MATERI PERPAJAKAN
(Untuk Umum)
Disusun oleh:
Mohammad Fauzi Nugraha
www.campur-aduk.com
DISCLAIMER
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Taala, karena dengan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya penyusun tetap dapat terus memperbaharui Kumpulan Materi Perpajakan
Ringkas ini. Penyusunan kumpulan materi ini disusun pertama kali pada bulan Desember 2012 dan
diupayakan di-update tiap bulan. Kumpulan materi ini disusun dari berbagai sumber (tercantum di
daftar pustaka) terutama dari aturan perpajakan terkait, situs Tax Knowledge Base Direktorat
P2Humas DJP dan situs www.ortax.org.
Ide penyusunan kumpulan materi ini berawal dari kesulitan penyusun menemukan
kumpulan materi perpajakan umum sebagai informasi awal dalam satu kesatuan yang up-to-date
yang dapat dibawa kemana-mana dalam bentuk softcopy untuk mendukung tugas penyusun
sebagai seorang Account Representative dan untuk memudahkan para Wajib Pajak yang berada di
bawah pengawasan penyusun dalam memahami ketentuan perpajakan dengan praktis namun
dengan tetap tidak mengesampingkan aturan terkait dan literatur lainnya.
Penyusun menyadari bahwa kumpulan materi ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan serta kelemahan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan pengalaman,
waktu, dan tenaga yang penyusun miliki. Banyaknya kata yang disingkat oleh penyusun sematamata hanya untuk mengurangi jumlah halaman kumpulan materi ini. Khusus untuk materi PBB
Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan sampai saat ini belum dapat penyusun kerjakan.
Kritik dan saran yang membangun bagi penyempurnaan kumpulan materi ini dapat dikirim melalui
email: mfn0309[at]gmail[dot]com.
Akhir kata, penyusun berharap semoga kumpulan materi yang sederhana ini dapat
memberikan manfaat walaupun secuil bagi berbagai pihak. Semoga Allah Subhanahu wa Taala
membalas segala amal kebaikan yang kita kerjakan. Amin.
M. Fauzi Nugraha
iii
DAFTAR ISI
Cover
Disclaimer
Kata Pengantar
Daftar Isi
Singkatan yg Digunakan
Bbrp Aturan Penting Terbaru
A.
Pendahuluan
01.
Pengantar Hukum Pajak
02.
UU Perpajakan
03.
Jenis Pajak
A.
Pajak Pusat
B.
Pajak Daerah
04.
Kewajiban & Hak WP
05.
Struktur Organisasi DJP
A.
Kantor Pusat
B.
Instansi Vertikal
C.
UPT
06.
Nilai Kemenkeu dan Visi Misi & Kode Etik DJP
B.
KUP
01.
Poin UU KUP
02.
NPWP, PKP & NE
A.
Administrasi NPWP
B
Pendaftaran & Pelaporan Kegiatan Usaha, Pendaftaran &
Penghapusan NPWP, Pengukuhan & Pencabutan PKP
C.
Tempat Pendaftaran NPWP WP Tertentu
D.
Pemusatan Tempat Terutang PPN
E.
Tempat Pendaftaran/Pelaporan PKP bagi WP Real Estat
03.
Surat Kuasa Khusus
04.
Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU)
05.
Batas Waktu Pembayaran & Pelaporan dan Terkait Pelaporan SPT
06.
Sanksi
A.
Sanksi Administrasi
B.
Sanksi Pidana
C.
Contoh Perhitungan Sanksi
D.
Aturan Sanksi dan Penjelasan Terkait Sunset Policy
07.
Kode Perpajakan
A.
Kode Akun Pajak & Kode Jenis Setoran
B.
Kode Ketetapan
C.
Kode Nota Penghitungan
D.
Kode Pemeriksaan
08.
Sistem Pembayaran Pajak scr Elektronik (Billing System)
09.
SPT Masa PPh
10.
SPT Masa PPN
11.
SPT Tahunan PPh OP-Badan
A.
SPT Tahunan PPh
B.
Contoh Kasus Khusus ttg PTKP
C.
Penerimaan & Pengolahan SPT Tahunan PPh
12.
e-SPT
A.
Tata Cara & Persyaratan
B.
Jenis e-SPT
C.
Daftar Menu e-SPT Masa
D.
Daftar Menu e-SPT Tahunan PPh Badan
E.
FAQ Ttg e-SPT
13.
e-FIN & e-Filing
A.
Penyampaian SPT (Masa/Tahunan) & Perpanjangan SPT Tahunan
Scr e-Filing Melalui ASP
iv
i
ii
iii
iv
ix
xvi
A-01-1
A-02-1
A-03-1
A-03-1
A-03-1
A-04-1
A-05-1
A-05-1
A-05-5
A-05-6
A-06-1
B-01-1
B-02-1
B-02-1
B-02-3
B-02-21
B-02-26
B-02-31
B-03-1
B-04-1
B-05-1
B-06-1
B-06-1
B-06-5
B-06-8
B-06-11
B-07-1
B-07-1
B-07-15
B-07-17
B-07-18
B-08-1
B-09-1
B-10-1
B-11-1
B-11-1
B-11-5
B-11-12
B-12-1
B-12-1
B-12-2
B-12-3
B-12-9
B-12-10
B-13-1
B-13-1
B.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
C.
26.
PPh
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
B-13-2
B-13-3
B-13-4
B-14-1
B-14-1
B-14-3
B-14-4
B-15-1
B-16-1
B-17-1
B-17-1
B-17-3
B-17-6
B-18-1
B-18-1
B-18-3
B-19-1
B-19-1
B-19-4
B-19-11
B-19-23
B-19-27
B-19-31
B-20-1
B-21-1
B-21-4
B-21-6
B-21-7
B-22-1
B-23-1
B-24-1
B-25-1
B-25-1
B-25-3
B-25-4
B-25-5
B-26-1
C-01-1
C-02-1
C-03-1
C-04-1
C-05-1
C-06-1
C-06-1
C-06-1
C-07-1
C-07-1
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
B.
Penyusutan
C.
Amortisasi
D.
Kelompok Harta
E.
Perangkat Lunak (Software) Komputer
F.
HP, Telepon Seluler , Pager
G.
Kendaraan Milik Perusahaan
Hubungan Istimewa & Transfer Pricing
A.
Hubungan Istimewa
B.
Transfer Pricing
Contoh Pemakaian Norma
PPh Pasal 4 ayat (2)
PPh Pasal 15
PPh Pasal 21/26
PPh Pasal 22
PPh Pasal 23
PPh Pasal 24 Atas Penghasilan WP DN dari LN
PPh Pasal 25
A.
Angsuran PPh Pasal 25 dlm Thn Pajak Berjalan yg Hrs Dibayar
Sendiri
B.
Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25
C.
Angsuran Pajak dlm Thn Pajak Berjalan dlm Hal-hal Tertentu
PPh Pasal 26
Badan Usaha Tetap (BUT)
DGT
A.
DGT
B.
Nama Unit Organisasi & Jabatan utk Keperluan SKD
Tabel Terkait P3B
A.
P3B yg Berlaku Efektif
B.
Time Test P3B yg Berlaku Efektif (BUT)
C.
Tarif PPh Pasal 26 utk P3B yg Berlaku Efektif
D.
Dependent Personal Services (Hubungan Kerja)
E.
Independent Personal Services (Pekerjaan Bebas)
F.
Hak Pemajakan atas Penghasilan Tertentu
G.
Daftar Competent Authority dari Negara-negara Treaty Partner
WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
A.
Penghasilan dari Usaha yg Diterima atau Diperoleh WP yg Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu
B.
FAQ atas Penghasilan dari Usaha WP dgn Peredaran Bruto
Tertentu
Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dlm Rangka
Restrukturisasi
Dividen yg Diperoleh WP DN atas Penyertaan Modal pd Badan Usaha di
LN Selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek
PSAK 46
Fasilitas PPh
A.
SKB PPh Potput (PPh Pasal 21, 22, 22 Impor, 23)
B.
SKB PPh Potput (PPh Pasal 21, 22, 22 Impor, 23) atas WP yg
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
C.
SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito, Tabungan, Diskonto
SBI yg Diterima/Diperoleh Dana Pensiun yg Pendiriannya Tlh
Disahkan oleh Menkeu
D.
SKB atas Impor Emas Batangan yg Akan Diproses Utk
Menghasilkan Brg Perhiasan dari Emas utk Tujuan Ekspor
E.
SKB Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh atas Penghasilan
dari Penghasilan Hak atas Tanah & Bangunan (PHTB)
F.
SKB Kewajiban PPh atas Penghasilan dari PHTB bagi WP yg
Usaha Pokoknya Melakukan PHTB
G.
Pembebasan atau Pengurangan PPh Badan
vi
C-07-2
C-07-4
C-07-5
C-07-8
C-07-9
C-07-9
C-08-1
C-08-1
C-08-2
C-09-1
C-10-1
C-11-1
C-12-1
C-13-1
C-14-1
C-15-1
C-16-1
C-16-1
C-16-2
C-16-3
C-17-1
C-18-1
C-19-1
C-19-1
C-19-6
C-20-1
C-20-1
C-20-2
C-20-5
C-20-7
C-20-8
C-20-9
C-20-12
C-21-1
C-21-1
C-21-11
C-22-1
C-23-1
C-24-1
C-25-1
C-25-1
C-25-2
C-25-3
C-25-4
C-25-5
C-25-6
C-25-7
H.
D.
E.
F.
vii
C-25-7
C-25-7
D-01-1
D-02-1
D-03-1
D-04-1
D-04-1
D-04-6
D-05-1
D-05-1
D-05-3
D-05-7
D-05-16
D-05-30
D-05-32
D-05-34
D-06-1
D-07-1
D-08-1
D-08-1
D-08-2
D-09-1
D-10-1
D-11-1
D-12-1
D-13-1
D-14-1
D-14-1
D-14-2
D-14-7
D-15-1
D-15-1
D-15-1
D-16-1
D-17-1
D-18-1
D-18-1
D-18-16
D-18-29
E-01-1
E-02-1
F-01-1
F-02-1
F-03-1
F-04-1
F-04-1
F-04-6
F-04-8
F-04-10
F-05-1
F-05-1
B.
C.
D.
Daftar Pustaka
Riwayat Hidup
Classified Ads
Daily Deals
Online Retail
F-05-5
F-05-7
F-05-9
viii
Uraian
Masing-masing
Mendapatkan, menagih dan memelihara
Dan
Antara Lain
Atas Nama
Agustus
Akta Jual Beli
Arms Length Principle
Advance Price Agreement
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
April
Account Representative
Amerika Serikat
Anjungan Tunai Mandiri
Agen Tunggal Pemegang Merek
Berita Acara
Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan
Bahan Bakar Minyak
Bahan Bakar Gas
Beberapa
Bank Indonesia
Bidang
Barang Kena Pajak
Bulan
Bantuan Operasional Sekolah
Build, Operate and Transfer
Bukti Penerimaan Elektronik
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Bukti Penerimaan Negara
Bukti Penerimaan Surat; Biro Pusat Statistik tergantung materi
Branch Proft Tax
Barang
Berapa
Bendahara Umum Daerah
Bentuk Usaha Tetap
Departemen Agama
Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Pertanahan
Departemen Perhubungan
Departemen Kesehatan
Desember
ix
Singkatan
Dgn
Dirjen
Ditjen
DJA
DJBC
DJP
Dlm
DN
Dpt
Dsb
Dst
Feb
FC
FIFO
FLN
Form
FP
Gol.
HGB
HGU
HP
HPP
Hrg
Hrs
Hub
IB
IFRS
JAMSOSTEK
Jan
Jgn
JHT
JK
JKK
JKP
Jml
JO
Jo
JPK
JPT/FF
KA
KAI
Kab.
Kanwil
KAPET
Kasi
Uraian
Dengan
Direktur Jenderal
Direktorat Jenderal
Direktorat Jenderal Anggaran
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Direktorat Jenderal Pajak
Dalam
Dalam Negeri
Dapat
Dan sebagainya
Dan seterusnya
Februari
Fotokopi
First-in, First-out
Fiskal Luar Negeri
Formulir
Faktur Pajak
Golongan
Hak Guna Bangunan
Hak Guna Usaha
Handphone
Harga Pokok Penjualan
Harga
Harus
Hubungan
Imbalan Bunga
International Financial Reporting Standards
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Januari
Jangan
Jaminan Hari Tua
Jaminan Kematian
Jaminan Kecelakaan Kerja
Jasa Kena Pajak
Jumlah
Joint Operation
Juncto
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jasa Pengurusan Transportasi/Freight Forwarding
Kereta Api
Kereta Api Indonesia
Kabupaten
Kantor Wilayah
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
Kepala Seksi
Singkatan
KB
KEK
Kemenkeu
Ket.
KGB
KIK
KITAP
KITAS
KITE
KJS
KKKS
KKP
KKPt
KLIP DJP
KLU
KMS
KP2KP
Kpd
KPA
KPDDP
KPDE
KPDJP
KPP
KPP Badora
KPP Migas
KPP PMA
KPP PMB
KPPBC
KPPN
Krn
KSO
KTP
KUP
Lamp
LB
Lbh
LHP
LHPt
LHV
LIFO
LK
LN
LPAD
LPJK
Lsg
Uraian
Kurang Bayar
Kawasan Ekonomi Khusus
Kementrian Keuangan
Keterangan
Keadaan Gagal Berproduksi
Kontrak Investasi Kolektif
Kartu Izin Tinggal Tetap
Kartu Izin Tinggal Terbatas
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Kode Jenis Setoran
Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Kertas Kerja Pemeriksaan
Kertas Kerja Penelitian
Kantor Layanan Informasi Dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak
Klasifikasi Lapangan Usaha
Kegiatan Membangun Sendiri
Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
Kepada
Kuasa Pengguna Anggaran
Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
Kantor Pengolahan Data Eksternal
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
Kantor Pelayanan Pajak
Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing
Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi
Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing
Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Karena
Kerja Sama Operasi
Kartu Tanda Penduduk
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Lampiran
Lebih Bayar
Lebih
Laporan Hasil Pemeriksaan
Laporan Hasil Penelitian
Laporan Hasil Verifikasi
Last-in First-out
Laporan Keuangan
Luar Negeri
Lembar Pengawasan Arus Dokumen
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Langsung
xi
Singkatan
M
MAP
Max
Mekanisme LS
Mekanisme UP
MenKeu/Menkeu
Migas
Min
Mnr
MPN
NE
NIK
NJOPTKP
No.
NOP
Nothit
Nov
NPOPTKP
NPP
NPPN
NPWP
NSB
NSFP
NTB
NTP
NTPA
NTPN
NTPPP
NTTE
OECD
OJK
Okt
OPPT
Org
OP
PAHP
PAHV
P3B
PBB
Pbk
Pd
PDKB
PDRD
PER-
Uraian
Milyar
Mutual Agreement Procedure; Mata Anggaran Penerimaan tergantung
materi
Maksimal
Mekanisme Langsung
Mekanisme Uang Persediaan
Menteri Keuangan
Miinyak dan Gas Bumi; Minyak Bumi dan Gas Bumi
Minimal
Menurut
Modul Penerimaan Negara
Non Efektif
Nomor Induk Kependudukan
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Nomor
Nomor Objek Pajak
Nota Penghitungan
November
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Nomor Penerimaan Potongan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Nomor Pokok Wajib Pajak
Nilai Sisa Buku
Nomor Seri Faktur Pajak
Nomor Transaksi Bank
Nomor Transaksi Pos
Nomor Transaksi Pengiriman ASP
Nomor Transaksi Penerimaan Negara
Nomor Transaksi Pembayaran Pajak
Nomor Tanda Terima Elektronik
Organization for Economic Cooperation and Development
Otoritas Jasa Keuangan
Oktober
Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Orang
Orang Pribadi
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Pajak Bumi dan Bangunan
Pemindahbukuan
Pada
Penyelenggara di Kawasan Berikat
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
xii
Singkatan
Pemda
Pempus
Perda
Perpu
PHTB
PIN
PK
PKP
PKP PE
PLI
PM
PMB
PNBP
PMKPotput/Pot-Put
PPAT
PPBTT
PPDDP
PPh
PPJB
PPN
PPnBM
PPSP
Ps.
PSAK
PT
PTLL
PTUN
QA
RI
RIKI
Rp
RUPS
RUSUNAMI
s.d.
SAK
Sbb
Sbg
Sbl
Seb
Sept
Scr
SDA
SDM
SGU
Uraian
Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat
Peraturan Daerah
Peraturan perundang-undangan
Pengalihan Hak atas Tanah & Bangunan
Personal Identification Number
Peninjauan Kembali; Pajak Masukan tergantung materi
Pengusaha Kena Pajak; Penghasilan Kena Pajak tergantung materi
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran
Profit Level indicator
Pajak Masukan
Perusahaan masuk bursa
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Pemotongan Pemungutan
Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pemberitahuan Pemasukan/Pengeluaran Barang Transaksi Tertentu
Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
Pajak Penghasilan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Pajak Pertambangan Nilai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Pasal
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Perseroan Terbatas
Pajak Tidak Langsung Lainnya
Pengadilan Tata Usaha Negara
Quality Assurance
Republik Indonesia
Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
Rupiah
Rapat Umum Pemegang Saham
Rumah Susun Sederhana Milik
Sampai dengan
Standar Akuntansi Keuangan
sebagai berikut
Sebagai
Sebelum
Sebesar
September
Secara
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia
Sewa Guna Usaha
xiii
Singkatan
SHU
SI
SIUP
SIUPP
SK
SKB
SKD
SKF
SKKPPBB
Skp/SKP
SKPD
SKPIB
SKPKB
SKPKBT
SKPKPP
SKPLB
SKPN
SKPPIB
SKPPKP
SKT
Slr
SMT
SP2
SP2D
SPD
SPDN
SPHP
SPHV
SPK
SPLN
SPM
SPMIB
SPMKP
SPMP
SPPKP
SPPT
SPT
SPUH
SPV
SRO
SSBP
SSP
SSPBB
ST
Stdd
Uraian
Sisa Hasil Usaha
Sistem Informasi
Surat izin Usaha Perdagangan
Surat Izin Perusahaan Pelayaran
Surat Keputusan
Surat Keterangan Bebas
Surat Keterangan Domisili
Surat Keterangan Fiskal
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Surat Ketetapan Pajak
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
Surat Ketetapan Pajak Nihil
Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga
Surat Keputusaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
Surat Keterangan Terdaftar
Seluruh
Saat Mulai Terdaftar
Surat Perintah Pemeriksaan
Surat Perintah Pencairan Dana
Surat Pengiriman Dokumen
Subjek Pajak Dalam Negeri
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi
Surat Perintah Kerja
Subjek Pajak Luar Negeri
Surat Perintah Membayar
Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga
Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan Untuk Hadir
Special Purpose Vehicle
Self Regulatory Organization
Surat Setoran Bukan Pajak
Surat Setoran Pajak
Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan
Surat Tugas
Sebagaimana telah diubah dengan
xiv
Singkatan
Stdtd
Stl
STP
STTS
Tdk
Tgl
Thd
Thn
THR
THT
TI
TLDDP
Tlh
TNMM
TP
TPB
TPPB
TPT
Tsb
Ttg
UP2
UPT
US$
Utk
UU
Waskon
WDP
WIBB
WP
WTP
YBDI
Yg
Uraian
Sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Setelah
Surat Tagihan Pajak
Surat Tanda Terima Setoran
Tidak
Tanggal
Terhadap
Tahun
Tunjangan Hari Raya
Tunjangan Hari Tua
Teknologi Informasi
Tempat Lain dalam Daerah Pabean
Telah
Transactional Net Margin Method
Transfer Pricing
Tempat Penimbunan Berikat
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
Tempat Pelayanan Terpadu
Tersebut
Tentang
Unit Pelaksana Pemeriksaan
Unit Pelaksana Teknis
Dollar Amerika Serikat
Untuk
Undang-Undang
Pengawasan dan Konsultasi
Wajar Dengan Pengecualian
Waktu Indonesia Bagian Barat
Wajib Pajak
Wajar Tanpa Pengecualian
Yang Berhubungan Dengan Itu
Yang
xv
xvi
Referensi
C-21
B-08
C-25
B-17,
B-10
B-25
C-21
B-07
C-20
xvii
C-10
D-18
D-18
D-18
B-18
D-18
C-25
C-07
B-11
D-05
xviii
D-05
D-05
D-05
D-12
D-18
B-03
C-14
E-02
E-02
D-18
B-02
B-19
xix
B-02
B-06,
B-13
C-07
F-01-01
B-17
B-13
B-19
D-15
D-07
B-17
D-12
B-13
B-13
Thn 2013:
Perihal, Nomor, dan Tanggal Peraturan
PEDOMAN PENGGUNAAN METODE DAN TEKNIK PEMERIKSAAN
SE-65/PJ/2013, 31 Des 2013
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA
PMK-226/PMK.03/2013, 31 Des 2013
TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR
PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN
PANAS BUMI
SE-64/PJ/2013, 31 Des 2013
xx
Referensi
B-20
mencabut SE-21/PJ/2012
PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE
SE-62/PJ/2013, 27 Des 2013
KODE NOTA PENGHITUNGAN DAN KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK
SE-61/PJ/2013, 24 Des 2013
Penggabungan kode utk PPh Badan & PPh Pasal 26 Ayat (4) Minyak Bumi dan
Gas Bumi, Penambahan kode utk PPN KMS (STP), Pajak Penjualan Batubara, dan
Bea Materai
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA
KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PAJAK NOMOR PER-38/PJ/2013
SE-60/PJ/2013, 24 Des 2013
PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA (P3B) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH REPUBLIK SURINAME
SE-59/PJ/2013, 23 Des 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PMK-197/PMK.03/2013, 20 Des 2013
TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS
BUMI, DAN PANAS BUMI
PER-45/PJ/2013 , 20 Des 2013
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
PMK-175/PMK.011/2013, 05 Des 2013
TATA CARA PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL DALAM RANGKA
PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA UNTUK KEPERLUAN INSTANSI
PEMERINTAH
PER-44/PJ/2013, 5 Des 2013
BENTUK DAN ISI SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PER-43/PJ/2013, 5 Des 2013
TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN, PENETAPAN
REALISASI PENANAMAN MODAL, PENYAMPAIAN KEWAJIBAN PELAPORAN,
DAN PENCABUTAN KEPUTUSAN PERSETUJUAN PEMBERIAN FASILITAS
PAJAK PENGHASILAN UNTUK WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN PENANAMAN
MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAHDAERAH TERTENTU
PER-41/PJ/2013, 27 Nov 2013
PENGAWASAN PENGUSAHA KENA PAJAK
PER-40/PJ/2013, 26 Nov 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR
POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA
KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN
PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN
DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK
PER-38/PJ/2013, 8 Nov 2013
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK.011/2013
TENTANG BUKU-BUKU PELAJARAN UMUM, KITAB SUCI, DAN BUKU-BUKU
PELAJARAN AGAMA YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA
DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
SE-58/PJ/2013, 26 Nov 2013
xxi
F-05
B-07
B-02
C-20
B-02
C-13
B-26
B-07
D-16
B-02
D-18
xxii
D-17
D-05
C-13
C-21
B-13
C-19
C-21,
C-25
xxiii
B-02
D-17
C-25
C-10,
C-21
D-18
D-17
D-11,
D-18
D-13
C-10,
C-21
D-13
xxiv
D-07
E-02
D-13
B-11
B-02
C-10
B-07
C-10,
C-21
B-22
B-22
C-08
B-02
xxv
B-16,
B-17,
B-19,
C-19
D-17
D-05
B-16
B-07
B-09
B-10
B-10
D-09
D-18
xxvi
D-05
F-01
C-13,
C-25
D-07
B-04
B-22
B-19
B-16
B-19
B-19
BAGIAN A
PENDAHULUAN
A011
2.
3.
4.
5.
premi kpd negara. Pd kenyataannya menyamakan pajak dgn premi tdk tepat, krn jika masyarakat
mengalami kerugian, negara tdk dpt memberikan penggantian layaknya perusahaan asuransi.
Teori Kepentingan
Teori ini diartikan bahwa negara yg melindungi kepentingan harta dan jiwa warga negara dgn
memperhatikan pembagian beban yg hrs dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini didasarkan pd
kepentingan setiap orang termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh krn itu, pengeluaran negara
utk melindungintya dibebankan kpd masyarakat. Warga negara yg memiliki harta lbh banyak akan
membayar pajak yg lbh besar, dan sebaliknya yg memiliki harta lbh sedikit akan membayar pajak lbh
kecil utk melindungi kepentingannya.
Teori Daya Pikul
Teori ini berpangkal dari asas keadilan yaitu setiap orang dikenakan pajak dgn bobot sama. Pajak yg
dibayar adalah mnr daya pikul dgn ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran seseorang.
Kekuatan (daya pikul) utk membayar pajak baru ada stl terpenuhinya kebutuhan primer seseorang.
Teori ini lbh menekankan unsur kemampuan seseorang dan rasa keadilan.
Teori Bakti
Teori ini mendasarkan bahwa negara mempunyai hak mutlak utk memungut pajak. Di lain pihak,
masyarakat menyadari bahwa membayar pajak sbg suatu kewajiban utk membuktikan tanda baktinya
thd negara krn negaralah yg bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya. Dgn demikian
dasar hukum pajak terletak pd hubungan masyarakat dgn negara. Teori ini disebut juga dgn teori
kewajiban pajak mutlak.
Teori Daya Beli
Pembayaran pajak dimaksudkan utk memelihara masyarakatnya. Pembayaran pajak yg dilakukan
kpd negara lbh ditekankan pd fungsi mengatur dari pajak agar masyarakat tetap eksis. Teori ini
mendasarkan pd penyelenggaraan kepentingan masyarakat yg dianggap sbg dasar keadilan
pemungutan pajak, bukan kepentingan individu/nagara, shg pajak lbh menitikberatkan pd fungsi
mengatur. Dlm teori ini kemaslahatan masyarakat akan tetap terjamin dgn pembayaran pajak.
6.
7.
melihat bunyi atau redaksi pasal yg bersangkutan. Scr tata bahasa, sutau ketentuan UU hrs
memberikan kepastian hukum, yaitu apabila kata-kata dlm kalimat suatu pasal tlh jelas maksudnya.
Penafsiran Analogis
Penfsiran ketentuan dgn cara memberi kiasan pd kata-kata yg tercantum dlm UU atau suatu model yg
sejenis yg diatur di dlm ketentuan lain, shg suatu peristiwa yg sesungguhnya tdk termasuk dlm
ketentuan menjadi termasuk berdasarkan analogi yg dibuat. Penafsiran ini dlm hukum pajak tdk
diperbolehkan krn akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Penafsiran A Contrario
Penafsiran ketentuan UU berdasarkan pd perlawanan pengertian (kebalikan) antara masalah yg
dihadapi dan masalah yg diatur dlm UU. Diambil sutau kesimpulan bhawa atas masalah yg dihadapi
yg tdk diatur dlm UU berada di luar ketentuan (tdk diatur). Penafsiran ini dlm hukum pajak tdk
diperbolehkan krn akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
A014
UU PERPAJAKAN
1.
UU 6 Thn 1983 ttg Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo UU 9 Thn 1994 jo UU 16 Thn
2000 jo UU 28 Thn 2007 jo UU 16 Thn 2009 UU KUP
Aturan Pelaksanaan: PP 74 Thn 2011
2.
UU 7 Thn 1983 ttg Pajak Penghasilan jo UU 7 Thn 1991 jo UU 10 Thn 1994 jo UU 17 Thn 2000 jo
UU 36 Thn 2008 UU PPh
Aturan Pelaksanaan: PP 94 Thn 2010
3.
UU 8 Thn 1983 ttg Pajak Pertambahan Nilai Brg dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah jo UU 11 Thn 1994 jo UU 18 Thn 2000 jo UU 42 Thn 2009 UU PPN
Aturan Pelaksanaan: PP 1 Thn 2012
4.
UU 12 Thn 1985 ttg Pajak Bumi dan Bangunan jo UU 12 Thn 1994 UU PBB
5.
6.
UU 19 Thn 1997 ttg Penagihan Pajak dgn Surat Paksa jo UU 19 Thn 2000 UU PPSP
7.
8.
9.
UU 21 Thn 1997 ttg Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan jo UU 20 Thn 2000 UU
BPHTB
A021
JENIS PAJAK
A. PAJAK PUSAT
Pajak yg dipungut dan dikelola oleh Pempus (DJP):
1.
PPh
Pajak yg dikenakan kpd OP atau badan atas penghasilan yg diterima atau diperoleh dlm suatu
Thn Pajak. Penghasilan itu dpt berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain
sebagainya.
2.
PPN
Pajak yg dikenakan atas konsumsi BKP atau JKP di dlm Daerah Pabean (dlm wilayah Indonesia).
OP, perusahaan, maupun pemerintah yg mengkonsumsi BKP atau JKP dikenakan PPN. Pd
dasarnya, setiap brg dan jasa adalah BKP atau JKP, kecuali ditentukan lain oleh UU PPN.
3.
PPnBM
Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian BKP tertentu yg tergolong mewah, juga dikenakan
PPnBM.
4.
Bea Meterai
Pajak yg dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta
kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yg memuat jml uang atau nominal di atas jml
tertentu sesuai dgn ketentuan.
5.
B. PAJAK DAERAH
Pajak-pajak yg dipungut oleh Pemda baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota:
1.
Pajak Provinsi
a.
terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari asumsi harga minyak
dunia yg ditetapkan dlm UU ttg APBN thn berjalan; dlm hal harga minyak
dunia sdh normal kembali, Peraturan Presiden tsb dicabut dlm jangka waktu
paling lama 2 bulan.
atau
9 diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak utk jangka waktu paling lama 3
tahun sejak ditetapkannya UU PDRD.
2.
d.
e.
Pajak Rokok
Pungutan atas cukai rokok yg dipungut oleh Pemerintah. (Pasal 1 angka 19 UU PDRD)
Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yg tdk dikenai cukai berdasarkan
perpu di bidang cukai. (Pasal 26 ayat (3) UU PDRD)
Tarif Pajak Rokok ditetapkan seb 10% dari cukai rokok. (Pasal 29 UU PDRD)
Pajak Kabupaten/Kota
a.
Pajak Hotel
Pajak atas pelayanan yg disediakan oleh hotel. (Pasal 1 angka 20 UU PDRD)
Hotel: Fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya
dgn dipungut bayaran, yg mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dgn jml
kamar lbh dari 10. (Pasal 1 angka 21 UU PDRD)
Objek: (Pasal 32 UU PDRD)
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yg disediakan oleh Hotel dgn pembayaran,
termasuk jasa penunjang sbg kelengkapan Hotel yg sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
Jasa penunjang: Fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan
cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola
Hotel.
Tdk termasuk objek Pajak Hotel:
9 jasa tempat tinggal asrama yg diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemda;
9 jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
9 jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
9 jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan,
dan panti sosial lainnya yg sejenis; dan
9 jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yg diselenggarakan oleh Hotel yg dpt
dimanfaatkan oleh umum.
Tarif Pajak Hotel ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%. (Pasal 35 UU PDRD)
b.
Pajak Restoran
Pajak atas pelayanan yg disediakan oleh restoran. (Pasal 1 angka 22 UU PDRD)
Restoran: Fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dgn dipungut bayaran, yg
mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk
jasa boga/katering. (Pasal 1 angka 23 UU PDRD)
A033
c.
Pajak Hiburan
Pajak atas penyelenggaraan hiburan. (Pasal 1 angka 24 UU PDRD)
Hiburan: Semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yg
dinikmati dgn dipungut bayaran. (Pasal 1 angka 25 UU PDRD)
Obyek: (Pasal 42 UU PDRD)
Hiburan adalah: tontonan film; pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau
busana;kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; pameran; diskotik, karaoke,
klab malam, dan sejenisnya; sirkus, akrobat, dan sulap; permainan bilyar, golf, dan
boling; pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; panti pijat,
refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
pertandingan olahraga.
Penyelenggaraan Hiburan di atas dpt dikecualikan dgn Perda.
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dgn Perda: (Pasal 45 UU PDRD)
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi seb 35%.
Khusus utk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke,
klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak
Hiburan dpt ditetapkan paling tinggi seb 75%.
Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan
paling tinggi seb 10%.
d.
Pajak Reklame
Pajak atas penyelenggaraan reklame. (Pasal 1 angka 26 UU PDRD)
Reklame: Benda, alat, perbuatan, atau media yg bentuk dan corak ragamnya dirancang
utk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau utk menarik
perhatian umum thd barang, jasa, orang, atau badan, yg dpt dilihat, dibaca, didengar,
dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. (Pasal 1 angka 27 UU PDRD)
Tdk termasuk sbg objek Pajak Reklame: (Pasal 47 ayat (3) UU PDRD)
penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
label/merek produk yg melekat pd barang yg diperdagangkan, yg berfungsi utk
membedakan dari produk sejenis lainnya;
nama pengenal usaha atau profesi yg dipasang melekat pd bangunan tempat usaha
atau profesi diselenggarakan sesuai dgn ketentuan yg mengatur nama pengenal
usaha atau profesi tsb;
Reklame yg diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
penyelenggaraan Reklame lainnya ng ditetapkan dgn Perda.
Tarif Pajak Reklame ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 25%. (Pasal 50 UU PDRD)
e.
f.
g.
Pajak Parkir
Pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yg disediakan
berkaitan dgn pokok usaha maupun yg disediakan sbg suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 31 UU PDRD)
Parkir: Keadaan tdk bergerak suatu kendaraan yg tdk bersifat sementara. (Pasal 1 angka
32 UU PDRD)
Tdk termasuk objek pajak: (Pasa 62 ayat (2) UU PDRD)
penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemda;
penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yg hanya digunakan utk
karyawannya sendiri;
penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara
asing dgn asas timbal balik; dan
penyelenggaraan tempat Parkir lainnya yg diatur dgn Perda.
Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi dgn Perda seb 30% (Pasal 65 UU PDRD)
j.
k.
BPHTB
Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. (Pasal 1 angka 41 UU PDRD)
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan: Perbuatan atau peristiwa hukum yg
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh OP atau Badan.
(Pasal 1 angka 42 UU PDRD)
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan: Hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta
bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dlm UU di bidang pertanahan dan
bangunan. (Pasal 1 angka 43 UU PDRD)
Objek pajak yg tdk dikenakan BPHTB adalah objek pajak yg diperoleh: (Pasal 85 UU
PDRD)
perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
negara utk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau utk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum;
badan atau perwakilan lembaga internasional yg ditetapkan dgn Peraturan Menkeu
dgn syarat tdk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan
tugas badan atau perwakilan organisasi tsb;
OP atau Badan krn konversi hak atau krn perbuatan hukum lain dgn tdk adanya
perubahan nama;
A036
A037
KEWAJIBAN WP
1.
2.
3.
4.
HAK WP
1.
2.
3.
Diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn mengemukakan jml pajak terutang mnr
perhitungan WPk dgn menyebutkan alasan-alasan yg jelas.
Keberatan hrs diajukan dlm jangka waktu 3 bulan sejak skp, kecuali WP dpt menunjukkan
bahwa jangka waktu itu tdk dpt dipenuhi krn di luar kekuasaannya.
Keberatan yg tdk memenuhi persyaratan di atas tdk dianggap sbg Surat Keberatan, shg tdk
dipertimbangkan.
Dlm hal WP mengajukan keberatan atas skp, WP wajib melunasi pajak yg masih hrs dibayar
paling sedikit sejumlah yg tlh disetujui WP dlm PAHP, sbl surat keberatan disampaikan.
Atas keberatan tsb Dirjen Pajak akan memberikan keputusan paling lama dlm jangka waktu 12
bulan sejak surat keberatan diterima. Apabila permohonan keberatan WP ditolak dan WP tdk
mengajukan banding maka WP dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 50% dari jml pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dgn pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan.
b. Banding
Permohonan banding diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dlm waktu 3 bulan sejak
keputusan keberatan diterima dilampiri SK Keberatan tsb. Thd 1 Keputusan diajukan 1 Surat
Banding.
Pengadilan Pajak hrs menetapkan putusan paling lambat 12 bulan sejak Surat Banding diterima.
Dlm hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebe 100% dari jml pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dgn
pembayaran pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan.
c. PK
Permohonan PK hanya dpt diajukan 1 kali kpd MA melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan
permohonan PK dilakukan dlm jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak diketahuinya
kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh
kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.
MA mengambil keputusan dlm jangka waktu 6 bulan sejak permohonan PK diterima.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
A043
KMK-595/KM.1/2013 ttg Uraian Jabatan Struktural Instansi Vertikal dan UPT di Lingkungan DJP
mencabut KMK-1555/KM.1/2011
PMK-62/PMK.01/2009 stdtd PMK-167/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJP
Kantor Pusat
1.
2.
Tenaga Pengkaji
a. Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan Perpajakan
b. Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi & Intensifikasi Pajak
c. Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan & Penegakan Hukum Perpajakan
d. Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan & Penertiban SDM
3.
e.
4.
5.
6.
c.
d.
e.
7.
8.
9.
d.
e.
e.
f.
Instansi Vertikal
1.
Kanwil DJP
a. Bagian Umum
1) Subbagian Kepegawaian
2) Subbagian Keuangan
3) Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga
4) Subbagian Bantuan Hukum dan Pelaporan
b. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi
1) Seksi Dukungan Teknis Komputer
2) Seksi Bimbingan Konsultasi
3) Seksi Data dan Potensi
c. Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan Penilaian selain Kanwil WP Besar & Kanwil DJP Jakarta
Khusus
1) Seksi Kerjasama Perpajakan
2) Seksi Bimbingan Ekstensifikasi
3) Seksi Bimbingan Pendataan dan Penilaian
4) Seksi Bimbingan Pengenaan
d. Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak
1) Seksi Administrasi Penyidikan
2) Seksi Bimbingan Penagihan
A055
e.
f.
Ket:
Unit yg berada di bawah Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus: KPP WP Besar /
KPP setingkat Madya
Unit yg berada di bawah selain Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus: KPP
Madya / KPP Pratama / KP2KP
C.
2.
KPP
a. Subbagian Umum
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
c. Seksi Pelayanan
d. Seksi Penagihan
e. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
f. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan selain KPP WP Besar, KPP Madya, dan KPP yg berada di
bawah Kanwil DJP Jakarta Khusus
g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
i.
Seksi Pengawasan dan Konsultasi III tergantung kebutuhan KPP ybs
j.
Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV tergantung kebutuhan KPP ybs
k. Kelompok Jabatan Fungsional
3.
KP2KP
a. Petugas Tata Usaha
b. Kelompok Jabatan Fungsional
UPT
1.
PPDDP
a. Subbagian Tata Usaha dan Keuangan
b. SubBagian Rumah Tangga, Kepegawaian dan Kepatuhan Internal
c. Seksi Pengumpulan dan Penerimaan Dokumen
d. Seksi Penyimpanan dan Peminjaman Dokumen
e. Seksi Perekaman dan Transfer Data
f. Seksi Pemindaian Dokumen
2.
KPDDP
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Verifikasi Dokumen
c. Seksi Pemeliharaan dan Pelayanan Dokumen
d. Kelompok Jabatan Fungsional
3.
KLIP DJP
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Operasional
c. Seksi Penjaminan Kualitas Layanan
d. Kelompok Jabatan Fungsional
4.
KPDE
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Pengelolaan Data dan Dukungan Operasional
c. Seksi Perekaman dan Transfer Data
d. Kelompok Jabatan Fungsional
A056
Kanwil DJP:
1.
Kanwil DJP Nanggroe Aceh Darussalam: 7 KPP Pratama, 14 KP2KP
2.
Kanwil DJP Sumatera Utara I: 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama
3.
Kanwil DJP Sumatera Utara II: 8 KPP Pratama, 11 KP2KP
4.
Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau: 2 KPP Madya, 11 KPP Pratama, 10 KP2KP
5.
Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi: 8 KPP Pratama, 19 KP2KP
6.
Kanwil DJP Sumatera Selatan & Kepulauan Bangka Belitung: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama,
13 KP2KP
7.
Kanwil DJP Bengkulu & Lampung: 9 KPP Pratama, 11 KP2KP
8.
Kanwil DJP Jakarta Pusat: 1 KPP Madya, 15 KPP Pratama
9.
Kanwil DJP Jakarta Barat: 1 KPP Madya, 10 KPP Pratama
10. Kanwil DJP Jakarta Selatan: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama
11. Kanwil DJP Jakarta Timur; 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama
12. Kanwil DJP Jakarta Utara: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 1 KP2KP
13. Kanwil DJP Jakarta Khusus: 9 KPP Setingkat KPP Madya
14. Kanwil DJP Banten: 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama, 1 KP2KP
15. Kanwil DJP Jawa Barat I: 1 KPP Madya, 15 KPP Pratama, 2 KP2KP
16. Kanwil DJP Jawa Barat II: 1 KPP Madya, 16 KPP Pratama, 2 KP2KP
17. Kanwil DJP Jawa Tengah I: 1 KPP Madya, 16 KPP Pratama, 5 KP2KP
18. Kanwil DJP Jawa Tengah II: 12 KPP Pratama, 6 KP2KP
19. Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta: 5 KPP Pratama
20. Kanwil DJP Jawa Timur I: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama
21. Kanwil DJP Jawa Timur II: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 7 KP2KP
22. Kanwil DJP Jawa Timur III: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 7 KP2KP
23. Kanwil DJP Kalimantan Barat: 6 KPP Pratama, 7 KP2KP
24. Kanwil DJP Kalimantan Selatan & Tengah: 9 KPP Pratama,18 KP2KP
25. Kanwil DJP Kalimantan Timur: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 6 KP2KP
26. Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 21 KP2KP
27. Kanwil DJP Sulawesi Utara,Tengah,Gorontalo, & Maluku Utara: 11 KPP Pratama, 16 KP2KP
28. Kanwil DJP Bali: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 4 KP2KP
29. Kanwil DJP Nusa Tenggara: 11 KPP Pratama, 11 KP2KP
30. Kanwil DJP Papua dan Maluku: 7 KPP Pratama, 15 KP2KP
31. Kanwil DJP Wajib Pajak Besar: 4 KPP WP Besar
Total 331 KPP dan 207 KP2KP
A057
BAGIAN B
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN (KUP)
B011
37A
Sunset Policy
BAB VIII KETENTUAN PIDANA
38
Kealpaan WP
39
Kesengajaan WP
39A
Kesengajaan WP
40
Daluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan
41
Kealpaan pejabat
41A
Kesengajaan pihak ketiga tdk memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yg
tdk benar
41B
Kesengajaan menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
41C
Kesengajaan instansi pemerintah tdk memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi
42
43
Kesengajaan bagi wakil, kuasa, pegawai dari WP, atau pihak lain
BAB IX PENYIDIKAN
43A
Pemeriksaan bukti permulaan
44
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
44A
Penghentian penyidikan
44B
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
45
Perlakuan thd pajak terhutang sbl berlaku UU ini
46
Peraturan pelaksanaan di bidang perpajakan yg lama tetap berlaku sepanjang tdk bertentangan
47
47A
Penerapan thd semua hak dan kewajiban perpajakan Thn Pajak 1995 s.d. Thn Pajak 2000
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
48
Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU KUP
49
Ketentuan UU KUP berlaku pula bagi UU perpajakan lain kecuali ditentukan lain
B012
NPWP, PKP, WP NE
A. ADMINISTRASI NPWP
Dasar Hukum:
PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 31 Mei 2013) jo PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 08 Nov 13)
mencabut KEP-161/PJ/2001, KEP-144/PJ./2005, KEP-47/PJ./2006, PER-160/PJ/2007, PER26/PJ/2008, PER-44/PJ/2008, PER-51/PJ/2008, PER-41/PJ/2009, PER-24/PJ/2009, PER62/PJ/2010
SE terkait:
SE-60/PJ/2013 mencabut SE-89/PJ/2009, SE-17/PJ/2009, SE-36/PJ/2012
1. Kategori NPWP WP OP:
a. OP (lnduk): WP blm menikah dan suami sbg kepala keluarga
b. Hidup Berpisah (HB): Wanita kawin yg dikenai pajak scr terpisah krn hidup berpisah
berdasarkan putusan hakim
c. Pisah Harta (PH): Suami-istri yg dikenai pajak scr terpisah krn menghendaki scr tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan scr tertulis
d. Memilih Terpisah (MT): Wanita kawin, selain kategori HB & PH, yg dikenai pajak scr terpisah
krn memilih melaksanakan hak & memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya
e. Warisan Blm Terbagi (WBT) sbg 1 kesatuan mrp subjek pajak pengganti, menggantikan
mereka yg berhak: Ahli waris
WP pd angka 1 huruf c & d diberikan NPWP Pusat yg berbeda dgn NPWP suami.
NPWP tdk diberikan kpd:
Wanita kawin yg tdk hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, tdk melakukan perjanjian
pemisahan harta & penghasilan scr tertulis, dan/atau tdk menghendaki utk melaksanakan
hak & memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya, yg hak & kewajiban
perpajakannya digabungkan dgn pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan
suaminya; dan
Anak yg blm dewasa yg memiliki penghasilan sesuai Pasal 8 ayat 4 UU PPh.
WP OPPT & OP lainnya yg melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas juga wajib mendaftarkan
diri di KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha tsb, utk memperoleh NPWP
Cabang bagi setiap tempat usaha. NPWP Cabang tsb diberikan kode cabang yg mencerminkan
urutan cabang di suatu KPP.
2. Kategori NPWP WP Badan:
a. Badan: Sekumpulan orang dan/atau modal yg mrp kesatuan baik yg melakukan usaha
maupun yg tdk melakukan usaha yg meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN atau BUMD dgn nama & dlm bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk KIK dan BUT
b. JO: Bentuk KSO yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP a.n. KSO
c. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing: WP perwakilan dagang asing/kantor perwakilan
perusahaan asing (representative office/liason office) di Indonesia yg bukan BUT
d. Bendahara: Bendahara pemerintah yg membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dgn pekerjaan, jasa, atau kegiatan, dan diwajibkan melakukan
pemotongan/pemungutan pajak sehubungan dgn pembayaran/ penyerahan barang & jasa,
serta pembayaran lainnya sesuai dgn perpu di bidang perpajakan
e. Penyelenggara Kegiatan: Pihak selain WP pd huruf a d yg melakukan pembayaran
imbalan dgn nama dan dlm bentuk apapun sehubungan dgn pelaksanaan kegiatan, dan
diwajibkan melakukan pemotongan/pemungutan pajak sesuai dgn perpu di bidang
perpajakan
WP badan yg memiliki tempat usaha berbeda dgn tempat kedudukan juga wajib mendaftarkan diri
di KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tsb, utk memperoleh NPWP Cabang bagi
setiap tempat usaha.
B021
B022
I.
PENDAFTARAN NPWP
WP yg tlh memenuhi persyaratan subjektif & objektif sesuai dgn ketentuan perpu di bidang
perpajakan, wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (mnr
keadaan yg sebenarnya) atau tempat kedudukan (mnr keadaan yg sebenarnya), dan
tempat kegiatan usaha WP. (Pasal 2 ayat (1) & (2) PER-20/PJ/2013)
WP OP Pengusaha Tertentu (OPPT), selain wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal WP, juga wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha WP. (Pasal 2 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
B023
B024
3b.
4.
5.
6.
7.
WP badan yg memiliki
kewajiban perpajakan sbg
pembayar pajak, pemotong
dan/atau pemungut pajak,
termasuk BUT dan kontraktor
dan/atau operator di bid usaha
hulu migas (Pasal 2 ayat (3)
huruf c) yg tdk berorientasi pd
profit
WP badan yg hanya memiliki
kewajiban perpajakan sbg
pemotong dan/atau pemungut
pajak, termasuk bentuk KSO
(Pasal 2 ayat (3) huruf d)
Wanita kawin yg tdk menghendaki utk melaksanakan hak & memenuhi kewajiban
perpajakan terpisah dari suaminya dan anak yg blm dewasa, hrs melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga.
Penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU PPh:
Anak yg blm dewasa: anak yg blm berumur 18 thn dan blm pernah menikah
Jangka Waktu Penyelesaian:
Thd permohonan pendaftaran NPWP yg tlh diberikan BPS, KPP/KP2KP menerbitkan Kartu
NPWP & SKT paling lambat 1 hari kerja stl BPS diterbitkan. Kartu NPWP dan SKT
disampaikan kpd WP melalui pos tercatat.
B025
Apabila dlm jangka waktu tsb, KPP/KP2KP blm menerbitkan SKT & kartu NPWP,
KPP/KP2KP hrs segera menerbitkan SKT & kartu NPWP dgn tanggal mulai terdaftar
adalah hari kerja berikutnya stl BPS diterbitkan.
Petugas Pendaftaran melakukan pemantauan thd pengiriman SKT & Kartu NPWP yg tdk
sampai ke alamat WP (kembali pos). Dlm hal tdk sampai, maka WP tsb diusulkan utk
dilakukan penelitian dlm rangka penetapan WP NE.
Prosedur Kerja Pendaftaran dan Pemberian NPWP scr Jabatan di KPP: (Lamp V Huruf B
Angka IV SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon meneliti data dan/atau informasi, selanjutnya menentukan apakah perlu
dilakukan pemeriksaan atau verifikasi. Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon
menyerahkan data dan/atau informasi kpd Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai Tata Cara
Pemeriksaan. Dlm hal dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti Tata Cara
Verifikasi.
3. LHV / LHP selanjutnya disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan meneliti LHV / LHP.
a. Dlm hal LHV / LHP menyatakan WP tdk dpt diberikan NPWP, Petugas Pendaftaran
mengarsipkan LHV / LHP.
b. Dlm hal LHV / LHP menyatakan WP dpt diberikan NPWP, Petugas Pendaftaran:
1) mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran WP;
2) merekam data isian Formulir Pendaftaran WP;
3) mencetak konsep SKT dan kartu NPWP;
4) menyampaikan konsep SKT dan kartu NPWP kpd Kasi Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti, menandatangani SKT dan menyerahkan kembali kartu NPWP dan
SKT kpd Petugas Pendaftaran.
7. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Kartu NPWP, SKT dan
starter-kit kpd WP.
II.
B026
B027
B028
IV. PEMINDAHAN WP
Dpt dilakukan berdasarkan permohonan WP atau scr jabatan, dan hanya dpt dilakukan oleh KPP
Lama. (Huruf E angka 3 huruf f angka 1) SE-60/PJ/2013)
WP OP dpt mengajukan permohonan pindah melalui KPP Baru dan KPP Baru menerbitkan BPS
stl permohonan dinyatakan lengkap, serta meneruskan berkas permohonan ke KPP Lama paling
lambat 1 hari kerja stl penerbitan BPS.
Yg Dpt Mengajukan Pemindahan: (Pasal 33 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
WP dgn NPWP 3 digit terakhir 000 (status domisili) yg tempat tinggal / tempat kedudukan mnr
keadaan yg sebenarnya pindah ke wilayah kerja KPP lain dpt mengajukan permohonan
pemindahan.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 34 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
Meliputi dokumen yg menunjukkan bahwa tempat tinggal / tempat kedudukan WP mnr
keadaan yg sebenarnya pindah ke wilayah kerja KPP lain
Proses yg Dilakukan KPP stl Menerima Permohonan dari WP:
a. Yg Dilakukan KPP Lama Stl Menerima Permohonan dari WP (Pasal 35 PER-20/PJ/2013)
Berdasarkan permohonan pindah yg sdh diberikan BPS, KPP Lama memberikan
keputusan dlm jangka waktu paling lama 5 hari kerja stl BPS diterbitkan, atau stl
diterimanya penerusan berkas permohonan pindah WP OP yg disampaikan melalui
KPP Baru.
Keputusan diberikan stl KPP Lama melakukan Verifikasi dlm rangka pemindahan WP,
dpt berupa:
1. Menerima permohonan WP dgn menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT,
dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan menyampaikan kpd WP; atau
Diterbitkan oleh KPP Lama dan ditembuskan ke KPP Baru dlm hal hasil Verifikasi
menunjukkan bahwa:
a. Tempat tinggal / tempat kedudukan mnr keadaan yg sebenarnya dari WP tdk
berada di wilayah kerja KPP Lama; dan
B029
b.
c.
Ketentuan Lain-lain:
a. DJP dpt Memindahkan Tempat Pendaftaran WP (Pasal 38 PER-20/PJ/2013)
Dirjen Pajak dpt memindahkan tempat pendaftaran WP ke KPP yg wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal / tempat kedudukan WP mnr keadaan yg sebenarnya dlm hal terdapat data
dan/atau informasi yg menunjukkan bahwa KPP tempat WP terdaftar tdk sesuai dgn
tempat tinggal / tempat kedudukan mnr keadaan yg sebenarnya.
b. Bagi WP Badan atau OP dgn NPWP 3 Digit Terakhir Selain 000 (Pasal 39 PER20/PJ/2013)
WP badan atau OP dgn NPWP 3 digit terakhir selain 000 (status cabang) yg tempat kegiatan
usahanya pindah ke wilayah kerja KPP lain, hrs mendaftarkan diri dan melaporkan usaha utk
dikukuhkan sbg PKP di KPP Baru serta mengajukan permohonan penghapusan NPWP
dan/atau permohonan pencabutan PKP ke KPP Lama.
Prosedur Kerja Pemindahan WP scr Jabatan: (Lamp XVIII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh atau usulan dari KPP Baru, Kepala
Kantor menugaskan Kasi Pelayanan utk menindaklanjuti.
2. Kasi Pelayanan menerima penugasan dan menindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Verifikasi.
3. Berdasarkan LHV:
a. WP tdk dpt dipindahkan:
1) Dlm hal data dan/atau informasi berasal dari KPP Lain, Petugas Pendaftaran
mencetak konsep Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan;
2) Dlm hal data dan/atau informasi tdk berasal dari KPP Lain, Petugas Pendaftaran
mengarsipkan LHV.
b. WP dpt dipindahkan:
Petugas Pendaftaran mencetak konsep Surat Pindah, konsep Surat Pencabutan SKT,
dan/atau konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
4. Petugas Pendaftaran menyerahkan konsep Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr
Jabatan atau konsep Surat Pindah, konsep Surat Pencabutan SKT dan/atau konsep Surat
Pencabutan Pengukuhan PKP kpd Kasi Pelayanan.
B0210
5.
Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr
Jabatan atau Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan
PKP, kemudian menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan:
1) Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP kpd
WP dan tembusannya dikirimkan ke KPP Baru.
2) Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan kpd KPP Baru dlm hal WP tdk dpt
dipindahkan.
6.
V. WP NE
Kriteria WP yg Ditetapkan sbg WP NE (Pasal 40 ayat (1) PER-20/PJ/2013) shg dikecualikan
dari pengawasan rutin oleh KPP
1. WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas tetapi scr nyata tdk lagi menjalankan
kegiatan usaha atau tdk lagi melakukan pekerjaan bebas;
2. WP OP yg tdk menjalankan usaha / pekerjaan bebas dan penghasilannya < PTKP;
3. WP OP yg bertempat tinggal / berada di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan dan tdk
bermaksud meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya;
4. WP yg mengajukan permohonan penghapusan & blm diterbitkan keputusan; atau
5. WP yg tdk lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi blm dilakukan
penghapusan NPWP.
Termasuk dlm kriteria WP NE pd angka 5:
WP OP wanita kawin yg tlh memiliki NPWP yg berbeda dgn suami dan tdk berniat
melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan scr terpisah;
OP yg memiliki NPWP sbg anggota keluarga/tanggungan, yaitu NPWP dgn kode cabang
"001", "999", "998" dst.;
WP bendahara pemerintah yg tdk lagi memenuhi syarat sbg WP krn ybs sdh tdk lagi
melakukan pembayaran dan blm dilakukan penghapusan NPWP; atau
WP yg tdk diketahui/ditemukan lagi alamatnya.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan WP NE: (Pasal 42 ayat (4) PER20/PJ/2013)
Dokumen yg menunjukkan bahwa WP memenuhi kriteria sesuai Pasal 40 ayat (1) PER20/PJ/2013
Hrs dilampiri dgn surat pernyataan memenuhi kriteria WP NE (format di Lamp XIX SE60/PJ/2013)
Kriteria WP yg Diusulkan Ditetapkan sbg WP NE scr Jabatan: (Huruf E angka 3 huruf g angka
12) SE-60/PJ/2013)
1. WP tdk menyampaikan SPT dan/atau tdk ada transaksi pembayaran selama 2 thn berturutturut;
2. Pengiriman kartu NPWP, SKT dan Starter Kit tdk sampai kpd WP (kembali pos); dan
3. Penerbitan NPWP Cabang scr Jabatan dlm rangka penerbitan SKPKB PPN KMS.
Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Penetapan WP NE:
Paling lambat 5 hari kerja stl BPS diterbitkan.
WP berstatus Pusat tdk dpt ditetapkan sbg WP NE apabila terdapat Cabang yg berstatus
Aktif. (Huruf E angka 3 huruf g angka 8) SE-60/PJ/2013)
WP berstatus PKP dpt ditetapkan sbg WP NE stl dilakukan Pencabutan Pengukuhan PKP
terlebih dahulu. (Huruf E angka 3 huruf g angka 9) SE-60/PJ/2013)
Dlm hal KPP melakukan penetapan WP sbg WP NE baik atas permohonan WP atau scr
jabatan, KPP menyampaikan pemberitahuan mengenai penetapan sbg WP NE tsb kpd WP.
(Pasal 44 PER-20/PJ/2013)
B0211
Kondisi WP NE dpt Berubah Menjadi Status WP Efektif: (Huruf E angka 3 huruf g angka 16)
SE-60/PJ/2013)
1. WP menyampaikan SPT Masa/SPT Tahunan;
2. WP melakukan pembayaran pajak;
3. WP melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas;
4. WP mengajukan permohonan utk diaktifkan kembali; atau
5. WP diketahui/ditemukan alamatnya.
Penetapan WP NE/Pengaktifan Kembali WP NE dpt dilakukan berdasarkan permohonan
WP/scr jabatan, dan hanya dpt dilakukan oleh KPP.
Prosedur Kerja Penetapan WP NE scr Jabatan: (Lamp XXII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon memerintahkan AR utk menindaklanjuti.
3. AR melakukan penelitian administrasi perpajakan dlm rangka Penetapan WP NE.
4. AR membuat laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE, dan menyerahkan kpd Kasi
Waskon utk diteliti dan ditandatangani.
5. Kasi Waskon meneliti dan menandatangani laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP
NE dan meneruskan kpd Kasi Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan menerima laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE.
7. Kasi Pelayanan menyerahkan laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE dan
memerintahkan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
8. Berdasarkan hasil penelitian administrasi perpajakan dan BA Penetapan WP NE:
a. WP memenuhi kriteria dpt ditetapkan sbg WP NE:
1) Petugas Pendaftaran melakukan perubahan Status Master File WP menjadi Status
NE.
2) Petugas Pendaftaran mencetak dan menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan
Penetapan WP NE.
b. WP tdk memenuhi kriteria dpt ditetapkan sbg WP NE:
1) Petugas Pendaftaran tdk melakukan perubahan Status Master File WP.
2) Petugas Pendaftaran mengarsipkan laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP
NE.
9. Petugas Pendaftaran menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE kpd
Kasi Pelayanan.
10. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE,
kemudian menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
11. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Penetapan WP NE kpd WP.
Prosedur Kerja Pengaktifan Kembali WP NE scr Jabatan: (Lamp XXIII Huruf B Angka III SE60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Pelayanan utk menindaklanjuti.
2. Kasi Pelayanan memerintahkan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
3. Petugas Pendaftaran melakukan perubahan Status Master File WP menjadi Aktif kembali.
4. Petugas Pendaftaran mencetak dan menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Pengaktifan
Kembali WP NE kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan Pengaktifan Kembali WP
NE, kemudian menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
6. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pengaktifan Kembali WP NE kpd WP.
B0212
Bendahara pemerintah
4.
5.
WP yg memiliki > 1
NPWP
Wanita kawin yg
sebelumnya tlh memiliki
NPWP
6.
WP badan
B0213
WP badan tertentu selain PT dgn status tdk aktif (NE) yg tdk mempunyai kewajiban PPh
dan scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha
Pelaksanaan Verifikasi mencakup kegiatan:
pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg
menyatakan bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif & objektif; dan
konfirmasi thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan
bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif & objektif.
b. Thd WP selain di atas dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
B0214
3.
4.
Surat Penolakan Penghapusan NPWP diterbitkan dlm hal: (Pasal 13 ayat (5) PER20/PJ/2013)
1. Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi utk tdk melakukan
penghapusan NPWP; atau
2. Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan
NPWP, namun:
Terdapat utang pajak;
Terdapat proses hukum atau proses administrasi; dan/atau
Terdapat NPWP cabang yg blm dihapus, dlm hal Penghapusan NPWP dilakukan thd
NPWP pusat.
Apabila stl diterbitkan Surat Penolakan Penghapusan NPWP diketahui:
a. WP melunasi utang pajak;
b. proses hukum atau proses administrasi dlm Pasal 13 ayat (2) PER-20/PJ/2013 tlh
selesai ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan; dan
c. slr NPWP cabang WP tlh dihapus, dlm hal permohonan penghapusan NPWP
diajukan thd NPWP pusat
WP dpt mengajukan kembali permohonan penghapusan NPWP dan permohonan tsb
dianggap sbg permohonan baru.
(Pasal 14 PER-20/PJ/2013)
Prosedur Kerja Penghapusan NPWP scr Jabatan: (Lamp VIII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon:
a. meneliti data dan/atau informasi dan menentukan perlu dilakukan pemeriksaan atau
verifikasi. Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau
informasi kpd Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Pemeriksaan. Dlm hal
dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti Tata Cara Verifikasi;
b. menyampaikan usulan NE thd WP yg sedang diperiksa atau diverifikasi dan ditindaklanjuti
sesuai Tata Cara Penetapan WP NE.
3. LHP / LHV disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHP / LHV. Berdasarkan LHP / LHV
menyatakan:
a. WP tdk memenuhi syarat utk dihapuskan maka Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHP /
LHV.
b. WP memenuhi syarat utk dihapuskan maka:
1) Petugas Pendaftaran mengecek apakah penghapusan NPWP dilakukan sesuai batas
waktu.
a) Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan sesuai batas waktu, Petugas
Pendaftaran membuat dan menandatangani konsep SK Penghapusan NPWP
dan konsep BA Penghapusan NPWP.
b) Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan melewati batas waktu, Petugas
Pendaftaran membuat dan menandatangani konsep SK Penghapusan NPWP
dan konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu.
2) Petugas Pendaftaran menyerahkan konsep Surat Keputusan Penghapusan NPWP,
konsep BA Penghapusan NPWP atau konsep BA Penghapusan NPWP Melewati
Batas Waktu kpd Kasi Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani SK Penghapusan NPWP, BA Penghapusan
NPWP atau konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu.
SK Penghapusan NPWP, BA Penghapusan NPWP dikembalikan kpd Petugas
B0215
7.
8.
B0216
Pengaktifan Kembali NPWP / Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP, dilakukan scr jabatan
oleh KPP.
Dilakukan dlm hal terdapat data dan/atau informasi yg menunjukkan bahwa WP / PKP yg
pernah diterbitkan Surat Penghapusan NPWP / Surat Pencabutan Pengukuhan PKP ternyata
masih memenuhi persyaratan subjektif & objektif / persyaratan sbg PKP. Dlm hal dilakukan
Pembatalan Surat Penghapusan NPWP / Surat Pencabutan Pengukuhan PKP tsb, NPWP yg tlh
dihapus / Surat Pengukuhan PKP yg dicabut dinyatakan tetap berlaku.
Prosedur Kerja Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan: (Lamp XII Huruf B Angka III SE60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon meneliti data dan/atau informasi dan menentukan perlu dilakukan pemeriksaan
atau verifikasi.
Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau informasi kpd
Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Pemeriksaan.
Dlm hal dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti Tata Cara Verifikasi.
3. LHP / LHV disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHP / LHV. Berdasarkan LHP / LHV:
a. Menyatakan SPPKP tdk dpt dicabut:
Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHP / LHV.
b. Menyatakan SPPKP dpt dicabut:
Petugas Pendaftaran:
1) mencetak konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
2) membuat dan menandatangani konsep BA Pencabutan Pengukuhan PKP.
3) menyampaikan konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan konsep BA kpd Kasi
Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan BA
Pencabutan Pengukuhan PKP, kemudian menyerahkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP
dan BA Pencabutan Pengukuhan PKP kpd Petugas Pendaftaran.
7. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP kpd WP.
Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan
Pemeriksaan / Verifikasi dlm rangka penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP
scr jabatan, dilakukan apabila: (Pasal 12 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. Terdapat data & informasi perpajakan yg dimiliki / diperoleh DJP yg menunjukkan bahwa WP
dan/atau PKP tdk memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif; dan
2. WP dan/atau PKP tdk mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan/atau pencabutan
pengukuhan PKP.
Termasuk dlm Pencabutan Pengukuhan PKP scr jabatan adalah pencabutan pengukuhan PKP
dlm rangka pemusatan tempat pajak terutang
Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan atas Pengusaha Kecil Thn 2014
Dasar Hukum: PER-12/PJ/2014
I. Cara Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan:
Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan dilakukan berdasarkan LHV. (Pasal 2 ayat (1)
PER-12/PJ/2014)
Verifikasi dilakukan utk memastikan bahwa jml peredaran bruto dan/atau penerimaan
bruto PKP atas penyerahan BKP/JKP Masa Pajak Jan thn 2013 s.d. Masa Pajak Des thn
2013 < Rp 4,8 M. (Pasal 2 ayat (2) PER-12)
Ketentuan terkait pelaksanaan verifikasi: Lamp PER-12/PJ/2014
Hasil verifikasi dituangkan dlm LHV. (Pasal 2 ayat (4) PER-12/PJ/2014)
Verifikasi diselesaikan dlm jangka waktu paling lama 3 bulan yg dihitung sejak tanggal ST
diterbitkan s.d. tanggal LHV ditandatangani. (Pasal 2 ayat (5) PER-12/PJ/2014)
Slr kegiatan verifikasi dlm PER-12/PJ/2014 sdh hrs selesai paling lambat akhir bulan Agust
B0217
e-REGISTRATION
Permohonan yg dpt disampaikan scr elektronik melalui Aplikasi e-Registration: Pendaftaran
dan Pemberian NPWP; Penghapusan NPWP; Pengukuhan PKP; Pencabutan PKP;
Perubahan Data WP dan/atau PKP; Pemindahan WP; dan Penetapan WP NE.
Proses pendaftaran utk mendapatkan akun bagi WP yg menggunakan aplikasi e-Registration:
WP membuka aplikasi e-Registration yg tersedia di situs DJP (http://www.pajak.go.id).
WP membuat akun dgn mengklik menu "buat account baru" dan mengisi informasi yg
diminta.
Stl WP mengisi semua informasi yg diperlukan, aplikasi e-Registration akan mengaktifkan
username & password.
Utk dpt memanfaatkan aplikasi e-Registration, WP melakukan login ke aplikasi eRegistration dgn mengisi username & password yg tlh dibuat.
Dlm hal permohonan diajukan melalui aplikasi e-Registration, dokumen yg dipersyaratkan
dpt diunggah di aplikasi e-Registration atau dikirim dgn menggunakan Surat Pengiriman
Dokumen (SPD) ke KPP. Apabila dokumen yg disyaratkan blm diterima KPP dlm
jangka waktu 14 hari kerja stl permohonan scr elektronik, permohonan tsb dianggap
tdk diajukan.
Apabila dokumen yg disyaratkan tlh diterima scr lengkap, KPP menerbitkan BPS scr
elektronik.
Dlm hal WP tdk dpt mengajukan permohonan scr elektronik, permohonan dpt dilakukan
dgn menyampaikan permohonan scr tertulis, yg dilakukan dgn mengisi dan
menandatangani formulir terkait., dan dilengkapi dgn dokumen yg disyaratkan.
Permohonan scr tertulis disampaikan ke KPP/KP2KP yg wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha WP. Dlm hal pengajuan
permohonan disampaikan melalui KP2KP, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan
meneruskan berkas permohonan ke KPP paling lambat 1 hari kerja stl permohonan
diterima.
Thd penyampaian permohonan scr tertulis, KPP/KP2KP memberikan BPS apabila
permohonan dinyatakan tlh diterima scr lengkap.
Thd penyampaian permohonan scr tertulis yg diterima scr tdk lengkap berlaku ketentuan:
B0218
9
9
Dlm hal permohonan disampaikan scr lsg, permohonan dikembalikan kpd WP; atau
Dlm hal permohonan disampaikan melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir,
KPP menyampaikan pemberitahuan scr tertulis mengenai ketidaklengkapan tsb.
Lamp I Bagian B
LampI Bagian C
Lamp I Bagian D
6.
Lamp I Bagian E
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Lamp I Bagian F
Lamp I Bagian G
Lamp II Bagian A
Lamp II Bagian B
Lamp III Bagian A
Lamp III Bagian B
Lamp III Bagian C
Lamp III Bagian D
Lamp IV Bagian A
16.
17.
18.
Lamp IV Bagian B
Lamp IV Bagian C
Lamp IV Bagian D
19.
20.
Lamp IV Bagian E
Lamp IV Bagian F
Pihak Pembuat
Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
DJP
Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
Pemohon/Kuasa
Pemohon
DJP
Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
DJP
Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
DJP
Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
DJP
Nama Form
1.
2.
3.
4.
Sumber
B0219
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Pihak
Pembuat
DJP
WP OP
Disediakan
oleh sistem
WP/Kuasa
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Lamp VI
Lamp VII
Lamp IX
Lamp XI
Lamp XIII
Lamp XIV
Lamp XVI
Lamp XVII
Lamp XIX
14.
15.
BA Penetapan/Pengaktifan Kembali WP NE
Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE/Penolakan
Penetapan WP NE/Pengaktifan Kembali WP NE
BA Pembatalan Penghapusan NPWP
Surat Pemberitahuan Pembatalan Penghapusan NPWP
BA Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP
Surat Pemberitahuan Pembatalan Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP
BA Aktivasi Sementara
Form Permohonan Cetak Ulang (Kartu NPWP, SKT,
SPPKP)
Pengumuman Keadaan Kahar
Surat Pengantar Faksimile Keadaan Kahar dari KP2KP ke
KPP
Lamp XX
Lamp XXI
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
DJP
Pembuat
pernyataan
DJP
Lamp XXIV
Lamp XXV
Lamp XXVII
Lamp XXVIII
Lamp XXX
Lamp XXXII
LampXXXIV
Lamp XXXV
Pemohon
DJP
Sumber
Lamp V
Lamp VIII
Lamp X
Lamp XII
Lamp XV
Lamp XVIII
Lamp XXII
Lamp XXIII
Lamp XXVI
Lamp XXIX
Lamp XXXI
Lamp XXXIII
Lamp XXXVI
1,
2.
Lamp II
Lamp III
3.
Lamp IV
Pihak
Pembuat
DJP
WP/Wakil
WP/Kuasa
DJP
Lamp VI
DJP
No.
4.
Nama Form
B0220
Sumber
B0221
b.5
KPP PMA 4
b.6
KPP PMA 5
b.7
KPP PMA 6
b.8
KPP Badora
b.9
c
KPP Migas
Kanwil
KPP Madya
DJP
terkait
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP di atas ditetapkan dgn Keputusan
Dirjen, kecuali:
Penetapan tempat pendaftaran dan/atau tempat
KPP WP Besar 3
pelaporan usaha utk pertama kali ditetapkan dgn
KPP WP Besar 4 utk WP BUMN
Keputusan Dirjen Pajak
KPP Migas
KPP Badora
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP b.2 b.7 ditentukan berdasarkan
KLU WP sesuai Lamp I PER-28/PJ/2012
Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi WP Baru: (Pasal 3 PER-28/PJ/2012)
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP baru:
WP PMA di KPP Pratama yg wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan WP
WP BUMN di KPP WP 3 atau KPP WP Besar 4 (sesuai dgn KLU WP tsb)
WP Migas di KPP Migas
Dlm hal WP Berstatus Pusat terdaftar pd KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 (nomor
a.1 c) dan membuka kantor cabang baru yg berdomisili di wilayah sesuai Lamp II PER28/PJ/2012, tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha atas kantor cabang baru tsb di
KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012.
Dlm hal WP Berstatus Cabang terdaftar di KPP Madya, sedangkan WP Berstatus Pusat terdaftar
di KPP Pratama di Kanwil DJP yg berbeda, dan WP Berstatus Pusat tsb pindah ke KPP di Kanwil
DJP yg membawahi KPP Madya tempat WP Berstatus Cabang tsb terdaftar, maka tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP Berstatus Pusat tsb adalah di KPP
Madya.
Kewajiban Perpajakan: (Pasal 5 PER-28/PJ/2012)
Kewajiban perpajakan bagi WP yg terdaftar pd KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 meliputi:
a. PPh Badan dan/atau PPh OP
b. PPN atau PPnBM lihat Bagian C. Pemusatan Tempat Terutang PPN
c. Pemotongan & Pemungutan PPh akibat dari transaksi yg dilakukan kantor pusat dan/atau cabang
WP yg berdomisili di wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012
d. Pajak Tdk Langsung Lainnya
Pelaksanaan Hak & Kewajiban bagi WP yg Dipindahkan ke KPP Baru Selain yg Diatur di PER18/PJ/2012: (Pasal 6 PER-28/PJ/2012)
KPP Baru adalah KPP yg menerima perpindahan WP dari KPP Lama
Pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan bagi WP yg dipindahkan ke KPP Baru:
Hak & kewajiban perpajakan utk masa pajak, bagian thn pajak atau thn pajak sbl tanggal SMT
atau sbl tanggal WP dipindahkan ke KPP Baru, dilaksanakan dan dipenuhi di:
1. KPP Baru, yg meliputi:
a. Kewajiban PPh Badan, PPN dan/atau PPnBM, dan Pemotongan & Pemungutan PPh
dlm hal WP yg dipindahkan adalah WP Berstatus Pusat;
b. Kewajiban PPN dan Pemotongan & Pemungutan PPh dlm hal WP yg dipindahkan
adalah WP Berstatus Cabang yg berdomisili di wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012;
dan
B0222
B0223
2.
3.
Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha bagi WP di KPP PMB dan KPP Madya
Pemindahan WP dari KPP PMB dan KPP Madya
d. Keputusan Dirjen Pajak berdasarkan hasil evaluasi tsb diterbitkan paling lama pd akhir bulan
Sept thn evaluasi dilakukan dan mulai berlaku 1 Jan thn berikutnya.
Ketentuan Terkait Tindak Lanjut Hasil Keputusan DJP Atas Evaluasi Yg Tlh Dilakukan
(Pasal 10 PER-28/PJ/2012)
a. Dlm hal WP yg dipindahkan ke KPP Pratama sejak Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9
ayat (3) PER-28/PJ/2012 mengajukan permohonan pindah sehubungan dgn perubahan
tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP
Pratama lainnya, maka tata cara pemindahan thd WP tsb mengacu pd ketentuan perpu di
bidang perpajakan.
b. Dlm hal tempat terdaftar WP yg dicantumkan pd kolom KPP asal di dlm Keputusan Dirjen
Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012 tdk sesuai dgn tempat terdaftar yg
sebenarnya, maka WP tsb tetap dipindahkan ke KPP tujuan sesuai dgn Keputusan Dirjen
Pajak tsb.
c. WP yg terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP
Madya tetap diadministrasikan di KPP tsb s.d. ditetapkan terdaftar di KPP lain dgn Keputusan
Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012.
Pemindahan WP krn Keadaan Tertentu: (Pasal 4 PER-28/PJ/2012)
WP yg terdaftar di KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 yg:
a. Mengalami perubahan status modal;
b. Melakukan perubahan kegiatan usaha/jenis usaha atau KLU;
c. Melakukan perubahan tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha yg menyebabkan
perubahan tempat KPP terdaftar;
d. Pendaftaran emisi sahamnya tlh dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK; atau
e. Sahamnya tdk lagi terdaftar di BEI (delisting),
pemindahan WP dilakukan bersamaan dgn evaluasi WP terdaftar sesuai Pasal 9 PER28/PJ/2012.
Evaluasi stl berlakunya PER-13 dilakukan paling lama thn 2016 dan mulai berlaku paling
lama pd tanggal 1 Jan thn berikutnya.
Daftar KPP PMA Berdasarkan KLU WP (Lamp I PER-28/PJ/2012)
Unit Kantor Kekhususan Jenis Usaha
Gol. Pokok
KPP PMA 1
KPP PMA 2
24-30, 32
KPP PMA 3
05-09, 45-47
KPP PMA 4
10-16
KPP PMA 5
KPP PMA 6
Kota Medan
Kota Batam
B0224
Kota Palembang
Kota Tangerang
Kota Bandung
Kab. Bekasi
Kota Semarang
10
Kota Surabaya
11
Kab. Sidoarjo
12
Kota Malang
13
14
Kota Balikpapan
15
Kota Makassar
B0225
B0226
B0227
3.
4.
5.
Dlm hal WP yg ditetapkan terdaftar di KPP Pratama menghendaki utk memperpanjang jangka
waktu pemusatan tempat PPN terutang, WP wajib menyampaikan pemberitahuan scr tertulis kpd
Kakanwil DJP yg wilayah kerjanya meliputi KPP Pratama tempat WP terdaftar sesuai dgn
ketentuan perpu perpajakan.
Kepala KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya menerbitkan SK
pemusatan tempat PPN terutang paling lama 2 bulan sbl berakhirnya thn SMT utk:
a. WP yg mempunyai > 1 tempat kegiatan usaha/cabang tetapi blm melaksanakan pemusatan
tempat PPN terutang; atau
b. WP yg sdh diterbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang sesuai Pasal 5 ayat (3) huruf b
PER-28/PJ/2012.
SK pemusatan tempat PPN terutang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari thn berikutnya stl thn
SMT, kecuali jika WP menyampaikan pemberitahuan scr tertulis sesuai Pasal 5 ayat (7) huruf a
PER-28/PJ/2012.
Kepala KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya dpt menerbitkan
SK pemusatan tempat PPN terutang berdasarkan:
a. Surat pemberitahuan scr tertulis dari WP sbl jangka waktu sesuai Pasal 5 ayat (5) PER28/PJ/2012
b. Surat pemberitahuan scr tertulis dari WP yg tlh mendapatkan persetujuan pemusatan tempat
PPN terutang dlm hal terdapat penambahan tempat PPN terutang yg akan dipusatkan atau
pengurangan tempat PPN terutang yg tlh dipusatkan;
SK pemusatan tempat PPN terutang ini berlaku sejak masa pajak berikutnya stl tanggal SK
pemusatan tempat PPN terutang
Bagi WP yg tetap terdaftar di KPP yg sama dan pernah diterbitkan SK pemusatan tempat PPN
terutang oleh Kepala KPP, maka SK pemusatan tsb dinyatakan tetap berlaku dan tdk perlu
diterbitkan lagi SK pemusatan tempat PPN terutang. (Pasal 5 ayat (8) PER-28/PJ/2012)
B0228
No
1.
2.
Kriteria WP
WP yg terdaftar
pd KPP di Kanwil
DJP WP Besar
dan KPP di
Kanwil DJP JKT
Khusus
WP yg terdaftar
di KPP Madya
Ketentuan sbl
30 Des 2011
(PER15/PJ/2009)
Dlm hal WP
berstatus Pusat
mempunyai 1
atau lbh tempat
kegiatan usaha,
termasuk
cabangcabangnya,
Tempat PPN
Terutang utk slr
tempat kegiatan
usaha tsb
dipusatkan hanya
di KPP WP Besar
atau KPP
Madya terhitung
sejak SMT di
KPP WP Besar
atau KPP Madya
tsb
Dlm hal WP
berstatus Pusat
mempunyai 1
atau lbh tempat
kegiatan usaha,
termasuk
cabangcabangnya,
Tempat PPN
Sejak 30 Des
2011
Pemusatan
tempat PPN
terutang tetap
berlaku dan tdk
perlu diterbitkan
lagi SK
pemusatan
tempat PPN
terutang
Penetapan
tempat PPN
terutang
dilakukan dgn
menerbitkan SK
pemusatan
tempat PPN
terutang oleh
Kepala KPP
atas nama
Dirjen Pajak
dgn bentuk
sesuai Lamp II
PER49/PJ/2011
Penetapan pemusatan
tempat PPN terutang tetap
berlaku sampai dgn 31 Des
2012. Sbl jangka waktu 31
Des 2012 tsb berakhir dan
WP tetap menghendaki
pemusatan tempat PPN
terutang, WP hrs
menyampaikan
B0229
Ketentuan
pemusatan
tempat
PPN
terutang
utk KPP
madya ini
sama dgn
ketentuan
utk KPP
Pratama
WP hrs
menyampaikan
pemberitahuan
tempat PPN
terutang sesuai
perpu di bidang
Perpajakan
B0230
B0231
B031
4.
Penyerahan dokumen yg berdasarkan ketentuan dpt disampaikan melalui TPT, tdk memerlukan Surat
Kuasa Khusus atau Surat Penunjukan. (angka 11 SE-16/PJ/2008)
B032
WP OP yg menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas dgn
peredaran/penerimaan bruto < Rp
1,8 M dlm 1 tahun; atau
WP Badan dgn peredaran bruto <
Rp 2,4 M dlm 1 tahun.
B033
Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Pihak Pembuat
WP Pemberi Kuasa
WP Penerima Kuasa
WP Penerima Kuasa
WP Pemberi Kuasa
B
C
D
F
G
H
I
J
K
L
M
N
KLU 2003
01 - 03
Kategori
A
Pertambangan &
Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas,
Uap/Air Panas & Udara
Dingin
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah &
Daur Ulang, Pembuangan
& Pembersihan Limbah &
Sampah
Konstruksi
Perdagangan Besar &
Eceran; Reparasi &
Perawatan Mobil &
Sepeda Motor
05 - 09
B
C
10 - 33
35
D
E
Judul Kategori
Gol. Pokok
Judul Kategori
Pertanian, Perburuan,
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan &
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Gol.
Pokok
01, 02
05
10 - 14
15 - 37
40, 41
36-39
41 - 43
45 - 47
F
G
Konstruksi
Perdagangan Besar &
Eceran, Reparasi Mobil,
Sepeda Motor, serta BrgBrg Keperluan Pribadi &
Rumah Tangga
Transportasi, Pergudangan
dan Komunikasi
Penyediaan Akomodasi &
Penyediaan Makan Minum
Transportasi, Pergudangan
dan Komunikasi
Perantara Keuangan
Transportasi &
Pergudangan
Penyediaan Akomodasi &
Penyediaan Makan Minum
Informasi & Komunikasi
49 - 53
55, 56
58 - 63
64 - 66
68
69 - 75
Administrasi Pemerintah,
Pertahanan, & Jaminan
Sosial Wajib
45
50 - 54
60 - 64
55
60 - 64
64 - 67
70 - 74
77 - 82
84
B041
75
KLU 2003
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan &
Kegiatan Sosial
85
86 - 88
Kategori
M
N
90 - 93
Jasa Kemasyyarakatan,
Sosial, & Keg
giatan Lainnya
94 - 96
97, 98
Jasa Peroran
ngan
95
5
99
9
99
Kegiatan yg Belum
B
Jelas
Batasannya
00
0
Judul Kategori
Gol. Pokok
Kegiatan Badan
Internasional & Badan
Ekstra Internasional
Lainnya
Struktur Kode
K
KLU:
X
X
X
Kode KLU
B042
2
Judul Kategori
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan, & Kegiatan
Sosial
Go
ol.
Pok
kok
80
0
85
5
90 - 93
Jenis SPT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
B051
Batas Waktu
Pelaporan
No.
Jenis SPT
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
1.
PPh - OP
2.
PPh - Badan
3.
PBB Perkebunan,
Perhutanan, Pertambangan
Batas Waktu
Pelaporan
20 hari
stl berakhirnya Masa
Pajak terakhir
B052
Ket:
Dlm hal tgl jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak atau batas akhir pelaporan bertepatan dgn hari
libur termasuk hari Sabtu/hari libur nasional, pembayaran/penyetoran pajak atau pelaporan dpt
dilakukan pd hari kerja berikutnya (berlaku mulai tgl 1 Jan 2008).
Hari libur nasional termasuk hari yg diliburkan utk penyelenggaraan Pemilihan Umum yg ditetapkan
oleh Pemerintah & cuti bersama scr nasional yg ditetapkan oleh Pemerintah
Ketentuan utk PPN atau PPN & PPnBM yg terutang dlm 1 Masa Pajak sbl Masa Pajak Apr 2010:
batas waktu utk pembayaran tgl 15 bulan berikut stl Masa Pajak berakhir & utk pelaporan tgl 20 bulan
berikut stl Masa Pajak berakhir.
Sumber:
UU KUP, PMK-184/PMK.03/2007 jo. PMK-80/PMK.03/2010, Lamp II Huruf D.3.a & 3.b PER-11/PJ/2013
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25 / PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dgn Peredaran Bruto
Tertentu:
PPh Pasal 25
Apabila SSP nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka SPT Masa PPh Pasal 25 dianggap tlh
disampaikan ke KPP sesuai dgn tgl validasi yg tercantum pd SSP. PPh Pasal 25 NIHIL, tetap hrs
melaporkan SPT PPh Masa menggunakan SSP lembar ke-3 NIHIL.
Pembayaran stl tgl 15:
Apabila pembayaran dilakukan antara tgl 16 - 20 maka dikenakan sanksi administrasi terlambat bayar
(2% perbulan). Apabila pembayaran dilakukan stl tgl 20, dikenakan sanksi administrasi terlambat
bayar & denda terlambat lapor.
Sumber:
PER-22/PJ./2008 (berlaku sejak 21 Mei 2008)
PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dgn Peredaran Bruto Tertentu:
WP yg tlh melakukan penyetoran PPh final ini:
Mendapat validasi dgn NTPN dianggap tlh menyampaikan SPT Masa PPh, sesuai dgn tanggal
validasi NTPN yg tercantum pd SSP
Tdk mendapat validasi NTPN wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasa 4 ayat (2) ke KPP
sesuai tempat kegiatan usaha WP terdaftar dgn mengisi baris pd angka 11 form SPT:
Kolom Uraian ditulis dgn Penghasilan Usaha WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Kolom KAP/KJS diisi dgn 411128/420
WP dgn jml PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tdk wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal ayat (2)
Sumber:
PMK-107/PMK.011/2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013), SE-42/PJ/2013
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26
Ketentuan mengenai kewajiban utk melaporkan pemotongan PPh pasal 21/26 utk setiap bulan tetap
berlaku, dlm hal jml pajak yg dipotong pd bulan yg bersangkutan nihil.
Sumber:
Pasal 22 ayat (6) PER-31/PJ./2012
Penandatanganan SPT
SPT yg disampaikan wajib ditanda tangani oleh WP atau Kuasa WP
Penandatanganan SPT dilakukan dgn cara :
Tanda tangan biasa;
Tanda tangan stempel; atau
Tanda tangan elektronik atau digital.
Tanda tangan stempel dan tanda tangan elektronik atau digital mempunyai kekuatan hukum yg sama
dgn tanda tangan biasa.
Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik yg dilekatkan, memiliki
hubungan lsg atau terasosiasi pd suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi
perpajakan yg ditujukan oleh WP atau kuasanya utk menunjukan identitas dan status yg
bersangkutan.
Sumber:
Pasal 6 dan Pasal 7 PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009
B053
B054
Pembetulan SPT
Sejak tanggal 1Jan 2012:
1. WP dgn kemauan sendiri dpt membetulkan SPT yg tlh disampaikan dgn menyampaikan
pernyataan tertulis, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan;
a.
Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp;
Sbl Dirjen Pajak menyampaikan SPHV
b.
Pemeriksaan; atau
Sbl saat surat pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai,
atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
c.
Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Sbl saat surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kpd WP, wakil,
kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
2. Pernyataan tertulis dlm pembetulan SPT pd angka 1 dilakukan dgn cara memberi tanda pd tempat
yg tlh disediakan dlm SPT yg menyatakan bahwa WP yg bersangkutan membetulkan SPT.
3. Dlm hal Pembetulan SPT pd angka 1 menyatakan rugi atau LB, pembetulan SPT hrs disampaikan
paling lama 2 thn sbl daluwarsa penetapan.
(Pasal 5 ayat (1) dan penjelasan, ayat (2), dan ayat (3) PP 74 Thn 2011)
a.
b.
utk Thn Pajak 2008 ke atas: (Pasal 8 ayat (1), (1a), (3), (4), (6) UU No. 28 Thn 2007)
Dlm hal pembetulan SPT menyatakan Rugi atau LB, disampaikan paling lama 2 thn sbl
daluwarsa penetapan (5 thn stl saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Thn Pajak, atau Thn Pajak sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP), dgn syarat Dirjen Pajak blm
melakukan tindakan pemeriksaan.
Walaupun tlh dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi blm dilakukan tindakan penyidikan
mengenai adanya ketidakbenaran yg dilakukan WP sesuai Pasal 38, thd ketidakbenaran
perbuatan WP tsb tdk akan dilakukan penyidikan, apabila WP dgn kemauan sendiri
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tsb dgn disertai pelunasan kekurangan
pembayaran jml pajak yg sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda seb
150% dari jml pajak yg kurang dibayar.
Walaupun Dirjen Pajak tlh melakukan pemeriksaan, dgn syarat Dirjen Pajak blm menerbitkan
skp, WP dgn kesadaran sendiri dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri ttg ketidakbenaran
pengisian SPT yg tlh disampaikan sesuai keadaan yg sebenarnya, yg dpt mengakibatkan:
Pajak-pajak yg masin hrs dibayar menjadi lbh besar atau lbh kecil;
Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lbh kecil atau lbh besar;
Jml harta menjadi lbh besar atau lbh kecil; atau
Jml modal menjadi lbh besar atau lbh kecil,
dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari
pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tsb beserta sanksi administrasi berupa kenaikan
seb 50% dari pajak yg kurang dibayar, hrs dilunasi oleh WP sbl laporan tersendiri dimaksud
disampaikan.
WP dpt membetulkan SPT Tahunan yg tlh disampaikan, dlm hal WP menerima skp, SK
Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan PK Thn Pajak sebelumnya atau bbrp
Thn Pajak sebelumnya, yg menyatakan rugi fiskal yg berbeda dgn rugi fiskal yg tlh
dikompensasikan dlm SPT Tahunan yg akan dibetulkan tsb, dlm jangka waktu 3 bulan stl
menerima surat/putusan tsb, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan.
utk Thn Pajak 2001-2007: (Pasal 8 ayat (1), (3), (4), (5) (6) UU 16 Thn 2000)
WP dgn kemauan sendiri dpt membetulkan SPT yg telah disampaikan dgn menyampaikan
pernyataan tertulis dlm jangka waktu 2 thn sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak atau Thn Pajak, dgn syarat Dirjen blm melakukan tindakan pemeriksaan.
Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT di atas tlh berakhir, dgn syarat Dirjen Pajak blm
menerbitkan skp, WP dgn kesadaran sendiri dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri ttg
ketidakbenaran pengisian SPT yg tlh disampaikan, yg mengakibatkan :
Pajak-pajak yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar; atau
Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lbh kecil; atau
Jml harta menjadi lbh besar; atau
Jml modal menjadi lbh besar.
B055
Pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
tsb beserta sanksi administrasi berupa kenaikan seb 50% dari pajak yg kurang dibayar, hrs
dilunasi oleh WP sbl laporan tersendiri dimaksud disampaikan
Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT tsb tlh berakhir, dgn syarat Dirjen Pajak blm
melakukan tindakan pemeriksaan, WP dpt membetulkan SPT yg tlh disampaikan, dlm hal WP
menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding mengenai skp thn pajak sebelumnya, yg
menyatakan rugi fiskal yg berbeda dari ketetapan pajak yg diajukan keberatan atau Keputusan
Keberatan yg diajukan banding, dlm jangka waktu 3 bulan stl menerima putusan tsb.
Pasal II angka 2 UU No. 28 Thn 2007
Daluwarsa penetapan utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya,
selain penetapan sesuai Pasal 13 ayat (5) / Pasal 15 ayat (4), berakhir paling lama pd akhir Thn
Pajak 2013.
B056
SANKSI
A.
No.
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal
Masalah
Sanksi
Ket.
Denda
1.
7 (1)
UU
KUP
Tahunan 1, 2
2.
8 (3)
UU
KUP
Pengungkapan sendiri
ketidakbenaran mnr Ps. 38
walau sedang diperiksa
namun blm penyidikan disertai
pelunasan kekurangan
pembayaran jml pajak yg
sebenarnya terutang
3.
14 (4)
UU
KUP
4.
25 (8)
UU
KUP
5.
27 (5d)
UU
KUP
Rp 100 ribu
(selain
PPN) & Rp
500 ribu
(PPN)
Rp 100 ribu
(OP) & Rp
1 juta
(Badan)
150%
Per SPT
2%
Dari DPP
50%
100%
B061
No.
Pasal
Masalah
1.
8 (2)
UU
KUP
8 (2a)
UU
KUP
9 (2a)
UU
KUP
Keterlambatan pembayaran
pajak masa
9 (2b)
UU
KUP
Keterlambatan pembayaran
pajak tahunan
13 (2)
UU
KUP
Kekurangan pembayaran
pajak dlm SKPKB dlm hal:
Sanksi
Ket.
Bunga
2.
3.
4.
13 (5)
UU
KUP
2%
2%
2%
apabila kpd WP
diterbitkan NPWP
dan/atau dikukuhkan sbg
PKP scr jabatan mnr
Pasal 2 (4a) 13 (1)
huruf e
SKPKB dpt diterbitkan stl
lewat waktu 5 tahun krn
adanya tindak pidana
perpajakan maupun tindak
pidana lainnya yg dpt
menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara
berdasarkan put. pengadilan
yg tlh mempunyai kekuatan
hukum tetap
48%
B062
No.
Pasal
5.
14 (3)
UU
KUP
6.
14 (5)
UU
KUP
7.
15 (4)
UU
KUP
8.
19 (1)
UU
KUP
9.
19 (2)
UU
KUP
19 (3)
UU
KUP
10.
Masalah
Sanksi
Bunga
Penerbitan STP dlm hal:
administrasi berupa
denda dan/atau bunga
14 (1) huruf c
PKP yg gagal berproduksi dan
2%
tlh diberikan pengembalian
Pajak Masukan 14 (1) huruf
g
SKPKBT yg diterbitkan stl
lewat waktu 5 thn krn adanya
tindak pidana perpajakan
maupun tindak pidana lainnya
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK
Keberatan, Putusan Banding
atau Putusan PK yg
menyebabkan kurang bayar,
pd saat jatuh tempo pelunasan
tdk atau kurang dibayar
Diperbolehkan mengangsur
atau menunda pembayaran
Kekurangan pajak akibat
penundaan SPT Tahunan
48%
2%
2%
2%
B063
Ket.
No.
Pasal
1.
8 (5)
UU
KUP
Masalah
Sanksi
Kenaikan
Pengungkapan ketidakbenaran
50%
pengisian SPT walau sedang
diperiksa namun sbl terbit SKP
Ket.
Dari pajak yg kurang dibayar, hrs
dilunasi sbl laporan tsb disampaikan
(Pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT)
2.
13 (3)
UU
KUP
3.
13A
UU
KUP
4.
15 (2)
UU
KUP
50%
100%
100%
200%
100%
B064
B.
No.
1.
SANKSI PIDANA
Pasal
39 (1)
UU
KUP4
2.
39 (2)
UU
KUP4
3.
39 (3)
UU
KUP4
Perbuatan Pidana
Pidana Penjara
Setiap orang yg dgn sengaja:
a.
B065
Sanksi
Pidana penjara paling singkat
6 bulan & paling lama 6 thn
dan denda paling sedikit 2 x &
paling banyak 4 x jml pajak
terutang yg tdk atau kurang
dibayar
Pidana sebagaimana
dimaksud pd ayat (1)
ditambahkan 1 x menjadi 2 x
sanksi pidana
Pidana penjara paling singkat
6 bulan & paling lama 2 thn
dan denda paling sedikit 2 x
jml & paling banyak 4 x jml
restitusi yg dimohonkan
dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yg dilakukan
No.
Pasal
4.
39A
UU
KUP4
5.
41 (2)
UU
KUP
6.
41B
UU
KUP5
Perbuatan Pidana
Pidana Penjara
Setiap orang yg dgn sengaja:
a. Menerbitkan dan/atau menggunakan FP,
bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak yg tdk
berdasarkan transaksi yg sebenarnya
b. Menerbitkan FP tetapi blm dikukuhkan sbg
PKP
Pejabat yg dgn sengaja tdk memenuhi
kewajibannya atau seseorang yg menyebabkan
tdk dipenuhinya kewajiban pejabat sesuai Pasal
34
Setiap orang yg dgn sengaja menghalangi atau
mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan
B066
Sanksi
Pidana penjara paling singkat
2 thn & paling lama 6 thn
serta denda paling sedikit 2 x
& paling banyak 6 kali jml
pajak dlm FP, bukti
pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau
bukti setoran pajak
Pidana penjara paling lama 2
thn dan denda paling banyak
Rp 50 juta
Pidana penjara paling lama 3
thn dan denda paling banyak
Rp 75 juta
No.
Pasal
1.
38
UU
KUP
2.
41 (1)
UU
KUP
41A
UU
KUP5
3.
4.
5.
6.
7.
41C (1)
UU
KUP
41C (2)
UU
KUP
41C (3)
UU
KUP
41C (4)
UU
KUP
Perbuatan Pidana
Pidana Kurungan
Setiap orang yg krn kealpaannya:
a.
Tdk menyampaikan SPT
b.
Menyampaikan SPT, tetapi isinya tdk benar
/ tdk lengkap, atau melampirkan
keterangan yg isinya tdk benar
shg dpt menimbulkan kerugian pd pendapatan
negara & perbuatan tsb mrp perbuatan stl yg
pertama kali sesuai Pasal 13A
Pejabat yg krn kealpaanya tdk memenuhi
kewajiban merahasiakan hal sesuai Pasal 34
Setiap org yg wajib memberikan keterangan atau
bukti yg diminta sesuai Pasal 35 tetapi dgn
sengaja tdk memberi keterangan atau bukti, atau
memberi keterangan atau bukti yg tdk benar
Setiap orang yg dgn sengaja tdk memenuhi
kewajiban sesuai Pasal 35A ayat (1)
Setiap org yg dgn sengaja menyebabkan tdk
terpenuhinya kewajiban pejabat & pihak lain
sesuai Pasal 35A ayat (1)
Setiap org yg dgn sengaja tdk memberikan data
dan informasi yg diminta oleh Dirjen Pajak Sesuai
Pasal 35A ayat (2)
Setiap org yg dgn sengaja menyalahgunakan
data dan informasi perpajakan shg menimbulkan
kerugian kpd negara
Sanksi
Denda paling sedikit 1 x &
paling banyak 2 x jml pajak
terutang yg tdk atau kurang
dibayar, atau dipidana
kurungan paling singkat 3
bulan atau paling lama 1 thn
Ket:
1
Thd WP OP baru yg terlambat menyampaikan SPT yaitu menyampaikan SPT Tahunan PPh OP Thn
Pajak 2008 dlm jangka waktu tanggal 1 Apr - 31 Des 2009, berdasarkan kuasa Pasal 36 ayat (1) huruf
a UU KUP, sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 UU KUP dpt
dipertimbangkan utk dihapuskan scr jabatan. (S-128/PJ/2009)
2
Thd WP OP yg menyampaikan SPT Tahunan utk Thn Pajak 2013 scr e-Filing melalui website DJP
stl batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WP OP namun tdk melewati tanggal 30 Apr 2014
dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian
SPT. (KEP-62/PJ/2014)
3
WP yg krn kealpaannya tdk menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tdk benar atau
tdk lengkap, atau melampirkan keterangan yg isinya tdk benar shg dpt menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara, tdk dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tsb pertama kali dilakukan oleh WP.
(Pasal 43 UU KUP)
4
Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 39 & 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari
WP, atau pihak lain yg menyuruh melakukan, yg turut serta melakukan, yg menganjurkan, atau yg
membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 UU KUP)
5
Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41A & 41B berlaku juga bagi yg menyuruh melakukan, yg
menganjurkan, atau yg membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 UU KUP)
1 bulan: Jml hari dlm bulan kalender yg bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 Juni s.d. 21 Juli.
Bagian dari bulan: Jml hari yg tdk mencapai 1 bulan penuh, misalnya 22 Juni s.d. 5 Juli.
(Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU KUP)
B067
C.
B068
Rp 150 juta
Jml Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak
Rp 80 juta (-)
- Jml pajak yg dpt dikreditkan
Rp 70 juta (-)
Pajak yg tdk/kurang dibayar
Rp 30 juta
Sanksi administrasi berupa kenaikan seb 100%
Rp 30 juta (+)
Jml yg masih hrs dibayar
Rp 60 juta
PPN
- PKP tlh memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak seb Rp 60juta
- Dari pemeriksaan diperoleh hasil:
a.
PK
Rp 100 juta
b.
Kredit pajak, yaitu PM
Rp 150 juta
Berdasarkan hasil pemeriksaan tsb diterbitkan SKPKB dgn penghitungan:
- PK
Rp 100 juta
- Kredit Pajak:
- PM
Rp 150 juta
- Jml Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak
Rp 60 juta (-)
- Jml pajak yg dpt dikreditkan
Rp 90 juta (-)
Pajak yg kurang dibayar
Rp 10 juta
Sanksi administrasi kenaikan 100%
Rp 10 juta (+)
Jml yg masih hrs dibayar
Rp 20 juta
-
2)
B069
B0610
D.
2.
PMK-66/PMK.03/2008 jo PMK-12/PMK.03/2009
Pasal 1
(1) WP OP yg scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dlm thn 2008 dan
menyampaikan SPT Tahunan WP OP utk Thn Pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan
penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yg tdk atau kurang dibayar.
(2) WP yg dlm thn 2008 menyampaikan pembetulan:
a. SPT Tahunan PPh WP OP sbl Thn Pajak 2007; atau
b. SPT Tahunan PPh WP Badan sbl Thn Pajak 2007,
yg mengakibatkan pajak yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar, diberikan penghapusan
sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran
pajak.
Pasal 3
WP yg diberikan penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 1 ayat (1) adalah WP OP yg
memenuhi persyaratan:
a. scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dlm thn 2008;
b. tdk sedang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau
pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
c. menyampaikan SPT Tahunan Thn Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Mar 2009; dan
d. melunasi slr pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari penyampaian SPT Tahunan
PPh sebagaimana dimaksud pd huruf c, sbl SPT Tahunan PPh disampaikan.
Pasal 4
Data dan informasi yg tercantum dlm SPT Tahunan PPh WP OP sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 1 ayat (1) tdk dpt digunakan sbg dasar utk menerbitkan skp atas pajak lainnya.
Pasal 5
(1) Thd SPT Tahunan PPh WP OP yg tlh disampaikan sesuai Pasal 1 ayat (1), tdk dilakukan
pemeriksaan, kecuali:
a. terdapat data/keterangan yg menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh tsb tdk benar; atau
b. SPT Tahunan PPh menyatakan Lb atau rugi.
(2) Dlm hal thd SPT Tahunan PPh yg tlh disampaikan dilakukan pemeriksaan krn memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pd ayat (1) huruf a / b, Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp
dan/atau STP atas slr kewajiban perpajakan.
3.
4.
S-11/PJ/2009
WP OP yg memperoleh NPWP dlm bulan Jan & Feb 2009 diberlakukan sama dgn WP OP yg
mendaftarkan diri scr sukarela dlm thn 2008. Maka WP OP tsb dpt memanfaatkan fasilitas
Sunset Policy dgn menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak 2007 dan Thn-Thn Pajak
sebelumnya paling lambat tanggal 31 Mar 2009.
B0611
Kode Akun Pajak 411121 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 21 (Kode Lama: 0111)
KJS
100
199
200
300
310
311
320
321
390
401
402
500
501
510
511
2.
Kode Akun Pajak 411122 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 22 (Kode Lama: 0112)
KJS
100
199
300
310
311
320
321
390
401
403
500
501
510
511
900
3.
Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 21 (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 21
Tahunan PPh Ps. 21
STP PPh Ps. 21
SKPKB PPh Ps. 21
SKPKB PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan
Uang Pesangon
SKPKBT PPh Ps. 21
SKPKBT PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan
Uang Pesangon
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang
Pesangon
PPh Final Ps. 21 atas honorarium atau imbalan lain yg diterima Pejabat Negara, PNS,
anggota TNI/POLRI dan para pensiunannya
PPh Ps. 21 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh Ps. 21 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Ps. 21
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 22 (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 22
STP PPh Ps. 22
SKPKB PPh Ps. 22
SKPKB PPh Final Ps. 22
SKPKBT PPh Ps. 22
SKPKBT PPh Final Ps. 22
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan PK
PPh Final Ps. 22 atas Penebusan Migas
PPh Final Ps. 22 atas Penjualan Barang yg Tergolong Sangat Mewah
PPh Ps. 22 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh Ps. 22 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPh Ps. 22
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Pemungut PPh Ps. 22
Kode Akun Pajak 411123 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 22 Impor (Kode Lama: 0113)
KJS
100
199
300
310
320
390
500
Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 22 Impor (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 22 Impor
STP PPh Ps. 22 Impor
SKPKB PPh Ps. 22 Impor
SKPKBT PPh Ps. 22 Impor
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPh Ps. 22 Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
B071
501
510
511
4.
PPh Ps. 22 Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPh Ps. 22 Impor
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana (di
bidang perpajakan
Kode Akun Pajak 411124 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 23 (Kode Lama: 0114)
KJS
Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 23 (selain PPh Ps. 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa) (termasuk SPT
pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
101 PPh Ps. 23 atas Dividen
102 PPh Ps. 23 atas Bunga (termasuk premium, diskonto dan imbalan krn jaminan
pengembalian utang)
103 PPh Ps. 23 atas Royalti
104 PPh Ps. 23 atas Jasa
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 23
300 STP PPh Ps. 23
301 STP PPh Ps. 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa
310 SKPKB PPh Ps. 23
311 SKPKB PPh Ps. 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa
312 SKPKB PPh Final Ps. 23
320 SKPKBT PPh Ps. 23
321 SKPKBT PPh Ps. 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa
322 SKPKBT PPh Final Ps. 23
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
401 PPh Final Ps. 23 atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi
500 PPh Ps. 23 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 23 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPh Ps. 23
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
5.
Kode Akun Pajak 411125 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 25/29 OP (Kode Lama: 0115)
KJS
100
101
199
200
300
310
320
390
500
501
510
511
6.
Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 25 OP
Masa PPh Ps. 25 OP Pengusaha Tertentu
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh OP
Tahunan PPh OP (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
STP PPh OP
SKPKB PPh OP
SKPKBT PPh OP
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPh OP atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh OP atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh OP
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Kode Akun Pajak 411126 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 25/29 Badan (Kode Lama: 0116)
KJS
100
199
200
300
310
320
390
Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 25 Badan
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Badan
Tahunan PPh Badan (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
STP PPh Badan
SKPKB PPh Badan
SKPKBT PPh Badan
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
B072
500
501
510
511
7.
PPh Badan atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh Badan atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Badan
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Kode Akun Pajak 411127 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 26 (Kode Lama: 0117)
KJS
Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 26 (selain PPh Ps. 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba setelah pajak
BUT)
101 PPh Ps. 26 atas Dividen
102 PPh Ps. 26 atas Bunga (termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan
dgn jaminan pengembalian utang)
103 PPh Ps. 26 atas Royalti
104 PPh Ps. 26 atas Jasa
105 PPh Ps. 26 atas Laba setelah Pajak BUT
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 26
300 STP PPh Ps. 26
301 STP PPh Ps. 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT
310 SKPKB PPh Ps. 26
311 SKPKB PPh Ps. 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT
320 SKPKBT PPh Ps. 26
321 SKPKBT PPh Ps. 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh Ps. 26 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 26 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Ps. 26
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
8.
Kode Akun Pajak 411128 Utk Jenis Pajak PPh Final (Kode Lama: 0118)
KJS
199
300
310
311
312
320
321
322
390
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
413
414
415
416
417
Jenis Setoran
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Final
STP PPh Final
SKPKB PPh Final Ps. 4 ayat (2)
SKPKB PPh Final Ps. 15
SKPKB PPh Final Ps. 19
SKPKBT PPh Final Ps. 4 ayat (2)
SKPKBT PPh Final Ps. 15
SKPKBT PPh Final Ps. 19
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Diskonto/Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Bunga Deposito / Tabungan, Jasa Giro dan Diskonto SBI
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Hadiah Undian
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Transaksi Saham, Obligasi dan Sekuritas Lainnya di Bursa
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Pendiri
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal Ventura
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi
PPh Final Ps. 15 atas Jasa Pelayaran DN
PPh Final Ps. 15 atas Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan LN
PPh Final Ps. 15 atas Penghasilan Perwakilan Dagang LN
PPh Final Ps. 15 atas Pola Bagi Hasil
PPh Final Ps. 15 atas Kerjasama Bentuk BOT
PPh Final Ps. 19 atas Revaluasi Aktiva Tetap
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi yg Dibayarkan kpd OP
B073
418
419
420
421
499
500
501
510
511
9.
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif yg Diperdagangkan di
Bursa
PPh Final Ps. 17 ayat (2c) atas Penghasilan berupa Dividen (yg Diterima atau Diperoleh WP
OP DN)
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha yg Diterima atau Diperoleh WP yg
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu2
PPh Final atas Uplift dan Pengalihan Participating Interest di Bidang Usaha Hulu Migas
Bumi2
PPh Final Lainnya
PPh Final atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh Final atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Final
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Kode Akun Pajak 411129 Utk Jenis Pajak PPh Non Migas Lainnya (Kode Lama: 0119)
KJS
Jenis Setoran
100 PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
101 PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian charter (bersifat non-final) 1
300 STP PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN)
301 STP PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN1
310 SKPKB PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
311 SKPKB PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian charter (bersifat non-final)1
320 SKPKBT PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
321 SKPKBT PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian charter (bersifat non-final)1
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh Non Migas Lainnya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat
(5) UU KUP)
501 PPh Non Migas Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU
KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Non Migas Lainnya
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
10.
Kode Akun Pajak 411131 Utk Jenis Pajak Fiskal LN (Kode Lama: 0118)
KJS
100 Fiskal LN
300 STP Fiskal LN
11.
Kode Akun Pajak 411111 Utk Jenis Pajak PPh Minyak Bumi (Kode Lama: 0121)
KJS
100
300
310
320
390
12.
Jenis Setoran
Jenis Setoran
PPh Minyak Bumi
STP PPh Minyak Bumi
SKPKB PPh Minyak Bumi
SKPKBT PPh Minyak Bumi
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
Kode Akun Pajak 411112 Utk Jenis Pajak PPh Gas Alam (Kode Lama: 0122)
KJS
100
300
310
320
390
Jenis Setoran
PPh Gas Alam
STP PPh Gas Alam
SKPKB PPh Gas Alam
SKPKBT PPh Gas Alam
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
B074
13.
Kode Akun Pajak 411119 Utk Jenis Pajak PPh Migas Lainnya (Kode Lama: 0129)
KJS
100
300
310
320
390
14.
Kode Akun Pajak 411211 Utk Jenis Pajak PPN DN (Kode Lama: 0131)
KJS
100
101
102
103
104
105
199
300
310
311
312
313
314
320
321
322
323
324
390
500
501
510
511
900
15.
Jenis Setoran
Setoran Masa PPN DN
Setoran PPN BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
Setoran PPN JKP dari luar Daerah Pabean
Setoran Kegiatan Mem-bangun Sendiri
Setoran Penyerahan Aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan
Setoran Atas Pengalihan Aktiva Dlm Rangka Restrukturisasi Perusahaan
Penebusan Stiker Lunas PPN atas Penyerahan Produk Rekaman Suara atau Gambar2
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPN DN
STP PPN DN
SKPKB PPN DN
SKPKB PPN Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
SKPKB PPN Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
SKPKB PPN Kegiatan Membangun Sendiri
SKPKB Pemungut PPN DN
SKPKBT PPN DN
SKPKBT PPN Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
SKPKBT PPN Peman-faatan JKP dari luar Daerah Pabean
SKPKBT PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
SKPKBT Pemungut PPN DN
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPN DN atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPN DN atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPN DN
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Pemungut PPN DN
Kode Akun Pajak 411212 utk jenis pajak PPN Impor (Kode Lama: 0132)
KJS
100
199
300
310
320
390
500
501
510
511
900
16.
Jenis Setoran
PPh Migas Lainnya
STP PPh Migas Lainnya
SKPKB PPh Migas Lainnya
SKPKBT PPh Migas Lainnya
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
Jenis Setoran
Setoran Masa PPN Impor
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPN Impor
STP PPN Impor
SKPKB PPN Impor
SKPKBT PPN Impor
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPN Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
PPN Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPN
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Pemungut PPN Impor
Kode Akun Pajak 411219 Utk Jenis Pajak PPN Lainnya (Kode Lama: 0139)
KJS
100
Jenis Setoran
Setoran Masa PPN Lainnya
B075
300
310
320
390
500
501
510
511
17.
Kode Akun Pajak 411221 Utk Jenis Pajak PPnBM DN (Kode Lama: 0133)
KJS
100
199
300
310
311
320
321
390
500
501
510
Jenis Setoran
Setoran Masa PPnBM DN
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPnBM DN
STP PPnBM DN
SKPKB Masa PPnBM DN
SKPKB Pemungut PPnBM DN
SKPKBT Masa PPnBM DN
SKPKBT Pemungut PPnBM DN
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPnBM DN atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPnBM DN atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPN DN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
900 Pemungut PPnBM DN
18.
Kode Akun Pajak 411222 Utk Jenis Pajak PPnBM Impor (Kode Lama: 0134)
KJS
100
199
300
310
320
390
500
501
510
511
900
19.
Jenis Setoran
Setoran Masa PPnBM Impor
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPnBM Impor
STP PPnBM Impor
SKPKB PPnBM Impor
SKPKBT PPnBM Impor
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPnBM Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
PPnBM Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran PPnBM pd saat impor BKP
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Pemungut PPnBM Impor
Kode Akun Pajak 411229 Utk Jenis Pajak PPnBM Lainnya (Kode Lama: 0139)
KJS
100
300
310
320
390
500
501
510
Jenis Setoran
Setoran Masa PPnBM Lainnya
STP PPnBM Lainnya
SKPKB PPnBM Lainnya
SKPKBT PPnBM Lainnya
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPnBM Lainya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
PPnBM Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran PPnBM Lainnya
B076
511
20.
Kode Akun Pajak 411611 Utk Bea Meterai (Kode Lama: 0171)
KJS
100
199
2XX
300
310
320
390
500
501
510
511
512
21.
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Jenis Setoran
Bea Meterai
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp Bea Meterai
Pembayaran deposit atas penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital utk membubuhkan
tanda Bea Meterai Lunas1
Digit kedua dan ketiga (XX) adalah:
1)
angka "01", dlm hal WP hanya memiliki 1 Unit Mesin Teraan Meterai Digital,
atau
2)
sesuai dgn nomor urut dilakukannya pendaftaran Mesin Teraan Meterai
Digital dlm hal WP memiliki > 1 unit Mesin Teraan Meterai Digital.
STP Bea Meterai
SKPKB Bea Meterai
SKPKBT Bea Meterai
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
Bea Meterai atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
Bea Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran Bea Meterai
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Denda atas Pemeteraian Kemudian (Ps. 8 dan Ps. 9 UU Bea Meterai) 1
Kode Akun Pajak 411612 utk Penjualan Benda Meterai (Kode Lama: 0175)
KJS
100
199
300
310
320
390
500
Jenis Setoran
Penjualan Benda Meterai
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp Benda Meterai
STP Benda Meterai
SKPKB Benda Meterai
SKPKBT Benda Meterai
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
Benda Meterai atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP) 1
501 Benda Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP) 1
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran Benda Meterai1
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
22.
Kode Akun Pajak 411613 utk Pajak Penjualan Batubara (Kode Lama: -)
KJS
100
300
310
320
390
23.
Jenis Setoran
Pajak Penjualan Batubara
STP Pajak Penjualan Batubara
SKPKB Pajak Penjualan Batubara
SKPKBT Pajak Penjualan Batubara
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
Kode Akun Pajak 411619 Utk Pajak Tdk Langsung Lainnya (Kode Lama: 0172)
KJS
100
300
310
320
390
900
Jenis Setoran
Setoran Masa Pajak Tdk Langsung Lainnya
STP Pajak Tdk Langsung Lainnya
SKPKB Pajak Tdk Langsung Lainnya
SKPKBT Pajak Tdk Langsung Lainnya
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
Pemungut Pajak Tdk Langsung Lainnya
B077
24.
Kode Akun Pajak 411621 Utk Bunga/Denda Penagihan PPh (Kode Lama: 0173)
KJS
Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PPh
301 STP atas Denda Penagihan PPh (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)
25.
Kode Akun Pajak 411622 Utk Bunga/Denda Penagihan PPN (Kode Lama: 0174)
KJS
Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PPN
301 STP atas Denda Penagihan PPN (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)
26.
Kode Akun Pajak 411623 Utk Bunga/Denda Penagihan PPnBM (Kode Lama: 0174)
KJS
JENIS SETORAN
300 STP atas Bunga Penagihan PPnBM
301 STP atas Denda Penagihan PPnBM (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)
27.
Kode Akun Pajak 411624 Utk Bunga/Denda Penagihan PTLL (Kode Lama: 0174)
KJS
Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PTLL
301 STP atas Denda Penagihan PTLL (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)
28.
29.
30.
Jenis Setoran
Kode Akun Pajak 411317 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Panas
Bumi3
KJS
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB
33.
Jenis Setoran
Kode Akun Pajak 411316 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Migas3
KJS
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB
32.
Jenis Setoran
Kode Akun Pajak 411315 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Mineral
dan Batubara3
KJS
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB
31.
Jenis Setoran
Jenis Setoran
Jenis Setoran
B078
Ket:
1
Penambahan/perubahan dari PER-23/PJ/2010 (mulai berlaku tgl 22 April 2010)
2
Penambahan/perubahan dari PER-24/PJ/2013 (mulai berlaku tgl 02 Juli 2013)
2
Peraturan Kode Akun Pajak yg lama: KEP-169/PJ./2001 stdtd. KEP-384/PJ./2003
3
PER-38/PJ/2013, penyetoran menggunakan SSPBB (mulai berlaku tgl 01 Jan 2014)
NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara): Nomor yg tertera pd BPN (Bukti Penerimaan Negara)
yg diterbitkan melalui MPN (Modul Penerimaan Negara) - dikeluarkan oleh KPPN sdh rekonsiliasi,
terdiri dari 16 digit.
NTPP (Nomor Transaksi Pembayaran Pajak): Nomor bukti/tanda pembayaran/penyetoran pajak yg
diterakan pd SSP yg digunakan dlm sistem pembayaran pajak scr on-line, yg dihasilkan oleh suatu
mesin penomoran dgn formula rahasia yg dimiliki DJP.
NTB (Nomor Transaksi Bank): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg diterbitkan oleh Bank.
NTP (Nomor Transaksi Pos): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg diterbitkan oleh Pos.
NPP (Nomor Penerimaan Potongan): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg berasal dari
potongan SPM (Surat Perintah Membayar) yg diterbitkan.
BPN: Dokumen yg diterbitkan oleh Bank Persepsi atas transaksi penerimaaan Negara dgn teraan
NTPN & NTB)
B079
B0710
NAMA NPWP
ALAMAT NPWP
Catatan:
Bagi WP yg blm memiliki NPWP
1. NPWP diisi : a. Utk WP berbentuk Badan Usaha diisi dgn 01.000.000.0-XXX.000
b. Utk WP OP diisi dgn 04.000.000.00-XXX.000
2. XXX diisi dgn Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak
Nama dan Alamat diisi dgn lengkap sesuai dgn KTP atau identitas lain yg sah
NOP
Alamat Objek
Pajak
Diisi sesuai dgn alamat tempat Objek Pajak berada berdasarkan SPPT
Catatan :
Diisi hanya apabila terdapat transaksi yg terkait dgn tanah dan/atau bangunan yaitu transaksi PHTB
dan/atau bangunan dan KMS
Kode Akun
Pajak
Diisi dgn angka Akun Pajak utk setiap akun pajak yg akan dibayar atau disetor
Kode Jenis
Setoran
Diisi dgn angka dlm kolom "Kode Jenis Setoran" utk setiap jenis setoran pajak yg
akan dibayar atau disetor
Catatan :
Kedua kode tsb hrs diisi dgn benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan yg tlh dibayar dpt
diadministrasikan dgn tepat
Uraian
Pembayaran
Diisi sesuai dgn uraian dlm kolom "Jenis Setoran" yg berkenaan dgn Kode Akun
Pajak dan Kode Jenis Setoran. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
PHTB, dilengkapi dgn nama pembeli. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
transaksi Persewaan Tanah dan Bangunan yg disetor oleh yg menyewakan,
dilengkapi dgn nama penyewa.
Masa Pajak
Diisi dgn memberi tanda silang pd salah satu kolom Masa Pajak utk masa pajak yg
dibayar atau disetor. Pembayaran atau penyetoran utk lebih dari 1 masa pajak
dilakukan dgn menggunakan 1 SSP utk setiap masa pajak. Utk WP dgn kriteria
tertentu, dpt menyetorkan PPh Pasal 25 utk bbrp Masa Pajak dlm 1 SSP.
Tahun Pajak
Nomor
Ketetapan
Jumlah
Pembayaran
Diisi dgn angka jml pajak yg dibayar atau disetor dlm Rp penuh. Pembayaran pajak
dgn menggunakan mata uang US$ (bagi WP yg diwajibkan melakukan pembayaran
pajak dlm mata uang US$), diisi scr lengkap sampai dgn sen.
Terbilang
Diisi jml pajak yg dibayar atau disetor dgn huruf latin dan menggunakan bahasa
Indonesia
Diterima oleh
Kantor
Penerima
B0711
Pembayaran
Wajib
Pajak/Penyetor
Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama
jelas WP/Penyetor serta stempel usaha
Ruang Validasi
Kantor
Penerima
Pembayaran
Diisi NTPN dan NTB atau NTPN dan NTP oleh Kantor Penerima Pembayaran
B0712
B0713
B0714
C.
1
2
3
D.
1
2
E.
1
2
3
4
5
6
7
STP
PPh Umum
PPh Ps. 21
PPh Ps. 22
PPh Ps. 22 Impor atas Impor/Perolehan
PPh Ps. 23
PPh Ps. 26
PPh Ps. 25/29 OP
PPh Ps. 25/29 Badan
PPh Ps. 25/29 Badan Minyak dan Gas
Bumi
PPN
PPN
PPN yg Tdk Seharusnya
Dibebaskan/Tdk Dipungut
PPN atas :
3.1 Impor
3.2
Penyerahan Aktiva Ps. 16 D
(Berlaku utk masa dan/atau thn
pajak 2006 dan sebelumnya)
3.3
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud
Dari Luar Daerah Pabean
3.4
Pemanfaatan JKP Dari Luar
Daerah Pabean
3.5
Pemungutan Pajak Oleh
Pemungut Pajak
3.6
Pembayaran Kembali PM bagi
PKP yg Gagal Berproduksi
3.7
Tanggung Jawab Scr Renteng
PPnBM
PPnBM
PPnBM yg Tdk Seharusnya
Dibebaskan/Tdk Dipungut
PPnBM atas :
3.1 Impor
3.2
Pemungutan Pajak Oleh
Pemungut Pajak
3.3
Tanggung Jawab Scr Renteng
Bunga/Denda Penagihan
Bunga Penagihan
Denda Penagihan
PPh Final
PPh Final Ps. 4 ayat (2)
PPh Final Ps. 15
PPh Final Ps. 19
PPh Final Ps. 21
PPh Final Ps. 22
PPh Final Ps. 23/26
PPh Final Ps. 26 (4) Minyak dan Gas
Bumi
SKPN
101
102
122
103
104
105
106
116
201
202
222
203
204
205
206
216
301
302
322
303
304
305
306
316
401
402
422
403
404
405
406
416
501
502
522
503
504
505
506
516
107
207
217
307
317
407
507
127
137
227
237
327
337
427
437
527
537
167
267
367
467
567
177
277
377
477
577
187
287
387
487
587
147
297
108
208
218
308
318
408
508
128
148
228
248
328
348
428
448
528
548
340
341
342
343
344
345
346
440
441
442
443
444
445
446
540
541
542
543
544
545
546
298
109
110
140
141
142
143
144
145
146
B0715
240
241
242
243
244
245
246
Jenis Pajak
F.
G.
H.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
I.
J.
STP
157
158
PBB
1
2
3
4
5
6
SKPN
557
558
411
412
413
414
425
426
456
466
490
491
492
493
494
495
486
489
447
438
497
807
259
359
459
STP PBB
SKP PBB
170
171
172
173
174
175
270
271
272
273
274
275
559
Catatan:
Bentuk dan isi Nothit, skp, dan STP PPh, PPN, dan PPnBM diatur di PER-27/PJ/2012 (berlaku mulai
tanggal 13 Des 2012) jo PER-23/PJ/2014 (berlaku mulai tanggal 14 Agust 2014) mencabut
PER-25/PJ/2008 stdtd PER-52/PJ/2011 dan PER-5/PJ/2009.
PER-23/PJ/2014 blm menampung bentuk dan isi nota penghitungan, skp, dan STP atas Bea
Meterai. Utk kepentingan penetapan Bea Meterai, Masa Pajak mrp periode pembubuhan atau
pelunasan Bea Meterai.
Bentuk dan isi Nothit, SKPPBB, STP PBB, SKKPPBB, dan SPT PBB diatur di PER-23/PJ/2011
(berlaku mulai tanggal 24 Agust 2011)
PMK-145/PMK.03/2012 ttg Tata Cara Penerbitan skp dan STP
B0716
Keterangan
1.1.5
1.2.3
Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Tenaga Ahli yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak
2.0.2
Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Tim Gabungan DJP dan Instansi Lain
2.0.4
2.0.5
2.0.7
3.0.2
3.0.3
3.0.4
4.0.1
Keterangan
Pemeriksaan PBB Kantor
5.0.1
3.0.3
3.0.4
3.0.5
B0717
D. KODE PEMERIKSAAN
(SE-28/PJ/2013)
Kode Pemeriksaan Rutin:
No
Alasan Pemeriksaan
1.
OP
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan
Lapangan
Badan
OP
Badan
0012
0111
0112
Pemeriksaan Kantor
1022
0022
1121
0121
1121
1122
0122
1032
1042
1052
1131
1141
1151
1132
1142
1152
1161
2161
1162
2162
4071
4072
4171
4172
2081
4081
2082
4082
1092
2181
4181
1191
2182
4182
1192
B0718
d.
e.
f.
g.
h.
4431
7431
8431
9431
0431
4432
7432
8432
9432
0432
B0719
6.
c. P2PPh
d. PPh OP/Badan
e. PPh Pasal 21/26
f. PPh Pasal 23/26
g. PPh Final
h. Bbrp Jenis Pajak
Pemeriksaan Khusus dlm
rangka Pemeriksaan Ulang
a. Slr jenis pajak
b. PPN
c. P2PPh
d. PPh Pasal 25/29
e. PPh Pasal 21/26
f. PPh Pasal 23/26
g. PPh Final
h. Bbrp Jenis Pajak
4951
7951
8951
9951
0951
4952
7952
8952
9952
0952
1991
2991
3991
4991
7991
8991
9991
0991
1992
2992
3992
4992
7992
8992
9992
0992
B0720
Menu via internet banking BRI: [Pembayaran][MPN]. Masukkan kode billing pajak, selanjutnya
ikuti instruksi.
Atas pembayaran/penyetoran pajak, WP menerima BPN sbg bukti setoran.
BPN: (Pasal 3 ayat (3)-(6) PER-26/PJ/2014)
BPN diterbitkan dlm bentuk:
B081
a.
B082
3.
WP memeriksa kesesuaian elemen data pd bukti penerbitan Kode Billing dgn isian
SSP/SSP PBB.
Dlm hal elemen data yg tertera pd bukti penerbitan Kode Billing tlh sesuai dgn isian
SSP/SSP PBB, WP menandatangani bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya
kembali kpd Teller Bank/Pos Persepsi.
Teller Bank/Pos Persepsi memproses transaksi pembayaran pajak atas Kode Billing
dimaksud.
WP menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan ke-3 yg tlh ditera dgn
elemen-elemen data BPN serta dibubuhi tanda tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos
Persepsi dan cap Bank/Pos Persepsi sbg bukti bayar/setor.
Kebenaran elemen data yg tertera pd BPN mrp tanggung jawab WP yg tlh menandatangani
bukti penerbitan Kode Billing.
b. menggunakan layanan/produk/aplikasi/sistem yg tlh terhubung dgn Sistem Billing DJP
diterbitkan scr jabatan oleh DJP dlm hal terbit ketetapan pajak, STP, SPPT PBB atau SKP PBB yg
mengakibatkan KB. (Pasal 4 angka 3 PER-26/PJ/2014)
B083
KEP-601/PJ./2001
(Perubahan III)
KEP-240/PJ./2002
dan ralat
KEP240/PJ./2002
B091
Keterangan
Berlaku sejak tanggal 3 Jan
2000 dan dilaksanakan utk
pengisian SPT Masa PPh
mulai bulan Jan thn 2000.
KEP-100/PJ/2003
(Perubahan IV)
PER-42/PJ/2008
(Perubahan V)
Keterangan:
KEP-108/PJ.1/1996 stdtd PER-42/PJ/2008 dinyatakan tetap berlaku, kecuali Bentuk Form SPT Masa PPh
dan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh dlm PER-53/PJ/2009 dan Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana
ditetapkan dlm PER-14/PJ/2013.
PER-53/PJ/2009:
Pasal 1: Bentuk Form SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2) dan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh
Final Pasal 4 Ayat (2) serta petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp I PER53/PJ/2009.
Pasal 2: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 15 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 serta petunjuk
pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp II PER-53/PJ/2009
B092
Pasal 3: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 22 dan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 serta petunjuk
pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp III PER-53/PJ/2009
Pasal 4: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan Ph Pasal 23
dan/atau Pasal 26 serta petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp IV PER53/PJ/2009
Pasal 5: Bentuk Form SPT Masa PPh dan Bukti Pemotongan/Pemungutan kegiatan usaha berbasis
syariah berlaku mutatis mutandis ketentuan dlm Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4.
Nomor Form
F.1.1.32.04
D.1.1.32.06
F.1.1.33.19
Jml Lembar
Peruntukan
Sumber
Lamp I.1 PER53/PJ/2009
Lamp I.2 PER53/PJ/2009
Lamp KEP506/PJ/2001
D.1.1.32.07
D.1.1.32.08
Lamp KEP506/PJ/2001
D.1.1.32.10
F.1.1.33.09
F.1.1.33.10
F.1.1.33.11
F.1.1.33.12
F.1.1.33.16
F.1.1.33.17
F.1.1.33.20
B093
3 (WP, KPP,
Pemotong/
Pemungut Pajak)
2 (WP, Pemotong
Pajak)
3 (WP yg Dipotong,
Penyelenggara
Bursa Efek, Arsip
Pemotong Pajak)
3 (yg Menyewakan,
KPP, Penyewa)
3 (WP, KPP,
Pemotong/
Pemungut Pajak)
4 (WP yg Dipotong,
Penyelenggara
Bursa Efek, Arsip
Pemotong Pajak,
Pembeli/Pemegang
Obligasi)
3 (WP, KPP,
Pemotong Pajak)
3 (WP, KPP,
F.1.1.33.21
Pemungut Pajak)
53/PJ/2009
3 (WP, KPP,
Pemotong Pajak)
Nomor Form
F.1.1.32.05
D.1.1.32.09
Jml Lembar
Peruntukan
Sumber
F.1.1.33.13
3 (yg Menyewakan,
KPP, Penyewa)
F.1.1.33.14
3 (yg Menyewakan,
KPP, Penyewa)
F.1.1.33.15
3 (yg Menyewakan,
KPP, Penyewa)
Nomor Form
F.1.1.32.02
D.1.1.32.02
D.1.1.32.03
Jml Lembar
Peruntukan
D.1.1.32.04
F.1.1.33.04
Sumber
3 (WP, KPP,
Pemungut Pajak)
Lamp KEP506/PJ/2001
Lamp III.2 PER53/PJ/2009
Lamp III.3 PER53/PJ/2009
Nomor Form
F.1.1.32.03
B094
Jml Lembar
Peruntukan
Sumber
Lamp IV.1 PER53/PJ/2009
D.1.1.32.05
F.1.1.33.08
F.1.1.33.06
3 (WP, KPP,
Pemotong Pajak)
3 (WP, KPP,
Pemotong Pajak)
b.
Keterangan
tdk perlu dilampirkan dlm hal tdk ada
pemotongan PPh Pasal 21
B095
Jml Lembar
Peruntukan
2 (Penerima
Penghasilan,
Pemotong)
Keterangan
tdk perlu
dilampirkan
dlm
penyampaian
SPT Masa
a.
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 thd pegawai tetap & penerima pensiun atau THT/JHT
berkala dan/atau thd PNS, anggota TNI/Polisi RI, pejabat negara dan pensiunannya yg jml-nya >
20 org dlm 1 masa pajak; dan/atau
b. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tdk Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh
sebagaimana dimaksud pd huruf a dgn bukti pemotongan yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1 masa
pajak; dan/atau
c. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dgn bukti pemotongan yg jml-nya > 20 dokumen
dlm 1 masa pajak; dan/atau
d. melakukan penyetoran pajak dgn SSP dan/atau bukti Pbk yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1 masa
pajak.
Pemotong yg tdk memenuhi salah satu kriteria dpt menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dlm
bentuk form kertas maupun e-SPT.
Pemotong yg tlh menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/ 26 dlm bentuk e-SPT tdk diperbolehkan
lagi menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/ 26 dlm bentuk formulir kertas (hard copy) utk masamasa pajak berikutnya. (Pasal 4 PER-14/PJ/2013)
SPT Masa PPh Pasal 21/26 dlm bentuk e-SPT hrs disampaikan dgn disertai Induk SPT Masa PPh
Pasal 21/26 dlm bentuk formulir kertas (hard copy). (Pasal 7 ayat (2) PER-14/PJ/2013)
Penyampaian/Pembetulan SPT Masa PPh 21/26:
1. Utk masa pajak s.d. Masa Pajak Nov 2013:
Dlm hal Pemotong melakukan penyampaian/pembetulan SPT yg dilakukan sejak berlakunya
PER-14/PJ/2013, penyampaian/pembetulan tsb dilakukan dgn menggunakan form SPT Masa
PPh Pasal 21/26 sesuai PER-14/PJ/2013
2. Utk masa pajak Des 2013
Dlm hal Pemotong melakukan penyampaian/pembetulan SPT yg dilakukan:
a. s.d. tanggal 20 Jan 2014 menggunakan form SPT Masa PPh Pasal 21/26 sesuai PER32/PJ/2009;
b. stl tanggal 20 Jan 2014 menggunakan form SPT Masa PPh Pasal 21/26 sesuai PER14/PJ/2013
Pengisian Nomor Bukti Pemotongan (Mulai berlaku utk Masa Pajak Jan 2014):
Format Kode
Nama Kode
1.1-mm.yy-xxxxxxx
Kode Form 1721 A1
1.2-mm.yy-xxxxxxx
Kode Form 1721-A2
1.3-mm.yy-xxxxxxx
Kode Form 1721-VI
1.4-mm.yy-xxxxxxx
Kode Form 1721-VII
Nomor urut berlanjut selama 1 thn pajak. Saat memasuki thn pajak berikutnya, nomor urut dimulai
kembali dari 0000001.
Ket:
mm
:
Diisi masa pajak
yy
:
Diisi 2 digit terakhir dari thn pajak
xxxxxxx
:
Diisi
Daftar Kode Objek Pajak PPh Pasal 21/26 (Mulai berlaku utk Masa Pajak Jan 2014):
No.
A.
1.
2.
3.
4.
Penerima Penghasilan
OBJEK PAJAK TDK FINAL
Pegawai Tetap
Penerima Pensiun Berkala
Pegawai Tdk Tetap / Tenaga Kerja Lepas
Bukan Pegawai:
a. Distributor MLM
b. Petugas Dinas Luar Asuransi
c. Penjaja Barang Dagangan
B096
Kode
Objek
Pajak
21-100-01
21-100-02
21-100-03
21-100-04
21-100-05
21-100-06
d.
e.
f.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
B.
1.
2.
3.
4.
Tenaga Ahli
Bukan Pegwai yg Menerima Imbalan yg Bersifat Berkesinambungan
Bukan Pegawai yg Menerima Imbalan yg Tdk Bersifat
Berkesinambungan
Anggota Dewan Komisaris / Dewan Pengawasa yg Tdk Merangkap Sbg
Pegawai Tetap
Mantan Pegawai yg Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan
Lain
Pegawai yg Melakukan Penarikan Dana Pensiun
Peserta Kegiatan
Penerima Penghasilan yg Dipotong PPh Pasal 21 Tdk Final Lainnya
Pegawai/Pemberi Jasa/Peserta Kegiatan/Penerima Pensiun Berkala sbg
WP LN
OBJEK PAJAK FINAL
Penerima Uang Pesangon yg Dibayarkan Sekaligus
Penerima Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua atau JHT dan
Pembayaran Sejenis yg Dibayarkan Sekaligus
Pejabat Negaram PNS, Anggota TNI/POLRI dan Pensiunan yg Menerima
Honorarium dan Imbalan Lain yg Dibebankan kpd Keuangan
Negara/Daerah
Penerima Penghasilan yg Dipotong PPh Pasal 21 Final Lainnya
21-100-07
21-100-08
21-100-09
21-100-10
21-100-11
21-100-12
21-100-13
21-100-99
27-100-99
21-401-01
21-401-02
21-402-01
21-499-99
Dlm Hal Pegawai Tetap / Penerima Pensiun Berkala Baru Memiliki NPWP
Dlm hal pegawai tetap / penerima pensiun berkala yg tlh dipotong PPh Pasal 21 dgn tarif yg lbh tinggi
mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP, maka Pemotong Pajak hrs melakukan pembetulan atas SPT
Masa PPh Pasal 21/26 s.d. Masa Pajak di mana pegawai tetap atau penerima pensiun berkala tsb
memperoleh NPWP
2.
B097
5.
6.
7.
8.
B098
B101
2.
3.
PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Jan 2011 mulai Masa Pajak Jan 2011) jo PER-21/PJ/2013 (berlaku
sejak 30 Mei 2013 mulai masa Pajak Juni 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa
PPN
Pasal 4 PER-1/PJ/2011
SPT dianggap tdk lengkap apabila:
1. Nama dan/atau NPWP tidak dicantumkan dalam SPT;
2. Elemen-elemen Induk SPT & Lampiran SPT tdk atau kurang lengkap diisi;
3. Induk SPT tdk ditandatangani oleh PKP atau Pemungut PPN;
4. Induk SPT ditandatangani oleh Kuasa PKP / Kuasa Pemungut PPN, tetapi tdk dilampiri Surat
Kuasa Khusus;
5. SPT KB tetapi tdk dilampiri SSP/bukti Pbk;
6. SPT yg Lampiran SPT dan lampiran-lampiran lainnya yg dipersyaratkan tdk disampaikan, kecuali
tdk ada data yg dilaporkan dlm Lamp SPT tsb;
7. SPT disampaikan dlm bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yg wajib menyampaikan SPT dlm
bentuk media elektronik (e-SPT) sesuai perpu perpajakan.
8. Dlm hal SPT disampaikan dlm bentuk media elektronik berdasarkan pengujian data, diketahui:
a. induk SPT hasil cetakan yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tanpa disertai Lampiran
SPT dlm bentuk media elektronik;
b. induk SPT hasil cetakan yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tdk sesuai dgn Induk SPT
yg ada dlm bentuk media elektronik;
c. elemen-elemen data elektronik dlm bentuk media elektronik yg disampaikan oleh PKP /
Pemungut PPN tdk diisi atau diisi tdk lengkap;
d. data elektronik dlm bentuk media elektronik yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tdk
dpt diproses pd SI DJP.
Sejak tgl 23 Sept 2014:
SPT Masa PPN 111 LB Resitusi dianggap tdk lengkap bila: (Pasal 8A PER-25/PJ/2014)
Dlm hal SPT Masa PPN 111 LB dan dimintakan pengembalian (restiusi) dgn pengembalian
pendahuluan sesuai Pasal 17C UU KUP namun tdk dilampiri dgn slr dokumen dlm bentuk
hardcopy berupa:
a. PEB, Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tdk Berwujud, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111
A1;
b. FP Keluaran dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 A2;
c. PIB atas Impor BKP dan/atau SSP atas pemanfaatn BKP Tdk Berwujud/JKP dari luar daerah
pabean, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 B1;
B102
d. FP Masukan dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 B2;
e. FP Masukan dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111
B3.
Dikecualikan dari aturan melampirkan dokumen tsb di atas dlm bentuk hardcopy, dlm hal dokumen
tsb berupa FP yg berbentuk elektonik (e-faktur)
Tata Cara Pengembalian Pendahuluan sesuai Pasal 17C UU KUP lihat di Bab B-15 Bagian A
Pasal 5 PER-1/PJ/2011
1. Thd SPT Lengkap yg disampaikan scr lsg diberikan tanda bukti penerimaan SPT stl dilakukan
proses penelitian dan/atau pengujian data.
2. Thd SPT yg disampaikan scr tdk lsg melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dgn tanda
bukti pengiriman surat, tanda bukti pengiriman surat dianggap sbg tanda bukti penerimaan SPT
dan tanggal penerimaan SPT.
3. Dlm hal pengujian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8 belum dpt dilakukan krn
sarana komputer tdk berfungsi atau tempat penerimaan SPT blm dilengkapi dgn sarana pengujian
data (SPT loader), thd SPT tsb yg disampaikan scr lsg oleh PKP / Pemungut PPN diberikan tanda
bukti penerimaan SPT.
4. Tanda bukti penerimaan SPT sebagaimana dimaksud pd ayat (2) & (3) dianggap sah, apabila dlm
jangka waktu 30 hari sejak tanggal tanda bukti penerimaan SPT, KPP/KP2KP tdk menerbitkan
Surat Penolakan (format di Lamp IV PER-1/PJ/2011).
Lamp II PER-1/PJ/2011 Bagian I. Huruf A. Angka 4:
Petugas TPT pd Seksi Pelayanan menolak SPT yg disampaikan scr lsg atau yg disampaikan melalui
pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dgn bukti pengiriman surat dlm hal:
B103
2.
B104
3.
Form 1111 R DM (Daftar pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh PKP yg Menggunakan
Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM)
2.
B105
Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporan KB
1.1. SPT Masa PPN KB dibetulkan menjadi KB lbh kecil
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan KB Rp 1,1 juta dan tlh disetor ke
Kas Negara.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi KB lbh kecil yaitu Rp 1 juta.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 100 ribu.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.
PPN
Rp.
1.000.000
Rp.
1.100.000
_________________
Rp.
(100.000)
(-)
PPN
Rp.
14.000.000
Rp.
13.500.000
_________________
Rp.
500.000
(-)
PPN
Rp.
0
Rp.
1.000.000
_________________
Rp.
(1.000.000)
(-)
B106
2.
PPN
Rp.
(500.000)
Rp.
1.000.000
_________________
Rp.
(1.500.000)
(-)
Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB
2.1. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh besar
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 17 juta dan tlh
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 menunjukkan LB Rp 19 juta dan tlh dikompensasikan
ke Masa Pajak Mar 2011.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 menujukkan LB Rp 18 juta. Atas LB tsb diminta utk
dikompensasikan ke Masa Pajak Apr 2011.
d. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dgn
hasil pembetulan LB menjadi lbh besar yaitu Rp 20 juta.
e. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat tambahan LB PPN Rp 3 juta.
f. Utk contoh kasus ini PKP mempunyai 2 pilihan (asumsi PKP memilih utk kompensasi
kelebihan pembayaran PPN bukan restitusi):
1) Pilihan I: mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.F Rp 3 juta ke Masa Pajak
dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr
2011; atau
2) Pilihan II: mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.D Rp 20 juta ke Masa Pajak
berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
sesuai dgn ketentuan peraturan perpu perpajakan.
1) Dlm hal PKP memilih pilihan I:
a) PKP cukup melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 saja dan
mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.F Rp 3 juta ke Masa Pajak Apr 2011.
b) PKP tdk perlu melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan MasaMasa seterusnya.
c) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
d)
PPN
Rp.
(20.000.000)
Rp.
(17.000.000)
_________________
Rp.
(3.000.000)
B107
(-)
Formulir 1111 AB
Butir III.B.2:
Kompensasi kelebihan PPN krn
pembetulan SPT PPN Masa Pajak 01 - 2011
PPN
Rp.
3.000.000
g)
Penghitungan PPN
KB atau (LB)
PPN
Pembetulan
Masa Pajak Jan
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F
Rp
Rp.
Rp.
(20.000.000)
Pembetulan
Masa Pajak Feb
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F
Rp
Rp.
Rp.
(22.000.000)
Pembetulan
Masa Pajak Mar
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F
Rp
Rp.
Rp.
(21.000.000)
(-)
(-)
(-)
PPN
Rp.
21.000.000
B108
PPN
Rp.
(150.000)
Rp.
(200.000)
__________________
Rp.
(50.000)
(-)
d)
Atas pembetulan SPT tsb PKP akan dikenai sanksi administrasi sesuai dgn
ketentuan perpu perpajakan.
2) Dlm hal PKP memilih pilihan II:
a) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dan
mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.D Rp 150 ribu ke Masa Pajak Feb
2011.
b) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa-Masa Pajak
berikutnya yg terpengaruh oleh Pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011.
Dlm kasus ini PKP harus membetulkan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb, Mar, dan
Apr 2011.
c) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 dgn
membetulkan jml kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Jan dari semula Rp 200
ribu menjadi Rp150 ribu.
d) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 dgn
membetulkan jml kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Feb dari semula Rp 300
ribu menjadi Rp 250 ribu.
e) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011 dgn
membetulkan jml kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Mar dari semula Rp 250
ribu menjadi R p200 ribu.
f) Butir II.E dan II.F pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar
2011, tdk diisi. Utk Masa Pajak Apr 2011, butir II.E dan II.F hrs diisi.
g) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Febr, Mar, dan
Apr 2011:
SPT Masa PPN
Penghitungan PPN
KB atau (LB)
PPN
Pembetulan
Masa Pajak Jan
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F
Rp
Rp.
Rp.
(150.000)
Pembetulan
Masa Pajak Feb
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F
Rp
Rp.
Rp.
(250.000)
Pembetulan
Masa Pajak Ma
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F
Rp
Rp.
Rp.
(200.000)
Pembetulan
Masa Pajak April
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F
Rp
Rp.
Rp.
B109
(-)
(-)
(-)
150.000
100.000 (-)
50.000
h)
i)
PPN
Rp.
0
Rp.
(1.000.000)
_________________
Rp.
1.000.000
(-)
PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 1 juta dan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan
Mar 2011 tdk perlu dibetulkan.
PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
PPN
Rp.
250.000
Rp.
(1.000.000)
__________________
Rp.
1.250.000
(-)
PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 1,25 juta dan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb
dan Mar 2011 tia perlu dibetulkan.
PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB, namun
SPT Masa PPN Masa Pajak stl Masa Pajak SPT Masa PPN yg dibetulkan blm dilaporkan
3.1. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh besar
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 17 juta dan akan
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi LB lbh besar yaitu Rp 20 juta.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.
PPN
Rp.
(20.000.000)
Rp.
0
_________________
Rp.
(20.000.000)
(-)
Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, maka LB pd SPT
Masa PPN yg dibetulkan seb Rp 17 juta tdk perlu diperhitungkan, shg butir II.E tdk perlu diisi
(diisi dgn angka 0).
B1010
PPN
Rp.
(150.000)
Rp.
0
_________________
Rp.
(150.000)
(-)
Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, maka LB pd SPT
Masa PPN yg dibetulkan Rp 200 ribu tdk perlu diperhitungkan, shg butir II.E tdk perlu diisi
(diisi dan angka 0).
PPN
Rp.
0
Rp.
0
_________________
Rp.
0
(-)
Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, tdk ada LB pd
Masa Pajak Jan 2011 yg dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011, shg
butir II.E tdk perlu diisi (diisi dgn angka 0).
f.
g.
4.
PPN
Rp.
250.000
Rp.
0
_________________
Rp.
250.000
(-)
Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, tdk ada LB pd
Masa Pajak Jan 2011 yg dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011, shg
butir II.E tdk perlu diisi (diisi dgn angka 0).
PKP hrs menyetor PPN KB Rp 250 ribu.
PKP dikenakan sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan Nihil
4.1. SPT Masa PPN Nihil dibetulkan menjadi LB
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan Nihil.
B1011
b.
c.
d.
Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi LB Rp 100 ribu.
Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 100 ribu.
Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.
PPN
Rp.
(100.000)
Rp.
0
__________________
Rp.
(100.000)
(-)
PPN
Rp.
750.000
Rp.
0
__________________
Rp.
(750.000)
(-)
B1012
PPN
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
3.000.000
8.000.000 (-)
(5.000.000)
(5.000.000) (-)
0
Pembetulan
Masa Pajak Feb
f.
g.
Butir II.A
Butir II.C
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
6.000.000
4.000.000 (-)
2.000.000
(3.000.000) (-)
5.000.000
Catatan:
Utk contoh-contoh pembetulan SPT Masa PPN yg mengakibatkan kelebihan pembayaran PPN
dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN, namun SPT Masa PPN Masa
Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN tsb sdh disampaikan, maka kelebihan bayar tsb dpt
dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak stl Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa
PPN.
Contoh:
Dlm bulan Apr 2011 dilakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 yg hasil pembetulannya
menunjukkan LB dan akan dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN
Masa Pajak Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011. Namun, apabila SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011
sdh disampaikan, maka kelebihan bayar tsb dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2011.
B1013
B111
Pojok Pajak dan Mobil Pajak. Cara mencetak sendiri menggunakan aplikasi PDF isian
atau menggandakan sendiri tetap dianggap lengkap sepanjang memenuhi ketentuan
mengenai bentuk, ukuran dan spesifikasi teknis yg tlh ditentukan (sekurang-kurangnya
memenuhi ukuran formulir & batas margin formulir yg ditentukan)
SPT
1770
1770 S
1770
SS
Dasar
Hukum
II.
Thn Pajak
Thn Pajak 2014
Thn Pajak 2013
2010-2012
dst
Di pojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan
SPT Tahunan PPh 1771 utk WP Badan yg menggunakan pembukuan dgn Bahasa
Indonesia & mata uang Rupiah
SPT Tahunan PPh 1771 $ utk WP Badan yg menggunakan pembukuan dgn bahasa
asing & mata uang selain Rupiah
Yg Tdk Wajib Menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan (dan SPT Masa PPh Pasal 25)
a. WP (termasuk Bendahara) yg tdk termasuk ke dlm pengertian WP Badan
B112
b.
Kantor cabang dari suatu perseroan (krn yg wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh WP
Badan hanyalah kantor pusatnya saja lihat S-979/PJ.313/2004)
c. Joint Operation, (lihat S-60/PJ.422/1994, S-251/PJ.313/1998, S-323/PJ.42/1989, kewajiban
yg ada hanya sbg WP pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26
atau PPN)
d. Representative Office (Kantor Perwakilan Dagang Asing) yg dlm ketentuan UU PPh atau Tax
Treaty tdk termasuk ke dlm pengertian BUT (lihat SE-18/PJ.431/1992, S-545/PJ.312/2003)
BUT wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan namun tdk wajib menyampaikan SPT Masa
PPh Pasal 25
SPT
Induk
Lamp
Khusus
Dasar
Hukum
PER-39/PJ/2009
B113
a.
b.
Lamp keterangan/dokumen:
Financial Quarterly Report (FQR) utk periode terakhir Thn Pajak yg bersangkutan; dan
Bukti penyetoran PPh
Lamp Khusus:
Lamp Khusus Penghitungan PPh bagi KKKS Migas (Lamp I PER-28);
Lamp Khusus Rincian Biaya dlm Rangka Kontrak Kerja Sama Migas (Lamp II PER28/PJ/2011); dan
Lamp Khusus Daftar Penyusutan dlm Rangka Kontrak Kerja Sama Migas (Lamp III PER28/PJ/2011)
Pengisian Lampiran V Form 1771-V & 1771-V / $ (berdasar Buku Petunjuk Pengisian SPT
Tahunan PPh Badan dan SE-02/PJ.42/2003):
WP yayasan dan badan-badan lain yg tdk dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta
KIK Reksa Dana dan KIK-EBA, cukup mengisi Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal
dgn pernyataan Tidak Ada pd kolom (2).
WP PMB, pemegang saham publik tdk perlu dirinci per nama (dpt dinyatakan scr
kumulatif) kecuali apabila kepemilikan sahamnya berjumlah > 5% dari jml modal disetor.
Daftar Susunan Pengurusan dan Komisaris diisi lengkap tetapi tdk termasuk tingkat
manajer.
Bagi pemegang saham/pemilik modal serta pengurus & komisaris yg mrp WP DN dan
menerima atau memperoleh penghasilan yg melebihi PTKP wajib mencantumkan NPWP
dlm SPT Tahunan PPh WP Badan.
Bagi pemegang saham/pemilik modal serta pengurus & komisaris yg tdk bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan dan
atau menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, tdk wajib mencantumkan
NPWP dlm SPT Tahunan PPh WP Badan.
Bagi istri yg tdk mengadakan perjanjian pemisahan harta & penghasilan dgn suami dan
bagi anak yg blm dewasa (anak yg blm berumur 18 thn & blm pernah menikah), yg
menjadi pemegang saham/pemilik modal dan atau pengurus & komisaris, wajib
mencantumkan NPWP suami/bapak dlm SPT Tahunan PPh WP Badan.
Apabila dlm mengisi SPT Tahunan PPh WP Badan dibantu konsultan pajak, WP
diwajibkan utk mengisi identitas konsultan pajak (Nama & NPWP).
Ketentuan Terkait
a. Penghasilan yg Diterima/diperoleh OP dari Badan yg Tdk Wajib Memotong PPh Pasal 21
(Pasal 14 PP 94 Thn 2010)
OP DN yg menerima/memperoleh penghasilan di atas PTKP sehubungan dgn pekerjaan dari
badan-badan yg tdk wajib melakukan pemotongan pajaksesuai Pasal 21 ayat (2) UU PPh, wajib:
memiliki NPWP;
melaksanakan sendiri penghitungan & pembayaran PPh yg terutang dlm tahun berjalan; dan
melaporkan penghitungan & pembayaran PPh yg terutang dlm thn berjalan dlm SPT
Tahunan.
b. PPh 21, 22, 23 yg Dipotong/dipungut Sbl Memiliki NPWP (Pasal 20 PP 94 Thn 2010 &
penjelasannya)
PPh yg dipotong/ dipungut berdasarkan tarif pemotongan/pemungutan sesuai Pasal 21 ayat (5a),
Pasal 22 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (1a) UU PPh, dpt dikreditkan thd PPh yg terutang utk thn
pajak yg bersangkutan stl WP tsb memiliki NPWP.
c. Hak & Kewajiban Perpajakan Wanita Kawin (Angka 3 SE-29/PJ/2010)
1. Bagi wanita kawin yg melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yg
memilih utk menjalankan hak & kewajiban perpajakannya sendiri wajib menyampaikan SPT
Tahunan PPh WP OP atas namanya sendiri terpisah dgn SPT Tahunan PPh suaminya.
2. Penghasilan yg dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh wanita kawin pd angka 1 adalah slr
penghasilan yg diterima atau diperoleh wanita kawin tsb dlm suatu thn pajak, tdk termasuk
penghasilan anak yg blm dewasa.
B114
3.
4.
Penghitungan PPh terutang dlm SPT Tahunan PPh wanita kawin pd angka 1 didasarkan pd
penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri tsb
dihitung sesuai dgn perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri.
Penghitungan PPh terutang pd angka 3, berlaku juga bagi wanita kawin sbg pegawai yg
mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 pemberi kerja yg tlh
dipotong PPh Pasal 21.
Uraian
Pelaksanaan hak
& kewajiban
perpajakan
NPPW yg tlh ada
Penghasilan yg
diterima/diperoleh
Penghasilan
wanita kawin yg
semata-mata
diterima atau
diperoleh dari 1
pemberi kerja
Pemotongan atau
pemungutan PPh
Perhitungan PPh
Kewajiban
Penyampaian
SPT Tahunan
Hak & kewajiban
lainnya
B115
Berkehendak
Menjalankan Hak &
Kewajiban Perpajakan
Scr Terpisah dgn Suami
Menggunakan NPWP
sendiri
Wajib menyampaiakn
Surat Penrytaan
Menghendaki
Menjalankan Kewajiban
Perpajakan scr Terpisah
Dianggap sbg
penghasilan/kerugian
sendiri
Wajib menunjukkan
NPWP-nya sendiri kpd
pemotong/ pemungut PPh
Berdasarkan Pasal 8 ayat
(3) UU PPh
Dilakukan sendiri oleh
wanita kawin
1.
2.
3.
Seorang WP menerima atau memperoleh penghasilan neto Thn Pajak 2010 seb Rp 96,8 juta. WP
berstatus kawin dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya tdk mempunyai penghasilan
sendiri. Penghitungan pajak dgn penerapan tarif tsb di atas dilakukan sbb:
Penghasilan Neto 1 thn
PTKP
PKP
=
=
=
Rp 96,8 juta
Rp 21,12 juta +/+
Rp 75,68 juta
PPh terutang:
5% x Rp 50 juta
15% x Rp 25,68 juta
Jml
=
=
Rp 2,5 juta
Rp 3,852 juta +/+
Rp 6,352 juta
Seorang WP yg berstatus tdk kawin baru datang dan mempunyai niat menetap di Indonesia utk
selama-lamanya pd awal Okt 2010 dan menerima atau m,eperoleh penghasilan dari usaha mulai
Okt s.d. Des 2010 seb Rp 5.750.230. Atas penghasilan tsb, dilakukan penerapan tarif pajak sbb:
Penghasilan 3 bulan
Penghasilan 1 thn
12/3 x Rp 5.750.230
Rp 5.750.230
Rp 23.000.920
PTKP
PKP
Dibulatkan menjadi (utk penerapan tarif)
=
=
=
=
=
Rp 358 ribu
Rp 89,5 ribu
Seorang WP dlm thn 2010 menerima atau memperoleh penghasilan neto seb Rp 219,608 juta.
WP berstatus kawin pisah harta dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya menerima
atau memperoleh penghasilan neto dari usaha seb Rp 109,192 juta.
Penerapan tarif utk @ suami & istri adalah sbb:
Penghasilan Neto suami
Penghasilan Neto istri
Penghasilan Neto gabungan
PTKP (K/I/3)
PKP
PPh terutang gabungan (suami & istri):
5% x Rp 50 juta
15% x Rp 200 juta
25% x Rp 41,4 juta
a.
b.
4.
=
=
=
=
=
=
=
=
Rp 219,608 juta
Rp 109,192 juta +/+
Rp 3028,8 juta
Rp 37,4 juta -/Rp 291,4 juta
Rp 2,5 juta
Rp 30 juta
Rp 10,35 juta +/+
Rp 42,85 juta
=
Rp 219,608 juta
Rp 328,8 juta
Rp 42,85 juta
Rp 28.619.838
Rp 109,192 juta
Rp 328,8 juta
Rp 42,85 juta
Rp 14.230.162
Dlm hal suami & istri tlh hidup berpisah, penghitungan PKP-nya dilakukan sendiri-sendiri
(menggunakan 2 SPT tahunan PPh WP OP yg berbeda). PTKP bagi suami dan istri yg tlh hidup
berpisah diperlakukan seperti WP tdk kawin (TK), sedangkan tangungan sesuai dgn kenyataan
sebenarnya yg diperkenankan.
B116
b.
=
=
=
Rp 219,608 juta
Rp 19,8 juta -/Rp 199,808 juta
=
=
Rp 2,5 juta
Rp 22,4712 juta +/+
Rp 24,9712 juta
=
=
=
Rp 109,192 juta
Rp 15,84 juta -/Rp 93,352 juta
=
=
Rp 2,5 juta
Rp 6,5028 juta +/+
Rp 9,0028 juta
Contoh Perhitungan pd Kasus 3 & 4 di atas dibuat di dlm lembar tersendiri dan sbg Lampiran
di dlm penyampaian SPT bagi WP yg kawin pisah harta dan penghasilan istri yg menghendaki
utk menjalankan hak & kewajibannnya sendiri, baik suami maupun istri.
5.
Data:
Nama
NPWP
Pekerjaan
Status
Tanggungan
:
:
:
:
:
Hendra Sialagan
08.296.172.2-007.000
Dagang Tekstil/Direktur CV Inovasi
Menikah
1 orang anak (PTKP K/I/1)
Thn 2010:
Peredaran bruto atau omzet dari usaha dagang tekstil Hendra Sialagan adalah Rp 1 M
(berdasarkan KEP-536/PJ/2000, persentase norma perkiraan penghasilan neto ata usaha
dagang tekstil adalah 30%).
Penghasilan lainnya pd thn 2010:
1. Jasa angkutan darat (angkutan kota), (berdasarkan KEP-536/PJ/2000, persentase norma
perkiraan penghasilan neto ata jasa angkutan darat adalah 25%) dgn omzet seb Rp 400
juta
2. Gaji bersih sbg direktur di CV Inovasi seb Rp 44,4 juta
3. Keuntungan dari penjualan [perhiasan emas seb Rp 38 juta (Hendra Sialagan membeli
perhiasan emas seharga Rp 40 juta dan kemudian dijual seharga Rp 76 juta)
Data tanbahan:
Bahwa Hendra Sialagan memiliki istri bernama Megan Susilawati dan mempunyai NPWP
07.890.123.4-567.000 (NPWP sendiri yg terpisah dgn suami) dan menerima penghasilan neto
selama thn 2010 total seb Ro 141 juta yg berasal dari:
1. Penghasilan sbg karyawan Rp 129 juta
2. Penghasilan dari keuntungan selisih kurs Rp 12 juta
Dari data di atas perhitungan PPh bagi Hendra Sialagan dan istrinya Megan Susilawati yg @
memiliki NPWP tsb dibuatkan lembar perhitungan sendiri di bawah ini.
B117
B118
B119
B1110
B1111
No.
1.
2.
3.
Uraian
Penyampaian SPT
SPT yg Hrs
Disampaikan ke TPT
KPP Tempat WP
Terdaftar (meliputi
TPT KPP & KP2KP)
SPT KPP Sendiri
Diteliti di Depan
4.
Penelitian SPT
Pembetulan
5.
Ket:
1
Atas butir 5 thd SPT yg tdk diitandatangani dan/ tdk dilampiri keterangan/dokumen dilakukan
permintaan kelengkapan SPT dahulu. 30 hari berikutnya apabila WP tdk merespon maka dilakukan
pemberitahuan SPT dianggap tdk disampaikan.
B1112
B1113
LEMBAR INFORMASI AMPLOP SPT TAHUNAN YANG DISAMPAIKAN MELALUI POS ATAU
PERUSAHAAN JASA EKSPEDISI ATAU JASA KURIR
NPWP
Tahun Pajak
Status SPT*
Nihil
Kurang Bayar
Jenis SPT*
SPT Tahunan
Perubahan Data*
:
:
No. Telp/HP
Pernyataan
Tanda Tangan
Lebih Bayar
Ada
Tidak Ada
Jika ada perubahan data Wajib Pajak, maka tempelkan formulir perubahan
data pada amplop SPT Tahunan
Keterangan :
a. *) isilah tanda silang (X) pada kotak
yang sesuai.
b. Jika merupakan SPT Tahunan Pembetulan maka isi pembetulan yang ke berapa kalinya.
Sumber: Lamp I PER-26/PJ/2012
B1114
B1115
No.
Pokok Bahasan
1.
2.
3.
Penelitian SPT
SPT Kolektif
Pembuatan & Perekaman Detil BA
4.
5.
6.
Pengiriman SPT
Pengawasan SPT yg Diterima dari
KPP Lain dan Melalui Pos
Permintaan Kelengkapan SPT
Pencetakan LPAD
Aplikasi Pendukung
7.
8.
9.
B1116
1770 S
FORMULIR TDK ADA
1770 S
1770
1770-I hal. 1
1770 S I
1770-I hal. 2
1770 S II
1770 SS
1770 SS
1770-II
1770-III
1770-IV
LAMPIRAN YG DISYARATKAN TDK ADA
SSP Ps. 29 (Jika SPT KB)
FC Form 1721-A1
dan/atau 1721-A2 atau
bukti pemotongan PPh
Pasal 21 lain
Penghitungan Angsuran
PPh Pasal 25 Thn
Berikutnya (Jika WP
Mengisi Bagian F Angka
18.b)
Bukti Pemotongan/
Pemungutan oleh pihak
lain/ditanggung pemerintah
dan yg dibayar/ dipotong di
LN
B1117
LAIN-LAIN
NPWP dan/atau Nama WP tdk diisi
SPT tdk ditandatangani
Thn Pajak tdk diisi
Salah Formulir SPT (Jenis/Thn Formulir)
Tdk ada data digital dlm media elektronik (utk penyampaian melalui e-SPT)
Stl 1 Jan 2013, lampiran yg tdk disyaratkan lagi utk 1770:
FC tanda bukti pembayaran fiskal luar negeri (TBFLN) (jika ada)
B1118
1771 $
FORMULIR TDK ADA
1771/$
1771 hal. 2
1771/$ hal. 2
1771-I
1771-I/$
1771-II
1771-II/$
1771-III
1771-III/$
1771-IV
1771-IV/$
1771-V
1771-V/$
1771-VI
1771-VI/$
8A-1/8A-2/8A-3/8A-4/8A-5/8A-6 : Transkrip
Kutipan Elemen-elemen dari LK (wajib diisi oleh
WP, pilih salah satu formulir sesuai dgn jenis
usahanya)
B1119
Tdk ada data digital dlm media elektronik (utk penyampaian melalui e-SPT)
Utk SPT Tahunan WP OP & Badan
KETENTUAN PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PEMBETULAN TDK TERPENUHI
Pembetulan SPT Tahunan disampaikan dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan
Pembetulan SPT Tahunan disampaikan paling lama 2 thn sbl daluarsa penetapan, dlm hal pembetulan SPT
Tahunan tsb menyatakan rugi atau LB
Pembetulan SPT Tahunan disampaikan dlm jangka waktu 3 bulan stl menerima skp, SK Keberatan, SK
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan PK, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan,
dlm hal WP menerima dokumen tsb yg menyatakan rugi fiskal yg berbeda dgn rugi fiskal yg tlh dikompensasikan
dlm SPT Tahunan yg akan dibetulkan
B1120
e-SPT
Definisi:
e-SPT: SPT beserta lampiran-lampirannya dlm bentuk digital dan dilaporkan scr elektronik atau dgn
menggunakan media komputer ke KPP di mana WP terdaftar.
Aplikasi e-SPT: Aplikasi SPT yg diberikan scr cuma-cuma oleh DJP kpd WP, yg digunakan utk
merekam, memelihara, dan menghasilkan data digital SPT serta mencetak SPT.
B121
5.
6.
B. JENIS e-SPT
a.
b.
e-SPT Masa
PPh:
e-SPT PPh Pasal 4 Ayat (2) v 1.0
e-SPT PPh Pasal 15 v 1.0
e-SPT PPh Pasal 21-26 2014 v 2.2
e-SPT PPh Pasal 22 v 2.1
e-SPT PPh Pasal 23-26 v 1.0
PPN:
e-SPT PPN 1111 v 1.5
e-SPT PPN 1111 DM v 1.2
e-SPT PPN 1107 PUT v 3.0
a.
b.
e-SPT Tahunan
PPh Badan:
e-SPT 1771 Rp 2011 v 2.0
e-SPT 1771 $ 2010 v 1.1
e-SPT 1771 Rp Y
e-SPT 1771 $ Y
PPh OP:
e-SPT 1770
e-SPT 1770 S
e-SPT 1770 Y
B122
B123
2.
3.
SPT Tools
Utility
4.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
Help
6.
1.
2.
3.
B124
Cetak
Referensi
Profil
Help
2. Impor
a. Referensi
Penerima Penghasilan
Pegawai A1
Pegawai A2
b. Bukti Potong
Tdk Final
Final
A1
A2
Pemotongan Pajak Bulanan
c. SSP
3. Pelaporan SPT
1. Formulir SPT
2. Bukti Potong
1. Bukti Potong
a. Penerima Penghasilan
b. Pegawai A1
c. Pegawai A2
d. Penomoran BP
2. Kode
a. Kode Negara
b. Kode KPP
c. Kode Objek Pajak
d. Kode SSP
e. Jabatan
f. Golongan/Pangkat
3. Tarif
a. PTKP
b. Pasal 17 Berlapis
c. Pasal 21 Final
Pesangon Tarif terdapat kesalahan, input scr berturut-turut: 0, 5, 15,
25, 25
Manfaat Pensiun
Imbalan PNS
d. Biaya Jabatan
e. Upah Harian
4. Ubah Username
5. Ubah Password
1. Manual
2. Help
B125
SPT Tools
Utility
6.
7.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
Help
6.
1.
2.
3.
B126
Help
6.
1.
2.
3.
c. SSP-PBK
Set User Name Password
Content
Search for Help On
About My App
B127
Input Data
Setting
SPT
Tools
1.
2.
3.
4.
1.
2.
1.
2.
Pajak Keluaran
Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP
SPT Tanpa Faktur
Buat SPT PPN 1111 DM
Profil WP
Setting SPT PPN 1111 DM
Induk SPT 1111 DM
Lampiran SPT 1111 DM
a. Lampiran A DM
b. Lampiran R DM
3. SSP
a. Daftar SSP
b. SSP PPN Yg Tlh Dibayar
c. SSP PPnBM Yg Tlh Dibayar
d. SSP Atas Kegiatan Membangun Sendiri
4. Hapus SPT
5. Cetak SPT
6. Buat CSV
1. Username
a. Tambah Username
b. Ganti Password
2. Ekspor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Lampiran A dan R
3. Impor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Khusus
c. Lawan Transaksi
4. Referensi
a. Nomor Faktur
b. Lawan Transaksi
c. Batasan VAT Refund
d. Setting Nilai Persen
5. Informasi Aplikasi
User Manual
Input Data
SPT Tools
Utility
1.
2.
3.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
1.
2.
B128
Help
D.
c. Nomor Faktur
3. Impor Data
a. Data Faktur
b. Lawan Transaksi
4. Ekspor Data Faktur
5. Set User Name Password
1. Content
2. Search for Help On
3. About My App
B129
E.
B1210
7. WP sdh selesai dan berhasil meng-install e-SPT, namun ketika aplikasinya dibuka muncul
peringatan Format tanggal tidak sesuai dan kemudian aplikasinya tertutup scr otomatis.
Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Apabila muncul peringatan tsb, ubah terlebih dahulu format Region and Language ke Indonesia.
Langkahnya:
Buka Control Panel;
Pilih Region and Language;
Ubah format ke Indonesia;
Pilih Apply dan buka kembali e-SPTnya.
8. Pd bbrp kasus dijumpai bahwa WP yg aplikasi e-SPTnya sdh berhasil dibuka namun tdk
dpt membuka database-nya (error) dan muncul peringatan koneksi ke database gagal,
silahkan cek DSN yang dipilih. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd bbrp aplikasi e-SPT yg lama (seperti e-SPT Masa PPh), user perlu melakukan koneksi
database terlebih dahulu. Caranya:
Buka Control Panel;
Pilih Administrative Tools (pd Win7 dgn view by Category dpt lsg pilih System and
Security Administrative Tools, atau dpt lsg ketikkan pd search);
Pilih Data Sources (ODBC);
Pilih System DSN;
Double click nama database e-SPT yg dikehendaki (hasil instalasi pertama); atau jika ingin
menambah database baru maka pilih Add double click Microsoft Access Driver (*.mdb/
*.accdb atau *.mdb tergantung jenis database yg dipakai) isi Data Source Name dgn
nama database yg dikehendaki oleh user;
Selanjutnya pilih Select cari lokasi database pd kolom directories dgn double click folder
yg ada di dlm-nya (misal di drive C:\Program Files\DJP\eSPT PPh Masa 21-26\Database);
Pilih database yg ingin dikoneksikan pd kolom Database Name, lalu klik OK;
Bagian description tdk wajib diisi, lsg klik OK dan Apply.
9. Ketika memilih System DSN pd Administrative Tools saat ingin koneksi DSN ternyata
kolom System Data Sources-nya kosong dan ketika pilih Add hanya ada pilihan SQL
Server. Hal ini terjadi pd Windows7 64 bit. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd Windows7 64 bit, cara membuka Data Sources (ODBC) utk setting DSN agar database
terkoneksi yaitu:
Buka Drives C;
Buka folder Windows;
Buka folder SysWOW64;
Buka file odbcad32.exe, maka muncul ODBC Data Source Administrator dan setting DSN
dpt lsg dilakukan sebagaimana dijelaskan pd penjelasan sbl-nya.
10. WP meng-install e-SPT di Windows7 atau Vista dan sdh dipakai selama berbulan-bulan.
Suatu waktu WP ingin memindahkan database ke komputer lain dan meng-copy data tsb
dari direktori C:\Program Files\DJP.... Namun, stl di-paste pd komputer lain ternyata
database tsb kosong dan hrs mengerjakan kembali dari awal (isi NPWP dan seterusnya st).
Apa penyebabnya?
Jawaban:
Hal ini terjadi kemungkinan krn saat instalasi e-SPT pd Windows7 atau Vista, User Account
Control blm di-setting ke never notify shg database tersimpan pd virtual store. User hrs mengcopy ulang database yg akan di-back up atau dipindahkan ke komputer lain dgn cara:
Buka drive C;
Buka folder Users;
Buka folder User (tergantung proses instalasi yg dulu dilakukan oleh user);
B1211
Buka folder AppData (folder ini ter-hidden, jadi pastikan View hidden files and folders pd
folder options (ada di Organize) ter-checklist pd bagian Show hidden files, folders, dan
drives;
Buka folder Local;
Buka folder VirtualStore;
Buka folder Program Files;
Buka folder DJP;
Buka folder e-SPT yg dikehendaki;
Buka folder database dan copy database yg dimaksud utk dipindah ke komputer lain atau utk
back up.
11. Bagaimana cara menambah database baru pd e-SPT? Misalnya utk multi NPWP.
Jawaban:
Langkah pertama yg hrs dilakukan adalah meng-copy database kosong. Database kosong dpt
diperoleh dari installer e-SPT tsb (bukan hasil instalasi). Pd bbrp e-SPT (Masa PPN 1111,
1111DM, PPh pasal 21-26 2014), database kosong dpt diperoleh dari folder hasil instalasi e-SPT
tsb, seperti pd folder db kosong utk e-SPT PPN 1111. Selanjutnya file database kosong tsb dipaste pd folder database/db pd direktori e-SPT yg dimaksud (sebaiknya file database kosong tsb
diubah namanya agar tdk sama dgn database yg sdh ada).
Pd aplikasi terbaru seperti e-SPT PPN 1111, 1111DM, atau PPh Pasal 21-26 2014, database
baru tsb dpt lsg digunakan ketika aplikasi e-SPTnya dijalankan. Namun, utk e-SPT lama (seperti
Masa PPh) perlu dilakukan koneksi database (setting DSN) terlebih dahulu sebagaimana tlh
dijelaskan pd angka 8 di atas (jgn lupa Data Source Name dibedakan dgn Data Source Name yg
sdh ada).
12. Bagaimana cara agar ketika melakukan cetak formulir tdk terpotong menjadi 2 halaman
hasil print outnya?
Jawaban:
a. Pastikan apakah print preview-nya utuh atau terpotong menjadi 2 halaman. Pastikan juga
apakah ukuran kertasnya sdh ukuran 8,5x13.
b. Jika print preview-nya terpotong menjadi 2 halaman, problem ini blm diketahui sebabnya
dan solusinya (bisa disarankan untuk install kembali Crystal Report-nya).
c. Jika print preview-nya utuh namun ketika dicetak terpotong, disarankan user utk
mengekspornya ke dlm bentuk pdf (hanya ada menu ini pd beberapa jenis aplikasi seperti
e-SPT PPN 1111) atau pilih copy kemudian buka Microsoft Excel dan pilih paste special
paste as picture saat melakukan proses paste. User juga dpt menambahkan 1 setting-an
printer. Caranya:
Buka Control Panel;
Pilih Devices and Printers;
Pilih Add a printer (atau klik kanan, pilih add a printer pd Windows XP);
Pilih Add a local printer;
Pilih use an existing port LPT1 lalu Next;
Pilih jenis printer pd kolom Manufacturer, kemudian pilih printer dimaksud pd kolom
Printers lalu Next;
Pilih do not share pd printer sharing;
Pilih set as default printer;
Tdk perlu melakukan print test;
Stl finish, setting preference-nya dgn mengubah ukuran kertasnya menjadi 8,5x13, lalu
apply.
FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 4 AYAT (2)
1.
Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tertanggal brp?
Jawaban:
Tertanggal 25-07-2010.
B1212
2.
WP terlanjur memasukkan NPWP dgn kode KPP yg salah dan sdh melakukan pengisian
data bukti potong dlm jml yg banyak. Kemudian user melakukan proses pindah KPP pd
menu utility profil WP dan berhasil disimpan kode KPP yg sebenarnya. Namun, ketika
WP mencetak induk SPT, tampilan NPWP masih menggunakan NPWP yg lama (blm
update). Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd versi ter-update permasalahan ini masih terjadi. Hanya bukti potongnya lah yg mengikuti
perubahan profil tsb. Induk SPT sendiri masih menggunakan kode KPP yg lama pd bagian
NPWP-nya. Sementara ini user hrs melakukan ekspor terlebih dahulu bukti potong yg sdh diinput, kemudian menghapus Masa Pajak yg dimaksud. Selanjutnya user membuat Masa Pajak
baru utk masa pajak tsb kemudian melakukan impor data bukti potong hasil ekspor sebelumnya.
3.
Darimana user dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat
(2) (baik utk lawan transaksi, bukti potong, maupun SSP)?
Jawaban:
Contoh skema impor e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini dpt diperoleh dari installer e-SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2) (bukan dari hasil instalasi e-SPT ini).
4.
WP mengubah profil WP (dlm hal ini mengubah kode KPP pd NPWP-nya). NPWP sdh
sesuai dgn SKT yg baru tetapi tdk dpt dilakukan perubahan. Terdapat peringatan Kode
KPP Tersebut Tidak Terdaftar Pada Referensi Kode KPP. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pastikan bahwa kode KPP yg dimaksud sdh terdaftar pd Referensi KPP pd menu Utility. Jika blm
ada, maka tambahkan dgn klik Baru pd referensi tsb.
2.
c.
d.
Kegunaan
Utk menginput pemotongan PPh Pasal 15 yg
dilakukan oleh user atas penghasilan yg
dibayarkan/terutang kpda perusahaan pelayaran DN
Utk memasukkan penghasilan/imbalan yg diperoleh
oleh user yg mrp perusahaan pelayaran DN, baik
penghasilan yg berasal dari Indonesia maupun yg
berasal dari luar Indonesia.
Bagian WP yg dipotong diisi dgn NPWP & nama
user. Sedangkan bagian PPh yg dipotong oleh Pihak
lain digunakan utk memasukkan bukti potong-bukti
potong PPh Pasal 15 yg diterima oleh user
(perusahaan pelayaran DN) dari pihak lain (lawan
transaksi user).
Utk menginput pemotongan PPh pasal 15 yg
dilakukan oleh user atas imbalan/penghasilan yg
dibayarkan/terutang kpd perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan LN sbg pihak lawan
transaksinya
Digunakan oleh user selaku pihak perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan LN utk menginput
B1213
e.
f.
g.
Program apa yg dibutuhkan utk meng-install e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 2014 pd
Windows XP?
Jawaban:
Instalasi pd Windows XP memerlukan Microsoft Imaging Component dan dpt diunduh pd link
http://www.microsoft.com/en-us/download/details.aspx?id=32.
2.
e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 2014 tdk dpt membaca database yg dipilih. Bagaimana
solusinya?
Jawaban:
Apabila saat memilih database tdk dpt membaca database, install Database Access Engine.
3.
Pd saat melakukan inisialisasi muncul error must use an updateable query. Apa
penyebabnya? Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Kemungkinan setting user pd OS-nya bukan Administrator. Solusinya adalah lakukan install eSPT di folder selain C:\Program Files.
4.
Darimana user dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT PPh Pasal 21-26 2014?
Jawaban:
User dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT PPh Pasal 21-26 pd lokasi instalasi eSPT pd folder dokumentasi. Misal drives C:\Program Files\DJP\e-SPT Masa 21-26
2014\dokumentasi\csv format.
5.
Bagaimana cara menambahkan database baru pd e-SPT Masa PPh 21/26 2014?
Jawaban:
Utk menambahkan database baru diperlukan database kosong dan database kosong tsb dpt
diperoleh dari drives C:\Program Files\DJP\e-SPT Masa 21-26 2014\db\db kosong (atau lokasi
lain sesuai instalasi user). Copy database yg ada di dlm folder db kosong dan paste-kan di folder
db. Jgn lupa utk mengubah nama database yg baru agar tdk sama dgn database yg sdh ada
sebelumnya. Database baru ini dpt lsg digunakan ketika e-SPT dijalankan tanpa hrs melakukan
setting DSN.
6.
Apakah pengisian Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 formulir 1721-I Satu Masa Pajak dpt
dilakukan dgn menggunakan impor csv?
Jawaban:
B1214
Dpt dilakukan dgn menggunakan impor csv 1721-I Satu Masa Pajak dgn mengikuti ketentuan
skema impor yg sdh dibuat. Contoh skema impornya dpt dilihat pd file 1721_I_bulanan pd folder
contoh csv.
7.
Apakah tdk ada cara yg lbh mudah utk mengisi Daftar Bukti Pemotongan 1721-I Satu Masa
Pajak utk setiap masanya (anggap jml pegawai tetapnya ribuan)?
Jawaban:
Dlm hal ini user memang hrs meng-input Daftar Bukti Pemotongan 1721-I Satu Masa Pajak
setiap masanya apabila memang dilakukan pemotongan thd pegawai tetap (dan penerima
penghasilan lainnya yg sejenis) berdasarkan PER-14/PJ/2013. User dpt melakukan ekspor 1721-I
bulanan melalui menu CSV Ekspor Bukti Potong atas 1721-I bulanan Masa Pajak
pertama kali lapor 1721-I bulanan. Utk bulan berikutnya user mengubah terlebih dahulu masa
pajak pd csv hasil ekspor masa pajak sbl-nya (termasuk mengubah penghasilan dan pajak
dipotong jika ada atau menambah pegawai yg baru dipotong), baru kemudian diimpor kembali ke
e-SPT. Bulan-bulan selanjutnya dpt menggunakan cara yg sama sebagaimana tlh dijelaskan sblnya.
8.
Bagaimana cara mengubah atau menghapus bukti potong 1721-A1 yg ada pd formulir
1721-I Satu Tahun Pajak?
Jawaban:
Cara mengubah, menambah, atau menghapus bukti potong 1721-A1 yg ada pd formulir 1721-A1
Satu Tahun Pajak adalah dgn membuka submenu Daftar Bukti Potong 1721-A1. Kemudian
pilih bukti potong yg ingin diubah atau dihapus, termasuk jika ingin menambah bukti potong 1721A1 yg baru.
Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 21-26 (PER-32/PJ/2009) tertanggal brp?
Jawaban:
Tertanggal 14-01-2010.
2.
User melakukan update NPWP dgn mengubah kode KPP pd menu utility profil WP.
Updating NPWP berhasil dilakukan, namun stl membuka data induk SPT dan lain
sebagainya terjadi error dan e-SPT PPh 21 menjadi hang. Notifikasi error yg muncul:
Either BOF or EOF is True, or the current record has been deleted. Requested operation
requires a current record.
Jawaban:
Jika muncul notifikasi error tsb maka klik OK scr berulang kali sampai notifikasi tsb hilang. Stl
notifikasi tsb hilang, user mengubah kembali kode KPP-nya melalui menu utility profil WP ke
kondisi semula (kode KPP lama) dan disimpan.
Sementara ini apabila user pindah KPP, user hrs membuat database baru utk diisi dgn profil
sesuai dgn SKT terbarunya. Krn menggunakan database baru (masih kosong), user dpt
melakukan mekanisme ekspor data bukti potong dari database lama utk kemudian diimpor di
database yg baru apabila user ingin melakukan pembetulan dgn menggunakan NPWP
terbarunya.
3.
WP mendapatkan bukti Pbk dari jenis pajak lain ke PPh Pasal 21. Bagaimana cara menginput-nya padahal menu e-SPT PPh 21 hanya ada menu untuk input SSP saja?
Jawaban:
Apabila WP mendapatkan bukti Pbk dari jenis pajak lain ke PPh Pasal 21, maka WP meng-input
bukti Pbk tsb melalui submenu Surat Setoran Pajak dgn mengisikan KAP & KJS sesuai hasil
Pbk dgn NTPN diisi dgn NTPN SSP yg di-Pbk-an.
4.
User membuat pelaporan Masa Pajak Des 2013 ketika tanggal pd komputer menunjukkan
tun 2014 (misal baru membuat Masa Des 2013 pd tanggal 5 Jan 2014). Ketika user
B1215
mencetak induk SPT Masa PPh Pasal 21-26 nya, thn kalendernya tertulis 2014 dan bukan
2013 (padahal ingin melaporkan Masa Desember 2013). Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Permasalahan ini timbul apabila user blm meng-update e-SPT Masa PPh Pasl 21/26-nya ke
versi tanggal 27-01-2010 sbl membuat Masa Pajak Des 2013 (dlm kasus ini). Pd e-SPT versi terupdate permasalahan ini sdh dpt diselesaikan.
Apabila user terlanjur membuat Masa Pajak Des 2013 dan sdh mengisi data bukti potongnya
padahal aplikasi blm yg ter-update, solusi yg dpt dilakukan adalah user melakukan ekspor bukti
potong yg sdh di-input. Stl itu, user menghapus Masa Des 2013 tsb melalui menu SPT Tools.
Apabila user sdh mempunyai patch update versi terbaru, user melakukan update terlebih dahulu
e-SPT-nya sbl membuat Masa Des 2013 yg baru.
Apabila user blm memiliki update terbaru dan ingin segera membuat Masa Des 2013, user hrs
mengubah terlebih dahulu tanggal komputernya menjadi tanggal yg bertahun 2013 (melalui
Control Panel atau lsg klik tanggal yg ada di pojok kanan bawah layar monitor) utk selanjutnya
membuat kembali Masa Des 2013 tsb dan melakukan impor data bukti potong hasil ekspor
sebelumnya.
FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 22
1.
2.
Mnr PMK-224/PMK.011/2012 utk PPh Pasal 22 Impor yg dipungut oleh DJBC cukup dgn
SSP yg berlaku sbg bukti pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Namun e-SPT PPh Pasal 22
justru diminta input bukti pungut.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.
3.
Perubahan jenis WP (Pemungut atau Bukan Pemungut) pd menu Utiliy Profil WP hanya
dpt dilakukan max 3 kali. Kalau lbh, ada peringatan error Jenis WP Tdk Bisa Diubah Lagi.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.
Stl dilakukan install atau update e-SPT Masa PPH Pasal 22 tertanggal 01-02-2013, jangan lupa
user utk memasukkan tarif PPh pasal 22 atas penjualan BBM, gas, dan pelumas (baik final
maupun tdk final) berdasarkan pasal 2 ayat (1) huruf c PMK-224/PMK.011/2012 (salah satu saja
yg dimasukkan).
FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 23/26
1.
2.
Utk Bukti Potong PPh Pasal 26 yg menggunakan ketentuan tax treaty dan mnr tax treaty
hak pemajakan terdapat pd Negara partner, pemberi penghasilan tetap membuat bukti
potong PPh Pasal 26 dgn tarif 0% berdasarkan PER-24/PJ./2010. Tetapi e-SPT tdk
mengakomodir pembuatan bukti potong dgn tarif 0%.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.
B1216
2.
Mengapa user tdk dpt menyimpan FP Keluaran yg sdh diisi? Muncul notifikasi nomor
seri faktur tidak sesuai dengan jatah.
Jawaban:
Utk e-SPT Masa PPN 1111 versi 1.5.0.0, user hrs memasukkan terlebih dahulu NSFP yg
diperoleh dari KPP berupa hasil permintaan NSFP. Input NSFP dilakukan pd menu Tools
Referensi Jatah Faktur Pajak.
3.
Mengapa baris PPnBM terutang tdk dpt diisi padahal user memungut PPnBM dan ingin
melaporkannya pd SPT?
Jawaban:
Apabila user ingin melakukan pengisian baris PPnBM (baik pd PK maupun PM), terlebih dahulu
user hrs mengubah profilnya melalui menu Setting Profil Wajib Pajak checklist Wajib
PPnBM.
4.
PKP A melakukan transaksi pembelian (FP Masukan) di thn 2012 ke PKP B. Pd bulan April
2013 PKP B mengalami perubahan NPWP (pindah KPP). Di bulan Mei 2013 PKP A
membuat nota retur dan ketika PKP A ingin meng-input data nota retur pd aplikasi
terdapat warning nomor faktur pajak tersebut tidak ditemukan. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Atas kondisi tsb, user meng-klik OK pd notifikasi yg muncul. Kemudian user memasukkan data
nominal returnya dan disimpan.
2.
Bagaimana cara mengubah penandatangan induk SPT 1771 menjadi kuasa WP?
Jawaban:
Cara mengubah penandatangan induk SPT 1771 menjadi kuasa WP adalah dgn melakukan
checklist Bagian H angka 17 huruf k (Surat Kuasa Khusus) pd induk SPT 1771.
3.
Di mana user dpt memperoleh database kosong jika ingin menambah database baru?
Jawaban:
Database kosong dpt diperoleh user dari installer e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah yg lama
(thn 2009), bukan pd installer terbaru.
4.
Bagaimana cara pengisian daftar penyusutan apabila terdapat aktiva yg perolehannya tdk
pd awal thn dan thn 2013 mrp thn terakhir masa manfaatnya (misal aktiva Kelompok I
diperoleh pd bulan Juli 2009 dan WP akan membebankan penyusutannya pd thn 2013)?
Jawaban:
Beban penyusutan aktiva tsb diisi seperti mengisi beban penyusutan aktiva yg lain, hanya pd
baris nilai buku dan penyusutan fiskal thn 2013 diisi sesuai dgn nilai sisa buku dan beban
penyusutan yg dpt dibiayakan berdasarkan pembukuan WP.
5.
6.
User ingin membuat laporan utk thn tertentu pd e-SPT Tahunan 1771 Rupiah (misalnya
thn 2013) sedangkan setting profil thn bukunya masih blm disesuaikan (masih dlm thn
2012). Apakah aplikasi e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah dpt menyesuaikannya scr
otomatis?
B1217
Jawaban:
Tdk. Aplikasi ini tdk menyesuaikan scr otomatis shg user hrs meng-edit juga profil WP.
Sumber:
http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1164, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1230, http://tkbdjp/tkb/engine/faq/view.php?id=1231, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1232, http://tkbdjp/tkb/engine/faq/view.php?id=1233, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1234, http://tkbdjp/tkb/engine/faq/view.php?id=1235, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1234, http://tkbdjp/tkb/engine/faq/view.php?id=1236, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1235,
http://www.pajak.go.id/content/faq-e-spt-masa-pph-pasal-2326, http://www.pajak.go.id/content/faq-e-sptmasa-pph-pasal-22
(dgn bbrp perubahan seperlunya oleh penyusun)
B1218
A. PENYAMPAIAN SPT (SPT MASA/TAHUNAN) & PERPANJANGAN SPT TAHUNAN SCR e-FILING
MELALUI ASP
Dasar Hukum:
PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009 ttg Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian SPT
PER-47/PJ/2008 (berlaku sejak 1 Maret 2009 - 31 Des 2013) jo PER-36/PJ/2013 (berlaku sejak 1
Jan 2014) ttg Tata cara penyampaian SPT dan penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT
Tahunan scr elektronik (e-Filing) melalui perusahaan ASP
SE terkait:
SE-53/PJ/2013 ttg Penegasan Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan dan Penyampaian
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan Scr Elektronik Melalui Perusahaan ASP
Yg Hrs Dilakukan WP Utk Menyampaikan SPT & Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan
Melalui e-Filing:
1. WP mengajukan surat permohonan utk memiliki e-FIN scr tertulis dgn form pd Lamp PER36/PJ/2013 dgn melampirkan FC Kartu NPWP/SKT dan Surat Pengukuhan PKP (Jika PKP)
2. Surat permohonan WP diajukan ke KPP tempat WP terdaftar
Kepala KPP hrs memberikan keputusan atas permohonan yg diajukan oleh WP utk
memperoleh e-FIN paling lama 2 hari kerja sejak permohonan diterima dgn lengkap &
benar.
Dlm hal e-FIN hilang, WP dpt mengajukan permohonan pencetakan ulang dgn syarat
menunjukkan asli kartu NPWP / SKT, atau bagi PKP dgn syarat menunjukkan asli Surat
Pengukuhan PKP.
3. WP yg sdh mendapatkan e-FIN hrs mendaftarkan diri melalui website pd 1 atau bbrp Perusahaan
ASP yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak.
ASP yg tlh ditunjuk oleh DJP yg menyediakan aplikasi e-Filing:
http://www.pajakku.com
http://www.laporpajak.com
http://www.spt.co.id
4. Stl mendaftarkan diri, WP akan memperoleh DC dari DJP melalui Perusahaan ASP dimana WP
mendaftarkan diri.
DC seterusnya akan digunakan sbg alat yg berfungsi sbg pengaman data WP dlm setiap
proses penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan scr elektronik melalui
suatu Perusahaan ASP ke DJP
B131
Registrasi
ke ASP
Install Digital
Certificate dari
DJP
Install
Aplikasi e-SP
PT
Cetak Bukti
Penerimaan
Elektronik (BPE)
Input data
ke e-SPT
B132
B. PENYAMPAIAN SPT 1770 S / 1770 SS SCR e-FILING MELALUI WEBSITE DJP (www.pajak.go.id)
Dasar Hukum:
Pasal 3 ayat (1b), ayat (2), ayat (4), ayat (5), serta ayat (6) dan Pasal 6 ayat (2) UU KUP
PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009 tentang Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian SPT
PER-1/PJ./2014 (berlaku sejak 6 Jan 2014) ttg Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan bagi WP
OP yg Menggunakan Form 1770 S/1770 SS scr e-Filing Melalui Website DJP) mencabut PER39/PJ/2011
PER-62/PJ/2014 (berlaku sejak 25 Mar 2014) ttg Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi
Berupa Denda atas Keterlambatan Penyampaian SPT Bagi WP OP yg Menyampaikan SPT
Tahunan PPh OP Scr e-Filing
SE terkait:
SE-01/PJ/2014 ttg Petunjuk teknis tata cara penyampaian SPT Tahunan bagi WP OP yg
menggunakan Formulir 1770 S/1770 SS scr e-Filing melalui website DJP
WP yg Dpt Menyampaikan SPT Tahunan scr e-Filing Melalui Website DJP:
WP OP yg memenuhi kriteria utk menyampaikan SPT Tahunan menggunakan Form 1770 S/1770 SS
Tata Cara Memperoleh e-FIN:
1. WP mengajukan permohonan scr lsg ke KPP terdekat menggunakan form sesuai Lamp PER1/PJ/2014 dgn menyertakan:
Asli kartu identitas diri WP atau kuasanya utk ditunjukkan kpd petugas pajak; dan
FC identitas diri dan FC NPWP/SKT; dan
Surat kuasa khusus bermeterai dan FC identitas diri WP, dlm hal permohonan disampaikan
oleh kuasa WP.
B133
2. KPP hrs menerbitkan e-FIN paling lama 1 hari kerja sejak permohonan diterima dgn lengkap &
benar.
Permohonan dianggap lengkap dan benar dlm hal:
Nama & NPWP yg tercantum sesuai dgn nama & NPWP dlm Master File Nasional DJP;
dan
Memenuhi ketentuan dlm penyampaian permohonan dan dokumen yg disertainya.
3. e-FIN disampaikan KPP (dlm amplop yg tertutup rapat) scr lsg kpd WP atau Kuasa WP,
Tata Cara Pengaktifan Akun e-Filing pd Website DJP: Hanya dilakukan 1x
1. WP yg sdh mendapatkan e-FIN, hrs mendaftarkan diri melalui website DJP.
2. Pendaftaran dilakukan dgn mengisi Form Registrasi e-Filing pd website DJP dan WP diwajibkan
utk mencantumkan alamat e-mail dan nomor HP yg valid dan aktif sbg sarana utk pengiriman
kode verifikasi, notifikasi, dan BPE pd proses e-Filing.
3. Stl proses registrasi berhasil maka WP akan menerima e-mail yg berisi username, password, dan
link aktivasi utk mengaktifkan akun e-Filing.
4. Dgn meng-klik atau menyalin link aktivasi dlm browser maka akun e-Filing sdh diaktifkan dan WP
dpt melakukan login utk masuk dlm akun e-Filing.
5. WP yg sdh mendapatkan e-FIN tetapi tdk mendaftarkan diri sampai batas waktu yg ditentukan
(paling lama 30 hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN), maka atas e-FIN yg tlh diterbitkan
tdk dpt digunakan.
6. Dlm hal WP tdk mendaftarkan diri sampai batas waktu tsb atau e-FIN hilang sbl WP mendaftarkan
diri melalui www.pajak.go.id, WP dpt mengajukan kembali permohonan e-FIN.
Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan Scr e-Filing Melalui Website DJP:
1. WP melakukan login pd akun e-Filing dgn menggunakan username berupa NPWP dan password
yg tlh dibuat pd saat registrasi akun e-Filing, kemudian memilih menu sesuai dgn jenis SPT yg
hendak disampaikan.
2. Pemilihan menu tsb akan mengarahkan WP kpd aplikasi e-SPT yg sesuai dgn jenis SPT yg
dipilih.
3. WP mengisi SPT Tahunan scr online melalui aplikasi e-SPT (dgn mengikuti langkah-langkah yg
ada di dlm-nya) dgn memasukkan data yg benar, lengkap dan jelas pd setiap elemen e-SPT.
4. Dlm hal hasil pengisian aplikasi e-SPT menunjukkan status KB, WP hrs mencantumkan NTPN
atas pembayaran PPh Pasal 29 sbg bukti pembayaran. NTPN dpt diperoleh WP stl melakukan
pelunasan atas jml pajak yg kurang dibayar (PPh Pasal 29).
5. Simpan dan lakukan preview hasil pengisian SPT.
6. Stl mengisi e-SPT, WP mengklik tombol Minta Kode Verifikasi dlm menu yg tersedia. Kode
verifikasi tsb akan dikirimkan kpd WP melalui e-mail yg tlh didaftarkan oleh WP pd saat registrasi
akun e-Filing.
7. WP memilih data SPT, kemudian mengirim e-SPT dgn mengklik tombol Kirim. Kemudian
memasukkan kode verifikasi yg tlh diterima memalui e-mail ke dlm kotak isian yg disediakan pd
sat proses pengiriman e-SPT.
8. WP akan diberikan BPE sbg tanda terima penyampaian SPT Tahunan dlm hal hasil pengisian eSPT dinyatakan lengkap (apabila slr elemen data digital-nya tlh diisi) melalui e-mail kpd WP.
9. Keterangan dan/atau dokumen lain terkait SPT Tahunan tdk disampaikan pd saat penyampaian
SPT Tahunan scr e-Filing tetapi wajib disimpan sesuai ketentuan perpu.
10. Penyampaian SPT Tahunan scr e-Filing melalui website DJP dpt dilakukan setiap saat dgn
standar WIBB.
Tata Cara Penerbitan e-FIN: Lamp II SE-01/PJ/2014
Tata Cara Penyampaian & Pengolahan SPT Scr Melalui Website DJP: Lamp III SE-01/PJ/2014
B134
B135
Apakah tg hrs dilakukan apabila WP pengguna mrp WP pindah dan tdk dpt login?
Hubungi admin e-Filing di e-mail: admin.efiling@pajak.go.id
Bagaimanakah apabila tanda terima SPT tdk diterima melalui e-mail WP?
WP dpt melakukan perubahan e-mail, kemudian klik kirim Ulang BPE pd bagian Dashboard
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
B136
B141
dan penerimaan pembayarannya tdk berlangsung lama. Dlm stetsel kas murni,
penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pd saat pembayaran dari
pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pd saat barang, jasa, dan biaya operasi
lain dibayar.
Dgn cara ini, pemakaian stelsel kas dpt mengakibatkan penghitungan yg mengaburkan
thd penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari thn ke thn dpt disesuaikan dgn
mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Utk penghitungan PPh dlm memakai
stelsel kas hrs memperhatikan hal-hal antara lain sbg berikut:
Penghitungan jml penjualan dlm suatu periode hrs meliputi slr penjualan, baik yg
tunai maupun yg bukan. Dlm menghitung HPP hrs diperhitungkan slr pembeiian &
persediaan.
Dlm memperoleh harta yg dpt disusutkan dan hak- hak yg dpt diamortisasi, biayabiaya yg dikurangkan dari penghasilan hanya dpt dilakukan melalui penyusutan &
amortisasi.
Pemakaian stelsel kas hrs dilakukan scr taat asas (konsisten).
Dgn demikian penggunaan stelsel kas utk tujuan perpajakan dpt juga dinamakan stelsel
campuran.
2. Perubahan thd metode pembukuan dan/atau thn buku hrs mendapat persetujuan dari Dirjen
Pajak. (Pasal 28 ayat (6) UU KUP)
Apabila WP menggunakan thn buku yg tdk sama dgn thn kalender, penyebutan Thn Pajak
yg bersangkutan menggunakan thn yg di dlm-nya termasuk 6 bulan pertama atau lbh.
Contoh:
a. Thn buku 1 Juli 2008 s.d. 30 Juni 2009 adalah Thn Pajak 2008.
b. Thn buku 1 Okt 2008 s.d. 30 Sept 2009 adalah Thn Pajak 2009.
3. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian shg dpt dihitung besarnya pajak yg
terutang. (Pasal 28 ayat (7) UU KUP)
4. Pembukuan dgn menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rp dpt diselenggarakan oleh
WP stl mendapat izin Menkeu.
Ketentuan Penyelenggaraan Pencatatan:
1. Pencatatan terdiri atas data yg dikumpulkan scr teratur ttg peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto sbg dasar utk menghitung jml pajak yg terutang, termasuk
penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau yg dikenai pajak yg bersifat final. (Pasal 28 ayat (9)
UU KUP)
Pencatatan hrs dpt menggambarkan antara lain: (Pasal 2 ayat (1) PER-4/PJ/2009)
Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jml penghasilan bruto yg diterima dan/atau
diperoleh;
Penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan pajaknya bersifat
final.
Bagi WP yg mempunyai > 1 jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan hrs dpt
menggambarkan scr jelas utk @ jenis usaha dan/atau tempat usaha yg bersangkutan. (Pasal
2 ayat (2) PER-4/PJ/2009)
WP OP juga hrs menyelenggarakan pencatatan atas harta & kewajiban. (Pasal 2 ayat (3)
PER-4/PJ/2009)
2. Pencatatan hrs dibuat dlm suatu Thn Pajak, yaitu jangka waktu 1 thn kalender mulai tanggal 1
Jan s.d. 31 Des. (Pasal 4 ayat (2) PER-4/PJ/2009)
3. Pencatatan hrs dibuat scr kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya
peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. (Pasal 4 ayat (3) PER4/PJ/2009)
4. Pencatatan diselenggarakan dgn bentuk sesuai lamp PER-4/PJ/2009
a. Bagi WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yg peredaran brutonya dlm
1 thn < Rp 4,8 M
Pencatatan penghasilan yg diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yg
mrp objek pajak yg tdk dikenai pajak bersifat final diselenggarakan dgn bentuk sesuai
Lamp I PER-4/PJ/2009.
B142
b.
Pencatatan penghasilan bruto yg diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan
bebas yg penghasilannya mrp objek pajak yg tdk dikenai pajak bersifat final
diselenggarakan dgn bentuk sesuai Lamp II PER-4/PJ/2009.
Pencatatan penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan
pajaknya bersifat final diselenggarakan dgn bentuk sesuai LampIV PER-4/PJ/2009.
Bagi WP OP yg tdk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan penghasilan bruto diselenggarakan dgn bentuk sesuai Lamp III PER4/PJ/2009.
Pencatatan penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan
pajaknya bersifat final diselenggarakan dgan bentuk Lamp IV PER-4/PJ/2009.
B143
B144
Dlm hal WP tsb tetap menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Indonesia &
satuan mata uang Rp, akan dicabut izinnya scr jabatan oleh Kepala Kanwil dgn menerbitkan
Keputusan sesuai Lamp III PER-10/PJ/2012, dan tdk dpt diberikan izin utk menyelenggarakan
pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$.
WP yg Tlh Memperoleh Izin Tetapi Merencanakan utk tdk Memanfaatkan Izin yg Dimilikinya:
WP wajib:
Menyampaikan pemberitahuan tertulis dlm hal Thn Pajak sebagaimana tercantum dlm surat izin
blm dimulai & pemberitahuan tsb hrs sdh diterima oleh KPP tempat WP terdaftar sbl Thn Pajak
tsb dimulai (Pasal 7 ayat (1) huruf a PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012); atau
Mengajukan permohonan pembatalan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar paling
lama 3 bulan stl thn buku yg diselenggarakan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata
uang US$ tsb dimulai (Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
dgn format Lamp I PER-10 serta melampirkan FC surat izin.
Kontrak Karya, KKKS, atau KSO yg Tlh Memberitahukan utk Menyelenggarakan Pembukuan
dgn Bahasa Inggris & Mata Uang US$ Tetapi Akan Menyelenggarakan Pembukuan dgn Bahasa
Indonesia & Mata Uang Rp: (Pasal 7 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
Wajib mengajukan permohonan utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa
Indonesia & satuan mata uang Rp kpd Kepala Kanwil paling lama 3 bulan sbl thn buku yg
diselenggarakan dgn menggunakan bahasa Indonesia & satuan mata uang Rp tsb dimulai, dgn format
Lamp I PER-10/PJ/2012 serta melampirkan FC surat pemberitahuan
Permohonan Pencabutan Izin: (Pasal 8 PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
Dlm hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (1), 5 ayat (1) dan 7 ayat (1)
huruf a PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012 yg disampaikan ke KPP tdk dilengkapi dgn dokumen
yg dipersyaratkan dan/atau melampaui ketentuan batas waktu penyampaian pemberitahuan, maka
pemberitahuan tsb dianggap tdk disampaikan.
Ketentuan Konversi ke Satuan Mata Uang US$ bagi WP yg Tlh Memperoleh Izin: (Pasal 6 PMK196/PMK.05/2009)
1. Pd awal thn buku
Penyelenggaraan pembukuan dgn menggunakan satuan mata uang US$ utk pertama kali
dilakukan dgn bertitik tolak dari Neraca akhir thn buku sebelumnya (dlm satuan mata uang Rp) yg
dikonversikan ke satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs:
a. Utk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tdk berwujud yg mempunyai masa
manfaat > 1 thn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat perolehan harta tsb
b. Utk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta pd huruf a menggunakan kurs yg
sebenarnya berlaku pd saat perolehan harta tsb
c. Utk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd akhir thn buku
sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut yg dilakukan scr taat asas
d. Apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, di samping menggunakan nilai historis, atas nilai selisih
lbh dikonversi ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku
pd saat dilakukannya revaluasi
B145
e.
2.
Utk laba ditahan atau sisa kerugian dlm satuan mata uang Rp dari thn-thn sebelumnya,
dikonversi ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd
akhir thn buku sebelumnya, yakni kurs tengah BI, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut
yg dilakukan scr taat asas
f. Utk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat
terjadinya transaksi
g. Dlm hal terdapat selisih laba atau rugi sbg akibat konversi dari satuan mata uang Rp ke
satuan mata uang US$ pd huruf a e maka selisih laba atau rugi tsb dibebankan pd rekening
laba ditahan.
Dlm thn berjalan:
a. Utk transaksi yg dilakukan dgn satuan mata uang US$, pembukuannya dicatat sesuai dgn
dokumen transaksi yg bersangkutan
b. Utk transaksi, baik DN maupun LN, yg menggunakan satuan mata uang selain US$,
dikonversikan ke satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd
saat terjadinya transaksi:
Apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yg berlaku, maka kurs yg dipakai adalah
kurs yg diketahui dari transaksi tsb
Apabila dari dokumen transaksi tdk diketahui kurs yg berlaku, maka kurs yg dipakai
adalah kurs tengah BI yg berlaku, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut yg dilakukan
scr taat asas.
B146
B147
WP yg Dpt Menyelenggarakan pembukuan dgn Bahasa Inggris & Mata Uang US$:
No
Kelompok WP
1.
WP BUT
2.
3.
WP yg mendaftarkan
emisi sahamnya
(sebagian / seluruhnya)
di bursa efek LN
WP KIK yg
menerbitkan reksadana
dlm denominasi satuan
mata uang Dollar AS &
tlh memperoleh Surat
Pemberitahuan Efektif
Pernyataan
Pendaftaran
WP yg berafiliasi lsg
dgn perusahaan induk
di LN
4.
5.
6.
7.
8.
WP baru terdaftar yg
blm wajib menyampaikan SPT Tahunan
WP dlm rangka Kontrak
Karya
WP KKKS
Permohonan Izin /
Pemberitahuan
Permohonan izin
dgn mengajukan permohonan
scr tertulis kpd Kepala Kanwil DJP
(melalui KPP) dgn format Lamp I
PER-10/PJ/2012 paling lambat 3
bulan:
Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
tsb dimulai; atau
Sejak tanggal pendirian bagi
WP baru utk Bagian Thn Pajak
atau Thn Pajak pertama
Lampiran Dokumen
FC akta pendirian perusahaan &
perubahannya atau dokumen lain yg serupa
FC surat keterangan/ penunjukan kantor
perwakilan Indonesia dari kantor pusat
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
FC Surat Persetujuan PMA dari BKPM
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
Surat keterangan dari bursa efek LN yg
menyatakan bahwa emisi saham WP
pemohon didaftarkan di bursa efek tsb
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
FC Surat Pemberitahuan Efektifnya
Pernyataan Pendaftaran dari BAPEPAM-LK
atas penerbitan reksadana oleh KIK yg
bersangkutan
FC prospektus penawaran atas reksadana yg
diterbitkan dlm satuan mata uang US$
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
Surat keterangan/ pernyataan dari
perusahaan induk di LN & LK konsolidasi
perusahaan induk di LN
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
FC Bukti Penyetoran Modal Awal dlm Dollar
AS
Pemberitahuan
dgn menyampaikan
pemberitahuan scr tertulis ke KPP
tempat WP terdaftar dgn format
Lamp I PER-10/PJ/2012 paling
lambat 3 bulan:
Sejak tanggal pendirian apabila
sejak pendiriannya
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang
FC Kontrak Karya
FC Kontrak Kerja Sama
B148
Dasar
Surat Pernyataan
(bermeterai Rp
6000) bahwa
transaksi
penjualan & biaya
yg dilakukan
perusahaan
didominasi oleh
satuan mata uang
US$ dan
pembukuan
menggunakan
bahasa Inggris
serta slr aktiva,
pasiva, modal,
pendapatan, dan
biaya seluruhnya
dicatat dlm satuan
mata uang US$
dgn format Lamp
II PER-10/PJ/2012
Pasal 2
PER11/PJ/2010
jo PER10/PJ/2012
Pasal 4 ayat
(1) PER11/PJ/2010
jo PER10/PJ/2012
US$; atau
Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
tsb dimulai bagi yg akan
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
1.
KSO sepanjang
dipersyaratkan dlm
perjanjian
kerjasama/akta
pendirian KSO utk
menyelenggarakan
pembukuan dgn
bahasa & mata uang
US$ yg
a. semua anggota
KSO telah
mendapatkan izin
Menkeu utk
menyelenggarakan
pembukuan dgn
menggunakan
bahasa Inggris &
satuan mata uang
US$
Pemberitahuan
dgn menyampaikan
pemberitahuan scr tertulis ke KPP
tempat WP terdaftar dgn format
Lamp I PER-10/PJ/2012 paling
lambat 3 bulan:
Sejak tanggal pendirian apabila
sejak pendiriannya
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang
US$; atau
Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
tsb dimulai bagi yg akan
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
Pasal 5 ayat
(1) PER11/PJ/2010
jo PER10/PJ/2012
B149
b.
Permohonan izin
dgn mengajukan permohonan
scr tertulis kpd Kepala Kanwil DJP
(melalui KPP) dgn format Lamp I
PER-10/PJ/2012 paling lambat 3
bulan:
Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
tsb dimulai; atau
Sejak tanggal pendirian bagi
WP baru utk Bagian Thn Pajak
atau Thn Pajak pertama
Pasal 5 ayat
(2) PER11/PJ/2010
jo PER10/PJ/2012
KPP hrs mengirimkan surat permohonan/pemberitahuan dari WP ke Kanwil paling lama 3 hari sejak permohonan/pemberitahuan diterima dan mengarsipkan
FC berkas surat permohonan/pemberitahuan tsb. SK diterbitkan oleh Kanwil DJP.
B1410
PEMINDAHBUKUAN (Pbk)
Dasar Hukum:
KMK-88/KMK.04/1991 (berlaku mulai 24 Jan 1991) ttg Tata cara pembayaran pajak melalui Pbk
KEP-965/PJ.9/1991 (berlaku mulai 17 Okt 1991) ttg Tata cara pelaksanaan teknis pembayaran
pajak melalui Pbk
KEP-522/PJ./2002 (berlaku mulai 16 Des 2002) ttg Pelaksanaan teknis tata cara Pbk atas
kekeliruan pembayaran PPh dlm mata uang dollar AS
KEP-378/PJ/2013 ttg Penetapan Standar Pelayanan pd KPP
PER-65/PB//007 tanggal 11 Okt 2007
SE terkait:
SE-26/PJ.9/1991 ttg Petunjuk teknis Pbk
Definisi:
Pbk Pembayaran utang pajak, termasuk bunga, denda administrasi dan kenaikan, yg
dilakukan melalui:
Perhitungan dgn kelebihan pembayaran pajak atau bunga yg diterima; atau
Melalui perhitungan dgn setoran pajak yg lain atas nama WP yg sama atau WP lain.
Tata Cara Pbk: (Pasal 2 ayat (1) & (2) KEP-965/PJ.9/1991)
Utk Pbk yg:
1. dikarenakan adanya kelebihan pembayaran pajak atau tlh melakukan pembayaran Pajak yg
Seharusnya Tdk Terutang berdasarkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak
(SKKPP) atau surat keputusan lainnya yg menyebabkan timbulnya kelebihan pembayaran
pajak;
2. dikarenakan adanya pemberian bunga kpd akibat keterlambatan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak.
maka Pbk dilaksanakan: oleh Kepala KPP yg menerbitkan SKP, dan tanpa permohonan dari WP,
serta tanpa memerlukan persetujuan dari Kanwil DJP atau Dirjen Pajak.
Asli PIB (jika Pbk dilakukan utk pembayaran PPh Pasal 22 atau PPN Impor). Dahulu istilah
PIB adalah PIUD (Pemberitahuan Impor Utk Dipakai)
Daftar Nominatif WP yg Menerima Pbk, jika pemecahan SSP dilakukan oleh Bendaharawan/
Pemotong/Pemungut
Surat pernyataan dari WP yg nama & NPWP-nya tercantum dlm SSP, jika nama & NPWP
pemegang asli SSP (yg mengajukan permohonan Pbk) tdk sama dgn nama & NPWP yg
tercantum dlm SSP, surat pernyataan tersebut berisi bahwa SSP yg akan di Pbk sebenarnya
bukan pembayaran pajak utk kepentingannya WP yg nama & NPWP-nya tercantum dlm SSP dan
tdk keberatan utk dipindahbukukan kpd WP yg mengajukan Pbk.
Stl dilakukan Pbk maka Kepala KPP akan menerbitkan Bukti Pbk. SSP dan Bukti Pbk yg tlh
dipindahbukukan hrs dibubuhi cap dan ditandatangani oleh Kepala KPP. Jika KPP menerima
permohonan Pbk tetapi SSP yg akan dipindahbukukan ditatausahakan di KPP lain, maka KPP
penerima wajib meneruskan permohonan Pbk tsb ke KPP dimana SSP ditatausahakan, 1 lembar
surat pengantar dikirim kpd WP.
B151
Saat Berlakunya Bukti Pbk: (Pasal 3 ayat (1) & (2) KEP-965/PJ.9/1991)
1. Bagi Pbk yg terjadi krn adanya kelebihan pembayaran pajak atau pemberian bunga kpd WP:
Jika dilakukan penghitungan dgn hutang pajak yg blm dilunasi, maka saat berlakunya Bukti
Pbk adalah tanggal yg lbh akhir diantara tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan
pembayaran pajak atau atas pemberian bunga dgn tanggal saat terhutangnya hutang pajak
dimaksud.
Jika dilakukan perhitungan dgn hutang pajak yg akan datang, maka saat berlakunya Bukti
Pbk adalah tanggal yg lbh akhir diantara tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan
pembayaran pajak atau atas pemberian bunga dgn tanggal permohonan WP.
Yg dimaksud dgn tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan pembayaran pajak atau atas
pemberian bunga adalah:
1. Tanggal SKKPP utk kelebihan pembayaran pajak yg diputuskan dgn SKKPP
2. Tanggal Surat Keputusan Pemberian Bunga atas Kelambatan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak (SKPB) utk pemberian bunga kpd WP
3. Tanggal yg lbh akhir diantara tanggal keputusan keberatan/banding/PK dan tanggal-tanggal
setoran pajak yg melebihi pajak terutang, utk kelebihan pembayaran pajak yg timbul krn
adanya keputusan keberatan/banding/PK.
2. Bagi Pbk yg terjadi krn alasan selain no. 1 di atas:
Saat berlakunya Bukti Pbk adalah tanggal penyetoran pajak yg dipindahbukukan.
Pbk atas Kekeliruan Pembayaran PPh dlm Mata Uang Dollar AS: (KEP-522/PJ./2002)
Pbk atas kekeliruan pembayaran PPh dlm mata uang Dollar AS dilakukan oleh WP yg diijinkan
utk menyelenggarakan pembukuan dlm bahasa asing & mata uang selain rupiah yg melakukan
pembayaran PPh dlm Dollar AS.
Permohonan Pbk diajukan kpd Kepala KPP yg berwenang menatausahakan SSP tanpa
memerlukan persetujuan Kepala Kanwil DJP atasannya dgan melampirkan: SSP lembar ke-1 dan
Bukti transfer asli pembayaran PPh dlm mata uang Dollar AS
Pbk dpt dilakukan jika SSP yg dimohonkan utk di Pbk blm diperhitungkan dgn pajak terhutang dlm
SPT, STP, SKPKB, SKPKBT, SKPPKP.
Stl dilakukan Pbk, maka: Kepala KPP menerbitkan Bukti Pbk. SSP lembar ke-1, bukti transfer asli
pembayaran dan Bukti Pbk dibubuhi cap dan ditandatangani oleh Kepala KPP. Pd Bukti Pbk
dicantumkan tanggal saat berlakunya Bukti Pbk sbg tanggal penerimaan SSP oleh kantor
penerima pembayaran.
Kesalahan input data setoran pajak dlm Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) huruf b PER26/PJ/2014 ttg Sistem Pembayaran Pajak scr Elektronik diselesaikan melalui prosedur
Pemindahbukuan dlm administrasi perpajakan. (Pasal 8 PER-26/PJ/2014)
B152
B161
Pengembalian
Terkait dgn pembayaran
Pemohon
WP Badan yg melakukan pembayaran
WP OP yg melakukan pembayaran
OP/Badan yg yg melakukan pembayaran
yg tdk diwajibkan memiliki NPWP
2.
Terkait dgn
Pemotongan/
Pemungutan
PPh
Tempat
Permohonan
KPP Terdaftar WP
yg melakukan
pembayaran
KPP tempat OP
atau badan
berdomisili
KPP tempat pihak
yg dipungut
terdaftar
WP yg dipotong/dipungut
WPLN melalui BUT-nya
PPN
Non PKP yg dipungut
PPnBM
PKP yg dipungut
Non PKP yg dipungut
Pengecualian (Terkait Pemotongan/Pemungutan): (Pasal 6 PMK-10/PMK.03/2013)
Tempat
Pihak yg dipotong/dipungut
Pemohon
Permohonan
Tdk wajib NPWP
WP pemotong/pemungut
KPP tempat WP
atau PKP pemungut
yg melakukan
pemotongan/
WPLN tanpa BUT
WP pemotong/pemungut
pemungutan
Pihak yg dipotong/dipungut
terdaftar atau
Dlm hal WP pemotong/pemungut atau PKP
PKP yg
pemungut tdk ditemukan antara lain krn
melakukan
pembubaran usaha
pemungutan
dikukuhkan
B162
terutang
c. Surat permohonan dari pihak yg
dipotong/ dipungut kpd WP
d. Surat kuasa dari pihak yg
dipotong/dipungut kpd WP
e. Alasan permohonan pengembalian
Proses Penyelesaian Permohonan: (Pasal 11 ayat (1) (8) PMK-10/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak melakukan Verifikasi thd permohonan
Dlm hal utk melakukan Verifikasi diperlukan tambahan dokumen pendukung lainnya yg terkait dgn
permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen tsb kpd WP atau pihak yg mengajukan permohonan.
Pengembalian Pajak yg Seharusnya Tdk Terutang dilakukan dgn ketentuan:
No.
Terkait
Ketentuan
1.
Pembayaran
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor ke kas negara; dan
pajak
b. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/ disetor tsb tdk dikreditkan
dlm SPT.
2.
Pembayaran
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor ke kas negara;
pajak dlm
b. Terkait dgn PPh Pasal 22 impor, pajak tsb tdk dikreditkan dlm SPT
rangka impor
Tahunan PPh;
c. Terkait dgn PPN impor, pajak tsb tdk dikreditkan dlm SPT Masa PPN,
tdk dibebankan sbg biaya dlm SPT Tahunan PPh, atau tdk dikapitalisasi
dlm hrg perolehan; dan
d. Terkait dgn PPnBM impor, pajak tsb tdk dibebankan sbg biaya dlm SPT
Tahunan PPh atau tdk dikapitalisasi dlm hrg perolehan.
3.
Pemotongan
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh disetor ke kas negara;
atau
b. Terkait dgn pemotongan/pemungutan yg bersifat tdk final, PPh tsb tdk
pemungutan
dikreditkan pd SPT Tahunan PPh WP yg dipotong/dipungut;
PPh
c. Pajak yg dipotong/dipungut tlh dilaporkan oleh pemotong/pemungut dlm
SPT Masa WP pemotong/pemungut; dan
d. Pajak yg dipotong/dipungut tdk diajukan keberatan oleh WP yg
dipotong/dipungut sesuai Pasal 25 ayat (1) huruf e UU KUP.
4.
Pemungutan
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh disetor ke kas negara;
PPN
b. Tdk dikreditkan dlm SPT Masa PPN, tdk dibebankan sbg biaya dlm SPT
Tahunan PPh, atau tdk dikapitalisasi dlm hrg perolehan;
c. Pajak yg dipungut tlh dilaporkan oleh pemungut dlm SPT Masa PPN WP
pemungut; dan
d. Pajak yg dipungut tdk diajukan keberatan oleh WP yg dipungut sesuai
Pasal 25 ayat (1) huruf e UU KUP.
5.
Pemungutan
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh disetor ke kas negara;
PPnBM
b. Tdk dibiayakan dlm SPT Tahunan PPh WP yg dipungut atau tdk
dikapitalisasi dlm hrg perolehan;
c. Pajak yg dipungut tlh dilaporkan oleh pemungut dlm SPT Masa PPN WP
pemungut; dan
d. Pajak yg dipungut tdk diajukan keberatan oleh WP yg dipungut sesuai
Pasal 25 ayat (1) huruf e UU KUP.
6.
Pemotongan
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor ke kas negara; dan
atau
b. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor tsb tlh dilaporkan
pemungutan
dlm SPT Masa WP pemotong/pemungut.
pajak thd
WPLN
Dlm hal berdasarkan LHV: (Pasal 11 ayat (9) & (1) PMK-10/PMK.03/2013)
terdapat kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang, Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB.
tdk terdapat pajak yg seharusnya tdk terutang, Dirjen Pajak menyampaikan scr tertulis kpd pemohon.
Dlm hal permohonan pengembalian pajak yg seharusnya tdk terutang diajukan oleh OP/Badan yg
tdk diwajibkan memiliki NPWP: (Pasal 12 PMK-10/PMK.03/2013)
Utk Badan, pd 2 digit pertama dicantumkan angka 01
Utk OP, pd 2 digit pertama dicantumkan angka 04
B163
B164
Dasar Hukum:
Pasal 17C ayat (7) UU KUP
Pasal 27 ayat (2) PP 74 Thn 2011
PMK-74/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) mencabut PMK-192/PMK.03/2007
PMK-72/PMK.03/2010
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut KEP-550/PJ./2000 jo KEP213/PJ./2013
SE terkait:
SE-62/PJ/2012
2.
3.
B171
4.
5.
Penerbitan SKPPKP:
Dirjen Pajak stl melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari WP Dgn Kriteria Tertentu, menerbitkan SKPPKP:
B172
Paling lama 3 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPh
Paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPN
Mulai tanggal 23 Sept 2014, sesuai PER-25/PJ/2014 terdapat persyaratan agar SPT
Masa PPN 111 LB Resitusi yg dimintakan pengembalian pendahuluan sesuai Pasal 17C
UU KUP dpt diterima lengkap. lihat Bab B-10 SPT Masa PPN
Apabila jangka waktu tsb tlh terlampaui tetapi SKPPKP blm diterbitkan, Kepala KPP hrs
menerbitkan SKPPKP paling lama 7 hari kerja stl jangka waktu tsb berakhir.
6.
7.
Dasar Hukum:
Pasal 17D UU KUP
PMK-198/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) mencabut PMK-193/PMK.03/2007 jo
PMK-54/PMK.03/2009
PMK-72/PMK.03/2010
PER-03/PJ/2014 (berlaku sejak 3 Feb 2014) mencabut PER-40/PJ/2009 (berlaku sejak 7
Juli 2009)
SE terkait:
SE-12/PJ/2014 (berlaku sejak 13 Mar 2014) mencabut SE-67/PJ/2009
2.
WP yg Memenuhi Persyaratan Tertentu (WP sesuai Pasal 17D UU KUP) yg Dpt Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak: (Pasal 2 PMK-198/PMK.03/2013)
a. WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yg menyampaikan SPT Tahunan
PPh LB Restitusi;
b. WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yg menyampaikan SPT Tahunan PPh
LB Restitusi dgn jml LB < Rp 10 juta;
c. WP badan yg menyampaikan SPT Tahunan PPh LB Restitusi dgn jml LB < Rp 100 juta; atau
d. PKP yg menyampaikan SPT Masa PPN LB Restitusi dgn jml LB < Rp 100 juta.
3.
Analisis Risiko:
B173
Mekanisme Pemroresan
Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17D UU KUP,
dan atas penyelesaian permohonan tsb Dirjen Pajak
B174
WP yg memenuhi persyaratan
tertentu dlm Pasal 2 & 3 PMK198/PMK.03/2013
Permohonan pengembalian dlm
Pasal 4 PMK-198/PMK.03/2013
diajukan oleh PKP beresiko rendah
sesuai Pasal 9 ayat (4c) UU KUP
Permohonan pengembalian dlm
Pasal 4 PMK-198/PMK.03/2013
diajukan oleh WP dgn Kriteria
Tertentu sesuai Pasal 17C UU KUP
Permohonan pengembalian dlm
Pasal 4 PMK-198 yg tdk memenuhi
ketentuan dlm Pasal 3 PMK198/PMK.03/2013
B175
Sumber
Lamp II Bagian A
Lamp II Bagian B
Lamp II Bagian C
Pihak Pembuat
Petugas Analisis
Risiko
KPP
Lamp II Bagian D
Lamp II Bagian E
Lamp I Bagian F
Lamp I Bagian G
Kasi Pelayanan di
KPP
B176
PKP yg dpt diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak adalah PKP yg memenuhi
ketentuan: (Pasal 1 PMK-71/PMK.03/2010)
a. Melakukan kegiatan :
Ekspor BKP Berwujud;
Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kpd Pemungut Pajak ;
Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yg PPN-nya tdk dipungut;
Ekspor BKP Tdk Berwujud; dan/atau
Ekspor JKP; dan
b. Tlh ditetapkan sbg PKP berisiko rendah.
3.
Kriteria PKP Berisiko Rendah: (dgn syarat tdk pernah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
dan/atau penyidikan dlm jangka waktu 24 bulan terakhir) (Pasal 2 PMK-71/PMK.03/2010)
a. PKP mrp Perusahaan Terbuka yg paling sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b. PKP mrp perusahaan yg saham mayoritasnya dimiliki scr lsg oleh Pempus dan/atau Pemda;
atau
c. Produsen selain PKP pd huruf a & b, yg memenuhi persyaratan tertentu meliputi:
Tepat waktu dlm penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir,
Nilai BKP yg dijual pd thn sebelumnya paling sedikit 75% adalah produksi sendiri; dan
LK utk 2 thn pajak sebelumnya diaudit oleh Akuntan Publik dgn pendapat WTP/ WDP.
4.
Cara Agar Dpt Ditetapkan Menjadi PKP Berisiko Rendah: (Pasal 2 PER-31/PJ/2010)
Utk ditetapkan sbg PKP berisiko rendah, PKP hrs menyampaikan permohonan kpd Kepala
KPP tempat WP dikukuhkan sbg PKP paling lambat 15 hari kerja sbl dimulainya Masa Pajak
PKP ditetapkan sbg PKP berisiko rendah dgn menggunakan form lamp I PER-31/PJ/2010.
Permohonan disampaikan dgn melampirkan kelengkapan dokumen berupa:
Keterangan dari instansi yg berwenang, yg dpt berupa Laporan Bulanan Kepemilikan
Saham Emiten atau Perusahaan Publik dan Rekapitulasi, bagi Perusahaan Terbuka yg
paling sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia;
Keterangan dari instansi yg berwenang, yg dpt berupa Akta Pendirian dan
perubahannya, bagi perusahaan yg saham mayoritasnya dimiliki scr lsg oleh Pempus
dan/atau Pemda; atau
Surat Pernyataan bahwa nilai BKP yg dijual pd thn sebelumnya paling sedikit 75% adalah
produksi sendiri dan LK utk 2 thn pajak sebelumnya yg diaudit oleh Akuntan Publik dgn
pendapat WTP/WDP, bagi produsen selain Perusahaan Terbuka dan BUMN/BUMD.
5.
6.
B177
7.
Pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan (Penetapan PKP sbg PKP berisiko rendah
dinyatakan tdk berlaku sejak diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan)
Pemeriksaan dan ternyata dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa PKP tdk lagi memenuhi
kriteria sbg PKP berisiko rendah (Penetapan PKP sbg PKP berisiko rendah dinyatakan tdk
berlaku sejak ditandatanganinya BA PAHP)
8.
Pemeriksaan Thd PKP Pasal 17 C UU KUP, Pasal 17D UU KUP, PKP Resiko Rendah
Dirjen Pajak stl melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak dpt melakukan
pemeriksaan kpd PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN,
PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dlm Pasal 17C UU KUP, atau PKP yg memenuhi
persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dlm Pasal 17D UU KUP (Pasal 9 ayat (1a) PMK72/PMK.03/2010)
Dlm hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP kriteria tertentu atau PKP yg
memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jml kekurangan Pajak ditambah dgn sanksi
administrasi berupa kenaikan seb 100% dari jml kekurangan pembayaran Pajak (Pasal 17C dan
Pasal 17D ayat (5) UU KUP)
Dlm hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP berisiko rendah wajib membayar
jml kekurangan Pajak ditambah dgn sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan, paling
lama 24 bulan, dari jml kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat
(2) UU KUP.
B178
KELEBIHAN PEMBAYARAN
A. PENGHITUNGAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Dasar Hukum:
PMK-16/PMK.03/2011 ttg Tata Cara Penghitungan & Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak
PER-7/PJ/2011 ttg Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
SE dan surat terkait:
SE-22/PJ/2011
S-1142/PJ.02/2013
Kelebihan Pembayaran Pajak yg Dpt Dikembalikan:
a. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (1) UU KUP
b. Pajak yg seharusnya tdk terutang dlm SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (2) UU KUP
c. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPLB sesuai Pasal 17B UU KUP
d. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPPKP sesuai Pasal 17C UU KUP
e. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPPKP sesuai Pasal 17D UU KUP
f. Pajak yg tlh dibayar atas pembelian BKP yg dibawa ke luar Daerah Pabean oleh OP pemegang
paspor LN dlm Pasal 17E UU KUP & Pasal 16E UU PPN
g. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPPKP sesuai Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
h. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Keberatan / Putusan Banding / Putusan PK oleh MA
i. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pembetulan sesuai Pasal 16 UU KUP
j. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pengurangan Sanksi Administrasi / SK Penghapusan
Sanksi Administrasi sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP
k. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pengurangan skp / SK Pembatalan skp sesuai Pasal 36
ayat (1) huruf b UU KUP
l. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pengurangan STP / SK Pembatalan STP sesuai Pasal 36
ayat (1) huruf c UU KUP
Tata Cara Penghitungan Kelebihan Pembayaran Pajak:
1. Kelebihan Pembayaran diperhitungkan dgn Utang Pajak di KPP domisili dan/atau KPP Lokasi
Utang Pajak yg tercantum dlm:
a. STP
b. SKPKB, SKPKBT, dan SK Keberatan, yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah,
utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya
c. SKPKB atau SKPKBT yg tlh disetujui dlm PAHP, dan SK Keberatan yg tdk diajukan banding,
yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah, utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak,
atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya
d. SKPKB atau SKPKBT atas jml yg tdk disetujui dlm PAHP, utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak,
atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya, dlm hal:
1) tdk diajukan keberatan;
2) diajukan keberatan tetapi SK Keberatan mengabulkan sebagian, menolak, atau
menambah jml pajak terutang dan atas SK Keberatan tsb tdk diajukan banding; atau
3) diajukan keberatan dan atas SK Keberatan tsb diajukan banding tetapi Putusan Banding
mengabulkan sebagian, menambah jml pajak terutang, atau menolak;
e. SPPT, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau STP PBB
f. SK utk PBB yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah tetapi tdk diajukan
banding
g. Putusan Banding atau Putusan PK yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar
bertambah
h. SK Pembetulan yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah
2. Jika masih terdapat sisa stl diperhitungkan dgn utang pajak maka atas permohonan WP sisa
kelebihan dpt diperhitungkan dgn pajak yg akan terutang atau dgn Utang Pajak atas nama
WP lain.
3. Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dgn Utang Pajak ditindaklanjuti dgn kompensasi utang
pajak, dan dlm hal tdk ada utang pajak, slr kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kpd
WP.
B181
WP hrs memberikan nomor & nama rekening bank atas nama WP yg bersangkutan ke
KPP utk keperluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (dlm hal masih terdapat
sisa kelebihan pembayaran pajak stl dilakukan Kompensasi Utang Pajak/dlm hal tdk ada
Utang Pajak), paling lambat 7 hari kerja sbl jangka waktu penerbitan SPMKP berakhir.
Dlm hal WP tdk memberikan nomor & nama rekening bank tsb, KPP tetap menerbitkan
SKPKPP dan SPMKP, kemudian disampaikan ke KPPN.
(Pasal 11 PER-7/PJ/2011)
Jangka Waktu Pengembalian:
Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan PPnBm stl diperhitungkan dgn utang pajak
dikembalikan dlm jangka waktu paling lama 1 bulan terhitung sejak:
1. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sehubungan diterbitkannya SKPLB
sesuai dlm Pasal 17 ayat (1) UU KUP, diterima
2. SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (2) / Pasal 17D UU KUP, diterbitkan
3. SKPPKP sesuai Pasal 17C / Pasal 17D / Pasal 9 ayat (4c) UU KUP,diterbitkan
4. SK Keberatan sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf h PMK-16, diterbitkan
5. Putusan Banding atau Putusan PK sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf h PMK-16, diterima kantor
DJP yg berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan PK
6. SK Pembetulan sesuai Pasal 16 UU KUP,diterbitkan
7. SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai
Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP, diterbitkan
8. SK Pengurangan skp atau SK Pembatalan skp sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP,
diterbitkan
9. SK Pengurangan STP atau SK Pembatalan STP sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP,
diterbitkan
Kelebihan pembayaran PBB stl diperhitungkan dgn utang pajak dikembalikan dlm jangka
waktu paling lama 1 bulan terhitung sejak:
1. SKKP PBB sesuai Pasal 3 huruf a PMK-16/PMK.03/2011
2. SK Keberatan sesuai Pasal 3 huruf b PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
3. Putusan Banding atau Putusan PK sesuai Pasal 3 huruf b PMK-16/PMK.03/2011, diterima
kantor DJP yg berwenang melaksakan Putusan Banding atau Putusan PK
4. SK Pemberian Pengurangan PBB sesuai Pasal 3 huruf c PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
5. SK Pengurangan Denda Administrasi sesuai Pasal 3 huruf d PMK-16/PMK.03/2011,
diterbitkan
6. SK Pembetulan PBB sesuai Pasal 3 huruf e PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
7. SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai
Pasal 3 huruf f PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
8. SK Pengurangan skp atau SK Pembatalan skp sesuai Pasal 3 huruf g PMK-16/PMK.03/2011,
diterbitkan
9. SK Pengurangan STP PBB atau SK Pembatalan STP PBB sesuai Pasal 3 huruf h PMK16/PMK.03/2011, diterbitkan
KPP wajib menyampaikan SPMKP beserta SKPKPP dan/atau SSP, SSPBB, SSPPBB ke KPPN
dgn ketentuan: paling lama 2 hari kerja sbl jangka waktu 1 utk pengembalian kelebihan
pembayaran stl diperhitungkan dgn utang pajak sebagaimana dijelaskan di atas terlampaui.
Jangka Waktu Penyelesaian
3 minggu sejak
1. Permohonan WP diterima
2. SKPLB atau SKPPKP diterbitkan
3. SK Keberatan, SK Pembetulan, SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan
Sanksi Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan Pajak atau SK Pembatalan Ketetapan
Pajak, yg menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, diterbitkan
4. Putusan Banding atau Putusan PK, yg menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak,
diterima kantor DJP yg berwenang melaksakanan Putusan Banding atau Putusan PK
(SE-79/PJ/2010)
B182
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
B183
1.
2.
B184
A.
B191
B192
6.
Dlm hal atas suatu skp diajukan permohonan pembetulan dan keberatan, SK Pembetulan
diterbitkan scr terpisah dgn SK Keberatan. (Pasal 7 ayat (6) PMK-11/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dlm hal: (Pasal 8 ayat (1) PMK11/PMK.03/2013)
a. Terdapat kesalahan hitung dlm skp akibat pelaksanaan MAP yg menghasilkan Persetujuan
Bersama stl skp diterbitkan dan thd skp tsb tdk diajukan keberatan atau tdk diajukan
permohonan pengurangan atau pembatalan skp yg tdk benar.
b. Terdapat kesalahan hitung dlm SK Keberatan akibat pelaksanaan MAP yg menghasilkan
Persetujuan Bersama stl Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dan thd SK Keberatan tsb tdk
diajukan banding atau WP mengajukan banding tetapi dicabut.
c. Terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dlm
perpu perpajakan yg diketahui oleh Dirjen Pajak dan blm diajukan permohonan pembetulan
oleh WP.
Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c
yg mengakibatkan jml pajak yg masih hrs dibayar dlm skp berubah, WP dpt mengajukan
keberatan atas skp yg dibetulkan scr jabatan tsb. Pengajuan keberatan tsb disampaikan dlm
jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal dikirim SK Pembetulan. (Pasal 9 PMK11/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak dpt menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dlm hal: (Pasal 10 PMK11/PMK.03/2013)
1. Terdapat SK Keberatan yg nyata-nyata tdk benar sbg akibat adanya kesalahan dlm
penghitungan pajak yg terutang atau pajak yg masih hrs dibayar utk Masa Pajak, bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya; dan
2. Atas SK Keberatan tsb tdk dpt diajukan banding atau diajukan banding dgn putusan tdk dpt
diterima.
Ketentuan Peralihan:
Pd saat PP 74 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yg
blm diselesaikan yg berkaitan dgn
Pembetulan thd SK Pemberian Imbalan Bunga sesuai Pasal 16 ayat (1) UU KUP utk
penerbitan SK Pemberian Imbalan Bunga stl tanggal 31 Des 2007; dan
Batas waktu bagi Dirjen Pajak utk menerbitkan SK Pembetulan sesuai Pasal 16 ayat (2)
UU KUP utk pengajuan permohonan yg diterima stl tanggal 31 Des 2007;
berlaku ketentuan PP 74 Thn 2011. (Pasal 64 huruf c & d PP 74 Thn 2011)
B193
Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V
Pihak Pembuat
WP /Wakil/Kuasa
DJP
B.
KEBERATAN
Dasar Hukum:
Pasal 25 & 26 UU KUP
Pasal 28, 29, 30, 31, 33 PP 74 Thn 2011 mencabut PP 80 Thn 2007
PMK-9/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara pengajuan dan penyelesaian
keberatan mencabut PMK-194/PMK.03/2007
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut PER-49/PJ./2009, PER-52/PJ/2010
KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para
pejabat di lingkungan DJP
SE terkait:
SE-11/PJ/2014 (mulai berlaku tanggal 8 Apr 2014) ttg Petunjuk pelaksanaan penyelesaian
keberatan PPh, PPN dan/atau PPnBM mencabut SE-122/PJ/2010
Ruang Lingkup Keberatan:
1. WP dpt mengajukan keberatan hanya kpd DJP atas suatu: (Pasal 25 ayat (1) UU KUP &
Pasal 2 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
a. SKPKB, kecuali SKPKB berdasarkan Pasal 13A UU KUP
b. SKPKBT;
c. SKPLB;
d. SKPN;
e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perpu
perpajakan.
Seksi Terkait:
Permohonan disampaikan ke KPP (Seksi Pelayanan dan Seksi Waskon), tetapi proses
penyelesaiannya dilakukan oleh:
Kanwil DJP (Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding), atau
Kantor Pusat DJP (Direktorat Keberatan dan Banding)
2. WP hanya dpt mengajukan keberatan thd materi atau isi dari skp, yg meliputi jml rugi
berdasarkan ketentuan perpu perpajakan, jml besarnya pajak, atau thd materi atau isi dari
pemotongan atau pemungutan pajak. (Pasal 2 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
3. Dlm hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari skp atau pemotongan
atau pemungutan pajak, alasan tsb tdk dipertimbangkan dlm penyelesaian keberatan. (Pasal 2
ayat (4) PMK-9/PMK.03/2013)
Persyaratan Pengajuan Keberatan:
Thn Pajak 2007 dan sbl-nya
(Pasal 3 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
a. Diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia;
a.
b.
b.
c.
c.
d.
d.
B194
e.
e.
f.
pihak ketiga,
kecuali WP dpt menunjukan bahwa jangka
waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan di
luar kekuasaan WP;
Surat Keberatan ditandatangani oleh WP,
dan dlm hal Surat Keberatan
ditandatangani oleh bukan WP, Surat
Keberatan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa
khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP;
dan
WP tdk mengajukan permohonan sesuai
Pasal 36 UU KUP.
f.
g.
Contoh Penghitungan jangka waktu 3 bulan: (Penjelasan Pasal 28 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
Contoh 1:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 20 Sept 2012 maka WP dpt mengajukan keberatan paling
lama tanggal 19 Des 2012.
Contoh 2:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 30 Nov 2012, maka WP dpt mengajukan keberatan paling
lama tanggal 28 Feb 2013.
Contoh 3:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 2 Jan 2013, maka WP dpt mengajukan keberatan paling
lama tanggal 1 Apr 2013.
Dlm hal stl WP mengajukan keberatan terdapat penerbitan SK Pembetulan oleh Dirjen Pajak scr
jabatan yg mengakibatkan persyaratan jml pajak yg masih hrs dilunasi pd Pasal 4 ayat (1) huruf d
(WP tlh melunasi pajak yg masih hrs dibayar paling sedikit sejumlah yg tlh disetujui WP dlm
PAHP/PAHV, sbl Surat Keberatan disampaikan) bertambah, proses penyelesaian keberatan yg
diajukan oleh WP tsb tetap dilanjutkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 6 PMK-9)
Ketentuan Pengajuan Keberatan:
Thn Pajak 2007 dan sbl-nya
1. Dlm hal Surat Keberatan yg disampaikan
oleh WP tdk memenuhi persyaratan
sesuai ayat (1) huruf a, b, c, atau e, WP
dpt melakukan perbaikan atas Surat
Keberatan tsb dan menyampaikan
kembali sbl jangka waktu 3 bulan sesuai
ayat (1) huruf d terlampaui.
(Pasal 3 ayat (2) PMK-9/PMK.03/2013)
2. Tanggal penyampaian Surat Keberatan
yg tlh diperbaiki pd ayat (2) mrp tanggal
Surat Keberatan diterima.
(Pasal 3 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
3. Pengajuan keberatan pd ayat (1):
a. Tdk menunda kewajiban membayar
pajak sebagaimana tercantum dlm
SKPKB dan SKPKBT sesuai Pasal 2
ayat (1) huruf a & b; dan
b. Tdk menunda pelaksanaan
penagihan pajak.
(Pasal 3 ayat (4) PMK-9/PMK.03/2013)
B195
1.
2.
3.
Keadaan di Luar Kekuasaan WP: (Pasal 5 ayat (1) & (2) PMK-9/PMK.03/2013)
a. Bencana alam;
b. Kebakaran;
c. Huru-hara/kerusuhan massal;
d. Diterbitkan SK Pembetulan scr jabatan yg mengakibatkan jml pajak yg masih hrs dibayar yg
tertera dlm skp berubah, kecuali SK Pembetulan yg diterbitkan akibat hasil Persetujuan
Bersama; atau
Dlm hal terdapat penerbitan SK Pembetulan scr jabatan di atas dan WP blm mengajukan
keberatan atas skp, WP dpt mengajukan keberatan atas skp tsb dlm jangka waktu paling lama
3 bulan sejak tanggal SK Pembetulan dikirim.
e. Keadaan lain berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak.
.
Cara Penyampaian dan tanggal diterima Surat Keberatan: (Pasal 9 PMK-9/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian
Tanda BPS
Tanggal Diterima
No.
Permohonan
(Pasal 9 ayat (1) PMK(Pasal 9 ayat (8) PMKPembetulan
9/PMK.03/2013)
9/PMK.03/2013)
a.
Scr lsg pd KPP tempat WP terdaftar BPS
Tanggal yg tercantum pd
dan/atau tempat PKP dikukuhkan
BPS
b.
c.
Bukti Pengiriman
Surat
Tanggal yg tercantum pd
Bukti Pengiriman Surat
BPE
Tanggal yg tercantum pd
BPE
B196
5.
6.
Dlm hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan sesuai Pasal 30 ayat (3) PP 74 Thn 2011
atau pengajuan keberatan tdk dipertimbangkan oleh Dirjen Pajak krn tdk memenuhi
persyaratan pengajuan keberatan sesuai pasal 25 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (3a) UU
KUP, WP dianggap tdk mengajukan keberatan. (Pasal 31 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
Dlm hal WP dianggap tdk mengajukan keberatan, pajak yg masih hrs dibayar dlm
SKPKB/SKPKBT yg tdk disetujui dlm PAHP/PAHV menjadi utang pajak sejak tanggal
penerbitan skp. (Pasal 31 ayat (4) PP 74 Thn 2011 & Pasal 12 ayat (2) PMK-9)
WP yg Mengajukan Keberatan Tdk Dpt Mengajukan Permohonan: (Pasal 30 ayat (2) PP 74 Thn
2011)
1. Pengurangan, penghapusan, dan pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yg terutang sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan (Pasal 36 ayat (1) huruf a UU
KUP);
2. Pengurangan atau pembatalan skp yg tdk benar (Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP); atau
3. Pembatalan skp dari hasil pemeriksaan/verifikasi yg dilaksanakan tanpa (Pasal 36 ayat (1)
huruf d UU KUP):
a. Penyampaian SPHP/SPHV;atau
b. PAHP/PAHV dgn WP.
Penyelesaian Keberatan:
1. Dlm proses penyelesaian keberatan, Dirjen Pajak berwenang utk:
a. Meminjam buku, catatan, data, dan informasi dlm bentuk hardcopy dan/atau softcopy kpd
WP terkait dgn materi yg disengketakan melalui penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, data, dan informasi;
b. Meminta WP utk memberikan keterangan terkait dgn materi yg disengketakan melalui
penyampaian surat permintaan keterangan;
c. Meminta keterangan atau bukti terkait dgn materi yg disengketakan kpd pihak ketiga yg
mempunyai hub dgn Wajib Pajak sesuai Pasal 35 ayat (1) UU KUP melalui penyampaian
surat permintaan data dan keterangan kpd pihak ketiga;
d. Meninjau tempat WP, termasuk tempat lain yg diperlukan;
e. Melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yg diperlukan dgn memanggil WP
melalui penyampaian surat panggilan; dan
Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 hari kerja sbl tanggal pembahasan dan
klarifikasi atas sengketa perpajakan.
Pembahasan dan klarifikasi tsb dituangkan dlm BA pembahasan dan klarifikasi
sengketa perpajakan.
f. Melakukan pemeriksaan utk tujuan lain dlm rangka keberatan utk mendapatkan data
dan/atau informasi yg objektif yg dpt dijadikan dasar dlm mempertimbangkan keputusan
keberatan.
2. WP hrs memenuhi peminjaman pd angka 1 huruf a dan/atau permintaan pd angka 1 huruf b
paling lama 15 hari kerja stl tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan
keterangan dikirim.
3. Apabila s.d. jangka waktu 15 hari kerja stl tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat
permintaan keterangan dikirim berakhir, WP tdk meminjamkan sebagian atau slr buku, catatan,
data dan informasi dan/atau tdk memberikan keterangan yg diminta, Dirjen Pajak
menyampaikan:
a. Surat permintaan peminjaman yg kedua; dan/atau
b. Surat permintaan keterangan yg kedua.
4. WP hrs memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yg kedua paling lama 10 hari kerja stl
tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yg kedua dikirim.
5. Perlakuan atas dokumen dlm Proses Penyelesaian Keberatan: (Pasal 14 PMK9/PMK.03/2013)
Dokumen
Perlakuan
Keterangan
Buku, catatan, data, Tdk
Yg diminta pd saat pemeriksaan tetapi tdk
informasi, atau
Dipertimbangkan
diberikan oleh WP
keterangan lain yg
Dipertimbangkan
Yg pd saat pemeriksaan tetapi tdk diberikan
B197
diterima/diperoleh
pd proses
penyelesaian
keberatan
6.
7.
8.
9.
B198
a.
Pd tanggal 2 Apr 2012, diterbitkan SKPKB dgn nilai Rp 1 M. Jml pajak yg disetujui dlm
PAHP seb Rp 300 juta.
b. Pd tanggal 1 Mei 2012, jml pajak yg disetujui maupun yg tdk disetujui dlm PAHP tlh dilunasi
oleh WP.
c. Pd tanggal 3 Mei 2012, WP mengajukan keberatan.
Jika SK Keberatan menolak pengajuan keberatan WP maka utk menghitung pengenaan sanksi
administrasi berupa denda seb 50% slr jml pajak yg tlh dibayar sbl pengajuan keberatan (baik
yg disetujui maupun tdk) hrs dikurangkan dari jml pajak yg masih hrs dibayar dlm SK
Keberatan.
Dlm hal ini, dasar utk menghitung sanksi administrasi berupa denda seb 50% adalah seb Rp 0,
yaitu seb Rp 1 M (jml pajak dlm SK Keberatan) dikurangi dgn Rp 1 M (jml yg tlh dibayar sbl
pengajuan keberatan).
Nama Form
Sumber
1.
Surat Keberatan
Lamp I
2.
Lamp II
3.
4.
5.
6.
B199
Lamp III
Lamp IV Bagian A
Lamp IV Bagian B
Lamp V
Pihak
Pembuat
WP/Wakil/
Kuasa
DJP
WP/Wakil/
Kuasa
DJP
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Lamp VI Bagian A
Lamp VI Bagian B
Lamp VI Bagian C
Lamp VI Bagian D
Lamp VI Bagian E
Lamp VI Bagian F
Lamp VII
Lamp VIII
Lamp IX Bagian A
Lamp IX Bagian B
Lamp IX Bagian C
Lamp X Bagian A
Lamp X Bagian B
Lamp X Bagian C
Lamp XI Bagian A
Lamp XI Bagian B
Lamp XII Bagian A
Lamp XII Bagian B
Lamp XII BagianC
Lamp XII Bagian D
B1910
WP/Wakil/
Kuasa
DJP
Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
C.
B1911
Tanggal Diterima
(Pasal 3 ayat (8) PMK8/PMK.03/2013)
Tanggal yg tercantum pd
BPS
Tanggal yg tercantum pd
Bukti Pengiriman Surat
Tanggal yg tercantum pd
Bukti Pengiriman Surat
Surat
BPE
Tanggal yg tercantum pd
BPE
(Pasal 3 PMK-8/PMK.03/2013)
Pencabutan Permohonan WP:
WP dpt melakukan pencabutan thd surat permohonan yg tlh disampaikan kpd Dirjen Pajak sbl
diterbitkan SK terkait permohonan WP.
Pencabutan thd surat permohonan tsb hrs memenuhi persyaratan:
1. Pencabutan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dan dpt mencantumkan alasan
pencabutan;
2. Pencabutan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
3. Surat pencabutan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat pencabutan ditandatangani
bukan oleh WP, surat pencabutan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32
ayat (3) UU KUP.
Dlm hal WP melakukan pencabutan thd surat permohonannya , WP tdk berhak utk mengajukan
kembali permohonan yg sama dgn jenis permohonan yg dicabut.
(Pasal 26 PMK-3/PMK.03/2013)
Jangka Waktu Penyelesaian:
Paling lama 6 bulan sejak tanggal permohonan diterima. Keputusan dpt berupa mengabulkan
seluruhnya atau sebagian, atau menolak permohonan WP. Apabila jangka waktu dimaksud tlh lewat
dan Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan, maka permohonan yg diajukan tsb dianggap
diterima.
(Pasal 36 ayat (1c) & (1d) UU KUP)
Seksi Terkait:
Permohonan disampaikan ke KPP (Seksi Pelayanan dan Seksi Waskon), tetapi proses
penyelesaiannya dilakukan oleh:
Kanwil DJP (Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding), atau
Kantor Pusat DJP (Direktorat Keberatan dan Banding)
Ketentuan Peralihan:
Thd
permohonan
pengurangan/penghapusan
sanksi
administrasi,
permohonan
pengurangan/pembatalan skp, permohonan pengurangan/pembatalan STP yg diajukan sbl
berlakunya PMK-8/PMK.03/2013 dan blm diselesaikan s.d. penerbitan SK, proses penyelesaian
selanjutnya s.d. penerbitan SK dilakukan berdasarkan ketentuan sesuai PMK-8/PMK.03/2013.
(Pasal 39 PMK-8/PMK.03/2013)
1. PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
(Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP, Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013)
Sanksi Administrasi yg Dpt Dikurangkan/Dihapuskan berdasarkan Permohonan WP:
(Pasal 4 PMK-8/PMK.03/2013)
1. Sanksi administrasi yg tercantum dlm skp, kecuali sanksi administrasi yg tercantum dlm
SKPKB yg diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A UU KUP;
Hanya dpt diajukan dlm hal atas skp tsb:
a. Tdk diajukan keberatan;
B1912
b.
2.
3.
Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan DJP tlh menyetujui permohonan
pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal
2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2
huruf b PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi
sesuai Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 5 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Sanksi administrasi yg tercantum dlm STP yg terkait dgn penerbitan skp, kecuali
sanksi administrasi yg tercantum dlm STP yg diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) &
Pasal 27 ayat (5d) UU KUP; atau
Hanya dpt diajukan dlm hal skp yg terkait dgn STP tsb:
a. Tdk diajukan keberatan;
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan DJP tlh menyetujui permohonan
pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal
2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2
huruf b PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi
sesuai Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 5 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan yg hrs dipenuhi atas STP yg diajukan permohonan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar
sesuai Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai
Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 5 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
Sanksi administrasi yg tercantum dlm STP selain STP pd angka 2.
Ketentuan yg hrs dipenuhi atas STP yg diajukan permohonan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar
sesuai Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai
Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 5 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
B1913
5.
Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani
bukan oleh WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal
32 ayat (3) UU KUP.
(Pasal 5 ayat (6) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Jml Permohonan:
Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 2 x.
Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka
waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama
dikirim, kecuali WP dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan
di luar kekuasaan WP.
Permohonan yg kedua tetap diajukan thd skp/STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak.
(Pasal 5 ayat (7) (9) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:
1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
Utk permohonan yg pertama, WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP
masih dpt mengajukan permohonan paling banyak 2 x; atau
Utk permohonan yg kedua, WP masih dpt mengajukan permohonan sepanjang jangka
waktu 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, blm
terlampaui
(Pasal 6 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
a. Pasal 5 ayat (2) s.d. (5), utk permohonan pertama; atau
b. Pasal 5 ayat (2) s.d. ayat (5) dan ayat (8), utk permohonan kedua,
WP tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 6 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb
dgn menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan/
penghapusan sanksi administrasi.
(Pasal 6 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:
1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb
dgn meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen, data, dan/atau
informasi yg diperlukan melalui penyampaian surat permintaan dokumen, data, dan/atau
informasi.
WP hrs memenuhi permintaan ini paling lama 15 hari kerja sejak tanggal surat
permintaan dikirim.
3. Dlm rangka meneliti lbh lanjut permohonan tsb, Dirjen Pajak dpt meminta keterangan
tambahan kpd WP dgn menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan WP hrs
memberikan keterangan yg diminta dlm jangka waktu paling lama sebagaimana disebut
dlm surat permintaan keterangan tambahan.
4. Dlm hal WP tdk memenuhi sebagian atau slr permintaan tsb, permohonan tetap diproses
sesuai dgn dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yg ada atau yg diterima.
(Pasal 7 PMK-8/PMK.03/2013)
Permohonan Terkait Sanksi Administrasi yg Tercantum pd STP:
1. Akibat WP Melakukan Pembetulan SPT:
Ketentuan dlm hal permohonan terkait dgn sanksi administrasi yg tercantum dlm STP
berdasarkan Pasal 8 ayat (2)/ayat (2a) UU KUP dan sanksi administrasi tsb melebihi
jangka waktu 24 bulan:
a. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila sanksi
administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP; dan
B1914
b.
B1915
2.
skp yg tdk benar yg dpt dikurangkan berdasarkan permohonan WP meliputi skp yg jml
pajak terutangnya tdk benar.
b. skp yg tdk benar yg dpt dibatalkan berdasarkan permohonan WP meliputi skp yg
seharusnya tdk diterbitkan.
Dlm hal skp dibatalkan, thd Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak, dan
jenis pajak yg terkait dgn skp yg dibatalkan tsb:
1. dianggap tdk pernah diterbitkan skp; dan
2. DJP tetap dpt menerbitkan skp atas Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn
Pajak dan jenis pajak tsb.
(Pasal 13 ayat (2) (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Permohonan tdk dpt diajukan dlm hal skp tsb diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 14 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Syarat Mengajukan Permohonan:
1. 1 permohonan utk 1 skp;
2. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia;
3. Mengemukakan jml pajak yg terutang mnr perhitungan WP dgn disertai alasan;
4. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
B1916
5.
Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani
oleh bukan WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal
32 ayat (3) UP KUP.
(Pasal 14 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Jml Permohonan:
Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 2 x.
Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka
waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama
dikirim, kecuali WP dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan
di luar kekuasaan WP.
Permohonan yg kedua tetap diajukan thd skp/STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak.
(Pasal 14 ayat (5) (7) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:
1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
Utk permohonan yg pertama, WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP
masih dpt mengajukan permohonan paling banyak 2 x; atau
Utk permohonan yg kedua, WP masih dpt mengajukan permohonan sepanjang jangka
waktu 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, blm
terlampaui
(Pasal 14 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
a. Pasal 14 ayat (2) & (3), utk permohonan pertama; atau
b. Pasal 5 ayat (2), (3) dan (6), utk permohonan kedua,
WP tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 14 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb
dgn menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan/
pembatalan skp yg tdk benar.
(Pasal 15 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:
1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb
dgn meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan ini, Dirjen Pajak dpt meminta pembukuan atau
pencatatan, dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau
informasi yg diperlukan melalui penyampaian surat permintaan pembukuan atau
pencatatan, dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau
informasi.
WP hrs memenuhi permintaan ini paling lama 15 hari kerja sejak tanggal surat
permintaan dikirim.
3. Dlm rangka meneliti lbh lanjut permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta keterangan
tambahan kpd WP dgn menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan WP hrs
memberikan keterangan yg diminta dlm jangka waktu paling lama sebagaimana disebut
dlm surat permintaan keterangan tambahan.
4. Dirjen Pajak dpt mempertimbangkan pembukuan atau pencatatan, dokumen yg menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau informasi serta keterangan tambahan yg
diberikan dlm proses penyelesaian permohonan.
Dikecualikan dari ketentuan ini, dlm hal penghasilan kena pajak dlm skp dihitung scr
jabatan sesuai Pasal 11 ayat (3) & (4) PP 74 Thn 2011, dokumen yg dpt dipertimbangkan
dlm proses penyelesaian permohonan terbatas pd:
a. Dokumen yg terkait dgn penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dlm
rangka penghitungan penghasilan neto scr jabatan; dan
b. Dokumen kredit pajak sbg pengurang PPh.
(Pasal 16 PMK-8/PMK.03/2013)
B1917
3.
STP yg tdk benar yg dpt dikurangkan berdasarkan permohonan WP meliputi STP dgn
jml sanksi administrasi yg tdk benar.
b. STP yg tdk benar yg dpt dibatalkan berdasarkan permohonan WP meliputi STP yg
seharusnya tdk diterbitkan.
(Pasal 17 ayat (2) (3) PMK-8/PMK.03/2013)
B1918
Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka
waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama
dikirim, kecuali WP dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan
di luar kekuasaan WP.
Permohonan yg kedua tetap diajukan thd STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak.
(Pasal 18 ayat (6) (8) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:
1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
Utk permohonan yg pertama, WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP
masih dpt mengajukan permohonan paling banyak 2 x; atau
Utk permohonan yg kedua, WP masih dpt mengajukan permohonan sepanjang jangka
waktu 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, blm
terlampaui
(Pasal 19 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
a. Pasal 18 ayat (2) s.d. (4), utk permohonan pertama; atau
b. Pasal 18 ayat (2) s.d. (4) dan (7), utk permohonan kedua,
WP tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 19 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb
dgn menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan/
pembatalan STP yg tdk benar.
(Pasal 19 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:
1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb
dgn meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen, data, dan/atau
informasi yg diperlukan melalui penyampaian surat permintaan.
WP hrs memenuhi permintaan ini paling lama 15 hari kerja stl tanggal surat permintaan
dikirim.
3. Dlm rangka meneliti lbh lanjut permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta keterangan
tambahan kpd WP dgn menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan WP hrs
memberikan keterangan yg diminta dlm jangka waktu paling lama sebagaimana disebut
dlm surat permintaan keterangan tambahan.
4. Dlm hal WP tdk memenuhi sebagian atau slr permintaan, permohonan tetap diproses
sesuai dgn dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yg ada atau yg diterima.
(Pasal 20 PMK-8/PMK.03/2013)
4.
B1919
d.
e.
B1920
Nama Form
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Sumber
B1921
Lamp I
Bagian A
Lamp I
Bagian B
Lamp I
Bagian C
Lamp I
Bagian D
Lamp II
Bagian A
Lamp II
Bagian B
Lamp II
Bagian C
Lamp II
Bagian D
Lamp III
Bagian A
Lamp III
Bagian B
Lamp III
Bagian C
Lamp III
Bagian D
Lamp III
Bagian E
Lamp III
Bagian F
Lamp III
Bagian G
Lamp III
Bagian H
Lamp III
Bagian I
Lamp III
Bagian J
Lamp III
Bagian K
Lamp III
Bagian L
Pihak
Pembuat
WP/Wakil/
Kuasa
DJP
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
Lamp IV
Bagian A
Lamp IV
Bagian B
Lamp IV
Bagian C
Lamp IV
Bagian D
Lamp IV
Bagian E
Lamp IV
Bagian F
Lamp IV
Bagian G
Lamp IV
Bagian H
Lamp IV
Bagian I
Lamp IV
Bagian J
Lamp IV
Bagian K
Lamp IV
Bagian L
B1922
Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V
Lamp VI
Lamp VII
Lamp VIII
D.
BANDING
Dasar Hukum:
Pasal 27 UU KUP
Pasal 32 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012) mencabut PP 80 Thn 2007
Pasal 35, 36, 37, 38, 39 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg Pengadilan Pajak
Banding: Upaya hukum yg dpt dilakukan oleh WP atau penanggung Pajak thd suatu
keputusan yg dpt diajukan Banding, berdasarkan perpu perpajakan yg berlaku. (Pasal 1 angka
6 UU 14 Thn 2002)
Surat Uraian Banding: Surat terbanding kpd Pengadilan Pajak yg berisi jawaban atas alasan
Banding yg diajukan oleh pemohon Banding. (Pasal 1 angka 8 UU 14 Thn 2002)
Putusan Banding: Putusan badan peradilan pajak atas banding thd SK Keberatan yg diajukan
oleh WP. (Pasal 1 angka 35 UU KUP).
Syarat Pengajuan Banding:
1.
WP dpt mengajukan permohonan banding hanya kpd badan peradilan pajak atas SK Keberatan
sesuai Pasal 26 ayat (1) UU KUP. (Pasal 27 ayat (1) UU KUP)
2.
Permohonan diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn alasan yg jelas paling lama 3
bulan sejak SK Keberatan diterima dan dilampiri dgn salinan SK Keberatan tsb. (Pasal 27 ayat
(3) UU KUP)
3.
Thd 1 Keputusan diajukan 1 Surat Banding
Ketentuan Banding yg Berhubungan dgn Penagihan Pajak: (Pasal 27 UU KUP)
1.
Dlm hal WP mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) /
Pasal 9 ayat (3a) / Pasal 25 ayat (7) UU KUP, atas jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan
keberatan, tertangguh s.d. 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
(Pasal 27 ayat (5a) UU KUP).
Isi Pasal 9 ayat (3) UU KUP: STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK Keberatan, SK
Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan PK, yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar
bertambah, hrs dilunasi dlm jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
Isi Pasal 9 ayat (3a) UU KUP: Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu
pelunasan pd ayat (3) dpt diperpanjang paling lama menjadi 2 bulan yg ketentuannya diatur dgn
atau berdasarkan Peraturan MenKeu.
Isi Pasal 25 ayat (7) UU KUP: Dlm hal WP mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan
pajak pd Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan
keberatan, tertangguh s.d. 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.
2.
Jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan permohonan keberatan tdk termasuk sbg
utang pajak sesuai Pasal 11 ayat (1) & (1a).
(Pasal 27 ayat (5b) UU KUP).
Apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak ini tdk dpt
digunakan utk melunasi jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan permohonan keberatan krn
tdk termasuk sbg utang pajak
3.
Jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan permohonan banding blm mrp pajak yg
terutang s.d. Putusan Banding diterbitkan.
(Pasal 27 ayat (5c) UU KUP).
4.
Dlm hal Putusan Banding berupa tdk dpt diterima, pajak yg masih hrs dibayar
berdasarkan SK Keberatan menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.
(Pasal 32 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
B1923
Yg Mengajukan Banding:
1.
Banding dpt diajukan oleh WP ahli, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
2.
Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dpt dilanjutkan
oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dlm hal pemohon
Banding pailit.
3.
Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dpt dilanjutkan oleh pihak
yg menerima pertanggungjawaban krn penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi dimaksud.
(Pasal 37 UU 14 Thn 2002)
Persidangan:
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding
atau Surat Gugatan kpd terbanding atau tergugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal
diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.
2. Dlm hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kpd Pengadilan Pajak
sesuai Pasal 38 UU 14 Thn 2002, jangka waktu 14 hari pd angka 1 dihitung sejak tanggal
diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
3. Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb dlm
jangka waktu:
3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
4. Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb oleh Pengadilan Pajak dikirim kpd
pemohon Banding atau penggugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Banding atau penggugat dpt menyerahkan Surat Bantahan kpd Pengadilan Pajak
dlm jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat
Tanggapan pd angka 4.
6. Salinan Surat Bantahan pd angka 5 dikirimkan kpd terbanding atau tergugat, dlm jangka waktu
14 hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
7. Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tdk memenuhi
ketentuan pd angka 3 atau angka 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding
atau Gugatan.
(Pasal 44 & 45 UU 14 Thn 2002)
Jangka Waktu Penyelesaian Banding: Sesuai dgn ketentuan Pengadilan Pajak
Seksi Terkait:
Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding Kanwil DJP atau (Direktorat Keberatan dan
Banding Kantor Pusat DJP, yg menerbitkan SK Keberatan, membuat Surat Uraian
Banding. Surat Uraian Banding dibuat oleh DJP berdasarkan permintaan dari Sekretariat
Pengadilan Pajak utk memenuhi ketentuan UU 14 Thn 2002. Dlm hal Surat Uraian Banding
diselesaikan oleh Kanwil DJP, Surat Uraian Banding juga ditembuskan ke Kantor Pusat
DJP.
Sanksi Banding:
Dlm hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi
administrasi berupa denda seb 100% dari jml pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi
dgn pembayaran pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan.
(Pasal 27 ayat (5d) UU KUP).
WP dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 100% tsb dlm hal Putusan Banding:
1. Menolak;
2. Mengabulkan sebagian;
3. Menambahkan pajak yg hrs dibayar; atau
4. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung yg menambah pajak yg masih hrs
dibayar.
(Pasal 32 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
B1924
B1925
B1926
Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V
Lamp VIa
Lamp VIb
Lamp VII
Lamp VIII
Lamp IX
Lamp Xa
Lamp Xb
E.
GUGATAN
Dasar Hukum:
Pasal 23 UU KUP
Pasal 37, 38, 39, 40, 41, 42 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
Pasal 40, 41, 42, dan 43 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg Pengadilan Pajak
SE terkait:
SE-65/PJ./2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Tata cara penanganan siding banding dan
gugatan di Pengadilan Pajak mencabut SE-28/PJ/2010
Definisi:
Gugatan: Upaya hukum yg dpt dilakukan oleh WP atau penanggung Pajak thd pelaksanaan
penagihan Pajak atau thd keputusan yg dpt diajukan Gugatan berdasarkan perpu perpajakan
yg berlaku. (Pasal 1 angka 7 UU 14 Thn 2002)
Surat Tanggapan: Surat dari tergugat kpd Pengadilan Pajak yg berisi jawaban atas Gugatan
yg diajukan oleh penggugat. (Pasal 1 angka 9 UU 14 Thn 2002)
Putusan Gugatan: Putusan badan peradilan pajak atas gugatan thd hal-hal yg berdasarkan
ketentuan perpu perpajakan dpt diajukan gugatan. (Pasal 1 angka 36 UU KUP)
Yg Dpt Diajukan Gugatan:
Gugatan WP atau Penanggung Pajak hanya dpt diajukan kpd badan peradilan pajak.
B1927
Surat Keputusan Keberatan yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata
cara penerbitan meliputi SK Keberatan yg penerbitannya tdk didahului dgn
penyampaian SPUH kpd WP.
Syarat Pengajuan Gugatan:
(Pasal 40 UU 14 Thn 2002)
1. Gugatan diajukan scr tertulis dlm Bahasa Indonesia kpd Pengadilan Pajak.
2. Jangka waktu utk mengajukan Gugatan thd pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 hari
sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
3. Jangka waktu utk mengajukan Gugatan thd Keputusan selain Gugatan pd angka 2 adalah 30
hari sejak tanggal diterima keputusan yg digugat.
Jangka waktu angka 2 & 3 tdk mengikat apabila jangka waktu dimaksud tdk dpt dipenuhi krn
keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 hari terhitung
sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.
4. Thd 1 pelaksanaan penagihan atau 1 Keputusan diajukan 1 Surat Gugatan.
5. Gugatan disertai dgn alasan-alasan yg jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan
penagihan, atau Keputusan yg digugat dan dilampiri salinan dokumen yg digugat.
Pemohon Gugatan dpt melengkapi Surat Gugatan-nya utk memenuhi ketentuan yg berlaku,
sepanjang masih dlm jangka waktu yg ditetapkan.
(Pasal 38 UU 14 Thn 2002)
Yg Dpt Mengajukan Gugatan:
1. Gugatan dpt diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
2. Apabila selama proses Gugatan penggugat meninggal dunia. Gugatan dpt dilanjutkan oleh ahli
warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dlm hal penggugat pailit.
3. Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dpt dilanjutkan oleh pihak
yg menerima pertanggungjawaban krn penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi dimaksud.
(Pasal 41 UU 14 Thn 2002)
Pencabutan Gugatan:
1. Thd Gugatan dpt diajukan surat pernyataan pencabutan kpd Pengadilan Pajak.
2. Gugatan yg dicabut dihapus dari daftar sengketa dgn:
a. penetapan Ketua dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan sbl sidang
b. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dlm hal surat pernyataan pencabutan
diajukan stl sidang atas persetujuan tergugat.
3. Gugatan yg tlh dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim Tunggal tdk dpt
diajukan kembali.
(Pasal 42 UU 14 Thn 2002)
Gugatan Tdk Menunda atau Menghalangi Pelaksanaan Penagihan:
1. Gugatan tdk menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau
kewajiban perpajakan.
2. Penggugat dpt mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan pajak
ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan
Pengadilan Pajak.
Permohonan dpt diajukan sekaligus dlm Gugatan dan dpt diputus terlebih dahulu dari pokok
sengketanya. Permohonan penundaan pelaksanaan penagihan pajak dpt dikabulkan hanya
apabila terdapat keadaan yg sangat mendesak yg mengakibatkan kepentingan penggugat
sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan Pajak yg digugat itu dilaksanakan.
(Pasal 43 UU 14 Thn 2002)
Persiapan Persidangan:
(Pasal 44 & 45 UU 14 Thn 2002)
B1928
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding
atau Surat Gugatan kpd terbanding atau tergugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal
diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.
Dlm hal pemohon Banding mengirimkan Surat atau dokumen susulan kpd Pengadilan Pajak
sesuai Pasal 38 UU 14 Thn 2002, jangka waktu 14 hari pd angka 1 dihitung sejak tanggal
diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb dlm
jangka waktu:
3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb oleh Pengadilan Pajak dikirim kpd
pemohon Banding atau penggugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
Pemohon Banding atau penggugat dpt menyerahkan Surat Bantahan kpd Pengadilan Pajak
dlm jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat
Tanggapan pd angka 4.
Salinan Surat Bantahan pd angka 5 dikirimkan kpd terbanding atau tergugat, dlm jangka waktu
14 hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tdk memenuhi
ketentuan pd angka 3 atau angka 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding
atau Gugatan.
B1929
Dirjen Pajak menyelesaikan keberatan yg diajukan oleh Wajib Pajak dlm jangka waktu paling
lama 12 bulan.
(Pasal 41 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
Jangka waktu paling lama 12 bulan ini dihitung sejak Putusan Gugatan diterima oleh Dirjen
Pajak.
(Pasal 41 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
Ketentuan Peralihan:
Pd saat PP 74 Thn 2011 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan yg blm diselesaikan yg berkaitan dgn
Pengajuan gugatan thd penerbitan skp berdasarkan Pemeriksaan yg dimulai stl tanggal
31 Des 2007 yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara yg tlh diatur
dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan;
Pengajuan gugatan thd penerbitan SK Keberatan yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn
prosedur atau tata cara yg tlh diatur dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan, utk
pengajuan keberatan yg diterima stl tanggal 31 Des 2007;
berlaku ketentuan PP 74 Thn 2011.
(Pasal 64 huruf g & h PP 74 Thn 2011)
B1930
F.
B1931
4.
5.
B1932
(3) UU KUP
3.
4.
5.
pembayaran pajak
6.
Pembetulan, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak
2. Utk SKPN & SKPLB:
Dihitung sejak tanggal
penerbitan SKPN & SKPLB, s.d.
diterbitkannya SK Pembetulan,
SK Pengurangan Ketetapan
Pajak, atau SK Pembatalan
Ketetapan Pajak
3. Utk STP:
Dihitung sejak tanggal
pembayaran yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak
s.d. diterbitkannya SK
Pembetulan, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak.
(Pasal 6 ayat (5) PMK226/PMK.03/2013)
Dihitung sejak tanggal
pembayaran pajak yg
menyebabkan kelebihan
pembayaran sanksi administrasi
s.d. diterbitkannya SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK
Penghapusan Sanksi Administrasi
sbg akibat diterbitkan SK
Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan PK.
(Pasal 6 ayat (6) PMK226/PMK.03/2013)
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 2001 s.d. 2007:
Dasar
Penyebab Diberikannya IB
No.
Pemberian
Penghitungan Besar IB
(Pasal 3 PMK-226/PMK.03/2013)
IB
1.
Keterlambatan pengembalian kelebihan
2% per bulan
Dihitung sejak batas waktu
pembayaran pajak sesuai Pasal 11 ayat
dari jml
penerbitan SKPKPP berakhir s,d,
3 UU KUP 2000
kelebihan
tanggal penerbitan SKPKPP.
pembayaran
Batas waktu penerbitan
pajak
SKPKPP paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
diterima sehubungan dgn
diterbitkannya SKPLB sesuai
Pasal 17 UU KUP 2000
b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal
17B UU KUP 2000
c. Diterbitkan SKPPKP sesuai
Pasal 17C UU KUP 2000.
(Pasal 7 ayat (1) & (2) PMK226/PMK.03/2013)
B203
2.
2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak
3.
2% per bulan
utk paling
lama 24
bulan dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak
4.
2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak, utk
paling lama
24 bulan
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 1995 s.d. 2000:
Dasar
Penyebab Diberikannya IB
No.
Pemberian
Penghitungan Besar IB
(Pasal 4 PMK-226/PMK.03/2013)
IB
1.
Keterlambatan pengembalian kelebihan
2% per bulan
Dihitung sejak batas waktu
pembayaran pajak sesuai Pasal 11 ayat
dari jml
penerbitan SKPKPP berakhir s.d.
3 UU KUP 1994
kelebihan
tanggal penerbitan SKPKPP.
pembayaran
Batas waktu penerbitan
pajak
SKPKPP paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
diterima sehubungan dgn
diterbitkannya SKPLB sesuai
B204
2.
2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak
3.
2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak, utk
paling lama
24 bulan
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PBB utk Thn Pajak 2007 dan sebelumnya:
Penyebab Diberikannya IB
Dasar
No.
Pemberian
Penghitungan Besar IB
(Pasal 5 ayat (1) PMKIB
226/PMK.03/2013)
1.
Keterlambatan pengembalian kelebihan
2% per bulan
Dihitung sejak batas waktu
pembayaran PBB sbg akibat adanya SK
dari jml
penerbitan SKPKPP PBB berakhir
Kelebihan Pembayaran PBB
kelebihan
s.d. tanggal penerbitan SKPKPP
pembayaran
PBB.
PBB
Batas waktu penerbitan
SKPKPP PBB paling lama 1 bulan
sejak diterbitkannya SK Kelebihan
Pembayaran PBB
(Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK226/PMK.03/2013)
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PBB utk Thn Pajak 2008 dan sesudahnya:
Penyebab Diberikannya IB
Dasar
No.
Penghitungan Besar IB
Pemberian
(Pasal 5 ayat (2) PMKB205
1.
226/PMK.03/2013)
Keterlambatan pengembalian kelebihan
pembayaran PBB sbg akibat adanya SK
Kelebihan Pembayaran PBB, Keputusan
Keberatan, Putusan Banding atau
Putusan PK, SK Pembetulan PBB, SK
Pengurangan Saknsi Administrasi PBB
atau SK Penghapusan Sanksi
Administrasi PBB, SK Pengurangan
SPPT atau SK Pembatakan SPPT, SK
Pengurangan SKP PBB atau SK
Pembatalan SKP PBB, atau SK
Pengurangan STP PBB atau SK
Pembatalan STP PBB
IB
2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
PBB
Masa imbalan bunga dihitung berdasarkan satuan bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.
Tata Cara Pemberian IB: (Pasal 11 21 PMK-226/PMK.03/2013)
1. Dirjen Pajak menerbitkan SKPIB dlm hal terdapat imbalan bunga.
2. Penerbitan SKPIB terkait dgn pemberian imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak krn
pengajuan kebearatan, permohonan banding, atau permohonan PK:
SKPIB diterbitkan apabila thd SK Keberatan tdk diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak
SKPIB diterbitkan apabila thd Putusan Banding tdk diajukan permohonan PK ke MA
SKPIB diterbitkan apabila Putusan PK tlh diterima oleh Dirjen Pajak dari MA
3. Dlm hal permohonan WP atas imbalan bunga tdk mencantumkan nomor rekening WP, SKPIB tdk
diterbitkan.
4. Pemberian imbalan bunga kpd WP hrs diperhitungkan terlebih dahulu dgn Utang Pajak yg
diadministrasikan di KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan, termasuk di KPP
tempat WP cabang terdaftar dan di KPP tempat objek PBB terdaftar.
5. Dlm hal stl dilakukan perhitungan dgn Utang Pajak masih terdapat sisa imbalan bunga yg hrs
dibayarkan kpd WP, atas permohonan WP, sisa imbalan bunga tsb dpt diperhitungkan dgn pajak yg
akan terutang atau dgn Utang Pajak a.n. WP lain.
6. SKPPIB diterbitkan sbg dasar utk memperhitungkan imbalan bunga dlm SKPIB dgn Utang Pajak.
7. Dlm hal terdapat perhitungan imbalan bunga dgn Utang Pajak, Utang Pajak tsb hrs dicantumkan pd
SKPPIB dan dibuatkan surat setoran sesuai dgn ketentuan perpu yg berlaku.
8. Atas dasar SKPPIB, Kepala KPP a.n. MenKeu menerbitkan SPMIB.
9. SKPPIB dan SPMIB beserta Arsip Data Komputer disampaikan ke KPPN scr lsg.
10. Berdasarkan SPMIB dan stl diperhitungkan dgn utang pajak, diterbitkan SP2D.
11. Pembayaran imbalan bunga mrp bagian dari pengurang penerimaan pajak.
B206
12. Ketentuan mengenai jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah sesuai Paal 9 ayat (3) atau ayat (3a),
Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (4), dan Pasal 26 ayat (3) UU
KUP, termasuk imbalan bunga yg seharusnya tdk diberikan.
13. SKPPIB dan SPMIB diterbitkan paling lama 1 bulan sejak penerbitan SKPIB.
Form-form yg digunakan berdasar PMK-226/PMK.03/2013:
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Nam Form
Sumber
SKPIB
Nota Penghitungan Pemberian Imbalan Bunga
Nota Penghitungan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga
SKPPIB
SPMIB
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V
Pihak
Pembuat
DJP
DJP
DJP
DJP
DJP
2.
3.
4.
diterbitkan pd tanggal 10 Maret 2014. Putusan Banding tsb baru diucapkan oleh Hakim
Pengadilan Pajak dlm sidang terbuka utk umum pd tanggal 20 Maret 2014 dan baru diterima
oleh Dirjen Pajak pd tanggal 10 Mei 2014. Dlm hal ini, perhitungan jangka waktu sbg dasar
pemberian imbalan bunga sesuai dgn ketentuan Pasal 44 ayat (3) PP 74 Thn 2011 mulai dari
tanggal 5 April 2012 s.d. 20 Maret 2014, yaitu selama 24 bulan [23 bulan penuh, yaitu tanggal 5
April 2012 s.d. 4 Maret 2014) ditambah bagian dari bulan yg dihitung penuh 1 bulan, yaitu
tanggal 5 Maret 2014 s.d. 20 Maret 2014].
B209
B211
No.
1.
Tujuan Verifikasi
Pengukuhan PKP
berdasarkan
permohonan WP
2.
Penghapusan
NPWP dan/ atau
pencabutan
pengukuhan PKP
berdasarkan
permohonan
WP/PKP
3.
Pemberian NPWP
dan/ atau
pengukuhan PKP
scr jabatan utk
WP/PKP tertentu
berdasarkan data
dan informasi
perpajakan yg
dimiliki/ diperoleh
DJP
4.
Penghapusan
NPWP dan/ atau
pencabutan
pengukuhan PKP
scr jabatan utk
WP/PKP tertentu
berdasarkan data &
informasi
Tahap Verifikasi
Berdasarkan permohonan yg diajukan ke KPP, Kasi Pelayanan
mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST
Verifikasi.
Kasi Pelayanan menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala
KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.
Dlm hal permohonan diajukan melalui KP2KP, Kepala KP2KP dpt
menunjuk pelaksana KP2KP dan/atau dirinya sendiri utk menjadi
Petugas Verifikasi.
Selanjutnya, Kepala KP2KP menandatangani ST Verifikasi a.n.
Dirjen Pajak dgn tembusan kpd Kepala KPP.
Berdasarkan permohonan yg diajukan ke KPP, Kasi Pelayanan
meneliti dan menentukan apakah penghapusan dan/atau
pencabutan dpt dilakukan melalui Verifikasi atau hrs melalui
pemeriksaan
(sesuai
ketentuan
Pasal
5
&
10
PMK-146/PMK.03/2012).
Dlm hal WP mengajukan permohonan melalui KP2KP,
permohonan tsb diteruskan ke KPP.
Thd permohonan penghapusan NPWP dan/atau pencabutan
pengukuhan PKP yg dpt ditindaklanjuti melalui Verifikasi,
Kasi Pelayanan mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat
konsep ST Verifikasi.
Kasi Pelayanan menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala
KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.
Thd permohonan yg tdk dpt ditindaklanjuti melalui Verifikasi,
Kasi Pelayanan menyampaikan permohonan tsb kpd Kasi RIKI
sesuai dgn ketentuan di bidang pemeriksaan.
Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau
diperoleh KPP, Kasi Waskon terkait meneliti dan menentukan
apakah pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan
dpt dilakukan melalui Verifikasi atau hrs melalui pemeriksaan
(sesuai ketentuan Pasal 3 & 8 PMK-146/PMK.03/2012).
Dlm hal pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr
jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon
mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST
Verifikasi.
Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala
KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.
Thd pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan yg
tdk dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon
menyampaikan data dan informasi perpajakan yg diperoleh kpd
Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan di bidang
Pemeriksaan.
Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau
diperoleh KPP, Kasi Waskon terkait meneliti dan menentukan
apakah Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan
PKP scr jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi atau hrs melalui
pemeriksaan (sesuai ketentuan Pasal 5 & 10 PMK-146/PMK.03/
2012)
Dlm hal penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan
PKP scr jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon
B212
perpajakan
yg dimiliki atau
diperoleh DJP
5.
Penerbitan skp
sesuai ketentuan
Pasal 13 PMK-146/
PMK.03/2012
a. SKPKB sesuai
ketentuan
Pasal 13 ayat
(2) PMK-146/
PMK.03/2012
b.
SKPKBT
sesuai
ketentuan
Pasal 13 ayat
(3) huruf b & c
PMK-146/PMK
.03/2012
B213
c.
e.
f.
SKPKBT
sesuai
ketentuan
Pasal 13 ayat
(3) huruf a
PMK-146/PMK
.03/2012 dan
SKPLB sesuai
ketentuan
Pasal 13 ayat
(5) huruf a
PMK-146/PMK
.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi:
Kasi Waskon atau Kasi Pelayanan sesuai dgn kewenangannya, melakukan supervisi atas
pelaksanaan Verifikasi dan penelaahan konsep LHV.
Hasil Verifikasi hrs dilaporkan oleh petugas Verifikasi kpd Kepala KPP melalui Kepala Seksi
Pengawasan dan Konsultasi atau Kasi Pelayanan sesuai dgn kewenangannya.
Dlm hal Verifikasi dlm rangka pengukuhan PKP berdasarkan permohonan WP dilaksanakan oleh
KP2KP, pelaksanaan Verifikasi tdk dilakukan supervisi oleh Kasi Pelayanan, namun LHV
disampaikan kpd Kepala KPP.
LHV:
No.
Tujuan Verifikasi
Minimal Memuat
1.
Menerbitkan/menghapuskan
a. penugasan Verifikasi;
NPWP dan/atau dlm rangka
b. identitas WP;
mengukuhkan/mencabut
c. tujuan Verifikasi;
pengukuhan PKP
d. uraian hasil Verifikasi;
e. simpulan dan usul petugas Verifikasi; dan
f.
pengungkapan infomasi lain yg terkait.
2.
Menerbitkan skp
a. penugasan Verifikasi;
b. identitas WP;
c. pemenuhan kewajiban perpajakan;
d. data/informasi yg tersedia;
e. materi yg diverifikasi;
f.
uraian hasil Verifikasi;
g. pengujian yg tlh dilakukan;
h. penghitungan pajak terutang; dan
i.
simpulan dan usul petugas Verifikasi.
B214
(2)
(3)
(4)
(5)
Verifikasi juga dilakukan dlm rangka mengaktifkan kembali NPWP yg tlh dilakukan penghapusan
dlm hal Dirjen Pajak memperoleh data dan/atau informasi yg menunjukkan adanya hak dan/atau
kewajiban perpajakan WP.
Termasuk hasil kegiatan ekstensifikasi pd ayat (1) huruf c adalah hasil kegiatan SPN.
Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan
objektif WP.
Penerbitan NPWP scr jabatan thd WP selain pd ayat (1) & (2), dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan.
Pasal 4 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi thd WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sesuai Pasal 3 ayat (1)
huruf a PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. konfirmasi kpd pemberi kerja; dan
b. pengujian thd penghasilan WP apakah penghasilan WP tsb di atas PTKP.
(2)
Verifikasi thd WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf
b PMK-146 mencakup kegiatan:
a. konfirmasi lapangan thd tempat kedudukan atau kegiatan usaha;
b. pengujian thd penghasilan WP apakah penghasilan WP tsb di atas PTKP; dan
c. analisa dlm rangka menentukan jml angsuran PPh Pasal 25 UU PPh.
(3)
Verifikasi thd WP hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal sesuai Pasal 3 ayat (1)
huruf c PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran formulir isian data hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr
massal; dan
b. pencocokan thd data hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal dan tlh divalidasi
dgn basis data perpajakan.
(4)
Verifikasi thd WP sesuai Pasal 3 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran data dan/atau informasi yg diperoleh; dan
b. pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh dgn basis data perpajakan.
(5)
Verifikasi thd WP hasil kegiatan SPN sesuai Pasal 3 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup
kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran formulir isian SPN; dan
b. pencocokan thd data hasil kegiatan SPN dgn basis data perpajakan.
Pasal 5 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi dlm rangka menghapuskan NPWP scr jabatan atau berdasarkan permohonan WP
sesuai Pasal 2 huruf b PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. WP OP yg tlh meninggal dunia dan tdk meninggalkan warisan;
b. WP bendahara pemerintah yg tdk lagi memenuhi syarat sbg WP krn yg bersangkutan sdh tdk
lagi melakukan pembayaran;
c. WP OP yg tlh meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya;
d. WP yg memiliki lbh dari 1 NPWP utk menentukan NPWP yg dpt digunakan sbg sarana
administratif dlm pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;
e. WP OP yg berstatus sbg pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yg tlh
diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tdk
melebihi PTKP;
f. WP badan kantor perwakilan perusahaan asing yg tdk mempunyai kewajiban PPh badan yg
tlh menghentikan kegiatan usahanya;
g. Warisan yg blm terbagi dlm kedudukan sbg Subjek Pajak sdh selesai dibagi;
h. Wanita yg sebelumnya tlh memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan serta tdk ingin melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya;
i. Wanita kawin yg memiliki NPWP berbeda dgn NPWP suami dan pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dgn pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan suami;
j. Anak blm dewasa yg tlh memiliki NPWP;
k. WP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
l. WP badan tertentu selain PT dgn status tdk aktif (NE) yg tdk mempunyai kewajiban PPh dan
scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha.
B215
(2)
(3)
(4)
Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk menentukan apakah WP sdh tdk memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif.
Dlm hal berdasarkan hasil Verifikasi thd WP pd ayat (1) diperoleh data dan/atau informasi yg
menunjukkan adanya hak dan/atau kewajiban perpajakan, thd WP tsb dpt diterbitkan skp
dan/atau STP.
Penghapusan NPWP Pajak berdasarkan permohonan WP atau scr jabatan thd WP selain pd ayat
(1) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.
Pasal 6 PMK-146/PMK.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi sesuai Pasal 5 ayat (1) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a.
pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan
bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif; dan
b.
konfirmasi thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa
WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
Pasal 7 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Kegiatan dlm rangka Verifikasi sesuai Pasal 4 & 6 dilaksanakan oleh petugas Verifikasi.
(2)
Kegiatan dlm rangka Verifikasi pd ayat (1) dilakukan tanpa penyampaian SPHV dan PAHV.
(3)
Petugas Verifikasi pd ayat (1) mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi.
(4)
Hasil dari kegiatan dlm rangka Verifikasi pd ayat (1) dituangkan dlm LHV.
B216
1) pengujian atas kelengkapan dokumen izin kegiatan usaha sesuai dgn ketentuan yg berlaku,
misalnya SIUP dan surat izin usaha jasa konstruksi; dan
2) pengujian thd kesesuaian antara dokumen izin kegiatan usaha dgn kegiatan usaha yg
dilakukan utk memperoleh informasi antara lain mengenai gambaran kegiatan usaha, data
peredaran usaha, dan daftar harta di tempat kegiatan usaha.
Pasal 10 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi dlm rangka mencabut pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan
PKP sesuai Pasal 2 huruf e PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. PKP OP yg tlh meninggal dunia;
b. PKP tlh dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
c. PKP yg pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke
wilayah kerja KPP lainnya;
d. PKP yg jml peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya utk 1 thn buku tdk melebihi
batas jml peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto utk pengusaha kecil dan tdk memilih
utk menjadi PKP;
e. PKP selain PT dgn status tdk aktif (NE) dan scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan
usaha;
f. PKP yg tdk menyampaikan SPT Masa PPN utk Masa Pajak Jan s.d. Des;
g. PKP yg menyampaikan SPT Masa PPN yg PK dan PM-nya nihil utk Masa Pajak Jan s.d.
Des; atau
h. PKP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
(2)
Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan pd ayat (1) juga dpt dilaksanakan stl Dirjen Pajak
melakukan Verifikasi atas:
a. hasil SPN;
b. hasil konfirmasi lapangan stlhpengukuhan PKP; atau
c. hasil kegiatan lain yg dilaksanakan oleh Dirjen Pajak.
(3)
Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk tertib administrasi dan/atau menguji pemenuhan persyaratan
subjektif dan objektif sbg PKP.
(4)
Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan PKP thd WP selain pd
ayat (1) & (2), dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.
Pasal 11 PMK-146/PMK.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi thd PKP sesuai Pasal 10 ayat (1) & (2) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup
kegiatan:
a.
pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan
bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif;
b.
konfirmasi lapangan thd tempat kedudukan atau kegiatan usaha; dan/atau
c.
pengujian thd jml nilai peredaran bruto atas penyerahan BKP atau JKP yg dilakukan oleh WP tlh
melampaui batasan yg ditentukan sbg pengusaha kecil.
Pasal 12 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi sesuai Pasal 9 & 11 PMK-146/PMK.03/2012 dilaksanakan oleh petugas Verifikasi.
(2)
Verifikasi pd ayat (1) dilakukan tanpa penyampaian SPHV dan PAHV.
(3)
Petugas Verifikasi pd ayat (1) mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi.
(4)
Hasil Verifikasi pd ayat (1) dituangkan dlm LHV.
B217
a.
b.
(3)
(4)
(5)
Pasal 14 PMK-146/PMK.03/2012
Keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146 adalah data konkret yg diperoleh atau dimiliki
oleh Dirjen Pajak, berupa:
a.
hasil klarifikasi/konfirmasi FP;
b.
bukti pemotongan PPh;
c.
data perpajakan terkait dgn WP yg tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat
(3) UU KUP dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya sebagaimana
ditentukan dlm surat teguran; atau
d.
bukti transaksi atau data perpajakan yg dpt digunakan utk menghitung kewajiban perpajakan WP.
Tata Cara Verifikasi dlm Rangka Menerbitkan skp:
Pasal 15 PMK-146/PMK.03/2012
Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp dilakukan dgn ketentuan sbg berikut:
a.
Verifikasi dilakukan oleh petugas Verifikasi;
b.
petugas Verifikasi pd huruf a mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi;
c.
Verifikasi dilaksanakan dgn meneliti keterangan lain dan dikembangkan melalui pencocokan
data, permintaan keterangan, konfirmasi, dan pengujian lainnya berkenaan dgn Verifikasi;
d.
petugas Verifikasi hrs memanggil WP dlm rangka Verifikasi atas keterangan lain, melalui Kepala
KPP;
e.
pemanggilan WP dlm rangka Verifikasi pd huruf d dilakukan sbl menyampaikan SPHV;
f.
dlm hal WP hadir memenuhi panggilan dlm rangka Verifikasi pd huruf d, petugas Verifikasi
melakukan klarifikasi atas keterangan lain yg hasilnya dituangkan dlm
g.
BA mengenai klarifikasi WP;
h.
BA mengenai klarifikasi WP pd huruf f, digunakan sbg dasar penyusunan SPHV;
i.
dlm hal WP tdk memenuhi panggilan dlm rangka Verifikasi pd huruf d, petugas Verifikasi
membuat BA mengenai tdk dipenuhinya panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP;
j.
berdasarkan BA mengenai tdk dipenuhinya panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP dan
keterangan lain yg dimiliki, petugas Verifikasi menyusun SPHV;
k.
WP dpt membetulkan SPT yg dilakukan Verifikasi sepanjang SPHV blm disampaikan;
l.
berdasarkan SPHV, petugas Verifikasi melakukan PAHV dgn WP yg hasilnya dituangkan dlm BA
mengenai PAHV;
m.
hasil Verifikasi dituangkan dlm LHV;
n.
LHV pd huruf l dilampiri dgn BA mengenai klarifikasi WP, BA mengenai tdk dipenuhinya
panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP, SPHV, dan BA mengenai PAHV, kecuali Verifikasi yg
dilaksanakan tanpa PAHV maka LHV tanpa dilampiri dgn SPHV dan BA mengenai PAHV.
Kewajiban dan Kewenangan Petugas Verifikasi:
B218
Pasal 17 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Dlm melakukan Verifikasi utk menerbitkan skp, petugas Verifikasi wajib:
a. memberikan kesempatan kpd WP/Kuasanya utk memberikan klarifikasi terkait dgn
keterangan lain yg dimiliki oleh DJP;
b. menyampaikan SPHV kpd WP; dan
c. memberikan kesempatan kpd WP utk melakukan PAHV dlm jangka waktu yg tlh ditentukan.
(2)
Petugas Verifikasi melalui kepala KPP berwenang memanggil WP dgn surat panggilan utk
meminta klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis dari WP.
Kewajiban dan Hak WP:
Pasal 18 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Dlm pelaksanaan Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, WP berkewajiban memenuhi panggilan
dlm rangka Verifikasi utk memberikan klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis.
(2)
Dlm pelaksanaan Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, WP berhak utk:
a. memberikan klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis terkait dgn keterangan lain;
b. meminta kpd petugas Verifikasi utk memberikan penjelasan ttg alasan dan tujuan Verifikasi;
c. menerima SPHV; dan
d. menghadiri PAHV dlm jangka waktu yg tlh ditentukan.
Pemberitahuan Hasil Verifikasi dan PAHV:
Pasal 19 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Penerbitan skp berdasarkan hasil Verifikasi hrs dilakukan melalui penerbitan SPHV dan PAHV.
(2)
Ketentuan pd ayat (1) tdk berlaku utk penerbitan:
a. SKPBT berdasarkan hasil Verifikasi atas keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri
sesuai Pasal 13 ayat (3) huruf a PMK-146/PMK.03/2012; dan
b. SKPLB berdasarkan hasil Verifikasi thd kebenaran pembayaran pajak sesuai Pasal 13 ayat
(5) PMK-146/PMK.03/2012.
Pasal 20 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Hasil Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, diberitahukan melalui SPHV kpd WP, dgn
memberikan hak kpd WP utk hadir dlm PAHV.
(2)
Undangan PAHV dibuat scr tertulis dgn mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya
pembahasan akhir, yg memperhatikan tempat tinggal atau tempat kedudukan WP.
(3)
SPHV pd ayat (1) dan undangan PAHV pd ayat (2) disampaikan scr bersamaan oleh petugas
Verifikasi melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya.
Pasal 21 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Apabila WP hadir sesuai waktu yg ditentukan dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat (2)
PMK-146/PMK.03/2012, petugas Verifikasi melakukan PAHV dgn WP yg dituangkan dlm BA
mengenai PAHV.
(2)
BA mengenai PAHV pd ayat (1), berisi koreksi, baik yg disetujui maupun yg tdk disetujui dan hrs
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
(3)
Dlm hal WP menolak menandatangani BA mengenai PAHV pd ayat (1), petugas Verifikasi
membuat catatan ttg penolakan tsb dlm BA mengenai PAHV dan berdasarkan BA tsb
PAHV dianggap tlh dilaksanakan.
(4)
Dlm hal WP tdk hadir sesuai waktu yg ditentukan dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat
(2) PMK-146/PMK.03/2012, petugas Verifikasi membuat BA mengenai PAHV dgn
mencantumkan keterangan mengenai ketidakhadiran WP dlm BA mengenai PAHV.
(5)
Berdasarkan BA mengenai PAHV pd ayat (4), PAHV dianggap tlh dilaksanakan dan WP
dianggap menyetujui hasil Verifikasi.
(6)
Jangka waktu PAHV dlm rangka menerbitkan skp paling lama 3 hari kerja terhitung sejak hari dan
tanggal pelaksanaan pembahasan akhir sebagaimana tercantum dlm undangan PAHV sesuai
Pasal 20 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012.
Pasal 22 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Berdasarkan LHV sesuai Pasal 15 huruf l PMK-146 dibuat nota penghitungan.
B219
(2)
Nota penghitungan pd ayat (1) mrp dasar penerbitan SKPKB sesuai Pasal 13 ayat (2)
PMK-146/PMK.03/2012, SKPKBT sesuai Pasal 13 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012, atau SKPLB
sesuai Pasal 13 ayat (5) PMK-146/PMK.03/2012.
Pasal 23 PMK-146/PMK.03/2012
Pajak yg terutang dlm SKPKB sesuai Pasal 13 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012 dan SKPKBT sesuai
Pasal 13 ayat (3) huruf b & c PMK-146/PMK.03/2012, hrs sesuai dgn PAHV.
Pasal 24 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Dlm hal berdasarkan keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012 tdk
terdapat pajak yg kurang atau tdk dibayar, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn membuat LHV
tanpa usulan penerbitan skp.
(2)
Dlm hal keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012 tlh
ditindaklanjuti oleh WP dgn melakukan pembetulan SPT sbl penyampaian SPHV, kegiatan
Verifikasi dilanjutkan dgn:
a. membuat LHV tanpa usulan penerbitan skp apabila pembetulan SPT sesuai dgn keterangan
lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012; atau
b. membuat LHV dgn usulan utk penerbitan skp berdasarkan PAHV apabila pembetulan SPT
blm sesuai dgn keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012.
(3)
Dlm hal berdasarkan hasil Verifikasi thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
yg seharusnya tdk terutang sesuai Pasal 13 ayat (5) PMK-146/PMK.03/2012, tdk terdapat
kelebihan pembayaran pajak, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn membuat LHV tanpa usulan
penerbitan skp.
Pembatalan skp Hasil Verifikasi:
Pasal 25 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
skp hasil Verifikasi yg dilaksanakan tanpa:
a. penyampaian SPHV sesuai Pasal 20 PMK-146/PMK.03/2012; atau
b. PAHV sesuai Pasal 21 PMK-146/PMK.03/2012,
dpt dilakukan pembatalan oleh Dirjen Pajak sesuai ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf d PP 74 Thn
2011.
(2)
Dikecualikan dari ketentuan pd ayat (1) adalah penerbitan skp dari hasil Verifikasi sesuai Pasal
19 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012.
(3)
Dlm hal dilakukan pembatalan pd ayat (1), proses Verifikasi hrs dilanjutkan dgn melaksanakan
prosedur penyampaian SPHV dan/atau PAHV.
(4)
Dlm hal pembatalan dilakukan krn Verifikasi dilaksanakan tanpa penyampaian SPHV,
berdasarkan SK pembatalan hasil Verifikasi, petugas Verifikasi melanjutkan Verifikasi dgn
memberitahukan hasil Verifikasi melalui SPHV kpd WP dan melakukan PAHV sesuai dgn
prosedur Pasal 20 & 21 PMK-146/PMK.03/2012.
Form-form yg digunakan berdasar PMK-146/PMK.03/2012:
No.
Nama Form
Sumber
1.
2.
3.
4.
5,
6.
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V
Lamp VI
Pihak
Pembuat
KPP
Nama Form
Form ST Verifikasi
Contoh Form Bentuk & Isi LHV 1
Contoh Form Bentuk & Isi LHV 2
Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
B2110
Pihak
Pembuat
KPP/KP2KP
KPP
Dasar Hukum
UU KUP
PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pd tanggal 1 Feb 2013) ttg Tata Cara Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
PMK-191/PMK.03/2007 ttg Penerbitan skp Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Thd WP yg Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan
PMK-198/PMK.03/2007 ttg Tata Cara Penyegelan Dlm Rangka Pemeriksaan di Bidang
Perpajakan
PMK-199/PMK.03/2007 jo PMK-82/PMK.03/2011 ttg Tata Cara Pemeriksaan Pajak
PER-23/PJ/2013 (mulai berlaku pd tanggal 11 Juni 2013) ttg Standar Pemeriksaan
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut PER-34/PJ/2011, PER-35/PJ/2011,
PER-16/PJ/2009, dan PER-17/PJ/2009
SE terkait:
SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku tanggal 30 Mei 2013) ttg Pedoman e-Audit
SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku tanggal 11 Juni 2013) ttg Kebijakan Pemeriksaan
B221
b.
b.
Standar Pemeriksaan:
1. Pemeriksa Pajak tdk dikenai sanksi dlm hal Pemeriksaan yg dilakukan: (Pasal 11 ayat (2)
PER-23/PJ/2013) berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk
Pemeriksaan utk tujuan lain
Tlh sesuai dgn Standar Pemeriksaan,
Dilaksanakan berdasarkan iktikad baik, dan
Sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
2. Standar Pemeriksaan meliputi: (Pasal 6 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
a. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yg memenuhi syarat:
1. Tlh mendapat pendidikan & pelatihan teknis yg cukup serta memiliki keterampilan sbg
Pemeriksa Pajak;
(Pasal 3 ayat (3) huruf a PER-23/PJ/2013)
2. Menggunakan keterampilannya scr cermat & seksama;
apabila dlm melaksanakan Pemeriksaan didasarkan pd iktikad baik & sesuai dgn
ketentuan perpu perpajakan. (Pasal 3 ayat (3) huruf b angka 2 PER-23/PJ/2013)
B222
3.
b.
c.
B223
2.
3.
4.
c.
B224
b.
B225
b. Memperlihatkan dan/atau
meminjamkan buku, catatan,
dan/atau dokumen yg menjadi
dasar pembukuan atau
pencatatan, dan dokumen lain
termasuk data yg dikelola scr
elektronik, yg berhubungan dgn
penghasilan yg diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas
WP, atau objek yg terutang pajak
c. Memberi bantuan guna
kelancaran Pemeriksaan
d. Menyampaikan tanggapan scr
tertulis atas SPHP
e. Meminjamkan KKP yg dibuat oleh
akuntan publik
f. Memberikan keterangan lisan
dan/atau tertulis yg diperlukan
(Pasal 14 ayat
(2) PMK-17/PMK.03/2013)
B226
2.
f.
Penyelesaian Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor diselesaikan dgn cara: (Pasal 20
PMK-17/PMK.03/2013)
1. Menghentikan Pemeriksaan dgn membuat LHP Sumir; (Pasal 21 PMK-17/PMK.03/2013) atau
Dilakukan dlm hal:
a. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg diperiksa:
Tdk ditemukan dlm jangka waktu 6 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
Tdk memenuhi panggilan Pemeriksaan dlm jangka waktu 4 bulan sejak tanggal Surat
Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
Pemeriksaan yg dihentikan dgn membuat LHP Sumir krn WP tdk ditemukan atau tdk
memenuhi panggilan Pemeriksaan, dpt dilakukan Pemeriksaan kembali apabila
dikemudian hari WP ditemukan. (Pasal 23 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
B227
b.
2.
g.
B228
Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yg tergabung dlm suatu tim Pemeriksa Pajak
berdasarkan SP2. (Pasal 24 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
SP2 diterbitkan utk 1 atau bbrp Masa Pajak dlm suatu Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak yg
sama atau utk 1 Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak thd 1 WP. (Pasal 24 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala UP2 hrs menerbitkan surat yg berisi
perubahan tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 24 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal tim Pemeriksa Pajak dibantu oleh tenaga ahli sesuai Pasal 8 huruf e PMK-17, tenaga
ahli tsb bertugas berdasarkan ST yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 24 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
Tim Pemeriksa Pajak dpt dibantu oleh seorang atau lbh yg memiliki keahlian tertentu, baik
yg berasal dari DJP, maupun yg berasal dari instansi di luar DJP yg tlh ditunjuk oleh Dirjen
Pajak, sbg tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang TI, dan pengacara. (Pasal
8 huruf e PMK-17/PMK.03/2013)
B229
Pemeriksaan Kantor
Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib
memberitahukan kpd WP
mengenai dilakukannya
Pemeriksaan Kantor dgn
menyampaikan Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan
Kantor. (Pasal 25 ayat
(2) PMK-17/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian
Pemberitahuan
Surat Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor disampaikan
melalui:
1. Faksimili,
2. Pos dgn bukti pengiriman
surat, atau
3. Jasa pengiriman lainnya dgn
bukti pengiriman.
(Pasal
26 ayat
(4) PMK-17/PMK.03/2013)
2.
Alur Pertemuan
1. Pertemuan dilakukan stl Pemeriksa Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 27 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
Alur Pertemuan
1. Pertemuan dilakukan pd saat
WP, wakil, atau kuasa dari WP
datang memenuhi Surat
Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor. (Pasal
27 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Stl melakukan pertemuan, Pemeriksa Pajak wajib membuat BA hasil pertemuan,
yg ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP. (Pasal
27 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani BA hasil pertemuan,
Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tsb pd BA hasil
pertemuan. (Pasal 27 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
4. Dlm hal Pemeriksa Pajak tlh:
a. Menandatangani BA hasil pertemuan, dan
b. Membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan BA,
pertemuan dianggap tlh dilaksanakan.
(Pasal 27 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
i.
Peminjaman Dokumen:
1. Ketentuan Peminjaman Dokumen berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Kantor
a. Buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data
a. Daftar buku, catatan, dan/atau
yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg
dokumen, termasuk data yg
diperlukan dan diperoleh/ditemukan pd saat
dikelola scr elektronik serta
pelaksanaan Pemeriksaan di tempat WP,
keterangan lain yg diperlukan
dipinjam pd saat itu juga dan Pemeriksa Pajak
oleh Pemeriksa Pajak, hrs
membuat bukti peminjaman dan pengembalian
dilampirkan pd Surat
buku, catatan, dan dokumen. (Pasal 28 ayat
Panggilan Dlm Rangka
(1) huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Kantor. (Pasal
28 ayat (2) huruf a
PMK-17/PMK.03/2013)
b. Dlm hal buku, catatan, dan/atau dokumen,
b. Buku, catatan, dan/atau
termasuk data yg dikelola scr elektronik serta
dokumen, termasuk data yg
keterangan lain yg diperlukan blm ditemukan atau
dikelola scr elektronik serta
diberikan oleh WP pd saat pelaksanaan
keterangan lain, wajib
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat surat
dipinjamkan pd saat
permintaan peminjaman buku, catatan, dan
WP memenuhi panggilan dlm
dokumen yg dilampiri dgn daftar buku, catatan,
rangka Pemeriksaan Kantor
dan/atau dokumen yg wajib dipinjamkan. (Pasal
dan Pemeriksa Pajak
28 ayat (1) huruf b PMK-17/PMK.03/2013)
membuat bukti peminjaman
dan pengembalian buku,
catatan, dan dokumen. (Pasal
28 ayat (2) huruf
b PMK-17/PMK.03/2013)
c. Dlm hal utk mengakses dan/atau mengunduh
c. Dlm hal buku, catatan,
data yg dikelola scr elektronik diperlukan
dan/atau dokumen, termasuk
B2210
3.
4.
5.
B2211
Dlm hal WP tdk atau tdk sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen,
termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta berdasarkan BA tdk
dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen, Pemeriksa Pajak hrs
menentukan dpt atau tdk-nya melakukan pengujian dlm rangka menghitung besarnya PKP
berdasarkan bukti kompeten yg cukup sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan.
a. PKP Dihitung Scr Jabatan apabila:
Pemeriksaan dilakukan thd WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas atau WP
badan, dan
Pemeriksa Pajak tdk dpt melakukan pengujian dlm rangka menghitung besarnya PKP.
b. PKP Tdk Dihitung Scr Jabatan
Dlm hal PKP tdk dihitung scr jabatan, Pemeriksa Pajak dpt meminjam tambahan buku,
catatan, dan/atau dokumen serta keterangan lain selain yg sdh dipinjam.
j.
Penyegelan:
1. Tujuan Penyegelan
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan utk memperoleh atau mengamankan
buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik, dan benda-benda
lain yg dpt memberi petunjuk ttg kegiatan usaha / pekerjaan bebas WP yg diperiksa agar tdk
dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan. (Pasal 32
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Syarat Penyegelan (Pasal 32 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Penyegelan dilakukan apabila pd saat pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, atau
kuasa dari WP yg diperiksa:
a. Tdk memberi kesempatan kpd Pemeriksa Pajak utk memasuki tempat atau ruang serta
memeriksa barang bergerak dan/atau tdk bergerak, yg diduga atau patut diduga digunakan
utk menyimpan buku atau catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data
dari pembukuan yg dikelola scr elektronik atau scr program aplikasi on-line yg dpt memberi
petunjuk ttg kegiatan usaha / pekerjaan bebas WP;
b. Menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yg a.l. berupa tdk memberi
kesempatan kpd Pemeriksa Pajak utk mengakses data yg dikelola scr elektronik atau
membuka barang bergerak dan/atau tdk bergerak;
c. Tdk berada di tempat dan tdk ada pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari
WP yg mempunyai kewenangan utk bertindak selaku pihak yg mewakili WP, shg
diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sbl Pemeriksaan ditunda; atau
d. Tdk berada di tempat dan pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg
mempunyai kewenangan utk bertindak selaku pihak yg mewakili WP menolak memberi
bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.
3. Tata Cara Penyegelan (Pasal 33 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Penyegelan dilakukan dgn menggunakan tanda segel.
b. Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
orang yg tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
Dlm hal saksi menolak menandatangani BA Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat
catatan ttg penolakan tsb dlm BA Penyegelan.
c. Dlm melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara Penyegelan.
BA Penyegelan dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 yg tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak. (Pasal
33 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
BA dibuat 2 rangkap dan rangkap ke-2 diserahkan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai,
atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg diperiksa. (Pasal 33 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
d. Dlm melaksanakan Penyegelan, Pemeriksa Pajak dpt meminta bantuan Kepolisian
Negara RI dan/atau pemda setempat.
4. Pembukaan Segel (Pasal 34 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Pembukaan segel dilakukan apabila:
WP, wakil, kuasa, atau pihak yg dpt mewakili WP tlh memberi izin kpd Pemeriksa
Pajak utk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tdk
bergerak yg disegel, dan/atau tlh memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
B2212
5.
k.
Penolakan Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan
WP Menyatakan Menolak Utk Dilakukan
Pemeriksaan
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan Lapangan utk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan menolak
utk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, WP,
wakil, atau kuasa dari WP hrs menandatangani surat
pernyataan penolakan Pemeriksaan. (Pasal 36 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak
menandatangani surat pernyataan penolakan
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat BA penolakan
Pemeriksaan yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak. (Pasal 36 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
B2213
Pemeriksaan Kantor
WP Menyatakan Menolak Utk
Dilakukan Pemeriksaan
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari
WP memenuhi Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor
namun menyatakan menolak utk
dilakukan Pemeriksaan, WP, wakil,
atau kuasa dari WP hrs
menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan. (Pasal 37
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa
dari WP menolak menandatangani
surat pernyataan penolakan
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak
membuat BA penolakan
Pemeriksaan yg ditandatangani
oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal
37 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
BA Tdk Dipenuhinya Panggilan
Pemeriksaan
Apabila:
Dlm jangka waktu paling lama
1 bulan sejak Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan
Kantor disampaikan kpd WP,
B2214
Penjelasan WP dan Permintaan Keterangan Kpd Pihak Ketiga: berlaku baik utk
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
1. Penjelasan WP
Utk memperoleh penjelasan yg lbh rinci, Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2 dpt
memanggil WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari
WP melalui penyampaian surat panggilan. (Pasal 39 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan, penjelasan yg lebih rinci
dpt dilakukan pd saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat WP. (Pasal 39 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Penjelasan yg lebih rinci yg diberikan kpd Pemeriksa Pajak dituangkan dlm BA mengenai
pemberian penjelasan WP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil,
kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP. (Pasal 39 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
menolak menandatangani BA tsb, Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tsb dlm
BA dimaksud. (Pasal 39 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Permintaan Keterangan
Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2, dpt meminta keterangan dan/atau bukti kpd pihak ketiga
sesuai Pasal 35 UU KUP scr tertulis sesuai dgn PMK yg mengatur mengenai tata cara
permintaan keterangan kpd pihak ketiga. (Pasal 40 PMK-17/PMK.03/2013)
PMK yg mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan kpd pihak ketiga adalah
PMK-87/PMK.03/2013 ttg Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yg
Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan.
B2215
c.
4.
5.
Menyampaikan surat
surat sanggahan, dan
sanggahan dlm jangka waktu
Menuangkan hasil pembahasan tsb dlm risalah
sesuai Pasal 42 ayat (2) atau
pembahasan,
ayat (3)
yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan
PMK-17/PMK.03/2013; dan
WP, wakil, atau kuasa dari WP.
B2216
Menyampaikan surat
sanggahan dlm jangka waktu
sesuai Pasal 42 ayat (2) atau
ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013; dan
B2217
Tdk menyampaikan
BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
tanggapan tertulis atas SPHP
BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
dlm jangka waktu sesuai Pasal
pembahasan akhir,
42 ayat (2) atau ayat (3)
yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
PMK-17/PMK.03/2013; dan
(Pasal 44 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
Kepala Kanwil DJP, jika Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pd KPP atau
Kanwil DJP; atau
Risalah pembahasan sesuai Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013
tlh ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP; dan
melalui faksimili,
dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan
sesuai Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013 dan ditembuskan kpd kepala
UP2.
Berdasarkan surat permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, Tim QA
Pemeriksaan hrs menyampaikan undangan kpd WP dan Pemeriksa Pajak utk melakukan
PAHP yg blm disepakati dlm risalah pembahasan. (Pasal 50 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Undangan dpt disampaikan:
scr lsg, atau
melalui faksimili.
(Pasal 50 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
8. Susunan & Pembentukan Tim QA (Pasal 48 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Susunan Tim QA
Terdiri dari 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, dan 3 orang anggota.
b. Pembentukan Tim QA
Dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP a.n. Dirjen
Pajak.
9. Tugas Tim QA (Pasal 49 PMK-17/PMK.03/2013)
Membahas perbedaan pendapat antara WP dgn Pemeriksa Pajak pd saat PAHP;
Memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara WP dgn Pemeriksa
Pajak; dan
Membuat risalah Tim QA Pemeriksaan yg berisi simpulan dan keputusan hasil
pembahasan dan bersifat mengikat.
10. Pembahasan dgn Tim QA (Pasal 51 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Pihak-Pihak yg Melakukan Pembahasan
B2218
Tim QA Pemeriksaan,
B2219
WP hrs memenuhi panggilan dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja stl surat
panggilan utk menandatangani BA PAHP diterima oleh WP. (Pasal 56 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP memenuhi panggilan, namun menolak
menandatangani BA PAHP, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan
penandatanganan pd BA PAHP. (Pasal 56 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
WP Tdk Memenuhi Panggilan (Pasal 56 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP tdk memenuhi panggilan, Pemeriksa Pajak membuat catatan pd BA PAHP
mengenai tdk dipenuhinya panggilan.
13. Penetapan Pajak dan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Scr Jabatan (Pasal 57
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika thd WP dilakukan penetapan pajak maupun PKP scr jabatan, buku, catatan, dan/atau
dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg dpt
dipertimbangkan oleh Pemeriksa Pajak dlm PAHP terbatas pd:
Penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dlm rangka penghitungan
penghasilan scr jabatan; dan
Kredit pajak sbg pengurang PPh.
n.
o.
B2220
b.
SKP sesuai dgn PAHP apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU
KUP blm terlewati; atau
SKPLB sesuai dgn SPT apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU
KUP terlewati.
(Pasal 60 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Susunan Keanggotaan Tim Pemeriksa Pajak Berbeda (Pasal 60 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak utk melanjutkan Pemeriksaan berbeda
dgn susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya, Pemeriksaan tsb dilakukan
stl diterbitkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
B2221
1.
B2222
Penangguhan Pemeriksaan
Jika WP yg dilakukan Pemeriksaan utk
menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan juga dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan scr
tertutup, Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan ditangguhkan dgn membuat
laporan kemajuan Pemeriksaan apabila
Pemeriksaan Bukti Permulaan scr
tertutup ditindaklanjuti dg penyidikan.
(Pasal 66 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Penangguhan Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilakukan s.d.:
Melanjutkan Pemeriksaan yg
Ditangguhkan
Pemeriksaan yg ditangguhkan dilanjutkan
apabila:
1. Penyidikan dihentikan krn Pasal 44A
UU KUP; atau
2. Putusan pengadilan atas tindak
pidana di bidang perpajakan yg tlh
memiliki kekuatan hukum tetap dan
salinan atas keputusan tsbt tlh
diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 66 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Ulang:
1. Dasar Pemeriksaan Ulang
Pemeriksaan Ulang hanya dpt dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Dirjen
Pajak.(Pasal 68 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Instruksi atau persetujuan Dirjen Pajak tsb dpt diberikan apabila terdapat data baru
termasuk data yg semula blm terungkap. (Pasal 68 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Hasil Pemeriksaan Ulang
a. Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya (Pasal 68 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak menerbitkan SKPKBT.
B2223
b.
c.
Tdk Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya (Pasal 68
ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Ulang dihentikan dgn membuat LHP Sumir dan kpda WP diberitahukan
mengenai penghentian tsb
Tdk Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya tetapi Ada
Perubahan Jml Rugi Fiskal (Pasal 68 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak menerbitkan keputusan mengenai rugi fiskal.
Keputusan mengenai rugi fiskal tsb digunakan sbg dasar utk memperhitungkan rugi fiskal
ke thn pajak berikutnya. (Pasal 68 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
b.
Standar Pemeriksaan:
1. Standar Pemeriksaan meliputi:
a. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 73 PMK-17/PMK.03/2013)
Sama dgn Standar Umum Pemeriksaan utk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan
b. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 74 PMK-17/PMK.03/2013)
1. Hrs didahului dgn persiapan yg baik, sesuai dgn tujuan Pemeriksaan, dan mendapat
pengawasan yg seksama;
a. Persiapan yg baik hrs didukung dgn penyusunan Program Pemeriksaan (audit
program).
b. Pengawasan yg seksama dilakukan oleh Supervisor dlm rangka memastikan
bahwa pelaksanaan Pemeriksaan sejalan dgn tujuan & kriteria Pemeriksaan.
(Pasal 7 huruf a PER-23/PJ/2013)
2. Luas Pemeriksaan disesuaikan dgn kriteria dilakukannya Pemeriksaan;
4. Kriteria Bagian III huruf b angka 2.b butir 4, 7, 8 berlaku juga utk Pemeriksaan
utk tujuan lain
5. Didokumentasikan dlm bentuk KKP.
Fungsi KKP (Pasal 75 huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
Bukti bahwa Pemeriksa Pajak tlh melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan
standar Pemeriksaan
Dasar pembuatan LHP
B2224
c.
c.
B2225
Pemeriksaan Kantor
Dilakukan dlm jangka waktu paling lama 14
hari yg dihitung sejak tanggal WP, wakil,
kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg
tah dewasa dari WP, datang memenuhi
Surat Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan
Kantor s.d. tanggal dlm LHP. (Pasal 81 ayat
(2) PMK-17/PMK.03/2013)
B2226
1.
2.
3.
B2227
Pemeriksaan Kantor
Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib
memberitahukan kpd WP mengenai
dilakukannya Pemeriksaan Kantor
dgn menyampaikan Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor.
(Pasal 83 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Penerbitan Surat Panggilan Dlm
Rangka Pemeriksaan Kantor
Surat Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor diterbitkan utk:
a. Masa Pajak,
b. Bagian Thn Pajak, atau
c. Thn Pajak
sebagaimana tercantum dlm SP2.
(Pasal 83 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian Pemberitahuan
Surat Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor dpt disampaikan
melalui:
1. Faksimili,
2. Pos dgn bukti pengiriman surat,
atau
3. Jasa pengiriman lainnya dgn
bukti pengiriman.
(Pasal 84 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Penolakan Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg
dilakukan Pemeriksaan Lapangan utk tujuan lain
menyatakan menolak utk dilakukan
Pemeriksaan, termasuk menolak menerima
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan,
WP, wakil, atau kuasa dari WP hrs
menandatangani surat penolakan Pemeriksaan.
(Pasal 86 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP
menolak menandatangani surat penolakan
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat BA
penolakan Pemeriksaan yg ditandatangani oleh
tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 86 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Kantor
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg
dilakukan Pemeriksaan Kantor utk tujuan
lain memenuhi Surat Panggilan Dlm
Rangka Pemeriksaan Kantor namun
menyatakan menolak utk dilakukan
Pemeriksaan, WP, wakil, atau kuasa dari
WP hrs menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan. (Pasal 87 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP
menolak menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak
membuat BA penolakan Pemeriksaan yg
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(Pasal 87 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
B2228
Bagian III huruf l berlaku juga utk Pemeriksaan utk tujuan lain
V. Kuesioner Pemeriksaan
Tujuan Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan (Pasal 90 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kpd WP yg diperiksa utk
meningkatkan kualitas & akuntabilitas Pemeriksaan.
Waktu Penyampaian Kuesioner Kpd WP (Pasal 90 ayat (2) & (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Utk Menguji
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban
Pemeriksaan Utk Tujuan Lain
Perpajakan
Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan Penyampaian
Kuesioner
Pemeriksaan
dilakukan pd saat pertemuan dgn WP disampaikan pd saat:
sesuai Pasal 27 PMK-17/PMK.03/2013.
1. Penyampaian
Surat
Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan, atau
2. Pd saat WP datang memenuhi Surat
Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor.
Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan Oleh WP (Pasal 90 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
WP dpt menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan yg tlh diisi kpd:
1. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, jika UP2 adalah Direkorat Pemeriksaan dan Penagihan;
atau
2. Kakanwil DJP, jika UP2 adalah Kantor Wilayah DJP atau KPP.
Pemeriksaan yg Ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Tlh Dibuat LHP
Sumir
Dpt dilakukan Pemeriksaan dlm rangka penerbitan skp sepanjang hasil Pemeriksaan Bukti
Permulaan tdk terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 94 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
B2229
Sumber
Lamp III Huruf D
Lamp V Huruf A
Lamp V Huruf C
Lamp VII Huruf B1
Lamp VII Huruf C
Lamp VII Huruf D
Lamp VII Huruf H
Lamp VIII
Lamp IX Huruf D
Lamp IX Huruf E
Lamp IX Huruf F
Lamp IX Huruf G
B231
Pasal 3 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 diterbitkan utk suatu Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak.
(2) skp pd ayat (1) diterbitkan sesuai dgn Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak yg dilakukan
Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pasal 4 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 hrs diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
(2) Nota penghitungan pd ayat (1) dibuat berdasarkan LHV, LHP, laporan hasil Pemeriksaan Ulang atau
laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pasal 5 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 hrs dikirimkan kpd WP.
(2) Pengiriman skp pd ayat (1), dpt dilakukan:
a. scr lsg;
b. melalui pos dgn bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat.
Tata Cara Penerbitan STP
Pasal 6 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya
dlm hal:
a. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sbg akibat salah tulis dan/atau salah
hitung;
c. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yg dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tetapi tdk melaporkan kegiatan usahanya utk
dikukuhkan sbg PKP;
e. pengusaha yg tdk dikukuhkan sbg PKP tetapi membuat FP; atau
f. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP tdk membuat FP atau membuat FP tetapi tdk tepat waktu atau
tdk mengisi selengkapnya FP.
Pasal 7 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan setelahnya
B232
dlm hal:
a. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar;
b. berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sbg akibat salah tulis dan/atau
salah hitung;
c. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP, tdk membuat FP atau membuat FP tetapi tdk tepat waktu;
e. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP tdk mengisi FP scr lengkap sesuai Pasal 13 ayat (5) UU PPN,
selain :
1) identitas pembeli sesuai Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN;
atau
2) identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sesuai Pasal 13 ayat (5) huruf b & g UU PPN, dlm
hal penyerahan dilakukan oleh PKP PE;
f. PKP melaporkan FP tdk sesuai dgn masa penerbitan FP; atau
g. PKP yg mengalami gagal berproduksi dan tlh diberikan pengembalian PM sesuai Pasal 9 ayat (6a) UU
PPN.
Pasal 8 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP dlm Pasal 6 atau Pasal 7 PMK-145/PMK.03/2012 stl meneliti data
administrasi perpajakan atau stl melakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan
Bukti Permulaan dlm rangka penerbitan skp.
Pasal 9 PMK-145/PMK.03/2012
Jml kekurangan pajak yg terutang dlm STP dlm Pasal 6 huruf a & b PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7
huruf a & b PMK-145/PMK.03/2012, ditambah dgn sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan utk
paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak sampai dgn diterbitkannya STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Pasal 10 PMK-145/PMK.03/2012
Sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga yg ditagih berdasarkan STP dlm Pasal 6 huruf c
PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf c PMK-145/PMK.03/2012 termasuk sanksi administrasi berupa
denda seb 50% sesuai Pasal 25 ayat (9) UU KUP dan seb 100% sesuai Pasal 27 ayat (5d) UU KUP.
Pasal 11 PMK-145/PMK.03/2012
Thd pengusaha atau PKP dlm Pasal 6 huruf d, e, atau f PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf d, e, atau
f PMK-145/PMK.03/2012, selain wajib menyetor pajak yg terutang, dikenai sanksi administrasi berupa
denda seb 2% dari DPP.
Pasal 12 PMK-145/PMK.03/2012
Thd PKP dlm Pasal 7 huruf g PMK-145/PMK.03/2012, dikenai sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per
bulan dari jml pajak yg ditagih kembali, yg dihitung dari tanggal penerbitan SKPKPP sampai dgn tanggal
penerbitan STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Ketentuan Lain-lain:
Pasal 13 PMK-145/PMK.03/2012
(1) Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sbl
WP diberikan atau diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sbg PKP, apabila diperoleh data dan/atau
informasi yg menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yg blm dipenuhi oleh WP.
(2) Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sbl
dan/atau stl penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila stl penghapusan NPWP
atau pencabutan Pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yg menunjukkan adanya
kewajiban perpajakan yg blm dipenuhi oleh WP.
(3) skp dan/atau STP pd angka ayat (1) dan/atau ayat (2) diterbitkan dlm jangka waktu 5 thn stl saat
terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak, kecuali thd WP
dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt
mengakibatkan kerugian pd pendapatan negara berdasarkan Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(4) skp dan/atau STP pd ayat (2) diterbitkan dgn terlebih dahulu mengaktifkan kembali NPWP yg tlh
B233
dihapus.
(5) Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak
2007 dan sebelumnya, jangka waktu pd ayat (3) menjadi 10 thn.
Pasal 14 PMK-145/PMK.03/2012
Dlm hal WP memperoleh izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn satuan mata uang Dollar AS dan
diwajibkan utk menyampaikan SPT dgn menggunakan satuan mata uang Dollar AS, skp & STP diterbitkan
dgn menggunakan satuan mata uang Dollar AS kecuali STP berdasarkan Pasal 7 UU KUP.
B234
B241
menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dgn permohonan WP, dan SK
Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak atau SK Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak hrs
diterbitkan paling lama 5 hari kerja stl jangka waktu 7 hari kerja tsb berakhir.
Keputusan Kepala KPP dpt berupa:
Menyetujui jml angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dgn
permohonan WP;
Menyetujui jml angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dgn
pertimbangan Kepala KPP; atau
Menolak permohonan WP
Thd utang pajak yg tlh diterbitkan SK tdk dpt lagi diajukan permohonan utk mengangsur atau
menunda pembayaran
B242
PENAGIHAN PAJAK
Dasar Hukum:
Pasal 18, 19, 20, 21, 22 UU KUP
UU PPSP
Pasal 46, 47, 48 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
PP 135 Thn 2000 ttg Tata Cara Penyitaan dlm Rangka PPSP
PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010 ttg Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dgn Surat
Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus
KMK-563/KMK.04/2000 ttg Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yg
Tersimpan pd Bank dlm Rangka PPSP
KEP-21/PJ/2002 ttg Tata Cara Pemberitahuan Pelaksanaan PPSP dan Penyitaan di Luar Wilayah
Kerja Pejabat yg Berwenang Menerbitkan Surat Paksa sejak 17 Sept 2014, Pasal 6 tdk berlaku
PER-24/PJ/2014 ttg Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan
Penanggung Pajak yg Tersimpan pd Bank dlm Rangka PPSP (berlaku sejak 17 Sept 2014)
mencabut KEP-627/PJ./2001 jo PER-109/PJ/2007, Pasal 6 KEP-21/PJ/2002, dan Formulir dlm
KEP-645/PJ/2001 jo KEP-474/PJ/2002
SE terkait:
SE-01/PJ.045/2007
B251
bahwa SKPLB tetap seb Rp 10 juta. WP mengajukan permohonan banding, dgn Putusan Banding
menyatakan bahwa SKPLB menjadi seb Rp 80 juta. Berdasarkan Putusan Banding, Dirjen Pajak
menerbitkan SPMKP seb Rp 70 juta. Dlm hal ini Dirjen Pajak mengajukan permohonan PK ke MA.
Putusan PK menyatakan bahwa thd WP hanya dpt diberikan pengembalian LB seb Rp 10 juta.
Berdasarkan Putusan PK thd WP ditagih berdasarkan jml pajak yg seharusnya tdk dikembalikan
seb Rp 70 juta.
Penagihan Pajak dgn Surat Paksa:
1. Atas jml pajak yg masih hrs dibayar, yg berdasarkan STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK yg menyebabkan jml pajak yg
masih hrs dibayar bertambah, yg tdk dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dgn jangka waktu pd
Pasal 9 ayat (3) / ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dgn Surat Paksa sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan. (Pasal 20 ayat (1) UU KUP)
2. Dikecualikan dari penagihan pajak dgn surat paksa, penagihan seketika & sekaligus dilakukan
apabila: (Pasal 20 ayat (2) UU KUP)
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya atau berniat utk itu;
Penanggung Pajak memindahtangankan barang yg dimiliki atau yg dikuasai dlm rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yg dilakukannya di
Indonesia;
Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau
menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yg dimiliki
atau yg dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda
kepailitan.
Penagihan seketika & sekaligus: Tindakan penagihan pajak yg dilaksanakan oleh Jurusita
Pajak kpd Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yg meliputi slr
utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Thn Pajak. (Penjelasan Pasal 20 ayat (2)
UU KUP)
Hak Mendahului:
1. Negara mempunyai hak mendahulu utk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
(Pasal 21 ayat (1) UU KUP)
Ketentuan tentang hak mendahulu meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga,
denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak. (Pasal 21 ayat (2) UU KUP)
2. Hak mendahulu utk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali thd: (Pasal 21
ayat (3) UU KUP)
Biaya perkara yg hanya disebabkan oleh suatu penghukuman utk melelang suatu barang
bergerak dan/atau barang tdk bergerak;
Biaya yg tlh dikeluarkan utk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
Biaya perkara, yg hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
3. Dlm hal WP dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau
badan yg ditugasi utk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta WP dlm pailit,
pembubaran atau likuidasi kpd pemegang saham atau kreditur lainnya sbl menggunakan harta
tsb utk membayar utang pajak WP tsb. (Pasal 21 ayat (3a) UU KUP)
4. Hak mendahulu hilang stl melampaui waktu 5 thn sejak tanggal diterbitkan STP, SKPKB, serta
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK yg menyebabkan
jml pajak yg hrs dibayar bertambah. (Pasal 21 ayat (4) UU KUP)
Perhitungan jangka waktu hak mendahulu: (Pasal 21 ayat (5) UU KUP)
Dlm hal Surat Paksa utk membayar diberitahukan scr resmi maka jangka waktu 5 thn dihitung
sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau
Dlm hal diberikan penundaan pembayaran / persetujuan angsuran pembayaran maka jangka
waktu 5 thn dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.
Dlm hal diberikan penundaan pembayaran / persetujuan angsuran pembayaran, jangka
waktu hak mendahulu selama 5 thn pd Pasal 21 ayat (5) huruf b UU KUP, dihitung sejak
batas akhir penundaan diberikan atau sejak tanggal jatuh tempo angsuran terakhir. (Pasal 47
PP 74 Thn 2011)
B252
Daluwarsa Penagihan:
1. Hak utk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan
pajak, daluwarsa stl melampaui waktu 5 thn terhitung sejak penerbitan STP, SKPKB, serta
SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK. (Pasal 22
ayat (1) UU KUP)
2. Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila: (Pasal 22 ayat (2) UU KUP & penjelasannya)
a. Dirjen Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kpd Penanggung Pajak yg tdk
melakukan pembayaran hutang pajak sampai dgn tanggal jatuh tempo pembayaran.
Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tsb.
b. WP menyatakan pengakuan utang pajak dgn cara mengajukan permohonan angsuran /
penundaan pembayaran utang pajak sbl tanggal jatuh tempo pembayaran.
Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran /
penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Dirjen Pajak.
c. Terdapat SKPKB atau SKPKBT yg diterbitkan thd WP krn WP melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dan tindak pidana lain yg dpt merugikan pendapatan Negara berdasarkan
putusan pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap.
Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan skp tsb.
d. Thd WP dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan.
B. JANGKA WAKTU PELUNASAN STP, SKPKB, SKPKBT, DAN SK ATAU KETETAPAN LAINNYA
1. STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan PK,
yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah, hrs dilunasi dlm jangka waktu 1 bulan sejak
tanggal diterbitkan.
a. Dlm hal WP mengajukan keberatan & tdk mengajukan permohonan banding, pelunasan atas
jml pajak yg blm dibayar dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK
Keberatan.
(Pasal 48 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
b. Dlm hal WP mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jml pajak yg blm dibayar
dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
(Pasal 48 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
c. Dlm hal WP menyetujui slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP / PAHV, pelunasan atas
jml pajak yg masih hrs dibayar dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan skp.
(Pasal 48 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
2. Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dpt diperpanjang
paling lama menjadi 2 bulan yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menkeu.
(PMK-187/PMK.03/2007)
a. Dlm hal WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu menyetujui slr jml pajak yg masih hrs
dibayar dlm PAHP / PAHV, pelunasan atas jml pajak yg masih hrs dibayar dilakukan paling
lama 2 bulan sejak tanggal penerbitan skp. (Pasal 48 ayat (4) PP 74 Thn 2011)
b. Kriteria WP usaha kecil:
1. WP OP usaha kecil:
WP OP; dan
menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau menerima
penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dlm Thn Pajak sebelumnya < Rp 600 juta.
2. WP badan usaha kecil:
Modal WP 100% dimiliki oleh WNI;
Menerima atau memperoleh peredaran usaha dlm Thn Pajak sebelumnya < Rp 900
juta.
c. WP di daerah tertentu adalah WP yg tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan
usahanya berlokasi di daerah tertentu yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak. (ketentuan terkait
daerah tertentu ini blm diterbitkan)
Dlm hal WP tdk melunasi jml pajak yg masih hrs dibayar dlm jangka waktu pd butir B.1.a-c &
B.2.a, pajak yg masih hrs dibayar tsb ditagih dgn terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran.
(Pasal 48 ayat (5) PP 74 Thn 2011)
B253
B254
Apabila stl lewat waktu 14 hari sejak Pengumuman Lelang, Penanggung Pajak tdk melunasi
utang pajak & biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan penjualan barang sitaan Penanggung
Pajak melalui kantor lelang negara.
(Pasal 28 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
Besar Biaya Penagihan Pajak: (Pasal 16 ayat (1) PP 135 Thn 2000)
Rp 50.000,- utk setiap pemberitahuan Surat Paksa, dan
Rp 100.000,- utk setiap pelaksanaan SPMP
Besar Tambahan Biaya Penagihan Pajak dlm Hal Barang yg Tlh Disita Dijual: (Pasal 16 ayat
(2) PP 135 Thn 2000)
B255
B261
B262
BAGIAN C
PAJAK PENGHASILAN (PPh)
POIN UU PPh
Pasal
Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1
Pengenaan PPh
BAB II SUBJEK PAJAK
2
Subjek Pajak dan pembagiannya
2A
Kewajiban pajak subjektif
3
Yg tdk termasuk subjek pajak
BAB III OBJEK PAJAK
4
Objek pajak; Penghasilan dikenai pajak final, Yg dikecualikan dari objek pajak
5
Objek pajak, biaya, dan laba BUT
6
Biaya utk 3M penghasilan
7
PTKP
8
Penghasilan atau kerugian bagi wanita yg tlh kawin; Penghasilan suami-isteri yg dikenai pajak scr
terpisah
9
Biaya yg tdk boleh dikurangkan
10
Perolehan atau pengalihan harta
11
Penyusutan
11A
Amortisasi
12
13
14
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
15
Norma Penghitungan Khusus
BAB IV CARA MENGHITUNG PAJAK
16
Penghasilan Kena Pajak
17
Tarif pajak
18
Perbandingan antara utang dan modal perusahaan; Saat diperolehnya dividen oleh WP DN atas
penyertaan modal pd badan usaha di LN selain badan usaha yg menjual sahamnya di bursa efek;
Hubungan istimewa
19
Penilaian kembali aktiva
BAB V PELUNASAN PAJAK DLM THN BERJALAN
20
Pelunasan pajak yg diperkirakan akan terutang dlm suatu thn pajak
21
Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP OP DN
22
Penetapan pemungut pajak
23
Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP DN atau BUT
24
Kredit pajak LN
25
Angsuran pajak dlm thn pajak berjalan
26
Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP LN selain BUT di Indonesia
27
BAB VI PERHITUNGAN PAJAK PD AKHIR THN
28
Kredit pajak utk thn pajak yg bersangkutan
28A
Kelebihan pembayaran pajak
29
Kekurangan pembayaran pajak yg terutang
30
31
BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN
31A
Fasilitas perpajakan atas penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di
daerah-daerah tertentu
31B
31C
Pembagian penerimaan negara dari PPh OP DN dan PPh Pasal 21 yg dipotong oleh pemberi kerja
31D
Ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambangan
31E
Fasilitas bagi WP badan DN dgn peredaran bruto <. Rp 50 M
32
Tata cara pengenaan pajak dan sanksi-sanksi
32A
Wewenang pemerintah dlm rangka penghindaran pajak berganda & pencegahan pengelakan pajak
32B
Pengenaan pajak atas bunga atau diskonto Obligasi Negara
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
33
Pilihan cara menghitung pajak berdasar UU PPh lama
33A
Kewajiban penghitungan pajak bagi WP yg thn bukunya berakhir stl tanggal 30 Juni 1995
34
Peraturan pelaksanaan di bidang PPh yg masih berlaku dinyatakan tetap berlaku sepanjang tdk
bertentangan
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
35
Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU PPh
C011
RINGKASAN UU PPh
SUBJEK PAJAK (Pasal 2 UU PPh)
1. Orang Pribadi (OP)
2. Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak
3. Badan
4. BUT perlakuan perpajakannya dipersamakan dgn Subjek Pajak Badan
Subjek Pajak dpt dibedakan atas subjek pajak DN (SPDN) dan subjek pajak LN (SPLN)
SPDN (Pasal 2 ayat (3) UU PPh)
a.
OP yg bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di Indonesia > 183 hari dlm jangka waktu
12 bulan, atau OP yg dlm suatu thn pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat utk
bertempat tinggal di Indonesia.
b.
Badan yg didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yg memenuhi kriteria:
1.
pembentukannya berdasarkan ketentuan perpu;
2.
pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD;
3.
penerimaannya dimasukkan dlm anggaran Pempus atau Pemda; dan
4.
pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yg mrp kesatuan baik yg melakukan usaha
maupun yg tdk melakukan usaha yg meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN atau BUMD dgn nama dan dlm bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk KIK dan BUT. BUMN dan
BUMD mrp subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya shg setiap unit tertentu
dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yg dimiliki oleh Pempus
dan Pemda yg menjalankan usaha atau melakukan kegiatan utk memperoleh penghasilan
mrpn subjek pajak. Dlm pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan,
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yg mempunyai kepentingan yg sama.
c.
Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak.
SPLN (Pasal 2 ayat (4) & (5) UU PPh)
a. OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka
waktu 12 bulan, dan badan yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di Indonesia, yg
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
b. OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka
waktu 12 bulan, dan badan yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di Indonesia, yg dpt
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tdk dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
BUT adalah bentuk usaha yg dipergunakan oleh OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia, OP yg
berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan, dan badan yg tdk didirikan dan tdk
bertempat kedudukan di Indonesia utk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia,
yg dpt berupa:
1.
tempat kedudukan manajemen;
2.
cabang perusahaan;
3.
kantor perwakilan;
4.
gedung kantor;
5.
pabrik;
6.
bengkel;
7.
gudang;
8.
ruang utk promosi dan penjualan;
9.
pertambangan dan penggalian sumber alam;
10. wilayah kerja pertambangan migas;
11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13. pemberian jasa dlm bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan >
60 hari dlm jangka waktu 12 bulan;
14. orang atau badan yg bertindak selaku agen yg kedudukannya tdk bebas;
15. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di
C021
16.
C022
1.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
keuntungan krn pengalihan harta kpd perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg
pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan krn pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu, atau anggota yg
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan krn likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dgn nama dan dlm bentuk apa pun;
4. keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yg
diberikan kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat dan badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yg menjalankan usaha mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn
Peraturan MenKeu, sepanjang tdk ada hub dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yg bersangkutan; dan
5. keuntungan krn penjualan atau pengalihan sebagian atau slr hak penambangan, tanda
turut serta dlm pembiayaan, atau permodalan dlm perusahaan pertambangan;
penerimaan kembali pembayaran pajak yg tlh dibebankan sbg biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang;
dividen, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kpd
pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi; termasuk:
1. pembagian laba baik scr lsg ataupun tdk lsg, dgn nama dan dlm bentuk apapun;
2. pembayaran kembali krn likuidasi yg melebihi jml modal yg disetor;
3. pemberian saham bonus yg dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yg
berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dlm bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yg dilakukan tanpa penyetoran;
6. jml yg melebihi jml setoran sahamnya yg diterima atau diperoleh pemegang saham krn
pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yg bersangkutan;
7. pembayaran kembali slr-nya atau sebagian dari modal yg disetorkan, jika dlm thn-thn yg
lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari
pengecilan modal dasar (statuter) yg dilakukan scr sah;
8. pembayaran sehubungan dgn tanda-tanda laba, termasuk yg diterima sbg penebusan
tanda-tanda laba tsb;
9. bagian laba sehubungan dgn pemilikan obligasi;
10. bagian laba yg diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa SHU kpd anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan utk keperluan pribadi pemegang saham yg dibebankan sbg
biaya perusahaan.
royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta;
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan krn pembebasan utang, kecuali s.d. jml tertentu yg ditetapkan dgn Peraturan
Pemerintah (PP 130 Thn 2000);
Pasal 1 PP 130 Thn 2000:
Utang Debitur Kecil: utang usaha yg jml-nya < Rp 350 juta, termasuk:
Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra);
Kredit Usaha Tani (KUT);
Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS);
Kredit Usaha Kecil (KUK); dan
Kredit kecil lainnya dlm rangka kebijakan perkreditan BI dlm mengembangkan usaha
kecil dan koperasi.
Pasal 2 PP 130 Thn 2000:
(1) Kredit yg diberikan oleh > 1 bank kpd 1 debitur yg jml seluruhnya < Rp 350 juta dpt
dihitung sbg Utang Debitur Kecil dari @ bank, sepanjang memenuhi kriteria Utang
Debitur Kecil.
(2) Dlm hal pemberian Utang Debitur Kecil dilakukan oleh > 1 bank kpd 1 debitur yg
mengakibatkan jml plafon kreditnya melampaui batas maksimum sesuai dlm Pasal
1, maka keuntungan krn pembebasan utang yg dikecualikan sbg Objek Pajak
adalah jml sisa kredit yg diperoleh pd bank pertama ditambah dgn jml sisa kredit yg
C023
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
C024
YADP)
No. 1 s.d. 4 mulai berlaku tanggal 11 Nov 2011
No. 5 mulai berlaku tanggal 11 Juni 2012
Pasal 2 PER-6/PJ/2011:
(1) WP yg melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg
sifatnya wajib, wajib melampirkan FC bukti pembayaran pd SPT Tahunan
PPh Thn Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan
keagamaan yg sifatnya wajib.
(2) Bukti pembayaran pd ayat (1):
a. dpt berupa bukti pembayaran scr lsg atau melalui transfer rekening bank,
atau pembayaran melalui ATM, dan
b. paling sedikit memuat:
1) Nama lengkap WP dan NPWP pembayar;
2) Jml pembayaran;
3) Tanggal pembayaran;
4) Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga
keagamaan yg dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan
5) Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau
lembaga keagamaan, yg dibentuk atau disahkan Pemerintah, di
bukti pembayaran, apabila pembayaran scr lsg; atau
6) Validasi petugas bank pd bukti pembayaran apabila pembayaran
melalui transfer rekening bank.
Pasal 3 PER-6/PJ/2011:
Zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tdk dpt dikurangkan dari
penghasilan bruto apabila:
a. tdk dibayarkan oleh WP kpd badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau
lembaga keagamaan, yg dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan/atau
b. bukti pembayarannya tdk memenuhi ketentuan sesuai Pasal 2 ayat (2).
Pasal 4 PER-6/PJ/2011:
(1) Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tsb
dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh WP yg bersangkutan dlm Thn Pajak
dibayarkan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tsb.
(2) Dlm SPT Tahunan PPh, zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib
pd ayat (1) dilaporkan utk menentukan penghasilan neto.
2. harta hibahan yg diterima oleh keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau
OP yg menjalankan usaha mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan
Peraturan MenKeu (PMK-245/PMK.03/2008),
sepanjang tdk ada hub dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yg bersangkutan;
Pasal 2 PMK-245/PMK.03/2008:
(1) Keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat adalah orang tua dari anak
kandung.
(2) Badan keagamaan adalah badan keagamaan yg kegiatannya semata-mata
mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan, kegiatan di bidang
keagamaan, yg tdk mencari keuntungan.
(3) Badan pendidikan adalah badan pendidikan yg kegiatannya sernata-mata
menyelenggarakan pendidikan yg tdk mencari keuntungan.
(4) Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi adalah badan sosial yg
kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:
a. pemeliharaan kesehatan;
b. pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);
c. pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau
orang cacat;
d. santunan dan/atau pertolongan kpd korban bencana alam, kecelakaan, dan
sejenisnya;
e. pemberian beasiswa;
f. pelestarian lingkungan hidup; dan/atau
C025
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
k.
l.
C026
m.
n.
Pasal 2 PMK-154/PMK.03/2009:
Komponen beasiswa sesuai Pasal 1 terdiri dari biaya pendidikan yg dibayarkan ke
sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yg berkaitan dgn bidang studi yg
diambil, biaya utk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yg wajar sesuai dgn daerah
lokasi tempat belajar.
sisa lbh yg diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yg tlh terdaftar pd instansi yg
membidanginya, yg ditanamkan kembali dlm bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dlm jangka waktu paling lama 4 thn
sejak diperolehnya sisa lbh tsb, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan
Peraturan MenKeu (PMK-80/PMK.03/2009); dan
Pasal 1 PMK-80/PMK.03/2009:
(1) Sisa lebih yg diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg ditanamkan kembali dlm
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan yg diselenggarakan bersifat terbuka kpd pihak manapun, dalam
jangka waktu paling lama 4 thn sejak diperolehnya sisa lebih tsb dikecualikan
sebagai objek PPh.
(2) Sisa lebih pd ayat (1) adalah selisih dari slr penerimaan yg mrp objek PPh selain
penghasilan yg dikenakan PPh tersendiri, dikurangi dgn pengeluaran utk biaya
operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
(3) Badan atau lembaga nirlaba pd ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yg
bergerak dlm bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan,
yg tlh terdaftar pd instansi yg membidanginya.
(4) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan pd ayat (1) meliputi:
a. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian
dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi
pembangunan gedung dan prasarana tsb;
b. pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
c. pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau
karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di
lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.
Pasal 2 PMK-80/PMK.03/2009:
(1) Apabila stl jangka waktu dlm Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yg tdk digunakan
utk pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian
dan pengembangan dlm Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tsb diakui sbg penghasilan
dan dikenai PPh pd thn pajak berikutnya, stl jangka waktu 4 thn tsb ditambah dgn
sanksi sesuai ketentuan yg berlaku.
(2) Apabila dlm jangka waktu dlm Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yg digunakan
selain utk pengadaan sarana dan prasarana dlm Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tsb
diakui sbg penghasilan dan dikenai PPh ditambah dgn sanksi sesuai ketentuan
yg berlaku.
bantuan atau santunan yg dibayarkan oleh BPJS kpd WP tertentu, yg ketentuannya diatur lbh
lanjut dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu (PMK-247/PMK.03/2008).
Pasal 2 PMK-247/PMK.03/2008:
BPJS meliputi :
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(TASPEN);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI);
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES);
dan/atau
e. badan hukum lainnya yg dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan
Sosial.
Pasal 3 PMK-247/PMK.03/2008:
WP tertentu adalah:
a. WP atau anggota masyarakat yg tdk mampu;
C027
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO (Pasal 6 ayat (1) UU PPh)
a.
biaya yg scr lsg atau tdk lsg berkaitan dgn kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dgn pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yg diberikan dlm bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh:
Pengeluaran-pengeluaran utk 3M penghasilan yg bukan mrp objek pajak tdk
boleh dibebankan sbg biaya
Bunga atas pinjaman yg dipergunakan utk membeli saham tdk dpt dibebankan
sbg biaya sepanjang dividen yg diterimanya tdk mrp objek pajak sesuai Pasal 4
ayat (3) huruf f UU PPh. Bunga pinjaman yg tdk boleh dibiayakan tsb dpt
dikapitalisasi sbg penambah harga perolehan saham.
Pengeluaran-pengeluaran yg tdk ada hubungannya dgn upaya utk 3M
penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran utk keperluan pribadi
pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yg dipergunakan utk
keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi utk kepentingan
pribadi, tdk boleh dibebankan sbg biaya.
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-02/PMK.03/2010 dan SE-9/PJ./2010);
a. Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yg dikeluarkan oleh WP dlm
rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik
lsg maupun tdk lsg utk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
b. Besarnya Biaya Promosi yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto mrp
akumulasi dari jml:
1) biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
2) biaya pameran produk;
3) biaya pengenalan produk baru; dan/atau
4) biaya sponsorship yg berkaitan dgn promosi produk.
c. Tdk termasuk Biaya Promosi:
1) pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dgn nama dan dlm bentuk
apapun, kpd pihak lain yg tdk berkaitan lsg dgn penyelenggaraan kegiatan
promosi.
2) Biaya Promosi utk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yg
bukan mrp objek pajak dan yg tlh dikenai pajak bersifat final.
d. Dlm hal promosi dilakukan dlm bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya
yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto adalah seb hrg pokok sampel produk
yg
diberikan, sepanjang blm dibebankan dlm perhitungan HPP.
e. Biaya Promosi yg dikeluarkan kpd pihak lain dan mrp objek pemotongan PPh
wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
f. WP wajib membuat daftar nominatif yg paling sedikit hrs memuat data penerima
C028
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l
m.
berupa nama, NPWP, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya,
nomor bukti pemotongan dan besarnya PPh yg dipotong dgn format dlm Lamp
PMK-02/PMK.03/2010.
g. Daftar nominatif dilaporkan sbg lampiran saat WP menyampaikan SPT Tahunan
PPh Badan.
h. Dlm hal ketentuan huruf f dan g di atas tdk dipenuhi, Biaya Promosi tdk dpt
dikurangkan dari penghasilan bruto.
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali PPh;
penyusutan atas pengeluaran utk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran utk memperoleh hak dan atas biaya lain yg mempunyai masa manfaat > 1 thn
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 11 dan Pasal 11A;
iuran kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu;
kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yg dimiliki dan digunakan dlm perusahaan
atau yg dimiliki utk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan;
kerugian selisih kurs mata uang asing;
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yg dilakukan di Indonesia;
biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
piutang yg nyata-nyata tdk dpt ditagih dgn syarat :
1. tlh dibebankan sbg biaya dlm laporan laba rugi komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yg tdk dpt ditagih kpd DJP; dan
3. tlh diserahkan perkara penagihannya kpd Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yg
menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yg bersangkutan; atau tlh
dipublikasikan dlm penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya tlh dihapuskan utk jml utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pd angka 3 tdk berlaku utk penghapusan piutang tak
tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yg pelaksanaannya diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-57/PMK.03/2010);
sumbangan dlm rangka penanggulangan bencana nasional yg ketentuannya diatur dgn
Peraturan Pemerintah (PP 93 Thn 2010);
sumbangan dlm rangka penelitian dan pengembangan yg dilakukan di Indonesia yg
ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010);
biaya pembangunan infrastruktur sosial yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010);
sumbangan fasilitas pendidikan yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010); dan
sumbangan dlm rangka pembinaan olahraga yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn
2010).
BIAYA TDK BOLEH DIKURANGKAN (Pasal 9 ayat (1) UU PPh) Bagi WP DN & BUT
a. pembagian laba dgn nama dan dlm bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yg
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi;
b. biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau
anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1.
cadangan piutang tak tertagih utk usaha bank dan badan usaha lain yg menyalurka
kredit, SGU dgn hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anja
piutang;
2.
cadangan utk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yg dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3.
cadangan penjaminan utk LPS;
4.
cadangan biaya reklamasi utk usaha pertambangan;
5.
cadangan biaya penanaman kembali utk usaha kehutanan; dan
6.
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri utk
usaha pengolahan limbah industri,
yg ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-81/PMK.03/2009);
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa, yg dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi
C029
C0210
lain utk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dgn
persyaratan tertentu sesuai Pasal 1 angka 14 UU 19 Thn 2002 ttg Hak Cipta.
SELISIH KURS (Pasal 9 PP 94 Thn 2010)
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sbg penghasilan atau biaya
berdasarkan sistem pembukuan yg dianut dan dilakukan scr taat asas sesuai dgn SAK yg
berlaku di Indonesia.
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang utk usaha WP yg dikenakan PPh yg bersifat
final atau tdk termasuk objek pajak
1.
2.
Keuntungan
atau kerugian
selisih kurs
mata uang
asing tsb
yg
berkaitan
lsg
yg tdk
berkaitan
lsg
C0211
amortisasi yg dipercepat.
Dlm hal ini, pencatatan scr terpisah hrs dilakukan utk biaya penyusutan atas aset dlm rangka usaha
yg mendapatkan fasilitas perpajakan (di Papua) dan yg tdk mendapatkan fasilitas perpajakan (di
Jakarta).
Penjelasan Biaya Bersama:
Biaya bersama adalah pengeluaran atau biaya yg berhubungan lsg dgn kegiatan utk 3M penghasilan
suatu penghasilan dan sekaligus berhubungan lsg dgn kegiatan utk 3M penghasilan lainnya.
Biaya-biaya bersama yg menjadi dasar alokasi pembebanan dlm rangka menghitung besarnya PKP
adalah biaya bersama stl dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal sesuai dgn UU PPh dan peraturan
pelaksanaannya.
Contoh:
PT A bergerak dlm bidang usaha yg penghasilannya dikenakan PPh yg bersifat final. Dlm suatu thn
pajak, PT A memperoleh penghasilan bruto yg terdiri dari:
a. penghasilan dari usaha yg tlh dikenakan PPh yg bersifat final ............... Rp 300 juta
b. penghasilan bruto lainnya yg dikenakan PPh yg bersifat tdk final ........... Rp 200 juta
Jml penghasilan bruto
Rp 500 juta
Apabila biaya-biaya bersama yg tdk dpt dipisahkan stl dilakukan penyesuaian fiskal adalah seb Rp
250 juta, maka biaya yg boleh dikurangkan utk 3M penghasilan adalah seb: 2/5 x Rp 250 juta = Rp
100 juta
PAJAK MASUKAN (PM) YG TDK DPT DIKREDITKAN (Pasal 10 PP 94 Thn 2010)
PM yg tdk dpt dikreditkan sesuai Pasal 9 ayat (8) UU PPN dpt dikurangkan dari penghasilan bruto
sepanjang dpt dibuktikan PM tsb:
benar-benar tlh dibayar; dan
berkenaan dgn pengeluaran yg berhubungan dgn kegiatan utk 3M penghasilan.
PM yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto tsb sehubungan dgn pengeluaran utk memperoleh
harta berwujud dan/atau harta tdk berwujud serta biaya lainnya yg mempunyai masa manfaat > 1 thn
sesuai Pasal 11 & Pasal 11A UU PPh, hrs dikapitalisasi dgn pengeluaran atau biaya tsb dan
dibebankan melalui penyusutan/amortisasi.
C0212
C031
Subjek Pajak badan yg didirikan di Indonesia adalah badan sebagaimana dimaksud dlm UU KUP,
tdk termasuk BUT, yg pendirian atau pembentukannya:
berdasarkan ketentuan perpu di Indonesia,
didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perpu di Indonesia, atau
di dlm wilayah hukum Indonesia.
Badan yg bertempat kedudukan di Indonesia adalah Subjek Pajak badan yg:
mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana tercantum dlm
akta pendirian badan,
mempunyai kantor pusat di Indonesia,
mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di Indonesia,
mempunyai tempat kantor pimpinan yg berada di Indonesia yg melakukan pengendalian,
pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia utk membuat keputusan strategis, atau
pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia.
Tempat kedudukan badan ditentukan berdasarkan keadaan atau kenyataan yg sebenarnya.
3. Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak
OP atau badan yg tdk memenuhi kriteria sbg SPDN tsb mrp SPLN.
SPDN
OP
Badan
Menjadi WPDN
Apabila tlh menerima atau memperoleh penghasilan yg berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan > PTKP
Sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan menerima
penghasilan baik yg diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
SPLN
1. OP yg mrp WNI yg bekerja di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
OP ini tetap mrp SPDN apabila tdk memiliki atau tdk dpt menunjukkan salah satu dokumen tanda
pengenal resmi yg masih berlaku sbg penduduk di LN.
Atas penghasilan yg diterima atau diperoleh OP ini sehubungan dgn pekerjaannya di luar
Indonesia dan penghasilannya bersumber dari luar Indonesia, tdk dikenai PPh di Indonesia.
Tetapi dlm hal OP ini menerima atau memperoleh penghasilan yg bersumber dari Indonesia,
penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai ketentuan perpu di bidang perpajakan yg berlaku.
OP WNI yg bekerja di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan menjadi SPLN sejak
meninggalkan Indonesia.
2. OP yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya
OP ini tetap diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh utk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan jml pajak yg sebenarnya terutang atas penghasilan yg diterima atau
diperoleh dlm Thn Pajak atau Bagian Thn Pajak terakhir dlm statusnya sbg SPDN sesuai
dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan yg berlaku.
C032
C041
Pasal 17 ayat (4) UU PPh: Utk keperluan penerapan tarif pajak, jml PKP dibulatkan ke bawah dlm
ribuan rupiah penuh
Thn Pajak
WP OP DN
WP Badan DN
2001-2008
<
Rp 25 juta
5%
<
Rp 50 juta
10%
>
Rp 25 - Rp 50 juta
10%
>
Rp 50 - Rp 100 juta
15%
>
Rp 50 - Rp 100 juta
15%
>
Rp 100 juta
30%
>
Rp 100 - Rp 200 juta
25%
>
Rp 200 juta
35%
2009
<
Rp 50 juta
5%
28%
>
Rp 50 - Rp 250 juta
15%
2010-sekarang
>
Rp 250 - Rp 500 juta
25%
25%
>
Rp 500 juta
30%
Contoh penghitungan pajak yg terutang utk WP OP Thn Pajak 2014:
Jml PKP Rp 60 juta.
PPh yg terutang:
5% x Rp 50 juta
=
Rp 2,5 juta
15% x Rp 10 juta
=
Rp 1,5 juta
+
Rp 4 juta
WP badan DN yg berbentuk perseroan terbuka yg paling sedikit 40% dari jml keseluruhan saham yg
disetor diperdagangkan di BEI & memenuhi persyaratan tertentu lainnya dpt memperoleh tarif seb 5%
lbh rendah daripada tarif PPh Pasal 17 ayat (1) UU PPh.
C051
+/+
Keadaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
01/01/06 31/12/08
01/01/09 31/12/12
(Rp)
13.200.000
14.400.000
15.600.000
16.800.000
18.000.000
27.600.000
28.800.000
30.000.000
31.200.000
PMK137/PMK.03/2005
1.200.000
C061
(Rp)
15.840.000
17.160.000
18.480.000
19.800.000
21.120.000
33.000.000
34.320.000
35.640.000
36.960.000
UU 36 Thn 2008
1.320.000
Mulai 01/01/13
(Rp)
24.300.000
26.325.000
28.350.000
30.375.000
32.400.000
50.625.000
52.650.000
54.675.000
56.700.000
PMK162/PMK.01/2012
2.025.000
Ket:
Tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dlm 1 garis keturunan lurus (mis: ayah, ibu,
anak kandung), semenda dlm 1 garis keturunan lurus (mis: mertua, anak tiri), anak angkat yg
menjadi tanggungan sepenuhnya (anggota keluarga yg tdk mempunyai penghasilan dan slr
biaya hidupnya ditanggung oleh WP).
PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn kalender.
Utk menghitung PPh Pasal 21: Keadaan No. 1 5, utk menghitung PPh OP: Keadaan No. 1
9
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn pajak atau awal bagian thn
pajak. (Pasal 7 ayat 2 UU PPh)
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn kalender, kecuali utk pegawai
yg baru datang dan menetap di Indonesia dlm bagian thn kalender ditentukan berdasarkan
keadaan pd awal bulan dari bagian thn kalender yg bersangkutan. (Pasal 11 ayat (5) & (6)
PER-31/PJ/2012)
PTKP karyawati:
Karyawati kawin: PTKP utk dirinya sendiri.
Karyawati tdk kawin: PTKP utk dirinya sendiri + PTKP utk keluarga yg menjadi tanggungan
sepenuhnya.
Karyawati kawin yg dpt menunjukkan keterangan tertulis dari Pemda setempat (serendahrendahnya kecamatan) yg menyatakan suaminya tdk menerima/memperoleh penghasilan:
PTKP utk dirinya sendiri + PTKP status kawin + PTKP utk keluarga yg menjadi tanggungan
sepenuhnya. (Pasal 11 ayat (4) PER-31/PJ/2012)
Utk dpt memperoleh pengurangan berupa PTKP bagi Bukan Pegawai yg menerima imbalan
yg bersifat berkesinambungan yg memenuhi Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2012 penerima
penghasilan Bukan Pegawai hrs menyerahkan FC kartu NPWP, dan bagi wanita kawin hrs
menyerahkan FC kartu NPWP suami serta FC surat nikah dan kartu keluarga.
Pegawai, penerima pensiun berkala, serta Bukan Pegawai pd Pasal 9 ayat (1) huruf a angka
4 wajib membuat surat pernyataan yg berisi jml tanggungan keluarga pd awal thn kalender
atau pd saat mulai menjadi SPDN sbg dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya
kpd pemotong PPh Pasal 21/26 pd saat mulai bekerja atau mulai pensiun. Dan dm hal
terjadi perubahan tanggungan keluarga, maka wajib membuat surat pernyataan baru dan
menyerahkannya kpd Pemotong PPh Pasal 21/26 paling lama sbl mulai thn kalender
berikutnya. (Pasal 22 ayat (2) & (3) PER-31/PJ/2012)
TK/...
STATUS WP OP
Tdk Kawin, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.
K/...
K/I/...
HB/...
PH/...
C062
2.
3.
4.
Hrg perolehan atau hrg penjualan dlm hal terjadi jual beli harta yg tdk dipengaruhi hubungan
istimewa dlm Pasal 18 ayat (4) UU PPh adalah jml yg sesungguhnya dikeluarkan atau diterima,
sedangkan apabila terdapat hub istimewa adalah jml yg seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Nilai perolehan atau nilai penjualan dlm hal terjadi tukar-menukar harta adalah jml yg seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan hrg pasar.
Contoh:
PT A
PT B
(Harta X)
(Harta Y)
NSB
Rp 10 juta
Rp 12 juta
Hrg pasar
Rp 20 juta
Rp 20 juta
Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran harta. Walau tdk terdapat realisasi pembayaran
antara pihak-pihak yg bersangkutan, namun krn hrg pasar harta yg dipertukarkan adalah Rp
20 juta, maka jml seb Rp 20 juta mrp nilai perolehan yg seharusnya dikeluarkan atau nilai
penjualan yg seharusnya diterima. Selisih antara hrg pasar dgn NSB harta yg dipertukarkan
mrp keuntungan yg dikenakan pajak. PT A memperoleh keuntungan seb Rp 10 (Rp 20 juta Rp 10 juta) dan PT B memperoleh keuntungan seb Rp 8 juta (Rp 20 juta - Rp 12 juta).
Nilai perolehan atau pengalihan harta yg dialihkan dlm rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jml yg seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan hrg pasar, kecuali ditetapkan lain oleh MenKeu.
Selisih antara hrg pasar dgn NSB harta yg dialihkan mrp penghasilan yg dikenakan pajak.
Contoh:
PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. NSB dan hrg
pasar harta dari kedua badan tsb adalah:
PT A
PT B
NSB
Rp 200 juta
Rp 300 juta
Hrg pasar
Rp 300 juta
Rp 450 juta
Pd dasarnya, penilaian harta yg diserahkan oleh PT A dan PT B dlm rangka peleburan
menjadi PT C adalah hrg pasar dari harta. Dgn demikian, PT A mendapat keuntungan seb
Rp 100 juta (Rp 300 juta - Rp 200 juta) dan PT B mendapat keuntungan seb Rp 150 juta
(Rp 450 juta - Rp 300 juta). Sedangkan PT C membukukan semua harta tsb dgn jml Rp 750
juta (Rp 300 juta + Rp 450 juta).
Namun dlm rangka menyelaraskan dgn kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi,
moneter dan kebijakan lainnya, MenKeu diberi wewenang utk menetapkan nilai lain selain
hrg pasar, yaitu atas dasar NSB (pooling of interest). Dlm hal demikian PT C membukukan
penerimaan harta dari PT A dan PT B tsb seb Rp 500 juta (Rp 200 juta + Rp 300 juta).
2 metode pencatatan transaksi penggabungan usaha dlm dunia akuntansi:
Metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest) IFRS No. 3 sejak 31 Mar 2004 tdk
lagi mengizinkan penggunaan metode ini
Metode pembelian (purchase)
Apabila terjadi pengalihan harta :
C071
a.
5.
6.
yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a & b UU PPh, maka dasar penilaian bagi yg
menerima pengalihan sama dgn nilai sisa buku (NSB) dari pihak yg melakukan pengalihan
atau nilai yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak;
Apabila WP tdk menyelenggarakan pembukuan shg NSB tdk diketahui, maka nilai
perolehan atas harta ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
b. yg tdk memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, maka dasar penilaian bagi yg
menerima pengalihan sama dgn nilai pasar dari harta tsb.
Apabila terjadi pengalihan harta dlm Pasal 4 ayat (3) huruf c UU PPh, maka dasar penilaian harta
bagi badan yg menerima pengalihan sama dgn nilai pasar dari harta tsb.
Contoh:
WP X menyerahkan 20 unit mesin bubut yg nilai bukunya adalah Rp 25 juta kpd PT Y sbg
pengganti penyertaan sahamnya dgn nilai nominal Rp 20 juta. Hrg pasar mesin-mesin bubut
tsb adalah Rp 40 juta. Dlm hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tsb sbg aktiva dgn nilai
Rp 40 juta dan seb nilai tsb bukan mrp penghasilan bagi PT Y.
Selisih antara nilai nominal saham dgn nilai pasar harta, yaitu seb Rp 20 juta (Rp 40 juta Rp 20 juta) dibukukan sbg agio. Bagi WP X selisih seb Rp 15 juta (Rp 40 juta Rp 25 juta) mrp Objek Pajak.
Persediaan dan pemakaian persediaan utk penghitungan hrg pokok dinilai berdasarkan hrg
perolehan yg dilakukan scr rata-rata (Metode Average) atau dgn cara mendahulukan persediaan
yg diperoleh pertama (Metode FIFO).
Sesuai dgn kelaziman, cara penilaian tsb juga diberlakukan thd sekuritas. Sekali WP memilih
salah satu cara penilaian pemakaian persediaan utk penghitungan hrg pokok tsb, maka utk thnthn selanjutnya hrs digunakan cara yg sama.
SAK yg diperbarui dlm Revisi PSAK 14 Thn 2009, implementasi dari International Accounting
Standards (IAS) 2, menyatakan bahwa inventories (persediaan), adopsi penerapan IFRS, tdk
memperbolehkan lagi menggunakan metode LIFO.
Penyusutan atas pengeluaran utk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan
harta berwujud, kecuali tanah yg berstatus hak milik, HGB, HGU, dan hak pakai, yg dimiliki dan
digunakan utk 3M penghasilan yg mempunyai masa manfaat > 1 thn dilakukan dlm bagian-bagian
yg sama besar selama masa manfaat yg tlh ditentukan bagi harta tsb. Penyusutan atas
pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dpt juga dilakukan dlm bagian-bagian yg menurun
selama masa manfaat, yg dihitung dgn cara menerapkan tarif penyusutan atas NSB, dan pd akhir
masa manfaat NSB disusutkan sekaligus, dgn syarat dilakukan scr taat asas. (Pasal 11 ayat (1) &
(2) UU PPh)
Tarif Penyusutan: (Pasal 11 ayat (6) UU PPh)
Tarif
Uraian
Kel.
Masa Manfaat
Saldo
Garis Lurus
Menurun
Harta Berwujud
Bkn Bangunan
Kel. 1
1
4
25%
50%
Kel. 2
2
8
12,5%
25%
Kel. 3
3
16
6,25%
12,5%
Kel. 4
4
20
5%
10%
Bangunan
Permanen
P
20
5%
Tdk Permanen
TP
10
10%
Harta Tak Berwujud
Kel. 1
1
4
25%
50%
Kel. 2
2
8
12,5%
25%
Kel. 3
3
16
6,25%
12,5%
Kel. 4
4
20
5%
10%
C072
Ket:
Penyusutan dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali utk harta yg masih dlm
proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pd bulan selesainya pengerjaan harta tsb.
(Pasal 11 ayat (3) UU PPh) mulai 1 Jan 2001
Dgn persetujuan Dirjen Pajak, WP diperkenankan melakukan penyusutan mulai pd bulan
harta tsb digunakan utk 3M penghasilan atau pd bulan harta yg bersangkutan mulai
menghasilkan (Pasal 11 ayat (4) UU PPh)
Utk thn pajak 1995 sekarang
Daftar Kelompok Harta: PMK-96/PMK.03/2009
Bangunan Tdk Permanen: Bangunan yg bersifat sementara dan terbuat dari bahan yg tdk
tahan lama atau bangunan yg dpt dipindah-pindahkan, yg masa manfaatnya < 10 thn,
misalnya barak atau asrama yg dibuat dari kayu utk karyawan. (Penjelasan pasal 11 ayat (6)
UU PPh)
Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yg tdk tercantum dlm Lamp I-IV PMK96/PMK.03/2009, utk kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat dlm Kelompok 3.
Tetapi dlm hal WP dpt menunjukkan masa manfaat yg sesungguhnya dari suatu harta
berwujud bukan bangunan yg tdk tercantum dlm Lamp I-IV PMK-96/PMK.03/2009 tdk dpt
dimasukkan ke dlm Kelompok 3, WP dpt memperoleh penetapan kelompok harta berwujud
bukan bangunan tsb sesuai dgn masa manfaat yg sesungguhnya, dgn cara hrs mengajukan
permohonan utk penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan tsb sesuai dgn masa
manfaat yg sesungguhnya kpd DJP melalui Kepala Kanwil DJP yg membawahi KPP tempat
WP yg bersangkutan terdaftar. (Pasal 2 ayat (1-3) PER-20/PJ/2014) Tata cara rinci dan
ketentuan mengenai permohonan utk penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan
tsb sesuai dgn masa manfaat yg sesungguhnya yg berlaku, lihat di PER-20/PJ/2014.
Apabila WP melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan dlm Pasal 19 UU PPh,
maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai stl dilakukan penilaian kembali aktiva tsb.
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta dlm Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh atau
penarikan harta krn sebab lainnya, maka jml NSB harta tsb dibebankan sbg kerugian dan jml hrg
jual atau penggantian asuransinya yg diterima atau diperoleh dibukukan sbg penghasilan pd thn
terjadinya penarikan harta tsb.
Apabila hasil penggantian asuransi yg akan diterima jumlahnya baru dpt diketahui dgn pasti di
masa kemudian, maka dgn persetujuan Dirjen Pajak jml seb kerugian tsb dibukukan sbg beban
masa kemudian tsb.
Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a b UU PPh, yg
berupa harta berwujud, maka jml NSB harta tsb tdk boleh dibebankan sbg kerugian bagi pihak yg
mengalihkan.
Penyusutan Harta Berwujud Tertentu yg Dpt Dilakukan pd Bulan Digunakan atau Bulan Mulai
Menghasilkan: (PER-10/PJ/2014)
Harta berwujud tertentu adalah semua harta berwujud berupa bangunan dan bukan bangunan,
sepanjang harta dimaksud blm pernah digunakan atau menghasilkan dan blm menjadi beban
penyusutan scr fiskal.
Tdk termasuk harta berwujud tertentu adalah harta berwujud yg dimiliki dan digunakan dlm
bidang-bidang usaha tertentu sesuai PMK-249/PMK.03/2008 jo PMK-126/PMK.011/2012
berserta aturan pelaksanaan dan perubahannya.
WP hrs mengajukan permohonan utk penetapan saat mulainya penyusutan harta berwujud
tertentu kpd Dirjen Pajak melalui Kepala KPP tempat WP yg bersangkutan terdaftar dgn status
domisili/pusat (kode status pd NPWP 000)
Permohonan menggunakan form Lamp I PER-10/PJ/2014 dan dilampiri:
Penjelasan terperinci mengenai harta berwujud tertentu;
Bukti-bukti pendukung atas saat pengeluaran utk memperoleh harta berwujud tertentu
dan/atau saat selesainya pengerjaan harta berwujud tertentu; dan
Penjelasan mengenai saat harta berwujud tertentu mulai digunakan utk 3M penghasilan
atau saat mulai menghasilkan.
Disampaikan paling lambat 1 bulan stl berakhirnya thn pajak dilakukannya pengeluaran atau
selesainya pengerjaan harta. (Pasal 3 ayat (3) PER-10/PJ/2014)
C073
Dlm hal permohonan blm lengkap, Kepala KPP menyampaikan surat permintaan
kelengkapan sesuai form Lamp II PER-10/PJ/2014 yg hrs disampaikan dlm jangka waktu 10
hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan.
Kelengkapan yg diminta wajib dipenuhi WP paling lama 10 hari kerja sejak tanggal dikirimnya
surat permintaan kelengkapan (tanggal cap pos pengiriman), bila tdk dipenuhi sampai dgn
batas waktu tsb maka permohonan WP tdk dpt dipertimbangkan. Kepala KPP hrs
memberitahukan kpd WP dlm jangka waktu 3 hari kerja sejak terlampauinya batas waktu
pemenuhan kelengkapan dgn menggunakan form Lamp III PER-10/PJ/2014.
Kepala KPP, a.n. Dirjen Pajak, hrs memberikan keputusan atas permohonan WP paling lama
1 bulan sejak permohonan tertulis dan lampirannya diterima scr lengkap dgn menggunakan
form Lamp IV PER-10/PJ/2014.
Apabila di kemudian hari diketahui bahwa bulan saat mulai digunakannya harta berwujud tertentu
utk 3M penghasilan atau bulan saat mulai menghasilkan yg tlh ditetapkan dlm Kep Dirjen Pajak
ternyata berbeda dgn kenyataan di lapangan, maka Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak berwenang utk
menetapkan kembali saat mulainya penyusutan atas harta berwujud tertentu yg bersangkutan.
Thd harta berwujud tertentu yg diperoleh sbl berlakunya PER-10/PJ/2014 dan blm pernah
diajukan permohonan, dpt diajukan permohonan paling lambat 1 bulan stl berakhirnya thn pajak
diberlakukannya PER-10/PJ/2014.
Contoh:
1. PT A membeli mesin produksi pd bulan Jan 2015. Mesin tsb mulai digunakan pd bulan Agust
2015, WP mengajukan permohonan agar penyusutan atas mesin tsb dimulai pd saat
digunakan.
a. Permohonan dpt diajukan paling lambat tanggal 29 Jan 2016.
b. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa saat mulai digunakannya mesin sesuai
dgn permohonan WP, maka Kepala KPP berwenang utk menetapkan saat mulainya
penyusutan mesin sejak bulan Agust 2015.
c. Namun demikian, apabila berdasarkan hasil penelitian dlm huruf b, diketahui bahwa
mesin sdh mulai digunakan sejak bulan Apr 2015, kaka Kepala KPP berwenang utk
menetapkan saat mulainya penyusutan mesin sejak bulan Apr 2015.
2. CV B membeli truk pd tanggal 30 Des 2014. Truk tsb akan digunakan mulai bulan Nov 2015.
CV B mengajukan permohonan agar penyusutan atas truk tsb dimulai pd saat digunakan.
Permohonan WP diajukan pd tanggal 2 Feb 2015. Permohonan WP ditolak krn disampaikan
melebihi jangka waktu sebagaimana diatur dlm Pasal 3 ayat (3) PER-10/PJ/2014 shg
penyusutan atas tuk tsb ditetapkan mulai sejak bulan dilakukan pengeluaran yaitu bulan Des
2014.
3. PT C membangun gudang yg pengerjaannya diselesaikan pd bulan Sept 2014. Gudang tsb
akan mulai digunakan pd bulan Juni 2015. PT C mengajukan permohonan saat mulainya
penyusutan gudang agar diperhitungkan sejak mulai digunakan, yaitu sejak bulan Jun 2015.
Permohonan WP diajukan pd tanggal 31 Des 2014.
a. Kep Dirjen Pajak yg menyetujui permohonan WP tlh diterbitkan pd tanggal 22 Jan 2015,
yaitu menetapkan bahwa saat mulainya penyusutan atas gudang tsb terhitung sejak
bulan Juni 2015.
b. Pd tanggal 24 Apr 2015, diketahui bahwa sejak 19 Feb 2015, gudang WP ternyata tlh
digunakan utk menyimpan bahan baku produksi shg Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak
menetapkan kembali saat mulainya penyusutan atas gudang tsb terhitung sejak bulan
Feb 2015.
4. CV D membeli mesin pd bulan Nov 2013. Mesin tsb blm dimanfaatkan dan blm disusutkan
krn baru akan digunakan mulai bulan Okt 2014. Permohonan WP dpt diajukan paling lambat
pd tanggal 30 Jan 2015.
Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biaya perpanjangan HGB, HGU, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yg mempunyai
masa manfaat > 1 thn yg dipergunakan utk 3M penghasilan dilakukan dlm bagian-bagian yg
sama besar atau dlm bagian-bagian yg menurun selama masa manfaat, yg dihitung dgn cara
C074
menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tsb atau atas NSB dan pd akhir masa manfaat
diamortisasi sekaligus dgn syarat dilakukan scr taat asas. (Pasal 11A ayat (1) UU PPh)
Tarif Amortisasi: (Pasal 11A ayat (2) UU PPh)
Tarif
Uraian
Kel.
Masa Manfaat
Saldo
Garis Lurus
Menurun
Harta Tak Berwujud
- Kel. 1
1
4
25%
50%
- Kel. 2
2
8
12,5%
25%
- Kel. 3
3
16
6,25%
12,5%
- Kel. 4
4
20
5%
10%
Ket:
Amortisasi dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali utk bidang usaha
tertentu yg diatur lbh lanjut dgn Peraturan Menkeu (PMK 248/PMK.03/2008). Pasal 11 ayat
(3) UU PPh mulai 1 Jan 2009
Utk thn pajak 1995 sekarang
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan
pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 11A ayat
(2) UU PPh.
Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh hak dan pengeluaran lain yg mempunyai masa
manfaat > 1 thn di bidang penambangan migas dilakukan dgn menggunakan metode satuan
produksi. (Pasal 11A ayat (4) UU PPh)
Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh hak penambangan selain yg dimaksud pd Pasal
11A ayat (4) UU PPh, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil
alam lainnya yg mempunyai masa manfaat > 1 thn, dilakukan dgn menggunakan metode
satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun. (Pasal 11A ayat (5) UU PPh)
Pengeluaran yg dilakukan sbl operasi komersial yg mempunyai masa manfaat > 1 thn,
dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 11A ayat (2) UU PPh.
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak dlm ayat (1), ayat (4), dan ayat (5),
maka NSB harta atau hak-hak tsb dibebankan sbg kerugian dan jml yg diterima sebagai
penggantian mrp penghasilan pd thn terjadinya pengalihan tsb.
Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a & b, yg
berupa harta tak berwujud, maka jml NSB harta tsb tdk boleh dibebankan sbg kerugian bagi
pihak yg mengalihkan.
2.
Jenis Usaha
Semua Jenis
Usaha
Pertanian,
Perkebunan,
Kehutanan,
Perikanan
Jenis Harta
Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku,
kursi, almari dan sejenisnya yg bukan bagian dari bangunan.
b.
Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin
fotokopi, mesin akunting/pembukuan, komputer, printer, scanner dan
sejenisnya.
c.
Perlengkapan lainnya seperti amplifier, tape/casette, video recorder,
televisi, dan sejenisnya.
d.
Sepeda motor, sepeda dan becak.
e.
Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yg bersangkutan.
f.
Dies, jigs, dan mould.
g.
Alat-alat komunikasi seperti pesawat telepon, faksimile, telepon
seluler dan sejenisnya.
Alat yg digerakkan bukan dgn mesin seperti cangkul, peternakan,
perikanan, garu dan lain-lain.
a.
C075
3.
4.
5.
6.
7.
Industri
Makanan &
Minuman
Perhubungan,
Pergudangan
& Komunikasi
Industri Semi
Konduktor
Jasa
Persewaan
Peralatan
Tambat Air
Dlm
Jasa
Telekomunikasi Selular
Flash memory tester, writer machine, bipolar test system, elimination (PE81), pose checker.
Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys, Steel Wire Ropes,
Mooring Accessoris.
2.
3.
Jenis Usaha
Semua Jenis
Usaha
Pertanian,
Perkebunan,
Kehutanan,
Perikanan
Industri
Makanan &
Minuman
4.
Industri Mesin
5.
Perkayuan,
kehutanan
6.
Kontruksi
7.
Perhubungan,
Pergudangan
& Komunikasi
8.
Telekomunikasi
Jenis Harta
Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, lemari
dan sejenisnya yg bukan mrp bagian dari bangunan. Alat pengatur
udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya.
b.
Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya.
c.
Container dan sejenisnya
a.
Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor dan mesin bajak,
penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya.
b.
Mesin yg mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan
atau barang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
a.
Mesin yg mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan,
misalnya pabrik susu, pengalengan ikan.
b.
Mesin yg mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa,
margarin, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah bijibijian seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.
c.
Mesin yg menghasilkan/memproduksi minuman dan bahan-bahan
minuman segala jenis.
d.
Mesin yg menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan dan
makanan segala jenis.
Mesin yg menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya mesin jahit,
pompa air).
a.
Mesin dan peralatan penebangan kayu
b.
Mesin yg mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan
atau barang kehutanan.
Peralatan yg dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane, buldozer
dan sejenisnya
a.
Truk kerja utk pengangkutan dan bongkar muat, truk peron, truk
ngangkang, dan sejenisnya.
b.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk
pengangkutan barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji
tambang, dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin & kapal tanki,
kapal penangkap ikan & sejenisnya, yg mempunyai berat < 100
DWT.
c.
Kapal yg dibuat khusus utk menghela atau mendorong kapal-kapal
suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan
sejenisnya yg mempunyai berat < 100 DWT.
d.
Perahu layar pakai / tanpa motor yg mempunyai berat < 250 DWT.
e.
Kapal balon.
a.
Perangkat pesawat telepon.
b.
Pesawat telegraf, termasuk pesawat pengiriman dan penerimaan
radio telegraf dan radio telepon.
a.
C076
9.
Industri Semi
Konduktor
10.
Jasa
Persewaan
Peralatan
Tambat Air
Dlm
Jasa
Telekomunikasi Selular
11.
Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester,
bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing
oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test,
dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01),
full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark,
inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system,
marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic,
MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, reform
machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming
machine, wire bonder, wire pull tester.
Spoolling Machines, Metocean Data Collector
Jenis Usaha
Pertambangan
Selain Migas
Pemintalan,
Penenunan,
dan
Pencelupan
3.
Perkayuan
4.
Industri Kimia
5.
Industri Mesin
6.
Transportasi &
Pergudangan
7.
Telekomunikasi
Jenis Harta
Mesin-mesin yg dipakai dlm bidang pertambangan, termasuk mesin-mesin
yg mengolah produk pelikan.
a.
Mesin yg mengolah/menghasilkan produk-produk tekstil (misalnya
kain katun, sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya,
lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule).
b.
Mesin utk yg preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing,
texturing, packaging dan sejenisnya.
a.
Mesin yg mengolah/menghasilkan produk-produk kayu, barangbarang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.
b.
Mesin dan peralatan penggergajian kayu
a.
Mesin peralatan yg mengolah/menghasilkan produk industri kimia
dan industri yg ada hubungannya dgn industri kimia (misalnya
bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dan
logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk
farmasi, pupuk, obat celup, obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris
dan resinoida-resinonida wangi-wangian, obat kecantikan dan obat
rias, sabun, detergent dan bahan organis pembersih lainnya, zat
albumina, perekat, bahan peledak, produk pirotehnik, korek api,
alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi.
b.
Mesin yg mengolah/menghasilkan produk industri lainnya (misalnya
damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet
sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah).
Mesin yg menghasilkan/memproduksi mesin menengah & berat (misalnya
mesin mobil, mesin kapal).
a.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk
pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batubatuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin &
kapal tangki, kapal penangkapan ikan & sejenisnya, yg mempunyai
berat > 100 DWT s.d. 1.000 DWT.
b.
Kapal dibuat khusus utk mengela atau mendorong kapal, kapal suar,
kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan
sejenisnya, yg mempunyai berat > 100 DWT s.d. 1.000 DWT.
c.
Dok terapung.
d.
Perahu layar pakai atau tanpa motor yg mempunyai berat > 250
DWT.
e.
Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis.
Perangkat radio navigasi, radar, dan kendali jarak jauh.
C077
E.
Jenis Usaha
Konstruksi
Transportasi &
Pergudangan
Jenis Harta
Mesin berat utk konstruksi
a.
Lokomotif uap & tender atas rel.
b.
Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dgn batere atau dgn tenaga listrik
dari sumber luar.
c.
Lokomotif atas rel lainnya.
d.
Kereta, gerbong penumpang & barang, termasuk kontainer khusus
dibuat dan diperlengkapi utk ditarik dengan satu alat atau bbrp alat
pengangkutan.
e.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk
pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batubatuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin &
kapal tangki, kapal penangkap ikan & sejenisnya, yg mempunyai
berat > 1.000 DWT.
f.
Kapal dibuat khusus utk menghela atau mendorong kapal, kapal
suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung
dan sebagainya, yg mempunyai berat > 1.000 DWT.
g.
Dok-dok terapung.
C078
2.
F.
Utk biaya upgrade program aplikasi khusus. biaya upgrade tsb ditambahkan pd nilai sisa
buku fiskal yg masih ada dan amortisasinya dilakukan dgn masa manfaat baru/penuh
terhitung mulai bulan dilakukan upgrade (Pasal 3 ayat (4) KEP-316/PJ./2002)
Atas biaya perolehan atau pembelian, dpt dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50%
melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I (Pasal 1 ayat (1) KEP-220/PJ./2002)
Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan, dpt dibebankan sbg
biaya rutin perusahaan seb 50% dari jml biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa &
perbaikan dlm thn pajak yg bersangkutan. (Pasal 1 ayat (2) KEP-220/PJ./2002)
Telepon seluler, termasuk juga alat komunikasi berupa pager. (Angka 2 huruf a, a.1 SE09/PJ.42/2002)
G.
Kendaraan Bus, Minibus atau yg Sejenis yg Dimiliki & Dipergunakan Perusahaan utk Antar
Jemput Para Pegawai:
Atas biaya-biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar, dpt dibebankan seluruhnya
sbg biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II (Pasal 2 ayat (1) KEP220/PJ./2002)
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin, dpt dibebankan seluruhnya sbg biaya
perusahaan dlm thn pajak yg bersangkutan. (Pasal 2 ayat (2) KEP-220/PJ./2002)
Biaya pemeliharaan kendaraan, termasuk juga pengeluaran rutin utk pembelian/pemakaian
bahan bakar. (Angka 2 SE-09/PJ.42/2002)
Kendaraan Sedan atau yg Sejenis, Termasuk juga Kendaraan Jenis Minibus:
Sepanjang digunakan:
Hanya utk seorang pegawai tertentu krn jabatannya atau pekerjaannya, dan
C079
Penggunaannya full time baik utk kepentingan perusahaan maupun keperluan pribadi dan
keluarga pegawai yg bersangkutan.
Ketentuan perpajakannya: (Pasal 3 KEP-220/PJ./2002)
Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yg
sejenis yg dimiliki dan dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan atau
pekerjaannya dpt dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50% dari jml biaya perolehan atau
pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap Kelompok II, dan
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau yg sejenisnya, yg
dimiliki dan dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan atau pekerjaannya
dpt dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50% dari jml biaya pemeliharaan atau perbaikan
rutin dlm thn pajak yg bersangkutan.
Biaya pemeliharaan kendaraan, termasuk juga pengeluaran rutin utk pembelian/
pemakaian bahan bakar. (Angka 2 SE-09/PJ.42/2002)
C0710
A. HUBUNGAN ISTIMEWA
Hubungan Istimewa berdasarkan Pasal 18 UU PPh dianggap ada apabila:
1. WP mempunyai penyertaan modal lsg/tdk lsg paling rendah 25% pd WP lain; hub antara WP
dgn penyertaan paling rendah 25% pd 2 WP atau lbh; atau hub di antara 2 WP atau lbh yg
disebut terakhir;
Misal: PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A mrp penyertaan lsg.
Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50% saham PT C, PT A sbg pemegang saham PT B scr
tdk lsg mempunyai penyertaan pd PT C sebesar 25. Dlm hal demikian, antara PT A, PT B, dan
PT C dianggap terdapat hub istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25% saham PT D, antara PT
B, PT C, dan PT D dianggap terdapat hub istimewa.
Hub kepemilikan seperti di atas dpt juga terjadi antara OP dan badan.
2. WP menguasai WP lainnya atau 2 atau lbh WP berada di bawah penguasaan yg sama baik
lsg maupun tdk lsg; atau
Hub istimewa di antara WP dpt juga terjadi krn penguasaan melalui manajemen atau
penggunaan teknologi walaupun tdk terdapat hub kepemilikan. Hub istimewa dianggap ada
apabila 1 atau lbh perusahaan berada di bawah penguasaan yg sama. Demikian juga hub di
antara bbrp perusahaan yg berada dlm penguasaan yg sama tsb.
3. Terdapat hub keluarga baik sedarah maupun semenda dlm garis keturunan lurus dan/atau
ke samping 1 derajat.
Hub keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat ayah, ibu, dan anak
Hub keluarga sedarah dlm garis keturunan ke samping 1 derajat saudara
Hub keluarga semenda dlm garis keturunan lurus 1 derajat mertua dan anak tiri
Hub keluarga semenda dlm garis keturunan ke samping 1 derajat ipar
Pinjaman Tanpa Bunga dari Pemegang Saham: (Pasal 12 PP 94 Thn 2010)
1. Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yg diterima oleh WP berbentuk PT diperkenankan
apabila:
a. pinjaman tsb berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari
pihak lain;
b. modal yg seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman tlh disetor seluruhnya;
c. pemegang saham pemberi pinjaman tdk dlm keadaan merugi; dan
d. PT penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan utk kelangsungan usahanya.
2. Apabila pinjaman yg diterima oleh WP berbentuk PT dari pemegang sahamnya tdk memenuhi
ketentuan di atas, atas pinjaman tsb terutang bunga dgn tingkat suku bunga wajar.
Penjelasan:
Yg dimaksud dgn "tingkat suku bunga wajar" adalah tingkat suku bunga yg berlaku yg ditetapkan
sesuai dgn prinsip kewajaran dan kelaziman (best practice) jika transaksi dilakukan di antara pihak yg
tdk mempunyai hub istimewa sesuai Pasal 18 ayat (4) UU PPh.
C081
Penduduk DN
Penduduk LN Resident
of Treaty Country
Penduduk LN
Resident of NonTreaty Country
Pasal 18 ayat (3) UU
PPh
C082
TP: Penetapan hrg atas transksi penyerahan barang berwujud, barang tdk berwujud, atau
penyediaan jasa antar pihak yg memiliki hub istimewa.
Transaksi intra-grup perusahaan (transaksi afiliasi) antara lain:
Transaksi penjualan, pembelian, pengalihan, serta pemanfaatan harta berwujud,
Transaksi pemberian jasa intra-grup (intra-group service),
Transaksi pengalihan dan pemanfaatan harta tak berwujud,
Transaksi pembayaran bunga, dan
Transaksi penjualan atau pembelian saham.
Wewenang DJP: (Pasal 18 ayat (3) UU PPh)
Dirjen Pajak berwenang utk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta
menentukan utang sbg modal utk menghitung besarnya PKP bagi WP yg mempunyai hub istimewa
dgn WP lainnya sesuai dgn kewajaran dan kelaziman usaha yg tdk dipengaruhi oleh hub istimewa
dgn menggunakan metode perbandingan hrg antara pihak yg independen, metode hrg penjualan
kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
Poin PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011:
Pasal
Pembahasan
1
Ketentuan Umum
2
Ruang Lingkup
3
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
4, 4A, 5, 6, 7, 8, 9, 10
Analisis Kesebandingan
11
Metode Penentuan Hrg Wajar atau Laba Wajar
13
Hrg Wajar atau Laba Wajar
14, 15, 16
Pemebrian Jasa
17
Harta (Aset) Tdk Berwujud
17A
Kesepakatan Kontribusi Biaya
18, 19
Dokumen dan Kewajiban Pengisian SPT
20, 21
Kewenangan Ditjen Pajak
22
Mutual Agreement Procedure
23
APA
24
Ketentuan Penutup
Pasal 12 mengenai TNMM sbg metode terakhir dihapus.
5 Metode Utama Analisis TP yg Diakui scr Global:
(Penjelasan metode mnr PER-22/PJ/2013)
1. Metode Perbandingan Hrg antara Pihak yg Independen (Comparable Uncontrolled Price
Method/CUP)
Metode penentuan hrg transfer yg membandingkan hrg barang atau jasa dlm transaksi afiliasi
dgn hrg barang atau jasa dlm transaksi independen.
2. Metode Hrg Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM)
Metode penentuan hrg transfer yg menentukan hrg pembelian barang dan jasa dari pihak
afiliasi dgn cara mengurangkan laba kotor pihak independen yg sebanding dari hrg jual kembali
barang dan jasa tsb kpd pihak independen.
3. Metode Biaya Plus (Cost Plus Method/C+)
Metode penentuan hrg transfer yg menambahkan laba kotor dari transaksi independen yg
sebanding thd biaya yg ditanggung dlm transaksi afiliasi.
4. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM)
C083
5.
Metode penentuan hrg transfer yg menggunakan indikator tingkat laba transaksi independen
yg sebanding utk menentukan laba bersih usaha transaksi afiliasi.
Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM)
Metode penentuan hrg transfer yg membagi laba gabungan kpd pihak afiliasi yg terlibat dlm
transaksi afiliasi berdasarkan kontribusi yg diberikan.
a. Metode Pembagian Laba Kontribusi (Contribution Profit Split Method)
Metode pembagian laba antarpihak afiliasi berdasarkan fungsi yg dilakukan, aset yg
digunakan dan risiko yg ditanggung setiap pihak yg terlibat dlm transaksi afiliasi.
b. Metode Pembagian Laba Sisa (Residual Profit Split Method)
Metode pembagian laba yg mengidentifikasi terlebih dahulu laba sisa dgn mengurangkan
laba rutin setiap pihak afiliasi dari laba gabungan kemudian laba sisa dialokasikan
berdasarkan kontribusi setiap pihak afiliasi yg terlibat thd laba sisa.
Kelaziman Usaha
C084
Pertanyaan
Apakah transaksi independen
sebanding akan dinilai dgn hrg yg
sama?
Apakah Profit Level Indicator (PLI)
transaksi afiliasi, scr ekonomis mrp
kondisi yg berlaku dan sesuai dgn
PLI sektor usaha WP?
WP A kawin dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yg juga
memiliki industri rotan di Cirebon.
Peredaran Usaha dari Industri
Rotan (setahun) di Cirebon
Rp 40 juta
Penerimaan bruto sbg dokter (setahun) di Jakarta
Rp 72 juta
Penghasilan neto:
Dari industri rotan:
12,5% X Rp 40 juta
Rp 5. juta
Sbg dokter:
45% X Rp 72 juta
Rp 32,4 juta
Jml penghasilan Neto
Rp 37,4 juta
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi PTKP
Rp 37,4 juta - Rp 8,64 juta = Rp 28,76 juta
PPh yg terutang:
5% X Rp 25 juta
Rp 1,25 juta
10% X Rp 3,76 juta
Rp 376 ribu
Jml
Rp 1,626 juta
Catatan :
a. Angka 12,5% utk industri rotan, lihat Kode Norma 33100
b. Angka 45% sbg dokter, lihat Kode Norma 93213
c. Istri tdk punya penghasilan
B.
Seorang WP baru memiliki usaha sbg pedagang eceran bahan makanan di Jakarta. Penjualan dlm
1 bulan diperkirakan seb Rp 15 juta. Ia kawin dan mempunyai 2 orang anak.
Besarnya PPh Pasal 25 yg hrs dibayar sbg angsuran dlm thn berjalan:
Jml peredaran setahun = 12 X Rp 15 juta
Rp 180 juta
Persentase penghasilan mnr Kode Norma 62320 = 25%
Penghasilan neto setahun = 25% X Rp 180 juta
Rp
45 juta
Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP
= Rp 45 juta - Rp 7,2 juta
Rp 37,8 juta
PPh yg terutang
= 5% X Rp 37,8 juta
Rp 1,89 juta
PPh Pasal 25 yg hrs dibayar
= 1/12 X Rp 1,89 juta
Rp 157,5 ribu
C091
Tarif PPh
Dasar Perhitungan
Sifat
10%
Final
Final
5%
1%
5%
Jml Bruto Nilai
Pengalihan
Final
2%
3%
Penghasilan bruto
Penghasilan bruto
4%
Penghasilan bruto
4%
6%
Penghasilan bruto
Penghasilan bruto
25%
C101
Final
10%
Final
Final
0,1% X Nilai Transaksi
(0,1% X Nilai Transaksi) + (0,5% X nilai
saham pasar saat IPO)
20% (utk
WPDN &
BUT)
20% atau
Tarif P3B
(utk WPLN)
Final
Pengecualian:
a. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI sepanjang jml deposito & tabungan serta SBI
tsb < Rp 7,5 juta & bukan mrp jml yg dipecah-pecah.
b. Bunga & diskonto yg diterima atau diperoleh bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN
di Indonesia.
c. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI yg diterima atau diperoleh Dana Pensiun yg tlh
disahkan MenKeu, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 29 UU 11 Thn 1992.
d. Bunga tabungan pd bank yg ditunjuk Pemerintah dlm rangka pemilikan rumah sederhana &
sangat sederhana, kapling siap bangun utk rumah sederhana & sangat sederhana, atau rumah
susun sederhana sepanjang utk dihuni sendiri.
8. Bunga / Diskonto Obligasi
a. Bunga Obligasi dgn kupon
(interest bearing bond)
- WP DN & BUT
- WP LN selain BUT
b. Diskonto Obligasi dgn kupon
- WP DN & BUT
- WP LN selain BUT
c. Diskonto Obligasi tanpa bunga
(zero coupon bond)
- WP DN & BUT
- WP LN selain BUT
d. Bunga dan/atau diskonto dari
Obligasi yg diterima dan/atau
diperoleh WP reksadana yg
terdaftar pd BAPEPAM-LK
- utk thn 2009 s.d. 2010
- utk thn 2011 s.d. 2013
- utk thn 2014 dan seterusnya
Dasar Hukum: PP 16 Thn 2009, PMK85/PMK.03/2011
Final
15%
20% / Tarif
P3B
15%
20% / Tarif
P3B
15%
20% / Tarif
P3B
0%
5%
15%
C102
Pengecualian:
a. WP dana pensiun yg pendirian / pembentukannya tlh disahkan oleh MenKeu & memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dlm Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh
b. WP bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN di Indonesia
9. Bunga Simpanan yg Dibayarkan
Koperasi kpd Anggota Koperasi
OP
a. < Rp 240 ribu
b. > Rp 240 ribu
Dasar Hukum: PP 15 Thn 2009, PMK112/PMK.03/2010
10. Penghasilan perusahaan modal
ventura dari transaksi penjualan
saham atau pengalihan
penyertaan modal pd perusahaan
pasangan usahanya
Dasar Hukum: PP 4 Thn 1995, KMK250/KMK.04/1995
Final
0%
10%
Jml Bruto
Jml Bruto
0,1 %
Final
Syarat :
Mrp perusahaan kecil, menengah, atau yg melakukan keg. dlm sektor-sektor usaha yg
ditetapkan oleh MenKeu; dan
Sahamnya tdk diperdagangkan di BEI.
11. Penghasilan dari usaha yg
diterima/dperoleh WP yg memiliki
peredaran bruto tertentu
WP OP / WP badan; dan
menerima penghasilan dari usaha,
tdk termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dgn pekerjaan bebas,
dgn peredaran bruto < Rp 4,8 M
dlm 1 Thn Pajak
(berlaku mulai 1 Juli 2013)
Dasar Hukum: PP 46 Thn 2013, PMK107/ PMK.011/2013
1%
Final
Pengecualian:
a. WP OP yg melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg dlm usahanya:
menggunakan sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang, baik yg menetap maupun
tdk menetap; dan menggunakan sebagian atau slr tempat utk kepentingan umum yg tdk
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan
b. WP badan yg blm beroperasi scr komersial
c. WP badan yg dlm jangka waktu 1 thn stl beroperasi scr komersial memperoleh peredaran
bruto > Rp 4,8 M
d. WP BUT
C103
C104
ii. Menyetor sendiri PPh Final yg terutang, pd saat menerima pembayaran uang muka &
termin, jika pengguna jasa bukan Pemotong Pajak.
iii. Tarif PPh Final utk WP yg memenuhi kualifikasi usaha kecil:
Utk penyedia jasa Perencanaan konstruksi : 4% dari jml bruto;
Utk penyedia jasa Pelaksanaan Konstruksi: 2% dari jml bruto; atau
Utk penyedia jasa Pengawasan Konstruksi: 4% dari jml bruto.
b. Bagi WP selain yg memenuhi kualifikasi sbg usaha kecil:
i. Dipotong pajak sesuai pasal 23 UU PPh pd saat pembayaran uang muka dan termin, jika
pengguna jasa:
Badan Pemerintah,
Subjek Pajak badan DN,
BUT, atau
OP sbg WP DN yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak sbg pemotong PPh Pasal 23
Jika Pengguna Jasa bukan Pemotong Pajak, dikenakan pajak sesuai PPh Pasal 25 UU
PPh
2. Utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, maka
pengenaan PPhnya: (Pasal 10A PP 40 Thn 2009)
a. Jika BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan
Pengguna Jasa s.d. tanggal 31 Des 2008, maka pengenaan PPh berdasarkan Pasal 10 PP
40 Thn 2009 (seperti ketentuan utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan
s.d. tanggal 31 Des 2008 di atas).
b. Jika BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan
Pengguna Jasa sejak tanggal 1 Jan 2009, maka pengenaan PPh berdasarkan PP 51 Thn
2008 (pengenaan PPh-nya bersifat final).
c. Jika penyelesaian pekerjaan tdk menggunakan BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan,
maka pengenaan PPh berdasarkan PP 51 Thn 2008 (pengenaan PPh-nya bersifat final).
B. Jika kontrak ditandatangani sejak tanggal 1 Agust 2008: (Pasal 10B PP 40 Thn 2009)
Pengenaan PPhnya berdasarkan PP 51 Thn 2008 pengenaan PPh-nya bersifat final
Kesimpulan Pengenaan Tarif Final
PP 51 (pengenaan PPh yg bersifat final) digunakan utk penghasilan dari Jasa Konstruksi dimana:
1. Kontrak ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak
yg dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, dlm hal BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan
ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sejak tanggal 1 Jan 2009; atau (Pasal
10A Huruf b PP 40 Thn 2009)
2. Kontrak ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak
yg dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, jika penyelesaian pekerjaan tdk menggunakan BA Serah
Terima Penyelesaian Pekerjaan; atau (Pasal 10A Huruf b PP 40 Thn 2009)
3. Kontrak ditandatangani sejak tanggal 1 Agust 2008. (Pasal 10B PP 40 Thn 2009)
Cara Pembayaran atau Penyetoran PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 ayat (1) PP 51 Thn
2008)
1. Dipotong PPh Final pd saat pembayaran jika Pengguna Jasa adalah Pemotong Pajak
2. Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa jika Pengguna Jasa bukan Pemotong Pajak
Saat Terutang PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 ayat (1) PP 51 Thn 2008)
Pd saat pembayaran
DPP PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 ayat (2) PP 51 Thn 2008)
1. Jika dipotong oleh Pemotong Pajak: DPP adalah seb jml pembayaran (tdk termasuk PPN)
Jml pembayaran atau jml penerimaan pembayaran ini mrp bagian dari Nilai Kontrak Jasa
Konstruksi.
2. Jika disetor sendiri oleh Penyedia Jasa: DPP adalah seb jml penerimaan pembayaran (tdk
termasuk PPN)
Tarif PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 3 PP 51Thn 2008)
1. Utk Pelaksanaan Konstruksi:
C105
C106
hrs dibubuhi tulisan atau cap: "DIUBAH MENJADI BUKTI PEMOTONGAN PASAL 23
DENGAN
TARIF
SEBESAR
.....%
SEJUMLAH
Rp
..........BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR ......./PMK.03/2009" dan divalidasi oleh
KPP.
5. Stl dibubuhi tulisan atau cap tsb, KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar:
Memberikan asli lembar ke-1 pemotongan kpd Penyedia Jasa;
Menyatukan 1 lembar FC bukti pemotongan dgn berkas SPT Tahunan Penyedia Jasa yg
bersangkutan; dan
Mengirimkan 1 lembar FC bukti pemotongan kpd KPP tempat Pengguna Jasa terdaftar
utk disatukan dgn SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Pengguna Jasa.
6. Jika permohonan tdk disetujui, maka Kepala KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar hrs
menyampaikan pemberitahuan penolakan dgn format sesuai Lamp II PMK 153/PMK.03/2009.
7. Jika ada kelebihan pemotongan PPh yg bersifat final stl perubahan bukti pemotongan,
kelebihan PPh tsb dikembalikan melalui permohonan scr tertulis oleh Penyedia Jasa kpd KPP
tempat Penyedia Jasa terdaftar sesuai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak
yg seharusnya tdk terutang. (Pasal 8 ayat (2) PMK-153/PMK.03/2009)
B. Utk Pengguna Jasa:
Pengguna Jasa yg tlh melakukan pemotongan PPh atas pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
utk kontrak yg ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku
pd saat ditandatanganinya kontrak tsb dan tlh menerbitkan bukti pemotongan serta tlh melaporkan
bukti pemotongan tsb dlm SPT Masanya, atas bukti potong tsb tdk perlu dilakukan perubahan dan
dianggap sdh benar. (Pasal 8B PMK-153/PMK.03/2009)
Kesimpulan:
Yg hrs mengajukan perubahan bukti potong cukup Penyedia Jasa saja, utk Pengguna Jasa tdk
perlu melakukan perubahan bukti potong
Kondisi Tertentu Terkait Pembayaran PPh & Nilai Kontrak:
1. Dlm hal terdapat selisih kekurangan PPh yg terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dgn
PPh yg tlh dipotong atau disetor sendiri, maka selisih kekurangan tsb hrs disetor sendiri oleh
Penyedia Jasa. (Pasal 6 ayat (1) PP 51 Thn 2008)
2. Dlm hal Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tdk dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas Nilai
Kontrak yg tdk dibayar tersebut tdk terutang PPh Final, dgn syarat sdh dicatat sbg piutang yg tdk dpt
ditagih sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh. (Pasal 6 ayat (2) & (3) PP 51 Thn 2008)
Jika piutang yg nyata-nyata tdk dpt ditagih tsb dpt ditagih kembali, maka tetap dikenakan PPh
Final. (Pasal 6 ayat (4) PP 51 Thn 2008)
Ketentuan Lain-lain:
1. Jika Penyedia Jasa memperoleh atau menerima penghasilan dari LN, maka atas pajak yg dibayar
atau terutang di LN atas penghasilan tsb dpt dikreditkan (PPh Pasal 24). (Pasal 7 ayat (1) PP 51 Thn
2008)
2. Penghasilan lain yg diterima atau diperoleh oleh Penyedia Jasa Konstruksi dari luar usaha dikenakan
tarif berdasarkan ketentuan umum UU PPh. (Pasal 7 ayat (2) PP 51 Thn 2008)
3. Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk dlm
penghitungan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yg dikenakan PPh Final. (Pasal 7 ayat (3) PP 51 Thn
2008)
4. Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yg terpisah atas biaya dari kegiatan usaha selain usaha
Jasa Konstruksi.
5. Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yg masih tersisa s.d. Thn Pajak 2008 hanya dpt dikompensasi
sampai Thn Pajak 2008. (Pasal 10C PP 40 Thn 2009)
6. Utk WP yg hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, sejak thn pajak 2009 tdk
diwajibkan membayar angsuran PPh Pasal 25. (Pasal 8C PMK-153/PMK.03/2009).
C107
Service charge: Balas jasa yg menyebabkan ruangan yg disewa dpt dihuni sesuai dgn tujuan
yg diinginkan penyewa yg terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan, dan biaya
administrasi.
(SE-13/PJ.32/1989 SE ini sdh dicabut oleh SE-14/PJ.53/2003, tetapi untuk pengertian
service chargenya tdk dirubah oleh SE-14/PJ.53/2003)
DPP PPN atas service charge dlm rangka kegiatan persewaan ruangan adalah penggantian,
yakni sebesar nilai tagihan service charge yg diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi
jasa. (SE-14/PJ.53/2003)
Pemotong:
Yg menjadi pemotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas sewa tanah dan/atau bangunan adalah apabila
Penyewa (pihak yg menyewa/yg membayar biaya sewa) mrp: (KMK-394/KMK.04/1996 jo KMK120/KMK.03/2002)
1.
Badan pemerintah, Subjek Pajak badan DN, penyelenggara kegiatan, BUT, kerjasama operasi,
perwakilan perusahaan LN lainnya
2.
Orang Pribadi yg ditunjuk sbg pemotong: (Hrs ada SK Penunjukan yg diterbitkan oleh Kepala
KPP sesuai KEP-50/PJ./1996)
a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, PPAT (kecuali PPAT tsb adalah Camat), pengacara, dan
konsultan, yg melakukan pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yg menjalankan usaha yg menyelenggarakan pembukuan;
yg tlh terdaftar sbg WP DN
Pemotong wajib memotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan yg
terutang pd saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lbh
dahulu terjadi.
(Pasal 5 ayat (1) KEP-227/PJ/2002)
C108
PPh FINAL ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PHTB)
Dasar Hukum:
UU PPh
PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008 ttg Pembayaran PPh atas Penghasilan dari PHTB
KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008 ttg Pelaksanaan Pembayaran dan
Pemungutan PPh atas Penghasilan dari PHTB
PER-28/PJ/2009 ttg Pelaksanaan Ketentuan PP 71 Thn 2008
PER-26/PJ/2010 (berlaku sejak 4 Mei 2010) ttg Tata Cara Penelitian SSP atas Penghasilan dari
PHTB
SE terkait:
SE-30/PJ/2013 (berlaku sejak 3 Juli 2013) ttg pelaksanaan PPh yg bersifat final atas penghasilan dari
PHTB yg diterima atau diperoleh WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB (WP real estat) dan
penentuan jml bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat
mencabut SE-80/PJ/2009
SE-30/PJ/2014 tanggal 14 Agust 2014 ttg Pengawasan atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan Melalui Jual Beli
Penegasan di dlm SE-30/PJ/2013:
1. Pembayaran PPh Final atas PHTB oleh WP real estat dilakukan:
1) Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya stl bulan diterimanya pembayaran, baik dgn cara tunai
maupun angsuran, atas PHTB; dan
2) Sbl akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB ditandatangani oleh
pejabat yg berwenang, dlm hal jml slr pembayaran sebagaimana dimaksud pd angka 1) kurang
dari jml bruto nilai pengalihan hak.
2. Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat adalah nilai yg tertinggi
antara nilai berdasarkan Akta PHTB dgn NJOP tanah dan/atau bangunan yg bersangkutan pd saat
ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB oleh pejabat
yg berwenang.
Jml bruto nilai PHTB yg tertuang dlm Akta Pengalihan Hak adalah jml bruto nilai pengalihan yg
sebenarnya sesuai dgn kejadian, status dan data yg benar serta didukung dgn dokumen sesuai
perpu.
Dlm hal diketahui berdasarkan data atau kejadian sebenarnya, jml bruto nilai pengalihan mnr akta
PHTB maupun NJOP tanah dan/atau bangunan yg bersangkutan lbh rendah dari jml bruto nilai
PHTB yg sebenarnya, maka besarnya PPh dihitung dari jml bruto nilai PHTB yg sebenarnya.
3. Dlm hal pembayaran atau angsuran atas PHTB dilakukan sbl 1 Jan 2009 dan penjualan atas
pengalihan tsb blm diakui sbg penghasilan WP yg melakukan pengalihan tsb s.d. 31 Des 2008 maka
PPh Final atas pembayaran atau angsuran tsb hrs dibayar sbl akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB ditandatangani oleh pejabat yg berwenang.
4. Dlm hal PHTB dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal
4 ayat (2) atas penghasilan dari PHTB tsb dilakukan oleh cabang. Namun slr pembayaran PPh atas
penghasilan dari PHTB yg dilakukan di cabang hrs dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dlm
SPT Tahunan PPh.
5. Dlm hal terdapat 2 atau lbh WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB bekerja sama membentuk
KSO/JO melakukan PHTB maka PPh Final atas PHTB dibayar oleh @ anggota KSO sesuai dgn
bagian penghasilan yg diterima @ anggota KSO.
Dlm hal PPh Final tlh dibayar dgn menggunakan SSP a.n. KSO atau salah satu anggota KSO maka
SSP tsb dipindahbukukan ke @ anggota KSO sesuai dgn bagian penghasilan yg diterima masing-@
anggota KSO.
6. Atas pelaksanaan aturan peralihan Pasal II PP 71 Thn 2008 sebagaimana diatur dlm PER28/PJ/2009:
SKB pembayaran PPh yg bersifat final dpt diterbitkan kpd WP badan real estat apabila memenuhi
persyaratan sbb:
a. Pengalihan hak (penjualan) atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sbl tanggal 1 Jan 2009;
b. Penghasilan atas pengalihan hak tsb tlh dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh Thn Pajak yg
bersangkutan dan PPh atas penghasilan tsb tlh dilunasi;
C109
c.
Permohonan diajukan oleh WP badan real estat yg melakukan PHTB disertai lampiran berupa
daftar tanah dan/atau bangunan sesuai format yg ditetapkan yg diisi dgn lengkap meliputi nama
dan NPWP pembeli tanah dan/atau bangunan.
NPWP pembeli wajib dicantumkan dlm permohonan SKB, kecuali berdasarkan ketentuan
perpajakan pembeli tsb tdk wajib memiliki NPWP
Nama pembeli yg tercantum dlm permohonan SKB adalah pembeli yg tercantum dlm
Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB)
Dlm hal terjadi perubahan PPJB shg WP Badan real estat menerima atau memperoleh
penghasilan dari perubahan PPJB tsb, maka SKB hanya dpt diterbitkan apabila WP badan
real estat dpt membuktikan bahwa penghasilan dari perubahan PPJB tsb tlh dilaporkan dlm
SPT PPh thn pajak yg bersangkutan dan PPh atas penghasilan tsb tlh dilunasi
C1010
C1011
PPh PASAL 15
Obyek
Tarif PPh
Dasar
Perhitungan
Sifat
1. Perusahaan Pelayaran
DN
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-416/KMK.04/1996, SE29/PJ.4/1996, SE32/PJ.43/1998 (mencabut
butir 9 huruf b SE29/PJ.4/1996)
1,2%
Peredaran Bruto
Final
2. Charter Penerbangan
DN
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-475/KMK.04/1996, SE35/PJ.4/1996
1,8%
Peredaran Bruto
yg diterima
berdasarkan
perjanjian charter
3. Perusahaan Pelayaran
dan / Penerbangan LN
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-417/KMK.04/1996, SE32/PJ.4/1996 (mencabut SE27/PJ.4/1995)
2,64%
Peredaran Bruto
Final
4. WP LN yg mempunyai
Kantor Perwakilan
Dagang (representative
office/liaison office) di
Indonesia
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-634/KMK.04/1994,
KEP-667/PJ/2001, SE02/PJ.03/2008
0,44% / Tarif
berdasarkan P3B
Final
Penghasilan neto
= 1% X nilai
ekspor bruto
7% x tarif tertinggi
Pasal 17 ayat (1)
huruf b UU PPh
C111
Total biaya
pembuatan /
perakitan barang
tdk termasuk biaya
pemakaian bahan
baku (direct
materials)
Final
C112
C113
C114
C115
C116
Tarif PPh
Dasar Perhitungan
1. Penghasilan yg diterima
/ diperoleh Pegawai
tetap (termasuk pekerja
asing status WP DN)
Pasal 17 UU PPh
Pasal 17 UU PPh
PKP = PB PTKP
5%
b. sekaligus
(pesangon)
Berlaku mulai 16 Nov
2009
Ketentuan Lama:
5%
Pasal 17 UU PPh
> Rp 6 juta
Final
Pasal 17 UU PPh
< Rp 50 juta: 0%
> Rp 50-100 juta:
5%
> Rp 100-500
juta: 15%
> Rp 500 juta:
25%
PB
C121
Sifat
Walaupun
pesangon yg
diperoleh <
Rp 50 juta
dikenakan tarif
0% tetap hrs
dibuatkan bukti
potong
< Rp 50 juta: 0%
> Rp 50 juta: 5%
Pasal 17 UU PPh
50% x PB
Tdk Kumulatif
Pasal 17 UU PPh
Kumulatif
Pasal 17 UU PPh
50% x PB
Kumulatif
Pasal 17 UU PPh
PB
Kumulatif
7. Honorarium atau
imbalan yg bersifat tdk
teratur yg diterima atau
diperoleh anggota
dewan komisaris atau
dewan pengawas yg tdk
merangkap sbg pegawai
tetap pd perusahaan yg
sama, penarikan dana
pensiun oleh peserta
program pensiun yg
masih berstatus sbg
pegawai dari dana
pensiun yg pendiriannya
tlh disahkan oleh MenKeu
Pasal 17 UU PPh
PB
Kumulatif
Pasal 17 UU PPh
PB
Kumulatif
C122
PB
0%
PB
Final
5%
PB
Final
15%
PB
Final
Jika WP OP penerima penghasilan tdk memiliki NPWP, maka akan dikenakan tarif lbh tinggi 20%
daripada tarif yg diterapkan thd WP yg memiliki NPWP (Hanya berlaku utk pemotongan PPh Pasal
21 yg bersifat tdk final). Namun, jika WP tsb kemudian mempunyai NPWP dlm thn kalender yg
bersangkutan paling lama sbl masa pajak Desember, maka atas selisih pengenaan tarif 20% lbh
tinggi tsb diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 yg terutang utk bulan-bulan selanjutnya stl memiliki
NPWP. (Pasal 20 ayat (4) PER 31/PJ/2012) Sejak 1 Jan 2009
Ket :
PKP
: Penghasilan Kena Pajak
PN
: Penghasilan Neto
PB
: Penghasilan Bruto
BJ
: Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto, max Rp 500 ribu/bulan atau Rp 6 juta/thn),
bersifat kumulatif
IP
: Iuran Pensiun
BP
Biaya Pensiun (5% x Penghasilan bruto, max Rp 200 ribu/bulan atau Rp 2,4 juta/thn),
bersifat kumulatif
Dasar Hukum: PP 68 Thn 2009, PMK 250/PMK.03/2008, PMK 252/PMK.03/2008, PMK
16/PMK.03/2010, PER 31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)
C123
C124
C125
C126
3.
4.
5.
Iuran pensiun yg dibayarkan kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu, Iuran
THT atau iuran JHT kpd badan penyelenggara THT atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga
kerja yg dibayar oleh pemberi kerja.
Zakat yg diterima oleh OP yg berhak dari badan atau lembaga amil zakat yg dibentuk atau disahkan
oleh Pemerintah, atau Sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk agama yg diakui di
Indonesia yg diterima oleh OP yg berhak dari lembaga keagamaan yg dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah sepanjang tdk ada hubungan dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yg bersangkutan.
Beasiswa pd Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh.
Ketentuan Lain:
Jml penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh penerima penghasilan yg dipotong PPh Pasal
21/26 adalah slr jml penghasilan pd Pasal 5 PER-31/PJ/2012 yg diterima atau diperoleh dlm
suatu periode atau pd saat dibayarkan. (Pasal 10 ayat (1) PER-31/PJ/2012)
Dlm hal Bukan Pegawai pd Pasal 3 huruf c PER-31/PJ/2012 memberikan jasa kpd Pemotong PPh
Pasal 21/26: (Pasal 10 ayat (5) PER-31/PJ/2012)
a. Mempekerjakan orang lain sbg pegawainya maka besarnya jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10
ayat (1) PER-31/PJ/2012 adalah seb jml pembayaran stl dikurangi dgn bagian gaji/upah dari
pegawai yg dipekerjakan tsb, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan bagian
gaji/upah dari pegawai yg dipekerjakan tsb maka besarnya penghasilan bruto tsb adalah seb jml
yg dibayarkan.
b. Melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10
ayat (1) PER-31/PJ/2012 hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dlm
kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan antara pemberian jasa dgn material atau barang maka
besarnya penghasilan bruto tsb termasuk pemberian jasa dan material atau barang.
Dlm hal jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10 ayat (1) PER-31/PJ/2012 dibayarkan kpd dokter yg
melakukan praktik di RS dan/atau klinik maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jasa dokter yg
dibayar oleh pasien melalui RS dan/atau klinik sbl dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh RS
dan/atau klinik. (Pasal 10 ayat (6) PER-31/PJ/2012)
Disetahunkan atau Tdk:
Penghasilan Neto Tdk Disetahunkan
Karyawan yg kewajiban pajak subjektifnya
sdh ada sejak awal thn, tapi baru mulai
bekerja dlm thn pajak, termasuk yg
sebelumnya bekerja di pemberi kerja lain
Karyawan yg kewajiban pajak subjektifnya
sdh ada sejak awal thn, tapi berhenti bekerja
dlm thn pajak
Biaya SDM:
Dpt
Dikurangkan &
Mrp Objek PPh
21
Gaji/Upah
Tunj. (termasuk
tunj. PPh 21)
Premi asuransi
jiwa pegawai yg
dibayar
perusa-haan,
termasuk JKK,
Tdk Dpt
Dikurangkan &
Mrp Objek PPh 21
Pembayaran bonus,
gratifikasi, jasa
produksi, tantiem
(bagian keuntungan
yg diberikan kpd
Direksi & Komisaris
dari pemegang
saham yg
didasarkan pd
prosentase tertentu
dari laba
perusahaan), dsb
C127
JKM, JPK
1.
Uang lembur,
uang transport,
honor dsb
Penggantian
Pengobatan,
pemberian uang
pengobatan,
pemberian tunj.
Pengobatan
THR, Bonus atas
prestasi kerja
Penyediaan makan
minum utk slr pegawai
2. sbg sarana
keselamatan kerja atau
krn sifat pekerjaan tsb
mengharuskannya.
Daerah terpencil (sdh
mendapat persetujuan dari
DJP)
kpd karyawan yg
mrp bagian
keuntungan
(pembagian laba)
atau dibebankan ke
laba ditahan
(Retained Earning).
(SE-16/PJ.44/1992)
Perumahan yg semua
biaya yg ditimbulkannya
dibayar lsg oleh
perusahaan
Pakaian (selain pakaian
sbg sarana keselamatan
kerja atau krn sifat
pekerjaan tsb
mengharuskannya)
Perlakuan Perpajakan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JKK, JKM, JPK, JHT):
Perlakuan bagi Pemberi
Uraian
Perlakuan bagi Karyawan
Kerja
JKK, JKM, JPK
Biaya Bagi Perusahaan
Penghasilan (digabung dlm penghasilan bruto
dibayar Perusahaan
(Deductable)
gaji)
Alasan: Krn tdk tercantum dlm Pasal 4 ayat 3 UU
PPh shg mrp objek PPh
JKK, JKM, JPK
Bukan Pengurang Bagi OP (Karyawan) yg
dibayar karyawan
membayarnya
Alasan: Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh.
JHT 3,7%
Biaya Bagi Perusahaan
Tdk menambah penghasilan Bruto karyawan.
dibayar
(Deductable). Semua iuran
Tapi objek PPh pd saat menerima klaim JHT
oleh
pensiun adalah biaya bagi yg sekaligus dari PT JAMSOSTEK (dipotong oleh
membayarnya
PT. JAMSOSTEK saat menerima klaim)
Iuran Perusahaan
JHT
JHT 2%
Biaya bagi karyawan (pengurang penghasilan
5,7%
dibayar
Bruto). Krn saat menerima JHT akan dipotong
karyawan
PPh 21 oleh PT JAMSOSTEK
Alasan: Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh.
Ket: (Pasal 9 PP 14 Thn 1993)
JKK = 0,24% / 0,54% / 0,89% / 1,27% / 1,74% x upah sebulan
JKM = 0,3% x upah sebulan
JPK = Karyawan berkeluarga 6% x upah sebulan, blm berkeluarga 3% x upah sebulan
Uang Pesangon:
Uang Pesangon dibayarkan scr lsg oleh
Pemberi Kerja (PK)
Dibayarkan sekaligus
Cara
Pembayaran
Saat Terutang
/ saat pegawai
dianggap sdh
menerima hak
atas uang
pesangon
Jika
sebagian
atau slr-nya
Seka-ligus
dibayarkan
1x
dlm jangka
waktu paling
lama 2 thn
kalender
Saat dilakukan pembayaran
Dibayarkan
bertahap
Sebagian
dibayarkan pd
thn ke-3 dst
(lewat jangka
waktu 2 thn
kalender)
Saat terutang
atau dibayarkan
uang pesangon
C128
Dibayarkan
sekaligus
Dibayarkan
bertahap
Saat
pengalihan
uang pesangon
sekaligus dari
PK kpd PDPTK.
Pd saat pegawai
Saat
pembayaran
uang
pesangon dari
PDPTK kpd
Pegawai. Blm
menerima uang
pesangon dari
PDPTK tdk
dipotong PPh 21
Pemotong
PPh 21
Tarif
PK
Final
Tdk Final
(dpt menjadi
kredit pajak)
Tarif progresif x
penghasilan
bruto yg
terutang atau
dibayarkan pd
@ thn kalender
Final
Pemotong
PPh 21
Tarif
Pemberi Kerja
Final
terutang saat
pengalihan
uang pesangon
scr bertahap
dari PK kpd
PDPTK.
PDPTK
Tdk Final
(dpt menjadi kredit
pajak)
Tarif Progresif x
jml penghasilan
bruto kumulatif yg
terutang atau
dibayarkan pd @
tahun kalender
Ket:
Penghasilan berupa UMP yg dibayarkan sekaligus, meliputi:
Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yg dibayarkan scr sekaligus pd saat
pegawai pensiun atau meninggal dunia
Pembayaran manfaat pensiun bulanan yg lbh kecil dari suatu jml tertentu yg ditetapkan dari waktu ke
waktu oleh MenKeu yg dibayarkan sekaligus
Pengalihan UMP kpd PAJ dgn cara DP membeli anuitas seumur hidup
C129
Penghitungan PPh Pasal 21 utk Pegawai Tetap & Penerima Pensiun Berkala
Penghitungan PPh Pasal 21 utk pegawai tetap & penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2:
1.
Penghitungan masa atau bulanan yg menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yg terutang utk
setiap masa pajak, yg dilaporkan dlm SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Des atau masa
pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja
2.
Penghitungan kembali sbg dasar pengisian Form 1721 A1/A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yg
terutang utk masa pajak Des atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
Penghitungan kembali ini dilakukan pd:
a. bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun
b. bulan Des bagi pegawai tetap yg bekerja sampai akhir thn kalender dan bagi penerima
pensiun yg menerima uang pensiun sampai akhir thn kalender
I.1.
Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Des atau Masa Pajak di mana pegawai
tetap berhenti bekerja
a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur
b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tdk Teratur
I.1.a.
C1210
5.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tdk Teratur bagi Pegawai Tetap
1.
Apabila kpd pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
bonus, premi, THR, dan penghasilan lain semacam itu yg sifatnya tdk tetap
C1211
2.
I.2.
Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pd Bulan Des atau Masa Pajak Tertentu utk Pegawai
Tetap yg Berhenti Bekerja Sbl Bulan Des
1.
2.
II.
dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan
dipotong:
a.
dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yg disetahunkan
ditambah dgn penghasilan tdk teratur berupa tantiem, jasa produksi,
dan sebagainya.
b.
dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yg disetahunkan tanpa
tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
c.
selisih antara PPh Pasal 21 mnr penghitungan huruf a & huruf b
adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tdk teratur berupa tantiem,
jasa produksi, dan sebagainya.
Dlm hal pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya sdh ada sejak awal
thn, namun baru mulai bekerja stl bulan Jan, maka PPh Pasal 21 atas
penghasilan yg tdk teratur tsb dihitung dgn cara pd butir 1 dgn
memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan
atas Penghasilan Teratur pd butir I.1.a.1. angka 2 huruf b, c dan d di atas.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pd bulan Des atau bulan tertentu utk pegawai
tetap yg berhenti bekerja sbl bulan Des:
a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas slr penghasilan yg diterima atau diperoleh dari
pemotong pajak dlm thn kalender yg bersangkutan, baik penghasilan yg teratur
maupun yg tdk teratur.
b. PPh Pasal 21 terutang yg hrs dipotong utk bulan Des atau bulan tertentu utk pegawai
tetap yg berhenti bekerja sbl bulan Des adalah seb selisih antara PPh Pasal 21
terutang atas slr penghasilan teratur dan tdk teratur yg diterima dari pemotong pajak
dlm thn kalender yg bersangkutan, sesuai huruf a, dgn PPh Pasal 21 yg tlh dipotong
dlm thn kalender yg bersangkutan s.d. bulan sebelumnya.
c. Dlm hal jml PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. bulan sbl-nya tsb > PPh Pasal 21
terutang atas slr penghasilan teratur dan tdk teratur yg diterima dari pemotong pajak
dlm thn kalender yg bersangkutan, misalnya dlm hal pegawai berhenti bekerja pd
pertengahan thn, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tsb dikembalikan kpd
pegawai tetap yg berhenti bekerja bersamaan dgn pemberian bukti pemotongan PPh
Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 utk pegawai tetap yg
bersangkutan, pemotong pajak dpt memperhitungkan dgn PPh Pasal 21 terutang atas
penghasilan pegawai tetap lainnya dlm masa pajak yg sama, shg jml PPh Pasal 21 yg
hrs disetor oleh pemotong pajak utk masa pajak tsb tlh mempertimbangkan jml
kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yg tlh diberikan oleh pemotong pajak kpd
pegawai tetap yg berhenti bekerja.
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang atas slr penghasilan yg diterima atau diperoleh
dari pemotong pajak dlm thn kalender yg bersangkutan sesuai angka 1 huruf a:
a. Utk pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya sdh ada sejak awal thn, namun
mulai bekerja stl bulan Jan atau berhenti bekerja sbl bulan Des, PPh Pasal 21 terutang
dihitung berdasarkan jml slr penghasilan yg diterima atau diperoleh, baik yg bersifat
teratur maupun tdk teratur, selama pegawai tetap yg bersangkutan bekerja pd
pemotong pajak.
b. Sedangkan utk pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai stl bulan
Jan atau berakhir sbl bulan Des, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jml slr
penghasilan yg diterima atau diperoleh, baik yg bersifat teratur maupun tdk teratur, yg
disetahunkan.
Penghitungan PPh Pasal 21 utk Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
II.1.
Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yg Menerima Upah
Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan
1.
Tentukan jml upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yg diterima atau
diperoleh dlm sehari:
C1212
2.
3.
4.
5.
II.2.
Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yg Menerima Upah
yg Dibayarkan Scr Bulanan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml upah
bruto yg disetahunkan stl dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adalah seb PPh
Pasal 21 hasil perhitungan tsb dibagi 12.
III. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yg Tdk
Merangkap sbg Pegawai Tetap, Mantan Pegawai yg Menerima Jasa Produksi, Tantiem,
Gratfikasi, Bonus atau Imbalan Lain yg Bersifat Tdk Teratur, dan Peserta Program Pensiun yg
Masih berstatus sbg Pegawai yg Menarik Dana Pensiun
III.1. Penghitungan PPh Pasal 21 utk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yg Tdk
Merangkap Sbg Pegawai Tetap
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jml
penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh selama 1 thn kalender.
III.2. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai Yg Menerima Penghasilan Berupa Jasa
Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yg Bersifat Tdk Teratur
PPh Pasal 21 dihitung dgn cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
kumulatif jml penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh selama 1 thn kalender.
III.3. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun Yg Masih Berstatus Sbg Pegawai yg
Menarik Dana Pensiun
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jml
penghasilan bruto yg dibayarkan selama 1 thn kalender.
IV. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi OP yg Berstatus sbg Bukan Pegawai
IV.1. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi OP DN bukan pegawai, atas imbalan yg bersifat
berkesinambungan
IV.1.a. Bagi yg tlh memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan
kerja dgn Pemotong PPh Pasal 21 / 26 serta tdk memperoleh penghasilan lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml
kumulatif PKP dlm thn kalender yg bersangkutan. Besarnya PKP adalah seb 50% jml
penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
IV.1.b. Bagi yg tdk memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari
hubungan kerja dgn Pemotong PPh Pasal 21 / 26 serta memperoleh penghasilan
C1213
lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml
kumulatif 50% dari jml penghasilan bruto dlm thn kalender yg bersangkutan.
IV.2. Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi OP DN Bukan Pegawai, atas Imbalan yg Tdk Bersifat
Berkesinambungan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas 50% dari jml
penghasilan bruto.
IV.3. Dlm hal bukan pegawai dlm angka IV.1 & IV.2 adalah dokter yg melakukan praktik di RS dan/atau
klinik maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jasa dokter yg dibayarkan pasien melalui
RS dan/atau klinik sbl dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh RS dan/atau klinik.
IV.4. Dlm hal bukan pegawai dlm angka IV.1 & IV.2 memberikan jasa kpd Pemotong PPh Pasal 21 / 26
IV.4.a. mempekerjakan orang lain sbg pegawainya maka besarnya jml penghasilan bruto
adalah seb jml pembayaran stl dikurangi dgn bagian gaji atau upah dari pegawai yg
dipekerjakan tsb, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan bagian gaji
atau upah dari pegawai yg dipekerjakan tsb maka besarnya penghasilan bruto tsb
adalah seb jml yg dibayarkan;
IV.4.b. melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jml penghasilan bruto
hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt
dipisahkan antara pemberian jasa dgn pembelian material.
V. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Kegiatan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml penghasilan
bruto utk setiap kali pembayaran yg bersifat utuh dan tdk dipecah, yg diterima oleh peserta kegiatan.
VI. Penghitungan PPh Pasal 26 bagi OP yg Berstatus sbg Subjek Pajak LN
1. Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah dari jml penghasilan bruto.
2. Dikenakan tarif PPh Pasal 26 seb 20% dgn memperhatikan ketentuan yg diatur dlm P3B, dlm hal
OP yg menerima penghasilan adalah subjek pajak DN dari negara yg tlh mempunyai P3B dgn
Indonesia.
C1214
I.1.
I.1.1 Fajar pd thn 2013 bekerja pd perusahaan PT Jaya dgn memperoleh gaji sebulan Rp 2,5 juta dan
membayar iuran pensiun seb Rp 100 ribu. Fajar menikah tetapi blm mempunyai anak. Pd bulan Jan
penghasilan Fajar dari PT Jaya hanya dari gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Jan:
Gaji
Rp 2.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% X Rp 2.500.000 =
Rp 125.000
225.000
luran pensiun
Rp 100.000 Rp
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.275.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp2.275.000 =
Rp 27.300.000
PTKP setahun (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp
975.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 48.750
PPh Pasal 21 bulan Jan: Rp48.750 : 12 = Rp 4.063
Catatan:
a. Biaya Jabatan adalah biaya utk 3M penghasilan yg dpt dikurangkan dari penghasilan setiap orang
yg bekerja sbg pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tdk.
b. Contoh di atas berlaku apabila pegawai yg bersangkutan sdh memiliki NPWP. Dlm hal pegawai yg
bersangkutan blm memiliki NPWP, maka jml PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Jan:
120% x Rp 4.063 = Rp 4.875.
c. Utk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yg dipotong PPh Pasal 21 sdh
memiliki NPWP, kecuali disebut lain dlm contoh tsb.
I.1.2. Budi pegawai pd perusahaan PT Candra, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 3 juta.
PT Candra mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ 0,5% dan 0,3% dari gaji. PT Candra menanggung
iuran Jaminan Hari Tua (JHT) setiap bulan seb 3,7% dari gaji sedangkan Budi membayar iuran JHT
seb 2% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra juga mengikuti program pensiun utk
pegawainya. PT Candra membayar iuran pensiun utk Budi ke dana pensiun, yg pendiriannya tlh
disahkan oleh MenKeu, setiap bulan seb Rp 100 ribu, sedangkan Budi membayar iuran pensiun seb
Rp 50 ribu. Pd bulan Juli 2013 Budi hanya menerima pembayaran berupa gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013:
Gaji
Rp 3.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
Rp
15.000
Premi Jaminan Kematian
Rp
9.000
Penghasilan bruto
Rp 3.024.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 3.024.000 = Rp 151.200
luran Pensiun
Rp 50.000
luran JHT
Rp 60.000 Rp
261.200
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.762.800
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.762.800 =
Rp 33.153.600
PTKP (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 6.828.600
Pembulatan
Rp 6.828.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 341.400
PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp 341.400 : 12 = Rp 28.450
I.1.3 Agustina adalah seorang karyawati dgn status menikah tanpa anak, bekerja pd PT Dharma dgn gaji
sebulan seb Rp 7,5 juta. Agustina membayar iuran pensiun ke dana pensiun yg pendiriannya tlh
C1215
disahkan oleh MenKeu seb Rp 50 ribu sebulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat
Agustina berdomisili yg diserahkan kpd pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya tdk mempunyai
penghasilan apapun. Pd bulan Juli 2013 selain menerima pembayaran gaji juga menerima
pembayaran atas lembur (overtime) seb Rp 2 juta.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013:
Gaji
Rp 7.500.000
Lembur (overtime)
Rp 2.000.000
Penghasilan bruto
Rp 9.500.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan: 5% x Rp 9.500.000 =
Rp 475.000
luran pensiun
Rp 50.000 Rp 525.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 8.975.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp8.975.000 =
Rp107.700.000
PTKP (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 81.375.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 7.206.250
PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp 7.206.250 : 12 = Rp 600.521
Catatan: Oleh krn suami Agustina tdk menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP
Agustina adalah PTKP utk dirinya sendiri ditambah PTKP utk status kawin.
I.1.4 Tuti karyawati dgn status menikah dan mempunyai 3 anak bekerja pd PT Sinar. Suami dari Tuti mrp
seorang PNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Tuti menerima gaji Rp 3 juta sebulan. PT
Sinar mengikuti program pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kpd dana
pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu, seb Rp 40 ribu sebulan. Tuti juga membayar
iuran pensiun seb Rp 30 ribu sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan iuran JHT
karyawannya setiap bulan seb 3,7% dari gaji, sedangkan Tuti membayar iuran JHT setiap bulan seb
2% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn
jml @ seb 1% dan 0,3% dari gaji. Pd bulan Juli 2013 disamping menerima pembayaran gaji Tuti juga
menerima uang lembur (overtime) seb Rp 2 juta.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli:
Gaji sebulan
Rp 3.000.000
Lembur
Rp 2.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
Rp
30.000
Premi Jaminan Kematian
Rp
9.000
Penghasilan bruto sebulan
Rp 5.039.000
Pengurangan :
Biaya jabatan: 5% x Rp5.039.000 = Rp 251.950
luran Pensiun
Rp 30.000
Rp 341.950
luran JHT
Rp 60.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 4.697.050
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp4.697.050 =
Rp 56.364.600
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 32.064.600
Pembulatan
Rp 32.064.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.603.200
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.603.200 : 12 = Rp 133.600
Catatan: Krn suami Tuti menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Tuti adalah PTKP
utk dirinya sendiri.
I.1.5 dr. Danang (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) mrp dokter spesialis kandungan yg bekerja
sbg pegawai tetap di RS swasta Sehat dgn gaji tetap seb Rp 20 juta. Jam praktik dr. Danang mulai
pukul 8.00 s.d 12.00 selama 5 hari dlm seminggu. Utk bulan Agust 2013 dr. Danang menerima
pembayaran dari RS Sehat berupa gaji seb Rp 20 juta dan menerima jasa medis sbg dokter yg
bersumber dari pasien seb Rp 25 juta. dr. Danang membayar iuran pensiun seb Rp 200 ribu setiap
bulannya.
C1216
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan dr. Danang dari RS Sehat pd bulan Agust::
Penghasilan sbg pegawai tetap
Gaji sebulan
Rp 20.000.000
Penghasilan bruto sebulan
Rp 20.000.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
Maksimum diperkenankan =
Rp 500.000
luran Pensiun:
Rp 200.000 Rp
700.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 19.300.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 19.300.000 =
Rp 231.600.000
PTKP (K/I/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 199.200.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 24.880.000
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 24.880.000 : 12 = Rp 2.073.334
Catatan: Penghitungan PPh Pasal 21 atas jasa medis yg diterima oleh dr. Danang dihitung sbg
penghasilan yg diterima oleh bukan pegawai sebagaimana dimaksud dlm contoh V.1.a.
I.2.
I.2.1 Marhentin, blm menikah, pd thn 2012 bekerja sbg pegawai tetap pd Perusahaan PT Mahagoni
menerima gaji yg dibayar mingguan seb Rp 600 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan minggu I bulan Agust 2013 apabila dlm minggu tsb hanya
menerima penghasilan berupa gaji saja:
Gaji: 4 x Rp 600.000 =
Rp 2.400.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 2.400.000 = Rp 120.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.280.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.280.000 = Rp 27.360.000
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 3.060.000
PPh Pasal 21 (Tarif PPh Pasal 17): Rp 153.000
PPh Pasal 21 sebulan: Rp153.000 : 12 = Rp 12.750
PPh Pasal 21 atas gaji/upah minggu pertama: Rp12.750 : 4 = Rp 3.188
I.2.2 Heri pegawai pd perusahaan PT Segara dgn memperoleh gaji mingguan Rp 1 juta. Heri berstatus tlh
menikah dan mempunyai seorang anak. PT Segara masuk program Jamsostek, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ setiap bulan
seb 1% dan 0,3% dari gaji. PT Segara membayar iuran JHT setiap bulan seb 3,7% dari gaji dan Heri
membayar iuran pensiun Rp 20 ribu dan JHT seb 2% dari gaji. Dlm minggu II pd bulan Agust 2013
Heri hanya memperoleh pembayaran berupa gaji saja.
Penghitungan PPh Pasal 21 utk minggu II bulan Agust:
Penghasilan sebulan: 4 x Rp 1.000.000 =
Rp 4.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
Rp
40.000
Premi Jaminan Kematian
Rp
12.000
Penghasilan bruto
Rp 4.052.000
Pengurangan :
Biaya jabatan: 5% x Rp 4.052.000 = Rp 202.600
luran pensiun
Rp 20.000
luran JHT
Rp 80.000
Rp 302.600
Penghasilan neto sebulan
Rp 3.749.400
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.749.400 =
Rp 44.992.800
PTKP (K/1)
Rp 28.350.000
C1217
I.3.1 Fajar dlm contoh I.1.1. di atas pd bulan Juni 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 3,5 juta
sebulan dan berlaku surut sejak 1 Jan 2013. Dgn adanya kenaikan gaji yg berlaku surut tsb maka
Fajar menerima rapel sejumlah Rp 5 juta (kekurangan gaji utk masa Jan s.d. Mei 2013). Utk
menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tsb, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 utk
masa Jan s.d. Mei 2013 atas dasar penghasilan stl ada kenaikan gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Gaji
Rp 3.500.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 3.500.000 = Rp 175.000
luran Pensiun
Rp 100.000
Rp 275.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 3.225.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.225.000 =
Rp 38.700.000
PTKP (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 12.375.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 618.750
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 618.750 : 12 = Rp 51.563
PPh Pasal 21 Jan s.d. Mei 2013 seharusnya: 5 x Rp 51.563 = Rp 257.815
PPh Pasal 21 yg sdh dipotong Jan s.d. Mei 2013:
5 x Rp 4.063 (dari perhitungan contoh I.1.1) =
= Rp 20.315
PPh Pasal 21 utk uang rapel
Rp 237.500
I.4.
I.4.1.
C1218
Joko memperoleh bonus Rp 5 juta shg pd bulan Mar 2013 Joko memperoleh penghasilan berupa
gaji Rp 2,5 juta dan bonus Rp 5 juta. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana
Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu seb Rp 60 ribu.
Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus:
I.4.1.a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)
Gaji setahun : 12 x Rp 2.500.000 =
Rp30.000.000
Bonus
Rp 5.000.000
Penghasilan bruto setahun
Rp35.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 35.000.000 = Rp 1.750.000
luran pensiun setahun: 12 x Rp 60.000= Rp 720.000 Rp 2.470.000
Penghasilan neto setahun
Rp 32.530.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 8.230.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 411.500
I.4.1.b. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun
Gaji setahun: 12 x Rp 2.500,000 =
Rp30.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 30.000.000 = Rp 1.500.000
luran pensiun setahun: 12 x Rp 60.000 = Rp 720.000
Rp 2.220.000
Penghasilan neto setahun
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 3.480.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 174.000
I.4.1.c. PPh Pasal 21 atas Bonus
PPh Pasal 21 atas Bonus: Rp 411.500 - Rp 174.000 = Rp 237.500
I.4.2.
Karyawati Prameswari (tdk kawin) bekerja pd PT Prabu dgn memperoleh gaji Rp 2,75 juta sebulan.
Perusahaan ikut dlm program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dan iuran JHT dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan @ seb 1%, 0,3% dan 3,7% dari
gaji. Prameswari membayar iuran Pensiun Rp 50 ribu dan iuran JHT seb 2% dari gaji utk setiap
bulan. Pd bulan Apr 2013 Prameswari memperoleh bonus Rp 4 juta shg pd bulan Apr 2013
Prameswari menerima pembayaran berupa gaji Rp 2,75 juta dan bonus Rp 4 juta.
C1219
C1220
Rp 14.000.000
b.
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 14.000.000 = Rp 700.000
luran pensiun: 4 x Rp 100.000 =
Rp 400.000 Rp 1.100.000
Penghasilan neto di Bandung
Rp 12.900.000
Penghasilan neto di Jakarta
Rp 16.125.000
Jml penghasilan neto 9 bulan
Rp 29.025.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/9 x Rp 29.025.000 = Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 selama 9 bulan: 9/12 x Rp 720.000 = Rp 540.000
PPh Pasal 21 yg dipotong di Jakarta
Rp 300.000
PPh Pasal 21 terutang di Bandung
Rp 240.000
PPh Pasal 21 yg di potong di Bandung: 4 x Rp 60.000 = Rp 240.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
NIHIL
Catatan: PPh Pasal 21 yg tlh dipotong pd bulan Juni s.d. Sept utk setiap bulannya Rp 60 ribu
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A1) di Kantor Bandung
Penghasilan neto di Bandung:
Gaji Juni s.d. Sept 2013: 4 x Rp 3.500.000 =
Rp 14.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 14.000.000 = Rp 700.000
luran pensiun: 4 x Rp 100.000 =
Rp 400.000 Rp 1.100.000
Penghasilan neto di Bandung
Rp 12.900.000
Penghasilan neto di Jakarta
Rp 16.125.000
Jml penghasilan neto 9 bulan:
Rp 29.025.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/9 x Rp 29.025.000 = Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang: 9/12 x Rp 720.000 = Rp 540.000
PPh Pasal 21 tlh dipotong dan dilunasi:
Di Jakarta sesuai dgn Form. 1721 - A1
Di Bandung: 4 x Rp 60.000 =
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
Rp 300.000
Rp 240.000
NIHIL
C1221
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 10.500.000 = Rp 525.000
luran pensiun: 3 x Rp 100.000 =
Rp 300.000 Rp
825.000
Penghasilan neto di Garut
Rp 9.675.000
Penghasilan neto di Jakarta
Rp 16.125.000
Penghasilan neto di Bandung
Rp 12.900.000
Jml penghasilan neto setahun
Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung sesuai dgn Form. 1721 - A1 Rp 540.000
PPh Pasal 21 terutang di Garut
Rp 180.000
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 3 x Rp 60.000 =
Rp 180.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
NIHIL
I.6.
I.6.1.
I.6.1.1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan pegawai yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
Subjek Pajak DN sdh ada sejak awal thn kalender tetapi baru bekerja pd pertengahan thn
Budiyanta bekerja pd PT Xiang sbg pegawai tetap sejak 1 Sept 2013. Budiyanta menikah tetapi blm
punya anak. Gaji sebulan Rp 8 juta dan iuran pensiun yg dibayar tiap bulan Rp 150 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan Sept 2013 dlm hal Budiyanta hanya memperoleh
penghasilan berupa gaji:
Penghitungan PPh Pasal 21 thn 2013:
Gaji sebulan
Rp 8.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 8.000.000 = Rp 400.000
Rp 550.000
luran Pensiun
Rp 150.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 7.450.000
Penghasilan neto setahun: 4 x Rp 7.450.000 = Rp 29.800.000
PTKP (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 3.475.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 173.750
PPh Pasal 21 bulan Sept: Rp173.750 : 4 = Rp 43.438
I.6.1.2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
Subjek Pajak DN dimulai stl permulaan thn pajak, dan mulai bekerja pd thn berjalan
David (K/3) mulai bekerja 1 Sept 2013. la bekerja di Indonesia s.d. Agust 2015. Selama Thn 2013
menerima gaji per bulan Rp 20 juta. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Sept 2013 dlm hal David
hanya menerima penghasilan berupa gaji:
Gaji sebulan
Rp 20.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% X Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
Maksimum diperkenankan
Rp
500.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 19.500.000
Penghasilan neto selama 4 bulan: 4 x Rp 19.500.000 = Rp 78.000.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/4 x Rp 78.000.000 = Rp 234.000.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
Rp 201.600.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh pasal 17): Rp 25.240.000
PPh Pasal 21 terutang utk thn 2013: 4/12 x Rp 25.240.000 = Rp 8.413.333
PPh Pasal 21 terutang sebulan: 1/4 x Rp 8.413.333 =
Rp 2.103.333
C1222
I.6.2.
I.6.2.1. Pegawai Yg Msh Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan
Arip yg berstatus blm menikah adalah pegawai pd PT Mahakam di Yogyakarta. Sejak 1 Okt 2013,
yg bersangkutan berhenti bekerja di PT Mahakam. Gaji Arip setiap bulan memperoleh seb Rp 3,5
juta dan yg bersangkutan membayar iuran pensiun kpd Dana Pensiun yg pendiriannya tlh
mendapat persetujuan MenKeu sejumlah Rp 100 ribu setiap bulan. Selama bekerja di PT
Mahakam Arip hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Penghitungan PPh Pasal 21 yg dipotong setiap bulan:
Gaji sebulan
Rp 3.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 3.500.000 = Rp 175.000
luran pensiun
Rp 100.000 Rp 275.000
Penghasilan neto
Rp 3.225.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.225.000 = Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong sebulan: Rp 720.000 : 12 = Rp 60.000
Penghitungan PPh Pasal 21 yg terutang selama bekerja pd PT Mahakam dlm thn kalender
2013 (s.d. bulan Sept 2013) dilakukan pd saat berhenti bekerja:
Gaji Jan s.d. Sept 2013: 9 x Rp 3.500.000 =
Rp 31.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 31.500.000 = Rp 1.575.000
luran pensiun: 9 X Rp100.000 =
Rp 900.000 Rp 2.475.000
Penghasilan neto 9 bulan
Rp 29.025.000
PTKP (TK/0)
Rp 24,300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 4.725.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 236.250
PPh Pasal 21 terutang utk masa Jan s.d. Sept 2013:
Rp 236.250
PPh Pasal 21 yg sdh dipotong s.d. Bulan Agust 2013: 8 x Rp 60.000 = Rp 480.000
PPh Pasal 21 lbh dipotong
Rp 243.750
Catatan: Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 seb Rp 243.750 dikembalikan oleh PT Mahakam
kpd yg bersangkutan pd saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.
I.6.2.2. Pegawai Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak
Subjektif
Lewis (K/3) mulai bekerja Mei 2005 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2013 dan meninggalkan
Indonesia ke negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif). Selama thn 2013 menerima
gaji perbulan Rp 15 juta dan pd bulan Apr 2013 menerima bonus Rp 20 juta.
A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji:
Gaji sebulan
Rp 15.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 15.000.000 = Rp 750.000
Maksimum diperkenankan
Rp 500.000
Penghasilan Neto atas gaji sebulan
Rp 14.500.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 14.500.000 = Rp 174.000.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 141.600.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 16.240.000
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan: Rp 16.240.000 : 12 = Rp 1.353.333
B. Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus:
Gaji setahun: 12 x Rp 15.000.000 =
Rp 180.000.000
C1223
Bonus
Rp 20.000.000
Rp 200.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000
Maksimum diperkenankan: 12 x Rp500.000 =
Rp 6.000.000
Penghasilan Neto atas gaji setahun dan bonus
Rp194.000.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 161.600.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun dan bonus (Tarif PPh Pasal 17): Rp 19.240.000
C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Bonus:
Rp 19.240.000 Rp 16.240.000 = Rp 3.000.000
D. Penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang pd saat pegawai yg bersangkutan berhenti
dan meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya:
Gaji selama 5 bulan: 5 x Rp 15.000.000 =
Rp 75.000.000
Bonus
Rp 20.000.000
Jml slr penghasilan selama 5 bulan
Rp 95.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 95.000.000 = Rp 4.750.000
Maksimum diperkenankan: 5 x Rp 500.000 =
Rp 2.500.000
Penghasilan Neto selama 5 bulan
Rp 92.500.000
Jml penghasilan neto disetahunkan: 12/5 x Rp 92.500.000 = Rp 222.000.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
Rp 189.600.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 23.440.000
PPh Pasal 21 terutang: 5/12 x Rp 23.440.000 =
Rp 9.766.667
PPh Pasal 21 tlh dipotong s.d. bulan Apr 2013 atas gaji dan bonus:
(4 x Rp 1.353.333) + Rp 3.000.000 =
Rp 8.413.333
PPh Pasal 21 terutang dan hrs dipotong utk bulan Mei 2013
Rp 1.353.333
Catatan: Cara penghitungan di atas berlaku juga bagi pegawai yg kehilangan kewajiban
subjektifnya pd thn berjalan krn meninggal dunia.
I.7.
I.8.
C1224
Arip adalah seorang pegawai dari PT Lautan dgn status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia
menerima gaji Rp 4 juta sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar
iuran pensiun ke dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu seb Rp 150 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan Juli 2013 dlm hal Arip hanya menerima pembayaran gaji saja:
Gaji sebulan
Rp 4.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 4.000.000 = Rp 200.000
luran pensiun =
Rp 150.000
Rp 350.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 3.650.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.650.000 =
Rp 43.800.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 11.400.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 570.000
PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp 570.000 : 12 = Rp 47.500
PPh Pasal 21 seb Rp 47.500 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jml seb Rp 47.500 tdk
dpt dikurangkan dari Penghasilan Bruto pemberi kerja dan bukan mrp penghasilan yg dikenakan
pajak kpd Arip. Namun apabila pemberi kerja adalah WP yg dikenakan PPh yg bersifat final atau WP
yg dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), maka kenikmatan
berupa pajak yg ditanggung pemberi kerja ditambahkan ke dlm penghasilan dari pegawai yg
bersangkutan, dan penghitungan pajaknya dilakukan sesuai Contoh I.9.
I.9.
I.10. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENERIMAAN DLM BENTUK NATURA DAN
KENIKMATAN LAINNYA YG DIBERIKAN OLEH WP YG PENGENAAN PPh-NYA BERSIFAT
FINAL ATAU BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS (DEEMED PROFIT)
I.10. Qalbun adalah warga negara RI yg bekerja pd suatu perwakilan dagang asing yg pengenaan
pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus, pd bulan Agust 2013 memperoleh gaji Rp 2,5
juta sebulan beserta beras 50 kg dan gula 10 kg. Qalbun berstatus menikah dgn 1 orang anak. Nilai
uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan hrg pasar (hrg beras: Rp 10 ribu per kg, hrg gula: Rp
8 ribu per kg).
Penghitungan PPh Pasal 21
Gaji sebulan
Rp 2.500.000
Beras: 50 x Rp 10.000 =
Rp 500.000
Gula: 10 x Rp 8.000 =
Rp
80.000
C1225
C1226
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang utk thn 2013, dimana Wahyu baru memiliki NPWP pd akhir bulan
Nov 2013 sbl pemotongan PPh Pasal 21 bulan Des 2013:
Gaji dan tunjangan setahun: Rp 5.500.000 x 12 =
Rp 66.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 66.000.000 = Rp 3.300.000
luran pensiun: Rp 200.000 x 12 =
Rp 2.400.000
Rp 5.700.000
Penghasilan Neto setahun
Rp60.300.000
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 36.000.000
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong:
Bulan Jan Nov 2013: 11 x Rp 180.000 = Rp 1.980.000
Bulan Des 2013
Rp
0
Rp 1.980.000
PPh Pasal 21 lbh dipotong utk diperhitungkan
pd bulan selanjutnya dlm thn kalender berikutnya
(Rp 180.000)
Krn jml seb Rp 180 ribu sdh diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 terutang bulan berikutnya oleh
Pemotong PPh Pasal 21, maka jml yg dpt dikreditkan dlm SPT Tahunan PPh WP OP pegawai yg
bersangkutan seb Rp 1,8 juta.
I.12. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 YG HRS DIPOTONG PD MASA PAJAK TERAKHIR
a. Bulan Des utk Pegawai Tetap yg bekerja s.d. akhir thn kalender
b. Bulan Terakhir Memperoleh Gaji atau Penghasilan Tetap dan Teratur krn yg bersangkutan
Berhenti Bekerja
I.12.1. Penghitungan PPh Pasal 21 yg Hrs Dipotong pd Bulan Des
a. Dlm Hal Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Sama/Tdk Berubah, maka jml PPh
Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Des besarnya sama dgn yg dipotong pd bulan-bulan
sebelumnya
b. Dlm Hal Besarnya Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Mengalami Perubahan
Jaka, status blm menikah dan tdk memiliki tanggungan keluarga, bekerja pd PT Lazuardi dgn
memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan seb Rp 5,5 juta, dan yg bersangkutan membayar iuran
pensiun kpd perusahaan Dana Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu setiap bulan seb
Rp 200 ribu. Mulai bulan Juli 2013, Jaka memperoleh kenaikan penghasilan tetap setiap bulan
menjadi seb Rp 7 juta.
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Jan-Juni 2013:
Gaji dan tunjangan sebulan
Rp 5.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 5.500.000 = Rp 275.000
Rp 475.000
luran Pensiun
Rp200.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan
Rp 5.025.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 5.025.000 =
Rp 60.300.000
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 36.000.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan: Rp 1.800.000 : 12 = Rp 150.000
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Juli-Nov 2013:
Gaji dan tunjangan sebulan
Rp 7.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 7.000.000 = Rp 350.000
luran Pensiun
Rp 200.000
Rp 550.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 6.450.000
Penghasilan Neto setahun: 12 X Rp 6.450.000 = Rp 77.400.000
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 53.100.000
C1227
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 2.965.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan: Rp 2.965.000 : 12 = Rp 247.083
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Des 2013:
Penghasilan selama setahun:
(6 x Rp 5.500.000) + (6 x Rp 7.000.000) =
Rp 75.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 75.000.000 = Rp 3.750.000
luran Pensiun: 12 x Rp 200.000 =
Rp 2.400.000 Rp 6.150.000
Penghasilan Neto
Rp 68.850.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 44.550.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17):
Rp 2.227.500
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. Nov 2013:
(6 x Rp 150.000) + (5 x Rp 247.083) =
Rp 2.135.415
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Des 2013
Rp
92.085
I.12.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Yg Hrs Dipotong pd Bulan Terakhir Pegawai Tetap Memperoleh
Penghasilan Tetap dan Teratur Krn Yg Bersangkutan Berhenti Bekerja sbl Bulan Des
Lihat Contoh I.6.2.
II.
II.1.
II.1.1.
C1228
Pd saat Hari berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) dgn data:
Gaji selama 6 bulan: 6 x Rp 6.000.000 =
Rp 36.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 36.000.000 = Rp 1.800.000
Rp 3.300.000
luran Pensiun: 6 x Rp 250.000 =
Rp 1.500.000
Penghasilan Neto selama 6 bulan
Rp 32.700.000
PTKP (K/2)
Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 2.325.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 116.250
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 6 x Rp 19.375 = Rp 116.250
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
NIHIL
Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pd penghasilan yg disetahunkan, krn
pd saat perhitungan blm diketahui scr pasti saat pensiun atau berhenti bekerja, maka pd saat
penghitungan PPh Pasal 21 terutang utk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan
terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yg bersangkutan, yg hrs
dikembalikan oleh pemotong pajak kpd pegawai yg bersangkutan.
II.1.2.
Penghitungan PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yg Membayarkan Uang Pensiun Bulanan
Utk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yg pensiun dlm hal yg bersangkutan tdk
mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari 1 pemberi kerja dan uang pensiun, Dana
Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pd thn I pegawai menerima
uang pensiun dgn berdasarkan pd gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja s.d. pensiun
dan perkiraan uang pensiun yg akan diterima dlm thn kalender yg bersangkutan. Agar Dana
Pensiun dpt melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu, maka penerima pensiun hrs segera
menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A-1/1721 A-2) dari pemberi kerja
sebelumnya.
Melanjutkan contoh sebelumnya:
Selanjutnya, mulai bulan Juli 2013 Hari memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun Artha seb
Rp 3 juta sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun:
Pensiun sebulan
Rp 3.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 3.000.000 = Rp 150.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.850.000
Penghasilan neto Juli s.d. Des 2013: 6 x Rp 2.850.000 =
Rp 17.100.000
Penghasilan neto dari PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
Rp 32.700.000
Jml penghasilan neto thn 2013
Rp 49.800.000
PTKP (K/2)
Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 19.425.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17):
Rp 971.250
PPh Pasal 21 terutang di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
(Form 1721 A1)
Rp 116.250
PPh Pasal 21 terutang pd Dana Pensiun Artha, selama 6 bulan
Rp 855.000
PPh Pasal 21 atas uang pensiun yg hrs dipotong tiap bulan: Rp 855.000 : 6 = Rp 142.500
Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun Artha utk dicantumkan dlm Form
1721 A1:
Pensiun selama 6 bulan: 6 x Rp 3.000.000 =
Rp 18.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 18.000.000 =
Rp
900.000
Penghasilan neto 6 bulan
Rp 17.100.000
Penghasilan neto dari di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 Rp 32.700.000
Jmlh penghasilan neto thn 2013
Rp 49.800.000
PTKP (K/2)
Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 19.425.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal17):
Rp
971.250
C1229
PPh Pasal 21 terutang di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
(Form 1721 A1)
PPh Pasal 21 terutang pd Dana Pensiun Artha, selama 6 bulan
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 6 x Rp 142.500 =
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
II.2.
Rp
116.250
Rp
855.000
Rp
855.000
NIHIL
Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Pensiun Scr Bulanan Pd Thn II dan
Seterusnya
Dgn menggunakan contoh sbl-nya, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan mulai
Jan 2014 (thn II yg bersangkutan pensiun):
Pensiun sebulan
Rp 3.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 3.000.000 = Rp 150.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.850.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12 x Rp2.850.000 = Rp 34.200.000
PTKP (K/2)
Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 3.825.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 191.250
PPh Pasal 21 sebulan: Rp191.250 : 12 = Rp 15.938
III.
III.1.
III.1.1. Nurcahyo dgn status blm menikah pd bulan Jan 2013 bekerja sbg buruh harian PT Cipta. la bekerja
selama 10 hari dan menerima upah harian seb Rp 200 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Upah sehari
Rp 200.000
Dikurangi batas upah harian tdk dilakukan pemotongan PPh
Rp 200.000
Penghasilan Kena Pajak sehari
Rp
0
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari (Tarif 5%): Rp 0
S.d. hari ke-10, krn jml kumulatif upah yg diterima < Rp 2,025 juta maka tdk ada PPh Pasal 21 yg
dipotong.
Pd hari ke-11 jml kumulatif upah yg diterima > Rp 2,025 juta, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung
berdasarkan upah stl dikurangi PTKP yg sebenarnya.
Upah s.d hari ke-11 (Rp 200.000 x 11) =
Rp 2.200.000
PTKP sebenarnya: 11 x (Rp 24.300.000 / 360) = Rp 742.500
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-11
Rp1.457.500
PPh Pasal 21 terutang s.d. hari ke-11 (Tarif 5%): Rp 72.875
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. hari ke-10
Rp
0
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd hari ke-11
Rp 72.875
Shg pd hari ke-11, upah bersih yg diterima Nurcahyo: Rp 200.000 Rp 72.875 = Rp 127.125
Misalkan Nurcahyo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd
hari ke - 12:
Upah sehari
Rp 200.000
PTKP sehari
- utk WP sendiri (Rp 24.300.000 : 360) = Rp 67.500
Penghasilan Kena Pajak
Rp132.500
PPh Pasal 21 terutang (Tarif 5%): Rp 6.625
Shg pd hari ke-12, Nurcahyo menerima upah bersih: Rp 200.000 Rp 6.625 = Rp 193.375
III.1.2.
Nanang (blm menikah) pd bulan Mar 2013 bekerja pd perusahaan PT Tani, menerima upah Rp 300
ribu per hari.
C1230
III.3.
III.4.
C1231
IV.
V.
V.1.
V.1.a.
C1232
Bulan
Jan
45.000.000
Feb
49.000.000
Mar
47.000.000
Apr
40.000.000
Mei
44.000.000
Juni
52.000.000
Juli
40.000.000
Agust
35.000.000
Sept
45.000.000
Okt
44.000.000
Nov
43.000.000
Des
40.000.000
Jml
524.000.000
(2)
(3)=50%X(2)
(4)
(5)
(6)=(3) x (5)
Jan
45.000.000
22.500.000
22.500.000
5%
1.125.000
Feb
49.000.000
24.500.000
47.000.000
5%
1.225.000
Mar
47.000.000
3.000.000
-----------20.500.000
50.000.000
------------70.500.000
5%
-----15%
150.000
---------3.075.000
Apr
40.000.000
20.000.000
90.500.000
15%
3.000.000
Mei
44.000.000
22.000.000
112.500.000
15%
3.300.000
Juni
52.000.000
26.000.000
138.500.000
15%
3.900.000
Juli
40.000.000
20.000.000
158.500.000
15%
3.000.000
Agust
35.000.000
17.500.000
176.000.000
15%
2.625.000
Sept
45.000.000
22.500.000
198.500.000
15%
3.375.000
Okt
44.000.000
22.000.000
220.500.000
15%
3.300.000
Nov
43.000.000
21.500.000
242.000.000
15%
3.225.000
Des
40.000.000
8.000.000
-----------12.000.000
250.000.000
-----------262.000.000
15%
-----25%
1.200.000
------------3.000.000
Jml
524.000.000
262.000.000
35.500.000
Apabila dr. Abdul tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh
Pasal 21 terutang sebagaimana contoh di atas.
V.1.b.
Atas komisi yg dibayarkan kpd petugas dinas luar asuransi (bukan sbg pegawai perusahaan
asuransi)
Neneng adalah petugas dinas luar asuransi dari PT. Tabaru. Suami Neneng tlh terdaftar sbg WP
dan mempunyai NPWP, dan yg bersangkutan bekerja pd PT. Kersamanah. Neneng tlh
C1233
menyampaikan FC kartu NPWP suami, FC surat nikah dan FC kartu keluarga kpd pemotong pajak.
Neneng hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sbg petugas dinas luar asuransi, dan tlh
menyampaikan surat pernyataan yg menerangkan hal tsb kpd PT Tabarru. Pd thn 2013,
penghasilan yg diterima oleh Neneng sbg petugas dinas luar asuransi dari PT Tabarru:
Bulan
Jan
38.000.000
Feb
38.000.000
Mar
41.000.000
Apr
42.000.000
Mei
44.000.000
Juni
45.000.000
Juli
45.000.000
Agust
48.000.000
Sept
50.000.000
Okt
52.000.000
Nov
55.000.000
Des
56.000.000
Jml
554.000.000
C1234
Penghasilan
Bulan
Bruto
(Rupiah)
(1)
(2)
50% dari
Penghasilan
Bruto
(3)=50%X(2)
PTKP
(Rupiah)
(4)
Penghasilan
Kena Pajak
(Rupiah)
Penghasilan
Kena Pajak
Kumulatif
(Rupiah)
(5)
(6)
Tarif
Pasal
17
ayat
(1)
Huruf
a UU
PPh
PPh
Pasal 21
terutang
(Rupiah)
(7)
(8)=(5)x(7)
Jan
38.000.000
19.000.000
2.025.000
16.975.000
16.975.000
5%
848.750
Feb
38.000.000
19.000.000
2.025.000
16.975.000
33.950.000
5%
848.750
16.050.000
50.000.000
5%
802.500
2.425.000
52.425.000
15%
363.750
18.975.000
71.400.000
15%
2.846.250
Mar
Apr
41.000.000
20.500.000
2.025.000
42.000.000
21.000.000
2.025.000
Mei
44.000.000
22.000.000
2.025.000
19.975.000
91.375.000
15%
2.996.250
Juni
45.000.000
22.500.000
2.025.000
20.475.000
111.850.000
15%
3.071.250
Juli
45.000.000
22.500.000
2.025.000
20.475.000
132.325.000
15%
3.071.250
Agust
48.000.000
24.000.000
2.025.000
21.975.000
154.300.000
15%
3.296.250
Sept
50.000.000
25.000.000
2.025.000
22.975.000
177.275.000
15%
3.446.250
Okt
52.000.000
26.000.000
2.025.000
23.975.000
201.250.000
15%
3.596.250
Nov
55.000.000
27.500.000
2.025.000
25.475.000
226.725.000
15%
3.821.250
56.000.000
28.000.000
2.025.000
23.275.000
250.000.000
15%
3.491.250
2.700.000
252.700.000
25%
554.000.000
277.000.000
Des
Jml
675.000
33.175.000
Dlm hal Neneng tdk dpt menunjukkan FC kartu NPWP suami, FC surat nikah dan FC kartu keluarga dan Neneng sendiri tdk memiliki NPWP, maka
perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagaimana contoh di atas namun tdk memperoleh pengurangan PTKP setiap bulan, dan jml PPh Pasal 21
yg terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal 21 yg seharusnya terutang dari yg memiliki NPWP sebagaimana penghitungan berikut:
C1235
Bulan
(1)
Penghasilan
Bruto
(Rp)
Dasar Pemotongan
PPh Pasal 21
(Rp)
Dasar Pemotongan
PPh Pasal 21 Kumulatif
(Rp)
(2)
(3)=50%X(2)
(4)
Tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a
UU PPh
Tarif tdk
memiliki
NPWP
PPh Pasal 21
terutang
(Rp)
(7)=(3)X(5)x(6)
(5)
(6)
Jan
38.000.000
19.000.000
19.000.000
5%
120%
1.140.000
Feb
38.000.000
19.000.000
38.000.000
5%
120%
1.140.000
41.000.000
12.000.000
------------8.500.000
50.000.000
------------58.500.000
5%
-----15%
120%
-------120%
720.000
-----------1.530.000
Mar
42.000.000
21.000.000
79.500.000
15%
120%
3.780.000
Apr
44.000.000
22.000.000
101.500.000
15%
120%
3.960.000
Mei
45.000.000
22.500.000
124.000.000
15%
120%
4.050.000
Juni
45.000.000
22.500.000
146.500.000
15%
120%
4.050.000
Juli
48.000.000
24.000.000
170.500.000
15%
120%
4.320.000
Agust
50.000.000
25.000.000
195.500.000
15%
120%
4.500.000
Sept
52.000.000
26.000.000
221.500.000
15%
120%
4.680.000
Okt
55.000.000
27.500.000
249.000.000
15%
120%
4.950.000
56.000.000
1.000.000
--------------27.000.000
250.000.000
------------277.000.000
15%
-------25%
120%
-------120%
180.000
-----------8.100.000
554.000.000
277.000.000
Nov
Des
47.100.000
Dlm hal suami Neneng atau Neneng sendiri tlh memiliki NPWP, tetapi Neneng mempunyai penghasilan lain di luar kegiatannya sbg petugas dinas luar
asuransi, maka perhitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagaimana contoh di atas, namun tdk dikenakan tarif 20% lbh tinggi krn yg bersangkutan atau
suaminya tlh memiliki NPWP.
C1236
V.2.
V.3.
VII. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI DGN STATUS
WP LN YG MEMPEROLEH GAJI SEBAGIAN ATAU SLR-NYA DLM MATA UANG ASING
a.
b.
Dlm hal pegawai dgn status WP LN emperoleh gaji sebagian atau slr-nya dlm mata uang asing sbl
PPh dihitung terlebih dahulu hrs dikonversi dlm mata uang Rp.
PPh Pasal 26 yg terutang dihitung berdasarkan jml penghasilan bruto, dan tdk boleh diperhitungkan
pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.
C1237
Contoh:
Russel adalah pegawai asing yg berada di Indonesia < 183 hari. Dia berstatus menikah dan mempunyai
2 orang anak. la memperoleh gaji pd bulan Mar 2013 US$2,500 sebulan. Kurs MenKeu pd saat
pemotongan Rp 11.500 utk US$ 1.
Penghitungan PPh Pasal 26:
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan: US$2,500 x Rp11.500 = Rp 28.750.000
PPh Pasal 26 terutang: 20% x Rp 28.750.000 = Rp 5.750.000
C1238
16.
17.
18.
Tantiem
Bonus, gratfikasi, jasa produksi yg
dibebankan ke Laba Ditahan
19.
Pemberian natura/kenikmatan yg
diberikan oleh perusahaan yg
dikenakan deemed profit dan/atau
deemed tax
20.
Kendaraan dinas yg digunakan
utk pegawau tertentu krn
pekerjaan atau jabatannya
21.
Akun piutang atau biaya yg
dibayar di muka yg berkaitan dgn
obyek PPh Pasal 21
Catatan:
DE
=
Deductible Expense
NDE
=
Non Deductible Expense
Dihitung sendiri
Bila tdk dimasukkan sbg
penghasilan karyawan
maka mrp NDE
KEP-213/PJ/2001
KEP-213/PJ/2001
KEP-213/PJ/2001
Hanya atas uang saku.
Jika diberikan scr
lumpsum, maka
seluruhnya menjadi obyek
PPh Pasal 21
Jika pemberi jasa adalah
WP Badan maka obyek
PPh Pasal 23
SE-16/PJ.44/1992
SE-16/PJ.44/1992
NDE
Non Taxable
DE (50%)
Taxable
DE (bertahap)
C1239
Keterangan
KEP-220/PJ/2002
PPh PASAL 22
Obyek
1. Impor
a. Brg-brg tertentu dlm Lamp
PMK-1752
b. Selain brg-brg tertentu dlm
Lamp PMK-175, yg
menggunakan API2
c. Selain brg-brg tertentu dlm
Lamp PMK-175, yg tdk
menggunakan API2
d. Yg tidak dikuasai
e. Impor kedelai, gandum, &
tepung terigu yg
menggunakan API (sejak 4
Feb 2008)
Dasar Hukum:, PMK154/PMK.03/2010 jo PMK224/PMK.011/2012 jo PMK146/PMK.011/2013 jo PMK175/PMK.011/2013, KEP417/PJ/2001, PER-57/PJ/2010 jo
PER-15/PJ/2011 jo PER06/PJ/2013
Tarif PPh
Dasar
Perhitungan
7,5%
Nilai Impor1
2,5%
Nilai Impor
7,5%
Nilai Impor1
7,5%
Hrg Jual
Lelang
Nilai Impor1
0,5%
Sifat
Dipungut oleh
Bank Devisa dan
DJBC
Ket:
1
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yg menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost,
Insurance, and Freight (CIF) ditambah dgn Bea Masuk dan pungutan lainnya yg dikenakan
berdasarkan ketentuan perpu pabean di bidang impor. (Pasal 2 ayat (2) PMK-175).
Pemungutan PPh 22 impor brg dilaksanakan dgn cara penyetoran oleh importir yg
bersangkutan ataupun DJBC ke kas negara (melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yg
ditunjuk oleh MenKeu).
2
Berlaku sejak 5 Jan 2014, pengenaan s.d. 4 Jan 2014 hanya melihat menggunakan API atau
tdk PMK-175 mulai berlaku sejak 5 Jan 2014 yaitu stl 30 hari terhitung sejak tanggal
diundangkan (6 Des 2013).
2. Pembelian Brg oleh
Bendahara Pemerintah &
KPA sbg pemungut pajak
pd Pemerintah Pusat,
Pemda, Instansi atau
lembaga Pemerintah &
lembaga negara lainnya;
Bendahara Pengeluaran
(Mekanisme UP); dan KPA
atau pejabat penerbit SPM
yg diberi delegasi oleh KPA
(Mekanisme LS)
Dasar Hukum: Pasal 1 ayat (1)
huruf b-d PMK-154/PMK.03/2010
jo PMK- 224/PMK.011/2012 jo
PMK-146/PMK.011/2013 jo PMK175/PMK.011/2013
1,5%
C131
Hrg
Pembelian
Dipungut oleh
Bendahara
Pemerintah & KPA,
atau Bendahara
Pengeluaran, atau
KPA / Pejabat
Penerbit SPM
1,5%
Hrg
Pembelian
DPP PPN
DPP PPN
DPP PPN
DPP PPN
0,3%
DPP PPN
Dipungut oleh
Badan Usaha yg
bergerak di bidang
usaha tsb
Ket: Industri rokok mulai 1 Jan 2009 tdk ditunjuk lagi sbg pemungut PPh Pasal 22 (diatur di
PER 52/PJ/2008) sehingga sesuai SE 7/PJ.03/2008 atas penjualan industri rokok dikenakan
tarif PPh Pasal 17 UU PPh dgn DPP = Hrg Bandrol.
5. Penjualan BBM, BBG, dan
Pelumas oleh Pertamina dan
badan usaha lain yg
bergerak di bidang bahan
bakar kpd :
a. SPBU bukan Pertamina &
Non SPBU
b. SPBU Pertamina
0,3%
Penjualan
Penjualan kpd:
- Agen/penyalur
Final
- Selain agen/
penyalur Tdk
Final
0,25%
Penjualan
Dipungut oleh
C132
0,3%
(exclude PPN)
Penjualan
0,25%
Hrg
Pembelian
(tdk termasuk
PPN)
produsen atau
importir
Ket:
Pedagang pengumpul adalah badan/OP yg kegiatan usahanya:
a. mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
b. menjual hasil tsb kpd badan usaha industri dan eksportir yg bergerak dlm sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
7. Pembelian barang yg
tergolong sangat mewah
(dipungut oleh WP Badan
penjual)
- Pesawat udara pribadi, hrg
jual > Rp 20 M
- Kapal pesiar & sejenisnya,
harga jual > Rp 10 M
- Rumah beserta tanahnya,
hrg jual/ hrg pengalihan >
Rp 10 M & luas bangunan >
500 m2
- Apartemen, kondominium,&
sejenisnya, hrg jual/
pengalihannya > Rp 10 M
dan/atau luas bangunan >
400 m2
- Kendaraan bermotor roda 4
pengangkutan orang < 10
orang (sedan, jeep, sport
utility vehicle, multi purpose
vehicle, minibus, &
sejenisnya, hrg jual > Rp 5
M dan kapasitas silinder >
3000 cc.
Berlaku sejak 1 Jan 2009
Dasar Hukum: PMK253/PMK.03/2008
5%
C133
C134
3. Impor sementara, jika pd waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan utk diekspor kembali (Pasal 3
ayat (1) huruf c PMK-146)
Impor Sementara: Pemasukan brg impor ke dlm daerah pabean yg benar-benar dimaksudkan
utk diekspor kembali dlm jangka waktu paling lama 3 thn (Pasal 1 PMK-142/PMK.04/2011)
4. Impor kembali (re-impor), yg meliputi brg-brg yg tlh diekspor kemudian diimpor kembali dlm kualitas
yg sama atau brg-brg yg tlh diekspor utk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yg tlh
memenuhi syarat yg ditentukan Dirjen Bea & Cukai (Pasal 3 ayat (1) huruf d PMK-146/PMK.011/2013)
Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
5. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf b-e PMK224/PMK.011/2012, berkenaan dgn (Pasal 3 ayat (1) huruf e PMK-146):
1. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf b-d PMK224/PMK.011/2012yg jm-nya < Rp 2 juta & tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
2. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf e yg jml-nya < Rp
10 juta & tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
3. Pembayaran utk:
a. pembelian BBM, BBG, pelumas, benda-benda pos
b. pemakaian air & listrik
4. Pembayaran utk pembelian migas dan/ atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di
bidang migas yg dihasilkan di Indonesia dari (berlaku sejak 24 Feb 2013):
a. kontraktor yg melakukan eksplorasi & eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau
b. kantor pusat kontraktor yg melakukan eksplorasi & eksploitasi berdasarkan kontrak kerja
sama
5. Pembayaran utk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari WP yg
menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan
sumber daya panas bumi (berlaku sejak 24 Feb 2013).
Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
6. Emas batangan yg akan diproses utk menghasilkan brg perhiasan dari emas utk tujuan ekspor
(Pasal 3 ayat (1) huruf f PMK-146/PMK.011/2013& Pasal 3A ayat (1) PER-15/PJ/2011)
Pengecualian pemungutan dinyatakan dgn SKB PPh Pasal 22 yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak
7. Pembayaran utk pembelian brg sehubungan dgn penggunaan dana BOS
Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
8. Penjualan kendaraan bermotor di DN yg dilakukan oleh industri otomotif, ATPM, Agen Pemegang
Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yg tlh dikenai pemungutan PPh berdasarkan
ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c UU PPh
Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB (berlaku sejak 4 Nov 2013)
9. Impor brg berupa mesin dan peralatan, baik dlm keadaan terpasang maupun terlepas, tdk termasuk
suku cadang, yg diperlukan oleh pengusaha di bidang pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
(Pasal 4 ayat (1) PMK-21/PMK.011/2010)
Sumber Energi Terbarukan adalah sumber energi yg dihasilkan dari sumber daya energi yg
berkelanjutan jika dikelola dgn baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran
dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut
Pengecualian pemungutan dilakukan scr otomatis tanpa menggunakan SKB
Utk no. 2 & 3:
Ketentuan ini dilaksanakan oleh DJBC yg tata caranya diatur oleh DJBC dan/atau DJP (Pasal 3 ayat
(5) PMK-224/PMK.011/2012)
Sejak 6 Juni 2011, Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 atas Impor brg yg dibebaskan dari
bea masuk dan atau PPN dilakukan tanpa SKB PPh Pasal 22 (Pasal 3B ayat (2) PER15/PJ/2011)
Berdasarkan SE-32/BC/2010 yg dikeluarkan oleh DJBC, Pengecualian dari Pemungutan PPh
Pasal 22 atas Impor brg dilakukan tanpa melalui mekanisme SKB yg dari DJP.
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 Impor diberikan scr lsg pd saat PIB diajukan kpd
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala KPPBC
C135
PPh PASAL 23
Obyek
1. Dividen
Dasar Hukum:
Tarif
PPh
Dasar
Perhitungan
Sifat
15%
Jml Bruto
Tdk Final
Pengecualian:
a. Dividen atau bagian laba yg diterima/ diperoleh PT sbg WPDN, koperasi, BUMN dan BUMD,
dari penyertaan modal pd badan usaha yg didirikan & bertempat kedudukan di Indonesia
dgn syarat: dividen berasal dari cadangan laba yg ditahan; dan bagi PT, BUMN dan BUMD
yg menerima dividen, kepemilikan saham pd badan yg memberikan dividen > 25% dari jml
modal yg disetor
b. Bagian laba yg diterima / diperoleh anggota dari CV yg modalnya tdk terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
KIK. Berlaku juga bagi pemegang unit penyertaan yg mrp Subjek Pajak LN (Pasal 5 PP 94
Thn 2010) Bukan Objek Pajak
c. Dividen yg diterima oleh WP OP Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
d. SHU koperasi yg dibayarkan oleh koperasi kpd anggotanya
2. Bunga
Dasar Hukum: PMK-251/PMK.03/2008
15%
Jml Bruto
Tdk Final
Pengecualian:
a. Jika penghasilan dibayar/terutang kpd Bank
b. Jika penghasilan dibayar/terutang kpd badan usaha/jasa keuangan yg berfungsi sbg
penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yg diatur dgn PMK-251/PMK.03/2008
berupa bunga atau imbalan lain yg diberikan atas penyaluran pinjaman dan atau
pemberian pembiayaan, termasuk yg menggunakan pembiayaan berbasis syariah.
Badan usaha pd huruf b terdiri dari :
perusahaan pembiayaan yg mrp badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan
bukan bank yg khusus didirikan utk melakukan kegiatan yg termasuk dlm bidang usaha
lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin usaha dari Menkeu;
BUMN/BUMD yg khusus didirikan utk memberikan sarana pembiayaan bagi usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi, termasuk PT (Persero) Permodalan Nasional
Madani.
c. Bunga Deposito, Tabungan (yg didapatkan dari Bank), dan Diskonto SBI Objek PPh
Pasal 4 ayat (2)
d. Bunga Obligasi Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
e. Bunga simpanan yg dibayarkan Koperasi kpd anggota koperasi Orang Pribadi (WP OP)
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
3. Royalti
Dasar Hukum: PER-33/PJ/2009
15%
Jml Bruto
Tdk Final
15%
C141
Jml Bruto
Tdk Final
2%
Tdk Final
Pengecualian:
a. Sewa tanah dan/ atau bangunan
b. Sewa yg dibayarkan atau terutang sehubungan dgn SGU dgn hak opsi
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta: Penghasilan yg
diterima atau diperoleh sehubungan dgn kesepakatan utk memberikan hak menggunakan
harta selama jangka waktu tertentu baik dgn perjanjian tertulis maupun tdk tertulis shg harta
tsb hanya dpt digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yg tlh disepakati.
6. Imbalan sehubungan dgn jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yg
tlh dipotong PPh Pasal 21
SE terkait: SE-35/PJ/2010
2%
Tdk Final
Jasa teknik: Pemberian jasa dlm bentuk pemberian informasi yg berkenaan dgn
pengalaman dlm bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yg dpt meliputi:
Pemberian informasi dlm pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau
pencarian dgn bantuan gelombang seismik;
Pemberian informasi dlm pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian
informasi dlm bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan
sebagainya; atau
Pemberian informasi yg berkaitan dgn pengalaman di bidang manajemen, seperti
pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dgn peserta dan materi yg tlh
ditentukan oleh pengguna jasa.
Jasa manajemen: Pemberian jasa dgn ikut serta scr langsung dlm pelaksanaan atau
pengelolaan manajemen.
Jasa konsultan: Pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dlm
suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yg dilakukan oleh tenaga ahli atau
perkumpulan tenaga ahli, yg tdk disertai dgn keterlibatan lsg para tenaga ahli tsb dlm
pelaksanaannya.
7. Jasa lain selain jasa yg tlh dipotong PPh
Pasal 21, yg terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.
2%
Jasa penilai
Jasa aktuaris
Jasa akuntansi, pembukuan, dan
atestasi LK
Jasa perancang
Jasa pengeboran (drilling) di bidang
penambangan migas, kecuali yg
C142
Tdk Final
f.
g.
h.
C143
C144
JASA KEPELABUHAN:
Pengertian Jasa Kepelabuhan diantaranya mencakup hal-hal sbb:
1. Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan utk lalu lintas kapal dan tempat berlabuh.
2. Penyediaan dan pelayanan jasa dermaga utk bertambat, bongkar muat barang dan hewan serta
penyediaan fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
3. Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, angkutan di perairan
pelabuhan, alat bongkar muat serta peralatan pelabuhan.
4. Penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) PMK-244/PMK.03/2008, Jasa Kepelabuhan tdk termasuk dlm jenis jasa lain
yg mrp objek pemotongan PPh Pasal 23
JML BRUTO DLM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UU PPh: (SE-53/PJ/2009)
1.
Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh mengatur bahwa imbalan sehubungan dgn jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yg tlh dipotong PPh Pasal
21 dipotong PPh oleh pihak yg wajib membayarkan seb 2% dari jml bruto tdk termasuk PPN.
2.
Yg dimaksud dgn jml bruto pd butir 1 adalah slr jml penghasilan dgn nama dan dlm bentuk apapun
yg dibayarkan, disediakan utk dibayarkan, atau tlh jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak badan DN, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan LN
lainnya kpd WP DN atau BUT, tdk termasuk:
a. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sbg imbalan sehubungan
dgn pekerjaan yg dibayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kpd tenaga kerja yg melakukan
pekerjaan, berdasarkan kontrak dgn pengguna jasa;
b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
c. pembayaran kpd pihak kedua (sbg perantara) utk selanjutnya dibayarkan kpd pihak ketiga;
d. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jml yg
nyata-nyata tlh dibayarkan oleh pihak kedua kpd pihak ketiga
3.
Jml bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 tdk berlaku:
a. atas penghasilan yg dibayarkan sehubungan dgn jasa katering;atau
b. dlm hal penghasilan yg dibayarkan sehubungan dgn jasa dlm butir 1, tlh dikenai PPh yg bersifat
final.
4.
Pembayaran dlm butir 2 hrs dpt dibuktikan dgn:
a. kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
sbg imbalan sehubungan dgn pekerjaan (sesuai butir 2 huruf a);
b. faktur pembelian barang atau material (sesuai butir 2 huruf b);
c. faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dgn perjanjian tertulis (sesuai butir 2 huruf c);
d. faktur tagihan atau bukti pembayaran yg tlh dibayarkan oleh pihak kedua kpd pihak ketiga
(sesuai butir 2 huruf d).
Contoh
1.
PT Sumber Tenaga mrp perusahaan penyedia tenaga kerja. PT Sumber Tenaga mendapat kontrak
dari PT Maju Terus utk menyediakan tenaga kerja pemasaran sebanyak 20 org dgn mendapat
imbalan jasa seb Rp 20 juta. Tenaga kerja tsb selanjutnya menjadi pegawai PT Maju Terus.
Atas pembayaran yg dilakukan PT Maju Terus kpd PT Sumber Tenaga dipotong PPh Pasal 23 oleh
PT Maju Terus seb: 2% x Rp 20 juta = Rp 400 ribu
2.
PT Aman Jaya mrp perusahaan penyedia tenaga kerja utk keamanan (satpam). PT Aman Jaya
mendapat kontrak penyediaan tenaga kerja satpam sebanyak 20 orang dari PT Dwi Makmur.
Tenaga kerja satpam tsb tetap mrp pegawai PT Aman Jaya. Dlm kontrak disepakati bahwa
pembayaran atas penyerahan jasa oleh PT Aman Jaya terdiri dari gaji utk 20 org satpam per bulan
seb Rp 20 juta dan imbalan atas jasa penyediaan satpam per bulan seb Rp 2 juta
a. Rincian tagihan PT Aman Jaya kepada PT Dwi Makmur:
Pembayaran gaji 20 org satpam ................. Rp 20 juta
Imbalan Jasa .................................................Rp 2 juta
b. Atas pembayaran yg dilakukan PT Dwi Makmur kpd PT Aman jaya dipotong PPh Pasal 23 oleh
PT Dwi Makmur seb: 2% x Rp 2 juta = Rp 40 ribu
C145
c.
3.
4.
5.
Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar
pemotongan PPh Pasal 23 adalah seb Rp 22 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT
Dwi Makmur atas pembayaran kpd PT Aman Jaya adalah seb: 2% x Rp 22 juta = Rp 440 ribu
PT Megah (pihak pertama) melakukan kontrak dgn PT Satu Sarana selaku perusahaan agen
periklanan (pihak kedua) utk membuat iklan sekaligus memasang iklan pd perusahaan media (pihak
ketiga). Nilai kontrak yg tlh disepakati adalah seb Rp 103 juta
a. Rincian tagihan PT Satu Sarana kpd PT Megah:
Pembelian material utk pembuatan iklan ................................... Rp 15 juta
Jasa konsultan (terkait pembuatan & pemasangan iklan) ........ Rp 5 juta
Fee agen .................................................................................... Rp 3 juta
Biaya pemasangan iklan ke perusahaan media ....................... Rp 80 juta
b. Pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan PT Satu Sarana atas pembayaran jasa pemasangan
iklan kpd perusahaan media seb: 2% x Rp 80 juta = Rp 1,6 juta
c. Pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan PT Megah atas pembayaran jasa konsultasi dan jasa
keagenan kpd PT Satu Sarana seb:
C146
STEMPEL TANDA TANGAN PD BUKTI POTONG PPh PASAL 23/26 ATAS DIVIDEN:
Dasar Hukum:
PER-15/PJ/2014 (berlaku sejak 16 Mei 2014) ttg Penggunaan stempel tanda tangan pd bukti
pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham mencabut KEP388/PJ/2003 stdd KEP-117/PJ./2004
Diperbolehkannya Penggunaan Stempel Tanda Tangan pd Bukti Potong PPh Pasal 23/26 :
Pemotong Pajak dpt menggunakan stempel tanda tangan utk menandatangani Bukti Pemotongan
PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham utk jml penerbitan bukti pemotongan PPh
minimal 6 ribu lembar. (Pasal 2 PER-15/PJ/2014)
Pemotong Pajak adalah WP yg menyediakan utk membayar atau membayar dividen kpd para
pemegang saham. (Pasal 1 PER-15/PJ/2014)
Tata Cara Pengajuan & Proses Penyelesaian Permohonan:
1. Pemotong Pajak yg akan menggunakan Stempel tanda tangan wajib mengajukan permohonan
kpd Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar, dan wajib dilengkapi dgn:
(Pasal 3 ayat (1) & (2) PER-15/PJ/2014)
Jml penerima dividen;
Penunjukkan pejabat yg berwenang menandatangani bukti pemotongan PPh atas
pembayaran dividen kpd para pemegang saham.
2. Stl melakukan penelitian atas permohonan Pemotong Pajak, Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak
menerbitkan SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan dlm rangkap 3 dgn menggunakan form
Lamp I PER-15/PJ/2014. (Pasal 3 ayat (3) PER-15/PJ/2014)
3. SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan diterbitkan paling lambat 14 hari sejak diterimanya
permohonan. (Pasal 3 ayat (4) PER-15/PJ/2014)
Apabila jangka waktu 14 hari tlh lewat dan Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan, maka
permohonan Pemotong Pajak tsb dianggap diterima, dan selanjutnya Kepala KPP a.n. Dirjen
Pajak segera menerbitkan SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan paling lambat 7 hari sejak
batas waktu 14 hari tlh lewat. (Pasal 3 ayat (5) PER-15/PJ/2014)
Kewajiban Pemotong Pajak yg tlh mendapat SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan wajib:
(Pasal 4 PER-15/PJ/2014)
Menyerahkan Spesimen Tanda Tangan Pejabat yg diberi wewenang utk menandatangani Bukti
Pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham ke KPP tempat
Pemotong Pajak terdaftar sesuai Lamp II PER-15/PJ/2014.
Mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Penggunaan Stempel Tanda Tangan pd Bukti
Pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham.
Pemotong Pajak wajib melaporkan kpd Kepala KPP apabila terjadi perubahan pejabat yg diberi
wewenang utk menandatangani Bukti Pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para
pemegang saham disertai Spesimen Tanda Tangan pejabat dimaksud.
C147
*)
(6)
Jumlah
Permohonan : Jumlah pada Kolom (6) mohon diperhitungkan sebagai kredit pajak
Ket. Pengisian:
Kolom 5 diisi dgn jml pajak yg terutang/dibayar di LN dlm mata uang Rupiah berdasarkan kurs
konversi saat tanggal pembayaran/terutangnya pajak.
Kolom 6 diisi dgn jml pajak yg terutang/dibayar di LN yg dpt dikreditkan sesuai ketentuan PPh Pasal
24 UU PPh
C151
PPh KB, maka atas kekurangan tsb tdk dikenakan bunga sesuai Pasal 8 ayat (2) UU KUP.
PPh LB, maka atas kelebihan tsb dpt dikembalikan kpd WP stl diperhitungkan dgn utang pajak
lainnya.
C152
4.
5.
Penghasilan DN Rp 1 M
Penghasilan LN Rp 1 M (dgn tarif pajak 20%)
Penghitungan jml maksimum KPLN:
1. Penghasilan LN
Rp 1 M
Penghasilan DN
Rp 1 M (+)
Jml penghasilan neto
Rp 2 M
2. Apabila jml Penghasilan neto sama dgn PKP, maka sesuai tarif Pasal 17, PPh yg
terutang seb Rp 582,5 juta
3. Batas maksimum KPLN:
Rp 1 M
x
Rp 582,5 juta
=
Rp 291,25 juta
Rp 2 M
Jml KPLN yg di perkenankan adalah seb Rp 200 juta.
b. PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm tahun 2001:
Penghasilan dari usaha di LN
Rp 1 M
Rugi usaha di DN
(Rp 0,2 M)
Pajak atas Penghasilan di LN misalnya 40% = Rp 0,4 M
Penghitungan maksimum KPLB serta pajak terutang:
1. Penghasilan usaha LN Rp 1 M
Rugi usaha DN
(Rp 0,2 M) (+)
Jml penghasilan neto
Rp 0,8 M
2. Apabila jml Penghasilan neto sama dgn PKP, maka sesuai tarif Pasal 17, PPh yg
terutang seb Rp 222,5 juta.
3. Batas maksimum KPLN:
Rp 1 M
x
Rp 222,5 juta
=
Rp 278,125 juta
Rp 0,8M
Jml KPLN yg diperkenankan yaitu Rp 222,5 juta.
Dlm hal penghasilan LN bersumber dari bbrp negara, maka jml maksimum KPLN dihitung
utk @ negara
Contoh :
PT C di Jakarta dlm thn 2001 memperoleh penghasilan neto:
- Penghasilan DN
= Rp 2 M
- Penghasilan dari negara X (dgn tarif pajak 40%) = Rp 1 M
- Penghasilan dari negara Y (dgn tarif pajak 30%) = Rp 2 M (+)
Jml penghasilan neto
= Rp 5 M
Apabila penghasilan neto sama dgn PKP, maka PPh terutang mnr tarif Pasal 17 seb Rp
1.482.500.000.
Batas maksimum KPLN setiap negara
Rp 1 M
a.
Utk negara X
=
x
Rp 1.482.500.000
=
Rp 296,5 juta
Rp 5 M
Maksimum jml kredit pajak yg diperkenankan hanya seb Rp 296,5 juta
Rp 2 M
b.
Utk negara Y
=
x
Rp 1.482.500.000
=
Rp 593 juta
Rp 5 M
Maksimum jml kredit pajak yg diperkenankan adalah Rp 593 juta
Dlm hal WP memperoleh penghasilan yg dikenakan Pajak yg bersifat final sesuai Pasal 4
ayat (2) dan atau penghasilan yg dikenakan pajak tersendiri sesuai Pasal 8 ayat (1) & (4) UU
PPh, maka atas penghasilan tsb bukan mrp faktor penambahan penghasilan pd saat
menghitung PK
Contoh :
PT "D" di Jakarta dlm thn 2001 memperoleh penghasilan:
1. Penghasilan dari Negara Z Rp 2 M (dgn tarif pajak 30%)
2. Penghasilan DN
Rp 3,5 M
(Penghasilan DN ini termasuk penghasilan sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPh seb Rp 500 juta)
3. PKP PT "D" seb: Rp 2 M + (Rp 3,5 M Rp 500 juta) = Rp 5 M
4. Sesuai tarif Pasal 17, PPh yg terutang seb Rp 1.482.500.000
5. Batas maksimum KPLN:
Rp 2 M x Rp 1.482.500.000 = Rp 593 juta
Rp 5 M
Pajak yg terutang di negara Z seb Rp 600 juta namun maksimum kredit pajak yg dpt
C153
SPT PEMBETULAN
Penghasilan LN Rp 0,5 M
Penghasilan DN Rp 2 M
PKP
Rp 2,5 M
PPh terutang
Rp 732,5 juta
KPLN:
Rp 0,5 M x Rp 732,5 juta = Rp 146,5 juta
Rp 4 M
6. PPh hrs dibayar di Indonesia Rp 586 juta
Rp 500 juta
7. PPh Pasal 25
8. KB
Rp 86 juta
9. PPh Pasal 29 tlh dibayar
Rp 88.333.333
10. LB
Rp 2.333.333
PPh yg lbh dibayar seb Rp 2.333.333 dpt diminta
kembali stl diperhitungkan dgn utang pajak yg lain
C154
1.
2.
3.
4.
5.
PPh PASAL 25
A. ANGSURAN PPh PASAL 25 DLM THN PAJAK BERJALAN YG HRS DIBAYAR SENDIRI
Dasar Hukum:
PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009 (berlaku mulai 1 Jan 2009) mencabut
KMK-522/KMK.04/2000 jo KMK-84/KMK.03/2002
KEP-537/PJ/2000
PER-32/PJ/2010
1.
WP Baru
a. Definisi:
WP Baru: WP OP dan badan yg baru pertama kali memperoleh penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas dlm thn pajak berjalan
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP baru adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yg disetahunkan, dibagi 12.
c. Penghasilan neto tsb:
dlm hal WP pd angka 1 menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dpt
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan pembukuannya;
dlm hal WP pd angka 1 hanya menyelenggarakan pencatatan dgn menggunakan
NPPN atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tdk dpt
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan NPPN atas peredaran atau penerimaan bruto.
d. Utk WP OP baru, jml penghasilan neto fiskal yg disetahunkan pd angka 1) dikurangi terlebih
dahulu dgn PTKP.
e. Dlm hal WP baru pd angka 1 berupa WP badan yg mempunyai kewajiban membuat laporan
berkala, besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pd laporan berkala pertama yg
disetahunkan, dibagi 12.
(Pasal 2 ayat (1) (4) PMK-255/PMK.03/2008)
Contoh Penghitungan:
a. WP OP Baru yg menggunakan pembukuan
Tuan A (TK/0) terdaftar sbg WP pd KPP A tanggal 1 Feb 2009. Peredaran atau penerimaan
bruto mnr pembukuan dlm bulan Feb 2009 seb Rp. 10 juta dan penghasilan neto (laba fiskal)
dpt dihitung berdasarkan pembukuan seb Rp. 3 juta. Besarnya PPh pasal 25 bulan Feb 2009:
Penghasilan netto (laba fiskal) bulan Feb 2009
=
Rp. 3 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 3 juta
=
Rp. 36 juta
PTKP (TK/0)
=
Rp.15,84 juta
PKP
=
Rp. 20,16 juta
PPh Terutang = 5% x Rp. 20,16 juta
=
Rp 1,008 juta
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Feb 2009 = 1/12 x Rp.1,008 juta= Rp. 84 ribu
b. Utk WP OP Baru yg tdk menggunakan pembukuan (hanya pencatatan)
Tuan B (K/1) terdaftar sbg WP pd KPP B tanggal 1 Mei 2009. Peredaran penerimaan bruto
mnr catatan harian bulan Mei 2009 seb Rp. 10 juta. Presentase NPPN sesuai dgn jenis
usaha Tuan Fatih adalah 20%. Besarnya PPh pasal 25 bulan Mei 2009:
Peredaran bruto bulan Mei 2009
=
Rp. 10 juta
Penghasilan neto bulan Mei 2009 = 20% x Rp. 10 juta
=
Rp. 2 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 2 juta
=
Rp. 24 juta
PTKP (K/1)
=
Rp.18,48 juta
PKP
=
Rp. 5,52 juta
PPh Terutang = 5% x Rp. 5,52 juta
=
Rp 276 ribu
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Mei 2009 = 1/12 x Rp. 276 ribu = Rp. 23 ribu
c. Utk WP Badan Baru
PT. C terdaftar sbg WP Badan DN pd KPP C tanggal 1 Feb 2009. Peredaran atau
penerimaan bruto mnr pembukuan dlm bulan Feb 2009 seb Rp. 100 juta dan penghasilan
neto (laba fiskal) dpt dihitung berdasarkan pembukuan seb Rp. 30 juta. Besarnya PPh pasal
C161
WP OPPT
a. Definisi: (Pasal 1 PER-32/PJ/2010)
WP OPPT: WP OP yg melakukan kegiatan usaha sbg pedagang pengecer yg
mempunyai 1 atau lebih tempat usaha.
Pedagang pengecer: OP yg melakukan:
Penjualan barang baik scr grosir maupun eceran; dan/atau
Penyerahan jasa,
melalui suatu tempat usaha
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP OPPT, ditetapkan seb 0,75% dari jml peredaran
bruto setiap bulan dari @ tempat usaha.
3.
4.
5.
Utk WP OP dan Badan yg memenuhi peredaran bruto usaha (omzet) < Rp 4,8M dlm setahun
dan memenuhi kriteria dlm PP 46 Thn 2013, tunduk pd ketentuan PP 46 Thn 2013.
C162
penghitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dpt mengajukan permohonan pengurangan besarnya
PPh Pasal 25 scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Pengajuan permohonan hrs disertai dgn penghitungan besarnya PPh yg akan terutang
berdasarkan perkiraan penghasilan yg akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25
utk bulan-bulan yg tersisa dari thn pajak yg bersangkutan.
C163
3.
4.
5.
6.
(Jml penghasilan neto mnr SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu stl dikurangi dgn penghasilan
tdk teratur yg dilaporkan dlm SPT Tahunan tsb) x Tarif PPh Pasal 17
c. Angsuran PPh Pasal 25:
PPh Terutang dikurangi dgn PPh yg dipotong dan atau dipungut serta PPh yg dibayar atau
terutang di LN yg boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21/22/23/24 UU PPh, dibagi 12
atau banyaknya bulan dlm bagian thn pajak
SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu disampaikan stl lewat batas waktu yg ditentukan (Pasal
4 KEP-537/PJ./2000)
a. Besar Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT
Tahunan s.d. bulan sbl disampaikannya SPT Tahunan tsb adalah s.d. besarnya PPh Pasal
25 bulan terakhir thn pajak yg lalu dan bersifat sementara.
b. Stl WP menyampaikan SPT Tahunan PPh tsb, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan SPT Tahunan tsb dgn memperhatikan ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537/PJ./2000
dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b > PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kekurangan
setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, utk jangka
waktu yg dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal
penyetoran.
d. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b < PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kelebihan setoran
PPh Pasal 25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian
SPT Tahunan.
WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh (Pasal 5 KEP537/PJ./2000)
a. Besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan s.d.
bulan sbl disampaikannya SPT Tahunan tsb adalah s.d. besarnya PPh Pasal 25 yg dihitung
berdasarkan SPT Tahunan sementara yg disampaikan WP pd saat mengajukan permohonan
ijin perpanjangan.
b. Stl WP menyampaikan SPT Tahunan PPh pd huruf a, besarnya PPh Pasal 25 dihitung
kembali berdasarkan SPT Tahunan tsb dgn memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 2 & 3
KEP-537 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b > PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kekurangan
setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, utk jangka
waktu yg dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal
penyetoran.
d. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b < PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kelebihan setoran
PPh Pasal 25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian
SPT Tahunan.
WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yg mengakibatkan
angsuran
bulanan
>
angsuran bulanan sbl pembetulan (Pasal 6 KEP-537/PJ./2000)
a. Dlm hal WP dlm thn pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu,
besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tsb dgn
memperhatikan ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537/PJ./2000 dan berlaku surut mulai bulan
batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
b. Apabila besarnya PPh Pasal 25 stl pembetulan SPT Tahunan pd huruf a > PPh Pasal 25 sbl
dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai
ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU PPh, utk jangka waktu yg dihitung sejak jatuh tempo
penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal penyetoran.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 stl pembetulan SPT Tahunan pd huruf a < PPh Pasal 25 sbl
dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dpt dipindahbukukan ke PPh
Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian SPT Tahunan Pembetulan.
Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP (Pasal 7 KEP-537/PJ./2000)
a. Apabila dlm thn pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yg
akan terutang utk thn pajak tsb > 150 dari PPh yg terutang yg menjadi dasar penghitungan
besarnya PPh Pasal 25, besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan yg tersisa dari thn pajak yg
bersangkutan hrs dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yg terutang tsb oleh
WP sendiri atau Kepala KPP tempat WP terdaftar.
b. Apabila terjadi penurunan usaha lihat bagian B
C164
PPh PASAL 26
Obyek
Tarif PPh
Dasar
Perhitungan
Sifat
1. Penghasilan yg
dibayarkan kpd WP LN
berupa:
a. Deviden
b. Bunga termasuk
Premium, Diskonto
dan Imbalan jaminan
pengembalian hutang
c. Royalti
d. Sewa
e. Penghasilan
penggunaan harta
f. Imbalan sehubungan
dgn jasa pekerjaan &
kegiatan
g. Hadiah &
penghargaan
h. Pensiun &
pembayaran berkala
lainnya
i. Premi swap &
transaksi lindung nilai
lainnya
j. Keuntungan krn
pembebasan utang
Jml Bruto
Final
2. Penjualan atas
penghasilan dari
penjualan / pengalihan
harta di Indonesia,
kecuali yg diatur dlm
Pasal 4 ayat (2) UU PPh
yg diterima WP LN selain
BUT di Indonesia
Berupa: perhiasan
mewah, berlian, emas,
intan, jam tangan mewah,
barang antik, lukisan,
mobil, motor, kapal pesiar,
dan/atau pesawat terbang
ringan
Berlaku sejak 22 Apr 2009
Dasar Hukum: PMK82/PMK.03/2009
Perkiraan Neto =
25% x Hrg Jual
Final
Pengecualian:
WP OP LN yg memperoleh penghasilan < Rp 10Juta utk setiap jenis transaksi
3. Penjualan Saham oleh
WP LN
Saham yg diperjualbelikan
adalah saham dari PT di
DN & tdk berstatus sbg
Perkiraan Neto =
25% x Hrg Jual
Final
Jika pembeli adalah:
WPLN, maka
pemotong pajak PT
C171
emiten/ perusahaan
publik. Termasuk
penjualan/ pengalihan
saham perusahaan antara
(special purpose company
/ conduit company), yg
didirikan di Tax Heaven
Country & mempunyai
hub istimewa dgn WP DN
Indonesia atau BUT di
Indonesia.
Dasar Hukum: KMK434/KMK.04/1999, PMK258/PMK.03/2008
4. Premi Asuransi & Premi
Reasuransi
a. Dibayarkan
tertanggung kpd
Perusahaan Asuransi
di LN, baik scr lsg
maupun melalui
pialang
b. Dibayarkan
Perusahaan Asuransi
di Indonesia kpd
Perusahaan Asuransi
di LN, baik scr lsg
maupun melalui
pialang
c. Dibayarkan
Perusahaan
Reasuransi di
Indonesia kpd
Perusahaan Asuransi
di LN, baik scr lsg
maupun melalui
pialang
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-624/KMK.04/1994, SE25/PJ.4/1995
5. Penghasilan BUT
Dasar Hukum: PMK14/PMK.03/2011
DN yg sahamnya
diperjualbelikan.
WP DN, maka
pemotong pajak
WP DN pembeli
Perkiraan Neto =
50% dari Premi yg
Dibayar
Final
Pemotong pajak
Tertanggung
Perkiraan Neto =
10% dari Premi yg
Dibayar
Final
Pemotong pajak
Perusahaan asuransi di
Indonesia
Perkiraan Neto =
5% dari Premi yg
Dibayar
Final
Pemotong pajak
Perusahaan reasuransi
di Indonesia
Final
Laba Sbl Pajak
dikenakan tarif PPh
Pasal 17
Pengecualian:
Jika penghasilan BUT ditanamkan kembali di Indonesia dgn syarat:
Penanaman kembali dilakukan atas slr penghasilan kena pajak stl dikurangi PPh dlm bentuk
penyertaan modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pendiri /
peserta pendiri
Perusahaan yg baru didirikan & berkedudukan di Indonesia tsb hrs aktif melakukan kegiatan
usaha sesuai dgn akte pendiriannya, paling lama 1 thn sejak didirikan
Penanaman kembali dilakukan dlm thn pajak berjalan atau paling lama thn pajak berikutnya dari
thn pajak diterima / diperolehnya penghasilan tsb
Tdk melakukan pengalihan atas penanaman kembali tsb paling singkat dlm jangka waktu 2 thn
sesudah perusahaan baru tsb tlh berproduksi komersial
C172
C181
Dasar Hukum
KMK-634/KMK.04/1
KMK-417/KMK.04/1996
KMK-417/KMK.04/1996
KMK-628/KMK.04/1991
KMK-624/KMK.04/1994
BPT
Definisi BPT:
PKP sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia
BPT ini Terutang PPh Pasal 26 ayat (4) UU PPh seb 20% atau tarif yg ditentukan dlm P3B antara
Indonesia dgn negara domisili kantor pusat BUT, kecuali penghasilan tsb ditanamkan kembali di Indonesia
Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 26 atas BPT:
Apabila slr PKP sesudah dikurangi PPh dari suatu BUT ditanamkan kembali di Indonesia,
maka penghasilan tsb dikecualikan dari pengenaan Pasal 26 ayat (4) UU PPh.
Pengecualian ini diberikan apabila penghasilan tsb ditanamkan kembali di Indonesia dlm bentuk:
1. Penyertaan modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pendiri atau
peserta pendiri;
2. Penyertaan modal pd perusahaan yg sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pemegang
saham;
C182
3.
4.
Pembelian aktiva tetap yg digunakan oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan
BUT di Indonesia; atau
Inventasi berupa aktiva tdk berwujud oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan
BUT di Indonesia.
Syarat Penanaman Kembali di Indonesia agar BPT ini dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26
ayat (4) UU PPh:
Utk slr bentuk penanaman kembali di Indonesia:
1. Penanaman kembali di Indonesia hrs dilakukan paling lama pd akhir Thn Pajak berikutnya, stlh
Thn Pajak diperolehnya penghasilan tsb bagi BUT yg bersangkutan; dan
2. BUT yg bersangkutan menyampaikan pemberitahuan scr tertulis mengenai bentuk penanaman
modal, realisasi penanaman kembali yg tlh dilakukan dan/atau saat mulai berproduksi komersial
bagi perusahaan yg baru didirikan, yg dilakukan kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Khusus utk penyertaan modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sbg pendiri atau peserta pendiri, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu :
1. Perusahaan baru yg didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara aktif telah melakukan
kegiatan usaha sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 thn sejak perusahaan tsb didirikan; dan
2. BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dlm
jangka waktu 2 thn sejak perusahaan baru dimaksud berproduksi komersial.
Khusus utk penyertaan modal pd perusahaan yg sdh didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sbg pemegang saham, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu :
1. Perusahaan yg sdh didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha aktif di
Indonesia; dan
2. BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dlm
jangka waktu 3 thn sejak penyertaan modal.
Khusus utk pembelian aktiva tetap yg digunakan oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau
melakukan kegiatan BUT di Indonesia; atau investasi berupa aktiva tdk berwujud oleh BUT utk
menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia, terdapat Persyaratan
Tambahan, yaitu:
BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva tetap atau pengalihan
atas investasi berupa aktiva tdk berwujud, paling sedikit dlm jangka waktu 3 thn sejak perolehan
aktiva tetap atau investasi aktiva tdk berwujud yg bersangkutan.
Kewajiban bagi WP BUT yg Melakukan Penanaman Kembali atas Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi pajak yaitu wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis (Lamp PER 16/PJ/2011) kpd Kepala
KPP tempat WP terdaftar.
Pemberitahuan tertulis tersebut meliputi:
1. Pemberitahuan tertulis mengenai bentuk penanaman kembali;
Pemberitahuan ini disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak
diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
Pemberitahuan ini peling sedikit memuat bbrp hal sesuai Pasal 2 ayat (2) PER-16/PJ/2011
2. Pemberitahuan tertulis mengenai realisasi penanaman kembali yg tlh dilakukan; dan/atau
Pemberitahuan ini disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak
berikutnya stl diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
Pemberitahuan ini peling sedikit memuat bbrp hal sesuai Pasal 2 ayat (2) s/d ayat (9) PER16/PJ/2011
3. Pemberitahuan tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yg baru
didirikan.
Disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak berikutnya stl
diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
Pemberitahuan tertulis di atas wajib disampaikan minimal dlm 3 thn berturut-turut sejak thn realisasi
penyertaan modal, perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tdk berwujud yg bersangkutan.
Disampaikan kpd kepala KPP tempat WP terdaftar.
Pemberitahuan tertulis tsb hrs ditandatangani oleh WP atau oleh kuasa WP (dgn dilampiri surat kuasa
khusus).
Pemberitahuan hrs diisi oleh WP dgn lengkap, jika tdk diisi dgn lengkap maka Kepala KPP
memberitahukan scr tertulis kpd WP, dan WP dpt membetulkan atau melengkapi pemberitahuan tsb
paling lambat 1 bulan sejak tanggal pemberitahuan dari Kepala KPP tsb. Jika dlm waktu 1 bulan WP
C183
tdk membetulkan atau melengkapi pemberitahuan maka atas Penghasilan Kena Pajak stl dikurangi
pajak akan dikenakan PPh sesuai Pasal 26 ayat (4) UU PPh.
C184
Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. BUT X Corp. di Indonesia melakukan penjualan Produk X kpd PT PQR . Dlm hal ini yg menjadi objek
pajak bagi BUT adalah Penghasilan dari kegiatan atau usaha BUT yaitu penjualan produk X
(Atribusi Faktual).
2. BUT X Corp. di Indonesia mendapatkan penghasilan dari penjualan atau sewa harta yg dimilikinya
dari PT ABC. Dlm hal ini yg menjadi objek pajak bagi BUT adalah penghasilan dari harta yg dimiliki
atau dikuasainya (Atribusi Faktual).
Atribusi Faktual: Income dari PT PQR dan PT ABC adalah objek pajak BUT
Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. BUT X Corp. di Indonesia melakukan penjualan Produk X kpd PT PQR . Dlm hal ini yg menjadi objek
pajak bagi BUT adalah Penghasilan dari kegiatan atau usaha BUT yaitu penjualan produk X
(Atribusi Faktual).
2. PT ABC membeli produk X lsg dgn X Corp. tdk melalui BUT nya di. Dlm hal ini penghasilan kantor
pusat dari usaha atau kegiatan,penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yg sejenis dgn yg
dijalankan atau yg dilakukan oleh BUT di Indonesia menjadi objek pajak bagi BUT. Penghasilan X
Corp. dari penjualan produk X lsg kpd PT ABC menjadi objek pajak BUT X Corp. di Indonesia.
C185
Force of Atraction: Income kantor pusat dari PT ABC menjadi objek pajak BUT Indonesia
Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. PT ABC akan mendirikan bangunan hotel. PT ABC membuat License Agreement dan Management
Agreement dgn X Corp., atas perjanjian tsb terdapat pembayaran royalty & fee.
2. X Corp. mengirimkan pegawai atau perwakilannya ke Indonesia utk mengawasi agar bangunan hotel
yg didirikan PT ABC dgn lisensi dari X Corp. mengikuti standar yg tlh ditentukan. Dlm hal ini pegawai
atau perwakilan X Corp. di Indonesia mrp BUT X Corp. dan yg menjadi objek pajaknya adalah royalty
& fee yg dibayarkan PT ABC kpd X Corp.
Terdapat hubungan efektif antara BUT dgn harta atau kegiatan yg memberikan penghasilan kpd kantor
pusat royalty & fee adalah objek pajak BUT
C186
2.
3.
4.
List of PE positive definition (Pasal 5 ayat (2) dari OECD Model thn 2008):
Factory
Place of
management
Branch
Workshop
Office
Mine, oil or gas well, quarry or any other place of extraction of natural
resources
Dlm Pasal 5 OECD Commentary menyatakan bahwa mesin / peralatan dpt dikategorikan sbg
tempat usaha
Tempat Usaha yg dikecualikan sbg BUT/PE Pasal 5 ayat (4) OECD Model 2008 terbatas pd:
Penggunaan fasilitas-fasilitas yg semata-mata ditunjukan utk menympan atau memamerkan
barang atau barang dagangan milik kantor pusat yg terdapat di negara domisili (selanjutnya
disebut perusahaan)
Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yg semata-mata
ditujukan utk disimpan;
Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yg semata-mata
ditujukan utk diproses lbh lanjut oleh perusahaan lain;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan pembelian
barang atau barang dagangan atau mengumpulkan informasi utk keperluan perusahaan;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan kegiatan yg
bersifat persiapan atau penunjang;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan gabungan
kegiatan seperti yg disebutkan di atas sepanjang kegiatan-kegiatan tsb bersifat persiapan
atau bersifat penunjang
BUT/PE Konstruksi
BUT/PE Pemberian Jasa
BUT/PE Agen
Fixed: Location
Tempat usaha berada pd suatu titik geografis tertentu (tdk mengawang-awang, seperti di dunia
maya),
Tempat dan lokasi tertentu dan spesifik,
Tdk selalu berarti tempat usaha tsb berada di atas tanah.
Meskipun suatu kegiatan dilaksanakan scr permanen (sangat lama), namun tdk jelas dimana
lokasinya,
maka tdk ada BUT
Fixed: Degree of Permanence
Tempat usaha dipergunakan utk menjalankan kegiatan yg sifatnya teratur dan bukan utk kegiatan
usaha yg sifatnya situasional (temporary)
Istilah permanen tdk hrs diartikan sbg kegiatan yg berlangsung terusmenerus tanpa tdk akan
pernah berhenti (perpetual) , tapi hrs diartikan sbg kegiatan yg dimaksudkan utk berlangsung scr
terus-menerus tanpa pernah diketahui kapan akan berhenti (indefinetely continuing)
Dikaitkan dgn periode waktu dipergunakannya tempat usaha, istilah permanen dpt diartikan sbg
penggunaan tempat usaha dlm waktu yg lama.
Business Caried on Through That Place
Suatu tempat dikatakan menjalankan kegiatan business apabila kegiatan yg dilakukan melalui
tempat tsb sesuai dgn pengertian business yg dimaksudkan oleh UU domestik maupun P3B yg
disepakati
Dlm P3B, BUT adalah ambang batas minimal yg hrs dipenuhi agar negara sumber dpt memajaki
penghasilan laba usaha. Konsep BUT ini mrp suatu konsep yg tlh terdefinisi dlm P3B. Maka,
interpretasinya haruslah terlebih dahulu mengacu pd definisi sebagaimana yg diatur dlm P3B. Interpretasi
BUT dgn mengacu pd ketentuan domestik hanya dpt dilakukan jika interpretasi dlm P3B tdk mampu
memberikan solusi krn ambiguitas atau ketidakjelasannya.
Maka perlu diperhatikan bahwa BUT bukanlah suatu entitas tersendiri, melainkan 1 kesatuan yg tdk
terpisahkan dari perusahaan induk. Akan tetapi, utk tujuan perpajakan internasional, BUT diperlakukan
seolah-olah sbg suatu entitas yg terpisah dari perusahaan induknya.
C187
C188
DGT
A. DGT
I.
C191
3.
Penerima penghasilan bukan mrp pemilik yg sebenarnya atas manfaat ekonomis dari
penghasilan (beneficial owner).
Jika persyaratan utk diterapkannya P3B tsb tdk dipenuhi, maka pemotong/pemungut pajak
hrs memotong/memungut pajak yg terutang sesuai UU PPh Pasal 26 (dgn Tarif 20%)
Pihak yg Tdk Perlu Menyampaikan SKD:
Dlm hal terdapat ketentuan dlm suatu P3B yg mengatur bahwa pemerintah negara mitra P3B,
bank sentral atau lembaga-lembaga yg dikecualikan dari pengenaan pajak di negara
sumber atas penghasilan tertentu, maka pemerintah negara mitra P3B, bank sentral atau
lembaga dimaksud tdk perlu menyampaikan SKD utk keperluan penerapan ketentuan dlm P3B
tsb.
Kewajiban Pemotong/pemungut Pajak:
1. Wajib membuat bukti potong sesuai ketentuan yg berlaku, termasuk jika ada penghasilan
yg diterima WPLN tetapi tdk ada pajak yg dipotong atau dipungut di Indonesia.
2. Wajib menyampaikan FC SKD yg diterima dari WPLN sbg lampiran SPT Masa.
Form-DGT 1
C192
C193
Isi dgn alamat cabang, kantor, atau tempat usaha lainnya di Indonesia (jika
ada)
Isi dgn bidang usaha
31
32-38
Jawab dgn menandai kotak yg sesuai dgn keadaan yg sebenarnya.
Jika butir 32 dijawab:
Yes, maka isi dgn nama bursa tempat saham badan tsb
terdaftar/diperdagangkan
No, maka utk menerapkan P3B, pertanyaan butir 33-38 hrs dijawab Yes
oleh WPLN yg scr substantif mrp beneficial owner.
Halaman 2 Part VI
39-45
Isi sesuai dgn penghasilan, dgn mengisi pd:
Nomor 1 utk dividen, bunga atau royalti;
Nomor 2 utk penghasilan atas jasa; atau
Nomor 3 utk penghasilan lainnya.
Meskipun tdk ada pajak yg terutang di Indonesia berdasarkan P3B, jml
penghasilan yg dibayarkan tetap hrs dicantumkan.
Pd tiap bagian Amount of Income , IDR dpt diisi dgn:
Mata uang Rupiah atau uang asing
Total slr penghasilan yg diterima dlm 1 bulan dgn melampirkan
rekapitulasi atau rincian penghasilan utk tiap jenis penghasilan.
Pd bagian Period of engagement dpt dikosongkan dlm hal waktu
penyelesaian pemberian jasa blm atau tdk dpt diperkirakan.
Bagian terakhir diisi dgn kondisi seperti pd butir 8-12
Form-DGT 1 yg disampaikan kpd Pemotong/Pemungut Pajak stl berakhirnya batas waktu
penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tdk dpt dipertimbangkan sbg
dasar penerapan ketentuan yg diatur dlm P3B.
Kewajiban pemotong/pemungut pajak saat pelaporan SPT Masa adalah: memfotokopi
lembar ke-2 Form-DGT 1 tsb, memaraf dan melaporkannya pd saat penyampaian SPT
Masa, dgn menyertakan FC Form-DGT 1 (lembar ke-1 & lembar ke-2) yg pernah
disampaikan sebelumnya oleh WPLN.
Bentuk Form-DGT I ada di Lamp II PER-61/PJ/2009
30
Form-DGT 2
Form-DGT 2 digunakan oleh:
1. WPLN yg menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dgn
penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yg diperdagangkan atau
dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga atau dividen;
Kustodian adalah pihak yg memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yg
berkaitan dgn efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak
lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yg menjadi
nasabahnya.
2. WPLN bank; atau
3. WPLN yg berbentuk dana pensiun yg pendiriannya sesuai dgn ketentuan perpu di
negara mitra P3B Indonesia dan mrp subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia.
Bentuk Form-DGT 2 ada di Lamp III PER-61
Masa berlaku Form-DGT 2 = berlaku s.d. 12 bulan sejak bulan Form-DGT 2
disahkan atau stl bulan SKD yg lazim diterbitkan oleh negara mitra P3B diterbitkan atau
disahkan.
Form-DGT 2 dpt terus digunakan oleh WPLN dlm hal menerima penghasilan dari
Pemotong/Pemungut Pajak yg sama atau yg berbeda dlm waktu 12 bulan sejak
tanggal dokumen tsb disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara mitra P3B.
Dlm hal Form-DGT 2 tsb akan digunakan utk lbh dari 1 Pemotong/Pemungut Pajak,
Form-DGT 2 asli dpt diperbanyak oleh Pemotong/Pemungut dan dilegalisasi oleh Kepala
KPP di mana Pemotong/Pemungut Pajak tsb terdaftar. Kepala KPP hrs menyimpan
dokumen Form-DGT 2 asli tsb. Form-DGT 2 yg tlh dilegalisasi oleh Kepala KPP
diperlakukan sama seperti dokumen aslinya.
Pengisian:
C194
Butir
1
2-4
5
6-9
10-11
12-15
Pengisian
Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
Isi dgn TIN WPLN di LN , nama, dan alamat WPLN
Utk butir 2 & 3: Dlm hal penerima penghasilan bukan individu, maka tandai
kotak yg sesuai
Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
Tanda tangan WPLN atau oleh individu yg mewakili, dilengkapi dgn tanggal
dan nomor telepon, serta jabatan individu yg mewakili WPLN (misal:
director)
Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
Isi dgn nama dan tanda tangan pejabat yg berwenang di negara mitra P3B
atau kantor pajak, berikut jabatan, tanggal dan alamat, serta cap
stempelnya (jika ada).
C195
Contoh 2:
Melanjutkan kasus pd Contoh 1, PT Budiman melakukan pembayaran royalti kpd Alice Corp. pd
tanggal 25 Jan 2011. Misalnya, Form-DGT 1 yg tlh disampaikan oleh WPLN disahkan oleh
Pejabat yg Berwenang pd tanggal 4 Jan 2010.
Form-DGT 1 (yg pernah disampaikan oleh Alice Corp. pd Masa Pajak Jan 2010 sdh
berakhir masa waktu penggunaannya, shg tdk dpt dipergunakan utk menerapkan ketentuan
dlm P3B utk penghasilan royalti tsb. Utk itu, Alice Corp. hrs menyerahkan lembar ke-1
Form-DGT 1 baru yg disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara X.
Selanjutnya, PT Budiman wajib menerapkan ketentuan dlm P3B dan menyampaikan SPT
Masa Pajak Jan 2011 dan melampirkan FC dokumen Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2)
tsb.
II.
DGT 3, DGT 4, dan DGT 5 (Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yg Seharusnya Tdk
Terutang bagi WPLN) sdh tdk berlaku
Dasar Hukum:
PMK-10/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Feb 2013) mencabut PMK-190/PMK.03/2007
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut PER-40/PJ/2010
III. DGT 6 dan DGT 7 (utk SPDN yg ingin menerapkan P3B di LN) WP LN Membayarkan
Penghasilan kpd WP DN
Dasar Hukum:
PER-35/PJ/2010 (berlaku sejak 28 Juli 2010)
SE-89/PJ/2010 ttg Tata cara penerbitan/pengesahan dan pemanfaatn SKD bagi SPD dlm
rangka penerapan P3B
SKD utk SPDN Indonesia dlm rangka penerapan P3B dpt berupa:
1. DGT 7, atau
2. menggunakan formulir khusus yg diterbitkan oleh negara mitra P3B
SKD ini diterbitkan atau disahkan oleh Dirjen Pajak melalui KPP Domisili berdasarkan
permohonan WP yg bersangkutan.
Batas waktu penerbitan SKD: Paling lama 5 hari kerja stl permohonan diterima lengkap.
WP yg dpt memperoleh SKD:
WP yg dpt memperoleh SKD: (Pasal 3 PER-35/PJ/2010)
1. Berstatus SPDN Indonesia (sesuai pasal 2 ayat (3) UU PPh)
2. Memiliki NPWP
3. Bukan berstatus SPLN dan bukan berstatus BUT, sesuai pasal 2 ayat (4) UU PPh
Persyaratan pengajauan permohonan utk memperoleh SKD: (Pasal 4 PER-35/PJ/2010)
1. Diajukan tertulis kpd Dirjen Pajak melalui KPP Domisili dgn menggunakan Form-DGT 6
(Lamp PER-35/PJ/2010)
2. Form- DGT 6 hrs diisi dgn benar, lengkap dan jelas
3. Memuat nama negara/jurisdiksi mitra P3B tempat penghasilan bersumber
4. Memuat penjelasan mengenai penghasilan dan pajak yg akan dikenakan atas
penghasilan tsb di negara mitra P3B
5. Ditandatangani oleh WP
6. Dilampiri Surat Kuasa Khusus (Pasal 32 UU KUP) dlm hal permohonan bukan oleh WP
yg bersangkutan
Penolakan permohonan pengajuan SKD:
Dirjen Pajak melalui KPP Domisili dpt menolak permohonan WP dlm hal:
1. WP yg mengajukan tdk memenuhi persyaratan dlm pasal 3 PER-35/PJ/2010
2. Permohonan WP tdk memenuhi persyaratan pasal 4 PER-35/PJ/2010
3. WP blm menyampaikan SPT Tahunan PPh, meskipun batas waktu tlh lewat, dan WP tdk
menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh.
C196
Permohonan penolakan ini hrs diberitahukan scr tertulis kpd WP paling lama 5 hari kerja stl
permohonan diterima.
Bagi WP yg permohonannya ditolak krn blm menyampaikan SPT Tahunan PPh, kemudian
WP tsb menyampaikan SPT Tahunan PPh-nya, maka jika WP tsb masih memerlukan SKD,
maka WP tsb hrs menyampaikan kembali permohonannya ke KPP Domisilinya.
Bahasa Inggris
Bahasa Inggris
C197
Bahasa Inggris
KPP BUMN
Bahasa Inggris
C198
Country
Status
Signed Date
Effective
Date
Algeria
In Force
28/04/1995
01/01/2001
Australia
In Force
22/04/1992
01/07/1993
Austria
In Force
24/07/1986
01/01/1989
Bangladesh
In Force
19/07/2003
01/01/2007
Belgium
In Force
16/09/1997
01/01/2002
Brunei Darussalam
In Force
27/02/2000
01/01/2003
Bulgaria
In Force
11/01/1991
01/01/1993
Canada
In Force
01/04/1998
01/01/1999
Czech
In Force
04/10/1994
01/01/1997
10
China
In Force
07/11/2001
01/01/2004
11
Denmark
In Force
28/12/1985
01/01/1987
12
In Force
11/07/2002
01/01/2005
13
Egypt
In Force
13/05/1998
01/01/2003
14
Finland
In Force
15/10/1987
01/01/1990
15
France
In Force
14/09/1979
01/01/1981
16
Germany
In Force
30/10/1990
01/01/1992
17
Hongkong
In Force
23/03/2010
01/01/2013
18
Hungary
In Force
19/10/1989
01/01/1994
19
India
In Force
07/08/1987
01/01/1988
20
Iran
In Force
30/04/2004
01/01/2011
21
Italy
In Force
18/02/1990
01/01/1996
22
Japan
In Force
03/03/1982
01/01/1983
23
Jordan
In Force
12/11/1996
01/01/1999
24
Kuwait
In Force
23/04/1997
01/01/1999
25
Luxembourg
In Force
14/01/1993
01/01/1995
26
Malaysia
In Force
12/09/1991
01/01/1987
27
Mexico
In Force
06/09/2002
01/01/2005
28
Mongolia
In Force
02/07/1996
01/01/2001
29
Morocco
In Force
08/06/2008
01/01/2013
30
Netherlands
In Force
29/01/2002
01/01/2004
31
New Zealand
In Force
25/03/1987
01/01/1989
32
Norway
In Force
19/07/1988
01/01/1991
33
Pakistan
In Force
07/10/1990
01/01/1991
34
Papua Ne Guinea
In Force
12/03/2010
01/01/2015
35
Philippines
In Force
18/06/1981
01/01/1983
36
Poland
In Force
06/10/1992
01/01/1994
37
Portuguese
In Force
09/07/2003
01/01/2008
38
Qatar
In Force
30/04/2006
01/01/2008
39
Republic Of Croatia
In Force
15/02/2002
01/01/2013
40
Republic of Korea
In Force
10/11/1988
01/01/1990
C201
No.
Country
Status
Signed Date
Effective
Date
41
Romania
In Force
03/07/1996
01/01/2000
42
Russia
In Force
12/03/1999
01/01/2003
43
Saudi Arabia
In Force
09/03/1991
01/01/1989
44
Seychelles
In Force
27/09/1999
01/01/2001
45
Singapore
In Force
08/05/1990
01/01/1992
46
Slovak
In Force
12/10/2000
01/01/2002
47
South Africa
In Force
15/07/1997
01/01/1999
48
Spain
In Force
30/05/1995
01/01/2000
49
Sri Lanka
In Force
03/02/1993
01/01/1995
50
Sudan
In Force
10/02/1998
01/01/2001
51
Suriname
In Force
14/10/2003
01/01/2014
52
Sweden
In Force
28/02/1989
01/01/1990
53
Switzerland
In Force
29/08/1988
01/01/1990
54
Syria
In Force
27/06/1997
01/01/1999
55
Taipei / Taiwan
In Force
01/03/1995
01/01/1996
56
Thailand
In Force
15/06/2001
01/01/2004
57
Tunisia
In Force
13/05/1992
01/01/1994
58
Turkey
In Force
25/02/1997
01/01/2001
59
In Force
30/11/1995
01/01/2000
60
Ukraine
In Force
11/04/1996
01/01/1999
61
United Kingdom
In Force
05/04/1993
01/01/1995
62
In Force
11/07/1988
01/02/1997
63
Uzbekistan
In Force
27/08/1996
01/01/1999
64
Venezuela
In Force
27/02/1997
01/01/2001
65
Vietnam
In Force
22/12/1997
01/01/2000
Negara
Konstruksi
Instalasi
Perakitan
Pengawasan
Konstruksi
Jasa
Lainnya
Algeria
3 months
3 months
3 months
3 months
3 months/
12 months
Australia
120 days
120 days
120 days
120 days
120 days/12
months
Austria
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
Bangladesh
183 days
183 days
183 days
183 days
91 days/12
months
Belgium
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
Brunei
Darussalam
183 days
3 months
3 months
183 days
3 months/12
months
Bulgaria
6 months
6 months
6 months
6 months
120 days/12
months
Canada
120 days
120 days
120 days
120 days
120 days/12
months
C202
No.
Negara
Konstruksi
Instalasi
Perakitan
Pengawasan
Konstruksi
Jasa
Lainnya
Czech
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months
/12 months
10
China
6 months
6 months
6 months
6 months
6 months/12
months
11
Denmark
6 months
3 months
3 months
6 months
3 months/12
months
12
Democratic
Peoples
Republic of
Korea
12 months
12
months
12 months
12 months
6 months/12
months
13
Egypt
6 months
4 months
4 months
6 months
3 months/12
months
14
Finland
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
15
France
6 months
N/A
6 months
183 days/12
months
183 days/12
months
16
Germany
6 months
6 months
N/A
N/A
7,5%
17
Hongkong
183 days
183 days
183 days
183 days
183 days/12
months
18
Hungary
3 months
3 months
3 months
3 months
4 months/12
months
19
India
183 days
183 days
183 days
183 days
91 days/12
months
20
Iran
6 months
6 months
6 months
6 months
183 days/12
months
21
Italy
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
22
Japan
6 months
6 months
N/A
6 months
N/A
23
Jordan
6 months
6 months
6 months
6 months
1 month/12
months
24
Kuwait
3 months
3 months
3 months
3 months
3 months/12
months
25
Luxembourg
5 months
5 months
5 months
5 months
10%
26
Malaysia
6 months
6 months
6 months
N/A
3 months/12
months
27
Mexico
6 months
6 months
6 months
6 months
91 days/12
months
28
Mongolia
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
29
Morocco
6 months
6 months
6 months
6 months
60 days/12
months
30
Netherlands
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
31
New Zealand
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
32
Norway
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
33
Pakistan
3 months
3 months
3 months
3 months
15%
34
Papua New
C203
No.
Negara
Konstruksi
Instalasi
Perakitan
Pengawasan
Konstruksi
Jasa
Lainnya
Guinea
35
Philippines
6 months
3 months
3 months
6 months
183 days/12
months
36
Poland
183 days
183 days
183 days
183 days
120 days/12
months
37
Portuguese
6 months
6 months
6 months
6 months
183 days/12
months
38
Qatar
6 months
6 months
6 months
6 months
6 months/12
months
39
Republic of
Croatia
40
Republic of
Korea
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
41
Romania
6 months
6 months
6 months
6 months
4 months/12
months
42
Russia
3 months
3 months
3 months
3 months
Tanpa Time
Test
43
Saudi Arabia1
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
44
Seychelles
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months
/12 months
45
Singapore
183 days
183 days
183 days
6 months
90 days/12
months
46
Slovak
6 months
6 months
6 months
6 months
91 days/12
months
47
South Africa
6 months
6 months
6 months
6 months
120 days/12
months
48
Spain
183 days
183 days
183 days
183 days
3 months
/12 months
49
Sri Lanka
90 days
90 days
90 days
90 days
90 days/12
months
50
Sudan
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
51
Suriname
52
Sweden
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
53
Switzerland
183 days
183 days
183 days
183 days
5%
54
Syria
6 months
6 months
6 months
6 months
183 days/12
months
55
Taipei / Taiwan
6 months
6 months
6 months
6 months
120 days/12
months
56
Thailand
6 months
6 months
6 months
6 months
6 months/12
months
57
Tunisia
3 months
3 months
3 months
3 months
3 months/12
months
58
Turkey
6 months
6 months
6 months
6 months
183 days/12
months
59
UAE
6 months
6 months
6 months
6 months
6 months
60
Ukraine
6 months
6 months
6 months
6 months
4 months/12
C204
No.
Negara
Konstruksi
Instalasi
Perakitan
Pengawasan
Konstruksi
Jasa
Lainnya
61
United Kingdom
183 days
183 days
183 days
183 days
91 days/12
months
62
USA
120 days
120 days
120 days
120 days
120 days/12
months
63
Uzbekistan
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
64
Venezuela
6 months
6 months
6 months
6 months
10%
65
Vietnam
6 months
6 months
6 months
6 months
3 months/12
months
months
Ket:
1
P3B antara Indonesia dgn Saudi Arabia hanya mengatur mengenai transportasi penerbangan dlm jalur
internasional.
Apabila kegiatan yg dilakukan di Indonesia tdk melebihi time test tsb dlm jangka waktu 12 bulan, maka
kegiatan tsb tdk menimbulkan adanya BUT di Indonesia.
Country
Interest
Royalties
Dividen
Portofolio
Dividen
Substantial
Holding
BPT
Algeria
15%
15%
15%
15%
10%
Australia
10%
10%/15%
15%
15%
15%
Austria
10%
10%
15%
10%
12%
Bangladesh
10%
10%
15%
10%
10%
Belgium
10%
10%
15%
10%
10%
Brunei
Darussalam
10%
15%
15%
15%
10%
Bulgaria
10%
10%
15%
15%
15%
Canada
10%
10%
15%
10%
15%
Czech
12,5%
12,5%
15%
10%
12,5%
10
China
10%
10%
10%
10%
10%
11
Democratic
Peoples Republic
of Korea
10%
10%
10%
10%
10%
12
Denmark
10%
15%
20%
10%
15%
13
Egypt
15%
15%
15%
15%
15%
14
Finland
10%
10%/15%
15%
10%
15%
15
France
15%
10%
15%
10%
10%
16
Germany
10%
10%/15%
15%
10%
10%
17
Hungary
15%
15%
15%
15%
N/A
18
Hongkong
10%
5%
10%
5%
5%
19
India
10%
15%
15%
10%
10%
20
Iran
10%
12%
7%
7%
7%
21
Italy
10%
10%/15%
15%
10%
12%
22
Japan
10%
10%
15%
10%
10%
23
Jordan
10%
10%
10%
10%
N/A
C205
No.
Country
Interest
Royalties
Dividen
Portofolio
Dividen
Substantial
Holding
BPT
10%
24
Kuwait
5%
20%
10%
10%
25
Luxembourg
10%
12,5%
15%
10%
10%
26
Malaysia
10%
10%
10%
10%
12,5%
27
Mexico
10%
10%
10%
10%
10%
28
Mongolia
10%
10%
10%
10%
10%
29
Morocco
10%
10%
20%
10%
10%
30
Netherlands
10%
10%
10%
10%
10%
31
New Zealand
10%
15%
15%
15%
N/A
32
Norway
10%
10%/15%
15%
15%
15%
33
Pakistan
15%
15%
15%
10%
10%
34
Papua New
Guinea
10%
10%
15%
35
Philippines
15%
15%/25%
20%
15%
36
Poland
10%
15%
15%
10%
10%
37
Portuguese
10%
10%
10%
10%
10%
38
Qatar
10%
5%
10%
10%
10%
39
Republic of
Croatia
40
Republic of Korea
41
Romania
15%
20%
10%
15%
15%
10%
10%
12,5%
12,5%/15 %
15%
12,5%
12,5%
12,5%
42
Russia
15%
15%
15%
15%
43
Saudi Arabia *
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
44
Seychelles
10%
10%
10%
10%
N/A
45
Singapore
10%
15%
15%
10%
15%
46
Slovak
10%
10%/15%
10%
10%
10%
47
South Africa
10%
10%
15%
10%
10%
48
Spain
10%
10%
15%
10%
10%
49
Sri Lanka
15%
15%
15%
15%
Sesuai
UU
Domestik
50
Sudan
15%
10%
10%
10%
10%
51
Suriname
15%
15%
15%
52
Sweden
10%
10%/15%
15%
10%
15%
53
Switzerland
10%
12,5%
15%
10%
10%
54
Syria
10%
15%/20%
10%
10%
10%
55
Taipei / Taiwan
10%
10%
10%
10%
5%
56
Thailand
**
15%
20%
15%
Sesuai
UU
Domestik
15%
57
Tunisia
12%
15%
12%
12%
12%
58
Turkey
10%
10%
15%
10%
15%
59
UAE
5%
5%
10%
10%
5%
60
Ukraine
10%
10%
15%
10%
10%
C206
No.
Country
Interest
Royalties
Dividen
Portofolio
Dividen
Substantial
Holding
BPT
10%
61
United Kingdom
10%
10%/15%
15%
10%
62
USA
10%
10%
15%
10%
10%
63
Uzbekistan
10%
10%
10%
10%
10%
64
Venezuela
10%
20%
15%
10%
10%
65
Vietnam
15%
15%
15%
15%
10%
Ket:
*
P3B antara Indonesia dgn Saudi Arabia hanya mengatur mengenai transportasi penerbangan dlm
jalur internasional
**
Berdasarkan ketentuan pasal 11 ayat 2 P3B RI-Thailand, terdapat pembedaan tarif atas bunga,
yaitu Indonesia = 15% sedangkan Thailand = 10%/25%
N/A P3B tsb tdk mengatur mengenai Tarif PPh Pasal 2
Negara
Algeria
Australia
Austria
Bangladesh
Belgium
Brunei Darussalam
Bulgaria
Canada
Czech
China
Democratic Peoples
Republic of Korea
Denmark
Egypt
Finland
France
Germany
Hongkong
Hungary
India
Iran
Italy
Japan
Jordan
Kuwait
Luxembourg
Malaysia
Mexico
Mongolia
Morocco
Netherlands
New Zealand
Norway
Pakistan
Papua New Guinea
Philippines
Poland
Time Test
Dibayar Oleh
Subjek Pajak
Indonesia
Dibebankan pd
BUT di Indonesia
91 days/12 months
120 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/taxable year
120 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
No
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
C207
No.
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
Negara
Portuguese
Qatar
Republic of Croatia
Republic of Korea
Romania
Russia
Saudi Arabia
Seychelles
Singapore
Slovak
South Africa
Spain
Sri Lanka
Sudan
Suriname
Sweden
Switzerland
Syria
Taipei / Taiwan
Thailand
Tunisia
Turkey
UAE
Ukraine
United Kingdom
USA
Uzbekistan
Venezuela
Vietnam
Time Test
Dibayar Oleh
Subjek Pajak
Indonesia
Dibebankan pd
BUT di Indonesia
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
N/A
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
N/A
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Negara
Time Test
Algeria
Australia
Austria
Bangladesh
Belgium
Brunei Darussalam
Bulgaria
Canada
Czech
China
Democratic Peoples Republic of Korea
Denmark
Egypt
Finland
France
Germany
Hongkong
Hungary
India
Iran
91 days/12 months
120 days/12 months
90 days/12 months
183 days/fiscal year
91 days/12 months
183 days/12 months
91 days/taxable year
120 days/12 months
91 days/taxable year
183 days/12 months
183 days/12 months
91 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
N/A
120 days/fiscal year
183 days/12 months
90 days/12 months
91 days/12 months
N/A
C208
No.
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
F.
Negara
Time Test
Italy
Japan
Jordan
Kuwait
Luxembourg
Malaysia
Mexico
Mongolia
Morocco
Netherlands
New Zealand
Norway
Pakistan
Papua New Guinea
Philippines
Poland
Portuguese
Qatar
Republic of Croatia
Republic of Korea
Romania
Russia
Saudi Arabia
Seychelles
Singapore
Slovak
South Africa
Spain
Sri Lanka
Sudan
Suriname
Sweden
Switzerland
Syria
Taipei / Taiwan
Thailand
Tunisia
Turkey
UAE
Ukraine
United Kingdom
USA
Uzbekistan
Venezuela
Vietnam
90 days/12 months
183 days/calendar year
90 days/12 months
183 days/12 months
91 days/taxable year
183 days/calendar year
91 days/12 months
91 days/calendar year
61 days/12 months
91 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/calendar year
91 days/taxable year
120 days/12 months
120 days/12 months
90 days/calendar year
120 days/12 months
N/A
N/A
90 days/12 months
90 days/12 months
91 days/fiscal year
120 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
120 days/taxable year
183 days/fiscal year
120 days/taxable year
183 days/12 months
Fixed Base
183 days/12 months
91 days/12 months
120 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
Country
Pelayaran
Penerbangan
Penghasilan
Lainnya
Negara Sumber
Algeria
Negara Domisili
Negara Domisili
Australia
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Austria
Negara Domisili
Negara Domisili
C209
No.
Country
Bangladesh
Belgium
Brunei Darussalam
Pelayaran
Penerbangan
Penghasilan
Lainnya
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Sumber
Bulgaria
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Canada
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
Czech
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
10
China
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
11
Democratic Peoples
Republic of Korea
Negara Domisili
Negara Domisili
12
Denmark
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
13
Egypt
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
14
Finland
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
15
France
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
16
Germany
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
17
Hongkong
Negara Sumber
Negara Domisili/
Sumber
18
Hungary
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
19
India
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
20
Iran
N/A
N/A
Negara Sumber
21
Italy
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
22
Japan
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
23
Jordan
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
24
Kuwait
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
25
Luxembourg
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
26
Malaysia
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
Negara
Domisili/Sumber
27
Mexico
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Sumber
28
Mongolia
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
29
Morocco
Negara Sumber
Negara Sumber
Negara Domisili
30
Netherlands
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
31
New Zealand
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
32
Norway
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
33
Pakistan
Negara Sumber
Negara Domisili
Negara Domisili/
C2010
No.
Country
Pelayaran
Penerbangan
Penghasilan
Lainnya
Sumber
34
35
Philippines
36
Poland
Negara Sumber
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
37
Portuguese
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
38
Qatar
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
39
Republic of Croatia
Negara Domisili/
Sumber
40
Republic of Korea
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
41
Romania
Negara Domisili
Negara Sumber
42
Russia
Negara Domisili
Negara Sumber
43
Saudi Arabia
N/A
Negara Domisili
N/A
44
Seychelles
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
45
Singapore
Negara Domisili
Negara Domisili
46
Slovak
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
47
South Africa
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Sumber
48
Spain
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
49
Sri Lanka
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
50
Sudan
51
Suriname
52
Sweden
Negara Domisili
Negara Domisili
53
Switzerland
Negara Domisili
Negara Domisili
N/A
54
Syria
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
55
Taipei / Taiwan
56
Thailand
57
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Sumber
Tunisia
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
58
Turkey
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
59
UAE
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
60
Ukraine
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili
61
United Kingdom
Negara Domisili
Negara Domisili
N/A
62
USA
Negara Domisili
Negara Domisili
N/A
63
Uzbekistan
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
64
Venezuela
Negara Domisili
Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber
C2011
No.
Country
65
Vietnam
Pelayaran
Penerbangan
Negara Domisili
Negara Domisili
Penghasilan
Lainnya
Negara Domisili/
Sumber
Competent Authority
Belanda
Belgia
Inggris
Jerman Bersatu
MenKeu
Perancis
Kanada
Thailand
Philipina
Jepang
Denmark
Austria
India
Selandia Baru
Norwegia
Swiss
Amerika Serikat
Swedia
Korea Selatan
Pakistan
Singapura
Malaysia
Ket:
Mengenai pengertian "wakilnya yg sah atau his authorized representative" hanya menentukan bahwa
pejabat tsb dpt melimpahkan wewenangnya kpd pejabat lain utk bertindak atas namanya sbg
competent authority. Pejabat lain tsb adalah Pejabat tertinggi yg melaksanakan UU Pajak di Negara yg
bersangkutan ataupun pejabat lain yg ditunjuk yg diberitahukan kpd DJP.
C2012
Dasar Hukum
PP 46 Thn 2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
PMK-107/PMK.011/2013/PMK.011/2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
PER-32/PJ/2013/PJ/2013 (berlaku sejak 25 Sept 2013)
PER-37/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Okt 2013)
SE terkait:
SE-42/PJ/2013/PJ/2013
SE-32/PJ/2014/PJ/2014 (diralat oleh SE-38/PJ/2014/PJ/2014)
II.
C211
8. perantara;
9. petugas penjaja barang dagangan;
10. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan
langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Thn Pajak mnr ketentuan umum perpajakan adalah sama dgn thn kalender. Namun
demikian, bagi WP yg thn bukunya tdk sama dgn thn kalender, Thn Pajak ditentukan
berdasarkan thn buku yg di dalamnya termasuk 6 bulan pertama atau lebih dari 6 bulan dari
thn buku tsb.
C212
Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn
Pajak 2014.
2) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal
1 Jan 2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif
umum UU PPh utk Thn Pajak 2013 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 1
Jan 2013 s.d. 31 Des 2013). Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2014 memperhatikan
besarnya peredaran bruto Thn Pajak 2013.
3) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal
2 Jan 2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif
umum UU PPh utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak
beroperasi scr komersial 2 Jan 2013 s.d. 1 Jan 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des 2014).
Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn
Pajak 2014.
4) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal
1 Agust 2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan
tarif umum UU PPh utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak
beroperasi scr komersial 1 Agust 2013 s.d. 31 Juli 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des
2014). Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran
bruto Thn Pajak 2014.
III. Besar Tarif & Cara Pengenaan PPh Final
Besarnya tarif PPh yg bersifat final adalah 1%. (Pasal 3 ayat (1) PP 46 Thn 2013)
Pengenaan PPh didasarkan pd peredaran bruto dari usaha dlm 1 thn dari Thn Pajak terakhir
sbl Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3 ayat (2) PP 46 Thn 2013)
PPh terutang: (Pasal 4 ayat (1) & (2) PP 46 Thn 2013)
PPh terutang = 1% X jml peredaran bruto setiap bulan
Ketentuan Terkait Peredaran Bruto:
Dlm hal peredaran bruto kumulatif WP pd suatu bulan tlh > jml Rp 4,8 M dlm suatu Thn Pajak,
WP tetap dikenai tarif PPh final 1% s.d. akhir Thn Pajak yg bersangkutan. Dlm hal peredaran
bruto WP tlh > jml Rp 4,8 M pd suatu Thn Pajak, atas penghasilan yg diterima atau diperoleh
WP pd Thn Pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 3 ayat
(3) & (4) PP 46 Thn 2013 dan Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
Peredaran bruto sbg dasar utk dpt dikenai PPh yg bersifat final: (Pasal 10 PP 46 Thn 2013)
didasarkan pd jml peredaran bruto Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak berlakunya PP
46 Thn 2013 yg disetahunkan, dlm hal Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak berlakunya PP
46 Thn 2013 meliputi < 12 bulan;
didasarkan pd jml peredaran bruto dari bulan saat WP terdaftar s.d. bulan sbl
berlakunya PP 46 Thn 2013 yg disetahunkan, dlm hal WP terdaftar pd Thn Pajak yg
sama dgn Thn Pajak saat berlakunya PP 46 Thn 2013 di bulan sbl PP 46 Thn 2013
berlaku;
didasarkan pd jml peredaran bruto pd bulan pertama diperolehnya penghasilan dari
usaha yg disetahunkan, dlm hal WP yg baru terdaftar sbg WP sejak berlakunya PP 46
Thn 2013.
Contoh penentuan peredaran bruto:
9 PT Daya terdaftar 3 bulan sbl berlakunya PP 46 Thn 2013. Jml peredaran bruto selama 3
bulan tsb adalah Rp 150 juta. Peredaran bruto selama 3 bulan yg disetahunkan adalah: Rp
150 juta x 12/3 = Rp 600 juta. Krn peredaran bruto disetahunkan utk 3 bulan tsb < Rp 4,8 M,
maka penghasilan yg diperoleh mulai pd bulan berlakunya PP 46 Thn 2013 s.d. akhir thn
pajak bersangkutan, dikenai pajak yg bersifat final sesuai ketentuan dlm PP 46 Thn 2013.
9 Gatot terdaftar sbg WP baru pd bulan Nov 2014. Pd bulan Nov 2014 tsb, memperoleh
peredaran bruto seb Rp 15 juta. Penghasilan bruto bulan Nov 2014 disetahunkan adalah:
12/1 x Rp 15 juta = Rp 180 juta. Krn penghasilan bulan Nov 2014 (bulan pertama mulai
terdaftar sbg WP) yg disetahunkan < Rp 4,8 M, maka penghasilan yg diperoleh di thn 2014
dikenai PPh yg bersifat final sesuai dgn PP 46 Thn 2013.
C213
C214
C215
kantor cabang Bank Persepsi terdekat. BPN tsb termasuk cetakan ulang & salinannya, mrp
sarana administrasi lain yg kedudukannya dipersamakan dgn SSP. Apabila terdapat
perbedaan antara data pembayaran yg tertera dlm BPN dgn data pembayaran mnr MPN,
maka yg dianggap sah adalah data pembayaran mnr MPN. BPN tsb setidak-tidaknya
mencantumkan elemen-elemen sbb: NTPN, NTB, NPWP & Nama WP, KAP & KJS, Masa
Pajak, Thn Pajak, Tanggal Transaksi dan Jml Nominal Pembayaran.
(Pasal 2, 3, 4 PER-37/PJ/2013)
Penghasilan yg dibayar berdasarkan PP 46 Thn 2013 dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh pd
kelompok penghasilan yg dikenai pajak final dan/atau bersifat final:
SPT Tahunan PPh WP OP
SPT Tahunan PPh WP Badan
Formulir SPT Tahunan menggunakan
Formulir SPT Tahunan menggunakan Form
Form 1770
1771
Dilaporkan pd Lamp III Bagian A Nomor
Dilaporkan pd Lamp IV Bagian A Nomor 14
16 kolom (3) dan (4) yaitu kelompok
kolom (2), (3) dan (5) yaitu Kelompok
penghasilan yg dikenai pajak final
penghasilan yg dikenai PPh final.
dan/atau bersifat final
Kolom (2) diisi dgn Penghasilan Usaha WP
Kolom (3) diisi dgn Jml Peredaran Bruto
yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Selama 1 Thn Pajak
Kolom (3) diisi dgn Jml Peredaran Bruto
Kolom (4) diisi dgn Jml PPh Pasal 4 ayat
Selama 1 Thn Pajak
(2) yg Tlh Disetor
Kolom (5) diisi dgn Jml PPh Pasal 4 ayat (2)
yg Tlh Disetor
Penghitungan utk pelaporan SPT Tahunan PPh Thn Pajak 2013:
Peredaran usaha dihitung berdasarkan slr peredaran usaha selama Thn Pajak 2013, tdk
termasuk peredaran usaha pd Masa Pajak Juli 2013 s.d. Des 2013 yg dikenai PPh Pasal 4
ayat (2).
Bagi WP OP, utk menentukan Penghasilan Kena Pajak dikurangi terlebih dahulu dgn PTKP
setahun.
Angsuran PPh Pasal 25 UU PPh Masa Pajak Jan 2013 s.d. Juni 2013 dikreditkan thd PPh yg
terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan.
IX. Penegasan Perlakuan PPh Bagi WP dgn
32/PJ/2014/PJ/2014 & SE-38/PJ/2014/PJ/2014)
1.
2.
3.
Jenis
Usaha
Tertentu
(Butir
SE-
Perlakuan PPh bagi WP badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan (litbang)
a. Atas sisa lbh yg diterima/diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang litbang, yg tlh terdaftar pd instansi yg membidanginya, yg
ditanamkan kembali dlm bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau
litbang, dlm jangka waktu paling lama 4 thn sejak diperolehnya sisa lbh tsb bukan mrp
objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh.
b. Dlm hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lbh pd huruf a tdk terpenuhi,
maka atas sisa lbh tsb mrp objek pajak yg dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum UU
PPh.
c. Dgn demikian perlakuan perpajakan bagi WP badan atau lembaga nirlaba yg bergerak
dlm bidang pendidikan dan/atau bidang litbang mengacu pd ketentuan umum UU PPh.
Perlakuan PPh bagi WP reksa dana
a. Reksa dana adalah suatu bentuk kegiatan usaha yg melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat pemodal, utk selanjutnya diinvestasikan dlm portofolio efek oleh manajer
investasi yg dpt berbentuk perseroan atau KIK sesuai UU 8 Thn 1995 ttng Pasar Modal.
b. Berdasarkan kriteria pd huruf a, maka aliran penghasilan yg diperoleh WP reksa dana
termasuk dlm kategori penghasilan yg berasal dari usaha sesuai penjelasan Pasal 4 ayat
(1) UU PPh. Shg, dlm hal WP reksa dana memenuhi kriteria PP 46 Thn 2013, maka WP
reksa dana dikenai PPh yg bersifat final sesuai PP 46 Thn 2013 beserta ketentuan
pelaksanaannya.
Perlakuan PPh bagi WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga
pemberi dana pinjaman
C216
a.
4.
5.
Agus menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku cadangnya. Agus
yg tlh terdaftar sbg WP sejak thn 2009 memiliki 2 buah bengkel yg berada di wilayah yg
berbeda, yakni bengkel A terdaftar di KPP X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan
pencatatannya selama thn 2013 @ bengkel tsb memiliki peredaran bruto sbb:
Peredaran bruto bengkel A
= Rp 100 juta
Peredaran bruto bengkel B
= Rp 150 juta
Peredaran bruto yg dijadikan dasar penentuan tarif PPh yg bersifat final adalah jml peredaran
bruto bengkel A & bengkel B yakni seb Rp 250 juta. Krn total peredaran bruto selama thn
2013 < Rp 4,8 M maka atas penghasilan dari usaha yg diterima oleh Agus pd thn 2014
dikenai PPh yg bersifat final sebesar 1% dari peredaran bruto.
Misalkan pd bulan Jan 2014, Agus memperoleh peredaran bruto dari bengkel A & B @ seb
Rp 10 juta & Rp 15 juta, maka paling lambat pd tanggal 17 Feb 2014 (krn tanggal 15 Feb
jatuh pd hari Sabtu), Agus wajib menyetorkan PPh yg bersifat final seb:
a. Bengkel A PPh = 1% x Rp 10 juta = Rp 100 ribu (dilaporkan ke KPP X)
b. Bengkel B PPh = 1% x Rp 15 juta = Rp 150 ribu (dilaporkan ke KPP Y)
Pd bulan Maret 2013 sebuah perusahaan ekpedisi swasta bernama PT DEF melakukan
perawatan & reparasi 5 motor milik perusahaan tsb di bengkel A milik Agus. Tagihan yg
dibuat kpd PT DEF atas jasa perawatan & reparasi tsb seb Rp 1,5 juta. Atas tagihan tsb PT
C217
Irine menjalankan usaha butik pakaian, memiliki butik pakaian di kota Batam & di Singapura.
Irine tlh terdaftar sbg WP sejak thn 2009 di KPP X. Berdasarkan pencatatannya selama thn
2013 @ butik tsb memiliki peredaran bruto sbb:
Peredaran bruto butik di Batam
= Rp 3 M
Peredaran bruto butik di Singapura = Rp 5 M
Dari peredaran bruto butik di Batam seb Rp 3 M salah satunya mrp hasil penjualan seb Rp 50
juta kpd Mr. X seorang pengusaha dari Singapura. Selain dari penghasilan usaha butik, Irine
juga memperoleh penghasilan dari sewa apartemen di Singapura seb Rp 100 juta.
Peredaran bruto yg dijadikan dasar pengenaan PPh yg bersifat final adalah jml peredaran
bruto butik di Batam saja, yakni seb Rp 3 M. Penghasilan yg diterima Irine dari sewa
apartemen & butik di Singapura, tdk diperhitungkan dlm menghitung batasan peredaran bruto
utk dpt dikenai PPh bersifat final.
3.
Hari yg berstatus kawin dgn 2 tanggungan adalah OP Pengusaha Konstruksi yg juga memiliki
toko material "ABC". Selain usaha tsb, Hari juga aktif memberikan jasa konsultansi kpd klien
yg membutuhkan sarannya. Jml slr penghasilan yg diterima oleh Hari pd thn 2013 diketahui
sbb:
a. Penjualan bruto dari toko material "ABC " Rp 3,5 milyar.
b. Nilai kontrak jasa pelaksanaan konstruksi (termasuk pemakaian material dari toko "ABC")
Rp 900 juta.
c. Jasa konsultansi seb Rp 500 juta.
Total peredaran bruto Hari pd thn 2013 adalah seb Rp 4,9 M (Rp 3,5 M + Rp 900 juta + Rp
500 juta).
Utk menentukan PPh dari usaha toko material "ABC " di thn 2014 dikenai tarif umum atau tarif
yg bersifat final, adalah berdasarkan peredaran bruto dari usaha toko material "ABC " saja
yakni seb Rp 3,5 M. Sedangkan peredaran bruto dari jasa pelaksanaan konstruksi & jasa
konsultansi tdk diperhitungkan mengingat jasa pelaksanaan konstruksi dikenai PPh yg
bersifat final dgn ketentuan PP tersendiri dan jasa konsultansi termasuk dlm lingkup jasa
sehubungan dgn pekerjaan bebas.
Kewajiban pembayaran PPh Hari di thn 2014 adalah sbb:
a. PPh seb 1% bersifat final dari peredaran bruto usaha toko material "ABC", utk setiap
bulannya;
b. PPh dari usaha jasa konstruksi, yg dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP tersendiri;
dan
c. Angsuran PPh Pasal 25 (Jan s.d. Des), atas penghasilan dari jasa konsultasi. Misalkan
biaya dari jasa konsultasi di thn 2013 seb Rp 169,625 juta dan PPh yg tlh
dipotong/dipungut pihak lain di thn 2013 seb Rp 14,75 juta, maka kewajiban angsuran
PPh Pasal 25 di thn 2014 sbb:
Penghasilan bruto jasa konsultasi thn 2013
Rp
500 juta
Biaya kegiatan jasa konsultasi thn 2013
Rp
169,625 juta
PTKP (K/2)
Rp
30,375 juta
Penghasilan Kena Pajak jasa konsultasi
Rp
300 juta
PPh terutang jasa konsultasi
Rp
38,75 juta
Pajak yg dipotong/dipungut pihak lain
Rp
14,75 juta
PPh terutang
Rp
24 juta
Angsuran PPh Pasal 25 atas jasa konsultasi (1/12 x Rp
Rp
2 juta
24 juta)
4.
CV GHI bergerak di bidang usaha industri furnitur terdaftar sbg WP badan di KPP C sejak thn
2011. Berdasarkan pembukuannya pd thn 2012 memiliki peredaran bruto seb Rp 390 juta.
C218
Dgn demikian tarif PPh yg bersifat final yg dikenakan thd penghasilan dari usaha yg diterima
oleh CV GHI mulai bulan Juli 2013 adalah seb 1%. Pada bulan Juli 2013, CV GHI
memperoleh peredaran bruto seb Rp 20 juta maka paling lambat pd tanggal 15 Agust 2013
CV GHI wajib menyetorkan PPh yg bersifat final seb: PPh = 1% x Rp 20 juta = Rp 200 ribu
Berdasarkan PMK yg mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo penyetoran, dan
pelaporan pajak:
a. dlm hal CV GHI menyetorkan PPh bersifat final seb Rp 200 ribu pd tanggal 15 Agust
2013 dan SSP-nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka CV GHI menyetor sbl tanggal
jatuh tempo pembayaran & tlh menyampaikan SPT Masa PPh tanggal 15 Agust 2013.
b. dlm hal CV GHI menyetorkan PPh bersifat final seb Rp 200 ribu pd tanggal 22 Agust
2013 dan SSP- nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka CV GHI terlambat melakukan
penyetoran & menyampaikan SPT Masa PPh tanggal 22 Agust 2013.
Penyetoran tanggal 22 Agust yg dilakukan oleh CV GHI yg sekaligus mrp tanggal
pelaporan SPT Masa PPh tdk termasuk sbg SPT Masa yg terlambat disampaikan krn
kewajiban pelaporan SPT Masa PPh diberlakukan mulai masa pajak Jan 2014.
Pd bulan Nov 2013 SD Negeri 03 Jakarta membeli kursi & meja dari CV GHI seb Rp 10 juta.
Atas pembelian tsb Bendahara SDNi 03 Jakarta melakukan pemungutan PPh Pasal 22 seb
1,5% x Rp 10 juta = Rp 150 ribu. Namun demikian, jika CV GHI tlh mendapatkan SKB dari
pemotongan dan/atau pemungutan PPh dari KPP C, atas pembelian tsb Bendahara SDN 03
Jakarta tdk melakukan pemungutan PPh Pasal 22.
5.
PT JKL yg bergerak di bidang usaha industri pengolahan gula didirikan pd thn 2012 dan pd
thn yg sama mendaftarkan diri sbg WP badan di KPP Z. PT JKL menggunakan thn buku JanDes. s.d. bulan Okt 2013 PT JKL masih terus melakukan kegiatan investasi dlm bentuk
pembangunan pabrik & instalasi mesin-mesin industri dan blm melakukan kegiatan operasi
scr komersial. Pd tanggal 1 Nov 2013 PT JKL mulai melakukan kegiatan operasi scr
komersial berupa produksi gula dlm kemasan.
Sesuai ketentuan Pasal 7 PMK-107/PMK.011/2013, maka utk Thn Pajak 2013, PT JKL
dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh. Mengingat bahwa 1 thn sejak beroperasi scr
komersial melewati Thn Pajak yg bersangkutan maka sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (2)
PMK-107/PMK.011/2013, s.d. akhir Thn Pajak 2014, WP masih dikenai PPh berdasarkan tarif
umum UU PPh.
Dlm hal peredaran bruto usaha PT JKL s.d. tanggal 31 Okt 2014 (1 thn sejak mulai
beroperasi komersial) tlh > Rp 4,8 M, maka mulai Thn Pajak 2015 PT JKL dikenai PPh
berdasarkan tarif umum UU PPh. Dlm hal peredaran bruto usaha PT JKL s.d. tanggal 31 Okt
2014 < Rp 4,8 M maka pengenaan PPh utk Thn Pajak 2015 memperhatikan peredaran bruto
Jan s.d. Des 2014.
6.
C219
7.
Pd Thn Pajak 2014 WP PT PQR dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan PMK107/PMK.011/2013. Berdasarkan pembukuan yg dilakukan diketahui bahwa peredaran bruto
usaha s.d. akhir Thn Pajak 2014 berjumlah Rp 5 M.
Dgn demikian pd Thn Pajak 2015 PT PQR dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh. Pd
bulan Jan 2015 slr peredaran bruto PT PQR seb Rp 200 juta, dan PPh yg dipotong/dipungut
pihak lain (bukan PPh final) adalah seb Rp 51 juta.
Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 utk Thn Pajak 2015 adalah sbb:
Penghasilan bruto sebulan
Rp
Biaya-biaya
Rp
Penghasilan neto sebulan
Rp
Penghasilan neto sebulan disetahunkan
Rp
PPh terutang (12,5% x Rp 600 juta)
Rp
Pajak yg dipotong/dipungut pihak lain
Rp
PPh kurang bayar
Rp
Angsuran PPh Pasal 25 (1/12 x Rp 24 juta)
Rp
200 juta
150 juta
50 juta
600 juta
75 juta
51 juta
24 juta
2 juta
Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan selanjutnya s.d. bulan Des 2015 adalah Rp 2 juta.
8.
C2110
B. FAQ PPh ATAS PENGHASILAN DARI USAHA WP DGN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Umum
1. Mengapa WP kecil sekarang hrs membayar pajak?
Jawaban :
Membayar pajak mrp kewajiban slr warga negara dan diatur dlm UUD 1945. PP 46 Thn 2013
memberikan kemudahan penghitungan bagi WP yg ingin berkontribusi kpd negara. Sedangkan bagi
warga negara yg tdk memenuhi syarat objektif & subjektif sesuai UU PPh dibebaskan dari kewajiban
tsb.
2. Mengapa WP yg mengalami kerugian hrs membayar pajak?
Jawaban :
Sesuai ketentuan yg berlaku, Pemerintah dpt menerapkan kebijakan PPh bersifat final, yg
penghitungannya didasarkan pd peredaran usaha dan pelaksanaannya diatur tersendiri dgn PP
berdasarkan bbrp pertimbangan antara lain kesederhanaan dan kemudahan dlm pemenuhan
kewajiban perpajakan.
Penghitungan PPh-nya berdasarkan peredaran bruto, maka WP tdk perlu lagi menghitung
besarnya biaya (biaya listrik, gaji, penyusutan, dan lain-lain) dlm rangka menentukan laba bersih
sbl pajak. Maka dlm penghitungan PPh yg bersifat final ini, tdk relevan lagi dibahas masalah
keuntungan dan kerugian.
Subjek & Bukan Subjek Pajak
3. WP manakah yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban :
WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 adalah WP yg memiliki peredaran bruto
tertentu dgn kriteria:
Kriteria
Keterangan
a. WP OP atau WP badan, dan
Tdk termasuk BUT
b. menerima penghasilan dari usaha dgn Tdk termasuk penghasilan dari jasa
peredaran bruto < Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak
sehubungan dgn pekerjaan bebas
(Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 2 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
4. Apakah semua WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Berikut adalah WP yg penghasilan usahanya < Rp 4,8 M, namun tdk dikenakan PPh Final Pasal 4
ayat (2) berdasarkan PP 46 Thn 2013:
WP
Keterangan
Dasar Hukum
WP OP
melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg
Pasal 2 ayat (3) PP
dlm usahanya menggunakan:
46 Thn 2013 jo. Pasal
a. sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang baik
2 ayat (4) PMKyg menetap maupun tdk menetap; dan
107/PMK.011/2013)
b. sebagian atau seluruh tempat utk kepentingan umum
yg tdk diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
WP
a. blm beroperasi scr komersial; atau
(Pasal 2 ayat (4) PP
Badan
b. dlm jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial
46 Thn 2013 jo. Pasal
memperoleh peredaran bruto > Rp 4,8 M.
2 ayat (5) PMK107/PMK.011/2013)
5. Bagaimana cara menentukan apakah WP pada Thn Pajak 2013 dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013 atau tdk?
Jawaban :
Pengenaan PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 didasarkan pd peredaran bruto dari
usaha dlm 1 thn dari Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak yg bersangkutan.
Kondisi WP
Dasar Peredaran Bruto
Contoh
WP yg terdaftar sbl Thn
Dihitung berdasakan peredaran bruto
Penjelasan Pasal 10
C2111
Pajak 2013
huruf a angka 1) PP 46
Thn 2013
Penjelasan Pasal 10
huruf a angka 2) PP 46
Thn 2013
Penjelasan Pasal 10
huruf a angka 3) PP 46
Thn 2013
C2112
9. Apakah peredaran bruto yg menjadi Dasar Pengenaan Pajak didasarkan pd pembukuan atau
berdasarkan penghasilan bruto yg tlh diterima scr tunai?
Jawaban:
Disesuaikan dgn yg diselenggarakan oleh WP. Jika WP menyelanggarakan pembukuan, maka
peredaran bruto berdasarkan pembukuan. Namun, jika WP menyelenggarakan pencatatan, maka
peredaran bruto dihitung berdasarkan cash basis (sesuai Pasal 4 ayat (1) PER-4/PJ/2009).
10. Apa pengertian dari usaha? Apa maksud dari dicantumkannya petikan Pasal 4 ayat (1) UU PPh
di dlm Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Dicantumkannya Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP sebenarnya adalah sbg bridging krn memang tdk
ada definisi mengenai usaha. Shg bisa terlihat bahwa yg menjadi sasaran PP 46 Thn 2013 adalah
penghasilan dari usaha dan kegiatan.
Utk koperasi simpan pinjam, penghasilan berupa bunga yg diterima adalah penghasilan dari usaha.
Namun, bagi suatu perusahaan yg kebetulan memiliki idle cash dan memberikan pinjaman, atas
bunga yg diterima atas pinjaman tsb bukan mrp penghasilan dari usaha, melainkan penghasilan dari
modal. Termasuk juga misalnya, perusahaan yg usahanya melakukan penyewaan kendaraan/rental
(contohnya bus Hiba), maka penghasilan tsb mrp penghasilan dari usaha.
11. Apakah penghasilan yg diterima dari penyewaan harta selain tanah & bangunan, dpt dikenakan
PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Ya, sepanjang itu adalah penghasilan utamanya.
12. Apakah yg dimaksud dgn "peredaran bruto"? Jika suatu perusahaan yg bergerak di bidang
manufaktur, namun dlm thn yg sama mendapatkan dividen, mendapatkan bunga pinjaman,
kemudian mendapatkan uang sewa dari menyewakan peralatannya kpd pihak lain dan ada
penjualan aktiva berupa kendaraan bermotor. Dari penghasilan tsb, yg mana yg termasuk
"peredaran bruto" utk menentukan apakah badan tsb memenuhi batasan peredaran bruto <
Rp 4,8 M?
Jawaban:
Selama penghasilan lain tsb bukan dlm rangka kegiatan usahanya, maka tdk termasuk dlm peredaran
bruto yg dikenakan PP 46 Thn 2013.
Tarif dan Cara Penghitungan
13. Berapa tarif PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Besarnya tarif PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 adalah 1%.
(Pasal 3 ayat (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 4 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
14. Bagaimana cara menghitung PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Penghitungan
Keterangan
PPh = tarif x DPP
Tarif = 1%
= 1% x peredaran bruto tiap bulan
Contoh
Angka 1 Lamp
PMK107/PMK.011/2013
C2113
Thn Pajak
Thn Pajak ybs
Thn Pajak berikutnya
Tarif PPh
WP tetap dikenai tarif PPh Final s.d. Thn
Pajak ybs.
WP dikenai tarif PPh berdasarkan UU PPh
Contoh
Penjelasan Pasal 3 ayat
(3) PP 46 Thn 2013
Penjelasan Pasal 3 ayat
(4) PP 46 Thn 2013
C2114
C2115
24. Bagaimana tata cara pelaporan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
SPT
Keterangan
SPT
WP yg melakukan pembayaran PPh Final berdasarkan PP 46
Masa
Thn 2013 wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lama 20
hari stl Masa Pajak berakhir.
WP yg tlh melakukan penyetoran PPh Final berdasarkan PP
46 Thn 2013 Thn 2013, dianggap tlh menyampaikan SPT
Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2), sesuai dgn tanggal validasi
NTPN yg tercantum pd SSP.
SPT
WP yg atas slr atau sebagian penghasilannya tlh dikenai PPh
Tahunan Final berdasarkan PP 46 Thn 2013, kewajiban penyampaian
SPT Tahunan PPh adalah sesuai ketentuan Pasal 3 UU KUP
dan peraturan pelaksanaannya beserta perubahannya
Dasar Hukum
Pasal 10 ayat (2) &
ayat (3) PMK107/PMK.011/2013
Pasal 11 PMK107/PMK.011/2013
25. Bagaimana halnya dgn setoran PPh Pasal 25 yg tlh dibayar sekaligus dimuka utk Thn Pajak 2013?
Jawaban:
Atas angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Juli s.d. Des 2013 yg sdh disetor sblm diberlakukannya PP
46 Thn 2013/2013, dapat dipindahbukukan (Pbk) ke setoran Pajak PPh Pasal 4(2) yang terutang.
Lain-lain
26. Apakah WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 wajib membuat pembukuan
terpisah sesuai PP 94 Thn 2010, termasuk utk thn pertama, yaitu thn 2013?
Jawaban:
Ya, tetap mengikuti ketentuan yg berlaku. LK yg dilampirkan di SPT Tahunan sama seperti biasa
(meliputi 1 thn buku). Namun, khusus utk WP yg ingin melakukan kompensasi atas kerugian bulan
Jan s.d. Juni 2013 wajib melampirkan laporan rugi laba bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dlm SPT
Tahunan PPh thn 2013 sesuai Pasal 15 PMK-107.
27. Utk transaksi bisnis yg memakai valas namun menyelenggarakan pembukuan dgn mata uang
rupiah dgn kurs tengah BI, apakah penghitungan omsetnya mengacu ke pembukuan atau
memakai kurs pajak (KMK)?
Jawaban:
Penghitungan omsetnya mengacu ke pembukuan WP (dlm hal ini menggunakan kurs tengah BI),
sedangkan kurs KMK digunakan jika atas suatu transaksi dikenakan pemotongan/pemungutan pajak.
Sumber:
http://p2humas.intranet.pajak.go.id/tkb/engine/faq/view.php?id=1212,
http://p2humas.intranet.pajak.go.id/tkb/engine/faq/view.php?id=1222,
Buku Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu
(dgn bbrp perubahan seperlunya oleh penyusun)
C2116
Dasar Hukum:
PMK-43/PMK.03/2008 (berlaku sejak 13 Maret 2008) ttg Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan
Harta dlm Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha
PER-28/PJ/2008 (berlaku sejak 19 Juni 2008) ttg Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin
Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau
Pemekaran Usaha
SE terkait:
SE-45/PJ/2008 ttg Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan PMK-43/PMK.03/2008
WP yg Dpt Menggunakan Nilai Buku dlm Rangka Restrukturisasi Perusahaan:
1. WP yg melakukan MERGER
Yg mengajukan permohonan utk penggunaan nilai buku WP yg menerima harta
Merger meliputi:
o Penggabungan usaha penggabungan dari 2 atau lbh WP Badan yg modalnya terbagi atas
saham dgn cara tetap mempertahankan tetap berdirinya salah satu badan usaha yg tdk
mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian lbh kecil (A+B =A)
Yg dimaksud sisa kerugian adalah sisa kerugian fiskal & komersial
Pihak yg menerima pengalihan harta dlm rangka penggabungan usaha adalah WP yg tdk
mempunyai sisa kerugian atau yg mempunyai sisa kerugian yg lbh kecil dibandingkan dgn WP yg
mengalihkan harta berdasarkan sisa kerugian fiskal & komersial. (Angka 2 SE-45/PJ/2008)
WP yg menerima pengalihan harta = surviving company
WP yg mengalihkan harta = transferor company
o Peleburan usaha penggabungan dari 2 atau lbh WP Badan yg modalnya terbagi atas saham
dgn cara mendirikan badan usaha baru (A+B=C)
2.
WP yg melakukan merger dgn menggunakan nilai buku, tdk boleh mengkompensasikan kerugian/sisa
kerugian dari WP yg menggabungkan diri/WP yg dilebur. (Pasal 3 PMK-43/PMK.03/2008)
WP yg melakukan PEMEKARAN USAHA sesuai ketentuan dlm Pasal 1 ayat (6) PER-28/PJ/2008
Yg mengajukan permohonan utk penggunaan nilai buku WP yg mengalihkan harta
WP yg melakukan pemekaran usaha yg dpt menggunakan nilai buku, yaitu:
o WP yg blm Go Public yg akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/
IPO); atau
o WP yg tlh Go Public sepanjang slr badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran
umum perdana (IPO)
Pemekaran usaha adalah pemisahan WP Badan yg modalnya terbagi atas saham menjadi 2 WP
Badan atau lbh dgn cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan
kewajiban kpd badan usaha baru tsb yg dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yg lama
(A= A+B)
Persyaratan Agar Dpt Menggunakan Nilai Buku: (Pasal 2 PMK-43/PMK.03/2008 dan Pasal 2 PER28/PJ/2008)
1. Mengajukan permohonan kpd DJP dgn disertai alasan dan tujuan dilakukannya merger
atau pemekaran usaha (Pasal 3 ayat (1) PER-28/PJ/2008)
Yg mengajukan permohonan (Pemohon):
Jika dlm rangka merger: Pemohon adalah WP yg menerima harta
Jika dlm rangka pemekaran usaha: Pemohon adalah WP yg mengalihkan harta
2. Melunasi slr utang pajak dari setiap badan usaha terkait
Pelunasan slr utang pajak ini wajib dipenuhi oleh WP yg mengalihkan harta dan WP yg menerima
harta, termasuk utang pajak dari cabang atau perwakilan yg terdaftar di KPP di lokasi.
3. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (Business purpose test)
Di dlm Angka 4 SE-45/PJ/2008, diatur juga bahwa LK WP yg mengalihkan harta dan LK WP yg
menerima harta hrs diaudit oleh Akuntan Publik, khususnya utk thn pajak dilakukannya
pengalihan harta.
C221
C222
dlm hal harta yg dimiliki oleh WP yg menerima pengalihan harta, dipindahtangankan sebelum
2 thn stl tanggal efektif merger atau pemekaran usaha namun WP yg menerima harta:
tdk menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tsb layak dijual; atau
menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tsb layak dijual tetapi pernyataan tsb tdk
sesuai dgn keadaan yg sebenarnya
2. Jika WP yg tlh memperoleh persetujuan Dirjen Pajak utk menggunakan nilai buku dlm rangka
merger atau pemekaran usaha, namun:
blm dpt melaksanakan IPO; atau
tlh memperoleh persetujuan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan IPO tetapi sampai
jangka waktu perpanjangan yg diberikan blm dpt melaksanakan IPO
Kpd WP yg dikenai sanksi utk menghitung kembali nilai pengalihan dgn menggunakan nilai pasar
akan diterbitkan SK pencabutan atas SK persetujuan. SK pencabutan atas SK persetujuan tsb
diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama DJP. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan SK
pencabutan tsb Dirjen Pajak menerbitkan skp.
(Pasal 8 PER-28/PJ/2008 dan Angka 17 SE-45/PJ/2008)
Angsuran PPh Pasal 25:
Apabila Merger atau Pemekaran usaha dilakukan dlm thn pajak berjalan, maka jml angsuran PPh
Pasal 25 dari pihak-pihak yg menerima pengalihan/harta tdk boleh lbh kecil dari jml angsuran PPh
Pasal 25 yg wajib dibayar oleh pihak yg mengalihkan. (Pasal 5 ayat (1) PMK-43/PMK.03/2008)
Jika stl merger WP yg menerima pengalihan/harta mengalami penurunan usaha, WP yg bersangkutan
dpt mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan yg berlaku.
(Angka 13 SE-45/PJ/2008)
Perlakuan PPh yg Tlh Dibayar Sbl Merger atau Pemekaran Usaha:
Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan PPh yg tlh dilakukan oleh pihak yg mengalihkan sbl
dilakukannya merger atau pemekaran usaha dpt dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan,
atau pemotongan PPh dari WP yg menerima pengalihan. (Pasal 5 ayat (2) PMK-43/PMK.03/2008)
Pencatatan Harta yg Dialihkan: (Angka 10 SE-45/PJ/2008)
Jika pengalihan harta tdk mendapatkan persetujuan Dirjen Pajak utk menggunakan nilai buku, maka
pengalihan slr harta tsb hrs dinilai dgn harga pasar dan atas keuntungan yg diperoleh dikenakan PPh
sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku.
Jika pengalihan harta dgn menggunakan nilai buku tlh mendapat persetujuan Dirjen Pajak, WP yg
menerima pengalihan harta tsb hrs mencatat nilai perolehannya sesuai nilai buku sebagaimana yg
tercantum dlm pembukuan WP yg mengalihkan harta.
Jika WP sbl merger atau pemekaran usaha tlh melakukan penilaian kembali aktiva tetap, nilai buku yg
dicatat adalah nilai buku stl dilakukan penilaian kembali aktiva tetap.
Penyusutan & Amortisasi harta yg Dialihkan: (Angka 11 SE-45/PJ/2008)
Penyusutan & amortisasi atas harta yg dialihkan utk thn buku terjadinya pengalihan harta dilakukan
scr prorata (perhitungan bulanan) berdasarkan masa manfaat yg tersisa sebagaimana tercantum dlm
pembukuan WP yg mengalihkan harta.
Bagi WP yg mengalihkan harta, penyusutan & amortisasi atas harta yg dialihkan dihitung scr prorata
sampai dgn bulan dilakukannya pengalihan harta. Dan menggunakan metode penyusutan &
amortisasi yg dianut WP yg bersangkutan.
Bagi WP yg menerima harta, penyusutan & amortisasi atas harta yg diterima dihitung scr prorata
sebanyak sisa bulan sesudah bulan pengalihan harta. Dan menggunakan metode penyusutan &
amortisasi yg dianut WP yg bersangkutan.
Kompensasi Timbal Balik (Offset) Utang-Piutang: (Angka 12 SE-45/PJ/2008)
Jika antara pihak yg mengalihkan harta dgn pihak yg menerima pengalihan harta terjadi kompensasi
timbal-balik utang piutang, maka:
penghapusan utang bagi pihak debitur (pihak yg berhutang) bukan mrp penghasilan;
penghapusan piutang bagi pihak kreditur (pihak yg memiliki piutang) bukan mrp biaya.
C223
Penyampaian SPT Masa/ SPT Tahunan dlm Hal Merger atau Pemekaran Dilakukan dlm Thn
Berjalan: (Angka 14 SE-45/PJ/2008)
Kewajiban penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi WP yg mengalihkan harta berakhir sampai
dgn masa pajak/thn pajak dilakukannya merger;
Kewajiban penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi WP baru yg menerima harta dlm rangka
peleburan & pemekaran usaha, dimulai sejak WP terdaftar di KPP segera stl pendirian badan usaha
baru.
Pemeriksaan Pajak Menyangkut Thn-Thn Sbl Merger: (Angka 15 SE-45/PJ/2008)
Apabila stl merger dilakukan pemeriksaan pajak thd WP yg mengalihkan harta, menyangkut thn-thn pajak
sbl merger, skp hasil pemeriksaan tsb serta tindakan penagihan dan/atau restitusinya diterbitkan atas
nama dan NPWP WP yg mengalihkan harta q.q nama & NPWP WP yg menerima harta.
Ketentuan thd Pemegang Saham: (Angka 16 SE-45/PJ/2008)
Apabila pemegang saham dari WP yg mengalihkan harta tdk setuju dgn rencana pengalihan harta, dan
pemegang saham tsb memilih utk menjual sahamnya, maka:
atas selisih lbh antara harga perolehan dgn harga jual mrp penghasilan pemegang saham tsb dan
terutang PPh sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku.
atas selisih kurang antara harga perolehan dgn harga jual yg diterima pemegang saham tsb, dpt
dibebankan sbg biaya, dgn syarat sepanjangan pemegang saham tsb menyelenggarakan
pembukuan.
Masa Transisi (Ketentuan Peralihan): (Angka 18 SE-45/PJ/2008)
Permohonan penggunaan nilai buku dlm rangka merger atau pemekaran usaha yg diajukan:
sbl berlakunya PMK-43/PMK.03/2008 namun permohonan tsb masih dlm proses penelitian & evaluasi
stl berlakunya PMK-43, dilaksanakan dan diproses sesuai dgn tata cara berdasarkan ketentuan sbl
berlakunya PMK-43.
stl berlakunya PMK-43/PMK.03/2008 namun sbl berlakunya PER-28/PJ/2008, dilaksanakan sesuai
dgn tata cara berdasarkan ketentuan PMK-43 dan SE-21/PJ.42/1999 jo SE-42/PJ.42/1999.
C224
C231
Hrs Dibayar, dan Pengkreditan Pajak Sehubungan dgn Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Oleh WP DN
atas Penyertaan Modal pd Badan Usaha di LN Selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek yg
dilaksanakan sejak tanggal 1 Jan 2009 berlaku ketentuan PER-59/PJ/2010.
Contoh-contoh: (Lamp I PER-59/PJ/2010)
1.
PT LE, WP DN Indonesia pd thn 2010 memiliki penyertaan modal seb 65% dari jml saham yg disetor pd
BM Ltd di negara A yg tdk menjual sahamnya di bursa efek. Atas penyertaan modal tsb:
a. Saat Penetapan Diperolehnya Dividen
Apabila Thn Pajak BM Ltd di negara A adalah 1 Jan s.d. 31 Des dan batas waktu kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh di negara A paling lambat adalah 31 Mei, maka saat diperolehnya
dividen adalah pd bulan ke-4 stl berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT Ttahunan
PPh di negara A yaitu 30 Sept 2011.
b. Besarnya Dividen yg Ditetapkan dan Pelaporan
Thn pajak 2010, BM Ltd di negara A memperoleh laba stl pajak seb US$ 50.000 dan nilai tukar US$
thd Rupiah pd bulan Sept 2011 berdasarkan kurs tengah BI adalah Rp 9.200/US$, maka dividen thn
2010 yg ditetapkan tlh diperoleh PT LE adalah 65% x US$ 50.000 = US$ 32.500.
Penghasilan dividen tsb dibukukan PT LE seb US$ 32.500 x Rp 9.200/US$ = Rp 299 juta. Jml tsb
diperhitungkan dlm PKP thn 2011 sesuai dgn ketentuan Pasal 16 UU PPh, dan dilaporkan dlm SPT
Tahunan PPh thn pajak 2011.
c. Pengkreditan pajak LN atas dividen yg dibayarkan
1) Apabila dividen tsb blm dibayarkan oleh BM Ltd di negara A, maka tdk ada kredit pajak PPh
Pasal 24 yg dpt diperhitungkan dlm SPT Tahunan PPh PT LE utk thn pajak 2011.
2) Apabila dividen thn 2010 tsb diterima WP pd bulan Sept 2014 dgn jml seb US$ 35.000, dan
pembayaran dividen dlm bentuk lain utk thn pajak 2010 seb US$ 5.000, dgn bukti pemotongan
PPh atas dividen tsb @ seb US$ 3.500 dan US$ 500 maka:
a) Atas selisih lebih dividen yg dibayarkan tsb mrp penghasilan WP thn 2014 yaitu US 35.000
- US$ 32.500 = US$ 2.500 atau seb Rp 22,875 juta (misalnya kurs tengah BI Rp
9.150/US$) dan dilaporkan pd SPT Tahunan PPh thn pajak 2014.
b) Atas dividen lainnya seb US$ 5.000 juga mrp penghasilan thn 2014 yaitu seb Rp 45,75 juta
(misalnya kurs tengah BI Rp 9.150/US$) dan dilaporkan pd SPT Tahunan PPh thn pajak
2014.
c) Pajak yg dibayar atau dipotong atas dividen di negara A tsb seb US$ 3.500 dan US$ 500
diperhitungkan sbg KPLN utk thn pajak 2014 sesuai dgn ketentuan Pasal 24 ayat (6) UU
PPh.
2.
PT DK, PT DS dan PT DT mrp WP DN Indonesia yg pd thn 2010 memiliki penyertaan modal scr
bersama-sama pd badan usaha BE Ltd di negara B yg tdk menjual sahamnya di bursa efek @ seb 25%,
20%, dan 15% dari jml saham yg disetor. Apabila Thn Pajak BE Ltd di negara B adalah 1 Jan s.d 31 Des
dan tdk memiliki kewajiban utk menyampaikan SPT Tahunan PPh atau tdk ada ketentuan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh, maka atas penyertaan saham tsb:
a. Saat Penetapan Diperolehnya Dividen
Krn jml penyertaan modal PT DK, PT DS dan PT DT pd BE di negara B scr bersama-sama melebihi
50%, maka penetapan saat diperolehnya dividen atas laba stl pajak BE di negara B thn 2010,
adalah pd bulan ke-7 stl thn pajak berakhir, yaitu Juli 2011.
b. Besarnya Dividen yg Ditetapkan dan Pelaporan
Besarnya dividen yg wajib dihitung oleh PT DK, PT DS dan PT DT adalah seb jml dividen yg
menjadi hak @ perusahaan thd laba stl pajak yg sebanding dgn penyertaannya pd BE di negara B.
c. KPLN atas Dividen mengikuti contoh pd butir 1 di atas.
C232
C241
Kesimpulan:
Beban Pajak Tangguhan akan menimbulkan Kewajiban Pajak Tangguhan.
Pendapatan Pajak Tangguhan menimbulkan Aset Pajak Tangguhan.
Tdk mungkin di dlm neraca, WP mengisi bagian Aktiva Pajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak
Tangguhan. Jadi yg diisi pasti salah satunya.
Pencatatan & Penyajian:
a. Pencatatan:
Pengakuan Aset dan Kewajiban Pajak Tangguhan dilakukan thd rugi fiskal yg masih dpt
dikompensasikan dan beda waktu antara LK komersial dgn LK fiskal yg dikenakan pajak, dikalikan
dgn tarif pajak yg berlaku.
Jurnal utk mencatat timbulnya Aset Pajak Tangguhan:
Aset Pajak Tangguhan
xxxxxxx
Pendapatan Pajak Tangguhan
xxxxxxx
Jurnal utk mencatat timbulnya Kewajiban Pajak Tangguhan:
Beban Pajak Tangguhan
xxxxxxx
b.
Pajak Kini
xxxxxxx
Pajak Tangguhan
xxxxxxx (xxxxxxx)
xxxxxxx
C242
Contoh:
1. Laba sbl pajak thn 2010 = Rp 900 juta. Koreksi fiskal atas laba tsb:
1.
Pendapatan bunga deposito Rp 60 juta
2.
Beban jamuan tanpa daftar nominative Rp 40 juta
3.
Penyusutan fiskal lebih kecil Rp 15 juta daripada penyusutan komersial.
Angsuran PPh 25 adalah Rp 15 juta per bulan.
Pertanyaan:
a.
Tentukan PKP
b.
Tentukan PPh Kurang/Lebih Bayar
c.
Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan
d.
Buatlah jurnal dan penyajiannya
Jawab:
a. Laba sbl pajak
Rp 900 juta
Koreksi Beda Tetap:
-/- Pendapatan bunga deposito
(Rp 60 juta)
Rp 40 juta
(Rp 20 juta)
Rp 880 juta
Rp 15 juta
Rp 15 juta
PKP
Rp 895 juta
b. Pajak Terutang:
25% x Rp 895 juta=
Rp 223,75 juta
Rp 43,75 juta
3,75 juta
d. Jurnal
PPh Badan Pajak Kini
Aset Pajak Tangguhan
Pendapatan Pajak Tangguhan
PPh 25 dibayar dimuka
Hutang PPh 29
223,75 juta
3,75 juta
3,75 juta
180 juta
43,75 juta
Penyajian:
Laba sbl pajak
Pajak kini
Rp 900 juta
Rp 223,75 juta
3,75 juta)
(Rp 220 juta)
Laba bersih
Rp 680 juta
2. Laba sbl pajak thn 2010 = Rp 700 juta. Koreksi fiskal atas laba tsb:
C243
Kredit Pajak:
PPh 22 Rp 10 juta
PPh 24 Rp 25 juta
(Rp 50 juta)
(Rp 20 juta)
Rp 10 juta
Rp 40 juta
Rp
5 juta
(Rp 15 juta)
Rp 685 juta
(Rp 15 juta)
+/+ Penyusutan
Rp 10 juta
(Rp
PKP
5 juta)
Rp 680 juta
Rp 170 juta
Rp 20 juta
170 juta
1,5 juta
1,5 juta
10 juta
100 juta
25 juta
15 juta
20 juta
Penyajian:
Laba sbl pajak
Pajak kini
Rp 700 juta
Rp 170 juta
Pajak Tangguhan Rp
1,5 juta
(Rp 171,5 juta)
Laba bersih
Rp 528,5 juta
C244
FASILITAS PPh
A. SKB PPh POTPUT (PPh PASAL 21, 22, 22 IMPOR, 23)
Dasar Hukum:
Pasal 21 PP 94 Thn 2010 (berlaku sejak 30 Des 2010)
PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 1 Feb 2011) jo PER-21/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 25 Juli
2014)
SE terkait:
SE-11/PJ/2011
Yg Berhak Mengajukan Permohonan Pembebasan (Hrs dgn SKB): (Pasal 3 PER-21/PJ/2014)
1. WP yg dlm thn pajak berjalan dpt membuktikan tdk akan terutang PPh krn mengalami
kerugian fiskal, dlm hal:
WP yg baru berdiri dan masih dlm tahap investasi;
WP blm sampai pd tahap produksi komersial; atau
WP mengalami suatu peristiwa yg berada di luar kemampuan (force majeur).
2. WP yg dlm thn pajak berjalan dpt membuktikan tdk akan terutang PPh krn berhak
melakukan kompensasi kerugian fiskal, dgn memperhitungkan besarnya kerugian thn-thn
pajak sebelumnya yg masih dpt dikompensasikan yg tercantum dlm SPT Tahunan PPh atau surat
ketetapan pajak atau SK Keberatan atau Putusan Banding atau Putusan PK.
3. WP yg dpt membuktikan PPh yg tlh dibayar > PPh yg akan terutang
4. WP yg atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final
PPh yg Tdk Bisa Diajukan SKB: (Pasal 1 ayat (3) PER-21/PJ/2014)
Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg bersifat final.
Cara Mengajukan SKB:
Permohonan diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar dgn syarat tlh
menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak terakhir sbl tahun diajukan permohonan kecuali utk
WP yg baru berdiri dan masih dlm tahap investasi.
Terkait ttg persyaratan tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh bagi WP yg menyampaikan
pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan PPh dianggap tlh menyampaikan SPT Tahunan
PPh (angka 11 SE-11/PJ/2011)
Permohonan diajukan utk setiap pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22,
Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dgn menggunakan form Lamp I PER-1/PJ/2011
Permohonan hrs dilampiri penghitungan PPh yg diperkirakan akan terutang utk thn pajak
diajukannya permohonan utk WP selain WP yg atas penghasilannya hanya dikenakan pajak
bersifat final
Penghitungan PPh yg diperkirakan akan terutang paling sedikit hrs memuat: (Angka 8 SE11/PJ/2011)
Peredaran usaha & luar usaha thn berjalan serta perkiraan peredaran usaha & luar usaha
dlm 1 thn pajak;
Biaya fiskal thn berjalan dan perkiraan biaya fiskal dlm 1 thn pajak, kecuali bagi WP yg
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto;
Perkiraan PPh yg akan terutang dlm 1 thn pajak;
PPh yg tlh dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dlm thn berjalan; dan
Perkiraan PPh yg akan dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dlm thn berjalan.
Penerbitan Keputusan SKB:
Kepala KPP hrs memberikan keputusan dgn menerbitkan SKB atau surat penolakan permohonan
SKB dlm jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap.
Apabila dlm jangka waktu 5 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap, Kepala KPP blm
memberikan keputusan, permohonan WP dianggap diterima dan wajib menerbitkan SKB dlm
jangka waktu 2 hari kerja stl jangka waktu 5 hari kerja tsb terlewati.
Batas Waktu Berlakunya SKB:
SKB berlaku s.d. berakhirnya thn pajak yg bersangkutan (Pasal 6 PER-1/PJ/2011)
C251
B. SKB PPh POTPUT (PPh PASAL 21, 22, 22 IMPOR, 23) ATAS WP YG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU
Dasar Hukum:
PP 46 Thn 2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
PER-32/PJ/2013 (berlaku sejak 25 Sept 2013)
SE terkait:
SE-42/PJ/2013
Yg Berhak Mengajukan Permohonan SKB:
Atas penghasilan dari usaha yg diterima/ diperoleh WP yg dikenai PPh final berdasarkan PP 46
yg berdasarkan ketentuan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan
dan/atau pemungutan PPh yg tdk bersifat final, dpt dibebaskan dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh oleh pihak lain.
Tata Cara Pengajuan SKB:
Diajukan scr tertulis dgn menggunakan Form Lamp I PER-32 (utk setiap pemotongan dan/atau
pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23) kpd Kepala KPP tempat
WP menyampaikan kewajiban SPT Tahunan dgn syarat: (Pasal 4 PER-32/PJ/2013)
Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak sbl Thn Pajak diajukan permohonan, utk
WP yg tlh terdaftar pd Thn Pajak sbl Thn Pajak diajukannya SKB.
Menyerahkan Surat Pernyataan yg ditandatangani WP atau kuasa WP yg menyatakan bahwa
peredaran bruto usaha yg diterima atau diperoleh termasuk dlm kriteria utk dikenai PPh bersifat
final disertai lampiran jml peredaran bruto setiap bulan s.d. bulan sbl diajukannya SKB, utk WP
yg terdaftar pd Thn Pajak yg sama dgn Thn Pajak saat diajukannya SKB.
Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat
Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis
lainnya.
Ditandatangani oleh WP, atau dlm hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP hrs dilampiri
dgn Surat Kuasa Khusus sesuai Pasal 32 UUU KUP.
Penerbitan SKB:
Keputusan dpt berupa penerbitan SKB atau penolakan permohonan SKB. KPP hrs memberikan
keputusan dlm jangka waktu 5 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap. Apabila
dlm jangka waktu tsb KPP blm memberikan keputusan, permohonan WP dianggap diterima. Dlm
hal permohonan WP dianggap dikabulkan, KPP wajib menerbitkan SKB dlm jangka waktu 2 hari
kerja stl jangka waktu 5 hari kerja tsb terlewati. (Pasal 5 PER-32)
SKB berlaku s.d. berakhirnya Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 6 PER-32/PJ/2013)
SKB sesuai PER-1/PJ/2011 bagi WP yg memiliki peredaran bruto tertentu yg diterbitkan sbl 25
Sept 2013, tetap berlaku s.d. akhir thn pajak bersangkutan. (Pasal 9 ayat (2) PER-32/PJ/2013)
C252
C253
3.
4.
5.
6.
Kantor cabang bank tsb adalah setiap kantor cabang bank yg mempunyai NPWP.
SKB berlaku utk masa 1 Jans.d. 31 Des.
Dlm hal DP mengajukan permohonan SKB dan tlh diterima lengkap oleh Kepala KPP:
Paling lambat 1 Januari, SKB berlaku sejak tanggal 1 Jan s.d. 31 Des;
Stl 1 Jan, SKB berlaku sejak tanggal permohonan SKB tlh diterima lengkap oleh Kepala KPP
s.d. 31 Des.
Dlm jangka waktu 7 hari kerja stl permohonan diterima scr lengkap, Kepala KPP hrs
memberikan jawaban. Apabila dlm jangka waktu tsb blm memberikan jawaban, maka
permohonan dianggap dikabulkan dan Kepala KPP hrs segera menerbitkan SKB, selambatlambatnya 3 hari kerja berikutnya.
D. SKB ATAS IMPOR EMAS BATANGAN YG AKAN DIPROSES UTK MENGHASILKAN BRG
PERHIASAN DARI EMAS UTK TUJUAN EKSPOR
Dasar Hukum:
PMK-154/PMK.03/2010 stdtd PMK-224/PMK.011/2012
PER-57/PJ/2010 jo PER-15/PJ/2011 jo PER-06/PJ/2013
Pengajuan permohonan SKB:
a. WP yg dpt mengajukan permohonan adalah WP yg bergerak dlm bidang industri perhiasan emas
utk tujuan ekspor. (Pasal 3C PER-15/PJ/2011)
b. Cara pengajuan permohonan SKB: (Pasal 3D PER-15/PJ/2011)
1) Permohonan utk diterbitkan SKB diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar
dgn menggunakan form Lamp II PER-15/PJ/2011
2) Permohonan dilampiri dgn:
Lap Realisasi Ekspor (LRE) dan/atau Lap Realisasi Impor (LRI) serta Pernyataan Rincian
Berat Emas (PRBE), yg menjelaskan jml ekspor perhiasan emas dan impor emas
batangan yg dilakukan pd thn sebelumnya dgn menggunakan form Lamp III PER15/PJ/2011;
LRE dan/atau LRI serta PRBE, yg menjelaskan jml ekspor perhiasan emas dan impor
emas batangan yg dilakukan dlm thn berjalan dgn menggunakan form Lamp IV PER15/PJ/2011;
Pemberitahuan Rencana Ekspor (PRE) perhiasan emas dan Pemberitahuan Rencana
Impor (PRI) emas batangan dgn menggunakan form Lamp V PER-15/PJ/2011.
C254
c. Kepala KPP hanya dpt menerbitkan SKB sepanjang WP tlh memenuhi persyaratan:
1) Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak terakhir sbl thn diajukan permohonan SKB;
2) Tdk mempunyai tunggakan pajak.
Ketentuan terkait penerbitan SKB: (Pasal 3E PER-15/PJ/2011)
a. Kepala KPP hrs memberikan keputusan paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.
b. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap Kepala KPP blm
memberikan keputusan, permohonan WP dianggap diterima.
c. Dlm hal permohonan WP dianggap diterima, Kepala KPP wajib menerbitkan SKB dlm jangka
waktu 2 hari kerja stl jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap tsb terlewati.
d. Dlm hal permohonan WP utk diterbitkan SKB ditolak, Kepala KPP hrs menyampaikan
pemberitahuan kpd WP dgn menggunakan form Lamp VI PER-15/PJ/2011.
Kewajiban WP yg tlh memperoleh SKB: (Pasal 3F PER-15/PJ/2011)
a. WP yg tlh memperoleh SKB hrs menyampaikan LRE dan/atau LRI serta PRBE yg dilampiri dgn
FC PEB dan/atau PIB/Customs Declaration atas ekspor perhiasan emas dan impor emas
batangan yg tlh dilakukan dlm thn berjalan.
b. Bentuk form LRE dan/atau LRI serta PRBE adalah sesuai Lamp VII PER-15/PJ/2011.
c. Ketentuan ini berlaku juga bagi WP yg tlh memperoleh SKB tetapi blm melaksanakan ekspor
perhiasan emas.
d. Laporan disampaikan paling lambat :
tanggal 15 Juli, utk ekspor/impor yg dilakukan selama Masa Pajak Jan s.d. Juni;
tanggal 15 Jan, utk ekspor/impor yg dilakukan selama Masa Pajak Juli s.d. Des.
e. Dlm hal tanggal jatuh tempo penyampaian laporan tsb bertepatan dgn hari libur termasuk hari
Sabtu atau hari libur nasional, laporan dpt disampaikan pd hari kerja berikutnya.
f. Apabila s.d. tanggal jatuh tempo pelaporan WP tdk menyampaikan laporan tsb, Kepala KPP
memberikan himbauan tertulis kpd WP dgn menggunakan form Lamp VIII PER-15/PJ/2011.
g. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan stl diterbitkan himbauan tertulis WP tdk menyampaikan laporan
tsb, WP yg bersangkutan tdk dpt diberikan SKB utk Thn Pajak berikutnya.
SKB berlaku sejak tanggal diterbitkan s.d. berakhirnya Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3G
PER-15/PJ/2011)
ATAS
PENGHASILAN
DARI
Dasar Hukum:
PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008
KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008
PER-30/PJ/2009
Yg Wajib Mengajukan Permohonan SKB:
a. OP yg mempunyai penghasilan < PTKP yg melakukan PHTB dgn jml bruto pengalihan < Rp 60
juta dan bukan mrp jml yg dipecah-pecah.
b. OP yg melakukan pengalihan tanah/bangunan dgn cara hibah kpd keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus 1 derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi atau OP yg menjalankan usaha mikro & kecil, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn
PMK, sepanjang hibah tsb tdk ada hubungannya dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan.
c. Badan yg melakukan pengalihan tanah/bangunan dgn cara hibah kpd badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau OP yg menjalankan usaha mikro &
kecil, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn PMK, sepanjang hibah tsb tdk ada hubungan dgn
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan.
d. PHTB krn warisan.
Pengajuan Permohonan SKB:
C255
No.
Alasan PHTB
1.
Persyaratan
2.
Hibah yg dilakukan OP
3.
Hibah yg dilakukan
Badan
4.
Warisan
Penerbitan SKB:
1. Atas permohonan SKB PPh atas penghasilan dari PHTB, Kepala KPP hrs memberikan keputusan
dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja sejak tanggal surat permohonan SKB diterima scr
lengkap.
2. Apabila jangka waktu tsb Kepala KPP tdk memberikan keputusan, permohonan tsb dianggap
dikabulkan dan Kepala KPP hrs menerbitkan SKB paling lama 2 hari kerja terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu pd angka 1 berakhir.
F.
SKB KEWAJIBAN PPh ATAS PENGHASILAN DARI PHTB BAGI WP YG USAHA POKOKNYA
MELAKUKAN PHTB
Dasar Hukum:
PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008
KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008
PER-28/PJ/2009
Yg Wajib Mengajukan Permohonan SKB:
WP badan, termasuk koperasi, yg usaha pokoknya melakukan transaksi PHTB, yg:
a. melakukan PHTB sbl tanggal 1 Jan 2009 dan atas pengalihan hak tsb blm dibuatkan akta,
keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yg berwenang; dan
b. penghasilan atas PHTB tsb tlh dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh tahun pajak ybs dan PPh atas
penghasilan tsb tlh dilunasi.
Atas penghasilan dari PHTB di atas tdk dikenai PPh berdasarkan ketentuan PP 71 Thn 2008
yg dibuktikan dgn SKB pembayaran PPh yg bersifat final
C256
I.
C257
BAGIAN D
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
&
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
(PPnBM)
POIN UU PPN
Pasal
Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1
Pengertian-pengertian
1A
Penyerahan BKP; Bukan Penyerahan BKP
2
Hubungan Istimewa
BAB II PENGUKUHAN PKP
3
BAB IIA KEWAJIBAN MELAPORKAN USAHA DAN KEWAJIBAN MEMUNGUT, MENYETOR DAN
MELAPORKAN PAJAK YG TERUTANG
3A
Kewajiban Melaporkan Usaha dan Kewajiban Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak yg
Terutang
BAB III OBJEK PAJAK
4
Pengenaan PPN
4A
Barang dan Jasa Tdk Dikenakan PPN
5
PPnBM
5A
Pengurangan PPN atau PPnBM
6
BAB IV TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK
7
Tarif PPN
8
Tarif PPnBM & Jenis Barang Dikenai PPnBM
8A
PPN Terutang
9
Pajak Masukan
10
PPnBM
BAB V SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG DAN LAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK
11
Saat Pajak Terutang
12
Tempat Pajak Terutang
13
FP
14
Larangan Membuat FP bagi OP atau Badan yg Tdk Dikukuhkan sbg PKP
15
15A
Penyetoran & Pelaporan SPT Masa PPN
16
BAB VA KETENTUAN KHUSUS
16A
Pajak yg terutang atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kpd Pemungut PPN
16B
Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak,
16C
Kegiatan Membangun Sendiri
16D
Aktiva yg Mnr Tujuan Semula Tdk Utk Diperjualbelikan
16E
Permintaan kembali PPnBM
16F
Tanggung jawab scr renteng
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN
17
Berlaku ketentuan UU KUP jika scr khusus blm diatur
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
18
Perlakuan thd pajak terhutang sbl berlaku UU ini; Peraturan pelaksanaan UU yg lama tetap berlaku
sepanjang tdk bertentangan
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
19
Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU PPN
D011
RINGKASAN UU PPN
OBJEK PPN (Pasal 4 UU PPN)
a. Penyerahan BKP di dlm Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha
b. Impor BKP
c. Penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha
d. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean
f. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP
g. Ekspor BKP Tdk Berwujud oleh PKP
h. Ekspor JKP oleh PKP
Definisi:
Pengusaha meliputi baik Pengusaha yg tlh dikukuhkan menjadi PKP sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 3A ayat (1) UU PPN maupun Pengusaha yg seharusnya dikukuhkan menjadi PKP, tetapi blm
dikukuhkan.
Syarat penyerahan barang yg dikenai pajak: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPN)
Barang berwujud yg diserahkan mrp BKP, atau Barang tdk berwujud yg diserahkan mrp BKP Tdk
Berwujud;
Penyerahan dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
Penyerahan dilakukan dlm rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Syarat penyerahan jasa yg terutang pajak: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN)
Jasa yg diserahkan mrp JKP;
Penyerahan dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
Penyerahan dilakukan dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya.
BKP Tdk Berwujud: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN)
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dgn penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tsb pd angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tsb pd angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tsb pd
angka 3, berupa:
Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yg
disalurkan kpd masyarakat melalui satelit, kabel, serta optik, atau teknologi yg serupa
Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
utk siaran televisi atau radio yg disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yg serupa
Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau slr spektrum radio komunikasi
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video
utk siaran televisi, atau pita suara utk siaran radio
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yg berkenaan dgn penggunaan atau pemberian hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tsb di atas.
Termasuk dlm pengertian Ekspor JKP: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN)
Penyerahan JKP dari dlm Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh PKP yg menghasilkan dan
melakukan ekspor BKP Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dgn bahan dan atas petunjuk
dari pemesan di luar Daerah Pabean.
PENYERAHAN BKP (Pasal 1A ayat (1) UU PPN)
a. Penyerahan hak atas BKP krn suatu perjanjian
b. Pengalihan BKP krn suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian SGU (leasing)
c. Penyerahan BKP kpd pedagang perantara atau melalui juru lelang
d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP
e. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan, yg masih
tersisa pd saat pembubaran perusahaan
f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang
D021
beras
gabah
jagung
sagu
kedelai
daging, yaitu daging segar yg tanpa diolah, tetapi tlh melalui proses disembelih, dikuliti,
dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tdk dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dgn cara lain, dan/atau direbus
telur, yaitu telur yg tdk diolah, termasuk telur yg dibersihkan, diasinkan, atau dikemas
susu, yaitu susu perah baik yg tlh melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tdk
mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tdk dikemas
buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yg dipetik, baik yg tlh melalui proses dicuci, disortasi,
dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tdk dikemas
sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yg dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pd suhu
rendah, termasuk sayuran segar yg dicacah
c. Makanan dan minuman yg disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yg dikonsumsi di tempat maupun tdk, termasuk makanan dan
minuman yg diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga
JASA YG TDK DIKENAKAN PPN (Pasal 4A ayat (3) UU PPN dan Penjelasan)
a. Jasa pelayanan kesehatan medis
1.
jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi
2.
jasa dokter hewan
3.
jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi
4.
jasa kebidanan & dukun bayi
5.
jasa paramedis & perawat
6.
jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium
D022
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
7.
jasa psikologi & psikiater
8.
jasa pengobatan alternatif, termasuk yg dilakukan oleh paranormal
Jasa pelayanan sosial
1.
jasa pelayanan panti asuhan & panti jompo
2.
jasa pemadam kebakaran
3.
jasa pemberian pertolongan pd kecelakaan
4.
jasa lembaga rehabilitasi
5.
jasa penyediaan rumah duka / jasa pemakaman, termasuk krematorium
6.
jasa di bidang olahraga kecuali yg bersifat komersial
Jasa pengiriman surat dgn perangko
meliputi jasa pengiriman surat dgn menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain
pengganti perangko tempel
Jasa keuangan
1.
jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lain yg dipersamakan dgn itu
2.
jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kpd pihak lain dgn
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dgn wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya
3.
jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) SGU dgn hak opsi
b) anjak piutang
c) usaha kartu kredit
d) pembiayaan konsumen
4.
jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah & fidusia
5.
jasa penjaminan
Penegasan: SE-121/PJ/2010 (Penegasan Perlakuan PPN atas Kegiatan Usaha Perbakan)
Jasa asuransi
adalah jasa pertanggungan yg meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yg
dilakukan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis asuransi, tdk termasuk jasa penunjang
asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi
Jasa keagamaan
1.
jasa pelayanan rumah ibadah
2.
jasa pemberian khotbah / dakwah
3.
jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan
4.
jasa lainnya di bidang keagamaan
Jasa pendidikan
1.
jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik, dan pendidikan profesional
2.
jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah
Jasa kesenian & hiburan
semua jenis jasa yg dilakukan oleh pekerja seni & hiburan
Jasa penyiaran yg tdk bersifat iklan
Jasa penyiaran yg tdk bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yg dilakukan oleh
instansi pemerintah atau swasta yg tdk bersifat iklan dan tdk dibiayai oleh sponsor yg bertujuan
komersial
Jasa angkutan umum di darat & di air serta jasa angkutan udara DN yg menjadi bagian yg tdk
terpisahkan dari jasa angkutan udara LN
Jasa tenaga kerja
1.
jasa tenaga kerja
2.
jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung
jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tsb
3.
jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja
Jasa perhotelan
1.
jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen,
hostel, serta fasilitas yg terkait dgn kegiatan perhotelan utk tamu yg menginap
2.
jasa penyewaan ruangan utk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen, dan hostel
Jasa yg disediakan oleh pemerintah dlm rangka menjalankan pemerintahan scr umum
D023
n.
o.
p.
q.
meliputi jenis-jenis jasa yg dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin
Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian NPWP, dan pembuatan
KTP
Jasa penyediaan tempat parkir
adalah jasa penyediaan tempat parkir yg dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha
kpd pengguna tempat parkir dgn dipungut bayaran
Jasa telepon umum dgn menggunakan uang logam
adalah jasa telepon umum dgn menggunakan uang logam atau koin, yg diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta
Jasa pengiriman uang dgn wesel pos
Jasa boga atau katering
D024
PM atas perolehan BKP yg FP-nya tertanggal 7 Juli 2010 dpt dikreditkan dgn PK pd Masa Pajak
Juli 2010 atau pd Masa Pajak berikutnya paling lama Masa Pajak Okt 2010.
PM yg dibayar utk perolehan BKP/JKP hrs dikreditkan dgn PK di tempat PKP dikukuhkan.
Dlm hal impor BKP, Dirjen Pajak krn jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis dari PKP dpt
menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP, sbg tempat pengkreditan PM.
Ketentuan lbh lanjut mengenai tata cara penentuan tempat lain selain tempat dilakukannya impor
BKP sbg tempat pengkreditan PM diatur dgn Peraturan MenKeu.
(Pasal 15 PP 1 thn 2012)
Dlm hal terjadi pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha, PM atas BKP yg dialihkan yg blm dikreditkan oleh PKP yg
mengalihkan dpt dikreditkan oleh PKP yg menerima pengalihan, sepanjang FP- nya diterima stl
terjadinya pengalihan dan PM tsb blm dibebankan sbg biaya atau dikapitalisasi. (Pasal 9 ayat (14)
UU PPN)
D025
D026
D031
D041
Dlm hal saat dimulainya pemanfaatan tdk diketahui, saat dimulainya pemanfaatan BKP tdk
berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean adalah tanggal ditandatanganinya kontrak
atau perjanjian atau saat lain yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
D042
sepanjang blm dibebankan sbg biaya dan blm dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (9) UU
PPN)
2. Non PKP
Pembayaran dgn SSP dilaporkan dgn menggunakan SSP lembar ke-3 paling lama akhir bulan
berikutnya stl saat terutangnya pajak ke KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 7 ayat (3) PMK40/PMK.03/2010)
S-500/PJ.53/2005 menegaskan mengenai mekanisme pelaporan, pengkreditan PPN Masukan, serta
konsekuensi yg timbul atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yg terlambat disetorkan.
Contoh Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari Luar Daerah Pabean serta Contoh Perhitungan
PPN yg Terutang (Lamp I SE-147/PJ/2010)
Contoh-contoh pemanfaatan BKP Tdk Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean
yg terutang PPN berdasarkan 4 ayat (1) huruf d & e UU PPN:
a. PT XYZ di Jakarta melakukan kontrak penggunaan waralaba (franchise) "eat & eat" dari A Corp.
yg berdomisili di Kanada, dan merk "eat & eat" tsb dipakai atau digunakan utk restoran yg dibuka
di Jakarta. Atas pemanfaatan waralaba oleh PT XYZ di dlm Daerah Pabean tsb terutang PPN.
b. PT ABC di Jakarta menyewa konsultan pemasaran Z Corp. yg berdomisili di Amerika utk
membantu kegiatan pemasaran produk milik PT ABC di lndonesia. Kegiatan konsultansi
pemasaran tsb dilakukan di lndonesia namun tdk menyebabkan Z Corp. berubah menjadi
Subjek Pajak DN. Maka, kegiatan pemanfaatan jasa konsultansi pemasaran dari Amerika di dlm
Daerah Pabean oleh PT ABC terutang PPN.
c. PT DEF di Surabaya menyewa agen pemasaran Y Corp. di Singapura utk mencarikan pembeli
produk PT DEF di Singapura. Y Corp. berhasil mendapatkan pembeli produk PT DEF, yaitu X
Corp. yg berkedudukan di Singapura. PT DEF kemudian melakukan kegiatan penjualan kpd X
Corp. di Singapura (kegiatan ekspor BKP). Atas kegiatan pemanfaatan jasa pemasaran Y Corp.
di Singapura oleh PT DEF di dlm Daerah Pabean terutang PPN.
Contoh-contoh pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yg tdk terutang PPN:
a. PT FGH di Medan menghadapi gugatan hukum di pengadilan negara Belanda melawan Y Corp
yg berkedudukan di Belanda. Utk menyelesaikan sengketa hukum ini, PT FGH menyewa
pengacara dari Belanda utk menghadiri dan mewakili PT FGH di pengadilan negara Belanda.
Atas kegiatan pemanfaatan jasa hukum Y Corp. oleh PT FGH tdk terutang PPN mengingat
kegiatan pemanfaatan JKP tsb dilakukan di luar Daerah Pabean (penyelesaian gugatan
hukum di Belanda).
b. PT DHI di Jakarta akan melakukan penerbitan obligasi di bursa saham New York Amerika. PT
DHI menggunakan jasa konsultan keuangan Brothers Corp. dari Amerika utk membantu
penerbitan obligasi tsb berupa pemberian jasa konsultansi keuangan. Atas pemanfaatan jasa
konsultansi keuangan Brothers Corp dari Amerika oleh PT DHI tdk terutang PPN mengingat
kegiatan pemanfaatan JKP tsb dilakukan di luar Daerah Pabean (penerbitan obligasi di
Amerika).
c. PT HIJ di Semarang menyewa kapal dari XYZ Corp. yg berdomisili di Singapura utk mengangkut
barang miliknya dari pelabuhan yg berlokasi di San Fransisco ke pelabuhan yg berada Tokyo.
Atas pemanfaatan jasa sewa kapal dari XYZ Corp. tdk terutang PPN mengingat kegiatan
pemanfaatan jasa tsb dilakukan di luar Daerah Pabean (pengangkutan barang di luar Daerah
Pabean).
d. PT PQR di Yogyakarta menggunakan jasa penyelenggara kegiatan (event organizer) GHJ Corp.
yg berdomisili di Thailand utk mengadakan kegiatan pertunjukan seni (konser) di Thailand yg
menampilkan artis-artis Indonesia yg bernaung di bawah manajemen PT PQR. Atas pemanfaatan
jasa penyelenggara kegiatan tsb tdk terutang PPN mengingat pemanfaatan jasa tsb dilakukan
di luar Daerah Pabean (penyelenggaraan konser di Thailand).
Contoh penghitungan PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean:
Fakta/data yg diketahui
a. PT A (NPWP 01.234.567.8-011.000) adalah PKP yg bergerak di bidang industri perlengkapan
olahraga, seperti sepatu, bola, dan lain-lain. PT A dlm salah satu produksinya menggunakan
desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd yg berasal dari Amerika Serikat.
D043
b.
c.
d.
Pd tanggal 10 Jan 2011 ditandatangani kontrak dgn kesepakatan bahwa royalti yg akan
dibayarkan kpd B Ltd. adalah seb US$ 5 per pasang sepatu yg diproduksi dan diekspor.
Pd tanggal-tanggal berikut terjadi transaksi-transaksi di bawah ini:
25 Feb 2011: Sepatu yg didasarkan pd desain model sepatu dari B Ltd mulai diproduksi.
10 Mei 2011: Dilakukan ekspor 40.000 pasang sepatu ke Eropa senilai US$ 4,000,000.
15 Juni 2011: PT A melakukan penyetoran PPN terutang atas pemanfaatan desain model
sepatu terkait dgn ekspor pd tanggal 10 Mei 2011, dgn nilai kurs US$ 1 = Rp 10.000 (kurs
berdasarkan Keputusan Menkeu).
20 Juni 2011: Dilakukan ekspor 60.000 pasang sepatu ke Eropa senilai US$ 6,000,000.
30 Juni 2011: Dilakukan pembayaran atas pemanfaatan desain model sepatu dgn nilai US$
500,000.
15 Juli 2011 PT A melakukan penyetoran PPN terutang atas pemanfaatan desain model
sepatu terkait dgn ekspor pd tanggal 20 Juni 2011, dgn kurs US$ 1 = Rp 9.500,00 (kurs
berdasarkan Keputusan Menkeu).
Penghitungan PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean:
Saat terutang PPN atas penggunaan desain model sepatu tsb:
Tanggal 10 Mei 2011, yaitu pd desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd.
dimanfaatkan oleh PT A utk memproduksi dan mengekspor 40.000 pasang sepatu; dan
Tanggal 20 Juni 2011, yaitu pd desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd.
dimanfaatkan oleh PT A utk memproduksi dan mengekspor 60.000 pasang sepatu.
DPP PPN terutang utk royalti atas penjualan ekspor tanggal 10 Mei 2011 adalah US$ 5 X
40.000 = US$ 200,000. Besarnya PPN terutang yg disetorkan pd tanggal 15 Juni 2011 adalah
10% X US$ 200,000 X Rp 10.000 = Rp 200 juta.
DPP PPN terutang utk royalti atas penjualan ekspor tanggal 20 Juni 2011 adalah US$ 5 X
60.000 = US$ 300,000. Besarnya PPN terutang yg disetorkan pd tanggal 15 Juli 2011 adalah
10% X US$ 300,000 X Rp 9.500 = Rp 285 juta.
D044
D045
D046
D047
D048
A. SAAT PEMBUATAN FP
Dasar Hukum:
Pasal 19 PP 1 Thn 2012
PMK-151/PMK.011/2013 ttg Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian FP (berlaku sejak 11 Nov 2014) mencabut PMK-84/PMK.03/2012
PMK-238/PMK.03/2012 (mulai berlaku 19 Jan 2013) ttg Saat Lain sbg Saat Pembuatan FP
atas Penyerahan BKP dgn Karakteristik Tertentu
PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013 jo PER-17/PJ/2014 ttg Bentuk, Ukuran, Tata Cara
Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dlm Rangka Pembuatan, Tata Cara
Pembetulan atau penggantian, dan tata Cara Pembatalan FP PER-24 mencabut PER13/PJ/2010 jo PER-65/PJ/2010
PER-16/PJ/2014 (berlaku tanggal 1 Juli 2014) ttg Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan FP
Berbentuk Elektronik
PKP wajib membuat FP utk setiap:
a.
penyerahan BKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN;
b.
penyerahan JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN;
c.
ekspor BKP Berwujud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN;
d.
ekspor BKP Tdk Berwujud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN; dan/atau
e.
ekspor JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN.
FP hrs dibuat pd saat penyerahan/saat ekspor dimaksud
(Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK-151)
Saat Pembuatan FP:
1. Saat penyerahan BKP/JKP
2. Saat penerimaan pembayaran dlm hal penerimaan pembayaran terjadi sbl penyerahan
BKP/JKP
3. Saat penerimaan pembayaran termin dlm hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
Contoh penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan jasa pemborong
bangunan atau barang tdk bergerak lainnya
4. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kpd Bendahara Pemerintah sbg Pemungut
PPN
5. Saat lain yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
Saat lain sbg saat pembuatan FP hanya diperuntukan bagi penyerahan BKP dgn
karakteristik tertentu. (PMK-238/PMK.03/2012)
Paling lambat pd saat pendapatan dari transaksi atas penyerahan BKP tsb scr
keseluruhan sdh dpt dihitung scr final. Dlm hal sampai dgn batas waktu tsb terjadi
penerimaan pembayaran, atas pembayaran tsb wajib dibuat FP pd saat penerimaan
pembayaran.
Ketentuan mengenai pembuatan FP utk BKP dgn karakteristik tertentu berlaku dlm hal
perjanjian jual beli atas penyerahan BKP dgn karakteristik tertentu tsb memuat ketentuan:
menyatakan bahwa hak atas BKP berpindah ke pihak pembeli stl dikirimkan dari
tempat penjual; dan
terdapat klausul ttg perubahan nilai tagihan akibat perubahan hrg jual, perubahan
kualitas dan/atau perubahan kuantitas BKP, shg perlu dilakukan penyesuaian faktur
komersial (commercial invoice).
Pengertian BKP dgn karakteristik tertentu:
BKP yg memenuhi kriteria
Hrg Jual dari BKP tsb mengalami fluktuasi menyesuaikan hrg acuan/standar yg
berlaku di pasar domestik maupun pasar internasional;
Kualitas atau kadar kandungan berharga di dlm BKP tsb dpt berubah dlm proses
pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak pembeli yg disebabkan oleh
cuaca atau iklim tertentu scr normal dan tdk disebabkan krn kerusakan pengiriman
atau kelalaian dlm proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak
D051
FP Gabungan:
PKP dpt membuat 1 FP yg meliputi slr penyerahan yg dilakukan kpd pembeli BKP dan/atau
penerima JKP yg sama selama 1 bulan kalender.
FP gabungan hrs dibuat paling lama pd akhir bulan penyerahan BKP/JKP.
PKP yg menerbitkan FP stl melewati jangka waktu 3 bulan sejak saat FP seharusnya
dibuat dianggap tdk menerbitkan FP dan PPN tsb tdk dpt dikreditkan sbg PM. (Pasal 7
PMK-151/PMK.011/2013)
Atas pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan produktif yg tdk dilakukan pemungutan
PPN, dikecualikan dari penerbitan FP. (Pasal 8 PMK-151/PMK.011/2013)
Dlm Hal Transaksi dilakukan dlm Mata Uang Asing:
Penghitungan besarnya PPN atau PPN & PPnBM yg terutang, hrs dikonversi ke dlm mata uang
Rp dgn mempergunakan kurs yg ditetapkan Menkeu yg berlaku pd saat pembuatan FP. (Pasal 14
PP 1 Thn 2012)
D052
B. SAAT PENYERAHAN/EKSPOR
Dasar Hukum:
Pasal 17 PP 1 Thn 2012
PMK-151/PMK.011/2013
SE terkait:
SE-50/PJ/2011
1.
2.
Penyerahan BKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN
a.
Penyerahan BKP berwujud yg mnr sifat atau hukumnya berupa barang bergerak
Terjadi pd saat:
1) BKP berwujud tsb diserahkan scr lsg kpd pembeli atau pihak ketiga utk dan atas
nama pembeli;
2) BKP berwujud tsb diserahkan scr lsg kpd penerima barang utk pemberian cumacuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan antar cabang;
3) BKP berwujud tsb diserahkan kpd juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
4) Hrg atas penyerahan BKP diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat
diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku
umum dan diterapkan scr konsisten.
b.
Penyerahan BKP berwujud yg mnr sifat atau hukumnya berupa barang tdk
bergerak
Terjadi pd saat penyerahan hak utk menggunakan atau menguasai BKP berwujud
tsb, scr hukum atau scr nyata, kpd pihak pembeli.
c.
Penyerahan BKP tdk berwujud
Terjadi pd saat:
1) Hrg atas penyerahan BKP tdk berwujud diakui sbg piutang atau penghasilan,
atau pd saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi
yg berlaku umum dan diterapkan scr konsisten; atau
2) Kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan utk dipakai scr nyata, sebagian atau seluruhnya, dlm hal saat
sebagaimana dimaksud pd angka 1) tdk diketahui.
d.
BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk
diperjualbelikan, yg masih tersisa pd saat pembubaran perusahaan terjadi
Terjadi pd saat:
1) Ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
2) Berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yg ditetapkan dlm Anggaran
Dasar;
3) Tanggal penetapan Pengadilan yg menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
4) Diketahuinya bahwa perusahaan tsb nyata-nyata sdh tdk melakukan kegiatan
usaha atau sdh dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan
data atau dokumen yg ada.
e.
Pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha yg tdk memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d
UU PPN atau perubahan bentuk usaha
Terjadi pd saat:
1) Disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil
RUPS yg tertuang dlm perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
2) Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh
Notaris.
Penyerahan JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN
Terjadi pd saat:
a. Hrg atas penyerahan JKP diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat
diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum
dan diterapkan scr konsisten;
D053
b.
3.
4.
5.
2.
D054
3.
Penyerahan JKP
Contoh 1:
PT Semangat menyewakan 1 unit ruko kpd PT Diatetupa dgn masa kontrak selama
12 thn. Dlm kontrak disepakati antara lain:
PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tsb pd tanggal 1 Sept 2011.
Nilai kontrak sewa selama 12 thn seb Rp 120 juta.
Pembayaran sewa adalah tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29 Sept
dgn pembayaran seb Rp10 juta per thn.
Pd tanggal 29 Sept 2011 PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa utk thn
pertama. Atas penyerahan JKP tsb, PT Semangat wajib menerbitkan FP pd tanggal
29 Sept 2011 dgn DPP seb Rp 10 juta.
Contoh 2:
PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan utk memberikan jasa konsultasi
manajemen & pelatihan kpd staf marketing PT Toryung selama 6 bulan dgn nilai
kontrak seb Rp 60 juta. Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan.
Firma Cerah Konsultan mulai memberikan jasa konsultasi sejak tanggal 1 Juli 2011.
Pd tanggal 10 Agust 2011, Firma Cerah Konsultan mengajukan tagihan utk
pembayaran jasa konsultasi bulan Juli seb Rp10 juta. PT Toryung melakukan
pembayaran atas tagihan tsb pd tanggal 20 Agust 2011. Atas transaksi tsb, Firma
Cerah Konsultan wajib menerbitkan FP pd tanggal 10 Agust 2011 dgn DPP seb Rp
10 juta (sesuai dgn nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20
Agust 2011.
Contoh 3:
PT Setiyakom adalah suatu perusahaan jasa telekomunikasi. PT Setiyakom
melakukan penagihan kpd pelanggan sesuai dgn periode pemakaian selama 1 bulan.
Pengumpulan data-data pemakaian dari pelanggan memerlukan waktu bbrp hari, shg
invoice baru dpt diterbitkan bbrp hari setelahnya.
Misalnya utk pemakaian oleh pelanggan pd tanggal 1 - 30 Juni 2011, PT Setiyakom
menerbitkan invoice (melakukan penagihan) pd tanggal 5 Juli 2011. Utk kasus ini, FP
diterbitkan pd saat penyerahan jasa tsb dinyatakan/dicatat sbg piutang/penghasilan,
yaitu pd akhir periode pemakaian (30 Juni 2011) atau paling lama pd saat
diterbitkannya invoice (5 Juli 2011).
Matriks saat penerbitan FP utk bbrp contoh penyerahan di bidang jasa
telekomunikasi adalah sbg berikut:
No.
1a
1b
1c
2
3
4
5
4.
Periode
Pemakaian/
penyerahan
JKP
Periode
pengakuan
penghasilan
1 - 30 Juni
2011
1 - 30 Juni
2011
26 Mei - 25
Juni 2011
26 Mei - 25
Juni 2011
16 Mei - 15
Juni 2011
16 -31 Mei
2011
1-15 Juni
2011
16 Mei - 15
Juni 2011
Saat diakui
penghasilan
Juni 2011
Mei 2011
Juni 2011
Mei 2011
Juni 2011
Penerbitan
invoice
Paling lama
FP
diterbitkan
30 Juni 2011
5 Juli 2011
31 Juli 2011
6 Juli 2011
30 Juni 2011
5 Juli 2011
31 Juli 2011
6 Juli 2011
20 Juni 2011
20 Juni 2011
31 Mei 2011
31 Mei 2011
15 Juni 2011
15 Juni 2011
D055
f.
Tanggal 1 Sept 2011, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) seb 95% dari hrg
borongan.
g. Tanggal 1 Maret 2012, diterima pembayaran pelunasan slr jasa pemborongan.
Pd huruf a d PPN terutang pd tanggal diterimanya pembayaran (tahap), sedang huruf e
g PPN terutang pd tanggal 25 Agust 2011 atau saat jasa pemborongan (bangunan /
barang tdk bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kpd pemiliknya. Tanggal
pembayaran yg tsb pd huruf f & g tdk perlu diperhatikan, krn tdk termasuk saat yg
menentukan terutangnya PPN sesuai dgn dasar akrual yg dianut dlm UU PPN.
Cara penghitungan sebagaimana tsb di atas juga berlaku dlm hal penjualan BKP/JKP
dilakukan dgn pembayaran uang muka, sedangkan penyerahan BKP/JKP tsb dilakukan
kemudian.
D056
C. BENTUK FP
Dasar Hukum:
PMK-151/PMK.011/2013
PER-16/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014) ttg Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan FP
Berbentuk Elektronik
Surat terkait:
S-1112/PJ.02/2013 ttg e-Faktur Pajak (e-FP)
PENG-01/PJ.02/2014
Bentuk FP: (Pasal 4 PMK-151/PMK.011/2013)
1.
D057
2.
Permintaan data e-Faktur (dgn form Lamp PER-16/PJ/2014), dan permintaan data eFaktur tsb terbatas pd data e-Faktur yg tlh di-upload ke DJP dan tlh memperoleh
persetujuan dari DJP. (Pasal 8 PER-16/PJ/2014)
Dlm hal terjadi keadaan tertentu yg menyebabkan PKP tdk dpt membuat e-Faktur, PKP
diperkenankan utk membuat FP berbentuk kertas (hardcopy). Keadaan tertentu yg
menyebabkan PKP tdk dpt membuat e-Faktur adalah keadaan yg disebabkan oleh
peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab
lainnya di luar kuasa PKP, yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Dlm hal keadaan tertentu ditetapkan tlh berakhir oleh Dirjen Pajak, data FP berbentuk
kertas yg dibuat dlm keadaan tertentu tsb di-upload ke DJP oleh PKP melalui aplikasi
atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP utk mendapatkan
persetujuan dari DJP. (Pasal 9 PER-16/PJ/2014)
Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik FP, yg mrp hasil keluaran (output)
dari aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP. e-Faktur
tdk diwajibkan utk dicetak dlm bentuk kertas (hardcopy). (Pasal 10 PER-16/PJ/2014)
e-Faktur wajib dilaporkan oleh PKP ke DJP dgn cara diunggah (upload) ke DJP dan
memperoleh persetujuan dari DJP. Pelaporan e-Faktur tsb dilakukan dgn menggunakan
aplikasi atau sistem elektronik yg tlh ditentukan dan/atau disediakan DJP.
DJP memberikan persetujuan utk setiap e-Faktur yg tlh di-upload sepanjang NSFP yg
digunakan utk penomoran e-Faktur tsb adalah NSFP yg diberikan oleh DJP kpd PKP yg
membuat e-Faktur sesuai dgn ketentuan yg berlaku. e-Faktur yg tdk memperoleh
persetujuan dari DJP bukan mrp FP. (Pasal 11 PER-16/PJ/2014)
Kertas (hardcopy).
FP yg dibuat tdk scr elektronik sesuai Peraturan Dirjen Pajak, utk setiap penyerahan/
ekspor BKP dan/atau penyerahan/ekspor JKP sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf a e UU
PPN.
entuk & ukuran FP berbentuk kertas disesuaikan dgn kepentingan PKP dan dlm hal
diperlukan dpt ditambahkan keterangan lain selain keterangan sesuai Pasal 13 ayat (5)
UU PPN. Pengadaan FP tsb dilakukan oleh PKP. (Pasal 13 PMK-151/PMK.011/2013)
Dlm hal terjadi keadaan tertentu yg menyebabkan PKP yg diwajibkan membuat FP
berbentuk elektronik tdk dpt membuat FP berbentuk elektronik, PKP tsb diperkenankan
utk membuat FP berbentuk kertas. Keadaan tertentu tsb adalah keadaan yg disebabkan
oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan
sebab lainnya di luar kuasa PKP, yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 18 PMK151/PMK.011/2013)
Dlm FP hrs dicantumkan keterangan ttg penyerahan BKP/JKP yg paling sedikit memuat: (Pasal
13 ayat (5) UU PPN & Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK-151/PMK.011/2013)
a. Nama, alamat, dan NPWP yg menyerahkan BKP/JKP;
b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP;
c. Jenis barang/jasa, jml Hrg Jual/Penggantian, dan potongan hrg;
d. PPN yg dipungut;
e. PPnBM yg dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan FP; dan
g. Nama dan tanda tangan yg berhak menandatangani FP.
Utk FP berbentuk elektronik, tanda tangan yg berhak menandatangani FP berupa Tanda
Tangan Elektronik.
Dirjen Pajak dpt menetapkan dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP.
Persyaratan yg hrs dipenuhi dan keterangan yg hrs dicantumkan diatur dgn Peraturan Dirjen
Pajak. (Pasal 4 ayat 3) & (4) PMK-151/PMK.011/2013)
Dlm hal FP tdk memenuhi ketentuan pd Pasal 4 ayat (1), (2), dan (4) PMK-151/PMK.011/2013,
PPN yg tercantum dlm FP mrp PM yg tdk dpt dikreditkan oleh PKP.
Faktur penjualan yg mencantumkan keterangan sesuai dgn keterangan yg dicantumkan dlm FP
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (1) PMK-151, dan pengisiannya dilakukan sesuai dgn
D058
tata cara pengisian keterangan pd FP sebagaimana diatur dlm Peraturan Dirjen Pajak, termasuk
dlm pengertian FP. (Pasal 14 PMK-151/PMK.011/2013)
Penentuan PKP yg diwajibkan membuat e-Faktur utk penyerahan BKP/JKP:
1. Mulai tanggal 1 Juli 2014:
a. 45 PKP tertentu yg ditetapkan di dlm Lamp I KEP-136/PJ/2014.
No.
1.
Nama PKP
NPWP
01.338.618.0-091.000
2.
01.002.075.8-092.000
3.
PT Ramajaya Pramukti
01.445.062.1-092.000
4.
PT Aneka Tambang
01.001.663.2-051.000
5.
01.000.011.5-051.000
6.
PT Telekomunikasi Indonesia
01.000.013.1-093.000
7.
01.718.327.8-093.000
8.
PT Sucofindo
01.300.992.3-093.000
9.
02.239.283.1-093.000
10.
PT Monier
01.000.120.4-052.000
11.
PT Misung Indonesia
01.069.162.4-052.000
12.
PT Kurita Indonesia
01.061.554.0-052.000
13.
PT Foseco Indonesia
02.026.485.9-052.000
14.
PT Patra SK
02.593.932.3-052.000
15.
PT BP Petrochemicals Indonesia
01.070.909.5-052.000
16.
PT Sanken Indonesia
01.824.407.9-055.000
17.
01.000.147.7-055.000
18.
02.519.842.5-055.000
19.
01.060.616.8-055.000
20.
PT NS Bluescope Indonesia
01.070.743.8-055.000
21.
PT Sony Indonesia
01.707.574.8-056.000
22.
PT Penta Valent
01.305.436.6-056.000
23.
01.001.773.9-057.000
24.
PT Dong-II Indonesia
01.068.034.6-057.000
25.
PT Du Pont Indonesia
01.061.736.3-058.000
26.
PT Yokogawa Indonesia
01.070.870.9-058.000
27.
PT Erm Indonesia
01.869.736.7-058.000
28.
01.070.939.2-058.000
29.
PT ISS Indonesia
01.070.680.2-059.000
30.
02.005.464.9-059.000
31.
PT Mulia Intipelangi
01.348.430.8-059.000
32.
01.610.717.9-059.000
33.
01.001.680.6-054.000
34.
01.303.912.8-054.000
35.
01.139.219.8-054.000
36.
Shimizu Corporation
01.001.475.1-053.000
D059
37.
01.002.804.1-053.000
38.
01.061.608.4-081.000
39.
01.061.617.5-081.000
40.
01.371.814.3-081.000
41.
02.435.712.1-073.000
42.
01.060.617.6-007.000
43.
01.735.097.6-007.000
44.
01.772.284.4-038.000
D0510
FP Elektronik
Ditentukan oleh aplikasi/sistem yg
ditentukan dan atau disediakan oleh DJP
Tanda tangan elektronik berbentuk QR
code
Tdk diwajibkan utk dicetak dlm bentuk
kertas
PKP yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak
Penyerahan BKP/JKP saja
e-faktur dilaporkan ke DJP dgn cara
upload dan mendapat persetujuan DJP
Rupiah
Menggunakan aplikasi yg sama dgn
aplikasi pembuatan e-Faktur
: xxx
: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
: 07.773.920.9-502.000
: yyy
: yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
: 24.166.003.4-721.000
Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
Harga Jual/
Penggantian/Uang
Muka/Termin
15.000.000,00
Harga Jual/Penggantian
15.000.000,00
0,00
15.000.000,00
1.500.000,00
D0511
FAKTUR PAJAK
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak :
Pengusaha Kena Pajak
Nama
Alamat
NPWP
:
:
:
:
:
:
Nama Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak
Harga Jual/Penggantian/
Uang Muka/Termin
(Rp)
DPP
PPnBM
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Jumlah
Rp...................
D0512
..................tgl...............
.....................................
Nama
Contoh Bentuk FP atas Penyerahan BKP/JKP menggunakan mata uang asing: (Lamp IB PER24/PJ/2012):
Lembar ke 1 : utk Pembeli BKP/Penerima JKP sbg bukti PM
Lembar ke 2 : utk Penjual BKP/Pemberi JKP sbg bukti PK
Lembar ke 1 :
FAKTUR PAJAK
:
:
:
:
:
:
Nama Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak
Harga Jual/Penggantian/Uang
Muka/Termin
Valas *)
(Rp)
DPP
PPnBM
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................
..................tgl...............
.....................................
Nama
Rp...................
Diisi apabila penyerahan menggunakan mata uang asing, dan apabila dilakukan
penggantian/pembetulan Faktur Pajak maka kurs yang digunakan adalah kurs pada
tanggal pertama kali Faktur Pajak dibuat
Coret yang tidak perlu
D0513
2.
3.
Pengisian tentang Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak yang diserahkan
a. Nomor Urut
Diisi dgn nomor urut dari BKP dan/atau JKP yg diserahkan.
b. Nama BKP/JKP
Diisi dg jenis BKP dan/atau JKP yg diserahkan yg menggambarkan keadaan yg sebenarnya
atau sesungguhnya.
Dlm hal diterima Uang Muka atau Termin atau cicilan, kolom Nama BKP atau JKP
ditambah dgn keterangan, misalnya Uang Muka, atau Termin, atau Angsuran, atas
pembelian BKP dan/atau perolehan JKP.
Dlm hal diketahui jml unit atau satuan tertentu lainnya, PKP hrs menambahkan
keterangan jml unit atau satuan tertentu lainnya tsb atas BKP yg diserahkan.
c. Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
1) Diisi dgn Hrg Jual atau Penggantian atas BKP atau JKP yg diserahkan sbl dikurangi
Uang Muka atau Termin.
2) Dlm hal diterima Uang Muka atau Termin, maka yg menjadi dasar penghitungan PPN
adalah jml Uang Muka atau Termin yg bersangkutan.
3) Dlm hal pembayaran Hrg Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dilakukan dgn
menggunakan mata uang asing, maka hanya baris "Dasar Pengenaan Pajak" dan baris
"PPN= 10% X Dasar Pengenaan Pajak" yg hrs dikonversikan ke dlm mata uang Rp
menggunakan kurs yg berlaku mnr Keputusan MenKeu pd saat pembuatan FP.
4) Dlm hal keterangan Nama BKP/JKP yg diserahkan tdk dpt ditampung dlm 1 FP, maka
PKP dpt:
membuat > 1 FP yg @ hrs menggunakan Kode, Nomor Seri, dan tanggal FP yg
sama, serta ditandatangani dan diberi keterangan nomor halaman pd setiap
lembarnya, dan khusus utk pengisian jml, Potongan Hrg, Uang Muka yg tlh diterima,
DPP, dan PPN cukup diisi pd FP paling akhir; atau
membuat 1 FP yg menunjuk nomor dan tanggal Faktur-Faktur Penjualan yg mrp
lampiran yg tdk terpisahkan dari FP tsb, Faktur Penjualan yg bersangkutan hrs diisi
dgn jenis BKP dan/atau JKP yg diserahkan yg menggambarkan keadaan yg
sebenarnya atau sesungguhnya.
4.
5.
Potongan Harga
Diisi dgn total nilai potongan hrg BKP dan/atau JKP yg diserahkan, dlm hal terdapat potongan hrg
yg diberikan.
6.
D0514
7.
8.
9.
10. ...............Tanggal....................
Diisi dgn tempat dan tanggal FP dibuat.
11. Nama dan Tandatangan
Diisi dgn nama dan tandatangan PKP atau pejabat/pegawai yg tlh ditunjuk oleh PKP utk
menandatangani FP, yg tlh diberitahukan scr tertulis kpd KPP tempat PKP dikukuhkan atau
tempat Pemusatan PPN dilakukan, paling lama pd akhir bulan berikutnya sejak pejabat/pegawai
yg ditunjuk tsb menandatangani FP. Cap tanda tangan atau scan tanda tangan tdk diperkenankan
dibubuhkan pd FP.
12. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
menggunakan mata uang asing maka
a. PKP hrs menambah kolom Valuta Asing sebagaimana contoh pd Lamp IB PER-24/PJ/2012.
b. Keterangan Kurs diisi sesuai dgn Kurs Keputusan MenKeu yg berlaku pd saat pembuatan
FP. Apabila dilakukan penggantian/pembetulan FP maka kurs yg digunakan adalah kurs yg
berlaku pd saat pembuatan FP yg diganti/dibetulkan pertama kali.
c. Dlm hal PKP melakukan penyerahan dgn menggunakan mata uang asing dan Rp, Lamp IB
PER-24/PJ/2012 hrs digunakan juga utk transaksi yg menggunakan mata uang Rp.
FP yg tdk diisi scr lengkap, jelas, benar, dan/atau tdk ditandatangani oleh PKP atau
pejabat/pegawai yg ditunjuk oleh PKP utk menandatanganinya sesuai dgn tata cara dan
prosedur sebagaimana diatur dlm PER-24/PJ/2012 mrp FP Tdk Lengkap.
(Pasal 6 ayat (2) PER-24/PJ/2012)
D0515
Aturan Lama:
Kode Transaksi
Kode Cabang
Kode Status
Th Penerbitan
Kode FP
Nomor Urut
Nomor Seri FP
D0516
a.
03
04
05
06
07
08
09
b.
D0517
c.
d.
e.
D0518
2.
3.
4.
5.
6.
7.
D0519
elektronik mulai tanggal 1 Juli 2014 dan diberikan Sertifikat Elektronik scr jabatan
oleh DJP dan dpt mengajukan permintaan NSFP scr online melalui website yg
ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
Catatan:
Dlm hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yg wilayah kerjanya berada di
luar wilayah KPP tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP yg
bersangkutan hrs mengajukan permohonan kode aktivasi & password ke
KPP yg membawahi tempat kegiatan usaha PKP yg baru dgn menunjukkan
asli pemberitahuan Kode Aktivasi dari KPP sebelumnya.
Dlm hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yg wilayah kerjanya berada di luar
wilayah KPP tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP masih dpt
menggunakan NSFP yg blm digunakan.
PKP yg tdk menggunakan NSFP dari DJP atau menggunakan NSFP ganda akan
menyebabkan FP yg diterbitkan mrp FP tdk lengkap.
FP tdk lengkap akan menyebabkan PKP Pembeli tdk dpt mengkreditkan sbg PM
dan PKP Penjual dikenakan sanksi sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
PKP yg membuat FP dgn menggunakan NSFP ganda atau NSFP yg sama > 1
dlm thn pajak yg sama, maka slr FP dgn NSFP tsb termasuk FP Tdk Lengkap.
NSFP yg tdk digunakan dlm suatu thn pajak tertentu dilaporkan ke KPP tempat
PKP dikukuhkan bersamaan dgn SPT Masa PPN Masa Pajak Des thn pajak yg
bersangkutan dgn menggunakan form Lamp IV F PER-24/PJ/2012.
Masa Transisi: s.d. 31 Mei 2013 (Pasal 19 PER-24/PJ/2014 jo PER08/PJ/2013)
Terhitung mulai tanggal 1 Apr 2013, PKP yg tlh memperoleh surat
pemberitahuan NSFP dari DJP wajib menggunakan NSFP tsb dan PKP yg
blm memperoleh surat pemberitahuan NSFP dari DJP wajib
menggunakan kode & NSFP sesuai dgn ketentuan yg diatur dlm PER13/PJ/2010 jo PER-65/PJ/2010 s.d. tanggal 31 Mei 2013.
Dlm hal PKP tsb kemudian memperoleh surat pemberitahuan NSFP dari
DJP, maka PKP tsb wajib menggunakan NSFP sesuai ketentuan PER-24
sejak tanggal surat pemberitahuan NSFP.
Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 slr PKP wajib menggunakan Kode
& NSFP sesuai ketentuan PER-24/PJ/2012.
2.
2.
3.
D0520
4.
5.
Penggantian FP
a.
Atas FP berbentuk elektronik yg salah dlm pengisian, atau salah dlm penulisan shg tdk
memuat keterangan yg lengkap, jelas, dan benar, PKP yg menerbitkan FP tsb dpt
menerbitkan FP pengganti. Atas hasil cetak FP berbentuk elektronik yg rusak atau hilang,
PKP yg membuat FP berbentuk elektronik tsb dpt melakukan cetak ulang FP. Atas FP
berbentuk elektronik yg rusak atau hilang, PKP dpt mengajukan permintaan data FP
berbentuk elektronik kpd DJP. (Pasal 16 PMK-151/PMK.011/2013)
Atas FP berbentuk kertas yg rusak, salah dlm pengisian, atau salah dlm penulisan, shg
tdk memuat keterangan yg lengkap, jelas dan benar, PKP yg menerbitkan FP tsb dpt
menerbitkan FP pengganti. Atas FP berbentuk kertas yg hilang, baik PKP yg menerbitkan
maupun pihak yg menerima FP tsb dpt membuat copy dari FP dan dilegalisasi oleh KPP.
(Pasal 17 PMK-151/PMK.011/2013)
Pembetulan atau Penggantian FP yg Rusak atau Salah dlm Pengisian/Penulisan
No.
1.
2.
3.
D0521
4.
5.
FP Pengganti tetap
menggunakan NSFP yg sama
dgn NSFP yg diganti.
Sedangkan tanggal FP
Pengganti diisi dgn tanggal pd
saat FP Pengganti dibuat
Pd FP Pengganti dibubuhkan cap yg mencantumkan Kode & NSFP serta
tanggal FP yg diganti. Contoh cap:
Faktur Pajak yang diganti :
Kode dan Nomor Seri
Tanggal
6.
7.
8.
Kode dan No Seri serta tanggal FP yg diganti dpt diisi dgn cara manual
Penerbitan FP Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban utk membetulkan
SPT Masa PPN pd Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan FP tsb
FP Pengganti dilaporkan dlm
FP Pengganti dilaporkan dlm SPT
SPT Masa PPN pd Masa Pajak
Masa PPN pd:
yg sama dgn Masa Pajak
Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak
dilaporkannya FP yg dilakukan
dilaporkannya FP yg diganti, dgn
penggantian dgn mencantumkan
mencantumkan nilai stl penggantian;
nilai dan/atau keterangan yg
dan
sebenarnya atau sesungguhnya
Masa Pajak diterbitkannya FP
stl penggantian
Pengganti tsb dgn mencantumkan
nilai 0 (nol) pd kolom DPP, PPN &
PPnBM, utk menjaga urutan FP yg
diterbitkan oleh PKP
Pelaporan FP Pengganti pd SPT Masa PPN tsb hrs mencantumkan Kode &
NSFP yg diganti pd kolom yg tlh ditentukan
Ketentuan Tambahan:
No.
Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013
1.
Penerbitan FP pengganti atau
pembatalan FP dpt dilakukan
sepanjang thd SPT Masa PPN
dimana FP yg diganti atau
dibatalkan tsb dilaporkan, blm
dilakukan pemeriksaan atau atas
PPN yg tercantum dlm FP tsb blm
dibebankan sbg biaya
2.
: .............................
: .............................
D0522
3.
b. Penggantian FP yg Hilang
Pihak
Terlibat
PKP Penjual
atau Pemberi
JKP
PKP Pembeli
atau
Penerima
JKP
Pembuatan FP s.d.
Pembuatan FP sejak
31 Mar 2013
1 Apr 2013
PKP penjual atau pemberi JKP dpt mengajukan permohonan
tertulis utk meminta copy dari FP yg hilang kpd PKP pembeli atau
penerima JKP dgn tembusan kpd KPP di tempat PKP penjual atau
pemberi JKP dikukuhkan dan kpd KPP di tempat PKP pembeli
atau penerima JKP dikukuhkan
Berdasarkan permohonan dari
Berdasarkan permohonan dari
PKP penjual atau pemberi JKP,
PKP penjual atau pemberi
PKP pembeli atau penerima JKP
JKP, PKP pembeli atau
membuat copy dari arsip FP yg
penerima JKP membuat copy
disimpan oleh PKP pembeli atau
dari arsip FP yg disimpan
penerima JKP, utk dilegalisir
oleh PKP pembeli atau
oleh KPP tempat PKP pembeli
penerima JKP, utk
dilegalisasi oleh KPP tempat
atau penerima JKP dikukuhkan
PKP pembeli atau penerima
JKP dikukuhkan
Copy dibuat dlm rangkap 2, yaitu :
- Lembar ke-1: diserahkan ke PKP penjual atau pemberi JKP
melalui PKP pembeli atau penerima JKP
- Lembar ke-2: arsip KPP yg bersangkutan
Legalisir diberikan oleh KPP
Legalisasi diberikan oleh KPP
tempat PKP pembeli atau
tempat PKP pembeli atau
penerima JKP dikukuhkan stl
penerima JKP dikukuhkan stl
meneliti asli arsip FP dan SPT
meneliti asli arsip FP dan SPT
Masa PPN dari PKP pembeli
Masa PPN dari PKP pembeli
atau penerima JKP tsb
atau penerima JKP tsb
KPP tempat PKP penjual atau pemberi JKP dikukuhkan wajib
melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP atau pemberi
JKP utk meyakinkan bahwa FP yg dilaporkan hilang tsb sdh
dilaporkan sbg PK
PKP pembeli atau penerima JKP dpt mengajukan permohonan
tertulis utk meminta copy dari FP yg hilang kpd PKP penjual atau
pemberi JKP dgn tembusan kpd KPP di tempat PKP pembeli atau
penerima JKP dikukuhkan dan kpd KPP di tempat PKP penjual
atau pemberi JKP dikukuhkan
Berdasarkan permohonan dari
Berdasarkan permohonan dari
PKP pembeli atau penerima
PKP pembeli atau penerima
JKP, PKP penjual atau pemberi
JKP, PKP penjual atau
JKP membuat copy dari arsip
pemberi JKP membuat copy
FP yg disimpan oleh PKP
dari arsip FP yg disimpan oleh
penjual atau pemberi JKP, utk
PKP penjual atau pemberi
dilegalisir oleh KPP tempat
JKP, utk dilegalisasi oleh
PKP penjual atau pemberi JKP
KPP tempat PKP penjual atau
dikukuhkan
pemberi JKP dikukuhkan
Copy dibuat dlm rangkap 2, yaitu :
D0523
Pembatalan FP
Dlm hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP/JKP yg FP-nya tlh diterbitkan, PKP
yg menerbitkan FP hrs melakukan pembatalan FP. (Pasal 15 PMK-151/PMK.011/2013)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tata cara penggantian FP dan pembetulan SPT Masa PPN sesuai PER-24/PJ/2012
berlaku juga utk penggantian FP yg dilakukan stl berlakunya PER-24/PJ/2012 atas FP yg
diterbitkan sbl berlakunya PER-24/PJ/2012.
(Pasal 11A PER-11/PJ/2013)
D0524
5.
Poin-poin Perubahan
Pembuatan FP s.d.
31 Mar 2013
No. Urut FP ditentukan
sendiri oleh PKP scr
berurutan
Tdk ada syarat khusus,
baik PKP ataupun non
PKP dpt membuat nomor
sendiri.
No.
Ket
1.
Otorisasi
pemberian NSFP
2.
Syarat diberikan
NSFP
3.
Identitas PKP
khususnya alamat
& jenis brg/jasa
Tdk ditegaskan
4.
Penunjukan &
Penandatanganan
FP
5.
Istilah FP Cacat
6.
Penggunaan
Kode Transaksi
02 & 03
Menimbulkan multitafsir
utk transaksi yg hrs
dipungut oleh Pemungut
dgn mekanisme normal
7.
Urutan NSFP
8.
9.
Penerbitan FP
Pengganti
10.
Pengkreditan FP
- Wajib membetulkan FP
shg sequence number
tetap terjaga
- Apabila tdk dibetulkan,
PKP penerbit dikenai
sanksi Ps 14 (4) UU
KUP & PKP Pembeli
tetap dpt mengkreditkan
PM
Wajib membetulkan FP
shg sequence number
tetap terjaga
- Menggunakan NSFP
baru
- Dilaporkan di 2 Masa
Pajak SPT, yaitu di
masa FP yg diganti &
di masa pembuatan FP
pengganti
Kesalahan pengisian
keterangan FP di luar
kuasa PKP Pembeli tetap
D0525
Pembuatan FP sejak
1 Apr 2013
NSFP diberikan oleh DJP dgn
mekanisme yg ditentukan DJP
NSFP diberikan kpd PKP yg tlh
diregistrasi ulang dan PKP baru
yg tlh diverifikasi dlm rangka
pengukuhan PKP
Sejak 1 Juli 2014: Ditambah
persyaratan yaitu tlh melakukan
aktivasi akun PKP
Penegasan Keterangan FP
mengenai alamat & jenis
brg/jasa hrs diisi sesuai dgn
keterangan yg sebenarnya/
sesungguhnya
Mengatur pejabat/pegawai
penandatangan FP yg berhak:
- PKP wajib memberitahukan
ke KPP surat penunjukan
penandatangan FP; dan
- FC kartu identitas yg sah
(dilegalisasi pejabat
berwenang)
Istilah FP cacat diganti dgn
FP tdk lengkap agar sinkron
dgn ketentuan UU KUP
Mempertegas peruntukan Kode
Transaksi, yaitu kode 02
(bendahara pemerintah) & 03
(BUMN & KPS) digunakan utk
penyerahan yg PPNnya
dipungut oleh Pemungut PPN
- NSFP diberikan DJP dgn
blok nomor urut
- Penggunaan nomor yg tdk
urut tdk dikenakan sanksi
- Terdapat kewajiban
pelaporan nomor yg tdk
terpakai
Slr FP dgn NSFP yg sama/
ganda termasuk FP Tdk
Lengkap
- Menggunakan NSFP yg
sama
- Hanya dilaporkan di SPT FP
yg diganti
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Ket
Fungsi Kode
Aktivasi
Cetak Ulang Kode
Aktivasi
Password
Permintaan NSFP
Pengembalian &
Pengawasan
NSFP
SE-52/PJ/2012
Utk melakukan
permintaan NSFP
Bisa kapan saja
SE-20/PJ/2014
Utk mengaktivasi Akun PKP
Form-form yg digunakan berdasar PER-24/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Apr 2013 s.d. 30 Juni 2014):
No.
Ket
Sumber
Pihak Pembuat
1.
FP lembar ke-1 & ke-2
Lamp IA
PKP atau
pejabat/pegawai
2.
FP lembar ke-1 & ke-2 (bila penyerahan
Lamp IB
yg tlh ditunjuk
menggunakan mata uang asing)
oleh PKP utk
menandatangani
FP
3.
Permohonan Kode Aktivasi & Password/Cetak
Lamp IV A
Pemohon
Ulang Kode Aktivasi/update email
4.
Pemberitahuan Kode Aktivasi
Lamp IV B
DJP
5.
Penolakan Pemberian Kode Aktivasi & Password
Lamp IV C
6.
Permintaan NSFP
Lamp IV D
Pemohon
7.
Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak
Lamp IV E
DJP
8.
Pemberitahuan NSFP Yg Tdk Digunakan
Lamp IV F
Pemohon
9.
Pemberitahuan PKP atau Penunjukan
Lamp V A
PKP
Pejabat/Pegawai/Kuasa yg Berwenang
Menandatangani FP
10.
Pemberitahuan Perubahan
Lamp V B
Pejabat/Pegawai/Kuasa yg Berwenang
Menandatangani FP
Form-form yg digunakan berdasar PER-24/PJ/2012 jo PER-17/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli
2014):
No.
Ket
Sumber
Pihak Pembuat
Ket.
1.
FP lembar ke-1 & ke-2
Lamp IA PERPKP atau
24/PJ/2012
pejabat/pegawai
yg tlh ditunjuk
2.
FP lembar ke-1 & ke-2
Lamp IB PERoleh PKP utk
(bila penyerahan
24/PJ/2012
menandatangani
menggunakan mata uang
FP
asing)
D0526
3.
Permohonan Kode
Aktivasi & Password
Lamp IA PER17/PJ/2014
Pemohon
4.
Pemberitahuan Kode
Aktivasi
Lamp IB PER17/PJ/2014
DJP
5.
Penolakan Pemberian
Kode Aktivasi &
Password
Lamp IC PER17/PJ/2014
6.
Lamp ID PER17/PJ/2014
Lamp IE PER17/PJ/2014
Lamp IF PER17/PJ/2014
Pemohon
DJP
7.
8.
9.
10.
e-NOFA
11.
Mengubah
Lamp IVA PER24/PJ/2012
Mengubah
Lamp IVB PER24/PJ/2012
Mengubah
Lamp IVC
PER24/PJ/2012
Mengubah
Lamp IVD
PER24/PJ/2012
Mengubah
Lamp IVE PER24/PJ/2012
Permintaan Sertifikat
Pemohon
Elektronik
12.
Pemberitahuan NSFP Yg
Tdk Digunakan
13.
Pemberitahuan PKP atau
PKP
Penunjukan Pejabat/
Pegawai/Kuasa yg
Berwenang
Menandatangani FP
14.
Pemberitahuan
Lamp V B PERPerubahan
24/PJ/2012
Pejabat/Pegawai/ Kuasa
yg Berwenang
Menandatangani FP
Lamp IVA s.d. Lamp IVE PER-24/PJ/2012 tlh diubah dgn Lamp IA, IB, IC, IF, IG-1 PER17/PJ/2014
Tata cara yg diatur di PER-24/PJ/2012:
No.
Tata Cara
1.
Tata Cara Pengisian Keterangan pd FP
2.
Kode & NSFP
3.
Tata Cara Pembetulan atau Penggantian FP yg Rusak, Salah
dlm Pengisian, atau Salah dlm Penulisan
4.
Tata Cara Penggantian FP yg Hilang
5.
Tata Cara Pembatalan FP
Tata cara yg diatur di SE-20/PJ/2014:
No.
Tata Cara
1.
Tata Cara Penunjukan Petugas Khusus
2.
Tata Cara Pemberian atau Pencabutan Sertifikat Elektronik
Operator Console Kanwil DJP
3.
Tata Cara Pemberian atau Pencabutan Sertifikat Elektronik
Petugas Khusus
4.
Tata Cara Penyelesaian Permohonan Kode Aktivasi &
D0527
Sumber
Lamp II
Lamp III
Lamp VI Bagian A
Lamp VI Bagian B
Lamp VI Bagian C
Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
5.
6.
7.
8.
9.
Password
Tata Cara Penyelesaian Permintaan Aktivasi Akun PKP
Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan
Pencabutan Sertifikat Elektronik PKP
Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan
Pencabutan Sertifikat Elektronik Tempat Kegiatan Usaha PKP
Tata Cara Penyelesaian Permintaan NSFP
Tata Cara Pengembalian dan Pengawasan NSFP
D0528
Lamp V
Lamp VI
Lamp VII
Lamp VIII
Lamp IX
D0529
D0530
D0531
F.
D0532
Agar dpt dipersamakan dgn FP maka dokumen tsb di atas (kecuali angka 9 & 10) minimal hrs
berisi data: (Pasal 2 PER-67/PJ/2010)
Nama, alamat dan NPWP yg melakukan ekspor atau penyerahan;
Nama pembeli BKP/penerima JKP (sejak berlakunya PER-67/PJ/2010 syarat ini tdk wajib
ada);
Jml satuan barang apabila ada;
DPP; dan
Jml Pajak yg terutang kecuali dlm hal ekspor.
DPP; dan
D0533
G.
PEMBERIAN KODE AKTIVASI & NOMOR SERI MELALUI APLIKASI e-NoFa (Lampiran S-840/PJ.10/2013 tanggal 17 Mei 2013)
Kode Aktivasi:
No.
WP
Status PKP
1.
WP A
2.
WP B
3.
WP C
Non PKP
PKP sbl 1
Jan 2012
PKP stl 1 Jan
2012
4.
5.
WP D
WP E
6.
WP F
7.
10.
Catatan:
=
X
=
Perekaman
LHV
Proses
Pembatalan
Pencabutan
PKP sbl 1
Jan 2012
WP
dicabut
PKP sbl
Regulasi
2012
Kesimpulan
Tdk bisa diberikan Kode Aktivasi
Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, WP hrs dilakukan
registrasi ulang
WP G
8.
9.
Registrasi Ulang
PER-05
Tetap
Cabut
Sdh
Blm
Keterangan:
e-NoFa adalah Sistem Pemberian NSFP yg dilakukan oleh PKP scr mandiri di komputer petugas khusus KPP yg melayani pemberian NSFP
SE-100/PJ/2010 (tgl 11 Okt 2010) ttg Kebijakan Perubahan Data SIDJP, SIPMOD, dan SISMIOP
D0534
No.
PKP
1.
2.
PKP A
PKP B
3.
PKP C
4.
PKP D
5.
PKP E
6.
PKP F
7.
PKP G
Syarat NFSP
Kode
Password
Aktivasi
X
Catatan:
=
X
=
(B) =
Jenis
Pelaporan SPT
Jumlah
NFSP
Manual/
e-SPT
Manual
e-SPT
120% x (B)
Max 75
120% x (B)
Manual/
e-SPT
8.
Pelaporan SPT
3 Bulan (B)
PKP H
Max 75
Keterangan
Tdk bisa diberikan NSFP, WP hrs
mengajukan permohonan kode aktivasi
Bisa diberikan NSFP
Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada
password yg dikirim melalui e-mail, jika email salah hrs dilakukan update e-mail WP
Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada kode
aktivasi WP mengajukan permintaan ulang
Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada kode
aktivasi. WP hrs melengkapi pelaporan
SPT 3 bulan terakhir yg tlh jatuh tempo
Hanya bisa diberikan utk WP yg baru
terdaftar < 3 bulan
Sdh
Blm
Jml pelaporan SPT yg terdapat pd surat permohonan NSFP
Keterangan:
e-NoFa adalah Sistem Pemberian NSFP yg dilakukan oleh PKP scr mandiri di komputer petugas khusus KPP yg melayani pemberian NSFP
S-1/PJ.02/204:
Utk thn 2014 akan dimulai dari NSFP 000.14.00000001 demikian seterusnya.
Sejak 1 Jan 2014, permintaan NSFP utk thn 2013 tdk dpt dilayani oleh KPP.
Utk permintaan NSFP yg disampaikan PKP ke KPP pd tanggal 30 & 31 Des 2013 dan tdk dpt diproses pd tanggal tsb pd aplikasi e-NoFa, maka
atas permintaan NSFP tsb dibuatkan BA sesuai SE-37/PJ/2013 oleh Petugas khusus memproses permintaan NSFP. BA tsb disertai FC surat
permintaan NSFP dari PKP disampaikan ke Direktorat TIP dan ditembuskan ke Direktorat TTKI paling lambat tanggal 10 Jan 2014.
D0535
D061
h.
D062
NOTA RETUR
Nomor : .
(Atas Faktur Pajak Nomor : Tanggal ...)
Pembeli BKP
Nama
Alamat
NPWP
:
:
:
Kepada Penjual
Nama
Alamat
NPWP
:
:
:
No
Urut
Kuantum*
(..)
Lembar ke-1 : untuk PKP Penjual
Lembar ke-2 : untuk Pembeli
Lembar ke-3 : untuk KPP tempat Pembeli terdaftar (dalam hal Pembeli bukan PKP)
*) khusus untuk retur BKP tidak berwujud, kolom ini tidak perlu diisi
D063
NOTA PEMBATALAN
Nomor : .
(Atas Faktur Pajak Nomor : Tanggal ...)
Penerima JKP
Nama
Alamat
NPWP
:
:
:
:
:
:
No
Urut
Penggantian JKP
(Rp)
(..)
Lembar ke-1 : untuk PKP Pemberi JKP
Lembar ke-2 : untuk Penerima JKP
Lembar ke-3 : untuk KPP tempat Penerima JKP terdaftar (dalam hal Penerima JKP bukan PKP)
D064
Jenis Penyerahan
DPP
Keterangan
1.
2.
3.
KEP-81/PJ/2004
4.
Perkiraan hasil
rata-rata per judul
film
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Hrg yg disepakati
antara pedagang
perantara dgn
pembeli
11.
Hrg Lelang
D071
No
Jenis Penyerahan
DPP
Keterangan
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Ket: PKP yg menerbitkan FP dgn menggunakan Nilai Lain mengisi DPP di dlm FP seb Nilai Lain.
D072
No.
1.
2.
3.
Jenis
Penyerahan
Jasa anjak
piutang
Penyerahan
kendaraan
bermotor
bekas
Penyerahan
emas
perhiasan
Keterangan
Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 5% dari jml slr imbalan yg
diterima berupa service charge, provisi, dan diskon. PKP penjual tdk boleh
mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1 Apr 2010 jasa
anjak piutang sdh masuk ke jasa perbankan yg mrp bukan JKP.
Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 10% dari Hrg jual. PKP
penjual tdk boleh mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1
Apr 2010 berdasar PMK-79/PMK.03/2010, penyerahan kendaraan bermotor
bekas sbg brg dagang wajib menggunakan pedoman pengkreditan PM.
Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 20% dari Hrg jual. PKP
penjual tdk boleh mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1
Apr 2010 berdasar PMK-79/PMK.03/2010, penyerahan emas perhiasan sbg
brg dagang wajib menggunakan pedoman pengkreditan PM.
MATERI PMK-83/PMK.03/2012:
Termasuk dlm pengertian tenaga kerja adalah peserta magang yg melakukan kegiatan pemagangan.
Kelompok jasa tenaga kerja yg tdk dikenai PPN, meliputi:
1. Jasa tenaga kerja
Jasa yg diserahkan oleh tenaga kerja kpd pengguna jasa tenaga kerja dgn kriteria:
a. Tenaga kerja tsb menerima imbalan dlm bentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
sejenisnya; dan
b. Tenaga kerja tsb bertanggung jawab lss kpd pengguna jasa tenaga kerja atas jasa tenaga
kerja yg diserahkannya.
2. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung
jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tsb
Jasa utk menyediakan tenaga kerja oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kpd pengguna jasa
tenaga kerja.
a.
Dpt meliputi kegiatan perekrutan, pendidikan, pelatihan, pemagangan, dan/atau
penempatan tenaga kerja, yg kegiatannya dilakukan dlm 1 kesatuan dgn penyerahan jasa
penyediaan tenaga kerja.
b.
Kriteria jasa penyediaan tenaga kerja yg tdk dikenai PPN:
Pengusaha penyedia jasa tenaga kerja tsb semata-mata hanya menyerahkan jasa
penyediaan tenaga kerja, yg tdk terkait dgn pemberian JKP lainnya, seperti jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi, jasa pengurusan perusahaan, jasa bongkar
muat, dan/ atau jasa lainnya;
Pengusaha penyedia tenaga kerja tdk melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan/ atau sejenisnya kpd tenaga kerja yg disediakan;
Pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja
yg disediakan stl diserahkan kpd pengguna jasa tenaga kerja; dan
Tenaga kerja yg disediakan masuk dlm struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga
kerja.
Dlm hal jasa penyediaan tenaga kerja tdk memenuhi ketentuan poin 2a & 2b, jasa penyediaan
tenaga kerja dimaksud mrp jasa yg dikenai PPN seb 10% dikalikan DPP berupa penggantian, yg
meliputi slr tagihan yg diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa atas penyerahan
jasa penyediaan tenaga kerja kpd pengguna jasa, termasuk imbalan yg diterima tenaga kerja
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya. Atau dlm hal tagihan atas
penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja dirinci dlm FP dgn memisahkan antara tagihan
atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja yg diterima oleh pengusaha jasa dan imbalan yg
diterima oleh tenaga kerja, DPP adalah nilai lain.
3. Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja
Jasa penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja yg diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
kerja yg tlh memperoleh izin atau terdaftar di instansi yg bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
Termasuk kegiatan pemagangan yg dilakukan dlm 1 kesatuan dgn penyerahan jasa
penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
D073
D074
nilai Rp 5 juta, dan pengurusan biaya transportasi dgn menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai
fee Rp 2 juta, shg nilai total JPT/FF yg diserahkan adalah Rp 22 juta (blm termasuk PPN), kpd PT W.
Terkait dgn penyerahan JPT/FF yg dilakukan oleh PT JKL, terdapat tagihan dari pengusaha jasa
angkutan laut yg dlm dokumen tagihan tsb PT W tercantum sbg pihak yg tertagih.
Tagihan dari pengusaha angkutan laut Rp 60 juta.
Dlm kontrak/perjanjian antara PT JKL dan PT W disepakati bahwa terdapat reimbursement tagihan dari
pengusaha jasa angkutan laut yg hrs dibayar oleh PT W melalui PT JKL.
PT JKL tdk mencatat/mengakui reimbursement tagihan dari pengusaha angkutan laut yg pembayarannya
diterima dari PT W sbg penghasilan.
Demikian juga PT JKL tdk mencatat/mengakui penyetoran reimbursement tagihan kpd pengusaha jasa
angkutan laut sbg biaya.
Penagihan kembali (reimbursement) Rp 60 juta tsb tdk termasuk penyerahan JPT/FF yg dilakukan oleh
PT JKL.
PT JKL melakukan penagihan kpd PT W dgn menerbitkan 3 dokumen tagihan utk menagih @ kegiatan
dari penyerahan JPT/FF tsb dgn nilai total Rp 22 juta.
Walaupun atas penyerahan JPT/FF tsb PT JKL menerbitkan 3 dokumen tagihan, penyerahan JPT/FF tsb
mrp 1 kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Penggantian,
krn di dlm tagihan JPT/FF tsb tdk terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x Rp 22 juta = Rp 2,2 juta.
Contoh 5:
PT MNO sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan
sementara atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 14 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn
nilai Rp 6 juta, dan biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 62 juta, shg
nilai total JPT/FF yg diserahkan adalah Rp 82 juta (blm termasuk PPN) kpd PT V.
Dlm melakukan penyerahan JPT/FF tsb, PT MNO menggunakan moda angkutan kapal laut, di mana dlm
dokumen tagihan dari pengusaha jasa angkutan laut tsb PT MNO tercantum sbg pihak yg tertagih.
Atas penyerahan JPT/FF dgn nilai penyerahan total Rp 82 juta tsb PT MNO menerbitkan 3 dokumen
tagihan, penyerahan JPT/FF tsb tetap mrp 1 kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn
di dlm tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% X Rp 82 juta) = Rp 820 ribu.
D075
D081
2.
3.
Pabrikan sepatu dlm rangka promosi membeli topi dgn logo merek sepatu pabrik tsb dan
sebagian dibagikan kpd karyawannya.
Perusahaan telekomunikasi selular memberikan fasilitas bebas biaya telepon selular kpd para
direksinya.
B.
PEMBERIAN CUMA-CUMA
Definisi:
Pemberian cuma-cuma: Pemberian yg diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang
produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang utk promosi
kpd relasi atau pembeli. (Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN)
Ketentuan Perpajakan:
Pemberian cuma-cuma baik produksi sendiri atau bukan produksi sendiri terutang PPN dan
hrs diterbitkan FP seperti biasa (identitas pembeli diisi identitas pihak yg menerima BKP/JKP).
PPN ini mrp PM yg dpt dikreditkan oleh pihak yg menerima apabila memang berkaitan dgn
kegiatan 3M usaha.
D082
D083
D091
Memiliki
NPWP
Berbeda
Blm Memiliki
NPWP
melakukan KMS
Diisi nama & NPWP
OP atau badan yg
melakukan KMS
Diisi nama & alamat
OP atau badan yg
melakukan KMS
KJS: 103
d. Pelaporan:
Status PKP
Bukan PKP
Sama
Berbeda
Cara Pelaporan
SSP lbr ke 3 dilaporkan ke KPP Pratama yg wilayah
kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan paling lama
akhir bulan berikutnya stl berakhirnya masa pajak
Dilaporkan dlm SPT Masa PPN dgn melampirkan SSP lbr ke
3 yg digunakan utk menyetor PPN atas KMS
SSP lembar ke 3 dilaporkan ke KPP Pratama yg wilayah
kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan paling lama
akhir bulan berikutnya stl berakhirnya masa pajak
Melaporkan dlm SPT Masa PPN dgn melampirkan FC
dari SSP lbr ke 3 yg digunakan utk menyetor PPN atas
KMS tsb
D092
D101
D102
2
4.
D103
D111
D121
Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengembalian PPN oleh OP Pemegang Paspor LN & Kewajiban
PKP Toko Retail:
1. Permintaan pengembalian PPN atas pembelian Barang Bawaan dilakukan oleh OP pemegang paspor
LN dgn terlebih dahulu memberitahukan kpd Toko Retail dan menunjukkan Paspor LN yg
dipegangnya. (Pasal 1 ayat (1) PMK-100/PMK.03/2013)
Yg dilakukan PKP Toko Retail:
a. Kewajiban PKP Toko Retail: (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
Menempelkan/memasang logo "VAT REFUND" pd Toko Retail tsb;
Logo "VAT REFUND" ini diadakan sendiri oleh Toko Retail (contoh pd Lamp II PER28/PJ/2013)
Menyediakan informasi mengenai pengembalian PPN kpd OP dlm bentuk antara lain seperti
brosur / papan pengumuman; dan
Menerbitkan FP Khusus atas pembelian Barang Bawaan dlm rangkap 3 dgn peruntukan sbg
berikut:
Lembar ke-1, utk OP
Lembar ke-2, utk Unit Pelaksana Restitusi PPN Bandar Udara melalui OP
Lembar ke-3, utk arsip Toko Retail
b. Ketentuan terkait penerbitan FP Khusus:
Dilakukan melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists (http://vatrefund.pajak.go.id) dan
Memenuhi ketentuan dlm Pasal 13 ayat (5) & (8) UU PPN, dgn ketentuan pengisian:
Pd kolom "NPWP" diisi dgn nomor paspor OP sesuai yg tercantum dlm paspornya; dan
Pd kolom "alamat pembeli" diisi dgn alamat lengkap OP sesuai yg tercantum dlm
paspornya.
Penerbitan FP Khusus yg tdk memenuhi persyaratan di atas dianggap bukan sbg permohonan
pengembalian PPN kpd OP shg tdk dpt dipertimbangkan). (Pasal 7 ayat (2) & (3) PER28/PJ/2013)
c. Dlm hal Aplikasi VAT Refund for Tourists dlm kondisi offline, Toko Retail dpt menerbitkan FP
Khusus manual dgn format Lamp I PMK-100/PMK.03/2013 dan peruntukan sesuai dgn ketentuan,
dan hrs segera menginput semua data yg ada pd FP Khusus manual tsb ke dlm Aplikasi VAT
Refund for Tourists apabila tlh online kembali. (Pasal 7 ayat (5) PER-28/PJ/2013)
d. FP Khusus ini dpt berfungsi sbg surat permohonan pengembalian PPN dgn membubuhi
tanda pd kolom permohonan pengembalian PPN yg dibubuhi tanda tangan OP pemegang paspor
LN, dan kasir Toko Retail yg diberi stempel Toko Retail. (Pasal 4 ayat (4) PMK100/PMK.03/2013)
2. Stl mendapatkan FP Khusus dari Toko Retail, OP pemegang paspor LN melakukan permintaan
kembali PPN pd saat OP tsb meninggalkan Indonesia melalui bandar udara. (Pasal 7 ayat (1) PMK76/PMK.03/2010)
3. OP menyampaikan FP Khusus kpd Dirjen Pajak melalui Unit Pelaksana Restitusi PPN Bandar Udara,
dgn menunjukkan: (pasal 7 ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
a. Dokumen pendukung yg meliputi:
Paspor LN; dan
Tiket atau pas (boarding pass) naik pesawat utk keberangkatan OP ke luar Daerah Pabean.
b. Barang Bawaan yg PPN atas perolehannya dimintakan kembali.
Tata Cara Pengajuan Permohonan utk Mendapatkan Surat Penunjukan PKP Toko Retail:
1. PKP Toko Retail yg ingin ikut dlm skema pengembalian PPN kpd OP hrs terlebih dahulu mengajukan
permohonan utk mendapatkan SK penunjukan PKP Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund
for Tourists. (Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
2. Dlm hal PKP Toko Retail melakukan pemusatan PPN terutang, maka:
a. Permohonan tsb diajukan oleh PKP Toko Retail tempat PPN terutang dipusatkan; dan
b. PKP Toko Retail wajib mendaftarkan slr cabang yg tertera pd SK Pemusatan PPN-nya.
3. Yg dilakukan KPP stl memperoleh permohonan dari PKP Toko Retail:
a. Ketentuan terkait SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat
pemberitahuan penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail:
Penerbitan paling lama 10 hari kerja sejak permohonan disampaikan dgn menggunakan
format Lamp I.1 /I.2/I.3 PER-28/PJ/2013.
D122
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Hrs disampaikan oleh KPP kpd PKP Toko Retail melalui pos tercatat, perusahaan jasa
ekspedisi, atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat ke alamat WP yg tercantum pd Master
File Nasional DJP.
b. Kemudian KPP menginput nomor bukti pengiriman, tanggal pengiriman dan jenis jasa pengiriman
SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan
penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail ke dlm Aplikasi VAT Refund for Tourists, stl
melakukan pengiriman surat.
c. Dlm hal SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan
penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail kembali pos (kempos), maka KPP hrs
memberitahukan informasi tsb kpd PKP Toko Retail melalui e-mail PKP Toko Retail.
d. PKP Toko Retail dpt mengajukan permohonan kembali stl menyampaikan surat pemberitahuan
perubahan alamat ke KPP sesuai dgn prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
PKP Toko Retail yg sdh mendapatkan PIN wajib melakukan aktivasi melalui Aplikasi VAT Refund for
Tourists paling lama 30 hari kalender sejak tanggal diterbitkannya surat pemberitahuan PIN oleh KPP
tempat PPN terutang. (Pasal 4 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
dgn cara memasukkan NPWP, PIN dan alamat e-mail PKP Toko Retail sebagaimana pd saat
melakukan pendaftaran.
Kantor Pusat DJP melalui sistem VAT Refund mengirim User ID dan Password PKP Toko Retail ke
alamat e-mail PKP Toko Retail stl PKP melakukan aktivasi.
PKP Toko Retail melakukan pendaftaran Toko Retail dgn memasukkan User ID Login Toko, Nama
Toko dan Nomor Telepon.
Kantor Pusat DJP melalui sistem VAT Refund mengirim User ID & Password utk Toko Retail ke
alamat e-mail PKP
PKP Toko Retail hanya dpt mengubah password, sementara PIN & User ID tdk bisa.
Dlm hal PKP Toko Retail lupa password, PKP Toko Retail dpt melakukan reset password dgn klik lupa
password pd halaman login aplikasi. Dlm hal Toko Retail lupa password, Toko Retail meminta PKP
Toko Retail utk melakukan reset password Toko Retail melalui menu reset password Toko.
Dlm hal PKP Toko Retail tlh mendapatkan PIN tetapi tdk melakukan aktivasi sampai batas waktu yg
ditentukan atau PIN hilang sbl PKP Toko Retail melakukan aktivasi, maka PKP Toko Retail dpt
mengajukan kembali permohonan PIN (Pasal 4 ayat (2) PER-28/PJ/2013)
D123
b.
Melebihi 5 juta, namun turis yg mengajukan klaim tdk dpt menyediakan informasi utk
pengembalian transfer atau memang ybs tdk menghendaki pengembalian scr transfer, maka nilai
yg dikembalikan hanya seb Rp 5 juta sedangkan selisihnya tdk dikembalikan.
2. Scr transfer, apabila nilai yg diajukan pengembalian > Rp 5 juta
Informasi yg hrs tercantum pd Nota Persetujuan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN adalah
nama, nomor rekening, nama bank tujuan transfer, dan mata uang yg diinginkan.
Transfer dilakukan paling lama 1 bulan sejak klaim disampaikan.
Format Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, format SKPKPP, format SPMKP
sejak 60 hari stl tanggal 24 Jan 2011 menggunakan format yg diatur di PMK-18/PMK.03/2011.
D124
: ........................................................................ (3)
NPWP
TAXPAYER IDENTITY NUMBER
: ........................................................................ (4)
ALAMAT
ADDRESS
: ......................................................................... (5)
NAMA
TOURIST NAME
: ......................................................................... (6)
NOMOR PASPOR
Passport No.
: ......................................................................... (7)
ALAMAT
ADDRESS
: ......................................................................... (8)
........ (9)
........ (10)
Telah dilayani oleh :
/ You have been attended by
............................. (11)
Pernyataan Toko Retail/ Toko Retail's Declaration
Saya menyatakan bahwa turis telah melakukan pembelian barang dan berhak untuk meminta pengembalian
restitusi Pajak Pertambahan Nilai (/declared that tourist has purchased the goods and is entitled to claim for
a refund)
Pernyataan Turis/ Tourist's Declaration
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya memenuhi kriteria dan persyaratan untuk mengajukan permohonan
pengembalian PPN sesuai dengan skema restitusi PPN turis asing. Saya menyatakan bahwa saya
memahami kriteria dan persyaratan yang telah diberitahukan kepada saya. Saya akan mengizinkan DJP
untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan barang bawaan saya.
( I hereby declare that I meet the eligibility criteria and will comply with the conditions and requirements for
claiming VAT refund under the tourist refund scheme. I confirm that I fully understand the eligibility criteria,
conditions and requirements which have been made known to me. I will allow DGT to inspect my good)
Mengajukan pengembalian
/apply for refund
..................... (12)
tanda tangan turis
/tourist signature
D125
Uraian Isian
Diisi dgn Kode & Nomor Seri FP dgn menggunakan Kode Transaksi 06 dan Nomor Urut mulai
dari 00000001
Diisi tanggal transaksi yg tertera pd cash register/struk pembayaran/invoice
Diisi nama PKP
Diisi NPWP
Diisi Alamat Toko Retail
Diisi Nama Turis
Diisi Nama Paspor Turis
Diisi Alamat Turis
Diisi Total Pembayaran diinput dari grand total pd cash register/struk pembayaran/invoice yg
terlampir
Diisi Jml PPN (10/110 x total pembayaran)
Diisi Nama Kasir
Diisi tanda centang (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
Diisi nama & tanda tangan turis (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
Diisi nama, tanda tangan dan stempel Penjual (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
D126
PEMUNGUT PPN
Dasar Hukum:
KMK-563/KMK.03/2003
PMK-73/PMK.03/2010
PMK-85/PMK.03/2012jo PMK 136/PMK.03/2012
Pemungut PPN:
1. Bendaharawan Pemerintah & KPKN (KMK-563/KMK.03/2003)
2. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan kontraktor atau pemegang
kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi (PMK-73/PMK.03/2010)
3. BUMN (PMK-85/PMK.03/2012jo PMK 136/PMK.03/2012)
PEMUNGUT BUMN
Kondisi PPN atau PPnBM Tdk Dipungut oleh BUMN: (Pasal 5 PMK 85/PMK.03/2012)
a. Pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp10 juta termasuk jml PPN atau PPN & PPnBM yg
terutang dan tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
b. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg mnr ketentuan perpu di bidang perpajakan
mendapat fasilitas PPN tdk dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN
c. Pembayaran atas penyerahan BBM dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero)
d. Pembayaran atas rekening telepon
e. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan
f. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang dan/atau jasa yg mnr ketentuan perpu di bidang
perpajakan tdk dikenai PPN atau PPN & PPnBM
PPN atau PPN & PPnBM yg terutang (huruf a-e di atas) dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan
sesuai dgn peraturan perpu di bidang perpajakan.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atau PPnBM oleh BUMN:
1. Tata Cara Pemungutan & Penyetoran:
a. Rekanan wajib membuat FP dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kpd BUMN.
b. FP sesuai dgn ketentuan di bidang perpajakan.
c. SSP diisi dgn membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, dan penandatanganan SSP tsb
dilakukan oleh BUMN sbg penyetor atas nama Rekanan.
d. Dlm hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan hrs
mencantumkan juga jml PPnBM yg terutang pd FP.
e. FP dibuat dlm rangkap 2 dgn peruntukan:
lembar ke-1: utk BUMN
lembar ke-2: utk Rekanan
f. SSP dibuat dlm rangkap 4 dgn peruntukan:
lembar ke-1: utk Rekanan;
lembar ke-2: utk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
lembar ke-3: utk Rekanan yg dilampirkan pd SPT Masa PPN; dan
lembar ke-4: utk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
g. BUMN yg melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM hrs membubuhkan cap "Disetor
Tanggal ....... " dan menandatanganinya pd FP.
h. FP dan SSP mrp bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN & PPnBM.
2. Tata Cara Pelaporan:
a. Pelaporan dilakukan setiap bulan dan disampaikan ke KPP tempat BUMN terdaftar paling lama
akhir bulan berikutnya stl berakhirnya Masa Pajak, dgn menggunakan formulir "SPT Masa PPN
bagi Pemungut PPN".
b. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib dilampiri dgn daftar nominatif FP dan SSP sesuai
format dlm Lampiran PMK 85/PMK.03/2012 jo PMK 136/PMK.03/2012
D131
D132
a.
3.
PKP rekanan Pemerintah membuat FP dan SSP pd saat menyampaikan tagihan kpd
Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik utk sebagian maupun slr pembayaran.
b. SSP pd huruf a diisi dgn membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yg
bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau
KPKN sbg penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
c. Dlm hal penyerahan BKP tsb terutang PPnBM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan jml
PPnBM yg terutang pd FP.
d. FP pd huruf a dibuat dlm rangkap 3:
lembar ke-1 utk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sbg Pemungut PPN
lembar ke-2 utk arsip PKP rekanan Pemerintah
lembar ke-3 utk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN
e. Dlm hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP pd huruf a dibuat dlm rangka 5. Stl
PPN dan atau PPnBM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tsb
diperuntukkan sbg berikut:
lembar ke-1 utk PKP Rekanan Pemerintah
lembar ke-2 utk KPP melalui KPKN
lembar ke-3 utk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pd SPT Masa PPN
lembar ke-4 utk Bank Persepsi atau Kantor Pos
lembar ke-5 utk pertinggal Bendaharawan Pemerintah
f. Dlm hal pemungutan oleh KPKN, SSP pd huruf a dibuat dlm rangkap 4 yg @ diperuntukkan sbg
berikut:
lembar ke-1 utk PKP Rekanan Pemerintah
lembar ke-2 utk KPP melalui KPKN
lembar ke-3 utk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pd SPT Masa PPN
lembar ke-4 utk pertinggal KPKN
g. Pd lembar FP pd huruf d oleh Bendaharawan Pemerintah yg melakukan pemungut wajib dibubuhi
cap "Disetor tanggal ..............." dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
h. Pd setiap lembar FP pd huruf d dan SSP pd huruf f oleh KPKN yg melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
i. SSP lembar ke-1 dan ke-2 pd huruf f dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN.
j. FP dan SSP mrp bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPnBM.
Tata Cara Pelaporan:
a. Bendaharawan Pemerintah
Bendaharawan Pemerintah yg melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM
diwajibkan melaporkan PPN dan PPnBM yg tlh dipungut dan disetor, setiap bulan ke KPP tempat
Bendaharawan Pemerintah terdaftar dgn menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa bagi
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai" yg dibuat dlm rangkap 3 paling lambat 20 hari stl
berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan, yg @ diperuntukkan sbg berikut:
lembar ke-1, dilampiri FP lembar ke-3 utk KPP
lembar ke-2, utk KPKN
lembar ke-3, utk arsip Bendaharawan Pemerintah
b. KPKN
KPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 FP yg tlh dibubuhi catatan nomor dan
tanggal advis kpd KPP dgn Surat Pengantar.
Dlm hal tdk ada FP yg disampaikan pd hari itu, Surat Pengantar tetap dibuat dgn catatan
"Faktur Pajak NIHIL".
D133
PEDOMAN PENGKREDITAN PM
Bila peredaran usaha PKP yg menggunakan pedoman pengkreditan PM tsb sdh > Rp 1,8 M maka
mulai masa berikutnya stl peredaran usahanya > Rp 1,8 M, PKP tsb sdh tdk boleh lagi
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM (Misalnya: bulan Okt, peredaran usaha
PKP A sdh mencapai Rp 1,8 M, maka mulai bulan Nov PKP A sdh tdk boleh lagi menggunakan
pedoman pengkreditan ini).
Apabila sdh tdk lagi menggunakan pedoman pengkreditan PM krn > Rp 1,8 M, bisa kembali
menggunakan pedoman pengkreditan bila memenuhi syarat kembali.
Kalau PKP yg sdh menggunakan pedoman ini ternyata memilih utk tdk lagi menggunakannya
(beralih ke mekanisme normal), penggunaan mekanisme normal hanya boleh dilakukan mulai
masa pajak pertama thn buku berikutnya tetapi tetap hrs memberitahu scr tertulis kpd kepala KPP
paling lambat pd batas waktu penyampaian SPT masa PPN masa pajak pertama thn buku
dimulainya menggunakan mekanisme normal tsb (Misalnya: Jika mulai thn buku 2010 PKP A mau
kembali menggunakan mekanisme normal, maka paling lambat tanggal 28 Feb 2010 PKP A hrs
sdh melakukan pemberitahuan ke Kepala KPP).
Penggunaan pedoman ini adalah pilihan.
D141
D142
PKP mengkreditkan PM atas perolehan BKP/JKP tsb pd bulan perolehan BKP/JKP di SPT
Masa PPN bulan perolehan BKP/ JKP.
b. Pd akhir thn buku, stl diketahui brp jml total penyerahan yg sebenarnya atas penyerahan yg
terutang PPN, tdk terutang PPN atau dibebaskan PPN, PKP melakukan Penghitungan Kembali
PM berdasarkan pedoman penghitungan pengkreditan PM: (Pasal 4 PMK-78/PMK.03/2010)
1. Utk BKP/JKP yg masa manfaat > 1 thn:
P = (PM / T ) x Z
2. Utk BKP/JKP yg masa manfaat < 1 thn:
P = PM x Z
P
= Jml PM yg dpt dikreditkan dlm 1 thn buku
PM
= Jml PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
T
= Masa manfaat BKP/JKP dgn ketentuan:
utk BKP berupa tanah & bangunan adalah 10 thn
utk BKP selain tanah & bangunan dan JKP adalah 4 thn
Z
= Persentase yg sebanding dgn jml Penyerahan yg Terutang Pajak thd slr
penyerahan dlm 1 thn buku
c. PKP menghitung PM atas perolehan BKP/JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku sesuai masa
manfaat BKP/JKP (PM yg tlh dikreditkan pd bulan perolehan BKP/JKP tadi dibagi dgn masa
manfaat BKP/JKP)
d. PM yg dpt dikreditkan dari hasil penghitungan kembali berdasarkan pedoman penghitungan
pengkreditan PM, diperhitungkan dgn PM yg dpt dikreditkan pd suatu Masa Pajak, paling lama pd
bulan ketiga stl berakhirnya thn buku.
PKP menyimpulkan besar PM yg hrs diperhitungkan kembali (bisa mengurangi atau
menambah PM utk Masa Pajak Jan; Feb; atau Mar Thn Pajak berikutnya stl berakhirnya thn buku
yg bersangkutan).
1. Mengurangi PM jika: PM atas perolehan BKP dan/atau JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn
buku sesuai masa manfaat BKP/JKP > jml PM hasil penghitungan kembali
2. Menambah PM jika: PM atas perolehan BKP/JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku sesuai
masa manfaat BKP/JKP < jml PM hasil penghitungan kembali
e. Penghitungan kembali PM yg dpt dikreditkan tdk perlu dilakukan dlm hal masa manfaat
BKP/JKP tlh berakhir
Penghitungan kembali PM sesuai dgn jml total penyerahan yg sebenarnya atas penyerahan yg
terutang PPN, tdk terutang PPN atau dibebaskan PPN pd setiap thn buku, dilakukan setiap thn
s.d. masa manfaat BKP/JKP berakhir.
Materi Lamp PMK-135/PMK.011/2014:
I.
Pengertian Umum
PKP yg melakukan Penyerahan yg Terutang Pajak & Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak antara
lain:
1. PKP yg melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya
PKP yg menghasilkan jagung, dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung
mrp BKP), yg sebagian jagung yg dihasilkannya dijual kpd pihak lain dan sebagian lainnya
diolah menjadi minyak jagung.
2. PKP yg melakukan usaha jasa yg atas penyerahannya terutang dan tdk terutang PPN,
misalnya PKP yg bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang
perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan utk tempat usaha.
3. PKP yg melakukan penyerahan barang dan jasa yg atas penyerahannya terutang dan yg tdk
terutang PPN, misalnya PKP yg kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan BKP
berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yg mrp jasa yg tdk
dikenakan PPN.
4. PKP yg menghasilkan BKP yg terutang PPN dan yg dibebaskan dari pengenaan PPN,
misalnya pengusaha pembangunan perumahan yg melakukan penyerahan berupa rumah
mewah yg terutang PPN dan rumah sangat sederhana yg dibebaskan dari pengenaan PPN.
Perlakuan pengkreditan PM utk PKP yg melakukan Penyerahan yg Terutang Pajak dan
Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak seperti contoh di atas:
D143
1.
2.
3.
II.
PM atas perolehan BKP/JKP yg nyata-nyata hanya digunakan utk kegiatan yg terkait dengan
penyerahan yg terutang PPN, dpt dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya:
a. PM utk perolehan mesin-mesin yg digunakan utk memproduksi minyak jagung;
b. PM utk perolehan alat-alat perkantoran yg hanya digunakan utk kegiatan penyerahan
jasa persewaan kantor;
PM atas perolehan BKP/JKP yg nyata-nyata hanya digunakan utk kegiatan yg terkait dgn
penyerahan yg tdk terutang PPN atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan
PPN, tdk dpt dikreditkan seluruhnya, misalnya:
a. PM utk pembelian truk yg digunakan utk jasa angkutan umum, krn jasa angkutan umum
bukan mrp JKP yg atas penyerahannya tdk terutang PPN;
b. PM utk pembelian bahan baku yg digunakan utk membangun rumah sangat sederhana,
krn atas penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan PPN.
Sedangkan PM atas perolehan BKP/JKP yg blm dpt dipastikan penggunaannya utk
Penyerahan yg Terutang Pajak dan Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak, pengkreditannya
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM sebagaimana diatur dlm PMK-135,
misalnya:
a. PM utk perolehan truk yg digunakan baik utk perkebunan jagung maupun utk pabrik
minyak jagung, yg sebagian jagung tsb dijual kpd pihak lain dan tdk diolah sendiri oleh
pemilik kebun jagung menjadi minyak jagung;
b. PM utk perolehan komputer yg digunakan baik utk kegiatan penyerahan jasa perhotelan
maupun utk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.
Contoh Penghitungan
1. Contoh 1:
PKP B adalah perusahaan yg bergerak di bidang industri pembuatan sepatu.
Pd bulan Jan 2014, PKP B tsb membeli generator listrik yg dimaksudkan utk digunakan
seluruhnya utk kegiatan pabrik dgn nilai perolehan seb Rp 100 juta dgn PPN seb
Rp 10 juta.
PM atas perolehan generator listrik seb Rp 10 juta scr keseluruhan dikreditkan pd Masa
Pajak Jan 2014.
Masa manfaat generator listrik tsb sebenarnya adalah 5 thn, tetapi utk penghitungan
kembali PM ini, masa manfaat generator listrik tsb ditetapkan 4 thn, shg alokasi
pengkreditan PM utk setiap tahunnya adalah seb: Rp 20 juta / 4 = Rp 2,5 juta.
Selama tahun 2014 ternyata generator listrik tsb digunakan:
utk bulan Jan s.d. Juni 2014:
10% utk perumahan karyawan dan direksi;
90% utk kegiatan pabrik, dan
utk bulan Juli s.d. Des 2014:
20% utk perumahan karyawan dan direksi;
80% utk kegiatan pabrik.
Berdasarkan data tsb di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk kegiatan
pabrik adalah: (90% + 80%) / 2 = 85%.
Penghitungan kembali PM yg dpt dikreditkan utk thn buku 2014 dpt dilakukan paling
lambat pd Masa Pajak Maret 2015. PKP B melakukan penghitungan kembali PM pd
Masa Pajak Feb 2015. PM yg dpt dikreditkan utk thn buku 2014 seharusnya seb: 85%
x (Rp 10 juta / 4) = Rp 2,125 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Feb 2015 adalah
seb: Rp 2,5 juta Rp 2,125 juta = Rp 375 ribu.
Penghitungan kembali PM seperti perhitungan di atas dilakukan sampai dengan masa
manfaat generator listrik berakhir.
2. Contoh 2:
PKP D adalah perusahaan yg menghasilkan jagung, dan memproses jagung tsb menjadi
minyak jagung yg mrp BKP, dgn titip olah menggunakan fasilitas pengolahan PK E.
Selanjutnya, PKP D hanya menjual minyak jagung.
Pd bulan Maret 2014, PKP D membayar jasa titip olah kpd PKP E seb Rp 25 juta dgn
PPN seb Rp 2,5 juta.
Besarnya PM yg dpt dikreditkan oleh PKP D pd masa Maret 2014 adalah seb Rp 2,5 juta.
D144
3.
4.
5.
6.
Contoh 3:
PKP N adalah perusahaan integrated (terpadu) yg bergerak di bidang perkebunan jagung
dan pabrik minyak jagung. Sebagian jagung yg dihasilkannya diolah lbh lanjut menjadi
minyak jagung dan sebagian lainnya dijual kpd pihak lain.
Pd bulan April 2014, PKP N membeli truk yg digunakan baik utk perkebunan jagung
maupun utk pabrik minyak jagung dgn harga perolehan seb Rp 200 juta dan PPN seb
Rp 20 juta.
Berdasarkan data-data yg dimiliki, diperkirakan persentase rata-rata jml penyerahan
minyak jagung thd penyerahan seluruhnya adalah seb 70%, sedangkan 30% mrp
penyerahan jagung kpd pihak lain.
Berdasarkan data tsb maka PM yg dpt dikreditkan dlm SPT Masa PPN Masa Pajak April
2014 seb: Rp 20 juta x 70% = Rp 14 juta.
Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah
Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung kpd pihak lain seb Rp 40 M dan penjualan
minyak jagung seb Rp 60 M.
Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 thn, tetapi utk tujuan penghitungan PM
berdasarkan PMK-135 ditetapkan 4 thn.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2014
yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 60 M / Rp 100M) x (Rp 20 juta / 4) =
Rp 3 juta
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah:
Rp 14 juta / 4 = Rp 3,5 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2015
adalah sebr: Rp 3,5 juta Rp 3 juta = Rp 500 ribu.
Penghitungan kembali PM seperti perhitungan di atas dilakukan setiap thn s.d. masa
manfaat truk berakhir.
Contoh 4:
Kelanjutan dari contoh 3, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2015
adalah Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 10 M dan penjualan minyak
jagung seb Rp 90 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2015
yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2016 adalah: (Rp 90 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 4,5 juta
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah:
Rp 14 juta / 4 = Rp 3,5 juta
Jadi PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn menambah PM utk Masa Pajak Maret 2016
adalah seb: Rp 4,5 juta Rp 3,5 juta = Rp 1 juta
Contoh 5:
Kelanjutan dari contoh 4, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2016
adalah Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 30 M dan penjualan minyak
jagung seb Rp 70 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2016
yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2017 adalah: (Rp 70 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 3,5 juta.
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah:
Rp 14 juta / 4 = Rp 3,5 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali adalah seb: Rp 3,5 juta Rp 3,5 juta = Rp 0.
Contoh 6:
Kelanjutan dari contoh 5, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2017
adalah Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 50 M dan penjualan minyak
jagung seb Rp 50 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2017
yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2018 adalah: (Rp 50 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 2,5 juta.
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah:
Rp 14 juta / 4 = Rp 3,5 juta.
D145
7.
8.
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2018
adalah seb: Rp 3,5 juta Rp 2,5 juta = Rp 1 juta.
Penghitungan PM sebagaimana perhitungan di atas tdk perlu lagi dilakukan pd thn 2019.
Contoh 7:
PKP N tsb pd contoh 3, pd bulan Mei 2014 membeli bahan bakar solar utk truk yg
digunakan baik utk sektor perkebunan dan distribusi jagung kpd pihak lain maupun utk
sektor pabrikasi dan distribusi minyak jagung seb Rp 50 juta dan PPN seb Rp 5 juta.
PKP dimaksud mengkreditkan PM tsb berdasarkan perkiraan persentase perbandingan
jml penyerahan yg terutang Pajak thd penyerahan seluruhnya seb 70%, shg PM yg
dikreditkan dlm SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2014 adalah seb: Rp 5 juta x 70% =
Rp 3,5 juta.
Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah
Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 40 M dan penjualan minyak jagung
seb Rp 60 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg dpt dikreditkan
selama thn buku 2014 yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 60 M /
Rp 100 M) x Rp 5 juta = Rp 3 juta.
PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg tlh dikreditkan pd Masa Pajak Mei thn
2014 adalah Rp 3,5 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2015
adalah seb: Rp 3,5 juta Rp 3 juta = Rp 500 ribu.
Contoh 8:
Sama dgn contoh 7, namun diketahui total peredaran usaha selama thn buku 2014
adalah Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 10 M dan penjualan minyak
jagung seb Rp 90 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg dpt dikreditkan
selama thn buku 2014 yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 90 M /
Rp 100 M) x Rp 5 juta = Rp 4,5 juta.
PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg tlh dikreditkan pd Masa Pajak Mei thn
2014 adalah Rp 3,5 juta.
Jadi, PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn menambah PM Masa Pajak Maret 2015
adalah seb: Rp 4,5 juta Rp 3,5 juta = Rp 1 juta.
D146
D147
RESTITUSI PPN
A.
RESTITUSI PPN
Dasar Hukum:
UU PPN
B.
D151
Barang Modal: Harta berwujud yg memiliki masa manfaat > 1 thn, yg mnr tujuan semula tdk
utk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dgn perolehan barang modal yg
dikapitalisasi ke dlm harga perolehan barang modal tsb.
D152
PKP tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP yg berasal dari hasil
produksinya sendiri sampai batas waktu 2 thn sebagaimana dimaksud pd Pasal 7 ayat (4)
PMK-31/PMK.03/2014 berakhir.
PM yg wajib dibayar kembali ini adalah seb PM yg tlh dikreditkan dan tlh diberikan
pengembalian. (Pasal 7 ayat (7) PMK-31/PMK.03/2014)
PM yg wajib dibayar kembali ini disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya stl keadaan
gagal berproduksi. (Pasal 7 ayat (8) PMK-31/PMK.03/2014)
Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan thd PKP yg tdk melakukan penyerahan
dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal
12 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)
Dirjen Pajak mencabut pengukuhan PKP yg tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP
dan/atau JKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5 huruf b, Pasal 7 ayat (5), atau Pasal 7 ayat
(6) PMK-31/PMK.03/2014. (Pasal 12 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
PM yg wajib dibayar kembali oleh PKP yg mengalami keadaan gagal berproduksi seb PM yg tlh
dikreditkan dan tlh diberikan pengembalian. (Pasal 6 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)
PM yg wajib dibayar kembali, disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya stl keadaan gagal
berproduksi. (Pasal 6 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
Pembayaran kembali PM dilakukan oleh PKP yg gagal berproduksi dgn menggunakan SSP
dgn mencantumkan keterangan Pembayaran kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau
perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian
(Pasal 8 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)
Pelaporan dilakukan di SPT masa PPN pd Masa Pajak dilakukan pembayaran. (Pasal 8 ayat
(2) PMK-31/PMK.03/2014)
Gagal Berproduksi Akibat Bencana Alam:
Dlm hal gagal berproduksi disebabkan oleh bencana alam atau sebab lain di luar kekuasaan
PKP (keadaan kahar/force majeur), PKP tdk wajib membayar kembali PM atas impor dan/atau
perolehan Barang Modal yg tlh dikreditkan & tlh diberikan pengembalian. (Pasal 9 ayat (1)
PMK-31/PMK.03/2014)
Bencana alam atau sebab lain di luar kekuasaan PKP terdiri dari peperangan, kerusuhan,
revolusi, pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya, yg hrs dinyatakan oleh pejabat/instansi
yg berwenang. (Pasal 9 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
PKP yg Melakukan Pembayaran Kembali PM-nya: (Pasal 10 PMK-31/PMK.03/2014)
Thd PKP yg melakukan pembayaran kembali PM-nya diterbitkan STP atas sanksi administrasi
berupa bunga sesuai Pasal 14 ayat (5) UU KUP.
PKP yg Tdk Melakukan Pembayaran Kembali PM-nya: (Pasal 11 PMK-31/PMK.03/2014)
Dlm hal PKP tdk melakukan kewajiban pembayaran kembali, thd PKP diterbitkan STP yg terdiri
dari PM yg hrs dibayarnya kembali dan ditambah sanksi administrasi Pasal 14 ayat (5) UU
KUP
D153
PENGAWASAN PKP
Dasar Hukum:
UU PPN
PER-40/PJ/2013 (berlaku mulai 1 Jan 2014)
Definisi: (Pasal 1 PER-40/PJ/2013):
Pengawasan PKP: Kegiatan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sbg PKP dan pemenuhan
persyaratan subjektif & objektif PKP
Kewajiban sbg PKP: Kewajiban utk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPPN &
PPnBM yg terutang
Persyaratan subjektif PKP: Persyaratan yg dipenuhi apabila PKP mrp Pengusaha, yaitu OP atau
badan dlm bentuk apapun yg dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan brg, mengimpor
brg, mengekspor brg, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan brg tdk berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean
Persyaratan objektif PKP: Persyaratan yg dipenuhi apabila Pengusaha melakukan penyerahan
BKP dan/atau JKP di dlm Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP Berwujud, JKP, dan/atau
BKP Tdk Berwujud
Sistem pengawasan PKP: Serangkaian kegiatan pengawasan PKP yg dilakukan scr sistematis &
berkesinambungan selama PKP terdaftar dlm administrasi perpajakan
Subyek Pengawasan: (Pasal 2 PER-40/PJ/2013):
Dilakukan thd slr PKP terdaftar, meliputi:
PKP yg sdh terdaftar dlm administrasi perpajakan sbl berlakunya PER-40/PJ/2013
PKP yg baru terdaftar dlm administrasi perpajakan stl berlakunya PER-40/PJ/2013
Parameter Pengawasan: (Pasal 3 PER-40/PJ/2013):
1. SPT Masa PPN (Pasal 3 ayat (2))
a. SPT Masa PPN Nihil (SPT Nihil)
b. SPT Masa PPN yg PM dan PK-nya Nihil (SPT PKPM Nihil)
c. SPT Masa PPN KB (SPT KB)
d. SPT Masa PPN LB Restitusi (SPT LBR)
e. SPT Masa PPN LB Kompensasi (SPT LBK)
f. SPT Masa PPN tdk disampaikan
dan/atau
2. Data & informasi perpajakan (Pasal 3 ayat (3))
data & informasi internal
data & informasi eksternal
Saat Dimulai Pengawasan: (Pasal 4 & 5 PER-40/PJ/2013):
Pengawasan PKP dilakukan scr sistematis dan & berkesinambungan dlm jangka waktu setiap 6 Masa
Pajak
9 Dlm hal PKP dlm jangka waktu 3 Masa Pajak berturut-turut tdk menyampaikan SPT Masa PPN
dan/atau menyampaikan SPT PKPM Nihil pengawasan PKP dilakukan segera pd Masa Pajak
stl kondisi tsb terpenuhi
9 Dlm hal PKP dlm jangka waktu 6 Masa Pajak terdapat 3 Masa Pajak tdk menyampaikan SPT
Masa PPN dan/atau menyampaikan SPT PKPM Nihil pengawasan PKP dilakukan segera pd
Masa Pajak stl kondisi tsb terpenuhi
9 Dlm hal PKP menyampaikan SPT LBR pengawasan PKP dilakukan pd Masa Pajak
disampaikannya SPT LBR tsb
Pengawasan PKP dimulai pd saat Daftar Nominatif Pengawasan (DNP) PKP timbul pd SI DJP
DNP PKP timbul scr otomatis berdasarkan parameter dlm Pasal 3 ayat (2) atau ditimbulkan scr
manual berdasarkan parameter dlm Pasal 3 ayat (3)
DNP PKP bertujuan utk memberikan peringatan dini (early warning) atas kepatuhan PKP
D161
D162
PPnBM
Dasar Hukum:
Pasal 5, Pasal 8, Pasal 10 UU PPN
PP 41 Thn 2013 (berlaku sejak 23 Mei 2013) jo PP 22 Thn 2014 (mulai berlaku stl 30 hari terhitung
sejak tanggal 19 Mar 2014) ttg BKP yg tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yg dikenai
PPnBM mencabut Pasal 2 & 3 PP 145 Thn 2000 stdtd PP 12 Thn 2006
PMK-64/PMK.011/2014 ttg Jenis Kendaraan Bermotor yg Dikenai PPnBM dan Tata cara pemberian
pembebsan dari pengenaan PPnBM mencabut KMK-355/KMK.03/2003
PMK-121/PMK.01//2013 jo PMK-130/PMK.011/2013 (berlaku sejak 18 Sept 2013) ttg Jenis BKP
tergolong mewah selain kendaraan bermotor yg dikenai PPnBM mencabut PMK-620/PMK.03/2004
stdtd PMK-103/PMK.03/2009
PMK-62/PMK.11/2010 (berlaku sejak 1 April 2010) ttg Tarif cukai etil alkohol, minuman yg mengandung
etil alkohol, dan konsentrat yg mengandung etil alkohol
KEP-229/PJ/2003 ttg Tatacara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian
PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor (SKB PPnBM)
KEP-199/PJ./2000 ttg Pelaporan pemungutan PPN & PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor
SE terkait:
SE-31/PJ/2013 ttg Pelaporan pemungutan PPN & PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor
SE-57/PJ/2013 ttg Penyampaian PMK-130/PMK.011/2013
D171
Pengenaan PPnBM atas impor BKP juga tdk memperhatikan apakah impor tsb dilakukan scr terusmenerus atau hanya sekali saja.
Pengenaan PPnBM thd suatu penyerahan BKP yg tergolong mewah tdk memperhatikan apakah
suatu bagian dari BKP tsb tlh dikenai atau tdk dikenai PPnBM pd transaksi sebelumnya.
D172
3. Kendaraan bermotor angkutan orang utk 10 orang atau lbh termasuk pengemudi, dgn motor bakar
nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dgn semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 2 ayat (2) huruf a PP 41 yg digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI; dan
4. Kendaraan bermotor yg digunakan utk keperluan patroli TNI atau POLRI.
Utk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan
bermotor, OP atau badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan kendaraan bermotor tsb
wajib memiliki SKB PPnBM yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 9 PMK-64/PMK.011/2014)
OP atau badan yg melakukan impor dan tlh memperoleh SKB PPnBM hrs: (Pasal 10 PMK64/PMK.011/2014)
Mencantumkan nomor dan tanggal SKB PPnBM pd Pemberitahuan Pabean Impor yg akan
disampaikan ke Kantor Pabean; dan
Menyerahkan SKB PPnBM beserta Pemberitahuan Pabean Impor kpd pejabat bea dan cukai di
kantor pabean pd saat mengimpor kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM.
OP atau badan yg menerima penyerahan kendaraan bermotor dan telah memperoleh SKB PPnBM
hrs menyerahkan SKB PPnBM pd saat menerima penyerahan kendaraan bermotor yg dibebaskan
dari pengenaan PPnBM kpd PKP yg menyerahkan kendaraan bermotor. PKP yg menyerahkan
kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM, wajib menerbitkan FP dan
membubuhkan Cap "PPnBM DIBEBASKAN SESUAI DENGAN PP NOMOR 22 TAHUN 2014" serta
mencantumkan nomor dan tanggal SKB PPnBM pd setiap lembar FP dimaksud. (Pasal 11 PMK64/PMK.011/2014)
Dlm hal kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM ternyata dipindahtangankan atau
diubah peruntukannya shg tdk sesuai dgn tujuan semula sbl lewat jangka waktu 4 thn sejak saat
impor (pd saat tanggal Pemberitahuan Pabean Impor) atau perolehannya, PPnBM yg dibebaskan tsb
wajib dibayar kembali dlm jangka waktu 1 bulan sejak BKP tsb dipindahtangankan atau diubah
peruntukannya. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan tsb PPnBM yg dibebaskan tdk dibayar, Dirjen Pajak
menerbitkan SKPKB ditambah sanksi sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal 12
PMK-64/PMK.011/2014)
Ketentuan bagi Setiap PKP dlm Rantai Distribusi Kendaraan Bermotor: (KEP-199/PJ./2000)
Setiap PKP dlm rantai distribusi kendaraan bermotor, yaitu Importir, ATPM, Industri Perakitan,
Distributor, Dealer, Sub-Dealer dan Showroom, wajib membuat perincian data atas penyerahan
kendaraan bermotor dgn menggunakan Daftar Rincian Kendaraan Bermotor terlampir dlm KEP-199,
dan melampirkan daftar tsb pd SPT Masa utk Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak diterbitkannya FP
yg menjadi dasar pengisian SPT Masa PPN tsb.
Dlm hal SPT Masa tdk dilampiri Daftar Rincian Kendaraan Bermotor, SPT Masa PPN tsb
dikategorikan sbg SPT tdk lengkap dan dikenakan sanksi administrasi sesuai dgn ketentuan perpu
perpajakan yg berlaku.
D173
Pembebasan PPN atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yg Bersifat Strategis
Dasar Hukum:
Pasal 16B UU PPN
PP 12 Thn 2001 stdtd PP 31 Thn 2007 ttg Impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yg
bersifat strategis yg dibebaskan dari pengenaan PPN
PMK-155/KMK.03/2001 stdtd PMK-31/PMK.03/2008 ttg Pelaksanaan PPN yg dibebaskan
atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis
KEP-234/PJ/2003 (berlaku sejak 13 Agust 2003) ttg Tata cara pemberian & penatausahaan
PPN yg dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis
SE terkait:
SE-95/PJ/2010 ttg Penegasan perlakuan PPN atas BKP dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP
Tertentu yg bersifat strategis yg diekspor dan barang hasil pertanian yg bersifat strategis yg
dibebaskan dari pengenaan PPN
SE-24/PJ/2014 ttg Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI No. 70P/HUM/2013 mengenai
PPN atas Barang Hasil Pertanian yg Dihasilkan dari kegiatan Usaha di Bidang Pertanian,
Perkebunan, dan Kehutanan sebagaimana diatur dlm PP 31 Thn 2007
Jenis BKP yg Dibebaskan: (PMK-31/PMK.03/2008)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
D181
Perlu
SKB
Ket
Ya
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Pengajuan SKB:
PPN yg terutang atas impor/penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis atas barang modal
berupa mesin & peralatan pabrik yg digunakan scr lsg dlm proses menghasilkan BKP dpt
dibebaskan stl memperoleh SKB PPN utk setiap kali melakukan impor/penyerahan.
PKP yg mengimpor/menerima penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis wajib
mengajukan permohonan SKB PPN kpd Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP dimana PKP terdaftar
(menggunakan Form Lamp II KEP-234/PJ/2003).
Permohonan hrs sdh diajukan sbl impor/penyerahan BKP dilakukan.
Lampiran Minimal Permohonan SKB PPN
(sesuai Lamp I KEP-234/PJ/2003)
Impor
Penyerahan
Barang Modal
PKP yg
FC Kartu NPWP & Surat Pengukuhan PKP
mengimpor/melakukan
Surat Kuasa Khusus bila dlm permohonan atau
penyerahan BKP tertentu
pengurusan SKB PPN diwakilkan kpd orang lain
yg bersifat strategis
Dokumen impor berupa :
Dokumen kontrak
(barang modal yg
pembelian atau
Invoice
diperlukan scr lsg dlm
surat perjanjian
Bill of Lading (B/L)
proses menghasilkan BKP,
jual beli atau
atau Airway Bill (AWB)
oleh PKP yg menghasilkan
dokumen yg dpt
Dokumen Kontrak
BKP tsb) kpd Dirjen Pajak
dipersamakan
pembelian yg
c.q. Kepala KPP dimana
bersangkutan atau
PKP terdaftar
dokumen yg dpt
dipersamakan
Dokumen pembayaran
berupa Letter of Credit
(L/C) atau bukti
transfer atau bukti
lainnya yg berkaitan
dgn pembayaran tsb
Penjelasan tertulis scr rinci
Penjelasan tertulis
mengenai kegunaan dari
scr rinci mengenai
BKP yg diimpor dlm
kegunaan dari
rangkaian proses produksi
BKP yg
menghasilkan BKP
diserahkan dlm
rangkaian proses
produksi
menghasilkan BKP
Jangka waktu penyelesaian SKB 5 hari kerja stl permohonan lengkap (Pasal 13
PMK155/KMK.03/2001 stdtd PMK-31/PMK.03/2008)
Jenis BKP
Strategis
Pihak Yg Mengajukan
SKB
Ketentuan Umum:
Orang/Badan yg melakukan penyerahan BKP Tertentu yg bersifat strategis yg
dibebaskan dari PPN wajib melaporkan usahanya kpd DJP utk dikukuhkan sbg PKP
sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku.
Menyimpang dari ketentuan di atas, thd orang/badan yg semata-mata melakukan
penyerahan BKP Tertentu yg bersifat Strategis berupa air bersih (yg dialirkan melalui pipa
D182
oleh Perusahaan Air Minum) dan listrik (kecuali utk perumahan dgn daya > 6.600 watt), tdk
diwajibkan melaporkan usahanya utk dikukuhkan sbg PKP. (Pasal 6 ayat 2 PMK-31)
PKP yg menyerahkan BKP tertentu yg bersifat strategis wajib menerbitkan FP dan
membubuhkan cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31
TAHUN 2007". (Pasal 6 ayat (3) PMK-31/PMK.03/2008)
Atas Impor BKP Tertentu yg bersifat strategis yg dibebaskan dari pengenaan PPN tdk
diperlukan SSP.
PIB atas impor BKP dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NO 12 TAHUN
2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR
31 TAHUN 2007 oleh DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI. (Pasal 5 ayat (6) PMK31/PMK.03/2008)
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BKP yg
bersifat
strategis
Barang modal
Makanan
ternak
Barang hasil
pertanian
PP
12
Thn
2001
PP
46
Thn
2003
PP
31
Thn
2007
PP 43
Thn
2002
D183
PP 7
Thn
2007
Putusan No.
70P/HUM/2013,
SE-24/PJ/2014
Barang yg dihasilkan
dari kegiatan usaha di
bidang pertanian,
perkebunan, dan
kehutanan sdh tdk
masuk menjadi BKP yg
bersifat strategis yg
dibebaskan PPN *
*)
BKP/
Non BKP
Dasar
Non BKP
Non BKP
BKP
Pembebasan PPN atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu/Penyerahan JKP Tertentu
Dasar Hukum:
Pasal 16B UU PPN
PP 146 Thn 2000 jo PP 38 Thn 2003 ttg Impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu dan/atau
penyerahan JKP tertentu yg dibebaskan dari pengenaan PPN
KMK-370/KMK.03/2003 (berlaku sejak 14 Juli 2003) ttg pelaksanaan PPN yg dibebaskan
atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu
KEP-233/PJ/2003 (berlaku sejak 14 Juli 2003) ttg Tata cara pemberian dan penatausahaan
pembebasan PPN atas impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu dan/atau penyerahan JKP
tertentu
D184
D185
b.
D186
D187
Mekanisme Penerbitan FP: (Pasal 15 ayat (2) & 14 ayat (4) KMK-370/KMK.03/2003)
Menggunakan kode faktur 08 dgn stempel "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 146
TAHUN 2000 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PP NOMOR 38 TAHUN 2003".
Demikian pula apabila impor, pihak DJBC membubuhkan stempel yg sama serta mencantumkan
nomor dan tanggal SKB pd setiap lembar PIB.
Jenis BKP Tertentu: (Pasal 1 PP 38 Thn 2003 & Pasal 1 KMK-370/KMK.03/2003)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis BKP
Tertentu
Subyek Pajak
Senjata, Amunisi,
alat angkutan di air1,
alat angkutan di
bawah air1, alat
angkutan di udara2,
alat angkutan di
darat3, kendaraan
lapis baja,
kendaraan patroli
dan kendaraan
angkutan khusus
lainnya serta suku
cadangnya
Komponen atau
bahan yg blm dibuat
di DN yg digunakan
dlm pembuatan senjata & amunisi utk
keperluan Dep
Han/TNI/POLRI
Vaksin polio dlm
rangka pelaksanaan
Program PIN
Buku Pelajaran
umum, kitab suci
dan buku pelajaran
agama
DepHan/TNI/POLRI
atau pihak lain yg
ditunjuk4 oleh
DepHan/POLRI/ TNI
Cara
Bertransaksi
Impor &
penyerahan DN
Perlu
SKB
Ya
PT PINDAD
(Persero)
Impor &
penyerahan DN
Ya
Semua importir/yg
menerima
penyerahan
Semua importir/yg
menerima
penyerahan
Impor &
penyerahan DN
Impor &
penyerahan DN
Ya
Perusahaan
Pelayaran Niaga
Nasional5/
Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional/
Perusahaan Penyelenggara Jasa
Kepela-buhan
Nasional/Perusahaan
Penyelenggara Jasa
Angkutan Sungai,
Danau dan Penyeberangan Nasional6
sesuai dgn kegiatan
usahanya
Impor &
penyerahan DN
D188
Ket
Tdk,
kecuali
utk buku
yg masih
memerlukan
pengesahan
Ya
Batasan Buku
Pelajaran
Umum: PMK122/PMK.011/2
013
Suku cadang
serta alat
keselamatan
pelayaran atau
keselamatan
manusia yg
dibebaskan
terbatas pd
Lamp I KMK370/KMK.03/20
03
6.
7.
8.
9.
10.
Perusahaan
Angkutan Udara
Niaga Nasional7 atau
pihak yg ditunjuk4
(khusus suku cadang
serta peralatan utk
perbaikan/pemeliharaan pesawat udara)
PT KAI (Persero)
Komponen atau
bahan yg digunakan utk pembuatan
KA suku cadang
peralatan utk perbaikan/pemeliharaan
serta prasarana yg
akan digunakan
oleh PT KAI
(Persero)
Peralatan berikut
suku cadangnya yg
digunakan oleh
DepHan/TNI utk
penyediaan data
batas & foto udara
wilayah Negara RI
yg dilakukan utk
mendukung
Pertahanan
Nasional
Rumah Sederhana,
Rumah Sangat
Sederhana, Rumah
Susun Sederhana,
Pondok Boro,
Asrama mahasiswa
dan Pelajar Serta
Perumahan Lainnya
yg batasannya
ditetapkan oleh
MenKeu stl mendengar pertimbangan
Menteri Pemukiman
& Prasarana
Wilayah
Pihak yg ditunjuk4
oleh PT KAI
(Persero)
Ya
Suku cadang
& peralatan utk
perbaikan/pemeliharaan
terbatas pd
Lamp II KMK370/KMK.03/20
03
Suku cadang
serta peralatan
utk perbaikan/
pemeliharaan
serta prasarana
terbatas pd
Lamp III KMK370/KMK.03/20
03
DepHan/TNI atau
pihak yg ditunjuk4
oleh DepHan/TNI
Orang/badan
penerima
penyerahan
Tdk
Batasan yg
atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan
PPN diatur di
PMK36/PMK.03/
2007 stdtd
PMK113/PMK.03/
2014
Ket:
1)
Alat angkutan di air dan alat angkutan di bawah air termasuk di dlm-nya adalah kapal perang.
(Pasal 1 angka 3 KMK-370/KMK.03/2003)
2)
Alat angkutan di udara termasuk di dlm-nya adalah pesawat tempu.r (Pasal 1 angka 4 KMK370/KMK.03/2003)
3)
Alat angkutan di darat termasuk di dlm-nya adalah kendaraan angkutan pasukan TNI/POLRI. (Pasal
1 angka 5 KMK-370/KMK.03/2003)
4)
Pihak lain yg ditunjuk atau pihak yg ditunjuk adalah badan hukum Indonesia atau badan usaha
Indonesia yg memenuhi syarat scr legal maupun formal utk melakukan pengadaan BKP Tertentu yg
D189
dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dlm KMK-370. (Pasal 1 angka 9 KMK370/KMK.03/2003)
5)
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Angkutan Laut Nasional adalah badan
hukum Indonesia atau badan usaha Indonesia yg menyelenggarakan usaha jasa angkutan laut dgn
menggunakan kapal berbendera Indonesia atau kapal asing atas dasar sewa utk jangka waktu atau
perjalanan tertentu ataupun berdasarkan perjanjian dan tlh memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan
Pelayaran (SIUPP) dari DepHub. (Pasal 1 angka 6 KMK-370/KMK.03/2003)
6)
Perusahaan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional adalah badan hukum
Indonesia atau badan usaha Indonesia yg menyelenggarakan usaha jasa pelayaran angkutan sungai,
danau dan penyeberangan dgn menggunakan kapal berbendera Indonesia dan tlh memiliki izin usaha
dari DepHub. (Pasal 1 angka 7 KMK-370/KMK.03/2003)
7)
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia yg menyelenggarakan
usaha angkutan udara utk umum dgn memungut pembayaran dan tlh memiliki izin usaha dari DepHub.
(Pasal 1 angka 8 KMK-370/KMK.03/2003)
Pengajuan SKB atas BKP Tertentu:
Permohonan utk memperoleh SKB PPN diajukan kpd Dirjen Pajak cq. Kepala KPP (menggunakan
Form Lamp II KEP-233/PJ/2003).
SKB PPN tsb diperlukan utk setiap kali melakukan atau stl penyerahan BKP Tertentu
SKB PPN tdk dpt diberikan apabila pemohonan SKB PPN diajukan stl impor atau stl
penyerahan BKP Tertentu
No.
1.
2.
Komponen atau
bahan yg blm dibuat
di DN yg digunakan
dlm pembuatan
senjata & amunisi utk
keperluan DepHan/
TNI/POLRI
3.
4.
5.
Pihak Yg
Mengajukan SKB
DepHan/TNI/POLRI
kpd kepala KPP
tempat Bendaharawan DepHan/
TNI/POLRI terdaftar
Khusus utk Impor,
Permohonan dpt
diajukan juga oleh
Pihak lain yg ditunjuk
oleh DepHan/TNI/
POLRI kpd kepala
KPP tempat pihak
lain tsb terdaftar
PT PINDAD
(Persero) kpd kepala
KPP tempat PT
PINDAD (Persero)
terdaftar
Orang/badan yg
mengimpor atau
menerima penyerahan kpd Kepala KPP
tempat orang/badan
tsb terdaftar
Perusahaan,
Pelayaran Niaga
Nasional/Perusahaan
Penangkapan Ikan
Nasional/ Perusa-
D1810
A
B
Surat pernyataan dari DepHan/TNI/
POLRI yg menyatakan bahwa BKP
tertentu yg diimpor/diperoleh adalah
komponen atau bahan yg akan digunakan
dlm pembuatan senjata & amunisi utk
keperluan DepHan/TNI/ POLRI
C
D
A
B
Surat rekomendasi dari DepKes
C
D
A
B
Surat pengesahan dari DepDikNas utk
buku-buku yg perlu disahkan sbg buku
pelajaran umum
C
D
A
B
F
Dokumen yg berkenaan dgn pengusahaan Pelayaran Niaga Nasional/pengu-
7.
haan Penyelenggara
Jasa Kepelabuhan
Nasional, atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan
Sungai, Danau dan
Penyeberangan
Nasional kpd Kepala
KPP tempat perusahaan tsb terdaftar
Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional (PAUNN)
yg mengimpor/
menerima penyerahan kpda Kepala
KPP tempat perusahaan tsb terdaftar
Dpt diajukan juga
oleh pihak yg ditunjuk oleh PAUNN atas
impor/perolehan BKP
Tertentu berupa suku
cadang & peralatan
utk perbaikan/ pemeliharaan pesawat
udara yg digunakan
dlm rangka pemberian jasa perawatan/
reparasi pesawat
udara kpd PAUNN
PT KAI (Persero) kpd
Kepala KPP tempat
PT KAI (Persero)
terdaftar
Pihak yg ditunjuk
oleh PT KAI (Persero) kpd Kepala
KPP tempat pihak yg
ditunjuk tsb terdaftar
D1811
D
E
Invoice
B/L atau AWB
Dokumen Kontrak Pembelian yg bersangkutan atau dokumen yg dpt dipersamakan
Penjelasan scr terinci mengenai kegunaan dari BKP tertentu yg diimpor
Dokumen pembayaran berupa L/C / bukti transfer / bukti lainnya yg berkaitan dgn
pembayaran tsb
FC kontrak pembelian atau surat perjanjian jual beli atau dokumen lain yg dpt dipersamakan
Dlm hal impor dilakukan oleh pihak yg ditunjuk oleh DepHan/TNI/ POLRI maka selain dilampiri
dgn dokumen di atas juga dilampiri dgn surat penunjukan dari DepHan/TNI/ POLRI atau
dokumen yg dipersamakan seperti Kontrak/SPK
Surat pernyataan bahwa BKP Tertentu yg diimpor/diperoleh tdk akan dipindahtangankan atau
diubah peruntukkannya dan apabila ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukkannya
maka bersedia membayar kembali PPN yg dibebaskan ditambah sanksi sesuai dgn ketentuan
yg berlaku
Jangka waktu penyelesaian SKB 5 hari kerja stl permohonan lengkap (Pasal 13 KMK370/KMK.03/2003)
JKP Tertentu: (Pasal 1 angka 2, pasal 12 KMK-370/KMK.03/2003)
Atas penyerahan JKP Tertentu, dibebaskan dari pengenaan PPN
Orang atau badan yg melakukan atau yg menerima penyerahan JKP Tertentu ini tdk
diwajibkan mempunyai SKB PPN yg diterbitkan oleh DJP. (Pasal Pasal 12 ayat (1) & (2)
KMK-370/KMK.03/2003)
JKP Tertentu yg PPN nya dibebaskan: (Pasal 1 angka 2 KMK-370/KMK.03/2003)
1. Jasa yg diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional
atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
Nasional, meliputi :
Jasa persewaan kapal;
Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat dan jasa labuh;
dan
Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
2. Jasa yg diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, meliputi:
Jasa persewaan pesawat udara
Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara
3. Jasa perawatan atau reparasi KA yg diterima oleh PT KAI (Persero)
4. Jasa yg diserahkan oleh Kontraktor utk pemborongan bangunan Rumah Sederhana,
Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa
& Pelajar serta Perumahan Lainnya yg batasannya ditetapkan oleh MenKeu stl
mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman & Prasarana Wilayah dan pembangunan
tempat yg semata-mata utk keperluan ibadah
5. Jasa persewaan Rumah Susun Sederhana, Rumah Sederhana dan Rumah Sangat
Sederhana
6. Jasa yg diterima oleh DepHan/TNI yg dimanfaatkan dlm rangka penyediaan data batas
foto udara wilayah Negara RI utk mendukung pertahanan nasional
Ketentuan Lain di dlm PP 38 Thn 2003:
Terkait kapal laut, pesawat, KA:
Apabila kapal laut, pesawat, KA dan komponen utk KA yg tlh diimpor atau diterima oleh
perusahaan niaga nasional atau PT KAI ini tdk digunakan sesuai dgn tujuan semula atau
dipindahtangankan kpd pihak lain dlm jangka waktu 5 thn sejak saat impor dan atau
perolehan maka PPN yg tlh dibebaskan tsb wajib dibayar ke Kas Negara dlm jangka waktu 1
bulan sejak BKP tsb dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan, apabila tdk disetor
maka bisa dikenakan SKPKB disertai sanksi bunga 2% per bulan terhitung sejak batas waktu
1 bulan itu berakhir sampai SKPKB diterbitkan.
PPN yg wajib dibayar sebagaimana di atas, tdk dpt dikreditkan (Pasal 4A ayat (3) PP 38 Thn
2003)
D1812
3.
4.
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM atas Pembelian Barang yg Dilakukan oleh
Perwakilan Negara Asing
Dasar Hukum:
PP 47 Thn 2013 (berlaku sejak 17 Juni 2013) ttg Pemberian pembebasan PPN atau PPN &
PPnBM kpd perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya
PMK-160/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg
Tata cara pembayaran kembali PPN/PPnBM yg seharusnya tdk diberikan pembebasan oleh
perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya
PMK-161/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg
Tata cara pengembalian PPN/PPnBM yg tlh dipungut kpd perwakilan negara asing dan
badan internasional serta pejabatnya
D1813
PMK-162/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg
Tata cara penerbitan SKB PPN/PPnBM kpd perwakilan negara asing dan badan internasional
serta pejabatnya Mencabut KMK-25/KMK.01/1998
SE dan surat terkait:
SE-10/PJ.52/1998 (tanggal 18 Mei 1998) ttg restitusi PPN dan/atau PPnBM kpda perwakilan
negara asing atau badan internasional serta pejabat/tenaga ahlinya
S-2678/PJ.55/1993 (tanggal 13 Okt 1993) ttg Tata cara pemberian resitusi/pembebasan PPN
dan/atau PPnBM kpd perwakilan negara asing atau badan internasional serta pejabat/tenaga
ahlinya Surat Dirjen Pajak yg ditujukan kpd KPP Badora
Impor/Penyerahan BKP/JKP yg Dibebaskan dari Pengenaan PPN atau PPN & PPnBM:
1. Atas impor BKP oleh: (Pasal 2 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM.
2. Atas penyerahan BKP dan/atau JKP kpd: (Pasal 2 ayat (2) PP 47 Thn 2013)
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM.
BKP adalah: (Pasal 2 ayat (3) PMK-162/PMK.03/2014)
a. Kendaraan bermotor; dan
Kendaraan bermotor: kendaraan bermotor roda 4. (Pasal 2 ayat (4) PMK162/PMK.03/2014)
b. Selain kendaraan bermotor.
Ketentuan Pembebasan:
1. Ketentuan Pembebasan bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara
Asing
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Perwakilan Negara Asing serta Pejabat
Perwakilan Negara Asing diberikan berdasarkan asas timbal balik. (Pasal 3 ayat (1) PP 47
Thn 2013)
Penerapan asas timbal balik ini ditetapkan oleh Menteri LN. (Pasal 3 ayat (2) PP 47
Thn 2013)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM hanya dpt diberikan oleh Menkeu stl mendapat
rekomendasi dari Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 3 ayat (2) PP 47 Thn
2013 dan Pasal 4 ayat (3) PMK-162/PMK.03/2014)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM diberikan dgn mempertimbangkan batas
minimum pembelian brg/jasa di luar PPN yg ditetapkan suatu negara (minimum
purchase requirement) dari Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 4 ayat (4) PMK162/PMK.03/2014)
2. Ketentuan Pembebasan bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan internasional
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Badan Internasional hanya diberikan kpd
Badan Internasional yg: (Pasal 4 ayat (1) PP 47 dan Pasal 5 ayat (3) PMK162/PMK.03/2014)
Tdk termasuk subjek PPh sesuai ketentuan perpu PPh; dan
Mendapatkan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg
ditunjuk.
Kerjasama teknik yg dilaksanakan oleh Badan Internasional yg dpt diberikan
pembebasan PPN atau PPN & PPnBM meliputi bantuan-bantuan berupa
hibah/sumbangan dari LN dlm kerangka kerjasama di bidang teknik, ilmu pengetahuan,
sosial, kebudayaan, dan ekonomi, tdk termasuk di dalamnya kredit-kredit dan PMA.
(Pasal 5 ayat (2) PMK-162/PMK.03/2014)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Pejabat Badan Internasional hanya
diberikan kpd Pejabat Badan Internasional dlm hal:
Badan Internasional tempat pejabat dimaksud bekerja tdk termasuk subjek PPh
sesuai ketentuan perpu PPh; dan
D1814
D1815
8.
c.
d.
Thn Pajak
D1816
Stl berlakunya PP 32 Thn 2009, kawasan berikat adalah salah satu bagian dari TPB.
TPB terdiri dari: Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Tempat Penyelenggaraan Berikat, Toko
Bebas Bea, Tempat Lelang Berikat, dan Kawasan Daur Ulang Berikat.
Definisi:
Kawasan Berikat
TPB utk menimbun barang impor dan/atau barang yg berasal dari tempat lain dlm daerah
pabean (TLDDP) guna diolah / digabungkan, yg hasilnya terutama utk diekspor.
(Pasal 1 angka 4 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
TPB
Bangunan, tempat, atau kawasan yg memenuhi persyaratan tertentu yg digunakan utk
menimbun barang dgn tujuan tertentu dgn mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
(Pasal 1 angka 3 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
Pihak yg Terlibat di Suatu Kawasan Berikat:
1. Penyelenggara Kawasan Berikat:
Badan hukum yg melakukan kegiatan menyediakan & mengelola kawasan utk kegiatan
pengusahaan Kawasan Berikat
(Pasal 1 angka 5 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
2. Pengusaha Kawasan Berikat:
Badan hukum yg melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat
(Pasal 1 angka 6 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
3. Pengusaha di Kawasan Berikat yg merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat (PDKB):
Badan hukum yg melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat yg berada di dlm
Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yg statusnya sbg badan hukum yg
berbeda
(Pasal 1 angka 7 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
Penyelenggara Kawasan Berikat:
Penetapan Tempat Kawasan Berikat & penetapan Penyelenggara Kawasan Berikat ditetapkan
utk jangka waktu tertentu dgn Keputusan MenKeu.
Contoh Penyelenggara Kawasan Berikat:
PT. Kawasan Berikat Nusantara yg memiliki 3 wilayah usaha yaitu:
1. Jl. Raya Cakung Cilincing Tanjung Priok, Jakarta Utara, 14140
2. Jl. Raya Marunda No.1 Cilincing, Jakarta Utara, 14120
3. Jl. Pelabuhan Nusantara Tanjung Priok, Jakarta Utara, 14130
Pemberian Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut atau Pembebasan PPN:
(Ketentuan Sejak 1 Jan 2012)
I. Antara Kawasan Berikat dgn TLDDP atau Kawasan Berikat Lain
1. Terkait pemasukan barang, hasil produksi dan lain-lain ke kawasan berikat:
a. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut diberikan atas pemasukan: (Pasal
14 ayat (2) PMK-255/PMK.04/2011)
Pemasukan barang dari TLDDP ke Kawasan Berikat utk diolah lbh lanjut;
Pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dlm rangka
subkontrak dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di TLDDP ke
Kawasan Berikat;
Pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dlm rangka peminjaman
dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan di TLDDP ke Kawasan Berikat;
Pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di TLDDP yg
Bahan Baku utk menghasilkan hasil produksi berasal dari TLDDP, utk diolah lbh
lanjut oleh Kawasan Berikat;
Pemasukan hasil produksi yg berasal dari Kawasan Berikat lain, atau
perusahaan di TLDDP yg Bahan Baku utk menghasilkan hasil produksi tsb
berasal dari TLDDP, yg semata-mata akan digabungkan dgn barang Hasil
Produksi Kawasan Berikat utk diekspor; atau
D1817
D1818
Fasilitas perpajakan di Kawasan Berikat berupa PPN dan PPh Pasal 22 Impor tdk dipungut
atas:
impor dan/atau pembelian bahan baku dan bahan penolong utk diolah lbh lanjut yg tujuan
utk ekspor;
impor barang modal.
Fasilitas PPN & PPnBM tdk dipungut (Kawasan Berikat):
Dlm hal fasilitas PPN tdk digunakan (PPN dibayar/dipungut) maka PPN yg dibayar tsb tdk
dpt dikreditkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat
Pengusaha Kawasan Berikat yg juga berstatus sbg WP Patuh atau PKP Berisiko Rendah
tdk dpt memanfaatkan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
2.
3.
D1819
b. Perlakuan PPN dan atau PPnBM utk Kawasan Bebas diatur dlm:
Pasal 16B UU PPN
PP 10 Thn 2012 (berlaku 60 hari terhitung sejak tanggal 9 Jan 2012) ttg Kawasan Bebas
PMK-62/PMK.03/2012 (berlaku sejak 26 Apr 2012) ttg Tata Cara Pengawasan,
Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan PPN dan/atau PPnBM atas
Pengeluaran dan/atau Penyerahan BKP dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP
dan Pemasukan dan/atau Penyerahan BKP dan/atau JKP dari TLDDP ke Kawasan
Bebas mencabut PMK-45/PMK.03/2009 stdd PMK-240/PMK.03/2009
PER-50/PJ./2009 ttg Pencabutan PKP di Kawasan Bebas
KMK-426/KMK.03/2010 (berlaku sejak 2 Des 2010) ttg Penugasan Pejabat/Pegawai DJP
dlm Rangka Pengawasan atas Pemasukan Barang dari TLDDP ke Kawasan Bebas
Batam, Bintan, dan Karimun
SE terkait:
SE-39/PJ./2009 ttg Tatacara Endorsement, Perekaman dan Pemberkasan di Kawasan Bebas
(formulir PP FTZ 01, 02, dan 03)
SE-133/PJ/2010 ttg Petunjuk pelaksanaan PMK-45/PMK.03/2009 stdtd PMK240/PMK.03/2009
SE-111/PJ/2010 ttg Penegasan atas pelaksanaan pemberian persetujuan atas
Pemasukan/Pengeluaran BKP utk transaksi tertentu pasal 2A ayat (1) huruf a dan b PMK240/PMK.03/2009
Definisi dan Istilah:
Daerah Pabean
Wilayah RI yg meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempattempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yg di dalamnya berlaku
UU. (Pasal 1 angka 4 PP 10 Thn 2012)
TLDPP
Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat (TPB), dan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK). (Pasal 2 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
Endorsement
Pernyataan mengetahui dari pejabat/pegawai DJP atas pemasukan BKP dari TLDDP ke
Kawasan Bebas, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yg terkait dgn pemasukan BKP
tsb. (Pasal 1 angka (10) PMK-62/PMK.03/2012)
Informasi Terkait:
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di
pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk. (Pasal 2 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
Pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk mrp pelabuhan atau bandar udara yg tlh
mendapatkan izin dari Menteri Perhubungan dan tlh mendapatkan penetapan sbg Kawasan
Pabean. (Pasal 2 ayat (3) PP 10 Thn 2012)
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dpt dilakukan oleh
pengusaha yg tlh mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan. (Pasal 3 ayat (1)
PP 10 Thn 2012)
Pengusaha di Kawasan Bebas tdk perlu dikukuhkan sbg PKP. (Pasal 4 ayat (1) PP 10 Thn
2012)
Penyerahan barang di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 4 ayat
(2) PP 10 Thn 2012)
Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari TLDDP, sepanjang menyangkut pemberian
fasilitas tdk dipungut PPN, pengawasan dan pengadministrasiannya dilakukan oleh DJP.
(Pasal 18 ayat (3) PP 10 Thn 2012)
Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn Luar Daerah Pabean (Terkait BKP
Berwujud)
A. Pemasukan Barang dari Luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean diberikan pembebasan bea
masuk, pembebasan PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai. (Pasal
14 PP 10 Thn 2012)
D1820
D1821
D1822
D1823
d. Pengeluaran BKP, yg sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan atas impor dan/atau
penyerahannya tdk dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan:
(Pasal 5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP
terdaftar;
SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
Utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan ditentukan bahwa utk
mendapatkan fasilitas dibebaskan dimaksud tdk memerlukan SKB PPN, maka
kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat (4) PMK62/PMK.03/2012)
e. Pengeluaran BKP yg tlh dilunasi PPNnya dgn menggunakan stiker lunas PPN; dan
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat
(4) PMK-62/PMK.03/2012)
f. Pengeluaran BKP berupa pengemas yg dipakai berulang-ulang (returnable
package).
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat
(4) PMK-62/PMK.03/2012)
3. Dikecualikan dari pengenaan PPN atas pengeluaran BKP dgn tujuan angkut terus atau
angkut lanjut dari TLDDP ke Kawasan Bebas utk tujuan TLDDP. (Pasal 4 PMK62/PMK.03/2012)
"barang diangkut terus" adalah barang yg diangkut dgn sarana pengangkut melalui
kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu menuju pelabuhan
tujuan akhir pengangkutan barang (port of destination). (Pasal 13 ayat (1) huruf b PP
10 Thn 2012)
"barang diangkut lanjut" adalah barang yg diangkut dgn sarana pengangkut melalui
kantor pabean dgn dilakukan pembongkaran terlebih dulu menuju pelabuhan tujuan
akhir pengangkutan barang (port of destination). (Pasal 13 ayat (1) huruf b PP 10
Thn 2012)
Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn TPB atau KEK (Terkait BKP Berwujud)
A. Pemasukan BKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas (Tdk Dipungut PPN)
Ketentuan umum :
Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari TPB atau KEK diberikan pembebasan bea
masuk, tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai.
(Pasal 27 PP 10 Thn 2012)
Ketentuan perpajakan:
1. Pemasukan BKP dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke
Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk, tdk dipungut PPN
atau PPN dan PPnBM. (Pasal 10 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)
a. Ketentuan ini juga berlaku utk pemasukan BKP yg sesuai dgn ketentuan perpu
perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10) PMK62/PMK.03/2012)
b. Ketentuan ini tdk berlaku utk pemasukan BKP yg tlh dilunasi PPN dgn menggunakan
stiker lunas PPN, dan BBM bersubsidi. (Pasal 10 ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
2. Atas pemasukan BKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas wajib dibuatkan FP yg diisi
lengkap sesuai dgn ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. (Pasal 11 ayat (1) PMK62/PMK.03/2012)
a. Termasuk dlm pengertian FP ini adalah dokumen tertentu yg kedudukannya
dipersamakan dgn FP sesuai Pasal 13 ayat (6) UU PPN. (Pasal 11 ayat (2) PMK62/PMK.03/2012)
b. FP dibuat paling lambat pd saat pengiriman BKP ke Kawasan Bebas. (Pasal 11 ayat
(3) PMK-62/PMK.03/2012)
c. FP ini hrs diberi cap PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012 oleh PKP yg melakukan
penyerahan. (Pasal 11 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
d. Ketentuan terkait kewajiban pembuatan FP ini tdk berlaku atas pemasukan BKP
D1824
sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b dan pemasukan kembali BKP sesuai Pasal 3 ayat (1)
huruf a PMK-62/PMK.03/2012. (Pasal 11 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
3. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut diberikan sepanjang BKP Berwujud tsb
benar-benar tlh masuk di Kawasan Bebas yg dibuktikan dgn dokumen yg tlh diberikan
Endorsement oleh pejabat/pegawai DJP. (Pasal 12 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan ttg Endorsement sama dgn ketentuan pd bagian Ketentuan Perpajakan
antara Kawasan Bebas dgn TLDDP bagian A angka 3 huruf a d.
B. Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke TPB atau KEK
1. Ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat:
(Pasal 29 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
a. Dlm hal barang mrp barang asal luar Daerah Pabean, diberikan penangguhan
bea masuk, tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22 UU PPh, dan/atau
pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur mengenai TPB;
b. Dlm hal barang mrp barang asal Kawasan Bebas atau barang asal TLDDP, tdk
dipungut PPN dan/atau diberikan pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg
mengatur mengenai TPB.
2. Ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke KEK: (Pasal 29 ayat (2) PP 10
Thn 2012)
a. Dlm hal barang mrp barang asal luar Daerah Pabean, diberikan penangguhan bea
masuk, tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai,
sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur mengenai KEK;
b. Dlm hal barang mrp barang asal Kawasan Bebas atau barang asal TLDDP, tdk
dipungut PPN dan/atau diberikan pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg
mengatur mengenai KEK.
Perlakuan PPN atas Perolehan/Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan Penyerahan/
Perolehan JKP
A. Pemanfaatan dari Luar Daerah Pabean di Dlm Kawasan Bebas
Pemanfaatan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Kawasan
Bebas, dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
B. Penyerahan di Dlm Kawasan Bebas
Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP di dlm Kawasan Bebas, dibebaskan dari
pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
C. Penyerahan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas Lain
Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas
lainnya, dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (3) PP 10 Thn 2012)
D. Penyerahan dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau TPB atau KEK
1. Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP, dikenai
PPN. (Pasal 33 ayat (4) PP 10 Thn 2012)
2. Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TPB atau Kawasan
Ekonomi Khusus, dipungut PPN. (Pasal 33 ayat (11) PP 10 Thn 2012)
3. Dikecualikan dari pengenaan PPN, utk penyerahan JKP yg mnr ketentuan perpu
perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (5) PP 10 Thn 2012)
4. Mekanisme ketentuan pengenaan PPN:
a. Saat terutang PPNnya adalah pd saat pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau
JKP di TLDDP, TPB, atau KEK. (Pasal 6 ayat (3) PMK-62)
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas terjadi pd
saat: (Pasal 6 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012) yg terjadi lbh dahulu
Harga perolehan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb dinyatakan sbg utang
oleh pihak yg memanfaatkannya;
Harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau penggantian JKP tsb ditagih oleh
pihak yg menyerahkannya; atau
Harga perolehan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb dibayar, baik
sebagian atau seluruhnya oleh pihak yg memanfaatkannya.
Dlm hal saat terjadinya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tdk
diketahui, maka Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan
Bebas ke TLDDP, TPB, atau KEK terjadi pd tanggal ditandatanganinya kontrak
atau perjanjian (Pasal 6 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
D1825
b.
DPP atas PPN yg terutang adalah seb harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau
penggantian JKP. (Pasal 6 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
c. Cara Penyetoran PPN:
PPN yg terutang dipungut oleh Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud
dan/atau JKP di TLDDP, TPB, atau KEK pd saat pemanfaatan BKP Tdk
Berwujud dan/atau JKP. (Pasal 6 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
PPN disetor ke kas negara oleh Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud
dan/atau JKP di di TLDDP, TPB, atau KEK melalui kantor pos/bank persepsi yg
ditunjuk oleh MenKeu, dgn menggunakan SSP paling lama pd akhir bulan
berikutnya stl bulan terjadinya pemungutan. (Pasal 6 ayat (8) PMK62/PMK.03/2012)
SSP yg dilampiri dgn invoice atau kontrak mrp dokumen yg kedudukannya
dipersamakan dgn FP. (Pasal 6 ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan bagi Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP:
Dlm hal Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP mrp
PKP: PPN yg disetorkan dgn menggunakan SSP yg dilampiri dgn invoice
atau kontrak mrp PM yg dpt dikreditkan dan dilaporkan dlm SPT Masa PPN
pd Masa Pajak yg sama dgn bulan penyetoran. (Pasal 6 ayat (10) PMK62/PMK.03/2012)
Dlm hal Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP
bukan mrp PKP: PPN yg disetor dgn menggunakan SSP lembar ke-3 wajib
dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya stl saat terutangnya pajak ke
KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Orang tsb. (Pasal 6 ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
d. Contoh penghitungan: Lamp III Romawi II huruf b & c PMK-62/PMK.03/2012
E. Penyerahan dari TLDDP atau TPB atau KEK ke Kawasan Bebas
1. Tdk dipungut PPN:
a. Jenis penyerahan yg PPNnya tdk dipungut:
Penyerahan BKP tdk berwujud dari TLDDP ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat
(3) PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan BKP tdk berwujud dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas. (Pasal
10 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan JKP tertentu dari TLDDP ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat (7)
PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan JKP tertentu dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat
(8) PMK-62/PMK.03/2012)
JKP tertentu adalah JKP yg batasan kegiatan dan jenisnya diatur dlm Peraturan
MenKeu sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPN. (JKP tertentu ini adalah JKP yg atas
ekspornya dikenai tarif 0%)
Penyerahan BKP tdk berwujud atau JKP yg sesuai dgn ketentuan perpu
perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10) PMK62/PMK.03/2012)
b. Mekanisme ketentuan perpajakan:
PKP yg melakukan penyerahan wajib membuat FP sesuai perpu di bidang
perpajakan.
FP hrs diberi cap PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012
2. Dipungut PPN:
Penyerahan JKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas yg penyerahannya tdk dilakukan di
kawasan bebas, dikenai PPN. (Pasal 10 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan JKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas yg penyerahannya tdk
dilakukan di Kawasan Bebas, dipungut PPN. (Pasal 10 ayat (6) PMK62/PMK.03/2012)
Atas penyerahan JKP ini wajib dibuatkan FP sesuai perpu di bidang perpajakan. (Pasal
11 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
F. PPN atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara & Jasa Telekomunikasi
Jasa Angkutan Udara: (Pasal 7 PMK-62/PMK.03/2012)
1. Atas penyerahan jasa angkutan udara di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari
D1826
pengenaan PPN.
Atas penyerahan jasa angkutan udara DN dari TLDDP ke Kawasan Bebas dikenai
PPN.
3. Atas penyerahan jasa angkutan udara DN dari Kawasan Bebas ke TLDDP dikenai
PPN.
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi III PMK-62/PMK.03/2012
Jasa Telekomunikasi: (Pasal 8 PMK-62/PMK.03/2012)
1. Atas penyerahan jasa telekomunikasi di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari
pengenaan PPN.
2. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari TLDDP atau TPB ke Kawasan Bebas
dikenai PPN.
Dikecualikan dari ketentuan pengenaan PPN atas penyerahan jasa telekomunikasi
yg menggunakan jaringan berkabel (fixed line) di Kawasan Bebas.
3. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau TPB
dikenai PPN.
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi IV PMK-62/PMK.03/2012
2.
4.
5.
D1827
6.
PPN Tdk Dipungut atas Sebagian impor BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk
Dasar Hukum:
KMK-231/KMK.03/2001 (berlaku sejak 30 Apr 2001) jo PMK-616/PMK.03/2004 (berlaku
sejak 1 Jan 2005) jo PMK-27/PMK.011/2012 (berlaku sejak 8 Feb 2012) jo PMK70/PMK.011/2013 (berlaku sejak 2 Apr 2013) ttg Perlakuan PPN & PPnBM atas impor BKP
yg dibebaskan dari pungutan bea masuk
Definisi:
BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea
Masuk berdasarkan ketentuan perpu pabean. (Pasal 1 ayat (1) PMK-27/PMK.011/2012)
Perlakuan PPN & PPnBM atas Impor BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk:
a. Atas impor BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut PPN atau PPN &
PPnBM berdasarkan ketentuan perpu perpajakan yg berlaku kecuali atas impor
sebagian BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk. (Pasal 2 ayat (1) & (2) PMK27/PMK.011/2012)
b. Sebagian impor BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan mendapatkan
fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk dipungut: (Pasal 2 ayat (3) PMK-70/PMK.011/2013)
1. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yg bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik
2. Barang utk keperluan badan internasional yg diakui dan terdaftar pada Pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yg bertugas di Indonesia dan tdk memegang paspor
Indonesia
3. Barang kiriman hadiah utk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan
4. Barang utk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yg terbuka
utk umum
5. Barang utk keperluan penelitian & pengembangan ilmu pengetahuan
6. Barang utk keperluan khusus kaum tunanetra & penyandang cacat lainnya
7. Peti atau kemasan lain yg berisi jenazah atau abu jenazah
8. Barang pindahan TKI yg bekerja di LN, mahasiswa yg belajar di LN, PNS, anggota TNI,
atau anggota Kepolisian RI yg bertugas di LN sekurang-kurangnya selama 1 thn,
sepanjang barang tsb tdk utk diperdagangkan & mendapat rekomendasi dari Perwakilan
RI setempat
9. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman
sampai batas jml tertentu sesuai dgn ketentuan perundang-undangan Pabea;
10. Barang yg diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemda yg ditujukan utk kepentingan
umum
11. Perlengkapan militer termasuk suku cadang yg diperuntukkan bagi keperluan pertahanan
& keamanan Negara
12. Barang impor sementara
13. Barang yg dipergunakan utk kegiatan usaha eksplorasi hulu migas serta panas bumi
Sepanjang memenuhi ketentuan sbb: (Pasal 2 ayat (4) PMK-27/PMK.011/2012)
Barang tsb blm dpt diproduksi DN;
Barang tsb sdh diproduksi DN, namun blm memenuhi spesifikasi yg dibutuhkan;
atau
Barang tsb sdh diproduksi DN, namun jumlahnya blm mencukupi kebutuhan
industri.
WP hrs mengajukan permohonan kpda Dirjen Bea dan Cukai bersamaan dgn
permohonan utk memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, dgn dilampiri
Rencana Impor Barang (RIB) yg tlh disetujui dan ditandasahkan oleh Dirjen Minyak
dan Gas Bumi atau Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi,
Kementerian ESDM, yg tata caranya mengikuti Ketentuan Perundang-undangan
Pabean. (Pasal 2 ayat (5) PMK-27/PMK.011/2012)
14. Barang yg dipergunakan utk kegiatan usaha eksploitasi hulu migas (baru mendapat
fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk dipungut sejak 2 Apr 2013)
D1828
Juga mendapatkan pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 impor dgn tanpa
SKB, Tata cara dan pelaksanaan pemungutan PPN & PPnBM sepenuhnya
dilaksanakan oleh Dirjen Bea dan Cukai. (Pasal 3 KMK-231/KMK.03/2001)
Dlm Hal BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk Digunakan Tdk Sesuai dgn
Tujuan Semula/ Dipindahtangankan: (Pasal 4 KMK-231/KMK.03/2001)
Apabila dlm jangka waktu 5 thn sejak impor, BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
digunakan tdk sesuai dgn tujuan semula atau dipindahtangankan kpd pihak lain, baik
sebagian atau seluruhnya, maka PPN & PPnBM yg seharusnya terutang hrs disetor ke kas
negara oleh OP/Badan yg melakukan importasi.
PPN yg seharusnya terutang ini hrs disetorkan ke kas negara dlm jangka waktu 1 bulan
sejak BKP tsb dipindahtangankan atau digunakan tdk sesuai dgn tujuan semula, dgn
ditambah sanksi administrasi berupa bunga seb 2% sebulan utk selama-lamanya 24 bln,
dihitung mulai saat impor sampai dgn dilakukannya penyetoran.
Kpd OP/Badan yg tdk memenuhi kewajiban ini, Dirjen Pajak dpt menerbitkan SKPKB seb
PPN yg dibebaskan ditambah sanksi administrasi berupa bunga seb 2% sebulan utk
selama-lamanya 24 bln, dihitung mulai saat impor s.d. diterbitkannya SKPKB.
C. FASILITAS PPnBM
Dasar Hukum:
Pasal 5, 8, dan 10 UU PPN
PMK-64/PMK.011/2014 ttg Jenis Kendaraan Bermotor yg Dikenai PPnBM dan Tata cara
pemberian pembebsan dari pengenaan PPnBM mencabut KMK-355/KMK.03/2003
KEP-229/PJ/2003 ttg Tatacara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian
PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor
1. SKB PPnBM atas Kendaraan Bermotor
Tata Cara Pengajuan SKB: (Pasal 3 KEP-229/PJ/2003)
a. Pihak yg mengajukan SKB PPnBM:
1) OP atau Badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan:
kendaraan ambulan
kendaraan jenazah
kendaraan pemadam kebakaran
kendaraan tahanan
2) Pengusaha Angkutan Umum
3) Sekretariat Negara
4) TNI/ POLRI
b. Permohonan SKB PPnBM menggunakan permohonan (form di Lamp III KEP229/PJ/2003)
c. Permohonan hrs dilengkapi dgn dokumen-dokumen yg diperlukan:
Utk Pembebasan PPnBM atas impor/penyerahan kendaraan ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan
umum ada di Lamp I huruf B KEP-229/PJ/2003
Utk Pembebasan PPnBM atas impor/penyerahan kendaraan protokoler kenegaraan,
kendaraan dinas atau kendaraan patroli TNI/ POLRI ada di Lamp I huruf C KEP229/PJ/2003
d. Permohonan diajukan kpd Dirjen Pajak c.q Kepala KPP tempat pemohon terdaftar
e. Permohonan dpt ditindaklanjuti dgn syarat OP/Badan yg mengajukan SKB PPnBM tdk
mempunyai tunggakan hutang pajak yg tlh jatuh tempo, kecuali yg tlh mendapat izin utk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak
f. Jangka Waktu penyelesaian SKB PPnBM adalah 10 hari kerja stl surat permohonan diterima
lengkap.
2. Pengembalian PPnBM atas Kendaraan Bermotor
D1829
Tata Cara Pengajuan Pengembalian PPnBM utk Golongan Kendaraan Bermotor: (Pasal 4
KEP-229/PJ/2003)
Jika PPnBM atas impor atau perolehan Kendaraan Bermotor yg dibebaskan PPnBM sdh
dibayar/dipungut, maka dpt dimohonkan pengembalian PPnBM.
Cara Pengajuan:
a. Pihak yg dpt mengajukan permohonan pengembalian atas PPnBM yg tlh dibayar/dipungut:
1) OP atau Badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan:
kendaraan ambulan
kendaraan jenazah
kendaraan pemadam kebakaran
kendaraan tahanan
2) Pengusaha Angkutan Umum
3) Sekretariat Negara
4) TNI/ POLRI
5) Importir, distributor, dealer, agen, penyalur, showroom, atau pihak lainnya yg melakukan
penyerahan Kendaraan Bermotor yg dibebaskan PPnBM dpt mengajukan pengembalian
PPnBM yg tlh dibayar/dipungut, jika:
OP atau Badan yg menerima penyerahan kendaraan bermotor tlh memiliki SKB
PPnBM;
PPnBM yg tlh dipungut tlh disetor ke kas negara
b. Permohonan hrs dilengkapi dgn dokumen-dokumen:
Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan
ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan
ada di Lamp II huruf B KEP-229/PJ/2003
Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan
angkutan umum oleh pengusaha angkutan umum ada di dlm Lamp II huruf C KEP229/PJ/2003
Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan
protokoler kenegaraan oleh sekretariat negara atau kendaraan dinas atau kendaraan
patroli TNI/ POLRI ada di Lamp II huruf D KEP-229/PJ/2003
Utk pengembalian PPnBM oleh Importir/ Distributor/ Dealer/ Agen/ Penyalur/ Showroom
ada di Lamp II huruf E KEP-229/PJ/2003
c. Pengajuan permohonan pengembalian PPnBM hrs dilakukan paling lambat 12 bulan stl
bulan terjadinya impor (tanggal PIB) atau penyerahan kendaraan bermotor (tanggal pd
Bukti Tanda Terima penyerahan Kendaraan Bermotor).
d. Permohonan pengembalian PPnBM diajukan kpd Dirjen Pajak c.q Kepala KPP tempat
pemohon terdaftar.
e. Atas permohonan pengembalian PPnBM ini, SKP hrs diterbitkan paling lambat 2 bulan sejak
tanggal diterimanya permohonan scr lengkap.
D1830
BAGIAN E
BEA METERAI
E011
BEA METERAI
Dasar Hukum:
UU Bea Meterai
PP 24 Thn 2000 (berlaku sejak 1 Mei 2000) ttg Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas
Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai
PMK-65/PMK.03/2014 (mulai berlaku tanggal 17 Agust 2014) ttg Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda
Meterai mencabut PMK-55/PMK.03/2009 (mulai berlaku tanggal 1 Juli 2009)
KMK-133b/KMK.04/2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Pelunasan Bea Meterai Dgn
Menggunakan Cara Lain
PMK-70/PMK.03/2014 (mulai berlaku tanggal 25 Apr 2014) ttg Tata Cara Pemeteraian Kemudian
mencabut KMK-476/KMK.03/2002 (mulai berlaku tanggal 19 Nov 2002)
KEP-122c/PJ/2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn
Membubuhkan Tanda bea Meterai Lunas dgn Teknologi Percetakan
KEP-122d/PJ./2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn
Membubuhkan Tanda bea Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi
PER-17/PJ/2008 (mulai berlaku tanggal 29 Apr 2008) ttg Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital
PER-66/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn Membubuhkan
Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital
SE dan surat terkait:
SE-05/PJ.5/2001 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi
SE-07/PJ.05/2001 jo SE-63/PJ/2008 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Mesin Teraan
Meterai
SE-03/PJ.53/2006 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Teknologi Percetakan
SE-152/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) ttg Penyampaian PER-66/PJ/2010
S-856/PJ.02/2013 ttg Penegasan atas Pemberian dan Penggunaan Izin Pembubuhan Tanda Bea
Meterai Lunas dengan Sistem Komputerisasi
Definisi & Istilah:
Dokumen: Kertas yg berisikan tulisan yg mengandung arti dan maksud ttg perbuatan, keadaan atau
kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yg berkepentingan.
Benda Meterai: Meterai tempel dan kertas meterai yg dikeluarkan oleh Pemerintah RI.
Tandatangan: Tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau
cap tandatangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sbg pengganti tandatangan.
Pemeteraian Kemudian: Suatu cara pelunasan Bea Meterai yg dilakukan oleh Pejabat Pos atas
permintaan pemegang dokumen yg Bea Meterai-nya blm dilunasi sebagaimana mestinya.
Pejabat Pos: Pejabat PT. Pos Indonesia (Persero) yg diserahi tugas melayani permintaan
Pemeteraian Kemudian.
Objek, Tarif dan Cara Pelunasan Bea Meterai:
Dokumen
No.
(Pasal 2 UU Bea Meterai)
1.
Surat Perjanjian dan surat-surat
lainnya (antara lain surat kuasa, surat
hibah, surat pernyataan) yg dibuat
dgn tujuan utk digunakan sbg alat
pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan/keadaan yg bersifat
perdata
2.
Akta-akta Notaris termasuk
salinannya
3.
Akta-akta yg dibuat PPAT termasuk
rangkapannya
4.
Surat yg memuat sejumlah uang
a. Yg menyebutkan penerimaan
Cara Pelunasan
Bea Meterai
Benda Meterai dan
Mesin Teraan Meterai
Rp 6 ribu
Rp 6 ribu
Berdasarkan batas hrg
nominal
E021
5.
uang;
b. Yg menyatakan pembukuan uang
atau penyimpanan uang dlm
rekening di bank;
c. Yg berisi pemberitahuan saldo
rekening di bank; dan
d. Yg berisi pengakuan bahwa utang
uang seluruhnya atau sebagian tlh
dilunasi atau diperhitungkan.
Surat berharga seperti wesel,
promes, dan aksep
6.
7.
8.
Sistem Komputerisasi
Ket:
Jika hrg nominal dinyatakan dlm mata uang asing, maka hrg nominal hrs dikalikan dgn Kurs MenKeu
yg berlaku pd saat dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf (d) & (e) PP 24 Thn 2000)
Jika dokumen awalnya tdk terutang Bea Meterai, tetapi kemudian dokumen tsb digunakan utk alat
pembuktian di pengadilan, maka atas dokumen tsb hrs dilakukan Pemeteraian Kemudian.
Bukan Objek Bea Meterai:
1. Dokumen yg berupa:
a. Surat penyimpanan barang
b. Konosemen
c. Surat angkutan penumpang dan barang
d. Keterangan pemindahan yg dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dlm huruf a s.d. c
e. Bukti utk pengiriman dan penerimaan barang
f. Surat pengiriman barang utk dijual atas tanggungan pengirim
g. Surat-surat lainnya yg dpt disamakan dgn surat-surat sebagaimana dimaksud dlm huruf a s.d. f
2. Segala bentuk Ijazah
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yg ada kaitannya
dgn hubungan kerja serta surat-surat yg diserahkan utk mendapatkan pembayaran itu
4. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank
E022
5.
6.
7.
8.
9.
Kuitansi utk semua jenis pajak dan utk penerimaan lainnya yg dpt disamakan dgn itu dari Kas Negara,
Kas Pemerintahan Daerah dan bank
Tanda penerimaan uang yg dibuat utk keperluan intern organisasi
Dokumen yg menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kpd penabung oleh bank, koperasi,
dan badan-badan lainnya yg bergerak di bidang tsb
Surat gadai yg diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian
Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dgn nama dan dlm bentuk apapun
E023
dgn warna
w
ungu; motif rosett
blok dgn color shifting
mage
enta ke hijau di pojok
kana
an bawah;
Sifat dpt diraba; gamba
ar Garuda lambang Negara RI di pojok kanan
atas dgn warna ungu; Teks "METERAI", "TEM
MPEL" di sebelah kiri
Garuda dgn warna ung
gu; Mikroteks "DITJEN PAJAK", di bawah tekss
"TEMPEL"; Teks "TGL
L" dan angka "20" di baw
wah mikroteks "DITJEN
N
PAJAK";
17 digit berwarna hitam
m;
Hologram stripe dgn gambar Garuda Pancasiila, Logo Kementerian
Keuangan, dan teks "P
PAJAK" berulang memb
bentuk garis diagonal di
sebelah kiri;
Bentuk bintang pd bag
gian tengah di sisi kiri, bentuk
b
oval di sisi kanan
n
dan kiri, dan bentuk bu
ulat di semua sisi meterrai tempel.
motif roset blok dgn co
olor shifting
hijau ke biru di pojok kkanan bawah;
4.
5.
Nomor seri
Hologram
6.
Perforasi
No.
1.
Desa
ain Thn 2014
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tata Cara
a Pemeteraian Kemudiian: (PMK-70/PMK.03/2
2014)
1. Pemeteraian Kemudian dilakkukan atas:
a. Dokumen yg akan diguna
akan sebagai alat pemb
buktian di muka pengad
dilan;
b. Dokumen yg Bea Metera
ainya tdk atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya; dan/atau
c. Dokumen yg dibuat di LN
N yg akan digunakan di Indonesia.
2. Pelunasan Bea Meterai dg
gn Pemeteraian Kemu
udian dilakukan oleh pemegang Dokumen dgn
mengg
gunakan meterai tempe
el atau SSP, serta hrs d
disahkan oleh Pejabat Pos. Sedangkan pelunasan
E024
4
3.
No.
Unit KPP
1.
2.
Dpt
Menerbitkan
SKPKB
STP
SKPKB
STP
3.
SKPKB
STP
Dlm Hal
Menagih Bea Meterai yg tdk atau kurang dibayar
ditambah denda administrasi seb 200%.
Pemilik Dokumen tlh melunasi Bea Meterai yg tdk
atau kurang dilunasi namun blm melunasi denda
administrasi sebagaimana mestinya
a. Penerbit Dokumen tdk melaksanakan tanggung
jawab atas pelunasan Bea Meterai.
b. Penerbit Dokumen melakukan pemeteraian dgn
cara lain atas sejumlah dokumen yg melebihi
pembayaran Bea Meterai di muka (deposit).
Jml Bea Meterai yg ditetapkan dgn SKPKB adalah
seb Bea Meterai yg tdk atau kurang dilunasi ditambah
denda administrasi seb 200% dari bea Meterai yg tdk
atau kurang dibayar.
Penerbit Dokumen tlh melunasi Bea Meterai yg tdk
atau kurang dilunasi namun blm melunasi denda
administrasi sebagaimana mestinya
Pihak yg akan menggunakan Dokumen yg dibuat di
LN di Indonesia tdk melakukan Pemeteraian
Kemudian atas Dokumen yg Bea Meterainya tdk atau
kurang dilunasi, atau jika Pemeteraian Kemudian
dilakukan stl Dokumen digunakan di Indonesia, maka
ditambah denda administrasi seb 200%.
Penerbit Dokumen tlh melunasi Bea Meterai yg tdk
atau kurang dilunasi namun blm melunasi denda
administrasi sebagaimana mestinya
E025
b.
c.
2) WP hrs membayar deposit seb Rp 15 juta atau kelipatannya dgn menggunakan SSP ke
Kas Negara bukan mrp jml penyetoran yg terpecah-pecah dlm bbrp SSP
3) Stl meneliti permohonan pendaftaran dari WP, KPP menerbitkan izin penggunaan Mesin
Teraan Meterai dan memasukkan informasi mengenai identitas WP, dan identitas/nomor
seri Mesin teraan Digital ke dlm Aplikasi e-Meterai
Jika petugas KPP menemukan kesulitan dlm aplikasi e-meterai silakan menghubungi
021-52903824.
4) Petugas KPP mencetak Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin
Teraan Meterai Digital dari Aplikasi e-Meterai;
5) Kepala KPP wajib menerbitkan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn
Mesin Teraan Meterai Digital paling lambat 7 hari sejak surat permohonan diterima
lengkap.
6) Stl membayar deposit Mesin Teraan Digital, WP akan memperoleh Kode Deposit paling
lambat 3 hari sejak tanggal pembayaran deposit.
MPN scr otomatis memberitahukan adanya pembayaran deposit kpd Aplikasi e-Meterai,
kemudian Aplikasi Kode Deposit stl mendapat informasi dari Aplikasi e-Meterai akan scr
otomatis mengirimkan Kode Deposit kpd WP melalui faksimile, e-mail, terminal data, atau
cara lain paling lambat 3 hari kerja sejak pembayaran dilakukan.
7) WP hrs memasukan Kode Deposit ke dlm Mesin Teraan Meterai Digital scr manual (entry
lsg) maupun cara lain sesuai spesifikasi Mesin Teraan Meterai Digital yg akan digunakan.
8) Jika terjadi kesalahan, prosedur pemasukan Kode Deposit yg mengakibatkan Mesin
Teraan Meterai Digital terkunci
Hanya dpt dibuka kembali melalui prosedur Unlock (pembukaan) dlm Lamp 3 PER66/PJ/2010.
9) Masa berlaku Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai
Digital tdk diatur.
10) Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital tanpa izin tertulis dari Dirjen Pajak dikenakan
sanksi pidana berdasarkan Pasal 14 UU Bea Meterai.
11) Bea Meterai yg kurang dilunasi krn kelebihan pemakaian, dikenakan denda administrasi
seb 200% dari Bea Meterai yg kurang dibayar.
12) Ketentuan mengenai Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital diatur dlm PER17/PJ/2008.
Penyetoran Ulang Deposit
1) WP hrs menyetor ulang deposit apabila terjadi kesalahan:
Melakukan penyetoran deposit namun tdk seb Rp 15 juta atau kelipatannya dlm 1 SSP
sesuai Pasal 4 ayat (2) PER-66/PJ/2010;
Melakukan penyetoran deposit namun tdk menggunakan KAP sesuai Pasal 4 ayat (3)
PER-66/PJ/2010;
Melakukan penyetoran deposit namun tdk menggunakan KJS sesuai Pasal 4 ayat (4)
PER-66/PJ/2010; atau
Identitas WP pd SSP yg berbeda dgn identitas WP pd Surat Izin Pembubuhan Tanda
Bea Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan Meterai Digital.
Akibat dari kesalahan tsb di atas, setoran yg dilakukan tdk dpt membangkitkan Kode
Deposit.
2) WP dpt melakukan Pbk utk memperhitungkan kelebihan deposit akibat kesalahan tsb dgn
cara: Pbk hanya dpt dilakukan ke KAP dan KJS selain KAP 411611 dan KJS 2xx utk
penyetoran deposit Mesin Teraan Meterai Digital.
Pencabutan Pembetulan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai dgn Mesin Teraan Digital
1) Penyebab Pencabutan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan
Meterai Digital:
Mesin Teraan Meterai Digital mengalami kerusakan shg tdk dpt digunakan lagi. Hal ini
dibuktikan dgn Surat Pernyataan dari Distributor Mesin Teraan Meterai Digital.
WP mengajukan pencabutan izin pembubuhan. Misal:
WP sdh tdk lagi melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin
Teraan Meterai Digital, atau
WP pindah domisili shg tdk lagi terdaftar di KPP sebagaimana ditetapkan dlm
E026
d.
e.
f.
2.
E027
b.
3.
Perum Peruri
Perusahaan percetakan sekuriti yg mendapat izin Badan Koordinasi Pemberantasan
Uang Palsu (Botasupal) dan ditunjuk BI utk mencetak warkat baku otomasi kliring, yaitu
PT Wahyu Abadi, PT Graficindo Megah Utama, PT Swadarhama Eragrafindo Sarana,
PT Jasuindo Tiga Perkasa, PT Sandipala Arthaputra, PT Aria Multi Graphia, PT Cicero
Indonesia, PT Royal Standard, dan PT Stacopa Raya
5) Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari sejak surat permohonan diterima lengkap.
6) WP yg mendapatkan izin pelunasan Bea Meterai dgn cara Teknologi Percetakan
menyampaikan laporan bulanan kpd Dirjen Pajak paling lambat tanggal 10 setiap
bulan. Jika laporan bulanan disampaikan melewati batas waktu yg tlh ditentukan dikenakan
sanksi pencabutan izin. (Pasal 7 KEP-122 c/PJ/2000)
7) WP yg melakukan pelunasan Bea Meterai dgn teknologi percetakan tanpa izin tertulis dari
Dirjen Pajak dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 7 thn. (Pasal 14 UU Bea
Meterai).
Pengalihan Bea Meterai atas Cek & Bilyet Giro
Bea Meterai yg tertera pd cek, bilyet giro dan efek yg blm dipergunakan dpt dialihkan utk
pengisian deposit mesin teraan meterai, pembubuhan Bea Meterai dgn tekonologi
percetakan atau dgn sistem komputerisasi. Jika ingin melakukan pengalihan hrs
mengajukan permohonan scr tertulis kpd Dirjen Pajak dgn ketentuan:
Mencantumkan alasan, jml Bea Meterai yang dialihkan dan tujuan penglihan Bea
Meterai
Menyerahkan fisik cek & bilyet giro (asli) utk pengujian nomor seri cek & bilyet giro yg
tercantum dlm surat permohonan.
Menyerahkan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas.
Mekanisme penyelesaian oleh KPP:
Meneliti surat permohonan yg diajukan utk memastikan alasan dan jml Bea Meterai yg
dialihkan serta tujuan pengalihannya.
Melakukan penelitian fisik atas cek & bilyet giro yg Bea Meterainya akan dialihkan dan
hasil penelitian tsb dicantumkan dlm BA.
Memusnahkan cek & bilyet giro yg Bea Meterainya dialihkan dgn cara dirajang atau
dibakar yg pelaksanaannya dpt dilakukan dgn bantuan perusahaan percetakan dan
kegiatan tsb dibuatkan BA.
Menerbitkan surat izin pengalihan Bea Meterai atas cek & bilyet giro dan dilampiri BA
penelitian dan pemusnahan cek & bilyet giro.
Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari stl penelitian dan pemusnahan cek & bilyet
giro dilaksanakan.
E028
Meterai di muka minimal seb kekurangan yg hrs dipenuhi utk mencukupi kebutuhan 1
bulan.
b.
E029
BAGIAN F
KAPITA SELEKTA
1.
PPh Pasal 21& PPN wajib dilaporkan setiap bulan/masa pajak meskipun pd bulan/masa pajak
tsb tdk terdapat pemotongan atau pemungutan.
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Pasal 4 ayat 2 hanya wajib dilaporkan apabila pd
bulan/masa pajak tsb terdapat pemotongan atau pemungutan.
F011
2.
Sanksi Administrasi
Jenis
Denda Keterlambatan
Penyampaian SPT Masa
Bunga Keterlambatan
Pembayaran Pajak
(Masa & Tahunan)
PPN
PPh
PPh &
PPN
Sanksi
Rp 500 ribu
Rp 100 ribu
2%
Keterangan
Per SPT
Per SPT
Per bulan dari jml pajak
terutang
3.
Pengenaan tarif lbh tinggi apabila penerima penghasilan tdk memiliki NPWP:
a. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 yg bersifat tdk final,
tarif yg dikenakan 20% lbh tinggi.
b. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemungutan PPh Pasal 22, tarif yg dikenakan
100% lbh tinggi.
c. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23, tarif yg dikenakan
100% lbh tinggi.
4.
5.
Batasan transaksi pengadaan barang & jasa yg hrs dipungut dan disetor sendiri PPN dan
PPnBM-nya
Bendahara tdk perlu memungut PPN & PPnBM thd:
a. Pembayaran utk penyerahan barang atau jasa yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta & tdk mrp
pembayaran yg terpecah-pecah.
b. Pembayaran utk pembebasan tanah.
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yg mnr perpu yg berlaku, mendapat fasilitas
PPN tdk dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
d. Pembayaran atas penyerahan BBM & bukan BBM oleh Pertamina.
e. Pembayaran atas rekening telepon.
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
g. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang atau jasa yg mnr ketentuan perpu yg berlaku tdk
dikenakan PPN.
6.
7.
8.
Bendahara sbg Pemotong atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda
bukti pemungutan kpd OP atau badan yg dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan
pemotongan atau pemungutan.
9.
Bendahara sbg Pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan PNS di satuan kerjanya, memberikan
tanda bukti pemotongan paling lama 1 bln stl thn kalender berakhir.
F012
10.
Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dgn hari libur termasuk
hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dpt dilakukan pd hari kerja
berikutnya.
11.
Pembayaran & penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank yg ditunjuk oleh MenKeu dgn
menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yg disamakan dgn SSP. Utk Kode Akun Pajak
(KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) yg hrs diisi dlm SSP tsb dpt dilihat pd Bagian B-07 Kode
Terkait Perpajakan atau di Lamp II PER-38/PJ/2009 stdtd PER-24/PJ/2013.
12.
Dlm hal pencairan anggaran dgn mekanisme Lsg (LS) bukan mekanisme Uang Persediaan (UP)
maka pemindahbukuan pajak yg dilakukan oleh KPPN mrp pembayaran & penyetoran pajak yg
terutang, namun SSP tetap dipersiapkan oleh bendahara yg bersangkutan.
13.
SSP atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila tlh divalidasi dgn Nomor Transaksi
Penerimaan Pajak (NTPN).
F013
REIMBURSABLE ITEMS
Transaksi reimbursable items (pembayaran penggantian biaya) mrp pengeluaran-pengeluaran yg sdh
ditalangi oleh pihak lain kemudian dimintakan penggantian ke perusahaan. Transaksi ini umumnya
dilakukan utk transaksi yg melibatkan minimal 3 pihak sekaligus. Misalnya reimbursement biaya
pengobatan, reimbursement biaya transportaasi dsb. Semestinya transaksi reimbursement hanyalah mrp
transaksi hutang piutang antara pihak-pihak yg terkait. Oleh krn itu transaksi reimbursement hrs didukung
dgn klausul perpajakan yg jelas dlm kontrak serta metode pencatatan yg benar.
Scr fiskal transaksi reimbursement dituntut senantiasa konsisten antara substansi, ketentuan formal dlm
kontrak, pencatatan/pembukuannya dan dokumentasinya. Oleh krn itu transaksi reimbursement hrs
memenuhi bbrp syarat berikut:
Tdk boleh ada mark up / mark down
Bukti asli hrs diserahkan kpd penanggung beban pengeluaran.
Bukti dibuat a.n. penanggung beban / a.n. pihak yg membayarkan terlebih dahulu qq penanggung
beban
Ketentuan reimbursement diatur di dlm kontrak perjanjian
Persyaratan di atas memang tdk diatur scr tegas dlm ketentuan perpajakan yg ada, namun syarat tsb mrp
konsekuensi logis dari reimbursement yg notabene hanya mrp pengeluaran terlebih dahulu.
Sumber:
Modul Tax Planning, Indonesia Tax Review-FORMASI, SEMAR Publishing
SE terkait:
SE-53/PJ/2009 ttg Jml Bruto Sebagaimana Dimaksud dlm Pasal 23 ayat (1) huruf C angka 2 UU
PPh
SE-33/PJ/2013 ttg Perlakuan PPN atas Penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight
Forwarding) yg di dlm Tagihannya terdapat Biaya Transportasi (Freight Charges)
F021
Transaksi Swap
Swap adalah transaksi pertukaran 2 valas melalui pembelian tunai dgn penjualan kembali scr
berjangka, atau penjualan tunai dgn pembelian kembali scr berjangka. Tujuannya adalah utk
mendapatkan kepastian kurs (kurs bersifat tetap selama kontrak), shg dpt menghindari keugian
selisih kurs.
Menurut ketentuan fiskal, Swap menghasilkan keuntungan/kerugian bagi WP pd saat terjadinya
realisasi pembayaran (jatuh tempo).
Contoh :
Pd tanggal 1 Feb 1999, PT Zaki menerima pinjaman dari LN seb USD 10,000, dg jangka waktu 1 thn,
bunga 9 % per thn. Spot rate USD 1 adalah Rp 8.000.
Selanjutnya, PT Zaki membuka kontrak SWAP dgn bank devisa jangka waktu 12 bulan dgn premi
10% atau seb = (Rp 8.000 x 360 x 10)/(360 x 100) = Rp 800.
Apabila pd tanggal 1 Feb 2000 terjadi realisasi, maka kerugian selisih kurs yg terjadi adalah:
Penjualan devisa tanggal 1 Feb 1999 = 10,000 x Rp 8.000
= Rp 80 juta
Pembelian devisa tanggal 1 Feb 2000 = 10,000 x Rp 8.800
= Rp 88 juta
Kerugian selisih kurs
= Rp 8 juta
2.
F031
Operating Lease
Suatu perjanjian sewa antara Lessor dgn Lessee atas suatu aset tetap, maka hak kepemilikan tdk
berpindah dari Lessor ke Lessee. Leasing yg dicatat sbg perjanjian sewa, tanpa transfer
kepemilikan efektif yg berkaitan dgn leasing tsb shg Lessor pd saat tanggal penandatanganan
F041
SGU tdk mengakui adanya penjualan, melainkan mengakui adanya pendapatan leasing setiap
thn saat pembayaran diterima. Lessee tdk mengakui aset yg di-leasing & tdk ada kewajiban
leasing yg dilaporkan tetapi hanya melaporkan beban leasing periodik yg jml-nya sama dgn
pembayaran tahunan leasing. Mnr PSAK No. 30 suatu sewa diklasifikasikan sbg Operating Lease
jika sewa tsb tdk mengalihkan scr substansial slr risiko & manfaat yg terkait dgn kepemilikan aset.
Finance Lease
Bentuk leasing yg dicatat seolah-olah perjanjian leasing mengalihkan kepemilikan aset dari
Lessor kpd Lessee shg Lessor mengakui adanya penjualan pd saat penandatanganan leasing &
akan mengakui pendapatan bunga saat pembayaran leasing tahunan diterima. Sedangkan bagi
Lessee, saat tanggal penandatangan SGU akan mengakui aset yg di-leasing & juga kewajiban
utk pembayaran di masa depan pd neraca. Mnr PSAK No. 30 suatu sewa diklasifikasikan sbg
Finance Lease jika sewa tsb mengalihkan scr substansial slr risiko & manfaat yg terkait dgn
kepemilikan aset.
Sales Type Lease: Leasing yg melibatkan produsen/penyalur yg menggunakan leasing sbg
salah satu metode pemasaran produk.
Direct Finance Lease: Leasing yg melibatkan Lessor yg bergerak dlm kegiatan pembiayaan
(bank, lembaga keuangan) dimana pembiayaan leasing lsg disediakan oleh Lessor.
Sales & Lease Back
Sales and lease back atau (dan sewa-balik) atas transaksinya mnr PSAK No. 30 meliputi
penjualan suatu aset dan penyewaan kembali aset yg sama. Pembayaran sewa dan hrg jual
biasanya saling terkait krn keduanya dinegoisasikan sbg 1 paket. Sales and lease back dpt
dikategorikan ke finance lease ataupun operating lease shg perlakuan akuntansi utk transaksi ini
bergantung pd jenis sewanya.
F042
F043
5.
F044
jaminan utang-piutang;
Penyerahan jasa SGU dgn Hak Opsi oleh Lessor kpd Lessee (leaseback) mrp jasa
pembiayaan yg tdk dikenai PPN.
Dlm hal penyewagunausahaan kembalinya mrp SGU tanpa Hak Opsi:
a. Penyerahan BKP dari Lessee kpd Lessor (sale) dikenai PPN sesuai dgn ketentuan
peraturan perpu perpajakan;
b. Penyerahan jasa SGU tanpa Hak Opsi oleh Lessor kpd Lessee (leaseback) dikenai PPN
sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa pd umumnya.
b.
2.
Perlakuan PPh antara SGU dgn Hak Opsi dan SGU tanpa Hak Opsi
No.
Perihal
SGU dgn Hak Opsi
1.
Objek PPh
Sebagian dari pembayaran SGU dgn Hak
Opsi yg berupa imbalan jasa SGU.
Imbalan Jasa SGU adalah bagian dari
pembayaran SGU yg diperhitungkan sbg
pendapatan SGU bagi Lessor
2.
Penyusutan
1. Lessor tdk boleh menyusutkan
barang modal
2. Lessee tdk boleh melakukan
penyusutan atas barang modal yg diSGU, sampai saat Lessee
menggunakan Hak Opsi utk membeli
3. Stl Lessee menggunakan Hak Opsi
utk membeli barang modal tsb,
Lessee melakukan penyusutan dan
dasar penyusutannya adalah nilai
sisa (residual value) barang modal yg
bersangkutan
3.
Pembayaran
Mrp biaya yg dpt dikurangkan (kecuali
SGU
pembebanan atas tanah)
4.
PPh Pasal 23
Tak ada
Lessor membebankan
biaya penyusutan atas
barang modal
Jenis Transaksi
SGU dgn Hak Opsi
Obyek Penyerahan
1. Penyerahan Barang
a. BKP berasal dari
Supplier
b.
2.
2. Penyerahan Jasa
1. Penyerahan Barang
2. Penyerahan Jasa
F045
Perlakuan PPN
Dikenakan PPN
Lessor tdk perlu dikukuhkan sbg
PKP
PKP Pemasok wajib menerbitkan
FP kpd Lesse dgn menggunakan
identitas Lessee
DPP dlm FP: Hrg Jual dari PKP
Pemasok
Dikenakan PPN
Lessor hrs dikukuhkan sbg PKP
dan hrs menerbitkan FP kpd Lesse
dgn menggunakan identitas Lessee
DPP dlm FP: Harga Jual (tdk
termasuk unsur bunga yg diminta
atau seharusnya diminta oleh
Lessor krn jasa pembiayaan yg
diserahkannya)
Tdk dikenakan PPN
Tdk dikenakan PPN
Dikenakan PPN
3.
1.
2.
1.
2.
Penyerahan Barang
Penyerahan Jasa
Penyerahan Barang
Penyerahan Jasa
F046
Keterangan
Contoh 1:
Investor PT ABC mendirikan bangunan
gedung perkantoran 12 lantai diatas
tanah milik PT PG berdasarkan
perjanjian BOT dgn biaya Rp 30 M utk
masa selama 15 thn. Amortisasi yg
dilakukan oleh PT ABC setiap thn
adalah seb Rp 2 M (Rp 30 M:15)
2.
3.
Contoh 2:
Berdasarkan contoh 1, PT ABC pd akhir
thn ke-12 menyerahkan bangunan kpd
PT PG dgn diperpendeknya masa
perjanjian BOT. Kpd PT ABC diberikan
imbalan oleh PT PG seb Rp 5 M pd akhir
thn ke-12 (thn berakhirnya masa
perjanjian BOT). Maka:
PT ABC memperoleh tambahan
penghasilan seb Rp 5 M.
PT ABC juga hrs mengamortisasi sisa
biaya yg masih tersisa seb Rp 6 M (Rp
30 M - (12 x Rp 2 M) sekaligus pd akhir
thn ke-12.
Contoh 3:
Berdasarkan contoh 1, PT ABC pd thn
ke-11 menambah bangunan dgn biaya
Rp 20 M dan masa BOT diperpanjang 5
thn sehingga menjadi 20 thn.
Penghitungan amortisasi PT ABC mulai
thn ke-11 sbg berikut:
Sisa yg blm diamortisasi pd awal thn ke11 Rp 10 M.
Nilai perolehan hak atas penambahan
bangunan pd thn ke-11 Rp 20 M.
Dasar amortisasi yg baru Rp 30 M.
4.
No.
1.
2.
F047
Keterangan
Contoh 5:
Investor stl membangun bangunan
melalui perjanjian BOT, kemudian
bangunan tsb disewakan kpd pihak lain.
Maka investor akan memperoleh
penghasilan dari sewa bangunan.
Contoh 6:
Stl investor membangun bangunan
melalui perjanjian BOT, bangunan tsb
dijadikan hotel, maka investor akan
memperoleh penghasilan dari
3.
pengusahaan hotel.
Lihat Contoh 2
F048
Definisi:
JO: Bentuk KSO yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP a.n. KSO.
(Bagian E angka 2 huruf e angka 1) huruf b) SE-60/PJ/2013
Bentuk JO adalah mrp perkumpulan 2 badan atau lbh yg bergabung utk menyelesaikan suatu
proyek, penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tsb selesai.
Bentuk penggabungan JO bukanlah mrp subyek dari pengenaan PPh Badan, namun
pengenaan PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yg diperoleh pd @ badan yg
bergabung tsb sesuai dgn porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yg diterimanya.
Pemberian NPWP thd JO adalah semata-mata utk keperluan pemungutan dan pemotongan
PPh Pasal 21, Pasal 23/26 dan PPN.
Dlm rangka menentukan dan memperhitungkan besarnya PPh yg terhutang utk Badan-badan
tsb, pembukuan yg terpisah dari @ Badan yg bergabung dlm JO dpt dilakukan. Ketentuan ini
juga mencakup dan berlaku bagi penghasilan yg diterima dari proyek bantuan LN.
(S-323/PJ.42/1989)
Mekanisme Perpajakan JO: (S-323/PJ.42/1989)
Krn JO tdk termasuk Subjek Pajak PPh, maka penghasilan yg diterima suatu JO sebenarnya
adalah penghasilan para anggota yg besarnya adalah seb bagian @ yg ditentukan sesuai
perjanjian.
Jika atas penghasilan berupa bunga, sewa dan lain-lain yg diterima atau diperoleh JO dari WP
Badan DN dan Perseorangan yg ditunjuk (Pemberi Hasil), dipotong PPh Pasal 23, maka bukti
potong PPh Pasal 23 tsb hrs dipecah utk @ anggota JO agar dpt dikreditkan.
Besarnya PPh Pasal 23 utk @ anggota JO sesuai dgn perjanjian J.O.A (Joint Operation
Agreement) yg tlh disepakati bersama.
JO tdk memiliki kewajiban utk menyampaikan SPT Tahunan dan membayar PPh Pasal 25 &
Pasal 29. Kewajiban yg ada hanya sbg pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh
Pasal 26 dan PPN.
Mekanisme Pemecahan Bukti Potong PPh Pasal 23: (SE-44/PJ./1994)
1. Jika tlh dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 a.n. JO:
a. JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kpd KPP dimana
JO terdaftar/berkedudukan, dilampiri FC dokumen pendirian JO.
b. KPP dimana JO terdaftar/berkedudukan minta konfirmasi kpd KPP dimana pemotong PPh
Pasal 23 terdaftar, mengenai pemotongan thd JO.
c. Apabila benar tlh dilakukan pemotongan thd JO maka KPP dimana JO terdaftar/
berkedudukan menerbitkan SKKPP PPh Pasal 23 Yg Seharusnya Tdk Terutang.
d. Atas dasar SKKPP tsb dilakukan Pbk dari PPh Pasal 23 ke PLB
e. Dilakukan pemindahbukuan dari PLB ke PPh Pasal 25 a.n. para anggotanya dgn jml pajak
seb bagian @ dgn thn pajaknya sesuai dgn yg tercantum pd Bukti Pemotongan PPh Pasal 25
dilakukan krn bukti Pbk itu diperhitungkan sbg kredit pajak dlm SPT Tahunan PPh Badan
para anggotanya, bukan dlm SPT PPh Pasal 23. Pd bukti Pbk (di bawah Nomor dan Tanggal
SKKPP) supaya diketik: (Dalam rangka pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 atas
nama joint operation......).
f. Atas SKKPP tsb tdk boleh diterbitkan SPMKP dan tdk boleh di-Pbk-kan utk membayar
kewajiban pajak JO.
g. Apabila anggota JO adalah WP LN maka pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 23 (yg
berupa bukti Pbk PPh Pasal 25) tdk boleh diperhitungkan dgn kewajiban PPh Pasal 26 dari
JO krn WP LN tsb dianggap mempunyai BUT di Indonesia.
h. Lembar ke-1 Bukti Pbk tsb pd butir 1.e. disampaikan utk para anggota sedang lembar lainnya
utk ditatausahakan sesuai ketentuan dlm Pedoman Induk TUPRP.
2. Jika blm dilakukan pemotongan PPh Pasal 23:
a. JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kpd pemberi
hasil, dilampiri FC dokumen pendirian JO.
b. Pd waktu dilakukan pemotongan, pemberi hasil membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
a.n. JO qq anggota (NPWP anggota) dgn jml pajak seb bagian @.
F049
c.
D. REKSA DANA
Dasar Hukum:
UU PPh
UU 8 Thn 1995 ttg Pasar Modal
PP 94 Thn 2010
SE terkait:
SE-18/PJ.42/1996 ttg PPh atas usaha Reksa Dana
Definisi:
Reksa Dana: Wadah yg dipergunakan utk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal utk
selanjutnya diinvestasikan dlm Portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
(Pasal 1 ayat (27) UU 8 Thn 1995)
Manajer Investasi: Pihak yg kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek utk para nasabah atau
mengelola portofolio investasi kolektif utk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi,
dana pensiun, dan bank yg melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan perpu yg berlaku.
Portofolio Efek: Kumpulan Efek yg dimiliki oleh orang perseorangan, perusahaan, usaha
bersama, asosiasi, atau kelompok yg terorganisasi.
Kustodian: Pihak yg memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yg berkaitan dgn Efek serta
jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak - hak lain, menyelesaikan transaksi Efek,
dan mewakili pemegang rekening yg menjadi nasabahnya.
Bentuk Reksa Dana:
Pd reksadana, manajemen investasi mengelola dana-dana yg ditempatkannya pd surat berharga dan
merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima dividen atau bunga yg dibukukannya ke
dlm "Nilai Aktiva Bersih" (NAB) reksadana tsb. Kekayaan reksadana yg dikelola oleh manajer
investasi tsb wajib utk disimpan pd bank kustodian yg tdk terafiliasi dgn manajer investasi, dimana
bank kustodian inilah yg akan bertindak sbg tempat penitipan kolektif dan administratur.
Berdasarkan pasal 18 ayat (1) UU 8 Thn 1995 bentuk hukum Reksadana di Indonesia ada 2, yaitu:
Reksadana berbentuk Perseroan (PT) dan Reksadana berbentuk KIK.
1. Reksa Dana berbentuk PT
Reksa Dana berbentuk suatu perusahaan yg mempunyai kegityan usaha mengelola
portofolio efek. Investor yg tertarik berinvestasi pd Reksa Dana tsb dpt membeli saham yg
dikeluarkan perusahaan tsb.
Pd Reksadana berbentuk PT, pemegang penyertaannya disebut pemegang saham, shg
perlakuan PPh atas penghasilan yg diperoleh pemegang saham ini adalah sesuai dgn
ketentuan perpajakan atas dividen
Yg dpt menjalankan usaha Reksa Dana berbentuk PT adalah PT yg tlh memperoleh izin
usaha dari BAPEPAM-LK. Berdasar data www.bapepam.go.id sampai dgn Mar 2011,
BAPEPAM-LK tlh memberikan izin usaha Reksa Dana berbentuk PT sebanyak 2, yaitu kpd:
PT BDNI Reksadana (tertutup)
PT Reksadana Perdana Tbk
Reksa Dana berbentuk Perseroan dpt bersifat terbuka atau tertutup. (Pasal 18 ayat (2) UU 8
Thn 1995)
a. Reksa Dana Terbuka
Reksa Dana yg dpt dijual kembali kpd perusahaan Manajemen Investasi yg
menerbitkannya tanpa melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Hrg jualnya
biasanya sama dgn NAB-nya. Sebagian besar Reksa Dana yg ada saat ini adalah
merupakan Reksa Dana Terbuka.
b. Reksa Dana Tertutup
F0410
Reksa Dana yg tdk dpt dijual kembali kpd perusahaan Manajemen Investasi yg
menerbitkannya. Unit penyertaan Reksa Dana Tertutup hanya dpt dijual kembali kpd
investor lain melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Hrg jualnya bisa di atas
atau di bawah NAB-nya.
2. Reksa Dana berbentuk KIK
Reksa Dana yg dibentuk berdasarkan suatu KIK antara Manajer Investasi dan Bank
Kustodian yg mengikat pemegang unit penyertaan (Investor) dimana manajer investasi diberi
wewenang utk mengelola portofolio investasi kolektif utk diinvestasikan pd berbagai jenis efek
yg diperdagangkan di pasar modal dan di pasar uang.
Investor yg tertarik berinvestasi pd Reksa Dana tsb dpt membeli unit penyertaan yg
dikeluarkan Reksa Dana tsb. Pemegang penyertaannya disebut pemegang unit penyertaan
KIK.
Terdapat 2 bentuk:
Reksa Dana KIK yg melakukan Penawaran Umum
Reksa Dana KIK Penyertaan Terbatas (RDPT)
Perlakuan PPh atas Usaha Reksa Dana:
1. Reksa Dana Tertutup
No.
Uraian
Perlakuan PPh
Penghasilan Reksa Dana yg Berasal dari:
1.
Dividen
Objek PPh Pasal 23 =15%
Dpt menjadi bukan objek pajak
sepanjang memenuhi syarat yg
tercantum di Pasal 4 ayat (3) huruf f UU
PPh
2.
Bunga Obligasi
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif:
2009-2010 = 0%
2011-2013 = 5%
2014 dan seterusnya = 15%
3.
Bunga Deposito/
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 20%
Tabungan
4.
Capital Gain
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 0,1%
Saham di bursa
dari jml bruto nilai transaksi penjualan
saham
5.
Commercial Paper
dan Surat Utang
Lainnya
Bagian Laba yg diterima pemegang saham yg berbentuk:
1.
PT, Koperasi,
Objek PPh Pasal 23 =15%
BUMN/ BUMD
Dpt menjadi bukan objek pajak
sepanjang memenuhi syarat yg
tercantum di Pasal 4 ayat (3) huruf f UU
PPh
2.
Badan lain selain
Objek PPh Pasal 23 =15%
tsb pd angka 1,
misalnya Fa, CV,&
Kongsi
3.
Orang pribadi
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) =10%
Keuntungan yg diterima
pemegang saham dari
penjualan saham
F0411
Dasar Hukum
Pasal 23 dan
Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh
PP 16 Thn 2009
Pasal 23 dan
Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh
Pasal 23 UU PPh
2.
3.
Dasar Hukum
Pasal 23 dan
Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh
PP 16 Thn 2009
Pasal 23 dan
Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh
Pasal 23 UU PPh
Keuntungan yg diterima
PPh tarif umum krn tdk dijual di bursa
Pasal 4 ayat (1)
pemegang saham dari
UU PPh
pelunasan kembali
(redemption) saham
KIK
Bukan Obyek Pajak yaitu atas bagian laba yg diterima atau diperoleh oleh pemegang unit
penyertaan KIK termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya.
Ketentuan thd bagian laba termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya
ini berlaku juga bagi pemegang unit penyertaan yg mrp Subjek Pajak LN.
(Pasal 5 PP 94 Thn 2010)
F0412
E-COMMERCE
SE terkait:
y SE-62/PJ/2013 ttg Penegasan ketentuan perpajakan atas transaksi e-commerce
Definisi:
E-commerce: Perdagangan barang dan/atau jasa yg dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen
melalui sistem elektronik. (SE-62/PJ/2013)
Commercial transactions occurring over open networks, such as the Internet. Both business-to-business
and business-to-consumer transactions are included (OECD, 2003).
Prinsip & Tujuan:
Transaksi e-commerce sama dgn transaksi perdagangan lainnya, tetapi berbeda dlm hal cara atau
alat yg digunakan. Oleh krn itu, tdk ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi ecommerce dan transaksi perdagangan lainnya.
Tdk ada objek pajak baru dlm transaksi e-commerce.
Mewujudkan keseragaman dlm memahami aspek perpajakan atas transaksi e-commerce .
4 Model Bisnis e-Commerce:
Online
Marketplace
(OM)
Classified Ads
(CA)
Daily Deals
(DD)
Online Retail
(OR)
Banyak
Banyak
Banyak
Toko Permanen
di sebuah Pasar
Online
Penjual insidentil
Promo sesaat
Toko Permanen
milik sendiri
Penawaran
Online
Online
Online
Online
Pemesanan
Online
Offline
Online
Online / Offline
Pembayaran
Online
Offline
Online /
Offline
Online / Offline
Pengiriman
Online / Offline
Offline
Online/Offline
Online / Offline
tokopedia,
rakuten,
bukalapak,
duniavirtual.com
tokobagus, kaskus,
berniaga.com,
www.rumah123.com
livingsocial,
Groupon
Disdus,
DEALGOING,
LaKupon
blibli.com,
Bhinneka.com,
Gramedia.com,
Lazada
Jumlah
Penjual
Karakteristik
Penjual
/
Penjualan
Contoh
A. ONLINE MARKETPLACE
OM: Kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa Toko Internet di Mal Internet sbg
tempat OM Merchant menjual barang dan/atau jasa.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara OM;
OM Merchant; dan
Pembeli.
Bbrp definisi dlm OM:
Mal Internet: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg terdiri dari bbrp Toko Internet yg
dikelola oleh Penyelenggara OM.
Toko Internet: Bagian dari Mal Internet yg ditawarkan oleh Penyelenggara OM kpd OM
F051
F052
*)
No
Proses Bisnis
Objek PPh
Subjek Pajak
Tarif
1.
Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu
Penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/ atau
waktu dlm media
lain utk
penyampaian
informasi
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk penyampaian informasi
2.
Penjualan
Barang dan/
atau Jasa
Penghasilan dari
penjualan barang
dan/ atau penyediaan jasa mrp
objek PPh
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa
3.
Penyetoran
Hasil Penjualan kpd OM
Merchant oleh
Penyelenggara
OM (Jasa
Perantara
Pembayaran)
Penghasilan dari
jasa perantara
pembayaran mrp
objek PPh yg
wajib dilakukan
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa perantara
pembayaran
F053
Pemotongan PPh
Proses Bisnis
Objek PPN
DPP
Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu
Penyerahan jasa
penyediaan waktu dan/atau
tempat dlm media lain
Penjualan
Barang
dan/atau Jasa
Saat pembayaran
Penyetoran
Hasil Penjualan kpd OM
Merchant oleh
Penyelenggara
OM (Jasa
Perantara
Pembayaran)
F054
B. CLASSIFIED ADS
CA: Kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video
penjelasan, informasi, dan Iain-lain) barang dan/atau jasa bagi Pengiklan utk memasang iklan yg
ditujukan kpd Pengguna Iklan melalui situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara CA;
Pengiklan; dan
Pengguna Iklan.
Bbrp definisi dlm CA:
Penyelenggara CA: Pihak yg menyediakan tempat bagi Pengiklan utk memasang iklan yg
ditujukan kpd Pengguna Iklan melalui situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
Pengiklan: Pihak yg memasang iklan dgn mengunakan situs yg disediakan oleh
Penyelenggara CA.
Pengguna Iklan: Pihak yg menggunakan iklan dipasang di situs yg disediakan oleh
Penyelenggara CA.
Proses Bisnis:
Pengiklan melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas perjanjian yg ditetapkan
oleh Penyelenggara CA.
Penyelenggara CA melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan
menerbitkan invoice atas Transaction Fee. Proses verifikasi dan penerbitan invoice mrp
proses opsional krn dlm bbrp contoh, Penyelenggara CA tdk melakukan verifikasi dan
menerbitkan invoice atas Transaction Fee.
Dlm hal Penyelenggara CA memungut Transaction Fee, Pengiklan melakukan pembayaran
atas Transaction Fee melalui rekening yg tlh ditetapkan oleh Penyelenggara CA.
Penyelenggara CA memberikan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu kpd Pengiklan utk
memasang iklan di situs CA.
Pengiklan mengunggah data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan
diiklankan melalui situs CA.
Penyelenggara CA menampilkan data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg
akan diiklankan melalui situs CA. Bbrp Penyelenggara CA akan menyeleksi terlebih dahulu
iklan yg layak ditampilkan berdasarkan peraturan yg berlaku.
F055
*)
No
Proses Bisnis
1.
Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu
Objek PPh
Penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk
penyampaian
informasi mrp
objek PPh yg
wajib dilakukan
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26
Subjek Pajak
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk
penyampaian
informasi
Tarif
Pemotongan PPh
Proses Bisnis
Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu
Objek PPN
Penyerahan jasa
penyediaan waktu dan/atau
tempat dlm media lain
(termasuk kemungkinan
jasa tsb diserahkan scr
cuma-cuma)
F056
DPP
Penggantian, termasuk semua biaya yg
diminta atau seharusnya diminta oleh
Penyelenggara CA krn penyerahan JKP
tsb.
Contoh:
Penggantian dan transaction fee.
Dlm hal JKP tsb diserahkan scr cumacuma, DPP-nya adalah Penggantian
dikurangi laba kotor.
C. DAILY DEALS
DD: Kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa situs DD sbg tempat DD Merchant
menjual barang dan/atau jasa kpd Pembeli dgn menggunakan Voucher sbg sarana pembayaran.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara DD;
Merchant DD; dan
Pembeli.
Bbrp definisi dlm DD:
Situs DD: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg dikelola oleh Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD: Pihak yg menjalankan kegiatan usaha berupa situs DD sbg tempat DD
Merchant menjual barang dan/atau jasa.
Merchant DD: Pihak yg menjual barang dan/atau jasa dgn menggunakan fasilitas Voucher
melalui situs DD.
Voucher: Alat tukar utk produk dan layanan tertentu dari DD Merchant yg diterbitkan oleh DD
Merchant atau Penyelenggara DD dan hanya bisa didapatkan oleh Pembeli melalui situs DD.
Pembeli: Pihak yg melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari DD Merchant melalui
situs DD dgn menggunakan fasilitas Voucher.
Proses Bisnis:
a. Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu
DD Merchant melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas Perjanjian yg
ditetapkan oleh Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan
menerbitkan invoice atas Monthly Fixed Fee.
DD Merchant melakukan pembayaran atas Monthly Fixed Fee melalui rekening
Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD memberikan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu kpd DD
Merchant utk memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain)
barang dan/atau jasa dan melakukan penjualan di situs DD.
b. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa
DD Merchant menawarkan barang dan/atau jasa yg akan dijual dgn mengunggah data
dan atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual melalui situs DD.
Pembeli melakukan pemesanan melalui situs DD. Sbl melakukan pemesanan, Pembeli
mendaftarkan diri utk mendapatkan akun agar dpt bertransaksi di situs DD.
Penyelenggara DD mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh
Pembeli melalui situs DD (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode
pembayaran, mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
Pembeli melakukan pembayaran melalui rekening yg ditetapkan oleh Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD mengeluarkan notifikasi kpd DD Merchant bahwa barang dan/atau
jasanya tlh dibeli oleh Pembeli.
Penyelenggara DD atau DD Merchant menyampaikan Voucher kpd Pembeli. Voucher
diterbitkan oleh DD Merchant atau Penyelenggara DD dan hanya bisa didapatkan oleh
Pembeli melalui situs DD. Voucher tsb digunakan oleh Pembeli utk ditukarkan dgn
barang dan/atau jasa yg dibeli.
Pembeli menukarkan Voucher dgn barang dan/atau jasa yg dibeli dari DD Merchant.
Penyerahan barang dan/atau jasa dpt dilakukan dgn cara menukar lsg di tempat DD
Merchant, dikirimkan oleh DD Merchant, atau dgn cara lainnya.
c. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan kpd DD Merchant oleh Penyelenggara DD
Penyelenggara DD menyetor hasil penjualan kpd DD Merchant melalui rekening yg tlh
ditetapkan oleh DD Merchant.
Jml yg disetor oleh Penyelenggara DD kpd DD Merchant adalah seb nilai transaksi
dikurangi dgn per Sale Fee.
Periode penyetoran hasil penjualan oleh Penyelenggara DD kpd DD Merchant adalah
sesuai dgn isi perjanjian.
F057
*)
No
Proses Bisnis
Objek PPh
Subjek Pajak
1.
Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu
Penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk penyampaian informasi
mrp objek PPh yg
wajib dilakukan
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk
penyampaian
informasi
2.
Penjualan
Barang
dan/atau Jasa
Penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa
mrp objek PPh
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa
3.
Penyetoran
Hasil
Penjualan kpd
DD Merchant
oleh
Penyelenggara
DD (Jasa
Perantara
Pembayaran)
Penghasilan dari
jasa perantara
pembayaran mrp
objek PPh yg
wajib dilakukan
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa perantara
pembayaran
F058
Tarif
Pemotongan PPh
Proses Bisnis
Objek PPN
DPP
1.
Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu
Penyerahan jasa
penyediaan waktu dan/atau
tempat dlm media lain
2.
Penjualan
Barang dan/
atau Jasa
Saat pembayaran
3.
Penyetoran
Hasil
Penjualan kpd
DD Merchant
oleh
Penyelenggara
DD (Jasa
Perantara
Pembayaran)
F059
D. ONLINE RETAIL
OR: Kegiatan menjual barang dan/atau jasa yg dilakukan oleh Penyelenggara OR kpd Pembeli di
situs OR.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara OR sekaligus sbg OR Merchant; dan
Pembeli.
Bbrp definisi dlm OR:
Situs OR: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg dikelola oleh Penyelenggara OR.
Penyelenggara OR: Pihak yg memiliki situs OR dan sekaligus sbg pihak yg melakukan
penjualan barang dan/atau jasa.
Pembeli: Pihak yg melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari Penyelenggara OR
melalui situs OR.
Proses Bisnis:
Penyelenggara OR menampilkan data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg
akan dijual melalui situs OR.
Pembeli melakukan pemesanan melalui situs OR. Sbl melakukan pemesanan, bbrp
Penyelenggara OR mensyaratkan Pembeli utk mendaftarkan diri.
Penyelenggara OR mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh Pembeli
melalui situs OR (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode pembayaran,
mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
Pembeli melakukan pembayaran melalui transfer ke rekening bank yg tlh ditetapkan oleh
Penyelenggara OR, kartu kredit, atau menggunakan uang tunai (Cash On Delivery).
Penyelenggara OR melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli, baik dgn
menggunakan fasilitas pengiriman sendiri atau melalui penyedia jasa pengiriman.
F0510
*)
No
Proses Bisnis
Objek PPh
1.
Penjualan
Barang
dan/atau Jasa
Penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa
mrp objek PPh
Subjek Pajak
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa
Tarif
Pemotongan PPh
Proses Bisnis
Penjualan
Barang dan/
atau Jasa
Objek PPN
Penyerahan BKP dan/atau
JKP
F0511
DPP
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, termasuk semua biaya yg diminta
atau seharusnya diminta oleh
Penyelenggara OR krn penyerahan BKP
dan/atau JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.
BAGIAN G
LAINNYA
No.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
G011
Saldo
Normal
Debit
Aset Lancar
Debit
Aset Lancar
Debit
Aset Lancar
PPN LB
Debit
Aset Lancar
BPHTB
Debit
Kredit
Kewajiban Lancar
Kredit
Kewajiban Lancar
PPN Keluaran
Kredit
Kewajiban Lancar
Debit
PPN KB
Kredit
Kewajiban Lancar
Nama Akun
Piutang PPh Pasal 21/22/23/24/25 (Kredit Pajak)
Pelaporan
Pajak)
Debit
Beban Operasional
Beban PBB
Debit
Beban Operasional
Bea Materai
Debit
Beban Operasional
Sanksi Perpajakan
Debit
Pajak Daerah
Debit
Imbalan Bunga
Kredit
Pendapatan Lain-lain
Debit
Kredit
Kredit
Debit
G021
PELAPORAN KEUANGAN
Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified): LK disajikan sesuai dgn prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Laporan tsb konsisten, dan semua informasi yg material sdh diungkapkan.
Wajar dgn Pengecualian (Qualified): Auditor merasa terhalangi dlm melakukan pengujian yg
diinginkan atau terdapat bbrp hal yg dicatat dgn cara yg tdk disetujui oleh auditor.
Tdk Memberikan Pendapat (No Opinion): Auditor menolak utk memberikan opini, biasanya
krn terdapat ketidakpastian yg besar apakah perusahaan yg diaudit akan dpt bertahan dlm
dunia bisnis atau tdk.
Tdk Wajar (Adverse): LK tdk disajikan sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum.
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) Disajikan scr wajar sesuai dgn Prinsip Akuntansi
yg Berlaku Umum (PABU)
G031
Manfaat tdk selalu dpt diukur dgn mudah, krn tersebar ke seluruh perekonomian.
2.
Relevansi membuat suatu perbedaan
Informasi yg relevan scr normal hrs menyediakan baik nilai umpan balik maupun nilai
prediksi pd saat yg sama.
Umpan balik dari kejadian masa lalu membantu dlm mengkonfirmasi atau memperbaiki
perkiraan sebelumnya.
Informasi ini dpt digunakan utk memperkirakan hasil di masa yg akan datang.
Infomasi hrs tepat waktu, shg apabila informasi baru bisa didapat stl keputusan diambil, tdk
akan banyak berguna.
3.
Keandalan scr relatif bebas dari kesalahan & menyajikan hal yg seharusnya
LK yg dibuat oleh seorang akuntan dpt diverifikasi melibatkan konsensus oleh akuntan
lain yg terlatih dgn menggunakan metode pengukuran yg sama.
Penyajian jujur berarti ada kesesuaian antara pengukuran dgn aktivitas ekonomi atau unsur
akuntansi yg diukur
Netralitas berarti apabila LK bertujuan utk memuaskan sebagian besar kelompok pemakainya,
maka informasi yg disajikan tdk boleh berpihak thd kepentingan suatu kelompok dari
pemakainya dan mengorbankan kelompok lain.
Standar akuntansi lambat laun semakin bersifat relevan dan semakin kurang dpt diandalkan.
4.
Dapat dibandingkan
Informasi menjadi lbh berguna ketika dpt dikaitkan dgn suatu benchmark atau standar.
Perbandingan dlm data akuntansi utk perusahan yg sama selama bbrp periode sering disebut
konsistensi. Namun, keseragaman bukan selalu menjadi jawaban dari perbandingan.
5.
Materialitas
Tdk ada batasan angka materialitas minimum yg pasti, shg akuntan hrs menggunakan
pertimbangan sendiri.
Ketika auditor mempertimbangkan suatu unsur material atau tdk, perhatian lbh hrs diberikan utk
unsur yg mengubah kerugian menjadi keuntungan, yg dpt membuat perusahaan dpt mencapai
laba sesuai perkiraan analis, atau yg membuat manajemen bisa mencapai batas minimum utk
perolehan bonus.
Konsep Konservatisme: Apabila ragu, akui semua kerugian tetapi jgn mengakui adanya keuntungan.
G032
Elemen LK:
Aktiva (asset)
Kewajiban
(liability)
Ekuitas
(equity) atau
Aktiva Bersih
(net asset)
Pendapatan
(reveneue)
Beban
(expense)
Keuntungan
(gain)
Kerugian
(loss)
Investasi oleh
Pemilik
G033
Pengakuan (recognition): menyatukan semua estimasi & penilaian menjadi 1 angka dan kemudian
menggunakannya utk membuat ayat jurnal.
Pengungkapan (disclosure): melewatkan ayat jurnal dan hanya bersandar pd catatan utk
memberikan informasi kpd pengguna.
Keterangan:
Pengungkapan mrp pengakuan yg lbh tepat dlm situasi di mana informasi yg relevan tdk dpt diukur dgn
andal.
5 Atribut Pengukuran:
1.
Biaya historis (historical cost): Hrg setara kas utk brg/jasa pd tgl perolehan.
Contoh: Tanah, bangunan, peralatan, dan sebagian besar persediaan
2.
Biaya pengganti saat ini (current replacement cost): Hrg setara kas yg bisa ditukarkan pd saat ini
utk membeli atau menggantikan brg/jasa yg sejenis.
Contoh: Bbrp persediaan yg mengalami penurunan nilai sejak diperoleh
3.
Nilai pasar saat ini (current market value): Hrg kas yg setara dgn hrg yg bisa didapatkan dgn
menjual aktiva dlm kondisi penjualan biasa.
Contoh: Bbrp instrumen keuangan
4.
Nilai realisasi bersih (net realizable value): Sejumlah kas yg diharapkan akan diterima dari
konversi aktiva dlm aktivitas bisnis normal.
Contoh: Piutang dagang
5.
Nilai sekarang atau nilai yg didiskontokan (present atau dscounted value): Jml arus masuk kas
bersih di masa yg akan datang atau arus keluar yg didiskontokan ke nilai sekarang pd tingkat bunga
yg sesuai.
Contoh: Piutang jangka panjang, utang jangka panjang, dan aktiva operasi jangka panjang yg
dianggap mengalami penurunan nilai
Pd tgl perolehan, semua dari kelima atribut pengukuran tsb memiliki nilai yg kurang lbh sama.
Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle):
Semua informasi hrs disajikan dgn tdk bias, dpt dipahami, dan tepat waktu, agar laporan keuangan
menjadi efektif.
Asumsi Tradisonal dlm Model Akuntansi:
Entitas ekonomi perusahaan bisnis terpisah & berbeda dari pemiliknya atau unit bisnis lainnya.
Kelangsungan usaha (going concern) apabila tdk ada bukti yg menyatakan sebaliknya, sebuah
entitas dianggap akan melanjutkan usahanya di masa depan.
Satuan masa uang yg stabil dpt diukur dlm satuan mata uang yg stabil shg mengabaikan scr
tradisional perubahan dalam kemampuan daya beli dlm rupiah akibat inflasi.
Periode akuntansi krn LK diperlukan scr tepat waktu, umur dari entitas bisnis dibagi dlm periode
akuntansi yg spesifik.
G034
Goodwill dicatat dlm akun hanya ketika timbul dari pembelian entitas lain pd hrg yg lebih tinggi dari
nilai pasar aktiva entitas yg dibeli, yg dpt diidentifikasikan.
Tanah dinilai pd biayanya.
Semua pembayaran keluar dari kas kecil didebit pd beban lain-lain.
Aktiva tetap diklasifikasikan scr terpisah seperti tanah dan bangunan, dgn akun akumulasi
penyusutan utk bangunan.
Pembayaran periodik sebesar Rp 1.500 per bulan utk jasa dari Amir, yrg mrp pemilik tunggal dari
perusahaan, dilaporkan sbg prive/penarikan oleh pemilik (withdrawals).
Peralatan kecil yg digunakan oleh perusahaan manufaktur besar dicatat sbg beban pd saat
pembelian.
Investasi pd surat berharga modal pd awalnya dicatat pd biaya perolehan.
Sebuah toko eceran mengestimasi persediaan dan tdk melakukan perhitungan fisik yg lengkap utk
tujuan persiapan LK bulanan.
Catatan yg menggambarkan kemungkinan kewajiban perusahaan akibat tuntutan hukum dicakup
dlm LK meskipun blm timbul kewajiban formal pd tgl neraca.
Penyusutan aktiva tetap scr konsisten dihitung setiap thn dgn menggunakan metode garis lurus.
Jawaban:
1.
2.
3.
4.
b i, j
i
k
a, d, g, l
5.
6.
7.
8.
h
k
l
c
9.
10.
a, d, f
g, i, l
G035
PROSES/SIKLUS AKUNTANSI
Menggunakan
neraca lajur
(opsional)
Menganalisa
dokumen
keuangan
Mencatat
dlm
Jurnal
Posting
ke buku
besar
Membuat
neraca
saldo
Membuat
jurnal
penyesuaian
Membuat
neraca saldo
penutup
(opsional)
Membuat
jurnal
penutup
Menyusun LK
Tahap Pencatatan:
1.
Menganalisa dokumen keuangan (aktivitas bisnis) Dasar utk pencatatan awal setiap transaksi
2.
Mencatat transaksi berdasarkan dokumen pendukung tsb dgn menggunakan ayat jurnal scr
kronologis pd buku jurnal.
3.
Memindahbukukan (posting) transaksi yg tlh dikelompokkan & dicatat pd jurnal ke dlm tiap akun yg
sesuai pd buku besar (general ledger), dan bila perlu pd buku besar pembantu (subsidiary
ledger).
Tahap Pelaporan:
4.
Menyiapkan neraca saldo (trial balance) atas akun-akun di buku besar. Neraca saldo ini berisi
daftar akun pd buku besar beserta saldo debit-kreditnya. Tahap ini dpt digunakan utk mengecek
keakuratan pencatatan & pemindahbukuan.
5.
Mencatat jurnal penyesuaian (adjusting entries) utk memutakhirkan data keuangan sbl
menyiapkan LK.
6.
Menyiapkan LK yg mrp ikhtisar hasil operasi dan menunjukkan posisi keuangan serta arus kas
perusahaan.
7.
Menutup akun nominal ke akun laba ditahan. Proses penutupan ini mengakibatkan akun nominal
bersaldo nol pd awal perode berikutnya.
8.
Menyiapkan neraca saldo stl penutupan (post closing trial balance) utk memastikan kesamaan
atau keseimbangan debit & kredit stl jurnal penyeseuaian dan jurnal penutup di-posting.
G041
Perbedaan antara pendapatan total dan beban total dlm suatu periode adalah laba (rugi) yg
menambah (mengurangi) ekuitas pemilik melalui akun laba ditahan.
Dividen mengurangi laba ditahan, tetapi tdk diklasifikasikan sbg beban dan tdk dilaporkan pd laporan
laba rugi.
Contoh Jurnal Umum & posting ke Buku Besar:
Pd perusahaan kecil biasanya semua transaksi dicatat dlm jurnal tunggal (single journal), tetapi semakin
kompleks perusahaan dgn aktivitas yg sering terjadi biasanya membuat jurnal khusus (special journal)
sedangkan transaksi yg tdk dicatat dlm jurnal khusus akan dicatat dlm jurnal umum (general journal).
JURNAL UMUM
Hal. 12
Tgl.
Ref.
Post.
8*
34*
Uraian
1 Mei
Debit
Kredit
Peralatan Pengiriman
50.000.000
Utang Usaha
50.000.000
(Pembelian truk pengiriman scr kredit
dari PT Auto)
*)
Diisi stl melakukan posting ke buku besar (sesuai nomor akun dlm buku besar)
BUKU BESAR
Akun: PERALATAN PENGIRIMAN
Tgl.
1 Mei
Uraian
Pembelian truk
pengiriman
Akun No. 8
Ref.
Post.
Debit
J12
50.000.000
Ref.
Post.
Debit
Kredit
150.000.000
200.000.000
Uraian
Pembelian truk
pengiriman
Akun No. 34
J12
Kredit
50.000.000
G042
Saldo
Saldo
30.000.000
80.000.000
Urutan akun yg dicantumkan sesuai dgn urutan yg terdapat dlm buku besar, dimana saldo debit
ditunjukkan pd kolom sebelah kiri & saldo kredit ditampilkan pd kolom sebelah kanan.
Debit
xxxx
Kredit
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
b.
G043
4.
5.
Sistem Periodik:
Penghitungan fisik persediaan hrs dilakukan pd akhir periode, utk dilakukan penyesuaian saldo
akhir, krn akun persediaan masih menunjukkan saldo awal.
Jurnal
Penyesuaian:
Persediaan .................................................
xxx
Diskon Pembelian .....................................
xxx
Retur Pembelian ........................................
xxx
Hrg Pokok Penjualan (HPP) .....................
xxx
Pembelian ...............................................
xxx
Beban Angkut Pembelian ......................
xxx
(Nilai persediaan yg dicatat adalah sebesar selisih nilai
penghitungan fisik dan saldo awal persediaan)
Sistem Perpetual:
Persediaan akhir & HPP akan muncul di buku besar sehingga tdk diperlukan jurnal
penyesuaian, kecuali utk menyesuaikan bila terdapat kerusakan, pencurian atau kesalahan
pembukuan.
G044
Nama Akun
Neraca
Saldo
D
PERUSAHAAN XXX
NERACA LAJUR
...........................
Neraca
Penyesu
Saldo
aian
Penyesuaian
D
K
D
K
Laporan Laba
Rugi
Neraca
Total
Laba (Rugi)
Bersih
Keterangan: Format di atas umumnya disebut Neraca Lajur 10 Kolom
Jurnal Penutup:
Pendapatan ..........................................................
Laba Ditahan ....................................................
Laba Ditahan ........................................................
Beban ................................................................
Laba Ditahan ........................................................
Dividen ...............................................................
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Dpt disusun utk memeriksa keseimbangan saldo debit & kredit utk akun-akun riil stl jurnal penutup
dipindahbukukan.
PERUSAHAAN XXX
NERACA SALDO PENUTUP
............
Debit
Kredit
Akun Aktiva ...........
xxxx
Akun Kontra (contra account) Aktiva ...........
xxxx
Akun Kewajiban ...........
xxxx
Akun Ekuitas ...........
xxxx
Total
xxxx
xxxx
Contoh Jurnal Pembalik (Opsional):
Dibuat stl memasuki periode akuntansi yg baru dan mrp kebalikan dari ayat jurnal penyesuaian
terkait yg tlh dibuat pd periode akuntansi sebelumnya.
Perkiraan yg dpt dibalik: Semua perkiraan akrual; dan Semua perkiraan dibayar/diterima di
muka dimana pencatatan pertama kali didebit atau dikredit ke suatu akun beban/pendapatan.
Contoh Perlakuan:
Tanpa Jurnal Pembalik
Beban Gaji ....................
Kas ..............................
Beban Gaji ....................
Utang Gaji ...................
Laba Ditahan ................
G045
4.000
1.200
5.200
Beban Gaji .............
Jurnal Pembalik:
Utang Gaji .................
Beban Gaji .............
Jurnal Periode Berikutnya:
1.200
Beban Gaji ................
1.300
Kas .........................
2.500
5.200
1.200
1.200
2.500
2.500
G046
RASIO-RASIO
RASIO PROFITABILITAS
No
1
Rasio
Margin Laba Bruto
(Gross Profit
Margin)
Formula
Analisa Manajemen/Investor
Laba Kotor :
Penjualan Bersih
Laba Bersih :
Penjualan Bersih
Tingkat
Pengembalian Aset
(Return on Asset)
Tingkat
Pengembalian
Ekuitas (Return on
Equity/Return in
Investment)
Tingkat
Pengembalian
Penjualan (Return
on Sales)
Laba Bersih :
Penjualan Bersih
Rasio Pembayaran
Dividen (Dividend
Payout Ratio)
Dividen Tunai :
Laba Bersih
10
Formula
Analisa Manajemen/Investor
Aset Lancar :
Hutang Lancar
RASIO LIKUIDITAS
No
Rasio
Rasio Lancar
(Current Ratio)
(Aset Lancar
Persediaan) : Hutang
Lancar
G051
Working)
4
Rasio Kecukupan
Arus Kas (Cash Flow
Adequacy Ratio)
RASIO AKTIVITAS
No
Rasio
Formula
Analisa Manajemen/Investor
Perputaran
Persediaan
(Inventory Turnover)
HPP : Rata-rata
Persediaan
360 : Perputaran
Persediaan
Perputaran Piutang
Usaha (Account
Receivable
Turnover)
Penjualan Bersih :
Rata-rata Piutang Usaha
Rata-rata Periode
Penagihan (Average
Collection Period)
360 : Perputaran
Piutang Usaha
Perputaran Aset
(Asset Turnover)
Perputaran Aset
Tetap (Fixed Asset
Tunrover)
Penjualan :
Rata-rata Aset Tetap
RASIO SOLVABILITAS/LEVERAGE
No
Rasio
Formula
Analisa Manajemen/Investor
Rasio Kelipatan
Pembayaran Bunga
(Times Interest
Earned)
G052
3 Juni
29 Juni
17 Agust
29 Agust
30-31
Agust
1-2 Sept
Cuti Bersama Idul Fitri
6 Nov
Idul Adha 1432 H
27 Nov
Thn Baru 1433 H
25 Des
Natal
26 Des
Cuti Bersama Natal
Batas akhir penyampaian SPT Masa PPN
Masa Juli 2011 tgl 5 Sept 2011
13 Sept
17 Nov
7 Des
24 Des
25 Des
21-22 Agust
26 Okt
15 Nov
16 Nov
24 Des
25 Des
G061
G062
Ukuran
mm mm
inci inci
A0
841 x 1189
33,11 46,81
A1
594 x 841
A2
420 x 594
A3
Ukuran
Seri B
mm mm
inci inci
B0
1000 x 1414
39,37 55,67
23,39 33,11
B1
707 1000
27,83 39,37
16,54 23,39
B2
500 x 707
19,69 27,83
297 x 420
11,69 16,54
B3
353 x 500
13,90 19,69
A4
210 x 297
8,27 11,69
B4
250 x 353
9,84 13,90
A4s
215 x 297
8,46 11,69
B5
176 x 250
6,93 9,84
A5
148 x 210
5,83 8,27
B6
125 x 176
4,92 6,93
A6
105 x 148
4,13 5,83
B7
88 x 125
3,46 4,92
A7
74 x 105
2,91 4,13
B8
62 x 88
2,44 3,46
A8
52 x 74
2,05 2,91
B9
44 x 62
1,73 2,44
A9
37 x 52
1,46 2,05
B10
31 x 44
1,22 1,73
Utk poster & lukisan dinding
A10
26 x 37
1,02 1,46
Utk cetakan umum, perkantoran, penerbitan
Seri R
mm x mm
Ukuran
Seri C
mm x mm
Ukuran
C0
917 x 1297
2R
60 x 90
C1
648 x 917
3R
89 x 127
C2
458 x 648
4R
102 x 152
C3
324 x 458
5R
127 x 178
C4
229 x 324
6R
152 x 203
C5
162 x 229
8R
203 x 254
C6
114 x 162
8R Plus
203 x 305
C7
81 x 114
10R
254 x 305
C8
57 x 81
Utk map, kartu pos, amplop
Ukuran
Seri F
mm x mm inci x inci
F4
215 X 330 8,5 x 13
Utk perkantoran & fotokopi
10R Plus
254 x 381
11R
279 x 356
11R Plus
279 x 432
12R
305 x 381
12R Plus
305 x 465
14R
284 x 353
17R
305 x 405
19R
305 x 455
Utk kertas jenis foto
Ukuran Lain yg Umum:
Ukuran
Letter
Legal
Ledger
Tabloid
mm x mm
216 x 279
216 x 356
432 x 279
279 x 432
inci x inci
8,5 x 11
8,5 x 14
17 x 11
11 x 17
G071
.
,
;
:
?
!
@
&
"
'
/
\
(
)
[
]
{
}
<
>
|
*
+
=
#
~
_
%
^
Alpha
Bravo
Charlie
Delta
Echo
Foxtrot
Golf
Hotel
India
Juliet
Kilo
Lima
Mike / Mama
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Y
Z
November
Oscar
Papa
Quebec / Queen
Romeo
Sierra
Tango
Uniform
Victor
Wishky
X-ray
Yankee
Zulu
Space
Dot / Period / Full Stop
Comma
Semicolon
Colon
Question Mark
Exclamation Mark
At Sign
Ampersand
Double Quotation Mark
Apostrophe / Single Quotation Mark / Prime
Dash / Minus Sign
Forward Slash
Backslash
Left Round Bracket / Parenthesis
Right Round Bracket / Parenthesis
Left Square Bracket
Right Square Bracket
Left Curly Bracket
Right Curly Bracket
Left Angle Bracket / Less-Than Sign
Right Angle Bracket / Greater-Than Sign
Vertical Bar / Pipe
Degree Symbol
Asterisk / Star
Plus Sign
Equal Sign
Number Sign / Pound Sign / Hash
Section Sign
Dollar Sign
Euro Sign
Tilde
Underscore
Percent Sign
Caret
G081
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan:
UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan petunjuk pelaksanaannya yang
terkait.
UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.
UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.
UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.
Buku/Modul:
Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu, Direktorat Peraturan
Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak, 2013.
Panduan Pelayanan Perpajakan. Kanwil DJP Jakarta Pusat, Direktorat Jenderal Pajak, 2013.
Bendahara Mahir Pajak Edisi Revisi 2013, Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat
Jenderal Pajak, 2013.
Transfer Pricing Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional,
Darussalam dkk, Danny Darussalam Tax Center, 2013.
Corporate Tax Management, Iman Santoso dan Ning Rahayu, Ortax, 2013.
Modul Pembimbingan On The Job Training Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan
Banding & Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, Direktorat
Jenderal Pajak, 2012.
Perpajakan Pendekatan Sertifikasi A-B-C Buku 1 & 2, Purno Murtopo dkk, Mitra Wacana Media,
2011.
Panduan Komprehensif Ketentuan Perpajakan, Prof. DR. Gunadi, Msc., Ak, MUC Publishing,
2010.
Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional, Darussalam dkk, Danny Darussalam Tax
Center, 2010.
Konsep dan Aplikasi Cross-border Transfer Pricing untuk Tujuan Perpajakan, Darussalam dkk,
Danny Darussalam Tax Center, 2008.
Grey Area Perpajakan, Tugiman Binsarjono dkk, Gemilang Gagasindo Handal, 2007.
Kapita Selekta Perpajakan, John Hutagaol dkk, Penerbit Salemba Empat, 2006.
Ringkasan P3B Antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara-negara Mitra Runding,
Direktorat Peraturan Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak, 2004.
Akuntansi Intermediate edisi 15. Earl K. Stice dkk (terjemahan). Penerbit Salemba Empat.
2004.
Slide:
Tutorial Penyampaian SPT Tahunan PPh WP Badan secara e-Filing melalui Perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi/Application Service Provider (ASP), Direktorat Jenderal Pajak, 2014.
Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi Kategori Wajib Pajak PP
Nomor 46 Tahun 2013, Direktorat Jenderal Pajak, 2014.
Diklat Transfer Pricing Tingkat Pengantar, Seksi Transaksi Transfer Pricing dan Transaksi
Khusus Lainnya, Direktorat Jenderal Pajak, 2010.
Situs:
www.pajak.go.id
http://www.ortax.org/ortax/
http://pajakita.blogspot.com
Aplikasi:
Nama Lengkap
Alamat e-mail
mfn0309[at]gmail[dot]com
Riwayat Pendidikan
1.
Riwayat Pekerjaan
2.
1.
2.
3.
4.
5.
Penghargaan
1.
2.