MATERI
PERPAJAKAN
(Untuk Umum)
Disusun oleh:
Mohammad Fauzi Nugraha
www.campur-aduk.com
DISCLAIMER
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena dengan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya penyusun tetap dapat terus memperbaharui Kumpulan Materi Perpajakan Ringkas ini.
Penyusunan kumpulan materi ini disusun pertama kali pada bulan Desember 2012 dan diupayakan di-update
tiap bulan. Kumpulan materi ini disusun dari berbagai sumber (tercantum di daftar pustaka) terutama dari
aturan perpajakan terkait, situs Tax Knowledge Base Direktorat P2Humas DJP dan situs www.ortax.org.
Ide penyusunan kumpulan materi ini berawal dari kesulitan penyusun menemukan kumpulan
materi perpajakan umum sebagai informasi awal dalam satu kesatuan yang up-to-date yang dapat dibawa
kemana-mana dalam bentuk softcopy – untuk mendukung tugas penyusun sebagai seorang Account
Representative dan untuk memudahkan para Wajib Pajak yang berada di bawah pengawasan penyusun dalam
memahami ketentuan perpajakan dengan praktis – namun dengan tetap tidak mengesampingkan aturan terkait
dan literatur lainnya.
Penyusun menyadari bahwa kumpulan materi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan serta kelemahan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan pengalaman, waktu, dan tenaga
yang penyusun miliki. Banyaknya kata yang disingkat oleh penyusun semata- mata hanya untuk mengurangi
jumlah halaman kumpulan materi ini. Khusus untuk materi PBB Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan
sampai saat ini belum dapat penyusun kerjakan. Kritik dan saran yang membangun bagi penyempurnaan
kumpulan materi ini dapat dikirim melalui email: mfn0309[at]gmail[dot]com.
Akhir kata, penyusun berharap semoga kumpulan materi yang sederhana ini dapat memberikan
manfaat walaupun secuil bagi berbagai pihak. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas segala amal
kebaikan yang kita kerjakan. Amin.
M. Fauzi Nugraha
iii
DAFTAR ISI
Cover i
Disclaimer ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Singkatan yg Digunakan ix
Bbrp Aturan Penting Terbaru xvi
A. Pendahuluan
01. Pengantar Hukum Pajak A-01-1
02. UU Perpajakan A-02-1
03. Jenis Pajak A-03-1
A. Pajak Pusat A-03-1
B. Pajak Daerah A-03-1
04. Kewajiban & Hak WP A-04-1
05. Struktur Organisasi DJP A-05-1
A. Kantor Pusat A-05-1
B. Instansi Vertikal A-05-5
C. UPT A-05-6
06. Nilai Kemenkeu dan Visi Misi & Kode Etik DJP A-06-1
B. KUP
01. Poin UU KUP B-01-1
02. NPWP, PKP & NE B-02-1
A. Administrasi NPWP B-02-1
B Pendaftaran & Pelaporan Kegiatan Usaha, Pendaftaran & Penghapusan B-02-3
NPWP, Pengukuhan & Pencabutan PKP
C. Tempat Pendaftaran NPWP WP Tertentu B-02-21
D. Pemusatan Tempat Terutang PPN B-02-26
E. Tempat Pendaftaran/Pelaporan PKP bagi WP Real Estat B-02-31
03. Surat Kuasa Khusus B-03-1
04. Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) B-04-1
05. Batas Waktu Pembayaran & Pelaporan dan Terkait Pelaporan SPT B-05-1
06. Sanksi B-06-1
A. Sanksi Administrasi B-06-1
B. Sanksi Pidana B-06-5
C. Contoh Perhitungan Sanksi B-06-8
D. Aturan Sanksi dan Penjelasan Terkait Sunset Policy B-06-11
07. Kode Perpajakan B-07-1
A. Kode Akun Pajak & Kode Jenis Setoran B-07-1
B. Kode Ketetapan B-07-15
C. Kode Nota Penghitungan B-07-17
D. Kode Pemeriksaan B-07-18
08. Sistem Pembayaran Pajak scr Elektronik (Billing System) B-08-1
09. SPT Masa PPh B-09-1
10. SPT Masa PPN B-10-1
11. SPT Tahunan PPh OP-Badan B-11-1
A. SPT Tahunan PPh B-11-1
B. Contoh Kasus Khusus ttg PTKP B-11-5
C. Penerimaan & Pengolahan SPT Tahunan PPh B-11-12
12. e-SPT B-12-1
A. Tata Cara & Persyaratan B-12-1
B. Jenis e-SPT B-12-2
C. Daftar Menu e-SPT Masa B-12-3
D. Daftar Menu e-SPT Tahunan PPh Badan B-12-9
E. FAQ Ttg e-SPT B-12-10
13. e-FIN & e-Filing B-13-1
A. Penyampaian SPT (Masa/Tahunan) & Perpanjangan SPT Tahunan Scr e- B-13-1
Filing Melalui ASP
iv
B. Penyampaian SPT 1770 S / 1770 SS Scr e-Filing melalui Website
B-13-2
DJP (www.pajak.go.id)
C. Permohonan e-FIN Melalui Pemberi Kerja Tertentu B-13-3
D. FAQ Ttg e-Filing Melalui Website DJP B-13-4
14. Pembukuan & Pencatatan B-14-1
A. Pembukuan & Pencatatan B-14-1
B. Perubahan Metode Pembukuan dan atau Thn Buku B-14-3
C. Pembukuan dgn Mata Uang Asing B-14-4
15. Pemindahbukuan (Pbk) B-15-1
16. Pengembalian Kelebihan Pajak yg Seharusnya Tdk Terutang B-16-1
17. Pengembalian Pendahuluan B-17-1
A. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak utk WP dgn Kriteria B-17-1
Tertentu
B. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak utk WP dgn Persyaratan B-17-3
Tertentu
C. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak utk PKP Berisiko Rendah B-17-6
18. Kelebihan Pembayaran Pajak B-18-1
A. Penghitungan Kelebihan Pembayaran Pajak B-18-1
B. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak B-18-3
19. Pengurangan, Keberatan, Banding, dan Gugatan B-19-1
A. Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung, dan atau Kekeliruan B-19-1
Penerapan Ketentuan Tertentu dlm Perpu Perpajakan
B. Keberatan B-19-4
C. Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan B-19-11
atau Pembatalan skp atau STP
D. Banding B-19-23
E. Gugatan B-19-27
F. Peninjauan Kembali (PK) B-19-31
20. Imbalan Bunga B-20-1
21. Tata Cara Verifikasi B-21-1
A. Verifikasi dlm Rangka Menerbitkan NPWP scr Jabatan dan B-21-4
Menghapuskan NPWP scr Jabatan/Berdasarkan Permohonan WP
B. Verifikasi dlm Rangka Mengukuhkan PKP scr Jabatan/ Berdasarkan B-21-6
Permohonan WP dan Mencabut Pengukuhan PKP scr
Jabatan/Berdasarkan Permohonan PKP
C. Verifikasi dlm Rangka Menerbitkan skp B-21-7
22. Tata Cara Pemeriksaan B-22-1
23. Tata Cara Penerbitan skp & STP B-23-1
24. Angsuran & Penundaan Pembayaran Pajak B-24-1
25. Penagihan Pajak B-25-1
A. Ketentuan Terkait Penagihan Pajak B-25-1
B. Jangka Waktu Pelunasan STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK atau Ketetapan B-25-3
Lainnya
C. Jadwal Waktu Penagihan Pajak B-25-4
D. Biaya Penagihan Pajak B-25-5
26. Surat Keterangan Fiskal (SKF) B-26-1
C. PPh
01. Poin UU PPh C-01-1
02. Ringkasan UU PPh C-02-1
03. Penentuan SPDN & SPLN C-03-1
04. Saat Terutang PPh C-04-1
05. Tarif C-05-1
06. Kompensasi Kerugian Fiskal & PTKP C-06-1
A. Kompensasi Kerugian Fiskal C-06-1
B. PTKP C-06-1
07. Harta & Persediaan C-07-1
A. Perolehan atau Pengalihan Harta C-07-1
v
B. Penyusutan C-07-2
C. Amortisasi C-07-4
D. Kelompok Harta C-07-5
E. Perangkat Lunak (Software) Komputer C-07-8
F. HP, Telepon Seluler , Pager C-07-9
G. Kendaraan Milik Perusahaan C-07-9
08. Hubungan Istimewa & Transfer Pricing C-08-1
A. Hubungan Istimewa C-08-1
B. Transfer Pricing C-08-2
09. Contoh Pemakaian Norma C-09-1
10. PPh Pasal 4 ayat (2) C-10-1
11. PPh Pasal 15 C-11-1
12. PPh Pasal 21/26 C-12-1
13. PPh Pasal 22 C-13-1
14. PPh Pasal 23 C-14-1
15. PPh Pasal 24 Atas Penghasilan WP DN dari LN C-15-1
16. PPh Pasal 25 C-16-1
A. Angsuran PPh Pasal 25 dlm Thn Pajak Berjalan yg Hrs Dibayar C-16-1
Sendiri
B. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 C-16-2
C. Angsuran Pajak dlm Thn Pajak Berjalan dlm Hal-hal Tertentu C-16-3
17. PPh Pasal 26 C-17-1
18. Badan Usaha Tetap (BUT) C-18-1
19. DGT C-19-1
A. DGT C-19-1
B. Nama Unit Organisasi & Jabatan utk Keperluan SKD C-19-6
20. Tabel Terkait P3B C-20-1
A. P3B yg Berlaku Efektif C-20-1
B. Time Test P3B yg Berlaku Efektif (BUT) C-20-2
C. Tarif PPh Pasal 26 utk P3B yg Berlaku Efektif C-20-5
D. Dependent Personal Services (Hubungan Kerja) C-20-7
E. Independent Personal Services (Pekerjaan Bebas) C-20-8
F. Hak Pemajakan atas Penghasilan Tertentu C-20-9
G. Daftar Competent Authority dari Negara-negara Treaty Partner C-20-12
21. WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu C-21-1
A. Penghasilan dari Usaha yg Diterima atau Diperoleh WP yg Memiliki C-21-1
Peredaran Bruto Tertentu
B. FAQ atas Penghasilan dari Usaha WP dgn Peredaran Bruto C-21-11
Tertentu
22. Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dlm Rangka C-22-1
Restrukturisasi
23. Dividen yg Diperoleh WP DN atas Penyertaan Modal pd Badan Usaha di C-23-1
LN Selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek
24. PSAK 46 C-24-1
25. Fasilitas PPh C-25-1
A. SKB PPh Potput (PPh Pasal 21, 22, 22 Impor, 23) C-25-1
B. SKB PPh Potput (PPh Pasal 21, 22, 22 Impor, 23) atas WP yg C-25-2
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
C. SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito, Tabungan, Diskonto SBI C-25-3
yg Diterima/Diperoleh Dana Pensiun yg Pendiriannya Tlh
Disahkan oleh Menkeu
D. SKB atas Impor Emas Batangan yg Akan Diproses Utk C-25-4
Menghasilkan Brg Perhiasan dari Emas utk Tujuan Ekspor
E. SKB Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh atas Penghasilan C-25-5
dari Penghasilan Hak atas Tanah & Bangunan (PHTB)
F. SKB Kewajiban PPh atas Penghasilan dari PHTB bagi WP yg Usaha C-25-6
Pokoknya Melakukan PHTB
G. Pembebasan atau Pengurangan PPh Badan C-25-7
vi
H. Fasilitas PPh utk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha C-25-7
Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu
I. Pengurangan Besarnya PPh Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran C-25-7
PPh Pasal 29 bagi WP Industri Tertentu
D. PPN & PPnBM
01. Poin UU PPN D-01-1
02. Ringkasan UU PPN D-02-1
03. Saat Terutang PPN D-03-1
04. BKP Tdk Berwujud & JKP D-04-1
A. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean D-04-1
B. Ekspor JKP dan/atau BKP Tdk Berwujud D-04-6
05. Faktur Pajak (FP) D-05-1
A. Saat Pembuatan FP D-05-1
B. Saat Penyerahan/Ekspor D-05-3
C. Bentuk FP D-05-7
D. FP PKP Selain Pedagang Eceran D-05-16
E. FP PKP Pedagang Eceran D-05-30
F. Dokumen Tertentu yg Dipersamakan dgn FP D-05-32
G. Pemberian Kode Aktivasi & Nomor Seri Melalui Aplikasi e-Nofa D-05-34
06. Nota Retur & Nota Pembatalan D-06-1
07. Nilai Lain D-07-1
08. Pemakaian Sendiri & Pemberian Cuma-Cuma D-08-1
A. Pemakaian Sendiri D-08-1
B. Pemberian Cuma-Cuma D-08-2
09 Kegiatan Membanguan Sendiri (KMS) D-09-1
10. Aktiva yg Mnr Tujuan Semula Tdk Utk Diperjualbelikan D-10-1
11. Toko Bebas Bea D-11-1
12. VAT Refund bagi Turis Asing D-12-1
13. Pemungut PPN D-13-1
14. Pedoman Pengkreditan PM D-14-1
A. Bagi PKP yg Peredaran Usahanya Tdk Melebihi Jml Tertentu D-14-1
B. Bagi PKP yg Melakukan Penyerahan Terutang & Tdk Terutang/ D-14-2
Dibebaskan PPN
C. Bagi PKP Usaha Tertentu (Emas & Kendaraaan Bekas) D-14-7
15. Restitusi PPN D-15-1
A. Restitusi PPN D-15-1
B. Pembayaran Kembali PM Bagi PKP yg Gagal Berproduksi D-15-1
16. Pengawasan PKP D-16-1
17. PPnBM D-17-1
18. Fasilitas PPN & PPnBM D-18-1
A. Fasilitas Pembebasan PPN D-18-1
B. Fasilitas PPN Tdk Dipungut D-18-16
C. Fasilitas PPnBM D-18-29
E. Bea Meterai
01. Poin UU Bea Meterai E-01-1
02. Bea Meterai E-02-1
F. Kapita Selekta
01. Kewajiban Perpajakan Bendahara F-01-1
02. Reimbursable Items F-02-1
03. Transaksi Swap & Forward F-03-1
04. Jenis Usaha Tertentu F-04-1
A. Leasing (Sewa Guna Usaha) F-04-1
B. Build, Operate, and Transfer F-04-6
C. Joint Operation (JO) / Kerja Sama Operasi F-04-8
D. Reksa Dana F-04-10
05. e-Commerce F-05-1
A. Online Marketplace F-05-1
vi
B. Classified Ads F-05-5
C. Daily Deals F-05-7
D. Online Retail F-05-9
Daftar Pustaka
Riwayat Hidup
vi
DAFTAR SINGKATAN YG DIGUNAKAN
Singkatan Uraian
@ Masing-masing
3M Mendapatkan, menagih dan memelihara
& Dan
a.l. Antara Lain
a.n. Atas Nama
Agust Agustus
AJB Akta Jual Beli
ALP Arm’s Length Principle
APA Advance Price Agreement
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Apr April
AR Account Representative
AS Amerika Serikat
ATM Anjungan Tunai Mandiri
ATPM Agen Tunggal Pemegang Merek
BA Berita Acara
BAPEPAM-LK Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan
BBM Bahan Bakar Minyak
BBG Bahan Bakar Gas
Bbrp Beberapa
BI Bank Indonesia
Bid Bidang
BKP Barang Kena Pajak
Bln Bulan
BOS Bantuan Operasional Sekolah
BOT Build, Operate and Transfer
BPE Bukti Penerimaan Elektronik
BPHTB Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPN Bukti Penerimaan Negara
BPS Bukti Penerimaan Surat; Biro Pusat Statistik → tergantung materi
BPT Branch Proft Tax
Brg Barang
Brp Berapa
BUD Bendahara Umum Daerah
BUT Bentuk Usaha Tetap
DepAg Departemen Agama
DepDikNas Departemen Pendidikan Nasional
DepHan Departemen Pertanahan
DepHub Departemen Perhubungan
DepKes Departemen Kesehatan
Des Desember
ix
Singkatan Uraian
Dgn Dengan
Dirjen Direktur Jenderal
Ditjen Direktorat Jenderal
DJA Direktorat Jenderal Anggaran
DJBC Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
DJP Direktorat Jenderal Pajak
Dlm Dalam
DN Dalam Negeri
Dpt Dapat
Dsb Dan sebagainya
Dst Dan seterusnya
Feb Februari
FC Fotokopi
FIFO First-in, First-out
FLN Fiskal Luar Negeri
Form Formulir
FP Faktur Pajak
Gol. Golongan
HGB Hak Guna Bangunan
HGU Hak Guna Usaha
HP Handphone
HPP Harga Pokok Penjualan
Hrg Harga
Hrs Harus
Hub Hubungan
IB Imbalan Bunga
IFRS International Financial Reporting Standards
JAMSOSTEK Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Jan Januari
Jgn Jangan
JHT Jaminan Hari Tua
JK Jaminan Kematian
JKK Jaminan Kecelakaan Kerja
JKP Jasa Kena Pajak
Jml Jumlah
JO Joint Operation
Jo Juncto
JPK Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
JPT/FF Jasa Pengurusan Transportasi/Freight Forwarding
KA Kereta Api
KAI Kereta Api Indonesia
Kab. Kabupaten
Kanwil Kantor Wilayah
KAPET Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
Kasi Kepala Seksi
x
Singkatan Uraian
KB Kurang Bayar
KEK Kawasan Ekonomi Khusus
Kemenkeu Kementrian Keuangan
Ket. Keterangan
KGB Keadaan Gagal Berproduksi
KIK Kontrak Investasi Kolektif
KITAP Kartu Izin Tinggal Tetap
KITAS Kartu Izin Tinggal Terbatas
KITE Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
KJS Kode Jenis Setoran
KKKS Kontraktor Kontrak Kerja Sama
KKP Kertas Kerja Pemeriksaan
KKPt Kertas Kerja Penelitian
KLIP DJP Kantor Layanan Informasi Dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak
KLU Klasifikasi Lapangan Usaha
KMS Kegiatan Membangun Sendiri
KP2KP Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
Kpd Kepada
KPA Kuasa Pengguna Anggaran
KPDDP Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
KPDE Kantor Pengolahan Data Eksternal
KPDJP Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
KPP Kantor Pelayanan Pajak
KPP Badora Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing
KPP Migas Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi
KPP PMA Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing
KPP PMB Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa
KPPBC Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
KPPN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Krn Karena
KSO Kerja Sama Operasi
KTP Kartu Tanda Penduduk
KUP Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Lamp Lampiran
LB Lebih Bayar
Lbh Lebih
LHP Laporan Hasil Pemeriksaan
LHPt Laporan Hasil Penelitian
LHV Laporan Hasil Verifikasi
LIFO Last-in First-out
LK Laporan Keuangan
LN Luar Negeri
LPAD Lembar Pengawasan Arus Dokumen
LPJK Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Lsg Langsung
xi
Singkatan Uraian
M Milyar
MAP Mutual Agreement Procedure; Mata Anggaran Penerimaan → tergantung materi
Max Maksimal
Mekanisme LS Mekanisme Langsung
Mekanisme UP Mekanisme Uang Persediaan
MenKeu/Menkeu Menteri Keuangan
Migas Miinyak dan Gas Bumi; Minyak Bumi dan Gas Bumi
Min Minimal
Mnr Menurut
MPN Modul Penerimaan Negara
NE Non Efektif
NIK Nomor Induk Kependudukan
NJOPTKP Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
No. Nomor
NOP Nomor Objek Pajak
Nothit Nota Penghitungan
Nov November
NPOPTKP Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
NPP Nomor Penerimaan Potongan
NPPN Norma Penghitungan Penghasilan Neto
NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak
NSB Nilai Sisa Buku
NSFP Nomor Seri Faktur Pajak
NTB Nomor Transaksi Bank
NTP Nomor Transaksi Pos
NTPA Nomor Transaksi Pengiriman ASP
NTPN Nomor Transaksi Penerimaan Negara
NTPPP Nomor Transaksi Pembayaran Pajak
NTTE Nomor Tanda Terima Elektronik
OECD Organization for Economic Cooperation and Development
OJK Otoritas Jasa Keuangan
Okt Oktober
OPPT Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Org Orang
OP Orang Pribadi
PAHP Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
PAHV Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi
P3B Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
PBB Pajak Bumi dan Bangunan
Pbk Pemindahbukuan
Pd Pada
PDKB Penyelenggara di Kawasan Berikat
PDRD Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
PER- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
xi
Singkatan Uraian
Pemda Pemerintah Daerah
Pempus Pemerintah Pusat
Perda Peraturan Daerah
Perpu Peraturan perundang-undangan
PHTB Pengalihan Hak atas Tanah & Bangunan
PIN Personal Identification Number
PK Peninjauan Kembali; Pajak Masukan → tergantung materi
PKP Pengusaha Kena Pajak; Penghasilan Kena Pajak → tergantung materi
PKP PE Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran
PLI Profit Level indicator
PM Pajak Masukan
PMB Perusahaan masuk bursa
PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak
PMK- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Potput/Pot-Put Pemotongan Pemungutan
PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah
PPBTT Pemberitahuan Pemasukan/Pengeluaran Barang Transaksi Tertentu
PPDDP Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
PPh Pajak Penghasilan
PPJB Perjanjian Pengikatan Jual Beli
PPN Pajak Pertambangan Nilai
PPnBM Pajak Penjualan atas Barang Mewah
PPSP Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Ps. Pasal
PSAK Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
PT Perseroan Terbatas
PTLL Pajak Tidak Langsung Lainnya
PTUN Pengadilan Tata Usaha Negara
QA Quality Assurance
RI Republik Indonesia
RIKI Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
Rp Rupiah
RUPS Rapat Umum Pemegang Saham
RUSUNAMI Rumah Susun Sederhana Milik
s.d. Sampai dengan
SAK Standar Akuntansi Keuangan
Sbb sebagai berikut
Sbg Sebagai
Sbl Sebelum
Seb Sebesar
Sept September
Scr Secara
SDA Sumber Daya Alam
SDM Sumber Daya Manusia
SGU Sewa Guna Usaha
xi
Singkatan Uraian
SHU Sisa Hasil Usaha
SI Sistem Informasi
SIUP Surat izin Usaha Perdagangan
SIUPP Surat Izin Perusahaan Pelayaran
SK Surat Keputusan
SKB Surat Keterangan Bebas
SKD Surat Keterangan Domisili
SKF Surat Keterangan Fiskal
SKKPPBB Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Skp/SKP Surat Ketetapan Pajak
SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
SKPIB Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga
SKPKB Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
SKPKBT Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
SKPKPP Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
SKPLB Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
SKPN Surat Ketetapan Pajak Nihil
SKPPIB Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga
SKPPKP Surat Keputusaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
SKT Surat Keterangan Terdaftar
Slr Seluruh
SMT Saat Mulai Terdaftar
SP2 Surat Perintah Pemeriksaan
SP2D Surat Perintah Pencairan Dana
SPD Surat Pengiriman Dokumen
SPDN Subjek Pajak Dalam Negeri
SPHP Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
SPHV Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi
SPK Surat Perintah Kerja
SPLN Subjek Pajak Luar Negeri
SPM Surat Perintah Membayar
SPMIB Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga
SPMKP Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak
SPMP Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
SPPKP Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
SPPT Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
SPT Surat Pemberitahuan
SPUH Surat Pemberitahuan Untuk Hadir
SPV Special Purpose Vehicle
SRO Self Regulatory Organization
SSBP Surat Setoran Bukan Pajak
SSP Surat Setoran Pajak
SSPBB Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan
ST Surat Tugas
Stdd Sebagaimana telah diubah dengan
xi
Singkatan Uraian
Stdtd Sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Stl Setelah
STP Surat Tagihan Pajak
STTS Surat Tanda Terima Setoran
Tdk Tidak
Tgl Tanggal
Thd Terhadap
Thn Tahun
THR Tunjangan Hari Raya
THT Tunjangan Hari Tua
TI Teknologi Informasi
TLDDP Tempat Lain dalam Daerah Pabean
Tlh Telah
TNMM Transactional Net Margin Method
TP Transfer Pricing
TPB Tempat Penimbunan Berikat
TPPB Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
TPT Tempat Pelayanan Terpadu
Tsb Tersebut
Ttg Tentang
UP2 Unit Pelaksana Pemeriksaan
UPT Unit Pelaksana Teknis
US$ Dollar Amerika Serikat
Utk Untuk
UU Undang-Undang
Waskon Pengawasan dan Konsultasi
WDP Wajar Dengan Pengecualian
WIBB Waktu Indonesia Bagian Barat
WP Wajib Pajak
WTP Wajar Tanpa Pengecualian
YBDI Yang Berhubungan Dengan Itu
Yg Yang
x
BBRP ATURAN PENTING TERBARU
Thn 2014:
Perihal, Nomor, dan Tanggal Peraturan Referensi
RALAT SURAT EDARAN NOMOR SE-32/PJ/2014 TENTANG PENEGASAN C-21
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO
TERTENTU
SE-38/PJ/2014, 22 Okt 2014
TATA CARA PEMBERSIHAN DATA (DATA CLEANSING) WAJIB PAJAK
SE-37/PJ/2014, 22 Okt 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-27/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK
SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SE-36/PJ/2014, 13 Okt 2014
TATA CARA PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PER-27/PJ/2014, 13 Okt 2014
SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK B-08
PER-26/PJ/2014, 13 Okt 2014
→ mencabut PER-47/PJ/2011 jo PER-19/PJ/2012
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR C-25
130/PMK.011/2011 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU
PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
PMK-192/PMK.03/2014, 06 Okt 2014
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
16/PMK.03/2013 TENTANG RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA
CARA PENYAMPAIAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN
PERPAJAKAN
PMK-191/PMK.03/2014, 02 Okt 2014
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR B-17,
PER-44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA B-10
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(SPT MASA PPN)
PER-25/PJ/2014, 23 Sept 2014
TATA CARA PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN DAN PENYITAAN HARTA B-25
KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK DALAM
RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PER-24/PJ/2014, 17 Sept 2014
PENEGASAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN C-21
2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU
SE-32/PJ/2014, 17 Sept 2014
PENGGUNAAN DOKUMEN PELENGKAP PABEAN DALAM BENTUK DATA
ELEKTRONIK
PMK-175/PMK.04/2014, 28 Agust 2014
PERUBAHAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-07
27/PJ/2012 TENTANG BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN, BENTUK DAN
ISI SURAT KETETAPAN PAJAK SERTA BENTUK DAN ISI SURAT TAGIHAN
PAJAK
PER-23/PJ/2014, 14 Agust 2014
PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK C-20
BERGANDA (P3B) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH NEGARA BERDAULAT PAPUA NUGINI
SE-31/PJ/2014, 14 Agust 2014
x
PENGAWASAN ATAS TRANSAKSI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU C-10
BANGUNAN MELALUI JUAL BELI
SE-30/PJ/2014, 14 Agust 2014
TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK D-18
PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING
DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
PMK-162/PMK.03/2014, 13 Agust 2014
TATA CARA PENGEMBALIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK D-18
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
YANG TELAH DIPUNGUT KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING DAN BADAN
INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
PMK-161/PMK.03/2014, 13 Agust 2014
TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU D-18
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
YANG SEHARUSNYA TIDAK DIBERIKAN PEMBEBASAN OLEH PERWAKILAN
NEGARA ASING DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
PMK-160/PMK.03/2014, 13 Agust 2014
UJI COBA PELAKSANAAN PEMBINAAN WAJIB PAJAK BARU MELALUI
PROGRAM TRIPLE ONE
KEP-167/PJ/2014, 04 Agust 2014
PERUBAHAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 17/PJ/2012 B-18
TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENERBITAN SURAT PERINTAH
MEMBAYAR KELEBIHAN PAJAK
SE-25/PJ/2014, 25 Juli 2014
→ Mengubah form konfirmasi utang pajak
PELAKSANAAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR D-18
70P/HUM/2013 MENGENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG HASIL
PERTANIAN YANG DIHASILKAN DARI KEGIATAN USAHA DI BIDANG
PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN KEHUTANAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 2007
SE-24/PJ/2014, 25 Juli 2014
PENYELENGGARAAN PELAYANAN PADA KANTOR LAYANAN INFORMASI DAN
PENGADUAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PER-22/PJ/2014, 25 Juli 2014
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR C-25
PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN
PER-21/PJ/2014, 25 Juli 2014
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENETAPAN MASA MANFAAT YANG C-07
SESUNGGUHNYA ATAS HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN UNTUK
KEPERLUAN PENYUSUTAN
PER-20/PJ/2014, 25 Juli 2014
KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PMK-139/PMK.03/2014, 10 Juli 2014
→ Mencabut PMK-10/PMK.03/2010
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK B-11
NOMOR PER-34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT
PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
PER-19/PJ/2014, 03 Juli 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DAN ANALISIS INFORMASI,
DATA, LAPORAN, DAN PENGADUAN
PER-18/PJ/2014, 02 Juli 2014
→ Mencabut PER-38/PJ/2010
TATA CARA PERMINTAAN DATA FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK D-05
x
SE-21/PJ/2014, 20 Juni 2014
PENETAPAN PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIWAJIBKAN MEMBUAT D-05
FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK
KEP-136/PJ/2014, 20 Juni 2014
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR D-05
PER-24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN
KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN,
TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA
PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
PER-17/PJ/2014, 20 Juni 2014
TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAPORAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK D-05
ELEKTRONIK
PER-16/PJ/2014, 20 Juni 2014
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-12
78/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK
MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN
YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
PMK-115/PMK.03/2014, 18 Juni 2014
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-18
36/PMK.03/2007 TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA, RUMAH SANGAT
SEDERHANA, RUMAH SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA
MAHASISWA DAN PELAJAR, SERTA PERUMAHAN LAINNYA, YANG ATAS
PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI
PMK-113/PMK.03/2014, 10 Juni 2014
KONSULTAN PAJAK B-03
PMK-111/PMK.03/2014, 09 Juni 2014
PEJABAT PENGGANTI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
PMK-110/PMK.01/2014, 09 Juni 2014
PANDUAN PENYUSUNAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA DJP DENGAN
PIHAK LAIN DI DALAM NEGERI
SE-19/PJ/2014, 16 Mei 2014
PENGGUNAAN STEMPEL TANDA TANGAN PADA BUKTI PEMOTONGAN C-14
PAJAK PENGHASILAN ATAS PEMBAYARAN DIVIDEN KEPADA PARA
PEMEGANG SAHAM
PER-15/PJ/2014, 16 Mei 2014
TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN E-02
PMK-70/PMK.03/2014, 25 Apr 2014
→ Mencabut KMK-476/KMK.03/2002
BENTUK, UKURAN, DAN WARNA BENDA METERAI E-02
PMK-65/PMK.03/2014, 21 Apr 2014
→ Mencabut PMK-55/PMK.03/2009
JENIS KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS D-18
BARANG MEWAH DAN TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN DARI
PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PMK-64/PMK.03/2014, 16 Apr 2014
→ Mencabut KMK-355/KMK.03/2003
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-02
28/PJ/2012 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN
USAHA BAGI WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI
LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB
PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR
WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS, DAN KANTOR
PELAYANAN PAJAK MADYA
PER-13/PJ/2014, 11 Apr 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI B-19
ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN
x
PAJAK ATAU SURAT TAGIHAN PAJAK
SE-17/PJ/2014, 07 Apr 2014
TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK SECARA B-02
JABATAN ATAS PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2014
PER-12/PJ/2014, 02 Apr 2014
TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION)
PMK-60/PMK.03/2014, 27 Mar 2014
PENGECUALIAN PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA ATAS B-06,
KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN BAGI WAJIB B-13
PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN
(SPT) TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI SECARA E-FILING
KEP-62/PJ/2014, 25 Mar 2014
BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PER-11/PJ/2014, 21 Mar 2014
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENETAPAN ATAS SAAT MULAINYA C-07
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD YANG DAPAT DILAKUKAN PADA BULAN
DIGUNAKAN ATAU BULAN MULAI MENGHASILKAN
PER-10/PJ/2014, 21 Mar 2014
RENCANA DAN STRATEGI PEMERIKSAAN TAHUN 2014
SE-15/PJ/2014, 21 Mar 2014
PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN F-01-01
PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN SATUAN KERJA
PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
PER-08/PJ/2014, 21 Mar 2014
RALAT SE-09/PJ/2014 TENTANG PELAYANAN SEHUBUNGAN DENGAN
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN
(SPT TAHUNAN PPh)
SE-13/PJ/2014, 17 Mar 2014
TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN B-17
PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI
PERSYARATAN TERTENTU
SE-12/PJ/2014, 13 Mar 2014
TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN BAGI WAJIB B-13
PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENGGUNAKAN FORMULIR 1770S ATAU 1770SS
SECARA e-FILING DAN MERUPAKAN PEGAWAI TETAP PADA PEMBERI KERJA
TERTENTU
PER-06/PJ/2014, 13 Mar 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK B-19
PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN
ATAS BARANG MEWAH
SE-11/PJ/2014, 10 Mar 2014
→ Mencabut SE-122/PJ/2010
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-
04/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN METODE DAN TEKNIK
PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN
PERPAJAKAN
PER-07/PJ/2014, 10 Mar 2014
KEWENANGAN AKSES DATA PERPAJAKAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
SE-10/PJ/2014, 25 Feb 2014
PENETAPAN NILAI BUMI PER METER PERSEGI UNTUK PERMUKAAN BUMI
OFFSHORE, NILAI BUMI PER METER PERSEGI UNTUK TUBUH BUMI
EKSPLORASI, ANGKA KAPITALISASI, HARGA UAP, DAN HARGA LISTRIK,
UNTUK PENENTUAN BESARNYA NILAI JUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN
KEP-33/PJ/2014, 22 Feb 2014
PELAYANAN SEHUBUNGAN DENGAN PENYAMPAIAN SURAT
PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN (SPT TAHUNAN PPh)
SE-09/PJ/2014, 17 Feb 2014
xi
SAAT PENGHITUNGAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK D-15
MASUKAN YANG TELAH DIKREDITKAN DAN TELAH DIBERIKAN
PENGEMBALIAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGALAMI
KEADAAN GAGAL BERPRODUKSI
PMK- 31/PMK.03/2014, 10 Feb 2014
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN EMAS PERHIASAN D-07
PMK- 30/PMK.03/2014, 10 Feb 2014
PENYESUAIAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PMK-23/PMK.03/2014, 03 Feb 2014
→ mencabut PMK-67/PMK.03/2011
PENCABUTAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-
272/PJ/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAMATAN,
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN, DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI
BIDANG PERPAJAKAN
PER-04/PJ/2014, 3 Feb 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG
PERPAJAKAN
SE-06/PJ/2014, 3 Feb 2014
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR B-17
PER-40/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN
KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI
PERSYARATAN TERTENTU
PER-03/PJ/2014, 3 Feb 2014
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMK.03/2010 D-12
TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI
PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG
TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
PMK-21/PMK.011/2014, 30 Jan 2014
PETUNJUK KEGIATAN EKSTENSIFIKASI, PENDATAAN, DAN PENILAIAN
TAHUN 2014
SE-05/PJ/2014, 29 Jan 2014
TATA CARA PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PERPAJAKAN
SE-04/PJ/2014, 21 Jan 2014
TATA CARA PENYAMPAIAN PENGADUAN PELAYANAN PERPAJAKAN
PER-02/PJ/2014, 21 Jan 2014
PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN B-13
TAHUNAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENGGUNAKAN
FORMULIR 1770S ATAU 1770SS SECARA e-FILING MELALUI WEBSITE
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK (www.pajak.go.id)
SE-1/PJ/2014, 6 Jan 2014
TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN BAGI WAJIB B-13
PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENGGUNAKAN FORMULIR 1770S ATAU 1770SS
SECARA e-FILING MELALUI WEBSITE DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
(www.pajak.go.id)
PER-1/PJ/2014, 6 Jan 2014
Thn 2013:
Perihal, Nomor, dan Tanggal Peraturan Referensi
PEDOMAN PENGGUNAAN METODE DAN TEKNIK PEMERIKSAAN
SE-65/PJ/2013, 31 Des 2013
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA B-20
PMK-226/PMK.03/2013, 31 Des 2013
TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR
PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN
PANAS BUMI
SE-64/PJ/2013, 31 Des 2013
x
→ mencabut SE-21/PJ/2012
PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE F-05
SE-62/PJ/2013, 27 Des 2013
KODE NOTA PENGHITUNGAN DAN KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK B-07
SE-61/PJ/2013, 24 Des 2013
→ Penggabungan kode utk PPh Badan & PPh Pasal 26 Ayat (4) Minyak Bumi dan
Gas Bumi, Penambahan kode utk PPN KMS (STP), Pajak Penjualan Batubara, dan Bea
Materai
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR B-02
PER-20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR
POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA
PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PAJAK NOMOR PER-38/PJ/2013
SE-60/PJ/2013, 24 Des 2013
PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK C-20
BERGANDA (P3B) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH REPUBLIK SURINAME
SE-59/PJ/2013, 23 Des 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR B-02
68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI
PMK-197/PMK.03/2013, 20 Des 2013
TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS
BUMI, DAN PANAS BUMI
PER-45/PJ/2013 , 20 Des 2013
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR C-13
154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
PMK-175/PMK.011/2013, 05 Des 2013
TATA CARA PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL DALAM RANGKA B-26
PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA UNTUK KEPERLUAN INSTANSI
PEMERINTAH
PER-44/PJ/2013, 5 Des 2013
BENTUK DAN ISI SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN B-07
PER-43/PJ/2013, 5 Des 2013
TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN, PENETAPAN
REALISASI PENANAMAN MODAL, PENYAMPAIAN KEWAJIBAN PELAPORAN,
DAN PENCABUTAN KEPUTUSAN PERSETUJUAN PEMBERIAN FASILITAS PAJAK
PENGHASILAN UNTUK WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN PENANAMAN
MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-
DAERAH TERTENTU
PER-41/PJ/2013, 27 Nov 2013
PENGAWASAN PENGUSAHA KENA PAJAK D-16
PER-40/PJ/2013, 26 Nov 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-02
20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR
POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA
KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN
PEMINDAHAN WAJIB PAJAK
PER-38/PJ/2013, 8 Nov 2013
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK.011/2013 D-18
TENTANG BUKU-BUKU PELAJARAN UMUM, KITAB SUCI, DAN BUKU-BUKU
PELAJARAN AGAMA YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA
DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
SE-58/PJ/2013, 26 Nov 2013
x
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.011/2013 D-17
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
121/PMK.011/2013 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG
MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
SE-57/PJ/2013, 26 Nov 2013
TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU D-05
PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK
PMK-151/PMK.011/2013, 11 Nov 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR C-13
154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
PMK-146/PMK.011/2013, 4 Nov 2013
TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI C-21
USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI
PER-37/PJ/2013, 30 Okt 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-13
47/PJ/2008 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN
DAN PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN SURAT
PEMBERITAHUAN TAHUNAN SECARA ELEKTRONIK (e-FILING) MELALUI
PERUSAHAAN PENYEDIA JASA APLIKASI (ASP)
PER-36/PJ/2013, 30 Okt 2013
TATA CARA EKSTENSIFIKASI
PER-35/PJ/2013, 24 Okt 2013
→ mencabut PER-175/PJ./2006, PER-116/PJ./2007, PER-16/PJ./2007
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-35/PJ/2013 TENTANG TATA CARA EKSTENSIFIKASI
SE-51/PJ/2013, 24 Okt 2013
PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG
MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
SE-50/PJ/2013, 24 Okt 2013
PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI
BIDANG PERPAJAKAN
SE-49/PJ/2013, 24 Okt 2013
PEJABAT YANG BERWENANG MENANDATANGANI SURAT KETERANGAN C-19
DOMISILI BAGI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI AMERIKA SERIKAT (FORM 6166)
SE-48/PJ/2013, 22 Okt 2013
TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI (REIMBURSEMENT) PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU
JASA KENA PAJAK KEPADA PENGUSAHA PANAS BUMI UNTUK
PEMBANGKITAN ENERGI/LISTRIK
PMK-142/PMK.02/2013, 18 Okt 2013
PENEGASAN PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK
OFFSHORE PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK
PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI
SE-46/PJ/2013, 30 Sept 2013
TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN C-21,
PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK C-25
PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN
2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG
DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU
PER-32/PJ/2013, 25 Sept 2013
x
PROSEDUR PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN PEMUSATAN TEMPAT PAJAK B-02
PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG DALAM RANGKA PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR NOMOR PER-28/PJ/2012
SE-45/PJ/2013, 19 Sept 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-17
121/PMK.011/2013 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG
MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN
ATAS BARANG MEWAH
PMK-130/PMK.011/2013, 18 Sept 2013
PEDOMAN TEKNIS SENSUS PAJAK NASIONAL
PER -31/PJ/2013, 17 Sept 2013
TATA CARA PELAKSANAAN PENGURANGAN BESARNYA PAJAK C-25
PENGHASILAN PASAL 25 DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 29 TAHUN 2013 BAGI WAJIB PAJAK INDUSTRI
TERTENTU
PER-30/PJ/2013, 11 Sept 2013
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG C-10,
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA C-21
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO
TERTENTU
SE-42/PJ/2013, 2 Sept 2013
PENETAPAN STANDAR PELAYANAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
KEP-378/PJ/2013, 29 Agust 2013
PENGURANGAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN
PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 29 TAHUN 2013
BAGI WAJIB PAJAK INDUSTRI TERTENTU
PMK-124/PMK.011/2013, 27 Agust 2013
BUKU-BUKU PELAJARAN UMUM, KITAB SUCI, DAN BUKU-BUKU PELAJARAN D-18
AGAMA YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PMK-122/PMK.011/2013, 27 Agust 2013
JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN D-17
BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PMK-121/PMK.011/2013, 26 Agust 2013
x
PERTAMBAHAN NILAI KEPADA ORANG PRIBADI PEMEGANG PASPOR LUAR
NEGERI
PER-28/PJ/2013, 25 Juli 2013
PENGHITUNGAN ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN BAGI WAJIB
PAJAK YANG MENJALANKAN USAHA DI BIDANG PERTAMBANGAN MINERAL
ATAU BATUBARA DALAM RANGKA KONTRAK BAGI HASIL, KONTRAK
KARYA, ATAU PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN
SE-36/PJ/2013, 25 Juli 2013
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA D-07
PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDING) YANG DI DALAM
TAGIHANNYA TERDAPAT BIAYA TRANSPORTASI (FREIGHT CHARGES)
SE-33/PJ/2013, 12 Juli 2013
PELAKSANA PEMBUBUHAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN E-02
TEKNOLOGI PERCETAKAN
PER-27/PJ/2013, 12 Juli 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-13
76/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN
PERMINTAAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG BAWAAN
ORANG PRIBADI PEMEGANG PASPOR LUAR NEGERI
PMK-100/PMK.03/2013, 5 Juli 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-11
34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK
BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
PER-26/PJ/2013, 5 Juli 2013
PELAPORAN PEMUNGUTAN PPN DAN PPNBM ATAS PENYERAHAN
KENDARAAN BERMOTOR
SE-31/PJ/2013, 5 Juli 2013
TEMPAT PENDAFTARAN DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA BAGI WAJIB B-02
PAJAK SEBAGAI PENGUSAHA YANG DIKENAI PAJAK BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984 DAN PERUBAHANNYA
YANG MELAKUKAN USAHA DI BIDANG PENGALIHAN TANAH DAN/ ATAU
BANGUNAN
PER-25/PJ/2013, 3 Juli 2013
PELAKSANAAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL ATAS C-10
PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/AT AU
BANGUNAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG USAHA
POKOKNYA MELAKUKAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/AT AU
BANGUNAN DAN PENENTUAN JUMLAH BRUTO NILAI PENGALIHAN HAK
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN OLEH WAJIB PAJAK YANG
MELAKUKAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
SE-30/PJ/2013, 3 Juli 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR B-07
PER-38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK
PER-24/PJ/2013, 2 Juli 2013
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA C-10,
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO C-21
TERTENTU
PP 46 TAHUN 2013, 12 Juni 2013
STANDAR PEMERIKSAAN B-22
PER-23/PJ/2013, 11 Juni 2013
KEBIJAKAN PEMERIKSAAN B-22
SE-28/PJ/2013, 11 Juni 2013
PEDOMAN PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI C-08
HUBUNGAN ISTIMEWA
PER-22/PJ/2013, 30 Mei 2013
TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, B-02
x
PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK,
PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN
PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB
PAJAK
PER-20/PJ/2013, 30 Mei 2013
PENCABUTAN BEBERAPA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TERKAIT B-16,
DENGAN PENERBITAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN DI BIDANG B-17,
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN B-19,
PER-19/PJ/2013, 30 Mei 2013 C-19
PEDOMAN e-AUDIT
SE-25/PJ/2013, 30 Mei 2013
BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KENDARAAN D-17
BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH PP
41 TAHUN 2013, 23 Mei 2013
PERSYARATAN PEMBERIAN KODE AKTIVASI DAN NOMOR SERI FAKTUR D-05
PAJAK MELALUI APLIKASI ENOFA
S-840/PJ.10/2013, 17 Mei 2013
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-16
5/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENELITIAN
PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
PENGHASILAN YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI
PER-18/PJ/2013, 8 Mei 2013
KODE NOTA PENGHITUNGAN DAN KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK B-07
SE-24/PJ/2013, 24 Apr 2013
→ Penambahan kode utk PPh Badan Minyak Bumi, PPh Badan Gas Bumi, PPh Pasal
26 Ayat (4) Minyak Bumi, dan PPh Pasal 26 Ayat (4) Gas Bumi
BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT B-09
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26
PER-14/PJ/2013, 18 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-10
44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(SPT MASA PPN)
PER-11/PJ/2013, 12 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- B-10
45/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(SPT MASA PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGGUNAKAN
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
PER-10/PJ/2013, 12 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- D-09
53/PJ/2012 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 163/PMK.03/2012 TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
SE-22/PJ/2013, 12 April 2013
→ Mengubah ketentuan bagian B angka 4 dari SE-53/PJ/2012
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2013
TENTANG RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA CARA
PENYAMPAIAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN
PERPAJAKAN
PMK-79/PMK.03/2013, 11 Apr 2013
PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR D-18
231/KMK.03/2001 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG KENA
PAJAK YANG DIBEBASKAN DARI PUNGUTAN BEA MASUK
x
PMK-70/PMK.011/2013, 2 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- D-05
24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN
KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN,
TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA
PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
PER-08/PJ/2013, 27 Mar 2013
PEMERIKSAAN ATAS SPT TAHUNAN PPh RUGI DAN SPT MASA PPN LEBIH
BAYAR KOMPENSASI YANG DALUWARSA PENETAPAN PADA TAHUN 2013
SE-12/PJ/2013, 26 Mar 2013
MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN F-01
PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
PMK-64/PMK.05/2013, 15 Mar 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR C-13,
PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK C-25
PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS
PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN
USAHA DI BIDANG LAIN
PER-06/PJ/2013, 7 Mar 2013
KEWAJIBAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN
YANG TERUTANG KEPADA PIHAK LAIN OLEH PERUSAHAAN YANG TERIKAT
DENGAN KONTRAK BAGI HASIL, KONTRAK KARYA, ATAU PERJANJIAN
KERJASAMA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN
PMK-39/PMK.011/2013, 27 Feb 2013
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK D-07
PMK-38/PMK.011/2013, 27 Feb 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR B-04
75/PMK.03/2010 TENTANG KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA WAJIB PAJAK
SE-03/PJ/2013, 5 Feb 2013
TATA CARA PEMERIKSAAN B-22
PMK-17/PMK.03/2013, 7 Jan 2013
RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA CARA PENYAMPAIAN
DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN PERPAJAKAN
PMK-16/PMK.03/2013, 6 Jan 2013
mengatur ttg kewajiban instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain
memberikan data dan informasi yg berkaitan dengan perpajakan kpd DJP
TATA CARA PEMBETULAN B-19
PMK-11/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG B-16
SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG
PMK-10/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN B-19
PMK-9/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI B-19
DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN PAJAK ATAU
SURAT TAGIHAN PAJAK
PMK-8/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
x
BAGIAN A
PENDAHULUA
N
PENGANTAR HUKUM PAJAK
Dasar Hukum:
Pasal 23A UUD 1945 Amandemen IV: “Pajak dan pungutan lain yg bersifat memaksa utk keperluan negara
diatur dgn UU”.
Definisi:
Pajak: Kontribusi wajib kpd negara yg terutang oleh OP atau badan yg bersifat memaksa
berdasarkan UU, dgn tdk mendapatkan imbalan scr lsg dan digunakan utk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(Pasal 1 Angka 1 UU KUP)
WP: OP atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yg
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
(Pasal 1 Angka 2 UU KUP)
NPWP: Nomor yg diberikan kpd WP sbg sarana dlm administrasi perpajakan yg dipergunakan
sbg tanda pengenal diri atau identitas WP dlm melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
(Pasal 1 Angka 6 UU KUP)
Fungsi Pajak:
1. Fungsi Utama:
Fungsi Anggaran (Budgetair) → Sbg sumber dana yg diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran
pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Fungsi Mengatur (Regularend) → Sbg alat utk mengatur atau melaksanakan berbagai kebijakan
pemerintah.
2. Fungsi
Tambahan:
Fungsi Redistribusi menekankan unsur pemerataan dan keadilan dlm masyarakat, dpt dilakukan
pemerintah dari ‘si kaya kpd ‘si miskin’, dari daerah surplus ke daerah minus, dari kota ke desa, dsb.
Fungsi Demokrasi Salah satu penjelmaan/wujud sistem gotong royong termasuk partisipasi
masyaratkat di dlm kegiatan pemerintahan dan pembangunan, sering dikaitkan dgn tingkat pelayanan
pemerintah kpd masyarakat, khususnya pembayar pajak.
Jenis-jenis Pajak:
1. Mnr Sifatnya:
a. Pajak Lsg
Pajak yg pembebanannya tdk dpt dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban lsg WP yg
bersangkutan. Contoh: PPh.
b. Pajak Tdk Lsg
Pajak yg pembebanannya dpt dilimpahkan oleh pihak lain. Contoh: PPN, PPnBM.
2. Mnr Sasaran/Objeknya:
a. Pajak Subjektif
Pajak yg berpangkal/berdasarkan pd subjeknya yg selanjutnya dicari syrat objektifnya, dlm arti
memperhatikan keadaan diri WP. Contoh: PPh.
b. Pajak Objektif
Pajak yg berpangkal/berdasarkan pd objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri WP. Contoh: PPN, PPnBM,
PBB, Bea Meterai.
3. Mnr Pemungutnya:
a. Pajak Pusat
Pajak yg dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan utk membiayai rumah tangga pemerintah pusat.
Contoh: PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai.
b. Pajak Daerah
Pajak yg dipungut oleh pemda dan digunakan utk membiayai rumah tangga pemda. Contoh: Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Kendaraan Bermotor, PBB Pedesaan dan Perkotaan, BPHTB.
A01-
Sistem Pemungutan Pajak:
1. Official Assessment System
Suatu sistem pajak yg memberi wewenang kpd pemerintah utk menentukan besarnya pajak yg terutang.
2. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yg memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kpd WP utk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yg terutang dan hrs dibayar.
3. Witholding Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yg memberi wewenang kpd pihak ketiga utk memotong/memungut besarnya
pajak yg terutang oleh WP. Pajak yg dipotong/dipungut oleh pihak lain ini, nanti dpt menjadi kredit pajak atau
mrp pelunasan atas pajak terutang.
Tarif Pajak:
1. Tarif Proporsional/Sebanding
Tarif pajak berupa prosentase tetap thd jml brp pun yg menjadi DPP. Sering juga disebut dgn Tarif Tunggal
krn hanya menggunakan 1 tarif dgn prosentase tetap. Contoh: Tarif PPN 10%, PBB 0,5%, Pph badan 28% (thn
pjak 2009) atau 25% (thn pajak 2010 dan seterusnya).
2. Tarif Progresif
Tarif pajak yg prosentase nya menjadi lbh besar apabila jml yg menjadi DPP-nya semakin besar. Contoh:
Tarif utk WP Badan dan UT (tahun pajak 2001 s.d. 2008):
Lapisan s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Lapisan di atas Rp 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15% Lapisan di
atas Rp 100 juta, tarifnya 30%
3. Tarif Degresif
Tarif pajak yg prosentase nya menjadi lbh kecil apabila jml yg menjadi DPP-nya semakin besar.
4. Tarif Tetap
Tarif pajak yg berupa jml yg tetap thd brp pun jml yg menjadi DPP. Contoh: Tarif Bea Meterai dgn struktur
tarif Rp 3 ribu dan Rp 6 ribu.
5. Tarif Advalorem
Tarif pajak dgn prosentase tertentu atas hrg barang atau nilai suatu barang. Contoh: Tarif Bea Masuk seb 10% dari
nilai Cost Insurance Freigt (CIF) dlm transaksi impor.
6. Tarif Pajak Spesifik
Tarif pajak dgn jml tertentu atau suatu jenis/satuan jenis barang tertentu. Contoh: Tarif Bea Masuk yg besar
Rupiahnya ditetapkan atas suatu barang yg diimpor.
A01-
‘premi’ kpd negara. Pd kenyataannya menyamakan pajak dgn premi tdk tepat, krn jika masyarakat mengalami
kerugian, negara tdk dpt memberikan penggantian layaknya perusahaan asuransi.
2. Teori Kepentingan
Teori ini diartikan bahwa negara yg melindungi kepentingan harta dan jiwa warga negara dgn memperhatikan
pembagian beban yg hrs dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini didasarkan pd kepentingan setiap orang
termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh krn itu, pengeluaran negara utk melindungintya dibebankan kpd
masyarakat. Warga negara yg memiliki harta lbh banyak akan membayar pajak yg lbh besar, dan sebaliknya yg
memiliki harta lbh sedikit akan membayar pajak lbh kecil utk melindungi kepentingannya.
3. Teori Daya Pikul
Teori ini berpangkal dari asas keadilan yaitu setiap orang dikenakan pajak dgn bobot sama. Pajak yg dibayar
adalah mnr daya pikul dgn ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran seseorang. Kekuatan (daya pikul) utk
membayar pajak baru ada stl terpenuhinya kebutuhan primer seseorang. Teori ini lbh menekankan unsur
kemampuan seseorang dan rasa keadilan.
4. Teori Bakti
Teori ini mendasarkan bahwa negara mempunyai hak mutlak utk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat
menyadari bahwa membayar pajak sbg suatu kewajiban utk membuktikan tanda baktinya thd negara krn
negaralah yg bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya. Dgn demikian dasar hukum pajak terletak
pd hubungan masyarakat dgn negara. Teori ini disebut juga dgn teori kewajiban pajak mutlak.
5. Teori Daya Beli
Pembayaran pajak dimaksudkan utk memelihara masyarakatnya. Pembayaran pajak yg dilakukan kpd
negara lbh ditekankan pd fungsi mengatur dari pajak agar masyarakat tetap eksis. Teori ini mendasarkan pd
penyelenggaraan kepentingan masyarakat yg dianggap sbg dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan
individu/nagara, shg pajak lbh menitikberatkan pd fungsi mengatur. Dlm teori ini kemaslahatan masyarakat akan
tetap terjamin dgn pembayaran pajak.
A01-
melihat bunyi atau redaksi pasal yg bersangkutan. Scr tata bahasa, sutau ketentuan UU hrs memberikan
kepastian hukum, yaitu apabila kata-kata dlm kalimat suatu pasal tlh jelas maksudnya.
6. Penafsiran Analogis
Penfsiran ketentuan dgn cara memberi kiasan pd kata-kata yg tercantum dlm UU atau suatu model yg sejenis yg
diatur di dlm ketentuan lain, shg suatu peristiwa yg sesungguhnya tdk termasuk dlm ketentuan menjadi termasuk
berdasarkan analogi yg dibuat. Penafsiran ini dlm hukum pajak tdk diperbolehkan krn akan menimbulkan
ketidakpastian hukum.
7. Penafsiran A Contrario
Penafsiran ketentuan UU berdasarkan pd perlawanan pengertian (kebalikan) antara masalah yg dihadapi dan
masalah yg diatur dlm UU. Diambil sutau kesimpulan bhawa atas masalah yg dihadapi yg tdk diatur dlm UU
berada di luar ketentuan (tdk diatur). Penafsiran ini dlm hukum pajak tdk diperbolehkan krn akan menimbulkan
ketidakpastian hukum.
A01-
UU PERPAJAKAN
1. UU 6 Thn 1983 ttg Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo UU 9 Thn 1994 jo UU 16 Thn 2000 jo
UU 28 Thn 2007 jo UU 16 Thn 2009 UU KUP
Aturan Pelaksanaan: PP 74 Thn 2011
2. UU 7 Thn 1983 ttg Pajak Penghasilan jo UU 7 Thn 1991 jo UU 10 Thn 1994 jo UU 17 Thn 2000 jo UU 36
Thn 2008 UU PPh
Aturan Pelaksanaan: PP 94 Thn 2010
3. UU 8 Thn 1983 ttg Pajak Pertambahan Nilai Brg dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah jo
UU 11 Thn 1994 jo UU 18 Thn 2000 jo UU 42 Thn 2009 UU PPN
Aturan Pelaksanaan: PP 1 Thn 2012
4. UU 12 Thn 1985 ttg Pajak Bumi dan Bangunan jo UU 12 Thn 1994 UU PBB
6. UU 19 Thn 1997 ttg Penagihan Pajak dgn Surat Paksa jo UU 19 Thn 2000 UU PPSP
9. UU 21 Thn 1997 ttg Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan jo UU 20 Thn 2000 UU BPHTB
A-
JENIS PAJAK
A. PAJAK PUSAT
1. PPh
Pajak yg dikenakan kpd OP atau badan atas penghasilan yg diterima atau diperoleh dlm suatu Thn Pajak.
Penghasilan itu dpt berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. PPN
Pajak yg dikenakan atas konsumsi BKP atau JKP di dlm Daerah Pabean (dlm wilayah Indonesia). OP,
perusahaan, maupun pemerintah yg mengkonsumsi BKP atau JKP dikenakan PPN. Pd dasarnya, setiap brg
dan jasa adalah BKP atau JKP, kecuali ditentukan lain oleh UU PPN.
3. PPnBM
Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian BKP tertentu yg tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM.
4. Bea Meterai
Pajak yg dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi
pembayaran, surat berharga, dan efek, yg memuat jml uang atau nominal di atas jml tertentu sesuai dgn
ketentuan.
B. PAJAK DAERAH
1. Pajak Provinsi
A‐
Objek Pajak lainnya ygditetapkan dlm Perda.
Tarif PKB ditetapkan dgn Perda: (Pasal 6 UU PDRD & penjelasan)
Tarif PKB pribadi:
utk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah seb 1% dan paling tinggi
seb 2%;
utk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dpt ditetapkan scr
progresif paling rendah seb 2% dan paling tinggi seb 10%.
Pajak progresif utk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan menjadi kendaraan
roda kurang dari 4 dan kendaraan roda 4 atau lbh.
Kepemilikan Kendaraan Bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yg sama.
Tarif PKB angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga
sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemda, dan kendaraan lain yg ditetapkan dgn
Perda, ditetapkan paling rendah seb 0,5% dan paling tinggi seb 1%.
Tarif PKB alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah seb 0,1% dan paling
tinggi seb 0,2%.
A‐
terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari asumsi harga minyak dunia yg
ditetapkan dlm UU ttg APBN thn berjalan; dlm hal harga minyak dunia sdh normal
kembali, Peraturan Presiden tsb dicabut dlm jangka waktu paling lama 2 bulan.
atau
diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak utk jangka waktu paling lama 3 tahun
sejak ditetapkannya UU PDRD.
e. Pajak Rokok
Pungutan atas cukai rokok yg dipungut oleh Pemerintah. (Pasal 1 angka 19 UU PDRD)
Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yg tdk dikenai cukai berdasarkan perpu
di bidang cukai. (Pasal 26 ayat (3) UU PDRD)
Tarif Pajak Rokok ditetapkan seb 10% dari cukai rokok. (Pasal 29 UU PDRD)
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel
Pajak atas pelayanan yg disediakan oleh hotel. (Pasal 1 angka 20 UU PDRD)
Hotel: Fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dgn
dipungut bayaran, yg mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,
pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dgn jml kamar lbh dari 10.
(Pasal 1 angka 21 UU PDRD)
Objek: (Pasal 32 UU PDRD)
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yg disediakan oleh Hotel dgn pembayaran, termasuk jasa
penunjang sbg kelengkapan Hotel yg sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan,
termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
Jasa penunjang: Fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci,
seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel.
Tdk termasuk objek Pajak Hotel:
jasa tempat tinggal asrama yg diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemda;
jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan
panti sosial lainnya yg sejenis; dan
jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yg diselenggarakan oleh Hotel yg dpt
dimanfaatkan oleh umum.
Tarif Pajak Hotel ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%. (Pasal 35 UU PDRD)
b. Pajak Restoran
Pajak atas pelayanan yg disediakan oleh restoran. (Pasal 1 angka 22 UU PDRD)
Restoran: Fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dgn dipungut bayaran, yg mencakup
juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
(Pasal 1 angka 23 UU PDRD)
A‐
Objek: (Pasal 37 UU PDRD)
Pelayanan yg disediakan Restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman
yg dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun ditempat lain.
Tdk termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yg disediakan oleh Restoran yang nilai
penjualannya tdk melebihi batas tertentu yg ditetapkan dgn Perda.
Tarif Pajak Restoran ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10% (Pasal 40 UU PDRD).
c. Pajak Hiburan
Pajak atas penyelenggaraan hiburan. (Pasal 1 angka 24 UU PDRD)
Hiburan: Semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yg dinikmati dgn
dipungut bayaran. (Pasal 1 angka 25 UU PDRD)
Obyek: (Pasal 42 UU PDRD)
Hiburan adalah: tontonan film; pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;kontes
kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; pameran; diskotik, karaoke, klab malam, dan
sejenisnya; sirkus, akrobat, dan sulap; permainan bilyar, golf, dan boling; pacuan kuda,
kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan
pusat kebugaran (fitness center); dan pertandingan olahraga.
Penyelenggaraan Hiburan di atas dpt dikecualikan dgn Perda.
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dgn Perda: (Pasal 45 UU PDRD)
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi seb 35%.
Khusus utk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab
malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dpt
ditetapkan paling tinggi seb 75%.
Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling
tinggi seb 10%.
d. Pajak Reklame
Pajak atas penyelenggaraan reklame. (Pasal 1 angka 26 UU PDRD)
Reklame: Benda, alat, perbuatan, atau media yg bentuk dan corak ragamnya dirancang utk tujuan
komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau utk menarik perhatian umum
thd barang, jasa, orang, atau badan, yg dpt dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati
oleh umum. (Pasal 1 angka 27 UU PDRD)
Tdk termasuk sbg objek Pajak Reklame: (Pasal 47 ayat (3) UU PDRD)
penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan,
warta bulanan, dan sejenisnya;
label/merek produk yg melekat pd barang yg diperdagangkan, yg berfungsi utk membedakan
dari produk sejenis lainnya;
nama pengenal usaha atau profesi yg dipasang melekat pd bangunan tempat usaha atau
profesi diselenggarakan sesuai dgn ketentuan yg mengatur nama pengenal usaha atau profesi
tsb;
Reklame yg diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
penyelenggaraan Reklame lainnya ng ditetapkan dgn Perda.
Tarif Pajak Reklame ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 25%. (Pasal 50 UU PDRD)
A‐
penggunaan tenaga listrik lainnya yg diatur dgn Perda.
Tarif PPJ ditetapkan dgn Perda: (Pasal 55 UU PDRD)
Tarif PPJ ditetapkan paling tinggi seb 10%.
Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas
alam, tarif PPJ ditetapkan paling tinggi seb 3%.
Penggunaan tenaga listrik yg dihasilkan sendiri, tarif PPJ ditetapkan paling tinggi seb 1,5%.
g. Pajak Parkir
Pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yg disediakan berkaitan dgn
pokok usaha maupun yg disediakan sbg suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 31 UU PDRD)
Parkir: Keadaan tdk bergerak suatu kendaraan yg tdk bersifat sementara. (Pasal 1 angka 32 UU
PDRD)
Tdk termasuk objek pajak: (Pasa 62 ayat (2) UU PDRD)
penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemda;
penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yg hanya digunakan utk karyawannya
sendiri;
penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dgn
asas timbal balik; dan
penyelenggaraan tempat Parkir lainnya yg diatur dgn Perda.
Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi dgn Perda seb 30% (Pasal 65 UU PDRD)
A‐
pengambilan Sarang Burung Walet yg tlh dikenakan PNBP;
kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet lainnya yg ditetapkan
dgn Perda.
Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%. (Pasal 75 UU
PDRD)
k. BPHTB
Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. (Pasal 1 angka 41 UU PDRD)
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan: Perbuatan atau peristiwa hukum yg mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh OP atau Badan. (Pasal 1 angka 42 UU
PDRD)
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan: Hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan
di atasnya, sebagaimana dimaksud dlm UU di bidang pertanahan dan bangunan. (Pasal 1 angka 43
UU PDRD)
Objek pajak yg tdk dikenakan BPHTB adalah objek pajak yg diperoleh: (Pasal 85 UU PDRD)
perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
negara utk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau utk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum;
badan atau perwakilan lembaga internasional yg ditetapkan dgn Peraturan Menkeu dgn syarat
tdk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tsb;
OP atau Badan krn konversi hak atau krn perbuatan hukum lain dgn tdk adanya perubahan
nama;
A‐
OP atau Badan krn wakaf; dan
OP atau Badan yg digunakan utk kepentingan ibadah.
NPOPTKP ditetapkan dgn Perda: (Pasal 87 UU PDRD)
Besarnya NPOPTKP ditetapkan paling rendah seb Rp 60 juta utk setiap WP.
Dlm hal perolehan hak krn waris atau hibah wasiat yg diterima OP yg masih dlm hub
keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat ke atas atau 1 derajat ke bawah
dgn pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling rendah seb Rp
300 juta.
Tarif BPHTB ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 5%. (Pasal 88 UU PDRD)
A‐
KEWAJIBAN WP
HAK WP
A04-
Diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn mengemukakan jml pajak terutang mnr perhitungan
WPk dgn menyebutkan alasan-alasan yg jelas.
Keberatan hrs diajukan dlm jangka waktu 3 bulan sejak skp, kecuali WP dpt menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tdk dpt dipenuhi krn di luar kekuasaannya.
Keberatan yg tdk memenuhi persyaratan di atas tdk dianggap sbg Surat Keberatan, shg tdk
dipertimbangkan.
Dlm hal WP mengajukan keberatan atas skp, WP wajib melunasi pajak yg masih hrs dibayar paling
sedikit sejumlah yg tlh disetujui WP dlm PAHP, sbl surat keberatan disampaikan.
Atas keberatan tsb Dirjen Pajak akan memberikan keputusan paling lama dlm jangka waktu 12 bulan sejak
surat keberatan diterima. Apabila permohonan keberatan WP ditolak dan WP tdk mengajukan banding
maka WP dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 50% dari jml pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dgn pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan.
b. Banding
Permohonan banding diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dlm waktu 3 bulan sejak keputusan
keberatan diterima dilampiri SK Keberatan tsb. Thd 1 Keputusan diajukan 1 Surat Banding.
Pengadilan Pajak hrs menetapkan putusan paling lambat 12 bulan sejak Surat Banding diterima. Dlm hal
permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebe
100% dari jml pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dgn pembayaran pajak yg tlh dibayar sbl
mengajukan keberatan.
c. PK
Permohonan PK hanya dpt diajukan 1 kali kpd MA melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan PK
dilakukan dlm jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau
ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim. MA mengambil keputusan dlm jangka
waktu 6 bulan sejak permohonan PK diterima.
A04-
10. Hak utk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah
Dlm rangka pelaksanaan proyek pemerintah yg dibiayai dgn hibah atau dana pinjaman LN, PPh yg terutang atas
penghasilan yg diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
A04-
STRUKTUR ORGANISASI DJP
Dasar Hukum:
PMK-184/PMK.01/2010 ttg Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
KMK-595/KM.1/2013 ttg Uraian Jabatan Struktural Instansi Vertikal dan UPT di Lingkungan DJP →
mencabut KMK-1555/KM.1/2011
PMK-62/PMK.01/2009 stdtd PMK-167/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJP
PMK-133/PMK.01/2011 jo PMK-172/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja KPDDP
PMK-134/PMK.01/2011 jo PMK-173/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja KPDE
PMK-174/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja KLIP DJP
A. Kantor Pusat
2. Tenaga Pengkaji
a. Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan Perpajakan
b. Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi & Intensifikasi Pajak
c. Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan & Penegakan Hukum Perpajakan
d. Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan & Penertiban SDM
A05-
1) Seksi Peraturan PBB I
2) Seksi Peraturan PBB II
3) Seksi Peraturan BPHTB
e. Kelompok Jabatan Fungsional
B. Instansi Vertikal
1. Kanwil DJP
a. Bagian Umum
1) Subbagian Kepegawaian
2) Subbagian Keuangan
3) Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga
4) Subbagian Bantuan Hukum dan Pelaporan
b. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi
1) Seksi Dukungan Teknis Komputer
2) Seksi Bimbingan Konsultasi
3) Seksi Data dan Potensi
c. Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan Penilaian → selain Kanwil WP Besar & Kanwil DJP Jakarta Khusus
1) Seksi Kerjasama Perpajakan
2) Seksi Bimbingan Ekstensifikasi
3) Seksi Bimbingan Pendataan dan Penilaian
4) Seksi Bimbingan Pengenaan
d. Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak
1) Seksi Administrasi Penyidikan
2) Seksi Bimbingan Penagihan
A05-
3) Seksi Bimbingan Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
e. Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
1) Seksi Bimbingan Pelayanan
2) Seksi Bimbingan Penyuluhan
3) Seksi Hubungan Masyarakat
f. Bidang Keberatan dan Banding
1) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding I
2) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding II
3) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding III
4) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding IV
Ket:
Unit yg berada di bawah Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus: KPP WP Besar / KPP
setingkat Madya
Unit yg berada di bawah selain Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus: KPP Madya /
KPP Pratama / KP2KP
2. KPP
a. Subbagian Umum
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
c. Seksi Pelayanan
d. Seksi Penagihan
e. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
f. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan → selain KPP WP Besar, KPP Madya, dan KPP yg berada di bawah
Kanwil DJP Jakarta Khusus
g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III → tergantung kebutuhan KPP ybs
j. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV → tergantung kebutuhan KPP ybs
k. Kelompok Jabatan Fungsional
3. KP2KP
a. Petugas Tata Usaha
b. Kelompok Jabatan Fungsional
C. UPT
1. PPDDP
a. Subbagian Tata Usaha dan Keuangan
b. SubBagian Rumah Tangga, Kepegawaian dan Kepatuhan Internal
c. Seksi Pengumpulan dan Penerimaan Dokumen
d. Seksi Penyimpanan dan Peminjaman Dokumen
e. Seksi Perekaman dan Transfer Data
f. Seksi Pemindaian Dokumen
2. KPDDP
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Verifikasi Dokumen
c. Seksi Pemeliharaan dan Pelayanan Dokumen
d. Kelompok Jabatan Fungsional
3. KLIP DJP
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Operasional
c. Seksi Penjaminan Kualitas Layanan
d. Kelompok Jabatan Fungsional
4. KPDE
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Pengelolaan Data dan Dukungan Operasional
c. Seksi Perekaman dan Transfer Data
d. Kelompok Jabatan Fungsional
A05-
Kanwil DJP:
1. Kanwil DJP Nanggroe Aceh Darussalam: 7 KPP Pratama, 14 KP2KP
2. Kanwil DJP Sumatera Utara I: 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama
3. Kanwil DJP Sumatera Utara II: 8 KPP Pratama, 11 KP2KP
4. Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau: 2 KPP Madya, 11 KPP Pratama, 10 KP2KP
5. Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi: 8 KPP Pratama, 19 KP2KP
6. Kanwil DJP Sumatera Selatan & Kepulauan Bangka Belitung: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama, 13
KP2KP
7. Kanwil DJP Bengkulu & Lampung: 9 KPP Pratama, 11 KP2KP
8. Kanwil DJP Jakarta Pusat: 1 KPP Madya, 15 KPP Pratama
9. Kanwil DJP Jakarta Barat: 1 KPP Madya, 10 KPP Pratama
10. Kanwil DJP Jakarta Selatan: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama
11. Kanwil DJP Jakarta Timur; 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama
12. Kanwil DJP Jakarta Utara: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 1 KP2KP
13. Kanwil DJP Jakarta Khusus: 9 KPP Setingkat KPP Madya
14. Kanwil DJP Banten: 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama, 1 KP2KP
15. Kanwil DJP Jawa Barat I: 1 KPP Madya, 15 KPP Pratama, 2 KP2KP
16. Kanwil DJP Jawa Barat II: 1 KPP Madya, 16 KPP Pratama, 2 KP2KP
17. Kanwil DJP Jawa Tengah I: 1 KPP Madya, 16 KPP Pratama, 5 KP2KP
18. Kanwil DJP Jawa Tengah II: 12 KPP Pratama, 6 KP2KP
19. Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta: 5 KPP Pratama
20. Kanwil DJP Jawa Timur I: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama
21. Kanwil DJP Jawa Timur II: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 7 KP2KP
22. Kanwil DJP Jawa Timur III: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 7 KP2KP
23. Kanwil DJP Kalimantan Barat: 6 KPP Pratama, 7 KP2KP
24. Kanwil DJP Kalimantan Selatan & Tengah: 9 KPP Pratama,18 KP2KP
25. Kanwil DJP Kalimantan Timur: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 6 KP2KP
26. Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 21 KP2KP
27. Kanwil DJP Sulawesi Utara,Tengah,Gorontalo, & Maluku Utara: 11 KPP Pratama, 16 KP2KP
28. Kanwil DJP Bali: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 4 KP2KP
29. Kanwil DJP Nusa Tenggara: 11 KPP Pratama, 11 KP2KP
30. Kanwil DJP Papua dan Maluku: 7 KPP Pratama, 15 KP2KP
31. Kanwil DJP Wajib Pajak Besar: 4 KPP WP Besar
Total 331 KPP dan 207 KP2KP
A05-
NILAI-NILAI KEMENKEU DAN VISI MISI & KODE ETIK DJP
Nilai-Nilai Kemenkeu:
1. Integritas: Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dgn baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan
prinsip-prinsip moral.
Perilaku Utama:
1. Bersikap jujur, tulus dan dpt dipercaya
2. Menjaga martabat dan tdk melakukan hal-hal tercela
2. Profesionalisme: Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik, penuh tanggung jawab dan komitmen
yg tinggi.
Perilaku Utama:
3. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yg luas
4. Bekerja dgn hati
3. Sinergi: Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yg produktif serta kemitraan yg harmonis
dgn para pemangku kepentingan, utk menghasilkan karya yg bermanfaat dan berkualitas. Perilaku Utama:
5. Memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati
4. Pelayanan: Memberikan layanan yg memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yg dilakukan dgn sepenuh
6. Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik
hati, transparan, cepat, akurat dan aman.
Perilaku Utama:
7. Melayani dgn berorientasi pd kepuasan pemangku kepentingan
8. Bersikap proaktif dan cepat tanggap
5. Kesempurnaan: Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang utk menjadi dan memberikan yg
terbaik.
Perilaku Utama:
9. Melakukan perbaikan terus menerus
10. Mengembangkan inovasi dan kreativitas
Visi Misi DJP:
Visi : Menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yg terbaik di wilayah Asia Tenggara.
Misi : Menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dgn menerapkan UU Perpajakan scr adil dlm
rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat.
Pasal Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1 Pengertian-pengertian
BAB II NPWP, PENGUKUHAN PKP, SPT, DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
2 Persyaratan subjektif & objektif; Pendaftaran NPWP; Pengukuhan PKP; Penghapusan NPWP;
Pencabutan PKP
2A Masa Pajak
3 SPT dan batas waktu penyampaian
4 SPT dan LK
5 Tempat lain utk Penyampaian SPT
6 Penyampaian SPT
7 Denda atas Penyampaian SPT
8 Pembetulan SPT
9 Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak serta mengangsur atau menunda pembayaran pajak
10 Penyetoran pajak
11 Penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
BAB III PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK
12 Pembayaran pajak terutang
13 SKPKB
13A Kealpaan pertama kali
14 STP
15 SKPKBT
16 Pembetulan skp
17 SKPLB
17A SKPN
17B Jangka waktu permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
17C Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP dgn kriteria tertentu
17D Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP yg memenuhi persyaratan tertentu
17E Pengembalian PPN yg tlh dibayar
BAB IV PENAGIHAN PAJAK
18 Dasar penagihan pajak
19 Pembayaran skp; Mengangsur atau menunda pembayaran pajak
20 Penagihan pajak dgn Surat Paksa
21 Hak Mendahulu
22 Daluwarsa penagihan pajak
23 Gugatan
24 Penghapusan piutang
BAB V KEBERATAN DAN BANDING
25 Keberatan
26 Jangka waktu penyelesaian keberatan
26A Pengajuan dan penyelesaian keberatan
27 Banding
27A Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan imbalan bunga
BAB VI PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
28 Kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan
29 Pemeriksaan
29A Pemeriksaan Kantor
30 Penyegelan
31 Tata cara pemeriksaan
BAB VII KETENTUAN KHUSUS
32 Kuasa WP
33 -
34 Larangan memberitahukan kpd pihak lain
35 Keterangan atau bukti dari pihak-pihak ketiga
35A Kewajiban instansi pemerintah memberikan data dan informasi
36 Pengurangan atau penghapusan sanksi; Pengurangan atau pembatalan skp tdk benar; Pengurangan atau
pembatalan STP; Pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau skp dari hasil pemeriksaan
36A Kewajiban pegawai pajak
36B Kode etik pegawai pajak
36C Komite pengawasan perpajakan
36D Insentif DJP
37 Perubahan besarnya imbalan bunga dan sanksi administrasi
B‐
37A Sunset Policy
BAB VIII KETENTUAN PIDANA
38 Kealpaan WP
39 Kesengajaan WP
39A Kesengajaan WP
40 Daluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan
41 Kealpaan pejabat
41A Kesengajaan pihak ketiga tdk memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yg tdk benar
41B Kesengajaan menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
41C Kesengajaan instansi pemerintah tdk memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi
42 -
43 Kesengajaan bagi wakil, kuasa, pegawai dari WP, atau pihak lain
BAB IX PENYIDIKAN
43A Pemeriksaan bukti permulaan
44 Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
44A Penghentian penyidikan
44B Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
45 Perlakuan thd pajak terhutang sbl berlaku UU ini
46 Peraturan pelaksanaan di bidang perpajakan yg lama tetap berlaku sepanjang tdk bertentangan
47 -
47A Penerapan thd semua hak dan kewajiban perpajakan Thn Pajak 1995 s.d. Thn Pajak 2000
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
48 Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU KUP
49 Ketentuan UU KUP berlaku pula bagi UU perpajakan lain kecuali ditentukan lain
B‐
NPWP, PKP, WP NE
A. ADMINISTRASI
WPNPWP
OPPT tdk diberikan
& OP kpd:
lainnya yg melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas juga wajib mendaftarkan diri di
KPP ygWanita kawin
wilayah yg tdk
kerjanya hiduptempat
meliputi berpisah berdasarkan
kegiatan putusan
usaha tsb, hakim, tdkNPWP
utk memperoleh melakukan
Cabangperjanjian
bagi setiap
tempatpemisahan hartaCabang
usaha. NPWP & penghasilan scr tertulis,
tsb diberikan dan/atau
kode cabang tdk menghendaki
yg mencerminkan utkcabang
urutan melaksanakan hak &
di suatu KPP.
memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya, yg hak & kewajiban perpajakannya
digabungkan
2. Kategori NPWP WP dgn Badan:
pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya; dan
Anak ygSekumpulan
a. Badan: blm dewasa orang
yg memiliki penghasilan
dan/atau sesuai
modal yg mrp Pasal 8 baik
kesatuan ayat yg
4 UU PPh.
melakukan usaha maupun yg tdk
melakukan usaha yg meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dgn
nama & dlm bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk KIK dan BUT
b. JO: Bentuk KSO yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP a.n. KSO
c. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing: WP perwakilan dagang asing/kantor perwakilan
perusahaan asing (representative office/liason office) di Indonesia yg bukan BUT
d. Bendahara: Bendahara pemerintah yg membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain sehubungan dgn pekerjaan, jasa, atau kegiatan, dan diwajibkan melakukan
pemotongan/pemungutan pajak sehubungan dgn pembayaran/ penyerahan barang & jasa, serta
pembayaran lainnya sesuai dgn perpu di bidang perpajakan
e. Penyelenggara Kegiatan: Pihak selain WP pd huruf a – d yg melakukan pembayaran imbalan dgn
nama dan dlm bentuk apapun sehubungan dgn pelaksanaan kegiatan, dan diwajibkan melakukan
pemotongan/pemungutan pajak sesuai dgn perpu di bidang perpajakan
WP badan yg memiliki tempat usaha berbeda dgn tempat kedudukan juga wajib mendaftarkan diri di KPP
yg wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tsb, utk memperoleh NPWP Cabang bagi setiap tempat usaha.
B021
Status Master File WP:
a. WP Aktif: Status WP yg memenuhi persyaratan subjektif dan objektif dan menjalankan hak & kewajiban
perpajakan scr efektif sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
b. WP NE: Status yg diberikan kpd WP tertentu, dan utk sementara dikecualikan dari pengawasan
administrasi rutin, termasuk status WP penghasilan tertentu yg dikecualikan dari kewajiban menyampaikan
SPT.
c. WP Hapus: Status WP yg tdk lagi memenuhi persyaratan subjektif & objektif sbg WP dan NPWP- nya tlh
dihapus.
d. WP Aktivasi Sementara: WP Hapus yg statusnya diaktifkan sementara paling lama 1 bulan dlm rangka
memenuhi hak & kewajiban perpajakan.
B022
B. PENDAFTARAN & PELAPORAN KEGIATAN USAHA, PENDAFTARAN & PENGHAPUSAN NPWP,
PENGUKUHAN & PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP
Dasar Hukum:
Pasal 2 UU KUP
Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012)
PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10 Sept 2012)
PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 31 Mei 2013) jo PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 08 Nov 13)
PER-12/PJ/2014 (berlaku sejak 02 Apr 2014)
PER-4/PJ/2010 (berlaku sejak 01 Apr 2010)
KEP-701/PJ/2001 (berlaku sejak 16 Nop 2001)
SE terkait:
SE-60/PJ/2013 (berlaku sejak 24 Des 2013)
I. PENDAFTARAN NPWP
WP yg tlh memenuhi persyaratan subjektif & objektif sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan,
wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (mnr keadaan yg
sebenarnya) atau tempat kedudukan (mnr keadaan yg sebenarnya), dan tempat kegiatan usaha
WP. (Pasal 2 ayat (1) & (2) PER-20/PJ/2013)
WP OP Pengusaha Tertentu (OPPT), selain wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal WP, juga wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah kerjanya meliputi
tempat kegiatan usaha WP. (Pasal 2 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
B023
Tempat Tinggal OP & Tempat Kedudukan Badan mnr Keadaan yg Sebenarnya:
1. Tempat Tinggal (Pasal 2 ayat (1) KEP-701/PJ/2001)
a. Rumah tetap OP berada, yaitu rumah tempat OP beserta keluarganya bertempat tinggal
sebagaimana tercantum dlm identitas kependudukan;
b. Rumah tetap OP tempat pusat kepentingan pribadi & ekonomi dilakukan, dlm hal OP tsb
mempunyai rumah tetap sebagaimana dimaksud pd huruf a di 2 tempat atau lbh wilayah kerja
KPP;
c. Tempat OP lbh lama tinggal, dlm hal rumah tetap tempat pusat kepentingan pribadi &
ekonomi dilakukan sebagaimana dimaksud dlm huruf b tdk dpt ditentukan; atau
d. Tempat tinggal mnr keadaan sebenarnya yg ditentukan oleh Dirjen Pajak, dlm hal keadaan
sebagaimana dimaksud dlm huruf c tdk dpt ditentukan.
2. Tempat Kedudukan (Pasal 3 ayat (1) KEP-701/PJ/2001)
a. Tempat kantor pimpinan perusahaan, pusat kegiatan usaha serta pusat administrasi &
keuangan berada sebagaimana tercantum dlm Akta Notaris Pendirian Perusahaan;
b. Tempat pusat kegiatan usaha berada, dlm hal tempat pusat kegiatan usaha terpisah dari
tempat kantor pimpinan perusahaan dan/atau terpisah dari pusat administrasi & keuangan;
atau
c. Tempat kedudukan mnr keadaan sebenarnya yg ditentukan oleh Dirjen Pajak, dlm hal tempat
pusat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pd huruf b berada di 2 tempat atau lbh wilayah
kerja KPP.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 6 PER-20/PJ/2013 jo PER-
38/PJ/2013)
No. Jenis WP Dokumen yg disyaratkan
1. WP OP yg tdk menjalankan WNI → FC KTP WNA → FC paspor,
usaha / pekerjaan bebas & FC KITAS atau
memperoleh penghasilan > PTKP KITAP
(Pasal 2 ayat (3) huruf a)
dan WP OP selain Pasal 2 ayat (3)
B024
lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik / bukti
pembayaran listrik (memuat data identitas
berupa nama WP ybs)
3b. WP badan yg memiliki FC e-KTP salah satu pengurus badan /
kewajiban perpajakan sbg organisasi
pembayar pajak, pemotong Surat keterangan domisili dari pengurus RT/RW
dan/atau pemungut pajak,
termasuk BUT dan kontraktor
dan/atau operator di bid usaha
hulu migas (Pasal 2 ayat (3)
huruf c) yg tdk berorientasi pd
profit
4. WP badan yg hanya memiliki FC Perjanjian Kerjasama/Akte Pendirian sbg
kewajiban perpajakan sbg bentuk KSO
pemotong dan/atau pemungut FC Kartu NPWP @ anggota bentuk KSO yg
pajak, termasuk bentuk KSO diwajibkan utk memiliki NPWP
(Pasal 2 ayat (3) huruf d) FC Kartu NPWP OP salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk KSO, atau FC paspor
& surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat
Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa) dlm hal
penanggung jawab adalah WNA
FC dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg
diterbitkan oleh instansi berwenang atau surat
keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi
berwenang (minimal Lurah / Kepala Desa)
5. Bendahara yg ditunjuk sbg FC surat penunjukan sbg Bendahara
pemotong dan/atau pemungut FC KTP
pajak (Pasal 2 ayat (3) huruf e)
6. WP dgn status cabang dan WP FC Kartu NPWP pusat / induk
OPPT (Pasal 2 ayat (4)) Surat keterangan sbg cabang (utk WP Badan)
FC dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan oleh
instansi berwenang atau surat keterangan tempat
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat
Pemda (minimal Lurah / Kepala
Desa)
7. Wanita kawin yg dikenai pajak FC Kartu NPWP suami
scr terpisah krn menghendaki scr FC Kartu Keluarga
tertulis berdasarkan perjanjian FC surat perjanjian pemisahan penghasilan &
pemisahan penghasilan & harta, harta, atau surat pernyataan menghendaki
dan wanita kawin yg memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
melaksanakan hak & kewajiban perpajakan terpisah dari hak & kewajiban
perpajakannya scr terpisah (Pasal 2 perpajakan suami (Form Lamp II SE-
ayat (5)) 60/PJ/2013)
Wanita
Jangka kawin
Waktu yg tdk menghendaki utk melaksanakan hak & memenuhi kewajiban
Penyelesaian:
perpajakan terpisah
Thd permohonan dari suaminya
pendaftaran dan
NPWP yg tlh anak yg
diberikan blm
BPS, dewasa, hrs
KPP/KP2KP melaksanakan
menerbitkan hak NPWP
Kartu dan
memenuhi kewajiban
& SKT paling perpajakannya
lambat menggunakan
1 hari kerja NPWP suami Kartu
stl BPS diterbitkan. atau kepala
NPWP keluarga.
dan SKT disampaikan
Penjelasan
kpd WP Pasal 8 ayat
melalui pos(4)tercatat.
UU PPh:
“Anak yg blm dewasa”: anak yg blm berumur 18 thn dan blm pernah menikah
B025
Apabila dlm jangka waktu tsb, KPP/KP2KP blm menerbitkan SKT & kartu NPWP, KPP/KP2KP
hrs segera menerbitkan SKT & kartu NPWP dgn tanggal mulai terdaftar adalah hari kerja
berikutnya stl BPS diterbitkan.
Petugas Pendaftaran melakukan pemantauan thd pengiriman SKT & Kartu NPWP yg tdk sampai ke
alamat WP (kembali pos). Dlm hal tdk sampai, maka WP tsb diusulkan utk dilakukan
penelitian dlm rangka penetapan WP NE.
Prosedur Kerja Pendaftaran dan Pemberian NPWP scr Jabatan di KPP: (Lamp V Huruf B
II. Angka IV SE-60/PJ/2013)
PELAPORAN USAHA & PENGUKUHAN PKP
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi Waskon
utk menindaklanjuti.
Setiap WP sbg Pengusaha yg melakukan penyerahan yg dikenai PPN berdasarkan UU PPN, kecuali
2. Kasi Waskon
pengusaha meneliti
kecil, wajib data dan/atauusahanya
melaporkan informasi,
pd selanjutnya menentukan
KPP yg wilayah kerjanyaapakah perlu
meliputi dilakukan
tempat tinggal /
pemeriksaan atau verifikasi.
tempat kedudukan, dan/atauDlm hal dilakukan
tempat pemeriksaan,
kegiatan usaha Kasi Waskon
utk dikukuhkan menyerahkan
menjadi PKP. (Pasal data 15
dan/atau informasi kpd Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai Tata Cara Pemeriksaan. Dlm hal
PER-20/PJ/2013)
dilakukan
Pengusaha verifikasi,
wajibprosedur selanjutnya
melaporkan usahanyamengikuti Tata Carasbg
utk dikukuhkan Verifikasi.
PKP, apabila s.d. suatu bulan dlm thn
3. LHV buku/ LHPjmlselanjutnya disampaikan kpd
peredaran/penerimaan brutoKasi Pelayanan.
> Rp 4,8 M. Kewajiban melaporkan usaha utk dikukuhkan
4. Kasi Pelayanan
sbg PKP tsb menugaskan Petugaslama
dilakukan paling Pendaftaran utkberikutnya
akhir bulan menindaklanjuti.
stl bulan saat jml peredaran/penerimaan
5. Petugas Pendaftaran
bruto > Rp 4,8 M. menerima
(Pasal 4dan meneliti LHV / LHP. jo PMK-197/PMK.03/2013)
PMK-68/PMK.03/2010
a. Dlm
Apabilahal diperoleh
LHV / data LHP dan/atau
menyatakan WP yg
informasi tdkmenunjukkan
dpt diberikan NPWP,
adanya Petugas
kewajiban Pendaftaran
perpajakan di atas
mengarsipkan
tdk dipenuhi LHV / LHP. DJP dpt mengukuhkan pengusaha sbg PKP scr jabatan. DJP dpt
pengusaha,
b. Dlm hal LHV skp
menerbitkan / LHP menyatakan
dan/atau WP Masa
STP utk dpt diberikan
Pajak sblNPWP, Petugas
pengusaha Pendaftaran:
dikukuhkan scr jabatan sbg PKP
1)terhitung
mengisi dansaat
sejak menandatangani Formulir Pendaftaran
jml peredaran/penerimaan WP;4,8 M. (Pasal 4 PMK-68/PMK.03/2010
bruto > Rp
2)jo PMK-197/PMK.03/2013)
merekam data isian Formulir Pendaftaran WP;
3) mencetak
Pengusaha Kecil: konsep SKT dan
Pengusaha yg kartu
selamaNPWP;
1 thn buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dgn
jml 4) menyampaikan
peredaran konsep
bruto dan/atau SKT dan kartu
penerimaan brutoNPWP kpdM.
< Rp 4,8 Kasi
JmlPelayanan.
peredaran bruto dan/atau penerimaan
6. Kasi
brutoPelayanan
tsb adalahmeneliti, menandatangani
jml keseluruhan SKT BKP
penyerahan dan menyerahkan
dan/atau JKPkembali kartu NPWP
yg dilakukan dan SKT dlm
oleh pengusaha
kpd Petugas
rangka Pendaftaran.
kegiatan usahanya. Bagi pengusaha OP yg dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
7. Petugas
pembukuan,Pendaftaran
pengertianmenatausahakan dokumen
thn buku adalah dan menyampaikan Kartu NPWP, SKT dan
thn kalender.
starter-kit
Batasan kpd WP.
Pengusaha Kecil s.d. 31 Des 2013: < Rp 600 juta
B026
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 18 PER-20/PJ/2013)
No. Jenis WP Dokumen yg disyaratkan
1. WP OP FC KTP yg dilegalisasi oleh FC paspor, FC KITAS atau
pejabat berwenang → WNI KITAP yg dilegalisasi oleh
pejabat berwenang → WNA
Dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan oleh instansi berwenang
Surat keterangan tempat kegiatan usaha / pekerjaan bebas dari Pejabat
Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa)
2. WP badan FC akta pendirian / dokumen Surat keterangan penunjukan dari
pendirian & perubahan yg kantor pusat yg dilegalisasi oleh
dilegalisasi oleh pejabat pejabat berwenang →
berwenang → WP badan DN BUT
FC Kartu NPWP salah satu pengurus, atau FC paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemda (minimal Lurah /
Kepala Desa) dlm hal penanggung jawab adalah WNA
Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg diterbitkan oleh instansi
berwenang
Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemda (minimal Lurah /
Kepala Desa)
3. WP badan FC Perjanjian Kerjasama/Akta Pendirian sbg bentuk KSO, yg
bentuk KSO dilegalisasi oleh pejabat berwenang
FC Kartu NPWP @ anggota bentuk KSO yg diwajibkan utk memiliki
NPWP
FC Kartu NPWP OP salah satu pengurus perusahaan anggota bentuk KSO,
atau FC paspor dlm hal penanggung jawab adalah orang WNA
Dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan oleh instansi berwenang
Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemda (minimal Lurah /
Kepala Desa) bagi WP badan DN maupun WP badan asing
B027
Penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP scr Jabatan
Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP scr jabatan apabila WP tdk
melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dan/atau tdk
melaporkan usahanya dan kewajiban perpajakan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan, paling lama 5 thn sbl
diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sbg PKP. (Pasal 2 ayat (4) & (4a) UU KUP)
Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP oleh Dirjen Pajak scr jabatan dilakukan
berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi. (Pasal 2 ayat (10) PMK- 73/PMK.03/2012)
Tanggal terdaftar yg tercantum dlm Kartu NPWP & SKT yg diterbitkan scr jabatan sesuai dgn
tanggal penerbitan Kartu NPWP & SKT.
Tanggal penerbitan yg tercantum dlm SPPKP yg diterbitkan scr jabatan adalah sesuai dgn
tanggal penerbitan SPPKP.
Prosedur Kerja Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP scr Jabatan: (Lamp X Huruf B
Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon meneliti data dan/atau informasi, selanjutnya menentukan apakah perlu dilakukan
pemeriksaan atau verifikasi.
Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau informasi kpd Kasi
RIKI utk ditindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Pemeriksaan.
Dlm hal dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti SOP Tata Cara Verifikasi.
3. Dlm hal LHV / LHP menyatakan WP memenuhi syarat utk dikukuhkan sbg PKP, Petugas
Verifikasi atau Pemeriksa Pajak mengisi dan menandatangani Formulir Pengukuhan PKP.
4. Formulir Pengukuhan PKP dan/atau LHV / LHP selanjutnya disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
6. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHV / LHP. Berdasarkan LHV / LHP:
a. menyatakan WP dpt dikukuhkan sbg PKP:
1) Petugas Pendaftaran merekam data dlm Formulir Pengukuhan PKP;
2) Petugas Pendaftaran mencetak konsep SPPKP, membuat dan menandatangani konsep BA
Pengukuhan PKP. Konsep SPPKP dan konsep BA Pengukuhan PKP disampaikan kpd Kasi
Pelayanan,
b. menyatakan WP tdk dpt dikukuhkan sbg PKP:
7. Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHV / LHP.
8. Kasi Pelayanan menerima, meneliti dan menandatangani SPPKP dan BA Pengukuhan PKP,
kemudian menyerahkan SPPKP dan BA Pengukuhan PKP kpd Petugas Pendaftaran.
9. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan SPPKP kpd WP.
B028
5. Perubahan identitas WP badan tanpa perubahan bentuk badan, misal: CV MAKMUR TANJUNG
berubah namanya menjadi CV TANJUNG MULIA atau PT ABADI JAYA berubah nama menjadi PT
ABADI JAYA MAKMUR
6. Perubahan permodalan / kepemilikan WP badan tanpa perubahan bentuk badan, misal: PT ALAM
JAYA semula status permodalannya sbg PMDN berubah menjadi PT ALAM JAYA dgn permodalan
sbg PMA
Jangka waktu penyelesaian permohonan Perubahan Data WP dan/atau PKP adalah paling lambat 1
hari kerja stl BPS diterbitkan.
Prosedur Kerja Perubahan Data scr Jabatan: (Lamp XV Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
IV. 1.PEMINDAHAN
Berdasarkan data
WP dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Pelayanan utk menindaklanjuti.
2.DptKasi Pelayanan
dilakukan menerima
berdasarkan data dan/atau
permohonan WPinformasi
atau scrdan menugaskan
jabatan, petugas
dan hanya pendaftaran
dpt dilakukan utkKPP Lama.
oleh
menindaklanjuti.
(Huruf E angka 3 huruf f angka 1) SE-60/PJ/2013)
3. Petugas Pendaftaran melakukan pengecekan dan melakukan otorisasi perubahan.
4.WPBerdasarkan hasil pengecekan
OP dpt mengajukan dan otorisasi
permohonan perubahan,
pindah melalui KPPPetugas Pendaftaran
Baru dan KPP Barumencetak konsepBPS
menerbitkan BA stl
Perubahandinyatakan
permohonan Data WP dan/atau
lengkap, PKP, konsep Suratberkas
serta meneruskan Pemberitahuan
permohonan Perubahan Data, kartu
ke KPP Lama palingNPWP,
lambatdan
1 hari
SKT
kerja dan/atau SPPKP,
stl penerbitan BPS. kemudian diserahkan kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan meneliti dan mendatangani BA Perubahan Data WP dan/atau PKP, Surat
Yg Pemberitahuan
Dpt Mengajukan Perubahan Data, kartu
Pemindahan: NPWP,
(Pasal dan(1)SKT
33 ayat dan/atau SPPKP, kemudian menyerahkan
PER-20/PJ/2013)
WPkembali
dgn NPWPkpd 3Petugas Pendaftaran.
digit terakhir 000 (status domisili) yg tempat tinggal / tempat kedudukan mnr keadaan yg
6.sebenarnya
Petugas pindah
Pendaftaran menatausahakan
ke wilayah kerja KPP laindandptmenyampaikan Surat Pemberitahuan
mengajukan permohonan pemindahan.Perubahan Data,
Kartu NPWP, dan SKT dan/atau SPPKP kpd WP.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 34 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
→ Meliputi dokumen yg menunjukkan bahwa tempat tinggal / tempat kedudukan WP mnr keadaan yg
sebenarnya pindah ke wilayah kerja KPP lain
B029
b. Thd WP tdk sedang dilakukan Verifikasi dlm rangka penerbitan skp, pemeriksaan,
pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan.
2. Menolak permohonan WP dgn menerbitkan Surat Pemberitahuan Tdk Dpt Dipindah dan
menyampaikan kpd WP.
Diterbitkan oleh KPP Lama dan ditembuskan ke KPP Baru dlm hal ketentuan mnr
Pasal 35 ayat (4) huruf a dan huruf b tdk terpenuhi.
Thd WP yg ditolak permohonannya krn sedang dilakukan Verifikasi dlm rangka
penerbitan SKP, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan,
pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan WP tetap dilakukan di KPP Lama
s.d. WP dipindah ke KPP Baru.
b. Yg Dilakukan KPP Baru Stl Menerima Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, Dan/atau
Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dari KPP Lama (Pasal 36 PER-20/PJ/2013)
Berdasarkan tembusan dokumen tsb dari KPP Lama, KPP Baru menerbitkan Kartu NPWP dan
SKT dan/atau Surat Pengukuhan PKP paling lambat 1 hari kerja stl tembusan dokumen
tsb diterima. KPP Baru mengirimkan tembusan SKT dan/atau Surat Pengukuhan PKP paling
lambat 1 hari kerja stl penerbitan ke KPP Lama.
Tanggal pengukuhan PKP di KPP Baru adalah sesuai dgn tanggal pengukuhan
PKP di KPP Lama.
c. Yg Dilakukan KPP Lama Stl Menerima Tembusan SKT Dan/atau SPPKP dari KPP Baru
(Pasal 37 PER-20/PJ/2013)
Dlm hal KPP Lama telah menerima tembusan SKT dan/atau Surat Pengukuhan PKP, KPP Lama
mengirim berkas WP yg bersangkutan, dilampiri dgn uraian singkat mengenai hal-hal yg dianggap
perlu kpd KPP Baru, a.l.:
Jml tunggakan pajak yg masih hrs ditagih;
Tindakan penagihan yg tlh dilakukan atas tunggakan pajak; atau
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau keberatan WP yg blm diselesaikan,
Paling lambat 3 hari kerja stl diterimanya tembusan dokumen tsb dari KPP Baru.
Ketentuan Lain-lain:
a. DJP dpt Memindahkan Tempat Pendaftaran WP (Pasal 38 PER-20/PJ/2013)
Dirjen Pajak dpt memindahkan tempat pendaftaran WP ke KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal / tempat kedudukan WP mnr keadaan yg sebenarnya dlm hal terdapat data dan/atau
informasi yg menunjukkan bahwa KPP tempat WP terdaftar tdk sesuai dgn tempat
tinggal / tempat kedudukan mnr keadaan yg sebenarnya.
b. Bagi WP Badan atau OP dgn NPWP 3 Digit Terakhir Selain 000 (Pasal 39 PER-
20/PJ/2013)
WP badan atau OP dgn NPWP 3 digit terakhir selain 000 (status cabang) yg tempat kegiatan usahanya
pindah ke wilayah kerja KPP lain, hrs mendaftarkan diri dan melaporkan usaha utk dikukuhkan sbg
PKP di KPP Baru serta mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan/atau permohonan
pencabutan PKP ke KPP Lama.
Prosedur Kerja Pemindahan WP scr Jabatan: (Lamp XVIII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh atau usulan dari KPP Baru, Kepala
Kantor menugaskan Kasi Pelayanan utk menindaklanjuti.
2. Kasi Pelayanan menerima penugasan dan menindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Verifikasi.
3. Berdasarkan LHV:
a. WP tdk dpt dipindahkan:
1) Dlm hal data dan/atau informasi berasal dari KPP Lain, Petugas Pendaftaran mencetak
konsep Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan;
2) Dlm hal data dan/atau informasi tdk berasal dari KPP Lain, Petugas Pendaftaran
mengarsipkan LHV.
b. WP dpt dipindahkan:
Petugas Pendaftaran mencetak konsep Surat Pindah, konsep Surat Pencabutan SKT, dan/atau
konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
4. Petugas Pendaftaran menyerahkan konsep Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan atau
konsep Surat Pindah, konsep Surat Pencabutan SKT dan/atau konsep Surat Pencabutan Pengukuhan
PKP kpd Kasi Pelayanan.
B02-
5. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan
atau Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP, kemudian
menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
6. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan:
1) Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP kpd WP dan
tembusannya dikirimkan ke KPP Baru.
2) Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan kpd KPP Baru dlm hal WP tdk dpt
dipindahkan.
V. WP NE
Kriteria WP yg Ditetapkan sbg WP NE (Pasal 40 ayat (1) PER-20/PJ/2013) → shg dikecualikan dari
pengawasan rutin oleh KPP
1. WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas tetapi scr nyata tdk lagi menjalankan kegiatan
usaha atau tdk lagi melakukan pekerjaan bebas;
2. WP OP yg tdk menjalankan usaha / pekerjaan bebas dan penghasilannya < PTKP;
3. WP OP yg bertempat tinggal / berada di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan dan tdk
bermaksud meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya;
4. WP yg mengajukan permohonan penghapusan & blm diterbitkan keputusan; atau
5. WP yg tdk lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi blm dilakukan penghapusan
NPWP.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan WP NE: (Pasal 42 ayat (4) PER-
20/PJ/2013)
→ Dokumen yg menunjukkan bahwa WP memenuhi kriteria sesuai Pasal 40 ayat (1) PER- 20/PJ/2013
→ Hrs dilampiri dgn surat pernyataan memenuhi kriteria WP NE (format di Lamp XIX SE- 60/PJ/2013)
Kriteria WP yg Diusulkan Ditetapkan sbg WP NE scr Jabatan: (Huruf E angka 3 huruf g angka 12)
SE-60/PJ/2013)
1. WP tdk menyampaikan SPT dan/atau tdk ada transaksi pembayaran selama 2 thn berturut- turut;
2. Pengiriman kartu NPWP, SKT dan Starter Kit tdk sampai kpd WP (kembali pos); dan
3. Penerbitan NPWP Cabang scr Jabatan dlm rangka penerbitan SKPKB PPN KMS.
WP berstatus Pusat tdk dpt ditetapkan sbg WP NE apabila terdapat Cabang yg berstatus Aktif. (Huruf
E angka 3 huruf g angka 8) SE-60/PJ/2013)
WP berstatus PKP dpt ditetapkan sbg WP NE stl dilakukan Pencabutan Pengukuhan PKP terlebih
dahulu. (Huruf E angka 3 huruf g angka 9) SE-60/PJ/2013)
Dlm hal KPP melakukan penetapan WP sbg WP NE baik atas permohonan WP atau scr jabatan, KPP
menyampaikan pemberitahuan mengenai penetapan sbg WP NE tsb kpd WP. (Pasal 44
PER-20/PJ/2013)
B02-
Kondisi WP NE dpt Berubah Menjadi Status WP Efektif: (Huruf E angka 3 huruf g angka 16)
SE-60/PJ/2013)
1. WP menyampaikan SPT Masa/SPT Tahunan;
2. WP melakukan pembayaran pajak;
3. WP melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas;
4. WP mengajukan permohonan utk diaktifkan kembali; atau
5. WP diketahui/ditemukan alamatnya.
Prosedur Kerja Penetapan WP NE scr Jabatan: (Lamp XXII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi Waskon
utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon memerintahkan AR utk menindaklanjuti.
3. AR melakukan penelitian administrasi perpajakan dlm rangka Penetapan WP NE.
4. AR membuat laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE, dan menyerahkan kpd Kasi Waskon
utk diteliti dan ditandatangani.
5. Kasi Waskon meneliti dan menandatangani laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE dan
meneruskan kpd Kasi Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan menerima laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE.
7. Kasi Pelayanan menyerahkan laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE dan memerintahkan
Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
8. Berdasarkan hasil penelitian administrasi perpajakan dan BA Penetapan WP NE:
a. WP memenuhi kriteria dpt ditetapkan sbg WP NE:
1) Petugas Pendaftaran melakukan perubahan Status Master File WP menjadi Status NE.
2) Petugas Pendaftaran mencetak dan menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Penetapan
WP NE.
b. WP tdk memenuhi kriteria dpt ditetapkan sbg WP NE:
1) Petugas Pendaftaran tdk melakukan perubahan Status Master File WP.
2) Petugas Pendaftaran mengarsipkan laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE.
9. Petugas Pendaftaran menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE kpd Kasi
Pelayanan.
10. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE, kemudian
menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
11. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penetapan
WP NE kpd WP.
Prosedur Kerja Pengaktifan Kembali WP NE scr Jabatan: (Lamp XXIII Huruf B Angka III SE-
VI. 60/PJ/2013)
PENGHAPUSAN NPWP
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Pelayanan
Dilakukan thd utk
WPmenindaklanjuti.
yg sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dgn ketentuan perpu
2.di bidang
Kasi Pelayanan memerintahkan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
perpajakan.
3. Petugas Pendaftaran melakukan perubahan Status Master File WP menjadi Aktif kembali.
4. Petugas Pendaftaran mencetak dan menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Pengaktifan Kembali
WP NE kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan Pengaktifan Kembali WP NE,
kemudian menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
6. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pengaktifan Kembali WP NE kpd WP.
B02-
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 11 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
Jenis WP yg
Mengajukan
No. Dokumen yg disyaratkan
Permohonan
Penghapusan NPWP
1. OP yg meninggal dunia Surat keterangan kematian atau dokumen sejenis dari
(permohonan penghapusan instansi berwenang
NPWP dpt diajukan oleh Surat pernyataan bahwa tdk mempunyai warisan atau surat
salah seorang ahli waris, pernyataan bahwa warisan sdh terbagi dgn menyebutkan
pelaksana wasiat, atau ahli waris
pihak yg mengurus harta
peninggalan)
B02-
WP badan tertentu selain PT dgn status tdk aktif (NE) yg tdk mempunyai kewajiban PPh dan scr
nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha
Pelaksanaan Verifikasi mencakup kegiatan:
pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan
bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif & objektif; dan
konfirmasi thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa
WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif & objektif.
b. Thd WP selain di atas dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
Jangka Waktu Keputusan atas Pemeriksaan / Verifikasi oleh DJP (Pasal 13 ayat (7) & (8)
PER-20/PJ/2013):
utk WP OP = 6 bulan sejak tgl permohonan WP diterima scr lengkap.
utk WP badan = 12 bulan sejak tgl permohonan WP diterima scr lengkap.
Apabila jangka waktu tsb tlh lewat dan DJP tdk memberi suatu keputusan, permohonan dianggap
dikabulkan & DJP hrs menerbitkan surat keputusan dlm jangka waktu paling lama 1 bulan stl jangka waktu
di atas berakhir.
B02-
WP tdk mempunyai harta kekayaan;
3. Tdk terdapat proses hukum / proses administrasi sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf b PER-
20/PJ/2013; dan
4. Slr NPWP cabang WP tlh dihapus → dlm hal penghapusan NPWP dilakukan thd NPWP pusat.
Surat Penolakan Penghapusan NPWP diterbitkan dlm hal: (Pasal 13 ayat (5) PER-
20/PJ/2013)
1. Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi utk tdk melakukan
penghapusan NPWP; atau
2. Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan NPWP,
namun:
Terdapat utang pajak;
Terdapat proses hukum atau proses administrasi; dan/atau
Terdapat NPWP cabang yg blm dihapus, dlm hal Penghapusan NPWP dilakukan thd NPWP
pusat.
Apabila
Prosedur KerjastlPenghapusan
diterbitkan Surat Penolakan
NPWP Penghapusan
scr Jabatan: (Lamp VIIINPWP
Huruf Bdiketahui:
Angka III SE-60/PJ/2013)
a. WP melunasi
1. Berdasarkan utang
data dan/atau pajak; yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi Waskon
informasi
b. menindaklanjuti.
utk proses hukum atau proses administrasi dlm Pasal 13 ayat (2) PER-20/PJ/2013
tlh selesai ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan; dan
2. Kasi Waskon:
c. meneliti
a. slr NPWP cabang informasi
data dan/atau WP tlh dihapus, dlm hal
dan menentukan permohonan
perlu penghapusan
dilakukan pemeriksaan NPWP Dlm
atau verifikasi.
diajukan
hal dilakukanthd NPWP pusat
pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau informasi kpd Kasi RIKI utk
WPditindaklanjuti
dpt mengajukan sesuaikembali
SOP Tatapermohonan penghapusan
Cara Pemeriksaan. Dlm hal NPWP danverifikasi,
dilakukan permohonan prosedur
tsb selanjutnya
dianggap mengikuti
sbg permohonan baru.
Tata Cara Verifikasi;
(Pasal
b. 14 PER-20/PJ/2013)
menyampaikan usulan NE thd WP yg sedang diperiksa atau diverifikasi dan ditindaklanjuti sesuai
Tata Cara Penetapan WP NE.
3. LHP / LHV disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHP / LHV. Berdasarkan LHP / LHV menyatakan:
a. WP tdk memenuhi syarat utk dihapuskan maka Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHP / LHV.
b. WP memenuhi syarat utk dihapuskan maka:
1) Petugas Pendaftaran mengecek apakah penghapusan NPWP dilakukan sesuai batas waktu.
a) Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan sesuai batas waktu, Petugas Pendaftaran
membuat dan menandatangani konsep SK Penghapusan NPWP dan konsep BA
Penghapusan NPWP.
b) Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan melewati batas waktu, Petugas Pendaftaran
membuat dan menandatangani konsep SK Penghapusan NPWP dan konsep BA
Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu.
2) Petugas Pendaftaran menyerahkan konsep Surat Keputusan Penghapusan NPWP, konsep BA
Penghapusan NPWP atau konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu kpd Kasi
Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani SK Penghapusan NPWP, BA Penghapusan NPWP atau
konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu.
SK Penghapusan NPWP, BA Penghapusan NPWP dikembalikan kpd Petugas
B02-
Pendaftaran. Prosedur selanjutnya mengikuti prosedur nomor 8.
Konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu selanjutnya disampaikan kpd
Kepala Kantor.
7. Kepala Kantor meneliti, dan menandatangani BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu
selanjutnya mengembalikan ke Seksi Pelayanan.
8. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan SK Penghapusan NPWP kpd
WP.
Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP dimaksudkan utk kepentingan administrasi
perpajakan & tdk menghilangkan hak dan/atau kewajiban perpajakan yg hrs dilakukan WP dan/atau PKP
yg bersangkutan. (Pasal 45 PER-20/PJ/2013)
B02-
Pengaktifan Kembali NPWP / Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP, dilakukan scr jabatan oleh KPP.
→ Dilakukan dlm hal terdapat data dan/atau informasi yg menunjukkan bahwa WP / PKP yg pernah
diterbitkan Surat Penghapusan NPWP / Surat Pencabutan Pengukuhan PKP ternyata masih memenuhi
persyaratan subjektif & objektif / persyaratan sbg PKP. Dlm hal dilakukan Pembatalan Surat Penghapusan
NPWP / Surat Pencabutan Pengukuhan PKP tsb, NPWP yg tlh dihapus / Surat Pengukuhan PKP yg
dicabut dinyatakan tetap berlaku.
Prosedur Kerja Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan: (Lamp XII Huruf B Angka III SE-
60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon meneliti data dan/atau informasi dan menentukan perlu dilakukan pemeriksaan atau
verifikasi.
Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau informasi kpd Kasi
RIKI utk ditindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Pemeriksaan.
Dlm hal dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti Tata Cara Verifikasi.
3. LHP / LHV disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHP / LHV. Berdasarkan LHP / LHV:
a. Menyatakan SPPKP tdk dpt dicabut:
Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHP / LHV.
b. Menyatakan SPPKP dpt dicabut:
Petugas Pendaftaran:
1) mencetak konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
2) membuat dan menandatangani konsep BA Pencabutan Pengukuhan PKP.
3) menyampaikan konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan konsep BA kpd Kasi
Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan BA
Pencabutan Pengukuhan PKP, kemudian menyerahkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan BA
Pencabutan Pengukuhan PKP kpd Petugas Pendaftaran.
7. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pencabutan Pengukuhan
PKP kpd WP.
Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan atas Pengusaha Kecil Thn 2014
Dasar Hukum: PER-12/PJ/2014
I. Cara Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan:
Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan dilakukan berdasarkan LHV. (Pasal 2 ayat (1) PER-
12/PJ/2014)
→ Verifikasi dilakukan utk memastikan bahwa jml peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto
PKP atas penyerahan BKP/JKP Masa Pajak Jan thn 2013 s.d. Masa Pajak Des thn 2013 < Rp 4,8
M. (Pasal 2 ayat (2) PER-12)
Ketentuan terkait pelaksanaan verifikasi: Lamp PER-12/PJ/2014
Hasil verifikasi dituangkan dlm LHV. (Pasal 2 ayat (4) PER-12/PJ/2014)
Verifikasi diselesaikan dlm jangka waktu paling lama 3 bulan yg dihitung sejak tanggal ST
diterbitkan s.d. tanggal LHV ditandatangani. (Pasal 2 ayat (5) PER-12/PJ/2014)
Slr kegiatan verifikasi dlm PER-12/PJ/2014 sdh hrs selesai paling lambat akhir bulan Agust
B02-
2014. (Pasal 2 ayat (6) PER-12/PJ/2014)
LHV, kertas kerja, dan dokumen pendukung verifikasi disatukan dlm 1 map dan disimpan dlm
berkas induk WP. (Pasal 2 ayat (7) PER-12/PJ/2014)
II. Tindak Lanjut Hasil Verifikasi:
Apabila berdasarkan LHV disimpulkan bahwa:
penyerahan BKP dan/atau JKP yg dilakukan oleh PKP < Rp 4,8 M; dan
PKP tdk memilih utk tetap sbg PKP,
kpd PKP tsb diterbitkan surat pencabutan pengukuhan PKP. (Pasal 3 PER-12/PJ/2014)
Surat pencabutan pengukuhan PKP diberlakukan terhitung sejak tanggal 1 bulan
berikutnya stl tanggal diterbitkannya surat pencabutan pengukuhan PKP. (Lamp I Bagian VI
butir 2 PER-12/PJ/2014)
III. Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP:
Dlm hal kemudian diperoleh data dan/atau informasi bahwa WP yg tlh dicabut pengukuhan PKP-nya
ternyata memiliki jml peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto > Rp 4,8 M, surat pencabutan
pengukuhan PKP dibatalkan. (Pasal 4 ayat (1) PER-12/PJ/2014)
Utk membatalkan surat pencabutan pengukuhan PKP ini hrs dilakukan verifikasi kembali. (Pasal 4
ayat (2) PER-12/PJ/2014)
→ Hasil verifikasi ini dituangkan dlm LHV. (Pasal 4 ayat (3) PER-12/PJ/2014)
Berdasarkan LHV dilakukan pembatalan surat pencabutan pengukuhan PKP oleh Kepala KPP.
(Pasal 4 ayat (4) PER-12/PJ/2014)
Hasil pembatalan surat pencabutan pengukuhan PKP disampaikan kpd WP dgn surat Kepala KPP
(format dlm Lamp VI PER-12/PJ/2014)
Pembatalan atas pencabutan pengukuhan PKP yg dilakukan berdasarkan PER- 12/PJ/2014: (Pasal 6
PER-12/PJ/2014)
mengikuti tata cara dlm PER-20/PJ/2013 dan perubahannya; dan
dilakukan oleh Kepala KPP paling lambat tanggal 31 Des 2014.
e-REGISTRATION
Permohonan yg dpt disampaikan scr elektronik melalui Aplikasi e-Registration: Pendaftaran dan
Pemberian NPWP; Penghapusan NPWP; Pengukuhan PKP; Pencabutan PKP; Perubahan Data WP
dan/atau PKP; Pemindahan WP; dan Penetapan WP NE.
Proses pendaftaran utk mendapatkan akun bagi WP yg menggunakan aplikasi e-Registration:
WP membuka aplikasi e-Registration yg tersedia di situs DJP (http://www.pajak.go.id).
WP membuat akun dgn mengklik menu "buat account baru" dan mengisi informasi yg
diminta.
Stl WP mengisi semua informasi yg diperlukan, aplikasi e-Registration akan mengaktifkan
username & password.
Utk dpt memanfaatkan aplikasi e-Registration, WP melakukan login ke aplikasi e-
Registration dgn mengisi username & password yg tlh dibuat.
Dlm hal permohonan diajukan melalui aplikasi e-Registration, dokumen yg dipersyaratkan dpt
diunggah di aplikasi e-Registration atau dikirim dgn menggunakan Surat Pengiriman Dokumen
(SPD) ke KPP. Apabila dokumen yg disyaratkan blm diterima KPP dlm jangka waktu
14 hari kerja stl permohonan scr elektronik, permohonan tsb dianggap tdk diajukan.
Apabila dokumen yg disyaratkan tlh diterima scr lengkap, KPP menerbitkan BPS scr
elektronik.
Dlm hal WP tdk dpt mengajukan permohonan scr elektronik, permohonan dpt dilakukan
dgn menyampaikan permohonan scr tertulis, yg dilakukan dgn mengisi dan
menandatangani formulir terkait., dan dilengkapi dgn dokumen yg disyaratkan.
Permohonan scr tertulis disampaikan ke KPP/KP2KP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha WP. Dlm hal pengajuan permohonan
disampaikan melalui KP2KP, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan meneruskan berkas
permohonan ke KPP paling lambat 1 hari kerja stl permohonan diterima.
Thd penyampaian permohonan scr tertulis, KPP/KP2KP memberikan BPS apabila permohonan
dinyatakan tlh diterima scr lengkap.
Thd penyampaian permohonan scr tertulis yg diterima scr tdk lengkap berlaku ketentuan:
B02-
Dlm hal permohonan disampaikan scr lsg, permohonan dikembalikan kpd WP; atau
Dlm hal permohonan disampaikan melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir, KPP
menyampaikan pemberitahuan scr tertulis mengenai ketidaklengkapan tsb.
B02-
5. BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu Lamp VI DJP
6. BA Penghapusan/Penolakan Penghapusan NPWP Lamp VII
7. BA Pengukuhan PKP Melewati Batas Waktu Lamp IX
8. BA Pencabutan Pengukuhan PKP Melewati Batas Waktu Lamp XI
9. Surat Pemberitahuan Perubahan Data Lamp XIII
10. BA Perubahan Data WP dan/atau PKP Lamp XIV
11. Surat Usulan Pemindahan WP Lamp XVI
12. Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Dipindah Scr Jabatan Lamp XVII
13. Form Surat Pernyataan WP NE Lamp XIX Pembuat
pernyataan
14. BA Penetapan/Pengaktifan Kembali WP NE Lamp XX DJP
15. Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE/Penolakan Lamp XXI
Penetapan WP NE/Pengaktifan Kembali WP NE
16. BA Pembatalan Penghapusan NPWP Lamp XXIV
17. Surat Pemberitahuan Pembatalan Penghapusan NPWP Lamp XXV
18. BA Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP Lamp XXVII
19. Surat Pemberitahuan Pembatalan Surat Pencabutan Lamp XXVIII
Pengukuhan PKP
20. BA Aktivasi Sementara Lamp XXX
21. Form Permohonan Cetak Ulang (Kartu NPWP, SKT, Lamp XXXII Pemohon
SPPKP)
22. Pengumuman Keadaan Kahar LampXXXIV DJP
23. Surat Pengantar Faksimile Keadaan Kahar dari KP2KP ke KPP Lamp XXXV
B02-
C. TEMPAT PENDAFTARAN NPWP WP TERTENTU
Dasar Hukum:
Pasal 2 ayat (3) huruf a UU KUP
PMK-62/PMK.01/2009 jo PMK-29/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan tata kerja instansi vertikal
PER-28/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) jo PER-13/PJ/2014 (berlaku sejak 11 Apr 2014) ttg Tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pd KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP
di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya → mencabut PER-08/PJ/2012
KEP-26/PJ/2012 stdtd KEP-21/PJ.08/2012 ttg pemindahan WP dari KPP di lingkungan Kanwil DJP
WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
KEP-27/PJ/2012 stdd KEP-87/PJ/2012 ttg Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi WP pd KPP di
lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
KEP-102/PJ/2012 jo KEP-22/PJ.08/2012 ttg Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi WP pd KPP
WP Besar 3, KPP WP Besar 4, dan KPP Minyak dan Gas Bumi → mencabut Lamp I & V
KEP-27/PJ/2012
KEP-91/PJ/2012 ttg Penerapan organisasi, tata kerja, dan saat mulai beroperasinya KPP di lingkungan
Kanwil DJP WP Besar, KPP Badora, dan KPP minyak dan gas bumi
PER-06/PJ/2012 jo PER-18/PJ/2012 ttg Tata Cara Penatausahaan, Pelaksanaan Hak & Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan Sehubungan dgn Pemindahan WP dan/atau PKP dari dan/atau ke KPP di
Lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
SE dan surat terkait:
SE-16/PJ/2012 ttg Persiapan pelaksanaan reorganisasi DJP berdasarkan PMK-29/PMK.01/2012
S-162/PJ.13/2012 ttg Penjelasan PER-28/PJ/2012
Definisi Terkait:
WP Berstatus Pusat → WP yg terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya 000.
WP Berstatus Cabang → WP yg terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya selain
000.
Saat Mulai Terdaftar (SMT) → tanggal saat WP terdaftar dan dikukuhkan sbg PKP di KPP yg
ditetapkan dgn Keputusan Dirjen Pajak.
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pd KPP di Kanwil DJP WP
Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya: (Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
No. Kanwil KPP Jenis WP
a.1 Kanwil KPP WP WP badan besar tertentu yg melakukan kegiatan usaha di sektor
DJP WP Besar 1 pertambangan & jasa penunjang pertambangan
a.2 Besar KPP WP WP badan besar tertentu yg melakukan kegiatan usaha di sektor
Besar 2 industri, perdagangan, dan jasa
a.3 KPP WP WP BUMN yg melakukan kegiatan usaha di sektor industri &
Besar 3 perdagangan
a.4 KPP WP WP BUMN yg melakukan kegiatan usaha di sektor jasa dan WP
Besar 4 OP tertentu
b.1 Kanwil KPP PMB WP yg pernyataan pendaftaran emisi sahamnya tlh dinyatakan
DJP efektif oleh BAPEPAM-LK, badan-badan khusus (SRO) yg
Jakarta didirikan & beroperasi di bursa berdasarkan UU 8
Khusus Thn 1995 ttg Pasar Modal, dan Perusahaan efek non bank
b.2 KPP PMA 1 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor industri kimia & barang galian non-
logam
b.3 KPP PMA 2 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor industri logam & mesin
b.4 KPP PMA 3 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan kegiatan
usaha di sektor pertambangan & perdagangan
B02-
b.5 KPP PMA 4 WP PMA tertentu yg iak masuk bursa dan melakukan kegiatan
usaha di sektor industri tekstil, makanan, dan kayu
b.6 KPP PMA 5 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor agribisnis & jasa
b.7 KPP PMA 6 WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor jasa & perdagangan
b.8 KPP Badora WP BUT yg berkedudukan di DKI Jakarta & orang asing yg
bertempat tinggal di DKI Jakarta
b.9 KPP Migas WP Migas
c Kanwil KPP Madya WP badan besar tertentu dlm suatu Kanwil DJP terkait
DJP
terkait
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP di atas ditetapkan dgn Keputusan Dirjen,
kecuali:
Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi WP Baru: (Pasal 3 PER-28/PJ/2012)
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP baru:
WP PMA → di KPP Pratama yg wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan WP
WP BUMN → di KPP WP 3 atau KPP WP Besar 4 (sesuai dgn KLU WP tsb)
WP Migas → di KPP Migas
Dlm hal WP Berstatus Pusat terdaftar pd KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 (nomor
a.1 – c) dan membuka kantor cabang baru yg berdomisili di wilayah sesuai Lamp II PER- 28/PJ/2012,
tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha atas kantor cabang baru tsb di KPP sesuai Pasal 2 ayat
(1) PER-28/PJ/2012.
Dlm hal WP Berstatus Cabang terdaftar di KPP Madya, sedangkan WP Berstatus Pusat terdaftar di KPP
Pratama di Kanwil DJP yg berbeda, dan WP Berstatus Pusat tsb pindah ke KPP di Kanwil DJP yg
membawahi KPP Madya tempat WP Berstatus Cabang tsb terdaftar, maka tempat pendaftaran dan/atau
tempat pelaporan usaha bagi WP Berstatus Pusat tsb adalah di KPP Madya.
Pelaksanaan Hak & Kewajiban bagi WP yg Dipindahkan ke KPP Baru Selain yg Diatur di PER-
18/PJ/2012: (Pasal 6 PER-28/PJ/2012)
KPP Baru adalah KPP yg menerima perpindahan WP dari KPP Lama
Pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan bagi WP yg dipindahkan ke KPP Baru: Hak &
kewajiban perpajakan utk masa pajak, bagian thn pajak atau thn pajak sbl tanggal SMT atau sbl tanggal
WP dipindahkan ke KPP Baru, dilaksanakan dan dipenuhi di:
1. KPP Baru, yg meliputi:
a. Kewajiban PPh Badan, PPN dan/atau PPnBM, dan Pemotongan & Pemungutan PPh →
dlm hal WP yg dipindahkan adalah WP Berstatus Pusat;
b. Kewajiban PPN dan Pemotongan & Pemungutan PPh → dlm hal WP yg dipindahkan adalah WP
Berstatus Cabang yg berdomisili di wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012; dan
B02-
c. Kewajiban PPN → dlm hal WP yg dipindahkan adalah WP Berstatus Cabang yg berdomisili di
luar wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012
2. KPP Lama meliputi Kewajiban Pemotongan & Pemungutan PPh → dlm hal WP yg dipindahkan
adalah WP Berstatus Cabang yg berdomisili di luar wilayah dlm Lamp II PER- 28/PJ/2012
Pasal 7 PER-28/PJ/2012
Bagi WP yg sbl-nya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yg wilayah kerjanya di luar Propinsi DKI
Jakarta, dan sejak berlakunya Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER- 28/PJ/2012 terdaftar pd
KPP di Kanwil DJP WP Besar dan KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, maka kewajiban Pemotongan &
Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya atau KPP Pratama tsb dgn menerbitkan NPWP
cabang baru.
Bagi WP yg sbl-nya terdaftar di KPP Pratama di luar wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012, dan sejak
berlakunya Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012 terdaftar pd KPP Madya, maka
kewajiban Pemotongan & Pemungutan PPh diadministrasikan di KPP Pratama tsb dgn menerbitkan NPWP
cabang baru.
Kriteria WP yg Terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP
Madya Berdasarkan Keputusan DJP: (Pasal 8 PER-28/PJ/2012)
WP yg terdaftar di KPP ini mrp WP terbesar yg penentuannya dilakukan berdasarkan kriteria:
1. Rata-rata realisasi pembayaran pajak, baik yg tercantum di dlm sistem MPN maupun yg tdk tercantum dlm
sistem MPN dan rata-rata peredaran usaha WP yg tercantum di dlm SPT Tahunan PPh Badan selama 3 thn
terakhir, khusus utk WP Badan; dan/atau
→ Kriteria ini ditetapkan dgn pembobotan 80% utk realisasi pembayaran pajak & 20% utk peredaran
usaha.
2. Pertimbangan Dirjen Pajak.
Dlm hal WP memenuhi kriteria terdaftar pd 2 KPP atau lbh, Dirjen Pajak menetapkan tempat pendaftaran
dan/atau tempat pelaporan usaha WP.
Evaluasi yg Dilakukan DJP thd WP yg Terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP
Jakarta Khusus, KPP Madya & Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Tsb: (Pasal 9 PER-28/PJ/2012 jo PER-
13/PJ/2014)
1. Ketentuan Terkait Evaluasi Yg Dilakukan DJP:
a. Dirjen Pajak melakukan evaluasi thd WP yg terdaftar pd KPP di kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP
Jakarta Khusus, dan KPP Madya, kecuali utk WP yg terdaftar di:
KPP WP Besar 3
KPP WP Besar 4 utk WP BUMN
KPP Migas
KPP Badora
Dirjen Pajak berdasarkan pertimbangan tertentu dpt menetapkan tempat pendaftaran
dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pd huruf a dgn menerbitkan Keputusan
Dirjen Pajak. (Pasal 9 ayat (5) PER-28/PJ/2012 jo PER-13/PJ/2014)
b. Ketentuan evaluasi:
1) Evaluasi dilakukan paling lama 5 thn sejak evaluasi sbl-nya dilakukan
2) Utk WP yg terdaftar di KPP PMB, selain jangka waktu evaluasi angka 1), dlm hal terdapat WP yg
pernyataan pendaftaran emisi sahamnya tlh dinyatakan efektif oleh OJK (listing) dan/atau WP yg
melakukan penghapusan pencatatan dari daftar saham di BEI (delisting), evaluasi dpt
dilakukan setiap 1 thn.
3) Utk WP yg terdaftar di KPP Madya, selain jangka waktu evaluasi angka 1), dlm hal Kepala
Kanwil DJP yg membawahi KPP Madya memandang perlu utk melakukan evaluasi WP
yg terdaftar di KPP Madya pd thn tsb, evaluasi dpt dilakukan paling cepat 3 thn sejak
evaluasi sbl-nya dilakukan.
c. Berdasarkan hasil evaluasi yg dilakukan sesuai dgn ketentuan evaluasi tsb, Dirjen Pajak menerbitkan
Keputusan Dirjen Pajak ttg: (Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012)
Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Bagi WP pd KPP di Kanwil DJP WP
Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
Pemindahan WP dari KPP di Kanwil DJP WP Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan
KPP Madya
B02-
Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha bagi WP di KPP PMB dan KPP Madya
Pemindahan WP dari KPP PMB dan KPP Madya
d. Keputusan Dirjen Pajak berdasarkan hasil evaluasi tsb diterbitkan paling lama pd akhir bulan Sept thn
evaluasi dilakukan dan mulai berlaku 1 Jan thn berikutnya.
2. Ketentuan Terkait Tindak Lanjut Hasil Keputusan DJP Atas Evaluasi Yg Tlh Dilakukan
(Pasal 10 PER-28/PJ/2012)
a. Dlm hal WP yg dipindahkan ke KPP Pratama sejak Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3)
PER-28/PJ/2012 mengajukan permohonan pindah sehubungan dgn perubahan tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP Pratama lainnya, maka tata
cara pemindahan thd WP tsb mengacu pd ketentuan perpu di bidang perpajakan.
b. Dlm hal tempat terdaftar WP yg dicantumkan pd kolom KPP asal di dlm Keputusan Dirjen Pajak
sesuai Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012 tdk sesuai dgn tempat terdaftar yg sebenarnya, maka WP tsb
tetap dipindahkan ke KPP tujuan sesuai dgn Keputusan Dirjen Pajak tsb.
c. WP yg terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya tetap
diadministrasikan di KPP tsb s.d. ditetapkan terdaftar di KPP lain dgn Keputusan Dirjen Pajak sesuai
Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012.
3. Pemindahan WP krn Keadaan Tertentu: (Pasal 4 PER-28/PJ/2012)
WP yg terdaftar di KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 yg:
a. Mengalami perubahan status modal;
b. Melakukan perubahan kegiatan usaha/jenis usaha atau KLU;
c. Melakukan perubahan tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha yg menyebabkan perubahan
tempat KPP terdaftar;
d. Pendaftaran emisi sahamnya tlh dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK; atau
e. Sahamnya tdk lagi terdaftar di BEI (delisting),
pemindahan WP dilakukan bersamaan dgn evaluasi WP terdaftar sesuai Pasal 9 PER- 28/PJ/2012.
Evaluasi
Daftar stl berlakunya
KPP PMA BerdasarkanPER-13
KLU WPdilakukan
(Lamp I paling lama thn 2016 dan mulai berlaku
PER-28/PJ/2012)
paling
Unit lamaKekhususan
Kantor pd tanggal 1Jenis
Jan thn berikutnya.
Usaha Gol. Pokok
KPP PMA 1 17-23, 31, 37, 38, 58
KPP PMA 2 24-30, 32
KPP PMA 3 05-09, 45-47
KPP PMA 4 10-16
KPP PMA 5 01-03, 33, 35-36, 39, 49-53, 60-66, 72, 77-82, 84-88
KPP PMA 6 41-43, 55-56, 68, 71, 73-74, 90, 93-94
B02-
dan Kab. Pelalawan
5 Kota Palembang KPP Madya Palembang
6 Kota Tangerang KPP Madya Tangerang
7 Kota Bandung KPP Madya Bandung
8 Kab. Bekasi KPP Madya Bekasi
9 Kota Semarang KPP Madya Semarang
10 Kota Surabaya KPP Madya Surabaya
11 Kab. Sidoarjo KPP Madya Sidoarjo
12 Kota Malang KPP Madya Malang
13 Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. KPP Madya Denpasar
Gianyar, Kab. Klungkung, Kab. Buleleng, Kab.
Jembrana, Kab. Karangasem, dan Kab. Bangli
14 Kota Balikpapan KPP Madya Balikpapan
15 Kota Makassar KPP Madya Makassar
B02-
D. PEMUSATAN TEMPAT TERUTANG PPN
Dasar Hukum:
Pasal 12 ayat (2) UU PPN
PP 1 Thn 2012
PER-4/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan
dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan sbg tempat terutang terutang PPN/ PPN & PPnBM
PER-19/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg penetapan 1 tempat/lbh sbg tempat PPN terutang
PER-28/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)
SE terkait:
SE-45/PJ/2013 ttg Prosedur penerbitan SK pemusatan tempat PPN terutang dlm rangka pelaksanaan
PER-28/PJ/2012
SE-25/PJ.52/2003 ttg Penegasan Pemusatan Tempat PPN Terutang bagi PKP yg Menyampaikan SPT
Masa PPN dan PPnBM Melalui media Elektronik (e-Filing)
SE-21/PJ.5/2001 ttg Tata Cara Penyelesaian Permohonan Tempat Lain sbg Tempat Pengkreditan PM
dan Tempat Lain sbg Tempat Pajak Terutang atas Ekspor
Definisi Terkait:
Saat Mulai Terdaftar (SMT) → tanggal saat WP terdaftar dan dikukuhkan sbg PKP di KPP yg
ditetapkan dgn Keputusan Dirjen Pajak.
PKP yg memiliki
Pengajuan > 1 tempat
Pemusatan PPN:PPN terutang dpt memilih 1 tempat atau lbh sbg Tempat Pemusatan PPN
Terutang. Tempat tinggal,
PKP menyampaikan tempat kedudukan,
pemberitahuan atau(form
scr tertulis tempat kegiatan
lamp usaha PKP yg: kpd Kakanwil yg
IV PER-19/PJ/2010)
membawahi
berada diKPP
Kawasan Berikat;
yg wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemusatan PPN Terutang, dgn tembusan kpd
Kepala
berada
KPPdiyg
Kawasan
wilayahEkonomi
kerjanyaKhusus;
meliputi tempat-tempat PPN terutang yg akan dipusatkan. WP hrs mrp
PKP,mendapatkan fasilitas KITE.
baik di tempat PPN terutang yg dipilih sbg Tempat Pemusatan PPN Terutang
dan
tdk dpttempat PPNTempat
dipilih sbg terutang yg akan
Pemusatan dipusatkan.
PPN Terutang atau tempat PPN terutang yg akan dipusatkan.
(Pasal 2 ayat (1) dan
Pemberitahuan Pasalmemuat
minimal 3 PER-19/PJ/2010)
:
nama, alamat, dan NPWP tempat terpilih sbg pemusatan PPN Terutang (Catatan: tdk hrs/ tdk selalu
kantor pusat ber-NPWP 000)
nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yg akan dipusatkan
dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan dipusatkan pd tempat terpilih sbg tempat
pemusatan PPN terutang (form Lamp V PER-19/PJ/2010)
Kakanwil menerbitkan SK Persetujuan (form Lamp I PER-19/PJ/2010) atau SK Penolakan (form Lamp III
PER-19/PJ/2010) paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari PKP. Dlm hal
ditolak, maka PKP dpt menyampaikan pemberitahuan kembali dgn melengkapi syarat yg diperlukan. SK
Persetujuan berlaku selama 5 thn dan dimulai pd masa pajak berikutnya stl tanggal SK.
B02-
Perubahan Tempat Pemusatan PPN:
Dlm hal PKP tlh mendapatkan persetujuan pemusatan tempat PPN terutang, PKP dpt memilih tempat PPN
terutang yg lain sbg Tempat Pemusatan PPN Terutang yg baru dgn syarat masa berlaku pemusatan di
tempat lama sdh berjalan minimal 2 thn, kecuali bagi PKP dgn tempat pemusatan awal yg scr permanen tdk
ada lagi aktivitas usaha (jangka waktu minimal 2 thn tdk berlaku baginya).
PKP wajib menyampaikan pemberitahuan scr tertulis (form Lamp VII PER-19/PJ/2010) kpd Kakanwil yg
membawahi KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat pemusatan PPN terutang yg baru.
Minimal yg dimuat dlm pemberitahuan kpd Kakanwil tsb sama dgn minimal dlm pengajuan pemusatan
PPN.
Kakanwil menerbitkan SK Persetujuan (form Lamp I PER-19/PJ/2010) atau SK Penolakan (form Lamp III
PER-19/PJ/2010) paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari PKP. Dlm hal ditolak,
maka PKP dpt menyampaikan pemberitahuan kembali dgn melengkapi syarat yg diperlukan. SK
Persetujuan berlaku selama 5 thn dan dimulai pd masa pajak berikutnya stl tanggal SK.
Ketentuan Terkait Tempat Pemusataan PPN Terutang: (Pasal 5 ayat (2) – (8) PER-28/PJ/2012)
1. Dlm hal WP terdaftar pd KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT
Khusus, dan KPP Madya
Kepala KPP menerbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang paling lama 1 bulan sejak tanggal SMT utk
WP yg sebelumnya terdaftar pd KPP lain yg tlh melaksanakan pemusatan tempat PPN
terutang, meliputi:
a. Slr tempat kegiatan usaha/cabang WP utk WP yg sebelumnya terdaftar pd KPP di lingkungan Kanwil
DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya, yg berlaku sejak tanggal SMT (form Lamp
III PER-28/PJ/2012); atau
b. Slr tempat kegiatan usaha/cabang WP sesuai dgn SK pemusatan sebelumnya utk WP yg sebelumnya
terdaftar di KPP Pratama, yg berlaku sejak tanggal SMT s.d. tanggal 31 Des thn SMT (form Lamp IV
PER-28/PJ/2012).
2. Dlm hal WP ditetapkan terdaftar di KPP Pratama berdasarkan Kep Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat
(3) PER-28/PJ/2012, Kepala KPP Pratama menerbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang paling lama 1
bulan sejak tanggal SMT utk WP yg sebelumnya tlh melaksanakan pemusatan tempat PPN
terutang, yg berlaku sejak tanggal SMT s.d. tanggal 31 Des thn SMT (form Lamp IV PER-28/PJ/2012).
B02-
Dlm hal WP yg ditetapkan terdaftar di KPP Pratama menghendaki utk memperpanjang jangka waktu
pemusatan tempat PPN terutang, WP wajib menyampaikan pemberitahuan scr tertulis kpd Kakanwil DJP yg
wilayah kerjanya meliputi KPP Pratama tempat WP terdaftar sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
3. Kepala KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya menerbitkan SK
pemusatan tempat PPN terutang paling lama 2 bulan sbl berakhirnya thn SMT utk:
a. WP yg mempunyai > 1 tempat kegiatan usaha/cabang tetapi blm melaksanakan pemusatan tempat
PPN terutang; atau
b. WP yg sdh diterbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang sesuai Pasal 5 ayat (3) huruf b PER-
28/PJ/2012.
SK pemusatan tempat PPN terutang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari thn berikutnya stl thn SMT,
kecuali jika WP menyampaikan pemberitahuan scr tertulis sesuai Pasal 5 ayat (7) huruf a PER-28/PJ/2012.
4. Kepala KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya dpt menerbitkan SK
pemusatan tempat PPN terutang berdasarkan:
a. Surat pemberitahuan scr tertulis dari WP sbl jangka waktu sesuai Pasal 5 ayat (5) PER- 28/PJ/2012
b. Surat pemberitahuan scr tertulis dari WP yg tlh mendapatkan persetujuan pemusatan tempat PPN
terutang dlm hal terdapat penambahan tempat PPN terutang yg akan dipusatkan atau pengurangan
tempat PPN terutang yg tlh dipusatkan;
SK pemusatan tempat PPN terutang ini berlaku sejak masa pajak berikutnya stl tanggal SK pemusatan
tempat PPN terutang
5. Bagi WP yg tetap terdaftar di KPP yg sama dan pernah diterbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang oleh
Kepala KPP, maka SK pemusatan tsb dinyatakan tetap berlaku dan tdk perlu diterbitkan lagi SK pemusatan
tempat PPN terutang. (Pasal 5 ayat (8) PER-28/PJ/2012)
B02-
Perbedaan Ketentuan Terkait Tempat Pemusatan PPN Terutang:
Ketentuan sbl Ketentuan sejak 30 Des 2011 s.d 29 Mar 2012
30 Des 2011 (PER-49/PJ/2011) Ketentuan sejak 30 Mar 2012 Ketentuan sejak 1 Jan 2013
No Kriteria WP
(PER- Penetapan tempat PPN (PER-08/PJ/2012) (PER-28/PJ/2012)
Tanggal terdaftar
15/PJ/2009) terutang
1. WP yg terdaftar pd Dlm hal WP Sbl 30 Des 2011 Tempat Pemusatan tempat Kewajiban pelaporan PPN atas slr Kewajiban pelaporan PPN atas slr
KPP di Kanwil DJP berstatus Pusat dan thd WP ini sdh PPN PPN terutang tempat kegiatan usaha di slr tempat kegiatan usaha/cabang
WP Besar dan KPP mempunyai 1 pernah diterbitkan terutang utk tetap berlaku dan Indonesia dilaksanakan di KPP ini dilaksanakan di KPP ini
di Kanwil DJP JKT atau lbh tempat SK pemusatan slr tempat tdk perlu
Khusus kegiatan usaha, tempat PPN kegiatan diterbitkan lagi
termasuk cabang- terutang usaha SK pemusatan
cabangnya, ditetapkan di tempat PPN
Tempat PPN KPP tempat terutang
Terutang utk slr WP terdaftar
tempat kegiatan Sejak 30 Des tsb Penetapan tempat
usaha tsb 2011 PPN terutang
dipusatkan hanya di dilakukan dgn
KPP WP Besar atau menerbitkan SK
KPP pemusatan tempat
Madya terhitung PPN terutang oleh
sejak SMT di KPP Kepala KPP atas
WP Besar atau nama Dirjen
KPP Madya tsb Pajak dgn bentuk
sesuai Lamp II
PER-
49/PJ/2011
2. WP yg terdaftar Dlm hal WP Sbl 30 Des 2011 Penetapan pemusatan tempat 1. Dlm hal WP berstatus pusat, 1. Dlm hal WP berstatus Pusat,
di KPP Madya berstatus Pusat dan thd WP ini sdh PPN terutang tetap berlaku kewajiban pelaporan PPN utk kewajiban pelaporan PPN atau PPN
mempunyai 1 pernah diterbitkan sampai dgn 31 Des 2012. Sbl tempat-tempat kegiatan usaha dan PPnBM atas slr tempat kegiatan
atau lbh tempat SK pemusatan jangka waktu 31 Des 2012 tsb yg berada di wilayah sesuai dgn usaha, termasuk tempat kegiatan
kegiatan usaha, tempat PPN berakhir dan WP tetap Lamp II PER-08/PJ/2012 usaha/cabang yg terdaftar di KPP
termasuk cabang- terutang menghendaki pemusatan dilaksanakan di KPP Madya Madya lain, dilaksanakan di KPP
cabangnya, tempat PPN 2. Dlm hal WP berstatus Madya
Tempat PPN terutang, WP hrs cabang sdh dikukuhkan sbg 2. Dlm hal WP berstatus Cabang
menyampaikan sdh dikukuhkan sbg PKP dan
B02-
Terutang utk slr pemberitahuan tempat PPN PKP dan berada di wilayah WP berstatus Pusatnya tdk terdaftar
tempat kegiatan terutang sesuai perpu di bidang sesuai dgn Lamp II PER- pd KPP di Lingkungan Kanwil DJP
usaha tsb Perpajakan 08/PJ/2012, kewajiban WP Besar atau Khusus, kewajiban
dipusatkan hanya di Sejak 30 Des 2011 Ketentuan WP hrs pelaporan pelaporan PPN dan PPnBM
KPP WP Besar atau dan thd WP ini blm pemusatan menyampaikan PPNnya dilaksanakan di dilaksanakan di KPP Madya hanya
KPP pernah diterbitkan tempat PPN pemberitahuan KPP Madya hanya atas atas cabang tsb
Madya terhitung SK pemusatan terutang tempat PPN cabang tsb
sejak SMT di KPP tempat PPN utk KPP terutang sesuai 3. Dlm hal WP yg terdaftar di
WP Besar atau terutang madya ini perpu di bidang KPP Madya yg memiliki
KPP Madya tsb sama dgn Perpajakan tempat kegiatan usaha di luar
ketentuan wilayah sesuai dgn Lamp II
utk KPP PER-08/PJ/2012
Pratama menghendaki tempat kegiatan
usaha tsb dipusatkan di KPP
Madya, WP hrs menyam-
paikan pemberitahuan
pemusatan tempat PPN
terutang kpd Kepala KPP
Madya.
4. Bagi WP berstatus pusat yg
tetap terdaftar di KPP Madya yg
sama namun berkedudu- kan di
luar wilayah yg sesuai dgn
Lamp II PER- 08/PJ/2012,
kewajiban PPN dilaksanakan di
KPP Pratama yg wilayah
kerjanya meliputi tempat
kedudukan WP tsb dgn
menerbitkan NPWP cabang,
berlaku mulai 1 Jan thn
berikutnya stl thn SMT.
B02-
E. TEMPAT PENDAFTARAN/PELAPORAN PKP BAGI WP REAL ESTAT
Dasar Hukum:
Pasal 2 ayat (3) huruf a UU KUP
PER-25/PJ/2013 (berlaku sejak 3 Juli 2013) ttg Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan
usaha bagi WP sbg pengusaha yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya yg
melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/ atau bangunan
Khusus Bagi WP yg Terdaftar di KPP Madya di Jakarta, KPP di Kanwil DJP Besar, atau
KPP di Kanwil DP Jakarta Khusus:
a. Bagi WP yg melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan yg terdaftar pd KPP
Madya di Jakarta dan KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus,
kewajiban pendaftaran dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM ditetapkan pd: (Pasal 2 ayat
(1) PER-25/PJ/2013)
KPP Madya di Jakarta dan KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar & Kanwil DJP Jakarta
Khusus bagi WP yg mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah DKI Jakarta
KPP tempat kegiatan usaha tsb berada bagi WP yg mempunyai tempat kegiatan usaha di luar
wilayah DKI Jakarta
b. Bagi WP yg tempat kegiatan usahanya berada di luar wilayah DKI Jakarta → dikukuhkan sbg PKP
scr jabatan oleh KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha tsb berada (Pasal 2 ayat (3)
PER-25/PJ/2013)
SK Pemusatan Tempat PPN terutang yg diterbitkan berdasarkan PER-28/PJ/2012, tdk berlaku bagi
WP ini (Pasal 3 PER-25/PJ/2013)
B0231
SURAT KUASA KHUSUS
Dasar Hukum:
Pasal 32 UU KUP
Pasal 49, 50, 51, 52 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
PMK-22/PMK.03/2008 (berlaku sejak 6 Feb 2008) ttg Persyaratan serta Pelaksanaan Hak & Kewajiban
Seorang Kuasa
PMK-111/PMK.03/2014 (berlaku stl 6 bulan terhitung sejak tanggal 9 Juni 2014) ttg Konsultan Pajak
Pd saat berlaku, PMK-111/PMK.03/2014 mencabut KMK-485/KMK.03/2003 jo PMK- 98/PMK.03/2005
ttg Konsultan Pajak Indonesia
SE terkait:
SE-16/PJ/2008 ttg Penegasan Sehubungan dgn Penunjukan Seorang Kuasa dgn Surat Kuasa Khusus
Pihak yg menjalankan Hak & Kewajiban Perpajakan (Ketentuan Terkait Pengertian Pengurus)
Dlm menjalankan hak & kewajiban sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan, WP diwakili dlm hal:
1. Badan → Pengurus
Termasuk dlm pengertian pengurus adalah orang yg nyata-nyata mempunyai wewenang dlm
menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dlm rangka menjalankan kegiatan perusahaan,
misalnya berwenang menandatangani kontrak dgn pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya
walaupun orang tsb tdk tercantum namanya dlm susunan pengurus yg tertera dlm akte pendirian maupun
akte perubahan, termasuk dlm pengertian pengurus. Ketentuan ini berlaku pula bagi komisaris dan
pemegang saham mayoritas atau pengendali. (Penjelasan Pasal 32 UU KUP)
Tambahan Informasi: (sesuai UU 40 Thn 2007 ttg Perseroan Terbatas/UU PT)
Di dlm UU PT, yg menjalankan pengurusan PT (Pengurus PT) adalah Direksi, Komisaris juga dpt
melakukan tindakan pengurusan PT dlm hal: (Pasal 118 UU PT)
Anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dg Perseroan; (Pasal 99 ayat (2) huruf b UU
PT)
Slr anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan utk sementara. (Pasal 107 huruf c UU PT)
2. Badan yg dinyatakan pailit → Kurator
3. Badan dlm pembubaran → Orang atau badan yg ditugasi utk melakukan pemberesan
4. Badan dlm likuidasi → Likuidator
5. Suatu warisan yg blm terbagi → Salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yg mengurus harta
peninggalannya
6. Anak yg blm dewasa atau orang yg berada dlm pengampuan → Wali atau pengampunya
→ Anak yg blm dewasa: anak yg blm berumur 18 thn & blm pernah menikah (Penjelasan Pasal 8 ayat
(4) UU PPh)
Wanita kawin yg tdk menghendaki utk melaksanakan hak & memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari
suaminya dan anak yg blm dewasa, hrs melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga. (Pasal 2 ayat (5) PER-20/PJ/2013)
Penegasan Terkait Tdk Diperlukannya Surat Kuasa Khusus dlm Bbrp Hal Pelaksanaan Kewajiban
Perpajakan
1. Pengurus, komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali serta karyawan WP yg nyata- nyata
mempunyai wewenang dlm menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dlm rangka menjalankan
perusahaan dpt melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakan WP tanpa memerlukan Surat Kuasa Khusus
2. Dokumen perpajakan seperti SSP, dpt ditandatangani oleh pejabat/karyawan yg ditunjuk oleh WP tanpa
memerlukan Surat Kuasa Khusus. (angka 11 SE-16/PJ/2008)
3. Dokumen perpajakan seperti FP, dpt ditandatangani oleh pejabat/karyawan yg ditunjuk oleh WP tanpa
memerlukan Surat Kuasa Khusus. (angka 11 SE-16/PJ/2008)
Tetapi yg berhak menandatangani adalah pejabat yg namanya tercantum dlm surat pemberitahuan scr tertulis
nama pejabat yg berhak menandatangani FP disertai dgn contoh tandatangannya dan melampirkan FC kartu
identitas pejabat/pegawai penandatanganan FP yg sah yg tlh dilegalisasi pejabat berwenang, yg tlh disampaikan
PKP ke KPP. (Pasal 13 ayat (2) PER-24/PJ/2012)
B‐
4. Penyerahan dokumen yg berdasarkan ketentuan dpt disampaikan melalui TPT, tdk memerlukan Surat Kuasa
Khusus atau Surat Penunjukan. (angka 11 SE-16/PJ/2008)
Isi & Format Surat Kuasa Khusus: (Contoh Form Surat Kuasa Khusus ada di Lamp I PMK-
22/PMK.03/2008)
Surat Kuasa Khusus paling sedikit hrs memuat: (Pasal 49 ayat (4) PP 74 Thn 2011 & Pasal 5 ayat (1) PMK-
22/PMK.03/2008)
Nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai, serta NPWP dari WP pemberi kuasa;
Nama, alamat, dan tanda tangan, serta NPWP penerima kuasa; dan
Hak dan/ atau kewajiban perpajakan tertentu yg dikuasakan.
Contoh penggunaan surat kuasa khusus ini adalah utk penandatanganan SPT Tahunan PPh OP/ Badan.
Perbedaan antara Seorang Kuasa yg mrp Konsultan Pajak dan Bukan Konsultan Pajak:
Ketentuan Bukan Konsultan Pajak (Termasuk
Konsultan Pajak
terkait Karyawan WP)
Persyaratan utk 1. Menguasai ketentuan perpu di bidang perpajakan
menjadi Konsultan pajak sbg seorang kuasa Seorang kuasa yg bukan
seorang Kuasa dianggap menguasai ketentuan perpu konsultan pajak dianggap
(kumulatif) perpajakan apabila dpt menyerahkan FC menguasai ketentuan perpu
(Pasal 2 ayat surat izin praktek konsultan pajak yg perpajakan apabila dpt
(2) PMK- diterbitkan oleh Dirjen Pajak a.n. Menkeu menyerahkan FC sertifikat
22/PMK.03/2008 yg dilengkapi dgn Surat Pernyataan sbg brevet atau ijazah pendidikan
& konsultan formal di bidang perpajakan yg
Pasal 49 ayat pajak (sesuai format dlm Lamp II diterbitkan oleh perguruan tinggi
(3) PP 74 Thn PMK-22/PMK.03/2008) negeri atau swasta dgn status
2011 terakreditasi A, minimal
tingkat D III.
2. Memiliki surat kuasa khusus dari WP yg memberi kuasa (sesuai format dlm
Lamp I PMK-22/PMK.03/2008)
3. Memiliki NPWP
4. Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak Terakhir
5. Tdk pernah dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan (Persyaratan ini baru ada stl PP 74 berlaku → sejak 1 Jan 2012)
6 Jika yg menjadi kuasa adalah
. karyawan WP tsb, maka karyawan
yg boleh menerima kuasa adalah
karyawan tetap yg tlh menerima
penghasilan dari WP pemberi
kuasa yg dibuktikan dgn Surat
Pernyataan bermeterai dari WP
(sesuai format dlm Lamp
III PMK-22/PMK.03/2008)
(Pasal 4 ayat (2) PMK-
22/PMK.03/2008)
Batasan Konsultan Pajak dpt menerima kuasa dari Seseorang yg bukan konsultan pajak
Penerimaan WP manapun. termasuk karyawan WP hanya dpt
Kuasa WP yg wajib menggunakan Konsultan menerima kuasa dari: (Pasal 4 ayat (1)
Pajak bila menunjuk sbg Kuasanya: PMK-22/PMK.03/2008)
WP OP yg menjalankan usaha atau WP OP yg tdk menjalankan usaha
pekerjaan bebas dgn peredaran/ atau pekerjaan bebas;
B‐
penerimaan bruto > Rp 1,8 M dlm 1 thn; WP OP yg menjalankan usaha atau
atau pekerjaan bebas dgn
WP Badan dgn peredaran bruto > Rp 2,4 M peredaran/penerimaan bruto < Rp 1,8
dlm 1 thn. M dlm 1 tahun; atau
Pasal 52 PP 74 Thn 2011: menyebutkan WP Badan dgn peredaran bruto < Rp
bahwa "Ketentuan lbh lanjut mengenai syarat 2,4 M dlm 1 tahun.
serta hak & kewajiban konsultan pajak yg dpt
ditunjuk sbg kuasa diatur dgn Peraturan Menkeu "
(PMK nya masih blm terbit), shg
PMK-22/PMK.03/2008 masih tetap berlaku
sepanjang tdk bertentangan dgn PP 74
(Pasal 65 PP 74 Thn 2011)
B‐
KODE KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA (KLU)
Dasar Hukum:
KEP-233/PJ/2012 jo KEP-321/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Klasifikasi Lapangan Usaha WP
→ mencabut KEP-34/PJ/2003
Kegunaan:
Tata Usaha WP, seperti data Kelompok Kegiatan Ekonomi WP dlm Master File WP, Kelompok Kegiatan
Ekonomi pd SPT PPh
Dasar penyusunan NPPN
Keperluan khusus lainnya
B04-
KLU 2012 (sejak 1 Jan 2013) KLU 2003
Kate- Kate- G l.
Judul Kategori Gol. Pokok Judul Kategori o
gori gori Po ok
P Jasa Pendidikan 85 M Jasa Pendidikan 80
Q Jasa Kesehatan & 86 - 88 N Jasa Kesehatan, & Kegiatan 85
Kegiatan Sosial Sosial
R Kebudayaan, Hiburan & 90 - 93 O Jasa Kemasyarakatan, Sosial, 90 - 93
Rekreasi & Kegiatan Lainnya
S Kegiatan Jasa Lainnya 94 - 96
T Jasa Perorangan yg Melayani 97, 98 P Jasa Perorangan 95
Rumah Tangga; Kegiatan yg
Menghasilkan Brg & Jasa
Oleh Rumah Tangga yg
Digunakan Sendiri Utk
Memenuhi Kebutuhan
B04-
BATAS WAKTU PEMBAYARAN & PELAPORAN DAN TERKAIT PELAPORAN SPT
Batas Waktu
No. Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran
Pelaporan
Masa
1. PPh Ps. 4 (2) yg dipotong oleh Tgl 10 bulan berikut stl Masa 20 hari stl Masa Pajak
Pemotong PPh Pajak berakhir berakhir
2. PPh Ps. 15 yg dipotong oleh (Bila memenuhi
Pemotong PPh kriteria WP yg
3. PPh Ps. 21 yg dipotong oleh Memiliki Peredaran
Pemotong PPh Bruto Tertentu, tdk
4. PPh Ps. 23 yg dipotong oleh wajib PPh Ps. 25
Pemotong PPh tetapi wajib PPh Ps. 4
5. PPh Ps. 26 yg dipotong oleh ayat (2) atas
Pemotong PPh penghasilan dgn
6. PPh Ps. 22 atas penyerahan peredaran bruto
BBM, gas, pelumas kpd tertentu, dgn batas
penyalur/agen atau industri yg waktu pelaporan
dipungut oleh WP Badan yg adalah tgl 15 bulan
bergerak dlm bid. produksi berikut stl Masa Pajak
BBM, gas, dan pelumas berakhir)
7. PPh ps. 22 yg pemungutannya
dilakukan oleh WP badan
tertentu sbg
Pemungut Pajak
8. PPh Ps. 4 (2) yg hrs dibayar Tgl 15 bulan berikut stl Masa
sendiri oleh WP Pajak berakhir
9. PPh Ps. 15 yg hrs dibayar (Bila memenuhi kriteria WP
sendiri oleh WP yg Memiliki Peredaran Bruto
10. PPh Ps. 25 (angsuran pajak) utk Tertentu, tdk wajib PPh Ps.
WP OP & badan 25 tetapi wajib PPh Ps. 4
ayat (2) atas penghasilan
dgn peredaran bruto
tertentu, dgn batas waktu
pembayaran adalah tgl 15
bulan berikut stl Masa Pajak
berakhir)
11. PPh Ps. 22, PPN atau PPN Bersamaan dgn saat pembayaran
dan PPnBM atas impor Bea Masuk. Dlm hal Bea Masuk
ditunda/ dibebaskan, pajak hrs
dilunasi pd saat penyelesaian
dokumen PIB
12. PPh Ps. 22, PPN atau PPN 1 hari kerja stl dilakukan Scr mingguan paling
dan PPnBM atas impor yg pemungutan pajak lama pd hari kerja
dipungut oleh DJBC terakhir minggu
berikutnya
13. PPh Ps. 22 yg dipungut oleh Pd hari yg sama dgn pelaksanaan 14 hari
bendahara pembayaran atas penyerahan stl Masa Pajak berakhir
barang yg dibiayai dari belanja
Negara/Daerah, dgn
menggunakan SSP a.n. rekanan &
ditandatangani oleh
bendahara
B‐
Batas Waktu
No. Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran
Pelaporan
Masa
14. PPh Ps. 25 (angsuran pajak) Pd akhir masa pajak terakhir 20 hari
bagi WP kriteria tertentu yg stl berakhirnya Masa
melaporkan bbrp Masa Pajak Pajak terakhir
dlm 1 SPT Masa
15. Pembayaran masa selain PPh Sesuai dgn batas waktu utk
Pasal 25 bagi WP kriteria masing-masing jenis pajak
tertentu yg melaporkan bbrp
masa pajak
dlm 1 SPT Masa
16. PPN atau PPN & PPnBM yg Akhir bulan berikutnya stl Masa Akhir bulan berikutnya
terutang dlm 1 Masa Pajak Pajak berakhir & sbl SPT Masa stl Masa Pajak berakhir
PPN disampaikan (mulai Masa (mulai Masa Pajak Apr
Pajak Apr 2010) 2010)
17. PPN yg terutang atas keg. Tgl 15 bulan berikutnya stl
membangun sendiri (hrs Masa Pajak berakhir
disetor oleh pihak yg
melakukan)
18. PPN atau PPN & PPnBM yg
pemungutannya dilakukan oleh
Pemungut PPN selain
Bendahara Pemerintah/
Instansi Pemerintah yg
ditunjuk
19. PPN atau PPN & PPnBM yg Tgl 7 bulan berikutnya stl Masa
pemungutannya dilakukan Pajak berakhir
oleh Bendahara Pengeluaran sbg
Pemungut PPN
20. PPN yg terutang atas Tgl 15 bulan berikutnya stl saat
pemanfaatan BKP tdk terutangnya pajak
berwujud dan/atau JKP dari
luar Daerah Pabean (hrs
disetor oleh pihak yg
memanfaatkan)
21. PPN atau PPN & PPnBM yg Pd hari yg sama dgn pelaksanaan
pemungutannya dilakukan oleh pembayaran kpd PKP Rekanan
Pejabat Penandatangan SPM Pemerintah melalui KPPN
sbg Pemungut PPN
Tahunan
1. PPh - OP Sbl SPT Tahunan PPh Akhir bulan ke-3 stl
disampaikan berakhirnya thn atau
bagian thn pajak
2. PPh - Badan Akhir bulan ke-4 stl
berakhirnya thn atau
bagian thn pajak
3. PBB Perkebunan, Perhutanan, 6 bulan sejak tanggal -
Pertambangan diterimanya SPPT
B‐
Ket:
Dlm hal tgl jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak atau batas akhir pelaporan bertepatan dgn hari libur
termasuk hari Sabtu/hari libur nasional, pembayaran/penyetoran pajak atau pelaporan dpt dilakukan pd hari
kerja berikutnya (berlaku mulai tgl 1 Jan 2008).
Hari libur nasional termasuk hari yg diliburkan utk penyelenggaraan Pemilihan Umum yg ditetapkan oleh
Pemerintah & cuti bersama scr nasional yg ditetapkan oleh Pemerintah
Ketentuan utk PPN atau PPN & PPnBM yg terutang dlm 1 Masa Pajak sbl Masa Pajak Apr 2010: batas
waktu utk pembayaran tgl 15 bulan berikut stl Masa Pajak berakhir & utk pelaporan tgl 20 bulan berikut stl
Masa Pajak berakhir.
Sumber:
UU KUP, PMK-184/PMK.03/2007 jo. PMK-80/PMK.03/2010, Lamp II Huruf D.3.a & 3.b PER-11/PJ/2013
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25 / PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dgn Peredaran Bruto
Tertentu:
PPh Pasal 25
Apabila SSP nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka SPT Masa PPh Pasal 25 dianggap tlh disampaikan ke
KPP sesuai dgn tgl validasi yg tercantum pd SSP. PPh Pasal 25 NIHIL, tetap hrs melaporkan SPT PPh Masa
menggunakan SSP lembar ke-3 NIHIL.
Pembayaran stl tgl 15:
Apabila pembayaran dilakukan antara tgl 16 - 20 maka dikenakan sanksi administrasi terlambat bayar (2%
perbulan). Apabila pembayaran dilakukan stl tgl 20, dikenakan sanksi administrasi terlambat bayar &
denda terlambat lapor.
Sumber:
PER-22/PJ./2008 (berlaku sejak 21 Mei 2008)
PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dgn Peredaran Bruto Tertentu:
WP yg tlh melakukan penyetoran PPh final ini:
Mendapat validasi dgn NTPN → dianggap tlh menyampaikan SPT Masa PPh, sesuai dgn tanggal validasi
NTPN yg tercantum pd SSP
Tdk mendapat validasi NTPN wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasa 4 ayat (2) ke KPP sesuai
tempat kegiatan usaha WP terdaftar dgn mengisi baris pd angka 11 form SPT:
Kolom Uraian ditulis dgn “Penghasilan Usaha WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”
Kolom KAP/KJS diisi dgn “411128/420”
WP dgn jml PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tdk wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal ayat (2)
Sumber:
PMK-107/PMK.011/2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013), SE-42/PJ/2013
Penandatanganan SPT
SPT yg disampaikan wajib ditanda tangani oleh WP atau Kuasa WP
Penandatanganan SPT dilakukan dgn cara :
Tanda tangan biasa;
Tanda tangan stempel; atau
Tanda tangan elektronik atau digital.
Tanda tangan stempel dan tanda tangan elektronik atau digital mempunyai kekuatan hukum yg sama dgn tanda
tangan biasa.
Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik yg dilekatkan, memiliki hubungan
lsg atau terasosiasi pd suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yg ditujukan oleh
WP atau kuasanya utk menunjukan identitas dan status yg bersangkutan.
Sumber:
Pasal 6 dan Pasal 7 PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009
B‐
Perpanjangan SPT Tahunan PPh
WP dpt memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan utk paling lama 2 bulan sejak batas
waktu penyampaian SPT Tahunan dgn cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan
sbb:
Membuat Pemberitahuan Perpanjangan scr tertulis (disampaikan dlm bentuk formulir kertas (hardcopy)
1770-Y/1771-Y/1771-$Y, atau dlm bentuk data elektronik (e-SPTy) dan disampaikan ke KPP terdaftar
sbl batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir.
Wajib menyebutkan alasan perpanjangan dan melakukan penghitungan sementara pajak terutang dlm 1 Thn
Pajak yg batas waktu penyampaiannya diperpanjang (alasan ini dpt dimasukkan ke kolom yg tersedia pd
1770-Y/1771-Y)
Wajib melampirkan:
LK Sementara utk Thn Pajak yg bersangkutan dari WP itu sendiri (bukan LK Sementara dari
konsolidasi grup);
SSP PPh Pasal 29 sbg bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yg terutang kecuali ada ijin
utk mengangsur/menunda pembayaran PPh Pasal 29; dan
Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yg menyatakan audit LK blm selesai dlm hal LK diaudit oleh
Akuntan Publik.
Hrs ditandatangani oleh WP/kuasa WP. Dlm hal Pemberitahuan Perpanjangan ditandatangani oleh
Kuasa WP, Pemberitahuan Perpanjangan wajib dilampiri dgn Surat Kuasa Khusus.
Dlm hal WP blm siap utk menyampaikan SPT Tahunan dlm jangka waktu sebagaimana dimaksud pd
Pemberitahuan Perpanjangan yg diajukan sebelumnya, maka WP masih dpt menyampaikan Pemberitahuan
Perpanjangan lagi sepanjang tdk melampaui batas waktu 2 bulan sejak batas waktu penyampaian
SPT Tahunan pasal 3 UU KUP.
Penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan:
Tanda BPS Pemberitahuan
No. Cara Penyampaian Perpanjangan SPT Tahunan
a. Scr lsg pd KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP BPS
dikukuhkan
b. Melalui pos dgn bukti pengiriman surat Bukti Pengiriman Surat
c. Dgn cara 1) Melalui perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir Bukti Pengiriman Surat
lain dgn bukti pengiriman surat
2) e-Filing melalui ASP sesuai dgn ketentuan BPE
yg berlaku
Kepala KPP wajib memberitahukan kpd WP paling lama 7 hari kerja sejak Pemberitahuan
Perpanjangan diterima lengkap di KPP. Apabila Kepala KPP tdk memberikan pemberitahuan kpd WP dlm
jangka waktu tsb, maka Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dianggap diterima:
Sesuai dgn pemberitahuan WP dlm hal Pemberitahuan Perpanjangan tdk melebihi batas waktu;
atau
Utk jangka waktu paling lama 2 bulan dlm hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan melebihi batas
waktu
Dlm hal WP melakukan Pemberitahuan dgn Tdk Sesuai Ketentuan, maka pemberitahuan tsb akan dianggap
bukan mrp Pemberitahuan Perpanjangan, tetapi WP masih dpt menyampaikan kembali Pemberitahuan
Perpanjangan sepanjang tdk melampaui batas waktu penyampaian SPT Tahunan sesuai Pasal 3 UU KUP.
Sumber:
Pasal 3 ayat (4) UU KUP, PER-21/PJ./2009 (berlaku sejak 02 Maret 2009)
B‐
Pembetulan SPT
Sejak tanggal 1Jan 2012:
1. WP dgn kemauan sendiri dpt membetulkan SPT yg tlh disampaikan dgn menyampaikan pernyataan
tertulis, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan;
a. Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp;
Sbl Dirjen Pajak menyampaikan SPHV
b. Pemeriksaan; atau
Sbl saat surat pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai, atau
anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Sbl saat surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kpd WP, wakil, kuasa,
pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
2. Pernyataan tertulis dlm pembetulan SPT pd angka 1 dilakukan dgn cara memberi tanda pd tempat yg tlh
disediakan dlm SPT yg menyatakan bahwa WP yg bersangkutan membetulkan SPT.
3. Dlm hal Pembetulan SPT pd angka 1 menyatakan rugi atau LB, pembetulan SPT hrs disampaikan paling
lama 2 thn sbl daluwarsa penetapan.
(Pasal 5 ayat (1) dan penjelasan, ayat (2), dan ayat (3) PP 74 Thn 2011)
a. utk Thn Pajak 2008 ke atas: (Pasal 8 ayat (1), (1a), (3), (4), (6) UU No. 28 Thn 2007)
Dlm hal pembetulan SPT menyatakan Rugi atau LB, disampaikan paling lama 2 thn sbl daluwarsa
penetapan (5 thn stl saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Thn Pajak, atau Thn
Pajak sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP), dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan.
Walaupun tlh dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi blm dilakukan tindakan penyidikan
mengenai adanya ketidakbenaran yg dilakukan WP sesuai Pasal 38, thd ketidakbenaran perbuatan WP
tsb tdk akan dilakukan penyidikan, apabila WP dgn kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya tsb dgn disertai pelunasan kekurangan pembayaran jml pajak yg sebenarnya terutang beserta
sanksi administrasi berupa denda seb 150% dari jml pajak yg kurang dibayar.
Walaupun Dirjen Pajak tlh melakukan pemeriksaan, dgn syarat Dirjen Pajak blm menerbitkan skp,
WP dgn kesadaran sendiri dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri ttg ketidakbenaran pengisian
SPT yg tlh disampaikan sesuai keadaan yg sebenarnya, yg dpt mengakibatkan:
Pajak-pajak yg masin hrs dibayar menjadi lbh besar atau lbh kecil;
Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lbh kecil atau lbh besar;
Jml harta menjadi lbh besar atau lbh kecil; atau
Jml modal menjadi lbh besar atau lbh kecil,
dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari
pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tsb beserta sanksi administrasi berupa kenaikan seb 50% dari
pajak yg kurang dibayar, hrs dilunasi oleh WP sbl laporan tersendiri dimaksud disampaikan.
WP dpt membetulkan SPT Tahunan yg tlh disampaikan, dlm hal WP menerima skp, SK Keberatan, SK
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan PK Thn Pajak sebelumnya atau bbrp Thn Pajak sebelumnya, yg
menyatakan rugi fiskal yg berbeda dgn rugi fiskal yg tlh dikompensasikan dlm SPT Tahunan yg akan
dibetulkan tsb, dlm jangka waktu 3 bulan stl menerima surat/putusan tsb, dgn syarat Dirjen Pajak blm
melakukan tindakan pemeriksaan.
b. utk Thn Pajak 2001-2007: (Pasal 8 ayat (1), (3), (4), (5) (6) UU 16 Thn 2000)
WP dgn kemauan sendiri dpt membetulkan SPT yg telah disampaikan dgn menyampaikan pernyataan
tertulis dlm jangka waktu 2 thn sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn
Pajak, dgn syarat Dirjen blm melakukan tindakan pemeriksaan.
Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT di atas tlh berakhir, dgn syarat Dirjen Pajak blm
menerbitkan skp, WP dgn kesadaran sendiri dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri ttg
ketidakbenaran pengisian SPT yg tlh disampaikan, yg mengakibatkan :
Pajak-pajak yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar; atau
Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lbh kecil; atau
Jml harta menjadi lbh besar; atau
Jml modal menjadi lbh besar.
B‐
Pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tsb beserta
sanksi administrasi berupa kenaikan seb 50% dari pajak yg kurang dibayar, hrs dilunasi oleh WP sbl laporan
tersendiri dimaksud disampaikan
Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT tsb tlh berakhir, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan
tindakan pemeriksaan, WP dpt membetulkan SPT yg tlh disampaikan, dlm hal WP menerima
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding mengenai skp thn pajak sebelumnya, yg menyatakan rugi fiskal
yg berbeda dari ketetapan pajak yg diajukan keberatan atau Keputusan Keberatan yg diajukan banding, dlm
jangka waktu 3 bulan stl menerima putusan tsb.
B‐
SANKSI
A. SANKSI ADMINISTRASI
B‐06‐
No. Pasal Masalah Sanksi Ket.
Bunga
1. 8 (2) Pembetulan SPT Tahunan 2% Per bulan, dari jml pajak yg kurang
UU dibayar, dihitung sejak saat
KUP penyampaian SPT berakhir s.d. tgl
pembayaran, bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan
8 (2a) Pembetulan SPT Masa Per bulan, dari jml pajak yg kurang
UU dibayar, dihitung sejak jatuh tempo
KUP pembayaran s.d. tgl pembayaran,
bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan
2. 9 (2a) Keterlambatan pembayaran 2% Per bulan, dari jml pajak terutang,
UU pajak masa dihitung dari tgl jatuh tempo
KUP pembayaran s.d. tgl pembayaran,
bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan
9 (2b) Keterlambatan pembayaran Per bulan, dari jml pajak terutang,
UU pajak tahunan dihitung mulai dari berakhirnya batas
KUP waktu penyampaian SPT Tahunan s.d.
tgl pembayaran, bagian dari bulan
dihitung penuh 1
bulan
3. 13 (2) Kekurangan pembayaran 2% Per bulan, dari jml kurang dibayar,
UU pajak dlm SKPKB dlm hal: dihitung sejak saat terutangnya pajak
KUP ● apabila berdasarkan hasil atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
pemeriksaan/keterangan Thn Pajak, atau Thn Pajak s.d.
lain pajak yg terutang tdk diterbitkannya SKPKB, max 24
atau kurang dibayar → 13 bulan, diterbitkan dlm jangka waktu 5
(1) huruf a thn stl saat terutangnya pajak atau
● apabila kpd WP diterbitkan berakhirnya Masa Pajak/bagian Thn
NPWP dan/atau Pajak/Thn Pajak
dikukuhkan sbg PKP scr
jabatan mnr
Pasal 2 (4a) → 13 (1)
huruf e
4. 13 (5) SKPKB dpt diterbitkan stl 48% Dari jml pajak yg tdk atau kurang
UU lewat waktu 5 tahun krn adanya dibayar
KUP tindak pidana perpajakan
maupun tindak pidana lainnya
yg dpt menimbulkan kerugian
pd pendapatan negara
berdasarkan put. pengadilan yg
tlh mempunyai kekuatan
hukum tetap
B‐06‐
No. Pasal Masalah Sanksi Ket.
Bunga
5. 14 (3) Penerbitan STP dlm hal:
UU ● PPh thn berjalan tdk/kurang 2% Per bulan, dari jml pajak tdk/kurang
KUP bayar → 14 (1) huruf a dibayar, dihitung sejak saat
● Dari hasil penelitian terutangnya pajak atau berakhirnya
terdapat kekurangan Masa Pajak/bagian Thn Pajak/Thn
pembayaran pajak sbg Pajak s.d. diterbitkannya STP, max
akibat salah tulis dan/atau 24 bulan
salah hitung →
14 (1) huruf b
● WP dikenai sanksi
administrasi berupa denda
dan/atau bunga → 14 (1)
huruf c
6. 14 (5) PKP yg gagal berproduksi dan tlh 2% Dari jml pajak yg ditagih kembali,
UU diberikan pengembalian Pajak dihitung dari tanggal penerbitan
KUP Masukan → 14 (1) huruf g SKPKPP s.d. tanggal penerbitan
STP, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan
7. 15 (4) SKPKBT yg diterbitkan stl 48% Dari jml pajak yg tdk atau kurang
UU lewat waktu 5 thn krn adanya dibayar
KUP tindak pidana perpajakan
maupun tindak pidana lainnya
8. 19 (1) SKPKB/T, SK Pembetulan, SK 2% Per bulan, atas jml pajak yg tdk atau
UU Keberatan, Putusan Banding atau kurang dibayar, utk seluruh masa,
KUP Putusan PK yg menyebabkan yg dihitung dari tgl jatuh tempo s.d.
kurang bayar, pd saat jatuh tempo tgl pelunasan atau tgl diterbitkannya
pelunasan STP, bagian dari
tdk atau kurang dibayar bulan dihitung penuh 1 bulan
9. 19 (2) Diperbolehkan mengangsur 2% Per bulan, dari jml pajak yg masih
UU atau menunda pembayaran hrs dibayar, bagian dari bulan
KUP dihitung penuh 1 bulan
10. 19 (3) Kekurangan pajak akibat 2% Per bulan, atas kekurangan
UU penundaan SPT Tahunan pembayaran pajak, dihitung dari saat
KUP berakhirnya batas waktu penyampaian
SPT Tahunan s.d. tgl dibayarnya
kekurangan pembayaran tsb, bagian
dari bulan
dihitung penuh 1 bulan
B‐06‐
No. Pasal Masalah Sanksi Ket.
Kenaikan
1. 8 (5) Pengungkapan ketidakbenaran 50% Dari pajak yg kurang dibayar, hrs
UU pengisian SPT walau sedang dilunasi sbl laporan tsb disampaikan
KUP diperiksa namun sbl terbit SKP
(Pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT)
2. 13 (3) Kekurangan pembayaran pajak
UU dlm SKPKB dlm hal apabila:
KUP ● SPT tdk disampaikan dlm
jangka waktu mnr Pasal 3
(3) & stl ditegur scr tertulis
tdk disampaikan pd
waktunya sebagaimana
ditentukan dlm Surat
Teguran
● Berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain mengenai
PPN & PPnBM ternyata tdk
seharusnya dikompen- sasikan
selisih lbh pajak atau tdk
seharusnya dikenai tarif 0%
● Kewajiban mnr Ps. 28 atau
29 tdk dipenuhi shg tdk dpt
diketahui besarnya pajak
terutang
- PPh yg tdk atau kurang 50% Dari PPh yg tdk atau kurang dibayar
dibayar dlm 1 Thn Pajak
- tdk atau kurang dipotong, 100% Dari PPh yg tdk atau kurang
tdk atau kurang dipungut, dipotong/dipungut
tdk atau kurang disetor,
dan dipotong/dipungut
tetapi tdk atau kurang
disetor
- PPN & PPnBM tdk atau 100% Dari PPN/PPnBM yg tdk atau
kurang dibayar kurang dibayar
3. 13A WP yg krn kealpaannya (pertama 200% Dari jml pajak yg kurang dibayar yg
UU kali dilakukan) tdk menyampaikan ditetapkan melalui penerbitan SKPKB
KUP SPT atau menyampaikan SPT, tetapi
isinya tdk benar atau tdk lengkap,
atau melampirkan keterangan yg
isinya tdk benar shg dpt
menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara 3
4. 15 (2) Kekurangan pajak pd SKPKBT 100% Dari jml kekurangan pajak tsb
UU
KUP
B‐06‐
B. SANKSI PIDANA
2. 39 (2) Seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang Pidana sebagaimana dimaksud
UU perpajakan sbl lewat 1 thn, terhitung sejak pd ayat (1)
KUP4 selesainya menjalani pidana penjara yg ditambahkan 1 x menjadi 2 x
dijatuhkan sanksi pidana
3. 39 (3) Setiap orang yg melakukan percobaan utk melakukan Pidana penjara paling singkat 6
UU tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan bulan & paling lama 2 thn dan
KUP4 tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau denda paling sedikit 2 x jml &
menyampaikan SPT dan/atau keterangan yg isinya tdk paling banyak 4 x jml restitusi
benar atau tdk lengkap, dlm rangka mengajukan yg dimohonkan dan/atau
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi kompensasi atau pengkreditan
pajak atau yg dilakukan
pengkreditan pajak
B‐06‐
No. Pasal Perbuatan Pidana Sanksi
Pidana Penjara
4. 39A Setiap orang yg dgn sengaja: Pidana penjara paling singkat
UU a. Menerbitkan dan/atau menggunakan FP, bukti 2 thn & paling lama 6 thn serta
KUP4 pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, denda paling sedikit 2 x &
dan/atau bukti setoran pajak yg tdk berdasarkan paling banyak 6 kali jml pajak
transaksi yg sebenarnya dlm FP, bukti pemungutan pajak,
b. Menerbitkan FP tetapi blm dikukuhkan sbg bukti pemotongan pajak,
PKP dan/atau
bukti setoran pajak
5. 41 (2) Pejabat yg dgn sengaja tdk memenuhi kewajibannya Pidana penjara paling lama 2
UU atau seseorang yg menyebabkan thn dan denda paling banyak
KUP tdk dipenuhinya kewajiban pejabat sesuai Pasal 34 Rp 50 juta
6. 41B Setiap orang yg dgn sengaja menghalangi atau Pidana penjara paling lama 3
UU mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang thn dan denda paling banyak
KUP5 perpajakan Rp 75 juta
B‐06‐
No. Pasal Perbuatan Pidana Sanksi
Pidana Kurungan
1. 38 Setiap orang yg krn kealpaannya: Denda paling sedikit 1 x &
UU a. Tdk menyampaikan SPT paling banyak 2 x jml pajak
KUP b. Menyampaikan SPT, tetapi isinya tdk benar terutang yg tdk atau kurang
/ tdk lengkap, atau melampirkan dibayar, atau dipidana
keterangan yg isinya tdk benar kurungan paling singkat 3
shg dpt menimbulkan kerugian pd pendapatan bulan atau paling lama 1 thn
negara & perbuatan tsb mrp perbuatan stl yg
pertama kali sesuai Pasal 13A
2. 41 (1) Pejabat yg krn kealpaanya tdk memenuhi Pidana kurungan paling lama
UU kewajiban merahasiakan hal sesuai Pasal 34 1 thn dan denda paling
KUP banyak Rp 25 juta
3. 41A Setiap org yg wajib memberikan keterangan atau Pidana kurungan paling lama
UU bukti yg diminta sesuai Pasal 35 tetapi dgn 1 thn dan denda paling banyak
KUP5 sengaja tdk memberi keterangan atau bukti, atau Rp 25 juta
memberi keterangan atau bukti yg tdk benar
4. 41C (1) Setiap orang yg dgn sengaja tdk memenuhi Pidana kurungan paling lama
UU kewajiban sesuai Pasal 35A ayat (1) 1 thn atau denda paling
KUP banyak Rp 1 M
5. 41C (2) Setiap org yg dgn sengaja menyebabkan tdk Pidana kurungan paling lama
UU terpenuhinya kewajiban pejabat & pihak lain 10 bulan atau denda paling
KUP sesuai Pasal 35A ayat (1) banyak Rp 800 juta
6. 41C (3) Setiap org yg dgn sengaja tdk memberikan data dan Pidana kurungan paling lama
UU informasi yg diminta oleh Dirjen Pajak Sesuai 10 bulan atau denda paling
KUP Pasal 35A ayat (2) banyak Rp 800 juta
7. 41C (4) Setiap org yg dgn sengaja menyalahgunakan data dan Pidana kurungan paling lama
UU informasi perpajakan shg menimbulkan kerugian kpd 1 thn atau denda paling
KUP negara banyak Rp 500 juta
Ket:
1
Thd WP OP baru yg terlambat menyampaikan SPT yaitu menyampaikan SPT Tahunan PPh OP Thn Pajak 2008
dlm jangka waktu tanggal 1 Apr - 31 Des 2009, berdasarkan kuasa Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP, sanksi
administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 UU KUP dpt dipertimbangkan utk dihapuskan scr
jabatan. (S-128/PJ/2009)
2
Thd WP OP yg menyampaikan SPT Tahunan utk Thn Pajak 2013 scr e-Filing melalui website DJP
stl batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WP OP namun tdk melewati tanggal 30 Apr 2014
dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian
SPT. (KEP-62/PJ/2014)
3
WP yg krn kealpaannya tdk menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tdk benar atau tdk lengkap,
atau melampirkan keterangan yg isinya tdk benar shg dpt menimbulkan kerugian pd pendapatan negara, tdk
dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tsb pertama kali dilakukan oleh WP. (Pasal 43 UU KUP)
4
Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 39 & 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari WP, atau
pihak lain yg menyuruh melakukan, yg turut serta melakukan, yg menganjurkan, atau yg membantu melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 UU KUP)
5
Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41A & 41B berlaku juga bagi yg menyuruh melakukan, yg
menganjurkan, atau yg membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 UU KUP)
1 bulan: Jml hari dlm bulan kalender yg bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 Juni s.d. 21 Juli.
Bagian dari bulan: Jml hari yg tdk mencapai 1 bulan penuh, misalnya 22 Juni s.d. 5 Juli.
(Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU KUP)
B‐06‐
C. CONTOH PENGHITUNGAN SANKSI
B‐06‐
Rp 150 juta
- Jml Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak Rp 80 juta (-)
- Jml pajak yg dpt dikreditkan Rp 70 juta (-)
Pajak yg tdk/kurang dibayar Rp 30 juta
Sanksi administrasi berupa kenaikan seb 100% Rp 30 juta (+)
Jml yg masih hrs dibayar Rp 60 juta
2) PPN
- PKP tlh memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak seb Rp 60juta
- Dari pemeriksaan diperoleh hasil:
a. PK Rp 100 juta
b. Kredit pajak, yaitu PM Rp 150 juta
Berdasarkan hasil pemeriksaan tsb diterbitkan SKPKB dgn penghitungan:
- PK Rp 100 juta
- Kredit Pajak:
- PM Rp 150 juta
- Jml Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak Rp 60 juta (-)
- Jml pajak yg dpt dikreditkan Rp 90 juta (-)
Pajak yg kurang dibayar Rp 10 juta
Sanksi administrasi kenaikan 100% Rp 10 juta (+)
Jml yg masih hrs dibayar Rp 20 juta
B‐06‐
Contoh Pasal 25 ayat (9) UU KUP
Utk thn pajak 2008, SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1M diterbitkan thd PT A. Dlm
PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi sebagian
SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Dirjen Pajak
mengabulkan sebagian keberatan WP dgn jml pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 750 juta. Dlm
hal ini, WP tdk dikenai sanksi administrasi dlm Pasal 19 UU KUP, tetapi dikenai sanksi sesuai dgn Pasal
25 ayat (9) UU KUP, yaitu seb 50% x (Rp 750 juta - Rp 200 juta) = Rp 275 juta.
B‐06‐
D. ATURAN SANKSI DAN PENJELASAN TERKAIT SUNSET POLICY
2. PMK-66/PMK.03/2008 jo PMK-12/PMK.03/2009
Pasal 1
(1) WP OP yg scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dlm thn 2008 dan menyampaikan
SPT Tahunan WP OP utk Thn Pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi
administrasi berupa bunga atas pajak yg tdk atau kurang dibayar.
(2) WP yg dlm thn 2008 menyampaikan pembetulan:
a. SPT Tahunan PPh WP OP sbl Thn Pajak 2007; atau
b. SPT Tahunan PPh WP Badan sbl Thn Pajak 2007,
yg mengakibatkan pajak yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar, diberikan penghapusan sanksi
administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak.
Pasal 3
WP yg diberikan penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 1 ayat (1) adalah WP OP yg memenuhi
persyaratan:
a. scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dlm thn 2008;
b. tdk sedang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan
di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
c. menyampaikan SPT Tahunan Thn Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Mar 2009; dan
d. melunasi slr pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari penyampaian SPT Tahunan PPh
sebagaimana dimaksud pd huruf c, sbl SPT Tahunan PPh disampaikan.
Pasal 4
Data dan informasi yg tercantum dlm SPT Tahunan PPh WP OP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 1 ayat
(1) tdk dpt digunakan sbg dasar utk menerbitkan skp atas pajak lainnya.
Pasal 5
(1) Thd SPT Tahunan PPh WP OP yg tlh disampaikan sesuai Pasal 1 ayat (1), tdk dilakukan
pemeriksaan, kecuali:
a. terdapat data/keterangan yg menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh tsb tdk benar; atau
b. SPT Tahunan PPh menyatakan Lb atau rugi.
(2) Dlm hal thd SPT Tahunan PPh yg tlh disampaikan dilakukan pemeriksaan krn memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pd ayat (1) huruf a / b, Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP atas
slr kewajiban perpajakan.
4. S-11/PJ/2009
WP OP yg memperoleh NPWP dlm bulan Jan & Feb 2009 diberlakukan sama dgn WP OP yg
mendaftarkan diri scr sukarela dlm thn 2008. Maka WP OP tsb dpt memanfaatkan fasilitas Sunset
Policy dgn menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak 2007 dan Thn-Thn Pajak sebelumnya paling
lambat tanggal 31 Mar 2009.
B‐06‐
KODE TERKAIT PERPAJAKAN
1. Kode Akun Pajak 411121 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 21 (Kode Lama: 0111)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 21 (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 21
200 Tahunan PPh Ps. 21
300 STP PPh Ps. 21
310 SKPKB PPh Ps. 21
311 SKPKB PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang
Pesangon
320 SKPKBT PPh Ps. 21
321 SKPKBT PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang
Pesangon
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
401 PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon
402 PPh Final Ps. 21 atas honorarium atau imbalan lain yg diterima Pejabat Negara, PNS, anggota
TNI/POLRI dan para pensiunannya
500 PPh Ps. 21 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 21 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh Ps. 21
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
2. Kode Akun Pajak 411122 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 22 (Kode Lama: 0112)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 22 (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 22
300 STP PPh Ps. 22
310 SKPKB PPh Ps. 22
311 SKPKB PPh Final Ps. 22
320 SKPKBT PPh Ps. 22
321 SKPKBT PPh Final Ps. 22
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan PK
401 PPh Final Ps. 22 atas Penebusan Migas
403 PPh Final Ps. 22 atas Penjualan Barang yg Tergolong Sangat Mewah
500 PPh Ps. 22 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 22 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
Masa PPh Ps. 22
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPh Ps. 22
3. Kode Akun Pajak 411123 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 22 Impor (Kode Lama: 0113)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 22 Impor (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 22 Impor
300 STP PPh Ps. 22 Impor
310 SKPKB PPh Ps. 22 Impor
320 SKPKBT PPh Ps. 22 Impor
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh Ps. 22 Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
B071
501 PPh Ps. 22 Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
Masa PPh Ps. 22 Impor
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana (di bidang
perpajakan
4. Kode Akun Pajak 411124 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 23 (Kode Lama: 0114)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 23 (selain PPh Ps. 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa) (termasuk SPT pembetulan
sbl dilakukan pemeriksaan)
101 PPh Ps. 23 atas Dividen
102 PPh Ps. 23 atas Bunga (termasuk premium, diskonto dan imbalan krn jaminan pengembalian utang)
5. Kode Akun Pajak 411125 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 25/29 OP (Kode Lama: 0115)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 25 OP
101 Masa PPh Ps. 25 OP Pengusaha Tertentu
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh OP
200 Tahunan PPh OP (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
300 STP PPh OP
310 SKPKB PPh OP
320 SKPKBT PPh OP
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh OP atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh OP atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh OP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
6. Kode Akun Pajak 411126 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 25/29 Badan (Kode Lama: 0116)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 25 Badan
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Badan
200 Tahunan PPh Badan (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
300 STP PPh Badan
310 SKPKB PPh Badan
320 SKPKBT PPh Badan
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
B072
500 PPh Badan atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Badan atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh Badan
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
7. Kode Akun Pajak 411127 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 26 (Kode Lama: 0117)
KJS Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 26 (selain PPh Ps. 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba setelah pajak BUT)
8. Kode Akun Pajak 411128 Utk Jenis Pajak PPh Final (Kode Lama: 0118)
KJS Jenis Setoran
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Final
300 STP PPh Final
310 SKPKB PPh Final Ps. 4 ayat (2)
311 SKPKB PPh Final Ps. 15
312 SKPKB PPh Final Ps. 19
320 SKPKBT PPh Final Ps. 4 ayat (2)
321 SKPKBT PPh Final Ps. 15
322 SKPKBT PPh Final Ps. 19
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
401 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Diskonto/Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
402 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
403 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
404 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Bunga Deposito / Tabungan, Jasa Giro dan Diskonto SBI
405 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Hadiah Undian
406 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Transaksi Saham, Obligasi dan Sekuritas Lainnya di Bursa
407 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Pendiri
408 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal Ventura
409 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi
410 PPh Final Ps. 15 atas Jasa Pelayaran DN
411 PPh Final Ps. 15 atas Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan LN
413 PPh Final Ps. 15 atas Penghasilan Perwakilan Dagang LN
414 PPh Final Ps. 15 atas Pola Bagi Hasil
415 PPh Final Ps. 15 atas Kerjasama Bentuk BOT
416 PPh Final Ps. 19 atas Revaluasi Aktiva Tetap
417 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi yg Dibayarkan kpd OP
B073
418 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif yg Diperdagangkan di Bursa
419 PPh Final Ps. 17 ayat (2c) atas Penghasilan berupa Dividen (yg Diterima atau Diperoleh WP OP DN)
420 PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha yg Diterima atau Diperoleh WP yg Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu2
421 PPh Final atas Uplift dan Pengalihan Participating Interest di Bidang Usaha Hulu Migas Bumi2
9. Kode Akun Pajak 411129 Utk Jenis Pajak PPh Non Migas Lainnya (Kode Lama: 0119)
KJS Jenis Setoran
100 PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
101 PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter
(bersifat non-final) 1
300 STP PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN)
301 STP PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN1
310 SKPKB PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
311 SKPKB PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
charter (bersifat non-final)1
320 SKPKBT PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
321 SKPKBT PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
charter (bersifat non-final)1
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh Non Migas Lainnya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat
(5) UU KUP)
501 PPh Non Migas Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
PPh Non Migas Lainnya
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
10. Kode Akun Pajak 411131 Utk Jenis Pajak Fiskal LN (Kode Lama: 0118)
KJS Jenis Setoran
100 Fiskal LN
300 STP Fiskal LN
11. Kode Akun Pajak 411111 Utk Jenis Pajak PPh Minyak Bumi (Kode Lama: 0121)
KJS Jenis Setoran
100 PPh Minyak Bumi
300 STP PPh Minyak Bumi
310 SKPKB PPh Minyak Bumi
320 SKPKBT PPh Minyak Bumi
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
12. Kode Akun Pajak 411112 Utk Jenis Pajak PPh Gas Alam (Kode Lama: 0122)
KJS Jenis Setoran
100 PPh Gas Alam
300 STP PPh Gas Alam
310 SKPKB PPh Gas Alam
320 SKPKBT PPh Gas Alam
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
B074
13. Kode Akun Pajak 411119 Utk Jenis Pajak PPh Migas Lainnya (Kode Lama: 0129)
KJS Jenis Setoran
100 PPh Migas Lainnya
300 STP PPh Migas Lainnya
310 SKPKB PPh Migas Lainnya
320 SKPKBT PPh Migas Lainnya
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
14. Kode Akun Pajak 411211 Utk Jenis Pajak PPN DN (Kode Lama: 0131)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPN DN
101 Setoran PPN BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
102 Setoran PPN JKP dari luar Daerah Pabean
103 Setoran Kegiatan Mem-bangun Sendiri
Setoran Penyerahan Aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan
104 Setoran Atas Pengalihan Aktiva Dlm Rangka Restrukturisasi Perusahaan
105 Penebusan Stiker Lunas PPN atas Penyerahan Produk Rekaman Suara atau Gambar2
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPN DN
300 STP PPN DN
310 SKPKB PPN DN
311 SKPKB PPN Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
312 SKPKB PPN Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
313 SKPKB PPN Kegiatan Membangun Sendiri
314 SKPKB Pemungut PPN DN
320 SKPKBT PPN DN
321 SKPKBT PPN Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
322 SKPKBT PPN Peman-faatan JKP dari luar Daerah Pabean
323 SKPKBT PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
324 SKPKBT Pemungut PPN DN
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPN DN atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPN DN atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT Masa PPN DN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPN DN
15. Kode Akun Pajak 411212 utk jenis pajak PPN Impor (Kode Lama: 0132)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPN Impor
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPN Impor
300 STP PPN Impor
310 SKPKB PPN Impor
320 SKPKBT PPN Impor
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPN Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPN Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT PPN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPN Impor
16. Kode Akun Pajak 411219 Utk Jenis Pajak PPN Lainnya (Kode Lama: 0139)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPN Lainnya
B075
300 STP PPN Lainnya
310 SKPKB PPN Lainnya
320 SKPKBT PPN Lainnya
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPN Lainnya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPN Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT PPN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
17. Kode Akun Pajak 411221 Utk Jenis Pajak PPnBM DN (Kode Lama: 0133)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPnBM DN
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPnBM DN
300 STP PPnBM DN
310 SKPKB Masa PPnBM DN
311 SKPKB Pemungut PPnBM DN
320 SKPKBT Masa PPnBM DN
321 SKPKBT Pemungut PPnBM DN
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPnBM DN atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPnBM DN atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
Masa PPN DN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPnBM DN
18. Kode Akun Pajak 411222 Utk Jenis Pajak PPnBM Impor (Kode Lama: 0134)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPnBM Impor
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPnBM Impor
300 STP PPnBM Impor
310 SKPKB PPnBM Impor
320 SKPKBT PPnBM Impor
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPnBM Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPnBM Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran
PPnBM pd saat impor BKP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
900 Pemungut PPnBM Impor
19. Kode Akun Pajak 411229 Utk Jenis Pajak PPnBM Lainnya (Kode Lama: 0139)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa PPnBM Lainnya
300 STP PPnBM Lainnya
310 SKPKB PPnBM Lainnya
320 SKPKBT PPnBM Lainnya
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPnBM Lainya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPnBM Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran PPnBM Lainnya
B076
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
20. Kode Akun Pajak 411611 Utk Bea Meterai (Kode Lama: 0171)
KJS Jenis Setoran
100 Bea Meterai
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp Bea Meterai
2XX Pembayaran deposit atas penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital utk membubuhkan tanda Bea
Meterai Lunas1
● Digit kedua dan ketiga (XX) adalah:
1) angka "01", dlm hal WP hanya memiliki 1 Unit Mesin Teraan Meterai Digital, atau
2) sesuai dgn nomor urut dilakukannya pendaftaran Mesin Teraan Meterai Digital
dlm hal WP memiliki > 1 unit Mesin Teraan Meterai Digital.
501 Bea Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran Bea Meterai
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
512 Denda atas Pemeteraian Kemudian (Ps. 8 dan Ps. 9 UU Bea Meterai) 1
21. Kode Akun Pajak 411612 utk Penjualan Benda Meterai (Kode Lama: 0175)
KJS Jenis Setoran
100 Penjualan Benda Meterai
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp Benda Meterai
300 STP Benda Meterai
310 SKPKB Benda Meterai
320 SKPKBT Benda Meterai
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 Benda Meterai atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP) 1
501 Benda Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP) 1
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran
Benda Meterai1
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
22. Kode Akun Pajak 411613 utk Pajak Penjualan Batubara (Kode Lama: -)
KJS Jenis Setoran
100 Pajak Penjualan Batubara
300 STP Pajak Penjualan Batubara
310 SKPKB Pajak Penjualan Batubara
320 SKPKBT Pajak Penjualan Batubara
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
23. Kode Akun Pajak 411619 Utk Pajak Tdk Langsung Lainnya (Kode Lama: 0172)
KJS Jenis Setoran
100 Setoran Masa Pajak Tdk Langsung Lainnya
300 STP Pajak Tdk Langsung Lainnya
310 SKPKB Pajak Tdk Langsung Lainnya
320 SKPKBT Pajak Tdk Langsung Lainnya
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
900 Pemungut Pajak Tdk Langsung Lainnya
B077
24. Kode Akun Pajak 411621 Utk Bunga/Denda Penagihan PPh (Kode Lama: 0173)
KJS Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PPh
301 STP atas Denda Penagihan PPh (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)
25. Kode Akun Pajak 411622 Utk Bunga/Denda Penagihan PPN (Kode Lama: 0174)
KJS Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PPN
301 STP atas Denda Penagihan PPN (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)
26. Kode Akun Pajak 411623 Utk Bunga/Denda Penagihan PPnBM (Kode Lama: 0174)
KJS JENIS SETORAN
300 STP atas Bunga Penagihan PPnBM
301 STP atas Denda Penagihan PPnBM (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)
27. Kode Akun Pajak 411624 Utk Bunga/Denda Penagihan PTLL (Kode Lama: 0174)
KJS Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PTLL
301 STP atas Denda Penagihan PTLL (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)
30. Kode Akun Pajak 411315 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Mineral
dan Batubara3
KJS Jenis Setoran
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB
31. Kode Akun Pajak 411316 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Migas3
KJS Jenis Setoran
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB
32. Kode Akun Pajak 411317 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Panas
Bumi3
KJS Jenis Setoran
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB
B078
Ket:
1
Penambahan/perubahan dari PER-23/PJ/2010 (mulai berlaku tgl 22 April 2010)
2
Penambahan/perubahan dari PER-24/PJ/2013 (mulai berlaku tgl 02 Juli 2013) Peraturan
Kode Akun Pajak yg lama: KEP-169/PJ./2001 stdtd. KEP-384/PJ./2003
3
PER-38/PJ/2013, penyetoran menggunakan SSPBB (mulai berlaku tgl 01 Jan 2014)
NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara): Nomor yg tertera pd BPN (Bukti Penerimaan Negara) yg
diterbitkan melalui MPN (Modul Penerimaan Negara) - dikeluarkan oleh KPPN sdh rekonsiliasi, terdiri dari 16
digit.
NTPP (Nomor Transaksi Pembayaran Pajak): Nomor bukti/tanda pembayaran/penyetoran pajak yg
diterakan pd SSP yg digunakan dlm sistem pembayaran pajak scr on-line, yg dihasilkan oleh suatu mesin
penomoran dgn formula rahasia yg dimiliki DJP.
NTB (Nomor Transaksi Bank): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg diterbitkan oleh Bank.
NTP (Nomor Transaksi Pos): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg diterbitkan oleh Pos.
NPP (Nomor Penerimaan Potongan): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg berasal dari potongan
SPM (Surat Perintah Membayar) yg diterbitkan.
BPN: Dokumen yg diterbitkan oleh Bank Persepsi atas transaksi penerimaaan Negara dgn teraan NTPN &
NTB)
B079
Bentuk SSP: (PER-38/PJ/2009)
B07-
Petunjuk Pengisian Formulir SSP:
NPWP Diisi dgn NPWP yg dimiliki WP
NAMA NPWP Diisi dgn Nama WP
ALAMAT NPWP Diisi sesuai dgn alamat yg tercantum dlm SKT
Catatan:
Bagi WP yg blm memiliki NPWP
1. NPWP diisi : a. Utk WP berbentuk Badan Usaha diisi dgn 01.000.000.0-XXX.000
b. Utk WP OP diisi dgn 04.000.000.00-XXX.000
2. XXX diisi dgn Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak
Nama dan Alamat diisi dgn lengkap sesuai dgn KTP atau identitas lain yg sah
NOP Diisi sesuai dgn NOP berdasarkan SPPT PBB
Alamat Objek
Diisi sesuai dgn alamat tempat Objek Pajak berada berdasarkan SPPT
Pajak
Catatan :
Diisi hanya apabila terdapat transaksi yg terkait dgn tanah dan/atau bangunan yaitu transaksi PHTB dan/atau
bangunan dan KMS
Kode Akun
Diisi dgn angka Akun Pajak utk setiap akun pajak yg akan dibayar atau disetor
Pajak
Kode Jenis Diisi dgn angka dlm kolom "Kode Jenis Setoran" utk setiap jenis setoran pajak yg akan
Setoran dibayar atau disetor
Catatan :
Kedua kode tsb hrs diisi dgn benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan yg tlh dibayar dpt
diadministrasikan dgn tepat
Diisi sesuai dgn uraian dlm kolom "Jenis Setoran" yg berkenaan dgn Kode Akun Pajak dan
Kode Jenis Setoran. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi PHTB, dilengkapi dgn
Uraian
nama pembeli. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Persewaan Tanah dan
Pembayaran
Bangunan yg disetor oleh yg menyewakan, dilengkapi dgn nama penyewa.
Diisi dgn memberi tanda silang pd salah satu kolom Masa Pajak utk masa pajak yg
dibayar atau disetor. Pembayaran atau penyetoran utk lebih dari 1 masa pajak dilakukan
Masa Pajak
dgn menggunakan 1 SSP utk setiap masa pajak. Utk WP dgn kriteria tertentu, dpt
menyetorkan PPh Pasal 25 utk bbrp Masa Pajak dlm 1 SSP.
Tahun Pajak Diisi thn terutangnya pajak
Diisi nomor ketetapan yg tercantum pd skp (SKPKB,SKPKBT) atau STP hanya apabila
Nomor
SSP digunakan utk membayar atau menyetor pajak yg kurang dibayar/disetor berdasarkan
Ketetapan
skp, STP atau putusan lain
Diisi dgn angka jml pajak yg dibayar atau disetor dlm Rp penuh. Pembayaran pajak dgn
Jumlah
menggunakan mata uang US$ (bagi WP yg diwajibkan melakukan pembayaran pajak dlm
Pembayaran
mata uang US$), diisi scr lengkap sampai dgn sen.
Diisi jml pajak yg dibayar atau disetor dgn huruf latin dan menggunakan bahasa
Terbilang
Indonesia
Diterima oleh Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran,
Kantor tanda tangan, dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran, serta cap/stempel
Penerima Kantor Penerima Pembayaran
B07-
Pembayaran
Wajib Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas
Pajak/Penyetor WP/Penyetor serta stempel usaha
Ruang Validasi
Kantor
Diisi NTPN dan NTB atau NTPN dan NTP oleh Kantor Penerima Pembayaran
Penerima
Pembayaran
B07-
Bentuk Form SSBP: (PER-02/PB/2008)
B07-
Petunjuk Pengisian SSBP:
Nomor Uraian Isian
Catatan : - Diisi dgn huruf kapital atau diketik
- 1 formulir SSBP hanya berlaku utk setoran 1 Mata Anggaran Penerimaan
1 Diisi dgn kode KPPN 3 digit dan uraian KPPN Penerima Setoran
2 Diisi dgn nomor SSBP dgn metode penomoran Nomor/Kode Satker/Bulan/Thn
(9999/999999/99/9999)
3 Diisi dgn Tanggal SSBP dibuat
4 Diisi kode Rekening Kas Negara (KPPN bersangkutan................diisi petugas Bank)
5 Diisi NPWP Wajib Setor atau Bendahara Satker
6 Diisi dgn Nama/Jabatan Wajib Setor/Wajib Bayar
7 Diisi dgn Alamat Jelas Wajib Setor/Wajib Bayar
8 Diisi Kode diikuti dgn uraian Kementrian/Lembaga sesuai dgn yg tercantum pd pagu anggaran
B07-
B. KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK
(SE-61/PJ/2013)
B07-
Jenis Surat Ketetapan
Jenis Pajak
STP SKPKB SKPKBT SKPLB SKPN
F. PPN Membangun Sendiri 157 257 357 457 557
G. Pajak Penjualan Batubara 158 258 358 458 558
H. Pajak yg Seharusnya Tdk Terutang
1 PPh Ps. 21 411
2 PPh Ps. 22 412
3 PPh Ps. 23 413
4 PPh Ps. 26 414
5 PPh Ps. 25/29 OP 425
6 PPh Ps. 25/29 Badan 426
7 PPh Ps. 25/29 Badan Minyak Bumi 456
8 PPh Ps. 25/29 Badan Gas Bumi 466
9 PPh Final Ps. 4 ayat (2) 490
10 PPh Final Ps. 15 491
11 PPh Final Ps. 19 492
12 PPh Final Ps. 21 493
13 PPh Final Ps. 22 494
14 PPh Final Ps. 23/26 495
15 PPh Final Ps. 26 (4) Minyak Bumi 486
16 PPh Final Ps. 26 (4) Gas Bumi 489
17 PPN 447
18 PPnBM 438
19 PPN Membangun Sendiri 497
I. Pengembalian PPN kpd OP 807
pemegang paspor LN
J. Bea Materai 159 259 359 459 559
Catatan:
Bentuk dan isi Nothit, skp, dan STP PPh, PPN, dan PPnBM diatur di PER-27/PJ/2012 (berlaku mulai
tanggal 13 Des 2012) jo PER-23/PJ/2014 (berlaku mulai tanggal 14 Agust 2014) mencabut
PER-25/PJ/2008 stdtd PER-52/PJ/2011 dan PER-5/PJ/2009.
→ PER-23/PJ/2014 blm menampung bentuk dan isi nota penghitungan, skp, dan STP atas Bea Meterai. Utk
kepentingan penetapan Bea Meterai, Masa Pajak mrp periode pembubuhan atau pelunasan Bea Meterai.
Bentuk dan isi Nothit, SKPPBB, STP PBB, SKKPPBB, dan SPT PBB diatur di PER-23/PJ/2011
(berlaku mulai tanggal 24 Agust 2011)
PMK-145/PMK.03/2012 ttg Tata Cara Penerbitan skp dan STP
B07-
C. KODE NOTA PENGHITUNGAN
B07-
D. KODE PEMERIKSAAN
(SE-28/PJ/2013)
B07-
d. PPh Pasal 25/29 4431 4432
e. PPh Pasal 21/26 7431 7432
f. PPh Pasal 23/26 8431 8432
g. PPh Final 9431 9432
h. Bbrp Jenis Pajak 0431 0432
B07-
c. P2PPh 4951 4952
d. PPh OP/Badan 7951 7952
e. PPh Pasal 21/26 8951 8952
f. PPh Pasal 23/26 9951 9952
g. PPh Final 0951 0952
h. Bbrp Jenis Pajak
6. Pemeriksaan Khusus dlm
rangka Pemeriksaan Ulang
a. Slr jenis pajak 1991 1992
b. PPN 2991 2992
c. P2PPh 3991 3992
d. PPh Pasal 25/29 4991 4992
e. PPh Pasal 21/26 7991 7992
f. PPh Pasal 23/26 8991 8992
g. PPh Final 9991 9992
h. Bbrp Jenis Pajak 0991 0992
B07-
SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SCR ELEKTRONIK (BILLING SYSTEM)
Dasar Hukum:
PMK-60/PMK.05/2011 jo PMK-204/PMK.05/2011
PER-26/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 13 Okt 2014) → mencabut PER-47/PJ/2011 jo PER- 19/PJ/2012
KEP-359/PJ/2013 → mencabut KEP-09/PJ/2013
SE dan surat terkait:
SE-102/PJ/2011
S-128/PJ.13/2013
Definisi:
Sistem Pembayaran Pajak Scr Elektronik: Bgian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik yg
diadministrasikan oleh Biller DJP dan menerapkan Billing System.
Billing System: Metode pembayaran elektronik dgn menggunakan Kode Billing.
Sistem Billing: Sistem informasi yg dikelola @ Biller dlm rangka pengadministrasian sistem Penerimaan
negara scr elektronik.
Kode Billing: Kode identifikasi yg diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran
yg akan dilakukan WP.
Aplikasi Billing DJP: Bagian dari Sistem Billing DJP yg menyediakan antarmuka berupa aplikasi berbasis
web bagi WP utk menerbitkan Kode Billing dan dpt diakses melalui jaringan internet
Electronic Data Capture (EDC): alat yg dipergunakan utk transaksi kartu debit/kredit yg terhubung scr
online dgn sistem/ jaringan Bank Persepsi.
Bukti Penerimaan Negara (BPN): dokumen yg diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi
penerimaan negara dgn teraan NTPN dan NTB/NTP sbg sarana administrasi lain yg kedudukannya disamakan
dgn SSP.
B‐
a. dokumen bukti pembayaran yg diterbitkan Bank/Pos Persepsi, utk pembayaran/penyetoran melalui Teller
dgn Kode Billing;
b. struk bukti transaksi, utk pembayaran melalui ATM dan EDC;
c. dokumen elektronik, utk pembayaran/penyetoran melalui internet banking; dan
d. teraan BPN pd SSP/SSP PBB, utk pembayaran melalui Teller Bank/Pos Persepsi dgn menggunakan
SSP/SSP PBB.
BPN tsb sekurang-kurangnya mencantumkan elemen-elemen sbg berikut:
a. NTPN;
b. NTB/NTP;
c. Kode Billing;
d. NPWP;
e. Nama WP;
f. Alamat WP, kecuali utk BPN yg diterbitkan melalui ATM dan EDC;
g. NOP, dlm hal pembayaran pajak atas transaksi PHTB, KMS dan PBB sektor Perkebunan, Perhutanan dan
Pertambangan, kecuali utk BPN yg diterbitkan melalui ATM dan EDC;
h. Kode Akun Pajak;
i. Kode Jenis Setoran;
j. Masa Pajak;
k. Thn Pajak;
l. Nomor ketetapan pajak, bila ada;
m. Tanggal bayar; dan
n. Jml nominal pembayaran.
BPN tsb termasuk cetakan, salinan dan fotokopinya, kedudukannya disamakan dgn SSP dan SSP PBB dlm
rangka pelaksanaan ketentuan perpu perpajakan.
Dlm hal terdapat perbedaan antara data pembayaran yg tertera dlm BPN dgn data pembayaran mnr sistem
Penerimaan Negara scr lektronik, maka yg dianggap sah adalah data sistem Penerimaan Negara scr elektronik.
B‐
WP memeriksa kesesuaian elemen data pd bukti penerbitan Kode Billing dgn isian SSP/SSP PBB.
Dlm hal elemen data yg tertera pd bukti penerbitan Kode Billing tlh sesuai dgn isian SSP/SSP
PBB, WP menandatangani bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kembali kpd Teller
Bank/Pos Persepsi.
Teller Bank/Pos Persepsi memproses transaksi pembayaran pajak atas Kode Billing
dimaksud.
WP menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan ke-3 yg tlh ditera dgn elemen-
elemen data BPN serta dibubuhi tanda tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos Persepsi dan cap
Bank/Pos Persepsi sbg bukti bayar/setor.
Kebenaran elemen data yg tertera pd BPN mrp tanggung jawab WP yg tlh menandatangani bukti
penerbitan Kode Billing.
b. menggunakan layanan/produk/aplikasi/sistem yg tlh terhubung dgn Sistem Billing DJP
3. diterbitkan scr jabatan oleh DJP dlm hal terbit ketetapan pajak, STP, SPPT PBB atau SKP PBB yg
mengakibatkan KB. (Pasal 4 angka 3 PER-26/PJ/2014)
Kesalahan input data setoran pajak dlm Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-26/PJ/2014 diselesaikan
melalui prosedur Pemindahbukuan dlm administrasi perpajakan. (Pasal 8 PER-26/PJ/2014)
B‐
SPT MASA PPh
Dasar Hukum:
KEP-108/PJ.1/1996 ttg Bentuk Formulir Pemotongan/Pemungutan PPh
PER-53/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Nov 2009) ttg Bentuk Formulir SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2),
SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya
mencabut PER-43/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Okt 2009)
PER-14/PJ/2013 dan Ralat PER-14/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) ttg Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian
dan Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 mencabut PER-32/PJ/2009
Perubahan KEP-108/PJ.1/1996:
Dasar Perubahan Hal yg Diubah Keterangan
KEP-02/PJ.1/2000 Mengubah Lamp KEP-108/PJ.1/1996 berkenaan dgn Berlaku sejak tanggal 3 Jan
(Perubahan I) bentuk form SPT Masa PPh Pasal 21 & 26, SPT 2000 dan dilaksanakan utk
Masa PPh Pasal 22 Belanja Negara, SPT Masa PPh pengisian SPT Masa PPh mulai
Pasal 23 & 26 serta Bukti Pemotongan Pasal PPh bulan Jan thn 2000.
Pasal 23
menjadi seperti di Lamp KEP-02/PJ.1/2000
KEP-506/PJ./2001 Mengubah sebagian bentuk, jenis, dan isi form Berlaku sejak tanggal 11 Juli
(Perubahan II) Pemotongan/Pemungutan PPh dlm Lamp KEP- 2001 dan form bentuk lama
108/PJ.1/1996 stdd KEP-02/PJ.1/2000 menjadi masih dpt dipergunakan s.d.
seperti di Lamp KEP-506/PJ./2001 tanggal 31 Des 2001 sepanjang
dpt dilakukan penyesuaian
seperlunya
berdasarkan ketentuan yg
berlaku.
KEP-601/PJ./2001 Mengubah Petunjuk Pengisian Form SPT Masa Berlaku sejak tanggal 11
(Perubahan III) PPh Pasal 22 dgn kode formulir F.1.1.32.02 dlm Sept 2001
KEP-108/PJ./1996 stdtd KEP-506/PJ./2001
menjadi seperti di Lamp KEP-601/PJ./2001.
Form Bukti Pemotongan PPh Bunga
Deposito/Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro dgn
kode formulir F.1.1.33.10 dlm KEP-
108/PJ.1/1996 stdtd KEP-506/PJ./2001 hanya
digunakan utk melayani permintaan WP Dana
Pensiun dan OP yg slr penghasilannya dlm 1 thn
pajak termasuk
bunga dan diskonto < PTKP.
KEP-240/PJ./2002 Mengubah form Pemotongan/ Pemungutan PPh Berlaku sejak tanggal 1 Mei
dan ralat KEP- tertentu dlm Lamp KEP-108/PJ.1/1996 stdtd KEP- 2002 dan form bentuk lama
240/PJ./2002 506/PJ./2001 serta menambah form baru shg masih dpt dipergunakan s.d.
menjadi sbg berikut: masa pajak April 2002. Ralat
a. Mengubah isi form SPT Masa PPh Pasal 4 ayat KEP-240/PJ./2002
(2), (Kode Formulir F.1.1.32.04); memperbaiki kekeliruan pd
b. Mengubah bentuk dan isi form Bukti Formulir F.1.1.33.17
Pemungutan PPh Penjualan Saham Dan Atau Formulir F.1.1.33.18.
Obligasi Yang Diperdagangkan Di Bursa Efek
(Final), (Kode Formulir F.1.1.33.11) menjadi 2
formulir yaitu:
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Atas Penjualan Saham Yang
Diperdagangkan
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Atas Bunga Dan Diskonto
B‐
Obligasi Yang Diperdagangkan Dan Atau
Dilaporkan Perdagangannya Di Bursa Efek,
(Kode Formulir F.1.1.33.17)
c. Menambah form baru yaitu Lampiran Bukti
Pemotongan PPh Pasal 23/26 Atas Bunga Dan
Diskonto Obligasi Yang Tidak Diperdagangkan
Dan Tidak Dilaporkan Perdagangannya Di
Bursa Efek (Kode
Formulir F.1.1.33.18)
KEP-100/PJ/2003 Mencabut form Bukti Pemungutan Pajak Atas Berlaku sejak tanggal 1 Apr
(Perubahan IV) Impor (Oleh Bendaharawan DJBC) kode 2003. Bagi WP yg utk masa
formulir F.1.1.33.03 pd Lamp KEP- pajak Apr 2003 dan Mei 2003
506/PJ./2001stdd KEP-02/PJ.1/2000. terlanjur menggunakan form
Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 22 kode lama dlm KEP- 506/PJ./2001
formulir F.1.1.32.02 di Lamp KEP- 506/PJ./2001 stdd KEP-
stdd KEP-02/PJ.1/2000 menjadi Form SPT Masa 02/PJ.1/2000 maka SSP dan
PPh Pasal 22 kode formulir F.1.1.32.02 di Lamp SPT dgn form lama tsb tetap
KEP- 100/PJ/2003. dpt diterima sbg SSP dan SPT
Masa yg sah sepanjang
diisi dan
ditandatangani
sebagaimana mestinya.
PER-42/PJ/2008 Mengubah Form Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 Berlaku sejak tanggal 20
(Perubahan V) kode Formulir F.1.1.33.06 di Lamp Okt 2008
KEP-506/PJ./2001 stdd KEP-02/PJ.1/2000
menjadi Form Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
kode formulir F.1.1.33.06.
Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 22 kode
formulir F.1.1.32.02 di Lamp KEP- 100/PJ./2003
menjadi Form SPT Masa PPh Pasal 22 kode
formulir F.1.1.32.02 di Lamp II PER-42/PJ/2008.
Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 23 dan
atau 26 kode formulir F.1.1.32.03 di Lamp KEP-
506/PJ./2001 stdd KEP- 02/PJ.1/2000 menjadi
Form SPT Masa PPh Pasal 23 dan
Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
kode formulir F.1.1.32.04 di Lamp
KEP-506/PJ./2001 stdd KEP-02/PJ.1/2000
menjadi Form SPT Masa PPh Pasal 4 ayat
(2) kode formulir F.1.1.32.04 di Lamp IV PER-
42/PJ/2008.
Keterangan:
KEP-108/PJ.1/1996 stdtd PER-42/PJ/2008 dinyatakan tetap berlaku, kecuali Bentuk Form SPT Masa PPh dan Bukti
Pemotongan/Pemungutan PPh dlm PER-53/PJ/2009 dan Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan
Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dlm PER-14/PJ/2013.
PER-53/PJ/2009:
Pasal 1: Bentuk Form SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2) dan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal
4 Ayat (2) serta petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp I PER- 53/PJ/2009.
Pasal 2: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 15 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 serta petunjuk pengisiannya
adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp II PER-53/PJ/2009
B‐
Pasal 3: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 22 dan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 serta petunjuk pengisiannya
adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp III PER-53/PJ/2009
Pasal 4: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan Ph Pasal 23 dan/atau
Pasal 26 serta petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp IV PER- 53/PJ/2009
Pasal 5: Bentuk Form SPT Masa PPh dan Bukti Pemotongan/Pemungutan kegiatan usaha berbasis syariah
berlaku mutatis mutandis ketentuan dlm Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4.
B‐
ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi Pemungut Pajak) 53/PJ/2009
Derivatif Berupa KontrakBerjangka yg
Diperdagangkan di Bursa
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat F.1.1.33.21 3 (WP, KPP, Lamp I.12 PER-
(2) atas Dividen yg Diterima atau Pemotong Pajak) 53/PJ/2009
Diperoleh WP OP DN
B‐
B‐
Daftar Bukti Pemotongan Pasal 23 D.1.1.32.05 Lamp IV.2 PER-
dan/atau Pasal 26 53/PJ/2009
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 F.1.1.33.06 3 (WP, KPP, Lamp IV.3 PER-
Pemotong Pajak) 53/PJ/2009
Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 F.1.1.33.08 3 (WP, KPP, Lamp IV.4 PER-
Pemotong Pajak) 53/PJ/2009
Dasar Hukum:
PMK-181/PMK.03/2007 stdd PMK-152/PMK.03/2009
PER-14/PJ/2013 dan Ralat PER-14/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) mencabut PER-32/PJ/2009
PER-31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)
PER-6/PJ/2009
SE terkait:
SE-62/PJ/2009
B‐
a. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 thd pegawai tetap & penerima pensiun atau THT/JHT berkala
dan/atau thd PNS, anggota TNI/Polisi RI, pejabat negara dan pensiunannya yg jml-nya > 20 org dlm 1 masa
pajak; dan/atau
b. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tdk Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana
dimaksud pd huruf a dgn bukti pemotongan yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1 masa pajak; dan/atau
c. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dgn bukti pemotongan yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1
masa pajak; dan/atau
d. melakukan penyetoran pajak dgn SSP dan/atau bukti Pbk yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1 masa pajak.
Pemotong yg tdk memenuhi salah satu kriteria dpt menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dlm bentuk form
kertas maupun e-SPT.
Pengisian Nomor Bukti Pemotongan (Mulai berlaku utk Masa Pajak Jan 2014):
Format Kode Nama Kode
1.1-mm.yy-xxxxxxx Kode Form 1721 A1
1.2-mm.yy-xxxxxxx Kode Form 1721-A2
1.3-mm.yy-xxxxxxx Kode Form 1721-VI
1.4-mm.yy-xxxxxxx Kode Form 1721-VII
Nomor urut berlanjut selama 1 thn pajak. Saat memasuki thn pajak berikutnya, nomor urut dimulai kembali dari
0000001.
Ket:
mm : Diisi masa pajak
yy : Diisi 2 digit terakhir dari thn pajak
xxxxxxx : Diisi
Daftar Kode Objek Pajak PPh Pasal 21/26 (Mulai berlaku utk Masa Pajak Jan 2014):
Kode
No. Penerima Penghasilan Objek
Pajak
A. OBJEK PAJAK TDK FINAL
1. Pegawai Tetap 21-100-01
2. Penerima Pensiun Berkala 21-100-02
3. Pegawai Tdk Tetap / Tenaga Kerja Lepas 21-100-03
4. Bukan Pegawai:
a. Distributor MLM 21-100-04
b. Petugas Dinas Luar Asuransi 21-100-05
c. Penjaja Barang Dagangan 21-100-06
B‐
d. Tenaga Ahli 21-100-07
e. Bukan Pegwai yg Menerima Imbalan yg Bersifat Berkesinambungan 21-100-08
f. Bukan Pegawai yg Menerima Imbalan yg Tdk Bersifat 21-100-09
Berkesinambungan
5. Anggota Dewan Komisaris / Dewan Pengawasa yg Tdk Merangkap Sbg 21-100-10
Pegawai Tetap
6. Mantan Pegawai yg Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Lain 21-100-11
Dlm Hal Pegawai Tetap / Penerima Pensiun Berkala Baru Memiliki NPWP
Dlm hal pegawai tetap / penerima pensiun berkala yg tlh dipotong PPh Pasal 21 dgn tarif yg lbh tinggi mendaftarkan
diri utk memperoleh NPWP, maka Pemotong Pajak hrs melakukan pembetulan atas SPT Masa PPh Pasal 21/26 s.d.
Masa Pajak di mana pegawai tetap atau penerima pensiun berkala tsb memperoleh NPWP
B‐
Wajib dilampirkan pd saat pertama kali WP berkewajiban utk menyampaikan SPT
Masa PPh Pasal 21/26.
Dlm hal WP tlh berkewajiban utk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 sbl 1 Juli 2009,
Formulir 1721-T wajib dilampirkan pd Masa Pajak Juli 2009.
5. Daftar Bukti Pemotongan PPh Tdk Final
Jika tdk terjadi pemotongan PPh 21 utk selain pegawai tetap pd suatu masa pajak
(NIHIL): maka bukti pemotongan PPh 21 & daftar bukti potongnya tdk perlu utk dibuat dan
dilampirkan dlm SPT Masa PPh 21
6. Daftar Bukti Pemotongan PPh Final
Jika tdk terjadi pemotongan PPh 21 yg bersifat final pd suatu masa pajak (NIHIL):
maka bukti pemotongan PPh 21 final dan daftar bukti potong finalnya tdk perlu utk dibuat dan
dilampirkan dlm SPT Masa PPh 21
7. SSP
8. Surat Kuasa Khusus/Surat Keterangan Kematian
B‐
SPT MASA PPN
Dasar Hukum:
PER-44/PJ/2010 jo PER-11/PJ/2013 ttg Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian SPT Masa
PPN
PER-45/PER-10/PJ/2013 jo PER-10/PJ/2013 ttg Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian
SPT Masa PPN Bagi PKP yg Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM
PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Jan 2011 mulai Masa Pajak Jan 2011) jo PER-21/PJ/2013 (berlaku sejak
30 Mei 2013 mulai masa Pajak Juni 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPN
SE terkait:
SE-17/PJ/2013 → Pengantar PER-11/PJ/2013
SE-18/PJ/2013 → Pengantar PER-10/PJ/2013
SPT Masa PPN 1111 dlm bentuk data elektronik wajib digunakan oleh :
a. PKP Badan
b. PKP OP yg
Melaporkan > 25 dokumen (FP/dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP dan/atau
Nota Retur/Nota Pembatalan) pd salah satu Lampiran SPT dlm 1 Masa Pajak; atau
Jml slr penyerahan brg dan jasanya dlm 1 Masa Pajak > Rp 400 juta. PKP
OP
Melaporkan < 25 dokumen (FP/dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP dan/atau Nota
Retur/Nota Pembatalan) pd setiap Lampiran SPT dlm 1 Masa Pajak; dan
Jml slr penyerahan brg dan jasanya dlm 1 Masa Pajak < Rp 400 juta.
dpt memilih menyampaikan SPT Masa PPN 111 dlm bentuk formulir kertas atau dlm bentuk elektronik
Isi Tata
Formcara
1111penggantian
B3: FP dan pembetulan SPT Masa PPN sesuai PER-24/PJ/2012 berlaku
juga
PM ygutk
mnrpenggantian FP yg
ketentuan perpajakan tdkdilakukan stl berlakunya PER-24/PJ/2012 atas FP yg
dpt dikreditkan
diterbitkan
PM yg mnr sbl berlakunya
ketentuan PER-24/PJ/2012.
perpajakan dpt dikreditkan (Pasal
namun11A
tdk PER-11/PJ/2013)
dikreditkan oleh PKP → hrs dilaporkan
mulai Masa Pajak Juni 2013
PM yg mendapat fasilitas PPN sesuai dgn ketentuan perpajakan
SSP lbr ke-3 yg diterima dari Pemungut PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP kpd
Pemungut PPN:
PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kpd Pemungut PPN wajib melampirkan SSP lbr ke-3
yg diterima dari Pemungut PPN dlm hal SSP tlh diterima oleh PKP
SSP lbr ke-3 tsb bukan mrp syarat kelengkapan SPT Masa PPN yg disampaikan oleh PKP yg
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kpd Pemungut PPN
Form 1111:
Form Induk
Form 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan & Pelaporan)
Form 1111 A1 (Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tdk Berwujud, dan/atau JKP)
Form 1111 A2 (Daftar PK atas Penyerahan DN dgn FP)
Form 1111 B1 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Impor BKP & Pemanfaatn BKP Tdk Berwujud/JKP
dari Luar Daerah Pabean)
Fom 1111 B2 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP DN)
B‐10‐
Form 1111 B3 (Daftar PM yg Tdk Dikreditkan atau yg Mendapat Fasilitas)
SPT Masa PPN 1111 DM dlm bentuk data elektronik wajib digunakan oleh :
a. PKP Badan
b. PKP OP yg menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM yg
Melaporkan > 25 dokumen (FP/dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP dan/atau
Nota Retur/Nota Pembatalan) pd salah satu Lampiran SPT dlm 1 Masa Pajak; atau
Jml slr penyerahan brg dan jasanya dlm 1 Masa Pajak > Rp 400 juta.
PKP OP yg tdk memenuhi angka 1b dpt memilih menyampaikan SPT Masa PPN 111 dlm bentuk formulir
kertas atau dlm bentuk elektronik
PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Jan 2011 mulai Masa Pajak Jan 2011) jo PER-21/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei
2013 mulai masa Pajak Juni 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa PPN
Pasal 4 PER-1/PJ/2011
SPT dianggap tdk lengkap apabila:
1. Nama dan/atau NPWP tidak dicantumkan dalam SPT;
2. Elemen-elemen Induk SPT & Lampiran SPT tdk atau kurang lengkap diisi;
3. Induk SPT tdk ditandatangani oleh PKP atau Pemungut PPN;
4. Induk SPT ditandatangani oleh Kuasa PKP / Kuasa Pemungut PPN, tetapi tdk dilampiri Surat Kuasa
Khusus;
5. SPT KB tetapi tdk dilampiri SSP/bukti Pbk;
6. SPT yg Lampiran SPT dan lampiran-lampiran lainnya yg dipersyaratkan tdk disampaikan, kecuali tdk ada
data yg dilaporkan dlm Lamp SPT tsb;
7. SPT disampaikan dlm bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yg wajib menyampaikan SPT dlm bentuk
media elektronik (e-SPT) sesuai perpu perpajakan.
8. Dlm hal SPT disampaikan dlm bentuk media elektronik berdasarkan pengujian data, diketahui:
a. induk SPT hasil cetakan yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tanpa disertai Lampiran SPT dlm
bentuk media elektronik;
b. induk SPT hasil cetakan yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tdk sesuai dgn Induk SPT yg ada
dlm bentuk media elektronik;
c. elemen-elemen data elektronik dlm bentuk media elektronik yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN
tdk diisi atau diisi tdk lengkap;
d. data elektronik dlm bentuk media elektronik yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tdk dpt
diproses pd SI DJP.
B‐10‐
d. FP Masukan dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 B2;
e. FP Masukan dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 B3.
Dikecualikan dari aturan melampirkan dokumen tsb di atas dlm bentuk hardcopy, dlm hal dokumen tsb
berupa FP yg berbentuk elektonik (e-faktur)
Tata Cara Pengembalian Pendahuluan sesuai Pasal 17C UU KUP lihat di Bab B-15 Bagian A
Pasal 5 PER-1/PJ/2011
1. Thd SPT Lengkap yg disampaikan scr lsg diberikan tanda bukti penerimaan SPT stl dilakukan proses
penelitian dan/atau pengujian data.
2. Thd SPT yg disampaikan scr tdk lsg melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dgn tanda bukti
pengiriman surat, tanda bukti pengiriman surat dianggap sbg tanda bukti penerimaan SPT dan tanggal
penerimaan SPT.
3. Dlm hal pengujian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8 belum dpt dilakukan krn sarana
komputer tdk berfungsi atau tempat penerimaan SPT blm dilengkapi dgn sarana pengujian data (SPT
loader), thd SPT tsb yg disampaikan scr lsg oleh PKP / Pemungut PPN diberikan tanda bukti penerimaan
SPT.
4. Tanda bukti penerimaan SPT sebagaimana dimaksud pd ayat (2) & (3) dianggap sah, apabila dlm jangka
waktu 30 hari sejak tanggal tanda bukti penerimaan SPT, KPP/KP2KP tdk menerbitkan Surat Penolakan
(format di Lamp IV PER-1/PJ/2011).
Form 1111:
Form Induk
B‐10‐
Form 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan & Pelaporan)
Form 1111 A1 (Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tdk Berwujud, dan/atau JKP)
Form 1111 A2 (Daftar PK atas Penyerahan DN dgn FP)
Form 1111 B1 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Impor BKP & Pemanfaatn BKP Tdk Berwujud/JKP
dari Luar Daerah Pabean)
Fom 1111 B2 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP DN)
Form 1111 B3 (Daftar PM yg Tdk Dpt Dikreditkan atau yg Mendapat Fasilitas)
Pembetulan SPT Masa PPN 1111 DM sbl Masa Pajak Jan 2011:
PKP yg menggunakan Deemed PM melakukan pembetulan SPT Masa PPN utk Masa Pajak Apr – Des
2010, pembetulan dilakukan dgn menggunakan Formulir SPT Masa PPN yg dibetulkan.
B‐10‐
Form 1111 R DM (Daftar pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh PKP yg Menggunakan
Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM)
B‐10‐
PETUNJUK PENGISIAN UTK PEMBETULAN SPT MASA PPN 1111:
(Lamp II PER-11/PJ/2013 Bagian Petunjuk Pengisian Form 1111 SPT Masa PPN Huruf B Angka 3 Bagian II Huruf
F)
1. Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporan KB
B‐10‐
Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011; atau
3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU PPN.
2. Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB
B‐10‐
Formulir 1111 AB PPN
Butir III.B.2: Rp. 3.000.000
Kompensasi kelebihan PPN krn
pembetulan SPT PPN Masa Pajak 01 - 2011
2) Dlm hal PKP memilih pilihan II:
a) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dan mengkompensasikan
kelebihan PPN pd butir II.D Rp 20 juta ke Masa Pajak Feb 2011.
b) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa-Masa seterusnya s.d.
posisi LB menjadi KB, atau s.d. Masa Pajak saat pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan
dilakukan. Dlm kasus ini PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan
Mar 2011.
c) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Jan dari semula Rp 17 juta menjadi Rp 20 juta.
d) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Feb dari semula Rp 19 juta menjadi Rp 22 juta.
e) Butir II.E dan II.F pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar 2011, tdk
diisi.
f) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar 2011:
Penghitungan PPN
SPT Masa PPN PPN
KB atau (LB)
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (20.000.000)
Pajak Jan Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (22.000.000)
Pajak Feb Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (21.000.000)
Pajak Mar Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
g) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011:
Formulir 1111 AB PPN
Butir III.B.1: Rp. 21.000.000
Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak
Sebelumnya
B‐10‐
kelebihan pembayaran PPN bukan restitusi):
1) Pilihan I: menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 50 ribu; atau
2) Pilihan II: mengkompensasikan LB hasil pembetulan pd butir II.D Rp 150 ribu ke Masa Pajak
berikutnya (Masa Pajak Feb 2011),
sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
1) Dlm hal PKP memilih pilihan I:
a) PKP cukup melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 saja dan
menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 50 ribu.
b) PKP tdk perlu melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa- Masa
seterusnya.
c) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. (150.000)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. (200.000) (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (50.000)
d) Atas pembetulan SPT tsb PKP akan dikenai sanksi administrasi sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan.
2) Dlm hal PKP memilih pilihan II:
a) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dan mengkompensasikan
kelebihan PPN pd butir II.D Rp 150 ribu ke Masa Pajak Feb 2011.
b) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa-Masa Pajak
berikutnya yg terpengaruh oleh Pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011. Dlm kasus
ini PKP harus membetulkan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb, Mar, dan Apr 2011.
c) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Jan dari semula Rp 200 ribu menjadi Rp150 ribu.
d) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Feb dari semula Rp 300 ribu menjadi Rp 250 ribu.
e) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011 dgn membetulkan jml
kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Mar dari semula Rp 250 ribu menjadi R p200 ribu.
f) Butir II.E dan II.F pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar 2011, tdk
diisi. Utk Masa Pajak Apr 2011, butir II.E dan II.F hrs diisi.
g) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Febr, Mar, dan Apr 2011:
Penghitungan PPN
SPT Masa PPN PPN
KB atau (LB)
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (150.000)
Pajak Jan Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Masa Butir II.D Rp (250.000)
Pajak Feb Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Butir II.D Rp (200.000)
Masa Pajak Ma Butir II.E Rp. (-)
Butir II.F Rp.
Pembetulan Masa Butir II.D Rp 150.000
Pajak April Butir II.E Rp. 100.000 (-)
Butir II.F Rp. 50.000
B‐10‐
h) PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II. Rp 50 ribu.
i) PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
3. Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB, namun
SPT Masa PPN Masa Pajak stl Masa Pajak SPT Masa PPN yg dibetulkan blm dilaporkan
B‐10‐
3.2. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh kecil
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 200 ribu dan akan
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan utk SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi
LB lbh kecil yaitu Rp150 ribu.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. (150.000)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 0 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (150.000)
e. Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, maka LB pd SPT Masa PPN
yg dibetulkan Rp 200 ribu tdk perlu diperhitungkan, shg butir II.E tdk perlu diisi (diisi dan angka 0).
4. Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan Nihil
B‐10‐
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menjadi LB Rp
100 ribu.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 100 ribu.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB) PPN
Butir II.D - PPN KB (LB) Rp. (100.000)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan Rp. 0 (-)
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
Rp. (100.000)
e. Atas kelebihan PPN pd butir II.F Rp100 ribu dpt:
1) dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011);
2) dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
(Masa Pajak Apr 2011); atau
3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU PPN.
B‐10‐
Pembetulan Butir II.A Rp 6.000.000
Masa Pajak Feb Butir II.C Rp 4.000.000 (-)
Butir II.D Rp 2.000.000
Butir II.E Rp (3.000.000) (-)
Butir II.F Rp 5.000.000
f. PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 5 juta.
g. PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
Catatan:
Utk contoh-contoh pembetulan SPT Masa PPN yg mengakibatkan kelebihan pembayaran PPN dikompensasikan ke
Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN, namun SPT Masa PPN Masa Pajak dilakukannya pembetulan
SPT Masa PPN tsb sdh disampaikan, maka kelebihan bayar tsb dpt dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak
stl Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN.
Contoh:
Dlm bulan Apr 2011 dilakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 yg hasil pembetulannya
menunjukkan LB dan akan dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak
Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011. Namun, apabila SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011 sdh disampaikan, maka
kelebihan bayar tsb dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2011.
B‐10‐
SPT TAHUNAN PPh
A. SPT TAHUNAN
Batas
Jenis Waktu
SPT Pelaporan/Pembayaran dan Perpanjangan SPT Tahunan lihat di Bagian B.05
Tahunan
B‐11‐
Pojok Pajak dan Mobil Pajak. Cara mencetak sendiri menggunakan aplikasi PDF isian atau
menggandakan sendiri tetap dianggap lengkap sepanjang memenuhi ketentuan mengenai bentuk,
ukuran dan spesifikasi teknis yg tlh ditentukan (sekurang-kurangnya memenuhi ukuran formulir
& batas margin formulir yg ditentukan)
Thn Pajak Thn Pajak 2014
SPT Thn Pajak 2009 2010-2012 Thn Pajak 2013 dst
1770 Di pojok kiri atas Di pojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan
tertulis Departemen
Keuangan
1770-III bagian A 1770-III bagian A No. 2 tertulis bunga/diskonto
No. 2 tertulis obligasi
bunga/diskonto
obligasi yg
dilaporkan
perdagangannya
di bursa efek
1770-III bagian B 1770-III bagian B No. 5 tertulis beasiswa
No. 5 tertulis
beasiswa dalam
negeri
1770 S Dipojok kiri atas Dipojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan
tertulis Departemen
Keuangan
1770 S-I bagian B 1770 S-I bagian B No. 5 tertulis beasiswa
No. 5 tertulis
beasiswa dalam
negeri
1770 S-II bagian A 1770 S-II bagian A No. 2 tertulis bunga/diskonto
No. 2 tertulis obligasi
bunga/diskonto
obligasi yg
dilaporkan
perdagangannya
di bursa efek
1770 Dipojok kiri atas Dipojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan
SS tertulis Departemen
Keuangan
Terdiri dari Bagian Identitas (7 butir), Terdiri dari Bagian Identitas (2 butir),
Jumlah Keseluruhan Harta yang Pajak Penghasilan, Penghasilan
Dimiliki Pada Akhir Tahun, dan yang Dikenakan PPh Final dan yang
Jumlah Keseluruhan Kewajiban/ Dikecualikan dari Objek Pajak dan
Utang Pada Akhir Tahun Daftar Harta dan Kewajiban
Dasar PER-34/PJ/2009 jo PER- PER-26/PJ/2013 PER-19/PJ/2014
Hukum PER-66/PJ/2009 34/PJ/2010
1. SPT Tahunan PPh 1771 → utk WP Badan yg menggunakan pembukuan dgn Bahasa
Indonesia & mata uang Rupiah
2. SPT Tahunan PPh 1771 $ → utk WP Badan yg menggunakan pembukuan dgn bahasa
asing & mata uang selain Rupiah
Yg Tdk Wajib Menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan (dan SPT Masa PPh Pasal 25)
a. WP (termasuk Bendahara) yg tdk termasuk ke dlm pengertian WP Badan
B‐11‐
b. Kantor cabang dari suatu perseroan (krn yg wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan
hanyalah kantor pusatnya saja → lihat S-979/PJ.313/2004)
c. Joint Operation, (lihat S-60/PJ.422/1994, S-251/PJ.313/1998, S-323/PJ.42/1989, kewajiban yg ada
hanya sbg WP pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atau PPN)
d. Representative Office (Kantor Perwakilan Dagang Asing) yg dlm ketentuan UU PPh atau Tax Treaty
tdk termasuk ke dlm pengertian BUT (lihat SE-18/PJ.431/1992, S-545/PJ.312/2003)
BUT wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan namun tdk wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25
B‐11‐
a. Lamp keterangan/dokumen:
Financial Quarterly Report (FQR) utk periode terakhir Thn Pajak yg bersangkutan; dan
Bukti penyetoran PPh
b. Lamp Khusus:
Lamp Khusus Penghitungan PPh bagi KKKS Migas (Lamp I PER-28);
Lamp Khusus Rincian Biaya dlm Rangka Kontrak Kerja Sama Migas (Lamp II PER-
28/PJ/2011); dan
Lamp Khusus Daftar Penyusutan dlm Rangka Kontrak Kerja Sama Migas (Lamp III PER-
28/PJ/2011)
Pengisian
Ketentuan Terkait Lampiran V Form 1771-V & 1771-V / $ (berdasar Buku Petunjuk Pengisian SPT
Tahunan PPh
a. Penghasilan ygBadan dan SE-02/PJ.42/2003):
Diterima/diperoleh OP dari Badan yg Tdk Wajib Memotong PPh Pasal 21
14WP
(Pasal PP yayasan dan badan-badan lain yg tdk dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta
94 Thn 2010)
OP DN KIK Reksa Dana dan KIK-EBA,
yg menerima/memperoleh cukup di
penghasilan mengisi Daftarsehubungan
atas PTKP Pemegang Saham/Pemilik
dgn pekerjaan dariModal dgn
badan-
badan ygpernyataan “Tidak Ada”
tdk wajib melakukan pd kolom (2).
pemotongan pajaksesuai Pasal 21 ayat (2) UU PPh, wajib:
memiliki
WP PMB,NPWP;pemegang saham publik tdk perlu dirinci per nama (dpt dinyatakan scr
kumulatif) sendiri
melaksanakan kecualipenghitungan
apabila kepemilikan sahamnya
& pembayaran PPhberjumlah
yg terutang> 5%
dlmdari jmlberjalan;
tahun modal disetor.
dan
melaporkan
Daftar Susunan Pengurusan
penghitungan dan Komisaris
& pembayaran diisi lengkap
PPh yg terutang dlm thntetapi tdkdlm
berjalan termasuk tingkat
SPT Tahunan.
b. PPh 21,manajer.
22, 23 yg Dipotong/dipungut Sbl Memiliki NPWP (Pasal 20 PP 94 Thn 2010 &
Bagi pemegang saham/pemilik modal serta pengurus & komisaris yg mrp WP DN dan
penjelasannya)
menerima dipungut
PPh yg dipotong/ atau memperoleh penghasilan
berdasarkan yg melebihi PTKP wajib
tarif pemotongan/pemungutan sesuaimencantumkan
Pasal 21 ayat NPWP dlm 22
(5a), Pasal
ayat (3),SPT Tahunan
dan Pasal PPh (1a)
23 ayat WP Badan.
UU PPh, dpt dikreditkan thd PPh yg terutang utk thn pajak yg bersangkutan
stl WP
tsb memiliki
Bagi NPWP.
pemegang saham/pemilik modal serta pengurus & komisaris yg tdk bertempat tinggal di
c. Hak & Kewajiban
Indonesia atauPerpajakan Wanita Kawin
berada di Indonesia < 183 (Angka
hari dlm3 jangka
SE-29/PJ/2010)
waktu 12 bulan dan atau menerima
1. Bagiatau wanita kawin ygpenghasilan
memperoleh melakukan dari
perjanjian pemisahan
Indonesia bukan harta dan penghasilan
dari menjalankan atau
usaha atauygmelakukan
memilih utk
menjalankan hak & kewajiban
kegiatan melalui perpajakannya
BUT di Indonesia, sendirimencantumkan
tdk wajib wajib menyampaikan
NPWP SPT Tahunan
dlm SPT PPh WP
Tahunan PPhOP
atasWP
namanya
Badan.sendiri terpisah dgn SPT Tahunan PPh suaminya.
2. Penghasilan
Bagi istriygygdilaporkan dlm SPTperjanjian
tdk mengadakan Tahunan pemisahan
PPh wanitaharta
kawin&pdpenghasilan
angka 1 adalah slr penghasilan
dgn suami dan bagi yg
diterima
anak atau diperoleh
yg blm dewasawanita
(anakkawin tsb dlm
yg blm suatu 18
berumur thnthn
pajak, tdk termasuk
& blm penghasilan
pernah menikah), yganak yg blm
menjadi
dewasa.
pemegang saham/pemilik modal dan atau pengurus & komisaris, wajib mencantumkan NPWP
suami/bapak dlm SPT Tahunan PPh WP Badan.
Apabila dlm mengisi SPT Tahunan PPh WP Badan dibantu konsultan pajak, WP
diwajibkan utk mengisi identitas konsultan pajak (Nama & NPWP).
B‐11‐
3. Penghitungan PPh terutang dlm SPT Tahunan PPh wanita kawin pd angka 1 didasarkan pd
penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri tsb dihitung sesuai
dgn perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri.
4. Penghitungan PPh terutang pd angka 3, berlaku juga bagi wanita kawin sbg pegawai yg mempunyai
penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 pemberi kerja yg tlh dipotong PPh Pasal 21.
Berkehendak
Tdk Berkehendak Menjalankan Hak &
Menjalankan Hak &
Uraian Kewajiban Perpajakan Scr Terpisah dgn
Kewajiban Perpajakan
Suami Scr Terpisah dgn Suami
Pelaksanaan hak Menggunakan NPWP suami Menggunakan NPWP
& kewajiban sendiri
perpajakan
NPPW yg tlh ada Wajib mengajukan permohonan Wajib menyampaiakn
penghapusan NPWP Surat Penrytaan
Menghendaki
Menjalankan Kewajiban
Perpajakan scr Terpisah
Penghasilan yg Dianggap sbg penghasilan/kerugian Dianggap sbg
diterima/diperoleh suaminya penghasilan/kerugian
Kecuali: sendiri
Penghasilan tsb semata-mata diterima/
diperoleh dari 1 pemberi kerja yg tlh dipotong
PPh Pasal 21 dan pekerjaan tsb tdk ada
hubungannya dgn usaha/pekerjaan bebas
suami atau
anggota keluarga lainnya
Penghasilan Apabila tlh dipotong PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 21 yg tlh
wanita kawin yg pekerjaan tsb tdk ada hubungannya dgn dipotong tdk bersifat final
semata-mata usaha/pekerjaan bebas suami atau anggota
diterima atau keluarga lainnya, maka PPh Pasal 21 yg tlh
diperoleh dari 1 dipotong bersifat final
pemberi kerja
Pemotongan atau Wajib menunjukkan NPWP sumai atau Wajib menunjukkan NPWP-
pemungutan PPh kepala keluarga kpd pemotong/pemungut PPh nya sendiri kpd pemotong/
pemungut PPh
Perhitungan PPh Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPh Berdasarkan Pasal 8 ayat
(3) UU PPh
Kewajiban Ada pd pihak suami Dilakukan sendiri oleh
Penyampaian wanita kawin
SPT Tahunan
Hak & kewajiban
lainnya
Contoh 1 – 4: Sumber dari Buku Petunjuk Pengisian SPT 1770 & 1770 S
Contoh 5: Sumber dari Buku Petunjuk Pengisian SPT 1770
B‐11‐
1. Seorang WP menerima atau memperoleh penghasilan neto Thn Pajak 2010 seb Rp 96,8 juta. WP berstatus
kawin dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya tdk mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan
pajak dgn penerapan tarif tsb di atas dilakukan sbb:
Penghasilan Neto 1 thn = Rp 96,8 juta
PTKP = Rp 21,12 juta +/+
PKP = Rp 75,68 juta
PPh terutang: 5%
x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta
15% x Rp 25,68 juta = Rp 3,852 juta +/+
Jml Rp 6,352 juta
2. Seorang WP yg berstatus tdk kawin baru datang dan mempunyai niat menetap di Indonesia utk selama-
lamanya pd awal Okt 2010 dan menerima atau m,eperoleh penghasilan dari usaha mulai Okt s.d. Des 2010
seb Rp 5.750.230. Atas penghasilan tsb, dilakukan penerapan tarif pajak sbb:
Penghasilan 3 bulan = Rp 5.750.230
Penghasilan 1 thn
12/3 x Rp 5.750.230 = Rp 23.000.920
PTKP = Rp 15,84 juta +/+
PKP = Rp 7.160.920
Dibulatkan menjadi (utk penerapan tarif) = Rp 7,16 juta
PPh yg terutang 1 thn: = 5% x Rp 7,16 juta = Rp 358 ribu
PPh yg terutang thn 2010 (3 bulan): 3/12 x Rp 358 ribu = Rp 89,5 ribu
3. Seorang WP dlm thn 2010 menerima atau memperoleh penghasilan neto seb Rp 219,608 juta. WP
berstatus kawin pisah harta dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya menerima atau memperoleh
penghasilan neto dari usaha seb Rp 109,192 juta.
Penerapan tarif utk @ suami & istri adalah sbb:
Penghasilan Neto suami = Rp 219,608 juta
Penghasilan Neto istri = Rp 109,192 juta +/+
Penghasilan Neto gabungan = Rp 3028,8 juta
PTKP (K/I/3) = Rp 37,4 juta -/-
PKP = Rp 291,4 juta
PPh terutang gabungan (suami & istri):
5% x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta
15% x Rp 200 juta = Rp 30 juta
25% x Rp 41,4 juta = Rp 10,35 juta +/+
Rp 42,85 juta
a. Utk SPT suami
PPh terutang Rp 219,608 juta
= x Rp 42,85 juta = Rp 28.619.838
Rp 328,8 juta
b. Utk SPT istri:
PPh terutang Rp 109,192 juta
= x Rp 42,85 juta = Rp 14.230.162
Rp 328,8 juta
4. Dlm hal suami & istri tlh hidup berpisah, penghitungan PKP-nya dilakukan sendiri-sendiri
(menggunakan 2 SPT tahunan PPh WP OP yg berbeda). PTKP bagi suami dan istri yg tlh hidup berpisah
diperlakukan seperti WP tdk kawin (TK), sedangkan tangungan sesuai dgn kenyataan sebenarnya yg
diperkenankan.
B‐11‐
Contoh perhitungan sbb:
Seorang WP(suami) dlm thn 2010 menerima atau memperoleh penghasilan neto seb Rp 219,608 juta. WP
berstatus hidup berpisah (HB) dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya menerima atau
memperoleh pengahilan neto dari usaha seb Rp 109,192 juta.
Contoh Perhitungan pd Kasus 3 & 4 di atas dibuat di dlm lembar tersendiri dan sbg Lampiran
di dlm penyampaian SPT bagi WP yg kawin pisah harta dan penghasilan istri yg menghendaki
utk menjalankan hak & kewajibannnya sendiri, baik suami maupun istri.
5. Data:
Nama : Hendra Sialagan
NPWP : 08.296.172.2-007.000
Pekerjaan : Dagang Tekstil/Direktur CV Inovasi
Status : Menikah
Tanggungan : 1 orang anak (PTKP K/I/1)
Thn 2010:
Peredaran bruto atau omzet dari usaha dagang tekstil Hendra Sialagan adalah Rp 1 M (berdasarkan
KEP-536/PJ/2000, persentase norma perkiraan penghasilan neto ata usaha dagang tekstil
adalah 30%).
Penghasilan lainnya pd thn 2010:
1. Jasa angkutan darat (angkutan kota), (berdasarkan KEP-536/PJ/2000, persentase norma
perkiraan penghasilan neto ata jasa angkutan darat adalah 25%) dgn omzet seb Rp 400 juta
2. Gaji bersih sbg direktur di CV Inovasi seb Rp 44,4 juta
3. Keuntungan dari penjualan [perhiasan emas seb Rp 38 juta (Hendra Sialagan membeli perhiasan emas
seharga Rp 40 juta dan kemudian dijual seharga Rp 76 juta)
Data tanbahan:
Bahwa Hendra Sialagan memiliki istri bernama Megan Susilawati dan mempunyai NPWP 07.890.123.4-
567.000 (NPWP sendiri yg terpisah dgn suami) dan menerima penghasilan neto selama thn 2010 total seb
Ro 141 juta yg berasal dari:
1. Penghasilan sbg karyawan Rp 129 juta
2. Penghasilan dari keuntungan selisih kurs Rp 12 juta
Dari data di atas perhitungan PPh bagi Hendra Sialagan dan istrinya Megan Susilawati yg @ memiliki
NPWP tsb dibuatkan lembar perhitungan sendiri di bawah ini.
B‐11‐
B‐11‐
Lampiran S-1018/PJ.03/2014 tgl 28 Agust 2014:
B‐11‐
B‐11‐
B‐11‐
C. PENERIMAAN & PENGOLAHAN SPT TAHUNAN PPh
Dasar Hukum:
PER-26/PJ/2012 (berlaku sejak 01 Jan 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan
→ mencabut PER-19/PJ/2009 stdtd PER-48/PJ/2011
SE terkait:
SE-55/PJ/2012 ttg Petunjuk Teknis Tata Cara Penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan
Ket:
1
Atas butir 5 thd SPT yg tdk diitandatangani dan/ tdk dilampiri keterangan/dokumen dilakukan permintaan
kelengkapan SPT dahulu. 30 hari berikutnya apabila WP tdk merespon maka dilakukan pemberitahuan SPT
dianggap tdk disampaikan.
B‐11‐
Penyampaian SPT Tahunan PPh: (Pasal 2 PER-26/PJ/2012)
1. WP dpt menyampaikan SPT Tahunan dgn cara:
a. lsg;
b. dikirim melalui pos dgn bukti pengiriman surat ke KPP tempat WP terdaftar;
c. dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat ke KPP tempat
WP terdaftar;
d. e-Filing melalui website DJP (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi/Application Service
Provider (ASP).
2. Penyampaian SPT Tahunan scr lsg pd ayat (1) huruf a dpt dilakukan di TPT, Pojok Pajak, Mobil Pajak
atau Drop Box di mana saja yg disediakan oleh DJP.
3. Penyampaian SPT Tahunan scr lsg pd ayat (1) huruf a hrs disampaikan di TPT KPP tempat WP terdaftar,
dlm hal:
a. SPT Tahunan LB;
b. SPT Tahunan pembetulan;
c. SPT Tahunan yg disampaikan stl batas waktu penyampaian SPT; dan/atau
d. SPT Tahunan dlm bentuk e-SPT;
4. Penyampaian SPT Tahunan scr lsg pd ayat (1) huruf a dilakukan tdk dlm amplop atau kemasan lainnya.
5. Penyampaian SPT Tahunan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir pd ayat
(1) huruf b / c dilakukan dlm amplop tertutup yg tlh dilekati lembar informasi amplop SPT Tahunan yg
berisi data sbb:
a. Nama WPk;
b. NPWP;
c. Thn Pajak;
c. Status SPT (Nihil/KB/LB);
d. Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke-...);
e. Perubahan Data (Ada/Tdk Ada);
f. Nomor Telepon;
g. Pernyataan; dan
h. Tanda Tangan WP.
6. Format lembar informasi pd ayat (5) dilekatkan pd amplop SPT Tahunan mengacu pd Lamp I PER-
26/PJ/2012.
7. Dlm hal WP mengalami perubahan data, WP hrs mengisi dan melampirkan lembar perubahan data
identitas WP.
B‐11‐
LEMBAR INFORMASI AMPLOP SPT TAHUNAN YANG DISAMPAIKAN MELALUI POS ATAU
PERUSAHAAN JASA EKSPEDISI ATAU JASA KURIR
NPWP :
Tahun Pajak :
No. Telp/HP :
Pernyataan : Dengan menyadari sepenuhnya atas segala akibat termasuk sanksi-sanksi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, saya menyatakan bahwa
informasi pada amplop ini sesuai dengan SPT Tahunan yang terdapat dalam amplop
ini.
Tanda Tangan :
Keterangan :
a. *) isilah tanda silang (X) pada kotak yang sesuai.
b. Jika merupakan SPT Tahunan Pembetulan maka isi pembetulan yang ke berapa kalinya.
B‐11‐ 14
Kriteria SPT Tahunan/e-SPT Tahunan Dinyatakan Tdk Lengkap (Pasal 3 PER-26/PJ/2012)
1. NPWP atau nama WP tdk dicantumkan dlm SPT Induk dgn lengkap & jelas
2. SPT Induk tdk ditandatangani oleh WP atau Kuasanya
3. SPT Induk ditandatangani oleh kuasa WP tetapi tdk dilampiri dgn Surat Kuasa Khusus atau SPT
Tahunan PPh OP ditandatangani oleh ahli waris tetapi tdk dilampiri dgn Surat Keterangan Kematian dari
Instansi yg berwenang
4. Terdapat elemen SPT Induk yg diisi tdk lengkap
5. SPT KB tetapi tdk dilampiri dgn bukti pelunasan berupa SSP yg sesuai
6. SPT tdk atau kurang disertai dgn lampiran pd Formulir sesuai Lamp IV butir I.A.,butir II.A, butir
III.A dan butir IV.A PER-26/PJ/2012
7. SPT Tahunan tdk atau kurang disertai dgn Lampiran Keterangan dan/atau Dokumen yg Disyaratkan
sesuai Lamp IV butir I.A s.d. butir IV.A atau butir I.B s.d. butir IV.B pd PER-26
8. Lamp Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun dan Daftar Susunan Anggota
Keluarga dlm SPT Tahunan PPh OP dilampirkan tetapi diisi tdk lengkap
9. Lamp Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dan Daftar Susunan Pengurus dan
Komisaris dlm SPT Tahunan PPh Badan dilampirkan tetapi diisi tdk lengkap;
10. Terdapat Lampiran Khusus sesuai Lamp IV butir I.A s,d, butir IV.A atau butir I.B s.d. butir IV.B pd
PER-26/PJ/2012 yg diisi tdk lengkap
11. SPT Induk hasil cetakan dari aplikasi e-SPT Tahunan yg disampaikan oleh WP tdk dilampiri dgn
media elektronik yg berisi data digital SPT Tahunan
12. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan dgn menggunakan media elektronik, tetapi isi datanya
tdk sesuai dgn SPT Induk hasil hasil cetakan yg disampaikan oleh WP
13. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan dgn menggunakan media elektronik tetapi tdk dpt di-
load pd aplikasi SI Perpajakan di DJP
14. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan dgn menggunakan media elektronik tetapi elemen-
elemen datanya tdk diisi atau diisi tetapi tdk lengkap
15. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan melalui e-filing tetapi elemen-elemen data
digitalnya tdk diisi atau diisi tetapi tdk lengkap.
Kriteria Perseroan Terbatas yg wajib diaudit oleh akuntan publik: (Pasal 68 ayat (1) & (2) UU 40 Thn
2007 ttg Perseroan Terbatas ):
Direksi wajib menyerahkan LK Perseroan kpd akuntan publik utk diaudit apabila:
kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/ atau mengelola dana masyarakat;
Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kpd masyarakat;
Perseroan mrp Perseroan Terbuka;
Perseroan mrp persero;
Perseroan mempunyai aset dan/atau jml peredaran usaha dgn jml nilai paling
sedikit Rp 50 M; atau
diwajibkan oleh perpu.
Dlm hal kewajiban di atas tdk dipenuhi, LK tdk disahkan oleh RUPS.
B‐11‐
Alur Penerimaan & Pengolahan SPT Tahunan:
B‐11‐
Lembar Penelitian Kelengkapan SPT Tahunan:
B‐11‐
LAIN-LAIN
NPWP dan/atau Nama WP tdk diisi
SPT tdk ditandatangani
Thn Pajak tdk diisi
Salah Formulir SPT (Jenis/Thn Formulir)
Tdk ada data digital dlm media elektronik (utk penyampaian melalui e-SPT)
B‐11‐
Lembar Penelitian Kelengkapan SPT Tahunan WP Badan (Lamp III.B.2.
SE-55/PJ/2012)
1771 1771 $
FORMULIR TDK ADA
1771 1771/$
1771 hal. 2 1771/$ hal. 2
1771-I 1771-I/$
1771-II 1771-II/$
1771-III 1771-III/$
1771-IV 1771-IV/$
1771-V 1771-V/$
1771-VI 1771-VI/$
LAMPIRAN YG DISYARATKAN TDK ADA
SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29 (Jika SPT KB) SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29 (Jika SPT KB)
LK atau LK yg tlh diaudit oleh Akuntan Publik LK atau LK yg tlh diaudit oleh Akuntan Publik
SSP PPh Pasal 26 ayat (4) (Khusus BUT yg SSP PPh Pasal 26 ayat (4) (Khusus BUT yg membayar setoran
membayar setoran PPh Pasal 26 Ayat (4)) PPh Pasal 26 Ayat (4))
Daftar nominatif pengeluaran biaya promosi Daftar nominatif pengeluaran biaya promosi yg dikurangkan
dari penghasilan bruto (Apabila ada)
Surat Kuasa Khusus (Jika dikuasakan) Surat Kuasa Khusus (Jika dikuasakan)
LAMPIRAN KHUSUS TDK ADA
1A : Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal 1B : Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal (jika WP
(Jika WP memiliki aktiva yg disusutkan atau memiliki aktiva yg disusutkan atau diamortisasi)
diamortisasi)
2A : Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal (jika 2B : Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal (jika WP
WP mempunyai hak Kompensasi kerugian fiskal) mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal)
3A,3A-1 & 3A-2 : Pernyataan transaksi dlm 3B,3B-1 & 3B-2 : Pernyataan transaksi dalam hubungan
hubungan istimewa dan/atau transaksi dgn pihak yg istimewa dan/atau transaksi dengan pihak yang merupakan
mrp penduduk negara Tax haven Country (jika WP penduduk negara Tax haven Country (jika WP mengisi Induk
mengisi Induk SPT 1771 bagian G angka 16.a) SPT 1771 bagian G angka 16.a)
4A : Daftar Fasilitas Penanaman Modal (jika WP 4B : Daftar Fasilitas Penanaman Modal (jika WP
memperoleh fasilitas penanaman modal) memperoleh fasilitas penanaman modal)
5A : Daftar Cabang Utama Perusahaan (jika WP 5B : Daftar Cabang Utama Perusahaan (Jika WP mempunyai
mempunyai kantor cabang atau tempat-tempat usaha kantor cabang atau tempat-tempat usaha di luar kantor
di luar kantor pusatnya) pusatnya)
6A : Perhitungan PPh Pasal 26 ayat (4) (jika 66 : Perhitungan PPh Pasal 26 ayat (4) (Jika terdapat setoran
terdapat setoran PPh Pasal 26 ayat (4) oleh PPh Pasal 26 ayat (4) oleh BUT)
BUT)
7A : KPLN (jika WP memperoleh penqhasilan den 7B : KPLN (jika WP memperoleh penghasilan dan tlh
tlh dikenakan pajak di LN) dikenakan pajak di LN)
8A-1/8A-2/8A-3/8A-4/8A-5/8A-6 : Transkrip 8B-1/8B-2/8B-3/8B-4/8B-5/8B-6 : Transkrip Kutipan
Kutipan Elemen-elemen dari LK (wajib diisi oleh Elemen-elemen dari LK (wajib diisi oleh WP, pilih salah
WP, pilih salah satu formulir sesuai dgn jenis satu formulir sesuai dgn jenis usahanya)
usahanya)
LAIN-LAIN
NPWP dan/atau Nama WP tdk diisi
SPT tdk ditandatangani
Thn Pajak tdk diisi
Salah Formulir SPT (Jenis/Thn Formulir)
B‐11‐
Tdk ada data digital dlm media elektronik (utk penyampaian melalui e-SPT)
B‐11‐
e-SPT
Definisi:
e-SPT: SPT beserta lampiran-lampirannya dlm bentuk digital dan dilaporkan scr elektronik atau dgn
menggunakan media komputer ke KPP di mana WP terdaftar.
Aplikasi e-SPT: Aplikasi SPT yg diberikan scr cuma-cuma oleh DJP kpd WP, yg digunakan utk
merekam, memelihara, dan menghasilkan data digital SPT serta mencetak SPT.
Dasar Hukum:
Pasal 1 UU KUP
PER-184/PJ/2004 ttg Tata cara penyampaian SPT dlm bentuk digital
Setting Regional:
Setting Regional dilakukan agar penanggalan yg ada pd setiap form dan pencetakan sama. Ubah
setting regional pd komputer yg akan digunakan ke setting utk Indonesia.
1. Pilih menu Start → Setting → Control Panel
2. Kemudian klik icon Regional and Language Options.
3. Kemudian ubah lokasi negara menjadi Indonesia.
4. Utk mengubah standar dan format dari Number, Currency, Time, Date, klik tombol Customize….
a. Klik Tab Numbers utk mengubah Setting Number. Pilih:
Decimal Symbol = , (koma)
Digit Grouping Symbol = . (titik)
List Separator = ; (titik koma)
Klik tombol Apply.
b. Klik Tab Currency utk mengubah Setting Currency. Pilih:
Currency Symbol = – Rp
Klik tombol Apply.
c. Klik Tab Time utk mengubah Setting Time. Pilih:
Format = H:mm:ss
Klik Apply.
d. Klik Tab Date utk mengubah Setting Date. Pilih:
Short Date Format = dd/mm/yyyy
Date Separator = /
Long Date Format = dd mmmm yyyy
Klik Apply.
B‐
5. Klik OK utk menyimpan perubahan setting
6. Klik Cancel jika ingin membatalkan perubahan setting
B. JENIS e-SPT
B‐12‐
C. DAFTAR MENU e-SPT MASA
B‐12‐
d. BP Imbalan yg diterima sehubungan dgn pengangkutan orang dan/atau barang
termasuk charter kapal laut dan/atau pesawat udara oleh perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan LN yg dipotong pihak lain
e. BP Imbalan Charter pesawat udara yg dibayarkan/terutang kpd perusahaan
penerbangan DN
2. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 15
a. Daftar PPh Imbalan yg diterima sehubungan dgn pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk charter kapal laut dan/atau pesawat udara oleh perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan LN yg dibayar sendiri
b. Daftar Bukti Potong PPh Pasal 15
3. Daftar SSP/Bukti PBK
a. Daftar SSP
b. Daftar Bukti PBK
4. SPT Masa PPh Pasal 15
SPT Tools 1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility 1. Profile WP
2. Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. KPP
3. Setting Tarif
4. Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 15
c. SSP dan PBK
5. Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 15
c. SSP dan PBK
6. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App
B‐12‐
2. Impor
a. Referensi
Penerima Penghasilan
Pegawai A1
Pegawai A2
b. Bukti Potong
Tdk Final
Final
A1
A2
Pemotongan Pajak Bulanan
c. SSP
3. Pelaporan SPT
Cetak 1. Formulir SPT
2. Bukti Potong
Referensi 1. Bukti Potong
a. Penerima Penghasilan
b. Pegawai A1
c. Pegawai A2
d. Penomoran BP
2. Kode
a. Kode Negara
b. Kode KPP
c. Kode Objek Pajak
d. Kode SSP
e. Jabatan
f. Golongan/Pangkat
3. Tarif
a. PTKP
b. Pasal 17 Berlapis
c. Pasal 21 Final
Pesangon → Tarif terdapat kesalahan, input scr berturut-turut: 0, 5, 15, 25, 25
Manfaat Pensiun
Imbalan PNS
d. Biaya Jabatan
e. Upah Harian
4. Ubah Username
5. Ubah Password
Profil
Help 1. Manual
2. Help
B‐12‐
Bank Devisa dan Bendaharawan Tertentu yg ditunjuk
Dibayar Sendiri
6. Daftar SSP)/Bukti PBK
7. SPT Masa Pasal 22
SPT Tools 1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility 1. Profile WP
2. Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. Jenis Komoditi Migas
3. Setting Tarif Pasal 22
4. Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 22
c. SSP/PBK
5. Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong
c. SSP/PBK
6. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App
B‐12‐
c. SSP-PBK
6. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App
B‐12‐
Input Data 1. Pajak Keluaran
2. Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP
3. SPT Tanpa Faktur
4. Buat SPT PPN 1111 DM
Setting 1. Profil WP
2. Setting SPT PPN 1111 DM
SPT 1. Induk SPT 1111 DM
2. Lampiran SPT 1111 DM
a. Lampiran A DM
b. Lampiran R DM
3. SSP
a. Daftar SSP
b. SSP PPN Yg Tlh Dibayar
c. SSP PPnBM Yg Tlh Dibayar
d. SSP Atas Kegiatan Membangun Sendiri
4. Hapus SPT
5. Cetak SPT
6. Buat CSV
Tools 1. Username
a. Tambah Username
b. Ganti Password
2. Ekspor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Lampiran A dan R
3. Impor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Khusus
c. Lawan Transaksi
4. Referensi
a. Nomor Faktur
b. Lawan Transaksi
c. Batasan VAT Refund
d. Setting Nilai Persen
5. Informasi Aplikasi
? User Manual
B‐12‐
c. Nomor Faktur
3. Impor Data
a. Data Faktur
b. Lawan Transaksi
4. Ekspor Data Faktur
5. Set User Name – Password
Help 1. Content
2. Search for Help On
3. About My App
B‐12‐
E. FAQ TTG e-SPT
2. WP sdh selesai men-download installer e-SPT dari website DJP tetapi file-nya tdk dpt
dibuka dan tampilannya di komputer WP juga tdk berupa icon buku. Apa sebabnya?
Jawaban:
Kemungkinan komputer WP blm ter-install aplikasi WinRAR. Agar menginstal WinRAR terlebih dahulu.
3. WP sdh selesai men-download installer e-SPT dari website DJP tetapi stl dilakukan ekstrak
ada peringatan “error winrar diagnostic message”. Apa sebabnya?
Jawaban:
Peringatan tsb muncul ketika melakukan ekstrak biasanya terjadi krn file installer blm ter- download
seluruhnya (misalnya ukuran file installer e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21-26 2009 adalah 29,2 Mb, namun
proses download sdh selesai saat file blm ter-download sempurna). Umumnya terjadi krn koneksi internet
WP kurang memadai.
6. Utk bbrp e-SPT yg tlh di-install di Windows Vista atau Win7 terkadang stl aplikasi berhasil
di-install, WP tdk dpt membuka aplikasinya dan terdapat peringatan “Unable to create
DSN”. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Apabila muncul peringatan “Unable to create DSN” ketika pertama kali membuka e-SPT hasil instalasi,
buka aplikasi e-SPT pd All Program dgn cara mengarahkan cursor ke aplikasi e-SPT yg akan dibuka,
kemudian klik kanan, selanjutnya pilih run as administrator. Utk membuka e-SPT pd waktu
selanjutnya tdk perlu memilih run as administrator lagi.
B‐12‐
7. WP sdh selesai dan berhasil meng-install e-SPT, namun ketika aplikasinya dibuka muncul
peringatan “Format tanggal tidak sesuai” dan kemudian aplikasinya tertutup scr otomatis.
Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Apabila muncul peringatan tsb, ubah terlebih dahulu format Region and Language ke Indonesia.
Langkahnya:
Buka Control Panel;
Pilih Region and Language;
Ubah format ke Indonesia;
Pilih Apply dan buka kembali e-SPTnya.
8. Pd bbrp kasus dijumpai bahwa WP yg aplikasi e-SPTnya sdh berhasil dibuka namun tdk
dpt membuka database-nya (error) dan muncul peringatan “koneksi ke database gagal,
silahkan cek DSN yang dipilih”. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd bbrp aplikasi e-SPT yg lama (seperti e-SPT Masa PPh), user perlu melakukan koneksi
database terlebih dahulu. Caranya:
Buka Control Panel;
Pilih Administrative Tools (pd Win7 dgn view by Category dpt lsg pilih System and Security
→ Administrative Tools, atau dpt lsg ketikkan pd search);
Pilih Data Sources (ODBC);
Pilih System DSN;
Double click nama database e-SPT yg dikehendaki (hasil instalasi pertama); atau jika ingin
menambah database baru maka pilih Add → double click Microsoft Access Driver (*.mdb/
*.accdb atau *.mdb tergantung jenis database yg dipakai) → isi Data Source Name dgn nama
database yg dikehendaki oleh user;
Selanjutnya pilih Select → cari lokasi database pd kolom directories dgn double click folder
yg ada di dlm-nya (misal di drive C:\Program Files\DJP\eSPT PPh Masa 21-26\Database);
Pilih database yg ingin dikoneksikan pd kolom Database Name, lalu klik OK;
Bagian description tdk wajib diisi, lsg klik OK dan Apply.
9. Ketika memilih System DSN pd Administrative Tools saat ingin koneksi DSN ternyata
kolom System Data Sources-nya kosong dan ketika pilih Add hanya ada pilihan SQL
Server. Hal ini terjadi pd Windows7 64 bit. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd Windows7 64 bit, cara membuka Data Sources (ODBC) utk setting DSN agar database
terkoneksi yaitu:
Buka Drives C;
Buka folder Windows;
Buka folder SysWOW64;
Buka file odbcad32.exe, maka muncul ODBC Data Source Administrator dan setting DSN
dpt lsg dilakukan sebagaimana dijelaskan pd penjelasan sbl-nya.
10. WP meng-install e-SPT di Windows7 atau Vista dan sdh dipakai selama berbulan-bulan.
Suatu waktu WP ingin memindahkan database ke komputer lain dan meng-copy data tsb
dari direktori C:\Program Files\DJP.... Namun, stl di-paste pd komputer lain ternyata
database tsb kosong dan hrs mengerjakan kembali dari awal (isi NPWP dan seterusnya st).
Apa penyebabnya?
Jawaban:
Hal ini terjadi kemungkinan krn saat instalasi e-SPT pd Windows7 atau Vista, User Account Control
blm di-setting ke never notify shg database tersimpan pd virtual store. User hrs meng- copy ulang
database yg akan di-back up atau dipindahkan ke komputer lain dgn cara:
Buka drive C;
Buka folder Users;
Buka folder User (tergantung proses instalasi yg dulu dilakukan oleh user);
B‐12‐
Buka folder AppData (folder ini ter-hidden, jadi pastikan View hidden files and folders pd folder
options (ada di Organize) ter-checklist pd bagian Show hidden files, folders, dan drives;
Buka folder Local;
Buka folder VirtualStore;
Buka folder Program Files;
Buka folder DJP;
Buka folder e-SPT yg dikehendaki;
Buka folder database dan copy database yg dimaksud utk dipindah ke komputer lain atau utk
back up.
11. Bagaimana cara menambah database baru pd e-SPT? Misalnya utk multi NPWP.
Jawaban:
Langkah pertama yg hrs dilakukan adalah meng-copy database kosong. Database kosong dpt diperoleh
dari installer e-SPT tsb (bukan hasil instalasi). Pd bbrp e-SPT (Masa PPN 1111, 1111DM, PPh pasal 21-
26 2014), database kosong dpt diperoleh dari folder hasil instalasi e-SPT tsb, seperti pd folder db
kosong utk e-SPT PPN 1111. Selanjutnya file database kosong tsb di- paste pd folder database/db
pd direktori e-SPT yg dimaksud (sebaiknya file database kosong tsb diubah namanya agar tdk sama dgn
database yg sdh ada).
Pd aplikasi terbaru seperti e-SPT PPN 1111, 1111DM, atau PPh Pasal 21-26 2014, database baru
tsb dpt lsg digunakan ketika aplikasi e-SPTnya dijalankan. Namun, utk e-SPT lama (seperti Masa PPh)
perlu dilakukan koneksi database (setting DSN) terlebih dahulu sebagaimana tlh dijelaskan pd angka 8
di atas (jgn lupa Data Source Name dibedakan dgn Data Source Name yg sdh ada).
12. Bagaimana cara agar ketika melakukan cetak formulir tdk terpotong menjadi 2 halaman
hasil print outnya?
Jawaban:
a. Pastikan apakah print preview-nya utuh atau terpotong menjadi 2 halaman. Pastikan juga apakah
ukuran kertasnya sdh ukuran 8,5”x13”.
b. Jika print preview-nya terpotong menjadi 2 halaman, problem ini blm diketahui sebabnya dan
solusinya (bisa disarankan untuk install kembali Crystal Report-nya).
c. Jika print preview-nya utuh namun ketika dicetak terpotong, disarankan user utk mengekspornya ke
dlm bentuk pdf (hanya ada menu ini pd beberapa jenis aplikasi seperti e-SPT PPN 1111) atau pilih
copy kemudian buka Microsoft Excel dan pilih paste special → paste as picture saat
melakukan proses paste. User juga dpt menambahkan 1 setting-an printer. Caranya:
Buka Control Panel;
Pilih Devices and Printers;
Pilih Add a printer (atau klik kanan, pilih add a printer pd Windows XP);
Pilih Add a local printer;
Pilih use an existing port LPT1 lalu Next;
Pilih jenis printer pd kolom Manufacturer, kemudian pilih printer dimaksud pd kolom
Printers lalu Next;
Pilih do not share pd printer sharing;
Pilih set as default printer;
Tdk perlu melakukan print test;
Stl finish, setting preference-nya dgn mengubah ukuran kertasnya menjadi 8,5”x13”, lalu
apply.
1. Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tertanggal brp?
Jawaban:
Tertanggal 25-07-2010.
B‐12‐
2. WP terlanjur memasukkan NPWP dgn kode KPP yg salah dan sdh melakukan pengisian
data bukti potong dlm jml yg banyak. Kemudian user melakukan proses pindah KPP pd
menu utility → profil WP dan berhasil disimpan kode KPP yg sebenarnya. Namun, ketika
WP mencetak induk SPT, tampilan NPWP masih menggunakan NPWP yg lama (blm
update). Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd versi ter-update permasalahan ini masih terjadi. Hanya bukti potongnya lah yg mengikuti perubahan
profil tsb. Induk SPT sendiri masih menggunakan kode KPP yg lama pd bagian NPWP-nya. Sementara ini
user hrs melakukan ekspor terlebih dahulu bukti potong yg sdh di- input, kemudian menghapus Masa Pajak
yg dimaksud. Selanjutnya user membuat Masa Pajak baru utk masa pajak tsb kemudian melakukan impor
data bukti potong hasil ekspor sebelumnya.
3. Darimana user dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat
(2) (baik utk lawan transaksi, bukti potong, maupun SSP)?
Jawaban:
Contoh skema impor e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini dpt diperoleh dari installer e-SPT Masa PPh
Pasal 4 ayat (2) (bukan dari hasil instalasi e-SPT ini).
4. WP mengubah profil WP (dlm hal ini mengubah kode KPP pd NPWP-nya). NPWP sdh
sesuai dgn SKT yg baru tetapi tdk dpt dilakukan perubahan. Terdapat peringatan “Kode
KPP Tersebut Tidak Terdaftar Pada Referensi Kode KPP”. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pastikan bahwa kode KPP yg dimaksud sdh terdaftar pd Referensi KPP pd menu Utility. Jika blm ada, maka
tambahkan dgn klik Baru pd referensi tsb.
2. Apa kegunaan submenu-submenu pd menu Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 dan Daftar
Bukti Pemotongan PPh Pasal 15?
Jawaban:
No. Submenu Kegunaan
a. Bukti Pemotongan PPh atas Utk menginput pemotongan PPh Pasal 15 yg dilakukan
imbalan yg dibayarkan/ oleh user atas penghasilan yg dibayarkan/terutang kpda
terutang kpd perusahaan perusahaan pelayaran DN
pelayaran DN (Final)
b. Bukti Potong PPh atas imbalan y Utk memasukkan penghasilan/imbalan yg diperoleh oleh
diterima/diperoleh oleh user yg mrp perusahaan pelayaran DN, baik penghasilan
perusahaan pelayaran DN yg berasal dari Indonesia maupun yg berasal dari luar
(Final) baik dari Indonesia Indonesia.
maupun dari Luar Indonesia Bagian WP yg dipotong diisi dgn NPWP & nama user.
Sedangkan bagian PPh yg dipotong oleh Pihak lain
digunakan utk memasukkan bukti potong-bukti potong
PPh Pasal 15 yg diterima oleh user (perusahaan pelayaran
DN) dari pihak lain (lawan
transaksi user).
c. Bukti Potong PPh atas imbalan Utk menginput pemotongan PPh pasal 15 yg dilakukan
yg dibayar/terutang kpd oleh user atas imbalan/penghasilan yg
perusahaan pelayaran dan/atau dibayarkan/terutang kpd perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan LN penerbangan LN sbg pihak lawan
(Final) transaksinya
d. Bukti Potong PPh atas imbalan Digunakan oleh user selaku pihak perusahaan pelayaran
yg diterima/diperoleh dan/atau penerbangan LN utk menginput
B‐12‐
oleh perusahaan pelayaran bukti potong PPh pasal 15 yg diterima dari pemotong
dan/atau penerbangan LN pajak (lawan transaksinya) sehubungan dgn
(Final)(Dipotong Pihak Lain) imbalan/penghasilan yg diterima/diperolehnya
e. Bukti Potong PPh atas imbalan Utk menginput pemotongan PPh pasal 15 yg dilakukan
yg dibayarkan/ oleh user atas imbalan/penghasilan yg
terutang kpd perusahaan dibayarkan/terutang kpd perusahaan penerbangan DN
penerbangan DN sbg pihak lawan transaksinya
f. Daftar PPh yg disetor sendiri Digunakan oleh user selaku perusahaan pelayaran
atas imbalan yg diterima oleh dan/atau penerbangan LN utk menginput penyetoran
perusahaan pelayaran dan/atau sendiri PPh pasal 15 yg terutang kpd dirinya
penerbangan LN
g. Daftar Bukti Pemotongan PPh Berisi rekapitulasi pemotong PPh Pasal 15 user. Bilamana
Pasal 15 user selaku perusahaan pelayaran DN dipotong PPh di LN,
maka user dpt memperhitungkan kredit pajak PPh pasal 24
pd submenu Perhitungan PPh Pasal 24 pd kolom
daftar bukti pemotongan
PPh pasal 15
1. Program apa yg dibutuhkan utk meng-install e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 2014 pd
Windows XP?
Jawaban:
Instalasi pd Windows XP memerlukan Microsoft Imaging Component dan dpt diunduh pd link
http://www.microsoft.com/en-us/download/details.aspx?id=32.
2. e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 2014 tdk dpt membaca database yg dipilih. Bagaimana
solusinya?
Jawaban:
Apabila saat memilih database tdk dpt membaca database, install Database Access Engine.
3. Pd saat melakukan inisialisasi muncul error “… must use an updateable query”. Apa
penyebabnya? Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Kemungkinan setting user pd OS-nya bukan Administrator. Solusinya adalah lakukan install e- SPT
di folder selain C:\Program Files.
4. Darimana user dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT PPh Pasal 21-26 2014?
Jawaban:
User dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT PPh Pasal 21-26 pd lokasi instalasi e- SPT pd
folder dokumentasi. Misal drives C:\Program Files\DJP\e-SPT Masa 21-26 2014\dokumentasi\csv
format.
5. Bagaimana cara menambahkan database baru pd e-SPT Masa PPh 21/26 2014?
Jawaban:
Utk menambahkan database baru diperlukan database kosong dan database kosong tsb dpt diperoleh
dari drives C:\Program Files\DJP\e-SPT Masa 21-26 2014\db\db kosong (atau lokasi lain sesuai
instalasi user). Copy database yg ada di dlm folder db kosong dan paste-kan di folder db. Jgn lupa
utk mengubah nama database yg baru agar tdk sama dgn database yg sdh ada sebelumnya. Database
baru ini dpt lsg digunakan ketika e-SPT dijalankan tanpa hrs melakukan setting DSN.
6. Apakah pengisian Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 formulir 1721-I Satu Masa Pajak
dpt dilakukan dgn menggunakan impor csv?
Jawaban:
B‐12‐
Dpt dilakukan dgn menggunakan impor csv 1721-I Satu Masa Pajak dgn mengikuti ketentuan skema impor
yg sdh dibuat. Contoh skema impornya dpt dilihat pd file 1721_I_bulanan pd folder contoh csv.
7. Apakah tdk ada cara yg lbh mudah utk mengisi Daftar Bukti Pemotongan 1721-I Satu Masa
Pajak utk setiap masanya (anggap jml pegawai tetapnya ribuan)?
Jawaban:
Dlm hal ini user memang hrs meng-input Daftar Bukti Pemotongan 1721-I Satu Masa Pajak setiap
masanya apabila memang dilakukan pemotongan thd pegawai tetap (dan penerima penghasilan lainnya yg
sejenis) berdasarkan PER-14/PJ/2013. User dpt melakukan ekspor 1721-I bulanan melalui menu CSV →
Ekspor → Bukti Potong atas 1721-I bulanan Masa Pajak pertama kali lapor 1721-I bulanan. Utk
bulan berikutnya user mengubah terlebih dahulu masa pajak pd csv hasil ekspor masa pajak sbl-nya
(termasuk mengubah penghasilan dan pajak dipotong jika ada atau menambah pegawai yg baru dipotong),
baru kemudian diimpor kembali ke e-SPT. Bulan-bulan selanjutnya dpt menggunakan cara yg sama
sebagaimana tlh dijelaskan sbl- nya.
8. Bagaimana cara mengubah atau menghapus bukti potong 1721-A1 yg ada pd formulir
1721-I Satu Tahun Pajak?
Jawaban:
Cara mengubah, menambah, atau menghapus bukti potong 1721-A1 yg ada pd formulir 1721-A1 Satu
Tahun Pajak adalah dgn membuka submenu Daftar Bukti Potong 1721-A1. Kemudian pilih bukti
potong yg ingin diubah atau dihapus, termasuk jika ingin menambah bukti potong 1721- A1 yg baru.
1. Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 21-26 (PER-32/PJ/2009) tertanggal brp?
Jawaban:
Tertanggal 14-01-2010.
2. User melakukan update NPWP dgn mengubah kode KPP pd menu utility → profil WP.
Updating NPWP berhasil dilakukan, namun stl membuka data induk SPT dan lain
sebagainya terjadi error dan e-SPT PPh 21 menjadi hang. Notifikasi error yg muncul:
“Either BOF or EOF is True, or the current record has been deleted. Requested operation
requires a current record.”
Jawaban:
Jika muncul notifikasi error tsb maka klik OK scr berulang kali sampai notifikasi tsb hilang. Stl notifikasi
tsb hilang, user mengubah kembali kode KPP-nya melalui menu utility → profil WP ke kondisi semula
(kode KPP lama) dan disimpan.
Sementara ini apabila user pindah KPP, user hrs membuat database baru utk diisi dgn profil sesuai dgn
SKT terbarunya. Krn menggunakan database baru (masih kosong), user dpt melakukan mekanisme
ekspor data bukti potong dari database lama utk kemudian diimpor di database yg baru apabila user
ingin melakukan pembetulan dgn menggunakan NPWP terbarunya.
3. WP mendapatkan bukti Pbk dari jenis pajak lain ke PPh Pasal 21. Bagaimana cara meng-
input-nya padahal menu e-SPT PPh 21 hanya ada menu untuk input SSP saja?
Jawaban:
Apabila WP mendapatkan bukti Pbk dari jenis pajak lain ke PPh Pasal 21, maka WP meng- input bukti
Pbk tsb melalui submenu Surat Setoran Pajak dgn mengisikan KAP & KJS sesuai hasil Pbk dgn NTPN
diisi dgn NTPN SSP yg di-Pbk-an.
4. User membuat pelaporan Masa Pajak Des 2013 ketika tanggal pd komputer menunjukkan
tun 2014 (misal baru membuat Masa Des 2013 pd tanggal 5 Jan 2014). Ketika user
B‐12‐
mencetak induk SPT Masa PPh Pasal 21-26 nya, thn kalendernya tertulis 2014 dan bukan
2013 (padahal ingin melaporkan Masa Desember 2013). Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Permasalahan ini timbul apabila user blm meng-update e-SPT Masa PPh Pasl 21/26-nya ke versi
tanggal 27-01-2010 sbl membuat Masa Pajak Des 2013 (dlm kasus ini). Pd e -SPT versi ter- update
permasalahan ini sdh dpt diselesaikan.
Apabila user terlanjur membuat Masa Pajak Des 2013 dan sdh mengisi data bukti potongnya padahal
aplikasi blm yg ter-update, solusi yg dpt dilakukan adalah user melakukan ekspor bukti potong yg sdh di-
input. Stl itu, user menghapus Masa Des 2013 tsb melalui menu SPT Tools.
Apabila user sdh mempunyai patch update versi terbaru, user melakukan update terlebih dahulu
e-SPT-nya sbl membuat Masa Des 2013 yg baru.
Apabila user blm memiliki update terbaru dan ingin segera membuat Masa Des 2013, user hrs
mengubah terlebih dahulu tanggal komputernya menjadi tanggal yg bertahun 2013 (melalui Control
Panel atau lsg klik tanggal yg ada di pojok kanan bawah layar monitor) utk selanjutnya membuat kembali
Masa Des 2013 tsb dan melakukan impor data bukti potong hasil ekspor sebelumnya.
2. Mnr PMK-224/PMK.011/2012 utk PPh Pasal 22 Impor yg dipungut oleh DJBC cukup dgn
SSP yg berlaku sbg bukti pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Namun e-SPT PPh Pasal 22
justru diminta input bukti pungut.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.
3. Perubahan jenis WP (Pemungut atau Bukan Pemungut) pd menu Utiliy Profil WP hanya
dpt dilakukan max 3 kali. Kalau lbh, ada peringatan error ‘Jenis WP Tdk Bisa Diubah Lagi’.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.
Stl dilakukan install atau update e-SPT Masa PPH Pasal 22 tertanggal 01-02-2013, jangan lupa
user utk memasukkan tarif PPh pasal 22 atas penjualan BBM, gas, dan pelumas (baik final
maupun tdk final) berdasarkan pasal 2 ayat (1) huruf c PMK-224/PMK.011/2012 (salah satu saja
yg dimasukkan).
2. Utk Bukti Potong PPh Pasal 26 yg menggunakan ketentuan tax treaty dan mnr tax treaty
hak pemajakan terdapat pd Negara partner, pemberi penghasilan tetap membuat bukti
potong PPh Pasal 26 dgn tarif 0% berdasarkan PER-24/PJ./2010. Tetapi e-SPT tdk
mengakomodir pembuatan bukti potong dgn tarif 0%.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.
B‐12‐
2. Mengapa user tdk dpt menyimpan FP Keluaran yg sdh diisi? Muncul notifikasi “nomor
seri faktur tidak sesuai dengan jatah”.
Jawaban:
Utk e-SPT Masa PPN 1111 versi 1.5.0.0, user hrs memasukkan terlebih dahulu NSFP yg diperoleh dari
KPP berupa hasil permintaan NSFP. Input NSFP dilakukan pd menu Tools → Referensi → Jatah
Faktur Pajak.
3. Mengapa baris PPnBM terutang tdk dpt diisi padahal user memungut PPnBM dan ingin
melaporkannya pd SPT?
Jawaban:
Apabila user ingin melakukan pengisian baris PPnBM (baik pd PK maupun PM), terlebih dahulu user hrs
mengubah profilnya melalui menu Setting → Profil Wajib Pajak → checklist Wajib PPnBM.
4. PKP A melakukan transaksi pembelian (FP Masukan) di thn 2012 ke PKP B. Pd bulan April
2013 PKP B mengalami perubahan NPWP (pindah KPP). Di bulan Mei 2013 PKP A
membuat nota retur dan ketika PKP A ingin meng-input data nota retur pd aplikasi
terdapat warning “nomor faktur pajak tersebut tidak ditemukan”. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Atas kondisi tsb, user meng-klik OK pd notifikasi yg muncul. Kemudian user memasukkan data nominal
returnya dan disimpan.
2. Bagaimana cara mengubah penandatangan induk SPT 1771 menjadi kuasa WP?
Jawaban:
Cara mengubah penandatangan induk SPT 1771 menjadi kuasa WP adalah dgn melakukan
checklist Bagian H angka 17 huruf k (Surat Kuasa Khusus) pd induk SPT 1771.
3. Di mana user dpt memperoleh database kosong jika ingin menambah database baru?
Jawaban:
Database kosong dpt diperoleh user dari installer e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah yg lama (thn
2009), bukan pd installer terbaru.
4. Bagaimana cara pengisian daftar penyusutan apabila terdapat aktiva yg perolehannya tdk
pd awal thn dan thn 2013 mrp thn terakhir masa manfaatnya (misal aktiva Kelompok I
diperoleh pd bulan Juli 2009 dan WP akan membebankan penyusutannya pd thn 2013)?
Jawaban:
Beban penyusutan aktiva tsb diisi seperti mengisi beban penyusutan aktiva yg lain, hanya pd baris nilai
buku dan penyusutan fiskal thn 2013 diisi sesuai dgn nilai sisa buku dan beban penyusutan yg dpt
dibiayakan berdasarkan pembukuan WP.
6. User ingin membuat laporan utk thn tertentu pd e-SPT Tahunan 1771 Rupiah (misalnya
thn 2013) sedangkan setting profil thn bukunya masih blm disesuaikan (masih dlm thn
2012). Apakah aplikasi e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah dpt menyesuaikannya scr
otomatis?
B‐12‐
Jawaban:
Tdk. Aplikasi ini tdk menyesuaikan scr otomatis shg user hrs meng-edit juga profil WP.
Sumber:
http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1164, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1230, http://tkb-
djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1231, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1232, http://tkb-
djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1233, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1234, http://tkb-
djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1235, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1234, http://tkb-
djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1236, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1235,
http://www.pajak.go.id/content/faq-e-spt-masa-pph-pasal-2326, http://www.pajak.go.id/content/faq-e-spt- masa-
pph-pasal-22
(dgn bbrp perubahan seperlunya oleh penyusun)
B‐12‐
e-FIN & e-FILING
Definisi:
e-Filing (Electronic Filling): Suatu cara penyampaian SPT scr elektronik yg dilakukan scr online dan real
time melalui internet pd website DJP (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application
Service Provider (ASP)
e-FIN (Electronic Filing Identification Number): Nomor identitas yg diterbitkan oleh KPP kpd WP yg
mengajukan permohonan utk melaksanakan e-Filing.
Digital Certificate (DC): Sertifikat yg bersifat elektronik yg memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas
yg menunjukan status subjek hukum para pihak dlm transaksi elektronik yg dikeluarkan Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik
ASP: Perusahaan yg tlh ditunjuk dgn Keputusan Dirjen Pajak sbg perusahaan yg dpt menyalurkan penyampaian
SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan scr elektronik ke DJP
NTPA (Nomor Transaksi Pengiriman ASP): Bukti penerimaan penyampaian SPT scr elektronik oleh ASP
NTTE (Nomor Tanda Terima Elektronik): Bukti penerimaan penyampaian SPT scr elektronik yg
menyatakan bahwa SPT tlh diterima oleh DJP
Pemberi Kerja Tertentu: Pemberi kerja yg memiliki Pegawai Tetap dgn jml minimal 1.000 orang yg
memiliki alamat e-mail.
Dasar Hukum:
PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009 ttg Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian SPT
PER-47/PJ/2008 (berlaku sejak 1 Maret 2009 - 31 Des 2013) jo PER-36/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Jan
2014) ttg Tata cara penyampaian SPT dan penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan scr
elektronik (e-Filing) melalui perusahaan ASP
SE terkait:
SE-53/PJ/2013 ttg Penegasan Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan dan Penyampaian Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan Scr Elektronik Melalui Perusahaan ASP
Yg Hrs Dilakukan WP Utk Menyampaikan SPT & Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan
Melalui e-Filing:
1. WP mengajukan surat permohonan utk memiliki e-FIN scr tertulis dgn form pd Lamp PER- 36/PJ/2013
dgn melampirkan FC Kartu NPWP/SKT dan Surat Pengukuhan PKP (Jika PKP)
2. Surat permohonan WP diajukan ke KPP tempat WP terdaftar
Kepala KPP hrs memberikan keputusan atas permohonan yg diajukan oleh WP utk memperoleh e-FIN
paling lama 2 hari kerja sejak permohonan diterima dgn lengkap & benar.
Dlm hal e-FIN hilang, WP dpt mengajukan permohonan pencetakan ulang dgn syarat menunjukkan
asli kartu NPWP / SKT, atau bagi PKP dgn syarat menunjukkan asli Surat Pengukuhan PKP.
3. WP yg sdh mendapatkan e-FIN hrs mendaftarkan diri melalui website pd 1 atau bbrp Perusahaan ASP yg
ditunjuk oleh Dirjen Pajak.
→ ASP yg tlh ditunjuk oleh DJP yg menyediakan aplikasi e-Filing:
http://www.pajakku.com
http://www.laporpajak.com
http://www.spt.co.id
4. Stl mendaftarkan diri, WP akan memperoleh DC dari DJP melalui Perusahaan ASP dimana WP
mendaftarkan diri.
→ DC seterusnya akan digunakan sbg alat yg berfungsi sbg pengaman data WP dlm setiap proses
penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan scr elektronik melalui suatu Perusahaan
ASP ke DJP
B‐
5. Perusahaan ASP hrs mengirimkan:
Tata cara pelaksanaan e-Filing;
Aplikasi dan petunjuk penggunaan e-SPT & e-SPTy; dan
Informasi lainnya;
kpd WP yg tlh mendaftarkan diri.
Mengajukan
permohonan Registrasi Install Digital Install
e-FIN ke KPP Certificate dari
ke ASP Aplikasi e-SPT
terdaftar DJP
B‐13‐
B. PENYAMPAIAN SPT 1770 S / 1770 SS SCR e-FILING MELALUI WEBSITE DJP (www.pajak.go.id)
Dasar Hukum:
Pasal 3 ayat (1b), ayat (2), ayat (4), ayat (5), serta ayat (6) dan Pasal 6 ayat (2) UU KUP
PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009 tentang Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian SPT
PER-1/PJ./2014 (berlaku sejak 6 Jan 2014) ttg Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan bagi WP OP yg
Menggunakan Form 1770 S/1770 SS scr e-Filing Melalui Website DJP) → mencabut PER- 39/PJ/2011
PER-62/PJ/2014 (berlaku sejak 25 Mar 2014) ttg Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa
Denda atas Keterlambatan Penyampaian SPT Bagi WP OP yg Menyampaikan SPT Tahunan PPh OP Scr e-
Filing
SE terkait:
SE-01/PJ/2014 ttg Petunjuk teknis tata cara penyampaian SPT Tahunan bagi WP OP yg menggunakan
Formulir 1770 S/1770 SS scr e-Filing melalui website DJP
B‐13‐
2. KPP hrs menerbitkan e-FIN paling lama 1 hari kerja sejak permohonan diterima dgn lengkap & benar.
→ Permohonan dianggap lengkap dan benar dlm hal:
Nama & NPWP yg tercantum sesuai dgn nama & NPWP dlm Master File Nasional DJP; dan
Memenuhi ketentuan dlm penyampaian permohonan dan dokumen yg disertainya.
3. e-FIN disampaikan KPP (dlm amplop yg tertutup rapat) scr lsg kpd WP atau Kuasa WP,
Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan Scr e-Filing Melalui Website DJP:
1. WP melakukan login pd akun e-Filing dgn menggunakan username berupa NPWP dan password yg tlh
dibuat pd saat registrasi akun e-Filing, kemudian memilih menu sesuai dgn jenis SPT yg hendak
disampaikan.
2. Pemilihan menu tsb akan mengarahkan WP kpd aplikasi e-SPT yg sesuai dgn jenis SPT yg dipilih.
3. WP mengisi SPT Tahunan scr online melalui aplikasi e-SPT (dgn mengikuti langkah-langkah yg ada di
dlm-nya) dgn memasukkan data yg benar, lengkap dan jelas pd setiap elemen e-SPT.
4. Dlm hal hasil pengisian aplikasi e-SPT menunjukkan status KB, WP hrs mencantumkan NTPN atas
pembayaran PPh Pasal 29 sbg bukti pembayaran. NTPN dpt diperoleh WP stl melakukan pelunasan atas jml
pajak yg kurang dibayar (PPh Pasal 29).
5. Simpan dan lakukan preview hasil pengisian SPT.
6. Stl mengisi e-SPT, WP mengklik tombol “Minta Kode Verifikasi’ dlm menu yg tersedia. Kode verifikasi
tsb akan dikirimkan kpd WP melalui e-mail yg tlh didaftarkan oleh WP pd saat registrasi akun e-Filing.
7. WP memilih data SPT, kemudian mengirim e-SPT dgn mengklik tombol ‘Kirim’. Kemudian memasukkan
kode verifikasi yg tlh diterima memalui e-mail ke dlm kotak isian yg disediakan pd sat proses pengiriman
e-SPT.
8. WP akan diberikan BPE sbg tanda terima penyampaian SPT Tahunan dlm hal hasil pengisian e- SPT
dinyatakan lengkap (apabila slr elemen data digital-nya tlh diisi) melalui e-mail kpd WP.
9. Keterangan dan/atau dokumen lain terkait SPT Tahunan tdk disampaikan pd saat penyampaian SPT
Tahunan scr e-Filing tetapi wajib disimpan sesuai ketentuan perpu.
10. Penyampaian SPT Tahunan scr e-Filing melalui website DJP dpt dilakukan setiap saat dgn standar WIBB.
B‐13‐
C. PERMOHONAN e-FIN MELALUI PEMBERI KERJA TERTENTU
Dasar Hukum:
PER-06/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Jan 2014) ttg Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan Bagi WP OP yg
Menggunakan Form 1770 S/1770 SS scr e-Filing dan Mrp Pegawai Tetap pd Pemberi Kerja Tertentu
B‐13‐
D. FAQ TTG e-FILING MELALUI WEBSITE DJP
Apakah tg hrs dilakukan apabila WP pengguna mrp WP pindah dan tdk dpt login?
Hubungi admin e-Filing di e-mail: admin.efiling@pajak.go.id
Bagaimanakah apabila tanda terima SPT tdk diterima melalui e-mail WP?
WP dpt melakukan perubahan e-mail, kemudian klik kirim Ulang BPE pd bagian ‘Dashboard’
B‐13‐
PEMBUKUAN & PENCATATAN
A. PEMBUKUAN &
B‐
dan penerimaan pembayarannya tdk berlangsung lama. Dlm stetsel kas murni, penghasilan dari
penyerahan barang atau jasa ditetapkan pd saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-
biaya ditetapkan pd saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar.
Dgn cara ini, pemakaian stelsel kas dpt mengakibatkan penghitungan yg mengaburkan thd
penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari thn ke thn dpt disesuaikan dgn mengatur penerimaan
kas dan pengeluaran kas. Utk penghitungan PPh dlm memakai stelsel kas hrs memperhatikan hal-
hal antara lain sbg berikut:
Penghitungan jml penjualan dlm suatu periode hrs meliputi slr penjualan, baik yg tunai
maupun yg bukan. Dlm menghitung HPP hrs diperhitungkan slr pembeiian & persediaan.
Dlm memperoleh harta yg dpt disusutkan dan hak- hak yg dpt diamortisasi, biaya- biaya yg
dikurangkan dari penghasilan hanya dpt dilakukan melalui penyusutan & amortisasi.
Pemakaian stelsel kas hrs dilakukan scr taat asas (konsisten).
Dgn demikian penggunaan stelsel kas utk tujuan perpajakan dpt juga dinamakan stelsel campuran.
2. Perubahan thd metode pembukuan dan/atau thn buku hrs mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak. (Pasal 28
ayat (6) UU KUP)
Apabila WP menggunakan thn buku yg tdk sama dgn thn kalender, penyebutan Thn Pajak
yg bersangkutan menggunakan thn yg di dlm-nya termasuk 6 bulan pertama atau lbh.
Contoh:
a. Thn buku 1 Juli 2008 s.d. 30 Juni 2009 adalah Thn Pajak 2008.
b. Thn buku 1 Okt 2008 s.d. 30 Sept 2009 adalah Thn Pajak 2009.
3. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan
biaya, serta penjualan dan pembelian shg dpt dihitung besarnya pajak yg terutang. (Pasal 28 ayat (7) UU
KUP)
4. Pembukuan dgn menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rp dpt diselenggarakan oleh WP stl
mendapat izin Menkeu.
B‐
Pencatatan penghasilan bruto yg diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yg
penghasilannya mrp objek pajak yg tdk dikenai pajak bersifat final diselenggarakan dgn bentuk
sesuai Lamp II PER-4/PJ/2009.
Pencatatan penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan pajaknya
bersifat final diselenggarakan dgn bentuk sesuai Lamp IV PER-4/PJ/2009.
b. Bagi WP OP yg tdk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan penghasilan bruto diselenggarakan dgn bentuk sesuai Lamp III PER- 4/PJ/2009.
Pencatatan penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan pajaknya
bersifat final diselenggarakan dgan bentuk Lamp IV PER-4/PJ/2009.
Dasar Hukum:
Pasal 28 ayat (6) UU KUP
Pasal 28 PP 94 Thn 2010 (berlaku sejak 30 Des 2010)
Lamp I, II dan VI KEP-297/PJ/2002 stdtd KEP-11/PJ/2013
SE dan surat terkait:
SE-40/PJ.42/1998 (tanggal 24 Des 1998) ttg Petunjuk Pelaksanaan KEP-208/PJ/1998
SE-14/PJ.313/1991 ttg Petunjuk penerbitan keputusan persetujuan/penolakan permohonan perubahan
thn buku/thn pajak dari WP
S-255/PJ.312/2004 ttg Tata cara permohonan perubahan metode
B‐
Jangka Waktu Penyelesaian:
a. Perubahan thn buku
Perubahan pertama → Paling lambat 2 bulan stl permohonan diterima lengkap oleh KPP (angka 2
SE-14/PJ.313/1991)
Perubahan kedua dan seterusnya → Paling lambat 14 hari sejak diterimanya surat permohonan
oleh Kanwil dari KPP
b. Perubahan metode pembukuan → Paling lama 1 bulan sejak diterimanya permohonan scr lengkap
Dasar Hukum:
Pasal 28 ayat (8) UU KUP
PMK-196/PMK.03/2007 jo PMK-24/PMK.11/2012
PMK-31/PMK.05/2012 ttg Nomor dan Rekening Kas Umum Negara → mencabut PMK-
196/PMK.05/2009 jo PMK-43/PMK.05/2011
PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012
Keputusan bersama Dirjen Anggaran & Dirjen Pajak KEP-60/A/1999 & KEP-306/PJ./1999 ttg
Tata Cara Pembayaran PPh dlm Mata Uang US$
SE terkait:
SE-31/PJ./2010 ttg Penyampaian PER-11/PJ/2010
B‐
Dlm hal WP tsb tetap menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Indonesia & satuan mata
uang Rp, akan dicabut izinnya scr jabatan oleh Kepala Kanwil dgn menerbitkan Keputusan sesuai Lamp III
PER-10/PJ/2012, dan tdk dpt diberikan izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$.
WP yg Tlh Memperoleh Izin Tetapi Merencanakan utk tdk Memanfaatkan Izin yg Dimilikinya:
WP wajib:
Menyampaikan pemberitahuan tertulis dlm hal Thn Pajak sebagaimana tercantum dlm surat izin blm
dimulai & pemberitahuan tsb hrs sdh diterima oleh KPP tempat WP terdaftar sbl Thn Pajak tsb dimulai
(Pasal 7 ayat (1) huruf a PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012); atau
Mengajukan permohonan pembatalan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar paling lama
3 bulan stl thn buku yg diselenggarakan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ tsb
dimulai (Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
dgn format Lamp I PER-10 serta melampirkan FC surat izin.
Kontrak Karya, KKKS, atau KSO yg Tlh Memberitahukan utk Menyelenggarakan Pembukuan
dgn Bahasa Inggris & Mata Uang US$ Tetapi Akan Menyelenggarakan Pembukuan dgn Bahasa
Indonesia & Mata Uang Rp: (Pasal 7 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
Wajib mengajukan permohonan utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Indonesia &
satuan mata uang Rp kpd Kepala Kanwil paling lama 3 bulan sbl thn buku yg diselenggarakan dgn
menggunakan bahasa Indonesia & satuan mata uang Rp tsb dimulai, dgn format Lamp I PER-10/PJ/2012 serta
melampirkan FC surat pemberitahuan
Dlm hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (1), 5 ayat (1) dan 7 ayat (1) huruf a
Ketentuan Konversi
PER-11/PJ/2010 jo ke Satuan Mata Uang
PER-10/PJ/2012 US$ bagi WP
yg disampaikan yg TlhtdkMemperoleh
ke KPP dilengkapi dgn Izin: dokumen
(Pasal 6 PMK-
yg
196/PMK.05/2009)
dipersyaratkan dan/atau melampaui ketentuan batas waktu penyampaian pemberitahuan, maka
1. pemberitahuan
Pd awal thntsb bukudianggap tdk disampaikan.
Penyelenggaraan pembukuan dgn menggunakan satuan mata uang US$ utk pertama kali dilakukan dgn
bertitik tolak dari Neraca akhir thn buku sebelumnya (dlm satuan mata uang Rp) yg dikonversikan ke satuan
Dlm hal permohonan WP sebagaimana dimaksud dlm:
mata uang US$ dgn menggunakan kurs:
Pasal 7 ayat (1) huruf b & 7 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012 dikabulkan, WP tsb tdk
a. Utk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tdk berwujud yg mempunyai masa manfaat > 1 thn
diperbolehkan menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata
menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat perolehan harta tsb
uang US$ dlm jangka waktu 5 thn sejak izin tsb dicabut; atau
b. Utk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta pd huruf a menggunakan kurs yg sebenarnya
berlaku
Pasal pd
8 PER-11/PJ/2010 jo tsb
saat perolehan harta PER-10/PJ/2012 dikabulkan, WP tsb wajib menyelenggarakan
c. Utk pembukuan dgn dan
harta lainnya menggunakan
kewajiban bahasa Indonesia
menggunakan kurs&ygsatuan mata berlaku
sebenarnya uang Rppd pd awal
akhir thn thn
buku
bukuberikutnya,
sebelumnya, dan tdksistem
berdasarkan dpt mengajukan
pembukuan yg permohonan utk menyelenggarakan
dianut yg dilakukan scr taat asas pembukuan dgn
menggunakan
d. Apabila bahasa Inggris
terjadi revaluasi aktiva&tetap,
satuan
di mata uangmenggunakan
samping US$ dlm jangka
nilai waktu
historis,5 atas
thn sejak izin tsblbh
nilai selisih
dicabut. ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat
dikonversi
Dlm hal WP kemudian
dilakukannya revaluasibermaksud menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris
& satuan mata uang US$ lagi, WP hrs mengajukan surat permohonan kpd Kepala Kanwil stl jangka
waktu 5 thn terlampaui.
B‐
e. Utk laba ditahan atau sisa kerugian dlm satuan mata uang Rp dari thn-thn sebelumnya, dikonversi ke
dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd akhir thn buku
sebelumnya, yakni kurs tengah BI, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut yg dilakukan scr taat asas
f. Utk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat terjadinya
transaksi
g. Dlm hal terdapat selisih laba atau rugi sbg akibat konversi dari satuan mata uang Rp ke satuan mata
uang US$ pd huruf a – e maka selisih laba atau rugi tsb dibebankan pd rekening laba ditahan.
2. Dlm thn berjalan:
a. Utk transaksi yg dilakukan dgn satuan mata uang US$, pembukuannya dicatat sesuai dgn dokumen
transaksi yg bersangkutan
b. Utk transaksi, baik DN maupun LN, yg menggunakan satuan mata uang selain US$, dikonversikan ke
satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat terjadinya transaksi:
Apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yg berlaku, maka kurs yg dipakai adalah kurs yg
diketahui dari transaksi tsb
Apabila dari dokumen transaksi tdk diketahui kurs yg berlaku, maka kurs yg dipakai adalah kurs
tengah BI yg berlaku, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut yg dilakukan scr taat asas.
Ketentuan Terkait SPT Tahunan: (Pasal 8 ayat (1) & (2) PMK-196/PMK.05/2009)
a. WP yg diizinkan utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang
US$, wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan beserta lampirannya dlm bahasa Indonesia kecuali
lampiran berupa LK, dan menggunakan satuan mata uang US$.
b. Dlm hal terdapat bukti pembayaran atau pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 & Pasal 23 dgn
menggunakan satuan mata uang Rp yg akan dikreditkan dlm SPT Tahunan PPh WP Badan, hrs dikonversi
ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg ditetapkan dlm Keputusan MenKeu yg berlaku pd
tanggal pembayaran atau pemotongan/pemungutan pajak tsb.
B‐
Ketentuan Peralihan: (Pasal 17 PMK-196/PMK.05/2009)
a. Bagi WP yg tlh memperoleh izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang US$ sbl berlakunya PMK-196/PMK.05/2009:
Tdk perlu mengajukan permohonan baru dan izin tsb tetap berlaku; dan
Ketentuan yg diatur dlm PMK-196/PMK.05/2009 diberlakukan utk Thn Pajak yg dimulai stl tanggal 31
Des 2007.
b. Bagi WP yg tlh menyampaikan pemberitahuan atau mengajukan permohonan izin utk menyelenggarakan
pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ sbl berlakunya
PMK-196/PMK.05/2009, perlakuan hak & kewajiban WP sehubungan dgn penyelenggaraan pembukuan
dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ sesuai PMK-196.
Pembayaran Pajak dgn Mata Uang US$:
PPh yg dpt dibayar dgn mata uang US$ adalah hanya PPh Pasal 25, PPh Psl 29, dan PPh Final yg dibayar
WP sendiri. (Pasal 1 huruf a KEP-60/A/1999 & KEP-306/PJ./1999)
Prosedur pembayaran:
WP diwajibkan memberitahukan scr tertulis kpd BI dan Direktorat Perbendaharaan bahwa WP yg
bersangkutan akan melakukan transfer pembayaran PPh dlm mata uang US$ ke Rekening Giro Kas
Negara Nomor 600.500411.
Nomor rekening kas umum negara terakhir dlm valuta US$ diatur di PMK-
31/PMK.05/2012: 600.502411980
WP melakukan transfer pembayaran PPh dlm mata uang US$ melalui Bank WP di LN atau Bank
Devisa di DN ke Rekening Giro Kas Negara sesuai dgn jangka waktu pembayaran.
WP diwajibkan meminta bukti transfer pembayaran di atas dari Bank WP di LN atau Bank Devisa.
WP membuat SSP dlm mata uang US$ rangkap 2:
SSP lembar ke-1 digabungkan dgn asli bukti transfer utk arsip WP yg bersangkutan;
SSP lembar ke-2 dilampiri FC bukti transfer pembayaran disampaikan ke KPP di tempat
WP terdaftar sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
WP menerima LPAD dari KPP setempat sbg tanda bukti tlh menyampaikan SSP.
Pembayaran Pajak dgn Mata Uang US$ melalui Bank Persepsi Mata Uang Asing:
a. Sbl adanya Bank Persepsi yg Menerima Mata Uang Asing:
Dgn US$ Rek. 600
Dgn Rp (Konversi) Bank Persepsi
b. Stl adanya Bank Persepsi yg Menerima Mata Uang Asing:
Dgn US$ Rek. 600
Bank Persepsi yg Ditunjuk Menerima Mata Uang Asing
Dgn Rp (Konversi) Bank Persepsi
Ket:
Saat ini BNI menjadi satu-satunya Bank Persepsi Mata Uang Asing (berdasar Keputusan Dirjen
Perbendaharaan KEP-213/PB/2012 tanggal 13 Nov 2012)
Pembayaran pajak dgn mata uang US$ melalui BNI mendapat NTPN, sedangkan melalui bank
lainnya tdk mendapat NTPN.
B‐
WP yg Dpt Menyelenggarakan pembukuan dgn Bahasa Inggris & Mata Uang US$:
Permohonan Izin /
No Kelompok WP Lampiran Dokumen Dasar
Pemberitahuan
1. WP BUT Permohonan izin FC akta pendirian perusahaan & perubahannya Surat Pernyataan Pasal 2
→ dgn mengajukan permohonan scr atau dokumen lain yg serupa (bermeterai Rp PER-
tertulis kpd Kepala Kanwil DJP FC surat keterangan/ penunjukan kantor 6000) bahwa 11/PJ/2010
(melalui KPP) dgn format Lamp I perwakilan Indonesia dari kantor pusat transaksi penjualan jo PER-
PER-10/PJ/2012 paling lambat 3 FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir & biaya yg 10/PJ/2012
2. WP dlm rangka PMA bulan: FC Surat Persetujuan PMA dari BKPM dilakukan
Sbl thn buku yg diselenggarakan FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir perusahaan
3. WP yg mendaftarkan dgn menggunakan bahasa Inggris & Surat keterangan dari bursa efek LN yg didominasi oleh
emisi sahamnya satuan mata uang US$ tsb dimulai; menyatakan bahwa emisi saham WP satuan mata uang
(sebagian / seluruhnya) di atau pemohon didaftarkan di bursa efek tsb US$ dan
bursa efek LN Sejak tanggal pendirian bagi WP FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir pembukuan
4. WP KIK yg baru utk Bagian Thn Pajak atau FC Surat Pemberitahuan Efektifnya Pernyataan menggunakan
menerbitkan reksadana Thn Pajak pertama Pendaftaran dari BAPEPAM-LK atas bahasa Inggris serta
dlm denominasi satuan penerbitan reksadana oleh KIK yg bersangkutan slr aktiva, pasiva,
mata uang Dollar AS & modal, pendapatan,
FC prospektus penawaran atas reksadana yg
tlh memperoleh Surat dan biaya
diterbitkan dlm satuan mata uang US$
Pemberitahuan Efektif seluruhnya dicatat
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
Pernyataan dlm satuan mata
Pendaftaran uang US$ dgn
5. WP yg berafiliasi lsg Surat keterangan/ pernyataan dari perusahaan format Lamp II
dgn perusahaan induk di induk di LN & LK konsolidasi perusahaan PER-10/PJ/2012
LN induk di LN
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
6. WP baru terdaftar yg FC Bukti Penyetoran Modal Awal dlm Dollar
blm wajib menyam- AS
paikan SPT Tahunan
7. WP dlm rangka Kontrak Pemberitahuan FC Kontrak Karya Pasal 4 ayat
Karya → dgn menyampaikan (1) PER-
8. WP KKKS pemberitahuan scr tertulis ke KPP FC Kontrak Kerja Sama 11/PJ/2010
tempat WP terdaftar dgn format jo PER-
Lamp I PER-10/PJ/2012 paling 10/PJ/2012
lambat 3 bulan:
Sejak tanggal pendirian apabila
sejak pendiriannya
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang
B‐14‐
US$; atau
Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang US$ tsb dimulai
bagi yg akan menyelenggarakan
pembukuan dgn menggunakan
bahasa Inggris & satuan mata uang
US$
B‐14‐
b. tdk semua anggota Permohonan izin Pasal 5 ayat
KSO-nya → dgn mengajukan permohonan scr (2) PER-
mendapatkan izin tertulis kpd Kepala Kanwil DJP 11/PJ/2010
Menkeu utk (melalui KPP) dgn format Lamp I jo PER-
menyelenggarakan PER-10/PJ/2012 paling lambat 3 10/PJ/2012
pembukuan dgn bulan:
menggunakan Sbl thn buku yg diselenggarakan
bahasa Inggris & dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang satuan mata uang US$ tsb dimulai;
US$ atau
Sejak tanggal pendirian bagi WP
baru utk Bagian Thn Pajak atau
Thn Pajak pertama
KPP hrs mengirimkan surat permohonan/pemberitahuan dari WP ke Kanwil paling lama 3 hari sejak permohonan/pemberitahuan diterima dan mengarsipkan FC
berkas surat permohonan/pemberitahuan tsb. SK diterbitkan oleh Kanwil DJP.
B‐14‐
PEMINDAHBUKUAN (Pbk)
Dasar Hukum:
KMK-88/KMK.04/1991 (berlaku mulai 24 Jan 1991) ttg Tata cara pembayaran pajak melalui Pbk
KEP-965/PJ.9/1991 (berlaku mulai 17 Okt 1991) ttg Tata cara pelaksanaan teknis pembayaran pajak
melalui Pbk
KEP-522/PJ./2002 (berlaku mulai 16 Des 2002) ttg Pelaksanaan teknis tata cara Pbk atas kekeliruan
pembayaran PPh dlm mata uang dollar AS
KEP-378/PJ/2013 ttg Penetapan Standar Pelayanan pd KPP
PER-65/PB//007 tanggal 11 Okt 2007
SE terkait:
SE-26/PJ.9/1991 ttg Petunjuk teknis Pbk
Definisi:
Pbk → Pembayaran utang pajak, termasuk bunga, denda administrasi dan kenaikan, yg dilakukan
melalui:
Perhitungan dgn kelebihan pembayaran pajak atau bunga yg diterima; atau
Melalui perhitungan dgn setoran pajak yg lain atas nama WP yg sama atau WP lain.
B15-
Saat Berlakunya Bukti Pbk: (Pasal 3 ayat (1) & (2) KEP-965/PJ.9/1991)
1. Bagi Pbk yg terjadi krn adanya kelebihan pembayaran pajak atau pemberian bunga kpd WP:
Jika dilakukan penghitungan dgn hutang pajak yg blm dilunasi, maka saat berlakunya Bukti Pbk adalah
tanggal yg lbh akhir diantara tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan pembayaran pajak atau atas
pemberian bunga dgn tanggal saat terhutangnya hutang pajak dimaksud.
Jika dilakukan perhitungan dgn hutang pajak yg akan datang, maka saat berlakunya Bukti Pbk
adalah tanggal yg lbh akhir diantara tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan pembayaran pajak atau
atas pemberian bunga dgn tanggal permohonan WP.
Yg dimaksud dgn tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan pembayaran pajak atau atas pemberian bunga
adalah:
1. Tanggal SKKPP utk kelebihan pembayaran pajak yg diputuskan dgn SKKPP
2. Tanggal Surat Keputusan Pemberian Bunga atas Kelambatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak (SKPB) utk pemberian bunga kpd WP
3. Tanggal yg lbh akhir diantara tanggal keputusan keberatan/banding/PK dan tanggal-tanggal setoran
pajak yg melebihi pajak terutang, utk kelebihan pembayaran pajak yg timbul krn adanya keputusan
keberatan/banding/PK.
2. Bagi Pbk yg terjadi krn alasan selain no. 1 di atas:
Saat berlakunya Bukti Pbk adalah tanggal penyetoran pajak yg dipindahbukukan.
Pbk atas Kekeliruan Pembayaran PPh dlm Mata Uang Dollar AS: (KEP-522/PJ./2002)
Pbk atas kekeliruan pembayaran PPh dlm mata uang Dollar AS dilakukan oleh WP yg diijinkan utk
menyelenggarakan pembukuan dlm bahasa asing & mata uang selain rupiah yg melakukan pembayaran PPh
dlm Dollar AS.
Permohonan Pbk diajukan kpd Kepala KPP yg berwenang menatausahakan SSP tanpa memerlukan
persetujuan Kepala Kanwil DJP atasannya dgan melampirkan: SSP lembar ke-1 dan Bukti transfer asli
pembayaran PPh dlm mata uang Dollar AS
Pbk dpt dilakukan jika SSP yg dimohonkan utk di Pbk blm diperhitungkan dgn pajak terhutang dlm SPT,
STP, SKPKB, SKPKBT, SKPPKP.
Stl dilakukan Pbk, maka: Kepala KPP menerbitkan Bukti Pbk. SSP lembar ke-1, bukti transfer asli
pembayaran dan Bukti Pbk dibubuhi cap dan ditandatangani oleh Kepala KPP. Pd Bukti Pbk dicantumkan
tanggal saat berlakunya Bukti Pbk sbg tanggal penerimaan SSP oleh kantor penerima pembayaran.
Utk kesalahan penginputan data SSP yg dilakukan oleh pihak Bank/Pos Persepsi maka
Bank/Pos Persepsi yg melakukan kesalahan tsb mengajukan permintaan perbaikan
transaksi penerimaan ke KPPN mitra kerja. (Pasal 8 PER-65/PB/2007)
Kesalahan input data setoran pajak dlm Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-
26/PJ/2014 ttg Sistem Pembayaran Pajak scr Elektronik diselesaikan melalui prosedur
Pemindahbukuan dlm administrasi perpajakan. (Pasal 8 PER-26/PJ/2014)
B15-
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YG SEHARUSNYA TDK TERUTANG
Dasar Hukum:
Pasal 17 ayat 2 UU KUP
PP 74 Thn 2011
PMK-10/PMK.03/2013 (berlaku mulai tanggal 1 Feb 2013)
PMK-146/PMK.03/2012 (berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10 Sept 2012)
PER-18/PJ/2013 (berlaku mulai tanggal 8 Mei 2013) → mencabut PER-5/PJ/2011
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut PER-5/PJ/2011, PER-48/PJ/2009, dan
PER-53/PJ/2010
Dlm hal terjadi kesalahan pemotongan/pemungutan pajak atas butir 2 di atas dan pajak yg
dipotong/dipungut tsb tlh disetorkan & dilaporkan, WP yg melakukan
pemotongan/pemungutan atau PKP yg melakukan pemungutan tdk dpt meminta kembali
pajak yg dipotong/dipungut. (Pasal 5 ayat (1) PMK-10/PMK.03/2013)
B‐
Pemohon & Tempat Pengajuan Permohonan: (Pasal 4, 5, 8 PMK-10/PMK.03/2013)
Tempat
No. Pengembalian Pemohon Permohonan
1. Terkait dgn pembayaran WP Badan yg melakukan pembayaran KPP Terdaftar WP
yg melakukan
WP OP yg melakukan pembayaran
pembayaran
KPP tempat OP
OP/Badan yg yg melakukan pembayaran yg
atau badan
tdk diwajibkan memiliki NPWP berdomisili
2. Terkait dgn PPh WP yg dipotong/dipungut KPP tempat pihak
Pemotongan/ WPLN melalui BUT-nya yg dipungut
Pemungutan PPN Non PKP yg dipungut terdaftar
PPnBM PKP yg dipungut
Non PKP yg dipungut
Pengecualian (Terkait Pemotongan/Pemungutan): (Pasal 6 PMK-10/PMK.03/2013)
Tempat
Pihak yg dipotong/dipungut Pemohon
Permohonan
Tdk wajib NPWP WP pemotong/pemungut KPP tempat WP
atau PKP pemungut yg melakukan
WPLN tanpa BUT WP pemotong/pemungut pemotongan/
Pihak yg dipotong/dipungut pemungutan
terdaftar atau
Dlm hal WP pemotong/pemungut atau PKP
PKP yg
pemungut tdk ditemukan antara lain krn
melakukan
pembubaran usaha
pemungutan
dikukuhkan
B‐
terutang
c. Surat permohonan dari pihak yg
dipotong/ dipungut kpd WP
d. Surat kuasa dari pihak yg
dipotong/dipungut kpd WP
e. Alasan permohonan pengembalian
B‐
Pd 7 digit berikutnya dicantumkan angka “0”;
Pd 3 digit berikutnya dicantumkan angka kode KPP tempat permohonan diajukan
Pd 3 digit terakhir dicantumkan angka “0”.
Thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPh yg seharusnya tdk terutang yg diajukan oleh WP DN
sebagaimana dimaksud dlm PER-5/PJ/2011 bagi WP DN sbl berlakunya PMK- 10/PMK.03/2013 (tanggal 1 Feb
2013) diselesaikan sesuai dgn ketentuan dlm PER-5/PJ/2011. (Pasal 2 PER-18/PJ/2013)
B‐
PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK
1. Dasar Hukum:
Pasal 17C ayat (7) UU KUP
Pasal 27 ayat (2) PP 74 Thn 2011
PMK-74/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) → mencabut PMK-192/PMK.03/2007
PMK-72/PMK.03/2010
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut KEP-550/PJ./2000 jo KEP-
213/PJ./2013
SE terkait:
SE-62/PJ/2012
B‐
Yg dimaksud dgn LK yg dilampirkan dlm SPT Tahunan PPh yg wajib disampaikan selama 3 thn
berturut-turut s.d. akhir thn sbl thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu; (Pasal 3 ayat (3) PMK-
74/PMK.03/2012)
4. Tdk pernah dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap dlm
jangka waktu 5 thn terakhir.
Berdasarkan hasil penelitian atas pemenuhan persyaratan ini, Dirjen Pajak: (Pasal 4 ayat (3)
PMK-74/PMK.03/2012)
Menerbitkan keputusan mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu, dlm hal permohonan WP
memenuhi persyaratan (dgn contoh format Lamp I PMK- 74/PMK.03/2012); atau
Memberitahukan scr tertulis kpd WP mengenai penolakan permohonan, dlm hal permohonan WP
tdk memenuhi persyaratan. (dgn contoh format Lamp II PMK- 74/PMK.03/2012)
Penerbitan keputusan atas WP Dgn Kriteria Tertentu dan pemberitahuan scr tertulis tsb, dilakukan
paling lambat tanggal 20 Feb pd thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4 ayat (4)
PMK-74/PMK.03/2012)
Apabila s.d. tanggal 20 Feb pd thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu, Dirjen Pajak tdk memberikan
keputusan, permohonan WP dianggap disetujui dan Dirjen Pajak menerbitkan keputusan mengenai
penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4 ayat (5) PMK- 74/PMK.03/2012)
Keputusan mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu diterbitkan paling lambat 5 hari kerja stl
berakhirnya batas waktu yg ditentukan (5 hari kerja stl tanggal 20 Feb pd thn penetapan WP Dgn
Kriteria Tertentu) (Pasal 4 ayat (6) PMK-74/PMK.03/2012)
Keputusan Dirjen Pajak mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu berlaku utk jangka waktu 2 thn
kalender, terhitung sejak tanggal 1 Jan pd thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4 ayat (7)
PMK-74/PMK.03/2012)
Ket:
Thd WP yg tlh ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu (berdasarkan permohonan WP), permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17C UU KUP. (Pasal
6 ayat (1) PMK-74/PMK.03/2012)
Thd WP yg ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu (berdasarkan kewenangan Dirjen Pajak scr
jabatan), permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan Pasal
17C UU KUP, kecuali WP mengajukan permohonan utk diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B
UU KUP. (Pasal 6 ayat (2) PMK-74/PMK.03/2012)
Dlm hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan oleh PKP berisiko
rendah yg juga ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu, pengembalian kelebihan
pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN. (Pasal 6 ayat (3)
PMK-74/PMK.03/2012)
Dlm hal WP yg ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu tdk menyampaikan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak scr tertulis, SPT yg disampaikan WP menjadi SPT LB yg
tdk disertai dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan ditindaklanjuti
berdasarkan ketentuan dlm Pasal 17 ayat (1) UU KUP. (Pasal 6 ayat (4) PMK- 74/PMK.03/2012)
5. Penerbitan SKPPKP:
Dirjen Pajak stl melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari
WP Dgn Kriteria Tertentu, menerbitkan SKPPKP:
B‐
Paling lama 3 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPh
Paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPN
Mulai tanggal 23 Sept 2014, sesuai PER-25/PJ/2014 terdapat persyaratan agar SPT Masa PPN 111
LB Resitusi yg dimintakan pengembalian pendahuluan sesuai Pasal 17C UU KUP dpt diterima
lengkap. → lihat Bab B-10 SPT Masa PPN
Apabila jangka waktu tsb tlh terlampaui tetapi SKPPKP blm diterbitkan, Kepala KPP hrs menerbitkan
SKPPKP paling lama 7 hari kerja stl jangka waktu tsb berakhir.
1. Dasar Hukum:
Pasal 17D UU KUP
PMK-198/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) → mencabut PMK-193/PMK.03/2007 jo
PMK-54/PMK.03/2009
PMK-72/PMK.03/2010
PER-03/PJ/2014 (berlaku sejak 3 Feb 2014) → mencabut PER-40/PJ/2009 (berlaku sejak 7 Juli
2009)
SE terkait:
SE-12/PJ/2014 (berlaku sejak 13 Mar 2014) → mencabut SE-67/PJ/2009
2. WP yg Memenuhi Persyaratan Tertentu (WP sesuai Pasal 17D UU KUP) yg Dpt Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak: (Pasal 2 PMK-198/PMK.03/2013)
a. WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yg menyampaikan SPT Tahunan PPh LB
Restitusi;
b. WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yg menyampaikan SPT Tahunan PPh LB
Restitusi dgn jml LB < Rp 10 juta;
c. WP badan yg menyampaikan SPT Tahunan PPh LB Restitusi dgn jml LB < Rp 100 juta; atau
d. PKP yg menyampaikan SPT Masa PPN LB Restitusi dgn jml LB < Rp 100 juta.
3. Analisis Risiko:
B‐
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak hrs didasarkan pd analisis risiko yg
pedomannya ditetapkan oleh Dirjen Pajak, yg mempertimbangkan perilaku & kepatuhan WP yg dpt berupa
(Pasal 3 PMK-198/PMK.03/2013):
a. Kepatuhan penyampaian SPT;
Kepatuhan penyampaian SPT terpenuhi dlm hal WP tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh utk 1
Thn Pajak terakhir yg sdh menjadi kewajiban utk disampaikan sbl Thn Pajak yg diajukan permohonan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. (Butir III angka 2 SE- 12/PJ/2014)
b. Kepatuhan dlm melunasi utang pajak; dan
Kepatuhan dlm melunasi utang pajak terpenuhi dlm hal: (Butir III angka 3 SE-12/PJ/2014)
WP tdk memiliki utang pajak; atau
WP memiliki utang pajak namun thd utang pajak tsb blm diterbitkan Surat Paksa.
Utang pajak ini terbatas pd utang pajak yg diadministrasikan pd KPP tempat WP mengajukan
permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. (Butir III angka 4
SE-12/PJ/2014)
c. Kebenaran SPT utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, dan Thn Pajak sbl-sbl-nya. Kebenaran
SPT utk Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak sbl-nya mrp kebenaran formal dan terpenuhi dlm hal
WP tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh dan lampiran-lampirannya, utk 1 Thn Pajak terakhir yg sdh
menjadi kewajiban utk disampaikan sbl Thn Pajak yg diajukan permohonan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, yg dibuktikan dgn tlh diterbitkannya tanda terima SPT.
(Butir III angka 5 SE-12/PJ/2014)
Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yg tdk memenuhi ketentuan analisis
risiko, diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP. (Butir III angka 6 SE-12/PJ/2014)
B‐
WP yg memenuhi persyaratan memberitahukan kpd WP.
tertentu dlm Pasal 2 & 3 PMK- (Pasal 5 PMK-198/PMK.03/2013)
198/PMK.03/2013
Permohonan pengembalian dlm Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (4c) UU PPN.
Pasal 4 PMK-198/PMK.03/2013 (Pasal 6 ayat (1) PMK-198/PMK.03/2013)
diajukan oleh PKP beresiko rendah
sesuai Pasal 9 ayat (4c) UU KUP
Permohonan pengembalian dlm Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17C UU KUP.
Pasal 4 PMK-198/PMK.03/2013 (Pasal 6 ayat (2) PMK-198/PMK.03/2013)
diajukan oleh WP dgn Kriteria
Tertentu sesuai Pasal 17C UU KUP
Permohonan pengembalian dlm Pasal Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP, dan
4 PMK-198 yg tdk memenuhi atas penyelesaian permohonan tsb Dirjen Pajak
ketentuan dlm Pasal 3 PMK- memberitahukan kpd WP.
198/PMK.03/2013 (Pasal 7 PMK-198/PMK.03/2013)
B‐
Thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak bagi WP yg memenuhi persyaratan
tertentu yg blm diselesaikan pengembaliannya s.d. tanggal 1 Jan 2014, diselesaikan berdasarkan PMK-
193/PMK.03/2007 jo PMK-54/PMK.03/2009.
Jangka
Contoh Waktupermohonan
kasus Penyelesaian: pengembalian kelebihan pendahuluan kElebihan pembayaran
a. Proses
pajak analisis
melalui risiko dilakukan
penyampaian SPT paling lama 3 hari&kerja
Pembetulan sejak permohonan
Contoh penerapanditerima scr lengkap.
ketentuan analisis risiko
b. Pemberitahuan
berupa kepatuhanSPT LB DiprosesSPT
penyampaian Berdasarkan Ketentuan Pasal
serta kebenaran SPT 17B
utk UU
MasaKUP disampaikan
Pajak, BagiankpdThnWPPajak,
paling
dan Thn lamasbl-sbl-nya:
Pajak 5 hari kerja sejak
Lamp permohonan diterima scr lengkap.
III SE-12/PJ/2014
c. Pemberitahuan SPT LB Diproses Berdasarkan Ketentuan Pasal 17D UU KUP disampaikan kpd WP
palingyg
Form-form lama 5 hari kerja
digunakan sejakSE-12/PJ/2014:
berdasar permohonan diterima scr lengkap.
d. SKPPKP atau Pemberitahuan
No. Nama Form SKPPKP Tdk Diterbitkan utk: Sumber Pihak Pembuat
1. PPh OPChecklist
Form paling lama 15 hariRisiko
Analisis kerja Terkait
sejak permohonan
PPh diterima
Lamp IIscr lengkap.
Bagian A Petugas Analisis
2. PPhForm Checklist
Badan paling Analisis Risikosejak
lama 1 bulan Terkait PPN
permohonan Lampscr
diterima II lengkap.
Bagian B Risiko
3. PPNFormpaling lama 1 bulan
Pemberitahuan SPTsejak
LB permohonan
Diproses diterima scr lengkap.
Lamp II Bagian C KPP
e. DlmBerdasarkan
hal SPT LBKetentuan
disampaikan
Pasalmelalui:
17D UU KUP
4. Form
pos dgn bukti pengiriman
Pemberitahuan SPT surat; atau
LB Diproses Lamp II Bagian D
Berdasarkan
perusahaan Ketentuan
jasa ekspedisiPasal
atau 17D UU KUP
jasa kurir dgn bukti pengiriman surat,
Contoh Form
pelaksanaan Laporan
proses Hasilrisiko
analiasis Penelitian dlm a dan pemberitahuan
pd huruf Lamp II BagiankpdEWP pd huruf b & c
Rangkadgn
dilakukan Pengembalian Pendahuluan
mempertimbangkan batas waktu penerbitan SKPPKP.
Kelebihan Pembayaran Pajak
5. Form Pemberitahuan SK Pengembalian Lamp I Bagian F
Pendahuluan Kelebihan Pajak Tdk
Diterbitkan
6. Form Daftar Nominatif SPT LB Terkait WP Lamp I Bagian G Kasi Pelayanan di
yg Memenuhi Persyaratan Tertentu KPP
1. Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
PMK-71/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010)
PMK-72/PMK.03/2010
PER-31/PJ/2010 (berlaku sejak 5 Juli 2010)
SE terkait:
SE-76/PJ/2010 ttg penyampaian PER-31/PJ/2010
B‐
PKP yg dpt diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak adalah PKP yg memenuhi ketentuan:
(Pasal 1 PMK-71/PMK.03/2010)
a. Melakukan kegiatan :
Ekspor BKP Berwujud;
Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kpd Pemungut Pajak ;
Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yg PPN-nya tdk dipungut;
Ekspor BKP Tdk Berwujud; dan/atau
Ekspor JKP; dan
b. Tlh ditetapkan sbg PKP berisiko rendah.
3. Kriteria PKP Berisiko Rendah: (dgn syarat tdk pernah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
dan/atau penyidikan dlm jangka waktu 24 bulan terakhir) (Pasal 2 PMK-71/PMK.03/2010)
a. PKP mrp Perusahaan Terbuka yg paling sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b. PKP mrp perusahaan yg saham mayoritasnya dimiliki scr lsg oleh Pempus dan/atau Pemda;
atau
c. Produsen selain PKP pd huruf a & b, yg memenuhi persyaratan tertentu meliputi:
Tepat waktu dlm penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir,
Nilai BKP yg dijual pd thn sebelumnya paling sedikit 75% adalah produksi sendiri; dan
LK utk 2 thn pajak sebelumnya diaudit oleh Akuntan Publik dgn pendapat WTP/ WDP.
4. Cara Agar Dpt Ditetapkan Menjadi PKP Berisiko Rendah: (Pasal 2 PER-31/PJ/2010)
Utk ditetapkan sbg PKP berisiko rendah, PKP hrs menyampaikan permohonan kpd Kepala
KPP tempat WP dikukuhkan sbg PKP paling lambat 15 hari kerja sbl dimulainya Masa Pajak PKP
ditetapkan sbg PKP berisiko rendah dgn menggunakan form lamp I PER-31/PJ/2010.
Permohonan disampaikan dgn melampirkan kelengkapan dokumen berupa:
Keterangan dari instansi yg berwenang, yg dpt berupa Laporan Bulanan Kepemilikan Saham
Emiten atau Perusahaan Publik dan Rekapitulasi, bagi Perusahaan Terbuka yg paling sedikit 40%
dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Keterangan dari instansi yg berwenang, yg dpt berupa Akta Pendirian dan perubahannya, bagi
perusahaan yg saham mayoritasnya dimiliki scr lsg oleh Pempus dan/atau Pemda; atau
Surat Pernyataan bahwa nilai BKP yg dijual pd thn sebelumnya paling sedikit 75% adalah
produksi sendiri dan LK utk 2 thn pajak sebelumnya yg diaudit oleh Akuntan Publik dgn pendapat
WTP/WDP, bagi produsen selain Perusahaan Terbuka dan BUMN/BUMD.
B‐
Pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan (Penetapan PKP sbg PKP berisiko rendah dinyatakan
tdk berlaku sejak diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan)
Pemeriksaan dan ternyata dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa PKP tdk lagi memenuhi kriteria sbg
PKP berisiko rendah (Penetapan PKP sbg PKP berisiko rendah dinyatakan tdk berlaku sejak
ditandatanganinya BA PAHP)
Dirjen Pajak stl melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak yg diajukan oleh
PKP, hrs menerbitkan SKPPKP paling lama 1 bulan sejak saat diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan Pajak. (Pasal 5 & 7 ayat (1) PMK-72/PMK.03/2010)
Apabila jangka waktu 1 bulan tsb tlh lewat dan Dirjen Pajak tdk menerbitkan SKPPKP, permohonan
pengembalian kelebihan Pajak yg diajukan dianggap dikabulkan dan SKPPKP hrs diterbitkan paling
lama 7 hari stl jangka waktu 1 bulan tsb berakhir. (Pasal 7 ayat (2) PMK- 72/PMK.03/2010)
Pemeriksaan Thd PKP Pasal 17 C UU KUP, Pasal 17D UU KUP, PKP Resiko Rendah
Dirjen Pajak stl melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak dpt melakukan pemeriksaan kpd
PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN, PKP kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 17C UU KUP, atau PKP yg memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 17D UU KUP (Pasal 9 ayat (1a) PMK- 72/PMK.03/2010)
Dlm hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP kriteria tertentu atau PKP yg
memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jml kekurangan Pajak ditambah dgn sanksi administrasi
berupa kenaikan seb 100% dari jml kekurangan pembayaran Pajak (Pasal 17C dan Pasal 17D ayat (5) UU
KUP)
Dlm hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP berisiko rendah wajib membayar jml
kekurangan Pajak ditambah dgn sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan, paling lama 24 bulan,
dari jml kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat
(2) UU KUP.
B‐
KELEBIHAN PEMBAYARAN
A. PENGHITUNGAN KELEBIHAN
B‐
WP hrs memberikan nomor & nama rekening bank atas nama WP yg bersangkutan ke
KPP utk keperluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (dlm hal masih terdapat
sisa kelebihan pembayaran pajak stl dilakukan Kompensasi Utang Pajak/dlm hal tdk
ada Utang Pajak), paling lambat 7 hari kerja sbl jangka waktu penerbitan SPMKP
berakhir.
Dlm hal WP tdk memberikan nomor & nama rekening bank tsb, KPP tetap menerbitkan
SKPKPP dan SPMKP, kemudian disampaikan ke KPPN.
Jangka Waktu Pengembalian:
Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan PPnBm stl diperhitungkan dgn utang pajak
dikembalikan dlm jangka waktu paling lama 1 bulan terhitung sejak:
1. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sehubungan diterbitkannya SKPLB sesuai dlm
Pasal 17 ayat (1) UU KUP, diterima
2. SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (2) / Pasal 17D UU KUP, diterbitkan
3. SKPPKP sesuai Pasal 17C / Pasal 17D / Pasal 9 ayat (4c) UU KUP, diterbitkan
4. SK Keberatan sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf h PMK-16, diterbitkan
5. Putusan Banding atau Putusan PK sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf h PMK-16, diterima kantor DJP yg
berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan PK
6. SK Pembetulan sesuai Pasal 16 UU KUP, diterbitkan
7. SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai Pasal 36 ayat
(1) huruf a UU KUP, diterbitkan
8. SK Pengurangan skp atau SK Pembatalan skp sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP,
diterbitkan
9. SK Pengurangan STP atau SK Pembatalan STP sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP,
diterbitkan
Kelebihan pembayaran PBB stl diperhitungkan dgn utang pajak dikembalikan dlm jangka waktu
paling lama 1 bulan terhitung sejak:
1. SKKP PBB sesuai Pasal 3 huruf a PMK-16/PMK.03/2011
2. SK Keberatan sesuai Pasal 3 huruf b PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
3. Putusan Banding atau Putusan PK sesuai Pasal 3 huruf b PMK-16/PMK.03/2011, diterima kantor
DJP yg berwenang melaksakan Putusan Banding atau Putusan PK
4. SK Pemberian Pengurangan PBB sesuai Pasal 3 huruf c PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
5. SK Pengurangan Denda Administrasi sesuai Pasal 3 huruf d PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
6. SK Pembetulan PBB sesuai Pasal 3 huruf e PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
7. SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai Pasal 3 huruf
f PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
8. SK Pengurangan skp atau SK Pembatalan skp sesuai Pasal 3 huruf g PMK-16/PMK.03/2011,
diterbitkan
9. SK Pengurangan STP PBB atau SK Pembatalan STP PBB sesuai Pasal 3 huruf h PMK-
16/PMK.03/2011, diterbitkan
KPP wajib menyampaikan SPMKP beserta SKPKPP dan/atau SSP, SSPBB, SSPPBB ke KPPN dgn
ketentuan: paling lama 2 hari kerja sbl jangka waktu 1 utk pengembalian kelebihan pembayaran stl
diperhitungkan dgn utang pajak sebagaimana dijelaskan di atas terlampaui.
B‐
B. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Dasar Hukum:
PMK-16/PMK.03/2011
PER-7/PJ/2011
SE terkait:
SE-17/PJ/2012 (berlaku sejak tanggal 05 Apr 2012) jo SE-25/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 25 Juli
2014, mencabut Lamp III SE-17/PJ/2012 dan mengubah form konfirmasi utang pajak)
B‐
1. Bank/Pos Persepsi tujuan utk SSP;
2. Bank/Pos Persepsi tujuan yg sekaligus merangkap sbg Bank Operasional III PBB utk SSPBB
atau SSP PBB.
Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pd ayat (5) menerbitkan BPN, NTB atau NTP, dan NTPN
atas dasar transfer sesuai SP2D dari KPPN dan SSP, SSPBB, atau SSPPBB, yg diterima dari KPP.
KPPN menyampaikan ke KPP penerbit SPMKP lembar ke-2 SPMKP dan lembar ke-2 SP2D, dan
disertai dgn surat setoran yg tlh disahkan.
9. Lembar BPN utk WP yg diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi dan/atau lembar SSP, SSPBB, atau SSPPBB,
utk WP yg tlh diterbitkan NTPN dan NTB atau NTP oleh Bank/Pos Persepsi disampaikan kpd WP
melalui KPP setempat.
10. Kepala KPP selaku pejabat yg diberi wewenang utk menandatangani SKPKPP dan SPMKP
menyampaikan spesimen tanda tangan kpd Kepala KPPN setiap awal thn anggaran atau
apabila terjadi perubahan pejabat yg bersangkutan.
Ket. Tambahan:
1. Atas kelebihan pembayaran PPh, PPN, PPnBM, dan/atau PBB hrs diperhitungkan terlebih dahulu dgn Utang
Pajakyg diadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi.
2. Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dgn Utang Pajak ditindaklanjuti dgn kompensasi Utang Pajak.
3. Kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui potongan SPMKP dan/atau transfer pembayaran.
4. Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP dilakukan dlm hal kelebihan pembayaran PPh, PPN,
atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, atau PPnBM.
5. Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran dilakukan dlm hal:
a. Kelebihan pembayaran PPh, PPN, atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PBB.
b. Kelebihan pembayaran PBB dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, PPnBM, atau PBB.
6. Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP dianggap sah apabila tlh mendapatkan NTPN dan NPP.
7. Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran dianggap sah apabila tlh mendapatkan NTPN, dan NTB
atau NTP.
B‐
PENGURANGAN, KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN
Dasar Hukum:
Pasal 16 UU KUP
Pasal 34, 57, 64 PP 74 Thn 2011 → mencabut PP 80 Thn 2007
PMK-11/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara pembetulan → mencabut
PMK-19/PMK.03/2008
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut PER-48/PJ/2009, PER-37/PJ/2008
KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para
pejabat di lingkungan DJP
B‐19‐
Persyaratan Permohonan Pembetulan: (Pasal 4 PMK-11/PMK.03/2013)
1. 1 permohonan diajukan utk 1 skp, STP, atau SK lain yg terkait dgn bidang perpajakan dlm Pasal 2
ayat (1) PMK-11/PMK.03/2013);
2. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan;
3. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn disertai alasan permohonan dan
menggunakan format surat permohonan sesuai contoh dlm Lamp I PMK-11/PMK.03/2013); dan
Cara Penyampaian Tanda BPS Tanggal Diterima
No. (Pasal 5 ayat (1) PMK- Permohonan (Pasal 5 ayat (8) PMK-
11/PMK.03/2013) Pembetulan 11/PMK.03/2013)
a. Scr lsg pd KPP tempat WP BPS Tanggal yg tercantum pd
terdaftar dan/atau tempat PKP BPS
dikukuhkan
b. Melalui pos dgn bukti pengiriman Bukti Tanggal yg tercantum pd
surat scr tercatat Pengiriman Bukti Pengiriman Surat
Surat
c. Dgn cara 1) Melalui Bukti Tanggal yg tercantum pd
lain perusahaan jasa Pengiriman Bukti Pengiriman Surat
ekspedisi/jasa Surat
kurir dgn bukti
pengiriman surat
2) e-Filing BPE Tanggal yg tercantum pd
BPE
4. Surat permohonan tsb ditandatangani oleh WP, dan dlm hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh
WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP.
B‐19‐
6. Dlm hal atas suatu skp diajukan permohonan pembetulan dan keberatan, SK Pembetulan
diterbitkan scr terpisah dgn SK Keberatan. (Pasal 7 ayat (6) PMK-11/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dlm hal: (Pasal 8 ayat (1) PMK-
11/PMK.03/2013)
a. Terdapat kesalahan hitung dlm skp akibat pelaksanaan MAP yg menghasilkan Persetujuan Bersama stl
skp diterbitkan dan thd skp tsb tdk diajukan keberatan atau tdk diajukan permohonan pengurangan atau
pembatalan skp yg tdk benar.
b. Terdapat kesalahan hitung dlm SK Keberatan akibat pelaksanaan MAP yg menghasilkan Persetujuan
Bersama stl Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dan thd SK Keberatan tsb tdk diajukan banding atau
WP mengajukan banding tetapi dicabut.
c. Terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dlm perpu
perpajakan yg diketahui oleh Dirjen Pajak dan blm diajukan permohonan pembetulan oleh WP.
Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c yg
mengakibatkan jml pajak yg masih hrs dibayar dlm skp berubah, WP dpt mengajukan keberatan atas skp
yg dibetulkan scr jabatan tsb. Pengajuan keberatan tsb disampaikan dlm jangka waktu paling lama 3
bulan sejak tanggal dikirim SK Pembetulan. (Pasal 9 PMK- 11/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak dpt menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dlm hal: (Pasal 10 PMK-
11/PMK.03/2013)
1. Terdapat SK Keberatan yg nyata-nyata tdk benar sbg akibat adanya kesalahan dlm penghitungan pajak yg
terutang atau pajak yg masih hrs dibayar utk Masa Pajak, bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan
sebelumnya; dan
2. Atas SK Keberatan tsb tdk dpt diajukan banding atau diajukan banding dgn putusan tdk dpt diterima.
Ketentuan Peralihan:
Pd saat PP 74 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yg blm
diselesaikan yg berkaitan dgn
Pembetulan thd SK Pemberian Imbalan Bunga sesuai Pasal 16 ayat (1) UU KUP utk
penerbitan SK Pemberian Imbalan Bunga stl tanggal 31 Des 2007; dan
Batas waktu bagi Dirjen Pajak utk menerbitkan SK Pembetulan sesuai Pasal 16 ayat (2) UU
KUP utk pengajuan permohonan yg diterima stl tanggal 31 Des 2007;
berlaku ketentuan PP 74 Thn 2011. (Pasal 64 huruf c & d PP 74 Thn 2011)
Dgn berlakunya PMK-11/PMK.03/2013, thd permohonan pembetulan yg diajukan sbl berlakunya PMK-
11 dan blm diselesaikan s.d. penerbitan SK, proses penyelesaian selanjutnya
s.d. penerbitan SK dilakukan berdasarkan ketentuan sesuai PMK-11/PMK.03/2013.
B‐19‐
B. KEBERATAN
Dasar Hukum:
Pasal 25 & 26 UU KUP
Pasal 28, 29, 30, 31, 33 PP 74 Thn 2011 → mencabut PP 80 Thn 2007
PMK-9/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara pengajuan dan penyelesaian
keberatan → mencabut PMK-194/PMK.03/2007
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) →mencabut PER-49/PJ./2009, PER-52/PJ/2010
KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para
pejabat di lingkungan DJP
SE terkait:
SE-11/PJ/2014 (mulai berlaku tanggal 8 Apr 2014) ttg Petunjuk pelaksanaan penyelesaian
keberatan PPh, PPN dan/atau PPnBM mencabut SE-122/PJ/2010
B‐19‐
pihak ketiga, oleh pihak ketiga,
kecuali WP dpt menunjukan bahwa jangka kecuali WP dpt menunjukan bahwa
waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan di luar jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn
kekuasaan WP; keadaan di luar kekuasaan WP;
e. Surat Keberatan ditandatangani oleh WP, dan f. Surat Keberatan ditandatangani oleh WP,
dlm hal Surat Keberatan ditandatangani oleh dan dlm hal Surat Keberatan
bukan WP, Surat Keberatan tsb hrs dilampiri ditandatangani oleh bukan WP, Surat
dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) Keberatan tsb hrs dilampiri dgn surat
UU KUP; kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU
dan KUP; dan
f. WP tdk mengajukan permohonan sesuai g. WP tdk mengajukan permohonan
Pasal 36 UU KUP. sesuai Pasal 36 UU KUP.
Contoh Penghitungan jangka waktu 3 bulan: (Penjelasan Pasal 28 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
Contoh 1:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 20 Sept 2012 maka WP dpt mengajukan keberatan paling lama
tanggal 19 Des 2012.
Contoh 2:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 30 Nov 2012, maka WP dpt mengajukan keberatan paling lama
tanggal 28 Feb 2013.
Contoh 3:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 2 Jan 2013, maka WP dpt mengajukan keberatan paling lama
tanggal 1 Apr 2013.
Dlm hal stl WP mengajukan keberatan terdapat penerbitan SK Pembetulan oleh Dirjen Pajak scr jabatan yg
mengakibatkan persyaratan jml pajak yg masih hrs dilunasi pd Pasal 4 ayat (1) huruf d (WP tlh melunasi pajak
yg masih hrs dibayar paling sedikit sejumlah yg tlh disetujui WP dlm PAHP/PAHV, sbl Surat Keberatan
disampaikan) bertambah, proses penyelesaian keberatan yg diajukan oleh WP tsb tetap dilanjutkan oleh Dirjen
Pajak. (Pasal 6 PMK-9)
B‐19‐
Keadaan di Luar Kekuasaan WP: (Pasal 5 ayat (1) & (2) PMK-9/PMK.03/2013)
a. Bencana alam;
b. Kebakaran;
c. Huru-hara/kerusuhan massal;
d. Diterbitkan SK Pembetulan scr jabatan yg mengakibatkan jml pajak yg masih hrs dibayar yg tertera dlm
skp berubah, kecuali SK Pembetulan yg diterbitkan akibat hasil Persetujuan Bersama; atau
→ Dlm hal terdapat penerbitan SK Pembetulan scr jabatan di atas dan WP blm mengajukan keberatan
atas skp, WP dpt mengajukan keberatan atas skp tsb dlm jangka waktu paling lama 3 bulan sejak
tanggal SK Pembetulan dikirim.
e. Keadaan lain berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak.
.
Cara Penyampaian dan tanggal diterima Surat Keberatan: (Pasal 9 PMK-9/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian Tanda BPS Tanggal Diterima
No. (Pasal 9 ayat (1) PMK- Permohonan (Pasal 9 ayat (8) PMK-
9/PMK.03/2013) Pembetulan 9/PMK.03/2013)
a. Scr lsg pd KPP tempat WP terdaftar BPS Tanggal yg tercantum pd
dan/atau tempat PKP dikukuhkan BPS
B‐19‐
5. Dlm hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan sesuai Pasal 30 ayat (3) PP 74 Thn 2011 atau
pengajuan keberatan tdk dipertimbangkan oleh Dirjen Pajak krn tdk memenuhi persyaratan pengajuan
keberatan sesuai pasal 25 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (3a) UU KUP, WP dianggap tdk
mengajukan keberatan. (Pasal 31 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
6. Dlm hal WP dianggap tdk mengajukan keberatan, pajak yg masih hrs dibayar dlm SKPKB/SKPKBT yg
tdk disetujui dlm PAHP/PAHV menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan skp. (Pasal 31 ayat (4) PP
74 Thn 2011 & Pasal 12 ayat (2) PMK-9)
WP yg Mengajukan Keberatan Tdk Dpt Mengajukan Permohonan: (Pasal 30 ayat (2) PP 74 Thn
2011)
1. Pengurangan, penghapusan, dan pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yg
terutang sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan (Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP);
2. Pengurangan atau pembatalan skp yg tdk benar (Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP); atau
3. Pembatalan skp dari hasil pemeriksaan/verifikasi yg dilaksanakan tanpa (Pasal 36 ayat (1) huruf d
UU KUP):
a. Penyampaian SPHP/SPHV;atau
b. PAHP/PAHV dgn WP.
Penyelesaian Keberatan:
1. Dlm proses penyelesaian keberatan, Dirjen Pajak berwenang utk:
a. Meminjam buku, catatan, data, dan informasi dlm bentuk hardcopy dan/atau softcopy kpd WP
terkait dgn materi yg disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku,
catatan, data, dan informasi;
b. Meminta WP utk memberikan keterangan terkait dgn materi yg disengketakan melalui penyampaian
surat permintaan keterangan;
c. Meminta keterangan atau bukti terkait dgn materi yg disengketakan kpd pihak ketiga yg mempunyai
hub dgn Wajib Pajak sesuai Pasal 35 ayat (1) UU KUP melalui penyampaian surat permintaan data
dan keterangan kpd pihak ketiga;
d. Meninjau tempat WP, termasuk tempat lain yg diperlukan;
e. Melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yg diperlukan dgn memanggil WP melalui
penyampaian surat panggilan; dan
Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 hari kerja sbl tanggal pembahasan dan klarifikasi
atas sengketa perpajakan.
Pembahasan dan klarifikasi tsb dituangkan dlm BA pembahasan dan klarifikasi sengketa
perpajakan.
f. Melakukan pemeriksaan utk tujuan lain dlm rangka keberatan utk mendapatkan data dan/atau
informasi yg objektif yg dpt dijadikan dasar dlm mempertimbangkan keputusan keberatan.
2. WP hrs memenuhi peminjaman pd angka 1 huruf a dan/atau permintaan pd angka 1 huruf b paling lama
15 hari kerja stl tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim.
3. Apabila s.d. jangka waktu 15 hari kerja stl tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat
permintaan keterangan dikirim berakhir, WP tdk meminjamkan sebagian atau slr buku, catatan, data dan
informasi dan/atau tdk memberikan keterangan yg diminta, Dirjen Pajak menyampaikan:
a. Surat permintaan peminjaman yg kedua; dan/atau
b. Surat permintaan keterangan yg kedua.
4. WP hrs memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yg kedua paling lama 10 hari kerja stl tanggal surat
peminjaman dan/atau permintaan yg kedua dikirim.
5. Perlakuan atas dokumen dlm Proses Penyelesaian Keberatan: (Pasal 14 PMK-
9/PMK.03/2013)
Dokumen Perlakuan Keterangan
Buku, catatan, data, Tdk Yg diminta pd saat pemeriksaan tetapi tdk
informasi, atau Dipertimbangkan diberikan oleh WP
keterangan lain yg Dipertimbangkan Yg pd saat pemeriksaan tetapi tdk diberikan
B‐19‐
diterima/diperoleh oleh WP krn berada di pihak ketiga dan blm
pd proses diperoleh WP pd saat pemeriksaan
penyelesaian skp yg Penghasilan Kena Pajaknya dihitung scr
keberatan jabatan terbatas pd:
a. Dokumen yg terkait dgn penghitungan
peredaran usaha atau penghasilan bruto dlm
rangka penghitungan penghasilan neto scr
jabatan; dan
b. Dokumen kredit pajak sbg pengurang PPh.
Dpt Yg tdk diminta pd saat pemeriksaan tetapi
Dipertimbangkan diperlukan dan diminta oleh Dirjen Pajak serta
diberikan oleh WP
Yg tdk diminta pd saat pemeriksaan dan
keberatan tetapi diberikan oleh WP
6. Dlm hal WP mengajukan keberatan dan mengajukan MAP scr bersamaan namun Persetujuan Bersama:
(Pasal 16 PMK-9/PMK.03/2013)
Blm diperoleh pd saat SK Keberatan diterbitkan, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dgn
mempertahankan temuan pemeriksaan dlm skp yg diajukan MAP.
Tlh diperoleh sbl SK Keberatan diterbitkan, Dirjen Pajak memperhitungkan Persetujuan Bersama
dlm SK Keberatan.
7. Dirjen Pajak dlm jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima
hrs memberikan keputusan atas keberatan yg diajukan. (Pasal 26 ayat (1) UU KUP, Pasal 33
ayat (1) PP 74 Thn 2011, dan Pasal 17 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
→ Jangka waktu tsb dihitung sejak tanggal Surat Keberatan diterima sesuai Pasal 9 ayat (8)
PMK-9/PMK.03/2013 s.d. tanggal SK Keberatan diterbitkan. Apabila jangka waktu tsb tlh
terlampaui dan Dirjen Pajak tdk memberi keputusan atas keberatan, keberatan yg diajukan oleh WP
dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan sesuai dgn pengajuan
keberatan WP dlm jangka waktu paling lama 1 bulan sejak jangka waktu 12 bulan tsb
berakhir.
8. Keputusan atas keberatan yg diajukan tsb diterbitkan berdasarkan laporan penelitian keberatan.
→ Keputusan atas keberatan tsb dpt berupa mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, menolak,
atau menambah besarnya jml pajak yg masih hrs dibayar yg dituangkan dlm SK Keberatan.
Dlm hal surat keberatan tdk memenuhi persyaratan, KPP memberikan jawaban scr tertulis dgn surat biasa
(bukan SK penolakan).
9. Dlm hal WP mengajukan keberatan atas skp sesuai Pasal 13 ayat (1) huruf b UU KUP (apabila Surat
Pemberitahuan tdk disampaikan dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan
stl ditegur scr tertulis tdk disampaikan pd waktunya sebagaimana ditentukan dlm Surat
Teguran) dan huruf d UU KUP (apabila kewajiban sesuai Pasal 28 / Pasal 29 tdk dipenuhi
shg tdk dpt diketahui besarnya pajak yg terutang), WP yg bersangkutan hrs dpt membuktikan
ketidakbenaran ketetapan pajak tsb.
B‐19‐
a. Pd tanggal 2 Apr 2012, diterbitkan SKPKB dgn nilai Rp 1 M. Jml pajak yg disetujui dlm
PAHP seb Rp 300 juta.
b. Pd tanggal 1 Mei 2012, jml pajak yg disetujui maupun yg tdk disetujui dlm PAHP tlh dilunasi oleh
WP.
c. Pd tanggal 3 Mei 2012, WP mengajukan keberatan.
Jika SK Keberatan menolak pengajuan keberatan WP maka utk menghitung pengenaan sanksi
administrasi berupa denda seb 50% slr jml pajak yg tlh dibayar sbl pengajuan keberatan (baik yg
disetujui maupun tdk) hrs dikurangkan dari jml pajak yg masih hrs dibayar dlm SK Keberatan.
Dlm hal ini, dasar utk menghitung sanksi administrasi berupa denda seb 50% adalah seb Rp 0, yaitu seb
Rp 1 M (jml pajak dlm SK Keberatan) dikurangi dgn Rp 1 M (jml yg tlh dibayar sbl pengajuan
keberatan).
Pengajuan
Form-form keberatan
yg digunakan tdk
berdasar menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
PMK-9/PMK.03/2013:
penagihan pajak. Pihak
No. Nama Form Sumber
WP dpt mengajukan permohonan banding kpd Pengadilan Pajak thd keputusan Pembuat
1. keberatan yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Surat Keberatan Lamp I WP/Wakil/
Kuasa
2. Surat Pemberitahuan Keberatan Tdk Memenuhi Lamp II DJP
Persyaratan
3. Surat Permohonan Pencabutan Pengajuan Lamp III WP/Wakil/
Keberatan Kuasa
4. Surat Persetujuan Permohonan Pencabutan Lamp IV Bagian A DJP
Pengajuan Keberatan
5. Surat Penolakan Permohonan Pencabutan Lamp IV Bagian B
Pengajuan Keberatan
6. Surat Panggilan dlm Rangka Pembahasan dan Lamp V
Klarifkasi Sengketa Perpajakan
B‐19‐
7. Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, Data, Lamp VI Bagian A
dan Informasi Pertama
8. Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, Data, Lamp VI Bagian B
dan Informasi Kedua
9. Surat Permintaan Peminjaman Tambahan Buku, Catatan, Lamp VI Bagian C
Data, dan Informasi
10. Surat Permintaan Keterangan Lamp VI Bagian D
11. Surat Permintaan Keterangan Kedua Lamp VI Bagian E
12. Surat Permintaan Keterangan Tambahan Lamp VI Bagian F
13. BA Tdk Memenuhi Sebagian/Seluruhnya Lamp VII
Permintaan Peminjaman dan/atau Permintaan
Keterangan
14. BA Pembahasan dan Klarifikasi Sengketa Lamp VIII
Perpajakan
15. SPUH Lamp IX Bagian A
16. Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan Lamp IX Bagian B
17. Surat Tanggapan Hasil Penelitian Keberatan Lamp IX Bagian C WP/Wakil/
Kuasa
18. BA Kehadiran dan Pemberian Keterangan Tertulis Lamp X Bagian A DJP
19. BA Kehadiran WP Tetapi Tdk Memberikan Lamp X Bagian B
Keterangan Tertulis
20. BA Kehadiran WP Memberikan Keterangan Tetapi Tdk Lamp X Bagian C
Bersedia Tanda Tangan
21. BA Ketidakhadiran WP dan Tdk Memberikan Lamp XI Bagian A
Keterangan Tertulis
22. BA Ketidakhadiran WP dan Memberikan Lamp XI Bagian B
Keterangan Tertulis
23. SK Keberatan utk PPh Badan & OP Lamp XII Bagian A
24. SK Keberatan utk PPh Pot-Put Lamp XII Bagian B
25. SK Keberatan utk PPN dan PPnBM Lamp XII BagianC
26. SK Keberatan utk Pot-Put oleh Pihak Ketiga Lamp XII Bagian D
B‐19‐
C. PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU
PEMBATALAN skp ATAU STP
Dasar Hukum:
Pasal 36 ayat (1) UU KUP
Pasal 13, 35, 36 PP 74 Thn 2011 → mencabut PP 80 Thn 2007
PMK-8/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara Pengurangan atau Penghapusan
Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan skp/STP → mencabut KMK-542/KMK.04/2000,
PMK-21/PMK.03/2008
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut PER-01/PJ.07/2007, PER- 37/PJ/2008,
PER-48/PJ/2009
KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para pejabat
di lingkungan DJP
SE terkait:
SE-17/PJ/2014 (berlaku stl 1 bulan sejak tanggal 07 Apr 2014) ttg Petunjuk pelaksanaan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan skp/STP → mencabut
SE-02/PJ.07/2007
Isi Penyampaian
Cara Pasal 36 ayat dan (1) UU KUP: diterima
tanggal → berlakuSuratsejak 1Permohonan:
Jan 2008
Dirjen Pajak krn jabatan atau atas permohonan WP dpt: Tanda BPS Tanggal Diterima
Cara Penyampaian
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda,
No. Permohonan (Pasal 3dan
ayatkenaikan
(8) PMK-yg
(Pasal 3 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
terutang sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan dlm hal sanksi tsb dikenakan
Pembetulan krn kekhilafan WP
8/PMK.03/2013)
a. atau Scrbukan
lsg pdkrn
KPPkesalahannya. (Pasal 36 ayat (1) huruf
tempat WP terdaftar BPSa); Tanggal yg tercantum pd
b. Mengurangkan
dan/atau tempatatau
PKPmembatalkan
dikukuhkanskp yg tdk. benar (Pasal 36 ayat (1) huruf
BPS b);
c.
b. Mengurangkan
Melalui pos dgnatau membatalkan
bukti pengirimanSTPsuratsesuai
scr Pasal 14 yg tdk benar. (Pasal
Bukti Tanggal 36ygayat (1) huruf
tercantum pd c);
atau
tercatat Pengiriman Bukti Pengiriman Surat
d. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau skp dari hasil pemeriksaan yg dilaksanakan tanpa:
Surat
c. 1.Dgn penyampaian
cara 1) SPHP; atau
Melalui perusahaan jasa Bukti Tanggal yg tercantum pd
2.lainPAHP dgn WP.ekspedisi/jasa
(Pasal 36 ayatkurir
(1) huruf d) Pengiriman Bukti Pengiriman Surat
Isi Pasal 35 PP 74 Thn 2011: → berlaku sejak 1 Jan 2012
Dirjen Pajak krn jabatan atau atas permohonan WP dpt:
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yg
terutang sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan dlm hal sanksi tsb dikenakan krn
kekhilafan WP, atau bukan krn kesalahannya;
b. Mengurangkan atau membatalkan skp yg tdk benar;
c. Mengurangkan atau membatalkan STP sesuai Pasal 14 UU KUP,yg tdk benar; atau
d. Membatalkan skp dari hasil Pemeriksaan atau Verifikasi, yg dilaksanakan tanpa:
1. penyampaian SPHP/SPHV; atau
2. PAHP/PAHV dgn WP.
Pengurangan, penghapusan, atau pembatalan scr jabatan dilakukan berdasarkan data dan/atau
informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak. (Pasal 27 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi scr Jabatan: Pasal 28 s.d. 29 PMK-
8/PMK.03/2013
B‐19‐
dgn bukti pengiriman Surat
surat
2) e-Filing BPE Tanggal yg tercantum pd
BPE
(Pasal 3 PMK-8/PMK.03/2013)
Seksi Terkait:
Ketentuan Peralihan:
Permohonan disampaikan ke KPP sanksi
Permohonan pengurangan/penghapusan (Seksiadministrasi,
Pelayananpermohonan
dan Seksipengurangan/
Waskon), tetapi
pembatalan skp,
proses penyelesaiannya
permohonan dilakukanSTP:
pengurangan/pembatalan oleh:
Kanwil DJPPajak,
utk Masa (Bidang Pengurangan,
Bagian Keberatan
Thn Pajak, atau Thn Pajakdan
2007Banding), atau yg diajukan stl berlakunya
dan sebelumnya
Kantor Pusat DJP (Direktorat
PMK-8/PMK.03/2013, Keberatan
berlaku ketentuan dan Banding)
berdasarkan PMK-8;
utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya yg diajukan stl berlakunya
PMK-8/PMK.03/2013, berlaku ketentuan berdasarkan PMK-8;
Thd permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi, permohonan pengurangan/pembatalan
skp, permohonan pengurangan/pembatalan STP yg diajukan sbl berlakunya PMK-8/PMK.03/2013 dan
blm diselesaikan s.d. penerbitan SK, proses penyelesaian selanjutnya s.d. penerbitan SK dilakukan
berdasarkan ketentuan sesuai PMK-8/PMK.03/2013.
(Pasal 39 PMK-8/PMK.03/2013)
B‐19‐
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan DJP tlh menyetujui permohonan
pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai
Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 5 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Sanksi administrasi yg tercantum dlm STP yg terkait dgn penerbitan skp, kecuali
sanksi administrasi yg tercantum dlm STP yg diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) & Pasal 27
ayat (5d) UU KUP; atau
→ Hanya dpt diajukan dlm hal skp yg terkait dgn STP tsb:
a. Tdk diajukan keberatan;
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan DJP tlh menyetujui permohonan
pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2 huruf b
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai
Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 5 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
→ Ketentuan yg hrs dipenuhi atas STP yg diajukan permohonan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai
Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai Pasal 2
huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 5 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
3. Sanksi administrasi yg tercantum dlm STP selain STP pd angka 2.
→ Ketentuan yg hrs dipenuhi atas STP yg diajukan permohonan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai
Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai Pasal 2
huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 5 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
B‐19‐
5. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh
WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP.
(Pasal 5 ayat (6) PMK-8/PMK.03/2013)
B‐19‐
b. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila jml pajak yg
kurang dibayar dlm pembetulan SPT yg menjadi dasar penerbitan STP berdasarkan Pasal 8
ayat (2)/ayat (2a) UU KUP tlh dilunasi oleh WP.
(Pasal 8 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
Thd permohonan yg memenuhi ketentuan ini diberikan pengurangan sanksi administrasi shg
besarnya sanksi administrasi seb 2% per bulan menjadi 24 bulan. (Pasal 8 ayat (2)
PMK-8/PMK.03/2013)
→ sesuai Pasal 36 ayat (2) PP 74 Thn 2011
2. Akibat WP Melakukan Keterlambatan Pembayaran/Penyetoran Pajak yg tercantum pd
SPT:
Ketentuan dlm hal permohonan terkait dgn sanksi administrasi yg tercantum dlm STP
berdasarkan Pasal 9 ayat (2a)/ayat (2b) UU KUP dan sanksi administrasi tsb melebihi jangka
waktu 24 bulan:
a. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila sanksi
administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP; dan
b. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila jml pajak yg
terutang atau kekurangan pembayaran pajak yg terutang yg menjadi dasar penerbitan STP
berdasarkan Pasal 9 ayat (2a)/ayat (2b) UU KUP tlh dilunasi oleh WP.
(Pasal 9 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
Thd permohonan yg memenuhi ketentuan ini diberikan pengurangan sanksi administrasi shg
besarnya sanksi administrasi seb 2% per bulan menjadi 24 bulan. (Pasal 9 ayat (2)
PMK-8/PMK.03/2013)
Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi atas STP sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, Pasal
9 ayat (2b) UU KUP, dan Pasal 19 ayat (1) UU KUP shg sanksi administrasi menjadi paling
lama 24 bulan, diberikan utk permohonan yg diajukan stl tanggal 31 Des 2011 s.d. tanggal 31
Des 2013.
(Pasal 11 PMK-8/PMK.03/2013)
→ sesuai Pasal 36 ayat (3) PP 74 Thn 2011
3. Akibat WP Melakukan Keterlambatan Pembayaran/Penyetoran Pajak yg Tercantum
pd skp, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, Putusan PK:
Dlm hal permohonan terkait dgn sanksi administrasi yg tercantum dlm STP berdasarkan Pasal
19 ayat (1) UU KUP dan sanksi administrasi tsb melebihi jangka waktu 24 bulan, perhitungan
waktu sanksi administrasi dlm STP tsb dpt berasal dari perhitungan waktu yg tercantum dlm 1
atau bbrp STP utk dasar penagihan pajak yg sama.
(Pasal 10 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan thd permohonan ini:
a. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila sanksi
administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP; dan
b. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila jml pajak yg
masih hrs dibayar dlm skp yg menjadi dasar penerbitan STP berdasarkan Pasal 19 ayat (1)
UU KUP tlh dilunasi oleh WP.
(Pasal 10 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Thd permohonan yg memenuhi ketentuan ini diberikan pengurangan sanksi administrasi shg
besarnya sanksi administrasi seb 2% per bulan menjadi 24 bulan. (Pasal 10 ayat (3)
PMK-8/PMK.03/2013)
Keputusan diberikan atas @ STP yg diajukan permohonan.
(Pasal 10 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi atas STP sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, Pasal
9 ayat (2b) UU KUP, dan Pasal 19 ayat (1) UU KUP shg sanksi administrasi menjadi paling
lama 24 bulan, diberikan utk permohonan yg diajukan stl tanggal 31 Des 2011 s.d. tanggal 31
Des 2013.
(Pasal 11 PMK-8/PMK.03/2013)
→ sesuai Pasal 36 ayat (3) PP 74 Thn 2011
B‐19‐
Dpt Diberikannya Pengurangan/Penghapusan Sanksi Menjadi Kurang dari 24 Bulan:
Dpt dilakukan apabila:
1. Sanksi administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP;
2. Jml kekurangan pembayaran pajak yg menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi yg tercantum
dlm skp/STP tlh dilunasi oleh WP; dan
3. Memenuhi kriteria yg dpt berupa:
a. WP yg dikenai sanksi administrasi krn kesalahan DJP selain yg tercakup dlm kesalahan
sesuai Pasal 16 UU KUP;
b. WP yg dikenai sanksi administrasi krn keadaan yg disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan
krn kesalahan WP;
c. WP yg dikenai sanksi administrasi terkena bencana alam, kebakaran, huru- hara/kerusuhan
massal, atau kejadian luar biasa lainnya; atau
d. WP mengalami kesulitan likuiditas shg mempengaruhi kelangsungan usahanya. (Pasal
12 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
2. PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK YG TDK BENAR
(Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP, Pasal 2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013)
a. skp ygtdk
Permohonan tdkdpt
benar yg dptdlm
diajukan dikurangkan
hal skp tsbberdasarkan permohonan
diajukan keberatan, WPdicabut
tetapi meliputioleh
skp yg
WP.jml
(Pasal 14
ayat (3) pajak terutangnya tdk benar.
PMK-8/PMK.03/2013)
b. skp yg tdk benar yg dpt dibatalkan berdasarkan permohonan WP meliputi skp yg
seharusnya tdk Permohonan:
Syarat Mengajukan diterbitkan.
→ Dlm halutk
1. 1 permohonan skp dibatalkan, thd Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak, dan jenis
1 skp;
pajak yg terkait
2. Permohonan dgn skp
hrs diajukan scrygtertulis
dibatalkan tsb: Indonesia;
dlm bahasa
1. dianggap
3. Mengemukakan jml tdk pernah
pajak diterbitkan
yg terutang mnr skp; dan
perhitungan WP dgn disertai alasan;
2. DJP
4. Permohonan hrstetap dpt menerbitkan
disampaikan skp atas
ke KPP tempat WPMasa Pajak,dan
terdaftar; Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak
dan jenis pajak tsb.
(Pasal 13 ayat (2) – (3) PMK-8/PMK.03/2013)
B‐19‐
5. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan
WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UP KUP.
(Pasal 14 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
B‐19‐
3. PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN STP YG TDK BENAR
(Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP, Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013)
a. Mengajukan
Syarat STP yg tdk benar yg dpt dikurangkan berdasarkan permohonan WP meliputi STP dgn jml
Permohonan:
sanksi administrasi
1. 1 permohonan utk 1 STP;yg tdk benar.
2. b.Permohonan
STP yg tdk hrs benar
diajukanyg scr
dpttertulis
dibatalkan berdasarkan
dlm bahasa permohonan WP meliputi STP yg
Indonesia;
seharusnya tdk
3. Mengemukakan jmlditerbitkan.
tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi dlm STP mnr WP dgn disertai alasan;
4. (Pasal 17 ayat hrs
Permohonan (2) disampaikan
(3) PMK-8/PMK.03/2013)
ke KPP tempat WP terdaftar; dan
5. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan
WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP.
(Pasal 18 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
B‐19‐
Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka waktu
paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, kecuali WP
dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan di luar kekuasaan WP.
Permohonan yg kedua tetap diajukan thd STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak. (Pasal
18 ayat (6) – (8) PMK-8/PMK.03/2013)
B‐19‐
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar; atau
e. Diajukan permohonan pembatalan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar,
tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 22 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013
Permohonan tdk dpt diajukan dlm hal skp tsb:
a. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan; atau
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 22 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
B‐19‐
Form-form yg digunakan berdasar PMK-8/PMK.03/2013:
Pihak
No. Nama Form Sumber Pembuat
1. Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Lamp I WP/Wakil/
Administrasi Bagian A Kuasa
2. Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan skp yg Tdk Lamp I
Benar Bagian B
3. Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk Lamp I
Benar Bagian C
4. Surat Permohonan Pembatalan skp Hasil Pemeriksaan/ Lamp I
Verifikasi Bagian D
5. Surat Pengembalian Permohonan Lamp II DJP
Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi Bagian A
6. Surat Pengembalian Permohonan Lamp II
Pengurangan/Pembatalan skp yg Tdk Benar Bagian B
7. Surat Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Lamp II
Pembatalan STP yg Tdk Benar Bagian C
8. Surat Pengembalian Permohonan Pembatalan skp Hasil Lamp II
Pemeriksaan/Verifikasi Bagian D
9. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Bagian A
Administrasi Berdasarkan Permohonan
10. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk benar Bagian B
Berdasarkan Permohonan
11. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pembatalan skp Hasil Pemeriksaan/ Bagian C
Verifikasi Berdasarkan Permohonan
12. Surat Permintaan Pembukuan atau Pencatatan, ,okumen yg Lamp III
Menjadi Dasar Pembukuan atau Pencatatan, Data Bagian D
dan/atau Informasi dlm Rangka Pengurangan atau Pembatalan
skp yg Tdk Benar Berdasarkan Permohonan
13. Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka Lamp III
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Bagian E
Berdasarkan Permohonan
14. Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm rangka Lamp III
Pengurangan atau Pembatalan skp yg Tdk benar Bagian F
Berdasarkan Permohonan
15. Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka Lamp III
Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka Bagian G
Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk Benar
Berdasarkan Permohonan
16. Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka Lamp III
Pembatalan skp Hasil Pemeriksaan/Verifikasi Bagian H
Berdasarkan Permohonan
17. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Bagian I
Administrasi Scr Jabatan
18. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi Lamp III
dlm Rangka Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk Benar Bagian J
scr Jabatan
19. Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi dlm Lamp III
Rangka Pembatalan skp Hasil Pemeriksaann/Verifikasi Scr Bagian K
Jabatan
20. Surat Permintaan Pembukuan/Pencatatan, Dokumen yg Lamp III
Menjadi Dasar Pembukuan/Pencatatan, Data, dan/atau Bagian L
B‐19‐
Informasi dlm Rangka Pengurangan atau Pembatalan skp yg
Tdk Benar Scr Jabatan
21. SK Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi krn Lamp IV
Permohonan WP Bagian A
22. SK Pengurangan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf b krn Permohonan WP Bagian B
23. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf b krn Permohonan WP Bagian C
24. SK Pengurangan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf c krn Permohonan WP Bagian D
25. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf c krn Permohonan WP Bagian E
26. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf d krn Permohonan WP Bagian F
27. SK Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi scr Lamp IV
Jabatan Bagian G
28. SK Pengurangan Ketetapan Paak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf b scr Jabatan Bagian H
29. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf b scr Jabatan Bagian I
30. SK Pengurangan Ketetapan Paak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf c scr Jabatan Bagian J
31. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf c scr Jabatan Bagian K
32. SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat Lamp IV
(1) huruf d scr Jabatan Bagian L
B‐19‐
D. BANDING
Dasar Hukum:
Pasal 27 UU KUP
Pasal 32 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012) → mencabut PP 80 Thn 2007
Pasal 35, 36, 37, 38, 39 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg Pengadilan Pajak
PMK-06/PMK.01/2007 ttg Persyaratan utk menjadi kuasa hukum pd Pengadilan Pajak
SE terkait:
SE-65/PJ./2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Tata cara penanganan sidang banding dan gugatan
di Pengadilan Pajak mencabut SE-28/PJ/2010
Definisi:
Banding: Upaya hukum yg dpt dilakukan oleh WP atau penanggung Pajak thd suatu keputusan yg dpt
diajukan Banding, berdasarkan perpu perpajakan yg berlaku. (Pasal 1 angka 6 UU 14 Thn 2002)
Surat Uraian Banding: Surat terbanding kpd Pengadilan Pajak yg berisi jawaban atas alasan Banding
yg diajukan oleh pemohon Banding. (Pasal 1 angka 8 UU 14 Thn 2002)
Putusan Banding: Putusan badan peradilan pajak atas banding thd SK Keberatan yg diajukan oleh
WP. (Pasal 1 angka 35 UU KUP).
B‐19‐
Yg Mengajukan Banding:
1. Banding dpt diajukan oleh WP ahli, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
2. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dpt dilanjutkan oleh ahli
warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dlm hal pemohon Banding pailit.
3. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dpt dilanjutkan oleh pihak yg
menerima pertanggungjawaban krn penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau
likuidasi dimaksud.
(Pasal 37 UU 14 Thn 2002)
Persidangan:
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat
Gugatan kpd terbanding atau tergugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima Surat
Banding atau Surat Gugatan.
2. Dlm hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kpd Pengadilan Pajak sesuai
Pasal 38 UU 14 Thn 2002, jangka waktu 14 hari pd angka 1 dihitung sejak tanggal diterima
surat atau dokumen susulan dimaksud.
3. Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb dlm jangka
waktu:
3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
4. Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb oleh Pengadilan Pajak dikirim kpd pemohon
Banding atau penggugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Banding atau penggugat dpt menyerahkan Surat Bantahan kpd Pengadilan Pajak dlm
jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan pd angka
4.
6. Salinan Surat Bantahan pd angka 5 dikirimkan kpd terbanding atau tergugat, dlm jangka waktu 14 hari
sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
7. Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tdk memenuhi ketentuan pd
angka 3 atau angka 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.
(Pasal 44 & 45 UU 14 Thn 2002)
B‐19‐
Contoh 1 (Putusan Banding menolak):
Diterbitkan SKPKB utk Thn Pajak 2008 dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M. Dlm
PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi pajak yg
disetujui dlm SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya.
Dirjen Pajak menolak keberatan WP.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan dgn amar
putusan menolak banding WP. Dgn demikian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda, yaitu
seb 100% x (Rp 1 M - Rp 200 juta) = Rp 800 juta
Contoh 2 (Putusan Banding mengabulkan sebagian):
Diterbitkan SKPKB utk Thn Pajak 2008 dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M. Dlm
PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi pajak yg
disetujui dlm SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya.
Dirjen Pajak mengabulkan sebagian keberatan WP dgn jml pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb
Rp 750 juta.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan besarnya
pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 450 juta. Dlm hal demikian, WP dikenai sanksi
administrasi berupa denda, yaitu seb 100% x (Rp 450 juta - Rp 200 juta) = Rp 250 juta. Mengingat
WP sdh dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 100% maka
s.d. diterbitkannya Putusan Banding tsb WP tdk dikenai sanksi administrasi berupa bunga seb 2%
per bulan sesuai Pasal 19 ayat (1) UU KUP maupun sanksi administrasi berupa denda seb 50%
sesuai Pasal 25 ayat (9) UU KUP.
Sisa utang pajak seb Rp 250 juta tsb hrs dilunasi WP (jatuh tempo) paling lambat 1 bulan sejak
tanggal penerbitan Putusan Banding.
Apabila s.d. tanggal jatuh tempo sisa utang pajak tdk dilunasi maka dilakukan tindakan PPSP dan
berlaku ketentuan mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan sesuai
Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
Contoh 3 (Putusan Banding menambah):
Diterbitkan SKPKB utk Thn Pajak 2008, dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M. Dlm
PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi jml yg
disetujui dlm SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya.
Dirjen Pajak menolak keberatan WP.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan dgn amar
putusan menambah pajak yg hrs dibayar menjadi seb Rp 1,3 M.
Dgn demikian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda, yaitu seb 100% x (Rp 1,3 M - Rp 200
juta) = Rp 1,1 M.
(Penjelasan Pasal 32 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
Pencabutan Banding:
1. Thd Banding dpt diajukan surat pernyataan pencabutan kpd Pengadilan Pajak.
2. Banding yg dicabut tsb dihapus dari daftar sengketa dgn:
a. penetapan Ketua dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan sbl sidang dilaksanakan
b. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan
dlm sidang atas persetujuan terbanding
3. Banding yg tlh dicabut melalui penetapan atau putusan pd angka 2, tdk dpt diajukan kembali. (Pasal
39 UU 14 Thn 2002)
B‐19‐
Form-form yg digunakan berdasar SE-65/PJ./2012:
No. Nama Form Sumber
1. Susunan Tim Sidang Lamp I
2. Surat Uraian Banding Lamp II
3. Matrik Sengketa Lamp III
4. Surat Tanggapan Lamp IV
5. ST Lamp V
6. Resume Pokok Sengketa Banding Lamp VIa
7. Resume Pokok Sengketa Gugatan Lamp VIb
8. Permintaan Utk Menghadirkan Pemeriksa atau Peneliti/Penelaah Lamp VII
Keberatan/AR/Juru Sita/Pegawai lainnya*) dlm Rangka Pembahasan
Materi/Sidang Banding/Gugatan*)
9. Laporan Hasil Pembahasan Lamp VIII
10. Laporan Hasil Sidang di Pengadilan Pajak Lamp IX
11. Daftar Isi Arsip Sidang Banding Lamp Xa
12. Daftar Isi Arsip Sidang Gugatan Lamp Xb
B‐19‐
E. GUGATAN
Dasar Hukum:
Pasal 23 UU KUP
Pasal 37, 38, 39, 40, 41, 42 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
Pasal 40, 41, 42, dan 43 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg Pengadilan Pajak
SE terkait:
SE-65/PJ./2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Tata cara penanganan siding banding dan gugatan
di Pengadilan Pajak mencabut SE-28/PJ/2010
Definisi:
Gugatan: Upaya hukum yg dpt dilakukan oleh WP atau penanggung Pajak thd pelaksanaan penagihan
Pajak atau thd keputusan yg dpt diajukan Gugatan berdasarkan perpu perpajakan yg berlaku. (Pasal 1
angka 7 UU 14 Thn 2002)
Surat Tanggapan: Surat dari tergugat kpd Pengadilan Pajak yg berisi jawaban atas Gugatan yg
diajukan oleh penggugat. (Pasal 1 angka 9 UU 14 Thn 2002)
Putusan Gugatan: Putusan badan peradilan pajak atas gugatan thd hal-hal yg berdasarkan ketentuan
perpu perpajakan dpt diajukan gugatan. (Pasal 1 angka 36 UU KUP)
B‐19‐
→ Surat Keputusan Keberatan yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara
penerbitan meliputi SK Keberatan yg penerbitannya tdk didahului dgn penyampaian SPUH kpd
WP.
Pencabutan Gugatan:
1. Thd Gugatan dpt diajukan surat pernyataan pencabutan kpd Pengadilan Pajak.
2. Gugatan yg dicabut dihapus dari daftar sengketa dgn:
a. penetapan Ketua dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan sbl sidang
b. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan
stl sidang atas persetujuan tergugat.
3. Gugatan yg tlh dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim Tunggal tdk dpt diajukan
kembali.
(Pasal 42 UU 14 Thn 2002)
Persiapan Persidangan:
(Pasal 44 & 45 UU 14 Thn 2002)
B‐19‐
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat
Gugatan kpd terbanding atau tergugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima Surat Banding
atau Surat Gugatan.
2. Dlm hal pemohon Banding mengirimkan Surat atau dokumen susulan kpd Pengadilan Pajak sesuai Pasal
38 UU 14 Thn 2002, jangka waktu 14 hari pd angka 1 dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen
susulan dimaksud.
3. Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb dlm jangka
waktu:
3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
4. Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb oleh Pengadilan Pajak dikirim kpd pemohon
Banding atau penggugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Banding atau penggugat dpt menyerahkan Surat Bantahan kpd Pengadilan Pajak dlm
jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan pd angka
4.
6. Salinan Surat Bantahan pd angka 5 dikirimkan kpd terbanding atau tergugat, dlm jangka waktu 14 hari
sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
7. Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tdk memenuhi ketentuan pd
angka 3 atau angka 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.
B‐19‐
Dirjen Pajak menyelesaikan keberatan yg diajukan oleh Wajib Pajak dlm jangka waktu paling lama 12
bulan.
(Pasal 41 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
Jangka waktu paling lama 12 bulan ini dihitung sejak Putusan Gugatan diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 41 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
Ketentuan Peralihan:
Pd saat PP 74 Thn 2011 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yg
blm diselesaikan yg berkaitan dgn
Pengajuan gugatan thd penerbitan skp berdasarkan Pemeriksaan yg dimulai stl tanggal 31 Des
2007 yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara yg tlh diatur dlm ketentuan
perpu di bidang perpajakan;
Pengajuan gugatan thd penerbitan SK Keberatan yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur
atau tata cara yg tlh diatur dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan, utk pengajuan keberatan yg
diterima stl tanggal 31 Des 2007;
berlaku ketentuan PP 74 Thn 2011. (Pasal
64 huruf g & h PP 74 Thn 2011)
B‐19‐
F. PENINJAUAN KEMBALI (PK)
Dasar Hukum:
Pasal 34, 69, 81, 77 ayat (1) & (3), 89 s.d. 92 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg
Pengadilan Pajak
Pasal 66, 68, 70 ayat (1), 71 ayat (1), 73 ayat (1), dan 74 UU 14 Thn 1985 stdtd UU 3 Thn 2009
ttg Mahkamah Agung → utk pasal-pasal yg berkaitan dgn PK tdk ada perubahan, jadi masih tetap
mengacu kpd UU 14 Thn 1985
Peraturan MA No. 03 Thn 2002 (tanggal 23 Okt 2002) ttg Tata Cara Pengajuan Permohonan PK
Putusan Pengadilan Pajak
Ketentuan Umum:
1. Permohonan PK hanya dpt diajukan 1 kali kpd MA melalui Pengadilan Pajak.
(Pasal 89 ayat 1 UU 14 Thn 2002)
2. Permohonan PK tdk menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
(Pasal 89 ayat 2 UU 14 Thn 2002)
3. Permohonan PK dpt dicabut sbl diputus, dan jika sdh dicabut, maka permohonan PK tsb tdk dpt diajukan
lagi.
(Pasal 89 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
4. Hukum Acara yg berlaku pd pemeriksaan PK adalah hukum acara pemeriksaan PK sesuai UU 14 Thn
1985, kecuali yg diatur scr khusus dlm UU Pengadilan Pajak.
(Pasal 90 UU 14 Thn 2002)
5. Pasal-pasal yg berkaitan ttg PK di UU 14 Thn 1985: Pasal 28, 34, Pasal 66 s.d. Pasal 76.
2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yg penting dan Diajukan paling lambat 3 bulan terhitung
bersifat menentukan, yg apabila diketahui sejak ditemukan surat-surat bukti yg hari
pd tahap persidangan di pengadilan pajak dan tanggal ditemukannya
B‐19‐
akan menghasilkan putusan yg berbeda. hrs dinyatakan di bawah sumpah dan
(Pasal 91 huruf b UU 14 Thn 2002) disahkan oleh pejabat yg berwenang.
(Pasal 92 ayat 2 UU 14 Thn 2002)
3. Apabila tlh dikabulkan suatu hal yg tdk dituntut Diajukan paling lambat 3 bulan sejak
atau lebih daripada yg dituntut, kecuali yg diputus putusan dikirim.
berdasarkan Pasal 80 ayat (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
(1) huruf b & c.
(Pasal 91 huruf c UU 14 Thn 2002)
→ Isi dari Pasal 80 ayat (1) huruf b & c:
Putusan Pengadilan Pajak dpt berupa:
mengabulkan sebagian atau seluruhnya
menambah Pajak yg hrs dibayar
4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan blm Diajukan paling lambat 3 bulan sejak
diputus tanpa mempertimbangkan sebab- putusan dikirim.
sebabnya. (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
(Pasal 91 huruf d UU 14 Thn 2002)
5. Apabila terdapat suatu putusan yg nyata- Diajukan paling lambat 3 bulan sejak
nyata tdk sesuai dgn ketentuan perpu yg putusan dikirim.
berlaku. (Pasal 92 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
(Pasal 91 huruf e UU 14 Thn 2002)
B‐19‐
IMBALAN BUNGA (IB)
Dasar Hukum:
UU KUP
Pasal 43, 44, 45, 65 PP 74 Thn 2011
PMK-226/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) ttg Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga
→ mencabut PMK-40/PMK.03/2005, PMK-121/PMK.06/2008, PMK-195/PMK.03/2007 jo PMK-
12/PMK.03/2011
Definisi:
SKPIB: SK yg meentukan besarnya imbalan bunga yg diberikan kpd WP
SKPPIB: SK yg digunakan sbg dasar utk memperhitungkan imbalan bunga dlm SKPIB dgn Utang Pajak
SPMIB: Surat yg diterbitkan oleh Kepala KPP a.n. MenKeu utk membayar imbalan bunga kpd WP
SKPKPP: SK yg digunakan sbg dasar utk menerbitkan SPMKP
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya:
Penyebab Diberikannya IB
No. (Pasal 2 PMK- Dasar Pemberian IB Penghitungan Besar IB
226/PMK.03/2013)
1. Keterlambatan pengembalian 2% per bulan dari jml Dihitung sejak batas waktu
kelebihan pembayaran pajak sesuai kelebihan pembayaran penerbitan SKPKPP atau SKPPIB
Pasal 11 ayat 3 UU KUP pajak berakhir s.d. tanggal penerbitan
SKPKPP atau SKPPIB
→ Batas waktu penerbitan SKPKPP
atau SKPPIB paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
sehubungan dgn diterbitkannya
SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (1)
UU KUP
b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal 17
ayat (2) & Pasal 17B UU KUP
c. Diterbitkan SKPPKP sesuai Pasal
17C atau 17D UU KUP,
termasuk utk WP risiko rendah
dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
d. Diterbitkan SK Keberatan, SK
Pembetulan, SK Pengurangan
Sanksi Administrasi, SK
Penghapusan Sanksi
Administrasi, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, SK Pembatalan
ketetapan Pajak, atau SKPIB, yg
menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak
e. Diterima Putusan Banding atau
Putusan PK oleh kantor DJP yg
berwenang melaksanakan putusan
pengadilan, yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak.
(Pasal 6 ayat (1) & (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
2. Keterlambatan penerbitan 2% per bulan dari jml Dihitung sejak jangka waktu 1
SKPLB sesuai Pasal 17B ayat kelebihan bulan utk penerbitan SKPLB
B‐
(3) UU KUP pembayaran pajak sesuai Pasal 17B ayat (2) UU KUP
berakhir s.d. diterbitkannya SKPLB.
(Pasal 6 ayat (3) PMK-
226/PMK.03/2013)
3. Kelebihan pembayaran pajak 2% per bulan dari jml Dihitung sejak jangka waktu 12
sesuai Pasal 17B ayat (4) UU kelebihan pembayaran bulan sejak tanggal surat
KUP pajak utk paling lama permohonan pengembalian
24 bulan kelebihan pembayaran pajak
diterima scr lengkap berakhir s.d.
saat diterbitkan SKPLB.
(Pasal 6 ayat (4) PMK-
226/PMK.03/2013)
4. Kelebihan pembayaran pajak krn
pengajuan keberatan, permohonan
banding, atau permohonan PK,
terkait dgn SKPKB, SKPKBT,
SKPN, dan
SKPLB yg dikabulkan sebagian
atau seluruhnya sesuai Pasal 27A
ayat (1) UU KUP, terbatas
pd kelebihan pembayaran
pajak krn:
a. Pengajuan keberatan, 2% per bulan utk Dihitung sejak tanggal penerbitan
permohonan banding, atau paling lama 24 bulan SKPKB s.d. diterbitkannya SK
permohonan PK dikabulkan dari jml kelebihan Keberatan, Putusan Banding, atau
sebagian atau seluruhnya atas pembayaran pajak Putusan PK.
SKPKB yg seluruhnya tdk berdasarkan SK (Pasal 6 ayat (7) PMK-
disetujui oleh WP dlm PAHP Keberatan, Putusan 226/PMK.03/2013)
yg diterbitkan atas Banding, atau Putusan
SPT LB sesuai Pasal 44 PK
ayat (1) PP 74 Thn 2011
b. Pengajuan keberatan, Dihitung sejak tanggal penerbitan
permohonan banding, atau SKPN s.d. diterbitkannya SK
permohonan PK dikabulkan Keberatan, Putusan Banding, atau
sebagian atau seluruhnya atas Putusan PK.
SKPN yg tdk disetujui oleh (Pasal 6 ayat (8) PMK-
WP dlm PAHP yg diterbitkan 226/PMK.03/2013)
atas SPT LB
sesuai Pasal 44 ayat (2) PP
74 Thn 2011
c. Pengajuan keberatan, Dihitung sejak tanggal penerbitan
permohonan banding, atau SKPLB s.d. diterbitkannya SK
permohonan PK dikabulkan Keberatan, Putusan Banding, atau
sebagian atau seluruhnya atas Putusan PK.
SKPLB sesuai Pasal (Pasal 6 ayat (9) PMK-
43 ayat (2) PP 74 Thn 2011 226/PMK.03/2013)
d. Permohonan PK dikabulkan 2% per bulan dari jml Dihitung sejak tanggal pembayaran
atas Putusan Banding yg kelebihan pembayaran berdasarkan Putusan Banding s.d.
Putusan Bandingnya pajak, utk paling lama diterbitkannya Putusan PK.
menyebabkan jml pajak yg 24 bulan (Pasal 6 ayat (10) PMK-
masih hrs dibayar 226/PMK.03/2013)
bertambah
5. Kelebihan pembayaran pajak krn 2% per bulan dari jml 1. Utk SKPKB & SKPKBT:
SK Pembetulan, SK Pengurangan kelebihan pembayaran Dihitung sejak tanggal
Ketetapan Pajak, atau SK pajak utk paling lama pembayaran yg menyebabkan
Pembatalan Ketetapan 24 bulan kelebihan pembayaran pajak
Pajak yg mengabulkan s.d. diterbitkannya SK
B‐
sebagian atau seluruh Pembetulan, SK Pengurangan
permohonan WP sesuai Pasal Ketetapan Pajak, atau SK
27A ayat (1a) UU KUP, kecuali: Pembatalan Ketetapan Pajak
a. Kelebihan pembayaran 2. Utk SKPN & SKPLB:
pajak krn SK Pembetulan Dihitung sejak tanggal penerbitan
terkait dgn Persetujuan SKPN & SKPLB, s.d.
Bersama; atau diterbitkannya SK Pembetulan, SK
b. Kelebihan pembayaran Pengurangan Ketetapan Pajak, atau
pajak krn SK Pembatalan SK Pembatalan Ketetapan Pajak
Ketetapan Pajak sesuai 3. Utk STP:
Pasal 36 ayat (1) huruf d Dihitung sejak tanggal
UU KUP pembayaran yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak
s.d. diterbitkannya SK
Pembetulan, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak.
(Pasal 6 ayat (5) PMK-
226/PMK.03/2013)
6. Kelebihan pembayaran sanksi 2% per bulan dari jml Dihitung sejak tanggal pembayaran
administrasi berupa denda Pasal kelebihan pembayaran pajak yg menyebabkan kelebihan
14 ayat (4) UU KUP dan/atau pajak utk paling lama pembayaran sanksi administrasi
bunga Pasal 19 ayat 24 bulan s.d. diterbitkannya SK Pengura- ngan
(1) UU KUP krn SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK
Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sbg
Penghapusan Sanksi Administrasi akibat diterbitkan SK Keberatan,
sbg akibat diterbitkan SK Putusan Banding, atau Putusan PK.
Keberatan, Putusan Banding, atau (Pasal 6 ayat (6) PMK-
Putusan PK yg mengabulkan 226/PMK.03/2013)
sebagian atau seluruh
permohonan WP sesuai Pasal
27A ayat (2) UU
KUP
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 2001 s.d. 2007:
Dasar
Penyebab Diberikannya IB
No. Pemberian Penghitungan Besar IB
(Pasal 3 PMK-226/PMK.03/2013) IB
1. Keterlambatan pengembalian kelebihan 2% per bulan Dihitung sejak batas waktu
pembayaran pajak sesuai Pasal 11 ayat 3 dari jml penerbitan SKPKPP berakhir s,d,
UU KUP 2000 kelebihan tanggal penerbitan SKPKPP.
pembayaran → Batas waktu penerbitan
pajak SKPKPP paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
diterima sehubungan dgn
diterbitkannya SKPLB sesuai
Pasal 17 UU KUP 2000
b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal
17B UU KUP 2000
c. Diterbitkan SKPPKP sesuai
Pasal 17C UU KUP 2000.
(Pasal 7 ayat (1) & (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
B‐
2. Keterlambatan penerbitan SKPLB sesuai 2% per bulan Dihitung sejak jangka waktu 1 bulan
Pasal 17B ayat (3) UU KUP 2000 dari jml utk penerbitan SKPLB sesuai Pasal
kelebihan 17B ayat (2) UU KUP 2000 berakhir
pembayaran s.d. diterbitkannya SKPLB.
pajak (Pasal 7 ayat (3) PMK-
226/PMK.03/2013)
3. Kelebihan pembayaran pajak krn pengajuan 2% per bulan Dihitung sejak tanggal pembayaran
keberatan atau permohonan banding terkait utk paling yg menyebabkan kelebihan
dgn SKPKB atau SKPKBT, diterima lama 24 bulan pembayaran pajak s.d. diterbitkannya
sebagian atau seluruhnya sesuai Pasal 27A dari jml SK Keberatan atau Putusan Banding.
ayat (1) UU KUP 2000, termasuk kelebihan (Pasal 7 ayat (4) PMK-
kelebihan pembayaran pajak sbg akibat pembayaran 226/PMK.03/2013)
permohonan PK dikabulkan sebagian atau pajak → Kelebihan pembayaran pajak
seluruhnya utk Putusan PK yg diterbitkan akibat permohonan PK dikabulkan
sejak tanggal 1 Jan 2012, selama pajak yg sebagian atau seluruhnya utk Putusan
masih hrs dibayar dlm SKPKB dan PK yg diterbitkan sejak tanggal 1 Jan
SKPKBT tlh dibayar dan menyebabkan 2012, selama pajak yg masih hrs
kelebihan pembayaran pajak dibayar dlm SKPKB dan SKPKBT
tlh dibayar dan menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, dihitung
sejak tanggal pembayaran yg
menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak s.d. tanggal diterbitkannya
Putusan Banding.
(Pasal 7 ayat (6) PMK-
226/PMK.03/2013)
4. Kelebihan pembayaran sanksi administrasi 2% per bulan Dihitung sejak tanggal pembayaran
Pasal 14 ayat (4) UU KUP 2000 dan/atau dari jml pajak yg menyebabkan kelebihan
Pasal 19 ayat (1) UU KUP 2000 krn kelebihan pembayaran sanksi administrasi
Keputusan Pengurangan atau Penghapusan pembayaran s.d. diterbitkannya SK Pengurangan
Sanksi Administrasi sbg akibat diterbitkan pajak, utk Sanksi Administrasi atau SK
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, paling lama Penghapusan Sanksi Administrasi
sesuai Pasal 27A ayat (2) UU KUP 2000 24 bulan sbg akibat diterbitkannya SK
Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan PK.
(Pasal 7 ayat (5) PMK-
226/PMK.03/2013)
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 1995 s.d. 2000:
Dasar
Penyebab Diberikannya IB
No. Pemberian Penghitungan Besar IB
(Pasal 4 PMK-226/PMK.03/2013) IB
1. Keterlambatan pengembalian kelebihan 2% per bulan Dihitung sejak batas waktu
pembayaran pajak sesuai Pasal 11 ayat 3 dari jml penerbitan SKPKPP berakhir s.d.
UU KUP 1994 kelebihan tanggal penerbitan SKPKPP.
pembayaran → Batas waktu penerbitan
pajak SKPKPP paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
diterima sehubungan dgn
diterbitkannya SKPLB sesuai
B‐
Pasal 17 UU KUP 1994
b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal
17B UU KUP 1994.
(Pasal 8 ayat (1) & (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
2. Keterlambatan penerbitan SKPLB sesuai 2% per bulan Dihitung sejak jangka waktu 1 bulann
Pasal 17B ayat (3) UU KUP 1994 dari jml utk penerbitan SKPLB sesuai Pasal
kelebihan 17B ayat (2) UU KUP 1994 berakhir
pembayaran s.d. diterbitkannya SKPLB.
pajak (Pasal 8 ayat (3) PMK-
226/PMK.03/2013)
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PBB utk Thn Pajak 2007 dan sebelumnya:
Penyebab Diberikannya IB Dasar
No. (Pasal 5 ayat (1) PMK- Pemberian Penghitungan Besar IB
226/PMK.03/2013) IB
1. Keterlambatan pengembalian kelebihan 2% per bulan Dihitung sejak batas waktu
pembayaran PBB sbg akibat adanya SK dari jml penerbitan SKPKPP PBB berakhir
Kelebihan Pembayaran PBB kelebihan s.d. tanggal penerbitan SKPKPP
pembayaran PBB.
PBB → Batas waktu penerbitan SKPKPP
PBB paling lama 1 bulan sejak
diterbitkannya SK Kelebihan
Pembayaran PBB
(Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK-
226/PMK.03/2013)
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PBB utk Thn Pajak 2008 dan sesudahnya:
Penyebab Diberikannya IB Dasar
No. (Pasal 5 ayat (2) PMK- Pemberian Penghitungan Besar IB
B‐
B‐
226/PMK.03/2013) IB
1. Keterlambatan pengembalian kelebihan 2% per bulan Dihitung sejak batas waktu
pembayaran PBB sbg akibat adanya SK dari jml penerbitan SKPKPP PBB berakhir
Kelebihan Pembayaran PBB, Keputusan kelebihan s.d. tanggal penerbitan SKPKPP
Keberatan, Putusan Banding atau Putusan pembayaran PBB.
PK, SK Pembetulan PBB, SK Pengurangan PBB → Batas waktu penerbitan SKPKPP
Saknsi Administrasi PBB atau SK PB paling lama 1 bulan sejak:
Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, SK Diterbitkannya SK Kelebihan
Pengurangan SPPT atau SK Pembatakan Pembayaran PBB
SPPT, SK Pengurangan SKP PBB atau SK Diterbitkannya Keputusan
Pembatalan SKP PBB, atau SK Pengurangan Keberatan
STP PBB atau SK Pembatalan STP PBB Putusan Banding atau Putusan PK
diterima kantor DJP yg
berwenang melaksanakan Putusan
Banding atau Putusan PK
Diterbitkannya SK Pembetulan
PBB
Diterbitkannya SK Pengurangan
SPPT atau SK Pembatalan SPPT
Diterbitkannya SK Pengurangan
skp PBB atau SK Pembatalan skp
PBB
Diterbitkannya SK Pengurangan
STP PBB atau SK Pembatalan STP
PBB.
(Pasal 9 ayat (3) & (4) PMK-
226/PMK.03/2013)
Masa imbalan bunga dihitung berdasarkan satuan bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.
B‐
12. Ketentuan mengenai jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah sesuai Paal 9 ayat (3) atau ayat (3a), Pasal 18
ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (4), dan Pasal 26 ayat (3) UU KUP, termasuk imbalan
bunga yg seharusnya tdk diberikan.
13. SKPPIB dan SPMIB diterbitkan paling lama 1 bulan sejak penerbitan SKPIB.
B‐
2. Penjelasan Pasal 44 ayat (1) PP 74 Thn 2011
Contoh 3:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012 yg
menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP tdk menyetujui slr pajak yg masih hrs dibayar shg tdk
ada pembayaran yg dilakukan oleh WP.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg mengabulkan sebagian
permohonan WP shg SK Keberatan menyatakan terdapat jml LB seb Rp 1,5 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,5 M, yaitu jml kelebihan
pembayaran sebagaimana tercantum dlm SK Keberatan. Dlm hal ini, WP diberikan imbalan bunga seb
2% per bulan yg dihitung dari jml kelebihan yg tercantum dlm SK Keberatan seb Rp 1,5 M.
Contoh 4:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012 yg
menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP tdk menyetujui slr pajak yg masih hrs dibayar namun WP
melunasi SKPKB tsb sbl mengajukan keberatan.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dgn mengabulkan sebagian
keberatan WP shg jml LB dlm SK Keberatan menjadi seb Rp 1,25 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 2,25 M, yaitu jml kelebihan
pembayaran sebagaimana tercantum dlm SK Keberatan (Rp 1,25 M) ditambah dgn SKPKB yg tlh
dibayar (Rp 1 M). Dlm hal ini, WP diberikan imbalan bunga seb 2% per bulan yg dihitung dari jml
kelebihan pembayaran yg tercantum dlm SK Keberatan, yaitu seb Rp 1,25 M.
Contoh 5:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012 yg
menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP menyetujui pajak yg LB seb Rp 2,25 M.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg menolak keberatan WP.
Thd SK Keberatan tsb, WP mengajukan permohonan banding dan Putusan Banding menya- takan
mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml LB dlm Putusan Banding menjadi seb Rp 1,5 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,5 M, sesuai dgn jml
kelebihan pembayaran sebagaimana tercantum dlm Putusan Banding. Dlm hal ini, WP diberikan
imbalan bunga seb 2% per bulan yg dihitung dari jml kelebihan pembayaran yg tercantum dlm Putusan
Banding, yaitu seb Rp 1,5 M.
3. Penjelasan Pasal 44 ayat (2) PP 74 Thn 2011
Contoh 6:
Diterbitkan SKPN atas SPT Thn Pajak 2012 yg menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP tdk
menyetujui seluruhnya.
Atas keberatan yn diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg menolak permohonan WP.
Thd SK Keberatan tsb, WP mengajukan permohonan banding dan Putusan Banding menyatakan
mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml LB dlm Putusan Banding menjadi seb Rp 1,25 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,25 M, yaitu jml kelebihan
pembayaran sebagaimana tercantum dlm Putusan Banding. Dlm hal ini, WP diberikan imbalan bunga
seb 2% per bulan utk paling lama 24 bulan yg dihitung dari jml kelebihan pembayaran pajak dlm Putusan
Banding.
4. Penjelasan Pasal 44 ayat (3) PP 74 Thn 2011
Contoh 7:
SKPKB utk Thn Pajak 2010 diterbitkan tanggal 5 April 2012 dan diajukan keberatan pd tanggal 8 Juni
2012. Jika SK Keberatan yg mengabulkan permohonan WP diterbitkan pd tanggal 10 Mei 2013 maka
perhitungan jangka waktu sbg dasar pemberian imbalan bunga sesuai dgn ketentuan Pasal 44 ayat (3) PP
74 Thn 2011 adalah mulai dari tanggal 5 April 2012 s.d. 10 Mei
2013, yaitu selama 14 bulan [13 bulan penuh, yaitu tanggal 5 April 2012 s.d. 4 Mei 2013 ditambah
bagian dari bulan yg dihitung penuh 1 bulan yaitu tanggal 5 Mei 2013 s.d. 10 Mei 2013)].
Contoh 8:
SKPKB utk Thn Pajak 2010 diterbitkan tanggal 5 April 2012 dan diajukan keberatan pd tanggal 10 Mei
2012. SK Keberatan yg menolak permohonan WP diterbitkan pd tanggal 5 Jan 2013. WP mengajukan
banding dan Putusan Banding yg mengabulkan slr permohonan WP
B‐
diterbitkan pd tanggal 10 Maret 2014. Putusan Banding tsb baru diucapkan oleh Hakim Pengadilan Pajak
dlm sidang terbuka utk umum pd tanggal 20 Maret 2014 dan baru diterima oleh Dirjen Pajak pd tanggal
10 Mei 2014. Dlm hal ini, perhitungan jangka waktu sbg dasar pemberian imbalan bunga sesuai dgn
ketentuan Pasal 44 ayat (3) PP 74 Thn 2011 mulai dari tanggal 5 April 2012 s.d. 20 Maret 2014, yaitu
selama 24 bulan [23 bulan penuh, yaitu tanggal 5 April 2012 s.d. 4 Maret 2014) ditambah bagian dari
bulan yg dihitung penuh 1 bulan, yaitu tanggal 5 Maret 2014 s.d. 20 Maret 2014].
B‐
TATA CARA VERIFIKASI
Dasar Hukum:
PP 74 Thn 2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Hak & Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
PMK-146/PMK.03/2012 (berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10 Sept 2012) ttg Tata Cara
Verifikasi
PMK-73/PMK.03/2012 ttg Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara
Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan PKP
SE terkait:
SE-48/PJ/2012 tgl 1 Nop 2012 ttg Kebijakan Pelaksanaan Verifikasi
Verifikasi:
Verifikasi mrp salah satu prosedur yg dpt dilakukan oleh DJP sejak 1 Jan 2012 dlm hal-hal tertentu. Kegiatan
Verifikasi tsb dpt dilakukan baik utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak sbl Thn Pajak 2008 maupun Thn
Pajak 2008 dan sesudahnya.
Kebijakan Umum:
a. Verifikasi hrs dilakukan oleh Petugas Verifikasi yg ditugaskan oleh Kepala KPP berdasarkan ST,
meliputi:
AR;
Pelaksana KPP;
Kepala KP2KP;
Pelaksana KP2KP,
yg ditunjuk oleh Kepala KPP.
Penunjukan Petugas Verifikasi oleh Kepala KPP dilakukan dgn mempertimbangkan kompetensi dan beban kerja
pegawai yg ditunjuk.
b. Dlm hal Verifikasi dilakukan dlm rangka pengukuhan PKP berdasarkan:
permohonan WP yg disampaikan ke KP2KP → Verifikasi hrs dilakukan oleh Kepala KP2KP
dan/atau Pelaksana KP2KP dgn ST yg ditandatangani oleh Kepala KP2KP a.n. Dirjen Pajak
permohonan WP yg disampaikan ke KPP (dgn mempertimbangkan tempat kedudukan/ kegiatan usaha
WP) → Verifikasi dpt dilakukan oleh KP2KP
c. Jangka waktu penyelesaian Verifikasi:
No. Tujuan Verifikasi Jangka Waktu
1. Pengukuhan PKP berdasarkan permohonan WP 5 hari kerja sesuai
PMK-73/PMK.03/2012
2. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP 6 bulan → WP OP
berdasarkan permohonan WP/PKP 12 bulan → WP Badan
(Sesuai Pasal 2 UU KUP)
3. Pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr Jabatan utk 3 bulan yg dihitung sejak tanggal
WP/PKP tertentu berdasarkan data dan informasi perpajakan ST diterbitkan s.d. tanggal LHV
yg dimiliki atau diperoleh DJP ditandatangani
4. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan 3 bulan yg dihitung sejak tanggal
PKP scr jabatan utk WP/PKP tertentu sesuai ketentuan Pasal ST diterbitkan s.d. tanggal LHV
5 dan/atau Pasal 10 PMK-146/PMK.03/2012 ditandatangani
5. Penerbitan skp sesuai ketentuan Pasal 13 3 bulan yg dihitung sejak tanggal
PMK-146/PMK.03/2012 ST diterbitkan s.d. tanggal LHV
ditandatangani
d. Usulan dan Penugasan Verifikasi:
B‐
No. Tujuan Verifikasi Tahap Verifikasi
1. Pengukuhan PKP Berdasarkan permohonan yg diajukan ke KPP, Kasi Pelayanan
berdasarkan mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST Verifikasi.
permohonan WP Kasi Pelayanan menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
Dlm hal permohonan diajukan melalui KP2KP, Kepala KP2KP dpt
menunjuk pelaksana KP2KP dan/atau dirinya sendiri utk menjadi
Petugas Verifikasi.
Selanjutnya, Kepala KP2KP menandatangani ST Verifikasi a.n. Dirjen
Pajak dgn tembusan kpd Kepala KPP.
3. Pemberian NPWP Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau diperoleh
dan/ atau KPP, Kasi Waskon terkait meneliti dan menentukan apakah pemberian
pengukuhan PKP NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan dpt dilakukan melalui
scr jabatan utk Verifikasi atau hrs melalui pemeriksaan (sesuai ketentuan Pasal 3 & 8
WP/PKP tertentu PMK-146/PMK.03/2012).
berdasarkan data Dlm hal pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan dpt
dan informasi dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon mengusulkan Petugas
perpajakan yg Verifikasi dan membuat konsep ST Verifikasi.
dimiliki/ diperoleh Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
DJP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
Thd pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan yg tdk
dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon menyampaikan
data dan informasi perpajakan yg diperoleh kpd Kasi RIKI utk
ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan di bidang
Pemeriksaan.
4. Penghapusan NPWP Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau diperoleh
dan/ atau pencabutan KPP, Kasi Waskon terkait meneliti dan menentukan apakah
pengukuhan PKP scr Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP scr
jabatan utk WP/PKP jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi atau hrs melalui pemeriksaan
tertentu berdasarkan (sesuai ketentuan Pasal 5 & 10 PMK-146/PMK.03/ 2012)
data & informasi Dlm hal penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP
scr jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon
B‐21‐
perpajakan mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST Verifikasi.
yg dimiliki atau Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
diperoleh DJP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
Thd penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP scr
jabatan yg tdk dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon
menyampaikan data dan informasi perpajakan yg diperoleh kpd Kasi
RIKI utk ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan
di bidang Pemeriksaan.
5. Penerbitan skp
sesuai ketentuan
Pasal 13 PMK-146/
PMK.03/2012
a. SKPKB sesuai Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau diperoleh
ketentuan Pasal KPP, Kasi Waskon menganalisis dan mengevaluasi data dan informasi
13 ayat (2) perpajakan tsb.
PMK-146/ Hasil analisis dan evaluasi tsb disampaikan kpd Kepala KPP utk
PMK.03/2012 dilakukan pembahasan bersama antara Kepala KPP dgn Kasi Waskon
dan Kasi RIKI.
Berdasarkan pertimbangan Kepala KPP dan hasil pembahasan tsb,
Kepala KPP menentukan apakah data dan informasi perpajakan tsb
ditindaklanjuti dgn Verifikasi atau Pemeriksaan.
Dlm hal Kepala KPP memutuskan bahwa data dan informasi
perpajakan tsbt ditindaklanjuti dgn Verifikasi, Kasi Waskon
mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST Verifikasi.
Dlm hal Verifikasi dilakukan terkait dgn keterangan lain dari kegiatan
membangun sendiri sesuai Pasal 16C UU PPN, salah satu petugas
Verifikasi dpt berasal dari Seksi Ekstensifikasi.
Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
Dlm hal Kepala KPP memutuskan bahwa data dan informasi
perpajakan tsb ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan, hasil analisis data
dan informasi perpajakan ditindaklanjuti sesuai dgn
ketentuan di bidang Pemeriksaan.
B‐21‐
Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala KPP
utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
Verifikasi.
Dlm hal Kepala KPP memutuskan bahwa hasil klarifikasi/konfirmasi
tsb ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan atau Pemeriksaan Ulang,
hasil klarifikasi/konfirmasi tsb
ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan di bidang Pemeriksaan.
c. SKPKBT sesuai Berdasarkan keterangan tertulis dari WP atau berdasarkan permohonan
ketentuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk
Pasal 13 ayat terutang, Kasi Waskon meneliti keterangan tertulis atau permohonan
(3) huruf a pengembalian tsb.
PMK-146/PMK Berdasarkan keterangan tertulis atau permohonan pengembalian tsb,
.03/2012 dan Kasi Waskon mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep
SKPLB sesuai ST Verifikasi.
ketentuan Pasal Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi dlm rangka
13 ayat menerbitkan skp kpd Kepala KPP utk mendapatkan persetujuan.
(5) huruf a Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep ST
PMK-146/PMK Verifikasi.
.03/2012
e. Pelaksanaan Verifikasi:
Kasi Waskon atau Kasi Pelayanan sesuai dgn kewenangannya, melakukan supervisi atas pelaksanaan
Verifikasi dan penelaahan konsep LHV.
Hasil Verifikasi hrs dilaporkan oleh petugas Verifikasi kpd Kepala KPP melalui Kepala Seksi Pengawasan
dan Konsultasi atau Kasi Pelayanan sesuai dgn kewenangannya.
Dlm hal Verifikasi dlm rangka pengukuhan PKP berdasarkan permohonan WP dilaksanakan oleh KP2KP,
pelaksanaan Verifikasi tdk dilakukan supervisi oleh Kasi Pelayanan, namun LHV disampaikan kpd Kepala
KPP.
f. LHV:
No. Tujuan Verifikasi Minimal Memuat
1. Menerbitkan/menghapuskan a. penugasan Verifikasi;
NPWP dan/atau dlm rangka b. identitas WP;
mengukuhkan/mencabut c. tujuan Verifikasi;
pengukuhan PKP d. uraian hasil Verifikasi;
e. simpulan dan usul petugas Verifikasi; dan
f. pengungkapan infomasi lain yg terkait.
2. Menerbitkan skp a. penugasan Verifikasi;
b. identitas WP;
c. pemenuhan kewajiban perpajakan;
d. data/informasi yg tersedia;
e. materi yg diverifikasi;
f. uraian hasil Verifikasi;
g. pengujian yg tlh dilakukan;
h. penghitungan pajak terutang; dan
i. simpulan dan usul petugas Verifikasi.
Pasal 3 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka menerbitkan NPWP scr jabatan sesuai Pasal 2 huruf a dilakukan thd:
a. WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. WP OP ng menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; dan/atau
c. WP sesuai hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal,
yg berdasarkan data dan informasi menunjukkan tlh memenuhi persayaratan subjektif dan objektif sbg
WP.
B‐21‐
B‐21‐
(2) Verifikasi juga dilakukan dlm rangka mengaktifkan kembali NPWP yg tlh dilakukan penghapusan dlm
hal Dirjen Pajak memperoleh data dan/atau informasi yg menunjukkan adanya hak dan/atau kewajiban
perpajakan WP.
(3) Termasuk hasil kegiatan ekstensifikasi pd ayat (1) huruf c adalah hasil kegiatan SPN.
(4) Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif
WP.
(5) Penerbitan NPWP scr jabatan thd WP selain pd ayat (1) & (2), dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.
Pasal 4 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi thd WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf a
PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. konfirmasi kpd pemberi kerja; dan
b. pengujian thd penghasilan WP apakah penghasilan WP tsb di atas PTKP.
(2) Verifikasi thd WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK-
146 mencakup kegiatan:
a. konfirmasi lapangan thd tempat kedudukan atau kegiatan usaha;
b. pengujian thd penghasilan WP apakah penghasilan WP tsb di atas PTKP; dan
c. analisa dlm rangka menentukan jml angsuran PPh Pasal 25 UU PPh.
(3) Verifikasi thd WP hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf c
PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran formulir isian data hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal;
dan
b. pencocokan thd data hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal dan tlh divalidasi dgn
basis data perpajakan.
(4) Verifikasi thd WP sesuai Pasal 3 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran data dan/atau informasi yg diperoleh; dan
b. pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh dgn basis data perpajakan.
(5) Verifikasi thd WP hasil kegiatan SPN sesuai Pasal 3 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup
kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran formulir isian SPN; dan
b. pencocokan thd data hasil kegiatan SPN dgn basis data perpajakan.
Pasal 5 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka menghapuskan NPWP scr jabatan atau berdasarkan permohonan WP sesuai
Pasal 2 huruf b PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. WP OP yg tlh meninggal dunia dan tdk meninggalkan warisan;
b. WP bendahara pemerintah yg tdk lagi memenuhi syarat sbg WP krn yg bersangkutan sdh tdk lagi
melakukan pembayaran;
c. WP OP yg tlh meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya;
d. WP yg memiliki lbh dari 1 NPWP utk menentukan NPWP yg dpt digunakan sbg sarana administratif
dlm pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;
e. WP OP yg berstatus sbg pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yg tlh
diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tdk melebihi
PTKP;
f. WP badan kantor perwakilan perusahaan asing yg tdk mempunyai kewajiban PPh badan yg tlh
menghentikan kegiatan usahanya;
g. Warisan yg blm terbagi dlm kedudukan sbg Subjek Pajak sdh selesai dibagi;
h. Wanita yg sebelumnya tlh memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan serta tdk ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah
dari suaminya;
i. Wanita kawin yg memiliki NPWP berbeda dgn NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakannya digabungkan dgn pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan
suami;
j. Anak blm dewasa yg tlh memiliki NPWP;
k. WP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
l. WP badan tertentu selain PT dgn status tdk aktif (NE) yg tdk mempunyai kewajiban PPh dan scr
nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha.
B‐21‐
(2) Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk menentukan apakah WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif.
(3) Dlm hal berdasarkan hasil Verifikasi thd WP pd ayat (1) diperoleh data dan/atau informasi yg
menunjukkan adanya hak dan/atau kewajiban perpajakan, thd WP tsb dpt diterbitkan skp dan/atau STP.
(4) Penghapusan NPWP Pajak berdasarkan permohonan WP atau scr jabatan thd WP selain pd ayat
(1) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.
Pasal 6 PMK-146/PMK.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi sesuai Pasal 5 ayat (1) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa
WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif; dan
b. konfirmasi thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa WP
sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
Pasal 7 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Kegiatan dlm rangka Verifikasi sesuai Pasal 4 & 6 dilaksanakan oleh petugas Verifikasi.
(2) Kegiatan dlm rangka Verifikasi pd ayat (1) dilakukan tanpa penyampaian SPHV dan PAHV.
(3) Petugas Verifikasi pd ayat (1) mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi.
(4) Hasil dari kegiatan dlm rangka Verifikasi pd ayat (1) dituangkan dlm LHV.
B.
VERIFIKASI DLM RANGKA MENGUKUHKAN PKP SCR
JABATAN/BERDASARKAN PERMOHONAN WP DAN MENCABUT
PERMOHONAN PKP
Pasal 8 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka mengukuhkan PKP scr jabatan sesuai Pasal 2 huruf c
PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. WP OP sbg Pengusaha; dan/atau
b. WP OP dan badan sbg Pengusaha, sesuai hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal,
yg berdasarkan data dan informasi menunjukkan tlh memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sbg
PKP.
(2) Termasuk hasil kegiatan ekstensifikasi pd ayat (1) huruf b adalah hasil kegiatan SPN.
(3) Verifikasi dlm rangka mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan WP sesuai Pasal 2 huruf d PMK-
146 dilakukan thd:
a. WP OP sbg Pengusaha; atau
b. WP badan sbg Pengusaha,
yg mengajukan permohonan utk dikukuhkan sbg PKP.
(4) Termasuk WP OP sbg Pengusaha pd ayat (3) huruf a adalah WP OPPT berdasarkan perpu di bidang
perpajakan.
(5) Verifikasi pd ayat (1) & (3) dilakukan utk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif
dan objektif sbg PKP.
(6) Pengukuhan PKP scr jabatan thd WP selain pd ayat (1) & (2), dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan.
Pasal 9 PMK-146/PMK.03/2012
Verifikasi thd WP sesuai Pasal 8 ayat (1) s.d. (4) PMK-146/PMK.03/2012 dlm rangka mengukuhkan PKP,
mencakup kegiatan:
a. Pengujian pemenuhan persyaratan subjektif yg meliputi:
1) pengujian atas kelengkapan dokumen terkait dgn identitas Pengusaha, antara lain KTP Pengusaha,
KTP Pengurus, akta pendirian, dan surat keterangan domisili; dan
2) pengujian atas kebenaran status Pengusaha, kebenaran alamat Pengusaha, dan kebenaran keberadaan
Pengusaha yg bersangkutan di alamat tsb, antara lain peta lokasi kegiatan usaha, dan foto tempat
kegiatan usaha.
b. Pengujian pemenuhan persyaratan objektif yg meliputi:
B‐21‐
1) pengujian atas kelengkapan dokumen izin kegiatan usaha sesuai dgn ketentuan yg berlaku, misalnya
SIUP dan surat izin usaha jasa konstruksi; dan
2) pengujian thd kesesuaian antara dokumen izin kegiatan usaha dgn kegiatan usaha yg dilakukan utk
memperoleh informasi antara lain mengenai gambaran kegiatan usaha, data peredaran usaha, dan
daftar harta di tempat kegiatan usaha.
Pasal 10 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka mencabut pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan PKP sesuai
Pasal 2 huruf e PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. PKP OP yg tlh meninggal dunia;
b. PKP tlh dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
c. PKP yg pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah
kerja KPP lainnya;
d. PKP yg jml peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya utk 1 thn buku tdk melebihi batas jml
peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto utk pengusaha kecil dan tdk memilih utk menjadi PKP;
e. PKP selain PT dgn status tdk aktif (NE) dan scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha;
f. PKP yg tdk menyampaikan SPT Masa PPN utk Masa Pajak Jan s.d. Des;
g. PKP yg menyampaikan SPT Masa PPN yg PK dan PM-nya nihil utk Masa Pajak Jan s.d.
Des; atau
h. PKP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
(2) Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan pd ayat (1) juga dpt dilaksanakan stl Dirjen Pajak melakukan
Verifikasi atas:
a. hasil SPN;
b. hasil konfirmasi lapangan stlhpengukuhan PKP; atau
c. hasil kegiatan lain yg dilaksanakan oleh Dirjen Pajak.
(3) Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk tertib administrasi dan/atau menguji pemenuhan persyaratan subjektif
dan objektif sbg PKP.
(4) Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan PKP thd WP selain pd ayat (1) &
(2), dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.
Pasal 11 PMK-146/PMK.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi thd PKP sesuai Pasal 10 ayat (1) & (2) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa
WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif;
b. konfirmasi lapangan thd tempat kedudukan atau kegiatan usaha; dan/atau
c. pengujian thd jml nilai peredaran bruto atas penyerahan BKP atau JKP yg dilakukan oleh WP tlh
melampaui batasan yg ditentukan sbg pengusaha kecil.
Pasal 12 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi sesuai Pasal 9 & 11 PMK-146/PMK.03/2012 dilaksanakan oleh petugas Verifikasi.
(2) Verifikasi pd ayat (1) dilakukan tanpa penyampaian SPHV dan PAHV.
(3) Petugas Verifikasi pd ayat (1) mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi.
(4) Hasil Verifikasi pd ayat (1) dituangkan dlm LHV.
Pasal 13 PMk-146/PMK.03/2012
(1) Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp sesuai Pasal 2 huruf f PMK-146/PMK.03/2012 dpt dilakukan utk
1 atau bbrp jenis pajak, baik utk 1 atau bbrp Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak dlm thn-thn
lalu maupun thn berjalan.
(2) Verifikasi dlm rangka menerbitkan SKPKB dilakukan dlm hal terdapat:
B‐21‐
a. keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP; atau
b. Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara yg di dalamnya memuat data konkret yg dpt dipergunakan utk menghitung
besarnya pajak terutang yg tdk atau kurang dibayar.
(3) Verifikasi dlm rangka menerbitkan SKPKBT dilakukan dlm hal terdapat:
a. keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri sesuai Pasal 15 ayat (3) UU KUP;
b. data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi FP yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg
terutang; atau
c. Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara.
(4) Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap pd ayat (3) huruf c meliputi Putusan
Pengadilan yg memuat data baru berupa FP yg dpt dipergunakan utk menghitung besarnya pajak yg
terutang yg tdk atau kurang dibayar.
(5) Verifikasi dlm rangka menerbitkan SKPLB dilakukan dlm hal terdapat permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang sesesuai Pasal 17 ayat (2) UU KUP.
Pasal 14 PMK-146/PMK.03/2012
Keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146 adalah data konkret yg diperoleh atau dimiliki oleh
Dirjen Pajak, berupa:
a. hasil klarifikasi/konfirmasi FP;
b. bukti pemotongan PPh;
c. data perpajakan terkait dgn WP yg tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat
(3) UU KUP dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya sebagaimana ditentukan
dlm surat teguran; atau
d. bukti transaksi atau data perpajakan yg dpt digunakan utk menghitung kewajiban perpajakan WP.
Pasal 15 PMK-146/PMK.03/2012
Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp dilakukan dgn ketentuan sbg berikut:
a. Verifikasi dilakukan oleh petugas Verifikasi;
b. petugas Verifikasi pd huruf a mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi;
c. Verifikasi dilaksanakan dgn meneliti keterangan lain dan dikembangkan melalui pencocokan data,
permintaan keterangan, konfirmasi, dan pengujian lainnya berkenaan dgn Verifikasi;
d. petugas Verifikasi hrs memanggil WP dlm rangka Verifikasi atas keterangan lain, melalui Kepala KPP;
e. pemanggilan WP dlm rangka Verifikasi pd huruf d dilakukan sbl menyampaikan SPHV;
f. dlm hal WP hadir memenuhi panggilan dlm rangka Verifikasi pd huruf d, petugas Verifikasi
melakukan klarifikasi atas keterangan lain yg hasilnya dituangkan dlm
g. BA mengenai klarifikasi WP;
h. BA mengenai klarifikasi WP pd huruf f, digunakan sbg dasar penyusunan SPHV;
i. dlm hal WP tdk memenuhi panggilan dlm rangka Verifikasi pd huruf d, petugas Verifikasi membuat BA
mengenai tdk dipenuhinya panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP;
j. berdasarkan BA mengenai tdk dipenuhinya panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP dan keterangan
lain yg dimiliki, petugas Verifikasi menyusun SPHV;
k. WP dpt membetulkan SPT yg dilakukan Verifikasi sepanjang SPHV blm disampaikan;
l. berdasarkan SPHV, petugas Verifikasi melakukan PAHV dgn WP yg hasilnya dituangkan dlm BA
mengenai PAHV;
m. hasil Verifikasi dituangkan dlm LHV;
n. LHV pd huruf l dilampiri dgn BA mengenai klarifikasi WP, BA mengenai tdk dipenuhinya panggilan
dlm rangka Verifikasi oleh WP, SPHV, dan BA mengenai PAHV, kecuali Verifikasi yg dilaksanakan
tanpa PAHV maka LHV tanpa dilampiri dgn SPHV dan BA mengenai PAHV.
B‐21‐
Pasal 17 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Dlm melakukan Verifikasi utk menerbitkan skp, petugas Verifikasi wajib:
a. memberikan kesempatan kpd WP/Kuasanya utk memberikan klarifikasi terkait dgn keterangan lain
yg dimiliki oleh DJP;
b. menyampaikan SPHV kpd WP; dan
c. memberikan kesempatan kpd WP utk melakukan PAHV dlm jangka waktu yg tlh ditentukan.
(2) Petugas Verifikasi melalui kepala KPP berwenang memanggil WP dgn surat panggilan utk
meminta klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis dari WP.
Pasal 18 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Dlm pelaksanaan Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, WP berkewajiban memenuhi panggilan dlm
rangka Verifikasi utk memberikan klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis.
(2) Dlm pelaksanaan Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, WP berhak utk:
a. memberikan klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis terkait dgn keterangan lain;
b. meminta kpd petugas Verifikasi utk memberikan penjelasan ttg alasan dan tujuan Verifikasi;
c. menerima SPHV; dan
d. menghadiri PAHV dlm jangka waktu yg tlh ditentukan.
Pasal 19 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Penerbitan skp berdasarkan hasil Verifikasi hrs dilakukan melalui penerbitan SPHV dan PAHV.
(2) Ketentuan pd ayat (1) tdk berlaku utk penerbitan:
a. SKPBT berdasarkan hasil Verifikasi atas keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri sesuai
Pasal 13 ayat (3) huruf a PMK-146/PMK.03/2012; dan
b. SKPLB berdasarkan hasil Verifikasi thd kebenaran pembayaran pajak sesuai Pasal 13 ayat (5) PMK-
146/PMK.03/2012.
Pasal 20 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Hasil Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, diberitahukan melalui SPHV kpd WP, dgn memberikan
hak kpd WP utk hadir dlm PAHV.
(2) Undangan PAHV dibuat scr tertulis dgn mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya pembahasan
akhir, yg memperhatikan tempat tinggal atau tempat kedudukan WP.
(3) SPHV pd ayat (1) dan undangan PAHV pd ayat (2) disampaikan scr bersamaan oleh petugas Verifikasi
melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya.
Pasal 21 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Apabila WP hadir sesuai waktu yg ditentukan dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat (2)
PMK-146/PMK.03/2012, petugas Verifikasi melakukan PAHV dgn WP yg dituangkan dlm BA
mengenai PAHV.
(2) BA mengenai PAHV pd ayat (1), berisi koreksi, baik yg disetujui maupun yg tdk disetujui dan hrs
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
(3) Dlm hal WP menolak menandatangani BA mengenai PAHV pd ayat (1), petugas Verifikasi
membuat catatan ttg penolakan tsb dlm BA mengenai PAHV dan berdasarkan BA tsb
PAHV dianggap tlh dilaksanakan.
(4) Dlm hal WP tdk hadir sesuai waktu yg ditentukan dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat
(2) PMK-146/PMK.03/2012, petugas Verifikasi membuat BA mengenai PAHV dgn
mencantumkan keterangan mengenai ketidakhadiran WP dlm BA mengenai PAHV.
(5) Berdasarkan BA mengenai PAHV pd ayat (4), PAHV dianggap tlh dilaksanakan dan WP
dianggap menyetujui hasil Verifikasi.
(6) Jangka waktu PAHV dlm rangka menerbitkan skp paling lama 3 hari kerja terhitung sejak hari dan
tanggal pelaksanaan pembahasan akhir sebagaimana tercantum dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat
(2) PMK-146/PMK.03/2012.
Pasal 22 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Berdasarkan LHV sesuai Pasal 15 huruf l PMK-146 dibuat nota penghitungan.
B‐21‐
(2) Nota penghitungan pd ayat (1) mrp dasar penerbitan SKPKB sesuai Pasal 13 ayat (2)
PMK-146/PMK.03/2012, SKPKBT sesuai Pasal 13 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012, atau SKPLB sesuai
Pasal 13 ayat (5) PMK-146/PMK.03/2012.
Pasal 23 PMK-146/PMK.03/2012
Pajak yg terutang dlm SKPKB sesuai Pasal 13 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012 dan SKPKBT sesuai Pasal 13
ayat (3) huruf b & c PMK-146/PMK.03/2012, hrs sesuai dgn PAHV.
Pasal 24 PMK-146/PMK.03/2012
(1) Dlm hal berdasarkan keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012 tdk
terdapat pajak yg kurang atau tdk dibayar, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn membuat LHV tanpa
usulan penerbitan skp.
(2) Dlm hal keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012 tlh ditindaklanjuti oleh
WP dgn melakukan pembetulan SPT sbl penyampaian SPHV, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn:
a. membuat LHV tanpa usulan penerbitan skp apabila pembetulan SPT sesuai dgn keterangan lain
sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012; atau
b. membuat LHV dgn usulan utk penerbitan skp berdasarkan PAHV apabila pembetulan SPT blm
sesuai dgn keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012.
(3) Dlm hal berdasarkan hasil Verifikasi thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yg
seharusnya tdk terutang sesuai Pasal 13 ayat (5) PMK-146/PMK.03/2012, tdk terdapat kelebihan
pembayaran pajak, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn membuat LHV tanpa usulan penerbitan skp.
Pasal 25 PMK-146/PMK.03/2012
(1) skp hasil Verifikasi yg dilaksanakan tanpa:
a. penyampaian SPHV sesuai Pasal 20 PMK-146/PMK.03/2012; atau
b. PAHV sesuai Pasal 21 PMK-146/PMK.03/2012,
dpt dilakukan pembatalan oleh Dirjen Pajak sesuai ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf d PP 74 Thn 2011.
(2) Dikecualikan dari ketentuan pd ayat (1) adalah penerbitan skp dari hasil Verifikasi sesuai Pasal 19 ayat
(2) PMK-146/PMK.03/2012.
(3) Dlm hal dilakukan pembatalan pd ayat (1), proses Verifikasi hrs dilanjutkan dgn melaksanakan prosedur
penyampaian SPHV dan/atau PAHV.
(4) Dlm hal pembatalan dilakukan krn Verifikasi dilaksanakan tanpa penyampaian SPHV, berdasarkan SK
pembatalan hasil Verifikasi, petugas Verifikasi melanjutkan Verifikasi dgn memberitahukan hasil
Verifikasi melalui SPHV kpd WP dan melakukan PAHV sesuai dgn prosedur Pasal 20 & 21
PMK-146/PMK.03/2012.
B‐21‐
TATA CARA PEMERIKSAAN
I. Dasar Hukum
UU KUP
PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pd tanggal 1 Feb 2013) ttg Tata Cara Pemeriksaan PMK
ini mencabut:
PMK-191/PMK.03/2007 ttg Penerbitan skp Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak Thd WP yg Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang
Perpajakan
PMK-198/PMK.03/2007 ttg Tata Cara Penyegelan Dlm Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
PMK-199/PMK.03/2007 jo PMK-82/PMK.03/2011 ttg Tata Cara Pemeriksaan Pajak
PER-23/PJ/2013 (mulai berlaku pd tanggal 11 Juni 2013) ttg Standar Pemeriksaan
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) →mencabut PER-34/PJ/2011, PER-35/PJ/2011,
PER-16/PJ/2009, dan PER-17/PJ/2009
SE terkait:
SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku tanggal 30 Mei 2013) ttg Pedoman e-Audit
SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku tanggal 11 Juni 2013) ttg Kebijakan Pemeriksaan
B‐
b. Yg Dpt Dilakukan Pemeriksaan
Kriteria Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dgn jenis
kewajiban perpajakan dpt Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
dilakukan dlm hal WP: (Pasal 5 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
menyampaikan SPT yg Penentuan jenis pemeriksaannya diatur oleh
menyatakan LB, selain yg Dirjen Pajak. (Pasal 5 ayat
mengajukan permohonan (3) PMK-17/PMK.03/2013)
pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sesuai ayat
(1);
tlh diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak;
menyampaikan SPT yg
menyatakan rugi;
melakukan penggabungan,
peleburan, pemekaran, likuidasi,
pembubaran, atau akan
meninggalkan Indonesia utk
selama-lamanya;
melakukan perubahan thn buku
atau metode pembukuan atau krn
dilakukannya penilaian kembali
aktiva tetap;
tdk menyampaikan atau Dilakukan dgn jenis Pemeriksaan
menyampaikan SPT tetapi Lapangan. (Pasal 5 ayat
melampaui jangka waktu yg tlh (4) PMK-17/PMK.03/2013)
ditetapkan dlm surat teguran yg
terpilih utk dilakukan Pemeriksaan
berdasarkan
analisis risiko; atau
menyampaikan SPT yg terpilih
utk dilakukan Pemeriksaan
berdasarkan analisis risiko.
Dlm hal Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yg terkait dgn transfer pricing
dan/atau transaksi khusus lain yg berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan
Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 5 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
b. Standar Pemeriksaan:
1. Pemeriksa Pajak tdk dikenai sanksi dlm hal Pemeriksaan yg dilakukan: (Pasal 11 ayat (2)
PER-23/PJ/2013) → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk
Pemeriksaan utk tujuan lain
Tlh sesuai dgn Standar Pemeriksaan,
Dilaksanakan berdasarkan iktikad baik, dan
Sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
2. Standar Pemeriksaan meliputi: (Pasal 6 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
a. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yg memenuhi syarat:
1. Tlh mendapat pendidikan & pelatihan teknis yg cukup serta memiliki keterampilan sbg
Pemeriksa Pajak;
(Pasal 3 ayat (3) huruf a PER-23/PJ/2013)
2. Menggunakan keterampilannya scr cermat & seksama;
→ apabila dlm melaksanakan Pemeriksaan didasarkan pd iktikad baik & sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan. (Pasal 3 ayat (3) huruf b angka 2 PER-23/PJ/2013)
B‐22‐
3. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan
negara; dan
4. Taat thd berbagai ketentuan peraturan perpu di bidang perpajakan.
Dlm hal diperlukan, pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dpt
dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar DJP yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak. (Pasal 7 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
b. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan (Pasal 8 PMK-17/PMK.03/2013)
1. Pelaksanaan Pemeriksaan hrs didahului dgn persiapan yg baik sesuai dgn tujuan Pemeriksaan,
yg paling sedikit meliputi:
a. Kegiatan mengumpulkan & mempelajari data WP, meliputi:
Mempelajari profil WP
Menganalisis data keuangan WP
Mempelajari data lain yg relevan, baik dari DJP maupun dari pihak lain
(Pasal 4 huruf a angka 1 PER-23/PJ/2013)
b. Menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program Pemeriksaan
(audit program), serta mendapat pengawasan yg seksama
c. Menyiapkan sarana Pemeriksaan (Pasal 4 huruf a angka 4 PER-23/PJ/2013)
2. Pemeriksaan dilaksanakan dgn melakukan pengujian berdasarkan metode & teknik
Pemeriksaan sesuai dgn program Pemeriksaan (audit program) yg tlh disusun
3. Temuan hasil Pemeriksaan hrs didasarkan pd bukti kompeten yg cukup & berdasarkan
ketentuan perpu perpajakan
4. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yg terdiri dari seorang supervisor,
seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dlm keadaan tertentu ketua tim dpt
merangkap sbg anggota tim → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
→ Keadaan tertentu:
a. terbatasnya jml Pemeriksa Pajak pada UP2; dan/atau
b. berdasarkan pertimbangan Kepala UP2.
(Pasal 4 huruf d PER-23/PJ/2013)
5. Tim Pemeriksa Pajak dpt dibantu oleh seorang atau lebih yg memiliki keahlian tertentu, baik
yg berasal dari DJP, maupun dari instansi di luar DJP yg tlh ditunjuk oleh Dirjen Pajak, sbg
tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara
6. Apabila diperlukan, Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dpt dilakukan scr bersama-sama dgn tim pemeriksa dari instansi lain
7. Pemeriksaan dpt dilaksanakan di kantor DJP, tempat tinggal atau tempat kedudukan WP,
tempat kegiatan usaha / pekerjaan bebas WP, dan/atau atau tempat lain yg dianggap perlu
oleh Pemeriksa Pajak → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan &
utk Pemeriksaan utk tujuan lain
8. Pemeriksaan dilaksanakan pd jam kerja dan apabila diperlukan dpt dilanjutkan di luar jam
kerja → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk
Pemeriksaan utk tujuan lain
9. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dlm bentuk KKP
→ Fungsi KKP (Pasal 9 huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
Bukti bahwa Pemeriksaan tlh dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan
Bahan dlm melakukan PAHP dgn WP mengenai temuan hasil Pemeriksaan
Dasar pembuatan LHP
Sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yg diajukan oleh
WP
Referensi utk Pemeriksaan berikutnya
c. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan
1. LHP disusun scr ringkas dan jelas, memuat: (Pasal 6 huruf a PER-23/PJ/2013)
a. Ruang lingkup dan pos-pos yg diperiksa sesuai dgn tujuan Pemeriksaan,
b. Simpulan Pemeriksa Pajak yg didukung temuan yg kuat ttg ada atau tdk adanya
penyimpangan thd perpu perpajakan
c. Pengungkapan informasi lain yg terkait dgn Pemeriksaan
B‐22‐
2. LHP utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat:
(Pasal 10 huruf b PMK-17/PMK.03/2013)
a. Penugasan Pemeriksaan
b. Identitas WP
c. Pembukuan atau pencatatan WP
d. Pemenuhan kewajiban perpajakan
e. Data/informasi yg tersedia
f. Buku dan dokumen yg dipinjam
g. Materi yg diperiksa
h. Uraian hasil Pemeriksaan
i. Ikhtisar hasil Pemeriksaan
j. Penghitungan pajak terutang
k. Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak
3. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak (Pasal 6 huruf c
PER-23/PJ/2013)
4. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 utk mengetahui apakah:
Pos-pos yg diperiksa tlh sesuai dgn Rencana Pemeriksaan dan perubahannya
Dasar hukum koreksi tlh sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan. (Pasal
6 huruf d PER-23/PJ/2013)
B‐22‐
b. Mengakses dan/atau mengunduh data yg dokumen yg menjadi dasar
dikelola scr elektronik pembukuan atau pencatatan, dan
c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, dokumen lain termasuk data yg
barang bergerak dan/atau tdk bergerak yg diduga dikelola scr elektronik, yg
atau patut diduga digunakan utk menyimpan buku berhubungan dgn penghasilan yg
atau catatan, dokumen yg menjadi dasar pembukuan diperoleh, kegiatan usaha,
atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau pekerjaan bebas WP, atau objek yg
barang yg dpt memberi petunjuk ttg penghasilan yg terutang pajak
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau c. Meminta kpd WP utk memberi
objek yg terutang pajak; bantuan guna kelancaran
d. Meminta kpd WP utk memberi bantuan guna Pemeriksaan
kelancaran Pemeriksaan, a.l. berupa: d. Meminta keterangan lisan
1. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas dan/atau tertulis dari WP
biaya WP apabila dlm mengakses data yg e. Meminjam KKP yg dibuat oleh
dikelola scr elektronik memerlukan peralatan akuntan publik melalui WP
dan/atau keahlian khusus f. Meminta keterangan dan/atau bukti
2. Memberikan bantuan kpd Pemeriksa Pajak utk yg diperlukan dari pihak ketiga yg
membuka barang bergerak dan/atau tdk mempunyai hubungan dgn WP yg
bergerak diperiksa melalui kepala UP2
3. Menyediakan ruangan khusus tempat (Pasal 12 ayat
dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dlm hal (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan dilakukan di tempat WP
e. Melakukan Penyegelan tempat atau ruang
tertentu serta barang bergerak dan/atau tdk
bergerak
f. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari WP
g. Meminta keterangan dan/atau bukti yg diperlukan
dari pihak ketiga yg mempunyai hubungan dgn
WP yg diperiksa melalui kepala unit pelaksana
Pemeriksaan
(Pasal 12 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
yg berhubungan dgn penghasilan yg diperoleh, b. Memperlihatkan dan/atau
kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yg meminjamkan buku, catatan,
terutang pajak dan/atau dokumen yg menjadi dasar
b. Memberikan kesempatan utk mengakses pembukuan atau pencatatan, dan
dan/atau mengunduh data yg dikelola scr dokumen lain termasuk data yg
elektronik dikelola scr elektronik, yg
c. Memberikan kesempatan utk memasuki dan berhubungan dgn penghasilan yg
memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
dan/atau tdk bergerak yg diduga atau patut diduga bebas WP, atau objek yg terutang
digunakan utk menyimpan buku atau catatan, pajak
dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau c. Memberi bantuan guna
pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yg kelancaran Pemeriksaan
dpt memberi petunjuk ttng penghasilan yg d. Menyampaikan tanggapan scr
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau tertulis atas SPHP
objek yg terutang pajak serta meminjamkannya kpd e. Meminjamkan KKP yg dibuat oleh
Pemeriksa Pajak akuntan publik
d. Memberi bantuan guna kelancaran f. Memberikan keterangan lisan
Pemeriksaan, yg dpt berupa: dan/atau tertulis yg diperlukan
1. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas (Pasal 14 ayat
biaya WP apabila dlm mengakses data yg (2) PMK-17/PMK.03/2013)
dikelola scr elektronik memerlukan peralatan
dan/atau keahlian khusus
2. Memberikan bantuan kpd Pemeriksa Pajak utk
membuka barang bergerak dan/atau tdk
bergerak
3. Menyediakan ruangan khusus tempat
dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dlm hal
Pemeriksaan dilakukan di tempat WP;
e. Menyampaikan tanggapan scr tertulis atas
SPHP
f. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yg
diperlukan.
(Pasal 14 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
B‐22‐
Thn Pajak lainnya; atau Thn Pajak lainnya;
2. Terdapat konfirmasi atau permintaan 2. Terdapat konfirmasi atau
data dan/atau keterangan kpda pihak permintaan data dan/atau
ketiga; keterangan kpd pihak ketiga;
3. Ruang lingkup Pemeriksaan Lapangan 3. Ruang lingkup Pemeriksaan
meliputi slr jenis pajak; dan/atau Kantor meliputi slr jenis pajak;
4. Berdasarkan pertimbangan kepala dan/atau
UP2. 4. Berdasarkan pertimbangan kepala
(Pasal 16 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013) UP2.
(Pasal 17 ayat (2) PMK-17/PMK.03/
Jangka waktu pengujian Pemeriksaan 2013)
Lapangan dpt diperpanjang utk jangka waktu
paling lama 6 bulan dan dpt dilakukan paling
banyak 3 x s.d. kebutuhan waktu utk
melakukan pengujian apabila terkait dgn:
1. WP KKKS Migas;
2. WP dlm 1 grup; atau
3. WP yg terindikasi melakukan transaksi
transfer pricing dan/atau transaksi
khusus lain yg berindikasi adanya
rekayasa transaksi keuangan.
(Pasal 16 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
f. Penyelesaian Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor diselesaikan dgn cara: (Pasal 20
PMK-17/PMK.03/2013)
1. Menghentikan Pemeriksaan dgn membuat LHP Sumir; (Pasal 21 PMK-17/PMK.03/2013) atau
→ Dilakukan dlm hal:
a. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg diperiksa:
Tdk ditemukan dlm jangka waktu 6 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan diterbitkan; atau
Tdk memenuhi panggilan Pemeriksaan dlm jangka waktu 4 bulan sejak tanggal Surat
Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
Pemeriksaan yg dihentikan dgn membuat LHP Sumir krn WP tdk ditemukan atau tdk memenuhi
panggilan Pemeriksaan, dpt dilakukan Pemeriksaan kembali apabila dikemudian hari WP
ditemukan. (Pasal 23 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
b. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka tsb:
Tdk dilanjutkan dgn penyidikan krn WP mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya
sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP
Tdk dilanjutkan dgn penyidikan tetapi diselesaikan dgn menerbitkan SKPKB sesuai Pasal
13A UU KUP; atau
Dilanjutkan dgn penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan krn tdk dilakukan penuntutan
sesuai Pasal 44B UU KUP.
c. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
penyidikan sbg tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan scr tertutup dan penyidikan tsb
dihentikan krn memenuhi ketentuan sesuai Pasal 44B UU KUP.
d. Pemeriksaan Ulang tdk mengakibatkan adanya tambahan atas jml pajak yg tlh ditetapkan dlm skp
sebelumnya.
e. Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak.
2. Membuat LHP, sbg dasar penerbitan skp dan/atau STP. (Pasal 22 PMK-17/PMK.03/2013)
→ Dilakukan dlm hal:
a. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan sehubungan dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai
Pasal 17B UU KUP:
Tdk ditemukan dlm jangka waktu 6 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan diterbitkan; atau
Tdk memenuhi panggilan Pemeriksaan dlm jangka waktu 4 bulan sejak tanggal Surat
Panggilan Daa Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
Pajak terutang atas Pemeriksaan thd WP yg tdk ditemukan atau tdk memenuhi panggilan
Pemeriksaan, ditetapkan scr jabatan. (Pasal 23 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
b. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan Pemeriksaan dpt diselesaikan
dlm jangka waktu Pemeriksaan.
c. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan blm dpt diselesaikan s.d.:
Berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan; atau
Berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor. Pemeriksaan
Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg pengujiannya blm diselesaikan, hrs diselesaikan dgn
menyampaikan SPHP dlm jangka waktu paling lama 7 hari kerja sejak berakhirnya
perpanjangan jangka waktu pengujian tsb dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan s.d.
pembuatan LHP. (Pasal 22 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
d. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka tsb:
Dihentikan krn WP OP yg dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka meninggal
dunia;
Dihentikan krn tdk ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
Dilanjutkan dgn penyidikan namun penyidikannya dihentikan krn memenuhi ketentuan sesuai
Pasal 44A UU KUP; atau
Dilanjutkan dgn penyidikan dan penuntutan serta tlh terdapat Putusan Pengadilan mengenai
tindak pidana di bidang perpajakan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan
Putusan Pengadilan tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.
e. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
penyidikan sbg tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan scr tertutup dan penyidikan tsb:
Dihentikan krn memenuhi ketentuan sesuai Pasal 44A UU KUP; atau
Dilanjutkan dgn penuntutan serta tlh terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak pidana di
bidang perpajakan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan Pengadilan
tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.
B‐22‐
Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yg tergabung dlm suatu tim Pemeriksa Pajak
berdasarkan SP2. (Pasal 24 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
→ SP2 diterbitkan utk 1 atau bbrp Masa Pajak dlm suatu Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak yg sama
atau utk 1 Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak thd 1 WP. (Pasal 24 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala UP2 hrs menerbitkan surat yg berisi perubahan
tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 24 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal tim Pemeriksa Pajak dibantu oleh tenaga ahli sesuai Pasal 8 huruf e PMK-17, tenaga ahli tsb
bertugas berdasarkan ST yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 24 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Tim Pemeriksa Pajak dpt dibantu oleh seorang atau lbh yg memiliki keahlian tertentu, baik yg
berasal dari DJP, maupun yg berasal dari instansi di luar DJP yg tlh ditunjuk oleh Dirjen Pajak, sbg
tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang TI, dan pengacara. (Pasal 8 huruf e
PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
(Pasal 26 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Pertemuan dgn WP
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Pertemuan dgn WP
Dlm pelaksanaan Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,
Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dgn WP, wakil, atau kuasa dari WP. (Pasal 27 ayat
(1) & (2) PMK-17/PMK.03/2013)
i. Peminjaman Dokumen:
1. Ketentuan Peminjaman Dokumen → berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
a. Buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg a. Daftar buku, catatan, dan/atau
dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg dokumen, termasuk data yg
diperlukan dan diperoleh/ditemukan pd saat dikelola scr elektronik serta
pelaksanaan Pemeriksaan di tempat WP, dipinjam pd keterangan lain yg diperlukan
saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti oleh Pemeriksa Pajak, hrs
peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dilampirkan pd Surat Panggilan
dokumen. (Pasal 28 ayat Dlm Rangka Pemeriksaan
(1) huruf a PMK-17/PMK.03/2013) Kantor. (Pasal 28 ayat (2) huruf a
PMK-17/PMK.03/2013)
b. Dlm hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data b. Buku, catatan, dan/atau
yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg dokumen, termasuk data yg
diperlukan blm ditemukan atau diberikan oleh WP pd dikelola scr elektronik serta
saat pelaksanaan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak keterangan lain, wajib
membuat surat permintaan peminjaman buku, catatan, dipinjamkan pd saat
dan dokumen yg dilampiri dgn daftar buku, catatan, WP memenuhi panggilan dlm
dan/atau dokumen yg wajib dipinjamkan. (Pasal 28 rangka Pemeriksaan Kantor dan
ayat (1) huruf b PMK-17/PMK.03/2013) Pemeriksa Pajak membuat bukti
peminjaman dan pengembalian
buku, catatan, dan dokumen.
(Pasal 28 ayat (2) huruf
b PMK-17/PMK.03/2013)
c. Dlm hal utk mengakses dan/atau mengunduh data c. Dlm hal buku, catatan, dan/atau
yg dikelola scr elektronik diperlukan dokumen, termasuk
B‐22‐
peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak data yg dikelola scr elektronik
dpt meminta bantuan kpd: serta keterangan lain yg
WP utk menyediakan tenaga dan/atau diperlukan blm tercantum dlm
peralatan atas biaya WP; atau lampiran Surat Panggilan Dlm
Seorang atau lbh yg memiliki keahlian tertentu, Rangka Pemeriksaan Kantor,
baik yg berasal dari DJP maupun yg berasal dari Pemeriksa Pajak membuat surat
luar DJP. permintaan peminjaman buku,
(Pasal 28 ayat (1) huruf c catatan, dan
PMK-17/PMK.03/2013) dokumen. (Pasal 28 ayat (2)
huruf c
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Kondisi Tertentu atas Dokumen
Dokumen Berupa Fotokopi/Data yg Dikelola Scr Elektronik:
Dlm hal yg dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yg dikelola scr elektronik, WP yg
diperiksa hrs membuat surat pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yg dikelola scr elektronik
yg dipinjamkan kpd Pemeriksa Pajak adalah sesuai dgn aslinya. (Pasal 28 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dokumen Tdk Dimiliki atau Tdk Dikuasai WP:
Dlm hal yg diminta oleh Pemeriksa Pajak tdk dimiliki atau tdk dikuasai oleh WP, WP hrs
membuat surat pernyataan yg menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data
yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta oleh Pemeriksa Pajak tdk dimiliki atau
tdk dikuasai oleh WP. (Pasal 29 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dokumen Perlu Dilindungi Kerahasiaannya:
Dlm hal perlu dilindungi kerahasiaannya, WP dpt mengajukan permintaan agar pelaksanaan
Pemeriksaan dpt dilakukan di tempat WP dgn menyediakan ruangan khusus. (Pasal 29 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
3. Bukti Penyerahan Dokumen
Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta
keterangan lain dari WP, Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan pengembalian buku,
catatan, dan dokumen. (Pasal 28 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP tlh meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg
dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta, Pemeriksa Pajak hrs membuat BA
pemenuhan slr peminjaman buku, catatan dan dokumen. (Pasal 30 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
4. Jangka Waktu Penyerahan Dokumen
Buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain
wajib diserahkan kpd Pemeriksa Pajak paling lama 1 bulan sejak surat permintaan peminjaman
buku, catatan, dan dokumen disampaikan. (Pasal 28 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta
keterangan lain yg dipinjam blm dipenuhi dan jangka waktu 1 bulan blm terlampaui, Pemeriksa
Pajak dpt menyampaikan peringatan scr tertulis paling banyak 2 x, yaitu:
Surat peringatan I stl 2 minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan peminjaman
buku, catatan, dan dokumen;
Surat peringatan II stl 3 minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan peminjaman
buku, catatan, dan dokumen.
(Pasal 28 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
Setiap surat peringatan yg disampaikan hrs dilampiri dgn daftar buku, catatan, dan dokumen yg
blm dipinjamkan dlm rangka Pemeriksaan. (Pasal 28 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
Apabila jangka waktu 1 bulan terlampaui dan WP tdk atau tdk sepenuhnya meminjamkan buku,
catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg
diminta, Pemeriksa Pajak hrs membuat BA tdk dipenuhinya permintaan peminjaman buku,
catatan, dan dokumen yg dilampiri dgn rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yg wajib
dipinjamkan namun blm diserahkan oleh WP. (Pasal 30 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
5. Pengujian Besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) (Pasal 31 PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
Dlm hal WP tdk atau tdk sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data
yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta berdasarkan BA tdk dipenuhinya permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen, Pemeriksa Pajak hrs menentukan dpt atau tdk-nya
melakukan pengujian dlm rangka menghitung besarnya PKP berdasarkan bukti kompeten yg cukup
sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan.
a. PKP Dihitung Scr Jabatan apabila:
Pemeriksaan dilakukan thd WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas atau WP badan,
dan
Pemeriksa Pajak tdk dpt melakukan pengujian dlm rangka menghitung besarnya PKP.
b. PKP Tdk Dihitung Scr Jabatan
Dlm hal PKP tdk dihitung scr jabatan, Pemeriksa Pajak dpt meminjam tambahan buku, catatan,
dan/atau dokumen serta keterangan lain selain yg sdh dipinjam.
j. Penyegelan:
1. Tujuan Penyegelan
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan utk memperoleh atau mengamankan buku, catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik, dan benda-benda lain yg dpt memberi
petunjuk ttg kegiatan usaha / pekerjaan bebas WP yg diperiksa agar tdk dipindahkan, dihilangkan,
dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan. (Pasal 32 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Syarat Penyegelan (Pasal 32 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Penyegelan dilakukan apabila pd saat pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, atau kuasa dari
WP yg diperiksa:
a. Tdk memberi kesempatan kpd Pemeriksa Pajak utk memasuki tempat atau ruang serta memeriksa
barang bergerak dan/atau tdk bergerak, yg diduga atau patut diduga digunakan utk menyimpan
buku atau catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yg dikelola
scr elektronik atau scr program aplikasi on-line yg dpt memberi petunjuk ttg kegiatan usaha /
pekerjaan bebas WP;
b. Menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yg a.l. berupa tdk memberi kesempatan
kpd Pemeriksa Pajak utk mengakses data yg dikelola scr elektronik atau membuka barang
bergerak dan/atau tdk bergerak;
c. Tdk berada di tempat dan tdk ada pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg
mempunyai kewenangan utk bertindak selaku pihak yg mewakili WP, shg diperlukan upaya
pengamanan Pemeriksaan sbl Pemeriksaan ditunda; atau
d. Tdk berada di tempat dan pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg mempunyai
kewenangan utk bertindak selaku pihak yg mewakili WP menolak memberi bantuan guna
kelancaran Pemeriksaan.
3. Tata Cara Penyegelan (Pasal 33 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Penyegelan dilakukan dgn menggunakan tanda segel.
b. Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang yg
tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
→ Dlm hal saksi menolak menandatangani BA Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat catatan ttg
penolakan tsb dlm BA Penyegelan.
c. Dlm melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara Penyegelan.
BA Penyegelan dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 yg tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 33 ayat
(4) PMK-17/PMK.03/2013)
BA dibuat 2 rangkap dan rangkap ke-2 diserahkan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai, atau
anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg diperiksa. (Pasal 33 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
d. Dlm melaksanakan Penyegelan, Pemeriksa Pajak dpt meminta bantuan Kepolisian Negara RI
dan/atau pemda setempat.
4. Pembukaan Segel (Pasal 34 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Pembukaan segel dilakukan apabila:
WP, wakil, kuasa, atau pihak yg dpt mewakili WP tlh memberi izin kpd Pemeriksa Pajak utk
membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tdk bergerak yg disegel,
dan/atau tlh memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
B‐22‐
Berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak, Penyegelan tdk diperlukan lagi; dan/atau
Terdapat permintaan dari penyidik yg sedang melakukan penyidikan tindak pidana.
b. Pembukaan segel hrs dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
orang yg tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
c. Dlm keadaan tertentu, pembukaan segel dpt dibantu oleh:
Kepolisian Negara RI, dan/atau
Pemda setempat.
d. Dlm hal tanda segel yg digunakan utk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa
Pajak hrs:
Membuat BA mengenai kerusakan atau kehilangan, dan
Melaporkannya kpd Kepolisian Negara RI.
e. Dlm melakukan pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat BA pembukaan segel yg
ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak & saksi.
→ Dlm hal saksi menolak menandatangani BA, Pemeriksa Pajak membuat catatan ttg penolakan
tsb dlm BA pembukaan segel.
f. BA pembukaan segel dibuat 2 rangkap dan rangkap ke-2 diserahkan kpd WP, wakil, kuasa,
pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP.
5. WP Tetap Tdk Memberikan Izin/Bantuan (Pasal 35 PMK-17/PMK.03/2013)
Apabila dlm jangka waktu 7 hari stl tanggal Penyegelan atau jangka waktu lain dgn
mempertimbangkan tujuan Penyegelan, WP, wakil, atau kuasa dari WP tetap tdk memberi izin kpd
Pemeriksa Pajak utk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tdk bergerak
yg disegel, dan/atau tdk memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, WP dianggap menolak
dilakukan Pemeriksaan. (Pasal 35 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan, WP, wakil, atau kuasa dari WP wajib
menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani surat pernyataan penolakan,
Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani BA mengenai penolakan tsb.
k. Penolakan Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
WP Menyatakan Menolak Utk Dilakukan WP Menyatakan Menolak Utk
Pemeriksaan Dilakukan Pemeriksaan
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg dilakukan Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari
Pemeriksaan Lapangan utk menguji kepatuhan pemenuhan WP memenuhi Surat Panggilan Dlm
kewajiban perpajakan menyatakan menolak utk dilakukan Rangka Pemeriksaan Kantor namun
Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat menyatakan menolak utk dilakukan
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, atau kuasa Pemeriksaan, WP, wakil, atau kuasa
dari WP hrs menandatangani surat pernyataan penolakan dari WP hrs menandatangani surat
Pemeriksaan. (Pasal 36 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013) pernyataan penolakan Pemeriksaan.
→ Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak (Pasal 37 ayat (1)
menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan, PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak membuat BA penolakan Pemeriksaan yg → Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 36 ayat (2) WP menolak menandatangani surat
PMK-17/PMK.03/2013) pernyataan penolakan Pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak membuat BA
penolakan Pemeriksaan yg
ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak. (Pasal
37 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
BA Tdk Dipenuhinya Panggilan
Pemeriksaan
Apabila:
Dlm jangka waktu paling lama 1
bulan sejak Surat Panggilan Dlm
Rangka Pemeriksaan
Kantor disampaikan kpd WP,
B‐22‐
Surat panggilan tsb tdk
dikembalikan oleh pos atau
jasa pengiriman lainnya, dan
WP tdk memenuhi panggilan
Pemeriksaan Kantor,
Pemeriksa Pajak membuat BA tdk
dipenuhinya panggilan Pemeriksaan
oleh WP yg ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak. (Pasal 37 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
Pemeriksa Pajak berdasarkan:
Surat pernyataan penolakan Pemeriksaan,
BA penolakan Pemeriksaan,
BA tdk dipenuhinya panggilan Pemeriksaan,
Surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan,
BA penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan
dpt melakukan penetapan pajak scr jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. (Pasal 38
PMK-17/PMK.03/2013)
l. Penjelasan WP dan Permintaan Keterangan Kpd Pihak Ketiga: → berlaku baik utk
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
1. Penjelasan WP
Utk memperoleh penjelasan yg lbh rinci, Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2 dpt memanggil
WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP melalui
penyampaian surat panggilan. (Pasal 39 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan, penjelasan yg lebih rinci dpt
dilakukan pd saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat WP. (Pasal 39 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Penjelasan yg lebih rinci yg diberikan kpd Pemeriksa Pajak dituangkan dlm BA mengenai
pemberian penjelasan WP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, kuasa dari
WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP. (Pasal 39 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP menolak
menandatangani BA tsb, Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tsb dlm BA dimaksud.
(Pasal 39 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Permintaan Keterangan
Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2, dpt meminta keterangan dan/atau bukti kpd pihak ketiga sesuai
Pasal 35 UU KUP scr tertulis sesuai dgn PMK yg mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan
kpd pihak ketiga. (Pasal 40 PMK-17/PMK.03/2013)
→ PMK yg mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan kpd pihak ketiga adalah
PMK-87/PMK.03/2013 ttg Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yg Terikat
oleh Kewajiban Merahasiakan.
B‐22‐
c. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Tanggapan (Pasal 42 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
WP dpt melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis utk jangka waktu
paling lama 3 hari kerja terhitung sejak jangka waktu pd Pasal 42 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013
berakhir. Pemberitahuan tertulis disampaikan oleh WP scr langsung atau melalui faksimili.
d. WP Tdk Menyampaikan Tanggapan (Pasal 42 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP tdk menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat BA tdk
disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
4. Hak Hadir WP dlm PAHP
Dlm rangka melaksanakan PAHP yg tercantum dlm SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan, kpd
WP hrs diberikan hak hadir dlm PAHP. (Pasal 43 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
a. Isi Undangan (Pasal 43 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Hak hadir dlm PAHP diberikan melalui penyampaian undangan scr tertulis kpd WP dgn
mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya PAHP.
b. Jangka Waktu Penyampaian Undangan (Pasal 43 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013) Undangan hrs
disampaikan kpd WP dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja terhitung sejak:
Diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari WP sesuai jangka waktu dlm Pasal 42 ayat (2)
atau ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013; atau
Berakhirnya jangka waktu dlm Pasal 42 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013 (jika WP tdk
menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP)
c. Cara Penyampaian Undangan (Pasal 43 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Undangan dpt disampaikan oleh Pemeriksa Pajak scr langsung atau melalui faksimili.
5. Kondisi-Kondisi WP
Kondisi WP Yg Dilakukan Pemeriksaan
Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak membuat:
WP: Risalah pembahasan dgn mendasarkan pd
Menyampaikan lembar lembar pernyataan persetujuan hasil
pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan, dan
Pemeriksaan dlm jangka waktu Membuat BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
dlm sesuai Pasal 42 ayat (2) pembahasan akhir, yg ditandatangani oleh tim
atau ayat (3) Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP.
PMK-17/PMK.03/2013; dan (Pasal 44 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Hadir dlm PAHP sesuai dgn hari
dan tanggal yg tercantum
dlm undangan tertulis.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak membuat:
WP: Risalah pembahasan berdasarkan lembar
Menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan,
pernyataan persetujuan hasil BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
Pemeriksaan dlm jangka waktu BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
sesuai Pasal 42 ayat (2) atau ayat pembahasan akhir,
(3) yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
PMK-17/PMK.03/2013; dan (Pasal 44 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Tdk hadir dlm PAHP sesuai
dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan
tertulis.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak hrs:
WP: Melakukan PAHP dgn WP dgn mendasarkan pd
Menyampaikan surat sanggahan surat sanggahan, dan
dlm jangka waktu sesuai Pasal Menuangkan hasil pembahasan tsb dlm risalah
42 ayat (2) atau ayat (3) pembahasan,
PMK-17/PMK.03/2013; dan yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP,
wakil, atau kuasa dari WP.
B‐22‐
Hadir dlm PAHP sesuai (Pasal 44 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
undangan.
Pemeriksa Pajak membuat:
BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
pembahasan akhir stl pembahasan dgn Tim QA
Pemeriksaan dilaksanakan (jika ada hasil
Pemeriksaan yg blm disepakati dlm risalah
pembahasan) (Pasal 45 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013),
→ Jika WP tdk mengajukan permohonan pembahasan
dgn Tim QA Pemeriksaan, BA PAHP yg dilampiri dgn
ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat berdasarkan
risalah pembahasan. (Pasal 45 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Catatan mengenai penolakan penandatanganan (jika
WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak
menandatangani risalah pembahasan, dan/atau BA
PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil pembahasan
akhir). (Pasal 45 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari Pemeriksa Pajak membuat:
WP: Risalah pembahasan berdasarkan surat
Menyampaikan surat sanggahan sanggahan,
dlm jangka waktu sesuai Pasal BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
42 ayat (2) atau ayat (3) BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
PMK-17/PMK.03/2013; dan pembahasan akhir,
Tdk hadir dlm PAHP sesuai Yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
dgn hari dan tanggal yg (Pasal 44 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
tercantum dlm undangan.
B‐22‐
Tdk menyampaikan tanggapan BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
tertulis atas SPHP dlm jangka BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
waktu sesuai Pasal 42 ayat (2) pembahasan akhir,
atau ayat (3) yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
PMK-17/PMK.03/2013; dan (Pasal 44 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
Tdk hadir dlm PAHP sesuai
dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan.
6. Ketidakhadiran WP
Jika WP tdk hadir dlm PAHP pd hari dan tanggal sesuai undangan, PAHP dianggap tlh
dilakukan. (Pasal 46 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika PAHP dianggap tlh dilakukan, BA PAHP yg dilampiri dgn ihtisar hasil pembahasan akhir
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 46 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
7. Permohonan Pembahasan dgn Tim QA
a. Tujuan Surat Permohonan (Pasal 47 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP mengajukan permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, WP menyampaikan
surat permohonan kpd:
Kepala Kanwil DJP, jika Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pd KPP atau Kanwil
DJP; atau
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, jika Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pd
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
b. Syarat Permohonan Pembahasan dgn Tim QA (Pasal 47 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan dpt dilakukan apabila:
Risalah pembahasan sesuai Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013 tlh
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP; dan
BA PAHP sesuai Pasal 45 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013 blm ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP.
c. Cara dan Jangka Waktu Penyampaian Surat Permohonan (Pasal 47 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Surat permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan hrs disampaikan:
scr lsg, atau
melalui faksimili,
dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan sesuai Pasal
44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013 dan ditembuskan kpd kepala UP2.
→ Berdasarkan surat permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, Tim QA Pemeriksaan
hrs menyampaikan undangan kpd WP dan Pemeriksa Pajak utk melakukan PAHP yg blm
disepakati dlm risalah pembahasan. (Pasal 50 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Undangan dpt disampaikan:
scr lsg, atau
melalui faksimili.
(Pasal 50 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
8. Susunan & Pembentukan Tim QA (Pasal 48 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Susunan Tim QA
→ Terdiri dari 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, dan 3 orang anggota.
b. Pembentukan Tim QA
→ Dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP a.n. Dirjen Pajak.
9. Tugas Tim QA (Pasal 49 PMK-17/PMK.03/2013)
Membahas perbedaan pendapat antara WP dgn Pemeriksa Pajak pd saat PAHP;
Memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara WP dgn Pemeriksa Pajak;
dan
Membuat risalah Tim QA Pemeriksaan yg berisi simpulan dan keputusan hasil pembahasan
dan bersifat mengikat.
10. Pembahasan dgn Tim QA (Pasal 51 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Pihak-Pihak yg Melakukan Pembahasan
B‐22‐
Tim QA Pemeriksaan,
Tim Pemeriksa Pajak, dan
WP, wakil, atau kuasa dari WP.
b. WP Tdk Hadir dlm Pembahasan
Dlm hal WP tdk hadir dlm pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan sesuai dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan, pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan hrs tetap dilakukan oleh Tim QA
Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
11. Risalah Tim QA Pemeriksaan
a. Risalah Tim QA Pemeriksaan (Pasal 53 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Hasil pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan hrs dituangkan dlm risalah Tim QA Pemeriksaan.
b. WP Hadir dlm Pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan
1. WP Bersedia Menandatangani Risalah Tim QA Pemeriksaan (Pasal 53 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Risalah Tim QA Pemeriksaan ditandatangani oleh:
Tim QA Pemeriksaan,
Ttim Pemeriksa Pajak, dan
WP, wakil, atau kuasa dari WP.
2. WP Menolak Menandatangani Risalah Tim QA Pemeriksaan (Pasal 53 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Tim QA Pemeriksaan membuat catatan mengenai penolakan tsb dlm risalah Tim QA
Pemeriksaan.
c. WP Tdk Hadir dlm Pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan
1. Jika tdk hadir dlm pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan sesuai dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan, Tim QA Pemeriksaan membuat:
BA ketidakhadiran WP dlm pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan yg
ditandatangani oleh Tim QA Pemeriksaan; dan
Risalah Tim QA Pemeriksaan,
yg ditandatangani oleh Tim QA Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 53 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Jika tdk hadir dlm pembahasan pd hari dan tanggal sesuai undangan, pembahasan dgn Tim
QA Pemeriksaan dianggap tlh dilakukan. (Pasal 53 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
12. BA PAHP
a. Dasar Pembuatan BA PAHP (Pasal 54 PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak membuat BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil pembahasan akhir dgn mendasari
kpd:
Risalah Pembahasan (sesuai Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013), dan
Risalah Tim QA Pemeriksaan (sesuai Pasal 53 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013).
b. Surat Panggilan
Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2 memanggil WP dgn mengirimkan surat panggilan utk
menandatangani BA PAHP. (Pasal 55 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Penyampaian Surat Panggilan (Pasal 55 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013) Surat
panggilan dpt disampaikan:
Scr lsg, atau
Jika surat panggilan disampaikan scr lsg dan WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak utk
menerima surat panggilan tsb, WP, wakil, atau kuasa dari WP hrs menandatangani surat
penolakan menerima surat panggilan utk menandatangani BA PAHP. (Pasal 55 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani surat penolakan menerima
surat panggilan utk menandatangani BA PAHP, Pemeriksa Pajak membuat BA
penolakan menerima surat panggilan utk menandatangani BA PAHP yg ditandatangani
oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 55 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Melalui faksimili.
Jangka Waktu Pemenuhan Surat Panggilan
B‐22‐
WP hrs memenuhi panggilan dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja stl surat panggilan
utk menandatangani BA PAHP diterima oleh WP. (Pasal 56 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP memenuhi panggilan, namun menolak
menandatangani BA PAHP, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan
penandatanganan pd BA PAHP. (Pasal 56 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
WP Tdk Memenuhi Panggilan (Pasal 56 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP tdk memenuhi panggilan, Pemeriksa Pajak membuat catatan pd BA PAHP mengenai
tdk dipenuhinya panggilan.
13. Penetapan Pajak dan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Scr Jabatan (Pasal 57
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika thd WP dilakukan penetapan pajak maupun PKP scr jabatan, buku, catatan, dan/atau dokumen,
termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg dpt dipertimbangkan oleh Pemeriksa
Pajak dlm PAHP terbatas pd:
Penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dlm rangka penghitungan penghasilan scr
jabatan; dan
Kredit pajak sbg pengurang PPh.
B‐22‐
→ Jika Pemeriksaan yg dilanjutkan terkait dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP, Pemeriksaan dilanjutkan dgn penerbitan:
SKP sesuai dgn PAHP apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP
blm terlewati; atau
SKPLB sesuai dgn SPT apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP
terlewati.
(Pasal 60 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
b. Susunan Keanggotaan Tim Pemeriksa Pajak Berbeda (Pasal 60 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak utk melanjutkan Pemeriksaan berbeda dgn susunan
keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya, Pemeriksaan tsb dilakukan stl diterbitkan surat yg
berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
B‐22‐
1. Pd saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan
adanya indikasi tindak pidana di bidang
perpajakan; atau
2. WP menolak utk dilakukan Pemeriksaan
(Lapangan maupun Kantor) dan thd WP tdk
dilakukan penghitungan PKP scr jabatan.
(Pasal 63 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Penangguhan Pemeriksaan Penangguhan Pemeriksaan
Jika usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka Jika WP yg dilakukan Pemeriksaan utk
disetujui oleh pejabat yg berwenang, pelaksanaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
Pemeriksaan ditangguhkan dgn membuat laporan perpajakan juga dilakukan Pemeriksaan Bukti
kemajuan Pemeriksaan s.d.: Permulaan scr tertutup, Pemeriksaan utk
1. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
diselesaikan krn: perpajakan ditangguhkan dgn membuat
WP mengungkapkan ketidakbenaran laporan kemajuan Pemeriksaan apabila
perbuatan sesuai Pasal 8 ayat (3) UU Pemeriksaan Bukti Permulaan scr tertutup
KUP; atau ditindaklanjuti dg penyidikan. (Pasal 66
Diterbitkan SKPKB sesuai Pasal 13A UU ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
KUP; atau
2. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka Penangguhan Pemeriksaan utk menguji
dihentikan krn: kepatuhan pemenuhan kewajiban
WP OP yg dilakukan Pemeriksaan Bukti perpajakan dilakukan s.d.:
Permulaan scr terbuka meninggal dunia; Penyidikan dihentikan sesuai dgn Pasal
Tdk ditemukan adanya bukti permulaan 44A atau Pasal 44B UU KUP; atau
tindak pidana di bidang perpajakan; Putusan pengadilan atas tindak pidana
Penyidikan dihentikan sesuai dgn ketentuan di bidang perpajakan yg tlh memiliki
Pasal 44A atau Pasal 44B UU KUP; atau kekuatan hukum tetap dan salinan atas
Putusan pengadilan atas tindak pidana di keputusan tsb tlh diterima oleh Dirjen
bidang perpajakan tlh mempunyai kekuatan Pajak.
hukum tetap dan salinan putusan pengadilan (Pasal 66 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 64 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
Melanjutkan Pemeriksaan yg Ditangguhkan Melanjutkan Pemeriksaan yg
Pemeriksaan yg ditangguhkan dilanjutkan sesuai dgn Ditangguhkan
ketentuan yg berlaku apabila: Pemeriksaan yg ditangguhkan dilanjutkan
1. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka apabila:
dihentikan krn: 1. Penyidikan dihentikan krn Pasal 44A
WP OP yg dilakukan Pemeriksaan Bukti UU KUP; atau
Permulaan scr terbuka meninggal dunia; 2. Putusan pengadilan atas tindak pidana
Tdk ditemukan adanya bukti permulaan di bidang perpajakan yg tlh memiliki
tindak pidana di bidang perpajakan; atau kekuatan hukum tetap dan salinan atas
2. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka keputusan tsbt tlh diterima oleh Dirjen
dilanjutkan dgn: Pajak.
Penyidikan namun penyidikan dihentikan (Pasal 66 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
krn memenuhi ketentuan sesuai Pasal 44A
UU KUP; atau
Penyidikan dan penuntutan serta tlh terdapat
putusan pengadilan mengenai tindak pidana
di bidang perpajakan yg tlh mempunyai
kekuatan hukum tetap dan salinan putusan
pengadilan tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 65 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
r. Pemeriksaan Ulang:
1. Dasar Pemeriksaan Ulang
Pemeriksaan Ulang hanya dpt dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Dirjen Pajak.(Pasal 68
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Instruksi atau persetujuan Dirjen Pajak tsb dpt diberikan apabila terdapat data baru termasuk data
yg semula blm terungkap. (Pasal 68 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Hasil Pemeriksaan Ulang
a. Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya (Pasal 68 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
→ Dirjen Pajak menerbitkan SKPKBT.
B‐22‐
b. Tdk Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya (Pasal 68 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
→ Pemeriksaan Ulang dihentikan dgn membuat LHP Sumir dan kpda WP diberitahukan mengenai
penghentian tsb
c. Tdk Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya tetapi Ada
Perubahan Jml Rugi Fiskal (Pasal 68 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Dirjen Pajak menerbitkan keputusan mengenai rugi fiskal.
Keputusan mengenai rugi fiskal tsb digunakan sbg dasar utk memperhitungkan rugi fiskal ke thn
pajak berikutnya. (Pasal 68 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
b. Standar Pemeriksaan:
1. Standar Pemeriksaan meliputi:
a. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 73 PMK-17/PMK.03/2013)
Sama dgn Standar Umum Pemeriksaan utk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
b. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 74 PMK-17/PMK.03/2013)
1. Hrs didahului dgn persiapan yg baik, sesuai dgn tujuan Pemeriksaan, dan mendapat
pengawasan yg seksama;
a. Persiapan yg baik hrs didukung dgn penyusunan Program Pemeriksaan (audit
program).
b. Pengawasan yg seksama dilakukan oleh Supervisor dlm rangka memastikan bahwa
pelaksanaan Pemeriksaan sejalan dgn tujuan & kriteria Pemeriksaan. (Pasal 7 huruf a
PER-23/PJ/2013)
2. Luas Pemeriksaan disesuaikan dgn kriteria dilakukannya Pemeriksaan;
4. Kriteria Bagian III huruf b angka 2.b butir 4, 7, 8 berlaku juga utk Pemeriksaan
utk tujuan lain
5. Didokumentasikan dlm bentuk KKP.
→ Fungsi KKP (Pasal 75 huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
Bukti bahwa Pemeriksa Pajak tlh melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan standar
Pemeriksaan
Dasar pembuatan LHP
B‐22‐
c. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan (Pasal 76 PMK-17/PMK.03/2013)
1. LHP disusun scr ringkas dan jelas, memuat:
a. Ruang lingkup atau pos-pos yg diperiksa sesuai dgn tujuan Pemeriksaan
b. Simpulan Pemeriksa Pajak
c. Pengungkapan informasi lain yg terkait
2. LHP utk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas WP
b. Penugasan Pemeriksaan
c. Dasar (tujuan) Pemeriksaan
d. Buku dan dokumen yg dipinjam
e. Materi yg diperiksa
f. Uraian hasil Pemeriksaan
g. Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak
3. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak, (Pasal 9 huruf c
PER-23/PJ/2013)
4. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 utk mengetahui apakah:
Hasil Pemeriksaan tlh sesuai kriteria Pemeriksaan tujuan lain,
Simpulan, usul, dan/atau rekomendasi yg diberikan tlh memiliki dasar hukum yg tepat.
(Pasal 9 huruf d PER-23/PJ/2013)
B‐22‐
d. Hak & Kewajiban WP:
1. Hak WP (Pasal 79 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Meminta kpda Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak & SP2
kpd WP pd waktu Pemeriksaan
b. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan, dlm hal Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan
c. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan penjelasan ttg alasan & tujuan Pemeriksaan
d. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa
Pajak apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak
e. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak
melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan
2. Kewajiban WP
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
WP wajib: WP wajib:
a. Memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, a. Memperlihatkan dan
dan/atau dokumen yg menjadi dasar pembukuan meminjamkan buku, catatan,
atau pencatatan, dan dokumen lain, ng dan/atau dokumen yg menjadi
berhubungan dgn tujuan Pemeriksaan dasar pembukuan atau
b. Memberi kesempatan utk mengakses dan/atau pencatatan, dan dokumen lain, yg
mengunduh data yg dikelola scr elektronik berhubungan dgn tujuan
c. Memberi kesempatan utk memasuki tempat atau Pemeriksaan
ruang penyimpanan buku, catatan, dan/atau b. Memberikan keterangan lisan
dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau dan/atau tertulis serta
pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang, yg memberikan data dan/atau
berkaitan dgn tujuan Pemeriksaan serta keterangan lain yg diperlukan.
meminjamkannya kpd Pemeriksa Pajak (Pasal 80 ayat (2) PMK-17/PMK.03/
d. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis 2013)
serta memberikan data dan/atau keterangan lain yg
diperlukan
(Pasal 80 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
1. Yg Melakukan Pemeriksaan Lapangan (Pasal 82 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yg tergabung dlm suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan SP2.
2. Penerbitan SP2 (Pasal 82 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
SP2 diterbitkan utk 1 atau bbrp Masa Pajak dlm suatu Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak yg sama atau
utk 1 Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak thd 1 WP.
3. Susunan Tim Pemeriksa Pajak Berubah (Pasal 82 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, kepala UP2 tdk perlu memperbarui SP2 tetapi hrs
menerbitkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
B‐22‐
4. Jasa pengiriman lainnya dgn bukti pengiriman. (Pasal 84
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
h. Peminjaman Dokumen:
Buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain yg dipinjam hrs disesuaikan dgn
tujuan dan kriteria Pemeriksaan utk tujuan lain sesuai Pasal 70 PMK-17/PMK.03/2013.
Peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain hrs dilaksanakan
sesuai dgn ketentuan sesuai Pasal 28 & Pasal 29 PMK-17/PMK.03/2013.
Kriteria Bagian III huruf i berlaku juga utk Pemeriksaan utk tujuan lain
i. Penolakan Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Kantor
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg dilakukan Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg
Pemeriksaan Lapangan utk tujuan lain menyatakan dilakukan Pemeriksaan Kantor utk tujuan lain
menolak utk dilakukan Pemeriksaan, termasuk memenuhi Surat Panggilan Dlm Rangka
menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Kantor namun menyatakan
Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, atau kuasa dari menolak utk dilakukan Pemeriksaan, WP,
WP hrs menandatangani surat penolakan wakil, atau kuasa dari WP hrs menandatangani
Pemeriksaan. (Pasal 86 ayat (1) surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
PMK-17/PMK.03/2013) (Pasal 87 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
→ Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak → Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP
menandatangani surat penolakan Pemeriksaan, menolak menandatangani surat pernyataan
Pemeriksa Pajak membuat BA penolakan penolakan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak
Pemeriksaan yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa membuat BA penolakan Pemeriksaan yg
Pajak. (Pasal 86 ayat (2) ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
PMK-17/PMK.03/2013) (Pasal 87 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
Bagian III huruf l berlaku juga utk Pemeriksaan utk tujuan lain
V. Kuesioner Pemeriksaan
Tujuan Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan (Pasal 90 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013) Pemeriksa
Pajak wajib menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kpd WP yg diperiksa utk meningkatkan kualitas &
akuntabilitas Pemeriksaan.
Waktu Penyampaian Kuesioner Kpd WP (Pasal 90 ayat (2) & (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Utk Menguji
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Pemeriksaan Utk Tujuan Lain
Perpajakan
Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan
dilakukan pd saat pertemuan dgn WP sesuai disampaikan pd saat:
Pasal 27 PMK-17/PMK.03/2013. 1. Penyampaian Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan, atau
2. Pd saat WP datang memenuhi Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor.
Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan Oleh WP (Pasal 90 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
WP dpt menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan yg tlh diisi kpd:
1. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, jika UP2 adalah Direkorat Pemeriksaan dan Penagihan; atau
2. Kakanwil DJP, jika UP2 adalah Kantor Wilayah DJP atau KPP.
Pemeriksaan yg Ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Tlh Dibuat LHP
Sumir
→ Dpt dilakukan Pemeriksaan dlm rangka penerbitan skp sepanjang hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan
tdk terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 94 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
B‐22‐
TATA CARA PENERBITAN skp & STP
Dasar Hukum:
Pasal 13 ayat (6), 14 ayat (6), 15 ayat (5), dan 17A ayat (2) UU KUP
Pasal 23 & 24 ayat (4) PP 74 Thn 2011
PMK-145/PMK.03/2012 ttg Tata Cara Penerbitan skp dan STP (berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10
Sept 2012) → mencabut PMK-189/PMK.03/2007 jo PMK-84/PMK.03/2010 dan PMK-23/ PMK.03/2008
jo PMK-83/PMK.03/2010
PER-27/PJ/2012 (berlaku tanggal 13 Des 2012) jo PER-23/PJ/2014 (berlaku mulai tanggal 14 Agust 2014)
ttg Bentuk & Isi Nothit, Bentuk & Isi skp serta Bentuk & Isi STP
Pasal 2 PMK-145/PMK.03/2012
(1) Dlm jangka waktu 5 thn stl saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn
Pajak, Dirjen Pajak dpt menerbitkan:
a. SKPKB; atau
b. SKPKBT.
(2) Dirjen Pajak tetap dpt menerbitkan SKPK B/SKPKBTsesuai ayat (1) walaupun jangka waktu 5 thn tlh lewat,
dlm hal Dirjen Pajak menerima Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg
dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan
kerugian pd pendapatan negara.
(3) Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB/SKPKBT utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007
dan sebelumnya, berlaku ketentuan:
a. jangka waktu pd ayat (1) menjadi 10 thn atau paling lama pd akhir Thn Pajak 2013;
b. jangka waktu pd ayat (2) menjadi 10 thn.
(4) SKPKB diterbitkan dlm hal terdapat pajak yg tdk atau kurang dibayar berdasarkan:
a. hasil Verifikasi thd keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP berupa:
1) hasil klarifikasi/konfirmasi FP;
2) bukti pemotongan PPh;
3) data perpajakan terkait dgn WP yg tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat (3)
UU KUP dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya sebagaimana ditentukan
dlm Surat Teguran;
4) data konkret dlm Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana
krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan
kerugian pd pendapatan negara, yg dpt dipergunakan utk menghitung besarnya pajak yg terutang yg tdk
atau kurang dibayar; atau
5) bukti transaksi atau data perpajakan yg dpt digunakan utk menghitung kewajiban perpajakan WP.
b. hasil Pemeriksaan thd:
1) SPT;
2) kewajiban perpajakan WP krn WP tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat (3)
UU KUP, dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya sebagaimana ditentukan
dlm Surat Teguran; atau
3) Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara, dan thd Putusan Pengadilan tsb tdk dilakukan Verifikasi pd huruf a angka 4).
c. hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan thd WP yg melakukan perbuatan sesuai Pasal 13A UU KUP.
(5) SKPKBT diterbitkan berdasarkan:
a. hasil Verifikasi thd:
1) keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri sesuai Pasal 15 ayat (3) UU KUP;
2) data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi FP yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang;
atau
3) data baru berupa FP dlm Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg
dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt
menimbulkan kerugian pd pendapatan negara, yg dpt dipergunakan utk menghitung
B‐
besarnya pajak terutang yg tdk atau kurang dibayar.
b. hasil Pemeriksaan atau hasil Pemeriksaan Ulang thd:
1) data baru yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang termasuk data yg semula blm
terungkap sesuai Pasal 15 ayat (1) UU KUP; atau
2) data baru dlm Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan
kerugian pd pendapatan negara dan thd data baru dlm Putusan Pengadilan tsb tdk dilakukan Verifikasi
pd huruf a angka 3 PMK-145/PMK.03/2012).
(6) Dirjen Pajak menerbitkan SKPN sesuai Pasal 17A ayat (1) UU KUP berdasarkan hasil Pemeriksaan thd SPT
apabila jml kredit pajak atau jml pajak yg dibayar sama dgn jml pajak yg terutang, atau pajak tdk terutang dan
tdk ada kredit pajak atau tdk ada pembayaran pajak.
(7) Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB dlm hal berdasarkan:
a. hasil Verifikasi thd kebenaran atas permohonan pengembalian kelebihan pajak yg seharusnya tdk terutang
sesuai Pasal 17 ayat (2) UU KUP terdapat pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang;
b. hasil Pemeriksaan thd:
1) SPT terdapat jml kredit pajak atau jml pajak yg dibayar lbh besar daripada jml pajak yg terutang sesuai
Pasal 17 ayat (1) UU KUP; atau
2) permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai Pasal 17B UU KUP terdapat jml kredit
pajak atau jml pajak yg dibayar lbh besar daripada jml pajak yg terutang.
(8) SKPLB pd ayat (7) masih dpt diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yg semula blm terungkap,
apabila ternyata pajak yg lbh dibayar jml-nya lbh besar daripada kelebihan pembayaran pajak yg tlh ditetapkan.
Pasal 3 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 diterbitkan utk suatu Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak.
(2) skp pd ayat (1) diterbitkan sesuai dgn Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak yg dilakukan
Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pasal 4 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 hrs diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
(2) Nota penghitungan pd ayat (1) dibuat berdasarkan LHV, LHP, laporan hasil Pemeriksaan Ulang atau laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pasal 5 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 hrs dikirimkan kpd WP.
(2) Pengiriman skp pd ayat (1), dpt dilakukan:
a. scr lsg;
b. melalui pos dgn bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat.
Pasal 6 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya dlm hal:
a. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sbg akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yg dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tetapi tdk melaporkan kegiatan usahanya utk
dikukuhkan sbg PKP;
e. pengusaha yg tdk dikukuhkan sbg PKP tetapi membuat FP; atau
f. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP tdk membuat FP atau membuat FP tetapi tdk tepat waktu atau tdk
mengisi selengkapnya FP.
Pasal 7 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan setelahnya
B‐
dlm hal:
a. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar;
b. berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sbg akibat salah tulis dan/atau salah
hitung;
c. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP, tdk membuat FP atau membuat FP tetapi tdk tepat waktu;
e. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP tdk mengisi FP scr lengkap sesuai Pasal 13 ayat (5) UU PPN, selain :
1) identitas pembeli sesuai Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN; atau
2) identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sesuai Pasal 13 ayat (5) huruf b & g UU PPN, dlm hal
penyerahan dilakukan oleh PKP PE;
f. PKP melaporkan FP tdk sesuai dgn masa penerbitan FP; atau
g. PKP yg mengalami gagal berproduksi dan tlh diberikan pengembalian PM sesuai Pasal 9 ayat (6a) UU PPN.
Pasal 8 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP dlm Pasal 6 atau Pasal 7 PMK-145/PMK.03/2012 stl meneliti data administrasi
perpajakan atau stl melakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan dlm
rangka penerbitan skp.
Pasal 9 PMK-145/PMK.03/2012
Jml kekurangan pajak yg terutang dlm STP dlm Pasal 6 huruf a & b PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf a &
b PMK-145/PMK.03/2012, ditambah dgn sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan utk paling lama 24
bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sampai
dgn diterbitkannya STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Pasal 10 PMK-145/PMK.03/2012
Sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga yg ditagih berdasarkan STP dlm Pasal 6 huruf c
PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf c PMK-145/PMK.03/2012 termasuk sanksi administrasi berupa denda
seb 50% sesuai Pasal 25 ayat (9) UU KUP dan seb 100% sesuai Pasal 27 ayat (5d) UU KUP.
Pasal 11 PMK-145/PMK.03/2012
Thd pengusaha atau PKP dlm Pasal 6 huruf d, e, atau f PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf d, e, atau f PMK-
145/PMK.03/2012, selain wajib menyetor pajak yg terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 2% dari
DPP.
Pasal 12 PMK-145/PMK.03/2012
Thd PKP dlm Pasal 7 huruf g PMK-145/PMK.03/2012, dikenai sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan
dari jml pajak yg ditagih kembali, yg dihitung dari tanggal penerbitan SKPKPP sampai dgn tanggal penerbitan STP,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Ketentuan Lain-lain:
Pasal 13 PMK-145/PMK.03/2012
(1) Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sbl WP
diberikan atau diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sbg PKP, apabila diperoleh data dan/atau informasi yg
menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yg blm dipenuhi oleh WP.
(2) Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sbl dan/atau
stl penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila stl penghapusan NPWP atau pencabutan
Pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yg menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yg blm
dipenuhi oleh WP.
(3) skp dan/atau STP pd angka ayat (1) dan/atau ayat (2) diterbitkan dlm jangka waktu 5 thn stl saat terutangnya
pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak, kecuali thd WP dipidana krn melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt mengakibatkan kerugian pd pendapatan
negara berdasarkan Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) skp dan/atau STP pd ayat (2) diterbitkan dgn terlebih dahulu mengaktifkan kembali NPWP yg tlh
B‐
dihapus.
(5) Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007
dan sebelumnya, jangka waktu pd ayat (3) menjadi 10 thn.
Pasal 14 PMK-145/PMK.03/2012
Dlm hal WP memperoleh izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn satuan mata uang Dollar AS dan diwajibkan
utk menyampaikan SPT dgn menggunakan satuan mata uang Dollar AS, skp & STP diterbitkan dgn menggunakan
satuan mata uang Dollar AS kecuali STP berdasarkan Pasal 7 UU KUP.
B‐
ANGSURAN & PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat (4), Pasal 19 ayat (2) UU KUP
PMK-184/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Jan 2008) jo PMK-80/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg
Penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran & penyetoran pajak, penentuan tempat pembayaran, tata cara
pembayaran, penyetoran & pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran & penundaan pembayaran pajak
PER-38/PJ/2008 (berlaku sejak 24 Sept 2008) ttg Tata cara pemberian angsuran & penundaan pembayaran
pajak
B‐
menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dgn permohonan WP, dan SK Persetujuan
Angsuran Pembayaran Pajak atau SK Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak hrs diterbitkan paling lama
5 hari kerja stl jangka waktu 7 hari kerja tsb berakhir.
Keputusan Kepala KPP dpt berupa:
Menyetujui jml angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dgn
permohonan WP;
Menyetujui jml angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dgn
pertimbangan Kepala KPP; atau
Menolak permohonan WP
Thd utang pajak yg tlh diterbitkan SK tdk dpt lagi diajukan permohonan utk mengangsur atau menunda
pembayaran
B‐
PENAGIHAN PAJAK
Dasar Hukum:
Pasal 18, 19, 20, 21, 22 UU KUP
UU PPSP
Pasal 46, 47, 48 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
PP 135 Thn 2000 ttg Tata Cara Penyitaan dlm Rangka PPSP
PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010 ttg Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dgn Surat Paksa dan
Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus
KMK-563/KMK.04/2000 ttg Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yg Tersimpan pd
Bank dlm Rangka PPSP
KEP-21/PJ/2002 ttg Tata Cara Pemberitahuan Pelaksanaan PPSP dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat
yg Berwenang Menerbitkan Surat Paksa → sejak 17 Sept 2014, Pasal 6 tdk berlaku
PER-24/PJ/2014 ttg Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak
yg Tersimpan pd Bank dlm Rangka PPSP (berlaku sejak 17 Sept 2014) → mencabut KEP-627/PJ./2001 jo
PER-109/PJ/2007, Pasal 6 KEP-21/PJ/2002, dan Formulir dlm KEP-645/PJ/2001 jo
KEP-474/PJ/2002
SE terkait:
SE-01/PJ.045/2007
B‐
bahwa SKPLB tetap seb Rp 10 juta. WP mengajukan permohonan banding, dgn Putusan Banding
menyatakan bahwa SKPLB menjadi seb Rp 80 juta. Berdasarkan Putusan Banding, Dirjen Pajak
menerbitkan SPMKP seb Rp 70 juta. Dlm hal ini Dirjen Pajak mengajukan permohonan PK ke MA.
Putusan PK menyatakan bahwa thd WP hanya dpt diberikan pengembalian LB seb Rp 10 juta.
Berdasarkan Putusan PK thd WP ditagih berdasarkan jml pajak yg seharusnya tdk dikembalikan seb Rp 70
juta.
Penagihan Pajak dgn Surat Paksa:
1. Atas jml pajak yg masih hrs dibayar, yg berdasarkan STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah,
yg tdk dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dgn jangka waktu pd Pasal 9 ayat (3) / ayat (3a) dilaksanakan
penagihan pajak dgn Surat Paksa sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan. (Pasal 20 ayat (1) UU KUP)
2. Dikecualikan dari penagihan pajak dgn surat paksa, penagihan seketika & sekaligus dilakukan
apabila: (Pasal 20 ayat (2) UU KUP)
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya atau berniat utk itu;
Penanggung Pajak memindahtangankan barang yg dimiliki atau yg dikuasai dlm rangka menghentikan
atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yg dilakukannya di Indonesia;
Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan
atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yg dimiliki atau yg dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya;
Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Penagihan seketika & sekaligus: Tindakan penagihan pajak yg dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kpd
Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yg meliputi slr utang pajak dari
semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Thn Pajak. (Penjelasan Pasal 20 ayat (2) UU KUP)
Hak Mendahului:
1. Negara mempunyai hak mendahulu utk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. (Pasal 21
ayat (1) UU KUP)
→ Ketentuan tentang hak mendahulu meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda,
kenaikan, dan biaya penagihan pajak. (Pasal 21 ayat (2) UU KUP)
2. Hak mendahulu utk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali thd: (Pasal 21 ayat (3)
UU KUP)
Biaya perkara yg hanya disebabkan oleh suatu penghukuman utk melelang suatu barang bergerak
dan/atau barang tdk bergerak;
Biaya yg tlh dikeluarkan utk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
Biaya perkara, yg hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
3. Dlm hal WP dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yg
ditugasi utk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta WP dlm pailit, pembubaran atau likuidasi
kpd pemegang saham atau kreditur lainnya sbl menggunakan harta tsb utk membayar utang pajak WP
tsb. (Pasal 21 ayat (3a) UU KUP)
4. Hak mendahulu hilang stl melampaui waktu 5 thn sejak tanggal diterbitkan STP, SKPKB, serta SKPKBT,
SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK yg menyebabkan jml pajak yg hrs
dibayar bertambah. (Pasal 21 ayat (4) UU KUP)
Perhitungan jangka waktu hak mendahulu: (Pasal 21 ayat (5) UU KUP)
Dlm hal Surat Paksa utk membayar diberitahukan scr resmi maka jangka waktu 5 thn dihitung sejak
pemberitahuan Surat Paksa; atau
Dlm hal diberikan penundaan pembayaran / persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5
thn dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.
→ Dlm hal diberikan penundaan pembayaran / persetujuan angsuran pembayaran, jangka waktu hak
mendahulu selama 5 thn pd Pasal 21 ayat (5) huruf b UU KUP, dihitung sejak batas akhir penundaan
diberikan atau sejak tanggal jatuh tempo angsuran terakhir. (Pasal 47 PP 74 Thn 2011)
B‐
Daluwarsa Penagihan:
1. Hak utk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak,
daluwarsa stl melampaui waktu 5 thn terhitung sejak penerbitan STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK. (Pasal 22 ayat (1) UU KUP)
2. Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila: (Pasal 22 ayat (2) UU KUP & penjelasannya)
a. Dirjen Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kpd Penanggung Pajak yg tdk melakukan
pembayaran hutang pajak sampai dgn tanggal jatuh tempo pembayaran.
→ Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tsb.
b. WP menyatakan pengakuan utang pajak dgn cara mengajukan permohonan angsuran / penundaan
pembayaran utang pajak sbl tanggal jatuh tempo pembayaran.
→ Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran / penundaan
pembayaran utang pajak diterima oleh Dirjen Pajak.
c. Terdapat SKPKB atau SKPKBT yg diterbitkan thd WP krn WP melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dan tindak pidana lain yg dpt merugikan pendapatan Negara berdasarkan putusan
pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap.
→ Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan skp tsb.
d. Thd WP dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
→ Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan.
B. JANGKA WAKTU PELUNASAN STP, SKPKB, SKPKBT, DAN SK ATAU KETETAPAN LAINNYA
1. STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan PK, yg
menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah, hrs dilunasi dlm jangka waktu 1 bulan sejak tanggal
diterbitkan.
a. Dlm hal WP mengajukan keberatan & tdk mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jml pajak
yg blm dibayar dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.
(Pasal 48 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
b. Dlm hal WP mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jml pajak yg blm dibayar dilakukan
paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
(Pasal 48 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
c. Dlm hal WP menyetujui slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP / PAHV, pelunasan atas jml
pajak yg masih hrs dibayar dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan skp. (Pasal 48 ayat
(3) PP 74 Thn 2011)
2. Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dpt diperpanjang paling
lama menjadi 2 bulan yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menkeu.
(PMK-187/PMK.03/2007)
a. Dlm hal WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu menyetujui slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm
PAHP / PAHV, pelunasan atas jml pajak yg masih hrs dibayar dilakukan paling lama 2 bulan sejak
tanggal penerbitan skp. (Pasal 48 ayat (4) PP 74 Thn 2011)
b. Kriteria WP usaha kecil:
1. WP OP usaha kecil:
WP OP; dan
menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau menerima penerimaan
bruto dari pekerjaan bebas dlm Thn Pajak sebelumnya < Rp 600 juta.
2. WP badan usaha kecil:
Modal WP 100% dimiliki oleh WNI;
Menerima atau memperoleh peredaran usaha dlm Thn Pajak sebelumnya < Rp 900 juta.
c. WP di daerah tertentu adalah WP yg tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usahanya
berlokasi di daerah tertentu yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak. (ketentuan terkait daerah tertentu ini blm
diterbitkan)
Dlm hal WP tdk melunasi jml pajak yg masih hrs dibayar dlm jangka waktu pd butir B.1.a-c &
B.2.a, pajak yg masih hrs dibayar tsb ditagih dgn terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran.
(Pasal 48 ayat (5) PP 74 Thn 2011)
B‐
C. JADWAL WAKTU PENAGIHAN PAJAK
B‐
Apabila stl lewat waktu 14 hari sejak Pengumuman Lelang, Penanggung Pajak tdk melunasi utang
pajak & biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui
kantor lelang negara.
(Pasal 28 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
Besar Biaya Penagihan Pajak: (Pasal 16 ayat (1) PP 135 Thn 2000)
Rp 50.000,- utk setiap pemberitahuan Surat Paksa, dan
Rp 100.000,- utk setiap pelaksanaan SPMP
Besar Tambahan Biaya Penagihan Pajak dlm Hal Barang yg Tlh Disita Dijual: (Pasal 16 ayat
(2) PP 135 Thn 2000)
scr lelang, 1% dari pokok lelang.
tdk scr lelang, 1% dari hasil penjualan.
Biaya penagihan pajak & tambahan biaya penagihan pajak mrp PNBP.
KPP/KPPBB mengupayakan agar semua biaya penagihan pajak termasuk biaya pelaksanaan SP,
SPMP, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, tambahan biaya penagihan dan biaya- biaya lainnya
sehubungan dgn penagihan pajak dibebankan kpd WP dan disetorkan ke Kas Negara menggunakan formulir
SSBP dgn Mata Anggaran Penerimaan 423155.
B‐
SURAT KETERANGAN FISKAL (SKF)
Dasar Hukum:
UU KUP
UU PPh
UU PPN
PER-44/PJ/2013 (berlaku mulai 05 Des 2013) → mencabut KEP-447/PJ./2001 jo PER-69/PJ./2007
KEP-378/PJ/2013 ttg Penetapan Standar Pelayanan pd KPP
SE terkait:
SE-29/PJ.44/1999 ttg Masa Berlakunya SKF
Definisi:
SKF: Surat yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak yg berisi keterangan mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan
WP utk masa pajak & thn pajak tertentu, yg dipergunakan untuk memenuhi persyaratan bagi WP dalam
melakukan pengadaan barang dan/atau jasa untuk keperluan Instansi Pemerintah.
Kantor Pusat: Tempat WP yg antara lain berupa tempat kegiatan usaha atau tempat kedudukan, yg terdaftar di
KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya adalah 000, serta mempunyai kewajiban melaporkan SPT
Tahunan PPh ke KPP tempat Kantor Pusat WP tsb terdaftar.
Kantor Cabang: Tempat WP yg antara lain berupa tempat kegiatan usaha atau tempat kedudukan, yg
terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya selain 000, yg hanya mempunyai kewajiban
melaporkan SPT Masa ke KPP tempat Kantor Cabang WP tsb terdaftar.
Terakhir: SPT dan/atau pelunasan pajak utk Masa Pajak dan Thn Pajak terakhir sbl surat permohonan SKF
diajukan hrs sdh dilaporkan dan/atau dilunasi pd saat surat permohonan SKF dimaksud diajukan dan diterima
oleh Dirjen Pajak melalui Kepala KPP
B‐
Yg Dilakukan Petugas KPP Stl Menerima Permohonan SKF dari WP:
1. Petugas di KPP tempat Kantor Pusat WP terdaftar meneliti pemenuhan slr persyaratan pemberian SKF termasuk
pemenuhan kewajiban perpajakannya di KPP tempat Kantor Cabang WP terdaftar.
2. Utk keperluan penelitian kewajiban perpajakan Kantor Cabang WP pd angka 1, Kepala KPP tempat Kantor
Pusat WP terdaftar melakukan konfirmasi pemenuhan kewajiban perpajakan ke Kepala KPP tempat Kantor
Cabang WP terdaftar dgn mengirimkan surat konfirmasi.
3. Kepala KPP tempat Kantor Cabang WP terdaftar, memberikan jawaban atas surat konfirmasi tsb paling lama 3
hari kerja sejak formulir permohonan konfirmasi kewajiban perpajakan dikirim oleh Kepala KPP
tempat Kantor Pusat WP terdaftar, yg penyampaiannya dpt dilakukan scr lsg, melalui pos, dan/atau sarana
komunikasi lainnya.
B‐
BAGIAN C
Pasal Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1 Pengenaan PPh
BAB II SUBJEK PAJAK
2 Subjek Pajak dan pembagiannya
2A Kewajiban pajak subjektif
3 Yg tdk termasuk subjek pajak
BAB III OBJEK PAJAK
4 Objek pajak; Penghasilan dikenai pajak final, Yg dikecualikan dari objek pajak
5 Objek pajak, biaya, dan laba BUT
6 Biaya utk 3M penghasilan
7 PTKP
8 Penghasilan atau kerugian bagi wanita yg tlh kawin; Penghasilan suami-isteri yg dikenai pajak scr terpisah
C011
RINGKASAN UU PPh
C‐02‐
Indonesia yg menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
16. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yg dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik utk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
C‐02‐
1. keuntungan krn pengalihan harta kpd perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg pengganti
saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan krn pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu, atau anggota yg diperoleh
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan krn likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha, atau reorganisasi dgn nama dan dlm bentuk apa pun;
4. keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yg diberikan
kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yg menjalankan usaha
mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn Peraturan MenKeu, sepanjang tdk ada hub
dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yg bersangkutan; dan
5. keuntungan krn penjualan atau pengalihan sebagian atau slr hak penambangan, tanda turut serta
dlm pembiayaan, atau permodalan dlm perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yg tlh dibebankan sbg biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kpd pemegang
polis, dan pembagian SHU koperasi; termasuk:
1. pembagian laba baik scr lsg ataupun tdk lsg, dgn nama dan dlm bentuk apapun;
2. pembayaran kembali krn likuidasi yg melebihi jml modal yg disetor;
3. pemberian saham bonus yg dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yg berasal
dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dlm bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yg dilakukan tanpa penyetoran;
6. jml yg melebihi jml setoran sahamnya yg diterima atau diperoleh pemegang saham krn pembelian
kembali saham-saham oleh perseroan yg bersangkutan;
7. pembayaran kembali slr-nya atau sebagian dari modal yg disetorkan, jika dlm thn-thn yg lampau
diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal
dasar (statuter) yg dilakukan scr sah;
8. pembayaran sehubungan dgn tanda-tanda laba, termasuk yg diterima sbg penebusan tanda-tanda
laba tsb;
9. bagian laba sehubungan dgn pemilikan obligasi;
10. bagian laba yg diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa SHU kpd anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan utk keperluan pribadi pemegang saham yg dibebankan sbg biaya
perusahaan.
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan krn pembebasan utang, kecuali s.d. jml tertentu yg ditetapkan dgn Peraturan
Pemerintah (PP 130 Thn 2000);
Pasal 1 PP 130 Thn 2000:
Utang Debitur Kecil: utang usaha yg jml-nya < Rp 350 juta, termasuk:
Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra);
Kredit Usaha Tani (KUT);
Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS);
Kredit Usaha Kecil (KUK); dan
Kredit kecil lainnya dlm rangka kebijakan perkreditan BI dlm mengembangkan usaha kecil
dan koperasi.
Pasal 2 PP 130 Thn 2000:
(1) Kredit yg diberikan oleh > 1 bank kpd 1 debitur yg jml seluruhnya < Rp 350 juta dpt
dihitung sbg Utang Debitur Kecil dari @ bank, sepanjang memenuhi kriteria Utang
Debitur Kecil.
(2) Dlm hal pemberian Utang Debitur Kecil dilakukan oleh > 1 bank kpd 1 debitur yg
mengakibatkan jml plafon kreditnya melampaui batas maksimum sesuai dlm Pasal 1,
maka keuntungan krn pembebasan utang yg dikecualikan sbg Objek Pajak adalah jml
sisa kredit yg diperoleh pd bank pertama ditambah dgn jml sisa kredit yg
C‐02‐
diperoleh pd bank-bank berikutnya sampai mencapai jml plafon kredit keseluruhan seb
Rp 350 juta.
(3) Apabila masih terdapat sisa kredit pd bank tsb dan atau bank-bank lain stl dikurangi dgn
jml plafon kredit keseluruhan seb Rp 350 juta sesuai ayat (2), maka keuntungan
krnpembebasan utang atas sisa kredit tsb mrp Objek Pajak.
Pasal 3 PP 130 Thn 2000:
(1) Atas penghasilan yg diperoleh debitur berupa keuntungan krn pembebasan utang yg mrp
Utang Debitur Kecil dari bank atau lembaga pembiayaan sesuai Pasal 1, dikecualikan
sbg Objek Pajak.
(2) Pengecualian sbg Objek Pajak sesuai ayat (1) hanya dpt dinikmati yg bersangkutan 1 x
dlm 1 thn pajak.
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lbh krn penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yg berasal dari penghasilan yg blm dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dlm UU yg mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan; dan
s. surplus BI.
C‐02‐
YADP)
No. 1 s.d. 4 mulai berlaku tanggal 11 Nov 2011
No. 5 mulai berlaku tanggal 11 Juni 2012
Pasal 2 PER-6/PJ/2011:
(1) WP yg melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya
wajib, wajib melampirkan FC bukti pembayaran pd SPT Tahunan PPh Thn Pajak
dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib.
(2) Bukti pembayaran pd ayat (1):
a. dpt berupa bukti pembayaran scr lsg atau melalui transfer rekening bank, atau
pembayaran melalui ATM, dan
b. paling sedikit memuat:
1) Nama lengkap WP dan NPWP pembayar;
2) Jml pembayaran;
3) Tanggal pembayaran;
4) Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yg
dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan
5) Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga
keagamaan, yg dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti pembayaran,
apabila pembayaran scr lsg; atau
6) Validasi petugas bank pd bukti pembayaran apabila pembayaran melalui
transfer rekening bank.
Pasal 3 PER-6/PJ/2011:
Zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tdk dpt dikurangkan dari
penghasilan bruto apabila:
a. tdk dibayarkan oleh WP kpd badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga
keagamaan, yg dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan/atau
b. bukti pembayarannya tdk memenuhi ketentuan sesuai Pasal 2 ayat (2).
Pasal 4 PER-6/PJ/2011:
(1) Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tsb dilaporkan
dlm SPT Tahunan PPh WP yg bersangkutan dlm Thn Pajak dibayarkan zakat atau
sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tsb.
(2) Dlm SPT Tahunan PPh, zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib pd
ayat (1) dilaporkan utk menentukan penghasilan neto.
2. harta hibahan yg diterima oleh keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau OP yg
menjalankan usaha mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan
MenKeu (PMK-245/PMK.03/2008),
sepanjang tdk ada hub dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yg
bersangkutan;
Pasal 2 PMK-245/PMK.03/2008:
(1) Keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat adalah orang tua dari anak
kandung.
(2) Badan keagamaan adalah badan keagamaan yg kegiatannya semata-mata mengurus
tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan, kegiatan di bidang keagamaan, yg
tdk mencari keuntungan.
(3) Badan pendidikan adalah badan pendidikan yg kegiatannya sernata-mata
menyelenggarakan pendidikan yg tdk mencari keuntungan.
(4) Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi adalah badan sosial yg kegiatannya
semata-mata menyelenggarakan:
a. pemeliharaan kesehatan;
b. pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);
c. pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang
cacat;
d. santunan dan/atau pertolongan kpd korban bencana alam, kecelakaan, dan
sejenisnya;
e. pemberian beasiswa;
f. pelestarian lingkungan hidup; dan/atau
C‐02‐
g. kegiatan sosial lainnya,
yg tdk mencari keuntungan.
(5) OP yg menjalankan usaha mikro dan usaha kecil adalah OP yg menjalankan usaha
mikro dan usaha, kecil yg memiliki dan menjalankan usaha produktif yg memenuhi
kriteria:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500 juta tdk termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 2,5 M.
Pasal 3ayat (2) PMK-245/PMK.03/2008:
Harta hibah, bantuan, atau sumbangan dibukukan oleh pihak penerima, sesuai dgn nilai
buku harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari pihak pemberi.
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yg diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 2 ayat (1)
huruf b sbg pengganti saham atau sbg pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau diperoleh dlm bentuk
natura dan/atau kenikmatan dari WP atau Pemerintah, kecuali yg diberikan oleh bukan WP, WP yg
dikenakan pajak scr final atau WP yg menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kpd orang pribadi sehubungan dgn asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yg diterima atau diperoleh PT sbg WP DN, koperasi, BUMN, atau BUMD,
dari penyertaan modal pd badan usaha yg didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dgn syarat
:
1. dividen berasal dari cadangan laba yg ditahan; dan
2. bagi PT, BUMN dan BUMD yg menerima dividen, kepemilikan saham pd badan yg
memberikan dividen paling rendah 25% dari jml modal yg disetor;
g. iuran yg diterima atau diperoleh dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan MenKeu, baik yg dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yg ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pd huruf g, dlm
bidang-bidang tertentu yg ditetapkan dgn Keputusan MenKeu;
i. bagian laba yg diterima atau diperoleh anggota dari CV yg modalnya tdk terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan KIK;
k. penghasilan yg diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yg didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dgn syarat badan
pasangan usaha tsb:
1. Mrp perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yg menjalankan kegiatan dlm sektor-sektor usaha
yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu; dan
2. sahamnya tdk diperdagangkan di BEI.
l. beasiswa yg memenuhi persyaratan tertentu yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan
Peraturan MenKeu (PMK-246/PMK.03/2008 jo PMK-154/PMK.03/2009);
Pasal 1 PMK-154/PMK.03/2009:
(1) Atas penghasilan berupa beasiswa yg diterima atau diperoleh WNI dari WP
pemberi beasiswa dlm rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan
nonformal yg dilaksanakan di DN dan/atau di LN dikecualikan dari objek PPh.
(1a) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yg terstruktur dan berjenjang yg terdiri
atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(1b) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yg dpt
dilaksanakan scr terstruktur dan berjenjang.
(2) Ketentuan pd ayat (1) tdk berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hub
istimewa dgn:
a. Pemilik;
b. Komisaris;
c. Direksi; atau
d. Pengurus,
dari WP pemberi beasiswa.
C‐02‐
Pasal 2 PMK-154/PMK.03/2009:
Komponen beasiswa sesuai Pasal 1 terdiri dari biaya pendidikan yg dibayarkan ke sekolah
(tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yg berkaitan dgn bidang studi yg diambil, biaya
utk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yg wajar sesuai dgn daerah lokasi tempat
belajar.
m. sisa lbh yg diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang pendidikan
dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yg tlh terdaftar pd instansi yg membidanginya, yg
ditanamkan kembali dlm bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dlm jangka waktu paling lama 4 thn sejak diperolehnya sisa lbh tsb, yg ketentuannya
diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu (PMK-80/PMK.03/2009); dan
Pasal 1 PMK-80/PMK.03/2009:
(1) Sisa lebih yg diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg ditanamkan kembali dlm bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yg
diselenggarakan bersifat terbuka kpd pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4
thn sejak diperolehnya sisa lebih tsb dikecualikan sebagai objek PPh.
(2) Sisa lebih pd ayat (1) adalah selisih dari slr penerimaan yg mrp objek PPh selain
penghasilan yg dikenakan PPh tersendiri, dikurangi dgn pengeluaran utk biaya
operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
(3) Badan atau lembaga nirlaba pd ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yg bergerak
dlm bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yg tlh terdaftar
pd instansi yg membidanginya.
(4) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan pd
ayat (1) meliputi:
a. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan
pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan
prasarana tsb;
b. pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
c. pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau
karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi
lembaga pendidikan formal.
Pasal 2 PMK-80/PMK.03/2009:
(1) Apabila stl jangka waktu dlm Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yg tdk digunakan utk
pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan dlm Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tsb diakui sbg penghasilan dan dikenai
PPh pd thn pajak berikutnya, stl jangka waktu 4 thn tsb ditambah dgn sanksi sesuai
ketentuan yg berlaku.
(2) Apabila dlm jangka waktu dlm Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yg digunakan selain
utk pengadaan sarana dan prasarana dlm Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tsb diakui sbg
penghasilan dan dikenai PPh ditambah dgn sanksi sesuai ketentuan yg berlaku.
n. bantuan atau santunan yg dibayarkan oleh BPJS kpd WP tertentu, yg ketentuannya diatur lbh lanjut
dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu (PMK-247/PMK.03/2008).
Pasal 2 PMK-247/PMK.03/2008:
BPJS meliputi :
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI);
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES); dan/atau
e. badan hukum lainnya yg dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan
Sosial.
Pasal 3 PMK-247/PMK.03/2008:
WP tertentu adalah:
a. WP atau anggota masyarakat yg tdk mampu;
C‐02‐
b. WP atau anggota masyarakat yg sedang mengalami bencana alam; dan/atau
c. WP atau anggota masyarakat yg tertimpa masalah.
Pasal 4 PMK-247/PMK.03/2008:
(1) WP atau masyarakat yg tdk mampu pd Pasal 3 huruf a adalah WP dan/atau
masyarakat yg hidup di bawah garis kemiskinan sesuai dgn kriteria dan data yg
ditetapkan oleh BPS.
(2) WP atau masyarakat yg sedang mengalami bencana alam pd Pasal 3 huruf b adalah
WP dan/atau masyarakat yg sedang tertimpa bencana yg diakibatkan peristiwa yg
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
(3) WP atau masyarakat yg tertimpa musibah pd Pasal 3 huruf c adalah WP dan/atau
masyarakat yg tertimpa kecelakaan yg tdk dpt diperkirakan sebelumnya dan
membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa.
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO (Pasal 6 ayat (1) UU PPh)
a. biaya yg scr lsg atau tdk lsg berkaitan dgn kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dgn pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan
tunjangan yg diberikan dlm bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh:
Pengeluaran-pengeluaran utk 3M penghasilan yg bukan mrp objek pajak tdk boleh
dibebankan sbg biaya
Bunga atas pinjaman yg dipergunakan utk membeli saham tdk dpt dibebankan sbg
biaya sepanjang dividen yg diterimanya tdk mrp objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh. Bunga pinjaman yg tdk boleh dibiayakan tsb dpt dikapitalisasi sbg
penambah harga perolehan saham.
Pengeluaran-pengeluaran yg tdk ada hubungannya dgn upaya utk 3M penghasilan,
misalnya pengeluaran-pengeluaran utk keperluan pribadi pemegang saham,
pembayaran bunga atas pinjaman yg dipergunakan utk keperluan pribadi peminjam
serta pembayaran premi asuransi utk kepentingan pribadi, tdk boleh dibebankan sbg
4. biaya.
biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-02/PMK.03/2010 dan SE-9/PJ./2010);
a. Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yg dikeluarkan oleh WP dlm
rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik lsg
maupun tdk lsg utk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
b. Besarnya Biaya Promosi yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto mrp akumulasi
dari jml:
1) biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
2) biaya pameran produk;
3) biaya pengenalan produk baru; dan/atau
4) biaya sponsorship yg berkaitan dgn promosi produk.
c. Tdk termasuk Biaya Promosi:
1) pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dgn nama dan dlm bentuk apapun,
kpd pihak lain yg tdk berkaitan lsg dgn penyelenggaraan kegiatan promosi.
2) Biaya Promosi utk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yg
bukan mrp objek pajak dan yg tlh dikenai pajak bersifat final.
d. Dlm hal promosi dilakukan dlm bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yg
dpt dikurangkan dari penghasilan bruto adalah seb hrg pokok sampel produk yg
diberikan, sepanjang blm dibebankan dlm perhitungan HPP.
e. Biaya Promosi yg dikeluarkan kpd pihak lain dan mrp objek pemotongan PPh wajib
dilakukan pemotongan pajak sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
f. WP wajib membuat daftar nominatif yg paling sedikit hrs memuat data penerima
C‐02‐
berupa nama, NPWP, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya,
nomor bukti pemotongan dan besarnya PPh yg dipotong dgn format dlm Lamp PMK-
02/PMK.03/2010.
g. Daftar nominatif dilaporkan sbg lampiran saat WP menyampaikan SPT Tahunan PPh
Badan.
h. Dlm hal ketentuan huruf f dan g di atas tdk dipenuhi, Biaya Promosi tdk dpt
dikurangkan dari penghasilan bruto.
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali PPh;
b. penyusutan atas pengeluaran utk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran utk
memperoleh hak dan atas biaya lain yg mempunyai masa manfaat > 1 thn sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yg dimiliki dan digunakan dlm perusahaan atau yg
dimiliki utk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yg dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yg nyata-nyata tdk dpt ditagih dgn syarat :
1. tlh dibebankan sbg biaya dlm laporan laba rugi komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yg tdk dpt ditagih kpd DJP; dan
3. tlh diserahkan perkara penagihannya kpd Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yg
menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yg bersangkutan; atau tlh dipublikasikan
dlm penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya tlh
dihapuskan utk jml utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pd angka 3 tdk berlaku utk penghapusan piutang tak tertagih
debitur kecil sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yg pelaksanaannya diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-57/PMK.03/2010);
i. sumbangan dlm rangka penanggulangan bencana nasional yg ketentuannya diatur dgn Peraturan
Pemerintah (PP 93 Thn 2010);
j. sumbangan dlm rangka penelitian dan pengembangan yg dilakukan di Indonesia yg ketentuannya
diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010);
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010); l
sumbangan fasilitas pendidikan yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010); dan
m. sumbangan dlm rangka pembinaan olahraga yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010).
BIAYA TDK BOLEH DIKURANGKAN (Pasal 9 ayat (1) UU PPh) → Bagi WP DN & BUT
a. pembagian laba dgn nama dan dlm bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yg
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi;
b. biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. cadangan piutang tak tertagih utk usaha bank dan badan usaha lain yg menyalurka kredit, SGU
dgn hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anja piutang;
2. cadangan utk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yg dibentuk oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan utk LPS;
4. cadangan biaya reklamasi utk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali utk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri utk usaha
pengolahan limbah industri,
yg ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-81/PMK.03/2009);
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa,
yg dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi
C‐02‐
tsb dihitung sbg penghasilan bagi WP yg bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dgn pekerjaan atau jasa yg diberikan dlm bentuk natura dan
kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi slr pegawai serta penggantian atau
imbalan dlm bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yg berkaitan dgn pelaksanaan
pekerjaan yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu (PMK-83/PMK.03/2009);
f. jml yg melebihi kewajaran yg dibayarkan kpd pemegang saham atau kpd pihak yg mempunyai hub
istimewa sbg imbalan sehubungan dgn pekerjaan yg dilakukan;
g. harta yg dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (3)
huruf a & b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 6 ayat (1) huruf i
s.d. m serta zakat yg diterima oleh BAZ atau LAZ yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk agama yg diakui di Indonesia, yg diterima oleh
lembaga keagamaan yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yg ketentuannya diatur dgn atau
berdasarkan PP (PP 18 Thn 2009 dan SE-80/PJ/2010);
h. PPh;
i. biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi WP atau orang yg menjadi
tanggungannya;
j. gaji yg dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, atau CV yg modalnya tdk terbagi atas saham;
diperlakukan sbg 1 kesatuan shg tdk ada imbalan sbg gaji
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yg berkenaan
dgn pelaksanaan perpu di bidang perpajakan.
Catatan:
Pengeluaran dan biaya yg tdk boleh dikurangkan dlm menentukan besarnya PKP bagi WP DN dan BUT,
termasuk: (Pasal 13 PP 94 Thn 2010)
a. biaya utk 3M penghasilan yg:
1) bukan mrp objek pajak;
2) pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau
3) dikenakan pajak berdasarkan NPPN sesuai Pasal 14 UU PPh dan Norma Penghitungan Khusus
sesuai Pasal 15 UU PPh.
b. PPh yg ditanggung oleh pemberi penghasilan.
C‐02‐
lain utk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dgn persyaratan tertentu
sesuai Pasal 1 angka 14 UU 19 Thn 2002 ttg Hak Cipta.
C‐02‐
amortisasi yg dipercepat.
Dlm hal ini, pencatatan scr terpisah hrs dilakukan utk biaya penyusutan atas aset dlm rangka usaha yg
mendapatkan fasilitas perpajakan (di Papua) dan yg tdk mendapatkan fasilitas perpajakan (di Jakarta).
Contoh:
PT A bergerak dlm bidang usaha yg penghasilannya dikenakan PPh yg bersifat final. Dlm suatu thn pajak, PT A
memperoleh penghasilan bruto yg terdiri dari:
a. penghasilan dari usaha yg tlh dikenakan PPh yg bersifat final................................Rp 300 juta
b. penghasilan bruto lainnya yg dikenakan PPh yg bersifat tdk final..........................Rp 200 juta
Jml penghasilan bruto Rp 500 juta
Apabila biaya-biaya bersama yg tdk dpt dipisahkan stl dilakukan penyesuaian fiskal adalah seb Rp 250 juta,
maka biaya yg boleh dikurangkan utk 3M penghasilan adalah seb: 2/5 x Rp 250 juta = Rp 100 juta
C‐02‐
PENENTUAN SPDN & SPLN
Dasar Hukum:
Pasal 2 UU PPh
PER-43/PJ/2011 (berlaku sejak 28 Des 2011) ttg Penentuan SPDN dan SPLN
C‐
Subjek Pajak badan yg didirikan di Indonesia adalah badan sebagaimana dimaksud dlm UU KUP, tdk
termasuk BUT, yg pendirian atau pembentukannya:
berdasarkan ketentuan perpu di Indonesia,
didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perpu di Indonesia, atau
di dlm wilayah hukum Indonesia.
Badan yg bertempat kedudukan di Indonesia adalah Subjek Pajak badan yg:
mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana tercantum dlm akta
pendirian badan,
mempunyai kantor pusat di Indonesia,
mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di Indonesia,
mempunyai tempat kantor pimpinan yg berada di Indonesia yg melakukan pengendalian,
pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia utk membuat keputusan strategis, atau
pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia.
Tempat kedudukan badan ditentukan berdasarkan keadaan atau kenyataan yg sebenarnya.
3. Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak
OP atau badan yg tdk memenuhi kriteria sbg SPDN tsb mrp SPLN.
SPLN
1. OP yg mrp WNI yg bekerja di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
OP ini tetap mrp SPDN apabila tdk memiliki atau tdk dpt menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal
resmi yg masih berlaku sbg penduduk di LN.
Atas penghasilan yg diterima atau diperoleh OP ini sehubungan dgn pekerjaannya di luar Indonesia dan
penghasilannya bersumber dari luar Indonesia, tdk dikenai PPh di Indonesia.
Tetapi dlm hal OP ini menerima atau memperoleh penghasilan yg bersumber dari Indonesia,
penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai ketentuan perpu di bidang perpajakan yg berlaku.
OP WNI yg bekerja di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan menjadi SPLN sejak
meninggalkan Indonesia.
2. OP yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya
Subjek pajak OP DN yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya dan OP WNI sebagaimana dimaksud
dlm Pasal 12 ayat (1) menjadi SPLN sejak meninggalkan Indonesia.
OP ini tetap diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh utk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
jml pajak yg sebenarnya terutang atas penghasilan yg diterima atau diperoleh dlm Thn Pajak atau Bagian
Thn Pajak terakhir dlm statusnya sbg SPDN sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan yg
berlaku.
Bagi subjek pajak OP DN yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya hrs menyampaikan SPT
Tahunan PPh paling lambat saat meninggalkan Indonesia.
3. BUT
SPLN dpt menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu BUT di Indonesia dlm hal mempunyai tempat
kedudukan manajemen yg berada di Indonesia.
Tempat kedudukan manajemen: tempat kedudukan manajemen yg menjalankan kegiatan/operasi
perusahaan sehari-hari atau secara rutin yg tdk melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan dan tdk
membuat keputusan yg bersifat strategis.
Dlm hal tempat kedudukan manajemen ini melakukan pengendalian atas slr perusahaan atau tempat
membuat keputusan yg bersifat strategis, SPLN tsb diperlakukan sbg SPDN
Tempat kedudukan manajemen efektif yg terdapat dlm P3B dpt diartikan sbg tempat:
keputusan manajemen & komersial yg signifikan dibuat, atau
pengurus membuat keputusan utk kepentingan badan.
Saat berakhir dan saat dimulainya kewajiban pajak subjektif bagi SPDN dan SPLN sebagaimana diatur dlm Pasal
2A UU PPh diterapkan kpd Subjek Pajak stl status Subjek Pajak OP atau badan ditentukan.
C‐
SAAT TERUTANG PPh
Pelunasan PPh dlm Thn Berjalan Melalui Pihak Lain: (Pasal 15 PP 94 Thn 2010) (1).
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pd akhir bulan:
a. terjadinya pembayaran; atau
b. terutangnya penghasilan yg bersangkutan,
tergantung peristiwa yg terjadi terlebih dahulu.
(2). Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan pd saat:
a. pembayaran; atau
b. tertentu lainnya yg diatur oleh MenKeu
(3). Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan pd akhir bulan:
a. dibayarkannya penghasilan;
b. disediakan utk dibayarkannya penghasilan; atau
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yg bersangkutan,
tergantung peristiwa yg terjadi terlebih dahulu.
(4). Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan pd akhir bulan:
d. dibayarkannya penghasilan;
e. disediakan utk dibayarkannya penghasilan; atau
f. jatuh temponya pembayaran penghasilan yg bersangkutan,
tergantung peristiwa yg terjadi terlebih dahulu.
Dlm hal pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 UU PPh berdasarkan ketentuan dlm Pasal 15 PP 94 Thn
2010 dilakukan pd thn pajak yg berbeda dgn thn pajak pengakuan penghasilan, maka atas PPh yg tlh dipotong tsb
dpt dikreditkan pd thn pajak dilakukan pemotongan.
Penjelasan:
Contoh:
Pd bulan Okt 2009 PT A memberikan pinjaman kpd PT B seb Rp 1 M dgn tingkat bunga seb 10% per thn. Jatuh tempo
pembayaran bunga setiap tanggal 1 Apr & 1 Okt.
Pd 1 Apr 2010, PT B membayar bunga seb Rp 50 juta kpd PT A. Atas bunga pinjaman ini, PT A tlh mengakui sbg
penghasilan di thn 2009 seb Rp 25 juta (bunga selama Okt s.d Des 2009). Sesuai ketentuan, PT B melakukan
pemotongan PPh Pasal 23 UU PPh pd saat jatuh tempo pembayaran pd tanggal 1 Apr 2010 seb Rp 7,5 juta (15% x
Rp 50 juta) dan kpd PT A diberikan bukti pemotongannya.
Atas pemotongan PPh Pasal 23 UU PPh tsb, dpt dikreditkan oleh PT A pd thn 2010.
C‐
TARIF PPh PASAL 17 UU PPh
Pasal 17 ayat (4) UU PPh: Utk keperluan penerapan tarif pajak, jml PKP dibulatkan ke bawah dlm ribuan rupiah
penuh
Thn Pajak WP OP DN WP Badan DN
2001-2008 < Rp 25 juta 5% < Rp 50 juta 10%
> Rp 25 - Rp 50 juta 10% > Rp 50 - Rp 100 juta 15%
> Rp 50 - Rp 100 juta 15% > Rp 100 juta 30%
> Rp 100 - Rp 200 juta 25%
> Rp 200 juta 35%
2009 < Rp 50 juta 5% 28%
> Rp 50 - Rp 250 juta 15%
2010-sekarang > Rp 250 - Rp 500 juta 25% 25%
> Rp 500 juta 30%
Contoh penghitungan pajak yg terutang utk WP OP Thn Pajak 2014:
Jml PKP Rp 60 juta.
PPh yg terutang:
5% x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta
15% x Rp 10 juta = Rp 1,5 juta +
Rp 4 juta
WP badan DN yg berbentuk perseroan terbuka yg paling sedikit 40% dari jml keseluruhan saham yg disetor
diperdagangkan di BEI & memenuhi persyaratan tertentu lainnya dpt memperoleh tarif seb 5% lbh rendah
daripada tarif PPh Pasal 17 ayat (1) UU PPh.
C‐
KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL DAN PENGHASILAN TDK KENA PAJAK (PTKP)
Apabila penghasilan bruto stl pengurangan biaya 3M penghasilan sebagaimana dimaksud pd Pasal 6 ayat (1)
UU PPh didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dgn penghasilan mulai thn pajak berikutnya
berturut-turut s.d. 5 tahun.
Kerugian tsb dikompensasikan dgn penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 thn berturut-turut dimulai
sejak thn berikutnya sesudah thn didapatnya kerugian tsb.
Contoh:
PT A dlm thn 2009 menderita kerugian fiskal seb Rp 1,2 M. Dlm
5 thn berikutnya laba rugi fiskal PT A:
2010 : laba fiskal Rp 200 juta
2011 : rugi fiskal (Rp 300 juta)
2012 : laba fiskal Rp N I H I L
2013 : laba fiskal Rp 100 juta
2014 : laba fiskal Rp 800 juta
Kompensasi kerugian dilakukan sbg berikut :
Rugi fiskal thn 2009 (Rp 1,2 M)
Laba fiskal thn 2010 Rp 200 juta (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 1 M)
Rugi fiskal thn 2011 (Rp 300 juta)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 1 M)
Laba fiskal thn 2012 Rp N I H I L (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 1 M)
Laba fiskal thn 2013 Rp 100 juta (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 900 juta)
Laba fiskal thn 2014 Rp 800 juta (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009 (Rp 100 juta)
Rugi fiskal thn 2009 seb Rp 100 juta yg masih tersisa pd akhir thn 2014 tdk boleh dikompensasikan lagi dgn
laba fiskal thn 2015, sedangkan rugi fiskal thn 2011 seb Rp 300 juta hanya boleh dikompensasikan dgn laba
fiskal thn 2015 dan thn 2016, krn jangka waktu 5 thn yg dimulai sejak thn 2012 berakhir pd akhir thn 2016.
Catatan: Utk WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013, berlaku ketentuan
Pasal 8 PP 46 bila terdapat kompensasi kerugian. lihat bagian C.18
Kpd OP sbg WP DN diberikan pengurangan berupa PTKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 UU PPh.
C‐
Ket:
Tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dlm 1 garis keturunan lurus (mis: ayah, ibu, anak
kandung), semenda dlm 1 garis keturunan lurus (mis: mertua, anak tiri), anak angkat yg menjadi
tanggungan sepenuhnya (anggota keluarga yg tdk mempunyai penghasilan dan slr biaya hidupnya
ditanggung oleh WP).
PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn kalender.
Utk menghitung PPh Pasal 21: Keadaan No. 1 – 5, utk menghitung PPh OP: Keadaan No. 1 – 9
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn pajak atau awal bagian thn pajak. (Pasal 7
ayat 2 UU PPh)
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn kalender, kecuali utk pegawai yg baru
datang dan menetap di Indonesia dlm bagian thn kalender ditentukan berdasarkan keadaan pd awal
bulan dari bagian thn kalender yg bersangkutan. (Pasal 11 ayat (5) & (6) PER-31/PJ/2012)
PTKP karyawati:
Karyawati kawin: PTKP utk dirinya sendiri.
Karyawati tdk kawin: PTKP utk dirinya sendiri + PTKP utk keluarga yg menjadi tanggungan
sepenuhnya.
Karyawati kawin yg dpt menunjukkan keterangan tertulis dari Pemda setempat (serendah- rendahnya
kecamatan) yg menyatakan suaminya tdk menerima/memperoleh penghasilan: PTKP utk dirinya
sendiri + PTKP status kawin + PTKP utk keluarga yg menjadi tanggungan sepenuhnya. (Pasal 11 ayat
(4) PER-31/PJ/2012)
Utk dpt memperoleh pengurangan berupa PTKP bagi Bukan Pegawai yg menerima imbalan yg bersifat
berkesinambungan yg memenuhi Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2012 penerima penghasilan Bukan
Pegawai hrs menyerahkan FC kartu NPWP, dan bagi wanita kawin hrs menyerahkan FC kartu NPWP
suami serta FC surat nikah dan kartu keluarga.
Pegawai, penerima pensiun berkala, serta Bukan Pegawai pd Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 wajib
membuat surat pernyataan yg berisi jml tanggungan keluarga pd awal thn kalender atau pd saat
mulai menjadi SPDN sbg dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kpd pemotong PPh Pasal
21/26 pd saat mulai bekerja atau mulai pensiun. Dan dm hal terjadi perubahan tanggungan
keluarga, maka wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kpd Pemotong PPh Pasal
21/26 paling lama sbl mulai thn kalender berikutnya. (Pasal 22 ayat (2) & (3) PER-31/PJ/2012)
STATUS WP OP
TK/... Tdk Kawin, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.
K/... Kawin, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.
K/I/... Kawin, tambahan utk isteri (hanya seorang) yg penghasilannya digabung dgn penghasilan
suami, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.
HB/... WP kawin yg tlh hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan anggota keluarga. PTKP
bagi WP @ suami isteri yg tlh hidup berpisah utk diri @ WP diperlakukan
seperti WP Tdk Kawin sedangkan tanggungan sesuai dgn kenyataan sebenarnya yg
diperkenankan.
PH/... WP kawin yg scr tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta & penghasilan. PTKP nya
tetap seperti PTKP utk WP kawin yg penghasilan suami istri digabungkan (K/I/. ).
C‐
HARTA & PERSEDIAAN
Dasar Hukum:
Pasal 10, 11, 11A UU PPh
PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Jenis-jenis harta yg termasuk dlm kelompok harta
berwujud bukan banguna utk keperluan penyusutan → mencabut KMK- 520/KMK.04/2000 jo
KMK-138/KMK.03/2002
PER-10/PJ/2014 (berlaku sejak 21 Mar 2014) ttg Tata cara permohonan dan penetapan atas saat mulainya
penyusutan harta berwujud yg dpt dilakukan pd bulan digunakan atau bulan mulai menghasilkan
PER-20/PJ/2014 (berlaku mulai sejak Thn Pajak 2014) ttg Tata cara permohonan dan penetapan masa manfaat
yg sesungguhnya atas harta berwujud bukan bangunan utk keperluan penyusutan → mencabut
PER-55/PJ/2009
1. Hrg perolehan atau hrg penjualan dlm hal terjadi jual beli harta yg tdk dipengaruhi hubungan istimewa dlm
Pasal 18 ayat (4) UU PPh adalah jml yg sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hub istimewa adalah jml yg seharusnya dikeluarkan atau diterima.
2. Nilai perolehan atau nilai penjualan dlm hal terjadi tukar-menukar harta adalah jml yg seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan hrg pasar.
Contoh:
PT A PT B
(Harta X)(Harta Y)
Rp 10 jutaRp 12 juta
NSB Rp 20 jutaRp 20 juta
Hrg pasar
Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran harta. Walau tdk terdapat realisasi pembayaran antara pihak-pihak y
3. Nilai perolehan atau pengalihan harta yg dialihkan dlm rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jml yg seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan hrg pasar, kecuali ditetapkan lain oleh MenKeu.
→ Selisih antara hrg pasar dgn NSB harta yg dialihkan mrp penghasilan yg dikenakan pajak.
Contoh:
PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. NSB dan hrg pasar
harta dari kedua badan tsb adalah:
PT A PT B
NSB Rp 200 juta Rp 300 juta
Hrg pasar Rp 300 juta Rp 450 juta
Pd dasarnya, penilaian harta yg diserahkan oleh PT A dan PT B dlm rangka peleburan menjadi PT
C adalah hrg pasar dari harta. Dgn demikian, PT A mendapat keuntungan seb Rp 100 juta (Rp 300
juta - Rp 200 juta) dan PT B mendapat keuntungan seb Rp 150 juta (Rp 450 juta - Rp 300 juta).
Sedangkan PT C membukukan semua harta tsb dgn jml Rp 750 juta (Rp 300 juta + Rp 450 juta).
Namun dlm rangka menyelaraskan dgn kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter
dan kebijakan lainnya, MenKeu diberi wewenang utk menetapkan nilai lain selain hrg pasar, yaitu
atas dasar NSB (“pooling of interest”). Dlm hal demikian PT C membukukan penerimaan harta
dari PT A dan PT B tsb seb Rp 500 juta (Rp 200 juta + Rp 300 juta).
→ 2 metode pencatatan transaksi penggabungan usaha dlm dunia akuntansi:
Metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest) → IFRS No. 3 sejak 31 Mar 2004 tdk lagi
mengizinkan penggunaan metode ini
Metode pembelian (purchase)
4. Apabila terjadi pengalihan harta :
C‐07‐
a. yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a & b UU PPh, maka dasar penilaian bagi yg menerima
pengalihan sama dgn nilai sisa buku (NSB) dari pihak yg melakukan pengalihan atau nilai yg
ditetapkan oleh Dirjen Pajak;
→ Apabila WP tdk menyelenggarakan pembukuan shg NSB tdk diketahui, maka nilai perolehan atas
harta ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
b. yg tdk memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, maka dasar penilaian bagi yg menerima
pengalihan sama dgn nilai pasar dari harta tsb.
5. Apabila terjadi pengalihan harta dlm Pasal 4 ayat (3) huruf c UU PPh, maka dasar penilaian harta bagi
badan yg menerima pengalihan sama dgn nilai pasar dari harta tsb.
Contoh:
WP X menyerahkan 20 unit mesin bubut yg nilai bukunya adalah Rp 25 juta kpd PT Y sbg
pengganti penyertaan sahamnya dgn nilai nominal Rp 20 juta. Hrg pasar mesin-mesin bubut tsb
adalah Rp 40 juta. Dlm hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tsb sbg aktiva dgn nilai Rp 40 juta
dan seb nilai tsb bukan mrp penghasilan bagi PT Y.
Selisih antara nilai nominal saham dgn nilai pasar harta, yaitu seb Rp 20 juta (Rp 40 juta - Rp 20
juta) dibukukan sbg agio. Bagi WP X selisih seb Rp 15 juta (Rp 40 juta - Rp 25 juta)
6. mrp Objek
Persediaan Pajak.
dan pemakaian persediaan utk penghitungan hrg pokok dinilai berdasarkan hrg
perolehan yg dilakukan scr rata-rata (Metode Average) atau dgn cara mendahulukan persediaan yg
diperoleh pertama (Metode FIFO).
→ Sesuai dgn kelaziman, cara penilaian tsb juga diberlakukan thd sekuritas. Sekali WP memilih salah satu
cara penilaian pemakaian persediaan utk penghitungan hrg pokok tsb, maka utk thn- thn selanjutnya hrs
digunakan cara yg sama.
→ SAK yg diperbarui dlm Revisi PSAK 14 Thn 2009, implementasi dari International Accounting
Standards (IAS) 2, menyatakan bahwa inventories (persediaan), adopsi penerapan IFRS, tdk
memperbolehkan lagi menggunakan metode LIFO.
Penyusutan atas pengeluaran utk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta
berwujud, kecuali tanah yg berstatus hak milik, HGB, HGU, dan hak pakai, yg dimiliki dan digunakan utk
3M penghasilan yg mempunyai masa manfaat > 1 thn dilakukan dlm bagian-bagian yg sama besar selama
masa manfaat yg tlh ditentukan bagi harta tsb. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain
bangunan, dpt juga dilakukan dlm bagian-bagian yg menurun selama masa manfaat, yg dihitung dgn cara
menerapkan tarif penyusutan atas NSB, dan pd akhir masa manfaat NSB disusutkan sekaligus, dgn syarat
dilakukan scr taat asas. (Pasal 11 ayat (1) &
(2) UU PPh)
Tarif Penyusutan: (Pasal 11 ayat (6) UU PPh)
Tarif
Uraian Kel. Masa Manfaat Saldo
Garis Lurus Menurun
Harta Berwujud
Bkn Bangunan
- Kel. 1 1 4 25% 50%
- Kel. 2 2 8 12,5% 25%
- Kel. 3 3 16 6,25% 12,5%
- Kel. 4 4 20 5% 10%
Bangunan
- Permanen P 20 5% -
- Tdk Permanen TP 10 10% -
Harta Tak Berwujud
- Kel. 1 1 4 25% 50%
- Kel. 2 2 8 12,5% 25%
- Kel. 3 3 16 6,25% 12,5%
- Kel. 4 4 20 5% 10%
C‐07‐
Ket:
Penyusutan dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali utk harta yg masih dlm proses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pd bulan selesainya pengerjaan harta tsb. (Pasal 11 ayat
(3) UU PPh) → mulai 1 Jan 2001
Dgn persetujuan Dirjen Pajak, WP diperkenankan melakukan penyusutan mulai pd bulan harta tsb
digunakan utk 3M penghasilan atau pd bulan harta yg bersangkutan mulai menghasilkan (Pasal 11 ayat
(4) UU PPh)
Utk thn pajak 1995 – sekarang
Daftar Kelompok Harta: PMK-96/PMK.03/2009
Bangunan Tdk Permanen: Bangunan yg bersifat sementara dan terbuat dari bahan yg tdk tahan
lama atau bangunan yg dpt dipindah-pindahkan, yg masa manfaatnya < 10 thn, misalnya barak atau
asrama yg dibuat dari kayu utk karyawan. (Penjelasan pasal 11 ayat (6) UU PPh)
Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yg tdk tercantum dlm Lamp I-IV PMK- 96/PMK.03/2009,
utk kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat dlm Kelompok 3. Tetapi dlm hal WP dpt
menunjukkan masa manfaat yg sesungguhnya dari suatu harta berwujud bukan bangunan yg tdk
tercantum dlm Lamp I-IV PMK-96/PMK.03/2009 tdk dpt dimasukkan ke dlm Kelompok 3, WP dpt
memperoleh penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan tsb sesuai dgn masa manfaat yg
sesungguhnya, dgn cara hrs mengajukan permohonan utk penetapan kelompok harta berwujud bukan
bangunan tsb sesuai dgn masa manfaat yg sesungguhnya kpd DJP melalui Kepala Kanwil DJP yg
membawahi KPP tempat WP yg bersangkutan terdaftar. (Pasal 2 ayat (1-3) PER-20/PJ/2014) → Tata
cara rinci dan ketentuan mengenai permohonan utk penetapan kelompok harta berwujud bukan
bangunan tsb sesuai dgn masa manfaat yg sesungguhnya yg berlaku, lihat di PER-20/PJ/2014.
Apabila WP melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan dlm Pasal 19 UU PPh, maka dasar
penyusutan atas harta adalah nilai stl dilakukan penilaian kembali aktiva tsb.
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta dlm Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh atau penarikan harta
krn sebab lainnya, maka jml NSB harta tsb dibebankan sbg kerugian dan jml hrg jual atau penggantian
asuransinya yg diterima atau diperoleh dibukukan sbg penghasilan pd thn terjadinya penarikan harta tsb.
→ Apabila hasil penggantian asuransi yg akan diterima jumlahnya baru dpt diketahui dgn pasti di masa
kemudian, maka dgn persetujuan Dirjen Pajak jml seb kerugian tsb dibukukan sbg beban masa kemudian
tsb.
Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a b UU PPh, yg berupa
harta berwujud, maka jml NSB harta tsb tdk boleh dibebankan sbg kerugian bagi pihak yg mengalihkan.
Penyusutan Harta Berwujud Tertentu yg Dpt Dilakukan pd Bulan Digunakan atau Bulan Mulai
Menghasilkan: (PER-10/PJ/2014)
Harta berwujud tertentu adalah semua harta berwujud berupa bangunan dan bukan bangunan, sepanjang
harta dimaksud blm pernah digunakan atau menghasilkan dan blm menjadi beban penyusutan scr fiskal.
→ Tdk termasuk harta berwujud tertentu adalah harta berwujud yg dimiliki dan digunakan dlm bidang-
bidang usaha tertentu sesuai PMK-249/PMK.03/2008 jo PMK-126/PMK.011/2012 berserta aturan
pelaksanaan dan perubahannya.
WP hrs mengajukan permohonan utk penetapan saat mulainya penyusutan harta berwujud tertentu kpd
Dirjen Pajak melalui Kepala KPP tempat WP yg bersangkutan terdaftar dgn status domisili/pusat (kode
status pd NPWP 000)
→ Permohonan menggunakan form Lamp I PER-10/PJ/2014 dan dilampiri:
Penjelasan terperinci mengenai harta berwujud tertentu;
Bukti-bukti pendukung atas saat pengeluaran utk memperoleh harta berwujud tertentu dan/atau
saat selesainya pengerjaan harta berwujud tertentu; dan
Penjelasan mengenai saat harta berwujud tertentu mulai digunakan utk 3M penghasilan atau saat
mulai menghasilkan.
→ Disampaikan paling lambat 1 bulan stl berakhirnya thn pajak dilakukannya pengeluaran atau selesainya
pengerjaan harta. (Pasal 3 ayat (3) PER-10/PJ/2014)
C‐07‐
→ Dlm hal permohonan blm lengkap, Kepala KPP menyampaikan surat permintaan kelengkapan sesuai
form Lamp II PER-10/PJ/2014 yg hrs disampaikan dlm jangka waktu 10 hari kerja sejak tanggal
diterimanya permohonan.
→ Kelengkapan yg diminta wajib dipenuhi WP paling lama 10 hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat
permintaan kelengkapan (tanggal cap pos pengiriman), bila tdk dipenuhi sampai dgn batas waktu tsb
maka permohonan WP tdk dpt dipertimbangkan. Kepala KPP hrs memberitahukan kpd WP dlm jangka
waktu 3 hari kerja sejak terlampauinya batas waktu pemenuhan kelengkapan dgn menggunakan form
Lamp III PER-10/PJ/2014.
→ Kepala KPP, a.n. Dirjen Pajak, hrs memberikan keputusan atas permohonan WP paling lama 1 bulan
sejak permohonan tertulis dan lampirannya diterima scr lengkap dgn menggunakan form Lamp IV
PER-10/PJ/2014.
Apabila di kemudian hari diketahui bahwa bulan saat mulai digunakannya harta berwujud tertentu utk 3M
penghasilan atau bulan saat mulai menghasilkan yg tlh ditetapkan dlm Kep Dirjen Pajak ternyata berbeda
dgn kenyataan di lapangan, maka Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak berwenang utk menetapkan kembali saat
mulainya penyusutan atas harta berwujud tertentu yg bersangkutan.
Thd harta berwujud tertentu yg diperoleh sbl berlakunya PER-10/PJ/2014 dan blm pernah diajukan
permohonan, dpt diajukan permohonan paling lambat 1 bulan stl berakhirnya thn pajak diberlakukannya
PER-10/PJ/2014.
Contoh:
1. PT A membeli mesin produksi pd bulan Jan 2015. Mesin tsb mulai digunakan pd bulan Agust 2015,
WP mengajukan permohonan agar penyusutan atas mesin tsb dimulai pd saat digunakan.
a. Permohonan dpt diajukan paling lambat tanggal 29 Jan 2016.
b. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa saat mulai digunakannya mesin sesuai dgn
permohonan WP, maka Kepala KPP berwenang utk menetapkan saat mulainya penyusutan mesin
sejak bulan Agust 2015.
c. Namun demikian, apabila berdasarkan hasil penelitian dlm huruf b, diketahui bahwa mesin sdh
mulai digunakan sejak bulan Apr 2015, kaka Kepala KPP berwenang utk menetapkan saat
mulainya penyusutan mesin sejak bulan Apr 2015.
2. CV B membeli truk pd tanggal 30 Des 2014. Truk tsb akan digunakan mulai bulan Nov 2015. CV B
mengajukan permohonan agar penyusutan atas truk tsb dimulai pd saat digunakan. Permohonan WP
diajukan pd tanggal 2 Feb 2015. Permohonan WP ditolak krn disampaikan melebihi jangka waktu
sebagaimana diatur dlm Pasal 3 ayat (3) PER-10/PJ/2014 shg penyusutan atas tuk tsb ditetapkan mulai
sejak bulan dilakukan pengeluaran yaitu bulan Des 2014.
3. PT C membangun gudang yg pengerjaannya diselesaikan pd bulan Sept 2014. Gudang tsb akan mulai
digunakan pd bulan Juni 2015. PT C mengajukan permohonan saat mulainya penyusutan gudang agar
diperhitungkan sejak mulai digunakan, yaitu sejak bulan Jun 2015. Permohonan WP diajukan pd
tanggal 31 Des 2014.
a. Kep Dirjen Pajak yg menyetujui permohonan WP tlh diterbitkan pd tanggal 22 Jan 2015, yaitu
menetapkan bahwa saat mulainya penyusutan atas gudang tsb terhitung sejak bulan Juni
2015.
b. Pd tanggal 24 Apr 2015, diketahui bahwa sejak 19 Feb 2015, gudang WP ternyata tlh digunakan
utk menyimpan bahan baku produksi shg Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak menetapkan kembali
saat mulainya penyusutan atas gudang tsb terhitung sejak bulan Feb 2015.
4. CV D membeli mesin pd bulan Nov 2013. Mesin tsb blm dimanfaatkan dan blm disusutkan krn
baru akan digunakan mulai bulan Okt 2014. Permohonan WP dpt diajukan paling lambat pd tanggal 30
Jan 2015.
Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan HGB, HGU, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yg mempunyai masa manfaat > 1 thn yg
dipergunakan utk 3M penghasilan dilakukan dlm bagian-bagian yg sama besar atau dlm bagian-bagian
yg menurun selama masa manfaat, yg dihitung dgn cara
C‐07‐
menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tsb atau atas NSB dan pd akhir masa manfaat diamortisasi
sekaligus dgn syarat dilakukan scr taat asas. (Pasal 11A ayat (1) UU PPh)
Tarif Amortisasi: (Pasal 11A ayat (2) UU PPh)
Tarif
Uraian Kel. Masa Manfaat Saldo
Garis Lurus Menurun
Harta Tak Berwujud
- Kel. 1 1 4 25% 50%
- Kel. 2 2 8 12,5% 25%
- Kel. 3 3 16 6,25% 12,5%
- Kel. 4 4 20 5% 10%
Ket:
Amortisasi dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali utk bidang usaha tertentu
yg diatur lbh lanjut dgn Peraturan Menkeu (PMK 248/PMK.03/2008). Pasal 11 ayat
(3) UU PPh → mulai 1 Jan 2009
Utk thn pajak 1995 – sekarang
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun
terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 11A ayat
(2) UU PPh.
Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh hak dan pengeluaran lain yg mempunyai masa manfaat > 1
thn di bidang penambangan migas dilakukan dgn menggunakan metode satuan produksi. (Pasal 11A
ayat (4) UU PPh)
Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh hak penambangan selain yg dimaksud pd Pasal 11A ayat (4)
UU PPh, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yg
mempunyai masa manfaat > 1 thn, dilakukan dgn menggunakan metode satuan produksi setinggi-
tingginya 20% setahun. (Pasal 11A ayat (5) UU PPh)
Pengeluaran yg dilakukan sbl operasi komersial yg mempunyai masa manfaat > 1 thn, dikapitalisasi dan
kemudian diamortisasi sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 11A ayat (2) UU PPh.
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak dlm ayat (1), ayat (4), dan ayat (5), maka
NSB harta atau hak-hak tsb dibebankan sbg kerugian dan jml yg diterima sebagai penggantian mrp
penghasilan pd thn terjadinya pengalihan tsb.
Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a & b, yg berupa
harta tak berwujud, maka jml NSB harta tsb tdk boleh dibebankan sbg kerugian bagi pihak yg
mengalihkan.
C‐07‐
3. Industri Mesin ringan yg dpt dipindah-pindahkan seperti huller, pemecah kulit,
Makanan & penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya.
Minuman
4. Perhubungan, Mobil taksi, bus dan truk yg digunakan sbg angkutan umum.
Pergudangan
& Komunikasi
5. Industri Semi Flash memory tester, writer machine, bipolar test system, elimination (PE8-
Konduktor 1), pose checker.
6. Jasa Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys, Steel Wire Ropes,
Persewaan Mooring Accessoris.
Peralatan
Tambat Air
Dlm
7. Jasa Base Station Controller
Telekomu-
nikasi Selular
C‐07‐
9. Industri Semi Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester,
Konduktor bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing
oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test,
dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01),
full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark,
inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system,
marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic,
MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, reform machine,
SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming
machine, wire bonder, wire pull tester.
10. Jasa Spoolling Machines, Metocean Data Collector
Persewaan
Peralatan
Tambat Air
Dlm
11. Jasa Mobile Switching Center, Home Location Register, Visitor Location
Telekomu- Register, Authentication Centre, Equipment Identity Register, Intelligent
nikasi Selular Network Service Control Point, Intelligent Network Service Managemen
Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal SDH/Mini Link,
Antena.
5. Industri Mesin Mesin yg menghasilkan/memproduksi mesin menengah & berat (misalnya mesin
mobil, mesin kapal).
6. Transportasi & a. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk pengangkutan
Pergudangan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu- batuan, biji tambang dan
sejenisnya) termasuk kapal pendingin & kapal tangki, kapal penangkapan
ikan & sejenisnya, yg mempunyai berat > 100 DWT s.d. 1.000 DWT.
b. Kapal dibuat khusus utk mengela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal
pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya, yg
mempunyai berat > 100 DWT s.d. 1.000 DWT.
c. Dok terapung.
d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yg mempunyai berat > 250 DWT.
e. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis.
C‐07‐
C‐07‐
Jenis-Jenis Harta Berwujud yg Termasuk Kelompok 4
No. Jenis Usaha Jenis Harta
1. Konstruksi Mesin berat utk konstruksi
2. Transportasi & a. Lokomotif uap & tender atas rel.
Pergudangan b. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dgn batere atau dgn tenaga listrik dari
sumber luar.
c. Lokomotif atas rel lainnya.
d. Kereta, gerbong penumpang & barang, termasuk kontainer khusus dibuat
dan diperlengkapi utk ditarik dengan satu alat atau bbrp alat
pengangkutan.
e. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk pengangkutan
barang-barang tertentu (misalnya gandum, batu- batuan, biji tambang
dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin & kapal tangki, kapal
penangkap ikan & sejenisnya, yg mempunyai berat > 1.000 DWT.
f. Kapal dibuat khusus utk menghela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal
pemadam kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung dan sebagainya, yg
mempunyai berat > 1.000 DWT.
g. Dok-dok terapung.
C‐07‐
2. Utk biaya upgrade program aplikasi khusus. biaya upgrade tsb ditambahkan pd nilai sisa buku
fiskal yg masih ada dan amortisasinya dilakukan dgn masa manfaat baru/penuh terhitung mulai
bulan dilakukan upgrade (Pasal 3 ayat (4) KEP-316/PJ./2002)
Dasar Hukum:
Pasal 11 ayat 6 UU PPh
PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Pengelompokan harta berwujud bukan
bangunan utk keperluan penyusutan
PER-55/PJ.2009 (berlaku sejak 2 Okt 2009) ttg Tata cara permohonan & penetapan masa manfaat
yg sesungguhnya atas harta berwujud bukan bangunan utk keperluan penyusutan
KEP-220/PJ./2002 (berlaku sejak 18 Apr 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon
seluler & kendaraan perusahaan
SE terkait:
SE-09/PJ.42/2002 (tanggal 17 Mei 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon seluler
& kendaraan perusahaan
Ketentuan Perpajakan:
HP (Telepon seluler), pager yg dimiliki dan dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan
atau pekerjaannya:
Atas biaya perolehan atau pembelian, dpt dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50% melalui
penyusutan aktiva tetap kelompok I (Pasal 1 ayat (1) KEP-220/PJ./2002)
Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan , dpt dibebankan sbg
biaya rutin perusahaan seb 50% dari jml biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa & perbaikan dlm
thn pajak yg bersangkutan. (Pasal 1 ayat (2) KEP-220/PJ./2002)
Telepon seluler, termasuk juga alat komunikasi berupa pager. (Angka 2 huruf a, a.1 SE- 09/PJ.42/2002)
G. KENDARAAN MILIK
Kendaraan Bus, Minibus atau yg Sejenis yg Dimiliki & Dipergunakan Perusahaan utk Antar
Jemput Para Pegawai:
Atas biaya-biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar, dpt dibebankan seluruhnya sbg biaya
perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II (Pasal 2 ayat (1) KEP- 220/PJ./2002)
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin, dpt dibebankan seluruhnya sbg biaya perusahaan dlm thn
pajak yg bersangkutan. (Pasal 2 ayat (2) KEP-220/PJ./2002)
Biaya pemeliharaan kendaraan, termasuk juga pengeluaran rutin utk pembelian/pemakaian bahan bakar.
(Angka 2 SE-09/PJ.42/2002)
C‐07‐
Penggunaannya full time baik utk kepentingan perusahaan maupun keperluan pribadi dan keluarga
pegawai yg bersangkutan.
Ketentuan perpajakannya: (Pasal 3 KEP-220/PJ./2002)
Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yg sejenis yg
dimiliki dan dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan atau pekerjaannya dpt
dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50% dari jml biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan
besar melalui penyusutan aktiva tetap Kelompok II, dan
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau yg sejenisnya, yg dimiliki dan
dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan atau pekerjaannya dpt dibebankan sbg
biaya perusahaan seb 50% dari jml biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dlm thn pajak yg
bersangkutan.
→ Biaya pemeliharaan kendaraan, termasuk juga pengeluaran rutin utk pembelian/ pemakaian bahan
bakar. (Angka 2 SE-09/PJ.42/2002)
C‐07‐
HUBUNGAN (HUB) ISTIMEWA & TRANSFER PRICING
Dasar Hukum:
Pasal 18 UU PPh
PP 94 Thn 2010
PMK-139/PMK.03/2010 (berlaku sejak 11 Agust 2010) ttg Penentuan kembali besarnya penghasilan yg
diperoleh WP OP DN dari pemberi kerja yg memiliki hub istimewa dgn perusahaan lain yg tdk didirikan & tdk
bertempat kedudukan di Indonesia
PMK-256/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Penetapan saat diperolehnya deviden oleh WP DN
atas Penyertaan Modal pd Badan Usaha di LN selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek → lihat
Bab C-23 Dividen yg Diperoleh WP DN dari Badan Usaha LN Non Listing
PER-43/PJ/2010 (berlaku sejak 6 Sept 2010) jo PER-32/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Nov 2011) ttg Penerapan
prinsip kewajaran & kelaziman usaha dlm transaksi antara WP dgn pihak yg mempunyai hub istimewa
PER-69/PJ/2010 (berlaku sejak 31 Des 2010) ttg Kesepakatan hrg transfer (Advance Pricing
Agreement/APA)
A. HUBUNGAN ISTIMEWA
C‐
Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan yg Diperoleh WP OP DN dari Pemberi Kerja yg
Memiliki Hub Istimewa dgn Perusahaan Lain yg Tdk Didirikan dan Tdk Bertempat Kedudukan
di Indonesia: (Pasal 2 & 3 PMK-139/PMK.03/2010)
Pasal 2
1. Besarnya penghasilan yg diperoleh WP OP DN sehubungan dgn pekerjaan, kegiatan, atau jasa dari pemberi
kerja yg memiliki Hub Istimewa dgn perusahaan di LN dpt ditentukan kembali, dlm hal pemberi kerja
mengalihkan slr atau sebagian penghasilan WP OP DN dimaksud dlm bentuk pembebanan biaya atau
pembayaran pengeluaran lainnya kpd perusahaan di LN tsb..
2. WP OP DN sebagaimana dimaksud pd angka 1 adalah pegawai dari perusahaan di LN yg memiliki Hub
Istimewa dgn pemberi kerja.
3. Biaya atau pengeluaran lainnya yg dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kpd perusahaan LN yg
mempunyai Hub Istimewa antara lain berupa biaya atau pengeluaran sehubungan dgn jasa teknik, jasa
manajemen, atau jasa lainnya.
Pasal 3
1. Besarnya penghasilan WP OP DN sehubungan dgn pekerjaan, kegiatan, atau jasa sebagaimana dimaksud
dlm Pasal 2 ditentukan kembali dgn memperhatikan tingkat penghasilan yg wajar yg seharusnya diperoleh
oleh WP OP yg bersangkutan.
2. Penghasilan sebagaimana dimaksud pd angka 1 adalah penjumlahan dari penghasilan WP yg diterima di
Indonesia dan penghasilan yg diterima di LN.
3. Besarnya selisih penghasilan stl ditentukan kembali sebagimana dimaksud pd angka 1 tdk boleh melebihi
jml biaya atau pengeluaran lain yg dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kpd perusahaan di LN yg
terdapat Hub Istimewa.
4. Atas penghasilan WP OP DN yg sdh ditentukan kembali sebagaimana dimaksud pd angka 3 menjadi dasar
penghitungan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dlm Pasal 21/26 UU PPh.
5. Dlm rangka menentukan kembali besarnya penghasilan WP OP DN sebagaimana dimaksud pd angka 1,
Dirjen Pajak dpt menetapkan pedoman standar gaji karyawan asing.
C‐
dilakukan oleh WP dgn pihak-pihak yg mempunyai hub istimewa utk memanfaatkan perbedaan tarif
pajak yg disebabkan antara lain:
Perlakuan pengenaan PPh final atau tdk final pd sektor usaha tertentu;
Perlakuan pengenaan PPnBM; atau
Transaksi yg dilakukan dgn WP KKKS Migas.
(Pasal 2 PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011)
b
OECD Guidelines: OECD Transfer Pricing for Multinational Enterprises and Tax Administration
TP: Penetapan hrg atas transksi penyerahan barang berwujud, barang tdk berwujud, atau penyediaan jasa
antar pihak yg memiliki hub istimewa.
C‐
→ Metode penentuan hrg transfer yg menggunakan indikator tingkat laba transaksi independen yg
sebanding utk menentukan laba bersih usaha transaksi afiliasi.
5. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM)
→ Metode penentuan hrg transfer yg membagi laba gabungan kpd pihak afiliasi yg terlibat dlm transaksi
afiliasi berdasarkan kontribusi yg diberikan.
a. Metode Pembagian Laba Kontribusi (Contribution Profit Split Method)
→ Metode pembagian laba antarpihak afiliasi berdasarkan fungsi yg dilakukan, aset yg digunakan dan
risiko yg ditanggung setiap pihak yg terlibat dlm transaksi afiliasi.
b. Metode Pembagian Laba Sisa (Residual Profit Split Method)
→ Metode pembagian laba yg mengidentifikasi terlebih dahulu laba sisa dgn mengurangkan laba rutin
setiap pihak afiliasi dari laba gabungan kemudian laba sisa dialokasikan berdasarkan kontribusi setiap
pihak afiliasi yg terlibat thd laba sisa.
C‐
CONTOH PEMAKAIAN NORMA
Pasal 1 KEP-536/PJ./2000
(1) WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dgn peredaran bruto > Rp 600 juta dlm 1 thn wajib
menyelenggarakan pembukuan.
(2) WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dgn peredaran bruto < Rp 600 juta dlm 1 thn wajib
menyelenggarakan pencatatan, kecuali WP yg bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
(3) WP OP sebagaimana dimaksud dlm ayat (2) yg tdk memilih utk menyelenggarakan pembukuan, menghitung
penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dgn menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Lampiran II KEP-536/PJ./2000
A. WP A kawin dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yg juga memiliki
industri rotan di Cirebon.
- Peredaran Usaha dari Industri
Rotan (setahun) di Cirebon Rp 40 juta
- Penerimaan bruto sbg dokter (setahun) di Jakarta Rp 72 juta
Penghasilan neto:
- Dari industri rotan:
12,5% X Rp 40 juta Rp 5. juta
- Sbg dokter:
45% X Rp 72 juta Rp 32,4 juta
Jml penghasilan Neto Rp 37,4 juta
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi PTKP Rp
37,4 juta - Rp 8,64 juta = Rp 28,76 juta
PPh yg terutang:
- 5% X Rp 25 juta Rp 1,25 juta
- 10% X Rp 3,76 juta Rp 376 ribu
Jml Rp 1,626 juta
Catatan :
a. Angka 12,5% utk industri rotan, lihat Kode Norma 33100
b. Angka 45% sbg dokter, lihat Kode Norma 93213
c. Istri tdk punya penghasilan
B. Seorang WP baru memiliki usaha sbg pedagang eceran bahan makanan di Jakarta. Penjualan dlm 1 bulan
diperkirakan seb Rp 15 juta. Ia kawin dan mempunyai 2 orang anak.
Besarnya PPh Pasal 25 yg hrs dibayar sbg angsuran dlm thn berjalan: Jml
peredaran setahun = 12 X Rp 15 juta Rp 180 juta
Persentase penghasilan mnr Kode Norma 62320 = 25%
Penghasilan neto setahun = 25% X Rp 180 juta Rp 45 juta
Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP
= Rp 45 juta - Rp 7,2 juta Rp 37,8 juta
PPh yg terutang
= 5% X Rp 37,8 juta Rp 1,89 juta
PPh Pasal 25 yg hrs dibayar
= 1/12 X Rp 1,89 juta Rp 157,5 ribu
C‐
PPh PASAL 4 AYAT (2)
C‐10‐
5. Dividen yg Diterima atau 10% Jml Bruto Dividen yg Final
Diperoleh WP OP DN Diterima termasuk
Dasar Hukum dan SE terkait: PP 19 Thn dividen dari perusahaan
2009, PMK-111/PMK.03/2010 asuransi kpd pemegang
SE-30/PJ/2012 polis & pembagian SHU
koperasi
6. Transaksi Penjualan Saham di Final
Bursa Efek
a. Selain IPO (Initial Public Offering) 0,1% X Nilai Transaksi
b. IPO (0,1% X Nilai Transaksi) + (0,5% X nilai
saham pasar saat IPO)
Dasar Hukum: PP 41 Thn 1994 jo PP 14
Thn 1997, KMK-282/KMK.04/1997
7. Bunga deposito & tabungan serta 20% (utk Jml Bruto Bunga Final
diskonto SBI WPDN &
Dasar Hukum: PP 131 Thn 2000, KMK- BUT)
51/KMK.04/2001 20% atau
Tarif P3B
(utk WPLN)
Pengecualian:
a. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI sepanjang jml deposito & tabungan serta SBI tsb < Rp
7,5 juta & bukan mrp jml yg dipecah-pecah.
b. Bunga & diskonto yg diterima atau diperoleh bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN di
Indonesia.
c. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI yg diterima atau diperoleh Dana Pensiun yg tlh disahkan
MenKeu, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 29
UU 11 Thn 1992.
d. Bunga tabungan pd bank yg ditunjuk Pemerintah dlm rangka pemilikan rumah sederhana & sangat
sederhana, kapling siap bangun utk rumah sederhana & sangat sederhana, atau rumah susun sederhana
sepanjang utk dihuni sendiri.
8. Bunga / Diskonto Obligasi Final
a. Bunga Obligasi dgn kupon Jml bruto bunga sesuai
(interest bearing bond) dgn masa kepemilikan
- WP DN & BUT 15% obligasi
- WP LN selain BUT 20% / Tarif
P3B
b. Diskonto Obligasi dgn kupon Selisih lbh hrg jual atau
- WP DN & BUT 15% nilai nominal di atas hrg
- WP LN selain BUT 20% / Tarif perolehan obligasi, tdk
P3B termasuk bunga berjalan
c. Diskonto Obligasi tanpa bunga Selisih lbh hrg jual atau
(zero coupon bond) nilai nominal di atas hrg
- WP DN & BUT 15% perolehan obligasi
- WP LN selain BUT 20% / Tarif
P3B
d. Bunga dan/atau diskonto dari Jml bruto bunga sesuai
Obligasi yg diterima dan/atau dgn masa kepemilikan
diperoleh WP reksadana yg obligasi / selisih lbh hrg
terdaftar pd BAPEPAM-LK jual atau nilai nominal di
- utk thn 2009 s.d. 2010 0% atas hrg perolehan
- utk thn 2011 s.d. 2013 5% obligasi
- utk thn 2014 dan seterusnya Dasar 15%
Hukum: PP 16 Thn 2009, PMK-
85/PMK.03/2011
C‐10‐
Pengecualian:
a. WP dana pensiun yg pendirian / pembentukannya tlh disahkan oleh MenKeu & memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dlm Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh
b. WP bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN di Indonesia
9. Bunga Simpanan yg Final
Dibayarkan Koperasi kpd
Anggota Koperasi OP
a. < Rp 240 ribu 0% Jml Bruto
b. > Rp 240 ribu 10% Jml Bruto
Dasar Hukum: PP 15 Thn 2009, PMK-
112/PMK.03/2010
10. Penghasilan perusahaan modal 0,1 % Jml Bruto Nilai Transaksi Final
ventura dari transaksi penjualan Penjualan/ Pengalihan
saham atau pengalihan Penyertaan Modal
penyertaan modal pd perusahaan
pasangan usahanya
Dasar Hukum: PP 4 Thn 1995, KMK-
250/KMK.04/1995
Syarat :
Mrp perusahaan kecil, menengah, atau yg melakukan keg. dlm sektor-sektor usaha yg ditetapkan oleh
MenKeu; dan
Sahamnya tdk diperdagangkan di BEI.
11. Penghasilan dari usaha yg 1% Jml Peredaran Bruto Final
diterima/dperoleh WP yg memiliki Setiap Bulan
peredaran bruto tertentu
WP OP / WP badan; dan
menerima penghasilan dari usaha, tdk
termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dgn pekerjaan bebas, dgn
peredaran bruto < Rp 4,8 M dlm 1
Thn Pajak
(berlaku mulai 1 Juli 2013)
Dasar Hukum: PP 46 Thn 2013, PMK-
107/ PMK.011/2013
Pengecualian:
a. WP OP yg melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg dlm usahanya: menggunakan
sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang, baik yg menetap maupun tdk menetap; dan
menggunakan sebagian atau slr tempat utk kepentingan umum yg tdk diperuntukkan bagi tempat
usaha atau berjualan
b. WP badan yg blm beroperasi scr komersial
c. WP badan yg dlm jangka waktu 1 thn stl beroperasi scr komersial memperoleh peredaran bruto > Rp
4,8 M
d. WP BUT
C‐10‐
PPh FINAL ATAS JASA KONSTRUKSI
Dasar Hukum:
Pasal 4 ayat (2) UU PPh
PP 51 Thn 2008 (berlaku sejak 1 Jan 2008) jo PP 40 Thn 2009 (berlaku sejak 1 Agust 2008) ttg Penghasilan
dari usaha jasa konstruksi
→ PP 40 Thn 2009 mengubah ketentuan Pasal 10 PP 51 dan menambah Pasal 10A, 10B, dan 10C
PMK-187/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Jan 2008) jo PMK-153/PMK.03/2009 (berlaku mulai 29 Sept
2009) ttg Tata cara pemotongan, penyetoran, pelaporan dan penatausahaan PPh atas penghasilan dari usaha jasa
konstruksi → mencabut KMK-559/KMK.04/2000
UU 18 Thn 1999 ttg Jasa Konstruksi
Informasi Tambahan:
Peraturan LPJK No. 02 Thn 2011 ttg Tata cara registrasi ulang, perpanjangan masa berlaku, dan permohonan
baru sertifikat Badan Usaha Jasa Pelaksanana Konstruksi
C‐10‐
ii. Menyetor sendiri PPh Final yg terutang, pd saat menerima pembayaran uang muka & termin,
jika pengguna jasa bukan Pemotong Pajak.
iii. Tarif PPh Final utk WP yg memenuhi kualifikasi usaha kecil:
Utk penyedia jasa Perencanaan konstruksi : 4% dari jml bruto;
Utk penyedia jasa Pelaksanaan Konstruksi: 2% dari jml bruto; atau
Utk penyedia jasa Pengawasan Konstruksi: 4% dari jml bruto.
b. Bagi WP selain yg memenuhi kualifikasi sbg usaha kecil:
i. Dipotong pajak sesuai pasal 23 UU PPh pd saat pembayaran uang muka dan termin, jika pengguna
jasa:
Badan Pemerintah,
Subjek Pajak badan DN,
BUT, atau
OP sbg WP DN yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak sbg pemotong PPh Pasal 23
Jika Pengguna Jasa bukan Pemotong Pajak, dikenakan pajak sesuai PPh Pasal 25 UU PPh
2. Utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, maka pengenaan
PPhnya: (Pasal 10A PP 40 Thn 2009)
a. Jika BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa
s.d. tanggal 31 Des 2008, maka pengenaan PPh berdasarkan Pasal 10 PP 40 Thn 2009 (seperti
ketentuan utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan
s.d. tanggal 31 Des 2008 di atas).
b. Jika BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa
sejak tanggal 1 Jan 2009, maka pengenaan PPh berdasarkan PP 51 Thn 2008 (pengenaan PPh-nya
bersifat final).
c. Jika penyelesaian pekerjaan tdk menggunakan BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan, maka
pengenaan PPh berdasarkan PP 51 Thn 2008 (pengenaan PPh-nya bersifat final).
B. Jika kontrak ditandatangani sejak tanggal 1 Agust 2008: (Pasal 10B PP 40 Thn 2009)
Pengenaan PPhnya berdasarkan PP 51 Thn 2008 → pengenaan PPh-nya bersifat final
CaraKesimpulan
Pembayaran Pengenaan Tarif FinalPPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 ayat (1) PP 51 Thn 2008)
atau Penyetoran
1. PPDipotong
51 (pengenaan PPhpdygsaat
PPh Final bersifat final) digunakan
pembayaran utk penghasilan
→ jika Pengguna dari JasaPajak
Jasa adalah Pemotong Konstruksi dimana:
2. 1.Disetor
Kontrak ditandatangani
sendiri oleh Penyedia sblJasa
tanggal
→ jika1 Pengguna
Agust 2008 Jasa→bukan
utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg
Pemotong Pajak
dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, dlm hal BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh
Penyedia PPh
Saat Terutang Jasa Final
dan Pengguna
atas Jasa Jasa sejak tanggal
Konstruksi: 1 Jan5 ayat
(Pasal 2009;(1)atau
PP 51(Pasal 10A Huruf
Thn 2008) Pd b PP 40 Thn 2009)
saat2.pembayaran
Kontrak ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 → utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg
dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, jika penyelesaian pekerjaan tdk menggunakan BA Serah Terima
DPP PPh Penyelesaian
Final atasPekerjaan; atau (Pasal(Pasal
Jasa Konstruksi: 10A Huruf
5 ayatb(2)
PPPP40 51
ThnThn
2009)
2008)
1. 3.JikaKontrak ditandatangani
dipotong sejak tanggal
oleh Pemotong Pajak:1 Agust 2008. (Pasal
DPP adalah seb jml10B PP 40 Thn 2009)
pembayaran (tdk termasuk PPN)
→ Jml pembayaran atau jml penerimaan pembayaran ini mrp bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.
2. Jika disetor sendiri oleh Penyedia Jasa: DPP adalah seb jml penerimaan pembayaran (tdk
termasuk PPN)
C‐10‐
4% → Pelaksanaan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg tdk memiliki kualifikasi usaha
3% → Pelaksanaan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasi
usaha besar
2. Utk Perencanaan/ Pengawasan Konstruksi:
4% → Perencanaan/Pengawasan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg memiliki kualifikasi usaha
6% → Perencanaan/Pengawasan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg tdk memiliki kualifikasi usaha
Kualifikasi Usaha Jasa Konstruksi ditentukan oleh LPJK. (Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a PP 51
Thn 2008)
3. Jika penyedia jasa adalah BUT, maka tarif di atas tdk termasuk PPh yg bersifat final atas sisa laba BUT stl PPh
sesuai Pasal 26 ayat (4) UU PPh
→ DPP Pasal 26 ayat (4) UU PPh adalah PKP yg dihitung berdasarkan pembukuan yg sdh dikoreksi fiskal
dikurangi dgn PPh termasuk PPh yg bersifat final
Penggolongan Kualifikasi Usaha: (Pasal 9 ayat (1) Peraturan LPJK No. 02 Thn 2011)
No. Kualifikasi Usaha Gred
1. Besar (non kecil) 7
6
5
2. Kecil 4
3
2
1 (usaha orang perseorangan)
Tanggal Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 (2) atas Jasa Konstruksi: (Pasal 6 PMK-187/PMK.03/2008)
SPT Masa dilaporkan oleh Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa paling lama 20 hari stl bulan dilakukan
pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran.
C‐10‐
hrs dibubuhi tulisan atau cap: "DIUBAH MENJADI BUKTI PEMOTONGAN PASAL 23
DENGAN TARIF SEBESAR .....% SEJUMLAH Rp
BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR ......./PMK.03/2009" dan divalidasi oleh
KPP.
5. Stl dibubuhi tulisan atau cap tsb, KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar:
Memberikan asli lembar ke-1 pemotongan kpd Penyedia Jasa;
Menyatukan 1 lembar FC bukti pemotongan dgn berkas SPT Tahunan Penyedia Jasa yg
bersangkutan; dan
Mengirimkan 1 lembar FC bukti pemotongan kpd KPP tempat Pengguna Jasa terdaftar utk
disatukan dgn SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Pengguna Jasa.
6. Jika permohonan tdk disetujui, maka Kepala KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar hrs menyampaikan
pemberitahuan penolakan dgn format sesuai Lamp II PMK 153/PMK.03/2009.
7. Jika ada kelebihan pemotongan PPh yg bersifat final stl perubahan bukti pemotongan, kelebihan PPh
tsb dikembalikan melalui permohonan scr tertulis oleh Penyedia Jasa kpd KPP tempat Penyedia Jasa
terdaftar sesuai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang.
B. Utk Pengguna Jasa:
Pengguna Jasa yg tlh melakukan pemotongan PPh atas pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak utk kontrak
yg ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku pd saat
ditandatanganinya kontrak tsb dan tlh menerbitkan bukti pemotongan serta tlh melaporkan bukti pemotongan tsb
dlm SPT Masanya, atas bukti potong tsb tdk perlu dilakukan perubahan dan dianggap sdh benar. (Pasal 8B
PMK-153/PMK.03/2009)
Kesimpulan:
Yg hrs mengajukan perubahan bukti potong cukup Penyedia Jasa saja, utk Pengguna Jasa tdk
perlu melakukan perubahan bukti potong
Ketentuan Lain-lain:
1. Jika Penyedia Jasa memperoleh atau menerima penghasilan dari LN, maka atas pajak yg dibayar atau
terutang di LN atas penghasilan tsb dpt dikreditkan (PPh Pasal 24). (Pasal 7 ayat (1) PP 51 Thn 2008)
2. Penghasilan lain yg diterima atau diperoleh oleh Penyedia Jasa Konstruksi dari luar usaha dikenakan tarif
berdasarkan ketentuan umum UU PPh. (Pasal 7 ayat (2) PP 51 Thn 2008)
3. Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk dlm penghitungan Nilai
Kontrak Jasa Konstruksi yg dikenakan PPh Final. (Pasal 7 ayat (3) PP 51 Thn 2008)
4. Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yg terpisah atas biaya dari kegiatan usaha selain usaha Jasa
Konstruksi.
5. Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yg masih tersisa s.d. Thn Pajak 2008 hanya dpt dikompensasi sampai Thn
Pajak 2008. (Pasal 10C PP 40 Thn 2009)
6. Utk WP yg hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, sejak thn pajak 2009 tdk diwajibkan
membayar angsuran PPh Pasal 25. (Pasal 8C PMK-153/PMK.03/2009).
C‐10‐
PPh FINAL ATAS PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
Dasar Hukum:
PP 29 Thn 1996 jo PP 5 Thn 2002 ttg Pembayaran PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan
KMK-394/KMK.04/1996 jo KMK-120/KMK.03/2002 ttg Pelaksanaan pembayaran dan pemotongan PPh
atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan
KEP-227/PJ/2002 (berlaku sejak 1 Mei 2002) ttg Tata cara pemotongan dan pembayaran, serta
pelaporan PPh dari persewaan tanah dan atau bangunan
SE terkait:
SE-14/PJ.53/2003 mencabut SE-13/PJ.32/1989
SE-22/PJ.4/1996
Objek Pajak:
Objek Pajaknya adalah Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah
susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung
pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan
industri (KEP-227/PJ/2002).
Pengertian bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk areal baik di
dlm gedung maupun di luar gedung yg mrp bagian dari gedung tersebut (SE-22/PJ.4/1996)
Tarif Pajak:
10% dari jml bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final
Yg dimaksud dgn jml bruto nilai persewaan adalah semua jml yg dibayarkan atau terutang oleh penyewa
dgn nama dan dlm bentuk apapun juga yg berkaitan dgn tanah dan/atau bangunan yg disewa termasuk biaya
perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan service charge baik yg
perjanjiannya dibuat scr terpisah maupun yg disatukan. (KMK- 120/KMK.03/2002)
Service charge: Balas jasa yg menyebabkan ruangan yg disewa dpt dihuni sesuai dgn tujuan yg
diinginkan penyewa yg terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan, dan biaya administrasi.
(SE-13/PJ.32/1989 → SE ini sdh dicabut oleh SE-14/PJ.53/2003, tetapi untuk pengertian
service chargenya tdk dirubah oleh SE-14/PJ.53/2003)
DPP PPN atas service charge dlm rangka kegiatan persewaan ruangan adalah penggantian, yakni
sebesar nilai tagihan service charge yg diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa.
(SE-14/PJ.53/2003)
Pemotong:
Yg menjadi pemotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas sewa tanah dan/atau bangunan adalah apabila Penyewa (pihak
yg menyewa/yg membayar biaya sewa) mrp: (KMK-394/KMK.04/1996 jo KMK- 120/KMK.03/2002)
1. Badan pemerintah, Subjek Pajak badan DN, penyelenggara kegiatan, BUT, kerjasama operasi, perwakilan
perusahaan LN lainnya
2. Orang Pribadi yg ditunjuk sbg pemotong: (Hrs ada SK Penunjukan yg diterbitkan oleh Kepala KPP sesuai
KEP-50/PJ./1996)
a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, PPAT (kecuali PPAT tsb adalah Camat), pengacara, dan
konsultan, yg melakukan pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yg menjalankan usaha yg menyelenggarakan pembukuan; yg tlh
terdaftar sbg WP DN
Pemotong wajib memotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan yg terutang pd
saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lbh dahulu terjadi.
(Pasal 5 ayat (1) KEP-227/PJ/2002)
C‐10‐
PPh FINAL ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PHTB)
Dasar Hukum:
UU PPh
PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008 ttg Pembayaran PPh atas Penghasilan dari PHTB
KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008 ttg Pelaksanaan Pembayaran dan
Pemungutan PPh atas Penghasilan dari PHTB
PER-28/PJ/2009 ttg Pelaksanaan Ketentuan PP 71 Thn 2008
PER-26/PJ/2010 (berlaku sejak 4 Mei 2010) ttg Tata Cara Penelitian SSP atas Penghasilan dari PHTB
SE terkait:
SE-30/PJ/2013 (berlaku sejak 3 Juli 2013) ttg pelaksanaan PPh yg bersifat final atas penghasilan dari PHTB yg
diterima atau diperoleh WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB (WP real estat) dan penentuan jml
bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat mencabut SE-80/PJ/2009
SE-30/PJ/2014 tanggal 14 Agust 2014 ttg Pengawasan atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan Melalui Jual Beli
C‐10‐
c. Permohonan diajukan oleh WP badan real estat yg melakukan PHTB disertai lampiran berupa daftar tanah
dan/atau bangunan sesuai format yg ditetapkan yg diisi dgn lengkap meliputi nama dan NPWP pembeli
tanah dan/atau bangunan.
NPWP pembeli wajib dicantumkan dlm permohonan SKB, kecuali berdasarkan ketentuan perpajakan
pembeli tsb tdk wajib memiliki NPWP
Nama pembeli yg tercantum dlm permohonan SKB adalah pembeli yg tercantum dlm Perjanjian
Perikatan Jual Beli (PPJB)
Dlm hal terjadi perubahan PPJB shg WP Badan real estat menerima atau memperoleh penghasilan dari
perubahan PPJB tsb, maka SKB hanya dpt diterbitkan apabila WP badan real estat dpt membuktikan
bahwa penghasilan dari perubahan PPJB tsb tlh dilaporkan dlm SPT PPh thn pajak yg bersangkutan
dan PPh atas penghasilan tsb tlh dilunasi
C‐10‐
bangunan yg dialihkan haknya, yg dilampiri dgn:
SSP Lembar ke-1 yg sdh tertera NTPN dan NTB/NTP/NPP serta FC-nya;
FC SPPT atau Surat Tanda Terima Setoran/Struk ATM bukti pembayaran PBB/bukti pembayaran
PBB lainnya atas tanah dan/atau bangunan yg dialihkan haknya;
FC faktur/bukti penjualan atau bukti penerimaan uang dlm hal pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan dilakukan dgn cara penjualan;
FC surat kuasa dan kartu identitas yg diberi kuasa dlm hal pengajuan formulir penelitian SSP
dikuasakan.
Dlm hal pembayaran atas PHTB dilakukan dgn cara angsuran, maka SSP Lembar ke-1 yg disampaikan utk
diteliti adalah semua SSP atas penghasilan dari PHTB yg dihitung berdasarkan jml setiap pembayaran
angsuran dan pelunasan.
3. Prosedur Penelitian:
Atas pengajuan formulir penelitian SSP, Kepala KPP hrs melakukan penelitian: (Pasal 3 PER- 26/PJ/2010)
mencocokkan jmlh pembayaran yg tercantum dlm SSP Lembar ke-1 dgn data penerimaan pajak dlm
MPN;
mencocokkan NOP yg dicantumkan dlm SSP dgn NOP yg tercantum dlm FC SPPT atau STTS/bukti
pembayaran PBB lainnya;
meneliti NJOP bumi dan/atau bangunan per meter persegi dari tanah dan/atau bangunan yg dialihkan
haknya dgn mencocokkan pd Basis Data PBB; → Penelitian NJOP tsb dpt dilanjutkan dgn penelitian
lapangan apabila diperlukan atas NJOP dari tanah dan/atau bangunan yg dialihkan.
meneliti kebenaran penghitungan dasar pengenaan PPh dgn membandingkan nilai pengalihan
sebenarnya sebagaimana tercantum dlm FC faktur/bukti penjualan atau bukti penerimaan uang dgn
NJOP.
Kepala KPP hrs menyelesaikan Penelitian SSP dlm jangka waktu: (Pasal 4 PER-26/PJ/2010)
paling lama 1 hari kerja sejak tanggal diterimanya formulir penelitian SSP beserta lampirannya → dlm
hal tdk dilakukan penelitian lapangan atas NJOP dari tanah dan/atau bangunan yg dialihkan;
paling lama 3 hari kerja sejak tanggal diterimanya formulir penelitian SSP beserta lampirannya → dlm
hal dilakukan penelitian lapangan atas NJOP dari tanah dan/atau bangunan yg dialihkan.
4. Hasil Penelitian: (Pasal 5 – 7 PER-26/PJ/2010)
Dlm hal berdasarkan penelitian ternyata PPh dari PHTB blm dibayar ke kas negara atau PPhyg tlh
dibayar oleh WP masih kurang dari yg seharusnya dibayar, Kepala KPP hrs menyampaikan pemberitahuan
scr tertulis kpd WP dgn menggunakan formulir dlm Lamp ll PER-26/PJ/2010. WP yg tlh menerima
pemberitahuan tsb dpt menyampaikan kembali formulir penelitian SSP kpd KPP sesuai
ketentuan dlm hal PPh yg blm atau kurang dibayar tlh dilunasi oleh WP.
Dlm hal berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa PPh tlh dibayar ke kas negara dan jml-nya tlh sesuai
ketentuan maka SSP Lembar ke-1 yg tlh diteliti dan FC-nya, dibubuhi cap dgn bentuk cap sesuai Lamp III
PER-26/PJ/2010. Kepala KPP hrs menyampaikan SSP Lembar ke-1 yg tlh diteliti dan FC-nya yg tlh
dibubuhi cap kpd WP.
Thd SSP yg tlh diteliti masih dpt diterbitkan:
SKPKB apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain PPh yg terutang tdk atau kurang
dibayar;
SKPKBT apabila ditemukan data baru yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang stl
dilakukan tindakan pemeriksaan dlm rangka penerbitan SKPKBT; atau
STP apabila PPh yg terutang tdk atau kurang dibayar, dari hasil penelitian terdapat kekurangan
pembayaran PPh sbg akibat salah tulis dan/atau salah hitung, atau WP dikenai sanksi administrasi
berupa denda dan/atau bunga.
C‐10‐
PPh PASAL 15
Dasar
Obyek Tarif PPh Sifat
Perhitungan
C‐
PPh PASAL 15 ATAS PELAYARAN DN
1. WP Pelayaran DN: (angka 2 SE-29/PJ.4/1996)
Orang yg bertempat tinggal di Indonesia atau badan yg didirikan dan berkedudukan di Indonesia (SPDN) yg
melakukan usaha pelayaran dgn kapal yg didaftarkan baik di Indonesia maupun di LN atau dgn kapal
pihak lain.
2. Objek PPh: (angka 3 SE-29/PJ.4/1996)
WP perusahaan pelayaran DN dikenakan PPh atas slr penghasilan yg diterima atau diperolehnya baik dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh krn itu penghasilan yg menjadi objek pengenaan PPh meliputi
penghasilan yg diterima atau diperoleh WP dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal
dari:
Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia,
Pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia,
Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia,
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia
1. Tarif (bersifat final):
PPh terutang = 30 % x NPPN = 30% x (4% x Peredaran bruto) = 1,2% x Peredaran Bruto
(Pasal 2 KMK-416)
→ Peredaran bruto: Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yg diterima atau
diperoleh WP perusahaan pelayaran DN dari pengangkutan orang dan/atau barang yg dimuat dari 1 pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan LN dan/atau sebaliknya. (Pasal 1
KMK-416/KMK.04/1996)
2. Saat Terutang dan Saat Pemotongan: (angka 6 huruf a & b SE-29/PJ.4/1996)
Atas penghasilan yg diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn pemotong pajak, PPh pasal
15 terutang dan wajib dipotong pd saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti.
Dlm hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn pemotong pajak, PPh
pasal 15 terutang pd saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
3. Tata Cara Penyetoran & Pelaporan:
Dlm hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn pemotong
pajak: Pihak yg membayar atau terutang hasil tsb wajib melakukan pemotongan pd saat pembayaran atau
terutang, memberikan bukti potong, menyetorkan paling lambat tgl 10 bulan berikutnya dan melaporkan
SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf a SE-29/PJ.4/1996)
Dlm hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn
pemotong pajak: WP perusahaan pelayaran DN wajib menyetor sendiri PPh yg terutang paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya. (angka 6 huruf b SE-29/PJ.4/1996)
Dlm hal Pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak: WP perusahaan pelayaran DN wajib
menyetor sendiri PPh yg terutang paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa
PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf b SE- 29/PJ.4/1996)
4. Mekanisme PPh Pasal 24: (angka 7 SE-29/PJ.4/1996)
Pajak yg tlh dibayar di LN dpt dikreditkan max 1,2% dari penghasilan yg diterima atau diperolehnya di LN
per @ negara.
5. Kewajiban PPh Pasal 25:
PPh Pasal 25 tdk wajib disetorkan apabila penghasilan semata-mata dari pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk penyewaan kapal, tetapi tetap wajib lapor meskipun nihil.
Penghasilan di luar jasa pelayaran DN dikenakan PPh berdasarkan ketentuan yg berlaku.
6. Contoh Soal:
PT. AL-NUSA mencarter kapal PAN DAENG AIRLINES,sebuah maskapai pelayaran nasional utk mengangkut
barang. Ongkos charter seb Rp 100 juta. Bagaimana pemotongan pajaknya?
Jawaban:
PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 seb 1,2% x Rp 100 juta = Rp 1,2 juta pd saat membayar ongkos
charter
Cara Penyetoran & Pelaporan:
PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
Lembar ke-1: utk yg menyewakan (PAN DAENG AIRLINES)
Lembar ke-2: utkKPP (dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
C‐
Lembar ke-3: utk penyewa (arsip PT. AL-NUSA)
Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
Apabila customer dari PAN DAENG AIRLINES tdk memotong pajak (selain pemotong pajak) maka
PAN DAENG AIRLINES wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
dan pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
C‐
PPh PASAL 15 ATAS PELAYARAN/PENERBANGAN LN
1. WP Pelayaran/Penerbangan LN: (angka 2 SE-32/PJ.4/1996)
WP yg bertempat kedudukan di LN yg melakukan usaha melalui BUT di Indonesia.
2. Objek PPh:
Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yg
dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
di LN. (Pasal 1 KMK-417/KMK.04/1996)
→ Dgn demikian yg tdk termasuk penggantian atau imbalan yg diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan LN tsb adalah yg dari pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan di LN ke
pelabuhan di Indonesia. (angka 3 SE-32/PJ.4/1996)
3. Tarif (final): (Pasal 2 KMK-417/KMK.04/1996)
Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 6% x Peredaran Bruto
PPh Terutang = 2,64% x Peredaran Bruto
→ 2,64% berasal dari (30% x 6%) + (20% x (6% - (30% x 6%))) = 1,8% + 0,84% = 2,64%
→ Ket: 30% adalah tarif tertinggi PPh Badan, 20% adalah tarif PPh Pasal 26
4. Saat Terutang & Saat Pemotongan:
Atas penghasilan yg diperoleh berdasarkan perjanjian charter, PPh pasal 15 terutang dan wajib
dipotong pd saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti. (angka 5 huruf a SE-32/PJ.4/1996)
Dlm hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian charter, PPh pasal 15 terutang pd
saat diterima atau diperolehnya penghasilan. (angka 5 huruf b SE-32/PJ.4/1996)
5. Tata Cara Pembayaran & Pelaporan:
Penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yg membayar/mencharter
wajib melakukan pemotongan pd saat pembayaran atau terutang, memberikan bukti potong, menyetorkan
paling lambat tgl 10 bln berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bln
berikutnya. (angka 5 huruf a SE-32/PJ.4/1996)
Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka WP perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan LN wajib menyetor sendiri paling lambat tanggal 15 bln berikutnya dan melaporkan SPT
Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bln berikutnya. (angka 5 huruf b SE- 32/PJ.4/1996)
6. Kesimpulan:
Jika tdk mempunyai BUT maka tdk kena PPh Pasal 15, tetapi memperhatikan ketentuan PPh Pasal 26
Penghasilan di luar jasa pelayaran/penerbangan LN dikenakan PPh berdasarkan ketentuan yg berlaku.
(angka 6 SE-32/PJ.4/1996)
7. Contoh Soal:
PT. AL-NUSA mencarter pesawat PAN ASIA AIRLINES, sebuah maskapai penerbangan internasional utk
mengangkut barang dan mempunyai BUT di Indonesia. Ongkos charter seb Rp 100 juta. Bagaimana
pemotongan pajaknya?
Jawaban:
PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 seb 2,64% x Rp 100 juta = Rp 2,64 juta pd saat membayar ongkos
charter
Cara Penyetoran & Pelaporan:
PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
Lembar ke-1: utk yg menyewakan (PAN ASIA AIRLINES)
Lembar ke-2: utk KPP (Dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
Lembar ke-3: utk penyewa (Arsip PT. AL-NUSA)
Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
Apabila customer dari PAN ASIA AIRLINES tdk memotong pajak (selain perjanjian charter) maka PAN
ASIA AIRLINES wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan
pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
C‐
PPh PASAL 15 ATAS PENERBANGAN DN
1. WP Penerbangan DN: (Pasal 1 huruf a KMK-475/KMK.04/1996)
WP perusahaan penerbangan yg bertempat kedudukan di Indonesia (SPDN Badan) yg memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian charter.
→ Yg dimaksud dgn perjanjian charter meliputi semua bentuk charter, termasuk sewa ruangan pesawat udara
baik utk orang dan/atau barang ("space charter"). (Angka 1 SE-35/PJ.4/1996)
2. Objek PPh:
Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yg diterima atau diperoleh WP berdasarkan
perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yg dimuat dari 1 pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
(Pasal 1 huruf b KMK-475/KMK.04/1996)
3. Tarif (tdk final):
PPh terutang = 30% x NPPN = 30% x 6% x Peredaran Bruto
PPh Terutang = 1,8 % x Peredaran Bruto
(Pasal 2 ayat (2) KMK-475)
1,8% berasal dari 6% x 30%
Pelunasan PPh seb 1,8% mrp pembayaran PPh Pasal 23 yg dpt dikreditkan thd PPh yg terutang
dlm SPT Tahunan PPh utk thn pajak yg bersangkutan. (Pasal 2 ayat (3) KMK- 475/KMK.04/1996 dan
angka 4 SE-35/PJ.4/1996)
4. Pemotong: (Angka 5 SE-35/PJ.4/1996)
Pencharter yg mrp Badan pemerintah, Subjek Pajak Badan DN, Penyelenggara Kegiatan, BUT, atau Perwakilan
Perusahaan LN lainnya.
5. Tata Cara Penyetoran & Pelaporan:
Pembayaran PPh Pasal 15 atas penerbangan DN ini dilakukan melalui mekanisme pemotongan oleh
pencharter sepanjang pencharter tsb adalah pemotong pajak.
Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya (MAP/KJS 411129/101)
Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya (menggunakan SPT Masa PPh Pasal 15)
6. Saat terutang & Saat Pemotongan: (angka 5 SE-35)
Pemotongan PPh pasal 15 atas penghasilan berdasarkan perjanjian charter dilakukan pd saat pembayaran atau
saat terutangnya imbalan atau nilai pengganti.
7. Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional:
Badan hukum Indonesia yg menyelenggarakan usaha angkutan udara utk umum dgn memungut pembayaran dan
tlh memiliki izin usaha dari Departemen Perhubungan.
8. Contoh Soal:
PT. AL-NUSA mencarter pesawat PAN RAJAWALI LINES sebuah maskapai penerbangan nasional utk
mengangkut barang. Ongkos charter seb Rp 100 juta. Bagaimana pemotongan pajaknya?
Jawaban:
PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 seb 1,8% x Rp 100 juta = Rp 1,8 juta pd saat membayar ongkos
charter
Cara Penyetoran & Pelaporan:
PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
Lembar ke-1: utk yg menyewakan (PAN RAJAWALI LINES)
Lembar ke-2: utk KPP (dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
Lembar ke-3: utk penyewa (Arsip PT. AL-NUSA)
Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
Apabila PAN RAJAWALI LINES menerima penghasilan selain dari perjanjian charter maka tidak perlu
ada mekanisme penyetoran sendiri PPh pasal 15 (akan diperhitungkan di PPh Badan)
C‐
PPh PASAL 15 ATAS KANTOR PERWAKILAN DAGANG ASING DI INDONESIA
1. Subjek Pajak: (Angka 2 SE-02/PJ.03/2008)
WP LN yg mempunyai kantor perwakilan dagang (representative office/liaison office) di Indonesia yg berasal
dari negara yg blm mempunyai P3B dgn Indonesia.
2. Objek Pajak: (Pasal 1 KMK-634/KMK.04/1994)
Nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yg diterima atau diperoleh WP LN yg
mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kpd OP atau badan yg berada atau
bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Tarif (bersifat final): (Angka 1 SE-02/PJ.03/2008)
Penghasilan neto = 1% X nilai ekspor bruto
PPh Terutang = 0,44% X nilai ekspor bruto
→ 0.44% berasal dari (30% x 1%) + (20% x (1%-(30% x 1%))) = 0,3% + 0,14% = 0,44%
4. Tata Cara Pembayaran & Pelaporan: (KEP-667/PJ/2001)
Pembayaran: dgn mekanisme penyetoran sendiri oleh kantor perwakilan dagang selambat- lambatnya
tanggal 15 bulan berikut stl bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.
Pelaporan: selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut stl bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan
Pelaporan dgn menggunakan form Lamp KEP-667/PJ/2001
5. Khusus utk Kantor Perwakilan Dagang yg Berasal dari Negara Mitra P3B
Besarnya tarif pajak yg terutang disesuaikan dgn tarif BPT (Branch Profit Tax) dari suatu
BUT tsb sebagaimana dimaksud dlm P3B terkait.
Tarif atas BPT lihat di SE-02/PJ.03/2008
Contoh perhitungannnya lihat di SE-02/PJ.03/2008
6. Representative Office: (Angka 4 SE-18/PJ.431/1992)
Perwakilan dagang asing di Indonesia pd dasarnya ada 2 macam, yaitu perwakilan dagang asing yg melakukan
usaha dan/atau pekerjaan bebas dan perwakilan dagang asing yg tdk melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas.
Kantor perwakilan dagang asing yg melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas di Indonesia adalah BUT yg
dikenakan PPh sesuai UU PPh. Kantor perwakilan dagang asing yg bukan BUT adalah kantor perwakilan dari
perusahaan yg berkedudukan di negara yg mempunyai P3B (Tax Treaty) dgn Indonesia, yg berdasarkan Treaty
tsb tdk dianggap sbg BUT.
C‐
PPh PASAL 21/26
C‐12‐
4. Uang Manfaat Pensiun < Rp 50 juta: 0% PB
dan THT & JHT yg > Rp 50 juta: 5%
dibayar sekaligus
Berlaku mulai 16 Nov
2009
5. Imbalan kpd bukan
pegawai, a.l. berupa
honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya
dgn nama & dlm bentuk
apapun sbg imbalan
sehubungan dgn
pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yg dilakukan
a. imbalan yg tdk Pasal 17 UU PPh 50% x PB Tdk Kumulatif
bersifat
berkesinambungan
b. imbalan yg bersifat
berkesinambungan
- Punya NPWP & Pasal 17 UU PPh PKP = (50% x PB) – Kumulatif
hanya bekerja dari 1 PTKP bulanan
pemberi kerja serta
tdk memperoleh
penghasilan lainnya
(memenuhi Pasal 13
ayat (1)
PER-31/PJ/2012)
- Tdk Memenuhi Pasal 17 UU PPh 50% x PB Kumulatif
Pasal 13 ayat (1)
PER-31/PJ/2012
6. Imbalan kpd peserta Pasal 17 UU PPh PB Kumulatif
kegiatan, a.l. berupa uang
saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah
atau penghargaan dgn nama
dan dlm bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dgn nama
apapun
7. Honorarium atau Pasal 17 UU PPh PB Kumulatif
imbalan yg bersifat tdk
teratur yg diterima atau
diperoleh anggota
dewan komisaris atau
dewan pengawas yg tdk
merangkap sbg pegawai
tetap pd perusahaan yg
sama, penarikan dana
pensiun oleh peserta
program pensiun yg
masih berstatus sbg
pegawai dari dana
pensiun yg pendiriannya
tlh disahkan oleh MenKeu
8. Jasa produksi, tantiem, Pasal 17 UU PPh PB Kumulatif
gratifikasi, bonus atau
C‐12‐
imbalan lain yg bersifat
tdk teratur yg diterima
atau diperoleh mantan
pegawai
9. Honor/ Imbalan dgn
nama apapun (selain
gaji & tunjangan yg
sifatnya tetap) yg
diterima oleh: 0% PB Final
a. PNS Gol. I & II,
Anggota TNI/POLRI
Gol. pangkat
Tamtama & Bintara
dan pensiunannya. 5% PB Final
b. PNS Gol. III, Anggota
TNI/POLRI Gol.
Pangkat Perwira
Pertama dan
pensiunannya. 15% PB Final
c. PNS Gol. IV, Anggota
TNI/POLRI Gol.
Pangkat Perwira
Menengah & Tinggi
dan pensiunannya.
Berlaku sejak 1 Jan 2011
Jika WP OP penerima penghasilan tdk memiliki NPWP, maka akan dikenakan tarif lbh tinggi 20% daripada
tarif yg diterapkan thd WP yg memiliki NPWP (Hanya berlaku utk pemotongan PPh Pasal 21 yg bersifat
tdk final). Namun, jika WP tsb kemudian mempunyai NPWP dlm thn kalender yg bersangkutan paling lama
sbl masa pajak Desember, maka atas selisih pengenaan tarif 20% lbh tinggi tsb diperhitungkan dgn PPh
Pasal 21 yg terutang utk bulan-bulan selanjutnya stl memiliki NPWP. (Pasal 20 ayat (4) PER 31/PJ/2012)
→ Sejak 1 Jan 2009
Ket :
PKP : Penghasilan Kena Pajak PN :
Penghasilan Neto
PB : Penghasilan Bruto
BJ : Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto, max Rp 500 ribu/bulan atau Rp 6 juta/thn), bersifat
kumulatif
IP : Iuran Pensiun
BP Biaya Pensiun (5% x Penghasilan bruto, max Rp 200 ribu/bulan atau Rp 2,4 juta/thn),
bersifat kumulatif
Dasar Hukum: PP 68 Thn 2009, PMK 250/PMK.03/2008, PMK 252/PMK.03/2008, PMK
16/PMK.03/2010, PER 31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)
C‐12‐
KETENTUAN PPh PASAL 21/26
Dasar Hukum:
PP 94 Thn 2010
PP 68 Thn 2009
PMK-252/PMK.03/2008
PMK 16/PMK.03/2010 (berlaku sejak 16 Nov 2009)
PER-31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) mencabut PER-31/PJ/2009 jo PER-57/PJ/2009
Bukan Pemotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 2 ayat (2) & (3) PER-31/PJ/2012)
Tdk termasuk sbg pemberi kerja yg mempunyai kewajiban utk melakukan pemotongan PPh Pasal 21/26:
a. Kantor perwakilan negara asing.
b. Organisasi-organisasi internasional pd Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh, yg tlh ditetapkan oleh MenKeu.
c. Pemberi kerja OP yg tdk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yg semata-mata mempekerjakan OP
utk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dlm rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
Ket: Dlm hal organisasi internasional tdk memenuhi ketentuan pd huruf b di atas, organisasi
internasional dimaksud mrp pemberi kerja yg berkewajiban melakukan pemotongan pajak.
C‐12‐
Penerima Penghasilan yg Dipotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 3 PER-31/PJ/2012) OP
yg mrp:
a. Pegawai.
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, atau JHT, termasuk ahli
warisnya.
c. Bukan Pegawai yg menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dgn pemberian
jasa, meliputi:
1. Tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas, yg terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat pelukis, dan
seniman lainnya.
3. Olahragawan.
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6. Pemberi jasa dlm segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kpd suatu kepanitiaan.
7. Agen iklan.
8. Pengawas atau pengelola proyek.
9. Pembawa pesanan atau yg menemukan langganan atau yg menjadi perantara.
10. Petugas penjaja barang dagangan.
11. Petugas dinas luar asuransi.
12. Distributor perusahaan MLM atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
d. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yg tdk merangkap sbg Pegawai Tetap pd
perusahaan yg sama.
e. Mantan pegawai.
f. Peserta kegiatan yg menerima/memperoleh penghasilan sehubungan dgn keikutsertaannya dlm
suatu kegiatan, antara lain:
1. Peserta perlombaan dlm segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.
2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.
3. Peserta atau anggota dlm suatu kepanitiaan sbg penyelenggara kegiatan tertentu.
4. Peserta pendidikan dan pelatihan.
5. Peserta kegiatan lainnya.
C‐12‐
Bukan Penerima Penghasilan yg dipotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 4 PER-31/PJ/2012)
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yg
diperbantukan kpd mereka yg bekerja pd dan bertempat tinggal bersama mereka, dgn syarat bukan WNI dan
di Indonesia tdk menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tsb, serta negara
yg bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional pd Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh, yg tlh ditetapkan oleh MenKeu,
dgn syarat bukan WNI dan tdk menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain utk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
C‐12‐
3. Iuran pensiun yg dibayarkan kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu, Iuran THT
atau iuran JHT kpd badan penyelenggara THT atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yg
dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yg diterima oleh OP yg berhak dari badan atau lembaga amil zakat yg dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, atau Sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk agama yg diakui di
Indonesia yg diterima oleh OP yg berhak dari lembaga keagamaan yg dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah sepanjang tdk ada hubungan dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-
pihak yg bersangkutan.
5. Beasiswa pd Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh.
Ketentuan Lain:
Jml penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh penerima penghasilan yg dipotong PPh
Pasal 21/26 adalah slr jml penghasilan pd Pasal 5 PER-31/PJ/2012 yg diterima atau diperoleh
dlm suatu periode atau pd saat dibayarkan. (Pasal 10 ayat (1) PER-31/PJ/2012)
Dlm hal Bukan Pegawai pd Pasal 3 huruf c PER-31/PJ/2012 memberikan jasa kpd Pemotong PPh Pasal 21/26:
(Pasal 10 ayat (5) PER-31/PJ/2012)
a. Mempekerjakan orang lain sbg pegawainya maka besarnya jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10 ayat (1)
PER-31/PJ/2012 adalah seb jml pembayaran stl dikurangi dgn bagian gaji/upah dari pegawai yg
dipekerjakan tsb, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan bagian gaji/upah dari pegawai
yg dipekerjakan tsb maka besarnya penghasilan bruto tsb adalah seb jml yg dibayarkan.
b. Melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10 ayat (1)
PER-31/PJ/2012 hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt
dipisahkan antara pemberian jasa dgn material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tsb termasuk
pemberian jasa dan material atau barang.
Dlm hal jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10 ayat (1) PER-31/PJ/2012 dibayarkan kpd dokter yg melakukan
praktik di RS dan/atau klinik maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jasa dokter yg dibayar oleh pasien
melalui RS dan/atau klinik sbl dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh RS dan/atau klinik. (Pasal 10 ayat (6)
PER-31/PJ/2012)
Biaya SDM:
Dpt
Tdk Dpt
Dikurangkan & Dpt Dikurangkan & Bukan Tdk Dpt Dikurangkan &
Dikurangkan &
Mrp Objek PPh Mrp Objek PPh 21 Bukan Mrp Objek PPh 21
21 Mrp Objek PPh 21
Gaji/Upah Premi JHT yg dibayar Pembayaran bonus, Sembako
perusahaan ke PT Jamsostek gratifikasi, jasa
Tunj. (termasuk Iuran Pensiun yg dibayar produksi, tantiem Rekreasi, piknik, dan olah
tunj. PPh 21) perusahaan ke Dana Pensiun (bagian keuntungan raga
yg disahkan Menkeu RI yg diberikan kpd
Biaya beasiswa, magang, dan Direksi & Komisaris Cuti pegawai
pelatihan pegawai dari pemegang saham
Premi asuransi Biaya perjalanan dinas yg didasarkan pd Biaya Pengobatan yg
jiwa pegawai yg Pemberian natura/kenikmatan yg prosentase tertentu dibayar lsg oleh pemberi
dibayar berkaitan dgn pelaksanaan dari laba perusahaan), kerja ke RS, dokter, dan
perusa-haan, pekerjaan di: dsb apotik
termasuk JKK,
C‐12‐
JKM, JPK Bukan daerah terpencil kpd karyawan yg mrp
1. Penyediaan makan bagian keuntungan
Uang lembur, minum utk slr pegawai (pembagian laba) Perumahan yg semua
uang transport, 2. sbg sarana keselamatan atau dibebankan ke biaya yg ditimbulkannya
honor dsb kerja atau krn sifat laba ditahan dibayar lsg oleh
Penggantian pekerjaan tsb (Retained Earning). perusahaan
Pengobatan, mengharuskannya. (SE-16/PJ.44/1992) Pakaian (selain pakaian sbg
pemberian uang Daerah terpencil (sdh sarana keselamatan kerja
pengobatan, mendapat persetujuan dari atau krn sifat pekerjaan tsb
pemberian tunj. DJP) mengharuskannya)
Pengobatan
THR, Bonus atas
prestasi kerja
Perlakuan Perpajakan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JKK, JKM, JPK, JHT):
Perlakuan bagi Pemberi
Uraian Kerja Perlakuan bagi Karyawan
JKK, JKM, JPK Biaya Bagi Perusahaan Penghasilan (digabung dlm penghasilan bruto gaji)
dibayar Perusahaan (Deductable) Alasan: Krn tdk tercantum dlm Pasal 4 ayat 3 UU
PPh shg mrp objek PPh
Uang Pesangon:
Uang Pesangon dialihkan oleh
Uang Pesangon dibayarkan scr lsg oleh Pemberi Kerja kpd Pengelola
Pemberi Kerja (PK) Dana Pesangon Tenaga Kerja
(PDPTK)
Dibayarkan
Dibayarkan sekaligus bertahap
Cara Jika
Pembayaran sebagian Sebagian
atau slr-nya dibayarkan pd Dibayarkan Dibayarkan
Seka-ligus dibayarkan thn ke-3 dst sekaligus bertahap
1x dlm jangka (lewat jangka
waktu paling waktu 2 thn
lama 2 thn kalender)
kalender
Saat Terutang Saat dilakukan pembayaran Saat terutang Saat Saat
/ saat pegawai atau dibayarkan pengalihan pembayaran
dianggap sdh uang pesangon uang pesangon uang
menerima hak sekaligus dari pesangon dari
atas uang PK kpd PDPTK. PDPTK kpd
pesangon Pd saat pegawai Pegawai. Blm
C‐12‐
menerima uang terutang saat
pesangon dari pengalihan uang
PDPTK tdk pesangon scr
dipotong PPh 21 bertahap dari PK
kpd
PDPTK.
Pemotong PK PDPTK
PPh 21
Tarif Final Tdk Final Final
(dpt menjadi
kredit pajak)
Tarif progresif x
penghasilan
bruto yg
terutang atau
dibayarkan pd
@ thn kalender
C‐12‐
PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21/26: (Lamp PER-31/PJ/2012)
I. Penghitungan PPh Pasal 21 utk Pegawai Tetap & Penerima Pensiun Berkala
Penghitungan PPh Pasal 21 utk pegawai tetap & penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2:
1. Penghitungan masa atau bulanan yg menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yg terutang utk setiap masa
pajak, yg dilaporkan dlm SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Des atau masa pajak di mana
pegawai tetap berhenti bekerja
2. Penghitungan kembali sbg dasar pengisian Form 1721 A1/A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yg terutang
utk masa pajak Des atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja. Penghitungan kembali ini
dilakukan pd:
a. bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun
b. bulan Des bagi pegawai tetap yg bekerja sampai akhir thn kalender dan bagi penerima pensiun
yg menerima uang pensiun sampai akhir thn kalender
I.1. Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Des atau Masa Pajak di mana pegawai tetap
berhenti bekerja
a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur
b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tdk Teratur
C‐12‐
banyaknya bulan yg menjadi faktor pengali pd huruf b.
3 a. Apabila pajak yg terutang oleh pemberi kerja tdk didasarkan atas masa gaji
sebulan, maka utk penghitungan PPh Pasal 21, jml penghasilan tsb terlebih
dahulu dijadikan penghasilan bulanan dgn mempergunakan faktor
perkalian:
b. Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan dgn cara seperti
dlm angka 2 di atas.
c. PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21
sebulan dlm huruf b dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan
sehari dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dlm huruf b dibagi 26.
4 Jika kpd pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yg
berlaku surut (rapel), misalnya utk 5 bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas
rapel tsb:
a. rapel dibagi dgn banyaknya bulan perolehan rapel tsb (dlm hal ini 5 bulan);
b. hasil pembagian rapel tsb ditambahkan pd gaji setiap bulan sbl adanya
kenaikan gaji, yg sdh dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;
c. PPh Pasal 21 atas gaji utk bulan-bulan stl ada kenaikan, dihitung kembali
atas dasar gaji baru stl ada kenaikan;
d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji utk bulan-bulan dimaksud adalah
selisih antara jml pajak yg dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jml pajak
yg tlh dipotong pd huruf b.
5. Apabila kpd pegawai di samping dibayar gaji yg didasarkan masa gaji kurang dari 1
bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yg lbh lama dari 1 bulan (rapel) seperti
tsb dlm angka 4, maka cara penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah sesuai dgn yg
tlh ditetapkan dlm angka 4 dgn memperhatikan ketentuan dlm angka 3.
1.1.b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tdk Teratur bagi Pegawai Tetap
1. Apabila kpd pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus,
premi, THR, dan penghasilan lain semacam itu yg sifatnya tdk tetap
C‐12‐
dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong:
a. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yg disetahunkan ditambah
dgn penghasilan tdk teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
b. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yg disetahunkan tanpa
tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
c. selisih antara PPh Pasal 21 mnr penghitungan huruf a & huruf b adalah PPh
Pasal 21 atas penghasilan tdk teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan
sebagainya.
2. Dlm hal pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya sdh ada sejak awal thn,
namun baru mulai bekerja stl bulan Jan, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yg tdk
teratur tsb dihitung dgn cara pd butir 1 dgn memperhatikan ketentuan mengenai
Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur pd butir I.1.a.1.
angka 2 huruf b, c dan d di atas.
I.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pd Bulan Des atau Masa Pajak Tertentu utk Pegawai Tetap yg
Berhenti Bekerja Sbl Bulan Des
1. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pd bulan Des atau bulan tertentu utk pegawai
tetap yg berhenti bekerja sbl bulan Des:
a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas slr penghasilan yg diterima atau diperoleh dari pemotong
pajak dlm thn kalender yg bersangkutan, baik penghasilan yg teratur maupun yg tdk teratur.
b. PPh Pasal 21 terutang yg hrs dipotong utk bulan Des atau bulan tertentu utk pegawai tetap yg
berhenti bekerja sbl bulan Des adalah seb selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas slr
penghasilan teratur dan tdk teratur yg diterima dari pemotong pajak dlm thn kalender yg
bersangkutan, sesuai huruf a, dgn PPh Pasal 21 yg tlh dipotong dlm thn kalender yg
bersangkutan s.d. bulan sebelumnya.
c. Dlm hal jml PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. bulan sbl-nya tsb > PPh Pasal 21 terutang atas
slr penghasilan teratur dan tdk teratur yg diterima dari pemotong pajak dlm thn kalender yg
bersangkutan, misalnya dlm hal pegawai berhenti bekerja pd pertengahan thn, atas kelebihan
pemotongan PPh Pasal 21 tsb dikembalikan kpd pegawai tetap yg berhenti bekerja bersamaan
dgn pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21
utk pegawai tetap yg bersangkutan, pemotong pajak dpt memperhitungkan dgn PPh Pasal 21
terutang atas penghasilan pegawai tetap lainnya dlm masa pajak yg sama, shg jml PPh Pasal
21 yg hrs disetor oleh pemotong pajak utk masa pajak tsb tlh mempertimbangkan jml
kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yg tlh diberikan oleh pemotong pajak kpd pegawai tetap
yg berhenti bekerja.
2. Perhitungan PPh Pasal 21 terutang atas slr penghasilan yg diterima atau diperoleh
dari pemotong pajak dlm thn kalender yg bersangkutan sesuai angka 1 huruf a:
a. Utk pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya sdh ada sejak awal thn, namun mulai
bekerja stl bulan Jan atau berhenti bekerja sbl bulan Des, PPh Pasal 21 terutang dihitung
berdasarkan jml slr penghasilan yg diterima atau diperoleh, baik yg bersifat teratur maupun
tdk teratur, selama pegawai tetap yg bersangkutan bekerja pd pemotong pajak.
b. Sedangkan utk pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai stl bulan Jan atau
berakhir sbl bulan Des, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jml slr penghasilan yg
diterima atau diperoleh, baik yg bersifat teratur maupun tdk teratur, yg disetahunkan.
II. Penghitungan PPh Pasal 21 utk Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
II.1. Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yg Menerima Upah Harian,
Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan
1. Tentukan jml upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yg diterima atau diperoleh
dlm sehari:
C‐12‐
a. upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dlm seminggu;
b. upah satuan dikalikan dgn jml rata-rata satuan yg dihasilkan dlm sehari;
c. upah borongan dibagi dgn jml hari yg digunakan utk menyelesaikan pekerjaan borongan.
2. Dlm hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian blm melebihi Rp 200 ribu,
dan jml kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bulan kalender yg bersangkutan blm melebihi
Rp 2,025 juta, maka tdk ada PPh Pasal 21 yg hrs dipotong.
3. Dlm hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian tlh melebihi Rp 200 ribu, dan
sepanjang jml kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bulan kalender yg bersangkutan blm
melebihi Rp 2,025 juta, maka PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adalah seb upah/uang saku harian atau
rata-rata upah/uang saku harian stl dikurangi Rp 200 ribu, dikalikan 5%.
4. Dlm hal jml upah kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bulan kalender yg bersangkutan tlh
melebihi Rp 2,025 juta dan kurang dari Rp 7 juta, maka PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adalah seb
upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian stl dikurangi PTKP sehari, dikalikan
5%.
5. Dlm hal jml upah kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm 1 bulan kalender tlh melebihi Rp 7
juta, maka PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml
upah bruto dlm 1 bulan yg disetahunkan stl dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong
adalah seb PPh Pasal 21 hasil perhitungan tsb dibagi 12.
II.2. Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yg Menerima Upah yg
Dibayarkan Scr Bulanan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml upah bruto yg
disetahunkan stl dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adalah seb PPh Pasal 21 hasil
perhitungan tsb dibagi 12.
III. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yg Tdk
Merangkap sbg Pegawai Tetap, Mantan Pegawai yg Menerima Jasa Produksi, Tantiem,
Gratfikasi, Bonus atau Imbalan Lain yg Bersifat Tdk Teratur, dan Peserta Program Pensiun yg
Masih berstatus sbg Pegawai yg Menarik Dana Pensiun
III.1. Penghitungan PPh Pasal 21 utk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yg Tdk
Merangkap Sbg Pegawai Tetap
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jml
penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh selama 1 thn kalender.
III.2. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai Yg Menerima Penghasilan Berupa Jasa Produksi,
Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yg Bersifat Tdk Teratur
PPh Pasal 21 dihitung dgn cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jml
penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh selama 1 thn kalender.
III.3. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun Yg Masih Berstatus Sbg Pegawai yg Menarik
Dana Pensiun
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jml
penghasilan bruto yg dibayarkan selama 1 thn kalender.
IV.1. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi OP DN bukan pegawai, atas imbalan yg bersifat berkesinambungan
IV.1.a. Bagi yg tlh memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan
kerja dgn Pemotong PPh Pasal 21 / 26 serta tdk memperoleh penghasilan lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml
kumulatif PKP dlm thn kalender yg bersangkutan. Besarnya PKP adalah seb 50% jml
penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
IV.1.b. Bagi yg tdk memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari
hubungan kerja dgn Pemotong PPh Pasal 21 / 26 serta memperoleh penghasilan
C‐12‐
lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml kumulatif
50% dari jml penghasilan bruto dlm thn kalender yg bersangkutan.
IV.2. Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi OP DN Bukan Pegawai, atas Imbalan yg Tdk Bersifat
Berkesinambungan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas 50% dari jml penghasilan
bruto.
IV.3. Dlm hal bukan pegawai dlm angka IV.1 & IV.2 adalah dokter yg melakukan praktik di RS dan/atau
klinik maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jasa dokter yg dibayarkan pasien melalui RS
dan/atau klinik sbl dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh RS dan/atau klinik.
IV.4. Dlm hal bukan pegawai dlm angka IV.1 & IV.2 memberikan jasa kpd Pemotong PPh Pasal 21 / 26
IV.4.a. mempekerjakan orang lain sbg pegawainya maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jml
pembayaran stl dikurangi dgn bagian gaji atau upah dari pegawai yg dipekerjakan tsb, kecuali
apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yg
dipekerjakan tsb maka besarnya penghasilan bruto tsb adalah seb jml yg dibayarkan;
IV.4.b. melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jml penghasilan bruto hanya atas
pemberian jasanya saja, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan antara
pemberian jasa dgn pembelian material.
C‐12‐
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21/26: (Lamp PER-31/PJ/2012)
I.1.1 Fajar pd thn 2013 bekerja pd perusahaan PT Jaya dgn memperoleh gaji sebulan Rp 2,5 juta dan membayar
iuran pensiun seb Rp 100 ribu. Fajar menikah tetapi blm mempunyai anak. Pd bulan Jan penghasilan Fajar
dari PT Jaya hanya dari gaji.
Catatan:
a. Biaya Jabatan adalah biaya utk 3M penghasilan yg dpt dikurangkan dari penghasilan setiap orang yg bekerja
sbg pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tdk.
b. Contoh di atas berlaku apabila pegawai yg bersangkutan sdh memiliki NPWP. Dlm hal pegawai yg
bersangkutan blm memiliki NPWP, maka jml PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Jan:
120% x Rp 4.063 = Rp 4.875.
c. Utk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yg dipotong PPh Pasal 21 sdh memiliki
NPWP, kecuali disebut lain dlm contoh tsb.
I.1.2. Budi pegawai pd perusahaan PT Candra, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 3 juta. PT Candra
mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh
pemberi kerja dgn jml @ 0,5% dan 0,3% dari gaji. PT Candra menanggung iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
setiap bulan seb 3,7% dari gaji sedangkan Budi membayar iuran JHT seb 2% dari gaji setiap bulan. Disamping
itu PT Candra juga mengikuti program pensiun utk pegawainya. PT Candra membayar iuran pensiun utk Budi
ke dana pensiun, yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu, setiap bulan seb Rp 100 ribu, sedangkan Budi
membayar iuran pensiun seb Rp 50 ribu. Pd bulan Juli 2013 Budi hanya menerima pembayaran berupa gaji.
I.1.3 Agustina adalah seorang karyawati dgn status menikah tanpa anak, bekerja pd PT Dharma dgn gaji sebulan
seb Rp 7,5 juta. Agustina membayar iuran pensiun ke dana pensiun yg pendiriannya tlh
C‐12‐
disahkan oleh MenKeu seb Rp 50 ribu sebulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat Agustina
berdomisili yg diserahkan kpd pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya tdk mempunyai penghasilan apapun.
Pd bulan Juli 2013 selain menerima pembayaran gaji juga menerima pembayaran atas lembur (overtime) seb
Rp 2 juta.
Catatan: Oleh krn suami Agustina tdk menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Agustina
adalah PTKP utk dirinya sendiri ditambah PTKP utk status kawin.
I.1.4 Tuti karyawati dgn status menikah dan mempunyai 3 anak bekerja pd PT Sinar. Suami dari Tuti mrp seorang
PNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Tuti menerima gaji Rp 3 juta sebulan. PT Sinar mengikuti
program pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh
disahkan oleh MenKeu, seb Rp 40 ribu sebulan. Tuti juga membayar iuran pensiun seb Rp 30 ribu sebulan,
disamping itu perusahaan membayarkan iuran JHT karyawannya setiap bulan seb 3,7% dari gaji, sedangkan
Tuti membayar iuran JHT setiap bulan seb 2% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ seb 1% dan 0,3% dari gaji. Pd bulan Juli 2013 disamping
menerima pembayaran gaji Tuti juga menerima uang lembur (overtime) seb Rp 2 juta.
Catatan: Krn suami Tuti menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Tuti adalah PTKP utk
dirinya sendiri.
I.1.5 dr. Danang (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) mrp dokter spesialis kandungan yg bekerja sbg
pegawai tetap di RS swasta Sehat dgn gaji tetap seb Rp 20 juta. Jam praktik dr. Danang mulai pukul 8.00 s.d
12.00 selama 5 hari dlm seminggu. Utk bulan Agust 2013 dr. Danang menerima pembayaran dari RS Sehat
berupa gaji seb Rp 20 juta dan menerima jasa medis sbg dokter yg bersumber dari pasien seb Rp 25 juta. dr.
Danang membayar iuran pensiun seb Rp 200 ribu setiap bulannya.
C‐12‐
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan dr. Danang dari RS Sehat pd bulan Agust::
Penghasilan sbg pegawai tetap
Gaji sebulan Rp 20.000.000
Penghasilan bruto sebulan Rp 20.000.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
Maksimum diperkenankan = Rp 500.000
luran Pensiun: Rp 200.000 Rp 700.000
Penghasilan neto sebulan Rp 19.300.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 19.300.000 = Rp 231.600.000
PTKP (K/I/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 199.200.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 24.880.000 PPh
Pasal 21 sebulan: Rp 24.880.000 : 12 = Rp 2.073.334
Catatan: Penghitungan PPh Pasal 21 atas jasa medis yg diterima oleh dr. Danang dihitung sbg penghasilan
yg diterima oleh bukan pegawai sebagaimana dimaksud dlm contoh V.1.a.
Contoh-contoh perhitungan berikut ini hanya berlaku bagi pegawai tetap (bukan pegawai tdk
tetap atau tenaga kerja lepas) yg gajinya dibayar scr mingguan atau harian.
I.2.1 Marhentin, blm menikah, pd thn 2012 bekerja sbg pegawai tetap pd Perusahaan PT Mahagoni menerima gaji
yg dibayar mingguan seb Rp 600 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan minggu I bulan Agust 2013 apabila dlm minggu tsb hanya menerima
penghasilan berupa gaji saja:
Gaji: 4 x Rp 600.000 = Rp 2.400.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 2.400.000 = Rp 120.000 Penghasilan
neto sebulan Rp 2.280.000 Penghasilan
neto setahun: 12 x Rp 2.280.000 = Rp 27.360.000 PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 3.060.000
PPh Pasal 21 (Tarif PPh Pasal 17): Rp 153.000
PPh Pasal 21 sebulan: Rp153.000 : 12 = Rp 12.750
PPh Pasal 21 atas gaji/upah minggu pertama: Rp12.750 : 4 = Rp 3.188
I.2.2 Heri pegawai pd perusahaan PT Segara dgn memperoleh gaji mingguan Rp 1 juta. Heri berstatus tlh menikah
dan mempunyai seorang anak. PT Segara masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan
premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ setiap bulan seb 1% dan 0,3% dari gaji. PT
Segara membayar iuran JHT setiap bulan seb 3,7% dari gaji dan Heri membayar iuran pensiun Rp 20 ribu dan
JHT seb 2% dari gaji. Dlm minggu II pd bulan Agust 2013 Heri hanya memperoleh pembayaran berupa gaji
saja.
C‐12‐
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp16.642.800
Pembulatan Rp16.642.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 832.100 PPh
Pasal 21 sebulan: Rp 832.100 : 12 = Rp 69.342
PPh Pasal 21 minggu II: Rp 69.342 : 4 = Rp 17.335
I.2.3 Nasrun pd thn 2013 bekerja sbg pegawai tetap pd perusahaan PT Rejo dgn memperoleh gaji yg dibayar harian
seb Rp 150 ribu. Nasrun kawin dan mempunyai seorang anak. PT Rejo masuk program Jamsostek, premi
Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ setiap bulan
seb 1% dan 0,3% dari gaji. PT Rejo membayar iuran JHT setiap bulan seb 3,7% dari gaji dan Nasrun
membayar iuran pensiun Rp 25 ribu dan JHT seb 2% dari gaji.
I.3.1 Fajar dlm contoh I.1.1. di atas pd bulan Juni 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 3,5 juta sebulan dan
berlaku surut sejak 1 Jan 2013. Dgn adanya kenaikan gaji yg berlaku surut tsb maka Fajar menerima rapel
sejumlah Rp 5 juta (kekurangan gaji utk masa Jan s.d. Mei 2013). Utk menghitung PPh Pasal 21 atas uang
rapel tsb, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 utk masa Jan s.d. Mei 2013 atas dasar penghasilan stl
ada kenaikan gaji.
I.4.1. Joko (tdk kawin) bekerja pd PT Qolbu dgn memperoleh gaji Rp 2,5 juta sebulan. Pd bulan Mar 2013
C‐12‐
Joko memperoleh bonus Rp 5 juta shg pd bulan Mar 2013 Joko memperoleh penghasilan berupa gaji Rp 2,5
juta dan bonus Rp 5 juta. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yg pendiriannya
tlh disahkan oleh MenKeu seb Rp 60 ribu.
I.4.2. Karyawati Prameswari (tdk kawin) bekerja pd PT Prabu dgn memperoleh gaji Rp 2,75 juta sebulan.
Perusahaan ikut dlm program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian
dan iuran JHT dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan @ seb 1%, 0,3% dan 3,7% dari gaji. Prameswari
membayar iuran Pensiun Rp 50 ribu dan iuran JHT seb 2% dari gaji utk setiap bulan. Pd bulan Apr 2013
Prameswari memperoleh bonus Rp 4 juta shg pd bulan Apr 2013 Prameswari menerima pembayaran berupa
gaji Rp 2,75 juta dan bonus Rp 4 juta.
C‐12‐
luran JHT: 12 x Rp 55.000 = Rp 660.000 Rp 2.931.450
Penghasilan neto setahun Rp 30.497.550
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.197.550
Pembulatan Rp 6.197.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 309.850
I.4.2.c. PPh Pasal 21 atas Bonus
PPh Pasal 21 atas Bonus: Rp 499.850 – Rp 309.850 = Rp 190.000
Pd saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yg bersangkutan tdk berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia
bekerja. Pegawai yg bersangkutan masih tetap bekerja pd perusahaan yg sama dan hanya berubah lokasinya
saja. Dgn demikian dlm penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.
Contoh penghitungan:
Agus yg berstatus blm menikah adalah pegawai pd PT Nusantara di Jakarta. Sejak 1 Juni 2013
dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung dan pd 1 Okt 2013 dipindahtugaskan lagi ke kantor cabang di
Garut. Gaji Agus seb Rp 3,5 juta dan pembayaran iuran pensiun yg dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp 100
ribu. Selama bekerja di PT Nusantara, Agus hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) di Kantor Jakarta
Gaji (Jan s.d. Mei 2013): 5 x Rp 3.500.000 = Rp 17.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 17.500.000 = Rp 875.000
luran pensiun: 5 x Rp 100.000= Rp 500.000 Rp 1.375.000
Penghasilan neto 5 bulan: Rp 16.125.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/5 x Rp 16.125.000 = Rp 38.700.000 PTKP
(TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang: 5/12 x Rp 720.000 = Rp 300.000
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong dan dilunasi (Jan s.d. Mei 2013): 5 x Rp 60.000 = Rp 300.000 PPh
Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL
C‐12‐
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 14.000.000 = Rp 700.000
luran pensiun: 4 x Rp 100.000 = Rp 400.000 Rp 1.100.000
Penghasilan neto di Bandung Rp 12.900.000
b. Penghasilan neto di Jakarta Rp 16.125.000
Jml penghasilan neto 9 bulan Rp 29.025.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/9 x Rp 29.025.000 = Rp 38.700.000 PTKP
(TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 selama 9 bulan: 9/12 x Rp 720.000 = Rp 540.000
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 — A1) di Kantor Bandung
Penghasilan neto di Bandung:
Gaji Juni s.d. Sept 2013: 4 x Rp 3.500.000 = Rp 14.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 14.000.000 = Rp 700.000
luran pensiun: 4 x Rp 100.000 = Rp 400.000 Rp 1.100.000
Penghasilan neto di Bandung Rp 12.900.000
Penghasilan neto di Jakarta Rp 16.125.000
Jml penghasilan neto 9 bulan: Rp 29.025.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/9 x Rp 29.025.000 = Rp 38.700.000 PTKP
(TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang: 9/12 x Rp 720.000 = Rp 540.000
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 — A1) di Kantor Garut
Penghasilan neto di Garut
Gaji Okt s.d. Des 2013: 3 x Rp 3.500.000 = Rp 10.500.000
C‐12‐
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 10.500.000 = Rp 525.000
luran pensiun: 3 x Rp 100.000 = Rp 300.000 Rp 825.000
Penghasilan neto di Garut Rp 9.675.000
Penghasilan neto di Jakarta Rp 16.125.000
Penghasilan neto di Bandung Rp 12.900.000
Jml penghasilan neto setahun Rp 38.700.000
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung sesuai dgn Form. 1721 - A1 Rp 540.000 PPh
Pasal 21 terutang di Garut Rp 180.000
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 3 x Rp 60.000 = Rp 180.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL
I.6.1.1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan pegawai yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
Subjek Pajak DN sdh ada sejak awal thn kalender tetapi baru bekerja pd pertengahan thn
Budiyanta bekerja pd PT Xiang sbg pegawai tetap sejak 1 Sept 2013. Budiyanta menikah tetapi blm punya
anak. Gaji sebulan Rp 8 juta dan iuran pensiun yg dibayar tiap bulan Rp 150 ribu. Penghitungan PPh Pasal
21 utk bulan Sept 2013 dlm hal Budiyanta hanya memperoleh penghasilan berupa gaji:
I.6.1.2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
Subjek Pajak DN dimulai stl permulaan thn pajak, dan mulai bekerja pd thn berjalan
David (K/3) mulai bekerja 1 Sept 2013. la bekerja di Indonesia s.d. Agust 2015. Selama Thn 2013
menerima gaji per bulan Rp 20 juta. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Sept 2013 dlm hal David hanya
menerima penghasilan berupa gaji:
Gaji sebulan Rp 20.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% X Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
Maksimum diperkenankan Rp 500.000
Penghasilan neto sebulan Rp 19.500.000
Penghasilan neto selama 4 bulan: 4 x Rp 19.500.000 = Rp 78.000.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/4 x Rp 78.000.000 = Rp 234.000.000 PTKP
(K/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 201.600.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh pasal 17): Rp 25.240.000
PPh Pasal 21 terutang utk thn 2013: 4/12 x Rp 25.240.000 = Rp 8.413.333 PPh
Pasal 21 terutang sebulan: 1/4 x Rp 8.413.333 = Rp 2.103.333
C‐12‐
I.6.2. Pegawai Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan
I.6.2.1. Pegawai Yg Msh Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan
Arip yg berstatus blm menikah adalah pegawai pd PT Mahakam di Yogyakarta. Sejak 1 Okt 2013, yg
bersangkutan berhenti bekerja di PT Mahakam. Gaji Arip setiap bulan memperoleh seb Rp 3,5 juta dan yg
bersangkutan membayar iuran pensiun kpd Dana Pensiun yg pendiriannya tlh mendapat persetujuan
MenKeu sejumlah Rp 100 ribu setiap bulan. Selama bekerja di PT Mahakam Arip hanya menerima
penghasilan berupa gaji saja.
Penghitungan PPh Pasal 21 yg terutang selama bekerja pd PT Mahakam dlm thn kalender
2013 (s.d. bulan Sept 2013) dilakukan pd saat berhenti bekerja:
Gaji Jan s.d. Sept 2013: 9 x Rp 3.500.000 = Rp 31.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 31.500.000 = Rp 1.575.000
luran pensiun: 9 X Rp100.000 = Rp 900.000 Rp 2.475.000
Penghasilan neto 9 bulan Rp 29.025.000
PTKP (TK/0) Rp 24,300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 4.725.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 236.250
PPh Pasal 21 terutang utk masa Jan s.d. Sept 2013: Rp 236.250
PPh Pasal 21 yg sdh dipotong s.d. Bulan Agust 2013: 8 x Rp 60.000 = Rp 480.000 PPh
Pasal 21 lbh dipotong Rp 243.750
Catatan: Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 seb Rp 243.750 dikembalikan oleh PT Mahakam kpd yg
bersangkutan pd saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.
I.6.2.2. Pegawai Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak
Subjektif
Lewis (K/3) mulai bekerja Mei 2005 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2013 dan meninggalkan Indonesia ke
negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif). Selama thn 2013 menerima gaji perbulan Rp 15 juta
dan pd bulan Apr 2013 menerima bonus Rp 20 juta.
C‐12‐
Bonus Rp 20.000.000
Rp 200.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000
Maksimum diperkenankan: 12 x Rp500.000 = Rp 6.000.000 Penghasilan
Neto atas gaji setahun dan bonus Rp194.000.000
PTKP (K/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 161.600.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun dan bonus (Tarif PPh Pasal 17): Rp 19.240.000
C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Bonus:
Rp 19.240.000 – Rp 16.240.000 = Rp 3.000.000
D. Penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang pd saat pegawai yg bersangkutan
berhenti dan meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya:
Gaji selama 5 bulan: 5 x Rp 15.000.000 = Rp 75.000.000
Bonus Rp 20.000.000
Jml slr penghasilan selama 5 bulan Rp 95.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 95.000.000 = Rp 4.750.000
Maksimum diperkenankan: 5 x Rp 500.000 = Rp 2.500.000
Penghasilan Neto selama 5 bulan Rp 92.500.000
Jml penghasilan neto disetahunkan: 12/5 x Rp 92.500.000 = Rp 222.000.000 PTKP
(K/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp 189.600.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 23.440.000
PPh Pasal 21 terutang: 5/12 x Rp 23.440.000 = Rp 9.766.667
PPh Pasal 21 tlh dipotong s.d. bulan Apr 2013 atas gaji dan bonus:
(4 x Rp 1.353.333) + Rp 3.000.000 = Rp 8.413.333
PPh Pasal 21 terutang dan hrs dipotong utk bulan Mei 2013 Rp 1.353.333
Catatan: Cara penghitungan di atas berlaku juga bagi pegawai yg kehilangan kewajiban subjektifnya
pd thn berjalan krn meninggal dunia.
Neill adalah seorang pegawai tetap memperoleh gaji pd bulan Jan 2013 dlm mata uang asing seb US$ 2,000
sebulan. Kurs yg berlaku utk bulan Jan 2013 berdasarkan Keputusan MenKeu adalah Rp
11.250 per US$ 1. Neill berstatus menikah dgn 1 anak.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan:
US$ 2,000 x Rp 11.250 = Rp 22.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 22.500.000 = Rp 1.125.000
Maksimum diperkenankan Rp 500.000
I.8. PPh PASAL 21 SLR ATAU SEBAGIAN DITANGGUNG OLEH PEMBERI KERJA
Dlm hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yg ditanggung pemberi kerja tsb
termasuk dlm pengertian kenikmatan dlm Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-31/PJ/2012 dan bukan mrp
penghasilan pegawai yg bersangkutan.
Contoh:
C‐12‐
Arip adalah seorang pegawai dari PT Lautan dgn status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima
gaji Rp 4 juta sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana
pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu seb Rp 150 ribu. Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan
Juli 2013 dlm hal Arip hanya menerima pembayaran gaji saja: Gaji sebulan Rp 4.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 4.000.000 = Rp 200.000
luran pensiun = Rp 150.000 Rp 350.000
Penghasilan neto sebulan Rp 3.650.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.650.000 = Rp 43.800.000
PTKP (K/3) Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 11.400.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 570.000
PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp 570.000 : 12 = Rp 47.500
PPh Pasal 21 seb Rp 47.500 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jml seb Rp 47.500 tdk dpt
dikurangkan dari Penghasilan Bruto pemberi kerja dan bukan mrp penghasilan yg dikenakan pajak kpd Arip.
Namun apabila pemberi kerja adalah WP yg dikenakan PPh yg bersifat final atau WP yg dikenakan PPh
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), maka kenikmatan berupa pajak yg ditanggung
pemberi kerja ditambahkan ke dlm penghasilan dari pegawai yg bersangkutan, dan penghitungan pajaknya
dilakukan sesuai Contoh I.9.
Dlm hal kpd pegawai diberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tsb mrp penghasilan pegawai yg
bersangkutan dan ditambahkan pd penghasilan yg diterimanya.
Contoh penghitungan:
Peri (status blm menikah dan tdk mempunyai tanggungan) bekerja pd PT Kartika dgn memperoleh gaji Rp 2,5
juta sebulan. Kpd Peri diberikan tunjangan pajak seb Rp 25 ribu. luran pensiun yg dibayar oleh Peri adalah seb
Rp 25 ribu sebulan. PPh Pasal 21 bulan Sept 2013 dlm hal Peri tdk menerima penghasilan dari PT Kartika
selain gaji:
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan Rp 2.500.000
Tunjangan pajak Rp 25.000
Penghasilan bruto sebulan Rp 2.525.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 2.525.000 = Rp 126.250
luran pensiun Rp 25.000 Rp 151.250
Penghasilan neto sebulan Rp 2.373.750
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.373.750 = Rp 28.485.000
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 4.185.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 209.250
PPh Pasal 21 bulan Sept: Rp 209.250 : 12 = Rp17.438
I.10. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENERIMAAN DLM BENTUK NATURA DAN
KENIKMATAN LAINNYA YG DIBERIKAN OLEH WP YG PENGENAAN PPh-NYA BERSIFAT
FINAL ATAU BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS (DEEMED PROFIT)
I.10. Qalbun adalah warga negara RI yg bekerja pd suatu perwakilan dagang asing yg pengenaan pajaknya
menggunakan norma penghitungan khusus, pd bulan Agust 2013 memperoleh gaji Rp 2,5 juta sebulan beserta
beras 50 kg dan gula 10 kg. Qalbun berstatus menikah dgn 1 orang anak. Nilai uang dari beras dan gula
dihitung berdasarkan hrg pasar (hrg beras: Rp 10 ribu per kg, hrg gula: Rp 8 ribu per kg).
Penghitungan PPh Pasal 21
Gaji sebulan Rp 2.500.000
Beras: 50 x Rp 10.000 = Rp 500.000
Gula: 10 x Rp 8.000 = Rp 80.000
C‐12‐
Penghasilan bruto sebulan Rp 3.080.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 3.080.000 = Rp 154.000
Penghasilan neto sebulan Rp 2.926.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.926.000 = Rp 35.112.000 PTKP
(K/1) Rp 28.350.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.762.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 338.100
PPh Pasal 21 bulan Agust: Rp 338.100 : 12 = Rp 28.175
I.11. PERHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP YG BARU MEMILIKI NPWP PD THN
BERJALAN
I.11. Wahyu, status blm menikah dan tdk memiliki tanggungan keluarga, bekerja pd PT Fajar dgn memperoleh gaji
dan tunjangan setiap bulan Rp 5,5 juta, dan yg bersangkutan membayar iuran pensiun kpd perusahaan Dana
Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu setiap bulan seb Rp 200 ribu. Wahyu baru memiliki
NPWP pd bulan Juni 2013 dan menyerahkan FC kartu NPWP kpa PT Fajar utk digunakan sbg dasar
pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni.
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Jan-Mei 2013: Gaji
dan tunjangan sebulan Rp 5.500.000 Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 5.500.000 = Rp 275.000
luran pensiun Rp 200.000 Rp 475.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 5.025.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 5.025.000 = Rp 60.300.000
PTKP (TK/0) Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 36.000.000
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000 PPh
Pasal 21 atas gaji sebulan: Rp 1.800.000 : 12 = Rp 150.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong krn yg bersangkutan blm memiliki NPWP: 120%
x Rp 150.000 = Rp 180.000
Jml PPh Pasal 21 yg dipotong dari Jan- Mei 2013: 5 x Rp 180.000 = Rp 900.000
Jml PPh Pasal 21 terutang apabila yg bersangkutan memiliki NPWP
5 x Rp 150.000 = Rp750.000
Selisih (20% x 5 x Rp150.000) = Rp 150.000
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yg hrs dipotong utk bulan Juni 2013, stl yg bersangkutan memiliki
NPWP dan menyerahkan FC kartu NPWP kpd pemberi kerja, dgn catatan gaji dan tunjangan utk bulan Juni
2013 tdk berubah:
PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dgn Perhitungan sebelumnya) Rp 150.000
Diperhitungkan dgn pemotongan atas tambahan 20% sbl memiliki NPWP
(Jan-Mei 2013): 20% x 5 x Rp 150.000 = (Rp 150.000)
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong bulan Juni 2013 Nihil
Apabila Wahyu baru memiliki NPWP pd akhir Nov 2013 dan menyerahkan FC kartu NPWP sbl pemotongan
PPh Pasal 21 utk bulan Des 2013, dgn asumsi penghasilan setiap bulan besarnya sama dan tdk ada
penghasilan lain selain penghasilan tetap dan teratur setiap bulan tsb, maka perhitungan PPh Pasal 21 yg hrus
dipotong pd bulan Des 2013:
PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dgn Perhitungan sebelumnya) Rp 150.000
Diperhitungkan dgn pemotongan atas tambahan 20% sbl memiliki NPWP
(Jan-Nov 2013): 20% x 11 x Rp 150.000 (Rp 330.000)
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong bulan Des 2013 (Rp180.000)
Krn jml yg diperhitungkan > jml PPh Pasal 21 terutang utk bulan Des 2013, maka jml PPh Pasal 21 yg hrs
dipotong utk bulan tsb adalah Nihil. Jml seb Rp 180 ribu dpt diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 utk bulan-bulan
selanjutnya dlm thn kalender berikutnya. Krn jml tsb sdh diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 terutang utk bulan-
bulan berikutnya, jml tsb tdk termasuk dlm kredit pajak yg dpt diperhitungkan oleh pegawai tetap dlm SPT
Tahunan PPh WP OP yg bersangkutan.
C‐12‐
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang utk thn 2013, dimana Wahyu baru memiliki NPWP pd akhir bulan Nov
2013 sbl pemotongan PPh Pasal 21 bulan Des 2013:
Gaji dan tunjangan setahun: Rp 5.500.000 x 12 = Rp 66.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 66.000.000 = Rp 3.300.000
luran pensiun: Rp 200.000 x 12 = Rp 2.400.000 Rp 5.700.000
Penghasilan Neto setahun Rp60.300.000
PTKP (TK/0) Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 36.000.000 PPh
Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000 PPh Pasal 21
yg tlh dipotong:
Bulan Jan – Nov 2013: 11 x Rp 180.000 = Rp 1.980.000
Bulan Des 2013 Rp 0 Rp 1.980.000
PPh Pasal 21 lbh dipotong utk diperhitungkan
pd bulan selanjutnya dlm thn kalender berikutnya (Rp 180.000)
Krn jml seb Rp 180 ribu sdh diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 terutang bulan berikutnya oleh Pemotong PPh
Pasal 21, maka jml yg dpt dikreditkan dlm SPT Tahunan PPh WP OP pegawai yg bersangkutan seb Rp 1,8
juta.
Jaka, status blm menikah dan tdk memiliki tanggungan keluarga, bekerja pd PT Lazuardi dgn memperoleh
gaji dan tunjangan setiap bulan seb Rp 5,5 juta, dan yg bersangkutan membayar iuran pensiun kpd
perusahaan Dana Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu setiap bulan seb Rp 200 ribu. Mulai
bulan Juli 2013, Jaka memperoleh kenaikan penghasilan tetap setiap bulan menjadi seb Rp 7 juta.
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Jan-Juni 2013: Gaji
dan tunjangan sebulan Rp 5.500.000 Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 5.500.000 = Rp 275.000
luran Pensiun Rp200.000 Rp 475.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 5.025.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 5.025.000 = Rp 60.300.000
PTKP (TK/0) Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 36.000.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000 PPh Pasal
21 atas gaji sebulan: Rp 1.800.000 : 12 = Rp 150.000
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Juli-Nov 2013: Gaji
dan tunjangan sebulan Rp 7.000.000 Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 7.000.000 = Rp 350.000
luran Pensiun Rp 200.000 Rp 550.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 6.450.000
Penghasilan Neto setahun: 12 X Rp 6.450.000 = Rp 77.400.000 PTKP
(TK/0) Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 53.100.000
C‐12‐
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 2.965.000 PPh
Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan: Rp 2.965.000 : 12 = Rp 247.083
I.12.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Yg Hrs Dipotong pd Bulan Terakhir Pegawai Tetap
Memperoleh Penghasilan Tetap dan Teratur Krn Yg Bersangkutan Berhenti Bekerja sbl
Bulan Des
Lihat Contoh I.6.2.
II. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS UANG PENSIUN YG DIBAYARKAN SCR BERKALA
(BULAN
II.1. Penghitungan PPh Pasal 21 Pd Thn I Dibayarkannya Uang Pensiun Scr Bulanan
Apabila waktu pensiun sdh dpt diketahui dgn pasti pd awal thn, misalnya berdasarkan ketentuan yg berlaku
di tempat pemberi kerja yg dikaitkan dgn usia pegawai yg bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal 21
terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yg akan diperoleh dlm periode dimana
pegawai yg bersangkutan akan bekerja dlm thn berjalan sbl memasuki masa pensiun.
Namun, apabila waktu pensiun blm dpt diketahui dgn pasti pd waktu menghitung PPh Pasal 21 yg terutang
utk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun
seperti pd Contoh I.6.2.1.
Contoh:
Hari, berstatus kawin dgn 2 orang anak yg masih menjadi tanggungan, bekerja sbg pegawai tetap pd PT
Nusa dgn gaji sebulan Rp 6 juta. Hari setiap bulan membayar iuran pensiun seb Rp 250 ribu ke Dana
Pensiun Artha yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu. Berdasarkan ketentuan yg berlaku di PT Nusa
terhitung mulai 1 Juli 2013, Hari akan memasuki masa pensiun.
C‐12‐
Pd saat Hari berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) dgn data:
Gaji selama 6 bulan: 6 x Rp 6.000.000 = Rp 36.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 36.000.000 = Rp 1.800.000
luran Pensiun: 6 x Rp 250.000 = Rp 1.500.000 Rp 3.300.000
Penghasilan Neto selama 6 bulan Rp 32.700.000
PTKP (K/2) Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.325.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 116.250
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 6 x Rp 19.375 = Rp 116.250 PPh
Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL
Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pd penghasilan yg disetahunkan, krn pd saat
perhitungan blm diketahui scr pasti saat pensiun atau berhenti bekerja, maka pd saat penghitungan PPh
Pasal 21 terutang utk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan
PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yg bersangkutan, yg hrs dikembalikan oleh pemotong pajak kpd
pegawai yg bersangkutan.
II.1.2. Penghitungan PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yg Membayarkan Uang Pensiun Bulanan
Utk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yg pensiun dlm hal yg bersangkutan tdk mempunyai
penghasilan selain dari pekerjaan dari 1 pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung
pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pd thn I pegawai menerima uang pensiun dgn berdasarkan pd
gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja s.d. pensiun dan perkiraan uang pensiun yg akan diterima
dlm thn kalender yg bersangkutan. Agar Dana Pensiun dpt melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu,
maka penerima pensiun hrs segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A-1/1721
A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.
Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun Artha utk dicantumkan dlm Form
1721 A1:
Pensiun selama 6 bulan: 6 x Rp 3.000.000 = Rp 18.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 18.000.000 = Rp 900.000
Penghasilan neto 6 bulan Rp 17.100.000
Penghasilan neto dari di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 Rp 32.700.000
Jmlh penghasilan neto thn 2013 Rp 49.800.000
PTKP (K/2) Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 19.425.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal17): Rp 971.250
C‐12‐
PPh Pasal 21 terutang di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
(Form 1721 A1) Rp 116.250
PPh Pasal 21 terutang pd Dana Pensiun Artha, selama 6 bulan Rp 855.000
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 6 x Rp 142.500 = Rp 855.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong NIHIL
II.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Pensiun Scr Bulanan Pd Thn II dan
Seterusnya
Dgn menggunakan contoh sbl-nya, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan mulai Jan 2014
(thn II yg bersangkutan pensiun):
Pensiun sebulan Rp 3.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 3.000.000 = Rp 150.000
Penghasilan neto sebulan Rp 2.850.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12 x Rp2.850.000 = Rp 34.200.000 PTKP
(K/2) Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 3.825.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 191.250
PPh Pasal 21 sebulan: Rp191.250 : 12 = Rp 15.938
III.1.1. Nurcahyo dgn status blm menikah pd bulan Jan 2013 bekerja sbg buruh harian PT Cipta. la bekerja selama
10 hari dan menerima upah harian seb Rp 200 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Upah sehari Rp 200.000
Dikurangi batas upah harian tdk dilakukan pemotongan PPh Rp 200.000
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 0
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari (Tarif 5%): Rp 0
S.d. hari ke-10, krn jml kumulatif upah yg diterima < Rp 2,025 juta maka tdk ada PPh Pasal 21 yg dipotong.
Pd hari ke-11 jml kumulatif upah yg diterima > Rp 2,025 juta, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung
berdasarkan upah stl dikurangi PTKP yg sebenarnya.
Upah s.d hari ke-11 (Rp 200.000 x 11) = Rp 2.200.000
PTKP sebenarnya: 11 x (Rp 24.300.000 / 360) = Rp 742.500
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-11 Rp1.457.500
PPh Pasal 21 terutang s.d. hari ke-11 (Tarif 5%): Rp 72.875 PPh
Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. hari ke-10 Rp 0
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd hari ke-11 Rp 72.875
Shg pd hari ke-11, upah bersih yg diterima Nurcahyo: Rp 200.000 – Rp 72.875 = Rp 127.125
Misalkan Nurcahyo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd hari ke -
12:
Upah sehari Rp 200.000
PTKP sehari
- utk WP sendiri (Rp 24.300.000 : 360) = Rp 67.500
Penghasilan Kena Pajak Rp132.500
PPh Pasal 21 terutang (Tarif 5%): Rp 6.625
Shg pd hari ke-12, Nurcahyo menerima upah bersih: Rp 200.000 – Rp 6.625 = Rp 193.375
III.1.2.. Nanang (blm menikah) pd bulan Mar 2013 bekerja pd perusahaan PT Tani, menerima upah Rp 300
ribu per hari.
C‐12‐
Penghitungan PPh Pasal 21 upah sehari Rp 300 ribu
Upah sehari di atas Rp 200.000: Rp 300.000 – Rp 200.000 = Rp 100.000 PPh
Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 5.000 (harian)
Pd hari ke-7 dlm bulan kalender yg bersangkutan, Nanang tlh menerima penghasilan seb Rp 2,1 juta, shg tlh
> Rp 2,025 juta. Dgn demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Nanang pd bulan Mar 2013:
Upah 7 hari kerja Rp 2.100.000
PTKP: 7 x (Rp 24.300.000 / 360) = Rp 472.500
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.627.500
PPh Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 81.375
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. hari ke-6: 6 x Rp 5.000 = Rp 30.000 PPh Pasal
21 yg hrs dipotong pd hari ke-7 Rp 51.375
Jml seb Rp 51.375 ini dipotongkan dari upah harian seb Rp 300 ribu shg upah yg diterima Nanang pd hari
kerja ke-7: Rp 300.000 – Rp 51.375 = Rp 248.625
Pd hari kerja ke-8 dan seterusnya dlm bulan kalender yg bersangkutan, jml PPh Pasal 21 per hari yg
dipotong:
Upah sehari Rp300.000
PTKP
- utk WP sendiri (Rp 24.300.000 : 360) = Rp 67.500
Penghasilan Kena Pajak Rp 232.500
PPh Pasal 21 terutang (Tarif 5%): Rp 11.625
Rizal (blm menikah) adalah seorang karyawan yg bekerja sbg perakit TV pd suatu perusahaan elektronika.
Upah yg dibayar berdasarkan atas jml unit/satuan yg diselesaikan yaitu Rp 75 ribu per buah TV dan
dibayarkan tiap minggu. Dlm waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dgn upah Rp
1,8 juta.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah sehari = Rp 1.800.000 : 6 = Rp 300.000
Upah di atas Rp 200.000 sehari = Rp 300.000 – Rp 200.000 = Rp 100.000 Upah
seminggu terutang pajak = 6 x Rp 100.000 = Rp 600.000
PPh Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 30.000 (Mingguan)
Mawan mengerjakan dekorasi sebuah rumah dgn upah borongan Rp 450 ribu, pekerjaan diselesaikan dlm 2
hari.
Upah borongan sehari : Rp 450.000 : 2 = Rp 225.000
Upah sehari di atas Rp 200.000 = Rp 225.000 – Rp 200.000 = Rp 25.000 Upah
borongan terutang pajak: 2 x Rp 25.000 = Rp 50.000
PPh Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 2.500
Bagus bekerja pd perusahaan elektronik dgn dasar upah harian yg dibayarkan bulanan. Dlm bulan Jan 2013
Bagus hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari Rp 150 ribu. Bagus menikah tetapi blm memiliki anak.
Penghitungan PPh Pasal 21
Upah Jan 2013 = 20 x Rp150.000 = Rp 3.000.000
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 3.000.000 = Rp 36.000.000 PTKP
(K/-) Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 9.675.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 483.750
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 483.750 : 12 = Rp 40.312
C‐12‐
IV. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS JASA PRODUKSI, TANTIEM,
GRATIFIKASI YG DITERIMA MANTAN PEGAWAI, HONORARIUM KOMISARIS YG BUKAN
SBG PEGAWAI TETAP DAN PENARIKAN DANA PENSIUN OLEH PESERTA PROGRAM
PENSIUN YG MASIH BERSTATUS SBG PEGAWAI
IV.3. Penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yg masih berstatus sbg pegawai
Nicholas adalah pegawai PT Abadi menerima gaji Rp 2 juta sebulan. PT Abadi mengikuti program pensiun
utk para pegawainya. PT Abadi membayar iuran dana pensiun utk Nicholas Rp 100 ribu sebulan ke Dana
Pensiun Abadi, yg mrp dana pensiun yg dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun pegawai PT Abadi yg
pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu. Nicholas membayar iuran serupa ke dana pensiun yg sama seb Rp
50 ribu sebulan.
Bulan Apr 2013 Nicholas memerlukan biaya utk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun
yg tlh dibayar sendiri seb Rp 20 juta. Kemudian pd bulan Juni 2013 ia menarik lagi dana sebesar Rp 15 juta.
Kemudian bulan Okt 2013 utk keperluan lainnya ia menarik lagi dana seb Rp 25 juta.
PPh Pasal 21 yg terutang (Tarif PPh Pasal 17 & Kumulatif):
a. atas penarikan dana seb Rp 20 juta pd bulan Apr 2013 terutang PPh Pasal 21: 5% x Rp
20.000.000 = Rp 1.000.000
b. atas penarikan dana seb Rp15 juta pd bulan Juni 2013 terutang PPh Pasal 21: 5% x
Rp15.000.000 = Rp 750.000
c. atas penarikan dana seb Rp 25 juta pd bulan Okt 2013 terutang PPh Pasal 21: 5% x
Rp15.000.000 = Rp 750.000
15% x Rp10.000.000 = Rp 1.500.000
Rp 2.250.000
C‐12‐
Bulan Jasa Dokter yg dibayar Pasien (Rp)
Jan 45.000.000
Feb 49.000.000
Mar 47.000.000
Apr 40.000.000
Mei 44.000.000
Juni 52.000.000
Juli 40.000.000
Agust 35.000.000
Sept 45.000.000
Okt 44.000.000
Nov 43.000.000
Des 40.000.000
Jml 524.000.000
V.1.b. Atas komisi yg dibayarkan kpd petugas dinas luar asuransi (bukan sbg pegawai
perusahaan asuransi)
Neneng adalah petugas dinas luar asuransi dari PT. Tabaru. Suami Neneng tlh terdaftar sbg WP dan
mempunyai NPWP, dan yg bersangkutan bekerja pd PT. Kersamanah. Neneng tlh
C‐12‐
menyampaikan FC kartu NPWP suami, FC surat nikah dan FC kartu keluarga kpd pemotong pajak. Neneng
hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sbg petugas dinas luar asuransi, dan tlh menyampaikan
surat pernyataan yg menerangkan hal tsb kpd PT Tabarru. Pd thn 2013, penghasilan yg diterima oleh
Neneng sbg petugas dinas luar asuransi dari PT Tabarru:
Bulan Bulan Komisi agen (Rp)
Jan 38.000.000
Feb 38.000.000
Mar 41.000.000
Apr 42.000.000
Mei 44.000.000
Juni 45.000.000
Juli 45.000.000
Agust 48.000.000
Sept 50.000.000
Okt 52.000.000
Nov 55.000.000
Des 56.000.000
Jml 554.000.000
C‐12‐
Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan Jan s.d. Des 2013:
Tarif
Pasal
Penghasilan 17 PPh
Penghasilan 50% dari PTKP Penghasilan Kena Pajak ayat Pasal 21
Bulan Bruto Penghasilan (Rupiah) Kena Pajak Kumulatif (1) terutang
(Rupiah) Bruto (Rupiah) (Rupiah) Huruf (Rupiah)
a UU
PPh
(1) (2) (3)=50%X(2) (4) (5) (6) (7) (8)=(5)x(7)
Jan 38.000.000 19.000.000 2.025.000 16.975.000 16.975.000 5% 848.750
Feb 38.000.000 19.000.000 2.025.000 16.975.000 33.950.000 5% 848.750
Mar 16.050.000 50.000.000 5% 802.500
41.000.000 20.500.000 2.025.000
2.425.000 52.425.000 15% 363.750
Apr 42.000.000 21.000.000 2.025.000 18.975.000 71.400.000 15% 2.846.250
Mei 44.000.000 22.000.000 2.025.000 19.975.000 91.375.000 15% 2.996.250
Juni 45.000.000 22.500.000 2.025.000 20.475.000 111.850.000 15% 3.071.250
Juli 45.000.000 22.500.000 2.025.000 20.475.000 132.325.000 15% 3.071.250
Agust 48.000.000 24.000.000 2.025.000 21.975.000 154.300.000 15% 3.296.250
Sept 50.000.000 25.000.000 2.025.000 22.975.000 177.275.000 15% 3.446.250
Okt 52.000.000 26.000.000 2.025.000 23.975.000 201.250.000 15% 3.596.250
Nov 55.000.000 27.500.000 2.025.000 25.475.000 226.725.000 15% 3.821.250
Des 23.275.000 250.000.000 15% 3.491.250
56.000.000 28.000.000 2.025.000
2.700.000 252.700.000 25% 675.000
Jml 554.000.000 277.000.000 33.175.000
Dlm hal Neneng tdk dpt menunjukkan FC kartu NPWP suami, FC surat nikah dan FC kartu keluarga dan Neneng sendiri tdk memiliki NPWP, maka
perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagaimana contoh di atas namun tdk memperoleh pengurangan PTKP setiap bulan, dan jml PPh Pasal 21 yg terutang
adalah seb 120% dari PPh Pasal 21 yg seharusnya terutang dari yg memiliki NPWP sebagaimana penghitungan berikut:
C‐12‐
Penghasilan Dasar Pemotongan Dasar Pemotongan Tarif Pasal 17 Tarif tdk PPh Pasal 21
Bulan Bruto PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 Kumulatif ayat (1) huruf a memiliki terutang
(Rp) (Rp) (Rp) UU PPh NPWP (Rp)
(1) (2) (3)=50%X(2) (4) (5) (6) (7)=(3)X(5)x(6)
Jan 38.000.000 19.000.000 19.000.000 5% 120% 1.140.000
Feb 38.000.000 19.000.000 38.000.000 5% 120% 1.140.000
Mar 12.000.000 50.000.000 5% 120% 720.000
41.000.000 ------------- ------------- ------ -------- ------------
8.500.000 58.500.000 15% 120% 1.530.000
42.000.000 21.000.000 79.500.000 15% 120% 3.780.000
Apr 44.000.000 22.000.000 101.500.000 15% 120% 3.960.000
Mei 45.000.000 22.500.000 124.000.000 15% 120% 4.050.000
Juni 45.000.000 22.500.000 146.500.000 15% 120% 4.050.000
Juli 48.000.000 24.000.000 170.500.000 15% 120% 4.320.000
Agust 50.000.000 25.000.000 195.500.000 15% 120% 4.500.000
Sept 52.000.000 26.000.000 221.500.000 15% 120% 4.680.000
Okt 55.000.000 27.500.000 249.000.000 15% 120% 4.950.000
Nov 1.000.000 250.000.000 15% 120% 180.000
56.000.000 --------------- ------------- -------- -------- ------------
27.000.000 277.000.000 25% 120% 8.100.000
Des 554.000.000 277.000.000 47.100.000
Dlm hal suami Neneng atau Neneng sendiri tlh memiliki NPWP, tetapi Neneng mempunyai penghasilan lain di luar kegiatannya sbg petugas dinas luar asuransi, maka
perhitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagaimana contoh di atas, namun tdk dikenakan tarif 20% lbh tinggi krn yg bersangkutan atau suaminya tlh memiliki NPWP.
C‐12‐
V.2. YG MENERIMA PENGHASILAN YG TDK BERSIFAT BERKESINAMBUNGAN
Nashrun melakukan jasa perbaikan komputer kpd PT Cahaya dgn fee Rp 5 juta.
Besarnya PPh Pasal 21 yg terutang (Tarif PPh Pasal 17): 5% x 50% Rp 5.000.000 = Rp 125.000 Dlm hal
Nashrun tdk memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yg terutang:
120% x 5% x 50% Rp 5.000.000 = Rp150.000
Apabila Nashrun tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal 21
terutang di atas
V.3.
SEHUBUNGAN DGN PEMBERIAN JASA YG DLM PEMBERIAN JASANYA
MEMPEKERJAKAN ORANG LAIN SBG PEGAWAINYA DAN/ATAU
MATERIAL/BAHAN
Arip melakukan jasa perawatan AC kpd PT Wahana dgn imbalan Rp 10 juta. Arip mempergunakan tenaga 5
orang pekerja dgn membayarkan upah harian @ Rp 180 ribu. Upah harian yg dibayarkan utk 5 orang selama
melakukan pekerjaan Rp 4,5 juta. selain itu, Arip membeli spare part AC yg dipakai utk perawatan AC Rp 1
juta.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
a. Dlm hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yg diberikan Arip, dpt diketahui bagian imbalan bruto yg
mrp upah yg hrs dibayarkan kpd pekerja harian yg dipekerjakan oleh Arip dan biaya utk membeli spare
part AC, maka jml imbalan bruto sbg dasar perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong oleh PT Wahana
atas imbalan yg diberikan kpd Arip adalah seb imbalan bruto dikurangi bagian upah tenaga kerja harian
yg dipekerjakan Arip Nugraha dan biaya spare part AC, sebagaimana dlm contoh:
Rp10.000.000 – Rp 4.500.000 – Rp 1.000.000 = Rp 4.500.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong PT Wahana atas penghasilan yg diterima Arip (Tarif PPh Pasal 17): 5% x
50% x Rp 4.500.000 = Rp112.500
Apabila Arip tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal 21
terutang di atas:
120% x 5% x 50% x Rp 4.500.000 = Rp 135.000
b. Dlm hal PT Wahana tdk memperoleh informasi berdasarkan perjanjian yg dilakukan atau dokumen yg
diberikan oleh Arip mengenai upah yg hrs dikeluarkan Arip atau pembelian material/bahan, PPh Pasal 21
yg hrs dipotong PT Wahana:
5% x 50% x Rp 10.000.000 = Rp 250.000
Apabila Arip tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal 21
terutang di atas
Catatan:
Utk pembayaran upah harian kpd @ pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Arip.
Sony adalah seorang atlet bulutangkis professional Indonesia yg bertempat tinggal di Jakarta. la menjuarai
turnamen Indonesia Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah Rp 200 juta.
PPh Pasal 21 yg terutang atas hadiah turnamen Indonesia Grand Prix Gold (Tarif PPh Pasal 17): 5% x Rp
50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp150.000.000 = Rp 22.500.000
Rp 25.000.000
a. Dlm hal pegawai dgn status WP LN emperoleh gaji sebagian atau slr-nya dlm mata uang asing sbl PPh
dihitung terlebih dahulu hrs dikonversi dlm mata uang Rp.
b. PPh Pasal 26 yg terutang dihitung berdasarkan jml penghasilan bruto, dan tdk boleh diperhitungkan
pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.
C‐12‐
Contoh:
Russel adalah pegawai asing yg berada di Indonesia < 183 hari. Dia berstatus menikah dan mempunyai 2 orang
anak. la memperoleh gaji pd bulan Mar 2013 US$2,500 sebulan. Kurs MenKeu pd saat pemotongan Rp 11.500
utk US$ 1.
Penghitungan PPh Pasal 26:
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan: US$2,500 x Rp11.500 = Rp 28.750.000 PPh
Pasal 26 terutang: 20% x Rp 28.750.000 = Rp 5.750.000
C‐12‐
DAFTAR TRANSAKSI DAN PERLAKUAN PERPAJAKANNYA:
No. Akun Obyek PPh Pasal 21/26 Karyawan Pemberi Kerja Keterangan
1. Gaji, bonus, lembur, insentif, dsb
2. Honorarium, upah, uang saku,
dan sejenisnya
3. Tunjangan yg diberikan dlm
bentuk uang
4. Tunjangan PPh Pasal 21
5. Pesangon Taxable DE Dihitung sendiri
6. Premi Jamsostek JKK/JKM, asuransi Bila tdk dimasukkan sbg
kesehatan, asuransi kecelakaan, penghasilan karyawan
asuransi kematian, maka mrp NDE
beasiswa dan asuransi dwiguna yg
ditanggung pemberi kerja
7. Pemberian natura/kenikmatan Kecuali yg diatur khusus
8. PPh Pasal 21 ditanggung NDE
perusahaan
9. Iuran dana pensiun yg ditanggung Non Taxable Dana Pensiun yg tlh
perusahaan disahkan oleh MenKeu
10. JHT yg ditanggung perusahaan
(3,7%)
11. JKK, JKM dan JPK yg ditanggung Taxable
perusahaan
12. Pemberian natura/kenikmatan di KEP-213/PJ/2001
daerah terpencil
13. Pemberian makanan & minuman Non Taxable KEP-213/PJ/2001
kpd slr karyawan di tempat kerja DE
14. Biaya antar jemput pegawai KEP-213/PJ/2001
15. Biaya perjalanan dinas Hanya atas uang saku. Jika
diberikan scr lumpsum,
maka seluruhnya menjadi
obyek
PPh Pasal 21
16. Imbalan jasa profesionak dan Jika pemberi jasa adalah
jasa-jasa lainnya WP Badan maka obyek
Taxable PPh Pasal 23
17. Tantiem SE-16/PJ.44/1992
18. Bonus, gratfikasi, jasa produksi yg SE-16/PJ.44/1992
dibebankan ke Laba Ditahan
19. Pemberian natura/kenikmatan yg NDE
diberikan oleh perusahaan yg
dikenakan deemed profit dan/atau
deemed tax
20. Kendaraan dinas yg digunakan Non Taxable DE (50%) KEP-220/PJ/2002
utk pegawau tertentu krn
pekerjaan atau jabatannya
21. Akun piutang atau biaya yg dibayar Taxable DE (bertahap)
di muka yg berkaitan dgn obyek PPh
Pasal 21
Catatan:
DE = Deductible Expense
NDE = Non Deductible Expense
C‐12‐
PPh PASAL 22
Dasar
Obyek Tarif PPh Sifat
Perhitungan
1. Impor
a. Brg-brg tertentu dlm Lamp 7,5% Nilai Impor1 Dipungut oleh
PMK-1752 Bank Devisa dan
b. Selain brg-brg tertentu dlm 2,5% Nilai Impor1 DJBC
Lamp PMK-175, yg
menggunakan API2
c. Selain brg-brg tertentu dlm 7,5% Nilai Impor1
Lamp PMK-175, yg tdk
menggunakan API2
d. Yg tidak dikuasai 7,5% Hrg Jual
Lelang
e. Impor kedelai, gandum, & 0,5% Nilai Impor1
tepung terigu yg
menggunakan API (sejak 4
Feb 2008)
Dasar Hukum:, PMK-
154/PMK.03/2010 jo PMK-
224/PMK.011/2012 jo PMK-
146/PMK.011/2013 jo PMK-
175/PMK.011/2013, KEP-
417/PJ/2001, PER-57/PJ/2010 jo
PER-15/PJ/2011 jo PER-
06/PJ/2013
Ket:
1
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yg menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost,
Insurance, and Freight (CIF) ditambah dgn Bea Masuk dan pungutan lainnya yg dikenakan berdasarkan
ketentuan perpu pabean di bidang impor. (Pasal 2 ayat (2) PMK-175). Pemungutan PPh 22 impor brg
dilaksanakan dgn cara penyetoran oleh importir yg bersangkutan ataupun DJBC ke kas negara (melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yg ditunjuk oleh MenKeu).
2
Berlaku sejak 5 Jan 2014, pengenaan s.d. 4 Jan 2014 hanya melihat menggunakan API atau tdk → PMK-
175 mulai berlaku sejak 5 Jan 2014 yaitu stl 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan (6 Des 2013).
C‐
3. Pembelian barang dan atau 1,5% Hrg Sejak 31 Agust 2010
bahan utk keperluan usaha Pembelian s.d. 23 Feb 2013,
oleh BUMN: BUMN bukan
a. PT Pertamina, PT PLN, PT pemungut PPh Pasal
PGN Tbk, PT 22 lagi. Namun sejak
Telekomunikasi Indonesia 24 Feb 2013 ditunjuk
Tbk, PT Garuda Indonesia kembali dgn
Tbk, PT Pembangunan menambah: PT PGN,
Perumahan Tbk, PT Wijaya PT
Karya Tbk, PT Adhi Karya Pembangunan
Tbk, PT Hutama Karya, PT Perumahan, PT
Krakatau Steel Wijaya Karya, PT
b. Bank BUMN Adhi Karya, PT
Dasar Hukum: Pasal 1 ayat (1) huruf Hutama Karya.
e PMK-154/PMK.03/2010 jo PMK-
224/PMK.011/2012 jo
PMK-146/PMK.011/2013 jo PMK-
175/PMK.011/2013, PER-
57/PJ/2010 stdtd PER-
06/PJ/2013
C‐
c. BBG & Pelumas Dasar 0,3% Penjualan produsen atau
Hukum: PMK- (exclude PPN) importir
154/PMK.03/2010 jo PMK-
224/PMK.011/2012 jo PMK-
146/PMK.011/2013 jo PMK-
175/PMK.011/2013
6. Pembelian bahan dari 0,25% Hrg Pembelian Tarif utk periode 2 Jan
pedagang pengumpul, utk (tdk termasuk 2003 – 31 Des
keperluan industri / PPN) 2008 adalah 0,25%.
eksportir yg bergerak di Mulai 24 Feb 2013
sektor kehutanan, menambah “sektor
perkebunan, pertanian, dan peternakan” &
perikanan memperjelas definisi
Dasar Hukum: PMK- “pedagang
154/PMK.03/2010 jo PMK- pengumpul”
224/PMK.011/2012 jo PMK-
146/PMK.011/2013 jo PMK- Dipungut oleh
175/PMK.011/2013, KEP- industri & eksportir
25/PJ/2003 jo PER-23/PJ/2009 yg bergerak di
sektor tsb
Ket:
Pedagang pengumpul adalah badan/OP yg kegiatan usahanya:
a. mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
b. menjual hasil tsb kpd badan usaha industri dan eksportir yg bergerak dlm sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
C‐
YG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PPh PASAL 22:
1. Impor brg atau penyerahan brg di DN yg berdasarkan perpu tdk terutang PPh (Pasal 3 ayat (1)
huruf a PMK-146/PMK.011/2013)
→ Pengecualian pemungutan dinyatakan dgn SKB PPh Pasal 22 yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak
Ketentuan utk 1 Mei 2002 s.d. 31 Jan 2011: Menggunakan ketentuan KEP-192/PJ/2002
Ketentuan sejak 1 Feb 2011: Menggunakan ketentuan PER-1/PJ/2011
2. Impor brg yg dibebaskan dari bea masuk dan atau PPN (Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK-
146/PMK.011/2013)
Brg tsb yaitu:
1. Brg perwakilan negara asing dan para pejabatnya yg bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal
balik
2. Brg utk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yg bertugas di Indonesia dan tdk memegang
paspor Indonesia yg diakui dan terdaftar dlm PMK yg mengatur ttg tata cara pemberian pembebasan
bea masuk dan cukai atas impor brg utk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yg
bertugas di Indonesia
3. Brg kiriman hadiah/hibah utk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau utk kepentingan
penanggulangan bencana
4. Brg utk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam, dan tempat lain semacam itu yg
terbuka utk umum
5. Brg utk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
6. Brg utk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya
7. Peti atau kemasan lain yg berisi jenazah atau abu jenazah
8. Brg pindahan
9. Brg pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas
jml tertentu sesuai ketentuan perpu kepabeanan
10. Brg yg diimpor oleh pemerintah pusat atau pemda yg ditunjukan utk kepentingan umum
11. Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, termasuk suku cadang utk keperluan pertahanan dan
keamanan negara
12. Brg dan bahan yg dipergunakan utk menghasilkan brg bagi keperluan pertahanan dan keamanan
negara
13. Vaksin polio dlm rangka pelaksanaan program PIN
14. Buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku pelajaran agama, dan
buku ilmu pengetahuan lainnya
15. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu,
kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayanan atau alat keselamatan manusia yg diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayanan Niaga
Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan
Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional,
sesuai dgn kegiatan usahanya
16. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia,
peralatan utk perbaikan atau pemeliharaan yg diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan utk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yg
diimpor oleh pihak yg ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yg digunakan dlm
rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kpd Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional
17. KA dan suku cadang serta peralatan utk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yg dimpor dan
digunakan oleh PT KAI, dan komponen atau bahan yg diimpor oleh pihak yg ditunjuk oleh PT KAI
(Persero), yg digunakan utk pembuatan KA, suku cadang, peralatan utk perbaikan atau pemelibaraan,
serta prasarana yg akan digunakan oleh PT KAI (Persero)
18. Peralatan berikut suku cadangnya yg digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau TNI utk penyediaan
data batas dan photo udara wilayah Negara RI yg dilakukan utk rnendukung pertahanan Nasional, yg
diimpor oleh Kernenterian Pertahanan, TNl atau pihak yg ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan atau
TNT
19. Brg utk kegiatan hulu Migas yg importasinya dilakukan oleh KKKS (berlaku sejak 31 Agust 2010)
Pengecualian dari pemungutan PPh atas barang impor sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK-146
tetap berlaku dlm hal brg impor tsb dikenakan tarif bea masuk seb 0%.
C‐
3. Impor sementara, jika pd waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan utk diekspor kembali (Pasal 3 ayat (1)
huruf c PMK-146)
Impor Sementara: Pemasukan brg impor ke dlm daerah pabean yg benar-benar dimaksudkan utk
diekspor kembali dlm jangka waktu paling lama 3 thn (Pasal 1 PMK-142/PMK.04/2011)
4. Impor kembali (re-impor), yg meliputi brg-brg yg tlh diekspor kemudian diimpor kembali dlm kualitas yg
sama atau brg-brg yg tlh diekspor utk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yg tlh memenuhi syarat
yg ditentukan Dirjen Bea & Cukai (Pasal 3 ayat (1) huruf d PMK-146/PMK.011/2013)
→ Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
5. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf b-e PMK-
224/PMK.011/2012, berkenaan dgn (Pasal 3 ayat (1) huruf e PMK-146):
1. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf b-d PMK-
224/PMK.011/2012 yg jm-nya < Rp 2 juta & tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
2. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf e yg jml-nya < Rp 10 juta &
tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
3. Pembayaran utk:
a. pembelian BBM, BBG, pelumas, benda-benda pos
b. pemakaian air & listrik
4. Pembayaran utk pembelian migas dan/ atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang
migas yg dihasilkan di Indonesia dari (berlaku sejak 24 Feb 2013):
a. kontraktor yg melakukan eksplorasi & eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau
b. kantor pusat kontraktor yg melakukan eksplorasi & eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama
5. Pembayaran utk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari WP yg menjalankan
usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi
(berlaku sejak 24 Feb 2013).
→ Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
6. Emas batangan yg akan diproses utk menghasilkan brg perhiasan dari emas utk tujuan ekspor
(Pasal 3 ayat (1) huruf f PMK-146/PMK.011/2013& Pasal 3A ayat (1) PER-15/PJ/2011)
→ Pengecualian pemungutan dinyatakan dgn SKB PPh Pasal 22 yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak
7. Pembayaran utk pembelian brg sehubungan dgn penggunaan dana BOS
→ Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
8. Penjualan kendaraan bermotor di DN yg dilakukan oleh industri otomotif, ATPM, Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yg tlh dikenai pemungutan PPh berdasarkan ketentuan
Pasal 22 ayat (1) huruf c UU PPh
→ Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB (berlaku sejak 4 Nov 2013)
9. Impor brg berupa mesin dan peralatan, baik dlm keadaan terpasang maupun terlepas, tdk termasuk suku
cadang, yg diperlukan oleh pengusaha di bidang pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan (Pasal
4 ayat (1) PMK-21/PMK.011/2010)
→ Sumber Energi Terbarukan adalah sumber energi yg dihasilkan dari sumber daya energi yg berkelanjutan jika
dikelola dgn baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan
dan perbedaan suhu lapisan laut
→ Pengecualian pemungutan dilakukan scr otomatis tanpa menggunakan SKB
Utk no. 2 & 3:
Ketentuan ini dilaksanakan oleh DJBC yg tata caranya diatur oleh DJBC dan/atau DJP (Pasal 3 ayat (5) PMK-
224/PMK.011/2012)
Sejak 6 Juni 2011, Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 atas Impor brg yg dibebaskan dari bea masuk
dan atau PPN dilakukan tanpa SKB PPh Pasal 22 (Pasal 3B ayat (2) PER- 15/PJ/2011)
Berdasarkan SE-32/BC/2010 yg dikeluarkan oleh DJBC, Pengecualian dari Pemungutan PPh Pasal 22
atas Impor brg dilakukan tanpa melalui mekanisme SKB yg dari DJP.
→ Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 Impor diberikan scr lsg pd saat PIB diajukan kpd Kepala
Kantor Pelayanan Utama atau Kepala KPPBC
C‐
PPh PASAL 23
Tarif Dasar
Obyek Sifat
PPh Perhitungan
C‐
sejenisnya selain yg tlh dipotong PPh
Pasal 21
Dasar Hukum: Pasal 3 KEP-395/PJ/2001
Pengecualian:
a. Hadiah atau penghargaan dan hadiah sehubungan dgn pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya yg diterima
oleh WP OP DN → Objek PPh Pasal 21
b. Hadiah Undian → Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
c. Hadiah lsg dlm penjualan brg/jasa sepanjang diberikan kpd semua pembeli/konsumen akhir tanpa
diundi & hadiah tsb diterima lsg oleh konsumen akhir pd saat pembelian brg/jasa → Bukan Objek
Pajak.
5. Sewa & penghasilan lain sehubungan 2% Jml Bruto tdk Tdk Final
dgn penggunaan harta, kecuali yg tlh termasuk PPN
dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
SE terkait: SE-35/PJ/2010
Pengecualian:
a. Sewa tanah dan/ atau bangunan
b. Sewa yg dibayarkan atau terutang sehubungan dgn SGU dgn hak opsi
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta: Penghasilan yg diterima
atau diperoleh sehubungan dgn kesepakatan utk memberikan hak menggunakan harta selama jangka
waktu tertentu baik dgn perjanjian tertulis maupun tdk tertulis shg harta tsb hanya dpt digunakan oleh
penerima hak selama jangka waktu yg tlh disepakati.
6. Imbalan sehubungan dgn jasa teknik, 2% Jml Bruto tdk Tdk Final
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa termasuk PPN
konsultan, dan jasa lain selain jasa yg
tlh dipotong PPh Pasal 21
SE terkait: SE-35/PJ/2010
Jasa teknik: Pemberian jasa dlm bentuk pemberian informasi yg berkenaan dgn pengalaman dlm
bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yg dpt meliputi:
Pemberian informasi dlm pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian
dgn bantuan gelombang seismik;
Pemberian informasi dlm pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dlm
bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau
Pemberian informasi yg berkaitan dgn pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian
informasi melalui pelatihan atau seminar dgn peserta dan materi yg tlh ditentukan oleh pengguna
jasa.
Jasa manajemen: Pemberian jasa dgn ikut serta scr langsung dlm pelaksanaan atau pengelolaan
manajemen.
Jasa konsultan: Pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dlm suatu
bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yg dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yg
tdk disertai dgn keterlibatan lsg para tenaga ahli tsb dlm pelaksanaannya.
7. Jasa lain selain jasa yg tlh dipotong PPh 2% Jml Bruto tdk Tdk Final
Pasal 21, yg terdiri dari : termasuk PPN
a. Jasa penilai
b. Jasa aktuaris
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan
atestasi LK
d. Jasa perancang
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang
penambangan migas, kecuali yg
C‐
dilakukan oleh BUT
f. Jasa penunjang di bidang
penambangan migas, berupa :
- jasa penyemenan dasar
- jasa penyemenan perbaikan
- jasa pengontrolan pasir
- jasa pengasaman
- jasa peretakan hidrolika
- jasa nitrogen & gulungan pipa
- jasa uji kandung lapisan
- jasa reparasi pompa reda
- jasa pemasangan instalasi &
perawatan
- jasa penggantian
peralatan/material
- jasa mud logging
- jasa mud engineering
- jasa well logging & perforating
- jasa stimulasi & secondary
decovery
- jasa well testing & wire line service
- jasa alat kontrol navigasi lepas
pantai yg berkaitan dgn drilling
- jasa pemeliharaan utk pekerjaan
drilling
- jasa mobilisasi & demobilisasi
anjungan drilling
- jasa lainnya yg sejenisnya di
bidang pengeboran migas
g. Jasa penambangan & jasa penunjang di
bidang penambangan selain migas :
- jasa pengeboran
- jasa penebasan
- jasa pengupasan & pengeboran
- jasa penambangan
- jasa pengangkutan/ sistem
transportasi, kecuali jasa angkutan
umum
- jasa pengolahan bahan galian
- jasa reklamasi tambang
- jasa pelaksanaan mekanikal,
elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan
penggalian/pemindahan tanah
- jasa lainnya yg sejenis di bid
pertambangan umum
h. Jasa penunjang di bidang
penerbangan dan bandar udara:
1) bid. aeronautika, termasuk :
- jasa pendaratan, penempatan,
penyimpanan pesawat udara dan
jasa lain sehubungan dgn
pendaratan pesawat udara
- jasa penggunaan jembatan pintu
- jasa pelayanan penerbangan
- jasa ground handling
- jasa penunjang lain di bidang
aeronautika
C‐
2) bid. non-aeronatika, termasuk :
- jasa catering di pesawat & jasa
pembersihan pantry pesawat;
- jasa penunjang lain di bidang
non aeronautika
i. Jasa penebangan hutan
j. Jasa pengolahan limbah
k. Jasa penyedia tenaga kerja
l. Jasa perantara dan/atau keagenan
m. Jasa di bidang perdagangan surat- surat
berharga, kecuali yg dilakukan oleh
Bursa Efek, KSEI dan KPEI
n. Jasa custodian/penyimpanan/
penitipan, kecuali yg dilakukan oleh
KSEI
o. Jasa pengisian suara (dubbing)
dan/atau sulih suara
p. Jasa mixing film
q. Jasa sehubungan dgn software
komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan
r. Jasa instalasi/ pemasangan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yg dilakukan
oleh WP yg ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sbg pengusaha konstruksi
s. Jasa perawatan/ perbaikan/pemeliharaan
mesin, perawatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, TV Kabel, alat transportasi/ kendaraan
dan/atau bangunan selain yg dilakukan
oleh WP yg ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sbg pengusaha konstruksi
t. Jasa maklon
u. Jasa penyelidikan & keamanan
v. Jasa penyelenggara kegiatan / event
organizer
w. Jasa pengepakan
x. Jasa penyediaan tempat dan / atau
waktu dlm media masa, media luar
ruang atau media lain utk
penyampaian informasi
y. Jasa pembasmian hama
z. Jasa kebersihan / cleaning service
aa. Jasa catering / tata boga Dasar
Hukum dan SE terkait: PMK-
244/PMK.03/2008, PER-33/PJ/2009, SE-
53/PJ/2009, SE-35/PJ/2010
C‐
JASA KEPELABUHAN:
JML BRUTO DLM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UU PPh: (SE-53/PJ/2009)
1. Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh mengatur bahwa imbalan sehubungan dgn jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yg tlh dipotong PPh Pasal 21 dipotong
PPh oleh pihak yg wajib membayarkan seb 2% dari jml bruto tdk termasuk PPN.
2. Yg dimaksud dgn jml bruto pd butir 1 adalah slr jml penghasilan dgn nama dan dlm bentuk apapun yg
dibayarkan, disediakan utk dibayarkan, atau tlh jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak badan DN, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan LN lainnya kpd WP DN atau
BUT, tdk termasuk:
a. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sbg imbalan sehubungan dgn
pekerjaan yg dibayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kpd tenaga kerja yg melakukan pekerjaan,
berdasarkan kontrak dgn pengguna jasa;
b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
c. pembayaran kpd pihak kedua (sbg perantara) utk selanjutnya dibayarkan kpd pihak ketiga;
d. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jml yg nyata-
nyata tlh dibayarkan oleh pihak kedua kpd pihak ketiga
3. Jml bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 tdk berlaku:
a. atas penghasilan yg dibayarkan sehubungan dgn jasa katering;atau
b. dlm hal penghasilan yg dibayarkan sehubungan dgn jasa dlm butir 1, tlh dikenai PPh yg bersifat final.
4. Pembayaran dlm butir 2 hrs dpt dibuktikan dgn:
a. kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sbg
imbalan sehubungan dgn pekerjaan (sesuai butir 2 huruf a);
b. faktur pembelian barang atau material (sesuai butir 2 huruf b);
c. faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dgn perjanjian tertulis (sesuai butir 2 huruf c);
d. faktur tagihan atau bukti pembayaran yg tlh dibayarkan oleh pihak kedua kpd pihak ketiga (sesuai
butir 2 huruf d).
Contoh
1. PT Sumber Tenaga mrp perusahaan penyedia tenaga kerja. PT Sumber Tenaga mendapat kontrak dari PT
Maju Terus utk menyediakan tenaga kerja pemasaran sebanyak 20 org dgn mendapat imbalan jasa seb Rp 20
juta. Tenaga kerja tsb selanjutnya menjadi pegawai PT Maju Terus.
Atas pembayaran yg dilakukan PT Maju Terus kpd PT Sumber Tenaga dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Maju
Terus seb: 2% x Rp 20 juta = Rp 400 ribu
2. PT Aman Jaya mrp perusahaan penyedia tenaga kerja utk keamanan (satpam). PT Aman Jaya mendapat
kontrak penyediaan tenaga kerja satpam sebanyak 20 orang dari PT Dwi Makmur. Tenaga kerja satpam tsb
tetap mrp pegawai PT Aman Jaya. Dlm kontrak disepakati bahwa pembayaran atas penyerahan jasa oleh PT
Aman Jaya terdiri dari gaji utk 20 org satpam per bulan seb Rp 20 juta dan imbalan atas jasa penyediaan
satpam per bulan seb Rp 2 juta
a. Rincian tagihan PT Aman Jaya kepada PT Dwi Makmur:
Pembayaran gaji 20 org satpam..........................Rp 20 juta
Imbalan Jasa .................................................Rp 2 juta
b. Atas pembayaran yg dilakukan PT Dwi Makmur kpd PT Aman jaya dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Dwi
Makmur seb: 2% x Rp 2 juta = Rp 40 ribu
C‐
c. Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar pemotongan PPh
Pasal 23 adalah seb Rp 22 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT Dwi Makmur atas pembayaran
kpd PT Aman Jaya adalah seb: 2% x Rp 22 juta = Rp 440 ribu
3. PT Megah (pihak pertama) melakukan kontrak dgn PT Satu Sarana selaku perusahaan agen periklanan (pihak
kedua) utk membuat iklan sekaligus memasang iklan pd perusahaan media (pihak ketiga). Nilai kontrak yg tlh
disepakati adalah seb Rp 103 juta
a. Rincian tagihan PT Satu Sarana kpd PT Megah:
Pembelian material utk pembuatan iklan..................................................Rp 15 juta
Jasa konsultan (terkait pembuatan & pemasangan iklan).........................Rp 5 juta
Fee agen.................................................................................................. Rp 3 juta
Biaya pemasangan iklan ke perusahaan media.........................................Rp 80 juta
b. Pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan PT Satu Sarana atas pembayaran jasa pemasangan iklan kpd
perusahaan media seb: 2% x Rp 80 juta = Rp 1,6 juta
c. Pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan PT Megah atas pembayaran jasa konsultasi dan jasa keagenan
kpd PT Satu Sarana seb:
2% x Rp 5 juta = Rp 100 ribu utk jasa konsultasi
2% x Rp 3 juta = Rp 60 ribu utk jasa keagenan
d. Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar pemotongan
PPh Pasal 23 seb Rp 103 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT Megah atas pembayaran kpd PT
Satu Sarana seb: 2&=% x Rp 103 juta = Rp 2,06 juta
4. PT Terang mengikat kontrak dgn PT Garmindo utk pembuatan seragam kantor PT Terang berdasarkan model
& spesifikasi yg tlh ditentukan oleh PT Terang. Dlm kontrak disepakati bahwa PT Terang akan
menyediakan bahan baku utama berupa kain dan PT Garmindo akan menyediakan bahan tambahan. Imbalan
yg disepakati atas kontrak tsb seb Rp 25 juta tdk termasuk biaya bahan tambahan. PT Garmindo mengeluarkan
biaya seb Rp 5 juta utk bahan tambahan.
a. Rincian tagihan PT Garmindo kpd PT Terang:
Biaya utk bahan tambahan..................Rp 5 juta
Imbalan Jasa maklon...........................Rp 25 juta
b. Atas pembayaran yg dilakukan PT Terang kpd PT Garmindo dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Terang seb:
2% x Rp 25 juta = Rp 500 ribu
c. Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar pemotongan
PPh Pasal 23 seb Rp 30 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT Terang atas pembayaran kpd PT
Garmindo seb: 2% x Rp 30 juta = Rp 600 ribu
5. Utk acara pembukaan cabang baru, PT Abadi meminta CV Sedap yg bergerak di bidang pengadaan catering
utk menyediakan makanan yg terdiri dari makanan pembuka, makanan utama, dan makanan penutup utk
sekitar 500 org. Kontrak yg disepakati utk pengadaan catering tsb adalah Rp 20 juta. Atas pembayaran yg
dilakukan PT Abadi kpd CV Sedap dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Abadi seb: 2% x Rp 20 juta = Rp 400 ribu
C‐
STEMPEL TANDA TANGAN PD BUKTI POTONG PPh PASAL 23/26 ATAS DIVIDEN:
Dasar Hukum:
PER-15/PJ/2014 (berlaku sejak 16 Mei 2014) ttg Penggunaan stempel tanda tangan pd bukti pemotongan PPh
atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham → mencabut KEP- 388/PJ/2003 stdd
KEP-117/PJ./2004
Diperbolehkannya Penggunaan Stempel Tanda Tangan pd Bukti Potong PPh Pasal 23/26 :
Pemotong Pajak dpt menggunakan stempel tanda tangan utk menandatangani Bukti Pemotongan PPh atas
pembayaran dividen kpd para pemegang saham utk jml penerbitan bukti pemotongan PPh minimal 6 ribu
lembar. (Pasal 2 PER-15/PJ/2014)
→ Pemotong Pajak adalah WP yg menyediakan utk membayar atau membayar dividen kpd para pemegang
saham. (Pasal 1 PER-15/PJ/2014)
Tata Cara Pengajuan & Proses Penyelesaian Permohonan:
1. Pemotong Pajak yg akan menggunakan Stempel tanda tangan wajib mengajukan permohonan kpd
Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar, dan wajib dilengkapi dgn: (Pasal 3 ayat (1)
& (2) PER-15/PJ/2014)
Jml penerima dividen;
Penunjukkan pejabat yg berwenang menandatangani bukti pemotongan PPh atas pembayaran dividen
kpd para pemegang saham.
2. Stl melakukan penelitian atas permohonan Pemotong Pajak, Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak menerbitkan SK
Penggunaan Stempel Tanda Tangan dlm rangkap 3 dgn menggunakan form Lamp I PER-15/PJ/2014. (Pasal
3 ayat (3) PER-15/PJ/2014)
3. SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan diterbitkan paling lambat 14 hari sejak diterimanya permohonan.
(Pasal 3 ayat (4) PER-15/PJ/2014)
→ Apabila jangka waktu 14 hari tlh lewat dan Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan, maka
permohonan Pemotong Pajak tsb dianggap diterima, dan selanjutnya Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak segera
menerbitkan SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan paling lambat 7 hari sejak batas waktu 14 hari tlh
lewat. (Pasal 3 ayat (5) PER-15/PJ/2014)
Kewajiban Pemotong Pajak yg tlh mendapat SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan wajib:
(Pasal 4 PER-15/PJ/2014)
Menyerahkan Spesimen Tanda Tangan Pejabat yg diberi wewenang utk menandatangani Bukti Pemotongan
PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham ke KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar sesuai
Lamp II PER-15/PJ/2014.
Mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Penggunaan Stempel Tanda Tangan pd Bukti Pemotongan
PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham.
Pemotong Pajak wajib melaporkan kpd Kepala KPP apabila terjadi perubahan pejabat yg diberi wewenang
utk menandatangani Bukti Pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham disertai
Spesimen Tanda Tangan pejabat dimaksud.
C‐
PPh PASAL 24 ATAS PENGHASILAN WP DN DARI LN
Dasar Hukum:
Pasal 24 ayat (6) UU PPh
KMK-164/KMK.03/2002 (berlaku sejak 19 April 2002) ttg Kredit Pajak LN (KPLN)
Jumlah
*)
Permohonan : Jumlah pada Kolom (6) mohon diperhitungkan sebagai kredit pajak
Ket. Pengisian:
Kolom 5 diisi dgn jml pajak yg terutang/dibayar di LN dlm mata uang Rupiah berdasarkan kurs
konversi saat tanggal pembayaran/terutangnya pajak.
Kolom 6 diisi dgn jml pajak yg terutang/dibayar di LN yg dpt dikreditkan sesuai ketentuan PPh Pasal 24 UU
PPh
C‐
PPh KB, maka atas kekurangan tsb tdk dikenakan bunga sesuai Pasal 8 ayat (2) UU KUP.
PPh LB, maka atas kelebihan tsb dpt dikembalikan kpd WP stl diperhitungkan dgn utang pajak lainnya.
A. Penghitungan KPLN:
1. PPh dikenakan atas PKP yg dihitung berdasarkan slr penghasilan yg diterima & diperoleh
oleh WP, baik penghasilan tsb berasal dari DN maupun dari LN. Dlm menghitung PPh,
maka slr penghasilan tsb digabungkan dlm thn pajak di peroleh/diterimanya penghasilan,
atau dlm thn pajak sesuai dgn Kep MenKeu utk penghasilan berupa dividen sesuai Pasal
18 ayat (2) UU PPh.
Contoh :
PT A di Jakarta dlm thn pajak 2001 menerima & memperoleh penghasilan neto dari sumber LN:
a. Hasil usaha di Singapura dlm thn pajak 2001 seb Rp 800 juta
b. Dividen atas pemilikan saham pd "X Ltd." di Australia seb Rp 200 juta yaitu berasal dari keuntungan
thn 1998 yg ditetapkan dlm RUPS thn 2000 dan baru dibayar dlm thn 2001
c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pd "Y Corporation" di Hongkong yg sahamnya tdk
diperdagangkan di bursa efek seb Rp 75 juta yaitu berasal dari keuntungan saham 1999 yg berdasarkan
Kep MenKeu ditetapkan diperoleh thn 2001
d. Bunga kwartal IV thn 2001 seb Rp 100 juta "Z Sdn Bhd" di Kuala Lumpur yg baru akan diterima bulan
Juli 2002
Penghasilan dari sumber LN yg digabungkan dgn penghasilan DN dlm thn pajak 2001 adalah penghasilan
pd huruf a, b, dan c, sedangkan penghasilan pd huruf d digabungkan dgn penghasilan DN dlm thn pajak
2002.
2. Dlm menghitung PKP, kerugian yg diderita oleh WP di LN tdk dpt dikompensasikan dgn
penghasilan yg diterima/diperoleh dari Indonesia.
Contoh :
PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm thn 2001:
a. Di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1 M, dgn tarif pajak seb 40% (Rp 400 juta)
b. Di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3 M, dgn tarif pajak seb 25% (Rp 750 juta)
c. Di negara Z, menderita kerugian Rp 2,5 M
d. Penghasilan usaha di DN Rp 4 M
Penghitungan KPLN:
1. Penghasilan LN:
a. Laba di negara X Rp 1M
b. Laba di negara Y Rp 3M
c. Laba di negara Z Rp -
d. Jml penghasilan LN Rp 4M
2. Penghasilan DN Rp 4 M
3. Jml penghasilan neto: Rp 4 M + Rp 4 M = Rp 8 M
4. PPh terutang (mnr tarif Pasal 17) = Rp 2,3825 M
5. Batas maksimum KPLN utk @ negara:
Rp 1 M
a. Utk negara X = x Rp 2,3825 M = Rp 297.812.500
Rp 8 M
Maksimum kredit pajak yg dpt dikreditkan adalah Rp 297.812.500
Rp 3 M
b. Utk negara Y = x Rp 2,3825 M = Rp 893.437.500
Rp 8 M
Maksimum kredit pajak yg dpt dikreditkan adalah Rp 750 juta
Jml KPLN yg diperkenankan: Rp 297.812.500 + Rp 750 juta = Rp 1.047.812.500
3. Penghitungan batas maksimum KPLN yg
diperbolehkan: Contoh :
a. PT A di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm thn 2001:
C‐
Penghasilan DN Rp 1 M
Penghasilan LN Rp 1 M (dgn tarif pajak 20%)
Penghitungan jml maksimum KPLN:
1. Penghasilan LN Rp 1 M
Penghasilan DN Rp 1 M (+)
Jml penghasilan neto Rp 2 M
2. Apabila jml Penghasilan neto sama dgn PKP, maka sesuai tarif Pasal 17, PPh yg terutang seb Rp
582,5 juta
3. Batas maksimum KPLN:
Rp 1 M
x Rp 582,5 juta = Rp 291,25 juta
Rp 2 M
Jml KPLN yg di perkenankan adalah seb Rp 200 juta.
b. PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm tahun 2001:
Penghasilan dari usaha di LN Rp 1 M
Rugi usaha di DN (Rp 0,2 M)
Pajak atas Penghasilan di LN misalnya 40% = Rp 0,4 M
Penghitungan maksimum KPLB serta pajak terutang:
1. Penghasilan usaha LN Rp 1 M
Rugi usaha DN (Rp 0,2 M) (+)
Jml penghasilan neto Rp 0,8 M
2. Apabila jml Penghasilan neto sama dgn PKP, maka sesuai tarif Pasal 17, PPh yg terutang seb Rp
222,5 juta.
3. Batas maksimum KPLN:
Rp 1 M
x Rp 222,5 juta = Rp 278,125 juta
Rp 0,8M
Jml KPLN yg diperkenankan yaitu Rp 222,5 juta.
4. Dlm hal penghasilan LN bersumber dari bbrp negara, maka jml maksimum KPLN dihitung
utk @ negara
Contoh :
PT C di Jakarta dlm thn 2001 memperoleh penghasilan neto:
- Penghasilan DN = Rp 2 M
- Penghasilan dari negara X (dgn tarif pajak 40%) = Rp 1 M
- Penghasilan dari negara Y (dgn tarif pajak 30%) = Rp 2 M (+) Jml
penghasilan neto = Rp 5 M
Apabila penghasilan neto sama dgn PKP, maka PPh terutang mnr tarif Pasal 17 seb Rp 1.482.500.000.
Batas maksimum KPLN setiap negara
Rp 1 M
a. Utk negara X = x Rp 1.482.500.000 = Rp 296,5 juta
Rp 5 M
Maksimum jml kredit pajak yg diperkenankan hanya seb Rp 296,5 juta
Rp 2 M
b. Utk negara Y = x Rp 1.482.500.000 = Rp 593 juta
Rp 5 M
Maksimum jml kredit pajak yg diperkenankan adalah Rp 593 juta
5. Dlm hal WP memperoleh penghasilan yg dikenakan Pajak yg bersifat final sesuai Pasal 4
ayat (2) dan atau penghasilan yg dikenakan pajak tersendiri sesuai Pasal 8 ayat (1) & (4)
UU PPh, maka atas penghasilan tsb bukan mrp faktor penambahan penghasilan pd saat
menghitung PK
Contoh :
PT "D" di Jakarta dlm thn 2001 memperoleh penghasilan:
1. Penghasilan dari Negara Z Rp 2 M (dgn tarif pajak 30%)
2. Penghasilan DN Rp 3,5 M
(Penghasilan DN ini termasuk penghasilan sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPh seb Rp 500 juta)
3. PKP PT "D" seb: Rp 2 M + (Rp 3,5 M – Rp 500 juta) = Rp 5 M
4. Sesuai tarif Pasal 17, PPh yg terutang seb Rp 1.482.500.000
5. Batas maksimum KPLN:
Rp 2 M x Rp 1.482.500.000 = Rp 593 juta Rp 5
M
Pajak yg terutang di negara Z seb Rp 600 juta namun maksimum kredit pajak yg dpt
C‐
dikreditkan seb Rp 593 juta.
C‐
PPh PASAL 25
1. WP Baru
a. Definisi:
WP Baru: WP OP dan badan yg baru pertama kali memperoleh penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas dlm thn pajak berjalan
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP baru adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum atas penghasilan neto sebulan yg disetahunkan, dibagi 12.
c. Penghasilan neto tsb:
dlm hal WP pd angka 1 menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dpt
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan pembukuannya;
dlm hal WP pd angka 1 hanya menyelenggarakan pencatatan dgn menggunakan
NPPN atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tdk dpt
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan NPPN atas peredaran atau penerimaan bruto.
d. Utk WP OP baru, jml penghasilan neto fiskal yg disetahunkan pd angka 1) dikurangi terlebih dahulu
dgn PTKP.
e. Dlm hal WP baru pd angka 1 berupa WP badan yg mempunyai kewajiban membuat laporan berkala,
besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
proyeksi laba-rugi fiskal pd laporan berkala pertama yg disetahunkan, dibagi 12.
(Pasal 2 ayat (1) – (4) PMK-255/PMK.03/2008)
Contoh Penghitungan:
a. WP OP Baru yg menggunakan pembukuan
Tuan A (TK/0) terdaftar sbg WP pd KPP A tanggal 1 Feb 2009. Peredaran atau penerimaan bruto mnr
pembukuan dlm bulan Feb 2009 seb Rp. 10 juta dan penghasilan neto (laba fiskal) dpt dihitung
berdasarkan pembukuan seb Rp. 3 juta. Besarnya PPh pasal 25 bulan Feb 2009:
Penghasilan netto (laba fiskal) bulan Feb 2009 = Rp. 3 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 3 juta = Rp. 36 juta
PTKP (TK/0) = Rp.15,84 juta
PKP = Rp. 20,16 juta
PPh Terutang = 5% x Rp. 20,16 juta = Rp 1,008 juta
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Feb 2009 = 1/12 x Rp.1,008 juta= Rp. 84 ribu
b. Utk WP OP Baru yg tdk menggunakan pembukuan (hanya pencatatan)
Tuan B (K/1) terdaftar sbg WP pd KPP B tanggal 1 Mei 2009. Peredaran penerimaan bruto mnr
catatan harian bulan Mei 2009 seb Rp. 10 juta. Presentase NPPN sesuai dgn jenis usaha Tuan
Fatih adalah 20%. Besarnya PPh pasal 25 bulan Mei 2009:
Peredaran bruto bulan Mei 2009 = Rp. 10 juta
Penghasilan neto bulan Mei 2009 = 20% x Rp. 10 juta = Rp. 2 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 2 juta = Rp. 24 juta
PTKP (K/1) = Rp.18,48 juta
PKP = Rp. 5,52 juta
PPh Terutang = 5% x Rp. 5,52 juta = Rp 276 ribu
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Mei 2009 = 1/12 x Rp. 276 ribu = Rp. 23 ribu
c. Utk WP Badan Baru
PT. C terdaftar sbg WP Badan DN pd KPP C tanggal 1 Feb 2009. Peredaran atau penerimaan bruto
mnr pembukuan dlm bulan Feb 2009 seb Rp. 100 juta dan penghasilan neto (laba fiskal) dpt dihitung
berdasarkan pembukuan seb Rp. 30 juta. Besarnya PPh pasal
C‐
25 bulan Feb 2009:
Penghasilan netto (laba fiskal) bulan Feb 2009 = Rp. 30 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 30 juta = Rp. 360 juta
PPh Terutang = (50% x 28%) x Rp. 360 juta (sesuai = Rp. 50,4 juta
pasal 31E UU PPh)
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Feb 2009 = 1/12 x Rp. 50,4 juta = Rp. 8,4 juta
2. WP OPPT
a. Definisi: (Pasal 1 PER-32/PJ/2010)
WP OPPT: WP OP yg melakukan kegiatan usaha sbg pedagang pengecer yg mempunyai
1 atau lebih tempat usaha.
Pedagang pengecer: OP yg melakukan:
Penjualan barang baik scr grosir maupun eceran; dan/atau
Penyerahan jasa, melalui
suatu tempat usaha
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP OPPT, ditetapkan seb 0,75% dari jml peredaran bruto
setiap bulan dari @ tempat usaha.
Utk WP OP dan Badan yg memenuhi peredaran bruto usaha (omzet) < Rp 4,8M dlm
setahun dan memenuhi
B. PENGURANGAN ANGSURANkriteria
PPh dlm PP 25
PASAL 46 Thn 2013, tunduk pd ketentuan PP 46 Thn 2013.
Dasar Hukum:
Pasal 25 UU PPh
KEP-537/PJ./2000
Tata Cara:
Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu thn pajak, WP dpt menunjukkan bahwa PPh yg
akan terutang utk thn pajak tsb < 75% dari PPh yg terutang yg menjadi dasar
C‐
penghitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dpt mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25
scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Pengajuan permohonan hrs disertai dgn penghitungan besarnya PPh yg akan terutang berdasarkan perkiraan
penghasilan yg akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan yg tersisa dari thn
pajak yg bersangkutan.
Dasar Hukum:
Pasal 25 UU PPh
PP 74 Thn 2011
KEP-537/PJ./2000 → blm dicabut namun aturan yg tertera di dalamnya yaitu KMK- 522/KMK.04/2000
tlh dicabut dgn PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009
PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009
Hal-hal Tertentu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian (Pasal 2 KEP-537/PJ./2000)
a. Kompensasi kerugian: Kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan, skp, SK Keberatan,
atau Putusan Banding, sesuai dgn ketentuan Pasal 6 ayat (2) / Pasal 31A UU PPh.
b. PPh Terutang:
(Jml penghasilan neto mnr SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu atau dasar penghitungan lainnya dlm
Pasal 3 & 4 PMK-255/PMK.03/2008 dikurangi kompensasi kerugian) x Tarif PPh Pasal 17
c. Angsuran PPh Pasal 25:
PPh Terutang dikurangi dgn PPh yg dipotong dan atau dipungut serta PPh yg dibayar atau terutang di
LN yg boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21/22/23/24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan
dlm bagian thn pajak
d. Dlm hal SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu atau dasar penghitungan lainnya dlm Pasal 3 & 4 PMK-
255/PMK.03/2008 menyatakan rugi (LB atau nihil), besarnya PPh Pasal 25 adalah nihil.
Catatan: (Pasal 6 ayat (1) - (5) PP 74 Thn 2011)
Pembetulan SPT Tahunan hrs dilakukan paling lama 3 bulan stl menerima skp, SK Keberatan, SK
Pengurangan Ketetapan Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Pembetulan, Putusan Banding,
atau Putusan PK.
Jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal stempel pos pengiriman, atau dlm hal diterima scr ls
dihitung sejak tanggal diterimanya oleh WP.
Apabila WP tdk membetulkan SPT dlm jangka waktu 3 bulan tsb, Dirjen Pajak menghitung kembali
kompensasi kerugian dlm SPT Tahunan scr jabatan berdasarkan rugi fiskal sesuai dgn skp, SK
Keberatan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan PK.
2. WP memperoleh penghasilan tdk teratur (Pasal 3 KEP-537/PJ./2000)
a. Penghasilan teratur: Penghasilan yg lazimnya diterima atau diperoleh scr berkala sekurang-
kurangnya sekali dlm setiap thn pajak, yg bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan,
harta dan atau modal, kecuali penghasilan yg tlh dikenakan PPh yg bersifat final. Tdk termasuk dlm
penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dlm mata
uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan
mrp penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yg bersifat
insidentil.
b. PPh Terutang:
C‐
(Jml penghasilan neto mnr SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu stl dikurangi dgn penghasilan tdk
teratur yg dilaporkan dlm SPT Tahunan tsb) x Tarif PPh Pasal 17
c. Angsuran PPh Pasal 25:
PPh Terutang dikurangi dgn PPh yg dipotong dan atau dipungut serta PPh yg dibayar atau terutang di
LN yg boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21/22/23/24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan
dlm bagian thn pajak
3. SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu disampaikan stl lewat batas waktu yg ditentukan (Pasal
4 KEP-537/PJ./2000)
a. Besar Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan s.d.
bulan sbl disampaikannya SPT Tahunan tsb adalah s.d. besarnya PPh Pasal 25 bulan terakhir thn
pajak yg lalu dan bersifat sementara.
b. Stl WP menyampaikan SPT Tahunan PPh tsb, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan
SPT Tahunan tsb dgn memperhatikan ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537/PJ./2000 dan berlaku surut
mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b > PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kekurangan setoran PPh
Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, utk jangka waktu yg dihitung
sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal penyetoran.
d. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b < PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kelebihan setoran PPh Pasal
25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian SPT Tahunan.
4. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh (Pasal 5 KEP-
537/PJ./2000)
a. Besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan s.d. bulan sbl
disampaikannya SPT Tahunan tsb adalah s.d. besarnya PPh Pasal 25 yg dihitung berdasarkan SPT
Tahunan sementara yg disampaikan WP pd saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan.
b. Stl WP menyampaikan SPT Tahunan PPh pd huruf a, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan SPT Tahunan tsb dgn memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537 dan
berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b > PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kekurangan setoran PPh
Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, utk jangka waktu yg dihitung
sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal penyetoran.
d. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b < PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kelebihan setoran PPh Pasal
25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian SPT Tahunan.
5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yg mengakibatkan angsuran bulanan
> angsuran bulanan sbl pembetulan (Pasal 6 KEP-537/PJ./2000)
a. Dlm hal WP dlm thn pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu, besarnya
PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tsb dgn memperhatikan
ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537/PJ./2000 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan.
b. Apabila besarnya PPh Pasal 25 stl pembetulan SPT Tahunan pd huruf a > PPh Pasal 25 sbl dilakukan
pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1)
UU PPh, utk jangka waktu yg dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d.
tanggal penyetoran.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 stl pembetulan SPT Tahunan pd huruf a < PPh Pasal 25 sbl dilakukan
pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan
berikut stl penyampaian SPT Tahunan Pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP (Pasal 7 KEP-537/PJ./2000)
a. Apabila dlm thn pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yg akan
terutang utk thn pajak tsb > 150 dari PPh yg terutang yg menjadi dasar penghitungan besarnya PPh
Pasal 25, besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan yg tersisa dari thn pajak yg bersangkutan hrs dihitung
kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yg terutang tsb oleh WP sendiri atau Kepala KPP tempat
WP terdaftar.
b. Apabila terjadi penurunan usaha → lihat bagian B
C‐
PPh PASAL 26
Dasar
Obyek Tarif PPh Sifat
Perhitungan
Pengecualian:
WP OP LN yg memperoleh penghasilan < Rp 10Juta utk setiap jenis transaksi
C‐
emiten/ perusahaan publik. DN yg sahamnya
Termasuk penjualan/ diperjualbelikan.
pengalihan saham WP DN, maka
perusahaan antara (special pemotong pajak →
purpose company WP DN pembeli
/ conduit company), yg
didirikan di Tax Heaven
Country & mempunyai hub
istimewa dgn WP DN
Indonesia atau BUT di
Indonesia.
Dasar Hukum: KMK-
434/KMK.04/1999, PMK-
258/PMK.03/2008
4. Premi Asuransi & Premi
Reasuransi
a. Dibayarkan 20% / Tarif P3B Perkiraan Neto = Final
tertanggung kpd 50% dari Premi yg Pemotong pajak →
Perusahaan Asuransi di Dibayar Tertanggung
LN, baik scr lsg
maupun melalui
pialang
b. Dibayarkan Perusahaan 20% / Tarif P3B Perkiraan Neto = Final
Asuransi di Indonesia 10% dari Premi yg Pemotong pajak →
kpd Perusahaan Dibayar Perusahaan asuransi di
Asuransi di LN, baik Indonesia
scr lsg maupun
melalui pialang
c. Dibayarkan Perusahaan
Reasuransi di Indonesia 20% / Tarif P3B Perkiraan Neto = Final
kpd Perusahaan 5% dari Premi yg Pemotong pajak→
Asuransi di LN, baik Dibayar Perusahaan reasuransi di
scr lsg maupun Indonesia
melalui pialang
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-624/KMK.04/1994, SE-
25/PJ.4/1995
5. Penghasilan BUT 20% / Tarif P3B Laba Stl Pajak = Final Laba
Dasar Hukum: PMK- Penghasilan Kena Sbl Pajak
14/PMK.03/2011 Pajak – PPh BUT di dikenakan tarif PPh
Indonesia Pasal 17
Pengecualian:
Jika penghasilan BUT ditanamkan kembali di Indonesia dgn syarat:
Penanaman kembali dilakukan atas slr penghasilan kena pajak stl dikurangi PPh dlm bentuk penyertaan
modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pendiri / peserta pendiri
Perusahaan yg baru didirikan & berkedudukan di Indonesia tsb hrs aktif melakukan kegiatan usaha
sesuai dgn akte pendiriannya, paling lama 1 thn sejak didirikan
Penanaman kembali dilakukan dlm thn pajak berjalan atau paling lama thn pajak berikutnya dari thn pajak
diterima / diperolehnya penghasilan tsb
Tdk melakukan pengalihan atas penanaman kembali tsb paling singkat dlm jangka waktu 2 thn sesudah
perusahaan baru tsb tlh berproduksi komersial
C‐
BADAN USAHA TETAP (BUT)
Dasar Hukum:
Pasal 2 ayat (4)a, Pasal 2 ayat (5), Pasal 2A ayat (3), Pasal 5, Pasal 26 ayat (4) & (5) UU PPh
PMK-257/PMK.03/2008 (berlaku 1 Jan 2009 s.d. 23 Jan 2011)
PMK-14/PMK.03/2011 (berlaku sejak 24 Jan 2011)
KEP-62/PJ/2005
PER-16/PJ/2011 (berlaku sejak 6 Juni 2011)
C‐
Time Test Penentuan BUT:
Time Test adalah pengujian utk menentukan signifikansi keberadaan seseorang di Indonesia
Penentuan BUT yg menggunakan Time Test ada 2 jenis yaitu:
1. Utk menentukan status Subjek Pajak Orang Pribadi (SPLN atau SPDN)
Apakah > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan?
SPLN (BUT) → jika tdk > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
SPDN → jika > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
2. Utk menentukan keberadaan BUT dari SPLN (orang/badan) yg memberikan jasa di Indonesia
Apakah dilakukan > 60 hari dlm jangka waktu 12 bulan?
Jika > 60 hari dlm jangka waktu 12 bulan, maka masuk ke pengertian BUT
BPT
Definisi BPT:
PKP sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia
BPT ini Terutang PPh Pasal 26 ayat (4) UU PPh seb 20% atau tarif yg ditentukan dlm P3B antara
Indonesia dgn negara domisili kantor pusat BUT, kecuali penghasilan tsb ditanamkan kembali di Indonesia
C‐
3. Pembelian aktiva tetap yg digunakan oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di
Indonesia; atau
4. Inventasi berupa aktiva tdk berwujud oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di
Indonesia.
Syarat Penanaman Kembali di Indonesia agar BPT ini dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26
ayat (4) UU PPh:
Utk slr bentuk penanaman kembali di Indonesia:
1. Penanaman kembali di Indonesia hrs dilakukan paling lama pd akhir Thn Pajak berikutnya, stlh Thn Pajak
diperolehnya penghasilan tsb bagi BUT yg bersangkutan; dan
2. BUT yg bersangkutan menyampaikan pemberitahuan scr tertulis mengenai bentuk penanaman modal,
realisasi penanaman kembali yg tlh dilakukan dan/atau saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan
yg baru didirikan, yg dilakukan kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Khusus utk penyertaan modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sbg pendiri atau peserta pendiri, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu :
1. Perusahaan baru yg didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara aktif telah melakukan kegiatan usaha
sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 thn sejak perusahaan tsb didirikan; dan
2. BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dlm jangka
waktu 2 thn sejak perusahaan baru dimaksud berproduksi komersial.
Khusus utk penyertaan modal pd perusahaan yg sdh didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sbg pemegang saham, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu :
1. Perusahaan yg sdh didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha aktif di Indonesia;
dan
2. BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dlm jangka
waktu 3 thn sejak penyertaan modal.
Khusus utk pembelian aktiva tetap yg digunakan oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan
kegiatan BUT di Indonesia; atau investasi berupa aktiva tdk berwujud oleh BUT utk menjalankan usaha BUT
atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu:
BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva tetap atau pengalihan atas
investasi berupa aktiva tdk berwujud, paling sedikit dlm jangka waktu 3 thn sejak perolehan aktiva tetap
atau investasi aktiva tdk berwujud yg bersangkutan.
Kewajiban bagi WP BUT yg Melakukan Penanaman Kembali atas Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi pajak yaitu wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis (Lamp PER 16/PJ/2011) kpd Kepala KPP
tempat WP terdaftar.
Pemberitahuan tertulis tersebut meliputi:
1. Pemberitahuan tertulis mengenai bentuk penanaman kembali;
Pemberitahuan ini disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak
diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
Pemberitahuan ini peling sedikit memuat bbrp hal sesuai Pasal 2 ayat (2) PER-16/PJ/2011
2. Pemberitahuan tertulis mengenai realisasi penanaman kembali yg tlh dilakukan; dan/atau
Pemberitahuan ini disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak berikutnya stl
diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
Pemberitahuan ini peling sedikit memuat bbrp hal sesuai Pasal 2 ayat (2) s/d ayat (9) PER- 16/PJ/2011
3. Pemberitahuan tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yg baru didirikan.
Disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak berikutnya stl diterima/diperolehnya
penghasilan yg bersangkutan
Pemberitahuan tertulis di atas wajib disampaikan minimal dlm 3 thn berturut-turut sejak thn realisasi penyertaan
modal, perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tdk berwujud yg bersangkutan. Disampaikan kpd kepala KPP
tempat WP terdaftar.
Pemberitahuan tertulis tsb hrs ditandatangani oleh WP atau oleh kuasa WP (dgn dilampiri surat kuasa khusus).
Pemberitahuan hrs diisi oleh WP dgn lengkap, jika tdk diisi dgn lengkap maka Kepala KPP memberitahukan scr
tertulis kpd WP, dan WP dpt membetulkan atau melengkapi pemberitahuan tsb paling lambat 1 bulan sejak
tanggal pemberitahuan dari Kepala KPP tsb. Jika dlm waktu 1 bulan WP
C‐
tdk membetulkan atau melengkapi pemberitahuan maka atas Penghasilan Kena Pajak stl dikurangi pajak akan
dikenakan PPh sesuai Pasal 26 ayat (4) UU PPh.
C‐
Contoh Kasus BUT dlm UU PPh
Atribusi Faktual: Pasal 5 ayat (1) huruf a
Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. BUT X Corp. di Indonesia melakukan penjualan Produk “X” kpd PT PQR . Dlm hal ini yg menjadi objek pajak
bagi BUT adalah Penghasilan dari kegiatan atau usaha BUT yaitu penjualan produk “X” (Atribusi Faktual).
2. BUT X Corp. di Indonesia mendapatkan penghasilan dari penjualan atau sewa harta yg dimilikinya dari PT
ABC. Dlm hal ini yg menjadi objek pajak bagi BUT adalah penghasilan dari harta yg dimiliki atau dikuasainya
(Atribusi Faktual).
Atribusi Faktual: Income dari PT PQR dan PT ABC adalah objek pajak BUT
Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. BUT X Corp. di Indonesia melakukan penjualan Produk “X” kpd PT PQR . Dlm hal ini yg menjadi objek pajak
bagi BUT adalah Penghasilan dari kegiatan atau usaha BUT yaitu penjualan produk “X” (Atribusi Faktual).
2. PT ABC membeli produk “X” lsg dgn X Corp. tdk melalui BUT nya di. Dlm hal ini penghasilan kantor pusat
dari usaha atau kegiatan,penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yg sejenis dgn yg dijalankan atau yg
dilakukan oleh BUT di Indonesia menjadi objek pajak bagi BUT. Penghasilan X Corp. dari penjualan produk
“X” lsg kpd PT ABC menjadi objek pajak BUT X Corp. di Indonesia.
C‐
Force of Atraction: Income kantor pusat dari PT ABC menjadi objek pajak BUT Indonesia
Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. PT ABC akan mendirikan bangunan hotel. PT ABC membuat License Agreement dan Management
Agreement dgn X Corp., atas perjanjian tsb terdapat pembayaran royalty & fee.
2. X Corp. mengirimkan pegawai atau perwakilannya ke Indonesia utk mengawasi agar bangunan hotel yg
didirikan PT ABC dgn lisensi dari X Corp. mengikuti standar yg tlh ditentukan. Dlm hal ini pegawai atau
perwakilan X Corp. di Indonesia mrp BUT X Corp. dan yg menjadi objek pajaknya adalah royalty & fee yg
dibayarkan PT ABC kpd X Corp.
Terdapat hubungan efektif antara BUT dgn harta atau kegiatan yg memberikan penghasilan kpd kantor pusat →
royalty & fee adalah objek pajak BUT
Definisi umum BUT/Permanent Establishment (PE) dlm P3B (UN/Pasal 5 ayat (1) OECD Model):
A fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on
C‐
List of PE – positive definition (Pasal 5 ayat (2) dari OECD Model thn 2008):
Place of Factory
management
Branch Workshop
Office Mine, oil or gas well, quarry or any other place of extraction of natural
resources
Dlm Pasal 5 OECD Commentary menyatakan bahwa mesin / peralatan dpt dikategorikan sbg
tempat usaha
Tempat Usaha yg dikecualikan sbg BUT/PE → Pasal 5 ayat (4) OECD Model 2008 terbatas pd:
Penggunaan fasilitas-fasilitas yg semata-mata ditunjukan utk menympan atau memamerkan barang atau
barang dagangan milik kantor pusat yg terdapat di negara domisili (selanjutnya disebut “perusahaan”)
Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yg semata-mata ditujukan utk
disimpan;
Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yg semata-mata ditujukan utk
diproses lbh lanjut oleh perusahaan lain;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan pembelian barang atau
barang dagangan atau mengumpulkan informasi utk keperluan perusahaan;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan kegiatan yg bersifat
persiapan atau penunjang;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan gabungan kegiatan
seperti yg disebutkan di atas sepanjang kegiatan-kegiatan tsb bersifat persiapan atau bersifat
penunjang
BUT/PE Konstruksi
BUT/PE Pemberian Jasa
BUT/PE Agen
2. Fixed: Location
Tempat usaha berada pd suatu titik geografis tertentu (tdk mengawang-awang, seperti di dunia maya),
Tempat dan lokasi tertentu dan spesifik,
Tdk selalu berarti tempat usaha tsb berada di atas tanah.
Meskipun suatu kegiatan dilaksanakan scr permanen (sangat lama), namun tdk jelas dimana lokasinya,
maka tdk ada BUT
3. Fixed: Degree of Permanence
Tempat usaha dipergunakan utk menjalankan kegiatan yg sifatnya teratur dan bukan utk kegiatan usaha yg
sifatnya situasional (temporary)
Istilah “permanen” tdk hrs diartikan sbg kegiatan yg berlangsung terus–menerus tanpa tdk akan pernah
berhenti (perpetual) , tapi hrs diartikan sbg kegiatan yg dimaksudkan utk berlangsung scr terus-menerus
tanpa pernah diketahui kapan akan berhenti (indefinetely continuing)
Dikaitkan dgn periode waktu dipergunakannya tempat usaha, istilah “permanen” dpt diartikan sbg
penggunaan tempat usaha dlm waktu yg lama.
4. Business Caried on Through That Place
Suatu tempat dikatakan menjalankan kegiatan “business” apabila kegiatan yg dilakukan melalui tempat tsb
sesuai dgn pengertian “business” yg dimaksudkan oleh UU domestik maupun P3B yg disepakati
Dlm P3B, BUT adalah ambang batas minimal yg hrs dipenuhi agar negara sumber dpt memajaki penghasilan laba
usaha. Konsep BUT ini mrp suatu konsep yg tlh terdefinisi dlm P3B. Maka, interpretasinya haruslah terlebih dahulu
mengacu pd definisi sebagaimana yg diatur dlm P3B. Interpretasi BUT dgn mengacu pd ketentuan domestik hanya
dpt dilakukan jika interpretasi dlm P3B tdk mampu memberikan solusi krn ambiguitas atau ketidakjelasannya.
Maka perlu diperhatikan bahwa BUT bukanlah suatu entitas tersendiri, melainkan 1 kesatuan yg tdk terpisahkan dari
perusahaan induk. Akan tetapi, utk tujuan perpajakan internasional, BUT diperlakukan seolah-olah sbg suatu entitas
yg terpisah dari perusahaan induknya.
C‐
Diagram Alur Pemajakan atas Laba Usaha BUT:
C‐
DGT
A.
D
I. → WP LN Menerima Penghasilan dari WP DN
DGT 1 dan
Dasar Hukum:
PMK-60/PMK.03/2014 (berlaku sejak 1 Apr 2014) ttg Tata cara pertukaran informasi (exchange
of information)
PER-61/PJ/2009 jo PER-24/PJ./2010 ttg Tatacara penerapan perjanjian P3B
PER-62/PJ/2009 jo PER-25/PJ./2010 ttg Pencegahan penyalahgunaan P3B
SE terkait:
SE-114/PJ/2009 ttg Pelaksanaan PER-61/PJ./2009
Syarat agar P3B Diterapkan oleh Pemotong Pajak dlm Memotong PPh Pasal 26:
Pemotong/pemungut pajak hrs melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai
dgn ketentuan yg diatur dlm P3B, dlm hal:
1. Penerima penghasilan bukan Subjek Pajak DN (SPDN) Indonesia;
2. Persyaratan administratif utk menerapkan ketentuan yg diatur dlm P3B tlh
terpenuhi; dan
Persyaratan administratif yaitu SKD yg disampaikan oleh WPLN kpd Pemotong/ Pemungut
Pajak:
1. Menggunakan form yg tlh ditetapkan dlm PER-61/PJ/2009 (menggunakan Form- DGT 1 /
DGT 2);
2. Tlh diisi oleh WPLN dgn lengkap;
3. Tlh ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yg setara dgn tanda tangan sesuai dgn
kelaziman di negara mitra P3B;
4. Tlh disahkan oleh pejabat pajak yg berwenang, wakilnya yg sah, atau pejabat kantor pajak
yg berwenang di negara mitra P3B dpt berupa tanda tangan atau diberi tanda yg setara dgn
tanda tangan sesuai dgn kelaziman di negara mitra P3B; dan
5. Disampaikan sbl berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa utk masa pajak
terutangnya pajak.
Utk penerapan ketentuan P3B, WPLN wajib menyerahkan asli SKD yg diterbitkan dan
ditandatangani oleh pejabat Competent Authority di LN tsb kpd pihak WP DN sbg pihak yg
membayarkan penghasilan dan menyerahkan FC-nya kpd Kepala KPP tempat WP DN tsb
terdaftar
Jika Form-DGT 1 / DGT 2 tdk mendapat pengesahan pejabat yg berwenang
di negara mitra P3B, maka WPLN tetap hrs mengisi Form-DGT 1 / DGT 2
dan juga melampirkan SKD yg lazim disahkan/diterbitkan oleh negara mitra
P3B yg memenuhi persyaratan sbg berikut:
1. Menggunakan bahasa Inggris;
2. Diterbitkan pd atau stl 1 Jan 2010;
3. Berupa dokumen asli atau FC yg tlh dilegalisir oleh KPP tempat salah satu
Pemotong/Pemungut Pajak terdaftar sbg WP;
4. Sekurang-kurangnya mencantumkan informasi mengenai nama WPLN;
5. Mencantumkan tanda tangan pejabat yg berwenang, wakilnya yg sah atau pejabat
kantor pajak yg berwenang di negara mitra P3B atau tanda yg setara dgn tanda
tangan sesuai dgn kelaziman di negara mitra P3B dan nama pejabat yg dimaksud.
3. Tdk terjadi penyalagunaan P3B sesuai PER-62/PJ/2009 jo PER-25/PJ/2010
Penyalahgunaan P3B dpt terjadi dlm hal :
1. Transaksi yg tdk mempunyai substansi ekonomi dilakukan dgn menggunakan struktur/skema
sedemikian rupa dgn maksud semata-mata utk memperoleh manfaat P3B;
2. Transaksi dgn struktur/skema yg format hukumnya (legal form) berbeda dgn substansi
ekonomisnya (economic substance) sedemikian rupa dgn maksud semata- mata utk
memperoleh manfaat P3B; atau
C‐
3. Penerima penghasilan bukan mrp pemilik yg sebenarnya atas manfaat ekonomis dari
penghasilan (beneficial owner).
Jika persyaratan utk diterapkannya P3B tsb tdk dipenuhi, maka pemotong/pemungut pajak hrs
memotong/memungut pajak yg terutang sesuai UU PPh Pasal 26 (dgn Tarif 20%)
Form-DGT 1
Form-DGT 1 digunakan oleh semua WPLN kecuali WPLN yg menggunakan DGT II
Masa berlaku Form-DGT 1
Form-DGT 1 lembar 1 = berlaku s.d. 12 bulan sejak bulan Form-DGT 1 lembar 1
disahkan atau stl bulan SKD yg lazim diterbitkan oleh negara mitra P3B diterbitkan atau
disahkan.
Lembar ke-1 Form-DGT 1 yg tlh diisi dan ditandatangani oleh WPLN, serta tlh
disahkan oleh Pejabat yg berwenang di negara mitra P3B. Form-DGT 1 digunakan pd saat
penerapan P3B oleh pemotong/pemungut Pajak yaitu pd saat terutangnya pajak sesuai dgn
ketentuan yg berlaku.
Lembar ke-1 Form-DGT 1 dpt dipergunakan lbh dari 1 kali oleh WPLN dlm jangka
waktu 12 bulan sejak disahkannya dokumen tsb oleh Pejabat yg Berwenang, apabila:
1. WPLN bertransaksi dgn Pemotong/Pemungut Pajak yg sama, dan
2. nama dan alamat WPLN tdk mengalami perubahan.
Dlm hal butir 1 & 2 di atas terpenuhi, utk menerapkan ketentuan dlm P3B pd Masa Pajak
berikutnya, WPLN cukup menyampaikan lembar ke-2 Form-DGT 1 yg tlh diisi lengkap pd
Part IV/V dan Part VI.
Form-DGT 1 lembar 2 = berlaku utk 1 masa pajak
Lembar ke-2 Form-DGT 1 dpt digunakan oleh WPLN utk menyatakan slr penghasilan yg
diterima dlm 1 bulan (Masa Pajak). Dlm hal terdapat bbrp pembayaran, WPLN:
1. Mencantumkan total penghasilan utk @ kelompok penghasilan dlm lembar ke- 2
Form-DGT 1 yg sama, dan
2. Membuat rekapitulasi atau rincian penghasilan yg diterima pd suatu bulan (Masa
Pajak) utk @ kelompok penghasilan tsb pd lembaran yg terpisah dgn format yg
memuat informasi ttg:
a) Nomor urut;
b) Tanggal penerimaan penghasilan;
c) Jenis penghasilan;
d) Jml penghasilan (dlm mata uang asli); dan
e) Keterangan (apabila ada).
Form-DGT 1 Part V, dlm hal WPLN menjawab "No" utk pertanyaan pd angka 6, WPLN
tetap diperkenankan utk menerapkan ketentuan dlm P3B, sepanjang jawaban pd angka 7-12
dijawab "Yes". Hal ini dimaksudkan agar ketentuan dlm P3B dpt diterapkan bukan hanya
kpd WPLN yg mendaftarkan sahamnya di pasar modal, namun juga kpd perusahaan yg scr
substantif mrp pemilik manfaat yg sebenarnya atas penghasilan tsb.
Dlm angka 12 Form-DGT 1 Part V terdapat pertanyaan yg bertujuan utk mengetahui
apakah penerima penghasilan adalah perusahaan conduit.
Yg dimaksud dgn "Claims by other persons" di angka 12 Form-DGT 1 adalah
tagihan kpd WPLN yg berasal dari pihak ketiga, dlm bentuk bunga, royalti, imbalan
C‐
jasa, atau pembayaran lainnya yg dimaksud utk meneruskan penghasilan WPLN kpd pihak
yg sebenarnya memperoleh manfaat atas penghasilan (beneficial owner), tdk termasuk
tagihan pegawai dlm hubungan pekerjaan (employment) yg normal, seperti gaji, upah,
bonus, dan tunjangan.
Part VI Form-DGT 1 diberi penegasan di dlm SE-114/PJ/2009 angka 3 huruf i:
1. WPLN mengisi jml penghasilan sesuai dgn jml yg dibayarkan oleh Pemotong/
Pemungut Pajak. Meskipun tdk terdapat pajak yg terutang di Indonesia
berdasarkan ketentuan dlm P3B, jml penghasilan yg dibayarkan
Pemotong/Pemungut Pajak tetap hrs dicantumkan. Pencantuman jml
penghasilan tsbt hanya mrp informasi tentang pembayaran penghasilan dan bukan mrp
dasar pengenaan pajak.
2. Apabila penghasilan yg diterima WPLN dlm mata uang selain Rupiah,
WPLN dpt mencantumkan nominal dlm mata uang asing dan mengganti IDR dgn mata
uang asing yg digunakan.
3. Pada butir 2 huruf c, dlm hal waktu penyelesaian suatu pemberian jasa blm
atau tdk dpt diperkirakan, maka saat berakhirnya pemberian jasa dpt dikosongkan.
Dlm transaksi pengalihan obligasi, penghasilan yg timbul dari transaksi tsb diperlakukan
sbg bunga/deposito sesuai dgn PP 16 Thn 2009 dan PP 27 Thn 2008. Dgn demikian,
WPLN yg memperoleh penghasilan dari transaksi pengalihan obligasi, kecuali WPLN
bank, wajib menggunakan Form-DGT 1 utk memperoleh manfaat P3B.
Pengisian:
Butir Pengisian
1 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
Halaman 1 Part I
2-4 Isi dgn nomor identitas pajak (TIN) WPLN di LN , nama, dan alamat WPLN
5-7 Isi dgn NPWP, nama, dan alamat WPDN pemotong/pemungut
Halaman1 Part II
8 Isi dgn nama WPLN
Dlm hal penerima penghasilan:
bukan individu, maka isi dgn nama individu yg sah mewakili WPLN dan
tandai di kotak yg sesuai
individu, maka isi dgn nama sesuai butir 3 dan tandai di kotak yg sesuai.
9-12 Tanda tangan WPLN atau oleh individu yg mewakili, dilengkapi dgn tanggal
dan nomor telepon, serta jabatan individu yg mewakili WPLN (misal:
director)
Halaman 1 Part III
13-14 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
15-18 Isi dgn nama dan tanda tangan pejabat yg berwenang di negara mitra P3B
atau kantor pajak, berikut jabatan, tanggal dan alamat, serta cap
stempelnya (jika ada).
Halaman 2 Part IV (Hanya diisi jika WPLN adalah individu)
19,20, Isi dgn nama, tanggal lahir dan alamat individu penerima penghasilan
22
21,23- Jawab pertanyaan sesuai dgn keadaan sebenarnya dgn menandai kotak yg sesuai
26 dan mengisi jawaban pd tempat yg tersedia
Individu yg dpt memanfaatkan pengurangan tarif berdasarkan P3B memiliki kriteria:
bertindak tdk sbg agen/nominee
tdk memiliki tempat tinggal permanen di Indonesia
tdk berada di Indonesia selama waktu tertentu; dan
tdk memiliki BUT di Indonesia.
C‐
30 Isi dgn alamat cabang, kantor, atau tempat usaha lainnya di Indonesia (jika ada)
Halaman 2 Part VI
39-45 Isi sesuai dgn penghasilan, dgn mengisi pd:
Nomor 1 utk dividen, bunga atau royalti;
Nomor 2 utk penghasilan atas jasa; atau
Nomor 3 utk penghasilan lainnya.
Meskipun tdk ada pajak yg terutang di Indonesia berdasarkan P3B, jml
penghasilan yg dibayarkan tetap hrs dicantumkan.
Pd tiap bagian “Amount of Income …”, IDR dpt diisi dgn:
Mata uang Rupiah atau uang asing
Total slr penghasilan yg diterima dlm 1 bulan dgn melampirkan rekapitulasi atau
rincian penghasilan utk tiap jenis penghasilan.
Pd bagian “Period of engagement” dpt dikosongkan dlm hal waktu penyelesaian
pemberian jasa blm atau tdk dpt diperkirakan.
Bagian terakhir diisi dgn kondisi seperti pd butir 8-12
Form-DGT 1 yg disampaikan kpd Pemotong/Pemungut Pajak stl berakhirnya batas waktu
penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tdk dpt dipertimbangkan sbg dasar
penerapan ketentuan yg diatur dlm P3B.
Kewajiban pemotong/pemungut pajak saat pelaporan SPT Masa adalah: memfotokopi
lembar ke-2 Form-DGT 1 tsb, memaraf dan melaporkannya pd saat penyampaian SPT Masa, dgn
menyertakan FC Form-DGT 1 (lembar ke-1 & lembar ke-2) yg pernah disampaikan sebelumnya
oleh WPLN.
Bentuk Form-DGT I ada di Lamp II PER-61/PJ/2009
Form-DGT 2
Form-DGT 2 digunakan oleh:
1. WPLN yg menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dgn
penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yg diperdagangkan atau dilaporkan di
pasar modal di Indonesia, selain bunga atau dividen;
Kustodian adalah pihak yg memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yg berkaitan dgn
efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan
transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yg menjadi nasabahnya.
2. WPLN bank; atau
3. WPLN yg berbentuk dana pensiun yg pendiriannya sesuai dgn ketentuan perpu di negara mitra
P3B Indonesia dan mrp subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia.
Bentuk Form-DGT 2 ada di Lamp III PER-61
Masa berlaku Form-DGT 2 = berlaku s.d. 12 bulan sejak bulan Form-DGT 2 disahkan
atau stl bulan SKD yg lazim diterbitkan oleh negara mitra P3B diterbitkan atau disahkan.
Form-DGT 2 dpt terus digunakan oleh WPLN dlm hal menerima penghasilan dari
Pemotong/Pemungut Pajak yg sama atau yg berbeda dlm waktu 12 bulan sejak
tanggal dokumen tsb disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara mitra P3B.
Dlm hal Form-DGT 2 tsb akan digunakan utk lbh dari 1 Pemotong/Pemungut Pajak,
Form-DGT 2 asli dpt diperbanyak oleh Pemotong/Pemungut dan dilegalisasi oleh Kepala KPP di
mana Pemotong/Pemungut Pajak tsb terdaftar. Kepala KPP hrs menyimpan dokumen Form-
DGT 2 asli tsb. Form-DGT 2 yg tlh dilegalisasi oleh Kepala KPP diperlakukan sama seperti
dokumen aslinya.
Pengisian:
C‐
Butir Pengisian
1 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
2-4 Isi dgn TIN WPLN di LN , nama, dan alamat WPLN
Utk butir 2 & 3: Dlm hal penerima penghasilan bukan individu, maka tandai
kotak yg sesuai
5 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
6-9 Tanda tangan WPLN atau oleh individu yg mewakili, dilengkapi dgn tanggal
dan nomor telepon, serta jabatan individu yg mewakili WPLN (misal:
director)
10-11 Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
12-15 Isi dgn nama dan tanda tangan pejabat yg berwenang di negara mitra P3B
atau kantor pajak, berikut jabatan, tanggal dan alamat, serta cap
stempelnya (jika ada).
SE-48/PJ/2013
Contoh (mencabut SE-68/PJ/2008 & SE-83/PJ/2011):
Kasus di SE-114/PJ/2009:
Form 1:
Contoh 6166 adalah SKD yg diterbitkan oleh Internal Revenue Service Amerika Serikat (IRS)
PT yaitu mrp melakukan
Budiman surat keterangan sbg WPkpd
pembayaran DNAlice
AS utk mendapatkan
Corp. (WPLN darimanfaat
negaraP3B. Form 6166
X) berupa royaltiditerbitkan
pd tanggal 5
Jan&2010,
ditandatangani
imbalan jasaoleh Field Director,
manajemen Philadelphia
pd tanggal 15 Jan 2010,Account Management
dan imbalan jasa teknikCenter, dimana
pd tanggal 20 Jan
nama pejabat penandatangan yg ditunjuk dpt berganti-ganti sesuai dgn kebijakan IRS. Form 6166
2010.
digunakan sbg pengganti
Utk dpt menerapkan sertifikasi
ketentuan dlmygP3B,
hrs dilakukan pd Form-DGT
pertama kali 1 Part III atau
sejak diberlakukannya PER-bagian terakhirPT
61/PJ/2009,
Form-DGT
Budiman wajib2. Bagian lain dlmForm-DGT
memperoleh Form-DGT 11 (lembar
/ DGT 2ke-1
dimaksud tetapdari
dan ke-2) hrs Alice
diisi dgn lengkap
Corp. oleh
dan meneliti
WP yg bersangkutan.
pemenuhan persyaratan dlm Pasal 3 ayat (1) PER-61/PJ/2009. Lembar ke-2 Form-DGT 1 diisi
lengkap pd Part V dan VI mengenai pembayaran royalti pd tanggal 5 Jan 2010. Lembar ke-2 yg
tdk disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara X dpt diterima utk menerapkan P3B, namun
hrs ditandatangani oleh Alice Corp.
Dlm hal PT Budiman meyakini bahwa SKD dari Alice Corp. tlh sesuai dgn ketentuan dimaksud,
penerapan ketentuan P3B utk pembayaran imbalan jasa manajemen pd tanggal 15 Jan 2010 dan jasa
teknik pd tanggal 20 Jan 2010 dpt menggunakan lembar ke-2 Form- DGT 1 yg menyatakan kedua
penghasilan tsb sekaligus atau slr penghasilan dlm bulan Jan dan lampiran rincian penghasilan.
Lembar ke-2 yg tdk disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara X dpt diterima utk menerapkan
P3B.
PT Budiman wajib melaporkan SPT Masa Pajak Jan 2010 dgn melampirkan FC dokumen
Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2, serta memaraf lembar ke-2 Form-DGT 1 tsb.
Pd bulan Feb 2010 PT Budiman membayar bunga dan royalti kpd Alice Corp.
Ketentuan dlm P3B dpt diterapkan hanya apabila persyaratan dlm Pasal 3 ayat (1) PER- 61/PJ/2009
terpenuhi.
Utk Pemotong/Pemungut Pajak yg sama, Alice Corp. tdk perlu menyampaikan lembar ke-1 Form-
DGT 1 yg baru, sepanjang tdk ada perubahan nama dan alamat yg terdapat dlm Form-DGT 1
sebelumnya. Alice Corp. cukup menyampaikan lembar ke-2 Form-DGT 1 yg tlh diisi lengkap pd
part V dan VI dan ditandatangani. Lembar ke-2 yg tdk disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di
negara X dpt diterima utk menerapkan P3B. Alice Corp. mencantumkan total penghasilan bunga dan
royalti dlm butir 1 Part VI Form-DGT 1 dan membuat rincian penghasilan.
Utk dpt menerapkan ketentuan dlm P3B, PT Budiman hrs memperoleh lembar ke-2 Form- DGT 1
yg tlh diisi lengkap dan ditandatangani oleh Alice Corp. Selanjutnya, PT Budiman wajib
menyampaikan SPT Masa Pajak Feb 2010 dan melampirkan FC lembar ke-2 Form- DGT 1 yg tlh
diparaf dan FC Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2) yg pernah dilampirkan pd SPT Masa Pajak Jan
2010.
C‐
Contoh 2:
Melanjutkan kasus pd Contoh 1, PT Budiman melakukan pembayaran royalti kpd Alice Corp. pd tanggal
25 Jan 2011. Misalnya, Form-DGT 1 yg tlh disampaikan oleh WPLN disahkan oleh Pejabat yg
Berwenang pd tanggal 4 Jan 2010.
Form-DGT 1 (yg pernah disampaikan oleh Alice Corp. pd Masa Pajak Jan 2010 sdh berakhir masa
waktu penggunaannya, shg tdk dpt dipergunakan utk menerapkan ketentuan dlm P3B utk
penghasilan royalti tsb. Utk itu, Alice Corp. hrs menyerahkan lembar ke-1 Form-DGT 1 baru yg
disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara X.
Selanjutnya, PT Budiman wajib menerapkan ketentuan dlm P3B dan menyampaikan SPT Masa
Pajak Jan 2011 dan melampirkan FC dokumen Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2) tsb.
II. DGT 3, DGT 4, dan DGT 5 (Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yg Seharusnya Tdk
Terutang bagi WPLN) sdh tdk berlaku
Dasar Hukum:
PMK-10/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Feb 2013) → mencabut PMK-190/PMK.03/2007
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) → mencabut PER-40/PJ/2010
III. DGT 6 dan DGT 7 (utk SPDN yg ingin menerapkan P3B di LN) → WP LN Membayarkan
Penghasilan kpd WP DN
Dasar Hukum:
PER-35/PJ/2010 (berlaku sejak 28 Juli 2010)
SE-89/PJ/2010 ttg Tata cara penerbitan/pengesahan dan pemanfaatn SKD bagi SPD dlm rangka
penerapan P3B
SKD utk SPDN Indonesia dlm rangka penerapan P3B dpt berupa:
1. DGT 7, atau
2. menggunakan formulir khusus yg diterbitkan oleh negara mitra P3B
SKD ini diterbitkan atau disahkan oleh Dirjen Pajak melalui KPP Domisili berdasarkan permohonan
WP yg bersangkutan.
Batas waktu penerbitan SKD: Paling lama 5 hari kerja stl permohonan diterima lengkap.
C‐
Permohonan penolakan ini hrs diberitahukan scr tertulis kpd WP paling lama 5 hari kerja stl
permohonan diterima.
Bagi WP yg permohonannya ditolak krn blm menyampaikan SPT Tahunan PPh, kemudian WP tsb
menyampaikan SPT Tahunan PPh-nya, maka jika WP tsb masih memerlukan SKD, maka WP tsb hrs
menyampaikan kembali permohonannya ke KPP Domisilinya.
C‐
Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara Nusa Tenggara Regional Tax Office
Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku Papua and Maluku Regional Tax Office
C‐
TABEL TERKAIT P3B
C‐20‐
Effective
No. Country Status Signed Date
Date
41 Romania In Force 03/07/1996 01/01/2000
42 Russia In Force 12/03/1999 01/01/2003
43 Saudi Arabia In Force 09/03/1991 01/01/1989
44 Seychelles In Force 27/09/1999 01/01/2001
45 Singapore In Force 08/05/1990 01/01/1992
46 Slovak In Force 12/10/2000 01/01/2002
47 South Africa In Force 15/07/1997 01/01/1999
48 Spain In Force 30/05/1995 01/01/2000
49 Sri Lanka In Force 03/02/1993 01/01/1995
50 Sudan In Force 10/02/1998 01/01/2001
51 Suriname In Force 14/10/2003 01/01/2014
52 Sweden In Force 28/02/1989 01/01/1990
53 Switzerland In Force 29/08/1988 01/01/1990
54 Syria In Force 27/06/1997 01/01/1999
55 Taipei / Taiwan In Force 01/03/1995 01/01/1996
56 Thailand In Force 15/06/2001 01/01/2004
57 Tunisia In Force 13/05/1992 01/01/1994
58 Turkey In Force 25/02/1997 01/01/2001
59 UAE (United Arab Emirates) In Force 30/11/1995 01/01/2000
60 Ukraine In Force 11/04/1996 01/01/1999
61 United Kingdom In Force 05/04/1993 01/01/1995
62 USA (United States of America) In Force 11/07/1988 01/02/1997
63 Uzbekistan In Force 27/08/1996 01/01/1999
64 Venezuela In Force 27/02/1997 01/01/2001
65 Vietnam In Force 22/12/1997 01/01/2000
C‐20‐
Pengawasan Jasa
No. Negara Konstruksi Instalasi Perakitan
Konstruksi Lainnya
9 Czech 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months
/12 months
10 China 6 months 6 months 6 months 6 months 6 months/12
months
11 Denmark 6 months 3 months 3 months 6 months 3 months/12
months
12 Democratic 12 months 12 12 months 12 months 6 months/12
People’s months months
Republic of
Korea
13 Egypt 6 months 4 months 4 months 6 months 3 months/12
months
14 Finland 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
15 France 6 months N/A 6 months 183 days/12 183 days/12
months months
16 Germany 6 months 6 months N/A N/A 7,5%
17 Hongkong 183 days 183 days 183 days 183 days 183 days/12
months
18 Hungary 3 months 3 months 3 months 3 months 4 months/12
months
19 India 183 days 183 days 183 days 183 days 91 days/12
months
20 Iran 6 months 6 months 6 months 6 months 183 days/12
months
21 Italy 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
22 Japan 6 months 6 months N/A 6 months N/A
23 Jordan 6 months 6 months 6 months 6 months 1 month/12
months
24 Kuwait 3 months 3 months 3 months 3 months 3 months/12
months
25 Luxembourg 5 months 5 months 5 months 5 months 10%
26 Malaysia 6 months 6 months 6 months N/A 3 months/12
months
27 Mexico 6 months 6 months 6 months 6 months 91 days/12
months
28 Mongolia 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
29 Morocco 6 months 6 months 6 months 6 months 60 days/12
months
30 Netherlands 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
31 New Zealand 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
32 Norway 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
33 Pakistan 3 months 3 months 3 months 3 months 15%
34 Papua New
C‐20‐
Pengawasan Jasa
No. Negara Konstruksi Instalasi Perakitan
Konstruksi Lainnya
Guinea
35 Philippines 6 months 3 months 3 months 6 months 183 days/12
months
36 Poland 183 days 183 days 183 days 183 days 120 days/12
months
37 Portuguese 6 months 6 months 6 months 6 months 183 days/12
months
38 Qatar 6 months 6 months 6 months 6 months 6 months/12
months
39 Republic of
Croatia
40 Republic of 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
Korea months
41 Romania 6 months 6 months 6 months 6 months 4 months/12
months
42 Russia 3 months 3 months 3 months 3 months Tanpa Time
Test
43 Saudi Arabia1 N/A N/A N/A N/A N/A
44 Seychelles 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months
/12 months
45 Singapore 183 days 183 days 183 days 6 months 90 days/12
months
46 Slovak 6 months 6 months 6 months 6 months 91 days/12
months
47 South Africa 6 months 6 months 6 months 6 months 120 days/12
months
48 Spain 183 days 183 days 183 days 183 days 3 months
/12 months
49 Sri Lanka 90 days 90 days 90 days 90 days 90 days/12
months
50 Sudan 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
51 Suriname
52 Sweden 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
53 Switzerland 183 days 183 days 183 days 183 days 5%
54 Syria 6 months 6 months 6 months 6 months 183 days/12
months
55 Taipei / Taiwan 6 months 6 months 6 months 6 months 120 days/12
months
56 Thailand 6 months 6 months 6 months 6 months 6 months/12
months
57 Tunisia 3 months 3 months 3 months 3 months 3 months/12
months
58 Turkey 6 months 6 months 6 months 6 months 183 days/12
months
59 UAE 6 months 6 months 6 months 6 months 6 months
60 Ukraine 6 months 6 months 6 months 6 months 4 months/12
C‐20‐
Pengawasan Jasa
No. Negara Konstruksi Instalasi Perakitan
Konstruksi Lainnya
months
61 United Kingdom 183 days 183 days 183 days 183 days 91 days/12
months
62 USA 120 days 120 days 120 days 120 days 120 days/12
months
63 Uzbekistan 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
64 Venezuela 6 months 6 months 6 months 6 months 10%
65 Vietnam 6 months 6 months 6 months 6 months 3 months/12
months
Ket:
1
P3B antara Indonesia dgn Saudi Arabia hanya mengatur mengenai transportasi penerbangan dlm jalur internasional.
Apabila kegiatan yg dilakukan di Indonesia tdk melebihi time test tsb dlm jangka waktu 12 bulan, maka kegiatan tsb
tdk menimbulkan adanya BUT di Indonesia.
C‐20‐
Dividen
Dividen
No. Country Interest Royalties Substantial BPT
Portofolio
Holding
24 Kuwait 5% 20% 10% 10% 10%
25 Luxembourg 10% 12,5% 15% 10% 10%
26 Malaysia 10% 10% 10% 10% 12,5%
27 Mexico 10% 10% 10% 10% 10%
28 Mongolia 10% 10% 10% 10% 10%
29 Morocco 10% 10% 20% 10% 10%
30 Netherlands 10% 10% 10% 10% 10%
31 New Zealand 10% 15% 15% 15% N/A
32 Norway 10% 10%/15% 15% 15% 15%
33 Pakistan 15% 15% 15% 10% 10%
34 Papua New 10% 10% 15% 15%
Guinea
35 Philippines 15% 15%/25% 20% 15% 20%
36 Poland 10% 15% 15% 10% 10%
37 Portuguese 10% 10% 10% 10% 10%
38 Qatar 10% 5% 10% 10% 10%
39 Republic of
Croatia
40 Republic of Korea 10% 15% 15% 10% 10%
41 Romania 12,5% 12,5%/15 % 15% 12,5% 12,5%
42 Russia 15% 15% 15% 15% 12,5%
43 Saudi Arabia * N/A N/A N/A N/A N/A
44 Seychelles 10% 10% 10% 10% N/A
45 Singapore 10% 15% 15% 10% 15%
46 Slovak 10% 10%/15% 10% 10% 10%
47 South Africa 10% 10% 15% 10% 10%
48 Spain 10% 10% 15% 10% 10%
49 Sri Lanka 15% 15% 15% 15% Sesuai
UU
Domestik
50 Sudan 15% 10% 10% 10% 10%
51 Suriname 15% 15% 15% 15%
52 Sweden 10% 10%/15% 15% 10% 15%
53 Switzerland 10% 12,5% 15% 10% 10%
54 Syria 10% 15%/20% 10% 10% 10%
55 Taipei / Taiwan 10% 10% 10% 10% 5%
56 Thailand ** 15% 20% 15% Sesuai
UU
Domestik
57 Tunisia 12% 15% 12% 12% 12%
58 Turkey 10% 10% 15% 10% 15%
59 UAE 5% 5% 10% 10% 5%
60 Ukraine 10% 10% 15% 10% 10%
C‐20‐
Dividen
Dividen
No. Country Interest Royalties Substantial BPT
Portofolio
Holding
61 United Kingdom 10% 10%/15% 15% 10% 10%
62 USA 10% 10% 15% 10% 10%
63 Uzbekistan 10% 10% 10% 10% 10%
64 Venezuela 10% 20% 15% 10% 10%
65 Vietnam 15% 15% 15% 15% 10%
Ket:
* P3B antara Indonesia dgn Saudi Arabia hanya mengatur mengenai transportasi penerbangan dlm jalur
internasional
** Berdasarkan ketentuan pasal 11 ayat 2 P3B RI-Thailand, terdapat pembedaan tarif atas bunga, yaitu
Indonesia = 15% sedangkan Thailand = 10%/25%
N/A P3B tsb tdk mengatur mengenai Tarif PPh Pasal 2
C‐20‐
Dibayar Oleh
Dibebankan pd
No. Negara Time Test Subjek Pajak
BUT di Indonesia
Indonesia
37 Portuguese 183 days/12 months Yes Yes
38 Qatar 183 days/12 months Yes Yes
39 Republic of Croatia
40 Republic of Korea 183 days/fiscal year Yes Yes
41 Romania 183 days/12 months Yes Yes
42 Russia 90 days/calendar year Yes Yes
43 Saudi Arabia N/A N/A N/A
44 Seychelles 183 days/12 months Yes Yes
45 Singapore 183 days/calendar year Yes Yes
46 Slovak 183 days/12 months Yes Yes
47 South Africa 183 days/12 months Yes Yes
48 Spain 183 days/12 months Yes Yes
49 Sri Lanka 90 days/12 months Yes Yes
50 Sudan 183 days/12 months Yes Yes
51 Suriname
52 Sweden 183 days/12 months Yes Yes
53 Switzerland 183 days/12 months Yes Yes
54 Syria 183 days/12 months Yes Yes
55 Taipei / Taiwan 183 days/fiscal year Yes Yes
56 Thailand 183 days/fiscal year Yes Yes
57 Tunisia 183 days/calendar year Yes Yes
58 Turkey 183 days/12 months Yes Yes
59 UAE 183 days/fiscal year Yes Yes
60 Ukraine 183 days/calendar year Yes Yes
61 United Kingdom 183 days/12 months Yes Yes
62 USA 120 days/12 months Yes Yes
63 Uzbekistan 183 days/12 months Yes Yes
64 Venezuela 183 days/12 months Yes Yes
65 Vietnam 90 days/12 months Yes Yes
C‐20‐
No. Negara Time Test
C‐20‐
Penghasilan
No. Country Pelayaran Penerbangan
Lainnya
4 Bangladesh Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili
50% Potongan Pajak
5 Belgium Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
6 Brunei Darussalam Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Sumber
50% Potongan Pajak
7 Bulgaria Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
8 Canada Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
9 Czech Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
10 China Negara Domisili dgn Negara Domisili Negara Domisili/
50% Potongan Pajak Sumber
11 Democratic People’s Negara
Negara Domisili Negara Domisili
Republic of Korea Domisili/Sumber
12 Denmark Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
13 Egypt Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
14 Finland Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
15 France Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
16 Germany Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
17 Hongkong Negara Domisili dgn Negara Sumber Negara Domisili/
50% Potongan Pajak Sumber
18 Hungary Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili/
50% Potongan Pajak Sumber
19 India Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
20 Iran N/A N/A Negara Sumber
21 Italy Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
22 Japan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
23 Jordan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
24 Kuwait Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
25 Luxembourg Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
26 Malaysia Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili/
50% Potongan Pajak Sumber
27 Mexico Negara Domisili Negara Domisili Negara Sumber
28 Mongolia Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
29 Morocco Negara Sumber Negara Sumber Negara Domisili
30 Netherlands Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
31 New Zealand Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
32 Norway Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
33 Pakistan Negara Sumber Negara Domisili Negara Domisili/
C‐20‐
Penghasilan
No. Country Pelayaran Penerbangan
Lainnya
Sumber
34 Papua New Guinea
35 Philippines Negara Sumber dgn Negara Sumber dgn
Negara Domisili/
Tarif Maksimal 1,5% Tarif Maksimal 1,5%
Sumber
dari Bruto dari Bruto
36 Poland Negara Sumber Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
37 Portuguese Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
38 Qatar Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
39 Republic of Croatia
40 Republic of Korea Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
41 Romania Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Sumber
Tarif Maksimal 2%
42 Russia Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Sumber
50% Potongan Pajak
43 Saudi Arabia N/A Negara Domisili N/A
44 Seychelles Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
45 Singapore Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili
50% Potongan Pajak
46 Slovak Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
47 South Africa Negara Domisili Negara Domisili Negara Sumber
48 Spain Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
49 Sri Lanka Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Domisili
50% Potongan Pajak
50 Sudan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
51 Suriname
52 Sweden Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
53 Switzerland Negara Domisili Negara Domisili N/A
54 Syria Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
55 Taipei / Taiwan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
56 Thailand Negara Sumber dgn Negara Domisili Negara Sumber
50% Potongan Pajak
57 Tunisia Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
58 Turkey Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
59 UAE Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
60 Ukraine Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili
61 United Kingdom Negara Domisili Negara Domisili N/A
62 USA Negara Domisili Negara Domisili N/A
63 Uzbekistan Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
64 Venezuela Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
C‐20‐
Penghasilan
No. Country Pelayaran Penerbangan
Lainnya
65 Vietnam Negara Domisili Negara Domisili Negara Domisili/
Sumber
C‐20‐
WP YG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
I. Dasar Hukum
PP 46 Thn 2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
PMK-107/PMK.011/2013/PMK.011/2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
PER-32/PJ/2013/PJ/2013 (berlaku sejak 25 Sept 2013)
PER-37/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Okt 2013)
SE terkait:
SE-42/PJ/2013/PJ/2013
SE-32/PJ/2014/PJ/2014 (diralat oleh SE-38/PJ/2014/PJ/2014)
Atas penghasilan dari usaha yg diterima atau diperoleh WP yg memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai
PPh yg bersifat final. (Pasal 2 ayat (1) PP 46 Thn 2013)
Catatan :
Ketentuan di atas tdk berlaku atas penghasilan dari usaha yg dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan
ketentuan Perpu di bidang perpajakan. Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dIm Pasal
2 ayat (1) yg diterima atau diperoleh WP, dikenai PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 5 & 6 PP 46
Thn 2013)
Pengenaan
Kriteria WP ygPPhmemiliki
dlm Pasalperedaran
2 ayat (1) PP 46 Thn
bruto 2013 didasarkan
tertentu: pd peredaran
(Pasal 2 ayat (2) PP 46 bruto dari usaha dlm 1
Thn 2013)
1. thn
WP dari Thn
OP atau Pajak tdk
WP badan terakhir
termasuksbl
BUT;Thn
dan Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3 ayat (1)
2. PMK-107/PMK.011/2013)
menerima penghasilan dari usaha, tdk termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas,
dgn peredaran bruto tdk melebihi Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak.
Penjelasan terkait:
Peredaran bruto mrp peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, selain peredaran
bruto dari usaha yg atas penghasilannya tlh dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan ketentuan Perpu
di bidang perpajakan.
Pengelompokkan penghasilan berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kpd WP:
a. penghasilan dari pekerjaan dlm hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium,
penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c. penghasilan dari modal, yg berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen,
royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yg tdk dipergunakan utk usaha; dan
d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas:
1. tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas, yg terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. agen iklan;
7. pengawas atau pengelola proyek;
C‐21‐
8. perantara;
9. petugas penjaja barang dagangan;
10. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung
(direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Thn Pajak mnr ketentuan umum perpajakan adalah sama dgn thn kalender. Namun demikian, bagi
WP yg thn bukunya tdk sama dgn thn kalender, Thn Pajak ditentukan berdasarkan thn buku yg di
dalamnya termasuk 6 bulan pertama atau lebih dari 6 bulan dari thn buku tsb.
Tdk termasuk WP badan yg atas penghasilannya dikenai PPh Final: (Pasal 2 ayat (4) PP 46 Thn
2013)
1. WP badan yg blm beroperasi scr komersial; atau
2. WP badan yg dlm jangka waktu 1 thn stl beroperasi scr komersial memperoleh peredaran bruto >
Rp 4,8 M.
WP ini dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh s.d. jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr
komersial. Dlm hal jangka waktu 1 thn melewati Thn Pajak yg bersangkutan, ketentuan pengenaan
PPh berdasarkan tarif umum UU PPh berlaku s.d. akhir Thn Pajak berikutnya. (Pasal 7 ayat (1) &
(2) PMK-107/PMK.011/2013)
Penentuan Saat Beroperasi scr Komersial bagi WP Badan: (Huruf E angka 2 SE-32/PJ/2014)
a. Penentuan saat beroperasi scr komersial bagi WP badan adalah saat WP melakukan kegiatan
operasi scr komersial utk pertama kali bagi WP yg bergerak di sektor:
Jasa → Saat pertama kali dilakukannya penjualan jasa dan/atau saat diterima atau
diperolehnya pendapatan/penghasilan;
dan/atau
Dagang dan industri → Saat pertama kali dilakukannya penjualan barang dan/atau saat diterima
atau diperolehnya pendapatan/penghasilan.
b. Penentuan peredaran bruto utk dikenakan PPh yg bersifat final berdasar PP 46 Thn 2013 bagi WP
badan yg baru beroperasi scr komersial utk pertama kali, ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari
usaha dlm 1 Thn Pajak stl Thn Pajak beroperasi scr komersial.
c. WP badan yg baru beroperasi scr komersial pd huruf b dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
s.d. jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial.
d. Dlm hal jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial pd huruf c melewati Thn Pajak saat
beroperasi scr komersial, ketentuan pengenaan PPh berdasarkan tarif umum UU PPh dimaksud berlaku
s.d. akhir Thn Pajak berikutnya stl Thn Pajak sat beroperasi scr komersial.
e. Pengenaan PPh yg bersifat final berdasar PP 46 Thn 2013 bagi WP badan pd huruf b utk Thn Pajak
selanjutnya, ditentukan berdasarkan peredaran bruto Thn Pajak sebelumnya.
f. Contoh:
1) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal 1 Juli
2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 1 Juli
2013 s.d. 30 Juni 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des 2014).
C‐21‐
Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn Pajak 2014.
2) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal 1 Jan
2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
utk Thn Pajak 2013 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 1 Jan 2013 s.d. 31 Des
2013). Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2014 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn
Pajak 2013.
3) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal 2 Jan
2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 2 Jan
2013 s.d. 1 Jan 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des 2014). Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015
memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn Pajak 2014.
4) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal 1 Agust
2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 1
Agust 2013 s.d. 31 Juli 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des 2014). Utk pengenaan PPh pd Thn
Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn Pajak 2014.
Besarnya tarif PPh yg bersifat final adalah 1%. (Pasal 3 ayat (1) PP 46 Thn 2013)
Pengenaan PPh didasarkan pd peredaran bruto dari usaha dlm 1 thn dari Thn Pajak terakhir sbl Thn
Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3 ayat (2) PP 46 Thn 2013)
PPh terutang: (Pasal 4 ayat (1) & (2) PP 46 Thn 2013)
PPh terutang = 1% X jml peredaran bruto setiap bulan
Ketentuan Terkait Peredaran Bruto:
Dlm hal peredaran bruto kumulatif WP pd suatu bulan tlh > jml Rp 4,8 M dlm suatu Thn Pajak, WP
tetap dikenai tarif PPh final 1% s.d. akhir Thn Pajak yg bersangkutan. Dlm hal peredaran bruto WP tlh
> jml Rp 4,8 M pd suatu Thn Pajak, atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP pd Thn Pajak
berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 3 ayat (3) & (4) PP 46 Thn 2013
dan Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
Peredaran bruto sbg dasar utk dpt dikenai PPh yg bersifat final: (Pasal 10 PP 46 Thn 2013)
didasarkan pd jml peredaran bruto Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak berlakunya PP 46
Thn 2013 yg disetahunkan, dlm hal Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak berlakunya PP 46 Thn
2013 meliputi < 12 bulan;
didasarkan pd jml peredaran bruto dari bulan saat WP terdaftar s.d. bulan sbl
berlakunya PP 46 Thn 2013 yg disetahunkan, dlm hal WP terdaftar pd Thn Pajak yg sama
dgn Thn Pajak saat berlakunya PP 46 Thn 2013 di bulan sbl PP 46 Thn 2013 berlaku;
didasarkan pd jml peredaran bruto pd bulan pertama diperolehnya penghasilan dari
usaha yg disetahunkan, dlm hal WP yg baru terdaftar sbg WP sejak berlakunya PP 46 Thn
2013.
C‐21‐
IV. Ketentuan Terkait PPh Pemotongan & Pemungutan
WP yg dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 dan menyelenggarakan pembukuan dpt
melakukan kompensasi kerugian dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh yg bersifat final dgn ketentuan: (Pasal
8 PP 46 Thn 2013)
a. Kompensasi kerugian dilakukan mulai Thn berikutnya berturut-turut s.d. 5 Thn Pajak
b. Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 tetap diperhitungkan sbg
bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pd huruf a
c. Kerugian pd suatu Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 tdk dpt
dikompensasikan pd Thn Pajak berikutnya
Kerugian pd bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dpt dilakukan kompensasi dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh
yg bersifat final pd Thn Pajak berikutnya. WP yg melakukan kompensasi kerugian tsb, wajib
melampirkan laporan rugi laba bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dlm SPT Tahunan PPh thn 2013.
(Pasal 15 ayat (1) & (2) PMK-107/PMK.011/2013)
C‐21‐
VI. Ketentuan Terkait PPh Pasal 25
C‐21‐
kantor cabang Bank Persepsi terdekat. BPN tsb termasuk cetakan ulang & salinannya, mrp sarana
administrasi lain yg kedudukannya dipersamakan dgn SSP. Apabila terdapat perbedaan antara data
pembayaran yg tertera dlm BPN dgn data pembayaran mnr MPN, maka yg dianggap sah adalah data
pembayaran mnr MPN. BPN tsb setidak-tidaknya mencantumkan elemen-elemen sbb: NTPN, NTB,
NPWP & Nama WP, KAP & KJS, Masa Pajak, Thn Pajak, Tanggal Transaksi dan Jml Nominal
Pembayaran.
(Pasal 2, 3, 4 PER-37/PJ/2013)
Penghasilan yg dibayar berdasarkan PP 46 Thn 2013 dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh pd
kelompok penghasilan yg dikenai pajak final dan/atau bersifat final:
SPT Tahunan PPh WP OP SPT Tahunan PPh WP Badan
Formulir SPT Tahunan menggunakan Formulir SPT Tahunan menggunakan Form
Form 1770 1771
Dilaporkan pd Lamp III Bagian A Nomor Dilaporkan pd Lamp IV Bagian A Nomor 14
16 kolom (3) dan (4) yaitu kelompok kolom (2), (3) dan (5) yaitu Kelompok
penghasilan yg dikenai pajak final penghasilan yg dikenai PPh final.
dan/atau bersifat final Kolom (2) diisi dgn “Penghasilan Usaha WP yg
Kolom (3) diisi dgn Jml Peredaran Bruto Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”
Selama 1 Thn Pajak Kolom (3) diisi dgn Jml Peredaran Bruto
Kolom (4) diisi dgn Jml PPh Pasal 4 ayat Selama 1 Thn Pajak
(2) yg Tlh Disetor Kolom (5) diisi dgn Jml PPh Pasal 4 ayat (2) yg
Tlh Disetor
IX. Penegasan Perlakuan PPh Bagi WP dgn Jenis Usaha Tertentu (Butir E SE-
32/PJ/2014/PJ/2014 & SE-38/PJ/2014/PJ/2014)
1. Perlakuan PPh bagi WP badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan (litbang)
a. Atas sisa lbh yg diterima/diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang litbang, yg tlh terdaftar pd instansi yg membidanginya, yg ditanamkan
kembali dlm bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau litbang, dlm jangka waktu
paling lama 4 thn sejak diperolehnya sisa lbh tsb bukan mrp objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3)
huruf m UU PPh.
b. Dlm hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lbh pd huruf a tdk terpenuhi, maka atas
sisa lbh tsb mrp objek pajak yg dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum UU PPh.
c. Dgn demikian perlakuan perpajakan bagi WP badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang litbang mengacu pd ketentuan umum UU PPh.
2. Perlakuan PPh bagi WP reksa dana
a. Reksa dana adalah suatu bentuk kegiatan usaha yg melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat pemodal, utk selanjutnya diinvestasikan dlm portofolio efek oleh manajer investasi yg
dpt berbentuk perseroan atau KIK sesuai UU 8 Thn 1995 ttng Pasar Modal.
b. Berdasarkan kriteria pd huruf a, maka aliran penghasilan yg diperoleh WP reksa dana termasuk
dlm kategori penghasilan yg berasal dari usaha sesuai penjelasan Pasal 4 ayat
(1) UU PPh. Shg, dlm hal WP reksa dana memenuhi kriteria PP 46 Thn 2013, maka WP reksa
dana dikenai PPh yg bersifat final sesuai PP 46 Thn 2013 beserta ketentuan pelaksanaannya.
3. Perlakuan PPh bagi WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga
pemberi dana pinjaman
C‐21‐
a. Bagi WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman
yg memenuhi kriteria sbg WP yg dikenai PPh berdasarkan PP 46 Thn 2013, atas penghasilan dari
usaha yg diterima atau diperoleh WP dikenai PPh bersifat final seb 1% dari jml peredaran bruto
setiap bulan.
b. Peredaran bruto yg menjadi dasar pengenaan pajak bagi WP bank/bank perkreditan
rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman adalah jml slr penghasilan usaha
jasa perbankan/peminjaman, antara lain:
1) pendapatan bunga, fee, komisi, dan slr penghasilan yg terkait dgn pemberian
kredit/pinjaman, tdk termasuk pembayaran pokok kredit/pinjaman;
2) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan atas simpanan di bank lain, serta diskonto
SBI, kecuali bagi WP selain bank/bank perkreditan rakyat.
c. Dlm hal WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana
pinjaman tdk memenuhi kriteria sbg WP yg dikenai PPh berdasarkan PP 46 Thn 2013, atas
penghasilan yg diterima WP dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum UU PPh.
4. Perlakuan PPh bagi WP OPPT
a. Bagi WP OP pengusaha yg memiliki peredaran bruto tdk melebihi Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak yg
memenuhi kriteria sbg WP OPPT dan kriteria sbg WP yg dikenai PPh berdasarkan PP 46 Thn
2013, atas penghasilan dari usaha yg diterima/diperoleh WP OP pengusaha tsb dikenai PPh
bersifat final seb 1% dari jml peredaran bruto setiap bulan.
b. Bagi WP OP pengusaha yg memiliki peredaran bruto melebihi Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak dan
memenuhi kriteria sbg WP OPPT, maka pengenaan PPh bagi WP tsb mengacu pd ketentuan tarif
umum UU PPh dan pembayaran angsuran pajaknya mengacu pd ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU
PPh yaitu seb 0,75% dari jml peredaran bruto setiap bulan dari @ tempat kegiatan usaha.
5. Perlakuan PPh bagi WP ajib PPAT
a. Berdasarkan ketentuan UU 30 Thn 2004 ttng Jabatan Notaris dan PP 37 Thn 1998 ttng Peraturan
Jabatan PPAT, ditegaskan bahwa WP OP yg berprofesi sbg PPAT:
1) mempunyai persamaan kewenangan dgn Notaris, yaitu mrp pejabat umum yg diberikan
kewenangan membuat akta otentik tertentu yakni akta yg berkaitan dgn pertanahan; dan
2) dpt dipersamakan dgn notaris sbg WP OP yg melakukan pekerjaan bebas.
b. Dgn demikian perlakuan perpajakan bagi WP PPAT mengacu pd ketentuan umum UU PPh.
1. Agus menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku cadangnya. Agus yg tlh
terdaftar sbg WP sejak thn 2009 memiliki 2 buah bengkel yg berada di wilayah yg berbeda, yakni
bengkel A terdaftar di KPP X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan pencatatannya selama
thn 2013 @ bengkel tsb memiliki peredaran bruto sbb:
Peredaran bruto bengkel A = Rp 100 juta
Peredaran bruto bengkel B = Rp 150 juta
Peredaran bruto yg dijadikan dasar penentuan tarif PPh yg bersifat final adalah jml peredaran bruto
bengkel A & bengkel B yakni seb Rp 250 juta. Krn total peredaran bruto selama thn 2013 < Rp 4,8 M
maka atas penghasilan dari usaha yg diterima oleh Agus pd thn 2014 dikenai PPh yg bersifat final
sebesar 1% dari peredaran bruto.
Misalkan pd bulan Jan 2014, Agus memperoleh peredaran bruto dari bengkel A & B @ seb Rp 10 juta
& Rp 15 juta, maka paling lambat pd tanggal 17 Feb 2014 (krn tanggal 15 Feb jatuh pd hari Sabtu),
Agus wajib menyetorkan PPh yg bersifat final seb:
a. Bengkel A → PPh = 1% x Rp 10 juta = Rp 100 ribu (dilaporkan ke KPP X)
b. Bengkel B → PPh = 1% x Rp 15 juta = Rp 150 ribu (dilaporkan ke KPP Y)
Pd bulan Maret 2013 sebuah perusahaan ekpedisi swasta bernama PT DEF melakukan perawatan &
reparasi 5 motor milik perusahaan tsb di bengkel A milik Agus. Tagihan yg dibuat kpd PT DEF
atas jasa perawatan & reparasi tsb seb Rp 1,5 juta. Atas tagihan tsb PT
C‐21‐
DEF melakukan pemotongan PPh Pasal 23 seb 2% x Rp 1,5 juta = Rp 30 ribu.
Namun demikian, jika Agus tlh mendapatkan SKB dari Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh yg
dikeluarkan oleh KPP X, atas pembayaran tagihan tsb tdk dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT
DEF.
2. Irine menjalankan usaha butik pakaian, memiliki butik pakaian di kota Batam & di Singapura. Irine tlh
terdaftar sbg WP sejak thn 2009 di KPP X. Berdasarkan pencatatannya selama thn 2013 @ butik tsb
memiliki peredaran bruto sbb:
Peredaran bruto butik di Batam = Rp 3 M
Peredaran bruto butik di Singapura = Rp 5 M
Dari peredaran bruto butik di Batam seb Rp 3 M salah satunya mrp hasil penjualan seb Rp 50 juta kpd
Mr. X seorang pengusaha dari Singapura. Selain dari penghasilan usaha butik, Irine juga memperoleh
penghasilan dari sewa apartemen di Singapura seb Rp 100 juta.
Peredaran bruto yg dijadikan dasar pengenaan PPh yg bersifat final adalah jml peredaran bruto butik di
Batam saja, yakni seb Rp 3 M. Penghasilan yg diterima Irine dari sewa apartemen & butik di
Singapura, tdk diperhitungkan dlm menghitung batasan peredaran bruto utk dpt dikenai PPh bersifat
final.
3. Hari yg berstatus kawin dgn 2 tanggungan adalah OP Pengusaha Konstruksi yg juga memiliki toko
material "ABC". Selain usaha tsb, Hari juga aktif memberikan jasa konsultansi kpd klien yg
membutuhkan sarannya. Jml slr penghasilan yg diterima oleh Hari pd thn 2013 diketahui sbb:
a. Penjualan bruto dari toko material "ABC " Rp 3,5 milyar.
b. Nilai kontrak jasa pelaksanaan konstruksi (termasuk pemakaian material dari toko "ABC") Rp 900
juta.
c. Jasa konsultansi seb Rp 500 juta.
Total peredaran bruto Hari pd thn 2013 adalah seb Rp 4,9 M (Rp 3,5 M + Rp 900 juta + Rp 500
juta).
Utk menentukan PPh dari usaha toko material "ABC " di thn 2014 dikenai tarif umum atau tarif yg
bersifat final, adalah berdasarkan peredaran bruto dari usaha toko material "ABC " saja yakni seb Rp
3,5 M. Sedangkan peredaran bruto dari jasa pelaksanaan konstruksi & jasa konsultansi tdk
diperhitungkan mengingat jasa pelaksanaan konstruksi dikenai PPh yg bersifat final dgn ketentuan PP
tersendiri dan jasa konsultansi termasuk dlm lingkup jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas.
4. CV GHI bergerak di bidang usaha industri furnitur terdaftar sbg WP badan di KPP C sejak thn 2011.
Berdasarkan pembukuannya pd thn 2012 memiliki peredaran bruto seb Rp 390 juta.
C‐21‐
Dgn demikian tarif PPh yg bersifat final yg dikenakan thd penghasilan dari usaha yg diterima oleh CV
GHI mulai bulan Juli 2013 adalah seb 1%. Pada bulan Juli 2013, CV GHI memperoleh peredaran bruto
seb Rp 20 juta maka paling lambat pd tanggal 15 Agust 2013 CV GHI wajib menyetorkan PPh yg
bersifat final seb: PPh = 1% x Rp 20 juta = Rp 200 ribu
Berdasarkan PMK yg mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo penyetoran, dan pelaporan
pajak:
a. dlm hal CV GHI menyetorkan PPh bersifat final seb Rp 200 ribu pd tanggal 15 Agust 2013 dan
SSP-nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka CV GHI menyetor sbl tanggal jatuh tempo
pembayaran & tlh menyampaikan SPT Masa PPh tanggal 15 Agust 2013.
b. dlm hal CV GHI menyetorkan PPh bersifat final seb Rp 200 ribu pd tanggal 22 Agust 2013 dan
SSP- nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka CV GHI terlambat melakukan penyetoran &
menyampaikan SPT Masa PPh tanggal 22 Agust 2013.
Penyetoran tanggal 22 Agust yg dilakukan oleh CV GHI yg sekaligus mrp tanggal pelaporan SPT
Masa PPh tdk termasuk sbg SPT Masa yg terlambat disampaikan krn kewajiban pelaporan SPT
Masa PPh diberlakukan mulai masa pajak Jan 2014.
Pd bulan Nov 2013 SD Negeri 03 Jakarta membeli kursi & meja dari CV GHI seb Rp 10 juta. Atas
pembelian tsb Bendahara SDNi 03 Jakarta melakukan pemungutan PPh Pasal 22 seb 1,5% x Rp 10 juta
= Rp 150 ribu. Namun demikian, jika CV GHI tlh mendapatkan SKB dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh dari KPP C, atas pembelian tsb Bendahara SDN 03 Jakarta tdk melakukan
pemungutan PPh Pasal 22.
5. PT JKL yg bergerak di bidang usaha industri pengolahan gula didirikan pd thn 2012 dan pd thn yg
sama mendaftarkan diri sbg WP badan di KPP Z. PT JKL menggunakan thn buku Jan- Des. s.d. bulan
Okt 2013 PT JKL masih terus melakukan kegiatan investasi dlm bentuk pembangunan pabrik &
instalasi mesin-mesin industri dan blm melakukan kegiatan operasi scr komersial. Pd tanggal 1 Nov
2013 PT JKL mulai melakukan kegiatan operasi scr komersial berupa produksi gula dlm
kemasan.
Sesuai ketentuan Pasal 7 PMK-107/PMK.011/2013, maka utk Thn Pajak 2013, PT JKL dikenai PPh
berdasarkan tarif umum UU PPh. Mengingat bahwa 1 thn sejak beroperasi scr komersial melewati Thn
Pajak yg bersangkutan maka sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013, s.d. akhir Thn
Pajak 2014, WP masih dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh.
Dlm hal peredaran bruto usaha PT JKL s.d. tanggal 31 Okt 2014 (1 thn sejak mulai beroperasi
komersial) tlh > Rp 4,8 M, maka mulai Thn Pajak 2015 PT JKL dikenai PPh berdasarkan tarif umum
UU PPh. Dlm hal peredaran bruto usaha PT JKL s.d. tanggal 31 Okt 2014 < Rp 4,8 M maka pengenaan
PPh utk Thn Pajak 2015 memperhatikan peredaran bruto Jan s.d. Des 2014.
6. Kurnia mrp WP OP yg melakukan usaha perdagangan mobil bekas yg memiliki 1 tempat kegiatan
usaha shg Kurnia termasuk WP OP pengusaha tertentu. Peredaran bruto usaha Thn Pajak 2013 adalah
seb Rp 4 M shg pd Thn Pajak 2014 Kurnia dikenai PPh yg bersifat final. Berdasarkan pembukuan yg
dilakukan diketahui bahwa peredaran bruto usaha s.d. akhir Thn Pajak 2014 berjumlah Rp 5 M.
Dgn demikian pd Thn Pajak 2015 Kurnia dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh, dan Kurnia
wajib menyetorkan angsuran PPh Pasal 25, sesuai ketentuan angsuran bagi OP pengusaha tertentu.
Pd bulan Jan 2015 peredaran bruto dari usaha Kurnia adalah seb Rp 400 juta. Dan demikian,
penghitungan angsuran PPh Pasal 25 utk bulan Jan 2015 adalah sbb: PPh Pasal 25 = 0,75% x Rp 400
juta = Rp 3 juta
Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan selanjutnya s.d. bulan Des 2015 adalah 0,75% dikalikan peredaran
bruto pd bulan yg bersangkutan.
C‐21‐
7. Pd Thn Pajak 2014 WP PT PQR dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan PMK- 107/PMK.011/2013.
Berdasarkan pembukuan yg dilakukan diketahui bahwa peredaran bruto usaha s.d. akhir Thn Pajak
2014 berjumlah Rp 5 M.
Dgn demikian pd Thn Pajak 2015 PT PQR dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh. Pd bulan Jan
2015 slr peredaran bruto PT PQR seb Rp 200 juta, dan PPh yg dipotong/dipungut pihak lain (bukan
PPh final) adalah seb Rp 51 juta.
Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 utk Thn Pajak 2015 adalah sbb:
Penghasilan bruto sebulan Rp 200 juta
Biaya-biaya Rp 150 juta
Penghasilan neto sebulan Rp 50 juta
Penghasilan neto sebulan disetahunkan Rp 600 juta
PPh terutang (12,5% x Rp 600 juta) Rp 75 juta
Pajak yg dipotong/dipungut pihak lain Rp 51 juta
PPh kurang bayar Rp 24 juta
Angsuran PPh Pasal 25 (1/12 x Rp 24 juta) Rp 2 juta
Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan selanjutnya s.d. bulan Des 2015 adalah Rp 2 juta.
8. CV MNO bergerak di bidang usaha penjualan alat tulis. Berdasarkan pembukuan yg dilakukan
diketahui hal-hal sbb:
Thn Peredaran Bruto Laba (Rugi) fiskal
2012 Rp 4 M (Rp 300 juta)
2013 Rp 5 M (Rp 200 juta)*)
2014 Rp 8 M Rp 500 juta
*) rugi Juli-Des 2013
Berdasarkan data tsb maka CV MNO dpt melakukan kompensasi kerugian thn 2012 seb Rp 300 juta
mulai thn 2013 s.d. thn 2017.
Pd thn 2013 CV MNO dikenai PPh yg bersifat final seb 1% shg kerugian pd tahun tsb yakni seb Rp
200 juta tdk dpt dikompensasikan pd Thn Pajak berikutnya.
Pd thn 2014, CV MNO tdk lagi dikenai PPh yg bersifat final seb 1% tetapi dikenai PPh sesuai tarif
umum UU PPh. Penghasilan Kena Pajak 2014 adalah seb Rp 200 juta yaitu laba fiskal thn 2014 seb Rp
500 juta dikurangi kompensasi kerugian thn 2012 seb Rp 300 juta.
C‐21‐
B. FAQ PPh ATAS PENGHASILAN DARI USAHA WP DGN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Umum
4. Apakah semua WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Berikut adalah WP yg penghasilan usahanya < Rp 4,8 M, namun tdk dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
berdasarkan PP 46 Thn 2013:
WP Keterangan Dasar Hukum
WP OP melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg dlm Pasal 2 ayat (3) PP
usahanya menggunakan: 46 Thn 2013 jo. Pasal
a. sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang baik yg 2 ayat (4) PMK-
menetap maupun tdk menetap; dan 107/PMK.011/2013)
b. sebagian atau seluruh tempat utk kepentingan umum yg tdk
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
WP a. blm beroperasi scr komersial; atau (Pasal 2 ayat (4) PP
Badan b. dlm jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 46 Thn 2013 jo. Pasal
memperoleh peredaran bruto > Rp 4,8 M. 2 ayat (5) PMK-
107/PMK.011/2013)
5. Bagaimana cara menentukan apakah WP pada Thn Pajak 2013 dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013 atau tdk?
Jawaban :
Pengenaan PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 didasarkan pd peredaran bruto dari usaha dlm 1
thn dari Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak yg bersangkutan.
Kondisi WP Dasar Peredaran Bruto Contoh
WP yg terdaftar sbl Thn Dihitung berdasakan peredaran bruto Penjelasan Pasal 10
C‐21‐
Pajak 2013 tahun 2012 (setahun penuh atau huruf a angka 1) PP 46
disetahunkan apabila peredaran bruto Thn 2013
tdk setahun penuh)
WP baru terdaftar pd thn Dihitung dari bulan saat WP terdaftar Penjelasan Pasal 10
pajak 2013 sbl 1 Juli 2013 s.d. bulan Juni 2013 kemudian huruf a angka 2) PP 46
disetahunkan Thn 2013
WP baru terdaftar sejak 1 Dihitung dari peredaran bruto pd bulan Penjelasan Pasal 10
Juli 2013 pertama diperolehnya penghasilan dari huruf a angka 3) PP 46
usaha kemudian disetahunkan Thn 2013
(Pasal 10 dan Penjelasan Pasal 10 PP 46 Thn 2013)
7. Apakah semua penghasilan yg diterima oleh WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas
dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Tdk. Tdk semua penghasilan yg diterima oleh WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas dikenakan PPh
Final berdasarkan PP 46 Thn 2013. Peredaran bruto < Rp 4,8 M ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari
usaha seluruhnya termasuk usaha cabang, tdk termasuk peredaran bruto dari:
WP Tarif PPh
Penghasilan yg diterima atau diperoleh dari jasa sehubungan pekerjaan Tarif Umum UU
bebas, meliputi: PPh
a. tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas, yg terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, dan penari;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. agen iklan;
g. pengawas atau pengelola proyek;
h. perantara;
i. petugas penjaja barang dagangan;
j. agen asuransi; dan
k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
(Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 2 ayat (3) PMK-
107/PMK.011/2013)
Penghasilan dari LN
Penghasilan yg dikecualikan dari objek pajak Tdk dikenakan
PPh
Penghasilan dari usaha yg dikenakan PPh Final berdasarkan ketentuan Final
perpajakan tersendiri
(Pasal 3 ayat (2), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
8. Apakah jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas bisa dilakukan oleh Badan, atau hanya berlaku
bagi OP sesuai definisi Pasal 1 Angka 24 UU KUP?
Jawaban:
Pengertian pekerjaan bebas mengacu pd Pasal 1 Angka 24 UU KUP, yaitu pekerjaan yg dilakukan oleh OP.
C‐21‐
9. Apakah peredaran bruto yg menjadi Dasar Pengenaan Pajak didasarkan pd pembukuan atau
berdasarkan penghasilan bruto yg tlh diterima scr tunai?
Jawaban:
Disesuaikan dgn yg diselenggarakan oleh WP. Jika WP menyelanggarakan pembukuan, maka peredaran bruto
berdasarkan pembukuan. Namun, jika WP menyelenggarakan pencatatan, maka peredaran bruto dihitung
berdasarkan cash basis (sesuai Pasal 4 ayat (1) PER-4/PJ/2009).
10. Apa pengertian dari usaha? Apa maksud dari dicantumkannya petikan Pasal 4 ayat (1) UU PPh
di dlm Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Dicantumkannya Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP sebenarnya adalah sbg bridging krn memang tdk ada
definisi mengenai usaha. Shg bisa terlihat bahwa yg menjadi sasaran PP 46 Thn 2013 adalah penghasilan dari
usaha dan kegiatan.
Utk koperasi simpan pinjam, penghasilan berupa bunga yg diterima adalah penghasilan dari usaha. Namun, bagi
suatu perusahaan yg kebetulan memiliki idle cash dan memberikan pinjaman, atas bunga yg diterima atas
pinjaman tsb bukan mrp penghasilan dari usaha, melainkan penghasilan dari modal. Termasuk juga misalnya,
perusahaan yg usahanya melakukan penyewaan kendaraan/rental (contohnya bus Hiba), maka penghasilan tsb
mrp penghasilan dari usaha.
11. Apakah penghasilan yg diterima dari penyewaan harta selain tanah & bangunan, dpt dikenakan
PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Ya, sepanjang itu adalah penghasilan utamanya.
12. Apakah yg dimaksud dgn "peredaran bruto"? Jika suatu perusahaan yg bergerak di bidang
manufaktur, namun dlm thn yg sama mendapatkan dividen, mendapatkan bunga pinjaman,
kemudian mendapatkan uang sewa dari menyewakan peralatannya kpd pihak lain dan ada
penjualan aktiva berupa kendaraan bermotor. Dari penghasilan tsb, yg mana yg termasuk
"peredaran bruto" utk menentukan apakah badan tsb memenuhi batasan peredaran bruto <
Rp 4,8 M?
Jawaban:
Selama penghasilan lain tsb bukan dlm rangka kegiatan usahanya, maka tdk termasuk dlm peredaran bruto yg
dikenakan PP 46 Thn 2013.
15. Pd suatu thn, WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013. Pd suatu bulan dlm thn
tsb, penghasilan WP sdh > Rp 4,8 M. Apakah pd thn tsb WP tetap akan dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Ya. Pd thn tsb, WP tetap dikenai tarif PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013.
C‐21‐
Thn Pajak Tarif PPh Contoh
Thn Pajak ybs WP tetap dikenai tarif PPh Final s.d. Thn Pajak Penjelasan Pasal 3 ayat
ybs. (3) PP 46 Thn 2013
Thn Pajak berikutnya WP dikenai tarif PPh berdasarkan UU PPh Penjelasan Pasal 3 ayat
(4) PP 46 Thn 2013
(Pasal 3 ayat (3) & (4) PP 46 Thn 2013)
16. WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 bertransaksi dgn Pemotong/
Pemungut PPh. Apakah WP tetap membayar PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 atau WP
dipotong/dipungut oleh Pemotong/Pemungut sesuai dgn ketentuan pemotongan/pemungutan
PPh yg berlaku?
Jawaban:
Atas penghasilan dari usaha yg diterima atau diperoleh WP yg berdasarkan ketentuan perpajakan wajib
dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg tdk bersifat final, dpt dibebaskan dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh oleh pihak lain melalui SKB yg diterbitkan oleh Kepala KPP tempat WP terdaftar atas nama
Dirjen Pajak berdasarkan permohonan WP.
(Pasal 6 ayat (1) - (3) PMK-107/PMK.011/2013)
Kompensasi Kerugian
17. Apakah WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 dpt mengkompensasikan
kerugian yg dideritanya?
Jawaban:
Ya. WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 dpt melakukan kompensasi kerugian dgn
syarat:
a. menyelenggarakan pembukuan, dan
b. kerugian dikompensasikan dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh yg bersifat final. (Pasal
8 PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 8 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
Selain syarat di atas, terdapat ketentuan tambahan mengenai kompensasi kerugian bagi WP yg dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013, yaitu:
a. kompensasi kerugian dilakukan mulai Thn Pajak berikutnya berturut-turut s.d. 5 Thn Pajak;
b. Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final, tetap diperhitungkan sbg bagian dari jangka waktu utk
melakukan kompensasi kerugian;
c. kerugian pd suatu Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final, tdk dpt dikompensasikan pd Thn Pajak
berikutnya.
(Pasal 8 PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 8 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
18. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd thn 2013 (sejak Juli 2013). Apakah
WP masih bisa melakukan kompensasi kerugian yg diderita selama bulan Jan 2013 s.d. Juni
2013? Jawaban:
Ya. Kerugian pd bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dpt dilakukan kompensasi dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh yg
bersifat final pd Thn Pajak berikutnya dgn syarat: WP wajib melampirkan laporan rugi laba bulan Jan 2013 s.d.
Juni 2013 dlm SPT Tahunan PPh thn 2013.
(Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
19. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd suatu thn pajak. Apakah WP masih
diwajibkan mengangsur PPh Pasal 25 pd thn pajak tsb?
Jawaban:
Kondisi WP Kewajiban PPh Pasal 25
Hanya menerima atau memperoleh Tdk wajib melakukan pembayaran angsuran
penghasilan yg dikenai PPh Final pajak PPh Pasal 25
berdasarkan PP 46 Thn 2013
Selain menerima atau memperoleh Atas penghasilan yg dikenai PPh berdasarkan tarif
penghasilan yg dikenai PPh Final umum UU PPh wajib dibayar angsuran PPh
C‐21‐
C‐21‐
berdasarkan PP 46 Thn 2013 juga menerima atau Pasal 25
memperoleh penghasilan yg dikenai PPh
berdasarkan tarif umum UU PPh
(Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK-107/PMK.011/2013)
20. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd suatu thn pajak. Pd thn pajak
berikutnya, WP dikenakan tarif umum berdasarkan UU PPh dan diwajibkan mengangsur PPh
Pasal 25 krn peredaran bruto thn pajak sebelumnya tlh > Rp 4,8 M. Bagaimana cara
menghitung angsuran PPh Pasal 25 utk thn pajak tsb?
Jawaban:
WP Angsuran PPh Pasal 25
WP sesuai Pasal 25 ayat (7) huruf b UU PPh: Sesuai dgn besarnya angsuran pajak sesuai
bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa, dan WP PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-
lainnya yg berdasarkan ketentuan hrs 208/PMK.03/2009
membuat LK berkala
WP sesuai Pasal 25 ayat (7) huruf c UU PPh: WP Sesuai dgn besarnya angsuran pajak sesuai
OPPT dgn tarif paling tinggi 0,75% dari PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-
peredaran bruto 208/PMK.03/2009
Contoh: Angka 6 Lamp PMK-107/PMK.011/2013
WP selain WP Pasal 25 ayat (7) huruf b dan Angsuran pajak diberlakukan seperti WP baru.
huruf c UU PPh Contoh: Angka 7 Lamp PMK-107/PMK.011/2013
Catatan: Utk WP OP, jml penghasilan neto yg
disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dgn
PTKP
(Pasal 9 ayat (3) & (4) PMK-107/PMK.011/2013)
21. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd suatu thn pajak. Pd thn pajak
berikutnya, WP dikenakan tarif umum berdasarkan UU PPh dan diwajibkan mengangsur PPh
Pasal 25 krn peredaran bruto thn pajak sebelumnya tlh > Rp 4,8 M. Apakah WP tsb boleh
mengkreditkan angsuran PPh Pasal 25-nya?
Jawaban:
Ya. Angsuran PPh Pasal 25 dan pajak yg tlh dipotong dan/atau dipungut pihak lain boleh dikreditkan thd PPh yg
terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan, kecuali utk penghasilan yg pengenaan pajaknya bersifat final.
(Pasal 9 ayat (5) PMK-107/PMK.011/2013)
23. Bagaimana tata cara penyetoran PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
WP wajib menyetor PPh terutang:
ke kantor pos atau bank yg ditunjuk oleh Menkeu,
dgn menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yg dipersamakan dgn SSP, yg tlh mendapat validasi
dgn NTPN,
Kode MAP 411128 & KJS 420,
paling lama tanggal 15 bulan berikutnya stl Masa Pajak berakhir.
(Pasal 10 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013 jo. Pasal I dan Lamp PER-34)
C‐21‐
24. Bagaimana tata cara pelaporan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
SPT Keterangan Dasar Hukum
SPT WP yg melakukan pembayaran PPh Final berdasarkan PP 46 Thn Pasal 10 ayat (2) &
Masa 2013 wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lama 20 hari stl ayat (3) PMK-
Masa Pajak berakhir. 107/PMK.011/2013
→ WP yg tlh melakukan penyetoran PPh Final berdasarkan PP 46 Thn
2013 Thn 2013, dianggap tlh menyampaikan SPT Masa PPh Final
Pasal 4 ayat (2), sesuai dgn tanggal validasi
NTPN yg tercantum pd SSP.
SPT WP yg atas slr atau sebagian penghasilannya tlh dikenai PPh Final Pasal 11 PMK-
Tahunan berdasarkan PP 46 Thn 2013, kewajiban penyampaian SPT Tahunan 107/PMK.011/2013
PPh adalah sesuai ketentuan Pasal 3 UU KUP
dan peraturan pelaksanaannya beserta perubahannya
25. Bagaimana halnya dgn setoran PPh Pasal 25 yg tlh dibayar sekaligus dimuka utk Thn Pajak 2013? Jawaban:
Atas angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Juli s.d. Des 2013 yg sdh disetor sblm diberlakukannya PP 46 Thn
2013/2013, dapat dipindahbukukan (Pbk) ke setoran Pajak PPh Pasal 4(2) yang terutang.
Lain-lain
26. Apakah WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 wajib membuat pembukuan
terpisah sesuai PP 94 Thn 2010, termasuk utk thn pertama, yaitu thn 2013?
Jawaban:
Ya, tetap mengikuti ketentuan yg berlaku. LK yg dilampirkan di SPT Tahunan sama seperti biasa (meliputi 1
thn buku). Namun, khusus utk WP yg ingin melakukan kompensasi atas kerugian bulan Jan s.d. Juni 2013
wajib melampirkan laporan rugi laba bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dlm SPT Tahunan PPh thn 2013 sesuai Pasal
15 PMK-107.
27. Utk transaksi bisnis yg memakai valas namun menyelenggarakan pembukuan dgn mata uang
rupiah dgn kurs tengah BI, apakah penghitungan omsetnya mengacu ke pembukuan atau
memakai kurs pajak (KMK)?
Jawaban:
Penghitungan omsetnya mengacu ke pembukuan WP (dlm hal ini menggunakan kurs tengah BI), sedangkan
kurs KMK digunakan jika atas suatu transaksi dikenakan pemotongan/pemungutan pajak.
Sumber: http://p2humas.intranet.pajak.go.id/tkb/engine/faq/view.php?id=1212,
http://p2humas.intranet.pajak.go.id/tkb/engine/faq/view.php?id=1222,
Buku Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu (dgn
bbrp perubahan seperlunya oleh penyusun)
C‐21‐
PENGGUNAAN NILAI BUKU ATAS PENGALIHAN HARTA DLM RANGKA
PENGGABUNGAN, PELEBURAN ATAU PEMEKARAN USAHA
Dasar Hukum:
PMK-43/PMK.03/2008 (berlaku sejak 13 Maret 2008) ttg Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dlm
Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha
PER-28/PJ/2008 (berlaku sejak 19 Juni 2008) ttg Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai
Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha
SE terkait:
SE-45/PJ/2008 ttg Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan PMK-43/PMK.03/2008
WP yg melakukan merger dgn menggunakan nilai buku, tdk boleh mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian
dari WP yg menggabungkan diri/WP yg dilebur. (Pasal 3 PMK-43/PMK.03/2008)
2. WP yg melakukan PEMEKARAN USAHA sesuai ketentuan dlm Pasal 1 ayat (6) PER-28/PJ/2008
Yg mengajukan permohonan utk penggunaan nilai buku → WP yg mengalihkan harta WP yg
melakukan pemekaran usaha yg dpt menggunakan nilai buku, yaitu:
o WP yg blm Go Public yg akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/
IPO); atau
o WP yg tlh Go Public sepanjang slr badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran
umum perdana (IPO)
Pemekaran usaha adalah pemisahan WP Badan yg modalnya terbagi atas saham menjadi 2 WP Badan atau
lbh dgn cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kpd badan usaha baru
tsb yg dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yg lama (A= A+B)
Persyaratan Agar Dpt Menggunakan Nilai Buku: (Pasal 2 PMK-43/PMK.03/2008 dan Pasal 2 PER-
28/PJ/2008)
1. Mengajukan permohonan kpd DJP dgn disertai alasan dan tujuan dilakukannya merger
atau pemekaran usaha (Pasal 3 ayat (1) PER-28/PJ/2008) Yg
mengajukan permohonan (Pemohon):
Jika dlm rangka merger: Pemohon adalah WP yg menerima harta
Jika dlm rangka pemekaran usaha: Pemohon adalah WP yg mengalihkan harta
2. Melunasi slr utang pajak dari setiap badan usaha terkait
Pelunasan slr utang pajak ini wajib dipenuhi oleh WP yg mengalihkan harta dan WP yg menerima harta,
termasuk utang pajak dari cabang atau perwakilan yg terdaftar di KPP di lokasi.
3. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (Business purpose test)
Di dlm Angka 4 SE-45/PJ/2008, diatur juga bahwa LK WP yg mengalihkan harta dan LK WP yg menerima
harta hrs diaudit oleh Akuntan Publik, khususnya utk thn pajak dilakukannya pengalihan harta.
C‐
Persyaratan Business Purpose Test:
WP dianggap memenuhi persyaratan business purpose test jika:
Tujuan utama dari meger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi usaha yg kuat dan
memperkuat struktur permodalan serta tdk dilakukan utk penghindaran pajak;
Kegiatan usaha WP yg mengalihkan harta masih berlangsung s.d. tanggal efektif merger;
Kegiatan usaha WP yg mengalihkan harta sbl merger terjadi wajib dilanjutkan oleh WP yg
menerima pengalihan harta paling singkat 5 thn stl tanggal efektif merger;
Kegiatan usaha WP yg menerima harta dlm rangka merger tetap berlangsung paling singkat 5 thn stl
tanggal efektif merger;
Kegiatan usaha WP yg menerima harta dlm rangka pemekaran usaha wajib berlangsung paling
singkat 5 thn stl tanggal efektif pemekaran usaha; dan
Harta yg dimiliki oleh WP yg menerima harta stl terjadinya merger atau pemekaran usaha tdk
dipindahtangankan oleh WP yg menerima harta paling singkat 2 thn stl tanggal efektif merger atau
pemekaran usaha.
Keterangan:
Apabila WP yg menerima harta melakukan penjualan atas harta yg dialihkan, sebelum lewat jangka
waktu 2 thn stl tanggal efektif merger atau pemekaran usaha, WP tsb wajib menyampaikan pernyataan
tertulis bahwa harta tsb layak dijual demi meningkatkan efisiensi perusahaan dan disertai dgn bukti
pendukung. Pernyataan tertulis disampaikan paling lama 1 bulan stl terjadinya penjualan harta kpd
Kepala Kanwil DJP tempat WP yg menerima harta terdaftar. Format pernyataan tertulis dpt dilihat di
Lamp V PER-28/PJ/2008.
Business purpose test wajib dipenuhi oleh WP yg melakukan merger dlm bidang usaha yg sama
maupun dlm bidang usaha yg tdk sama serta pemekaran usaha. (Angka 6 SE-45)
C‐
dlm hal harta yg dimiliki oleh WP yg menerima pengalihan harta, dipindahtangankan sebelum 2 thn stl
tanggal efektif merger atau pemekaran usaha namun WP yg menerima harta:
tdk menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tsb layak dijual; atau
menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tsb layak dijual tetapi pernyataan tsb tdk sesuai
dgn keadaan yg sebenarnya
2. Jika WP yg tlh memperoleh persetujuan Dirjen Pajak utk menggunakan nilai buku dlm rangka
merger atau pemekaran usaha, namun:
blm dpt melaksanakan IPO; atau
tlh memperoleh persetujuan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan IPO tetapi sampai jangka waktu
perpanjangan yg diberikan blm dpt melaksanakan IPO
Kpd WP yg dikenai sanksi utk menghitung kembali nilai pengalihan dgn menggunakan nilai pasar akan
diterbitkan SK pencabutan atas SK persetujuan. SK pencabutan atas SK persetujuan tsb diterbitkan
oleh Kepala Kanwil DJP atas nama DJP. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan SK pencabutan tsb Dirjen Pajak
menerbitkan skp.
(Pasal 8 PER-28/PJ/2008 dan Angka 17 SE-45/PJ/2008)
C‐
Penyampaian SPT Masa/ SPT Tahunan dlm Hal Merger atau Pemekaran Dilakukan dlm Thn
Berjalan: (Angka 14 SE-45/PJ/2008)
Kewajiban penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi WP yg mengalihkan harta berakhir sampai dgn masa
pajak/thn pajak dilakukannya merger;
Kewajiban penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi WP baru yg menerima harta dlm rangka peleburan &
pemekaran usaha, dimulai sejak WP terdaftar di KPP segera stl pendirian badan usaha baru.
C‐
DIVIDEN YG DIPEROLEH WP DN ATAS PENYERTAAN MODAL PD BADAN USAHA DI LN
SELAIN BADAN USAHA YG MENJUAL SAHAMNYA DI BURSA EFEK
Dasar Hukum:
UU PPh
PMK-256/PMK.03/2008
PER-59/PJ/2010 (berlaku mulai tanggal 15 Des 2010)
C‐
Hrs Dibayar, dan Pengkreditan Pajak Sehubungan dgn Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Oleh WP DN atas
Penyertaan Modal pd Badan Usaha di LN Selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek yg
dilaksanakan sejak tanggal 1 Jan 2009 berlaku ketentuan PER-59/PJ/2010.
Contoh-contoh: (Lamp I PER-59/PJ/2010)
1. PT LE, WP DN Indonesia pd thn 2010 memiliki penyertaan modal seb 65% dari jml saham yg disetor pd BM
Ltd di negara A yg tdk menjual sahamnya di bursa efek. Atas penyertaan modal tsb:
a. Saat Penetapan Diperolehnya Dividen
Apabila Thn Pajak BM Ltd di negara A adalah 1 Jan s.d. 31 Des dan batas waktu kewajiban penyampaian
SPT Tahunan PPh di negara A paling lambat adalah 31 Mei, maka saat diperolehnya dividen adalah pd
bulan ke-4 stl berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT Ttahunan PPh di negara A yaitu 30
Sept 2011.
b. Besarnya Dividen yg Ditetapkan dan Pelaporan
Thn pajak 2010, BM Ltd di negara A memperoleh laba stl pajak seb US$ 50.000 dan nilai tukar US$ thd
Rupiah pd bulan Sept 2011 berdasarkan kurs tengah BI adalah Rp 9.200/US$, maka dividen thn 2010 yg
ditetapkan tlh diperoleh PT LE adalah 65% x US$ 50.000 = US$ 32.500.
Penghasilan dividen tsb dibukukan PT LE seb US$ 32.500 x Rp 9.200/US$ = Rp 299 juta. Jml tsb
diperhitungkan dlm PKP thn 2011 sesuai dgn ketentuan Pasal 16 UU PPh, dan dilaporkan dlm SPT
Tahunan PPh thn pajak 2011.
c. Pengkreditan pajak LN atas dividen yg dibayarkan
1) Apabila dividen tsb blm dibayarkan oleh BM Ltd di negara A, maka tdk ada kredit pajak PPh Pasal 24
yg dpt diperhitungkan dlm SPT Tahunan PPh PT LE utk thn pajak 2011.
2) Apabila dividen thn 2010 tsb diterima WP pd bulan Sept 2014 dgn jml seb US$ 35.000, dan
pembayaran dividen dlm bentuk lain utk thn pajak 2010 seb US$ 5.000, dgn bukti pemotongan PPh
atas dividen tsb @ seb US$ 3.500 dan US$ 500 maka:
a) Atas selisih lebih dividen yg dibayarkan tsb mrp penghasilan WP thn 2014 yaitu US 35.000
- US$ 32.500 = US$ 2.500 atau seb Rp 22,875 juta (misalnya kurs tengah BI Rp 9.150/US$) dan
dilaporkan pd SPT Tahunan PPh thn pajak 2014.
b) Atas dividen lainnya seb US$ 5.000 juga mrp penghasilan thn 2014 yaitu seb Rp 45,75 juta
(misalnya kurs tengah BI Rp 9.150/US$) dan dilaporkan pd SPT Tahunan PPh thn pajak 2014.
c) Pajak yg dibayar atau dipotong atas dividen di negara A tsb seb US$ 3.500 dan US$ 500
diperhitungkan sbg KPLN utk thn pajak 2014 sesuai dgn ketentuan Pasal 24 ayat (6) UU PPh.
2. PT DK, PT DS dan PT DT mrp WP DN Indonesia yg pd thn 2010 memiliki penyertaan modal scr bersama-sama
pd badan usaha BE Ltd di negara B yg tdk menjual sahamnya di bursa efek @ seb 25%, 20%, dan 15% dari jml
saham yg disetor. Apabila Thn Pajak BE Ltd di negara B adalah 1 Jan s.d 31 Des dan tdk memiliki kewajiban
utk menyampaikan SPT Tahunan PPh atau tdk ada ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, maka
atas penyertaan saham tsb:
a. Saat Penetapan Diperolehnya Dividen
Krn jml penyertaan modal PT DK, PT DS dan PT DT pd BE di negara B scr bersama-sama melebihi 50%,
maka penetapan saat diperolehnya dividen atas laba stl pajak BE di negara B thn 2010, adalah pd bulan ke-7
stl thn pajak berakhir, yaitu Juli 2011.
b. Besarnya Dividen yg Ditetapkan dan Pelaporan
Besarnya dividen yg wajib dihitung oleh PT DK, PT DS dan PT DT adalah seb jml dividen yg menjadi hak
@ perusahaan thd laba stl pajak yg sebanding dgn penyertaannya pd BE di negara B.
c. KPLN atas Dividen mengikuti contoh pd butir 1 di atas.
C‐
PSAK 46 (AKTIVA PAJAK TANGGUHAN DAN KEWAJIBAN PAJAK TANGGUHAN)
Definisi:
1. PPh: Pajak yg dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan dikenakan atas PKP perusahaan.
2. PPh Final: PPh yg bersifat final, yaitu bahwa stl pelunasannya, kewajiban pajak tlh selesai dan penghasilan yg
dikenakan PPh final tdk digabungkan dgn jenis penghasilan lain yg terkena PPh yg bersifat tdk final. Pajak jenis
ini dpt dikenakan thd jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
3. Laba Akuntansi: Laba atau rugi bersih selama 1 periode sbl dikurangi beban pajak.
4. PKP atau Laba Fiskal (Taxable Profit) atau Rugi Pajak (Tax Loss): Laba atau rugi selama 1 periode
yg dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yg menjadi dasar penghitungan PPh.
5. Beban Pajak (Tax Expense) atau Penghasilan Pajak (Tax Income): Jml agregat pajak kini (current
tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yg diperhitungkan dlm penghitungan laba atau rugi pd satu periode.
6. Pajak Kini (Current Tax): Jml PPh terutang (payable) atas PKP pd 1 periode.
7. Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities): Jml PPh terutang (payable) utk periode
mendatang sbg akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
8. Aset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Assets): Jml PPh terpulihkan (recoverable) pd periode mendatang
sbg akibat adanya:
perbedaan temporer yg boleh dikurangkan, dan
sisa kompensasi kerugian.
9. Perbedaan Temporer (Temporary Differences): Perbedaan antara jml tercatat aset atau kewajiban dgn
DPP-nya. Perbedaan temporer dpt berupa:
Perbedaan Temporer Kena Pajak (Taxable Temporary Differences): Perbedaan temporer yg
menimbulkan suatu jml kena pajak (taxable amounts) dlm penghitungan laba fiskal periode mendatang pd
saat nilai tercatat aset dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tsb dilunasi (settled), atau
Perbedaan Temporer yg Boleh Dikurangkan (Deductible Temporary Difference): Perbedaan
temporer yg menimbulkan suatu jml yg boleh dikurangkan (deductible amounts) dlm penghitungan laba
fiskal periode mendatang pd saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tsb dilunasi
Beda Waktu/Sementara:
Scr keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda
alokasi setiap tahunnya.
Beda waktu dpt berasal dari perbedaan akrual dan realisasinya, penyusutan, amortisasi, dan kompensasi
kerugian antara akuntansi dan perpajakan.
Beda waktu akan menimbulkan aset/kewajiban pajak tangguhan, sementara beda tetap tdk.
C‐
Kesimpulan:
Beban Pajak Tangguhan akan menimbulkan Kewajiban Pajak Tangguhan.
Pendapatan Pajak Tangguhan menimbulkan Aset Pajak Tangguhan.
Tdk mungkin di dlm neraca, WP mengisi bagian Aktiva Pajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak
Tangguhan. Jadi yg diisi pasti salah satunya.
C‐
Contoh:
1. Laba sbl pajak thn 2010 = Rp 900 juta. Koreksi fiskal atas laba tsb:
1. Pendapatan bunga deposito Rp 60 juta
2. Beban jamuan tanpa daftar nominative Rp 40 juta
3. Penyusutan fiskal lebih kecil Rp 15 juta daripada penyusutan komersial.
Angsuran PPh 25 adalah Rp 15 juta per bulan.
Pertanyaan:
a. Tentukan PKP
b. Tentukan PPh Kurang/Lebih Bayar
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya
Jawab:
a. Laba sbl pajak Rp 900 juta
Koreksi Beda Tetap:
-/- Pendapatan bunga deposito (Rp 60 juta)
+/+ Beban jamuan Rp 40 juta
Total Beda Tetap (Rp 20 juta)
Rp 880 juta
Koreksi Beda Waktu:
+/+ Penyusutan Rp 15 juta
Total Beda Waktu Rp 15 juta
PKP Rp 895 juta
b. Pajak Terutang:
25% x Rp 895 juta= Rp 223,75 juta
Kredit PPh Pasal 25 (Rp 180 juta)
PPh KB (PPh 29) Rp 43,75 juta
c. Aset Pajak Tangguhan= 25% x Rp 15 juta= Rp 3,75 juta
d. Jurnal
PPh Badan – Pajak Kini 223,75 juta
Aset Pajak Tangguhan 3,75 juta
Pendapatan Pajak Tangguhan 3,75 juta
PPh 25 dibayar dimuka 180 juta
Hutang PPh 29 43,75 juta
Penyajian:
Laba sbl pajak Rp 900 juta
Pajak kini Rp 223,75 juta
Pajak Tangguhan (Rp 3,75 juta)
(Rp 220 juta)
Laba bersih Rp 680 juta
2. Laba sbl pajak thn 2010 = Rp 700 juta. Koreksi fiskal atas laba tsb:
Pendapatan sewa bangunan Rp 50 juta
Beban bunga pajak Rp 10 juta
Beban pemberian sembako Rp 40 juta
Penyusutan komersial Rp 10 juta lebih tinggi dari penyusutan fiskal
Pendapatan jasa giro Rp 20 juta
Beban PPh Rp 5 juta
Amortisasi fiskal Rp 15 juta lebih tinggi dari amortisasi komersial.
C‐
Kredit Pajak:
PPh 22 Rp 10 juta
PPh 23 Rp 100 juta
PPh 24 Rp 25 juta
PPh 25 Rp15 juta
Pertanyaan:
a. Tentukan PKP
b. Tentukan Pajak Kurang/Lebih Bayar
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya
Jawab:
a. Laba sbl pajak Rp 700 juta
Koreksi beda tetap
-/- Pendapatan sewa bangunan (Rp 50 juta)
-/- Pendapatan jasa giro (Rp 20 juta)
+/+ Beban bunga pajak Rp 10 juta
+/+ Beban pemberian sembako Rp 40 juta
+/+ beban PPh Rp 5 juta
Total beda tetap (Rp 15 juta)
Rp 685 juta
Koreksi beda waktu
-/- Amortisasi (Rp 15 juta)
+/+ Penyusutan Rp 10 juta
(Rp 5 juta)
PKP Rp 680 juta
b. Pajak terutang=25% x Rp 680 juta= Rp 170 juta
Kredit PPh 22, 23, 24 dan 25 (Rp 150 juta)
PPh KB (PPh 29) Rp 20 juta
c. Kewajiban Pajak Tangguhan=25% x Rp 5 juta = Rp 1,5 juta
d. Jurnal
PPh Badan – Pajak Kini 170 juta
Beban Pajak Tangguhan 1,5 juta
Kewajiban Pajak Tangguhan 1,5 juta
PPh 22 dibayar dimuka 10 juta
PPh 23 dibayar dimuka 100 juta
PPh 24 dibayar dimuka 25 juta
PPh 25 dibayar dimuka 15 juta
Hutang PPh 29 20 juta
Penyajian:
Laba sbl pajak Rp 700 juta
Pajak kini Rp 170 juta
Pajak Tangguhan Rp 1,5 juta
(Rp 171,5 juta)
Laba bersih Rp 528,5 juta
C‐
FASILITAS PPh
C‐
Legalisasi Fotokopi SKB:
Dlm hal WP yg tlh mendapat SKB melakukan transaksi dgn > 1 pemotong dan/atau pemungut pajak
maka WP dpt menggunakan fotokopi SKB yg tlh dilegalisasi oleh KPP yg menerbitkan SKB.
Tata cara legalisasi atas fotokopi SKB:
WP mengajukan permohonan legalisasi SKB scr tertulis kpd Kepala KPP yg menerbitkan SKB
dgn mencantumkan nama dan NPWP pemotong dan/atau pemungut pajak.
Kepala KPP hrs melakukan legalisasi dlm jangka waktu paling lama 1 hari kerja sejak permohonan
legalisasi diterima. (Angka 15 & 16 SE-11/PJ/2011)
Catatan:
Apabila berdasarkan penelitian thd WP yg tlh mendapatkan SKB dpt dibuktikan bahwa PPh yg akan terutang >
PPh yg tlh dan akan dibayar dlm thn berjalan maka Kepala KPP dpt melakukan penyesuaian thd besarnya
angsuran pajak yg hrs dibayar sendiri oleh WP dlm thn berjalan sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (6) UU PPh.
(Angka18 SE-11/PJ/2011)
B. SKB PPh POTPUT (PPh PASAL 21, 22, 22 IMPOR, 23) ATAS WP YG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU
Dasar Hukum:
PP 46 Thn 2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
PER-32/PJ/2013 (berlaku sejak 25 Sept 2013)
SE terkait:
SE-42/PJ/2013
Penerbitan SKB:
Keputusan dpt berupa penerbitan SKB atau penolakan permohonan SKB. KPP hrs memberikan keputusan
dlm jangka waktu 5 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap. Apabila dlm jangka
waktu tsb KPP blm memberikan keputusan, permohonan WP dianggap diterima. Dlm hal permohonan WP
dianggap dikabulkan, KPP wajib menerbitkan SKB dlm jangka waktu 2 hari kerja stl jangka waktu 5 hari
kerja tsb terlewati. (Pasal 5 PER-32)
SKB berlaku s.d. berakhirnya Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 6 PER-32/PJ/2013)
SKB sesuai PER-1/PJ/2011 bagi WP yg memiliki peredaran bruto tertentu yg diterbitkan sbl 25 Sept 2013,
tetap berlaku s.d. akhir thn pajak bersangkutan. (Pasal 9 ayat (2) PER-32/PJ/2013)
C‐
Prosedur Legalisasi SKB:
1. Permohonan legalisasi fotokopi SKB menggunakan Form Lamp VI PER-32 kpd Kepala KPP tempat WP
menyampaikan kewajiban SPT Tahunan dgn syarat: (Pasal 7 ayat (2) PER- 32/PJ/2013)
Menunjukkan SKB;
Menyerahkan bukti penyetoran PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 utk setiap
transaksi yg akan dilakukan dgn pemotong dan/atau pemungut berupa SSP lembar ke-3 yg
tlh mendapat validasi dgn NTPN, kecuali utk transaksi yg dikenai pemungutan PPh Pasal 22 atas:
Impor;
Pembelian BBM, BBG, dan pelumas;
Pembelian hasil produksi industri semen, kertas, baja, otomotif, farmasi; dan
Pembelian kendaraan bermotor di DN.
Mengisi identitas WP pemotong dan/atau pemungut PPh dan nilai transaksi pd kolom yg
tercantum dlm SKB.
Ditandatangani oleh WP, atau dlm hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP hrs
dilampiri dgn Surat Kuasa Khusus sesuai Pasal 32 UU KUP.
2. Fotokopi SKB yg mau dilegalisasi diajukan dlm rangkap 3: (Pasal 7 ayat (3) PER-32/PJ/2013)
1 lembar utk KPP tempat WP menyampaikan kewajiban SPT Tahunan;
1 lembar utk diserahkan WP kpd WP pemotong dan/atau pemungut;
1 lembar utk diserahkan kpd KPP tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar.
3. Legalisasi tdk diberikan apabila persyaratan tdk terpenuhi (Pasal 7 ayat (2) & (5) PER- 32/PJ/2013)
4. Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Legalisasi dilakukan dlm jangka waktu 1 hari kerja sejak
permohonan legalisasi diterima lengkap. (Pasal 7 ayat (4) PER-32/PJ/2013)
Dasar Hukum:
PP 131 Thn 2000
KMK-51/KMK.04/2001
PER-01/PJ/2013
Penerbitan SKB:
1. SKB diterbitkan oleh Kepala KPP tempat DP terdaftar sbg WP atas permohonan yg diajukan oleh DP kpd
Kepala KPP yg bersangkutan utk setiap kantor cabang bank tempat DP melakukan investasi.
2. SKB berlaku utk seluruh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yg ditempatkan pd atau
diterbitkan oleh suatu kantor cabang bank tempat dana pensiun yg bersangkutan melakukan investasi.
C‐
3. Kantor cabang bank tsb adalah setiap kantor cabang bank yg mempunyai NPWP.
4. SKB berlaku utk masa 1 Jans.d. 31 Des.
5. Dlm hal DP mengajukan permohonan SKB dan tlh diterima lengkap oleh Kepala KPP:
Paling lambat 1 Januari, SKB berlaku sejak tanggal 1 Jan s.d. 31 Des;
Stl 1 Jan, SKB berlaku sejak tanggal permohonan SKB tlh diterima lengkap oleh Kepala KPP
s.d. 31 Des.
6. Dlm jangka waktu 7 hari kerja stl permohonan diterima scr lengkap, Kepala KPP hrs
memberikan jawaban. Apabila dlm jangka waktu tsb blm memberikan jawaban, maka permohonan
dianggap dikabulkan dan Kepala KPP hrs segera menerbitkan SKB, selambat- lambatnya 3 hari kerja
berikutnya.
D. SKB ATAS IMPOR EMAS BATANGAN YG AKAN DIPROSES UTK MENGHASILKAN BRG
PERHIASAN DARI EMAS UTK TUJUAN EKSPOR
Dasar Hukum:
PMK-154/PMK.03/2010 stdtd PMK-224/PMK.011/2012
PER-57/PJ/2010 jo PER-15/PJ/2011 jo PER-06/PJ/2013
C‐
c. Kepala KPP hanya dpt menerbitkan SKB sepanjang WP tlh memenuhi persyaratan:
1) Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak terakhir sbl thn diajukan permohonan SKB;
2) Tdk mempunyai tunggakan pajak.
SKB berlaku sejak tanggal diterbitkan s.d. berakhirnya Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3G
PER-15/PJ/2011)
Dasar Hukum:
PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008
KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008
PER-30/PJ/2009
C‐
No. Alasan PHTB Persyaratan
1. Jml bruto pengalihan < Diajukan scr tertulis oleh OP yg melakukan PHTB ke
Rp 60 juta yg dilakukan KPP tempat OP ybs terdaftar atau bertempat tinggal
oleh OP yg mempunyai (Form Lamp I PER-30/PJ/2009)
penghasilan < PTKP Surat Pernyataan Berpenghasilan di Bawah PTKP dan
Jumlah Bruto PHTB < Rp 60 juta (Form Lamp II PER-
30/PJ/2009)
FC Kartu Keluarga
FC SPPT PBB thn yg bersangkutan
Penerbitan SKB:
1. Atas permohonan SKB PPh atas penghasilan dari PHTB, Kepala KPP hrs memberikan keputusan dlm
jangka waktu paling lama 3 hari kerja sejak tanggal surat permohonan SKB diterima scr
lengkap.
2. Apabila jangka waktu tsb Kepala KPP tdk memberikan keputusan, permohonan tsb dianggap
dikabulkan dan Kepala KPP hrs menerbitkan SKB paling lama 2 hari kerja terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu pd angka 1 berakhir.
F. SKB KEWAJIBAN PPh ATAS PENGHASILAN DARI PHTB BAGI WP YG USAHA POKOKNYA
MELAKUKAN PHTB
Dasar Hukum:
PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008
KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008
PER-28/PJ/2009
Atas penghasilan dari PHTB di atas tdk dikenai PPh berdasarkan ketentuan PP 71 Thn
2008 yg dibuktikan dgn SKB pembayaran PPh yg bersifat final
C‐
Pengajuan Permohonan dan Penerbitan SKB:
1. Permohonan utk memperoleh SKB pembayaran PPh yg bersifat final diajukan scr tertulis oleh WP badan yg
melakukan PHTB ke KPP tempat WP badan ybs terdaftar (menggunakan Form Lamp I PER-28/PJ/2009)
2. Dilampiri dgn daftar tanah dan/atau bangunan yg penghasilan atas pengalihannya tlh dilaporkan dlm SPT
Tahunan PPh (menggunakan Form Lamp II PER-28/PJ/2009).
3. Atas permohonan SKB tsb, Kepala KPP hrs memberikan keputusan dlm jangka waktu paling lama 10
hari kerja sejak tanggal surat permohonan SKB diterima scr lengkap.
4. Apabila dlm jangka waktu tsb Kepala KPP tdk memberikan keputusan, permohonan SKB dianggap
dikabulkan dan Kepala KPP hrs menerbitkan SKB pembayaran PPh yg bersifat final paling lama 3 hari
kerja terhitung sejak jangka waktu pd ayat 3 berakhir.
Dasar Hukum:
PMK-130/PMK.011/2011 stdd PMK-192/PMK.011/2014
Dasar Hukum:
PP 1 Thn 2007 stdtd PP 52 Thn 2011
Dasar Hukum:
PMK-124/PMK.011/2013
PER-30/PJ/2013
C‐
BAGIAN D
&
Pasal Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1 Pengertian-pengertian
1A Penyerahan BKP; Bukan Penyerahan BKP
2 Hubungan Istimewa
BAB II PENGUKUHAN PKP
3 -
BAB IIA KEWAJIBAN MELAPORKAN USAHA DAN KEWAJIBAN MEMUNGUT, MENYETOR DAN
MELAPORKAN PAJAK YG TERUTANG
3A Kewajiban Melaporkan Usaha dan Kewajiban Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak yg Terutang
D011
RINGKASAN UU PPN
Definisi:
Pengusaha meliputi baik Pengusaha yg tlh dikukuhkan menjadi PKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 3A
ayat (1) UU PPN maupun Pengusaha yg seharusnya dikukuhkan menjadi PKP, tetapi blm dikukuhkan.
Syarat penyerahan barang yg dikenai pajak: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPN)
Barang berwujud yg diserahkan mrp BKP, atau Barang tdk berwujud yg diserahkan mrp BKP Tdk
Berwujud;
Penyerahan dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
Penyerahan dilakukan dlm rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Syarat penyerahan jasa yg terutang pajak: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN)
Jasa yg diserahkan mrp JKP;
Penyerahan dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
Penyerahan dilakukan dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya.
BKP Tdk Berwujud: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN)
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten,
desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak serupa lainnya
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dgn penggunaan atau hak menggunakan hak-hak
tsb pd angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tsb pd angka 2, atau
pemberian pengetahuan atau informasi tsb pd angka 3, berupa:
Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yg disalurkan kpd
masyarakat melalui satelit, kabel, serta optik, atau teknologi yg serupa
Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, utk siaran
televisi atau radio yg disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yg serupa
Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau slr spektrum radio komunikasi
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video utk
siaran televisi, atau pita suara utk siaran radio
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yg berkenaan dgn penggunaan atau pemberian hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tsb di atas.
Termasuk dlm pengertian Ekspor JKP: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN)
Penyerahan JKP dari dlm Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh PKP yg menghasilkan dan melakukan
ekspor BKP Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dgn bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar
Daerah Pabean.
D‐
g. Penyerahan BKP scr konsinyasi
h. Penyerahan BKP oleh PKP dlm rangka perjanjian pembiayaan yg dilakukan berdasarkan prinsip syariah,
yg penyerahannya dianggap lsg dari PKP kpd pihak yg membutuhkan BKP
BARANG YG TDK DIKENAKAN PPN (Pasal 4A ayat (2) UU PPN dan penjelasan)
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yg diambil lsg dari sumbernya
minyak mentah (crude oil)
gas bumi, tdk termasuk gas bumi seperti elpiji yg siap dikonsumsi lsg oleh masyarakat
panas bumi
asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit,
dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit,
magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat
(phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif,
zeolit, basal, dan trakkit
batubara sbl diproses menjadi briket batubara
bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit
b. Barang kebutuhan pokok yg sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
beras
gabah
jagung
sagu
kedelai
garam, baik yg beryodium maupun yg tdk beryodium
daging, yaitu daging segar yg tanpa diolah, tetapi tlh melalui proses disembelih, dikuliti,
dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tdk dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dgn cara lain, dan/atau direbus
telur, yaitu telur yg tdk diolah, termasuk telur yg dibersihkan, diasinkan, atau dikemas
susu, yaitu susu perah baik yg tlh melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tdk
mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tdk dikemas
buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yg dipetik, baik yg tlh melalui proses dicuci, disortasi,
dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tdk dikemas
sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yg dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pd suhu
rendah, termasuk sayuran segar yg dicacah
c. Makanan dan minuman yg disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya ,
meliputi makanan dan minuman baik yg dikonsumsi di tempat maupun tdk, termasuk makanan dan minuman yg
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga
JASA YG TDK DIKENAKAN PPN (Pasal 4A ayat (3) UU PPN dan Penjelasan)
a. Jasa pelayanan kesehatan medis
1. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi
2. jasa dokter hewan
3. jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi
4. jasa kebidanan & dukun bayi
5. jasa paramedis & perawat
6. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium
D‐
7. jasa psikologi & psikiater
8. jasa pengobatan alternatif, termasuk yg dilakukan oleh paranormal
b. Jasa pelayanan sosial
1. jasa pelayanan panti asuhan & panti jompo
2. jasa pemadam kebakaran
3. jasa pemberian pertolongan pd kecelakaan
4. jasa lembaga rehabilitasi
5. jasa penyediaan rumah duka / jasa pemakaman, termasuk krematorium
6. jasa di bidang olahraga kecuali yg bersifat komersial
c. Jasa pengiriman surat dgn perangko
meliputi jasa pengiriman surat dgn menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain
pengganti perangko tempel
d. Jasa keuangan
1. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lain yg dipersamakan dgn itu
2. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kpd pihak lain dgn
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dgn wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya
3. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) SGU dgn hak opsi
b) anjak piutang
c) usaha kartu kredit
d) pembiayaan konsumen
4. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah & fidusia
5. jasa penjaminan
Penegasan: SE-121/PJ/2010 (Penegasan Perlakuan PPN atas Kegiatan Usaha Perbakan)
e. Jasa asuransi
adalah jasa pertanggungan yg meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yg
dilakukan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis asuransi, tdk termasuk jasa penunjang
asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi
f. Jasa keagamaan
1. jasa pelayanan rumah ibadah
2. jasa pemberian khotbah / dakwah
3. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan
4. jasa lainnya di bidang keagamaan
g. Jasa pendidikan
1. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik, dan pendidikan profesional
2. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah
h. Jasa kesenian & hiburan
semua jenis jasa yg dilakukan oleh pekerja seni & hiburan
i. Jasa penyiaran yg tdk bersifat iklan
Jasa penyiaran yg tdk bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yg dilakukan oleh
instansi pemerintah atau swasta yg tdk bersifat iklan dan tdk dibiayai oleh sponsor yg bertujuan
komersial
j. Jasa angkutan umum di darat & di air serta jasa angkutan udara DN yg menjadi bagian yg tdk
terpisahkan dari jasa angkutan udara LN
k. Jasa tenaga kerja
1. jasa tenaga kerja
2. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung
jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tsb
3. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja
l. Jasa perhotelan
1. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen,
hostel, serta fasilitas yg terkait dgn kegiatan perhotelan utk tamu yg menginap
2. jasa penyewaan ruangan utk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen, dan hostel
m. Jasa yg disediakan oleh pemerintah dlm rangka menjalankan pemerintahan scr umum
D‐
meliputi jenis-jenis jasa yg dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin
Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian NPWP, dan pembuatan
KTP
n. Jasa penyediaan tempat parkir
adalah jasa penyediaan tempat parkir yg dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha
kpd pengguna tempat parkir dgn dipungut bayaran
o. Jasa telepon umum dgn menggunakan uang logam
adalah jasa telepon umum dgn menggunakan uang logam atau koin, yg diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta
p. Jasa pengiriman uang dgn wesel pos
q. Jasa boga atau katering
PENGKREDITAN PM
PM dlm suatu Masa Pajak dikreditkan dgn PK dlm Masa Pajak yg sama (Pasal 9 ayat (2) UU PPN)
PM yg dpt dikreditkan, tetapi blm dikreditkan dgn PK pd Masa Pajak yg sama, dpt dikreditkan pd Masa
Pajak berikutnya paling lama 3 bulan stl berakhirnya Masa Pajak yg bersangkutan sepanjang
blm dibebankan sbg biaya & blm dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (9) UU PPN)
Penjelasan Pasal 9 ayat (9) UU PPN:
Ketentuan ini memungkinkan PKP utk mengkreditkan PM dgn PK dlm Masa Pajak yg tdk sama yg
disebabkan antara lain, FP terlambat diterima. Pengkreditan PM dlm Masa Pajak yg tdk sama tsb hanya
diperkenankan dilakukan pd Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan stl berakhirnya Masa Pajak yg
bersangkutan. Dlm hal jangka waktu tsb tlh dilampaui, pengkreditan PM tsb dpt dilakukan melalui
pembetulan SPT Masa PPN yg bersangkutan. Kedua cara pengkreditan tsb hanya dpt dilakukan apabila
PM yg bersangkutan blm dibebankan sbg biaya atau tdk ditambahkan (dikapitalisasi) kpd hrg perolehan
BKP atau JKP yg bersangkutan dan thd PKP blm dilakukan pemeriksaan.
Contoh:
D‐
PM atas perolehan BKP yg FP-nya tertanggal 7 Juli 2010 dpt dikreditkan dgn PK pd Masa Pajak Juli
2010 atau pd Masa Pajak berikutnya paling lama Masa Pajak Okt 2010.
PM yg dibayar utk perolehan BKP/JKP hrs dikreditkan dgn PK di tempat PKP dikukuhkan.
Dlm hal impor BKP, Dirjen Pajak krn jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis dari PKP dpt
menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP, sbg tempat pengkreditan PM.
Ketentuan lbh lanjut mengenai tata cara penentuan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP
sbg tempat pengkreditan PM diatur dgn Peraturan MenKeu.
(Pasal 15 PP 1 thn 2012)
Dlm hal terjadi pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha, PM atas BKP yg dialihkan yg blm dikreditkan oleh PKP yg mengalihkan dpt
dikreditkan oleh PKP yg menerima pengalihan, sepanjang FP- nya diterima stl terjadinya pengalihan dan
PM tsb blm dibebankan sbg biaya atau dikapitalisasi. (Pasal 9 ayat (14) UU PPN)
D‐
TANGGUNG JAWAB RENTENG
a. Dasar Hukum
Pasal 16F UU PPN
Pasal 4 PP 1 Thn 2012
b. Yg Bertanggung Jawab Scr Renteng
Pembeli BKP atau penerima JKP bertanggung jawab scr renteng atas pembayaran PPN atau
PPnBM kecuali dlm hal :
Pajak yg terutang tsb dpt ditagih kpd penjual barang / pemberi jasa; atau
Pembeli BKP / penerima JKP dpt menunjukkan bukti tlh melakukan pembayaran pajak kpd penjual
barang / pemberi jasa.
Tanggung renteng melekat pd pembeli BKP / penerima JKP atas transaksi pembelian BKP dan/ atau JKP
di dlm Daerah Pabean.
c. Cara Penagihan PPN Krn Tanggung Jawab Renteng
Tanggung jawab renteng ditagih melalui penerbitan SKPKB sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan.
Ketentuan lbh lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab scr renteng atas pembayaran
PPN & PPnBM diatur dgn Peraturan MenKeu. (PMK yg mengatur masih blm terbit)
HUB ISTIMEWA
(Pasal 2 UU PPN & Penjelasan)
Dlm hal Hrg Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hub istimewa, maka Hrg Jual atau Penggantian dihitung atas
dasar hrg pasar wajar pd saat penyerahan BKP/JKP itu dilakukan.
Hub istimewa di atas dianggap ada apabila:
2 atau lbh Pengusaha, lsg atau tdk lsg berada di bawah pemilikan atau penguasaan Pengusaha yg sama, atau
Pengusaha yg satu menyertakan modal > 25% dari jml modal pd pengusaha yg lain, atau hub antara Pengusaha yg
menyertakan modalnya seb > 25% pd 2 pihak atau lbh, demikian pula hub antara 2 pihak atau lbh yg disebut
terakhir.
Penjelasan
1. Pengaruh hub istimewa dlm UU PPN ialah adanya kemungkinan hrg yg ditekan lbh rendah dari hrg
pasar. Dlm hal ini Dirjen Pajak mempunyai kewenangan melakukan penyesuaian Hrg Jual atau
Penggantian yg menjadi DPP dgn hrg pasar wajar yg berlaku di pasaran bebas.
2. a. Yg dimaksud dgn pemilikan menyangkut bidang permodalan, sedangkan penguasaan berhubungan dgn
bidang manajemen, termasuk hub kekeluargaan antara para pihak yg bersangkutan. Kata lsg di sini
diartikan bahwa slr atau sebagian modal atau manajemen dari 2 perusahaan atau lbh yg terlibat dlm
Penyerahan Barang (penjual & pembeli) dimiliki dan dilaksanakan oleh Pengusaha yg sama atau di
bawah penguasaan Pengusaha yg sama. Kata tdk lsg diartikan bila pemilikan & penguasaan itu
diperoleh krn adanya hub keluarga antara Pengusaha dgn pemilik modal atau pelaksana manajemen
dari perusahaan-perusahaan tsb, misalnya bila slr atau sebagian modal atau manajemen berada di
tangan isteri, anak, atau keluarga lainnya dari Pengusaha
b. Penyertaan modal seb 25% dihitung dari modal saham atau modal ditempatkan atau modal disetor. Bila
salah satu hasil hitungan itu menunjukkan penyertaan modal berjumlah > 25% atau lbh, maka
dianggap tlh ada hub istimewa.
D‐
SAAT TERUTANG PPN
Dasar Hukum:
Pasal 11 UU PPN
Dlm hal pembayaran diterima sbl penyerahan BKP atau sbl penyerahan JKP atau dlm hal pembayaran dilakukan sbl
dimulainya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pd
saat pembayaran. (Pasal 11 Ayat (2) UU PPN).
Penjelasan:
Dlm hal pembayaran diterima sbl penyerahan BKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPN, sbl penyerahan JKP
sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, sbl dimulainya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean
sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPN, atau sbl dimulainya pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sesuai Pasal 4
ayat (1) huruf e, saat terutangnya pajak adalah saat pembayaran.
Dirjen Pajak dpt menetapkan saat lain sbg saat terutangnya pajak dlm hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan
atau terjadi perubahan ketentuan yg dpt menimbulkan ketidakadilan (Pasal 11 Ayat (4) UU PPN).
D‐
BKP TDK BERWUJUD ATAU JKP
D‐
Dlm hal saat dimulainya pemanfaatan tdk diketahui, saat dimulainya pemanfaatan BKP tdk berwujud
dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian
atau saat lain yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
D‐
sepanjang blm dibebankan sbg biaya dan blm dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (9) UU PPN)
2. Non PKP
Pembayaran dgn SSP dilaporkan dgn menggunakan SSP lembar ke-3 paling lama akhir bulan berikutnya stl
saat terutangnya pajak ke KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 7 ayat (3) PMK- 40/PMK.03/2010)
Contoh Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari Luar Daerah Pabean serta Contoh Perhitungan
PPN yg Terutang (Lamp I SE-147/PJ/2010)
Contoh-contoh pemanfaatan BKP Tdk Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean yg
terutang PPN berdasarkan 4 ayat (1) huruf d & e UU PPN:
a. PT XYZ di Jakarta melakukan kontrak penggunaan waralaba (franchise) "eat & eat" dari A Corp. yg
berdomisili di Kanada, dan merk "eat & eat" tsb dipakai atau digunakan utk restoran yg dibuka di Jakarta.
Atas pemanfaatan waralaba oleh PT XYZ di dlm Daerah Pabean tsb terutang PPN.
b. PT ABC di Jakarta menyewa konsultan pemasaran Z Corp. yg berdomisili di Amerika utk membantu
kegiatan pemasaran produk milik PT ABC di lndonesia. Kegiatan konsultansi pemasaran tsb dilakukan di
lndonesia namun tdk menyebabkan Z Corp. berubah menjadi Subjek Pajak DN. Maka, kegiatan
pemanfaatan jasa konsultansi pemasaran dari Amerika di dlm Daerah Pabean oleh PT ABC terutang PPN.
c. PT DEF di Surabaya menyewa agen pemasaran Y Corp. di Singapura utk mencarikan pembeli produk PT
DEF di Singapura. Y Corp. berhasil mendapatkan pembeli produk PT DEF, yaitu X Corp. yg berkedudukan
di Singapura. PT DEF kemudian melakukan kegiatan penjualan kpd X Corp. di Singapura (kegiatan ekspor
BKP). Atas kegiatan pemanfaatan jasa pemasaran Y Corp. di Singapura oleh PT DEF di dlm Daerah
Pabean terutang PPN.
Contoh-contoh pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yg tdk terutang PPN:
a. PT FGH di Medan menghadapi gugatan hukum di pengadilan negara Belanda melawan Y Corp yg
berkedudukan di Belanda. Utk menyelesaikan sengketa hukum ini, PT FGH menyewa pengacara dari
Belanda utk menghadiri dan mewakili PT FGH di pengadilan negara Belanda. Atas kegiatan
pemanfaatan jasa hukum Y Corp. oleh PT FGH tdk terutang PPN mengingat kegiatan pemanfaatan
JKP tsb dilakukan di luar Daerah Pabean (penyelesaian gugatan hukum di Belanda).
b. PT DHI di Jakarta akan melakukan penerbitan obligasi di bursa saham New York Amerika. PT DHI
menggunakan jasa konsultan keuangan Brothers Corp. dari Amerika utk membantu penerbitan obligasi tsb
berupa pemberian jasa konsultansi keuangan. Atas pemanfaatan jasa konsultansi keuangan Brothers Corp
dari Amerika oleh PT DHI tdk terutang PPN mengingat kegiatan pemanfaatan JKP tsb dilakukan di
luar Daerah Pabean (penerbitan obligasi di Amerika).
c. PT HIJ di Semarang menyewa kapal dari XYZ Corp. yg berdomisili di Singapura utk mengangkut barang
miliknya dari pelabuhan yg berlokasi di San Fransisco ke pelabuhan yg berada Tokyo. Atas pemanfaatan
jasa sewa kapal dari XYZ Corp. tdk terutang PPN mengingat kegiatan pemanfaatan jasa tsb
dilakukan di luar Daerah Pabean (pengangkutan barang di luar Daerah Pabean).
d. PT PQR di Yogyakarta menggunakan jasa penyelenggara kegiatan (event organizer) GHJ Corp. yg
berdomisili di Thailand utk mengadakan kegiatan pertunjukan seni (konser) di Thailand yg menampilkan
artis-artis Indonesia yg bernaung di bawah manajemen PT PQR. Atas pemanfaatan jasa penyelenggara
kegiatan tsb tdk terutang PPN mengingat pemanfaatan jasa tsb dilakukan di luar Daerah Pabean
(penyelenggaraan konser di Thailand).
Contoh penghitungan PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean:
Fakta/data yg diketahui
a. PT A (NPWP 01.234.567.8-011.000) adalah PKP yg bergerak di bidang industri perlengkapan olahraga,
seperti sepatu, bola, dan lain-lain. PT A dlm salah satu produksinya menggunakan desain model sepatu yg
diperoleh dari B Ltd yg berasal dari Amerika Serikat.
D‐
b. Pd tanggal 10 Jan 2011 ditandatangani kontrak dgn kesepakatan bahwa royalti yg akan dibayarkan kpd B
Ltd. adalah seb US$ 5 per pasang sepatu yg diproduksi dan diekspor.
c. Pd tanggal-tanggal berikut terjadi transaksi-transaksi di bawah ini:
25 Feb 2011: Sepatu yg didasarkan pd desain model sepatu dari B Ltd mulai diproduksi.
10 Mei 2011: Dilakukan ekspor 40.000 pasang sepatu ke Eropa senilai US$ 4,000,000.
15 Juni 2011: PT A melakukan penyetoran PPN terutang atas pemanfaatan desain model sepatu terkait
dgn ekspor pd tanggal 10 Mei 2011, dgn nilai kurs US$ 1 = Rp 10.000 (kurs berdasarkan Keputusan
Menkeu).
20 Juni 2011: Dilakukan ekspor 60.000 pasang sepatu ke Eropa senilai US$ 6,000,000.
30 Juni 2011: Dilakukan pembayaran atas pemanfaatan desain model sepatu dgn nilai US$ 500,000.
15 Juli 2011 PT A melakukan penyetoran PPN terutang atas pemanfaatan desain model sepatu terkait
dgn ekspor pd tanggal 20 Juni 2011, dgn kurs US$ 1 = Rp 9.500,00 (kurs berdasarkan Keputusan
Menkeu).
d. Penghitungan PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean:
Saat terutang PPN atas penggunaan desain model sepatu tsb:
- Tanggal 10 Mei 2011, yaitu pd desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd. dimanfaatkan
oleh PT A utk memproduksi dan mengekspor 40.000 pasang sepatu; dan
- Tanggal 20 Juni 2011, yaitu pd desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd. dimanfaatkan
oleh PT A utk memproduksi dan mengekspor 60.000 pasang sepatu.
DPP PPN terutang utk royalti atas penjualan ekspor tanggal 10 Mei 2011 adalah US$ 5 X
40.000 = US$ 200,000. Besarnya PPN terutang yg disetorkan pd tanggal 15 Juni 2011 adalah 10% X
US$ 200,000 X Rp 10.000 = Rp 200 juta.
DPP PPN terutang utk royalti atas penjualan ekspor tanggal 20 Juni 2011 adalah US$ 5 X
60.000 = US$ 300,000. Besarnya PPN terutang yg disetorkan pd tanggal 15 Juli 2011 adalah 10% X US$
300,000 X Rp 9.500 = Rp 285 juta.
D‐
D‐
B. EKSPOR JKP DAN/ATAU BKP TDK BERWUJUD
Dasar Hukum:
Pasal 4 ayat (2) UU PPN
Pasal 6 PP 1 Thn 2012 (berlaku sejak tanggal 4 Jan 2012) kecuali mengenai Pasal 19 ayat (1) dan
Pasal 20 berlaku sejak tanggal 1 Apr 2010)
PMK-70/PMK.03/2010 jo PMK-30/PMK.03/2011
SE terkait:
SE-145/PJ/2010
SE-49/PJ/2011
Definisi:
Ekspor BKP Tdk Berwujud: Setiap kegiatan pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari dlm Daerah
Pabean di luar Daerah Pabean. (Pasal 1 angka 28 UU PPN)
Ekspor JKP: Setiap kegiatan penyerahan JKP ke luar Daerah Pabean (Pasal 1 angka 29 UU PPN)
Jasa Maklon: Pemberian jasa dlm rangka proses penyelesaian suatu brg tertentu yg proses pengerjaannya
dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta
menyediakan bahan baku dan/atau brg ½ jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yg akan diproses sebagian
atau seluruhnya, dgn kepemilikan atas brg jadi berada pd pengguna jasa. (Pasal 1 angka 3
PMK-30/PMK.03/2011)
Jasa Perdagangan: Jasa yg diberikan oleh orang atau badan kpd pihak lain, dgn menghubungkan pihak
lain tsb kpd pembeli brg pihak lain itu, atau menghubungkan pihak lain tsb kpd penjual brg yg akan dibeli
pihak lain itu. Jasa perdagangan dpt berupa jasa perantara, jasa pemasaran, dan jasa mencarikan
penjual/pembeli. (angka 1 SE-145/PJ/2010)
Formulir Pemberitahuan Ekspor BKP Tdk Berwujud/JKP → Lamp PMK-70/PMK.03/2010
Ekspor JKP:
a. Batasan Kegiatan JKP yg Ekspornya Dikenai PPN 0% (Pasal 3 & 4 PMK-70/PMK.03/2010)
1. Jasa Maklon, dikenai PPN sepanjang memenuhi syarat :
Pemesan/penerima JKP berada di luar pabean dan mrp WPLN serta tdk mempunyai BUT di
Indonesia;
Spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan/penerima JKP
Bahan adalah bahan baku, ½ jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yg akan diproses menjadi
BKP yg dihasilkan;
Kepemilikan atas brg jadi berada pd pemesan/penerima JKP; dan
Pengusaha jasa maklon mengirim brg hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan atau
penerima JKP ke luar daerah pabean
2. Utk selain jasa maklon (Pasal 4 PMK-70/PMK.03/2010)
Jasa yg melekat pd atau jasa utk brg bergerak yg dimanfaatkan di luar pabean, yaitu jasa
perbaikan dan perawatan yg melekat pd atau jasa utk brg bergerak yg
dimanfaatkan di luar pabean
Jasa yg melekat pd atau jasa utk brg tdk bergerak yg terletak di luar pabean, yaitu jasa
konstruksi meliputi layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi
Ketentuan PPN utk penyerahan JKP selain 3 jenis JKP di atas
Apabila penyerahan JKP-nya dilakukan di dlm Daerah Pabean, tetap terutang PPN dgn tarif
10% sbg penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean yg syarat pengenaan PPN-nya diatur dlm penjelasan
Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN. (angka 3 SE-49/PJ/2011)
PPN dikenakan atas penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha yg
dimanfaatkan di dlm atau di luar Daerah Pabean. (Pasal 6 PP 1 Thn 2012)
Sesuai dgn Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN maka terutangnya PPN tdk
mensyaratkan apakah jasa hrs dikonsumsi atau dimanfaatkan di dlm Daerah Pabean
atau tdk.
Contoh 1:
D‐
A Corp. yg berdomisili di Jepang mengirimkan lagu kpd PT B di Indonesia utk dibuatkan penulisan not
balok atas lagu tsb. Penulisan not balok yg tlh selesai dikirim kembali ke Jepang. Atas jasa penulisan
not balok yg dilakukan oleh PT B tsb terutang PPN.
Contoh 2:
Z Corp. yg berdomisili di Korea Selatan berencana memasarkan produknya di Indonesia. Oleh krn
itu, Z Corp. menyewa PT DEF di Indonesia utk melakukan survei pasar di Indonesia. Jasa survei yg
dilakukan oleh PT DEF tsb terutang PPN.
Apabila JKP tsb dilakukan di luar Daerah Pabean, atasnya tdk terutang PPN krn di luar
cakupan UU PPN. (angka 3 SE-49/PJ/2011)
b. Tempat & Saat Terutangnya PPN atas Ekspor JKP
Saat terutangnya PPN atas Ekspor JKP → pd saat Ekspor JKP (Pasal 5 PMK-70/PMK.03/2010)
Saat Ekspor JKP adalah pd saat Penggantian atas jasa yg diekspor tsb dicatat atau diakui sbg
penghasilan.
PPN terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan, atau
tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan yg
diatur dgn Peraturan Dirjen Pajak. (Pasal 6 PMK- 70/PMK.03/2010)
c. Kewajiban PKP (Pasal 7 PMK-70/PMK.03/2010)
PKP yg melakukan Ekspor JKP wajib membuat Pemberitahuan Ekspor JKP pd saat Ekspor JKP, dan
Pemberitahuan Ekspor JKP yg dilampiri dgn invoice sbg 1 kesatuan yg tdk terpisahkan adalah dokumen
tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP.
d. Pelaporan pd SPT Masa PPN (Pasal 8 PMK-30/PMK.03/2011)
Ekspor jasa dimasukkan ke Lamp PPN Keluaran kolom Ekspor
Atas kegiatan ekspor BKP yg dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon oleh PKP eksportir Jasa
Maklon dilaporkan sbg ekspor BKP dlm SPT Masa PPN. Di ketentuan lama sbl 28 Feb 2011
sesuai PMK-70/PMK.03/2010 ekspor Jasa Maklon tdk perlu dilaporkan sbg ekspor BKP dlm SPT
Masa PPN
PPN Masukan yg berhubungan lsg dgn usaha ekspor JKP dpt dikreditkan sesuai ketentuan berlaku.
Atas ekspor JKP yg dilakukan sbl 1 Apr 2010, tetapi penggantian atas jasa tsb dicatat atau diakui
sbg penghasilan stl 1 April 2010, maka harus menggunakan PMK-70/PMK.03/2010 jo PMK-
30/PMK.03/2011.
Jasa Perdagangan:
a. Yg Tdk Dikenai PPN (angka 5 SE-145/PJ/2010)
→ Dlm hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di luar Daerah Pabean, dgn kondisi:
Pengusaha jasa perdagangan & penjual brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di luar Daerah Pabean, sedangkan pembeli brg berada di dlm Daerah Pabean; atau
Pengusaha jasa perdagangan & pembeli brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di luar Daerah Pabean, sedangkan penjual brg berada di dlm Daerah Pabean.
b. Yg Dikenai PPN (angka 3 SE-145/PJ/2010)
→ Dlm hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di dlm Daerah Pabean, dgn kondisi:
Pengusaha jasa perdagangan & penjual brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan pembeli dpt berada di dlm atau di luar Daerah
Pabean;
Pengusaha jasa perdagangan & pembeli brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan penjual dpt berada di dlm atau di luar Daerah
Pabean;
Pengusaha jasa perdagangan & pembeli brg berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan
penjual brg selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean;
Pengusaha jasa perdagangan & penjual brg berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan
pembeli brg selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean; atau
Pengusaha jasa perdagangan berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan penjual brg &
pembeli brg yg salah satunya adalah penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean.
D‐
Contoh Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tdk Berwujud:
D‐
FAKTUR PAJAK (FP)
A. SAAT PEMBUATAN FP
Dasar Hukum:
Pasal 19 PP 1 Thn 2012
PMK-151/PMK.011/2013 ttg Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian FP
(berlaku sejak 11 Nov 2014) → mencabut PMK-84/PMK.03/2012
PMK-238/PMK.03/2012 (mulai berlaku 19 Jan 2013) ttg Saat Lain sbg Saat Pembuatan FP atas
Penyerahan BKP dgn Karakteristik Tertentu
PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013 jo PER-17/PJ/2014 ttg Bentuk, Ukuran, Tata Cara
Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dlm Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau
penggantian, dan tata Cara Pembatalan FP → PER-24 mencabut PER- 13/PJ/2010 jo
PER-65/PJ/2010
PER-16/PJ/2014 (berlaku tanggal 1 Juli 2014) ttg Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan FP Berbentuk
Elektronik
D051
pembeli atau bencana alam; dan/atau
Kuantitas baik berupa tonase, volume atau satuan lainnya dpt mengalami perubahan dlm
proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak pembeli yg disebabkan oleh
cuaca atau iklim tertentu scr normal dan tdk disebabkan krn kerusakan pengiriman atau
kelalaian dlm proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak pembeli atau
bencana alam.
Termasuk dlm kategori BKP dgn karakteristik tertentu → konsentrat produk pertambangan yg
mengandung kadar mineral dan bahan/produk kimia.
FP Gabungan:
PKP dpt membuat 1 FP yg meliputi slr penyerahan yg dilakukan kpd pembeli BKP dan/atau
penerima JKP yg sama selama 1 bulan kalender.
FP gabungan hrs dibuat paling lama pd akhir bulan penyerahan BKP/JKP.
PKP yg menerbitkan FP stl melewati jangka waktu 3 bulan sejak saat FP seharusnya
dibuat dianggap tdk menerbitkan FP dan PPN tsb tdk dpt dikreditkan sbg PM. (Pasal 7
PMK-151/PMK.011/2013)
DlmAtas
Hal pemakaian sendiri BKP/JKP
Transaksi dilakukan dlm Matautk tujuan
Uang Asing:produktif yg tdk dilakukan
pemungutan
Penghitungan PPN,PPN
besarnya dikecualikan
atau PPN &dari penerbitan
PPnBM FP. (Pasal
yg terutang, 8 PMK-151/PMK.011/2013)
hrs dikonversi ke dlm mata uang Rp dgn
mempergunakan kurs yg ditetapkan Menkeu yg berlaku pd saat pembuatan FP. (Pasal 14 PP 1 Thn 2012)
D052
B. SAAT PENYERAHAN/EKSPOR
Dasar Hukum:
Pasal 17 PP 1 Thn 2012
PMK-151/PMK.011/2013
SE terkait:
SE-50/PJ/2011
1. Penyerahan BKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN
a. Penyerahan BKP berwujud yg mnr sifat atau hukumnya berupa barang bergerak
→ Terjadi pd saat:
1) BKP berwujud tsb diserahkan scr lsg kpd pembeli atau pihak ketiga utk dan atas nama
pembeli;
2) BKP berwujud tsb diserahkan scr lsg kpd penerima barang utk pemberian cuma- cuma,
pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan antar cabang;
3) BKP berwujud tsb diserahkan kpd juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
4) Hrg atas penyerahan BKP diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat diterbitkan
faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum dan
diterapkan scr konsisten.
b. Penyerahan BKP berwujud yg mnr sifat atau hukumnya berupa barang tdk
bergerak
→ Terjadi pd saat penyerahan hak utk menggunakan atau menguasai BKP berwujud tsb, scr
hukum atau scr nyata, kpd pihak pembeli.
c. Penyerahan BKP tdk berwujud
→ Terjadi pd saat:
1) Hrg atas penyerahan BKP tdk berwujud diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat
diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum
dan diterapkan scr konsisten; atau
2) Kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan utk dipakai scr nyata, sebagian atau seluruhnya, dlm hal saat sebagaimana
dimaksud pd angka 1) tdk diketahui.
d. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk
diperjualbelikan, yg masih tersisa pd saat pembubaran perusahaan terjadi
→ Terjadi pd saat:
1) Ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
2) Berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yg ditetapkan dlm Anggaran Dasar;
3) Tanggal penetapan Pengadilan yg menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
4) Diketahuinya bahwa perusahaan tsb nyata-nyata sdh tdk melakukan kegiatan usaha atau
sdh dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yg
ada.
e. Pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha yg tdk memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d
UU PPN atau perubahan bentuk usaha
→ Terjadi pd saat:
1) Disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil RUPS yg tertuang dlm
perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha,
atau perubahan bentuk usaha; atau
2) Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris.
2. Penyerahan JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN
→ Terjadi pd saat:
a. Hrg atas penyerahan JKP diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat diterbitkan faktur
penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum dan diterapkan scr
konsisten;
D053
b. Kontrak atau perjanjian ditandatangani, dlm hal saat sebagaimana dimaksud pd huruf a tdk
diketahui; atau
c. Mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan utk dipakai scr nyata, baik sebagian atau
seluruhnya, dlm hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri JKP.
3. Ekspor BKP Berwujud dlm Pasal 4 ayat (2) huruf c UU PPN
→ Terjadi pd saat BKP dikeluarkan dari Daerah Pabean.
4. Ekspor BKP Tdk Berwujud dlm Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPN
→ Terjadi pd saat Penggantian atas BKP Tdk Berwujud yg diekspor tsb dicatat atau diakui sbg
piutang atau penghasilan.
5. Ekspor JKP dlm Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPN
→ Terjadi pd saat Penggantian atas jasa yg diekspor tsb dicatat atau diakui sbg piutang atau
penghasilan.
D054
3. Penyerahan JKP
Contoh 1:
PT Semangat menyewakan 1 unit ruko kpd PT Diatetupa dgn masa kontrak selama 12 thn.
Dlm kontrak disepakati antara lain:
PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tsb pd tanggal 1 Sept 2011.
Nilai kontrak sewa selama 12 thn seb Rp 120 juta.
Pembayaran sewa adalah tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29 Sept dgn
pembayaran seb Rp10 juta per thn.
Pd tanggal 29 Sept 2011 PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa utk thn pertama. Atas
penyerahan JKP tsb, PT Semangat wajib menerbitkan FP pd tanggal 29 Sept 2011 dgn DPP
seb Rp 10 juta.
Contoh 2:
PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan utk memberikan jasa konsultasi manajemen
& pelatihan kpd staf marketing PT Toryung selama 6 bulan dgn nilai kontrak seb Rp 60 juta.
Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan. Firma Cerah Konsultan mulai
memberikan jasa konsultasi sejak tanggal 1 Juli 2011. Pd tanggal 10 Agust 2011, Firma Cerah
Konsultan mengajukan tagihan utk pembayaran jasa konsultasi bulan Juli seb Rp10 juta. PT
Toryung melakukan pembayaran atas tagihan tsb pd tanggal 20 Agust 2011. Atas transaksi
tsb, Firma Cerah Konsultan wajib menerbitkan FP pd tanggal 10 Agust 2011 dgn DPP seb
Rp 10 juta (sesuai dgn nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20 Agust
2011.
Contoh 3:
PT Setiyakom adalah suatu perusahaan jasa telekomunikasi. PT Setiyakom melakukan
penagihan kpd pelanggan sesuai dgn periode pemakaian selama 1 bulan. Pengumpulan data-
data pemakaian dari pelanggan memerlukan waktu bbrp hari, shg invoice baru dpt diterbitkan
bbrp hari setelahnya.
Misalnya utk pemakaian oleh pelanggan pd tanggal 1 - 30 Juni 2011, PT Setiyakom
menerbitkan invoice (melakukan penagihan) pd tanggal 5 Juli 2011. Utk kasus ini, FP
diterbitkan pd saat penyerahan jasa tsb dinyatakan/dicatat sbg piutang/penghasilan, yaitu pd
akhir periode pemakaian (30 Juni 2011) atau paling lama pd saat diterbitkannya invoice (5
Juli 2011).
Matriks saat penerbitan FP utk bbrp contoh penyerahan di bidang jasa telekomunikasi adalah
sbg berikut:
Periode Paling lama
Periode
Pemakaian/ Saat diakui Penerbitan FP
No. pengakuan
penyerahan penghasilan invoice diterbitkan
penghasilan
JKP
1a 30 Juni 2011 30 Juni 2011
1b 1 - 30 Juni 1 - 30 Juni 5 Juli 2011 5 Juli 2011
1c 2011 2011 31 Juli 2011 31 Juli 2011
Juni 2011
2 26 Mei - 25 26 Mei - 25 6 Juli 2011 6 Juli 2011
Juni 2011 Juni 2011
3 16 Mei - 15 Mei 2011
4 Juni 2011 Juni 2011 20 Juni 2011 20 Juni 2011
5 16 Mei - 15 16 -31 Mei Mei 2011 31 Mei 2011 31 Mei 2011
Juni 2011 2011
1-15 Juni Juni 2011 15 Juni 2011 15 Juni 2011
2011
4. Penyerahan sebagian tahap pekerjaan (Pembayaran termin)
Contoh:
a. Tanggal 1 Apr 2011, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka seb
20%.
b. Tanggal 1 Mei 2011, pekerjaan selesai 20%, diterima pembayaran tahap ke-1.
c. Tanggal 1 Juni 2011, pekerjaan selesai 50%, diterima pembayaran tahap ke-2.
d. Tanggal 20 Juni 2011, pekerjaan selesai 80%, diterima pembayaran tahap ke-3.
e. Tanggal 25 Agust 2011, pekerjaan selesai 100%, bangunan / barang tdk bergerak diserahkan.
D055
f. Tanggal 1 Sept 2011, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) seb 95% dari hrg borongan.
g. Tanggal 1 Maret 2012, diterima pembayaran pelunasan slr jasa pemborongan.
Pd huruf a – d PPN terutang pd tanggal diterimanya pembayaran (tahap), sedang huruf e
– g PPN terutang pd tanggal 25 Agust 2011 atau saat jasa pemborongan (bangunan / barang tdk
bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kpd pemiliknya. Tanggal pembayaran yg tsb pd
huruf f & g tdk perlu diperhatikan, krn tdk termasuk saat yg menentukan terutangnya PPN sesuai
dgn dasar akrual yg dianut dlm UU PPN.
Cara penghitungan sebagaimana tsb di atas juga berlaku dlm hal penjualan BKP/JKP dilakukan
dgn pembayaran uang muka, sedangkan penyerahan BKP/JKP tsb dilakukan kemudian.
D056
C. BENTUK FP
Dasar Hukum:
PMK-151/PMK.011/2013
PER-16/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014) ttg Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan FP
Berbentuk Elektronik
Surat terkait:
S-1112/PJ.02/2013 ttg e-Faktur Pajak (e-FP)
PENG-01/PJ.02/2014
D057
Permintaan data e-Faktur (dgn form Lamp PER-16/PJ/2014), dan permintaan data e- Faktur tsb
terbatas pd data e-Faktur yg tlh di-upload ke DJP dan tlh memperoleh persetujuan dari DJP.
(Pasal 8 PER-16/PJ/2014)
Dlm hal terjadi keadaan tertentu yg menyebabkan PKP tdk dpt membuat e-Faktur, PKP
diperkenankan utk membuat FP berbentuk kertas (hardcopy). Keadaan tertentu yg menyebabkan
PKP tdk dpt membuat e-Faktur adalah keadaan yg disebabkan oleh peperangan, kerusuhan,
revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yg
ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Dlm hal keadaan tertentu ditetapkan tlh berakhir oleh Dirjen Pajak, data FP berbentuk kertas yg
dibuat dlm keadaan tertentu tsb di-upload ke DJP oleh PKP melalui aplikasi atau sistem
elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP utk mendapatkan persetujuan dari DJP.
(Pasal 9 PER-16/PJ/2014)
Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik FP, yg mrp hasil keluaran (output) dari
aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP. e-Faktur tdk
diwajibkan utk dicetak dlm bentuk kertas (hardcopy). (Pasal 10 PER-16/PJ/2014)
e-Faktur wajib dilaporkan oleh PKP ke DJP dgn cara diunggah (upload) ke DJP dan memperoleh
persetujuan dari DJP. Pelaporan e-Faktur tsb dilakukan dgn menggunakan aplikasi atau sistem
elektronik yg tlh ditentukan dan/atau disediakan DJP.
DJP memberikan persetujuan utk setiap e-Faktur yg tlh di-upload sepanjang NSFP yg digunakan
utk penomoran e-Faktur tsb adalah NSFP yg diberikan oleh DJP kpd PKP yg membuat e-Faktur
sesuai dgn ketentuan yg berlaku. e-Faktur yg tdk memperoleh persetujuan dari DJP bukan mrp
FP. (Pasal 11 PER-16/PJ/2014)
2. Kertas (hardcopy).
FP yg dibuat tdk scr elektronik sesuai Peraturan Dirjen Pajak, utk setiap penyerahan/ ekspor BKP
dan/atau penyerahan/ekspor JKP sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf a – e UU PPN.
entuk & ukuran FP berbentuk kertas disesuaikan dgn kepentingan PKP dan dlm hal diperlukan dpt
ditambahkan keterangan lain selain keterangan sesuai Pasal 13 ayat (5) UU PPN. Pengadaan FP
tsb dilakukan oleh PKP. (Pasal 13 PMK-151/PMK.011/2013)
Dlm hal terjadi keadaan tertentu yg menyebabkan PKP yg diwajibkan membuat FP berbentuk
elektronik tdk dpt membuat FP berbentuk elektronik, PKP tsb diperkenankan utk membuat FP
berbentuk kertas. Keadaan tertentu tsb adalah keadaan yg disebabkan oleh peperangan, kerusuhan,
revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yg
ditetapkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 18 PMK- 151/PMK.011/2013)
Dlm FP hrs dicantumkan keterangan ttg penyerahan BKP/JKP yg paling sedikit memuat: (Pasal 13 ayat
(5) UU PPN & Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK-151/PMK.011/2013)
a. Nama, alamat, dan NPWP yg menyerahkan BKP/JKP;
b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP;
c. Jenis barang/jasa, jml Hrg Jual/Penggantian, dan potongan hrg;
d. PPN yg dipungut;
e. PPnBM yg dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan FP; dan
g. Nama dan tanda tangan yg berhak menandatangani FP.
Utk FP berbentuk elektronik, tanda tangan yg berhak menandatangani FP berupa Tanda
Tangan Elektronik.
Dirjen Pajak dpt menetapkan dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP. Persyaratan yg hrs
dipenuhi dan keterangan yg hrs dicantumkan diatur dgn Peraturan Dirjen Pajak. (Pasal 4 ayat 3) & (4)
PMK-151/PMK.011/2013)
Dlm hal FP tdk memenuhi ketentuan pd Pasal 4 ayat (1), (2), dan (4) PMK-151/PMK.011/2013, PPN yg
tercantum dlm FP mrp PM yg tdk dpt dikreditkan oleh PKP.
D058
tata cara pengisian keterangan pd FP sebagaimana diatur dlm Peraturan Dirjen Pajak, termasuk dlm
pengertian FP. (Pasal 14 PMK-151/PMK.011/2013)
D059
37. Nippon Koei Co. Ltd. 01.002.804.1-053.000
38. PT Dowell Anadrill Schlumberger 01.061.608.4-081.000
39. PT Schlumberger Geophysics Nusantara 01.061.617.5-081.000
40. PT Radiant Utama Interinsco Tbk 01.371.814.3-081.000
41. PT Trans Power Marine Tbk 02.435.712.1-073.000
42. PT Inti Ganda Perdana 01.060.617.6-007.000
43. PT Royal Sutan Agung 01.735.097.6-007.000
44. PT Halim Sakti Pratama 01.772.284.4-038.000
45. PT Lea Sanent 01.303.009.3-038.000
b. PKP lain bila ditetapkan di kemudian hari dgn Keputusan Dirjen Pajak (terpisah dari KEP-
136/PJ/2014).
2. Mulai tanggal 1 Juli 2015:
a. PKP yg pd tanggal 1 Juli 2015 dikukuhkan pd KPP di lingkungan:
Kanwil DJP WP Besar;
Kanwil DJP Jakarta Khusus;
Kanwil DJP Jakarta Pusat/Jakarta Selatan/Jakarta Utara/Jakarta Barat/ Jakarta Timur;
Kanwil DJP Banten;
Kanwil DJP Jawa Barat I/II;
Kanwil DJP DI Yogyakarta;
Kanwil DJP Jawa Timur I/II/III; dan
Kanwil DJP Bali.
b. PKP yg dikukuhkan pd KPP sesuai huruf a stl tanggal 1 Juli 2015 diwajibkan membuat e-
Faktur dimulai pd tanggal PKP tsb dikukuhkan pd KPP sesuai huruf a.
Dlm hal PKP pd angka 1 & 2 berpindah tempat pengukuhan PKPnya, kewajiban utk membuat e-
Faktur tetap berlaku.
3. Mulai 1 Juli 2016:
a. PKP selain PKP pd angka 1 & 2.
b. PKP selain PKP pd angka 1 s.d. 3a yg dikukuhkan stl tanggal 1 Juli 2016 sbg PKP
diwajibkan membuat e-Faktur dimulai pd tanggal PKP tsb dikukuhkan.
D05-
Contoh & Penjelasan atas Tampilan PDF/Cetakan Kertas e-Faktur:
Faktur Pajak
Nama : xxx
Alamat : xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
NPWP : 07.773.920.9-502.000
Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak
Nama : yyy
Alamat : yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
NPWP : 24.166.003.4-721.000
D05-
Contoh Bentuk FP atas Penyerahan BKP/JKP (Lamp IA PER-24/PJ/2012):
FAKTUR PAJAK
D05-
Contoh Bentuk FP atas Penyerahan BKP/JKP menggunakan mata uang asing: (Lamp IB PER-
24/PJ/2012):
FAKTUR PAJAK
*) Diisi apabila penyerahan menggunakan mata uang asing, dan apabila dilakukan
penggantian/pembetulan Faktur Pajak maka kurs yang digunakan adalah kurs pada tanggal
pertama kali Faktur Pajak dibuat
**) Coret yang tidak perlu
D05-
Tata Cara Pengisian Keterangan pd FP: (Lamp II PER-24/PJ.2012)
3. Pengisian tentang Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak yang diserahkan
a. Nomor Urut
Diisi dgn nomor urut dari BKP dan/atau JKP yg diserahkan.
b. Nama BKP/JKP
Diisi dg jenis BKP dan/atau JKP yg diserahkan yg menggambarkan keadaan yg sebenarnya atau
sesungguhnya.
Dlm hal diterima Uang Muka atau Termin atau cicilan, kolom Nama BKP atau JKP ditambah dgn
keterangan, misalnya Uang Muka, atau Termin, atau Angsuran, atas pembelian BKP dan/atau
perolehan JKP.
Dlm hal diketahui jml unit atau satuan tertentu lainnya, PKP hrs menambahkan keterangan jml
unit atau satuan tertentu lainnya tsb atas BKP yg diserahkan.
c. Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
1) Diisi dgn Hrg Jual atau Penggantian atas BKP atau JKP yg diserahkan sbl dikurangi Uang Muka
atau Termin.
2) Dlm hal diterima Uang Muka atau Termin, maka yg menjadi dasar penghitungan PPN adalah jml
Uang Muka atau Termin yg bersangkutan.
3) Dlm hal pembayaran Hrg Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dilakukan dgn menggunakan mata
uang asing, maka hanya baris "Dasar Pengenaan Pajak" dan baris "PPN= 10% X Dasar Pengenaan
Pajak" yg hrs dikonversikan ke dlm mata uang Rp menggunakan kurs yg berlaku mnr Keputusan
MenKeu pd saat pembuatan FP.
4) Dlm hal keterangan Nama BKP/JKP yg diserahkan tdk dpt ditampung dlm 1 FP, maka PKP dpt:
membuat > 1 FP yg @ hrs menggunakan Kode, Nomor Seri, dan tanggal FP yg sama, serta
ditandatangani dan diberi keterangan nomor halaman pd setiap lembarnya, dan khusus utk
pengisian jml, Potongan Hrg, Uang Muka yg tlh diterima, DPP, dan PPN cukup diisi pd FP
paling akhir; atau
membuat 1 FP yg menunjuk nomor dan tanggal Faktur-Faktur Penjualan yg mrp lampiran yg
tdk terpisahkan dari FP tsb, Faktur Penjualan yg bersangkutan hrs diisi dgn jenis BKP
dan/atau JKP yg diserahkan yg menggambarkan keadaan yg sebenarnya atau sesungguhnya.
5. Potongan Harga
Diisi dgn total nilai potongan hrg BKP dan/atau JKP yg diserahkan, dlm hal terdapat potongan hrg yg
diberikan.
D05-
7. Dasar Pengenaan Pajak
Diisi dgn jml Hrg Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi dgn Potongan Hrg dan Uang Muka yg tlh
diterima atau diisi dgn DPP Nilai Lain sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan.
10. ...............Tanggal....................
Diisi dgn tempat dan tanggal FP dibuat.
12. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
menggunakan mata uang asing maka
a. PKP hrs menambah kolom Valuta Asing sebagaimana contoh pd Lamp IB PER-24/PJ/2012.
b. Keterangan Kurs diisi sesuai dgn Kurs Keputusan MenKeu yg berlaku pd saat pembuatan FP. Apabila
dilakukan penggantian/pembetulan FP maka kurs yg digunakan adalah kurs yg berlaku pd saat
pembuatan FP yg diganti/dibetulkan pertama kali.
c. Dlm hal PKP melakukan penyerahan dgn menggunakan mata uang asing dan Rp, Lamp IB
PER-24/PJ/2012 hrs digunakan juga utk transaksi yg menggunakan mata uang Rp.
FP yg tdk diisi scr lengkap, jelas, benar, dan/atau tdk ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yg
ditunjuk oleh PKP utk menandatanganinya sesuai dgn tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dlm
PER-24/PJ/2012 mrp FP Tdk Lengkap.
(Pasal 6 ayat (2) PER-24/PJ/2012)
D05-
D. FP PKP SELAIN PEDAGANG ECERAN
Dasar Hukum:
Pasal 13 UU Nomor PPN
Pasal 17 s/d 20 PP 1 Thn 2012 (berlaku sejak tanggal 4 Jan 2012) kecuali mengenai Pasal 19 ayat
(1) & Pasal 20 berlaku sejak tanggal 1 Apr 2010)
PMK-151/PMK.011/2013
PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013 jo PER-17/PJ/2014 → PER-24 mencabut PER-
13/PJ/2010 jo PER-65/PJ/2010
PER-16/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014)
KEP-136/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014)
SE dan surat terkait:
SE-20/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 20 Juni 2014) mencabut SE-52/PJ/2012
SE-15/PJ/2013
S-414/PJ.02/2013
S-840/PJ.10/2013
Definisi:
Petugas Khusus FP: Pelaksana di lingkungan KPP yg ditunjuk oleh Kepala KPP utk
menindaklanjuti prosedur-prosedur yg diatur dlm SE-20.
Sertifikat Elektronik: Sertifikat yg bersifat elektronik yg memuat Tanda Tangan Elektronik dan
identitas yg menunjukkan status subjek hukum para pihak dlm Transaksi Elektronik yg dikeluarkan
oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.
Passphrase: Serangkaian angka dan/atau huruf dan/atau karakter tertentu yg digunakan utk
melakukan instalasi Sertifikat Elektronik.
Akun PKP: Wadah layanan perpajakan scr elektronik utk PKP dlm melaksanakan ketentuan UU PPN.
Aturan Lama:
. - .
D05-
a. Digit 1 & 2: Kode Transaksi
Kode Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013 Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013
01 Selain Pemungut PPN PPN-nya dipungut oleh PKP Penjual yg
melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP
02 Pemungut PPN Bendahara Pemungut PPN Bendahara
Pemerintah Pemerintah yg PPN-nya dipungut
oleh pemungut PPN bendahara
pemerintah.
03 Pemungut PPN lainnya (selain Pemungut PPN lainnya (selain
Bendahara Pemerintah) Bendahara Pemerintah) yg PPN-nya
dipungut oleh Pemungut PPN lainnya
04 Menggunakan DPP dgn Nilai Lain Menggunakan DPP nilai lain yg PPN-
kpd selain pemungut PPN nya dipungut oleh PKP penjual
05 Tdk digunakan sejak 1 Apr 2010 Tdk digunakan
06 Penyerahan lainnya kpd selain Penyerahaan lainnya yg PPN-nya
pemungut, dan penyerahan kpd OP dipungut oleh PKP penjual, dan
pemegang paspor LN (turis asing) penyerahan kpd OP pemegang
paspor LN (turis asing)
07 PPN atau PPN dan PPnBM tdk PPN tdk dipungut atau ditanggung
dipungut kpd selain pemungut PPN, pemerintah
PPN dan PPnBM-nya ditanggung
pemerintah kpd selain pemungut, dan
penyerahan ke
Kawasan Bebas/KEK kpd selain
pemungut.
08 Dibebaskan dari pengenaan PPN atau Dibebaskan dari pengenaan PPN
PPN dan PPn BM, kpd selain
pemungut PPN
09 Penyerahan aktiva pasal 16 D kpd Penyerahan aktiva pasal 16 D yg
selain pemungut PPN PPN-nya dipungut oleh PKP
Penjualnya
Aturan Kode Transaksi sejak 1 Apr 2013:
Penyerahan dgn Kode 01 tdk termasuk dlm kategori penyerahan dgn Kode 04, 06, atau
09.
Penyerahan dgn Kode 02 atau 03 termasuk atas kategori penyerahan dgn Kode 04, 06,
atau 09. Dlm hal atas penyerahan kpd Pemungut PPN, PPN yg terutang dikecualikan dari
pemungutan oleh Pemungut PPN, maka kode transaksi yg digunakan mengacu pd
ketentuan penyerahan dgn Kode 01 tdk termasuk dlm kategori penyerahan dgn Kode 04,
06, atau 09.
Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah (Kode 03) adalah Kontraktor
Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, BUMN atau WP lainnya
yg ditunjuk sbg Pemungut PPN, termasuk perusahaan yg tunduk thd Kontrak Karya
Pertambangan yg di dlm kontrak tsb scr lex specialist ditunjuk sbg Pemungut PPN.
Aturan BUMN sbg pemungut PPN masih tetap berlaku.
No seri FP yg digunakan utk penomoran FP Khusus oleh PKP Toko Retail yg ditunjuk
oleh Dirjen Pajak (Kode 06) sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 16E UU PPN yg melakukan
penyerahan BKP kpd OP pemegang paspor LN di diatur di PMK- 76/PMK.03/2010. FP
Khusus dpt berfungsi sbg surat permohonan pengembalian PPN dgn mencantumkan tanda
pd kolom permohonan pengembalian PPN yg dicantumkan tanda tangan OP & kasir Toko
Retail yg diberi stempel Toko Retail.
Penyerahan yg mendapat fasilitas PPN tetap menggunakan Kode Transaksi '07' atau '08'
termasuk penyerahan kpd Pemungut PPN.
b. Digit 3: Kode Status
0 Status Normal
1 Status Penggantian
D05-
c. Digit 4, 5, 6: Bagian dari NSFP
S.d. 31 Mar 2013, digit tsb adalah Kode Cabang
d. Digit 7 & 8: Bagian dari NSFP → Thn Penerbitan FP
e. Digit 9 s.d. 16: Bagian dari NSFP
Langkah utk Mendapatkan Kode Aktivasi & Password: (aturan sejak 1 Juli 2014)
1. PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi & Password ke KPP tempat PKP
dikukuhkan (dgn form Lamp IA PER-17/PJ/2014), yg hrs:
diisi dgn lengkap dan ditandatangani oleh PKP; dan
disampaikan scr Isg ke KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menunjukkan asli
kartu identitas sesuai dgn identitas yg tercantum dlm surat
permohonan.
2. Dlm hal surat permohonan Kode Aktivasi & Password ditandatangani oleh selain
PKP, maka surat permohonan hrs dilampiri dgn surat kuasa.
3. KPP menerbitkan Kode Aktivasi & Password ke PKP dlm hal PKP memenuhi syarat:
PKP tlh dilakukan Registrasi Ulang PKP oleh KPP tempat PKP terdaftar berdasarkan
PER-05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang/verifikasi
menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau
PKP tlh dilakukan verifikasi berdasarkan PMK-73/PMK.03/2012.
4. Dlm hal PKP memenuhi ketentuan angka 1 s.d. 3, KPP:
a. menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yg ditandatangani oleh Kasi
Pelayanan a.n. Kepala KPP dan dikirim melalui pos dlm amplop tertutup ke alamat
PKP; dan
b. mengirimkan Password melalui surat elektronik (e-mail) ke alamat e-mail
PKP yg dicantumkan dlm surat permohonan Kode Aktivasi & Password.
5. Dlm hal PKP tdk memenuhi ketentuan pd angka 3, KPP menerbitkan surat
pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi & Password.
6. Dlm hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi tdk diterima oleh PKP dan kembali pos
(kempos), KPP akan memberitahukan informasi tsb melalui e-mail ke alamat e-mail
PKP yg dicantumkan dlm surat permohonan Kode Aktivasi & Password.
7. PKP pd angka 5 dan/atau 6 dpt mengajukan kembali surat permohonan Kode Aktivasi &
Password ke KPP stl memenuhi syarat pd angka 3 dan/atau tlh menyampaikan surat
pemberitahuan perubahan alamat ke KPP sesuai dgn prosedur pemberitahuan perubahan
alamat.
8. Dlm hal PKP tdk menerima Password sebagaimana dimaksud pd angka 4 huruf b krn
kesalahan penulisan alamat e-mail pd Surat Permohonan Kode Aktivasi & Password,
PKP hrs melakukan update e-mail.
9. Surat pemberitahuan Kode Aktivasi yg hilang dpt dimintakan kembali ke KPP dgn
menyampaikan surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi (dgn form Lamp ID PER-
17/PJ/2014) dgn melampirkan FC surat keterangan kehilangan dari kepolisian dan FC
BPS dari KPP atas surat permohonan Kode Aktivasi & Password.
10. KPP menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau surat pemberitahuan
penolakan Kode Aktivasi & Password dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja stl
surat permohonan diterima.
11. PKP hrs melakukan aktivasi wadah layanan perpajakan scr elektronik
(Akun PKP) yg disediakan oleh DJP dgn menggunakan Kode Aktivasi,
melalui:
KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menyampaikan surat Permintaan Aktivasi Akun
PKP; atau
laman (website) yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP dgn mengikuti
petunjuk pengisian (manual user) yg disediakan oleh DJP, menginput kode
aktivasi.
https://efaktur.pajak.go.id
12. Aktivasi Akun PKP dilakukan scr jabatan oleh DJP utk PKP yg tlh
memperoleh Kode Aktivasi & Password sbl 1 Juli 2014.
D05-
KPP tempat PKP dikukuhkan; dan/atau
website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
https://efaktur.pajak.go.id
2. Tata cara permintaan NSFP:
melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dilakukan dgn menggunakan surat permintaan
NSFP (dgn form Lamp IF PER-17/PJ/2014).
melalui website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP:
utk PKP yg tlh memiliki sertifikat elektronik; dan
mengikuti manual user yg disediakan oleh DJP.
3. NSFP hanya diberikan kpd PKP yg tlh memenuhi syarat:
tlh memiliki Kode Aktivasi & Password;
tlh melakukan aktivasi Akun PKP; dan
tlh melaporkan SPT Masa PPN utk 3 masa pajak terakhir yg tlh jatuh tempo scr
berturut-turut pd tanggal PKP mengajukan permintaan NSFP.
4. PKP yg tdk memenuhi ketentuan pd angka 2 & 3, tdk dpt diberikan NSFP.
5. Atas surat permintaan NSFP yg disampaikan scr lsg ke KPP dan memenuhi syarat pd
angka 2 & 3, KPP menerbitkan surat pemberian NSFP ke PKP.
6. Atas permintaan NSFP yg disampaikan melalui website yg ditentukan dan/atau
disediakan oleh DJP dan memenuhi syarat pd angka 2 & 3, PKP akan menerima surat
pemberian NSFP dlm bentuk elektronik ke PKP.
7. Dlm hal Surat pemberian NSFP hilang, rusak, atau tdk tercetak dgn jelas, PKP dpt:
meminta surat pemberian NSFP tsb ke KPP; atau
melakukan cetak ulang surat pemberian NSFP melalui website yg ditentukan
dan/atau disediakan oleh DJP.
D05-
elektronik mulai tanggal 1 Juli 2014 dan diberikan Sertifikat Elektronik scr jabatan oleh
DJP dan dpt mengajukan permintaan NSFP scr online melalui website yg ditentukan
dan/atau disediakan oleh DJP.
Catatan:
Dlm hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yg wilayah kerjanya berada di
luar wilayah KPP tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP yg
bersangkutan hrs mengajukan permohonan kode aktivasi & password ke KPP
yg membawahi tempat kegiatan usaha PKP yg baru dgn menunjukkan asli
pemberitahuan Kode Aktivasi dari KPP sebelumnya.
Dlm hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yg wilayah kerjanya berada di luar wilayah
KPP tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP masih dpt menggunakan NSFP yg
blm digunakan.
PKP yg tdk menggunakan NSFP dari DJP atau menggunakan NSFP ganda akan
menyebabkan FP yg diterbitkan mrp FP tdk lengkap.
FP tdk lengkap akan menyebabkan PKP Pembeli tdk dpt mengkreditkan sbg PM dan PKP
Penjual dikenakan sanksi sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
PKP yg membuat FP dgn menggunakan NSFP ganda atau NSFP yg sama > 1 dlm thn
pajak yg sama, maka slr FP dgn NSFP tsb termasuk FP Tdk Lengkap.
NSFP yg tdk digunakan dlm suatu thn pajak tertentu dilaporkan ke KPP tempat PKP
dikukuhkan bersamaan dgn SPT Masa PPN Masa Pajak Des thn pajak yg bersangkutan
dgn menggunakan form Lamp IV F PER-24/PJ/2012.
Masa Transisi: → s.d. 31 Mei 2013 (Pasal 19 PER-24/PJ/2014 jo PER- 08/PJ/2013)
Terhitung mulai tanggal 1 Apr 2013, PKP yg tlh memperoleh surat pemberitahuan
NSFP dari DJP wajib menggunakan NSFP tsb dan PKP yg blm memperoleh
surat pemberitahuan NSFP dari DJP wajib menggunakan kode & NSFP
sesuai dgn ketentuan yg diatur dlm PER- 13/PJ/2010 jo PER-65/PJ/2010
s.d. tanggal 31 Mei 2013.
Dlm hal PKP tsb kemudian memperoleh surat pemberitahuan NSFP dari DJP, maka
PKP tsb wajib menggunakan NSFP sesuai ketentuan PER-24 sejak tanggal surat
pemberitahuan NSFP.
Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 slr PKP wajib menggunakan Kode
& NSFP sesuai ketentuan PER-24/PJ/2012.
D05-
tsb wajib menyampaikan pemberitahuan scr
tertulis nama kuasa yg berhak
menandatangani FP disertai dgn contoh
tandatangannya paling lama pd akhir bulan
berikutnya saat pihak yg diberi kuasa mulai
menandatangani FP dan
menyertakan Surat Kuasa Khusus
4. Dlm hal PKP melakukan pemusatan tempat Dlm hal PKP melakukan pemusatan
pajak terutang, maka pejabat termasuk pula tempat PPN terutang, maka pejabat/
pejabat di tempat-tempat kegiatan pegawai yg tlh ditunjuk di tempat- tempat
usaha yg dipusatkan, yg ditunjuk oleh kegiatan usaha sbl pemusatan masih dpt
Kantor Pusat utk menandatangani FP yg menandatangani FP yg diterbitkan stl
diterbitkan oleh tempat pemusatan pajak pemusatan yg dicetak di tempat-tempat
terutang yg dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha @
kegiatan usaha
@
5. Dlm hal PKP tdk atau terlambat Dlm hal PKP tdk atau terlambat
menyampaikan pemberitahuan maka FP yg menyampaikan pemberitahuan maka FP
diterbitkan s.d. diterimanya pemberitahuan, yg diterbitkan oleh PKP s.d. diteri-
mrp FP cacat manya pemberitahuan mrp FP Tdk
Lengkap
Dlm hal penandatangan FP adalah orang asing (WNA), maka: (S-414/PJ.02/2013)
FC paspor LN dilegalisasi oleh pejabat yg berwenang dari institusi yg menerbitkan paspor LN
tsb atau pihak kedutaan (embassy) negara orang asing itu di Indonesia; atau
Legalisasi paspor dpt berbentuk surat yg dibuat oleh pihak kedutaan negara orang asing itu di
Indonesia yg menerangkan/menyatakan bahwa orang asing tsb adalah pemegang paspor negara yg
bersangkutan dan surat tsb menjadi 1 kesatuan yg tdk terpisahkan dgn FC paspor orang asing tsb.
3. Penggantian FP
Atas FP berbentuk elektronik yg salah dlm pengisian, atau salah dlm penulisan shg tdk memuat
keterangan yg lengkap, jelas, dan benar, PKP yg menerbitkan FP tsb dpt menerbitkan FP
pengganti. Atas hasil cetak FP berbentuk elektronik yg rusak atau hilang, PKP yg membuat FP
berbentuk elektronik tsb dpt melakukan cetak ulang FP. Atas FP berbentuk elektronik yg rusak
atau hilang, PKP dpt mengajukan permintaan data FP berbentuk elektronik kpd DJP. (Pasal 16
PMK-151/PMK.011/2013)
Atas FP berbentuk kertas yg rusak, salah dlm pengisian, atau salah dlm penulisan, shg tdk memuat
keterangan yg lengkap, jelas dan benar, PKP yg menerbitkan FP tsb dpt menerbitkan FP
pengganti. Atas FP berbentuk kertas yg hilang, baik PKP yg menerbitkan maupun pihak yg
menerima FP tsb dpt membuat copy dari FP dan dilegalisasi oleh KPP. (Pasal 17
PMK-151/PMK.011/2013)
D05-
4. - FP Pengganti tetap
menggunakan NSFP yg sama
dgn NSFP yg diganti.
Sedangkan tanggal FP
Pengganti diisi dgn tanggal pd
saat FP Pengganti dibuat
5. Pd FP Pengganti dibubuhkan cap yg mencantumkan Kode & NSFP serta tanggal
FP yg diganti. Contoh cap:
Faktur Pajak yang diganti :
Kode dan Nomor Seri : .............................
Tanggal : .............................
Kode dan No Seri serta tanggal FP yg diganti dpt diisi dgn cara manual
6. Penerbitan FP Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban utk membetulkan SPT
Masa PPN pd Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan FP tsb
7. FP Pengganti dilaporkan dlm SPT FP Pengganti dilaporkan dlm
Masa PPN pd: SPT Masa PPN pd Masa Pajak
Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak
dilaporkannya FP yg diganti, dgn dilaporkannya FP yg dilakukan
mencantumkan nilai stl penggantian; dan penggantian dgn mencantumkan
Masa Pajak diterbitkannya FP nilai dan/atau keterangan yg
Pengganti tsb dgn mencantumkan sebenarnya atau sesungguhnya stl
nilai 0 (nol) pd kolom DPP, PPN & penggantian
PPnBM, utk menjaga urutan FP yg
diterbitkan oleh PKP
8. Pelaporan FP Pengganti pd SPT Masa PPN tsb hrs mencantumkan Kode & NSFP
yg diganti pd kolom yg tlh ditentukan
Ketentuan Tambahan:
No. Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013 Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013
1. Penerbitan FP pengganti atau Penerbitan FP pengganti atau pembatalan
pembatalan FP dpt dilakukan sepanjang FP dpt dilakukan sepanjang thd SPT Masa
thd SPT Masa PPN dimana FP yg PPN dimana FP yg diganti atau dibatalkan
diganti atau dibatalkan tsb dilaporkan, tsb dilaporkan masih dpt dilakukan
blm dilakukan pemeriksaan atau atas pembetulan sepanjang thd SPT Masa PPN
PPN yg tercantum dlm FP tsb blm dimana FP yg diganti atau dibatalkan tsb
dibebankan sbg biaya dilaporkan blm
dilakukan pemeriksaan, blm dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan yg
bersifat terbuka, dan/atau PKP blm
menerima SPHV
2. Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yg
yg tlh melakukan pengkreditan PM tlh melakukan pengkreditan PM atas PPN
atas PPN pd FP yg diganti atau pd FP yg diganti atau dibatalkan oleh PKP
dibatalkan oleh PKP Penjual, hrs Penjual, hrs melakukan pembetulan SPT
melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa PPN pd Masa Pajak dimana FP yg
pd Masa Pajak dimana FP yg diganti diganti atau dibatalkan tsb dilaporkan,
atau dibatalkan tsb dilaporkan, sepanjang thd SPT Masa PPN dimana FP
sepanjang thd SPT Masa PPN dimana yg diganti atau dibatalkan tsb dilaporkan
FP yg diganti atau dibatalkan tsb blm dilakukan pemeriksaan, blm
dilaporkan blm dilakukan pemeriksaan dilakukan pemeriksaan bukti
permulaan yg bersifat terbuka,
dan/atau PKP blm
menerima SPHV
D05-
3. Dlm hal penyerahan BKP dan/atau Dlm hal penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JK menggunakan mata penyerahan JK menggunakan mata uang
uang asing, kurs diisi sesuai dgn Kurs asing, kurs diisi sesuai dgn Kurs Menkeu
Menkeu yg berlaku pd saat pembuatan yg berlaku pd saat pembuatan FP, apabila
FP dilakukan penggantian/pembetulan
FP maka kurs yg digunakan adalah
kurs yg berlaku pd saat pembuatan
FP yg
diganti/dibetulkan pertama kali
b. Penggantian FP yg Hilang
D05-
- Lembar ke-1: diserahkan ke PKP pembeli atau penerima JKP
melalui PKP penjual atau pemberi JKP
- Lembar ke-2: arsip KPP yg bersangkutan
Legalisir diberikan oleh KPP Legalisasi diberikan oleh KPP
tempat PKP pembeli atau tempat PKP penjual atau pemberi
penerima JKP dikukuhkan stl JKP dikukuhkan stl meneliti asli
meneliti asli arsip FP dan SPT arsip FP dan SPT
Masa PPN dari PKP pembeli Masa PPN dari PKP penjual
atau penerima JKP tsb atau pemberi JKP tsb
KPP tempat PKP penjual atau pemberi JKP dikukuhkan wajib
melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP atau pemberi JKP
utk meyakinkan bahwa FP yg dilaporkan hilang tsb sdh
dilaporkan sbg PK
4. Pembatalan FP
Dlm hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP/JKP yg FP-nya tlh diterbitkan, PKP yg
menerbitkan FP hrs melakukan pembatalan FP. (Pasal 15 PMK-151/PMK.011/2013)
Tata cara penggantian FP dan pembetulan SPT Masa PPN sesuai PER-24/PJ/2012
berlaku juga utk penggantian FP yg dilakukan stl berlakunya PER-24/PJ/2012 atas FP
yg diterbitkan sbl berlakunya PER-24/PJ/2012.
(Pasal 11A PER-11/PJ/2013)
D05-
5. Poin-poin Perubahan
D05-
dpt dikreditkan (nomor tdk tata cara dlm PER-24/PJ/ 2012 jo
urut, kode cabang dan PER-08/PJ/2013 tdk dpt
penandatangan blm dikreditkan oleh PKP Pembeli
diberitahukan ke KPP)
Form-form yg digunakan berdasar PER-24/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Apr 2013 s.d. 30 Juni 2014):
No. Ket Sumber Pihak Pembuat
1. FP lembar ke-1 & ke-2 Lamp IA PKP atau
2. FP lembar ke-1 & ke-2 (bila penyerahan Lamp IB pejabat/pegawai
menggunakan mata uang asing) yg tlh ditunjuk
oleh PKP utk
menandatangani
FP
3. Permohonan Kode Aktivasi & Password/Cetak Lamp IV A Pemohon
Ulang Kode Aktivasi/update email
4. Pemberitahuan Kode Aktivasi Lamp IV B DJP
5. Penolakan Pemberian Kode Aktivasi & Password Lamp IV C
6. Permintaan NSFP Lamp IV D Pemohon
7. Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak Lamp IV E DJP
8. Pemberitahuan NSFP Yg Tdk Digunakan Lamp IV F Pemohon
9. Pemberitahuan PKP atau Penunjukan Lamp V A PKP
Pejabat/Pegawai/Kuasa yg Berwenang
Menandatangani FP
10. Pemberitahuan Perubahan Lamp V B
Pejabat/Pegawai/Kuasa yg Berwenang
Menandatangani FP
D05-
3. Permohonan Kode Lamp IA PER- Pemohon Mengubah Lamp
Aktivasi & Password 17/PJ/2014 IVA PER-
24/PJ/2012
4. Pemberitahuan Kode Lamp IB PER- DJP Mengubah Lamp
Aktivasi 17/PJ/2014 IVB PER-
24/PJ/2012
5. Penolakan Pemberian Lamp IC PER- Mengubah
Kode Aktivasi & 17/PJ/2014 Lamp IVC
Password PER-
24/PJ/2012
6. Permohonan Cetak Ulang Lamp ID PER- Pemohon
Kode Aktivasi 17/PJ/2014
7. Permintaan Aktivasi Akun Lamp IE PER-
PKP 17/PJ/2014
8. Permintaan NSFP Lamp IF PER- Mengubah
17/PJ/2014 Lamp IVD
PER-
24/PJ/2012
9. Pemberian Nomor Seri Lamp IG-1 PER- DJP Mengubah
Faktur Pajak 17/PJ/2014 Lamp IVE PER-
24/PJ/2012
10. e-NOFA Lamp IG-2 PER-
17/PJ/2014
11. Permintaan Sertifikat Lamp IH PER- Pemohon
Elektronik 17/PJ/2014
12. Pemberitahuan NSFP Yg Lamp IV F PER-
Tdk Digunakan 24/PJ/2012
13. Pemberitahuan PKP atau Lamp V A PER- PKP
Penunjukan Pejabat/ 24/PJ/2012
Pegawai/Kuasa yg
Berwenang
Menandatangani FP
14. Pemberitahuan Perubahan Lamp V B PER-
Pejabat/Pegawai/ Kuasa yg 24/PJ/2012
Berwenang
Menandatangani FP
Lamp IVA s.d. Lamp IVE PER-24/PJ/2012 tlh diubah dgn Lamp IA, IB, IC, IF, IG-1 PER-
17/PJ/2014
D05-
Password
5. Tata Cara Penyelesaian Permintaan Aktivasi Akun PKP Lamp V
6. Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan Lamp VI
Pencabutan Sertifikat Elektronik PKP
7. Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan Pencabutan Lamp VII
Sertifikat Elektronik Tempat Kegiatan Usaha PKP
8. Tata Cara Penyelesaian Permintaan NSFP Lamp VIII
9. Tata Cara Pengembalian dan Pengawasan NSFP Lamp IX
D05-
Tahapan Bagi PKP:
D0529
E. FP PKP PEDAGANG ECERAN (PKP PE)
Dasar Hukum:
Pasal 20 PP 1 Thn 2012
PMK-151/PMK.011/2013
PER-58/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011)
SE terkait:
SE-137/PJ/2010
Definisi PKP PE: (Pasal 20 ayat (2) & (3) PP1, Pasal 5 ayat (2) & (3) PMK-151/PMK.011/2013,
Butir 2 SE-137/PJ/2010)
PKP yg dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan
BKP dgn cara: JKP dgn cara:
melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko &
melalui
kios atau
suatu
lsgtempat
mendatangi
penyerahan
dari 1 jasa
tempat
scr konsumen
lsg kpd konsumen
akhir ke akhir
tempa
dgn cara penjualan eceran yg dilakukan lsg kpd konsumen
dilakukan
akhir,
scr tanpa
lsg kpd
didahului
konsumen
dgnakhir,
penawaran
tanpa didahului
tertulis, pemesanan
dgn penawt
pd umumnya penyerahan BKP atau transaksi jual beli pddilakukan
umumnyascr pembayaran
tunai dan penjual
atas penyerahan
lsg menyerahkan
JKP dilakukan
BKP atau
scr tuna
pem
Pedagang eceran yg membuat FP tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta
nama dan tanda tangan penjual, tdk diterbitkan STP dlm Pasal 14 ayat (1)
huruf e angka 2 UU KUP. (Pasal 5 ayat (1) PMK-151/PMK.011/2013)
Contoh tempat penjualan eceran yaitu toko & kios. Contoh tempat penyerahan jasa scr lsg kpd
konsumen akhir yaitu gerai& kios.
Konsumen akhir: Pembeli yg mengkonsumsi scr lsg barang tsb, dan tdk digunakan atau
dimanfaatkan utk kegiatan produksi atau perdagangan. (Penjelasan Pasal 20 ayat (2) PP 1 Thn 2012)
PKP yg kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya tdk melakukan usaha perdagangan scr eceran
(pabrikan atau distributor) tetapi melakukan penyerahan BKP scr eceran, maka atas penyerahan BKP
scr eceran tsb PKP dpt menerbitkan FP tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli
serta nama dan tanda tangan penjual. (Penjelasan Pasal 20 ayat
(2) PP 1 Thn 2012)
Dlm hal PKP pabrikan atau distributor yg dlm kegiatan usahanya melakukan penjualan scr eceran
(memiliki outlet) sebagaimana dimaksud pd butir 2 SE-137/PJ/2010, atas penyerahan BKP scr eceran
tsb PKP dpt membuat FP sesuai ketentuan yg diatur dlm PER-58/PJ/2010.
Bentuk FP Yg Dpt Dibuat Oleh PKP PE & Pelaporannya di SPT Masa PPN:
FP yg dibuat oleh PKP PE: (Pasal 4 PER-58/PJ/2010)
1. bon kontan
2. faktur penjualan
3. segi cash register
4. karcis
5. kuitansi
6. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yg sejenis Dgn
Ketentuan paling sedikit hrs memuat keterangan:
nama, alamat, dan NPWP yg menyerahkan BKP;
jenis BKP yg diserahkan;
jml Hrg Jual yg sdh termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan scr terpisah;
PPnBM yg dipungut; dan
D05-
kode, no seri dan tanggal pembuatan FP.
Kode dan no seri FP dpt berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh
PKP PE. (Pasal 5 PER-58/PJ/2010)
Sejak 1 Jan 2011, FP yg dibuat oleh PKP PE ini dilaporkan di SPT Masa PPN 1111 AB di
kolom I.B.2 (Penyerahan DN dgn FP yg digunggung)
Kode dan NSFP yg digunakan utk penomoran FP oleh PKP PE sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 UU KUP tdk mengikuti ketentuan penomoran FP
sebagaimana diatur dlm PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013.
D05-
F. DOKUMEN TERTENTU YG DIPERSAMAKAN DGN FP
Dasar Hukum:
PER-10/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) jo PER-67/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) jo
PER-27/PJ./2011 (berlaku sejak 19 Sept 2011)
SE terkait:
SE-71/PJ/2011
D05-
Agar dpt dipersamakan dgn FP maka dokumen tsb di atas (kecuali angka 9 & 10) minimal hrs berisi data:
(Pasal 2 PER-67/PJ/2010)
Nama, alamat dan NPWP yg melakukan ekspor atau penyerahan;
Nama pembeli BKP/penerima JKP (sejak berlakunya PER-67/PJ/2010 syarat ini tdk wajib ada);
Jml satuan barang apabila ada;
DPP; dan
Jml Pajak yg terutang kecuali dlm hal ekspor.
D05-
G. PEMBERIAN KODE AKTIVASI & NOMOR SERI MELALUI APLIKASI e-NoFa (Lampiran S-840/PJ.10/2013 tanggal 17 Mei 2013)
Kode Aktivasi:
Registrasi Ulang Pere- Proses
No. WP Status PKP PER-05 kaman Pembatalan Kesimpulan
Tetap Cabut LHV Pencabutan
1. WP A Non PKP Tdk bisa diberikan Kode Aktivasi
PKP sbl 1 Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, WP hrs dilakukan
2. WP B Jan 2012 X X X registrasi ulang
PKP stl 1 Jan
3. WP C
2012 Bisa diberikan Kode Aktivasi
4. WP D √ X
5. WP E √ - X Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, KPP hrs melakukan
perekaman LHV kembali atau dilakukan Pembatalan
6. WP F Pencabutan PKP dgn mengajukan/mengirimkan BAV
sesuai PER-05/PJ/2012 jo PER-20/PJ/2012
- √
Bisa diberikan Kode Akivasi, dgn syarat sdh ada BAV dari
7. WP G Kanwil sesuai PER-05/PJ/2012 jo PER-20/PJ/2012
PKP sbl 1 √ √ dan sdh diproses oleh TIP
Jan 2012 Bisa diberikan Kode Aktivasi, dgn syarat sdh ada BA
8.
sesuai SE-100/PJ/2010 dan sdh diproses oleh TIP
WP
Tdk bisa diberikan Kode Aktivasi, hrs dilakukan
dicabut
9. X Pembatalan Pencabutan PKP dgn mengajukan BA
PKP sbl √ -
sesuai SE-100/PJ/2010 dan sdh diproses oleh TIP
Regulasi
Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, KPP hrs melakukan
2012
10. X √ perekaman LHV, dan sdh ada BA sesuai SE-
100/PJ/2010 dan sdh diproses oleh TIP
Catatan:
√ = Sdh
X = Blm
Keterangan:
e-NoFa adalah Sistem Pemberian NSFP yg dilakukan oleh PKP scr mandiri di komputer petugas khusus KPP yg melayani pemberian NSFP
SE-100/PJ/2010 (tgl 11 Okt 2010) ttg Kebijakan Perubahan Data SIDJP, SIPMOD, dan SISMIOP
D05-
Nomor Seri FP (NSFP):
Syarat NFSP
Pelaporan SPT Jenis Jumlah
No. PKP Kode Keterangan
Aktivasi Password 3 Bulan (B) Pelaporan SPT NFSP
1. PKP A X Manual/ Tdk bisa diberikan NSFP, WP hrs
2. PKP B X X 0
e-SPT mengajukan permohonan kode aktivasi
120% x (B)
3. PKP C Manual Max 75
√ Bisa diberikan NSFP
4. PKP D e-SPT 120% x (B)
√ Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada
√
5. PKP E X password yg dikirim melalui e-mail, jika e-
mail salah hrs dilakukan update e-mail WP
Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada kode
6. PKP F X 0
Manual/ aktivasi WP mengajukan permintaan ulang
e-SPT Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada kode
7. PKP G √ aktivasi. WP hrs melengkapi pelaporan
√ X SPT 3 bulan terakhir yg tlh jatuh tempo
Hanya bisa diberikan utk WP yg baru
8. PKP H Max 75
terdaftar < 3 bulan
Catatan:
√ = Sdh
X = Blm
(B) = Jml pelaporan SPT yg terdapat pd surat permohonan NSFP
Keterangan:
e-NoFa adalah Sistem Pemberian NSFP yg dilakukan oleh PKP scr mandiri di komputer petugas khusus KPP yg melayani pemberian NSFP
S-1/PJ.02/204:
Utk thn 2014 akan dimulai dari NSFP 000.14.00000001 demikian seterusnya.
Sejak 1 Jan 2014, permintaan NSFP utk thn 2013 tdk dpt dilayani oleh KPP.
Utk permintaan NSFP yg disampaikan PKP ke KPP pd tanggal 30 & 31 Des 2013 dan tdk dpt diproses pd tanggal tsb pd aplikasi e-NoFa, maka atas permintaan
NSFP tsb dibuatkan BA sesuai SE-37/PJ/2013 oleh Petugas khusus memproses permintaan NSFP. BA tsb disertai FC surat permintaan NSFP dari PKP
disampaikan ke Direktorat TIP dan ditembuskan ke Direktorat TTKI paling lambat tanggal 10 Jan 2014.
D05-
NOTA RETUR & NOTA PEMBATALAN
Dasar Hukum:
Pasal 5A UU PPN
KMK-596/KMK.04/1994 (berlaku mulai 1 Jan 1995 - 31 Mar 2010)
PMK-65/PMK.03/2010 (berlaku mulai 1 Apr 2010)
SE terkait:
SE-131/PJ/2010
D‐
h. Pengembalian BKP dianggap tdk terjadi dlm hal:
Nota retur tdk selengkapnya mencantumkan keterangan sesuai Pasal 4 ayat (2) PMK-
65/PMK.03/2010
Nota retur tdk dibuat pd saat BKP tsb dikembalikan sesuai dgn ketentuan sesuai Pasal 4 ayat (3) PMK-
65/PMK.03/2010
Nota retur tdk disampaikan sesuai Pasal 4 ayat (7) PMK-65/PMK.03/2010
BKP yg dikembalikan diganti dgn BKP yg sama, baik dlm jml fisik, jenis maupun hrg-nya
D‐
Contoh Nota Retur
NOTA RETUR
Nomor : ……………….
(Atas Faktur Pajak Nomor : …………… Tanggal........................)
Pembeli BKP
Nama :
Alamat :
NPWP :
Kepada Penjual
Nama :
Alamat :
NPWP :
……………………. 20….
(…………………………..)
*) khusus untuk retur BKP tidak berwujud, kolom ini tidak perlu diisi
D‐
Contoh Nota Pembatalan
NOTA PEMBATALAN
Nomor : ……………….
(Atas Faktur Pajak Nomor : …………… Tanggal.......................)
Penerima JKP
Nama :
Alamat :
NPWP :
No Penggantian JKP
JKP yang dibatalkan
Urut (Rp)
……………………. 20….
(…………………………..)
D‐
DPP NILAI LAIN PPN
1. Pemakaian sendiri BKP dan Hrg Jual atau Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP utk
atau JKP Penggantian stl tujuan produktif tdk dilakukan pemungutan
dikurangi laba PPN atau PPnBM, kecuali pemakaian
kotor sendiri yg digunakan utk melakukan
penyerahan yg: tdk terutang PPN; atau
mendapat fasilitas dibebaskan dari
pengenaan PPN (Pasal 5 ayat (3) PP 1
Thn 2012)
2. Pemberian cuma-cuma BKP
dan atau JKP
3. Penyerahan media rekaman Perkiraan Hrg Jual KEP-81/PJ/2004
suara atau gambar rata-rata
4. Penyerahan film cerita Perkiraan hasil Sejak 1 Apr 2010, ketentuan tsb tdk
rata-rata per judul berlaku utk film cerita impor (berdasar
film PMK-102/PMK.011/2011 &
PMK-38/PMK.011/2013)
5. Penyerahan produk hasil Hrg jual eceran Sejak 1 Apr 2010 (berdasar
tembakau PMK-75/PMK.03/2010)
6. Penyerahan BKP berupa Hrg pasar wajar Aturan utk 1 Juni 2002 s.d. 30 Maret
persediaan dan/atau aktiva yg 2010: Jenis Penyerahan dipisah dan
mnr tujuan semula tdk DPP sama, yaitu
diperjualbelikan, yg masih 1. Penyerahan persediaan BKP yg masih
tersisa pd saat pembubaran tersisa pd saat pembubaran
perusahaan (sejak 1 Apr 2010 perusahaan
berdasar 2. Penyerahan aktiva yg mnr tujuan semula
PMK-75/PMK.03/2010) tdk utk diperjualbelikan sepanjang PPN
atas perolehan aktiva tersebut mnr
ketentuan dpt dikreditkan
7. Penyerahan jasa biro 10% dari jml PKP penjual tdk boleh mengkreditkan
perjalanan / jasa biro tagihan atau jml yg PPN Masukan yg dimiliki
pariwisata seharusnya ditagih
8. Jasa pengiriman paket
9. Penyerahan BKP dari Pusat ke HPP atau Hrg Aturan utk 1 Juni 2002 s.d. 30 Maret 2010:
Cabang atau sebaliknya dan Perolehan DPP Nilai Lain utk Penyerahan BKP dan
penyerahan BKP antar cabang atau JKP dari Pusat ke Cabang atau
(sejak 1 Apr 2010 berdasar sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau
PMK-75/PMK.03/2010) JKP antar cabang adalah seb Hrg Jual atau
Penggantian stl dikurangi laba kotor
10. Penyerahan BKP melalui Hrg yg disepakati Aturan utk 1 Juni 2002 s.d. 30 Maret 2010:
pedagang perantara (sejak 1 antara pedagang DPP Nilai Lain utk penyerahan BKP kpd
April 2010 berdasar perantara dgn pedagang perantara atau melalui juru lelang
PMK-75/PMK.03/2010) pembeli adalah seb Hrg lelang
11. Penyerahan BKP melalui juru Hrg Lelang
lelang
D‐
No Jenis Penyerahan DPP Keterangan
12. Penyerahan jasa pengurusan 10% dari jml yg PKP penjual tdk boleh mengkreditkan Pajak
transportasi (freight ditagih atau Masukan yg dimiliki (berlaku sejak 1 Mar
forwarding) (JPT/FF) yg di dlm seharusnya ditagih. 2013 berdasar
tagihan jasa pengurusan PMK-38/PMK.011/2013 jo
transportasi tsb terdapat biaya PMK-75/PMK.03/2010 &
transportasi (freight SE-33/PJ/2013)
charges)
13. Penyerahan Emas Perhiasan 20% dari hrg jual PM yg berhubungan dgn penyerahan Emas
dan / atau jasa yg terkait dengan emas perhiasan Perhiasan dan/atau jasa yg terkait dgn Emas
Emas Perhiasan oleh Pengusaha atau nilai Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan
Emas Perhiasan (sejak 1 Maret penggantian tdk dpt dikreditkan. (Pasal 5
2014) PMK-30/PMK.03/2014)
14. Penyerahan jasa penyediaan Slr tagihan yg
tenaga kerja yg tdk memenuhi diminta atau
ketentuan pasal 3 seharusnya diminta
PMK-83/PMK.03/ oleh pengusaha jasa
2012 dlm hal tagihan atas atas penyerahan jasa
penyerahan jasa penyediaan penyediaan tenaga
tenaga kerja dirinci dlm FP dgn kerja kpd pengguna
memisahkan antara tagihan jasa (tdk termasuk
atas penyerahan jasa penyediaan imbalan yg diterima
tenaga kerja yg diterima oleh tenaga kerja berupa
pengusaha jasa dan imbalan yg gaji, upah,
diterima oleh tenaga kerja honorarium,
tunjangan, dan
sejenisnya)
15. Pemanfaatan BKP Tdk Sebesar Rp12 juta Berlaku sejak 13 Juli 2011 (berdasar
Berwujud dari luar Daerah per copy Film PMK-102/PMK.011/2011 &
Pabean di dlm Daerah Pabean Cerita Impor SE-79/PJ/2011)
berupa Film Cerita Impor
16. Penyerahan Film Cerita Impor Dipungut pd saat pertama kali setiap copy
oleh Importir kpd Pengusaha Film Cerita Impor tsb diserahkan kpd
Bioskop Pengusaha Bioskop (berlaku sejak 13 Juli
2011 berdasar PMK-102/PMK. 011/2011
& SE-79/PJ/2011)
17. Penyerahan jasa di bidang Slr tagihan yg Berlaku stl 30 hari terhitung sejak
periklanan yg terkait dgn diminta atau tanggal 17 Okt 2012 (berdasar
penyiaran yg tdk bersifat iklan seharusnya diminta PMK-155/PMK.03/2012)
oleh perusahaan periklanan, atas penyerahan jasa
production house, atau pihak di bidang periklanan,
lainnya, dlm hal tagihan atas tdk termasuk tagihan
penyerahan jasa di bidang atas jasa penyiaran
periklanan tsb dirinci dlm FP yg tdk bersifat iklan
dgn memisahkan antara tagihan
atas penyerahan jasa di bidang
periklanan dan tagihan atas jasa
penyiaran yg tdk bersifat iklan
Ket: PKP yg menerbitkan FP dgn menggunakan Nilai Lain mengisi DPP di dlm FP seb Nilai Lain.
D‐
Jenis
No. Keterangan
Penyerahan
1. Jasa anjak Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 5% dari jml slr imbalan yg
piutang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon. PKP penjual tdk boleh
mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1 Apr 2010 jasa anjak
piutang sdh masuk ke jasa perbankan yg mrp bukan JKP.
2. Penyerahan Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 10% dari Hrg jual. PKP penjual
kendaraan tdk boleh mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1 Apr 2010
bermotor berdasar PMK-79/PMK.03/2010, penyerahan kendaraan bermotor
bekas bekas sbg brg dagang wajib menggunakan pedoman pengkreditan PM.
3. Penyerahan Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 20% dari Hrg jual. PKP penjual
emas tdk boleh mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1
perhiasan Apr 2010 berdasar PMK-79/PMK.03/2010, penyerahan emas perhiasan sbg brg
dagang wajib menggunakan pedoman pengkreditan PM.
MATERI PMK-83/PMK.03/2012:
Termasuk dlm pengertian tenaga kerja adalah peserta magang yg melakukan kegiatan pemagangan.
Kelompok jasa tenaga kerja yg tdk dikenai PPN, meliputi:
1. Jasa tenaga kerja
→ Jasa yg diserahkan oleh tenaga kerja kpd pengguna jasa tenaga kerja dgn kriteria:
a. Tenaga kerja tsb menerima imbalan dlm bentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya;
dan
b. Tenaga kerja tsb bertanggung jawab lss kpd pengguna jasa tenaga kerja atas jasa tenaga kerja yg
diserahkannya.
2. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung jawab
atas hasil kerja dari tenaga kerja tsb
→ Jasa utk menyediakan tenaga kerja oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kpd pengguna jasa tenaga
kerja.
a. Dpt meliputi kegiatan perekrutan, pendidikan, pelatihan, pemagangan, dan/atau penempatan
tenaga kerja, yg kegiatannya dilakukan dlm 1 kesatuan dgn penyerahan jasa penyediaan tenaga
kerja.
b. Kriteria jasa penyediaan tenaga kerja yg tdk dikenai PPN:
Pengusaha penyedia jasa tenaga kerja tsb semata-mata hanya menyerahkan jasa penyediaan
tenaga kerja, yg tdk terkait dgn pemberian JKP lainnya, seperti jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konsultasi, jasa pengurusan perusahaan, jasa bongkar muat, dan/ atau jasa lainnya;
Pengusaha penyedia tenaga kerja tdk melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan/ atau sejenisnya kpd tenaga kerja yg disediakan;
Pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yg
disediakan stl diserahkan kpd pengguna jasa tenaga kerja; dan
Tenaga kerja yg disediakan masuk dlm struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja.
Dlm hal jasa penyediaan tenaga kerja tdk memenuhi ketentuan poin 2a & 2b, jasa penyediaan tenaga
kerja dimaksud mrp jasa yg dikenai PPN seb 10% dikalikan DPP berupa penggantian, yg meliputi slr
tagihan yg diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa atas penyerahan jasa penyediaan tenaga
kerja kpd pengguna jasa, termasuk imbalan yg diterima tenaga kerja berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan sejenisnya. Atau dlm hal tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga
kerja dirinci dlm FP dgn memisahkan antara tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja yg
diterima oleh pengusaha jasa dan imbalan yg diterima oleh tenaga kerja, DPP adalah nilai lain.
3. Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja
→ Jasa penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja yg diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja yg tlh
memperoleh izin atau terdaftar di instansi yg bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Termasuk kegiatan pemagangan yg dilakukan dlm 1 kesatuan dgn penyerahan jasa penyelenggaraan
pelatihan bagi tenaga kerja.
D‐
PENJELASAN & PENEGASAN SE-33/PJ/2013:
Tdk termasuk penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi/Freight Forwarding (JPT/FF) adalah
reimbursement tagihan dari pihak ketiga, sepanjang memenuhi kondisi sbb:
1. dlm hal:
a. tagihan dari pihak ketiga (selain pemerintah/negara), identitas pengguna JPT/FF tercantum sbg pihak yg
tertagih dlm dokumen tagihan dari pihak ketiga (selain pemerintah/negara) tsb; atau
b. pembayaran kewajiban kpd pemerintah/negara yg menggunakan SSP, Surat Setoran Pabean, Cukai dan
Pajak Dlm Rangka Impor (SSPCP), Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (SSPNBP), dan/atau
dokumen pembayaran lainnya kpd pemerintah/negara, identitas pengguna JPT/FF tercantum sbg pihak yg
wajib melakukan pembayaran kpd pemerintah/negara tsb;
2. diatur dlm kontrak/perjanjian antara pengusaha JPT/FF dan pengguna JPT/FF yg menyatakan bahwa terdapat
reimbursement tagihan dari pihak ketiga yg hrs dibayar oleh pengguna JPT/FF yg kemudian akan disetorkan
oleh pengusaha JPT/FF kpd pihak ketiga; dan
3. penerimaan pembayaran utk reimbursement tagihan dari pihak ketiga yg diterima dari pengguna JPT/FF tdk
dicatat/diakui sbg penghasilan oleh pengusaha JPT/FF dan penyetoran reimbursement tagihan kpd pihak
ketiga yg bersangkutan tdk dicatat/diakui sbg biaya/beban oleh pengusaha JPT/FF.
Contoh reimbursement tagihan dari pihak ketiga a.l. pembayaran PPN Impor, PPh Pasal 22 Impor, Bea
Masuk, Pajak Ekspor, dan biaya transportasi (freight charges).
Freight charges → biaya transportasi yg sebenarnya dibayar atau yg seharusnya dibayar oleh pengguna jasa, yg
dpt berupa biaya transportasi dgnmenggunakan moda angkutan berupa pesawat, kapal, dan/atau kereta api.
Termasuk dlm pengertian freight charges adalah biaya-biaya yg dikeluarkan yg terkait dgn biaya transportasi dgn
menggunakan moda angkutan pesawat, kapal, dan/atau kereta api tsb, al. fuel surcharge.
Contoh Bbrp Transaksi Penyerahan JPT/FF Beserta Perlakuan PPN atas Penyerahan JPT/FF
Contoh 1:
PT ABC sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF berupa biaya transportasi menggunakan moda angkutan
(freight) kapal laut, dgn nilai Rp 50 juta (blm termasuk PPN), kpd PT Z.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn di dlm
tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb 10% x DPP = 10% x (10% x Rp 50 juta) = Rp 500 ribu.
Contoh 2:
PT DEF sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan sementara
atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 30 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn nilai Rp 20 juta, dan
biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 50 juta, shg nilai total penyerahan JPT/FF
adalah Rp 100 juta (blm termasuk PPN), kpd PT Y.
PT DEF melakukan penagihan kpd PT Y dgn menerbitkan 1 dokumen tagihan.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn di dlm
tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% x Rp 100 juta) = Rp 1 juta.
Contoh 3:
PT GHI sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan sementara
atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 30 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn nilai Rp 20 juta, dan
biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 50 juta, shg nilai total JPT/FF yg
diserahkan adalah Rp 100 juta (blm termasuk PPN), kpd PT X.
PT GHI melakukan penagihan kpd PT X dgn menerbitkan 3 dokumen tagihan utk menagih @ kegiatan dari
penyerahan JPT/FF tsb.
Walaupun atas penyerahan JPT/FF tsb PT GHI menerbitkan 3 dokumen tagihan, penyerahan JPT/FF tsb mrp 1
kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn di dlm
tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% x Rp 100 juta) = Rp 1 juta.
Contoh 4:
PT JKL sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan sementara
atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 15 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn
D‐
nilai Rp 5 juta, dan pengurusan biaya transportasi dgn menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai fee Rp 2
juta, shg nilai total JPT/FF yg diserahkan adalah Rp 22 juta (blm termasuk PPN), kpd PT W. Terkait dgn
penyerahan JPT/FF yg dilakukan oleh PT JKL, terdapat tagihan dari pengusaha jasa angkutan laut yg dlm
dokumen tagihan tsb PT W tercantum sbg pihak yg tertagih.
Tagihan dari pengusaha angkutan laut Rp 60 juta.
Dlm kontrak/perjanjian antara PT JKL dan PT W disepakati bahwa terdapat reimbursement tagihan dari pengusaha
jasa angkutan laut yg hrs dibayar oleh PT W melalui PT JKL.
PT JKL tdk mencatat/mengakui reimbursement tagihan dari pengusaha angkutan laut yg pembayarannya diterima dari
PT W sbg penghasilan.
Demikian juga PT JKL tdk mencatat/mengakui penyetoran reimbursement tagihan kpd pengusaha jasa angkutan laut
sbg biaya.
Penagihan kembali (reimbursement) Rp 60 juta tsb tdk termasuk penyerahan JPT/FF yg dilakukan oleh PT JKL.
PT JKL melakukan penagihan kpd PT W dgn menerbitkan 3 dokumen tagihan utk menagih @ kegiatan dari
penyerahan JPT/FF tsb dgn nilai total Rp 22 juta.
Walaupun atas penyerahan JPT/FF tsb PT JKL menerbitkan 3 dokumen tagihan, penyerahan JPT/FF tsb mrp 1
kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Penggantian, krn di dlm
tagihan JPT/FF tsb tdk terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x Rp 22 juta = Rp 2,2 juta.
Contoh 5:
PT MNO sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan sementara
atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 14 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn nilai Rp 6 juta, dan
biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 62 juta, shg nilai total JPT/FF yg
diserahkan adalah Rp 82 juta (blm termasuk PPN) kpd PT V.
Dlm melakukan penyerahan JPT/FF tsb, PT MNO menggunakan moda angkutan kapal laut, di mana dlm dokumen
tagihan dari pengusaha jasa angkutan laut tsb PT MNO tercantum sbg pihak yg tertagih.
Atas penyerahan JPT/FF dgn nilai penyerahan total Rp 82 juta tsb PT MNO menerbitkan 3 dokumen tagihan,
penyerahan JPT/FF tsb tetap mrp 1 kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn di dlm
tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% X Rp 82 juta) = Rp 820 ribu.
D‐
PEMAKAIAN SENDIRI & PEMBERIAN CUMA-CUMA
Dasar Hukum:
Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN
Pasal 5 PP 1 Thn 2012 dan penjelasan
PMK-75/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg Nilai Lain Sbg DPP
PER-22/PJ/2012 (berlaku sejak 4 Jan 2012) ttg Pencabutan KEP-87/PJ./2002
Latar Belakang:
PP 1 Thn 2012 mengatur bahwa atas pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP utk tujuan produktif yg terutang PPN
tdk perlu dilakukan pemungutan PPN dan penerbitan FP. Sebaliknya, utk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP
utk tujuan konsumtif, PKP wajib menerbitkan FP sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan.
Pasal 2 KEP-87/PJ./2002 menyebutkan “Pemakaian BKP dan atau pemanfaatan JKP utk tujuan produktif blm
mrp penyerahan BKP dan atau JKP shg tdk terutang PPN dan PPnBM.”→ bertentangan dgn Pasal 5 PP 1 Thn
2012, shg KEP-87/PJ./2002 dicabut.
A. PEMAKAIAN
SENDIRI Definisi:
Pemakaian sendiri BKP: Pemakaian BKP utk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau
karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) PP
1 Thn 2012 dan Penjelasan pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN)
Pemakaian sendiri JKP: Pemakaian JKP utk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau
karyawannya. (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) PP 1 Thn 2012)
Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan produktif: Pemakaian BKP/JKP yg nyata-nyata digunakan
utk kegiatan produksi selanjutnya atau utk kegiatan yg mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan usaha
Pengusaha yg bersangkutan, yg meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.
Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan konsumtif: Pemakaian BKP/JKP yg tdk ada kaitan dgn
kegiatan produksi selanjutnya atau utk kegiatan yg tdk mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan usaha
Pengusaha yg bersangkutan, yg meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.
Contoh pemakaian sendiri BKP/JKP: (Penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP 1 Thn 2012)
a. Pemakaian BKP/JKP utk tujuan produktif yg nyata-nyata digunakan utk kegiatan yg mempunyai
hubungan lsg dgn kegiatan usaha Pengusaha yg bersangkutan:
1. Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yg diproduksinya utk kegiatan usaha mengangkut suku
cadang.
2. Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sbg pengeras jalan
di lingkungan pabrik.
3. Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran teleponnya utk kegiatan operasional perusahaan
dlm berkomunikasi dgn mitra bisnisnya.
b. Pemakaian BKP/JKP utk tujuan produktif yg nyata-nyata digunakan utk kegiatan produksi selanjutnya:
1. Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sbg bahan
pembakaran boiler dlm proses pabrikasi.
2. Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil produksinya berupa plywood utk membungkus
plywood yg akan dipasarkan agar tdk rusak.
3. Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan saluran teleponnya utk melakukan
penyerahan jasa provider internet kpd konsumennya.
c. Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan konsumtif:
1. Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya utk konsumsi karyawan atau para tamu.
D‐
2. Pabrikan sepatu dlm rangka promosi membeli topi dgn logo merek sepatu pabrik tsb dan sebagian
dibagikan kpd karyawannya.
3. Perusahaan telekomunikasi selular memberikan fasilitas bebas biaya telepon selular kpd para
direksinya.
Contoh pemakaian sendiri utk tujuan produktif yg thd-nya dilakukan pemungutan PPN dan yg
tdk dilakukan pemungutan PPN: (Penjelasan Pasal 5 ayat (3) PP 1 Thn 2012)
Pabrikan ban menggunakan produksi ban sendiri utk:
Truk yg digunakan utk pengangkutan ban produksinya; dan
→ Atas pemakaian sendiri utk tujuan produktif ini tdk dilakukan pemungutan PPN. Kemudahan
administrasi tsb diberikan krn PPN yg dipungut oleh PKP atas pemakaian sendiri utk tujuan produktif mrp
PM yg dpt dikreditkan.
Kendaraan angkutan umumnya.
→ Atas pemakaian sendiri utk tujuan produktif ini tetap dipungut PPN, krn digunakan utk penyerahan jasa
angkutan umum yg mrp penyerahan yg tdk terutang PPN. Perlakuan ini diberikan krn PPN yg dipungut
oleh PKP atas pemakaian sendiri mrp PM yg tdk dpt dikreditkan.
B. PEMBERIAN CUMA-CUMA
Definisi:
Pemberian cuma-cuma: Pemberian yg diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang produksi
sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang utk promosi kpd relasi atau
pembeli. (Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN)
Ketentuan Perpajakan:
Pemberian cuma-cuma baik produksi sendiri atau bukan produksi sendiri terutang PPN dan
hrs diterbitkan FP seperti biasa (identitas pembeli diisi identitas pihak yg menerima BKP/JKP). PPN ini
mrp PM yg dpt dikreditkan oleh pihak yg menerima apabila memang berkaitan dgn
kegiatan 3M usaha.
D‐
Tabel Aturan Perpajakan Terkait Pemakaian Sendiri & Pemberian Cuma-cuma
Pemakaian sendiri
Tujuan Produktif Pemberian
Uraian Tujuan
Yg Tdk Dipungut Yg Dipungut PPN Cuma-Cuma
PPN Konsumtif
PPN Tdk dilakukan Dilakukan pemungutan Dilakukan Terutang
pemungutan PPN, PPN, jika pemakaian pemungutan PPN
jika pemakaian sendiri digunakan utk
sendiri digunakan melakukan penyerahan
utk penyerahan yg yg:
terutang PPN 1. tdk terutang PPN;
atau
2. mendapat fasilitas
dibebaskan dari
pengenaan PPN
FP Tdk dibuat Dibuat. Kode Transaksi pd FP = 04
DPP Menggunakan DPP Nilai lain
DPP = Hrg Jual atau Penggantian stl dikurangi laba kotor
Perlakuan PPN yg dibayar atas PPN yg dibayar
PM atas perolehan BKP/JKP dlm atas perolehan
perolehan rangka pemakaian sendiri BKP/JKP dlm
BKP/JKP dlm BKP/JKP tdk dpt rangka pemakaian
rangka dikreditkan sendiri BKP/JKP
pemakaian tdk dpt
sendiri dikreditkan sesuai
dgn ketentuan
perpu di bidang
perpajakan
Pelaporan Tdk ada Lapor di bagian "Penyerahan DN dgn FP" Lapor di bagian
dlm SPT dilaporkan sbg PK dan lapor di bagian "PM yg tdk dpt "Penyerahan
Masa PPN dikreditkan" DN dgn FP"
sbg PK
D‐
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI (KMS)
Dasar Hukum:
Pasal 16C UU PPN
PMK-163/PMK.03/2012 (berlaku stl 30 hari sejak tanggal 22 Okt 2012)
PER-23/PJ/2012 jo PER-25/PJ/2012 (berlaku sejak PMK-163/PMK.03/2012 diberlakukan)
SE-53/PJ/2012 (berlaku sejak PMK-163/PMK.03/2012 diberlakukan) jo SE-22/PJ/2013 (berlaku sejak 12
April 2013)
Definisi:
KMS: Kegiatan membangun bangunan yg dilakukan tdk dlm kegiatan usaha / pekerjaan oleh OP atau badan yg
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Berupa 1 atau lebih konstruksi teknik yg ditanam atau dilekatkan scr tetap pd 1 kesatuan tanah dan/atau
perairan dgn kriteria:
Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
Diperuntukkan bagi tempat tinggal / tempat kegiatan usaha; dan
Luas keseluruhan > 200 meter2.
KMS yg dilakukan scr bertahap dianggap mrp 1 kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan tsb <
2 thn.
Termasuk KMS adalah kegiatan membangun bangunan yg dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi
atas kegiatan membangun tsb tdk dipungut PPN, dan kontraktor atau pemborong tsb bukan mrp PKP. (Huruf
A angka 3 SE-53/PJ/2012)
D‐
melakukan KMS KJS: 103
Memiliki Berbeda Angka 0 pd 9 digit pertama; Diisi nama & NPWP
NPWP Angka kode KPP Pratama OP atau badan yg
yg melakukan KMS
Blm Memiliki - wilayah kerjanya meliputi Diisi nama & alamat
NPWP tempat bangunan tsb OP atau badan yg
didirikan pd 3 digit melakukan KMS
berikutnya; dan
Angka 0 pd 3 digit terakhir.
Contoh : 00.000.000.0-
412.000
d. Pelaporan:
Status PKP Cara Pelaporan
Bukan PKP SSP lbr ke 3 dilaporkan ke KPP Pratama yg wilayah kerjanya
meliputi tempat bangunan didirikan paling lama akhir bulan
berikutnya stl berakhirnya masa pajak
Apakah PKP mendirikan Sama Dilaporkan dlm SPT Masa PPN dgn melampirkan SSP lbr ke 3 yg
bangunan di wilayah kerja digunakan utk menyetor PPN atas KMS
yg sama dgn KPP pratama Berbeda SSP lembar ke 3 dilaporkan ke KPP Pratama yg wilayah
tempat PKP tsb terdaftar? kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan paling lama
akhir bulan berikutnya stl berakhirnya masa pajak
Melaporkan dlm SPT Masa PPN dgn melampirkan FC
dari SSP lbr ke 3 yg digunakan utk menyetor PPN atas KMS
tsb
D‐
AKTIVA YG MNR TUJUAN SEMULA TDK UTK DIPERJUALBELIKAN
Dasar Hukum:
Pasal 16D UU PPN
Pasal 9 ayat (8) huruf c UU 18 Thn 2000 Pasal 9 ayat (8) huruf c UU 42 Thn 2009
PM tdk dpt dikreditkan mnr cara sebagaimana Pengkreditan PM sebagaimana dimaksud pd
diatur dlm ayat (2) bagi pengeluaran utk perolehan dan ayat (2) tdk dpt diberlakukan bagi pengeluaran
pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station utk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor
wagon, van, dan kombi kecuali mrp berupa sedan dan station wagon,
barang dagangan atau disewakan kecuali mrp barang dagangan atau disewakan
D10-
Station Wagon Mnr Wikipedia:
"A station wagon or estate car is a body style variant of a sedan/saloon with its roof extended rearward
over a shared passenger/cargo volume with access at the back via a third or fifth door (the liftgate or
tailgate), instead of a trunk lid. The body style transforms a standard three-box design into a two-box
design — to include an A, B & C-pillar, as well as a D pillar. Station wagon feature flexibility to allow
configurations that either favor passenger or cargo volume, e.g., fold-down rear seats."
Mnr definisi tsb dpt dipahami bahwa sebuah mobil station wagon pd dasarnya mrp variant dari jenis sedan, dgn
atap diperpanjang ke belakang melampaui ruang penumpang dan kargo/barang, dgn akses di belakang melalui
pintu ketiga atau kelima (pintu-ekor/tail-gate), bukan dari bagasi. Pd gambar di kiri bawah adalah jenis sedan
dimana badan mobil terdiri atas 3 kotak (pd gambar dibedakan dgn warna)
yaitu bagian depan (ruang mesin), bagian tengah (ruang penumpang) dan bagian belakang
(bagasi/kargo). Sedang station wagon adalah gambar yg tengah, dimana ba annya hanya terdiri dari 2 kotak yaitu
bagian depan (ruang mesin) dan bagian belakang (ruang penumpang dan kargo/barang).
D10-
lbh memungkinkan utk mengangkut beban tambahan dibanding dgn hatchback.
4. Pintu Belakang. Pintu belakang pd hatchback biasanya didesain dgn fitur pintu berengsel dibuka ke atas
(top-hinged liftgate) atau kombinasi dgn pintu dibuka ke bawah utk akses ke ruang kargo/barang.
Sumber:
http://pajakita.blogspot.com/2010/09/mencoba-mendefinisikan-kendaraan.html (dgn
perubahan seperlunya)
D10-
TOKO BEBAS BEA
Dasar Hukum:
PP 32 Thn 2009 ttg Tempat Penimbunan Berikat
PMK-37/PMK.04/2013 (tanggal 27 Feb 2013) ttg Toko Bebas Bea
Definisi:
Toko Bebas Bea: Tempat Penimbunan Berikat utk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah
Pabean utk dijual kpd orang tertentu. (Pasal 1 butir 5 PP 32 Thn 2009)
Perlakuan Perpajakan
(Pasal 30 PP 32 Thn 2009)
a. Barang yg dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Toko Bebas Bea:
Diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
Tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor.
b. Barang yg dimasukkan dari Gudang Berikat ke Toko Bebas Bea:
Diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
Tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor.
Pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat FP yg dibubuhi cap "PPN
atau PPN dan PPnBM tdk dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 Tahun 2009."
c. Barang yg dimasukkan dari tempat lain dlm daerah pabean ke Toko Bebas Bea tdk dipungut PPN
atau PPN dan PPnBM.
Pengusaha di tempat lain dlm daerah pabean wajib membuat FP yg dibubuhi cap "PPN atau PPN dan
PPnBM tdk dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 Tahun 2009"
Ketentuan Lain:
a. Toko Bebas Bea dpt berlokasi di: (Pasal 29 PP 32 Thn 2009)
1. Terminal keberangkatan bandar udara internasional di kawasan pabean;
2. Pelabuhan utama di kawasan pabean;
3. Tempat transit pd terminal keberangkatan bandar udara internasional yg mrp tempat khusus bagi
penumpang transit tujuan LN di kawasan pabean;
4. Pelabuhan utama yg mrp tempat khusus bagi penumpang transit tujuan LN di kawasan pabean; atau
5. Dlm kota.
b. Orang yg berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yg berlokasi di kawasan pabean sebagaimana
dimaksud dlm angka 1-4 dgn tdk dipungut Bea Masuk & tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor
1. Orang yg bepergian ke LN; atau
2. Penumpang yg sedang transit di kawasan pabean.
(Pasal 32 ayat (1) PP 32 Thn 2009)
Orang yg berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yg berlokasi di dlm kota dgn mendapatkan
pembebasan Bea Masuk & tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor:
Anggota korps diplomatik yg bertugas di Indonesia beserta keluarganya yg berdomisili di Indonesia
berikut lembaga diplomatik;
Pejabat/tenaga ahli yg bekerja pd Badan Internasional di Indonesia yg memperoleh kekebalan
diplomatik beserta keluarganya; dan
Turis asing yg akan keluar dari Daerah Pabean.
(Pasal 32 ayat (2) PP 32 Thn 2009)
c. Pengusaha Toko Bebas Bea wajib meneliti & mendata orang yg membeli barang di Toko Bebas Bea yg
diusahakannya.
D‐
VAT REFUND BAGI TURIS ASING
Dasar Hukum:
Pasal 17 E UU KUP
Pasal 16E UU PPN
PMK-76/PMK.03/2010 jo PMK-18/PMK.03/2011 jo PMK-100/PMK.03/2013 ttg Tata cara pengajuan &
penyelesaian permintaan kembali PPN barang bawaan OP pemegang paspor LN
PER-28/PJ/2013 (berlaku sejak tanggal 5 Juli 2013) ttg Tata cara pendaftaran & kewajiban PKP toko retail
serta pengelolaan administrasi pengembalian PPN kpd OP pemegang paspor LN → mencabut
PER-20/PJ/2010, KEP-347/PJ/2010, KEP-386/PJ//2010 dan KEP-156/PJ/201011)
SE terkait:
SE-39/PJ/2013 (berlaku sejak tanggal 5 Juli 2013) ttg Tata cara pengembalian & pengelolaan administrasi
PPN kpd OP pemegang paspor LN → mencabut SE-47/PJ/2010
D‐
Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengembalian PPN oleh OP Pemegang Paspor LN & Kewajiban
PKP Toko Retail:
1. Permintaan pengembalian PPN atas pembelian Barang Bawaan dilakukan oleh OP pemegang paspor LN dgn
terlebih dahulu memberitahukan kpd Toko Retail dan menunjukkan Paspor LN yg dipegangnya. (Pasal 1 ayat
(1) PMK-100/PMK.03/2013)
Yg dilakukan PKP Toko Retail:
a. Kewajiban PKP Toko Retail: (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
Menempelkan/memasang logo "VAT REFUND" pd Toko Retail tsb;
Logo "VAT REFUND" ini diadakan sendiri oleh Toko Retail (contoh pd Lamp II PER- 28/PJ/2013)
Menyediakan informasi mengenai pengembalian PPN kpd OP dlm bentuk antara lain seperti brosur /
papan pengumuman; dan
Menerbitkan FP Khusus atas pembelian Barang Bawaan dlm rangkap 3 dgn peruntukan sbg berikut:
Lembar ke-1, utk OP
Lembar ke-2, utk Unit Pelaksana Restitusi PPN Bandar Udara melalui OP
Lembar ke-3, utk arsip Toko Retail
b. Ketentuan terkait penerbitan FP Khusus:
Dilakukan melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists (http://vatrefund.pajak.go.id) dan
Memenuhi ketentuan dlm Pasal 13 ayat (5) & (8) UU PPN, dgn ketentuan pengisian:
Pd kolom "NPWP" diisi dgn nomor paspor OP sesuai yg tercantum dlm paspornya; dan
Pd kolom "alamat pembeli" diisi dgn alamat lengkap OP sesuai yg tercantum dlm paspornya.
Penerbitan FP Khusus yg tdk memenuhi persyaratan di atas dianggap bukan sbg permohonan pengembalian
PPN kpd OP shg tdk dpt dipertimbangkan). (Pasal 7 ayat (2) & (3) PER- 28/PJ/2013)
c. Dlm hal Aplikasi VAT Refund for Tourists dlm kondisi offline, Toko Retail dpt menerbitkan FP Khusus
manual dgn format Lamp I PMK-100/PMK.03/2013 dan peruntukan sesuai dgn ketentuan, dan hrs segera
menginput semua data yg ada pd FP Khusus manual tsb ke dlm Aplikasi VAT Refund for Tourists apabila
tlh online kembali. (Pasal 7 ayat (5) PER-28/PJ/2013)
d. FP Khusus ini dpt berfungsi sbg surat permohonan pengembalian PPN dgn membubuhi tanda
pd kolom permohonan pengembalian PPN yg dibubuhi tanda tangan OP pemegang paspor LN, dan kasir
Toko Retail yg diberi stempel Toko Retail. (Pasal 4 ayat (4) PMK- 100/PMK.03/2013)
2. Stl mendapatkan FP Khusus dari Toko Retail, OP pemegang paspor LN melakukan permintaan kembali PPN pd
saat OP tsb meninggalkan Indonesia melalui bandar udara. (Pasal 7 ayat (1) PMK- 76/PMK.03/2010)
3. OP menyampaikan FP Khusus kpd Dirjen Pajak melalui Unit Pelaksana Restitusi PPN Bandar Udara, dgn
menunjukkan: (pasal 7 ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
a. Dokumen pendukung yg meliputi:
Paspor LN; dan
Tiket atau pas (boarding pass) naik pesawat utk keberangkatan OP ke luar Daerah Pabean.
b. Barang Bawaan yg PPN atas perolehannya dimintakan kembali.
Tata Cara Pengajuan Permohonan utk Mendapatkan Surat Penunjukan PKP Toko Retail:
1. PKP Toko Retail yg ingin ikut dlm skema pengembalian PPN kpd OP hrs terlebih dahulu mengajukan
permohonan utk mendapatkan SK penunjukan PKP Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund for
Tourists. (Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
2. Dlm hal PKP Toko Retail melakukan pemusatan PPN terutang, maka:
a. Permohonan tsb diajukan oleh PKP Toko Retail tempat PPN terutang dipusatkan; dan
b. PKP Toko Retail wajib mendaftarkan slr cabang yg tertera pd SK Pemusatan PPN-nya.
3. Yg dilakukan KPP stl memperoleh permohonan dari PKP Toko Retail:
a. Ketentuan terkait SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan
penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail:
Penerbitan paling lama 10 hari kerja sejak permohonan disampaikan dgn menggunakan format Lamp
I.1 /I.2/I.3 PER-28/PJ/2013.
D‐
Hrs disampaikan oleh KPP kpd PKP Toko Retail melalui pos tercatat, perusahaan jasa ekspedisi, atau
jasa kurir dgn bukti pengiriman surat ke alamat WP yg tercantum pd Master File Nasional DJP.
b. Kemudian KPP menginput nomor bukti pengiriman, tanggal pengiriman dan jenis jasa pengiriman SK
penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan penolakan
penunjukan sbg PKP Toko Retail ke dlm Aplikasi VAT Refund for Tourists, stl melakukan pengiriman
surat.
c. Dlm hal SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan
penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail kembali pos (kempos), maka KPP hrs memberitahukan
informasi tsb kpd PKP Toko Retail melalui e-mail PKP Toko Retail.
d. PKP Toko Retail dpt mengajukan permohonan kembali stl menyampaikan surat pemberitahuan perubahan
alamat ke KPP sesuai dgn prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
4. PKP Toko Retail yg sdh mendapatkan PIN wajib melakukan aktivasi melalui Aplikasi VAT Refund for
Tourists paling lama 30 hari kalender sejak tanggal diterbitkannya surat pemberitahuan PIN oleh KPP tempat
PPN terutang. (Pasal 4 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
dgn cara memasukkan NPWP, PIN dan alamat e-mail PKP Toko Retail sebagaimana pd saat melakukan
pendaftaran.
5. Kantor Pusat DJP melalui sistem VAT Refund mengirim User ID dan Password PKP Toko Retail ke alamat
e-mail PKP Toko Retail stl PKP melakukan aktivasi.
6. PKP Toko Retail melakukan pendaftaran Toko Retail dgn memasukkan User ID Login Toko, Nama Toko
dan Nomor Telepon.
7. Kantor Pusat DJP melalui sistem VAT Refund mengirim User ID & Password utk Toko Retail ke
alamat e-mail PKP
8. PKP Toko Retail hanya dpt mengubah password, sementara PIN & User ID tdk bisa.
9. Dlm hal PKP Toko Retail lupa password, PKP Toko Retail dpt melakukan reset password dgn klik lupa
password pd halaman login aplikasi. Dlm hal Toko Retail lupa password, Toko Retail meminta PKP Toko
Retail utk melakukan reset password Toko Retail melalui menu reset password Toko.
10. Dlm hal PKP Toko Retail tlh mendapatkan PIN tetapi tdk melakukan aktivasi sampai batas waktu yg ditentukan
atau PIN hilang sbl PKP Toko Retail melakukan aktivasi, maka PKP Toko Retail dpt mengajukan kembali
permohonan PIN (Pasal 4 ayat (2) PER-28/PJ/2013)
D‐
b. Melebihi 5 juta, namun turis yg mengajukan klaim tdk dpt menyediakan informasi utk pengembalian
transfer atau memang ybs tdk menghendaki pengembalian scr transfer, maka nilai yg dikembalikan hanya
seb Rp 5 juta sedangkan selisihnya tdk dikembalikan.
2. Scr transfer, apabila nilai yg diajukan pengembalian > Rp 5 juta
Informasi yg hrs tercantum pd Nota Persetujuan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN adalah nama,
nomor rekening, nama bank tujuan transfer, dan mata uang yg diinginkan. Transfer dilakukan
paling lama 1 bulan sejak klaim disampaikan.
Format Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, format SKPKPP, format SPMKP sejak 60
hari stl tanggal 24 Jan 2011 menggunakan format yg diatur di PMK-18/PMK.03/2011.
D‐
Contoh FP Khusus (Lamp I PMK-76/PMK.03/2010)
NPWP.............................................................................................................................................................. (4)
TAXPAYER IDENTITY NUMBER
ALAMAT.......................................................................................................................................................... (5)
ADDRESS
NAMA.............................................................................................................................................................. (6)
TOURIST NAME
ALAMAT.......................................................................................................................................................... (8)
ADDRESS
............................. (11)
Mengajukan pengembalian
/apply for refund
..................... (12)
(Nama/Name)...........................(13) (Nama)....................................(14)
D‐
Petunjuk Pengisian FP Khusus
No. Uraian Isian
1 Diisi dgn Kode & Nomor Seri FP dgn menggunakan Kode Transaksi 06 dan Nomor Urut mulai
dari 00000001
2 Diisi tanggal transaksi yg tertera pd cash register/struk pembayaran/invoice
3 Diisi nama PKP
4 Diisi NPWP
5 Diisi Alamat Toko Retail
6 Diisi Nama Turis
7 Diisi Nama Paspor Turis
8 Diisi Alamat Turis
9 Diisi Total Pembayaran diinput dari grand total pd cash register/struk pembayaran/invoice yg
terlampir
10 Diisi Jml PPN (10/110 x total pembayaran)
11 Diisi Nama Kasir
12 Diisi tanda centang (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
13 Diisi nama & tanda tangan turis (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
14 Diisi nama, tanda tangan dan stempel Penjual (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
D‐
PEMUNGUT PPN
Dasar Hukum:
KMK-563/KMK.03/2003
PMK-73/PMK.03/2010
PMK-85/PMK.03/2012 jo PMK 136/PMK.03/2012
Pemungut PPN:
1. Bendaharawan Pemerintah & KPKN (KMK-563/KMK.03/2003)
2. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan kontraktor atau pemegang
kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi (PMK-73/PMK.03/2010)
3. BUMN (PMK-85/PMK.03/2012 jo PMK 136/PMK.03/2012)
PEMUNGUT BUMN
Kondisi PPN atau PPnBM Tdk Dipungut oleh BUMN: (Pasal 5 PMK 85/PMK.03/2012)
a. Pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp10 juta termasuk jml PPN atau PPN & PPnBM yg terutang dan tdk
mrp pembayaran yg terpecah-pecah
b. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg mnr ketentuan perpu di bidang perpajakan mendapat
fasilitas PPN tdk dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN
c. Pembayaran atas penyerahan BBM dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero)
d. Pembayaran atas rekening telepon
e. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan
f. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang dan/atau jasa yg mnr ketentuan perpu di bidang perpajakan tdk
dikenai PPN atau PPN & PPnBM
PPN atau PPN & PPnBM yg terutang (huruf a-e di atas) dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dgn
peraturan perpu di bidang perpajakan.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atau PPnBM oleh BUMN:
1. Tata Cara Pemungutan & Penyetoran:
a. Rekanan wajib membuat FP dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kpd BUMN.
b. FP sesuai dgn ketentuan di bidang perpajakan.
c. SSP diisi dgn membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, dan penandatanganan SSP tsb dilakukan
oleh BUMN sbg penyetor atas nama Rekanan.
d. Dlm hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan hrs mencantumkan
juga jml PPnBM yg terutang pd FP.
e. FP dibuat dlm rangkap 2 dgn peruntukan:
lembar ke-1: utk BUMN
lembar ke-2: utk Rekanan
f. SSP dibuat dlm rangkap 4 dgn peruntukan:
lembar ke-1: utk Rekanan;
lembar ke-2: utk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
lembar ke-3: utk Rekanan yg dilampirkan pd SPT Masa PPN; dan
lembar ke-4: utk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
g. BUMN yg melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM hrs membubuhkan cap "Disetor Tanggal
........................" dan menandatanganinya pd FP.
h. FP dan SSP mrp bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN & PPnBM.
2. Tata Cara Pelaporan:
a. Pelaporan dilakukan setiap bulan dan disampaikan ke KPP tempat BUMN terdaftar paling lama akhir bulan
berikutnya stl berakhirnya Masa Pajak, dgn menggunakan formulir "SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN".
b. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib dilampiri dgn daftar nominatif FP dan SSP sesuai format dlm
Lampiran PMK 85/PMK.03/2012 jo PMK 136/PMK.03/2012
D‐
PEMUNGUT BENDAHARAWAN PEMERINTAH
Kondisi PPN atau PPnBM Tdk Dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah: (Pasal 5 KMK-
563/KMK.03/2003)
a. Pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta dan tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah;
b. Pembayaran utk pembebasan tanah;
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg mnr ketentuan perpu yg berlaku, mendapat fasilitas
PPN tdk dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
d. Pembayaran atas penyerahan BBM dan Bukan BBM oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;
e. Pembayaran atas rekening telepon;
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
g. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang atau jasa yg mnr ketentuan Perpu yg berlaku tdk dikenakan PPN.
PPN dan PPnBM yg terutang sehubungan dgn pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta, dipungut
dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dgn ketentuan yg berlaku umum.
Tata Cara Pemungutan, Pemyetoran, dan Pelaporan PPN atau PPnBM oleh Bendahara Pemerintah:
1. Tata Cara Pemungutan:
a. Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jml pembayaran yg dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah
atau jml pembayaran yg dilakukan oleh KPKN dlm SPM.
b. Jml PPN atau PPnBM yg Dipungut
1) Dlm hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jml PPN yg dipungut adalah 10/110 bagian
dari jml pembayaran.
Contoh :
Jml pembayaran Rp 11 juta
Jml PPN : 10/110 x Rp 11 juta Rp 1 juta
Sisa yg dibayarkan kpd PKP rekanan: (Rp 11 juta – Rp 1 juta) Rp 10 juta
2) Dlm hal penyerahan BKP yg tergolong mewah dari pengusaha yg menghasilkan BKP yg tergolong
mewah tsb, di samping terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jml PPN dan PPnBM yg dipungut:
Dlm hal terutang PPnBM seb 20%, maka jml PPN yg dipungut seb 10/130 bagian dari jml
pembayaran sedangkan jml PPnBM yg dipungut seb 20/130 bagian dari jml pembayaran.
Contoh: PPnBM dgn tarif 20%
Jml pembayaran Rp 13 juta
Jml PPN yg dipungut: (10/130 x Rp 13 juta) Rp 1 juta
Jml PPnBM yg dipungut: (20/130 x Rp 13 juta) Rp 2 juta
Sisa yg dibayarkan kpd PKP rekanan: Rp 13 juta - (Rp 1 juta + Rp 2 juta) = Rp10 juta
3) Dlm hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp 1 juta dan tdk mrp jml yg terpecah-pecah, maka PPN
dan PPn BM tdk perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah. Batas jml pembayaran seb Rp 1 juta
tsb hendaknya diartikan termasuk PPN dan PPn BM.
Contoh 1:
Harga Jual Rp 900 ribu
PPN: 10% x Rp 900 ribu Rp 90 ribu
PPnBM (Misal terutang dgn tarif 20%) Rp. 180 ribu
Harga Jual termasuk PPN dan PPnBM Rp. 1,17 juta
Meskipun Harga Jual Rp 900 ribu tetapi krn pembayaran termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp
1,17 juta (di atas Rp 1 juta), maka PPN dan PPnBM yg terutang hrs dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN.
Contoh 2:
Harga Jual Rp 800 ribu
PPN: 10% x Rp 800 ribu Rp 80 ribu
PPnBM (Misal terutang dengan tarif 10%) Rp 80 ribu Harga
Jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 960 ribu
Krn Harga Jual termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp 960 ribu (<Rp 1 juta), maka PPN dan
PPnBM yg terutang tdk perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPKN, tetapi hrs dipungut
dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan FP tetap hrs dibuat.
2. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran:
D‐
a. PKP rekanan Pemerintah membuat FP dan SSP pd saat menyampaikan tagihan kpd Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN baik utk sebagian maupun slr pembayaran.
b. SSP pd huruf a diisi dgn membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yg bersangkutan,
tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sbg penyetor atas nama
PKP Rekanan Pemerintah.
c. Dlm hal penyerahan BKP tsb terutang PPnBM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan jml PPnBM
yg terutang pd FP.
d. FP pd huruf a dibuat dlm rangkap 3:
lembar ke-1 utk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sbg Pemungut PPN
lembar ke-2 utk arsip PKP rekanan Pemerintah
lembar ke-3 utk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN
e. Dlm hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP pd huruf a dibuat dlm rangka 5. Stl PPN dan
atau PPnBM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tsb diperuntukkan sbg berikut:
lembar ke-1 utk PKP Rekanan Pemerintah
lembar ke-2 utk KPP melalui KPKN
lembar ke-3 utk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pd SPT Masa PPN
lembar ke-4 utk Bank Persepsi atau Kantor Pos
lembar ke-5 utk pertinggal Bendaharawan Pemerintah
f. Dlm hal pemungutan oleh KPKN, SSP pd huruf a dibuat dlm rangkap 4 yg @ diperuntukkan sbg berikut:
lembar ke-1 utk PKP Rekanan Pemerintah
lembar ke-2 utk KPP melalui KPKN
lembar ke-3 utk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pd SPT Masa PPN
lembar ke-4 utk pertinggal KPKN
g. Pd lembar FP pd huruf d oleh Bendaharawan Pemerintah yg melakukan pemungut wajib dibubuhi cap
"Disetor tanggal..........................." dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
h. Pd setiap lembar FP pd huruf d dan SSP pd huruf f oleh KPKN yg melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
i. SSP lembar ke-1 dan ke-2 pd huruf f dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN.
j. FP dan SSP mrp bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPnBM.
3. Tata Cara Pelaporan:
a. Bendaharawan Pemerintah
Bendaharawan Pemerintah yg melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM diwajibkan
melaporkan PPN dan PPnBM yg tlh dipungut dan disetor, setiap bulan ke KPP tempat Bendaharawan
Pemerintah terdaftar dgn menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai" yg dibuat dlm rangkap 3 paling lambat 20 hari stl berakhirnya bulan dilakukan
pembayaran tagihan, yg @ diperuntukkan sbg berikut:
lembar ke-1, dilampiri FP lembar ke-3 utk KPP
lembar ke-2, utk KPKN
lembar ke-3, utk arsip Bendaharawan Pemerintah
b. KPKN
KPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 FP yg tlh dibubuhi catatan nomor dan tanggal
advis kpd KPP dgn Surat Pengantar.
Dlm hal tdk ada FP yg disampaikan pd hari itu, Surat Pengantar tetap dibuat dgn catatan "Faktur
Pajak NIHIL".
D‐
PEDOMAN PENGKREDITAN PM
Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat (7) & (7b) UU PPN
PMK-74/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010)
PKP tetap memungut PPN ke konsumen seb 10% dari DPP dgn ketentuan PPN Masukan yg dpt
dikreditkan:
60% dari PPN Keluaran utk penyerahan JKP
70% dari PPN Keluaran utk penyerahan BKP
PPN Masukan dari supplier tdk dpt dikreditkan di SPT Masa PPN dan juga tdk dpt dijadikan sbg
biaya pengurang pd perhitungan SPT Tahunan PPh.
Bila peredaran usaha PKP yg menggunakan pedoman pengkreditan PM tsb sdh > Rp 1,8 M maka mulai
masa berikutnya stl peredaran usahanya > Rp 1,8 M, PKP tsb sdh tdk boleh lagi menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan PM (Misalnya: bulan Okt, peredaran usaha PKP A sdh mencapai Rp 1,8 M,
maka mulai bulan Nov PKP A sdh tdk boleh lagi menggunakan pedoman pengkreditan ini).
Apabila sdh tdk lagi menggunakan pedoman pengkreditan PM krn > Rp 1,8 M, bisa kembali menggunakan
pedoman pengkreditan bila memenuhi syarat kembali.
Kalau PKP yg sdh menggunakan pedoman ini ternyata memilih utk tdk lagi menggunakannya (beralih ke
mekanisme normal), penggunaan mekanisme normal hanya boleh dilakukan mulai masa pajak pertama thn
buku berikutnya tetapi tetap hrs memberitahu scr tertulis kpd kepala KPP paling lambat pd batas waktu
penyampaian SPT masa PPN masa pajak pertama thn buku dimulainya menggunakan mekanisme normal
tsb (Misalnya: Jika mulai thn buku 2010 PKP A mau kembali menggunakan mekanisme normal, maka
paling lambat tanggal 28 Feb 2010 PKP A hrs sdh melakukan pemberitahuan ke Kepala KPP).
Penggunaan pedoman ini adalah pilihan.
D‐
B. BAGI PKP YG MELAKUKAN PENYERAHAN TERUTANG DAN TDK TERUTANG/DIBEBASKAN
PPN
Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat (5) & (6) UU PPN
PMK-78/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) jo PMK-21/PMK.011/2014 (berlaku sejak 4 Feb
2014) jo PMK-135/PMK.011/2014 (berlaku sejak 18 Juni 2014) → PMK-78/PMK.03/2010 mencabut
KMK-575/KMK.04/2000
DlmKetentuan
Hal PM mengenai penghitungan
atas Penyerahan pengkreditan
yg Terutang PPN PM bagi
Tdk PKP yg melakukan
Diketahui dgn Pasti:Penyerahan yg Terutang
Pajak
(Pasal dan(6)Penyerahan
9 ayat UU PPN) yg Tdk Terutang Pajak sejak tanggal 1 Jan 2014 s.d. sbl berlakunya
PMK-135/PMK.011/2014,
Apabila dlm suatu Masa Pajak berlaku ketentuan
PKP selain sebagaimana
melakukan diatur
penyerahan dlm PMK-
yg terutang 135/PMK.011/2014.
pajak (Pasal
juga melakukan penyerahan
yg 9A
tdk PMK-135/PMK.011/2014)
terutang pajak, sedangkan PM utk penyerahan yg terutang pajak tdk dpt diketahui dgn pasti, jml PM yg
dpt dikreditkan utk penyerahan yg terutang pajak dihitung dgn menggunakan pedoman penghitungan PM yg dpt
dikreditkan, yg diatur dgn Peraturan MenKeu → PMK- 78/PMK.03/2010 jo PMK-21/PMK.011/2014.
D‐
PKP mengkreditkan PM atas perolehan BKP/JKP tsb pd bulan perolehan BKP/JKP di SPT Masa
PPN bulan perolehan BKP/ JKP.
b. Pd akhir thn buku, stl diketahui brp jml total penyerahan yg sebenarnya atas penyerahan yg terutang PPN,
tdk terutang PPN atau dibebaskan PPN, PKP melakukan Penghitungan Kembali PM berdasarkan pedoman
penghitungan pengkreditan PM: (Pasal 4 PMK-78/PMK.03/2010)
1. Utk BKP/JKP yg masa manfaat > 1 thn:
P’ = (PM / T ) x Z’
2. Utk BKP/JKP yg masa manfaat < 1 thn:
P’ = PM x Z’
P’ = Jml PM yg dpt dikreditkan dlm 1 thn buku
PM = Jml PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
T = Masa manfaat BKP/JKP dgn ketentuan:
utk BKP berupa tanah & bangunan adalah 10 thn
utk BKP selain tanah & bangunan dan JKP adalah 4 thn
Z’ = Persentase yg sebanding dgn jml Penyerahan yg Terutang Pajak thd slr
penyerahan dlm 1 thn buku
c. PKP menghitung PM atas perolehan BKP/JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku sesuai masa manfaat
BKP/JKP (PM yg tlh dikreditkan pd bulan perolehan BKP/JKP tadi dibagi dgn masa manfaat BKP/JKP)
d. PM yg dpt dikreditkan dari hasil penghitungan kembali berdasarkan pedoman penghitungan pengkreditan
PM, diperhitungkan dgn PM yg dpt dikreditkan pd suatu Masa Pajak, paling lama pd bulan ketiga stl
berakhirnya thn buku.
→ PKP menyimpulkan besar PM yg hrs diperhitungkan kembali (bisa mengurangi atau menambah PM utk
Masa Pajak Jan; Feb; atau Mar Thn Pajak berikutnya stl berakhirnya thn buku yg bersangkutan).
1. Mengurangi PM jika: PM atas perolehan BKP dan/atau JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku
sesuai masa manfaat BKP/JKP > jml PM hasil penghitungan kembali
2. Menambah PM jika: PM atas perolehan BKP/JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku sesuai masa
manfaat BKP/JKP < jml PM hasil penghitungan kembali
e. Penghitungan kembali PM yg dpt dikreditkan tdk perlu dilakukan dlm hal masa manfaat BKP/JKP tlh
berakhir
→ Penghitungan kembali PM sesuai dgn jml total penyerahan yg sebenarnya atas penyerahan yg terutang
PPN, tdk terutang PPN atau dibebaskan PPN pd setiap thn buku, dilakukan setiap thn
s.d. masa manfaat BKP/JKP berakhir.
I. Pengertian Umum
PKP yg melakukan Penyerahan yg Terutang Pajak & Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak antara lain:
1. PKP yg melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya PKP yg
menghasilkan jagung, dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung mrp BKP), yg
sebagian jagung yg dihasilkannya dijual kpd pihak lain dan sebagian lainnya diolah menjadi minyak
jagung.
2. PKP yg melakukan usaha jasa yg atas penyerahannya terutang dan tdk terutang PPN, misalnya PKP yg
bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan
penyerahan jasa persewaan ruangan utk tempat usaha.
3. PKP yg melakukan penyerahan barang dan jasa yg atas penyerahannya terutang dan yg tdk terutang
PPN, misalnya PKP yg kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan BKP berupa roti juga
melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yg mrp jasa yg tdk dikenakan PPN.
4. PKP yg menghasilkan BKP yg terutang PPN dan yg dibebaskan dari pengenaan PPN, misalnya
pengusaha pembangunan perumahan yg melakukan penyerahan berupa rumah mewah yg terutang PPN
dan rumah sangat sederhana yg dibebaskan dari pengenaan PPN.
Perlakuan pengkreditan PM utk PKP yg melakukan Penyerahan yg Terutang Pajak dan Penyerahan yg Tdk
Terutang Pajak seperti contoh di atas:
D‐
1. PM atas perolehan BKP/JKP yg nyata-nyata hanya digunakan utk kegiatan yg terkait dengan
penyerahan yg terutang PPN, dpt dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya:
a. PM utk perolehan mesin-mesin yg digunakan utk memproduksi minyak jagung;
b. PM utk perolehan alat-alat perkantoran yg hanya digunakan utk kegiatan penyerahan jasa
persewaan kantor;
2. PM atas perolehan BKP/JKP yg nyata-nyata hanya digunakan utk kegiatan yg terkait dgn penyerahan
yg tdk terutang PPN atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tdk dpt dikreditkan
seluruhnya, misalnya:
a. PM utk pembelian truk yg digunakan utk jasa angkutan umum, krn jasa angkutan umum bukan
mrp JKP yg atas penyerahannya tdk terutang PPN;
b. PM utk pembelian bahan baku yg digunakan utk membangun rumah sangat sederhana, krn atas
penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan PPN.
3. Sedangkan PM atas perolehan BKP/JKP yg blm dpt dipastikan penggunaannya utk Penyerahan yg
Terutang Pajak dan Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan PM sebagaimana diatur dlm PMK-135, misalnya:
a. PM utk perolehan truk yg digunakan baik utk perkebunan jagung maupun utk pabrik minyak
jagung, yg sebagian jagung tsb dijual kpd pihak lain dan tdk diolah sendiri oleh pemilik kebun
jagung menjadi minyak jagung;
b. PM utk perolehan komputer yg digunakan baik utk kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun
utk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.
D‐
3. Contoh 3:
PKP N adalah perusahaan integrated (terpadu) yg bergerak di bidang perkebunan jagung dan
pabrik minyak jagung. Sebagian jagung yg dihasilkannya diolah lbh lanjut menjadi minyak jagung
dan sebagian lainnya dijual kpd pihak lain.
Pd bulan April 2014, PKP N membeli truk yg digunakan baik utk perkebunan jagung maupun utk
pabrik minyak jagung dgn harga perolehan seb Rp 200 juta dan PPN seb Rp 20 juta.
Berdasarkan data-data yg dimiliki, diperkirakan persentase rata-rata jml penyerahan minyak
jagung thd penyerahan seluruhnya adalah seb 70%, sedangkan 30% mrp penyerahan jagung kpd
pihak lain.
Berdasarkan data tsb maka PM yg dpt dikreditkan dlm SPT Masa PPN Masa Pajak April 2014
seb: Rp 20 juta x 70% = Rp 14 juta.
Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah Rp 100 M,
yg berasal dari penjualan jagung kpd pihak lain seb Rp 40 M dan penjualan minyak jagung seb Rp
60 M.
Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 thn, tetapi utk tujuan penghitungan PM berdasarkan
PMK-135 ditetapkan 4 thn.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2014 yg
dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 60 M / Rp 100M) x (Rp 20 juta / 4) = Rp 3 juta
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah: Rp 14 juta
/ 4 = Rp 3,5 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2015 adalah sebr:
Rp 3,5 juta – Rp 3 juta = Rp 500 ribu.
Penghitungan kembali PM seperti perhitungan di atas dilakukan setiap thn s.d. masa manfaat truk
berakhir.
4. Contoh 4:
Kelanjutan dari contoh 3, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2015 adalah Rp
100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 10 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 90 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2015 yg
dilakukan pd Masa Pajak Maret 2016 adalah: (Rp 90 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 4,5 juta
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah: Rp 14 juta
/ 4 = Rp 3,5 juta
Jadi PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn menambah PM utk Masa Pajak Maret 2016 adalah
seb: Rp 4,5 juta – Rp 3,5 juta = Rp 1 juta
5. Contoh 5:
Kelanjutan dari contoh 4, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2016 adalah Rp
100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 30 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 70 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2016 yg
dilakukan pd Masa Pajak Maret 2017 adalah: (Rp 70 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 3,5 juta.
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah: Rp 14 juta
/ 4 = Rp 3,5 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali adalah seb: Rp 3,5 juta – Rp 3,5 juta = Rp 0.
6. Contoh 6:
Kelanjutan dari contoh 5, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2017 adalah Rp
100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 50 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 50 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2017 yg
dilakukan pd Masa Pajak Maret 2018 adalah: (Rp 50 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 2,5 juta.
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah: Rp 14 juta
/ 4 = Rp 3,5 juta.
D‐
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2018 adalah seb:
Rp 3,5 juta – Rp 2,5 juta = Rp 1 juta.
Penghitungan PM sebagaimana perhitungan di atas tdk perlu lagi dilakukan pd thn 2019.
7. Contoh 7:
PKP N tsb pd contoh 3, pd bulan Mei 2014 membeli bahan bakar solar utk truk yg digunakan baik
utk sektor perkebunan dan distribusi jagung kpd pihak lain maupun utk sektor pabrikasi dan
distribusi minyak jagung seb Rp 50 juta dan PPN seb Rp 5 juta.
PKP dimaksud mengkreditkan PM tsb berdasarkan perkiraan persentase perbandingan jml
penyerahan yg terutang Pajak thd penyerahan seluruhnya seb 70%, shg PM yg dikreditkan dlm
SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2014 adalah seb: Rp 5 juta x 70% = Rp 3,5 juta.
Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah Rp 100 M,
yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 40 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 60 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg dpt dikreditkan selama
thn buku 2014 yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 60 M / Rp 100 M) x
Rp 5 juta = Rp 3 juta.
PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg tlh dikreditkan pd Masa Pajak Mei thn 2014
adalah Rp 3,5 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2015 adalah seb:
Rp 3,5 juta – Rp 3 juta = Rp 500 ribu.
8. Contoh 8:
Sama dgn contoh 7, namun diketahui total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah
Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 10 M dan penjualan minyak jagung seb Rp 90
M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg dpt dikreditkan selama
thn buku 2014 yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 90 M / Rp 100 M) x
Rp 5 juta = Rp 4,5 juta.
PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg tlh dikreditkan pd Masa Pajak Mei thn 2014
adalah Rp 3,5 juta.
Jadi, PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn menambah PM Masa Pajak Maret 2015 adalah seb:
Rp 4,5 juta – Rp 3,5 juta = Rp 1 juta.
D‐
C. BAGI PKP USAHA TERTENTU (EMAS & KENDARAAN BEKAS)
Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat 7a & 7b UU 42 Thn 2009
PMK-79/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 April 2010) ttg Pedoman penghitungan pengkreditan PM bagi
PKP yg melakukan kegiatan usaha tertentu
Ketentuan yg ada di PMK tsb sifatnya wajib digunakan oleh PKP emas maupun kendaraan bekas (baik yg
menggunakan pembukuan atau pencatatan biasa).
PKP kegiatan usaha tertentu: PKP dgn kegiatan usaha yg semata-mata melakukan:
1. Penyerahan kendaraan bermotor bekas scr eceran
PKP tetap memungut PPN Keluaran kpd konsumen dgn tarif 10% dari peredaran usaha
PPN Masukan yg dpt dikreditkan seb 90% dari PPN Keluaran
PPN Masukan pd setiap lembar FP yg diterima dari supplier, tdk dpt dikreditkan di SPT Masa PPN
sekaligus tdk dpt dijadikan biaya pengurang utk perhitungan di SPT Tahunan PPh.
2. Penyerahan emas perhiasan scr eceran
PKP tetap memungut PPN Keluaran kpd konsumen dgn tarif 10% dari peredaran usaha
PPN Masukan yg dpt dikreditkan seb 80% dari PPN Keluaran
PPN Masukan pd setiap lembar FP yg diterima dari supplier, tdk dpt dikreditkan di SPT Masa PPN
sekaligus tdk dpt dijadikan biaya pengurang utk perhitungan di SPT Tahunan PPh.
Dlm Hal PKP yg Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu Beralih Usaha Di Luar Kegiatan Usaha
Tertentu (Pasal 7 ayat (2) PMK-79/PMK.03/2010)
1. PKP dpt menghitung besarnya PM yg dpt dikreditkan dgn menggunakan:
Mekanisme pengkreditan PM dgn PK; atau
Pedoman penghitungan pengkreditan PM sesuai Pasal 9 ayat (7) UU PPN apabila peredaran usahanya
dlm 1 thn buku < Rp 1,8 M
2. PKP wajib menggunakan mekanisme pengkreditan PM dgn PK apabila peredaran usahanya dlm 1 thn
buku > Rp 1,8 M, terhitung sejak Masa Pajak saat PKP tdk melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.
D‐
RESTITUSI PPN
A. RESTITUSI
PPN Dasar
Hukum:
UU PPN
PMK-72/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010)
PKP Hanya Dpt Mengajukan Permohonan Pengembalian (Restitusi) pd Akhir Thn Buku:
Apabila dlm suatu Masa Pajak, PM yg dpt dikreditkan lebih besar daripada PK selisihnya mrp
kelebihan Pajak yg dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
PKP dpt mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak (restitusi) pd akhir
thn buku. Bagi PKP OP yg dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian thn
buku adalah thn kalender.
Dasar Hukum:
Pasal 16 PP 1 Thn 2012
Pasal 9 ayat (2a), (6a), dan (6b) UU PPN
PMK-31/PMK.03/2014 (berlaku sejak 10 Feb 2014) → mencabut PMK-81/PMK.03/2010
Definisi Terkait:
PM: PPN yg seharusnya sdh dibayar oleh PKP krn perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau
D‐
pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah
pabean dan/atau impor BKP.
D‐
Barang Modal: Harta berwujud yg memiliki masa manfaat > 1 thn, yg mnr tujuan semula tdk utk
diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dgn perolehan barang modal yg dikapitalisasi ke dlm
harga perolehan barang modal tsb.
D‐
PKP tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP yg berasal dari hasil
produksinya sendiri sampai batas waktu 2 thn sebagaimana dimaksud pd Pasal 7 ayat (4)
PMK-31/PMK.03/2014 berakhir.
PM yg wajib dibayar kembali ini adalah seb PM yg tlh dikreditkan dan tlh diberikan pengembalian.
(Pasal 7 ayat (7) PMK-31/PMK.03/2014)
PM yg wajib dibayar kembali ini disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya stl keadaan gagal
berproduksi. (Pasal 7 ayat (8) PMK-31/PMK.03/2014)
Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan thd PKP yg tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor
BKP dan/atau JKP sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal 12 ayat (1)
PMK-31/PMK.03/2014)
Dirjen Pajak mencabut pengukuhan PKP yg tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau
JKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5 huruf b, Pasal 7 ayat (5), atau Pasal 7 ayat (6)
PMK-31/PMK.03/2014. (Pasal 12 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
D‐
PENGAWASAN PKP
Dasar Hukum:
UU PPN
PER-40/PJ/2013 (berlaku mulai 1 Jan 2014)
D‐
Proses & Hasil Pengawasan: (Pasal 6-8 PER-40/PJ/2013):
1. Pengawasan PKP dilakukan melalui penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan yg dimiliki
atau diperoleh DJP
2. Pedoman penelitian → Lamp I PER-40/PJ/2013 → dituangkan dlm LHPt
a. Kegiatan penelitian PKP dilakukan oleh AR PKP ybs
b. Kegiatan penelitian PKP dilakukan berdasarkan DNP PKP yg timbul di dlm SI DJP berdasarkan parameter
SPT Masa PPN pd Pasal 3 ayat (2) PER-40/PJ/2013
1 = Pengawasan 6 masa pajak rutin tanpa ada kejadian 2, 3, dan 4
2 = Pengawasan 3 masa pajak berturut-turut
a. Tdk menyampaikan SPT (XXX)
b. PKPM Nihil (KMN)
c. Kombinasi keduanya
3 = Pengawasan dlm jangka 6 masa pajak, terdapat 3 masa pajak tdk berturut-turut:
a. Tdk menyampaikan SPT (XXX)
b. PKPM Nihil (KMN)
c. Kombinasi keduanya
4 = Pengawasan dpt > 1 masa pajak & < 6 masa pajak Jika ada
1 masa pajak menyampaikan SPT LBR
5 = Pengawasan yg dimunculkans scr manual
Khusus parameter SPT Masa PPN tdk disampaikan pd Pasal 3 ayat (2) huruf f, Pengawasan PKP dimulai
sejak Masa Pajak Nov 2013
c. DNP Pengawsan PKP hrs diselesaikan dlm Masa Pajak timbulnya DNP tsb.
d. Selanjutnya, AR mengumpulkan dan meneliti data SPT Masa PPN, data & informasi perpajakan yg dimiliki
atau diperoleh DJP yg terkait dgn PKP, baik berupa data & informasi internal maupun eksternal.
Data internal antara lain SPT Masa PPN, SPT PPh Badan/OP, SPT PPh Potput, Aplikasi internal yg
disajikan pd portaldjp (Masterfile WP, Approweb, data feeding, data penerimaan, data MPN, aplikasi
pengawasan PPN, dan lain sebagainya).
Data eksternal antara lain data yg berasal dari media massa, internet, data dari instansi
pemerintah/swasta lain (misalnya PIB, PEB, data hasil devisa ekspor dari BI, data dari BPS, dan lain
sebagainya).
e. Hasil penelitian tsb di atas dituangkan ke dlm KKPt yg selanjutnya dianalisis, diikhtisarkan, seta
disimpulkan dlm suatu LHPt.
Bentuk dan tata cara pengisian LHPt → Lamp II PER-40/PJ/2013
f. Kegiatan penelitian dlm rangka Pengawasan PKP selesai apabila kesimpulan atau rekomendasi yg tertuang
di dlm LHPt tlh disetujui oleh Kasi Waskon.
g. Kesimpulan atau rekomendasi yg tertuang di dlm LHPt ditindaklanjuti sesuai dgn perpu di bidang
perpajakan.
Hasil penelitian ditindaklanjuti dgn:
menerbitkan Surat Teguran
menerbitkan STP
menerbitkan Surat Himbauan atau menerbitkan Surat Himbauan dan melakukan Konseling
melakukan Verifikasi
mengusulkan Pemeriksaan
melakukan penelitian pengembalian kelebihan pembayaran pajak
tindakan lain yang diperlukan
dilakukan berdasarkan perpu di bidang perpajakan
3. Dlm hal hasil penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan menunjukkan bahwa PKP sdh tdk
lagi memenuhi persyaratan subjektif & objektif sbg PKP, atas PKP tsb dpt diusulkan utk dilakukan Verifikasi
dlm rangka pencabutan pengukuhan PKP-nya.
→ Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan perpu di bidang perpajakan
4. Dlm hal stl dilakukan pencabutan pengukuhan PKP diperoleh data dan/atau informasi bahwa WP yg tlh dicabut
pengukuhan PKP-nya tsb ternyata memenuhi persyaratan subjektif & objektif, Surat Pencabutan Surat
Pengukuhan PKP atas WP tsb dibatalkan
→ Pembatalan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan perpu di bidang perpajakan
D‐
PPnBM
Dasar Hukum:
Pasal 5, Pasal 8, Pasal 10 UU PPN
PP 41 Thn 2013 (berlaku sejak 23 Mei 2013) jo PP 22 Thn 2014 (mulai berlaku stl 30 hari terhitung sejak
tanggal 19 Mar 2014) ttg BKP yg tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yg dikenai PPnBM →
mencabut Pasal 2 & 3 PP 145 Thn 2000 stdtd PP 12 Thn 2006
PMK-64/PMK.011/2014 ttg Jenis Kendaraan Bermotor yg Dikenai PPnBM dan Tata cara pemberian pembebsan
dari pengenaan PPnBM → mencabut KMK-355/KMK.03/2003
PMK-121/PMK.01//2013 jo PMK-130/PMK.011/2013 (berlaku sejak 18 Sept 2013) ttg Jenis BKP tergolong
mewah selain kendaraan bermotor yg dikenai PPnBM → mencabut PMK-620/PMK.03/2004 stdtd
PMK-103/PMK.03/2009
PMK-62/PMK.11/2010 (berlaku sejak 1 April 2010) ttg Tarif cukai etil alkohol, minuman yg mengandung etil
alkohol, dan konsentrat yg mengandung etil alkohol
KEP-229/PJ/2003 ttg Tatacara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian PPnBM atas
impor atau penyerahan kendaraan bermotor (SKB PPnBM)
KEP-199/PJ./2000 ttg Pelaporan pemungutan PPN & PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor
SE terkait:
SE-31/PJ/2013 ttg Pelaporan pemungutan PPN & PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor
SE-57/PJ/2013 ttg Penyampaian PMK-130/PMK.011/2013
Karakteristik Pengenaan PPnBM: (Pasal 5 ayat (1) & (2) UU PPN beserta penjelasan)
PPnBM ini dikenakan hanya 1 x saja, yaitu pd waktu:
penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKP yg tergolong mewah; atau
→ Penyerahan pd tingkat berikutnya tdk lagi dikenai PPnBM
impor BKP yg tergolong mewah
→ Penyerahan pd tingkat berikutnya tdk lagi dikenai PPnBM
Pengertian umum dari PM hanya berlaku pd PPN dan tdk dikenal pd PPnBM.
PPnBM yg sdh dibayar pd waktu perolehan atau impor BKP Yg Tergolong Mewah, tdk dpt dikreditkan dgn PPN
maupun PPnBM yg dipungut berdasarkan UU PPN. (Pasal 10 ayat (2) UU PPN beserta penjelasan)
Maka PPnBM dpt ditambahkan ke dlm hrg BKP yg bersangkutan atau dibebankan sbg biaya sesuai ketentuan
perpu PPh. (Pasal 10 ayat (2) UU PPN beserta penjelasan)
Khusus utk PKP yg mengekspor BKP Yg Tergolong Mewah, PKP ini dpt meminta kembali PPnBM yg tlh
dibayar pd waktu perolehan BKP Yg Tergolong Mewah yg diekspor tsb sepanjang PPnBM-nya blm dibebankan
sbg biaya. (Pasal 10 ayat (3) UU PPN beserta penjelasan)
Pengenaan PPnBM atas impor BKP yg tergolong mewah tdk memperhatikan siapa yg mengimpor BKP tsb.
D‐
Pengenaan PPnBM atas impor BKP juga tdk memperhatikan apakah impor tsb dilakukan scr terus- menerus
atau hanya sekali saja.
Pengenaan PPnBM thd suatu penyerahan BKP yg tergolong mewah tdk memperhatikan apakah suatu
bagian dari BKP tsb tlh dikenai atau tdk dikenai PPnBM pd transaksi sebelumnya.
Jenis & Barang yg Dikenakan PPnBM utk Golongan Selain Kendaraan Bermotor
Tarif 10%: Lamp I PMK-130/PMK.011/2013
Tarif 20%: Lamp II PMK-130/PMK.011/2013
Tarif 30%: Lamp III PMK-130/PMK.011/2013
Tarif 40%: Lamp IV PMK-130/PMK.011/2013
Tarif 50%: Lamp V PMK-130/PMK.011/2013
Tarif 75%: Lamp VI
PMK-130/PMK.011/2013 Ketentuan sejak 18 Sept
Impor atau penyerahan kendaraan bermotor yg tdk dikenakan PPnBM: (Pasal 7 PMK-
64/PMK.011/2014)
1. Kendaraan CKD;
2. Kendaraan Sasis;
3. Kendaraan Pengangkutan Barang;
4. Kendaraan bermotor beroda 2 dgn kapasitas isi silinder s.d. 250 cc; dan
5. Kendaraan bermotor utk pengangkutan 16 orang atau lebih termasuk pengemudi.
Impor atau penyerahan kendaraan bermotor yg dibebaskan PPnBM: (Pasal 5 PP 41 & Pasal 8 PMK-
64/PMK.011/2014)
1. Kendaraan bermotor yg digunakan utk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran,
kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum;
2. Kendaraan bermotor yg digunakan utk tujuan protokoler kenegaraan;
D‐
3. Kendaraan bermotor angkutan orang utk 10 orang atau lbh termasuk pengemudi, dgn motor bakar nyala
kompresi (diesel atau semi diesel) dgn semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dlm Pasal 2 ayat (2)
huruf a PP 41 yg digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI; dan
4. Kendaraan bermotor yg digunakan utk keperluan patroli TNI atau POLRI.
Utk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor, OP atau
badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan kendaraan bermotor tsb wajib memiliki SKB PPnBM
yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 9 PMK-64/PMK.011/2014)
OP atau badan yg melakukan impor dan tlh memperoleh SKB PPnBM hrs: (Pasal 10 PMK- 64/PMK.011/2014)
Mencantumkan nomor dan tanggal SKB PPnBM pd Pemberitahuan Pabean Impor yg akan disampaikan ke
Kantor Pabean; dan
Menyerahkan SKB PPnBM beserta Pemberitahuan Pabean Impor kpd pejabat bea dan cukai di kantor
pabean pd saat mengimpor kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM.
OP atau badan yg menerima penyerahan kendaraan bermotor dan telah memperoleh SKB PPnBM hrs
menyerahkan SKB PPnBM pd saat menerima penyerahan kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan
PPnBM kpd PKP yg menyerahkan kendaraan bermotor. PKP yg menyerahkan kendaraan bermotor yg
dibebaskan dari pengenaan PPnBM, wajib menerbitkan FP dan membubuhkan Cap "PPnBM DIBEBASKAN
SESUAI DENGAN PP NOMOR 22 TAHUN 2014" serta mencantumkan nomor dan tanggal SKB PPnBM pd
setiap lembar FP dimaksud. (Pasal 11 PMK- 64/PMK.011/2014)
Dlm hal kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM ternyata dipindahtangankan atau diubah
peruntukannya shg tdk sesuai dgn tujuan semula sbl lewat jangka waktu 4 thn sejak saat impor (pd saat tanggal
Pemberitahuan Pabean Impor) atau perolehannya, PPnBM yg dibebaskan tsb wajib dibayar kembali dlm jangka
waktu 1 bulan sejak BKP tsb dipindahtangankan atau diubah peruntukannya. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan
tsb PPnBM yg dibebaskan tdk dibayar, Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB ditambah sanksi sesuai dgn ketentuan
perpu di bidang perpajakan. (Pasal 12 PMK-64/PMK.011/2014)
Ketentuan bagi Setiap PKP dlm Rantai Distribusi Kendaraan Bermotor: (KEP-199/PJ./2000)
Setiap PKP dlm rantai distribusi kendaraan bermotor, yaitu Importir, ATPM, Industri Perakitan, Distributor,
Dealer, Sub-Dealer dan Showroom, wajib membuat perincian data atas penyerahan kendaraan bermotor dgn
menggunakan Daftar Rincian Kendaraan Bermotor terlampir dlm KEP-199, dan melampirkan daftar tsb pd SPT
Masa utk Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak diterbitkannya FP yg menjadi dasar pengisian SPT Masa PPN
tsb.
Dlm hal SPT Masa tdk dilampiri Daftar Rincian Kendaraan Bermotor, SPT Masa PPN tsb dikategorikan sbg
SPT tdk lengkap dan dikenakan sanksi administrasi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan yg berlaku.
D‐
FASILITAS PPN & PPnBM
Pajak terutang tdk dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik utk sementara
waktu maupun selamanya, utk:
Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dlm Daerah Pabean;
Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu;
Impor BKP tertentu;
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean; dan
Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean, diatur
dgn PP.
(Pasal 16B UU PPN)
D‐
pemerintah atau swasta, baik
mrp kegiatan dari 1 divisi atau slr
divisi dari perusahaan tsb yg dlm
kegiatan usahanya menghasilkan &
melakukan penyerahan air bersih
(SE-
118/PJ/2009)
6. Listrik, kecuali utk perumahan dgn daya > Tdk
6.600 watt
7. Rumah Susun Sederhana Milik Tdk Pasal 1 angka 5 PMK-
(RUSUNAMI) dgn kriteria tertentu 31/PMK.03/2008
Pengajuan SKB:
PPN yg terutang atas impor/penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis atas barang modal berupa
mesin & peralatan pabrik yg digunakan scr lsg dlm proses menghasilkan BKP dpt dibebaskan stl
memperoleh SKB PPN utk setiap kali melakukan impor/penyerahan.
PKP yg mengimpor/menerima penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis wajib mengajukan
permohonan SKB PPN kpd Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP dimana PKP terdaftar (menggunakan Form
Lamp II KEP-234/PJ/2003).
Permohonan hrs sdh diajukan sbl impor/penyerahan BKP dilakukan.
→ Jangka waktu penyelesaian SKB 5 hari kerja stl permohonan lengkap (Pasal 13 • PMK-
155/KMK.03/2001 stdtd PMK-31/PMK.03/2008)
Ketentuan Umum:
Orang/Badan yg melakukan penyerahan BKP Tertentu yg bersifat strategis yg
dibebaskan dari PPN wajib melaporkan usahanya kpd DJP utk dikukuhkan sbg PKP
sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku.
Menyimpang dari ketentuan di atas, thd orang/badan yg semata-mata melakukan penyerahan BKP
Tertentu yg bersifat Strategis berupa air bersih (yg dialirkan melalui pipa
D‐
oleh Perusahaan Air Minum) dan listrik (kecuali utk perumahan dgn daya > 6.600 watt), tdk
diwajibkan melaporkan usahanya utk dikukuhkan sbg PKP. (Pasal 6 ayat 2 PMK-31)
PKP yg menyerahkan BKP tertentu yg bersifat strategis wajib menerbitkan FP dan membubuhkan cap
"PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007". (Pasal 6 ayat
(3) PMK-31/PMK.03/2008)
Atas Impor BKP Tertentu yg bersifat strategis yg dibebaskan dari pengenaan PPN tdk
diperlukan SSP.
PIB atas impor BKP dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NO 12 TAHUN 2001
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31
TAHUN 2007 oleh DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI”. (Pasal 5 ayat (6) PMK-
31/PMK.03/2008)
Isi SE-95/PJ/2010:
BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau BKP Tertentu yg bersifat strategis yg diekspor tetap
dikenai PPN dgn tarif 0%
PPN yg dibayar oleh PKP utk menghasilkan BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau BKP
Tertentu yg bersifat strategis yg diekspor tetap dpt dikreditkan sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
Dgn berlakunya UU 42 Thn 2009, mulai 1 Apr 2010 maka:
PP 12 Thn 2001 stdtd PP 31 Thn 2007; dan
PP 146 Thn 2000 stdd PP 38 Thn 2003;
masih tetap berlaku s.d. terbitnya PP yg menggantikan PP tsb sepanjang tdk
bertentangan dgn UU PPN.
Khusus utk barang hasil pertanian sebagaimana ditetapkan dlm Lamp PP 7 Thn 2007 tetap
berlaku sbg BKP Tertentu yg bersifat strategis kecuali utk daging, telur, susu, sayuran
dan buah-buahan yg telah ditetapkan sbg barang yg tdk dikenai PPN sesuai dgn
ketentuan dlm Pasal 4A UUPPN.
Histori Peraturan:
PP PP PP
BKP yg PP 43 PP 7 Putusan No.
12 46 31
No. bersifat Thn Thn 70P/HUM/2013,
Thn Thn Thn
strategis 2002 2007 SE-24/PJ/2014
2001 2003 2007
1. Barang modal √ - √ √ √
2. Makanan √ √ √ √ √
ternak
3. Barang hasil √ √ √ √ √ Barang yg dihasilkan dari
pertanian kegiatan usaha di bidang
pertanian, perkebunan,
dan kehutanan sdh tdk
masuk menjadi BKP yg
bersifat strategis yg
dibebaskan PPN *
D‐
*)
Penegasan di dlm SE-24/PJ/2014:
1. Sejak 22 Juli 2014 ketentuan pasal-pasal dlm PP 31 Thn 2007 yg diuji materi yaitu Pasal 1 ayat (1)
huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c tdk mempunyai
kekuatan hukum.
Pasal 1 angka 1 huruf c, bahwa BKP Tertentu yg bersifat strategis adalah barang hasil
pertanian.
Pasal 1 angka 2 huruf a, bahwa brg hasil pertanian adalah brg yg dihasilkan dari kegiatan
usaha di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan yg dipetik lsg, diambil lsg atau
disadap lsg dari sumbernya termasuk yg diproses awal dgn tujuan utk memperpanjang
usia simpan atau mempermudah proses lbh lanjut, sebagaimana ditetapkan dlm Lamp PP 31
Thn 2007.
Pasal 2 ayat (1) huruf f, bahwa atas impor BKP Tertentu yg bersifat strategis berupa brg
hasil pertanian sesuai Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pasal 2 ayat (2) huruf c, bahwa atas penyerahan BKP Tertentu yg bersifat strategis berupa
brg hasil pertanian sesuai Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari pengenaan PPN.
2. Implikasi perpajakan sejak tanggal 22 Juli 2014
a. Brg hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran sebagaimana
ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007 termasuk brg yg tdk dikenakan PPN (Bukan
BKP) sesuai Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN shg atas penyerahan, impor, maupun ekspornya
tdk dikenai PPN (perincian jenis brg terlampir di dlm Lamp SE-24/PJ/2014).
b. Brg hasil pertanian lain yg tdk ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007, yaitu beras,
gabah, jagung, sagu dan kedelai adalah brg yg tdk dikenakan PPN (Bukan BKP)
sesuai Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN shg atas penyerahan, impor, maupun ekspornya tdk
dikenai PPN (perincian jenis brg terlampir di dlm Lamp SE-24/PJ/2014).
c. Brg hasil pertanian yg mrp hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman
pangan, dan hasil hutan sebagaimana ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007 yg
semula dibebaskan dari pengenaan PPN berubah menjadi dikenakan PPN shg atas
penyerahan dan impornya dikenai PPN dgn tarif 10%, sedangkan atas ekspornya dikenai PPN dgn
tarif 0% (perincian jenis barang terlampir di dlm Lamp SE-24/PJ/2014).
d. Sehubungan dgn huruf c di atas, maka Pengusaha (OP maupun badan) yg melakukan penyerahan
brg hasil pertanian tsb wajib memungut PPN dan utk itu wajib dikukuhkan sbg PKP, kecuali
pengusaha yg termasuk pengusaha kecil dgn omzet < Rp 4,8 M per thn sesuai
PMK-68/PMK.03/2010 jo PMK-197/PMK.03/2013.
BKP/
Jenis Barang Dasar
Non BKP
Beras, gabah, jagung, sagu dan Non BKP Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN
kedelai
Barang hasil Pertanian lainnya dlm Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN
Lamp PP 31 Thn 2007 Putusan MA No. 70P/HUM/2013
1. Buah-buahan & sayur-sayuran Non BKP
2. Selain buah-buahan & sayur- BKP
sayuran
D‐
PMK-122/PMK.011/2013 (berlaku sejak 27 Agust 2013) ttg Batasan buku-buku pelajaran umum,
kitab suci dan buku-buku pelajaran agama yg atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN
PMK-36/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Jan 2007) jo PMK-80/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Apr
2008) jo PMK-31/PMK.03/2011 (berlaku sejak 28 Feb 2011) jo PMK-125/PMK.011/2012 (berlaku
sejak 3 Agust 2012) jo PMK-113/PMK.03/2014 (berlaku stl 30 hari terhitung sejak tanggal 10 Juni
2014) ttg Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rusun Sederhana, Pondok Boro,
Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta perumahan lainnya yg atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN
Surat terkait:
S-716/PJ.02/2012 (tanggal 30 Agust 2012) ttg SKB PPN atas Impor atau Penyerahan Kapal
Crane atau Floating Crane atau Floating Crane Barge
S-1007/PJ.02/2014 (tanggal 29 Okt 2014) ttg Perlakuan PPN atas Impor Kapal Laut atau Pesawat
Udara
D‐
mengajukan SKB PPN ke KPP.
Atas permohonan SKB PPN yg diajukan oleh PT A dan PT D dpt diberikan SKB PPN
sepanjang digunakan utk kegiatan usahanya.
b. Operating Lease
PT E adalah perusahaan pelayaran DN di bidang angkutan laut domestik. Pd bulan Juli
2013 PT E mendapatkan tender dari PT F utk mengangkut hasil produksi produksinya.
Selanjutnya PT E melakukan transaksi dgn mekanisme operating lease atau impor
sementaa atas kapal kpd G Ltd yg berada di Jepang selama 6 bulan dgn nilai impor
sebesar Rp 200 M. Atas impor kapal tsb, PT E mengajukan SKB PPN ke KPP.
PT H adalah perusahaan yg bergerak di bidang penyediaan jasa transportasi angkutan
udara niaga. Utk kepentingan usahanya, PT H melakukan impor 1 unit pesawat udara dgn
mekanisme operating lease selama 8 thn. Atas impor pesawat udara tsb PT H
mengajukan SKB PPN ke KPP.
Atas permhoonan SKB PPN yg diajukan oleh PT E dan PT H tdk dpt diberikan SKB
PPN krn mrp pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dlm daerah pabean yg terutang dan
dipungut PPN.
D‐
Mekanisme Impor BKP atau Pemanfaatan JKP:
D‐18‐7
Mekanisme Penerbitan FP: (Pasal 15 ayat (2) & 14 ayat (4) KMK-370/KMK.03/2003) Menggunakan
kode faktur 08 dgn stempel "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 146 TAHUN 2000
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PP NOMOR 38 TAHUN 2003".
Demikian pula apabila impor, pihak DJBC membubuhkan stempel yg sama serta mencantumkan nomor
dan tanggal SKB pd setiap lembar PIB.
D‐18‐
6. Pesawat udara & suku Perusahaan Angkutan Ya Suku cadang &
cadang serta alat Udara Niaga Nasional7 peralatan utk
keselamatan atau pihak yg ditunjuk 4 perbaikan/pe-
penerbangan atau alat (khusus suku cadang meliharaan
keselamatan manusia, serta peralatan utk terbatas pd
peralatan utk perbaikan/pemeliha- Lamp II KMK-
perbaikan/peme- raan pesawat udara) 370/KMK.03/20
liharaan 03
7. KA & suku cadang PT KAI (Persero) Suku cadang
serta peralatan utk serta peralatan
perbaikan/pemeli- utk perbaikan/
haraan serta pemeliharaan
prasarana serta prasarana
terbatas pd
Lamp III KMK-
370/KMK.03/20
03
8. Komponen atau bahan Pihak yg ditunjuk4
yg diguna- kan utk oleh PT KAI
pembuatan KA suku (Persero)
cadang peralatan utk
perba-
ikan/pemeliharaan
serta prasarana yg
akan digunakan
oleh PT KAI
(Persero)
9. Peralatan berikut DepHan/TNI atau
suku cadangnya yg pihak yg ditunjuk 4
digunakan oleh oleh DepHan/TNI
DepHan/TNI utk
penyediaan data
batas & foto udara
wilayah Negara RI
yg dilakukan utk
mendukung
Pertahanan
Nasional
10. Rumah Sederhana, Orang/badan Tdk Batasan yg
Rumah Sangat penerima atas penyera-
Sederhana, Rumah penyerahan hannya dibe-
Susun Sederhana, baskan dari
Pondok Boro, Asrama pengenaan
mahasiswa dan Pelajar PPN diatur di
Serta Perumahan PMK-
Lainnya yg 36/PMK.03/
batasannya ditetapkan 2007 stdtd
oleh MenKeu stl PMK-
mende- ngar 113/PMK.03/
pertimbangan Menteri 2014
Pemukiman &
Prasarana
Wilayah
Ket:
1)
Alat angkutan di air dan alat angkutan di bawah air termasuk di dlm-nya adalah kapal perang. (Pasal 1
angka 3 KMK-370/KMK.03/2003)
2)
Alat angkutan di udara termasuk di dlm-nya adalah pesawat tempu.r (Pasal 1 angka 4 KMK-
370/KMK.03/2003)
3)
Alat angkutan di darat termasuk di dlm-nya adalah kendaraan angkutan pasukan TNI/POLRI. (Pasal 1 angka
5 KMK-370/KMK.03/2003)
4)
Pihak lain yg ditunjuk atau pihak yg ditunjuk adalah badan hukum Indonesia atau badan usaha Indonesia yg
memenuhi syarat scr legal maupun formal utk melakukan pengadaan BKP Tertentu yg
D‐18‐
dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dlm KMK-370. (Pasal 1 angka 9 KMK-
370/KMK.03/2003)
5)
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Angkutan Laut Nasional adalah badan
hukum Indonesia atau badan usaha Indonesia yg menyelenggarakan usaha jasa angkutan laut dgn
menggunakan kapal berbendera Indonesia atau kapal asing atas dasar sewa utk jangka waktu atau perjalanan
tertentu ataupun berdasarkan perjanjian dan tlh memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Pelayaran (SIUPP) dari
DepHub. (Pasal 1 angka 6 KMK-370/KMK.03/2003)
6)
Perusahaan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional adalah badan hukum Indonesia
atau badan usaha Indonesia yg menyelenggarakan usaha jasa pelayaran angkutan sungai, danau dan penyeberangan
dgn menggunakan kapal berbendera Indonesia dan tlh memiliki izin usaha dari DepHub. (Pasal 1 angka 7 KMK-
370/KMK.03/2003)
7)
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia yg menyelenggarakan usaha
angkutan udara utk umum dgn memungut pembayaran dan tlh memiliki izin usaha dari DepHub. (Pasal 1 angka 8
KMK-370/KMK.03/2003)
Pengajuan SKB atas BKP Tertentu:
Permohonan utk memperoleh SKB PPN diajukan kpd Dirjen Pajak cq. Kepala KPP (menggunakan Form
Lamp II KEP-233/PJ/2003).
SKB PPN tsb diperlukan utk setiap kali melakukan atau stl penyerahan BKP Tertentu
SKB PPN tdk dpt diberikan apabila pemohonan SKB PPN diajukan stl impor atau stl penyerahan
BKP Tertentu
D‐18‐
rangan, kapal pandu, haan Penyelenggara sahaan Penangkapan Ikan Nasional/
kapal tunda, kapal Jasa Kepelabuhan pengusahaan Penyelenggara Jasa
penangkap ikan, kapal Nasional, atau Peru- Kepelabuhan Nasional, atau pengusa- haan
tongkang, dan suku sahaan Penyeleng- Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau
cadang serta alat gara Jasa Angkutan dan Penyeberangan Nasional misalnya surat
keselamatan pelayaran Sungai, Danau dan pernyataan yg diterbitkan oleh DepHub atau
atau keselamatan Penyeberangan instansi lain
manusia Nasional kpd Kepala yg berwenang
KPP tempat peru- C D
sahaan tsb terdaftar
6. Pesawat udara dan suku Perusahaan Angku- A
cadang serta alat tan Udara Niaga B
keselamatan Nasional (PAUNN) F
penerbangan atau alat yg mengimpor/ Dokumen yg berkenaan dgn PAUNN atau
keselamatan manusia, menerima penye- surat penunjukan dari PAUNN atau
peralatan utk rahan kpda Kepala surat/dokumen lain yg dpt dipersamakan
perbaikan/pemeli- KPP tempat peru- misalnya kontrak pengadaan/SPK dlm hal
haraan sahaan tsb terdaftar permohonan SKB PPN diajukan oleh
→ Dpt diajukan juga pihak lain yg ditunjuk
oleh pihak yg ditun- juk C D
oleh PAUNN atas
impor/perolehan BKP
Tertentu berupa suku
cadang & peralatan utk
perbaikan/ peme-
liharaan pesawat udara
yg digunakan dlm
rangka pembe- rian jasa
perawatan/ reparasi
pesawat
udara kpd PAUNN
7. KA dan suku cadang PT KAI (Persero) kpd A
serta peralatan utk Kepala KPP tempat PT B
perbaikan/pemeliha- KAI (Persero) terdaftar F
raan serta prasarana C D
8. Komponen atau bahan Pihak yg ditunjuk oleh A
yg digunakan utk PT KAI (Per- sero) B
pembuatan KA, suku kpd Kepala KPP F
cadang, perala- tan utk tempat pihak yg Surat penunjukan dari PT KAI (Persero)
perbaikan/ ditunjuk tsb terdaftar atau surat/dokumen lain yg dpt dipersa-
pemeliharaan, serta makan misalnya kontrak pengadaan/SPK
prasarana yg akan C D
digunakan oleh PT
KAI (Persero)
9. Peralatan berikut suku DepHan/TNI kpd A
cadangnya yg Kepala KPP tempat B
digunakan oleh bendaharawan C D
DepHan/TNI utk DepHan/TNI terdaftar E
penyediaan data batas → Khusus utk irnpor,
& photo udara wilayah Permohonan dpt
Negara RI yg dilakukan diajukan juga oleh
utk mendu- kung Pihak yg ditunjuk oleh
Pertahanan Nasional, DepHan/TNI kpd
oleh DepHan/TNI atau kepala KPP tempat
pihak yg ditunjuk pihak lain tsb terdaftar
oleh DepHan/TNI
Ket Lampiran:
No. Lampiran
A FC kartu NPWP
B Surat kuasa khusus apabila menunjuk orang lain utk pengurusan SKB PPN
C Dokumen impor:
D‐18‐
Invoice
B/L atau AWB
Dokumen Kontrak Pembelian yg bersangkutan atau dokumen yg dpt dipersamakan
Penjelasan scr terinci mengenai kegunaan dari BKP tertentu yg diimpor
Dokumen pembayaran berupa L/C / bukti transfer / bukti lainnya yg berkaitan dgn
pembayaran tsb
D FC kontrak pembelian atau surat perjanjian jual beli atau dokumen lain yg dpt dipersamakan
E Dlm hal impor dilakukan oleh pihak yg ditunjuk oleh DepHan/TNI/ POLRI maka selain dilampiri dgn
dokumen di atas juga dilampiri dgn surat penunjukan dari DepHan/TNI/ POLRI atau dokumen yg
dipersamakan seperti Kontrak/SPK
F Surat pernyataan bahwa BKP Tertentu yg diimpor/diperoleh tdk akan dipindahtangankan atau diubah
peruntukkannya dan apabila ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukkannya
maka bersedia membayar kembali PPN yg dibebaskan ditambah sanksi sesuai dgn ketentuan yg berlaku
JKP
Jangka
Tertentu:
waktu
(Pasal
penyelesaian
1 angka 2, pasal
SKB 12 5KMK-370/KMK.03/2003)
hari kerja stl permohonan lengkap (Pasal 13 KMK-
370/KMK.03/2003)
Atas penyerahan JKP Tertentu, dibebaskan dari pengenaan PPN
Orang atau badan yg melakukan atau yg menerima penyerahan JKP Tertentu ini tdk diwajibkan
mempunyai SKB PPN yg diterbitkan oleh DJP. (Pasal Pasal 12 ayat (1) & (2)
KMK-370/KMK.03/2003)
JKP Tertentu yg PPN nya dibebaskan: (Pasal 1 angka 2 KMK-370/KMK.03/2003)
1. Jasa yg diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan
Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, meliputi :
Jasa persewaan kapal;
Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat dan jasa labuh;
dan
Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
2. Jasa yg diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, meliputi:
Jasa persewaan pesawat udara
Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara
3. Jasa perawatan atau reparasi KA yg diterima oleh PT KAI (Persero)
4. Jasa yg diserahkan oleh Kontraktor utk pemborongan bangunan Rumah Sederhana, Rumah
Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa & Pelajar serta
Perumahan Lainnya yg batasannya ditetapkan oleh MenKeu stl mendengar pertimbangan Menteri
Pemukiman & Prasarana Wilayah dan pembangunan tempat yg semata-mata utk
keperluan ibadah
5. Jasa persewaan Rumah Susun Sederhana, Rumah Sederhana dan Rumah Sangat
Sederhana
6. Jasa yg diterima oleh DepHan/TNI yg dimanfaatkan dlm rangka penyediaan data batas foto
udara wilayah Negara RI utk mendukung pertahanan nasional
D‐18‐
3. Pembebasan PPN atas Penyerahan Jasa Kebandarudaraan Tertentu oleh Penyelenggara
Bandar Udara kpd Perusahaan Angkutan Udara Niaga yg Melakukan Kegiatan
Penerbangan LN
Dasar Hukum:
PP 28 Thn 2009 ttg Perlakuan PPN atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu kpd perusahaan
angkutan udara niaga utk pengoperasian pesawat udara yg melakukan penerbangan ke LN
SE terkait:
SE-47/PJ./2009 (tanggal 27 Apr 2009) ttg penyampaian PP 28 Thn 2009
Jenis Jasa Kebandarudaraan yg Dibebaskan PPN: (Pasal 1 ayat (3) PP 28 Thn 2009)
1. Pelayanan jasa penerbangan;
2. Pelayanan jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara;
3. Pelayanan jasa konter;
4. Pelayanan jasa garbarata (aviobridge); dan/atau
5. Pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan/atau pos.
4. Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM atas Pembelian Barang yg Dilakukan oleh
Perwakilan Negara Asing
Dasar Hukum:
PP 47 Thn 2013 (berlaku sejak 17 Juni 2013) ttg Pemberian pembebasan PPN atau PPN & PPnBM
kpd perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya
PMK-160/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg Tata
cara pembayaran kembali PPN/PPnBM yg seharusnya tdk diberikan pembebasan oleh perwakilan
negara asing dan badan internasional serta pejabatnya
PMK-161/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg Tata
cara pengembalian PPN/PPnBM yg tlh dipungut kpd perwakilan negara asing dan badan internasional
serta pejabatnya
D‐18‐
PMK-162/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg Tata
cara penerbitan SKB PPN/PPnBM kpd perwakilan negara asing dan badan internasional serta
pejabatnya → Mencabut KMK-25/KMK.01/1998
SE dan surat terkait:
SE-10/PJ.52/1998 (tanggal 18 Mei 1998) ttg restitusi PPN dan/atau PPnBM kpda perwakilan negara
asing atau badan internasional serta pejabat/tenaga ahlinya
S-2678/PJ.55/1993 (tanggal 13 Okt 1993) ttg Tata cara pemberian resitusi/pembebasan PPN
dan/atau PPnBM kpd perwakilan negara asing atau badan internasional serta pejabat/tenaga ahlinya →
Surat Dirjen Pajak yg ditujukan kpd KPP Badora
Impor/Penyerahan BKP/JKP yg Dibebaskan dari Pengenaan PPN atau PPN & PPnBM:
1. Atas impor BKP oleh: (Pasal 2 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM.
2. Atas penyerahan BKP dan/atau JKP kpd: (Pasal 2 ayat (2) PP 47 Thn 2013)
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM.
BKP adalah: (Pasal 2 ayat (3) PMK-162/PMK.03/2014)
a. Kendaraan bermotor; dan
→ Kendaraan bermotor: kendaraan bermotor roda 4. (Pasal 2 ayat (4) PMK- 162/PMK.03/2014)
b. Selain kendaraan bermotor.
Ketentuan Pembebasan:
1. Ketentuan Pembebasan bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan
Negara Asing
→ Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan
Negara Asing diberikan berdasarkan asas timbal balik. (Pasal 3 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
Penerapan asas timbal balik ini ditetapkan oleh Menteri LN. (Pasal 3 ayat (2) PP 47 Thn
2013)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM hanya dpt diberikan oleh Menkeu stl mendapat
rekomendasi dari Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 3 ayat (2) PP 47 Thn 2013 dan
Pasal 4 ayat (3) PMK-162/PMK.03/2014)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM diberikan dgn mempertimbangkan batas minimum
pembelian brg/jasa di luar PPN yg ditetapkan suatu negara (minimum purchase requirement)
dari Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 4 ayat (4) PMK- 162/PMK.03/2014)
2. Ketentuan Pembebasan bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan internasional
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Badan Internasional hanya diberikan kpd Badan
Internasional yg: (Pasal 4 ayat (1) PP 47 dan Pasal 5 ayat (3) PMK- 162/PMK.03/2014)
Tdk termasuk subjek PPh sesuai ketentuan perpu PPh; dan
Mendapatkan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg ditunjuk.
Kerjasama teknik yg dilaksanakan oleh Badan Internasional yg dpt diberikan pembebasan PPN
atau PPN & PPnBM meliputi bantuan-bantuan berupa hibah/sumbangan dari LN dlm kerangka
kerjasama di bidang teknik, ilmu pengetahuan, sosial, kebudayaan, dan ekonomi, tdk termasuk
di dalamnya kredit-kredit dan PMA. (Pasal 5 ayat (2) PMK-162/PMK.03/2014)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Pejabat Badan Internasional hanya diberikan kpd
Pejabat Badan Internasional dlm hal:
Badan Internasional tempat pejabat dimaksud bekerja tdk termasuk subjek PPh sesuai
ketentuan perpu PPh; dan
D‐18‐
Pejabat dimaksud mendapatkan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat
yg ditunjuk. (Pasal 4 ayat (2) PP 47 Thn 2013 dan Pasal 5 ayat (3) PMK-
162/PMK.03/2014)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Badan Internasional serta Pejabat Badan
Internasional diberikan dgn mempertimbangkan batas minimum pembelian barang/jasa di luar
PPN yg ditetapkan suatu negara (minimum purchase requirement) dari Menteri Sekretaris
Negara atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 5 ayat (4) PMK-162/PMK.03/2014)
D‐18‐
8. Thn Pajak Diisi dgn Thn Pajak terjadinya pemindahtanganan BKP atau
pengalihmanfaatan JKP
9. Jml Pembayaran Diisi dgn jml PPN/PPnBM yg dibayar
10. Tanggal Diisi dgn tanggal dilakukan pembayaran
11. Nama Jelas Diisi dgn nama penyetor
c. Dlm hal pemindahtanganan atau pengalihmanfaatan ini dilakukan kpd sesama Perwakilan Negara
Asing, Badan Internasional, dan/atau pejabatnya, PPN atau PPN & PPnBM yg dibebaskan tdk
perlu dibayar kembali. (Pasal 7 ayat (3) PP 47 Thn 2013)
Ketentuan:
1. Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, Pejabat Perwakilan Negara Asing,
dan/atau Pejabat Badan Internasional penerima pemindahtanganan BKP atau penerima
pengalihmanfaatan JKP ini mengajukan permohonan Surat Dispensasi kpd
Menkeu melalui:
a. Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk; atau
b. Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg ditunjuk.
2. Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg ditunjuk menyampaikan
permohonan Surat Dispensasi kpd Kepala KPP Badora dgn dilampiri: (Pasal 4 ayat (4)
PMK-160/PMK.03/2014)
a. Surat rekomendasi dari Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara atau Pejabat yg
ditunjuk;
b. SKB PPN atau SKPLB atas BKP yg dipindahtangankan atau JKP yg
dialihmanfaatkan;
c. Invoice pd saat perolehan atau dokumen yg dpt dipersamakan; dan
d. Bukti-bukti pendukung yg dipersyaratkan oleh Kementerian LN atau Kementerian
Sekretariat Negara.
Yg dilakukan DJP stl menerima permohonan Surat Dispensasi:
1. Dirjen Pajak menugaskan Kepala KPP Badora utk melakukan penelitian thd permohonan
Surat Dispensasi.
2. Kepala KPP Badora a.n. Dirjen Pajak hrs memberikan keputusan dlm jangka waktu
paling lama 30 hari terhitung sejak permohonan Surat Dispensasi diterima.
3. Keputusan dpt berupa:
Surat Dispensasi, dlm hal permohonan dikabulkan; atau
Surat penolakan, dlm hal permohonan tdk dikabulkan.
4. Tata cara pemberian & penatausahaan Surat Dispensasi adalah sesuai Lamp II PMK-
160/PMK.03/2014
5. Bentuk & petunjuk pengisian Surat Dispensasi adalah sesuai Lamp III PMK-
160/PMK.03/2014
d. Dlm hal pemindahtanganan BKP berupa kendaraan bermotor, PPN atau PPN & PPnBM
atas impor/perolehannya dpt tdk dibayar kembali apabila Perwakilan Negara Asing atau Badan
Internasional serta pejabatnya yg menerima kendaraan bermotor tsb memenuhi persyaratan sesuai
PMK-160/PMK.03/2014. (Pasal 4 ayat (2) PMK- 160/PMK.03/2014)
D‐18‐
Stl berlakunya PP 32 Thn 2009, kawasan berikat adalah salah satu bagian dari TPB.
TPB terdiri dari: Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Tempat Penyelenggaraan Berikat, Toko Bebas
Bea, Tempat Lelang Berikat, dan Kawasan Daur Ulang Berikat.
Definisi:
Kawasan Berikat
TPB utk menimbun barang impor dan/atau barang yg berasal dari tempat lain dlm daerah pabean
(TLDDP) guna diolah / digabungkan, yg hasilnya terutama utk diekspor.
(Pasal 1 angka 4 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
TPB
Bangunan, tempat, atau kawasan yg memenuhi persyaratan tertentu yg digunakan utk menimbun barang
dgn tujuan tertentu dgn mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
(Pasal 1 angka 3 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
Pemberian Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut atau Pembebasan PPN:
(Ketentuan Sejak 1 Jan 2012)
I. Antara Kawasan Berikat dgn TLDDP atau Kawasan Berikat Lain
1. Terkait pemasukan barang, hasil produksi dan lain-lain ke kawasan berikat:
a. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut diberikan atas pemasukan: (Pasal 14 ayat
(2) PMK-255/PMK.04/2011)
Pemasukan barang dari TLDDP ke Kawasan Berikat utk diolah lbh lanjut;
Pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dlm rangka subkontrak
dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di TLDDP ke Kawasan Berikat;
Pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dlm rangka peminjaman dari
Kawasan Berikat lain atau perusahaan di TLDDP ke Kawasan Berikat;
Pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di TLDDP yg Bahan
Baku utk menghasilkan hasil produksi berasal dari TLDDP, utk diolah lbh lanjut oleh
Kawasan Berikat;
Pemasukan hasil produksi yg berasal dari Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di
TLDDP yg Bahan Baku utk menghasilkan hasil produksi tsb berasal dari TLDDP, yg
semata-mata akan digabungkan dgn barang Hasil Produksi Kawasan Berikat utk
diekspor; atau
D‐18‐
Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari TLDDP ke Kawasan Berikat utk
menjadi 1 kesatuan dgn Hasil Produksi Kawasan Berikat.
b. Ketentuan terkait pemasukan barang, hasil produksi dan lain-lain tsb:
Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut atas pemasukan
barang ke kawasan berikat ini hrs dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kawasan Berikat
dan/atau PDKB. (Pasal 14 ayat (2a) PMK-255/PMK.04/2011)
PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut atas pemasukan barang ke kawasan berikat ini hrs
dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB dgn menggunakan FP
sebagaimana diatur dlm perpu perpajakan. (Pasal 14 ayat (2b)
PMK-255/PMK.04/2011)
Dlm hal ketentuan pd huruf a & b di atas tdk dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan Berikat
dan/atau PDKB, atas pembayaran PPN atau PPN & PPnBM yg seharusnya tdk dipungut,
tdk dpt dikreditkan. (Pasal 14 ayat (2c) PMK- 255/PMK.04/2011)
c. Barang yg mendapat fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut adalah
bukan mrp barang utk dikonsumsi di Kawasan Berikat, seperti makanan, minuman, BBM,
dan pelumas. (Pasal 14 ayat (6) PMK-255/PMK.04/2011)
d. Utk pemasukan barang dari tempat lain dlm daerah pabean ke Kawasan Berikat, pengusaha di
TLDDP wajib membuat FP yg dibubuhi cap "Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 TAHUN 2009." (Pasal 14 ayat (5) PP 32 Thn
2009 & penjelasan)
2. Terkait pengeluaran barang dan lain-lain dari kawasan berikat:
Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut juga diberikan atas pengeluaran:
(Pasal 16 ayat (1) PMK-147/PMK.03/2011)
Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat yg Bahan Baku utk menghasilkan hasil
produksi berasal dari TLDDP, ke Kawasan Berikat lainnya;
Pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Penolong, cetakan (moulding), dan/atau mesin, dlm
rangka subkontrak dari Kawasan Berikat kpd Kawasan Berikat lainnya atau perusahaan
industri di TLDDP;
Pengeluaran barang yg rusak dan/atau apkir (reject) asal TLDDP yg sama sekali tdk diproses
di Kawasan Berikat ke TLDDP, sepanjang barang tsb dikembalikan ke perusahaan tempat
asal barang; dan
Pengeluaran mesin dan/atau cetakan (moulding) dlm rangka peminjaman ke perusahaan
industri di TLDDP dan Kawasan Berikat lainnya, sepanjang mesin dan/atau cetakan
(moulding) tsb digunakan utk memproduksi barang hasil produksi yg akan diserahkan kpd
pemberi pinjaman dari Kawasan Berikat asal.
PPN atau PPN & PPnBM, dan Cukai Dipungut atas barang asal TLDDP yg dikeluarkan dari
Kawasan Berikat ke TLDDP. (Pasal 16 ayat (3) PMK-147/PMK.03/2011)
II. Antara Kawasan Berikat dgn Kawasan Bebas
1. Atas pemasukan barang dari Kawasan Bebas yg akan diolah lbh lanjut dan/atau digabungkan
dgn hasil produksi di Kawasan Berikat diberikan penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai,
pembebasan PPN atau PPN & PPnBM, tdk dipungut PPh Pasal 22 Impor (Pasal 14 ayat (4) PMK-
255/PMK.04/2011)
2. Utk mendapatkan fasilitas ini pengusaha di Kawasan Bebas hrs mendapat izin dari Badan
Pengusahaan Kawasan Bebas. (Pasal 14 ayat (5) PMK-255/PMK.04/2011)
3. Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi Kawasan Berikat kpd
pengusaha di Kawasan Bebas yg telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan
Bebas diberikan Pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tdk dipungut PPN atau PPN &
PPnBM, dan/atau tdk dipungut PPh Pasal 22 Impor (Pasal 16 ayat (4)
PMK-147/PMK.03/2011)
III. Antara Kawasan Berikat dgn Luar Daerah Pabean dan Kawasan Berikat Lain
Penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, dan tdk dipungut PDRI diberikan thd barang yg
dimasukkan ke Kawasan Berikat berupa: (Pasal 14 ayat (1) PMK-255/PMK.04/2011)
Bahan Baku dan Bahan Penolong asal luar daerah pabean utk diolah lbh lanjut;
Barang Modal asal luar daerah pabean dan Barang Modal dari Kawasan Berikat lain yg
dipergunakan di Kawasan Berikat;
D‐18‐
Peralatan perkantoran asal luar daerah pabean yg dipergunakan oleh Pengusaha Kawasan Berikat
dan/atau PDKB;
Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat lain utk diolah lbh lanjut atau dijadikan Barang Modal
utk proses produksi;
Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yg dimasukkan kembali dari luar daerah pabean ke
Kawasan Berikat;
Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yg dimasukkan kembali dari Tempat Penyelenggaraan
Pameran Berikat (TPPB) ke Kawasan Berikat;
Barang jadi asal luar daerah pabean yg dimasukkan ke Kawasan Berikat utk digabungkan dgn
barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yg semata-mata utk diekspor; dan/atau
Pengemas dan alat bantu pengemas asal luar daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat lainnya yg
dimasukkan ke Kawasan Berikat utk menjadi 1 kesatuan dgn barang Hasil Produksi Kawasan
Berikat.
Fasilitas perpajakan di Kawasan Berikat berupa PPN dan PPh Pasal 22 Impor tdk dipungut atas:
impor dan/atau pembelian bahan baku dan bahan penolong utk diolah lbh lanjut yg tujuan utk ekspor;
impor barang modal.
Dlm hal fasilitas PPN tdk digunakan (PPN dibayar/dipungut) maka PPN yg dibayar tsb tdk dpt dikreditkan oleh
Pengusaha Kawasan Berikat yg juga berstatus sbg WP Patuh atau PKP Berisiko Rendah tdk dpt memanfaatkan
D‐18‐
b. Perlakuan PPN dan atau PPnBM utk Kawasan Bebas diatur dlm:
Pasal 16B UU PPN
PP 10 Thn 2012 (berlaku 60 hari terhitung sejak tanggal 9 Jan 2012) ttg Kawasan Bebas
PMK-62/PMK.03/2012 (berlaku sejak 26 Apr 2012) ttg Tata Cara Pengawasan,
Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan PPN dan/atau PPnBM atas Pengeluaran
dan/atau Penyerahan BKP dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP dan Pemasukan dan/atau
Penyerahan BKP dan/atau JKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas → mencabut
PMK-45/PMK.03/2009 stdd PMK-240/PMK.03/2009
PER-50/PJ./2009 ttg Pencabutan PKP di Kawasan Bebas
KMK-426/KMK.03/2010 (berlaku sejak 2 Des 2010) ttg Penugasan Pejabat/Pegawai DJP dlm
Rangka Pengawasan atas Pemasukan Barang dari TLDDP ke Kawasan Bebas Batam, Bintan, dan
Karimun
SE terkait:
SE-39/PJ./2009 ttg Tatacara Endorsement, Perekaman dan Pemberkasan di Kawasan Bebas
(formulir PP FTZ 01, 02, dan 03)
SE-133/PJ/2010 ttg Petunjuk pelaksanaan PMK-45/PMK.03/2009 stdtd PMK- 240/PMK.03/2009
SE-111/PJ/2010 ttg Penegasan atas pelaksanaan pemberian persetujuan atas Pemasukan/Pengeluaran
BKP utk transaksi tertentu pasal 2A ayat (1) huruf a dan b PMK- 240/PMK.03/2009
Informasi Terkait:
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di pelabuhan atau
bandar udara yg ditunjuk. (Pasal 2 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
→ Pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk mrp pelabuhan atau bandar udara yg tlh mendapatkan izin
dari Menteri Perhubungan dan tlh mendapatkan penetapan sbg Kawasan Pabean. (Pasal 2 ayat (3) PP
10 Thn 2012)
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dpt dilakukan oleh pengusaha
yg tlh mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan. (Pasal 3 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
Pengusaha di Kawasan Bebas tdk perlu dikukuhkan sbg PKP. (Pasal 4 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
Penyerahan barang di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 4 ayat (2) PP 10
Thn 2012)
Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari TLDDP, sepanjang menyangkut pemberian fasilitas tdk
dipungut PPN, pengawasan dan pengadministrasiannya dilakukan oleh DJP. (Pasal 18 ayat (3) PP 10
Thn 2012)
Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn Luar Daerah Pabean (Terkait BKP
Berwujud)
A. Pemasukan Barang dari Luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean diberikan pembebasan bea masuk,
pembebasan PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai. (Pasal 14 PP 10 Thn
2012)
D‐18‐
→ Ketentuan yg hrs dipenuhi terkait pemasukan barang: (Pasal 3 PP 10 Thn 2012):
1. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dpt dilakukan oleh
pengusaha yg tlh mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
2. Pengusaha pd angka 1 hanya dpt memasukkan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah
Pabean yg berhubungan dgn kegiatan usahanya.
3. Pemasukan barang konsumsi utk kebutuhan penduduk ke Kawasan Bebas dari luar Daerah
Pabean, hanya dpt dilakukan oleh pengusaha yg tlh mendapatkan izin usaha dari Badan
Pengusahaan Kawasan, dlm jml dan jenis yg ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan.
B. Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Luar Daerah Pabean → ruang lingkup
pekerjaan DJBC (Pasal 16 PP 10 Thn 2012)
Barang yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean wajib diberitahukan
dgn Pemberitahuan Pabean. (Pasal 16 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
→ Pemberitahuan Pabean tdk diperlukan thd barang pribadi penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman, s.d. batas nilai pabean dan/atau jml tertentu.
(Pasal 16 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
Dlm hal barang yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean mrp barang yg
dikenai bea keluar, bea keluar wajib dibayar paling lambat pd saat Pemberitahuan Pabean
didaftarkan ke Kantor Pabean. (Pasal 16 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn TLDDP (Terkait BKP Berwujud)
A. Pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas (Tdk Dipungut PPN)
1. Pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yg
ditunjuk, tdk dipungut PPN atau PPN & PPnBM. (Pasal 10 ayat (1) PMK- 62/PMK.03/2012)
Ketentuan ini juga berlaku utk pemasukan BKP dan penyerahan JKP yg sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10)
PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan ini tdk berlaku utk pemasukan BKP yg tlh dilunasi PPN dgn menggunakan stiker
lunas PPN, dan BBM bersubsidi. (Pasal 10 ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
2. Atas pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas wajib dibuatkan FP yg diisi lengkap sesuai
dgn ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. (Pasal 11 ayat (1) PMK- 62/PMK.03/2012)
Termasuk dlm pengertian FP ini adalah dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan
dgn FP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat (6) UU PPN. (Pasal 11 ayat (2)
PMK-62/PMK.03/2012)
FP dibuat paling lambat pd saat pengiriman BKP ke Kawasan Bebas. (Pasal 11 ayat (3) PMK-
62/PMK.03/2012)
FP ini hrs diberi cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012” oleh PKP yg melakukan penyerahan.
(Pasal 11 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan terkait kewajiban pembuatan FP ini tdk berlaku atas pemasukan BKP sesuai Pasal
3 ayat (1) huruf b dan pemasukan kembali BKP sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf a
PMK-62/PMK.03/2012. (Pasal 11 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
3. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut diberikan sepanjang BKP Berwujud
tsb benar-benar tlh masuk di Kawasan Bebas yg dibuktikan dgn dokumen yg tlh diberikan
Endorsement oleh pejabat/pegawai DJP. (Pasal 12 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
a. Dokumen yg hrs disampaikan oleh pengusaha/WP di kawasan bebas dlm rangka
Endorsement adalah Pemberitahuan pabean (PP FTZ-03) yg tlh didaftarkan pd kantor
pabean.
PP FTZ-03 disampaikan dgn dilampiri: (Pasal 12 ayat (2) PMK- 62/PMK.03/2012)
FC FP (lembar pembeli) yg tlh diberi cap "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012"
FC Bill of Lading atau Airway Bill atau Delivery Order
FC Faktur Penjualan atau Invoice
Penyampaian lamp PP FTZ-03 hrs disertai dgn menunjukkan dokumen aslinya.
D‐18‐
(Pasal 12 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012)
Dlm hal pengurusan Pemberitahuan Pabean dilakukan oleh pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan, dokumen yg hrs disampaikan dlm rangka Endorsement ini hrs dilampiri
dgn surat kuasa dari pengusaha yg melakukan pemasukan BKP ke Kawasan Bebas.
(Pasal 12 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
Dlm hal Pemberitahuan Pabean tdk sesuai dgn dokumen-dokumen yg hrs dilampirkan
dlm rangka Endorsement, BKP tetap dpt dikeluarkan dari pelabuhan/bandar udara yg
ditunjuk dan atas pemasukan BKP tdk dpt diberikan fasilitas PPN atau PPN & PPnBM
tdk dipungut. (Pasal 12 ayat (6) PMK- 62/PMK.03/2012)
b. Dokumen yg hrs disampaikan dlm rangka Endorsement utk pemasukan BKP sesuai Pasal 3
ayat (1) huruf a & b PMK-62 adalah Pemberitahuan Pabean yg tlh didaftarkan pd Kantor
Pabean, yg dilampiri dgn: (Pasal 12 ayat (3) PMK- 62/PMK.03/2012)
PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar beserta
lampirannya; dan
FC Bill of Lading, Airway Bill, atau Delivery Order.
c. Proses endorsement paling lama 1 hari kerja sejak dokumen-dokumen yg hrs
disampaikan diterima lengkap
d. Tata cara endorsement: Lamp IV PER-62/PMK.03/2012
B. Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP (Terutang PPN)
Ketentuan umum:
Barang asal luar Daerah Pabean yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP wajib
dilunasi bea masuk, PPN, dan/atau PPh Pasal 22 UU PPh. (Pasal 19 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
Barang asal Kawasan Bebas dan TLDDP yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP,
wajib dilunasi PPN. (Pasal 19 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
Barang yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP wajib diberitahukan dgn
Pemberitahuan Pabean. (Pasal 22 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
Ketentuan perpajakan:
1. BKP yg dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP terutang PPN. (Pasal 2 ayat (1)
PMK-62)
Dlm hal BKP mrp BKP yg tergolong mewah, atas pengeluaran BKP dimaksud terutang PPN
& PPnBM. (Pasal 2 ayat (2) PMK-62)
Mekanisme ketentuan:
a. Saat terutang pajak adalah pd saat BKP dikeluarkan dari Kawasan Bebas.
(Pasal 2 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012)
b. DPP atas PPN & PPnBM terutang adalah: (Pasal 2 ayat (5) PMK- 62/PMK.03/2012)
Harga Jual; atau
Harga Pasar Wajar dlm hal pengeluaran barang tsb bukan dlm rangka transaksi jual
beli.
c. Cara Penyetoran PPN
PPN atau PPN & PPnBM disetor ke kas negara oleh Orang yg mengeluarkan
BKP melalui kantor pos/bank persepsi yg ditunjuk oleh MenKeu, dgn menggunakan
SSP. (Pasal 2 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
SSP diisi dgn cara: (Pasal 2 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
pd kolom nama & kolom NPWP diisi dgn nama & NPWP Orang yg menerima
BKP;
pd kolom WP/penyetor dicantumkan juga nama & NPWP Orang yg
mengeluarkan BKP.
d. Saat Penyetoran
Penyetoran PPN atau PPN & PPnBM dilakukan paling lama pd saat BKP tsb
dikeluarkan dari Kawasan Bebas. (Pasal 2 ayat (8) PMK-62/PMK.03/2012)
e. SSP yg dilampiri dgn invoice dan Pemberitahuan Pabean mrp dokumen yg
dipersamakan dgn FP. (Pasal 2 ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
PPN yg tlh dibayar dgn menggunakan SSP yg dilampiri dgn invoice dan
Pemberitahuan Pabean mrp PM yg dpt dikreditkan oleh PKP yg menerima BKP
D‐18‐
sesuai perpu di bidang perpajakan. (Pasal 2 ayat (10) PMK-62/PMK.03/2012)
f. Syarat agar BKP dpt dikeluarkan dari kewasan bebas ke TLDDP
BKP dpt dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP sepanjang tlh dipenuhi
kewajiban pabean sebagaimana diatur dlm ketentuan perpu kepabeanan. (Pasal 5
ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
Termasuk dlm pemenuhan kewajiban pabean ini adalah penyampaian
Pemberitahuan Pabean yg dilampiri dgn: invoice atau faktur penjualan atau
dokumen penyerahan barang dlm hal barang tsb bukan dlm rangka transaksi jual
beli; dan SSP (Pasal 5 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi II PMK-62/PMK.03/2012)
2. Jenis pengeluaran yg Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran PPN
Dikecualikan dari dari kewajiban Pembayaran PPN atau PPN & PPnBM yaitu thd pengeluaran
barang utk transaksi tertentu: (Pasal 3 PMK-62/PMK.03/2012)
a. Pengeluaran dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas BKP yg berhubungan dgn kegiatan
usahanya ke TLDDP yg dlm jangka waktu tertentu akan dimasukkan kembali ke Kawasan
Bebas berupa mesin dan/atau peralatan utk: kepentingan produksi atau pengerjaan proyek
infrastruktur; keperluan perbaikan, pengerjaan, pengujian, atau kalibrasi; dan/atau keperluan
peragaan atau demonstrasi;
Batas waktu pemasukan kembali BKP ke Kawasan Bebas ini adalah paling lama
12 bulan sejak tanggal Pemberitahuan Pabean. (Pasal 3 ayat (2) PMK- 62/PMK.03/2012)
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan: (Pasal
5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
Pemberitahuan Pemasukan/Pengeluaran Barang Transaksi Tertentu (PPBTT) yg tlh
disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar dan surat
persetujuan keterangan asal barang dari Badan Pengusahaan Kawasan utk
pengeluaran BKP selain BKP asal luar Daerah Pabean;
SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
b. Pengeluaran kembali dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas BKP asal TLDDP yg
berhubungan dgn kegiatan usahanya berupa mesin dan/atau peralatan utk: kepentingan
produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur; keperluan perbaikan, pengerjaan pengujian,
atau kalibrasi; dan/atau keperluan peragaan atau demonstrasi;
Batas waktu pengeluaran kembali BKP dari Kawasan Bebas ini adalah paling lama 12
bulan sejak tanggal Pemberitahuan Pabean. (Pasal 3 ayat (3) PMK- 62/PMK.03/2012)
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan: (Pasal
5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar dan
surat persetujuan keterangan asal barang dari Badan Pengusahaan Kawasan utk
pengeluaran BKP selain BKP asal luar Daerah Pabean;
SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
c. Pengeluaran BKP utk kegiatan usaha eksplorasi hulu migas bumi serta panas bumi yg atas
impornya PPN yg terutang tdk dipungut, dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN
ditanggung Pemerintah sebagaimana ditetapkan dgn Peraturan MenKeu, sepanjang
pengeluaran BKP tsb tdk utk tujuan pengalihan hak;
Untuk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dengan melampirkan:
(Pasal 5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar;
SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
masterlist atau dokumen dgn nama lain yg mempunyai fungsi sama dgn
masterlist utk perusahaan kontraktor migas bumi serta panas bumi.
D‐18‐
d. Pengeluaran BKP, yg sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan atas impor dan/atau
penyerahannya tdk dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan: (Pasal
5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar;
SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
Utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan ditentukan bahwa utk
mendapatkan fasilitas dibebaskan dimaksud tdk memerlukan SKB PPN, maka kewajiban
utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat (4) PMK- 62/PMK.03/2012)
e. Pengeluaran BKP yg tlh dilunasi PPNnya dgn menggunakan stiker lunas PPN; dan Utk
pengeluaran BKP ini, kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat (4) PMK-
62/PMK.03/2012)
f. Pengeluaran BKP berupa pengemas yg dipakai berulang-ulang (returnable package).
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat (4)
PMK-62/PMK.03/2012)
3. Dikecualikan dari pengenaan PPN atas pengeluaran BKP dgn tujuan angkut terus atau
angkut lanjut dari TLDDP ke Kawasan Bebas utk tujuan TLDDP. (Pasal 4 PMK-
62/PMK.03/2012)
"barang diangkut terus" adalah barang yg diangkut dgn sarana pengangkut melalui kantor
pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu menuju pelabuhan tujuan akhir
pengangkutan barang (port of destination). (Pasal 13 ayat (1) huruf b PP 10 Thn 2012)
"barang diangkut lanjut" adalah barang yg diangkut dgn sarana pengangkut melalui kantor
pabean dgn dilakukan pembongkaran terlebih dulu menuju pelabuhan tujuan akhir
pengangkutan barang (port of destination). (Pasal 13 ayat (1) huruf b PP 10 Thn 2012)
Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn TPB atau KEK (Terkait BKP Berwujud)
A. Pemasukan BKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas (Tdk Dipungut PPN)
Ketentuan umum :
Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari TPB atau KEK diberikan pembebasan bea masuk, tdk
dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai. (Pasal 27 PP 10 Thn 2012)
Ketentuan perpajakan:
1. Pemasukan BKP dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan
Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk, tdk dipungut PPN atau PPN dan
PPnBM. (Pasal 10 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)
a. Ketentuan ini juga berlaku utk pemasukan BKP yg sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10) PMK- 62/PMK.03/2012)
b. Ketentuan ini tdk berlaku utk pemasukan BKP yg tlh dilunasi PPN dgn menggunakan stiker
lunas PPN, dan BBM bersubsidi. (Pasal 10 ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
2. Atas pemasukan BKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas wajib dibuatkan FP yg diisi lengkap
sesuai dgn ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. (Pasal 11 ayat (1) PMK- 62/PMK.03/2012)
a. Termasuk dlm pengertian FP ini adalah dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan
dgn FP sesuai Pasal 13 ayat (6) UU PPN. (Pasal 11 ayat (2) PMK- 62/PMK.03/2012)
b. FP dibuat paling lambat pd saat pengiriman BKP ke Kawasan Bebas. (Pasal 11 ayat (3) PMK-
62/PMK.03/2012)
c. FP ini hrs diberi cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012” oleh PKP yg melakukan penyerahan.
(Pasal 11 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
d. Ketentuan terkait kewajiban pembuatan FP ini tdk berlaku atas pemasukan BKP
D‐18‐
sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b dan pemasukan kembali BKP sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf a
PMK-62/PMK.03/2012. (Pasal 11 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
3. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut diberikan sepanjang BKP Berwujud tsb benar-
benar tlh masuk di Kawasan Bebas yg dibuktikan dgn dokumen yg tlh diberikan
Endorsement oleh pejabat/pegawai DJP. (Pasal 12 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan ttg Endorsement sama dgn ketentuan pd bagian Ketentuan
Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn TLDDP bagian A angka 3 huruf a – d.
B. Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke TPB atau KEK
1. Ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat: (Pasal 29
ayat (1) PP 10 Thn 2012)
a. Dlm hal barang mrp barang asal luar Daerah Pabean, diberikan penangguhan
bea masuk, tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22 UU PPh, dan/atau pembebasan
cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur mengenai TPB;
b. Dlm hal barang mrp barang asal Kawasan Bebas atau barang asal TLDDP, tdk dipungut
PPN dan/atau diberikan pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur
mengenai TPB.
2. Ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke KEK: (Pasal 29 ayat (2) PP 10 Thn
2012)
a. Dlm hal barang mrp barang asal luar Daerah Pabean, diberikan penangguhan bea masuk,
tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai, sesuai dgn
ketentuan perpu yg mengatur mengenai KEK;
b. Dlm hal barang mrp barang asal Kawasan Bebas atau barang asal TLDDP, tdk dipungut
PPN dan/atau diberikan pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur
mengenai KEK.
Perlakuan PPN atas Perolehan/Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan Penyerahan/
Perolehan JKP
A. Pemanfaatan dari Luar Daerah Pabean di Dlm Kawasan Bebas
→ Pemanfaatan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Kawasan Bebas,
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
B. Penyerahan di Dlm Kawasan Bebas
Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP di dlm Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan PPN.
(Pasal 33 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
C. Penyerahan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas Lain
Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya,
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (3) PP 10 Thn 2012)
D. Penyerahan dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau TPB atau KEK
1. Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP, dikenai PPN.
(Pasal 33 ayat (4) PP 10 Thn 2012)
2. Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TPB atau Kawasan Ekonomi
Khusus, dipungut PPN. (Pasal 33 ayat (11) PP 10 Thn 2012)
3. Dikecualikan dari pengenaan PPN, utk penyerahan JKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (5) PP 10 Thn 2012)
4. Mekanisme ketentuan pengenaan PPN:
a. Saat terutang PPNnya adalah pd saat pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP di
TLDDP, TPB, atau KEK. (Pasal 6 ayat (3) PMK-62)
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas terjadi pd saat:
(Pasal 6 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012) → yg terjadi lbh dahulu
Harga perolehan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb dinyatakan sbg utang oleh
pihak yg memanfaatkannya;
Harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau penggantian JKP tsb ditagih oleh pihak
yg menyerahkannya; atau
Harga perolehan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb dibayar, baik sebagian
atau seluruhnya oleh pihak yg memanfaatkannya.
Dlm hal saat terjadinya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tdk diketahui,
maka Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP,
TPB, atau KEK terjadi pd tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian (Pasal 6
ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
D‐18‐
b.DPP atas PPN yg terutang adalah seb harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau penggantian
JKP. (Pasal 6 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
c. Cara Penyetoran PPN:
PPN yg terutang dipungut oleh Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau
JKP di TLDDP, TPB, atau KEK pd saat pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP.
(Pasal 6 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
PPN disetor ke kas negara oleh Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau
JKP di di TLDDP, TPB, atau KEK melalui kantor pos/bank persepsi yg ditunjuk oleh
MenKeu, dgn menggunakan SSP paling lama pd akhir bulan berikutnya stl bulan
terjadinya pemungutan. (Pasal 6 ayat (8) PMK- 62/PMK.03/2012)
SSP yg dilampiri dgn invoice atau kontrak mrp dokumen yg kedudukannya
dipersamakan dgn FP. (Pasal 6 ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan bagi Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP:
Dlm hal Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP mrp
PKP: PPN yg disetorkan dgn menggunakan SSP yg dilampiri dgn invoice atau
kontrak mrp PM yg dpt dikreditkan dan dilaporkan dlm SPT Masa PPN pd Masa
Pajak yg sama dgn bulan penyetoran. (Pasal 6 ayat (10) PMK- 62/PMK.03/2012)
Dlm hal Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP
bukan mrp PKP: PPN yg disetor dgn menggunakan SSP lembar ke-3 wajib
dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya stl saat terutangnya pajak ke KPP yg
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Orang tsb. (Pasal 6
ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
d. Contoh penghitungan: Lamp III Romawi II huruf b & c PMK-62/PMK.03/2012
E. Penyerahan dari TLDDP atau TPB atau KEK ke Kawasan Bebas
1. Tdk dipungut PPN:
a. Jenis penyerahan yg PPNnya tdk dipungut:
Penyerahan BKP tdk berwujud dari TLDDP ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat (3)
PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan BKP tdk berwujud dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat
(4) PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan JKP tertentu dari TLDDP ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat (7) PMK-
62/PMK.03/2012)
Penyerahan JKP tertentu dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat (8)
PMK-62/PMK.03/2012)
JKP tertentu adalah JKP yg batasan kegiatan dan jenisnya diatur dlm Peraturan MenKeu
sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPN. (JKP tertentu ini adalah JKP yg atas ekspornya dikenai
tarif 0%)
Penyerahan BKP tdk berwujud atau JKP yg sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan
dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10) PMK- 62/PMK.03/2012)
b. Mekanisme ketentuan perpajakan:
PKP yg melakukan penyerahan wajib membuat FP sesuai perpu di bidang perpajakan.
FP hrs diberi cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012”
2. Dipungut PPN:
Penyerahan JKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas yg penyerahannya tdk dilakukan di kawasan
bebas, dikenai PPN. (Pasal 10 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan JKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas yg penyerahannya tdk dilakukan di
Kawasan Bebas, dipungut PPN. (Pasal 10 ayat (6) PMK- 62/PMK.03/2012)
Atas penyerahan JKP ini wajib dibuatkan FP sesuai perpu di bidang perpajakan. (Pasal 11 ayat (5)
PMK-62/PMK.03/2012)
F. PPN atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara & Jasa Telekomunikasi
Jasa Angkutan Udara: (Pasal 7 PMK-62/PMK.03/2012)
1. Atas penyerahan jasa angkutan udara di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari
D‐18‐
pengenaan PPN.
2. Atas penyerahan jasa angkutan udara DN dari TLDDP ke Kawasan Bebas dikenai PPN.
3. Atas penyerahan jasa angkutan udara DN dari Kawasan Bebas ke TLDDP dikenai PPN.
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi III PMK-62/PMK.03/2012
Jasa Telekomunikasi: (Pasal 8 PMK-62/PMK.03/2012)
1. Atas penyerahan jasa telekomunikasi di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan
PPN.
2. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari TLDDP atau TPB ke Kawasan Bebas
dikenai PPN.
Dikecualikan dari ketentuan pengenaan PPN atas penyerahan jasa telekomunikasi yg
menggunakan jaringan berkabel (fixed line) di Kawasan Bebas.
3. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau TPB
dikenai PPN.
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi IV PMK-62/PMK.03/2012
Dasar Hukum:
KMK-580/KMK.04/2003 stdtd PMK-15/PMK.011/2011 (berlaku sejak 24 Jan 2011) ttg
Tatalaksana KITE & Pengawasannya
PMK-254/PMK.04/2011 jo PMK-176/PMK.04/2013 (mulai berlaku stl 60 hari sejak tanggal 6 Des
2013) ttg Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan utk Diolah, Dirakit, atau Dipasang
pd Barang Lain dgn Tujuan utk Diekspor
PMK-253/PMK.04/2011 jo PMK-177/PMK.04/2013 (mulai berlaku stl 60 hari sejak tanggal 6 Des
2013) ttg Pengembalian Bea Masuk Yg Tlh Dibayar Atas Impor Barang dan Bahan utk Diolah, Dirakit,
atau Dipasang pd Barang Lain dgn Tujuan utk Diekspor
Ketentuan:
Atas Impor Barang dan Bahan utk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pd barang lain dgn tujuan utk
diekspor dpt diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM terutang tdk dipungut.
Atas pengeluaran Bahan Baku dlm rangka subkontrak dan pemasukan kembali hasil pekerjaan
subkontrak ke Perusahaan, tdk dikenakan PPN atau PPN & PPnBM.
Atas sisa proses produksi (waste/crap) yg dijual ke TLDDP dikenakan Pajak Dlm Rangka Impor yg
dihitung berdasarkan hrg jual dan wajib membuat FP serta memungut PPN atau PPN & PPnBM sesuai
ketentuan perpu di bidang perpajakan.
Atas Bahan Baku dan Hasil Produksi yg tdk dilaporkan s.d. periode fasilitas, maka tdk diberikan
fasilitas dan dikenakan sanksi sesuai ketentuan perpu di bid perpajakan.
D‐18‐
6. PPN Tdk Dipungut atas Sebagian impor BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk
Dasar Hukum:
KMK-231/KMK.03/2001 (berlaku sejak 30 Apr 2001) jo PMK-616/PMK.03/2004 (berlaku sejak 1
Jan 2005) jo PMK-27/PMK.011/2012 (berlaku sejak 8 Feb 2012) jo PMK- 70/PMK.011/2013
(berlaku sejak 2 Apr 2013) ttg Perlakuan PPN & PPnBM atas impor BKP yg dibebaskan dari
pungutan bea masuk
Definisi:
BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
berdasarkan ketentuan perpu pabean. (Pasal 1 ayat (1) PMK-27/PMK.011/2012)
Perlakuan PPN & PPnBM atas Impor BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk:
a. Atas impor BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut PPN atau PPN & PPnBM
berdasarkan ketentuan perpu perpajakan yg berlaku kecuali atas impor sebagian BKP yg
dibebaskan dari pungutan Bea Masuk. (Pasal 2 ayat (1) & (2) PMK- 27/PMK.011/2012)
b. Sebagian impor BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan mendapatkan
fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk dipungut: (Pasal 2 ayat (3) PMK-70/PMK.011/2013)
1. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yg bertugas di Indonesia berdasarkan asas
timbal balik
2. Barang utk keperluan badan internasional yg diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia
beserta pejabatnya yg bertugas di Indonesia dan tdk memegang paspor Indonesia
3. Barang kiriman hadiah utk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan
4. Barang utk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yg terbuka utk
umum
5. Barang utk keperluan penelitian & pengembangan ilmu pengetahuan
6. Barang utk keperluan khusus kaum tunanetra & penyandang cacat lainnya
7. Peti atau kemasan lain yg berisi jenazah atau abu jenazah
8. Barang pindahan TKI yg bekerja di LN, mahasiswa yg belajar di LN, PNS, anggota TNI, atau
anggota Kepolisian RI yg bertugas di LN sekurang-kurangnya selama 1 thn, sepanjang barang tsb
tdk utk diperdagangkan & mendapat rekomendasi dari Perwakilan RI setempat
9. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas jml tertentu sesuai dgn ketentuan perundang-undangan Pabea;
10. Barang yg diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemda yg ditujukan utk kepentingan umum
11. Perlengkapan militer termasuk suku cadang yg diperuntukkan bagi keperluan pertahanan &
keamanan Negara
12. Barang impor sementara
13. Barang yg dipergunakan utk kegiatan usaha eksplorasi hulu migas serta panas bumi
Sepanjang memenuhi ketentuan sbb: (Pasal 2 ayat (4) PMK-27/PMK.011/2012)
Barang tsb blm dpt diproduksi DN;
Barang tsb sdh diproduksi DN, namun blm memenuhi spesifikasi yg dibutuhkan; atau
Barang tsb sdh diproduksi DN, namun jumlahnya blm mencukupi kebutuhan industri.
WP hrs mengajukan permohonan kpda Dirjen Bea dan Cukai bersamaan dgn permohonan utk
memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, dgn dilampiri Rencana Impor Barang (RIB) yg
tlh disetujui dan ditandasahkan oleh Dirjen Minyak dan Gas Bumi atau Dirjen Energi Baru,
Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, yg tata caranya mengikuti
Ketentuan Perundang-undangan Pabean. (Pasal 2 ayat (5) PMK-27/PMK.011/2012)
14. Barang yg dipergunakan utk kegiatan usaha eksploitasi hulu migas (baru mendapat fasilitas PPN
atau PPN & PPnBM Tdk dipungut sejak 2 Apr 2013)
D‐18‐
Juga mendapatkan pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 impor dgn tanpa SKB, Tata
cara dan pelaksanaan pemungutan PPN & PPnBM sepenuhnya dilaksanakan oleh Dirjen Bea
dan Cukai. (Pasal 3 KMK-231/KMK.03/2001)
Dlm Hal BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk Digunakan Tdk Sesuai dgn
Tujuan Semula/ Dipindahtangankan: (Pasal 4 KMK-231/KMK.03/2001)
Apabila dlm jangka waktu 5 thn sejak impor, BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
digunakan tdk sesuai dgn tujuan semula atau dipindahtangankan kpd pihak lain, baik sebagian atau
seluruhnya, maka PPN & PPnBM yg seharusnya terutang hrs disetor ke kas negara oleh OP/Badan
yg melakukan importasi.
PPN yg seharusnya terutang ini hrs disetorkan ke kas negara dlm jangka waktu 1 bulan sejak BKP
tsb dipindahtangankan atau digunakan tdk sesuai dgn tujuan semula, dgn ditambah sanksi
administrasi berupa bunga seb 2% sebulan utk selama-lamanya 24 bln, dihitung mulai saat impor
sampai dgn dilakukannya penyetoran.
Kpd OP/Badan yg tdk memenuhi kewajiban ini, Dirjen Pajak dpt menerbitkan SKPKB seb PPN yg
dibebaskan ditambah sanksi administrasi berupa bunga seb 2% sebulan utk selama-lamanya 24 bln,
dihitung mulai saat impor s.d. diterbitkannya SKPKB.
C. FASILITAS PPnBM
Dasar Hukum:
Pasal 5, 8, dan 10 UU PPN
PMK-64/PMK.011/2014 ttg Jenis Kendaraan Bermotor yg Dikenai PPnBM dan Tata cara pemberian
pembebsan dari pengenaan PPnBM → mencabut KMK-355/KMK.03/2003
KEP-229/PJ/2003 ttg Tatacara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian PPnBM
atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor
D‐18‐
Tata Cara Pengajuan Pengembalian PPnBM utk Golongan Kendaraan Bermotor: (Pasal 4
KEP-229/PJ/2003)
Jika PPnBM atas impor atau perolehan Kendaraan Bermotor yg dibebaskan PPnBM sdh
dibayar/dipungut, maka dpt dimohonkan pengembalian PPnBM.
Cara Pengajuan:
a. Pihak yg dpt mengajukan permohonan pengembalian atas PPnBM yg tlh dibayar/dipungut:
1) OP atau Badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan:
kendaraan ambulan
kendaraan jenazah
kendaraan pemadam kebakaran
kendaraan tahanan
2) Pengusaha Angkutan Umum
3) Sekretariat Negara
4) TNI/ POLRI
5) Importir, distributor, dealer, agen, penyalur, showroom, atau pihak lainnya yg melakukan
penyerahan Kendaraan Bermotor yg dibebaskan PPnBM dpt mengajukan pengembalian PPnBM
yg tlh dibayar/dipungut, jika:
OP atau Badan yg menerima penyerahan kendaraan bermotor tlh memiliki SKB PPnBM;
PPnBM yg tlh dipungut tlh disetor ke kas negara
b. Permohonan hrs dilengkapi dgn dokumen-dokumen:
Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan ambulan,
kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan → ada di Lamp II huruf B
KEP-229/PJ/2003
Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan angkutan
umum oleh pengusaha angkutan umum → ada di dlm Lamp II huruf C KEP- 229/PJ/2003
Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan
protokoler kenegaraan oleh sekretariat negara atau kendaraan dinas atau kendaraan patroli TNI/
POLRI →→ ada di Lamp II huruf D KEP-229/PJ/2003
Utk pengembalian PPnBM oleh Importir/ Distributor/ Dealer/ Agen/ Penyalur/ Showroom
→ ada di Lamp II huruf E KEP-229/PJ/2003
c. Pengajuan permohonan pengembalian PPnBM hrs dilakukan paling lambat 12 bulan stl bulan
terjadinya impor (tanggal PIB) atau penyerahan kendaraan bermotor (tanggal pd Bukti
Tanda Terima penyerahan Kendaraan Bermotor).
d. Permohonan pengembalian PPnBM diajukan kpd Dirjen Pajak c.q Kepala KPP tempat pemohon
terdaftar.
e. Atas permohonan pengembalian PPnBM ini, SKP hrs diterbitkan paling lambat 2 bulan sejak tanggal
diterimanya permohonan scr lengkap.
D‐18‐
BAGIAN E
BEA
METERAI
POIN UU BEA METERAI
Pasal Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1 Pengertian-pengertian
BAB II OBJEK, TARIF, DAN YG TERHUTANG BEA METERAI
2 Objek Bea Meterai
3 Tarif Bea Meterai
4 Tidak Dikenakan bea Meterai
5 Saat terhutang Bea Meterai
6 Pihak yg terhutang Bea Meterai
BAB III BENDA METERAI, PENGGUNAAN, DAN CARA PELUNASANNYA
7 Benda Meterai
8 Denda atas Dokumen yg Bea Materainya yg Tdk atau Kurang Dilunasi
9 Dokumen yg dibuat di LN
10 Pemeteraian-kemudian
BAB IV KETENTUAN KHUSUS
11 Hal yg Tdk Dibenarkan Dilakukan Pejabat pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum
lainnya
12 Daluarsa kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yg terhutang
BAB V KETENTUAN PIDANA
13 Ketentuan yg Dikenakan Pidana
14 Tindak Pidana berupa Menggunakan Cara Lain Tanpa Izin
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
16 Perlakuan thd dokumen sbl berlaku UU ini
17 Peraturan pelaksanaan di bidang perpajakan yg lama tetap berlaku s.d. tanggal 31 Des 1988 sepanjang
tdk bertentangan
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
17 Pelaksaanaan UU Bea Meterai diatur dgn Peraturan Pemerintah
18 Saat Pemberlakuan UU Bea Meterai
E‐
BEA METERAI
Dasar Hukum:
UU Bea Meterai
PP 24 Thn 2000 (berlaku sejak 1 Mei 2000) ttg Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas
Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai
PMK-65/PMK.03/2014 (mulai berlaku tanggal 17 Agust 2014) ttg Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda
Meterai → mencabut PMK-55/PMK.03/2009 (mulai berlaku tanggal 1 Juli 2009)
KMK-133b/KMK.04/2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Pelunasan Bea Meterai Dgn
Menggunakan Cara Lain
PMK-70/PMK.03/2014 (mulai berlaku tanggal 25 Apr 2014) ttg Tata Cara Pemeteraian Kemudian →
mencabut KMK-476/KMK.03/2002 (mulai berlaku tanggal 19 Nov 2002)
KEP-122c/PJ/2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn
Membubuhkan Tanda bea Meterai Lunas dgn Teknologi Percetakan
KEP-122d/PJ./2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn
Membubuhkan Tanda bea Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi
PER-17/PJ/2008 (mulai berlaku tanggal 29 Apr 2008) ttg Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital
PER-66/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn Membubuhkan Tanda
Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital
SE dan surat terkait:
SE-05/PJ.5/2001 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi
SE-07/PJ.05/2001 jo SE-63/PJ/2008 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai
SE-03/PJ.53/2006 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Teknologi Percetakan
SE-152/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) ttg Penyampaian PER-66/PJ/2010
S-856/PJ.02/2013 ttg Penegasan atas Pemberian dan Penggunaan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai
Lunas dengan Sistem Komputerisasi
E‐
uang; < Rp 250 ribu tdk Sistem Komputerisasi
b. Yg menyatakan pembukuan uang dikenakan Bea Meterai
atau penyimpanan uang dlm > Rp 250 ribu s.d. Rp 1
rekening di bank; juta dikenakan Bea
c. Yg berisi pemberitahuan saldo Meterai Rp 3 ribu
rekening di bank; dan > Rp 1 juta dikenakan
d. Yg berisi pengakuan bahwa utang Bea Meterai Rp 6 ribu
uang seluruhnya atau sebagian tlh
dilunasi atau diperhitungkan.
5. Surat berharga seperti wesel, Berdasarkan batas hrg Benda Meterai dan
promes, dan aksep nominal Mesin Teraan Meterai
< Rp 250 ribu tdk
dikenakan Bea Meterai
> Rp 250 ribu s.d. Rp 1
juta dikenakan Bea
Meterai Rp 3 ribu
> Rp 1 juta dikenakan
Bea Meterai Rp 6 ribu
6. Cek dan bilyet giro Rp 3 ribu Benda Meterai, Mesin
Teraan Meterai, dan
Teknologi Percetakan
7. Efek dan sekumpulan efek dgn nama dan Berdasarkan batas hrg Benda Meterai, Mesin
dlm bentuk apapun nominal Teraan Meterai,
< Rp 1 juta dikenakan danTeknologi
Bea Meterai Rp 3 ribu Percetakan
> Rp 1 juta dikenakan
Bea Meterai Rp 6 ribu
8. Dokumen yg akan digunakan sbg alat Rp 6 ribu Benda Meterai dan
bukti di muka pengadilan meliputi: Mesin Teraan
a. Surat-surat biasa dan surat Meterai (melalui
kerumah-tanggaan Pemeteraian
b. Surat-surat yg semula tdk dikenakan Kemudian yg
bea meterai berdasarkan tujuannya, dilaksanakan oleh
jika digunakan utk tujuan lain atau kantor pos)
digunakan oleh orang lain, selain
dari maksud semula
Ket:
Jika hrg nominal dinyatakan dlm mata uang asing, maka hrg nominal hrs dikalikan dgn Kurs MenKeu yg
berlaku pd saat dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf (d) & (e) PP 24 Thn 2000)
Jika dokumen awalnya tdk terutang Bea Meterai, tetapi kemudian dokumen tsb digunakan utk alat
pembuktian di pengadilan, maka atas dokumen tsb hrs dilakukan Pemeteraian Kemudian.
E‐
E‐
5. Kuitansi utk semua jenis pajak dan utk penerimaan lainnya yg dpt disamakan dgn itu dari Kas Negara, Kas
Pemerintahan Daerah dan bank
6. Tanda penerimaan uang yg dibuat utk keperluan intern organisasi
7. Dokumen yg menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kpd penabung oleh bank, koperasi, dan badan-
badan lainnya yg bergerak di bidang tsb
8. Surat gadai yg diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dgn nama dan dlm bentuk apapun
E‐
motif roset blok dgn color shifting dgn warna ungu; motif roset
hijau ke biru di pojok kanan bawah; blok dgn color shifting
magenta ke hijau di pojok
kanan bawah;
Sifat dpt diraba; gambar Garuda lambang Negara RI di pojok kanan atas
dgn warna ungu; Teks "METERAI", "TEMPEL" di sebelah kiri Garuda
dgn warna ungu; Mikroteks "DITJEN PAJAK", di bawah teks "TEMPEL";
Teks "TGL" dan angka "20" di bawah mikroteks "DITJEN
PAJAK";
4. Nomor seri 17 digit berwarna hitam;
5. Hologram Hologram stripe dgn gambar Garuda Pancasila, Logo Kementerian
Keuangan, dan teks "PAJAK" berulang membentuk garis diagonal di
sebelah kiri;
6. Perforasi Bentuk bintang pd bagian tengah di sisi kiri, bentuk oval di sisi kanan dan
kiri, dan bentuk bulat di semua sisi meterai tempel.
2.
E‐
denda administrasi dilakukan dgn menggunakan SSP.
Pelunasan Bea Meterai dgn SSP: KAP 411611, KJS 100
Pelunasan denda administrasi atas Pemeteraian Kemudian: KAP 411611, KJS 512
Pengesahan Dokumen oleh Pejabat Pos:
E‐
Surat Izin Pembubuhan
KPP menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tdk sesuai dgn izin pembubuhan
tanda Bea Meterai lunas.
2) Dlm hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan
Meterai Digital dikarenakan Mesin Teraan Meterai Digital mengalami kerusakan atau WP
mengajukan pencabutan izin pembubuhan, atas saldo deposit yg tersisa dpt dilakukan Pbk.
Pbk hanya dpt dilakukan ke KAP dan KJS selain KAP 411611 dan KJS 2xx utk penyetoran
deposit Mesin Teraan Meterai Digital. Prosedur Pbk atas saldo deposit Mesin Teraan Meterai Digital
ditetapkan dlm Lamp 5 PER-66/PJ/2010.
Dlm hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin
Teraan Meterai Digital dikarenakan KPP menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tdk
sesuai dgn izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas, atas saldo deposit masih tersisa tdk dpt
dilakukan Pbk.
3) Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Digital dlm hal
KPP menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tdk sesuai dgn izin pembubuhan tanda
Bea Meterai lunas dilakukan scr jabatan oleh KPP tempat Surat Izin Pembubuhan diterbitkan.
d. Pembetulan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai dgn Mesin Teraan Digital
1) Pembetulan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan Meterai Digital
dikarenakan terdapat kesalahan data akibat salah tulis atau salah input ke dlm Aplikasi e- Meterai,
shg Surat Izin Pembubuhan yg dicetak berbeda dgn yg seharusnya.
2) Prosedur Pencabutan atau Pembetulan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin
Teraan Dgital ditetapkan dlm Lamp 4 PER-66/PJ/2010.
e. Bentuk Teraan Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital
Paling sedikit memiliki unsur-unsur:
logo dan tulisan ‘Direktorat Jenderal Pajak’;
logo dan/atau tulisan ‘Wajib Pajak pelaksana pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan
Mesin Teraan Meterai Digital’;
tulisan ‘METERAI TERAAN’;
tulisan nominal tarif Bea Meterai;
tulisan tanggal, bulan, dan thn dilaksanakannya pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dgn
Mesin Teraan Meterai Digital;
nomor mesin; dan
kode unik.
Warna Teraan Bea Meterai lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital adalah warna merah
f. Mesin Teraan Meterai Manual
Mesin Teraan Meterai Manual hanya bisa digunakan s.d. tanggal 28 Apr 2010. Jika stl tanggal 28 Apr
2010, masih ada sisa saldo deposit pd Mesin Teraan Meterai Manual, maka sisa saldo deposit dpt
dialihkan ke setoran jenis pajak yg lain dgn cara Pbk. Tetapi sisa Saldo Deposit Mesin Teraan Meterai
Manual tdk dpt dialihkan utk pengisian deposit tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai
Manual, Teknologi Percetakan, Sistem Komputerisasi.
Peraturan yg mengatur ttg Mesin Teraan Meterai Manual ada di KEP-122b/PJ/2000 dan
SE-07/PJ.05/2001.
E‐
Perum Peruri
Perusahaan percetakan sekuriti yg mendapat izin Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu
(Botasupal) dan ditunjuk BI utk mencetak warkat baku otomasi kliring, yaitu PT Wahyu Abadi,
PT Graficindo Megah Utama, PT Swadarhama Eragrafindo Sarana, PT Jasuindo Tiga Perkasa,
PT Sandipala Arthaputra, PT Aria Multi Graphia, PT Cicero Indonesia, PT Royal Standard, dan
PT Stacopa Raya
5) Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari sejak surat permohonan diterima lengkap.
6) WP yg mendapatkan izin pelunasan Bea Meterai dgn cara Teknologi Percetakan menyampaikan
laporan bulanan kpd Dirjen Pajak paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Jika laporan bulanan
disampaikan melewati batas waktu yg tlh ditentukan dikenakan sanksi pencabutan izin. (Pasal 7
KEP-122 c/PJ/2000)
7) WP yg melakukan pelunasan Bea Meterai dgn teknologi percetakan tanpa izin tertulis dari Dirjen
Pajak dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 7 thn. (Pasal 14 UU Bea Meterai).
b. Pengalihan Bea Meterai atas Cek & Bilyet Giro
Bea Meterai yg tertera pd cek, bilyet giro dan efek yg blm dipergunakan dpt dialihkan utk pengisian
deposit mesin teraan meterai, pembubuhan Bea Meterai dgn tekonologi percetakan atau dgn sistem
komputerisasi. Jika ingin melakukan pengalihan hrs mengajukan permohonan scr tertulis kpd Dirjen
Pajak dgn ketentuan:
Mencantumkan alasan, jml Bea Meterai yang dialihkan dan tujuan penglihan Bea Meterai
Menyerahkan fisik cek & bilyet giro (asli) utk pengujian nomor seri cek & bilyet giro yg
tercantum dlm surat permohonan.
Menyerahkan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas.
Mekanisme penyelesaian oleh KPP:
Meneliti surat permohonan yg diajukan utk memastikan alasan dan jml Bea Meterai yg
dialihkan serta tujuan pengalihannya.
Melakukan penelitian fisik atas cek & bilyet giro yg Bea Meterainya akan dialihkan dan hasil
penelitian tsb dicantumkan dlm BA.
Memusnahkan cek & bilyet giro yg Bea Meterainya dialihkan dgn cara dirajang atau dibakar yg
pelaksanaannya dpt dilakukan dgn bantuan perusahaan percetakan dan kegiatan tsb dibuatkan
BA.
Menerbitkan surat izin pengalihan Bea Meterai atas cek & bilyet giro dan dilampiri BA
penelitian dan pemusnahan cek & bilyet giro.
Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari stl penelitian dan pemusnahan cek & bilyet giro
dilaksanakan.
E‐
Meterai di muka minimal seb kekurangan yg hrs dipenuhi utk mencukupi kebutuhan 1 bulan.
E‐
BAGIAN F
KAPITA
SELEKTA
KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA
Dasar Hukum:
Pasal 3 angka 3c UU KUP
Pasal 8 UU Keuangan Negara
Pasal 34 PP 58 Thn 2005
PP 74 Thn 2011
Pasal 60 Keppres 42 Thn 2002
Perpres 53 Thn 2010
Permendagri 13 Thn 2006
KMK-563/KMK.03/2003 ttg Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan KPKN utk Memungut, Menyetor,
dan Melaporkan PPN dan PPnBM Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya
PMK-154/PMK.03/2010 jo PMK-224_PMK.011_2012 jo PMK-146_PMK.011_2013 jo 175/PMK.
011/2013 ttg Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dgn Pembayaran atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain
PMK-64/PMK.05/2013 ttg Mekanisme Pengawasan thd Pemotongan/pemungutan dan Penyetoran Pajak yg
Dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD /Kuasa BUD → Utk Bendahara Daerah
PER-08/PJ/2014
Definisi:
Bendaharawan Pemerintah: Bendaharawan atau Pejabat yg melakukan pembayaran yg dananya berasal dari
APBN atau APBD, yg terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau
Kota.
PKP Rekanan Pemerintah adalah PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kpd Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN.
(Pasal 1 KMK-563/KMK.03/2003)
PPh Pasal 21& PPN wajib dilaporkan setiap bulan/masa pajak meskipun pd bulan/masa pajak
tsb tdk terdapat pemotongan atau pemungutan.
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Pasal 4 ayat 2 hanya wajib dilaporkan apabila pd bulan/masa
pajak tsb terdapat pemotongan atau pemungutan.
F‐
2. Sanksi Administrasi
Jenis Sanksi Keterangan
Denda Keterlambatan PPN Rp 500 ribu Per SPT
Penyampaian SPT Masa PPh Rp 100 ribu Per SPT
Bunga Keterlambatan PPh & 2% Per bulan dari jml pajak
Pembayaran Pajak PPN terutang
(Masa & Tahunan)
3. Pengenaan tarif lbh tinggi apabila penerima penghasilan tdk memiliki NPWP:
a. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 yg bersifat tdk final, tarif yg
dikenakan 20% lbh tinggi.
b. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemungutan PPh Pasal 22, tarif yg dikenakan 100%
lbh tinggi.
c. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23, tarif yg dikenakan 100%
lbh tinggi.
5. Batasan transaksi pengadaan barang & jasa yg hrs dipungut dan disetor sendiri PPN dan
PPnBM-nya
Bendahara tdk perlu memungut PPN & PPnBM thd:
a. Pembayaran utk penyerahan barang atau jasa yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta & tdk mrp
pembayaran yg terpecah-pecah.
b. Pembayaran utk pembebasan tanah.
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yg mnr perpu yg berlaku, mendapat fasilitas PPN tdk
dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
d. Pembayaran atas penyerahan BBM & bukan BBM oleh Pertamina.
e. Pembayaran atas rekening telepon.
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
g. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang atau jasa yg mnr ketentuan perpu yg berlaku tdk dikenakan
PPN.
8. Bendahara sbg Pemotong atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti
pemungutan kpd OP atau badan yg dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan pemotongan atau
pemungutan.
9. Bendahara sbg Pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan PNS di satuan kerjanya, memberikan tanda bukti
pemotongan paling lama 1 bln stl thn kalender berakhir.
F‐
10. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dgn hari libur termasuk hari Sabtu
atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dpt dilakukan pd hari kerja berikutnya.
11. Pembayaran & penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank yg ditunjuk oleh MenKeu dgn
menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yg disamakan dgn SSP. Utk Kode Akun Pajak (KAP) dan
Kode Jenis Setoran (KJS) yg hrs diisi dlm SSP tsb dpt dilihat pd Bagian B-07 Kode Terkait Perpajakan
atau di Lamp II PER-38/PJ/2009 stdtd PER-24/PJ/2013.
12. Dlm hal pencairan anggaran dgn mekanisme Lsg (LS) bukan mekanisme Uang Persediaan (UP) maka
pemindahbukuan pajak yg dilakukan oleh KPPN mrp pembayaran & penyetoran pajak yg terutang, namun
SSP tetap dipersiapkan oleh bendahara yg bersangkutan.
13. SSP atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila tlh divalidasi dgn Nomor Transaksi Penerimaan Pajak
(NTPN).
F‐
REIMBURSABLE ITEMS
Transaksi reimbursable items (pembayaran penggantian biaya) mrp pengeluaran-pengeluaran yg sdh ditalangi oleh
pihak lain kemudian dimintakan penggantian ke perusahaan. Transaksi ini umumnya dilakukan utk transaksi yg
melibatkan minimal 3 pihak sekaligus. Misalnya reimbursement biaya pengobatan, reimbursement biaya
transportaasi dsb. Semestinya transaksi reimbursement hanyalah mrp transaksi hutang piutang antara pihak-pihak
yg terkait. Oleh krn itu transaksi reimbursement hrs didukung dgn klausul perpajakan yg jelas dlm kontrak serta
metode pencatatan yg benar.
Scr fiskal transaksi reimbursement dituntut senantiasa konsisten antara substansi, ketentuan formal dlm kontrak,
pencatatan/pembukuannya dan dokumentasinya. Oleh krn itu transaksi reimbursement hrs memenuhi bbrp syarat
berikut:
Tdk boleh ada mark up / mark down
Bukti asli hrs diserahkan kpd penanggung beban pengeluaran.
Bukti dibuat a.n. penanggung beban / a.n. pihak yg membayarkan terlebih dahulu qq penanggung beban
Ketentuan reimbursement diatur di dlm kontrak perjanjian
Persyaratan di atas memang tdk diatur scr tegas dlm ketentuan perpajakan yg ada, namun syarat tsb mrp konsekuensi
logis dari reimbursement yg notabene hanya mrp pengeluaran terlebih dahulu.
Sumber:
Modul Tax Planning, Indonesia Tax Review-FORMASI, SEMAR Publishing
SE terkait:
SE-53/PJ/2009 ttg Jml Bruto Sebagaimana Dimaksud dlm Pasal 23 ayat (1) huruf C angka 2 UU PPh
SE-33/PJ/2013 ttg Perlakuan PPN atas Penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding)
yg di dlm Tagihannya terdapat Biaya Transportasi (Freight Charges)
F‐
TRANSAKSI SWAP & FORWARD
1. Transaksi Swap
Swap adalah transaksi pertukaran 2 valas melalui pembelian tunai dgn penjualan kembali scr berjangka,
atau penjualan tunai dgn pembelian kembali scr berjangka. Tujuannya adalah utk mendapatkan kepastian
kurs (kurs bersifat tetap selama kontrak), shg dpt menghindari keugian selisih kurs.
Menurut ketentuan fiskal, Swap menghasilkan keuntungan/kerugian bagi WP pd saat terjadinya realisasi
pembayaran (jatuh tempo).
Contoh :
Pd tanggal 1 Feb 1999, PT Zaki menerima pinjaman dari LN seb USD 10,000, dg jangka waktu 1 thn, bunga 9 %
per thn. Spot rate USD 1 adalah Rp 8.000.
Selanjutnya, PT Zaki membuka kontrak SWAP dgn bank devisa jangka waktu 12 bulan dgn premi 10% atau
seb = (Rp 8.000 x 360 x 10)/(360 x 100) = Rp 800.
Apabila pd tanggal 1 Feb 2000 terjadi realisasi, maka kerugian selisih kurs yg terjadi adalah:
Penjualan devisa tanggal 1 Feb 1999 = 10,000 x Rp 8.000 = Rp 80 juta
Pembelian devisa tanggal 1 Feb 2000 = 10,000 x Rp 8.800 = Rp 88 juta Kerugian
selisih kurs = Rp 8 juta
F‐
JENIS USAHA TERTENTU
Dasar Hukum:
⚫ KMK-1169/KMK.01/1991 (berlaku sejak 19 Jan 1991) ttg Kegiatan SGU (Leasing), sepanjang
menyangkut materi pengaturan yg tdk bertentangan dgn PMK-84/PMK.012/2006 ttg Perusahaan
Pembiayaan
SE dan surat terkait:
SE-129/PJ/2010 (berlaku sejak 29 Nov 2010) ttg Perlakuan PPN atas transaksi leasing dgn hak opsi dan
sale and leaseback
SE-121/PJ/2010 ttg Penegasan Perlakuan PPN atas Kegiatan Usaha Perbankan
S-813/PJ.53/2005 ttg Perlakuan PPN atas Transaksi Sale and Lease Back
SGU mrp salah satu kegiatan yg dpt dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan. Kegiatan usaha lain yg dpt
dilakukan Perusahaan Pembiayaan: Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit, dan Pembiayaan Konsumen.
Ketentuan leasing mengharuskan Lessee utk membayar suatu pembayaran berkala selama periode
waktu tertentu, shg leasing disamakan dgn hutang jangka panjang, namun jika kontrak leasing
dibuat sedemikian rupa, leasing dpt menjadi pembiayaan off balance sheet.
Manfaat Leasing:
1. Bagi Lessee
Tanpa uang muka: 100% nilai barang modal didanai melalui leasing.
Menghindari resiko kepemilikan: diantaranya kecelakaan, keusangan, perubahan kondisi ekonomi &
kemerosotan fisik.
Fleksibilitas: dgn leasing usaha penggantian aset karena perubahan dari kondisi usaha lbh mudah,
terutama bagi usaha yg membutuhkan inovasi & perkembangan teknologi.
2. Bagi Lessor
Meningkatkan penjualan: Produsen/pedagang mungkin scr signifikan dpt meningkatkan volume
penjualan, khususnya bagi pelanggan yg tdk ingin atau tdk mampu membeli barang modal.
Hubungan bisnis yg berkelanjutan: Selama periode leasing dpt terbina hubungan yg dpt berlanjut
antara Lessor & Lessee, tdk seperti penjual-pembeli biasa.
Nilai sisa tersimpan: Lessor dpt memiliki keuntungan apabila pd akhir masa sewa, terdapat nilai sisa
yg signifikan, shg barang modal tsb dpt disewakan kpd Lessee lain atau menjualnya.
Operating Lease
Suatu perjanjian sewa antara Lessor dgn Lessee atas suatu aset tetap, maka hak kepemilikan tdk
berpindah dari Lessor ke Lessee. Leasing yg dicatat sbg perjanjian sewa, tanpa transfer kepemilikan
efektif yg berkaitan dgn leasing tsb shg Lessor pd saat tanggal penandatanganan
F041
SGU tdk mengakui adanya penjualan, melainkan mengakui adanya pendapatan leasing setiap thn saat
pembayaran diterima. Lessee tdk mengakui aset yg di-leasing & tdk ada kewajiban leasing yg dilaporkan
tetapi hanya melaporkan beban leasing periodik yg jml-nya sama dgn pembayaran tahunan leasing. Mnr
PSAK No. 30 suatu sewa diklasifikasikan sbg Operating Lease jika sewa tsb tdk mengalihkan scr
substansial slr risiko & manfaat yg terkait dgn kepemilikan aset.
Finance Lease
Bentuk leasing yg dicatat seolah-olah perjanjian leasing mengalihkan kepemilikan aset dari Lessor kpd
Lessee shg Lessor mengakui adanya penjualan pd saat penandatanganan leasing & akan mengakui
pendapatan bunga saat pembayaran leasing tahunan diterima. Sedangkan bagi Lessee, saat tanggal
penandatangan SGU akan mengakui aset yg di-leasing & juga kewajiban utk pembayaran di masa depan
pd neraca. Mnr PSAK No. 30 suatu sewa diklasifikasikan sbg Finance Lease jika sewa tsb mengalihkan
scr substansial slr risiko & manfaat yg terkait dgn kepemilikan aset.
Sales Type Lease: Leasing yg melibatkan produsen/penyalur yg menggunakan leasing sbg salah
satu metode pemasaran produk.
Direct Finance Lease: Leasing yg melibatkan Lessor yg bergerak dlm kegiatan pembiayaan (bank,
lembaga keuangan) dimana pembiayaan leasing lsg disediakan oleh Lessor.
⚫ Sales & Lease Back
Sales and lease back atau (dan sewa-balik) atas transaksinya mnr PSAK No. 30 meliputi penjualan suatu
aset dan penyewaan kembali aset yg sama. Pembayaran sewa dan hrg jual biasanya saling terkait krn
keduanya dinegoisasikan sbg 1 paket. Sales and lease back dpt dikategorikan ke finance lease ataupun
operating lease shg perlakuan akuntansi utk transaksi ini bergantung pd jenis sewanya.
F042
Transaksi SGU dgn Hak Opsi:
1. Kriteria penggolongan kegiatan SGU sbg SGU dgn Hak Opsi (Pasal 3 KMK-
1169/KMK.01/1991)
⚫ Jml pembayaran SGU selama masa SGU pertama + nilai sisa barang modal, hrs dpt menutup hrg
perolehan barang modal + keuntungan Lessor;
⚫ Masa SGU ditetapkan sekurang-kurangnya 2 thn utk barang modal barang modal Golongan I, 3
thn utk BM Golongan II & III, dan 7 thn utk Golongan bangunan; dan
Pasal 11 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1983 sesuaikan dgn aturan kelompok
penyusutan terbaru
Golongan 1: harta yg dpt disusutkan & tdk termasuk Golongan Bangunan, yg mempunyai
masa manfaat tdk < 4 thn
Golongan 2: harta yg dpt disusutkan & tdk termasuk Golongan Bangunan, yg mempunyai
masa manfaat > 4 thn dan tdk > 8 thn
Golongan 3: harta yg dpt disusutkan & tdk termasuk Golongan Bangunan, yg mempunyai
masa manfaat > 8 thn
Golongan Bangunan: bangunan & harta tak gerak lainnya, termasuk tambahan,
perbaikan/perubahan yg dilakukan
⚫ Perjanjian SGU memuat ketentuan mengenai opsi bagi Lessee.
2. Perlakuan PPh Bagi Lessor pd SGU dgn Hak Opsi (Pasal 14 KMK-1169/KMK.01/1991)
Penghasilan Lessor yg dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran SGU dgn Hak Opsi yg
berupa imbalan jasa SGU.
Lessor tdk boleh menyusutkan atas barang modal yg di-SGU-kan dgn Hak Opsi.
Dlm hal masa SGU lbh pendek dari masa SGU yg seharusnya, DJP melakukan koreksi atas
pengakuan penghasilan pihak Lessor. (Ketentuan lebih lanjut di SE-10/PJ.42/1994 tdk berlaku
lagi sejak 29 Nov 2010 → dicabut oleh SE-129/PJ/2010)
Lessor dpt membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yg dpt dikurangkan dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir
piutang SGU dgn Hak Opsi. Piutang SGU (Lease Receivable) adalah jml slr pembayaran SGU
selama masa SGU.
Kerugian yg diderita krn piutang SGU yng nyata-nyata tdk dpt ditagih lagi dibebankan pd
cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yg tlh dibentuk pd awal thn pajak yg bersangkutan.
Dlm hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tsb tdk atau tdk sepenuhnya dibebani utk
menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sbg penghasilan, sedangkan apabila cadangan
tsb tdk mencukupi maka kekurangannya dpt dibebankan sbg biaya yg dikurangkan dari
penghasilan bruto.
3. Perlakuan PPh Bagi Lessee pd SGU dgn Hak Opsi (Pasal 16 KMK-1169/KMK.01/1991)
Selama masa SGU, Lessee tdk boleh melakukan penyusutan atas barang modal yg di- SGU,
sampai saat Lessee menggunakan hak opsi utk membeli.
Stl Lessee menggunakan hak opsi utk membeli barang modal tsb, Lessee melakukan penyusutan
dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yg bersangkutan.
Pembayaran SGU yg dibayar atau terutang oleh Lessee kecuali pembebanan atas tanah, mrp
biaya yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto Lessee sepanjang transaksi SGU tsb
memenuhi ketentuan utk digolongkan sbg SGU dgn Hak Opsi
Dlm hal masa SGU lbh pendek dari masa SGU yg seharusnya, DJP melakukan koreksi atas
pembebanan biaya SGU. (Ketentuan lbh lanjut di SE-10/PJ.42/1994 tdk berlaku lagi sejak 29 Nov
2010 → dicabut oleh SE-129/PJ/2010)
Lessee tdk memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran SGU yg dibayar atau terutang berdasarkan
perjanjian SGU dgn Hak Opsi.
4. Perlakuan PPN pd SGU dgn Hak Opsi
Atas penyerahan jasa dlm transaksi SGU dgn Hak Opsi dari Lessor kpd Lessee, dikecualikan
dari pengenaan PPN. (Pasal 15 KMK-1169/KMK.01/1991)
Dlm hal BKP berupa barang modal yg menjadi objek pembiayaan berasal dari
pemasok (supplier)
BKP tsb dianggap diserahkan scr lsg oleh PKP pemasok kpd Lessee;
Lessor tdk perlu dikukuhkan sbg PKP krn dianggap hanya menyerahkan jasa
F043
pembiayaan yg mrp jenis jasa yg tdk dikenai PPN;
PKP pemasok wajib menerbitkan FP kpd Lessee dgn menggunakan identitas Lessee
sbg pembeli BKPk/penerima JKP (tdk menggunakan metode qualitate qua (q.q.)).
DPP yg dicantumkan dlm FP adalah seb Hrg Jual dari PKP pemasok.
Penggunaan q.q pd bagian nama dan/atau NPWP pembeli BKP atau penerima JKP pd FP yg
tlh diterbitkan oleh PKP pemasok sbl diberlakukannya SE-129/PJ/2010 (sbl tanggal 29 Nov
2010) dpt dibenarkan dan tdk menjadikan FP tsb cacat.
Dlm hal BKP berupa barang modal yg menjadi objek pembiayaan berasal dari
persediaan yg tlh dimiliki oleh Lessor:
Lessor pd dasarnya melakukan 2 jenis penyerahan:
1. Penyerahan jasa pembiayaan yg tia dikenai PPN; dan
2. Penyerahan BKP, yg mrp objek PPN.
Lessor hrs dikukuhkan sbg PKP dan hrs menerbitkan FP atas penyerahan BKP tsb kpd
Lessee. Pengukuhan Lessor sbg PKP ini dilakukan dgn tetap memperhatikan batasan
Pengusaha Kecil mnr ketentuan UU PPN.
DPP yg dicantumkan dlm FP adalah Hrg Jual, tdk termasuk unsur bunga yg diminta atau
seharusnya diminta oleh Lessor krn jasa pembiayaan yg diserahkannya.
5. Pelaksanaan Hak Opsi:
Pd saat berakhirnya masa SGU dari transaksi SGU dgn Hak Opsi, Lessee dpt melaksanakan
opsi yg tlh disetujui bersama pd permulaan masa SGU.
Opsi utk membeli dilakukan dgn melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yg di- SGU.
Dlm hal Lessee memilih utk memperpanjang jangka waktu perjanjian SGU, maka nilai sisa
barang modal yg di-SGU-kan digunakan sbg dasar dlm menetapkan piutang SGU.
Dlm hal Lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang
modal.
F044
jaminan utang-piutang;
b. Penyerahan jasa SGU dgn Hak Opsi oleh Lessor kpd Lessee (leaseback) mrp jasa pembiayaan
yg tdk dikenai PPN.
2. Dlm hal penyewagunausahaan kembalinya mrp SGU tanpa Hak Opsi:
a. Penyerahan BKP dari Lessee kpd Lessor (sale) dikenai PPN sesuai dgn ketentuan peraturan
perpu perpajakan;
b. Penyerahan jasa SGU tanpa Hak Opsi oleh Lessor kpd Lessee (leaseback) dikenai PPN
sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa pd umumnya.
Perlakuan PPh antara SGU dgn Hak Opsi dan SGU tanpa Hak Opsi
No. Perihal SGU dgn Hak Opsi SGU tanpa Hak Opsi
1. Objek PPh Sebagian dari pembayaran SGU dgn Hak Slr pembayaran SGU tanpa
Opsi yg berupa imbalan jasa SGU. Imbalan Hak Opsi yg diterima atau
Jasa SGU adalah bagian dari pembayaran diperoleh Lessor
SGU yg diperhitungkan sbg
pendapatan SGU bagi Lessor
2. Penyusutan 1. Lessor tdk boleh menyusutkan Lessor membebankan
barang modal biaya penyusutan atas
2. Lessee tdk boleh melakukan barang modal
penyusutan atas barang modal yg di-
SGU, sampai saat Lessee
menggunakan Hak Opsi utk membeli
3. Stl Lessee menggunakan Hak Opsi utk
membeli barang modal tsb, Lessee
melakukan penyusutan dan dasar
penyusutannya adalah nilai sisa
(residual value) barang modal yg
bersangkutan
3. Pembayaran Mrp biaya yg dpt dikurangkan (kecuali Mrp biaya yg dpt
SGU pembebanan atas tanah) dikurangkan
4. PPh Pasal 23 Tak ada Ada (dipotong oleh Lessee)
F045
3. Sales & Lease Back
1. SGU dgn Hak 1. Penyerahan Barang Tdk dikenakan PPN
Opsi 2. Penyerahan Jasa Tdk dikenakan PPN
2. SGU tanpa Hak 1. Penyerahan Barang Dikenakan PPN
Opsi 2. Penyerahan Jasa Dikenakan PPN
Dasar Hukum:
KMK-248/KMK.04/1995 ttg Perlakuan PPh thd Pihak-pihak yg Melakukan Kerjasama dlm Bentuk
Perjanjian BOT
SE terkait:
SE-38/PJ.4/1995 ttg Perlakuan PPh atas Penghasilan Sehubungan dgn Perjanjian BOT
Definisi:
BOT: Bentuk perjanjian kerjasama yg dilakukan antara pemegang hak atas tanah dgn investor, yg menyatakan
bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kpd investor utk mendirikan bangunan selama masa
perjanjian BOT, dan mengalihkan kepemilikan bangunan tsb kpd pemegang hak atas tanah stl masa BOT
berakhir.
(Pasal 1 KMK-248/KMK.04/1995)
F046
Apabila pembangunan bangunan tsb meliputi masa
> 1 thn sbl dpt digunakan atau diusahakan, maka
biaya yg tlh dikeluarkan hrs
dikapitalisasi.
2. Jika masa perjanjian BOT menjadi lbh pendek dari Contoh 2:
masa yg ditentukan dlm perjanjian. Berdasarkan contoh 1, PT ABC pd akhir thn
Maka sisa biaya pembangunan gedung yg blm ke-12 menyerahkan bangunan kpd PT PG
diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh investor dgn diperpendeknya masa perjanjian BOT.
pd thn berakhirnya masa BOT yg lbh pendek tsb. Kpd PT ABC diberikan imbalan oleh PT PG
seb Rp 5 M pd akhir thn ke-12 (thn
berakhirnya masa perjanjian BOT). Maka:
PT ABC memperoleh tambahan
penghasilan seb Rp 5 M.
PT ABC juga hrs mengamortisasi sisa
biaya yg masih tersisa seb Rp 6 M (Rp 30
M - (12 x Rp 2 M) sekaligus pd akhir thn
ke-12.
F047
pengusahaan hotel.
3. Penggantian atau imbalan yg diterima atau Lihat Contoh 2
diperoleh dari pemegang hak atas tanah apabila
perjanjian BOT diperpendek dari masa
yg tlh ditentukan.
2. Apabila bangunan yg didirikan investor tdk Nilai bangunan yg diterima oleh pemegang
seluruhnya menjadi hak investor, tetapi sebagian hak atas tanah, mrp nilai perolehan
diserahkan kpd pemegang hak atas tanah dlm thn bangunan apabila bangunan tsb dialihkan
pajak yg bersangkutan. kpd pihak lain.
Maka, atas penyerahan tsb terutang PPh seb 5%
dari jml bruto nilai tertinggi antara nilai pasar dgn
NJOP bagian bangunan yg diserahkan, dan hrs
dilunasi selambat- lambatnya tanggal 15 bulan
berikutnya stl penyerahan.
Catatan:
Dikecualikan dari pengenaan PPh seb 5% atas
pengalihan bangunan tsb apabila pemegang hak atas
tanah adalah badan pemerintah.
F048
S-323/PJ.42/1989 ttg Masalah perpajakan bagi JO
S-251/PJ.313/1998 ttg Pemecahan Bukti Pemotongan PPh Final yg Diterbitkan utk suatu
Definisi:
JO: Bentuk KSO yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP a.n. KSO.
(Bagian E angka 2 huruf e angka 1) huruf b) SE-60/PJ/2013
Bentuk JO adalah mrp perkumpulan 2 badan atau lbh yg bergabung utk menyelesaikan suatu
proyek, penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tsb selesai.
Bentuk penggabungan JO bukanlah mrp subyek dari pengenaan PPh Badan, namun pengenaan
PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yg diperoleh pd @ badan yg bergabung
tsb sesuai dgn porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yg diterimanya.
Pemberian NPWP thd JO adalah semata-mata utk keperluan pemungutan dan pemotongan PPh Pasal
21, Pasal 23/26 dan PPN.
Dlm rangka menentukan dan memperhitungkan besarnya PPh yg terhutang utk Badan-badan tsb,
pembukuan yg terpisah dari @ Badan yg bergabung dlm JO dpt dilakukan. Ketentuan ini juga
mencakup dan berlaku bagi penghasilan yg diterima dari proyek bantuan LN.
(S-323/PJ.42/1989)
Mekanisme Perpajakan JO: (S-323/PJ.42/1989)
Krn JO tdk termasuk Subjek Pajak PPh, maka penghasilan yg diterima suatu JO sebenarnya adalah
penghasilan para anggota yg besarnya adalah seb bagian @ yg ditentukan sesuai perjanjian.
Jika atas penghasilan berupa bunga, sewa dan lain-lain yg diterima atau diperoleh JO dari WP Badan DN
dan Perseorangan yg ditunjuk (Pemberi Hasil), dipotong PPh Pasal 23, maka bukti potong PPh Pasal 23 tsb
hrs dipecah utk @ anggota JO agar dpt dikreditkan.
Besarnya PPh Pasal 23 utk @ anggota JO sesuai dgn perjanjian J.O.A (Joint Operation Agreement) yg
tlh disepakati bersama.
JO tdk memiliki kewajiban utk menyampaikan SPT Tahunan dan membayar PPh Pasal 25 & Pasal
29. Kewajiban yg ada hanya sbg pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26 dan PPN.
F049
c. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 disampaikan utk para anggota JO.
D. REKSA DANA
Dasar Hukum:
UU PPh
UU 8 Thn 1995 ttg Pasar Modal
PP 94 Thn
2010 SE terkait:
SE-18/PJ.42/1996 ttg PPh atas usaha Reksa Dana
Definisi:
Reksa Dana: Wadah yg dipergunakan utk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal utk selanjutnya
diinvestasikan dlm Portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
(Pasal 1 ayat (27) UU 8 Thn 1995)
Manajer Investasi: Pihak yg kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek utk para nasabah atau
mengelola portofolio investasi kolektif utk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun,
dan bank yg melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan perpu yg berlaku.
Portofolio Efek: Kumpulan Efek yg dimiliki oleh orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama,
asosiasi, atau kelompok yg terorganisasi.
Kustodian: Pihak yg memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yg berkaitan dgn Efek serta jasa lain,
termasuk menerima dividen, bunga, dan hak - hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili
pemegang rekening yg menjadi nasabahnya.
F04-
Reksa Dana yg tdk dpt dijual kembali kpd perusahaan Manajemen Investasi yg menerbitkannya.
Unit penyertaan Reksa Dana Tertutup hanya dpt dijual kembali kpd investor lain melalui
mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Hrg jualnya bisa di atas atau di bawah NAB-nya.
2. Reksa Dana berbentuk KIK
Reksa Dana yg dibentuk berdasarkan suatu KIK antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yg
mengikat pemegang unit penyertaan (Investor) dimana manajer investasi diberi wewenang utk
mengelola portofolio investasi kolektif utk diinvestasikan pd berbagai jenis efek yg diperdagangkan di
pasar modal dan di pasar uang.
Investor yg tertarik berinvestasi pd Reksa Dana tsb dpt membeli unit penyertaan yg dikeluarkan Reksa
Dana tsb. Pemegang penyertaannya disebut pemegang unit penyertaan KIK.
Terdapat 2 bentuk:
Reksa Dana KIK yg melakukan Penawaran Umum
Reksa Dana KIK Penyertaan Terbatas (RDPT)
5. Commercial Paper
dan Surat Utang
Lainnya
Bagian Laba yg diterima pemegang saham yg berbentuk:
1. PT, Koperasi, Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 dan
BUMN/ Dpt menjadi bukan objek pajak sepanjang Pasal 4 ayat (3)
BUMD memenuhi syarat yg tercantum di Pasal 4 huruf f UU PPh
ayat (3) huruf f UU
PPh
2. Badan lain selain tsb Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 UU PPh
pd angka 1,
misalnya Fa, CV,&
Kongsi
3. Orang pribadi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) =10% Pasal 4 ayat (2)
UU PPh
Keuntungan yg diterima Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif PP 14 Thn 1997
pemegang saham dari 0,1% dari jml bruto nilai transaksi (Pasal 1 ayat (4)
penjualan saham penjualan saham KMK-
Tdk dikenakan tambahan PPh atas saham 282/KMK.04/1997)
pendiri (0,5%) krn saham yg diperoleh
pendiri perusahaan Reksa Dana tdk
termasuk ke dlm pengertian
saham pendiri
F04-
2. Reksa Dana Terbuka
No. Uraian Perlakuan PPh Dasar Hukum
Penghasilan Reksa Dana yg Berasal dari:
1. Dividen Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 dan
Dpt menjadi bukan objek pajak sepanjang Pasal 4 ayat (3)
memenuhi syarat yg tercantum di Pasal 4 huruf f UU PPh
ayat (3) huruf f UU
PPh
2. Bunga Obligasi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif: PP 16 Thn 2009
2009-2010 = 0%
2011-2013 = 5%
2014 dan seterusnya = 15%
3. Bunga Deposito/ Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 20% PP 131 Thn 2000
Tabungan
4. Capital Gain Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 0,1% PP 14 Thn 1997
Saham di Bursa dari jml bruto nilai transaksi penjualan
saham
5. Commercial Paper
dan Surat Utang
Lainnya
Bagian Laba yg diterima pemegang saham yg berbentuk:
1. PT, Koperasi, Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 dan
BUMN/ Dpt menjadi bukan objek pajak sepanjang Pasal 4 ayat (3)
BUMD memenuhi syarat yg tercantum di Pasal 4 huruf f UU PPh
ayat (3) huruf f UU
PPh
2. Badan lain selain tsb Objek PPh Pasal 23 =15% Pasal 23 UU PPh
pd angka 1,
misalnya Fa, CV,&
Kongsi
3. Orang pribadi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) =10% Pasal 4 ayat (2)
UU PPh
Keuntungan yg diterima PPh tarif umum krn tdk dijual di bursa Pasal 4 ayat (1)
pemegang saham dari UU PPh
pelunasan kembali
(redemption) saham
3. KIK
Bukan Obyek Pajak yaitu atas bagian laba yg diterima atau diperoleh oleh pemegang unit
penyertaan KIK termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya.
Ketentuan thd bagian laba termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya ini berlaku
juga bagi pemegang unit penyertaan yg mrp Subjek Pajak LN.
(Pasal 5 PP 94 Thn 2010)
F04-
E-COMMERCE
SE terkait:
⚫ SE-62/PJ/2013 ttg Penegasan ketentuan perpajakan atas transaksi e-commerce
Definisi:
E-commerce: Perdagangan barang dan/atau jasa yg dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen melalui sistem
elektronik. (SE-62/PJ/2013)
“Commercial transactions occurring over open networks, such as the Internet. Both business-to-business
and business-to-consumer transactions are included” (OECD, 2003).
Jumlah
Banyak Banyak Banyak 1
Penjual
Online /
Pembayaran Online Offline Online / Offline
Offline
livingsocial,
tokopedia, blibli.com,
tokobagus, kaskus, Groupon
rakuten, Bhinneka.com,
Contoh berniaga.com, Disdus,
bukalapak, Gramedia.com,
www.rumah123.com DEALGOING,
duniavirtual.com Lazada
LaKupon
A. ONLINE MARKETPLACE
OM: Kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa Toko Internet di Mal Internet sbg tempat
OM Merchant menjual barang dan/atau jasa.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara OM;
OM Merchant; dan
Pembeli.
Bbrp definisi dlm OM:
Mal Internet: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg terdiri dari bbrp Toko Internet yg
dikelola oleh Penyelenggara OM.
Toko Internet: Bagian dari Mal Internet yg ditawarkan oleh Penyelenggara OM kpd OM
F‐
Merchant sbg tempat kegiatan usaha.
Penyelenggara OM: Pihak yg menjalankan kegiatan usaha Mal Internet.
OM Merchant: Pihak yg membuka dan mengoperasikan Toko Internet utk melakukan penjualan
barang dan/atau jasa di Toko Internet melalui Mal Internet.
Proses Bisnis:
a. Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu:
OM Merchant melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas perjanjian yg ditetapkan
oleh Penyelenggara OM.
Penyelenggara OM melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan menerbitkan
invoice atas Monthly Fixed Fee.
OM Merchant melakukan pembayaran atas Monthly Fixed Fee melalui rekening Penyelenggara
OM.
Penyelenggara OM menyediakan tempat dan/atau waktu kpd OM Merchant utk memajang
content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa dan
melakukan penjualan di Toko Internet melalui Mal Internet.
b. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa
OM Merchant menawarkan barang dan/atau jasa yg akan dijual dgn mengunggah data dan/atau
informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual di Toko Internet melalui Mal Internet.
Penyelenggara OM melakukan verifikasi dan menampilkan data dan/atau informasi terkait barang
dan/atau jasa yg akan dijual di Toko Internet melalui Mal Internet.
Pembeli melakukan pemesanan di Toko Internet melalui Mal Internet. Utk memesan barang
dan/atau jasa di Mal Internet, bbrp Penyelenggara OM mensyaratkan Pembeli utk mendaftarkan
diri.
Penyelenggara OM mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh Pembeli di
Toko Internet melalui Mal Internet (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode
pembayaran, mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
Pembeli melakukan pembayaran melalui Escrow Account yg tlh ditetapkan oleh Penyelenggara
OM.
Penyelenggara OM di Toko Internet melalui Mal Internet menyampaikan notifikasi kpd OM
Merchant utk melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli.
OM Merchant melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli, baik dgn menggunakan
fasilitas pengiriman sendiri atau melalui penyedia jasa pengiriman. Selanjutnya, OM Merchant
juga mengirimkan notifikasi kpd Penyelenggara OM utk memberitahu bahwa OM Merchant tlh
melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli.
c. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan kpd OM Merchant oleh Penyelenggara OM
Penyelenggara OM menyetor hasil penjualan kpd OM Merchant melalui rekening yg tlh
ditetapkan oleh OM Merchant.
Jml yg disetor oleh Penyelenggara OM kpd Online Marketplace Merchant adalah seb nilai
transaksi dikurangi dgn per Sale Fee, Point Fee, serta tagihan lainnya.
Periode penyetoran hasil penjualan oleh Penyelenggara OM kpd OM Merchant adalah sesuai
dgn isi Perjanjian.
F‐
Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi OM:
No Proses Bisnis Objek PPh Subjek Pajak Tarif Pemotongan PPh
1. Jasa Penghasilan dari OP atau badan yg Utk Penyelenggara OM sbg Apabila OM Merchant sbg
Penyediaan jasa penyediaan memperoleh penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
Tempat dan/ tempat dan/ atau penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
atau Waktu waktu dlm media jasa penyediaan pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
lain utk tempat dan/atau PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
penyampaian waktu dlm media atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
informasi lain utk penyampai- Pajak Pasal 23/21/26
an informasi
2. Penjualan Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak OM Merchant Apabila Pembeli barang atau
Barang dan/ penjualan barang memperoleh sbagai penjual barang atau pengguna jasa adalah WP OP
atau Jasa dan/ atau penye- penghasilan dari penyedia jasa dlm OM yg atau Badan yg ditunjuk sbg
diaan jasa mrp penjualan barang penghasilannya tdk dikenai pemotong/ pemungut PPh,
objek PPh dan/atau pajak yg bersifat final*, tarif maka Pembeli barang atau
penyediaan jasa PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan/
Pajak pemungutan PPh
3. Penyetoran Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila OM Merchant sbg
Hasil Penju- jasa perantara memperoleh OM sbg penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
alan kpd OM pembayaran mrp penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
Merchant oleh objek PPh yg jasa perantara pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
Penyelenggara wajib dilakukan pembayaran PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
OM (Jasa pemotongan PPh atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
Perantara Pasal 23/21/26 Pajak Pasal 23/21/26 sesuai dgn
Pembayaran) ketentuan yg berlaku
*)
WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final
F‐
Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi OM:
No Proses Bisnis Objek PPN Saat PPN Terutang DPP
Jasa Penyerahan jasa penyediaan Saat penyerahan, saat Penggantian, termasuk semua biaya yg
Penyediaan waktu dan/atau tempat dlm pembayaran, atau saat diminta atau seharusnya diminta oleh
Tempat dan/ media lain pemanfaatan Penyelenggara OM krn penyerahan JKP tsb.
atau Waktu Contoh:
Penggantian, Monthly Fixed Fee, Rent
Fee, Registration Fee, Fixed Fee, dan
Subscription Fee.
Penjualan Penyerahan BKP dan/atau Saat pembayaran Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai Ekspor,
Barang JKP termasuk semua biaya yg diminta atau
dan/atau Jasa seharusnya diminta oleh OM Merchant krn
penyerahan BKP dan/atau JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.
Penyetoran Penyerahan jasa perantara Saat penyerahan, saat Penggantian, termasuk semua biaya yg
Hasil Penju- pembayaran pembayaran, atau saat diminta atau seharusnya diminta oleh
alan kpd OM pemanfaatan Penyelenggara OM karena penyerahan JKP
Merchant oleh tsb.
Penyelenggara Contoh:
OM (Jasa Penggantian, biaya settlement, dan fee
Perantara penggunaan kartu kredit/kartu
Pembayaran) debit/internet banking.
F‐
B. CLASSIFIED ADS
CA: Kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video
penjelasan, informasi, dan Iain-lain) barang dan/atau jasa bagi Pengiklan utk memasang iklan yg ditujukan
kpd Pengguna Iklan melalui situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara CA;
Pengiklan; dan
Pengguna Iklan.
Bbrp definisi dlm CA:
Penyelenggara CA: Pihak yg menyediakan tempat bagi Pengiklan utk memasang iklan yg
ditujukan kpd Pengguna Iklan melalui situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
Pengiklan: Pihak yg memasang iklan dgn mengunakan situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
Pengguna Iklan: Pihak yg menggunakan iklan dipasang di situs yg disediakan oleh
Penyelenggara CA.
Proses Bisnis:
Pengiklan melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas perjanjian yg ditetapkan oleh
Penyelenggara CA.
Penyelenggara CA melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan menerbitkan
invoice atas Transaction Fee. Proses verifikasi dan penerbitan invoice mrp proses opsional krn dlm
bbrp contoh, Penyelenggara CA tdk melakukan verifikasi dan menerbitkan invoice atas Transaction
Fee.
Dlm hal Penyelenggara CA memungut Transaction Fee, Pengiklan melakukan pembayaran atas
Transaction Fee melalui rekening yg tlh ditetapkan oleh Penyelenggara CA.
Penyelenggara CA memberikan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu kpd Pengiklan utk memasang
iklan di situs CA.
Pengiklan mengunggah data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan diiklankan melalui
situs CA.
Penyelenggara CA menampilkan data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan
diiklankan melalui situs CA. Bbrp Penyelenggara CA akan menyeleksi terlebih dahulu iklan yg layak
ditampilkan berdasarkan peraturan yg berlaku.
F‐05‐5
Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi CA:
No Proses Bisnis Objek PPh Subjek Pajak Tarif Pemotongan PPh
1. Jasa Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila Pengiklan sbg
Penyediaan jasa penyediaan memperoleh CA sbg penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
Tempat dan/ tempat dan/atau penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
atau Waktu waktu dlm media jasa penyediaan pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
lain utk tempat dan/atau PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
penyampaian waktu dlm media atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
informasi mrp lain utk Pajak Pasal 23/21/26
objek PPh yg penyampaian
wajib dilakukan informasi
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26
*)
WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final
F‐05‐6
C. DAILY DEALS
DD: Kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa situs DD sbg tempat DD Merchant
menjual barang dan/atau jasa kpd Pembeli dgn menggunakan Voucher sbg sarana pembayaran.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara DD;
Merchant DD; dan
Pembeli.
Bbrp definisi dlm DD:
Situs DD: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg dikelola oleh Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD: Pihak yg menjalankan kegiatan usaha berupa situs DD sbg tempat DD
Merchant menjual barang dan/atau jasa.
Merchant DD: Pihak yg menjual barang dan/atau jasa dgn menggunakan fasilitas Voucher
melalui situs DD.
Voucher: Alat tukar utk produk dan layanan tertentu dari DD Merchant yg diterbitkan oleh DD
Merchant atau Penyelenggara DD dan hanya bisa didapatkan oleh Pembeli melalui situs DD.
Pembeli: Pihak yg melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari DD Merchant melalui situs
DD dgn menggunakan fasilitas Voucher.
Proses Bisnis:
a. Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu
DD Merchant melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas Perjanjian yg ditetapkan
oleh Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan menerbitkan
invoice atas Monthly Fixed Fee.
DD Merchant melakukan pembayaran atas Monthly Fixed Fee melalui rekening Penyelenggara
DD.
Penyelenggara DD memberikan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu kpd DD Merchant utk
memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa
dan melakukan penjualan di situs DD.
b. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa
DD Merchant menawarkan barang dan/atau jasa yg akan dijual dgn mengunggah data dan atau
informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual melalui situs DD.
Pembeli melakukan pemesanan melalui situs DD. Sbl melakukan pemesanan, Pembeli
mendaftarkan diri utk mendapatkan akun agar dpt bertransaksi di situs DD.
Penyelenggara DD mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh Pembeli
melalui situs DD (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode pembayaran,
mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
Pembeli melakukan pembayaran melalui rekening yg ditetapkan oleh Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD mengeluarkan notifikasi kpd DD Merchant bahwa barang dan/atau jasanya tlh
dibeli oleh Pembeli.
Penyelenggara DD atau DD Merchant menyampaikan Voucher kpd Pembeli. Voucher
diterbitkan oleh DD Merchant atau Penyelenggara DD dan hanya bisa didapatkan oleh Pembeli
melalui situs DD. Voucher tsb digunakan oleh Pembeli utk ditukarkan dgn barang dan/atau jasa
yg dibeli.
Pembeli menukarkan Voucher dgn barang dan/atau jasa yg dibeli dari DD Merchant. Penyerahan
barang dan/atau jasa dpt dilakukan dgn cara menukar lsg di tempat DD Merchant, dikirimkan
oleh DD Merchant, atau dgn cara lainnya.
c. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan kpd DD Merchant oleh Penyelenggara DD
Penyelenggara DD menyetor hasil penjualan kpd DD Merchant melalui rekening yg tlh
ditetapkan oleh DD Merchant.
Jml yg disetor oleh Penyelenggara DD kpd DD Merchant adalah seb nilai transaksi
dikurangi dgn per Sale Fee.
Periode penyetoran hasil penjualan oleh Penyelenggara DD kpd DD Merchant adalah sesuai
dgn isi perjanjian.
F‐05‐7
Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi DD:
No Proses Bisnis Objek PPh Subjek Pajak Tarif Pemotongan PPh
1. Jasa Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila Merchant DD sbg
Penyediaan jasa penyediaan memperoleh DD sbg penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
Tempat dan/ tempat dan/atau penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
atau Waktu waktu dlm media jasa penyediaan pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
lain utk penyam- tempat dan/atau PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
paian informasi waktu dlm media atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
mrp objek PPh yg lain utk Pajak Pasal 23/21/26
wajib dilakukan penyampaian
pemotongan PPh informasi
Pasal 23/21/26
2. Penjualan Penghasilan dari OP atau badan yg Utk Merchant DD sbg Apabila Pembeli barang atau
Barang penjualan barang memperoleh penjual barang atau pengguna jasa adalah WP OP
dan/atau Jasa dan/atau penghasilan dari penyedia jasa yg atau Badan yg ditunjuk sbg
penyediaan jasa penjualan barang penghasilannya tdk dikenai pemotong/pemungut PPh,
mrp objek PPh dan/atau pajak yg bersifat final*, tarif maka Pembeli barang atau
penyediaan jasa PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan/
Pajak pemungutan PPh
3. Penyetoran Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila DD Merchant sbg
Hasil jasa perantara memperoleh DD sbg penyedia jasa yg pengguna jasa adalah WP OP
Penjualan kpd pembayaran mrp penghasilan dari penghasilannya tdk dikenai atau Badan yg ditunjuk sbg
DD Merchant objek PPh yg jasa perantara pajak yg bersifat final*, tarif pemotong PPh, maka
oleh wajib dilakukan pembayaran PPh Pasal 17 diterapkan pengguna jasa tsb wajib
Penyelenggara pemotongan PPh atas Penghasilan Kena melakukan pemotongan PPh
DD (Jasa Pasal 23/21/26 Pajak Pasal 23/21/26
Perantara
Pembayaran)
*)
WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final
F‐
Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi DD:
No Proses Bisnis Objek PPN Saat PPN Terutang DPP
1. Jasa Penyerahan jasa penyediaan Saat penyerahan, saat Penggantian, termasuk semua biaya yg
Penyediaan waktu dan/atau tempat dlm pembayaran, atau saat diminta atau seharusnya diminta oleh
Tempat dan/ media lain pemanfaatan Penyelenggara DD krn penyerahan JKP tsb
atau Waktu
2. Penjualan Penyerahan BKP dan/atau Saat pembayaran Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai Ekspor,
Barang dan/ JKP termasuk semua biaya yg diminta atau
atau Jasa seharusnya diminta oleh DD Merchant krn
penyerahan BKP dan/atau JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.
3. Penyetoran Penyerahan jasa perantara Saat penyerahan, saat Penggantian, termasuk semua biaya yg
Hasil pembayaran pembayaran, atau saat diminta atau seharusnya diminta oleh
Penjualan kpd pemanfaatan. Penyelenggara DD krn penyerahan JKP tsb.
DD Merchant Contoh:
oleh Penggantian, biaya settlement, dan fee
Penyelenggara penggunaan kartu kredit/kartu
DD (Jasa debit/internet banking.
Perantara
Pembayaran)
F‐
D. ONLINE RETAIL
OR: Kegiatan menjual barang dan/atau jasa yg dilakukan oleh Penyelenggara OR kpd Pembeli di situs OR.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara OR sekaligus sbg OR Merchant; dan
Pembeli.
Bbrp definisi dlm OR:
Situs OR: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg dikelola oleh Penyelenggara OR.
Penyelenggara OR: Pihak yg memiliki situs OR dan sekaligus sbg pihak yg melakukan
penjualan barang dan/atau jasa.
Pembeli: Pihak yg melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari Penyelenggara OR melalui situs
OR.
Proses Bisnis:
Penyelenggara OR menampilkan data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual
melalui situs OR.
Pembeli melakukan pemesanan melalui situs OR. Sbl melakukan pemesanan, bbrp Penyelenggara OR
mensyaratkan Pembeli utk mendaftarkan diri.
Penyelenggara OR mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh Pembeli melalui
situs OR (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode pembayaran, mekanisme
pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
Pembeli melakukan pembayaran melalui transfer ke rekening bank yg tlh ditetapkan oleh
Penyelenggara OR, kartu kredit, atau menggunakan uang tunai (Cash On Delivery).
Penyelenggara OR melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli, baik dgn menggunakan
fasilitas pengiriman sendiri atau melalui penyedia jasa pengiriman.
F‐05‐10
Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi OR:
No Proses Bisnis Objek PPh Subjek Pajak Tarif Pemotongan PPh
1. Penjualan Penghasilan dari OP atau badan yg Utk pihak Penyelenggara Apabila Pembeli barang atau
Barang penjualan barang memperoleh OR (sekaligus Merchant) pengguna jasa adalah WP OP
dan/atau Jasa dan/atau penghasilan dari sbg penjual barang atau atau Badan yg ditunjuk sbg
penyediaan jasa penjualan barang penyedia jasa yg pemotong/pemungut PPh,
mrp objek PPh dan/atau penghasilannya tdk dikenai maka Pembeli barang atau
penyediaan jasa pajak yg bersifat final*, tarif pengguna jasa tsb wajib
PPh Pasal 17 diterapkan melakukan pemotongan/
atas Penghasilan Kena pemungutan PPh
Pajak
*)
WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final
1. Penjualan Penyerahan BKP dan/atau Saat penyerahan, atau saat Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai Ekspor,
Barang dan/ JKP pembayaran termasuk semua biaya yg diminta atau
atau Jasa seharusnya diminta oleh Penyelenggara OR
krn penyerahan BKP dan/atau JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.
F‐05‐11
BAGIAN G
LAINNYA
BANK ON-LINE PEMBAYARAN/PENYETORAN PAJAK
No. Kode & Nama Bank No. Kode & Nama Bank
1. 0002 - BRI 46. 0119 - BPD Riau
2. 0008 - Bank Mandiri 47. 0120 - BPD Sumsel
3. 0009 - BNI 46 48. 0121 - BPD Lampung
4. 0011 - Bank Danamon 49. 0122 - BPD Kalsel
5. 0013 - Bank Permata 50. 0123 - BPD Kalbar
6. 0014 - BCA 51. 0124 - BPD Kaltim
7. 0016 - BII 52. 0126 - BPD Sulsel
8. 0019 - Bank Panin 53. 0127 - BPD Sulut
9. 0022 - Bank Niaga 54. 0128 - BPD NTB
10. 0023 - Bank Buana Ind. 55. 0129 - BPD Bali
11. 0026 - Bank Lippo 56. 0130 - BPD NTT
12. 0028 - NISP 57. 0131 - BPD Maluku
13. 0031 - Citibank 58. 0132 - Bank Papua
14. 0032 - JP Morgan 59. 0133 - BPD Bengkulu
15. 0037 - Artha Graha 60. 0134 - BPD Sultengah
16. 0040 - Bank Bangkok 61. 0135 - BPD Sultra
17. 0041 - Bank HSBC 62. 0145 - Nusa Parahyangan
18. 0042 - Bank of Tokyo M 63. 0146 - Swadesi
19. 0045 - Bank Sumitomo 64. 0147 - Bank Muamalat
20. 0046 - Bank DBS 65. 0151 - Bank Mestika
21. 0047 - Bank Resona P. 66. 0152 - Bank Metro Ekspress
22. 0048 - Bank Mizuho Ind. 67. 0153 - Bank Sinar mas
23. 0050 - Standard Chartered 68. 0157 - Bank Maspion
24 0052 - ABN Amro Bank 69. 0159 - Bank Haga Kita
25. 0057 - Bank Paribas 70. 0161 - Bank Ganesha
26. 0058 - Bank UOB 71. 0164 - Bank Halim
27. 0060 - Rabobank 72. 0167 - Bank Kesawan
28. 0061 - ANZ Panin 73. 0200 - Bank Tabungan Negara
29. 0067 - Deutsche Bank 74. 0213 - BTPN
30. 0068 - Bank Woori 75. 0330 - BOA
31. 0076 - Bank Bumi Arta 76. 0426 - Bank Mega
32. 0087 - Bank Ekonomi 77. 0441 - Bank Bukopin
33. 0088 - Bank Antar Daerah 78. 0451 - Syariah Mandiri
34. 0089 - Hagabank 79. 0472 - Bank Jasa Jakarta
35. 0095 - Bank CIC 80. 0485 - Bank Bumi Putera
36. 0097 - Mayapada 81. 0590 - KEBD
37. 0110 - BPD Jabar 82. 0945 - Bank Finconesia
38. 0111 - Bank DKI 83. 0948 - OCBC
39. 0112 - BPD Jogja 84. 0949 - China Trust
40. 0113 - BPD Jateng 85. 0950 - Commonwealth
41. 0114 - BPD Jatim 86. 9996 - PT. Pos Indonesia
42. 0115 - BPD Jambi
43. 0116 - BPD Aceh
44. 0117 - BPD Sumut
45. 0118 - Bank Nagari
G-
PENGELOMPOKAN AKUN PAJAK
Saldo
Nama Akun Pelaporan
Normal
Piutang PPh Pasal 21/22/23/24/25 (Kredit Pajak) Debit Aset Lancar
PPh LB (PPh Pasal 28) Debit Aset Lancar
PPN Masukan - Dpt Dikreditkan Debit Aset Lancar
PPN LB Debit Aset Lancar
BPHTB Debit Aset Tetap (menambah nilai aset)
Hutang PPh Pasal 21/22/23/26/4 ayat (2) (Hutang Kredit Kewajiban Lancar
Pajak)
PPh KB – PPh Pasal 29 Kredit Kewajiban Lancar
PPN Keluaran Kredit Kewajiban Lancar
PPN Keluaran kpd Pemungut Debit Kewajiban Lancar (kontra akun
PPN Keluaran)
PPN KB Kredit Kewajiban Lancar
Beban PPh Final Debit Beban Operasional
Beban PBB Debit Beban Operasional
Bea Materai Debit Beban Operasional
Sanksi Perpajakan Debit Beban Operasional (Nondeductible
Expenses)
Pajak Daerah Debit Beban Operasional (bagi pihak yg
dipungut)
Imbalan Bunga Kredit Pendapatan Lain-lain
Aset Pajak Tangguhan Debit Aset Tdk Lancar
Kewajiban Pajak Tangguhan Kredit Kewajiban Tdk Lancar
Pendapatan Pajak Tangguhan Kredit Beban Pajak (kontra akun Beban
Pajak Kini)
Beban Pajak Tangguhan Debit Beban Pajak (penambah akun
Beban Pajak Kini)
G-
PELAPORAN KEUANGAN
Fungsi Akuntansi:
Utk menyediakan informasi yg kuantitatif, terutama informasi keuangan, ttg entitas-entitas ekonomi, yg dimaksudkan
utk digunakan dlm proses pengambilan keputusan – dlm pembuatan pilihan-pilihan yg beralasan di antara berbagai
alternatif tindakan yg tersedia.
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) → Disajikan scr wajar sesuai dgn Prinsip Akuntansi yg
Berlaku Umum (PABU)
G-
KARAKTERISTIK KUALITATIF DLM INFORMASI AKUNTANSI
Karakteristik Utama:
1. Manfaat lbh besar daripada biayanya
Manfaat tdk selalu dpt diukur dgn mudah, krn tersebar ke seluruh perekonomian.
2. Relevansi → membuat suatu perbedaan
Informasi yg relevan scr normal hrs menyediakan baik nilai umpan balik maupun nilai prediksi pd
saat yg sama.
Umpan balik dari kejadian masa lalu membantu dlm mengkonfirmasi atau memperbaiki perkiraan
sebelumnya.
Informasi ini dpt digunakan utk memperkirakan hasil di masa yg akan datang.
Infomasi hrs tepat waktu, shg apabila informasi baru bisa didapat stl keputusan diambil, tdk akan
banyak berguna.
3. Keandalan → scr relatif bebas dari kesalahan & menyajikan hal yg seharusnya
LK yg dibuat oleh seorang akuntan dpt diverifikasi – melibatkan konsensus – oleh akuntan lain yg
terlatih dgn menggunakan metode pengukuran yg sama.
Penyajian jujur berarti ada kesesuaian antara pengukuran dgn aktivitas ekonomi atau unsur akuntansi
yg diukur
Netralitas berarti apabila LK bertujuan utk memuaskan sebagian besar kelompok pemakainya, maka
informasi yg disajikan tdk boleh berpihak thd kepentingan suatu kelompok dari pemakainya dan
mengorbankan kelompok lain.
Penekanan pd keandalan akan menghasilkan persiapan informasi yg memakan waktu cukup lama krn
informasi tsb akan diperiksa ulang, dan adanya upaya utk menghindari estimasi & peramalan yg dpt
mengaburkan data. Di sisi lain, relevansi sering kali membutuhkan informasi yg cepat yg mungkin penuh
dgn ketidakpastian.
Standar akuntansi lambat laun semakin bersifat relevan dan semakin kurang dpt diandalkan.
4. Dapat dibandingkan
Informasi menjadi lbh berguna ketika dpt dikaitkan dgn suatu benchmark atau standar.
Perbandingan dlm data akuntansi utk perusahan yg sama selama bbrp periode sering disebut
konsistensi. Namun, keseragaman bukan selalu menjadi jawaban dari perbandingan.
5. Materialitas
Tdk ada batasan angka materialitas minimum yg pasti, shg akuntan hrs menggunakan pertimbangan
sendiri.
Ketika auditor mempertimbangkan suatu unsur material atau tdk, perhatian lbh hrs diberikan utk unsur yg
mengubah kerugian menjadi keuntungan, yg dpt membuat perusahaan dpt mencapai laba sesuai perkiraan
analis, atau yg membuat manajemen bisa mencapai batas minimum utk perolehan bonus.
Konsep Konservatisme: Apabila ragu, akui semua kerugian tetapi jgn mengakui adanya keuntungan.
G03-
Elemen LK:
Aktiva (asset) Kemungkinan manfaat ekonomi di masa yg akan datang yg diperoleh/
dikendalikan oleh entitas tertentu sbg hasil dari transaksi/kejadian di masa lalu.
Kewajiban Kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan yg timbul dari
(liability) kewajiban sekarang dari suatu entitas utk mengalihkan aktiva atau menyediakan
jasa kpd entitas lain pd masa yg akan datang sbg hasil dari transaksi/kejadian di masa lalu.
Ekuitas Sisa kepemilikan atas aktiva dari suatu entitas stl dikurangi kewajibanya.
(equity) atau
Aktiva Bersih
(net asset)
Pendapatan Arus masuk/peningkatan lain dari aktiva suatu entitas atau pelunasan kewajiban
(reveneue) (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan/produksi suatu brg, pemberian jasa, atau
pelaksanaan aktivitas lain yg mrp usaha terbesar/usaha
utama yg sedang dilakukan entitas tsb.
Beban Arus keluar/penggunaan lain dari aktiva suatu entitas atau timbulnya kewajiban
(expense) (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan/produksi suatu brg, pemberian jasa, atau
pelaksanaan aktivitas lain yg mrp usaha terbesar/usaha
utama yg sedang dilakukan entitas tsb.
Keuntungan Peningkatan dlm ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi sampingan atau transaksi yg
(gain) terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari semua transaksi, kejadian dan kondisi lainnya yg
mempengaruhi entitas tsb, kecuali yg berasal dari pendapatan/investasi pemilik.
Kerugian Penurunan dlm ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi sampingan atau transaksi yg
(loss) terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari semua transaksi, kejadian dan kondisi
lainnya yg mempengaruhi entitas tsb, kecuali yg berasal dari pendapatan/investasi pemilik.
Investasi oleh Peningkatan ekuitas dari perusahaan bisnis tertentu yg dihasilkan dari
Pemilik pengalihan dari entitas lain atau sesuatu yg bernilai utk mendapatkan/
G03-
meningkatkan kepemilikan (ekuitas)-nya dlm perusahaan tsb. Aktiva mrp hal yg paling
banyak diterima sbg investasi oleh pemilik, tetapi hal lain yg dpt diterima bisa
berupa jasa/kepuasan atau konversi kewajiban perusahaan.
Distribusi kpd Penurunan ekuitas dari perusahaan bisnis tertentu yg dihasilkan dari pengalihan
Pemilik aktiva, pemberian jasa, atau timbulnya kewajiban perusahaan kpd pemilik.
Menurunkan kepemilikan (atau ekuitas)-nya dlm perusahaan.
Laba Perubahan dlm ekuitas perusahaan bisnis selama suatu periode dari transaksi,
Komprehensif kejadian, dan kondisi lainnya yg berasal dari sumber-sumber selain pemilik.
Termasuk di dalamnya adalah semua perubahan dlm ekuitas selama suatu periode kecuali yg
berasal dari investasi oleh pemilik & distribusi kpd pemilik.
Agar suatu unsur diakui scr formal → hrs memenuhi salah satu definisi elemen LK di atas
5 Atribut Pengukuran:
1. Biaya historis (historical cost): Hrg setara kas utk brg/jasa pd tgl perolehan.
Contoh: Tanah, bangunan, peralatan, dan sebagian besar persediaan
2. Biaya pengganti saat ini (current replacement cost): Hrg setara kas yg bisa ditukarkan pd saat ini utk
membeli atau menggantikan brg/jasa yg sejenis.
Contoh: Bbrp persediaan yg mengalami penurunan nilai sejak diperoleh
3. Nilai pasar saat ini (current market value): Hrg kas yg setara dgn hrg yg bisa didapatkan dgn
menjual aktiva dlm kondisi penjualan biasa.
Contoh: Bbrp instrumen keuangan
4. Nilai realisasi bersih (net realizable value): Sejumlah kas yg diharapkan akan diterima dari konversi
aktiva dlm aktivitas bisnis normal.
Contoh: Piutang dagang
5. Nilai sekarang atau nilai yg didiskontokan (present atau dscounted value): Jml arus masuk kas
bersih di masa yg akan datang atau arus keluar yg didiskontokan ke nilai sekarang pd tingkat bunga yg sesuai.
Contoh: Piutang jangka panjang, utang jangka panjang, dan aktiva operasi jangka panjang yg dianggap
mengalami penurunan nilai
Pd tgl perolehan, semua dari kelima atribut pengukuran tsb memiliki nilai yg kurang lbh sama.
G03-
CONTOH SOAL APLIKASI DARI KARAKTERISTIK DAN KONSEP AKUNTANSI
Tunjukkan dgn huruf, karakteristik kualitatif yg sesuai atau konsep akuntansi yg dpt diaplikasikan atas kasus
berikut ini.
a. Dpt dipahami e. Netralitas i. Biaya historis
b. Daya uji (dpt diverifikasi) f. Relevansi j. Dpt diukur
c. Ketepatan waktu g. Kelangsungan usaha k. Materialitas
d. Penyajian jujur h. Entitas ekonomi l. Dpt dibandingkan
1. Goodwill dicatat dlm akun hanya ketika timbul dari pembelian entitas lain pd hrg yg lebih tinggi dari nilai
pasar aktiva entitas yg dibeli, yg dpt diidentifikasikan.
2. Tanah dinilai pd biayanya.
3. Semua pembayaran keluar dari kas kecil didebit pd beban lain-lain.
4. Aktiva tetap diklasifikasikan scr terpisah seperti tanah dan bangunan, dgn akun akumulasi penyusutan utk
bangunan.
5. Pembayaran periodik sebesar Rp 1.500 per bulan utk jasa dari Amir, yrg mrp pemilik tunggal dari
perusahaan, dilaporkan sbg prive/penarikan oleh pemilik (withdrawals).
6. Peralatan kecil yg digunakan oleh perusahaan manufaktur besar dicatat sbg beban pd saat pembelian.
7. Investasi pd surat berharga modal pd awalnya dicatat pd biaya perolehan.
8. Sebuah toko eceran mengestimasi persediaan dan tdk melakukan perhitungan fisik yg lengkap utk tujuan
persiapan LK bulanan.
9. Catatan yg menggambarkan kemungkinan kewajiban perusahaan akibat tuntutan hukum dicakup dlm LK
meskipun blm timbul kewajiban formal pd tgl neraca.
10. Penyusutan aktiva tetap scr konsisten dihitung setiap thn dgn menggunakan metode garis lurus.
Jawaban:
1. b i, j 5. h 9. a, d, f
2. i 6. k 10. g, i, l
3. k 7. l
4. a, d, g, l 8. c
G03-
TINJAUAN ATAS SIKLUS AKUNTANSI
PROSES/SIKLUS AKUNTANSI
Tahap Pencatatan:
1. Menganalisa dokumen keuangan (aktivitas bisnis) → Dasar utk pencatatan awal setiap transaksi
2. Mencatat transaksi berdasarkan dokumen pendukung tsb dgn menggunakan ayat jurnal scr kronologis pd buku
jurnal.
3. Memindahbukukan (posting) transaksi yg tlh dikelompokkan & dicatat pd jurnal ke dlm tiap akun yg sesuai pd
buku besar (general ledger), dan bila perlu pd buku besar pembantu (subsidiary ledger).
Tahap Pelaporan:
4. Menyiapkan neraca saldo (trial balance) atas akun-akun di buku besar. Neraca saldo ini berisi daftar akun
pd buku besar beserta saldo debit-kreditnya. Tahap ini dpt digunakan utk mengecek keakuratan pencatatan &
pemindahbukuan.
5. Mencatat jurnal penyesuaian (adjusting entries) utk memutakhirkan data keuangan sbl menyiapkan LK.
6. Menyiapkan LK yg mrp ikhtisar hasil operasi dan menunjukkan posisi keuangan serta arus kas perusahaan.
7. Menutup akun nominal ke akun laba ditahan. Proses penutupan ini mengakibatkan akun nominal bersaldo
nol pd awal perode berikutnya.
8. Menyiapkan neraca saldo stl penutupan (post closing trial balance) utk memastikan kesamaan atau
keseimbangan debit & kredit stl jurnal penyeseuaian dan jurnal penutup di-posting.
G04-
DOUBLE ENTRY ACCOUNTING (AKUNTANSI BERPASANGAN)
JURNAL UMUM
Hal. 12
Ref.
Tgl. Uraian Debit Kredit
Post.
1 Mei Peralatan Pengiriman 8* 50.000.000
Utang Usaha 34* 50.000.000
(Pembelian truk pengiriman scr kredit
dari PT Auto)
*)
Diisi stl melakukan posting ke buku besar (sesuai nomor akun dlm buku besar)
BUKU BESAR
Akun: PERALATAN PENGIRIMAN Akun No. 8
Ref.
Tgl. Uraian Post. Debit Kredit Saldo
150.000.000
1 Mei Pembelian truk J12 50.000.000 200.000.000
pengiriman
G04-
Contoh Neraca Saldo:
Umumnya dibuat pd akhir periode akuntansi.
Urutan akun yg dicantumkan sesuai dgn urutan yg terdapat dlm buku besar, dimana saldo debit
ditunjukkan pd kolom sebelah kiri & saldo kredit ditampilkan pd kolom sebelah kanan.
Total dari kedua kolom itu hrs sama.
Akun pd neraca saldo adalah saldo sbl penyesuaian.
PERUSAHAAN XX
NERACA SALDO
............
Debit Kredit
Akun Aktiva ........... xxxx
Akun Kontra (contra account) Aktiva ........... xxxx
Akun Kewajiban ........... xxxx
Akun Ekuitas ........... xxxx
Akun Pendapatan xxxx
Akun Kontra Pendapatan xxxx
Akun Beban xxxx
Akun Kontra Beban xxxx
Akun Pendapatan Lain-lain ........... xxxx
Akun Beban Lain-lain .......... xxxx xxxx
Total xxxx xxxx
G04-
4. Penyesuaian utk pembayaran di muka:
a. Beban Dibayar di Muka (prepaid expenses)
Pengeluaran mungkin saja tlh terjadi utk brg/jasa yg blm diterima atau digunakan.
Didebit pertama kali sbg aktiva:
Jurnal Beban xxxxxxxxxx
Penyesuaian: xxxxxxx Dibayar di Muka ........... xxx
(Sebesar yg dikonsumsi pd periode ybs)
Didebit pertama kali sbg beban:
Jurnal xxxxxxx Dibayar di Mukaxxx
Penyesuaian: Beban xxxxxxx ............................... xxx
(Sebesar nilai yg tersisa utk periode sesudahnya)
Keterangan:
Perlakuan penyesuaian serupa di atas, juga diterapkan thd pengeluaran di muka utk pembelian berbagai
unsur oleh perusahaan guna mendukung operasi perusahaan (misal: utk pembelian peralatan, bahan-
bahan iklan, dsb). Umumnya, format jurnalnya adalah tanpa kata-kata “Dibayar di Muka”.
b. Pendapatan Diterima di Muka (prepaid revenues)
Pembayaran mungkin diterima sbl penyerahan brg/jasa.
Dikredit pertama kali sbg kewajiban:
Jurnal xxxxxxx Diterima di Mukaxxx
Penyesuaian: Pendapatan xxxxxxx ................... xxx
(Sebesar nilai yg jatuh tempo pd periode ybs)
Dikredit pertama kali sbg pendapatan:
Jurnal Pendapatan xxxxxxxxxx
Penyesuaian: xxxxxxx Diterima di Muka ........... xxx
(Sebesar nilai yg seharusnya menjadi penghasilan periode berikutnya)
Jurnal Persediaanxxx
Penyesuaian: Diskon Pembelianxxx
Retur Pembelianxxx
Hrg Pokok Penjualan (HPP)xxx
Pembelian ............................................... xxx xxx
Beban Angkut Pembelian ......................
(Nilai persediaan yg dicatat adalah sebesar selisih nilai penghitungan fisik dan saldo aw
Sistem Perpetual:
Persediaan akhir & HPP akan muncul di buku besar sehingga tdk diperlukan jurnal penyesuaian, kecuali
utk menyesuaikan bila terdapat kerusakan, pencurian atau kesalahan pembukuan.
G04-
Contoh Neraca Lajur (Opsional):
PERUSAHAAN
XXX NERACA
LAJUR
...........................
Neraca
Neraca Penyesu Laporan Laba
Saldo Neraca
Nama Akun Saldo aian Penyesuaian Rugi
D K D K D K D K D K
Total
Laba (Rugi)
Bersih
Jurnal Penutup:
Pendapatan .......................................................... xxx
Laba Ditahan .................................................... xxx
Laba Ditahan ........................................................ xxx
Beban ................................................................ xxx
Laba Ditahan ........................................................ xxx
Dividen ............................................................... xxx
Contoh Perlakuan:
Tanpa Jurnal Pembalik Dgn Jurnal Pembalik
Jurnal Awal:
Beban Gaji .................... 4.000 Beban Gaji ................ 4.000
Kas .............................. 4.000 Kas ......................... 4.000
Jurnal Penyesuaian:
Beban Gaji .................... 1.200 Beban Gaji ................ 1.200
Utang Gaji ................... 1.200 Utang Gaji .............. 1.200
Jurnal Penutup:
G04-
Laba Ditahan ................ 5.200 Laba Ditahan ............ 5.200
G04-
Beban Gaji .................. 5.200 Beban Gaji ............. 5.200
Jurnal Pembalik:
Tdk Ada Utang Gaji ................. 1.200
Beban Gaji ............. 1.200
Jurnal Periode Berikutnya:
Utang Gaji ..................... 1.200 Beban Gaji ................ 2.500
Beban Gaji .................... 1.300 Kas ......................... 2.500
Kas .............................. 2.500
Utk setiap situasi berikut, rekonstruksikan jurnal penyesuaian yg tlh dibuat utk mendapatkan saldo akhir tsb.
Asumsikan jurnal penyesuaian & laporan disusun hanya 1x setahun.
1. Asuransi Dibayar di Muka:
Saldo awal thn Rp 5.600 Saldo akhir thn Rp 6.400
Selama thn itu, tlh dibeli tambahan polis asuransi bisnis. Premium 2 thn Rp 2.500 tlh dibayar dan dibebankan
ke Asuransi Dibayar di Muka.
2. Akumulasi Penyusutan:
Saldo awal thn Rp 85.200 Saldo akhir thn Rp 88.700
Selama thn tsb, hrg perolehan aktiva yg dpt disusutkan Rp 7.500 dan nilai buku sebesar Rp 1.600 tlh dijual
seharga Rp 2.400. Penghapusan aktiva tlh dicatat dgn benar.
3. Sewa Diterima di Muka:
Saldo awal thn Rp 11.000 Saldo akhir thn Rp. 15.000
Sewa gudang triwulanan tlh diterima di muka senilai Rp 18.000. Selama thn tsb, peralatan tlh disewakan ke
perusahaan lain dgn sewa tahunan Rp 9.000. Pembayaran sewa triwulanan tlh dikredit ke Pendapatan Sewa.
Sewa peralatan tahunan tlh dikredit ke Sewa Diterima di Muka.
4. Hutang gaji
Saldo awal thn Rp 42.860 Saldo akhir thn Rp 34.760
Gaji dibayar setiap 2 minggu sekali. Semua pembayaran gaji thn itu didebit ke Beban Gaji.
Jawaban:
1. Beban Asuransi................................................................................ 1.700
Asuransi Dibayar di Muka........................................................1.700
(Rp 5.600 + Rp 2.500 – Rp 6.400 = Rp 1.700)
2. Beban Penyusutan 9.400
Akumulasi Penyusutan 9.400
[Rp 85.200 – (Rp 7.500 – Rp 1.600) – Rp 88.700 = Rp9.400]
3. Sewa Diterima di Muka (Unearned Rent) 5.000
Pendapatan Sewa 5.000
(Rp 11.000 + Rp 9.000 – Rp 15.000 = Rp 5.000)
4. Hutang Gaji 8.100
Beban Gaji 8.100
(Rp 42.860 – Rp 34.760 = Rp 8.100)
G04-
RASIO-RASIO
RASIO PROFITABILITAS
No Rasio Formula Analisa Manajemen/Investor
3 Tingkat Laba Bersih : Total Aset Jml Rp Laba yg dihasilkan dari setiap Rp Aset
Pengembalian Aset (Kemampuan aset dlm menghasilkan laba)
(Return on Asset)
6 Rasio Aset thd Total Aset : Ekuitas Jml Rp aset yg diperoleh utk setiap Rp dana
Ekuitas (Assets to yg diinvestasikan pemegang saham dlm 1 thn
Equity Ratio)
7 Laba per Saham Laba Bersih : Rata-rata Jml laba bersih yg menjadi hak utk setiap
(Earnings per Jml Lembar Saham yg lembar saham biasa
Share) Beredar
9 Rasio Hrg thd Laba Hrg Pasar per Saham : Jml yg akan dibayar investor utk setiap Rp dari
(Price Earnings Laba per Saham laba (Indikasi potensi pertumbuhan)
Ratio)
10 Rasio Nilai Buku thd Ekuitas : Nilai Pasar dari Jml Rp nilai buku ekuitas utk setiap Rp
Hrg Pasar (Book to Saham yg Beredar nilai pasar
Market Ratio)
RASIO LIKUIDITAS
No Rasio Formula Analisa Manajemen/Investor
1 Rasio Lancar Aset Lancar : Brp kali aset lancar dpt memenuhi hutang
(Current Ratio) Hutang Lancar lancar (Kemampuan membayar hutang lancar
dgn aset lancar)
2 Rasio Cepat (Quick (Aset Lancar – Kemampuan membayar hutang lancar dgn
Ratio) Persediaan) : Hutang aset lancar tanpa penjualan persediaan
Lancar
G05-
Working)
4 Rasio Kecukupan Arus Arus Kas dari Kegiatan Brp kali kas dari kegiatan operasi dpt
Kas (Cash Flow Operasi : (Pembelian Aset memenuhi prediksi jml kas yg dibutuhkan
Adequacy Ratio) Jangka Panjang +
Pembayaran Hutang Jangka
Panjang + Pembayaran
Dividen Tunai)
RASIO AKTIVITAS
No Rasio Formula Analisa Manajemen/Investor
2 Jml Hari Rata-rata 360 : Perputaran Rata-rata jml hari penjualan yg dipenuhi oleh
Penjualan Persediaan Persediaan pasokan persediaan yg tersedia di tangan
(Number of Days (Mengetahui jangka waktu penjualan persedian)
Sales in Inventory)
4 Rata-rata Periode 360 : Perputaran Rata-rata jml hari yg terjadi antara saat
Penagihan (Average Piutang Usaha penjualan & penagihan kas
Collection Period)
5 Perputaran Aset Penjualan : Total Aset Jml Rp penjualan yg dihasilkan dari setiap Rp
(Asset Turnover) aset dlm 1 thn
RASIO SOLVABILITAS/LEVERAGE
No Rasio Formula Analisa Manajemen/Investor
1 Rasio Hutang (Debt Total Hutang : Total Aset % dana yg diperlukan utk membeli aset yg
Ratio) diperoleh melalui pinjaman
2 Rasio Hutang thd Total Hutang : Ekuitas Jml Rp pinjaman utk setiap Rp investasi ekuitas
Ekuitas (Debt o (Mengukur proporsi pendanaan dan
Equity Ratio) kemampuan pembayaran hutang)
3 Rasio Kelipatan Pendapatan Sbl Bunga & Jml kelipatan pembayaran bunga yg dpt
Pembayaran Bunga Pajak : Beban Bunga dipenuhi dari laba operasi
(Times Interest
Earned)
G05-
HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2009 HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2010
Tgl Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
2 Jan Cuti Bersama Thn Baru Masehi
26 Jan Thn Baru Imlek 2560
9 Mar Maulid Nabi Muhammad SAW
26 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1931
9 Apr Pemilu Legislatif
10 Apr Wafat Yesus Kristus
9 Mei Waisak Thn 2553
21 Mei Kenaikan Yesus Kristus
8 Juli Pemilu Presiden/Wakil Presiden
20 Juli Isra Mi’raj Nabi Muhammad
SAW
17 Agust Kemerdekaan RI
18 Sept Cuti Bersama Idul Fitri
21-22 Idul Fitri 1430 H
Sept
23 Sept Cuti Bersama Idul Fitri
27 Nov Idul Adha 1430 H
18 Des Thn Baru 1431 H
Tgl
24 Des Cuti Bersama Natal
1 Jan Thn Baru Masehi
Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
14 Feb Thn Baru Imlek 2561
26 Feb Maulid Nabi Muhammad SAW
16 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1932
2 Apr Wafat Yesus Kristus
13 Mei Waisak Thn 2554
28 Mei Kenaikan Yesus Kristus
10 Juli Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW
17 Agust Kemerdekaan RI
9 Sept Cuti Bersama Idul Fitri
10-11 Sept Idul Fitri 1431 H
HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2011 HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2012
G06-
Tgl Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
3 Feb Thn Baru Imlek 2562
15 Feb Maulid Nabi Muhammad SAW
5 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1933
22 Apr Wafat Yesus Kristus
16 Mei Cuti Bersama Waisak Thn 2555
17 Mei Waisak Thn 2555
2 Juni Kenaikan Yesus Kristus
Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
23 Jan Thn Baru Imlek 2563
5 Feb Maulid Nabi Muhammad SAW
23 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1934
6 Apr Wafat Yesus Kristus
6 Mei Waisak Thn 2556
17 Mei Kenaikan Yesus Kristus
18 Mei Cuti Bersama Kenaikan Yesus
Kristus
17 Juni Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW
17 Agust Kemerdekaan RI
19-20 Agust Idul Fitri 1433 H
G06-
HARI LIBUR
Tgl & CUTI BERSAMA THN 2013 HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2014
Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
24 Jan Maulid Nabi Muhammad SAW
10 Feb Thn Baru Imlek 2564
12 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1935
29 Mar Wafat Yesus Kristus
9 Mei Kenaikan Yesus Kristus
25 Mei Waisak Thn 2557
6 Juni Isra Mi’raj Nabi Muhammad
SAW
5-7 Agust Cuti Bersama Idul Fitri
8-9 Agust Idul Fitri 1434 H
17 Agust Kemerdekaan RI
14 Okt Cuti Bersama Idul Adha
15 Okt Idul Adha 1434 H
5 Nov Thn Baru 1435 H
25 Des Natal
26 Des Cuti Bersama Natal
Tgl Ket
1 Jan Thn Baru Masehi
14 Jan Maulid Nabi Muhammad SAW
31 Jan Thn Baru Imlek 2565
31 Mar Nyepi Thn Baru Saka 1936
18 Apr Wafat Yesus Kristus
1 Mei Hari Buruh internasional
15 Mei Waisak Thn 2558
27 Mei Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW
G06-
14 Okt Thn Baru 1437 H
24 Des Cuti Bersama Natal
25 Des Natal
G06-
UKURAN KERTAS INTERNASIONAL
Seri A Seri B
Ukuran Ukuran
mm × mm inci × inci mm × mm inci × inci
A0 841 x 1189 33,11 × 46,81 B0 1000 x 1414 39,37 × 55,67
A1 594 x 841 23,39 × 33,11 B1 707 1000 27,83 × 39,37
A2 420 x 594 16,54 × 23,39 B2 500 x 707 19,69 × 27,83
A3 297 x 420 11,69 × 16,54 B3 353 x 500 13,90 × 19,69
A4 210 x 297 8,27 × 11,69 B4 250 x 353 9,84 × 13,90
A4s 215 x 297 8,46 × 11,69 B5 176 x 250 6,93 × 9,84
A5 148 x 210 5,83 × 8,27 B6 125 x 176 4,92 × 6,93
A6 105 x 148 4,13 × 5,83 B7 88 x 125 3,46 × 4,92
A7 74 x 105 2,91 × 4,13 B8 62 x 88 2,44 × 3,46
A8 52 x 74 2,05 × 2,91 B9 44 x 62 1,73 × 2,44
A9 37 x 52 1,46 × 2,05 B10 31 x 44 1,22 × 1,73
A10 26 x 37 1,02 × 1,46 Utk poster & lukisan dinding
Utk cetakan umum, perkantoran, penerbitan
Seri C Seri R
Ukuran Ukuran
mm x mm mm x mm
C0 917 x 1297 2R 60 x 90
C1 648 x 917 3R 89 x 127
C2 458 x 648 4R 102 x 152
C3 324 x 458 5R 127 x 178
C4 229 x 324 6R 152 x 203
C5 162 x 229 8R 203 x 254
C6 114 x 162 8R Plus 203 x 305
C7 81 x 114 10R 254 x 305
C8 57 x 81 10R Plus 254 x 381
Utk map, kartu pos, amplop 11R 279 x 356
11R Plus 279 x 432
Seri F
Ukuran 12R 305 x 381
mm x mm inci x inci 12R Plus 305 x 465
F4 215 X 330 8,5 x 13 14R 284 x 353
Utk perkantoran & fotokopi 17R 305 x 405
19R 305 x 455
Utk kertas jenis foto
G-
KODE EJAAN VERSI INTERNASIONAL
A Alpha N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec / Queen
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Wishky
K Kilo X X-ray
L Lima Y Yankee
M Mike / Mama Z Zulu
Space
. Dot / Period / Full Stop
, Comma
; Semicolon
: Colon
? Question Mark
! Exclamation Mark
@ At Sign
& Ampersand
" Double Quotation Mark
' Apostrophe / Single Quotation Mark / Prime
- Dash / Minus Sign
/ Forward Slash
\ Backslash
( Left Round Bracket / Parenthesis
) Right Round Bracket / Parenthesis
[ Left Square Bracket
] Right Square Bracket
{ Left Curly Bracket
} Right Curly Bracket
< Left Angle Bracket / Less-Than Sign
> Right Angle Bracket / Greater-Than Sign
| Vertical Bar / Pipe
° Degree Symbol
* Asterisk / Star
+ Plus Sign
= Equal Sign
# Number Sign / Pound Sign / Hash
§ Section Sign
$ Dollar Sign
€ Euro Sign
~ Tilde
_ Underscore
% Percent Sign
^ Caret
G-
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan:
UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.
UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.
UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan petunjuk
pelaksanaannya yang terkait.
UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.
UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Buku/Modul:
Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu, Direktorat Peraturan Perpajakan
II, Direktorat Jenderal Pajak, 2013.
Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh Revisi 2013, Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat
Jenderal Pajak, 2013.
Panduan Pelayanan Perpajakan. Kanwil DJP Jakarta Pusat, Direktorat Jenderal Pajak, 2013.
Bendahara Mahir Pajak Edisi Revisi 2013, Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak,
2013.
Transfer Pricing Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional, Darussalam
dkk, Danny Darussalam Tax Center, 2013.
Corporate Tax Management, Iman Santoso dan Ning Rahayu, Ortax, 2013.
Modul Pembimbingan On The Job Training Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding &
Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, Direktorat Jenderal Pajak, 2012.
Perpajakan Pendekatan Sertifikasi A-B-C Buku 1 & 2, Purno Murtopo dkk, Mitra Wacana Media, 2011.
Cara Legal Siasati Pajak, Arles P. Omposunggu, Puspa Swara, 2011.
Panduan Komprehensif Ketentuan Perpajakan, Prof. DR. Gunadi, Msc., Ak, MUC Publishing, 2010.
Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap 2010, Primandita Fitriandi dkk, Penerbit Salemba
Empat, 2010.
Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional, Darussalam dkk, Danny Darussalam Tax Center, 2010.
Konsep dan Aplikasi Cross-border Transfer Pricing untuk Tujuan Perpajakan, Darussalam dkk, Danny
Darussalam Tax Center, 2008.
Grey Area Perpajakan, Tugiman Binsarjono dkk, Gemilang Gagasindo Handal, 2007.
Kapita Selekta Perpajakan, John Hutagaol dkk, Penerbit Salemba Empat, 2006.
Akuntansi Penggabungan Usaha, Marisi P. Purba, PT Ray Indonesia, 2005.
Ringkasan P3B Antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara-negara Mitra Runding,
Direktorat Peraturan Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak, 2004.
Akuntansi Intermediate edisi 15. Earl K. Stice dkk (terjemahan). Penerbit Salemba Empat. 2004.
Tax Planning, Indonesia Tax Review-FORMASI, SEMAR Publishing.
Slide:
Aspek Perpajakan di Bidang e-Commerce, Direktorat Jenderal Pajak, 2014.
Tutorial Penyampaian SPT Tahunan PPh WP Badan secara e-Filing melalui Perusahaan Penyedia Jasa
Aplikasi/Application Service Provider (ASP), Direktorat Jenderal Pajak, 2014.
Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi Kategori Wajib Pajak PP Nomor
46 Tahun 2013, Direktorat Jenderal Pajak, 2014.
Diklat Transfer Pricing Tingkat Pengantar, Seksi Transaksi Transfer Pricing dan Transaksi
Khusus Lainnya, Direktorat Jenderal Pajak, 2010.
Situs:
Seksi Pemutakhiran Tax Knowledge Based, Subdirektorat Pelayanan Perpajakan, Direktorat
P2Humas, Direktorat Jenderal Pajak.
www.pajak.go.id
http://www.ortax.org/ortax/
http://pajakita.blogspot.com
Aplikasi:
TaxBase 6.0 Version 6.0, PT Integral Data Prima.
RIWAYAT HIDUP PENYUSUN