal dilakukan pembayaran
11. Nama Jelas Diisi dgn nama penyetor
c. Dlm hal pemindahtanganan atau pengalihmanfaatan ini dilakukan kpd sesama Perwakilan Negara
Asing, Badan Internasional, dan/atau pejabatnya, PPN atau PPN & PPnBM yg dibebaskan tdk
perlu dibayar kembali. (Pasal 7 ayat (3) PP 47 Thn 2013)
 Ketentuan:
1. Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, Pejabat Perwakilan Negara Asing,
dan/atau Pejabat Badan Internasional penerima pemindahtanganan BKP atau penerima
pengalihmanfaatan JKP ini mengajukan permohonan Surat Dispensasi kpd
Menkeu melalui:
a. Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk; atau
b. Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg ditunjuk.
2. Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg ditunjuk menyampaikan
permohonan Surat Dispensasi kpd Kepala KPP Badora dgn dilampiri: (Pasal 4 ayat (4)
PMK-160/PMK.03/2014)
a. Surat rekomendasi dari Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara atau Pejabat yg
ditunjuk;
b. SKB PPN atau SKPLB atas BKP yg dipindahtangankan atau JKP yg
dialihmanfaatkan;
c. Invoice pd saat perolehan atau dokumen yg dpt dipersamakan; dan
d. Bukti-bukti pendukung yg dipersyaratkan oleh Kementerian LN atau Kementerian
Sekretariat Negara.
 Yg dilakukan DJP stl menerima permohonan Surat Dispensasi:
1. Dirjen Pajak menugaskan Kepala KPP Badora utk melakukan penelitian thd permohonan
Surat Dispensasi.
2. Kepala KPP Badora a.n. Dirjen Pajak hrs memberikan keputusan dlm jangka waktu
paling lama 30 hari terhitung sejak permohonan Surat Dispensasi diterima.
3. Keputusan dpt berupa:
 Surat Dispensasi, dlm hal permohonan dikabulkan; atau
 Surat penolakan, dlm hal permohonan tdk dikabulkan.
4. Tata cara pemberian & penatausahaan Surat Dispensasi adalah sesuai Lamp II PMK-
160/PMK.03/2014
5. Bentuk & petunjuk pengisian Surat Dispensasi adalah sesuai Lamp III PMK-
160/PMK.03/2014
d. Dlm hal pemindahtanganan BKP berupa kendaraan bermotor, PPN atau PPN & PPnBM
atas impor/perolehannya dpt tdk dibayar kembali apabila Perwakilan Negara Asing atau Badan
Internasional serta pejabatnya yg menerima kendaraan bermotor tsb memenuhi persyaratan sesuai
PMK-160/PMK.03/2014. (Pasal 4 ayat (2) PMK- 160/PMK.03/2014)

B. FASILITAS PPN TDK DIPUNGUT

1. Fasilitas PPN di Tempat Penimbunan

Berikat Dasar Hukum:


 Pasal 16B UU PPN
 PP 32 Thn 2009 ttg Tempat Penimbunan Berikat (TPB) (berlaku sejak 60 hari sejak tanggal 24 Mar
2009)
 PMK-147/PMK.03/2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012) jo PMK-255/PMK.04/2011 (berlaku sejak 1
Feb 2012) jo PMK-44/PMK.04/2012 (berlaku sejak 16 Mar 2012) jo PMK-120/PMK.04/ 2013
(berlaku sejak 26 Agust 2013) ttg Kawasan Berikat  mencabut KMK-291/KMK.05/ 1997 stdtd
PMK-101/PMK.04/2005

D‐18‐
Stl berlakunya PP 32 Thn 2009, kawasan berikat adalah salah satu bagian dari TPB.
TPB terdiri dari: Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Tempat Penyelenggaraan Berikat, Toko Bebas
Bea, Tempat Lelang Berikat, dan Kawasan Daur Ulang Berikat.
Definisi:
 Kawasan Berikat
TPB utk menimbun barang impor dan/atau barang yg berasal dari tempat lain dlm daerah pabean
(TLDDP) guna diolah / digabungkan, yg hasilnya terutama utk diekspor.
(Pasal 1 angka 4 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
 TPB
Bangunan, tempat, atau kawasan yg memenuhi persyaratan tertentu yg digunakan utk menimbun barang
dgn tujuan tertentu dgn mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
(Pasal 1 angka 3 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)

Pihak yg Terlibat di Suatu Kawasan Berikat:


1. Penyelenggara Kawasan Berikat:
Badan hukum yg melakukan kegiatan menyediakan & mengelola kawasan utk kegiatan pengusahaan
Kawasan Berikat
(Pasal 1 angka 5 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
2. Pengusaha Kawasan Berikat:
Badan hukum yg melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat (Pasal 1
angka 6 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
3. Pengusaha di Kawasan Berikat yg merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat (PDKB): Badan
hukum yg melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat yg berada di dlm Kawasan Berikat milik
Penyelenggara Kawasan Berikat yg statusnya sbg badan hukum yg berbeda
(Pasal 1 angka 7 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)

Penyelenggara Kawasan Berikat:


Penetapan Tempat Kawasan Berikat & penetapan Penyelenggara Kawasan Berikat ditetapkan utk jangka
waktu tertentu dgn Keputusan MenKeu.

Contoh Penyelenggara Kawasan Berikat:


PT. Kawasan Berikat Nusantara yg memiliki 3 wilayah usaha yaitu:
1. Jl. Raya Cakung Cilincing Tanjung Priok, Jakarta Utara, 14140
2. Jl. Raya Marunda No.1 Cilincing, Jakarta Utara, 14120
3. Jl. Pelabuhan Nusantara Tanjung Priok, Jakarta Utara, 14130

Pemberian Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut atau Pembebasan PPN:
(Ketentuan Sejak 1 Jan 2012)
I. Antara Kawasan Berikat dgn TLDDP atau Kawasan Berikat Lain
1. Terkait pemasukan barang, hasil produksi dan lain-lain ke kawasan berikat:
a. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut diberikan atas pemasukan: (Pasal 14 ayat
(2) PMK-255/PMK.04/2011)
 Pemasukan barang dari TLDDP ke Kawasan Berikat utk diolah lbh lanjut;
 Pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dlm rangka subkontrak
dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di TLDDP ke Kawasan Berikat;
 Pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dlm rangka peminjaman dari
Kawasan Berikat lain atau perusahaan di TLDDP ke Kawasan Berikat;
 Pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di TLDDP yg Bahan
Baku utk menghasilkan hasil produksi berasal dari TLDDP, utk diolah lbh lanjut oleh
Kawasan Berikat;
 Pemasukan hasil produksi yg berasal dari Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di
TLDDP yg Bahan Baku utk menghasilkan hasil produksi tsb berasal dari TLDDP, yg
semata-mata akan digabungkan dgn barang Hasil Produksi Kawasan Berikat utk
diekspor; atau

D‐18‐
 Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari TLDDP ke Kawasan Berikat utk
menjadi 1 kesatuan dgn Hasil Produksi Kawasan Berikat.
b. Ketentuan terkait pemasukan barang, hasil produksi dan lain-lain tsb:
 Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut atas pemasukan
barang ke kawasan berikat ini hrs dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kawasan Berikat
dan/atau PDKB. (Pasal 14 ayat (2a) PMK-255/PMK.04/2011)
 PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut atas pemasukan barang ke kawasan berikat ini hrs
dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB dgn menggunakan FP
sebagaimana diatur dlm perpu perpajakan. (Pasal 14 ayat (2b)
PMK-255/PMK.04/2011)
 Dlm hal ketentuan pd huruf a & b di atas tdk dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan Berikat
dan/atau PDKB, atas pembayaran PPN atau PPN & PPnBM yg seharusnya tdk dipungut,
tdk dpt dikreditkan. (Pasal 14 ayat (2c) PMK- 255/PMK.04/2011)
c. Barang yg mendapat fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut adalah
bukan mrp barang utk dikonsumsi di Kawasan Berikat, seperti makanan, minuman, BBM,
dan pelumas. (Pasal 14 ayat (6) PMK-255/PMK.04/2011)
d. Utk pemasukan barang dari tempat lain dlm daerah pabean ke Kawasan Berikat, pengusaha di
TLDDP wajib membuat FP yg dibubuhi cap "Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 TAHUN 2009." (Pasal 14 ayat (5) PP 32 Thn
2009 & penjelasan)
2. Terkait pengeluaran barang dan lain-lain dari kawasan berikat:
Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut juga diberikan atas pengeluaran:
(Pasal 16 ayat (1) PMK-147/PMK.03/2011)
 Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat yg Bahan Baku utk menghasilkan hasil
produksi berasal dari TLDDP, ke Kawasan Berikat lainnya;
 Pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Penolong, cetakan (moulding), dan/atau mesin, dlm
rangka subkontrak dari Kawasan Berikat kpd Kawasan Berikat lainnya atau perusahaan
industri di TLDDP;
 Pengeluaran barang yg rusak dan/atau apkir (reject) asal TLDDP yg sama sekali tdk diproses
di Kawasan Berikat ke TLDDP, sepanjang barang tsb dikembalikan ke perusahaan tempat
asal barang; dan
 Pengeluaran mesin dan/atau cetakan (moulding) dlm rangka peminjaman ke perusahaan
industri di TLDDP dan Kawasan Berikat lainnya, sepanjang mesin dan/atau cetakan
(moulding) tsb digunakan utk memproduksi barang hasil produksi yg akan diserahkan kpd
pemberi pinjaman dari Kawasan Berikat asal.
PPN atau PPN & PPnBM, dan Cukai Dipungut atas barang asal TLDDP yg dikeluarkan dari
Kawasan Berikat ke TLDDP. (Pasal 16 ayat (3) PMK-147/PMK.03/2011)
II. Antara Kawasan Berikat dgn Kawasan Bebas
1. Atas pemasukan barang dari Kawasan Bebas yg akan diolah lbh lanjut dan/atau digabungkan
dgn hasil produksi di Kawasan Berikat diberikan penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai,
pembebasan PPN atau PPN & PPnBM, tdk dipungut PPh Pasal 22 Impor (Pasal 14 ayat (4) PMK-
255/PMK.04/2011)
2. Utk mendapatkan fasilitas ini pengusaha di Kawasan Bebas hrs mendapat izin dari Badan
Pengusahaan Kawasan Bebas. (Pasal 14 ayat (5) PMK-255/PMK.04/2011)
3. Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi Kawasan Berikat kpd
pengusaha di Kawasan Bebas yg telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan
Bebas diberikan Pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tdk dipungut PPN atau PPN &
PPnBM, dan/atau tdk dipungut PPh Pasal 22 Impor (Pasal 16 ayat (4)
PMK-147/PMK.03/2011)
III. Antara Kawasan Berikat dgn Luar Daerah Pabean dan Kawasan Berikat Lain
Penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, dan tdk dipungut PDRI diberikan thd barang yg
dimasukkan ke Kawasan Berikat berupa: (Pasal 14 ayat (1) PMK-255/PMK.04/2011)
 Bahan Baku dan Bahan Penolong asal luar daerah pabean utk diolah lbh lanjut;
 Barang Modal asal luar daerah pabean dan Barang Modal dari Kawasan Berikat lain yg
dipergunakan di Kawasan Berikat;

D‐18‐
 Peralatan perkantoran asal luar daerah pabean yg dipergunakan oleh Pengusaha Kawasan Berikat
dan/atau PDKB;
 Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat lain utk diolah lbh lanjut atau dijadikan Barang Modal
utk proses produksi;
 Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yg dimasukkan kembali dari luar daerah pabean ke
Kawasan Berikat;
 Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yg dimasukkan kembali dari Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat (TPPB) ke Kawasan Berikat;
 Barang jadi asal luar daerah pabean yg dimasukkan ke Kawasan Berikat utk digabungkan dgn
barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yg semata-mata utk diekspor; dan/atau
 Pengemas dan alat bantu pengemas asal luar daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat lainnya yg
dimasukkan ke Kawasan Berikat utk menjadi 1 kesatuan dgn barang Hasil Produksi Kawasan
Berikat.

Fasilitas perpajakan di Kawasan Berikat berupa PPN dan PPh Pasal 22 Impor tdk dipungut atas:
impor dan/atau pembelian bahan baku dan bahan penolong utk diolah lbh lanjut yg tujuan utk ekspor;
impor barang modal.

Fasilitas PPN & PPnBM tdk dipungut (Kawasan Berikat):

Dlm hal fasilitas PPN tdk digunakan (PPN dibayar/dipungut) maka PPN yg dibayar tsb tdk dpt dikreditkan oleh
Pengusaha Kawasan Berikat yg juga berstatus sbg WP Patuh atau PKP Berisiko Rendah tdk dpt memanfaatkan

2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu

(KAPET) Dasar Hukum:


 PP 20 Thn 2000 jo PP 147 Thn 2000 ttg Perlakuan perpajakan di KAPET
 Kepres 150 Thn 2000 (berlaku sejak 19 Okt 2000) ttg KAPET
 KMK-11/KMK.04/2001 (daya laku surut sejak 1 Jan 2001) ttg Perlakuan Perpajakan & Kepabeanan
di KAPET
 KEP-229/PJ/2001 (berlaku sejak 22 Maret 2001) ttg Perlakuan perpajakan di KAPET

3. Fasilitas PPN di Kawasan

Bebas Dasar Hukum:


a. Penetapan suatu daerah sbg Kawasan Bebas (KB) di antaranya:
 PP 46 Thn 2007 stdtd PP 5 Thn 2011 utk Kawasan Bebas Batam
 PP 47 Thn 2007, utk Kawasan Bebas Bintan
 PP 48 Thn 2007, utk Kawasan Bebas Karimun

D‐18‐
b. Perlakuan PPN dan atau PPnBM utk Kawasan Bebas diatur dlm:
 Pasal 16B UU PPN
 PP 10 Thn 2012 (berlaku 60 hari terhitung sejak tanggal 9 Jan 2012) ttg Kawasan Bebas
 PMK-62/PMK.03/2012 (berlaku sejak 26 Apr 2012) ttg Tata Cara Pengawasan,
Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan PPN dan/atau PPnBM atas Pengeluaran
dan/atau Penyerahan BKP dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP dan Pemasukan dan/atau
Penyerahan BKP dan/atau JKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas → mencabut
PMK-45/PMK.03/2009 stdd PMK-240/PMK.03/2009
 PER-50/PJ./2009 ttg Pencabutan PKP di Kawasan Bebas
 KMK-426/KMK.03/2010 (berlaku sejak 2 Des 2010) ttg Penugasan Pejabat/Pegawai DJP dlm
Rangka Pengawasan atas Pemasukan Barang dari TLDDP ke Kawasan Bebas Batam, Bintan, dan
Karimun
SE terkait:
 SE-39/PJ./2009 ttg Tatacara Endorsement, Perekaman dan Pemberkasan di Kawasan Bebas
(formulir PP FTZ 01, 02, dan 03)
 SE-133/PJ/2010 ttg Petunjuk pelaksanaan PMK-45/PMK.03/2009 stdtd PMK- 240/PMK.03/2009
 SE-111/PJ/2010 ttg Penegasan atas pelaksanaan pemberian persetujuan atas Pemasukan/Pengeluaran
BKP utk transaksi tertentu pasal 2A ayat (1) huruf a dan b PMK- 240/PMK.03/2009

Definisi dan Istilah:


 Daerah Pabean
Wilayah RI yg meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat- tempat
tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yg di dalamnya berlaku UU. (Pasal 1
angka 4 PP 10 Thn 2012)
 TLDPP
Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat (TPB), dan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK). (Pasal 2 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
 Endorsement
Pernyataan mengetahui dari pejabat/pegawai DJP atas pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan
Bebas, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yg terkait dgn pemasukan BKP tsb. (Pasal 1 angka
(10) PMK-62/PMK.03/2012)

Informasi Terkait:
 Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di pelabuhan atau
bandar udara yg ditunjuk. (Pasal 2 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
→ Pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk mrp pelabuhan atau bandar udara yg tlh mendapatkan izin
dari Menteri Perhubungan dan tlh mendapatkan penetapan sbg Kawasan Pabean. (Pasal 2 ayat (3) PP
10 Thn 2012)
 Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dpt dilakukan oleh pengusaha
yg tlh mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan. (Pasal 3 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
 Pengusaha di Kawasan Bebas tdk perlu dikukuhkan sbg PKP. (Pasal 4 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
 Penyerahan barang di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 4 ayat (2) PP 10
Thn 2012)
 Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari TLDDP, sepanjang menyangkut pemberian fasilitas tdk
dipungut PPN, pengawasan dan pengadministrasiannya dilakukan oleh DJP. (Pasal 18 ayat (3) PP 10
Thn 2012)

Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn Luar Daerah Pabean (Terkait BKP
Berwujud)
A. Pemasukan Barang dari Luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean diberikan pembebasan bea masuk,
pembebasan PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai. (Pasal 14 PP 10 Thn
2012)

D‐18‐
→ Ketentuan yg hrs dipenuhi terkait pemasukan barang: (Pasal 3 PP 10 Thn 2012):
1. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dpt dilakukan oleh
pengusaha yg tlh mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
2. Pengusaha pd angka 1 hanya dpt memasukkan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah
Pabean yg berhubungan dgn kegiatan usahanya.
3. Pemasukan barang konsumsi utk kebutuhan penduduk ke Kawasan Bebas dari luar Daerah
Pabean, hanya dpt dilakukan oleh pengusaha yg tlh mendapatkan izin usaha dari Badan
Pengusahaan Kawasan, dlm jml dan jenis yg ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan.
B. Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Luar Daerah Pabean → ruang lingkup
pekerjaan DJBC (Pasal 16 PP 10 Thn 2012)
 Barang yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean wajib diberitahukan
dgn Pemberitahuan Pabean. (Pasal 16 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
→ Pemberitahuan Pabean tdk diperlukan thd barang pribadi penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman, s.d. batas nilai pabean dan/atau jml tertentu.
(Pasal 16 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
 Dlm hal barang yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean mrp barang yg
dikenai bea keluar, bea keluar wajib dibayar paling lambat pd saat Pemberitahuan Pabean
didaftarkan ke Kantor Pabean. (Pasal 16 ayat (2) PP 10 Thn 2012)

Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn TLDDP (Terkait BKP Berwujud)
A. Pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas (Tdk Dipungut PPN)
1. Pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yg
ditunjuk, tdk dipungut PPN atau PPN & PPnBM. (Pasal 10 ayat (1) PMK- 62/PMK.03/2012)
 Ketentuan ini juga berlaku utk pemasukan BKP dan penyerahan JKP yg sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10)
PMK-62/PMK.03/2012)
 Ketentuan ini tdk berlaku utk pemasukan BKP yg tlh dilunasi PPN dgn menggunakan stiker
lunas PPN, dan BBM bersubsidi. (Pasal 10 ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
2. Atas pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas wajib dibuatkan FP yg diisi lengkap sesuai
dgn ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. (Pasal 11 ayat (1) PMK- 62/PMK.03/2012)
 Termasuk dlm pengertian FP ini adalah dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan
dgn FP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat (6) UU PPN. (Pasal 11 ayat (2)
PMK-62/PMK.03/2012)
 FP dibuat paling lambat pd saat pengiriman BKP ke Kawasan Bebas. (Pasal 11 ayat (3) PMK-
62/PMK.03/2012)
 FP ini hrs diberi cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012” oleh PKP yg melakukan penyerahan.
(Pasal 11 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
 Ketentuan terkait kewajiban pembuatan FP ini tdk berlaku atas pemasukan BKP sesuai Pasal
3 ayat (1) huruf b dan pemasukan kembali BKP sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf a
PMK-62/PMK.03/2012. (Pasal 11 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
3. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut diberikan sepanjang BKP Berwujud
tsb benar-benar tlh masuk di Kawasan Bebas yg dibuktikan dgn dokumen yg tlh diberikan
Endorsement oleh pejabat/pegawai DJP. (Pasal 12 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
a. Dokumen yg hrs disampaikan oleh pengusaha/WP di kawasan bebas dlm rangka
Endorsement adalah Pemberitahuan pabean (PP FTZ-03) yg tlh didaftarkan pd kantor
pabean.
 PP FTZ-03 disampaikan dgn dilampiri: (Pasal 12 ayat (2) PMK- 62/PMK.03/2012)
 FC FP (lembar pembeli) yg tlh diberi cap "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012"
 FC Bill of Lading atau Airway Bill atau Delivery Order
 FC Faktur Penjualan atau Invoice
 Penyampaian lamp PP FTZ-03 hrs disertai dgn menunjukkan dokumen aslinya.

D‐18‐
(Pasal 12 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012)
 Dlm hal pengurusan Pemberitahuan Pabean dilakukan oleh pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan, dokumen yg hrs disampaikan dlm rangka Endorsement ini hrs dilampiri
dgn surat kuasa dari pengusaha yg melakukan pemasukan BKP ke Kawasan Bebas.
(Pasal 12 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
 Dlm hal Pemberitahuan Pabean tdk sesuai dgn dokumen-dokumen yg hrs dilampirkan
dlm rangka Endorsement, BKP tetap dpt dikeluarkan dari pelabuhan/bandar udara yg
ditunjuk dan atas pemasukan BKP tdk dpt diberikan fasilitas PPN atau PPN & PPnBM
tdk dipungut. (Pasal 12 ayat (6) PMK- 62/PMK.03/2012)
b. Dokumen yg hrs disampaikan dlm rangka Endorsement utk pemasukan BKP sesuai Pasal 3
ayat (1) huruf a & b PMK-62 adalah Pemberitahuan Pabean yg tlh didaftarkan pd Kantor
Pabean, yg dilampiri dgn: (Pasal 12 ayat (3) PMK- 62/PMK.03/2012)
 PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar beserta
lampirannya; dan
 FC Bill of Lading, Airway Bill, atau Delivery Order.
c. Proses endorsement paling lama 1 hari kerja sejak dokumen-dokumen yg hrs
disampaikan diterima lengkap
d. Tata cara endorsement: Lamp IV PER-62/PMK.03/2012
B. Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP (Terutang PPN)
Ketentuan umum:
 Barang asal luar Daerah Pabean yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP wajib
dilunasi bea masuk, PPN, dan/atau PPh Pasal 22 UU PPh. (Pasal 19 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
 Barang asal Kawasan Bebas dan TLDDP yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP,
wajib dilunasi PPN. (Pasal 19 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
 Barang yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP wajib diberitahukan dgn
Pemberitahuan Pabean. (Pasal 22 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
Ketentuan perpajakan:
1. BKP yg dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP terutang PPN. (Pasal 2 ayat (1)
PMK-62)
 Dlm hal BKP mrp BKP yg tergolong mewah, atas pengeluaran BKP dimaksud terutang PPN
& PPnBM. (Pasal 2 ayat (2) PMK-62)
 Mekanisme ketentuan:
a. Saat terutang pajak adalah pd saat BKP dikeluarkan dari Kawasan Bebas.
(Pasal 2 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012)
b. DPP atas PPN & PPnBM terutang adalah: (Pasal 2 ayat (5) PMK- 62/PMK.03/2012)
 Harga Jual; atau
 Harga Pasar Wajar dlm hal pengeluaran barang tsb bukan dlm rangka transaksi jual
beli.
c. Cara Penyetoran PPN
 PPN atau PPN & PPnBM disetor ke kas negara oleh Orang yg mengeluarkan
BKP melalui kantor pos/bank persepsi yg ditunjuk oleh MenKeu, dgn menggunakan
SSP. (Pasal 2 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
 SSP diisi dgn cara: (Pasal 2 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
 pd kolom nama & kolom NPWP diisi dgn nama & NPWP Orang yg menerima
BKP;
 pd kolom WP/penyetor dicantumkan juga nama & NPWP Orang yg
mengeluarkan BKP.
d. Saat Penyetoran
Penyetoran PPN atau PPN & PPnBM dilakukan paling lama pd saat BKP tsb
dikeluarkan dari Kawasan Bebas. (Pasal 2 ayat (8) PMK-62/PMK.03/2012)
e. SSP yg dilampiri dgn invoice dan Pemberitahuan Pabean mrp dokumen yg
dipersamakan dgn FP. (Pasal 2 ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
PPN yg tlh dibayar dgn menggunakan SSP yg dilampiri dgn invoice dan
Pemberitahuan Pabean mrp PM yg dpt dikreditkan oleh PKP yg menerima BKP

D‐18‐
sesuai perpu di bidang perpajakan. (Pasal 2 ayat (10) PMK-62/PMK.03/2012)
f. Syarat agar BKP dpt dikeluarkan dari kewasan bebas ke TLDDP
 BKP dpt dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP sepanjang tlh dipenuhi
kewajiban pabean sebagaimana diatur dlm ketentuan perpu kepabeanan. (Pasal 5
ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
 Termasuk dlm pemenuhan kewajiban pabean ini adalah penyampaian
Pemberitahuan Pabean yg dilampiri dgn: invoice atau faktur penjualan atau
dokumen penyerahan barang dlm hal barang tsb bukan dlm rangka transaksi jual
beli; dan SSP (Pasal 5 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)
 Contoh penghitungan: Lamp III Romawi II PMK-62/PMK.03/2012)
2. Jenis pengeluaran yg Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran PPN
Dikecualikan dari dari kewajiban Pembayaran PPN atau PPN & PPnBM yaitu thd pengeluaran
barang utk transaksi tertentu: (Pasal 3 PMK-62/PMK.03/2012)
a. Pengeluaran dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas BKP yg berhubungan dgn kegiatan
usahanya ke TLDDP yg dlm jangka waktu tertentu akan dimasukkan kembali ke Kawasan
Bebas berupa mesin dan/atau peralatan utk: kepentingan produksi atau pengerjaan proyek
infrastruktur; keperluan perbaikan, pengerjaan, pengujian, atau kalibrasi; dan/atau keperluan
peragaan atau demonstrasi;
 Batas waktu pemasukan kembali BKP ke Kawasan Bebas ini adalah paling lama
12 bulan sejak tanggal Pemberitahuan Pabean. (Pasal 3 ayat (2) PMK- 62/PMK.03/2012)
 Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan: (Pasal
5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
 Pemberitahuan Pemasukan/Pengeluaran Barang Transaksi Tertentu (PPBTT) yg tlh
disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar dan surat
persetujuan keterangan asal barang dari Badan Pengusahaan Kawasan utk
pengeluaran BKP selain BKP asal luar Daerah Pabean;
 SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
b. Pengeluaran kembali dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas BKP asal TLDDP yg
berhubungan dgn kegiatan usahanya berupa mesin dan/atau peralatan utk: kepentingan
produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur; keperluan perbaikan, pengerjaan pengujian,
atau kalibrasi; dan/atau keperluan peragaan atau demonstrasi;
 Batas waktu pengeluaran kembali BKP dari Kawasan Bebas ini adalah paling lama 12
bulan sejak tanggal Pemberitahuan Pabean. (Pasal 3 ayat (3) PMK- 62/PMK.03/2012)
 Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan: (Pasal
5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
 PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar dan
surat persetujuan keterangan asal barang dari Badan Pengusahaan Kawasan utk
pengeluaran BKP selain BKP asal luar Daerah Pabean;
 SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
c. Pengeluaran BKP utk kegiatan usaha eksplorasi hulu migas bumi serta panas bumi yg atas
impornya PPN yg terutang tdk dipungut, dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN
ditanggung Pemerintah sebagaimana ditetapkan dgn Peraturan MenKeu, sepanjang
pengeluaran BKP tsb tdk utk tujuan pengalihan hak;
 Untuk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dengan melampirkan:
(Pasal 5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
 PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar;
 SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
 masterlist atau dokumen dgn nama lain yg mempunyai fungsi sama dgn
masterlist utk perusahaan kontraktor migas bumi serta panas bumi.

D‐18‐
d. Pengeluaran BKP, yg sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan atas impor dan/atau
penyerahannya tdk dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
 Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan: (Pasal
5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
 PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar;
 SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
 Utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan ditentukan bahwa utk
mendapatkan fasilitas dibebaskan dimaksud tdk memerlukan SKB PPN, maka kewajiban
utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat (4) PMK- 62/PMK.03/2012)
e. Pengeluaran BKP yg tlh dilunasi PPNnya dgn menggunakan stiker lunas PPN; dan Utk
pengeluaran BKP ini, kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat (4) PMK-
62/PMK.03/2012)
f. Pengeluaran BKP berupa pengemas yg dipakai berulang-ulang (returnable package).
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat (4)
PMK-62/PMK.03/2012)
3. Dikecualikan dari pengenaan PPN atas pengeluaran BKP dgn tujuan angkut terus atau
angkut lanjut dari TLDDP ke Kawasan Bebas utk tujuan TLDDP. (Pasal 4 PMK-
62/PMK.03/2012)
 "barang diangkut terus" adalah barang yg diangkut dgn sarana pengangkut melalui kantor
pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu menuju pelabuhan tujuan akhir
pengangkutan barang (port of destination). (Pasal 13 ayat (1) huruf b PP 10 Thn 2012)
 "barang diangkut lanjut" adalah barang yg diangkut dgn sarana pengangkut melalui kantor
pabean dgn dilakukan pembongkaran terlebih dulu menuju pelabuhan tujuan akhir
pengangkutan barang (port of destination). (Pasal 13 ayat (1) huruf b PP 10 Thn 2012)

Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn TPB atau KEK (Terkait BKP Berwujud)
A. Pemasukan BKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas (Tdk Dipungut PPN)
Ketentuan umum :
 Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari TPB atau KEK diberikan pembebasan bea masuk, tdk
dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai. (Pasal 27 PP 10 Thn 2012)
Ketentuan perpajakan:
1. Pemasukan BKP dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan
Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk, tdk dipungut PPN atau PPN dan
PPnBM. (Pasal 10 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)
a. Ketentuan ini juga berlaku utk pemasukan BKP yg sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10) PMK- 62/PMK.03/2012)
b. Ketentuan ini tdk berlaku utk pemasukan BKP yg tlh dilunasi PPN dgn menggunakan stiker
lunas PPN, dan BBM bersubsidi. (Pasal 10 ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
2. Atas pemasukan BKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas wajib dibuatkan FP yg diisi lengkap
sesuai dgn ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. (Pasal 11 ayat (1) PMK- 62/PMK.03/2012)
a. Termasuk dlm pengertian FP ini adalah dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan
dgn FP sesuai Pasal 13 ayat (6) UU PPN. (Pasal 11 ayat (2) PMK- 62/PMK.03/2012)
b. FP dibuat paling lambat pd saat pengiriman BKP ke Kawasan Bebas. (Pasal 11 ayat (3) PMK-
62/PMK.03/2012)
c. FP ini hrs diberi cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012” oleh PKP yg melakukan penyerahan.
(Pasal 11 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
d. Ketentuan terkait kewajiban pembuatan FP ini tdk berlaku atas pemasukan BKP

D‐18‐
sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b dan pemasukan kembali BKP sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf a
PMK-62/PMK.03/2012. (Pasal 11 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
3. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut diberikan sepanjang BKP Berwujud tsb benar-
benar tlh masuk di Kawasan Bebas yg dibuktikan dgn dokumen yg tlh diberikan
Endorsement oleh pejabat/pegawai DJP. (Pasal 12 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan ttg Endorsement sama dgn ketentuan pd bagian Ketentuan
Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn TLDDP bagian A angka 3 huruf a – d.
B. Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke TPB atau KEK
1. Ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat: (Pasal 29
ayat (1) PP 10 Thn 2012)
a. Dlm hal barang mrp barang asal luar Daerah Pabean, diberikan penangguhan
bea masuk, tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22 UU PPh, dan/atau pembebasan
cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur mengenai TPB;
b. Dlm hal barang mrp barang asal Kawasan Bebas atau barang asal TLDDP, tdk dipungut
PPN dan/atau diberikan pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur
mengenai TPB.
2. Ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke KEK: (Pasal 29 ayat (2) PP 10 Thn
2012)
a. Dlm hal barang mrp barang asal luar Daerah Pabean, diberikan penangguhan bea masuk,
tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai, sesuai dgn
ketentuan perpu yg mengatur mengenai KEK;
b. Dlm hal barang mrp barang asal Kawasan Bebas atau barang asal TLDDP, tdk dipungut
PPN dan/atau diberikan pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur
mengenai KEK.
Perlakuan PPN atas Perolehan/Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan Penyerahan/
Perolehan JKP
A. Pemanfaatan dari Luar Daerah Pabean di Dlm Kawasan Bebas
→ Pemanfaatan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Kawasan Bebas,
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
B. Penyerahan di Dlm Kawasan Bebas
Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP di dlm Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan PPN.
(Pasal 33 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
C. Penyerahan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas Lain
Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya,
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (3) PP 10 Thn 2012)
D. Penyerahan dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau TPB atau KEK
1. Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP, dikenai PPN.
(Pasal 33 ayat (4) PP 10 Thn 2012)
2. Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TPB atau Kawasan Ekonomi
Khusus, dipungut PPN. (Pasal 33 ayat (11) PP 10 Thn 2012)
3. Dikecualikan dari pengenaan PPN, utk penyerahan JKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (5) PP 10 Thn 2012)
4. Mekanisme ketentuan pengenaan PPN:
a. Saat terutang PPNnya adalah pd saat pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP di
TLDDP, TPB, atau KEK. (Pasal 6 ayat (3) PMK-62)
 Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas terjadi pd saat:
(Pasal 6 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012) → yg terjadi lbh dahulu
 Harga perolehan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb dinyatakan sbg utang oleh
pihak yg memanfaatkannya;
 Harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau penggantian JKP tsb ditagih oleh pihak
yg menyerahkannya; atau
 Harga perolehan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb dibayar, baik sebagian
atau seluruhnya oleh pihak yg memanfaatkannya.
 Dlm hal saat terjadinya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tdk diketahui,
maka Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP,
TPB, atau KEK terjadi pd tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian (Pasal 6
ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)

D‐18‐
b.DPP atas PPN yg terutang adalah seb harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau penggantian
JKP. (Pasal 6 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
c. Cara Penyetoran PPN:
 PPN yg terutang dipungut oleh Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau
JKP di TLDDP, TPB, atau KEK pd saat pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP.
(Pasal 6 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
 PPN disetor ke kas negara oleh Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau
JKP di di TLDDP, TPB, atau KEK melalui kantor pos/bank persepsi yg ditunjuk oleh
MenKeu, dgn menggunakan SSP paling lama pd akhir bulan berikutnya stl bulan
terjadinya pemungutan. (Pasal 6 ayat (8) PMK- 62/PMK.03/2012)
 SSP yg dilampiri dgn invoice atau kontrak mrp dokumen yg kedudukannya
dipersamakan dgn FP. (Pasal 6 ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
 Ketentuan bagi Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP:
 Dlm hal Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP mrp
PKP: PPN yg disetorkan dgn menggunakan SSP yg dilampiri dgn invoice atau
kontrak mrp PM yg dpt dikreditkan dan dilaporkan dlm SPT Masa PPN pd Masa
Pajak yg sama dgn bulan penyetoran. (Pasal 6 ayat (10) PMK- 62/PMK.03/2012)
 Dlm hal Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP
bukan mrp PKP: PPN yg disetor dgn menggunakan SSP lembar ke-3 wajib
dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya stl saat terutangnya pajak ke KPP yg
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Orang tsb. (Pasal 6
ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
d. Contoh penghitungan: Lamp III Romawi II huruf b & c PMK-62/PMK.03/2012
E. Penyerahan dari TLDDP atau TPB atau KEK ke Kawasan Bebas
1. Tdk dipungut PPN:
a. Jenis penyerahan yg PPNnya tdk dipungut:
 Penyerahan BKP tdk berwujud dari TLDDP ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat (3)
PMK-62/PMK.03/2012)
 Penyerahan BKP tdk berwujud dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat
(4) PMK-62/PMK.03/2012)
 Penyerahan JKP tertentu dari TLDDP ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat (7) PMK-
62/PMK.03/2012)
 Penyerahan JKP tertentu dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat (8)
PMK-62/PMK.03/2012)
JKP tertentu adalah JKP yg batasan kegiatan dan jenisnya diatur dlm Peraturan MenKeu
sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPN. (JKP tertentu ini adalah JKP yg atas ekspornya dikenai
tarif 0%)
 Penyerahan BKP tdk berwujud atau JKP yg sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10) PMK- 62/PMK.03/2012)
b. Mekanisme ketentuan perpajakan:
 PKP yg melakukan penyerahan wajib membuat FP sesuai perpu di bidang perpajakan.
 FP hrs diberi cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012”
2. Dipungut PPN:
 Penyerahan JKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas yg penyerahannya tdk dilakukan di kawasan
bebas, dikenai PPN. (Pasal 10 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
 Penyerahan JKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas yg penyerahannya tdk dilakukan di
Kawasan Bebas, dipungut PPN. (Pasal 10 ayat (6) PMK- 62/PMK.03/2012)
Atas penyerahan JKP ini wajib dibuatkan FP sesuai perpu di bidang perpajakan. (Pasal 11 ayat (5)
PMK-62/PMK.03/2012)
F. PPN atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara & Jasa Telekomunikasi
 Jasa Angkutan Udara: (Pasal 7 PMK-62/PMK.03/2012)
1. Atas penyerahan jasa angkutan udara di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari

D‐18‐
pengenaan PPN.
2. Atas penyerahan jasa angkutan udara DN dari TLDDP ke Kawasan Bebas dikenai PPN.
3. Atas penyerahan jasa angkutan udara DN dari Kawasan Bebas ke TLDDP dikenai PPN.
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi III PMK-62/PMK.03/2012
 Jasa Telekomunikasi: (Pasal 8 PMK-62/PMK.03/2012)
1. Atas penyerahan jasa telekomunikasi di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan
PPN.
2. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari TLDDP atau TPB ke Kawasan Bebas
dikenai PPN.
Dikecualikan dari ketentuan pengenaan PPN atas penyerahan jasa telekomunikasi yg
menggunakan jaringan berkabel (fixed line) di Kawasan Bebas.
3. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau TPB
dikenai PPN.
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi IV PMK-62/PMK.03/2012

4. Kemudahan Impor utk Tujuan Ekspor (KITE)

Dasar Hukum:
 KMK-580/KMK.04/2003 stdtd PMK-15/PMK.011/2011 (berlaku sejak 24 Jan 2011) ttg
Tatalaksana KITE & Pengawasannya
 PMK-254/PMK.04/2011 jo PMK-176/PMK.04/2013 (mulai berlaku stl 60 hari sejak tanggal 6 Des
2013) ttg Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan utk Diolah, Dirakit, atau Dipasang
pd Barang Lain dgn Tujuan utk Diekspor
 PMK-253/PMK.04/2011 jo PMK-177/PMK.04/2013 (mulai berlaku stl 60 hari sejak tanggal 6 Des
2013) ttg Pengembalian Bea Masuk Yg Tlh Dibayar Atas Impor Barang dan Bahan utk Diolah, Dirakit,
atau Dipasang pd Barang Lain dgn Tujuan utk Diekspor

Ketentuan:
 Atas Impor Barang dan Bahan utk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pd barang lain dgn tujuan utk
diekspor dpt diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM terutang tdk dipungut.
 Atas pengeluaran Bahan Baku dlm rangka subkontrak dan pemasukan kembali hasil pekerjaan
subkontrak ke Perusahaan, tdk dikenakan PPN atau PPN & PPnBM.
 Atas sisa proses produksi (waste/crap) yg dijual ke TLDDP dikenakan Pajak Dlm Rangka Impor yg
dihitung berdasarkan hrg jual dan wajib membuat FP serta memungut PPN atau PPN & PPnBM sesuai
ketentuan perpu di bidang perpajakan.
 Atas Bahan Baku dan Hasil Produksi yg tdk dilaporkan s.d. periode fasilitas, maka tdk diberikan
fasilitas dan dikenakan sanksi sesuai ketentuan perpu di bid perpajakan.

5. Proyek Pemerintah yg Sumber Dananya Berasal dari Bantuan LN berupa

Pinjaman/Hibah Dasar Hukum:


 Pasal 16B UU PPN
 PP 42 Thn 1995 stdtd PP 25 Thn 2001 ttg Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN, PPnBM, dan
PPh dlm Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yg Dibiayai dgn Hibah/Dana Pinjaman LN
 KMK-239/KMK.01/1996 stdd KMK-486/KMK.04/2000
 PMK-43/PMK.03/2007 (berlaku surut sejak 29 Apr 2005 s.d. 31 Mar 2009) ttg Perlakuan Perpajakan
atas Pelaksanaan Proyek Pemerintah utk Rehabilitasi & Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan
Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumut Paska Bencana Alam Gempa Bumi
dan Tsunami yg Dibiayai Hibah LN
SE terkait:
 SE-19/PJ.53/1996 ttg PPN & PPnBM dlm Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yg Dibiayai dgn
Hibah atau Dana Pinjaman LN
 SE bersama DJA, DJP, dan DJBC No. SE-64/A/71/0596, SE-32/PJ/1996, SE-19/BC/1996 tanggal 13
Mei 1996 perihal Pedoman Pelaksanaan KMK-239/KMK.01/1996

D‐18‐
6. PPN Tdk Dipungut atas Sebagian impor BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk

Dasar Hukum:
 KMK-231/KMK.03/2001 (berlaku sejak 30 Apr 2001) jo PMK-616/PMK.03/2004 (berlaku sejak 1
Jan 2005) jo PMK-27/PMK.011/2012 (berlaku sejak 8 Feb 2012) jo PMK- 70/PMK.011/2013
(berlaku sejak 2 Apr 2013) ttg Perlakuan PPN & PPnBM atas impor BKP yg dibebaskan dari
pungutan bea masuk

Definisi:
BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
berdasarkan ketentuan perpu pabean. (Pasal 1 ayat (1) PMK-27/PMK.011/2012)

Perlakuan PPN & PPnBM atas Impor BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk:
a. Atas impor BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut PPN atau PPN & PPnBM
berdasarkan ketentuan perpu perpajakan yg berlaku kecuali atas impor sebagian BKP yg
dibebaskan dari pungutan Bea Masuk. (Pasal 2 ayat (1) & (2) PMK- 27/PMK.011/2012)
b. Sebagian impor BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan mendapatkan
fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk dipungut: (Pasal 2 ayat (3) PMK-70/PMK.011/2013)
1. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yg bertugas di Indonesia berdasarkan asas
timbal balik
2. Barang utk keperluan badan internasional yg diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia
beserta pejabatnya yg bertugas di Indonesia dan tdk memegang paspor Indonesia
3. Barang kiriman hadiah utk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan
4. Barang utk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yg terbuka utk
umum
5. Barang utk keperluan penelitian & pengembangan ilmu pengetahuan
6. Barang utk keperluan khusus kaum tunanetra & penyandang cacat lainnya
7. Peti atau kemasan lain yg berisi jenazah atau abu jenazah
8. Barang pindahan TKI yg bekerja di LN, mahasiswa yg belajar di LN, PNS, anggota TNI, atau
anggota Kepolisian RI yg bertugas di LN sekurang-kurangnya selama 1 thn, sepanjang barang tsb
tdk utk diperdagangkan & mendapat rekomendasi dari Perwakilan RI setempat
9. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas jml tertentu sesuai dgn ketentuan perundang-undangan Pabea;
10. Barang yg diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemda yg ditujukan utk kepentingan umum
11. Perlengkapan militer termasuk suku cadang yg diperuntukkan bagi keperluan pertahanan &
keamanan Negara
12. Barang impor sementara
13. Barang yg dipergunakan utk kegiatan usaha eksplorasi hulu migas serta panas bumi
 Sepanjang memenuhi ketentuan sbb: (Pasal 2 ayat (4) PMK-27/PMK.011/2012)
 Barang tsb blm dpt diproduksi DN;
 Barang tsb sdh diproduksi DN, namun blm memenuhi spesifikasi yg dibutuhkan; atau
 Barang tsb sdh diproduksi DN, namun jumlahnya blm mencukupi kebutuhan industri.
 WP hrs mengajukan permohonan kpda Dirjen Bea dan Cukai bersamaan dgn permohonan utk
memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, dgn dilampiri Rencana Impor Barang (RIB) yg
tlh disetujui dan ditandasahkan oleh Dirjen Minyak dan Gas Bumi atau Dirjen Energi Baru,
Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, yg tata caranya mengikuti
Ketentuan Perundang-undangan Pabean. (Pasal 2 ayat (5) PMK-27/PMK.011/2012)
14. Barang yg dipergunakan utk kegiatan usaha eksploitasi hulu migas (baru mendapat fasilitas PPN
atau PPN & PPnBM Tdk dipungut sejak 2 Apr 2013)

D‐18‐
 Juga mendapatkan pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 impor dgn tanpa SKB, Tata
cara dan pelaksanaan pemungutan PPN & PPnBM sepenuhnya dilaksanakan oleh Dirjen Bea
dan Cukai. (Pasal 3 KMK-231/KMK.03/2001)

Dlm Hal BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk Digunakan Tdk Sesuai dgn
Tujuan Semula/ Dipindahtangankan: (Pasal 4 KMK-231/KMK.03/2001)
 Apabila dlm jangka waktu 5 thn sejak impor, BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
digunakan tdk sesuai dgn tujuan semula atau dipindahtangankan kpd pihak lain, baik sebagian atau
seluruhnya, maka PPN & PPnBM yg seharusnya terutang hrs disetor ke kas negara oleh OP/Badan
yg melakukan importasi.
 PPN yg seharusnya terutang ini hrs disetorkan ke kas negara dlm jangka waktu 1 bulan sejak BKP
tsb dipindahtangankan atau digunakan tdk sesuai dgn tujuan semula, dgn ditambah sanksi
administrasi berupa bunga seb 2% sebulan utk selama-lamanya 24 bln, dihitung mulai saat impor
sampai dgn dilakukannya penyetoran.
 Kpd OP/Badan yg tdk memenuhi kewajiban ini, Dirjen Pajak dpt menerbitkan SKPKB seb PPN yg
dibebaskan ditambah sanksi administrasi berupa bunga seb 2% sebulan utk selama-lamanya 24 bln,
dihitung mulai saat impor s.d. diterbitkannya SKPKB.

C. FASILITAS PPnBM

Dasar Hukum:
 Pasal 5, 8, dan 10 UU PPN
 PMK-64/PMK.011/2014 ttg Jenis Kendaraan Bermotor yg Dikenai PPnBM dan Tata cara pemberian
pembebsan dari pengenaan PPnBM → mencabut KMK-355/KMK.03/2003
 KEP-229/PJ/2003 ttg Tatacara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian PPnBM
atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor

1. SKB PPnBM atas Kendaraan Bermotor

Tata Cara Pengajuan SKB: (Pasal 3 KEP-229/PJ/2003)


a. Pihak yg mengajukan SKB PPnBM:
1) OP atau Badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan:
 kendaraan ambulan
 kendaraan jenazah
 kendaraan pemadam kebakaran
 kendaraan tahanan
2) Pengusaha Angkutan Umum
3) Sekretariat Negara
4) TNI/ POLRI
b. Permohonan SKB PPnBM menggunakan permohonan (form di Lamp III KEP- 229/PJ/2003)
c. Permohonan hrs dilengkapi dgn dokumen-dokumen yg diperlukan:
 Utk Pembebasan PPnBM atas impor/penyerahan kendaraan ambulan, kendaraan jenazah,
kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum → ada di
Lamp I huruf B KEP-229/PJ/2003
 Utk Pembebasan PPnBM atas impor/penyerahan kendaraan protokoler kenegaraan, kendaraan
dinas atau kendaraan patroli TNI/ POLRI → ada di Lamp I huruf C KEP- 229/PJ/2003
d. Permohonan diajukan kpd Dirjen Pajak c.q Kepala KPP tempat pemohon terdaftar
e. Permohonan dpt ditindaklanjuti dgn syarat OP/Badan yg mengajukan SKB PPnBM tdk mempunyai
tunggakan hutang pajak yg tlh jatuh tempo, kecuali yg tlh mendapat izin utk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak
f. Jangka Waktu penyelesaian SKB PPnBM adalah 10 hari kerja stl surat permohonan diterima
lengkap.

2. Pengembalian PPnBM atas Kendaraan Bermotor

D‐18‐
Tata Cara Pengajuan Pengembalian PPnBM utk Golongan Kendaraan Bermotor: (Pasal 4
KEP-229/PJ/2003)
Jika PPnBM atas impor atau perolehan Kendaraan Bermotor yg dibebaskan PPnBM sdh
dibayar/dipungut, maka dpt dimohonkan pengembalian PPnBM.
Cara Pengajuan:
a. Pihak yg dpt mengajukan permohonan pengembalian atas PPnBM yg tlh dibayar/dipungut:
1) OP atau Badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan:
 kendaraan ambulan
 kendaraan jenazah
 kendaraan pemadam kebakaran
 kendaraan tahanan
2) Pengusaha Angkutan Umum
3) Sekretariat Negara
4) TNI/ POLRI
5) Importir, distributor, dealer, agen, penyalur, showroom, atau pihak lainnya yg melakukan
penyerahan Kendaraan Bermotor yg dibebaskan PPnBM dpt mengajukan pengembalian PPnBM
yg tlh dibayar/dipungut, jika:
 OP atau Badan yg menerima penyerahan kendaraan bermotor tlh memiliki SKB PPnBM;
 PPnBM yg tlh dipungut tlh disetor ke kas negara
b. Permohonan hrs dilengkapi dgn dokumen-dokumen:
 Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan ambulan,
kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan → ada di Lamp II huruf B
KEP-229/PJ/2003
 Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan angkutan
umum oleh pengusaha angkutan umum → ada di dlm Lamp II huruf C KEP- 229/PJ/2003
 Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan
protokoler kenegaraan oleh sekretariat negara atau kendaraan dinas atau kendaraan patroli TNI/
POLRI →→ ada di Lamp II huruf D KEP-229/PJ/2003
 Utk pengembalian PPnBM oleh Importir/ Distributor/ Dealer/ Agen/ Penyalur/ Showroom
→ ada di Lamp II huruf E KEP-229/PJ/2003
c. Pengajuan permohonan pengembalian PPnBM hrs dilakukan paling lambat 12 bulan stl bulan
terjadinya impor (tanggal PIB) atau penyerahan kendaraan bermotor (tanggal pd Bukti
Tanda Terima penyerahan Kendaraan Bermotor).
d. Permohonan pengembalian PPnBM diajukan kpd Dirjen Pajak c.q Kepala KPP tempat pemohon
terdaftar.
e. Atas permohonan pengembalian PPnBM ini, SKP hrs diterbitkan paling lambat 2 bulan sejak tanggal
diterimanya permohonan scr lengkap.

Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan SKB PPN dan PPnBM:


a. SKB atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu dan/atau Penyerahan JKP Tertentu,
WP Organisasi Internasional dan atas Penyerahan BKP Tertentu kpd WP Perwakilan
Negara Asing/Badan Internasional serta pejabat/tenaga ahlinya
Paling lama 5 hari kerja stl surat permohonan diterima dgn lengkap (Pasal 13 KMK-
370/KMK.03/2003)
b. SKB atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yg Bersifat Strategis
Paling lama 5 hari kerja stl surat permohonan diterima dgn lengkap (Pasal 5 KMK- 155/KMK.03/2001
stdtd PMK-31/PMK.03/2008)
c. SKB PPnBM atas Impor atau Penyerahan Kendaraan Bermotor
Paling lama 10 hari kerja stl surat permohonan diterima dgn lengkap (Pasal 3 ayat (5) KEP-
229/PJ/2003)

D‐18‐
BAGIAN E

BEA

METERAI
POIN UU BEA METERAI

Pasal Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1 Pengertian-pengertian
BAB II OBJEK, TARIF, DAN YG TERHUTANG BEA METERAI
2 Objek Bea Meterai
3 Tarif Bea Meterai
4 Tidak Dikenakan bea Meterai
5 Saat terhutang Bea Meterai
6 Pihak yg terhutang Bea Meterai
BAB III BENDA METERAI, PENGGUNAAN, DAN CARA PELUNASANNYA
7 Benda Meterai
8 Denda atas Dokumen yg Bea Materainya yg Tdk atau Kurang Dilunasi
9 Dokumen yg dibuat di LN
10 Pemeteraian-kemudian
BAB IV KETENTUAN KHUSUS
11 Hal yg Tdk Dibenarkan Dilakukan Pejabat pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum
lainnya
12 Daluarsa kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yg terhutang
BAB V KETENTUAN PIDANA
13 Ketentuan yg Dikenakan Pidana
14 Tindak Pidana berupa Menggunakan Cara Lain Tanpa Izin
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
16 Perlakuan thd dokumen sbl berlaku UU ini
17 Peraturan pelaksanaan di bidang perpajakan yg lama tetap berlaku s.d. tanggal 31 Des 1988 sepanjang
tdk bertentangan
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
17 Pelaksaanaan UU Bea Meterai diatur dgn Peraturan Pemerintah
18 Saat Pemberlakuan UU Bea Meterai

E‐
BEA METERAI

Dasar Hukum:
 UU Bea Meterai
 PP 24 Thn 2000 (berlaku sejak 1 Mei 2000) ttg Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas
Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai
 PMK-65/PMK.03/2014 (mulai berlaku tanggal 17 Agust 2014) ttg Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda
Meterai → mencabut PMK-55/PMK.03/2009 (mulai berlaku tanggal 1 Juli 2009)
 KMK-133b/KMK.04/2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Pelunasan Bea Meterai Dgn
Menggunakan Cara Lain
 PMK-70/PMK.03/2014 (mulai berlaku tanggal 25 Apr 2014) ttg Tata Cara Pemeteraian Kemudian →
mencabut KMK-476/KMK.03/2002 (mulai berlaku tanggal 19 Nov 2002)
 KEP-122c/PJ/2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn
Membubuhkan Tanda bea Meterai Lunas dgn Teknologi Percetakan
 KEP-122d/PJ./2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn
Membubuhkan Tanda bea Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi
 PER-17/PJ/2008 (mulai berlaku tanggal 29 Apr 2008) ttg Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital
 PER-66/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn Membubuhkan Tanda
Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital
SE dan surat terkait:
 SE-05/PJ.5/2001 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi
 SE-07/PJ.05/2001 jo SE-63/PJ/2008 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai
 SE-03/PJ.53/2006 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Teknologi Percetakan
 SE-152/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) ttg Penyampaian PER-66/PJ/2010
 S-856/PJ.02/2013 ttg Penegasan atas Pemberian dan Penggunaan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai
Lunas dengan Sistem Komputerisasi

Definisi & Istilah:


 Dokumen: Kertas yg berisikan tulisan yg mengandung arti dan maksud ttg perbuatan, keadaan atau
kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yg berkepentingan.
 Benda Meterai: Meterai tempel dan kertas meterai yg dikeluarkan oleh Pemerintah RI.
 Tandatangan: Tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap
tandatangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sbg pengganti tandatangan.
 Pemeteraian Kemudian: Suatu cara pelunasan Bea Meterai yg dilakukan oleh Pejabat Pos atas
permintaan pemegang dokumen yg Bea Meterai-nya blm dilunasi sebagaimana mestinya.
 Pejabat Pos: Pejabat PT. Pos Indonesia (Persero) yg diserahi tugas melayani permintaan Pemeteraian
Kemudian.

Objek, Tarif dan Cara Pelunasan Bea Meterai:


Dokumen Tarif Bea Meterai Cara Pelunasan
No. (Pasal 2 UU Bea Meterai) (PP 24 Thn 2000) Bea Meterai
1. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya Rp 6 ribu Benda Meterai dan
(antara lain surat kuasa, surat hibah, surat Mesin Teraan Meterai
pernyataan) yg dibuat dgn tujuan utk
digunakan sbg alat pembuktian mengenai
perbuatan,
kenyataan/keadaan yg bersifat
perdata
2. Akta-akta Notaris termasuk Rp 6 ribu Benda Meterai dan
salinannya Mesin Teraan Meterai
3. Akta-akta yg dibuat PPAT termasuk Rp 6 ribu Benda Meterai dan
rangkapannya Mesin Teraan Meterai
4. Surat yg memuat sejumlah uang Berdasarkan batas hrg Benda Meterai, Mesin
a. Yg menyebutkan penerimaan nominal Teraan Meterai, dan

E‐
uang;  < Rp 250 ribu tdk Sistem Komputerisasi
b. Yg menyatakan pembukuan uang dikenakan Bea Meterai
atau penyimpanan uang dlm  > Rp 250 ribu s.d. Rp 1
rekening di bank; juta dikenakan Bea
c. Yg berisi pemberitahuan saldo Meterai Rp 3 ribu
rekening di bank; dan  > Rp 1 juta dikenakan
d. Yg berisi pengakuan bahwa utang Bea Meterai Rp 6 ribu
uang seluruhnya atau sebagian tlh
dilunasi atau diperhitungkan.
5. Surat berharga seperti wesel, Berdasarkan batas hrg Benda Meterai dan
promes, dan aksep nominal Mesin Teraan Meterai
 < Rp 250 ribu tdk
dikenakan Bea Meterai
 > Rp 250 ribu s.d. Rp 1
juta dikenakan Bea
Meterai Rp 3 ribu
 > Rp 1 juta dikenakan
Bea Meterai Rp 6 ribu
6. Cek dan bilyet giro Rp 3 ribu Benda Meterai, Mesin
Teraan Meterai, dan
Teknologi Percetakan
7. Efek dan sekumpulan efek dgn nama dan Berdasarkan batas hrg Benda Meterai, Mesin
dlm bentuk apapun nominal Teraan Meterai,
 < Rp 1 juta dikenakan danTeknologi
Bea Meterai Rp 3 ribu Percetakan
 > Rp 1 juta dikenakan
Bea Meterai Rp 6 ribu
8. Dokumen yg akan digunakan sbg alat Rp 6 ribu Benda Meterai dan
bukti di muka pengadilan meliputi: Mesin Teraan
a. Surat-surat biasa dan surat Meterai (melalui
kerumah-tanggaan Pemeteraian
b. Surat-surat yg semula tdk dikenakan Kemudian yg
bea meterai berdasarkan tujuannya, dilaksanakan oleh
jika digunakan utk tujuan lain atau kantor pos)
digunakan oleh orang lain, selain
dari maksud semula

Ket:
 Jika hrg nominal dinyatakan dlm mata uang asing, maka hrg nominal hrs dikalikan dgn Kurs MenKeu yg
berlaku pd saat dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf (d) & (e) PP 24 Thn 2000)
 Jika dokumen awalnya tdk terutang Bea Meterai, tetapi kemudian dokumen tsb digunakan utk alat
pembuktian di pengadilan, maka atas dokumen tsb hrs dilakukan Pemeteraian Kemudian.

Bukan Objek Bea Meterai:


1. Dokumen yg berupa:
a. Surat penyimpanan barang
b. Konosemen
c. Surat angkutan penumpang dan barang
d. Keterangan pemindahan yg dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dlm huruf a s.d. c
e. Bukti utk pengiriman dan penerimaan barang
f. Surat pengiriman barang utk dijual atas tanggungan pengirim
g. Surat-surat lainnya yg dpt disamakan dgn surat-surat sebagaimana dimaksud dlm huruf a s.d. f
2. Segala bentuk Ijazah
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yg ada kaitannya dgn
hubungan kerja serta surat-surat yg diserahkan utk mendapatkan pembayaran itu
4. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank

E‐
E‐
5. Kuitansi utk semua jenis pajak dan utk penerimaan lainnya yg dpt disamakan dgn itu dari Kas Negara, Kas
Pemerintahan Daerah dan bank
6. Tanda penerimaan uang yg dibuat utk keperluan intern organisasi
7. Dokumen yg menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kpd penabung oleh bank, koperasi, dan badan-
badan lainnya yg bergerak di bidang tsb
8. Surat gadai yg diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dgn nama dan dlm bentuk apapun

Subjek & Saat Terutang Bea Meterai:


1. Subjek Bea Meterai (Pasal 6 UU Bea Meterai dan penjelasan)
Bea Meterai terhutang oleh pihak yg menerima atau pihak yg mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak
atau pihak-pihak yg bersangkutan menentukan lain.
a. Dlm hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai terhutang oleh penerima kuitansi.
b. Dlm hal dokumen dibuat oleh 2 pihak atau lebih, misalnya surat perjanjian di bawah tangan, maka @ pihak
terhutang Bea Meterai atas dokumen yg diterimanya.
c. Jika surat perjanjian dibuat dgn Akta Notaris, maka Bea Meterai yg terhutang baik atas asli sahih yg
disimpan oleh Notaris maupun salinannya yg diperuntukkan pihak-pihak yg bersangkutan terhutang oleh
pihak-pihak yg mendapat manfaat dari dokumen tsb, yg dlm contoh ini adalah pihak-pihak yg mengadakan
perjanjian. Jika pihak atau pihak-pihak yg bersangkutan menentukan lain, maka Bea Meterai terhutang oleh
pihak atau pihak-pihak yg ditentukan dlm dokumen tsb.
2. Saat Terutang Bea Meterai (Pasal 5 UU Bea Meterai)
Saat terutang Bea Meterai akan menentukan besarnya tarif Bea Meterai yg berlaku dan juga berguna utk
menentukan daluarsa pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yg terutang. Saat terutang Bea Meterai
ditentukan oleh jenis dan di mana suatu dokumen dibuat.
a. Dokumen yg dibuat oleh 1 pihak, adalah pd saat dokumen itu diserahkan.
→ Yg dimaksud ‘saat dokumen itu diserahkan’ termasuk juga bahwa pd saat itu dokumen tsb diterima oleh
pihak utk siapa dokumen itu dibuat, bukan pd saat ditandatangani, misalnya kuintansi, cek, dan sebagainya.
b. Dokumen yg dibuat oleh lbh dari salah satu pihak, adalah pd saat selesainya dokumen dibuat, yg ditutup
dgn pembubuhan tanda tangan dari yg bersangkutan. Sbg contoh surat perjanjian jual beli, Bea Meterai
terhutang pd saat ditandatanganinya perjanjian tsb.
c. Dokumen yg dibuat di LN adalah pd saat digunakan di Indonesia.

Benda Meterai, Penggunaan, dan Cara Pelunasannya:


1. Bea Meterai atas dokumen dilunasi dgn cara:
a. Menggunakan benda meterai (Kertas Meterai, Meterai Tempel)
 Benda Meterai berupa Kertas Meterai masih dpt digunakan s.d. tanggal 31 Mar 2010
b. Menggunakan cara lain yg ditetapkan oleh MenKeu (Pelunasan Bea Meterai Dgn Membubuhkan Tanda Bea
Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan Meterai, Teknologi Percetakan, dan Sistem Komputerisasi)
2. Meterai tempel direkatkan seluruhnya dgn utuh dan tdk rusak di atas dokumen yg dikenakan Bea Meterai.
→ Meterai tempel yg tlh dicetak dgn desain berdasarkan PMK-55/PMK.03/2009, tetap berlaku dan masih dpt
dipergunakan s.d. tanggal 31 Mar 2015. (Pasal 3 PMK-65/PMK.03/2014)
Spesifikasi desain Meterai Tempel desain thn 2014:
No. Spesifikasi Nominal Rp 3 ribu Nominal Rp 6 ribu
1. Bentuk Segi 4 dgn ukuran 32 mm x 24 mm;
2. Cetakan dasar Raster image dgn teks "DJP", angka Raster image dgan teks "DJP",
"3000", dan logo Kementerian angka "6000", dan logo
Keuangan yg berwarna dominan Kementerian Keuangan yg
biru; berwarna dominan hijau;
3. Cetakan utama Teks nominal "3000" di pojok kiri Teks nominal "6000" di pojok
bawah dgn warna ungu; teks "TIGA kiri bawah dgn warna ungu; teks
RIBU RUPIAH" di bawah teks "ENAM RIBU RUPIAH" di
nominal "3000" dgn warna ungu; bawah teks nominal "6000"

E‐
motif roset blok dgn color shifting dgn warna ungu; motif roset
hijau ke biru di pojok kanan bawah; blok dgn color shifting
magenta ke hijau di pojok
kanan bawah;
Sifat dpt diraba; gambar Garuda lambang Negara RI di pojok kanan atas
dgn warna ungu; Teks "METERAI", "TEMPEL" di sebelah kiri Garuda
dgn warna ungu; Mikroteks "DITJEN PAJAK", di bawah teks "TEMPEL";
Teks "TGL" dan angka "20" di bawah mikroteks "DITJEN
PAJAK";
4. Nomor seri 17 digit berwarna hitam;
5. Hologram Hologram stripe dgn gambar Garuda Pancasila, Logo Kementerian
Keuangan, dan teks "PAJAK" berulang membentuk garis diagonal di
sebelah kiri;
6. Perforasi Bentuk bintang pd bagian tengah di sisi kiri, bentuk oval di sisi kanan dan
kiri, dan bentuk bulat di semua sisi meterai tempel.

No. Desain Thn 2009 Desain Thn 2014


1.

2.

3. Meterai tempel direkatkan di tempat di mana tandatangan akan dibubuhkan.


4. Pembubuhan tandatangan disertai dgn pencatuman tanggal, bulan, dan thn dilakukan dgn tinta atau yg sejenis
dgn itu, shg sebagian tandatangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.
5. Jika digunakan > 1 meterai tempel, tandatangan hrs dibubuhkan sebagian di atas semua m terai tempel dan
sebagian di atas kertas.
6. Kertas meterai yg sdh digunakan, tdk boleh digunakan lagi.
7. Jika isi dokumen yg dikenakan Bea Meterai terlalu panjang utk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yg
digunakan, maka utk bagian isi yg masih tertinggal dpt digunakan kertas tdk bermeterai.
8. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dlm angka 1 s.d. 7 tdk dipenuhi, dokumen yg bersangkutan dianggap
tdk bermeterai.

Tata Cara Pemeteraian Kemudian: (PMK-70/PMK.03/2014)


1. Pemeteraian Kemudian dilakukan atas:
a. Dokumen yg akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan;
b. Dokumen yg Bea Meterainya tdk atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya; dan/atau
c. Dokumen yg dibuat di LN yg akan digunakan di Indonesia.
2. Pelunasan Bea Meterai dgn Pemeteraian Kemudian dilakukan oleh pemegang Dokumen dgn menggunakan
meterai tempel atau SSP, serta hrs disahkan oleh Pejabat Pos. Sedangkan pelunasan

E‐
denda administrasi dilakukan dgn menggunakan SSP.
 Pelunasan Bea Meterai dgn SSP: KAP 411611, KJS 100
 Pelunasan denda administrasi atas Pemeteraian Kemudian: KAP 411611, KJS 512
 Pengesahan Dokumen oleh Pejabat Pos:

3. Penerbitan SKPKB atau STP


Dpt
No. Unit KPP Menerbitkan Dlm Hal
1. KPP tempat Pemilik SKPKB Menagih Bea Meterai yg tdk atau kurang dibayar
Dokumen terdaftar sbg ditambah denda administrasi seb 200%.
WP (KPP Pemilik STP Pemilik Dokumen tlh melunasi Bea Meterai yg tdk
Dokumen) atau kurang dilunasi namun blm melunasi denda
administrasi sebagaimana mestinya
2. KPP tempat Penerbit SKPKB a. Penerbit Dokumen tdk melaksanakan tanggung
Dokumen terdaftar sbg jawab atas pelunasan Bea Meterai.
WP (KPP Penerbit b. Penerbit Dokumen melakukan pemeteraian dgn cara
Dokumen) lain atas sejumlah dokumen yg melebihi
pembayaran Bea Meterai di muka (deposit).
Jml Bea Meterai yg ditetapkan dgn SKPKB adalah seb Bea
Meterai yg tdk atau kurang dilunasi ditambah
denda administrasi seb 200% dari bea Meterai yg tdk atau
kurang dibayar.
STP Penerbit Dokumen tlh melunasi Bea Meterai yg tdk atau
kurang dilunasi namun blm melunasi denda administrasi
sebagaimana mestinya
3. KPP tempat pihak yg SKPKB Pihak yg akan menggunakan Dokumen yg dibuat di LN di
akan menggunakan Indonesia tdk melakukan Pemeteraian Kemudian atas
Dokumen yg dibuat di Dokumen yg Bea Meterainya tdk atau kurang dilunasi,
LN di Indonesia atau jika Pemeteraian Kemudian dilakukan stl Dokumen
terdaftar sbg WP (KPP digunakan di Indonesia, maka
Pengguna Dokumen ditambah denda administrasi seb 200%.
LN) STP Penerbit Dokumen tlh melunasi Bea Meterai yg tdk atau
kurang dilunasi namun blm melunasi denda
administrasi sebagaimana mestinya

Pelunasan Bea Meterai dgn Cara Lain:

1. Bea Meterai dgn Mesin Teraan Meterai Digital


a. Ketentuan Penggunaan
1) WP mengajukan Surat Permohonan Izin scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar, dgn
melampirkan:
 Surat Keterangan Layak Pakai dari distributor Mesin Teraan Meterai Digital; dan
 Surat Pernyataan Kepemilikan Mesin Teraan Meterai Digital (menggunakan format dari
Lamp 1 PER-66/PJ/2010)
E‐
2) WP hrs membayar deposit seb Rp 15 juta atau kelipatannya dgn menggunakan SSP ke Kas
Negara → bukan mrp jml penyetoran yg terpecah-pecah dlm bbrp SSP
3) Stl meneliti permohonan pendaftaran dari WP, KPP menerbitkan izin penggunaan Mesin Teraan
Meterai dan memasukkan informasi mengenai identitas WP, dan identitas/nomor seri Mesin teraan
Digital ke dlm Aplikasi e-Meterai
Jika petugas KPP menemukan kesulitan dlm aplikasi e-meterai silakan menghubungi
021-52903824.
4) Petugas KPP mencetak Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai
Digital dari Aplikasi e-Meterai;
5) Kepala KPP wajib menerbitkan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan
Meterai Digital paling lambat 7 hari sejak surat permohonan diterima lengkap.
6) Stl membayar deposit Mesin Teraan Digital, WP akan memperoleh Kode Deposit paling lambat 3
hari sejak tanggal pembayaran deposit.
 MPN scr otomatis memberitahukan adanya pembayaran deposit kpd Aplikasi e-Meterai,
kemudian Aplikasi Kode Deposit stl mendapat informasi dari Aplikasi e-Meterai akan scr otomatis
mengirimkan Kode Deposit kpd WP melalui faksimile, e-mail, terminal data, atau cara lain paling
lambat 3 hari kerja sejak pembayaran dilakukan.
7) WP hrs memasukan Kode Deposit ke dlm Mesin Teraan Meterai Digital scr manual (entry lsg)
maupun cara lain sesuai spesifikasi Mesin Teraan Meterai Digital yg akan digunakan.
8) Jika terjadi kesalahan, prosedur pemasukan Kode Deposit yg mengakibatkan Mesin Teraan Meterai
Digital terkunci
 Hanya dpt dibuka kembali melalui prosedur Unlock (pembukaan) dlm Lamp 3 PER- 66/PJ/2010.
9) Masa berlaku Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital
tdk diatur.
10) Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital tanpa izin tertulis dari Dirjen Pajak dikenakan sanksi
pidana berdasarkan Pasal 14 UU Bea Meterai.
11) Bea Meterai yg kurang dilunasi krn kelebihan pemakaian, dikenakan denda administrasi seb
200% dari Bea Meterai yg kurang dibayar.
12) Ketentuan mengenai Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital diatur dlm PER- 17/PJ/2008.
b. Penyetoran Ulang Deposit
1) WP hrs menyetor ulang deposit apabila terjadi kesalahan:
 Melakukan penyetoran deposit namun tdk seb Rp 15 juta atau kelipatannya dlm 1 SSP sesuai
Pasal 4 ayat (2) PER-66/PJ/2010;
 Melakukan penyetoran deposit namun tdk menggunakan KAP sesuai Pasal 4 ayat (3) PER-
66/PJ/2010;
 Melakukan penyetoran deposit namun tdk menggunakan KJS sesuai Pasal 4 ayat (4)
PER-66/PJ/2010; atau
 Identitas WP pd SSP yg berbeda dgn identitas WP pd Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea
Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan Meterai Digital.
Akibat dari kesalahan tsb di atas, setoran yg dilakukan tdk dpt membangkitkan Kode Deposit.
2) WP dpt melakukan Pbk utk memperhitungkan kelebihan deposit akibat kesalahan tsb dgn cara: Pbk
hanya dpt dilakukan ke KAP dan KJS selain KAP 411611 dan KJS 2xx utk penyetoran deposit
Mesin Teraan Meterai Digital.
c. Pencabutan Pembetulan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai dgn Mesin Teraan Digital
1) Penyebab Pencabutan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai
Digital:
 Mesin Teraan Meterai Digital mengalami kerusakan shg tdk dpt digunakan lagi. Hal ini
dibuktikan dgn Surat Pernyataan dari Distributor Mesin Teraan Meterai Digital.
 WP mengajukan pencabutan izin pembubuhan. Misal:
 WP sdh tdk lagi melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan
Meterai Digital, atau
 WP pindah domisili shg tdk lagi terdaftar di KPP sebagaimana ditetapkan dlm

E‐
Surat Izin Pembubuhan
 KPP menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tdk sesuai dgn izin pembubuhan
tanda Bea Meterai lunas.
2) Dlm hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan
Meterai Digital dikarenakan Mesin Teraan Meterai Digital mengalami kerusakan atau WP
mengajukan pencabutan izin pembubuhan, atas saldo deposit yg tersisa dpt dilakukan Pbk.
 Pbk hanya dpt dilakukan ke KAP dan KJS selain KAP 411611 dan KJS 2xx utk penyetoran
deposit Mesin Teraan Meterai Digital. Prosedur Pbk atas saldo deposit Mesin Teraan Meterai Digital
ditetapkan dlm Lamp 5 PER-66/PJ/2010.
 Dlm hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin
Teraan Meterai Digital dikarenakan KPP menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tdk
sesuai dgn izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas, atas saldo deposit masih tersisa tdk dpt
dilakukan Pbk.
3) Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Digital dlm hal
KPP menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tdk sesuai dgn izin pembubuhan tanda
Bea Meterai lunas dilakukan scr jabatan oleh KPP tempat Surat Izin Pembubuhan diterbitkan.
d. Pembetulan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai dgn Mesin Teraan Digital
1) Pembetulan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan Meterai Digital
dikarenakan terdapat kesalahan data akibat salah tulis atau salah input ke dlm Aplikasi e- Meterai,
shg Surat Izin Pembubuhan yg dicetak berbeda dgn yg seharusnya.
2) Prosedur Pencabutan atau Pembetulan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin
Teraan Dgital ditetapkan dlm Lamp 4 PER-66/PJ/2010.
e. Bentuk Teraan Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital
 Paling sedikit memiliki unsur-unsur:
 logo dan tulisan ‘Direktorat Jenderal Pajak’;
 logo dan/atau tulisan ‘Wajib Pajak pelaksana pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan
Mesin Teraan Meterai Digital’;
 tulisan ‘METERAI TERAAN’;
 tulisan nominal tarif Bea Meterai;
 tulisan tanggal, bulan, dan thn dilaksanakannya pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dgn
Mesin Teraan Meterai Digital;
 nomor mesin; dan
 kode unik.
 Warna Teraan Bea Meterai lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital adalah warna merah
f. Mesin Teraan Meterai Manual
Mesin Teraan Meterai Manual hanya bisa digunakan s.d. tanggal 28 Apr 2010. Jika stl tanggal 28 Apr
2010, masih ada sisa saldo deposit pd Mesin Teraan Meterai Manual, maka sisa saldo deposit dpt
dialihkan ke setoran jenis pajak yg lain dgn cara Pbk. Tetapi sisa Saldo Deposit Mesin Teraan Meterai
Manual tdk dpt dialihkan utk pengisian deposit tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai
Manual, Teknologi Percetakan, Sistem Komputerisasi.
Peraturan yg mengatur ttg Mesin Teraan Meterai Manual ada di KEP-122b/PJ/2000 dan
SE-07/PJ.05/2001.

2. Bea Meterai dgn Teknologi Percetakan


a. Ketentuan Penggunaan
1) Bea Meterai dgn Teknologi Percetakan hanya diperkenankan utk dokumen berbentuk cek, bilyet
giro, dan efek dgn nama dan dlm bentuk apapun.
2) WP mengajukan permohonan scr tertulis kpd Dirjen Pajak dgn mencantumkan:
 Jenis dokumen yg akan dilunasi Bea Meterai; dan
 Jml Bea Meterai yg tlh dibayar.
3) WP hrs membayar Bea Meterai di muka seb jml dokumen yg hrs dilunasi Bea Meterai dgn
menggunakan SSP (KAP 411611, KJS 100)
4) WP yg mendapat izin utk melaksanakan pembubuhan Bea Meterai Lunas dgn Teknologi
Percetakan:

E‐
 Perum Peruri
 Perusahaan percetakan sekuriti yg mendapat izin Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu
(Botasupal) dan ditunjuk BI utk mencetak warkat baku otomasi kliring, yaitu PT Wahyu Abadi,
PT Graficindo Megah Utama, PT Swadarhama Eragrafindo Sarana, PT Jasuindo Tiga Perkasa,
PT Sandipala Arthaputra, PT Aria Multi Graphia, PT Cicero Indonesia, PT Royal Standard, dan
PT Stacopa Raya
5) Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari sejak surat permohonan diterima lengkap.
6) WP yg mendapatkan izin pelunasan Bea Meterai dgn cara Teknologi Percetakan menyampaikan
laporan bulanan kpd Dirjen Pajak paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Jika laporan bulanan
disampaikan melewati batas waktu yg tlh ditentukan dikenakan sanksi pencabutan izin. (Pasal 7
KEP-122 c/PJ/2000)
7) WP yg melakukan pelunasan Bea Meterai dgn teknologi percetakan tanpa izin tertulis dari Dirjen
Pajak dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 7 thn. (Pasal 14 UU Bea Meterai).
b. Pengalihan Bea Meterai atas Cek & Bilyet Giro
 Bea Meterai yg tertera pd cek, bilyet giro dan efek yg blm dipergunakan dpt dialihkan utk pengisian
deposit mesin teraan meterai, pembubuhan Bea Meterai dgn tekonologi percetakan atau dgn sistem
komputerisasi. Jika ingin melakukan pengalihan hrs mengajukan permohonan scr tertulis kpd Dirjen
Pajak dgn ketentuan:
 Mencantumkan alasan, jml Bea Meterai yang dialihkan dan tujuan penglihan Bea Meterai
 Menyerahkan fisik cek & bilyet giro (asli) utk pengujian nomor seri cek & bilyet giro yg
tercantum dlm surat permohonan.
 Menyerahkan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas.
 Mekanisme penyelesaian oleh KPP:
 Meneliti surat permohonan yg diajukan utk memastikan alasan dan jml Bea Meterai yg
dialihkan serta tujuan pengalihannya.
 Melakukan penelitian fisik atas cek & bilyet giro yg Bea Meterainya akan dialihkan dan hasil
penelitian tsb dicantumkan dlm BA.
 Memusnahkan cek & bilyet giro yg Bea Meterainya dialihkan dgn cara dirajang atau dibakar yg
pelaksanaannya dpt dilakukan dgn bantuan perusahaan percetakan dan kegiatan tsb dibuatkan
BA.
 Menerbitkan surat izin pengalihan Bea Meterai atas cek & bilyet giro dan dilampiri BA
penelitian dan pemusnahan cek & bilyet giro.
 Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari stl penelitian dan pemusnahan cek & bilyet giro
dilaksanakan.

3. Bea Meterai dgn Sistem Komputerisasi


a. Ketentuan Penggunaan
1) Hanya diperkenankan utk dokumen yg berbentuk surat yg memuat jml uang sebagaimana dimaksud
Pasal 1 huruf d PP 24 Thn 2000 dgn jml rata-rata pemeteraian setiap hari minimal sebanyak
100 dokumen.
2) WP hrs mengajukan permohonan izin scr tertulis kpd Dirjen Pajak dgn mencantumkan jenis
dokumen dan perkiraan jml rata-rata dokumen yg akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.
3) WP hrs melakukan pembayaran Bea Meterai di muka minimal seb perkiraan jml dokumen yg hrs
dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dgn menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Presepsi.
4) Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari sejak surat permohonan diterima lengkap.
5) WP yg mendapatkan izin pelunasan Bea Meterai dgn cara Sistem Komputerisasi hrs menyampaikan
laporan bulanan ttg realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai kpd Dirjen Pajak paling lambat
tanggal 15 setiap bulan.
6) Izin pelunasan Bea Meterai dgn cara Sistem Komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yg tlh
dibayar pd saat mengajukan izin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 bulan berikutnya.
7) WP yg mempunyai saldo Bea Meterai kurang dari estimasi kebutuhan 1 bulan, hrs mengajukan
permohonan izin baru dgn terlebih dahulu melakukan pembayaran Bea

E‐
Meterai di muka minimal seb kekurangan yg hrs dipenuhi utk mencukupi kebutuhan 1 bulan.

b.Bentuk Tanda Bea Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi

E‐
BAGIAN F

KAPITA

SELEKTA
KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA

Dasar Hukum:
 Pasal 3 angka 3c UU KUP
 Pasal 8 UU Keuangan Negara
 Pasal 34 PP 58 Thn 2005
 PP 74 Thn 2011
 Pasal 60 Keppres 42 Thn 2002
 Perpres 53 Thn 2010
 Permendagri 13 Thn 2006
 KMK-563/KMK.03/2003 ttg Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan KPKN utk Memungut, Menyetor,
dan Melaporkan PPN dan PPnBM Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya
 PMK-154/PMK.03/2010 jo PMK-224_PMK.011_2012 jo PMK-146_PMK.011_2013 jo 175/PMK.
011/2013 ttg Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dgn Pembayaran atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain
 PMK-64/PMK.05/2013 ttg Mekanisme Pengawasan thd Pemotongan/pemungutan dan Penyetoran Pajak yg
Dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD /Kuasa BUD → Utk Bendahara Daerah
 PER-08/PJ/2014

Definisi:
 Bendaharawan Pemerintah: Bendaharawan atau Pejabat yg melakukan pembayaran yg dananya berasal dari
APBN atau APBD, yg terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau
Kota.
 PKP Rekanan Pemerintah adalah PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kpd Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN.
(Pasal 1 KMK-563/KMK.03/2003)

1. Kewajiban dan Jatuh Tempo Penyetoran & Pelaporan


No. Jenis SPT Jatuh Tempo Pembayaran Jatuh Tempo Pelaporan
1. PPh Pasal 21/26 Paling lama tanggal 10 bulan Paling lama 20 hari stl Masa
berikutnya stl Masa Pajak berakhir Pajak berakhir
2. PPh Pasal 22 Disetor pd hari yg sama dgn Paling lama 14 hari stl Masa
pelaksanaan pembayaran Pajak berakhir
3. PPh Pasal 23/26 Paling lama tanggal 10 bulan Paling lama 20 hari stl Masa
berikutnya stl Masa Pajak berakhir Pajak berakhir
4. PPh Pasal 4 ayat Paling lama tanggal 10 bulan Paling lama 20 hari stl Masa
(2) Final berikutnya stl Masa Pajak berakhir Pajak berakhir
5. PPN/PPnBM a. Utk bendahara pengeluaran sbg a. Paling lama akhir bulan
Pemungut PPN, paling lama berikutnya stl Masa Pajak
tanggal 7 bulan berikutnya stl berakhir
Masa Pajak berakhir
b. Utk Pejabat Penandatangan SPM b. Paling lama akhir bulan
sbg Pemungut PPN, hrs disetor berikutnya stl Masa Pajak
pd hari yg sama dgn pelaksanaan berakhir
pembayaran kpd PKP Rekanan
Pemerintah
melalui KPPN

PPh Pasal 21& PPN wajib dilaporkan setiap bulan/masa pajak meskipun pd bulan/masa pajak
tsb tdk terdapat pemotongan atau pemungutan.

PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Pasal 4 ayat 2 hanya wajib dilaporkan apabila pd bulan/masa
pajak tsb terdapat pemotongan atau pemungutan.

F‐
2. Sanksi Administrasi
Jenis Sanksi Keterangan
Denda Keterlambatan PPN Rp 500 ribu Per SPT
Penyampaian SPT Masa PPh Rp 100 ribu Per SPT
Bunga Keterlambatan PPh & 2% Per bulan dari jml pajak
Pembayaran Pajak PPN terutang
(Masa & Tahunan)

3. Pengenaan tarif lbh tinggi apabila penerima penghasilan tdk memiliki NPWP:
a. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 yg bersifat tdk final, tarif yg
dikenakan 20% lbh tinggi.
b. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemungutan PPh Pasal 22, tarif yg dikenakan 100%
lbh tinggi.
c. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23, tarif yg dikenakan 100%
lbh tinggi.

4. Batasan transaksi pengadaan barang yg hrs dipungut PPh Pasal 22


Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22:
a. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak (bendahara) yg jumlahnya paling banyak
Rp 2 juta dan tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah.
b. Pembayaran utk pembelian BBM, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos.
c. Pembayaran utk pembelian barang sehubungan dgn penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS).
d. Pembayaran yg diterima krn penyerahan sehubungan dgn pekerjaan yg dilakukan dlm rangka
pelaksanaan proyek Pemerintah yg dibiayai dgn hibah LN.

5. Batasan transaksi pengadaan barang & jasa yg hrs dipungut dan disetor sendiri PPN dan
PPnBM-nya
Bendahara tdk perlu memungut PPN & PPnBM thd:
a. Pembayaran utk penyerahan barang atau jasa yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta & tdk mrp
pembayaran yg terpecah-pecah.
b. Pembayaran utk pembebasan tanah.
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yg mnr perpu yg berlaku, mendapat fasilitas PPN tdk
dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
d. Pembayaran atas penyerahan BBM & bukan BBM oleh Pertamina.
e. Pembayaran atas rekening telepon.
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
g. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang atau jasa yg mnr ketentuan perpu yg berlaku tdk dikenakan
PPN.

6. SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN (Formulir 1107 PUT)


Yg Mengisi & Membuat SPT Jml Rangkap Pembuatan
Bendaharawan Pemerintah Lembar ke-1: utk KPP
Lembar ke-2: utk Penerbit SPM
Lembar ke-3: utk Bendaharawan Pemerintah
Selain Bendaharawan Lembar ke-1: utk KPP
Pemerintah Lembar ke-2: utk arsip Pemungut PPN selain Bendaharawan
Pemerintah

7. Bendahara sbg Pemungut PPN melakukan validasi FP yg diterbitkan oleh rekanan.

8. Bendahara sbg Pemotong atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti
pemungutan kpd OP atau badan yg dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan pemotongan atau
pemungutan.

9. Bendahara sbg Pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan PNS di satuan kerjanya, memberikan tanda bukti
pemotongan paling lama 1 bln stl thn kalender berakhir.

F‐
10. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dgn hari libur termasuk hari Sabtu
atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dpt dilakukan pd hari kerja berikutnya.

11. Pembayaran & penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank yg ditunjuk oleh MenKeu dgn
menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yg disamakan dgn SSP. Utk Kode Akun Pajak (KAP) dan
Kode Jenis Setoran (KJS) yg hrs diisi dlm SSP tsb dpt dilihat pd Bagian B-07 Kode Terkait Perpajakan
atau di Lamp II PER-38/PJ/2009 stdtd PER-24/PJ/2013.

12. Dlm hal pencairan anggaran dgn mekanisme Lsg (LS) bukan mekanisme Uang Persediaan (UP) maka
pemindahbukuan pajak yg dilakukan oleh KPPN mrp pembayaran & penyetoran pajak yg terutang, namun
SSP tetap dipersiapkan oleh bendahara yg bersangkutan.

13. SSP atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila tlh divalidasi dgn Nomor Transaksi Penerimaan Pajak
(NTPN).

Ruang Lingkup Pengawasan Pemotongan/pemungutan dan Penyetoran pajak yg Dilakukan oleh


Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD:
a. Penyampaian informasi ttg APBD per SKPD per jenis belanja oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
(DJPK) dlm rangka perhitungan potensi penerimaan pajak atas Belanja Daerah;
b. Penerimaan dan penatausahaan Daftar Transaksi Harian (DTH) dan Rekapitulasi Transaksi Harian (RTH) yg
disampaikan oleh Bendahara SKPD/Kuasa BUD;
c. Pelaksanaan konfirmasi surat setoran penerimaan pajak atas hasil pemotongan/pemungutan dan penyetoran
pajak oleh Bendahara SKPD /Kuasa BUD yg dilampirkan dlm RTH melalui sistem Modul Penerirnaan Negara
(MPN) maupun konfirmasi surat setoran penerimaan negara kpd KPPN;
d. Pelaksanaan pengujian kebenaran perhitungan/penyetoran pajak oleh Bendahara SKPD/Kuasa BUD berdasarkan
hasil perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah, penyampaian DTH dan/atau RTH, serta pelaksanaan
konfirmasi setoran penerimaan pajak;
e. Pelaksanaan konfirmasi kebenaran perhitungan/penyetoran pajak atas realisasi belanja APBD kpd Bendahara
SKPD/Kuasa BUD dlm hal terdapat ketidaksesuaian pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran pajak
berdasarkan hasil pengujian kebenaran perhitungan/penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dlm huruf d;
f. Pemeriksaan dan/atau verifikasi thd pelaksanaan pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak atas realisasi
belanja APBD apabila dlm hal hasil pengujian kebenaran/konfirmasi kebenaran sebagaimana dimaksud dlm
huruf d & e masih terdapat selisih kurang pajak yg blm dipotong/dipungut dan/atau disetor oleh Bendahara
SKPD/Kuasa BUD;
g. Pengawasan penyetoran pajak terutang atas skp yg diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf f; dan
h. Pengenaan sanksi administrasi sesuai dg ketentuan perpu kpd Bendahara SKPD/Kuasa BUD yg tdk melakukan
penyetoran kewajiban pajak terutang beserta sanksinya.

F‐
REIMBURSABLE ITEMS

Transaksi reimbursable items (pembayaran penggantian biaya) mrp pengeluaran-pengeluaran yg sdh ditalangi oleh
pihak lain kemudian dimintakan penggantian ke perusahaan. Transaksi ini umumnya dilakukan utk transaksi yg
melibatkan minimal 3 pihak sekaligus. Misalnya reimbursement biaya pengobatan, reimbursement biaya
transportaasi dsb. Semestinya transaksi reimbursement hanyalah mrp transaksi hutang piutang antara pihak-pihak
yg terkait. Oleh krn itu transaksi reimbursement hrs didukung dgn klausul perpajakan yg jelas dlm kontrak serta
metode pencatatan yg benar.

Scr fiskal transaksi reimbursement dituntut senantiasa konsisten antara substansi, ketentuan formal dlm kontrak,
pencatatan/pembukuannya dan dokumentasinya. Oleh krn itu transaksi reimbursement hrs memenuhi bbrp syarat
berikut:
 Tdk boleh ada mark up / mark down
 Bukti asli hrs diserahkan kpd penanggung beban pengeluaran.
 Bukti dibuat a.n. penanggung beban / a.n. pihak yg membayarkan terlebih dahulu qq penanggung beban
 Ketentuan reimbursement diatur di dlm kontrak perjanjian

Persyaratan di atas memang tdk diatur scr tegas dlm ketentuan perpajakan yg ada, namun syarat tsb mrp konsekuensi
logis dari reimbursement yg notabene hanya mrp pengeluaran terlebih dahulu.

Sumber:
Modul Tax Planning, Indonesia Tax Review-FORMASI, SEMAR Publishing

SE terkait:
 SE-53/PJ/2009 ttg Jml Bruto Sebagaimana Dimaksud dlm Pasal 23 ayat (1) huruf C angka 2 UU PPh
 SE-33/PJ/2013 ttg Perlakuan PPN atas Penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding)
yg di dlm Tagihannya terdapat Biaya Transportasi (Freight Charges)

F‐
TRANSAKSI SWAP & FORWARD

1. Transaksi Swap
 Swap adalah transaksi pertukaran 2 valas melalui pembelian tunai dgn penjualan kembali scr berjangka,
atau penjualan tunai dgn pembelian kembali scr berjangka. Tujuannya adalah utk mendapatkan kepastian
kurs (kurs bersifat tetap selama kontrak), shg dpt menghindari keugian selisih kurs.
 Menurut ketentuan fiskal, Swap menghasilkan keuntungan/kerugian bagi WP pd saat terjadinya realisasi
pembayaran (jatuh tempo).
Contoh :
Pd tanggal 1 Feb 1999, PT Zaki menerima pinjaman dari LN seb USD 10,000, dg jangka waktu 1 thn, bunga 9 %
per thn. Spot rate USD 1 adalah Rp 8.000.
Selanjutnya, PT Zaki membuka kontrak SWAP dgn bank devisa jangka waktu 12 bulan dgn premi 10% atau
seb = (Rp 8.000 x 360 x 10)/(360 x 100) = Rp 800.
Apabila pd tanggal 1 Feb 2000 terjadi realisasi, maka kerugian selisih kurs yg terjadi adalah:
Penjualan devisa tanggal 1 Feb 1999 = 10,000 x Rp 8.000 = Rp 80 juta
Pembelian devisa tanggal 1 Feb 2000 = 10,000 x Rp 8.800 = Rp 88 juta Kerugian
selisih kurs = Rp 8 juta

2. Transaksi Forward (SE-12/PJ.313/1993)


 Forward mrp transaksi jual beli valas yg penyerahan valutanya dilakukan di kemudian hari dgn kurs yg tlh
disepakati oleh penjual & pembeli pd saat kontrak dibuat. Pembeli akan membayar premi kpd penjual yg
besarnya dihitung berdasarkan selisih suku bunga deposito rupiah dan deposito valas yg bersangkutan yg
berlaku selama kurun waktu kontrak tsb.
 Pengenaan PPh atas penghasilan premi forward sales yg diterima WP mengikuti ketentuan tarif umum
PPh Pasal 17 UU PPh.
Contoh:
Pd tanggal 3 Maret 1999, PT X menjual USD 10,000 kpd bank Z dgn Forward Sales. Kurs per 3 Maret 1999
USD 1 = Rp 8.000. Jangka waktu 1 thn. Pd saat jatuh tempo (tanggal 3 Maret 2000) PT X menyerahkan USD.
10,000, sedangkan bank Z menyerahkan Rp 80 juta. Apabila premi forward sales seb 7%, maka PT X akan
menerima premi seb = 7% x Rp 80 Juta = Rp 5,6 Juta (mrp penghasilan/obyek PPh).

F‐
JENIS USAHA TERTENTU

A. LEASING (SEWA GUNA USAHA/SGU)

Dasar Hukum:
⚫ KMK-1169/KMK.01/1991 (berlaku sejak 19 Jan 1991) ttg Kegiatan SGU (Leasing), sepanjang
menyangkut materi pengaturan yg tdk bertentangan dgn PMK-84/PMK.012/2006 ttg Perusahaan
Pembiayaan
SE dan surat terkait:
 SE-129/PJ/2010 (berlaku sejak 29 Nov 2010) ttg Perlakuan PPN atas transaksi leasing dgn hak opsi dan
sale and leaseback
 SE-121/PJ/2010 ttg Penegasan Perlakuan PPN atas Kegiatan Usaha Perbankan
 S-813/PJ.53/2005 ttg Perlakuan PPN atas Transaksi Sale and Lease Back

SGU mrp salah satu kegiatan yg dpt dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan. Kegiatan usaha lain yg dpt
dilakukan Perusahaan Pembiayaan: Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit, dan Pembiayaan Konsumen.

Ketentuan leasing mengharuskan Lessee utk membayar suatu pembayaran berkala selama periode
waktu tertentu, shg leasing disamakan dgn hutang jangka panjang, namun jika kontrak leasing
dibuat sedemikian rupa, leasing dpt menjadi pembiayaan off balance sheet.

Manfaat Leasing:
1. Bagi Lessee
 Tanpa uang muka: 100% nilai barang modal didanai melalui leasing.
 Menghindari resiko kepemilikan: diantaranya kecelakaan, keusangan, perubahan kondisi ekonomi &
kemerosotan fisik.
 Fleksibilitas: dgn leasing usaha penggantian aset karena perubahan dari kondisi usaha lbh mudah,
terutama bagi usaha yg membutuhkan inovasi & perkembangan teknologi.
2. Bagi Lessor
 Meningkatkan penjualan: Produsen/pedagang mungkin scr signifikan dpt meningkatkan volume
penjualan, khususnya bagi pelanggan yg tdk ingin atau tdk mampu membeli barang modal.
 Hubungan bisnis yg berkelanjutan: Selama periode leasing dpt terbina hubungan yg dpt berlanjut
antara Lessor & Lessee, tdk seperti penjual-pembeli biasa.
 Nilai sisa tersimpan: Lessor dpt memiliki keuntungan apabila pd akhir masa sewa, terdapat nilai sisa
yg signifikan, shg barang modal tsb dpt disewakan kpd Lessee lain atau menjualnya.

Pembagian Leasing scr umum:

 Operating Lease
Suatu perjanjian sewa antara Lessor dgn Lessee atas suatu aset tetap, maka hak kepemilikan tdk
berpindah dari Lessor ke Lessee. Leasing yg dicatat sbg perjanjian sewa, tanpa transfer kepemilikan
efektif yg berkaitan dgn leasing tsb shg Lessor pd saat tanggal penandatanganan

F041
SGU tdk mengakui adanya penjualan, melainkan mengakui adanya pendapatan leasing setiap thn saat
pembayaran diterima. Lessee tdk mengakui aset yg di-leasing & tdk ada kewajiban leasing yg dilaporkan
tetapi hanya melaporkan beban leasing periodik yg jml-nya sama dgn pembayaran tahunan leasing. Mnr
PSAK No. 30 suatu sewa diklasifikasikan sbg Operating Lease jika sewa tsb tdk mengalihkan scr
substansial slr risiko & manfaat yg terkait dgn kepemilikan aset.
 Finance Lease
Bentuk leasing yg dicatat seolah-olah perjanjian leasing mengalihkan kepemilikan aset dari Lessor kpd
Lessee shg Lessor mengakui adanya penjualan pd saat penandatanganan leasing & akan mengakui
pendapatan bunga saat pembayaran leasing tahunan diterima. Sedangkan bagi Lessee, saat tanggal
penandatangan SGU akan mengakui aset yg di-leasing & juga kewajiban utk pembayaran di masa depan
pd neraca. Mnr PSAK No. 30 suatu sewa diklasifikasikan sbg Finance Lease jika sewa tsb mengalihkan
scr substansial slr risiko & manfaat yg terkait dgn kepemilikan aset.
 Sales Type Lease: Leasing yg melibatkan produsen/penyalur yg menggunakan leasing sbg salah
satu metode pemasaran produk.
 Direct Finance Lease: Leasing yg melibatkan Lessor yg bergerak dlm kegiatan pembiayaan (bank,
lembaga keuangan) dimana pembiayaan leasing lsg disediakan oleh Lessor.
⚫ Sales & Lease Back
Sales and lease back atau (dan sewa-balik) atas transaksinya mnr PSAK No. 30 meliputi penjualan suatu
aset dan penyewaan kembali aset yg sama. Pembayaran sewa dan hrg jual biasanya saling terkait krn
keduanya dinegoisasikan sbg 1 paket. Sales and lease back dpt dikategorikan ke finance lease ataupun
operating lease shg perlakuan akuntansi utk transaksi ini bergantung pd jenis sewanya.

Definisi: (Pasal 1 KMK-1169/KMK.01/1991)


1. SGU (Leasing): Kegiatan pembiayaan dlm bentuk penyediaan barang modal baik scr SGU dgn hak opsi
(finance lease) maupun SGU tanpa hak opsi (operating lease) utk digunakan oleh Lessee selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran scr berkala
⚫ Sewa (lease): Suatu perjanjian di mana Lessor memberikan hak kpd Lessee utk menggunakan suatu
aset selama periode waktu yg disepakati. Sbg imbalannya, Lessee melakukan pembayaran / serangkaian
pembayaran kpd Lessor. (PSAK No. 30 Revisi 2007)
⚫ SGU (Leasing): Kegiatan pembiayaan dlm bentuk penyediaan barang modal baik scr SGU dgn Hak Opsi
maupun SGU tanpa Hak Opsi utk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran scr angsuran. (PMK-84/PMK.012/2006)
2. Barang modal: Setiap aktiva tetap berwujud (termasuk tanah sepanjang di atas tanah tsb melekat aktiva
tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud mrp 1 kesatuan kepemilikan) yg
mempunyai masa manfaat > 1 thn dan digunakan scr lsg utk menghasilkan atau meningkatkan, atau
memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee
3. Lessor: Perusahaan pembiayaan atau perusahaan SGU yg tlh memperoleh izin usaha dari MenKeu dan
melakukan kegiatan SGU
⚫ Perusahaan Pembiayaan (Lessor): Badan usaha di luar Badan dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank yg khusus didirikan utk melakukan kegiatan yg termasuk dlm bidang usaha Lembaga Pembiayaan.
(PMK-84/PMK.012/2006)
4. Lessee: Perusahaan atau perorangan yg menggunakan barang modal dgn pembiayaan dari
Lessor
⚫ Penyewa Guna Usaha (Lessee): Perusahaan/perseorangan yg menggunakan barang modal dgn
pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan (Lessor). (PMK-84/PMK.012/2006)
5. Pembayaran SGU (Lease Payment): Jml uang yg hrs dibayar scr berkala oleh Lessee kpd Lessor
selama jangka waktu yg tlh disetujui bersama sbg imbalan penggunaan barang modal berdasarkan
perjanjian SGU

Jenis Kegiatan SGU: (Pasal 2 KMK-1169/KMK.01/1991)


1. SGU dgn Hak Opsi
 Kegiatan SGU dgn Hak Opsi ditetapkan sbg kegiatan lembaga keuangan lainnya
2. SGU tanpa Hak Opsi
3. Sales and Lease Back

F042
Transaksi SGU dgn Hak Opsi:
1. Kriteria penggolongan kegiatan SGU sbg SGU dgn Hak Opsi (Pasal 3 KMK-
1169/KMK.01/1991)
⚫ Jml pembayaran SGU selama masa SGU pertama + nilai sisa barang modal, hrs dpt menutup hrg
perolehan barang modal + keuntungan Lessor;
⚫ Masa SGU ditetapkan sekurang-kurangnya 2 thn utk barang modal barang modal Golongan I, 3
thn utk BM Golongan II & III, dan 7 thn utk Golongan bangunan; dan
Pasal 11 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1983  sesuaikan dgn aturan kelompok
penyusutan terbaru
 Golongan 1: harta yg dpt disusutkan & tdk termasuk Golongan Bangunan, yg mempunyai
masa manfaat tdk < 4 thn
 Golongan 2: harta yg dpt disusutkan & tdk termasuk Golongan Bangunan, yg mempunyai
masa manfaat > 4 thn dan tdk > 8 thn
 Golongan 3: harta yg dpt disusutkan & tdk termasuk Golongan Bangunan, yg mempunyai
masa manfaat > 8 thn
 Golongan Bangunan: bangunan & harta tak gerak lainnya, termasuk tambahan,
perbaikan/perubahan yg dilakukan
⚫ Perjanjian SGU memuat ketentuan mengenai opsi bagi Lessee.
2. Perlakuan PPh Bagi Lessor pd SGU dgn Hak Opsi (Pasal 14 KMK-1169/KMK.01/1991)
 Penghasilan Lessor yg dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran SGU dgn Hak Opsi yg
berupa imbalan jasa SGU.
 Lessor tdk boleh menyusutkan atas barang modal yg di-SGU-kan dgn Hak Opsi.
 Dlm hal masa SGU lbh pendek dari masa SGU yg seharusnya, DJP melakukan koreksi atas
pengakuan penghasilan pihak Lessor. (Ketentuan lebih lanjut di SE-10/PJ.42/1994 tdk berlaku
lagi sejak 29 Nov 2010 → dicabut oleh SE-129/PJ/2010)
 Lessor dpt membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yg dpt dikurangkan dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir
piutang SGU dgn Hak Opsi. Piutang SGU (Lease Receivable) adalah jml slr pembayaran SGU
selama masa SGU.
 Kerugian yg diderita krn piutang SGU yng nyata-nyata tdk dpt ditagih lagi dibebankan pd
cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yg tlh dibentuk pd awal thn pajak yg bersangkutan.
 Dlm hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tsb tdk atau tdk sepenuhnya dibebani utk
menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sbg penghasilan, sedangkan apabila cadangan
tsb tdk mencukupi maka kekurangannya dpt dibebankan sbg biaya yg dikurangkan dari
penghasilan bruto.
3. Perlakuan PPh Bagi Lessee pd SGU dgn Hak Opsi (Pasal 16 KMK-1169/KMK.01/1991)
 Selama masa SGU, Lessee tdk boleh melakukan penyusutan atas barang modal yg di- SGU,
sampai saat Lessee menggunakan hak opsi utk membeli.
 Stl Lessee menggunakan hak opsi utk membeli barang modal tsb, Lessee melakukan penyusutan
dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yg bersangkutan.
 Pembayaran SGU yg dibayar atau terutang oleh Lessee kecuali pembebanan atas tanah, mrp
biaya yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto Lessee sepanjang transaksi SGU tsb
memenuhi ketentuan utk digolongkan sbg SGU dgn Hak Opsi
 Dlm hal masa SGU lbh pendek dari masa SGU yg seharusnya, DJP melakukan koreksi atas
pembebanan biaya SGU. (Ketentuan lbh lanjut di SE-10/PJ.42/1994 tdk berlaku lagi sejak 29 Nov
2010 → dicabut oleh SE-129/PJ/2010)
 Lessee tdk memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran SGU yg dibayar atau terutang berdasarkan
perjanjian SGU dgn Hak Opsi.
4. Perlakuan PPN pd SGU dgn Hak Opsi
 Atas penyerahan jasa dlm transaksi SGU dgn Hak Opsi dari Lessor kpd Lessee, dikecualikan
dari pengenaan PPN. (Pasal 15 KMK-1169/KMK.01/1991)
 Dlm hal BKP berupa barang modal yg menjadi objek pembiayaan berasal dari
pemasok (supplier)
 BKP tsb dianggap diserahkan scr lsg oleh PKP pemasok kpd Lessee;
 Lessor tdk perlu dikukuhkan sbg PKP krn dianggap hanya menyerahkan jasa

F043
pembiayaan yg mrp jenis jasa yg tdk dikenai PPN;
 PKP pemasok wajib menerbitkan FP kpd Lessee dgn menggunakan identitas Lessee
sbg pembeli BKPk/penerima JKP (tdk menggunakan metode qualitate qua (q.q.)).
 DPP yg dicantumkan dlm FP adalah seb Hrg Jual dari PKP pemasok.
 Penggunaan q.q pd bagian nama dan/atau NPWP pembeli BKP atau penerima JKP pd FP yg
tlh diterbitkan oleh PKP pemasok sbl diberlakukannya SE-129/PJ/2010 (sbl tanggal 29 Nov
2010) dpt dibenarkan dan tdk menjadikan FP tsb cacat.
 Dlm hal BKP berupa barang modal yg menjadi objek pembiayaan berasal dari
persediaan yg tlh dimiliki oleh Lessor:
 Lessor pd dasarnya melakukan 2 jenis penyerahan:
1. Penyerahan jasa pembiayaan yg tia dikenai PPN; dan
2. Penyerahan BKP, yg mrp objek PPN.
 Lessor hrs dikukuhkan sbg PKP dan hrs menerbitkan FP atas penyerahan BKP tsb kpd
Lessee. Pengukuhan Lessor sbg PKP ini dilakukan dgn tetap memperhatikan batasan
Pengusaha Kecil mnr ketentuan UU PPN.
 DPP yg dicantumkan dlm FP adalah Hrg Jual, tdk termasuk unsur bunga yg diminta atau
seharusnya diminta oleh Lessor krn jasa pembiayaan yg diserahkannya.
5. Pelaksanaan Hak Opsi:
 Pd saat berakhirnya masa SGU dari transaksi SGU dgn Hak Opsi, Lessee dpt melaksanakan
opsi yg tlh disetujui bersama pd permulaan masa SGU.
 Opsi utk membeli dilakukan dgn melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yg di- SGU.
 Dlm hal Lessee memilih utk memperpanjang jangka waktu perjanjian SGU, maka nilai sisa
barang modal yg di-SGU-kan digunakan sbg dasar dlm menetapkan piutang SGU.
 Dlm hal Lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang
modal.

SGU tanpa Hak Opsi:


1. Kriteria penggolongan kegiatan SGU sbg SGU tanpa Hak Opsi (Pasal 4 KMK-
1169/KMK.01/1991)
 Jml pembayaran SGU selama masa SGU pertama tdk dpt menutupi harga perolehan
barang modal yg diSGUkan + keuntungan yg diperhitungkan oleh Lessor.
 Perjanjian SGU tdk memuat ketentuan mengenai opsi bagi Lessee.
2. Perlakuan PPh Bagi Lessor pd SGU tanpa Hak Opsi (Pasal 17 Ayat (1) KMK-
1169/KMK.01/1991)
 Slr pembayaran SGU tanpa Hak Opsi yg diterima atau diperoleh Lessor mrp obyek PPh.
 Lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yg di-SGU-kan tanpa Hak Opsi,
sesuai dgn ketentuan Pasal 11 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Perlakuan PPh Bagi Lessee pd SGU tanpa Hak Opsi (Pasal 17 Ayat (2) KMK-
1169/KMK.01/1991)
 Pembayaran SGU tanpa Hak Opsi yg dibayar atau terutang oleh Lessee adalah biaya yg dpt
dikurangkan dari penghasilan bruto.
 Lessee wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran SGU tanpa Hak Opsi yg dibayarkan
atau terutang kpd Lessor.
4. Perlakuan PPN pd SGU tanpa Hak Opsi
 Atas penyerahan jasa dlm transaksi SGU tanpa Hak Opsi dari Lessor kpd Lessee, terhutang
PPN. (Pasal 18 KMK-1169/KMK.01/1991)

Transaksi Sale and Leaseback


1. Dlm hal penyewagunausahaan kembalinya mrp SGU dgn Hak Opsi:
a. Penyerahan BKP dari Lessee kpd Lessor (sale) tdk termasuk dlm pengertian penyerahan
BKP yg dikenai PPN krn:
 BKP yg menjadi objek pembiayaan berasal dari milik Lessee, yg dijual oleh Lessee
utk kemudian dipergunakan kembali oleh Lessee;
 Lessor pd dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa bermaksud
memiliki dan menggunakan barang yg menjadi objek pembiayaan tsb;
 Penyerahan BKP tsb dari Lessee kpd Lessor pd dasarnya mrp penyerahan BKP utk

F044
jaminan utang-piutang;
b. Penyerahan jasa SGU dgn Hak Opsi oleh Lessor kpd Lessee (leaseback) mrp jasa pembiayaan
yg tdk dikenai PPN.
2. Dlm hal penyewagunausahaan kembalinya mrp SGU tanpa Hak Opsi:
a. Penyerahan BKP dari Lessee kpd Lessor (sale) dikenai PPN sesuai dgn ketentuan peraturan
perpu perpajakan;
b. Penyerahan jasa SGU tanpa Hak Opsi oleh Lessor kpd Lessee (leaseback) dikenai PPN
sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa pd umumnya.
Perlakuan PPh antara SGU dgn Hak Opsi dan SGU tanpa Hak Opsi
No. Perihal SGU dgn Hak Opsi SGU tanpa Hak Opsi
1. Objek PPh Sebagian dari pembayaran SGU dgn Hak Slr pembayaran SGU tanpa
Opsi yg berupa imbalan jasa SGU. Imbalan Hak Opsi yg diterima atau
Jasa SGU adalah bagian dari pembayaran diperoleh Lessor
SGU yg diperhitungkan sbg
pendapatan SGU bagi Lessor
2. Penyusutan 1. Lessor tdk boleh menyusutkan Lessor membebankan
barang modal biaya penyusutan atas
2. Lessee tdk boleh melakukan barang modal
penyusutan atas barang modal yg di-
SGU, sampai saat Lessee
menggunakan Hak Opsi utk membeli
3. Stl Lessee menggunakan Hak Opsi utk
membeli barang modal tsb, Lessee
melakukan penyusutan dan dasar
penyusutannya adalah nilai sisa
(residual value) barang modal yg
bersangkutan
3. Pembayaran Mrp biaya yg dpt dikurangkan (kecuali Mrp biaya yg dpt
SGU pembebanan atas tanah) dikurangkan
4. PPh Pasal 23 Tak ada Ada (dipotong oleh Lessee)

Perlakuan PPN atas SGU


No. Jenis Transaksi Obyek Penyerahan Perlakuan PPN
1. SGU dgn Hak Opsi 1. Penyerahan Barang
a. BKP berasal dari  Dikenakan PPN
Supplier  Lessor tdk perlu dikukuhkan sbg
PKP
 PKP Pemasok wajib menerbitkan FP
kpd Lesse dgn menggunakan
identitas Lessee
 DPP dlm FP: Hrg Jual dari PKP
Pemasok
b. BKP berasal dari  Dikenakan PPN
persediaan yg tlh  Lessor hrs dikukuhkan sbg PKP dan
dimiliki Lessor hrs menerbitkan FP kpd Lesse dgn
menggunakan identitas Lessee
 DPP dlm FP: Harga Jual (tdk
termasuk unsur bunga yg diminta
atau seharusnya diminta oleh
Lessor krn jasa pembiayaan yg
diserahkannya)
2. Penyerahan Jasa Tdk dikenakan PPN
2. SGU tanpa Hak 1. Penyerahan Barang Tdk dikenakan PPN
Opsi 2. Penyerahan Jasa Dikenakan PPN

F045
3. Sales & Lease Back
1. SGU dgn Hak 1. Penyerahan Barang Tdk dikenakan PPN
Opsi 2. Penyerahan Jasa Tdk dikenakan PPN
2. SGU tanpa Hak 1. Penyerahan Barang Dikenakan PPN
Opsi 2. Penyerahan Jasa Dikenakan PPN

Angsuran PPh Pasal 25: (Pasal 19 KMK-1169/KMK.01/1991)


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk setiap bulan yg terutang oleh Lessor adalah jml PPh sbg hasil penerapan
tarif Pasal 17 UU PPh thd Penghasilan Kena Pajak berdasarkan LK triwulanan terakhir yg disetahunkan,
kemudian dibagi 12.

Pelaporan: (Pasal 20 & 21 KMK-1169/KMK.01/1991)


1. Lessor wajib menyampaikan LK triwulanan kpd DJP dan Ditjen Moneter.
2. LK triwulan tsb hrs sdh disampaikan paling lambat 15 hari stl triwulan yg bersangkutan berakhir.
3. Lessor wajib menyampaikan laporan operasional scr semesteran berdasarkan thn takwim kpd Ditjen
Moneter. Bentuk laporan & tata cara penyampaiannya ditetapkan oleh Dirtjen Moneter.
4. Setiap perubahan anggaran dasar, pemegang saham, pengurus, tenaga ahli, dan alamat kantor wajib
dilaporkan kpd MenKeu selambat-lambatnya 15 hari kerja stl perubahan dilaksanakan.
5. Dlm hal laporan tsb atau berdasarkan informasi lain ditemukan adanya penyimpangan, MenKeu atau
Pejabat yg ditunjuknya dpt melakukan pemeriksaan. Pelanggaran thd KMK- 1169/KMK.01/1991, dpt
dikenakan sanksi sesuai perpu perpajakan dan KMK-1251/KMK.013/ 1988 jo. KMK-1256/KMK.00/1989.

B. BANGUN GUNA SERAH (BUILD, OPERATE AND TRANSFER/BOT)

Dasar Hukum:
 KMK-248/KMK.04/1995 ttg Perlakuan PPh thd Pihak-pihak yg Melakukan Kerjasama dlm Bentuk
Perjanjian BOT
SE terkait:
 SE-38/PJ.4/1995 ttg Perlakuan PPh atas Penghasilan Sehubungan dgn Perjanjian BOT

Definisi:
BOT: Bentuk perjanjian kerjasama yg dilakukan antara pemegang hak atas tanah dgn investor, yg menyatakan
bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kpd investor utk mendirikan bangunan selama masa
perjanjian BOT, dan mengalihkan kepemilikan bangunan tsb kpd pemegang hak atas tanah stl masa BOT
berakhir.
(Pasal 1 KMK-248/KMK.04/1995)

Pihak-pihak yg Melakukan Perjanjian BOT:


1. Investor: Pihak yg diberikan hak utk membangun bangunan dan menggunakan atau mengusahakan
bangunan tsb selama masa perjanjian BOT.
2. Pemegang hak atas tanah: Pihak yg memberikan hak utk mendirikan bangunan, menggunakan dan
mengusahakan bangunan selama masa perjanjian BOT.

Biaya dan Penghasilan bagi Investor:


No. Biaya Keterangan
1. Biaya yg dikeluarkan utk mendirikan bangunan Contoh 1:
dlm rangka BOT, dianggap sbg nilai perolehan Investor PT ABC mendirikan bangunan
investor utk mendapatkan hak menggunakan/ gedung perkantoran 12 lantai diatas tanah
mengusahakan bangunan tsb. milik PT PG berdasarkan perjanjian BOT
Dan nilai peroleh tsb diamortisasi dlm jml yg dgn biaya Rp 30 M utk masa selama 15
sama besar setiap thn selama masa perjanjian thn. Amortisasi yg dilakukan oleh PT ABC
BOT. setiap thn adalah seb Rp 2 M (Rp 30 M:15)
Amortisasi dimulai pd thn bangunan tsb mulai
digunakan atau diusahakan oleh investor.

F046
Apabila pembangunan bangunan tsb meliputi masa
> 1 thn sbl dpt digunakan atau diusahakan, maka
biaya yg tlh dikeluarkan hrs
dikapitalisasi.
2. Jika masa perjanjian BOT menjadi lbh pendek dari Contoh 2:
masa yg ditentukan dlm perjanjian. Berdasarkan contoh 1, PT ABC pd akhir thn
Maka sisa biaya pembangunan gedung yg blm ke-12 menyerahkan bangunan kpd PT PG
diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh investor dgn diperpendeknya masa perjanjian BOT.
pd thn berakhirnya masa BOT yg lbh pendek tsb. Kpd PT ABC diberikan imbalan oleh PT PG
seb Rp 5 M pd akhir thn ke-12 (thn
berakhirnya masa perjanjian BOT). Maka:
PT ABC memperoleh tambahan
penghasilan seb Rp 5 M.
PT ABC juga hrs mengamortisasi sisa
biaya yg masih tersisa seb Rp 6 M (Rp 30
M - (12 x Rp 2 M) sekaligus pd akhir thn
ke-12.

3. Jika masa perjanjian BOT menjadi lbh panjang dari Contoh 3:


masa yg ditentukan dlm perjanjian krn adanya Berdasarkan contoh 1, PT ABC pd thn ke-
penambahan bangunan. 11 menambah bangunan dgn biaya Rp 20
Maka biaya penambahan bangunan tsb ditambahkan M dan masa BOT diperpanjang 5 thn
dgn sisa biaya yg blm diamortisasi dan kemudian sehingga menjadi 20 thn.
jml semua biaya tsb diamortisasi hingga masa BOT Penghitungan amortisasi PT ABC mulai thn
yg lbh panjang tsb berakhir. ke-11 sbg berikut:
Sisa yg blm diamortisasi pd awal thn ke- 11
Rp 10 M.
Nilai perolehan hak atas penambahan
bangunan pd thn ke-11 Rp 20 M.
Dasar amortisasi yg baru Rp 30 M.
Masa amortisasi adalah 10 thn (20 thn - 10
thn).
Amortisasi setiap thn mulai thn ke-11
adalah seb Rp 3 M (Rp 30 M:10)
4. Biaya yg boleh dikurangkan dari penghasilan Contoh 4:
bruto investor adalah biaya dlm Pasal 6 ayat Biaya yg dikeluarkan utk 3M
(1) UU PPh dgn memperhatikan Pasal 9 ayat penghasilan.
(1) UU PPh, berkenaan dgn pengusahaan
bangunan yg didirikan berdasarkan perjanjian
BOT tsb.
No. Penghasilan Keterangan
Penghasilan Investor sehubungan dgn BOT
adalah penghasilan yg diterima/diperoleh
investor dari pengusahaan bangunan yg
didirikan, antara lain dpt berupa:
1. Sewa dan penghasilan sehubungan dgn Contoh 5:
penggunaan harta Investor stl membangun bangunan melalui
perjanjian BOT, kemudian bangunan tsb
disewakan kpd pihak lain. Maka investor
akan memperoleh
penghasilan dari sewa bangunan.
2. Penghasilan sehubungan dgn hak penguasaan Contoh 6:
bangunan seperti: penghasilan dari pengusahaan Stl investor membangun bangunan
hotel, pusat fasilitas olah raga, tempat hiburan, dan melalui perjanjian BOT, bangunan tsb
sebagainya. dijadikan hotel, maka investor akan
memperoleh penghasilan dari

F047
pengusahaan hotel.
3. Penggantian atau imbalan yg diterima atau Lihat Contoh 2
diperoleh dari pemegang hak atas tanah apabila
perjanjian BOT diperpendek dari masa
yg tlh ditentukan.

Biaya dan Penghasilan bagi Pemegang Hak atas Tanah:


No. Biaya Keterangan
1. Biaya dlm Pasal 6 ayat (1) UU PPh dgn Lihat Contoh 4
memperhatikan Pasal 9 ayat (1) UU PPh.
No. Penghasilan Keterangan
1. Penghasilan yg diperoleh pemegang hak atas tanah
sehubungan dgn perjanjian BOT dpt berupa:
a. Pembayaran berkala yg dilakukan oleh
investor kpd pemegang hak atas tanah
selama masa BOT.
b. Bagian dari uang sewa bangunan.
c. Bagian keuntungan dari pengusahaan
bangunan dgn nama dan dlm bentuk
apapun yg tlh diberikan oleh investor.
d. Penghasilan lainnya sehubungan dgn
perjanjian BOT yg diterima atau diperoleh
pemegang hak atas tanah.

2. Apabila bangunan yg didirikan investor tdk Nilai bangunan yg diterima oleh pemegang
seluruhnya menjadi hak investor, tetapi sebagian hak atas tanah, mrp nilai perolehan
diserahkan kpd pemegang hak atas tanah dlm thn bangunan apabila bangunan tsb dialihkan
pajak yg bersangkutan. kpd pihak lain.
Maka, atas penyerahan tsb terutang PPh seb 5%
dari jml bruto nilai tertinggi antara nilai pasar dgn
NJOP bagian bangunan yg diserahkan, dan hrs
dilunasi selambat- lambatnya tanggal 15 bulan
berikutnya stl penyerahan.
Catatan:
Dikecualikan dari pengenaan PPh seb 5% atas
pengalihan bangunan tsb apabila pemegang hak atas
tanah adalah badan pemerintah.

3. Bangunan yg diserahkan oleh investor kpd


pemegang hak atas tanah stl masa perjanjian BOT
berakhir, mrp penghasilan bagi pemegang hak atas
tanah, dan terutang PPh seb 5% Final dari jml
bruto nilai yg tertinggi antara nilai pasar dgn NJOP
bangunan yg tlh diserahkan. Hrs dilunasi paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya stl masa BOT
berakhir.
Catatan:
Dikecualikan dari pengenaan PPh seb 5% atas
pengalihan bangunan tsb apabila pemegang hak atas
tanah adalah badan pemerintah.

C. JOINT OPERATION (JO) / KERJA SAMA OPERASI

(KSO) SE dan surat terkait:


 SE-60/PJ/2013
 SE-44/PJ./1994 ttg Pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 23

F048
 S-323/PJ.42/1989 ttg Masalah perpajakan bagi JO
 S-251/PJ.313/1998 ttg Pemecahan Bukti Pemotongan PPh Final yg Diterbitkan utk suatu

Definisi:
 JO: Bentuk KSO yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP a.n. KSO.
(Bagian E angka 2 huruf e angka 1) huruf b) SE-60/PJ/2013
 Bentuk JO adalah mrp perkumpulan 2 badan atau lbh yg bergabung utk menyelesaikan suatu
proyek, penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tsb selesai.
 Bentuk penggabungan JO bukanlah mrp subyek dari pengenaan PPh Badan, namun pengenaan
PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yg diperoleh pd @ badan yg bergabung
tsb sesuai dgn porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yg diterimanya.
 Pemberian NPWP thd JO adalah semata-mata utk keperluan pemungutan dan pemotongan PPh Pasal
21, Pasal 23/26 dan PPN.
 Dlm rangka menentukan dan memperhitungkan besarnya PPh yg terhutang utk Badan-badan tsb,
pembukuan yg terpisah dari @ Badan yg bergabung dlm JO dpt dilakukan. Ketentuan ini juga
mencakup dan berlaku bagi penghasilan yg diterima dari proyek bantuan LN.
(S-323/PJ.42/1989)
Mekanisme Perpajakan JO: (S-323/PJ.42/1989)
 Krn JO tdk termasuk Subjek Pajak PPh, maka penghasilan yg diterima suatu JO sebenarnya adalah
penghasilan para anggota yg besarnya adalah seb bagian @ yg ditentukan sesuai perjanjian.
 Jika atas penghasilan berupa bunga, sewa dan lain-lain yg diterima atau diperoleh JO dari WP Badan DN
dan Perseorangan yg ditunjuk (Pemberi Hasil), dipotong PPh Pasal 23, maka bukti potong PPh Pasal 23 tsb
hrs dipecah utk @ anggota JO agar dpt dikreditkan.
 Besarnya PPh Pasal 23 utk @ anggota JO sesuai dgn perjanjian J.O.A (Joint Operation Agreement) yg
tlh disepakati bersama.
 JO tdk memiliki kewajiban utk menyampaikan SPT Tahunan dan membayar PPh Pasal 25 & Pasal
29. Kewajiban yg ada hanya sbg pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26 dan PPN.

Mekanisme Pemecahan Bukti Potong PPh Pasal 23: (SE-44/PJ./1994)


1. Jika tlh dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 a.n. JO:
a. JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kpd KPP dimana JO
terdaftar/berkedudukan, dilampiri FC dokumen pendirian JO.
b. KPP dimana JO terdaftar/berkedudukan minta konfirmasi kpd KPP dimana pemotong PPh Pasal 23
terdaftar, mengenai pemotongan thd JO.
c. Apabila benar tlh dilakukan pemotongan thd JO maka KPP dimana JO terdaftar/ berkedudukan
menerbitkan SKKPP PPh Pasal 23 Yg Seharusnya Tdk Terutang.
d. Atas dasar SKKPP tsb dilakukan Pbk dari PPh Pasal 23 ke PLB
e. Dilakukan pemindahbukuan dari PLB ke PPh Pasal 25 a.n. para anggotanya dgn jml pajak seb bagian
@ dgn thn pajaknya sesuai dgn yg tercantum pd Bukti Pemotongan PPh Pasal 25 dilakukan krn bukti
Pbk itu diperhitungkan sbg kredit pajak dlm SPT Tahunan PPh Badan para anggotanya, bukan dlm
SPT PPh Pasal 23. Pd bukti Pbk (di bawah Nomor dan Tanggal SKKPP) supaya diketik: “(Dalam
rangka pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 atas nama joint operation. )”.
f. Atas SKKPP tsb tdk boleh diterbitkan SPMKP dan tdk boleh di-Pbk-kan utk membayar kewajiban
pajak JO.
g. Apabila anggota JO adalah WP LN maka pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 23 (yg berupa bukti
Pbk PPh Pasal 25) tdk boleh diperhitungkan dgn kewajiban PPh Pasal 26 dari JO krn WP LN tsb
dianggap mempunyai BUT di Indonesia.
h. Lembar ke-1 Bukti Pbk tsb pd butir 1.e. disampaikan utk para anggota sedang lembar lainnya utk
ditatausahakan sesuai ketentuan dlm Pedoman Induk TUPRP.
2. Jika blm dilakukan pemotongan PPh Pasal 23:
a. JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kpd pemberi hasil,
dilampiri FC dokumen pendirian JO.
b. Pd waktu dilakukan pemotongan, pemberi hasil membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
a.n. JO qq anggota (NPWP anggota) dgn jml pajak seb bagian @.

F049
c. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 disampaikan utk para anggota JO.

Pemecahan Bukti Pemotongan PPh Final: (S-251/PJ.313/1998)


Prosedur pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 23 pd SE-44/PJ./1994 dpt diberlakukan utk pemecahan bukti
pemotongan PPh final bagi anggota suatu JO.

D. REKSA DANA

Dasar Hukum:
 UU PPh
 UU 8 Thn 1995 ttg Pasar Modal
 PP 94 Thn
2010 SE terkait:
 SE-18/PJ.42/1996 ttg PPh atas usaha Reksa Dana

Definisi:
 Reksa Dana: Wadah yg dipergunakan utk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal utk selanjutnya
diinvestasikan dlm Portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
(Pasal 1 ayat (27) UU 8 Thn 1995)
 Manajer Investasi: Pihak yg kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek utk para nasabah atau
mengelola portofolio investasi kolektif utk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun,
dan bank yg melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan perpu yg berlaku.
 Portofolio Efek: Kumpulan Efek yg dimiliki oleh orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama,
asosiasi, atau kelompok yg terorganisasi.
 Kustodian: Pihak yg memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yg berkaitan dgn Efek serta jasa lain,
termasuk menerima dividen, bunga, dan hak - hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili
pemegang rekening yg menjadi nasabahnya.

Bentuk Reksa Dana:


Pd reksadana, manajemen investasi mengelola dana-dana yg ditempatkannya pd surat berharga dan
merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima dividen atau bunga yg dibukukannya ke dlm "Nilai
Aktiva Bersih" (NAB) reksadana tsb. Kekayaan reksadana yg dikelola oleh manajer investasi tsb wajib utk
disimpan pd bank kustodian yg tdk terafiliasi dgn manajer investasi, dimana bank kustodian inilah yg akan
bertindak sbg tempat penitipan kolektif dan administratur.
Berdasarkan pasal 18 ayat (1) UU 8 Thn 1995 bentuk hukum Reksadana di Indonesia ada 2, yaitu:
Reksadana berbentuk Perseroan (PT) dan Reksadana berbentuk KIK.

1. Reksa Dana berbentuk PT


 Reksa Dana berbentuk suatu perusahaan yg mempunyai kegityan usaha mengelola portofolio efek.
Investor yg tertarik berinvestasi pd Reksa Dana tsb dpt membeli saham yg dikeluarkan perusahaan tsb.
 Pd Reksadana berbentuk PT, pemegang penyertaannya disebut pemegang saham, shg
perlakuan PPh atas penghasilan yg diperoleh pemegang saham ini adalah sesuai dgn
ketentuan perpajakan atas dividen
 Yg dpt menjalankan usaha Reksa Dana berbentuk PT adalah PT yg tlh memperoleh izin usaha dari
BAPEPAM-LK. Berdasar data www.bapepam.go.id sampai dgn Mar 2011, BAPEPAM-LK tlh
memberikan izin usaha Reksa Dana berbentuk PT sebanyak 2, yaitu kpd:
 PT BDNI Reksadana (tertutup)
 PT Reksadana Perdana Tbk
 Reksa Dana berbentuk Perseroan dpt bersifat terbuka atau tertutup. (Pasal 18 ayat (2) UU 8 Thn 1995)
a. Reksa Dana Terbuka
Reksa Dana yg dpt dijual kembali kpd perusahaan Manajemen Investasi yg menerbitkannya tanpa
melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Hrg jualnya biasanya sama dgn NAB-nya.
Sebagian besar Reksa Dana yg ada saat ini adalah merupakan Reksa Dana Terbuka.
b. Reksa Dana Tertutup

F04-
Reksa Dana yg tdk dpt dijual kembali kpd perusahaan Manajemen Investasi yg menerbitkannya.
Unit penyertaan Reksa Dana Tertutup hanya dpt dijual kembali kpd investor lain melalui
mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Hrg jualnya bisa di atas atau di bawah NAB-nya.
2. Reksa Dana berbentuk KIK
 Reksa Dana yg dibentuk berdasarkan suatu KIK antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yg
mengikat pemegang unit penyertaan (Investor) dimana manajer investasi diberi wewenang utk
mengelola portofolio investasi kolektif utk diinvestasikan pd berbagai jenis efek yg diperdagangkan di
pasar modal dan di pasar uang.
 Investor yg tertarik berinvestasi pd Reksa Dana tsb dpt membeli unit penyertaan yg dikeluarkan Reksa
Dana tsb. Pemegang penyertaannya disebut pemegang unit penyertaan KIK.
 Terdapat 2 bentuk:
 Reksa Dana KIK yg melakukan Penawaran Umum
 Reksa Dana KIK Penyertaan Terbatas (RDPT)

Perlakuan PPh atas Usaha Reksa Dana:


1. Reksa Dana Tertutup
No. Uraian Perlakuan PPh Dasar Hukum
Penghasilan Reksa Dana yg Berasal dari:
1. Dividen  Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 dan
 Dpt menjadi bukan objek pajak sepanjang Pasal 4 ayat (3)
memenuhi syarat yg tercantum di Pasal 4 huruf f UU PPh
ayat (3) huruf f UU
PPh
2. Bunga Obligasi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif: PP 16 Thn 2009
 2009-2010 = 0%
 2011-2013 = 5%
 2014 dan seterusnya = 15%
3. Bunga Deposito/ Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 20% PP 131 Thn 2000
Tabungan
4. Capital Gain Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 0,1% dari PP 14 Thn 1997
Saham di bursa jml bruto nilai transaksi penjualan saham

5. Commercial Paper
dan Surat Utang
Lainnya
Bagian Laba yg diterima pemegang saham yg berbentuk:
1. PT, Koperasi,  Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 dan
BUMN/  Dpt menjadi bukan objek pajak sepanjang Pasal 4 ayat (3)
BUMD memenuhi syarat yg tercantum di Pasal 4 huruf f UU PPh
ayat (3) huruf f UU
PPh
2. Badan lain selain tsb Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 UU PPh
pd angka 1,
misalnya Fa, CV,&
Kongsi
3. Orang pribadi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) =10% Pasal 4 ayat (2)
UU PPh
Keuntungan yg diterima  Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif PP 14 Thn 1997
pemegang saham dari 0,1% dari jml bruto nilai transaksi (Pasal 1 ayat (4)
penjualan saham penjualan saham KMK-
 Tdk dikenakan tambahan PPh atas saham 282/KMK.04/1997)
pendiri (0,5%) krn saham yg diperoleh
pendiri perusahaan Reksa Dana tdk
termasuk ke dlm pengertian
saham pendiri

F04-
2. Reksa Dana Terbuka
No. Uraian Perlakuan PPh Dasar Hukum
Penghasilan Reksa Dana yg Berasal dari:
1. Dividen  Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 dan
 Dpt menjadi bukan objek pajak sepanjang Pasal 4 ayat (3)
memenuhi syarat yg tercantum di Pasal 4 huruf f UU PPh
ayat (3) huruf f UU
PPh
2. Bunga Obligasi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif: PP 16 Thn 2009
 2009-2010 = 0%
 2011-2013 = 5%
2014 dan seterusnya = 15%
3. Bunga Deposito/ Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 20% PP 131 Thn 2000
Tabungan
4. Capital Gain Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 0,1% PP 14 Thn 1997
Saham di Bursa dari jml bruto nilai transaksi penjualan
saham
5. Commercial Paper
dan Surat Utang
Lainnya
Bagian Laba yg diterima pemegang saham yg berbentuk:
1. PT, Koperasi,  Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 dan
BUMN/  Dpt menjadi bukan objek pajak sepanjang Pasal 4 ayat (3)
BUMD memenuhi syarat yg tercantum di Pasal 4 huruf f UU PPh
ayat (3) huruf f UU
PPh
2. Badan lain selain tsb Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 UU PPh
pd angka 1,
misalnya Fa, CV,&
Kongsi
3. Orang pribadi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) =10% Pasal 4 ayat (2)
UU PPh

Keuntungan yg diterima PPh tarif umum krn tdk dijual di bursa Pasal 4 ayat (1)
pemegang saham dari UU PPh
pelunasan kembali
(redemption) saham
3. KIK
 Bukan Obyek Pajak yaitu atas bagian laba yg diterima atau diperoleh oleh pemegang unit
penyertaan KIK termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya.
 Ketentuan thd bagian laba termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya ini berlaku
juga bagi pemegang unit penyertaan yg mrp Subjek Pajak LN.
(Pasal 5 PP 94 Thn 2010)

F04-
E-COMMERCE

SE terkait:
⚫ SE-62/PJ/2013 ttg Penegasan ketentuan perpajakan atas transaksi e-commerce

Definisi:
 E-commerce: Perdagangan barang dan/atau jasa yg dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen melalui sistem
elektronik. (SE-62/PJ/2013)
“Commercial transactions occurring over open networks, such as the Internet. Both business-to-business
and business-to-consumer transactions are included” (OECD, 2003).

Prinsip & Tujuan:


 Transaksi e-commerce sama dgn transaksi perdagangan lainnya, tetapi berbeda dlm hal cara atau alat yg
digunakan. Oleh krn itu, tdk ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi e- commerce dan transaksi
perdagangan lainnya.
 Tdk ada objek pajak baru dlm transaksi e-commerce.
 Mewujudkan keseragaman dlm memahami aspek perpajakan atas transaksi e-commerce .

4 Model Bisnis e-Commerce:


Online
Classified Ads Daily Deals Online Retail
Marketplace
(CA) (DD) (OR)
(OM)

Jumlah
Banyak Banyak Banyak 1
Penjual

Karakteristik Toko Permanen


Toko Permanen
Penjual / di sebuah Pasar Penjual insidentil Promo sesaat
milik sendiri
Penjualan Online

Penawaran Online Online Online Online

Pemesanan Online Offline Online Online / Offline

Online /
Pembayaran Online Offline Online / Offline
Offline

Pengiriman Online / Offline Offline Online/Offline Online / Offline

livingsocial,
tokopedia, blibli.com,
tokobagus, kaskus, Groupon
rakuten, Bhinneka.com,
Contoh berniaga.com, Disdus,
bukalapak, Gramedia.com,
www.rumah123.com DEALGOING,
duniavirtual.com Lazada
LaKupon

A. ONLINE MARKETPLACE

 OM: Kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa Toko Internet di Mal Internet sbg tempat
OM Merchant menjual barang dan/atau jasa.
 Pihak-pihak terkait:
 Penyelenggara OM;
 OM Merchant; dan
 Pembeli.
 Bbrp definisi dlm OM:
 Mal Internet: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg terdiri dari bbrp Toko Internet yg
dikelola oleh Penyelenggara OM.
 Toko Internet: Bagian dari Mal Internet yg ditawarkan oleh Penyelenggara OM kpd OM

F‐
Merchant sbg tempat kegiatan usaha.
 Penyelenggara OM: Pihak yg menjalankan kegiatan usaha Mal Internet.
 OM Merchant: Pihak yg membuka dan mengoperasikan Toko Internet utk melakukan penjualan
barang dan/atau jasa di Toko Internet melalui Mal Internet.
 Proses Bisnis:
a. Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu:
 OM Merchant melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas perjanjian yg ditetapkan
oleh Penyelenggara OM.
 Penyelenggara OM melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan menerbitkan
invoice atas Monthly Fixed Fee.
 OM Merchant melakukan pembayaran atas Monthly Fixed Fee melalui rekening Penyelenggara
OM.
 Penyelenggara OM menyediakan tempat dan/atau waktu kpd OM Merchant utk memajang
content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa dan
melakukan penjualan di Toko Internet melalui Mal Internet.
b. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa
 OM Merchant menawarkan barang dan/atau jasa yg akan dijual dgn mengunggah data dan/atau
informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual di Toko Internet melalui Mal Internet.
 Penyelenggara OM melakukan verifikasi dan menampilkan data dan/atau informasi terkait barang
dan/atau jasa yg akan dijual di Toko Internet melalui Mal Internet.
 Pembeli melakukan pemesanan di Toko Internet melalui Mal Internet. Utk memesan barang
dan/atau jasa di Mal Internet, bbrp Penyelenggara OM mensyaratkan Pembeli utk mendaftarkan
diri.
 Penyelenggara OM mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh Pembeli di
Toko Internet melalui Mal Internet (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode
pembayaran, mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
 Pembeli melakukan pembayaran melalui Escrow Account yg tlh ditetapkan oleh Penyelenggara
OM.
 Penyelenggara OM di Toko Internet melalui Mal Internet menyampaikan notifikasi kpd OM
Merchant utk melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli.
 OM Merchant melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli, baik dgn menggunakan
fasilitas pengiriman sendiri atau melalui penyedia jasa pengiriman. Selanjutnya, OM Merchant
juga mengirimkan notifikasi kpd Penyelenggara OM utk memberitahu bahwa OM Merchant tlh
melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli.
c. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan kpd OM Merchant oleh Penyelenggara OM
 Penyelenggara OM menyetor hasil penjualan kpd OM Merchant melalui rekening yg tlh
ditetapkan oleh OM Merchant.
 Jml yg disetor oleh Penyelenggara OM kpd Online Marketplace Merchant adalah seb nilai
transaksi dikurangi dgn per Sale Fee, Point Fee, serta tagihan lainnya.
 Periode penyetoran hasil penjualan oleh Penyelenggara OM kpd OM Merchant adalah sesuai
dgn isi Perjanjian.

F‐
 Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi OM:
No Proses Bisnis Objek PPh Subjek Pajak Tarif Pemotongan PPh
1. Jasa Penghasilan dari OP atau badan yg Utk Penyelenggara OM sbg Apabila OM Merchant sbg
Penyediaan jasa penyediaan memperoleh penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
Tempat dan/ tempat dan/ atau penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
atau Waktu waktu dlm media jasa penyediaan pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
lain utk tempat dan/atau PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
penyampaian waktu dlm media atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
informasi lain utk penyampai- Pajak Pasal 23/21/26
an informasi

2. Penjualan Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak OM Merchant Apabila Pembeli barang atau
Barang dan/ penjualan barang memperoleh sbagai penjual barang atau pengguna jasa adalah WP OP
atau Jasa dan/ atau penye- penghasilan dari penyedia jasa dlm OM yg atau Badan yg ditunjuk sbg
diaan jasa mrp penjualan barang penghasilannya tdk dikenai pemotong/ pemungut PPh,
objek PPh dan/atau pajak yg bersifat final*, tarif maka Pembeli barang atau
penyediaan jasa PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan/
Pajak pemungutan PPh

3. Penyetoran Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila OM Merchant sbg
Hasil Penju- jasa perantara memperoleh OM sbg penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
alan kpd OM pembayaran mrp penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
Merchant oleh objek PPh yg jasa perantara pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
Penyelenggara wajib dilakukan pembayaran PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
OM (Jasa pemotongan PPh atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
Perantara Pasal 23/21/26 Pajak Pasal 23/21/26 sesuai dgn
Pembayaran) ketentuan yg berlaku
*)
WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final

F‐
 Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi OM:
No Proses Bisnis Objek PPN Saat PPN Terutang DPP

Jasa Penyerahan jasa penyediaan Saat penyerahan, saat Penggantian, termasuk semua biaya yg
Penyediaan waktu dan/atau tempat dlm pembayaran, atau saat diminta atau seharusnya diminta oleh
Tempat dan/ media lain pemanfaatan Penyelenggara OM krn penyerahan JKP tsb.
atau Waktu Contoh:
Penggantian, Monthly Fixed Fee, Rent
Fee, Registration Fee, Fixed Fee, dan
Subscription Fee.

Penjualan Penyerahan BKP dan/atau Saat pembayaran Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai Ekspor,
Barang JKP termasuk semua biaya yg diminta atau
dan/atau Jasa seharusnya diminta oleh OM Merchant krn
penyerahan BKP dan/atau JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.

Penyetoran Penyerahan jasa perantara Saat penyerahan, saat Penggantian, termasuk semua biaya yg
Hasil Penju- pembayaran pembayaran, atau saat diminta atau seharusnya diminta oleh
alan kpd OM pemanfaatan Penyelenggara OM karena penyerahan JKP
Merchant oleh tsb.
Penyelenggara Contoh:
OM (Jasa Penggantian, biaya settlement, dan fee
Perantara penggunaan kartu kredit/kartu
Pembayaran) debit/internet banking.

F‐
B. CLASSIFIED ADS

 CA: Kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video
penjelasan, informasi, dan Iain-lain) barang dan/atau jasa bagi Pengiklan utk memasang iklan yg ditujukan
kpd Pengguna Iklan melalui situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
 Pihak-pihak terkait:
 Penyelenggara CA;
 Pengiklan; dan
 Pengguna Iklan.
 Bbrp definisi dlm CA:
 Penyelenggara CA: Pihak yg menyediakan tempat bagi Pengiklan utk memasang iklan yg
ditujukan kpd Pengguna Iklan melalui situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
 Pengiklan: Pihak yg memasang iklan dgn mengunakan situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
 Pengguna Iklan: Pihak yg menggunakan iklan dipasang di situs yg disediakan oleh
Penyelenggara CA.
 Proses Bisnis:
 Pengiklan melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas perjanjian yg ditetapkan oleh
Penyelenggara CA.
 Penyelenggara CA melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan menerbitkan
invoice atas Transaction Fee. Proses verifikasi dan penerbitan invoice mrp proses opsional krn dlm
bbrp contoh, Penyelenggara CA tdk melakukan verifikasi dan menerbitkan invoice atas Transaction
Fee.
 Dlm hal Penyelenggara CA memungut Transaction Fee, Pengiklan melakukan pembayaran atas
Transaction Fee melalui rekening yg tlh ditetapkan oleh Penyelenggara CA.
 Penyelenggara CA memberikan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu kpd Pengiklan utk memasang
iklan di situs CA.
 Pengiklan mengunggah data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan diiklankan melalui
situs CA.
 Penyelenggara CA menampilkan data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan
diiklankan melalui situs CA. Bbrp Penyelenggara CA akan menyeleksi terlebih dahulu iklan yg layak
ditampilkan berdasarkan peraturan yg berlaku.

F‐05‐5
 Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi CA:
No Proses Bisnis Objek PPh Subjek Pajak Tarif Pemotongan PPh
1. Jasa Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila Pengiklan sbg
Penyediaan jasa penyediaan memperoleh CA sbg penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
Tempat dan/ tempat dan/atau penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
atau Waktu waktu dlm media jasa penyediaan pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
lain utk tempat dan/atau PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
penyampaian waktu dlm media atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
informasi mrp lain utk Pajak Pasal 23/21/26
objek PPh yg penyampaian
wajib dilakukan informasi
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26
*)
WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final

 Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi CA:


No Proses Bisnis Objek PPN Saat PPN Terutang DPP
Jasa Penyerahan jasa Saat penyerahan, saat Penggantian, termasuk semua biaya yg
Penyediaan penyediaan waktu dan/atau pembayaran, atau saat diminta atau seharusnya diminta oleh
Tempat dan/ tempat dlm media lain pemanfaatan. Penyelenggara CA krn penyerahan JKP
atau Waktu (termasuk kemungkinan tsb.
jasa tsb diserahkan scr Contoh:
cuma-cuma) Penggantian dan transaction fee.
Dlm hal JKP tsb diserahkan scr cuma-
cuma, DPP-nya adalah Penggantian
dikurangi laba kotor.

F‐05‐6
C. DAILY DEALS

 DD: Kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa situs DD sbg tempat DD Merchant
menjual barang dan/atau jasa kpd Pembeli dgn menggunakan Voucher sbg sarana pembayaran.
 Pihak-pihak terkait:
 Penyelenggara DD;
 Merchant DD; dan
 Pembeli.
 Bbrp definisi dlm DD:
 Situs DD: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg dikelola oleh Penyelenggara DD.
 Penyelenggara DD: Pihak yg menjalankan kegiatan usaha berupa situs DD sbg tempat DD
Merchant menjual barang dan/atau jasa.
 Merchant DD: Pihak yg menjual barang dan/atau jasa dgn menggunakan fasilitas Voucher
melalui situs DD.
 Voucher: Alat tukar utk produk dan layanan tertentu dari DD Merchant yg diterbitkan oleh DD
Merchant atau Penyelenggara DD dan hanya bisa didapatkan oleh Pembeli melalui situs DD.
 Pembeli: Pihak yg melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari DD Merchant melalui situs
DD dgn menggunakan fasilitas Voucher.
 Proses Bisnis:
a. Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu
 DD Merchant melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas Perjanjian yg ditetapkan
oleh Penyelenggara DD.
 Penyelenggara DD melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan menerbitkan
invoice atas Monthly Fixed Fee.
 DD Merchant melakukan pembayaran atas Monthly Fixed Fee melalui rekening Penyelenggara
DD.
 Penyelenggara DD memberikan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu kpd DD Merchant utk
memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa
dan melakukan penjualan di situs DD.
b. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa
 DD Merchant menawarkan barang dan/atau jasa yg akan dijual dgn mengunggah data dan atau
informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual melalui situs DD.
 Pembeli melakukan pemesanan melalui situs DD. Sbl melakukan pemesanan, Pembeli
mendaftarkan diri utk mendapatkan akun agar dpt bertransaksi di situs DD.
 Penyelenggara DD mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh Pembeli
melalui situs DD (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode pembayaran,
mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
 Pembeli melakukan pembayaran melalui rekening yg ditetapkan oleh Penyelenggara DD.
 Penyelenggara DD mengeluarkan notifikasi kpd DD Merchant bahwa barang dan/atau jasanya tlh
dibeli oleh Pembeli.
 Penyelenggara DD atau DD Merchant menyampaikan Voucher kpd Pembeli. Voucher
diterbitkan oleh DD Merchant atau Penyelenggara DD dan hanya bisa didapatkan oleh Pembeli
melalui situs DD. Voucher tsb digunakan oleh Pembeli utk ditukarkan dgn barang dan/atau jasa
yg dibeli.
 Pembeli menukarkan Voucher dgn barang dan/atau jasa yg dibeli dari DD Merchant. Penyerahan
barang dan/atau jasa dpt dilakukan dgn cara menukar lsg di tempat DD Merchant, dikirimkan
oleh DD Merchant, atau dgn cara lainnya.
c. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan kpd DD Merchant oleh Penyelenggara DD
 Penyelenggara DD menyetor hasil penjualan kpd DD Merchant melalui rekening yg tlh
ditetapkan oleh DD Merchant.
 Jml yg disetor oleh Penyelenggara DD kpd DD Merchant adalah seb nilai transaksi
dikurangi dgn per Sale Fee.
 Periode penyetoran hasil penjualan oleh Penyelenggara DD kpd DD Merchant adalah sesuai
dgn isi perjanjian.

F‐05‐7
 Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi DD:
No Proses Bisnis Objek PPh Subjek Pajak Tarif Pemotongan PPh
1. Jasa Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila Merchant DD sbg
Penyediaan jasa penyediaan memperoleh DD sbg penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
Tempat dan/ tempat dan/atau penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
atau Waktu waktu dlm media jasa penyediaan pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
lain utk penyam- tempat dan/atau PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
paian informasi waktu dlm media atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
mrp objek PPh yg lain utk Pajak Pasal 23/21/26
wajib dilakukan penyampaian
pemotongan PPh informasi
Pasal 23/21/26

2. Penjualan Penghasilan dari OP atau badan yg Utk Merchant DD sbg Apabila Pembeli barang atau
Barang penjualan barang memperoleh penjual barang atau pengguna jasa adalah WP OP
dan/atau Jasa dan/atau penghasilan dari penyedia jasa yg atau Badan yg ditunjuk sbg
penyediaan jasa penjualan barang penghasilannya tdk dikenai pemotong/pemungut PPh,
mrp objek PPh dan/atau pajak yg bersifat final*, tarif maka Pembeli barang atau
penyediaan jasa PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan/
Pajak pemungutan PPh

3. Penyetoran Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila DD Merchant sbg
Hasil jasa perantara memperoleh DD sbg penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
Penjualan kpd pembayaran mrp penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
DD Merchant objek PPh yg jasa perantara pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
oleh wajib dilakukan pembayaran PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
Penyelenggara pemotongan PPh atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
DD (Jasa Pasal 23/21/26 Pajak Pasal 23/21/26
Perantara
Pembayaran)
*)
WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final

F‐
 Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi DD:
No Proses Bisnis Objek PPN Saat PPN Terutang DPP

1. Jasa Penyerahan jasa penyediaan Saat penyerahan, saat Penggantian, termasuk semua biaya yg
Penyediaan waktu dan/atau tempat dlm pembayaran, atau saat diminta atau seharusnya diminta oleh
Tempat dan/ media lain pemanfaatan Penyelenggara DD krn penyerahan JKP tsb
atau Waktu

2. Penjualan Penyerahan BKP dan/atau Saat pembayaran Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai Ekspor,
Barang dan/ JKP termasuk semua biaya yg diminta atau
atau Jasa seharusnya diminta oleh DD Merchant krn
penyerahan BKP dan/atau JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.

3. Penyetoran Penyerahan jasa perantara Saat penyerahan, saat Penggantian, termasuk semua biaya yg
Hasil pembayaran pembayaran, atau saat diminta atau seharusnya diminta oleh
Penjualan kpd pemanfaatan. Penyelenggara DD krn penyerahan JKP tsb.
DD Merchant Contoh:
oleh Penggantian, biaya settlement, dan fee
Penyelenggara penggunaan kartu kredit/kartu
DD (Jasa debit/internet banking.
Perantara
Pembayaran)

F‐
D. ONLINE RETAIL

 OR: Kegiatan menjual barang dan/atau jasa yg dilakukan oleh Penyelenggara OR kpd Pembeli di situs OR.
 Pihak-pihak terkait:
 Penyelenggara OR sekaligus sbg OR Merchant; dan
 Pembeli.
 Bbrp definisi dlm OR:
 Situs OR: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg dikelola oleh Penyelenggara OR.
 Penyelenggara OR: Pihak yg memiliki situs OR dan sekaligus sbg pihak yg melakukan
penjualan barang dan/atau jasa.
 Pembeli: Pihak yg melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari Penyelenggara OR melalui situs
OR.
 Proses Bisnis:
 Penyelenggara OR menampilkan data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual
melalui situs OR.
 Pembeli melakukan pemesanan melalui situs OR. Sbl melakukan pemesanan, bbrp Penyelenggara OR
mensyaratkan Pembeli utk mendaftarkan diri.
 Penyelenggara OR mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh Pembeli melalui
situs OR (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode pembayaran, mekanisme
pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
 Pembeli melakukan pembayaran melalui transfer ke rekening bank yg tlh ditetapkan oleh
Penyelenggara OR, kartu kredit, atau menggunakan uang tunai (Cash On Delivery).
 Penyelenggara OR melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli, baik dgn menggunakan
fasilitas pengiriman sendiri atau melalui penyedia jasa pengiriman.

F‐05‐10
 Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi OR:
No Proses Bisnis Objek PPh Subjek Pajak Tarif Pemotongan PPh
1. Penjualan Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila Pembeli barang atau
Barang penjualan barang memperoleh OR (sekaligus Merchant) pengguna jasa adalah WP OP
dan/atau Jasa dan/atau penghasilan dari sbg penjual barang atau atau Badan yg ditunjuk sbg
penyediaan jasa penjualan barang penyedia jasa yg pemotong/pemungut PPh,
mrp objek PPh dan/atau penghasilannya tdk dikenai maka Pembeli barang atau
penyediaan jasa pajak yg bersifat final*, tarif pengguna jasa tsb wajib
PPh Pasal 17 diterapkan melakukan pemotongan/
atas Penghasilan Kena pemungutan PPh
Pajak
*)
WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final

 Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi OR:


No Proses Bisnis Objek PPN Saat PPN Terutang DPP

1. Penjualan Penyerahan BKP dan/atau Saat penyerahan, atau saat Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai Ekspor,
Barang dan/ JKP pembayaran termasuk semua biaya yg diminta atau
atau Jasa seharusnya diminta oleh Penyelenggara OR
krn penyerahan BKP dan/atau JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.

F‐05‐11
BAGIAN G

LAINNYA
BANK ON-LINE PEMBAYARAN/PENYETORAN PAJAK

No. Kode & Nama Bank No. Kode & Nama Bank
1. 0002 - BRI 46. 0119 - BPD Riau
2. 0008 - Bank Mandiri 47. 0120 - BPD Sumsel
3. 0009 - BNI 46 48. 0121 - BPD Lampung
4. 0011 - Bank Danamon 49. 0122 - BPD Kalsel
5. 0013 - Bank Permata 50. 0123 - BPD Kalbar
6. 0014 - BCA 51. 0124 - BPD Kaltim
7. 0016 - BII 52. 0126 - BPD Sulsel
8. 0019 - Bank Panin 53. 0127 - BPD Sulut
9. 0022 - Bank Niaga 54. 0128 - BPD NTB
10. 0023 - Bank Buana Ind. 55. 0129 - BPD Bali
11. 0026 - Bank Lippo 56. 0130 - BPD NTT
12. 0028 - NISP 57. 0131 - BPD Maluku
13. 0031 - Citibank 58. 0132 - Bank Papua
14. 0032 - JP Morgan 59. 0133 - BPD Bengkulu
15. 0037 - Artha Graha 60. 0134 - BPD Sultengah
16. 0040 - Bank Bangkok 61. 0135 - BPD Sultra
17. 0041 - Bank HSBC 62. 0145 - Nusa Parahyangan
18. 0042 - Bank of Tokyo M 63. 0146 - Swadesi
19. 0045 - Bank Sumitomo 64. 0147 - Bank Muamalat
20. 0046 - Bank DBS 65. 0151 - Bank Mestika
21. 0047 - Bank Resona P. 66. 0152 - Bank Metro Ekspress
22. 0048 - Bank Mizuho Ind. 67. 0153 - Bank Sinar mas
23. 0050 - Standard Chartered 68. 0157 - Bank Maspion
24 0052 - ABN Amro Bank 69. 0159 - Bank Haga Kita
25. 0057 - Bank Paribas 70. 0161 - Bank Ganesha
26. 0058 - Bank UOB 71. 0164 - Bank Halim
27. 0060 - Rabobank 72. 0167 - Bank Kesawan
28. 0061 - ANZ Panin 73. 0200 - Bank Tabungan Negara
29. 0067 - Deutsche Bank 74. 0213 - BTPN
30. 0068 - Bank Woori 75. 0330 - BOA
31. 0076 - Bank Bumi Arta 76. 0426 - Bank Mega
32. 0087 - Bank Ekonomi 77. 0441 - Bank Bukopin
33. 0088 - Bank Antar Daerah 78. 0451 - Syariah Mandiri
34. 0089 - Hagabank 79. 0472 - Bank Jasa Jakarta
35. 0095 - Bank CIC 80. 0485 - Bank Bumi Putera
36. 0097 - Mayapada 81. 0590 - KEBD
37. 0110 - BPD Jabar 82. 0945 - Bank Finconesia
38. 0111 - Bank DKI 83. 0948 - OCBC
39. 0112 - BPD Jogja 84. 0949 - China Trust
40. 0113 - BPD Jateng 85. 0950 - Commonwealth
41. 0114 - BPD Jatim 86. 9996 - PT. Pos Indonesia
42. 0115 - BPD Jambi
43. 0116 - BPD Aceh
44. 0117 - BPD Sumut
45. 0118 - Bank Nagari

G-
PENGELOMPOKAN AKUN PAJAK

Saldo
Nama Akun Pelaporan
Normal
Piutang PPh Pasal 21/22/23/24/25 (Kredit Pajak) Debit Aset Lancar
PPh LB (PPh Pasal 28) Debit Aset Lancar
PPN Masukan - Dpt Dikreditkan Debit Aset Lancar
PPN LB Debit Aset Lancar
BPHTB Debit Aset Tetap (menambah nilai aset)
Hutang PPh Pasal 21/22/23/26/4 ayat (2) (Hutang Kredit Kewajiban Lancar
Pajak)
PPh KB – PPh Pasal 29 Kredit Kewajiban Lancar
PPN Keluaran Kredit Kewajiban Lancar
PPN Keluaran kpd Pemungut Debit Kewajiban Lancar (kontra akun
PPN Keluaran)
PPN KB Kredit Kewajiban Lancar
Beban PPh Final Debit Beban Operasional
Beban PBB Debit Beban Operasional
Bea Materai Debit Beban Operasional
Sanksi Perpajakan Debit Beban Operasional (Nondeductible
Expenses)
Pajak Daerah Debit Beban Operasional (bagi pihak yg
dipungut)
Imbalan Bunga Kredit Pendapatan Lain-lain
Aset Pajak Tangguhan Debit Aset Tdk Lancar
Kewajiban Pajak Tangguhan Kredit Kewajiban Tdk Lancar
Pendapatan Pajak Tangguhan Kredit Beban Pajak (kontra akun Beban
Pajak Kini)
Beban Pajak Tangguhan Debit Beban Pajak (penambah akun
Beban Pajak Kini)

G-
PELAPORAN KEUANGAN

AKUNTANSI & PELAPORAN KEUANGAN

Fungsi Akuntansi:
Utk menyediakan informasi yg kuantitatif, terutama informasi keuangan, ttg entitas-entitas ekonomi, yg dimaksudkan
utk digunakan dlm proses pengambilan keputusan – dlm pembuatan pilihan-pilihan yg beralasan di antara berbagai
alternatif tindakan yg tersedia.

Pemakai Laporan Keuangan (LK):


Pihak-pihak yg berkepentingan dgn kesehatan keuangan suatu perusahaan → pihak-pihak yg berkepentingan
(stakeholders), yaitu:
1. Pemakai Internal: Dewan direksi, manajemen, dan karyawan.
2. Pemakai Eksternal: Investor, kreditor, pemerintah, analisis, pelanggan, masyarakat, dan pemasok.
3. Investor & kreditor adalah pemakai eksternal utama.
Akuntansi Keuangan berfokus pd pengembangan & komunikasi informasi keuangan kpd pemakai eksternal.

5 Komponen Utama dari LK:


1. Neraca, menunjukkan pertanyaan-pertanyan mendasar: Apakah yg dimiliki oleh perusahaan? Apa yg
menjadi kewajiban perusahaan?
2. Laporan laba rugi, mrp usaha terbaik akuntan dlm mengukur kinerja ekonomi suatu perusahaan pd periode
tertentu.
3. Laporan arus kas, mrp LK yg paling objektif krn tdk menggunakan berbagai estimasi & penilaian
akuntansi yg dibutuhkan utk menyusun neraca dan laporan laba rugi.
Neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas adalah 3 LK utama.
4. Catatan atas LK, memuat estimasi & penilaian akuntansi, informasi tambahan dan informasi mengenai hal-
hal yg tdk terdapat dlm LK.
5. Opini audit, dgn jenis-jenisnya:
 Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified): LK disajikan sesuai dgn prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Laporan tsb konsisten, dan semua informasi yg material sdh diungkapkan.
 Wajar dgn Penjelasan Tambahan (Unqualified, with Explanatory Language): Opininya
adalah wajar, tetapi auditor merasa perlu utk menekankan hal tertentu dgn penjelasan tambahan.
 Wajar dgn Pengecualian (Qualified): Auditor merasa terhalangi dlm melakukan pengujian yg
diinginkan atau terdapat bbrp hal yg dicatat dgn cara yg tdk disetujui oleh auditor.
 Tdk Memberikan Pendapat (No Opinion): Auditor menolak utk memberikan opini, biasanya krn
terdapat ketidakpastian yg besar apakah perusahaan yg diaudit akan dpt bertahan dlm dunia bisnis atau
tdk.
 Tdk Wajar (Adverse): LK tdk disajikan sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum.

Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) → Disajikan scr wajar sesuai dgn Prinsip Akuntansi yg
Berlaku Umum (PABU)

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI

Tujuan Pelaporan Keuangan:


Utk membekali pihak-pihak yg berkepentingan dlm mengevaluasi kinerja masa lalu perusahaan dan meramalkan
kinerja masa yg akan datang. Informasi ttg kejadian masa lalu dimaksudkan utk memperbaiki operasi di masa yg
akan datang dan meramalkan arus kas masa yg akan datang.

Tujuan pelaporan akuntansi keuangan yg utama:


 Kegunaan  Penilaian thd arus kas masa depan
 Dpt dimengerti  Evaluasi sumber daya ekonomi
 Target pembaca: investor & kreditor  Fokus utama pd laba

G-
KARAKTERISTIK KUALITATIF DLM INFORMASI AKUNTANSI

Karakteristik Utama:
1. Manfaat lbh besar daripada biayanya
 Manfaat tdk selalu dpt diukur dgn mudah, krn tersebar ke seluruh perekonomian.
2. Relevansi → membuat suatu perbedaan
 Informasi yg relevan scr normal hrs menyediakan baik nilai umpan balik maupun nilai prediksi pd
saat yg sama.
 Umpan balik dari kejadian masa lalu membantu dlm mengkonfirmasi atau memperbaiki perkiraan
sebelumnya.
 Informasi ini dpt digunakan utk memperkirakan hasil di masa yg akan datang.
 Infomasi hrs tepat waktu, shg apabila informasi baru bisa didapat stl keputusan diambil, tdk akan
banyak berguna.
3. Keandalan → scr relatif bebas dari kesalahan & menyajikan hal yg seharusnya
 LK yg dibuat oleh seorang akuntan dpt diverifikasi – melibatkan konsensus – oleh akuntan lain yg
terlatih dgn menggunakan metode pengukuran yg sama.
 Penyajian jujur berarti ada kesesuaian antara pengukuran dgn aktivitas ekonomi atau unsur akuntansi
yg diukur
 Netralitas berarti apabila LK bertujuan utk memuaskan sebagian besar kelompok pemakainya, maka
informasi yg disajikan tdk boleh berpihak thd kepentingan suatu kelompok dari pemakainya dan
mengorbankan kelompok lain.
 Penekanan pd keandalan akan menghasilkan persiapan informasi yg memakan waktu cukup lama krn
informasi tsb akan diperiksa ulang, dan adanya upaya utk menghindari estimasi & peramalan yg dpt
mengaburkan data. Di sisi lain, relevansi sering kali membutuhkan informasi yg cepat yg mungkin penuh
dgn ketidakpastian.
 Standar akuntansi lambat laun semakin bersifat relevan dan semakin kurang dpt diandalkan.
4. Dapat dibandingkan
 Informasi menjadi lbh berguna ketika dpt dikaitkan dgn suatu benchmark atau standar.
 Perbandingan dlm data akuntansi utk perusahan yg sama selama bbrp periode sering disebut
konsistensi. Namun, keseragaman bukan selalu menjadi jawaban dari perbandingan.
5. Materialitas
 Tdk ada batasan angka materialitas minimum yg pasti, shg akuntan hrs menggunakan pertimbangan
sendiri.
 Ketika auditor mempertimbangkan suatu unsur material atau tdk, perhatian lbh hrs diberikan utk unsur yg
mengubah kerugian menjadi keuntungan, yg dpt membuat perusahaan dpt mencapai laba sesuai perkiraan
analis, atau yg membuat manajemen bisa mencapai batas minimum utk perolehan bonus.
Konsep Konservatisme: Apabila ragu, akui semua kerugian tetapi jgn mengakui adanya keuntungan.

G03-
Elemen LK:
Aktiva (asset) Kemungkinan manfaat ekonomi di masa yg akan datang yg diperoleh/
dikendalikan oleh entitas tertentu sbg hasil dari transaksi/kejadian di masa lalu.
Kewajiban Kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan yg timbul dari
(liability) kewajiban sekarang dari suatu entitas utk mengalihkan aktiva atau menyediakan
jasa kpd entitas lain pd masa yg akan datang sbg hasil dari transaksi/kejadian di masa lalu.

Ekuitas Sisa kepemilikan atas aktiva dari suatu entitas stl dikurangi kewajibanya.
(equity) atau
Aktiva Bersih
(net asset)
Pendapatan Arus masuk/peningkatan lain dari aktiva suatu entitas atau pelunasan kewajiban
(reveneue) (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan/produksi suatu brg, pemberian jasa, atau
pelaksanaan aktivitas lain yg mrp usaha terbesar/usaha
utama yg sedang dilakukan entitas tsb.
Beban Arus keluar/penggunaan lain dari aktiva suatu entitas atau timbulnya kewajiban
(expense) (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan/produksi suatu brg, pemberian jasa, atau
pelaksanaan aktivitas lain yg mrp usaha terbesar/usaha
utama yg sedang dilakukan entitas tsb.
Keuntungan Peningkatan dlm ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi sampingan atau transaksi yg
(gain) terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari semua transaksi, kejadian dan kondisi lainnya yg
mempengaruhi entitas tsb, kecuali yg berasal dari pendapatan/investasi pemilik.

Kerugian Penurunan dlm ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi sampingan atau transaksi yg
(loss) terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari semua transaksi, kejadian dan kondisi
lainnya yg mempengaruhi entitas tsb, kecuali yg berasal dari pendapatan/investasi pemilik.

Investasi oleh Peningkatan ekuitas dari perusahaan bisnis tertentu yg dihasilkan dari
Pemilik pengalihan dari entitas lain atau sesuatu yg bernilai utk mendapatkan/

G03-
meningkatkan kepemilikan (ekuitas)-nya dlm perusahaan tsb. Aktiva mrp hal yg paling
banyak diterima sbg investasi oleh pemilik, tetapi hal lain yg dpt diterima bisa
berupa jasa/kepuasan atau konversi kewajiban perusahaan.
Distribusi kpd Penurunan ekuitas dari perusahaan bisnis tertentu yg dihasilkan dari pengalihan
Pemilik aktiva, pemberian jasa, atau timbulnya kewajiban perusahaan kpd pemilik.
Menurunkan kepemilikan (atau ekuitas)-nya dlm perusahaan.
Laba Perubahan dlm ekuitas perusahaan bisnis selama suatu periode dari transaksi,
Komprehensif kejadian, dan kondisi lainnya yg berasal dari sumber-sumber selain pemilik.
Termasuk di dalamnya adalah semua perubahan dlm ekuitas selama suatu periode kecuali yg
berasal dari investasi oleh pemilik & distribusi kpd pemilik.
Agar suatu unsur diakui scr formal → hrs memenuhi salah satu definisi elemen LK di atas

PENGAKUAN, PENGUKURAN, DAN PELAPORAN


 Pengakuan (recognition): menyatukan semua estimasi & penilaian menjadi 1 angka dan kemudian
menggunakannya utk membuat ayat jurnal.
 Pengungkapan (disclosure): melewatkan ayat jurnal dan hanya bersandar pd catatan utk memberikan
informasi kpd pengguna.
Keterangan:
Pengungkapan mrp pengakuan yg lbh tepat dlm situasi di mana informasi yg relevan tdk dpt diukur dgn andal.

5 Atribut Pengukuran:
1. Biaya historis (historical cost): Hrg setara kas utk brg/jasa pd tgl perolehan.
Contoh: Tanah, bangunan, peralatan, dan sebagian besar persediaan
2. Biaya pengganti saat ini (current replacement cost): Hrg setara kas yg bisa ditukarkan pd saat ini utk
membeli atau menggantikan brg/jasa yg sejenis.
Contoh: Bbrp persediaan yg mengalami penurunan nilai sejak diperoleh
3. Nilai pasar saat ini (current market value): Hrg kas yg setara dgn hrg yg bisa didapatkan dgn
menjual aktiva dlm kondisi penjualan biasa.
Contoh: Bbrp instrumen keuangan
4. Nilai realisasi bersih (net realizable value): Sejumlah kas yg diharapkan akan diterima dari konversi
aktiva dlm aktivitas bisnis normal.
Contoh: Piutang dagang
5. Nilai sekarang atau nilai yg didiskontokan (present atau dscounted value): Jml arus masuk kas
bersih di masa yg akan datang atau arus keluar yg didiskontokan ke nilai sekarang pd tingkat bunga yg sesuai.
Contoh: Piutang jangka panjang, utang jangka panjang, dan aktiva operasi jangka panjang yg dianggap
mengalami penurunan nilai
Pd tgl perolehan, semua dari kelima atribut pengukuran tsb memiliki nilai yg kurang lbh sama.

Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle):


Semua informasi hrs disajikan dgn tdk bias, dpt dipahami, dan tepat waktu, agar laporan keuangan menjadi
efektif.

Asumsi Tradisonal dlm Model Akuntansi:


 Entitas ekonomi → perusahaan bisnis terpisah & berbeda dari pemiliknya atau unit bisnis lainnya.
 Kelangsungan usaha (going concern) → apabila tdk ada bukti yg menyatakan sebaliknya, sebuah
entitas dianggap akan melanjutkan usahanya di masa depan.
 Transaksi yg wajar (arm’s-length transaction) → transaksi terjadi antara pihak-pihak yg
independen, yg masing mampu melindungi kepentingannya sendiri-sendiri.
 Satuan masa uang yg stabil → dpt diukur dlm satuan mata uang yg stabil shg mengabaikan scr
tradisional perubahan dalam kemampuan daya beli dlm rupiah akibat inflasi.
 Periode akuntansi → krn LK diperlukan scr tepat waktu, umur dari entitas bisnis dibagi dlm periode
akuntansi yg spesifik.

G03-
CONTOH SOAL APLIKASI DARI KARAKTERISTIK DAN KONSEP AKUNTANSI

Tunjukkan dgn huruf, karakteristik kualitatif yg sesuai atau konsep akuntansi yg dpt diaplikasikan atas kasus
berikut ini.
a. Dpt dipahami e. Netralitas i. Biaya historis
b. Daya uji (dpt diverifikasi) f. Relevansi j. Dpt diukur
c. Ketepatan waktu g. Kelangsungan usaha k. Materialitas
d. Penyajian jujur h. Entitas ekonomi l. Dpt dibandingkan

1. Goodwill dicatat dlm akun hanya ketika timbul dari pembelian entitas lain pd hrg yg lebih tinggi dari nilai
pasar aktiva entitas yg dibeli, yg dpt diidentifikasikan.
2. Tanah dinilai pd biayanya.
3. Semua pembayaran keluar dari kas kecil didebit pd beban lain-lain.
4. Aktiva tetap diklasifikasikan scr terpisah seperti tanah dan bangunan, dgn akun akumulasi penyusutan utk
bangunan.
5. Pembayaran periodik sebesar Rp 1.500 per bulan utk jasa dari Amir, yrg mrp pemilik tunggal dari
perusahaan, dilaporkan sbg prive/penarikan oleh pemilik (withdrawals).
6. Peralatan kecil yg digunakan oleh perusahaan manufaktur besar dicatat sbg beban pd saat pembelian.
7. Investasi pd surat berharga modal pd awalnya dicatat pd biaya perolehan.
8. Sebuah toko eceran mengestimasi persediaan dan tdk melakukan perhitungan fisik yg lengkap utk tujuan
persiapan LK bulanan.
9. Catatan yg menggambarkan kemungkinan kewajiban perusahaan akibat tuntutan hukum dicakup dlm LK
meskipun blm timbul kewajiban formal pd tgl neraca.
10. Penyusutan aktiva tetap scr konsisten dihitung setiap thn dgn menggunakan metode garis lurus.

Jawaban:
1. b i, j 5. h 9. a, d, f
2. i 6. k 10. g, i, l
3. k 7. l
4. a, d, g, l 8. c

G03-
TINJAUAN ATAS SIKLUS AKUNTANSI

PROSES/SIKLUS AKUNTANSI

Menggunakan neraca lajur (opsional)

Menganalisa dokumen keuangan


Mencatat dlm Jurnal Posting ke buku besar neraca saldo
Membuat Membuat jurnal penyesuaian

Membuat neraca saldo penutup (opsional)


Membuat jurnal penutup Menyusun LK

Tahap Pencatatan:
1. Menganalisa dokumen keuangan (aktivitas bisnis) → Dasar utk pencatatan awal setiap transaksi
2. Mencatat transaksi berdasarkan dokumen pendukung tsb dgn menggunakan ayat jurnal scr kronologis pd buku
jurnal.
3. Memindahbukukan (posting) transaksi yg tlh dikelompokkan & dicatat pd jurnal ke dlm tiap akun yg sesuai pd
buku besar (general ledger), dan bila perlu pd buku besar pembantu (subsidiary ledger).
Tahap Pelaporan:
4. Menyiapkan neraca saldo (trial balance) atas akun-akun di buku besar. Neraca saldo ini berisi daftar akun
pd buku besar beserta saldo debit-kreditnya. Tahap ini dpt digunakan utk mengecek keakuratan pencatatan &
pemindahbukuan.
5. Mencatat jurnal penyesuaian (adjusting entries) utk memutakhirkan data keuangan sbl menyiapkan LK.
6. Menyiapkan LK yg mrp ikhtisar hasil operasi dan menunjukkan posisi keuangan serta arus kas perusahaan.
7. Menutup akun nominal ke akun laba ditahan. Proses penutupan ini mengakibatkan akun nominal bersaldo
nol pd awal perode berikutnya.
8. Menyiapkan neraca saldo stl penutupan (post closing trial balance) utk memastikan kesamaan atau
keseimbangan debit & kredit stl jurnal penyeseuaian dan jurnal penutup di-posting.

G04-
DOUBLE ENTRY ACCOUNTING (AKUNTANSI BERPASANGAN)

Hubungan Debit & Kredit dari Akun:


Catatan:
 Perbedaan antara pendapatan total dan beban total dlm suatu periode adalah laba (rugi) yg menambah
(mengurangi) ekuitas pemilik melalui akun laba ditahan.
 Dividen mengurangi laba ditahan, tetapi tdk diklasifikasikan sbg beban dan tdk dilaporkan pd laporan laba
rugi.

Contoh Jurnal Umum & posting ke Buku Besar:


Pd perusahaan kecil biasanya semua transaksi dicatat dlm jurnal tunggal (single journal), tetapi semakin kompleks
perusahaan dgn aktivitas yg sering terjadi biasanya membuat jurnal khusus (special journal) sedangkan transaksi yg
tdk dicatat dlm jurnal khusus akan dicatat dlm jurnal umum (general journal).

JURNAL UMUM
Hal. 12
Ref.
Tgl. Uraian Debit Kredit
Post.
1 Mei Peralatan Pengiriman 8* 50.000.000
Utang Usaha 34* 50.000.000
(Pembelian truk pengiriman scr kredit
dari PT Auto)
*)
Diisi stl melakukan posting ke buku besar (sesuai nomor akun dlm buku besar)

BUKU BESAR
Akun: PERALATAN PENGIRIMAN Akun No. 8
Ref.
Tgl. Uraian Post. Debit Kredit Saldo
150.000.000
1 Mei Pembelian truk J12 50.000.000 200.000.000
pengiriman

Akun: UTANG USAHA Akun No. 34


Ref.
Tgl. Uraian Post. Debit Kredit Saldo
30.000.000
1 Mei Pembelian truk J12 50.000.000 80.000.000
pengiriman

G04-
Contoh Neraca Saldo:
 Umumnya dibuat pd akhir periode akuntansi.
 Urutan akun yg dicantumkan sesuai dgn urutan yg terdapat dlm buku besar, dimana saldo debit
ditunjukkan pd kolom sebelah kiri & saldo kredit ditampilkan pd kolom sebelah kanan.
 Total dari kedua kolom itu hrs sama.
 Akun pd neraca saldo adalah saldo sbl penyesuaian.

PERUSAHAAN XX
NERACA SALDO
............
Debit Kredit
Akun Aktiva ........... xxxx
Akun Kontra (contra account) Aktiva ........... xxxx
Akun Kewajiban ........... xxxx
Akun Ekuitas ........... xxxx
Akun Pendapatan xxxx
Akun Kontra Pendapatan xxxx
Akun Beban xxxx
Akun Kontra Beban xxxx
Akun Pendapatan Lain-lain ........... xxxx
Akun Beban Lain-lain .......... xxxx xxxx
Total xxxx xxxx

AYAT JURNAL PENYESUAIAN (AJP)

1. Penyesuaian utk Penyusutan Aktiva


Jurnal Penyesuaian: Beban Penyusutan ..................................... xxx
Akumulasi Penyusutan .......................... xxx
(Sebesar nilai penyusutan)
2. Penyesuaian utk Piutang Tak Tertagih
Bila perusahaan menjual barangnya scr kredit kadang sebagian piutangnya tsb tdk dpt ditagih, shg
mengakibatkan timbulnya beban piutang tak tertagih.
Jurnal Beban Piutang Tak Tertagih .......................... xxx
Penyesuaian: Penyisihan Piutang Tak Tertagih ................ xxx
(Sebesar nilai estimasi yg tlh ditetapkan)
Apabila ada suatu bukti kuat suatu piutang tdk dpt ditagih (pd suatu periode akuntansi), nilai yg sesuai
dihapus dgn akun kontra.
Jurnal: Penyisihan Piutang Tak Tertagih .................................... xxx
Piutang Usaha ............................................................. xxx
Jurnal ini bukan mrp jurnal penyesuaian, jurnal ini dibuat pd saat piutang tsb benar-benar tdk dpt ditagih.
3. Penyesuaian utk unsur-unsur akrual:
a. Beban Terutang / Beban yg masih hrs dibayar (accrued expenses)
Sejumlah beban mungkin tlh terjadi namun pembayaranannya baru dilakukan pd periode selanjutnya.

Jurnal Penyesuaian: Beban xxxxxx .............................. xxx


Utang xxxxxxx .......................... xxx
(Sebesar yg tlh terjadi)
b. Piutang Pendapatan / Pendapatan yg masih hrs diterima (accrued revenues)
Sejumlah pendapatan yg sdh dihasilkan walaupun uangnya blm diterima hingga akhir periode. Jurnal
Penyesuaian: Piutang xxxxxxx ..................................... xxx
Pendapatan xxxxxxx ........................... xxx
(Sebesar yg sdh dihasilkan)

G04-
4. Penyesuaian utk pembayaran di muka:
a. Beban Dibayar di Muka (prepaid expenses)
Pengeluaran mungkin saja tlh terjadi utk brg/jasa yg blm diterima atau digunakan.
 Didebit pertama kali sbg aktiva:
Jurnal Beban xxxxxxxxxx
Penyesuaian: xxxxxxx Dibayar di Muka ........... xxx
(Sebesar yg dikonsumsi pd periode ybs)
 Didebit pertama kali sbg beban:
Jurnal xxxxxxx Dibayar di Mukaxxx
Penyesuaian: Beban xxxxxxx ............................... xxx
(Sebesar nilai yg tersisa utk periode sesudahnya)
Keterangan:
Perlakuan penyesuaian serupa di atas, juga diterapkan thd pengeluaran di muka utk pembelian berbagai
unsur oleh perusahaan guna mendukung operasi perusahaan (misal: utk pembelian peralatan, bahan-
bahan iklan, dsb). Umumnya, format jurnalnya adalah tanpa kata-kata “Dibayar di Muka”.
b. Pendapatan Diterima di Muka (prepaid revenues)
Pembayaran mungkin diterima sbl penyerahan brg/jasa.
 Dikredit pertama kali sbg kewajiban:
Jurnal xxxxxxx Diterima di Mukaxxx
Penyesuaian: Pendapatan xxxxxxx ................... xxx
(Sebesar nilai yg jatuh tempo pd periode ybs)
 Dikredit pertama kali sbg pendapatan:
Jurnal Pendapatan xxxxxxxxxx
Penyesuaian: xxxxxxx Diterima di Muka ........... xxx
(Sebesar nilai yg seharusnya menjadi penghasilan periode berikutnya)

5. Penyesuaian utk Persediaan:


Terdapat 2 macam sistem pencatatan:
 Sistem Periodik:
Penghitungan fisik persediaan hrs dilakukan pd akhir periode, utk dilakukan penyesuaian saldo akhir, krn
akun persediaan masih menunjukkan saldo awal.

Jurnal Persediaanxxx
Penyesuaian: Diskon Pembelianxxx
Retur Pembelianxxx
Hrg Pokok Penjualan (HPP)xxx
Pembelian ............................................... xxx xxx
Beban Angkut Pembelian ......................
(Nilai persediaan yg dicatat adalah sebesar selisih nilai penghitungan fisik dan saldo aw

 Sistem Perpetual:
Persediaan akhir & HPP akan muncul di buku besar sehingga tdk diperlukan jurnal penyesuaian, kecuali
utk menyesuaikan bila terdapat kerusakan, pencurian atau kesalahan pembukuan.

G04-
Contoh Neraca Lajur (Opsional):
PERUSAHAAN
XXX NERACA
LAJUR
...........................
Neraca
Neraca Penyesu Laporan Laba
Saldo Neraca
Nama Akun Saldo aian Penyesuaian Rugi
D K D K D K D K D K

Total
Laba (Rugi)
Bersih

Keterangan: Format di atas umumnya disebut Neraca Lajur 10 Kolom

Jurnal Penutup:
Pendapatan .......................................................... xxx
Laba Ditahan .................................................... xxx
Laba Ditahan ........................................................ xxx
Beban ................................................................ xxx
Laba Ditahan ........................................................ xxx
Dividen ............................................................... xxx

Contoh Neraca Saldo Penutup (Opsional):


 Dpt disusun utk memeriksa keseimbangan saldo debit & kredit utk akun-akun riil stl jurnal penutup
dipindahbukukan.
PERUSAHAAN XXX
NERACA SALDO
PENUTUP
............
Debit Kredit
Akun Aktiva ........... xxxx
Akun Kontra (contra account) Aktiva ........... xxxx
Akun Kewajiban ........... xxxx
Akun Ekuitas ........... xxxx
Total xxxx xxxx

Contoh Jurnal Pembalik (Opsional):


 Tujuan: Utk menyederhanakan pencatatan transaksi pd periode akuntansi berikutnya.
 Dibuat stl memasuki periode akuntansi yg baru dan mrp kebalikan dari ayat jurnal penyesuaian terkait yg
tlh dibuat pd periode akuntansi sebelumnya.
 Perkiraan yg dpt dibalik: Semua perkiraan akrual; dan Semua perkiraan dibayar/diterima di
muka dimana pencatatan pertama kali didebit atau dikredit ke suatu akun beban/pendapatan.

Contoh Perlakuan:
Tanpa Jurnal Pembalik Dgn Jurnal Pembalik
Jurnal Awal:
Beban Gaji .................... 4.000 Beban Gaji ................ 4.000
Kas .............................. 4.000 Kas ......................... 4.000
Jurnal Penyesuaian:
Beban Gaji .................... 1.200 Beban Gaji ................ 1.200
Utang Gaji ................... 1.200 Utang Gaji .............. 1.200
Jurnal Penutup:
G04-
Laba Ditahan ................ 5.200 Laba Ditahan ............ 5.200

G04-
Beban Gaji .................. 5.200 Beban Gaji ............. 5.200
Jurnal Pembalik:
Tdk Ada Utang Gaji ................. 1.200
Beban Gaji ............. 1.200
Jurnal Periode Berikutnya:
Utang Gaji ..................... 1.200 Beban Gaji ................ 2.500
Beban Gaji .................... 1.300 Kas ......................... 2.500
Kas .............................. 2.500

CONTOH SOAL REKONSTRUKSI JURNAL PENYESUAIAN

Utk setiap situasi berikut, rekonstruksikan jurnal penyesuaian yg tlh dibuat utk mendapatkan saldo akhir tsb.
Asumsikan jurnal penyesuaian & laporan disusun hanya 1x setahun.
1. Asuransi Dibayar di Muka:
Saldo awal thn Rp 5.600 Saldo akhir thn Rp 6.400
Selama thn itu, tlh dibeli tambahan polis asuransi bisnis. Premium 2 thn Rp 2.500 tlh dibayar dan dibebankan
ke Asuransi Dibayar di Muka.
2. Akumulasi Penyusutan:
Saldo awal thn Rp 85.200 Saldo akhir thn Rp 88.700
Selama thn tsb, hrg perolehan aktiva yg dpt disusutkan Rp 7.500 dan nilai buku sebesar Rp 1.600 tlh dijual
seharga Rp 2.400. Penghapusan aktiva tlh dicatat dgn benar.
3. Sewa Diterima di Muka:
Saldo awal thn Rp 11.000 Saldo akhir thn Rp. 15.000
Sewa gudang triwulanan tlh diterima di muka senilai Rp 18.000. Selama thn tsb, peralatan tlh disewakan ke
perusahaan lain dgn sewa tahunan Rp 9.000. Pembayaran sewa triwulanan tlh dikredit ke Pendapatan Sewa.
Sewa peralatan tahunan tlh dikredit ke Sewa Diterima di Muka.
4. Hutang gaji
Saldo awal thn Rp 42.860 Saldo akhir thn Rp 34.760
Gaji dibayar setiap 2 minggu sekali. Semua pembayaran gaji thn itu didebit ke Beban Gaji.

Jawaban:
1. Beban Asuransi................................................................................ 1.700
Asuransi Dibayar di Muka........................................................1.700
(Rp 5.600 + Rp 2.500 – Rp 6.400 = Rp 1.700)
2. Beban Penyusutan 9.400
Akumulasi Penyusutan 9.400
[Rp 85.200 – (Rp 7.500 – Rp 1.600) – Rp 88.700 = Rp9.400]
3. Sewa Diterima di Muka (Unearned Rent) 5.000
Pendapatan Sewa 5.000
(Rp 11.000 + Rp 9.000 – Rp 15.000 = Rp 5.000)
4. Hutang Gaji 8.100
Beban Gaji 8.100
(Rp 42.860 – Rp 34.760 = Rp 8.100)

G04-
RASIO-RASIO

RASIO PROFITABILITAS
No Rasio Formula Analisa Manajemen/Investor

1 Margin Laba Bruto Laba Kotor : Kemampuan penjualan menghasilkan laba


(Gross Profit Penjualan Bersih bersih
Margin)
Laba Bersih : HPP

2 Margin Laba Bersih Laba Bersih : Kemampuan penjualan menghasilkan laba


(Net Profit Margin) Penjualan Bersih bersih

3 Tingkat Laba Bersih : Total Aset Jml Rp Laba yg dihasilkan dari setiap Rp Aset
Pengembalian Aset (Kemampuan aset dlm menghasilkan laba)
(Return on Asset)

4 Tingkat Laba Bersih : Ekuitas Jml Rp yg dihasilkan dari setiap Rp yg


Pengembalian diinvestasikan dlm 1 thn (Kemampuan dlm
Ekuitas (Return on memperoleh keuntungan dgn menggunakan
Equity/Return in ekuitas)
Investment)

5 Tingkat Laba Bersih : Jml Rp yg dihasilkan dari setiap Rp


Pengembalian Penjualan Bersih penjualan dlm 1 thn
Penjualan (Return
on Sales)

6 Rasio Aset thd Total Aset : Ekuitas Jml Rp aset yg diperoleh utk setiap Rp dana
Ekuitas (Assets to yg diinvestasikan pemegang saham dlm 1 thn
Equity Ratio)

7 Laba per Saham Laba Bersih : Rata-rata Jml laba bersih yg menjadi hak utk setiap
(Earnings per Jml Lembar Saham yg lembar saham biasa
Share) Beredar

8 Rasio Pembayaran Dividen Tunai : % laba bersih yg dibayarkan kpd para


Dividen (Dividend Laba Bersih pemegang saham sbg dividen
Payout Ratio)

9 Rasio Hrg thd Laba Hrg Pasar per Saham : Jml yg akan dibayar investor utk setiap Rp dari
(Price Earnings Laba per Saham laba (Indikasi potensi pertumbuhan)
Ratio)

10 Rasio Nilai Buku thd Ekuitas : Nilai Pasar dari Jml Rp nilai buku ekuitas utk setiap Rp
Hrg Pasar (Book to Saham yg Beredar nilai pasar
Market Ratio)

RASIO LIKUIDITAS
No Rasio Formula Analisa Manajemen/Investor

1 Rasio Lancar Aset Lancar : Brp kali aset lancar dpt memenuhi hutang
(Current Ratio) Hutang Lancar lancar (Kemampuan membayar hutang lancar
dgn aset lancar)

2 Rasio Cepat (Quick (Aset Lancar – Kemampuan membayar hutang lancar dgn
Ratio) Persediaan) : Hutang aset lancar tanpa penjualan persediaan
Lancar

3 Modal Kerja Bersih Aset Lancar – Persediaan


(Net Capital – Hutang Lancar

G05-
Working)

4 Rasio Kecukupan Arus Arus Kas dari Kegiatan Brp kali kas dari kegiatan operasi dpt
Kas (Cash Flow Operasi : (Pembelian Aset memenuhi prediksi jml kas yg dibutuhkan
Adequacy Ratio) Jangka Panjang +
Pembayaran Hutang Jangka
Panjang + Pembayaran
Dividen Tunai)

RASIO AKTIVITAS
No Rasio Formula Analisa Manajemen/Investor

1 Perputaran Persediaan HPP : Rata-rata Jml siklus pembelian dlm 1 thn


(Inventory Turnover) Persediaan

2 Jml Hari Rata-rata 360 : Perputaran Rata-rata jml hari penjualan yg dipenuhi oleh
Penjualan Persediaan Persediaan pasokan persediaan yg tersedia di tangan
(Number of Days (Mengetahui jangka waktu penjualan persedian)
Sales in Inventory)

3 Perputaran Piutang Penjualan Bersih : Jml perputaran piutang usaha/siklus


Usaha (Account Rata-rata Piutang Usaha penagihan dlm 1 thn
Receivable
Turnover)

4 Rata-rata Periode 360 : Perputaran Rata-rata jml hari yg terjadi antara saat
Penagihan (Average Piutang Usaha penjualan & penagihan kas
Collection Period)

5 Perputaran Aset Penjualan : Total Aset Jml Rp penjualan yg dihasilkan dari setiap Rp
(Asset Turnover) aset dlm 1 thn

6 Perputaran Aset Penjualan : Rata- Jml Rp penjualan yg dihasilkan dari setiap Rp


Tetap (Fixed Asset rata Aset Tetap aset tetap dlm 1 thn
Tunrover)

RASIO SOLVABILITAS/LEVERAGE
No Rasio Formula Analisa Manajemen/Investor

1 Rasio Hutang (Debt Total Hutang : Total Aset % dana yg diperlukan utk membeli aset yg
Ratio) diperoleh melalui pinjaman

2 Rasio Hutang thd Total Hutang : Ekuitas Jml Rp pinjaman utk setiap Rp investasi ekuitas
Ekuitas (Debt o (Mengukur proporsi pendanaan dan
Equity Ratio) kemampuan pembayaran hutang)

3 Rasio Kelipatan Pendapatan Sbl Bunga & Jml kelipatan pembayaran bunga yg dpt
Pembayaran Bunga Pajak : Beban Bunga dipenuhi dari laba operasi
(Times Interest
Earned)

G05-
HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2009 HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2010
Tgl Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
2 Jan Cuti Bersama Thn Baru Masehi
26 Jan Thn Baru Imlek 2560
9 Mar Maulid Nabi Muhammad SAW
26 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1931
9 Apr Pemilu Legislatif
10 Apr Wafat Yesus Kristus
9 Mei Waisak Thn 2553
21 Mei Kenaikan Yesus Kristus
8 Juli Pemilu Presiden/Wakil Presiden
20 Juli Isra Mi’raj Nabi Muhammad
SAW
17 Agust Kemerdekaan RI
18 Sept Cuti Bersama Idul Fitri
21-22 Idul Fitri 1430 H
Sept
23 Sept Cuti Bersama Idul Fitri
27 Nov Idul Adha 1430 H
18 Des Thn Baru 1431 H
Tgl
24 Des Cuti Bersama Natal
1 Jan Thn Baru Masehi

Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
14 Feb Thn Baru Imlek 2561
26 Feb Maulid Nabi Muhammad SAW
16 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1932
2 Apr Wafat Yesus Kristus
13 Mei Waisak Thn 2554
28 Mei Kenaikan Yesus Kristus
10 Juli Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW
17 Agust Kemerdekaan RI
9 Sept Cuti Bersama Idul Fitri
10-11 Sept Idul Fitri 1431 H

13 Sept Cuti Bersama Idul Fitri


17 Nov Idul Adha 1431 H
7 Des Thn Baru 1432 H

24 Des Cuti Bersama Natal


25 Des Natal

HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2011 HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2012

G06-
Tgl Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
3 Feb Thn Baru Imlek 2562
15 Feb Maulid Nabi Muhammad SAW
5 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1933
22 Apr Wafat Yesus Kristus
16 Mei Cuti Bersama Waisak Thn 2555
17 Mei Waisak Thn 2555
2 Juni Kenaikan Yesus Kristus

3 Juni Cuti Bersama Kenaikan Yesus


Kristus
29 Juni Isra Mi’raj Nabi Muhammad
SAW
17 Agust Kemerdekaan RI
29 Agust Cuti Bersama Idul Fitri
30-31 Idul Fitri 1432 H
Agust
1-2 Sept Cuti Bersama Idul Fitri
6 Nov Idul Adha 1432 H
27 Nov
Tgl Thn Baru 1433 H
25 Des Natal
26 Des Cuti Bersama Natal
Batas akhir penyampaian SPT Masa PPN
Masa Juli 2011 tgl 5 Sept 2011

Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
23 Jan Thn Baru Imlek 2563
5 Feb Maulid Nabi Muhammad SAW
23 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1934
6 Apr Wafat Yesus Kristus
6 Mei Waisak Thn 2556
17 Mei Kenaikan Yesus Kristus
18 Mei Cuti Bersama Kenaikan Yesus
Kristus
17 Juni Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW
17 Agust Kemerdekaan RI
19-20 Agust Idul Fitri 1433 H

21-22 Agust Cuti Bersama Idul Fitri


26 Okt Idul Adha 1433 H
15 Nov Thn Baru 1434 H
16 Nov Cuti Bersama Thn Baru 1434 H
24 Des Cuti Bersama Natal
25 Des Natal

G06-
HARI LIBUR
Tgl & CUTI BERSAMA THN 2013 HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2014
Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
24 Jan Maulid Nabi Muhammad SAW
10 Feb Thn Baru Imlek 2564
12 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1935
29 Mar Wafat Yesus Kristus
9 Mei Kenaikan Yesus Kristus
25 Mei Waisak Thn 2557
6 Juni Isra Mi’raj Nabi Muhammad
SAW
5-7 Agust Cuti Bersama Idul Fitri
8-9 Agust Idul Fitri 1434 H
17 Agust Kemerdekaan RI
14 Okt Cuti Bersama Idul Adha
15 Okt Idul Adha 1434 H
5 Nov Thn Baru 1435 H
25 Des Natal
26 Des Cuti Bersama Natal

Tgl Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
14 Jan Maulid Nabi Muhammad SAW
31 Jan Thn Baru Imlek 2565
31 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1936
18 Apr Wafat Yesus Kristus
1 Mei Hari Buruh internasional
15 Mei Waisak Thn 2558
27 Mei Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW

29 Mei Kenaikan Yesus Kristus


28-29 Juli Idul Fitri 1435 H
30-31 Juli, 1 Cuti Bersama Idul Fitri
Agust
17 Agust Kemerdekaan RI
5 Okt Idul Adha 1435 H
25 Okt Thn Baru 1436 H
25 Des Natal
26 Des Cuti Bersama Natal

HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2015


Tgl Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
3 Jan Maulid Nabi Muhammad SAW
19 Feb Thn Baru Imlek 2566
21 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1937
3 Apr Wafat Yesus Kristus
1 Mei Hari Buruh Internasional
14 Mei Kenaikan Yesus Kristus
16 Mei Isra Mi’raj Nabi Muhammad
SAW
2 Jun Waisak Thn 2559
16 Jul Cuti Bersama Idul Fitri
17-18 Jul Idul Fitri 1436 H
20-21 Jul Cuti Bersama Idul Fitri
17 Agust Kemerdekaan RI
24 Sept Idul Adha 1436 H

G06-
14 Okt Thn Baru 1437 H
24 Des Cuti Bersama Natal
25 Des Natal

G06-
UKURAN KERTAS INTERNASIONAL

Seri A Seri B
Ukuran Ukuran
mm × mm inci × inci mm × mm inci × inci
A0 841 x 1189 33,11 × 46,81 B0 1000 x 1414 39,37 × 55,67
A1 594 x 841 23,39 × 33,11 B1 707 1000 27,83 × 39,37
A2 420 x 594 16,54 × 23,39 B2 500 x 707 19,69 × 27,83
A3 297 x 420 11,69 × 16,54 B3 353 x 500 13,90 × 19,69
A4 210 x 297 8,27 × 11,69 B4 250 x 353 9,84 × 13,90
A4s 215 x 297 8,46 × 11,69 B5 176 x 250 6,93 × 9,84
A5 148 x 210 5,83 × 8,27 B6 125 x 176 4,92 × 6,93
A6 105 x 148 4,13 × 5,83 B7 88 x 125 3,46 × 4,92
A7 74 x 105 2,91 × 4,13 B8 62 x 88 2,44 × 3,46
A8 52 x 74 2,05 × 2,91 B9 44 x 62 1,73 × 2,44
A9 37 x 52 1,46 × 2,05 B10 31 x 44 1,22 × 1,73
A10 26 x 37 1,02 × 1,46 Utk poster & lukisan dinding
Utk cetakan umum, perkantoran, penerbitan
Seri C Seri R
Ukuran Ukuran
mm x mm mm x mm
C0 917 x 1297 2R 60 x 90
C1 648 x 917 3R 89 x 127
C2 458 x 648 4R 102 x 152
C3 324 x 458 5R 127 x 178
C4 229 x 324 6R 152 x 203
C5 162 x 229 8R 203 x 254
C6 114 x 162 8R Plus 203 x 305
C7 81 x 114 10R 254 x 305
C8 57 x 81 10R Plus 254 x 381
Utk map, kartu pos, amplop 11R 279 x 356
11R Plus 279 x 432
Seri F
Ukuran 12R 305 x 381
mm x mm inci x inci 12R Plus 305 x 465
F4 215 X 330 8,5 x 13 14R 284 x 353
Utk perkantoran & fotokopi 17R 305 x 405
19R 305 x 455
Utk kertas jenis foto

Ukuran Lain yg Umum:

Ukuran mm x mm inci x inci


Letter 216 x 279 8,5 x 11
Legal 216 x 356 8,5 x 14
Ledger 432 x 279 17 x 11
Tabloid 279 x 432 11 x 17

G-
KODE EJAAN VERSI INTERNASIONAL

A Alpha N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec / Queen
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Wishky
K Kilo X X-ray
L Lima Y Yankee
M Mike / Mama Z Zulu

Space
. Dot / Period / Full Stop
, Comma
; Semicolon
: Colon
? Question Mark
! Exclamation Mark
@ At Sign
& Ampersand
" Double Quotation Mark
' Apostrophe / Single Quotation Mark / Prime
- Dash / Minus Sign
/ Forward Slash
\ Backslash
( Left Round Bracket / Parenthesis
) Right Round Bracket / Parenthesis
[ Left Square Bracket
] Right Square Bracket
{ Left Curly Bracket
} Right Curly Bracket
< Left Angle Bracket / Less-Than Sign
> Right Angle Bracket / Greater-Than Sign
| Vertical Bar / Pipe
° Degree Symbol
* Asterisk / Star
+ Plus Sign
= Equal Sign
# Number Sign / Pound Sign / Hash
§ Section Sign
$ Dollar Sign
€ Euro Sign
~ Tilde
_ Underscore
% Percent Sign
^ Caret

G-
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan:
 UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.
 UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.
 UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan petunjuk
pelaksanaannya yang terkait.
 UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.
 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Buku/Modul:
 Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu, Direktorat Peraturan Perpajakan
II, Direktorat Jenderal Pajak, 2013.
 Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh Revisi 2013, Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat
Jenderal Pajak, 2013.
 Panduan Pelayanan Perpajakan. Kanwil DJP Jakarta Pusat, Direktorat Jenderal Pajak, 2013.
 Bendahara Mahir Pajak Edisi Revisi 2013, Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak,
2013.
 Transfer Pricing Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional, Darussalam
dkk, Danny Darussalam Tax Center, 2013.
 Corporate Tax Management, Iman Santoso dan Ning Rahayu, Ortax, 2013.
 Modul Pembimbingan On The Job Training Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding &
Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, Direktorat Jenderal Pajak, 2012.
 Perpajakan Pendekatan Sertifikasi A-B-C Buku 1 & 2, Purno Murtopo dkk, Mitra Wacana Media, 2011.
 Cara Legal Siasati Pajak, Arles P. Omposunggu, Puspa Swara, 2011.
 Panduan Komprehensif Ketentuan Perpajakan, Prof. DR. Gunadi, Msc., Ak, MUC Publishing, 2010.
 Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap 2010, Primandita Fitriandi dkk, Penerbit Salemba
Empat, 2010.
 Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional, Darussalam dkk, Danny Darussalam Tax Center, 2010.
 Konsep dan Aplikasi Cross-border Transfer Pricing untuk Tujuan Perpajakan, Darussalam dkk, Danny
Darussalam Tax Center, 2008.
 Grey Area Perpajakan, Tugiman Binsarjono dkk, Gemilang Gagasindo Handal, 2007.
 Kapita Selekta Perpajakan, John Hutagaol dkk, Penerbit Salemba Empat, 2006.
 Akuntansi Penggabungan Usaha, Marisi P. Purba, PT Ray Indonesia, 2005.
 Ringkasan P3B Antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara-negara Mitra Runding,
Direktorat Peraturan Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak, 2004.
 Akuntansi Intermediate edisi 15. Earl K. Stice dkk (terjemahan). Penerbit Salemba Empat. 2004.
 Tax Planning, Indonesia Tax Review-FORMASI, SEMAR Publishing.
Slide:
 Aspek Perpajakan di Bidang e-Commerce, Direktorat Jenderal Pajak, 2014.
 Tutorial Penyampaian SPT Tahunan PPh WP Badan secara e-Filing melalui Perusahaan Penyedia Jasa
Aplikasi/Application Service Provider (ASP), Direktorat Jenderal Pajak, 2014.
 Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi Kategori Wajib Pajak PP Nomor
46 Tahun 2013, Direktorat Jenderal Pajak, 2014.
 Diklat Transfer Pricing Tingkat Pengantar, Seksi Transaksi Transfer Pricing dan Transaksi
Khusus Lainnya, Direktorat Jenderal Pajak, 2010.
Situs:
 Seksi Pemutakhiran Tax Knowledge Based, Subdirektorat Pelayanan Perpajakan, Direktorat
P2Humas, Direktorat Jenderal Pajak.
 www.pajak.go.id
 http://www.ortax.org/ortax/
 http://pajakita.blogspot.com
Aplikasi:
 TaxBase 6.0 Version 6.0, PT Integral Data Prima.
RIWAYAT HIDUP PENYUSUN

Nama Lengkap : Mohammad Fauzi Nugraha, S.S.T.

Alamat e-mail : mfn0309[at]gmail[dot]com

Riwayat Pendidikan : 1. D-IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Spesialiasi


Akuntansi, 2011
2. D-III STAN Spesialisasi Perpajakan, 2002

Riwayat Pekerjaan : 1. Account Representative Kantor Pelayanan Pajak (KPP)


Pratama Jakarta Tanah Abang Satu, Mei 2012 s.d. sekarang
Pelaksana KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Juli
2.
2011 s.d. Mei 2012
3. Pegawai Tugas Belajar D-IV STAN, Oktober 2008 s.d.
Juni 2011
4. Pelaksana (Account Representative Nota Dinas) KPP
Pratama Jakarta Cakung Satu, Juni 2007 s.d. Oktober 2008
Pelaksana KPP Jakarta Cakung Satu, Desember 2002
5.
s.d. Juni 2007

Penghargaan : 1. Account Representative Terbaik Tingkat KPP Pratama


Jakarta Tanah Abang Satu Tahun 2014
2. Account Representative Terbaik Tingkat Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat Tahun
2014

Anda mungkin juga menyukai