Anda di halaman 1dari 676

KUMPULAN

MATERI PERPAJAKAN
(Untuk Umum)

Disusun oleh:
Mohammad Fauzi Nugraha

www.campur-aduk.com

DISCLAIMER

Penyusun tidak bertanggung jawab dalam bentuk apapun


terhadap keputusan yang diambil dalam bentuk apapun
berdasarkan materi di dalam kumpulan materi ini.
Kumpulan materi ini tidak dapat digunakan sebagai rujukan
hukum. Rujukan agar tetap mengacu pada ketentuan perpajakan
atau ketentuan lainnya yang berlaku.
Dilarang keras mengkomersialkan kumpulan materi ini dalam
bentuk apapun.
Kumpulan materi ini hanya menyajikan sebagian kecil dari ruang
lingkup perpajakan yang ada. Wajib Pajak atau calon Wajib Pajak
yang memerlukan informasi, bantuan atau konsultasi lebih lanjut
dapat merujuk ke peraturan terkait dan atau menghubungi:
Petugas Account Representative yang ada di Seksi
Pengawasan dan Konsultasi dan atau petugas di Help Desk
pada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Wajib Pajak terdaftar
atau tempat calon Wajib Pajak berdomisili/berkedudukan;
Petugas Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan; atau
Petugas Call Center Kring Pajak 500200.
Isi kumpulan materi ini dapat diubah sewaktu-waktu tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu demi penyempurnaan & perbaikan.
Rilis terakhir dapat diunduh di www.campur-aduk.com.

Rilis terakhir: 2014-11-14

Kumpulan Materi Perpajakan (Untuk Umum)


Nugraha, Mohammad Fauzi
Jakarta: www.campur-aduk.com, 2014
1 jil., 14,8 x 21 cm, xxvi + 630 hal.

ii


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Taala, karena dengan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya penyusun tetap dapat terus memperbaharui Kumpulan Materi Perpajakan
Ringkas ini. Penyusunan kumpulan materi ini disusun pertama kali pada bulan Desember 2012 dan
diupayakan di-update tiap bulan. Kumpulan materi ini disusun dari berbagai sumber (tercantum di
daftar pustaka) terutama dari aturan perpajakan terkait, situs Tax Knowledge Base Direktorat
P2Humas DJP dan situs www.ortax.org.
Ide penyusunan kumpulan materi ini berawal dari kesulitan penyusun menemukan
kumpulan materi perpajakan umum sebagai informasi awal dalam satu kesatuan yang up-to-date
yang dapat dibawa kemana-mana dalam bentuk softcopy untuk mendukung tugas penyusun
sebagai seorang Account Representative dan untuk memudahkan para Wajib Pajak yang berada di
bawah pengawasan penyusun dalam memahami ketentuan perpajakan dengan praktis namun
dengan tetap tidak mengesampingkan aturan terkait dan literatur lainnya.
Penyusun menyadari bahwa kumpulan materi ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan serta kelemahan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan pengalaman,
waktu, dan tenaga yang penyusun miliki. Banyaknya kata yang disingkat oleh penyusun sematamata hanya untuk mengurangi jumlah halaman kumpulan materi ini. Khusus untuk materi PBB
Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan sampai saat ini belum dapat penyusun kerjakan.
Kritik dan saran yang membangun bagi penyempurnaan kumpulan materi ini dapat dikirim melalui
email: mfn0309[at]gmail[dot]com.
Akhir kata, penyusun berharap semoga kumpulan materi yang sederhana ini dapat
memberikan manfaat walaupun secuil bagi berbagai pihak. Semoga Allah Subhanahu wa Taala
membalas segala amal kebaikan yang kita kerjakan. Amin.

Jakarta, November 2014

M. Fauzi Nugraha

iii

DAFTAR ISI
Cover
Disclaimer
Kata Pengantar
Daftar Isi
Singkatan yg Digunakan
Bbrp Aturan Penting Terbaru
A.
Pendahuluan
01.
Pengantar Hukum Pajak
02.
UU Perpajakan
03.
Jenis Pajak
A.
Pajak Pusat
B.
Pajak Daerah
04.
Kewajiban & Hak WP
05.
Struktur Organisasi DJP
A.
Kantor Pusat
B.
Instansi Vertikal
C.
UPT
06.
Nilai Kemenkeu dan Visi Misi & Kode Etik DJP
B.
KUP
01.
Poin UU KUP
02.
NPWP, PKP & NE
A.
Administrasi NPWP
B
Pendaftaran & Pelaporan Kegiatan Usaha, Pendaftaran &
Penghapusan NPWP, Pengukuhan & Pencabutan PKP
C.
Tempat Pendaftaran NPWP WP Tertentu
D.
Pemusatan Tempat Terutang PPN
E.
Tempat Pendaftaran/Pelaporan PKP bagi WP Real Estat
03.
Surat Kuasa Khusus
04.
Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU)
05.
Batas Waktu Pembayaran & Pelaporan dan Terkait Pelaporan SPT
06.
Sanksi
A.
Sanksi Administrasi
B.
Sanksi Pidana
C.
Contoh Perhitungan Sanksi
D.
Aturan Sanksi dan Penjelasan Terkait Sunset Policy
07.
Kode Perpajakan
A.
Kode Akun Pajak & Kode Jenis Setoran
B.
Kode Ketetapan
C.
Kode Nota Penghitungan
D.
Kode Pemeriksaan
08.
Sistem Pembayaran Pajak scr Elektronik (Billing System)
09.
SPT Masa PPh
10.
SPT Masa PPN
11.
SPT Tahunan PPh OP-Badan
A.
SPT Tahunan PPh
B.
Contoh Kasus Khusus ttg PTKP
C.
Penerimaan & Pengolahan SPT Tahunan PPh
12.
e-SPT
A.
Tata Cara & Persyaratan
B.
Jenis e-SPT
C.
Daftar Menu e-SPT Masa
D.
Daftar Menu e-SPT Tahunan PPh Badan
E.
FAQ Ttg e-SPT
13.
e-FIN & e-Filing
A.
Penyampaian SPT (Masa/Tahunan) & Perpanjangan SPT Tahunan
Scr e-Filing Melalui ASP

iv

i
ii
iii
iv
ix
xvi
A-01-1
A-02-1
A-03-1
A-03-1
A-03-1
A-04-1
A-05-1
A-05-1
A-05-5
A-05-6
A-06-1
B-01-1
B-02-1
B-02-1
B-02-3
B-02-21
B-02-26
B-02-31
B-03-1
B-04-1
B-05-1
B-06-1
B-06-1
B-06-5
B-06-8
B-06-11
B-07-1
B-07-1
B-07-15
B-07-17
B-07-18
B-08-1
B-09-1
B-10-1
B-11-1
B-11-1
B-11-5
B-11-12
B-12-1
B-12-1
B-12-2
B-12-3
B-12-9
B-12-10
B-13-1
B-13-1

B.

14.

15.
16.
17.

18.

19.

20.
21.

22.
23.
24.
25.

C.

26.
PPh
01.
02.
03.
04.
05.
06.

07.

Penyampaian SPT 1770 S / 1770 SS Scr e-Filing melalui Website


DJP (www.pajak.go.id)
C.
Permohonan e-FIN Melalui Pemberi Kerja Tertentu
D.
FAQ Ttg e-Filing Melalui Website DJP
Pembukuan & Pencatatan
A.
Pembukuan & Pencatatan
B.
Perubahan Metode Pembukuan dan atau Thn Buku
C.
Pembukuan dgn Mata Uang Asing
Pemindahbukuan (Pbk)
Pengembalian Kelebihan Pajak yg Seharusnya Tdk Terutang
Pengembalian Pendahuluan
A.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak utk WP dgn Kriteria
Tertentu
B.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak utk WP dgn
Persyaratan Tertentu
C.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak utk PKP Berisiko
Rendah
Kelebihan Pembayaran Pajak
A.
Penghitungan Kelebihan Pembayaran Pajak
B.
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pengurangan, Keberatan, Banding, dan Gugatan
A.
Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung, dan atau
Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu dlm Perpu Perpajakan
B.
Keberatan
C.
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan
Pengurangan atau Pembatalan skp atau STP
D.
Banding
E.
Gugatan
F.
Peninjauan Kembali (PK)
Imbalan Bunga
Tata Cara Verifikasi
A.
Verifikasi dlm Rangka Menerbitkan NPWP scr Jabatan dan
Menghapuskan NPWP scr Jabatan/Berdasarkan Permohonan WP
B.
Verifikasi dlm Rangka Mengukuhkan PKP scr Jabatan/
Berdasarkan Permohonan WP dan Mencabut Pengukuhan PKP
scr Jabatan/Berdasarkan Permohonan PKP
C.
Verifikasi dlm Rangka Menerbitkan skp
Tata Cara Pemeriksaan
Tata Cara Penerbitan skp & STP
Angsuran & Penundaan Pembayaran Pajak
Penagihan Pajak
A.
Ketentuan Terkait Penagihan Pajak
B.
Jangka Waktu Pelunasan STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK atau
Ketetapan Lainnya
C.
Jadwal Waktu Penagihan Pajak
D.
Biaya Penagihan Pajak
Surat Keterangan Fiskal (SKF)
Poin UU PPh
Ringkasan UU PPh
Penentuan SPDN & SPLN
Saat Terutang PPh
Tarif
Kompensasi Kerugian Fiskal & PTKP
A.
Kompensasi Kerugian Fiskal
B.
PTKP
Harta & Persediaan
A.
Perolehan atau Pengalihan Harta

B-13-2
B-13-3
B-13-4
B-14-1
B-14-1
B-14-3
B-14-4
B-15-1
B-16-1
B-17-1
B-17-1
B-17-3
B-17-6
B-18-1
B-18-1
B-18-3
B-19-1
B-19-1
B-19-4
B-19-11
B-19-23
B-19-27
B-19-31
B-20-1
B-21-1
B-21-4
B-21-6

B-21-7
B-22-1
B-23-1
B-24-1
B-25-1
B-25-1
B-25-3
B-25-4
B-25-5
B-26-1
C-01-1
C-02-1
C-03-1
C-04-1
C-05-1
C-06-1
C-06-1
C-06-1
C-07-1
C-07-1

08.

09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

17.
18.
19.

20.

21.

22.
23.
24.
25.

B.
Penyusutan
C.
Amortisasi
D.
Kelompok Harta
E.
Perangkat Lunak (Software) Komputer
F.
HP, Telepon Seluler , Pager
G.
Kendaraan Milik Perusahaan
Hubungan Istimewa & Transfer Pricing
A.
Hubungan Istimewa
B.
Transfer Pricing
Contoh Pemakaian Norma
PPh Pasal 4 ayat (2)
PPh Pasal 15
PPh Pasal 21/26
PPh Pasal 22
PPh Pasal 23
PPh Pasal 24 Atas Penghasilan WP DN dari LN
PPh Pasal 25
A.
Angsuran PPh Pasal 25 dlm Thn Pajak Berjalan yg Hrs Dibayar
Sendiri
B.
Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25
C.
Angsuran Pajak dlm Thn Pajak Berjalan dlm Hal-hal Tertentu
PPh Pasal 26
Badan Usaha Tetap (BUT)
DGT
A.
DGT
B.
Nama Unit Organisasi & Jabatan utk Keperluan SKD
Tabel Terkait P3B
A.
P3B yg Berlaku Efektif
B.
Time Test P3B yg Berlaku Efektif (BUT)
C.
Tarif PPh Pasal 26 utk P3B yg Berlaku Efektif
D.
Dependent Personal Services (Hubungan Kerja)
E.
Independent Personal Services (Pekerjaan Bebas)
F.
Hak Pemajakan atas Penghasilan Tertentu
G.
Daftar Competent Authority dari Negara-negara Treaty Partner
WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
A.
Penghasilan dari Usaha yg Diterima atau Diperoleh WP yg Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu
B.
FAQ atas Penghasilan dari Usaha WP dgn Peredaran Bruto
Tertentu
Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dlm Rangka
Restrukturisasi
Dividen yg Diperoleh WP DN atas Penyertaan Modal pd Badan Usaha di
LN Selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek
PSAK 46
Fasilitas PPh
A.
SKB PPh Potput (PPh Pasal 21, 22, 22 Impor, 23)
B.
SKB PPh Potput (PPh Pasal 21, 22, 22 Impor, 23) atas WP yg
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
C.
SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito, Tabungan, Diskonto
SBI yg Diterima/Diperoleh Dana Pensiun yg Pendiriannya Tlh
Disahkan oleh Menkeu
D.
SKB atas Impor Emas Batangan yg Akan Diproses Utk
Menghasilkan Brg Perhiasan dari Emas utk Tujuan Ekspor
E.
SKB Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh atas Penghasilan
dari Penghasilan Hak atas Tanah & Bangunan (PHTB)
F.
SKB Kewajiban PPh atas Penghasilan dari PHTB bagi WP yg
Usaha Pokoknya Melakukan PHTB
G.
Pembebasan atau Pengurangan PPh Badan

vi

C-07-2
C-07-4
C-07-5
C-07-8
C-07-9
C-07-9
C-08-1
C-08-1
C-08-2
C-09-1
C-10-1
C-11-1
C-12-1
C-13-1
C-14-1
C-15-1
C-16-1
C-16-1
C-16-2
C-16-3
C-17-1
C-18-1
C-19-1
C-19-1
C-19-6
C-20-1
C-20-1
C-20-2
C-20-5
C-20-7
C-20-8
C-20-9
C-20-12
C-21-1
C-21-1
C-21-11
C-22-1
C-23-1
C-24-1
C-25-1
C-25-1
C-25-2
C-25-3

C-25-4
C-25-5
C-25-6
C-25-7

H.

D.

E.

F.

Fasilitas PPh utk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha


Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu
I.
Pengurangan Besarnya PPh Pasal 25 dan Penundaan
Pembayaran PPh Pasal 29 bagi WP Industri Tertentu
PPN & PPnBM
01.
Poin UU PPN
02.
Ringkasan UU PPN
03.
Saat Terutang PPN
04.
BKP Tdk Berwujud & JKP
A.
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau JKP dari Luar Daerah
Pabean
B.
Ekspor JKP dan/atau BKP Tdk Berwujud
05.
Faktur Pajak (FP)
A.
Saat Pembuatan FP
B.
Saat Penyerahan/Ekspor
C.
Bentuk FP
D.
FP PKP Selain Pedagang Eceran
E.
FP PKP Pedagang Eceran
F.
Dokumen Tertentu yg Dipersamakan dgn FP
G.
Pemberian Kode Aktivasi & Nomor Seri Melalui Aplikasi e-Nofa
06.
Nota Retur & Nota Pembatalan
07.
Nilai Lain
08.
Pemakaian Sendiri & Pemberian Cuma-Cuma
A.
Pemakaian Sendiri
B.
Pemberian Cuma-Cuma
09
Kegiatan Membanguan Sendiri (KMS)
10.
Aktiva yg Mnr Tujuan Semula Tdk Utk Diperjualbelikan
11.
Toko Bebas Bea
12.
VAT Refund bagi Turis Asing
13.
Pemungut PPN
14.
Pedoman Pengkreditan PM
A.
Bagi PKP yg Peredaran Usahanya Tdk Melebihi Jml Tertentu
B.
Bagi PKP yg Melakukan Penyerahan Terutang & Tdk Terutang/
Dibebaskan PPN
C.
Bagi PKP Usaha Tertentu (Emas & Kendaraaan Bekas)
15.
Restitusi PPN
A.
Restitusi PPN
B.
Pembayaran Kembali PM Bagi PKP yg Gagal Berproduksi
16.
Pengawasan PKP
17.
PPnBM
18.
Fasilitas PPN & PPnBM
A.
Fasilitas Pembebasan PPN
B.
Fasilitas PPN Tdk Dipungut
C.
Fasilitas PPnBM
Bea Meterai
01.
Poin UU Bea Meterai
02.
Bea Meterai
Kapita Selekta
01.
Kewajiban Perpajakan Bendahara
02.
Reimbursable Items
03.
Transaksi Swap & Forward
04.
Jenis Usaha Tertentu
A.
Leasing (Sewa Guna Usaha)
B.
Build, Operate, and Transfer
C.
Joint Operation (JO) / Kerja Sama Operasi
D.
Reksa Dana
05.
e-Commerce
A.
Online Marketplace

vii

C-25-7
C-25-7

D-01-1
D-02-1
D-03-1
D-04-1
D-04-1
D-04-6
D-05-1
D-05-1
D-05-3
D-05-7
D-05-16
D-05-30
D-05-32
D-05-34
D-06-1
D-07-1
D-08-1
D-08-1
D-08-2
D-09-1
D-10-1
D-11-1
D-12-1
D-13-1
D-14-1
D-14-1
D-14-2
D-14-7
D-15-1
D-15-1
D-15-1
D-16-1
D-17-1
D-18-1
D-18-1
D-18-16
D-18-29
E-01-1
E-02-1
F-01-1
F-02-1
F-03-1
F-04-1
F-04-1
F-04-6
F-04-8
F-04-10
F-05-1
F-05-1

B.
C.
D.
Daftar Pustaka
Riwayat Hidup

Classified Ads
Daily Deals
Online Retail

F-05-5
F-05-7
F-05-9

viii

DAFTAR SINGKATAN YG DIGUNAKAN


Singkatan
@
3M
&
a.l.
a.n.
Agust
AJB
ALP
APA
APBD
APBN
Apr
AR
AS
ATM
ATPM
BA
BAPEPAM-LK
BBM
BBG
Bbrp
BI
Bid
BKP
Bln
BOS
BOT
BPE
BPHTB
BPJS
BPN
BPS
BPT
Brg
Brp
BUD
BUT
DepAg
DepDikNas
DepHan
DepHub
DepKes
Des

Uraian
Masing-masing
Mendapatkan, menagih dan memelihara
Dan
Antara Lain
Atas Nama
Agustus
Akta Jual Beli
Arms Length Principle
Advance Price Agreement
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
April
Account Representative
Amerika Serikat
Anjungan Tunai Mandiri
Agen Tunggal Pemegang Merek
Berita Acara
Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan
Bahan Bakar Minyak
Bahan Bakar Gas
Beberapa
Bank Indonesia
Bidang
Barang Kena Pajak
Bulan
Bantuan Operasional Sekolah
Build, Operate and Transfer
Bukti Penerimaan Elektronik
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Bukti Penerimaan Negara
Bukti Penerimaan Surat; Biro Pusat Statistik tergantung materi
Branch Proft Tax
Barang
Berapa
Bendahara Umum Daerah
Bentuk Usaha Tetap
Departemen Agama
Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Pertanahan
Departemen Perhubungan
Departemen Kesehatan
Desember

ix

Singkatan
Dgn
Dirjen
Ditjen
DJA
DJBC
DJP
Dlm
DN
Dpt
Dsb
Dst
Feb
FC
FIFO
FLN
Form
FP
Gol.
HGB
HGU
HP
HPP
Hrg
Hrs
Hub
IB
IFRS
JAMSOSTEK
Jan
Jgn
JHT
JK
JKK
JKP
Jml
JO
Jo
JPK
JPT/FF
KA
KAI
Kab.
Kanwil
KAPET
Kasi

Uraian
Dengan
Direktur Jenderal
Direktorat Jenderal
Direktorat Jenderal Anggaran
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Direktorat Jenderal Pajak
Dalam
Dalam Negeri
Dapat
Dan sebagainya
Dan seterusnya
Februari
Fotokopi
First-in, First-out
Fiskal Luar Negeri
Formulir
Faktur Pajak
Golongan
Hak Guna Bangunan
Hak Guna Usaha
Handphone
Harga Pokok Penjualan
Harga
Harus
Hubungan
Imbalan Bunga
International Financial Reporting Standards
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Januari
Jangan
Jaminan Hari Tua
Jaminan Kematian
Jaminan Kecelakaan Kerja
Jasa Kena Pajak
Jumlah
Joint Operation
Juncto
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jasa Pengurusan Transportasi/Freight Forwarding
Kereta Api
Kereta Api Indonesia
Kabupaten
Kantor Wilayah
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
Kepala Seksi

Singkatan
KB
KEK
Kemenkeu
Ket.
KGB
KIK
KITAP
KITAS
KITE
KJS
KKKS
KKP
KKPt
KLIP DJP
KLU
KMS
KP2KP
Kpd
KPA
KPDDP
KPDE
KPDJP
KPP
KPP Badora
KPP Migas
KPP PMA
KPP PMB
KPPBC
KPPN
Krn
KSO
KTP
KUP
Lamp
LB
Lbh
LHP
LHPt
LHV
LIFO
LK
LN
LPAD
LPJK
Lsg

Uraian
Kurang Bayar
Kawasan Ekonomi Khusus
Kementrian Keuangan
Keterangan
Keadaan Gagal Berproduksi
Kontrak Investasi Kolektif
Kartu Izin Tinggal Tetap
Kartu Izin Tinggal Terbatas
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Kode Jenis Setoran
Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Kertas Kerja Pemeriksaan
Kertas Kerja Penelitian
Kantor Layanan Informasi Dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak
Klasifikasi Lapangan Usaha
Kegiatan Membangun Sendiri
Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
Kepada
Kuasa Pengguna Anggaran
Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
Kantor Pengolahan Data Eksternal
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
Kantor Pelayanan Pajak
Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing
Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi
Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing
Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Karena
Kerja Sama Operasi
Kartu Tanda Penduduk
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Lampiran
Lebih Bayar
Lebih
Laporan Hasil Pemeriksaan
Laporan Hasil Penelitian
Laporan Hasil Verifikasi
Last-in First-out
Laporan Keuangan
Luar Negeri
Lembar Pengawasan Arus Dokumen
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Langsung

xi

Singkatan
M
MAP
Max
Mekanisme LS
Mekanisme UP
MenKeu/Menkeu
Migas
Min
Mnr
MPN
NE
NIK
NJOPTKP
No.
NOP
Nothit
Nov
NPOPTKP
NPP
NPPN
NPWP
NSB
NSFP
NTB
NTP
NTPA
NTPN
NTPPP
NTTE
OECD
OJK
Okt
OPPT
Org
OP
PAHP
PAHV
P3B
PBB
Pbk
Pd
PDKB
PDRD
PER-

Uraian
Milyar
Mutual Agreement Procedure; Mata Anggaran Penerimaan tergantung
materi
Maksimal
Mekanisme Langsung
Mekanisme Uang Persediaan
Menteri Keuangan
Miinyak dan Gas Bumi; Minyak Bumi dan Gas Bumi
Minimal
Menurut
Modul Penerimaan Negara
Non Efektif
Nomor Induk Kependudukan
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Nomor
Nomor Objek Pajak
Nota Penghitungan
November
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Nomor Penerimaan Potongan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Nomor Pokok Wajib Pajak
Nilai Sisa Buku
Nomor Seri Faktur Pajak
Nomor Transaksi Bank
Nomor Transaksi Pos
Nomor Transaksi Pengiriman ASP
Nomor Transaksi Penerimaan Negara
Nomor Transaksi Pembayaran Pajak
Nomor Tanda Terima Elektronik
Organization for Economic Cooperation and Development
Otoritas Jasa Keuangan
Oktober
Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Orang
Orang Pribadi
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Pajak Bumi dan Bangunan
Pemindahbukuan
Pada
Penyelenggara di Kawasan Berikat
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-

xii

Singkatan
Pemda
Pempus
Perda
Perpu
PHTB
PIN
PK
PKP
PKP PE
PLI
PM
PMB
PNBP
PMKPotput/Pot-Put
PPAT
PPBTT
PPDDP
PPh
PPJB
PPN
PPnBM
PPSP
Ps.
PSAK
PT
PTLL
PTUN
QA
RI
RIKI
Rp
RUPS
RUSUNAMI
s.d.
SAK
Sbb
Sbg
Sbl
Seb
Sept
Scr
SDA
SDM
SGU

Uraian
Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat
Peraturan Daerah
Peraturan perundang-undangan
Pengalihan Hak atas Tanah & Bangunan
Personal Identification Number
Peninjauan Kembali; Pajak Masukan tergantung materi
Pengusaha Kena Pajak; Penghasilan Kena Pajak tergantung materi
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran
Profit Level indicator
Pajak Masukan
Perusahaan masuk bursa
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
Pemotongan Pemungutan
Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pemberitahuan Pemasukan/Pengeluaran Barang Transaksi Tertentu
Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
Pajak Penghasilan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Pajak Pertambangan Nilai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Pasal
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Perseroan Terbatas
Pajak Tidak Langsung Lainnya
Pengadilan Tata Usaha Negara
Quality Assurance
Republik Indonesia
Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
Rupiah
Rapat Umum Pemegang Saham
Rumah Susun Sederhana Milik
Sampai dengan
Standar Akuntansi Keuangan
sebagai berikut
Sebagai
Sebelum
Sebesar
September
Secara
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia
Sewa Guna Usaha

xiii

Singkatan
SHU
SI
SIUP
SIUPP
SK
SKB
SKD
SKF
SKKPPBB
Skp/SKP
SKPD
SKPIB
SKPKB
SKPKBT
SKPKPP
SKPLB
SKPN
SKPPIB
SKPPKP
SKT
Slr
SMT
SP2
SP2D
SPD
SPDN
SPHP
SPHV
SPK
SPLN
SPM
SPMIB
SPMKP
SPMP
SPPKP
SPPT
SPT
SPUH
SPV
SRO
SSBP
SSP
SSPBB
ST
Stdd

Uraian
Sisa Hasil Usaha
Sistem Informasi
Surat izin Usaha Perdagangan
Surat Izin Perusahaan Pelayaran
Surat Keputusan
Surat Keterangan Bebas
Surat Keterangan Domisili
Surat Keterangan Fiskal
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Surat Ketetapan Pajak
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
Surat Ketetapan Pajak Nihil
Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga
Surat Keputusaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
Surat Keterangan Terdaftar
Seluruh
Saat Mulai Terdaftar
Surat Perintah Pemeriksaan
Surat Perintah Pencairan Dana
Surat Pengiriman Dokumen
Subjek Pajak Dalam Negeri
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi
Surat Perintah Kerja
Subjek Pajak Luar Negeri
Surat Perintah Membayar
Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga
Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan Untuk Hadir
Special Purpose Vehicle
Self Regulatory Organization
Surat Setoran Bukan Pajak
Surat Setoran Pajak
Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan
Surat Tugas
Sebagaimana telah diubah dengan

xiv

Singkatan
Stdtd
Stl
STP
STTS
Tdk
Tgl
Thd
Thn
THR
THT
TI
TLDDP
Tlh
TNMM
TP
TPB
TPPB
TPT
Tsb
Ttg
UP2
UPT
US$
Utk
UU
Waskon
WDP
WIBB
WP
WTP
YBDI
Yg

Uraian
Sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Setelah
Surat Tagihan Pajak
Surat Tanda Terima Setoran
Tidak
Tanggal
Terhadap
Tahun
Tunjangan Hari Raya
Tunjangan Hari Tua
Teknologi Informasi
Tempat Lain dalam Daerah Pabean
Telah
Transactional Net Margin Method
Transfer Pricing
Tempat Penimbunan Berikat
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat
Tempat Pelayanan Terpadu
Tersebut
Tentang
Unit Pelaksana Pemeriksaan
Unit Pelaksana Teknis
Dollar Amerika Serikat
Untuk
Undang-Undang
Pengawasan dan Konsultasi
Wajar Dengan Pengecualian
Waktu Indonesia Bagian Barat
Wajib Pajak
Wajar Tanpa Pengecualian
Yang Berhubungan Dengan Itu
Yang

xv

BBRP ATURAN PENTING TERBARU


Thn 2014:
Perihal, Nomor, dan Tanggal Peraturan
RALAT SURAT EDARAN NOMOR SE-32/PJ/2014 TENTANG PENEGASAN
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO
TERTENTU
SE-38/PJ/2014, 22 Okt 2014
TATA CARA PEMBERSIHAN DATA (DATA CLEANSING) WAJIB PAJAK
SE-37/PJ/2014, 22 Okt 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-27/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK
SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SE-36/PJ/2014, 13 Okt 2014
TATA CARA PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PER-27/PJ/2014, 13 Okt 2014
SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK
PER-26/PJ/2014, 13 Okt 2014
mencabut PER-47/PJ/2011 jo PER-19/PJ/2012
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
130/PMK.011/2011 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU
PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
PMK-192/PMK.03/2014, 06 Okt 2014
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
16/PMK.03/2013 TENTANG RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA
CARA PENYAMPAIAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN
PERPAJAKAN
PMK-191/PMK.03/2014, 02 Okt 2014
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(SPT MASA PPN)
PER-25/PJ/2014, 23 Sept 2014
TATA CARA PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN DAN PENYITAAN HARTA
KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK DALAM
RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PER-24/PJ/2014, 17 Sept 2014
PENEGASAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN
2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU
SE-32/PJ/2014, 17 Sept 2014
PENGGUNAAN DOKUMEN PELENGKAP PABEAN DALAM BENTUK DATA
ELEKTRONIK
PMK-175/PMK.04/2014, 28 Agust 2014
PERUBAHAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER27/PJ/2012 TENTANG BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN, BENTUK DAN
ISI SURAT KETETAPAN PAJAK SERTA BENTUK DAN ISI SURAT TAGIHAN
PAJAK
PER-23/PJ/2014, 14 Agust 2014
PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA (P3B) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH NEGARA BERDAULAT PAPUA NUGINI
SE-31/PJ/2014, 14 Agust 2014

xvi

Referensi
C-21

B-08

C-25

B-17,
B-10

B-25

C-21

B-07

C-20

PENGAWASAN ATAS TRANSAKSI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU


BANGUNAN MELALUI JUAL BELI
SE-30/PJ/2014, 14 Agust 2014
TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING
DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
PMK-162/PMK.03/2014, 13 Agust 2014
TATA CARA PENGEMBALIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
YANG TELAH DIPUNGUT KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING DAN BADAN
INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
PMK-161/PMK.03/2014, 13 Agust 2014
TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
YANG SEHARUSNYA TIDAK DIBERIKAN PEMBEBASAN OLEH PERWAKILAN
NEGARA ASING DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
PMK-160/PMK.03/2014, 13 Agust 2014
UJI COBA PELAKSANAAN PEMBINAAN WAJIB PAJAK BARU MELALUI
PROGRAM TRIPLE ONE
KEP-167/PJ/2014, 04 Agust 2014
PERUBAHAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE17/PJ/2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENERBITAN SURAT
PERINTAH MEMBAYAR KELEBIHAN PAJAK
SE-25/PJ/2014, 25 Juli 2014
Mengubah form konfirmasi utang pajak
PELAKSANAAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
70P/HUM/2013 MENGENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BARANG HASIL
PERTANIAN YANG DIHASILKAN DARI KEGIATAN USAHA DI BIDANG
PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN KEHUTANAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 2007
SE-24/PJ/2014, 25 Juli 2014
PENYELENGGARAAN PELAYANAN PADA KANTOR LAYANAN INFORMASI DAN
PENGADUAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PER-22/PJ/2014, 25 Juli 2014
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN OLEH PIHAK LAIN
PER-21/PJ/2014, 25 Juli 2014
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENETAPAN MASA MANFAAT YANG
SESUNGGUHNYA ATAS HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN UNTUK
KEPERLUAN PENYUSUTAN
PER-20/PJ/2014, 25 Juli 2014
KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PMK-139/PMK.03/2014, 10 Juli 2014
Mencabut PMK-10/PMK.03/2010
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT
PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
PER-19/PJ/2014, 03 Juli 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DAN ANALISIS INFORMASI,
DATA, LAPORAN, DAN PENGADUAN
PER-18/PJ/2014, 02 Juli 2014
Mencabut PER-38/PJ/2010
TATA CARA PERMINTAAN DATA FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

xvii

C-10

D-18

D-18

D-18

B-18

D-18

C-25

C-07

B-11

D-05

SE-21/PJ/2014, 20 Juni 2014


PENETAPAN PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIWAJIBKAN MEMBUAT
FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK
KEP-136/PJ/2014, 20 Juni 2014
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN
KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN,
TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA
PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
PER-17/PJ/2014, 20 Juni 2014
TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAPORAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK
ELEKTRONIK
PER-16/PJ/2014, 20 Juni 2014
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
78/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK
MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN
YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
PMK-115/PMK.03/2014, 18 Juni 2014
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
36/PMK.03/2007 TENTANG BATASAN RUMAH SEDERHANA, RUMAH SANGAT
SEDERHANA, RUMAH SUSUN SEDERHANA, PONDOK BORO, ASRAMA
MAHASISWA DAN PELAJAR, SERTA PERUMAHAN LAINNYA, YANG ATAS
PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI
PMK-113/PMK.03/2014, 10 Juni 2014
KONSULTAN PAJAK
PMK-111/PMK.03/2014, 09 Juni 2014
PEJABAT PENGGANTI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
PMK-110/PMK.01/2014, 09 Juni 2014
PANDUAN PENYUSUNAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA DJP DENGAN
PIHAK LAIN DI DALAM NEGERI
SE-19/PJ/2014, 16 Mei 2014
PENGGUNAAN STEMPEL TANDA TANGAN PADA BUKTI PEMOTONGAN
PAJAK PENGHASILAN ATAS PEMBAYARAN DIVIDEN KEPADA PARA
PEMEGANG SAHAM
PER-15/PJ/2014, 16 Mei 2014
TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN
PMK-70/PMK.03/2014, 25 Apr 2014
Mencabut KMK-476/KMK.03/2002
BENTUK, UKURAN, DAN WARNA BENDA METERAI
PMK-65/PMK.03/2014, 21 Apr 2014
Mencabut PMK-55/PMK.03/2009
JENIS KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH DAN TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN DARI
PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PMK-64/PMK.03/2014, 16 Apr 2014
Mencabut KMK-355/KMK.03/2003
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER28/PJ/2012 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN DAN/ATAU TEMPAT
PELAPORAN USAHA BAGI WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI
LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB
PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR
WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS, DAN KANTOR
PELAYANAN PAJAK MADYA
PER-13/PJ/2014, 11 Apr 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI
ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN

xviii

D-05

D-05

D-05

D-12

D-18

B-03

C-14

E-02

E-02

D-18

B-02

B-19

PAJAK ATAU SURAT TAGIHAN PAJAK


SE-17/PJ/2014, 07 Apr 2014
TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK SECARA
JABATAN ATAS PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2014
PER-12/PJ/2014, 02 Apr 2014
TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION)
PMK-60/PMK.03/2014, 27 Mar 2014
PENGECUALIAN PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA ATAS
KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN BAGI WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN
(SPT) TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI SECARA E-FILING
KEP-62/PJ/2014, 25 Mar 2014
BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PER-11/PJ/2014, 21 Mar 2014
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENETAPAN ATAS SAAT MULAINYA
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD YANG DAPAT DILAKUKAN PADA BULAN
DIGUNAKAN ATAU BULAN MULAI MENGHASILKAN
PER-10/PJ/2014, 21 Mar 2014
RENCANA DAN STRATEGI PEMERIKSAAN TAHUN 2014
SE-15/PJ/2014, 21 Mar 2014
PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN
PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN SATUAN KERJA
PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
PER-08/PJ/2014, 21 Mar 2014
RALAT SE-09/PJ/2014 TENTANG PELAYANAN SEHUBUNGAN DENGAN
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN
(SPT TAHUNAN PPh)
SE-13/PJ/2014, 17 Mar 2014
TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU
SE-12/PJ/2014, 13 Mar 2014
TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN BAGI WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENGGUNAKAN FORMULIR 1770S ATAU
1770SS SECARA e-FILING DAN MERUPAKAN PEGAWAI TETAP PADA PEMBERI
KERJA TERTENTU
PER-06/PJ/2014, 13 Mar 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK
PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN
ATAS BARANG MEWAH
SE-11/PJ/2014, 10 Mar 2014
Mencabut SE-122/PJ/2010
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER04/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN METODE DAN TEKNIK
PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN
PERPAJAKAN
PER-07/PJ/2014, 10 Mar 2014
KEWENANGAN AKSES DATA PERPAJAKAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
SE-10/PJ/2014, 25 Feb 2014
PENETAPAN NILAI BUMI PER METER PERSEGI UNTUK PERMUKAAN BUMI
OFFSHORE, NILAI BUMI PER METER PERSEGI UNTUK TUBUH BUMI
EKSPLORASI, ANGKA KAPITALISASI, HARGA UAP, DAN HARGA LISTRIK,
UNTUK PENENTUAN BESARNYA NILAI JUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN
KEP-33/PJ/2014, 22 Feb 2014
PELAYANAN SEHUBUNGAN DENGAN PENYAMPAIAN SURAT
PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN (SPT TAHUNAN PPh)
SE-09/PJ/2014, 17 Feb 2014

xix

B-02

B-06,
B-13

C-07

F-01-01

B-17

B-13

B-19

SAAT PENGHITUNGAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK


MASUKAN YANG TELAH DIKREDITKAN DAN TELAH DIBERIKAN
PENGEMBALIAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGALAMI
KEADAAN GAGAL BERPRODUKSI
PMK- 31/PMK.03/2014, 10 Feb 2014
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN EMAS PERHIASAN
PMK- 30/PMK.03/2014, 10 Feb 2014
PENYESUAIAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PMK-23/PMK.03/2014, 03 Feb 2014
mencabut PMK-67/PMK.03/2011
PENCABUTAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP272/PJ/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAMATAN,
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN, DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI
BIDANG PERPAJAKAN
PER-04/PJ/2014, 3 Feb 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG
PERPAJAKAN
SE-06/PJ/2014, 3 Feb 2014
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-40/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN
KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI
PERSYARATAN TERTENTU
PER-03/PJ/2014, 3 Feb 2014
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
78/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK
MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN
YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
PMK-21/PMK.011/2014, 30 Jan 2014
PETUNJUK KEGIATAN EKSTENSIFIKASI, PENDATAAN, DAN PENILAIAN
TAHUN 2014
SE-05/PJ/2014, 29 Jan 2014
TATA CARA PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PERPAJAKAN
SE-04/PJ/2014, 21 Jan 2014
TATA CARA PENYAMPAIAN PENGADUAN PELAYANAN PERPAJAKAN
PER-02/PJ/2014, 21 Jan 2014
PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN
TAHUNAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENGGUNAKAN
FORMULIR 1770S ATAU 1770SS SECARA e-FILING MELALUI WEBSITE
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK (www.pajak.go.id)
SE-1/PJ/2014, 6 Jan 2014
TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN BAGI WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI YANG MENGGUNAKAN FORMULIR 1770S ATAU
1770SS SECARA e-FILING MELALUI WEBSITE DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
(www.pajak.go.id)
PER-1/PJ/2014, 6 Jan 2014

D-15

D-07

B-17

D-12

B-13

B-13

Thn 2013:
Perihal, Nomor, dan Tanggal Peraturan
PEDOMAN PENGGUNAAN METODE DAN TEKNIK PEMERIKSAAN
SE-65/PJ/2013, 31 Des 2013
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA
PMK-226/PMK.03/2013, 31 Des 2013
TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR
PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN
PANAS BUMI
SE-64/PJ/2013, 31 Des 2013

xx

Referensi

B-20

mencabut SE-21/PJ/2012
PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE
SE-62/PJ/2013, 27 Des 2013
KODE NOTA PENGHITUNGAN DAN KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK
SE-61/PJ/2013, 24 Des 2013
Penggabungan kode utk PPh Badan & PPh Pasal 26 Ayat (4) Minyak Bumi dan
Gas Bumi, Penambahan kode utk PPN KMS (STP), Pajak Penjualan Batubara, dan
Bea Materai
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA
KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PAJAK NOMOR PER-38/PJ/2013
SE-60/PJ/2013, 24 Des 2013
PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA (P3B) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH REPUBLIK SURINAME
SE-59/PJ/2013, 23 Des 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PMK-197/PMK.03/2013, 20 Des 2013
TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK BUMI, GAS
BUMI, DAN PANAS BUMI
PER-45/PJ/2013 , 20 Des 2013
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
PMK-175/PMK.011/2013, 05 Des 2013
TATA CARA PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL DALAM RANGKA
PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA UNTUK KEPERLUAN INSTANSI
PEMERINTAH
PER-44/PJ/2013, 5 Des 2013
BENTUK DAN ISI SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PER-43/PJ/2013, 5 Des 2013
TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN, PENETAPAN
REALISASI PENANAMAN MODAL, PENYAMPAIAN KEWAJIBAN PELAPORAN,
DAN PENCABUTAN KEPUTUSAN PERSETUJUAN PEMBERIAN FASILITAS
PAJAK PENGHASILAN UNTUK WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN PENANAMAN
MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAHDAERAH TERTENTU
PER-41/PJ/2013, 27 Nov 2013
PENGAWASAN PENGUSAHA KENA PAJAK
PER-40/PJ/2013, 26 Nov 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR
POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA
KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN
PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN
DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK
PER-38/PJ/2013, 8 Nov 2013
PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK.011/2013
TENTANG BUKU-BUKU PELAJARAN UMUM, KITAB SUCI, DAN BUKU-BUKU
PELAJARAN AGAMA YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA
DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
SE-58/PJ/2013, 26 Nov 2013

xxi

F-05
B-07

B-02

C-20

B-02

C-13

B-26

B-07

D-16
B-02

D-18

PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.011/2013


TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
121/PMK.011/2013 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG
MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
SE-57/PJ/2013, 26 Nov 2013
TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU
PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK
PMK-151/PMK.011/2013, 11 Nov 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
PMK-146/PMK.011/2013, 4 Nov 2013
TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI
PER-37/PJ/2013, 30 Okt 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER47/PJ/2008 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN
DAN PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN SURAT
PEMBERITAHUAN TAHUNAN SECARA ELEKTRONIK (e-FILING) MELALUI
PERUSAHAAN PENYEDIA JASA APLIKASI (ASP)
PER-36/PJ/2013, 30 Okt 2013
TATA CARA EKSTENSIFIKASI
PER-35/PJ/2013, 24 Okt 2013
mencabut PER-175/PJ./2006, PER-116/PJ./2007, PER-16/PJ./2007
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-35/PJ/2013 TENTANG TATA CARA EKSTENSIFIKASI
SE-51/PJ/2013, 24 Okt 2013
PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG
MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
SE-50/PJ/2013, 24 Okt 2013
PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI
BIDANG PERPAJAKAN
SE-49/PJ/2013, 24 Okt 2013
PEJABAT YANG BERWENANG MENANDATANGANI SURAT KETERANGAN
DOMISILI BAGI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI AMERIKA SERIKAT (FORM 6166)
SE-48/PJ/2013, 22 Okt 2013
TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI (REIMBURSEMENT) PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU
JASA KENA PAJAK KEPADA PENGUSAHA PANAS BUMI UNTUK
PEMBANGKITAN ENERGI/LISTRIK
PMK-142/PMK.02/2013, 18 Okt 2013
PENEGASAN PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK
OFFSHORE PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK
PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI
SE-46/PJ/2013, 30 Sept 2013
TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN
PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK
PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN
2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU
PER-32/PJ/2013, 25 Sept 2013

xxii

D-17

D-05

C-13

C-21

B-13

C-19

C-21,
C-25

PROSEDUR PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN PEMUSATAN TEMPAT PAJAK


PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG DALAM RANGKA PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR NOMOR PER-28/PJ/2012
SE-45/PJ/2013, 19 Sept 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
121/PMK.011/2013 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG
MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN
ATAS BARANG MEWAH
PMK-130/PMK.011/2013, 18 Sept 2013
PEDOMAN TEKNIS SENSUS PAJAK NASIONAL
PER -31/PJ/2013, 17 Sept 2013
TATA CARA PELAKSANAAN PENGURANGAN BESARNYA PAJAK
PENGHASILAN PASAL 25 DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 29 TAHUN 2013 BAGI WAJIB PAJAK INDUSTRI
TERTENTU
PER-30/PJ/2013, 11 Sept 2013
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO
TERTENTU
SE-42/PJ/2013, 2 Sept 2013
PENETAPAN STANDAR PELAYANAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
KEP-378/PJ/2013, 29 Agust 2013
PENGURANGAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN
PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 29 TAHUN 2013
BAGI WAJIB PAJAK INDUSTRI TERTENTU
PMK-124/PMK.011/2013, 27 Agust 2013
BUKU-BUKU PELAJARAN UMUM, KITAB SUCI, DAN BUKU-BUKU PELAJARAN
AGAMA YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PMK-122/PMK.011/2013, 27 Agust 2013
JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN
KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH
PMK-121/PMK.011/2013, 26 Agust 2013
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT
PMK-120/PMK.04/2013, 26 Agust 2013
TATA CARA PENGEMBALIAN DAN PENGELOLAAN ADMINISTRASI PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI KEPADA ORANG PRIBADI PEMEGANG PASPOR LUAR
NEGERI
SE-39/PJ/2013, 2 Agust 2013
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK
PMK-115/PMK.07/2013, 1 Agust 2013
PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS BUNGA ATAU
IMBALAN SURAT BERHARGA NEGARA YANG DITERBITKAN DI PASAR
INTERNASIONAL DAN PENGHASILAN PIHAK KETIGA ATAS JASA YANG
DIBERIKAN KEPADA PEMERINTAH DALAM PENERBITAN DAN/ATAU
PEMBELIAN KEMBALI/PENUKARAN SURAT BERHARGA NEGARA DI PASAR
INTERNASIONAL TAHUN ANGGARAN 2013
PMK-112/PMK .011/2013, 1 Agust 2013
TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK
PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU
DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
PMK-107/PMK.011/2013, 30 Juli 2013
TATA CARA PENDAFTARAN DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA KENA PAJAK
TOKO RETAIL SERTA PENGELOLAAN ADMINISTRASI PENGEMBALIAN PAJAK

xxiii

B-02

D-17

C-25

C-10,
C-21

D-18

D-17

D-11,
D-18
D-13

C-10,
C-21

D-13

PERTAMBAHAN NILAI KEPADA ORANG PRIBADI PEMEGANG PASPOR LUAR


NEGERI
PER-28/PJ/2013, 25 Juli 2013
PENGHITUNGAN ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN BAGI WAJIB
PAJAK YANG MENJALANKAN USAHA DI BIDANG PERTAMBANGAN MINERAL
ATAU BATUBARA DALAM RANGKA KONTRAK BAGI HASIL, KONTRAK KARYA,
ATAU PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN
SE-36/PJ/2013, 25 Juli 2013
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA
PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDING) YANG DI DALAM
TAGIHANNYA TERDAPAT BIAYA TRANSPORTASI (FREIGHT CHARGES)
SE-33/PJ/2013, 12 Juli 2013
PELAKSANA PEMBUBUHAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN
TEKNOLOGI PERCETAKAN
PER-27/PJ/2013, 12 Juli 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
76/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN
PERMINTAAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG BAWAAN
ORANG PRIBADI PEMEGANG PASPOR LUAR NEGERI
PMK-100/PMK.03/2013, 5 Juli 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK
BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
PER-26/PJ/2013, 5 Juli 2013
PELAPORAN PEMUNGUTAN PPN DAN PPNBM ATAS PENYERAHAN
KENDARAAN BERMOTOR
SE-31/PJ/2013, 5 Juli 2013
TEMPAT PENDAFTARAN DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA BAGI WAJIB
PAJAK SEBAGAI PENGUSAHA YANG DIKENAI PAJAK BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984 DAN PERUBAHANNYA
YANG MELAKUKAN USAHA DI BIDANG PENGALIHAN TANAH DAN/ ATAU
BANGUNAN
PER-25/PJ/2013, 3 Juli 2013
PELAKSANAAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL ATAS
PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/AT AU BANGUNAN
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG USAHA POKOKNYA
MELAKUKAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/AT AU BANGUNAN DAN
PENENTUAN JUMLAH BRUTO NILAI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN OLEH WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN PENGALIHAN
HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
SE-30/PJ/2013, 3 Juli 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK
PER-24/PJ/2013, 2 Juli 2013
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO
TERTENTU
PP 46 TAHUN 2013, 12 Juni 2013
STANDAR PEMERIKSAAN
PER-23/PJ/2013, 11 Juni 2013
KEBIJAKAN PEMERIKSAAN
SE-28/PJ/2013, 11 Juni 2013
PEDOMAN PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA
PER-22/PJ/2013, 30 Mei 2013
TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK,

xxiv

D-07

E-02

D-13

B-11

B-02

C-10

B-07

C-10,
C-21

B-22
B-22
C-08

B-02

PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK,


PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN
PEMINDAHAN WAJIB PAJAK
PER-20/PJ/2013, 30 Mei 2013
PENCABUTAN BEBERAPA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TERKAIT
DENGAN PENERBITAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN DI BIDANG
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
PER-19/PJ/2013, 30 Mei 2013
PEDOMAN e-AUDIT
SE-25/PJ/2013, 30 Mei 2013
BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KENDARAAN
BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PP 41 TAHUN 2013, 23 Mei 2013
PERSYARATAN PEMBERIAN KODE AKTIVASI DAN NOMOR SERI FAKTUR
PAJAK MELALUI APLIKASI ENOFA
S-840/PJ.10/2013, 17 Mei 2013
PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER5/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENELITIAN
PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
PENGHASILAN YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI
PER-18/PJ/2013, 8 Mei 2013
KODE NOTA PENGHITUNGAN DAN KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK
SE-24/PJ/2013, 24 Apr 2013
Penambahan kode utk PPh Badan Minyak Bumi, PPh Badan Gas Bumi, PPh
Pasal 26 Ayat (4) Minyak Bumi, dan PPh Pasal 26 Ayat (4) Gas Bumi
BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26
SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DAN/ATAU PASAL 26
PER-14/PJ/2013, 18 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(SPT MASA PPN)
PER-11/PJ/2013, 12 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER45/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA
PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(SPT MASA PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGGUNAKAN
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
PER-10/PJ/2013, 12 Apr 2013
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE53/PJ/2012 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 163/PMK.03/2012 TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
SE-22/PJ/2013, 12 April 2013
Mengubah ketentuan bagian B angka 4 dari SE-53/PJ/2012
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
16/PMK.03/2013 TENTANG RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA
CARA PENYAMPAIAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN
PERPAJAKAN
PMK-79/PMK.03/2013, 11 Apr 2013
PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
231/KMK.03/2001 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG KENA
PAJAK YANG DIBEBASKAN DARI PUNGUTAN BEA MASUK

xxv

B-16,
B-17,
B-19,
C-19

D-17

D-05

B-16

B-07

B-09

B-10

B-10

D-09

D-18

PMK-70/PMK.011/2013, 2 Apr 2013


PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN
KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN,
TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA
PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
PER-08/PJ/2013, 27 Mar 2013
PEMERIKSAAN ATAS SPT TAHUNAN PPh RUGI DAN SPT MASA PPN LEBIH
BAYAR KOMPENSASI YANG DALUWARSA PENETAPAN PADA TAHUN 2013
SE-12/PJ/2013, 26 Mar 2013
MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN
PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
PMK-64/PMK.05/2013, 15 Mar 2013
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS
PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN
USAHA DI BIDANG LAIN
PER-06/PJ/2013, 7 Mar 2013
KEWAJIBAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN
YANG TERUTANG KEPADA PIHAK LAIN OLEH PERUSAHAAN YANG TERIKAT
DENGAN KONTRAK BAGI HASIL, KONTRAK KARYA, ATAU PERJANJIAN
KERJASAMA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN
PMK-39/PMK.011/2013, 27 Feb 2013
NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK
PMK-38/PMK.011/2013, 27 Feb 2013
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
75/PMK.03/2010 TENTANG KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA WAJIB PAJAK
SE-03/PJ/2013, 5 Feb 2013
TATA CARA PEMERIKSAAN
PMK-17/PMK.03/2013, 7 Jan 2013
RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA CARA PENYAMPAIAN
DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN PERPAJAKAN
PMK-16/PMK.03/2013, 6 Jan 2013
mengatur ttg kewajiban instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain
memberikan data dan informasi yg berkaitan dengan perpajakan kpd DJP
TATA CARA PEMBETULAN
PMK-11/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG
SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG
PMK-10/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN
PMK-9/PMK.03/2013, 2 Jan 2013
TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN PAJAK ATAU
SURAT TAGIHAN PAJAK
PMK-8/PMK.03/2013, 2 Jan 2013

xxvi

D-05

F-01

C-13,
C-25

D-07
B-04

B-22

B-19
B-16

B-19
B-19

BAGIAN A
PENDAHULUAN

PENGANTAR HUKUM PAJAK


Dasar Hukum:
Pasal 23A UUD 1945 Amandemen IV: Pajak dan pungutan lain yg bersifat memaksa utk keperluan
negara diatur dgn UU.
Definisi:
Pajak: Kontribusi wajib kpd negara yg terutang oleh OP atau badan yg bersifat memaksa
berdasarkan UU, dgn tdk mendapatkan imbalan scr lsg dan digunakan utk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(Pasal 1 Angka 1 UU KUP)
WP: OP atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yg
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
(Pasal 1 Angka 2 UU KUP)
NPWP: Nomor yg diberikan kpd WP sbg sarana dlm administrasi perpajakan yg dipergunakan
sbg tanda pengenal diri atau identitas WP dlm melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
(Pasal 1 Angka 6 UU KUP)
Fungsi Pajak:
1. Fungsi Utama:
Fungsi Anggaran (Budgetair) Sbg sumber dana yg diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Fungsi Mengatur (Regularend) Sbg alat utk mengatur atau melaksanakan berbagai kebijakan
pemerintah.
2. Fungsi Tambahan:
Fungsi Redistribusi menekankan unsur pemerataan dan keadilan dlm masyarakat, dpt
dilakukan pemerintah dari si kaya kpd si miskin, dari daerah surplus ke daerah minus, dari kota
ke desa, dsb.
Fungsi Demokrasi Salah satu penjelmaan/wujud sistem gotong royong termasuk partisipasi
masyaratkat di dlm kegiatan pemerintahan dan pembangunan, sering dikaitkan dgn tingkat
pelayanan pemerintah kpd masyarakat, khususnya pembayar pajak.
Jenis-jenis Pajak:
1. Mnr Sifatnya:
a. Pajak Lsg
Pajak yg pembebanannya tdk dpt dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban lsg WP yg
bersangkutan. Contoh: PPh.
b. Pajak Tdk Lsg
Pajak yg pembebanannya dpt dilimpahkan oleh pihak lain. Contoh: PPN, PPnBM.
2. Mnr Sasaran/Objeknya:
a. Pajak Subjektif
Pajak yg berpangkal/berdasarkan pd subjeknya yg selanjutnya dicari syrat objektifnya, dlm arti
memperhatikan keadaan diri WP. Contoh: PPh.
b. Pajak Objektif
Pajak yg berpangkal/berdasarkan pd objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri WP. Contoh:
PPN, PPnBM, PBB, Bea Meterai.
3. Mnr Pemungutnya:
a. Pajak Pusat
Pajak yg dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan utk membiayai rumah tangga pemerintah
pusat. Contoh: PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai.
b. Pajak Daerah
Pajak yg dipungut oleh pemda dan digunakan utk membiayai rumah tangga pemda. Contoh:
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Kendaraan Bermotor, PBB Pedesaan dan Perkotaan,
BPHTB.

A011

Sistem Pemungutan Pajak:


1. Official Assessment System
Suatu sistem pajak yg memberi wewenang kpd pemerintah utk menentukan besarnya pajak yg
terutang.
2. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yg memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kpd WP utk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yg terutang dan
hrs dibayar.
3. Witholding Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yg memberi wewenang kpd pihak ketiga utk memotong/memungut
besarnya pajak yg terutang oleh WP. Pajak yg dipotong/dipungut oleh pihak lain ini, nanti dpt menjadi
kredit pajak atau mrp pelunasan atas pajak terutang.
Tarif Pajak:
1. Tarif Proporsional/Sebanding
Tarif pajak berupa prosentase tetap thd jml brp pun yg menjadi DPP. Sering juga disebut dgn Tarif
Tunggal krn hanya menggunakan 1 tarif dgn prosentase tetap. Contoh: Tarif PPN 10%, PBB 0,5%,
Pph badan 28% (thn pjak 2009) atau 25% (thn pajak 2010 dan seterusnya).
2. Tarif Progresif
Tarif pajak yg prosentase nya menjadi lbh besar apabila jml yg menjadi DPP-nya semakin besar.
Contoh: Tarif utk WP Badan dan UT (tahun pajak 2001 s.d. 2008):
Lapisan s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Lapisan di atas Rp 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%
Lapisan di atas Rp 100 juta, tarifnya 30%
3. Tarif Degresif
Tarif pajak yg prosentase nya menjadi lbh kecil apabila jml yg menjadi DPP-nya semakin besar.
4. Tarif Tetap
Tarif pajak yg berupa jml yg tetap thd brp pun jml yg menjadi DPP. Contoh: Tarif Bea Meterai dgn
struktur tarif Rp 3 ribu dan Rp 6 ribu.
5. Tarif Advalorem
Tarif pajak dgn prosentase tertentu atas hrg barang atau nilai suatu barang. Contoh: Tarif Bea Masuk
seb 10% dari nilai Cost Insurance Freigt (CIF) dlm transaksi impor.
6. Tarif Pajak Spesifik
Tarif pajak dgn jml tertentu atau suatu jenis/satuan jenis barang tertentu. Contoh: Tarif Bea Masuk yg
besar Rupiahnya ditetapkan atas suatu barang yg diimpor.
Asas Pemungutan Pajak:
Pungutan pajak hendaknya didasarkan pd asas yg dikemukakan Adam Smith dlm buku An Inquiry into
the Nature and Causes of the Wealth of Nations:
1. Equality
Pemungutan pajak hrs bersifat adil dan merata.WP yg berada dlm kondisi yg sama hrs dikenai pajak
yg sama besar. Asas keadilan dlm perinsip perpu perjakan maupun dlm hal pelaksanannya hrs
dipegang teguh walaupun keadilan itu sangat relatif.
2. Certainty
Penetapan pajak tdk ditentukan sewenang-wenang. Hrs dpt diketahui scr jelas dan pasti pajak yg
terutang, kapan hrs dibayar, serta batas waktu pembayaran shg memiliki kepastian hukum yg tinggi.
3. Convenience
Saat membayar pajak sebaknya sesuai dgn saat yg tdk menyulitkan WP. Contoh pd saat WP baru
saja memperoleh penghasilan. Disebut juga dgn Pay As You Earn (PAYE).
4. Economical
Biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi WP diharapkan seminimum mungkin.
Pajak yg dipungut hs lbh besar dari biaya pemungutan pajak.
Dasar Teori Pemungutan Pajak:
Teori-teori yg menjadi dasar bagi negara utk memungut pajak, a.l.:
1. Teori Asuransi
Teori ini menyamakan pembayaran premi asuransi dgn pembayaran pajak. Masyarakat seakan
mempertanggungkan keselamatan dan kemanan jiwanya kpd negara shg masyarakat hrs membayar
A012

2.

3.

4.

5.

premi kpd negara. Pd kenyataannya menyamakan pajak dgn premi tdk tepat, krn jika masyarakat
mengalami kerugian, negara tdk dpt memberikan penggantian layaknya perusahaan asuransi.
Teori Kepentingan
Teori ini diartikan bahwa negara yg melindungi kepentingan harta dan jiwa warga negara dgn
memperhatikan pembagian beban yg hrs dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini didasarkan pd
kepentingan setiap orang termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh krn itu, pengeluaran negara
utk melindungintya dibebankan kpd masyarakat. Warga negara yg memiliki harta lbh banyak akan
membayar pajak yg lbh besar, dan sebaliknya yg memiliki harta lbh sedikit akan membayar pajak lbh
kecil utk melindungi kepentingannya.
Teori Daya Pikul
Teori ini berpangkal dari asas keadilan yaitu setiap orang dikenakan pajak dgn bobot sama. Pajak yg
dibayar adalah mnr daya pikul dgn ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran seseorang.
Kekuatan (daya pikul) utk membayar pajak baru ada stl terpenuhinya kebutuhan primer seseorang.
Teori ini lbh menekankan unsur kemampuan seseorang dan rasa keadilan.
Teori Bakti
Teori ini mendasarkan bahwa negara mempunyai hak mutlak utk memungut pajak. Di lain pihak,
masyarakat menyadari bahwa membayar pajak sbg suatu kewajiban utk membuktikan tanda baktinya
thd negara krn negaralah yg bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya. Dgn demikian
dasar hukum pajak terletak pd hubungan masyarakat dgn negara. Teori ini disebut juga dgn teori
kewajiban pajak mutlak.
Teori Daya Beli
Pembayaran pajak dimaksudkan utk memelihara masyarakatnya. Pembayaran pajak yg dilakukan
kpd negara lbh ditekankan pd fungsi mengatur dari pajak agar masyarakat tetap eksis. Teori ini
mendasarkan pd penyelenggaraan kepentingan masyarakat yg dianggap sbg dasar keadilan
pemungutan pajak, bukan kepentingan individu/nagara, shg pajak lbh menitikberatkan pd fungsi
mengatur. Dlm teori ini kemaslahatan masyarakat akan tetap terjamin dgn pembayaran pajak.

Pembagian Hukum Pajak:


Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak dgn WP.
1. Hukum Pajak Formal
Memuat bentuk/tata cara utk mewujudkan hukum material menjadi kenyataan, meliputi: UU KUP, UU
Penagihan Pajak dgn Surat Paksa, UU Pengadilan Pajak.
2. Hukum Pajak Material
Memuat norma-norma yg menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yg dikenakan (objek
pajak), siapa yg dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yg dikenakan, segala sesuatu yg
timbul dan hapusnya pajak, dan hubungan hukum antara pemerintahan dan WP, meliputi: UU PPh,
UU PPN dan PPnBM, UU PBB, UU BPHTB, UU Bea Meterai.
Penafsiran dlm Hukum Pajak:
1. Penafsiran Autentik
Penafsiran ketentuan dlm UU dgn melihat hal-hal yg tlh dijelaskan dlm UU tsb. Dlm suatu UU
umumnya terdapat pasal mengenai ketentuan umum atau definisi-definisi, shg sering disebut
terminologi mrp penafsiran autentik. Penafsiran ini memiliki kekuatan hukum tertinggi. Penjelasan
suatu pasal yg dimuat dlm tambahan lembaran negara bukanlah mrp penafsiran autentik.
2. Penafsiran Sistematik
Penafsiran ketentuan tertentu dgn mengkaitkannya dgn ketentuan (pasal-pasal) lain dlm UU tsb atau
dari UU lainnya. Ketentuan yg tdk jelas dpt dsiketahui dgn melihat/mengkaitkan dgn pasal lainnya.
Dlm proses pembuatan sebuah UU selalu ada kesatuan konsep dan pemikiran serta dilakukan
sinkronisasi dgn UU lain sbl diundankan oleh pemerintah.
3. Penafsiran Historis
Penafsiran UU dgn melihat sejarah dibuatnya UU tsb. Penafsiran ini dpt diketahui dari dokumen pd
waktu proses dibuatnya UU. Dgn penafisran ini dpt diketahui maksud penyusun UU.
4. Penafsiran Sosiologis
Penafsiran atas ketentuan UU yg disesuaikan dgn kehidupan masyrakat yg selalu berkembang. Krn
itu perlu penyesuaian antara UU dgn perkembangan kehidupan masyarakat.
5. Penafsiran Tata Bahasa (Gramatikal)
Penafsiran ketentuan dlm UU berdasarkan bunyi kata-kata scr keseluruhan dlm kalimat-kalimat yg
disusun. Penfsiran ini mrp penafsiran yg kurang memperhatikan aturan lainnya, tetapi semata-mata
A013

6.

7.

melihat bunyi atau redaksi pasal yg bersangkutan. Scr tata bahasa, sutau ketentuan UU hrs
memberikan kepastian hukum, yaitu apabila kata-kata dlm kalimat suatu pasal tlh jelas maksudnya.
Penafsiran Analogis
Penfsiran ketentuan dgn cara memberi kiasan pd kata-kata yg tercantum dlm UU atau suatu model yg
sejenis yg diatur di dlm ketentuan lain, shg suatu peristiwa yg sesungguhnya tdk termasuk dlm
ketentuan menjadi termasuk berdasarkan analogi yg dibuat. Penafsiran ini dlm hukum pajak tdk
diperbolehkan krn akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Penafsiran A Contrario
Penafsiran ketentuan UU berdasarkan pd perlawanan pengertian (kebalikan) antara masalah yg
dihadapi dan masalah yg diatur dlm UU. Diambil sutau kesimpulan bhawa atas masalah yg dihadapi
yg tdk diatur dlm UU berada di luar ketentuan (tdk diatur). Penafsiran ini dlm hukum pajak tdk
diperbolehkan krn akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Perlawanan Thd Pajak:


1. Perlawanan Pasif
Perlawanan yg inisiatifnya bukan dari WP itu sendiri tetapi terjadi krn keadaan yg ada di sekitar WP
itu. Hambatan-hambatan tsb biasanya terkait dgn struktur ekonomi suatu negara, perkembangan
intelektual dan moral warga negara, dan sistem pemungutan pajak itu sendiri.
2. Perlawanan Aktif
Scr nyata terlihat pd semua usaha dan perbuatan yg scr lsg ditujukan kpd pemerintah (fiskus) dgn
tujuan utk menghindari pajak.
a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Suatu skema transaksi yg ditujukan utk meminimalkan beban pajak dgn tdk melanggar ketentuan
perpajakan shg skema tsb diartikan sbg kegiatan yg lega).
1) Menahan diri WP tdk melakuana sesuatu yg dpt dikenai pajak. Contoh: Tdk merokok agar
terhindar dari cukai tembakau.
2) Pindah lokasi memindahkan lokasi usaha/ domisili yg tarif pajaknya tinggi ke lokasi yg
tarif pajaknya rendah. Contoh: Diberikan keringanan bagi investor yg ingin menanamkan
modalnya di wilayah Indonesia Timur.
3) Penghindaran pajak scr yuridis biasanya dilakukan dgn memanfaatkan kekosongan
atau ketidakjelasan UU (loopholes).
b. Pengelakan atau Penyelundupan Pajak (Tax Evasion)
Suatu skema memperkecil pajak yg terutang dgn cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal)
yg dpt dihukum dgn sanksi pidana. Contoh: Tdk melaporkan sebagian penjualan, Memperbesar
biaya dgn cara fiktif.
c. Melalaikan Pajak
Dilakukan dgn cara menolak membayar pajak yg tlh diitetapkan dan menolak memenuhi
formalitas yg hrs dipenuhi, shg termasuk sbg pelanggaran thd ketentuan perpajakan.

A014

UU PERPAJAKAN
1.

UU 6 Thn 1983 ttg Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo UU 9 Thn 1994 jo UU 16 Thn
2000 jo UU 28 Thn 2007 jo UU 16 Thn 2009 UU KUP
Aturan Pelaksanaan: PP 74 Thn 2011

2.

UU 7 Thn 1983 ttg Pajak Penghasilan jo UU 7 Thn 1991 jo UU 10 Thn 1994 jo UU 17 Thn 2000 jo
UU 36 Thn 2008 UU PPh
Aturan Pelaksanaan: PP 94 Thn 2010

3.

UU 8 Thn 1983 ttg Pajak Pertambahan Nilai Brg dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah jo UU 11 Thn 1994 jo UU 18 Thn 2000 jo UU 42 Thn 2009 UU PPN
Aturan Pelaksanaan: PP 1 Thn 2012

4.

UU 12 Thn 1985 ttg Pajak Bumi dan Bangunan jo UU 12 Thn 1994 UU PBB

5.

UU 13 Thn 1985 ttg Bea Meterai

6.

UU 19 Thn 1997 ttg Penagihan Pajak dgn Surat Paksa jo UU 19 Thn 2000 UU PPSP

7.

UU 14 Thn 2002 ttg Pengadilan Pajak

8.

UU 28 Thn 2009 ttg Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU PDRD

9.

UU 21 Thn 1997 ttg Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan jo UU 20 Thn 2000 UU
BPHTB

A021

JENIS PAJAK
A. PAJAK PUSAT
Pajak yg dipungut dan dikelola oleh Pempus (DJP):
1.

PPh
Pajak yg dikenakan kpd OP atau badan atas penghasilan yg diterima atau diperoleh dlm suatu
Thn Pajak. Penghasilan itu dpt berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain
sebagainya.

2.

PPN
Pajak yg dikenakan atas konsumsi BKP atau JKP di dlm Daerah Pabean (dlm wilayah Indonesia).
OP, perusahaan, maupun pemerintah yg mengkonsumsi BKP atau JKP dikenakan PPN. Pd
dasarnya, setiap brg dan jasa adalah BKP atau JKP, kecuali ditentukan lain oleh UU PPN.

3.

PPnBM
Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian BKP tertentu yg tergolong mewah, juga dikenakan
PPnBM.

4.

Bea Meterai
Pajak yg dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta
kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yg memuat jml uang atau nominal di atas jml
tertentu sesuai dgn ketentuan.

5.

PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan


Pajak yg dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB mrp
Pajak Pusat namun demikian hampir slr realisasi penerimaan PBB diserahkan kpd Pemda
baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Mulai 1 Jan 2010, PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah sepanjang Perda ttg
PBB yg terkait dgn Perdesaan dan Perkotaan tlh diterbitkan. Apabila dlm jangka waktu dari
1 Jan 2010 s.d. paling lambat 31 Des 2013 Perda blm diterbitkan, maka PBB Perdesaan dan
Perkotaan tsb masih tetap dipungut oleh Pempus. Mulai 1 Jan 2014, PBB Perdesaan dan
Perkotaan mrp pajak daerah. Utk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap
mrp Pajak Pusat.

B. PAJAK DAERAH
Pajak-pajak yg dipungut oleh Pemda baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota:
1.

Pajak Provinsi
a.

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)


Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 12
UU PDRD)
Kendaraan bermotor: Semua kendaraan beroda beserta gandengannya yg digunakan di
semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau
peralatan lainnya yg berfungsi utk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi
tenaga gerak kendaraan bermotor yg bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat
besar yg dlm operasinya menggunakan roda dan motor dan tdk melekat scr permanen
serta kendaraan bermotor yg dioperasikan di air. (Pasal 1 angka 13 UU PDRD)
Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor: (Pasal 3 ayat (3) UU PDRD)
Kereta api;
Kendaraan Bermotor yg semata-mata digunakan utk keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
Kendaraan bermotor yg dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan
negara asing dgn asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yg
memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan
A031

Objek Pajak lainnya ygditetapkan dlm Perda.


Tarif PKB ditetapkan dgn Perda: (Pasal 6 UU PDRD & penjelasan)
Tarif PKB pribadi:
9 utk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah seb 1% dan paling
tinggi seb 2%;
9 utk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dpt ditetapkan
scr progresif paling rendah seb 2% dan paling tinggi seb 10%.
Pajak progresif utk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan menjadi
kendaraan roda kurang dari 4 dan kendaraan roda 4 atau lbh.
Kepemilikan Kendaraan Bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yg sama.
Tarif PKB angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan,
lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemda, dan kendaraan lain
yg ditetapkan dgn Perda, ditetapkan paling rendah seb 0,5% dan paling tinggi seb
1%.
Tarif PKB alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah seb 0,1% dan
paling tinggi seb 0,2%.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)


Pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sbg akibat perjanjian 2 pihak atau
perbuatan sepihak atau keadaan yg terjadi krn jual beli, tukar menukar, hibah, warisan,
atau pemasukan ke dlm badan usaha. (Pasal 1 angka 14 UU PDRD)
Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor: (Pasal 9 ayat (3) UU PDRD)
Kereta api;
Kendaraan Bermotor yg semata-mata digunakan utk keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
Kendaraan Bermotor yg dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan
negara asing dgn asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yg
memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan
Objek pajak lainnya yg ditetapkan dlm Perda.
Termasuk penyerahan Kendaraan Bermotor adalah pemasukan Kendaraan Bermotor
dari LN utk dipakai scr tetap di Indonesia, kecuali: (Pasal 9 ayat (6) & (7) UU PDRD)
utk dipakai sendiri oleh OP yg bersangkutan;
utk diperdagangkan;
utk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia; tdk berlaku apabila
selama 3 thn berturut-turut tdk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia
digunakan utk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf
internasional.
Tarif BBNKB ditetapkan dgn Perda: (Pasal 12 UU PDRD)
Tarif BBNKB ditetapkan paling tinggi @:
9 penyerahan pertama seb 20%; dan
9 penyerahan kedua dan seterusnya seb 1%.
Khusus utk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yg tdk
menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi @:
9 penyerahan pertama seb 0,75%; dan
9 penyerahan kedua dan seterusnya seb 0,075%.
c.

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor (PBBKB)


Pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 15 UU PDRD)
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor: Semua jenis bahan bakar cair atau gas yg digunakan
utk kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 16 UU PDRD)
Tarif: (Pasal 19 UU PDRD)
Tarif PBBKB ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%.
Khusus tarif PBBKB utk bahan bakar kendaraan umum dpt ditetapkan paling sedikit
50% lbh rendah dari tarif PBBKB utk kendaraan pribadi.
Pemerintah dpt mengubah tarif PBBKB yg sdh ditetapkan dlm Perda dgn Peraturan
Presiden.
Kewenangan Pemerintah utk mengubah tarif PBBKB dilakukan dlm hal:
A032

terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari asumsi harga minyak
dunia yg ditetapkan dlm UU ttg APBN thn berjalan; dlm hal harga minyak
dunia sdh normal kembali, Peraturan Presiden tsb dicabut dlm jangka waktu
paling lama 2 bulan.
atau
9 diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak utk jangka waktu paling lama 3
tahun sejak ditetapkannya UU PDRD.

2.

d.

Pajak Air Permukaan


Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. (Pasal 1 angka 17 UU
PDRD)
Air Permukaan: Semua air yg terdapat pd permukaan tanah, tdk termasuk air laut, baik
yg berada di laut maupun di darat. (Pasal 1 angka 18 UU PDRD)
Dikecualikan dari objek Pajak Air Permukaan: (Pasal 21 ayat (2) UU PDRD)
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan utk keperluan dasar rumah
tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dgn tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan dan perpu; dan
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan lainnya yg ditetapkan dlm Perda.
Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%. (Pasal 24 UU
PDRD)

e.

Pajak Rokok
Pungutan atas cukai rokok yg dipungut oleh Pemerintah. (Pasal 1 angka 19 UU PDRD)
Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yg tdk dikenai cukai berdasarkan
perpu di bidang cukai. (Pasal 26 ayat (3) UU PDRD)
Tarif Pajak Rokok ditetapkan seb 10% dari cukai rokok. (Pasal 29 UU PDRD)

Pajak Kabupaten/Kota
a.

Pajak Hotel
Pajak atas pelayanan yg disediakan oleh hotel. (Pasal 1 angka 20 UU PDRD)
Hotel: Fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya
dgn dipungut bayaran, yg mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dgn jml
kamar lbh dari 10. (Pasal 1 angka 21 UU PDRD)
Objek: (Pasal 32 UU PDRD)
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yg disediakan oleh Hotel dgn pembayaran,
termasuk jasa penunjang sbg kelengkapan Hotel yg sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
Jasa penunjang: Fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan
cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola
Hotel.
Tdk termasuk objek Pajak Hotel:
9 jasa tempat tinggal asrama yg diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemda;
9 jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
9 jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
9 jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan,
dan panti sosial lainnya yg sejenis; dan
9 jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yg diselenggarakan oleh Hotel yg dpt
dimanfaatkan oleh umum.
Tarif Pajak Hotel ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%. (Pasal 35 UU PDRD)

b.

Pajak Restoran
Pajak atas pelayanan yg disediakan oleh restoran. (Pasal 1 angka 22 UU PDRD)
Restoran: Fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dgn dipungut bayaran, yg
mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk
jasa boga/katering. (Pasal 1 angka 23 UU PDRD)
A033

Objek: (Pasal 37 UU PDRD)


Pelayanan yg disediakan Restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau
minuman yg dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun
ditempat lain.
Tdk termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yg disediakan oleh Restoran
yang nilai penjualannya tdk melebihi batas tertentu yg ditetapkan dgn Perda.
Tarif Pajak Restoran ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10% (Pasal 40 UU PDRD).

c.

Pajak Hiburan
Pajak atas penyelenggaraan hiburan. (Pasal 1 angka 24 UU PDRD)
Hiburan: Semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yg
dinikmati dgn dipungut bayaran. (Pasal 1 angka 25 UU PDRD)
Obyek: (Pasal 42 UU PDRD)
Hiburan adalah: tontonan film; pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau
busana;kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; pameran; diskotik, karaoke,
klab malam, dan sejenisnya; sirkus, akrobat, dan sulap; permainan bilyar, golf, dan
boling; pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; panti pijat,
refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
pertandingan olahraga.
Penyelenggaraan Hiburan di atas dpt dikecualikan dgn Perda.
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dgn Perda: (Pasal 45 UU PDRD)
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi seb 35%.
Khusus utk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke,
klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak
Hiburan dpt ditetapkan paling tinggi seb 75%.
Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan
paling tinggi seb 10%.

d.

Pajak Reklame
Pajak atas penyelenggaraan reklame. (Pasal 1 angka 26 UU PDRD)
Reklame: Benda, alat, perbuatan, atau media yg bentuk dan corak ragamnya dirancang
utk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau utk menarik
perhatian umum thd barang, jasa, orang, atau badan, yg dpt dilihat, dibaca, didengar,
dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. (Pasal 1 angka 27 UU PDRD)
Tdk termasuk sbg objek Pajak Reklame: (Pasal 47 ayat (3) UU PDRD)
penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
label/merek produk yg melekat pd barang yg diperdagangkan, yg berfungsi utk
membedakan dari produk sejenis lainnya;
nama pengenal usaha atau profesi yg dipasang melekat pd bangunan tempat usaha
atau profesi diselenggarakan sesuai dgn ketentuan yg mengatur nama pengenal
usaha atau profesi tsb;
Reklame yg diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
penyelenggaraan Reklame lainnya ng ditetapkan dgn Perda.
Tarif Pajak Reklame ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 25%. (Pasal 50 UU PDRD)

e.

Pajak Penerangan Jalan (PPJ)


Pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yg dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari
sumber lain. (Pasal 1 angka 28 UU PDRD)
Obyek: (Pasal 52 UU PDRD)
Listrik yg dihasilkan sendiri meliputi slr pembangkit listrik.
Dikecualikan dari objek PPJ:
9 penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemda;
9 penggunaan tenaga listrik pd tempat-tempat yg digunakan oleh kedutaan,
konsulat, dan perwakilan asing dgn asas timbal balik;
9 penggunaan tenaga listrik yg dihasilkan sendiri dgn kapasitas tertentu yg tdk
memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan
A034

9 penggunaan tenaga listrik lainnya yg diatur dgn Perda.


Tarif PPJ ditetapkan dgn Perda: (Pasal 55 UU PDRD)
Tarif PPJ ditetapkan paling tinggi seb 10%.
Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi
dan gas alam, tarif PPJ ditetapkan paling tinggi seb 3%.
Penggunaan tenaga listrik yg dihasilkan sendiri, tarif PPJ ditetapkan paling tinggi seb
1,5%.

f.

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan


Pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber
alam di dlm dan/atau permukaan bumi utk dimanfaatkan. (Pasal 1 angka 29 UU PDRD)
Mineral Bukan Logam dan Batuan: Mineral bukan logam dan batuan sebagaimana
dimaksud di dlm perpu di bidang mineral dan batubara. (Pasal 1 angka 30 UU PDRD)
Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan: (Pasal 57 ayat (2) UU
PDRD)
kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yg nyata-nyata tdk
dimanfaatkan scr komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah utk keperluan
rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon,
penanaman pipa air/gas;
kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yg mrp ikutan dari kegiatan
pertambangan lainnya, yg tdk dimanfaatkan scr komersial; dan
pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yg ditetapkan dgn Perda.
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb
25%. (Pasal 60 UU PDRD).

g.

Pajak Parkir
Pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yg disediakan
berkaitan dgn pokok usaha maupun yg disediakan sbg suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. (Pasal 1 angka 31 UU PDRD)
Parkir: Keadaan tdk bergerak suatu kendaraan yg tdk bersifat sementara. (Pasal 1 angka
32 UU PDRD)
Tdk termasuk objek pajak: (Pasa 62 ayat (2) UU PDRD)
penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemda;
penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yg hanya digunakan utk
karyawannya sendiri;
penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara
asing dgn asas timbal balik; dan
penyelenggaraan tempat Parkir lainnya yg diatur dgn Perda.
Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi dgn Perda seb 30% (Pasal 65 UU PDRD)

h. Pajak Air Tanah


Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. (Pasal 1 angka 33 UU PDRD)
Air Tanah: Air yg terdapat dlm lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
(Pasal 1 angka 34 UU PDRD)
Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah: (Pasal 67 ayat (2) UU PDRD)
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah utk keperluan dasar rumah tangga,
pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; dan
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yg diatur dgn Perdah.
Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 20%. (Pasal 70 UU PDRD)
i.

Pajak Sarang Burung Walet


Pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. (Pasal 1
angka 35 UU PDRD)
Burung Walet: Satwa yg termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga,
collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. (Pasal 1 angka 36 UU
PDRD)
Tdk termasuk objek pajak: (Pasal 72 ayat 2 UU PDRD)
A035

pengambilan Sarang Burung Walet yg tlh dikenakan PNBP;


kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet lainnya yg
ditetapkan dgn Perda.
Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 10%. (Pasal 75
UU PDRD)

j.

PBB Perdesaan dan Perkotaan


Pajak atas bumi dan/atau bangunan yg dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh OP
atau Badan, kecuali kawasan yg digunakan utk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan,
dan pertambangan. (Pasal 1 angka 37 UU PDRD)
Bumi: Permukaan bumi yg meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
Kabupaten/Kota. (Pasal 1 angka 38 UU PDRD)
Bangunan: Konstruksi teknik yg ditanam atau dilekatkan scr tetap pd tanah dan/atau
perairan pedalaman dan/atau laut. (Pasal 1 angka 39 UU PDRD)
Obyek: (Pasal 77 UU PDRD)
Termasuk dlm pengertian Bangunan: jalan lingkungan yg terletak dlm 1 kompleks
bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yg mrp suatu kesatuan dgn
kompleks Bangunan tsb; jalan tol; kolam renang; pagar mewah; tempat olahraga;
galangan kapal, dermaga; taman mewah; tempat penampungan/kilang minyak, air
dan gas, pipa minyak; dan menara.
Objek Pajak yg tdk dikenakan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yg:
9 digunakan oleh Pemerintah dan Daerah utk penyelenggaraan pemerintahan;
9 digunakan semata-mata utk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yg tdk dimaksudkan utk
memperoleh keuntungan;
9 digunakan utk kuburan, peninggalan purbakala, atau yg sejenis dgn itu;
9 merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yg dikuasai oleh desa, dan tanah negara yg blm dibebani
suatu hak;
9 digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik; dan
9 digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yg ditetapkan dgn
Peraturan Menkeu.
Besarnya NJOPTKP ditetapkan dgn Perda paling rendah seb Rp 10 juta utk setiap WP.
(Pasal 77 ayat (4) UU PDRD)
Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 0,3% (Pasal
80 UU PDRD).

k.

BPHTB
Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. (Pasal 1 angka 41 UU PDRD)
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan: Perbuatan atau peristiwa hukum yg
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh OP atau Badan.
(Pasal 1 angka 42 UU PDRD)
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan: Hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta
bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dlm UU di bidang pertanahan dan
bangunan. (Pasal 1 angka 43 UU PDRD)
Objek pajak yg tdk dikenakan BPHTB adalah objek pajak yg diperoleh: (Pasal 85 UU
PDRD)
perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
negara utk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau utk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum;
badan atau perwakilan lembaga internasional yg ditetapkan dgn Peraturan Menkeu
dgn syarat tdk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan
tugas badan atau perwakilan organisasi tsb;
OP atau Badan krn konversi hak atau krn perbuatan hukum lain dgn tdk adanya
perubahan nama;
A036

OP atau Badan krn wakaf; dan


OP atau Badan yg digunakan utk kepentingan ibadah.
NPOPTKP ditetapkan dgn Perda: (Pasal 87 UU PDRD)
Besarnya NPOPTKP ditetapkan paling rendah seb Rp 60 juta utk setiap WP.
Dlm hal perolehan hak krn waris atau hibah wasiat yg diterima OP yg masih dlm hub
keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat ke atas atau 1 derajat ke
bawah dgn pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling
rendah seb Rp 300 juta.
Tarif BPHTB ditetapkan dgn Perda paling tinggi seb 5%. (Pasal 88 UU PDRD)

A037

KEWAJIBAN WP
1.

Kewajiban Mendaftarkan Diri


Sesuai dgn sistem self assessment maka WP mempunyai kewajiban utk mendaftarkan diri ke KPP
atau KP2KP yg wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan WP utk diberikan NPWP apabila
tlh memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif, dan wajib dikukuhkan sbg PKP oleh KPP apabila tlh
memenuhi persyaratan tertentu.

2.

Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/pemungutan, dan Pelaporan Pajak


WP dlm melaksanakan kewajiban perpajakannya hrs sesuai dgn sistem self assessment, yaitu wajib
melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.

3.

Kewajiban dlm Hal Diperiksa


DJP dpt melakukan pemeriksaan dgn tujuan menguji kepatuhan WP dan tujuan lain yg ditetapkan
oleh DJP. Kewajiban WP yg diperiksa:
Memenuhi panggilan utk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dgn waktu yg ditentukan
khususnya utk jenis Pemeriksaan Kantor.
Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yg menjadi dasarnya, dan
dokumen lain termasuk data yg dikelola scr elektronik, yg berhubungan dgn penghasilan yg
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yg terutang pajak. Khusus utk
Pemeriksaan Lapangan, WP wajib memberikan kesempatan utk mengakses dan/atau mengunduh
data yg dikelola scr elektronik.
Memberikan kesempatan utk memasuki tempat atau ruang yg dipandang perlu dan memberi
bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan.
Menyampaikan tanggapan scr tertulis atas SPHP.
Meminjamkan KKP yg dibuat oleh Akuntan Publik khususnya utk jenis Pemeriksaan Kantor.
Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yg diperlukan.

4.

Kewajiban Memberi Data


Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi
yg berkaitan dgn perpajakan kpd DJP yg ketentuannya diatur pd Pasal 35A UU KUP.

HAK WP
1.

Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak


Dlm hal pajak yg terutang utk suatu tahun pajak ternyata lbh kecil dari jml kredit pajak (pembayaran
pajak yg dibayar atau dipotong atau dipungut lbh besar dari yg seharusnya terutang), maka WP
mempunyai hak utk mendapatkan kembali kelebihan tsb. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dpt diberikan dlm waktu 12 bulan sejak surat permohonan diterima scr lengkap.

2.

Hak dlm Hal WP Dilakukan Pemeriksaan


Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.
Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa.
Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.
Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.
Utk hadir dlm pembahasan akhir hasil pemeriksaan dlm batas waktu yg ditentukan.

3.

Hak utk Mengajukan Keberatan, Banding, dan PK


Berdasarkan hasil pemeriksaan yg dilakukan oleh DJP, maka akan diterbitkan suatu skp, yg dpt
mengakibatkan pajak terutang menjadi KB, LB, atau nihil. Jika WP tdk sependapat maka dpt
mengajukan keberatan atas skp tsb. Selanjutnya apabila blm puas dgn keputusan keberatan tsb maka
WP dpt mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Langkah terakhir yg dpt dilakukan oleh WP dlm
sengketa pajak adalah PK ke MA.
a. Keberatan
Syarat pengajuan keberatan:
Mengajukan surat keberatan kpd Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP setempat atas SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
A041

Diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn mengemukakan jml pajak terutang mnr
perhitungan WPk dgn menyebutkan alasan-alasan yg jelas.
Keberatan hrs diajukan dlm jangka waktu 3 bulan sejak skp, kecuali WP dpt menunjukkan
bahwa jangka waktu itu tdk dpt dipenuhi krn di luar kekuasaannya.
Keberatan yg tdk memenuhi persyaratan di atas tdk dianggap sbg Surat Keberatan, shg tdk
dipertimbangkan.
Dlm hal WP mengajukan keberatan atas skp, WP wajib melunasi pajak yg masih hrs dibayar
paling sedikit sejumlah yg tlh disetujui WP dlm PAHP, sbl surat keberatan disampaikan.
Atas keberatan tsb Dirjen Pajak akan memberikan keputusan paling lama dlm jangka waktu 12
bulan sejak surat keberatan diterima. Apabila permohonan keberatan WP ditolak dan WP tdk
mengajukan banding maka WP dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 50% dari jml pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dgn pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan.
b. Banding
Permohonan banding diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dlm waktu 3 bulan sejak
keputusan keberatan diterima dilampiri SK Keberatan tsb. Thd 1 Keputusan diajukan 1 Surat
Banding.
Pengadilan Pajak hrs menetapkan putusan paling lambat 12 bulan sejak Surat Banding diterima.
Dlm hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebe 100% dari jml pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dgn
pembayaran pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan.
c. PK
Permohonan PK hanya dpt diajukan 1 kali kpd MA melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan
permohonan PK dilakukan dlm jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak diketahuinya
kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh
kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.
MA mengambil keputusan dlm jangka waktu 6 bulan sejak permohonan PK diterima.
4.

Hak Kerahasiaan Bagi WP


WP mempunyai hak utk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yg telah
disampaikannya kpd DJP dlm rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yg
melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP, termasuk
tenaga ahli yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak utk membantu pelaksanaan UU perpajakan. Kerahasiaan
WP antara lain:
Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yg dilaporkan oleh WP
Data dari pihak ketiga yg bersifat rahasia
Dokumen atau rahasia WP lainnya sesuai ketentuan perpajakan yg berlaku
Namun demikian dlm rangka penyidikan, penuntutan atau dlm rangka kerjasama dgn instansi
pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertulis dari atau ttg WP dpt diberikan atau diperlihatkan
kpd pihak tertentu yg ditetapkan oleh MenKeu.

5.

Hak utk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran


Dlm hal-hal atau kondisi tertentu, WP dpt mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

6.

Hak utk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan


Dgn alasan-alasan tertentu, WP dpt menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik
PPh Badan maupun PPh OP.

7.

Hak utk Pengurangan PPh Pasal 25


Dgn alasan-alasan tertentu, WP dpt mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

8.

Hak utk Pembebasan Pajak


Dgn alasan-alasan tertentu, WP dpt mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/
pemungutan PPh.

9.

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak


WP yg tlh memenuhi kriteria tertentu sbg WP Patuh dpt diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak dlm jangka waktu paling lambat 1 bulan utk PPN dan 3 bulan utk PPh
sejak tanggal permohonan.
A042

10. Hak utk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah


Dlm rangka pelaksanaan proyek pemerintah yg dibiayai dgn hibah atau dana pinjaman LN, PPh yg
terutang atas penghasilan yg diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh
pemerintah.
11. Hak utk Mendapatkan Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, utk BKP tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN
Tdk Dipungut. Perusahaan yg melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat
mendapat fasilitas PPN Tdk Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

A043

STRUKTUR ORGANISASI DJP


Dasar Hukum:

PMK-184/PMK.01/2010 ttg Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan

KMK-595/KM.1/2013 ttg Uraian Jabatan Struktural Instansi Vertikal dan UPT di Lingkungan DJP
mencabut KMK-1555/KM.1/2011

PMK-62/PMK.01/2009 stdtd PMK-167/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJP

PMK-133/PMK.01/2011 jo PMK-172/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja KPDDP

PMK-134/PMK.01/2011 jo PMK-173/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja KPDE

PMK-174/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan Tata Kerja KLIP DJP


A.

Kantor Pusat
1.

Sekretariat Direktorat Jenderal


a. Bagian Organisasi dan Tata Laksana
1) Subbagian Organisasi
2) Subbagian Tata Laksana
3) Subbagian Pengukuran Kinerja
b. Bagian Kepegawaian
1) Subbagian Mutasi Kepegawaian
2) Subbagian Pemberhentian dan Pemensiunan Pegawai
3) Subbagian Administrasi Peningkatan Kapasitas
4) Subbagian Umum Kepegawaian
c. Bagian Keuangan
1) Subbagian Penyusunan Anggaran
2) Subbagian Perbendaharaan
3) Subbagian Administrasi Gaji dan Tunjangan
4) Subbagian Akuntansi dan Pelaporan
d. Bagian Perlengkapan
1) Subbagian Pengadaan I
2) Subbagian Pengadaan II
3) Subbagian Penyimpanan dan Distribusi
4) Subbag Inventarisasi, Pemeliharaan, dan Penghapusan
e. Bagian Umum
1) Subbagian Tata Usaha
2) Subbagian Tata Usaha Pimpinan Direktorat Jenderal
3) Subbagian Protokol
4) Subbagian Rumah Tangga
f. Kelompok Jabatan Fungsional

2.

Tenaga Pengkaji
a. Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan Perpajakan
b. Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi & Intensifikasi Pajak
c. Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan & Penegakan Hukum Perpajakan
d. Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan & Penertiban SDM

3.

Direktorat Peraturan Perpajakan I


a. Subdirektorat Peraturan KUP dan PPSP
1) Seksi Peraturan KUP
2) Seksi Peraturan PPSP
3) Seksi Peraturan Perpajakan Lainnya
b. Subdirektorat Peraturan PPN Industri
1) Seksi Peraturan PPN Industri I
2) Seksi Peraturan PPN Industri II
3) Seksi Peraturan PPN Industri III
c. Subdirektorat Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL
1) Seksi Peraturan PPN Perdagangan I
2) Seksi Peraturan PPN Perdagangan II
3) Seksi Peraturan PPN Jasa
4) Seksi Peraturan PTLL
d. Subdirektorat Peraturan PBB dan BPHTB
A051

e.

1) Seksi Peraturan PBB I


2) Seksi Peraturan PBB II
3) Seksi Peraturan BPHTB
Kelompok Jabatan Fungsional

4.

Direktorat Peraturan Perpajakan II


a. Subdirektorat Peraturan PPh Badan
1) Seksi Peraturan PPh Badan I
2) Seksi Peraturan PPh Badan II
3) Seksi Peraturan PPh Badan III
b. Subdirektorat Peraturan Pot/Put PPh dan PPh OP
1) Seksi Peraturan Pot/Put PPh I
2) Seksi Peraturan Pot/Put PPh II
3) Seksi Peraturan PPh OP
c. Subdirektorat Perjanjian dan Kerjasama Perpajakan Internasional
1) Seksi Perjanjian Asia Pasifik
2) Seksi Perjanjian Eropa
3) Seksi Perjanjian Amerika dan Afrika
4) Seksi Kerjasama Perpajakan Internasional
d. Subdirektorat Bantuan Hukum
1) Seksi Bantuan Hukum I
2) Seksi Bantuan Hukum II
3) Seksi Bantuan Hukum III
4) Seksi Bantuan Hukum IV
e. Subdirektorat Harmonisasi Peraturan Perpajakan
1) Seksi Analisis Peraturan Perpajakan
2) Seksi Sinkronisasi Peraturan Perpajakan
3) Seksi Sinergi Peraturan Perpajakan
4) Seksi Analisis Peraturan Perpajakan Internasional
f. Kelompok Jabatan Fungsional

5.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan


a. Subdirektorat Perencanaan Pemeriksaan
1) Seksi Perencanaan Pemeriksaan WP OP
2) Seksi Perencanaan Pemeriksaan WP Badan
3) Seksi Strategi Pemeriksaan
b. Subdirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan
1) Seksi Teknik Pemeriksaan
2) Seksi Pengendalian Mutu Pemeriksaan
3) Seksi Evaluasi dan Kinerja Pemeriksaan
c. Subdirektorat Pemeriksaan Transaksi Khusus
1) Seksi Pemeriksaan Transaksi Perusahaan Grup
2) Seksi Pemeriksaan WP Sektor SDA
3) Seksi Transfer Pricing dan Transaksi Khusus Lainnya
d. Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan
1) Seksi Kerjasama Pemeriksaan
2) Seksi Dukungan Teknis Pemeriksaan
3) Seksi Data dan Dukungan Pemeriksaan
e. Subdirektorat Penagihan
1) Seksi Strategi dan Dukungan Penagihan
2) Seksi Perencanaan dan Evaluasi Penagihan
3) Seksi Pengendalian Mutu dan Administrasi Penagihan
f. Kelompok Jabatan Fungsional

6.

Direktorat Intelijen dan Penyidikan


a. Subdirektorat Intelijen Perpajakan
1) Seksi Intelijen Perpajakan I
2) Seksi Intelijen Perpajakan II
3) Seksi Evaluasi dan Pemantauan Intelijen Perpajakan
b. Subdirektorat Rekayasa Keuangan
1) Seksi Rekayasa Keuangan I
2) Seksi Rekayasa Keuangan II
3) Seksi Rekayasa Keuangan III
A052

c.

d.

e.

Subdirektorat Pemeriksaan Bukti Permulaan


1) Seksi Pemeriksaan Bukti Permulaan I
2) Seksi Pemeriksaan Bukti Permulaan II
3) Seksi Evaluasi dan Pemantauan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Subdirektorat Penyidikan
1) Seksi Penyidikan I
2) Seksi Penyidikan II
3) Seksi Evaluasi dan Pemantauan Penyidikan
Kelompok Jabatan Fungsional

7.

Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian


a. Subdirektorat Ekstensifikasi
1) Seksi Perencanaan Ekstensifikasi
2) Seksi Teknis Ekstensifikasi
3) Seksi Evaluasi Ekstensifikasi
b. Subdirektorat Pendataan
1) Seksi Perencanaan Pendataan dan Pemetaan
2) Seksi Teknik Pendataan dan Pemetaan
3) Seksi Dukungan dan Evaluasi Data
c. Subdirektorat Penilaian I
1) Seksi Penilaian Massal Bumi
2) Seksi Penilaian Individu Perkebunan dan Perhutanan
3) Seksi Penilaian individu Komersial dan Objek Khusus
d. Subdirektorat Penilaian II
1) Seksi Penilaian Massal Bangunan
2) Seksi Penilaian Individu Perumahan dan Industri
3) Seksi Penilaian Individu Pertambangan
e. Kelompok Jabatan Fungsional

8.

Direktorat Keberatan dan Banding


a. Subdirektorat Pengurangan dan keberatan
1) Seksi Pengurangan dan Keberatan I
2) Seksi Pengurangan dan Keberatan II
3) Seksi Pengurangan dan Keberatan III
4) Seksi Pengurangan dan Keberatan IV
b. Subdirektorat Banding dan Gugatan I
1) Seksi Banding dan Gugatan IA
2) Seksi Banding dan Gugatan IB
3) Seksi Banding dan Gugatan IC
c. Subdirektorat Banding dan Gugatan II
1) Seksi Banding dan Gugatan IIA
2) Seksi Banding dan Gugatan IIB
3) Seksi Banding dan Gugatan IIC
d. Subdirektorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi
1) Seksi Peninjauan Kembali
2) Seksi Evaluasi Pengurangan dan Keberatan
3) Seksi Evaluasi Banding, Gugatan, dan Peninjauan Kembali
e. Kelompok Jabatan Fungsional

9.

Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan


a. Subdirektorat Potensi Perpajakan
1) Seksi Potensi Sektor Industri
2) Seksi Potensi Sektor Perdagangan
3) Seksi Potensi Sektor Jasa
b. Subdirektorat Dampak Kebijakan
1) Seksi Dampak Kebijakan Perpajakan
2) Seksi Dampak Kondisi Makro Ekonomi
3) Seksi Dampak Kebijakan Umum
c. Subdirektorat Kepatuhan WP dan Pematuhan
1) Seksi Kepatuhan WP Sektor Industri
2) Seksi Kepatuhan WP Sektor Perdagangan
3) Seksi Kepatuhan WP Sektor Jasa
4) Seksi Pemantauan Pemanfaatan Data
A053

d.

e.

Subdirektorat Administrasi dan Evaluasi Penerimaan


1) Seksi Pembukuan dan Rekonsiliasi I
2) Seksi Pembukuan dan Rekonsiliasi II
3) Seksi Statistik dan Prakiraan Penerimaan
4) Seksi Evaluasi Penerimaan
Kelompok Jabatan Fungsional

10. Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat


a. Subdirektorat Penyuluhan Perpajakan
1) Seksi Materi Penyuluhan
2) Seksi Bimbingan Tenaga Penyuluh
3) Seksi Dukungan Penyuluh
4) Seksi Dokumentasi dan Perpustakaan
b. Subdirektorat Pelayanan Perpajakan
1) Seksi Pelayanan Pengaduan
2) Seksi Dukungan Pelayanan dan Konsultasi
3) Seksi Peningkatan Mutu Pelayanan
4) Seksi Pemutakhiran Tax Knowledge Based
c. Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan
1) Seksi Hubungan Internal
2) Seksi Hubungan Eksternal
3) Seksi Pengelolaan Berita
4) Seksi Pengelolaan Situs
d. Subdirektorat Kerjasama dan Kemitraan
1) Seksi Kerjasama Dalam Negeri
2) Seksi Kerjasaman Luar Negeri
3) Seksi Kemitraan WP
e. Kelompok Jabatan Fungsional
11. Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan
a. Subdirektorat Pelayanan Operasional
1) Seksi Pelayanan Sistem Informasi
2) Seksi Pelayanan Aplikasi dan Registrasi
3) Seksi Pelayanan Dukungan Teknis
4) Seksi Pelayanan Jaringan Komunikasi Data
b. Subdirektorat Pendukung Operasional
1) Seksi Bimbingan Sistem
2) Seksi Pemutakhiran Data Tampilan
3) Seksi Pertukaran Data Elektronik
4) Seksi Pengelolaan Intranet dan dan Internet
c. Subdirektorat Pemantauan Sistem dan Infrastruktur
1) Seksi Pemantauan Konfigurasi dan Kapasitas
2) Seksi Pemantauan Keamanan Sistem dan Jaringan Komunikasi Data
3) Seksi Pemantauan Basis Data
4) Seksi Pemantauan Pengolahan Data dan Dokumen
d. Kelompok Jabatan Fungsional
12. Direktorat Kepatuhan Internal, dan Transformasi Sumber Daya Aparatur
a. Subdirektorat Kepatuhan Internal
1) Seksi Internalisasi Kepatuhan
2) Seksi Pengujian Kepatuhan
3) Seksi Penjaminan Kualitas
b. Subdirektorat Investigasi Internal
1) Seksi Investigasi internal I
2) Seksi Investigasi internal II
3) Seksi Evaluasi Temuan Pemeriksaan Eksternal
c. Subdirektorat Transformasi Organisasi
1) Seksi Perencanaan Strategis
2) Seksi Pengembangan Desain Kelembagaan
3) Seksi Evaluasi Implementasi Desain Kelembagaan
d. Subdirektorat Pengembangan Manajemen Kepegawaian
1) Seksi Pengembangan Klasifikasi Jabatan
2) Seksi Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja
A054

e.

f.

3) Seksi Pengembangan Sistem Mutasi, Promosi, dan Kompensasi


Subdirektorat Kompetensi dan Pengembangan Kapasitas Pegawai
1) Seksi Analisis Kompetensi Pegawai
2) Seksi Pengembangan Kapasitas Pegawai
Kelompok Jabatan Fungsional

13. Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi


a. Subdirektorat Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi
1) Seksi Perancangan Sistem dan Prosedur Perpajakan
2) Seksi Analisis Konfigurasi dan Kapasitas
3) Seksi Analisis Jaringan Komunikasi Data
4) Seksi Evaluasi Sistem Informasi
b. Subdirektorat Pengembangan Perangkat Keras
1) Seksi Pengembangan Konfigurasi Basis Data
2) Seksi Pengembangan Jaringan Komunikasi Data
3) Seksi Pengelolaan Basis Data
4) Seksi Pengelolaan Data Spasial
c. Subdirektorat Pengembangan Aplikasi
1) Seksi Pengembangan Aplikasi Perpajakan
2) Seksi Pengembangan Aplikasi Informasi Geografis
3) Seksi Pengembangan Aplikasi Informasi dan Pelaporan
4) Seksi Penyusunan Prosedur Operasional
d. Kelompok Jabatan Fungsional
14. Direktorat Transformasi Proses Bisnis
a. Subdirektorat Pengembangan Penyuluhan
1) Seksi Pengembangan Penyuluhan I
2) Seksi Pengembangan Penyuluhan II
b. Subdirektorat Pengembangan Pelayanan
1) Seksi Pengembangan Pelayanan I
2) Seksi Pengembangan Pelayanan II
c. Subdirektorat Pengembangan Penegakan Hukum
1) Seksi Pengembangan Penegakan Hukum I
2) Seksi Pengembangan Penegakan Hukum II
d. Subdirektorat Pengembangan Ekstensifikasi dan Penilaian
1) Seksi Pengembangan Ekstensifikasi
2) Seksi Pengembangan Pemetaan dan Penilaian
e. Subdirektorat Manajemen Transformasi
1) Seksi Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Perubahan
2) Seksi Manajemen Proses dan Penjaminan Kualitas Pengembangan
f. Kelompok Jabatan Fungsional
B.

Instansi Vertikal
1.

Kanwil DJP
a. Bagian Umum
1) Subbagian Kepegawaian
2) Subbagian Keuangan
3) Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga
4) Subbagian Bantuan Hukum dan Pelaporan
b. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi
1) Seksi Dukungan Teknis Komputer
2) Seksi Bimbingan Konsultasi
3) Seksi Data dan Potensi
c. Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan Penilaian selain Kanwil WP Besar & Kanwil DJP Jakarta
Khusus
1) Seksi Kerjasama Perpajakan
2) Seksi Bimbingan Ekstensifikasi
3) Seksi Bimbingan Pendataan dan Penilaian
4) Seksi Bimbingan Pengenaan
d. Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak
1) Seksi Administrasi Penyidikan
2) Seksi Bimbingan Penagihan
A055

e.

f.

3) Seksi Bimbingan Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal


Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
1) Seksi Bimbingan Pelayanan
2) Seksi Bimbingan Penyuluhan
3) Seksi Hubungan Masyarakat
Bidang Keberatan dan Banding
1) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding I
2) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding II
3) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding III
4) Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding IV

Ket:

Unit yg berada di bawah Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus: KPP WP Besar /
KPP setingkat Madya

Unit yg berada di bawah selain Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus: KPP
Madya / KPP Pratama / KP2KP

C.

2.

KPP
a. Subbagian Umum
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
c. Seksi Pelayanan
d. Seksi Penagihan
e. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
f. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan selain KPP WP Besar, KPP Madya, dan KPP yg berada di
bawah Kanwil DJP Jakarta Khusus
g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
i.
Seksi Pengawasan dan Konsultasi III tergantung kebutuhan KPP ybs
j.
Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV tergantung kebutuhan KPP ybs
k. Kelompok Jabatan Fungsional

3.

KP2KP
a. Petugas Tata Usaha
b. Kelompok Jabatan Fungsional

UPT
1.

PPDDP
a. Subbagian Tata Usaha dan Keuangan
b. SubBagian Rumah Tangga, Kepegawaian dan Kepatuhan Internal
c. Seksi Pengumpulan dan Penerimaan Dokumen
d. Seksi Penyimpanan dan Peminjaman Dokumen
e. Seksi Perekaman dan Transfer Data
f. Seksi Pemindaian Dokumen

2.

KPDDP
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Verifikasi Dokumen
c. Seksi Pemeliharaan dan Pelayanan Dokumen
d. Kelompok Jabatan Fungsional

3.

KLIP DJP
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Operasional
c. Seksi Penjaminan Kualitas Layanan
d. Kelompok Jabatan Fungsional

4.

KPDE
a. Subbagian Tata Usaha dan Kepatuhan Internal
b. Seksi Pengelolaan Data dan Dukungan Operasional
c. Seksi Perekaman dan Transfer Data
d. Kelompok Jabatan Fungsional
A056

Kanwil DJP:
1.
Kanwil DJP Nanggroe Aceh Darussalam: 7 KPP Pratama, 14 KP2KP
2.
Kanwil DJP Sumatera Utara I: 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama
3.
Kanwil DJP Sumatera Utara II: 8 KPP Pratama, 11 KP2KP
4.
Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau: 2 KPP Madya, 11 KPP Pratama, 10 KP2KP
5.
Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi: 8 KPP Pratama, 19 KP2KP
6.
Kanwil DJP Sumatera Selatan & Kepulauan Bangka Belitung: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama,
13 KP2KP
7.
Kanwil DJP Bengkulu & Lampung: 9 KPP Pratama, 11 KP2KP
8.
Kanwil DJP Jakarta Pusat: 1 KPP Madya, 15 KPP Pratama
9.
Kanwil DJP Jakarta Barat: 1 KPP Madya, 10 KPP Pratama
10. Kanwil DJP Jakarta Selatan: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama
11. Kanwil DJP Jakarta Timur; 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama
12. Kanwil DJP Jakarta Utara: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 1 KP2KP
13. Kanwil DJP Jakarta Khusus: 9 KPP Setingkat KPP Madya
14. Kanwil DJP Banten: 1 KPP Madya, 8 KPP Pratama, 1 KP2KP
15. Kanwil DJP Jawa Barat I: 1 KPP Madya, 15 KPP Pratama, 2 KP2KP
16. Kanwil DJP Jawa Barat II: 1 KPP Madya, 16 KPP Pratama, 2 KP2KP
17. Kanwil DJP Jawa Tengah I: 1 KPP Madya, 16 KPP Pratama, 5 KP2KP
18. Kanwil DJP Jawa Tengah II: 12 KPP Pratama, 6 KP2KP
19. Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta: 5 KPP Pratama
20. Kanwil DJP Jawa Timur I: 1 KPP Madya, 12 KPP Pratama
21. Kanwil DJP Jawa Timur II: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 7 KP2KP
22. Kanwil DJP Jawa Timur III: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 7 KP2KP
23. Kanwil DJP Kalimantan Barat: 6 KPP Pratama, 7 KP2KP
24. Kanwil DJP Kalimantan Selatan & Tengah: 9 KPP Pratama,18 KP2KP
25. Kanwil DJP Kalimantan Timur: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 6 KP2KP
26. Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara: 1 KPP Madya, 14 KPP Pratama, 21 KP2KP
27. Kanwil DJP Sulawesi Utara,Tengah,Gorontalo, & Maluku Utara: 11 KPP Pratama, 16 KP2KP
28. Kanwil DJP Bali: 1 KPP Madya, 7 KPP Pratama, 4 KP2KP
29. Kanwil DJP Nusa Tenggara: 11 KPP Pratama, 11 KP2KP
30. Kanwil DJP Papua dan Maluku: 7 KPP Pratama, 15 KP2KP
31. Kanwil DJP Wajib Pajak Besar: 4 KPP WP Besar
Total 331 KPP dan 207 KP2KP

A057

NILAI-NILAI KEMENKEU DAN VISI MISI & KODE ETIK DJP


Nilai-Nilai Kemenkeu:
1. Integritas: Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dgn baik dan benar serta memegang teguh kode
etik dan prinsip-prinsip moral.
1. Bersikap jujur, tulus dan dpt dipercaya
Perilaku Utama:
2. Menjaga martabat dan tdk melakukan hal-hal tercela
2. Profesionalisme: Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik, penuh tanggung jawab dan
komitmen yg tinggi.
3. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yg luas
Perilaku Utama:
4. Bekerja dgn hati
3. Sinergi: Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yg produktif serta kemitraan yg
harmonis dgn para pemangku kepentingan, utk menghasilkan karya yg bermanfaat dan berkualitas.
5. Memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati
Perilaku Utama:
6. Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik
4. Pelayanan: Memberikan layanan yg memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yg dilakukan dgn
sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman.
7. Melayani dgn berorientasi pd kepuasan pemangku kepentingan
Perilaku Utama:
8. Bersikap proaktif dan cepat tanggap
5. Kesempurnaan: Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang utk menjadi dan memberikan
yg terbaik.
9. Melakukan perbaikan terus menerus
Perilaku Utama:
10. Mengembangkan inovasi dan kreativitas
Visi Misi DJP:
Visi
:
Menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yg terbaik di wilayah Asia
Tenggara.
Misi
:
Menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dgn menerapkan UU Perpajakan scr
adil dlm rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat.
Kode Etik Pegawai DJP: (PMK-1/PM.3/2007)
Kewajiban:
1. Menghormati agama, kepercayaan, budaya dan adat istiadat orang lain
2. Bekerja scr profesional, transparan dan akuntabel
3. Mengamankan data dan/atau informasi yg dimiliki DJP
4. Memberikan pelayanan kpd WP, sesama pegawai, atau pihak lain dlm pelaksanaan tugas dgn sebaikbaiknya
5. Mentaati perintah kedinasan
6. Bertanggung jawab dlm penggunaan barang inventaris milik DJP
7. Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor
8. Menjadi panutan yg baik bagi masyarakat dlm memenuhi kewajiban perpajakan
9. Bersikap, penampilan dan bertutur kata scr sopan
Larangan:
1. Bersikap diskriminatif dlm melaksanakan tugas
2. Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik
3. Menyalahgunakan kewenangan jabatan baik lsg maupun tdk lsg
4. Menyalahgunakan fasilitas kantor
5. Menerima segala pemberian dlm bentuk apapun, baik lsg maupun tdk lsg, dari WP, sesama Pegawai,
atau pihak lain, yg menyebabkan Pegawai yg menerima, patut diduga memiliki kewajiban yg berkaitan
dgn jabatan atau pekerjaannya
6. Menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan
7. Melakukan perbuatan yg patut diduga dpt mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan
data pd SI milik DJP
8. Melakukan perbuatan tdk terpuji dan bertentangan dgn norma kesusilaan dan dpt merusak citra serta
martabat DJP
Aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) : KEP-107/PJ/2014
A061

BAGIAN B
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN (KUP)

POIN UU KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN


Pasal
Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1
Pengertian-pengertian
BAB II NPWP, PENGUKUHAN PKP, SPT, DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
2
Persyaratan subjektif & objektif; Pendaftaran NPWP; Pengukuhan PKP; Penghapusan NPWP;
Pencabutan PKP
2A
Masa Pajak
3
SPT dan batas waktu penyampaian
4
SPT dan LK
5
Tempat lain utk Penyampaian SPT
6
Penyampaian SPT
7
Denda atas Penyampaian SPT
8
Pembetulan SPT
9
Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak serta mengangsur atau menunda pembayaran pajak
10
Penyetoran pajak
11
Penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
BAB III PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK
12
Pembayaran pajak terutang
13
SKPKB
13A
Kealpaan pertama kali
14
STP
15
SKPKBT
16
Pembetulan skp
17
SKPLB
17A
SKPN
17B
Jangka waktu permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
17C
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP dgn kriteria tertentu
17D
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari WP yg memenuhi persyaratan tertentu
17E
Pengembalian PPN yg tlh dibayar
BAB IV PENAGIHAN PAJAK
18
Dasar penagihan pajak
19
Pembayaran skp; Mengangsur atau menunda pembayaran pajak
20
Penagihan pajak dgn Surat Paksa
21
Hak Mendahulu
22
Daluwarsa penagihan pajak
23
Gugatan
24
Penghapusan piutang
BAB V KEBERATAN DAN BANDING
25
Keberatan
26
Jangka waktu penyelesaian keberatan
26A
Pengajuan dan penyelesaian keberatan
27
Banding
27A
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan imbalan bunga
BAB VI PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
28
Kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan
29
Pemeriksaan
29A
Pemeriksaan Kantor
30
Penyegelan
31
Tata cara pemeriksaan
BAB VII KETENTUAN KHUSUS
32
Kuasa WP
33
34
Larangan memberitahukan kpd pihak lain
35
Keterangan atau bukti dari pihak-pihak ketiga
35A
Kewajiban instansi pemerintah memberikan data dan informasi
36
Pengurangan atau penghapusan sanksi; Pengurangan atau pembatalan skp tdk benar; Pengurangan
atau pembatalan STP; Pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau skp dari hasil pemeriksaan
36A
Kewajiban pegawai pajak
36B
Kode etik pegawai pajak
36C
Komite pengawasan perpajakan
36D
Insentif DJP
37
Perubahan besarnya imbalan bunga dan sanksi administrasi

B011

37A
Sunset Policy
BAB VIII KETENTUAN PIDANA
38
Kealpaan WP
39
Kesengajaan WP
39A
Kesengajaan WP
40
Daluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan
41
Kealpaan pejabat
41A
Kesengajaan pihak ketiga tdk memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yg
tdk benar
41B
Kesengajaan menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
41C
Kesengajaan instansi pemerintah tdk memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi
42
43
Kesengajaan bagi wakil, kuasa, pegawai dari WP, atau pihak lain
BAB IX PENYIDIKAN
43A
Pemeriksaan bukti permulaan
44
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
44A
Penghentian penyidikan
44B
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
45
Perlakuan thd pajak terhutang sbl berlaku UU ini
46
Peraturan pelaksanaan di bidang perpajakan yg lama tetap berlaku sepanjang tdk bertentangan
47
47A
Penerapan thd semua hak dan kewajiban perpajakan Thn Pajak 1995 s.d. Thn Pajak 2000
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
48
Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU KUP
49
Ketentuan UU KUP berlaku pula bagi UU perpajakan lain kecuali ditentukan lain

B012

NPWP, PKP, WP NE
A. ADMINISTRASI NPWP
Dasar Hukum:
PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 31 Mei 2013) jo PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 08 Nov 13)
mencabut KEP-161/PJ/2001, KEP-144/PJ./2005, KEP-47/PJ./2006, PER-160/PJ/2007, PER26/PJ/2008, PER-44/PJ/2008, PER-51/PJ/2008, PER-41/PJ/2009, PER-24/PJ/2009, PER62/PJ/2010
SE terkait:
SE-60/PJ/2013 mencabut SE-89/PJ/2009, SE-17/PJ/2009, SE-36/PJ/2012
1. Kategori NPWP WP OP:
a. OP (lnduk): WP blm menikah dan suami sbg kepala keluarga
b. Hidup Berpisah (HB): Wanita kawin yg dikenai pajak scr terpisah krn hidup berpisah
berdasarkan putusan hakim
c. Pisah Harta (PH): Suami-istri yg dikenai pajak scr terpisah krn menghendaki scr tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan scr tertulis
d. Memilih Terpisah (MT): Wanita kawin, selain kategori HB & PH, yg dikenai pajak scr terpisah
krn memilih melaksanakan hak & memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya
e. Warisan Blm Terbagi (WBT) sbg 1 kesatuan mrp subjek pajak pengganti, menggantikan
mereka yg berhak: Ahli waris
WP pd angka 1 huruf c & d diberikan NPWP Pusat yg berbeda dgn NPWP suami.
NPWP tdk diberikan kpd:
Wanita kawin yg tdk hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, tdk melakukan perjanjian
pemisahan harta & penghasilan scr tertulis, dan/atau tdk menghendaki utk melaksanakan
hak & memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya, yg hak & kewajiban
perpajakannya digabungkan dgn pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan
suaminya; dan
Anak yg blm dewasa yg memiliki penghasilan sesuai Pasal 8 ayat 4 UU PPh.
WP OPPT & OP lainnya yg melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas juga wajib mendaftarkan
diri di KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha tsb, utk memperoleh NPWP
Cabang bagi setiap tempat usaha. NPWP Cabang tsb diberikan kode cabang yg mencerminkan
urutan cabang di suatu KPP.
2. Kategori NPWP WP Badan:
a. Badan: Sekumpulan orang dan/atau modal yg mrp kesatuan baik yg melakukan usaha
maupun yg tdk melakukan usaha yg meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN atau BUMD dgn nama & dlm bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk KIK dan BUT
b. JO: Bentuk KSO yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP a.n. KSO
c. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing: WP perwakilan dagang asing/kantor perwakilan
perusahaan asing (representative office/liason office) di Indonesia yg bukan BUT
d. Bendahara: Bendahara pemerintah yg membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dgn pekerjaan, jasa, atau kegiatan, dan diwajibkan melakukan
pemotongan/pemungutan pajak sehubungan dgn pembayaran/ penyerahan barang & jasa,
serta pembayaran lainnya sesuai dgn perpu di bidang perpajakan
e. Penyelenggara Kegiatan: Pihak selain WP pd huruf a d yg melakukan pembayaran
imbalan dgn nama dan dlm bentuk apapun sehubungan dgn pelaksanaan kegiatan, dan
diwajibkan melakukan pemotongan/pemungutan pajak sesuai dgn perpu di bidang
perpajakan
WP badan yg memiliki tempat usaha berbeda dgn tempat kedudukan juga wajib mendaftarkan diri
di KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tsb, utk memperoleh NPWP Cabang bagi
setiap tempat usaha.

B021

Status Master File WP:


a. WP Aktif: Status WP yg memenuhi persyaratan subjektif dan objektif dan menjalankan hak &
kewajiban perpajakan scr efektif sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
b. WP NE: Status yg diberikan kpd WP tertentu, dan utk sementara dikecualikan dari pengawasan
administrasi rutin, termasuk status WP penghasilan tertentu yg dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan SPT.
c. WP Hapus: Status WP yg tdk lagi memenuhi persyaratan subjektif & objektif sbg WP dan NPWPnya tlh dihapus.
d. WP Aktivasi Sementara: WP Hapus yg statusnya diaktifkan sementara paling lama 1 bulan dlm
rangka memenuhi hak & kewajiban perpajakan.

B022

B. PENDAFTARAN & PELAPORAN KEGIATAN USAHA, PENDAFTARAN & PENGHAPUSAN NPWP,


PENGUKUHAN & PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP
Dasar Hukum:
Pasal 2 UU KUP
Pasal 2, 3, dan 4 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
PMK-73/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012)
PMK-146/PMK.03/2012 (mulai berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10 Sept 2012)
PER-20/PJ/2013 (berlaku sejak 31 Mei 2013) jo PER-38/PJ/2013 (berlaku sejak 08 Nov 13)
PER-12/PJ/2014 (berlaku sejak 02 Apr 2014)
PER-4/PJ/2010 (berlaku sejak 01 Apr 2010)
KEP-701/PJ/2001 (berlaku sejak 16 Nop 2001)
SE terkait:
SE-60/PJ/2013 (berlaku sejak 24 Des 2013)

I.

PENDAFTARAN NPWP

WP yg tlh memenuhi persyaratan subjektif & objektif sesuai dgn ketentuan perpu di bidang
perpajakan, wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (mnr
keadaan yg sebenarnya) atau tempat kedudukan (mnr keadaan yg sebenarnya), dan
tempat kegiatan usaha WP. (Pasal 2 ayat (1) & (2) PER-20/PJ/2013)
WP OP Pengusaha Tertentu (OPPT), selain wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal WP, juga wajib mendaftarkan diri pd KPP yg wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha WP. (Pasal 2 ayat (4) PER-20/PJ/2013)

Wajib Memiliki NPWP: (Pasal 2 ayat (3) PER-20/PJ/2013)


1. WP OP yg tdk menjalankan usaha / pekerjaan bebas & memperoleh penghasilan >
PTKP
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lama pd akhir bulan berikutnya stl
penghasilan WP tsb pd suatu bulan yg disetahunkan > PTKP.
2. WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lambat 1 bulan stl saat usaha, atau
pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.
Catatan:
Utk no. 1 & no. 2, termasuk juga wanita kawin yg dikenai pajak scr terpisah krn:
hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
menghendaki scr tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau
memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya
meskipun tdk terdapat keputusan hakim atau tdk terdapat perjanjian pemisahan penghasilan
& harta.
3. WP badan yg memiliki kewajiban perpajakan sbg pembayar pajak, pemotong dan/atau
pemungut pajak sesuai ketentuan perpu perpajakan, termasuk BUT dan kontraktor
dan/atau operator di bidang usaha hulu migas
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lambat 1 bulan stl saat pendirian.
4. WP badan yg hanya memiliki kewajiban perpajakan sbg pemotong dan/atau pemungut
pajak sesuai ketentuan perpu perpajakan, termasuk bentuk KSO (JO)
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lambat 1 bulan stl saat pendirian.
5. Bendahara yg ditunjuk sbg pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan
perpu perpajakan
Wajib mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lambat sbl melakukan pemotongan
dan/atau pemungutan pajak.
WP OP selain WP yg wajib memiliki NPWP dpt memilih utk mendaftarkan diri utk
memperoleh NPWP

B023

Tempat Tinggal OP & Tempat Kedudukan Badan mnr Keadaan yg Sebenarnya:


1. Tempat Tinggal (Pasal 2 ayat (1) KEP-701/PJ/2001)
a. Rumah tetap OP berada, yaitu rumah tempat OP beserta keluarganya bertempat
tinggal sebagaimana tercantum dlm identitas kependudukan;
b. Rumah tetap OP tempat pusat kepentingan pribadi & ekonomi dilakukan, dlm hal OP
tsb mempunyai rumah tetap sebagaimana dimaksud pd huruf a di 2 tempat atau lbh
wilayah kerja KPP;
c. Tempat OP lbh lama tinggal, dlm hal rumah tetap tempat pusat kepentingan pribadi &
ekonomi dilakukan sebagaimana dimaksud dlm huruf b tdk dpt ditentukan; atau
d. Tempat tinggal mnr keadaan sebenarnya yg ditentukan oleh Dirjen Pajak, dlm hal
keadaan sebagaimana dimaksud dlm huruf c tdk dpt ditentukan.
2. Tempat Kedudukan (Pasal 3 ayat (1) KEP-701/PJ/2001)
a. Tempat kantor pimpinan perusahaan, pusat kegiatan usaha serta pusat administrasi &
keuangan berada sebagaimana tercantum dlm Akta Notaris Pendirian Perusahaan;
b. Tempat pusat kegiatan usaha berada, dlm hal tempat pusat kegiatan usaha terpisah
dari tempat kantor pimpinan perusahaan dan/atau terpisah dari pusat administrasi &
keuangan; atau
c. Tempat kedudukan mnr keadaan sebenarnya yg ditentukan oleh Dirjen Pajak, dlm hal
tempat pusat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pd huruf b berada di 2 tempat
atau lbh wilayah kerja KPP.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 6 PER-20/PJ/2013 jo PER38/PJ/2013)
No.
Jenis WP
Dokumen yg disyaratkan
WP OP yg tdk menjalankan
1.
WNI FC KTP
WNA FC paspor,
usaha / pekerjaan bebas &
FC KITAS atau
memperoleh penghasilan >
KITAP
PTKP (Pasal 2 ayat (3) huruf a)
dan WP OP selain Pasal 2 ayat
(3)
WP OP yg menjalankan usaha /
2.
WNI FC KTP
WNA FC paspor,
pekerjaan bebas (Pasal 2 ayat
atau FC e-KTP &
FC KITAS atau
(3) huruf b)
surat pernyataan di
KITAP
atas meterai dari WP
OP yg menyatakan
bahwa yg bersangkutan benar-benar
menjalankan usaha /
pekerjaan bebas
FC dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan
oleh instansi berwenang atau surat keterangan
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dari Pejabat Pemda (minimal Lurah / Kepala
Desa) atau lembar tagihan listrik dari
Perusahaan Listrik / bukti pembayaran listrik
(memuat data identitas berupa nama WP ybs)
WP badan yg memiliki
3a.
WP badan DN FC
BUT Surat
kewajiban perpajakan sbg
akta pendirian /
keterangan
pembayar pajak, pemotong
dokumen pendirian
penunjukan dari
dan/atau pemungut pajak, terdan perubahan
kantor pusat
masuk BUT dan kontraktor
FC Kartu NPWP salah satu pengurus, atau FC
dan/atau operator di bid usaha
paspor & surat keterangan tempat tinggal dari
hulu migas (Pasal 2 ayat (3)
Pejabat Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa)
huruf c) yg berorientasi pd
dlm hal penanggung jawab adalah WNA
profit
FC dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg
diterbitkan oleh instansi berwenang atau surat
keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat
Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa) atau

B024

3b.

4.

5.

6.

7.

WP badan yg memiliki
kewajiban perpajakan sbg
pembayar pajak, pemotong
dan/atau pemungut pajak,
termasuk BUT dan kontraktor
dan/atau operator di bid usaha
hulu migas (Pasal 2 ayat (3)
huruf c) yg tdk berorientasi pd
profit
WP badan yg hanya memiliki
kewajiban perpajakan sbg
pemotong dan/atau pemungut
pajak, termasuk bentuk KSO
(Pasal 2 ayat (3) huruf d)

Bendahara yg ditunjuk sbg


pemotong dan/atau pemungut
pajak (Pasal 2 ayat (3) huruf e)
WP dgn status cabang dan WP
OPPT (Pasal 2 ayat (4))

Wanita kawin yg dikenai pajak


scr terpisah krn menghendaki
scr tertulis berdasarkan
perjanjian pemisahan
penghasilan & harta, dan wanita
kawin yg memilih melaksanakan
hak & kewajiban perpajakannya
scr terpisah (Pasal 2 ayat (5))

lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik /


bukti pembayaran listrik (memuat data identitas
berupa nama WP ybs)
FC e-KTP salah satu pengurus badan /
organisasi
Surat keterangan domisili dari pengurus RT/RW

FC Perjanjian Kerjasama/Akte Pendirian sbg


bentuk KSO
FC Kartu NPWP @ anggota bentuk KSO yg
diwajibkan utk memiliki NPWP
FC Kartu NPWP OP salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk KSO, atau FC
paspor & surat keterangan tempat tinggal dari
Pejabat Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa)
dlm hal penanggung jawab adalah WNA
FC dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg
diterbitkan oleh instansi berwenang atau surat
keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi
berwenang (minimal Lurah / Kepala Desa)
FC surat penunjukan sbg Bendahara
FC KTP
FC Kartu NPWP pusat / induk
Surat keterangan sbg cabang (utk WP Badan)
FC dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan
oleh instansi berwenang atau surat keterangan
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dari Pejabat Pemda (minimal Lurah / Kepala
Desa)
FC Kartu NPWP suami
FC Kartu Keluarga
FC surat perjanjian pemisahan penghasilan &
harta, atau surat pernyataan menghendaki
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan terpisah dari hak & kewajiban
perpajakan suami (Form Lamp II SE60/PJ/2013)

Wanita kawin yg tdk menghendaki utk melaksanakan hak & memenuhi kewajiban
perpajakan terpisah dari suaminya dan anak yg blm dewasa, hrs melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga.
Penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU PPh:
Anak yg blm dewasa: anak yg blm berumur 18 thn dan blm pernah menikah
Jangka Waktu Penyelesaian:
Thd permohonan pendaftaran NPWP yg tlh diberikan BPS, KPP/KP2KP menerbitkan Kartu
NPWP & SKT paling lambat 1 hari kerja stl BPS diterbitkan. Kartu NPWP dan SKT
disampaikan kpd WP melalui pos tercatat.

B025

Apabila dlm jangka waktu tsb, KPP/KP2KP blm menerbitkan SKT & kartu NPWP,
KPP/KP2KP hrs segera menerbitkan SKT & kartu NPWP dgn tanggal mulai terdaftar
adalah hari kerja berikutnya stl BPS diterbitkan.
Petugas Pendaftaran melakukan pemantauan thd pengiriman SKT & Kartu NPWP yg tdk
sampai ke alamat WP (kembali pos). Dlm hal tdk sampai, maka WP tsb diusulkan utk
dilakukan penelitian dlm rangka penetapan WP NE.

Prosedur Kerja Pendaftaran dan Pemberian NPWP scr Jabatan di KPP: (Lamp V Huruf B
Angka IV SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon meneliti data dan/atau informasi, selanjutnya menentukan apakah perlu
dilakukan pemeriksaan atau verifikasi. Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon
menyerahkan data dan/atau informasi kpd Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai Tata Cara
Pemeriksaan. Dlm hal dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti Tata Cara
Verifikasi.
3. LHV / LHP selanjutnya disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan meneliti LHV / LHP.
a. Dlm hal LHV / LHP menyatakan WP tdk dpt diberikan NPWP, Petugas Pendaftaran
mengarsipkan LHV / LHP.
b. Dlm hal LHV / LHP menyatakan WP dpt diberikan NPWP, Petugas Pendaftaran:
1) mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran WP;
2) merekam data isian Formulir Pendaftaran WP;
3) mencetak konsep SKT dan kartu NPWP;
4) menyampaikan konsep SKT dan kartu NPWP kpd Kasi Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti, menandatangani SKT dan menyerahkan kembali kartu NPWP dan
SKT kpd Petugas Pendaftaran.
7. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Kartu NPWP, SKT dan
starter-kit kpd WP.

II.

PELAPORAN USAHA & PENGUKUHAN PKP

Setiap WP sbg Pengusaha yg melakukan penyerahan yg dikenai PPN berdasarkan UU PPN,


kecuali pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya pd KPP yg wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal / tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha utk dikukuhkan menjadi
PKP. (Pasal 15 PER-20/PJ/2013)
Pengusaha wajib melaporkan usahanya utk dikukuhkan sbg PKP, apabila s.d. suatu
bulan dlm thn buku jml peredaran/penerimaan bruto > Rp 4,8 M. Kewajiban melaporkan
usaha utk dikukuhkan sbg PKP tsb dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya stl bulan
saat jml peredaran/penerimaan bruto > Rp 4,8 M. (Pasal 4 PMK-68/PMK.03/2010 jo
PMK-197/PMK.03/2013)
Apabila diperoleh data dan/atau informasi yg menunjukkan adanya kewajiban perpajakan
di atas tdk dipenuhi pengusaha, DJP dpt mengukuhkan pengusaha sbg PKP scr jabatan.
DJP dpt menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak sbl pengusaha dikukuhkan scr
jabatan sbg PKP terhitung sejak saat jml peredaran/penerimaan bruto > Rp 4,8 M. (Pasal
4 PMK-68/PMK.03/2010 jo PMK-197/PMK.03/2013)
Pengusaha Kecil: Pengusaha yg selama 1 thn buku melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP dgn jml peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto < Rp 4,8 M. Jml peredaran bruto
dan/atau penerimaan bruto tsb adalah jml keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP yg
dilakukan oleh pengusaha dlm rangka kegiatan usahanya. Bagi pengusaha OP yg
dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian thn buku adalah thn
kalender.
Batasan Pengusaha Kecil s.d. 31 Des 2013: < Rp 600 juta

B026

Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 18 PER-20/PJ/2013)


No.
Jenis WP
Dokumen yg disyaratkan
1.
WP OP
FC KTP yg dilegalisasi oleh
FC paspor, FC KITAS atau
pejabat berwenang WNI
KITAP yg dilegalisasi oleh
pejabat berwenang WNA
Dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan oleh instansi berwenang
Surat keterangan tempat kegiatan usaha / pekerjaan bebas dari
Pejabat Pemda (minimal Lurah / Kepala Desa)
2.
WP badan
FC akta pendirian / dokumen
Surat keterangan penunjukan
pendirian & perubahan yg
dari kantor pusat yg dilegalisasi
dilegalisasi oleh pejabat
oleh pejabat berwenang
berwenang WP badan DN
BUT
FC Kartu NPWP salah satu pengurus, atau FC paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemda (minimal Lurah /
Kepala Desa) dlm hal penanggung jawab adalah WNA
Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yg diterbitkan oleh instansi
berwenang
Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemda (minimal
Lurah / Kepala Desa)
3.
WP badan FC Perjanjian Kerjasama/Akta Pendirian sbg bentuk KSO, yg
bentuk
dilegalisasi oleh pejabat berwenang
KSO
FC Kartu NPWP @ anggota bentuk KSO yg diwajibkan utk memiliki
NPWP
FC Kartu NPWP OP salah satu pengurus perusahaan anggota bentuk
KSO, atau FC paspor dlm hal penanggung jawab adalah orang WNA
Dokumen izin kegiatan usaha yg diterbitkan oleh instansi berwenang
Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemda (minimal
Lurah / Kepala Desa) bagi WP badan DN maupun WP badan asing
Keputusan atas Permohonan WP utk Dikukuhkan Menjadi PKP:
1. Keputusan dpt berupa penerbitan Surat Pengukuhan PKP atau penerbitan Surat Penolakan
Pengukuhan PKP
2. Thd permohonan pengukuhan PKP yg tlh lengkap, KPP / KP2KP hrs memberikan keputusan
dlm jangka waktu 5 hari kerja stl Bukti Penerimaan Surat (BPS) diterbitkan.
Apabila jangka waktu tsb tlh terlampaui dan KPP / KP2KP tdk memberi suatu keputusan,
permohonan pengukuhan PKP dianggap dikabulkan.
Dlm hal permohonan WP Pajak dianggap dikabulkan, KPP atau KP2KP hrs menerbitkan
Surat Pengukuhan PKP dgn tanggal pengukuhan adalah hari kerja ke-5 stl tanggal
BPS diterbitkan.
3. Keputusan ini diberikan stl KPP / KP2KP melakukan Verifikasi dlm rangka pengukuhan PKP.
Tempat Pengukuhan PKP:
1. PKP OP wajib dikukuhkan sbg PKP pd setiap tempat kegiatan usahanya dimana terdapat
penyerahan BKP / JKP. Sedangkan PKP Badan wajib dikukuhkan sbg PKP pd setiap
tempat kedudukan walaupun mungkin pd cabang tertentu tdk terdapat kegiatan
penyerahan BKP / JKP (misalnya hanya sbg gudang tetap hrs dikukuhkan sbg PKP).
(Penjelasan Pasal 12 UU PPN)
2. Tempat terutangnya PPN & PPnBM (berdasarkan PER-4/PJ/2010)
a. Bagi PKP OP
PPN & PPnBM terutang di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha atau
tempat lain. Bagi PKP OP yg mempunyai tempat tinggal tdk sama dgn tempat
kegiatan usahanya, dikukuhkan dan terutang PPN & PPnBM hanya di tempat
kegiatan usahanya, sepanjang PKP tsb tdk melakukan kegiatan usaha apapun di
tempat tinggalnya.
b. Bagi PKP Badan
PPN & PPnBM terutang di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha atau
tempat lain (Tempat lain ini ditetapkan dgn Keputusan Dirjen Pajak)

B027

Penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP scr Jabatan


Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP scr jabatan apabila WP
tdk melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dan/atau tdk
melaporkan usahanya dan kewajiban perpajakan dimulai sejak saat WP memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan, paling lama 5
thn sbl diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sbg PKP. (Pasal 2 ayat (4) & (4a)
UU KUP)
Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP oleh Dirjen Pajak scr jabatan dilakukan
berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi. (Pasal 2 ayat (10) PMK73/PMK.03/2012)
Tanggal terdaftar yg tercantum dlm Kartu NPWP & SKT yg diterbitkan scr jabatan sesuai
dgn tanggal penerbitan Kartu NPWP & SKT.
Tanggal penerbitan yg tercantum dlm SPPKP yg diterbitkan scr jabatan adalah sesuai
dgn tanggal penerbitan SPPKP.
Prosedur Kerja Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP scr Jabatan: (Lamp X Huruf B Angka
III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon meneliti data dan/atau informasi, selanjutnya menentukan apakah perlu
dilakukan pemeriksaan atau verifikasi.
Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau informasi kpd
Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Pemeriksaan.
Dlm hal dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti SOP Tata Cara Verifikasi.
3. Dlm hal LHV / LHP menyatakan WP memenuhi syarat utk dikukuhkan sbg PKP, Petugas
Verifikasi atau Pemeriksa Pajak mengisi dan menandatangani Formulir Pengukuhan PKP.
4. Formulir Pengukuhan PKP dan/atau LHV / LHP selanjutnya disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
6. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHV / LHP. Berdasarkan LHV / LHP:
a. menyatakan WP dpt dikukuhkan sbg PKP:
1) Petugas Pendaftaran merekam data dlm Formulir Pengukuhan PKP;
2) Petugas Pendaftaran mencetak konsep SPPKP, membuat dan menandatangani
konsep BA Pengukuhan PKP. Konsep SPPKP dan konsep BA Pengukuhan PKP
disampaikan kpd Kasi Pelayanan,
b. menyatakan WP tdk dpt dikukuhkan sbg PKP:
7. Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHV / LHP.
8. Kasi Pelayanan menerima, meneliti dan menandatangani SPPKP dan BA Pengukuhan PKP,
kemudian menyerahkan SPPKP dan BA Pengukuhan PKP kpd Petugas Pendaftaran.
9. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan SPPKP kpd WP.

III. PERUBAHAN DATA


Penyebab Perubahan Data: (Pasal 28 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
Perubahan data WP dan/atau PKP dpt dilakukan dlm hal data yg terdapat dlm administrasi
perpajakan berbeda dgn data WP dan/atau PKP mnr keadaan yg sebenarnya yg tdk memerlukan
pemberian NPWP baru dan/atau pengukuhan PKP baru.
Termasuk Perubahan Data: (Pasal 28 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. Perubahan identitas WP OP
2. Perubahan alamat tempat tinggal WP OP / tempat kedudukan WP badan masih dlm wilayah
kerja KPP yg sama
3. Perubahan kategori WP OP, misal: Perubahan kategori yg disebabkan oleh perubahan status
perkawinan, seperti WP PH atau MT menjadi HB; dan Perubahan kategori dari OP menjadi
WBT yg disebabkan WP OP meninggal dunia dan meninggalkan warisan yg blm terbagi sbg
1 kesatuan menggantikan yg berhak.
4. Perubahan sumber penghasilan utama WP OP

B028

5. Perubahan identitas WP badan tanpa perubahan bentuk badan, misal: CV MAKMUR


TANJUNG berubah namanya menjadi CV TANJUNG MULIA atau PT ABADI JAYA berubah
nama menjadi PT ABADI JAYA MAKMUR
6. Perubahan permodalan / kepemilikan WP badan tanpa perubahan bentuk badan, misal: PT
ALAM JAYA semula status permodalannya sbg PMDN berubah menjadi PT ALAM JAYA dgn
permodalan sbg PMA
Jangka waktu penyelesaian permohonan Perubahan Data WP dan/atau PKP adalah paling
lambat 1 hari kerja stl BPS diterbitkan.
Prosedur Kerja Perubahan Data scr Jabatan: (Lamp XV Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Pelayanan utk menindaklanjuti.
2. Kasi Pelayanan menerima data dan/atau informasi dan menugaskan petugas pendaftaran utk
menindaklanjuti.
3. Petugas Pendaftaran melakukan pengecekan dan melakukan otorisasi perubahan.
4. Berdasarkan hasil pengecekan dan otorisasi perubahan, Petugas Pendaftaran mencetak
konsep BA Perubahan Data WP dan/atau PKP, konsep Surat Pemberitahuan Perubahan
Data, kartu NPWP, dan SKT dan/atau SPPKP, kemudian diserahkan kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan meneliti dan mendatangani BA Perubahan Data WP dan/atau PKP, Surat
Pemberitahuan Perubahan Data, kartu NPWP, dan SKT dan/atau SPPKP, kemudian
menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
6. Petugas Pendaftaran menatausahakan dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perubahan
Data, Kartu NPWP, dan SKT dan/atau SPPKP kpd WP.

IV. PEMINDAHAN WP
Dpt dilakukan berdasarkan permohonan WP atau scr jabatan, dan hanya dpt dilakukan oleh KPP
Lama. (Huruf E angka 3 huruf f angka 1) SE-60/PJ/2013)
WP OP dpt mengajukan permohonan pindah melalui KPP Baru dan KPP Baru menerbitkan BPS
stl permohonan dinyatakan lengkap, serta meneruskan berkas permohonan ke KPP Lama paling
lambat 1 hari kerja stl penerbitan BPS.
Yg Dpt Mengajukan Pemindahan: (Pasal 33 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
WP dgn NPWP 3 digit terakhir 000 (status domisili) yg tempat tinggal / tempat kedudukan mnr
keadaan yg sebenarnya pindah ke wilayah kerja KPP lain dpt mengajukan permohonan
pemindahan.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 34 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
Meliputi dokumen yg menunjukkan bahwa tempat tinggal / tempat kedudukan WP mnr
keadaan yg sebenarnya pindah ke wilayah kerja KPP lain
Proses yg Dilakukan KPP stl Menerima Permohonan dari WP:
a. Yg Dilakukan KPP Lama Stl Menerima Permohonan dari WP (Pasal 35 PER-20/PJ/2013)
Berdasarkan permohonan pindah yg sdh diberikan BPS, KPP Lama memberikan
keputusan dlm jangka waktu paling lama 5 hari kerja stl BPS diterbitkan, atau stl
diterimanya penerusan berkas permohonan pindah WP OP yg disampaikan melalui
KPP Baru.
Keputusan diberikan stl KPP Lama melakukan Verifikasi dlm rangka pemindahan WP,
dpt berupa:
1. Menerima permohonan WP dgn menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT,
dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan menyampaikan kpd WP; atau
Diterbitkan oleh KPP Lama dan ditembuskan ke KPP Baru dlm hal hasil Verifikasi
menunjukkan bahwa:
a. Tempat tinggal / tempat kedudukan mnr keadaan yg sebenarnya dari WP tdk
berada di wilayah kerja KPP Lama; dan

B029

b.

c.

b. Thd WP tdk sedang dilakukan Verifikasi dlm rangka penerbitan skp,


pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan.
2. Menolak permohonan WP dgn menerbitkan Surat Pemberitahuan Tdk Dpt Dipindah
dan menyampaikan kpd WP.
Diterbitkan oleh KPP Lama dan ditembuskan ke KPP Baru dlm hal ketentuan
mnr Pasal 35 ayat (4) huruf a dan huruf b tdk terpenuhi.
Thd WP yg ditolak permohonannya krn sedang dilakukan Verifikasi dlm rangka
penerbitan SKP, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan,
pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan WP tetap dilakukan di
KPP Lama s.d. WP dipindah ke KPP Baru.
Yg Dilakukan KPP Baru Stl Menerima Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, Dan/atau
Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dari KPP Lama (Pasal 36 PER-20/PJ/2013)
Berdasarkan tembusan dokumen tsb dari KPP Lama, KPP Baru menerbitkan Kartu
NPWP dan SKT dan/atau Surat Pengukuhan PKP paling lambat 1 hari kerja stl
tembusan dokumen tsb diterima. KPP Baru mengirimkan tembusan SKT dan/atau
Surat Pengukuhan PKP paling lambat 1 hari kerja stl penerbitan ke KPP Lama.
Tanggal pengukuhan PKP di KPP Baru adalah sesuai dgn tanggal pengukuhan
PKP di KPP Lama.
Yg Dilakukan KPP Lama Stl Menerima Tembusan SKT Dan/atau SPPKP dari KPP Baru
(Pasal 37 PER-20/PJ/2013)
Dlm hal KPP Lama telah menerima tembusan SKT dan/atau Surat Pengukuhan PKP, KPP
Lama mengirim berkas WP yg bersangkutan, dilampiri dgn uraian singkat mengenai hal-hal
yg dianggap perlu kpd KPP Baru, a.l.:
Jml tunggakan pajak yg masih hrs ditagih;
Tindakan penagihan yg tlh dilakukan atas tunggakan pajak; atau
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau keberatan WP yg blm
diselesaikan,
Paling lambat 3 hari kerja stl diterimanya tembusan dokumen tsb dari KPP Baru.

Ketentuan Lain-lain:
a. DJP dpt Memindahkan Tempat Pendaftaran WP (Pasal 38 PER-20/PJ/2013)
Dirjen Pajak dpt memindahkan tempat pendaftaran WP ke KPP yg wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal / tempat kedudukan WP mnr keadaan yg sebenarnya dlm hal terdapat data
dan/atau informasi yg menunjukkan bahwa KPP tempat WP terdaftar tdk sesuai dgn
tempat tinggal / tempat kedudukan mnr keadaan yg sebenarnya.
b. Bagi WP Badan atau OP dgn NPWP 3 Digit Terakhir Selain 000 (Pasal 39 PER20/PJ/2013)
WP badan atau OP dgn NPWP 3 digit terakhir selain 000 (status cabang) yg tempat kegiatan
usahanya pindah ke wilayah kerja KPP lain, hrs mendaftarkan diri dan melaporkan usaha utk
dikukuhkan sbg PKP di KPP Baru serta mengajukan permohonan penghapusan NPWP
dan/atau permohonan pencabutan PKP ke KPP Lama.
Prosedur Kerja Pemindahan WP scr Jabatan: (Lamp XVIII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh atau usulan dari KPP Baru, Kepala
Kantor menugaskan Kasi Pelayanan utk menindaklanjuti.
2. Kasi Pelayanan menerima penugasan dan menindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Verifikasi.
3. Berdasarkan LHV:
a. WP tdk dpt dipindahkan:
1) Dlm hal data dan/atau informasi berasal dari KPP Lain, Petugas Pendaftaran
mencetak konsep Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan;
2) Dlm hal data dan/atau informasi tdk berasal dari KPP Lain, Petugas Pendaftaran
mengarsipkan LHV.
b. WP dpt dipindahkan:
Petugas Pendaftaran mencetak konsep Surat Pindah, konsep Surat Pencabutan SKT,
dan/atau konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
4. Petugas Pendaftaran menyerahkan konsep Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr
Jabatan atau konsep Surat Pindah, konsep Surat Pencabutan SKT dan/atau konsep Surat
Pencabutan Pengukuhan PKP kpd Kasi Pelayanan.

B0210

5.

Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr
Jabatan atau Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan
PKP, kemudian menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan:
1) Surat Pindah, Surat Pencabutan SKT, dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan PKP kpd
WP dan tembusannya dikirimkan ke KPP Baru.
2) Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Pindah Scr Jabatan kpd KPP Baru dlm hal WP tdk dpt
dipindahkan.

6.

V. WP NE
Kriteria WP yg Ditetapkan sbg WP NE (Pasal 40 ayat (1) PER-20/PJ/2013) shg dikecualikan
dari pengawasan rutin oleh KPP
1. WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas tetapi scr nyata tdk lagi menjalankan
kegiatan usaha atau tdk lagi melakukan pekerjaan bebas;
2. WP OP yg tdk menjalankan usaha / pekerjaan bebas dan penghasilannya < PTKP;
3. WP OP yg bertempat tinggal / berada di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan dan tdk
bermaksud meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya;
4. WP yg mengajukan permohonan penghapusan & blm diterbitkan keputusan; atau
5. WP yg tdk lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi blm dilakukan
penghapusan NPWP.
Termasuk dlm kriteria WP NE pd angka 5:
WP OP wanita kawin yg tlh memiliki NPWP yg berbeda dgn suami dan tdk berniat
melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan scr terpisah;
OP yg memiliki NPWP sbg anggota keluarga/tanggungan, yaitu NPWP dgn kode cabang
"001", "999", "998" dst.;
WP bendahara pemerintah yg tdk lagi memenuhi syarat sbg WP krn ybs sdh tdk lagi
melakukan pembayaran dan blm dilakukan penghapusan NPWP; atau
WP yg tdk diketahui/ditemukan lagi alamatnya.
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan WP NE: (Pasal 42 ayat (4) PER20/PJ/2013)
Dokumen yg menunjukkan bahwa WP memenuhi kriteria sesuai Pasal 40 ayat (1) PER20/PJ/2013
Hrs dilampiri dgn surat pernyataan memenuhi kriteria WP NE (format di Lamp XIX SE60/PJ/2013)
Kriteria WP yg Diusulkan Ditetapkan sbg WP NE scr Jabatan: (Huruf E angka 3 huruf g angka
12) SE-60/PJ/2013)
1. WP tdk menyampaikan SPT dan/atau tdk ada transaksi pembayaran selama 2 thn berturutturut;
2. Pengiriman kartu NPWP, SKT dan Starter Kit tdk sampai kpd WP (kembali pos); dan
3. Penerbitan NPWP Cabang scr Jabatan dlm rangka penerbitan SKPKB PPN KMS.
Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Penetapan WP NE:
Paling lambat 5 hari kerja stl BPS diterbitkan.

WP berstatus Pusat tdk dpt ditetapkan sbg WP NE apabila terdapat Cabang yg berstatus
Aktif. (Huruf E angka 3 huruf g angka 8) SE-60/PJ/2013)
WP berstatus PKP dpt ditetapkan sbg WP NE stl dilakukan Pencabutan Pengukuhan PKP
terlebih dahulu. (Huruf E angka 3 huruf g angka 9) SE-60/PJ/2013)
Dlm hal KPP melakukan penetapan WP sbg WP NE baik atas permohonan WP atau scr
jabatan, KPP menyampaikan pemberitahuan mengenai penetapan sbg WP NE tsb kpd WP.
(Pasal 44 PER-20/PJ/2013)

B0211

Kondisi WP NE dpt Berubah Menjadi Status WP Efektif: (Huruf E angka 3 huruf g angka 16)
SE-60/PJ/2013)
1. WP menyampaikan SPT Masa/SPT Tahunan;
2. WP melakukan pembayaran pajak;
3. WP melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas;
4. WP mengajukan permohonan utk diaktifkan kembali; atau
5. WP diketahui/ditemukan alamatnya.
Penetapan WP NE/Pengaktifan Kembali WP NE dpt dilakukan berdasarkan permohonan
WP/scr jabatan, dan hanya dpt dilakukan oleh KPP.
Prosedur Kerja Penetapan WP NE scr Jabatan: (Lamp XXII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon memerintahkan AR utk menindaklanjuti.
3. AR melakukan penelitian administrasi perpajakan dlm rangka Penetapan WP NE.
4. AR membuat laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE, dan menyerahkan kpd Kasi
Waskon utk diteliti dan ditandatangani.
5. Kasi Waskon meneliti dan menandatangani laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP
NE dan meneruskan kpd Kasi Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan menerima laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE.
7. Kasi Pelayanan menyerahkan laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP NE dan
memerintahkan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
8. Berdasarkan hasil penelitian administrasi perpajakan dan BA Penetapan WP NE:
a. WP memenuhi kriteria dpt ditetapkan sbg WP NE:
1) Petugas Pendaftaran melakukan perubahan Status Master File WP menjadi Status
NE.
2) Petugas Pendaftaran mencetak dan menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan
Penetapan WP NE.
b. WP tdk memenuhi kriteria dpt ditetapkan sbg WP NE:
1) Petugas Pendaftaran tdk melakukan perubahan Status Master File WP.
2) Petugas Pendaftaran mengarsipkan laporan hasil penelitian dan BA Penetapan WP
NE.
9. Petugas Pendaftaran menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE kpd
Kasi Pelayanan.
10. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE,
kemudian menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
11. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Penetapan WP NE kpd WP.
Prosedur Kerja Pengaktifan Kembali WP NE scr Jabatan: (Lamp XXIII Huruf B Angka III SE60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Pelayanan utk menindaklanjuti.
2. Kasi Pelayanan memerintahkan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
3. Petugas Pendaftaran melakukan perubahan Status Master File WP menjadi Aktif kembali.
4. Petugas Pendaftaran mencetak dan menyampaikan konsep Surat Pemberitahuan Pengaktifan
Kembali WP NE kpd Kasi Pelayanan.
5. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pemberitahuan Pengaktifan Kembali WP
NE, kemudian menyerahkan kembali kpd Petugas Pendaftaran.
6. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pengaktifan Kembali WP NE kpd WP.

VI. PENGHAPUSAN NPWP


Dilakukan thd WP yg sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dgn
ketentuan perpu di bidang perpajakan.

B0212

Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 11 ayat (4) PER-20/PJ/2013)


Jenis WP yg
Mengajukan
No.
Dokumen yg disyaratkan
Permohonan
Penghapusan NPWP
1.
OP yg meninggal dunia
Surat keterangan kematian atau dokumen sejenis dari
(permohonan
instansi berwenang
penghapusan NPWP dpt
Surat pernyataan bahwa tdk mempunyai warisan atau
diajukan oleh salah
surat pernyataan bahwa warisan sdh terbagi dgn
seorang ahli waris,
menyebutkan ahli waris
pelaksana wasiat, atau
pihak yg mengurus harta
peninggalan)
2.
OP yg meninggalkan
Dokumen yg menyatakan bahwa WP tlh meninggalkan
Indonesia selamaIndonesia utk selama-lamanya
lamanya
3.

Bendahara pemerintah

4.
5.

WP yg memiliki > 1
NPWP
Wanita kawin yg
sebelumnya tlh memiliki
NPWP

6.

WP badan

Dokumen yg menyatakan bahwa WP sdh tdk ada lagi


kewajiban sbg bendahara
Surat pernyataan mengenai kepemilikan NPWP ganda
FC semua kartu NPWP yg dimiliki
FC buku nikah atau dokumen sejenis
Surat pernyataan tdk membuat, perjanjian pemisahan
harta & penghasilan atau surat pernyataan tdk ingin
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari suami
Dokumen yg menunjukkan bahwa WP badan termasuk
BUT tlh dibubarkan shg tdk memenuhi persyaratan
subjektif & objektif (seperti akta pembubaran badan yg
tlh disahkan oleh instansi berwenang sesuai dgn
ketentuan perpu)

Cara Penghapusan NPWP: (Pasal 9 ayat (3) & (4) PER-20/PJ/2013)


a. Penghapusan NPWP Berdasarkan Hasil Verifikasi (atas permohonan WP atau scr
jabatan)
WP OP yg tlh meninggal dunia & tdk meninggalkan warisan
WP bendahara pemerintah yg tdk lagi memenuhi syarat sbg WP krn yg bersangkutan
sdh tdk lagi melakukan pembayaran
WP OP yg tlh meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya
WP yg memiliki > 1 NPWP utk menentukan NPWP yg dpt digunakan sbg sarana
administratif dlm pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan
WP OP yg berstatus sbg pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yg
tlh diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan
netonya < PTKP
WP badan kantor perwakilan perusahaan asing yg tdk mempunyai kewajiban PPh badan
dan tlh menghentikan kegiatan usahanya
Warisan yg blm terbagi dlm kedudukan sbg Subjek Pajak sdh selesai dibagi
Wanita yg sebelumnya tlh memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian
pemisahan harta & penghasilan serta tdk ingin melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya
Wanita kawin yg memiliki NPWP berbeda dgn NPWP suami dan pelaksanaan hak &
pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dgn pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakan suami
Anak blm dewasa yg tlh memiliki NPWP
WP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia

B0213

WP badan tertentu selain PT dgn status tdk aktif (NE) yg tdk mempunyai kewajiban PPh
dan scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha
Pelaksanaan Verifikasi mencakup kegiatan:
pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg
menyatakan bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif & objektif; dan
konfirmasi thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan
bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif & objektif.
b. Thd WP selain di atas dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan

WP yg mengajukan permohonan penghapusan NPWP atau WP yg sedang menjalani


pemeriksaan atau verifikasi dlm rangka penghapusan NPWP scr jabatan diusulkan utk
ditetapkan sbg WP NE scr jabatan, sbl penerbitan keputusan. (Huruf E angka 3 huruf b angka
3) SE-60/PJ/2013)
Dlm hal Surat Penolakan Penghapusan NPWP diterbitkan krn WP: masih memiliki tunggakan
pajak; dan/atau masih menjalani proses hukum atau proses administrasi yg blm selesai, WP
tsb ditetapkan sbg WP NE. (Bagian E. angka 3 huruf b angka 4) SE-60/PJ/2013)
Penghapusan NPWP Pusat hanya dpt dilakukan apabila slr NPWP Cabang tlh dihapus.
(Bagian E. angka 3 huruf b angka 9) SE-60/PJ/2013)
Dlm hal terdapat WP Cabang yg terdaftar di KPP yg berbeda, KPP tempat WP Pusat
terdaftar meminta KPP tempat WP Cabang terdaftar utk melakukan penghapusan NPWP
Cabang scr jabatan atau berdasarkan permohonan. (Bagian E. angka 3 huruf b angka 10)
SE-60/PJ/2013)
Termasuk dlm penghapusan NPWP scr jabatan adalah penghapusan NPWP yg dilakukan
oleh Direktorat Teknologi dan lnformasi Perpajakan DJP dlm rangka pembenahan Master File
WP. (Bagian E. angka 3 huruf b angka 11) SE-60/PJ/2013)

Keputusan atas Permohonan Penghapusan NPWP:


Keputusan dpt berupa penerbitan SK Penghapusan NPWP atau penerbitan Surat Penolakan
Penghapusan NPWP
Pertimbangan KPP dlm memberikan keputusan: (Pasal 13 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
a. Utang pajak; dan
b. Proses hukum atau proses administrasi berupa:
pembetulan dlm Pasal 16 UU KUP;
gugatan dlm Pasal 23 UU KUP;
keberatan dlm Pasal 25 UU KUP;
banding dlm Pasal 27 UU KUP;
pengurangan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan skp, pengurangan atau
pembatalan STP dlm Pasal 36 UU KUP; dan
PK dlm Pasal 40 UU Pengadilan Pajak.
c. Status slr NPWP cabang WP, dlm hal penghapusan NPWP dilakukan thd NPWP pusat.
Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan terkait penggabungan usaha, ketentuan Pasal 13 ayat (2)
PER-20/PJ/2013 tdk dipertimbangkan.
Jangka Waktu Keputusan atas Pemeriksaan / Verifikasi oleh DJP (Pasal 13 ayat (7) & (8)
PER-20/PJ/2013):
utk WP OP = 6 bulan sejak tgl permohonan WP diterima scr lengkap.
utk WP badan = 12 bulan sejak tgl permohonan WP diterima scr lengkap.
Apabila jangka waktu tsb tlh lewat dan DJP tdk memberi suatu keputusan, permohonan dianggap
dikabulkan & DJP hrs menerbitkan surat keputusan dlm jangka waktu paling lama 1 bulan stl
jangka waktu di atas berakhir.
SK Penghapusan NPWP diterbitkan dlm hal: (Pasal 13 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
1. Berdasarkan hasil Pemeriksaan / hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan NPWP
2. Tdk terdapat utang pajak, atau terdapat utang pajak tetapi:
Penagihannya sdh daluwarsa;
WP OP meninggal dunia dgn tdk meninggalkan warisan dan tdk mempunyai ahli waris
atau ahli waris tdk dpt ditemukan; atau

B0214

3.
4.

WP tdk mempunyai harta kekayaan;


Tdk terdapat proses hukum / proses administrasi sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf b PER20/PJ/2013; dan
Slr NPWP cabang WP tlh dihapus dlm hal penghapusan NPWP dilakukan thd NPWP
pusat.

Surat Penolakan Penghapusan NPWP diterbitkan dlm hal: (Pasal 13 ayat (5) PER20/PJ/2013)
1. Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi utk tdk melakukan
penghapusan NPWP; atau
2. Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan
NPWP, namun:
Terdapat utang pajak;
Terdapat proses hukum atau proses administrasi; dan/atau
Terdapat NPWP cabang yg blm dihapus, dlm hal Penghapusan NPWP dilakukan thd
NPWP pusat.
Apabila stl diterbitkan Surat Penolakan Penghapusan NPWP diketahui:
a. WP melunasi utang pajak;
b. proses hukum atau proses administrasi dlm Pasal 13 ayat (2) PER-20/PJ/2013 tlh
selesai ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan; dan
c. slr NPWP cabang WP tlh dihapus, dlm hal permohonan penghapusan NPWP
diajukan thd NPWP pusat
WP dpt mengajukan kembali permohonan penghapusan NPWP dan permohonan tsb
dianggap sbg permohonan baru.
(Pasal 14 PER-20/PJ/2013)
Prosedur Kerja Penghapusan NPWP scr Jabatan: (Lamp VIII Huruf B Angka III SE-60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon:
a. meneliti data dan/atau informasi dan menentukan perlu dilakukan pemeriksaan atau
verifikasi. Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau
informasi kpd Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Pemeriksaan. Dlm hal
dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti Tata Cara Verifikasi;
b. menyampaikan usulan NE thd WP yg sedang diperiksa atau diverifikasi dan ditindaklanjuti
sesuai Tata Cara Penetapan WP NE.
3. LHP / LHV disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHP / LHV. Berdasarkan LHP / LHV
menyatakan:
a. WP tdk memenuhi syarat utk dihapuskan maka Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHP /
LHV.
b. WP memenuhi syarat utk dihapuskan maka:
1) Petugas Pendaftaran mengecek apakah penghapusan NPWP dilakukan sesuai batas
waktu.
a) Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan sesuai batas waktu, Petugas
Pendaftaran membuat dan menandatangani konsep SK Penghapusan NPWP
dan konsep BA Penghapusan NPWP.
b) Dlm hal penghapusan NPWP dilakukan melewati batas waktu, Petugas
Pendaftaran membuat dan menandatangani konsep SK Penghapusan NPWP
dan konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu.
2) Petugas Pendaftaran menyerahkan konsep Surat Keputusan Penghapusan NPWP,
konsep BA Penghapusan NPWP atau konsep BA Penghapusan NPWP Melewati
Batas Waktu kpd Kasi Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani SK Penghapusan NPWP, BA Penghapusan
NPWP atau konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu.
SK Penghapusan NPWP, BA Penghapusan NPWP dikembalikan kpd Petugas

B0215

Pendaftaran. Prosedur selanjutnya mengikuti prosedur nomor 8.


Konsep BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu selanjutnya disampaikan kpd
Kepala Kantor.
Kepala Kantor meneliti, dan menandatangani BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu
selanjutnya mengembalikan ke Seksi Pelayanan.
Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan SK Penghapusan
NPWP kpd WP.

7.
8.

VII. PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP


PKP yg Pengukuhan PKP-nya Dicabut: (Pasal 21 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
1. PKP dgn status WP NE;
2. PKP yg tdk diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
3. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP;
4. PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
5. PKP yg sdh tdk memenuhi persyaratan sbg PKP;
6. PKP tlh dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain; atau
7. PKP yg sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dgn ketentuan perpu
perpajakan.
Cara Pencabutan Pengukuhan PKP: (Pasal 21 ayat (4) (6) PER-20/PJ/2013)
a. Pencabutan Pengukuhan PKP Berdasarkan Hasil Verifikasi (atas permohonan PKP atau
scr jabatan)
PKP OP yg tlh meninggal dunia;
PKP tlh dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
PKP yg pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan
usaha ke wilayah kerja KPP lainnya;
PKP yg jml peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya utk 1 thn buku tdk melebihi
batas jml peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto utk pengusaha kecil dan tdk
memilih utk menjadi PKP;
PKP selain PT dgn status tdk aktif (NE) dan scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan
usaha;
PKP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;
hasil sensus pajak nasional;
hasil konfirmasi lapangan / pengawasan stl pengukuhan PKP; atau
hasil kegiatan lain yg dilakukan oleh Dirjen Pajak.
b. Thd Pencabutan Pengukuhan PKP thd PKP selain di atas berdasarkan hasil
Pemeriksaan
Dokumen yg Disyaratkan sbg Kelengkapan Permohonan: (Pasal 23 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
Dokumen yg menunjukkan bahwa PKP sdh tdk lagi memenuhi persyaratan sbg PKP
Keputusan atas Permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP:
Keputusan dpt berupa penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP atau penerbitan Surat
Penolakan Pencabutan Pengukuhan PKP.
Jangka Waktu Keputusan atas Pemeriksaan / Verifikasi oleh DJP (Pasal 25 ayat (3) - (5)
PER-20/PJ/2013): 6 bulan sejak tgl permohonan WP diterima scr lengkap.
Apabila jangka waktu tsb tlh lewat dan DJP tdk memberi suatu keputusan, permohonan
dianggap dikabulkan & DJP hrs menerbitkan surat keputusan dlm jangka waktu paling lama 1
bulan stl jangka waktu di atas berakhir.
Dlm hal dilakukan pencabutan pengukuhan PKP, DJP dpt mengumumkan pencabutan
pengukuhan PKP tsb melalui situs www.pajak.go.id
Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP dimaksudkan utk kepentingan
administrasi perpajakan & tdk menghilangkan hak dan/atau kewajiban perpajakan yg hrs dilakukan
WP dan/atau PKP yg bersangkutan. (Pasal 45 PER-20/PJ/2013)

B0216

Pengaktifan Kembali NPWP / Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP, dilakukan scr jabatan
oleh KPP.
Dilakukan dlm hal terdapat data dan/atau informasi yg menunjukkan bahwa WP / PKP yg
pernah diterbitkan Surat Penghapusan NPWP / Surat Pencabutan Pengukuhan PKP ternyata
masih memenuhi persyaratan subjektif & objektif / persyaratan sbg PKP. Dlm hal dilakukan
Pembatalan Surat Penghapusan NPWP / Surat Pencabutan Pengukuhan PKP tsb, NPWP yg tlh
dihapus / Surat Pengukuhan PKP yg dicabut dinyatakan tetap berlaku.
Prosedur Kerja Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan: (Lamp XII Huruf B Angka III SE60/PJ/2013)
1. Berdasarkan data dan/atau informasi yg dimiliki/diperoleh, Kepala Kantor menugaskan Kasi
Waskon utk menindaklanjuti.
2. Kasi Waskon meneliti data dan/atau informasi dan menentukan perlu dilakukan pemeriksaan
atau verifikasi.
Dlm hal dilakukan pemeriksaan, Kasi Waskon menyerahkan data dan/atau informasi kpd
Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai SOP Tata Cara Pemeriksaan.
Dlm hal dilakukan verifikasi, prosedur selanjutnya mengikuti Tata Cara Verifikasi.
3. LHP / LHV disampaikan kpd Kasi Pelayanan.
4. Kasi Pelayanan menugaskan Petugas Pendaftaran utk menindaklanjuti.
5. Petugas Pendaftaran menerima dan merekam nomor LHP / LHV. Berdasarkan LHP / LHV:
a. Menyatakan SPPKP tdk dpt dicabut:
Petugas Pendaftaran mengarsipkan LHP / LHV.
b. Menyatakan SPPKP dpt dicabut:
Petugas Pendaftaran:
1) mencetak konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP.
2) membuat dan menandatangani konsep BA Pencabutan Pengukuhan PKP.
3) menyampaikan konsep Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan konsep BA kpd Kasi
Pelayanan.
6. Kasi Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dan BA
Pencabutan Pengukuhan PKP, kemudian menyerahkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP
dan BA Pencabutan Pengukuhan PKP kpd Petugas Pendaftaran.
7. Petugas Pendaftaran menatausahakan dokumen dan menyampaikan Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP kpd WP.
Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan
Pemeriksaan / Verifikasi dlm rangka penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP
scr jabatan, dilakukan apabila: (Pasal 12 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. Terdapat data & informasi perpajakan yg dimiliki / diperoleh DJP yg menunjukkan bahwa WP
dan/atau PKP tdk memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif; dan
2. WP dan/atau PKP tdk mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan/atau pencabutan
pengukuhan PKP.
Termasuk dlm Pencabutan Pengukuhan PKP scr jabatan adalah pencabutan pengukuhan PKP
dlm rangka pemusatan tempat pajak terutang
Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan atas Pengusaha Kecil Thn 2014
Dasar Hukum: PER-12/PJ/2014
I. Cara Pencabutan Pengukuhan PKP scr Jabatan:
Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan dilakukan berdasarkan LHV. (Pasal 2 ayat (1)
PER-12/PJ/2014)
Verifikasi dilakukan utk memastikan bahwa jml peredaran bruto dan/atau penerimaan
bruto PKP atas penyerahan BKP/JKP Masa Pajak Jan thn 2013 s.d. Masa Pajak Des thn
2013 < Rp 4,8 M. (Pasal 2 ayat (2) PER-12)
Ketentuan terkait pelaksanaan verifikasi: Lamp PER-12/PJ/2014
Hasil verifikasi dituangkan dlm LHV. (Pasal 2 ayat (4) PER-12/PJ/2014)
Verifikasi diselesaikan dlm jangka waktu paling lama 3 bulan yg dihitung sejak tanggal ST
diterbitkan s.d. tanggal LHV ditandatangani. (Pasal 2 ayat (5) PER-12/PJ/2014)
Slr kegiatan verifikasi dlm PER-12/PJ/2014 sdh hrs selesai paling lambat akhir bulan Agust

B0217

2014. (Pasal 2 ayat (6) PER-12/PJ/2014)


LHV, kertas kerja, dan dokumen pendukung verifikasi disatukan dlm 1 map dan disimpan
dlm berkas induk WP. (Pasal 2 ayat (7) PER-12/PJ/2014)
II. Tindak Lanjut Hasil Verifikasi:
Apabila berdasarkan LHV disimpulkan bahwa:
penyerahan BKP dan/atau JKP yg dilakukan oleh PKP < Rp 4,8 M; dan
PKP tdk memilih utk tetap sbg PKP,
kpd PKP tsb diterbitkan surat pencabutan pengukuhan PKP. (Pasal 3 PER-12/PJ/2014)
Surat pencabutan pengukuhan PKP diberlakukan terhitung sejak tanggal 1 bulan
berikutnya stl tanggal diterbitkannya surat pencabutan pengukuhan PKP. (Lamp I Bagian
VI butir 2 PER-12/PJ/2014)
III. Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP:
Dlm hal kemudian diperoleh data dan/atau informasi bahwa WP yg tlh dicabut pengukuhan
PKP-nya ternyata memiliki jml peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto > Rp 4,8 M,
surat pencabutan pengukuhan PKP dibatalkan. (Pasal 4 ayat (1) PER-12/PJ/2014)
Utk membatalkan surat pencabutan pengukuhan PKP ini hrs dilakukan verifikasi kembali.
(Pasal 4 ayat (2) PER-12/PJ/2014)
Hasil verifikasi ini dituangkan dlm LHV. (Pasal 4 ayat (3) PER-12/PJ/2014)
Berdasarkan LHV dilakukan pembatalan surat pencabutan pengukuhan PKP oleh Kepala
KPP. (Pasal 4 ayat (4) PER-12/PJ/2014)
Hasil pembatalan surat pencabutan pengukuhan PKP disampaikan kpd WP dgn surat
Kepala KPP (format dlm Lamp VI PER-12/PJ/2014)
Pembatalan atas pencabutan pengukuhan PKP yg dilakukan berdasarkan PER12/PJ/2014: (Pasal 6 PER-12/PJ/2014)
mengikuti tata cara dlm PER-20/PJ/2013 dan perubahannya; dan
dilakukan oleh Kepala KPP paling lambat tanggal 31 Des 2014.

e-REGISTRATION
Permohonan yg dpt disampaikan scr elektronik melalui Aplikasi e-Registration: Pendaftaran
dan Pemberian NPWP; Penghapusan NPWP; Pengukuhan PKP; Pencabutan PKP;
Perubahan Data WP dan/atau PKP; Pemindahan WP; dan Penetapan WP NE.
Proses pendaftaran utk mendapatkan akun bagi WP yg menggunakan aplikasi e-Registration:
WP membuka aplikasi e-Registration yg tersedia di situs DJP (http://www.pajak.go.id).
WP membuat akun dgn mengklik menu "buat account baru" dan mengisi informasi yg
diminta.
Stl WP mengisi semua informasi yg diperlukan, aplikasi e-Registration akan mengaktifkan
username & password.
Utk dpt memanfaatkan aplikasi e-Registration, WP melakukan login ke aplikasi eRegistration dgn mengisi username & password yg tlh dibuat.
Dlm hal permohonan diajukan melalui aplikasi e-Registration, dokumen yg dipersyaratkan
dpt diunggah di aplikasi e-Registration atau dikirim dgn menggunakan Surat Pengiriman
Dokumen (SPD) ke KPP. Apabila dokumen yg disyaratkan blm diterima KPP dlm
jangka waktu 14 hari kerja stl permohonan scr elektronik, permohonan tsb dianggap
tdk diajukan.
Apabila dokumen yg disyaratkan tlh diterima scr lengkap, KPP menerbitkan BPS scr
elektronik.
Dlm hal WP tdk dpt mengajukan permohonan scr elektronik, permohonan dpt dilakukan
dgn menyampaikan permohonan scr tertulis, yg dilakukan dgn mengisi dan
menandatangani formulir terkait., dan dilengkapi dgn dokumen yg disyaratkan.
Permohonan scr tertulis disampaikan ke KPP/KP2KP yg wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha WP. Dlm hal pengajuan
permohonan disampaikan melalui KP2KP, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan
meneruskan berkas permohonan ke KPP paling lambat 1 hari kerja stl permohonan
diterima.
Thd penyampaian permohonan scr tertulis, KPP/KP2KP memberikan BPS apabila
permohonan dinyatakan tlh diterima scr lengkap.
Thd penyampaian permohonan scr tertulis yg diterima scr tdk lengkap berlaku ketentuan:

B0218

9
9

Dlm hal permohonan disampaikan scr lsg, permohonan dikembalikan kpd WP; atau
Dlm hal permohonan disampaikan melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir,
KPP menyampaikan pemberitahuan scr tertulis mengenai ketidaklengkapan tsb.

CETAK ULANG KARTU NPWP, SKT, SPPKP


WP mengajukan permohonan Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP pd KPP/KP2KP
yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan
usaha (Pengecualian utk cetak ulang Kartu NPWP WP OP dpt dilayani oleh slr KPP/ KP2KP,
dilakukan dgn menunjukkan KTP asli WP OP ybs).
Dokumen yg diisyaratkan sbg kelengkapan permohonan adalah sama dgn dokumen yg
disyaratkan sbg kelengkapan permohonan pendaftaran NPWP dan/atau pengukuhan sbg PKP.
Jangka waktu penyelesaian pelayanan Cetak Ulang paling lambat 1 hari kerja stl penerbitan
BPS.
Permohonan Cetak Ulang dpt diajukan stl 1 bulan sejak tanggal mulai terdaftar.
Form-form yg digunakan berdasar PER-20/PJ/2013:
No.
Nama Form
Sumber
1.
Form Pendaftaran WP OP
Lamp I Bagian A.1
2.
Form Pendaftaran WP Badan
Lamp I Bagian A.2
3.
4.
5.

Surat Keterangan Terdaftar (SKT)


Kartu NPWP
Form Pengukuhan PKP

Lamp I Bagian B
LampI Bagian C
Lamp I Bagian D

6.

Surat Pengiriman Dokumen

Lamp I Bagian E

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Surat Pengukuhan PKP


Surat Penolakan Pengukuhan PKP
Form Perubahan Data WP
Form Permohonan Penetapan WP NE
Form Pemindahan WP
Surat Pindah
Surat Pencabutan SKT
Surat Pemberitahuan Tdk Dpt Dipindah
Form Penghapusan NPWP

Lamp I Bagian F
Lamp I Bagian G
Lamp II Bagian A
Lamp II Bagian B
Lamp III Bagian A
Lamp III Bagian B
Lamp III Bagian C
Lamp III Bagian D
Lamp IV Bagian A

16.
17.
18.

Surat Keputusan Penghapusan NPWP


Surat Penolakan Penghapusan NPWP
Form Pencabutan Pengukuhan PKP

Lamp IV Bagian B
Lamp IV Bagian C
Lamp IV Bagian D

19.
20.

Surat Pencabutan Pengukuhan PKP


Surat
Penolakan
Pencabutan
Pengukuhan PKP

Lamp IV Bagian E
Lamp IV Bagian F

Pihak Pembuat
Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
DJP
Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
Pemohon/Kuasa
Pemohon
DJP
Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
DJP

Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
DJP
Pemohon/Kuasa, atau
Pengusul dari DJP (scr
jabatan)
DJP

Form-form yg digunakan berdasar SE-60/PJ/2013:


No.

Nama Form

1.
2.

Tanda Terima Permohonan WP yg diajukan ke KP2KP


Form Surat Pernyataan Menghendaki Menjalankan
Kewajiban Perpajakan Terpisah
Form Surat Pernyataan Memperoleh Informasi Perpajakan
(melalui Aplikasi e-Registration)
Form Surat Pernyataan Memperoleh Informasi Perpajakan

3.
4.

Sumber

B0219

Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV

Pihak
Pembuat
DJP
WP OP
Disediakan
oleh sistem
WP/Kuasa

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

BA Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu


BA Penghapusan/Penolakan Penghapusan NPWP
BA Pengukuhan PKP Melewati Batas Waktu
BA Pencabutan Pengukuhan PKP Melewati Batas Waktu
Surat Pemberitahuan Perubahan Data
BA Perubahan Data WP dan/atau PKP
Surat Usulan Pemindahan WP
Surat Pemberitahuan WP Tdk Dpt Dipindah Scr Jabatan
Form Surat Pernyataan WP NE

Lamp VI
Lamp VII
Lamp IX
Lamp XI
Lamp XIII
Lamp XIV
Lamp XVI
Lamp XVII
Lamp XIX

14.
15.

BA Penetapan/Pengaktifan Kembali WP NE
Surat Pemberitahuan Penetapan WP NE/Penolakan
Penetapan WP NE/Pengaktifan Kembali WP NE
BA Pembatalan Penghapusan NPWP
Surat Pemberitahuan Pembatalan Penghapusan NPWP
BA Pembatalan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP
Surat Pemberitahuan Pembatalan Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP
BA Aktivasi Sementara
Form Permohonan Cetak Ulang (Kartu NPWP, SKT,
SPPKP)
Pengumuman Keadaan Kahar
Surat Pengantar Faksimile Keadaan Kahar dari KP2KP ke
KPP

Lamp XX
Lamp XXI

16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Tata Cara yg diatur di SE-60/PJ/2013:


No.
Tata Cara
1.
Pendaftaran & Pemberian NPWP
2.
Penghapusan NPWP
3.
Pelaporan Usaha & Pengukuhan PKP
4.
Pencabutan Pengukuhan PKP
5.
Perubahan Data WP
6.
Pemindahan WP
7.
Penetapan WP NE
8.
Pengaktifan Kembali WP NE
9.
Pengaktifan Kembali NPWP
10.
Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP
11.
Aktivasi Sementara WP Hapus
12.
Cetak Ulang Kartu NPWP, SKT, dan SPPKP
13.
Penyelesaian Permohonan dlm Keadaan Kahar

DJP

Pembuat
pernyataan
DJP

Lamp XXIV
Lamp XXV
Lamp XXVII
Lamp XXVIII
Lamp XXX
Lamp XXXII
LampXXXIV
Lamp XXXV

Pemohon
DJP

Sumber
Lamp V
Lamp VIII
Lamp X
Lamp XII
Lamp XV
Lamp XVIII
Lamp XXII
Lamp XXIII
Lamp XXVI
Lamp XXIX
Lamp XXXI
Lamp XXXIII
Lamp XXXVI

Form yg digunakan berdasar PER-12/PJ/2014:

1,
2.

Surat Pemberitahuan Batasan Pengusaha Kecil PPN


Form Surat Pernyataan Batasan Pengusaha Kecil PPN

Lamp II
Lamp III

3.

Surat Tugas Verifikasi Pencabutan Pengukuhan PKP scr


Jabatan atas Pengusaha Kecil PPN
Surat Pemberitahuan Pembatalan Surat Pencabutan
Pengukuhan PKP

Lamp IV

Pihak
Pembuat
DJP
WP/Wakil
WP/Kuasa
DJP

Lamp VI

DJP

No.

4.

Nama Form

B0220

Sumber

C. TEMPAT PENDAFTARAN NPWP WP TERTENTU


Dasar Hukum:
Pasal 2 ayat (3) huruf a UU KUP
PMK-62/PMK.01/2009 jo PMK-29/PMK.01/2012 ttg Organisasi dan tata kerja instansi vertikal
PER-28/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) jo PER-13/PJ/2014 (berlaku sejak 11 Apr 2014) ttg
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pd KPP di lingkungan Kanwil
DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya mencabut
PER-08/PJ/2012
KEP-26/PJ/2012 stdtd KEP-21/PJ.08/2012 ttg pemindahan WP dari KPP di lingkungan Kanwil
DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
KEP-27/PJ/2012 stdd KEP-87/PJ/2012 ttg Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi WP pd
KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan
KPP Madya
KEP-102/PJ/2012 jo KEP-22/PJ.08/2012 ttg Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi WP
pd KPP WP Besar 3, KPP WP Besar 4, dan KPP Minyak dan Gas Bumi mencabut Lamp I & V
KEP-27/PJ/2012
KEP-91/PJ/2012 ttg Penerapan organisasi, tata kerja, dan saat mulai beroperasinya KPP di
lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP Badora, dan KPP minyak dan gas bumi
PER-06/PJ/2012 jo PER-18/PJ/2012 ttg Tata Cara Penatausahaan, Pelaksanaan Hak &
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dgn Pemindahan WP dan/atau PKP dari
dan/atau ke KPP di Lingkungan Kanwil DJP WP Besar, KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta
Khusus, dan KPP Madya
SE dan surat terkait:
SE-16/PJ/2012 ttg Persiapan pelaksanaan reorganisasi DJP berdasarkan PMK-29/PMK.01/2012
S-162/PJ.13/2012 ttg Penjelasan PER-28/PJ/2012
Definisi Terkait:
WP Berstatus Pusat WP yg terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya
000.
WP Berstatus Cabang WP yg terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya
selain 000.
Saat Mulai Terdaftar (SMT) tanggal saat WP terdaftar dan dikukuhkan sbg PKP di KPP yg
ditetapkan dgn Keputusan Dirjen Pajak.
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pd KPP di Kanwil DJP WP
Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya: (Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012)
No.
Kanwil
KPP
Jenis WP
a.1
Kanwil
KPP WP
WP badan besar tertentu yg melakukan kegiatan usaha di
DJP WP
Besar 1
sektor pertambangan & jasa penunjang pertambangan
Besar
a.2
KPP WP
WP badan besar tertentu yg melakukan kegiatan usaha di
Besar 2
sektor industri, perdagangan, dan jasa
a.3
KPP WP
WP BUMN yg melakukan kegiatan usaha di sektor industri &
Besar 3
perdagangan
a.4
KPP WP
WP BUMN yg melakukan kegiatan usaha di sektor jasa dan
Besar 4
WP OP tertentu
b.1
Kanwil
KPP PMB
WP yg pernyataan pendaftaran emisi sahamnya tlh
DJP
dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK, badan-badan khusus
Jakarta
(SRO) yg didirikan & beroperasi di bursa berdasarkan UU 8
Khusus
Thn 1995 ttg Pasar Modal, dan Perusahaan efek non bank
b.2
KPP PMA 1
WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor industri kimia & barang galian nonlogam
b.3
KPP PMA 2
WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor industri logam & mesin
b.4
KPP PMA 3
WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor pertambangan & perdagangan

B0221

b.5

KPP PMA 4

b.6

KPP PMA 5

b.7

KPP PMA 6

b.8

KPP Badora

b.9
c

WP PMA tertentu yg iak masuk bursa dan melakukan


kegiatan usaha di sektor industri tekstil, makanan, dan kayu
WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor agribisnis & jasa
WP PMA tertentu yg tdk masuk bursa dan melakukan
kegiatan usaha di sektor jasa & perdagangan
WP BUT yg berkedudukan di DKI Jakarta & orang asing yg
bertempat tinggal di DKI Jakarta
WP Migas
WP badan besar tertentu dlm suatu Kanwil DJP terkait

KPP Migas
Kanwil
KPP Madya
DJP
terkait
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP di atas ditetapkan dgn Keputusan
Dirjen, kecuali:
Penetapan tempat pendaftaran dan/atau tempat
KPP WP Besar 3
pelaporan usaha utk pertama kali ditetapkan dgn
KPP WP Besar 4 utk WP BUMN
Keputusan Dirjen Pajak
KPP Migas
KPP Badora
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP b.2 b.7 ditentukan berdasarkan
KLU WP sesuai Lamp I PER-28/PJ/2012

Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi WP Baru: (Pasal 3 PER-28/PJ/2012)
Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP baru:
WP PMA di KPP Pratama yg wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan WP
WP BUMN di KPP WP 3 atau KPP WP Besar 4 (sesuai dgn KLU WP tsb)
WP Migas di KPP Migas
Dlm hal WP Berstatus Pusat terdaftar pd KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 (nomor
a.1 c) dan membuka kantor cabang baru yg berdomisili di wilayah sesuai Lamp II PER28/PJ/2012, tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha atas kantor cabang baru tsb di
KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012.
Dlm hal WP Berstatus Cabang terdaftar di KPP Madya, sedangkan WP Berstatus Pusat terdaftar
di KPP Pratama di Kanwil DJP yg berbeda, dan WP Berstatus Pusat tsb pindah ke KPP di Kanwil
DJP yg membawahi KPP Madya tempat WP Berstatus Cabang tsb terdaftar, maka tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP Berstatus Pusat tsb adalah di KPP
Madya.
Kewajiban Perpajakan: (Pasal 5 PER-28/PJ/2012)
Kewajiban perpajakan bagi WP yg terdaftar pd KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 meliputi:
a. PPh Badan dan/atau PPh OP
b. PPN atau PPnBM lihat Bagian C. Pemusatan Tempat Terutang PPN
c. Pemotongan & Pemungutan PPh akibat dari transaksi yg dilakukan kantor pusat dan/atau cabang
WP yg berdomisili di wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012
d. Pajak Tdk Langsung Lainnya
Pelaksanaan Hak & Kewajiban bagi WP yg Dipindahkan ke KPP Baru Selain yg Diatur di PER18/PJ/2012: (Pasal 6 PER-28/PJ/2012)
KPP Baru adalah KPP yg menerima perpindahan WP dari KPP Lama
Pelaksanaan hak & pemenuhan kewajiban perpajakan bagi WP yg dipindahkan ke KPP Baru:
Hak & kewajiban perpajakan utk masa pajak, bagian thn pajak atau thn pajak sbl tanggal SMT
atau sbl tanggal WP dipindahkan ke KPP Baru, dilaksanakan dan dipenuhi di:
1. KPP Baru, yg meliputi:
a. Kewajiban PPh Badan, PPN dan/atau PPnBM, dan Pemotongan & Pemungutan PPh
dlm hal WP yg dipindahkan adalah WP Berstatus Pusat;
b. Kewajiban PPN dan Pemotongan & Pemungutan PPh dlm hal WP yg dipindahkan
adalah WP Berstatus Cabang yg berdomisili di wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012;
dan

B0222

c. Kewajiban PPN dlm hal WP yg dipindahkan adalah WP Berstatus Cabang yg


berdomisili di luar wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012
2. KPP Lama meliputi Kewajiban Pemotongan & Pemungutan PPh dlm hal WP yg
dipindahkan adalah WP Berstatus Cabang yg berdomisili di luar wilayah dlm Lamp II PER28/PJ/2012
Pasal 7 PER-28/PJ/2012
Bagi WP yg sbl-nya terdaftar di KPP Madya atau KPP Pratama yg wilayah kerjanya di luar
Propinsi DKI Jakarta, dan sejak berlakunya Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER28/PJ/2012 terdaftar pd KPP di Kanwil DJP WP Besar dan KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus,
maka kewajiban Pemotongan & Pemungutan PPh tetap diadministrasikan di KPP Madya atau
KPP Pratama tsb dgn menerbitkan NPWP cabang baru.
Bagi WP yg sbl-nya terdaftar di KPP Pratama di luar wilayah dlm Lamp II PER-28/PJ/2012, dan
sejak berlakunya Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012 terdaftar pd
KPP Madya, maka kewajiban Pemotongan & Pemungutan PPh diadministrasikan di KPP Pratama
tsb dgn menerbitkan NPWP cabang baru.
Kriteria WP yg Terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP
Madya Berdasarkan Keputusan DJP: (Pasal 8 PER-28/PJ/2012)
WP yg terdaftar di KPP ini mrp WP terbesar yg penentuannya dilakukan berdasarkan kriteria:
1. Rata-rata realisasi pembayaran pajak, baik yg tercantum di dlm sistem MPN maupun yg tdk
tercantum dlm sistem MPN dan rata-rata peredaran usaha WP yg tercantum di dlm SPT Tahunan
PPh Badan selama 3 thn terakhir, khusus utk WP Badan; dan/atau
Kriteria ini ditetapkan dgn pembobotan 80% utk realisasi pembayaran pajak & 20% utk
peredaran usaha.
2. Pertimbangan Dirjen Pajak.
Dlm hal WP memenuhi kriteria terdaftar pd 2 KPP atau lbh, Dirjen Pajak menetapkan tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha WP.
Evaluasi yg Dilakukan DJP thd WP yg Terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP
Jakarta Khusus, KPP Madya & Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Tsb: (Pasal 9 PER-28/PJ/2012 jo
PER-13/PJ/2014)
1. Ketentuan Terkait Evaluasi Yg Dilakukan DJP:
a. Dirjen Pajak melakukan evaluasi thd WP yg terdaftar pd KPP di kanwil DJP WP Besar, Kanwil
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya, kecuali utk WP yg terdaftar di:
KPP WP Besar 3
KPP WP Besar 4 utk WP BUMN
KPP Migas
KPP Badora
Dirjen Pajak berdasarkan pertimbangan tertentu dpt menetapkan tempat pendaftaran
dan/atau tempat pelaporan usaha bagi WP pd huruf a dgn menerbitkan Keputusan
Dirjen Pajak. (Pasal 9 ayat (5) PER-28/PJ/2012 jo PER-13/PJ/2014)
b. Ketentuan evaluasi:
1) Evaluasi dilakukan paling lama 5 thn sejak evaluasi sbl-nya dilakukan
2) Utk WP yg terdaftar di KPP PMB, selain jangka waktu evaluasi angka 1), dlm hal terdapat
WP yg pernyataan pendaftaran emisi sahamnya tlh dinyatakan efektif oleh OJK (listing)
dan/atau WP yg melakukan penghapusan pencatatan dari daftar saham di BEI
(delisting), evaluasi dpt dilakukan setiap 1 thn.
3) Utk WP yg terdaftar di KPP Madya, selain jangka waktu evaluasi angka 1), dlm hal
Kepala Kanwil DJP yg membawahi KPP Madya memandang perlu utk
melakukan evaluasi WP yg terdaftar di KPP Madya pd thn tsb, evaluasi dpt dilakukan
paling cepat 3 thn sejak evaluasi sbl-nya dilakukan.
c. Berdasarkan hasil evaluasi yg dilakukan sesuai dgn ketentuan evaluasi tsb, Dirjen Pajak
menerbitkan Keputusan Dirjen Pajak ttg: (Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012)
Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Bagi WP pd KPP di Kanwil DJP
WP Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya
Pemindahan WP dari KPP di Kanwil DJP WP Besar, KPP di Kanwil DJP Jakarta Khusus,
dan KPP Madya

B0223

2.

3.

Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha bagi WP di KPP PMB dan KPP Madya
Pemindahan WP dari KPP PMB dan KPP Madya
d. Keputusan Dirjen Pajak berdasarkan hasil evaluasi tsb diterbitkan paling lama pd akhir bulan
Sept thn evaluasi dilakukan dan mulai berlaku 1 Jan thn berikutnya.
Ketentuan Terkait Tindak Lanjut Hasil Keputusan DJP Atas Evaluasi Yg Tlh Dilakukan
(Pasal 10 PER-28/PJ/2012)
a. Dlm hal WP yg dipindahkan ke KPP Pratama sejak Keputusan Dirjen Pajak sesuai Pasal 9
ayat (3) PER-28/PJ/2012 mengajukan permohonan pindah sehubungan dgn perubahan
tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP
Pratama lainnya, maka tata cara pemindahan thd WP tsb mengacu pd ketentuan perpu di
bidang perpajakan.
b. Dlm hal tempat terdaftar WP yg dicantumkan pd kolom KPP asal di dlm Keputusan Dirjen
Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012 tdk sesuai dgn tempat terdaftar yg
sebenarnya, maka WP tsb tetap dipindahkan ke KPP tujuan sesuai dgn Keputusan Dirjen
Pajak tsb.
c. WP yg terdaftar di KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP
Madya tetap diadministrasikan di KPP tsb s.d. ditetapkan terdaftar di KPP lain dgn Keputusan
Dirjen Pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) PER-28/PJ/2012.
Pemindahan WP krn Keadaan Tertentu: (Pasal 4 PER-28/PJ/2012)
WP yg terdaftar di KPP sesuai Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2012 yg:
a. Mengalami perubahan status modal;
b. Melakukan perubahan kegiatan usaha/jenis usaha atau KLU;
c. Melakukan perubahan tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha yg menyebabkan
perubahan tempat KPP terdaftar;
d. Pendaftaran emisi sahamnya tlh dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK; atau
e. Sahamnya tdk lagi terdaftar di BEI (delisting),
pemindahan WP dilakukan bersamaan dgn evaluasi WP terdaftar sesuai Pasal 9 PER28/PJ/2012.

Evaluasi stl berlakunya PER-13 dilakukan paling lama thn 2016 dan mulai berlaku paling
lama pd tanggal 1 Jan thn berikutnya.
Daftar KPP PMA Berdasarkan KLU WP (Lamp I PER-28/PJ/2012)
Unit Kantor Kekhususan Jenis Usaha
Gol. Pokok
KPP PMA 1

17-23, 31, 37, 38, 58

KPP PMA 2

24-30, 32

KPP PMA 3

05-09, 45-47

KPP PMA 4

10-16

KPP PMA 5

01-03, 33, 35-36, 39, 49-53, 60-66, 72, 77-82, 84-88

KPP PMA 6

41-43, 55-56, 68, 71, 73-74, 90, 93-94

Wilayah Pengadministrasian Kewajiban Pemotongan & Pemungutan PPh pd KPP Tertentu


(Lamp II PER-28/PJ/2012)
No.
Wilayah Kota/Kabupaten
Tempat WP Terdaftar
1

Propinsi DKI Jakarta

KPP di Kanwil DJP WP Besar/ KPP di


Kanwil DJP Jakarta Khusus/ KPP
Madya Jakarta Pusat/ KPP Madya
Jakarta Selatan/ KPP Madya Jakarta
Timur/ KPP Madya Jakarta Utara/
KPP Madya Jakarta Barat

Kota Medan

KPP Madya Medan

Kota Batam

KPP Madya Batam

Kota Pekanbaru, Kab. Kampar, Kab. Rokan Hulu,

KPP Madya Pekanbaru

B0224

dan Kab. Pelalawan


5

Kota Palembang

KPP Madya Palembang

Kota Tangerang

KPP Madya Tangerang

Kota Bandung

KPP Madya Bandung

Kab. Bekasi

KPP Madya Bekasi

Kota Semarang

KPP Madya Semarang

10

Kota Surabaya

KPP Madya Surabaya

11

Kab. Sidoarjo

KPP Madya Sidoarjo

12

Kota Malang

KPP Madya Malang

13

Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab.


Gianyar, Kab. Klungkung, Kab. Buleleng, Kab.
Jembrana, Kab. Karangasem, dan Kab. Bangli

KPP Madya Denpasar

14

Kota Balikpapan

KPP Madya Balikpapan

15

Kota Makassar

KPP Madya Makassar

B0225

D. PEMUSATAN TEMPAT TERUTANG PPN


Dasar Hukum:
Pasal 12 ayat (2) UU PPN
PP 1 Thn 2012
PER-4/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg tempat lain selain tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan sbg tempat terutang terutang PPN/ PPN &
PPnBM
PER-19/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg penetapan 1 tempat/lbh sbg tempat PPN
terutang
PER-28/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)
SE terkait:
SE-45/PJ/2013 ttg Prosedur penerbitan SK pemusatan tempat PPN terutang dlm rangka
pelaksanaan PER-28/PJ/2012
SE-25/PJ.52/2003 ttg Penegasan Pemusatan Tempat PPN Terutang bagi PKP yg Menyampaikan
SPT Masa PPN dan PPnBM Melalui media Elektronik (e-Filing)
SE-21/PJ.5/2001 ttg Tata Cara Penyelesaian Permohonan Tempat Lain sbg Tempat
Pengkreditan PM dan Tempat Lain sbg Tempat Pajak Terutang atas Ekspor
Definisi Terkait:
Saat Mulai Terdaftar (SMT) tanggal saat WP terdaftar dan dikukuhkan sbg PKP di KPP yg
ditetapkan dgn Keputusan Dirjen Pajak.
PKP yg memiliki > 1 tempat PPN terutang dpt memilih 1 tempat atau lbh sbg Tempat Pemusatan
PPN Terutang. Tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha PKP yg:
berada di Kawasan Berikat;
berada di Kawasan Ekonomi Khusus;
mendapatkan fasilitas KITE.
tdk dpt dipilih sbg Tempat Pemusatan PPN Terutang atau tempat PPN terutang yg akan
dipusatkan.
(Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 PER-19/PJ/2010)
Pengajuan Pemusatan PPN:
PKP menyampaikan pemberitahuan scr tertulis (form lamp IV PER-19/PJ/2010) kpd Kakanwil yg
membawahi KPP yg wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemusatan PPN Terutang, dgn tembusan
kpd Kepala KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat PPN terutang yg akan dipusatkan.
WP hrs mrp PKP, baik di tempat PPN terutang yg dipilih sbg Tempat Pemusatan PPN
Terutang dan tempat PPN terutang yg akan dipusatkan.
Pemberitahuan minimal memuat :
nama, alamat, dan NPWP tempat terpilih sbg pemusatan PPN Terutang (Catatan: tdk hrs/ tdk
selalu kantor pusat ber-NPWP 000)
nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yg akan dipusatkan
dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan dipusatkan pd tempat terpilih sbg
tempat pemusatan PPN terutang (form Lamp V PER-19/PJ/2010)
Kakanwil menerbitkan SK Persetujuan (form Lamp I PER-19/PJ/2010) atau SK Penolakan (form
Lamp III PER-19/PJ/2010) paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari
PKP. Dlm hal ditolak, maka PKP dpt menyampaikan pemberitahuan kembali dgn melengkapi
syarat yg diperlukan. SK Persetujuan berlaku selama 5 thn dan dimulai pd masa pajak
berikutnya stl tanggal SK.
Penambahan/Pengurangan Tempat Terutang PPN Pemusatan:
PKP menyampaikan pemberitahuan scr tertulis (lamp VI PER-19/PJ/2010) kpd Kakanwil yg
membawahi KPP yg wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemusatan PPN Terutang.
Minimal yg dimuat dlm surat pemberitahuan sama dgn minimal dlm pengajuan pemusatan PPN.

B0226

Perubahan Tempat Pemusatan PPN:


Dlm hal PKP tlh mendapatkan persetujuan pemusatan tempat PPN terutang, PKP dpt memilih
tempat PPN terutang yg lain sbg Tempat Pemusatan PPN Terutang yg baru dgn syarat masa
berlaku pemusatan di tempat lama sdh berjalan minimal 2 thn, kecuali bagi PKP dgn tempat
pemusatan awal yg scr permanen tdk ada lagi aktivitas usaha (jangka waktu minimal 2 thn tdk
berlaku baginya).
PKP wajib menyampaikan pemberitahuan scr tertulis (form Lamp VII PER-19/PJ/2010) kpd
Kakanwil yg membawahi KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat pemusatan PPN terutang yg
baru.
Minimal yg dimuat dlm pemberitahuan kpd Kakanwil tsb sama dgn minimal dlm pengajuan
pemusatan PPN.
Kakanwil menerbitkan SK Persetujuan (form Lamp I PER-19/PJ/2010) atau SK Penolakan (form
Lamp III PER-19/PJ/2010) paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari PKP.
Dlm hal ditolak, maka PKP dpt menyampaikan pemberitahuan kembali dgn melengkapi syarat yg
diperlukan. SK Persetujuan berlaku selama 5 thn dan dimulai pd masa pajak berikutnya stl
tanggal SK.
Pencabutan Pemusatan Tempat PPN Terutang:
PKP menyampaikan pemberitahuan tertulis kpd Kakanwil tembusan Kepala KPP @ tempat
kedudukan, disampaikan paling lambat 2 bulan sbl masa yg diinginkan utk tdk lagi pemusatan.
Kakanwil meneribitkan SK Pencabutan (form Lamp II PER-19/PJ/2010) paling lama 5 hari kerja
sejak diterimanya pemberitahuan dari PKP.
Perpanjangan Jangka Waktu Pemusatan Tempat PPN Terutang:
PKP menyampaikan pemberitahuan tertulis (form Lamp VIII PER-19/PJ/2010) kpd Kakanwil.
Paling lambat disampaikan 2 bulan sbl jangka waktu pemusatan berakhir. Apabila tdk terpenuhi,
maka PKP dianggap tdk memperpanjang jangka waktu pemusatan PPN terutang, namun PKP dpt
menyampaikan pemberitahuan pemusatan kembali dlm jangka waktu 2 thn sejak SK persetujuan
pemusatan berakhir.
Kakanwil menerbitkan SK Persetujuan (form Lamp I PER-19/PJ/2010) yg baru paling lambat 14
hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan.
SK Persetujuan yg baru berlaku selama 5 thn dan dimulai pd masa pajak berikutnya stl tanggal
SK.
Kepastian Hukum bagi PKP:
Apabila Kakanwil tdk menerbitkan SK Persetujuan atau SK Penolakan dalam waktu yg tlh ditetapkan
(14 hari kerja), maka pemberitahuan dari PKP dianggap disetujui dan SK Persetujuan paling lambat
diterbitkan 5 hari kerja sejak jangka waktu penyelesaian (14 hari kerja) berakhir. SK Persetujuan
berlaku selama 5 thn dan dimulai pd masa pajak berikutnya stl tanggal SK.
Ketentuan Terkait Tempat Pemusataan PPN Terutang: (Pasal 5 ayat (2) (8) PER-28/PJ/2012)
1. Dlm hal WP terdaftar pd KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT
Khusus, dan KPP Madya
Kepala KPP menerbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang paling lama 1 bulan sejak tanggal
SMT utk WP yg sebelumnya terdaftar pd KPP lain yg tlh melaksanakan pemusatan tempat
PPN terutang, meliputi:
a. Slr tempat kegiatan usaha/cabang WP utk WP yg sebelumnya terdaftar pd KPP di lingkungan
Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya, yg berlaku sejak tanggal
SMT (form Lamp III PER-28/PJ/2012); atau
b. Slr tempat kegiatan usaha/cabang WP sesuai dgn SK pemusatan sebelumnya utk WP yg
sebelumnya terdaftar di KPP Pratama, yg berlaku sejak tanggal SMT s.d. tanggal 31 Des thn
SMT (form Lamp IV PER-28/PJ/2012).
2. Dlm hal WP ditetapkan terdaftar di KPP Pratama berdasarkan Kep Dirjen Pajak sesuai Pasal 9
ayat (3) PER-28/PJ/2012, Kepala KPP Pratama menerbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang
paling lama 1 bulan sejak tanggal SMT utk WP yg sebelumnya tlh melaksanakan pemusatan
tempat PPN terutang, yg berlaku sejak tanggal SMT s.d. tanggal 31 Des thn SMT (form Lamp IV
PER-28/PJ/2012).

B0227

3.

4.

5.

Dlm hal WP yg ditetapkan terdaftar di KPP Pratama menghendaki utk memperpanjang jangka
waktu pemusatan tempat PPN terutang, WP wajib menyampaikan pemberitahuan scr tertulis kpd
Kakanwil DJP yg wilayah kerjanya meliputi KPP Pratama tempat WP terdaftar sesuai dgn
ketentuan perpu perpajakan.
Kepala KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya menerbitkan SK
pemusatan tempat PPN terutang paling lama 2 bulan sbl berakhirnya thn SMT utk:
a. WP yg mempunyai > 1 tempat kegiatan usaha/cabang tetapi blm melaksanakan pemusatan
tempat PPN terutang; atau
b. WP yg sdh diterbitkan SK pemusatan tempat PPN terutang sesuai Pasal 5 ayat (3) huruf b
PER-28/PJ/2012.
SK pemusatan tempat PPN terutang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari thn berikutnya stl thn
SMT, kecuali jika WP menyampaikan pemberitahuan scr tertulis sesuai Pasal 5 ayat (7) huruf a
PER-28/PJ/2012.
Kepala KPP di Kanwil DJP WP Besar, Kanwil DJP JKT Khusus, dan KPP Madya dpt menerbitkan
SK pemusatan tempat PPN terutang berdasarkan:
a. Surat pemberitahuan scr tertulis dari WP sbl jangka waktu sesuai Pasal 5 ayat (5) PER28/PJ/2012
b. Surat pemberitahuan scr tertulis dari WP yg tlh mendapatkan persetujuan pemusatan tempat
PPN terutang dlm hal terdapat penambahan tempat PPN terutang yg akan dipusatkan atau
pengurangan tempat PPN terutang yg tlh dipusatkan;
SK pemusatan tempat PPN terutang ini berlaku sejak masa pajak berikutnya stl tanggal SK
pemusatan tempat PPN terutang
Bagi WP yg tetap terdaftar di KPP yg sama dan pernah diterbitkan SK pemusatan tempat PPN
terutang oleh Kepala KPP, maka SK pemusatan tsb dinyatakan tetap berlaku dan tdk perlu
diterbitkan lagi SK pemusatan tempat PPN terutang. (Pasal 5 ayat (8) PER-28/PJ/2012)

B0228

Perbedaan Ketentuan Terkait Tempat Pemusatan PPN Terutang:

No

1.

2.

Kriteria WP

WP yg terdaftar
pd KPP di Kanwil
DJP WP Besar
dan KPP di
Kanwil DJP JKT
Khusus

WP yg terdaftar
di KPP Madya

Ketentuan sbl
30 Des 2011
(PER15/PJ/2009)
Dlm hal WP
berstatus Pusat
mempunyai 1
atau lbh tempat
kegiatan usaha,
termasuk
cabangcabangnya,
Tempat PPN
Terutang utk slr
tempat kegiatan
usaha tsb
dipusatkan hanya
di KPP WP Besar
atau KPP
Madya terhitung
sejak SMT di
KPP WP Besar
atau KPP Madya
tsb

Dlm hal WP
berstatus Pusat
mempunyai 1
atau lbh tempat
kegiatan usaha,
termasuk
cabangcabangnya,
Tempat PPN

Ketentuan sejak 30 Des 2011 s.d 29 Mar 2012


(PER-49/PJ/2011)
Tanggal terdaftar
Sbl 30 Des 2011
dan thd WP ini
sdh pernah
diterbitkan SK
pemusatan
tempat PPN
terutang

Sejak 30 Des
2011

Sbl 30 Des 2011


dan thd WP ini
sdh pernah
diterbitkan SK
pemusatan
tempat PPN
terutang

Penetapan tempat PPN


terutang
Tempat
PPN
terutang
utk slr
tempat
kegiatan
usaha
ditetapkan
di KPP
tempat WP
terdaftar
tsb

Pemusatan
tempat PPN
terutang tetap
berlaku dan tdk
perlu diterbitkan
lagi SK
pemusatan
tempat PPN
terutang

Ketentuan sejak 30 Mar 2012


(PER-08/PJ/2012)

Ketentuan sejak 1 Jan 2013


(PER-28/PJ/2012)

Kewajiban pelaporan PPN atas Kewajiban pelaporan PPN atas slr


slr tempat kegiatan usaha di slr tempat kegiatan usaha/cabang
Indonesia dilaksanakan di KPP dilaksanakan di KPP ini
ini

Penetapan
tempat PPN
terutang
dilakukan dgn
menerbitkan SK
pemusatan
tempat PPN
terutang oleh
Kepala KPP
atas nama
Dirjen Pajak
dgn bentuk
sesuai Lamp II
PER49/PJ/2011

Penetapan pemusatan
tempat PPN terutang tetap
berlaku sampai dgn 31 Des
2012. Sbl jangka waktu 31
Des 2012 tsb berakhir dan
WP tetap menghendaki
pemusatan tempat PPN
terutang, WP hrs
menyampaikan

B0229

1. Dlm hal WP berstatus


1.
pusat, kewajiban pelaporan
PPN utk tempat-tempat
kegiatan usaha yg berada di
wilayah sesuai dgn Lamp II
PER-08/PJ/2012
dilaksanakan di KPP Madya
2. Dlm hal WP berstatus
2.
cabang sdh dikukuhkan sbg

Dlm hal WP berstatus Pusat,


kewajiban pelaporan PPN atau
PPN dan PPnBM atas slr tempat
kegiatan usaha, termasuk tempat
kegiatan usaha/cabang yg
terdaftar di KPP Madya lain,
dilaksanakan di KPP Madya
Dlm hal WP berstatus Cabang
sdh dikukuhkan sbg PKP dan

Terutang utk slr


tempat kegiatan
usaha tsb
dipusatkan hanya
di KPP WP Besar
atau KPP
Madya terhitung
sejak SMT di
KPP WP Besar
atau KPP Madya
tsb

pemberitahuan tempat PPN


terutang sesuai perpu di
bidang Perpajakan
Sejak 30 Des
2011 dan thd WP
ini blm pernah
diterbitkan SK
pemusatan
tempat PPN
terutang

Ketentuan
pemusatan
tempat
PPN
terutang
utk KPP
madya ini
sama dgn
ketentuan
utk KPP
Pratama

WP hrs
menyampaikan
pemberitahuan
tempat PPN
terutang sesuai
perpu di bidang
Perpajakan

B0230

PKP dan berada di wilayah


sesuai dgn Lamp II PER08/PJ/2012, kewajiban
pelaporan
PPNnya dilaksanakan di
KPP Madya hanya atas
cabang tsb
3. Dlm hal WP yg terdaftar di
KPP Madya yg memiliki
tempat kegiatan usaha di
luar wilayah sesuai dgn
Lamp II PER-08/PJ/2012
menghendaki tempat
kegiatan usaha tsb
dipusatkan di KPP Madya,
WP hrs menyam-paikan
pemberitahuan pemusatan
tempat PPN terutang kpd
Kepala KPP Madya.
4. Bagi WP berstatus pusat yg
tetap terdaftar di KPP Madya
yg sama namun berkedudukan di luar wilayah yg sesuai
dgn Lamp II PER08/PJ/2012, kewajiban PPN
dilaksanakan di KPP
Pratama yg wilayah
kerjanya meliputi tempat
kedudukan WP tsb dgn
menerbitkan NPWP cabang,
berlaku mulai 1 Jan thn
berikutnya stl thn SMT.

WP berstatus Pusatnya tdk


terdaftar pd KPP di Lingkungan
Kanwil DJP WP Besar atau
Khusus, kewajiban pelaporan
PPN dan PPnBM dilaksanakan di
KPP Madya hanya atas cabang
tsb

E. TEMPAT PENDAFTARAN/PELAPORAN PKP BAGI WP REAL ESTAT


Dasar Hukum:
Pasal 2 ayat (3) huruf a UU KUP
PER-25/PJ/2013 (berlaku sejak 3 Juli 2013) ttg Tempat pendaftaran dan/atau tempat
pelaporan usaha bagi WP sbg pengusaha yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan
perubahannya yg melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/ atau bangunan
Tempat Pendaftaran dan/atau Pelaporan Usahanya:
Tempat pendaftaran dan/atau pelaporan usaha utk melaksanakan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan sbg PKP yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN bagi WP yg melakukan
usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan, ditetapkan di KPP yg wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha tsb berada.
Khusus Bagi WP yg Terdaftar di KPP Madya di Jakarta, KPP di Kanwil DJP Besar, atau
KPP di Kanwil DP Jakarta Khusus:
a. Bagi WP yg melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan yg terdaftar
pd KPP Madya di Jakarta dan KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar dan Kanwil DJP
Jakarta Khusus, kewajiban pendaftaran dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM
ditetapkan pd: (Pasal 2 ayat (1) PER-25/PJ/2013)
KPP Madya di Jakarta dan KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar & Kanwil DJP
Jakarta Khusus bagi WP yg mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah DKI Jakarta
KPP tempat kegiatan usaha tsb berada bagi WP yg mempunyai tempat kegiatan usaha
di luar wilayah DKI Jakarta
b. Bagi WP yg tempat kegiatan usahanya berada di luar wilayah DKI Jakarta dikukuhkan
sbg PKP scr jabatan oleh KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha tsb
berada (Pasal 2 ayat (3) PER-25/PJ/2013)
SK Pemusatan Tempat PPN terutang yg diterbitkan berdasarkan PER-28/PJ/2012, tdk
berlaku bagi WP ini (Pasal 3 PER-25/PJ/2013)

B0231

SURAT KUASA KHUSUS


Dasar Hukum:
Pasal 32 UU KUP
Pasal 49, 50, 51, 52 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
PMK-22/PMK.03/2008 (berlaku sejak 6 Feb 2008) ttg Persyaratan serta Pelaksanaan Hak &
Kewajiban Seorang Kuasa
PMK-111/PMK.03/2014 (berlaku stl 6 bulan terhitung sejak tanggal 9 Juni 2014) ttg Konsultan Pajak
Pd saat berlaku, PMK-111/PMK.03/2014 mencabut KMK-485/KMK.03/2003 jo PMK98/PMK.03/2005 ttg Konsultan Pajak Indonesia
SE terkait:
SE-16/PJ/2008 ttg Penegasan Sehubungan dgn Penunjukan Seorang Kuasa dgn Surat Kuasa
Khusus
Pihak yg menjalankan Hak & Kewajiban Perpajakan (Ketentuan Terkait Pengertian Pengurus)
Dlm menjalankan hak & kewajiban sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan, WP diwakili dlm hal:
1. Badan Pengurus
Termasuk dlm pengertian pengurus adalah orang yg nyata-nyata mempunyai wewenang dlm
menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dlm rangka menjalankan kegiatan
perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dgn pihak ketiga, menandatangani
cek, dan sebagainya walaupun orang tsb tdk tercantum namanya dlm susunan pengurus yg
tertera dlm akte pendirian maupun akte perubahan, termasuk dlm pengertian pengurus.
Ketentuan ini berlaku pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau
pengendali. (Penjelasan Pasal 32 UU KUP)
Tambahan Informasi: (sesuai UU 40 Thn 2007 ttg Perseroan Terbatas/UU PT)
Di dlm UU PT, yg menjalankan pengurusan PT (Pengurus PT) adalah Direksi, Komisaris juga dpt
melakukan tindakan pengurusan PT dlm hal: (Pasal 118 UU PT)
Anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dg Perseroan; (Pasal 99 ayat (2) huruf
b UU PT)
Slr anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan utk sementara. (Pasal 107 huruf c UU
PT)
2. Badan yg dinyatakan pailit Kurator
3. Badan dlm pembubaran Orang atau badan yg ditugasi utk melakukan pemberesan
4. Badan dlm likuidasi Likuidator
5. Suatu warisan yg blm terbagi Salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yg
mengurus harta peninggalannya
6. Anak yg blm dewasa atau orang yg berada dlm pengampuan Wali atau pengampunya
Anak yg blm dewasa: anak yg blm berumur 18 thn & blm pernah menikah (Penjelasan Pasal 8 ayat
(4) UU PPh)
Wanita kawin yg tdk menghendaki utk melaksanakan hak & memenuhi kewajiban perpajakan terpisah
dari suaminya dan anak yg blm dewasa, hrs melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga. (Pasal 2 ayat (5) PER-20/PJ/2013)
Penegasan Terkait Tdk Diperlukannya Surat Kuasa Khusus dlm Bbrp Hal Pelaksanaan Kewajiban
Perpajakan
1. Pengurus, komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali serta karyawan WP yg nyatanyata mempunyai wewenang dlm menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan dlm rangka
menjalankan perusahaan dpt melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakan WP tanpa
memerlukan Surat Kuasa Khusus
2. Dokumen perpajakan seperti SSP, dpt ditandatangani oleh pejabat/karyawan yg ditunjuk oleh
WP tanpa memerlukan Surat Kuasa Khusus. (angka 11 SE-16/PJ/2008)
3. Dokumen perpajakan seperti FP, dpt ditandatangani oleh pejabat/karyawan yg ditunjuk oleh WP tanpa
memerlukan Surat Kuasa Khusus. (angka 11 SE-16/PJ/2008)
Tetapi yg berhak menandatangani adalah pejabat yg namanya tercantum dlm surat pemberitahuan
scr tertulis nama pejabat yg berhak menandatangani FP disertai dgn contoh tandatangannya dan
melampirkan FC kartu identitas pejabat/pegawai penandatanganan FP yg sah yg tlh dilegalisasi
pejabat berwenang, yg tlh disampaikan PKP ke KPP. (Pasal 13 ayat (2) PER-24/PJ/2012)

B031

4.

Penyerahan dokumen yg berdasarkan ketentuan dpt disampaikan melalui TPT, tdk memerlukan Surat
Kuasa Khusus atau Surat Penunjukan. (angka 11 SE-16/PJ/2008)

Ketentuan yg Ada di Pasal 32 ayat (3) UU KUP (Penunjukan Seorang Kuasa)


OP atau badan dpt menunjuk seorang kuasa dgn surat kuasa khusus utk menjalankan hak & memenuhi
kewajiban sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
Isi & Format Surat Kuasa Khusus: (Contoh Form Surat Kuasa Khusus ada di Lamp I PMK22/PMK.03/2008)
Surat Kuasa Khusus paling sedikit hrs memuat: (Pasal 49 ayat (4) PP 74 Thn 2011 & Pasal 5 ayat
(1) PMK-22/PMK.03/2008)
Nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai, serta NPWP dari WP pemberi kuasa;
Nama, alamat, dan tanda tangan, serta NPWP penerima kuasa; dan
Hak dan/ atau kewajiban perpajakan tertentu yg dikuasakan.
Contoh penggunaan surat kuasa khusus ini adalah utk penandatanganan SPT Tahunan PPh OP/
Badan.
Perbedaan antara Seorang Kuasa yg mrp Konsultan Pajak dan Bukan Konsultan Pajak:
Ketentuan
Bukan Konsultan Pajak (Termasuk
Konsultan Pajak
terkait
Karyawan WP)
Persyaratan utk
1.
Menguasai ketentuan perpu di bidang perpajakan
menjadi
Konsultan pajak sbg seorang kuasa
Seorang kuasa yg bukan
seorang Kuasa
dianggap menguasai ketentuan perpu
konsultan pajak dianggap
(kumulatif)
perpajakan apabila dpt menyerahkan
menguasai ketentuan perpu
(Pasal 2 ayat
FC surat izin praktek konsultan pajak
perpajakan apabila dpt
(2) PMKyg diterbitkan oleh Dirjen Pajak a.n.
menyerahkan FC sertifikat
22/PMK.03/2008
Menkeu yg dilengkapi dgn Surat
brevet atau ijazah pendidikan
&
Pernyataan sbg konsultan
formal di bidang perpajakan
Pasal 49 ayat
pajak (sesuai format dlm Lamp
yg diterbitkan oleh perguruan
(3) PP 74 Thn
II PMK-22/PMK.03/2008)
tinggi negeri atau swasta dgn
2011
status terakreditasi A, minimal
tingkat D III.
2.
Memiliki surat kuasa khusus dari WP yg memberi kuasa (sesuai format
dlm Lamp I PMK-22/PMK.03/2008)
3.
Memiliki NPWP
4.
Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak Terakhir
5.
Tdk pernah dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan (Persyaratan ini baru ada stl PP 74 berlaku sejak 1 Jan 2012)
6
Jika yg menjadi kuasa adalah
.
karyawan WP tsb, maka
karyawan yg boleh menerima
kuasa adalah karyawan tetap yg
tlh menerima penghasilan dari
WP pemberi kuasa yg
dibuktikan dgn Surat
Pernyataan bermeterai dari WP
(sesuai format dlm Lamp
III PMK-22/PMK.03/2008)
(Pasal 4 ayat (2) PMK22/PMK.03/2008)
Batasan
Konsultan Pajak dpt menerima kuasa dari
Seseorang yg bukan konsultan pajak
Penerimaan
WP manapun.
termasuk karyawan WP hanya dpt
Kuasa
menerima kuasa dari: (Pasal 4 ayat
WP yg wajib menggunakan Konsultan
Pajak bila menunjuk sbg Kuasanya:
(1) PMK-22/PMK.03/2008)
WP OP yg menjalankan usaha atau
WP OP yg tdk menjalankan usaha
pekerjaan bebas dgn peredaran/
atau pekerjaan bebas;

B032

penerimaan bruto > Rp 1,8 M dlm 1 thn;


atau
WP Badan dgn peredaran bruto > Rp 2,4
M dlm 1 thn.
Pasal 52 PP 74 Thn 2011: menyebutkan
bahwa "Ketentuan lbh lanjut mengenai syarat
serta hak & kewajiban konsultan pajak yg dpt
ditunjuk sbg kuasa diatur dgn Peraturan
Menkeu " (PMK nya masih blm terbit), shg
PMK-22/PMK.03/2008 masih tetap berlaku
sepanjang tdk bertentangan dgn PP 74
(Pasal 65 PP 74 Thn 2011)

WP OP yg menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas dgn
peredaran/penerimaan bruto < Rp
1,8 M dlm 1 tahun; atau
WP Badan dgn peredaran bruto <
Rp 2,4 M dlm 1 tahun.

Ketentuan yg Wajib Dipenuhi oleh Seorang Kuasa:


1. Seorang kuasa tdk dpt melimpahkan kuasa yg diterima dari WP kpd orang lain. (Pasal 50 ayat (1)
PP 74 Thn 2011 & Pasal 7 PMK-22/PMK.03/2008)
2. Dlm melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu yg dikuasakan, dgn surat
penunjukan seorang kuasa hanya dpt meminta orang lain atau karyawannya utk menyampaikan
dan/atau menerima dokumen perpajakan tertentu yg diperlukan kpd dan/atau dari pegawai
DJP. (Pasal 50 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
Orang lain atau karyawan yg ditunjuk oleh seorang kuasa, hrs menyerahkan surat penunjukan
kpd pegawai DJP Pajak pd saat melaksanakan tugasnya. (Pasal 50 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
Seorang kuasa dpt menunjuk orang lain atau karyawannya terbatas utk menyampaikan
dokumen-dokumen dan/atau menerima dokumen-dokumen perpajakan tertentu yg diperlukan
dlm pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yg dikuasakan,
selain penyerahan dokumen yg dpt disampaikan melalui TPT. Orang lain atau karyawan yg
ditunjuk wajib menyerahkan Surat Penunjukan dari kuasa tsb, sesuai dgn Lamp IV PMK22/PMK.03/2008. (Pasal 7 ayat (2) & (3) PMK-22/PMK.03/2008)
3. Seorang kuasa hanya mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yg dikuasakan WP
sesuai dgn surat kuasa khusus. (Pasal 51 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
1 surat kuasa khusus hanya utk 1 pelaksanaan hak dan/atau kewajiban perpajakan
tertentu. (Pasal 5 ayat (2) PMK-22/PMK.03/2008)
Yg dimaksud dgn: "hanya utk 1 pelaksanaan hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu"
adalah hanya utk 1 jenis pajak yg dituliskan dlm surat kuasa khusus, utk masa pajaknya bisa
> 1 masa pajak (tergantung dari isi surat kuasa khusus tsb).
4. Dlm melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu, seorang kuasa
wajib mematuhi ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal 51 ayat (2) PP 74 Thn 2011 & Pasal 10
ayat (1) PMK-22/PMK.03/2008)
5. Seorang kuasa tdk dpt melaksanakan hak dan/atau kewajiban WP yg dikuasakan kepadanya apabila
dlm melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakannya: (Pasal 51 ayat (3) PP 74 Thn
2011 & Pasal 10 ayat (2) PMK-22/PMK.03/2008)
Melanggar ketentuan perpu di bidang perpajakan;
Menghalang-halangi pelaksanaan ketentuan peraturan perpu di bidang perpajakan; atau
Dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya.
6. Seorang kuasa wajib memberi bantuan, penjelasan dan hal-hal lain yg berkaitan dgn pelaksanaan hak
dan/atau kewajiban WP yg memberikan kuasa kpd-nya, sesuai perpu perpajakan. (Pasal 9 ayat
(3) PMK-22/PMK.03/2008)
Form-form yg digunakan berdasar PMK-22/PMK.03/2008:
No.
Nama Form
1.
Surat Kuasa Khusus WP....
2.
Surat Pernyataan sbg Konsultan Pajak
3.
Surat Pernyataan sbg Karyawan Tetap WP
4.
Surat Penunjukan

B033

Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV

Pihak Pembuat
WP Pemberi Kuasa
WP Penerima Kuasa
WP Penerima Kuasa
WP Pemberi Kuasa

KODE KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA (KLU)


Dasar Hukum:
KEP-233/PJ/2012 jo KEP-321/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Klasifikasi Lapangan Usaha
WP mencabut KEP-34/PJ/2003
Kegunaan:
Tata Usaha WP, seperti data Kelompok Kegiatan Ekonomi WP dlm Master File WP, Kelompok
Kegiatan Ekonomi pd SPT PPh
Dasar penyusunan NPPN
Keperluan khusus lainnya
KLU 2012 (sejak 1 Jan 2013)
Kategori
A

B
C
D

F
G

H
I
J
K
L
M
N

KLU 2003

Pertanian, Kehutanan &


Perikanan

01 - 03

Kategori
A

Pertambangan &
Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas,
Uap/Air Panas & Udara
Dingin
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah &
Daur Ulang, Pembuangan
& Pembersihan Limbah &
Sampah
Konstruksi
Perdagangan Besar &
Eceran; Reparasi &
Perawatan Mobil &
Sepeda Motor

05 - 09

B
C

10 - 33
35

D
E

Judul Kategori

Gol. Pokok

Judul Kategori
Pertanian, Perburuan,
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan &
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air

Gol.
Pokok
01, 02
05
10 - 14
15 - 37
40, 41

36-39

41 - 43
45 - 47

F
G

Konstruksi
Perdagangan Besar &
Eceran, Reparasi Mobil,
Sepeda Motor, serta BrgBrg Keperluan Pribadi &
Rumah Tangga
Transportasi, Pergudangan
dan Komunikasi
Penyediaan Akomodasi &
Penyediaan Makan Minum
Transportasi, Pergudangan
dan Komunikasi
Perantara Keuangan

Transportasi &
Pergudangan
Penyediaan Akomodasi &
Penyediaan Makan Minum
Informasi & Komunikasi

49 - 53

55, 56

58 - 63

Jasa Keuangan &


Asuransi
Real Estat
Jasa Profesional, Ilmiah &
Teknis
Jasa Persewaan,
Ketenagakerjaan, Agen
Perjalanan & Penunjang
Usaha Lainnya
Administrasi
Pemerintahan,
Pertahanan & Jaminan
Sosial Wajib

64 - 66

68
69 - 75

Real Estate, Usaha


Persewaan, & Jasa
Perusahaan

Administrasi Pemerintah,
Pertahanan, & Jaminan
Sosial Wajib

45
50 - 54

60 - 64
55
60 - 64
64 - 67
70 - 74

77 - 82

84

B041

75

KLU 2012 (sejak 1 Jan


J 2013)
Kategori
P
Q
R
S
T

KLU 2003

Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan &
Kegiatan Sosial

85
86 - 88

Kategori
M
N

Kebudayaan, Hiburan &


Rekreasi
Kegiatan Jasa Lainnya
a
Jasa Perorangan yg
Melayani Rumah Tang
gga;
Kegiatan yg Menghasillkan
Brg & Jasa Oleh Ruma
ah
Tangga yg Digunakan
Sendiri Utk Memenuhi
Kebutuhan

90 - 93

Jasa Kemasyyarakatan,
Sosial, & Keg
giatan Lainnya

94 - 96
97, 98

Jasa Peroran
ngan

95
5

99

Badan Internasioanal, &


Badan Ekstra
a Internasional
Lainnya

9
99

Kegiatan yg Belum
B
Jelas
Batasannya

00
0

Judul Kategori

Gol. Pokok

Kegiatan Badan
Internasional & Badan
Ekstra Internasional
Lainnya

Struktur Kode
K
KLU:
X
X
X

Kode KLU

Golongan Pokok (2 digit pertama dari kode KLU

B042
2

Judul Kategori
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan, & Kegiatan
Sosial

Go
ol.
Pok
kok
80
0
85
5
90 - 93

BATAS WAKTU PEMBAYARAN & PELAPORAN DAN TERKAIT PELAPORAN SPT


No.

Jenis SPT

1.

PPh Ps. 4 (2) yg dipotong


oleh Pemotong PPh
PPh Ps. 15 yg dipotong oleh
Pemotong PPh
PPh Ps. 21 yg dipotong oleh
Pemotong PPh
PPh Ps. 23 yg dipotong oleh
Pemotong PPh
PPh Ps. 26 yg dipotong oleh
Pemotong PPh
PPh Ps. 22 atas penyerahan
BBM, gas, pelumas kpd
penyalur/agen atau industri yg
dipungut oleh WP Badan yg
bergerak dlm bid. produksi
BBM, gas, dan pelumas
PPh ps. 22 yg
pemungutannya dilakukan
oleh WP badan tertentu sbg
Pemungut Pajak
PPh Ps. 4 (2) yg hrs dibayar
sendiri oleh WP
PPh Ps. 15 yg hrs dibayar
sendiri oleh WP
PPh Ps. 25 (angsuran pajak)
utk WP OP & badan

2.
3.
4.
5.
6.

7.

8.
9.
10.

11.

PPh Ps. 22, PPN atau PPN


dan PPnBM atas impor

12.

PPh Ps. 22, PPN atau PPN


dan PPnBM atas impor yg
dipungut oleh DJBC

13.

PPh Ps. 22 yg dipungut oleh


bendahara

Batas Waktu Pembayaran


Masa
Tgl 10 bulan berikut stl Masa
Pajak berakhir

Tgl 15 bulan berikut stl Masa


Pajak berakhir
(Bila memenuhi kriteria WP
yg Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu, tdk wajib PPh Ps.
25 tetapi wajib PPh Ps. 4
ayat (2) atas penghasilan
dgn peredaran bruto
tertentu, dgn batas waktu
pembayaran adalah tgl 15
bulan berikut stl Masa Pajak
berakhir)
Bersamaan dgn saat
pembayaran Bea Masuk. Dlm
hal Bea Masuk ditunda/
dibebaskan, pajak hrs dilunasi
pd saat penyelesaian
dokumen PIB
1 hari kerja stl dilakukan
pemungutan pajak

Pd hari yg sama dgn


pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang yg dibiayai
dari belanja Negara/Daerah,
dgn menggunakan SSP a.n.
rekanan & ditandatangani oleh
bendahara

B051

Batas Waktu
Pelaporan

20 hari stl Masa Pajak


berakhir
(Bila memenuhi
kriteria WP yg
Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu, tdk
wajib PPh Ps. 25
tetapi wajib PPh Ps. 4
ayat (2) atas
penghasilan dgn
peredaran bruto
tertentu, dgn batas
waktu pelaporan
adalah tgl 15 bulan
berikut stl Masa Pajak
berakhir)

Scr mingguan paling


lama pd hari kerja
terakhir minggu
berikutnya
14 hari
stl Masa Pajak berakhir

No.

Jenis SPT

14.

PPh Ps. 25 (angsuran pajak)


bagi WP kriteria tertentu yg
melaporkan bbrp Masa Pajak
dlm 1 SPT Masa
Pembayaran masa selain
PPh Pasal 25 bagi WP
kriteria tertentu yg
melaporkan bbrp masa pajak
dlm 1 SPT Masa
PPN atau PPN & PPnBM yg
terutang dlm 1 Masa Pajak

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

PPN yg terutang atas keg.


membangun sendiri (hrs
disetor oleh pihak yg
melakukan)
PPN atau PPN & PPnBM yg
pemungutannya dilakukan
oleh Pemungut PPN selain
Bendahara Pemerintah/
Instansi Pemerintah yg
ditunjuk
PPN atau PPN & PPnBM yg
pemungutannya dilakukan
oleh Bendahara Pengeluaran
sbg Pemungut PPN
PPN yg terutang atas
pemanfaatan BKP tdk
berwujud dan/atau JKP dari
luar Daerah Pabean (hrs
disetor oleh pihak yg
memanfaatkan)
PPN atau PPN & PPnBM yg
pemungutannya dilakukan
oleh Pejabat Penandatangan
SPM sbg Pemungut PPN

1.

PPh - OP

2.

PPh - Badan

3.

PBB Perkebunan,
Perhutanan, Pertambangan

Batas Waktu Pembayaran


Masa
Pd akhir masa pajak terakhir

Batas Waktu
Pelaporan

20 hari
stl berakhirnya Masa
Pajak terakhir

Sesuai dgn batas waktu utk


masing-masing jenis pajak

Akhir bulan berikutnya stl Masa


Pajak berakhir & sbl SPT Masa
PPN disampaikan (mulai Masa
Pajak Apr 2010)
Tgl 15 bulan berikutnya stl
Masa Pajak berakhir

Akhir bulan berikutnya


stl Masa Pajak berakhir
(mulai Masa Pajak Apr
2010)

Tgl 7 bulan berikutnya stl Masa


Pajak berakhir

Tgl 15 bulan berikutnya stl saat


terutangnya pajak

Pd hari yg sama dgn


pelaksanaan pembayaran kpd
PKP Rekanan Pemerintah
melalui KPPN
Tahunan
Sbl SPT Tahunan PPh
disampaikan

6 bulan sejak tanggal


diterimanya SPPT

B052

Akhir bulan ke-3 stl


berakhirnya thn atau
bagian thn pajak
Akhir bulan ke-4 stl
berakhirnya thn atau
bagian thn pajak
-

Ket:
Dlm hal tgl jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak atau batas akhir pelaporan bertepatan dgn hari
libur termasuk hari Sabtu/hari libur nasional, pembayaran/penyetoran pajak atau pelaporan dpt
dilakukan pd hari kerja berikutnya (berlaku mulai tgl 1 Jan 2008).
Hari libur nasional termasuk hari yg diliburkan utk penyelenggaraan Pemilihan Umum yg ditetapkan
oleh Pemerintah & cuti bersama scr nasional yg ditetapkan oleh Pemerintah
Ketentuan utk PPN atau PPN & PPnBM yg terutang dlm 1 Masa Pajak sbl Masa Pajak Apr 2010:
batas waktu utk pembayaran tgl 15 bulan berikut stl Masa Pajak berakhir & utk pelaporan tgl 20 bulan
berikut stl Masa Pajak berakhir.
Sumber:
UU KUP, PMK-184/PMK.03/2007 jo. PMK-80/PMK.03/2010, Lamp II Huruf D.3.a & 3.b PER-11/PJ/2013
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25 / PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dgn Peredaran Bruto
Tertentu:
PPh Pasal 25
Apabila SSP nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka SPT Masa PPh Pasal 25 dianggap tlh
disampaikan ke KPP sesuai dgn tgl validasi yg tercantum pd SSP. PPh Pasal 25 NIHIL, tetap hrs
melaporkan SPT PPh Masa menggunakan SSP lembar ke-3 NIHIL.
Pembayaran stl tgl 15:
Apabila pembayaran dilakukan antara tgl 16 - 20 maka dikenakan sanksi administrasi terlambat bayar
(2% perbulan). Apabila pembayaran dilakukan stl tgl 20, dikenakan sanksi administrasi terlambat
bayar & denda terlambat lapor.
Sumber:
PER-22/PJ./2008 (berlaku sejak 21 Mei 2008)
PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dgn Peredaran Bruto Tertentu:
WP yg tlh melakukan penyetoran PPh final ini:
Mendapat validasi dgn NTPN dianggap tlh menyampaikan SPT Masa PPh, sesuai dgn tanggal
validasi NTPN yg tercantum pd SSP
Tdk mendapat validasi NTPN wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasa 4 ayat (2) ke KPP
sesuai tempat kegiatan usaha WP terdaftar dgn mengisi baris pd angka 11 form SPT:
Kolom Uraian ditulis dgn Penghasilan Usaha WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Kolom KAP/KJS diisi dgn 411128/420
WP dgn jml PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tdk wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal ayat (2)
Sumber:
PMK-107/PMK.011/2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013), SE-42/PJ/2013
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26
Ketentuan mengenai kewajiban utk melaporkan pemotongan PPh pasal 21/26 utk setiap bulan tetap
berlaku, dlm hal jml pajak yg dipotong pd bulan yg bersangkutan nihil.
Sumber:
Pasal 22 ayat (6) PER-31/PJ./2012
Penandatanganan SPT
SPT yg disampaikan wajib ditanda tangani oleh WP atau Kuasa WP
Penandatanganan SPT dilakukan dgn cara :
Tanda tangan biasa;
Tanda tangan stempel; atau
Tanda tangan elektronik atau digital.
Tanda tangan stempel dan tanda tangan elektronik atau digital mempunyai kekuatan hukum yg sama
dgn tanda tangan biasa.
Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik yg dilekatkan, memiliki
hubungan lsg atau terasosiasi pd suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi
perpajakan yg ditujukan oleh WP atau kuasanya utk menunjukan identitas dan status yg
bersangkutan.
Sumber:
Pasal 6 dan Pasal 7 PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009

B053

Perpanjangan SPT Tahunan PPh


WP dpt memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan utk paling lama 2 bulan sejak
batas waktu penyampaian SPT Tahunan dgn cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan
SPT Tahunan sbb:
Membuat Pemberitahuan Perpanjangan scr tertulis (disampaikan dlm bentuk formulir kertas
(hardcopy) 1770-Y/1771-Y/1771-$Y, atau dlm bentuk data elektronik (e-SPTy) dan disampaikan
ke KPP terdaftar sbl batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir.
Wajib menyebutkan alasan perpanjangan dan melakukan penghitungan sementara pajak terutang
dlm 1 Thn Pajak yg batas waktu penyampaiannya diperpanjang (alasan ini dpt dimasukkan ke
kolom yg tersedia pd 1770-Y/1771-Y)
Wajib melampirkan:
9 LK Sementara utk Thn Pajak yg bersangkutan dari WP itu sendiri (bukan LK Sementara dari
konsolidasi grup);
9 SSP PPh Pasal 29 sbg bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yg terutang kecuali
ada ijin utk mengangsur/menunda pembayaran PPh Pasal 29; dan
9 Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yg menyatakan audit LK blm selesai dlm hal LK diaudit
oleh Akuntan Publik.
Hrs ditandatangani oleh WP/kuasa WP. Dlm hal Pemberitahuan Perpanjangan ditandatangani
oleh Kuasa WP, Pemberitahuan Perpanjangan wajib dilampiri dgn Surat Kuasa Khusus.
Dlm hal WP blm siap utk menyampaikan SPT Tahunan dlm jangka waktu sebagaimana dimaksud pd
Pemberitahuan Perpanjangan yg diajukan sebelumnya, maka WP masih dpt menyampaikan
Pemberitahuan Perpanjangan lagi sepanjang tdk melampaui batas waktu 2 bulan sejak batas
waktu penyampaian SPT Tahunan pasal 3 UU KUP.
Penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan:
Tanda BPS Pemberitahuan
No.
Cara Penyampaian
Perpanjangan SPT Tahunan
a.
Scr lsg pd KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat
BPS
PKP dikukuhkan
b.
Melalui pos dgn bukti pengiriman surat
Bukti Pengiriman Surat
c.
Dgn cara
1) Melalui perusahaan jasa ekspedisi/jasa
Bukti Pengiriman Surat
lain
kurir dgn bukti pengiriman surat
2) e-Filing melalui ASP sesuai dgn
BPE
ketentuan yg berlaku
Kepala KPP wajib memberitahukan kpd WP paling lama 7 hari kerja sejak Pemberitahuan
Perpanjangan diterima lengkap di KPP. Apabila Kepala KPP tdk memberikan pemberitahuan kpd
WP dlm jangka waktu tsb, maka Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dianggap diterima:
Sesuai dgn pemberitahuan WP dlm hal Pemberitahuan Perpanjangan tdk melebihi batas waktu;
atau
Utk jangka waktu paling lama 2 bulan dlm hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan
melebihi batas waktu
Dlm hal WP melakukan Pemberitahuan dgn Tdk Sesuai Ketentuan, maka pemberitahuan tsb akan
dianggap bukan mrp Pemberitahuan Perpanjangan, tetapi WP masih dpt menyampaikan kembali
Pemberitahuan Perpanjangan sepanjang tdk melampaui batas waktu penyampaian SPT Tahunan
sesuai Pasal 3 UU KUP.
Sumber:
Pasal 3 ayat (4) UU KUP, PER-21/PJ./2009 (berlaku sejak 02 Maret 2009)

B054

Pembetulan SPT
Sejak tanggal 1Jan 2012:
1. WP dgn kemauan sendiri dpt membetulkan SPT yg tlh disampaikan dgn menyampaikan
pernyataan tertulis, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan;
a.
Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp;
Sbl Dirjen Pajak menyampaikan SPHV
b.
Pemeriksaan; atau
Sbl saat surat pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai,
atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
c.
Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Sbl saat surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kpd WP, wakil,
kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
2. Pernyataan tertulis dlm pembetulan SPT pd angka 1 dilakukan dgn cara memberi tanda pd tempat
yg tlh disediakan dlm SPT yg menyatakan bahwa WP yg bersangkutan membetulkan SPT.
3. Dlm hal Pembetulan SPT pd angka 1 menyatakan rugi atau LB, pembetulan SPT hrs disampaikan
paling lama 2 thn sbl daluwarsa penetapan.
(Pasal 5 ayat (1) dan penjelasan, ayat (2), dan ayat (3) PP 74 Thn 2011)
a.

b.

utk Thn Pajak 2008 ke atas: (Pasal 8 ayat (1), (1a), (3), (4), (6) UU No. 28 Thn 2007)
Dlm hal pembetulan SPT menyatakan Rugi atau LB, disampaikan paling lama 2 thn sbl
daluwarsa penetapan (5 thn stl saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Thn Pajak, atau Thn Pajak sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP), dgn syarat Dirjen Pajak blm
melakukan tindakan pemeriksaan.
Walaupun tlh dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi blm dilakukan tindakan penyidikan
mengenai adanya ketidakbenaran yg dilakukan WP sesuai Pasal 38, thd ketidakbenaran
perbuatan WP tsb tdk akan dilakukan penyidikan, apabila WP dgn kemauan sendiri
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tsb dgn disertai pelunasan kekurangan
pembayaran jml pajak yg sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda seb
150% dari jml pajak yg kurang dibayar.
Walaupun Dirjen Pajak tlh melakukan pemeriksaan, dgn syarat Dirjen Pajak blm menerbitkan
skp, WP dgn kesadaran sendiri dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri ttg ketidakbenaran
pengisian SPT yg tlh disampaikan sesuai keadaan yg sebenarnya, yg dpt mengakibatkan:
Pajak-pajak yg masin hrs dibayar menjadi lbh besar atau lbh kecil;
Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lbh kecil atau lbh besar;
Jml harta menjadi lbh besar atau lbh kecil; atau
Jml modal menjadi lbh besar atau lbh kecil,
dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari
pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tsb beserta sanksi administrasi berupa kenaikan
seb 50% dari pajak yg kurang dibayar, hrs dilunasi oleh WP sbl laporan tersendiri dimaksud
disampaikan.
WP dpt membetulkan SPT Tahunan yg tlh disampaikan, dlm hal WP menerima skp, SK
Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan PK Thn Pajak sebelumnya atau bbrp
Thn Pajak sebelumnya, yg menyatakan rugi fiskal yg berbeda dgn rugi fiskal yg tlh
dikompensasikan dlm SPT Tahunan yg akan dibetulkan tsb, dlm jangka waktu 3 bulan stl
menerima surat/putusan tsb, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan.
utk Thn Pajak 2001-2007: (Pasal 8 ayat (1), (3), (4), (5) (6) UU 16 Thn 2000)
WP dgn kemauan sendiri dpt membetulkan SPT yg telah disampaikan dgn menyampaikan
pernyataan tertulis dlm jangka waktu 2 thn sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak atau Thn Pajak, dgn syarat Dirjen blm melakukan tindakan pemeriksaan.
Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT di atas tlh berakhir, dgn syarat Dirjen Pajak blm
menerbitkan skp, WP dgn kesadaran sendiri dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri ttg
ketidakbenaran pengisian SPT yg tlh disampaikan, yg mengakibatkan :
Pajak-pajak yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar; atau
Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lbh kecil; atau
Jml harta menjadi lbh besar; atau
Jml modal menjadi lbh besar.

B055

Pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
tsb beserta sanksi administrasi berupa kenaikan seb 50% dari pajak yg kurang dibayar, hrs
dilunasi oleh WP sbl laporan tersendiri dimaksud disampaikan
Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT tsb tlh berakhir, dgn syarat Dirjen Pajak blm
melakukan tindakan pemeriksaan, WP dpt membetulkan SPT yg tlh disampaikan, dlm hal WP
menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding mengenai skp thn pajak sebelumnya, yg
menyatakan rugi fiskal yg berbeda dari ketetapan pajak yg diajukan keberatan atau Keputusan
Keberatan yg diajukan banding, dlm jangka waktu 3 bulan stl menerima putusan tsb.
Pasal II angka 2 UU No. 28 Thn 2007
Daluwarsa penetapan utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya,
selain penetapan sesuai Pasal 13 ayat (5) / Pasal 15 ayat (4), berakhir paling lama pd akhir Thn
Pajak 2013.

B056

SANKSI
A.
No.

SANKSI ADMINISTRASI
Pasal

Masalah

Sanksi

Ket.

Denda
1.

7 (1)
UU
KUP

SPT Terlambat disampaikan:


Masa

Tahunan 1, 2

2.

8 (3)
UU
KUP

Pengungkapan sendiri
ketidakbenaran mnr Ps. 38
walau sedang diperiksa
namun blm penyidikan disertai
pelunasan kekurangan
pembayaran jml pajak yg
sebenarnya terutang

3.

14 (4)
UU
KUP

4.

25 (8)
UU
KUP

Pengusaha tlh dikukuhkan


sbg PKP, tetapi tdk
membuat FP atau
membuat FP tetapi tdk
tepat waktu huruf d
Pengusaha tlh dikukuhkan
sbg PKP yg tdk mengisi FP
scr lengkap huruf e
PKP melaporkan FP tdk
sesuai dgn masa
penerbitan FP huruf f
Keberatan WP ditolak atau
dikabulkan sebagian

5.

27 (5d)
UU
KUP

Permohonan banding ditolak


atau dikabulkan sebagian

Rp 100 ribu
(selain
PPN) & Rp
500 ribu
(PPN)
Rp 100 ribu
(OP) & Rp
1 juta
(Badan)
150%

Per SPT

Dari jml pajak yg kurang dibayar


(Pengungkapan ketidakbenaran
perbuatan)

2%

Dari DPP

50%

Dari jml pajak berdasarkan


keputusan keberatan dikurangi
dgn pajak yg tlh dibayar sbl
mengajukan keberatan
Dlm hal WP mengajukan
permohonan banding, sanksi
administrasi tsb tdk dikenakan
Dari jml pajak berdasarkan
Putusan Banding dikurangi dgn
pembayaran pajak yg tlh dibayar
sbl mengajukan keberatan

100%

B061

No.

Pasal

Masalah

1.

8 (2)
UU
KUP

Pembetulan SPT Tahunan

8 (2a)
UU
KUP

Pembetulan SPT Masa

9 (2a)
UU
KUP

Keterlambatan pembayaran
pajak masa

9 (2b)
UU
KUP

Keterlambatan pembayaran
pajak tahunan

13 (2)
UU
KUP

Kekurangan pembayaran
pajak dlm SKPKB dlm hal:

Sanksi

Ket.

Bunga

2.

3.

4.

13 (5)
UU
KUP

2%

2%

2%

apabila berdasarkan hasil


pemeriksaan/keterangan
lain pajak yg terutang tdk
atau kurang dibayar 13
(1) huruf a

apabila kpd WP
diterbitkan NPWP
dan/atau dikukuhkan sbg
PKP scr jabatan mnr
Pasal 2 (4a) 13 (1)
huruf e
SKPKB dpt diterbitkan stl
lewat waktu 5 tahun krn
adanya tindak pidana
perpajakan maupun tindak
pidana lainnya yg dpt
menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara
berdasarkan put. pengadilan
yg tlh mempunyai kekuatan
hukum tetap

48%

B062

Per bulan, dari jml pajak yg kurang


dibayar, dihitung sejak saat
penyampaian SPT berakhir s.d. tgl
pembayaran, bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan
Per bulan, dari jml pajak yg kurang
dibayar, dihitung sejak jatuh tempo
pembayaran s.d. tgl pembayaran,
bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan
Per bulan, dari jml pajak terutang,
dihitung dari tgl jatuh tempo
pembayaran s.d. tgl pembayaran,
bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan
Per bulan, dari jml pajak terutang,
dihitung mulai dari berakhirnya
batas waktu penyampaian SPT
Tahunan s.d. tgl pembayaran,
bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan
Per bulan, dari jml kurang dibayar,
dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Thn Pajak, atau Thn
Pajak s.d. diterbitkannya SKPKB,
max 24 bulan, diterbitkan dlm
jangka waktu 5 thn stl saat
terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak/bagian
Thn Pajak/Thn Pajak

Dari jml pajak yg tdk atau kurang


dibayar

No.

Pasal

5.

14 (3)
UU
KUP

6.

14 (5)
UU
KUP

7.

15 (4)
UU
KUP

8.

19 (1)
UU
KUP

9.

19 (2)
UU
KUP
19 (3)
UU
KUP

10.

Masalah

Sanksi

Bunga
Penerbitan STP dlm hal:

PPh thn berjalan


2%
tdk/kurang bayar 14 (1)
huruf a

Dari hasil penelitian


terdapat kekurangan
pembayaran pajak sbg
akibat salah tulis
dan/atau salah hitung
14 (1) huruf b
WP dikenai sanksi

administrasi berupa
denda dan/atau bunga
14 (1) huruf c
PKP yg gagal berproduksi dan
2%
tlh diberikan pengembalian
Pajak Masukan 14 (1) huruf
g
SKPKBT yg diterbitkan stl
lewat waktu 5 thn krn adanya
tindak pidana perpajakan
maupun tindak pidana lainnya
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK
Keberatan, Putusan Banding
atau Putusan PK yg
menyebabkan kurang bayar,
pd saat jatuh tempo pelunasan
tdk atau kurang dibayar
Diperbolehkan mengangsur
atau menunda pembayaran
Kekurangan pajak akibat
penundaan SPT Tahunan

48%

2%

2%

2%

B063

Ket.

Per bulan, dari jml pajak


tdk/kurang dibayar, dihitung sejak
saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak/bagian
Thn Pajak/Thn Pajak s.d.
diterbitkannya STP, max 24 bulan

Dari jml pajak yg ditagih kembali,


dihitung dari tanggal penerbitan
SKPKPP s.d. tanggal penerbitan
STP, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan
Dari jml pajak yg tdk atau kurang
dibayar

Per bulan, atas jml pajak yg tdk


atau kurang dibayar, utk seluruh
masa, yg dihitung dari tgl jatuh
tempo s.d. tgl pelunasan atau tgl
diterbitkannya STP, bagian dari
bulan dihitung penuh 1 bulan
Per bulan, dari jml pajak yg masih
hrs dibayar, bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan
Per bulan, atas kekurangan
pembayaran pajak, dihitung dari
saat berakhirnya batas waktu
penyampaian SPT Tahunan s.d.
tgl dibayarnya kekurangan
pembayaran tsb, bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan

No.

Pasal

1.

8 (5)
UU
KUP

Masalah

Sanksi

Kenaikan
Pengungkapan ketidakbenaran
50%
pengisian SPT walau sedang
diperiksa namun sbl terbit SKP

Ket.
Dari pajak yg kurang dibayar, hrs
dilunasi sbl laporan tsb disampaikan
(Pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT)

2.

13 (3)
UU
KUP

3.

13A
UU
KUP

4.

15 (2)
UU
KUP

Kekurangan pembayaran pajak


dlm SKPKB dlm hal apabila:
SPT tdk disampaikan dlm
jangka waktu mnr Pasal 3
(3) & stl ditegur scr tertulis
tdk disampaikan pd
waktunya sebagaimana
ditentukan dlm Surat
Teguran
Berdasarkan hasil
pemeriksaan atau
keterangan lain mengenai
PPN & PPnBM ternyata tdk
seharusnya dikompensasikan selisih lbh pajak
atau tdk seharusnya dikenai
tarif 0%
Kewajiban mnr Ps. 28 atau
29 tdk dipenuhi shg tdk dpt
diketahui besarnya pajak
terutang
- PPh yg tdk atau kurang
dibayar
- tdk atau kurang
dipotong, tdk atau
kurang dipungut, tdk
atau kurang disetor, dan
dipotong/dipungut tetapi
tdk atau kurang disetor
- PPN & PPnBM tdk atau
kurang dibayar
WP yg krn kealpaannya (pertama
kali dilakukan) tdk
menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT, tetapi isinya
tdk benar atau tdk lengkap, atau
melampirkan keterangan yg
isinya tdk benar shg dpt
menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara 3
Kekurangan pajak pd SKPKBT

50%
100%

100%

Dari PPh yg tdk atau kurang dibayar


dlm 1 Thn Pajak
Dari PPh yg tdk atau kurang
dipotong/dipungut

200%

Dari PPN/PPnBM yg tdk atau


kurang dibayar
Dari jml pajak yg kurang dibayar yg
ditetapkan melalui penerbitan
SKPKB

100%

Dari jml kekurangan pajak tsb

B064

B.
No.
1.

SANKSI PIDANA
Pasal
39 (1)
UU
KUP4

2.

39 (2)
UU
KUP4

3.

39 (3)
UU
KUP4

Perbuatan Pidana
Pidana Penjara
Setiap orang yg dgn sengaja:
a.

Tdk mendaftarkan diri utk diberikan NPWP


atau tdk melaporkan usahanya utk
dikukuhkan sbg PKP
b.
Menyalahgunakan atau menggunakan
tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP
c.
Tdk menyampaikan SPT
d.
Menyampaikan SPT dan/atau keterangan
yg isinya tdk benar atau tdk lengkap
e.
Menolak utk dilakukan pemeriksaan sesuai
Pasal 29
f.
Memperlihatkan pembukuan, pencatatan,
atau dokumen lain yg palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tdk
menggambarkan keadaan yg sebenarnya
g.
Tdk menyelenggarakan pembukuan atau
pencatatan di Indonesia, tdk
memperlihatkan atau tdk meminjamkan
buku, catatan, atau dokumen lain
h.
Tdk menyimpan buku, catatan, atau
dokumen yg menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yg dikelola scr elektronik atau
diselenggarakan scr program aplikasi online di Indonesia sesuai Pasal 28 ayat (11)
UU KUP
i.
Tdk menyetorkan pajak yg tlh dipotong
atau dipungut
shg dpt menimbulkan kerugian pd pendapatan
negara
Seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sbl lewat 1 thn, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yg
dijatuhkan
Setiap orang yg melakukan percobaan utk
melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP atau
Pengukuhan PKP, atau menyampaikan SPT
dan/atau keterangan yg isinya tdk benar atau tdk
lengkap, dlm rangka mengajukan permohonan
restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau
pengkreditan pajak

B065

Sanksi
Pidana penjara paling singkat
6 bulan & paling lama 6 thn
dan denda paling sedikit 2 x &
paling banyak 4 x jml pajak
terutang yg tdk atau kurang
dibayar

Pidana sebagaimana
dimaksud pd ayat (1)
ditambahkan 1 x menjadi 2 x
sanksi pidana
Pidana penjara paling singkat
6 bulan & paling lama 2 thn
dan denda paling sedikit 2 x
jml & paling banyak 4 x jml
restitusi yg dimohonkan
dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yg dilakukan

No.

Pasal

4.

39A
UU
KUP4

5.

41 (2)
UU
KUP

6.

41B
UU
KUP5

Perbuatan Pidana
Pidana Penjara
Setiap orang yg dgn sengaja:
a. Menerbitkan dan/atau menggunakan FP,
bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak yg tdk
berdasarkan transaksi yg sebenarnya
b. Menerbitkan FP tetapi blm dikukuhkan sbg
PKP
Pejabat yg dgn sengaja tdk memenuhi
kewajibannya atau seseorang yg menyebabkan
tdk dipenuhinya kewajiban pejabat sesuai Pasal
34
Setiap orang yg dgn sengaja menghalangi atau
mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan

B066

Sanksi
Pidana penjara paling singkat
2 thn & paling lama 6 thn
serta denda paling sedikit 2 x
& paling banyak 6 kali jml
pajak dlm FP, bukti
pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau
bukti setoran pajak
Pidana penjara paling lama 2
thn dan denda paling banyak
Rp 50 juta
Pidana penjara paling lama 3
thn dan denda paling banyak
Rp 75 juta

No.

Pasal

1.

38
UU
KUP

2.

41 (1)
UU
KUP
41A
UU
KUP5

3.

4.

5.

6.

7.

41C (1)
UU
KUP
41C (2)
UU
KUP
41C (3)
UU
KUP
41C (4)
UU
KUP

Perbuatan Pidana
Pidana Kurungan
Setiap orang yg krn kealpaannya:
a.
Tdk menyampaikan SPT
b.
Menyampaikan SPT, tetapi isinya tdk benar
/ tdk lengkap, atau melampirkan
keterangan yg isinya tdk benar
shg dpt menimbulkan kerugian pd pendapatan
negara & perbuatan tsb mrp perbuatan stl yg
pertama kali sesuai Pasal 13A
Pejabat yg krn kealpaanya tdk memenuhi
kewajiban merahasiakan hal sesuai Pasal 34
Setiap org yg wajib memberikan keterangan atau
bukti yg diminta sesuai Pasal 35 tetapi dgn
sengaja tdk memberi keterangan atau bukti, atau
memberi keterangan atau bukti yg tdk benar
Setiap orang yg dgn sengaja tdk memenuhi
kewajiban sesuai Pasal 35A ayat (1)
Setiap org yg dgn sengaja menyebabkan tdk
terpenuhinya kewajiban pejabat & pihak lain
sesuai Pasal 35A ayat (1)
Setiap org yg dgn sengaja tdk memberikan data
dan informasi yg diminta oleh Dirjen Pajak Sesuai
Pasal 35A ayat (2)
Setiap org yg dgn sengaja menyalahgunakan
data dan informasi perpajakan shg menimbulkan
kerugian kpd negara

Sanksi
Denda paling sedikit 1 x &
paling banyak 2 x jml pajak
terutang yg tdk atau kurang
dibayar, atau dipidana
kurungan paling singkat 3
bulan atau paling lama 1 thn

Pidana kurungan paling lama


1 thn dan denda paling
banyak Rp 25 juta
Pidana kurungan paling lama
1 thn dan denda paling
banyak Rp 25 juta
Pidana kurungan paling lama
1 thn atau denda paling
banyak Rp 1 M
Pidana kurungan paling lama
10 bulan atau denda paling
banyak Rp 800 juta
Pidana kurungan paling lama
10 bulan atau denda paling
banyak Rp 800 juta
Pidana kurungan paling lama
1 thn atau denda paling
banyak Rp 500 juta

Ket:
1
Thd WP OP baru yg terlambat menyampaikan SPT yaitu menyampaikan SPT Tahunan PPh OP Thn
Pajak 2008 dlm jangka waktu tanggal 1 Apr - 31 Des 2009, berdasarkan kuasa Pasal 36 ayat (1) huruf
a UU KUP, sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 UU KUP dpt
dipertimbangkan utk dihapuskan scr jabatan. (S-128/PJ/2009)
2
Thd WP OP yg menyampaikan SPT Tahunan utk Thn Pajak 2013 scr e-Filing melalui website DJP
stl batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WP OP namun tdk melewati tanggal 30 Apr 2014
dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian
SPT. (KEP-62/PJ/2014)
3
WP yg krn kealpaannya tdk menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tdk benar atau
tdk lengkap, atau melampirkan keterangan yg isinya tdk benar shg dpt menimbulkan kerugian pd
pendapatan negara, tdk dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tsb pertama kali dilakukan oleh WP.
(Pasal 43 UU KUP)
4
Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 39 & 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari
WP, atau pihak lain yg menyuruh melakukan, yg turut serta melakukan, yg menganjurkan, atau yg
membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 UU KUP)
5
Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41A & 41B berlaku juga bagi yg menyuruh melakukan, yg
menganjurkan, atau yg membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 UU KUP)
1 bulan: Jml hari dlm bulan kalender yg bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 Juni s.d. 21 Juli.
Bagian dari bulan: Jml hari yg tdk mencapai 1 bulan penuh, misalnya 22 Juni s.d. 5 Juli.
(Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU KUP)

B067

C.

CONTOH PENGHITUNGAN SANKSI


Contoh Pasal 9 ayat (2a) UU KUP
Angsuran masa PPh Pasal 25 PT A thn 2008 sejumlah Rp 10 juta per bulan. Angsuran masa
Mei thn 2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Apabila pd
tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan STP, sanksi bunga dlm STP dihitung 1 bulan sbg berikut:
1 x 2% x Rp10 juta = Rp 200 ribu.
Contoh Pasal 13 ayat (2) UU KUP
WP PT A mempunyai PKP selama Thn Pajak 2006 seb Rp 100 juta dan menyampaikan SPT
tepat waktu.
Pd bulan Apr 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB maka sanksi bunga
dihitung sbg berikut:
1.
PKP Rp 100 juta
2.
Pajak yg terutang (30% x Rp 100 juta)
Rp 30 juta
3.
Kredit pajak
Rp 10 juta (-)
4.
Pajak yg kurang dibayar
Rp 20 juta
5.
Bunga 24 bulan (24 x 2% x Rp 20 juta)
Rp 9,6 juta (+)
6.
Jml pajak yg masih hrs dibayar
Rp 29,6 juta
Dlm hal pengusaha tdk melaporkan kegiatan usahanya utk dikukuhkan sbg PKP, selain hrs
menyetor pajak yg terutang, pengusaha tsb juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga seb
2% per bulan dari pajak yg kurang dibayar yg dihitung sejak berakhirnya Masa Pajak utk paling
lama 24 bulan.
Contoh Pasal 14 ayat (3) UU KUP
1. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar.
PPh Pasal 25 thn 2008 setiap bulan seb Rp 100 juta jatuh tempo misalnya tiap tanggal
15. PPh Pasal 25 bulan Juni 2008 dibayar tepat waktu seb Rp 40 juta.
Atas kekurangan PPh Pasal 25 tsb diterbitkan STP pd tanggal 18 Sept 2008 dgn
penghitungan:
- Kekurangan bayar PPh Pasal 25 bulan Juni 2008
(Rp 100 juta Rp 40 juta)
- Bunga = 3 x 2% x Rp 60 juta
- Jml yg hrs dibayar
2. Hasil penelitian SPT
SPT Tahunan PPh WP OP thn 2008 yg disampaikan pd tanggal 31 Maret 2009 stl
dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yg menyebabkan PPh KB seb Rp
1 juta. Atas kekurangan PPh tsb diterbitkan STP pd tanggal 12 Juni 2009 dgn
penghitungan:
- Kekurangan bayar PPh
= Rp 1 juta
- Bunga = 3 x 2%x Rp 1 juta
= Rp 60 ribu(+)
- Jml yg hrs dibayar
= Rp 1,06 juta
Contoh Pasal 17C ayat (5) UU KUP
1) PPh
- WP tlh memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak seb Rp 80 juta.
- Dari pemeriksaan diperoleh hasil:
a.
PPh yg terutang seb
Rp 100 juta
b.
Kredit pajak:
- PPh Pasal 22
Rp 20 juta
- PPh Pasal 23
Rp 40 juta
- PPh Pasal 25
Rp 90 juta
Berdasarkan hasil pemeriksaan tsb diterbitkan SKPKB dgn penghitungan:
- PPh yg terutang seb
- Kredit Pajak:
- PPh Pasal 22
Rp 20 juta
- PPh Pasal 23
Rp 40 juta
- PPh Pasal 25
Rp 90 juta (+)

B068

Rp 150 juta
Jml Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak
Rp 80 juta (-)
- Jml pajak yg dpt dikreditkan
Rp 70 juta (-)
Pajak yg tdk/kurang dibayar
Rp 30 juta
Sanksi administrasi berupa kenaikan seb 100%
Rp 30 juta (+)
Jml yg masih hrs dibayar
Rp 60 juta
PPN
- PKP tlh memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak seb Rp 60juta
- Dari pemeriksaan diperoleh hasil:
a.
PK
Rp 100 juta
b.
Kredit pajak, yaitu PM
Rp 150 juta
Berdasarkan hasil pemeriksaan tsb diterbitkan SKPKB dgn penghitungan:
- PK
Rp 100 juta
- Kredit Pajak:
- PM
Rp 150 juta
- Jml Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak
Rp 60 juta (-)
- Jml pajak yg dpt dikreditkan
Rp 90 juta (-)
Pajak yg kurang dibayar
Rp 10 juta
Sanksi administrasi kenaikan 100%
Rp 10 juta (+)
Jml yg masih hrs dibayar
Rp 20 juta
-

2)

Contoh Pasal 19 ayat (1) UU KUP


a. Jml pajak yg masih hrs dibayar berdasarkan SKPKB seb Rp 10 juta yg diterbitkan
tanggal 7 Okt 2008, dgn batas akhir pelunasan tanggal 6 Nov 2008. Jml pembayaran
s.d. tanggal 6 Nov 2008 Rp 6 juta. Pd tanggal 1 Des 2008 diterbitkan STP dgn
perhitungan:
Pajak yg masih hrs dibayar
= Rp 10 juta
Dibayar s.d. jatuh tempo pelunasan
= Rp 6 juta (-)
Kurang dibayar
= Rp 4 juta
Bunga 1 bulan
(1 x 2% x Rp 4 juta)
= Rp 80 ribu
b. Dlm hal thd SKPKB pd huruf a, WP membayar Rp 10 juta pd tanggal 3 Des 2008 dan
pd tanggal 5 Des 2008 diterbitkan STP, sanksi administrasi berupa bunga dihitung sbg
berikut:
Pajak yg masih hrs dibayar
= Rp 10 juta
Dibayar stl jatuh tempo pelunasan
= Rp 10juta
Kurang dibayar
= Rp
0
Bunga 1 bulan
= Rp 200 ribu
(1 x 2% x Rp 10 juta)
Contoh Pasal 19 ayat (2) UU KUP
a. WP menerima SKPKB seb Rp 1.120.000 yg diterbitkan pd tanggal 2 Jan 2009 dgn
batas akhir pelunasan tanggal 1 Feb 2009. WP tsb diperbolehkan utk mengangsur
pembayaran pajak dlm jangka waktu 5 bulan dgn jml yg tetap seb Rp 224.000. Sanksi
administrasi berupa bunga utk setiap angsuran dihitung sbg berikut:
angsuran ke-1
: 2% x Rp 1.120.000
= Rp 22.400
angsuran ke-2
: 2% x Rp 896.000
= Rp 17.920
angsuran ke-3
: 2% x Rp 672.000
= Rp 13.440
angsuran ke-4
: 2% x Rp 448.000
= Rp 8.960
angsuran ke-5
: 2% x Rp 224.000
= Rp 4.480
b. WP dlm huruf a diperbolehkan utk menunda pembayaran pajak s.d. tanggal 30 Juni
2009.
Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran SKPKB tsb seb 5 x
2% x Rp 1.120.000 = Rp 112.000.

B069

Contoh Pasal 25 ayat (9) UU KUP


Utk thn pajak 2008, SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1M diterbitkan thd PT A.
Dlm PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh melunasi
sebagian SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi
lainnya. Dirjen Pajak mengabulkan sebagian keberatan WP dgn jml pajak yg masih hrs dibayar
menjadi seb Rp 750 juta. Dlm hal ini, WP tdk dikenai sanksi administrasi dlm Pasal 19 UU KUP,
tetapi dikenai sanksi sesuai dgn Pasal 25 ayat (9) UU KUP, yaitu seb 50% x (Rp 750 juta - Rp
200 juta) = Rp 275 juta.
Contoh Pasal 27 ayat (5d) UU KUP
Utk thn pajak 2008, SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M diterbitkan thd PT
A. Dlm PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh
melunasi sebagian SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan keberatan atas
koreksi lainnya. Dirjen Pajak mengabulkan sebagian keberatan WP dgn jml pajak yg masih hrs
dibayar menjadi seb Rp 750 juta.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan
besarnya pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 450 juta. Dlm hal ini baik sanksi
administrasi berupa bunga seb 2% per bulan dlm Pasal 19 UU KUP maupun sanksi
administrasi berupa denda dlm Pasal 25 ayat (9) UU KUP tdk dikenakan. Namun, WP dikenai
sanksi administrasi berupa denda sesuai dgn Pasal 27 ayat (5d), yaitu seb 100% x (Rp 450
juta Rp 200 juta) = Rp 250 juta.

B0610

D.

ATURAN SANKSI DAN PENJELASAN TERKAIT SUNSET POLICY


1.

Pasal 37A UU KUP


(1) WP yg menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh sbl Thn Pajak 2007, yg
mengakibatkan pajak yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar dan dilakukan paling lambat
tanggal 28 Feb 2009, dpt diberikan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi berupa
bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yg ketentuannya
diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu.
(2) WP OP yg scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP paling lama 1 thn stl
berlakunya UU KUP diberikan penghapusan sanksi adminstrasi atas pajak yg tdk atau
kurang dibayar utk Thn Pajak sbl diperoleh NPWP dan tdk dilakukan pemeriksaan pajak
kecuali terdapat data/keterangan yg menyatakan bahwa SPT yg disampaikan WP tdk
benar atau menyatakan LB.

2.

PMK-66/PMK.03/2008 jo PMK-12/PMK.03/2009
Pasal 1
(1) WP OP yg scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dlm thn 2008 dan
menyampaikan SPT Tahunan WP OP utk Thn Pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan
penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yg tdk atau kurang dibayar.
(2) WP yg dlm thn 2008 menyampaikan pembetulan:
a. SPT Tahunan PPh WP OP sbl Thn Pajak 2007; atau
b. SPT Tahunan PPh WP Badan sbl Thn Pajak 2007,
yg mengakibatkan pajak yg masih hrs dibayar menjadi lbh besar, diberikan penghapusan
sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran
pajak.
Pasal 3
WP yg diberikan penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 1 ayat (1) adalah WP OP yg
memenuhi persyaratan:
a. scr sukarela mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP dlm thn 2008;
b. tdk sedang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau
pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
c. menyampaikan SPT Tahunan Thn Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Mar 2009; dan
d. melunasi slr pajak yg kurang dibayar yg timbul sbg akibat dari penyampaian SPT Tahunan
PPh sebagaimana dimaksud pd huruf c, sbl SPT Tahunan PPh disampaikan.
Pasal 4
Data dan informasi yg tercantum dlm SPT Tahunan PPh WP OP sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 1 ayat (1) tdk dpt digunakan sbg dasar utk menerbitkan skp atas pajak lainnya.
Pasal 5
(1) Thd SPT Tahunan PPh WP OP yg tlh disampaikan sesuai Pasal 1 ayat (1), tdk dilakukan
pemeriksaan, kecuali:
a. terdapat data/keterangan yg menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh tsb tdk benar; atau
b. SPT Tahunan PPh menyatakan Lb atau rugi.
(2) Dlm hal thd SPT Tahunan PPh yg tlh disampaikan dilakukan pemeriksaan krn memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pd ayat (1) huruf a / b, Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp
dan/atau STP atas slr kewajiban perpajakan.

3.

PENG-10/PJ.9/2008 tanggal 23 Des 2008


Bagi WP yg tlh diterbitkan NPWP dgn thn terdaftar 2005 dan tertulis pd NPWP-nya tsb 2 digit
pertama 17, 18, 19, 27, 28, 29, 37, atau 38, maka WP dgn kriteria tsb diperlakukan sbg WP
baru (terdaftar di thn 2008) dan diperbolehkan menyampaikan SPT Tahunan PPh utk Thn Pajak
2007 serta Thn-Thn Pajak sebelumnya paling lambat 31 Mar 2009.

4.

S-11/PJ/2009
WP OP yg memperoleh NPWP dlm bulan Jan & Feb 2009 diberlakukan sama dgn WP OP yg
mendaftarkan diri scr sukarela dlm thn 2008. Maka WP OP tsb dpt memanfaatkan fasilitas
Sunset Policy dgn menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak 2007 dan Thn-Thn Pajak
sebelumnya paling lambat tanggal 31 Mar 2009.

B0611

KODE TERKAIT PERPAJAKAN


A. TABEL KODE AKUN PAJAK & KODE JENIS SETORAN
(PER-38/PJ/2009 stdtd PER-24/PJ/2013)
1.

Kode Akun Pajak 411121 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 21 (Kode Lama: 0111)
KJS
100
199
200
300
310
311
320
321
390
401
402
500
501
510
511

2.

Kode Akun Pajak 411122 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 22 (Kode Lama: 0112)
KJS
100
199
300
310
311
320
321
390
401
403
500
501
510
511
900

3.

Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 21 (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 21
Tahunan PPh Ps. 21
STP PPh Ps. 21
SKPKB PPh Ps. 21
SKPKB PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan
Uang Pesangon
SKPKBT PPh Ps. 21
SKPKBT PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan
Uang Pesangon
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPh Final Ps. 21 Pembayaran Sekaligus Atas JHT, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang
Pesangon
PPh Final Ps. 21 atas honorarium atau imbalan lain yg diterima Pejabat Negara, PNS,
anggota TNI/POLRI dan para pensiunannya
PPh Ps. 21 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh Ps. 21 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Ps. 21
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 22 (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 22
STP PPh Ps. 22
SKPKB PPh Ps. 22
SKPKB PPh Final Ps. 22
SKPKBT PPh Ps. 22
SKPKBT PPh Final Ps. 22
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan PK
PPh Final Ps. 22 atas Penebusan Migas
PPh Final Ps. 22 atas Penjualan Barang yg Tergolong Sangat Mewah
PPh Ps. 22 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh Ps. 22 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPh Ps. 22
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Pemungut PPh Ps. 22

Kode Akun Pajak 411123 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 22 Impor (Kode Lama: 0113)
KJS
100
199
300
310
320
390
500

Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 22 Impor (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 22 Impor
STP PPh Ps. 22 Impor
SKPKB PPh Ps. 22 Impor
SKPKBT PPh Ps. 22 Impor
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPh Ps. 22 Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)

B071

501
510
511

4.

PPh Ps. 22 Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPh Ps. 22 Impor
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana (di
bidang perpajakan

Kode Akun Pajak 411124 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 23 (Kode Lama: 0114)
KJS
Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 23 (selain PPh Ps. 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa) (termasuk SPT
pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
101 PPh Ps. 23 atas Dividen
102 PPh Ps. 23 atas Bunga (termasuk premium, diskonto dan imbalan krn jaminan
pengembalian utang)
103 PPh Ps. 23 atas Royalti
104 PPh Ps. 23 atas Jasa
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 23
300 STP PPh Ps. 23
301 STP PPh Ps. 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa
310 SKPKB PPh Ps. 23
311 SKPKB PPh Ps. 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa
312 SKPKB PPh Final Ps. 23
320 SKPKBT PPh Ps. 23
321 SKPKBT PPh Ps. 23 atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa
322 SKPKBT PPh Final Ps. 23
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
401 PPh Final Ps. 23 atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi
500 PPh Ps. 23 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 23 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPh Ps. 23
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

5.

Kode Akun Pajak 411125 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 25/29 OP (Kode Lama: 0115)
KJS
100
101
199
200
300
310
320
390
500
501
510
511

6.

Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 25 OP
Masa PPh Ps. 25 OP Pengusaha Tertentu
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh OP
Tahunan PPh OP (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
STP PPh OP
SKPKB PPh OP
SKPKBT PPh OP
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPh OP atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh OP atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh OP
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

Kode Akun Pajak 411126 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 25/29 Badan (Kode Lama: 0116)
KJS
100
199
200
300
310
320
390

Jenis Setoran
Masa PPh Ps. 25 Badan
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Badan
Tahunan PPh Badan (termasuk SPT pembetulan sbl dilakukan pemeriksaan)
STP PPh Badan
SKPKB PPh Badan
SKPKBT PPh Badan
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

B072

500
501
510
511

7.

PPh Badan atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh Badan atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Badan
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

Kode Akun Pajak 411127 Utk Jenis Pajak PPh Ps. 26 (Kode Lama: 0117)
KJS
Jenis Setoran
100 Masa PPh Ps. 26 (selain PPh Ps. 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba setelah pajak
BUT)
101 PPh Ps. 26 atas Dividen
102 PPh Ps. 26 atas Bunga (termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan
dgn jaminan pengembalian utang)
103 PPh Ps. 26 atas Royalti
104 PPh Ps. 26 atas Jasa
105 PPh Ps. 26 atas Laba setelah Pajak BUT
199 Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Ps. 26
300 STP PPh Ps. 26
301 STP PPh Ps. 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT
310 SKPKB PPh Ps. 26
311 SKPKB PPh Ps. 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT
320 SKPKBT PPh Ps. 26
321 SKPKBT PPh Ps. 26 atas Dividen, Bunga, Royalti, Jasa, dan Laba Setelah Pajak BUT
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh Ps. 26 atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
501 PPh Ps. 26 atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Ps. 26
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

8.

Kode Akun Pajak 411128 Utk Jenis Pajak PPh Final (Kode Lama: 0118)
KJS
199
300
310
311
312
320
321
322
390
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
413
414
415
416
417

Jenis Setoran
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPh Final
STP PPh Final
SKPKB PPh Final Ps. 4 ayat (2)
SKPKB PPh Final Ps. 15
SKPKB PPh Final Ps. 19
SKPKBT PPh Final Ps. 4 ayat (2)
SKPKBT PPh Final Ps. 15
SKPKBT PPh Final Ps. 19
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Diskonto/Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Bunga Deposito / Tabungan, Jasa Giro dan Diskonto SBI
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Hadiah Undian
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Transaksi Saham, Obligasi dan Sekuritas Lainnya di Bursa
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Pendiri
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal Ventura
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi
PPh Final Ps. 15 atas Jasa Pelayaran DN
PPh Final Ps. 15 atas Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan LN
PPh Final Ps. 15 atas Penghasilan Perwakilan Dagang LN
PPh Final Ps. 15 atas Pola Bagi Hasil
PPh Final Ps. 15 atas Kerjasama Bentuk BOT
PPh Final Ps. 19 atas Revaluasi Aktiva Tetap
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi yg Dibayarkan kpd OP

B073

418
419
420
421
499
500
501
510
511

9.

PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif yg Diperdagangkan di
Bursa
PPh Final Ps. 17 ayat (2c) atas Penghasilan berupa Dividen (yg Diterima atau Diperoleh WP
OP DN)
PPh Final Ps. 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha yg Diterima atau Diperoleh WP yg
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu2
PPh Final atas Uplift dan Pengalihan Participating Interest di Bidang Usaha Hulu Migas
Bumi2
PPh Final Lainnya
PPh Final atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPh Final atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Final
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

Kode Akun Pajak 411129 Utk Jenis Pajak PPh Non Migas Lainnya (Kode Lama: 0119)
KJS
Jenis Setoran
100 PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
101 PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian charter (bersifat non-final) 1
300 STP PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN)
301 STP PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN1
310 SKPKB PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
311 SKPKB PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian charter (bersifat non-final)1
320 SKPKBT PPh Non Migas Lainnya (selain PPh Ps. 15 atas jasa penerbangan DN) 1
321 SKPKBT PPh Ps. 15 atas Jasa Penerbangan DN yg memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian charter (bersifat non-final)1
390 Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
500 PPh Non Migas Lainnya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat
(5) UU KUP)
501 PPh Non Migas Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU
KUP)
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPh Non Migas Lainnya
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

10.

Kode Akun Pajak 411131 Utk Jenis Pajak Fiskal LN (Kode Lama: 0118)
KJS
100 Fiskal LN
300 STP Fiskal LN

11.

Kode Akun Pajak 411111 Utk Jenis Pajak PPh Minyak Bumi (Kode Lama: 0121)
KJS
100
300
310
320
390

12.

Jenis Setoran

Jenis Setoran
PPh Minyak Bumi
STP PPh Minyak Bumi
SKPKB PPh Minyak Bumi
SKPKBT PPh Minyak Bumi
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

Kode Akun Pajak 411112 Utk Jenis Pajak PPh Gas Alam (Kode Lama: 0122)
KJS
100
300
310
320
390

Jenis Setoran
PPh Gas Alam
STP PPh Gas Alam
SKPKB PPh Gas Alam
SKPKBT PPh Gas Alam
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

B074

13.

Kode Akun Pajak 411119 Utk Jenis Pajak PPh Migas Lainnya (Kode Lama: 0129)
KJS
100
300
310
320
390

14.

Kode Akun Pajak 411211 Utk Jenis Pajak PPN DN (Kode Lama: 0131)
KJS
100
101
102
103
104
105
199
300
310
311
312
313
314
320
321
322
323
324
390
500
501
510
511
900

15.

Jenis Setoran
Setoran Masa PPN DN
Setoran PPN BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
Setoran PPN JKP dari luar Daerah Pabean
Setoran Kegiatan Mem-bangun Sendiri
Setoran Penyerahan Aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan
Setoran Atas Pengalihan Aktiva Dlm Rangka Restrukturisasi Perusahaan
Penebusan Stiker Lunas PPN atas Penyerahan Produk Rekaman Suara atau Gambar2
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPN DN
STP PPN DN
SKPKB PPN DN
SKPKB PPN Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
SKPKB PPN Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
SKPKB PPN Kegiatan Membangun Sendiri
SKPKB Pemungut PPN DN
SKPKBT PPN DN
SKPKBT PPN Pemanfaatan BKP tdk berwujud dari luar Daerah Pabean
SKPKBT PPN Peman-faatan JKP dari luar Daerah Pabean
SKPKBT PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
SKPKBT Pemungut PPN DN
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPN DN atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPN DN atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPN DN
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Pemungut PPN DN

Kode Akun Pajak 411212 utk jenis pajak PPN Impor (Kode Lama: 0132)
KJS
100
199
300
310
320
390
500
501
510
511
900

16.

Jenis Setoran
PPh Migas Lainnya
STP PPh Migas Lainnya
SKPKB PPh Migas Lainnya
SKPKBT PPh Migas Lainnya
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

Jenis Setoran
Setoran Masa PPN Impor
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPN Impor
STP PPN Impor
SKPKB PPN Impor
SKPKBT PPN Impor
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPN Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
PPN Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPN
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Pemungut PPN Impor

Kode Akun Pajak 411219 Utk Jenis Pajak PPN Lainnya (Kode Lama: 0139)
KJS
100

Jenis Setoran
Setoran Masa PPN Lainnya

B075

300
310
320
390
500
501
510
511

17.

STP PPN Lainnya


SKPKB PPN Lainnya
SKPKBT PPN Lainnya
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPN Lainnya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
PPN Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT PPN
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

Kode Akun Pajak 411221 Utk Jenis Pajak PPnBM DN (Kode Lama: 0133)
KJS
100
199
300
310
311
320
321
390
500
501
510

Jenis Setoran
Setoran Masa PPnBM DN
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPnBM DN
STP PPnBM DN
SKPKB Masa PPnBM DN
SKPKB Pemungut PPnBM DN
SKPKBT Masa PPnBM DN
SKPKBT Pemungut PPnBM DN
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPnBM DN atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU KUP)
PPnBM DN atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT Masa PPN DN
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
900 Pemungut PPnBM DN

18.

Kode Akun Pajak 411222 Utk Jenis Pajak PPnBM Impor (Kode Lama: 0134)
KJS
100
199
300
310
320
390
500
501
510
511
900

19.

Jenis Setoran
Setoran Masa PPnBM Impor
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp PPnBM Impor
STP PPnBM Impor
SKPKB PPnBM Impor
SKPKBT PPnBM Impor
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPnBM Impor atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
PPnBM Impor atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran PPnBM pd saat impor BKP
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Pemungut PPnBM Impor

Kode Akun Pajak 411229 Utk Jenis Pajak PPnBM Lainnya (Kode Lama: 0139)
KJS
100
300
310
320
390
500
501
510

Jenis Setoran
Setoran Masa PPnBM Lainnya
STP PPnBM Lainnya
SKPKB PPnBM Lainnya
SKPKBT PPnBM Lainnya
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
PPnBM Lainya atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
PPnBM Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran PPnBM Lainnya

B076

511

20.

Kode Akun Pajak 411611 Utk Bea Meterai (Kode Lama: 0171)
KJS
100
199
2XX

300
310
320
390
500
501
510
511
512

21.

Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

Jenis Setoran
Bea Meterai
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp Bea Meterai
Pembayaran deposit atas penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital utk membubuhkan
tanda Bea Meterai Lunas1
Digit kedua dan ketiga (XX) adalah:
1)
angka "01", dlm hal WP hanya memiliki 1 Unit Mesin Teraan Meterai Digital,
atau
2)
sesuai dgn nomor urut dilakukannya pendaftaran Mesin Teraan Meterai
Digital dlm hal WP memiliki > 1 unit Mesin Teraan Meterai Digital.
STP Bea Meterai
SKPKB Bea Meterai
SKPKBT Bea Meterai
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
Bea Meterai atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP)
Bea Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP)
Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran Bea Meterai
Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
Denda atas Pemeteraian Kemudian (Ps. 8 dan Ps. 9 UU Bea Meterai) 1

Kode Akun Pajak 411612 utk Penjualan Benda Meterai (Kode Lama: 0175)
KJS
100
199
300
310
320
390
500

Jenis Setoran
Penjualan Benda Meterai
Pembayaran Pendahuluan (sbl diterbitkan) skp Benda Meterai
STP Benda Meterai
SKPKB Benda Meterai
SKPKBT Benda Meterai
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
Benda Meterai atas pengungkapan ketidakbenaran (Ps. 8 ayat (3) atau Ps. 8 ayat (5) UU
KUP) 1
501 Benda Meterai atas penghentian penyidikan tindak pidana (Ps. 44B ayat (2) UU KUP) 1
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran
pembayaran Benda Meterai1
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan

22.

Kode Akun Pajak 411613 utk Pajak Penjualan Batubara (Kode Lama: -)
KJS
100
300
310
320
390

23.

Jenis Setoran
Pajak Penjualan Batubara
STP Pajak Penjualan Batubara
SKPKB Pajak Penjualan Batubara
SKPKBT Pajak Penjualan Batubara
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK

Kode Akun Pajak 411619 Utk Pajak Tdk Langsung Lainnya (Kode Lama: 0172)
KJS
100
300
310
320
390
900

Jenis Setoran
Setoran Masa Pajak Tdk Langsung Lainnya
STP Pajak Tdk Langsung Lainnya
SKPKB Pajak Tdk Langsung Lainnya
SKPKBT Pajak Tdk Langsung Lainnya
Pembayaran atas SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK
Pemungut Pajak Tdk Langsung Lainnya

B077

24.

Kode Akun Pajak 411621 Utk Bunga/Denda Penagihan PPh (Kode Lama: 0173)
KJS
Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PPh
301 STP atas Denda Penagihan PPh (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)

25.

Kode Akun Pajak 411622 Utk Bunga/Denda Penagihan PPN (Kode Lama: 0174)
KJS
Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PPN
301 STP atas Denda Penagihan PPN (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)

26.

Kode Akun Pajak 411623 Utk Bunga/Denda Penagihan PPnBM (Kode Lama: 0174)
KJS
JENIS SETORAN
300 STP atas Bunga Penagihan PPnBM
301 STP atas Denda Penagihan PPnBM (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)

27.

Kode Akun Pajak 411624 Utk Bunga/Denda Penagihan PTLL (Kode Lama: 0174)
KJS
Jenis Setoran
300 STP atas Bunga Penagihan PTLL
301 STP atas Denda Penagihan PTLL (Ps. 25 ayat (9) dan Ps. 27 ayat (5d) UU KUP)

28.

Kode Akun Pajak 411313 Utk PBB Sektor Perkebunan3


KJS
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

29.

Kode Akun Pajak 411314 Utk PBB Sektor Perhutanan3


KJS
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

30.

Jenis Setoran

Kode Akun Pajak 411317 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Panas
Bumi3
KJS
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

33.

Jenis Setoran

Kode Akun Pajak 411316 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Migas3
KJS
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

32.

Jenis Setoran

Kode Akun Pajak 411315 Utk PBB Sektor Pertambangan utk Pertambangan Mineral
dan Batubara3
KJS
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

31.

Jenis Setoran

Jenis Setoran

Kode Akun Pajak 411319 Utk PBB Sektor Lainnya3


KJS
100 SPPT
300 STP PBB
310 SKP PBB

Jenis Setoran

B078

Ket:
1
Penambahan/perubahan dari PER-23/PJ/2010 (mulai berlaku tgl 22 April 2010)
2
Penambahan/perubahan dari PER-24/PJ/2013 (mulai berlaku tgl 02 Juli 2013)
2
Peraturan Kode Akun Pajak yg lama: KEP-169/PJ./2001 stdtd. KEP-384/PJ./2003
3
PER-38/PJ/2013, penyetoran menggunakan SSPBB (mulai berlaku tgl 01 Jan 2014)
NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara): Nomor yg tertera pd BPN (Bukti Penerimaan Negara)
yg diterbitkan melalui MPN (Modul Penerimaan Negara) - dikeluarkan oleh KPPN sdh rekonsiliasi,
terdiri dari 16 digit.
NTPP (Nomor Transaksi Pembayaran Pajak): Nomor bukti/tanda pembayaran/penyetoran pajak yg
diterakan pd SSP yg digunakan dlm sistem pembayaran pajak scr on-line, yg dihasilkan oleh suatu
mesin penomoran dgn formula rahasia yg dimiliki DJP.
NTB (Nomor Transaksi Bank): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg diterbitkan oleh Bank.
NTP (Nomor Transaksi Pos): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg diterbitkan oleh Pos.
NPP (Nomor Penerimaan Potongan): Nomor bukti transaksi penerimaan negara yg berasal dari
potongan SPM (Surat Perintah Membayar) yg diterbitkan.
BPN: Dokumen yg diterbitkan oleh Bank Persepsi atas transaksi penerimaaan Negara dgn teraan
NTPN & NTB)

B079

Bentuk SSP: (PER-38/PJ/2009)

B0710

Petunjuk Pengisian Formulir SSP:


NPWP

Diisi dgn NPWP yg dimiliki WP

NAMA NPWP

Diisi dgn Nama WP

ALAMAT NPWP

Diisi sesuai dgn alamat yg tercantum dlm SKT

Catatan:
Bagi WP yg blm memiliki NPWP
1. NPWP diisi : a. Utk WP berbentuk Badan Usaha diisi dgn 01.000.000.0-XXX.000
b. Utk WP OP diisi dgn 04.000.000.00-XXX.000
2. XXX diisi dgn Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak
Nama dan Alamat diisi dgn lengkap sesuai dgn KTP atau identitas lain yg sah
NOP

Diisi sesuai dgn NOP berdasarkan SPPT PBB

Alamat Objek
Pajak

Diisi sesuai dgn alamat tempat Objek Pajak berada berdasarkan SPPT

Catatan :
Diisi hanya apabila terdapat transaksi yg terkait dgn tanah dan/atau bangunan yaitu transaksi PHTB
dan/atau bangunan dan KMS
Kode Akun
Pajak

Diisi dgn angka Akun Pajak utk setiap akun pajak yg akan dibayar atau disetor

Kode Jenis
Setoran

Diisi dgn angka dlm kolom "Kode Jenis Setoran" utk setiap jenis setoran pajak yg
akan dibayar atau disetor

Catatan :
Kedua kode tsb hrs diisi dgn benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan yg tlh dibayar dpt
diadministrasikan dgn tepat

Uraian
Pembayaran

Diisi sesuai dgn uraian dlm kolom "Jenis Setoran" yg berkenaan dgn Kode Akun
Pajak dan Kode Jenis Setoran. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
PHTB, dilengkapi dgn nama pembeli. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
transaksi Persewaan Tanah dan Bangunan yg disetor oleh yg menyewakan,
dilengkapi dgn nama penyewa.

Masa Pajak

Diisi dgn memberi tanda silang pd salah satu kolom Masa Pajak utk masa pajak yg
dibayar atau disetor. Pembayaran atau penyetoran utk lebih dari 1 masa pajak
dilakukan dgn menggunakan 1 SSP utk setiap masa pajak. Utk WP dgn kriteria
tertentu, dpt menyetorkan PPh Pasal 25 utk bbrp Masa Pajak dlm 1 SSP.

Tahun Pajak

Diisi thn terutangnya pajak

Nomor
Ketetapan

Diisi nomor ketetapan yg tercantum pd skp (SKPKB,SKPKBT) atau STP hanya


apabila SSP digunakan utk membayar atau menyetor pajak yg kurang
dibayar/disetor berdasarkan skp, STP atau putusan lain

Jumlah
Pembayaran

Diisi dgn angka jml pajak yg dibayar atau disetor dlm Rp penuh. Pembayaran pajak
dgn menggunakan mata uang US$ (bagi WP yg diwajibkan melakukan pembayaran
pajak dlm mata uang US$), diisi scr lengkap sampai dgn sen.

Terbilang

Diisi jml pajak yg dibayar atau disetor dgn huruf latin dan menggunakan bahasa
Indonesia

Diterima oleh
Kantor
Penerima

Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima


Pembayaran, tanda tangan, dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau
setoran, serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran

B0711

Pembayaran
Wajib
Pajak/Penyetor

Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama
jelas WP/Penyetor serta stempel usaha

Ruang Validasi
Kantor
Penerima
Pembayaran

Diisi NTPN dan NTB atau NTPN dan NTP oleh Kantor Penerima Pembayaran

B0712

Bentuk Form SSBP: (PER-02/PB/2008)

B0713

Petunjuk Pengisian SSBP:


Nomor
Uraian Isian
Catatan : - Diisi dgn huruf kapital atau diketik
- 1 formulir SSBP hanya berlaku utk setoran 1 Mata Anggaran Penerimaan
1
Diisi dgn kode KPPN 3 digit dan uraian KPPN Penerima Setoran
2
Diisi dgn nomor SSBP dgn metode penomoran Nomor/Kode Satker/Bulan/Thn
(9999/999999/99/9999)
3
DiisidgnTanggalSSBPdibuat
4
Diisi kode Rekening Kas Negara (KPPN bersangkutan ..... diisi petugas Bank)
5
Diisi NPWP Wajib Setor atau Bendahara Satker
6
Diisi dgn Nama/Jabatan Wajib Setor/Wajib Bayar
7
Diisi dgn Alamat Jelas Wajib Setor/Wajib Bayar
8
Diisi Kode diikuti dgn uraian Kementrian/Lembaga sesuai dgn yg tercantum pd pagu
anggaran
9
Diisi dgn Kode Unit Organisasi Eselon I dan Uraian
10
Diisi dgn Kode Satker 6 digit dan uraian Satker
11
Diisi dgn Kode Fungsi 2 digit, Kode Subfungsi 2 digit, dan Kode Program 4 digit
12
Diisi 4 digit kode kegiatan apabila penyetoran utk Satker Pengguna PNBP
Diisi 4 digit kode Subkegiatan apabila penyetoran untuk Satker Pengguna PNBP
13
2 digit pertama: Kode Lokasi Provinsi 2 digit
2 digit terakhir: diisi Kode Kabupaten/Kota 2 digit
14
Diisi dgn Kode Mata Anggaran Penerimaan 6 digit disertai dgn Uraian Penerimaan sesuai
dgn format
15
Diisi dgn Jml Rp Setoran Penerimaan
16
Diisi dgn Jml Rp yg dibayarkan dgn huruf
17
Diisi dgn Nomor SPN dan SP3N kalau ada Surat Penetapannya
18
Diisi dgn tanggal SPN dan SP3N
19
Diisi Kode 3 digit dan Nama KPPN Penerbit SPN (Surat Penagihan) atau Penerima SP3N
(Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara)
20
Diisi keperluan pembayaran
21 & 22
Diisi sesuai dgn tempat dan tanggal dibuatnya SSBP
23 & 24
Diisi sesuai nama Wajib Setor, NIP, dan stempel Satker
25
Diisi dgn tanggal diterimanya setoran tsb oleh Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro
26 & 27
Diisi dgn Nama dan Tanda Tangan Penerima di Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro
serta Cap

B0714

B. KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK


(SE-61/PJ/2013)
Jenis Pajak
A.
1
2
3
4
5
6
7
8
B.
1
2
3

C.
1
2
3

D.
1
2
E.
1
2
3
4
5
6
7

STP

PPh Umum
PPh Ps. 21
PPh Ps. 22
PPh Ps. 22 Impor atas Impor/Perolehan
PPh Ps. 23
PPh Ps. 26
PPh Ps. 25/29 OP
PPh Ps. 25/29 Badan
PPh Ps. 25/29 Badan Minyak dan Gas
Bumi
PPN
PPN
PPN yg Tdk Seharusnya
Dibebaskan/Tdk Dipungut
PPN atas :
3.1 Impor
3.2
Penyerahan Aktiva Ps. 16 D
(Berlaku utk masa dan/atau thn
pajak 2006 dan sebelumnya)
3.3
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud
Dari Luar Daerah Pabean
3.4
Pemanfaatan JKP Dari Luar
Daerah Pabean
3.5
Pemungutan Pajak Oleh
Pemungut Pajak
3.6
Pembayaran Kembali PM bagi
PKP yg Gagal Berproduksi
3.7
Tanggung Jawab Scr Renteng
PPnBM
PPnBM
PPnBM yg Tdk Seharusnya
Dibebaskan/Tdk Dipungut
PPnBM atas :
3.1 Impor
3.2
Pemungutan Pajak Oleh
Pemungut Pajak
3.3
Tanggung Jawab Scr Renteng
Bunga/Denda Penagihan
Bunga Penagihan
Denda Penagihan
PPh Final
PPh Final Ps. 4 ayat (2)
PPh Final Ps. 15
PPh Final Ps. 19
PPh Final Ps. 21
PPh Final Ps. 22
PPh Final Ps. 23/26
PPh Final Ps. 26 (4) Minyak dan Gas
Bumi

Jenis Surat Ketetapan


SKPKB SKPKBT SKPLB

SKPN

101
102
122
103
104
105
106
116

201
202
222
203
204
205
206
216

301
302
322
303
304
305
306
316

401
402
422
403
404
405
406
416

501
502
522
503
504
505
506
516

107

207
217

307
317

407

507

127
137

227
237

327
337

427
437

527
537

167

267

367

467

567

177

277

377

477

577

187

287

387

487

587

147
297
108

208
218

308
318

408

508

128
148

228
248

328
348

428
448

528
548

340
341
342
343
344
345
346

440
441
442
443
444
445
446

540
541
542
543
544
545
546

298
109
110
140
141
142
143
144
145
146

B0715

240
241
242
243
244
245
246

Jenis Pajak
F.
G.
H.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
I.
J.

STP
157
158

PPN Membangun Sendiri


Pajak Penjualan Batubara
Pajak yg Seharusnya Tdk Terutang
PPh Ps. 21
PPh Ps. 22
PPh Ps. 23
PPh Ps. 26
PPh Ps. 25/29 OP
PPh Ps. 25/29 Badan
PPh Ps. 25/29 Badan Minyak Bumi
PPh Ps. 25/29 Badan Gas Bumi
PPh Final Ps. 4 ayat (2)
PPh Final Ps. 15
PPh Final Ps. 19
PPh Final Ps. 21
PPh Final Ps. 22
PPh Final Ps. 23/26
PPh Final Ps. 26 (4) Minyak Bumi
PPh Final Ps. 26 (4) Gas Bumi
PPN
PPnBM
PPN Membangun Sendiri
Pengembalian PPN kpd OP
pemegang paspor LN
Bea Materai
159
Jenis Pajak

PBB
1
2
3
4
5
6

PBB Sektor Pedesaan


PBB Sektor Perkotaan
PBB Sektor Perkebunan
PBB Sektor Perhutanan
PBB Sektor Pertambangan
PBB Sektor Pabum-Migas

Jenis Surat Ketetapan


SKPKB
SKPKBT
SKPLB
257
357
457
258
358
458

SKPN
557
558

411
412
413
414
425
426
456
466
490
491
492
493
494
495
486
489
447
438
497
807
259

359

459

STP PBB

SKP PBB

170
171
172
173
174
175

270
271
272
273
274
275

559

Catatan:
Bentuk dan isi Nothit, skp, dan STP PPh, PPN, dan PPnBM diatur di PER-27/PJ/2012 (berlaku mulai
tanggal 13 Des 2012) jo PER-23/PJ/2014 (berlaku mulai tanggal 14 Agust 2014) mencabut
PER-25/PJ/2008 stdtd PER-52/PJ/2011 dan PER-5/PJ/2009.
PER-23/PJ/2014 blm menampung bentuk dan isi nota penghitungan, skp, dan STP atas Bea
Meterai. Utk kepentingan penetapan Bea Meterai, Masa Pajak mrp periode pembubuhan atau
pelunasan Bea Meterai.
Bentuk dan isi Nothit, SKPPBB, STP PBB, SKKPPBB, dan SPT PBB diatur di PER-23/PJ/2011
(berlaku mulai tanggal 24 Agust 2011)
PMK-145/PMK.03/2012 ttg Tata Cara Penerbitan skp dan STP

B0716

C. KODE NOTA PENGHITUNGAN


Utk PPh, PPN, dan PPnBM: (SE-61/PJ/2013)
Nomor
Kode

Keterangan

1.1.5

Pemeriksaan Kantor yg dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa KPP

1.2.3

Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Tenaga Ahli yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak

2.0.2

Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Tim Gabungan DJP dan Instansi Lain

2.0.4

Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa KPDJP

2.0.5

Pemeriksaan Lapangan yg dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa KPP

2.0.7

Pemeriksaan Bukti Permulaan yg dilakukan oleh Tenaga Fungsional Pemeriksa/Penyidik


Kanwil

3.0.2

Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Penagihan

3.0.3

Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Waskon

3.0.4

Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Pelayanan

4.0.1

Verifikasi yg dilakukan oleh Petugas Verifikasi KPP

Utk PBB: (SE-66/PJ/2011)


Nomor
Kode
5.1.1

Keterangan
Pemeriksaan PBB Kantor

5.0.1

Pemeriksaan PBB Lapangan

3.0.3

Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Waskon

3.0.4

Penelitian yg dilakukan oleh Fungsional Penilai PBB

3.0.5

Penelitian yg dilakukan oleh Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

B0717

D. KODE PEMERIKSAAN
(SE-28/PJ/2013)
Kode Pemeriksaan Rutin:
No

Alasan Pemeriksaan

1.

Perubahan Tahun Buku/ Perubahan Metode


Pembukuan
Likuidasi atau Penutupan Usaha:
a. Domisili
b. Cabang
WP OP Akan Meninggalkan Indonesia
Selama-Lamanya
Penggabungan Usaha
Peleburan Usaha / Pengambilalihan Usaha
Pemecahan Usaha / Pemekaran Usaha
WP Yg Tlh Diberikan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
sesuai Pasal 17C & Pasal 17D UU KUP
a. Slr jenis pajak
b. PPN
SPT Tahunan PPh Rugi:
a. PPh OP/Badan (1 jenis pajak)
SPT LB:
a. Masa PPN
b. PPh OP/Badan (1 jenis pajak)
Revaluasi Aktiva Tetap

OP

2.

3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.

10.

Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan
Lapangan
Badan
OP
Badan
0012
0111
0112

Pemeriksaan Kantor

1022
0022

1121
0121
1121

1122
0122

1032
1042
1052

1131
1141
1151

1132
1142
1152

1161
2161

1162
2162

4071

4072

4171

4172

2081
4081

2082
4082
1092

2181
4181
1191

2182
4182
1192

Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Scr Komputerisasi


Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan
No
Kriteria Pemeriksaan
Pemeriksaan Kantor
Lapangan
OP
Badan
OP
Badan
1.
WP Besar
a. Slr jenis pajak
1411
1412
b. PPN
2411
2412
c. P2PPh
3411
3412
d. PPh Pasal 25/29
4411
4412
e. PPh Pasal 21/26
7411
7412
f. PPh Pasal 23/26
8411
8412
g. PPh Final
9411
9412
h. Bbrp Jenis Pajak
0411
0412
2.
WP Menengah
a. Slr jenis pajak
1421
1422
b. PPN
2421
2422
c. P2PPh
3421
3422
d. PPh Pasal 25/29
4421
4422
e. PPh Pasal 21/26
7421
7422
f. PPh Pasal 23/26
8421
8422
g. PPh Final
9421
9422
h. Bbrp Jenis Pajak
0421
0422
3.
WP Kecil
a. Slr jenis pajak
1431
1432
b. PPN
2431
2432
c. P2PPh
3431
3432

B0718

d.
e.
f.
g.
h.

PPh Pasal 25/29


PPh Pasal 21/26
PPh Pasal 23/26
PPh Final
Bbrp Jenis Pajak

4431
7431
8431
9431
0431

4432
7432
8432
9432
0432

Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Scr Manual


Jenis Pemeriksaan
No
Kriteria Pemeriksaan
Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan Lapangan
OP
Badan
OP
Badan
1.
Terdapat data & informasi yg
menunjukkan ketidakpatuhan
WP (bottom-up):
1911
1922
a. Slr jenis pajak
2911
2922
b. PPN
3911
3922
c. P2PPh
4911
4922
d. PPh Pasal 25/29
7911
7922
e. PPh Pasal 21/26
8911
8922
f. PPh Pasal 23/26
9911
9922
g. PPh Final
0911
0922
h. Bbrp Jenis Pajak
2.
Analisis Risiko Scr Manual
Kantor Pusat (top-down):
a. Slr jenis pajak
1921
1922
b. PPN
2921
2922
c. P2PPh
3921
3922
d. PPh Pasal 25/29
4921
4922
e. PPh Pasal 21/26
7921
7922
f. PPh Pasal 23/26
8921
8922
g. PPh Final
9921
9922
h. Bbrp Jenis Pajak
0921
0922
3.
Analisis Risiko Scr Manual
Kanwil DJP (top-down):
a. Slr jenis pajak
1941
1942
b. PPN
2941
2942
c. P2PPh
3941
3942
d. PPh Pasal 25/29
4941
4942
e. PPh Pasal 21/26
7941
7942
f. PPh Pasal 23/26
8941
8942
g. PPh Final
9941
9942
h. Bbrp Jenis Pajak
0941
0942
4.
Laporan & Pengaduan
Masyarakat Hasil Analisis
Direktorat Intelijen dan
Penyidikan (top-down):
1931
1932
a. Slr jenis pajak
2931
2932
b. PPN
3931
3932
c. P2PPh
4931
4932
d. PPh Pasal 25/29
7931
7932
e. PPh Pasal 21/26
8931
8932
f. PPh Pasal 23/26
9931
9932
g. PPh Final
0931
0932
h. Bbrp Jenis Pajak
5.
Laporan & Pengaduan
Masyarakat Hasil Analisis
Kanwil DJP (top-down):
1951
1952
a. Slr jenis pajak
2951
2952
b. PPN
3951
3952

B0719

6.

c. P2PPh
d. PPh OP/Badan
e. PPh Pasal 21/26
f. PPh Pasal 23/26
g. PPh Final
h. Bbrp Jenis Pajak
Pemeriksaan Khusus dlm
rangka Pemeriksaan Ulang
a. Slr jenis pajak
b. PPN
c. P2PPh
d. PPh Pasal 25/29
e. PPh Pasal 21/26
f. PPh Pasal 23/26
g. PPh Final
h. Bbrp Jenis Pajak

4951
7951
8951
9951
0951

4952
7952
8952
9952
0952

1991
2991
3991
4991
7991
8991
9991
0991

1992
2992
3992
4992
7992
8992
9992
0992

Kode Pemeriksaan WP Lokasi berdasarkan Permintaan UP2 Domisili


Disesuaikan dgn Kriteria Pemeriksaan WP Domisili, namun digit pertama dari setiap kode
pemeriksaan diganti dgn angka 6.

B0720

SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SCR ELEKTRONIK (BILLING SYSTEM)


Dasar Hukum:
PMK-60/PMK.05/2011 jo PMK-204/PMK.05/2011
PER-26/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 13 Okt 2014) mencabut PER-47/PJ/2011 jo PER19/PJ/2012
KEP-359/PJ/2013 mencabut KEP-09/PJ/2013
SE dan surat terkait:
SE-102/PJ/2011
S-128/PJ.13/2013
Definisi:
Sistem Pembayaran Pajak Scr Elektronik: Bgian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik
yg diadministrasikan oleh Biller DJP dan menerapkan Billing System.
Billing System: Metode pembayaran elektronik dgn menggunakan Kode Billing.
Sistem Billing: Sistem informasi yg dikelola @ Biller dlm rangka pengadministrasian sistem
Penerimaan negara scr elektronik.
Kode Billing: Kode identifikasi yg diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran atau
setoran yg akan dilakukan WP.
Aplikasi Billing DJP: Bagian dari Sistem Billing DJP yg menyediakan antarmuka berupa aplikasi
berbasis web bagi WP utk menerbitkan Kode Billing dan dpt diakses melalui jaringan internet
Electronic Data Capture (EDC): alat yg dipergunakan utk transaksi kartu debit/kredit yg terhubung
scr online dgn sistem/ jaringan Bank Persepsi.
Bukti Penerimaan Negara (BPN): dokumen yg diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi
penerimaan negara dgn teraan NTPN dan NTB/NTP sbg sarana administrasi lain yg kedudukannya
disamakan dgn SSP.
Sistem pembayaran pajak scr elektronik: (Pasal 2 PER-26/PJ/2014)
Pembayaran/penyetoran pajak scr elektronik meliputi slr jenis pajak, kecuali:
pajak dlm rangka impor yg diadministrasikan pembayarannya oleh Biller DJBC; dan
pajak yg tata cara pembayarannya diatur scr khusus.
Pembayaran/penyetoran pajak tsb meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah dan Dollar AS.
Pembayaran dlm mata uang Dollar AS tsb hanya dpt dilakukan utk PPh Pasal 25, PPh Pasal 29 dan
PPh yg bersifat Final yg dibayar sendiri oleh WP yg memperoleh izin utk menyelenggarakan
pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar AS.
Transaksi pembayaran/penyetoran pajak tsb dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dgn menggunakan
Kode Billing.
Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak scr Elektronik: (Pasal 3 ayat (1)-(2) PER-26/PJ/2014)
Transaksi Pembayaran/penyetoran pajak scr elektronik dpt dilakukan melalui Teller Bank/Pos
Persepsi, ATM, Internet Banking dan EDC.
Contoh memasukan Kode Billing melalui mesin ATM:
Menu via ATM Mandiri: [Bayar/Beli][Lainnya][Lainnya][Multi Payment]. Masukkan kode
institusi DJP 10035 dan kode billing pajak, selanjutnya ikuti instruksi.
Menu via ATM BRI: [Transaksi Lain][Pembayaran][Lainnya][Lainnya][MPN]. Masukkan kode
billing pajak, selanjutnya ikuti instruksi.
Contoh memasukan Kode Billing melalui /internet banking yg disediakan Bank Persepsi yg
ditunjuk:

Menu via internet banking Mandiri (https://ib.bankmandiri.co.id): [Pembayaran][Pajak].


Masukkan kode billing pajak, selanjutnya ikuti instruksi.

Menu via internet banking BRI: [Pembayaran][MPN]. Masukkan kode billing pajak, selanjutnya
ikuti instruksi.
Atas pembayaran/penyetoran pajak, WP menerima BPN sbg bukti setoran.
BPN: (Pasal 3 ayat (3)-(6) PER-26/PJ/2014)
BPN diterbitkan dlm bentuk:

B081

a.

dokumen bukti pembayaran yg diterbitkan Bank/Pos Persepsi, utk pembayaran/penyetoran


melalui Teller dgn Kode Billing;
b. struk bukti transaksi, utk pembayaran melalui ATM dan EDC;
c. dokumen elektronik, utk pembayaran/penyetoran melalui internet banking; dan
d. teraan BPN pd SSP/SSP PBB, utk pembayaran melalui Teller Bank/Pos Persepsi dgn
menggunakan SSP/SSP PBB.
BPN tsb sekurang-kurangnya mencantumkan elemen-elemen sbg berikut:
a. NTPN;
b. NTB/NTP;
c. Kode Billing;
d. NPWP;
e. Nama WP;
f. Alamat WP, kecuali utk BPN yg diterbitkan melalui ATM dan EDC;
g. NOP, dlm hal pembayaran pajak atas transaksi PHTB, KMS dan PBB sektor Perkebunan,
Perhutanan dan Pertambangan, kecuali utk BPN yg diterbitkan melalui ATM dan EDC;
h. Kode Akun Pajak;
i. Kode Jenis Setoran;
j. Masa Pajak;
k. Thn Pajak;
l. Nomor ketetapan pajak, bila ada;
m. Tanggal bayar; dan
n. Jml nominal pembayaran.
BPN tsb termasuk cetakan, salinan dan fotokopinya, kedudukannya disamakan dgn SSP dan SSP
PBB dlm rangka pelaksanaan ketentuan perpu perpajakan.
Dlm hal terdapat perbedaan antara data pembayaran yg tertera dlm BPN dgn data pembayaran mnr
sistem Penerimaan Negara scr lektronik, maka yg dianggap sah adalah data sistem Penerimaan
Negara scr elektronik.

Cara Memperoleh Kode Billling: (Pasal 4-6 PER-26/PJ/2014)


WP dpt memperoleh Kode Billing dgn cara:
1. membuat sendiri pd Aplikasi Billing DJP yg dpt diakses melalui laman DJP dan laman Kemenkeu;
(Pasal 4 angka 1 PER-26/PJ/2014) http://ssereg.pajak.go.id
WP membuat sendiri Kode Billing tsb dgn melakukan input data setoran pajak yg akan
dibayarkan. (Pasal 5 ayat (1) PER-26/PJ/2014)
Input data tsb dilakukan atas nama dan NPWP sendiri, atau atas nama dan NPWP WP lain
sehubungan dgn kewajiban sbg Wajib Pungut.
WP dlm melakukan input data tsb terlebih dahulu melakukan log-in dgn memasukkan User ID dan
PIN akun pengguna Aplikasi Billing DJP yg tlh aktif.
WP dpt mendaftarkan diri utk memperoleh User ID dan PIN scr online melalui menu daftar baru
Aplikasi Billing DJP dan mengaktifkan akun pengguna melalui konfirmasi e-mail.
Dlm hal terdapat indikasi penyalahgunaan, Dirjen Pajak dpt melakukan penutupan scr jabatan
atas akun pengguna Aplikasi Billing DJP.
Dlm hal terjadi pemindahan tempat terdaftar WP yg mengakibatkan perubahan NPWP, aplikasi
Billing DJP akan menyesuaikan akun pengguna dgn NPWP baru.
2. melalui Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak; atau (Pasal 4 angka 2
PER-26/PJ/2014)
a. mendatangi Teller Bank/Pos Persepsi dgn menyerahkan SSP/SSP PBB; atau
Mekanisme pembayaran/penyetoran pajak melalui Teller Bank/Pos Persepsi: (Pasal 7 PER26/PJ/2014)
WP menyerahkan SSP/SSP PBB dlm rangkap 4 yg tlh diisi lengkap dan ditandatangani
kpd Teller Bank/Pos Persepsi, dgn menyertakan uang sejumlah nominal yg disebutkan
dlm SSP/SSP PBB.
Teller Bank/Pos Persepsi merekam data pembayaran/setoran pajak utk menerbitkan
Kode Billing. (Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-26/PJ/2014)
Teller Bank/Pos Persepsi mencetak bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya
kpd WP.

B082

3.

WP memeriksa kesesuaian elemen data pd bukti penerbitan Kode Billing dgn isian
SSP/SSP PBB.
Dlm hal elemen data yg tertera pd bukti penerbitan Kode Billing tlh sesuai dgn isian
SSP/SSP PBB, WP menandatangani bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya
kembali kpd Teller Bank/Pos Persepsi.
Teller Bank/Pos Persepsi memproses transaksi pembayaran pajak atas Kode Billing
dimaksud.
WP menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan ke-3 yg tlh ditera dgn
elemen-elemen data BPN serta dibubuhi tanda tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos
Persepsi dan cap Bank/Pos Persepsi sbg bukti bayar/setor.
Kebenaran elemen data yg tertera pd BPN mrp tanggung jawab WP yg tlh menandatangani
bukti penerbitan Kode Billing.
b. menggunakan layanan/produk/aplikasi/sistem yg tlh terhubung dgn Sistem Billing DJP
diterbitkan scr jabatan oleh DJP dlm hal terbit ketetapan pajak, STP, SPPT PBB atau SKP PBB yg
mengakibatkan KB. (Pasal 4 angka 3 PER-26/PJ/2014)

Masa Berlaku Kode Billing: (Pasal 9 PER-26/PJ/2014)


1. Kode Billing yg dibuat sendiri oleh WP (Pasal 4 angka 1 PER-26/PJ/2014) dan/atau diperoleh melalui
Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak (Pasal 4 angka 2 PER-26/PJ/2014)
berlaku selama 48 jam sejak diterbitkan dan tdk dpt dipergunakan stl melewati jangka waktu
dimaksud.
2. Kode Billing yg diterbitkan oleh DJP (Pasal 4 angka 3 PER-26/PJ/2014) berlaku s.d. jatuh tempo
pembayaran pajak, dan tdk dpt dipergunakan stl melewati jangka waktu dimaksud.
3. Dlm hal Kode Billing tdk dpt dipergunakan sebagaimana dimaksud di atas, WP atau Bank/Pos
Persepsi dpt membuat kembali Kode Billing.
Kesalahan input data setoran pajak dlm Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-26/PJ/2014
diselesaikan melalui prosedur Pemindahbukuan dlm administrasi perpajakan. (Pasal 8 PER-26/PJ/2014)

B083

SPT MASA PPh


Dasar Hukum:
KEP-108/PJ.1/1996 ttg Bentuk Formulir Pemotongan/Pemungutan PPh
PER-53/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Nov 2009) ttg Bentuk Formulir SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat
(2), SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti
Pemotongan/Pemungutannya mencabut PER-43/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Okt 2009)
PER-14/PJ/2013 dan Ralat PER-14/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) ttg Bentuk, Isi, Tata Cara
Pengisian dan Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 mencabut PER-32/PJ/2009
Perubahan KEP-108/PJ.1/1996:
Dasar Perubahan
Hal yg Diubah
KEP-02/PJ.1/2000
Mengubah
Lamp
KEP-108/PJ.1/1996
(Perubahan I)
berkenaan dgn bentuk form SPT Masa PPh
Pasal 21 & 26, SPT Masa PPh Pasal 22
Belanja Negara, SPT Masa PPh Pasal 23 & 26
serta Bukti Pemotongan Pasal PPh Pasal 23
menjadi seperti di Lamp KEP-02/PJ.1/2000
KEP-506/PJ./2001
Mengubah sebagian bentuk, jenis, dan isi form
(Perubahan II)
Pemotongan/Pemungutan PPh dlm Lamp KEP108/PJ.1/1996 stdd KEP-02/PJ.1/2000 menjadi
seperti di Lamp KEP-506/PJ./2001

KEP-601/PJ./2001
(Perubahan III)

KEP-240/PJ./2002
dan ralat
KEP240/PJ./2002

Mengubah Petunjuk Pengisian Form SPT


Masa PPh Pasal 22 dgn kode formulir
F.1.1.32.02 dlm KEP-108/PJ./1996 stdtd
KEP-506/PJ./2001 menjadi seperti di Lamp
KEP-601/PJ./2001.
Form Bukti Pemotongan PPh Bunga
Deposito/Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro
dgn kode formulir F.1.1.33.10 dlm KEP108/PJ.1/1996
stdtd
KEP-506/PJ./2001
hanya digunakan utk melayani permintaan
WP Dana Pensiun dan OP yg slr
penghasilannya dlm 1 thn pajak termasuk
bunga dan diskonto < PTKP.
Mengubah form Pemotongan/ Pemungutan
PPh tertentu dlm Lamp KEP-108/PJ.1/1996
stdtd KEP-506/PJ./2001 serta menambah form
baru shg menjadi sbg berikut:
a. Mengubah isi form SPT Masa PPh Pasal 4
ayat (2), (Kode Formulir F.1.1.32.04);
b. Mengubah bentuk dan isi form Bukti
Pemungutan PPh Penjualan Saham Dan
Atau Obligasi Yang Diperdagangkan Di
Bursa
Efek
(Final),
(Kode
Formulir
F.1.1.33.11) menjadi 2 formulir yaitu:
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4
ayat (2) Atas Penjualan Saham Yang
Diperdagangkan
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4
ayat (2) Atas Bunga Dan Diskonto

B091

Keterangan
Berlaku sejak tanggal 3 Jan
2000 dan dilaksanakan utk
pengisian SPT Masa PPh
mulai bulan Jan thn 2000.

Berlaku sejak tanggal 11 Juli


2001 dan form bentuk lama
masih dpt dipergunakan s.d.
tanggal 31 Des 2001
sepanjang dpt dilakukan
penyesuaian
seperlunya
berdasarkan ketentuan yg
berlaku.
Berlaku sejak tanggal 11
Sept 2001

Berlaku sejak tanggal 1 Mei


2002 dan form bentuk lama
masih dpt dipergunakan s.d.
masa pajak April 2002.
Ralat
KEP-240/PJ./2002
memperbaiki kekeliruan pd
Formulir
F.1.1.33.17
Formulir F.1.1.33.18.

KEP-100/PJ/2003
(Perubahan IV)

PER-42/PJ/2008
(Perubahan V)

Obligasi Yang Diperdagangkan Dan


Atau Dilaporkan Perdagangannya Di
Bursa Efek, (Kode Formulir F.1.1.33.17)
c. Menambah form baru yaitu Lampiran Bukti
Pemotongan PPh Pasal 23/26 Atas Bunga
Dan Diskonto Obligasi Yang Tidak
Diperdagangkan Dan Tidak Dilaporkan
Perdagangannya Di Bursa Efek (Kode
Formulir F.1.1.33.18)
Mencabut form Bukti Pemungutan Pajak
Atas Impor (Oleh Bendaharawan DJBC)
kode formulir F.1.1.33.03 pd Lamp KEP506/PJ./2001stdd KEP-02/PJ.1/2000.
Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 22
kode formulir F.1.1.32.02 di Lamp KEP506/PJ./2001
stdd
KEP-02/PJ.1/2000
menjadi Form SPT Masa PPh Pasal 22 kode
formulir
F.1.1.32.02
di
Lamp
KEP100/PJ/2003.

Mengubah Form Bukti Pemotongan PPh


Pasal 23 kode Formulir F.1.1.33.06 di Lamp
KEP-506/PJ./2001 stdd KEP-02/PJ.1/2000
menjadi Form Bukti Pemotongan PPh Pasal
23 kode formulir F.1.1.33.06.
Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 22
kode formulir F.1.1.32.02 di Lamp KEP100/PJ./2003 menjadi Form SPT Masa PPh
Pasal 22 kode formulir F.1.1.32.02 di Lamp II
PER-42/PJ/2008.
Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 23
dan atau 26 kode formulir F.1.1.32.03 di
Lamp
KEP-506/PJ./2001
stdd
KEP02/PJ.1/2000 menjadi Form SPT Masa PPh
Pasal 23 dan
Mengubah Form SPT Masa PPh Pasal 4
ayat (2) kode formulir F.1.1.32.04 di Lamp
KEP-506/PJ./2001 stdd KEP-02/PJ.1/2000
menjadi Form SPT Masa PPh Pasal 4 ayat
(2) kode formulir F.1.1.32.04 di Lamp IV
PER-42/PJ/2008.

Berlaku sejak tanggal 1 Apr


2003. Bagi WP yg utk masa
pajak Apr 2003 dan Mei
2003 terlanjur menggunakan
form
lama
dlm
KEP506/PJ./2001 stdd KEP02/PJ.1/2000 maka SSP
dan SPT dgn form lama tsb
tetap dpt diterima sbg SSP
dan SPT Masa yg sah
sepanjang
diisi
dan
ditandatangani
sebagaimana mestinya.
Berlaku sejak tanggal 20
Okt 2008

Keterangan:
KEP-108/PJ.1/1996 stdtd PER-42/PJ/2008 dinyatakan tetap berlaku, kecuali Bentuk Form SPT Masa PPh
dan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh dlm PER-53/PJ/2009 dan Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagaimana
ditetapkan dlm PER-14/PJ/2013.
PER-53/PJ/2009:
Pasal 1: Bentuk Form SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2) dan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh
Final Pasal 4 Ayat (2) serta petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp I PER53/PJ/2009.
Pasal 2: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 15 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 serta petunjuk
pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp II PER-53/PJ/2009

B092

Pasal 3: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 22 dan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 serta petunjuk
pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp III PER-53/PJ/2009
Pasal 4: Bentuk Form SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan Ph Pasal 23
dan/atau Pasal 26 serta petunjuk pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan dlm Lamp IV PER53/PJ/2009
Pasal 5: Bentuk Form SPT Masa PPh dan Bukti Pemotongan/Pemungutan kegiatan usaha berbasis
syariah berlaku mutatis mutandis ketentuan dlm Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4.

SPT MASA PPh PASAL 4 AYAT (2)


Susunan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2):
Nama Form

Nomor Form

SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2)

F.1.1.32.04

Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan


PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Daftar Jml Bruto Nilai Transaksi
Penjualan Saham dan atau Obligasi Per
Hari Bursa ... Bulan .... Thn ....
Daftar Perantara Perdagangan Efek,
Pemungutan PPh Final dari Penjualan
Saham dan atau Obligasi yg
Diperdagangkan di Bursa Efek Bulan ....
Thn ....
Daftar Bukti Pemotongan PPh Final
Pasal 4 ayat (2) atas Bunga Deposito/
Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro
Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh
Final Pasal 4 ayat (2) atas Hadiah
Undian
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4
ayat (2) atas Bunga Deposito/
Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4
ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi
Penjualan yg Diperdagangkan di Bursa
Efek
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4
ayat (2) atas Penghasilan dari
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh
Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan
dari Usaha Jasa Konstruksi
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4
ayat (2) atas Bunga dan/atau Diskonto
Obligasi dan Surat Berharga Negara
(SBN)

D.1.1.32.06

Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4


ayat (2) atas Bunga Simpanan yg
Dibayarkan oleh Koperasi kpd Anggota
Koperasi Orang Pribadi
Bukti Pemungutan PPh Final Pasal 4

F.1.1.33.19

Jml Lembar
Peruntukan

Sumber
Lamp I.1 PER53/PJ/2009
Lamp I.2 PER53/PJ/2009
Lamp KEP506/PJ/2001

D.1.1.32.07

D.1.1.32.08

Lamp KEP506/PJ/2001

D.1.1.32.10

Lamp I.3 PER53/PJ/2009

F.1.1.33.09

F.1.1.33.10

F.1.1.33.11

F.1.1.33.12

F.1.1.33.16

F.1.1.33.17

F.1.1.33.20

B093

3 (WP, KPP,
Pemotong/
Pemungut Pajak)
2 (WP, Pemotong
Pajak)

Lamp I.4 PER53/PJ/2009

3 (WP yg Dipotong,
Penyelenggara
Bursa Efek, Arsip
Pemotong Pajak)
3 (yg Menyewakan,
KPP, Penyewa)

Lamp I.6 PER53/PJ/2009

Lamp I.5 PER53/PJ/2009

Lamp I.7 PER53/PJ/2009

3 (WP, KPP,
Pemotong/
Pemungut Pajak)
4 (WP yg Dipotong,
Penyelenggara
Bursa Efek, Arsip
Pemotong Pajak,
Pembeli/Pemegang
Obligasi)
3 (WP, KPP,
Pemotong Pajak)

Lamp I.8 PER53/PJ/2009

3 (WP, KPP,

Lamp I.11 PER-

Lamp I.9 PER53/PJ/2009

Lamp I.10 PER53/PJ/2009

ayat (2) atas Penghasilan dari Transaksi


Derivatif Berupa KontrakBerjangka yg
Diperdagangkan di Bursa
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 4
ayat (2) atas Dividen yg Diterima atau
Diperoleh WP OP DN

F.1.1.33.21

Pemungut Pajak)

53/PJ/2009

3 (WP, KPP,
Pemotong Pajak)

Lamp I.12 PER53/PJ/2009

SPT MASA PPh PASAL 15


Susunan SPT Masa PPh Pasal 15:
Nama Form

Nomor Form

SPT Masa PPh Final Pasal 15

F.1.1.32.05

Daftar Bukti Pemotongan PPh Final


Pasal 15
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15
atas Imbalan yg Dibayarkan/Terutang
kpd Perusahaan Pelayaran DN (Final)
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15
atas Imbalan yg Dibayarkan/Terutang
kpd Perusahaan Pelayaran dan/atau
Penerbangan LN (Final)
Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15
atas Imbalan yg Dibayarkan/Terutang
kpd Perusahaan Penerbangan DN

D.1.1.32.09

Jml Lembar
Peruntukan

Sumber

F.1.1.33.13

3 (yg Menyewakan,
KPP, Penyewa)

Lamp II.1 PER53/PJ/2009


Lamp II.2 PER53/PJ/2009
Lamp II.3 PER53/PJ/2009

F.1.1.33.14

3 (yg Menyewakan,
KPP, Penyewa)

Lamp II.4 PER53/PJ/2009

F.1.1.33.15

3 (yg Menyewakan,
KPP, Penyewa)

Lamp II.5 PER53/PJ/2009

SPT MASA PPh PASAL 22


Susunan SPT Masa PPh Pasal 22:
Nama Form

Nomor Form

SPT Masa PPh Final Pasal 22

F.1.1.32.02

Daftar SSP PPh atas Penjualan Migas


oleh PERTAMINA /Badan Usaha selain
PERTAMINA Masa .... Thn ...
Daftar SSP PPh Pasal 22 Impor (Bank
Devisa dan Bendaharawan/Badan
Tertentu yg Ditunjuk) Masa ... Thn ...
Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22

D.1.1.32.02

Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 atas


(Oleh Badan usaha Industri/Eksportir
Tertentu)

D.1.1.32.03

Jml Lembar
Peruntukan

Lamp III.1 PER53/PJ/2009


Lamp KEP506/PJ/2001
2 (KPP, Pemungut
Pajak)

D.1.1.32.04
F.1.1.33.04

Sumber

3 (WP, KPP,
Pemungut Pajak)

Lamp KEP506/PJ/2001
Lamp III.2 PER53/PJ/2009
Lamp III.3 PER53/PJ/2009

SPT MASA PPh PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26


Susunan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26:
Nama Form
SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau
Pasal 26

Nomor Form
F.1.1.32.03

B094

Jml Lembar
Peruntukan

Sumber
Lamp IV.1 PER53/PJ/2009

Daftar Bukti Pemotongan Pasal 23


dan/atau Pasal 26
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23

D.1.1.32.05

Bukti Pemotongan PPh Pasal 26

F.1.1.33.08

F.1.1.33.06

3 (WP, KPP,
Pemotong Pajak)
3 (WP, KPP,
Pemotong Pajak)

Lamp IV.2 PER53/PJ/2009


Lamp IV.3 PER53/PJ/2009
Lamp IV.4 PER53/PJ/2009

SPT MASA PPh PASAL 21/26


Dasar Hukum:
PMK-181/PMK.03/2007 stdd PMK-152/PMK.03/2009
PER-14/PJ/2013 dan Ralat PER-14/PJ/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) mencabut PER-32/PJ/2009
PER-31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)
PER-6/PJ/2009
SE terkait:
SE-62/PJ/2009
1.

Sejak 1 Jan 2014


Susunan SPT Masa PPh Pasal 21/26
a.
SPT Masa PPh Pasal 21/26:
Nomor
Nama Form
Form
1721
Induk SPT Masa PPh Pasal 21/26
1721-I
Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 bagi
Pegawai Tetap & Penerima Pensiun
atau THT/JHT Berkala serta bagi PNS,
Anggota TNI, Anggota Polisi RI, Pejabat
Negara dan Pensiunannya
1721-II
Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal
21/26
1721-III
Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
(Final)
1721-IV
Daftar SSP dan/atau Bukti Pbk utk
Pemotongan PPh Pasal 21/26
1721-V
Daftar Biaya

b.

Keterangan
tdk perlu dilampirkan dlm hal tdk ada
pemotongan PPh Pasal 21

tdk perlu dilampirkan dlm hal tdk ada


pemotongan PPh Pasal 21/26
tdk perlu dilampirkan dlm hal tdk ada
pemotongan PPh Pasal 21 (Final)
tdk perlu dilampirkan dlm hal tdk ada
penyetoran & pbk PPh Pasal 21/26
tdk perlu dilampirkan dlm hal
Pemotong wajib menyampaikan SPT
Tahunan

Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26:


Nomor
Nama Form
Form
1721-VI
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Tdk Final)
atau Pasal 26
1721-VII
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Final)
1721-A1
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai
Tetap atau Penerima Pensiun atau THT /JHT
Berkala
1721-A2
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi PNS /
Anggota TNI / Anggota Polisi RI / Pejabat
Negara / Pensiunannya

Yg Wajib Menggunakan e-SPT PPh Pasal 21/26:


Pemotong yg:

B095

Jml Lembar
Peruntukan
2 (Penerima
Penghasilan,
Pemotong)

Keterangan
tdk perlu
dilampirkan
dlm
penyampaian
SPT Masa

a.

melakukan pemotongan PPh Pasal 21 thd pegawai tetap & penerima pensiun atau THT/JHT
berkala dan/atau thd PNS, anggota TNI/Polisi RI, pejabat negara dan pensiunannya yg jml-nya >
20 org dlm 1 masa pajak; dan/atau
b. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tdk Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh
sebagaimana dimaksud pd huruf a dgn bukti pemotongan yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1 masa
pajak; dan/atau
c. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dgn bukti pemotongan yg jml-nya > 20 dokumen
dlm 1 masa pajak; dan/atau
d. melakukan penyetoran pajak dgn SSP dan/atau bukti Pbk yg jml-nya > 20 dokumen dlm 1 masa
pajak.
Pemotong yg tdk memenuhi salah satu kriteria dpt menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dlm
bentuk form kertas maupun e-SPT.
Pemotong yg tlh menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/ 26 dlm bentuk e-SPT tdk diperbolehkan
lagi menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/ 26 dlm bentuk formulir kertas (hard copy) utk masamasa pajak berikutnya. (Pasal 4 PER-14/PJ/2013)
SPT Masa PPh Pasal 21/26 dlm bentuk e-SPT hrs disampaikan dgn disertai Induk SPT Masa PPh
Pasal 21/26 dlm bentuk formulir kertas (hard copy). (Pasal 7 ayat (2) PER-14/PJ/2013)
Penyampaian/Pembetulan SPT Masa PPh 21/26:
1. Utk masa pajak s.d. Masa Pajak Nov 2013:
Dlm hal Pemotong melakukan penyampaian/pembetulan SPT yg dilakukan sejak berlakunya
PER-14/PJ/2013, penyampaian/pembetulan tsb dilakukan dgn menggunakan form SPT Masa
PPh Pasal 21/26 sesuai PER-14/PJ/2013
2. Utk masa pajak Des 2013
Dlm hal Pemotong melakukan penyampaian/pembetulan SPT yg dilakukan:
a. s.d. tanggal 20 Jan 2014 menggunakan form SPT Masa PPh Pasal 21/26 sesuai PER32/PJ/2009;
b. stl tanggal 20 Jan 2014 menggunakan form SPT Masa PPh Pasal 21/26 sesuai PER14/PJ/2013
Pengisian Nomor Bukti Pemotongan (Mulai berlaku utk Masa Pajak Jan 2014):
Format Kode
Nama Kode
1.1-mm.yy-xxxxxxx
Kode Form 1721 A1
1.2-mm.yy-xxxxxxx
Kode Form 1721-A2
1.3-mm.yy-xxxxxxx
Kode Form 1721-VI
1.4-mm.yy-xxxxxxx
Kode Form 1721-VII
Nomor urut berlanjut selama 1 thn pajak. Saat memasuki thn pajak berikutnya, nomor urut dimulai
kembali dari 0000001.
Ket:
mm
:
Diisi masa pajak
yy
:
Diisi 2 digit terakhir dari thn pajak
xxxxxxx
:
Diisi
Daftar Kode Objek Pajak PPh Pasal 21/26 (Mulai berlaku utk Masa Pajak Jan 2014):
No.
A.
1.
2.
3.
4.

Penerima Penghasilan
OBJEK PAJAK TDK FINAL
Pegawai Tetap
Penerima Pensiun Berkala
Pegawai Tdk Tetap / Tenaga Kerja Lepas
Bukan Pegawai:
a. Distributor MLM
b. Petugas Dinas Luar Asuransi
c. Penjaja Barang Dagangan

B096

Kode
Objek
Pajak
21-100-01
21-100-02
21-100-03
21-100-04
21-100-05
21-100-06

d.
e.
f.

5.
6.
7.
8.
9.
10.

B.
1.
2.
3.

4.

Tenaga Ahli
Bukan Pegwai yg Menerima Imbalan yg Bersifat Berkesinambungan
Bukan Pegawai yg Menerima Imbalan yg Tdk Bersifat
Berkesinambungan
Anggota Dewan Komisaris / Dewan Pengawasa yg Tdk Merangkap Sbg
Pegawai Tetap
Mantan Pegawai yg Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan
Lain
Pegawai yg Melakukan Penarikan Dana Pensiun
Peserta Kegiatan
Penerima Penghasilan yg Dipotong PPh Pasal 21 Tdk Final Lainnya
Pegawai/Pemberi Jasa/Peserta Kegiatan/Penerima Pensiun Berkala sbg
WP LN
OBJEK PAJAK FINAL
Penerima Uang Pesangon yg Dibayarkan Sekaligus
Penerima Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua atau JHT dan
Pembayaran Sejenis yg Dibayarkan Sekaligus
Pejabat Negaram PNS, Anggota TNI/POLRI dan Pensiunan yg Menerima
Honorarium dan Imbalan Lain yg Dibebankan kpd Keuangan
Negara/Daerah
Penerima Penghasilan yg Dipotong PPh Pasal 21 Final Lainnya

21-100-07
21-100-08
21-100-09
21-100-10
21-100-11
21-100-12
21-100-13
21-100-99
27-100-99

21-401-01
21-401-02
21-402-01

21-499-99

Dlm Hal Pegawai Tetap / Penerima Pensiun Berkala Baru Memiliki NPWP
Dlm hal pegawai tetap / penerima pensiun berkala yg tlh dipotong PPh Pasal 21 dgn tarif yg lbh tinggi
mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP, maka Pemotong Pajak hrs melakukan pembetulan atas SPT
Masa PPh Pasal 21/26 s.d. Masa Pajak di mana pegawai tetap atau penerima pensiun berkala tsb
memperoleh NPWP
2.

Sejak 1 Juli 2009 s.d. 31 Des 2013


Yg Wajib Disampaikan WP Saat Melaporkan SPT Masa PPh 21
A.
Induk SPT Masa PPh 21
Jml Penghasilan Bruto (kolom 4) dan Jml Pajak Terutang (kolom 5) diisi dgn jml akumulatif
setiap bulan, kecuali khusus utk Masa Desember diisi jml kumulatif dlm Tahun Kalender yg
bersangkutan.
B.
Lampiran SPT Masa PPh Pasal 21
1. 1721-I (Daftar bukti pemotongan PPh 21 utk Pegawai Tetap / Penerima Pensiun Berkala)
Mrp rekapitulasi dari 1721-A1/A2 & hanya wajib disampaikan pd masa pajak
Desember
Saat pembuatan 1721-A1:
Atas penghasilan yg diterima atau diperoleh pegawai tetap / penerima pensiun berkala,
pemberian bukti pemotongan 1721-A1 hrs dilakukan paling lama 1 bulan stl tahun
kalender berakhir
Dlm hal pegawai tetap berhenti bekerja sbl bulan Desember, pemberian bukti
pemotongan 1721-A1 hrs dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya stl berhenti
bekerja
1721-A1 tdk perlu dilampirkan saat penyampaian SPT Masa PPh 21
2. Daftar Biaya utk WP yg Tdk Wajib Menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan
(Disampaikan hanya pd Masa Pajak Desember)
3. 1721-II
Wajib disampaikan hanya pd saat ada Pegawai Tetap yg keluar dan/atau ada Pegawai
Tetap yg masuk dan/atau ada Pegawai yg baru memiliki NPWP.
4. 1721-T

B097

5.

6.

7.
8.

Wajib dilampirkan pd saat pertama kali WP berkewajiban utk menyampaikan SPT


Masa PPh Pasal 21/26.
Dlm hal WP tlh berkewajiban utk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 sbl 1 Juli
2009, Formulir 1721-T wajib dilampirkan pd Masa Pajak Juli 2009.
Daftar Bukti Pemotongan PPh Tdk Final
Jika tdk terjadi pemotongan PPh 21 utk selain pegawai tetap pd suatu masa pajak
(NIHIL): maka bukti pemotongan PPh 21 & daftar bukti potongnya tdk perlu utk dibuat dan
dilampirkan dlm SPT Masa PPh 21
Daftar Bukti Pemotongan PPh Final
Jika tdk terjadi pemotongan PPh 21 yg bersifat final pd suatu masa pajak (NIHIL):
maka bukti pemotongan PPh 21 final dan daftar bukti potong finalnya tdk perlu utk dibuat
dan dilampirkan dlm SPT Masa PPh 21
SSP
Surat Kuasa Khusus/Surat Keterangan Kematian

B098

SPT MASA PPN


Dasar Hukum:
PER-44/PJ/2010 jo PER-11/PJ/2013 ttg Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian
SPT Masa PPN
PER-45/PER-10/PJ/2013 jo PER-10/PJ/2013 ttg Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta
Penyampaian SPT Masa PPN Bagi PKP yg Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM
PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Jan 2011 mulai Masa Pajak Jan 2011) jo PER-21/PJ/2013 (berlaku
sejak 30 Mei 2013 mulai masa Pajak Juni 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT
Masa PPN
SE terkait:
SE-17/PJ/2013 Pengantar PER-11/PJ/2013
SE-18/PJ/2013 Pengantar PER-10/PJ/2013

MULAI MASA PAJAK JUNI 2013


1.

SPT Masa PPN 1111 PKP yg menggunakan mekanisme PM & PK (Normal)


Dasar Hukum: PER-11/PJ/2013 (ttg perubahan PER-44/PJ/2010) dan SE-17/PJ/2013
SPT Masa PPN 1111 dlm bentuk data elektronik wajib digunakan oleh :
a. PKP Badan
b. PKP OP yg
Melaporkan > 25 dokumen (FP/dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP
dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pd salah satu Lampiran SPT dlm 1 Masa Pajak; atau
Jml slr penyerahan brg dan jasanya dlm 1 Masa Pajak > Rp 400 juta.
PKP OP
Melaporkan < 25 dokumen (FP/dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP
dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pd setiap Lampiran SPT dlm 1 Masa Pajak; dan
Jml slr penyerahan brg dan jasanya dlm 1 Masa Pajak < Rp 400 juta.
dpt memilih menyampaikan SPT Masa PPN 111 dlm bentuk formulir kertas atau dlm bentuk elektronik
Tata cara penggantian FP dan pembetulan SPT Masa PPN sesuai PER-24/PJ/2012 berlaku
juga utk penggantian FP yg dilakukan stl berlakunya PER-24/PJ/2012 atas FP yg diterbitkan
sbl berlakunya PER-24/PJ/2012. (Pasal 11A PER-11/PJ/2013)
Isi Form 1111 B3:
PM yg mnr ketentuan perpajakan tdk dpt dikreditkan
PM yg mnr ketentuan perpajakan dpt dikreditkan namun tdk dikreditkan oleh PKP hrs
dilaporkan mulai Masa Pajak Juni 2013
PM yg mendapat fasilitas PPN sesuai dgn ketentuan perpajakan
SSP lbr ke-3 yg diterima dari Pemungut PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP kpd
Pemungut PPN:
PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kpd Pemungut PPN wajib melampirkan SSP
lbr ke-3 yg diterima dari Pemungut PPN dlm hal SSP tlh diterima oleh PKP
SSP lbr ke-3 tsb bukan mrp syarat kelengkapan SPT Masa PPN yg disampaikan oleh PKP yg
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kpd Pemungut PPN
Form 1111:
Form Induk
Form 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan & Pelaporan)
Form 1111 A1 (Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tdk Berwujud, dan/atau JKP)
Form 1111 A2 (Daftar PK atas Penyerahan DN dgn FP)
Form 1111 B1 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Impor BKP & Pemanfaatn BKP Tdk
Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean)
Fom 1111 B2 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP DN)

B101


2.

Form 1111 B3 (Daftar PM yg Tdk Dikreditkan atau yg Mendapat Fasilitas)

SPT Masa PPN 1111 DM PKP yg menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM


Ketentuan PKP yg menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM sama dgn aturan
utk mulai Masa Pajak Jan 2011
SPT Masa PPN 1111 DM dlm bentuk data elektronik wajib digunakan oleh :
a. PKP Badan
b. PKP OP yg menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM yg
Melaporkan > 25 dokumen (FP/dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP
dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pd salah satu Lampiran SPT dlm 1 Masa Pajak; atau
Jml slr penyerahan brg dan jasanya dlm 1 Masa Pajak > Rp 400 juta.
PKP OP yg tdk memenuhi angka 1b dpt memilih menyampaikan SPT Masa PPN 111 dlm bentuk
formulir kertas atau dlm bentuk elektronik
Isi tdk mengalami perubahan

3.

SPT Masa PPN 1107 PUT Pemungut PPN


Isi tdk mengalami perubahan

PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Jan 2011 mulai Masa Pajak Jan 2011) jo PER-21/PJ/2013 (berlaku
sejak 30 Mei 2013 mulai masa Pajak Juni 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa
PPN
Pasal 4 PER-1/PJ/2011
SPT dianggap tdk lengkap apabila:
1. Nama dan/atau NPWP tidak dicantumkan dalam SPT;
2. Elemen-elemen Induk SPT & Lampiran SPT tdk atau kurang lengkap diisi;
3. Induk SPT tdk ditandatangani oleh PKP atau Pemungut PPN;
4. Induk SPT ditandatangani oleh Kuasa PKP / Kuasa Pemungut PPN, tetapi tdk dilampiri Surat
Kuasa Khusus;
5. SPT KB tetapi tdk dilampiri SSP/bukti Pbk;
6. SPT yg Lampiran SPT dan lampiran-lampiran lainnya yg dipersyaratkan tdk disampaikan, kecuali
tdk ada data yg dilaporkan dlm Lamp SPT tsb;
7. SPT disampaikan dlm bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yg wajib menyampaikan SPT dlm
bentuk media elektronik (e-SPT) sesuai perpu perpajakan.
8. Dlm hal SPT disampaikan dlm bentuk media elektronik berdasarkan pengujian data, diketahui:
a. induk SPT hasil cetakan yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tanpa disertai Lampiran
SPT dlm bentuk media elektronik;
b. induk SPT hasil cetakan yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tdk sesuai dgn Induk SPT
yg ada dlm bentuk media elektronik;
c. elemen-elemen data elektronik dlm bentuk media elektronik yg disampaikan oleh PKP /
Pemungut PPN tdk diisi atau diisi tdk lengkap;
d. data elektronik dlm bentuk media elektronik yg disampaikan oleh PKP / Pemungut PPN tdk
dpt diproses pd SI DJP.
Sejak tgl 23 Sept 2014:
SPT Masa PPN 111 LB Resitusi dianggap tdk lengkap bila: (Pasal 8A PER-25/PJ/2014)
Dlm hal SPT Masa PPN 111 LB dan dimintakan pengembalian (restiusi) dgn pengembalian
pendahuluan sesuai Pasal 17C UU KUP namun tdk dilampiri dgn slr dokumen dlm bentuk
hardcopy berupa:
a. PEB, Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tdk Berwujud, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111
A1;
b. FP Keluaran dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 A2;
c. PIB atas Impor BKP dan/atau SSP atas pemanfaatn BKP Tdk Berwujud/JKP dari luar daerah
pabean, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 B1;

B102

d. FP Masukan dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111 B2;
e. FP Masukan dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan dlm Form 1111
B3.
Dikecualikan dari aturan melampirkan dokumen tsb di atas dlm bentuk hardcopy, dlm hal dokumen
tsb berupa FP yg berbentuk elektonik (e-faktur)
Tata Cara Pengembalian Pendahuluan sesuai Pasal 17C UU KUP lihat di Bab B-15 Bagian A
Pasal 5 PER-1/PJ/2011
1. Thd SPT Lengkap yg disampaikan scr lsg diberikan tanda bukti penerimaan SPT stl dilakukan
proses penelitian dan/atau pengujian data.
2. Thd SPT yg disampaikan scr tdk lsg melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dgn tanda
bukti pengiriman surat, tanda bukti pengiriman surat dianggap sbg tanda bukti penerimaan SPT
dan tanggal penerimaan SPT.
3. Dlm hal pengujian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8 belum dpt dilakukan krn
sarana komputer tdk berfungsi atau tempat penerimaan SPT blm dilengkapi dgn sarana pengujian
data (SPT loader), thd SPT tsb yg disampaikan scr lsg oleh PKP / Pemungut PPN diberikan tanda
bukti penerimaan SPT.
4. Tanda bukti penerimaan SPT sebagaimana dimaksud pd ayat (2) & (3) dianggap sah, apabila dlm
jangka waktu 30 hari sejak tanggal tanda bukti penerimaan SPT, KPP/KP2KP tdk menerbitkan
Surat Penolakan (format di Lamp IV PER-1/PJ/2011).
Lamp II PER-1/PJ/2011 Bagian I. Huruf A. Angka 4:
Petugas TPT pd Seksi Pelayanan menolak SPT yg disampaikan scr lsg atau yg disampaikan melalui
pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dgn bukti pengiriman surat dlm hal:

PKP atau Pemungut PPN tsb tdk terdaftar di KPP; atau

SPT tdk lengkap,


dgn cara yaitu:
a. SPT yg disampaikan lsg oleh PKP / Pemungut PPN, ditolak dan dikembalikan scr lsg kpd PKP
atau Pemungut PPN utk dilengkapi.
b. SPT yg disampaikan melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dgn BPS, ditolak dgn
mengirimkan kembali SPT dan membuat Surat Penolakan SPT Masa PPN rangkap 2 utk
ditandatangani oleh Kasi Pelayanan (lembar ke-1 utk PKP / Pemungut PPN, lembar ke-2 utk
arsip).

MASA PAJAK JAN 2011 - JUNI 2013


1.

SPT Masa PPN 1111 PKP yg menggunakan mekanisme PM & PK (Normal)


a. SPT Masa PPN 1111 dlm bentuk data elektronik wajib digunakan oleh PKP yg melaporkan lebih
dari 25 dokumen per Lampiran dlm 1 Masa Pajak. Tdk perlu dilampiri dgn Lampiran SPT Masa
PPN 1111 dlm hal tdk ada data yg dilaporkan dlm Lampiran SPT.
b. Dlm hal PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN 1111 utk Masa Pajak Januari 2011 dan
sesudahnya, utk:
Yg disampaikan dlm bentuk data elektronik, SPT Masa PPN Pembetulan dilampiri dgn
Lampiran SPT;
Yg disampaikan dlm bentuk formulir kertas, SPT Masa PPN Pembetulan cukup dilampiri dgn
Lampiran SPT yg dibetulkan.
Pembetulan SPT Masa PPN
a. Sbl Masa Pajak Januari 2011
Hrs menggunakan formulir lama sesuai SPT yg dibetulkan
b. Mulai Masa Pajak Januari 2011 dan Sesudahnya
Yg dilaporkan adalah :
Data elektronik yaitu Induk + semua Lampiran SPT 1111 (dlm bentuk data elektronik CSV)
Form kertas yaitu Induk + Lampiran SPT 1111 yg dibetulkan saja
Form 1111:
Form Induk

B103

2.

Form 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan & Pelaporan)


Form 1111 A1 (Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tdk Berwujud, dan/atau JKP)
Form 1111 A2 (Daftar PK atas Penyerahan DN dgn FP)
Form 1111 B1 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Impor BKP & Pemanfaatn BKP Tdk
Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean)
Fom 1111 B2 (Daftar PM yg Dpt Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP DN)
Form 1111 B3 (Daftar PM yg Tdk Dpt Dikreditkan atau yg Mendapat Fasilitas)

SPT Masa PPN 1111 DM PKP yg menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM


Hanya digunakan oleh PKP yg menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM:
PKP yg mempunyai peredaran usaha < Rp 1,8 M yg memilih utk menggunakan Pedoman
Penghitungan Pengkreditan PM sesuai PMK- 74/PMK.03/2010
PKP yg melakukan kegiatan usaha tertentu yg wajib menggunakan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan PM sesuai PMK-79/PMK.03/2010, yaitu PKP yg kegiatan usaha semata-mata
melakukan:
Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas scr eceran ; atau
Penyerahan emas perhiaasan scr eceran
PKP yg mempunyai peredaran usaha dlm 1 tahun buku < Rp 1,8 M & melakukan kegiatan usaha
tertentu, wajib menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM berdasarkan kegiatan
usaha.
Pembetulan SPT Masa PPN 1111 DM sbl Masa Pajak Jan 2011:
PKP yg menggunakan Deemed PM melakukan pembetulan SPT Masa PPN utk Masa Pajak Apr
Des 2010, pembetulan dilakukan dgn menggunakan Formulir SPT Masa PPN yg dibetulkan.
Hal Penting Berkaitan dgn SPT Masa PPN 1111 DM:
1) Mekanisme Penghitungan
a. PM dihitung seb persentase tertentu dari PK
1) Berdasarkan Peredaran Usaha Tertentu maka:

Atas Penyerahan JKP maka PM = 60% x PK

Atas Penyerahan BKP maka PM = 70% x PK


2) Berdasarkan Kegiatan Usaha Tertentu maka :

Atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas Scr Eceran PM = 90% x PK

Atas penyerahan Emas Perhiasaan Scr Eceran PM = 80% x PK


b. PK dihitung seb tarif 10% dikalikan dgn Peredaran Usaha
c. Peredaran Usaha meliputi peredaran yg terutang PPN dan yg tdk terutang PPN dikurangi
retur barang yg diterima atau dikurangi dgn pembatalan jasa.
2) Prinsip PKP yg menggunakan Deemed PM akan selalu KB
Tapi Kemungkinan LB bisa terjadi apabila:
PKP melakukan pembetulan SPT yg menyebabkan peredaran usaha menjadi lbh kecil;
atau
Terdapat nota retur atau nota pembatalan yg jumlahnya > jml penyerahan dlm masa
pajak yg bersangkutan; atau
Terdapat PM hasil kompensasi dari Masa Pajak sebelumnya, namun hanya utk LB
sesudah PKP tsb menggunakan Deemed PM.
Maka apabila LB tsb berasal dari Masa Pajak pd saat PKP tsb menggunakan mekanisme
Normal, kelebihan tsb tdk dpt dikompensasikan. (SE-99/PJ/2010 angka 7 huruf a)
3) Mekanisme Deemed PM bahwa PKP tdk diperkenankan utk mengkreditkan PM atas
perolehan barang (termasuk barang modal) atau jasa yg diterima, shg PKP tsb:
Tdk akan pernah melakukan penghitungan kembali PM yg tlh dikreditkan
Tdk akan pernah mengalami skema gagal berproduksi

Form 1111 DM:


Form Induk
Form 1111 A DM (Daftar PK atas Penyerahan DN dgn FP)

B104

3.

Form 1111 R DM (Daftar pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh PKP yg Menggunakan
Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM)

SPT Masa PPN 1107 PUT Pemungut PPN


Mulai Masa Pajak Jan 2007. Dlm hal PKP melakukan pembetulan SPT utk Masa Pajak sbl Masa
Pajak Jan 2007, maka pembetulan dilakukan dgn menggunakan SPT Masa PPN 1195.
Form 1107 PUT:
Form Induk
Form 1107 PUT 1 (Daftar PPN dan PPnBM yg Dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah)
Form 1107 PUT 2 (Daftar PPN dan PPnBM yg Dipungut oleh Selain Bendaharawan Pemerintah)

SBL 1 JAN 2011


1.

2.

Bagi PKP (non Wajib Pungut PPN)


a. SPT 1107 manual Mulai Masa Pajak Jan 2007
Diperuntukkan bagi PKP di luar wilayah DKI Jakarta dgn jml FP (keluaran dan atau masukan) <
30 pd suatu masa pajak. Namun demikian, PKP ini dpt juga memilih utk menggunakan aplikasi eSPT. (PER-146/PJ/2006)
b. E-SPT 1107
Slr jenis PKP dpt menggunakan aplikasi ini, namun ada bbrp jenis PKP yg diwajibkan
menggunakan aplikasi ini, yaitu :
PKP dgn jml FP (keluaran dan atau masukan) > 30 pd suatu masa pajak. PKP yg sdh
menggunakan aplikasi ini tdk boleh lagi utk beralih menggunakan form manual
PKP yg terdaftar di KPP Madya, KPP di wilayah Kanwil DJP Khusus dan Kanwil DJP WP
Besar (PER-6/PJ/2009)
c. SPT 1108 manual
Diperuntukkan bagi PKP yg terdaftar di Kanwil DKI Jakarta (selain Madya & Khusus) dgn jml FP
tdk melebihi 30 pd suatu masa pajak. (PER-29/PJ/2008). Masa mulai berlakunya form ini juga
dilakukan scr bertahap :
Kanwil Jakbar, mulai masa Okt 2008 (KEP-170/PJ/2008)
Kanwil Jaktim dan Jakut, mulai masa Des 2008 (KEP-192/PJ/2008)
Kanwil Jaksel, mulai masa Agust 2008 (KEP-127/PJ/2008)
Kanwil Jakpus, terbagi menjadi 3 tahap (KEP-112/PJ/2008)
Mulai Masa Pajak Januari 2008 meliputi: KPP Pratama JKT Gambir Dua, Gambir Tiga,
Tanah Abang Satu
Mulai Masa Pajak April 2008 meliputi: KPP Pratama JKT Gambir Satu, Gambir Empat,
Tanah Abang Dua, Tanah Abang Tiga, Sawah Besar Satu, Sawah Besar Dua
Mulai Masa Pajak Juni 2008 meliputi:
o KPP Madya Jakarta Pusat
o KPP Pratama JKT Menteng Satu, Menteng Dua, Menteng Tiga, Cempaka Putih,
Kemayoran, Senen
Bagi Wajib Pungut PPN, hanya ada 1 formulir yaitu 1107 PUT manual (tdk ada aplikasi e-SPTnya).

B105

PETUNJUK PENGISIAN UTK PEMBETULAN SPT MASA PPN 1111:


(Lamp II PER-11/PJ/2013 Bagian Petunjuk Pengisian Form 1111 SPT Masa PPN Huruf B Angka 3 Bagian
II Huruf F)
1.

Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporan KB
1.1. SPT Masa PPN KB dibetulkan menjadi KB lbh kecil
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan KB Rp 1,1 juta dan tlh disetor ke
Kas Negara.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi KB lbh kecil yaitu Rp 1 juta.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 100 ribu.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.

PPN
Rp.
1.000.000
Rp.
1.100.000
_________________
Rp.
(100.000)

(-)

Atas kelebihan PPN pd butir II.F Rp 100 ribu dpt:


1) dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011);
2) dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak
Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011; atau
3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU
PPN.

1.2. SPT Masa PPN KB dibetulkan menjadi KB lbh besar


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan KB Rp 13,5 juta dan tlh disetor
ke Kas Negara.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi KB lbh besar yaitu Rp 14 juta.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat KB PPN Rp 500 ribu.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.

PPN
Rp.
14.000.000
Rp.
13.500.000
_________________
Rp.
500.000

(-)

PKP wajib menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 500 ribu.

1.3. SPT Masa PPN KB dibetulkan menjadi Nihil.


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan KB Rp 1 juta dan tlh disetor ke
Kas Negara.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi Nihil.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 1 juta.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.

PPN
Rp.
0
Rp.
1.000.000
_________________
Rp.
(1.000.000)

(-)

Atas kelebihan PPN pd butir II.F Rp 100 ribu dpt:


1) dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011);
2) dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak

B106

Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011; atau


3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU
PPN.
1.4. SPT Masa PPN KB dibetulkan menjadi LB
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan KB Rp 1 juta dan tlh disetor ke
Kas Negara.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi LB Rp 500 ribu.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 1,5 juta.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.

2.

PPN
Rp.
(500.000)
Rp.
1.000.000
_________________
Rp.
(1.500.000)

(-)

Atas kelebihan PPN pd butir II.F Rp 100 ribu dpt:


1) dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011);
2) dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak
Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011; atau
3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU
PPN.

Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB
2.1. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh besar
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 17 juta dan tlh
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 menunjukkan LB Rp 19 juta dan tlh dikompensasikan
ke Masa Pajak Mar 2011.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 menujukkan LB Rp 18 juta. Atas LB tsb diminta utk
dikompensasikan ke Masa Pajak Apr 2011.
d. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dgn
hasil pembetulan LB menjadi lbh besar yaitu Rp 20 juta.
e. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat tambahan LB PPN Rp 3 juta.
f. Utk contoh kasus ini PKP mempunyai 2 pilihan (asumsi PKP memilih utk kompensasi
kelebihan pembayaran PPN bukan restitusi):
1) Pilihan I: mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.F Rp 3 juta ke Masa Pajak
dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr
2011; atau
2) Pilihan II: mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.D Rp 20 juta ke Masa Pajak
berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
sesuai dgn ketentuan peraturan perpu perpajakan.
1) Dlm hal PKP memilih pilihan I:
a) PKP cukup melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 saja dan
mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.F Rp 3 juta ke Masa Pajak Apr 2011.
b) PKP tdk perlu melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan MasaMasa seterusnya.
c) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
d)

PPN
Rp.
(20.000.000)
Rp.
(17.000.000)
_________________
Rp.
(3.000.000)

Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011:

B107

(-)

Formulir 1111 AB
Butir III.B.2:
Kompensasi kelebihan PPN krn
pembetulan SPT PPN Masa Pajak 01 - 2011

PPN
Rp.

3.000.000

2) Dlm hal PKP memilih pilihan II:


a) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dan
mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.D Rp 20 juta ke Masa Pajak Feb
2011.
b) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa-Masa
seterusnya s.d. posisi LB menjadi KB, atau s.d. Masa Pajak saat pembetulan SPT
Masa PPN Masa Pajak Jan dilakukan. Dlm kasus ini PKP melakukan pembetulan
SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Mar 2011.
c) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 dgn
membetulkan jml kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Jan dari semula Rp 17
juta menjadi Rp 20 juta.
d) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 dgn
membetulkan jml kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Feb dari semula Rp 19
juta menjadi Rp 22 juta.
e) Butir II.E dan II.F pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar
2011, tdk diisi.
f) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar
2011:
SPT Masa PPN

g)

Penghitungan PPN
KB atau (LB)

PPN

Pembetulan
Masa Pajak Jan

Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F

Rp
Rp.
Rp.

(20.000.000)

Pembetulan
Masa Pajak Feb

Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F

Rp
Rp.
Rp.

(22.000.000)

Pembetulan
Masa Pajak Mar

Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F

Rp
Rp.
Rp.

(21.000.000)

(-)

(-)

(-)

Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011:


Formulir 1111 AB
Butir III.B.1:
Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak
Sebelumnya

PPN
Rp.

21.000.000

2.2. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh kecil


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 200 ribu dan tlh
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 menunjukkan LB Rp 300 ribu dan tlh dikompensasikan
ke Masa Pajak Mar 2011.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 menunjukkan LB Rp 250 ribu dan tlh dikompensasikan
ke Masa Pajak Apr 2011.
d. SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011 menunjukkan KB Rp 100 ribu.
e. SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2011 menunjukkan KB Rp 225 ribu.
f. Pd bulan Juni 2011, dilakukan pembetulan utk SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dgn
hasil pembetulan LB menjadi lbh kecil yaitu Rp 150 ribu.
g. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan terdapat KB PPN Rp 50 ribu.
h. Utk contoh kasus ini PKP mempunyai 2 pilihan (asumsi PKP memilih utk kompensasi

B108

kelebihan pembayaran PPN bukan restitusi):


1) Pilihan I: menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 50 ribu; atau
2) Pilihan II: mengkompensasikan LB hasil pembetulan pd butir II.D Rp 150 ribu ke Masa
Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011),
sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
1) Dlm hal PKP memilih pilihan I:
a) PKP cukup melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 saja dan
menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 50 ribu.
b) PKP tdk perlu melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan MasaMasa seterusnya.
c) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan

PPN
Rp.
(150.000)
Rp.
(200.000)
__________________
Rp.
(50.000)

(-)

d)

Atas pembetulan SPT tsb PKP akan dikenai sanksi administrasi sesuai dgn
ketentuan perpu perpajakan.
2) Dlm hal PKP memilih pilihan II:
a) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 dan
mengkompensasikan kelebihan PPN pd butir II.D Rp 150 ribu ke Masa Pajak Feb
2011.
b) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa-Masa Pajak
berikutnya yg terpengaruh oleh Pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011.
Dlm kasus ini PKP harus membetulkan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb, Mar, dan
Apr 2011.
c) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 dgn
membetulkan jml kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Jan dari semula Rp 200
ribu menjadi Rp150 ribu.
d) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Mar 2011 dgn
membetulkan jml kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Feb dari semula Rp 300
ribu menjadi Rp 250 ribu.
e) PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011 dgn
membetulkan jml kompensasi yg berasal dari Masa Pajak Mar dari semula Rp 250
ribu menjadi R p200 ribu.
f) Butir II.E dan II.F pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Feb, dan Mar
2011, tdk diisi. Utk Masa Pajak Apr 2011, butir II.E dan II.F hrs diisi.
g) Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan, Febr, Mar, dan
Apr 2011:
SPT Masa PPN

Penghitungan PPN
KB atau (LB)

PPN

Pembetulan
Masa Pajak Jan

Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F

Rp
Rp.
Rp.

(150.000)

Pembetulan
Masa Pajak Feb

Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F

Rp
Rp.
Rp.

(250.000)

Pembetulan
Masa Pajak Ma

Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F

Rp
Rp.
Rp.

(200.000)

Pembetulan
Masa Pajak April

Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F

Rp
Rp.
Rp.

B109

(-)

(-)

(-)
150.000
100.000 (-)
50.000

h)
i)

PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II. Rp 50 ribu.


PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

2.3. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi Nihil.


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 1 juta dan tlh
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi Nihil.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat KB PPN Rp 1 juta.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.
f.

PPN
Rp.
0
Rp.
(1.000.000)
_________________
Rp.
1.000.000

(-)

PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 1 juta dan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan
Mar 2011 tdk perlu dibetulkan.
PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

2.4. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi KB


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 1 juta dan tlh
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya yaitu Masa Pajak Feb 2011.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi KB Rp 250 ribu.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat KB PPN Rp 1,25 juta.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.
f.
3.

PPN
Rp.
250.000
Rp.
(1.000.000)
__________________
Rp.
1.250.000

(-)

PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 1,25 juta dan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb
dan Mar 2011 tia perlu dibetulkan.
PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB, namun
SPT Masa PPN Masa Pajak stl Masa Pajak SPT Masa PPN yg dibetulkan blm dilaporkan
3.1. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh besar
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 17 juta dan akan
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi LB lbh besar yaitu Rp 20 juta.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.

PPN
Rp.
(20.000.000)
Rp.
0
_________________
Rp.
(20.000.000)

(-)

Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, maka LB pd SPT
Masa PPN yg dibetulkan seb Rp 17 juta tdk perlu diperhitungkan, shg butir II.E tdk perlu diisi
(diisi dgn angka 0).

B1010

3.2. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi LB lbh kecil


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 200 ribu dan akan
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan utk SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi LB lbh kecil yaitu Rp150 ribu.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.

PPN
Rp.
(150.000)
Rp.
0
_________________
Rp.
(150.000)

(-)

Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, maka LB pd SPT
Masa PPN yg dibetulkan Rp 200 ribu tdk perlu diperhitungkan, shg butir II.E tdk perlu diisi
(diisi dan angka 0).

3.3. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi Nihil


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 1 juta dan akan
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi Nihil.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.

PPN
Rp.
0
Rp.
0
_________________
Rp.
0

(-)

Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, tdk ada LB pd
Masa Pajak Jan 2011 yg dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011, shg
butir II.E tdk perlu diisi (diisi dgn angka 0).

3.4. SPT Masa PPN LB dibetulkan menjadi KB


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 1 juta dan akan
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. Pd tanggal 10 Mar 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi KB Rp 250 ribu.
c. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 blm dilaporkan.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.

f.
g.
4.

PPN
Rp.
250.000
Rp.
0
_________________
Rp.
250.000

(-)

Dgn dilakukannya pembetulan thd SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011, tdk ada LB pd
Masa Pajak Jan 2011 yg dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011, shg
butir II.E tdk perlu diisi (diisi dgn angka 0).
PKP hrs menyetor PPN KB Rp 250 ribu.
PKP dikenakan sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

Contoh pembetulan SPT Masa PPN utk PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan Nihil
4.1. SPT Masa PPN Nihil dibetulkan menjadi LB
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan Nihil.

B1011

b.
c.
d.

Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi LB Rp 100 ribu.
Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat LB PPN Rp 100 ribu.
Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan

e.

PPN
Rp.
(100.000)
Rp.
0
__________________
Rp.
(100.000)

(-)

Atas kelebihan PPN pd butir II.F Rp100 ribu dpt:


1) dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011);
2) dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak
Jan 2011 (Masa Pajak Apr 2011); atau
3) dimintakan kembali oleh PKP dlm hal memenuhi ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4b) UU
PPN.

4.2. SPT Masa PPN Nihil dibetulkan menjadi KB


a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan Nihil.
b. Pd bulan Apr 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011
menjadi KB Rp 750 ribu.
c. Shg pd SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan terdapat KB PPN Rp 750 ribu.
d. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan 2011:
Penghitungan PPN KB atau (LB)
Butir II.D - PPN KB (LB)
Butir II.E - PPN KB (LB) pd SPT yg dibetulkan
Butir II.F - PPN KB (LB) krn pembetulan
e.
f.
5.

PPN
Rp.
750.000
Rp.
0
__________________
Rp.
(750.000)

(-)

PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 750 ribu.


PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

Contoh pembetulan SPT Masa PPN yg semula / sebelumnya dilaporkan LB dikompensasikan


menjadi LB direstitusi
a. Semula SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 berisi PK Rp 3 juta dan PM Rp 8 juta shg SPT
Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 menunjukkan LB Rp 5 juta. PPN LB tsb tlh dikompensasikan ke
Masa Pajak berikutnya (Masa Pajak Feb 2011).
b. SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 berisi PK Rp 6 juta dan PM Rp 9 juta (terdiri dari PM pd
Masa Pajak Feb 2011 Rp 4 juta dan kompensasi LB dari Masa Pajak Jan 2011 Rp 5 juta) shg
SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011 menunjukkan LB Rp 3 juta dan tlh dikompensasikan ke
Masa Pajak Mar 2011.
c. Pd bulan Maret 2011, dilakukan pembetulan atas SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 yaitu
kelebihan bayar yg sebelumnya dimintakan utk dikompensasi ke Masa Pajak berikutnya diubah
menjadi dimintakan kembali (direstitusi).
d. Akibat pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 tsb, PKP hrs melakukan pembetulan
SPT Masa PPN Masa Pajak Feb dan Masa-Masa seterusnya s.d. posisi LB menjadi KB, atau s.d.
Masa Pajak saat pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan. Utk contoh kasus ini, PKP hrs
melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Feb 2011.
e. Pengisian pd formulir SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Jan dan Feb 2011:
SPT Masa PPN
Pembetulan
Masa Pajak Jan

Penghitungan PPN KB atau (LB)


Butir II.A
Butir II.C
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F

B1012

PPN
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

3.000.000
8.000.000 (-)
(5.000.000)
(5.000.000) (-)
0

Pembetulan
Masa Pajak Feb

f.
g.

Butir II.A
Butir II.C
Butir II.D
Butir II.E
Butir II.F

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

6.000.000
4.000.000 (-)
2.000.000
(3.000.000) (-)
5.000.000

PKP hrs menyetor PPN KB pd butir II.F Rp 5 juta.


PKP dikenai sanksi sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.

Catatan:
Utk contoh-contoh pembetulan SPT Masa PPN yg mengakibatkan kelebihan pembayaran PPN
dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN, namun SPT Masa PPN Masa
Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN tsb sdh disampaikan, maka kelebihan bayar tsb dpt
dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak stl Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa
PPN.
Contoh:
Dlm bulan Apr 2011 dilakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Jan 2011 yg hasil pembetulannya
menunjukkan LB dan akan dikompensasikan ke Masa Pajak dilakukannya pembetulan SPT Masa PPN
Masa Pajak Jan 2011 yaitu Masa Pajak Apr 2011. Namun, apabila SPT Masa PPN Masa Pajak Apr 2011
sdh disampaikan, maka kelebihan bayar tsb dikompensasikan ke SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2011.

B1013

SPT TAHUNAN PPh


A. SPT TAHUNAN PPh
Dasar Hukum:
PP 94 Thn 2010
PER-34/PJ./2010 jo PER-26/PJ/2013 jo PER-19/PJ/2014
PER-4/PJ/2011 (berlaku sejak 10 Feb 2011) ttg Bentuk dan tata cara penggunaan template dlm
bahasa Inggris SPT Tahunan PPh WP Badan dan OP Thn Pajak 2010 beserta petunjuk
pengisiannya
PER-28/PJ/2011 (berlaku sejak 19 Sept 2011 utk pengisian SPT Tahunan PPh Thn Pajak 2011
dan seterusnya) ttg Bentuk & isi SPT Tahunan PPh bagi WP yg melakukan kegiatan di bidang
usaha hulu minyak dan/atau gas bumi
SE dan surat terkait:
SE-29/PJ/2010 ttg Pengisian SPT Tahunan PPh WP OP Bagi Wanita Kawin yg Melakukan
Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan atau yg Memilih utk Menjalankan Hak & Kewajiban
Perpajakannya Sendiri
S-1018/PJ.03/2014 tgl 28 Agust 2014
Batas Waktu Pelaporan/Pembayaran dan Perpanjangan SPT Tahunan lihat di Bagian B.05
Jenis SPT Tahunan
I.

SPT Tahunan PPh OP


1. SPT Tahunan 1770
Digunakan WP yg mempunyai penghasilan:
a. dari usaha/pekerjaan bebas yg menyelenggarakan pembukuan atau Norma
Penghitungan Penghasilan Neto;
b. dari 1 atau lbh pemberi kerja;
c. yg dikenakan PPh Final dan atau bersifat Final; dan/atau
d. penghasilan lain.
Yg wajib menggunakan SPT Tahunan PPh OP 1770:
a. Suami/istri yg melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
b. WP OP yg mempunyai penghasilan dari 1 atau lbh pemberi kerja tetapi tdk memiliki bukti
potong 1721-A1/A2 atau bukti potong lain.
c. WP OP yg tdk mempunyai penghasilan dari sumber manapun tetapi mempunyai NPWP.
2. SPT Tahunan 1770 S
Digunakan WP yg mempunyai penghasilan:
a. dari 1 atau lbh pemberi kerja;
b. dari DN lainnya; dan/atau
c. yg dikenakan PPh dan/atau bersifat final.
3. SPT Tahunan 1770 SS
Utk Thn Pajak 2009-2012:
Digunakan WP yg mempunyai penghasilan hanya dari satu 1 pemberi kerja dgn jml
penghasilan bruto dari pekerjaan < Rp 60 juta setahun dan tdk mempunyai penghasilan
lain kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi.
Mulai Thn Pajak 2013:
Digunakan WP yg mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas dgn jml penghasilan bruto < Rp 60 juta setahun.
Dpt disampaikan dlm bentuk kertas atau e-SPT (menggunakan media elektronik atau melalui
e-filing)
Penggunaan format berwarna pd Form SPT 1770 SS (kertas) mulai thn pajak 2013
ditujukan agar WP tdk melakukan penggandaan sendiri shg menyulitkan proses scanning
& capturing di Unit Pengolahan Data dan Dokumen Pepajakan (UPDDP) nantinya. Utk itu
Form SPT 1770 SS (kertas) hanya dpt diperoleh dgn cara mengambil lsg ke KPP, KP2KP,

B111

Pojok Pajak dan Mobil Pajak. Cara mencetak sendiri menggunakan aplikasi PDF isian
atau menggandakan sendiri tetap dianggap lengkap sepanjang memenuhi ketentuan
mengenai bentuk, ukuran dan spesifikasi teknis yg tlh ditentukan (sekurang-kurangnya
memenuhi ukuran formulir & batas margin formulir yg ditentukan)
SPT
1770

1770 S

1770
SS

Dasar
Hukum

II.

Thn Pajak 2009

Thn Pajak
Thn Pajak 2014
Thn Pajak 2013
2010-2012
dst
Di pojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan

Di pojok kiri atas


tertulis Departemen
Keuangan
1770-III bagian A No. 2 tertulis bunga/diskonto
1770-III bagian A
obligasi
No. 2 tertulis
bunga/diskonto
obligasi yg
dilaporkan
perdagangannya
di bursa efek
1770-III bagian B No. 5 tertulis beasiswa
1770-III bagian B
No. 5 tertulis
beasiswa dalam
negeri
Dipojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan
Dipojok kiri atas
tertulis Departemen
Keuangan
1770 S-I bagian B No. 5 tertulis beasiswa
1770 S-I bagian B
No. 5 tertulis
beasiswa dalam
negeri
1770 S-II bagian A No. 2 tertulis bunga/diskonto
1770 S-II bagian A
obligasi
No. 2 tertulis
bunga/diskonto
obligasi yg
dilaporkan
perdagangannya
di bursa efek
Dipojok kiri atas tertulis Kementrian Keuangan
Dipojok kiri atas
tertulis Departemen
Keuangan
Terdiri dari Bagian Identitas (7 butir),
Terdiri dari Bagian Identitas (2 butir),
Jumlah Keseluruhan Harta yang
Pajak Penghasilan, Penghasilan
Dimiliki Pada Akhir Tahun, dan
yang Dikenakan PPh Final dan yang
Jumlah Keseluruhan Kewajiban/
Dikecualikan dari Objek Pajak dan
Utang Pada Akhir Tahun
Daftar Harta dan Kewajiban
PER-34/PJ/2009 jo
PERPER-26/PJ/2013
PER-19/PJ/2014
PER-66/PJ/2009
34/PJ/2010

SPT Tahunan PPh Badan


1.
2.

SPT Tahunan PPh 1771 utk WP Badan yg menggunakan pembukuan dgn Bahasa
Indonesia & mata uang Rupiah
SPT Tahunan PPh 1771 $ utk WP Badan yg menggunakan pembukuan dgn bahasa
asing & mata uang selain Rupiah

Yg Tdk Wajib Menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan (dan SPT Masa PPh Pasal 25)
a. WP (termasuk Bendahara) yg tdk termasuk ke dlm pengertian WP Badan

B112

b.

Kantor cabang dari suatu perseroan (krn yg wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh WP
Badan hanyalah kantor pusatnya saja lihat S-979/PJ.313/2004)
c. Joint Operation, (lihat S-60/PJ.422/1994, S-251/PJ.313/1998, S-323/PJ.42/1989, kewajiban
yg ada hanya sbg WP pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26
atau PPN)
d. Representative Office (Kantor Perwakilan Dagang Asing) yg dlm ketentuan UU PPh atau Tax
Treaty tdk termasuk ke dlm pengertian BUT (lihat SE-18/PJ.431/1992, S-545/PJ.312/2003)
BUT wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan namun tdk wajib menyampaikan SPT Masa
PPh Pasal 25
SPT
Induk

Lamp
Khusus

Thn Pajak 2010Thn Pajak 2014 dst


2013
Di pojok kiri atas tertulis Kementrian
Keuangan
1771 Induk bagian C No. 10 menjadi dihapus

Thn Pajak 2009

Di pojok kiri atas tertulis


Departemen Keuangan
1771 Induk bagian C No.10
tertulis PPh pasal 25 ayat
(8)/Fiskal Luar Negeri
1771 Induk bagian D No.13 terdapat kata-kata Khusus
Restitusi untuk Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu :

1771-I No. 2, di dlm kurung tertulis


diisi dari Lamp 7A kolom 4
1771-IV Bagian A No. 2 tertulis
bunga/diskonto obligasi yg
dilaporkan perdagangannya di
bursa efek
1771-V Bagian A, dan Bagian B,
kolom nama & alamat dijadikan 1
1771-VI Bagian A, kolom nama &
alamat dijadikan 1
Jml neto di Lamp Khusus 7A ada
di kolom 4
Lamp Khusus Transkrip LK
8A-1: Manufaktur
8A-2: Dagang
8A-3: Bank Konvensional
8A-4: Bank Syariah
8A-5: Perusahaan Asuransi
8A-6: Non-Kualifikasi

Dasar
Hukum

PER-39/PJ/2009

1771 Induk bagian D


No.13 terdapat
penambahan katakata Khusus
Restitusi untuk
Wajib Pajak dengan
Kriteria Tertentu
atau Wajib Pajak
yang Memenuhi
Persyaratan
Tertentu:
1771-I No. 2, di dlm kurung tertulis diisi dari
Lamp 7A kolom 5
1771-IV Bagian A No. 2, tertulis
bunga/diskonto obligasi

1771-V Bagian A dan Bagian B, menjadi


kolom nama & alamat terpisah
1771-VI Bagian A, menjadi kolom nama &
alamat terpisah
Jml neto di Lamp Khusus 7A ada di kolom 5
(dikarenakan penambahan kolom alamat yg
dijadikan di kolom 3)
Lamp Khusus Transkrip LK
8A-1: Manufaktur
8A-2: Dagang
8A-3: Bank Konvensional
8A-4: Bank Syariah
8A-5: Perusahaan Asuransi
8A-6: Non-Kualifikasi
8A-7: Dana Pensiun
8A-8: Perusahaan Pembiayaan
PER-34/PJ/2010
PER-19/PJ/2014

SPT Tahunan PPh Migas


SPT Tahunan PPh bagi WP yg melakukan kegiatan di bidang usaha hulu minyak dan/atau gas
bumi adalah sebagaimana ditetapkan dlm PER-34/PJ./2010 dgn dilampiri (mulai Thn Pajak 2011):

B113

a.

b.

Lamp keterangan/dokumen:
Financial Quarterly Report (FQR) utk periode terakhir Thn Pajak yg bersangkutan; dan
Bukti penyetoran PPh
Lamp Khusus:
Lamp Khusus Penghitungan PPh bagi KKKS Migas (Lamp I PER-28);
Lamp Khusus Rincian Biaya dlm Rangka Kontrak Kerja Sama Migas (Lamp II PER28/PJ/2011); dan
Lamp Khusus Daftar Penyusutan dlm Rangka Kontrak Kerja Sama Migas (Lamp III PER28/PJ/2011)
Pengisian Lampiran V Form 1771-V & 1771-V / $ (berdasar Buku Petunjuk Pengisian SPT
Tahunan PPh Badan dan SE-02/PJ.42/2003):
WP yayasan dan badan-badan lain yg tdk dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta
KIK Reksa Dana dan KIK-EBA, cukup mengisi Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal
dgn pernyataan Tidak Ada pd kolom (2).
WP PMB, pemegang saham publik tdk perlu dirinci per nama (dpt dinyatakan scr
kumulatif) kecuali apabila kepemilikan sahamnya berjumlah > 5% dari jml modal disetor.
Daftar Susunan Pengurusan dan Komisaris diisi lengkap tetapi tdk termasuk tingkat
manajer.
Bagi pemegang saham/pemilik modal serta pengurus & komisaris yg mrp WP DN dan
menerima atau memperoleh penghasilan yg melebihi PTKP wajib mencantumkan NPWP
dlm SPT Tahunan PPh WP Badan.
Bagi pemegang saham/pemilik modal serta pengurus & komisaris yg tdk bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan dan
atau menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, tdk wajib mencantumkan
NPWP dlm SPT Tahunan PPh WP Badan.
Bagi istri yg tdk mengadakan perjanjian pemisahan harta & penghasilan dgn suami dan
bagi anak yg blm dewasa (anak yg blm berumur 18 thn & blm pernah menikah), yg
menjadi pemegang saham/pemilik modal dan atau pengurus & komisaris, wajib
mencantumkan NPWP suami/bapak dlm SPT Tahunan PPh WP Badan.
Apabila dlm mengisi SPT Tahunan PPh WP Badan dibantu konsultan pajak, WP
diwajibkan utk mengisi identitas konsultan pajak (Nama & NPWP).

Ketentuan Terkait
a. Penghasilan yg Diterima/diperoleh OP dari Badan yg Tdk Wajib Memotong PPh Pasal 21
(Pasal 14 PP 94 Thn 2010)
OP DN yg menerima/memperoleh penghasilan di atas PTKP sehubungan dgn pekerjaan dari
badan-badan yg tdk wajib melakukan pemotongan pajaksesuai Pasal 21 ayat (2) UU PPh, wajib:
memiliki NPWP;
melaksanakan sendiri penghitungan & pembayaran PPh yg terutang dlm tahun berjalan; dan
melaporkan penghitungan & pembayaran PPh yg terutang dlm thn berjalan dlm SPT
Tahunan.
b. PPh 21, 22, 23 yg Dipotong/dipungut Sbl Memiliki NPWP (Pasal 20 PP 94 Thn 2010 &
penjelasannya)
PPh yg dipotong/ dipungut berdasarkan tarif pemotongan/pemungutan sesuai Pasal 21 ayat (5a),
Pasal 22 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (1a) UU PPh, dpt dikreditkan thd PPh yg terutang utk thn
pajak yg bersangkutan stl WP tsb memiliki NPWP.
c. Hak & Kewajiban Perpajakan Wanita Kawin (Angka 3 SE-29/PJ/2010)
1. Bagi wanita kawin yg melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yg
memilih utk menjalankan hak & kewajiban perpajakannya sendiri wajib menyampaikan SPT
Tahunan PPh WP OP atas namanya sendiri terpisah dgn SPT Tahunan PPh suaminya.
2. Penghasilan yg dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh wanita kawin pd angka 1 adalah slr
penghasilan yg diterima atau diperoleh wanita kawin tsb dlm suatu thn pajak, tdk termasuk
penghasilan anak yg blm dewasa.

B114

3.

4.

Penghitungan PPh terutang dlm SPT Tahunan PPh wanita kawin pd angka 1 didasarkan pd
penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri tsb
dihitung sesuai dgn perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri.
Penghitungan PPh terutang pd angka 3, berlaku juga bagi wanita kawin sbg pegawai yg
mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 pemberi kerja yg tlh
dipotong PPh Pasal 21.

Uraian
Pelaksanaan hak
& kewajiban
perpajakan
NPPW yg tlh ada

Penghasilan yg
diterima/diperoleh

Penghasilan
wanita kawin yg
semata-mata
diterima atau
diperoleh dari 1
pemberi kerja
Pemotongan atau
pemungutan PPh
Perhitungan PPh
Kewajiban
Penyampaian
SPT Tahunan
Hak & kewajiban
lainnya

Tdk Berkehendak Menjalankan Hak &


Kewajiban Perpajakan Scr Terpisah dgn
Suami
Menggunakan NPWP suami

Wajib mengajukan permohonan


penghapusan NPWP

Dianggap sbg penghasilan/kerugian


suaminya
Kecuali:
Penghasilan tsb semata-mata diterima/
diperoleh dari 1 pemberi kerja yg tlh
dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tsb
tdk ada hubungannya dgn
usaha/pekerjaan bebas suami atau
anggota keluarga lainnya
Apabila tlh dipotong PPh Pasal 21 dan
pekerjaan tsb tdk ada hubungannya dgn
usaha/pekerjaan bebas suami atau
anggota keluarga lainnya, maka PPh
Pasal 21 yg tlh dipotong bersifat final
Wajib menunjukkan NPWP sumai atau
kepala keluarga kpd pemotong/pemungut
PPh
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPh
Ada pd pihak suami

B. CONTOH KASUS KHUSUS TTG PTKP


Dasar Hukum:
PER-34/PJ./2010 jo PER-26/PJ/2013 jo PER-19/PJ/2014
SE dan surat terkait:
SE-29/PJ/2010
S-1018/PJ.03/2014
Contoh 1 4: Sumber dari Buku Petunjuk Pengisian SPT 1770 & 1770 S
Contoh 5: Sumber dari Buku Petunjuk Pengisian SPT 1770

B115

Berkehendak
Menjalankan Hak &
Kewajiban Perpajakan
Scr Terpisah dgn Suami
Menggunakan NPWP
sendiri
Wajib menyampaiakn
Surat Penrytaan
Menghendaki
Menjalankan Kewajiban
Perpajakan scr Terpisah
Dianggap sbg
penghasilan/kerugian
sendiri

PPh Pasal 21 yg tlh


dipotong tdk bersifat final

Wajib menunjukkan
NPWP-nya sendiri kpd
pemotong/ pemungut PPh
Berdasarkan Pasal 8 ayat
(3) UU PPh
Dilakukan sendiri oleh
wanita kawin

1.

2.

3.

Seorang WP menerima atau memperoleh penghasilan neto Thn Pajak 2010 seb Rp 96,8 juta. WP
berstatus kawin dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya tdk mempunyai penghasilan
sendiri. Penghitungan pajak dgn penerapan tarif tsb di atas dilakukan sbb:
Penghasilan Neto 1 thn
PTKP
PKP

=
=
=

Rp 96,8 juta
Rp 21,12 juta +/+
Rp 75,68 juta

PPh terutang:
5% x Rp 50 juta
15% x Rp 25,68 juta
Jml

=
=

Rp 2,5 juta
Rp 3,852 juta +/+
Rp 6,352 juta

Seorang WP yg berstatus tdk kawin baru datang dan mempunyai niat menetap di Indonesia utk
selama-lamanya pd awal Okt 2010 dan menerima atau m,eperoleh penghasilan dari usaha mulai
Okt s.d. Des 2010 seb Rp 5.750.230. Atas penghasilan tsb, dilakukan penerapan tarif pajak sbb:
Penghasilan 3 bulan
Penghasilan 1 thn
12/3 x Rp 5.750.230

Rp 5.750.230

Rp 23.000.920

PTKP
PKP
Dibulatkan menjadi (utk penerapan tarif)

=
=
=

Rp 15,84 juta +/+


Rp 7.160.920
Rp 7,16 juta

PPh yg terutang 1 thn: = 5% x Rp 7,16 juta


PPh yg terutang thn 2010 (3 bulan): 3/12 x Rp 358 ribu

=
=

Rp 358 ribu
Rp 89,5 ribu

Seorang WP dlm thn 2010 menerima atau memperoleh penghasilan neto seb Rp 219,608 juta.
WP berstatus kawin pisah harta dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya menerima
atau memperoleh penghasilan neto dari usaha seb Rp 109,192 juta.
Penerapan tarif utk @ suami & istri adalah sbb:
Penghasilan Neto suami
Penghasilan Neto istri
Penghasilan Neto gabungan
PTKP (K/I/3)
PKP
PPh terutang gabungan (suami & istri):
5% x Rp 50 juta
15% x Rp 200 juta
25% x Rp 41,4 juta
a.

b.

4.

Utk SPT suami


PPh terutang
Utk SPT istri:
PPh terutang

=
=
=

=
=
=
=
=

Rp 219,608 juta
Rp 109,192 juta +/+
Rp 3028,8 juta
Rp 37,4 juta -/Rp 291,4 juta

Rp 2,5 juta
Rp 30 juta
Rp 10,35 juta +/+
Rp 42,85 juta
=

Rp 219,608 juta
Rp 328,8 juta

Rp 42,85 juta

Rp 28.619.838

Rp 109,192 juta
Rp 328,8 juta

Rp 42,85 juta

Rp 14.230.162

Dlm hal suami & istri tlh hidup berpisah, penghitungan PKP-nya dilakukan sendiri-sendiri
(menggunakan 2 SPT tahunan PPh WP OP yg berbeda). PTKP bagi suami dan istri yg tlh hidup
berpisah diperlakukan seperti WP tdk kawin (TK), sedangkan tangungan sesuai dgn kenyataan
sebenarnya yg diperkenankan.

B116

Contoh perhitungan sbb:


Seorang WP(suami) dlm thn 2010 menerima atau memperoleh penghasilan neto seb Rp
219,608 juta. WP berstatus hidup berpisah (HB) dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan
istrinya menerima atau memperoleh pengahilan neto dari usaha seb Rp 109,192 juta.
a.

b.

Perhitungan PPh terutang bagi suami:


Penghasilan Neto suami
PTKP (TK/3)
PKP

=
=
=

Rp 219,608 juta
Rp 19,8 juta -/Rp 199,808 juta

PPh terutang suami:


5% x Rp 50 juta
15% x Rp 149,808 juta

=
=

Rp 2,5 juta
Rp 22,4712 juta +/+
Rp 24,9712 juta

Perhitungan PPh terutang bagi istri:


Penghasilan Neto istri
PTKP (TK)
PKP

=
=
=

Rp 109,192 juta
Rp 15,84 juta -/Rp 93,352 juta

PPh terutang istri:


5% x Rp 50 juta
15% x Rp 43,352 juta

=
=

Rp 2,5 juta
Rp 6,5028 juta +/+
Rp 9,0028 juta

Contoh Perhitungan pd Kasus 3 & 4 di atas dibuat di dlm lembar tersendiri dan sbg Lampiran
di dlm penyampaian SPT bagi WP yg kawin pisah harta dan penghasilan istri yg menghendaki
utk menjalankan hak & kewajibannnya sendiri, baik suami maupun istri.
5.

Data:
Nama
NPWP
Pekerjaan
Status
Tanggungan

:
:
:
:
:

Hendra Sialagan
08.296.172.2-007.000
Dagang Tekstil/Direktur CV Inovasi
Menikah
1 orang anak (PTKP K/I/1)

Thn 2010:
Peredaran bruto atau omzet dari usaha dagang tekstil Hendra Sialagan adalah Rp 1 M
(berdasarkan KEP-536/PJ/2000, persentase norma perkiraan penghasilan neto ata usaha
dagang tekstil adalah 30%).
Penghasilan lainnya pd thn 2010:
1. Jasa angkutan darat (angkutan kota), (berdasarkan KEP-536/PJ/2000, persentase norma
perkiraan penghasilan neto ata jasa angkutan darat adalah 25%) dgn omzet seb Rp 400
juta
2. Gaji bersih sbg direktur di CV Inovasi seb Rp 44,4 juta
3. Keuntungan dari penjualan [perhiasan emas seb Rp 38 juta (Hendra Sialagan membeli
perhiasan emas seharga Rp 40 juta dan kemudian dijual seharga Rp 76 juta)
Data tanbahan:
Bahwa Hendra Sialagan memiliki istri bernama Megan Susilawati dan mempunyai NPWP
07.890.123.4-567.000 (NPWP sendiri yg terpisah dgn suami) dan menerima penghasilan neto
selama thn 2010 total seb Ro 141 juta yg berasal dari:
1. Penghasilan sbg karyawan Rp 129 juta
2. Penghasilan dari keuntungan selisih kurs Rp 12 juta
Dari data di atas perhitungan PPh bagi Hendra Sialagan dan istrinya Megan Susilawati yg @
memiliki NPWP tsb dibuatkan lembar perhitungan sendiri di bawah ini.

B117

B118

Lampiran S-1018/PJ.03/2014 tgl 28 Agust 2014:

B119

B1110

B1111

C. PENERIMAAN & PENGOLAHAN SPT TAHUNAN PPh


Dasar Hukum:
PER-26/PJ/2012 (berlaku sejak 01 Jan 2013) ttg Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT
Tahunan mencabut PER-19/PJ/2009 stdtd PER-48/PJ/2011
SE terkait:
SE-55/PJ/2012 ttg Petunjuk Teknis Tata Cara Penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan

No.
1.

2.

3.

Uraian
Penyampaian SPT

SPT yg Hrs
Disampaikan ke TPT
KPP Tempat WP
Terdaftar (meliputi
TPT KPP & KP2KP)
SPT KPP Sendiri
Diteliti di Depan

4.

Penelitian SPT
Pembetulan

5.

SPT Dianggap Tdk


Disampaikan

Pokok-Pokok Perubahan 2013


Lama
Baru
Penyampaian SPT dlm
Penyampaian SPT tdk dlm
amplop
amplop.
Apabila disampaikan dlm
amplop/kemasan lain,
Petugas hrs membukanya
SPT LB
SPT LB
SPT Pembetulan
SPT Pembetulan
SPT yg disampaikan
SPT yg disampaikan lewat
lewat waktu
waktu
e- SPT
SPT KPP Sendiri dan
SPT KPP Lain tdk diteliti di
SPT KPP Lain tdk diteliti
depan
di depan
SPT KPP Sendiri diteliti di
WP lsg diberi tanda
depan
terima SPT
Apabila lengkap, WP
diberi tanda terima SPT
dan SPT di-stempel
LENGKAP
Apabila tdk lengkap, SPT
dikembalikan disertai
lembar penelitian SPT
Petugas: Peneliti
Petugas: AR dari WP ybs
Proses: Penelitian
Proses:
kelengkapan SPT
Pengecekan syarat
penyampaian SPT
pembetulan (UU KUP
Pasal 8 ayat (1), (1a) dan
(6)
Penelitian kelengkapan
SPT
Pemberitahuan SPT
Pemberitahuan SPT dianggap
dianggap tdk
tdk disampaikan dilakukan1
disampaikan dilakukan1
atas SPT yg:
atas SPT yg:
Tdk ditandatangani
Tdk ditandatangani
Tdk dilampiri
keterangan/dokumen
Tdk dilampiri
keterangan/dokumen
LB disampaikan stl 3 thn
& tlh ditegur tertulis
Disampaikan stl
diperiksa/ diterbitkan SKP

Ket:
1
Atas butir 5 thd SPT yg tdk diitandatangani dan/ tdk dilampiri keterangan/dokumen dilakukan
permintaan kelengkapan SPT dahulu. 30 hari berikutnya apabila WP tdk merespon maka dilakukan
pemberitahuan SPT dianggap tdk disampaikan.

B1112

Penyampaian SPT Tahunan PPh: (Pasal 2 PER-26/PJ/2012)


1. WP dpt menyampaikan SPT Tahunan dgn cara:
a. lsg;
b. dikirim melalui pos dgn bukti pengiriman surat ke KPP tempat WP terdaftar;
c. dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat ke KPP
tempat WP terdaftar;
d. e-Filing melalui website DJP (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi/Application
Service Provider (ASP).
2. Penyampaian SPT Tahunan scr lsg pd ayat (1) huruf a dpt dilakukan di TPT, Pojok Pajak, Mobil
Pajak atau Drop Box di mana saja yg disediakan oleh DJP.
3. Penyampaian SPT Tahunan scr lsg pd ayat (1) huruf a hrs disampaikan di TPT KPP tempat WP
terdaftar, dlm hal:
a. SPT Tahunan LB;
b. SPT Tahunan pembetulan;
c. SPT Tahunan yg disampaikan stl batas waktu penyampaian SPT; dan/atau
d. SPT Tahunan dlm bentuk e-SPT;
4. Penyampaian SPT Tahunan scr lsg pd ayat (1) huruf a dilakukan tdk dlm amplop atau kemasan
lainnya.
5. Penyampaian SPT Tahunan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir pd ayat
(1) huruf b / c dilakukan dlm amplop tertutup yg tlh dilekati lembar informasi amplop SPT Tahunan
yg berisi data sbb:
a. Nama WPk;
b. NPWP;
c. Thn Pajak;
c. Status SPT (Nihil/KB/LB);
d. Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke-...);
e. Perubahan Data (Ada/Tdk Ada);
f. Nomor Telepon;
g. Pernyataan; dan
h. Tanda Tangan WP.
6. Format lembar informasi pd ayat (5) dilekatkan pd amplop SPT Tahunan mengacu pd Lamp I
PER-26/PJ/2012.
7. Dlm hal WP mengalami perubahan data, WP hrs mengisi dan melampirkan lembar perubahan
data identitas WP.

B1113

LEMBAR INFORMASI AMPLOP SPT TAHUNAN YANG DISAMPAIKAN MELALUI POS ATAU
PERUSAHAAN JASA EKSPEDISI ATAU JASA KURIR
NPWP

Nama Wajib Pajak

Tahun Pajak

Status SPT*

Nihil

Kurang Bayar

Jenis SPT*

SPT Tahunan

SPT Tahunan Pembetulan Ke-...

Perubahan Data*

:
:

No. Telp/HP

Pernyataan

Tanda Tangan

Lebih Bayar

Ada
Tidak Ada
Jika ada perubahan data Wajib Pajak, maka tempelkan formulir perubahan
data pada amplop SPT Tahunan

Dengan menyadari sepenuhnya atas segala akibat termasuk sanksi-sanksi


sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, saya
menyatakan bahwa informasi pada amplop ini sesuai dengan SPT Tahunan
yang terdapat dalam amplop ini.

Keterangan :
a. *) isilah tanda silang (X) pada kotak
yang sesuai.
b. Jika merupakan SPT Tahunan Pembetulan maka isi pembetulan yang ke berapa kalinya.
Sumber: Lamp I PER-26/PJ/2012

B1114

Kriteria SPT Tahunan/e-SPT Tahunan Dinyatakan Tdk Lengkap (Pasal 3 PER-26/PJ/2012)


1. NPWP atau nama WP tdk dicantumkan dlm SPT Induk dgn lengkap & jelas
2. SPT Induk tdk ditandatangani oleh WP atau Kuasanya
3. SPT Induk ditandatangani oleh kuasa WP tetapi tdk dilampiri dgn Surat Kuasa Khusus atau
SPT Tahunan PPh OP ditandatangani oleh ahli waris tetapi tdk dilampiri dgn Surat Keterangan
Kematian dari Instansi yg berwenang
4. Terdapat elemen SPT Induk yg diisi tdk lengkap
5. SPT KB tetapi tdk dilampiri dgn bukti pelunasan berupa SSP yg sesuai
6. SPT tdk atau kurang disertai dgn lampiran pd Formulir sesuai Lamp IV butir I.A.,butir II.A, butir
III.A dan butir IV.A PER-26/PJ/2012
7. SPT Tahunan tdk atau kurang disertai dgn Lampiran Keterangan dan/atau Dokumen yg
Disyaratkan sesuai Lamp IV butir I.A s.d. butir IV.A atau butir I.B s.d. butir IV.B pd PER-26
8. Lamp Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun dan Daftar Susunan Anggota
Keluarga dlm SPT Tahunan PPh OP dilampirkan tetapi diisi tdk lengkap
9. Lamp Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dan Daftar Susunan Pengurus dan
Komisaris dlm SPT Tahunan PPh Badan dilampirkan tetapi diisi tdk lengkap;
10. Terdapat Lampiran Khusus sesuai Lamp IV butir I.A s,d, butir IV.A atau butir I.B s.d. butir IV.B
pd PER-26/PJ/2012 yg diisi tdk lengkap
11. SPT Induk hasil cetakan dari aplikasi e-SPT Tahunan yg disampaikan oleh WP tdk dilampiri
dgn media elektronik yg berisi data digital SPT Tahunan
12. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan dgn menggunakan media elektronik, tetapi isi
datanya tdk sesuai dgn SPT Induk hasil hasil cetakan yg disampaikan oleh WP
13. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan dgn menggunakan media elektronik tetapi tdk
dpt di-load pd aplikasi SI Perpajakan di DJP
14. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan dgn menggunakan media elektronik tetapi
elemen-elemen datanya tdk diisi atau diisi tetapi tdk lengkap
15. e-SPT Tahunan yg data digitalnya disampaikan melalui e-filing tetapi elemen-elemen data
digitalnya tdk diisi atau diisi tetapi tdk lengkap.
Kriteria Perseroan Terbatas yg wajib diaudit oleh akuntan publik: (Pasal 68 ayat (1) & (2) UU 40
Thn 2007 ttg Perseroan Terbatas ):
Direksi wajib menyerahkan LK Perseroan kpd akuntan publik utk diaudit apabila:
kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/ atau mengelola dana masyarakat;
Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kpd masyarakat;
Perseroan mrp Perseroan Terbuka;
Perseroan mrp persero;
Perseroan mempunyai aset dan/atau jml peredaran usaha dgn jml nilai paling
sedikit Rp 50 M; atau
diwajibkan oleh perpu.
Dlm hal kewajiban di atas tdk dipenuhi, LK tdk disahkan oleh RUPS.

B1115

Alur Penerimaan & Pengolahan SPT Tahunan:

No.

Pokok Bahasan

1.
2.
3.

Penelitian SPT
SPT Kolektif
Pembuatan & Perekaman Detil BA

4.

Penyortiran SPT KPP Lain

5.
6.

Pengiriman SPT
Pengawasan SPT yg Diterima dari
KPP Lain dan Melalui Pos
Permintaan Kelengkapan SPT
Pencetakan LPAD
Aplikasi Pendukung

7.
8.
9.

Kode Posisi pd Alur Proses


sesuai SE-55/PJ/2012
B (Penerimaan Lsg), H (Penelitian)
B (Penerimaan Lsg)
A (Distribusi Tanda Terima), D (Pengumpulan
SPT)
E (Perekaman Tanda Terima), F (Pengiriman
SPT ke KPP Lain)
F (Pengiriman SPT ke KPP Lain)
G (Penerimaan SPT dari KPP Lain)
I (Permintaan Kelengkapan SPT)
L (Pencetakan LPAD)
E (Perekaman Tanda Terima)

Kriteria Utama Ukuran Kesuksesan Pelaksanaan Drop Box:


1. BA dibuat dan direkam setiap hari
2. Pengiriman SPT ke KPP Lain dlm jangka waktu 10 hari sejak diterima di KPP
3. Pengiriman SPT ke KPP atasan dlm jangka waktu 7 hari sejak SPT diterima di KP2KP
4. Penelitian SPT LB dlm jangka waktu 18 hari sejak diterima melalui pos
5. Penelitian SPT yg diterima dari KPP Lain dlm jangka waktu 2 bulan sejak diterima
6. Perekaman isi SPT:
a. 1 bulan sejak SPT LB diterima lengkap
b. 3 bulan sejak SPT KB/N diterima lengkap

B1116

Lembar Penelitian Kelengkapan SPT Tahunan:


Lembar Penelitian Kelengkapan SPT Tahunan WP OP (Lamp III.B.1. SE-55/PJ/2012)
1770

1770 S
FORMULIR TDK ADA
1770 S

1770
1770-I hal. 1

1770 S I

1770-I hal. 2

1770 S II

1770 SS
1770 SS

1770-II
1770-III
1770-IV
LAMPIRAN YG DISYARATKAN TDK ADA
SSP Ps. 29 (Jika SPT KB)

FC Form 1721-A1 dan/atau


1721-A2 atau bukti pemotongan
PPh Pasal 21 lain

Daftar Jml Penghasilan dan


Pembayaran PPh Pasal 25 dari @
tempat usaha/gerai (utk WP
Pengusaha Tertentu)

FC Form 1721-A1
dan/atau 1721-A2 atau
bukti pemotongan PPh
Pasal 21 lain

Surat Kuasa Khusus (jika SPT


ditandatangani oleh kuasa WP)

FC Form 1721-A1 dan/atau


1721-A2 atau bukti pemotongan
PPh Pasal 21 lain (jika memiliki
penghasilan sehubungan dgn
pekerjaan)

Surat Kuasa Khusus (jika


SPT ditandatangani oleh
kuasa WP)

Surat Kuasa Khusus (jika SPT


ditandatangani oleh kuasa WP)

Surat keterangan kematian


(jika SPT ditandatangani
oleh Ahli Waris)

Surat keterangan kematian (jika


SPT ditandatangani oleh Ahli Waris)

Penghitungan Angsuran
PPh Pasal 25 Thn
Berikutnya (Jika WP
Mengisi Bagian F Angka
18.b)

SSP Ps. 29 (Jika SPT KB)


Neraca & Laporan Laba Rugi (jika
pembukuan)
Rekapitulasi bulanan peredaran/
penerimaan bruto dan biaya (jika
menggunakan Norma)

Penghitungan angsuran PPh Pasal


25 thn berikutnya (jika ada sisa
kerugian thn sebelumnya yg
dikompensasikan dan penghasilan
tdk teratur)
Perhitungan Kompensasi Kerugian
(jika WP mengkompensasikan
kerugian thn sebelumnya)
Penghitungan PPh terutang (bagi
WP kawin pisah harta atau suami
istri yg memilih kewajiban
perpajakannya @)

Bukti Pemotongan/
Pemungutan oleh pihak
lain/ditanggung pemerintah
dan yg dibayar/ dipotong di
LN

Bukti Pemotongan/ Pemungutan


oleh pihak lain/ditanggung
pemerintah dan yg dibayar/dipotong
di LN (jika ada)
LAMPIRAN KHUSUS TDK ADA
Lembar "Data Identitas WP" (jika terdapat perubahan identitas)

B1117

LAIN-LAIN
NPWP dan/atau Nama WP tdk diisi
SPT tdk ditandatangani
Thn Pajak tdk diisi
Salah Formulir SPT (Jenis/Thn Formulir)
Tdk ada data digital dlm media elektronik (utk penyampaian melalui e-SPT)
Stl 1 Jan 2013, lampiran yg tdk disyaratkan lagi utk 1770:
FC tanda bukti pembayaran fiskal luar negeri (TBFLN) (jika ada)

B1118

Lembar Penelitian Kelengkapan SPT Tahunan WP Badan (Lamp III.B.2. SE-55/PJ/2012)


1771
1771

1771 $
FORMULIR TDK ADA
1771/$

1771 hal. 2

1771/$ hal. 2

1771-I

1771-I/$

1771-II

1771-II/$

1771-III

1771-III/$

1771-IV

1771-IV/$

1771-V

1771-V/$

1771-VI

1771-VI/$

LAMPIRAN YG DISYARATKAN TDK ADA


SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29 (Jika SPT KB)
SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29 (Jika SPT KB)
LK atau LK yg tlh diaudit oleh Akuntan Publik

LK atau LK yg tlh diaudit oleh Akuntan Publik

SSP PPh Pasal 26 ayat (4) (Khusus BUT yg


membayar setoran PPh Pasal 26 Ayat (4))

SSP PPh Pasal 26 ayat (4) (Khusus BUT yg membayar


setoran PPh Pasal 26 Ayat (4))

Daftar nominatif pengeluaran biaya promosi

Daftar nominatif pengeluaran biaya promosi yg


dikurangkan dari penghasilan bruto (Apabila ada)

Surat Kuasa Khusus (Jika dikuasakan)

Surat Kuasa Khusus (Jika dikuasakan)

LAMPIRAN KHUSUS TDK ADA


1A : Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal
1B : Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal (jika WP
(Jika WP memiliki aktiva yg disusutkan atau
memiliki aktiva yg disusutkan atau diamortisasi)
diamortisasi)
2A : Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal
(jika WP mempunyai hak Kompensasi kerugian
fiskal)

2B : Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal (jika WP


mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal)

3A,3A-1 & 3A-2 : Pernyataan transaksi dlm


hubungan istimewa dan/atau transaksi dgn pihak
yg mrp penduduk negara Tax haven Country
(jika WP mengisi Induk SPT 1771 bagian G
angka 16.a)

3B,3B-1 & 3B-2 : Pernyataan transaksi dalam hubungan


istimewa dan/atau transaksi dengan pihak yang
merupakan penduduk negara Tax haven Country (jika
WP mengisi Induk SPT 1771 bagian G angka 16.a)

4A : Daftar Fasilitas Penanaman Modal (jika WP


memperoleh fasilitas penanaman modal)

4B : Daftar Fasilitas Penanaman Modal (jika WP


memperoleh fasilitas penanaman modal)

5A : Daftar Cabang Utama Perusahaan (jika WP


mempunyai kantor cabang atau tempat-tempat
usaha di luar kantor pusatnya)

5B : Daftar Cabang Utama Perusahaan (Jika WP


mempunyai kantor cabang atau tempat-tempat usaha di
luar kantor pusatnya)

6A : Perhitungan PPh Pasal 26 ayat (4) (jika


terdapat setoran PPh Pasal 26 ayat (4) oleh
BUT)

66 : Perhitungan PPh Pasal 26 ayat (4) (Jika terdapat


setoran PPh Pasal 26 ayat (4) oleh BUT)

7A : KPLN (jika WP memperoleh penqhasilan


den tlh dikenakan pajak di LN)

7B : KPLN (jika WP memperoleh penghasilan dan tlh


dikenakan pajak di LN)

8A-1/8A-2/8A-3/8A-4/8A-5/8A-6 : Transkrip
Kutipan Elemen-elemen dari LK (wajib diisi oleh
WP, pilih salah satu formulir sesuai dgn jenis
usahanya)

8B-1/8B-2/8B-3/8B-4/8B-5/8B-6 : Transkrip Kutipan


Elemen-elemen dari LK (wajib diisi oleh WP, pilih salah
satu formulir sesuai dgn jenis usahanya)
LAIN-LAIN

NPWP dan/atau Nama WP tdk diisi


SPT tdk ditandatangani
Thn Pajak tdk diisi
Salah Formulir SPT (Jenis/Thn Formulir)

B1119

Tdk ada data digital dlm media elektronik (utk penyampaian melalui e-SPT)
Utk SPT Tahunan WP OP & Badan
KETENTUAN PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PEMBETULAN TDK TERPENUHI
Pembetulan SPT Tahunan disampaikan dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan
Pembetulan SPT Tahunan disampaikan paling lama 2 thn sbl daluarsa penetapan, dlm hal pembetulan SPT
Tahunan tsb menyatakan rugi atau LB
Pembetulan SPT Tahunan disampaikan dlm jangka waktu 3 bulan stl menerima skp, SK Keberatan, SK
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan PK, dgn syarat Dirjen Pajak blm melakukan tindakan pemeriksaan,
dlm hal WP menerima dokumen tsb yg menyatakan rugi fiskal yg berbeda dgn rugi fiskal yg tlh dikompensasikan
dlm SPT Tahunan yg akan dibetulkan

B1120

e-SPT
Definisi:
e-SPT: SPT beserta lampiran-lampirannya dlm bentuk digital dan dilaporkan scr elektronik atau dgn
menggunakan media komputer ke KPP di mana WP terdaftar.
Aplikasi e-SPT: Aplikasi SPT yg diberikan scr cuma-cuma oleh DJP kpd WP, yg digunakan utk
merekam, memelihara, dan menghasilkan data digital SPT serta mencetak SPT.

A. TATA CARA & PERSYARATAN


Dasar Hukum:
Pasal 1 UU KUP
PER-184/PJ/2004 ttg Tata cara penyampaian SPT dlm bentuk digital
Tata Cara & Persyaratan:
WP melakukan instalasi aplikasi e-SPT pd sistem komputer yg digunakan utk keperluan
administrasi perpajakannya.
WP menggunakan aplikasi e-SPT utk merekam data-data perpajakan yg akan dilaporkan.
WP mencetak Bukti Pemotongan/Pemungutan dgn menggunakan aplikasi e-SPT dan
menyampaikannya kpd pihak yg dipotong/dipungut.
WP mencetak Form Induk SPT Masa PPh/PPN dan atau SPT Tahunan PPh menggunakan
aplikasi e-SPT, kemudian menandatanganinya.
WP membentuk file data SPT dgn menggunakan aplikasi e-SPT dan disimpan dlm media
komputer (disket, CD, dsb)
WP melaporkan SPT dgn menggunakan media elektronik ke KPP dgn membawa Form Induk SPT
Masa PPh/PPN dan atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yg tlh ditandatangani beserta
file data SPT yg tersimpan dlm media komputer sesuai dgn ketentuan perpu yg berlaku.
WP yg tlh memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan sendiri dpt melakukan proses impor
data dari sistem yg dimiliki WP ke dlm aplikasi e-SPT dgn mengacu kpd format data yg sesuai
dgn aplikasi e-SPT.
Setting Regional:
Setting Regional dilakukan agar penanggalan yg ada pd setiap form dan pencetakan sama. Ubah
setting regional pd komputer yg akan digunakan ke setting utk Indonesia.
1. Pilih menu Start Setting Control Panel
2. Kemudian klik icon Regional and Language Options.
3. Kemudian ubah lokasi negara menjadi Indonesia.
4. Utk mengubah standar dan format dari Number, Currency, Time, Date, klik tombol Customize.
a. Klik Tab Numbers utk mengubah Setting Number. Pilih:
Decimal Symbol = , (koma)
Digit Grouping Symbol = . (titik)
List Separator = ; (titik koma)
Klik tombol Apply.
b. Klik Tab Currency utk mengubah Setting Currency. Pilih:
Currency Symbol = Rp
Klik tombol Apply.
c. Klik Tab Time utk mengubah Setting Time. Pilih:
Format = H:mm:ss
Klik Apply.
d. Klik Tab Date utk mengubah Setting Date. Pilih:
Short Date Format = dd/mm/yyyy
Date Separator = /
Long Date Format = dd mmmm yyyy
Klik Apply.

B121

5.
6.

Klik OK utk menyimpan perubahan setting


Klik Cancel jika ingin membatalkan perubahan setting

B. JENIS e-SPT

a.

b.

e-SPT Masa
PPh:
e-SPT PPh Pasal 4 Ayat (2) v 1.0
e-SPT PPh Pasal 15 v 1.0
e-SPT PPh Pasal 21-26 2014 v 2.2
e-SPT PPh Pasal 22 v 2.1
e-SPT PPh Pasal 23-26 v 1.0
PPN:
e-SPT PPN 1111 v 1.5
e-SPT PPN 1111 DM v 1.2
e-SPT PPN 1107 PUT v 3.0

a.

b.

e-SPT Tahunan
PPh Badan:
e-SPT 1771 Rp 2011 v 2.0
e-SPT 1771 $ 2010 v 1.1
e-SPT 1771 Rp Y
e-SPT 1771 $ Y
PPh OP:
e-SPT 1770
e-SPT 1770 S
e-SPT 1770 Y

Daftar Perubahan e-SPT PPh Pasal 21-26 2014


Versi 2.2
Utk bukti potong tdk final, bagi yg tdk ber-NPWP atau bukan pegawai, utk PTKP-nya dianggap
berstatus TK/0.
Pembetulan atas pembulatan per-seribu dikenakan utk PKP bagi pegawai harian yg dibayarkan
scr bulanan, bukan PPh-nya yg dibulatkan.
Utk SPT Induk, poin B.1.3 s.d B.1.10 utk kolom Jumlah Penerima Penghasilan dan kolom
Jumlah Penghasilan Bruto sdh dpt di edit, sedangkan utk Jumlah Pajak Penghasilan-nya, tdk
dpt diedit.
Tombol Select All sdh tersedia utk menghapus bukti potong.
Utk bendahara pemerintah / pembuat bukti potong A2 sdh ditambah NIP/NRP.
Bukti potong tdk final Pasal 26, DPP-nya otomatis sdh sama dgn bruto.
Help Manual pd aplikasi e-SPT sdh dibuat detail.
Versi 2.1:
Penghitungan pajak utk kode 21-100-10, 21-100-11 dan 21-100-12 diperbaiki dgn tambahan field
baru: Akumulasi Penghasilan Kena Pajak
Kesalahan yg muncul ketika membuat CSV utk SPT LB diperbaiki.
Pembuatan CSV tlh menyaring karakter khusus yaitu karakter 10 (new-line) dan karakter 13
(carriage return)
Pencetakan 1721-A2 lsg dari daftar tdk terkait dgn 1721-A1 lagi.
Penghitungan Biaya Jabatan/Biaya Pensiun pd 1721-A1/A2 tlh didasarkan pd lamanya bulan
bekerja.
Kesalahan ketika membuat CSV yg memberi tanda pd Bagian E Induk 1721 diperbaiki.
Tanggal pelaporan pd induk 1721 tdk lagi menjadi nol dlm Database ketika mengedit SPT yg sdh
ada.
1721-VI dan 1721-VII menambahkan menu ditandatangani oleh NPWP & Nama dari profil utama.
Daftar Perubahan e-SPT PPN 1111
Versi 1.5
Perbaikan penjumlahan pd lampiran AB dan induk SPT dpt dilakukan scr otomatis tanpa hrs
posting ulang.
Versi 1.4
Perubahan judul pd Formulir 1111 B3 yg semula Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat
Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas menjadi Daftar Pajak Masukan yang Tidak
Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas.

B122

C. DAFTAR MENU e-SPT MASA


e-SPT PPh 4 ayat (2) v 1.0 (Username: Administrator, password: 123)
Menu
Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program
1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh
1. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2)
2. Daftar BP PPh Bunga Deposito/Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro
3. Daftar PPh Sewa Tanah dan/atau Bangunan Bagi OP/Badan yg Menyetor
Sendiri PPh
4. Daftar PPh Jasa Konstruksi Bagi Penyedia Jasa Yg Menyetor Sendiri PPh
5. Daftar PPh WP Yg Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak atas
Tanah/Bangunan
6. Daftar SSP dan Daftar Bukti Pemindahbukuan
SPT Tools
1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility
1. Profile WP
2. Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. KPP
3. Setting Tarif
4. Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong
c. SSP/PBK
5. Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong
c. SSP/PBK
6. Set User Name Password
Help
1. Content
2. Search for Help On
3. About My App
e-SPT PPh 15 v 1.0 (Username: Administrator, password: 123)
Menu
Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program
1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh
1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 15
a. BP Imbalan Yg Dibayarkan/terutang kpd perusahaan pelayaran DN
b. BP Imbalan Yg Diterima/diperoleh sehubungan dgn pengangkutan orang
dan/atau Barang Termasuk Penyewaan Kapal Laut oleh Perusahaan
Pelayaran DN
Penghasilan Dari Indonesia
Penghasilan Dari Luar Negeri
PPh Yang Dipotong Pihak Lain
c. BP Imbalan Charter Kapal Laut Dan/Atau Pesawat Udara yg
dibayarkan/terutang kpd perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan LN

B123

2.

3.

SPT Tools

Utility

4.
1.
2.
3.
1.
2.

3.
4.

5.

Help

6.
1.
2.
3.

d. BP Imbalan yg diterima sehubungan dgn pengangkutan orang dan/atau


barang termasuk charter kapal laut dan/atau pesawat udara oleh perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan LN yg dipotong pihak lain
e. BP Imbalan Charter pesawat udara yg dibayarkan/terutang kpd perusahaan
penerbangan DN
Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 15
a. Daftar PPh Imbalan yg diterima sehubungan dgn pengangkutan orang
dan/atau barang termasuk charter kapal laut dan/atau pesawat udara oleh
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan LN yg dibayar sendiri
b. Daftar Bukti Potong PPh Pasal 15
Daftar SSP/Bukti PBK
a. Daftar SSP
b. Daftar Bukti PBK
SPT Masa PPh Pasal 15
Hapus SPT
Menu Cetakan
Lapor Data SPT ke KPP
Profile WP
Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. KPP
Setting Tarif
Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 15
c. SSP dan PBK
Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 15
c. SSP dan PBK
Set User Name Password
Content
Search for Help On
About My App

e-SPT PPh 21/26 2014 v 2.2 (Username: administrator, password: 123)


Menu
Sub Menu
Database
1. Pilih Database
2. Compact Database
Pilih SPT
1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT
Isi SPT
1. Daftar Bukti Potong
a. Tdk Final (1721-II)
b. Final (1721-III)
c. A1 hanya aktif bila utk Masa Pajak Desember
d. A2 hanya aktif bila utk Masa Pajak Desember
2. Daftar Pemotongan Pajak (1721-I)
a. 1 Masa Pajak
b. 1 Thn Pajak hanya aktif bila utk Masa Pajak Desember
3. Daftar Biaya (1721-V)
4. SPT Induk (1721)
5. Daftar SSP/Pbk (1721-IV)
CSV
1. Ekspor
a. Referensi
b. Bukti Potong dan SSP

B124

Cetak
Referensi

Profil
Help

2. Impor
a. Referensi
Penerima Penghasilan
Pegawai A1
Pegawai A2
b. Bukti Potong
Tdk Final
Final
A1
A2
Pemotongan Pajak Bulanan
c. SSP
3. Pelaporan SPT
1. Formulir SPT
2. Bukti Potong
1. Bukti Potong
a. Penerima Penghasilan
b. Pegawai A1
c. Pegawai A2
d. Penomoran BP
2. Kode
a. Kode Negara
b. Kode KPP
c. Kode Objek Pajak
d. Kode SSP
e. Jabatan
f. Golongan/Pangkat
3. Tarif
a. PTKP
b. Pasal 17 Berlapis
c. Pasal 21 Final
Pesangon Tarif terdapat kesalahan, input scr berturut-turut: 0, 5, 15,
25, 25
Manfaat Pensiun
Imbalan PNS
d. Biaya Jabatan
e. Upah Harian
4. Ubah Username
5. Ubah Password
1. Manual
2. Help

e-SPT PPh 22 v 2.1 (Username: Administrator, password: 123)


Menu
Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program
1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh
1. Bukti Pemungutan Pajak Atas Impor (oleh Bendaharawan DJBC)
2. Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 (Oleh Badan Usaha Industri/Eksportir Tertentu)
3. Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
4. Daftar SSP PPh Atas Penjualan Migas
5. Daftar SSP PPh Ps 22 Impor

B125

SPT Tools

Utility

6.
7.
1.
2.
3.
1.
2.

3.
4.

5.

Help

6.
1.
2.
3.

Bank Devisa dan Bendaharawan Tertentu yg ditunjuk


Dibayar Sendiri
Daftar SSP)/Bukti PBK
SPT Masa Pasal 22
Hapus SPT
Menu Cetakan
Lapor Data SPT ke KPP
Profile WP
Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. Jenis Komoditi Migas
Setting Tarif Pasal 22
Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 22
c. SSP/PBK
Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong
c. SSP/PBK
Set User Name Password
Content
Search for Help On
About My App

e-SPT PPh 23/26 v 1.0 (Username: Administrator, password: 123)


Menu
Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program
1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh
1. Bukti Potong PPh Pasal 23
2. Bukti Potong PPh Pasal 26
3. Daftar Bukti Potong PPh Pasal 23 Dan Atau 26
4. Daftar SSP / Bukti PBK
a. Daftar SSP
b. Daftar Bukti PBK
5. SPT Masa PPh Pasal 23 Dan Atau 26
SPT Tools
1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility
1. Profile WP
2. Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Nomor Bukti Potong
c. Daftar KPP
3. Setting Tarif
4. Impor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 23/26
c. SSP-PBK
5. Ekspor Data
a. Lawan Transaksi
b. Bukti Potong PPh Pasal 23/26

B126

Help

6.
1.
2.
3.

c. SSP-PBK
Set User Name Password
Content
Search for Help On
About My App

e-SPT PPN 1111 v 1.5 (Username: Administrator, password: 123)


Menu
Sub Menu
Program
1. Koneksi Database
2. Logout
3. Keluar Aplikasi
Input Data
1. Pajak Keluaran
2. Pajak Masukan
3. SPT Tanpa Rincian Faktur
4. Posting Data
Setting
1. Profil WP
2. Setting SPT PPN 1111
SPT
1. Lampiran SPT 1111
a. Lampiran A1
b. Lampiran A2
c. Lampiran B1
d. Lampiran B2
e. Lampiran B3
f. Lampiran AB
2. Induk SPT 1111
3. SSP
a. Daftar SSP
b. SSP PPN yg Tlh Dibayar
c. SSP PPnBM yg Tlh Dibayar
d. SSP Atas Kegiatan Membangun Sendiri
e. SSP Pembayaran Kembali PM PKP Gagal Produksi
4. Hapus SPT
5. Buat CSV
Tools
1. Username
a. Tambah Username
b. Ganti Password
2. Ekspor Data Faktur
3. Impor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Pengganti tdk ada di menu sebelumnya
c. Faktur Pajak Khusus menu sebelumnya adalah Faktur VAT Refund
d. Lawan Transaksi
4. Referensi
a. Nomor Faktur
b. Lawan Transaksi
c. Batasan VAT Refund
d. Masa Pajak Masukan tdk ada di menu sebelumnya
e. Jatah Faktur Pajak tdk ada di menu sebelumnya
5. Informasi Aplikasi
?
User Manual
e-SPT PPN 1111 DM v 1.2 (Username: Administrator, password: 123)
Menu
Sub Menu
Program
1. Koneksi Database
2. Logout
3. Keluar Aplikasi

B127

Input Data

Setting
SPT

Tools

1.
2.
3.
4.
1.
2.
1.
2.

Pajak Keluaran
Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP
SPT Tanpa Faktur
Buat SPT PPN 1111 DM
Profil WP
Setting SPT PPN 1111 DM
Induk SPT 1111 DM
Lampiran SPT 1111 DM
a. Lampiran A DM
b. Lampiran R DM
3. SSP
a. Daftar SSP
b. SSP PPN Yg Tlh Dibayar
c. SSP PPnBM Yg Tlh Dibayar
d. SSP Atas Kegiatan Membangun Sendiri
4. Hapus SPT
5. Cetak SPT
6. Buat CSV
1. Username
a. Tambah Username
b. Ganti Password
2. Ekspor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Lampiran A dan R
3. Impor Data
a. Faktur Pajak
b. Faktur Pajak Khusus
c. Lawan Transaksi
4. Referensi
a. Nomor Faktur
b. Lawan Transaksi
c. Batasan VAT Refund
d. Setting Nilai Persen
5. Informasi Aplikasi
User Manual

e-SPT PPN 1107 PUT v 3.0 (Username: Administrator, password: 123)


Menu
Sub Menu
Connect to
DB
Login
Program
Setting SPT
SPT PPN

Input Data

SPT Tools

Utility

1.
2.
3.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
1.
2.

Lampiran 1107 PUT 1


Lampiran 1107 PUT 2
SPT Induk 1107 PUT
Daftar Faktur 1107 PUT
SPT Non Transaksi
Posting Data
Hapus SPT
Menu Cetakan
Lapor Data SPT ke KPP
Informasi Profile
Referensi
a. Lawan Transaksi
b. Lampiran 1107 PUT

B128

Help

D.

c. Nomor Faktur
3. Impor Data
a. Data Faktur
b. Lawan Transaksi
4. Ekspor Data Faktur
5. Set User Name Password
1. Content
2. Search for Help On
3. About My App

DAFTAR MENU e-SPT TAHUNAN PPh BADAN


e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah/Dollar (Username: Administrator, password: 123)
Menu
Sub Menu
Connect to
DB
Logout
Program
1. Buat SPT Baru
2. Buka SPT Yg Ada
SPT PPh
1. Lampiran Khusus
a. Daftar Cabang Utama Perusahaan
b. Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal
c. Pernyataan Transaksi Dalam Hubungan Istimewa
d. Daftar Fasilitas Penanaman Modal
e. Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal
f. Kredit Pajak Luar Negeri
2. Lampiran
a. Lampiran 1771-I Perhitungan Penghasilan Neto Fiskal
b. Lampiran 1771-II Perincian Harga pokok penjualan, Biaya usaha Lainnya
dan Biaya Dari Luar Usaha
c. Lampiran 1771-III Kredit Pajak Dalam Negeri
d. Lampiran 1771-IV Penghasilan yang Dikenakan Pph Final dan Yang Tidak
Termasuk Objek Pajak
e. Lampiran 1771-V Daftar Pemegang Saham / Pemilik Modal dan Jumlah
Dividen Yang Dibagikan dan Susunan Pengurus/Komisaris
f. Lampiran 1771-VI Daftar Penyertaan Modal Pada Perusahaan Afiliasi dan
Pinjaman Dari/Kepada Pemegang Saham atau Perusahaan Afiliasi
3. SPT PPh WP Badan
4. Perhitungan PPh Pasal 26 ayat (4)
5. Transkrip Kutipan Elemen laporan Keuangan
6. Daftar Surat Setoran Pajak
SPT Tools
1. Hapus SPT
2. Menu Cetakan
3. Lapor Data SPT ke KPP
Utility
1. Profil WP
2. Impor Data
3. Ekspor Data
4. Setting Tarif
5. Set User Name Password
Help
1. Content
2. Search for Help On
3. About My App

B129

E.

FAQ TTG e-SPT


1. Bagaimana cara memperoleh installer e-SPT?
Jawaban:
Installer e-SPT, dpt diperoleh dgn cara men-download dari website DJP (www.pajak.go.id) pd
menu aplikasi e-SPT. Karena ukuran file installer e-SPT besar, sebaiknya WP menggunakan
aplikasi unduhan seperti Internet Download Manager, Download Accelerator Plus atau Orbit
Downloader jika koneksi internet WP kurang memadai. WP juga dpt memperoleh installer e-SPT
dgn cara meminta lsg ke KPP (disarankan membawa flashdisk).
2. WP sdh selesai men-download installer e-SPT dari website DJP tetapi file-nya tdk dpt
dibuka dan tampilannya di komputer WP juga tdk berupa icon buku. Apa sebabnya?
Jawaban:
Kemungkinan komputer WP blm ter-install aplikasi WinRAR. Agar menginstal WinRAR terlebih
dahulu.
3. WP sdh selesai men-download installer e-SPT dari website DJP tetapi stl dilakukan ekstrak
ada peringatan error winrar diagnostic message. Apa sebabnya?
Jawaban:
Peringatan tsb muncul ketika melakukan ekstrak biasanya terjadi krn file installer blm terdownload seluruhnya (misalnya ukuran file installer e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21-26 2009
adalah 29,2 Mb, namun proses download sdh selesai saat file blm ter-download sempurna).
Umumnya terjadi krn koneksi internet WP kurang memadai.
4. Bagaimana langkah peng-install-an e-SPT?
Jawaban:
a. Stl installer berhasil diunduh, langkah selanjutnya adalah mengekstrak file hasil unduhan tsb.
Apabila unduhan installer terdiri dari bbrp part, ekstrak part 1-nya saja.
b. Utk Windows 7 atau Windows Vista, sbl melakukan proses install sebaiknya diubah terlebih
dahulu setting User Account Control-nya (agar database tdk tersimpan di virtual store).
Caranya:
Pilih Control Panel;
Pilih User Accounts;
Pilih Change User Account Control Settings;
Geser ke Never notify lalu klik OK.
c. Buka file hasil ekstrak. User dpt lsg meng-install melalui Setup.exe dan mengikuti langkah
peng-install-an yg muncul, termasuk mengubah direktori peng-install-an aplikasi e-SPT
apabila diperlukan. Bilamana pd hasil unduhan yg tlh diekstrak terdapat file e-SPT
package.msi, file ini mrp alternatif utk meng-install e-SPT tsb (biasanya dpt lsg di-install
apabila aplikasi pendukung seperti Windows Installer atau dotNetFX sdh ter-install).
5. Di mana umumnya aplikasi e-SPT ter-install?
Jawaban:
Aplikasi e-SPT umumnya ter-install pd direktori C:\Program Files\DJP\e-SPT. atau utk Win7 pd
direktori C:\Program Files(x86)\DJP\e-SPT..
6. Utk bbrp e-SPT yg tlh di-install di Windows Vista atau Win7 terkadang stl aplikasi berhasil
di-install, WP tdk dpt membuka aplikasinya dan terdapat peringatan Unable to create
DSN. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Apabila muncul peringatan Unable to create DSN ketika pertama kali membuka e-SPT hasil
instalasi, buka aplikasi e-SPT pd All Program dgn cara mengarahkan cursor ke aplikasi e-SPT yg
akan dibuka, kemudian klik kanan, selanjutnya pilih run as administrator. Utk membuka e-SPT
pd waktu selanjutnya tdk perlu memilih run as administrator lagi.

B1210

7. WP sdh selesai dan berhasil meng-install e-SPT, namun ketika aplikasinya dibuka muncul
peringatan Format tanggal tidak sesuai dan kemudian aplikasinya tertutup scr otomatis.
Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Apabila muncul peringatan tsb, ubah terlebih dahulu format Region and Language ke Indonesia.
Langkahnya:
Buka Control Panel;
Pilih Region and Language;
Ubah format ke Indonesia;
Pilih Apply dan buka kembali e-SPTnya.
8. Pd bbrp kasus dijumpai bahwa WP yg aplikasi e-SPTnya sdh berhasil dibuka namun tdk
dpt membuka database-nya (error) dan muncul peringatan koneksi ke database gagal,
silahkan cek DSN yang dipilih. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd bbrp aplikasi e-SPT yg lama (seperti e-SPT Masa PPh), user perlu melakukan koneksi
database terlebih dahulu. Caranya:
Buka Control Panel;
Pilih Administrative Tools (pd Win7 dgn view by Category dpt lsg pilih System and
Security Administrative Tools, atau dpt lsg ketikkan pd search);
Pilih Data Sources (ODBC);
Pilih System DSN;
Double click nama database e-SPT yg dikehendaki (hasil instalasi pertama); atau jika ingin
menambah database baru maka pilih Add double click Microsoft Access Driver (*.mdb/
*.accdb atau *.mdb tergantung jenis database yg dipakai) isi Data Source Name dgn
nama database yg dikehendaki oleh user;
Selanjutnya pilih Select cari lokasi database pd kolom directories dgn double click folder
yg ada di dlm-nya (misal di drive C:\Program Files\DJP\eSPT PPh Masa 21-26\Database);
Pilih database yg ingin dikoneksikan pd kolom Database Name, lalu klik OK;
Bagian description tdk wajib diisi, lsg klik OK dan Apply.
9. Ketika memilih System DSN pd Administrative Tools saat ingin koneksi DSN ternyata
kolom System Data Sources-nya kosong dan ketika pilih Add hanya ada pilihan SQL
Server. Hal ini terjadi pd Windows7 64 bit. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd Windows7 64 bit, cara membuka Data Sources (ODBC) utk setting DSN agar database
terkoneksi yaitu:
Buka Drives C;
Buka folder Windows;
Buka folder SysWOW64;
Buka file odbcad32.exe, maka muncul ODBC Data Source Administrator dan setting DSN
dpt lsg dilakukan sebagaimana dijelaskan pd penjelasan sbl-nya.
10. WP meng-install e-SPT di Windows7 atau Vista dan sdh dipakai selama berbulan-bulan.
Suatu waktu WP ingin memindahkan database ke komputer lain dan meng-copy data tsb
dari direktori C:\Program Files\DJP.... Namun, stl di-paste pd komputer lain ternyata
database tsb kosong dan hrs mengerjakan kembali dari awal (isi NPWP dan seterusnya st).
Apa penyebabnya?
Jawaban:
Hal ini terjadi kemungkinan krn saat instalasi e-SPT pd Windows7 atau Vista, User Account
Control blm di-setting ke never notify shg database tersimpan pd virtual store. User hrs mengcopy ulang database yg akan di-back up atau dipindahkan ke komputer lain dgn cara:
Buka drive C;
Buka folder Users;
Buka folder User (tergantung proses instalasi yg dulu dilakukan oleh user);

B1211

Buka folder AppData (folder ini ter-hidden, jadi pastikan View hidden files and folders pd
folder options (ada di Organize) ter-checklist pd bagian Show hidden files, folders, dan
drives;
Buka folder Local;
Buka folder VirtualStore;
Buka folder Program Files;
Buka folder DJP;
Buka folder e-SPT yg dikehendaki;
Buka folder database dan copy database yg dimaksud utk dipindah ke komputer lain atau utk
back up.

11. Bagaimana cara menambah database baru pd e-SPT? Misalnya utk multi NPWP.
Jawaban:
Langkah pertama yg hrs dilakukan adalah meng-copy database kosong. Database kosong dpt
diperoleh dari installer e-SPT tsb (bukan hasil instalasi). Pd bbrp e-SPT (Masa PPN 1111,
1111DM, PPh pasal 21-26 2014), database kosong dpt diperoleh dari folder hasil instalasi e-SPT
tsb, seperti pd folder db kosong utk e-SPT PPN 1111. Selanjutnya file database kosong tsb dipaste pd folder database/db pd direktori e-SPT yg dimaksud (sebaiknya file database kosong tsb
diubah namanya agar tdk sama dgn database yg sdh ada).
Pd aplikasi terbaru seperti e-SPT PPN 1111, 1111DM, atau PPh Pasal 21-26 2014, database
baru tsb dpt lsg digunakan ketika aplikasi e-SPTnya dijalankan. Namun, utk e-SPT lama (seperti
Masa PPh) perlu dilakukan koneksi database (setting DSN) terlebih dahulu sebagaimana tlh
dijelaskan pd angka 8 di atas (jgn lupa Data Source Name dibedakan dgn Data Source Name yg
sdh ada).
12. Bagaimana cara agar ketika melakukan cetak formulir tdk terpotong menjadi 2 halaman
hasil print outnya?
Jawaban:
a. Pastikan apakah print preview-nya utuh atau terpotong menjadi 2 halaman. Pastikan juga
apakah ukuran kertasnya sdh ukuran 8,5x13.
b. Jika print preview-nya terpotong menjadi 2 halaman, problem ini blm diketahui sebabnya
dan solusinya (bisa disarankan untuk install kembali Crystal Report-nya).
c. Jika print preview-nya utuh namun ketika dicetak terpotong, disarankan user utk
mengekspornya ke dlm bentuk pdf (hanya ada menu ini pd beberapa jenis aplikasi seperti
e-SPT PPN 1111) atau pilih copy kemudian buka Microsoft Excel dan pilih paste special
paste as picture saat melakukan proses paste. User juga dpt menambahkan 1 setting-an
printer. Caranya:
Buka Control Panel;
Pilih Devices and Printers;
Pilih Add a printer (atau klik kanan, pilih add a printer pd Windows XP);
Pilih Add a local printer;
Pilih use an existing port LPT1 lalu Next;
Pilih jenis printer pd kolom Manufacturer, kemudian pilih printer dimaksud pd kolom
Printers lalu Next;
Pilih do not share pd printer sharing;
Pilih set as default printer;
Tdk perlu melakukan print test;
Stl finish, setting preference-nya dgn mengubah ukuran kertasnya menjadi 8,5x13, lalu
apply.
FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 4 AYAT (2)
1.

Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tertanggal brp?
Jawaban:
Tertanggal 25-07-2010.

B1212

2.

WP terlanjur memasukkan NPWP dgn kode KPP yg salah dan sdh melakukan pengisian
data bukti potong dlm jml yg banyak. Kemudian user melakukan proses pindah KPP pd
menu utility profil WP dan berhasil disimpan kode KPP yg sebenarnya. Namun, ketika
WP mencetak induk SPT, tampilan NPWP masih menggunakan NPWP yg lama (blm
update). Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pd versi ter-update permasalahan ini masih terjadi. Hanya bukti potongnya lah yg mengikuti
perubahan profil tsb. Induk SPT sendiri masih menggunakan kode KPP yg lama pd bagian
NPWP-nya. Sementara ini user hrs melakukan ekspor terlebih dahulu bukti potong yg sdh diinput, kemudian menghapus Masa Pajak yg dimaksud. Selanjutnya user membuat Masa Pajak
baru utk masa pajak tsb kemudian melakukan impor data bukti potong hasil ekspor sebelumnya.

3.

Darimana user dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat
(2) (baik utk lawan transaksi, bukti potong, maupun SSP)?
Jawaban:
Contoh skema impor e-SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini dpt diperoleh dari installer e-SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2) (bukan dari hasil instalasi e-SPT ini).

4.

WP mengubah profil WP (dlm hal ini mengubah kode KPP pd NPWP-nya). NPWP sdh
sesuai dgn SKT yg baru tetapi tdk dpt dilakukan perubahan. Terdapat peringatan Kode
KPP Tersebut Tidak Terdaftar Pada Referensi Kode KPP. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Pastikan bahwa kode KPP yg dimaksud sdh terdaftar pd Referensi KPP pd menu Utility. Jika blm
ada, maka tambahkan dgn klik Baru pd referensi tsb.

FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 15


1.

Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 15 tertanggal brp?


Jawaban:
Tertanggal 30-10-2009.

2.

Apa kegunaan submenu-submenu pd


Bukti Pemotongan PPh Pasal 15?
Jawaban:
No.
Submenu
a.
Bukti Pemotongan PPh atas
imbalan yg dibayarkan/
terutang kpd perusahaan
pelayaran DN (Final)
b.
Bukti Potong PPh atas
imbalan y diterima/diperoleh
oleh perusahaan pelayaran
DN (Final) baik dari Indonesia
maupun dari Luar Indonesia

c.

d.

Bukti Potong PPh atas


imbalan yg dibayar/terutang
kpd perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan LN
(Final)
Bukti Potong PPh atas
imbalan yg diterima/diperoleh

menu Bukti Pemotongan PPh Pasal 15 dan Daftar

Kegunaan
Utk menginput pemotongan PPh Pasal 15 yg
dilakukan oleh user atas penghasilan yg
dibayarkan/terutang kpda perusahaan pelayaran DN
Utk memasukkan penghasilan/imbalan yg diperoleh
oleh user yg mrp perusahaan pelayaran DN, baik
penghasilan yg berasal dari Indonesia maupun yg
berasal dari luar Indonesia.
Bagian WP yg dipotong diisi dgn NPWP & nama
user. Sedangkan bagian PPh yg dipotong oleh Pihak
lain digunakan utk memasukkan bukti potong-bukti
potong PPh Pasal 15 yg diterima oleh user
(perusahaan pelayaran DN) dari pihak lain (lawan
transaksi user).
Utk menginput pemotongan PPh pasal 15 yg
dilakukan oleh user atas imbalan/penghasilan yg
dibayarkan/terutang kpd perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan LN sbg pihak lawan
transaksinya
Digunakan oleh user selaku pihak perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan LN utk menginput

B1213

e.

f.

g.

oleh perusahaan pelayaran


dan/atau penerbangan LN
(Final)(Dipotong Pihak Lain)
Bukti Potong PPh atas
imbalan yg dibayarkan/
terutang kpd perusahaan
penerbangan DN
Daftar PPh yg disetor sendiri
atas imbalan yg diterima oleh
perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan LN
Daftar Bukti Pemotongan PPh
Pasal 15

bukti potong PPh pasal 15 yg diterima dari pemotong


pajak (lawan transaksinya) sehubungan dgn
imbalan/penghasilan yg diterima/diperolehnya
Utk menginput pemotongan PPh pasal 15 yg
dilakukan oleh user atas imbalan/penghasilan yg
dibayarkan/terutang kpd perusahaan penerbangan
DN sbg pihak lawan transaksinya
Digunakan oleh user selaku perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan LN utk menginput penyetoran
sendiri PPh pasal 15 yg terutang kpd dirinya
Berisi rekapitulasi pemotong PPh Pasal 15 user.
Bilamana user selaku perusahaan pelayaran DN
dipotong PPh di LN, maka user dpt memperhitungkan
kredit pajak PPh pasal 24 pd submenu Perhitungan
PPh Pasal 24 pd kolom daftar bukti pemotongan
PPh pasal 15

FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 21/26 2014 (PER-14/PJ/2013)


1.

Program apa yg dibutuhkan utk meng-install e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 2014 pd
Windows XP?
Jawaban:
Instalasi pd Windows XP memerlukan Microsoft Imaging Component dan dpt diunduh pd link
http://www.microsoft.com/en-us/download/details.aspx?id=32.

2.

e-SPT Masa PPh Pasal 21/26 2014 tdk dpt membaca database yg dipilih. Bagaimana
solusinya?
Jawaban:
Apabila saat memilih database tdk dpt membaca database, install Database Access Engine.

3.

Pd saat melakukan inisialisasi muncul error must use an updateable query. Apa
penyebabnya? Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Kemungkinan setting user pd OS-nya bukan Administrator. Solusinya adalah lakukan install eSPT di folder selain C:\Program Files.

4.

Darimana user dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT PPh Pasal 21-26 2014?
Jawaban:
User dpt memperoleh contoh skema impor terkait e-SPT PPh Pasal 21-26 pd lokasi instalasi eSPT pd folder dokumentasi. Misal drives C:\Program Files\DJP\e-SPT Masa 21-26
2014\dokumentasi\csv format.

5.

Bagaimana cara menambahkan database baru pd e-SPT Masa PPh 21/26 2014?
Jawaban:
Utk menambahkan database baru diperlukan database kosong dan database kosong tsb dpt
diperoleh dari drives C:\Program Files\DJP\e-SPT Masa 21-26 2014\db\db kosong (atau lokasi
lain sesuai instalasi user). Copy database yg ada di dlm folder db kosong dan paste-kan di folder
db. Jgn lupa utk mengubah nama database yg baru agar tdk sama dgn database yg sdh ada
sebelumnya. Database baru ini dpt lsg digunakan ketika e-SPT dijalankan tanpa hrs melakukan
setting DSN.

6.

Apakah pengisian Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 formulir 1721-I Satu Masa Pajak dpt
dilakukan dgn menggunakan impor csv?
Jawaban:

B1214

Dpt dilakukan dgn menggunakan impor csv 1721-I Satu Masa Pajak dgn mengikuti ketentuan
skema impor yg sdh dibuat. Contoh skema impornya dpt dilihat pd file 1721_I_bulanan pd folder
contoh csv.
7.

Apakah tdk ada cara yg lbh mudah utk mengisi Daftar Bukti Pemotongan 1721-I Satu Masa
Pajak utk setiap masanya (anggap jml pegawai tetapnya ribuan)?
Jawaban:
Dlm hal ini user memang hrs meng-input Daftar Bukti Pemotongan 1721-I Satu Masa Pajak
setiap masanya apabila memang dilakukan pemotongan thd pegawai tetap (dan penerima
penghasilan lainnya yg sejenis) berdasarkan PER-14/PJ/2013. User dpt melakukan ekspor 1721-I
bulanan melalui menu CSV Ekspor Bukti Potong atas 1721-I bulanan Masa Pajak
pertama kali lapor 1721-I bulanan. Utk bulan berikutnya user mengubah terlebih dahulu masa
pajak pd csv hasil ekspor masa pajak sbl-nya (termasuk mengubah penghasilan dan pajak
dipotong jika ada atau menambah pegawai yg baru dipotong), baru kemudian diimpor kembali ke
e-SPT. Bulan-bulan selanjutnya dpt menggunakan cara yg sama sebagaimana tlh dijelaskan sblnya.

8.

Bagaimana cara mengubah atau menghapus bukti potong 1721-A1 yg ada pd formulir
1721-I Satu Tahun Pajak?
Jawaban:
Cara mengubah, menambah, atau menghapus bukti potong 1721-A1 yg ada pd formulir 1721-A1
Satu Tahun Pajak adalah dgn membuka submenu Daftar Bukti Potong 1721-A1. Kemudian
pilih bukti potong yg ingin diubah atau dihapus, termasuk jika ingin menambah bukti potong 1721A1 yg baru.

FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 21/26 (PER-32/PJ/2009)


tdk dipakai lagi sejak tanggal 21 Jan 2014
1.

Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 21-26 (PER-32/PJ/2009) tertanggal brp?
Jawaban:
Tertanggal 14-01-2010.

2.

User melakukan update NPWP dgn mengubah kode KPP pd menu utility profil WP.
Updating NPWP berhasil dilakukan, namun stl membuka data induk SPT dan lain
sebagainya terjadi error dan e-SPT PPh 21 menjadi hang. Notifikasi error yg muncul:
Either BOF or EOF is True, or the current record has been deleted. Requested operation
requires a current record.
Jawaban:
Jika muncul notifikasi error tsb maka klik OK scr berulang kali sampai notifikasi tsb hilang. Stl
notifikasi tsb hilang, user mengubah kembali kode KPP-nya melalui menu utility profil WP ke
kondisi semula (kode KPP lama) dan disimpan.
Sementara ini apabila user pindah KPP, user hrs membuat database baru utk diisi dgn profil
sesuai dgn SKT terbarunya. Krn menggunakan database baru (masih kosong), user dpt
melakukan mekanisme ekspor data bukti potong dari database lama utk kemudian diimpor di
database yg baru apabila user ingin melakukan pembetulan dgn menggunakan NPWP
terbarunya.

3.

WP mendapatkan bukti Pbk dari jenis pajak lain ke PPh Pasal 21. Bagaimana cara menginput-nya padahal menu e-SPT PPh 21 hanya ada menu untuk input SSP saja?
Jawaban:
Apabila WP mendapatkan bukti Pbk dari jenis pajak lain ke PPh Pasal 21, maka WP meng-input
bukti Pbk tsb melalui submenu Surat Setoran Pajak dgn mengisikan KAP & KJS sesuai hasil
Pbk dgn NTPN diisi dgn NTPN SSP yg di-Pbk-an.

4.

User membuat pelaporan Masa Pajak Des 2013 ketika tanggal pd komputer menunjukkan
tun 2014 (misal baru membuat Masa Des 2013 pd tanggal 5 Jan 2014). Ketika user

B1215

mencetak induk SPT Masa PPh Pasal 21-26 nya, thn kalendernya tertulis 2014 dan bukan
2013 (padahal ingin melaporkan Masa Desember 2013). Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Permasalahan ini timbul apabila user blm meng-update e-SPT Masa PPh Pasl 21/26-nya ke
versi tanggal 27-01-2010 sbl membuat Masa Pajak Des 2013 (dlm kasus ini). Pd e-SPT versi terupdate permasalahan ini sdh dpt diselesaikan.
Apabila user terlanjur membuat Masa Pajak Des 2013 dan sdh mengisi data bukti potongnya
padahal aplikasi blm yg ter-update, solusi yg dpt dilakukan adalah user melakukan ekspor bukti
potong yg sdh di-input. Stl itu, user menghapus Masa Des 2013 tsb melalui menu SPT Tools.
Apabila user sdh mempunyai patch update versi terbaru, user melakukan update terlebih dahulu
e-SPT-nya sbl membuat Masa Des 2013 yg baru.
Apabila user blm memiliki update terbaru dan ingin segera membuat Masa Des 2013, user hrs
mengubah terlebih dahulu tanggal komputernya menjadi tanggal yg bertahun 2013 (melalui
Control Panel atau lsg klik tanggal yg ada di pojok kanan bawah layar monitor) utk selanjutnya
membuat kembali Masa Des 2013 tsb dan melakukan impor data bukti potong hasil ekspor
sebelumnya.
FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 22
1.

Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 22 tertanggal brp?


Jawaban:
Tertanggal 01-02-2013.

2.

Mnr PMK-224/PMK.011/2012 utk PPh Pasal 22 Impor yg dipungut oleh DJBC cukup dgn
SSP yg berlaku sbg bukti pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Namun e-SPT PPh Pasal 22
justru diminta input bukti pungut.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.

3.

Perubahan jenis WP (Pemungut atau Bukan Pemungut) pd menu Utiliy Profil WP hanya
dpt dilakukan max 3 kali. Kalau lbh, ada peringatan error Jenis WP Tdk Bisa Diubah Lagi.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.

Stl dilakukan install atau update e-SPT Masa PPH Pasal 22 tertanggal 01-02-2013, jangan lupa
user utk memasukkan tarif PPh pasal 22 atas penjualan BBM, gas, dan pelumas (baik final
maupun tdk final) berdasarkan pasal 2 ayat (1) huruf c PMK-224/PMK.011/2012 (salah satu saja
yg dimasukkan).
FAQ e-SPT MASA PPh PASAL 23/26
1.

Versi ter-update e-SPT Masa PPh Pasal 23/26 tertanggal brp?


Jawaban:
Tertanggal 30-11-2009.

2.

Utk Bukti Potong PPh Pasal 26 yg menggunakan ketentuan tax treaty dan mnr tax treaty
hak pemajakan terdapat pd Negara partner, pemberi penghasilan tetap membuat bukti
potong PPh Pasal 26 dgn tarif 0% berdasarkan PER-24/PJ./2010. Tetapi e-SPT tdk
mengakomodir pembuatan bukti potong dgn tarif 0%.
Jawaban:
Hal ini sdh disampaikan ke pihak terkait dan dlm proses penyelesaian.

FAQ e-SPT MASA PPN 1111


1.

Di mana user dpt memperoleh contoh skema impor FP?


Jawaban:
Dpt diperoleh dari folder Skema Impor, yg ada pd lokasi instalasi e-SPT Masa PPN 1111-nya.

B1216

2.

Mengapa user tdk dpt menyimpan FP Keluaran yg sdh diisi? Muncul notifikasi nomor
seri faktur tidak sesuai dengan jatah.
Jawaban:
Utk e-SPT Masa PPN 1111 versi 1.5.0.0, user hrs memasukkan terlebih dahulu NSFP yg
diperoleh dari KPP berupa hasil permintaan NSFP. Input NSFP dilakukan pd menu Tools
Referensi Jatah Faktur Pajak.

3.

Mengapa baris PPnBM terutang tdk dpt diisi padahal user memungut PPnBM dan ingin
melaporkannya pd SPT?
Jawaban:
Apabila user ingin melakukan pengisian baris PPnBM (baik pd PK maupun PM), terlebih dahulu
user hrs mengubah profilnya melalui menu Setting Profil Wajib Pajak checklist Wajib
PPnBM.

4.

PKP A melakukan transaksi pembelian (FP Masukan) di thn 2012 ke PKP B. Pd bulan April
2013 PKP B mengalami perubahan NPWP (pindah KPP). Di bulan Mei 2013 PKP A
membuat nota retur dan ketika PKP A ingin meng-input data nota retur pd aplikasi
terdapat warning nomor faktur pajak tersebut tidak ditemukan. Bagaimana solusinya?
Jawaban:
Atas kondisi tsb, user meng-klik OK pd notifikasi yg muncul. Kemudian user memasukkan data
nominal returnya dan disimpan.

FAQ e-SPT TAHUNAN PPh BADAN RUPIAH


1.

Versi ter-update e-SPT Tahunan Badan Rupiah tertanggal brp?


Jawaban:
Tertanggal 01-01-2011.

2.

Bagaimana cara mengubah penandatangan induk SPT 1771 menjadi kuasa WP?
Jawaban:
Cara mengubah penandatangan induk SPT 1771 menjadi kuasa WP adalah dgn melakukan
checklist Bagian H angka 17 huruf k (Surat Kuasa Khusus) pd induk SPT 1771.

3.

Di mana user dpt memperoleh database kosong jika ingin menambah database baru?
Jawaban:
Database kosong dpt diperoleh user dari installer e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah yg lama
(thn 2009), bukan pd installer terbaru.

4.

Bagaimana cara pengisian daftar penyusutan apabila terdapat aktiva yg perolehannya tdk
pd awal thn dan thn 2013 mrp thn terakhir masa manfaatnya (misal aktiva Kelompok I
diperoleh pd bulan Juli 2009 dan WP akan membebankan penyusutannya pd thn 2013)?
Jawaban:
Beban penyusutan aktiva tsb diisi seperti mengisi beban penyusutan aktiva yg lain, hanya pd
baris nilai buku dan penyusutan fiskal thn 2013 diisi sesuai dgn nilai sisa buku dan beban
penyusutan yg dpt dibiayakan berdasarkan pembukuan WP.

5.

Bagaimana cara mengisi lampiran khusus kompensasi kerugian fiskal?


Jawaban:
Klik Ubah R/L;
Mengisikan Rugi/Laba pd thn-thn sebelumnya (apabila dlm suatu thn WP mengalami
kerugian fiskal maka diisi dgn diawali dgn tanda minus (-)).

6.

User ingin membuat laporan utk thn tertentu pd e-SPT Tahunan 1771 Rupiah (misalnya
thn 2013) sedangkan setting profil thn bukunya masih blm disesuaikan (masih dlm thn
2012). Apakah aplikasi e-SPT Tahunan PPh Badan Rupiah dpt menyesuaikannya scr
otomatis?

B1217

Jawaban:
Tdk. Aplikasi ini tdk menyesuaikan scr otomatis shg user hrs meng-edit juga profil WP.
Sumber:
http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1164, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1230, http://tkbdjp/tkb/engine/faq/view.php?id=1231, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1232, http://tkbdjp/tkb/engine/faq/view.php?id=1233, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1234, http://tkbdjp/tkb/engine/faq/view.php?id=1235, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1234, http://tkbdjp/tkb/engine/faq/view.php?id=1236, http://tkb-djp/tkb/engine/faq/view.php?id=1235,
http://www.pajak.go.id/content/faq-e-spt-masa-pph-pasal-2326, http://www.pajak.go.id/content/faq-e-sptmasa-pph-pasal-22
(dgn bbrp perubahan seperlunya oleh penyusun)

B1218

e-FIN & e-FILING


Definisi:
e-Filing (Electronic Filling): Suatu cara penyampaian SPT scr elektronik yg dilakukan scr online dan
real time melalui internet pd website DJP (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau
Application Service Provider (ASP)
e-FIN (Electronic Filing Identification Number): Nomor identitas yg diterbitkan oleh KPP kpd WP yg
mengajukan permohonan utk melaksanakan e-Filing.
Digital Certificate (DC): Sertifikat yg bersifat elektronik yg memuat Tanda Tangan Elektronik dan
identitas yg menunjukan status subjek hukum para pihak dlm transaksi elektronik yg dikeluarkan
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
ASP: Perusahaan yg tlh ditunjuk dgn Keputusan Dirjen Pajak sbg perusahaan yg dpt menyalurkan
penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan scr elektronik ke DJP
NTPA (Nomor Transaksi Pengiriman ASP): Bukti penerimaan penyampaian SPT scr elektronik oleh
ASP
NTTE (Nomor Tanda Terima Elektronik): Bukti penerimaan penyampaian SPT scr elektronik yg
menyatakan bahwa SPT tlh diterima oleh DJP
Pemberi Kerja Tertentu: Pemberi kerja yg memiliki Pegawai Tetap dgn jml minimal 1.000 orang yg
memiliki alamat e-mail.

A. PENYAMPAIAN SPT (SPT MASA/TAHUNAN) & PERPANJANGAN SPT TAHUNAN SCR e-FILING
MELALUI ASP
Dasar Hukum:
PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009 ttg Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian SPT
PER-47/PJ/2008 (berlaku sejak 1 Maret 2009 - 31 Des 2013) jo PER-36/PJ/2013 (berlaku sejak 1
Jan 2014) ttg Tata cara penyampaian SPT dan penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT
Tahunan scr elektronik (e-Filing) melalui perusahaan ASP
SE terkait:
SE-53/PJ/2013 ttg Penegasan Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan dan Penyampaian
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan Scr Elektronik Melalui Perusahaan ASP
Yg Hrs Dilakukan WP Utk Menyampaikan SPT & Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan
Melalui e-Filing:
1. WP mengajukan surat permohonan utk memiliki e-FIN scr tertulis dgn form pd Lamp PER36/PJ/2013 dgn melampirkan FC Kartu NPWP/SKT dan Surat Pengukuhan PKP (Jika PKP)
2. Surat permohonan WP diajukan ke KPP tempat WP terdaftar
Kepala KPP hrs memberikan keputusan atas permohonan yg diajukan oleh WP utk
memperoleh e-FIN paling lama 2 hari kerja sejak permohonan diterima dgn lengkap &
benar.
Dlm hal e-FIN hilang, WP dpt mengajukan permohonan pencetakan ulang dgn syarat
menunjukkan asli kartu NPWP / SKT, atau bagi PKP dgn syarat menunjukkan asli Surat
Pengukuhan PKP.
3. WP yg sdh mendapatkan e-FIN hrs mendaftarkan diri melalui website pd 1 atau bbrp Perusahaan
ASP yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak.
ASP yg tlh ditunjuk oleh DJP yg menyediakan aplikasi e-Filing:
http://www.pajakku.com
http://www.laporpajak.com
http://www.spt.co.id
4. Stl mendaftarkan diri, WP akan memperoleh DC dari DJP melalui Perusahaan ASP dimana WP
mendaftarkan diri.
DC seterusnya akan digunakan sbg alat yg berfungsi sbg pengaman data WP dlm setiap
proses penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan scr elektronik melalui
suatu Perusahaan ASP ke DJP

B131

5. Perusahaan ASP hrs me


engirimkan:
Tata cara pelaksana
aan e-Filing;
Aplikasi dan petunjuk penggunaan e-SPT & e-SPTy; dan
Informasi lainnya;
kp
pd WP yg tlh mendaftarkan diri.
Cara Pelaporan SPT scr e-F
Filing Bagi WP yg Tlh Memperoleh DC:
1. e--SPT & e-SPTy yg tlh diisi dan dilengkapi se
esuai dgn ketentuan be
eserta keterangan dan//atau
do
okumen lain yg hrs dila
ampirkan dlm SPT dan//atau Pemberitahuan Perpanjangan
P
SPT Tahunan
diibubuhi tanda tangan elektronik atau tanda tan
ngan digital dan disamp
paikan scr elektronik ke DJP
rn
nelalui suatu Perusahaa
an ASP.
Tanda Tangan Elektrronik atau Tanda Tang
gan Digital adalah suattu informasi elektronik yg
y di
ge
enerate oleh Sistem DJJP.
2. Dlm hal SPT & Pembe
eritahuan Perpanjangan
n SPT Tahunan menu
unjukkan adanya kewa
ajiban
pe
embayaran pajak, WP wajib mencantumkan N
NTPN pd e-SPT & e-S
SPTy sbg bukti pembayyaran
yg
g tlh divalidasi.
3. Apabila e-SPT & e-SP
PTy tsb dinyatakan len
ngkap oleh DJP, maka
a kpd WP diberikan Bukti
Penerimaan Elektronik (BPE). BPE dianggap ssbg bukti penerimaan SPT
S
yg sah sepanjang SPT
diisampaikan lengkap.
4. Penyampaian SPT & Pe
emberitahuan Perpanja
angan SPT Tahunan scr
s elektronik dpt dilakkukan
se
elama 24 jam sehari da
an 7 hari seminggu dgn standar WIBB.
SPT & Pemberitahua
an Perpanjangan SPT Tahunan yg disampaikan scr elektronik pd akhir
ba
atas waktu Penyampaian SPT & Pemberitahu
uan Perpanjangan SPT
T Tahunan yg jatuh pd
d hari
lib
bur, dianggap disampaikan tepat waktu. (Pasa
al 8 ayat (2) PER-47/PJ//2008)
5. WP
W hrs menyampaikan dokumen
d
lainnya yg wa
ajib dilampirkan ke KPP tempat WP terdaftar sccr lsg
attau melalui pos scr tercatat, paling lama:
14 hari sejak batas terakhir pelaporan SPT dlm hal SPT disampaikan sbl batas akhir
penyampaian;
al penyampaian SPT sccr e-Filing dlm hal SPT disampaikan stl lewat batas
14 hari sejak tangga
akhir penyampaian.
(Pasal 9 ini dihapus oleh PER
R-36/PJ/2013)

es e-Filing Melalui ASP


P:
Prose
M
Mengajukan
permohonan
p
e-FIN ke KPP
terdaftar

Registrasi
ke ASP

Install Digital
Certificate dari
DJP

Install
Aplikasi e-SP
PT

Cetak Bukti
Penerimaan
Elektronik (BPE)

Kirim file e-SPT


ke DJP (e-Filing)

Input data
ke e-SPT

B132

B. PENYAMPAIAN SPT 1770 S / 1770 SS SCR e-FILING MELALUI WEBSITE DJP (www.pajak.go.id)
Dasar Hukum:
Pasal 3 ayat (1b), ayat (2), ayat (4), ayat (5), serta ayat (6) dan Pasal 6 ayat (2) UU KUP
PMK-181/PMK.03/2007 jo PMK-152/PMK.03/2009 tentang Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian SPT
PER-1/PJ./2014 (berlaku sejak 6 Jan 2014) ttg Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan bagi WP
OP yg Menggunakan Form 1770 S/1770 SS scr e-Filing Melalui Website DJP) mencabut PER39/PJ/2011
PER-62/PJ/2014 (berlaku sejak 25 Mar 2014) ttg Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi
Berupa Denda atas Keterlambatan Penyampaian SPT Bagi WP OP yg Menyampaikan SPT
Tahunan PPh OP Scr e-Filing
SE terkait:
SE-01/PJ/2014 ttg Petunjuk teknis tata cara penyampaian SPT Tahunan bagi WP OP yg
menggunakan Formulir 1770 S/1770 SS scr e-Filing melalui website DJP
WP yg Dpt Menyampaikan SPT Tahunan scr e-Filing Melalui Website DJP:
WP OP yg memenuhi kriteria utk menyampaikan SPT Tahunan menggunakan Form 1770 S/1770 SS
Tata Cara Memperoleh e-FIN:
1. WP mengajukan permohonan scr lsg ke KPP terdekat menggunakan form sesuai Lamp PER1/PJ/2014 dgn menyertakan:
Asli kartu identitas diri WP atau kuasanya utk ditunjukkan kpd petugas pajak; dan
FC identitas diri dan FC NPWP/SKT; dan
Surat kuasa khusus bermeterai dan FC identitas diri WP, dlm hal permohonan disampaikan
oleh kuasa WP.

B133

2. KPP hrs menerbitkan e-FIN paling lama 1 hari kerja sejak permohonan diterima dgn lengkap &
benar.
Permohonan dianggap lengkap dan benar dlm hal:
Nama & NPWP yg tercantum sesuai dgn nama & NPWP dlm Master File Nasional DJP;
dan
Memenuhi ketentuan dlm penyampaian permohonan dan dokumen yg disertainya.
3. e-FIN disampaikan KPP (dlm amplop yg tertutup rapat) scr lsg kpd WP atau Kuasa WP,
Tata Cara Pengaktifan Akun e-Filing pd Website DJP: Hanya dilakukan 1x
1. WP yg sdh mendapatkan e-FIN, hrs mendaftarkan diri melalui website DJP.
2. Pendaftaran dilakukan dgn mengisi Form Registrasi e-Filing pd website DJP dan WP diwajibkan
utk mencantumkan alamat e-mail dan nomor HP yg valid dan aktif sbg sarana utk pengiriman
kode verifikasi, notifikasi, dan BPE pd proses e-Filing.
3. Stl proses registrasi berhasil maka WP akan menerima e-mail yg berisi username, password, dan
link aktivasi utk mengaktifkan akun e-Filing.
4. Dgn meng-klik atau menyalin link aktivasi dlm browser maka akun e-Filing sdh diaktifkan dan WP
dpt melakukan login utk masuk dlm akun e-Filing.
5. WP yg sdh mendapatkan e-FIN tetapi tdk mendaftarkan diri sampai batas waktu yg ditentukan
(paling lama 30 hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN), maka atas e-FIN yg tlh diterbitkan
tdk dpt digunakan.
6. Dlm hal WP tdk mendaftarkan diri sampai batas waktu tsb atau e-FIN hilang sbl WP mendaftarkan
diri melalui www.pajak.go.id, WP dpt mengajukan kembali permohonan e-FIN.
Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan Scr e-Filing Melalui Website DJP:
1. WP melakukan login pd akun e-Filing dgn menggunakan username berupa NPWP dan password
yg tlh dibuat pd saat registrasi akun e-Filing, kemudian memilih menu sesuai dgn jenis SPT yg
hendak disampaikan.
2. Pemilihan menu tsb akan mengarahkan WP kpd aplikasi e-SPT yg sesuai dgn jenis SPT yg
dipilih.
3. WP mengisi SPT Tahunan scr online melalui aplikasi e-SPT (dgn mengikuti langkah-langkah yg
ada di dlm-nya) dgn memasukkan data yg benar, lengkap dan jelas pd setiap elemen e-SPT.
4. Dlm hal hasil pengisian aplikasi e-SPT menunjukkan status KB, WP hrs mencantumkan NTPN
atas pembayaran PPh Pasal 29 sbg bukti pembayaran. NTPN dpt diperoleh WP stl melakukan
pelunasan atas jml pajak yg kurang dibayar (PPh Pasal 29).
5. Simpan dan lakukan preview hasil pengisian SPT.
6. Stl mengisi e-SPT, WP mengklik tombol Minta Kode Verifikasi dlm menu yg tersedia. Kode
verifikasi tsb akan dikirimkan kpd WP melalui e-mail yg tlh didaftarkan oleh WP pd saat registrasi
akun e-Filing.
7. WP memilih data SPT, kemudian mengirim e-SPT dgn mengklik tombol Kirim. Kemudian
memasukkan kode verifikasi yg tlh diterima memalui e-mail ke dlm kotak isian yg disediakan pd
sat proses pengiriman e-SPT.
8. WP akan diberikan BPE sbg tanda terima penyampaian SPT Tahunan dlm hal hasil pengisian eSPT dinyatakan lengkap (apabila slr elemen data digital-nya tlh diisi) melalui e-mail kpd WP.
9. Keterangan dan/atau dokumen lain terkait SPT Tahunan tdk disampaikan pd saat penyampaian
SPT Tahunan scr e-Filing tetapi wajib disimpan sesuai ketentuan perpu.
10. Penyampaian SPT Tahunan scr e-Filing melalui website DJP dpt dilakukan setiap saat dgn
standar WIBB.
Tata Cara Penerbitan e-FIN: Lamp II SE-01/PJ/2014
Tata Cara Penyampaian & Pengolahan SPT Scr Melalui Website DJP: Lamp III SE-01/PJ/2014

B134

C. PERMOHONAN e-FIN MELALUI PEMBERI KERJA TERTENTU


Dasar Hukum:
PER-06/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Jan 2014) ttg Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan Bagi WP
OP yg Menggunakan Form 1770 S/1770 SS scr e-Filing dan Mrp Pegawai Tetap pd Pemberi
Kerja Tertentu
Cara Penetapan Pemberi Kerja Tertentu:
1. Pemberi Kerja atau Instansi Pemerintah dpt mengajukan permohonan scr tertulis kpd Dirjen Pajak
dgn form Lamp I PER-06/PJ/2014 utk ditetapkan sbg Pemberi Kerja Tertentu.
2. Pemberi Kerja Tertentu ditetapkan melalui Keputusan Dirjen Pajak, dlm jangka waktu paling lama
7 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap dan benar.
3. Dlm hal permohonan tdk memenuhi syarat, Dirjen Pajak menyampaikan Surat Penolakan
Permohonan Menjadi Pemberi Kerja Tertentu, kpd Pemberi Kerja atau Instansi Pemerintah.
Cara Memperoleh e-FIN Melalui Pemberi Kerja Tertentu:
1. WP OP yg mrp Pegawai Tetap pd Pemberi Kerja Tertentu dpt mengajukan permohonan e-FIN
melalui Pemberi Kerja Tertentu.
2. Permohonan e-FIN dilakukan dgn mengisi form permohonan sesuai Lamp IV PER-06/PJ/2014,
dan menyampaikannya kpd Pemberi Kerja Tertentu.
3. Berdasarkan formulir permohonan e-FIN dari Pegawai Tetap, Pemberi Kerja Tertentu membuat
Daftar Nominatif yg sekurang-kurangnya memuat:
Nama Pegawai Tetap;
NPWP Pegawai Tetap;
Alamat Pegawai Pegawai Tetap;
NIK/No.KTP/Passport;
Alamat e-mail;
Nomor HP; dan
Nomor induk atau identitas kepegawaian.
4. Pemberi Kerja Tertentu menjamin kebenaran data dgn melampirkan Surat Pernyataan Kebenaran
Data sesuai Lamp V PER-06/PJ/2014.
5. Pemberi Kerja Tertentu menyampaikan form permohonan e-FIN para Pegawai Tetapnya, Daftar
Nominatif dan dan Surat Pernyataan Kebenaran Data kpd Dirjen Pajak.
6. Penyampaian form permohonan e-FIN dan Daftar Nominatif dituangkan oleh DJP dlm Berita
Acara sesuai Lamp VI PER-06/PJ/2014.
7. Dirjen Pajak menerbitkan e-FIN dan mengirimkannya ke e-mail @ Pegawai Tetap Pemberi Kerja
Tertentu berdasarkan Daftar Nominatif dan surat permohonan e-FIN paling lama 5 hari kerja sejak
permohonan diterima scr lengkap dan benar.
8. Permohonan e-FIN dianggap lengkap dan benar dlm hal nama & NPWP yg tercantum dlm Daftar
Nominatif dan surat permohonan e-FIN sesuai dgn nama & NPWP dlm Master File Nasional DJP.
9. Dirjen Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengiriman dan Penerbitan e-FIN kpd Pemberi
Kerja Tertentu.
Yg Dilakukan Pegawai Stl Memperoleh e-FIN:
Tata cara mengikuti Tata Cara Pengaktifan Akun e-Filing pd Website DJP
Yg Dilakukan Pegawai Stl Mendaftarkan Diri sbg WP e-Filing:
Tata cara mengikuti Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan Scr e-Filing Melalui Website DJP
Termasuk penyampaian SPT Tahunan scr e-Filing melalui website DJP adalah penyampaian SPT
Tahunan melalui Sistem Informasi (SI) Pemberi Kerja Tertentu yg terhubung ke SI DJP.
Penyampaian SPT Tahunan scr e-Filing melalui SI Pemberi Kerja Tertentu ini dpt dilakukan
apabila Pemberi Kerja Tertentu memenuhi kriteria:
Memiliki SI yg terhubung dgn SI DJP; dan
SI tsb tlh lulus uji kelayakan yg dilakukan oleh DJP.

B135

D. FAQ TTG e-FILING MELALUI WEBSITE DJP

Browser apakah yg dpt digunakan scr optimal utk e-Filing?


Browser yg direkomendasikan adalah Mozilla Firefox, Google Chrome dan Apple Safari

Bagaimanakah cara meminta informasi ttg tatacara penggunaan aplikasi e-Filing?


Hubungi nomor telepon Kring Pajak (021) 500200

Apakah tg hrs dilakukan apabila WP pengguna mrp WP pindah dan tdk dpt login?
Hubungi admin e-Filing di e-mail: admin.efiling@pajak.go.id

Bagaimanakah apabila tdk memperoleh e-mail link Aktivasi?


Silahkan masuk ke menu Registrasi kemudian klik tombol Kirim Ulang Link Aktivasi

Bagaimanakah apabila gagal melakukan aktivasi?


Hubungi admin e-Filing di e-mail: admin.efiling@pajak.go.id

Bagaimanakah apabila tdk bisa login/gagal login?


Jika lupa password user e-Filing, WP dpt menggunakan fasilitas reset password dgn klik tombol Lupa
password di halaman login

Bagaimanakah apabila tanda terima SPT tdk diterima melalui e-mail WP?
WP dpt melakukan perubahan e-mail, kemudian klik kirim Ulang BPE pd bagian Dashboard

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

No.
1.
2.
3.
4.

5.

6.
7.

Executive Summary Persandingan Media e-Filing


Uraian
ASP
Website DJP
Formulir
Slr formulir SPT
1770 S & 1770 SS
Permohonan e-FIN
Ke KPP WP terdaftar
Ke KPP terdekat
Media Penyimpanan
ASP
Website DJP
Tanda Tangan Digital
Digital Certificate
Kode verifikasi (token) yg dikirim
melalui e-mail/SMS
Biaya
Membayar sesuai tarif ASP
Gratis
Dokumen Pelengkap
Dikirim scr elektronik
Tdk perlu dikirim lagi kecuali diminta
oleh KPP
Perubahan Aplikasi e-Filing Website DJP
Uraian
Aplikasi Lama
Aplikasi Baru
Perubahan Form 1770 SS
Blm mengakomodir
Sdh mengakomodir
Username
e-mail
NPWP
Metode Pengisian
1770 S & 1770 SS
1770 S: Wizard & template
menggunakan Wizard
1770 SS: Template
Sistem Monitoring
Blm detil
Lbh detil dgn menambahkan
Nomor Tanda Terima Elektronik
(NTTE), BPE, tanggal lapor, thn
pajak, status SPT serta status
penurunan data ke database
Informasi tambahan berupa to
Blm ada
Sdh dicantumkan shg
do list yg perlu dipersiapkan dlm
memudahkan user dlm melakukan
mengisi e-Filing bagi user
pengisian e-Filing
Fitur Save Draft
Di akhir pengisian
Di setiap halaman
Mekanisme Retrieve data
Tdk ada
Sdh diakomodir
terkait dgn data harta &
kewajiban dari thn sebelumnya

B136

PEMBUKUAN & PENCATATAN


A. PEMBUKUAN & PENCATATAN
Dasar Hukum:
Pasal 28 UU KUP
Pasal 10 PP 74 Thn 2011
KMK-543/KMK.04/2000 ttg Penggunaan bahasa asing dlm pembukuan atau pencatatan WP
PMK-197/PMK.03/2007 ttg Bentuk & tata cara pencatatan bagi WP OP
PER-4/PJ/2009 ttg Petunjuk pelaksanaan pencatatan bagi WP OP
Yg Wajib & Tdk Wajib Menyelenggarakan Pembukuan/Pencatatan:
Yg wajib menyelenggarakan pembukuan: (Pasal 28 ayat (1) UU KUP)
1. WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
2. WP badan di Indonesia
Yg tdk wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan: (Pasal 28
ayat (2) UU KUP)
1. WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yg yg peredaran brutonya dlm 1
thn < Rp. 4,8 M diperbolehkan menghitung penghasilan neto dgn menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto dgn syarat memberitahukan kpd Dirjen Pajak dlm jangka
waktu 3 bulan pertama dari thn pajak yg bersangkutan (Pasal 14 ayat (2) UU PPh).
2. WP OP yg tdk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Ketentuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan:
1. Pembukuan atau pencatatan tsb hrs diselenggarakan dgn memperhatikan iktikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yg sebenarnya. (Pasal 28 ayat (3) UU KUP)
2. Pembukuan atau pencatatan hrs diselenggarakan di Indonesia dgn menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rp, dan disusun dlm bahasa Indonesia atau dlm bahasa asing yg
diizinkan oleh Menkeu. (Pasal 28 ayat (4) UU KUP)
3. Buku, catatan, dan dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yg dikelola scr elektronik atau scr program
aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 thn di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat
tinggal WP OP, atau di tempat kedudukan WP badan. (Pasal 28 ayat (11) UU KUP)
Ketentuan Penyelenggaraan Pembukuan:
1. Pembukuan diselenggarakan dgn prinsip taat asas dan dgn stelsel akrual atau stelsel kas. (Pasal
28 ayat (5) UU KUP)
Penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU KUP:
a. Prinsip taat asas: prinsip yg sama digunakan dlm metode pembukuan dgn thn-thn
sebelumnya utk mencegah penggeseran laba atau rugi.
Misalnya dlm penerapan:
Stelsel pengakuan penghasilan
Thn buku
Metode penilaian persediaan
Metode penyusutan dan amortisasi
b. Stelsel akrual: suatu metode penghitungan penghasilan & biaya dlm arti penghasilan diakui
pd waktu diperoleh dan biaya diakui pd waktu terutang. Tdk tergantung kapan penghasilan itu
diterima dan kapan biaya itu dibayar scr tunai.
Termasuk dlm pengertian stetsel akrual pengakuan penghasilan berdasarkan metode
persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yg umumnya dipakai dim bidang konstruksi dan
metode lain yg dipakai dlm bidang usaha tertentu seperti BOT dan real estat.
c. Stelsel kas: suatu metode yg penghitungannya didasarkan atas penghasilan yg diterima dan
biaya yg dibayar scr tunai.
Menurut stelsei kas, penghasilan baru dianggap sbg penghasilan apabila benar-benar tlh
diterima scr tunai dlm suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sbg biaya apabila
benar-benar tlh dibayar scr tunai dlm suatu periode tertentu.
Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil OP atau perusahaan jasa,
misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yg tenggang waktu antara penyerahan jasa

B141

dan penerimaan pembayarannya tdk berlangsung lama. Dlm stetsel kas murni,
penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pd saat pembayaran dari
pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pd saat barang, jasa, dan biaya operasi
lain dibayar.
Dgn cara ini, pemakaian stelsel kas dpt mengakibatkan penghitungan yg mengaburkan
thd penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari thn ke thn dpt disesuaikan dgn
mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Utk penghitungan PPh dlm memakai
stelsel kas hrs memperhatikan hal-hal antara lain sbg berikut:
Penghitungan jml penjualan dlm suatu periode hrs meliputi slr penjualan, baik yg
tunai maupun yg bukan. Dlm menghitung HPP hrs diperhitungkan slr pembeiian &
persediaan.
Dlm memperoleh harta yg dpt disusutkan dan hak- hak yg dpt diamortisasi, biayabiaya yg dikurangkan dari penghasilan hanya dpt dilakukan melalui penyusutan &
amortisasi.
Pemakaian stelsel kas hrs dilakukan scr taat asas (konsisten).
Dgn demikian penggunaan stelsel kas utk tujuan perpajakan dpt juga dinamakan stelsel
campuran.
2. Perubahan thd metode pembukuan dan/atau thn buku hrs mendapat persetujuan dari Dirjen
Pajak. (Pasal 28 ayat (6) UU KUP)
Apabila WP menggunakan thn buku yg tdk sama dgn thn kalender, penyebutan Thn Pajak
yg bersangkutan menggunakan thn yg di dlm-nya termasuk 6 bulan pertama atau lbh.
Contoh:
a. Thn buku 1 Juli 2008 s.d. 30 Juni 2009 adalah Thn Pajak 2008.
b. Thn buku 1 Okt 2008 s.d. 30 Sept 2009 adalah Thn Pajak 2009.
3. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian shg dpt dihitung besarnya pajak yg
terutang. (Pasal 28 ayat (7) UU KUP)
4. Pembukuan dgn menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rp dpt diselenggarakan oleh
WP stl mendapat izin Menkeu.
Ketentuan Penyelenggaraan Pencatatan:
1. Pencatatan terdiri atas data yg dikumpulkan scr teratur ttg peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto sbg dasar utk menghitung jml pajak yg terutang, termasuk
penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau yg dikenai pajak yg bersifat final. (Pasal 28 ayat (9)
UU KUP)
Pencatatan hrs dpt menggambarkan antara lain: (Pasal 2 ayat (1) PER-4/PJ/2009)
Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jml penghasilan bruto yg diterima dan/atau
diperoleh;
Penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan pajaknya bersifat
final.
Bagi WP yg mempunyai > 1 jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan hrs dpt
menggambarkan scr jelas utk @ jenis usaha dan/atau tempat usaha yg bersangkutan. (Pasal
2 ayat (2) PER-4/PJ/2009)
WP OP juga hrs menyelenggarakan pencatatan atas harta & kewajiban. (Pasal 2 ayat (3)
PER-4/PJ/2009)
2. Pencatatan hrs dibuat dlm suatu Thn Pajak, yaitu jangka waktu 1 thn kalender mulai tanggal 1
Jan s.d. 31 Des. (Pasal 4 ayat (2) PER-4/PJ/2009)
3. Pencatatan hrs dibuat scr kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya
peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto. (Pasal 4 ayat (3) PER4/PJ/2009)
4. Pencatatan diselenggarakan dgn bentuk sesuai lamp PER-4/PJ/2009
a. Bagi WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yg peredaran brutonya dlm
1 thn < Rp 4,8 M
Pencatatan penghasilan yg diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yg
mrp objek pajak yg tdk dikenai pajak bersifat final diselenggarakan dgn bentuk sesuai
Lamp I PER-4/PJ/2009.

B142

b.

Pencatatan penghasilan bruto yg diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan
bebas yg penghasilannya mrp objek pajak yg tdk dikenai pajak bersifat final
diselenggarakan dgn bentuk sesuai Lamp II PER-4/PJ/2009.
Pencatatan penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan
pajaknya bersifat final diselenggarakan dgn bentuk sesuai LampIV PER-4/PJ/2009.
Bagi WP OP yg tdk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan penghasilan bruto diselenggarakan dgn bentuk sesuai Lamp III PER4/PJ/2009.
Pencatatan penghasilan yg bukan objek pajak dan/atau penghasilan yg pengenaan
pajaknya bersifat final diselenggarakan dgan bentuk Lamp IV PER-4/PJ/2009.

B. PERUBAHAN METODE PEMBUKUAN DAN ATAU THN BUKU


Dasar Hukum:
Pasal 28 ayat (6) UU KUP
Pasal 28 PP 94 Thn 2010 (berlaku sejak 30 Des 2010)
Lamp I, II dan VI KEP-297/PJ/2002 stdtd KEP-11/PJ/2013
SE dan surat terkait:
SE-40/PJ.42/1998 (tanggal 24 Des 1998) ttg Petunjuk Pelaksanaan KEP-208/PJ/1998
SE-14/PJ.313/1991 ttg Petunjuk penerbitan keputusan persetujuan/penolakan permohonan
perubahan thn buku/thn pajak dari WP
S-255/PJ.312/2004 ttg Tata cara permohonan perubahan metode
Tata Cara & Persyaratan:
a. WP menyampaikan surat permohonan kpd Kepala KPP dimana WP terdaftar, dgn
menyebutkan: (angka 1 SE-40/PJ.42/1998)
1. Identitas WP;
2. Perubahan metode pembukuan dan/atau thn buku utk yg ke berapa;
3. Alasan permohonan dan maksud/tujuan usul perubahan.
b. Permohonan hrs memenuhi syarat sbb: (angka 1 SE-14/PJ.313/1991)
1. SPT Tahunan PPh thn terakhir tlh dimasukkan.
2. Apabila ada utang pajak, maka utang pajak yg tlh jatuh tempo pembayarannya hrs sdh
dilunasi oleh WP. Keterlambatan pelunasan utang pajak akan mengakibatkan
tertundanya penerbitan SK Persetujuan.
3. Alasan perubahan periode thn buku/thn pajak.
a. Alasan yg dpt dipertimbangkan utk disetujuinya permohonan dimaksud hrs memenuhi
syarat sbb :
i. Perubahan thn buku/thn pajak dikehendaki oleh pemegang saham, pemberi
kredit, partner usaha, pemerintah atau pihak-pihak lainnya, dimana apabila thn
buku/thn pajak tdk diubah akan mengakibatkan kesulitan dan atau kerugian bagi
perusahaan;
ii. Permohonan perubahan thn buku/thn pajak tsb baru pertama kali diajukan dan
tdk ada niat utk melakukan perubahan lagi pd thn-thn yg akan datang.
Apabila pengajuan permohonan perubahan thn buku/thun pajak tsb adalah mrp
permohonan kedua dan seterusnya, maka Kepala KPP meneruskan permohonan
tsb kpd Kanwil selambat-lambatnya 7 hari sejak diterimanya permohonan WP utk
menerbitkan SK Persetujuan atau SK Penolakan;
iii. Tdk ada maksud bahwa perusahaan dgn sengaja berusaha utk melakukan
penggeseran laba/rugi guna meringankan beban pajak;
b. Alasan tsb hrs dituangkan dlm bentuk surat pernyataan dari WP yg bersangkutan.
Wewenang Persetujuan Perubahan Metode Pembukuan:
Hrs mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak (Pasal 28 (6) UU KUP)
a. Perubahan pertama Kepala KPP (Lamp I No. 45 & 55, Lamp II No. 36 & 44 KEP297/PJ/2002)
b. Perubahan kedua & seterusnya Kanwil DJP (Lamp VI No. 20 KEP-297/PJ./2002)

B143

Jangka Waktu Penyelesaian:


a. Perubahan thn buku
Perubahan pertama Paling lambat 2 bulan stl permohonan diterima lengkap oleh KPP
(angka 2 SE-14/PJ.313/1991)
Perubahan kedua dan seterusnya Paling lambat 14 hari sejak diterimanya surat
permohonan oleh Kanwil dari KPP
b. Perubahan metode pembukuan Paling lama 1 bulan sejak diterimanya permohonan scr
lengkap
Ketentuan Peralihan: (Pasal 28 PP 94 Thn 2010)
WP yg melakukan perubahan thn buku dan tlh mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak sesuai
Pasal 28 ayat (6) UU KUP, hrs melaporkan penghasilan yg diterima atau diperoleh dlm bagian thn
buku yg tdk termasuk dlm thn buku yg baru dlm SPT Tahunan PPh tersendiri utk Bagian Thn
Pajak yg bersangkutan.
Sisa rugi fiskal yg masih dpt dikompensasikan yg berasal dari thn-thn pajak sbl perubahan thn
buku dpt dikompensasikan dgn penghasilan utk Bagian Thn Pajak & Thn Pajak berikutnya.

C. PEMBUKUAN DGN MATA UANG ASING


Dasar Hukum:
Pasal 28 ayat (8) UU KUP
PMK-196/PMK.03/2007jo PMK-24/PMK.11/2012
PMK-31/PMK.05/2012 ttg Nomor dan Rekening Kas Umum Negara mencabut PMK196/PMK.05/2009 jo PMK-43/PMK.05/2011
PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012
Keputusan bersama Dirjen Anggaran & Dirjen Pajak KEP-60/A/1999 & KEP-306/PJ./1999 ttg
Tata Cara Pembayaran PPh dlm Mata Uang US$
SE terkait:
SE-31/PJ./2010 ttg Penyampaian PER-11/PJ/2010
Jenis Bahasa Asing & Satuan Mata Uang Selain Rp yg Diperbolehkan:
Bahasa: Bahasa Inggris
Satuan mata uang asing selain Rp: US$
Syarat pengajuan permohonan:
Disampaikan scr tertulis kpd Dirjen Pajak melalui Kepala Kanwil paling lama 3 bulan sbl thn
buku yg diselenggarakan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ berakhir;
Mengemukakan alasan pencabutan sesuai dgn kondisi yg sebenarnya; dan
Permohonan diajukan stl lewat jangka waktu 5 thn pajak sejak diterbitkan izin / penyampaian
pemberitahuan dgn format Lamp I PER-10/PJ/2012.
Keputusan DJP atas:
Izin sebagaimana dimaksud dlm Pasal 2 & 5 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012
Pembatalan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-11/PJ/2010 jo PER10/PJ/2012
Izin sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012
Pencabutan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 8 PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012
Paling lama 1 bulan sejak permohonan dari WP diterima scr lengkap. Apabila jangka waktu
tsb tlh lewat dan Kepala Kanwil DJP blm memberikan keputusan maka permohonan dianggap
diterima dan Kepala Kanwil atas nama Menkeu hrs menerbitkan keputusan paling lama 2 hari
kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu tsb dgn menggunakan Lamp IV PER-10/PJ/2012.
Ketentuan Stl Memperoleh Izin / Penyampaian Pemberitahuan Scr Tertulis:
WP hrs menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang
US$ tsb dlm jangka waktu paling sedikit 5 thn pajak sejak diterbitkan izin / penyampaian
pemberitahuan

B144

Dlm hal WP tsb tetap menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Indonesia &
satuan mata uang Rp, akan dicabut izinnya scr jabatan oleh Kepala Kanwil dgn menerbitkan
Keputusan sesuai Lamp III PER-10/PJ/2012, dan tdk dpt diberikan izin utk menyelenggarakan
pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$.

WP yg Tlh Memperoleh Izin Tetapi Merencanakan utk tdk Memanfaatkan Izin yg Dimilikinya:
WP wajib:
Menyampaikan pemberitahuan tertulis dlm hal Thn Pajak sebagaimana tercantum dlm surat izin
blm dimulai & pemberitahuan tsb hrs sdh diterima oleh KPP tempat WP terdaftar sbl Thn Pajak
tsb dimulai (Pasal 7 ayat (1) huruf a PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012); atau
Mengajukan permohonan pembatalan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar paling
lama 3 bulan stl thn buku yg diselenggarakan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata
uang US$ tsb dimulai (Pasal 7 ayat (1) huruf b PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
dgn format Lamp I PER-10 serta melampirkan FC surat izin.
Kontrak Karya, KKKS, atau KSO yg Tlh Memberitahukan utk Menyelenggarakan Pembukuan
dgn Bahasa Inggris & Mata Uang US$ Tetapi Akan Menyelenggarakan Pembukuan dgn Bahasa
Indonesia & Mata Uang Rp: (Pasal 7 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
Wajib mengajukan permohonan utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa
Indonesia & satuan mata uang Rp kpd Kepala Kanwil paling lama 3 bulan sbl thn buku yg
diselenggarakan dgn menggunakan bahasa Indonesia & satuan mata uang Rp tsb dimulai, dgn format
Lamp I PER-10/PJ/2012 serta melampirkan FC surat pemberitahuan
Permohonan Pencabutan Izin: (Pasal 8 PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012)
Dlm hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (1), 5 ayat (1) dan 7 ayat (1)
huruf a PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012 yg disampaikan ke KPP tdk dilengkapi dgn dokumen
yg dipersyaratkan dan/atau melampaui ketentuan batas waktu penyampaian pemberitahuan, maka
pemberitahuan tsb dianggap tdk disampaikan.

Dlm hal permohonan WP sebagaimana dimaksud dlm:


Pasal 7 ayat (1) huruf b & 7 ayat (2) PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012 dikabulkan, WP
tsb tdk diperbolehkan menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris &
satuan mata uang US$ dlm jangka waktu 5 thn sejak izin tsb dicabut; atau
Pasal 8 PER-11/PJ/2010 jo PER-10/PJ/2012 dikabulkan, WP tsb wajib menyelenggarakan
pembukuan dgn menggunakan bahasa Indonesia & satuan mata uang Rp pd awal thn
bukuberikutnya, dan tdk dpt mengajukan permohonan utk menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ dlm jangka waktu 5 thn sejak
izin tsb dicabut.
Dlm hal WP kemudian bermaksud menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$ lagi, WP hrs mengajukan surat permohonan kpd Kepala
Kanwil stl jangka waktu 5 thn terlampaui.

Ketentuan Konversi ke Satuan Mata Uang US$ bagi WP yg Tlh Memperoleh Izin: (Pasal 6 PMK196/PMK.05/2009)
1. Pd awal thn buku
Penyelenggaraan pembukuan dgn menggunakan satuan mata uang US$ utk pertama kali
dilakukan dgn bertitik tolak dari Neraca akhir thn buku sebelumnya (dlm satuan mata uang Rp) yg
dikonversikan ke satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs:
a. Utk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tdk berwujud yg mempunyai masa
manfaat > 1 thn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat perolehan harta tsb
b. Utk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta pd huruf a menggunakan kurs yg
sebenarnya berlaku pd saat perolehan harta tsb
c. Utk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd akhir thn buku
sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut yg dilakukan scr taat asas
d. Apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, di samping menggunakan nilai historis, atas nilai selisih
lbh dikonversi ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku
pd saat dilakukannya revaluasi

B145

e.

2.

Utk laba ditahan atau sisa kerugian dlm satuan mata uang Rp dari thn-thn sebelumnya,
dikonversi ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd
akhir thn buku sebelumnya, yakni kurs tengah BI, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut
yg dilakukan scr taat asas
f. Utk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd saat
terjadinya transaksi
g. Dlm hal terdapat selisih laba atau rugi sbg akibat konversi dari satuan mata uang Rp ke
satuan mata uang US$ pd huruf a e maka selisih laba atau rugi tsb dibebankan pd rekening
laba ditahan.
Dlm thn berjalan:
a. Utk transaksi yg dilakukan dgn satuan mata uang US$, pembukuannya dicatat sesuai dgn
dokumen transaksi yg bersangkutan
b. Utk transaksi, baik DN maupun LN, yg menggunakan satuan mata uang selain US$,
dikonversikan ke satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg sebenarnya berlaku pd
saat terjadinya transaksi:
Apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yg berlaku, maka kurs yg dipakai adalah
kurs yg diketahui dari transaksi tsb
Apabila dari dokumen transaksi tdk diketahui kurs yg berlaku, maka kurs yg dipakai
adalah kurs tengah BI yg berlaku, berdasarkan sistem pembukuan yg dianut yg dilakukan
scr taat asas.

Penghitungan Besar Angsuran PPh 25 Stl WP Memperoleh Izin: (Pasal 7 PMK-196/PMK.05/2009)


1. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk thn pajak pertama penyelenggaraan pembukuan dgn
menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ adalah sebesar PPh Pasal 25 dlm satuan
mata uang Rp yg dikonversikan dgn menggunakan kurs tengah BI yg berlaku:
a. Pd akhir thn buku sbl dimulainya pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan
mata uang US$ utk konversi PPh sesuai Pasal 25 ayat (2) UU PPh;
b. Pd saat penyampaian atau batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Thn Pajak sbl
dimulainya pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ utk
konversi PPh sesuai Pasal 25 ayat (1) UU PPh; atau
c. Pd saat skp diterbitkan utk Thn Pajak sbl dimulainya pembukuan dengan menggunakan
bahasa Inggris & satuan mata uang US$ utk konversi PPh sesuai Pasal 25 ayat (4) UU PPh
dan pd saat penetapan penghitungan besarnya angsuran pajak sesuai Pasal 25 ayat (6) UU
PPh.
2. Pembayaran PPh Pasal 25 & Pasal 29 serta PPh Final yg dibayar sendiri oleh WP yg
memperoleh izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan
mata uang US$, dpt dilakukan dlm satuan mata uang Rp. (Pasal 7 ayat (2) PMK196/PMK.05/2009)
Dlm hal pembayaran PPh tsb dilakukan dlm satuan mata uang Rp, WP hrs mengkonversikan
pembayaran dlm satuan mata uang Rp tsb ke satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg
ditetapkan dlm Keputusan MenKeu yg berlaku pd tanggal pembayaran. (Pasal 7 ayat (3) PMK196/PMK.05/2009)
Ketentuan Terkait SPT Tahunan: (Pasal 8 ayat (1) & (2) PMK-196/PMK.05/2009)
a. WP yg diizinkan utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan
mata uang US$, wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan beserta lampirannya dlm
bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa LK, dan menggunakan satuan mata uang US$.
b. Dlm hal terdapat bukti pembayaran atau pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 & Pasal 23 dgn
menggunakan satuan mata uang Rp yg akan dikreditkan dlm SPT Tahunan PPh WP Badan, hrs
dikonversi ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs yg ditetapkan dlm Keputusan
MenKeu yg berlaku pd tanggal pembayaran atau pemotongan/pemungutan pajak tsb.
Ketentuan Terkait Sisa Kerugian Fiskal: (Pasal 11 PMK-196/PMK.05/2009)
Sisa kerugian fiskal dlm satuan mata uang Rp dari thn-thn sebelumnya yg dpt dikompensasikan ke
Thn Pajak dimulainya pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$,
dikonversikan ke dlm satuan mata uang US$ dgn menggunakan kurs tengah BI yg berlaku pd akhir
thn buku pd saat kerugian fiskal tsb terjadi.

B146

Ketentuan Peralihan: (Pasal 17 PMK-196/PMK.05/2009)


a. Bagi WP yg tlh memperoleh izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$ sbl berlakunya PMK-196/PMK.05/2009:
Tdk perlu mengajukan permohonan baru dan izin tsb tetap berlaku; dan
Ketentuan yg diatur dlm PMK-196/PMK.05/2009 diberlakukan utk Thn Pajak yg dimulai stl
tanggal 31 Des 2007.
b. Bagi WP yg tlh menyampaikan pemberitahuan atau mengajukan permohonan izin utk
menyelenggarakan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ sbl
berlakunya PMK-196/PMK.05/2009, perlakuan hak & kewajiban WP sehubungan dgn
penyelenggaraan pembukuan dgn menggunakan bahasa Inggris & satuan mata uang US$ sesuai
PMK-196.
Pembayaran Pajak dgn Mata Uang US$:
PPh yg dpt dibayar dgn mata uang US$ adalah hanya PPh Pasal 25, PPh Psl 29, dan PPh Final
yg dibayar WP sendiri. (Pasal 1 huruf a KEP-60/A/1999 & KEP-306/PJ./1999)
Prosedur pembayaran:
WP diwajibkan memberitahukan scr tertulis kpd BI dan Direktorat Perbendaharaan bahwa
WP yg bersangkutan akan melakukan transfer pembayaran PPh dlm mata uang US$ ke
Rekening Giro Kas Negara Nomor 600.500411.
Nomor rekening kas umum negara terakhir dlm valuta US$ diatur di PMK31/PMK.05/2012: 600.502411980
WP melakukan transfer pembayaran PPh dlm mata uang US$ melalui Bank WP di LN atau
Bank Devisa di DN ke Rekening Giro Kas Negara sesuai dgn jangka waktu pembayaran.
WP diwajibkan meminta bukti transfer pembayaran di atas dari Bank WP di LN atau Bank
Devisa.
WP membuat SSP dlm mata uang US$ rangkap 2:
9 SSP lembar ke-1 digabungkan dgn asli bukti transfer utk arsip WP yg bersangkutan;
9 SSP lembar ke-2 dilampiri FC bukti transfer pembayaran disampaikan ke KPP di tempat
9 WP terdaftar sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
WP menerima LPAD dari KPP setempat sbg tanda bukti tlh menyampaikan SSP.
Pembayaran Pajak dgn Mata Uang US$ melalui Bank Persepsi Mata Uang Asing:
a. Sbl adanya Bank Persepsi yg Menerima Mata Uang Asing:
Dgn US$
Rek. 600
Dgn Rp (Konversi)
Bank Persepsi
b. Stl adanya Bank Persepsi yg Menerima Mata Uang Asing:
Dgn US$
Rek. 600
Bank Persepsi yg Ditunjuk Menerima Mata Uang Asing
Dgn Rp (Konversi)
Bank Persepsi
Ket:
Saat ini BNI menjadi satu-satunya Bank Persepsi Mata Uang Asing (berdasar Keputusan
Dirjen Perbendaharaan KEP-213/PB/2012 tanggal 13 Nov 2012)
Pembayaran pajak dgn mata uang US$ melalui BNI mendapat NTPN, sedangkan melalui
bank lainnya tdk mendapat NTPN.

B147

WP yg Dpt Menyelenggarakan pembukuan dgn Bahasa Inggris & Mata Uang US$:
No

Kelompok WP

1.

WP BUT

2.

WP dlm rangka PMA

3.

WP yg mendaftarkan
emisi sahamnya
(sebagian / seluruhnya)
di bursa efek LN
WP KIK yg
menerbitkan reksadana
dlm denominasi satuan
mata uang Dollar AS &
tlh memperoleh Surat
Pemberitahuan Efektif
Pernyataan
Pendaftaran
WP yg berafiliasi lsg
dgn perusahaan induk
di LN

4.

5.

6.

7.
8.

WP baru terdaftar yg
blm wajib menyampaikan SPT Tahunan
WP dlm rangka Kontrak
Karya
WP KKKS

Permohonan Izin /
Pemberitahuan
Permohonan izin
dgn mengajukan permohonan
scr tertulis kpd Kepala Kanwil DJP
(melalui KPP) dgn format Lamp I
PER-10/PJ/2012 paling lambat 3
bulan:
Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
tsb dimulai; atau
Sejak tanggal pendirian bagi
WP baru utk Bagian Thn Pajak
atau Thn Pajak pertama

Lampiran Dokumen
FC akta pendirian perusahaan &
perubahannya atau dokumen lain yg serupa
FC surat keterangan/ penunjukan kantor
perwakilan Indonesia dari kantor pusat
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
FC Surat Persetujuan PMA dari BKPM
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
Surat keterangan dari bursa efek LN yg
menyatakan bahwa emisi saham WP
pemohon didaftarkan di bursa efek tsb
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
FC Surat Pemberitahuan Efektifnya
Pernyataan Pendaftaran dari BAPEPAM-LK
atas penerbitan reksadana oleh KIK yg
bersangkutan
FC prospektus penawaran atas reksadana yg
diterbitkan dlm satuan mata uang US$
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
Surat keterangan/ pernyataan dari
perusahaan induk di LN & LK konsolidasi
perusahaan induk di LN
FC SPT Tahunan PPh thn pajak terakhir
FC Bukti Penyetoran Modal Awal dlm Dollar
AS

Pemberitahuan
dgn menyampaikan
pemberitahuan scr tertulis ke KPP
tempat WP terdaftar dgn format
Lamp I PER-10/PJ/2012 paling
lambat 3 bulan:
Sejak tanggal pendirian apabila
sejak pendiriannya
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang

FC Kontrak Karya
FC Kontrak Kerja Sama

B148

Dasar
Surat Pernyataan
(bermeterai Rp
6000) bahwa
transaksi
penjualan & biaya
yg dilakukan
perusahaan
didominasi oleh
satuan mata uang
US$ dan
pembukuan
menggunakan
bahasa Inggris
serta slr aktiva,
pasiva, modal,
pendapatan, dan
biaya seluruhnya
dicatat dlm satuan
mata uang US$
dgn format Lamp
II PER-10/PJ/2012

Pasal 2
PER11/PJ/2010
jo PER10/PJ/2012

Pasal 4 ayat
(1) PER11/PJ/2010
jo PER10/PJ/2012

US$; atau
Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
tsb dimulai bagi yg akan
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
1.

KSO sepanjang
dipersyaratkan dlm
perjanjian
kerjasama/akta
pendirian KSO utk
menyelenggarakan
pembukuan dgn
bahasa & mata uang
US$ yg
a. semua anggota
KSO telah
mendapatkan izin
Menkeu utk
menyelenggarakan
pembukuan dgn
menggunakan
bahasa Inggris &
satuan mata uang
US$

FC perjanjian kerjasama/ akta pendirian KSO


FC SK Menkeu ttg Pemberian Izin Menyelenggarakan Pembukuan
dgn Menggunakan Bahasa Inggris & Satuan Mata Uang US$ atas
nama anggota-anggota KSO yg tlh mendapatkannya

Pemberitahuan
dgn menyampaikan
pemberitahuan scr tertulis ke KPP
tempat WP terdaftar dgn format
Lamp I PER-10/PJ/2012 paling
lambat 3 bulan:
Sejak tanggal pendirian apabila
sejak pendiriannya
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang
US$; atau
Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
tsb dimulai bagi yg akan
menyelenggarakan pembukuan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$

Pasal 5 ayat
(1) PER11/PJ/2010
jo PER10/PJ/2012

B149

b.

tdk semua anggota


KSO-nya
mendapatkan izin
Menkeu utk
menyelenggarakan
pembukuan dgn
menggunakan
bahasa Inggris &
satuan mata uang
US$

Permohonan izin
dgn mengajukan permohonan
scr tertulis kpd Kepala Kanwil DJP
(melalui KPP) dgn format Lamp I
PER-10/PJ/2012 paling lambat 3
bulan:
Sbl thn buku yg diselenggarakan
dgn menggunakan bahasa
Inggris & satuan mata uang US$
tsb dimulai; atau
Sejak tanggal pendirian bagi
WP baru utk Bagian Thn Pajak
atau Thn Pajak pertama

Pasal 5 ayat
(2) PER11/PJ/2010
jo PER10/PJ/2012

KPP hrs mengirimkan surat permohonan/pemberitahuan dari WP ke Kanwil paling lama 3 hari sejak permohonan/pemberitahuan diterima dan mengarsipkan
FC berkas surat permohonan/pemberitahuan tsb. SK diterbitkan oleh Kanwil DJP.

B1410

PEMINDAHBUKUAN (Pbk)
Dasar Hukum:
KMK-88/KMK.04/1991 (berlaku mulai 24 Jan 1991) ttg Tata cara pembayaran pajak melalui Pbk
KEP-965/PJ.9/1991 (berlaku mulai 17 Okt 1991) ttg Tata cara pelaksanaan teknis pembayaran
pajak melalui Pbk
KEP-522/PJ./2002 (berlaku mulai 16 Des 2002) ttg Pelaksanaan teknis tata cara Pbk atas
kekeliruan pembayaran PPh dlm mata uang dollar AS
KEP-378/PJ/2013 ttg Penetapan Standar Pelayanan pd KPP
PER-65/PB//007 tanggal 11 Okt 2007
SE terkait:
SE-26/PJ.9/1991 ttg Petunjuk teknis Pbk
Definisi:
Pbk Pembayaran utang pajak, termasuk bunga, denda administrasi dan kenaikan, yg
dilakukan melalui:
Perhitungan dgn kelebihan pembayaran pajak atau bunga yg diterima; atau
Melalui perhitungan dgn setoran pajak yg lain atas nama WP yg sama atau WP lain.
Tata Cara Pbk: (Pasal 2 ayat (1) & (2) KEP-965/PJ.9/1991)
Utk Pbk yg:
1. dikarenakan adanya kelebihan pembayaran pajak atau tlh melakukan pembayaran Pajak yg
Seharusnya Tdk Terutang berdasarkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak
(SKKPP) atau surat keputusan lainnya yg menyebabkan timbulnya kelebihan pembayaran
pajak;
2. dikarenakan adanya pemberian bunga kpd akibat keterlambatan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak.
maka Pbk dilaksanakan: oleh Kepala KPP yg menerbitkan SKP, dan tanpa permohonan dari WP,
serta tanpa memerlukan persetujuan dari Kanwil DJP atau Dirjen Pajak.

Utk Pbk yg:


1. dikarenakan diperolehnya kejelasan SSP yg semula diadministrasikan dlm Bermacammacam Penerimaan Pajak (BPP);
2. dikarenakan kesalahan mengisi SSP baik menyangkut WP sendiri maupun WP lain;
3. dikarenakan adanya pemecahan setoran pajak yg berasal dari SSP;
4. dikarenakan adanya pelimpahan PPh Pasal 22 dlm rangka impor atas dasar inden sbl
berlakunya KMK-539/KMK.04/1990.
maka Pbk dilaksanakan dgn cara: WP pemegang asli SSP hrs mengajukan permohonan
Pbk scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.

Lampiran Permohonan Pbk scr Tertulis:


Asli SSP lembar ke-1 yg dimohonkan utk dipindahbukukan, dgn syarat SSP yg dimohonkan
Pbk blm diperhitungkan dgn pajak yg terutang dlm SPT, STP, skp, skp Tambahan, SKKPP,
Surat Pemberitaan, atau dlm PIB

Asli PIB (jika Pbk dilakukan utk pembayaran PPh Pasal 22 atau PPN Impor). Dahulu istilah
PIB adalah PIUD (Pemberitahuan Impor Utk Dipakai)

Daftar Nominatif WP yg Menerima Pbk, jika pemecahan SSP dilakukan oleh Bendaharawan/
Pemotong/Pemungut

Surat pernyataan dari WP yg nama & NPWP-nya tercantum dlm SSP, jika nama & NPWP
pemegang asli SSP (yg mengajukan permohonan Pbk) tdk sama dgn nama & NPWP yg
tercantum dlm SSP, surat pernyataan tersebut berisi bahwa SSP yg akan di Pbk sebenarnya
bukan pembayaran pajak utk kepentingannya WP yg nama & NPWP-nya tercantum dlm SSP dan
tdk keberatan utk dipindahbukukan kpd WP yg mengajukan Pbk.
Stl dilakukan Pbk maka Kepala KPP akan menerbitkan Bukti Pbk. SSP dan Bukti Pbk yg tlh
dipindahbukukan hrs dibubuhi cap dan ditandatangani oleh Kepala KPP. Jika KPP menerima
permohonan Pbk tetapi SSP yg akan dipindahbukukan ditatausahakan di KPP lain, maka KPP
penerima wajib meneruskan permohonan Pbk tsb ke KPP dimana SSP ditatausahakan, 1 lembar
surat pengantar dikirim kpd WP.

B151

Saat Berlakunya Bukti Pbk: (Pasal 3 ayat (1) & (2) KEP-965/PJ.9/1991)
1. Bagi Pbk yg terjadi krn adanya kelebihan pembayaran pajak atau pemberian bunga kpd WP:

Jika dilakukan penghitungan dgn hutang pajak yg blm dilunasi, maka saat berlakunya Bukti
Pbk adalah tanggal yg lbh akhir diantara tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan
pembayaran pajak atau atas pemberian bunga dgn tanggal saat terhutangnya hutang pajak
dimaksud.

Jika dilakukan perhitungan dgn hutang pajak yg akan datang, maka saat berlakunya Bukti
Pbk adalah tanggal yg lbh akhir diantara tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan
pembayaran pajak atau atas pemberian bunga dgn tanggal permohonan WP.
Yg dimaksud dgn tanggal timbulnya hak WP atas kelebihan pembayaran pajak atau atas
pemberian bunga adalah:
1. Tanggal SKKPP utk kelebihan pembayaran pajak yg diputuskan dgn SKKPP
2. Tanggal Surat Keputusan Pemberian Bunga atas Kelambatan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak (SKPB) utk pemberian bunga kpd WP
3. Tanggal yg lbh akhir diantara tanggal keputusan keberatan/banding/PK dan tanggal-tanggal
setoran pajak yg melebihi pajak terutang, utk kelebihan pembayaran pajak yg timbul krn
adanya keputusan keberatan/banding/PK.
2. Bagi Pbk yg terjadi krn alasan selain no. 1 di atas:
Saat berlakunya Bukti Pbk adalah tanggal penyetoran pajak yg dipindahbukukan.
Pbk atas Kekeliruan Pembayaran PPh dlm Mata Uang Dollar AS: (KEP-522/PJ./2002)
Pbk atas kekeliruan pembayaran PPh dlm mata uang Dollar AS dilakukan oleh WP yg diijinkan
utk menyelenggarakan pembukuan dlm bahasa asing & mata uang selain rupiah yg melakukan
pembayaran PPh dlm Dollar AS.

Permohonan Pbk diajukan kpd Kepala KPP yg berwenang menatausahakan SSP tanpa
memerlukan persetujuan Kepala Kanwil DJP atasannya dgan melampirkan: SSP lembar ke-1 dan
Bukti transfer asli pembayaran PPh dlm mata uang Dollar AS

Pbk dpt dilakukan jika SSP yg dimohonkan utk di Pbk blm diperhitungkan dgn pajak terhutang dlm
SPT, STP, SKPKB, SKPKBT, SKPPKP.

Stl dilakukan Pbk, maka: Kepala KPP menerbitkan Bukti Pbk. SSP lembar ke-1, bukti transfer asli
pembayaran dan Bukti Pbk dibubuhi cap dan ditandatangani oleh Kepala KPP. Pd Bukti Pbk
dicantumkan tanggal saat berlakunya Bukti Pbk sbg tanggal penerimaan SSP oleh kantor
penerima pembayaran.

Jangka Waktu Penyelesaian:


Paling lama 30 hari sejak persyaratan memenuhi (Lamp IV KEP-378/PJ/2013)
Utk kesalahan penginputan data SSP yg dilakukan oleh pihak Bank/Pos Persepsi maka
Bank/Pos Persepsi yg melakukan kesalahan tsb mengajukan permintaan perbaikan
transaksi penerimaan ke KPPN mitra kerja. (Pasal 8 PER-65/PB/2007)

Kesalahan input data setoran pajak dlm Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) huruf b PER26/PJ/2014 ttg Sistem Pembayaran Pajak scr Elektronik diselesaikan melalui prosedur
Pemindahbukuan dlm administrasi perpajakan. (Pasal 8 PER-26/PJ/2014)

B152

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YG SEHARUSNYA TDK TERUTANG


Dasar Hukum:
Pasal 17 ayat 2 UU KUP
PP 74 Thn 2011
PMK-10/PMK.03/2013 (berlaku mulai tanggal 1 Feb 2013)
PMK-146/PMK.03/2012 (berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10 Sept 2012)
PER-18/PJ/2013 (berlaku mulai tanggal 8 Mei 2013) mencabut PER-5/PJ/2011
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut PER-5/PJ/2011, PER-48/PJ/2009, dan
PER-53/PJ/2010
Ruang Lingkup Permohonan: (Pasal 2 & 3 PMK-10/PMK.03/2013)
No.
Perihal
Ruang Lingkup
Terdapat pembayaran pajak oleh WP yg bukan objek pajak yg terutang/
1.
Terkait
yg seharusnya tdk terutang Pasal 2 huruf a PMK-10/PMK.03/2013
Pembayaran
a. Pembayaran pajak oleh WP yg lbh besar dari pajak yg terutang
b. Pembayaran pajak atas transaksi yg dibatalkan
c. Pembayaran pajak yg seharusnya tdk dibayar
d. Pembayaran pajak oleh WP terkait dgn permintaan penghentian
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai Pasal 44B UU
KUP yg tdk disetujui
Terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh WP yg terkait dgn pajakpajak dlm rangka impor Pasal 2 huruf d PMK-10/PMK.03/2013
a. SPTNP atau SPKTNP
b. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yg tlh diterbitkan keputusan keberatan
c. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yg tlh diterbitkan keputusan keberatan dan
putusan banding
d. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yg tlh diterbitkan keputusan keberatan,
putusan banding, dan putusan PK
e. SPKTNP yg tlh diterbitkan putusan banding
f.
SPKTNP yg tlh diterbitkan putusan banding dan putusan PK
g. Dokumen yg berisi pembatalan impor yg tlh disetujui oleh pejabat yg
berwenang,
yg menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak
Terdapat kesalahan pemotongan/pemungutan yg mengakibatkan pajak
2.
Terkait
yg dipotong/dipungut lbh besar daripada pajak yg seharusnya
Pemotongan/
dipotong/dipungut Pasal 2 huruf b PMK-10/PMK.03/2013
Pemungutan
a. Pemotongan/pemungutan PPh yg mengakibatkan PPh yg dipotong atau
dipungut lbh besar daripada PPh yg seharusnya dipotong/dipungut,
termasuk yg diatur dlm P3B
b. Pemotongan/pemungutan PPh atas penghasilan yg diterima oleh bukan
subjek pajak
c. Pemungutan PPN thd bukan PKP yg lbh besar daripada pajak yg
seharusnya dipungut
d. Pemungutan PPnBM thd PKP/bukan PKP yg lbh besar daripada pajak
yg seharusnya dipungut
Terdapat kesalahan pemotongan/pemungutan yg bukan mrp objek pajak
Pasal 2 huruf c PMK-10/PMK.03/2013
a. Pemotongan/pemungutan PPh yg seharusnya tdk dipotong/tdk dipungut
b. Pemungutan PPN yg seharusnya tdk dipungut
c. Pemungutan PPnBM yg seharusnya tdk dipungut
Dlm hal terjadi kesalahan pemotongan/pemungutan pajak atas butir 2 di atas dan pajak yg
dipotong/dipungut tsb tlh disetorkan & dilaporkan, WP yg melakukan pemotongan/pemungutan
atau PKP yg melakukan pemungutan tdk dpt meminta kembali pajak yg dipotong/dipungut.
(Pasal 5 ayat (1) PMK-10/PMK.03/2013)

B161

Pemohon & Tempat Pengajuan Permohonan: (Pasal 4, 5, 8 PMK-10/PMK.03/2013)


No.
1.

Pengembalian
Terkait dgn pembayaran

Pemohon
WP Badan yg melakukan pembayaran
WP OP yg melakukan pembayaran
OP/Badan yg yg melakukan pembayaran
yg tdk diwajibkan memiliki NPWP

2.

Terkait dgn
Pemotongan/
Pemungutan

PPh

Tempat
Permohonan
KPP Terdaftar WP
yg melakukan
pembayaran
KPP tempat OP
atau badan
berdomisili
KPP tempat pihak
yg dipungut
terdaftar

WP yg dipotong/dipungut
WPLN melalui BUT-nya
PPN
Non PKP yg dipungut
PPnBM
PKP yg dipungut
Non PKP yg dipungut
Pengecualian (Terkait Pemotongan/Pemungutan): (Pasal 6 PMK-10/PMK.03/2013)
Tempat
Pihak yg dipotong/dipungut
Pemohon
Permohonan
Tdk wajib NPWP
WP pemotong/pemungut
KPP tempat WP
atau PKP pemungut
yg melakukan
pemotongan/
WPLN tanpa BUT
WP pemotong/pemungut
pemungutan
Pihak yg dipotong/dipungut
terdaftar atau
Dlm hal WP pemotong/pemungut atau PKP
PKP yg
pemungut tdk ditemukan antara lain krn
melakukan
pembubaran usaha
pemungutan
dikukuhkan

Lampiran Permohonan: (Pasal 9 PMK-10/PMK.03/2013)


No.
Permohonan
Dokumen yg Hrs Dilampirkan
1.
Terdapat
a. Asli bukti pembayaran pajak berupa SSP atau sarana administrasi
pembayaran pajak
lain yg dipersamakan dgn SSP
oleh WP yg bukan b. Perhitungan pajak yg seharusnya tdk terutang
objek pajak yg
c. Alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak
terutang atau yg
yg seharusnya tdk terutang
seharusnya tdk
terutang
2.
Terdapat
a. FC bukti pembayaran pajak berupa surat setoran pabean cukai dan
kelebihan
pajak (SSPCP) atau sarana administrasi lain yg dipersamakan dgn
pembayaran pajak
SSPCP
oleh WP yg terkait
b. FC keputusan keberatan, putusan banding, dan putusan PK yg terkait
dgn pajak-pajak
dgn SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, SPP, atau dokumen yg berisi
dlm rangka impor
pembatalan impor yg tlh disetujui oleh pejabat yg berwenang
c. Perhitungan pajak yg seharusnya tdk terutang
d. Alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak
yg seharusnya tdk terutang
3.
Terdapat
Utk permohonan yg diajukan a. Asli bukti pemotongan/pemungutan;
kesalahan
WP/PKP/non-PKP yg
atau asli FP atau dokumen lain yg
Pemotongan/
dipotong/ dipungut & WPLN
dipersamakan dgn FP
Pemungutan
melalui BUT
b. Perhitungan pajak yg seharusnya tdk
terkait PPh, PPN
terutang
Utk permohonan yg diajukan
dan PPnBM
c. Alasan permohonan pengembalian
oleh OP/Badan yg tdk wajib
NPWP atau WPLN tanpa
BUT
Utk permohonan yg diajukan a. Asli bukti pemotongan/pemungutan;
WP Pemotong/ Pemungut
atau asli FP/dokumen lain yg
dipersamakan dgn FP
b. Perhitungan pajak yg seharusnya tdk

B162

terutang
c. Surat permohonan dari pihak yg
dipotong/ dipungut kpd WP
d. Surat kuasa dari pihak yg
dipotong/dipungut kpd WP
e. Alasan permohonan pengembalian
Proses Penyelesaian Permohonan: (Pasal 11 ayat (1) (8) PMK-10/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak melakukan Verifikasi thd permohonan
Dlm hal utk melakukan Verifikasi diperlukan tambahan dokumen pendukung lainnya yg terkait dgn
permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen tsb kpd WP atau pihak yg mengajukan permohonan.
Pengembalian Pajak yg Seharusnya Tdk Terutang dilakukan dgn ketentuan:
No.
Terkait
Ketentuan
1.
Pembayaran
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor ke kas negara; dan
pajak
b. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/ disetor tsb tdk dikreditkan
dlm SPT.
2.
Pembayaran
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor ke kas negara;
pajak dlm
b. Terkait dgn PPh Pasal 22 impor, pajak tsb tdk dikreditkan dlm SPT
rangka impor
Tahunan PPh;
c. Terkait dgn PPN impor, pajak tsb tdk dikreditkan dlm SPT Masa PPN,
tdk dibebankan sbg biaya dlm SPT Tahunan PPh, atau tdk dikapitalisasi
dlm hrg perolehan; dan
d. Terkait dgn PPnBM impor, pajak tsb tdk dibebankan sbg biaya dlm SPT
Tahunan PPh atau tdk dikapitalisasi dlm hrg perolehan.
3.
Pemotongan
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh disetor ke kas negara;
atau
b. Terkait dgn pemotongan/pemungutan yg bersifat tdk final, PPh tsb tdk
pemungutan
dikreditkan pd SPT Tahunan PPh WP yg dipotong/dipungut;
PPh
c. Pajak yg dipotong/dipungut tlh dilaporkan oleh pemotong/pemungut dlm
SPT Masa WP pemotong/pemungut; dan
d. Pajak yg dipotong/dipungut tdk diajukan keberatan oleh WP yg
dipotong/dipungut sesuai Pasal 25 ayat (1) huruf e UU KUP.
4.
Pemungutan
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh disetor ke kas negara;
PPN
b. Tdk dikreditkan dlm SPT Masa PPN, tdk dibebankan sbg biaya dlm SPT
Tahunan PPh, atau tdk dikapitalisasi dlm hrg perolehan;
c. Pajak yg dipungut tlh dilaporkan oleh pemungut dlm SPT Masa PPN WP
pemungut; dan
d. Pajak yg dipungut tdk diajukan keberatan oleh WP yg dipungut sesuai
Pasal 25 ayat (1) huruf e UU KUP.
5.
Pemungutan
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh disetor ke kas negara;
PPnBM
b. Tdk dibiayakan dlm SPT Tahunan PPh WP yg dipungut atau tdk
dikapitalisasi dlm hrg perolehan;
c. Pajak yg dipungut tlh dilaporkan oleh pemungut dlm SPT Masa PPN WP
pemungut; dan
d. Pajak yg dipungut tdk diajukan keberatan oleh WP yg dipungut sesuai
Pasal 25 ayat (1) huruf e UU KUP.
6.
Pemotongan
a. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor ke kas negara; dan
atau
b. Pajak yg seharusnya tdk terutang tlh dibayar/disetor tsb tlh dilaporkan
pemungutan
dlm SPT Masa WP pemotong/pemungut.
pajak thd
WPLN
Dlm hal berdasarkan LHV: (Pasal 11 ayat (9) & (1) PMK-10/PMK.03/2013)
terdapat kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang, Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB.
tdk terdapat pajak yg seharusnya tdk terutang, Dirjen Pajak menyampaikan scr tertulis kpd pemohon.
Dlm hal permohonan pengembalian pajak yg seharusnya tdk terutang diajukan oleh OP/Badan yg
tdk diwajibkan memiliki NPWP: (Pasal 12 PMK-10/PMK.03/2013)
Utk Badan, pd 2 digit pertama dicantumkan angka 01
Utk OP, pd 2 digit pertama dicantumkan angka 04

B163

Pd 7 digit berikutnya dicantumkan angka 0;


Pd 3 digit berikutnya dicantumkan angka kode KPP tempat permohonan diajukan
Pd 3 digit terakhir dicantumkan angka 0.
Thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPh yg seharusnya tdk terutang yg diajukan
oleh WP DN sebagaimana dimaksud dlm PER-5/PJ/2011 bagi WP DN sbl berlakunya PMK10/PMK.03/2013 (tanggal 1 Feb 2013) diselesaikan sesuai dgn ketentuan dlm PER-5/PJ/2011. (Pasal 2
PER-18/PJ/2013)

B164

PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK


A. PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK UTK WP DGN KRITERIA TERTENTU
1.

Dasar Hukum:
Pasal 17C ayat (7) UU KUP
Pasal 27 ayat (2) PP 74 Thn 2011
PMK-74/PMK.03/2012 (berlaku sejak 15 Mei 2012) mencabut PMK-192/PMK.03/2007
PMK-72/PMK.03/2010
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut KEP-550/PJ./2000 jo KEP213/PJ./2013
SE terkait:
SE-62/PJ/2012

2.

Cara Penetapan WP dgn Kriteria Tertentu (WP Patuh):


a. Berdasarkan permohonan dari WP; atau
Batas waktu pengajuan permohonan ini diajukan paling lambat tanggal 10 Jan pd thn
penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4 ayat (2) PMK-74/PMK.03/2012)
Permohonan diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP Domisili terdaftar (NPWP
dgn kode 3 digit terakhir adalah "000") dgn dilampiri: (Butir E angka 2 SE-62/PJ/2012)
Rekapitulasi nomor & tanggal bukti penerimaan SPT Masa utk masa pajak Jan s.d.
November thn terakhir utk setiap jenis pajak; dan
Rekapitulasi nomor & tanggal bukti penerimaan SPT Tahunan selama 3 thn pajak
terakhir yg wajib disampaikan s.d. akhir thn sbl thn penetapan sbg WP Dgn Kriteria
Tertentu.
Dlm hal WP mempunyai > 1 tempat kegiatan usaha/cabang maka permohonan diajukan
scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP Domisili terdaftar dgn dilampiri: (Butir E angka 3
SE-62/PJ/2012)
Rekapitulasi nomor bukti & tanggal penerimaan SPT Masa utk masa pajak Jan s.d.
Nov thn terakhir utk setiap jenis pajak dan utk setiap tempat kegiatan usaha/cabang;
dan
Rekapitulasi nomor & tanggal bukti penerimaan SPT Tahunan selama 3 thn pajak
terakhir yg wajib disampaikan s.d. akhir thn sbl thn penetapan sbg WP Dgn Kriteria
Tertentu.
b. Berdasarkan kewenangan Dirjen Pajak scr jabatan

3.

Persyaratan WP Dgn Kriteria Tertentu & Penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu:


Hrs memenuhi persyaratan:
1. Tepat waktu dlm menyampaikan SPT, yg meliputi: (Pasal 3 ayat (1) PMK74/PMK.03/2012)
Penyampaian SPT Tahunan selama 3 Thn Pajak terakhir yg wajib disampaikan s.d.
akhir thn sbl thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu dilakukan tepat waktu;
Penyampaian SPT Masa yg terlambat dlm thn terakhir sbl thn penetapan WP Dgn
Kriteria Tertentu utk Masa Pajak Jan sampai Nov tdk lbh dari 3 Masa Pajak utk
setiap jenis pajak dan tdk berturut-turut;
Slr SPT Masa dlm thn terakhir sbl thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu utk Masa
Pajak Jan sampai Nov tlh disampaikan; dan
SPT Masa yg terlambat sebagaimana dimaksud pd huruf b tlh disampaikan tdk lewat
dari batas waktu penyampaian SPT Masa Masa Pajak berikutnya.
2. Tdk mempunyai tunggakan pajak utk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak
yg tlh memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
Yg dimaksud dgn tdk mempunyai tunggakan pajak adalah keadaan WP pd tanggal 31
Des thn sbl penetapan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 3 ayat (2) PMK74/PMK.03/2012)
3. LK diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah
dgn pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 thn berturut-turut.

B171

4.

Yg dimaksud dgn LK yg dilampirkan dlm SPT Tahunan PPh yg wajib disampaikan


selama 3 thn berturut-turut s.d. akhir thn sbl thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu;
(Pasal 3 ayat (3) PMK-74/PMK.03/2012)
4. Tdk pernah dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap dlm
jangka waktu 5 thn terakhir.
Berdasarkan hasil penelitian atas pemenuhan persyaratan ini, Dirjen Pajak: (Pasal 4 ayat (3)
PMK-74/PMK.03/2012)
Menerbitkan keputusan mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu, dlm hal
permohonan WP memenuhi persyaratan (dgn contoh format Lamp I PMK74/PMK.03/2012); atau
Memberitahukan scr tertulis kpd WP mengenai penolakan permohonan, dlm hal
permohonan WP tdk memenuhi persyaratan. (dgn contoh format Lamp II PMK74/PMK.03/2012)
Penerbitan keputusan atas WP Dgn Kriteria Tertentu dan pemberitahuan scr tertulis tsb,
dilakukan paling lambat tanggal 20 Feb pd thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4
ayat (4) PMK-74/PMK.03/2012)
Apabila s.d. tanggal 20 Feb pd thn penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu, Dirjen Pajak tdk
memberikan keputusan, permohonan WP dianggap disetujui dan Dirjen Pajak menerbitkan
keputusan mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu. (Pasal 4 ayat (5) PMK74/PMK.03/2012)
Keputusan mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu diterbitkan paling lambat 5 hari
kerja stl berakhirnya batas waktu yg ditentukan (5 hari kerja stl tanggal 20 Feb pd thn
penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu) (Pasal 4 ayat (6) PMK-74/PMK.03/2012)
Keputusan Dirjen Pajak mengenai penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu berlaku utk jangka
waktu 2 thn kalender, terhitung sejak tanggal 1 Jan pd thn penetapan WP Dgn Kriteria
Tertentu. (Pasal 4 ayat (7) PMK-74/PMK.03/2012)

Penelitian atas Permohonan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak bagi WP Dgn


Kriteria Tertentu:
Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
Kebenaran Kredit Pajak atau PM berdasarkan hasil konfirmasi dlm sistem aplikasi DJP atau
konfirmasi dgn menggunakan surat; dan
Kebenaran pembayaran pajak yg tlh dilakukan oleh WP.
Ket:
Thd WP yg tlh ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu (berdasarkan permohonan WP),
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan
Pasal 17C UU KUP. (Pasal 6 ayat (1) PMK-74/PMK.03/2012)
Thd WP yg ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu (berdasarkan kewenangan Dirjen Pajak
scr jabatan), permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses berdasarkan
ketentuan Pasal 17C UU KUP, kecuali WP mengajukan permohonan utk diproses
berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP. (Pasal 6 ayat (2) PMK-74/PMK.03/2012)
Dlm hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan oleh PKP berisiko
rendah yg juga ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu, pengembalian kelebihan
pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN. (Pasal 6
ayat (3) PMK-74/PMK.03/2012)
Dlm hal WP yg ditetapkan sbg WP Dgn Kriteria Tertentu tdk menyampaikan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak scr tertulis, SPT yg disampaikan WP menjadi
SPT LB yg tdk disertai dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan
ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan dlm Pasal 17 ayat (1) UU KUP. (Pasal 6 ayat (4) PMK74/PMK.03/2012)

5.

Penerbitan SKPPKP:
Dirjen Pajak stl melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari WP Dgn Kriteria Tertentu, menerbitkan SKPPKP:

B172

Paling lama 3 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPh
Paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPN
Mulai tanggal 23 Sept 2014, sesuai PER-25/PJ/2014 terdapat persyaratan agar SPT
Masa PPN 111 LB Resitusi yg dimintakan pengembalian pendahuluan sesuai Pasal 17C
UU KUP dpt diterima lengkap. lihat Bab B-10 SPT Masa PPN
Apabila jangka waktu tsb tlh terlampaui tetapi SKPPKP blm diterbitkan, Kepala KPP hrs
menerbitkan SKPPKP paling lama 7 hari kerja stl jangka waktu tsb berakhir.

6.

Hal-hal yg Menyebabkan SKPPKP Tdk Diterbitkan:


SKPPKP tdk diterbitkan dlm hal berdasarkan hasil penelitian atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dari WP Dgn Kriteria Tertentu menunjukkan:
Tdk terdapat kelebihan pembayaran pajak;
SPT beserta lampirannya tdk lengkap;
Penulisan dan penghitungan pajak tdk benar;
Kredit Pajak atau Pajak Masukan berdasarkan hasil konfirmasi dlm sistem aplikasi DJP
atau konfirmasi dgn menggunakan surat tdk benar; atau
Pembayaran pajak tdk benar.
Dlm hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tdk diterbitkan SKPPKP,
WP dianggap tdk mengajukan permohonan.

7.

Pencabutan Penetapan WP Dgn Kriteria Tertentu:


Dicabut penetapannya dlm hal WP:
Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka atau dilakukan tindakan Penyidikan
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
Terlambat menyampaikan SPT Masa utk suatu jenis pajak tertentu 2 Masa Pajak
berturut-turut;
Terlambat menyampaikan SPT Masa utk suatu jenis pajak tertentu 3 Masa Pajak dlm 1
thn kalender; atau
Terlambat menyampaikan SPT Tahunan.
Dirjen Pajak menerbitkan keputusan mengenai pencabutan penetapan WP Dgn Kriteria
Tertentu dan memberitahukan scr tertulis kpd WP

B. PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK UTK WP DGN PERSYARATAN


TERTENTU
1.

Dasar Hukum:
Pasal 17D UU KUP
PMK-198/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) mencabut PMK-193/PMK.03/2007 jo
PMK-54/PMK.03/2009
PMK-72/PMK.03/2010
PER-03/PJ/2014 (berlaku sejak 3 Feb 2014) mencabut PER-40/PJ/2009 (berlaku sejak 7
Juli 2009)
SE terkait:
SE-12/PJ/2014 (berlaku sejak 13 Mar 2014) mencabut SE-67/PJ/2009

2.

WP yg Memenuhi Persyaratan Tertentu (WP sesuai Pasal 17D UU KUP) yg Dpt Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak: (Pasal 2 PMK-198/PMK.03/2013)
a. WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yg menyampaikan SPT Tahunan
PPh LB Restitusi;
b. WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yg menyampaikan SPT Tahunan PPh
LB Restitusi dgn jml LB < Rp 10 juta;
c. WP badan yg menyampaikan SPT Tahunan PPh LB Restitusi dgn jml LB < Rp 100 juta; atau
d. PKP yg menyampaikan SPT Masa PPN LB Restitusi dgn jml LB < Rp 100 juta.

3.

Analisis Risiko:

B173

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak hrs didasarkan pd analisis risiko yg


pedomannya ditetapkan oleh Dirjen Pajak, yg mempertimbangkan perilaku & kepatuhan WP yg
dpt berupa (Pasal 3 PMK-198/PMK.03/2013):
a. Kepatuhan penyampaian SPT;
Kepatuhan penyampaian SPT terpenuhi dlm hal WP tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh
utk 1 Thn Pajak terakhir yg sdh menjadi kewajiban utk disampaikan sbl Thn Pajak yg diajukan
permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. (Butir III angka 2 SE12/PJ/2014)
b. Kepatuhan dlm melunasi utang pajak; dan
Kepatuhan dlm melunasi utang pajak terpenuhi dlm hal: (Butir III angka 3 SE-12/PJ/2014)
WP tdk memiliki utang pajak; atau
WP memiliki utang pajak namun thd utang pajak tsb blm diterbitkan Surat Paksa.
Utang pajak ini terbatas pd utang pajak yg diadministrasikan pd KPP tempat WP
mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
(Butir III angka 4 SE-12/PJ/2014)
c. Kebenaran SPT utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, dan Thn Pajak sbl-sbl-nya.
Kebenaran SPT utk Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak sbl-nya mrp kebenaran formal dan
terpenuhi dlm hal WP tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh dan lampiran-lampirannya, utk 1
Thn Pajak terakhir yg sdh menjadi kewajiban utk disampaikan sbl Thn Pajak yg diajukan
permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, yg dibuktikan dgn tlh
diterbitkannya tanda terima SPT. (Butir III angka 5 SE-12/PJ/2014)
Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yg tdk memenuhi
ketentuan analisis risiko, diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP. (Butir III angka 6
SE-12/PJ/2014)
4. Cara Mengajukan Permohonan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak: (Pasal 4 PMK198/PMK.03/2013)
WP yg memenuhi persyaratan tertentu dpt diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak apabila mengajukan permohonan ke KPP tempat WP terdaftar, dgn cara
memberi tanda pd SPT yg menyatakan LB Restitusi atau dgn cara mengajukan surat
tersendiri.
WP yg menyampaikan:
SPT LB dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai ketentuan
Pasal 17B UU KUP; (Pasal 5 ayat (1) PMK-198/PMK.03/2013 & Butir II angka 3 huruf a
SE-12/PJ/2014)
SPT yg menyatakan LB tanpa ada permohonan kompensasi dan tanpa ada permohonan
restitusi; atau
SPT pembetulan yg menyatakan LB dgn permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak,
dianggap mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
pajak.
5. Pemrosesan & Penelitian Thd Permohonan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak:
Dikecualikan dari permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
oleh WP yg memenuhi persyaratan tertentu: (Butir II angka 6 SE-12/PJ/2014)
SPT LB yg disampaikan oleh WP dgn Kriteria Tertentu sesuai Pasal 17C UU KUP;
SPT Masa PPN LB utk Masa Pajak Januari s.d. November yg disampaikan oleh PKP selain
PKP sesuai Pasal 9 ayat (4b) UU PPN;
SPT Masa PPN LB yg disampaikan oleh PKP berisiko rendah sesuai Pasal 9 ayat (4c) UU
PPN;
SPT Masa PPN yg disampaikan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB sesuai
PMK-147/PMK.04/2011 dan perubahannya.
Kondisi Permohonan
Permohonan pengembalian sesuai
Pasal 17B UU KUP diajukan oleh

Mekanisme Pemroresan
Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17D UU KUP,
dan atas penyelesaian permohonan tsb Dirjen Pajak

B174

WP yg memenuhi persyaratan
tertentu dlm Pasal 2 & 3 PMK198/PMK.03/2013
Permohonan pengembalian dlm
Pasal 4 PMK-198/PMK.03/2013
diajukan oleh PKP beresiko rendah
sesuai Pasal 9 ayat (4c) UU KUP
Permohonan pengembalian dlm
Pasal 4 PMK-198/PMK.03/2013
diajukan oleh WP dgn Kriteria
Tertentu sesuai Pasal 17C UU KUP
Permohonan pengembalian dlm
Pasal 4 PMK-198 yg tdk memenuhi
ketentuan dlm Pasal 3 PMK198/PMK.03/2013

memberitahukan kpd WP.


(Pasal 5 PMK-198/PMK.03/2013)
Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (4c) UU
PPN.
(Pasal 6 ayat (1) PMK-198/PMK.03/2013)
Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17C UU KUP.
(Pasal 6 ayat (2) PMK-198/PMK.03/2013)

Diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP,


dan atas penyelesaian permohonan tsb Dirjen Pajak
memberitahukan kpd WP.
(Pasal 7 PMK-198/PMK.03/2013)

Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kpd WP yg memenuhi persyaratan


tertentu, dilakukan stl Dirjen Pajak melakukan penelitian atas: (Pasal 8 PMK-198/PMK.03/2013)
Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
Kebenaran kredit pajak atau Pajak Masukan berdasarkan aplikasi DJP; dan
Kebenaran pembayaran pajak yg dilakukan oleh WP.
6. Penerbitan SKPPKP: (Pasal 9 PMK-198/PMK.03/2013)
Stl melakukan penelitian atas permohonan pengembalian pendahuluan, Dirjen Pajak
menerbitkan SKPPKP: (Pasal 9 ayat (1) PMK-198/PMK.03/2013)
Paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPh OP
Paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPh Badan
Paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap utk PPN
Apabila stl lewat jangka waktu tsb, Dirjen Pajak tdk menerbitkan keputusan, permohonan
pengembalian pendahuluan dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak menerbitkan SKPPKP
paling lama 7 hari kerja stl jangka waktu pada Pasal 9 ayat (1) PMK198/PMK.03/2013
berakhir. Bentuk formulir SKPPKP ada di Lamp PMK-198/PMK.03/2013.
SKPPKP tdk diterbitkan apabila: (Pasal 10 PMK-198/PMK.03/2013)
Tdk terdapat kelebihan pembayaran pajak;
SPT beserta lampirannya tdk lengkap;
Penulisan dan penghitungan pajak tdk benar;
Kredit pajak atau PM berdasarkan sistem aplikasi DJP tdk benar;
Pembayaran pajak yg dilakukan oleh WP tdk benar, atau
WP dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan.
Dlm hal SKPPKP tdk diterbitkan, Dirjen Pajak memberitahukan scr tertulis kpd WP dan SPT
yg menyatakan LB tsb ditindaklanjuti sesuai Pasal 17 ayat (1) UU KUP.
7. Ketentuan Lain-lain: (Pasal 11 PMK-198/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak dpt melakukan pemeriksaan dlm rangka penerbitan skp thd WP yg tlh diterbitkan
SKPPKP sesuai Pasal 9 PMK-198/PMK.03/2013.
Jika berdasarkan hasil pemeriksaan, Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB maka jml pajak yg KB
tsb ditambah dgn sanksi administrasi berupa kenaikan seb 100% sesuai Pasal 17D ayat (5)
UU KUP.
8. Ketentuan Peralihan: (Pasal 13 PMK-198/PMK.03/2013)
Dgn berlakunya PMK-198/PMK.03/2013:
Thd SPT pembetulan LB Restitusi atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak
sbl berlakunya PMK-198/PMK.03/2013 yg disampaikan sejak 1 Jan 2014, diproses
berdasarkan ketentuan dlm PMK-198/PMK.03/2013.

B175

Thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak bagi WP yg memenuhi


persyaratan tertentu yg blm diselesaikan pengembaliannya s.d. tanggal 1 Jan 2014,
diselesaikan berdasarkan PMK-193/PMK.03/2007 jo PMK-54/PMK.03/2009.

Prosedur Penyelesaian Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi WP yg Memenuhi


Persyaratan Tertentu: Lamp I SE-12/PJ/2014
Jangka Waktu Penyelesaian:
a. Proses analisis risiko dilakukan paling lama 3 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap.
b. Pemberitahuan SPT LB Diproses Berdasarkan Ketentuan Pasal 17B UU KUP disampaikan kpd
WP paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap.
c. Pemberitahuan SPT LB Diproses Berdasarkan Ketentuan Pasal 17D UU KUP disampaikan kpd
WP paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap.
d. SKPPKP atau Pemberitahuan SKPPKP Tdk Diterbitkan utk:
PPh OP paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap.
PPh Badan paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap.
PPN paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima scr lengkap.
e. Dlm hal SPT LB disampaikan melalui:
pos dgn bukti pengiriman surat; atau
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat,
pelaksanaan proses analiasis risiko pd huruf a dan pemberitahuan kpd WP pd huruf b & c
dilakukan dgn mempertimbangkan batas waktu penerbitan SKPPKP.
Contoh kasus permohonan pengembalian kelebihan pendahuluan kElebihan pembayaran pajak
melalui penyampaian SPT Pembetulan & Contoh penerapan ketentuan analisis risiko berupa
kepatuhan penyampaian SPT serta kebenaran SPT utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, dan Thn
Pajak sbl-sbl-nya: Lamp III SE-12/PJ/2014
Form-form yg digunakan berdasar SE-12/PJ/2014:
No.
Nama Form
1.
Form Checklist Analisis Risiko Terkait PPh
2.
Form Checklist Analisis Risiko Terkait PPN
3.
Form Pemberitahuan SPT LB Diproses
Berdasarkan Ketentuan Pasal 17D UU KUP
4.
Form Pemberitahuan SPT LB Diproses
Berdasarkan Ketentuan Pasal 17D UU KUP
Contoh Form Laporan Hasil Penelitian dlm
Rangka Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak
5.
Form Pemberitahuan SK Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak Tdk
Diterbitkan
6.
Form Daftar Nominatif SPT LB Terkait WP
yg Memenuhi Persyaratan Tertentu

Sumber
Lamp II Bagian A
Lamp II Bagian B
Lamp II Bagian C

Pihak Pembuat
Petugas Analisis
Risiko
KPP

Lamp II Bagian D
Lamp II Bagian E

Lamp I Bagian F

Lamp I Bagian G

Kasi Pelayanan di
KPP

C. PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK UTK PKP BERISIKO RENDAH


1. Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
PMK-71/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010)
PMK-72/PMK.03/2010
PER-31/PJ/2010 (berlaku sejak 5 Juli 2010)
SE terkait:
SE-76/PJ/2010 ttg penyampaian PER-31/PJ/2010
2. PKP yg Dpt Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak:

B176

PKP yg dpt diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak adalah PKP yg memenuhi
ketentuan: (Pasal 1 PMK-71/PMK.03/2010)
a. Melakukan kegiatan :
Ekspor BKP Berwujud;
Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kpd Pemungut Pajak ;
Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yg PPN-nya tdk dipungut;
Ekspor BKP Tdk Berwujud; dan/atau
Ekspor JKP; dan
b. Tlh ditetapkan sbg PKP berisiko rendah.
3.

Kriteria PKP Berisiko Rendah: (dgn syarat tdk pernah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
dan/atau penyidikan dlm jangka waktu 24 bulan terakhir) (Pasal 2 PMK-71/PMK.03/2010)
a. PKP mrp Perusahaan Terbuka yg paling sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b. PKP mrp perusahaan yg saham mayoritasnya dimiliki scr lsg oleh Pempus dan/atau Pemda;
atau
c. Produsen selain PKP pd huruf a & b, yg memenuhi persyaratan tertentu meliputi:
Tepat waktu dlm penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir,
Nilai BKP yg dijual pd thn sebelumnya paling sedikit 75% adalah produksi sendiri; dan
LK utk 2 thn pajak sebelumnya diaudit oleh Akuntan Publik dgn pendapat WTP/ WDP.

4.

Cara Agar Dpt Ditetapkan Menjadi PKP Berisiko Rendah: (Pasal 2 PER-31/PJ/2010)
Utk ditetapkan sbg PKP berisiko rendah, PKP hrs menyampaikan permohonan kpd Kepala
KPP tempat WP dikukuhkan sbg PKP paling lambat 15 hari kerja sbl dimulainya Masa Pajak
PKP ditetapkan sbg PKP berisiko rendah dgn menggunakan form lamp I PER-31/PJ/2010.
Permohonan disampaikan dgn melampirkan kelengkapan dokumen berupa:
Keterangan dari instansi yg berwenang, yg dpt berupa Laporan Bulanan Kepemilikan
Saham Emiten atau Perusahaan Publik dan Rekapitulasi, bagi Perusahaan Terbuka yg
paling sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia;
Keterangan dari instansi yg berwenang, yg dpt berupa Akta Pendirian dan
perubahannya, bagi perusahaan yg saham mayoritasnya dimiliki scr lsg oleh Pempus
dan/atau Pemda; atau
Surat Pernyataan bahwa nilai BKP yg dijual pd thn sebelumnya paling sedikit 75% adalah
produksi sendiri dan LK utk 2 thn pajak sebelumnya yg diaudit oleh Akuntan Publik dgn
pendapat WTP/WDP, bagi produsen selain Perusahaan Terbuka dan BUMN/BUMD.

5.

Keputusan Penetapan sbg PKP Berisiko Rendah: (Pasal 4 PER-31/PJ/2010)


Dirjen Pajak menerbitkan keputusan penetapan sbg PKP berisiko rendah atau surat
pemberitahuan bahwa permohonan tdk dpt diproses paling lambat 15 hari kerja stl tanggal
diterimanya permohonan WP. Apabila jangka waktu ini tlh lewat dan Dirjen Pajak tdk
menerbitkan SK Penetapan PKP Berisiko Rendah atau surat pemberitahuan bahwa
permohonan tdk dpt diproses, maka permohonan PKP dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak
hrs menerbitkan keputusan penetapan sbg PKP berisiko rendah paling lama 15 hari kerja stl
berakhirnya jangka waktu 15 hari kerja stl tanggal diterimanya permohonan WP.
Keputusan penetapan sbg PKP berisiko rendah berlaku sejak stl berakhirnya jangka waktu
15 hari kerja stl tanggal diterimanya permohonan WP.
Keputusan penetapan sbg PKP beresiko rendah berlaku utk 24 Masa Pajak sejak Masa
Pajak PKP ditetapkan sbg PKP berisiko rendah.
Apabila jangka waktu penetapan sbg PKP berisiko rendah berakhir, PKP dpt
menyampaikan permohonan kembali utk ditetapkan sbg PKP berisiko rendah. (Pasal 4 ayat
(1) PMK-71/PMK.03/2010)

6.

Pencabutan Penetapan PKP Berisiko Rendah: (Pasal 5 PER-31/PJ/2010)


SK Penetapan PKP Berisiko Rendah dinyatakan tdk berlaku lagi apabila dlm masa
berlakunya penetapan sbg PKP berisiko rendah (stl berakhirnya jangka waktu 15 hari kerja stl
tanggal diterimanya permohonan WP). thd PKP dilakukan :

B177

7.

Pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan (Penetapan PKP sbg PKP berisiko rendah
dinyatakan tdk berlaku sejak diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan)
Pemeriksaan dan ternyata dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa PKP tdk lagi memenuhi
kriteria sbg PKP berisiko rendah (Penetapan PKP sbg PKP berisiko rendah dinyatakan tdk
berlaku sejak ditandatanganinya BA PAHP)

Penelitian & SKPPKP:


Penelitian dilakukan oleh DJP thd permohonan pengembalian kelebihan pajak, meliputi:
kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a - e UU PPN;
kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; dan
kebenaran pembayaran pajak yg telah dilakukan oleh WP.
Dirjen Pajak stl melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak yg
diajukan oleh PKP, hrs menerbitkan SKPPKP paling lama 1 bulan sejak saat diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan Pajak. (Pasal 5 & 7 ayat (1) PMK-72/PMK.03/2010)
Apabila jangka waktu 1 bulan tsb tlh lewat dan Dirjen Pajak tdk menerbitkan SKPPKP,
permohonan pengembalian kelebihan Pajak yg diajukan dianggap dikabulkan dan SKPPKP hrs
diterbitkan paling lama 7 hari stl jangka waktu 1 bulan tsb berakhir. (Pasal 7 ayat (2) PMK72/PMK.03/2010)

8.

Tdk Diterbitkannya SKPPKP Thd PKP Berisiko Rendah: (Pasal 7 PMK-72/PMK.03/2010)


Apabila:
Hasil penelitian menyatakan PKP tdk memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a - e UU
PPN;
Hasil penelitian menyatakan tdk LB;
Lampiran SPT tdk lengkap; dan/atau
Pembayaran pajak tdk benar.
Dlm hal SKPPKP tdk diterbitkan, thd PKP beresiko rendah tsb hrs diberikan pemberitahuan scr
tertulis dgn menggunakan form Lamp PMK-72/PMK.03/2010 dan permohonan pengembalian
kelebihan Pajak dari PKP ini akan diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.

Pemeriksaan Thd PKP Pasal 17 C UU KUP, Pasal 17D UU KUP, PKP Resiko Rendah
Dirjen Pajak stl melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak dpt melakukan
pemeriksaan kpd PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN,
PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dlm Pasal 17C UU KUP, atau PKP yg memenuhi
persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dlm Pasal 17D UU KUP (Pasal 9 ayat (1a) PMK72/PMK.03/2010)
Dlm hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP kriteria tertentu atau PKP yg
memenuhi persyaratan tertentu wajib membayar jml kekurangan Pajak ditambah dgn sanksi
administrasi berupa kenaikan seb 100% dari jml kekurangan pembayaran Pajak (Pasal 17C dan
Pasal 17D ayat (5) UU KUP)
Dlm hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB, PKP berisiko rendah wajib membayar
jml kekurangan Pajak ditambah dgn sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan, paling
lama 24 bulan, dari jml kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat
(2) UU KUP.

B178

KELEBIHAN PEMBAYARAN
A. PENGHITUNGAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Dasar Hukum:
PMK-16/PMK.03/2011 ttg Tata Cara Penghitungan & Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak
PER-7/PJ/2011 ttg Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
SE dan surat terkait:
SE-22/PJ/2011
S-1142/PJ.02/2013
Kelebihan Pembayaran Pajak yg Dpt Dikembalikan:
a. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (1) UU KUP
b. Pajak yg seharusnya tdk terutang dlm SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (2) UU KUP
c. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPLB sesuai Pasal 17B UU KUP
d. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPPKP sesuai Pasal 17C UU KUP
e. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPPKP sesuai Pasal 17D UU KUP
f. Pajak yg tlh dibayar atas pembelian BKP yg dibawa ke luar Daerah Pabean oleh OP pemegang
paspor LN dlm Pasal 17E UU KUP & Pasal 16E UU PPN
g. Pajak yg lbh dibayar dlm SKPPKP sesuai Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
h. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Keberatan / Putusan Banding / Putusan PK oleh MA
i. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pembetulan sesuai Pasal 16 UU KUP
j. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pengurangan Sanksi Administrasi / SK Penghapusan
Sanksi Administrasi sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP
k. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pengurangan skp / SK Pembatalan skp sesuai Pasal 36
ayat (1) huruf b UU KUP
l. Pajak yg lbh dibayar krn diterbitkan SK Pengurangan STP / SK Pembatalan STP sesuai Pasal 36
ayat (1) huruf c UU KUP
Tata Cara Penghitungan Kelebihan Pembayaran Pajak:
1. Kelebihan Pembayaran diperhitungkan dgn Utang Pajak di KPP domisili dan/atau KPP Lokasi
Utang Pajak yg tercantum dlm:
a. STP
b. SKPKB, SKPKBT, dan SK Keberatan, yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah,
utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya
c. SKPKB atau SKPKBT yg tlh disetujui dlm PAHP, dan SK Keberatan yg tdk diajukan banding,
yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah, utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak,
atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya
d. SKPKB atau SKPKBT atas jml yg tdk disetujui dlm PAHP, utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak,
atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya, dlm hal:
1) tdk diajukan keberatan;
2) diajukan keberatan tetapi SK Keberatan mengabulkan sebagian, menolak, atau
menambah jml pajak terutang dan atas SK Keberatan tsb tdk diajukan banding; atau
3) diajukan keberatan dan atas SK Keberatan tsb diajukan banding tetapi Putusan Banding
mengabulkan sebagian, menambah jml pajak terutang, atau menolak;
e. SPPT, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau STP PBB
f. SK utk PBB yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah tetapi tdk diajukan
banding
g. Putusan Banding atau Putusan PK yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar
bertambah
h. SK Pembetulan yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah
2. Jika masih terdapat sisa stl diperhitungkan dgn utang pajak maka atas permohonan WP sisa
kelebihan dpt diperhitungkan dgn pajak yg akan terutang atau dgn Utang Pajak atas nama
WP lain.
3. Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dgn Utang Pajak ditindaklanjuti dgn kompensasi utang
pajak, dan dlm hal tdk ada utang pajak, slr kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kpd
WP.

B181

WP hrs memberikan nomor & nama rekening bank atas nama WP yg bersangkutan ke
KPP utk keperluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (dlm hal masih terdapat
sisa kelebihan pembayaran pajak stl dilakukan Kompensasi Utang Pajak/dlm hal tdk ada
Utang Pajak), paling lambat 7 hari kerja sbl jangka waktu penerbitan SPMKP berakhir.
Dlm hal WP tdk memberikan nomor & nama rekening bank tsb, KPP tetap menerbitkan
SKPKPP dan SPMKP, kemudian disampaikan ke KPPN.
(Pasal 11 PER-7/PJ/2011)
Jangka Waktu Pengembalian:
Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan PPnBm stl diperhitungkan dgn utang pajak
dikembalikan dlm jangka waktu paling lama 1 bulan terhitung sejak:
1. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sehubungan diterbitkannya SKPLB
sesuai dlm Pasal 17 ayat (1) UU KUP, diterima
2. SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (2) / Pasal 17D UU KUP, diterbitkan
3. SKPPKP sesuai Pasal 17C / Pasal 17D / Pasal 9 ayat (4c) UU KUP,diterbitkan
4. SK Keberatan sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf h PMK-16, diterbitkan
5. Putusan Banding atau Putusan PK sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf h PMK-16, diterima kantor
DJP yg berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan PK
6. SK Pembetulan sesuai Pasal 16 UU KUP,diterbitkan
7. SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai
Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP, diterbitkan
8. SK Pengurangan skp atau SK Pembatalan skp sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP,
diterbitkan
9. SK Pengurangan STP atau SK Pembatalan STP sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP,
diterbitkan
Kelebihan pembayaran PBB stl diperhitungkan dgn utang pajak dikembalikan dlm jangka
waktu paling lama 1 bulan terhitung sejak:
1. SKKP PBB sesuai Pasal 3 huruf a PMK-16/PMK.03/2011
2. SK Keberatan sesuai Pasal 3 huruf b PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
3. Putusan Banding atau Putusan PK sesuai Pasal 3 huruf b PMK-16/PMK.03/2011, diterima
kantor DJP yg berwenang melaksakan Putusan Banding atau Putusan PK
4. SK Pemberian Pengurangan PBB sesuai Pasal 3 huruf c PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
5. SK Pengurangan Denda Administrasi sesuai Pasal 3 huruf d PMK-16/PMK.03/2011,
diterbitkan
6. SK Pembetulan PBB sesuai Pasal 3 huruf e PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
7. SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sesuai
Pasal 3 huruf f PMK-16/PMK.03/2011, diterbitkan
8. SK Pengurangan skp atau SK Pembatalan skp sesuai Pasal 3 huruf g PMK-16/PMK.03/2011,
diterbitkan
9. SK Pengurangan STP PBB atau SK Pembatalan STP PBB sesuai Pasal 3 huruf h PMK16/PMK.03/2011, diterbitkan
KPP wajib menyampaikan SPMKP beserta SKPKPP dan/atau SSP, SSPBB, SSPPBB ke KPPN
dgn ketentuan: paling lama 2 hari kerja sbl jangka waktu 1 utk pengembalian kelebihan
pembayaran stl diperhitungkan dgn utang pajak sebagaimana dijelaskan di atas terlampaui.
Jangka Waktu Penyelesaian
3 minggu sejak
1. Permohonan WP diterima
2. SKPLB atau SKPPKP diterbitkan
3. SK Keberatan, SK Pembetulan, SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK Penghapusan
Sanksi Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan Pajak atau SK Pembatalan Ketetapan
Pajak, yg menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, diterbitkan
4. Putusan Banding atau Putusan PK, yg menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak,
diterima kantor DJP yg berwenang melaksakanan Putusan Banding atau Putusan PK
(SE-79/PJ/2010)

B182

B. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK


Dasar Hukum:
PMK-16/PMK.03/2011
PER-7/PJ/2011
SE terkait:
SE-17/PJ/2012 (berlaku sejak tanggal 05 Apr 2012) jo SE-25/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 25
Juli 2014, mencabut Lamp III SE-17/PJ/2012 dan mengubah form konfirmasi utang pajak)
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dituangkan dlm Nota


Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
Format Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak: Lamp I PMK16/PMK.03/2011
Bagi WP yg menggunakan pembukuan dgn mata uang Dollar AS, pengembalian diberikan
dlm mata uang rupiah, yg dihitung menggunakan kurs yg ditetapkan oleh MenKeu yg berlaku
pd saat:
1. diterbitkannya SKPLB sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf a, b, c PMK-16/PMK.03/2011
2. diterbitkannya SKPPKP sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf d & e PMK-16/PMK.03/2011
3. diterbitkannya SK Keberatan atau diucapkannya Putusan Banding atau Putusan PK
sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf h PMK-16/PMK.03/2011
4. diterbitkannya SK sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf i, j, k, dan l PMK-16/PMK.03/2011
Pengembalian melalui kompensasi utang pajak dilakukan melalui pemotongan SPMKP
dan/atau transfer pembayaran
Pemotongan SPMKP dlm hal: Kelebihan PPh, PPN, atau PPnBM dikompensasikan ke Utang
Pajak PPh, PPN, atau PPnBM
Transfer Pembayaran dlm hal:
1. kelebihan pembayaran PPh, PPN, atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PBB;
2. kelebihan pembayaran PBB dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, PPnBM, atau
PBB.
Pemotongan SPMKP dan/atau transfer pembayaran dianggap sah apabila :
1. Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP tlh mendapatkan NTPN dan NPP;
2. Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran tlh mendapatkan NTPN, dan NTB
atau NTP.
Kepala KPP atas nama Dirjen Pajak menerbitkan SKPKPP
Format SKPKPP tercantum dlm Lampiran II PMK-16, dibuat rangkap 3 (lembar ke-1 utk WP,
lembar ke-2 utk KPPN, lembar ke-3 utk arsip KPP)
Atas dasar SKPKPP, Kepala KPP atas nama MenKeu menerbitkan SPMKP
Format SPMKP tercantum dlm Lampiran III PMK-16, dibuat rangkap 4 (lembar ke-1 dan lembar
ke-2 utk KPPN, lembar ke-3 utk WP, lembar ke-4 utk arsip KPP)
SPMKP dibebankan pd akun pendapatan pajak thn anggaran berjalan, yaitu pd akun yg sama
dgn akun pd saat diakuinya pendapatan pajak semula.
SPMKP beserta SKPKPP disampaikan scr langsung ke KPPN.
Dlm hal Kompensasi Utang Pajak melaui potongan SPMKP dilampiri dgn surat setoran
Dlm hal Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran tdk perlu dilampiri surat
setoran
Berdasarkan SPMKP, Kepala KPPN atas nama MenKeu menerbitkan SP2D
Dibuat rangkap 3 (lembar ke-1 utk Bank Operasional I atau Bank Operasional III, lembar ke-2 utk
KPP penerbit SPMKP, lembar ke-3 utk KPPN)
KPPN dlm hal :
Kompensasi melalui potongan SPMKP :
1. mengesahkan setiap surat setoran yg dilampirkan dlm SPMKP dgn membubuhkan cap,
nama dan tanda tangan pd kolom penyetor.
2. menerbitkan BPN dgn teraan (NTPN & NPP) sesuai dgn tanggal SP2D.
3. KPPN menyampaikan ke KPP penerbit SPMKP lembar ke-2 SPMKP dan lembar ke-2
SP2D, dan disertai dgn surat setoran yg tlh disahkan.
Kompensasi melalui transfer pembayaran :
KPP menyampaikan informasi akan adanya transfer penerimaan negara dan menyampaikan
surat setoran berupa SSP, SSPBB, dan/atau SSPPBB, ke:

B183

1.
2.

Bank/Pos Persepsi tujuan utk SSP;


Bank/Pos Persepsi tujuan yg sekaligus merangkap sbg Bank Operasional III PBB utk
SSPBB atau SSP PBB.
Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pd ayat (5) menerbitkan BPN, NTB atau NTP,
dan NTPN atas dasar transfer sesuai SP2D dari KPPN dan SSP, SSPBB, atau SSPPBB, yg
diterima dari KPP.
KPPN menyampaikan ke KPP penerbit SPMKP lembar ke-2 SPMKP dan lembar ke-2 SP2D,
dan disertai dgn surat setoran yg tlh disahkan.
9. Lembar BPN utk WP yg diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi dan/atau lembar SSP, SSPBB, atau
SSPPBB, utk WP yg tlh diterbitkan NTPN dan NTB atau NTP oleh Bank/Pos Persepsi
disampaikan kpd WP melalui KPP setempat.
10. Kepala KPP selaku pejabat yg diberi wewenang utk menandatangani SKPKPP dan SPMKP
menyampaikan spesimen tanda tangan kpd Kepala KPPN setiap awal thn anggaran atau
apabila terjadi perubahan pejabat yg bersangkutan.
Ket. Tambahan:
1. Atas kelebihan pembayaran PPh, PPN, PPnBM, dan/atau PBB hrs diperhitungkan terlebih dahulu dgn
Utang Pajakyg diadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi.
2. Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dgn Utang Pajak ditindaklanjuti dgn kompensasi Utang
Pajak.
3. Kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui potongan SPMKP dan/atau transfer pembayaran.
4. Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP dilakukan dlm hal kelebihan pembayaran PPh,
PPN, atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, atau PPnBM.
5. Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran dilakukan dlm hal:
a. Kelebihan pembayaran PPh, PPN, atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PBB.
b. Kelebihan pembayaran PBB dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, PPnBM, atau PBB.
6. Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP dianggap sah apabila tlh mendapatkan NTPN dan
NPP.
7. Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran dianggap sah apabila tlh mendapatkan NTPN,
dan NTB atau NTP.

B184

PENGURANGAN, KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN

A.

PEMBETULAN KESALAHAN TULIS, KESALAHAN HITUNG, DAN ATAU KEKELIRUAN


PENERAPAN KETENTUAN TERTENTU DLM PERPU PERPAJAKAN
Dasar Hukum:
Pasal 16 UU KUP
Pasal 34, 57, 64 PP 74 Thn 2011 mencabut PP 80 Thn 2007
PMK-11/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara pembetulan mencabut
PMK-19/PMK.03/2008
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut PER-48/PJ/2009, PER-37/PJ/2008
KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para
pejabat di lingkungan DJP
Yg Dpt Diajukan Pembetulan: (Pasal 2 ayat (1) PMK-11/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak atas permohonan WP atau krn jabatannya dpt membetulkan:
1. skp yg meliputi SKPKB, SKPKBT, SKPN, dan SKPLB;
2. STP;
3. SK Pembetulan;
4. SK Keberatan;
5. SK Pengurangan Sanksi Administrasi;
6. SK Penghapusan Sanksi Administrasi;
7. SK Pengurangan Ketetapan Pajak; dpt berupa SK Pengurangan Ketetapan Pajak atas skp
atau SK Pengurangan Ketetapan Pajak atas STP (Pasal 2 ayat (2) PMK-11/PMK.03/2013)
8. SK Pembatalan Ketetapan Pajak;
9. SK Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; dpt berupa SK Pembatalan Ketetapan
Pajak atas skp atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak atas STP (Pasal 2 ayat (3) PMK11/PMK.03/2013)
10. SK Pemberian Imbalan Bunga;
11. SPPT;
12. SKP PBB;
13. STP PBB;
14. SK Pemberian Pengurangan PBB; atau
15. SK Pengurangan Denda PBB,
yg dlm penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dlm perpu di bidang perpajakan.
Ruang Lingkup Pembetulan: (Penjelasan Pasal 16 UU KUP)
1. Kesalahan tulis, berupa kesalahan penulisan nama, alamat, NPWP, nomor skp, jenis pajak,
Masa Pajak atau Thn Pajak, tanggal jatuh tempo, atau kesalahan tulis lainnya yg tdk
mempengaruhi jml pajak terutang.
2. Kesalahan hitung, meliputi:
a. Kesalahan yg berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau
pembagian suatu bilangan; atau
b. Kesalahan hitung yg diakibatkan oleh adanya penerbitan skp, STP, SK yg terkait dgn
bidang perpajakan, Putusan Banding, atau Putusan PK.
3. Kekeliruan dlm penerapan ketentuan tertentu dlm perpu perpajakan, berupa kekeliruan
dlm penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase NPPN, kekeliruan penerapan sanksi
administrasi, kekeliruan PTKP, kekeliruan penghitungan PPh dlm thn berjalan, dan kekeliruan
dlm pengkreditan pajak.
Dlm hal terdapat kekeliruan pengkreditan PM PPN pd SK atau surat ketetapan yg dpt
diajukan pembetulan Pasal 16 UU KUP, pembetulan atas kekeliruan tsb hanya dpt dilakukan
apabila: (Pasal 34 ayat (3) PP 74 Thn 2011 & Pasal 3 ayat (5) PMK-11/PMK.03/2013)
a. Terdapat perbedaan besarnya PM yg menjadi kredit pajak; dan
b. PM tsb tdk mengandung persengketaan antara fiskus & WP.

B191

Persyaratan Permohonan Pembetulan: (Pasal 4 PMK-11/PMK.03/2013)


1. 1 permohonan diajukan utk 1 skp, STP, atau SK lain yg terkait dgn bidang perpajakan dlm
Pasal 2 ayat (1) PMK-11/PMK.03/2013);
2. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan;
3. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn disertai alasan permohonan
dan menggunakan format surat permohonan sesuai contoh dlm Lamp I PMK-11/PMK.03/2013);
dan
Cara Penyampaian
Tanda BPS
Tanggal Diterima
No.
Permohonan
(Pasal 5 ayat (1) PMK(Pasal 5 ayat (8) PMKPembetulan
11/PMK.03/2013)
11/PMK.03/2013)
a.
Scr lsg pd KPP tempat WP
BPS
Tanggal yg tercantum pd
terdaftar dan/atau tempat PKP
BPS
dikukuhkan
b.
Melalui pos dgn bukti pengiriman
Bukti
Tanggal yg tercantum pd
surat scr tercatat
Pengiriman
Bukti Pengiriman Surat
Surat
c.
Dgn cara
1) Melalui
Bukti
Tanggal yg tercantum pd
lain
perusahaan jasa
Pengiriman
Bukti Pengiriman Surat
ekspedisi/jasa
Surat
kurir dgn bukti
pengiriman surat
2) e-Filing
BPE
Tanggal yg tercantum pd
BPE
4. Surat permohonan tsb ditandatangani oleh WP, dan dlm hal surat permohonan ditandatangani
bukan oleh WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32
ayat (3) UU KUP.
Hak & Kewajiban WP:
1. Dlm hal permohonan pembetulan tdk memenuhi ketentuan sesuai Pasal 4 PMK11/PMK.03/2013), Dirjen Pajak mengembalikan permohonan pembetulan dgn
menyampaikan pemberitahuan tertulis kpd WP sbl jangka waktu 6 bulan sesuai Pasal 16 ayat
(2) UU KUP berakhir. (Pasal 6 ayat (2) PMK-11/PMK.03/2013)
2. Dlm hal permohonan pembetulan dikembalikan pd angka 1, WP masih dpt mengajukan
permohonan dgn ketentuan sesuai Pasal 4 PMK-11/PMK.03/2013).
Penerbitan Keputusan Pembetulan:
1. Dlm hal permohonan pembetulan memenuhi ketentuan sesuai Pasal 4 PMK-11/PMK.03/2013),
Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb dgn meneliti permohonan WP. (Pasal 7 ayat (1)
PMK-11/PMK.03/2013)
Seksi Terkait:
Permohonan disampaikan ke KPP (Seksi Pelayanan dan Seksi Waskon)
2. Dlm rangka meneliti permohonan pembetulan pd angka 1, Dirjen Pajak dpt meminta data,
informasi, dan/atau keterangan yg diperlukan.
3. Dirjen Pajak hrs menerbitkan SK Pembetulan dlm jangka waktu paling lama 6 bulan sejak
tanggal surat permohonan pembetulan diterima sesuai Pasal 5 ayat (8) PMK11/PMK.03/2013).
4. SK Pembetulan pd angka 3 berisi keputusan berupa:
a. Mengabulkan permohonan WP dgn membetulkan kesalahan atau kekeliruan yg dpt berupa
menambahkan, mengurangkan, atau menghapuskan jml pajak yg terutang; atau
b. Menolak permohonan WP.
5. Apabila jangka waktu 6 bulan pd angka 3 tlh terlampaui tetapi Dirjen Pajak tdk menerbitkan SK
Pembetulan pd angka 4 atau tdk mengembalikan permohonan pembetulan sesuai Pasal 6 ayat
(2) PMK-11/PMK.03/2013), permohonan pembetulan tsb dianggap dikabulkan dan Dirjen
Pajak hrs menerbitkan SK Pembetulan sesuai dgn permohonan WP.

B192

6.

Dlm hal atas suatu skp diajukan permohonan pembetulan dan keberatan, SK Pembetulan
diterbitkan scr terpisah dgn SK Keberatan. (Pasal 7 ayat (6) PMK-11/PMK.03/2013)

Dirjen Pajak menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dlm hal: (Pasal 8 ayat (1) PMK11/PMK.03/2013)
a. Terdapat kesalahan hitung dlm skp akibat pelaksanaan MAP yg menghasilkan Persetujuan
Bersama stl skp diterbitkan dan thd skp tsb tdk diajukan keberatan atau tdk diajukan
permohonan pengurangan atau pembatalan skp yg tdk benar.
b. Terdapat kesalahan hitung dlm SK Keberatan akibat pelaksanaan MAP yg menghasilkan
Persetujuan Bersama stl Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dan thd SK Keberatan tsb tdk
diajukan banding atau WP mengajukan banding tetapi dicabut.
c. Terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dlm
perpu perpajakan yg diketahui oleh Dirjen Pajak dan blm diajukan permohonan pembetulan
oleh WP.
Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c
yg mengakibatkan jml pajak yg masih hrs dibayar dlm skp berubah, WP dpt mengajukan
keberatan atas skp yg dibetulkan scr jabatan tsb. Pengajuan keberatan tsb disampaikan dlm
jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal dikirim SK Pembetulan. (Pasal 9 PMK11/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak dpt menerbitkan SK Pembetulan scr jabatan dlm hal: (Pasal 10 PMK11/PMK.03/2013)
1. Terdapat SK Keberatan yg nyata-nyata tdk benar sbg akibat adanya kesalahan dlm
penghitungan pajak yg terutang atau pajak yg masih hrs dibayar utk Masa Pajak, bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya; dan
2. Atas SK Keberatan tsb tdk dpt diajukan banding atau diajukan banding dgn putusan tdk dpt
diterima.
Ketentuan Peralihan:

Pd saat PP 74 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yg
blm diselesaikan yg berkaitan dgn
Pembetulan thd SK Pemberian Imbalan Bunga sesuai Pasal 16 ayat (1) UU KUP utk
penerbitan SK Pemberian Imbalan Bunga stl tanggal 31 Des 2007; dan
Batas waktu bagi Dirjen Pajak utk menerbitkan SK Pembetulan sesuai Pasal 16 ayat (2)
UU KUP utk pengajuan permohonan yg diterima stl tanggal 31 Des 2007;
berlaku ketentuan PP 74 Thn 2011. (Pasal 64 huruf c & d PP 74 Thn 2011)

Dgn berlakunya PMK-11/PMK.03/2013, thd permohonan pembetulan yg diajukan sbl


berlakunya PMK-11 dan blm diselesaikan s.d. penerbitan SK, proses penyelesaian selanjutnya
s.d. penerbitan SK dilakukan berdasarkan ketentuan sesuai PMK-11/PMK.03/2013.
Form-form yg digunakan berdasar PMK-11/PMK.03/2013:
No.
Nama Form
1.
Surat Permohonan Pembetulan
2.
Surat Pengembalian Permohonan Pembetulan
3.
SK Pembetulan Krn Permohonan WP
4.
SK Pembetulan Krn Permohonan WP
5.
SK PembetulanScr Jabatan

B193

Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V

Pihak Pembuat
WP /Wakil/Kuasa
DJP

B.

KEBERATAN
Dasar Hukum:
Pasal 25 & 26 UU KUP
Pasal 28, 29, 30, 31, 33 PP 74 Thn 2011 mencabut PP 80 Thn 2007
PMK-9/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara pengajuan dan penyelesaian
keberatan mencabut PMK-194/PMK.03/2007
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut PER-49/PJ./2009, PER-52/PJ/2010
KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para
pejabat di lingkungan DJP
SE terkait:

SE-11/PJ/2014 (mulai berlaku tanggal 8 Apr 2014) ttg Petunjuk pelaksanaan penyelesaian
keberatan PPh, PPN dan/atau PPnBM mencabut SE-122/PJ/2010
Ruang Lingkup Keberatan:
1. WP dpt mengajukan keberatan hanya kpd DJP atas suatu: (Pasal 25 ayat (1) UU KUP &
Pasal 2 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
a. SKPKB, kecuali SKPKB berdasarkan Pasal 13A UU KUP
b. SKPKBT;
c. SKPLB;
d. SKPN;
e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perpu
perpajakan.
Seksi Terkait:
Permohonan disampaikan ke KPP (Seksi Pelayanan dan Seksi Waskon), tetapi proses
penyelesaiannya dilakukan oleh:
Kanwil DJP (Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding), atau
Kantor Pusat DJP (Direktorat Keberatan dan Banding)
2. WP hanya dpt mengajukan keberatan thd materi atau isi dari skp, yg meliputi jml rugi
berdasarkan ketentuan perpu perpajakan, jml besarnya pajak, atau thd materi atau isi dari
pemotongan atau pemungutan pajak. (Pasal 2 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
3. Dlm hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari skp atau pemotongan
atau pemungutan pajak, alasan tsb tdk dipertimbangkan dlm penyelesaian keberatan. (Pasal 2
ayat (4) PMK-9/PMK.03/2013)
Persyaratan Pengajuan Keberatan:
Thn Pajak 2007 dan sbl-nya
(Pasal 3 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
a. Diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia;

a.

b.

Mengemukakan jml pajak yg terutang atau


jml pajak yg dipotong/dipungut atau jml rugi
mnr penghitungan WP dgn disertai alasanalasan yg menjadi dasar penghitungan;

b.

c.

1 keberatan diajukan hanya utk 1 skp, utk 1


pemotongan pajak, atau utk 1 pemungutan
pajak;

c.

d.

d.

Diajukan dlm jangka waktu 3 bulan sejak


tanggal:
1) skp diterbitkan; atau
2) pemotongan/pemungutan pajak oleh

B194

e.

Thn Pajak 2008 dan sesudahnya


(Pasal 4 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
Diajukan scr tertulis dlm bahasa
Indonesia;
Mengemukakan jml pajak yg terutang
atau jml pajak yg dipotong/dipungut
atau jml rugi mnr penghitungan WP
dgn disertai alasan-alasan yg menjadi
dasar penghitungan;
1 keberatan diajukan hanya utk 1 skp,
utk 1 pemotongan pajak, atau utk 1
pemungutan pajak;
WP tlh melunasi pajak yg masih hrs
dibayar paling sedikit sejumlah yg
tlh disetujui WP dlm PAHP/PAHV,
sbl Surat Keberatan disampaikan;
Diajukan dlm jangka waktu 3 bulan
sejak tanggal:
1) skp dikirim; atau
2) pemotongan/pemungutan pajak

e.

f.

pihak ketiga,
kecuali WP dpt menunjukan bahwa jangka
waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan di
luar kekuasaan WP;
Surat Keberatan ditandatangani oleh WP,
dan dlm hal Surat Keberatan
ditandatangani oleh bukan WP, Surat
Keberatan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa
khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP;
dan
WP tdk mengajukan permohonan sesuai
Pasal 36 UU KUP.

f.

g.

oleh pihak ketiga,


kecuali WP dpt menunjukan bahwa
jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn
keadaan di luar kekuasaan WP;
Surat Keberatan ditandatangani oleh
WP, dan dlm hal Surat Keberatan
ditandatangani oleh bukan WP, Surat
Keberatan tsb hrs dilampiri dgn surat
kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3)
UU KUP; dan
WP tdk mengajukan permohonan
sesuai Pasal 36 UU KUP.

Contoh Penghitungan jangka waktu 3 bulan: (Penjelasan Pasal 28 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
Contoh 1:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 20 Sept 2012 maka WP dpt mengajukan keberatan paling
lama tanggal 19 Des 2012.
Contoh 2:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 30 Nov 2012, maka WP dpt mengajukan keberatan paling
lama tanggal 28 Feb 2013.
Contoh 3:
Apabila skp dikirim kpd WP pd tanggal 2 Jan 2013, maka WP dpt mengajukan keberatan paling
lama tanggal 1 Apr 2013.
Dlm hal stl WP mengajukan keberatan terdapat penerbitan SK Pembetulan oleh Dirjen Pajak scr
jabatan yg mengakibatkan persyaratan jml pajak yg masih hrs dilunasi pd Pasal 4 ayat (1) huruf d
(WP tlh melunasi pajak yg masih hrs dibayar paling sedikit sejumlah yg tlh disetujui WP dlm
PAHP/PAHV, sbl Surat Keberatan disampaikan) bertambah, proses penyelesaian keberatan yg
diajukan oleh WP tsb tetap dilanjutkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 6 PMK-9)
Ketentuan Pengajuan Keberatan:
Thn Pajak 2007 dan sbl-nya
1. Dlm hal Surat Keberatan yg disampaikan
oleh WP tdk memenuhi persyaratan
sesuai ayat (1) huruf a, b, c, atau e, WP
dpt melakukan perbaikan atas Surat
Keberatan tsb dan menyampaikan
kembali sbl jangka waktu 3 bulan sesuai
ayat (1) huruf d terlampaui.
(Pasal 3 ayat (2) PMK-9/PMK.03/2013)
2. Tanggal penyampaian Surat Keberatan
yg tlh diperbaiki pd ayat (2) mrp tanggal
Surat Keberatan diterima.
(Pasal 3 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
3. Pengajuan keberatan pd ayat (1):
a. Tdk menunda kewajiban membayar
pajak sebagaimana tercantum dlm
SKPKB dan SKPKBT sesuai Pasal 2
ayat (1) huruf a & b; dan
b. Tdk menunda pelaksanaan
penagihan pajak.
(Pasal 3 ayat (4) PMK-9/PMK.03/2013)

B195

1.

2.

3.

Thn Pajak 2008 dan sesudahnya


Dlm hal Surat Keberatan yg disampaikan
oleh WP tdk memenuhi persyaratan
sesuai ayat (1) huruf a, b, c, d, atau f,
WP dpt melakukan perbaikan atas Surat
Keberatan tsb dan menyampaikan
kembali sbl jangka waktu 3 bulan sesuai
ayat (1) huruf e terlampaui.
(Pasal 4 ayat (2) PMK-9/PMK.03/2013)
Tanggal penyampaian Surat Keberatan
yg tlh diperbaiki pd ayat (2) mrp tanggal
Surat Keberatan diterima.
(Pasal 4 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
Dlm hal WP mengajukan keberatan pd
ayat (1), jangka waktu pelunasan pajak
yg masih hrs dibayar yg iak disetujui dlm
PAHP/PAHV sebagaimana tercantum
dlm SKPKB dan SKPKBT sesuai Pasal 2
ayat (1) huruf a & b, dan blm dibayar pd
saat pengajuan keberatan, tertangguh
s.d. 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK
Keberatan.
(Pasal 4 ayat (4) PMK-9/PMK.03/2013)

Keadaan di Luar Kekuasaan WP: (Pasal 5 ayat (1) & (2) PMK-9/PMK.03/2013)
a. Bencana alam;
b. Kebakaran;
c. Huru-hara/kerusuhan massal;
d. Diterbitkan SK Pembetulan scr jabatan yg mengakibatkan jml pajak yg masih hrs dibayar yg
tertera dlm skp berubah, kecuali SK Pembetulan yg diterbitkan akibat hasil Persetujuan
Bersama; atau
Dlm hal terdapat penerbitan SK Pembetulan scr jabatan di atas dan WP blm mengajukan
keberatan atas skp, WP dpt mengajukan keberatan atas skp tsb dlm jangka waktu paling lama
3 bulan sejak tanggal SK Pembetulan dikirim.
e. Keadaan lain berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak.
.
Cara Penyampaian dan tanggal diterima Surat Keberatan: (Pasal 9 PMK-9/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian
Tanda BPS
Tanggal Diterima
No.
Permohonan
(Pasal 9 ayat (1) PMK(Pasal 9 ayat (8) PMKPembetulan
9/PMK.03/2013)
9/PMK.03/2013)
a.
Scr lsg pd KPP tempat WP terdaftar BPS
Tanggal yg tercantum pd
dan/atau tempat PKP dikukuhkan
BPS
b.
c.

Melalui pos dgn bukti pengiriman


surat scr tercatat
Dgn cara
1) Melalui
lain
perusahaan jasa
ekspedisi/jasa kurir
dgn bukti
pengiriman surat
2) e-Filing

Bukti Pengiriman
Surat

Tanggal yg tercantum pd
Bukti Pengiriman Surat

BPE

Tanggal yg tercantum pd
BPE

Permintaan Keterangan oleh WP: (Pasal 10 PMK-9/PMK.03/2013)


a. Sbl mengajukan keberatan, WP dpt meminta keterangan scr tertulis hal-hal yg menjadi DPP,
penghitungan rugi, pemotongan/pemungutan pajak kpd Dirjen Pajak melalui KPP tempat WP
terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan.
b. Dirjen Pajak wajib memberikan keterangan yg diminta oleh WP.
c. Pemberian keterangan oleh Dirjen Pajak atas permintaan WP tdk menambah jangka waktu
pengajuan keberatan yg hrs dipatuhi oleh WP.
Ketentuan Terkait Pencabutan Pengajuan Keberatan oleh WP:
1. WP dpt mencabut pengajuan keberatan yg tlh disampaikan kpd Dirjen Pajak sbl tanggal
diterima SPUH oleh WP. (Pasal 30 ayat (3) PP 74 Thn 2011 & Pasal 11 ayat (1) PMK9/PMK.03/2013)
2. Pencabutan pengajuan keberatan tsb dilakukan melalui penyampaian permohonan dgn
memenuhi persyaratan: (Pasal 11 ayat (2) PMK-9/PMK.03/2013)
a. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dan dpt mencantumkan alasan
pencabutan (dgn menggunakan format dlm Lamp III PMK-9);
b. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan tsb
ditandatangani bukan oleh WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus
sesuai Pasal 32 ayat (3) UU KUP; dan
c. Surat permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar dgn tembusan kpd Dirjen
Pajak dan Kepala Kanwil DJP yg mrp atasan Kepala KPP.
3. Dirjen Pajak wajib memberikan jawaban atas permohonan pencabutan pengajuan keberatan
tsb berupa surat persetujuan atau surat penolakan. (Pasal 11 ayat (3) PMK-9/PMK.03/2013)
4. WP yg mencabut pengajuan keberatan yg tlh disampaikan kpd Dirjen Pajak ini tdk dpt
mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 36 ayat
(1) huruf b UU KUP. (Pasal 30 ayat (4) PP 74 Thn 2011 & Pasal 12 ayat (1) PMK9/PMK.03/2013)

B196

5.

6.

Dlm hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan sesuai Pasal 30 ayat (3) PP 74 Thn 2011
atau pengajuan keberatan tdk dipertimbangkan oleh Dirjen Pajak krn tdk memenuhi
persyaratan pengajuan keberatan sesuai pasal 25 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (3a) UU
KUP, WP dianggap tdk mengajukan keberatan. (Pasal 31 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
Dlm hal WP dianggap tdk mengajukan keberatan, pajak yg masih hrs dibayar dlm
SKPKB/SKPKBT yg tdk disetujui dlm PAHP/PAHV menjadi utang pajak sejak tanggal
penerbitan skp. (Pasal 31 ayat (4) PP 74 Thn 2011 & Pasal 12 ayat (2) PMK-9)

WP yg Mengajukan Keberatan Tdk Dpt Mengajukan Permohonan: (Pasal 30 ayat (2) PP 74 Thn
2011)
1. Pengurangan, penghapusan, dan pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yg terutang sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan (Pasal 36 ayat (1) huruf a UU
KUP);
2. Pengurangan atau pembatalan skp yg tdk benar (Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP); atau
3. Pembatalan skp dari hasil pemeriksaan/verifikasi yg dilaksanakan tanpa (Pasal 36 ayat (1)
huruf d UU KUP):
a. Penyampaian SPHP/SPHV;atau
b. PAHP/PAHV dgn WP.
Penyelesaian Keberatan:
1. Dlm proses penyelesaian keberatan, Dirjen Pajak berwenang utk:
a. Meminjam buku, catatan, data, dan informasi dlm bentuk hardcopy dan/atau softcopy kpd
WP terkait dgn materi yg disengketakan melalui penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, data, dan informasi;
b. Meminta WP utk memberikan keterangan terkait dgn materi yg disengketakan melalui
penyampaian surat permintaan keterangan;
c. Meminta keterangan atau bukti terkait dgn materi yg disengketakan kpd pihak ketiga yg
mempunyai hub dgn Wajib Pajak sesuai Pasal 35 ayat (1) UU KUP melalui penyampaian
surat permintaan data dan keterangan kpd pihak ketiga;
d. Meninjau tempat WP, termasuk tempat lain yg diperlukan;
e. Melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yg diperlukan dgn memanggil WP
melalui penyampaian surat panggilan; dan
Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 hari kerja sbl tanggal pembahasan dan
klarifikasi atas sengketa perpajakan.
Pembahasan dan klarifikasi tsb dituangkan dlm BA pembahasan dan klarifikasi
sengketa perpajakan.
f. Melakukan pemeriksaan utk tujuan lain dlm rangka keberatan utk mendapatkan data
dan/atau informasi yg objektif yg dpt dijadikan dasar dlm mempertimbangkan keputusan
keberatan.
2. WP hrs memenuhi peminjaman pd angka 1 huruf a dan/atau permintaan pd angka 1 huruf b
paling lama 15 hari kerja stl tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan
keterangan dikirim.
3. Apabila s.d. jangka waktu 15 hari kerja stl tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat
permintaan keterangan dikirim berakhir, WP tdk meminjamkan sebagian atau slr buku, catatan,
data dan informasi dan/atau tdk memberikan keterangan yg diminta, Dirjen Pajak
menyampaikan:
a. Surat permintaan peminjaman yg kedua; dan/atau
b. Surat permintaan keterangan yg kedua.
4. WP hrs memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yg kedua paling lama 10 hari kerja stl
tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yg kedua dikirim.
5. Perlakuan atas dokumen dlm Proses Penyelesaian Keberatan: (Pasal 14 PMK9/PMK.03/2013)
Dokumen
Perlakuan
Keterangan
Buku, catatan, data, Tdk
Yg diminta pd saat pemeriksaan tetapi tdk
informasi, atau
Dipertimbangkan
diberikan oleh WP
keterangan lain yg
Dipertimbangkan
Yg pd saat pemeriksaan tetapi tdk diberikan

B197

diterima/diperoleh
pd proses
penyelesaian
keberatan

6.

7.

8.

9.

oleh WP krn berada di pihak ketiga dan blm


diperoleh WP pd saat pemeriksaan
skp yg Penghasilan Kena Pajaknya dihitung scr
jabatan terbatas pd:
a. Dokumen yg terkait dgn penghitungan
peredaran usaha atau penghasilan bruto
dlm rangka penghitungan penghasilan
neto scr jabatan; dan
b. Dokumen kredit pajak sbg pengurang PPh.
Dpt
Yg tdk diminta pd saat pemeriksaan tetapi
Dipertimbangkan
diperlukan dan diminta oleh Dirjen Pajak serta
diberikan oleh WP
Yg tdk diminta pd saat pemeriksaan dan
keberatan tetapi diberikan oleh WP
Dlm hal WP mengajukan keberatan dan mengajukan MAP scr bersamaan namun Persetujuan
Bersama: (Pasal 16 PMK-9/PMK.03/2013)
Blm diperoleh pd saat SK Keberatan diterbitkan, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan
dgn mempertahankan temuan pemeriksaan dlm skp yg diajukan MAP.
Tlh diperoleh sbl SK Keberatan diterbitkan, Dirjen Pajak memperhitungkan Persetujuan
Bersama dlm SK Keberatan.
Dirjen Pajak dlm jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima
hrs memberikan keputusan atas keberatan yg diajukan. (Pasal 26 ayat (1) UU KUP, Pasal
33 ayat (1) PP 74 Thn 2011, dan Pasal 17 ayat (1) PMK-9/PMK.03/2013)
Jangka waktu tsb dihitung sejak tanggal Surat Keberatan diterima sesuai Pasal 9 ayat (8)
PMK-9/PMK.03/2013 s.d. tanggal SK Keberatan diterbitkan. Apabila jangka waktu tsb tlh
terlampaui dan Dirjen Pajak tdk memberi keputusan atas keberatan, keberatan yg diajukan
oleh WP dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan sesuai dgn
pengajuan keberatan WP dlm jangka waktu paling lama 1 bulan sejak jangka waktu 12
bulan tsb berakhir.
Keputusan atas keberatan yg diajukan tsb diterbitkan berdasarkan laporan penelitian
keberatan.
Keputusan atas keberatan tsb dpt berupa mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian,
menolak, atau menambah besarnya jml pajak yg masih hrs dibayar yg dituangkan dlm SK
Keberatan.
Dlm hal surat keberatan tdk memenuhi persyaratan, KPP memberikan jawaban scr tertulis dgn
surat biasa (bukan SK penolakan).
Dlm hal WP mengajukan keberatan atas skp sesuai Pasal 13 ayat (1) huruf b UU KUP (apabila
Surat Pemberitahuan tdk disampaikan dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat (3) UU KUP
dan stl ditegur scr tertulis tdk disampaikan pd waktunya sebagaimana ditentukan dlm
Surat Teguran) dan huruf d UU KUP (apabila kewajiban sesuai Pasal 28 / Pasal 29 tdk
dipenuhi shg tdk dpt diketahui besarnya pajak yg terutang), WP yg bersangkutan hrs dpt
membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tsb.

Sanksi Administrasi Terkait Pengajuan Keberatan:


1. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 50% dari jml pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dgn pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan yaitu
dlm hal:
a. Keberatan WP ditolak atau dikabulkan sebagian. (Pasal 25 ayat (9) UU KUP & Pasal 31
ayat (1) PP 74 Thn 2011)
b. Keputusan keberatan atas pengajuan keberatan WP menambah jml pajak yg masih hrs
dibayar. (Pasal 31 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
2. Dlm hal WP mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda seb 50%
ini tdk dikenakan. (Pasal 25 ayat (10) UU KUP)
Jml pajak yg tlh dibayar sbl pengajuan keberatan meliputi baik pembayaran atas jml yg disetujui
maupun yg tdk disetujui dlm PAHP/PAHV.
3. Contoh perhitungan atas Pasal 31 ayat (1) PP 74 Thn 2011:

B198

a.

Pd tanggal 2 Apr 2012, diterbitkan SKPKB dgn nilai Rp 1 M. Jml pajak yg disetujui dlm
PAHP seb Rp 300 juta.
b. Pd tanggal 1 Mei 2012, jml pajak yg disetujui maupun yg tdk disetujui dlm PAHP tlh dilunasi
oleh WP.
c. Pd tanggal 3 Mei 2012, WP mengajukan keberatan.
Jika SK Keberatan menolak pengajuan keberatan WP maka utk menghitung pengenaan sanksi
administrasi berupa denda seb 50% slr jml pajak yg tlh dibayar sbl pengajuan keberatan (baik
yg disetujui maupun tdk) hrs dikurangkan dari jml pajak yg masih hrs dibayar dlm SK
Keberatan.
Dlm hal ini, dasar utk menghitung sanksi administrasi berupa denda seb 50% adalah seb Rp 0,
yaitu seb Rp 1 M (jml pajak dlm SK Keberatan) dikurangi dgn Rp 1 M (jml yg tlh dibayar sbl
pengajuan keberatan).

Ketentuan Terkait Imbalan Bunga:


Lihat Bab B-20 Imbalan Bunga
Ketentuan Peralihan:
Sbl PP 74 Thn 2011 Berlaku (sbl 1 Jan 2012):
Thd proses penyelesaian keberatan sesuai Pasal 26 dan Pasal 26A UU KUP utk pengajuan
keberatan yg diterima stl tanggal 31 Des 2007 berlaku ketentuan berdasarkan UU
KUP. (Pasal 36 ayat (2) huruf f PP 80 Thn 2007)
Stl PP 74 Thn 2011 Berlaku (sejak 1 Jan 2012):
Pd saat PP 74 Thn 2011 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan yg blm diselesaikan yg berkaitan dgn proses penyelesaian keberatan sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 26 & Pasal 26A UU KUP utk pengajuan keberatan yg diterima stl tanggal
31 Des 2007 berlaku ketentuan berdasarkan PP 74 Thn 2011. (Pasal 64 huruf f PP 74 Thn
2011)
Penjelasan Pasal 64 huruf f PP 74 Thn 2011: Pengajuan keberatan yg diterima stl tanggal 31
Des 2007 dan blm diselesaikan, proses penyelesaian keberatannya dilakukan berdasarkan
ketentuan Pasal 26 & Pasal 26A UU KUP serta Pasal 33 PP 74 Thn 2011 tanpa
memperhatikan Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak yg diajukan keberatan.
Sedangkan persyaratan pengajuan keberatan khususnya berupa kewajiban melunasi pajak yg
masih hrs dibayar paling sedikit sejumlah yg disetujui pd saat PAHP sebagaimana dimaksud
dlm Pasal 25 ayat (3a) UU KUP, hanya berlaku utk pengajuan keberatan atas Masa Pajak,
Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak 2008 dan setelahnya.
Pengajuan keberatan tdk menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
penagihan pajak.
WP dpt mengajukan permohonan banding kpd Pengadilan Pajak thd keputusan
keberatan yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Form-form yg digunakan berdasar PMK-9/PMK.03/2013:
No.

Nama Form

Sumber

1.

Surat Keberatan

Lamp I

2.

Surat Pemberitahuan Keberatan Tdk Memenuhi


Persyaratan
Surat Permohonan Pencabutan Pengajuan
Keberatan
Surat Persetujuan Permohonan Pencabutan
Pengajuan Keberatan
Surat Penolakan Permohonan Pencabutan
Pengajuan Keberatan
Surat Panggilan dlm Rangka Pembahasan dan
Klarifkasi Sengketa Perpajakan

Lamp II

3.
4.
5.
6.

B199

Lamp III
Lamp IV Bagian A
Lamp IV Bagian B
Lamp V

Pihak
Pembuat
WP/Wakil/
Kuasa
DJP
WP/Wakil/
Kuasa
DJP

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan,


Data, dan Informasi Pertama
Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan,
Data, dan Informasi Kedua
Surat Permintaan Peminjaman Tambahan Buku,
Catatan, Data, dan Informasi
Surat Permintaan Keterangan
Surat Permintaan Keterangan Kedua
Surat Permintaan Keterangan Tambahan
BA Tdk Memenuhi Sebagian/Seluruhnya
Permintaan Peminjaman dan/atau Permintaan
Keterangan
BA Pembahasan dan Klarifikasi Sengketa
Perpajakan
SPUH
Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan
Surat Tanggapan Hasil Penelitian Keberatan
BA Kehadiran dan Pemberian Keterangan Tertulis
BA Kehadiran WP Tetapi Tdk Memberikan
Keterangan Tertulis
BA Kehadiran WP Memberikan Keterangan Tetapi
Tdk Bersedia Tanda Tangan
BA Ketidakhadiran WP dan Tdk Memberikan
Keterangan Tertulis
BA Ketidakhadiran WP dan Memberikan
Keterangan Tertulis
SK Keberatan utk PPh Badan & OP
SK Keberatan utk PPh Pot-Put
SK Keberatan utk PPN dan PPnBM
SK Keberatan utk Pot-Put oleh Pihak Ketiga

Lamp VI Bagian A
Lamp VI Bagian B
Lamp VI Bagian C
Lamp VI Bagian D
Lamp VI Bagian E
Lamp VI Bagian F
Lamp VII

Lamp VIII
Lamp IX Bagian A
Lamp IX Bagian B
Lamp IX Bagian C
Lamp X Bagian A
Lamp X Bagian B
Lamp X Bagian C
Lamp XI Bagian A
Lamp XI Bagian B
Lamp XII Bagian A
Lamp XII Bagian B
Lamp XII BagianC
Lamp XII Bagian D

Prosedur berdasar SE-11/PJ/2014:


No.
Nama Form
1.
Prosedur Penanganan Pengajuan Keberatan
2.
Prosedur Penerimaan dan Penelitian Berkas Keberatan di Unit yg
Berwenang utk Menerbitkan Keputusan atas Keberatan
3.
Prosedur Penyelesaian Keberatan

B1910

WP/Wakil/
Kuasa
DJP

Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III

C.

PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU


PEMBATALAN skp ATAU STP
Dasar Hukum:
Pasal 36 ayat (1) UU KUP
Pasal 13, 35, 36 PP 74 Thn 2011 mencabut PP 80 Thn 2007
PMK-8/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Maret 2013) ttg Tata cara Pengurangan atau
Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan skp/STP mencabut
KMK-542/KMK.04/2000, PMK-21/PMK.03/2008
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut PER-01/PJ.07/2007, PER37/PJ/2008, PER-48/PJ/2009
KEP-297/PJ./2002 stdtd KEP-11/PJ./2013 ttg Pelimpahan wewenang Dirjen Pajak kpd para
pejabat di lingkungan DJP
SE terkait:
SE-17/PJ/2014 (berlaku stl 1 bulan sejak tanggal 07 Apr 2014) ttg Petunjuk pelaksanaan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan
skp/STP mencabut SE-02/PJ.07/2007
Isi Pasal 36 ayat (1) UU KUP: berlaku sejak 1 Jan 2008
Dirjen Pajak krn jabatan atau atas permohonan WP dpt:
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yg terutang sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan dlm hal sanksi tsb dikenakan
krn kekhilafan WP atau bukan krn kesalahannya. (Pasal 36 ayat (1) huruf a);
b. Mengurangkan atau membatalkan skp yg tdk. benar (Pasal 36 ayat (1) huruf b);
c. Mengurangkan atau membatalkan STP sesuai Pasal 14 yg tdk benar. (Pasal 36 ayat (1)
huruf c); atau
d. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau skp dari hasil pemeriksaan yg dilaksanakan
tanpa:
1. penyampaian SPHP; atau
2. PAHP dgn WP. (Pasal 36 ayat (1) huruf d)
Isi Pasal 35 PP 74 Thn 2011: berlaku sejak 1 Jan 2012
Dirjen Pajak krn jabatan atau atas permohonan WP dpt:
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yg terutang sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan dlm hal sanksi tsb
dikenakan krn kekhilafan WP, atau bukan krn kesalahannya;
b. Mengurangkan atau membatalkan skp yg tdk benar;
c. Mengurangkan atau membatalkan STP sesuai Pasal 14 UU KUP,yg tdk benar; atau
d. Membatalkan skp dari hasil Pemeriksaan atau Verifikasi, yg dilaksanakan tanpa:
1. penyampaian SPHP/SPHV; atau
2. PAHP/PAHV dgn WP.
Pengurangan, penghapusan, atau pembatalan scr jabatan dilakukan berdasarkan data dan/atau
informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak. (Pasal 27 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi scr Jabatan: Pasal 28 s.d. 29
PMK-8/PMK.03/2013
Cara Penyampaian dan tanggal diterima Surat Permohonan:
Tanda BPS
Cara Penyampaian
No.
Permohonan
(Pasal 3 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
Pembetulan
a.
Scr lsg pd KPP tempat WP terdaftar
BPS
dan/atau tempat PKP dikukuhkan
b.
Melalui pos dgn bukti pengiriman surat
Bukti
scr tercatat
Pengiriman
Surat
c.
Dgn cara
1) Melalui perusahaan
Bukti
lain
jasa ekspedisi/jasa kurir Pengiriman

B1911

Tanggal Diterima
(Pasal 3 ayat (8) PMK8/PMK.03/2013)
Tanggal yg tercantum pd
BPS
Tanggal yg tercantum pd
Bukti Pengiriman Surat
Tanggal yg tercantum pd
Bukti Pengiriman Surat

dgn bukti pengiriman


surat
2) e-Filing

Surat
BPE

Tanggal yg tercantum pd
BPE

(Pasal 3 PMK-8/PMK.03/2013)
Pencabutan Permohonan WP:
WP dpt melakukan pencabutan thd surat permohonan yg tlh disampaikan kpd Dirjen Pajak sbl
diterbitkan SK terkait permohonan WP.
Pencabutan thd surat permohonan tsb hrs memenuhi persyaratan:
1. Pencabutan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dan dpt mencantumkan alasan
pencabutan;
2. Pencabutan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
3. Surat pencabutan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat pencabutan ditandatangani
bukan oleh WP, surat pencabutan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal 32
ayat (3) UU KUP.
Dlm hal WP melakukan pencabutan thd surat permohonannya , WP tdk berhak utk mengajukan
kembali permohonan yg sama dgn jenis permohonan yg dicabut.
(Pasal 26 PMK-3/PMK.03/2013)
Jangka Waktu Penyelesaian:
Paling lama 6 bulan sejak tanggal permohonan diterima. Keputusan dpt berupa mengabulkan
seluruhnya atau sebagian, atau menolak permohonan WP. Apabila jangka waktu dimaksud tlh lewat
dan Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan, maka permohonan yg diajukan tsb dianggap
diterima.
(Pasal 36 ayat (1c) & (1d) UU KUP)
Seksi Terkait:
Permohonan disampaikan ke KPP (Seksi Pelayanan dan Seksi Waskon), tetapi proses
penyelesaiannya dilakukan oleh:
Kanwil DJP (Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding), atau
Kantor Pusat DJP (Direktorat Keberatan dan Banding)
Ketentuan Peralihan:

Permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi, permohonan pengurangan/


pembatalan skp, permohonan pengurangan/pembatalan STP:
utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya yg diajukan stl
berlakunya PMK-8/PMK.03/2013, berlaku ketentuan berdasarkan PMK-8;
utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya yg diajukan stl
berlakunya PMK-8/PMK.03/2013, berlaku ketentuan berdasarkan PMK-8;

Thd
permohonan
pengurangan/penghapusan
sanksi
administrasi,
permohonan
pengurangan/pembatalan skp, permohonan pengurangan/pembatalan STP yg diajukan sbl
berlakunya PMK-8/PMK.03/2013 dan blm diselesaikan s.d. penerbitan SK, proses penyelesaian
selanjutnya s.d. penerbitan SK dilakukan berdasarkan ketentuan sesuai PMK-8/PMK.03/2013.
(Pasal 39 PMK-8/PMK.03/2013)
1. PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
(Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP, Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013)
Sanksi Administrasi yg Dpt Dikurangkan/Dihapuskan berdasarkan Permohonan WP:
(Pasal 4 PMK-8/PMK.03/2013)
1. Sanksi administrasi yg tercantum dlm skp, kecuali sanksi administrasi yg tercantum dlm
SKPKB yg diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A UU KUP;
Hanya dpt diajukan dlm hal atas skp tsb:
a. Tdk diajukan keberatan;

B1912

b.

2.

3.

Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan DJP tlh menyetujui permohonan
pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal
2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2
huruf b PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi
sesuai Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 5 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Sanksi administrasi yg tercantum dlm STP yg terkait dgn penerbitan skp, kecuali
sanksi administrasi yg tercantum dlm STP yg diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) &
Pasal 27 ayat (5d) UU KUP; atau
Hanya dpt diajukan dlm hal skp yg terkait dgn STP tsb:
a. Tdk diajukan keberatan;
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan DJP tlh menyetujui permohonan
pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal
2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2
huruf b PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi
sesuai Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 5 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan yg hrs dipenuhi atas STP yg diajukan permohonan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar
sesuai Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai
Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 5 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
Sanksi administrasi yg tercantum dlm STP selain STP pd angka 2.
Ketentuan yg hrs dipenuhi atas STP yg diajukan permohonan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar
sesuai Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/pembatalan STP yg tdk benar sesuai
Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 5 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)

Syarat Mengajukan Permohonan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi yg


Tercantum dlm skp/STP:
1. 1 permohonan utk 1 skp/STP, kecuali permohonan tsb diajukan utk STP berdasarkan Pasal
19 ayat (1) UU KUP, sepanjang terkait dgn skp yg sama maka 1 permohonan dpt diajukan
utk lbh dari 1 STP;
2. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia;
3. Mengemukakan jml sanksi administrasi mnr WP dgn disertai alasan;
4. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan

B1913

5.

Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani
bukan oleh WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal
32 ayat (3) UU KUP.
(Pasal 5 ayat (6) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Jml Permohonan:
Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 2 x.
Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka
waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama
dikirim, kecuali WP dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan
di luar kekuasaan WP.
Permohonan yg kedua tetap diajukan thd skp/STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak.
(Pasal 5 ayat (7) (9) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:
1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
Utk permohonan yg pertama, WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP
masih dpt mengajukan permohonan paling banyak 2 x; atau
Utk permohonan yg kedua, WP masih dpt mengajukan permohonan sepanjang jangka
waktu 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, blm
terlampaui
(Pasal 6 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
a. Pasal 5 ayat (2) s.d. (5), utk permohonan pertama; atau
b. Pasal 5 ayat (2) s.d. ayat (5) dan ayat (8), utk permohonan kedua,
WP tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 6 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb
dgn menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan/
penghapusan sanksi administrasi.
(Pasal 6 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:
1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb
dgn meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen, data, dan/atau
informasi yg diperlukan melalui penyampaian surat permintaan dokumen, data, dan/atau
informasi.
WP hrs memenuhi permintaan ini paling lama 15 hari kerja sejak tanggal surat
permintaan dikirim.
3. Dlm rangka meneliti lbh lanjut permohonan tsb, Dirjen Pajak dpt meminta keterangan
tambahan kpd WP dgn menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan WP hrs
memberikan keterangan yg diminta dlm jangka waktu paling lama sebagaimana disebut
dlm surat permintaan keterangan tambahan.
4. Dlm hal WP tdk memenuhi sebagian atau slr permintaan tsb, permohonan tetap diproses
sesuai dgn dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yg ada atau yg diterima.
(Pasal 7 PMK-8/PMK.03/2013)
Permohonan Terkait Sanksi Administrasi yg Tercantum pd STP:
1. Akibat WP Melakukan Pembetulan SPT:
Ketentuan dlm hal permohonan terkait dgn sanksi administrasi yg tercantum dlm STP
berdasarkan Pasal 8 ayat (2)/ayat (2a) UU KUP dan sanksi administrasi tsb melebihi
jangka waktu 24 bulan:
a. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila sanksi
administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP; dan

B1914

b.

Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila jml


pajak yg kurang dibayar dlm pembetulan SPT yg menjadi dasar penerbitan STP
berdasarkan Pasal 8 ayat (2)/ayat (2a) UU KUP tlh dilunasi oleh WP.
(Pasal 8 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
Thd permohonan yg memenuhi ketentuan ini diberikan pengurangan sanksi
administrasi shg besarnya sanksi administrasi seb 2% per bulan menjadi 24 bulan.
(Pasal 8 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
sesuai Pasal 36 ayat (2) PP 74 Thn 2011
2. Akibat WP Melakukan Keterlambatan Pembayaran/Penyetoran Pajak yg tercantum pd
SPT:
Ketentuan dlm hal permohonan terkait dgn sanksi administrasi yg tercantum dlm STP
berdasarkan Pasal 9 ayat (2a)/ayat (2b) UU KUP dan sanksi administrasi tsb melebihi
jangka waktu 24 bulan:
a. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila sanksi
administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP; dan
b. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila jml
pajak yg terutang atau kekurangan pembayaran pajak yg terutang yg menjadi
dasar penerbitan STP berdasarkan Pasal 9 ayat (2a)/ayat (2b) UU KUP tlh dilunasi
oleh WP.
(Pasal 9 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
Thd permohonan yg memenuhi ketentuan ini diberikan pengurangan sanksi
administrasi shg besarnya sanksi administrasi seb 2% per bulan menjadi 24 bulan.
(Pasal 9 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi atas STP sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU
KUP, Pasal 9 ayat (2b) UU KUP, dan Pasal 19 ayat (1) UU KUP shg sanksi
administrasi menjadi paling lama 24 bulan, diberikan utk permohonan yg diajukan stl
tanggal 31 Des 2011 s.d. tanggal 31 Des 2013.
(Pasal 11 PMK-8/PMK.03/2013)
sesuai Pasal 36 ayat (3) PP 74 Thn 2011
3. Akibat WP Melakukan Keterlambatan Pembayaran/Penyetoran Pajak yg Tercantum
pd skp, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, Putusan PK:
Dlm hal permohonan terkait dgn sanksi administrasi yg tercantum dlm STP
berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP dan sanksi administrasi tsb melebihi jangka
waktu 24 bulan, perhitungan waktu sanksi administrasi dlm STP tsb dpt berasal dari
perhitungan waktu yg tercantum dlm 1 atau bbrp STP utk dasar penagihan pajak yg
sama.
(Pasal 10 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan thd permohonan ini:
a. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila sanksi
administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP; dan
b. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi hanya dpt diberikan apabila jml
pajak yg masih hrs dibayar dlm skp yg menjadi dasar penerbitan STP berdasarkan
Pasal 19 ayat (1) UU KUP tlh dilunasi oleh WP.
(Pasal 10 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Thd permohonan yg memenuhi ketentuan ini diberikan pengurangan sanksi
administrasi shg besarnya sanksi administrasi seb 2% per bulan menjadi 24 bulan.
(Pasal 10 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Keputusan diberikan atas @ STP yg diajukan permohonan.
(Pasal 10 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi atas STP sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU
KUP, Pasal 9 ayat (2b) UU KUP, dan Pasal 19 ayat (1) UU KUP shg sanksi
administrasi menjadi paling lama 24 bulan, diberikan utk permohonan yg diajukan stl
tanggal 31 Des 2011 s.d. tanggal 31 Des 2013.
(Pasal 11 PMK-8/PMK.03/2013)
sesuai Pasal 36 ayat (3) PP 74 Thn 2011

B1915

2.

Dpt Diberikannya Pengurangan/Penghapusan Sanksi Menjadi Kurang dari 24 Bulan:


Dpt dilakukan apabila:
1. Sanksi administrasi tsb blm dibayar atau blm dilunasi oleh WP;
2. Jml kekurangan pembayaran pajak yg menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi yg
tercantum dlm skp/STP tlh dilunasi oleh WP; dan
3. Memenuhi kriteria yg dpt berupa:
a. WP yg dikenai sanksi administrasi krn kesalahan DJP selain yg tercakup dlm
kesalahan sesuai Pasal 16 UU KUP;
b. WP yg dikenai sanksi administrasi krn keadaan yg disebabkan oleh pihak ketiga dan
bukan krn kesalahan WP;
c. WP yg dikenai sanksi administrasi terkena bencana alam, kebakaran, huruhara/kerusuhan massal, atau kejadian luar biasa lainnya; atau
d. WP mengalami kesulitan likuiditas shg mempengaruhi kelangsungan usahanya.
(Pasal 12 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK YG TDK BENAR
(Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP, Pasal 2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013)
skp yd Dpt Dikurangkan/Dibatalkan:
skp yg dpt dikurangkan/dibatalkan berdasarkan permohonan WP adalah skp yg tdk benar,
kecuali SKPKB yg diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A UU KUP.
(Pasal 13 PMK-8/PMK.03/2013)
Hanya dpt diajukan dlm hal atas skp tsb:
1. Tdk diajukan keberatan;
2. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
3. Tdk diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 2
huruf a PMK-8/PMK.03/2013;
4. Diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sesuai Pasal 2 huruf
a PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
5. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai
Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
6. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
7. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 14 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
a.

skp yg tdk benar yg dpt dikurangkan berdasarkan permohonan WP meliputi skp yg jml
pajak terutangnya tdk benar.
b. skp yg tdk benar yg dpt dibatalkan berdasarkan permohonan WP meliputi skp yg
seharusnya tdk diterbitkan.
Dlm hal skp dibatalkan, thd Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak, dan
jenis pajak yg terkait dgn skp yg dibatalkan tsb:
1. dianggap tdk pernah diterbitkan skp; dan
2. DJP tetap dpt menerbitkan skp atas Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn
Pajak dan jenis pajak tsb.
(Pasal 13 ayat (2) (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Permohonan tdk dpt diajukan dlm hal skp tsb diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 14 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Syarat Mengajukan Permohonan:
1. 1 permohonan utk 1 skp;
2. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia;
3. Mengemukakan jml pajak yg terutang mnr perhitungan WP dgn disertai alasan;
4. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan

B1916

5.

Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani
oleh bukan WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal
32 ayat (3) UP KUP.
(Pasal 14 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Jml Permohonan:
Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 2 x.
Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka
waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama
dikirim, kecuali WP dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan
di luar kekuasaan WP.
Permohonan yg kedua tetap diajukan thd skp/STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak.
(Pasal 14 ayat (5) (7) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:
1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
Utk permohonan yg pertama, WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP
masih dpt mengajukan permohonan paling banyak 2 x; atau
Utk permohonan yg kedua, WP masih dpt mengajukan permohonan sepanjang jangka
waktu 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, blm
terlampaui
(Pasal 14 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
a. Pasal 14 ayat (2) & (3), utk permohonan pertama; atau
b. Pasal 5 ayat (2), (3) dan (6), utk permohonan kedua,
WP tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 14 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb
dgn menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan/
pembatalan skp yg tdk benar.
(Pasal 15 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:
1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb
dgn meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan ini, Dirjen Pajak dpt meminta pembukuan atau
pencatatan, dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau
informasi yg diperlukan melalui penyampaian surat permintaan pembukuan atau
pencatatan, dokumen yg menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau
informasi.
WP hrs memenuhi permintaan ini paling lama 15 hari kerja sejak tanggal surat
permintaan dikirim.
3. Dlm rangka meneliti lbh lanjut permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta keterangan
tambahan kpd WP dgn menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan WP hrs
memberikan keterangan yg diminta dlm jangka waktu paling lama sebagaimana disebut
dlm surat permintaan keterangan tambahan.
4. Dirjen Pajak dpt mempertimbangkan pembukuan atau pencatatan, dokumen yg menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan, data, dan/atau informasi serta keterangan tambahan yg
diberikan dlm proses penyelesaian permohonan.
Dikecualikan dari ketentuan ini, dlm hal penghasilan kena pajak dlm skp dihitung scr
jabatan sesuai Pasal 11 ayat (3) & (4) PP 74 Thn 2011, dokumen yg dpt dipertimbangkan
dlm proses penyelesaian permohonan terbatas pd:
a. Dokumen yg terkait dgn penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dlm
rangka penghitungan penghasilan neto scr jabatan; dan
b. Dokumen kredit pajak sbg pengurang PPh.
(Pasal 16 PMK-8/PMK.03/2013)

B1917

3.

PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN STP YG TDK BENAR


(Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP, Pasal 2 huruf c PMK-8/PMK.03/2013)
STP yg dpt dikurangkan/dibatalkan berdasarkan permohonan WP:
(Pasal 17 ayat (1) PMK-8/PMK.03/2013)
1. STP yg tdk benar yg terkait dgn penerbitan skp; dan
Permohonan hanya dpt diajukan dlm hal atas skp tsb:
a. Tdk diajukan keberatan;
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP dan Dirjen Pajak tlh menyetujui
permohonan pencabutan WP tsb;
c. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan;
d. Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal
2 huruf b PMK-8/PMK.03/2013;
e. Diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar sesuai Pasal 2
huruf b PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP;
f. Tdk sedang diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi
sesuai Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013;
g. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP; atau
h. Diajukan permohonan pembatalan skp hasil pemeriksaan/verifikasi sesuai Pasal 2
huruf d PMK-8/PMK.03/2013, tetapi permohonan tsb ditolak.
(Pasal 18 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Selain memenuhi ketentuan Pasal 18 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013, permohonan
pengurangan/pembatalan STP yg terkait dgn skp juga hrs memenuhi ketentuan:
a. STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi
sesuai Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013; atau
b. STP tsb diajukan permohonan pengurangan/ penghapusan sanksi administrasi
sesuai Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 18 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
2. STP yg tdk benar selain STP pd angka 1.
Permohonan hanya dpt diajukan dlm hal:
a.
STP tsb tdk diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi
administrasi sesuai Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013; atau
b.
STP tsb diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi
sesuai Pasal 2 huruf a PMK-8/PMK.03/2013, tetapi dicabut WP.
(Pasal 18 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
a.

STP yg tdk benar yg dpt dikurangkan berdasarkan permohonan WP meliputi STP dgn
jml sanksi administrasi yg tdk benar.
b. STP yg tdk benar yg dpt dibatalkan berdasarkan permohonan WP meliputi STP yg
seharusnya tdk diterbitkan.
(Pasal 17 ayat (2) (3) PMK-8/PMK.03/2013)

Syarat Mengajukan Permohonan:


1. 1 permohonan utk 1 STP;
2. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia;
3. Mengemukakan jml tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi dlm STP mnr WP dgn
disertai alasan;
4. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
5. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani
oleh bukan WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal
32 ayat (3) UU KUP.
(Pasal 18 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Jml Permohonan:
Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 2 x.

B1918

Dlm hal WP mengajukan permohonan yg kedua, permohonan tsb hrs diajukan dlm jangka
waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama
dikirim, kecuali WP dpt menunjukkan bahwa jangka waktu tsb tdk dpt dipenuhi krn keadaan
di luar kekuasaan WP.
Permohonan yg kedua tetap diajukan thd STP yg tlh diterbitkan SK Dirjen Pajak.
(Pasal 18 ayat (6) (8) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:
1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
Utk permohonan yg pertama, WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP
masih dpt mengajukan permohonan paling banyak 2 x; atau
Utk permohonan yg kedua, WP masih dpt mengajukan permohonan sepanjang jangka
waktu 3 bulan sejak tanggal SK Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim, blm
terlampaui
(Pasal 19 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
a. Pasal 18 ayat (2) s.d. (4), utk permohonan pertama; atau
b. Pasal 18 ayat (2) s.d. (4) dan (7), utk permohonan kedua,
WP tdk dpt mengajukan permohonan kembali.
(Pasal 19 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb
dgn menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan/
pembatalan STP yg tdk benar.
(Pasal 19 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:
1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb
dgn meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen, data, dan/atau
informasi yg diperlukan melalui penyampaian surat permintaan.
WP hrs memenuhi permintaan ini paling lama 15 hari kerja stl tanggal surat permintaan
dikirim.
3. Dlm rangka meneliti lbh lanjut permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta keterangan
tambahan kpd WP dgn menyampaikan surat permintaan keterangan tambahan dan WP hrs
memberikan keterangan yg diminta dlm jangka waktu paling lama sebagaimana disebut
dlm surat permintaan keterangan tambahan.
4. Dlm hal WP tdk memenuhi sebagian atau slr permintaan, permohonan tetap diproses
sesuai dgn dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yg ada atau yg diterima.
(Pasal 20 PMK-8/PMK.03/2013)
4.

PEMBATALAN skp HASIL PEMERIKSAAN ATAU HASIL VERIFIKASI


(Pasal 36 ayat (1) huruf d UU KUP, Pasal 2 huruf d PMK-8/PMK.03/2013)
skp hasil pemeriksaan/verifikasi yg dpt dibatalkan berdasarkan permohonan WP:
(Pasal 21 PMK-8/PMK.03/2013)
skp yg diterbitkan tanpa:
1. Penyampaian SPHP/SPHV;
2. PAHP/PAHV,
kecuali SKPKB yg diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A UU KUP, SKPKBT yg
diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) UU KUP dan SKPLB yg diterbitkan
berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2) UU KUP.
Hanya dpt diajukan dlm hal atas skp tsb:)
a. Tdk diajukan keberatan;
b. Tdk diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi
c. Diajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi, tetapi dicabut
oleh WP;

B1919

d.
e.

Tdk diajukan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk benar; atau


Diajukan permohonan pembatalan permohonan pengurangan/pembatalan skp yg tdk
benar, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 22 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013
Permohonan tdk dpt diajukan dlm hal skp tsb:
a. Diajukan keberatan, tetapi tdk dipertimbangkan; atau
b. Diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh WP.
(Pasal 22 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Syarat Mengajukan Permohonan:
1. 1 permohonan utk 1 skp;
2. Permohonan hrs diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn menguraikan ttg tdk
disampaikannya SPHP/SPHV dan/atau tdk dilaksanakannya PAHP/PAHV;
3. Permohonan hrs disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
4. Surat permohonan ditandatangani oleh WP dan dlm hal surat permohonan ditandatangani
oleh bukan WP, surat permohonan tsb hrs dilampiri dgn surat kuasa khusus sesuai Pasal
32 ayat (3) UU KUP.
(Pasal 22 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Jml Permohonan:
Permohonan dpt diajukan oleh WP paling banyak 1 x.
(Pasal 22 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan dlm Hal Permohonan Dikembalikan krn:
1. Tdk Memenuhi Persyaratan:
WP dianggap blm mengajukan permohonan shg WP masih dpt mengajukan permohonan
(Pasal 23 ayat (4) PMK-8/PMK.03/2013)
2. Tdk Memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
Pasal 22 ayat (2) & (3) PMK-8/PMK.03/2013, WP tdk dpt mengajukan permohonan
kembali.
(Pasal 23 ayat (5) PMK-8/PMK.03/2013)
Dlm hal permohonan tdk memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak mengembalikan permohonan tsb
dgn menyampaikan surat yg berisi mengenai pengembalian permohonan pembatalan skp hasil
pemeriksaan/verifikasi.
(Pasal 23 ayat (3) PMK-8/PMK.03/2013)
Proses Penerbitan Keputusan DJP atas Permohonan WP:
1. Thd permohonan yg memenuhi ketentuan, Dirjen Pajak menindaklanjuti permohonan tsb
dgn meneliti permohonan WP.
2. Dlm rangka meneliti permohonan, Dirjen Pajak dpt meminta dokumen, data, dan/atau
informasi yg diperlukan utk membuktikan tdk disampaikannya SPHP/SPHV dan/atau tdk
dilaksanakannya PAHP/PAHV melalui penyampaian surat permintaan.
(Pasal 24 PMK-8/PMK.03/2013)
Pengurangan, penghapusan, atau pembatalan scr jabatan:
dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 27 ayat (2) PMK-8/PMK.03/2013)
Ketentuan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi scr Jabatan: Pasal 28 s.d. 29
PMK-8/PMK.03/2013
Ketentuan Pengurangan/Pembatalan skp yg Tdk Benar: Pasal 30 s.d. 32 PMK8/PMK.03/2013
Ketentuan Pengurangan/Pembatalan STP yg Tdk Benar: Pasal 33 s.d. 35 PMK8/PMK.03/2013
Ketentuan Pembatalan skp dari Hasil Pemeriksaan/Verifikasi: Pasal 36 s.d. 37 PMK8/PMK.03/2013

B1920

Form-form yg digunakan berdasar PMK-8/PMK.03/2013:


No.

Nama Form

1.

Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan


Sanksi Administrasi
Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan skp
yg Tdk Benar
Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan STP
yg Tdk Benar
Surat Permohonan Pembatalan skp Hasil Pemeriksaan/
Verifikasi
Surat Pengembalian Permohonan
Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi
Surat Pengembalian Permohonan
Pengurangan/Pembatalan skp yg Tdk Benar
Surat Pengembalian Permohonan Pengurangan atau
Pembatalan STP yg Tdk Benar
Surat Pengembalian Permohonan Pembatalan skp Hasil
Pemeriksaan/Verifikasi
Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi
dlm Rangka Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi Berdasarkan Permohonan
Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi
dlm Rangka Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk
benar Berdasarkan Permohonan
Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi
dlm Rangka Pembatalan skp Hasil Pemeriksaan/
Verifikasi Berdasarkan Permohonan
Surat Permintaan Pembukuan atau Pencatatan, ,okumen
yg Menjadi Dasar Pembukuan atau Pencatatan, Data
dan/atau Informasi dlm Rangka Pengurangan atau
Pembatalan skp yg Tdk Benar Berdasarkan Permohonan
Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Berdasarkan Permohonan
Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm rangka
Pengurangan atau Pembatalan skp yg Tdk benar
Berdasarkan Permohonan
Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka
Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka
Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk Benar
Berdasarkan Permohonan
Surat Permintaan Keterangan Tambahan dlm Rangka
Pembatalan skp Hasil Pemeriksaan/Verifikasi
Berdasarkan Permohonan
Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi
dlm Rangka Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi Scr Jabatan
Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi
dlm Rangka Pengurangan atau Pembatalan STP yg Tdk
Benar scr Jabatan
Surat Permintaan Dokumen, Data, dan/atau Informasi
dlm Rangka Pembatalan skp Hasil
Pemeriksaann/Verifikasi Scr Jabatan
Surat Permintaan Pembukuan/Pencatatan, Dokumen yg
Menjadi Dasar Pembukuan/Pencatatan, Data, dan/atau

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

Sumber

B1921

Lamp I
Bagian A
Lamp I
Bagian B
Lamp I
Bagian C
Lamp I
Bagian D
Lamp II
Bagian A
Lamp II
Bagian B
Lamp II
Bagian C
Lamp II
Bagian D
Lamp III
Bagian A
Lamp III
Bagian B
Lamp III
Bagian C
Lamp III
Bagian D

Lamp III
Bagian E
Lamp III
Bagian F
Lamp III
Bagian G

Lamp III
Bagian H
Lamp III
Bagian I
Lamp III
Bagian J
Lamp III
Bagian K
Lamp III
Bagian L

Pihak
Pembuat
WP/Wakil/
Kuasa

DJP

21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.

Informasi dlm Rangka Pengurangan atau Pembatalan


skp yg Tdk Benar Scr Jabatan
SK Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi krn
Permohonan WP
SK Pengurangan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf b krn Permohonan WP
SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf b krn Permohonan WP
SK Pengurangan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf c krn Permohonan WP
SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf c krn Permohonan WP
SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf d krn Permohonan WP
SK Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi scr
Jabatan
SK Pengurangan Ketetapan Paak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf b scr Jabatan
SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf b scr Jabatan
SK Pengurangan Ketetapan Paak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf c scr Jabatan
SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf c scr Jabatan
SK Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) huruf d scr Jabatan

Lamp IV
Bagian A
Lamp IV
Bagian B
Lamp IV
Bagian C
Lamp IV
Bagian D
Lamp IV
Bagian E
Lamp IV
Bagian F
Lamp IV
Bagian G
Lamp IV
Bagian H
Lamp IV
Bagian I
Lamp IV
Bagian J
Lamp IV
Bagian K
Lamp IV
Bagian L

Prosedur berdasar SE-17/PJ/2014:


No.
Nama Form
1.
Prosedur Penyelesaian Permohonan Pengurangan/Penghapusan Sanksi
Administrasi
2.
Prosedur Penyelesaian Permohonan Pengurangan/Pembatalan skp yg
Tdk Benar
3.
Prosedur Penyelesaian Permohonan Pengurangan/Pembatalan STP
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 14 UU KUP yg Tdk Benar
4.
Prosedur Penyelesaian Permohonan Pembatalan skp dari Hasil
Pemeriksaan/Verifikasi
5.
Prosedur Penyelesaian Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi
scr Jabatan
6.
Prosedur Penyelesaian Pengurangan/Pembatalan skp yg Tdk Benar scr
Jabatan
7.
Prosedur Penyelesaian Pengurangan/Pembatalan STP sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 14 UU KUP yg Tdk Benar scr Jabatan
8.
Prosedur Penyelesaian Pembatalan skp dari Hasil Pemeriksaan/Verifikasi
scr Jabatan

B1922

Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V
Lamp VI
Lamp VII
Lamp VIII

D.

BANDING
Dasar Hukum:

Pasal 27 UU KUP

Pasal 32 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012) mencabut PP 80 Thn 2007

Pasal 35, 36, 37, 38, 39 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg Pengadilan Pajak

PMK-06/PMK.01/2007 ttg Persyaratan utk menjadi kuasa hukum pd Pengadilan Pajak


SE terkait:
SE-65/PJ./2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Tata cara penanganan sidang banding dan
gugatan di Pengadilan Pajak mencabut SE-28/PJ/2010
Definisi:

Banding: Upaya hukum yg dpt dilakukan oleh WP atau penanggung Pajak thd suatu
keputusan yg dpt diajukan Banding, berdasarkan perpu perpajakan yg berlaku. (Pasal 1 angka
6 UU 14 Thn 2002)

Surat Uraian Banding: Surat terbanding kpd Pengadilan Pajak yg berisi jawaban atas alasan
Banding yg diajukan oleh pemohon Banding. (Pasal 1 angka 8 UU 14 Thn 2002)

Putusan Banding: Putusan badan peradilan pajak atas banding thd SK Keberatan yg diajukan
oleh WP. (Pasal 1 angka 35 UU KUP).
Syarat Pengajuan Banding:
1.
WP dpt mengajukan permohonan banding hanya kpd badan peradilan pajak atas SK Keberatan
sesuai Pasal 26 ayat (1) UU KUP. (Pasal 27 ayat (1) UU KUP)
2.
Permohonan diajukan scr tertulis dlm bahasa Indonesia dgn alasan yg jelas paling lama 3
bulan sejak SK Keberatan diterima dan dilampiri dgn salinan SK Keberatan tsb. (Pasal 27 ayat
(3) UU KUP)
3.
Thd 1 Keputusan diajukan 1 Surat Banding
Ketentuan Banding yg Berhubungan dgn Penagihan Pajak: (Pasal 27 UU KUP)
1.
Dlm hal WP mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sesuai Pasal 9 ayat (3) /
Pasal 9 ayat (3a) / Pasal 25 ayat (7) UU KUP, atas jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan
keberatan, tertangguh s.d. 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
(Pasal 27 ayat (5a) UU KUP).
Isi Pasal 9 ayat (3) UU KUP: STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK Keberatan, SK
Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan PK, yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar
bertambah, hrs dilunasi dlm jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
Isi Pasal 9 ayat (3a) UU KUP: Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu
pelunasan pd ayat (3) dpt diperpanjang paling lama menjadi 2 bulan yg ketentuannya diatur dgn
atau berdasarkan Peraturan MenKeu.
Isi Pasal 25 ayat (7) UU KUP: Dlm hal WP mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan
pajak pd Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan
keberatan, tertangguh s.d. 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.
2.
Jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan permohonan keberatan tdk termasuk sbg
utang pajak sesuai Pasal 11 ayat (1) & (1a).
(Pasal 27 ayat (5b) UU KUP).
Apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak ini tdk dpt
digunakan utk melunasi jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan permohonan keberatan krn
tdk termasuk sbg utang pajak
3.
Jml pajak yg blm dibayar pd saat pengajuan permohonan banding blm mrp pajak yg
terutang s.d. Putusan Banding diterbitkan.
(Pasal 27 ayat (5c) UU KUP).
4.
Dlm hal Putusan Banding berupa tdk dpt diterima, pajak yg masih hrs dibayar
berdasarkan SK Keberatan menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.
(Pasal 32 ayat (2) PP 74 Thn 2011)

B1923

Yg Mengajukan Banding:
1.
Banding dpt diajukan oleh WP ahli, ahli, warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
2.
Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dpt dilanjutkan
oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dlm hal pemohon
Banding pailit.
3.
Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dpt dilanjutkan oleh pihak
yg menerima pertanggungjawaban krn penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi dimaksud.
(Pasal 37 UU 14 Thn 2002)
Persidangan:
1. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding
atau Surat Gugatan kpd terbanding atau tergugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal
diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.
2. Dlm hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kpd Pengadilan Pajak
sesuai Pasal 38 UU 14 Thn 2002, jangka waktu 14 hari pd angka 1 dihitung sejak tanggal
diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
3. Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb dlm
jangka waktu:
3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
4. Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb oleh Pengadilan Pajak dikirim kpd
pemohon Banding atau penggugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
5. Pemohon Banding atau penggugat dpt menyerahkan Surat Bantahan kpd Pengadilan Pajak
dlm jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat
Tanggapan pd angka 4.
6. Salinan Surat Bantahan pd angka 5 dikirimkan kpd terbanding atau tergugat, dlm jangka waktu
14 hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
7. Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tdk memenuhi
ketentuan pd angka 3 atau angka 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding
atau Gugatan.
(Pasal 44 & 45 UU 14 Thn 2002)
Jangka Waktu Penyelesaian Banding: Sesuai dgn ketentuan Pengadilan Pajak
Seksi Terkait:
Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding Kanwil DJP atau (Direktorat Keberatan dan
Banding Kantor Pusat DJP, yg menerbitkan SK Keberatan, membuat Surat Uraian
Banding. Surat Uraian Banding dibuat oleh DJP berdasarkan permintaan dari Sekretariat
Pengadilan Pajak utk memenuhi ketentuan UU 14 Thn 2002. Dlm hal Surat Uraian Banding
diselesaikan oleh Kanwil DJP, Surat Uraian Banding juga ditembuskan ke Kantor Pusat
DJP.
Sanksi Banding:

Dlm hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi
administrasi berupa denda seb 100% dari jml pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi
dgn pembayaran pajak yg tlh dibayar sbl mengajukan keberatan.
(Pasal 27 ayat (5d) UU KUP).
WP dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 100% tsb dlm hal Putusan Banding:
1. Menolak;
2. Mengabulkan sebagian;
3. Menambahkan pajak yg hrs dibayar; atau
4. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung yg menambah pajak yg masih hrs
dibayar.
(Pasal 32 ayat (1) PP 74 Thn 2011)

Contoh penghitungan sanksi:

B1924

Contoh 1 (Putusan Banding menolak):


Diterbitkan SKPKB utk Thn Pajak 2008 dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M.
Dlm PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh
melunasi pajak yg disetujui dlm SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan
keberatan atas koreksi lainnya.
Dirjen Pajak menolak keberatan WP.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan
dgn amar putusan menolak banding WP. Dgn demikian, WP dikenai sanksi administrasi
berupa denda, yaitu seb 100% x (Rp 1 M - Rp 200 juta) = Rp 800 juta
Contoh 2 (Putusan Banding mengabulkan sebagian):
Diterbitkan SKPKB utk Thn Pajak 2008 dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M.
Dlm PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh
melunasi pajak yg disetujui dlm SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan
keberatan atas koreksi lainnya.
Dirjen Pajak mengabulkan sebagian keberatan WP dgn jml pajak yg masih hrs dibayar
menjadi seb Rp 750 juta.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan
besarnya pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 450 juta. Dlm hal demikian, WP
dikenai sanksi administrasi berupa denda, yaitu seb 100% x (Rp 450 juta - Rp 200 juta) =
Rp 250 juta. Mengingat WP sdh dikenai sanksi administrasi berupa denda seb 100% maka
s.d. diterbitkannya Putusan Banding tsb WP tdk dikenai sanksi administrasi berupa bunga
seb 2% per bulan sesuai Pasal 19 ayat (1) UU KUP maupun sanksi administrasi berupa
denda seb 50% sesuai Pasal 25 ayat (9) UU KUP.
Sisa utang pajak seb Rp 250 juta tsb hrs dilunasi WP (jatuh tempo) paling lambat 1 bulan
sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Apabila s.d. tanggal jatuh tempo sisa utang pajak tdk dilunasi maka dilakukan tindakan
PPSP dan berlaku ketentuan mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa bunga seb
2% per bulan sesuai Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
Contoh 3 (Putusan Banding menambah):
Diterbitkan SKPKB utk Thn Pajak 2008, dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M.
Dlm PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta. WP tlh
melunasi jml yg disetujui dlm SKPKB tsb seb Rp 200 juta dan kemudian mengajukan
keberatan atas koreksi lainnya.
Dirjen Pajak menolak keberatan WP.
Selanjutnya WP mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan
dgn amar putusan menambah pajak yg hrs dibayar menjadi seb Rp 1,3 M.
Dgn demikian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda, yaitu seb 100% x (Rp 1,3 M Rp 200 juta) = Rp 1,1 M.
(Penjelasan Pasal 32 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
Pencabutan Banding:
1.
Thd Banding dpt diajukan surat pernyataan pencabutan kpd Pengadilan Pajak.
2.
Banding yg dicabut tsb dihapus dari daftar sengketa dgn:
a. penetapan Ketua dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan sbl sidang dilaksanakan
b. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dlm hal surat pernyataan pencabutan
diajukan dlm sidang atas persetujuan terbanding
3.
Banding yg tlh dicabut melalui penetapan atau putusan pd angka 2, tdk dpt diajukan kembali.
(Pasal 39 UU 14 Thn 2002)
Ketentuan Terkait Imbalan Bunga:
Lihat Bab B-20 Imbalan Bunga
Dirjen Pajak menerbitkan surat pelaksanaan Putusan Banding stl menerima Putusan Banding
(Pasal 42 ayat (1) PP 74 Thn 2011 )

B1925

Form-form yg digunakan berdasar SE-65/PJ./2012:


No.
Nama Form
1.
Susunan Tim Sidang
2.
Surat Uraian Banding
3.
Matrik Sengketa
4.
Surat Tanggapan
5.
ST
6.
Resume Pokok Sengketa Banding
7.
Resume Pokok Sengketa Gugatan
8.
Permintaan Utk Menghadirkan Pemeriksa atau Peneliti/Penelaah
Keberatan/AR/Juru Sita/Pegawai lainnya*) dlm Rangka Pembahasan
Materi/Sidang Banding/Gugatan*)
9.
Laporan Hasil Pembahasan
10.
Laporan Hasil Sidang di Pengadilan Pajak
11.
Daftar Isi Arsip Sidang Banding
12.
Daftar Isi Arsip Sidang Gugatan

B1926

Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V
Lamp VIa
Lamp VIb
Lamp VII

Lamp VIII
Lamp IX
Lamp Xa
Lamp Xb

E.

GUGATAN
Dasar Hukum:

Pasal 23 UU KUP

Pasal 37, 38, 39, 40, 41, 42 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)

Pasal 40, 41, 42, dan 43 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg Pengadilan Pajak
SE terkait:
SE-65/PJ./2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) ttg Tata cara penanganan siding banding dan
gugatan di Pengadilan Pajak mencabut SE-28/PJ/2010
Definisi:

Gugatan: Upaya hukum yg dpt dilakukan oleh WP atau penanggung Pajak thd pelaksanaan
penagihan Pajak atau thd keputusan yg dpt diajukan Gugatan berdasarkan perpu perpajakan
yg berlaku. (Pasal 1 angka 7 UU 14 Thn 2002)

Surat Tanggapan: Surat dari tergugat kpd Pengadilan Pajak yg berisi jawaban atas Gugatan
yg diajukan oleh penggugat. (Pasal 1 angka 9 UU 14 Thn 2002)

Putusan Gugatan: Putusan badan peradilan pajak atas gugatan thd hal-hal yg berdasarkan
ketentuan perpu perpajakan dpt diajukan gugatan. (Pasal 1 angka 36 UU KUP)
Yg Dpt Diajukan Gugatan:

Gugatan WP atau Penanggung Pajak hanya dpt diajukan kpd badan peradilan pajak.

Yg dpt diajukan gugatan:


(Pasal 23 ayat (2) UU KUP)
a. Pelaksanaan Surat Paksa, SPMP, atau Pengumuman Lelang;
b. Keputusan pencegahan dlm rangka penagihan pajak;
c. Keputusan yg berkaitan dgn pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yg ditetapkan dlm
Pasal 25 ayat (1) & Pasal 26 UU KUP; atau
Keputusan yg berkaitan dgn pelaksanaan keputusan perpajakan yg diajukan Gugatan
kpd badan peradilan pajak ini meliputi keputusan yg diterbitkan oleh Dirjen
Pajak selain: (Pasal 37 PP 74 Thn 2011)
1) skp yg penerbitannya tlh sesuai dgn prosedur atau tata cara penerbitan;
2) SK Pembetulan;
3) SK Keberatan yg penerbitannya tlh sesuai dgn prosedur atau tata cara penerbitan;
4) SK Pengurangan Sanksi Administrasi;
5) SK Penghapusan Sanksi Administrasi;
6) SK Pengurangan Ketetapan Pajak;
7) SK Pembatalan Ketetapan Pajak; dan
8) SK Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
d. Penerbitan skp atau SK Keberatan yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau
tata cara yg tlh diatur dlm ketentuan perpu perpajakan sesuai Pasal 23 ayat (2) huruf d UU
KUP
1. skp yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara penerbitan meliputi skp
yg penerbitannya tdk berdasarkan pd: (Pasal 38 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
hasil Verifikasi;
hasil Pemeriksaan;
hasil Pemeriksaan ulang; atau
hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dgn SKPKB pd Pasal 13A UU KUP.
Termasuk dlm pengertian skp yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata
cara penerbitan meliputi skp yg menetapkan Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn
Pajak tdk sesuai dgn Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak yg dilakukan
Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(Pasal 38 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
2. SK Keberatan yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara penerbitan yg
diatur dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan dpt diajukan Gugatan kpd badan
peradilan pajak sesuai Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP.

B1927

Surat Keputusan Keberatan yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata
cara penerbitan meliputi SK Keberatan yg penerbitannya tdk didahului dgn
penyampaian SPUH kpd WP.
Syarat Pengajuan Gugatan:
(Pasal 40 UU 14 Thn 2002)
1. Gugatan diajukan scr tertulis dlm Bahasa Indonesia kpd Pengadilan Pajak.
2. Jangka waktu utk mengajukan Gugatan thd pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 hari
sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
3. Jangka waktu utk mengajukan Gugatan thd Keputusan selain Gugatan pd angka 2 adalah 30
hari sejak tanggal diterima keputusan yg digugat.
Jangka waktu angka 2 & 3 tdk mengikat apabila jangka waktu dimaksud tdk dpt dipenuhi krn
keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 hari terhitung
sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.
4. Thd 1 pelaksanaan penagihan atau 1 Keputusan diajukan 1 Surat Gugatan.
5. Gugatan disertai dgn alasan-alasan yg jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan
penagihan, atau Keputusan yg digugat dan dilampiri salinan dokumen yg digugat.
Pemohon Gugatan dpt melengkapi Surat Gugatan-nya utk memenuhi ketentuan yg berlaku,
sepanjang masih dlm jangka waktu yg ditetapkan.
(Pasal 38 UU 14 Thn 2002)
Yg Dpt Mengajukan Gugatan:
1. Gugatan dpt diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
2. Apabila selama proses Gugatan penggugat meninggal dunia. Gugatan dpt dilanjutkan oleh ahli
warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dlm hal penggugat pailit.
3. Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dpt dilanjutkan oleh pihak
yg menerima pertanggungjawaban krn penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi dimaksud.
(Pasal 41 UU 14 Thn 2002)
Pencabutan Gugatan:
1. Thd Gugatan dpt diajukan surat pernyataan pencabutan kpd Pengadilan Pajak.
2. Gugatan yg dicabut dihapus dari daftar sengketa dgn:
a. penetapan Ketua dlm hal surat pernyataan pencabutan diajukan sbl sidang
b. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dlm hal surat pernyataan pencabutan
diajukan stl sidang atas persetujuan tergugat.
3. Gugatan yg tlh dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim Tunggal tdk dpt
diajukan kembali.
(Pasal 42 UU 14 Thn 2002)
Gugatan Tdk Menunda atau Menghalangi Pelaksanaan Penagihan:
1. Gugatan tdk menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau
kewajiban perpajakan.
2. Penggugat dpt mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan pajak
ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan
Pengadilan Pajak.
Permohonan dpt diajukan sekaligus dlm Gugatan dan dpt diputus terlebih dahulu dari pokok
sengketanya. Permohonan penundaan pelaksanaan penagihan pajak dpt dikabulkan hanya
apabila terdapat keadaan yg sangat mendesak yg mengakibatkan kepentingan penggugat
sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan Pajak yg digugat itu dilaksanakan.
(Pasal 43 UU 14 Thn 2002)
Persiapan Persidangan:
(Pasal 44 & 45 UU 14 Thn 2002)

B1928

1.

2.

3.

4.
5.

6.
7.

Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding
atau Surat Gugatan kpd terbanding atau tergugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal
diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.
Dlm hal pemohon Banding mengirimkan Surat atau dokumen susulan kpd Pengadilan Pajak
sesuai Pasal 38 UU 14 Thn 2002, jangka waktu 14 hari pd angka 1 dihitung sejak tanggal
diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb dlm
jangka waktu:
3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan tsb oleh Pengadilan Pajak dikirim kpd
pemohon Banding atau penggugat dlm jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima.
Pemohon Banding atau penggugat dpt menyerahkan Surat Bantahan kpd Pengadilan Pajak
dlm jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat
Tanggapan pd angka 4.
Salinan Surat Bantahan pd angka 5 dikirimkan kpd terbanding atau tergugat, dlm jangka waktu
14 hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tdk memenuhi
ketentuan pd angka 3 atau angka 5, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding
atau Gugatan.

Jangka Waktu Penyelesaian Gugatan: Sesuai dgn ketentuan Pengadilan Pajak


Seksi Terkait:
Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding Kanwil DJP atau Direktorat Keberatan dan
Banding Kantor Pusat DJP, yg menerbitkan objek yg digugat, membuat Surat Tanggapan
atas keputusan yg digugat. Surat Tanggapan dibuat oleh DJP berdasarkan permintaan
dari Sekretariat Pengadilan Pajak utk memenuhi ketentuan UU 14 Thn 2002. Dlm hal Surat
Tanggapan diselesaikan oleh Kanwil DJP, Surat Tanggapan juga ditembuskan ke Kantor
Pusat DJP.
Tindak Lanjut yg Dilakukan DJP atas Putusan Gugatan:
Dirjen Pajak menerbitkan surat pelaksanaan Putusan Gugatan stl menerima
Putusan Gugatan.
(Pasal 42 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
1. Utk Putusan Gugatan atas skp yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara
penerbitan yg diatur dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan
Dirjen Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan dgn menerbitkan kembali skp sesuai dgn
prosedur atau tata cara sesuai Pasal 38 ayat (2) / (3) PP 74 Thn 2011.
(Pasal 40 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
2. Utk Putusan Gugatan yg menyebabkan DJP menerbitkan kembali SKP yg terkait
dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai Pasal 17B ayat (1)
UU KUP, penerbitan kembali skp tsb dilakukan dgn ketentuan:
Apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP blm terlewati, skp
diterbitkan sesuai dgn prosedur atau tata cara sesuai Pasal 38 ayat (2) / (3) PP 74 Thn
2011
Apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP terlewati, SKPLB
diterbitkan sesuai dgn SPT
(Pasal 40 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
3. Utk Putusan Gugatan atas SK Keberatan yg penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau
tata cara penerbitan
Dirjen Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan tsb dgn menerbitkan kembali SK
Keberatan sesuai dgn prosedur atau tata cara sesuai Pasal 39 ayat (2) PP 74 Thn 2011.
(Pasal 41 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
4. Utk Putusan Gugatan yg mengabulkan Gugatan WP atas surat dari Dirjen Pajak yg
menyatakan bahwa keberatan WP tdk dpt dipertimbangkan sesuai Pasal 25 ayat (4) UU
KUP

B1929

Dirjen Pajak menyelesaikan keberatan yg diajukan oleh Wajib Pajak dlm jangka waktu paling
lama 12 bulan.
(Pasal 41 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
Jangka waktu paling lama 12 bulan ini dihitung sejak Putusan Gugatan diterima oleh Dirjen
Pajak.
(Pasal 41 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
Ketentuan Peralihan:

Pd saat PP 74 Thn 2011 mulai berlaku, thd pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan yg blm diselesaikan yg berkaitan dgn

Pengajuan gugatan thd penerbitan skp berdasarkan Pemeriksaan yg dimulai stl tanggal
31 Des 2007 yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn prosedur atau tata cara yg tlh diatur
dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan;

Pengajuan gugatan thd penerbitan SK Keberatan yg dlm penerbitannya tdk sesuai dgn
prosedur atau tata cara yg tlh diatur dlm ketentuan perpu di bidang perpajakan, utk
pengajuan keberatan yg diterima stl tanggal 31 Des 2007;
berlaku ketentuan PP 74 Thn 2011.
(Pasal 64 huruf g & h PP 74 Thn 2011)

B1930

F.

PENINJAUAN KEMBALI (PK)


Dasar Hukum:
Pasal 34, 69, 81, 77 ayat (1) & (3), 89 s.d. 92 UU 14 Thn 2002 (berlaku sejak 12 Apr 2002) ttg
Pengadilan Pajak
Pasal 66, 68, 70 ayat (1), 71 ayat (1), 73 ayat (1), dan 74 UU 14 Thn 1985 stdtd UU 3 Thn
2009 ttg Mahkamah Agung utk pasal-pasal yg berkaitan dgn PK tdk ada perubahan, jadi
masih tetap mengacu kpd UU 14 Thn 1985
Peraturan MA No. 03 Thn 2002 (tanggal 23 Okt 2002) ttg Tata Cara Pengajuan Permohonan
PK Putusan Pengadilan Pajak
Ketentuan Umum:
1. Permohonan PK hanya dpt diajukan 1 kali kpd MA melalui Pengadilan Pajak.
(Pasal 89 ayat 1 UU 14 Thn 2002)
2. Permohonan PK tdk menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan
Pajak.
(Pasal 89 ayat 2 UU 14 Thn 2002)
3. Permohonan PK dpt dicabut sbl diputus, dan jika sdh dicabut, maka permohonan PK tsb tdk dpt
diajukan lagi.
(Pasal 89 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
4. Hukum Acara yg berlaku pd pemeriksaan PK adalah hukum acara pemeriksaan PK sesuai UU
14 Thn 1985, kecuali yg diatur scr khusus dlm UU Pengadilan Pajak.
(Pasal 90 UU 14 Thn 2002)
5. Pasal-pasal yg berkaitan ttg PK di UU 14 Thn 1985: Pasal 28, 34, Pasal 66 s.d. Pasal 76.
Persyaratan Formal Pengajuan PK:
1. Permohonan PK putusan Pengadilan Pajak diajukan kpd MA melalui:
a. Pengadilan Pajak
b. PTUN
dlm hal di tempat tinggal atau tempat kedudukan permohonan PK tdk terdapat
Pengadilan Pajak, maka permohonan dpt diajukan kpd PTUN tempat tinggal atau tempat
kedudukan pemohon.
c. Pengadilan Negeri
dlm hal di tempat tinggal atau tempat kedudukan pemohon PK tdk terdapat PTUN,
permohonan dpt diajukan kpd Pengadilan Negeri tempat tinggal atau tempat kedudukan
pemohon.
(Pasal 2 Peraturan MA No. 03 Thn 2002)
2. Permohonan PK diajukan scr tertulis oleh Pemohon, ahli waris, atau kuasa hukum yg ditunjuk
scr khusus utk itu dgn menyebutkan alasan-alasan dan dilampiri bukti-bukti.
(Pasal 71 ayat (1) UU MA jo Pasal 3 Peraturan MA No. 03 Thn 2002)
3. Permohonan PK dpt diterima, apabila panjar biaya yg ditentukan dlm Surat Kuasa Utk
Membayar tlh dibayar lunas.
(Pasal 4 ayat (1) Peraturan MA No. 03 Thn 2002)
Alasan & Jangka Waktu PK:
No.
Alasan PK
1.
Bila putusan pengadilan pajak didasarkan pd
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yg
diketahui stl perkaranya diputus atau
didasarkan pd bukti-bukti yg kemudian oleh
hakim pidana dinyatakan berlaku.
(Pasal 91 huruf a UU 14 Thn 2002)
2.

Apabila terdapat bukti tertulis baru yg penting


dan bersifat menentukan, yg apabila diketahui
pd tahap persidangan di pengadilan pajak

B1931

Jangka Waktu utk pengajuan


Diajukan paling lambat 3 bulan
terhitung sejak diketahuinya
kebohongan atau tipu muslihat atau
sejak Putusan Hakim pengadilan
pidana memperoleh kekuatan hukum
tetap.
(Pasal 92 ayat 1 UU 14 Thn 2002)
Diajukan paling lambat 3 bulan
terhitung sejak ditemukan surat-surat
bukti yg hari dan tanggal ditemukannya

akan menghasilkan putusan yg berbeda.


(Pasal 91 huruf b UU 14 Thn 2002)
3.

4.

5.

Apabila tlh dikabulkan suatu hal yg tdk


dituntut atau lebih daripada yg dituntut,
kecuali yg diputus berdasarkan Pasal 80 ayat
(1) huruf b & c.
(Pasal 91 huruf c UU 14 Thn 2002)
Isi dari Pasal 80 ayat (1) huruf b & c:
Putusan Pengadilan Pajak dpt berupa:
mengabulkan sebagian atau seluruhnya
menambah Pajak yg hrs dibayar
Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan
blm diputus tanpa mempertimbangkan sebabsebabnya.
(Pasal 91 huruf d UU 14 Thn 2002)
Apabila terdapat suatu putusan yg nyatanyata tdk sesuai dgn ketentuan perpu yg
berlaku.
(Pasal 91 huruf e UU 14 Thn 2002)

hrs dinyatakan di bawah sumpah dan


disahkan oleh pejabat yg berwenang.
(Pasal 92 ayat 2 UU 14 Thn 2002)
Diajukan paling lambat 3 bulan sejak
putusan dikirim.
(Pasal 92 ayat 3 UU 14 Thn 2002)

Diajukan paling lambat 3 bulan sejak


putusan dikirim.
(Pasal 92 ayat 3 UU 14 Thn 2002)
Diajukan paling lambat 3 bulan sejak
putusan dikirim.
(Pasal 92 ayat 3 UU 14 Thn 2002)

Jangka Waktu Pemeriksaan & Keputusan Permohonan PK:


MA memeriksa dan memutus permohonan PK dgn ketentuan:
1. Dlm jangka waktu 6 bulan sejak permohonan PK diterima oleh MA tlh mengambil putusan, dlm
hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa.
(Pasal 93 ayat (1) huruf a UU 14 Thn 2002)
2. Dlm jangka waktu 1 bulan sejak permohonan PK diterima oleh MA tlh mengambil putusan, dlm
hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
(Pasal 93 ayat (1) huruf b UU 14 Thn 2002)
3. Putusan atas permohonan PK hrs diucapkan dlm sidang terbuka utk umum.
(Pasal 93 ayat (2) UU 14 Thn 2002)

B1932

IMBALAN BUNGA (IB)


Dasar Hukum:
UU KUP
Pasal 43, 44, 45, 65 PP 74 Thn 2011
PMK-226/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Jan 2014) ttg Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan
Bunga mencabut PMK-40/PMK.03/2005, PMK-121/PMK.06/2008, PMK-195/PMK.03/2007 jo PMK12/PMK.03/2011
Definisi:
SKPIB: SK yg meentukan besarnya imbalan bunga yg diberikan kpd WP
SKPPIB: SK yg digunakan sbg dasar utk memperhitungkan imbalan bunga dlm SKPIB dgn Utang Pajak
SPMIB: Surat yg diterbitkan oleh Kepala KPP a.n. MenKeu utk membayar imbalan bunga kpd WP
SKPKPP: SK yg digunakan sbg dasar utk menerbitkan SPMKP
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan sesudahnya:
Penyebab Diberikannya IB
No.
Dasar Pemberian IB
Penghitungan Besar IB
(Pasal 2 PMK226/PMK.03/2013)
1.
Keterlambatan pengembalian
2% per bulan dari jml
Dihitung sejak batas waktu
kelebihan pembayaran pajak
kelebihan
penerbitan SKPKPP atau SKPPIB
sesuai Pasal 11 ayat 3 UU KUP
pembayaran pajak
berakhir s.d. tanggal penerbitan
SKPKPP atau SKPPIB
Batas waktu penerbitan
SKPKPP atau SKPPIB paling lama
1 bulan sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
sehubungan dgn diterbitkannya
SKPLB sesuai Pasal 17 ayat (1)
UU KUP
b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal
17 ayat (2) & Pasal 17B UU
KUP
c. Diterbitkan SKPPKP sesuai
Pasal 17C atau 17D UU KUP,
termasuk utk WP risiko rendah
dlm Pasal 9 ayat (4c) UU PPN
d. Diterbitkan SK Keberatan, SK
Pembetulan, SK Pengurangan
Sanksi Administrasi, SK
Penghapusan Sanksi
Administrasi, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, SK
Pembatalan ketetapan Pajak,
atau SKPIB, yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak
e. Diterima Putusan Banding atau
Putusan PK oleh kantor DJP yg
berwenang melaksanakan
putusan pengadilan, yg
menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak.
(Pasal 6 ayat (1) & (2) PMK226/PMK.03/2013)
2.
Keterlambatan penerbitan
2% per bulan dari jml
Dihitung sejak jangka waktu 1
SKPLB sesuai Pasal 17B ayat
kelebihan
bulan utk penerbitan SKPLB
B201

(3) UU KUP

3.

Kelebihan pembayaran pajak


sesuai Pasal 17B ayat (4) UU
KUP

4.

Kelebihan pembayaran pajak


krn pengajuan keberatan,
permohonan banding, atau
permohonan PK, terkait dgn
SKPKB, SKPKBT, SKPN, dan
SKPLB yg dikabulkan sebagian
atau seluruhnya sesuai Pasal
27A ayat (1) UU KUP, terbatas
pd kelebihan pembayaran
pajak krn:
a. Pengajuan keberatan,
permohonan banding, atau
permohonan PK dikabulkan
sebagian atau seluruhnya
atas SKPKB yg seluruhnya
tdk disetujui oleh WP dlm
PAHP yg diterbitkan atas
SPT LB sesuai Pasal 44
ayat (1) PP 74 Thn 2011
b. Pengajuan keberatan,
permohonan banding, atau
permohonan PK dikabulkan
sebagian atau seluruhnya
atas SKPN yg tdk disetujui
oleh WP dlm PAHP yg
diterbitkan atas SPT LB
sesuai Pasal 44 ayat (2) PP
74 Thn 2011
c. Pengajuan keberatan,
permohonan banding, atau
permohonan PK dikabulkan
sebagian atau seluruhnya
atas SKPLB sesuai Pasal
43 ayat (2) PP 74 Thn 2011
d. Permohonan PK dikabulkan
atas Putusan Banding yg
Putusan Bandingnya
menyebabkan jml pajak yg
masih hrs dibayar
bertambah
Kelebihan pembayaran pajak
krn SK Pembetulan, SK
Pengurangan Ketetapan Pajak,
atau SK Pembatalan Ketetapan
Pajak yg mengabulkan

5.

pembayaran pajak

2% per bulan dari jml


kelebihan
pembayaran pajak utk
paling lama 24 bulan

2% per bulan utk


paling lama 24 bulan
dari jml kelebihan
pembayaran pajak
berdasarkan SK
Keberatan, Putusan
Banding, atau
Putusan PK

sesuai Pasal 17B ayat (2) UU KUP


berakhir s.d. diterbitkannya
SKPLB.
(Pasal 6 ayat (3) PMK226/PMK.03/2013)
Dihitung sejak jangka waktu 12
bulan sejak tanggal surat
permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
diterima scr lengkap berakhir s.d.
saat diterbitkan SKPLB.
(Pasal 6 ayat (4) PMK226/PMK.03/2013)

Dihitung sejak tanggal penerbitan


SKPKB s.d. diterbitkannya SK
Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan PK.
(Pasal 6 ayat (7) PMK226/PMK.03/2013)

Dihitung sejak tanggal penerbitan


SKPN s.d. diterbitkannya SK
Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan PK.
(Pasal 6 ayat (8) PMK226/PMK.03/2013)

2% per bulan dari jml


kelebihan
pembayaran pajak,
utk paling lama 24
bulan
2% per bulan dari jml
kelebihan
pembayaran pajak utk
paling lama 24 bulan
B202

Dihitung sejak tanggal penerbitan


SKPLB s.d. diterbitkannya SK
Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan PK.
(Pasal 6 ayat (9) PMK226/PMK.03/2013)
Dihitung sejak tanggal
pembayaran berdasarkan Putusan
Banding s.d. diterbitkannya
Putusan PK.
(Pasal 6 ayat (10) PMK226/PMK.03/2013)
1. Utk SKPKB & SKPKBT:
Dihitung sejak tanggal
pembayaran yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak
s.d. diterbitkannya SK

sebagian atau seluruh


permohonan WP sesuai Pasal
27A ayat (1a) UU KUP, kecuali:
a. Kelebihan pembayaran
pajak krn SK Pembetulan
terkait dgn Persetujuan
Bersama; atau
b. Kelebihan pembayaran
pajak krn SK Pembatalan
Ketetapan Pajak sesuai
Pasal 36 ayat (1) huruf d
UU KUP

6.

Kelebihan pembayaran sanksi


administrasi berupa denda
Pasal 14 ayat (4) UU KUP
dan/atau bunga Pasal 19 ayat
(1) UU KUP krn SK
Pengurangan Sanksi
Administrasi atau SK
Penghapusan Sanksi
Administrasi sbg akibat
diterbitkan SK Keberatan,
Putusan Banding, atau Putusan
PK yg mengabulkan sebagian
atau seluruh permohonan WP
sesuai Pasal 27A ayat (2) UU
KUP

2% per bulan dari jml


kelebihan
pembayaran pajak utk
paling lama 24 bulan

Pembetulan, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak
2. Utk SKPN & SKPLB:
Dihitung sejak tanggal
penerbitan SKPN & SKPLB, s.d.
diterbitkannya SK Pembetulan,
SK Pengurangan Ketetapan
Pajak, atau SK Pembatalan
Ketetapan Pajak
3. Utk STP:
Dihitung sejak tanggal
pembayaran yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak
s.d. diterbitkannya SK
Pembetulan, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak.
(Pasal 6 ayat (5) PMK226/PMK.03/2013)
Dihitung sejak tanggal
pembayaran pajak yg
menyebabkan kelebihan
pembayaran sanksi administrasi
s.d. diterbitkannya SK Pengurangan Sanksi Administrasi atau SK
Penghapusan Sanksi Administrasi
sbg akibat diterbitkan SK
Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan PK.
(Pasal 6 ayat (6) PMK226/PMK.03/2013)

Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 2001 s.d. 2007:
Dasar
Penyebab Diberikannya IB
No.
Pemberian
Penghitungan Besar IB
(Pasal 3 PMK-226/PMK.03/2013)
IB
1.
Keterlambatan pengembalian kelebihan
2% per bulan
Dihitung sejak batas waktu
pembayaran pajak sesuai Pasal 11 ayat
dari jml
penerbitan SKPKPP berakhir s,d,
3 UU KUP 2000
kelebihan
tanggal penerbitan SKPKPP.
pembayaran
Batas waktu penerbitan
pajak
SKPKPP paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
diterima sehubungan dgn
diterbitkannya SKPLB sesuai
Pasal 17 UU KUP 2000
b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal
17B UU KUP 2000
c. Diterbitkan SKPPKP sesuai
Pasal 17C UU KUP 2000.
(Pasal 7 ayat (1) & (2) PMK226/PMK.03/2013)
B203

2.

Keterlambatan penerbitan SKPLB sesuai


Pasal 17B ayat (3) UU KUP 2000

2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak

3.

Kelebihan pembayaran pajak krn


pengajuan keberatan atau permohonan
banding terkait dgn SKPKB atau
SKPKBT, diterima sebagian atau
seluruhnya sesuai Pasal 27A ayat (1)
UU KUP 2000, termasuk kelebihan
pembayaran pajak sbg akibat
permohonan PK dikabulkan sebagian
atau seluruhnya utk Putusan PK yg
diterbitkan sejak tanggal 1 Jan 2012,
selama pajak yg masih hrs dibayar dlm
SKPKB dan SKPKBT tlh dibayar dan
menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak

2% per bulan
utk paling
lama 24
bulan dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak

4.

Kelebihan pembayaran sanksi


administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP
2000 dan/atau Pasal 19 ayat (1) UU
KUP 2000 krn Keputusan Pengurangan
atau Penghapusan Sanksi Administrasi
sbg akibat diterbitkan Keputusan
Keberatan atau Putusan Banding, sesuai
Pasal 27A ayat (2) UU KUP 2000

2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak, utk
paling lama
24 bulan

Dihitung sejak jangka waktu 1


bulan utk penerbitan SKPLB
sesuai Pasal 17B ayat (2) UU KUP
2000 berakhir s.d. diterbitkannya
SKPLB.
(Pasal 7 ayat (3) PMK226/PMK.03/2013)
Dihitung sejak tanggal
pembayaran yg menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak s.d.
diterbitkannya SK Keberatan atau
Putusan Banding.
(Pasal 7 ayat (4) PMK226/PMK.03/2013)
Kelebihan pembayaran pajak
akibat permohonan PK dikabulkan
sebagian atau seluruhnya utk
Putusan PK yg diterbitkan sejak
tanggal 1 Jan 2012, selama pajak
yg masih hrs dibayar dlm SKPKB
dan SKPKBT tlh dibayar dan
menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak, dihitung sejak
tanggal pembayaran yg
menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak s.d. tanggal
diterbitkannya Putusan Banding.
(Pasal 7 ayat (6) PMK226/PMK.03/2013)
Dihitung sejak tanggal
pembayaran pajak yg
menyebabkan kelebihan
pembayaran sanksi administrasi
s.d. diterbitkannya SK
Pengurangan Sanksi Administrasi
atau SK Penghapusan Sanksi
Administrasi sbg akibat
diterbitkannya SK Keberatan,
Putusan Banding, atau Putusan
PK.
(Pasal 7 ayat (5) PMK226/PMK.03/2013)

Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PPh, PPN, dan PPnBM utk Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak 1995 s.d. 2000:
Dasar
Penyebab Diberikannya IB
No.
Pemberian
Penghitungan Besar IB
(Pasal 4 PMK-226/PMK.03/2013)
IB
1.
Keterlambatan pengembalian kelebihan
2% per bulan
Dihitung sejak batas waktu
pembayaran pajak sesuai Pasal 11 ayat
dari jml
penerbitan SKPKPP berakhir s.d.
3 UU KUP 1994
kelebihan
tanggal penerbitan SKPKPP.
pembayaran
Batas waktu penerbitan
pajak
SKPKPP paling lama 1 bulan
sejak:
a. Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
diterima sehubungan dgn
diterbitkannya SKPLB sesuai
B204

2.

Keterlambatan penerbitan SKPLB sesuai


Pasal 17B ayat (3) UU KUP 1994

2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak

3.

Kelebihan pembayaran pajak yg timbul


krn pengajuan keberatan atau
permohonan banding atas SKPKB,
SKPKBT, SKPN, dan SKPLB, diterima
sebagian atau seluruhnya sesuai Pasal
27A UU KUP 1994, termasuk kelebihan
pembayaran pajak sbg akibat
permohonan PK dikabulkan sebagian
atau seluruhnya utk Putusan PK yg
diterbitkan sejak tanggal 1 Jan 2012,
selama pajak yg masih hrd dibayar dlm
SKPKB dan SKPKBT tlh dibayar dan
menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak

2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
pajak, utk
paling lama
24 bulan

Pasal 17 UU KUP 1994


b. Diterbitkan SKPLB sesuai Pasal
17B UU KUP 1994.
(Pasal 8 ayat (1) & (2) PMK226/PMK.03/2013)
Dihitung sejak jangka waktu 1
bulann utk penerbitan SKPLB
sesuai Pasal 17B ayat (2) UU KUP
1994 berakhir s.d. diterbitkannya
SKPLB.
(Pasal 8 ayat (3) PMK226/PMK.03/2013)
Dihitung sejak:
1. SKPKB dan SKPKBT:
Tanggal pembayaran yg menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak s.d. diterbitkannya SK
Keberatan atau Putusan Banding
2. SKPN dan SKPLB:
Tanggal penerbitan SKPN dan
SKPLB s.d. diterbitksnnya SK
Keberatan atau Putusan
Banding
Kelebihan pembayaran pajak
sbg akibat permohonan PK
dikabulkan sebagian atau
seluruhnya utk Putusan PK yg
diterbitkan sejak tanggal 1 Jan
2012, selama pajak yg masih hrd
dibayar dlm SKPKB dan SKPKBT
tlh dibayar dan menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak,
dihitung sejak tanggal pembayaran
yg menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak s.d. tanggal
diterbitkannya Putusan Banding.
(Pasal 8 ayat (4) & (5) PMK226/PMK.03/2013)

Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PBB utk Thn Pajak 2007 dan sebelumnya:
Penyebab Diberikannya IB
Dasar
No.
Pemberian
Penghitungan Besar IB
(Pasal 5 ayat (1) PMKIB
226/PMK.03/2013)
1.
Keterlambatan pengembalian kelebihan
2% per bulan
Dihitung sejak batas waktu
pembayaran PBB sbg akibat adanya SK
dari jml
penerbitan SKPKPP PBB berakhir
Kelebihan Pembayaran PBB
kelebihan
s.d. tanggal penerbitan SKPKPP
pembayaran
PBB.
PBB
Batas waktu penerbitan
SKPKPP PBB paling lama 1 bulan
sejak diterbitkannya SK Kelebihan
Pembayaran PBB
(Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK226/PMK.03/2013)
Tabel Penghitungan Besar IB yg terkait dgn PBB utk Thn Pajak 2008 dan sesudahnya:
Penyebab Diberikannya IB
Dasar
No.
Penghitungan Besar IB
Pemberian
(Pasal 5 ayat (2) PMKB205

1.

226/PMK.03/2013)
Keterlambatan pengembalian kelebihan
pembayaran PBB sbg akibat adanya SK
Kelebihan Pembayaran PBB, Keputusan
Keberatan, Putusan Banding atau
Putusan PK, SK Pembetulan PBB, SK
Pengurangan Saknsi Administrasi PBB
atau SK Penghapusan Sanksi
Administrasi PBB, SK Pengurangan
SPPT atau SK Pembatakan SPPT, SK
Pengurangan SKP PBB atau SK
Pembatalan SKP PBB, atau SK
Pengurangan STP PBB atau SK
Pembatalan STP PBB

IB
2% per bulan
dari jml
kelebihan
pembayaran
PBB

Dihitung sejak batas waktu


penerbitan SKPKPP PBB berakhir
s.d. tanggal penerbitan SKPKPP
PBB.
Batas waktu penerbitan
SKPKPP PB paling lama 1 bulan
sejak:
Diterbitkannya SK Kelebihan
Pembayaran PBB
Diterbitkannya Keputusan
Keberatan
Putusan Banding atau Putusan
PK diterima kantor DJP yg
berwenang melaksanakan
Putusan Banding atau Putusan
PK
Diterbitkannya SK Pembetulan
PBB
Diterbitkannya SK Pengurangan
SPPT atau SK Pembatalan
SPPT
Diterbitkannya SK Pengurangan
skp PBB atau SK Pembatalan
skp PBB
Diterbitkannya SK Pengurangan
STP PBB atau SK Pembatalan
STP PBB.
(Pasal 9 ayat (3) & (4) PMK226/PMK.03/2013)

Masa imbalan bunga dihitung berdasarkan satuan bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.
Tata Cara Pemberian IB: (Pasal 11 21 PMK-226/PMK.03/2013)
1. Dirjen Pajak menerbitkan SKPIB dlm hal terdapat imbalan bunga.
2. Penerbitan SKPIB terkait dgn pemberian imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak krn
pengajuan kebearatan, permohonan banding, atau permohonan PK:
SKPIB diterbitkan apabila thd SK Keberatan tdk diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak
SKPIB diterbitkan apabila thd Putusan Banding tdk diajukan permohonan PK ke MA
SKPIB diterbitkan apabila Putusan PK tlh diterima oleh Dirjen Pajak dari MA
3. Dlm hal permohonan WP atas imbalan bunga tdk mencantumkan nomor rekening WP, SKPIB tdk
diterbitkan.
4. Pemberian imbalan bunga kpd WP hrs diperhitungkan terlebih dahulu dgn Utang Pajak yg
diadministrasikan di KPP tempat WP terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan, termasuk di KPP
tempat WP cabang terdaftar dan di KPP tempat objek PBB terdaftar.
5. Dlm hal stl dilakukan perhitungan dgn Utang Pajak masih terdapat sisa imbalan bunga yg hrs
dibayarkan kpd WP, atas permohonan WP, sisa imbalan bunga tsb dpt diperhitungkan dgn pajak yg
akan terutang atau dgn Utang Pajak a.n. WP lain.
6. SKPPIB diterbitkan sbg dasar utk memperhitungkan imbalan bunga dlm SKPIB dgn Utang Pajak.
7. Dlm hal terdapat perhitungan imbalan bunga dgn Utang Pajak, Utang Pajak tsb hrs dicantumkan pd
SKPPIB dan dibuatkan surat setoran sesuai dgn ketentuan perpu yg berlaku.
8. Atas dasar SKPPIB, Kepala KPP a.n. MenKeu menerbitkan SPMIB.
9. SKPPIB dan SPMIB beserta Arsip Data Komputer disampaikan ke KPPN scr lsg.
10. Berdasarkan SPMIB dan stl diperhitungkan dgn utang pajak, diterbitkan SP2D.
11. Pembayaran imbalan bunga mrp bagian dari pengurang penerimaan pajak.

B206

12. Ketentuan mengenai jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah sesuai Paal 9 ayat (3) atau ayat (3a),
Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (4), dan Pasal 26 ayat (3) UU
KUP, termasuk imbalan bunga yg seharusnya tdk diberikan.
13. SKPPIB dan SPMIB diterbitkan paling lama 1 bulan sejak penerbitan SKPIB.
Form-form yg digunakan berdasar PMK-226/PMK.03/2013:
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Nam Form

Sumber

SKPIB
Nota Penghitungan Pemberian Imbalan Bunga
Nota Penghitungan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga
SKPPIB
SPMIB

Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V

Pihak
Pembuat
DJP
DJP
DJP
DJP
DJP

Contoh Perhitungan Imbalan Bunga:


1. Penjelasan Pasal 43 ayat (5) PP 74 Thn 2011
Contoh 1:
Utk Thn Pajak 2008, thd PT A diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp
1 M. Dlm PAHP, WP hanya menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 200 juta, akan tetapi
WP tlh melunasi slr SKPKB tsb seb Rp 1 M dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi
yg tdk disetujui.
Dirjen Pajak menerbitkan SK keberatan dgn jml pajak yg masih hrs dibayar menjadi seb Rp 600
juta. Dlm hal ini, WP memperoleh kelebihan pembayaran pajak seb Rp 400 juta (Rp 1 M - Rp
600 juta). Atas kelebihan pembayaran pajak Rp 400 juta tdk diberikan imbalan bunga.
Apabila WP mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak dan Putusan Banding
mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml pajak yg masih hrs dibayar dlm Putusan
Banding menjadi seb Rp 150 juta maka kelebihan pembayaran pajak akibat Putusan Banding
ini tdk diberikan imbalan bunga.
Demikian halnya bagi WP yg menyetujui slr temuan Pemeriksaan dlm PAHP yg mengakibatkan
diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT dan WP tlh melunasi pajak yg masih hrs dibayar tetapi
mengajukan keberatan, dan dlm hal keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya shg
mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak, thd kelebihan pembayaran pajak tsb tdk diberikan
imbalan bunga.
Demikian pula, dlm hal kelebihan pembayaran pajak tsb diakibatkan adanya Putusan Banding
atau Putusan PK, Kelebihan Pembayaran tsb tdk diberikan imbalan bunga.
Contoh 2:
Utk Thn Pajak 2008, thd PT A diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1
M. Dlm PAHP, WP menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M, dan tlh melunasi slr
SKPKB tsb seb Rp 1 M. Namun WP kemudian mengajukan keberatan atas skp tsb.
Atas keberatan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dgn menolak permohonan WP
shg jml pajak yg masih hrs dibayar tetap seb Rp 1 M. WP kemudian mengajukan banding atas
Keputusan Keberatan tsb.
Atas banding WP, Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml pajak yg
masih hrs dibayar menjadi seb Rp 700 juta. Dlm hal ini, WP memperoleh kelebihan
pembayaran pajak seb Rp 300 juta (Rp 1 M - Rp 700 juta). Atas kelebihan pembayaran pajak
seb Rp 300 juta tdk diberikan imbalan bunga.
Contoh 3:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012
yg menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP menyetujui pajak yg masih hrs dibayar seb
Rp 250 juta. WP melunasi jml yg disetujui dlm PAHP sbl mengajukan keberatan.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg menolak
permohonan WP. Thd SK Keberatan tsb, WP mengajukan permohonan banding dan Putusan
Banding menyatakan mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml LB dlm Putusan
Banding menjadi seb Rp 1,25 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,5 M, yaitu jml
kelebihan pembayaran sebagaimana tercantum dlm Putusan Banding (Rp 1,25 M) ditambah
dgn SKPKB yg tlh dibayar (Rp 250 juta). Dlm hal ini, WP tdk diberikan imbalan bunga krn pd
dasarnya WP tlh menyetujui SKPKB seb Rp 250 juta.
B207

2.

3.

4.

Penjelasan Pasal 44 ayat (1) PP 74 Thn 2011


Contoh 3:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012
yg menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP tdk menyetujui slr pajak yg masih hrs dibayar
shg tdk ada pembayaran yg dilakukan oleh WP.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg mengabulkan
sebagian permohonan WP shg SK Keberatan menyatakan terdapat jml LB seb Rp 1,5 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,5 M, yaitu jml
kelebihan pembayaran sebagaimana tercantum dlm SK Keberatan. Dlm hal ini, WP diberikan
imbalan bunga seb 2% per bulan yg dihitung dari jml kelebihan yg tercantum dlm SK Keberatan
seb Rp 1,5 M.
Contoh 4:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak
2012 yg menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP tdk menyetujui slr pajak yg masih hrs
dibayar namun WP melunasi SKPKB tsb sbl mengajukan keberatan.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan dgn mengabulkan
sebagian keberatan WP shg jml LB dlm SK Keberatan menjadi seb Rp 1,25 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 2,25 M, yaitu jml
kelebihan pembayaran sebagaimana tercantum dlm SK Keberatan (Rp 1,25 M) ditambah dgn
SKPKB yg tlh dibayar (Rp 1 M). Dlm hal ini, WP diberikan imbalan bunga seb 2% per bulan yg
dihitung dari jml kelebihan pembayaran yg tercantum dlm SK Keberatan, yaitu seb Rp 1,25 M.
Contoh 5:
Diterbitkan SKPKB dgn jml pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 1 M atas SPT Thn Pajak 2012
yg menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP menyetujui pajak yg LB seb Rp 2,25 M.
Atas keberatan yg diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg menolak keberatan
WP.
Thd SK Keberatan tsb, WP mengajukan permohonan banding dan Putusan Banding menyatakan mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml LB dlm Putusan Banding menjadi seb
Rp 1,5 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,5 M, sesuai dgn jml
kelebihan pembayaran sebagaimana tercantum dlm Putusan Banding. Dlm hal ini, WP
diberikan imbalan bunga seb 2% per bulan yg dihitung dari jml kelebihan pembayaran yg
tercantum dlm Putusan Banding, yaitu seb Rp 1,5 M.
Penjelasan Pasal 44 ayat (2) PP 74 Thn 2011
Contoh 6:
Diterbitkan SKPN atas SPT Thn Pajak 2012 yg menyatakan LB seb Rp 2,5 M. Dlm PAHP, WP
tdk menyetujui seluruhnya.
Atas keberatan yn diajukan WP, Dirjen Pajak menerbitkan SK Keberatan yg menolak
permohonan WP. Thd SK Keberatan tsb, WP mengajukan permohonan banding dan Putusan
Banding menyatakan mengabulkan sebagian permohonan WP shg jml LB dlm Putusan
Banding menjadi seb Rp 1,25 M.
Jml kelebihan pembayaran pajak yg dikembalikan kpd WP adalah seb Rp 1,25 M, yaitu jml
kelebihan pembayaran sebagaimana tercantum dlm Putusan Banding. Dlm hal ini, WP
diberikan imbalan bunga seb 2% per bulan utk paling lama 24 bulan yg dihitung dari jml
kelebihan pembayaran pajak dlm Putusan Banding.
Penjelasan Pasal 44 ayat (3) PP 74 Thn 2011
Contoh 7:
SKPKB utk Thn Pajak 2010 diterbitkan tanggal 5 April 2012 dan diajukan keberatan pd tanggal
8 Juni 2012. Jika SK Keberatan yg mengabulkan permohonan WP diterbitkan pd tanggal 10
Mei 2013 maka perhitungan jangka waktu sbg dasar pemberian imbalan bunga sesuai dgn
ketentuan Pasal 44 ayat (3) PP 74 Thn 2011 adalah mulai dari tanggal 5 April 2012 s.d. 10 Mei
2013, yaitu selama 14 bulan [13 bulan penuh, yaitu tanggal 5 April 2012 s.d. 4 Mei 2013
ditambah bagian dari bulan yg dihitung penuh 1 bulan yaitu tanggal 5 Mei 2013 s.d. 10 Mei
2013)].
Contoh 8:
SKPKB utk Thn Pajak 2010 diterbitkan tanggal 5 April 2012 dan diajukan keberatan pd tanggal
10 Mei 2012. SK Keberatan yg menolak permohonan WP diterbitkan pd tanggal 5 Jan 2013.
WP mengajukan banding dan Putusan Banding yg mengabulkan slr permohonan WP
B208

diterbitkan pd tanggal 10 Maret 2014. Putusan Banding tsb baru diucapkan oleh Hakim
Pengadilan Pajak dlm sidang terbuka utk umum pd tanggal 20 Maret 2014 dan baru diterima
oleh Dirjen Pajak pd tanggal 10 Mei 2014. Dlm hal ini, perhitungan jangka waktu sbg dasar
pemberian imbalan bunga sesuai dgn ketentuan Pasal 44 ayat (3) PP 74 Thn 2011 mulai dari
tanggal 5 April 2012 s.d. 20 Maret 2014, yaitu selama 24 bulan [23 bulan penuh, yaitu tanggal 5
April 2012 s.d. 4 Maret 2014) ditambah bagian dari bulan yg dihitung penuh 1 bulan, yaitu
tanggal 5 Maret 2014 s.d. 20 Maret 2014].

B209

TATA CARA VERIFIKASI


Dasar Hukum:
PP 74 Thn 2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Hak & Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
PMK-146/PMK.03/2012 (berlaku stl 15 hari terhitung sejak tanggal 10 Sept 2012) ttg Tata Cara
Verifikasi
PMK-73/PMK.03/2012 ttg Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara
Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan PKP
SE terkait:
SE-48/PJ/2012 tgl 1 Nop 2012 ttg Kebijakan Pelaksanaan Verifikasi
Verifikasi:
Verifikasi mrp salah satu prosedur yg dpt dilakukan oleh DJP sejak 1 Jan 2012 dlm hal-hal tertentu.
Kegiatan Verifikasi tsb dpt dilakukan baik utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak sbl Thn Pajak
2008 maupun Thn Pajak 2008 dan sesudahnya.
Tujuan Verifikasi: (Pasal 2 PMK-146/PMK.03/2012)
Dirjen Pajak berwenang melakukan Verifikasi dlm rangka:
a. menerbitkan NPWP scr jabatan;
b. menghapuskan NPWP scr jabatan atau berdasarkan permohonan WP;
c. mengukuhkan PKP scr jabatan;
d. mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan WP;
e. mencabut pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan PKP; dan/atau
f. menerbitkan skp.
Kebijakan Umum:
a. Verifikasi hrs dilakukan oleh Petugas Verifikasi yg ditugaskan oleh Kepala KPP berdasarkan ST,
meliputi:
AR;
Pelaksana KPP;
Kepala KP2KP;
Pelaksana KP2KP,
yg ditunjuk oleh Kepala KPP.
Penunjukan Petugas Verifikasi oleh Kepala KPP dilakukan dgn mempertimbangkan kompetensi dan
beban kerja pegawai yg ditunjuk.
b. Dlm hal Verifikasi dilakukan dlm rangka pengukuhan PKP berdasarkan:
permohonan WP yg disampaikan ke KP2KP Verifikasi hrs dilakukan oleh Kepala KP2KP
dan/atau Pelaksana KP2KP dgn ST yg ditandatangani oleh Kepala KP2KP a.n. Dirjen Pajak
permohonan WP yg disampaikan ke KPP (dgn mempertimbangkan tempat kedudukan/ kegiatan
usaha WP) Verifikasi dpt dilakukan oleh KP2KP
c. Jangka waktu penyelesaian Verifikasi:
No.
Tujuan Verifikasi
Jangka Waktu
1.
Pengukuhan PKP berdasarkan permohonan WP
5 hari kerja sesuai
PMK-73/PMK.03/2012
2.
Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan 6 bulan WP OP
PKP berdasarkan permohonan WP/PKP
12 bulan WP Badan
(Sesuai Pasal 2 UU KUP)
3.
Pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr
3 bulan yg dihitung sejak tanggal
Jabatan utk WP/PKP tertentu berdasarkan data dan
ST diterbitkan s.d. tanggal LHV
informasi perpajakan yg dimiliki atau diperoleh DJP
ditandatangani
4.
Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan 3 bulan yg dihitung sejak tanggal
PKP scr jabatan utk WP/PKP tertentu sesuai ketentuan
ST diterbitkan s.d. tanggal LHV
Pasal 5 dan/atau Pasal 10 PMK-146/PMK.03/2012
ditandatangani
5.
Penerbitan skp sesuai ketentuan Pasal 13
3 bulan yg dihitung sejak tanggal
PMK-146/PMK.03/2012
ST diterbitkan s.d. tanggal LHV
ditandatangani
d. Usulan dan Penugasan Verifikasi:

B211

No.
1.

Tujuan Verifikasi
Pengukuhan PKP
berdasarkan
permohonan WP

2.

Penghapusan
NPWP dan/ atau
pencabutan
pengukuhan PKP
berdasarkan
permohonan
WP/PKP

3.

Pemberian NPWP
dan/ atau
pengukuhan PKP
scr jabatan utk
WP/PKP tertentu
berdasarkan data
dan informasi
perpajakan yg
dimiliki/ diperoleh
DJP

4.

Penghapusan
NPWP dan/ atau
pencabutan
pengukuhan PKP
scr jabatan utk
WP/PKP tertentu
berdasarkan data &
informasi

Tahap Verifikasi
Berdasarkan permohonan yg diajukan ke KPP, Kasi Pelayanan
mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST
Verifikasi.
Kasi Pelayanan menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala
KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.
Dlm hal permohonan diajukan melalui KP2KP, Kepala KP2KP dpt
menunjuk pelaksana KP2KP dan/atau dirinya sendiri utk menjadi
Petugas Verifikasi.
Selanjutnya, Kepala KP2KP menandatangani ST Verifikasi a.n.
Dirjen Pajak dgn tembusan kpd Kepala KPP.
Berdasarkan permohonan yg diajukan ke KPP, Kasi Pelayanan
meneliti dan menentukan apakah penghapusan dan/atau
pencabutan dpt dilakukan melalui Verifikasi atau hrs melalui
pemeriksaan
(sesuai
ketentuan
Pasal
5
&
10
PMK-146/PMK.03/2012).
Dlm hal WP mengajukan permohonan melalui KP2KP,
permohonan tsb diteruskan ke KPP.
Thd permohonan penghapusan NPWP dan/atau pencabutan
pengukuhan PKP yg dpt ditindaklanjuti melalui Verifikasi,
Kasi Pelayanan mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat
konsep ST Verifikasi.
Kasi Pelayanan menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala
KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.
Thd permohonan yg tdk dpt ditindaklanjuti melalui Verifikasi,
Kasi Pelayanan menyampaikan permohonan tsb kpd Kasi RIKI
sesuai dgn ketentuan di bidang pemeriksaan.
Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau
diperoleh KPP, Kasi Waskon terkait meneliti dan menentukan
apakah pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan
dpt dilakukan melalui Verifikasi atau hrs melalui pemeriksaan
(sesuai ketentuan Pasal 3 & 8 PMK-146/PMK.03/2012).
Dlm hal pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr
jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon
mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST
Verifikasi.
Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala
KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.
Thd pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP scr jabatan yg
tdk dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon
menyampaikan data dan informasi perpajakan yg diperoleh kpd
Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan di bidang
Pemeriksaan.
Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau
diperoleh KPP, Kasi Waskon terkait meneliti dan menentukan
apakah Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan
PKP scr jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi atau hrs melalui
pemeriksaan (sesuai ketentuan Pasal 5 & 10 PMK-146/PMK.03/
2012)
Dlm hal penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan
PKP scr jabatan dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi Waskon

B212

perpajakan
yg dimiliki atau
diperoleh DJP

5.

Penerbitan skp
sesuai ketentuan
Pasal 13 PMK-146/
PMK.03/2012
a. SKPKB sesuai
ketentuan
Pasal 13 ayat
(2) PMK-146/
PMK.03/2012

b.

SKPKBT
sesuai
ketentuan
Pasal 13 ayat
(3) huruf b & c
PMK-146/PMK
.03/2012

mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST


Verifikasi.
Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala
KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.
Thd penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan
PKP scr jabatan yg tdk dpt dilakukan melalui Verifikasi, Kasi
Waskon menyampaikan data dan informasi perpajakan yg
diperoleh kpd Kasi RIKI utk ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan
di bidang Pemeriksaan.

Berdasarkan data dan informasi perpajakan yg dimiliki atau


diperoleh KPP, Kasi Waskon menganalisis dan mengevaluasi
data dan informasi perpajakan tsb.
Hasil analisis dan evaluasi tsb disampaikan kpd Kepala KPP utk
dilakukan pembahasan bersama antara Kepala KPP dgn Kasi
Waskon dan Kasi RIKI.
Berdasarkan pertimbangan Kepala KPP dan hasil pembahasan
tsb, Kepala KPP menentukan apakah data dan informasi
perpajakan tsb ditindaklanjuti dgn Verifikasi atau Pemeriksaan.
Dlm hal Kepala KPP memutuskan bahwa data dan informasi
perpajakan tsbt ditindaklanjuti dgn Verifikasi, Kasi Waskon
mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep ST
Verifikasi. Dlm hal Verifikasi dilakukan terkait dgn keterangan lain
dari kegiatan membangun sendiri sesuai Pasal 16C UU PPN,
salah satu petugas Verifikasi dpt berasal dari Seksi
Ekstensifikasi.
Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala
KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.
Dlm hal Kepala KPP memutuskan bahwa data dan informasi
perpajakan tsb ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan, hasil analisis
data dan informasi perpajakan ditindaklanjuti sesuai dgn
ketentuan di bidang Pemeriksaan.
Berdasarkan data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi FP yg
mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang atau
berdasarkan Putusan Pengadilan yg memuat data baru berupa
FP yg dpt digunakan utk menghitung besarnya pajak yg terutang
yg tdk atau kurang dibayar, Kasi Waskon menganalisis dan
mengevaluasi hasil klarifikasi/konfirmasi FP atau Putusan
Pengadilan tsb.
Hasil analisis dan evaluasi tsb disampaikan kpd Kepala KPP utk
dilakukan pembahasan bersama antara Kepala KPP dgn Kasi
Waskon dan Kasi Kepala Seksi Pemeriksaan.
Berdasarkan pertimbangan Kepala KPP dan hasil pembahasan
tsb, Kepala KPP menentukan apakah hasil klarifikasi/konfirmasi
tsb ditindaklanjuti dgn Verifikasi, Pemeriksaan, atau
Pemeriksaan Ulang.
Dlm
hal
Kepala
KPP
memutuskan
bahwa
hasil
klarifikasi/konfirmasi tsb ditindaklanjuti dgn Verifikasi, Kasi
Waskon mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat konsep
ST Verifikasi.

B213

c.

e.

f.

Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi kpd Kepala


KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.
Dlm
hal
Kepala
KPP
memutuskan
bahwa
hasil
klarifikasi/konfirmasi tsb ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan atau
Pemeriksaan
Ulang,
hasil
klarifikasi/konfirmasi
tsb
ditindaklanjuti sesuai dgn ketentuan di bidang Pemeriksaan.
Berdasarkan keterangan tertulis dari WP atau berdasarkan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yg
seharusnya tdk terutang, Kasi Waskon meneliti keterangan
tertulis atau permohonan pengembalian tsb.
Berdasarkan keterangan tertulis atau permohonan pengembalian
tsb, Kasi Waskon mengusulkan Petugas Verifikasi dan membuat
konsep ST Verifikasi.
Kasi Waskon menyampaikan konsep ST Verifikasi dlm rangka
menerbitkan skp kpd Kepala KPP utk mendapatkan persetujuan.
Kepala KPP meneliti dan memberikan persetujuan atas konsep
ST Verifikasi.

SKPKBT
sesuai
ketentuan
Pasal 13 ayat
(3) huruf a
PMK-146/PMK
.03/2012 dan
SKPLB sesuai
ketentuan
Pasal 13 ayat
(5) huruf a
PMK-146/PMK
.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi:
Kasi Waskon atau Kasi Pelayanan sesuai dgn kewenangannya, melakukan supervisi atas
pelaksanaan Verifikasi dan penelaahan konsep LHV.
Hasil Verifikasi hrs dilaporkan oleh petugas Verifikasi kpd Kepala KPP melalui Kepala Seksi
Pengawasan dan Konsultasi atau Kasi Pelayanan sesuai dgn kewenangannya.
Dlm hal Verifikasi dlm rangka pengukuhan PKP berdasarkan permohonan WP dilaksanakan oleh
KP2KP, pelaksanaan Verifikasi tdk dilakukan supervisi oleh Kasi Pelayanan, namun LHV
disampaikan kpd Kepala KPP.
LHV:
No.
Tujuan Verifikasi
Minimal Memuat
1.
Menerbitkan/menghapuskan
a. penugasan Verifikasi;
NPWP dan/atau dlm rangka
b. identitas WP;
mengukuhkan/mencabut
c. tujuan Verifikasi;
pengukuhan PKP
d. uraian hasil Verifikasi;
e. simpulan dan usul petugas Verifikasi; dan
f.
pengungkapan infomasi lain yg terkait.
2.
Menerbitkan skp
a. penugasan Verifikasi;
b. identitas WP;
c. pemenuhan kewajiban perpajakan;
d. data/informasi yg tersedia;
e. materi yg diverifikasi;
f.
uraian hasil Verifikasi;
g. pengujian yg tlh dilakukan;
h. penghitungan pajak terutang; dan
i.
simpulan dan usul petugas Verifikasi.

A. VERIFIKASI DLM RANGKA MENERBITKAN NPWP SCR JABATAN DAN MENGHAPUSKAN


NPWP SCR JABATAN/ BERDASARKAN PERMOHONAN WP
Pasal 3 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi dlm rangka menerbitkan NPWP scr jabatan sesuai Pasal 2 huruf a dilakukan thd:
a. WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. WP OP ng menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; dan/atau
c. WP sesuai hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal,
yg berdasarkan data dan informasi menunjukkan tlh memenuhi persayaratan subjektif dan
objektif sbg WP.

B214

(2)

(3)
(4)
(5)

Verifikasi juga dilakukan dlm rangka mengaktifkan kembali NPWP yg tlh dilakukan penghapusan
dlm hal Dirjen Pajak memperoleh data dan/atau informasi yg menunjukkan adanya hak dan/atau
kewajiban perpajakan WP.
Termasuk hasil kegiatan ekstensifikasi pd ayat (1) huruf c adalah hasil kegiatan SPN.
Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan
objektif WP.
Penerbitan NPWP scr jabatan thd WP selain pd ayat (1) & (2), dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan.

Pasal 4 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi thd WP OP yg tdk menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sesuai Pasal 3 ayat (1)
huruf a PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. konfirmasi kpd pemberi kerja; dan
b. pengujian thd penghasilan WP apakah penghasilan WP tsb di atas PTKP.
(2)
Verifikasi thd WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf
b PMK-146 mencakup kegiatan:
a. konfirmasi lapangan thd tempat kedudukan atau kegiatan usaha;
b. pengujian thd penghasilan WP apakah penghasilan WP tsb di atas PTKP; dan
c. analisa dlm rangka menentukan jml angsuran PPh Pasal 25 UU PPh.
(3)
Verifikasi thd WP hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal sesuai Pasal 3 ayat (1)
huruf c PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran formulir isian data hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr
massal; dan
b. pencocokan thd data hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr massal dan tlh divalidasi
dgn basis data perpajakan.
(4)
Verifikasi thd WP sesuai Pasal 3 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran data dan/atau informasi yg diperoleh; dan
b. pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh dgn basis data perpajakan.
(5)
Verifikasi thd WP hasil kegiatan SPN sesuai Pasal 3 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup
kegiatan:
a. pengujian thd kebenaran formulir isian SPN; dan
b. pencocokan thd data hasil kegiatan SPN dgn basis data perpajakan.
Pasal 5 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi dlm rangka menghapuskan NPWP scr jabatan atau berdasarkan permohonan WP
sesuai Pasal 2 huruf b PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. WP OP yg tlh meninggal dunia dan tdk meninggalkan warisan;
b. WP bendahara pemerintah yg tdk lagi memenuhi syarat sbg WP krn yg bersangkutan sdh tdk
lagi melakukan pembayaran;
c. WP OP yg tlh meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya;
d. WP yg memiliki lbh dari 1 NPWP utk menentukan NPWP yg dpt digunakan sbg sarana
administratif dlm pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;
e. WP OP yg berstatus sbg pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yg tlh
diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tdk
melebihi PTKP;
f. WP badan kantor perwakilan perusahaan asing yg tdk mempunyai kewajiban PPh badan yg
tlh menghentikan kegiatan usahanya;
g. Warisan yg blm terbagi dlm kedudukan sbg Subjek Pajak sdh selesai dibagi;
h. Wanita yg sebelumnya tlh memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan serta tdk ingin melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya;
i. Wanita kawin yg memiliki NPWP berbeda dgn NPWP suami dan pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dgn pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan suami;
j. Anak blm dewasa yg tlh memiliki NPWP;
k. WP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
l. WP badan tertentu selain PT dgn status tdk aktif (NE) yg tdk mempunyai kewajiban PPh dan
scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan usaha.

B215

(2)
(3)

(4)

Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk menentukan apakah WP sdh tdk memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif.
Dlm hal berdasarkan hasil Verifikasi thd WP pd ayat (1) diperoleh data dan/atau informasi yg
menunjukkan adanya hak dan/atau kewajiban perpajakan, thd WP tsb dpt diterbitkan skp
dan/atau STP.
Penghapusan NPWP Pajak berdasarkan permohonan WP atau scr jabatan thd WP selain pd ayat
(1) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.

Pasal 6 PMK-146/PMK.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi sesuai Pasal 5 ayat (1) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup kegiatan:
a.
pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan
bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif; dan
b.
konfirmasi thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan bahwa
WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
Pasal 7 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Kegiatan dlm rangka Verifikasi sesuai Pasal 4 & 6 dilaksanakan oleh petugas Verifikasi.
(2)
Kegiatan dlm rangka Verifikasi pd ayat (1) dilakukan tanpa penyampaian SPHV dan PAHV.
(3)
Petugas Verifikasi pd ayat (1) mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi.
(4)
Hasil dari kegiatan dlm rangka Verifikasi pd ayat (1) dituangkan dlm LHV.

B. VERIFIKASI DLM RANGKA MENGUKUHKAN PKP SCR JABATAN/BERDASARKAN


PERMOHONAN WP DAN MENCABUT PENGUKUHAN PKP SCR JABATAN/ BERDASARKAN
PERMOHONAN PKP
Pasal 8 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi dlm rangka mengukuhkan PKP scr jabatan sesuai Pasal 2 huruf c
PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. WP OP sbg Pengusaha; dan/atau
b. WP OP dan badan sbg Pengusaha, sesuai hasil kegiatan ekstensifikasi yg dilakukan scr
massal,
yg berdasarkan data dan informasi menunjukkan tlh memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sbg PKP.
(2)
Termasuk hasil kegiatan ekstensifikasi pd ayat (1) huruf b adalah hasil kegiatan SPN.
(3)
Verifikasi dlm rangka mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan WP sesuai Pasal 2 huruf d
PMK-146 dilakukan thd:
a. WP OP sbg Pengusaha; atau
b. WP badan sbg Pengusaha,
yg mengajukan permohonan utk dikukuhkan sbg PKP.
(4)
Termasuk WP OP sbg Pengusaha pd ayat (3) huruf a adalah WP OPPT berdasarkan perpu di
bidang perpajakan.
(5)
Verifikasi pd ayat (1) & (3) dilakukan utk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan
subjektif dan objektif sbg PKP.
(6)
Pengukuhan PKP scr jabatan thd WP selain pd ayat (1) & (2), dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan.
Pasal 9 PMK-146/PMK.03/2012
Verifikasi thd WP sesuai Pasal 8 ayat (1) s.d. (4) PMK-146/PMK.03/2012 dlm rangka mengukuhkan
PKP, mencakup kegiatan:
a.
Pengujian pemenuhan persyaratan subjektif yg meliputi:
1) pengujian atas kelengkapan dokumen terkait dgn identitas Pengusaha, antara lain KTP
Pengusaha, KTP Pengurus, akta pendirian, dan surat keterangan domisili; dan
2) pengujian atas kebenaran status Pengusaha, kebenaran alamat Pengusaha, dan kebenaran
keberadaan Pengusaha yg bersangkutan di alamat tsb, antara lain peta lokasi kegiatan
usaha, dan foto tempat kegiatan usaha.
b.
Pengujian pemenuhan persyaratan objektif yg meliputi:

B216

1) pengujian atas kelengkapan dokumen izin kegiatan usaha sesuai dgn ketentuan yg berlaku,
misalnya SIUP dan surat izin usaha jasa konstruksi; dan
2) pengujian thd kesesuaian antara dokumen izin kegiatan usaha dgn kegiatan usaha yg
dilakukan utk memperoleh informasi antara lain mengenai gambaran kegiatan usaha, data
peredaran usaha, dan daftar harta di tempat kegiatan usaha.
Pasal 10 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi dlm rangka mencabut pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan
PKP sesuai Pasal 2 huruf e PMK-146/PMK.03/2012 dilakukan thd:
a. PKP OP yg tlh meninggal dunia;
b. PKP tlh dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
c. PKP yg pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke
wilayah kerja KPP lainnya;
d. PKP yg jml peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya utk 1 thn buku tdk melebihi
batas jml peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto utk pengusaha kecil dan tdk memilih
utk menjadi PKP;
e. PKP selain PT dgn status tdk aktif (NE) dan scr nyata tdk menunjukkan adanya kegiatan
usaha;
f. PKP yg tdk menyampaikan SPT Masa PPN utk Masa Pajak Jan s.d. Des;
g. PKP yg menyampaikan SPT Masa PPN yg PK dan PM-nya nihil utk Masa Pajak Jan s.d.
Des; atau
h. PKP BUT yg tlh menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
(2)
Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan pd ayat (1) juga dpt dilaksanakan stl Dirjen Pajak
melakukan Verifikasi atas:
a. hasil SPN;
b. hasil konfirmasi lapangan stlhpengukuhan PKP; atau
c. hasil kegiatan lain yg dilaksanakan oleh Dirjen Pajak.
(3)
Verifikasi pd ayat (1) dilakukan utk tertib administrasi dan/atau menguji pemenuhan persyaratan
subjektif dan objektif sbg PKP.
(4)
Pencabutan pengukuhan PKP scr jabatan atau berdasarkan permohonan PKP thd WP selain pd
ayat (1) & (2), dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan.
Pasal 11 PMK-146/PMK.03/2012
Pelaksanaan Verifikasi thd PKP sesuai Pasal 10 ayat (1) & (2) PMK-146/PMK.03/2012 mencakup
kegiatan:
a.
pencocokan thd data dan/atau informasi yg diperoleh atau dimiliki oleh DJP yg menyatakan
bahwa WP sdh tdk memenuhi persyaratan subjektif dan objektif;
b.
konfirmasi lapangan thd tempat kedudukan atau kegiatan usaha; dan/atau
c.
pengujian thd jml nilai peredaran bruto atas penyerahan BKP atau JKP yg dilakukan oleh WP tlh
melampaui batasan yg ditentukan sbg pengusaha kecil.
Pasal 12 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi sesuai Pasal 9 & 11 PMK-146/PMK.03/2012 dilaksanakan oleh petugas Verifikasi.
(2)
Verifikasi pd ayat (1) dilakukan tanpa penyampaian SPHV dan PAHV.
(3)
Petugas Verifikasi pd ayat (1) mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi.
(4)
Hasil Verifikasi pd ayat (1) dituangkan dlm LHV.

C. VERIFIKASI DLM RANGKA MENERBITKAN skp


Ruang Lingkup dan Kriteria Verifikasi:
Pasal 13 PMk-146/PMK.03/2012
(1)
Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp sesuai Pasal 2 huruf f PMK-146/PMK.03/2012 dpt
dilakukan utk 1 atau bbrp jenis pajak, baik utk 1 atau bbrp Masa Pajak, Bagian Thn Pajak atau
Thn Pajak dlm thn-thn lalu maupun thn berjalan.
(2)
Verifikasi dlm rangka menerbitkan SKPKB dilakukan dlm hal terdapat:

B217

a.
b.

(3)

(4)

(5)

keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP; atau


Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt
menimbulkan kerugian pd pendapatan negara yg di dalamnya memuat data konkret yg dpt
dipergunakan utk menghitung besarnya pajak terutang yg tdk atau kurang dibayar.
Verifikasi dlm rangka menerbitkan SKPKBT dilakukan dlm hal terdapat:
a. keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri sesuai Pasal 15 ayat (3) UU KUP;
b. data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi FP yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg
terutang; atau
c. Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt
menimbulkan kerugian pd pendapatan negara.
Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap pd ayat (3) huruf c meliputi
Putusan Pengadilan yg memuat data baru berupa FP yg dpt dipergunakan utk menghitung
besarnya pajak yg terutang yg tdk atau kurang dibayar.
Verifikasi dlm rangka menerbitkan SKPLB dilakukan dlm hal terdapat permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang sesesuai Pasal 17 ayat (2) UU KUP.

Pasal 14 PMK-146/PMK.03/2012
Keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146 adalah data konkret yg diperoleh atau dimiliki
oleh Dirjen Pajak, berupa:
a.
hasil klarifikasi/konfirmasi FP;
b.
bukti pemotongan PPh;
c.
data perpajakan terkait dgn WP yg tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3 ayat
(3) UU KUP dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya sebagaimana
ditentukan dlm surat teguran; atau
d.
bukti transaksi atau data perpajakan yg dpt digunakan utk menghitung kewajiban perpajakan WP.
Tata Cara Verifikasi dlm Rangka Menerbitkan skp:
Pasal 15 PMK-146/PMK.03/2012
Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp dilakukan dgn ketentuan sbg berikut:
a.
Verifikasi dilakukan oleh petugas Verifikasi;
b.
petugas Verifikasi pd huruf a mrp PNS di lingkungan DJP yg diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab utk melaksanakan Verifikasi;
c.
Verifikasi dilaksanakan dgn meneliti keterangan lain dan dikembangkan melalui pencocokan
data, permintaan keterangan, konfirmasi, dan pengujian lainnya berkenaan dgn Verifikasi;
d.
petugas Verifikasi hrs memanggil WP dlm rangka Verifikasi atas keterangan lain, melalui Kepala
KPP;
e.
pemanggilan WP dlm rangka Verifikasi pd huruf d dilakukan sbl menyampaikan SPHV;
f.
dlm hal WP hadir memenuhi panggilan dlm rangka Verifikasi pd huruf d, petugas Verifikasi
melakukan klarifikasi atas keterangan lain yg hasilnya dituangkan dlm
g.
BA mengenai klarifikasi WP;
h.
BA mengenai klarifikasi WP pd huruf f, digunakan sbg dasar penyusunan SPHV;
i.
dlm hal WP tdk memenuhi panggilan dlm rangka Verifikasi pd huruf d, petugas Verifikasi
membuat BA mengenai tdk dipenuhinya panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP;
j.
berdasarkan BA mengenai tdk dipenuhinya panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP dan
keterangan lain yg dimiliki, petugas Verifikasi menyusun SPHV;
k.
WP dpt membetulkan SPT yg dilakukan Verifikasi sepanjang SPHV blm disampaikan;
l.
berdasarkan SPHV, petugas Verifikasi melakukan PAHV dgn WP yg hasilnya dituangkan dlm BA
mengenai PAHV;
m.
hasil Verifikasi dituangkan dlm LHV;
n.
LHV pd huruf l dilampiri dgn BA mengenai klarifikasi WP, BA mengenai tdk dipenuhinya
panggilan dlm rangka Verifikasi oleh WP, SPHV, dan BA mengenai PAHV, kecuali Verifikasi yg
dilaksanakan tanpa PAHV maka LHV tanpa dilampiri dgn SPHV dan BA mengenai PAHV.
Kewajiban dan Kewenangan Petugas Verifikasi:

B218

Pasal 17 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Dlm melakukan Verifikasi utk menerbitkan skp, petugas Verifikasi wajib:
a. memberikan kesempatan kpd WP/Kuasanya utk memberikan klarifikasi terkait dgn
keterangan lain yg dimiliki oleh DJP;
b. menyampaikan SPHV kpd WP; dan
c. memberikan kesempatan kpd WP utk melakukan PAHV dlm jangka waktu yg tlh ditentukan.
(2)
Petugas Verifikasi melalui kepala KPP berwenang memanggil WP dgn surat panggilan utk
meminta klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis dari WP.
Kewajiban dan Hak WP:
Pasal 18 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Dlm pelaksanaan Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, WP berkewajiban memenuhi panggilan
dlm rangka Verifikasi utk memberikan klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis.
(2)
Dlm pelaksanaan Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, WP berhak utk:
a. memberikan klarifikasi scr lisan dan/atau tertulis terkait dgn keterangan lain;
b. meminta kpd petugas Verifikasi utk memberikan penjelasan ttg alasan dan tujuan Verifikasi;
c. menerima SPHV; dan
d. menghadiri PAHV dlm jangka waktu yg tlh ditentukan.
Pemberitahuan Hasil Verifikasi dan PAHV:
Pasal 19 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Penerbitan skp berdasarkan hasil Verifikasi hrs dilakukan melalui penerbitan SPHV dan PAHV.
(2)
Ketentuan pd ayat (1) tdk berlaku utk penerbitan:
a. SKPBT berdasarkan hasil Verifikasi atas keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri
sesuai Pasal 13 ayat (3) huruf a PMK-146/PMK.03/2012; dan
b. SKPLB berdasarkan hasil Verifikasi thd kebenaran pembayaran pajak sesuai Pasal 13 ayat
(5) PMK-146/PMK.03/2012.
Pasal 20 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Hasil Verifikasi dlm rangka menerbitkan skp, diberitahukan melalui SPHV kpd WP, dgn
memberikan hak kpd WP utk hadir dlm PAHV.
(2)
Undangan PAHV dibuat scr tertulis dgn mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya
pembahasan akhir, yg memperhatikan tempat tinggal atau tempat kedudukan WP.
(3)
SPHV pd ayat (1) dan undangan PAHV pd ayat (2) disampaikan scr bersamaan oleh petugas
Verifikasi melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya.
Pasal 21 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Apabila WP hadir sesuai waktu yg ditentukan dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat (2)
PMK-146/PMK.03/2012, petugas Verifikasi melakukan PAHV dgn WP yg dituangkan dlm BA
mengenai PAHV.
(2)
BA mengenai PAHV pd ayat (1), berisi koreksi, baik yg disetujui maupun yg tdk disetujui dan hrs
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
(3)
Dlm hal WP menolak menandatangani BA mengenai PAHV pd ayat (1), petugas Verifikasi
membuat catatan ttg penolakan tsb dlm BA mengenai PAHV dan berdasarkan BA tsb
PAHV dianggap tlh dilaksanakan.
(4)
Dlm hal WP tdk hadir sesuai waktu yg ditentukan dlm undangan PAHV sesuai Pasal 20 ayat
(2) PMK-146/PMK.03/2012, petugas Verifikasi membuat BA mengenai PAHV dgn
mencantumkan keterangan mengenai ketidakhadiran WP dlm BA mengenai PAHV.
(5)
Berdasarkan BA mengenai PAHV pd ayat (4), PAHV dianggap tlh dilaksanakan dan WP
dianggap menyetujui hasil Verifikasi.
(6)
Jangka waktu PAHV dlm rangka menerbitkan skp paling lama 3 hari kerja terhitung sejak hari dan
tanggal pelaksanaan pembahasan akhir sebagaimana tercantum dlm undangan PAHV sesuai
Pasal 20 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012.
Pasal 22 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Berdasarkan LHV sesuai Pasal 15 huruf l PMK-146 dibuat nota penghitungan.

B219

(2)

Nota penghitungan pd ayat (1) mrp dasar penerbitan SKPKB sesuai Pasal 13 ayat (2)
PMK-146/PMK.03/2012, SKPKBT sesuai Pasal 13 ayat (3) PMK-146/PMK.03/2012, atau SKPLB
sesuai Pasal 13 ayat (5) PMK-146/PMK.03/2012.

Pasal 23 PMK-146/PMK.03/2012
Pajak yg terutang dlm SKPKB sesuai Pasal 13 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012 dan SKPKBT sesuai
Pasal 13 ayat (3) huruf b & c PMK-146/PMK.03/2012, hrs sesuai dgn PAHV.
Pasal 24 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
Dlm hal berdasarkan keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012 tdk
terdapat pajak yg kurang atau tdk dibayar, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn membuat LHV
tanpa usulan penerbitan skp.
(2)
Dlm hal keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012 tlh
ditindaklanjuti oleh WP dgn melakukan pembetulan SPT sbl penyampaian SPHV, kegiatan
Verifikasi dilanjutkan dgn:
a. membuat LHV tanpa usulan penerbitan skp apabila pembetulan SPT sesuai dgn keterangan
lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012; atau
b. membuat LHV dgn usulan utk penerbitan skp berdasarkan PAHV apabila pembetulan SPT
blm sesuai dgn keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (2) huruf a PMK-146/PMK.03/2012.
(3)
Dlm hal berdasarkan hasil Verifikasi thd permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
yg seharusnya tdk terutang sesuai Pasal 13 ayat (5) PMK-146/PMK.03/2012, tdk terdapat
kelebihan pembayaran pajak, kegiatan Verifikasi dilanjutkan dgn membuat LHV tanpa usulan
penerbitan skp.
Pembatalan skp Hasil Verifikasi:
Pasal 25 PMK-146/PMK.03/2012
(1)
skp hasil Verifikasi yg dilaksanakan tanpa:
a. penyampaian SPHV sesuai Pasal 20 PMK-146/PMK.03/2012; atau
b. PAHV sesuai Pasal 21 PMK-146/PMK.03/2012,
dpt dilakukan pembatalan oleh Dirjen Pajak sesuai ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf d PP 74 Thn
2011.
(2)
Dikecualikan dari ketentuan pd ayat (1) adalah penerbitan skp dari hasil Verifikasi sesuai Pasal
19 ayat (2) PMK-146/PMK.03/2012.
(3)
Dlm hal dilakukan pembatalan pd ayat (1), proses Verifikasi hrs dilanjutkan dgn melaksanakan
prosedur penyampaian SPHV dan/atau PAHV.
(4)
Dlm hal pembatalan dilakukan krn Verifikasi dilaksanakan tanpa penyampaian SPHV,
berdasarkan SK pembatalan hasil Verifikasi, petugas Verifikasi melanjutkan Verifikasi dgn
memberitahukan hasil Verifikasi melalui SPHV kpd WP dan melakukan PAHV sesuai dgn
prosedur Pasal 20 & 21 PMK-146/PMK.03/2012.
Form-form yg digunakan berdasar PMK-146/PMK.03/2012:
No.

Nama Form

Sumber

1.
2.
3.
4.
5,
6.

Form Surat Panggilan dlm Rangka Verifikasi


Form BA Klarifikasi WP
Form BA Tdk Dipenuhinya Panggilan dlm Rangka Verifikasi oleh WP
Form SPHV
Form Mengenai PAHV
Form Undangan PAHV

Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV
Lamp V
Lamp VI

Pihak
Pembuat
KPP

Form-form yg digunakan berdasar SE-48/PJ/2012:


No.
1.
2.
3.

Nama Form
Form ST Verifikasi
Contoh Form Bentuk & Isi LHV 1
Contoh Form Bentuk & Isi LHV 2

Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III

B2110

Pihak
Pembuat
KPP/KP2KP
KPP

TATA CARA PEMERIKSAAN


I.

Dasar Hukum
UU KUP
PMK-17/PMK.03/2013 (mulai berlaku pd tanggal 1 Feb 2013) ttg Tata Cara Pemeriksaan
PMK ini mencabut:
PMK-191/PMK.03/2007 ttg Penerbitan skp Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Thd WP yg Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan
PMK-198/PMK.03/2007 ttg Tata Cara Penyegelan Dlm Rangka Pemeriksaan di Bidang
Perpajakan
PMK-199/PMK.03/2007 jo PMK-82/PMK.03/2011 ttg Tata Cara Pemeriksaan Pajak
PER-23/PJ/2013 (mulai berlaku pd tanggal 11 Juni 2013) ttg Standar Pemeriksaan
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut PER-34/PJ/2011, PER-35/PJ/2011,
PER-16/PJ/2009, dan PER-17/PJ/2009
SE terkait:
SE-25/PJ/2013 (mulai berlaku tanggal 30 Mei 2013) ttg Pedoman e-Audit
SE-28/PJ/2013 (mulai berlaku tanggal 11 Juni 2013) ttg Kebijakan Pemeriksaan

II. Tujuan Pemeriksaan (Pasal 2 PMK-17/PMK.03/2013)


Dirjen Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dgn tujuan:
utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
utk tujuan lain dlm rangka melaksanakan ketentuan perpu perpajakan.

III. Pemeriksaan utk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan


a.

Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan:


1. Ruang lingkup Pemeriksaan dpt meliputi: (Pasal 3 PMK-17/PMK.03/2013)
a. satu, bbrp, atau slrh jenis pajak,
b. baik utk satu atau bbrp Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak,
c. dlm thn-thn lalu maupun thn berjalan.
2. Kriteria & Jenis Pemeriiksaan
a. Yg Hrs Dilakukan Pemeriksaan
Kriteria
Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan utk
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan
menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dilakukan dgn jenis
kewajiban perpajakan hrs
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan
dilakukan thd WP yg
Kantor. (Pasal 5 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
mengajukan permohonan
Dilakukan dgn Pemeriksaan Kantor, dlm hal
pengembalian kelebihan
permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sesuai Pasal
pembayaran tsb diajukan oleh WP yg
17B UU KUP. (Pasal 4 ayat
memenuhi persyaratan:
(1) PMK-17/PMK.03/2013)
LK WP utk Thn Pajak yg diperiksa diaudit
oleh akuntan publik atau LK salah satu
Thn Pajak dari 2 Thn Pajak sbl Thn Pajak
yg diperiksa tlh diaudit oleh akuntan
publik, dgn pendapat wajar tanpa
pengecualian; dan
WP tdk sedang dilakukan Pemeriksaan
Bukti Permulaan, penyidikan, atau
penuntutan tindak pidana perpajakan,
dan/atau WP dlm 5 thn terakhir tdk
pernah dipidana krn melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan.
(Pasal 5 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

B221

b.

b.

Yg Dpt Dilakukan Pemeriksaan


Kriteria
Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan utk menguji
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan
kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dilakukan dgn jenis
kewajiban perpajakan dpt
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan
dilakukan dlm hal WP:
Kantor. (Pasal 5 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
menyampaikan SPT yg
Penentuan jenis pemeriksaannya diatur oleh
menyatakan LB, selain yg
Dirjen Pajak. (Pasal 5 ayat
mengajukan permohonan
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sesuai ayat
(1);
tlh diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak;
menyampaikan SPT yg
menyatakan rugi;
melakukan penggabungan,
peleburan, pemekaran, likuidasi,
pembubaran, atau akan
meninggalkan Indonesia utk
selama-lamanya;
melakukan perubahan thn buku
atau metode pembukuan atau
krn dilakukannya penilaian
kembali aktiva tetap;
tdk menyampaikan atau
Dilakukan dgn jenis Pemeriksaan
menyampaikan SPT tetapi
Lapangan. (Pasal 5 ayat
melampaui jangka waktu yg tlh
(4) PMK-17/PMK.03/2013)
ditetapkan dlm surat teguran yg
terpilih utk dilakukan
Pemeriksaan berdasarkan
analisis risiko; atau
menyampaikan SPT yg terpilih
utk dilakukan Pemeriksaan
berdasarkan analisis risiko.
Dlm hal Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yg terkait dgn transfer
pricing dan/atau transaksi khusus lain yg berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan,
pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 5 ayat
(5) PMK-17/PMK.03/2013)

Standar Pemeriksaan:
1. Pemeriksa Pajak tdk dikenai sanksi dlm hal Pemeriksaan yg dilakukan: (Pasal 11 ayat (2)
PER-23/PJ/2013) berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk
Pemeriksaan utk tujuan lain
Tlh sesuai dgn Standar Pemeriksaan,
Dilaksanakan berdasarkan iktikad baik, dan
Sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
2. Standar Pemeriksaan meliputi: (Pasal 6 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
a. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 7 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yg memenuhi syarat:
1. Tlh mendapat pendidikan & pelatihan teknis yg cukup serta memiliki keterampilan sbg
Pemeriksa Pajak;
(Pasal 3 ayat (3) huruf a PER-23/PJ/2013)
2. Menggunakan keterampilannya scr cermat & seksama;
apabila dlm melaksanakan Pemeriksaan didasarkan pd iktikad baik & sesuai dgn
ketentuan perpu perpajakan. (Pasal 3 ayat (3) huruf b angka 2 PER-23/PJ/2013)

B222

3.

b.

c.

Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan


kepentingan negara; dan
4. Taat thd berbagai ketentuan peraturan perpu di bidang perpajakan.
Dlm hal diperlukan, pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dpt dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar DJP yg ditunjuk oleh Dirjen
Pajak. (Pasal 7 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan (Pasal 8 PMK-17/PMK.03/2013)
1. Pelaksanaan Pemeriksaan hrs didahului dgn persiapan yg baik sesuai dgn tujuan
Pemeriksaan, yg paling sedikit meliputi:
a. Kegiatan mengumpulkan & mempelajari data WP, meliputi:
Mempelajari profil WP
Menganalisis data keuangan WP
Mempelajari data lain yg relevan, baik dari DJP maupun dari pihak lain
(Pasal 4 huruf a angka 1 PER-23/PJ/2013)
b. Menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program
Pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yg seksama
c. Menyiapkan sarana Pemeriksaan (Pasal 4 huruf a angka 4 PER-23/PJ/2013)
2. Pemeriksaan dilaksanakan dgn melakukan pengujian berdasarkan metode & teknik
Pemeriksaan sesuai dgn program Pemeriksaan (audit program) yg tlh disusun
3. Temuan hasil Pemeriksaan hrs didasarkan pd bukti kompeten yg cukup &
berdasarkan ketentuan perpu perpajakan
4. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yg terdiri dari seorang
supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dlm keadaan
tertentu ketua tim dpt merangkap sbg anggota tim berlaku baik utk Pemeriksaan
utk menguji kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
Keadaan tertentu:
a. terbatasnya jml Pemeriksa Pajak pada UP2; dan/atau
b. berdasarkan pertimbangan Kepala UP2.
(Pasal 4 huruf d PER-23/PJ/2013)
5. Tim Pemeriksa Pajak dpt dibantu oleh seorang atau lebih yg memiliki keahlian
tertentu, baik yg berasal dari DJP, maupun dari instansi di luar DJP yg tlh ditunjuk oleh
Dirjen Pajak, sbg tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi
informasi, dan pengacara
6. Apabila diperlukan, Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dpt dilakukan scr bersama-sama dgn tim pemeriksa dari instansi lain
7. Pemeriksaan dpt dilaksanakan di kantor DJP, tempat tinggal atau tempat kedudukan
WP, tempat kegiatan usaha / pekerjaan bebas WP, dan/atau atau tempat lain yg
dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
8. Pemeriksaan dilaksanakan pd jam kerja dan apabila diperlukan dpt dilanjutkan di luar
jam kerja berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk
Pemeriksaan utk tujuan lain
9. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dlm bentuk KKP
Fungsi KKP (Pasal 9 huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
Bukti bahwa Pemeriksaan tlh dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan
Pemeriksaan
Bahan dlm melakukan PAHP dgn WP mengenai temuan hasil Pemeriksaan
Dasar pembuatan LHP
Sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yg
diajukan oleh WP
Referensi utk Pemeriksaan berikutnya
Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan
1. LHP disusun scr ringkas dan jelas, memuat: (Pasal 6 huruf a PER-23/PJ/2013)
a. Ruang lingkup dan pos-pos yg diperiksa sesuai dgn tujuan Pemeriksaan,
b. Simpulan Pemeriksa Pajak yg didukung temuan yg kuat ttg ada atau tdk adanya
penyimpangan thd perpu perpajakan
c. Pengungkapan informasi lain yg terkait dgn Pemeriksaan

B223

2.

3.
4.

c.

LHP utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya


memuat: (Pasal 10 huruf b PMK-17/PMK.03/2013)
a. Penugasan Pemeriksaan
b. Identitas WP
c. Pembukuan atau pencatatan WP
d. Pemenuhan kewajiban perpajakan
e. Data/informasi yg tersedia
f. Buku dan dokumen yg dipinjam
g. Materi yg diperiksa
h. Uraian hasil Pemeriksaan
i. Ikhtisar hasil Pemeriksaan
j. Penghitungan pajak terutang
k. Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak
LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak (Pasal 6 huruf c
PER-23/PJ/2013)
LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 utk mengetahui apakah:
Pos-pos yg diperiksa tlh sesuai dgn Rencana Pemeriksaan dan perubahannya
Dasar hukum koreksi tlh sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan.
(Pasal 6 huruf d PER-23/PJ/2013)

Kewajiban & Kewenangan Pemeriksa Pajak:


1. Kewajiban Pemeriksa Pajak (Pasal 11 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kpd WP (dlm hal
Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan) atau Surat Panggilan Dlm
Rangka Pemeriksaan Kantor (dlm hal Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan
Kantor)
b. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak & SP2 kpd WP pd waktu melakukan
Pemeriksaan
c. Memperlihatkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kpd WP apabila susunan
keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan
d. Melakukan pertemuan dgn WP
utk memberikan penjelasan mengenai:
1. Alasan dan tujuan Pemeriksaan
2. Hak dan kewajiban WP selama dan stl pelaksanaan Pemeriksaan
3. Hak WP mengajukan permohonan utk dilakukan pembahasan dgn Tim Quality
Assurance (QA) Pemeriksaan dlm hal terdapat hasil Pemeriksaan yg blm disepakati
antara Pemeriksa Pajak dgn WP pd saat PAHP
4. Kewajiban dari WP utk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen yg
menjadi dasar pembukuan / pencatatan, dan dokumen lainnya, yg dipinjam dari WP
e. Menuangkan hasil pertemuan dgn WP dlm BA pertemuan dgn WP
f. Menyampaikan SPHP kpd WP
g. Memberikan hak utk hadir kpd WP dlm rangka PAHP pd waktu yg tlh ditentukan
h. Menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kpd WP
i. Melakukan pembinaan kpd WP dlm memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dgn
ketentuan perpu perpajakan dgn menyampaikan saran scr tertulis
j. Mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yg menjadi dasar pembukuan /
pencatatan, dan dokumen lainnya yg dipinjam dari WP
k. Merahasiakan kpd pihak lain yg tdk berhak atas segala sesuatu yg diketahui atau
diberitahukan kpd-nya oleh WP dlm rangka Pemeriksaan
2. Kewenangan Pemeriksa Pajak
Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Kantor
Pemeriksa Pajak berwenang:
Pemeriksa Pajak berwenang:
a. Melihat dan/atau meminjam buku, catatan,
a. Memanggil WP utk datang ke
dan/atau dokumen yg menjadi dasar
kantor DJP dgn menggunakan
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain
Surat Panggilan Dlm Rangka
yg berhubungan dgn penghasilan yg diperoleh,
Pemeriksaan Kantor
kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau
b. Melihat dan/atau meminjam
objek yg terutang pajak
buku, catatan, dan/atau

B224

b.

Mengakses dan/atau mengunduh data yg


dikelola scr elektronik
c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang,
barang bergerak dan/atau tdk bergerak yg
diduga atau patut diduga digunakan utk
menyimpan buku atau catatan, dokumen yg
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan,
dokumen lain, uang dan/atau barang yg dpt
memberi petunjuk ttg penghasilan yg diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau
objek yg terutang pajak;
d. Meminta kpd WP utk memberi bantuan guna
kelancaran Pemeriksaan, a.l. berupa:
1. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan
atas biaya WP apabila dlm mengakses data
yg dikelola scr elektronik memerlukan
peralatan dan/atau keahlian khusus
2. Memberikan bantuan kpd Pemeriksa Pajak
utk membuka barang bergerak dan/atau tdk
bergerak
3. Menyediakan ruangan khusus tempat
dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dlm
hal Pemeriksaan dilakukan di tempat WP
e. Melakukan Penyegelan tempat atau ruang
tertentu serta barang bergerak dan/atau tdk
bergerak
f. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari
WP
g. Meminta keterangan dan/atau bukti yg
diperlukan dari pihak ketiga yg mempunyai
hubungan dgn WP yg diperiksa melalui kepala
unit pelaksana Pemeriksaan
(Pasal 12 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

dokumen yg menjadi dasar


pembukuan atau pencatatan,
dan dokumen lain termasuk data
yg dikelola scr elektronik, yg
berhubungan dgn penghasilan
yg diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas WP, atau objek
yg terutang pajak
c. Meminta kpd WP utk memberi
bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan
d. Meminta keterangan lisan
dan/atau tertulis dari WP
e. Meminjam KKP yg dibuat oleh
akuntan publik melalui WP
f. Meminta keterangan dan/atau
bukti yg diperlukan dari pihak
ketiga yg mempunyai hubungan
dgn WP yg diperiksa melalui
kepala UP2
(Pasal 12 ayat
(2) PMK-17/PMK.03/2013)

d. Hak & Kewajiban WP:


1. Hak WP dlm Pemeriksaan (Pasal 13 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak &
SP2
b. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan dlm hal Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan
c. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan surat yg berisi perubahan tim
Pemeriksa Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami
perubahan
d. Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan penjelasan ttg alasan & tujuan
Pemeriksaan
e. Menerima SPHP
f. Menghadiri PAHP pd waktu yg tlh ditentukan;
g. mengajukan permohonan utk dilakukan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, dlm hal
masih terdapat hasil Pemeriksaan yg blm disepakati antara Pemeriksa Pajak dgn WP pd
saat PAHP
h. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa
Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan
2. Kewajiban WP dlm Pemeriksaan (Pasal 14 PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Kantor
WP wajib:
WP wajib:
a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku,
a. Memenuhi panggilan utk datang
catatan, dan/atau dokumen yg menjadi dasar
menghadiri Pemeriksaan sesuai
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain
dgn waktu yg ditentukan

B225

yg berhubungan dgn penghasilan yg diperoleh,


kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau
objek yg terutang pajak
b. Memberikan kesempatan utk mengakses
dan/atau mengunduh data yg dikelola scr
elektronik
c. Memberikan kesempatan utk memasuki dan
memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak
dan/atau tdk bergerak yg diduga atau patut
diduga digunakan utk menyimpan buku atau
catatan, dokumen yg menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dokumen lain,
uang, dan/atau barang yg dpt memberi petunjuk
ttng penghasilan yg diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas WP, atau objek yg terutang
pajak serta meminjamkannya kpd Pemeriksa
Pajak
d. Memberi bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan, yg dpt berupa:
1. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan
atas biaya WP apabila dlm mengakses data
yg dikelola scr elektronik memerlukan
peralatan dan/atau keahlian khusus
2. Memberikan bantuan kpd Pemeriksa Pajak
utk membuka barang bergerak dan/atau tdk
bergerak
3. Menyediakan ruangan khusus tempat
dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dlm
hal Pemeriksaan dilakukan di tempat WP;
e. Menyampaikan tanggapan scr tertulis atas
SPHP
f. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis
yg diperlukan.
(Pasal 14 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
e.

b. Memperlihatkan dan/atau
meminjamkan buku, catatan,
dan/atau dokumen yg menjadi
dasar pembukuan atau
pencatatan, dan dokumen lain
termasuk data yg dikelola scr
elektronik, yg berhubungan dgn
penghasilan yg diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas
WP, atau objek yg terutang pajak
c. Memberi bantuan guna
kelancaran Pemeriksaan
d. Menyampaikan tanggapan scr
tertulis atas SPHP
e. Meminjamkan KKP yg dibuat oleh
akuntan publik
f. Memberikan keterangan lisan
dan/atau tertulis yg diperlukan
(Pasal 14 ayat
(2) PMK-17/PMK.03/2013)

Jangka Waktu Pemeriksaan:


Dilakukan dlm jangka waktu Pemeriksaan yg meliputi: (Pasal 15 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
1. Jangka Waktu Pengujian
Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Kantor
Jangka waktu pengujiannya paling lama 6
Jangka waktu pengujiannya paling lama 4
bulan, yg dihitung sejak Surat Pemberitahuan
bulan, yg dihitung sejak tanggal WP,
Pemeriksaan Lapangan disampaikan kpd WP, wakil, kuasa dari WP pegawai, atau
wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
yg tlh dewasa dari WP, s.d. tanggal SPHP
datang memenuhi Surat Panggilan Dlm
disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai,
Rangka Pemeriksaan Kantor s.d. tanggal
atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari
SPHP disampaikan kpd WP, wakil, kuasa,
WP.
pegawai, atau anggota keluarga yg tlh
(Pasal 15 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
dewasa dari WP.
(Pasal 15 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Perpanjangan Jangka Waktu
Perpanjangan Jangka Waktu
Jangka waktu pengujiannya dpt
Jangka waktu pengujiannya dpt
diperpanjang utk jangka waktu paling lama
diperpanjang utk jangka waktu paling
2 bulan. (Pasal 16 ayat
lama 2 bulan. (Pasal 17 ayat
(1) PMK-17/PMK.03/2013)
(1) PMK-17/PMK.03/2013)
Perpanjangan jangka waktu pengujian
Perpanjangan jangka waktu pengujian
dilakukan dlm hal:
dilakukan dlm hal:
1. Pemeriksaan Lapangan diperluas ke
1. Pemeriksaan Kantor diperluas ke
Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau
Masa Pajak, Bagian Thn Pajak,

B226

Thn Pajak lainnya;


Terdapat konfirmasi atau permintaan
data dan/atau keterangan kpda pihak
ketiga;
3. Ruang lingkup Pemeriksaan Lapangan
meliputi slr jenis pajak; dan/atau
4. Berdasarkan pertimbangan kepala
UP2.
(Pasal 16 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
2.

2.

f.

atau Thn Pajak lainnya;


Terdapat konfirmasi atau
permintaan data dan/atau
keterangan kpd pihak ketiga;
3. Ruang lingkup Pemeriksaan
Kantor meliputi slr jenis
pajak; dan/atau
4. Berdasarkan pertimbangan kepala
UP2.
(Pasal 17 ayat (2) PMK-17/PMK.03/
2013)
2.

Jangka waktu pengujian Pemeriksaan


Lapangan dpt diperpanjang utk jangka
waktu paling lama 6 bulan dan dpt
dilakukan paling banyak 3 x s.d. kebutuhan
waktu utk melakukan pengujian apabila
terkait dgn:
1. WP KKKS Migas;
2. WP dlm 1 grup; atau
3. WP yg terindikasi melakukan
transaksi transfer pricing dan/atau
transaksi khusus lain yg berindikasi
adanya rekayasa transaksi keuangan.
(Pasal 16 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemberitahuan Tertulis kpd WP
Dlm hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian, baik Pemeriksaan Lapangan
ataupun Pemeriksaan Kantor, kepala UP2 hrs menyampaikan pemberitahuan
perpanjangan jangka waktu pengujian scr tertulis kpd WP.
(Pasal 18 PMK-17/PMK.03/2013)
Penyampaian SPHP kpd WP
Apabila jangka waktu perpanjangan pengujian, baik Pemeriksaan Lapangan
ataupun Pemeriksaan Kantor, tlh berakhir, SPHP hrs disampaikan kpd WP.
(Pasal 19 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal Pemeriksaan dilakukan krn WP mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, jangka waktu pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan hrs memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sesuai Pasal 17B UU KUP.
(Pasal 19 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Jangka waktu PAHP & Pelaporan
Jangka waktu PAHP dan pelaporannya paling lama 2 bulan, yg dihitung sejak tanggal SPHP
disampaikan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota yg tlh dewasa dari WP s.d. tanggal
LHP.
(Pasal 15 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)

Penyelesaian Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor diselesaikan dgn cara: (Pasal 20
PMK-17/PMK.03/2013)
1. Menghentikan Pemeriksaan dgn membuat LHP Sumir; (Pasal 21 PMK-17/PMK.03/2013) atau
Dilakukan dlm hal:
a. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg diperiksa:
Tdk ditemukan dlm jangka waktu 6 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
Tdk memenuhi panggilan Pemeriksaan dlm jangka waktu 4 bulan sejak tanggal Surat
Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
Pemeriksaan yg dihentikan dgn membuat LHP Sumir krn WP tdk ditemukan atau tdk
memenuhi panggilan Pemeriksaan, dpt dilakukan Pemeriksaan kembali apabila
dikemudian hari WP ditemukan. (Pasal 23 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

B227

b.

2.

g.

Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn


Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka
tsb:
Tdk dilanjutkan dgn penyidikan krn WP mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP
Tdk dilanjutkan dgn penyidikan tetapi diselesaikan dgn menerbitkan SKPKB sesuai
Pasal 13A UU KUP; atau
Dilanjutkan dgn penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan krn tdk dilakukan
penuntutan sesuai Pasal 44B UU KUP.
c. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
penyidikan sbg tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan scr tertutup dan penyidikan tsb
dihentikan krn memenuhi ketentuan sesuai Pasal 44B UU KUP.
d. Pemeriksaan Ulang tdk mengakibatkan adanya tambahan atas jml pajak yg tlh ditetapkan
dlm skp sebelumnya.
e. Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak.
Membuat LHP, sbg dasar penerbitan skp dan/atau STP. (Pasal 22 PMK-17/PMK.03/2013)
Dilakukan dlm hal:
a. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan sehubungan dgn permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sesuai Pasal 17B UU KUP:
Tdk ditemukan dlm jangka waktu 6 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
Tdk memenuhi panggilan Pemeriksaan dlm jangka waktu 4 bulan sejak tanggal Surat
Panggilan Daa Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
Pajak terutang atas Pemeriksaan thd WP yg tdk ditemukan atau tdk memenuhi panggilan
Pemeriksaan, ditetapkan scr jabatan. (Pasal 23 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
b. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan Pemeriksaan dpt
diselesaikan dlm jangka waktu Pemeriksaan.
c. WP, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan blm dpt diselesaikan s.d.:

Berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan; atau

Berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor.


Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg pengujiannya blm diselesaikan, hrs
diselesaikan dgn menyampaikan SPHP dlm jangka waktu paling lama 7 hari kerja sejak
berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian tsb dan melanjutkan tahapan
Pemeriksaan s.d. pembuatan LHP. (Pasal 22 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
d. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka
tsb:
Dihentikan krn WP OP yg dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka
meninggal dunia;
Dihentikan krn tdk ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan;
Dilanjutkan dgn penyidikan namun penyidikannya dihentikan krn memenuhi ketentuan
sesuai Pasal 44A UU KUP; atau
Dilanjutkan dgn penyidikan dan penuntutan serta tlh terdapat Putusan Pengadilan
mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap
dan salinan Putusan Pengadilan tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.
e. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yg ditangguhkan krn ditindaklanjuti dgn
penyidikan sbg tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan scr tertutup dan penyidikan tsb:
Dihentikan krn memenuhi ketentuan sesuai Pasal 44A UU KUP; atau
Dilanjutkan dgn penuntutan serta tlh terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak
pidana di bidang perpajakan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan
Putusan Pengadilan tsb tlh diterima oleh Dirjen Pajak.

Tim Pemeriksa Pajak:

B228

Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yg tergabung dlm suatu tim Pemeriksa Pajak
berdasarkan SP2. (Pasal 24 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
SP2 diterbitkan utk 1 atau bbrp Masa Pajak dlm suatu Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak yg
sama atau utk 1 Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak thd 1 WP. (Pasal 24 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala UP2 hrs menerbitkan surat yg berisi
perubahan tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 24 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal tim Pemeriksa Pajak dibantu oleh tenaga ahli sesuai Pasal 8 huruf e PMK-17, tenaga
ahli tsb bertugas berdasarkan ST yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 24 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
Tim Pemeriksa Pajak dpt dibantu oleh seorang atau lbh yg memiliki keahlian tertentu, baik
yg berasal dari DJP, maupun yg berasal dari instansi di luar DJP yg tlh ditunjuk oleh Dirjen
Pajak, sbg tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang TI, dan pengacara. (Pasal
8 huruf e PMK-17/PMK.03/2013)

h. Pemberitahuan, Panggilan, dan Pertemuan dgn WP:


1. Pemberitahuan Kpd WP
Pemeriksaan Lapangan
Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kpd
WP mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan
dgn menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 25 ayat
(1) PMK-17/PMK.03/2013)

Cara Penyampaian Pemberitahuan


Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dpt
disampaikan:
1. Scr lsg kpd WP pd saat dimulainya Pemeriksaan
Lapangan,
a. Dlm hal disampaikan scr lsg dan WP tdk
berada di tempat, dpt disampaikan kpd:
Wakil atau kuasa dari WP; atau
Pihak yg dpt mewakili WP, yaitu:
Pegawai dari WP yg mnr Pemeriksa
Pajak dpt mewakili WP, dlm hal
Pemeriksaan dilakukan thd
WP badan;
Anggota keluarga yg tlh dewasa dari
WP yg mnr Pemeriksa Pajak dpt
mewakili WP, dlm hal Pemeriksaan
dilakukan thd WP OP; atau
Pihak lain yg dpt mewakili WP.
(Pasal 26 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
b. Dlm hal wakil atau kuasa dari WP atau pihak
yg dpt mewakili WP tdk dpt ditemui,
disampaikan melalui pos dgn bukti
pengiriman surat, atau jasa pengiriman
lainnya dgn bukti pengiriman dan Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
dianggap tlh disampaikan dan Pemeriksaan
Lapangan tlh dimulai. (Pasal 26 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Melalui faksimili,
3. Pos dgn bukti pengiriman surat, atau
4. Jasa pengiriman lainnya dgn bukti pengiriman.

B229

Pemeriksaan Kantor
Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib
memberitahukan kpd WP
mengenai dilakukannya
Pemeriksaan Kantor dgn
menyampaikan Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan
Kantor. (Pasal 25 ayat
(2) PMK-17/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian
Pemberitahuan
Surat Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor disampaikan
melalui:
1. Faksimili,
2. Pos dgn bukti pengiriman
surat, atau
3. Jasa pengiriman lainnya dgn
bukti pengiriman.
(Pasal
26 ayat
(4) PMK-17/PMK.03/2013)

2.

(Pasal 26 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)


Pertemuan dgn WP
Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Kantor
Pertemuan dgn WP
Dlm pelaksanaan Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,
Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dgn WP, wakil, atau kuasa dari WP. (Pasal
27 ayat (1) & (2) PMK-17/PMK.03/2013)

Alur Pertemuan
1. Pertemuan dilakukan stl Pemeriksa Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan. (Pasal 27 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)

Alur Pertemuan
1. Pertemuan dilakukan pd saat
WP, wakil, atau kuasa dari WP
datang memenuhi Surat
Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor. (Pasal
27 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Stl melakukan pertemuan, Pemeriksa Pajak wajib membuat BA hasil pertemuan,
yg ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP. (Pasal
27 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani BA hasil pertemuan,
Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tsb pd BA hasil
pertemuan. (Pasal 27 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
4. Dlm hal Pemeriksa Pajak tlh:
a. Menandatangani BA hasil pertemuan, dan
b. Membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan BA,
pertemuan dianggap tlh dilaksanakan.
(Pasal 27 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)
i.

Peminjaman Dokumen:
1. Ketentuan Peminjaman Dokumen berlaku baik utk Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Kantor
a. Buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data
a. Daftar buku, catatan, dan/atau
yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg
dokumen, termasuk data yg
diperlukan dan diperoleh/ditemukan pd saat
dikelola scr elektronik serta
pelaksanaan Pemeriksaan di tempat WP,
keterangan lain yg diperlukan
dipinjam pd saat itu juga dan Pemeriksa Pajak
oleh Pemeriksa Pajak, hrs
membuat bukti peminjaman dan pengembalian
dilampirkan pd Surat
buku, catatan, dan dokumen. (Pasal 28 ayat
Panggilan Dlm Rangka
(1) huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Kantor. (Pasal
28 ayat (2) huruf a
PMK-17/PMK.03/2013)
b. Dlm hal buku, catatan, dan/atau dokumen,
b. Buku, catatan, dan/atau
termasuk data yg dikelola scr elektronik serta
dokumen, termasuk data yg
keterangan lain yg diperlukan blm ditemukan atau
dikelola scr elektronik serta
diberikan oleh WP pd saat pelaksanaan
keterangan lain, wajib
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat surat
dipinjamkan pd saat
permintaan peminjaman buku, catatan, dan
WP memenuhi panggilan dlm
dokumen yg dilampiri dgn daftar buku, catatan,
rangka Pemeriksaan Kantor
dan/atau dokumen yg wajib dipinjamkan. (Pasal
dan Pemeriksa Pajak
28 ayat (1) huruf b PMK-17/PMK.03/2013)
membuat bukti peminjaman
dan pengembalian buku,
catatan, dan dokumen. (Pasal
28 ayat (2) huruf
b PMK-17/PMK.03/2013)
c. Dlm hal utk mengakses dan/atau mengunduh
c. Dlm hal buku, catatan,
data yg dikelola scr elektronik diperlukan
dan/atau dokumen, termasuk

B2210

peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa


Pajak dpt meminta bantuan kpd:
WP utk menyediakan tenaga dan/atau
peralatan atas biaya WP; atau
Seorang atau lbh yg memiliki keahlian
tertentu, baik yg berasal dari DJP maupun yg
berasal dari luar DJP.
(Pasal 28 ayat (1) huruf
c PMK-17/PMK.03/2013)
2.

3.

4.

5.

data yg dikelola scr elektronik


serta keterangan lain yg
diperlukan blm tercantum dlm
lampiran Surat Panggilan Dlm
Rangka Pemeriksaan Kantor,
Pemeriksa Pajak membuat
surat permintaan peminjaman
buku, catatan, dan
dokumen. (Pasal 28 ayat (2)
huruf c
PMK-17/PMK.03/2013)

Kondisi Tertentu atas Dokumen


Dokumen Berupa Fotokopi/Data yg Dikelola Scr Elektronik:
Dlm hal yg dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yg dikelola scr elektronik, WP yg
diperiksa hrs membuat surat pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yg dikelola scr
elektronik yg dipinjamkan kpd Pemeriksa Pajak adalah sesuai dgn aslinya. (Pasal 28 ayat
(5) PMK-17/PMK.03/2013)
Dokumen Tdk Dimiliki atau Tdk Dikuasai WP:
Dlm hal yg diminta oleh Pemeriksa Pajak tdk dimiliki atau tdk dikuasai oleh WP, WP hrs
membuat surat pernyataan yg menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau dokumen,
termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta oleh Pemeriksa
Pajak tdk dimiliki atau tdk dikuasai oleh WP. (Pasal 29 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dokumen Perlu Dilindungi Kerahasiaannya:
Dlm hal perlu dilindungi kerahasiaannya, WP dpt mengajukan permintaan agar
pelaksanaan Pemeriksaan dpt dilakukan di tempat WP dgn menyediakan ruangan
khusus. (Pasal 29 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Bukti Penyerahan Dokumen
Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr
elektronik serta keterangan lain dari WP, Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan
pengembalian buku, catatan, dan dokumen. (Pasal 28 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP tlh meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg
dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta, Pemeriksa Pajak hrs membuat BA
pemenuhan slr peminjaman buku, catatan dan dokumen. (Pasal 30 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jangka Waktu Penyerahan Dokumen
Buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk data yg dikelola scr elektronik serta
keterangan lain wajib diserahkan kpd Pemeriksa Pajak paling lama 1 bulan sejak surat
permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen disampaikan. (Pasal 28 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta
keterangan lain yg dipinjam blm dipenuhi dan jangka waktu 1 bulan blm terlampaui,
Pemeriksa Pajak dpt menyampaikan peringatan scr tertulis paling banyak 2 x, yaitu:
Surat peringatan I stl 2 minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen;
Surat peringatan II stl 3 minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen.
(Pasal 28 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
Setiap surat peringatan yg disampaikan hrs dilampiri dgn daftar buku, catatan, dan
dokumen yg blm dipinjamkan dlm rangka Pemeriksaan. (Pasal 28 ayat (7)
PMK-17/PMK.03/2013)
Apabila jangka waktu 1 bulan terlampaui dan WP tdk atau tdk sepenuhnya meminjamkan
buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta
keterangan lain yg diminta, Pemeriksa Pajak hrs membuat BA tdk dipenuhinya permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen yg dilampiri dgn rincian daftar buku, catatan, dan
dokumen yg wajib dipinjamkan namun blm diserahkan oleh WP. (Pasal 30 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Pengujian Besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) (Pasal 31 PMK-17/PMK.03/2013)

B2211

Dlm hal WP tdk atau tdk sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen,
termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg diminta berdasarkan BA tdk
dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen, Pemeriksa Pajak hrs
menentukan dpt atau tdk-nya melakukan pengujian dlm rangka menghitung besarnya PKP
berdasarkan bukti kompeten yg cukup sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan.
a. PKP Dihitung Scr Jabatan apabila:
Pemeriksaan dilakukan thd WP OP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas atau WP
badan, dan
Pemeriksa Pajak tdk dpt melakukan pengujian dlm rangka menghitung besarnya PKP.
b. PKP Tdk Dihitung Scr Jabatan
Dlm hal PKP tdk dihitung scr jabatan, Pemeriksa Pajak dpt meminjam tambahan buku,
catatan, dan/atau dokumen serta keterangan lain selain yg sdh dipinjam.
j.

Penyegelan:
1. Tujuan Penyegelan
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan utk memperoleh atau mengamankan
buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik, dan benda-benda
lain yg dpt memberi petunjuk ttg kegiatan usaha / pekerjaan bebas WP yg diperiksa agar tdk
dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan. (Pasal 32
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Syarat Penyegelan (Pasal 32 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Penyegelan dilakukan apabila pd saat pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, WP, wakil, atau
kuasa dari WP yg diperiksa:
a. Tdk memberi kesempatan kpd Pemeriksa Pajak utk memasuki tempat atau ruang serta
memeriksa barang bergerak dan/atau tdk bergerak, yg diduga atau patut diduga digunakan
utk menyimpan buku atau catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data
dari pembukuan yg dikelola scr elektronik atau scr program aplikasi on-line yg dpt memberi
petunjuk ttg kegiatan usaha / pekerjaan bebas WP;
b. Menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yg a.l. berupa tdk memberi
kesempatan kpd Pemeriksa Pajak utk mengakses data yg dikelola scr elektronik atau
membuka barang bergerak dan/atau tdk bergerak;
c. Tdk berada di tempat dan tdk ada pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari
WP yg mempunyai kewenangan utk bertindak selaku pihak yg mewakili WP, shg
diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sbl Pemeriksaan ditunda; atau
d. Tdk berada di tempat dan pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg
mempunyai kewenangan utk bertindak selaku pihak yg mewakili WP menolak memberi
bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.
3. Tata Cara Penyegelan (Pasal 33 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Penyegelan dilakukan dgn menggunakan tanda segel.
b. Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
orang yg tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
Dlm hal saksi menolak menandatangani BA Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat
catatan ttg penolakan tsb dlm BA Penyegelan.
c. Dlm melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara Penyegelan.
BA Penyegelan dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 yg tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak. (Pasal
33 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
BA dibuat 2 rangkap dan rangkap ke-2 diserahkan kpd WP, wakil, kuasa, pegawai,
atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP yg diperiksa. (Pasal 33 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
d. Dlm melaksanakan Penyegelan, Pemeriksa Pajak dpt meminta bantuan Kepolisian
Negara RI dan/atau pemda setempat.
4. Pembukaan Segel (Pasal 34 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Pembukaan segel dilakukan apabila:
WP, wakil, kuasa, atau pihak yg dpt mewakili WP tlh memberi izin kpd Pemeriksa
Pajak utk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tdk
bergerak yg disegel, dan/atau tlh memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;

B2212

5.

k.

Berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak, Penyegelan tdk diperlukan lagi;


dan/atau
Terdapat permintaan dari penyidik yg sedang melakukan penyidikan tindak pidana.
b. Pembukaan segel hrs dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dgn disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 orang yg tlh dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
c. Dlm keadaan tertentu, pembukaan segel dpt dibantu oleh:
Kepolisian Negara RI, dan/atau
Pemda setempat.
d. Dlm hal tanda segel yg digunakan utk melakukan Penyegelan rusak atau hilang,
Pemeriksa Pajak hrs:
Membuat BA mengenai kerusakan atau kehilangan, dan
Melaporkannya kpd Kepolisian Negara RI.
e. Dlm melakukan pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat BA pembukaan segel yg
ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak & saksi.
Dlm hal saksi menolak menandatangani BA, Pemeriksa Pajak membuat catatan ttg
penolakan tsb dlm BA pembukaan segel.
f. BA pembukaan segel dibuat 2 rangkap dan rangkap ke-2 diserahkan kpd WP, wakil,
kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP.
WP Tetap Tdk Memberikan Izin/Bantuan (Pasal 35 PMK-17/PMK.03/2013)
Apabila dlm jangka waktu 7 hari stl tanggal Penyegelan atau jangka waktu lain dgn
mempertimbangkan tujuan Penyegelan, WP, wakil, atau kuasa dari WP tetap tdk memberi izin
kpd Pemeriksa Pajak utk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak
atau tdk bergerak yg disegel, dan/atau tdk memberikan bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan, WP dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan. (Pasal 35 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan, WP, wakil, atau kuasa dari
WP wajib menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani surat pernyataan
penolakan, Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani BA mengenai penolakan tsb.

Penolakan Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan
WP Menyatakan Menolak Utk Dilakukan
Pemeriksaan
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg dilakukan
Pemeriksaan Lapangan utk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan menolak
utk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, WP,
wakil, atau kuasa dari WP hrs menandatangani surat
pernyataan penolakan Pemeriksaan. (Pasal 36 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak
menandatangani surat pernyataan penolakan
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat BA penolakan
Pemeriksaan yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak. (Pasal 36 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

B2213

Pemeriksaan Kantor
WP Menyatakan Menolak Utk
Dilakukan Pemeriksaan
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari
WP memenuhi Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor
namun menyatakan menolak utk
dilakukan Pemeriksaan, WP, wakil,
atau kuasa dari WP hrs
menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan. (Pasal 37
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa
dari WP menolak menandatangani
surat pernyataan penolakan
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak
membuat BA penolakan
Pemeriksaan yg ditandatangani
oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal
37 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
BA Tdk Dipenuhinya Panggilan
Pemeriksaan
Apabila:
Dlm jangka waktu paling lama
1 bulan sejak Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan
Kantor disampaikan kpd WP,

Surat panggilan tsb tdk


dikembalikan oleh pos atau
jasa pengiriman lainnya, dan
WP tdk memenuhi panggilan
Pemeriksaan Kantor,
Pemeriksa Pajak membuat BA tdk
dipenuhinya panggilan
Pemeriksaan oleh WP yg
ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak. (Pasal 37 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
WP/Wakil/Kuasa dari WP Tdk Di Tempat
(Pasal 36 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP tdk ada di tempat
maka:
1. Pemeriksaan tetap dpt dilakukan sepanjang
terdapat pegawai atau anggota keluarga yg tlh
dewasa dari WP yg dpt dan mempunyai
kewenangan utk mewakili WP, terbatas utk hal yg
berada dlm kewenangannya; atau
2. Pemeriksaan ditunda utk dilanjutkan pd kesempatan
berikutnya.
Penyegelan
Utk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sbl
dilakukan penundaan, Pemeriksa Pajak dpt
melakukan Penyegelan. (Pasal 36 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
WP Tetap Tdk Di Tempat/Tdk Memberi Izin
Apabila stl dilakukan Penyegelan dlm jangka
waktu 7 hari atau jangka waktu lain dgn
mempertimbangkan tujuan Penyegelan, WP,
wakil, atau kuasa dari WP tetap tdk berada di
tempat dan/atau tdk memberi izin kpd
Pemeriksa Pajak utk membuka atau memasuki
tempat atau ruangan, barang bergerak atau tdk
bergerak, dan/atau tdk memberikan bantuan
guna kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa
Pajak meminta pegawai atau anggota keluarga
yg tlh dewasa dari WP membantu kelancaran
Pemeriksaan. (Pasal 36 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
Pegawai/Anggota Keluarga WP Menolak
Membantu Kelancaran Pemeriksaan
Dlm hal menolak membantu kelancaran
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta
pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa
dari WP utk menandatangani surat penolakan
membantu kelancaran Pemeriksaan. (Pasal 36
ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
Pegawai/Anggota Keluarga WP Menolak
Menandatangani Surat Penolakan Membantu
Kelancaran Pemeriksaan
Dlm hal menolak utk menandatangani surat
penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak membuat BA penolakan
membantu kelancaran Pemeriksaan yg
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(Pasal 36 ayat (7) PMK-17/PMK.03/2013)

B2214

Pemeriksa Pajak berdasarkan:


Surat pernyataan penolakan Pemeriksaan,
BA penolakan Pemeriksaan,
BA tdk dipenuhinya panggilan Pemeriksaan,
Surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan,
BA penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan
dpt melakukan penetapan pajak scr jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(Pasal 38 PMK-17/PMK.03/2013)
l.

Penjelasan WP dan Permintaan Keterangan Kpd Pihak Ketiga: berlaku baik utk
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan & utk Pemeriksaan utk tujuan lain
1. Penjelasan WP
Utk memperoleh penjelasan yg lbh rinci, Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2 dpt
memanggil WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari
WP melalui penyampaian surat panggilan. (Pasal 39 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan, penjelasan yg lebih rinci
dpt dilakukan pd saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat WP. (Pasal 39 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Penjelasan yg lebih rinci yg diberikan kpd Pemeriksa Pajak dituangkan dlm BA mengenai
pemberian penjelasan WP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil,
kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP. (Pasal 39 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, kuasa dari WP, pegawai atau anggota keluarga yg tlh dewasa dari WP
menolak menandatangani BA tsb, Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tsb dlm
BA dimaksud. (Pasal 39 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Permintaan Keterangan
Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2, dpt meminta keterangan dan/atau bukti kpd pihak ketiga
sesuai Pasal 35 UU KUP scr tertulis sesuai dgn PMK yg mengatur mengenai tata cara
permintaan keterangan kpd pihak ketiga. (Pasal 40 PMK-17/PMK.03/2013)
PMK yg mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan kpd pihak ketiga adalah
PMK-87/PMK.03/2013 ttg Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yg
Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan.

m. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan PAHP:


1. Penyampaian SPHP
Hasil Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan hrs
diberitahukan kpd WP melalui penyampaian SPHP yg dilampiri dgn daftar temuan hasil
Pemeriksaan. (Pasal 41 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Cara Penyampaian SPHP
a. Scr Lsg
Jika SPHP disampaikan scr lsg dan WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak utk menerima
SPHP, WP, wakil, atau kuasa dari WP hrs menandatangani surat penolakan menerima
SPHP. (Pasal 41 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP, Pemeriksa Pajak
membuat BA penolakan menerima SPHP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(Pasal 41 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
b. Melalui Faksimili
3. Tanggapan Tertulis atas SPHP
a. Bentuk Tanggapan Tertulis (Pasal 42 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
WP wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan
dlm bentuk:
Lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan jika WP menyetujui slr hasil
Pemeriksaan; atau
Surat sanggahan jika WP tdk menyetujui sebagian atau slr hasil Pemeriksaan.
Tanggapan tertulis disampaikan oleh WP scr lsg atau melalui faksimili.
b. Jangka Waktu Penyampaian Tanggapan (Pasal 42 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Tanggapan tertulis atas SPHP hrs disampaikan dlm jangka waktu paling lama 7 hari kerja
sejak tanggal diterimanya SPHP oleh WP.

B2215

c.

4.

5.

Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Tanggapan (Pasal 42 ayat (3)


PMK-17/PMK.03/2013)
WP dpt melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis utk jangka
waktu paling lama 3 hari kerja terhitung sejak jangka waktu pd Pasal 42 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013 berakhir. Pemberitahuan tertulis disampaikan oleh WP scr
langsung atau melalui faksimili.
d. WP Tdk Menyampaikan Tanggapan (Pasal 42 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP tdk menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat BA
tdk disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa
Pajak.
Hak Hadir WP dlm PAHP
Dlm rangka melaksanakan PAHP yg tercantum dlm SPHP dan daftar temuan hasil
Pemeriksaan, kpd WP hrs diberikan hak hadir dlm PAHP. (Pasal 43 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
a. Isi Undangan (Pasal 43 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Hak hadir dlm PAHP diberikan melalui penyampaian undangan scr tertulis kpd WP dgn
mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya PAHP.
b. Jangka Waktu Penyampaian Undangan (Pasal 43 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Undangan hrs disampaikan kpd WP dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja terhitung
sejak:
Diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari WP sesuai jangka waktu dlm Pasal 42
ayat (2) atau ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013; atau
Berakhirnya jangka waktu dlm Pasal 42 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013 (jika WP tdk
menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP)
c. Cara Penyampaian Undangan (Pasal 43 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Undangan dpt disampaikan oleh Pemeriksa Pajak scr langsung atau melalui faksimili.
Kondisi-Kondisi WP
Kondisi WP
Yg Dilakukan Pemeriksaan
Jika WP, wakil, atau kuasa dari
Pemeriksa Pajak membuat:
WP:
Risalah pembahasan dgn mendasarkan pd
lembar pernyataan persetujuan hasil
Menyampaikan lembar
pernyataan persetujuan hasil
Pemeriksaan, dan
Pemeriksaan dlm jangka
Membuat BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
waktu dlm sesuai Pasal 42
pembahasan akhir, yg ditandatangani oleh tim
ayat (2) atau ayat (3)
Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari
PMK-17/PMK.03/2013; dan
WP.
(Pasal 44 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Hadir dlm PAHP sesuai dgn
hari dan tanggal yg tercantum
dlm undangan tertulis.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari
Pemeriksa Pajak membuat:
WP:
Risalah pembahasan berdasarkan lembar
Menyampaikan lembar
pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan,
pernyataan persetujuan hasil
BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
Pemeriksaan dlm jangka
BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
waktu sesuai Pasal 42 ayat (2)
pembahasan akhir,
atau ayat (3)
yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
PMK-17/PMK.03/2013; dan
(Pasal 44 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Tdk hadir dlm PAHP sesuai
dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan
tertulis.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari
Pemeriksa Pajak hrs:
WP:
Melakukan PAHP dgn WP dgn mendasarkan pd

Menyampaikan surat
surat sanggahan, dan
sanggahan dlm jangka waktu
Menuangkan hasil pembahasan tsb dlm risalah
sesuai Pasal 42 ayat (2) atau
pembahasan,
ayat (3)
yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan
PMK-17/PMK.03/2013; dan
WP, wakil, atau kuasa dari WP.

B2216

(Pasal 44 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)

Hadir dlm PAHP sesuai


undangan.

Jika WP, wakil, atau kuasa dari


WP:

Menyampaikan surat
sanggahan dlm jangka waktu
sesuai Pasal 42 ayat (2) atau
ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013; dan

Tdk hadir dlm PAHP sesuai


dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan.
Jika WP, wakil, atau kuasa dari
WP:
Tdk menyampaikan
tanggapan tertulis atas SPHP
dlm jangka waktu sesuai Pasal
42 ayat (2) atau ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013; dan
Hadir dlm PAHP sesuai
undangan.

Jika WP, wakil, atau kuasa dari


WP:

Pemeriksa Pajak membuat:


BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
pembahasan akhir stl pembahasan dgn Tim QA
Pemeriksaan dilaksanakan (jika ada hasil
Pemeriksaan yg blm disepakati dlm risalah
pembahasan) (Pasal 45 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013),
Jika WP tdk mengajukan permohonan
pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, BA PAHP
yg dilampiri dgn ihtisar hasil pembahasan akhir
dibuat berdasarkan risalah pembahasan. (Pasal 45
ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Catatan mengenai penolakan penandatanganan
(jika WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak
menandatangani risalah pembahasan, dan/atau
BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
pembahasan akhir). (Pasal 45 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak membuat:
Risalah pembahasan berdasarkan surat
sanggahan,
BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
pembahasan akhir,
Yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(Pasal 44 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)

Pemeriksa Pajak tetap:


Melakukan PAHP dgn WP, dan
Menuangkan hasil pembahasan tsb dlm risalah
pembahasan,
yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan
WP, wakil, atau kuasa dari WP.
(Pasal 44 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak membuat:
BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
pembahasan akhir stl pembahasan dgn Tim QA
Pemeriksaan dilaksanakan (jika ada hasil
Pemeriksaan yg blm disepakati dlm risalah
pembahasan) (Pasal 45 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013),
Jika WP tdk mengajukan permohonan
pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, BA
PAHP yg dilampiri dgn ihtisar hasil pembahasan
akhir dibuat berdasarkan risalah pembahasan.
(Pasal 45 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Catatan mengenai penolakan penandatanganan
(jika WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak
menandatangani risalah pembahasan, dan/atau
BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
pembahasan akhir). (Pasal 45 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak membuat:
Risalah pembahasan berdasarkan SPHP,

B2217

Tdk menyampaikan
BA ketidakhadiran WP dlm PAHP, dan
tanggapan tertulis atas SPHP
BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil
dlm jangka waktu sesuai Pasal
pembahasan akhir,
42 ayat (2) atau ayat (3)
yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
PMK-17/PMK.03/2013; dan
(Pasal 44 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)

Tdk hadir dlm PAHP sesuai


dgn hari dan tanggal yg
tercantum dlm undangan.
6. Ketidakhadiran WP
Jika WP tdk hadir dlm PAHP pd hari dan tanggal sesuai undangan, PAHP dianggap tlh
dilakukan. (Pasal 46 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika PAHP dianggap tlh dilakukan, BA PAHP yg dilampiri dgn ihtisar hasil pembahasan
akhir ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 46 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
7. Permohonan Pembahasan dgn Tim QA
a. Tujuan Surat Permohonan (Pasal 47 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP mengajukan permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, WP
menyampaikan surat permohonan kpd:

Kepala Kanwil DJP, jika Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pd KPP atau
Kanwil DJP; atau

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, jika Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa


Pajak pd Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
b. Syarat Permohonan Pembahasan dgn Tim QA (Pasal 47 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan dpt dilakukan apabila:

Risalah pembahasan sesuai Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013
tlh ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP; dan

BA PAHP sesuai Pasal 45 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013 blm ditandatangani oleh


tim Pemeriksa Pajak dan WP, wakil, atau kuasa dari WP.
c. Cara dan Jangka Waktu Penyampaian Surat Permohonan (Pasal 47 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Surat permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan hrs disampaikan:

scr lsg, atau

melalui faksimili,
dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan
sesuai Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013 dan ditembuskan kpd kepala
UP2.
Berdasarkan surat permohonan pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan, Tim QA
Pemeriksaan hrs menyampaikan undangan kpd WP dan Pemeriksa Pajak utk melakukan
PAHP yg blm disepakati dlm risalah pembahasan. (Pasal 50 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Undangan dpt disampaikan:
scr lsg, atau
melalui faksimili.
(Pasal 50 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
8. Susunan & Pembentukan Tim QA (Pasal 48 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Susunan Tim QA
Terdiri dari 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, dan 3 orang anggota.
b. Pembentukan Tim QA
Dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP a.n. Dirjen
Pajak.
9. Tugas Tim QA (Pasal 49 PMK-17/PMK.03/2013)
Membahas perbedaan pendapat antara WP dgn Pemeriksa Pajak pd saat PAHP;
Memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara WP dgn Pemeriksa
Pajak; dan
Membuat risalah Tim QA Pemeriksaan yg berisi simpulan dan keputusan hasil
pembahasan dan bersifat mengikat.
10. Pembahasan dgn Tim QA (Pasal 51 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Pihak-Pihak yg Melakukan Pembahasan

B2218


Tim QA Pemeriksaan,

Tim Pemeriksa Pajak, dan

WP, wakil, atau kuasa dari WP.


b. WP Tdk Hadir dlm Pembahasan
Dlm hal WP tdk hadir dlm pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan sesuai dgn hari dan
tanggal yg tercantum dlm undangan, pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan hrs tetap
dilakukan oleh Tim QA Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
11. Risalah Tim QA Pemeriksaan
a. Risalah Tim QA Pemeriksaan (Pasal 53 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Hasil pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan hrs dituangkan dlm risalah Tim QA
Pemeriksaan.
b. WP Hadir dlm Pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan
1. WP Bersedia Menandatangani Risalah Tim QA Pemeriksaan (Pasal 53 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Risalah Tim QA Pemeriksaan ditandatangani oleh:
Tim QA Pemeriksaan,
Ttim Pemeriksa Pajak, dan
WP, wakil, atau kuasa dari WP.
2. WP Menolak Menandatangani Risalah Tim QA Pemeriksaan (Pasal 53 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Tim QA Pemeriksaan membuat catatan mengenai penolakan tsb dlm risalah Tim QA
Pemeriksaan.
c. WP Tdk Hadir dlm Pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan
1. Jika tdk hadir dlm pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan sesuai dgn hari dan tanggal
yg tercantum dlm undangan, Tim QA Pemeriksaan membuat:
BA ketidakhadiran WP dlm pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan yg
ditandatangani oleh Tim QA Pemeriksaan; dan
Risalah Tim QA Pemeriksaan,
yg ditandatangani oleh Tim QA Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 53 ayat
(4) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Jika tdk hadir dlm pembahasan pd hari dan tanggal sesuai undangan, pembahasan
dgn Tim QA Pemeriksaan dianggap tlh dilakukan. (Pasal 53 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
12. BA PAHP
a. Dasar Pembuatan BA PAHP (Pasal 54 PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak membuat BA PAHP yg dilampiri dgn ikhtisar hasil pembahasan akhir dgn
mendasari kpd:
Risalah Pembahasan (sesuai Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013),
dan

Risalah Tim QA Pemeriksaan (sesuai Pasal 53 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013).


b. Surat Panggilan
Pemeriksa Pajak melalui kepala UP2 memanggil WP dgn mengirimkan surat panggilan utk
menandatangani BA PAHP. (Pasal 55 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Penyampaian Surat Panggilan (Pasal 55 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Surat panggilan dpt disampaikan:
Scr lsg, atau
Jika surat panggilan disampaikan scr lsg dan WP, wakil, atau kuasa dari WP
menolak utk menerima surat panggilan tsb, WP, wakil, atau kuasa dari WP hrs
menandatangani surat penolakan menerima surat panggilan utk menandatangani
BA PAHP. (Pasal 55 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP menolak menandatangani surat penolakan
menerima surat panggilan utk menandatangani BA PAHP, Pemeriksa Pajak
membuat BA penolakan menerima surat panggilan utk menandatangani BA
PAHP yg ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 55 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
Melalui faksimili.
Jangka Waktu Pemenuhan Surat Panggilan

B2219

WP hrs memenuhi panggilan dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja stl surat
panggilan utk menandatangani BA PAHP diterima oleh WP. (Pasal 56 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP, wakil, atau kuasa dari WP memenuhi panggilan, namun menolak
menandatangani BA PAHP, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan
penandatanganan pd BA PAHP. (Pasal 56 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
WP Tdk Memenuhi Panggilan (Pasal 56 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika WP tdk memenuhi panggilan, Pemeriksa Pajak membuat catatan pd BA PAHP
mengenai tdk dipenuhinya panggilan.
13. Penetapan Pajak dan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Scr Jabatan (Pasal 57
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika thd WP dilakukan penetapan pajak maupun PKP scr jabatan, buku, catatan, dan/atau
dokumen, termasuk data yg dikelola scr elektronik serta keterangan lain yg dpt
dipertimbangkan oleh Pemeriksa Pajak dlm PAHP terbatas pd:
Penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dlm rangka penghitungan
penghasilan scr jabatan; dan
Kredit pajak sbg pengurang PPh.
n.

Pelaporan Hasil Pemeriksaan & Pengembalian Dokumen Pemeriksaan:


1. Dasar Penyusunan LHP (Pasal 58 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
LHP disusun berdasarkan KKP.
2. Bagian dari LHP (Pasal 58 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Bagian yg tdk terpisahkan dari LHP, a.l.:
Risalah pembahasan,
Risalah Tim QA Pemeriksaan, dan/atau
BA PAHP.
3. Kegunaan LHP (Pasal 58 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
LHP digunakan oleh Pemeriksa Pajak sbg dasar utk membuat nothit.
Nothit digunakan sbg dasar penerbitan skp atau STP. (Pasal 58 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
Pajak yg terutang dlm skp dihitung sesuai dgn PAHP, kecuali:
WP Tdk Hadir dlm PAHP tetapi Menyampaikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil
Pemeriksaan
Pajak yg terutang dihitung sesuai dgn lembar pernyataan persetujuan hasil
Pemeriksaan;
WP Tdk Hadir dlm PAHP tetapi Menyampaikan Surat Sanggahan
Pajak yg terutang dihitung berdasarkan SPHP dgn jml yg tdk disetujui sesuai dengan
surat sanggahan WP;
WP Tdk Hadir dlm PAHP dan Tdk Menyampaikan Tanggapan Tertulis atas SPHP,
Pajak yg terutang dihitung berdasarkan SPHP dan WP dianggap menyetujui hasil
Pemeriksaan.
(Pasal 58 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
4. Jangka Waktu Pengembalian Dokumen (Pasal 59 PMK-17/PMK.03/2013)
Buku, catatan, dan dokumen yg dipinjam hrs dikembalikan kpd WP dgn menggunakan bukti
peminjaman dan pengembalian buku, catatan dan dokumen paling lambat 7 hari kerja sejak
tanggal LHP.

o.

Pembatalan Hasil Pemeriksaan:


1. SKP yg Dpt Dibatalkan (Pasal 60 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
SKP yg dpt dibatalkan scr jabatan atau berdasarkan permohonan WP oleh Dirjen Pajak adalah
SKP hasil Pemeriksaan yg dilaksanakan tanpa:
Penyampaian SPHP; atau
PAHP.
2. Kondisi-Kondisi Terkait Pembatalan Hasil Pemeriksaan
a. Pemeriksaan yg Dilanjutkan
Jika dilakukan pembatalan SKP hasil pemeriksaan, proses Pemeriksaan hrs dilanjutkan
dgn melaksanakan prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP. (Pasal 60 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)

B2220

b.

Jika Pemeriksaan yg dilanjutkan terkait dgn permohonan pengembalian kelebihan


pembayaran pajak sesuai Pasal 17B ayat (1) UU KUP, Pemeriksaan dilanjutkan dgn
penerbitan:

SKP sesuai dgn PAHP apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU
KUP blm terlewati; atau

SKPLB sesuai dgn SPT apabila jangka waktu 12 bulan sesuai Pasal 17B ayat (1) UU
KUP terlewati.
(Pasal 60 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Susunan Keanggotaan Tim Pemeriksa Pajak Berbeda (Pasal 60 ayat (5)
PMK-17/PMK.03/2013)
Jika susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak utk melanjutkan Pemeriksaan berbeda
dgn susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya, Pemeriksaan tsb dilakukan
stl diterbitkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.

p. Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT Selama Pemeriksaan:


1. Syarat Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
WP dpt mengungkapkan dlm laporan tersendiri scr tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian
SPT yg tlh disampaikan sesuai dgn keadaan yg sebenarnya sesuai Pasal 8 ayat (4) UU KUP
dan Pasal 8 PP 74 Thn 2011, sepanjang Pemeriksa Pajak blm menyampaikan SPHP. (Pasal
61 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar.
(Pasal 61 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Laporan Tersendiri (Pasal 61 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Laporan tersendiri scr tertulis hrs:
Ditandatangani oleh WP, wakil, atau kuasa dari WP, dan
Dilampiri dgn:
Penghitungan pajak yg kurang dibayar sesuai dgn keadaan yg sebenarnya dlm format
SPT;
SSP atas pelunasan pajak yg kurang dibayar; dan
SSP ini diperhitungkan sbg kredit pajak dlm SKP hasil Pemeriksaan. (Pasal 62 ayat
(4) PMK-17/PMK.03/2013)
SSP atas pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan seb 50%.
Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tdk mengakibatkan
kekurangan pembayaran pajak maka pengungkapan tsb tdk perlu dilampiri dgn SSP.
(Pasal 61 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Pembuktian atas Pengungkapan dlm Laporan Tersendiri (Pasal 62 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Utk membuktikan pengungkapan ketidakbenaran dlm laporan tersendiri, Pemeriksaan tetap
dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan SKP dgn: mempertimbangkan laporan
tersendiri tsb, serta memperhitungkan pokok pajak yg tlh dibayar.
Jika hasil Pemeriksaan membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT oleh WP tdk sesuai dgn keadaan yg sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dgn keadaan
yg sebenarnya. (Pasal 62 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika hasil Pemeriksaan membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian
SPT oleh WP sesuai dgn keadaan yg sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dgn
pengungkapan WP. (Pasal 62 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
4. Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT terkait dgn SPT Masa PPN (Pasal 62 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
Jika pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dilakukan utk SPT Masa PPN, PM atas
perolehan BKP atau JKP yg tdk dilaporkan dlm SPT Masa PPN tdk dpt dikreditkan.
q. Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penangguhan Pemeriksaan:
Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan Bukti Permulaan Scr
Scr Terbuka
Tertutup
Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan utk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dpt diusulkan Pemeriksaan
Bukti Permulaan scr terbuka apabila:

B2221

1.

Pd saat pelaksanaan Pemeriksaan


ditemukan adanya indikasi tindak pidana di
bidang perpajakan; atau
2. WP menolak utk dilakukan Pemeriksaan
(Lapangan maupun Kantor) dan thd WP tdk
dilakukan penghitungan PKP scr jabatan.
(Pasal 63 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Penangguhan Pemeriksaan
Jika usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan scr
terbuka disetujui oleh pejabat yg berwenang,
pelaksanaan Pemeriksaan ditangguhkan dgn
membuat laporan kemajuan Pemeriksaan s.d.:
1. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka
diselesaikan krn:
WP mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatan sesuai Pasal 8 ayat (3) UU
KUP; atau
Diterbitkan SKPKB sesuai Pasal 13A UU
KUP; atau
2. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka
dihentikan krn:
WP OP yg dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan scr terbuka meninggal dunia;
Tdk ditemukan adanya bukti permulaan
tindak pidana di bidang perpajakan;
Penyidikan dihentikan sesuai dgn
ketentuan Pasal 44A atau Pasal 44B UU
KUP; atau
Putusan pengadilan atas tindak pidana di
bidang perpajakan tlh mempunyai
kekuatan hukum tetap dan salinan
putusan pengadilan tsb tlh diterima oleh
Dirjen Pajak.
(Pasal 64 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dokumen terkait Penangguhan Pemeriksaan
1. Pemberitahuan Tertulis
2.
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Bukti Permulaan
Penangguhan Pemeriksaan hrs
diberitahukan scr tertulis kpd WP dan
disampaikan bersamaan dgn surat
pemberitahuan Pemeriksaan Bukti
Permulaan scr terbuka. (Pasal 64 ayat (2) dan
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Berita Acara
Buku, catatan, dan dokumen yg terkait dgn
Pemeriksaan yg ditangguhkan diserahkan
kpd Pemeriksa Bukti Permulaan dgn
membuat BA yg ditandatangani Pemeriksa
Pajak dan pemeriksa bukti permulaan. (Pasal
64 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Fotokopi BA diserahkan kpd WP. (Pasal 64
ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)

B2222

Penangguhan Pemeriksaan
Jika WP yg dilakukan Pemeriksaan utk
menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan juga dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan scr
tertutup, Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan ditangguhkan dgn membuat
laporan kemajuan Pemeriksaan apabila
Pemeriksaan Bukti Permulaan scr
tertutup ditindaklanjuti dg penyidikan.
(Pasal 66 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Penangguhan Pemeriksaan utk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilakukan s.d.:

Penyidikan dihentikan sesuai dgn


Pasal 44A atau Pasal 44B UU KUP;
atau

Putusan pengadilan atas tindak


pidana di bidang perpajakan yg tlh
memiliki kekuatan hukum tetap dan
salinan atas keputusan tsb tlh
diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 66 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

Pemberitahuan Tertulis terkait


Penangguhan Pemeriksaan
Penangguhan Pemeriksaan hrs
diberitahukan scr tertulis kpd WP. (Pasal
66 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)

Melanjutkan Pemeriksaan yg Ditangguhkan


Pemeriksaan yg ditangguhkan dilanjutkan sesuai
dgn ketentuan yg berlaku apabila:
1. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka
dihentikan krn:
WP OP yg dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan scr terbuka meninggal dunia;
Tdk ditemukan adanya bukti permulaan
tindak pidana di bidang perpajakan; atau
2. Pemeriksaan Bukti Permulaan scr terbuka
dilanjutkan dgn:
Penyidikan namun penyidikan dihentikan
krn memenuhi ketentuan sesuai Pasal
44A UU KUP; atau
Penyidikan dan penuntutan serta tlh
terdapat putusan pengadilan mengenai
tindak pidana di bidang perpajakan yg tlh
mempunyai kekuatan hukum tetap dan
salinan putusan pengadilan tsb tlh
diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 65 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

Melanjutkan Pemeriksaan yg
Ditangguhkan
Pemeriksaan yg ditangguhkan dilanjutkan
apabila:
1. Penyidikan dihentikan krn Pasal 44A
UU KUP; atau
2. Putusan pengadilan atas tindak
pidana di bidang perpajakan yg tlh
memiliki kekuatan hukum tetap dan
salinan atas keputusan tsbt tlh
diterima oleh Dirjen Pajak.
(Pasal 66 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)

Jangka Waktu Pengujian dan Perpanjangannya


Jika Pemeriksaan dilanjutkan, jangka waktu pengujian atau jangka waktu perpanjangan
pengujian diperpanjang utk jangka waktu paling lama 4 bulan. (Pasal 67 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Menghentikan Pemeriksaan yg Ditangguhkan
Menghentikan Pemeriksaan yg
Ditangguhkan
Pemeriksaan yg ditangguhkan dihentikan dgn
membuat LHP Sumir apabila Pemeriksaan Bukti
Pemeriksaan yg ditangguhkan dihentikan
Permulaan scr terbuka:
apabila penyidikan dihentikan krn Pasal
1. Diselesaikan krn WP mengungkapkan
44B UU KUP. (Pasal 66 ayat (5)
ketidakbenaran perbuatannya sesuai Pasal 8 PMK-17/PMK.03/2013)
ayat (3) UU KUP;
2. Tdk dilanjutkan dgn penyidikan tetapi
diselesaikan dgn menerbitkan SKPKB sesuai
Pasal 13A UU KUP; atau
3. Dilanjutkan dgn penyidikan tetapi
penyidikannya dihentikan krn tdk dilakukan
penuntutan sesuai Pasal 44B UU KUP.
(Pasal 65 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

Surat Pemberitahuan Penghentian Pemeriksaan


Jika Pemeriksaan dihentikan, Pemeriksa Pajak hrs menyampaikan surat pemberitahuan
penghentian Pemeriksaan kpd WP. (Pasal 67 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

Data Selain yg Tlh Diungkapkan


Dirjen Pajak masih dpt melakukan Pemeriksaan apabila stl Pemeriksaan dihentikan
terdapat data selain yg diungkapkan dlm Pasal 8 ayat (3) UU KUP atau Pasal 44B UU KUP.
(Pasal 67 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
r.

Pemeriksaan Ulang:
1. Dasar Pemeriksaan Ulang
Pemeriksaan Ulang hanya dpt dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Dirjen
Pajak.(Pasal 68 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Instruksi atau persetujuan Dirjen Pajak tsb dpt diberikan apabila terdapat data baru
termasuk data yg semula blm terungkap. (Pasal 68 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
2. Hasil Pemeriksaan Ulang
a. Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya (Pasal 68 ayat
(3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak menerbitkan SKPKBT.

B2223

b.

c.

Tdk Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya (Pasal 68
ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Ulang dihentikan dgn membuat LHP Sumir dan kpda WP diberitahukan
mengenai penghentian tsb
Tdk Adanya Tambahan atas Jml Pajak yg Tlh Ditetapkan dlm SKP Sebelumnya tetapi Ada
Perubahan Jml Rugi Fiskal (Pasal 68 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
Dirjen Pajak menerbitkan keputusan mengenai rugi fiskal.
Keputusan mengenai rugi fiskal tsb digunakan sbg dasar utk memperhitungkan rugi fiskal
ke thn pajak berikutnya. (Pasal 68 ayat (6) PMK-17/PMK.03/2013)

IV. Pemeriksaan utk Tujuan Lain


a.

Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan:


1. Ruang lingkup Pemeriksaan dpt meliputi: (Pasal 69 PMK-17/PMK.03/2013)
Penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yg berkaitan dgn tujuan Pemeriksaan.
2. Kriteria Pemeriksaan (Pasal 70 PMK-17/PMK.03/2013)
Pemberian NPWP scr jabatan selain yg dilakukan berdasarkan Verifikasi sesuai
PMK-146/PMK.03/2012;
Penghapusan NPWP selain yg dilakukan berdasarkan Verifikasi sesuai
PMK-146/PMK.03/2012;
Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP selain yg dilakukan berdasarkan
Verifikasi sesuai PMK-146/PMK.03/2012;
WP mengajukan keberatan;
Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil;
Penentuan 1 atau lbh tempat terutang PPN;
Pemeriksaan dlm rangka penagihan pajak;
Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian
sehubungan dgn pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra P3B.
3. Jenis Pemeriksaan (Pasal 71 PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Lapangan, atau
Pemeriksaan Kantor.

b.

Standar Pemeriksaan:
1. Standar Pemeriksaan meliputi:
a. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 73 PMK-17/PMK.03/2013)
Sama dgn Standar Umum Pemeriksaan utk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan
b. Standar Umum Pemeriksaan (Pasal 74 PMK-17/PMK.03/2013)
1. Hrs didahului dgn persiapan yg baik, sesuai dgn tujuan Pemeriksaan, dan mendapat
pengawasan yg seksama;
a. Persiapan yg baik hrs didukung dgn penyusunan Program Pemeriksaan (audit
program).
b. Pengawasan yg seksama dilakukan oleh Supervisor dlm rangka memastikan
bahwa pelaksanaan Pemeriksaan sejalan dgn tujuan & kriteria Pemeriksaan.
(Pasal 7 huruf a PER-23/PJ/2013)
2. Luas Pemeriksaan disesuaikan dgn kriteria dilakukannya Pemeriksaan;
4. Kriteria Bagian III huruf b angka 2.b butir 4, 7, 8 berlaku juga utk Pemeriksaan
utk tujuan lain
5. Didokumentasikan dlm bentuk KKP.
Fungsi KKP (Pasal 75 huruf a PMK-17/PMK.03/2013)
Bukti bahwa Pemeriksa Pajak tlh melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan
standar Pemeriksaan
Dasar pembuatan LHP

B2224

c.

c.

Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan (Pasal 76 PMK-17/PMK.03/2013)


1. LHP disusun scr ringkas dan jelas, memuat:
a. Ruang lingkup atau pos-pos yg diperiksa sesuai dgn tujuan Pemeriksaan
b. Simpulan Pemeriksa Pajak
c. Pengungkapan informasi lain yg terkait
2. LHP utk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas WP
b. Penugasan Pemeriksaan
c. Dasar (tujuan) Pemeriksaan
d. Buku dan dokumen yg dipinjam
e. Materi yg diperiksa
f. Uraian hasil Pemeriksaan
g. Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak
3. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak, (Pasal 9 huruf c
PER-23/PJ/2013)
4. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 utk mengetahui apakah:
Hasil Pemeriksaan tlh sesuai kriteria Pemeriksaan tujuan lain,
Simpulan, usul, dan/atau rekomendasi yg diberikan tlh memiliki dasar hukum yg
tepat.
(Pasal 9 huruf d PER-23/PJ/2013)

Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak:


1. Kewajiban Pemeriksa Pajak (Pasal 77 PMK-17/PMK.03/2013)
a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (dlm hal Pemeriksaan
dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan) atau Surat Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor (dlm hal Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Kantor)
b. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kpd WP pd waktu
Pemeriksaan;
c. Memperlihatkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kpd WP apabila susunan
Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan
d. Menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kpd WP yg diperiksa
e. Menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kpd WP
f. Mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yg dipinjam dari WP
g. Merahasiakan kpd pihak lain yg tdk berhak segala sesuatu yg diketahui atau diberitahukan
kpd-nya oleh WP dlm rangka Pemeriksaan
2. Kewenangan Pemeriksa Pajak
Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Kantor
Pemeriksa Pajak berwenang:
Pemeriksa Pajak berwenang:
a. Melihat dan/atau meminjam buku, catatan,
a. Melihat dan/atau meminjam
dan/atau dokumen yg menjadi dasar
buku, catatan, dan/atau
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain,
dokumen yg menjadi dasar
yg berhubungan dgn tujuan Pemeriksaan
pembukuan atau pencatatan,
b. Mengakses dan/atau mengunduh data yg
dan dokumen lain termasuk
dikelola scr elektronik
data yg dikelola scr elektronik,
c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang,
yg berhubungan dgn
barang bergerak dan/atau tdk bergerak yg
penghasilan yg diperoleh,
diduga atau patut diduga digunakan utk
kegiatan usaha, pekerjaan
menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen
bebas WP, atau objek yg
yg menjadi dasar pembukuan atau pencatatan,
terutang pajak
dokumen lain, dan/atau barang, yg berkaitan
b. Meminta keterangan lisan
dgn tujuan Pemeriksaan
dan/atau tertulis dari WP
d. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari
c. Meminta keterangan dan/atau
WP
data yg diperlukan dari pihak
e. Meminta keterangan dan/atau data yg
ketiga yg mempunyai
diperIukan dari pihak ketiga yg mempunyai
hubungan dgn WP yg
hubungan dgn WP yg diperiksa melalui kepala
diperiksa melalui kepala UP2
UP2
(Pasal 78 ayat (2)
(Pasal 78 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
PMK-17/PMK.03/2013)

B2225

d. Hak & Kewajiban WP:


1. Hak WP (Pasal 79 PMK-17/PMK.03/2013)
a.
Meminta kpda Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak
& SP2 kpd WP pd waktu Pemeriksaan
b.
Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan, dlm hal Pemeriksaan dilakukan dgn jenis Pemeriksaan Lapangan
c.
Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memberikan penjelasan ttg alasan & tujuan
Pemeriksaan
d.
Meminta kpd Pemeriksa Pajak utk memperlihatkan surat yg berisi perubahan tim
Pemeriksa Pajak apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak
e.
Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa
Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan
2. Kewajiban WP
Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Kantor
WP wajib:
WP wajib:
a. Memperlihatkan dan meminjamkan buku,
a. Memperlihatkan dan
catatan, dan/atau dokumen yg menjadi dasar
meminjamkan buku, catatan,
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen
dan/atau dokumen yg menjadi
lain, ng berhubungan dgn tujuan Pemeriksaan
dasar pembukuan atau
b. Memberi kesempatan utk mengakses dan/atau
pencatatan, dan dokumen lain,
mengunduh data yg dikelola scr elektronik
yg berhubungan dgn tujuan
c. Memberi kesempatan utk memasuki tempat
Pemeriksaan
atau ruang penyimpanan buku, catatan,
b. Memberikan keterangan lisan
dan/atau dokumen yg menjadi dasar
dan/atau tertulis serta
pembukuan atau pencatatan, dokumen lain,
memberikan data dan/atau
dan/atau barang, yg berkaitan dgn tujuan
keterangan lain yg diperlukan.
Pemeriksaan serta meminjamkannya kpd
(Pasal 80 ayat (2) PMK-17/PMK.03/
Pemeriksa Pajak
2013)
d. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis
serta memberikan data dan/atau keterangan
lain yg diperlukan
(Pasal 80 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
e.

Jangka Waktu Pemeriksaan:


Pemeriksaan Lapangan
Dilakukan dlm jangka waktu paling lama 4 bulan
sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan disampaikan kpd WP,
wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg
tlh dewasa dari WP s.d. tanggal LHP. (Pasal 81
ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

Pemeriksaan Kantor
Dilakukan dlm jangka waktu paling lama 14
hari yg dihitung sejak tanggal WP, wakil,
kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yg
tah dewasa dari WP, datang memenuhi
Surat Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan
Kantor s.d. tanggal dlm LHP. (Pasal 81 ayat
(2) PMK-17/PMK.03/2013)

Jangka Waktu Pemeriksaan Berakhir


Dlm hal jangka waktu Pemeriksaan Lapangan maupun Kantor berakhir, Pemeriksaan hrs
diselesaikan. (Pasal 81 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Dlm Rangka Penghapusan NPWP Selain Yg Dilakukan Berdasarkan
Verifikasi
Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan maupun Kantor hrs memperhatikan jangka waktu
penyelesaian permohonan penghapusan NPWP sesuai Pasal 2 ayat (7) UU KUP. (Pasal 81
ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Dlm Rangka Pencabutan Pengukuhan PKP Selain Yg Dilakukan
Berdasarkan Verifikasi
Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan maupun Kantor hrs memperhatikan jangka waktu
penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan PKP sesuai Pasal 2 ayat (9) UU KUP.
(Pasal 81 ayat (5) PMK-17/PMK.03/2013)
f.

SP2 & Surat Yg Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak:

B2226

1.

2.

3.

Yg Melakukan Pemeriksaan Lapangan (Pasal 82 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)


Dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yg tergabung dlm suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan
SP2.
Penerbitan SP2 (Pasal 82 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
SP2 diterbitkan utk 1 atau bbrp Masa Pajak dlm suatu Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak yg
sama atau utk 1 Bagian Thn Pajak atau Thn Pajak thd 1 WP.
Susunan Tim Pemeriksa Pajak Berubah (Pasal 82 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, kepala UP2 tdk perlu memperbarui SP2
tetapi hrs menerbitkan surat yg berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.

g. Pemberitahuan & Panggilan Pemeriksaan:


Pemeriksaan Lapangan
Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kpd WP
mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dgn
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan. (Pasal 83 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

Penerbitan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan


Lapangan
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
diterbitkan utk:
a. Masa Pajak,
b. Bagian Thn Pajak, atau
c. Thn Pajak
sebagaimana tercantum dlm SP2.
(Pasal 83 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dpt
disampaikan:
1. Scr lsg kpd WP pada saat dimulainya
Pemeriksaan Lapangan;
a. Dlm hal disampaikan scr lsg dan WP tdk
berada di tempat, dpt disampaikan kpd:

Wakil atau kuasa dari WP; atau

Pihak yg dpt mewakili WP, yaitu:


Pegawai dari WP yg mnr
Pemeriksa Pajak dpt mewakili WP,
dlm hal Pemeriksaan dilakukan thd
WP badan; atau
Anggota keluarga yg tlh dewasa
dari WP yg mnr Pemeriksa Pajak
dpt mewakili WP, dlm hal
Pemeriksaan dilakukan thd WP
OP.
(Pasal 84 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
b. Dlm hal wakil atau kuasa dari WP atau pihak
yg dpt mewakili WP tdk dpt ditemui,
disampaikan melalui pos atau jasa
pengiriman lainnya dan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan dianggap tlh
disampaikan. (Pasal 84 ayat (4)
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Melalui faksimili,
3. Melalui pos dgn bukti pengiriman surat, atau

B2227

Pemeriksaan Kantor
Pemberitahuan
Pemeriksa Pajak wajib
memberitahukan kpd WP mengenai
dilakukannya Pemeriksaan Kantor
dgn menyampaikan Surat Panggilan
Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor.
(Pasal 83 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)
Penerbitan Surat Panggilan Dlm
Rangka Pemeriksaan Kantor
Surat Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor diterbitkan utk:
a. Masa Pajak,
b. Bagian Thn Pajak, atau
c. Thn Pajak
sebagaimana tercantum dlm SP2.
(Pasal 83 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)
Cara Penyampaian Pemberitahuan
Surat Panggilan Dlm Rangka
Pemeriksaan Kantor dpt disampaikan
melalui:
1. Faksimili,
2. Pos dgn bukti pengiriman surat,
atau
3. Jasa pengiriman lainnya dgn
bukti pengiriman.
(Pasal 84 ayat (3)
PMK-17/PMK.03/2013)

4. Jasa pengiriman lainnya dgn bukti pengiriman.


(Pasal 84 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
h. Peminjaman Dokumen:
Buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain yg dipinjam hrs
disesuaikan dgn tujuan dan kriteria Pemeriksaan utk tujuan lain sesuai Pasal 70
PMK-17/PMK.03/2013.
Peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain hrs
dilaksanakan sesuai dgn ketentuan sesuai Pasal 28 & Pasal 29 PMK-17/PMK.03/2013.
Kriteria Bagian III huruf i berlaku juga utk Pemeriksaan utk tujuan lain
i.

Penolakan Pemeriksaan:
Pemeriksaan Lapangan
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg
dilakukan Pemeriksaan Lapangan utk tujuan lain
menyatakan menolak utk dilakukan
Pemeriksaan, termasuk menolak menerima
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan,
WP, wakil, atau kuasa dari WP hrs
menandatangani surat penolakan Pemeriksaan.
(Pasal 86 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP
menolak menandatangani surat penolakan
Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat BA
penolakan Pemeriksaan yg ditandatangani oleh
tim Pemeriksa Pajak. (Pasal 86 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)

Pemeriksaan Kantor
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP yg
dilakukan Pemeriksaan Kantor utk tujuan
lain memenuhi Surat Panggilan Dlm
Rangka Pemeriksaan Kantor namun
menyatakan menolak utk dilakukan
Pemeriksaan, WP, wakil, atau kuasa dari
WP hrs menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan. (Pasal 87 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
Dlm hal WP, wakil, atau kuasa dari WP
menolak menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak
membuat BA penolakan Pemeriksaan yg
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(Pasal 87 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

Konsekuensi Apabila WP Menolak Utk Dilakukan Pemeriksaan


1. Permohonan WP Tdk Dpt Diproses atau Tdk Dpt Dipertimbangkan
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau BA penolakan Pemeriksaan,
permohonan WP tdk dpt diproses atau tdk dpt dipertimbangkan dlm hal Pemeriksaan dilakukan
dlm rangka:
a. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil; atau
b. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian
sehubungan dgn pemberian fasilitas perpajakan.
(Pasal 88 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
2. WP Diberi NPWP dan Dikukuhkan Sbg PKP Scr Jabatan
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau BA penolakan Pemeriksaan, WP
diberi NPWP dan dikukuhkan sbg PKP scr jabatan dlm hal Pemeriksaan dilakukan dlm rangka:
a. Pemberian NPWP scr jabatan; dan/atau
b. Pengukuhan PKP scr jabatan.
(Pasal 88 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)
3. Permohonan WP Tdk Dikabulkan
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau BA penolakan Pemeriksaan,
permohonan WP tdk dikabulkan dlm hal Pemeriksaan dilakukan dlm rangka:
a. Penghapusan NPWP; dan/atau
b. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP.
(Pasal 88 ayat (3) PMK-17/PMK.03/2013)
j.

Penjelasan WP & Pihak Ketiga:


1. Dlm pelaksanaan Pemeriksaan, melalui kepala UP2, Pemeriksa Pajak juga dpt memanggil WP
utk memperoleh penjelasan yg lbh rinci atau meminta keterangan dan/atau bukti yg berkaitan
dgn Pemeriksaan kpd pihak ketiga sesuai Pasal 35 UU KUP. (Pasal 89 ayat (1)
PMK-17/PMK.03/2013)
2. Permintaan keterangan kpd WP atau kpd pihak ketiga hrs dilaksanakan sesuai dgn ketentuan
dlm Pasal 39 dan Pasal 40 PMK-17/PMK.03/2013. (Pasal 89 ayat (2) PMK-17/PMK.03/2013)

B2228

Bagian III huruf l berlaku juga utk Pemeriksaan utk tujuan lain

V. Kuesioner Pemeriksaan
Tujuan Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan (Pasal 90 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kpd WP yg diperiksa utk
meningkatkan kualitas & akuntabilitas Pemeriksaan.
Waktu Penyampaian Kuesioner Kpd WP (Pasal 90 ayat (2) & (3) PMK-17/PMK.03/2013)
Pemeriksaan Utk Menguji
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban
Pemeriksaan Utk Tujuan Lain
Perpajakan
Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan Penyampaian
Kuesioner
Pemeriksaan
dilakukan pd saat pertemuan dgn WP disampaikan pd saat:
sesuai Pasal 27 PMK-17/PMK.03/2013.
1. Penyampaian
Surat
Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan, atau
2. Pd saat WP datang memenuhi Surat
Panggilan Dlm Rangka Pemeriksaan Kantor.
Penyampaian Kuesioner Pemeriksaan Oleh WP (Pasal 90 ayat (4) PMK-17/PMK.03/2013)
WP dpt menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan yg tlh diisi kpd:
1. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, jika UP2 adalah Direkorat Pemeriksaan dan Penagihan;
atau
2. Kakanwil DJP, jika UP2 adalah Kantor Wilayah DJP atau KPP.

VI. Ketentuan Lain-lain


SP2 yg Diterbitkan Sbl Berlakunya PMK-17/PMK.03/2013 dan Pemeriksaan Blm Selesai
Proses penyelesaian selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan PMK-17/PMK.03/2013.
(Pasal 94 ayat (1) PMK-17/PMK.03/2013)

Pemeriksaan yg Ditindaklanjuti dgn Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Tlh Dibuat LHP
Sumir
Dpt dilakukan Pemeriksaan dlm rangka penerbitan skp sepanjang hasil Pemeriksaan Bukti
Permulaan tdk terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 94 ayat (2)
PMK-17/PMK.03/2013)

Form-form yg digunakan di dlm PMK-17/PMK.03/2013:


No.
Ket
1.
Surat Pernyataan Keaslian Dokumen dan/atau Data yg DIberikan
2.
Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan
3.
Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan
4.
Surat Pernyataan Penolakan Menerima SPHP / Undangan PAHP /
Surat Panggilan Penandatanganan BA PAHP
5.
Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan
6.
Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian
Tanggapan Hasil Pemeriksaan
7.
Permohonan Pembahasan dgn Tim QA Pemeriksaan
8.
Laporan Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
9.
a. Kuesioner Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan utk Menguji
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
b. Kuesioner Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor utk Menguji
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
c.
Kuesioner Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan utk Tujuan
Lain
d. Kuesioner Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor utk Tujuan Lain

B2229

Sumber
Lamp III Huruf D
Lamp V Huruf A
Lamp V Huruf C
Lamp VII Huruf B1
Lamp VII Huruf C
Lamp VII Huruf D
Lamp VII Huruf H
Lamp VIII
Lamp IX Huruf D
Lamp IX Huruf E
Lamp IX Huruf F
Lamp IX Huruf G

TATA CARA PENERBITAN skp & STP


Dasar Hukum:
Pasal 13 ayat (6), 14 ayat (6), 15 ayat (5), dan 17A ayat (2) UU KUP
Pasal 23 & 24 ayat (4) PP 74 Thn 2011
PMK-145/PMK.03/2012 ttg Tata Cara Penerbitan skp dan STP (berlaku stl 15 hari terhitung sejak
tanggal 10 Sept 2012) mencabut PMK-189/PMK.03/2007 jo PMK-84/PMK.03/2010 dan PMK-23/
PMK.03/2008 jo PMK-83/PMK.03/2010
PER-27/PJ/2012 (berlaku tanggal 13 Des 2012) jo PER-23/PJ/2014 (berlaku mulai tanggal 14 Agust
2014) ttg Bentuk & Isi Nothit, Bentuk & Isi skp serta Bentuk & Isi STP
Tata Cara Penerbitan skp:
Pasal 2 PMK-145/PMK.03/2012
(1) Dlm jangka waktu 5 thn stl saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau
Thn Pajak, Dirjen Pajak dpt menerbitkan:
a. SKPKB; atau
b. SKPKBT.
(2) Dirjen Pajak tetap dpt menerbitkan SKPK B/SKPKBTsesuai ayat (1) walaupun jangka waktu 5 thn tlh
lewat, dlm hal Dirjen Pajak menerima Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd
WP yg dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt
menimbulkan kerugian pd pendapatan negara.
(3) Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB/SKPKBT utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak
2007 dan sebelumnya, berlaku ketentuan:
a. jangka waktu pd ayat (1) menjadi 10 thn atau paling lama pd akhir Thn Pajak 2013;
b. jangka waktu pd ayat (2) menjadi 10 thn.
(4) SKPKB diterbitkan dlm hal terdapat pajak yg tdk atau kurang dibayar berdasarkan:
a. hasil Verifikasi thd keterangan lain sesuai Pasal 13 ayat (1) UU KUP berupa:
1) hasil klarifikasi/konfirmasi FP;
2) bukti pemotongan PPh;
3) data perpajakan terkait dgn WP yg tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3
ayat (3) UU KUP dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya
sebagaimana ditentukan dlm Surat Teguran;
4) data konkret dlm Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd WP yg
dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt
menimbulkan kerugian pd pendapatan negara, yg dpt dipergunakan utk menghitung besarnya
pajak yg terutang yg tdk atau kurang dibayar; atau
5) bukti transaksi atau data perpajakan yg dpt digunakan utk menghitung kewajiban perpajakan
WP.
b. hasil Pemeriksaan thd:
1) SPT;
2) kewajiban perpajakan WP krn WP tdk menyampaikan SPT dlm jangka waktu sesuai Pasal 3
ayat (3) UU KUP, dan stl ditegur scr tertulis WP tdk menyampaikan SPT pd waktunya
sebagaimana ditentukan dlm Surat Teguran; atau
3) Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap thd WP yg dipidana krn
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt menimbulkan
kerugian pd pendapatan negara, dan thd Putusan Pengadilan tsb tdk dilakukan Verifikasi pd
huruf a angka 4).
c. hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan thd WP yg melakukan perbuatan sesuai Pasal 13A UU KUP.
(5) SKPKBT diterbitkan berdasarkan:
a. hasil Verifikasi thd:
1) keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri sesuai Pasal 15 ayat (3) UU KUP;
2) data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi FP yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg
terutang; atau
3) data baru berupa FP dlm Putusan Pengadilan yg tlh memperoleh kekuatan hukum tetap thd
WP yg dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya
yg dpt menimbulkan kerugian pd pendapatan negara, yg dpt dipergunakan utk menghitung

B231

besarnya pajak terutang yg tdk atau kurang dibayar.


hasil Pemeriksaan atau hasil Pemeriksaan Ulang thd:
1) data baru yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang termasuk data yg semula blm
terungkap sesuai Pasal 15 ayat (1) UU KUP; atau
2) data baru dlm Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap thd WP yg
dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt
menimbulkan kerugian pd pendapatan negara dan thd data baru dlm Putusan Pengadilan tsb
tdk dilakukan Verifikasi pd huruf a angka 3 PMK-145/PMK.03/2012).
(6) Dirjen Pajak menerbitkan SKPN sesuai Pasal 17A ayat (1) UU KUP berdasarkan hasil Pemeriksaan thd
SPT apabila jml kredit pajak atau jml pajak yg dibayar sama dgn jml pajak yg terutang, atau pajak tdk
terutang dan tdk ada kredit pajak atau tdk ada pembayaran pajak.
(7) Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB dlm hal berdasarkan:
a. hasil Verifikasi thd kebenaran atas permohonan pengembalian kelebihan pajak yg seharusnya tdk
terutang sesuai Pasal 17 ayat (2) UU KUP terdapat pembayaran pajak yg seharusnya tdk terutang;
b. hasil Pemeriksaan thd:
1) SPT terdapat jml kredit pajak atau jml pajak yg dibayar lbh besar daripada jml pajak yg terutang
sesuai Pasal 17 ayat (1) UU KUP; atau
2) permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai Pasal 17B UU KUP terdapat
jml kredit pajak atau jml pajak yg dibayar lbh besar daripada jml pajak yg terutang.
(8) SKPLB pd ayat (7) masih dpt diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yg semula blm
terungkap, apabila ternyata pajak yg lbh dibayar jml-nya lbh besar daripada kelebihan pembayaran
pajak yg tlh ditetapkan.
b.

Pasal 3 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 diterbitkan utk suatu Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak.
(2) skp pd ayat (1) diterbitkan sesuai dgn Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak yg dilakukan
Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pasal 4 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 hrs diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
(2) Nota penghitungan pd ayat (1) dibuat berdasarkan LHV, LHP, laporan hasil Pemeriksaan Ulang atau
laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pasal 5 PMK-145/PMK.03/2012
(1) skp dlm Pasal 2 hrs dikirimkan kpd WP.
(2) Pengiriman skp pd ayat (1), dpt dilakukan:
a. scr lsg;
b. melalui pos dgn bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat.
Tata Cara Penerbitan STP
Pasal 6 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2007 dan sebelumnya
dlm hal:
a. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sbg akibat salah tulis dan/atau salah
hitung;
c. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yg dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tetapi tdk melaporkan kegiatan usahanya utk
dikukuhkan sbg PKP;
e. pengusaha yg tdk dikukuhkan sbg PKP tetapi membuat FP; atau
f. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP tdk membuat FP atau membuat FP tetapi tdk tepat waktu atau
tdk mengisi selengkapnya FP.
Pasal 7 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak 2008 dan setelahnya

B232

dlm hal:
a. PPh dlm thn berjalan tdk atau kurang dibayar;
b. berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sbg akibat salah tulis dan/atau
salah hitung;
c. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP, tdk membuat FP atau membuat FP tetapi tdk tepat waktu;
e. pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg PKP tdk mengisi FP scr lengkap sesuai Pasal 13 ayat (5) UU PPN,
selain :
1) identitas pembeli sesuai Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN;
atau
2) identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sesuai Pasal 13 ayat (5) huruf b & g UU PPN, dlm
hal penyerahan dilakukan oleh PKP PE;
f. PKP melaporkan FP tdk sesuai dgn masa penerbitan FP; atau
g. PKP yg mengalami gagal berproduksi dan tlh diberikan pengembalian PM sesuai Pasal 9 ayat (6a) UU
PPN.
Pasal 8 PMK-145/PMK.03/2012
Dirjen Pajak dpt menerbitkan STP dlm Pasal 6 atau Pasal 7 PMK-145/PMK.03/2012 stl meneliti data
administrasi perpajakan atau stl melakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan
Bukti Permulaan dlm rangka penerbitan skp.
Pasal 9 PMK-145/PMK.03/2012
Jml kekurangan pajak yg terutang dlm STP dlm Pasal 6 huruf a & b PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7
huruf a & b PMK-145/PMK.03/2012, ditambah dgn sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per bulan utk
paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn
Pajak, atau Thn Pajak sampai dgn diterbitkannya STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Pasal 10 PMK-145/PMK.03/2012
Sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga yg ditagih berdasarkan STP dlm Pasal 6 huruf c
PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf c PMK-145/PMK.03/2012 termasuk sanksi administrasi berupa
denda seb 50% sesuai Pasal 25 ayat (9) UU KUP dan seb 100% sesuai Pasal 27 ayat (5d) UU KUP.
Pasal 11 PMK-145/PMK.03/2012
Thd pengusaha atau PKP dlm Pasal 6 huruf d, e, atau f PMK-145/PMK.03/2012 atau Pasal 7 huruf d, e, atau
f PMK-145/PMK.03/2012, selain wajib menyetor pajak yg terutang, dikenai sanksi administrasi berupa
denda seb 2% dari DPP.
Pasal 12 PMK-145/PMK.03/2012
Thd PKP dlm Pasal 7 huruf g PMK-145/PMK.03/2012, dikenai sanksi administrasi berupa bunga seb 2% per
bulan dari jml pajak yg ditagih kembali, yg dihitung dari tanggal penerbitan SKPKPP sampai dgn tanggal
penerbitan STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Ketentuan Lain-lain:
Pasal 13 PMK-145/PMK.03/2012
(1) Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sbl
WP diberikan atau diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sbg PKP, apabila diperoleh data dan/atau
informasi yg menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yg blm dipenuhi oleh WP.
(2) Dirjen Pajak dpt menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak sbl
dan/atau stl penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila stl penghapusan NPWP
atau pencabutan Pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yg menunjukkan adanya
kewajiban perpajakan yg blm dipenuhi oleh WP.
(3) skp dan/atau STP pd angka ayat (1) dan/atau ayat (2) diterbitkan dlm jangka waktu 5 thn stl saat
terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak, kecuali thd WP
dipidana krn melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yg dpt
mengakibatkan kerugian pd pendapatan negara berdasarkan Putusan Pengadilan yg tlh mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(4) skp dan/atau STP pd ayat (2) diterbitkan dgn terlebih dahulu mengaktifkan kembali NPWP yg tlh

B233

dihapus.
(5) Dlm hal Dirjen Pajak menerbitkan skp dan/atau STP utk Masa Pajak, Bagian Thn Pajak, atau Thn Pajak
2007 dan sebelumnya, jangka waktu pd ayat (3) menjadi 10 thn.
Pasal 14 PMK-145/PMK.03/2012
Dlm hal WP memperoleh izin utk menyelenggarakan pembukuan dgn satuan mata uang Dollar AS dan
diwajibkan utk menyampaikan SPT dgn menggunakan satuan mata uang Dollar AS, skp & STP diterbitkan
dgn menggunakan satuan mata uang Dollar AS kecuali STP berdasarkan Pasal 7 UU KUP.

B234

ANGSURAN & PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK


Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat (4), Pasal 19 ayat (2) UU KUP
PMK-184/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Jan 2008) jo PMK-80/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr
2010) ttg Penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran & penyetoran pajak, penentuan tempat
pembayaran, tata cara pembayaran, penyetoran & pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran &
penundaan pembayaran pajak
PER-38/PJ/2008 (berlaku sejak 24 Sept 2008) ttg Tata cara pemberian angsuran & penundaan
pembayaran pajak
Ketentuan Pasal 9 Ayat (4) UU KUP:
Dirjen Pajak atas permohonan WP dpt memberikan persetujuan utk mengangsur / menunda pembayaran
pajak termasuk kekurangan pembayaran yg terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh paling lama 12 bln,
yg pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu.
Ketentuan diatur lebih lanjut pd Pasal 9-12 PMK-184/PMK.03/2007 jo PMK-80/PMK.03/2010 dan PER38/PJ/2008)
Yg Bisa Diajukan Permohonan Angsuran & Penundaan Pembayaran Pajak:
WP dpt mengajukan permohonan scr tertulis utk mengangsur / menunda pembayaran:
Pajak yg masih hrs dibayar dlm STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan PK, yg menyebabkan jml pajak yg terutang bertambah
PPh Pasal 29 yg masih hrs dibayar dlm SPT Tahunan PPh
kpd Dirjen Pajak.
Cara Pengajuan Permohonan:
1. Permohonan hrs diajukan scr tertulis (dgn menggunakan form yg ada di Lamp I PER-38/PJ/2008) kpd
Kepala KPP tempat WP terdaftar
2. Permohonan hrs diajukan paling lama 9 hari kerja sbl saat jatuh tempo pembayaran utang pajak
berakhir
Apabila ternyata batas waktu 9 hari kerja tdk dpt dipenuhi oleh WP krn keadaan di luar
kekuasaannya, permohonan WP masih dpt dipertimbangkan oleh Dirjen Pajak sepanjang WP dpt
membuktikan kebenaran keadaan di luar kekuasaannya tsb.
WP yg mengajukan permohonan hrs memberikan jaminan yg besarnya ditetapkan berdasarkan
pertimbangan Kepala KPP, kecuali apabila Kepala KPP menganggap tdk perlu.
Jaminan dpt berupa: garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan
utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.
WP yg mengajukan permohonan dlm jangka waktu yg melampaui jangka waktu 9 hari kerja sbl
saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir hrs memberikan jaminan berupa garansi
bank seb utang pajak yg dpt dicairkan sesuai dgn jangka waktu pengangsuran atau penundaan.
3. Permohonan WP disertai dgn alasan dan bukti yg mendukung permohonan, serta:
Jml pembayaran pajak yg dimohon utk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran; atau
Jml pembayaran pajak yg dimohon utk ditunda & jangka waktu penundaan
Sanksi Administrasi yg Dikenakan thd WP dlm Hal Permohonannya Disetujui
Dlm hal WP diperbolehkan mengangsur / menunda pembayaran pajak dikenai sanksi administrasi
berupa bunga seb 2% per bulan dari jml pajak yg masih hrs dibayar & bagian dari bulan dihitung
penuh 1 bulan
Bunga yg timbul akibat angsuran / penundaan pembayaran pajak dihitung berdasarkan saldo utang
pajak
Ditagih dgn menerbitkan STP pd setiap tanggal jatuh tempo angsuran, jatuh tempo penundaan, atau pd
tanggal pembayaran
Bunga tdk dikenakan thd angsuran / penundaan atas pembayaran STP
Ketentuan Terkait Keputusan KPP atas Permohonan WP:
Dirjen Pajak menerbitkan SK atas permohonan paling lama 7 hari kerja stl tanggal diterimanya
permohonan. Apabila jangka waktu tsb tlh lewat, Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan,
permohonan WP dianggap diterima. Apabila jangka waktu tsb tlh terlampaui dan Kepala KPP tdk

B241

menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dgn permohonan WP, dan SK
Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak atau SK Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak hrs
diterbitkan paling lama 5 hari kerja stl jangka waktu 7 hari kerja tsb berakhir.
Keputusan Kepala KPP dpt berupa:
Menyetujui jml angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dgn
permohonan WP;
Menyetujui jml angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dgn
pertimbangan Kepala KPP; atau
Menolak permohonan WP
Thd utang pajak yg tlh diterbitkan SK tdk dpt lagi diajukan permohonan utk mengangsur atau
menunda pembayaran

Lama Angsuran / Penundaan yg Diberikan oleh DJP:


a. Atas kekurangan pembayaran pajak yg terutang (PPh Pasal 29) berdasarkan SPT Tahunan PPh
1. Angsuran atas utang pajak dpt diberikan utk paling lama s.d. bulan terakhir Thn Pajak berikutnya
dgn angsuran paling banyak 1 x dlm 1 bulan
Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dlm jml utang pajak yg sama
besar utk setiap angsuran
2. Penundaan atas utang pajak dpt diberikan utk paling lama s.d. bulan terakhir Thn Pajak
berikutnya
Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yg ditunda
pelunasannya
b. Atas Pajak yg masih hrs dibayar dlm STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan PK, yg menyebabkan jml pajak yg terutang bertambah
1. Angsuran atas utang pajak dpt diberikan utk paling lama 12 bulan sejak diterbitkannya SK
Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak dgn angsuran paling banyak 1 x dlm 1 bulan
Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dlm jml utang pajak yg sama
besar utk setiap angsuran
2. Penundaan atas utang pajak dpt diberikan utk paling lama 12 bulan sejak diterbitkannya SK
Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak
Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yg ditunda
pelunasannya
Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 lihat Bab C-16 PPh Pasal 25

B242

PENAGIHAN PAJAK
Dasar Hukum:
Pasal 18, 19, 20, 21, 22 UU KUP
UU PPSP
Pasal 46, 47, 48 PP 74 Thn 2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012)
PP 135 Thn 2000 ttg Tata Cara Penyitaan dlm Rangka PPSP
PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010 ttg Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dgn Surat
Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus
KMK-563/KMK.04/2000 ttg Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yg
Tersimpan pd Bank dlm Rangka PPSP
KEP-21/PJ/2002 ttg Tata Cara Pemberitahuan Pelaksanaan PPSP dan Penyitaan di Luar Wilayah
Kerja Pejabat yg Berwenang Menerbitkan Surat Paksa sejak 17 Sept 2014, Pasal 6 tdk berlaku
PER-24/PJ/2014 ttg Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan
Penanggung Pajak yg Tersimpan pd Bank dlm Rangka PPSP (berlaku sejak 17 Sept 2014)
mencabut KEP-627/PJ./2001 jo PER-109/PJ/2007, Pasal 6 KEP-21/PJ/2002, dan Formulir dlm
KEP-645/PJ/2001 jo KEP-474/PJ/2002
SE terkait:
SE-01/PJ.045/2007

A. KETENTUAN TERKAIT PENAGIHAN PAJAK


Dasar Penagihan Pajak: (Pasal 18 UU KUP)
1. STP,
2. SKPKB, serta
3. SKPKBT, dan
4. SK Pembetulan,
5. SK Keberatan,
6. Putusan Banding, serta
7. Putusan PK,
yg menyebabkan jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah.
Pasal 46 PP 74 Thn 2011:
Ketentuan mengenai jml pajak yg masih hrs dibayar bertambah dlm Pasal 9 ayat (3) UU KUP,
Pasal 18 ayat (1) UU KUP, Pasal 19 ayat (1) UU KUP, Pasal 20 ayat (1) UU KUP, Pasal 21 ayat
(4) UU KUP, dan Pasal 26 ayat (3) UU KUP termasuk pajak yg pajak yg seharusnya tdk
dikembalikan.
Surat pelaksanaan Putusan Banding atau surat pelaksanaan Putusan PK juga diterbitkan akibat
Putusan Banding atau Putusan PK yg menyebabkan pembayaran atas pajak yg seharusnya tdk
dikembalikan.
Contoh 1:
Thd WP diterbitkan suatu SKPKB dgn nilai seb Rp 80 juta. Atas SKPKB tsb, bagian yg disetujui
oleh WP dlm PAHP adalah seb Rp 50 juta. WP mengajukan keberatan dgn keputusan yg menyatakan bahwa SKPKB menjadi seb Rp 70 juta. Thd keputusan keberatan WP mengajukan
permohonan banding. Putusan Banding menyatakan bahwa jml yg masih hrs dibayar dlm SKPKB
menjadi seb Rp 40 juta. Berdasarkan Putusan Banding tsb Dirjen Pajak menerbitkan SPMKP seb
Rp 10 juta, yakni pembayaran sbl mengajukan keberatan dikurangi dgn jml yg masih hrs dibayar
berdasarkan Putusan Banding. Thd Putusan Banding tsb, Dirjen Pajak mengajukan permohonan
PK ke MA. Putusan PK menyatakan bahwa WP hrs membayar sejumlah sebagaimana dimaksud
dlm SK Keberatan, yakni seb Rp 70 juta. Berdasarkan Putusan PK thd WP ditagih berdasarkan jml
pajak yg masih hrs dibayar seb Rp 30 juta yg terdiri dari jml pajak yg masih hrs dibayar
berdasarkan Putusan PK dikurangi dgn pajak yg tlh dilunasi sbl mengajukan keberatan
(Rp 70 juta - Rp 50 juta = Rp 20 juta) dan ditambah dgn pajak yg seharusnya tdk dikembalikan
berdasarkan Putusan Banding (Rp 50 juta - Rp 40 juta = Rp 10 juta).
Contoh 2:
Thd WP yg menyampaikan SPT LB seb Rp 90 juta. Atas SPT tsb diterbitkan sebuah SKPLB dgn
nilai seb Rp 10 juta. Atas SKPLB tsb, WP P mengajukan keberatan dgn keputusan yg menyatakan

B251

bahwa SKPLB tetap seb Rp 10 juta. WP mengajukan permohonan banding, dgn Putusan Banding
menyatakan bahwa SKPLB menjadi seb Rp 80 juta. Berdasarkan Putusan Banding, Dirjen Pajak
menerbitkan SPMKP seb Rp 70 juta. Dlm hal ini Dirjen Pajak mengajukan permohonan PK ke MA.
Putusan PK menyatakan bahwa thd WP hanya dpt diberikan pengembalian LB seb Rp 10 juta.
Berdasarkan Putusan PK thd WP ditagih berdasarkan jml pajak yg seharusnya tdk dikembalikan
seb Rp 70 juta.
Penagihan Pajak dgn Surat Paksa:
1. Atas jml pajak yg masih hrs dibayar, yg berdasarkan STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK yg menyebabkan jml pajak yg
masih hrs dibayar bertambah, yg tdk dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dgn jangka waktu pd
Pasal 9 ayat (3) / ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dgn Surat Paksa sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan. (Pasal 20 ayat (1) UU KUP)
2. Dikecualikan dari penagihan pajak dgn surat paksa, penagihan seketika & sekaligus dilakukan
apabila: (Pasal 20 ayat (2) UU KUP)
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya atau berniat utk itu;
Penanggung Pajak memindahtangankan barang yg dimiliki atau yg dikuasai dlm rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yg dilakukannya di
Indonesia;
Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau
menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yg dimiliki
atau yg dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda
kepailitan.
Penagihan seketika & sekaligus: Tindakan penagihan pajak yg dilaksanakan oleh Jurusita
Pajak kpd Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yg meliputi slr
utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Thn Pajak. (Penjelasan Pasal 20 ayat (2)
UU KUP)
Hak Mendahului:
1. Negara mempunyai hak mendahulu utk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
(Pasal 21 ayat (1) UU KUP)
Ketentuan tentang hak mendahulu meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga,
denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak. (Pasal 21 ayat (2) UU KUP)
2. Hak mendahulu utk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali thd: (Pasal 21
ayat (3) UU KUP)
Biaya perkara yg hanya disebabkan oleh suatu penghukuman utk melelang suatu barang
bergerak dan/atau barang tdk bergerak;
Biaya yg tlh dikeluarkan utk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
Biaya perkara, yg hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
3. Dlm hal WP dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau
badan yg ditugasi utk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta WP dlm pailit,
pembubaran atau likuidasi kpd pemegang saham atau kreditur lainnya sbl menggunakan harta
tsb utk membayar utang pajak WP tsb. (Pasal 21 ayat (3a) UU KUP)
4. Hak mendahulu hilang stl melampaui waktu 5 thn sejak tanggal diterbitkan STP, SKPKB, serta
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK yg menyebabkan
jml pajak yg hrs dibayar bertambah. (Pasal 21 ayat (4) UU KUP)
Perhitungan jangka waktu hak mendahulu: (Pasal 21 ayat (5) UU KUP)
Dlm hal Surat Paksa utk membayar diberitahukan scr resmi maka jangka waktu 5 thn dihitung
sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau
Dlm hal diberikan penundaan pembayaran / persetujuan angsuran pembayaran maka jangka
waktu 5 thn dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.
Dlm hal diberikan penundaan pembayaran / persetujuan angsuran pembayaran, jangka
waktu hak mendahulu selama 5 thn pd Pasal 21 ayat (5) huruf b UU KUP, dihitung sejak
batas akhir penundaan diberikan atau sejak tanggal jatuh tempo angsuran terakhir. (Pasal 47
PP 74 Thn 2011)

B252

Daluwarsa Penagihan:
1. Hak utk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan
pajak, daluwarsa stl melampaui waktu 5 thn terhitung sejak penerbitan STP, SKPKB, serta
SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK. (Pasal 22
ayat (1) UU KUP)
2. Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila: (Pasal 22 ayat (2) UU KUP & penjelasannya)
a. Dirjen Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kpd Penanggung Pajak yg tdk
melakukan pembayaran hutang pajak sampai dgn tanggal jatuh tempo pembayaran.
Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tsb.
b. WP menyatakan pengakuan utang pajak dgn cara mengajukan permohonan angsuran /
penundaan pembayaran utang pajak sbl tanggal jatuh tempo pembayaran.
Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran /
penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Dirjen Pajak.
c. Terdapat SKPKB atau SKPKBT yg diterbitkan thd WP krn WP melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dan tindak pidana lain yg dpt merugikan pendapatan Negara berdasarkan
putusan pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap.
Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan skp tsb.
d. Thd WP dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan.

B. JANGKA WAKTU PELUNASAN STP, SKPKB, SKPKBT, DAN SK ATAU KETETAPAN LAINNYA
1. STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan PK,
yg menyebabkan jml pajak yg hrs dibayar bertambah, hrs dilunasi dlm jangka waktu 1 bulan sejak
tanggal diterbitkan.
a. Dlm hal WP mengajukan keberatan & tdk mengajukan permohonan banding, pelunasan atas
jml pajak yg blm dibayar dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK
Keberatan.
(Pasal 48 ayat (1) PP 74 Thn 2011)
b. Dlm hal WP mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jml pajak yg blm dibayar
dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
(Pasal 48 ayat (2) PP 74 Thn 2011)
c. Dlm hal WP menyetujui slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP / PAHV, pelunasan atas
jml pajak yg masih hrs dibayar dilakukan paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan skp.
(Pasal 48 ayat (3) PP 74 Thn 2011)
2. Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dpt diperpanjang
paling lama menjadi 2 bulan yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menkeu.
(PMK-187/PMK.03/2007)
a. Dlm hal WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu menyetujui slr jml pajak yg masih hrs
dibayar dlm PAHP / PAHV, pelunasan atas jml pajak yg masih hrs dibayar dilakukan paling
lama 2 bulan sejak tanggal penerbitan skp. (Pasal 48 ayat (4) PP 74 Thn 2011)
b. Kriteria WP usaha kecil:
1. WP OP usaha kecil:
WP OP; dan
menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau menerima
penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dlm Thn Pajak sebelumnya < Rp 600 juta.
2. WP badan usaha kecil:
Modal WP 100% dimiliki oleh WNI;
Menerima atau memperoleh peredaran usaha dlm Thn Pajak sebelumnya < Rp 900
juta.
c. WP di daerah tertentu adalah WP yg tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan
usahanya berlokasi di daerah tertentu yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak. (ketentuan terkait
daerah tertentu ini blm diterbitkan)
Dlm hal WP tdk melunasi jml pajak yg masih hrs dibayar dlm jangka waktu pd butir B.1.a-c &
B.2.a, pajak yg masih hrs dibayar tsb ditagih dgn terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran.
(Pasal 48 ayat (5) PP 74 Thn 2011)

B253

C. JADWAL WAKTU PENAGIHAN PAJAK


1. Penerbitan Surat Teguran
a. Penagihan Pajak dilakukan dgn terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran oleh Kepala KPP
b. Surat Teguran tdk diterbitkan thd Penanggung Pajak yg tlh disetujui utk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
c. Jangka waktu penerbitan Surat Teguran :
Dlm hal WP tdk menyetujui sebagian atau slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP /
PAHV dan WP tdk mengajukan keberatan, Surat Teguran disampaikan stl 7 hari sejak
saat jatuh tempo pengajuan keberatan.
(Pasal 48 ayat (7) PP 74 Thn 2011)
Surat Teguran disampaikan stl 7 hari stl 3 bulan sejak tanggal dikirimnya SKP kpd
WP.
Dlm hal WP tdk menyetujui sebagian atau slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP /
PAHV dan WP tdk mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan, Surat
Teguran disampaikan stl 7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan permohonan banding.
(Pasal 48 ayat (8) PP 74 Thn 2011)
Surat Teguran disampaikan stl 7 hari stl 3 bulan sejak SK Keberatan diterima WP.
Dlm hal WP tdk menyetujui sebagian atau slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP /
PAHV, dan WP mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
sehubungan dgn SKPKB, atau SKPKBT, kpd WP disampaikan Surat Teguran stl 7 hari
sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yg masih hrs dibayar berdasarkan Putusan
Banding.
(Pasal 48 ayat (9) PP 74 Thn 2011)
Surat Teguran disampaikan stl 7 hari stl 1 bulan sejak tanggal putusan banding
diterbitkan
Dlm hal WP menyetujui slr jml pajak yg masih hrs dibayar dlm PAHP, kpd WP
disampaikan Surat Teguran stl 7 hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak atas STP,
SKPKB, SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
PK.
(Pasal 9 ayat (4) PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
Surat Teguran akan disampaikan stl 7 hari stl 1 bulan sejak surat ketetapan/keputusan
tsb diterbitkan
Dlm hal WP mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT stl tanggal jatuh
tempo pelunasan tetapi sbl tanggal diterima Surat Pemberitahuan Utk Hadir oleh WP,
kpd WP disampaikan Surat Teguran stl 7 hari sejak tanggal pencabutan pengajuan
keberatan tsb.
(Pasal 9 ayat (5) PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
Apabila sanksi administrasi dlm STP dikenakan sbg akibat diterbitkan skp, yg pajak
terutangnya tdk disetujui oleh WP dlm PAHP / PAHV dan atas skp diajukan keberatan
dan/atau banding, tindakan penagihan atas STP tsb ditangguhkan sampai dgn skp tsb
mempunyai kekuatan hukum tetap.
(Pasal 48 ayat (10) PP 74 Thn 2011)
2. Penerbitan Surat Paksa
Apabila jumlah utang pajak tdk dilunasi oleh Penanggung Pajak stl lewat waktu 21 hari sejak
tanggal disampaikan Surat Teguran, Surat Paksa diterbitkan oleh Pejabat dan diberitahukan scr
langsung oleh jurusita Pajak kpd Penanggung Pajak.
(Pasal 12 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
3. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
Apabila stl lewat waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kpd Penanggung Pajak dan
utang pajak tdk dilunasi oleh Penanggung Pajak, Pejabat menerbitkan SPMP.
(Pasal 24 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
4. Pengumuman Lelang
Apabila stl lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, Penanggung Pajak tdk
melunasi utang pajak & biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan pengumuman lelang.
(Pasal 26 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)
5. Pelaksanaan Lelang

B254

Apabila stl lewat waktu 14 hari sejak Pengumuman Lelang, Penanggung Pajak tdk melunasi
utang pajak & biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan penjualan barang sitaan Penanggung
Pajak melalui kantor lelang negara.
(Pasal 28 PMK-24/PMK.03/2008 jo PMK-85/PMK.03/2010)

D. BIAYA PENAGIHAN PAJAK

Besar Biaya Penagihan Pajak: (Pasal 16 ayat (1) PP 135 Thn 2000)
Rp 50.000,- utk setiap pemberitahuan Surat Paksa, dan
Rp 100.000,- utk setiap pelaksanaan SPMP
Besar Tambahan Biaya Penagihan Pajak dlm Hal Barang yg Tlh Disita Dijual: (Pasal 16 ayat
(2) PP 135 Thn 2000)

scr lelang, 1% dari pokok lelang.

tdk scr lelang, 1% dari hasil penjualan.


Biaya penagihan pajak & tambahan biaya penagihan pajak mrp PNBP.
KPP/KPPBB mengupayakan agar semua biaya penagihan pajak termasuk biaya pelaksanaan
SP, SPMP, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, tambahan biaya penagihan dan biayabiaya lainnya sehubungan dgn penagihan pajak dibebankan kpd WP dan disetorkan ke Kas
Negara menggunakan formulir SSBP dgn Mata Anggaran Penerimaan 423155.

B255

SURAT KETERANGAN FISKAL (SKF)


Dasar Hukum:
UU KUP
UU PPh
UU PPN
PER-44/PJ/2013 (berlaku mulai 05 Des 2013) mencabut KEP-447/PJ./2001 jo PER-69/PJ./2007
KEP-378/PJ/2013 ttg Penetapan Standar Pelayanan pd KPP
SE terkait:
SE-29/PJ.44/1999 ttg Masa Berlakunya SKF
Definisi:
SKF: Surat yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak yg berisi keterangan mengenai pemenuhan kewajiban
perpajakan WP utk masa pajak & thn pajak tertentu, yg dipergunakan untuk memenuhi persyaratan
bagi WP dalam melakukan pengadaan barang dan/atau jasa untuk keperluan Instansi Pemerintah.
Kantor Pusat: Tempat WP yg antara lain berupa tempat kegiatan usaha atau tempat kedudukan, yg
terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya adalah 000, serta mempunyai
kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh ke KPP tempat Kantor Pusat WP tsb terdaftar.
Kantor Cabang: Tempat WP yg antara lain berupa tempat kegiatan usaha atau tempat kedudukan,
yg terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dgn kode 3 digit terakhirnya selain 000, yg hanya mempunyai
kewajiban melaporkan SPT Masa ke KPP tempat Kantor Cabang WP tsb terdaftar.
Terakhir: SPT dan/atau pelunasan pajak utk Masa Pajak dan Thn Pajak terakhir sbl surat
permohonan SKF diajukan hrs sdh dilaporkan dan/atau dilunasi pd saat surat permohonan SKF
dimaksud diajukan dan diterima oleh Dirjen Pajak melalui Kepala KPP
Tata Cara & Persyaratan:
1. WP menyampaikan permohonan SKF kpd Dirjen Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar
Dlm hal WP mempunyai Kantor Cabang maka permohonan SKF diajukan oleh Kantor Pusat WP
melalui pengurus atau pihak yg diberikan kuasa dgn surat kuasa khusus kpd Dirjen Pajak melalui
Kepala KPP tempat SPT Tahunan PPh WP dimaksud diadministrasikan.
2. SKF diberikan kpd WP yg mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan: (Pasal 3 PER44/PJ/2013)
a. Tdk sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
b. Tdk mempunyai Utang Pajak baik di KPP tempat Kantor Pusat terdaftar maupun di KPP tempat
Kantor Cabang terdaftar, kecuali dlm hal WP mendapatkan ijin utk menunda atau mengangsur
pembayaran pajak sesuai Pasal 9 ayat (4) UU KUP, mengajukan keberatan sesuai Pasal 25 ayat
(3a) UU KUP, atau mengajukan banding sesuai Pasal 27 ayat (5a) UU KUP;
c. Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh utk thn pajak terakhir dan SPT Masa utk 3 Masa Pajak
terakhir; dan
d. Mengisi form permohonan pd Lamp I PER-44/PJ/2013
Dgn Melampirkan: (Pasal 4 PER-44/PJ/2013)
FC SPT Tahunan PPh utk thn pajak terakhir beserta
FC tanda terima pelaporan; dan
FC SSP dlm hal terdapat pembayaran; dan/atau FC surat persetujuan mengangsur atau
menunda pembayaran pajak yg terutang, dlm hal WP mengajukan permohonan
menunda atau mengangsur pembayaran pajak yg terutang sesuai Pasal 9 ayat (4) UU
KUP;
FC SPPT dan STTS PBB Thn Pajak terakhir, dlm hal kewenangan pemungutannya berada di
DJP;
FC SPT Masa utk 3 Masa Pajak terakhir beserta FC bukti pelaporan dan SSP, dlm hal
terdapat pembayaran dlm SPT Masa dimaksud.
3. Apabila permohonan SKF WP tdk memenuhi persyaratan: (Pasal 6 PER-44/PJ/2013)
a. Kepala KPP tempat permohonan SKF diterima, menyampaikan permintaan kpd WP utk
melengkapi dokumen yg masih hrs dilengkapi
b. Kelengkapan dokumen pd huruf a hrs diterima oleh Kepala KPP tempat WP mengajukan
permohonan paling lama 5 hari kerja sejak formulir permintaan kelengkapan dikirim oleh
Kepala KPP, yg penyampaiannya dpt dilakukan scr lsg, melalui pos, dan/atau sarana komunikasi
lainnya.

B261

Yg Dilakukan Petugas KPP Stl Menerima Permohonan SKF dari WP:


1. Petugas di KPP tempat Kantor Pusat WP terdaftar meneliti pemenuhan slr persyaratan pemberian
SKF termasuk pemenuhan kewajiban perpajakannya di KPP tempat Kantor Cabang WP terdaftar.
2. Utk keperluan penelitian kewajiban perpajakan Kantor Cabang WP pd angka 1, Kepala KPP tempat
Kantor Pusat WP terdaftar melakukan konfirmasi pemenuhan kewajiban perpajakan ke Kepala KPP
tempat Kantor Cabang WP terdaftar dgn mengirimkan surat konfirmasi.
3. Kepala KPP tempat Kantor Cabang WP terdaftar, memberikan jawaban atas surat konfirmasi tsb
paling lama 3 hari kerja sejak formulir permohonan konfirmasi kewajiban perpajakan dikirim
oleh Kepala KPP tempat Kantor Pusat WP terdaftar, yg penyampaiannya dpt dilakukan scr lsg,
melalui pos, dan/atau sarana komunikasi lainnya.
Jangka Waktu Penyelesaian:
Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak menerbitkan SKF utk WP yg tlh memenuhi persyaratan paling lama 10
hari kerja sejak diterimanya permohonan WP scr lengkap
(Pasal 7 ayat (4) PER-44/PJ/2013 dan Lamp III KEP-378/PJ/2013)
Dlm hal WP:
Tdk memenuhi persyaratan sesuai Pasal 3 PER-4/PJ/20134; atau
Tdk menyampaikan kelengkapan dokumen s.d. batas waktu yg tlh ditetapkan dlm surat
permintaan kelengkapan dokumen sesuai Pasal 6 PER-44/PJ/2013,
Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak menerbitkan surat penolakan pemberian SKF
Masa Berlaku SKF:
Masa berlaku SKF adalah maksimal 1 thn atau 12 bulan sejak tanggal diterbitkan atau s.d.
dimasukkannya SPT Tahunan PPh thn berikutnya (sesuai dgn batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh)

B262

BAGIAN C
PAJAK PENGHASILAN (PPh)

POIN UU PPh
Pasal
Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1
Pengenaan PPh
BAB II SUBJEK PAJAK
2
Subjek Pajak dan pembagiannya
2A
Kewajiban pajak subjektif
3
Yg tdk termasuk subjek pajak
BAB III OBJEK PAJAK
4
Objek pajak; Penghasilan dikenai pajak final, Yg dikecualikan dari objek pajak
5
Objek pajak, biaya, dan laba BUT
6
Biaya utk 3M penghasilan
7
PTKP
8
Penghasilan atau kerugian bagi wanita yg tlh kawin; Penghasilan suami-isteri yg dikenai pajak scr
terpisah
9
Biaya yg tdk boleh dikurangkan
10
Perolehan atau pengalihan harta
11
Penyusutan
11A
Amortisasi
12
13
14
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
15
Norma Penghitungan Khusus
BAB IV CARA MENGHITUNG PAJAK
16
Penghasilan Kena Pajak
17
Tarif pajak
18
Perbandingan antara utang dan modal perusahaan; Saat diperolehnya dividen oleh WP DN atas
penyertaan modal pd badan usaha di LN selain badan usaha yg menjual sahamnya di bursa efek;
Hubungan istimewa
19
Penilaian kembali aktiva
BAB V PELUNASAN PAJAK DLM THN BERJALAN
20
Pelunasan pajak yg diperkirakan akan terutang dlm suatu thn pajak
21
Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP OP DN
22
Penetapan pemungut pajak
23
Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP DN atau BUT
24
Kredit pajak LN
25
Angsuran pajak dlm thn pajak berjalan
26
Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP LN selain BUT di Indonesia
27
BAB VI PERHITUNGAN PAJAK PD AKHIR THN
28
Kredit pajak utk thn pajak yg bersangkutan
28A
Kelebihan pembayaran pajak
29
Kekurangan pembayaran pajak yg terutang
30
31
BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN
31A
Fasilitas perpajakan atas penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di
daerah-daerah tertentu
31B
31C
Pembagian penerimaan negara dari PPh OP DN dan PPh Pasal 21 yg dipotong oleh pemberi kerja
31D
Ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambangan
31E
Fasilitas bagi WP badan DN dgn peredaran bruto <. Rp 50 M
32
Tata cara pengenaan pajak dan sanksi-sanksi
32A
Wewenang pemerintah dlm rangka penghindaran pajak berganda & pencegahan pengelakan pajak
32B
Pengenaan pajak atas bunga atau diskonto Obligasi Negara
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
33
Pilihan cara menghitung pajak berdasar UU PPh lama
33A
Kewajiban penghitungan pajak bagi WP yg thn bukunya berakhir stl tanggal 30 Juni 1995
34
Peraturan pelaksanaan di bidang PPh yg masih berlaku dinyatakan tetap berlaku sepanjang tdk
bertentangan
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
35
Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU PPh

C011

RINGKASAN UU PPh
SUBJEK PAJAK (Pasal 2 UU PPh)
1. Orang Pribadi (OP)
2. Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak
3. Badan
4. BUT perlakuan perpajakannya dipersamakan dgn Subjek Pajak Badan
Subjek Pajak dpt dibedakan atas subjek pajak DN (SPDN) dan subjek pajak LN (SPLN)
SPDN (Pasal 2 ayat (3) UU PPh)
a.
OP yg bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di Indonesia > 183 hari dlm jangka waktu
12 bulan, atau OP yg dlm suatu thn pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat utk
bertempat tinggal di Indonesia.
b.
Badan yg didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yg memenuhi kriteria:
1.
pembentukannya berdasarkan ketentuan perpu;
2.
pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD;
3.
penerimaannya dimasukkan dlm anggaran Pempus atau Pemda; dan
4.
pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yg mrp kesatuan baik yg melakukan usaha
maupun yg tdk melakukan usaha yg meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN atau BUMD dgn nama dan dlm bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk KIK dan BUT. BUMN dan
BUMD mrp subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya shg setiap unit tertentu
dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yg dimiliki oleh Pempus
dan Pemda yg menjalankan usaha atau melakukan kegiatan utk memperoleh penghasilan
mrpn subjek pajak. Dlm pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan,
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yg mempunyai kepentingan yg sama.
c.
Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak.
SPLN (Pasal 2 ayat (4) & (5) UU PPh)
a. OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka
waktu 12 bulan, dan badan yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di Indonesia, yg
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
b. OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia, OP yg berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka
waktu 12 bulan, dan badan yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di Indonesia, yg dpt
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tdk dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
BUT adalah bentuk usaha yg dipergunakan oleh OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia, OP yg
berada di Indonesia < 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan, dan badan yg tdk didirikan dan tdk
bertempat kedudukan di Indonesia utk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia,
yg dpt berupa:
1.
tempat kedudukan manajemen;
2.
cabang perusahaan;
3.
kantor perwakilan;
4.
gedung kantor;
5.
pabrik;
6.
bengkel;
7.
gudang;
8.
ruang utk promosi dan penjualan;
9.
pertambangan dan penggalian sumber alam;
10. wilayah kerja pertambangan migas;
11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13. pemberian jasa dlm bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan >
60 hari dlm jangka waktu 12 bulan;
14. orang atau badan yg bertindak selaku agen yg kedudukannya tdk bebas;
15. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di

C021

16.

Indonesia yg menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan


komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yg dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik utk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF (Pasal 2A UU PPh)


Subyek Pajak
Mulai
Berakhir
OP sesuai Pasal 2 ayat
Pd saat OP tsb dilahirkan,
Pd saat meninggal dunia atau
(3) huruf a UU PPh
berada, atau berniat utk
meninggalkan Indonesia utk
bertempat tinggal di Indonesia
selama-lamanya
OP sesuai Pasal 2 ayat
Pd saat badan tsb didirikan atau
Pd saat dibubarkan atau tdk lagi
(3) huruf b UU PPh
bertempat kedudukan di
bertempat kedudukan di
Indonesia
Indonesia
OP atau badan sesuai
Pd saat OP atau badan tsb
Pd saat tdk lagi menjalankan
Pasal 2 ayat (4) huruf a
menjalankan usaha atau
usaha atau melakukan kegiatan
UU PPh
melakukan kegiatan melalui BUT melalui BUT
OP atau badan sesuai
Pd saat OP atau badan tsb
Pd saat tdk lagi menerima atau
Pasal 2 ayat (4) huruf b
menerima atau memperoleh
memperoleh penghasilan tsb
UU PPh
penghasilan dari Indonesia
Warisan yg blm terbagi
Pd saat timbulnya warisan yg blm Pd saat warisan tsb selesai
sesuai Pasal 2 ayat (1)
terbagi tsb
dibagi sejak saat itu
huruf a angka 2) atau
pemenuhan kewajiban
Pasal 2 ayat (3) huruf c
perpajakannya beralih kpd para
Uu PPh
ahli waris
Apabila kewajiban pajak subjektif OP yg bertempat tinggal atau yg berada di Indonesia hanya
meliputi sebagian dari thn pajak, maka bagian thn pajak tsb menggantikan thn pajak.
BUKAN SUBJEK PAJAK (Pasal 3 UU PPh)
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing
dan orang-orang yg diperbantukan kpd mereka yg bekerja pd dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka dgn syarat bukan WNI dan di Indonesia tdk menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tsb serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik
3. Organisasi-organisasi internasional dgn syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tsb, dan
tdk menjalankan usaha atau kegiatan lain utk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kpd pemerintah yg dananya berasal dari iuran para anggota
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dgn syarat bukan WNI dan tdk menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain utk memperoleh penghasilan dari Indonesia

Organisasi Internasional: Organisasi/badan/lembaga/asosiasi/perhimpunan/forum antar


pemerintah atau non-pemerintah yg bertujuan utk meningkatkan kerjasama internasional dan
dibentuk dgan aturan tertentu atau kesepakatan bersama.
Pejabat perwakilan organisasi internasional: Pejabat yg diangkat atau ditunjuk langsung oleh
induk organisasi internasional yg bersangkutan utk menjalankan tugas atau jabatan pd kantor
perwakilan organisasi internasional tsb di Indonesia.
(Pasal 1 PMK-215/PMK.03/2008 stdd PMK-142/PMK.03/2010)
OBJEK PPh (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)
Yg menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yg
diterima atau diperoleh WP, baik yg berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yg dpt
dipakai utk konsumsi atau utk menambah kekayaan WP yg bersangkutan, dgn nama dan dlm
bentuk apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dlm bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dlm UU ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan krn penjualan atau krn pengalihan harta termasuk :

C022

1.

e.
f.
g.

h.
i.
j.
k.

keuntungan krn pengalihan harta kpd perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg
pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan krn pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu, atau anggota yg
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan krn likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dgn nama dan dlm bentuk apa pun;
4. keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yg
diberikan kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat dan badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yg menjalankan usaha mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn
Peraturan MenKeu, sepanjang tdk ada hub dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yg bersangkutan; dan
5. keuntungan krn penjualan atau pengalihan sebagian atau slr hak penambangan, tanda
turut serta dlm pembiayaan, atau permodalan dlm perusahaan pertambangan;
penerimaan kembali pembayaran pajak yg tlh dibebankan sbg biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang;
dividen, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kpd
pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi; termasuk:
1. pembagian laba baik scr lsg ataupun tdk lsg, dgn nama dan dlm bentuk apapun;
2. pembayaran kembali krn likuidasi yg melebihi jml modal yg disetor;
3. pemberian saham bonus yg dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yg
berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dlm bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yg dilakukan tanpa penyetoran;
6. jml yg melebihi jml setoran sahamnya yg diterima atau diperoleh pemegang saham krn
pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yg bersangkutan;
7. pembayaran kembali slr-nya atau sebagian dari modal yg disetorkan, jika dlm thn-thn yg
lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari
pengecilan modal dasar (statuter) yg dilakukan scr sah;
8. pembayaran sehubungan dgn tanda-tanda laba, termasuk yg diterima sbg penebusan
tanda-tanda laba tsb;
9. bagian laba sehubungan dgn pemilikan obligasi;
10. bagian laba yg diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa SHU kpd anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan utk keperluan pribadi pemegang saham yg dibebankan sbg
biaya perusahaan.
royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta;
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan krn pembebasan utang, kecuali s.d. jml tertentu yg ditetapkan dgn Peraturan
Pemerintah (PP 130 Thn 2000);
Pasal 1 PP 130 Thn 2000:
Utang Debitur Kecil: utang usaha yg jml-nya < Rp 350 juta, termasuk:
Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra);
Kredit Usaha Tani (KUT);
Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS);
Kredit Usaha Kecil (KUK); dan
Kredit kecil lainnya dlm rangka kebijakan perkreditan BI dlm mengembangkan usaha
kecil dan koperasi.
Pasal 2 PP 130 Thn 2000:
(1) Kredit yg diberikan oleh > 1 bank kpd 1 debitur yg jml seluruhnya < Rp 350 juta dpt
dihitung sbg Utang Debitur Kecil dari @ bank, sepanjang memenuhi kriteria Utang
Debitur Kecil.
(2) Dlm hal pemberian Utang Debitur Kecil dilakukan oleh > 1 bank kpd 1 debitur yg
mengakibatkan jml plafon kreditnya melampaui batas maksimum sesuai dlm Pasal
1, maka keuntungan krn pembebasan utang yg dikecualikan sbg Objek Pajak
adalah jml sisa kredit yg diperoleh pd bank pertama ditambah dgn jml sisa kredit yg

C023

l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.

diperoleh pd bank-bank berikutnya sampai mencapai jml plafon kredit keseluruhan


seb Rp 350 juta.
(3) Apabila masih terdapat sisa kredit pd bank tsb dan atau bank-bank lain stl dikurangi
dgn jml plafon kredit keseluruhan seb Rp 350 juta sesuai ayat (2), maka keuntungan
krnpembebasan utang atas sisa kredit tsb mrp Objek Pajak.
Pasal 3 PP 130 Thn 2000:
(1) Atas penghasilan yg diperoleh debitur berupa keuntungan krn pembebasan utang
yg mrp Utang Debitur Kecil dari bank atau lembaga pembiayaan sesuai Pasal 1,
dikecualikan sbg Objek Pajak.
(2) Pengecualian sbg Objek Pajak sesuai ayat (1) hanya dpt dinikmati yg bersangkutan
1 x dlm 1 thn pajak.
keuntungan selisih kurs mata uang asing;
selisih lbh krn penilaian kembali aktiva;
premi asuransi;
iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg terdiri dari WP yg
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
tambahan kekayaan neto yg berasal dari penghasilan yg blm dikenakan pajak;
penghasilan dari usaha berbasis syariah;
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dlm UU yg mengatur mengenai ketentuan umum dan
tata cara perpajakan; dan
surplus BI.

BUKAN OBJEK PPh (Pasal 4 ayat (3) UU PPh)


a.
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yg diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yg diterima oleh
penerima zakat yg berhak atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yg diakui di Indonesia, yg diterima oleh lembaga keagamaan yg dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yg diterima oleh penerima sumbangan yg berhak, yg
ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
(PP 18 Thn 2009, Pasal 8 PER-31/PJ/2012, PMK-254/PMK.03/2010, PER-6/PJ/2011,
PER-33/PJ/2011 jo PER-15/PJ/2012) dan
Pasal 1 PER-15/PJ/2012:
Badan/Lembaga sbg penerima zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya
wajib yg dpt dikurangkan dan penghasilan bruto:
1. Badan Amil Zakat Nasional
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
a. LAZ Dompet Dhuafa Republika
b. LAZ Yayasan Amanah Takaful
c. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat
d. LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat
e. LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
f. LAZ Baitul Maal Hidayatullah
g. LAZ Persatuan Islam
h. LAZ Yayasan Baitul Maal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk.
i. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat
j. LAZ Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
k. LAZ Yayasan Baitul Maal BRI
l. LAZ Baitul Maal wat Tamwil
m. LAZ Baituzzakah Pertamina
n. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)
o. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
3. Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS):
a. LAZIS Muhammadiyah
b. LAZIS Nandlatul Ulama (LAZIS NU)
c. LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI)
4. Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)
5. Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN

C024

YADP)
No. 1 s.d. 4 mulai berlaku tanggal 11 Nov 2011
No. 5 mulai berlaku tanggal 11 Juni 2012
Pasal 2 PER-6/PJ/2011:
(1) WP yg melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg
sifatnya wajib, wajib melampirkan FC bukti pembayaran pd SPT Tahunan
PPh Thn Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan
keagamaan yg sifatnya wajib.
(2) Bukti pembayaran pd ayat (1):
a. dpt berupa bukti pembayaran scr lsg atau melalui transfer rekening bank,
atau pembayaran melalui ATM, dan
b. paling sedikit memuat:
1) Nama lengkap WP dan NPWP pembayar;
2) Jml pembayaran;
3) Tanggal pembayaran;
4) Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga
keagamaan yg dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan
5) Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau
lembaga keagamaan, yg dibentuk atau disahkan Pemerintah, di
bukti pembayaran, apabila pembayaran scr lsg; atau
6) Validasi petugas bank pd bukti pembayaran apabila pembayaran
melalui transfer rekening bank.
Pasal 3 PER-6/PJ/2011:
Zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tdk dpt dikurangkan dari
penghasilan bruto apabila:
a. tdk dibayarkan oleh WP kpd badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau
lembaga keagamaan, yg dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan/atau
b. bukti pembayarannya tdk memenuhi ketentuan sesuai Pasal 2 ayat (2).
Pasal 4 PER-6/PJ/2011:
(1) Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tsb
dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh WP yg bersangkutan dlm Thn Pajak
dibayarkan zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib tsb.
(2) Dlm SPT Tahunan PPh, zakat atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib
pd ayat (1) dilaporkan utk menentukan penghasilan neto.
2. harta hibahan yg diterima oleh keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau
OP yg menjalankan usaha mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan
Peraturan MenKeu (PMK-245/PMK.03/2008),
sepanjang tdk ada hub dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yg bersangkutan;
Pasal 2 PMK-245/PMK.03/2008:
(1) Keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat adalah orang tua dari anak
kandung.
(2) Badan keagamaan adalah badan keagamaan yg kegiatannya semata-mata
mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan, kegiatan di bidang
keagamaan, yg tdk mencari keuntungan.
(3) Badan pendidikan adalah badan pendidikan yg kegiatannya sernata-mata
menyelenggarakan pendidikan yg tdk mencari keuntungan.
(4) Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi adalah badan sosial yg
kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:
a. pemeliharaan kesehatan;
b. pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);
c. pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau
orang cacat;
d. santunan dan/atau pertolongan kpd korban bencana alam, kecelakaan, dan
sejenisnya;
e. pemberian beasiswa;
f. pelestarian lingkungan hidup; dan/atau

C025

b.
c.
d.

e.
f.

g.
h.
i.

k.

l.

g. kegiatan sosial lainnya,


yg tdk mencari keuntungan.
(5) OP yg menjalankan usaha mikro dan usaha kecil adalah OP yg menjalankan
usaha mikro dan usaha, kecil yg memiliki dan menjalankan usaha produktif yg
memenuhi kriteria:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500 juta tdk termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 2,5 M.
Pasal 3ayat (2) PMK-245/PMK.03/2008:
Harta hibah, bantuan, atau sumbangan dibukukan oleh pihak penerima, sesuai dgn
nilai buku harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari pihak pemberi.
warisan;
harta termasuk setoran tunai yg diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 2
ayat (1) huruf b sbg pengganti saham atau sbg pengganti penyertaan modal;
penggantian atau imbalan sehubungan dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau diperoleh
dlm bentuk natura dan/atau kenikmatan dari WP atau Pemerintah, kecuali yg diberikan oleh
bukan WP, WP yg dikenakan pajak scr final atau WP yg menggunakan norma penghitungan
khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dlm Pasal 15;
pembayaran dari perusahaan asuransi kpd orang pribadi sehubungan dgn asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
dividen atau bagian laba yg diterima atau diperoleh PT sbg WP DN, koperasi, BUMN, atau
BUMD, dari penyertaan modal pd badan usaha yg didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dgn syarat :
1. dividen berasal dari cadangan laba yg ditahan; dan
2. bagi PT, BUMN dan BUMD yg menerima dividen, kepemilikan saham pd badan yg
memberikan dividen paling rendah 25% dari jml modal yg disetor;
iuran yg diterima atau diperoleh dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan MenKeu, baik yg
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
penghasilan dari modal yg ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pd huruf g,
dlm bidang-bidang tertentu yg ditetapkan dgn Keputusan MenKeu;
bagian laba yg diterima atau diperoleh anggota dari CV yg modalnya tdk terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan KIK;
penghasilan yg diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yg didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dgn
syarat badan pasangan usaha tsb:
1. Mrp perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yg menjalankan kegiatan dlm
sektor-sektor usaha yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu; dan
2. sahamnya tdk diperdagangkan di BEI.
beasiswa yg memenuhi persyaratan tertentu yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn atau
berdasarkan Peraturan MenKeu (PMK-246/PMK.03/2008 jo PMK-154/PMK.03/2009);
Pasal 1 PMK-154/PMK.03/2009:
(1)
Atas penghasilan berupa beasiswa yg diterima atau diperoleh WNI dari WP
pemberi beasiswa dlm rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau
pendidikan nonformal yg dilaksanakan di DN dan/atau di LN dikecualikan dari
objek PPh.
(1a) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yg terstruktur dan berjenjang yg
terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
(1b) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yg dpt
dilaksanakan scr terstruktur dan berjenjang.
(2)
Ketentuan pd ayat (1) tdk berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hub
istimewa dgn:
a. Pemilik;
b. Komisaris;
c. Direksi; atau
d. Pengurus,
dari WP pemberi beasiswa.

C026

m.

n.

Pasal 2 PMK-154/PMK.03/2009:
Komponen beasiswa sesuai Pasal 1 terdiri dari biaya pendidikan yg dibayarkan ke
sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yg berkaitan dgn bidang studi yg
diambil, biaya utk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yg wajar sesuai dgn daerah
lokasi tempat belajar.
sisa lbh yg diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yg tlh terdaftar pd instansi yg
membidanginya, yg ditanamkan kembali dlm bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dlm jangka waktu paling lama 4 thn
sejak diperolehnya sisa lbh tsb, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan
Peraturan MenKeu (PMK-80/PMK.03/2009); dan
Pasal 1 PMK-80/PMK.03/2009:
(1) Sisa lebih yg diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg ditanamkan kembali dlm
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan yg diselenggarakan bersifat terbuka kpd pihak manapun, dalam
jangka waktu paling lama 4 thn sejak diperolehnya sisa lebih tsb dikecualikan
sebagai objek PPh.
(2) Sisa lebih pd ayat (1) adalah selisih dari slr penerimaan yg mrp objek PPh selain
penghasilan yg dikenakan PPh tersendiri, dikurangi dgn pengeluaran utk biaya
operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
(3) Badan atau lembaga nirlaba pd ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yg
bergerak dlm bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan,
yg tlh terdaftar pd instansi yg membidanginya.
(4) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan pd ayat (1) meliputi:
a. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian
dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi
pembangunan gedung dan prasarana tsb;
b. pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
c. pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau
karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di
lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.
Pasal 2 PMK-80/PMK.03/2009:
(1) Apabila stl jangka waktu dlm Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yg tdk digunakan
utk pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian
dan pengembangan dlm Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tsb diakui sbg penghasilan
dan dikenai PPh pd thn pajak berikutnya, stl jangka waktu 4 thn tsb ditambah dgn
sanksi sesuai ketentuan yg berlaku.
(2) Apabila dlm jangka waktu dlm Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yg digunakan
selain utk pengadaan sarana dan prasarana dlm Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tsb
diakui sbg penghasilan dan dikenai PPh ditambah dgn sanksi sesuai ketentuan
yg berlaku.
bantuan atau santunan yg dibayarkan oleh BPJS kpd WP tertentu, yg ketentuannya diatur lbh
lanjut dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu (PMK-247/PMK.03/2008).
Pasal 2 PMK-247/PMK.03/2008:
BPJS meliputi :
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(TASPEN);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI);
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES);
dan/atau
e. badan hukum lainnya yg dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan
Sosial.
Pasal 3 PMK-247/PMK.03/2008:
WP tertentu adalah:
a. WP atau anggota masyarakat yg tdk mampu;

C027

b. WP atau anggota masyarakat yg sedang mengalami bencana alam; dan/atau


c. WP atau anggota masyarakat yg tertimpa masalah.
Pasal 4 PMK-247/PMK.03/2008:
(1) WP atau masyarakat yg tdk mampu pd Pasal 3 huruf a adalah WP dan/atau
masyarakat yg hidup di bawah garis kemiskinan sesuai dgn kriteria dan data yg
ditetapkan oleh BPS.
(2) WP atau masyarakat yg sedang mengalami bencana alam pd Pasal 3 huruf b
adalah WP dan/atau masyarakat yg sedang tertimpa bencana yg diakibatkan
peristiwa yg disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
(3) WP atau masyarakat yg tertimpa musibah pd Pasal 3 huruf c adalah WP dan/atau
masyarakat yg tertimpa kecelakaan yg tdk dpt diperkirakan sebelumnya dan
membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa.

BIAYA YG DPT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO (Pasal 6 ayat (1) UU PPh)
a.
biaya yg scr lsg atau tdk lsg berkaitan dgn kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dgn pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yg diberikan dlm bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh:
Pengeluaran-pengeluaran utk 3M penghasilan yg bukan mrp objek pajak tdk
boleh dibebankan sbg biaya
Bunga atas pinjaman yg dipergunakan utk membeli saham tdk dpt dibebankan
sbg biaya sepanjang dividen yg diterimanya tdk mrp objek pajak sesuai Pasal 4
ayat (3) huruf f UU PPh. Bunga pinjaman yg tdk boleh dibiayakan tsb dpt
dikapitalisasi sbg penambah harga perolehan saham.
Pengeluaran-pengeluaran yg tdk ada hubungannya dgn upaya utk 3M
penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran utk keperluan pribadi
pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yg dipergunakan utk
keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi utk kepentingan
pribadi, tdk boleh dibebankan sbg biaya.
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-02/PMK.03/2010 dan SE-9/PJ./2010);
a. Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yg dikeluarkan oleh WP dlm
rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik
lsg maupun tdk lsg utk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
b. Besarnya Biaya Promosi yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto mrp
akumulasi dari jml:
1) biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
2) biaya pameran produk;
3) biaya pengenalan produk baru; dan/atau
4) biaya sponsorship yg berkaitan dgn promosi produk.
c. Tdk termasuk Biaya Promosi:
1) pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dgn nama dan dlm bentuk
apapun, kpd pihak lain yg tdk berkaitan lsg dgn penyelenggaraan kegiatan
promosi.
2) Biaya Promosi utk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yg
bukan mrp objek pajak dan yg tlh dikenai pajak bersifat final.
d. Dlm hal promosi dilakukan dlm bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya
yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto adalah seb hrg pokok sampel produk
yg
diberikan, sepanjang blm dibebankan dlm perhitungan HPP.
e. Biaya Promosi yg dikeluarkan kpd pihak lain dan mrp objek pemotongan PPh
wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
f. WP wajib membuat daftar nominatif yg paling sedikit hrs memuat data penerima

C028

b.

c.
d.
e.
f.
g.
h.

i.
j.
k.
l
m.

berupa nama, NPWP, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya,
nomor bukti pemotongan dan besarnya PPh yg dipotong dgn format dlm Lamp
PMK-02/PMK.03/2010.
g. Daftar nominatif dilaporkan sbg lampiran saat WP menyampaikan SPT Tahunan
PPh Badan.
h. Dlm hal ketentuan huruf f dan g di atas tdk dipenuhi, Biaya Promosi tdk dpt
dikurangkan dari penghasilan bruto.
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali PPh;
penyusutan atas pengeluaran utk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran utk memperoleh hak dan atas biaya lain yg mempunyai masa manfaat > 1 thn
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 11 dan Pasal 11A;
iuran kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu;
kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yg dimiliki dan digunakan dlm perusahaan
atau yg dimiliki utk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan;
kerugian selisih kurs mata uang asing;
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yg dilakukan di Indonesia;
biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
piutang yg nyata-nyata tdk dpt ditagih dgn syarat :
1. tlh dibebankan sbg biaya dlm laporan laba rugi komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yg tdk dpt ditagih kpd DJP; dan
3. tlh diserahkan perkara penagihannya kpd Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yg
menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yg bersangkutan; atau tlh
dipublikasikan dlm penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya tlh dihapuskan utk jml utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pd angka 3 tdk berlaku utk penghapusan piutang tak
tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yg pelaksanaannya diatur lbh lanjut dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-57/PMK.03/2010);
sumbangan dlm rangka penanggulangan bencana nasional yg ketentuannya diatur dgn
Peraturan Pemerintah (PP 93 Thn 2010);
sumbangan dlm rangka penelitian dan pengembangan yg dilakukan di Indonesia yg
ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010);
biaya pembangunan infrastruktur sosial yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010);
sumbangan fasilitas pendidikan yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn 2010); dan
sumbangan dlm rangka pembinaan olahraga yg ketentuannya diatur dgn PP (PP 93 Thn
2010).

BIAYA TDK BOLEH DIKURANGKAN (Pasal 9 ayat (1) UU PPh) Bagi WP DN & BUT
a. pembagian laba dgn nama dan dlm bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yg
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi;
b. biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau
anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1.
cadangan piutang tak tertagih utk usaha bank dan badan usaha lain yg menyalurka
kredit, SGU dgn hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anja
piutang;
2.
cadangan utk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yg dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3.
cadangan penjaminan utk LPS;
4.
cadangan biaya reklamasi utk usaha pertambangan;
5.
cadangan biaya penanaman kembali utk usaha kehutanan; dan
6.
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri utk
usaha pengolahan limbah industri,
yg ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-81/PMK.03/2009);
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa, yg dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi

C029

tsb dihitung sbg penghasilan bagi WP yg bersangkutan;


penggantian atau imbalan sehubungan dgn pekerjaan atau jasa yg diberikan dlm bentuk natura
dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi slr pegawai serta
penggantian atau imbalan dlm bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yg
berkaitan dgn pelaksanaan pekerjaan yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
(PMK-83/PMK.03/2009);
f. jml yg melebihi kewajaran yg dibayarkan kpd pemegang saham atau kpd pihak yg mempunyai
hub istimewa sbg imbalan sehubungan dgn pekerjaan yg dilakukan;
g. harta yg dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dlm Pasal
4 ayat (3) huruf a & b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 6 ayat (1) huruf i
s.d. m serta zakat yg diterima oleh BAZ atau LAZ yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk agama yg diakui di Indonesia, yg
diterima oleh lembaga keagamaan yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yg
ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan PP (PP 18 Thn 2009 dan SE-80/PJ/2010);
h. PPh;
i. biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi WP atau orang yg menjadi
tanggungannya;
j. gaji yg dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, atau CV yg modalnya tdk terbagi atas
saham; diperlakukan sbg 1 kesatuan shg tdk ada imbalan sbg gaji
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yg
berkenaan dgn pelaksanaan perpu di bidang perpajakan.
Catatan:
Pengeluaran dan biaya yg tdk boleh dikurangkan dlm menentukan besarnya PKP bagi WP DN dan
BUT, termasuk: (Pasal 13 PP 94 Thn 2010)
a. biaya utk 3M penghasilan yg:
1) bukan mrp objek pajak;
2) pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau
3) dikenakan pajak berdasarkan NPPN sesuai Pasal 14 UU PPh dan Norma Penghitungan
Khusus sesuai Pasal 15 UU PPh.
b. PPh yg ditanggung oleh pemberi penghasilan.
e.

ROYALTI (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh)


Royalti adalah suatu jml yg dibayarkan atau terutang dgn cara atau perhitungan apa pun, baik
dilakukan scr berkala maupun tdk, sbg imbalan atas:
1. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau
ilmiah;
3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dgn penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tsb pd angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/
perlengkapan tsb pd angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tsb pd angka 3,
berupa:
a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
yg disalurkan kpd masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yg serupa;
b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, utk siaran televisi atau radio yg disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel,
serat optik, atau teknologi yg serupa;
c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau slr spektrum radio komunikasi;
5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita
video utk siaran televisi, atau pita suara utk siaran radio; dan
6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yg berkenaan dgn penggunaan atau pemberian hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tsb di atas.
Ket:
Licence number / licence code pd penjualan suatu produk software hanya berfungsi utk mengaktifkan
software agar dpt dioperasikan, maka licence number / licence code pd produk software tdk
dimaksudkan sbg izin yg diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kpd pihak

C0210

lain utk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dgn
persyaratan tertentu sesuai Pasal 1 angka 14 UU 19 Thn 2002 ttg Hak Cipta.
SELISIH KURS (Pasal 9 PP 94 Thn 2010)
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sbg penghasilan atau biaya
berdasarkan sistem pembukuan yg dianut dan dilakukan scr taat asas sesuai dgn SAK yg
berlaku di Indonesia.
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang utk usaha WP yg dikenakan PPh yg bersifat
final atau tdk termasuk objek pajak

1.

2.

Keuntungan
atau kerugian
selisih kurs
mata uang
asing tsb

yg
berkaitan
lsg
yg tdk
berkaitan
lsg

dgn usaha WP yg:


dikenakan PPh yg
bersifat final; atau
tdk termasuk objek
pajak

Tdk diakui sbg


penghasilan atau biaya
Diakui sbg penghasilan
atau biaya sepanjang
biaya tsb dipergunakan utk
3M penghasilan

Contoh atas No.1 :


PT A bergerak di bidang penyewaan apartemen. Sesuai dgn kontrak, sewa apartemen tiap bulan
adalah seb US$1,000 dan diterbitkan invoice setiap tanggal 1.
Pd tanggal 1 Sept 2010 PT A menerbitkan invoice seb US$ 1,000 kpd penyewa. Pd tanggal tsb, kurs
yg berlaku adalah Rp 9.000 per 1 US$. Pd tanggal 1 Sept 2010 tsb PT A mengakui penghasilan atas
sewa apartemen seb Rp 9 juta (US$ 1,000 x Rp 9.000).
Pd tanggal 15 Sept 2010 penyewa membayar sewa apartemen. Pd tanggal tsb, kurs yg berlaku
adalah Rp 8.700 per 1 US$, shg nilai sewa yg dibayar adalah seb Rp 8,7 juta (US$ 1,000 x Rp8.700).
Atas perbedaan waktu antara tanggal penerbitan invoice dan tanggal pembayaran timbul kerugian
selisih kurs bagi PT A seb Rp 300 ribu ((Rp9.000 - Rp8.700) x US$ 1,000)).
Atas kerugian selisih kurs tsb tdk diakui sbg biaya bagi PT A krn berasal dari penyewaan apartemen
yg tlh dikenai PPh bersifat final.
Contoh atas No. 2:
PT A yg bergerak di bidang penyewaan apartemen, pd bulan Sept 2010 mendapatkan pinjaman seb
US$ 10,000,000 yg digunakan @ seb US$ 9,000,000 utk membangun apartemen, dan seb US$
1,000,000 utk membeli alat transportasi yg akan dipergunakan utk usaha jasa angkutan.
Atas keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yg berasal dari pinjaman seb US$
1,000,000 tsb dpt diakui sbg penghasilan atau biaya krn:
tdk berkaitan lsg dgn usaha PT A di bidang penyewaan apartemen yg atas penghasilannya
dikenai PPh yg bersifat final; dan
mrp pengeluaran utk 3M penghasilan lainnya berupa usaha jasa angkutan yg atas
penghasilannya dikenai PPh dgn tarif dlm Pasal 17 UU PPh
PEMBUKUAN SCR TERPISAH (Pasal 27 PP 94 Thn 2010)
WP hrs menyelenggarakan pembukuan scr terpisah dlm hal:
a. memiliki usaha yg penghasilannya dikenai PPh yg bersifat final dan tdk final;
b. menerima atau memperoleh penghasilan yg mrp objek pajak dan bukan objek pajak; atau
c. mendapatkan dan tdk mendapatkan fasilitas perpajakan sesuai Pasal 31A UU PPh.
Biaya bersama bagi WP di atas yg tdk dpt dipisahkan dlm rangka penghitungan besarnya
Penghasilan Kena Pajak (PKP), pembebanannya dialokasikan scr proporsional.
Contoh atas Huruf c:
PT A bergerak di bidang industri pengalengan ikan yg berkedudukan di Jakarta mempunyai aset
berupa gudang dan mesin pengolahan di Papua dlm rangka pengembangan kegiatan dan produksi
perusahaan.
Sesuai dgn PP 1 Thn 2007 ttg Fasilitas PPh utk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu jo PP 62 Thn 2008, atas industri pengalengan ikan dan biota
perairan lainnya di daerah Papua dpt diberikan fasilitas PPh, antara lain penyusutan dan

C0211

amortisasi yg dipercepat.
Dlm hal ini, pencatatan scr terpisah hrs dilakukan utk biaya penyusutan atas aset dlm rangka usaha
yg mendapatkan fasilitas perpajakan (di Papua) dan yg tdk mendapatkan fasilitas perpajakan (di
Jakarta).
Penjelasan Biaya Bersama:
Biaya bersama adalah pengeluaran atau biaya yg berhubungan lsg dgn kegiatan utk 3M penghasilan
suatu penghasilan dan sekaligus berhubungan lsg dgn kegiatan utk 3M penghasilan lainnya.
Biaya-biaya bersama yg menjadi dasar alokasi pembebanan dlm rangka menghitung besarnya PKP
adalah biaya bersama stl dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal sesuai dgn UU PPh dan peraturan
pelaksanaannya.
Contoh:
PT A bergerak dlm bidang usaha yg penghasilannya dikenakan PPh yg bersifat final. Dlm suatu thn
pajak, PT A memperoleh penghasilan bruto yg terdiri dari:
a. penghasilan dari usaha yg tlh dikenakan PPh yg bersifat final ............... Rp 300 juta
b. penghasilan bruto lainnya yg dikenakan PPh yg bersifat tdk final ........... Rp 200 juta
Jml penghasilan bruto
Rp 500 juta
Apabila biaya-biaya bersama yg tdk dpt dipisahkan stl dilakukan penyesuaian fiskal adalah seb Rp
250 juta, maka biaya yg boleh dikurangkan utk 3M penghasilan adalah seb: 2/5 x Rp 250 juta = Rp
100 juta
PAJAK MASUKAN (PM) YG TDK DPT DIKREDITKAN (Pasal 10 PP 94 Thn 2010)
PM yg tdk dpt dikreditkan sesuai Pasal 9 ayat (8) UU PPN dpt dikurangkan dari penghasilan bruto
sepanjang dpt dibuktikan PM tsb:
benar-benar tlh dibayar; dan
berkenaan dgn pengeluaran yg berhubungan dgn kegiatan utk 3M penghasilan.
PM yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto tsb sehubungan dgn pengeluaran utk memperoleh
harta berwujud dan/atau harta tdk berwujud serta biaya lainnya yg mempunyai masa manfaat > 1 thn
sesuai Pasal 11 & Pasal 11A UU PPh, hrs dikapitalisasi dgn pengeluaran atau biaya tsb dan
dibebankan melalui penyusutan/amortisasi.

C0212

PENENTUAN SPDN & SPLN


Dasar Hukum:
Pasal 2 UU PPh
PER-43/PJ/2011 (berlaku sejak 28 Des 2011) ttg Penentuan SPDN dan SPLN
SPDN & Kriteria Menjadi WPDN
1. OP yg :
a. bertempat tinggal di Indonesia, atau
OP yg bertempat tinggal di Indonesia adalah OP yg :
i. mempunyai tempat tinggal (place of residence) di Indonesia yg digunakan oleh OP sbg
tempat utk :
1) berdiam (permanent dwelling place), yg tdk bersifat sementara dan tdk sbg tempat
persinggahan
dlm hal OP mempunyai tempat di Indonesia yg dipakai utk kediaman, yg bersifat
tdk sementara dan bukan sbg persinggahan.
2) melakukan kegiatan sehari-hari atau menjalankan kebiasaanya (ordinary course of life)
dlm hal OP mempunyai tempat di Indonesia yg digunakan utk melakukan kegiatan
sehari-hari terkait dgn urusan ekonomi, keuangan atau sosial pribadinya, antara
lain turut serta dlm kegiatan-kegiatan di masyarakat, turut serta dlm kegiatan,
keanggotaan, atau kepengurusan suatu organisasi, kelompok atau perkumpulan di
Indonesia.
3) tempat menjalankan kebiasaan (place of habitual abode)
dlm hal OP mempunyai tempat di Indonesia yg digunakan utk melakukan
kebiasaan atau kegiatan, baik yg bersifat rutin, sering ataupun tdk, antara lain
melakukan aktivitas yg menjadi kegemaran atau hobi.
ii. mempunyai tempat domisili (place of domicile) di Indonesia, yaitu OP yg dilahirkan di
Indonesia yg masih berada di Indonesia.
Penjelasan terkait pengertian tempat tinggal:
Tempat tinggal ini dpt ditempati sendiri oleh OP atau bersama-sama dgn keluarganya,
yg dpt dimiliki, disewa, atau tersedia utk digunakannya; dan berdasarkan pd keadaan yg
sebenarnya.
OP yg bertempat tinggal di Indonesia yg kemudian pergi ke LN tetap dianggap bertempat
tinggal di Indonesia, apabila keberadaannya di LN berpindah-pindah dan berada di
Indonesia > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan.
OP WNI yg berada di LN dianggap tdk bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat
tinggal tetap di LN yg dibuktikan dgn salah satu dokumen tanda pengenal resmi yg masih
berlaku sbg penduduk di LN, yaitu: Green card, identity card, student card, pengesahan
alamat di LN pd paspor oleh Kantor Perwakilan RI di LN, surat keterangan dari KBRI atau
Kantor Perwakilan RI di LN, atau tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara
setempat.
b. berada di Indonesia > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan, atau
Jangka waktu 183 hari ini ditentukan dgn menghitung lamanya Subjek Pajak OP berada di
Indonesia, yg keberadaannya di Indonesia dpt scr terus menerus atau terputus-putus, dan
bagian dari hari dihitung penuh 1 hari.
c. dlm suatu thn pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat utk bertempat tinggal di
Indonesia
Subjek Pajak OP dianggap mempunyai niat utk bertempat tinggal di Indonesia yaitu dlm hal:
Subjek Pajak OP menunjukkan niatnya scr tegas utk bertempat tinggal di Indonesia, (yg dpt
dibuktikan dgn dokumen berupa Visa bekerja, atau Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS)) >
183 hari atau kontrak/perjanjian utk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yg dilakukan
di Indonesia selama > 183 hari.
Subjek Pajak OP melakukan tindakan yg menunjukkan bahwa dirinya akan bertempat tinggal
di Indonesia atau bersiap utk bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa
atau mengontrak tempat, termasuk menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan
anggota keluarga atau memperoleh tempat yg disediakan oleh pihak lain.
2. Badan yg didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

C031

Subjek Pajak badan yg didirikan di Indonesia adalah badan sebagaimana dimaksud dlm UU KUP,
tdk termasuk BUT, yg pendirian atau pembentukannya:
berdasarkan ketentuan perpu di Indonesia,
didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perpu di Indonesia, atau
di dlm wilayah hukum Indonesia.
Badan yg bertempat kedudukan di Indonesia adalah Subjek Pajak badan yg:
mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana tercantum dlm
akta pendirian badan,
mempunyai kantor pusat di Indonesia,
mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di Indonesia,
mempunyai tempat kantor pimpinan yg berada di Indonesia yg melakukan pengendalian,
pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia utk membuat keputusan strategis, atau
pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia.
Tempat kedudukan badan ditentukan berdasarkan keadaan atau kenyataan yg sebenarnya.
3. Warisan yg blm terbagi sbg 1 kesatuan menggantikan yg berhak
OP atau badan yg tdk memenuhi kriteria sbg SPDN tsb mrp SPLN.
SPDN
OP
Badan

Menjadi WPDN
Apabila tlh menerima atau memperoleh penghasilan yg berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan > PTKP
Sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan menerima
penghasilan baik yg diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

SPLN
1. OP yg mrp WNI yg bekerja di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
OP ini tetap mrp SPDN apabila tdk memiliki atau tdk dpt menunjukkan salah satu dokumen tanda
pengenal resmi yg masih berlaku sbg penduduk di LN.
Atas penghasilan yg diterima atau diperoleh OP ini sehubungan dgn pekerjaannya di luar
Indonesia dan penghasilannya bersumber dari luar Indonesia, tdk dikenai PPh di Indonesia.
Tetapi dlm hal OP ini menerima atau memperoleh penghasilan yg bersumber dari Indonesia,
penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai ketentuan perpu di bidang perpajakan yg berlaku.
OP WNI yg bekerja di LN > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan menjadi SPLN sejak
meninggalkan Indonesia.
2. OP yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya

Subjek pajak OP DN yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya dan OP WNI sebagaimana


dimaksud dlm Pasal 12 ayat (1) menjadi SPLN sejak meninggalkan Indonesia.

OP ini tetap diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh utk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan jml pajak yg sebenarnya terutang atas penghasilan yg diterima atau
diperoleh dlm Thn Pajak atau Bagian Thn Pajak terakhir dlm statusnya sbg SPDN sesuai
dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan yg berlaku.

Bagi subjek pajak OP DN yg meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya hrs menyampaikan


SPT Tahunan PPh paling lambat saat meninggalkan Indonesia.
3. BUT
SPLN dpt menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu BUT di Indonesia dlm hal mempunyai
tempat kedudukan manajemen yg berada di Indonesia.
Tempat kedudukan manajemen: tempat kedudukan manajemen yg menjalankan kegiatan/operasi
perusahaan sehari-hari atau secara rutin yg tdk melakukan pengendalian atas seluruh
perusahaan dan tdk membuat keputusan yg bersifat strategis.
Dlm hal tempat kedudukan manajemen ini melakukan pengendalian atas slr perusahaan atau
tempat membuat keputusan yg bersifat strategis, SPLN tsb diperlakukan sbg SPDN
Tempat kedudukan manajemen efektif yg terdapat dlm P3B dpt diartikan sbg tempat:
keputusan manajemen & komersial yg signifikan dibuat, atau
pengurus membuat keputusan utk kepentingan badan.
Saat berakhir dan saat dimulainya kewajiban pajak subjektif bagi SPDN dan SPLN sebagaimana diatur
dlm Pasal 2A UU PPh diterapkan kpd Subjek Pajak stl status Subjek Pajak OP atau badan ditentukan.

C032

SAAT TERUTANG PPh


Pelunasan PPh dlm Thn Berjalan Melalui Pihak Lain: (Pasal 15 PP 94 Thn 2010)
(1). Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pd akhir bulan:
a.
terjadinya pembayaran; atau
b.
terutangnya penghasilan yg bersangkutan,
tergantung peristiwa yg terjadi terlebih dahulu.
(2). Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan pd saat:
a.
pembayaran; atau
b.
tertentu lainnya yg diatur oleh MenKeu
(3). Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan pd akhir bulan:
a.
dibayarkannya penghasilan;
b.
disediakan utk dibayarkannya penghasilan; atau
c.
jatuh temponya pembayaran penghasilan yg bersangkutan,
tergantung peristiwa yg terjadi terlebih dahulu.
(4). Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan pd akhir bulan:
d.
dibayarkannya penghasilan;
e.
disediakan utk dibayarkannya penghasilan; atau
f.
jatuh temponya pembayaran penghasilan yg bersangkutan,
tergantung peristiwa yg terjadi terlebih dahulu.
Utk jenis PPh yg lain adalah dipotong/dipungut pd saat terjadinya pembayaran atau terutangnya
penghasilan yg bersangkutan, tergantung peristiwa mana lbh dahulu terjadi, kecuali diatur lain.
Penjelasan Saat Terutang PPh Pasal 23 atau 26:
Saat terutangnya PPh Pasal 23 UU PPh adalah pd saat pembayaran, saat disediakan utk dibayarkan
(seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yg ditentukan dlm kontrak atau
perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).
Saat disediakan utk dibayarkan:
a.
utk perusahaan yg tdk go public, adalah saat dibukukan sbg utang dividen yg akan dibayarkan,
yaitu pd saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dlm RUPS Tahunan. Demikian pula
apabila perusahaan yg bersangkutan dlm thn berjalan membagikan dividen sementara (dividen
interim), maka PPh Pasal 23 UU PPh terutang pd saat diumumkan atau ditentukan dlm Rapat
Direksi atau pemegang saham sesuai dgn Anggaran Dasar perseroan yg bersangkutan.
b.
utk perusahaan yg go public, adalah pd tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yg
berhak atas dividen (recording date). Pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen baru dpt dilakukan stl
para pemegang saham yg berhak "menerima atau memperoleh" dividen tsb diketahui, meskipun
dividen tsb belum diterima scr tunai.
Saat jatuh tempo pembayaran: saat kewajiban utk melakukan pembayaran yg didasarkan atas
kesepakatan, baik yg tertulis maupun tdk tertulis dlm kontrak atau perjanjian atau faktur.
Dlm hal pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 UU PPh berdasarkan ketentuan dlm Pasal 15
PP 94 Thn 2010 dilakukan pd thn pajak yg berbeda dgn thn pajak pengakuan penghasilan, maka atas
PPh yg tlh dipotong tsb dpt dikreditkan pd thn pajak dilakukan pemotongan.
Penjelasan:
Contoh:
Pd bulan Okt 2009 PT A memberikan pinjaman kpd PT B seb Rp 1 M dgn tingkat bunga seb 10% per thn.
Jatuh tempo pembayaran bunga setiap tanggal 1 Apr & 1 Okt.
Pd 1 Apr 2010, PT B membayar bunga seb Rp 50 juta kpd PT A. Atas bunga pinjaman ini, PT A tlh
mengakui sbg penghasilan di thn 2009 seb Rp 25 juta (bunga selama Okt s.d Des 2009). Sesuai
ketentuan, PT B melakukan pemotongan PPh Pasal 23 UU PPh pd saat jatuh tempo pembayaran pd
tanggal 1 Apr 2010 seb Rp 7,5 juta (15% x Rp 50 juta) dan kpd PT A diberikan bukti pemotongannya.
Atas pemotongan PPh Pasal 23 UU PPh tsb, dpt dikreditkan oleh PT A pd thn 2010.

C041

TARIF PPh PASAL 17 UU PPh

Pasal 17 ayat (4) UU PPh: Utk keperluan penerapan tarif pajak, jml PKP dibulatkan ke bawah dlm
ribuan rupiah penuh
Thn Pajak
WP OP DN
WP Badan DN
2001-2008
<
Rp 25 juta
5%
<
Rp 50 juta
10%
>
Rp 25 - Rp 50 juta
10%
>
Rp 50 - Rp 100 juta
15%
>
Rp 50 - Rp 100 juta
15%
>
Rp 100 juta
30%
>
Rp 100 - Rp 200 juta
25%
>
Rp 200 juta
35%
2009
<
Rp 50 juta
5%
28%
>
Rp 50 - Rp 250 juta
15%
2010-sekarang
>
Rp 250 - Rp 500 juta
25%
25%
>
Rp 500 juta
30%
Contoh penghitungan pajak yg terutang utk WP OP Thn Pajak 2014:
Jml PKP Rp 60 juta.
PPh yg terutang:
5% x Rp 50 juta
=
Rp 2,5 juta
15% x Rp 10 juta
=
Rp 1,5 juta
+
Rp 4 juta

WP badan DN yg berbentuk perseroan terbuka yg paling sedikit 40% dari jml keseluruhan saham yg
disetor diperdagangkan di BEI & memenuhi persyaratan tertentu lainnya dpt memperoleh tarif seb 5%
lbh rendah daripada tarif PPh Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Fasilitas Pasal 31E UU PPh


Juklak: SE-66/PJ/2010
WP Badan DN dgn peredaran bruto < Rp 50 M
9 Mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif seb 50% dari Tarif PPh Pasal 17 dikenakan atas
PKP dari bagian peredaran bruto < Rp 4,8 M
9 Besarnya bagian peredaran bruto < Rp 4,8 M dpt dinaikkan dgn Peraturan Menkeu
9 Mulai thn pajak 2009 tarif PPh Pasal 17 = 28%, mulai thn pajak 2010 tarif PPh Pasal 17 =
25%
Peredaran bruto dlm Pasal 31E ayat (1) UU PPh adalah penghasilan yg diterima/diperoleh dari
kegiatan usaha sbl dikurangi biaya utk 3M penghasilan baik yg berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, meliputi: Penghasilan yg dikenai PPh bersifat final; Penghasilan yg dikenai
PPh tdk bersifat final; dan Penghasilan yg dikecualikan dari objek pajak. (Angka 2 huruf c SE66/PJ/2010)
Contoh
Contoh 1:
Peredaran bruto thn pajak 2009 Rp 4,5 M. PKP Rp 500 juta.
Jml PKP dari bagian peredaran bruto mendapat fasilitas:
Rp 500 juta seluruhnya Peredaran bruto < Rp 4,8 M
PPh terutang: (50% x 28%) x Rp 500 juta = Rp 70 juta
Contoh 2:
Peredaran bruto thn pajak 2009 Rp 30 M. PKP Rp 3 M.
Jml PKP dari bagian peredaran bruto mendapat fasilitas:
Rp 4,8 M
x
Rp 3 M
= Rp 480 juta
Rp 30 M
Jml PKP dari bagian peredaran bruto tdk mendapat fasilitas:
Rp 3 M - Rp 480 juta = Rp 2,52 M
PPh terutang:
(50% x 28%) x Rp 480 juta
= Rp 67,2 juta
28% x Rp 2,52 M
= Rp 705,6 juta
Rp 772,8 juta

C051

+/+

KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL DAN PENGHASILAN TDK KENA PAJAK (PTKP)

A. KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL (Pasal 6 ayat (2) UU PPh)


Apabila penghasilan bruto stl pengurangan biaya 3M penghasilan sebagaimana dimaksud pd Pasal
6 ayat (1) UU PPh didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dgn penghasilan mulai thn
pajak berikutnya berturut-turut s.d. 5 tahun.
Kerugian tsb dikompensasikan dgn penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 thn berturut-turut
dimulai sejak thn berikutnya sesudah thn didapatnya kerugian tsb.
Contoh:
PT A dlm thn 2009 menderita kerugian fiskal seb Rp 1,2 M.
Dlm 5 thn berikutnya laba rugi fiskal PT A:
2010 : laba fiskal
Rp 200 juta
2011 : rugi fiskal
(Rp 300 juta)
2012 : laba fiskal
Rp N I H I L
2013 : laba fiskal
Rp 100 juta
2014 : laba fiskal
Rp 800 juta
Kompensasi kerugian dilakukan sbg berikut :
Rugi fiskal thn 2009
(Rp 1,2 M)
Laba fiskal thn 2010
Rp 200 juta (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009
(Rp 1 M)
Rugi fiskal thn 2011
(Rp 300 juta)
Sisa rugi fiskal thn 2009
(Rp 1 M)
Laba fiskal thn 2012
Rp N I H I L (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009
(Rp 1 M)
Laba fiskal thn 2013
Rp 100 juta (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009
(Rp 900 juta)
Laba fiskal thn 2014
Rp 800 juta (+)
Sisa rugi fiskal thn 2009
(Rp 100 juta)
Rugi fiskal thn 2009 seb Rp 100 juta yg masih tersisa pd akhir thn 2014 tdk boleh
dikompensasikan lagi dgn laba fiskal thn 2015, sedangkan rugi fiskal thn 2011 seb Rp 300 juta
hanya boleh dikompensasikan dgn laba fiskal thn 2015 dan thn 2016, krn jangka waktu 5 thn yg
dimulai sejak thn 2012 berakhir pd akhir thn 2016.
Catatan: Utk WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013, berlaku ketentuan
Pasal 8 PP 46 bila terdapat kompensasi kerugian. lihat bagian C.18
B. PTKP (Pasal 6 ayat (3) UU PPh)
Kpd OP sbg WP DN diberikan pengurangan berupa PTKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 UU
PPh.
No.

Keadaan

1
2
3
4
5
6
7
8
9

TK/TK/1; K/TK/2; K/1


TK/3; K/2
K/3
K/I/K/I/1
K/I/2
K/I/3
Dasar Hukum

01/01/06 31/12/08

01/01/09 31/12/12

(Rp)
13.200.000
14.400.000
15.600.000
16.800.000
18.000.000
27.600.000
28.800.000
30.000.000
31.200.000
PMK137/PMK.03/2005
1.200.000

C061

(Rp)
15.840.000
17.160.000
18.480.000
19.800.000
21.120.000
33.000.000
34.320.000
35.640.000
36.960.000
UU 36 Thn 2008
1.320.000

Mulai 01/01/13
(Rp)
24.300.000
26.325.000
28.350.000
30.375.000
32.400.000
50.625.000
52.650.000
54.675.000
56.700.000
PMK162/PMK.01/2012
2.025.000

Ket:
Tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dlm 1 garis keturunan lurus (mis: ayah, ibu,
anak kandung), semenda dlm 1 garis keturunan lurus (mis: mertua, anak tiri), anak angkat yg
menjadi tanggungan sepenuhnya (anggota keluarga yg tdk mempunyai penghasilan dan slr
biaya hidupnya ditanggung oleh WP).
PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn kalender.
Utk menghitung PPh Pasal 21: Keadaan No. 1 5, utk menghitung PPh OP: Keadaan No. 1
9
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn pajak atau awal bagian thn
pajak. (Pasal 7 ayat 2 UU PPh)
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pd awal thn kalender, kecuali utk pegawai
yg baru datang dan menetap di Indonesia dlm bagian thn kalender ditentukan berdasarkan
keadaan pd awal bulan dari bagian thn kalender yg bersangkutan. (Pasal 11 ayat (5) & (6)
PER-31/PJ/2012)
PTKP karyawati:
Karyawati kawin: PTKP utk dirinya sendiri.
Karyawati tdk kawin: PTKP utk dirinya sendiri + PTKP utk keluarga yg menjadi tanggungan
sepenuhnya.
Karyawati kawin yg dpt menunjukkan keterangan tertulis dari Pemda setempat (serendahrendahnya kecamatan) yg menyatakan suaminya tdk menerima/memperoleh penghasilan:
PTKP utk dirinya sendiri + PTKP status kawin + PTKP utk keluarga yg menjadi tanggungan
sepenuhnya. (Pasal 11 ayat (4) PER-31/PJ/2012)
Utk dpt memperoleh pengurangan berupa PTKP bagi Bukan Pegawai yg menerima imbalan
yg bersifat berkesinambungan yg memenuhi Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2012 penerima
penghasilan Bukan Pegawai hrs menyerahkan FC kartu NPWP, dan bagi wanita kawin hrs
menyerahkan FC kartu NPWP suami serta FC surat nikah dan kartu keluarga.
Pegawai, penerima pensiun berkala, serta Bukan Pegawai pd Pasal 9 ayat (1) huruf a angka
4 wajib membuat surat pernyataan yg berisi jml tanggungan keluarga pd awal thn kalender
atau pd saat mulai menjadi SPDN sbg dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya
kpd pemotong PPh Pasal 21/26 pd saat mulai bekerja atau mulai pensiun. Dan dm hal
terjadi perubahan tanggungan keluarga, maka wajib membuat surat pernyataan baru dan
menyerahkannya kpd Pemotong PPh Pasal 21/26 paling lama sbl mulai thn kalender
berikutnya. (Pasal 22 ayat (2) & (3) PER-31/PJ/2012)

TK/...

STATUS WP OP
Tdk Kawin, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.

K/...

Kawin, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.

K/I/...

Kawin, tambahan utk isteri (hanya seorang) yg penghasilannya digabung dgn


penghasilan suami, ditambah dgn banyaknya tanggungan anggota keluarga.

HB/...

WP kawin yg tlh hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan anggota keluarga.


PTKP bagi WP @ suami isteri yg tlh hidup berpisah utk diri @ WP diperlakukan
seperti WP Tdk Kawin sedangkan tanggungan sesuai dgn kenyataan sebenarnya yg
diperkenankan.
WP kawin yg scr tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta & penghasilan. PTKP
nya tetap seperti PTKP utk WP kawin yg penghasilan suami istri digabungkan
(K/I/....).

PH/...

C062

HARTA & PERSEDIAAN


Dasar Hukum:
Pasal 10, 11, 11A UU PPh
PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Jenis-jenis harta yg termasuk dlm kelompok
harta berwujud bukan banguna utk keperluan penyusutan mencabut KMK- 520/KMK.04/2000 jo
KMK-138/KMK.03/2002
PER-10/PJ/2014 (berlaku sejak 21 Mar 2014) ttg Tata cara permohonan dan penetapan atas saat
mulainya penyusutan harta berwujud yg dpt dilakukan pd bulan digunakan atau bulan mulai
menghasilkan
PER-20/PJ/2014 (berlaku mulai sejak Thn Pajak 2014) ttg Tata cara permohonan dan penetapan
masa manfaat yg sesungguhnya atas harta berwujud bukan bangunan utk keperluan penyusutan
mencabut PER-55/PJ/2009

A. PEROLEHAN ATAU PENGALIHAN HARTA (Pasal 10 UU PPh)


1.

2.

3.

4.

Hrg perolehan atau hrg penjualan dlm hal terjadi jual beli harta yg tdk dipengaruhi hubungan
istimewa dlm Pasal 18 ayat (4) UU PPh adalah jml yg sesungguhnya dikeluarkan atau diterima,
sedangkan apabila terdapat hub istimewa adalah jml yg seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Nilai perolehan atau nilai penjualan dlm hal terjadi tukar-menukar harta adalah jml yg seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan hrg pasar.
Contoh:
PT A
PT B
(Harta X)
(Harta Y)
NSB
Rp 10 juta
Rp 12 juta
Hrg pasar
Rp 20 juta
Rp 20 juta
Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran harta. Walau tdk terdapat realisasi pembayaran
antara pihak-pihak yg bersangkutan, namun krn hrg pasar harta yg dipertukarkan adalah Rp
20 juta, maka jml seb Rp 20 juta mrp nilai perolehan yg seharusnya dikeluarkan atau nilai
penjualan yg seharusnya diterima. Selisih antara hrg pasar dgn NSB harta yg dipertukarkan
mrp keuntungan yg dikenakan pajak. PT A memperoleh keuntungan seb Rp 10 (Rp 20 juta Rp 10 juta) dan PT B memperoleh keuntungan seb Rp 8 juta (Rp 20 juta - Rp 12 juta).
Nilai perolehan atau pengalihan harta yg dialihkan dlm rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jml yg seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan hrg pasar, kecuali ditetapkan lain oleh MenKeu.
Selisih antara hrg pasar dgn NSB harta yg dialihkan mrp penghasilan yg dikenakan pajak.
Contoh:
PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. NSB dan hrg
pasar harta dari kedua badan tsb adalah:
PT A
PT B
NSB
Rp 200 juta
Rp 300 juta
Hrg pasar
Rp 300 juta
Rp 450 juta
Pd dasarnya, penilaian harta yg diserahkan oleh PT A dan PT B dlm rangka peleburan
menjadi PT C adalah hrg pasar dari harta. Dgn demikian, PT A mendapat keuntungan seb
Rp 100 juta (Rp 300 juta - Rp 200 juta) dan PT B mendapat keuntungan seb Rp 150 juta
(Rp 450 juta - Rp 300 juta). Sedangkan PT C membukukan semua harta tsb dgn jml Rp 750
juta (Rp 300 juta + Rp 450 juta).
Namun dlm rangka menyelaraskan dgn kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi,
moneter dan kebijakan lainnya, MenKeu diberi wewenang utk menetapkan nilai lain selain
hrg pasar, yaitu atas dasar NSB (pooling of interest). Dlm hal demikian PT C membukukan
penerimaan harta dari PT A dan PT B tsb seb Rp 500 juta (Rp 200 juta + Rp 300 juta).
2 metode pencatatan transaksi penggabungan usaha dlm dunia akuntansi:
Metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest) IFRS No. 3 sejak 31 Mar 2004 tdk
lagi mengizinkan penggunaan metode ini
Metode pembelian (purchase)
Apabila terjadi pengalihan harta :

C071

a.

5.

6.

yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a & b UU PPh, maka dasar penilaian bagi yg
menerima pengalihan sama dgn nilai sisa buku (NSB) dari pihak yg melakukan pengalihan
atau nilai yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak;
Apabila WP tdk menyelenggarakan pembukuan shg NSB tdk diketahui, maka nilai
perolehan atas harta ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
b. yg tdk memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, maka dasar penilaian bagi yg
menerima pengalihan sama dgn nilai pasar dari harta tsb.
Apabila terjadi pengalihan harta dlm Pasal 4 ayat (3) huruf c UU PPh, maka dasar penilaian harta
bagi badan yg menerima pengalihan sama dgn nilai pasar dari harta tsb.
Contoh:
WP X menyerahkan 20 unit mesin bubut yg nilai bukunya adalah Rp 25 juta kpd PT Y sbg
pengganti penyertaan sahamnya dgn nilai nominal Rp 20 juta. Hrg pasar mesin-mesin bubut
tsb adalah Rp 40 juta. Dlm hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tsb sbg aktiva dgn nilai
Rp 40 juta dan seb nilai tsb bukan mrp penghasilan bagi PT Y.
Selisih antara nilai nominal saham dgn nilai pasar harta, yaitu seb Rp 20 juta (Rp 40 juta Rp 20 juta) dibukukan sbg agio. Bagi WP X selisih seb Rp 15 juta (Rp 40 juta Rp 25 juta) mrp Objek Pajak.
Persediaan dan pemakaian persediaan utk penghitungan hrg pokok dinilai berdasarkan hrg
perolehan yg dilakukan scr rata-rata (Metode Average) atau dgn cara mendahulukan persediaan
yg diperoleh pertama (Metode FIFO).
Sesuai dgn kelaziman, cara penilaian tsb juga diberlakukan thd sekuritas. Sekali WP memilih
salah satu cara penilaian pemakaian persediaan utk penghitungan hrg pokok tsb, maka utk thnthn selanjutnya hrs digunakan cara yg sama.
SAK yg diperbarui dlm Revisi PSAK 14 Thn 2009, implementasi dari International Accounting
Standards (IAS) 2, menyatakan bahwa inventories (persediaan), adopsi penerapan IFRS, tdk
memperbolehkan lagi menggunakan metode LIFO.

B. PENYUSUTAN (Pasal 11 UU PPh)

Penyusutan atas pengeluaran utk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan
harta berwujud, kecuali tanah yg berstatus hak milik, HGB, HGU, dan hak pakai, yg dimiliki dan
digunakan utk 3M penghasilan yg mempunyai masa manfaat > 1 thn dilakukan dlm bagian-bagian
yg sama besar selama masa manfaat yg tlh ditentukan bagi harta tsb. Penyusutan atas
pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dpt juga dilakukan dlm bagian-bagian yg menurun
selama masa manfaat, yg dihitung dgn cara menerapkan tarif penyusutan atas NSB, dan pd akhir
masa manfaat NSB disusutkan sekaligus, dgn syarat dilakukan scr taat asas. (Pasal 11 ayat (1) &
(2) UU PPh)
Tarif Penyusutan: (Pasal 11 ayat (6) UU PPh)
Tarif
Uraian
Kel.
Masa Manfaat
Saldo
Garis Lurus
Menurun
Harta Berwujud
Bkn Bangunan
Kel. 1
1
4
25%
50%
Kel. 2
2
8
12,5%
25%
Kel. 3
3
16
6,25%
12,5%
Kel. 4
4
20
5%
10%
Bangunan
Permanen
P
20
5%
Tdk Permanen
TP
10
10%
Harta Tak Berwujud
Kel. 1
1
4
25%
50%
Kel. 2
2
8
12,5%
25%
Kel. 3
3
16
6,25%
12,5%
Kel. 4
4
20
5%
10%

C072

Ket:
Penyusutan dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali utk harta yg masih dlm
proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pd bulan selesainya pengerjaan harta tsb.
(Pasal 11 ayat (3) UU PPh) mulai 1 Jan 2001
Dgn persetujuan Dirjen Pajak, WP diperkenankan melakukan penyusutan mulai pd bulan
harta tsb digunakan utk 3M penghasilan atau pd bulan harta yg bersangkutan mulai
menghasilkan (Pasal 11 ayat (4) UU PPh)
Utk thn pajak 1995 sekarang
Daftar Kelompok Harta: PMK-96/PMK.03/2009
Bangunan Tdk Permanen: Bangunan yg bersifat sementara dan terbuat dari bahan yg tdk
tahan lama atau bangunan yg dpt dipindah-pindahkan, yg masa manfaatnya < 10 thn,
misalnya barak atau asrama yg dibuat dari kayu utk karyawan. (Penjelasan pasal 11 ayat (6)
UU PPh)
Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yg tdk tercantum dlm Lamp I-IV PMK96/PMK.03/2009, utk kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat dlm Kelompok 3.
Tetapi dlm hal WP dpt menunjukkan masa manfaat yg sesungguhnya dari suatu harta
berwujud bukan bangunan yg tdk tercantum dlm Lamp I-IV PMK-96/PMK.03/2009 tdk dpt
dimasukkan ke dlm Kelompok 3, WP dpt memperoleh penetapan kelompok harta berwujud
bukan bangunan tsb sesuai dgn masa manfaat yg sesungguhnya, dgn cara hrs mengajukan
permohonan utk penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan tsb sesuai dgn masa
manfaat yg sesungguhnya kpd DJP melalui Kepala Kanwil DJP yg membawahi KPP tempat
WP yg bersangkutan terdaftar. (Pasal 2 ayat (1-3) PER-20/PJ/2014) Tata cara rinci dan
ketentuan mengenai permohonan utk penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan
tsb sesuai dgn masa manfaat yg sesungguhnya yg berlaku, lihat di PER-20/PJ/2014.
Apabila WP melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan dlm Pasal 19 UU PPh,
maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai stl dilakukan penilaian kembali aktiva tsb.
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta dlm Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh atau
penarikan harta krn sebab lainnya, maka jml NSB harta tsb dibebankan sbg kerugian dan jml hrg
jual atau penggantian asuransinya yg diterima atau diperoleh dibukukan sbg penghasilan pd thn
terjadinya penarikan harta tsb.
Apabila hasil penggantian asuransi yg akan diterima jumlahnya baru dpt diketahui dgn pasti di
masa kemudian, maka dgn persetujuan Dirjen Pajak jml seb kerugian tsb dibukukan sbg beban
masa kemudian tsb.
Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a b UU PPh, yg
berupa harta berwujud, maka jml NSB harta tsb tdk boleh dibebankan sbg kerugian bagi pihak yg
mengalihkan.

Penyusutan Harta Berwujud Tertentu yg Dpt Dilakukan pd Bulan Digunakan atau Bulan Mulai
Menghasilkan: (PER-10/PJ/2014)
Harta berwujud tertentu adalah semua harta berwujud berupa bangunan dan bukan bangunan,
sepanjang harta dimaksud blm pernah digunakan atau menghasilkan dan blm menjadi beban
penyusutan scr fiskal.
Tdk termasuk harta berwujud tertentu adalah harta berwujud yg dimiliki dan digunakan dlm
bidang-bidang usaha tertentu sesuai PMK-249/PMK.03/2008 jo PMK-126/PMK.011/2012
berserta aturan pelaksanaan dan perubahannya.
WP hrs mengajukan permohonan utk penetapan saat mulainya penyusutan harta berwujud
tertentu kpd Dirjen Pajak melalui Kepala KPP tempat WP yg bersangkutan terdaftar dgn status
domisili/pusat (kode status pd NPWP 000)
Permohonan menggunakan form Lamp I PER-10/PJ/2014 dan dilampiri:
Penjelasan terperinci mengenai harta berwujud tertentu;
Bukti-bukti pendukung atas saat pengeluaran utk memperoleh harta berwujud tertentu
dan/atau saat selesainya pengerjaan harta berwujud tertentu; dan
Penjelasan mengenai saat harta berwujud tertentu mulai digunakan utk 3M penghasilan
atau saat mulai menghasilkan.
Disampaikan paling lambat 1 bulan stl berakhirnya thn pajak dilakukannya pengeluaran atau
selesainya pengerjaan harta. (Pasal 3 ayat (3) PER-10/PJ/2014)

C073

Dlm hal permohonan blm lengkap, Kepala KPP menyampaikan surat permintaan
kelengkapan sesuai form Lamp II PER-10/PJ/2014 yg hrs disampaikan dlm jangka waktu 10
hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan.
Kelengkapan yg diminta wajib dipenuhi WP paling lama 10 hari kerja sejak tanggal dikirimnya
surat permintaan kelengkapan (tanggal cap pos pengiriman), bila tdk dipenuhi sampai dgn
batas waktu tsb maka permohonan WP tdk dpt dipertimbangkan. Kepala KPP hrs
memberitahukan kpd WP dlm jangka waktu 3 hari kerja sejak terlampauinya batas waktu
pemenuhan kelengkapan dgn menggunakan form Lamp III PER-10/PJ/2014.
Kepala KPP, a.n. Dirjen Pajak, hrs memberikan keputusan atas permohonan WP paling lama
1 bulan sejak permohonan tertulis dan lampirannya diterima scr lengkap dgn menggunakan
form Lamp IV PER-10/PJ/2014.
Apabila di kemudian hari diketahui bahwa bulan saat mulai digunakannya harta berwujud tertentu
utk 3M penghasilan atau bulan saat mulai menghasilkan yg tlh ditetapkan dlm Kep Dirjen Pajak
ternyata berbeda dgn kenyataan di lapangan, maka Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak berwenang utk
menetapkan kembali saat mulainya penyusutan atas harta berwujud tertentu yg bersangkutan.
Thd harta berwujud tertentu yg diperoleh sbl berlakunya PER-10/PJ/2014 dan blm pernah
diajukan permohonan, dpt diajukan permohonan paling lambat 1 bulan stl berakhirnya thn pajak
diberlakukannya PER-10/PJ/2014.
Contoh:
1. PT A membeli mesin produksi pd bulan Jan 2015. Mesin tsb mulai digunakan pd bulan Agust
2015, WP mengajukan permohonan agar penyusutan atas mesin tsb dimulai pd saat
digunakan.
a. Permohonan dpt diajukan paling lambat tanggal 29 Jan 2016.
b. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa saat mulai digunakannya mesin sesuai
dgn permohonan WP, maka Kepala KPP berwenang utk menetapkan saat mulainya
penyusutan mesin sejak bulan Agust 2015.
c. Namun demikian, apabila berdasarkan hasil penelitian dlm huruf b, diketahui bahwa
mesin sdh mulai digunakan sejak bulan Apr 2015, kaka Kepala KPP berwenang utk
menetapkan saat mulainya penyusutan mesin sejak bulan Apr 2015.
2. CV B membeli truk pd tanggal 30 Des 2014. Truk tsb akan digunakan mulai bulan Nov 2015.
CV B mengajukan permohonan agar penyusutan atas truk tsb dimulai pd saat digunakan.
Permohonan WP diajukan pd tanggal 2 Feb 2015. Permohonan WP ditolak krn disampaikan
melebihi jangka waktu sebagaimana diatur dlm Pasal 3 ayat (3) PER-10/PJ/2014 shg
penyusutan atas tuk tsb ditetapkan mulai sejak bulan dilakukan pengeluaran yaitu bulan Des
2014.
3. PT C membangun gudang yg pengerjaannya diselesaikan pd bulan Sept 2014. Gudang tsb
akan mulai digunakan pd bulan Juni 2015. PT C mengajukan permohonan saat mulainya
penyusutan gudang agar diperhitungkan sejak mulai digunakan, yaitu sejak bulan Jun 2015.
Permohonan WP diajukan pd tanggal 31 Des 2014.
a. Kep Dirjen Pajak yg menyetujui permohonan WP tlh diterbitkan pd tanggal 22 Jan 2015,
yaitu menetapkan bahwa saat mulainya penyusutan atas gudang tsb terhitung sejak
bulan Juni 2015.
b. Pd tanggal 24 Apr 2015, diketahui bahwa sejak 19 Feb 2015, gudang WP ternyata tlh
digunakan utk menyimpan bahan baku produksi shg Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak
menetapkan kembali saat mulainya penyusutan atas gudang tsb terhitung sejak bulan
Feb 2015.
4. CV D membeli mesin pd bulan Nov 2013. Mesin tsb blm dimanfaatkan dan blm disusutkan
krn baru akan digunakan mulai bulan Okt 2014. Permohonan WP dpt diajukan paling lambat
pd tanggal 30 Jan 2015.

C. AMORTISASI (Pasal 11A UU PPh)

Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biaya perpanjangan HGB, HGU, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yg mempunyai
masa manfaat > 1 thn yg dipergunakan utk 3M penghasilan dilakukan dlm bagian-bagian yg
sama besar atau dlm bagian-bagian yg menurun selama masa manfaat, yg dihitung dgn cara

C074

menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tsb atau atas NSB dan pd akhir masa manfaat
diamortisasi sekaligus dgn syarat dilakukan scr taat asas. (Pasal 11A ayat (1) UU PPh)
Tarif Amortisasi: (Pasal 11A ayat (2) UU PPh)
Tarif
Uraian
Kel.
Masa Manfaat
Saldo
Garis Lurus
Menurun
Harta Tak Berwujud
- Kel. 1
1
4
25%
50%
- Kel. 2
2
8
12,5%
25%
- Kel. 3
3
16
6,25%
12,5%
- Kel. 4
4
20
5%
10%
Ket:
Amortisasi dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali utk bidang usaha
tertentu yg diatur lbh lanjut dgn Peraturan Menkeu (PMK 248/PMK.03/2008). Pasal 11 ayat
(3) UU PPh mulai 1 Jan 2009
Utk thn pajak 1995 sekarang
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan
pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 11A ayat
(2) UU PPh.
Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh hak dan pengeluaran lain yg mempunyai masa
manfaat > 1 thn di bidang penambangan migas dilakukan dgn menggunakan metode satuan
produksi. (Pasal 11A ayat (4) UU PPh)
Amortisasi atas pengeluaran utk memperoleh hak penambangan selain yg dimaksud pd Pasal
11A ayat (4) UU PPh, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil
alam lainnya yg mempunyai masa manfaat > 1 thn, dilakukan dgn menggunakan metode
satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun. (Pasal 11A ayat (5) UU PPh)
Pengeluaran yg dilakukan sbl operasi komersial yg mempunyai masa manfaat > 1 thn,
dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 11A ayat (2) UU PPh.
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak dlm ayat (1), ayat (4), dan ayat (5),
maka NSB harta atau hak-hak tsb dibebankan sbg kerugian dan jml yg diterima sebagai
penggantian mrp penghasilan pd thn terjadinya pengalihan tsb.
Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat dlm Pasal 4 ayat (3) huruf a & b, yg
berupa harta tak berwujud, maka jml NSB harta tsb tdk boleh dibebankan sbg kerugian bagi
pihak yg mengalihkan.

D. KELOMPOK HARTA (Lamp PMK- 96/PMK.03/2009)


Jenis-Jenis Harta Berwujud yg Termasuk Kelompok 1
No.
1.

2.

Jenis Usaha
Semua Jenis
Usaha

Pertanian,
Perkebunan,
Kehutanan,
Perikanan

Jenis Harta
Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku,
kursi, almari dan sejenisnya yg bukan bagian dari bangunan.
b.
Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin
fotokopi, mesin akunting/pembukuan, komputer, printer, scanner dan
sejenisnya.
c.
Perlengkapan lainnya seperti amplifier, tape/casette, video recorder,
televisi, dan sejenisnya.
d.
Sepeda motor, sepeda dan becak.
e.
Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yg bersangkutan.
f.
Dies, jigs, dan mould.
g.
Alat-alat komunikasi seperti pesawat telepon, faksimile, telepon
seluler dan sejenisnya.
Alat yg digerakkan bukan dgn mesin seperti cangkul, peternakan,
perikanan, garu dan lain-lain.
a.

C075

3.

4.

5.
6.

7.

Industri
Makanan &
Minuman
Perhubungan,
Pergudangan
& Komunikasi
Industri Semi
Konduktor
Jasa
Persewaan
Peralatan
Tambat Air
Dlm
Jasa
Telekomunikasi Selular

Mesin ringan yg dpt dipindah-pindahkan seperti huller, pemecah kulit,


penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya.
Mobil taksi, bus dan truk yg digunakan sbg angkutan umum.

Flash memory tester, writer machine, bipolar test system, elimination (PE81), pose checker.
Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys, Steel Wire Ropes,
Mooring Accessoris.

Base Station Controller

Jenis-Jenis Harta Berwujud yg Termasuk Kelompok 2


No.
1.

2.

3.

Jenis Usaha
Semua Jenis
Usaha

Pertanian,
Perkebunan,
Kehutanan,
Perikanan
Industri
Makanan &
Minuman

4.

Industri Mesin

5.

Perkayuan,
kehutanan

6.

Kontruksi

7.

Perhubungan,
Pergudangan
& Komunikasi

8.

Telekomunikasi

Jenis Harta
Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, lemari
dan sejenisnya yg bukan mrp bagian dari bangunan. Alat pengatur
udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya.
b.
Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya.
c.
Container dan sejenisnya
a.
Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor dan mesin bajak,
penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya.
b.
Mesin yg mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan
atau barang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
a.
Mesin yg mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan,
misalnya pabrik susu, pengalengan ikan.
b.
Mesin yg mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa,
margarin, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah bijibijian seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.
c.
Mesin yg menghasilkan/memproduksi minuman dan bahan-bahan
minuman segala jenis.
d.
Mesin yg menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan dan
makanan segala jenis.
Mesin yg menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya mesin jahit,
pompa air).
a.
Mesin dan peralatan penebangan kayu
b.
Mesin yg mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan
atau barang kehutanan.
Peralatan yg dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane, buldozer
dan sejenisnya
a.
Truk kerja utk pengangkutan dan bongkar muat, truk peron, truk
ngangkang, dan sejenisnya.
b.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk
pengangkutan barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji
tambang, dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin & kapal tanki,
kapal penangkap ikan & sejenisnya, yg mempunyai berat < 100
DWT.
c.
Kapal yg dibuat khusus utk menghela atau mendorong kapal-kapal
suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan
sejenisnya yg mempunyai berat < 100 DWT.
d.
Perahu layar pakai / tanpa motor yg mempunyai berat < 250 DWT.
e.
Kapal balon.
a.
Perangkat pesawat telepon.
b.
Pesawat telegraf, termasuk pesawat pengiriman dan penerimaan
radio telegraf dan radio telepon.
a.

C076

9.

Industri Semi
Konduktor

10.

Jasa
Persewaan
Peralatan
Tambat Air
Dlm
Jasa
Telekomunikasi Selular

11.

Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester,
bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing
oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test,
dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01),
full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark,
inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system,
marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic,
MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, reform
machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming
machine, wire bonder, wire pull tester.
Spoolling Machines, Metocean Data Collector

Mobile Switching Center, Home Location Register, Visitor Location


Register, Authentication Centre, Equipment Identity Register, Intelligent
Network Service Control Point, Intelligent Network Service Managemen
Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal SDH/Mini Link,
Antena.

Jenis-Jenis Harta Berwujud yg Termasuk Kelompok 3


No.
1.
2.

Jenis Usaha
Pertambangan
Selain Migas
Pemintalan,
Penenunan,
dan
Pencelupan

3.

Perkayuan

4.

Industri Kimia

5.

Industri Mesin

6.

Transportasi &
Pergudangan

7.

Telekomunikasi

Jenis Harta
Mesin-mesin yg dipakai dlm bidang pertambangan, termasuk mesin-mesin
yg mengolah produk pelikan.
a.
Mesin yg mengolah/menghasilkan produk-produk tekstil (misalnya
kain katun, sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya,
lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule).
b.
Mesin utk yg preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing,
texturing, packaging dan sejenisnya.
a.
Mesin yg mengolah/menghasilkan produk-produk kayu, barangbarang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.
b.
Mesin dan peralatan penggergajian kayu
a.
Mesin peralatan yg mengolah/menghasilkan produk industri kimia
dan industri yg ada hubungannya dgn industri kimia (misalnya
bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dan
logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk
farmasi, pupuk, obat celup, obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris
dan resinoida-resinonida wangi-wangian, obat kecantikan dan obat
rias, sabun, detergent dan bahan organis pembersih lainnya, zat
albumina, perekat, bahan peledak, produk pirotehnik, korek api,
alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi.
b.
Mesin yg mengolah/menghasilkan produk industri lainnya (misalnya
damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet
sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah).
Mesin yg menghasilkan/memproduksi mesin menengah & berat (misalnya
mesin mobil, mesin kapal).
a.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk
pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batubatuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin &
kapal tangki, kapal penangkapan ikan & sejenisnya, yg mempunyai
berat > 100 DWT s.d. 1.000 DWT.
b.
Kapal dibuat khusus utk mengela atau mendorong kapal, kapal suar,
kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan
sejenisnya, yg mempunyai berat > 100 DWT s.d. 1.000 DWT.
c.
Dok terapung.
d.
Perahu layar pakai atau tanpa motor yg mempunyai berat > 250
DWT.
e.
Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis.
Perangkat radio navigasi, radar, dan kendali jarak jauh.

C077

Jenis-Jenis Harta Berwujud yg Termasuk Kelompok 4


No.
1.
2.

E.

Jenis Usaha
Konstruksi
Transportasi &
Pergudangan

Jenis Harta
Mesin berat utk konstruksi
a.
Lokomotif uap & tender atas rel.
b.
Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dgn batere atau dgn tenaga listrik
dari sumber luar.
c.
Lokomotif atas rel lainnya.
d.
Kereta, gerbong penumpang & barang, termasuk kontainer khusus
dibuat dan diperlengkapi utk ditarik dengan satu alat atau bbrp alat
pengangkutan.
e.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat utk
pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum, batubatuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin &
kapal tangki, kapal penangkap ikan & sejenisnya, yg mempunyai
berat > 1.000 DWT.
f.
Kapal dibuat khusus utk menghela atau mendorong kapal, kapal
suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung
dan sebagainya, yg mempunyai berat > 1.000 DWT.
g.
Dok-dok terapung.

PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) KOMPUTER


Dasar Hukum:
Pasal 11 ayat 6 UU PPh
PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg pengelompokan harta berwujud bukan
bangunan utk keperluan penyusutan
KEP-316/PJ./2002 (berlaku sejak thn pajak 2002) ttg perlakuan PPh atas pengeluaran/biaya
perolehan perangkat lunak (software) komputer
Ketentuan Penyusutan atas Software Komputer:
Perangkat lunak (software) komputer adalah semua program yg dpt digunakan pd sistem
operasi komputer.
Perangkat lunak komputer kecuali program aplikasi umum mrp harta tak berwujud (intangible
asset) yg mempunyai masa manfaat > 1 thn dan termasuk dlm kelompok 1 dlm Pasal 11A ayat
(2) UU PPh.
Program aplikasi umum adalah program yg dpt dipergunakan oleh pengguna (users) umum
utk memproses berbagai pekerjaan melalui komputer.
Perangkat lunak komputer berupa program aplikasi umum diperlakukan sbg pengeluaran
atau biaya operasional rutin (Pasal 2 ayat (2) KEP-316/PJ./2002).
Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa
program aplikasi umum yg dimiliki dan digunakan utk 3M penghasilan yg dikenakan pajak
berdasarkan ketentuan umum UU PPh:
1. Dpt dibebankan sekaligus sbg biaya pd bulan pengeluaran (Pasal 3 ayat (1) KEP316/PJ./2002)
2. Jika program aplikasi umum tsb diperoleh sbg bagian dari hrg pembelian perangkat
keras komputer, maka pembebanannya sdh termasuk dlm penyusutan perangkat keras
komputer tsb (Kelompok 1) (Pasal 3 ayat (2) KEP-316/PJ./2002)
Program aplikasi khusus adalah program yg dirancang khusus utk keperluan otomatisasi
sistem administrasi, pekerjaan, kegiatan usaha tertentu, seperti di bidang perbankan, pasar
modal, perhotelan, rumah sakit atau penerbangan.
Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa
program aplikasi khusus yg dimiliki dan dipergunakan utk 3M penghasilan yg dikenakan
pajak berdasarkan ketentuan umum UU PPh
1. Pembebanannya melalui amortisasi harta tak berwujud (kelompok I) (Pasal 3 ayat (3) KEP316/PJ./2002)

C078

2.

F.

Utk biaya upgrade program aplikasi khusus. biaya upgrade tsb ditambahkan pd nilai sisa
buku fiskal yg masih ada dan amortisasinya dilakukan dgn masa manfaat baru/penuh
terhitung mulai bulan dilakukan upgrade (Pasal 3 ayat (4) KEP-316/PJ./2002)

HP, TELEPON SELULER, PAGER


Dasar Hukum:
Pasal 11 ayat 6 UU PPh
PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Pengelompokan harta berwujud bukan
bangunan utk keperluan penyusutan
PER-55/PJ.2009 (berlaku sejak 2 Okt 2009) ttg Tata cara permohonan & penetapan masa
manfaat yg sesungguhnya atas harta berwujud bukan bangunan utk keperluan penyusutan
KEP-220/PJ./2002 (berlaku sejak 18 Apr 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian
telepon seluler & kendaraan perusahaan
SE terkait:
SE-09/PJ.42/2002 (tanggal 17 Mei 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon
seluler & kendaraan perusahaan
Ketentuan Perpajakan:
HP (Telepon seluler), pager yg dimiliki dan dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn
jabatan atau pekerjaannya:

Atas biaya perolehan atau pembelian, dpt dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50%
melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I (Pasal 1 ayat (1) KEP-220/PJ./2002)

Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan, dpt dibebankan sbg
biaya rutin perusahaan seb 50% dari jml biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa &
perbaikan dlm thn pajak yg bersangkutan. (Pasal 1 ayat (2) KEP-220/PJ./2002)
Telepon seluler, termasuk juga alat komunikasi berupa pager. (Angka 2 huruf a, a.1 SE09/PJ.42/2002)

G.

KENDARAAN MILIK PERUSAHAAN


Dasar Hukum:
Pasal 11 ayat 6 UU PPh
PMK-96/PMK.03/2009 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Pengelompokan harta berwujud bukan
bangunan utk keperluan penyusutan
PER-55/PJ.2009 (berlaku sejak 2 Okt 2009) ttg Tata cara permohonan & penetapan masa
manfaat yg sesungguhnya atas harta berwujud bukan bangunan utk keperluan penyusutan
KEP-220/PJ./2002 (berlaku sejak 18 Apr 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian
telepon seluler & kendaraan perusahaan
SE terkait:
SE-09/PJ.42/2002 (tanggal 17 Mei 2002) ttg Perlakuan PPh atas biaya pemakaian telepon
seluler & kendaraan perusahaan

Kendaraan Bus, Minibus atau yg Sejenis yg Dimiliki & Dipergunakan Perusahaan utk Antar
Jemput Para Pegawai:
Atas biaya-biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar, dpt dibebankan seluruhnya
sbg biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II (Pasal 2 ayat (1) KEP220/PJ./2002)
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin, dpt dibebankan seluruhnya sbg biaya
perusahaan dlm thn pajak yg bersangkutan. (Pasal 2 ayat (2) KEP-220/PJ./2002)
Biaya pemeliharaan kendaraan, termasuk juga pengeluaran rutin utk pembelian/pemakaian
bahan bakar. (Angka 2 SE-09/PJ.42/2002)
Kendaraan Sedan atau yg Sejenis, Termasuk juga Kendaraan Jenis Minibus:
Sepanjang digunakan:
Hanya utk seorang pegawai tertentu krn jabatannya atau pekerjaannya, dan

C079

Penggunaannya full time baik utk kepentingan perusahaan maupun keperluan pribadi dan
keluarga pegawai yg bersangkutan.
Ketentuan perpajakannya: (Pasal 3 KEP-220/PJ./2002)
Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yg
sejenis yg dimiliki dan dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan atau
pekerjaannya dpt dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50% dari jml biaya perolehan atau
pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap Kelompok II, dan
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau yg sejenisnya, yg
dimiliki dan dipergunakan perusahaan utk pegawai tertentu krn jabatan atau pekerjaannya
dpt dibebankan sbg biaya perusahaan seb 50% dari jml biaya pemeliharaan atau perbaikan
rutin dlm thn pajak yg bersangkutan.
Biaya pemeliharaan kendaraan, termasuk juga pengeluaran rutin utk pembelian/
pemakaian bahan bakar. (Angka 2 SE-09/PJ.42/2002)

C0710

HUBUNGAN (HUB) ISTIMEWA & TRANSFER PRICING


Dasar Hukum:
Pasal 18 UU PPh
PP 94 Thn 2010
PMK-139/PMK.03/2010 (berlaku sejak 11 Agust 2010) ttg Penentuan kembali besarnya penghasilan
yg diperoleh WP OP DN dari pemberi kerja yg memiliki hub istimewa dgn perusahaan lain yg tdk
didirikan & tdk bertempat kedudukan di Indonesia
PMK-256/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Jan 2009) ttg Penetapan saat diperolehnya deviden oleh
WP DN atas Penyertaan Modal pd Badan Usaha di LN selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di
Bursa Efek lihat Bab C-23 Dividen yg Diperoleh WP DN dari Badan Usaha LN Non Listing
PER-43/PJ/2010 (berlaku sejak 6 Sept 2010) jo PER-32/PJ/2011 (berlaku sejak 11 Nov 2011) ttg
Penerapan prinsip kewajaran & kelaziman usaha dlm transaksi antara WP dgn pihak yg mempunyai
hub istimewa
PER-69/PJ/2010 (berlaku sejak 31 Des 2010) ttg Kesepakatan hrg transfer (Advance Pricing
Agreement/APA)

A. HUBUNGAN ISTIMEWA
Hubungan Istimewa berdasarkan Pasal 18 UU PPh dianggap ada apabila:
1. WP mempunyai penyertaan modal lsg/tdk lsg paling rendah 25% pd WP lain; hub antara WP
dgn penyertaan paling rendah 25% pd 2 WP atau lbh; atau hub di antara 2 WP atau lbh yg
disebut terakhir;
Misal: PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A mrp penyertaan lsg.
Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50% saham PT C, PT A sbg pemegang saham PT B scr
tdk lsg mempunyai penyertaan pd PT C sebesar 25. Dlm hal demikian, antara PT A, PT B, dan
PT C dianggap terdapat hub istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25% saham PT D, antara PT
B, PT C, dan PT D dianggap terdapat hub istimewa.
Hub kepemilikan seperti di atas dpt juga terjadi antara OP dan badan.
2. WP menguasai WP lainnya atau 2 atau lbh WP berada di bawah penguasaan yg sama baik
lsg maupun tdk lsg; atau
Hub istimewa di antara WP dpt juga terjadi krn penguasaan melalui manajemen atau
penggunaan teknologi walaupun tdk terdapat hub kepemilikan. Hub istimewa dianggap ada
apabila 1 atau lbh perusahaan berada di bawah penguasaan yg sama. Demikian juga hub di
antara bbrp perusahaan yg berada dlm penguasaan yg sama tsb.
3. Terdapat hub keluarga baik sedarah maupun semenda dlm garis keturunan lurus dan/atau
ke samping 1 derajat.
Hub keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus 1 derajat ayah, ibu, dan anak
Hub keluarga sedarah dlm garis keturunan ke samping 1 derajat saudara
Hub keluarga semenda dlm garis keturunan lurus 1 derajat mertua dan anak tiri
Hub keluarga semenda dlm garis keturunan ke samping 1 derajat ipar
Pinjaman Tanpa Bunga dari Pemegang Saham: (Pasal 12 PP 94 Thn 2010)
1. Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yg diterima oleh WP berbentuk PT diperkenankan
apabila:
a. pinjaman tsb berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari
pihak lain;
b. modal yg seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman tlh disetor seluruhnya;
c. pemegang saham pemberi pinjaman tdk dlm keadaan merugi; dan
d. PT penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan utk kelangsungan usahanya.
2. Apabila pinjaman yg diterima oleh WP berbentuk PT dari pemegang sahamnya tdk memenuhi
ketentuan di atas, atas pinjaman tsb terutang bunga dgn tingkat suku bunga wajar.
Penjelasan:
Yg dimaksud dgn "tingkat suku bunga wajar" adalah tingkat suku bunga yg berlaku yg ditetapkan
sesuai dgn prinsip kewajaran dan kelaziman (best practice) jika transaksi dilakukan di antara pihak yg
tdk mempunyai hub istimewa sesuai Pasal 18 ayat (4) UU PPh.

C081

Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan yg Diperoleh WP OP DN dari Pemberi Kerja yg


Memiliki Hub Istimewa dgn Perusahaan Lain yg Tdk Didirikan dan Tdk Bertempat Kedudukan di
Indonesia: (Pasal 2 & 3 PMK-139/PMK.03/2010)
Pasal 2
1. Besarnya penghasilan yg diperoleh WP OP DN sehubungan dgn pekerjaan, kegiatan, atau jasa
dari pemberi kerja yg memiliki Hub Istimewa dgn perusahaan di LN dpt ditentukan kembali, dlm
hal pemberi kerja mengalihkan slr atau sebagian penghasilan WP OP DN dimaksud dlm bentuk
pembebanan biaya atau pembayaran pengeluaran lainnya kpd perusahaan di LN tsb..
2. WP OP DN sebagaimana dimaksud pd angka 1 adalah pegawai dari perusahaan di LN yg
memiliki Hub Istimewa dgn pemberi kerja.
3. Biaya atau pengeluaran lainnya yg dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kpd
perusahaan LN yg mempunyai Hub Istimewa antara lain berupa biaya atau pengeluaran
sehubungan dgn jasa teknik, jasa manajemen, atau jasa lainnya.
Pasal 3
1. Besarnya penghasilan WP OP DN sehubungan dgn pekerjaan, kegiatan, atau jasa sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 2 ditentukan kembali dgn memperhatikan tingkat penghasilan yg wajar yg
seharusnya diperoleh oleh WP OP yg bersangkutan.
2. Penghasilan sebagaimana dimaksud pd angka 1 adalah penjumlahan dari penghasilan WP yg
diterima di Indonesia dan penghasilan yg diterima di LN.
3. Besarnya selisih penghasilan stl ditentukan kembali sebagimana dimaksud pd angka 1 tdk boleh
melebihi jml biaya atau pengeluaran lain yg dibebankan atau dibayarkan oleh pemberi kerja kpd
perusahaan di LN yg terdapat Hub Istimewa.
4. Atas penghasilan WP OP DN yg sdh ditentukan kembali sebagaimana dimaksud pd angka 3
menjadi dasar penghitungan pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dlm Pasal 21/26 UU PPh.
5. Dlm rangka menentukan kembali besarnya penghasilan WP OP DN sebagaimana dimaksud pd
angka 1, Dirjen Pajak dpt menetapkan pedoman standar gaji karyawan asing.
SPV Company: (Pasal 18 ayat (3b) & (3c) UU PPh)
WP yg melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yg
dibentuk utk maksud demikian (special purpose company), dpt ditetapkan sbg pihak yg sebenarnya
melakukan pembelian tsb sepanjang WP yg bersangkutan mempunyai hub istimewa dgn pihak lain
atau badan tsb dan terdapat ketidakwajaran penetapan hrg. Penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara (conduit company atau special purpose company) yg didirikan atau bertempat
kedudukan di negara yg memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yg mempunyai hub
istimewa dgn badan yg didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia dpt
ditetapkan sbg penjualan atau pengalihan saham badan yg didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau BUT di Indonesia.

B. TRANSFER PRICING (TP)


Dasar Hukum Kewenangan DJP:
Mitra Transaksi
Dasar
Hukum

Penduduk DN

Penduduk LN Resident
of Treaty Country

Penduduk LN
Resident of NonTreaty Country
Pasal 18 ayat (3) UU
PPh

Pasal 9 ayat (1) P3B


Pasal 18 ayat (3) UU
PPh
Pasal 2 ayat (2) UU
PPN
Pedoman
PER-22/PJ/2013 dan
OECD Guidelines b
PER-22/PJ/2013 dan
Penerapan
SE-04/PJ.7/1993
SE-04/PJ.7/1993
PER-43/PJ/2010 jo
PER-32/PJ/2011 a
PER-43/PJ/2010 jo
PER-43/PJ/2010 jo
a
PER-32/PJ/2011
PER-32/PJ/2011 a
a
PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011 berlaku utk Penentuan TP atas transaksi yg dilakukan
WP DN atau BUT di Indonesia dgn WP LN di Luar Indonesia.
Dlm hal WP melakukan transaksi dgn pihak-pihak yg mempunyai hub istimewa yg mnr WP DN
atau BUT di Indonesia, PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011 hanya berlaku utk transaksi yg
Keberadaan
Wewenang
DJP

C082

dilakukan oleh WP dgn pihak-pihak yg mempunyai hub istimewa utk memanfaatkan


perbedaan tarif pajak yg disebabkan antara lain:
Perlakuan pengenaan PPh final atau tdk final pd sektor usaha tertentu;
Perlakuan pengenaan PPnBM; atau
Transaksi yg dilakukan dgn WP KKKS Migas.
(Pasal 2 PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011)
OECD Guidelines: OECD Transfer Pricing for Multinational Enterprises and Tax Administration

TP: Penetapan hrg atas transksi penyerahan barang berwujud, barang tdk berwujud, atau
penyediaan jasa antar pihak yg memiliki hub istimewa.
Transaksi intra-grup perusahaan (transaksi afiliasi) antara lain:
Transaksi penjualan, pembelian, pengalihan, serta pemanfaatan harta berwujud,
Transaksi pemberian jasa intra-grup (intra-group service),
Transaksi pengalihan dan pemanfaatan harta tak berwujud,
Transaksi pembayaran bunga, dan
Transaksi penjualan atau pembelian saham.
Wewenang DJP: (Pasal 18 ayat (3) UU PPh)
Dirjen Pajak berwenang utk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta
menentukan utang sbg modal utk menghitung besarnya PKP bagi WP yg mempunyai hub istimewa
dgn WP lainnya sesuai dgn kewajaran dan kelaziman usaha yg tdk dipengaruhi oleh hub istimewa
dgn menggunakan metode perbandingan hrg antara pihak yg independen, metode hrg penjualan
kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
Poin PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011:
Pasal
Pembahasan
1
Ketentuan Umum
2
Ruang Lingkup
3
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
4, 4A, 5, 6, 7, 8, 9, 10
Analisis Kesebandingan
11
Metode Penentuan Hrg Wajar atau Laba Wajar
13
Hrg Wajar atau Laba Wajar
14, 15, 16
Pemebrian Jasa
17
Harta (Aset) Tdk Berwujud
17A
Kesepakatan Kontribusi Biaya
18, 19
Dokumen dan Kewajiban Pengisian SPT
20, 21
Kewenangan Ditjen Pajak
22
Mutual Agreement Procedure
23
APA
24
Ketentuan Penutup
Pasal 12 mengenai TNMM sbg metode terakhir dihapus.
5 Metode Utama Analisis TP yg Diakui scr Global:
(Penjelasan metode mnr PER-22/PJ/2013)
1. Metode Perbandingan Hrg antara Pihak yg Independen (Comparable Uncontrolled Price
Method/CUP)
Metode penentuan hrg transfer yg membandingkan hrg barang atau jasa dlm transaksi afiliasi
dgn hrg barang atau jasa dlm transaksi independen.
2. Metode Hrg Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM)
Metode penentuan hrg transfer yg menentukan hrg pembelian barang dan jasa dari pihak
afiliasi dgn cara mengurangkan laba kotor pihak independen yg sebanding dari hrg jual kembali
barang dan jasa tsb kpd pihak independen.
3. Metode Biaya Plus (Cost Plus Method/C+)
Metode penentuan hrg transfer yg menambahkan laba kotor dari transaksi independen yg
sebanding thd biaya yg ditanggung dlm transaksi afiliasi.
4. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM)

C083

5.

Metode penentuan hrg transfer yg menggunakan indikator tingkat laba transaksi independen
yg sebanding utk menentukan laba bersih usaha transaksi afiliasi.
Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM)
Metode penentuan hrg transfer yg membagi laba gabungan kpd pihak afiliasi yg terlibat dlm
transaksi afiliasi berdasarkan kontribusi yg diberikan.
a. Metode Pembagian Laba Kontribusi (Contribution Profit Split Method)
Metode pembagian laba antarpihak afiliasi berdasarkan fungsi yg dilakukan, aset yg
digunakan dan risiko yg ditanggung setiap pihak yg terlibat dlm transaksi afiliasi.
b. Metode Pembagian Laba Sisa (Residual Profit Split Method)
Metode pembagian laba yg mengidentifikasi terlebih dahulu laba sisa dgn mengurangkan
laba rutin setiap pihak afiliasi dari laba gabungan kemudian laba sisa dialokasikan
berdasarkan kontribusi setiap pihak afiliasi yg terlibat thd laba sisa.

Penerapan Prinsip Kewajaran & Kelaziman Usaha:


Prinsip Kewajaran & Kelaziman Usaha (Arms Length Principle/ALP): Transaksi yg dilakukan
oleh pihak yg memiliki hub istimewa hrs dpt diperbandingkan dgn transaksi yg dilakukan oleh
pihak independen.
WP tdk menggunakan TP sbg instrumen penghindaran pajak (tax avoidance) dan WP
menerapkan ALP dlm penentuan TP dlm transaksi afiliasniya serta mendokumentasikan proses
penerapan ALP dlm penentuan TP-nya.
WP dlm melakukan transaksi dlm Pasal 2 PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011 dgn pihak-pihak
yg mempunyai hub istimewa wajib menerapkan ALP.
Langkah-langkah ALP: (Pasal 3 ayat (2) PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011)
Melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan Pembanding;
Menentukan metode penentuan TP yg tepat;
Menerapkan ALP berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode penentuan TP yg
tepat ke dlm transaksi yg dilakukan antara WP dgn pihak yg mempunyai hub istimewa; dan
Mendokumentasikan setiap langkah dlm menentukan Hrg Wajar atau Laba Wajar sesuai dgn
ketentuan perpu perpajakan yg berlaku.
ALP mendasarkan pd norma atau laba atas transaksi yg dilakukan oleh pihak-pihak yg tdk
mempunyai hub istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, shg transaksi tsb mencerminkan hrg
pasar yg wajar (Fair Market Value/FMV).
WP yg melakukan transaksi dgn pihak-pihak yg mempunyai hub istimewa dgn nilai slr transaksi <
Rp 10 M dlm 1 thn pajak utk setiap lawan trasanski, dikecualikan dari kewajiban pd Pasal ayat (2)
PER-43/PJ/2010 jo PER-32/PJ/2011.
Key Factors on TP Domestic Rule:
Faktor Penentu
Pembanding
Prinsip Kewajaran
Transaksi independen

Kelaziman Usaha

Pandangan ekonomis dari sektor


usaha di mana WP melakukan
transaksi afiliasi

C084

Pertanyaan
Apakah transaksi independen
sebanding akan dinilai dgn hrg yg
sama?
Apakah Profit Level Indicator (PLI)
transaksi afiliasi, scr ekonomis mrp
kondisi yg berlaku dan sesuai dgn
PLI sektor usaha WP?

CONTOH PEMAKAIAN NORMA


Pasal 1 KEP-536/PJ./2000
(1)
WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dgn peredaran bruto > Rp 600 juta dlm 1 thn
wajib menyelenggarakan pembukuan.
(2)
WP OP yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dgn peredaran bruto < Rp 600 juta dlm 1 thn
wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali WP yg bersangkutan memilih menyelenggarakan
Pembukuan.
(3)
WP OP sebagaimana dimaksud dlm ayat (2) yg tdk memilih utk menyelenggarakan pembukuan,
menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dgn menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto.
Lampiran II KEP-536/PJ./2000
A.

WP A kawin dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yg juga
memiliki industri rotan di Cirebon.
Peredaran Usaha dari Industri
Rotan (setahun) di Cirebon
Rp 40 juta
Penerimaan bruto sbg dokter (setahun) di Jakarta
Rp 72 juta
Penghasilan neto:
Dari industri rotan:
12,5% X Rp 40 juta
Rp 5. juta
Sbg dokter:
45% X Rp 72 juta
Rp 32,4 juta
Jml penghasilan Neto
Rp 37,4 juta
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi PTKP
Rp 37,4 juta - Rp 8,64 juta = Rp 28,76 juta
PPh yg terutang:
5% X Rp 25 juta
Rp 1,25 juta
10% X Rp 3,76 juta
Rp 376 ribu
Jml
Rp 1,626 juta
Catatan :
a. Angka 12,5% utk industri rotan, lihat Kode Norma 33100
b. Angka 45% sbg dokter, lihat Kode Norma 93213
c. Istri tdk punya penghasilan

B.

Seorang WP baru memiliki usaha sbg pedagang eceran bahan makanan di Jakarta. Penjualan dlm
1 bulan diperkirakan seb Rp 15 juta. Ia kawin dan mempunyai 2 orang anak.
Besarnya PPh Pasal 25 yg hrs dibayar sbg angsuran dlm thn berjalan:
Jml peredaran setahun = 12 X Rp 15 juta
Rp 180 juta
Persentase penghasilan mnr Kode Norma 62320 = 25%
Penghasilan neto setahun = 25% X Rp 180 juta
Rp
45 juta
Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP
= Rp 45 juta - Rp 7,2 juta
Rp 37,8 juta
PPh yg terutang
= 5% X Rp 37,8 juta
Rp 1,89 juta
PPh Pasal 25 yg hrs dibayar
= 1/12 X Rp 1,89 juta
Rp 157,5 ribu

C091

PPh PASAL 4 AYAT (2)


Obyek

Tarif PPh

Dasar Perhitungan

Sifat

1. Persewaan Tanah dan/atau


Bangunan
Dasar Hukum: PP 29 Thn 1996 jo PP 5
Thn 2002, KMK-394/KMK.04/1996 jo
KMK-120/KMK.03/2002, KEP50/PJ.1996, KEP-227/PJ/2002

10%

Jml Bruto Nilai


Persewaan (termasuk
biaya perawatan,
pemeliharaan,
keamanan, fasilitas
lainnya, dan service
charge, baik perjanjian
dibuat scr terpisah
maupun disatukan)

Final

2. Penghasilan dari Pengalihan Hak


atas Tanah dan/atau Bangunan
a. Bukan Usaha Pokok:
Termasuk WP OP yg
mengalihkan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan yg jml bruto
nilai pengalihannya < Rp 60 juta
namun penghasilan lainnya dlm 1
thn melebihi PTKP.
Ket: Bila termasuk sangat mewah
maka dikenakan juga PPh Pasal
22 atas Penjualan Barang yg
tergolong sangat mewah.
b. Usaha Pokok:
- Pengalihan hak atas Rumah
Sederhana & Rumah Susun
Sederhana
- Pengalihan lainnya
Dasar Hukum: PP 48 Thn 1994 stdtd PP
71 Thn 2008, KMK-635/KMK.04/1994
stdtd PMK-243/PMK.03/2008, PER28/PJ/2009, PER-30/PJ/2009, PER26/PJ/2010
3. Usaha Jasa Konstruksi
a. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yg
dilakukan oleh Penyedia Jasa yg
- memiliki kualifikasi usaha kecil
- memiliki kualifikasi usaha selain
kecil
- tdk memiliki kualifikasi usaha
b. Jasa Perencanaan Konstruksi /
Pengawasan Konstruksi yg
dilakukan oleh Penyedia Jasa yg
- memiliki kualifikasi usaha
- tdk memiliki kualifikasi usaha
Dasar Hukum: PP 51 Thn 2008 jo PP
40 Thn 2009, PMK-187/PMK.03/2008
jo PMK-153/PMK.03/2009
4. Hadiah Undian
Dasar Hukum: PP 132 Thn 2000, KEP395/PJ./2001

Final
5%

Jml Bruto Nilai


Pengalihan

1%

Jml Bruto Nilai


Pengalihan

5%
Jml Bruto Nilai
Pengalihan

Final

2%
3%

Penghasilan bruto
Penghasilan bruto

4%

Penghasilan bruto

4%
6%

Penghasilan bruto
Penghasilan bruto

25%

Jml Bruto Hadiah Undian

C101

Final

5. Dividen yg Diterima atau


Diperoleh WP OP DN
Dasar Hukum dan SE terkait: PP 19 Thn
2009, PMK-111/PMK.03/2010
SE-30/PJ/2012

10%

6. Transaksi Penjualan Saham di


Bursa Efek
a. Selain IPO (Initial Public Offering)
b. IPO

Jml Bruto Dividen yg


Diterima termasuk
dividen dari perusahaan
asuransi kpd pemegang
polis & pembagian SHU
koperasi

Final

Final
0,1% X Nilai Transaksi
(0,1% X Nilai Transaksi) + (0,5% X nilai
saham pasar saat IPO)

Dasar Hukum: PP 41 Thn 1994 jo PP 14


Thn 1997, KMK-282/KMK.04/1997
7. Bunga deposito & tabungan serta
diskonto SBI
Dasar Hukum: PP 131 Thn 2000, KMK51/KMK.04/2001

20% (utk
WPDN &
BUT)
20% atau
Tarif P3B
(utk WPLN)

Jml Bruto Bunga

Final

Pengecualian:
a. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI sepanjang jml deposito & tabungan serta SBI
tsb < Rp 7,5 juta & bukan mrp jml yg dipecah-pecah.
b. Bunga & diskonto yg diterima atau diperoleh bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN
di Indonesia.
c. Bunga deposito & tabungan serta diskonto SBI yg diterima atau diperoleh Dana Pensiun yg tlh
disahkan MenKeu, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 29 UU 11 Thn 1992.
d. Bunga tabungan pd bank yg ditunjuk Pemerintah dlm rangka pemilikan rumah sederhana &
sangat sederhana, kapling siap bangun utk rumah sederhana & sangat sederhana, atau rumah
susun sederhana sepanjang utk dihuni sendiri.
8. Bunga / Diskonto Obligasi
a. Bunga Obligasi dgn kupon
(interest bearing bond)
- WP DN & BUT
- WP LN selain BUT
b. Diskonto Obligasi dgn kupon
- WP DN & BUT
- WP LN selain BUT
c. Diskonto Obligasi tanpa bunga
(zero coupon bond)
- WP DN & BUT
- WP LN selain BUT
d. Bunga dan/atau diskonto dari
Obligasi yg diterima dan/atau
diperoleh WP reksadana yg
terdaftar pd BAPEPAM-LK
- utk thn 2009 s.d. 2010
- utk thn 2011 s.d. 2013
- utk thn 2014 dan seterusnya
Dasar Hukum: PP 16 Thn 2009, PMK85/PMK.03/2011

Final

15%
20% / Tarif
P3B
15%
20% / Tarif
P3B

15%
20% / Tarif
P3B

0%
5%
15%

C102

Jml bruto bunga sesuai


dgn masa kepemilikan
obligasi

Selisih lbh hrg jual atau


nilai nominal di atas hrg
perolehan obligasi, tdk
termasuk bunga berjalan
Selisih lbh hrg jual atau
nilai nominal di atas hrg
perolehan obligasi

Jml bruto bunga sesuai


dgn masa kepemilikan
obligasi / selisih lbh hrg
jual atau nilai nominal di
atas hrg perolehan
obligasi

Pengecualian:
a. WP dana pensiun yg pendirian / pembentukannya tlh disahkan oleh MenKeu & memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dlm Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh
b. WP bank yg didirikan di Indonesia / cabang bank LN di Indonesia
9. Bunga Simpanan yg Dibayarkan
Koperasi kpd Anggota Koperasi
OP
a. < Rp 240 ribu
b. > Rp 240 ribu
Dasar Hukum: PP 15 Thn 2009, PMK112/PMK.03/2010
10. Penghasilan perusahaan modal
ventura dari transaksi penjualan
saham atau pengalihan
penyertaan modal pd perusahaan
pasangan usahanya
Dasar Hukum: PP 4 Thn 1995, KMK250/KMK.04/1995

Final

0%
10%

Jml Bruto
Jml Bruto

0,1 %

Jml Bruto Nilai Transaksi


Penjualan/ Pengalihan
Penyertaan Modal

Final

Syarat :
Mrp perusahaan kecil, menengah, atau yg melakukan keg. dlm sektor-sektor usaha yg
ditetapkan oleh MenKeu; dan
Sahamnya tdk diperdagangkan di BEI.
11. Penghasilan dari usaha yg
diterima/dperoleh WP yg memiliki
peredaran bruto tertentu
WP OP / WP badan; dan
menerima penghasilan dari usaha,
tdk termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dgn pekerjaan bebas,
dgn peredaran bruto < Rp 4,8 M
dlm 1 Thn Pajak
(berlaku mulai 1 Juli 2013)
Dasar Hukum: PP 46 Thn 2013, PMK107/ PMK.011/2013

1%

Jml Peredaran Bruto


Setiap Bulan

Final

Pengecualian:
a. WP OP yg melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg dlm usahanya:
menggunakan sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang, baik yg menetap maupun
tdk menetap; dan menggunakan sebagian atau slr tempat utk kepentingan umum yg tdk
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan
b. WP badan yg blm beroperasi scr komersial
c. WP badan yg dlm jangka waktu 1 thn stl beroperasi scr komersial memperoleh peredaran
bruto > Rp 4,8 M
d. WP BUT

C103

PPh FINAL ATAS JASA KONSTRUKSI


Dasar Hukum:
Pasal 4 ayat (2) UU PPh
PP 51 Thn 2008 (berlaku sejak 1 Jan 2008) jo PP 40 Thn 2009 (berlaku sejak 1 Agust 2008) ttg
Penghasilan dari usaha jasa konstruksi
PP 40 Thn 2009 mengubah ketentuan Pasal 10 PP 51 dan menambah Pasal 10A, 10B, dan 10C
PMK-187/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Jan 2008) jo PMK-153/PMK.03/2009 (berlaku mulai 29 Sept
2009) ttg Tata cara pemotongan, penyetoran, pelaporan dan penatausahaan PPh atas penghasilan
dari usaha jasa konstruksi mencabut KMK-559/KMK.04/2000
UU 18 Thn 1999 ttg Jasa Konstruksi
Informasi Tambahan:
Peraturan LPJK No. 02 Thn 2011 ttg Tata cara registrasi ulang, perpanjangan masa berlaku, dan
permohonan baru sertifikat Badan Usaha Jasa Pelaksanana Konstruksi
Definisi: (Pasal 1 PP 51 Thn 2008)
Jasa konstruksi: Layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Pekerjaan konstruksi: Keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yg mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal,
dan tata lingkungan @ beserta kelengkapannya utk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik
lain.
Utk uraian pekerjaan yg termasuk di bidang arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata
lingkungan dpt dilihat di Lamp Peraturan LPJK Nomor 02 Thn 2011
Hasil pekerjaan konstruksi dpt juga dlm bentuk fisik lain, antara lain: dokumen, gambar rencana,
gambar teknis, tata ruang dlm (interior), dan tata ruang luar (exterior), atau penghancuran
bangunan (demolition). (Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU 18 Thn 1999)
Perencanaan Konstruksi: Pemberian jasa oleh OP atau badan yg dinyatakan ahli yg profesional di
bidang perencanaan jasa konstruksi yg mampu mewujudkan pekerjaan dlm bentuk dokumen
perencanaan bangunan fisik lain.
Pelaksanaan Konstruksi: Pemberian jasa oleh OP atau badan yg dinyatakan ahli yg profesional di
bidang pelaksanaan jasa konstruksi yg mampu menyelenggarakan kegiatannya utk mewujudkan
suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya
pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dlm model penggabungan
perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta
model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
Pengawasan konstruksi: Pemberian jasa oleh OP atau badan yg dinyatakan ahli yg profesional di
bidang pengawasan jasa konstruksi, yg mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal
pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
Pengguna Jasa: OP atau badan termasuk BUT yg memerlukan layanan jasa konstruksi.
Penyedia Jasa: OP atau badan termasuk BUT, yg kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa
konstruksi baik sbg perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun
sub-subnya.
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi: Nilai yg tercantum dlm 1 kontrak jasa konstruksi scr keseluruhan.
Penghitungan PPh: (Ketentuan PP 51 yg diubah oleh PP 40 Thn 2009)
A. Ketentuan jika Kontrak ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008:
1. Utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan s.d. tanggal 31 Des 2008, maka
pengenaan PPh nya: (Pasal 10 PP 40 Thn 2009)
a. Bagi WP yg memenuhi kualifikasi sbg usaha kecil berdasarkan sertifikat yg dikeluarkan oleh
lembaga yg berwenang (LPJK), serta yg mempunyai nilai pengadaan s.d. Rp 1 M.
i. Dipotong PPh Final, pd saat pembayaran uang muka dan termin, jika pengguna jasa:
Badan Pemerintah,
Subjek Pajak badan DN,
BUT, atau
OP sbg WP DN yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak sbg pemotong PPh Pasal 23

C104

ii. Menyetor sendiri PPh Final yg terutang, pd saat menerima pembayaran uang muka &
termin, jika pengguna jasa bukan Pemotong Pajak.
iii. Tarif PPh Final utk WP yg memenuhi kualifikasi usaha kecil:
Utk penyedia jasa Perencanaan konstruksi : 4% dari jml bruto;
Utk penyedia jasa Pelaksanaan Konstruksi: 2% dari jml bruto; atau
Utk penyedia jasa Pengawasan Konstruksi: 4% dari jml bruto.
b. Bagi WP selain yg memenuhi kualifikasi sbg usaha kecil:
i. Dipotong pajak sesuai pasal 23 UU PPh pd saat pembayaran uang muka dan termin, jika
pengguna jasa:
Badan Pemerintah,
Subjek Pajak badan DN,
BUT, atau
OP sbg WP DN yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak sbg pemotong PPh Pasal 23
Jika Pengguna Jasa bukan Pemotong Pajak, dikenakan pajak sesuai PPh Pasal 25 UU
PPh
2. Utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, maka
pengenaan PPhnya: (Pasal 10A PP 40 Thn 2009)
a. Jika BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan
Pengguna Jasa s.d. tanggal 31 Des 2008, maka pengenaan PPh berdasarkan Pasal 10 PP
40 Thn 2009 (seperti ketentuan utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak yg dilakukan
s.d. tanggal 31 Des 2008 di atas).
b. Jika BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan
Pengguna Jasa sejak tanggal 1 Jan 2009, maka pengenaan PPh berdasarkan PP 51 Thn
2008 (pengenaan PPh-nya bersifat final).
c. Jika penyelesaian pekerjaan tdk menggunakan BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan,
maka pengenaan PPh berdasarkan PP 51 Thn 2008 (pengenaan PPh-nya bersifat final).
B. Jika kontrak ditandatangani sejak tanggal 1 Agust 2008: (Pasal 10B PP 40 Thn 2009)
Pengenaan PPhnya berdasarkan PP 51 Thn 2008 pengenaan PPh-nya bersifat final
Kesimpulan Pengenaan Tarif Final
PP 51 (pengenaan PPh yg bersifat final) digunakan utk penghasilan dari Jasa Konstruksi dimana:
1. Kontrak ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak
yg dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, dlm hal BA Serah Terima Penyelesaian Pekerjaan
ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sejak tanggal 1 Jan 2009; atau (Pasal
10A Huruf b PP 40 Thn 2009)
2. Kontrak ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 utk pembayaran kontrak atau bagian kontrak
yg dilakukan stl tanggal 31 Des 2008, jika penyelesaian pekerjaan tdk menggunakan BA Serah
Terima Penyelesaian Pekerjaan; atau (Pasal 10A Huruf b PP 40 Thn 2009)
3. Kontrak ditandatangani sejak tanggal 1 Agust 2008. (Pasal 10B PP 40 Thn 2009)
Cara Pembayaran atau Penyetoran PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 ayat (1) PP 51 Thn
2008)
1. Dipotong PPh Final pd saat pembayaran jika Pengguna Jasa adalah Pemotong Pajak
2. Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa jika Pengguna Jasa bukan Pemotong Pajak
Saat Terutang PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 ayat (1) PP 51 Thn 2008)
Pd saat pembayaran
DPP PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 ayat (2) PP 51 Thn 2008)
1. Jika dipotong oleh Pemotong Pajak: DPP adalah seb jml pembayaran (tdk termasuk PPN)
Jml pembayaran atau jml penerimaan pembayaran ini mrp bagian dari Nilai Kontrak Jasa
Konstruksi.
2. Jika disetor sendiri oleh Penyedia Jasa: DPP adalah seb jml penerimaan pembayaran (tdk
termasuk PPN)
Tarif PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 3 PP 51Thn 2008)
1. Utk Pelaksanaan Konstruksi:

2% Pelaksanaan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg memiliki kualifikasi usaha kecil

C105

4% Pelaksanaan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg tdk memiliki kualifikasi usaha


3% Pelaksanaan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg memiliki kualifikasi usaha menengah atau
kualifikasi usaha besar
2. Utk Perencanaan/ Pengawasan Konstruksi:
4% Perencanaan/Pengawasan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg memiliki kualifikasi usaha
6% Perencanaan/Pengawasan Konstruksi oleh Penyedia Jasa yg tdk memiliki kualifikasi usaha
Kualifikasi Usaha Jasa Konstruksi ditentukan oleh LPJK. (Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a PP
51 Thn 2008)
3. Jika penyedia jasa adalah BUT, maka tarif di atas tdk termasuk PPh yg bersifat final atas sisa laba
BUT stl PPh sesuai Pasal 26 ayat (4) UU PPh
DPP Pasal 26 ayat (4) UU PPh adalah PKP yg dihitung berdasarkan pembukuan yg sdh dikoreksi
fiskal dikurangi dgn PPh termasuk PPh yg bersifat final
Penggolongan Kualifikasi Usaha: (Pasal 9 ayat (1) Peraturan LPJK No. 02 Thn 2011)
No.
Kualifikasi Usaha
Gred
1.
Besar (non kecil)
7
6
5
2.
Kecil
4
3
2
1 (usaha orang perseorangan)
Tanggal Penyetoran PPh Final atas Jasa Konstruksi: (Pasal 5 PMK-187/PMK.03/2008)
1. Jika dipotong oleh Pengguna Jasa (Pemotong Pajak) disetor ke kas negara melalui kantor pos/bank
persepsi paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya stl dilakukan pemotongan.
2. Jika disetor sendiri oleh Penyedia Jasa ke kas negara melalui kantor pos/bank persepsi paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya stl penerimaan pembayaran.
Tanggal Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 (2) atas Jasa Konstruksi: (Pasal 6 PMK-187/PMK.03/2008)
SPT Masa dilaporkan oleh Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa paling lama 20 hari stl bulan
dilakukan pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran.
Bukti Potong Akibat Perubahan PP 51 Thn 2009 oleh PP 40 Thn 2008:
A. Utk Penyedia Jasa:
Yg sdh terlanjur diterbitkan Bukti Potong PPh Final berdasarkan PP 51 Thn 2008, tetapi mnr
ketentuan di dlm PP 40 Thn 2009 seharusnya Penyedia Jasa tsb dikenakan PPh Pasal 23, maka bukti
pemotongan PPh Final tsb diubah menjadi bukti pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan melalui
perubahan bukti pemotongan dgn besar tarif berdasarkan ketentuan Pasal 23. (Pasal 8 ayat (1) PMK153/PMK.03/2009)
Tata cara melakukan perubahan bukti pemotongan dari PPh yg bersifat final menjadi PPh
Pasal 23: (Pasal 8A ayat (2) PMK 153/PMK.03/2009)
1. Penyedia jasa mengajukan permohonan scr tertulis dgn format sesuai Lamp I PMK
153/PMK.03/2009.
2. Permohonan dilampiri dgn:
a. Bukti potong PPh yg bersifat Final asli dan 2 lembar fotokopinya; dan
b. Data atau keterangan pendukung yg diperlukan, berupa:
FC kontrak dan dokumen pembayaran; atau
FC kontrak, dokumen pembayaran, dan BA serah terima penyelesaian pekerjaan.
(Utk kontrak yg ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008, dan utk pembayaran
kontrak dan bagian kontrak stl tanggal 31 Des 2008, dan BA Serah Terima
Penyelesaian Pekerjaan ditandatangani s.d. tanggal 31 Des 2008)
3. Kepala KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar menyelesaikan permohonan perubahan bukti
paling lama 10 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. Jika jangka waktu ini terlampaui
dan Kepala KPP blm menyelesaikan permohonan perubahan bukti potong, maka permohonan
tsb dianggap disetujui dan Kepala KPP hrs menyelesaikan permohonan paling lama 3 hari
sejak jangka waktu penyelesaian permohonan berakhir.
4. Jika permohonan disetujui slr atau sebagian, setiap lembar bukti pemotongan yg disetujui tsb

C106

hrs dibubuhi tulisan atau cap: "DIUBAH MENJADI BUKTI PEMOTONGAN PASAL 23
DENGAN
TARIF
SEBESAR
.....%
SEJUMLAH
Rp
..........BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR ......./PMK.03/2009" dan divalidasi oleh
KPP.
5. Stl dibubuhi tulisan atau cap tsb, KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar:
Memberikan asli lembar ke-1 pemotongan kpd Penyedia Jasa;
Menyatukan 1 lembar FC bukti pemotongan dgn berkas SPT Tahunan Penyedia Jasa yg
bersangkutan; dan
Mengirimkan 1 lembar FC bukti pemotongan kpd KPP tempat Pengguna Jasa terdaftar
utk disatukan dgn SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Pengguna Jasa.
6. Jika permohonan tdk disetujui, maka Kepala KPP tempat Penyedia Jasa terdaftar hrs
menyampaikan pemberitahuan penolakan dgn format sesuai Lamp II PMK 153/PMK.03/2009.
7. Jika ada kelebihan pemotongan PPh yg bersifat final stl perubahan bukti pemotongan,
kelebihan PPh tsb dikembalikan melalui permohonan scr tertulis oleh Penyedia Jasa kpd KPP
tempat Penyedia Jasa terdaftar sesuai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak
yg seharusnya tdk terutang. (Pasal 8 ayat (2) PMK-153/PMK.03/2009)
B. Utk Pengguna Jasa:
Pengguna Jasa yg tlh melakukan pemotongan PPh atas pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
utk kontrak yg ditandatangani sbl tanggal 1 Agust 2008 sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku
pd saat ditandatanganinya kontrak tsb dan tlh menerbitkan bukti pemotongan serta tlh melaporkan
bukti pemotongan tsb dlm SPT Masanya, atas bukti potong tsb tdk perlu dilakukan perubahan dan
dianggap sdh benar. (Pasal 8B PMK-153/PMK.03/2009)
Kesimpulan:
Yg hrs mengajukan perubahan bukti potong cukup Penyedia Jasa saja, utk Pengguna Jasa tdk
perlu melakukan perubahan bukti potong
Kondisi Tertentu Terkait Pembayaran PPh & Nilai Kontrak:
1. Dlm hal terdapat selisih kekurangan PPh yg terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dgn
PPh yg tlh dipotong atau disetor sendiri, maka selisih kekurangan tsb hrs disetor sendiri oleh
Penyedia Jasa. (Pasal 6 ayat (1) PP 51 Thn 2008)
2. Dlm hal Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tdk dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas Nilai
Kontrak yg tdk dibayar tersebut tdk terutang PPh Final, dgn syarat sdh dicatat sbg piutang yg tdk dpt
ditagih sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh. (Pasal 6 ayat (2) & (3) PP 51 Thn 2008)
Jika piutang yg nyata-nyata tdk dpt ditagih tsb dpt ditagih kembali, maka tetap dikenakan PPh
Final. (Pasal 6 ayat (4) PP 51 Thn 2008)
Ketentuan Lain-lain:
1. Jika Penyedia Jasa memperoleh atau menerima penghasilan dari LN, maka atas pajak yg dibayar
atau terutang di LN atas penghasilan tsb dpt dikreditkan (PPh Pasal 24). (Pasal 7 ayat (1) PP 51 Thn
2008)
2. Penghasilan lain yg diterima atau diperoleh oleh Penyedia Jasa Konstruksi dari luar usaha dikenakan
tarif berdasarkan ketentuan umum UU PPh. (Pasal 7 ayat (2) PP 51 Thn 2008)
3. Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk dlm
penghitungan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yg dikenakan PPh Final. (Pasal 7 ayat (3) PP 51 Thn
2008)
4. Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yg terpisah atas biaya dari kegiatan usaha selain usaha
Jasa Konstruksi.
5. Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yg masih tersisa s.d. Thn Pajak 2008 hanya dpt dikompensasi
sampai Thn Pajak 2008. (Pasal 10C PP 40 Thn 2009)
6. Utk WP yg hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, sejak thn pajak 2009 tdk
diwajibkan membayar angsuran PPh Pasal 25. (Pasal 8C PMK-153/PMK.03/2009).

C107

PPh FINAL ATAS PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN


Dasar Hukum:
PP 29 Thn 1996 jo PP 5 Thn 2002 ttg Pembayaran PPh atas penghasilan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan
KMK-394/KMK.04/1996 jo KMK-120/KMK.03/2002 ttg Pelaksanaan pembayaran dan pemotongan
PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan
KEP-227/PJ/2002 (berlaku sejak 1 Mei 2002) ttg Tata cara pemotongan dan pembayaran, serta
pelaporan PPh dari persewaan tanah dan atau bangunan
SE terkait:
SE-14/PJ.53/2003 mencabut SE-13/PJ.32/1989
SE-22/PJ.4/1996
Objek Pajak:
Objek Pajaknya adalah Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau
gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan
bangunan industri (KEP-227/PJ/2002).
Pengertian bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk areal baik di
dlm gedung maupun di luar gedung yg mrp bagian dari gedung tersebut (SE-22/PJ.4/1996)
Tarif Pajak:
10% dari jml bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final
Yg dimaksud dgn jml bruto nilai persewaan adalah semua jml yg dibayarkan atau terutang oleh
penyewa dgn nama dan dlm bentuk apapun juga yg berkaitan dgn tanah dan/atau bangunan yg
disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan
service charge baik yg perjanjiannya dibuat scr terpisah maupun yg disatukan. (KMK120/KMK.03/2002)

Service charge: Balas jasa yg menyebabkan ruangan yg disewa dpt dihuni sesuai dgn tujuan
yg diinginkan penyewa yg terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan, dan biaya
administrasi.
(SE-13/PJ.32/1989 SE ini sdh dicabut oleh SE-14/PJ.53/2003, tetapi untuk pengertian
service chargenya tdk dirubah oleh SE-14/PJ.53/2003)

DPP PPN atas service charge dlm rangka kegiatan persewaan ruangan adalah penggantian,
yakni sebesar nilai tagihan service charge yg diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi
jasa. (SE-14/PJ.53/2003)
Pemotong:
Yg menjadi pemotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas sewa tanah dan/atau bangunan adalah apabila
Penyewa (pihak yg menyewa/yg membayar biaya sewa) mrp: (KMK-394/KMK.04/1996 jo KMK120/KMK.03/2002)
1.
Badan pemerintah, Subjek Pajak badan DN, penyelenggara kegiatan, BUT, kerjasama operasi,
perwakilan perusahaan LN lainnya
2.
Orang Pribadi yg ditunjuk sbg pemotong: (Hrs ada SK Penunjukan yg diterbitkan oleh Kepala
KPP sesuai KEP-50/PJ./1996)
a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, PPAT (kecuali PPAT tsb adalah Camat), pengacara, dan
konsultan, yg melakukan pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yg menjalankan usaha yg menyelenggarakan pembukuan;
yg tlh terdaftar sbg WP DN
Pemotong wajib memotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan yg
terutang pd saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lbh
dahulu terjadi.
(Pasal 5 ayat (1) KEP-227/PJ/2002)

C108

PPh FINAL ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PHTB)
Dasar Hukum:
UU PPh
PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008 ttg Pembayaran PPh atas Penghasilan dari PHTB
KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008 ttg Pelaksanaan Pembayaran dan
Pemungutan PPh atas Penghasilan dari PHTB
PER-28/PJ/2009 ttg Pelaksanaan Ketentuan PP 71 Thn 2008
PER-26/PJ/2010 (berlaku sejak 4 Mei 2010) ttg Tata Cara Penelitian SSP atas Penghasilan dari
PHTB
SE terkait:
SE-30/PJ/2013 (berlaku sejak 3 Juli 2013) ttg pelaksanaan PPh yg bersifat final atas penghasilan dari
PHTB yg diterima atau diperoleh WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB (WP real estat) dan
penentuan jml bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat
mencabut SE-80/PJ/2009
SE-30/PJ/2014 tanggal 14 Agust 2014 ttg Pengawasan atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan Melalui Jual Beli
Penegasan di dlm SE-30/PJ/2013:
1. Pembayaran PPh Final atas PHTB oleh WP real estat dilakukan:
1) Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya stl bulan diterimanya pembayaran, baik dgn cara tunai
maupun angsuran, atas PHTB; dan
2) Sbl akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB ditandatangani oleh
pejabat yg berwenang, dlm hal jml slr pembayaran sebagaimana dimaksud pd angka 1) kurang
dari jml bruto nilai pengalihan hak.
2. Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat adalah nilai yg tertinggi
antara nilai berdasarkan Akta PHTB dgn NJOP tanah dan/atau bangunan yg bersangkutan pd saat
ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB oleh pejabat
yg berwenang.
Jml bruto nilai PHTB yg tertuang dlm Akta Pengalihan Hak adalah jml bruto nilai pengalihan yg
sebenarnya sesuai dgn kejadian, status dan data yg benar serta didukung dgn dokumen sesuai
perpu.
Dlm hal diketahui berdasarkan data atau kejadian sebenarnya, jml bruto nilai pengalihan mnr akta
PHTB maupun NJOP tanah dan/atau bangunan yg bersangkutan lbh rendah dari jml bruto nilai
PHTB yg sebenarnya, maka besarnya PPh dihitung dari jml bruto nilai PHTB yg sebenarnya.
3. Dlm hal pembayaran atau angsuran atas PHTB dilakukan sbl 1 Jan 2009 dan penjualan atas
pengalihan tsb blm diakui sbg penghasilan WP yg melakukan pengalihan tsb s.d. 31 Des 2008 maka
PPh Final atas pembayaran atau angsuran tsb hrs dibayar sbl akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB ditandatangani oleh pejabat yg berwenang.
4. Dlm hal PHTB dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal
4 ayat (2) atas penghasilan dari PHTB tsb dilakukan oleh cabang. Namun slr pembayaran PPh atas
penghasilan dari PHTB yg dilakukan di cabang hrs dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dlm
SPT Tahunan PPh.
5. Dlm hal terdapat 2 atau lbh WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB bekerja sama membentuk
KSO/JO melakukan PHTB maka PPh Final atas PHTB dibayar oleh @ anggota KSO sesuai dgn
bagian penghasilan yg diterima @ anggota KSO.
Dlm hal PPh Final tlh dibayar dgn menggunakan SSP a.n. KSO atau salah satu anggota KSO maka
SSP tsb dipindahbukukan ke @ anggota KSO sesuai dgn bagian penghasilan yg diterima masing-@
anggota KSO.
6. Atas pelaksanaan aturan peralihan Pasal II PP 71 Thn 2008 sebagaimana diatur dlm PER28/PJ/2009:
SKB pembayaran PPh yg bersifat final dpt diterbitkan kpd WP badan real estat apabila memenuhi
persyaratan sbb:
a. Pengalihan hak (penjualan) atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sbl tanggal 1 Jan 2009;
b. Penghasilan atas pengalihan hak tsb tlh dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh Thn Pajak yg
bersangkutan dan PPh atas penghasilan tsb tlh dilunasi;

C109

c.

Permohonan diajukan oleh WP badan real estat yg melakukan PHTB disertai lampiran berupa
daftar tanah dan/atau bangunan sesuai format yg ditetapkan yg diisi dgn lengkap meliputi nama
dan NPWP pembeli tanah dan/atau bangunan.
NPWP pembeli wajib dicantumkan dlm permohonan SKB, kecuali berdasarkan ketentuan
perpajakan pembeli tsb tdk wajib memiliki NPWP
Nama pembeli yg tercantum dlm permohonan SKB adalah pembeli yg tercantum dlm
Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB)
Dlm hal terjadi perubahan PPJB shg WP Badan real estat menerima atau memperoleh
penghasilan dari perubahan PPJB tsb, maka SKB hanya dpt diterbitkan apabila WP badan
real estat dpt membuktikan bahwa penghasilan dari perubahan PPJB tsb tlh dilaporkan dlm
SPT PPh thn pajak yg bersangkutan dan PPh atas penghasilan tsb tlh dilunasi

Penegasan di dlm SE-30/PJ/2014:


1. Atas transaksi PHTB melalui jual beli yg dilakukan oleh WP pemegang hak atas tanah dan/atau
bangunan, baik yg lsg dilakukan melalui penandatanganan AJB maupun melalui PPJB tanah dan/atau
bangunan antara penjual dgn pembeli (blm dilakukan penandatanganan AJB), wajib dibayar PPh atas
penghasilan dari PHTB berdasarkan ketentuan PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008.
2. Jml bruto nilai pengalihan yg menjadi dasar pengenaan PPh atas penghasilan dari PHTB pd angka 1
adalah nilai tertinggi antara nilai pengalihan berdasarkan AJB dgn NJOP tanah dan/atau bangunan yg
bersangkutan.
3. Pembayaran PPh atas penghasilan dari PHTB melalui jual beli pd angka 1 yg dilakukan oleh:
a. WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB dilakukan:
1) paling lama tanggal 15 bulan berikutnya stl bulan diterimanya pembayaran, baik dgn
cara tunai maupun angsuran, atas PHTB; dan
2) sbl AJB ditandatangani oleh pejabat yg berwenang, dlm hal jml slr pembayaran pd angka
1) kurang dari jml bruto nilai pengalihan hak,
b. selain WP yg usaha pokoknya melakukan PHTB dilakukan sbl AJB ditandatangani oleh
pejabat yg berwenang.
4. Dlm hal sbl dilakukan penandatanganan AJB antara penjual dgn pembeli terjadi perubahan nama
pembeli yg tercantum dlm PPJB, maka atas penghasilan dari perubahan PPJB yg diterima atau
diperoleh WP pembeli yg semula namanya tercantum dlm PPJB, mrp penghasilan berupa keuntungan
krn penjualan atau krn pengalihan harta sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh yg dikenai PPh
berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU PPh dan wajib dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh WP pembeli yg
semula namanya tercantum dlm PPJB.
Contoh:
Odik membeli 1 unit rumah dari developer PT Bali Griya seharga Rp 500 juta scr tunai. Antara PT Bali
Griya dgn Odik blm dilakukan penandatanganan AJB, krn sertifikat rumah tsb masih dlm proses
pemecahan shg dilakukan terlebih dahulu dgn PPJB antara PT Bali Griya sbg penjual dan Odik sbg
pembeli.
Sertifikat rumah tsb masih atas nama PT Bali Griya. Sbl dilakukan AJB antara PT Bali Griya dgn Odik,
rumah tsb oleh Odik dijual kpd Indra, shg akibat transaksi tsb nama penjual dan pembeli yg tercantum
dlm PPJB rumah tsb menjadi PT Bali Griya sbg penjual dan Indra sbg pembeli.
Penghasilan yg diterima atau diperoleh Odik dari penjualan rumah tsb mrp penghasilan berupa
keuntungan krn penjualan atau karena pengalihan harta sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh yg
dikenai PPh berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU PPh dan wajib dilaporkan dlm SPT Tahunan Odik.
Penelitian SSP atas Penghasilan dari PHTB:
1. Pembuktian pembayaran PPh ke Kas Negara:
Pejabat yg berwenang (Notaris, PPAT, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yg diberi
wewenang sesuai dgn perpu yg berlaku) hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan atau risalah lelang atas PHTB apabila kpd-nya dibuktikan bahwa PPh yg wajib
dibayar atas penghasilan dari PHTB tlh dibayar ke Kas Negara oleh WP yg melakukan PHTB.
Pembuktian pembayaran PPh ke Kas Negara kpd pejabat yg berwenang tsb dilakukan oleh WP
dgn menyerahkan FC SSP atas penghasilan dari PHTB yg tlh diteliti oleh KPP dgn menunjukkan
asli SSP yg bersangkutan.
2. Syarat pengajuan: (Pasal 2 PER-26/PJ/2010)
WP yg melakukan PHTB atau kuasanya harus mengajukan formulir penelitian SSP (form
Lamp I PER-26/PJ/2010) ke KPP yg wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau

C1010

bangunan yg dialihkan haknya, yg dilampiri dgn:


SSP Lembar ke-1 yg sdh tertera NTPN dan NTB/NTP/NPP serta FC-nya;
FC SPPT atau Surat Tanda Terima Setoran/Struk ATM bukti pembayaran PBB/bukti
pembayaran PBB lainnya atas tanah dan/atau bangunan yg dialihkan haknya;
FC faktur/bukti penjualan atau bukti penerimaan uang dlm hal pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan dilakukan dgn cara penjualan;
FC surat kuasa dan kartu identitas yg diberi kuasa dlm hal pengajuan formulir penelitian SSP
dikuasakan.
Dlm hal pembayaran atas PHTB dilakukan dgn cara angsuran, maka SSP Lembar ke-1 yg
disampaikan utk diteliti adalah semua SSP atas penghasilan dari PHTB yg dihitung berdasarkan
jml setiap pembayaran angsuran dan pelunasan.
3. Prosedur Penelitian:
Atas pengajuan formulir penelitian SSP, Kepala KPP hrs melakukan penelitian: (Pasal 3 PER26/PJ/2010)
mencocokkan jmlh pembayaran yg tercantum dlm SSP Lembar ke-1 dgn data penerimaan
pajak dlm MPN;
mencocokkan NOP yg dicantumkan dlm SSP dgn NOP yg tercantum dlm FC SPPT atau
STTS/bukti pembayaran PBB lainnya;
meneliti NJOP bumi dan/atau bangunan per meter persegi dari tanah dan/atau bangunan yg
dialihkan haknya dgn mencocokkan pd Basis Data PBB; Penelitian NJOP tsb dpt
dilanjutkan dgn penelitian lapangan apabila diperlukan atas NJOP dari tanah dan/atau
bangunan yg dialihkan.
meneliti kebenaran penghitungan dasar pengenaan PPh dgn membandingkan nilai
pengalihan sebenarnya sebagaimana tercantum dlm FC faktur/bukti penjualan atau bukti
penerimaan uang dgn NJOP.
Kepala KPP hrs menyelesaikan Penelitian SSP dlm jangka waktu: (Pasal 4 PER-26/PJ/2010)
paling lama 1 hari kerja sejak tanggal diterimanya formulir penelitian SSP beserta
lampirannya dlm hal tdk dilakukan penelitian lapangan atas NJOP dari tanah dan/atau
bangunan yg dialihkan;
paling lama 3 hari kerja sejak tanggal diterimanya formulir penelitian SSP beserta
lampirannya dlm hal dilakukan penelitian lapangan atas NJOP dari tanah dan/atau
bangunan yg dialihkan.
4.
Hasil Penelitian: (Pasal 5 7 PER-26/PJ/2010)
Dlm hal berdasarkan penelitian ternyata PPh dari PHTB blm dibayar ke kas negara atau PPhyg
tlh dibayar oleh WP masih kurang dari yg seharusnya dibayar, Kepala KPP hrs menyampaikan
pemberitahuan scr tertulis kpd WP dgn menggunakan formulir dlm Lamp ll PER-26/PJ/2010. WP
yg tlh menerima pemberitahuan tsb dpt menyampaikan kembali formulir penelitian SSP kpd KPP
sesuai
ketentuan dlm hal PPh yg blm atau kurang dibayar tlh dilunasi oleh WP.
Dlm hal berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa PPh tlh dibayar ke kas negara dan jml-nya
tlh sesuai ketentuan maka SSP Lembar ke-1 yg tlh diteliti dan FC-nya, dibubuhi cap dgn bentuk
cap sesuai Lamp III PER-26/PJ/2010. Kepala KPP hrs menyampaikan SSP Lembar ke-1 yg tlh
diteliti dan FC-nya yg tlh dibubuhi cap kpd WP.
Thd SSP yg tlh diteliti masih dpt diterbitkan:
SKPKB apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain PPh yg terutang tdk
atau kurang dibayar;
SKPKBT apabila ditemukan data baru yg mengakibatkan penambahan jml pajak yg terutang
stl dilakukan tindakan pemeriksaan dlm rangka penerbitan SKPKBT; atau
STP apabila PPh yg terutang tdk atau kurang dibayar, dari hasil penelitian terdapat
kekurangan pembayaran PPh sbg akibat salah tulis dan/atau salah hitung, atau WP dikenai
sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.

C1011

PPh PASAL 15

Obyek

Tarif PPh

Dasar
Perhitungan

Sifat

1. Perusahaan Pelayaran
DN
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-416/KMK.04/1996, SE29/PJ.4/1996, SE32/PJ.43/1998 (mencabut
butir 9 huruf b SE29/PJ.4/1996)

1,2%

Peredaran Bruto

Final

2. Charter Penerbangan
DN
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-475/KMK.04/1996, SE35/PJ.4/1996

1,8%

Peredaran Bruto
yg diterima
berdasarkan
perjanjian charter

3. Perusahaan Pelayaran
dan / Penerbangan LN
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-417/KMK.04/1996, SE32/PJ.4/1996 (mencabut SE27/PJ.4/1995)

2,64%

Peredaran Bruto

Final

4. WP LN yg mempunyai
Kantor Perwakilan
Dagang (representative
office/liaison office) di
Indonesia
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-634/KMK.04/1994,
KEP-667/PJ/2001, SE02/PJ.03/2008

0,44% / Tarif
berdasarkan P3B

Nilai Ekspor Bruto

Final

Penghasilan neto
= 1% X nilai
ekspor bruto

Penghasilan neto = 1% X nilai ekspor bruto


5. WP yg melakukan keg.
usaha jasa maklon
(Contract
Manufacturing)
internasional di bidang
produksi mainan anakanak
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-543/KMK.03/2002, SE02/PJ.31/2003

7% x tarif tertinggi
Pasal 17 ayat (1)
huruf b UU PPh

C111

Total biaya
pembuatan /
perakitan barang
tdk termasuk biaya
pemakaian bahan
baku (direct
materials)

Final

PPh PASAL 15 ATAS PELAYARAN DN


1. WP Pelayaran DN: (angka 2 SE-29/PJ.4/1996)
Orang yg bertempat tinggal di Indonesia atau badan yg didirikan dan berkedudukan di Indonesia
(SPDN) yg melakukan usaha pelayaran dgn kapal yg didaftarkan baik di Indonesia maupun di LN
atau dgn kapal pihak lain.
2. Objek PPh: (angka 3 SE-29/PJ.4/1996)
WP perusahaan pelayaran DN dikenakan PPh atas slr penghasilan yg diterima atau diperolehnya baik
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh krn itu penghasilan yg menjadi objek pengenaan PPh
meliputi penghasilan yg diterima atau diperoleh WP dari pengangkutan orang dan/atau barang
termasuk penyewaan kapal dari:
Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia,
Pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia,
Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia,
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia
1. Tarif (bersifat final):
PPh terutang = 30 % x NPPN = 30% x (4% x Peredaran bruto) = 1,2% x Peredaran Bruto
(Pasal 2 KMK-416)
Peredaran bruto: Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yg diterima
atau diperoleh WP perusahaan pelayaran DN dari pengangkutan orang dan/atau barang yg dimuat
dari 1 pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
LN dan/atau sebaliknya. (Pasal 1 KMK-416/KMK.04/1996)
2. Saat Terutang dan Saat Pemotongan: (angka 6 huruf a & b SE-29/PJ.4/1996)
Atas penghasilan yg diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn pemotong pajak,
PPh pasal 15 terutang dan wajib dipotong pd saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau
nilai pengganti.
Dlm hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn pemotong
pajak, PPh pasal 15 terutang pd saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
3. Tata Cara Penyetoran & Pelaporan:
Dlm hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn pemotong
pajak: Pihak yg membayar atau terutang hasil tsb wajib melakukan pemotongan pd saat
pembayaran atau terutang, memberikan bukti potong, menyetorkan paling lambat tgl 10 bulan
berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
(angka 6 huruf a SE-29/PJ.4/1996)
Dlm hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan/charter dgn
pemotong pajak: WP perusahaan pelayaran DN wajib menyetor sendiri PPh yg terutang paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf b SE-29/PJ.4/1996)
Dlm hal Pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak: WP perusahaan pelayaran DN wajib
menyetor sendiri PPh yg terutang paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT
Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf b SE29/PJ.4/1996)
4. Mekanisme PPh Pasal 24: (angka 7 SE-29/PJ.4/1996)
Pajak yg tlh dibayar di LN dpt dikreditkan max 1,2% dari penghasilan yg diterima atau diperolehnya
di LN per @ negara.
5. Kewajiban PPh Pasal 25:
PPh Pasal 25 tdk wajib disetorkan apabila penghasilan semata-mata dari pengangkutan orang
dan/atau barang termasuk penyewaan kapal, tetapi tetap wajib lapor meskipun nihil.
Penghasilan di luar jasa pelayaran DN dikenakan PPh berdasarkan ketentuan yg berlaku.
6. Contoh Soal:
PT. AL-NUSA mencarter kapal PAN DAENG AIRLINES,sebuah maskapai pelayaran nasional utk
mengangkut barang. Ongkos charter seb Rp 100 juta. Bagaimana pemotongan pajaknya?
Jawaban:
PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 seb 1,2% x Rp 100 juta = Rp 1,2 juta pd saat membayar
ongkos charter
Cara Penyetoran & Pelaporan:
PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
Lembar ke-1: utk yg menyewakan (PAN DAENG AIRLINES)
Lembar ke-2: utkKPP (dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)

C112

Lembar ke-3: utk penyewa (arsip PT. AL-NUSA)


Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
Apabila customer dari PAN DAENG AIRLINES tdk memotong pajak (selain pemotong pajak)
maka PAN DAENG AIRLINES wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya dan pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

C113

PPh PASAL 15 ATAS PELAYARAN/PENERBANGAN LN


1. WP Pelayaran/Penerbangan LN: (angka 2 SE-32/PJ.4/1996)
WP yg bertempat kedudukan di LN yg melakukan usaha melalui BUT di Indonesia.
2. Objek PPh:
Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau
barang yg dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan di LN. (Pasal 1 KMK-417/KMK.04/1996)
Dgn demikian yg tdk termasuk penggantian atau imbalan yg diterima atau diperoleh perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan LN tsb adalah yg dari pengangkutan orang dan/atau barang dari
pelabuhan di LN ke pelabuhan di Indonesia. (angka 3 SE-32/PJ.4/1996)
3. Tarif (final): (Pasal 2 KMK-417/KMK.04/1996)
Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 6% x Peredaran Bruto
PPh Terutang = 2,64% x Peredaran Bruto
2,64% berasal dari (30% x 6%) + (20% x (6% - (30% x 6%))) = 1,8% + 0,84% = 2,64%
Ket: 30% adalah tarif tertinggi PPh Badan, 20% adalah tarif PPh Pasal 26
4. Saat Terutang & Saat Pemotongan:
Atas penghasilan yg diperoleh berdasarkan perjanjian charter, PPh pasal 15 terutang dan
wajib dipotong pd saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti. (angka 5 huruf a
SE-32/PJ.4/1996)
Dlm hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian charter, PPh pasal 15 terutang
pd saat diterima atau diperolehnya penghasilan. (angka 5 huruf b SE-32/PJ.4/1996)
5. Tata Cara Pembayaran & Pelaporan:
Penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yg membayar/mencharter
wajib melakukan pemotongan pd saat pembayaran atau terutang, memberikan bukti potong,
menyetorkan paling lambat tgl 10 bln berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling
lambat tanggal 20 bln berikutnya. (angka 5 huruf a SE-32/PJ.4/1996)
Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka WP perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan LN wajib menyetor sendiri paling lambat tanggal 15 bln berikutnya dan melaporkan
SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bln berikutnya. (angka 5 huruf b SE32/PJ.4/1996)
6. Kesimpulan:
Jika tdk mempunyai BUT maka tdk kena PPh Pasal 15, tetapi memperhatikan ketentuan PPh
Pasal 26
Penghasilan di luar jasa pelayaran/penerbangan LN dikenakan PPh berdasarkan ketentuan yg
berlaku. (angka 6 SE-32/PJ.4/1996)
7. Contoh Soal:
PT. AL-NUSA mencarter pesawat PAN ASIA AIRLINES, sebuah maskapai penerbangan internasional
utk mengangkut barang dan mempunyai BUT di Indonesia. Ongkos charter seb Rp 100 juta.
Bagaimana pemotongan pajaknya?
Jawaban:
PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 seb 2,64% x Rp 100 juta = Rp 2,64 juta pd saat
membayar ongkos charter
Cara Penyetoran & Pelaporan:
PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
Lembar ke-1: utk yg menyewakan (PAN ASIA AIRLINES)
Lembar ke-2: utk KPP (Dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
Lembar ke-3: utk penyewa (Arsip PT. AL-NUSA)
Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
Apabila customer dari PAN ASIA AIRLINES tdk memotong pajak (selain perjanjian charter) maka
PAN ASIA AIRLINES wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya dan pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

C114

PPh PASAL 15 ATAS PENERBANGAN DN


1. WP Penerbangan DN: (Pasal 1 huruf a KMK-475/KMK.04/1996)
WP perusahaan penerbangan yg bertempat kedudukan di Indonesia (SPDN Badan) yg memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian charter.
Yg dimaksud dgn perjanjian charter meliputi semua bentuk charter, termasuk sewa ruangan
pesawat udara baik utk orang dan/atau barang ("space charter"). (Angka 1 SE-35/PJ.4/1996)
2. Objek PPh:
Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yg diterima atau diperoleh WP
berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yg dimuat dari 1
pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
di luar negeri. (Pasal 1 huruf b KMK-475/KMK.04/1996)
3. Tarif (tdk final):
PPh terutang = 30% x NPPN = 30% x 6% x Peredaran Bruto
PPh Terutang = 1,8 % x Peredaran Bruto
(Pasal 2 ayat (2) KMK-475)
1,8% berasal dari 6% x 30%
Pelunasan PPh seb 1,8% mrp pembayaran PPh Pasal 23 yg dpt dikreditkan thd PPh yg
terutang dlm SPT Tahunan PPh utk thn pajak yg bersangkutan. (Pasal 2 ayat (3) KMK475/KMK.04/1996 dan angka 4 SE-35/PJ.4/1996)
4. Pemotong: (Angka 5 SE-35/PJ.4/1996)
Pencharter yg mrp Badan pemerintah, Subjek Pajak Badan DN, Penyelenggara Kegiatan, BUT, atau
Perwakilan Perusahaan LN lainnya.
5. Tata Cara Penyetoran & Pelaporan:
Pembayaran PPh Pasal 15 atas penerbangan DN ini dilakukan melalui mekanisme pemotongan
oleh pencharter sepanjang pencharter tsb adalah pemotong pajak.
Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya (MAP/KJS 411129/101)
Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya (menggunakan SPT Masa PPh
Pasal 15)
6. Saat terutang & Saat Pemotongan: (angka 5 SE-35)
Pemotongan PPh pasal 15 atas penghasilan berdasarkan perjanjian charter dilakukan pd saat
pembayaran atau saat terutangnya imbalan atau nilai pengganti.
7. Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional:
Badan hukum Indonesia yg menyelenggarakan usaha angkutan udara utk umum dgn memungut
pembayaran dan tlh memiliki izin usaha dari Departemen Perhubungan.
8. Contoh Soal:
PT. AL-NUSA mencarter pesawat PAN RAJAWALI LINES sebuah maskapai penerbangan nasional
utk mengangkut barang. Ongkos charter seb Rp 100 juta. Bagaimana pemotongan pajaknya?
Jawaban:
PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 seb 1,8% x Rp 100 juta = Rp 1,8 juta pd saat membayar
ongkos charter
Cara Penyetoran & Pelaporan:
PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
Lembar ke-1: utk yg menyewakan (PAN RAJAWALI LINES)
Lembar ke-2: utk KPP (dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
Lembar ke-3: utk penyewa (Arsip PT. AL-NUSA)
Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
Apabila PAN RAJAWALI LINES menerima penghasilan selain dari perjanjian charter maka tidak
perlu ada mekanisme penyetoran sendiri PPh pasal 15 (akan diperhitungkan di PPh Badan)

C115

PPh PASAL 15 ATAS KANTOR PERWAKILAN DAGANG ASING DI INDONESIA


1. Subjek Pajak: (Angka 2 SE-02/PJ.03/2008)
WP LN yg mempunyai kantor perwakilan dagang (representative office/liaison office) di Indonesia yg
berasal dari negara yg blm mempunyai P3B dgn Indonesia.
2. Objek Pajak: (Pasal 1 KMK-634/KMK.04/1994)
Nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yg diterima atau diperoleh WP LN yg
mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kpd OP atau badan yg
berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Tarif (bersifat final): (Angka 1 SE-02/PJ.03/2008)
Penghasilan neto = 1% X nilai ekspor bruto
PPh Terutang = 0,44% X nilai ekspor bruto
0.44% berasal dari (30% x 1%) + (20% x (1%-(30% x 1%))) = 0,3% + 0,14% = 0,44%
4. Tata Cara Pembayaran & Pelaporan: (KEP-667/PJ/2001)
Pembayaran: dgn mekanisme penyetoran sendiri oleh kantor perwakilan dagang selambatlambatnya tanggal 15 bulan berikut stl bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.
Pelaporan: selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut stl bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan
Pelaporan dgn menggunakan form Lamp KEP-667/PJ/2001
5. Khusus utk Kantor Perwakilan Dagang yg Berasal dari Negara Mitra P3B
Besarnya tarif pajak yg terutang disesuaikan dgn tarif BPT (Branch Profit Tax) dari suatu
BUT tsb sebagaimana dimaksud dlm P3B terkait.
Tarif atas BPT lihat di SE-02/PJ.03/2008
Contoh perhitungannnya lihat di SE-02/PJ.03/2008
6. Representative Office: (Angka 4 SE-18/PJ.431/1992)
Perwakilan dagang asing di Indonesia pd dasarnya ada 2 macam, yaitu perwakilan dagang asing yg
melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas dan perwakilan dagang asing yg tdk melakukan usaha
dan/atau pekerjaan bebas. Kantor perwakilan dagang asing yg melakukan usaha dan/atau pekerjaan
bebas di Indonesia adalah BUT yg dikenakan PPh sesuai UU PPh. Kantor perwakilan dagang asing
yg bukan BUT adalah kantor perwakilan dari perusahaan yg berkedudukan di negara yg mempunyai
P3B (Tax Treaty) dgn Indonesia, yg berdasarkan Treaty tsb tdk dianggap sbg BUT.

C116

PPh PASAL 21/26


Obyek

Tarif PPh

Dasar Perhitungan

1. Penghasilan yg diterima
/ diperoleh Pegawai
tetap (termasuk pekerja
asing status WP DN)

Pasal 17 UU PPh

PKP = PN PTKP = (PB BJ - IP) PTKP

Pasal 17 UU PPh

PKP = PB PTKP

5%

Jml penghasilan yg >


Rp 200 ribu sehari

2. Penghasilan pegawai tdk


tetap atau tenaga kerja
lepas (kecuali tenaga
ahli) berupa upah harian,
upah mingguan, upah
satuan, upah borongan
atau upah yg
a. dibayarkan bulanan
b. tdk dibayar bulanan
- Bila penghasilan
sehari / rata-rata
penghasilan sehari
> Rp 200 ribu sehari
sepanjang
penghasilan
kumulatif yg
diterima dlm 1 bulan
kalender < Rp 2,025
juta
- Bila tlh memperoleh
penghasilan
kumulatif dlm 1
bulan kalender >
- Rp 2,025 juta tetapi
< Rp 7 juta
- Bila tlh memperoleh
penghasilan
kumulatif dlm 1
bulan kalender > Rp
7 juta
3. Penghasilan yg diterima
/ diperoleh Penerima
pensiun scr
a. berkala

b. sekaligus
(pesangon)
Berlaku mulai 16 Nov
2009

Ketentuan Lama:

> Rp 150 ribu


sehari

> Rp 1,32 juta


PKP = PN PTKP
tetapi < Rp 6 juta
sebenarnya
((PTKP setahun sesuai
dgn statusnya : 360) x jml
hari kerja)

5%

Pasal 17 UU PPh

PKP = (PB IP) PTKP

> Rp 6 juta

Final

Pasal 17 UU PPh

PKP = PN PTKP = (PB


BP) PTKP

< Rp 50 juta: 0%
> Rp 50-100 juta:
5%
> Rp 100-500
juta: 15%
> Rp 500 juta:
25%

PB

C121

Sifat

Walaupun
pesangon yg
diperoleh <
Rp 50 juta
dikenakan tarif
0% tetap hrs
dibuatkan bukti
potong

4. Uang Manfaat Pensiun


dan THT & JHT yg
dibayar sekaligus
Berlaku mulai 16 Nov
2009
5. Imbalan kpd bukan
pegawai, a.l. berupa
honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya
dgn nama & dlm bentuk
apapun sbg imbalan
sehubungan dgn
pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yg dilakukan
a. imbalan yg tdk
bersifat
berkesinambungan
b. imbalan yg bersifat
berkesinambungan
- Punya NPWP &
hanya bekerja dari 1
pemberi kerja serta
tdk memperoleh
penghasilan lainnya
(memenuhi Pasal
13 ayat (1)
PER-31/PJ/2012)
- Tdk Memenuhi
Pasal 13 ayat (1)
PER-31/PJ/2012

< Rp 50 juta: 0%
> Rp 50 juta: 5%

Pasal 17 UU PPh

50% x PB

Tdk Kumulatif

Pasal 17 UU PPh

PKP = (50% x PB)


PTKP bulanan

Kumulatif

Pasal 17 UU PPh

50% x PB

Kumulatif

6. Imbalan kpd peserta


kegiatan, a.l. berupa uang
saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium,
hadiah atau penghargaan
dgn nama dan dlm bentuk
apapun, dan imbalan
sejenis dgn nama apapun

Pasal 17 UU PPh

PB

Kumulatif

7. Honorarium atau
imbalan yg bersifat tdk
teratur yg diterima atau
diperoleh anggota
dewan komisaris atau
dewan pengawas yg tdk
merangkap sbg pegawai
tetap pd perusahaan yg
sama, penarikan dana
pensiun oleh peserta
program pensiun yg
masih berstatus sbg
pegawai dari dana
pensiun yg pendiriannya
tlh disahkan oleh MenKeu

Pasal 17 UU PPh

PB

Kumulatif

8. Jasa produksi, tantiem,


gratifikasi, bonus atau

Pasal 17 UU PPh

PB

Kumulatif

C122

PB

imbalan lain yg bersifat


tdk teratur yg diterima
atau diperoleh mantan
pegawai
9. Honor/ Imbalan dgn
nama apapun (selain gaji
& tunjangan yg sifatnya
tetap) yg diterima oleh:
a. PNS Gol. I & II,
Anggota TNI/POLRI
Gol. pangkat
Tamtama & Bintara
dan pensiunannya.
b. PNS Gol. III, Anggota
TNI/POLRI Gol.
Pangkat Perwira
Pertama dan
pensiunannya.
c. PNS Gol. IV, Anggota
TNI/POLRI Gol.
Pangkat Perwira
Menengah & Tinggi
dan pensiunannya.
Berlaku sejak 1 Jan 2011

0%

PB

Final

5%

PB

Final

15%

PB

Final

Jika WP OP penerima penghasilan tdk memiliki NPWP, maka akan dikenakan tarif lbh tinggi 20%
daripada tarif yg diterapkan thd WP yg memiliki NPWP (Hanya berlaku utk pemotongan PPh Pasal
21 yg bersifat tdk final). Namun, jika WP tsb kemudian mempunyai NPWP dlm thn kalender yg
bersangkutan paling lama sbl masa pajak Desember, maka atas selisih pengenaan tarif 20% lbh
tinggi tsb diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 yg terutang utk bulan-bulan selanjutnya stl memiliki
NPWP. (Pasal 20 ayat (4) PER 31/PJ/2012) Sejak 1 Jan 2009
Ket :
PKP
: Penghasilan Kena Pajak
PN
: Penghasilan Neto
PB
: Penghasilan Bruto
BJ
: Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto, max Rp 500 ribu/bulan atau Rp 6 juta/thn),
bersifat kumulatif
IP
: Iuran Pensiun
BP
Biaya Pensiun (5% x Penghasilan bruto, max Rp 200 ribu/bulan atau Rp 2,4 juta/thn),
bersifat kumulatif
Dasar Hukum: PP 68 Thn 2009, PMK 250/PMK.03/2008, PMK 252/PMK.03/2008, PMK
16/PMK.03/2010, PER 31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013)

C123

KETENTUAN PPh PASAL 21/26


Dasar Hukum:
PP 94 Thn 2010
PP 68 Thn 2009
PMK-252/PMK.03/2008
PMK 16/PMK.03/2010 (berlaku sejak 16 Nov 2009)
PER-31/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Jan 2013) mencabut PER-31/PJ/2009 jo PER-57/PJ/2009
Pemotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 2 PER-31/PJ/2012)
1. Pemberi kerja yg terdiri dari:
a. OP dan badan
b. Cabang, perwakilan, atau unit, dlm hal yg melakukan sebagian atau slr administrasi yg terkait dgn
pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan,
atau unit tsb.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pd
Pempus termasuk institusi TNI/POLRI, Pemda, instansi atau lembaga pemerintah,
lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar RI di LN, yg membayarkan gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dgn nama dan dlm bentuk apapun sehubungan dgn
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain
yg membayar uang pensiun scr berkala dan THT atau JHT.
4. OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yg membayar:
a. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sbg imbalan sehubungan dgn jasa yg dilakukan
oleh OP dgn status SPDN, termasuk jasa tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas dan
bertindak utk dan atas namanya sendiri, bukan utk dan atas nama persekutuannya.
b. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sbg imbalan sehubungan dgn jasa yg dilakukan
oleh OP dgn status SPLN.
c. Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kpd peserta pendidikan dan pelatihan, serta pegawai
magang.
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yg bersifat nasional
dan internasional, perkumpulan, OP serta lembaga lainnya yg menyelenggarakan kegiatan, yg
membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dlm bentuk apapun kpd WP OP berkenaan dgn
suatu kegiatan.
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26: (Pasal 23 PER-31/PJ/2012)
1. Pemotong PPh Pasal 21/26 hrs memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yg
diterima atau diperoleh Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 bulan stl thn
kalender berakhir.
2. Dlm hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sbl bulan Des, bukti pemotongan PPh Pasal 21 pd ayat (1) hrs
diberikan paling lama 1 bulan stl yg bersangkutan berhenti bekerja.
3. Pemotong PPh Pasal 21/26 hrs memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas pemotongan PPh
Pasal 21 selain Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala pd ayat (1), serta bukti pemotongan PPh
Pasal 26 setiap kali melakukan pemotongan PPh Pasal 26.
4. Dlm hal dlm 1 bulan kalender, kpd 1 penerima penghasilan dilakukan > 1 x pembayaran penghasilan,
bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 pd ayat (3) dpt dibuat sekali utk 1 bulan kalender.
Bukan Pemotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 2 ayat (2) & (3) PER-31/PJ/2012)
Tdk termasuk sbg pemberi kerja yg mempunyai kewajiban utk melakukan pemotongan PPh Pasal 21/26:
a. Kantor perwakilan negara asing.
b. Organisasi-organisasi internasional pd Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh, yg tlh ditetapkan oleh MenKeu.
c. Pemberi kerja OP yg tdk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yg semata-mata
mempekerjakan OP utk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dlm rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Ket: Dlm hal organisasi internasional tdk memenuhi ketentuan pd huruf b di atas, organisasi
internasional dimaksud mrp pemberi kerja yg berkewajiban melakukan pemotongan pajak.

C124

Penerima Penghasilan yg Dipotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 3 PER-31/PJ/2012)


OP yg mrp:
a. Pegawai.
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, atau JHT, termasuk ahli
warisnya.
c. Bukan Pegawai yg menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dgn pemberian
jasa, meliputi:
1.
Tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas, yg terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
2.
Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari,
pemahat pelukis, dan seniman lainnya.
3.
Olahragawan.
4.
Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5.
Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6.
Pemberi jasa dlm segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kpd suatu
kepanitiaan.
7.
Agen iklan.
8.
Pengawas atau pengelola proyek.
9.
Pembawa pesanan atau yg menemukan langganan atau yg menjadi perantara.
10. Petugas penjaja barang dagangan.
11. Petugas dinas luar asuransi.
12. Distributor perusahaan MLM atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
d. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yg tdk merangkap sbg Pegawai Tetap pd
perusahaan yg sama.
e. Mantan pegawai.
f. Peserta kegiatan yg menerima/memperoleh penghasilan sehubungan dgn keikutsertaannya dlm
suatu kegiatan, antara lain:
1.
Peserta perlombaan dlm segala bidang, antara lain perlombaan olah raga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.
2.
Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.
3.
Peserta atau anggota dlm suatu kepanitiaan sbg penyelenggara kegiatan tertentu.
4.
Peserta pendidikan dan pelatihan.
5.
Peserta kegiatan lainnya.

Pegawai dibedakan menjadi:


Pegawai Tetap: pegawai yg menerima atau memperoleh penghasilan dlm jml tertentu scr
teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yg
bekerja berdasarkan kontrak utk suatu jangka waktu tertentu yg menerima atau memperoleh
penghasilan dlm jml tertentu scr teratur.
Pegawai Tdk Tetap/Tenaga Kerja Lepas: pegawai yg hanya menerima penghasilan apabila
pegawai yg bersangkutan bekerja, berdasarkan jml hari bekerja, jml unit hasil pekerjaan yg
dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yg diminta oleh pemberi kerja. berupa
upah
Penerima penghasilan Bukan Pegawai: OP selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tdk
Tetap/Tenaga Kerja Lepas yg memperoleh penghasilan dgn nama dan dlm bentuk apapun dari
Pemotong PPh Pasal 21/26 26 sbg imbalan jasa yg dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan
dari pemberi penghasilan.
Peserta kegiatan: OP yg terlibat dlm suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang,
seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan
menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dgn keikutsertaannya dlm kegiatan tsb.
Penerima pensiun: OP atau ahli warisnya yg menerima atau memperoleh imbalan utk pekerjaan yg
dilakukan di masa lalu, termasuk OP atau ahli warisnya yg menerima THT atau JHT.
Imbalan kpd Bukan Pegawai yg Bersifat Berkesinambungan: Imbalan kpd Bukan Pegawai yg
dibayar atau terutang > 1 x dlm 1 thn kalender sehubungan dgn pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

C125

Bukan Penerima Penghasilan yg dipotong PPh Pasal 21/26: (Pasal 4 PER-31/PJ/2012)


1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yg
diperbantukan kpd mereka yg bekerja pd dan bertempat tinggal bersama mereka, dgn syarat bukan
WNI dan di Indonesia tdk menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tsb, serta negara yg bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional pd Pasal 3 ayat (1) huruf c UU PPh, yg tlh ditetapkan oleh
MenKeu, dgn syarat bukan WNI dan tdk menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain utk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Objek PPh Pasal 21/26:
Meliputi: (Pasal 5 ayat (1) PER-31/PJ/2012)
1. Penghasilan yg diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yg Bersifat
Teratur maupun Tdk Teratur.
2. Penghasilan yg diterima atau diperoleh penerima pensiun scr teratur berupa uang pensiun atau
penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, THT, atau JHT yg dibayarkan
sekaligus, yg pembayarannya melewati jangka waktu 2 thn sejak pegawai berhenti bekerja.
4. Penghasilan Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yg dibayarkan scr bulanan.
5. Imbalan kpd Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dgn
nama dan dlm bentuk apapun sbg imbalan sehubungan jasa yg dilakukan.
6. Imbalan kpd peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dgn nama dan dlm bentuk apapun, dan imbalan sejenis dgn
nama apapun.
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yg bersifat tdk teratur yg diterima atau diperoleh
anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yg tdk merangkap sbg Pegawai Tetap pd
perusahaan yg sama.
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yg bersifat tdk
teratur yg diterima atau diperoleh mantan pegawai.
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yg masih berstatus
sbg pegawai, dari dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu.
Termasuk: (Pasal 5 ayat (2) PER-31/PJ/2012)
10. Penerimaan dlm bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dgn nama dan dlm bentuk apapun yg
diberikan oleh:
a. WP yg dikenakan PPh yg bersifat final; atau
b. WP yg dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Penghasilan dlm Pasal 5 PER-31/PJ/2012 yg diterima/diperoleh OP: (Pasal 6 PER-31/PJ/2012)
SPDN, mrp penghasilan yg dipotong PPh Pasal 21
SPLN, mrp penghasilan yg dipotong PPh Pasal 26
Dasar Perhitungan PPh Pasal 21/26: (Pasal 7 PER-31/PJ/2012)
Dlm hal penghasilan pd Pasal 5 ayat (1) PER-31/PJ/2012 diterima atau diperoleh dlm mata uang
asing, penghitungan PPh Pasal 21/26 didasarkan pd nilai tukar (kurs) yg ditetapkan oleh MenKeu
yg berlaku pd saat pembayaran penghasilan tsb atau pd saat dibebankan sbg biaya.
Penghitungan PPh Pasal 21/26 atas penghasilan berupa penerimaan dlm bentuk natura dan/atau
kenikmatan lainnya pd Pasal 5 ayat (2) PER-31/PJ/2012 didasarkan pd hrg pasar atas barang yg
diberikan atau nilai wajar atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yg diberikan.
Bukan Objek PPh Pasal 21/26: (Pasal 8 PER-31/PJ/2012)
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dgn asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dlm bentuk natura dan/atau kenikmatan dlm bentuk apapun yg diberikan oleh WP atau
Pemerintah, kecuali penghasilan pd Pasal 5 ayat (2) PER-31/PJ/2012.
Termasuk penerimaan dlm bentuk kenikmatan adalah PPh yg ditanggung oleh pemberi kerja.

C126

3.

4.

5.

Iuran pensiun yg dibayarkan kpd dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu, Iuran
THT atau iuran JHT kpd badan penyelenggara THT atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga
kerja yg dibayar oleh pemberi kerja.
Zakat yg diterima oleh OP yg berhak dari badan atau lembaga amil zakat yg dibentuk atau disahkan
oleh Pemerintah, atau Sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk agama yg diakui di
Indonesia yg diterima oleh OP yg berhak dari lembaga keagamaan yg dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah sepanjang tdk ada hubungan dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yg bersangkutan.
Beasiswa pd Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh.

Ketentuan Lain:
Jml penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh penerima penghasilan yg dipotong PPh Pasal
21/26 adalah slr jml penghasilan pd Pasal 5 PER-31/PJ/2012 yg diterima atau diperoleh dlm
suatu periode atau pd saat dibayarkan. (Pasal 10 ayat (1) PER-31/PJ/2012)
Dlm hal Bukan Pegawai pd Pasal 3 huruf c PER-31/PJ/2012 memberikan jasa kpd Pemotong PPh
Pasal 21/26: (Pasal 10 ayat (5) PER-31/PJ/2012)
a. Mempekerjakan orang lain sbg pegawainya maka besarnya jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10
ayat (1) PER-31/PJ/2012 adalah seb jml pembayaran stl dikurangi dgn bagian gaji/upah dari
pegawai yg dipekerjakan tsb, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan bagian
gaji/upah dari pegawai yg dipekerjakan tsb maka besarnya penghasilan bruto tsb adalah seb jml
yg dibayarkan.
b. Melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10
ayat (1) PER-31/PJ/2012 hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dlm
kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan antara pemberian jasa dgn material atau barang maka
besarnya penghasilan bruto tsb termasuk pemberian jasa dan material atau barang.
Dlm hal jml penghasilan bruto sesuai Pasal 10 ayat (1) PER-31/PJ/2012 dibayarkan kpd dokter yg
melakukan praktik di RS dan/atau klinik maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jasa dokter yg
dibayar oleh pasien melalui RS dan/atau klinik sbl dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh RS
dan/atau klinik. (Pasal 10 ayat (6) PER-31/PJ/2012)
Disetahunkan atau Tdk:
Penghasilan Neto Tdk Disetahunkan
Karyawan yg kewajiban pajak subjektifnya
sdh ada sejak awal thn, tapi baru mulai
bekerja dlm thn pajak, termasuk yg
sebelumnya bekerja di pemberi kerja lain
Karyawan yg kewajiban pajak subjektifnya
sdh ada sejak awal thn, tapi berhenti bekerja
dlm thn pajak

Biaya SDM:
Dpt
Dikurangkan &
Mrp Objek PPh
21
Gaji/Upah
Tunj. (termasuk
tunj. PPh 21)

Premi asuransi
jiwa pegawai yg
dibayar
perusa-haan,
termasuk JKK,

Penghasilan Neto Disetahunkan


Karyawan yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
SPDN dimulai dlm thn pajak.

Karyawan yg kewajiban pajak subjektifnya sbg


SPDN berakhir dlm thn pajak
Mutasi dari pemberi kerja yg sama (pindah
cabang)

Dpt Dikurangkan & Bukan


Mrp Objek PPh 21

Tdk Dpt
Dikurangkan &
Mrp Objek PPh 21

Premi JHT yg dibayar


perusahaan ke PT Jamsostek
Iuran Pensiun yg dibayar
perusahaan ke Dana Pensiun
yg disahkan Menkeu RI
Biaya beasiswa, magang, dan
pelatihan pegawai
Biaya perjalanan dinas
Pemberian natura/kenikmatan
yg berkaitan dgn pelaksanaan
pekerjaan di:

Pembayaran bonus,
gratifikasi, jasa
produksi, tantiem
(bagian keuntungan
yg diberikan kpd
Direksi & Komisaris
dari pemegang
saham yg
didasarkan pd
prosentase tertentu
dari laba
perusahaan), dsb

C127

Tdk Dpt Dikurangkan &


Bukan Mrp Objek PPh 21
Sembako
Rekreasi, piknik, dan olah
raga
Cuti pegawai
Biaya Pengobatan yg
dibayar lsg oleh pemberi
kerja ke RS, dokter, dan
apotik

JKM, JPK

Bukan daerah terpencil

1.

Uang lembur,
uang transport,
honor dsb
Penggantian
Pengobatan,
pemberian uang
pengobatan,
pemberian tunj.
Pengobatan
THR, Bonus atas
prestasi kerja

Penyediaan makan
minum utk slr pegawai
2. sbg sarana
keselamatan kerja atau
krn sifat pekerjaan tsb
mengharuskannya.
Daerah terpencil (sdh
mendapat persetujuan dari
DJP)

kpd karyawan yg
mrp bagian
keuntungan
(pembagian laba)
atau dibebankan ke
laba ditahan
(Retained Earning).
(SE-16/PJ.44/1992)

Perumahan yg semua
biaya yg ditimbulkannya
dibayar lsg oleh
perusahaan
Pakaian (selain pakaian
sbg sarana keselamatan
kerja atau krn sifat
pekerjaan tsb
mengharuskannya)

Perlakuan Perpajakan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JKK, JKM, JPK, JHT):
Perlakuan bagi Pemberi
Uraian
Perlakuan bagi Karyawan
Kerja
JKK, JKM, JPK
Biaya Bagi Perusahaan
Penghasilan (digabung dlm penghasilan bruto
dibayar Perusahaan
(Deductable)
gaji)
Alasan: Krn tdk tercantum dlm Pasal 4 ayat 3 UU
PPh shg mrp objek PPh
JKK, JKM, JPK
Bukan Pengurang Bagi OP (Karyawan) yg
dibayar karyawan
membayarnya
Alasan: Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh.
JHT 3,7%
Biaya Bagi Perusahaan
Tdk menambah penghasilan Bruto karyawan.
dibayar
(Deductable). Semua iuran
Tapi objek PPh pd saat menerima klaim JHT
oleh
pensiun adalah biaya bagi yg sekaligus dari PT JAMSOSTEK (dipotong oleh
membayarnya
PT. JAMSOSTEK saat menerima klaim)
Iuran Perusahaan
JHT
JHT 2%
Biaya bagi karyawan (pengurang penghasilan
5,7%
dibayar
Bruto). Krn saat menerima JHT akan dipotong
karyawan
PPh 21 oleh PT JAMSOSTEK
Alasan: Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh.
Ket: (Pasal 9 PP 14 Thn 1993)
JKK = 0,24% / 0,54% / 0,89% / 1,27% / 1,74% x upah sebulan
JKM = 0,3% x upah sebulan
JPK = Karyawan berkeluarga 6% x upah sebulan, blm berkeluarga 3% x upah sebulan
Uang Pesangon:
Uang Pesangon dibayarkan scr lsg oleh
Pemberi Kerja (PK)
Dibayarkan sekaligus
Cara
Pembayaran

Saat Terutang
/ saat pegawai
dianggap sdh
menerima hak
atas uang
pesangon

Jika
sebagian
atau slr-nya
Seka-ligus
dibayarkan
1x
dlm jangka
waktu paling
lama 2 thn
kalender
Saat dilakukan pembayaran

Dibayarkan
bertahap
Sebagian
dibayarkan pd
thn ke-3 dst
(lewat jangka
waktu 2 thn
kalender)
Saat terutang
atau dibayarkan
uang pesangon

C128

Uang Pesangon dialihkan oleh


Pemberi Kerja kpd Pengelola
Dana Pesangon Tenaga Kerja
(PDPTK)

Dibayarkan
sekaligus

Dibayarkan
bertahap

Saat
pengalihan
uang pesangon
sekaligus dari
PK kpd PDPTK.
Pd saat pegawai

Saat
pembayaran
uang
pesangon dari
PDPTK kpd
Pegawai. Blm

menerima uang
pesangon dari
PDPTK tdk
dipotong PPh 21

Pemotong
PPh 21
Tarif

PK
Final

Tdk Final
(dpt menjadi
kredit pajak)
Tarif progresif x
penghasilan
bruto yg
terutang atau
dibayarkan pd
@ thn kalender

Final

Uang Manfaat Pensiun, THT, JHT:


Uang Manfaat Pensiun, THT, JHT
dibayarkan
dibayarkan sekaligus
bertahap
jika sebagian
sebagian
Cara
atau slr-nya
dibayarkan pd
Pembayaran
dibayarkan
dibayarkan dlm
thn ke-3 dst
sekaligus
jangka waktu
(lewat jangka
1x
paling lama 2
waktu 2 thn
thn kalender
kalender)
Saat
Saat dilakukan pembayaran
Saat terutang
Terutang
atau pembayaran

Pemotong
PPh 21
Tarif

Pemberi Kerja
Final

terutang saat
pengalihan
uang pesangon
scr bertahap
dari PK kpd
PDPTK.
PDPTK

Tdk Final
(dpt menjadi kredit
pajak)
Tarif Progresif x
jml penghasilan
bruto kumulatif yg
terutang atau
dibayarkan pd @
tahun kalender

Uang Manfaat Pensiun


(UMP) dialihkan kpd
Perusahaan Asuransi Jiwa
(PAJ) dgn cara Dana
Pensiun (DP) membeli
anuitas seumur hidup
Terutang saat pembelian
anuitas seumur hidup.
Pd saat PAJ membayar
UMP kpd pegawai, tdk
dipotong PPh 21
DP Pemberi Kerja atau DP
Lembaga Keuangan
Final

Ket:
Penghasilan berupa UMP yg dibayarkan sekaligus, meliputi:
Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yg dibayarkan scr sekaligus pd saat
pegawai pensiun atau meninggal dunia
Pembayaran manfaat pensiun bulanan yg lbh kecil dari suatu jml tertentu yg ditetapkan dari waktu ke
waktu oleh MenKeu yg dibayarkan sekaligus
Pengalihan UMP kpd PAJ dgn cara DP membeli anuitas seumur hidup

C129

PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21/26: (Lamp PER-31/PJ/2012)


I.

Penghitungan PPh Pasal 21 utk Pegawai Tetap & Penerima Pensiun Berkala
Penghitungan PPh Pasal 21 utk pegawai tetap & penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2:
1.
Penghitungan masa atau bulanan yg menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yg terutang utk
setiap masa pajak, yg dilaporkan dlm SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Des atau masa
pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja
2.
Penghitungan kembali sbg dasar pengisian Form 1721 A1/A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yg
terutang utk masa pajak Des atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
Penghitungan kembali ini dilakukan pd:
a. bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun
b. bulan Des bagi pegawai tetap yg bekerja sampai akhir thn kalender dan bagi penerima
pensiun yg menerima uang pensiun sampai akhir thn kalender
I.1.

Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Des atau Masa Pajak di mana pegawai
tetap berhenti bekerja
a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur
b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tdk Teratur
I.1.a.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur

I.1.a.1. Bagi Pegawai Tetap:


1
a.
Utk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap,
terlebih dahulu dihitung slr penghasilan bruto yg diterima atau
diperoleh selama sebulan, yg meliputi slr gaji, segala jenis tunjangan
dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime)
dan pembayaran sejenisnya.
b.
Utk perusahaan yg masuk program Jamsostek, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK) dan premi
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yg dibayar oleh pemberi
kerja mrp penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yg sama diberlakukan
juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yg
dibayarkan oleh pemberi kerja utk pegawai kpd perusahaan asuransi
lainnya. Dlm menghitung PPh Pasal 21, premi tsb digabungkan dgn
penghasilan bruto yg dibayarkan oleh pemberi kerja kpd pegawai.
c.
Selanjutnya dihitung jml penghasilan neto sebulan yg diperoleh dgn
cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dgn biaya jabatan, serta
iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau iuran Tunjangan Hari
Tua yg dibayar sendiri oleh pegawai yg bersangkutan melalui pemberi
kerja kpd Dana Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh Menkeu
atau kpd Badan Penyelenggara Program Jamsostek.
2
a.
Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jml penghasilan
neto sebulan dikalikan 12
b.
Dlm hal seorang pegawai tetap dgn kewajiban pajak subjektifnya sbg
WP DN sdh ada sejak awal thn, tetapi mulai bekerja stl bulan Jan,
maka penghasilan neto setahun dihitung dgn mengalikan penghasilan
neto sebulan dgn banyaknya bulan sejak pegawai yg bersangkutan
mulai bekerja s.d. bulan Des.
c.
Selanjutnya dihitung PKP sbg dasar penerapan Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh, yaitu seb Penghasilan neto setahun pd huruf a atau b
di atas, dikurangi dgn PTKP.
d.
Stl diperoleh PPh terutang dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh thd PKP pd huruf c, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21
sebulan, yg hrs dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu seb:
1) jml PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan pd huruf a dibagi
dgn 12; atau
2) jml PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan pd huruf b dibagi

C1210

5.

banyaknya bulan yg menjadi faktor pengali pd huruf b.


Apabila pajak yg terutang oleh pemberi kerja tdk didasarkan atas
masa gaji sebulan, maka utk penghitungan PPh Pasal 21, jml
penghasilan tsb terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dgn
mempergunakan faktor perkalian:
b.
Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan dgn cara
seperti dlm angka 2 di atas.
c.
PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh
Pasal 21 sebulan dlm huruf b dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas
penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dlm
huruf b dibagi 26.
Jika kpd pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji
yg berlaku surut (rapel), misalnya utk 5 bulan, maka penghitungan PPh
Pasal 21 atas rapel tsb:
a.
rapel dibagi dgn banyaknya bulan perolehan rapel tsb (dlm hal ini 5
bulan);
b.
hasil pembagian rapel tsb ditambahkan pd gaji setiap bulan sbl
adanya kenaikan gaji, yg sdh dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;
c.
PPh Pasal 21 atas gaji utk bulan-bulan stl ada kenaikan, dihitung
kembali atas dasar gaji baru stl ada kenaikan;
d.
PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji utk bulan-bulan dimaksud
adalah selisih antara jml pajak yg dihitung berdasarkan huruf c
dikurangi jml pajak yg tlh dipotong pd huruf b.
Apabila kpd pegawai di samping dibayar gaji yg didasarkan masa gaji kurang
dari 1 bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yg lbh lama dari 1 bulan
(rapel) seperti tsb dlm angka 4, maka cara penghitungan PPh Pasal 21-nya
adalah sesuai dgn yg tlh ditetapkan dlm angka 4 dgn memperhatikan
ketentuan dlm angka 3.
a.

I.1.a.2. Bagi Penerima Pensiun Berkala:


1.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yg diterima atau
diperoleh penerima pensiun pd thn pertama pensiun:
a.
terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yg diperoleh dgn
cara mengurangi penghasilan bruto dgn biaya pensiun, kemudian
dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yg bersangkutan menerima
pensiun s.d. bulan Des;
b.
penghasilan neto pensiun pd huruf a ditambah dgn penghasilan neto
dlm thn yg bersangkutan yg diterima atau diperoleh dari pemberi kerja
sbl pegawai yg bersangkutan pensiun sesuai dgn yg tercantum dlm
bukti pemotongan PPh Pasal 21 sbl pensiun;
c.
utk menghitung PKP, jml penghasilan pd huruf b tsb dikurangi dgn
PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas PKP tsb;
d.
PPh Pasal 21 atas uang pensiun dlm thn yg bersangkutan dihitung
dgn cara mengurangi PPh Pasal 21 dlm huruf c dgn PPh Pasal 21 yg
terutang dari pemberi kerja sbl pegawai yg bersangkutan pensiun
sesuai dgn yg tercantum dlm bukti pemotongan PPh Pasal 21 sbl
pensiun;
e.
PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah seb PPh Pasal 21
seperti tsb dlm huruf d dibagi dgn banyaknya bulan dlm huruf a.
2.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan utk thn kedua dan
selanjutnya:
a.
terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yg diperoleh dgn
cara mengurangi penghasilan bruto dgn biaya pensiun;
b.
selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dgn cara penghitungan utk
pegawai tetap pd butir 1.1.a.1. angka 2 huruf a, c, dan d.
1.1.b.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tdk Teratur bagi Pegawai Tetap
1.
Apabila kpd pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
bonus, premi, THR, dan penghasilan lain semacam itu yg sifatnya tdk tetap

C1211

2.

I.2.

Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pd Bulan Des atau Masa Pajak Tertentu utk Pegawai
Tetap yg Berhenti Bekerja Sbl Bulan Des
1.

2.

II.

dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan
dipotong:
a.
dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yg disetahunkan
ditambah dgn penghasilan tdk teratur berupa tantiem, jasa produksi,
dan sebagainya.
b.
dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yg disetahunkan tanpa
tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
c.
selisih antara PPh Pasal 21 mnr penghitungan huruf a & huruf b
adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tdk teratur berupa tantiem,
jasa produksi, dan sebagainya.
Dlm hal pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya sdh ada sejak awal
thn, namun baru mulai bekerja stl bulan Jan, maka PPh Pasal 21 atas
penghasilan yg tdk teratur tsb dihitung dgn cara pd butir 1 dgn
memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan
atas Penghasilan Teratur pd butir I.1.a.1. angka 2 huruf b, c dan d di atas.

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pd bulan Des atau bulan tertentu utk pegawai
tetap yg berhenti bekerja sbl bulan Des:
a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas slr penghasilan yg diterima atau diperoleh dari
pemotong pajak dlm thn kalender yg bersangkutan, baik penghasilan yg teratur
maupun yg tdk teratur.
b. PPh Pasal 21 terutang yg hrs dipotong utk bulan Des atau bulan tertentu utk pegawai
tetap yg berhenti bekerja sbl bulan Des adalah seb selisih antara PPh Pasal 21
terutang atas slr penghasilan teratur dan tdk teratur yg diterima dari pemotong pajak
dlm thn kalender yg bersangkutan, sesuai huruf a, dgn PPh Pasal 21 yg tlh dipotong
dlm thn kalender yg bersangkutan s.d. bulan sebelumnya.
c. Dlm hal jml PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. bulan sbl-nya tsb > PPh Pasal 21
terutang atas slr penghasilan teratur dan tdk teratur yg diterima dari pemotong pajak
dlm thn kalender yg bersangkutan, misalnya dlm hal pegawai berhenti bekerja pd
pertengahan thn, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tsb dikembalikan kpd
pegawai tetap yg berhenti bekerja bersamaan dgn pemberian bukti pemotongan PPh
Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 utk pegawai tetap yg
bersangkutan, pemotong pajak dpt memperhitungkan dgn PPh Pasal 21 terutang atas
penghasilan pegawai tetap lainnya dlm masa pajak yg sama, shg jml PPh Pasal 21 yg
hrs disetor oleh pemotong pajak utk masa pajak tsb tlh mempertimbangkan jml
kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yg tlh diberikan oleh pemotong pajak kpd
pegawai tetap yg berhenti bekerja.
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang atas slr penghasilan yg diterima atau diperoleh
dari pemotong pajak dlm thn kalender yg bersangkutan sesuai angka 1 huruf a:
a. Utk pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya sdh ada sejak awal thn, namun
mulai bekerja stl bulan Jan atau berhenti bekerja sbl bulan Des, PPh Pasal 21 terutang
dihitung berdasarkan jml slr penghasilan yg diterima atau diperoleh, baik yg bersifat
teratur maupun tdk teratur, selama pegawai tetap yg bersangkutan bekerja pd
pemotong pajak.
b. Sedangkan utk pegawai tetap yg kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai stl bulan
Jan atau berakhir sbl bulan Des, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jml slr
penghasilan yg diterima atau diperoleh, baik yg bersifat teratur maupun tdk teratur, yg
disetahunkan.

Penghitungan PPh Pasal 21 utk Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
II.1.

Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yg Menerima Upah
Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan
1.
Tentukan jml upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yg diterima atau
diperoleh dlm sehari:

C1212

2.

3.

4.

5.

II.2.

a. upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dlm seminggu;


b. upah satuan dikalikan dgn jml rata-rata satuan yg dihasilkan dlm sehari;
c. upah borongan dibagi dgn jml hari yg digunakan utk menyelesaikan pekerjaan
borongan.
Dlm hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian blm melebihi Rp 200
ribu, dan jml kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bulan kalender yg bersangkutan blm
melebihi Rp 2,025 juta, maka tdk ada PPh Pasal 21 yg hrs dipotong.
Dlm hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian tlh melebihi Rp 200
ribu, dan sepanjang jml kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bulan kalender yg
bersangkutan blm melebihi Rp 2,025 juta, maka PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adalah seb
upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian stl dikurangi Rp 200 ribu,
dikalikan 5%.
Dlm hal jml upah kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bulan kalender yg bersangkutan
tlh melebihi Rp 2,025 juta dan kurang dari Rp 7 juta, maka PPh Pasal 21 yg hrs dipotong
adalah seb upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian stl dikurangi
PTKP sehari, dikalikan 5%.
Dlm hal jml upah kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm 1 bulan kalender tlh melebihi Rp
7 juta, maka PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh atas jml upah bruto dlm 1 bulan yg disetahunkan stl dikurangi PTKP, dan PPh Pasal
21 yg hrs dipotong adalah seb PPh Pasal 21 hasil perhitungan tsb dibagi 12.

Pegawai Tdk Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yg Menerima Upah
yg Dibayarkan Scr Bulanan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml upah
bruto yg disetahunkan stl dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adalah seb PPh
Pasal 21 hasil perhitungan tsb dibagi 12.

III. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yg Tdk
Merangkap sbg Pegawai Tetap, Mantan Pegawai yg Menerima Jasa Produksi, Tantiem,
Gratfikasi, Bonus atau Imbalan Lain yg Bersifat Tdk Teratur, dan Peserta Program Pensiun yg
Masih berstatus sbg Pegawai yg Menarik Dana Pensiun
III.1. Penghitungan PPh Pasal 21 utk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris Yg Tdk
Merangkap Sbg Pegawai Tetap
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jml
penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh selama 1 thn kalender.
III.2. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai Yg Menerima Penghasilan Berupa Jasa
Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yg Bersifat Tdk Teratur
PPh Pasal 21 dihitung dgn cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
kumulatif jml penghasilan bruto yg diterima atau diperoleh selama 1 thn kalender.
III.3. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun Yg Masih Berstatus Sbg Pegawai yg
Menarik Dana Pensiun
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jml
penghasilan bruto yg dibayarkan selama 1 thn kalender.
IV. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi OP yg Berstatus sbg Bukan Pegawai
IV.1. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi OP DN bukan pegawai, atas imbalan yg bersifat
berkesinambungan
IV.1.a. Bagi yg tlh memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan
kerja dgn Pemotong PPh Pasal 21 / 26 serta tdk memperoleh penghasilan lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml
kumulatif PKP dlm thn kalender yg bersangkutan. Besarnya PKP adalah seb 50% jml
penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
IV.1.b. Bagi yg tdk memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari
hubungan kerja dgn Pemotong PPh Pasal 21 / 26 serta memperoleh penghasilan

C1213

lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml
kumulatif 50% dari jml penghasilan bruto dlm thn kalender yg bersangkutan.
IV.2. Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi OP DN Bukan Pegawai, atas Imbalan yg Tdk Bersifat
Berkesinambungan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas 50% dari jml
penghasilan bruto.
IV.3. Dlm hal bukan pegawai dlm angka IV.1 & IV.2 adalah dokter yg melakukan praktik di RS dan/atau
klinik maka besarnya jml penghasilan bruto adalah seb jasa dokter yg dibayarkan pasien melalui
RS dan/atau klinik sbl dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh RS dan/atau klinik.
IV.4. Dlm hal bukan pegawai dlm angka IV.1 & IV.2 memberikan jasa kpd Pemotong PPh Pasal 21 / 26
IV.4.a. mempekerjakan orang lain sbg pegawainya maka besarnya jml penghasilan bruto
adalah seb jml pembayaran stl dikurangi dgn bagian gaji atau upah dari pegawai yg
dipekerjakan tsb, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt dipisahkan bagian gaji
atau upah dari pegawai yg dipekerjakan tsb maka besarnya penghasilan bruto tsb
adalah seb jml yg dibayarkan;
IV.4.b. melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jml penghasilan bruto
hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dlm kontrak/perjanjian tdk dpt
dipisahkan antara pemberian jasa dgn pembelian material.
V. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Kegiatan
PPh Pasal 21 dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jml penghasilan
bruto utk setiap kali pembayaran yg bersifat utuh dan tdk dipecah, yg diterima oleh peserta kegiatan.
VI. Penghitungan PPh Pasal 26 bagi OP yg Berstatus sbg Subjek Pajak LN
1. Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah dari jml penghasilan bruto.
2. Dikenakan tarif PPh Pasal 26 seb 20% dgn memperhatikan ketentuan yg diatur dlm P3B, dlm hal
OP yg menerima penghasilan adalah subjek pajak DN dari negara yg tlh mempunyai P3B dgn
Indonesia.

C1214

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21/26: (Lamp PER-31/PJ/2012)


I.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 THD PENGHASILAN PEGAWAI TETAP

I.1.

DGN GAJI BULANAN

I.1.1 Fajar pd thn 2013 bekerja pd perusahaan PT Jaya dgn memperoleh gaji sebulan Rp 2,5 juta dan
membayar iuran pensiun seb Rp 100 ribu. Fajar menikah tetapi blm mempunyai anak. Pd bulan Jan
penghasilan Fajar dari PT Jaya hanya dari gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Jan:
Gaji
Rp 2.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% X Rp 2.500.000 =
Rp 125.000
225.000
luran pensiun
Rp 100.000 Rp
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.275.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp2.275.000 =
Rp 27.300.000
PTKP setahun (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp
975.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 48.750
PPh Pasal 21 bulan Jan: Rp48.750 : 12 = Rp 4.063
Catatan:
a. Biaya Jabatan adalah biaya utk 3M penghasilan yg dpt dikurangkan dari penghasilan setiap orang
yg bekerja sbg pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tdk.
b. Contoh di atas berlaku apabila pegawai yg bersangkutan sdh memiliki NPWP. Dlm hal pegawai yg
bersangkutan blm memiliki NPWP, maka jml PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Jan:
120% x Rp 4.063 = Rp 4.875.
c. Utk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yg dipotong PPh Pasal 21 sdh
memiliki NPWP, kecuali disebut lain dlm contoh tsb.
I.1.2. Budi pegawai pd perusahaan PT Candra, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 3 juta.
PT Candra mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ 0,5% dan 0,3% dari gaji. PT Candra menanggung
iuran Jaminan Hari Tua (JHT) setiap bulan seb 3,7% dari gaji sedangkan Budi membayar iuran JHT
seb 2% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra juga mengikuti program pensiun utk
pegawainya. PT Candra membayar iuran pensiun utk Budi ke dana pensiun, yg pendiriannya tlh
disahkan oleh MenKeu, setiap bulan seb Rp 100 ribu, sedangkan Budi membayar iuran pensiun seb
Rp 50 ribu. Pd bulan Juli 2013 Budi hanya menerima pembayaran berupa gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013:
Gaji
Rp 3.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
Rp
15.000
Premi Jaminan Kematian
Rp
9.000
Penghasilan bruto
Rp 3.024.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 3.024.000 = Rp 151.200
luran Pensiun
Rp 50.000
luran JHT
Rp 60.000 Rp
261.200
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.762.800
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.762.800 =
Rp 33.153.600
PTKP (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 6.828.600
Pembulatan
Rp 6.828.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 341.400
PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp 341.400 : 12 = Rp 28.450
I.1.3 Agustina adalah seorang karyawati dgn status menikah tanpa anak, bekerja pd PT Dharma dgn gaji
sebulan seb Rp 7,5 juta. Agustina membayar iuran pensiun ke dana pensiun yg pendiriannya tlh

C1215

disahkan oleh MenKeu seb Rp 50 ribu sebulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat
Agustina berdomisili yg diserahkan kpd pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya tdk mempunyai
penghasilan apapun. Pd bulan Juli 2013 selain menerima pembayaran gaji juga menerima
pembayaran atas lembur (overtime) seb Rp 2 juta.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013:
Gaji
Rp 7.500.000
Lembur (overtime)
Rp 2.000.000
Penghasilan bruto
Rp 9.500.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan: 5% x Rp 9.500.000 =
Rp 475.000
luran pensiun
Rp 50.000 Rp 525.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 8.975.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp8.975.000 =
Rp107.700.000
PTKP (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 81.375.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 7.206.250
PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp 7.206.250 : 12 = Rp 600.521
Catatan: Oleh krn suami Agustina tdk menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP
Agustina adalah PTKP utk dirinya sendiri ditambah PTKP utk status kawin.
I.1.4 Tuti karyawati dgn status menikah dan mempunyai 3 anak bekerja pd PT Sinar. Suami dari Tuti mrp
seorang PNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Tuti menerima gaji Rp 3 juta sebulan. PT
Sinar mengikuti program pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kpd dana
pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu, seb Rp 40 ribu sebulan. Tuti juga membayar
iuran pensiun seb Rp 30 ribu sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan iuran JHT
karyawannya setiap bulan seb 3,7% dari gaji, sedangkan Tuti membayar iuran JHT setiap bulan seb
2% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn
jml @ seb 1% dan 0,3% dari gaji. Pd bulan Juli 2013 disamping menerima pembayaran gaji Tuti juga
menerima uang lembur (overtime) seb Rp 2 juta.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli:
Gaji sebulan
Rp 3.000.000
Lembur
Rp 2.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
Rp
30.000
Premi Jaminan Kematian
Rp
9.000
Penghasilan bruto sebulan
Rp 5.039.000
Pengurangan :
Biaya jabatan: 5% x Rp5.039.000 = Rp 251.950
luran Pensiun
Rp 30.000
Rp 341.950
luran JHT
Rp 60.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 4.697.050
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp4.697.050 =
Rp 56.364.600
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 32.064.600
Pembulatan
Rp 32.064.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.603.200
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.603.200 : 12 = Rp 133.600
Catatan: Krn suami Tuti menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Tuti adalah PTKP
utk dirinya sendiri.
I.1.5 dr. Danang (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) mrp dokter spesialis kandungan yg bekerja
sbg pegawai tetap di RS swasta Sehat dgn gaji tetap seb Rp 20 juta. Jam praktik dr. Danang mulai
pukul 8.00 s.d 12.00 selama 5 hari dlm seminggu. Utk bulan Agust 2013 dr. Danang menerima
pembayaran dari RS Sehat berupa gaji seb Rp 20 juta dan menerima jasa medis sbg dokter yg
bersumber dari pasien seb Rp 25 juta. dr. Danang membayar iuran pensiun seb Rp 200 ribu setiap
bulannya.

C1216

Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan dr. Danang dari RS Sehat pd bulan Agust::
Penghasilan sbg pegawai tetap
Gaji sebulan
Rp 20.000.000
Penghasilan bruto sebulan
Rp 20.000.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
Maksimum diperkenankan =
Rp 500.000
luran Pensiun:
Rp 200.000 Rp
700.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 19.300.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 19.300.000 =
Rp 231.600.000
PTKP (K/I/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 199.200.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 24.880.000
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 24.880.000 : 12 = Rp 2.073.334
Catatan: Penghitungan PPh Pasal 21 atas jasa medis yg diterima oleh dr. Danang dihitung sbg
penghasilan yg diterima oleh bukan pegawai sebagaimana dimaksud dlm contoh V.1.a.
I.2.

DGN GAJI MINGGUAN DAN GAJI HARIAN


Contoh-contoh perhitungan berikut ini hanya berlaku bagi pegawai tetap (bukan pegawai tdk
tetap atau tenaga kerja lepas) yg gajinya dibayar scr mingguan atau harian.

I.2.1 Marhentin, blm menikah, pd thn 2012 bekerja sbg pegawai tetap pd Perusahaan PT Mahagoni
menerima gaji yg dibayar mingguan seb Rp 600 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan minggu I bulan Agust 2013 apabila dlm minggu tsb hanya
menerima penghasilan berupa gaji saja:
Gaji: 4 x Rp 600.000 =
Rp 2.400.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 2.400.000 = Rp 120.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.280.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.280.000 = Rp 27.360.000
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 3.060.000
PPh Pasal 21 (Tarif PPh Pasal 17): Rp 153.000
PPh Pasal 21 sebulan: Rp153.000 : 12 = Rp 12.750
PPh Pasal 21 atas gaji/upah minggu pertama: Rp12.750 : 4 = Rp 3.188
I.2.2 Heri pegawai pd perusahaan PT Segara dgn memperoleh gaji mingguan Rp 1 juta. Heri berstatus tlh
menikah dan mempunyai seorang anak. PT Segara masuk program Jamsostek, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dgn jml @ setiap bulan
seb 1% dan 0,3% dari gaji. PT Segara membayar iuran JHT setiap bulan seb 3,7% dari gaji dan Heri
membayar iuran pensiun Rp 20 ribu dan JHT seb 2% dari gaji. Dlm minggu II pd bulan Agust 2013
Heri hanya memperoleh pembayaran berupa gaji saja.
Penghitungan PPh Pasal 21 utk minggu II bulan Agust:
Penghasilan sebulan: 4 x Rp 1.000.000 =
Rp 4.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
Rp
40.000
Premi Jaminan Kematian
Rp
12.000
Penghasilan bruto
Rp 4.052.000
Pengurangan :
Biaya jabatan: 5% x Rp 4.052.000 = Rp 202.600
luran pensiun
Rp 20.000
luran JHT
Rp 80.000
Rp 302.600
Penghasilan neto sebulan
Rp 3.749.400
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.749.400 =
Rp 44.992.800
PTKP (K/1)
Rp 28.350.000

C1217

Penghasilan Kena Pajak setahun


Rp16.642.800
Pembulatan
Rp16.642.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 832.100
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 832.100 : 12 = Rp 69.342
PPh Pasal 21 minggu II: Rp 69.342 : 4 = Rp 17.335
I.2.3 Nasrun pd thn 2013 bekerja sbg pegawai tetap pd perusahaan PT Rejo dgn memperoleh gaji yg
dibayar harian seb Rp 150 ribu. Nasrun kawin dan mempunyai seorang anak. PT Rejo masuk
program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh
pemberi kerja dgn jml @ setiap bulan seb 1% dan 0,3% dari gaji. PT Rejo membayar iuran JHT setiap
bulan seb 3,7% dari gaji dan Nasrun membayar iuran pensiun Rp 25 ribu dan JHT seb 2% dari gaji.
Penghasilan sebulan: 26 x Rp 150.000 =
Rp3.900.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
Rp 39.000
Premi Jaminan Kematian
Rp 11.700
Penghasilan bruto
Rp 3.950.700
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 3.950.700 = Rp 197.535
luran pensiun
Rp 25.000
luran JHT
Rp 78.000
Rp 300.535
Penghasilan neto sebulan
Rp 3.650.165
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.650.165 =
Rp 43.801.980
PTKP (K/1)
Rp28.350.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 15.451.980
Pembulatan
Rp 15.451.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 772.550
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 772.550 : 12 = Rp 64.379
PPh Pasal 21 sehari: Rp 64.379 : 26 = Rp 2.476
I.3.

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN UANG RAPEL

I.3.1 Fajar dlm contoh I.1.1. di atas pd bulan Juni 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 3,5 juta
sebulan dan berlaku surut sejak 1 Jan 2013. Dgn adanya kenaikan gaji yg berlaku surut tsb maka
Fajar menerima rapel sejumlah Rp 5 juta (kekurangan gaji utk masa Jan s.d. Mei 2013). Utk
menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tsb, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 utk
masa Jan s.d. Mei 2013 atas dasar penghasilan stl ada kenaikan gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Gaji
Rp 3.500.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% x Rp 3.500.000 = Rp 175.000
luran Pensiun
Rp 100.000
Rp 275.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 3.225.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.225.000 =
Rp 38.700.000
PTKP (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 12.375.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 618.750
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 618.750 : 12 = Rp 51.563
PPh Pasal 21 Jan s.d. Mei 2013 seharusnya: 5 x Rp 51.563 = Rp 257.815
PPh Pasal 21 yg sdh dipotong Jan s.d. Mei 2013:
5 x Rp 4.063 (dari perhitungan contoh I.1.1) =
= Rp 20.315
PPh Pasal 21 utk uang rapel
Rp 237.500
I.4.

I.4.1.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 THD PENGHASILAN BERUPA: JASA


PRODUKSI, TANTIEM, GRATIFIKASI, TUNJANGAN HARI RAYA ATAU TAHUN BARU, BONUS,
PREMI, DAN PENGHASILAN SEJENIS LAINNYA YG SIFATNYA TDK TETAP DAN PD
UMUMNYA DIBERIKAN SEKALI DLM SETAHUN
Joko (tdk kawin) bekerja pd PT Qolbu dgn memperoleh gaji Rp 2,5 juta sebulan. Pd bulan Mar 2013

C1218

Joko memperoleh bonus Rp 5 juta shg pd bulan Mar 2013 Joko memperoleh penghasilan berupa
gaji Rp 2,5 juta dan bonus Rp 5 juta. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana
Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu seb Rp 60 ribu.
Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus:
I.4.1.a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)
Gaji setahun : 12 x Rp 2.500.000 =
Rp30.000.000
Bonus
Rp 5.000.000
Penghasilan bruto setahun
Rp35.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 35.000.000 = Rp 1.750.000
luran pensiun setahun: 12 x Rp 60.000= Rp 720.000 Rp 2.470.000
Penghasilan neto setahun
Rp 32.530.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 8.230.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 411.500
I.4.1.b. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun
Gaji setahun: 12 x Rp 2.500,000 =
Rp30.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 30.000.000 = Rp 1.500.000
luran pensiun setahun: 12 x Rp 60.000 = Rp 720.000
Rp 2.220.000
Penghasilan neto setahun
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 3.480.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 174.000
I.4.1.c. PPh Pasal 21 atas Bonus
PPh Pasal 21 atas Bonus: Rp 411.500 - Rp 174.000 = Rp 237.500
I.4.2.

Karyawati Prameswari (tdk kawin) bekerja pd PT Prabu dgn memperoleh gaji Rp 2,75 juta sebulan.
Perusahaan ikut dlm program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dan iuran JHT dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan @ seb 1%, 0,3% dan 3,7% dari
gaji. Prameswari membayar iuran Pensiun Rp 50 ribu dan iuran JHT seb 2% dari gaji utk setiap
bulan. Pd bulan Apr 2013 Prameswari memperoleh bonus Rp 4 juta shg pd bulan Apr 2013
Prameswari menerima pembayaran berupa gaji Rp 2,75 juta dan bonus Rp 4 juta.

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus:


I.4.2.a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)
Gaji setahun: 12 x Rp 2.750.000 =
Rp33.000.000
Bonus
Rp 4.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja: 12 x Rp 27.500 =
Rp 330.000
Premi Jaminan Kematian: 12 x Rp 8.250 =
Rp
99.000
Penghasilan bruto setahun
Rp 37.429.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 37.429.000 = Rp 1.871.450
luran pensiun setahun: 12 x Rp 50.000 = Rp 600.000
luran JHT: 12 x Rp 55.000 =
Rp 660.000 Rp 3.131.450
Penghasilan neto setahun
Rp 34.297.550
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 9.997.550
Dibulatkan
Rp 9.997.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 499.850
I.4.2.b. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun
Gaji setahun: 12 x Rp 2.750.000 =
Rp 33.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja: 12 x Rp 27.500 = Rp 330.000
Premi Jaminan Kematian: 12 x Rp 8.250 =
Rp
99.000
Jml
Rp33.429.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 33.429.000 = Rp 1.671.450
luran pensiun setahun: 12 x Rp 50.000 = Rp 600.000

C1219

luran JHT: 12 x Rp 55.000 =


Rp 660.000 Rp 2.931.450
Penghasilan neto setahun
Rp 30.497.550
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 6.197.550
Pembulatan
Rp 6.197.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 309.850
I.4.2.c. PPh Pasal 21 atas Bonus
PPh Pasal 21 atas Bonus: Rp 499.850 Rp 309.850 = Rp 190.000
I.5.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI YG


DIPINDAHTUGASKAN DLM THN BERJALAN
Pd saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yg bersangkutan tdk berhenti bekerja dari perusahaan
tempat dia bekerja. Pegawai yg bersangkutan masih tetap bekerja pd perusahaan yg sama dan
hanya berubah lokasinya saja. Dgn demikian dlm penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan
dasar penghitungan selama setahun.
Contoh penghitungan:
Agus yg berstatus blm menikah adalah pegawai pd PT Nusantara di Jakarta. Sejak 1 Juni 2013
dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung dan pd 1 Okt 2013 dipindahtugaskan lagi ke kantor
cabang di Garut. Gaji Agus seb Rp 3,5 juta dan pembayaran iuran pensiun yg dibayar sendiri sebulan
sejumlah Rp 100 ribu. Selama bekerja di PT Nusantara, Agus hanya menerima penghasilan berupa
gaji saja.
Penghitungan PPh Pasal 21:

I.5.1. Kantor Pusat di Jakarta


Gaji selama di cabang Jakarta: 5 x Rp3.500.000 = Rp 17.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 17.500.000 = Rp 875.000
luran pensiun: 5 x Rp 100.000 =
Rp 500.000 Rp 1.375.000
Penghasilan neto lima bulan
Rp 16.125.000
Penghasilan neto setahun: 12/5 x Rp 16.125.000 = Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang Jan s.d. Mei 2013: Rp 720.000 : 12/5 =
Rp 300.000
PPh Pasal 21 yg sdh dipotong masa Jan s.d. Mei 2013: 5 x Rp 60.000 = Rp 300.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
NIHIL
Catatan: PPh Pasal 21 yg tlh dipotong pd bulan Jan s.d. Mei utuk setiap bulannya adalah Rp 60 ribu
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) di Kantor Jakarta
Gaji (Jan s.d. Mei 2013): 5 x Rp 3.500.000 =
Rp 17.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 17.500.000 = Rp 875.000
luran pensiun: 5 x Rp 100.000=
Rp 500.000 Rp 1.375.000
Penghasilan neto 5 bulan:
Rp 16.125.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/5 x Rp 16.125.000 = Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang: 5/12 x Rp 720.000 =
Rp 300.000
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong dan dilunasi (Jan s.d. Mei 2013): 5 x Rp 60.000 = Rp 300.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
NIHIL
I.5.2. Kantor Cabang Bandung
a. Penghasilan neto di Bandung
Gaji Juni s.d. Sept 2013 : 4 x Rp 3.500.000 =

C1220

Rp 14.000.000

b.

Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 14.000.000 = Rp 700.000
luran pensiun: 4 x Rp 100.000 =
Rp 400.000 Rp 1.100.000
Penghasilan neto di Bandung
Rp 12.900.000
Penghasilan neto di Jakarta
Rp 16.125.000
Jml penghasilan neto 9 bulan
Rp 29.025.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/9 x Rp 29.025.000 = Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 selama 9 bulan: 9/12 x Rp 720.000 = Rp 540.000
PPh Pasal 21 yg dipotong di Jakarta
Rp 300.000
PPh Pasal 21 terutang di Bandung
Rp 240.000
PPh Pasal 21 yg di potong di Bandung: 4 x Rp 60.000 = Rp 240.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
NIHIL
Catatan: PPh Pasal 21 yg tlh dipotong pd bulan Juni s.d. Sept utk setiap bulannya Rp 60 ribu
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A1) di Kantor Bandung
Penghasilan neto di Bandung:
Gaji Juni s.d. Sept 2013: 4 x Rp 3.500.000 =
Rp 14.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 14.000.000 = Rp 700.000
luran pensiun: 4 x Rp 100.000 =
Rp 400.000 Rp 1.100.000
Penghasilan neto di Bandung
Rp 12.900.000
Penghasilan neto di Jakarta
Rp 16.125.000
Jml penghasilan neto 9 bulan:
Rp 29.025.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/9 x Rp 29.025.000 = Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang: 9/12 x Rp 720.000 = Rp 540.000
PPh Pasal 21 tlh dipotong dan dilunasi:
Di Jakarta sesuai dgn Form. 1721 - A1
Di Bandung: 4 x Rp 60.000 =
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong

Rp 300.000
Rp 240.000
NIHIL

I.5.3. Kantor Cabang Garut


a. Penghasilan neto di Garut
Gaji Okt s.d. Des 2013: 3 x Rp 3.500.000 =
Rp 10.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 10.500.000 = Rp 525.000
luran pensiun: 3 x Rp 100.000 =
Rp300.000 Rp 825.000
Penghasilan neto di Garut
Rp 9.675.000
b. Penghasilan neto di Jakarta
Rp16.125.000
c. Penghasilan neto di Bandung
Rp 12.900.000
Jml penghasilan neto setahun
Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang setahun (Tarif PPh Pasal 17):
Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung sesuai dgn Form 1721 A1 Rp540.000
PPh Pasal 21 terutang di Garut
Rp 180.000
PPh Pasal 21 sebulan yg hrs dipotong di Garut: Rp 180.000 : 3 = Rp 60.000
Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A1) di Kantor Garut
Penghasilan neto di Garut
Gaji Okt s.d. Des 2013: 3 x Rp 3.500.000 =
Rp 10.500.000

C1221

Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 10.500.000 = Rp 525.000
luran pensiun: 3 x Rp 100.000 =
Rp 300.000 Rp
825.000
Penghasilan neto di Garut
Rp 9.675.000
Penghasilan neto di Jakarta
Rp 16.125.000
Penghasilan neto di Bandung
Rp 12.900.000
Jml penghasilan neto setahun
Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung sesuai dgn Form. 1721 - A1 Rp 540.000
PPh Pasal 21 terutang di Garut
Rp 180.000
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 3 x Rp 60.000 =
Rp 180.000
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
NIHIL
I.6.

I.6.1.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI YG


BERHENTI BEKERJA ATAU MULAI BEKERJA DLM THN BERJALAN
Pegawai Baru Mulai Bekerja Pd Thn Berjalan

I.6.1.1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan pegawai yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
Subjek Pajak DN sdh ada sejak awal thn kalender tetapi baru bekerja pd pertengahan thn
Budiyanta bekerja pd PT Xiang sbg pegawai tetap sejak 1 Sept 2013. Budiyanta menikah tetapi blm
punya anak. Gaji sebulan Rp 8 juta dan iuran pensiun yg dibayar tiap bulan Rp 150 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan Sept 2013 dlm hal Budiyanta hanya memperoleh
penghasilan berupa gaji:
Penghitungan PPh Pasal 21 thn 2013:
Gaji sebulan
Rp 8.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 8.000.000 = Rp 400.000
Rp 550.000
luran Pensiun
Rp 150.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 7.450.000
Penghasilan neto setahun: 4 x Rp 7.450.000 = Rp 29.800.000
PTKP (K/0)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 3.475.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 173.750
PPh Pasal 21 bulan Sept: Rp173.750 : 4 = Rp 43.438
I.6.1.2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yg kewajiban pajak subjektifnya sbg
Subjek Pajak DN dimulai stl permulaan thn pajak, dan mulai bekerja pd thn berjalan
David (K/3) mulai bekerja 1 Sept 2013. la bekerja di Indonesia s.d. Agust 2015. Selama Thn 2013
menerima gaji per bulan Rp 20 juta. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Sept 2013 dlm hal David
hanya menerima penghasilan berupa gaji:
Gaji sebulan
Rp 20.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% X Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
Maksimum diperkenankan
Rp
500.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 19.500.000
Penghasilan neto selama 4 bulan: 4 x Rp 19.500.000 = Rp 78.000.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12/4 x Rp 78.000.000 = Rp 234.000.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
Rp 201.600.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh pasal 17): Rp 25.240.000
PPh Pasal 21 terutang utk thn 2013: 4/12 x Rp 25.240.000 = Rp 8.413.333
PPh Pasal 21 terutang sebulan: 1/4 x Rp 8.413.333 =
Rp 2.103.333

C1222

I.6.2.

Pegawai Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan

I.6.2.1. Pegawai Yg Msh Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan
Arip yg berstatus blm menikah adalah pegawai pd PT Mahakam di Yogyakarta. Sejak 1 Okt 2013,
yg bersangkutan berhenti bekerja di PT Mahakam. Gaji Arip setiap bulan memperoleh seb Rp 3,5
juta dan yg bersangkutan membayar iuran pensiun kpd Dana Pensiun yg pendiriannya tlh
mendapat persetujuan MenKeu sejumlah Rp 100 ribu setiap bulan. Selama bekerja di PT
Mahakam Arip hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Penghitungan PPh Pasal 21 yg dipotong setiap bulan:
Gaji sebulan
Rp 3.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 3.500.000 = Rp 175.000
luran pensiun
Rp 100.000 Rp 275.000
Penghasilan neto
Rp 3.225.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.225.000 = Rp 38.700.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 720.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong sebulan: Rp 720.000 : 12 = Rp 60.000
Penghitungan PPh Pasal 21 yg terutang selama bekerja pd PT Mahakam dlm thn kalender
2013 (s.d. bulan Sept 2013) dilakukan pd saat berhenti bekerja:
Gaji Jan s.d. Sept 2013: 9 x Rp 3.500.000 =
Rp 31.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 31.500.000 = Rp 1.575.000
luran pensiun: 9 X Rp100.000 =
Rp 900.000 Rp 2.475.000
Penghasilan neto 9 bulan
Rp 29.025.000
PTKP (TK/0)
Rp 24,300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 4.725.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 236.250
PPh Pasal 21 terutang utk masa Jan s.d. Sept 2013:
Rp 236.250
PPh Pasal 21 yg sdh dipotong s.d. Bulan Agust 2013: 8 x Rp 60.000 = Rp 480.000
PPh Pasal 21 lbh dipotong
Rp 243.750
Catatan: Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 seb Rp 243.750 dikembalikan oleh PT Mahakam
kpd yg bersangkutan pd saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.
I.6.2.2. Pegawai Berhenti Bekerja Pd Thn Berjalan dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak
Subjektif
Lewis (K/3) mulai bekerja Mei 2005 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2013 dan meninggalkan
Indonesia ke negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif). Selama thn 2013 menerima
gaji perbulan Rp 15 juta dan pd bulan Apr 2013 menerima bonus Rp 20 juta.
A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji:
Gaji sebulan
Rp 15.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 15.000.000 = Rp 750.000
Maksimum diperkenankan
Rp 500.000
Penghasilan Neto atas gaji sebulan
Rp 14.500.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 14.500.000 = Rp 174.000.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 141.600.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 16.240.000
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan: Rp 16.240.000 : 12 = Rp 1.353.333
B. Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus:
Gaji setahun: 12 x Rp 15.000.000 =
Rp 180.000.000

C1223

Bonus

Rp 20.000.000
Rp 200.000.000

Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000
Maksimum diperkenankan: 12 x Rp500.000 =
Rp 6.000.000
Penghasilan Neto atas gaji setahun dan bonus
Rp194.000.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 161.600.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun dan bonus (Tarif PPh Pasal 17): Rp 19.240.000
C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Bonus:
Rp 19.240.000 Rp 16.240.000 = Rp 3.000.000
D. Penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang pd saat pegawai yg bersangkutan berhenti
dan meninggalkan Indonesia utk selama-lamanya:
Gaji selama 5 bulan: 5 x Rp 15.000.000 =
Rp 75.000.000
Bonus
Rp 20.000.000
Jml slr penghasilan selama 5 bulan
Rp 95.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 95.000.000 = Rp 4.750.000
Maksimum diperkenankan: 5 x Rp 500.000 =
Rp 2.500.000
Penghasilan Neto selama 5 bulan
Rp 92.500.000
Jml penghasilan neto disetahunkan: 12/5 x Rp 92.500.000 = Rp 222.000.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
Rp 189.600.000
PPh Pasal 21 disetahunkan (Tarif PPh Pasal 17): Rp 23.440.000
PPh Pasal 21 terutang: 5/12 x Rp 23.440.000 =
Rp 9.766.667
PPh Pasal 21 tlh dipotong s.d. bulan Apr 2013 atas gaji dan bonus:
(4 x Rp 1.353.333) + Rp 3.000.000 =
Rp 8.413.333
PPh Pasal 21 terutang dan hrs dipotong utk bulan Mei 2013
Rp 1.353.333
Catatan: Cara penghitungan di atas berlaku juga bagi pegawai yg kehilangan kewajiban
subjektifnya pd thn berjalan krn meninggal dunia.
I.7.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YG SEBAGIAN ATAU


SELURUHNYA DIPEROLEH DLM MATA UANG ASING
Neill adalah seorang pegawai tetap memperoleh gaji pd bulan Jan 2013 dlm mata uang asing seb
US$ 2,000 sebulan. Kurs yg berlaku utk bulan Jan 2013 berdasarkan Keputusan MenKeu adalah Rp
11.250 per US$ 1. Neill berstatus menikah dgn 1 anak.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan:
US$ 2,000 x Rp 11.250 =
Rp 22.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 22.500.000 = Rp 1.125.000
Maksimum diperkenankan
Rp
500.000
------------------Penghasilan neto sebulan
Rp 22.000.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 22.000.000 = Rp 264.000.000
PTKP (K/1)
Rp 28.350.000
-------------------Penghasilan Kena Pajak
Rp 235.650.000
PPh Pasal 21 terutang setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 30.347.000
PPh Pasal 21 bulan Jan: Rp 30.347.000 : 12 = Rp 2.528.917

I.8.

PPh PASAL 21 SLR ATAU SEBAGIAN DITANGGUNG OLEH PEMBERI KERJA


Dlm hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yg ditanggung pemberi
kerja tsb termasuk dlm pengertian kenikmatan dlm Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-31/PJ/2012 dan
bukan mrp penghasilan pegawai yg bersangkutan.
Contoh:

C1224

Arip adalah seorang pegawai dari PT Lautan dgn status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia
menerima gaji Rp 4 juta sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar
iuran pensiun ke dana pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu seb Rp 150 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan Juli 2013 dlm hal Arip hanya menerima pembayaran gaji saja:
Gaji sebulan
Rp 4.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 4.000.000 = Rp 200.000
luran pensiun =
Rp 150.000
Rp 350.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 3.650.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 3.650.000 =
Rp 43.800.000
PTKP (K/3)
Rp 32.400.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 11.400.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 570.000
PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp 570.000 : 12 = Rp 47.500
PPh Pasal 21 seb Rp 47.500 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jml seb Rp 47.500 tdk
dpt dikurangkan dari Penghasilan Bruto pemberi kerja dan bukan mrp penghasilan yg dikenakan
pajak kpd Arip. Namun apabila pemberi kerja adalah WP yg dikenakan PPh yg bersifat final atau WP
yg dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), maka kenikmatan
berupa pajak yg ditanggung pemberi kerja ditambahkan ke dlm penghasilan dari pegawai yg
bersangkutan, dan penghitungan pajaknya dilakukan sesuai Contoh I.9.
I.9.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 THD PEGAWAI TETAP YG MENERIMA


TUNJANGAN PAJAK
Dlm hal kpd pegawai diberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tsb mrp penghasilan pegawai
yg bersangkutan dan ditambahkan pd penghasilan yg diterimanya.
Contoh penghitungan:
Peri (status blm menikah dan tdk mempunyai tanggungan) bekerja pd PT Kartika dgn memperoleh
gaji Rp 2,5 juta sebulan. Kpd Peri diberikan tunjangan pajak seb Rp 25 ribu. luran pensiun yg dibayar
oleh Peri adalah seb Rp 25 ribu sebulan. PPh Pasal 21 bulan Sept 2013 dlm hal Peri tdk menerima
penghasilan dari PT Kartika selain gaji:
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan
Rp 2.500.000
Tunjangan pajak
Rp
25.000
Penghasilan bruto sebulan
Rp 2.525.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 2.525.000 = Rp 126.250
luran pensiun
Rp 25.000
Rp 151.250
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.373.750
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.373.750 =
Rp 28.485.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 4.185.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 209.250
PPh Pasal 21 bulan Sept: Rp 209.250 : 12 = Rp17.438

I.10. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENERIMAAN DLM BENTUK NATURA DAN
KENIKMATAN LAINNYA YG DIBERIKAN OLEH WP YG PENGENAAN PPh-NYA BERSIFAT
FINAL ATAU BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS (DEEMED PROFIT)
I.10. Qalbun adalah warga negara RI yg bekerja pd suatu perwakilan dagang asing yg pengenaan
pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus, pd bulan Agust 2013 memperoleh gaji Rp 2,5
juta sebulan beserta beras 50 kg dan gula 10 kg. Qalbun berstatus menikah dgn 1 orang anak. Nilai
uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan hrg pasar (hrg beras: Rp 10 ribu per kg, hrg gula: Rp
8 ribu per kg).
Penghitungan PPh Pasal 21
Gaji sebulan
Rp 2.500.000
Beras: 50 x Rp 10.000 =
Rp 500.000
Gula: 10 x Rp 8.000 =
Rp
80.000

C1225

Penghasilan bruto sebulan


Rp 3.080.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 3.080.000 =
Rp 154.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.926.000
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.926.000 = Rp 35.112.000
PTKP (K/1)
Rp 28.350.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 6.762.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 338.100
PPh Pasal 21 bulan Agust: Rp 338.100 : 12 = Rp 28.175
I.11. PERHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI PEGAWAI TETAP YG BARU MEMILIKI NPWP PD THN
BERJALAN
I.11. Wahyu, status blm menikah dan tdk memiliki tanggungan keluarga, bekerja pd PT Fajar dgn
memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan Rp 5,5 juta, dan yg bersangkutan membayar iuran
pensiun kpd perusahaan Dana Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu setiap bulan seb
Rp 200 ribu. Wahyu baru memiliki NPWP pd bulan Juni 2013 dan menyerahkan FC kartu NPWP kpa
PT Fajar utk digunakan sbg dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni.
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Jan-Mei 2013:
Gaji dan tunjangan sebulan
Rp 5.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 5.500.000 = Rp 275.000
Rp 475.000
luran pensiun
Rp 200.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 5.025.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 5.025.000 =
Rp 60.300.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 36.000.000
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan: Rp 1.800.000 : 12 = Rp 150.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong krn yg bersangkutan blm memiliki NPWP:
120% x Rp 150.000 = Rp 180.000
Jml PPh Pasal 21 yg dipotong dari Jan- Mei 2013: 5 x Rp 180.000 =
Rp 900.000
Jml PPh Pasal 21 terutang apabila yg bersangkutan memiliki NPWP
5 x Rp 150.000 =
Rp750.000
Selisih (20% x 5 x Rp150.000) =
Rp 150.000
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yg hrs dipotong utk bulan Juni 2013, stl yg bersangkutan
memiliki NPWP dan menyerahkan FC kartu NPWP kpd pemberi kerja, dgn catatan gaji dan tunjangan
utk bulan Juni 2013 tdk berubah:
PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dgn Perhitungan sebelumnya)
Rp 150.000
Diperhitungkan dgn pemotongan atas tambahan 20% sbl memiliki NPWP
(Jan-Mei 2013): 20% x 5 x Rp 150.000 =
(Rp 150.000)
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong bulan Juni 2013
Nihil
Apabila Wahyu baru memiliki NPWP pd akhir Nov 2013 dan menyerahkan FC kartu NPWP sbl
pemotongan PPh Pasal 21 utk bulan Des 2013, dgn asumsi penghasilan setiap bulan besarnya sama
dan tdk ada penghasilan lain selain penghasilan tetap dan teratur setiap bulan tsb, maka perhitungan
PPh Pasal 21 yg hrus dipotong pd bulan Des 2013:
PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dgn Perhitungan sebelumnya)
Rp 150.000
Diperhitungkan dgn pemotongan atas tambahan 20% sbl memiliki NPWP
(Jan-Nov 2013): 20% x 11 x Rp 150.000
(Rp 330.000)
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong bulan Des 2013
(Rp180.000)
Krn jml yg diperhitungkan > jml PPh Pasal 21 terutang utk bulan Des 2013, maka jml PPh Pasal 21 yg
hrs dipotong utk bulan tsb adalah Nihil. Jml seb Rp 180 ribu dpt diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 utk
bulan-bulan selanjutnya dlm thn kalender berikutnya. Krn jml tsb sdh diperhitungkan dgn PPh Pasal
21 terutang utk bulan-bulan berikutnya, jml tsb tdk termasuk dlm kredit pajak yg dpt diperhitungkan
oleh pegawai tetap dlm SPT Tahunan PPh WP OP yg bersangkutan.

C1226

Perhitungan PPh Pasal 21 terutang utk thn 2013, dimana Wahyu baru memiliki NPWP pd akhir bulan
Nov 2013 sbl pemotongan PPh Pasal 21 bulan Des 2013:
Gaji dan tunjangan setahun: Rp 5.500.000 x 12 =
Rp 66.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 66.000.000 = Rp 3.300.000
luran pensiun: Rp 200.000 x 12 =
Rp 2.400.000
Rp 5.700.000
Penghasilan Neto setahun
Rp60.300.000
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 36.000.000
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong:
Bulan Jan Nov 2013: 11 x Rp 180.000 = Rp 1.980.000
Bulan Des 2013
Rp
0
Rp 1.980.000
PPh Pasal 21 lbh dipotong utk diperhitungkan
pd bulan selanjutnya dlm thn kalender berikutnya
(Rp 180.000)
Krn jml seb Rp 180 ribu sdh diperhitungkan dgn PPh Pasal 21 terutang bulan berikutnya oleh
Pemotong PPh Pasal 21, maka jml yg dpt dikreditkan dlm SPT Tahunan PPh WP OP pegawai yg
bersangkutan seb Rp 1,8 juta.
I.12. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 YG HRS DIPOTONG PD MASA PAJAK TERAKHIR
a. Bulan Des utk Pegawai Tetap yg bekerja s.d. akhir thn kalender
b. Bulan Terakhir Memperoleh Gaji atau Penghasilan Tetap dan Teratur krn yg bersangkutan
Berhenti Bekerja
I.12.1. Penghitungan PPh Pasal 21 yg Hrs Dipotong pd Bulan Des
a. Dlm Hal Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Sama/Tdk Berubah, maka jml PPh
Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Des besarnya sama dgn yg dipotong pd bulan-bulan
sebelumnya
b. Dlm Hal Besarnya Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Mengalami Perubahan
Jaka, status blm menikah dan tdk memiliki tanggungan keluarga, bekerja pd PT Lazuardi dgn
memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan seb Rp 5,5 juta, dan yg bersangkutan membayar iuran
pensiun kpd perusahaan Dana Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu setiap bulan seb
Rp 200 ribu. Mulai bulan Juli 2013, Jaka memperoleh kenaikan penghasilan tetap setiap bulan
menjadi seb Rp 7 juta.
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Jan-Juni 2013:
Gaji dan tunjangan sebulan
Rp 5.500.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 5.500.000 = Rp 275.000
Rp 475.000
luran Pensiun
Rp200.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan
Rp 5.025.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x Rp 5.025.000 =
Rp 60.300.000
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 36.000.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 1.800.000
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan: Rp 1.800.000 : 12 = Rp 150.000
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan utk bulan Juli-Nov 2013:
Gaji dan tunjangan sebulan
Rp 7.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 7.000.000 = Rp 350.000
luran Pensiun
Rp 200.000
Rp 550.000
Penghasilan Neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 6.450.000
Penghasilan Neto setahun: 12 X Rp 6.450.000 = Rp 77.400.000
PTKP (TK/0)
Rp24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 53.100.000

C1227

PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 2.965.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong setiap bulan: Rp 2.965.000 : 12 = Rp 247.083
Perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Des 2013:
Penghasilan selama setahun:
(6 x Rp 5.500.000) + (6 x Rp 7.000.000) =
Rp 75.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 75.000.000 = Rp 3.750.000
luran Pensiun: 12 x Rp 200.000 =
Rp 2.400.000 Rp 6.150.000
Penghasilan Neto
Rp 68.850.000
PTKP (TK/0)
Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 44.550.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17):
Rp 2.227.500
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. Nov 2013:
(6 x Rp 150.000) + (5 x Rp 247.083) =
Rp 2.135.415
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd bulan Des 2013
Rp
92.085
I.12.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Yg Hrs Dipotong pd Bulan Terakhir Pegawai Tetap Memperoleh
Penghasilan Tetap dan Teratur Krn Yg Bersangkutan Berhenti Bekerja sbl Bulan Des
Lihat Contoh I.6.2.

II.

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS UANG PENSIUN YG DIBAYARKAN SCR BERKALA


(BULANAN)

II.1.

Penghitungan PPh Pasal 21 Pd Thn I Dibayarkannya Uang Pensiun Scr Bulanan

II.1.1.

Penghitungan PPh Pasal 21 di Tempat Pemberi Kerja Sbl Pensiun


Apabila waktu pensiun sdh dpt diketahui dgn pasti pd awal thn, misalnya berdasarkan ketentuan yg
berlaku di tempat pemberi kerja yg dikaitkan dgn usia pegawai yg bersangkutan, maka
penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yg
akan diperoleh dlm periode dimana pegawai yg bersangkutan akan bekerja dlm thn berjalan sbl
memasuki masa pensiun.
Namun, apabila waktu pensiun blm dpt diketahui dgn pasti pd waktu menghitung PPh Pasal 21 yg
terutang utk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan
penghasilan neto setahun seperti pd Contoh I.6.2.1.
Contoh:
Hari, berstatus kawin dgn 2 orang anak yg masih menjadi tanggungan, bekerja sbg pegawai tetap
pd PT Nusa dgn gaji sebulan Rp 6 juta. Hari setiap bulan membayar iuran pensiun seb Rp 250 ribu
ke Dana Pensiun Artha yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu. Berdasarkan ketentuan yg
berlaku di PT Nusa terhitung mulai 1 Juli 2013, Hari akan memasuki masa pensiun.
Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan:
Gaji sebulan
Rp 6.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 6.000.000 = Rp 300.000
luran Pensiun
Rp250.000 Rp 550.000
Penghasilan Neto sebulan
Rp 5.450.000
Penghasilan Neto 6 bulan (masa bekerja Jan s.d. Juni 2013): Rp 5.450.000 x 6 = Rp 32.700.000
PTKP (K/2)
Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 2.325.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 116.250
PPh Pasal 21 terutang sebulan: Rp 116.250 : 6

C1228

Pd saat Hari berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) dgn data:
Gaji selama 6 bulan: 6 x Rp 6.000.000 =
Rp 36.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5% x Rp 36.000.000 = Rp 1.800.000
Rp 3.300.000
luran Pensiun: 6 x Rp 250.000 =
Rp 1.500.000
Penghasilan Neto selama 6 bulan
Rp 32.700.000
PTKP (K/2)
Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 2.325.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 116.250
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 6 x Rp 19.375 = Rp 116.250
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
NIHIL
Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pd penghasilan yg disetahunkan, krn
pd saat perhitungan blm diketahui scr pasti saat pensiun atau berhenti bekerja, maka pd saat
penghitungan PPh Pasal 21 terutang utk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan
terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yg bersangkutan, yg hrs
dikembalikan oleh pemotong pajak kpd pegawai yg bersangkutan.
II.1.2.

Penghitungan PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yg Membayarkan Uang Pensiun Bulanan
Utk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yg pensiun dlm hal yg bersangkutan tdk
mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari 1 pemberi kerja dan uang pensiun, Dana
Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pd thn I pegawai menerima
uang pensiun dgn berdasarkan pd gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja s.d. pensiun
dan perkiraan uang pensiun yg akan diterima dlm thn kalender yg bersangkutan. Agar Dana
Pensiun dpt melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu, maka penerima pensiun hrs segera
menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A-1/1721 A-2) dari pemberi kerja
sebelumnya.
Melanjutkan contoh sebelumnya:
Selanjutnya, mulai bulan Juli 2013 Hari memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun Artha seb
Rp 3 juta sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun:
Pensiun sebulan
Rp 3.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 3.000.000 = Rp 150.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.850.000
Penghasilan neto Juli s.d. Des 2013: 6 x Rp 2.850.000 =
Rp 17.100.000
Penghasilan neto dari PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
Rp 32.700.000
Jml penghasilan neto thn 2013
Rp 49.800.000
PTKP (K/2)
Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 19.425.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal 17):
Rp 971.250
PPh Pasal 21 terutang di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
(Form 1721 A1)
Rp 116.250
PPh Pasal 21 terutang pd Dana Pensiun Artha, selama 6 bulan
Rp 855.000
PPh Pasal 21 atas uang pensiun yg hrs dipotong tiap bulan: Rp 855.000 : 6 = Rp 142.500
Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun Artha utk dicantumkan dlm Form
1721 A1:
Pensiun selama 6 bulan: 6 x Rp 3.000.000 =
Rp 18.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 18.000.000 =
Rp
900.000
Penghasilan neto 6 bulan
Rp 17.100.000
Penghasilan neto dari di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 Rp 32.700.000
Jmlh penghasilan neto thn 2013
Rp 49.800.000
PTKP (K/2)
Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 19.425.000
PPh Pasal 21 terutang (Tarif PPh Pasal17):
Rp
971.250

C1229

PPh Pasal 21 terutang di PT Nusa sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
(Form 1721 A1)
PPh Pasal 21 terutang pd Dana Pensiun Artha, selama 6 bulan
PPh Pasal 21 tlh dipotong: 6 x Rp 142.500 =
PPh Pasal 21 kurang (lbh) dipotong
II.2.

Rp
116.250
Rp
855.000
Rp
855.000
NIHIL

Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Pensiun Scr Bulanan Pd Thn II dan
Seterusnya
Dgn menggunakan contoh sbl-nya, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan mulai
Jan 2014 (thn II yg bersangkutan pensiun):
Pensiun sebulan
Rp 3.000.000
Pengurangan:
Biaya Pensiun: 5% x Rp 3.000.000 = Rp 150.000
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.850.000
Penghasilan neto disetahunkan: 12 x Rp2.850.000 = Rp 34.200.000
PTKP (K/2)
Rp 30.375.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 3.825.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 191.250
PPh Pasal 21 sebulan: Rp191.250 : 12 = Rp 15.938

III.

III.1.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 THD PENGHASILAN PEGAWAI HARIAN,


TENAGA HARIAN LEPAS, PENERIMA UPAH SATUAN, DAN PENERIMA UPAH BORONGAN
DGN UPAH HARIAN

III.1.1. Nurcahyo dgn status blm menikah pd bulan Jan 2013 bekerja sbg buruh harian PT Cipta. la bekerja
selama 10 hari dan menerima upah harian seb Rp 200 ribu.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Upah sehari
Rp 200.000
Dikurangi batas upah harian tdk dilakukan pemotongan PPh
Rp 200.000
Penghasilan Kena Pajak sehari
Rp
0
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari (Tarif 5%): Rp 0
S.d. hari ke-10, krn jml kumulatif upah yg diterima < Rp 2,025 juta maka tdk ada PPh Pasal 21 yg
dipotong.
Pd hari ke-11 jml kumulatif upah yg diterima > Rp 2,025 juta, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung
berdasarkan upah stl dikurangi PTKP yg sebenarnya.
Upah s.d hari ke-11 (Rp 200.000 x 11) =
Rp 2.200.000
PTKP sebenarnya: 11 x (Rp 24.300.000 / 360) = Rp 742.500
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-11
Rp1.457.500
PPh Pasal 21 terutang s.d. hari ke-11 (Tarif 5%): Rp 72.875
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. hari ke-10
Rp
0
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd hari ke-11
Rp 72.875
Shg pd hari ke-11, upah bersih yg diterima Nurcahyo: Rp 200.000 Rp 72.875 = Rp 127.125
Misalkan Nurcahyo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd
hari ke - 12:
Upah sehari
Rp 200.000
PTKP sehari
- utk WP sendiri (Rp 24.300.000 : 360) = Rp 67.500
Penghasilan Kena Pajak
Rp132.500
PPh Pasal 21 terutang (Tarif 5%): Rp 6.625
Shg pd hari ke-12, Nurcahyo menerima upah bersih: Rp 200.000 Rp 6.625 = Rp 193.375
III.1.2.

Nanang (blm menikah) pd bulan Mar 2013 bekerja pd perusahaan PT Tani, menerima upah Rp 300
ribu per hari.

C1230

Penghitungan PPh Pasal 21 upah sehari Rp 300 ribu


Upah sehari di atas Rp 200.000: Rp 300.000 Rp 200.000 = Rp 100.000
PPh Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 5.000 (harian)
Pd hari ke-7 dlm bulan kalender yg bersangkutan, Nanang tlh menerima penghasilan seb Rp 2,1
juta, shg tlh > Rp 2,025 juta. Dgn demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Nanang pd bulan Mar
2013:
Upah 7 hari kerja
Rp 2.100.000
PTKP: 7 x (Rp 24.300.000 / 360) =
Rp 472.500
Penghasilan Kena Pajak
Rp 1.627.500
PPh Pasal 21 (Tarif 5%):
Rp 81.375
PPh Pasal 21 yg tlh dipotong s.d. hari ke-6: 6 x Rp 5.000 = Rp 30.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong pd hari ke-7
Rp
51.375
Jml seb Rp 51.375 ini dipotongkan dari upah harian seb Rp 300 ribu shg upah yg diterima Nanang
pd hari kerja ke-7: Rp 300.000 Rp 51.375 = Rp 248.625
Pd hari kerja ke-8 dan seterusnya dlm bulan kalender yg bersangkutan, jml PPh Pasal 21 per hari
yg dipotong:
Upah sehari
Rp300.000
PTKP
- utk WP sendiri (Rp 24.300.000 : 360) = Rp 67.500
Penghasilan Kena Pajak
Rp 232.500
PPh Pasal 21 terutang (Tarif 5%): Rp 11.625
III.2.

DGN UPAH SATUAN


Rizal (blm menikah) adalah seorang karyawan yg bekerja sbg perakit TV pd suatu perusahaan
elektronika. Upah yg dibayar berdasarkan atas jml unit/satuan yg diselesaikan yaitu Rp 75 ribu per
buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dlm waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24
buah TV dgn upah Rp 1,8 juta.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah sehari = Rp 1.800.000 : 6 = Rp 300.000
Upah di atas Rp 200.000 sehari = Rp 300.000 Rp 200.000 = Rp 100.000
Upah seminggu terutang pajak = 6 x Rp 100.000 = Rp 600.000
PPh Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 30.000 (Mingguan)

III.3.

DGN UPAH BORONGAN


Mawan mengerjakan dekorasi sebuah rumah dgn upah borongan Rp 450 ribu, pekerjaan
diselesaikan dlm 2 hari.
Upah borongan sehari : Rp 450.000 : 2 = Rp 225.000
Upah sehari di atas Rp 200.000 = Rp 225.000 Rp 200.000 = Rp 25.000
Upah borongan terutang pajak: 2 x Rp 25.000 = Rp 50.000
PPh Pasal 21 (Tarif 5%): Rp 2.500

III.4.

UPAH HARIAN/SATUAN/BORONGAN/HONORARIUM YG DITERIMA TENAGA HARIAN


LEPAS TAPI DIBAYARKAN SCR BULANAN
Bagus bekerja pd perusahaan elektronik dgn dasar upah harian yg dibayarkan bulanan. Dlm bulan
Jan 2013 Bagus hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari Rp 150 ribu. Bagus menikah tetapi
blm memiliki anak.
Penghitungan PPh Pasal 21
Upah Jan 2013 = 20 x Rp150.000
= Rp 3.000.000
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 3.000.000 = Rp 36.000.000
PTKP (K/-)
Rp 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 9.675.000
PPh Pasal 21 setahun (Tarif PPh Pasal 17): Rp 483.750
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 483.750 : 12 = Rp 40.312

C1231

IV.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS JASA PRODUKSI, TANTIEM,


GRATIFIKASI YG DITERIMA MANTAN PEGAWAI, HONORARIUM KOMISARIS YG BUKAN SBG
PEGAWAI TETAP DAN PENARIKAN DANA PENSIUN OLEH PESERTA PROGRAM PENSIUN
YG MASIH BERSTATUS SBG PEGAWAI

IV.1. Atas pembayaran penghasilan kpd mantan pegawai


Victoria bekerja pd PT Fajar. Pd tanggal 1 Jan 2013 tlh berhenti bekerja pd PT Fajar krn pensiun. Pd
bulan Mar 2013 Victoria menerima jasa produksi thn 2012 dari PT Fajar seb Rp 55 juta.
PPh Pasal 21 yg terutang (Tairf PPh Pasal 17): Rp 3.250.000
Apabila dlm thn kalender yg bersangkutan, dibayarkan penghasilan kpd mantan pegawai > 1 x, maka
PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yg berikutnya dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a UU PPh atas jml penghasilan bruto kumulatif yg diterima dgn memperhitungkan
penghasilan yg tlh diterima sebelumnya.
IV.2. Atas honorarium komisaris yg tdk merangkap sbg Pegawai Tetap
Aulia adalah seorang komisaris di PT Media, yg bukan sbg pegawai tetap. Dlm thn 2013, yaitu bulan
Des 2013 menerima honorarium Rp 60 juta.
PPh Pasal 21 yg terutang (Tarif PPh Pasal 17): Rp 4.000.000
Apabila dlm thn kalender yg bersangkutan, dibayarkan penghasilan kpd yg bersangkutan > 1 x, maka
PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yg berikutnya dihitung dgn menerapkan tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a UU PPh atas jml penghasilan bruto kumulatif yg diterima dgn memperhitungkan
penghasilan yg tlh diterima sebelumnya.
IV.3. Penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yg masih berstatus sbg pegawai
Nicholas adalah pegawai PT Abadi menerima gaji Rp 2 juta sebulan. PT Abadi mengikuti program
pensiun utk para pegawainya. PT Abadi membayar iuran dana pensiun utk Nicholas Rp 100 ribu
sebulan ke Dana Pensiun Abadi, yg mrp dana pensiun yg dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun
pegawai PT Abadi yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu. Nicholas membayar iuran serupa ke
dana pensiun yg sama seb Rp 50 ribu sebulan.
Bulan Apr 2013 Nicholas memerlukan biaya utk perbaikan rumahnya maka ia mengambil iuran dana
pensiun yg tlh dibayar sendiri seb Rp 20 juta. Kemudian pd bulan Juni 2013 ia menarik lagi dana
sebesar Rp 15 juta. Kemudian bulan Okt 2013 utk keperluan lainnya ia menarik lagi dana seb Rp 25
juta.
PPh Pasal 21 yg terutang (Tarif PPh Pasal 17 & Kumulatif):
a. atas penarikan dana seb Rp 20 juta pd bulan Apr 2013 terutang PPh Pasal 21:
5% x Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
b. atas penarikan dana seb Rp15 juta pd bulan Juni 2013 terutang PPh Pasal 21:
5% x Rp15.000.000 = Rp 750.000
c. atas penarikan dana seb Rp 25 juta pd bulan Okt 2013 terutang PPh Pasal 21:
5% x Rp15.000.000 = Rp 750.000
15% x Rp10.000.000 = Rp 1.500.000
Rp 2.250.000

V.

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YG DITERIMA OLEH BUKAN PEGAWAI

V.1.

YG MENERIMA PENGHASILAN YG BERSIFAT BERKESINAMBUNGAN

V.1.a.

Atas jasa dokter yg praktik di RS dan/atau klinik


dr. Abdul mrp dokter spesialis jantung yg melakukan praktik di RS Harapan dgn perjanjian bahwa
atas setiap jasa dokter yg dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak RS sbg bagian
penghasilan RS dan sisanya seb 80% dari jasa dokter tsb akan dibayarkan kpd dr. Abdul pd setiap
akhir bulan. Selain praktik di RS Harapan dr. Abdul juga melakukan praktik sendiri di klinik
pribadinya. dr. Abdul tlh memiliki NPWP dan pd thn 2013, jasa dokter yg dibayarkan pasien dari
praktik dr. Abdul di RS Harapan:

C1232

Bulan

Jasa Dokter yg dibayar Pasien (Rp)

Jan

45.000.000

Feb

49.000.000

Mar

47.000.000

Apr

40.000.000

Mei

44.000.000

Juni

52.000.000

Juli

40.000.000

Agust

35.000.000

Sept

45.000.000

Okt

44.000.000

Nov

43.000.000

Des

40.000.000

Jml

524.000.000

Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan Jan s.d. Des 2013:


Dasar
Jasa Dokter
Dasar
Tarif Pasal
Pemotongan
yg dibayar
Pemotongan
17 ayat (1) PPh Pasal 21 terutang
Bulan
PPh Pasal 21
Pasien
PPh Pasal 21
huruf a UU
(Rp)
Kumulatif
(Rp)
(Rp)
PPh
(Rp)
(1)

(2)

(3)=50%X(2)

(4)

(5)

(6)=(3) x (5)

Jan

45.000.000

22.500.000

22.500.000

5%

1.125.000

Feb

49.000.000

24.500.000

47.000.000

5%

1.225.000

Mar

47.000.000

3.000.000
-----------20.500.000

50.000.000
------------70.500.000

5%
-----15%

150.000
---------3.075.000

Apr

40.000.000

20.000.000

90.500.000

15%

3.000.000

Mei

44.000.000

22.000.000

112.500.000

15%

3.300.000

Juni

52.000.000

26.000.000

138.500.000

15%

3.900.000

Juli

40.000.000

20.000.000

158.500.000

15%

3.000.000

Agust

35.000.000

17.500.000

176.000.000

15%

2.625.000

Sept

45.000.000

22.500.000

198.500.000

15%

3.375.000

Okt

44.000.000

22.000.000

220.500.000

15%

3.300.000

Nov

43.000.000

21.500.000

242.000.000

15%

3.225.000

Des

40.000.000

8.000.000
-----------12.000.000

250.000.000
-----------262.000.000

15%
-----25%

1.200.000
------------3.000.000

Jml
524.000.000
262.000.000
35.500.000
Apabila dr. Abdul tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh
Pasal 21 terutang sebagaimana contoh di atas.
V.1.b.

Atas komisi yg dibayarkan kpd petugas dinas luar asuransi (bukan sbg pegawai perusahaan
asuransi)
Neneng adalah petugas dinas luar asuransi dari PT. Tabaru. Suami Neneng tlh terdaftar sbg WP
dan mempunyai NPWP, dan yg bersangkutan bekerja pd PT. Kersamanah. Neneng tlh

C1233

menyampaikan FC kartu NPWP suami, FC surat nikah dan FC kartu keluarga kpd pemotong pajak.
Neneng hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sbg petugas dinas luar asuransi, dan tlh
menyampaikan surat pernyataan yg menerangkan hal tsb kpd PT Tabarru. Pd thn 2013,
penghasilan yg diterima oleh Neneng sbg petugas dinas luar asuransi dari PT Tabarru:
Bulan

Bulan Komisi agen (Rp)

Jan

38.000.000

Feb

38.000.000

Mar

41.000.000

Apr

42.000.000

Mei

44.000.000

Juni

45.000.000

Juli

45.000.000

Agust

48.000.000

Sept

50.000.000

Okt

52.000.000

Nov

55.000.000

Des

56.000.000

Jml

554.000.000

C1234

Penghitungan PPh Pasal 21 utk bulan Jan s.d. Des 2013:

Penghasilan
Bulan
Bruto
(Rupiah)

(1)

(2)

50% dari
Penghasilan
Bruto

(3)=50%X(2)

PTKP
(Rupiah)

(4)

Penghasilan
Kena Pajak
(Rupiah)

Penghasilan
Kena Pajak
Kumulatif
(Rupiah)

(5)

(6)

Tarif
Pasal
17
ayat
(1)
Huruf
a UU
PPh

PPh
Pasal 21
terutang
(Rupiah)

(7)

(8)=(5)x(7)

Jan

38.000.000

19.000.000

2.025.000

16.975.000

16.975.000

5%

848.750

Feb

38.000.000

19.000.000

2.025.000

16.975.000

33.950.000

5%

848.750

16.050.000

50.000.000

5%

802.500

2.425.000

52.425.000

15%

363.750

18.975.000

71.400.000

15%

2.846.250

Mar
Apr

41.000.000

20.500.000

2.025.000

42.000.000

21.000.000

2.025.000

Mei

44.000.000

22.000.000

2.025.000

19.975.000

91.375.000

15%

2.996.250

Juni

45.000.000

22.500.000

2.025.000

20.475.000

111.850.000

15%

3.071.250

Juli

45.000.000

22.500.000

2.025.000

20.475.000

132.325.000

15%

3.071.250

Agust

48.000.000

24.000.000

2.025.000

21.975.000

154.300.000

15%

3.296.250

Sept

50.000.000

25.000.000

2.025.000

22.975.000

177.275.000

15%

3.446.250

Okt

52.000.000

26.000.000

2.025.000

23.975.000

201.250.000

15%

3.596.250

Nov

55.000.000

27.500.000

2.025.000

25.475.000

226.725.000

15%

3.821.250

56.000.000

28.000.000

2.025.000

23.275.000

250.000.000

15%

3.491.250

2.700.000

252.700.000

25%

554.000.000

277.000.000

Des
Jml

675.000
33.175.000

Dlm hal Neneng tdk dpt menunjukkan FC kartu NPWP suami, FC surat nikah dan FC kartu keluarga dan Neneng sendiri tdk memiliki NPWP, maka
perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagaimana contoh di atas namun tdk memperoleh pengurangan PTKP setiap bulan, dan jml PPh Pasal 21
yg terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal 21 yg seharusnya terutang dari yg memiliki NPWP sebagaimana penghitungan berikut:

C1235

Bulan
(1)

Penghasilan
Bruto
(Rp)

Dasar Pemotongan
PPh Pasal 21
(Rp)

Dasar Pemotongan
PPh Pasal 21 Kumulatif
(Rp)

(2)

(3)=50%X(2)

(4)

Tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a
UU PPh

Tarif tdk
memiliki
NPWP

PPh Pasal 21
terutang
(Rp)
(7)=(3)X(5)x(6)

(5)

(6)

Jan

38.000.000

19.000.000

19.000.000

5%

120%

1.140.000

Feb

38.000.000

19.000.000

38.000.000

5%

120%

1.140.000

41.000.000

12.000.000
------------8.500.000

50.000.000
------------58.500.000

5%
-----15%

120%
-------120%

720.000
-----------1.530.000

Mar

42.000.000

21.000.000

79.500.000

15%

120%

3.780.000

Apr

44.000.000

22.000.000

101.500.000

15%

120%

3.960.000

Mei

45.000.000

22.500.000

124.000.000

15%

120%

4.050.000

Juni

45.000.000

22.500.000

146.500.000

15%

120%

4.050.000

Juli

48.000.000

24.000.000

170.500.000

15%

120%

4.320.000

Agust

50.000.000

25.000.000

195.500.000

15%

120%

4.500.000

Sept

52.000.000

26.000.000

221.500.000

15%

120%

4.680.000

Okt

55.000.000

27.500.000

249.000.000

15%

120%

4.950.000

56.000.000

1.000.000
--------------27.000.000

250.000.000
------------277.000.000

15%
-------25%

120%
-------120%

180.000
-----------8.100.000

554.000.000

277.000.000

Nov

Des

47.100.000

Dlm hal suami Neneng atau Neneng sendiri tlh memiliki NPWP, tetapi Neneng mempunyai penghasilan lain di luar kegiatannya sbg petugas dinas luar
asuransi, maka perhitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagaimana contoh di atas, namun tdk dikenakan tarif 20% lbh tinggi krn yg bersangkutan atau
suaminya tlh memiliki NPWP.

C1236

V.2.

YG MENERIMA PENGHASILAN YG TDK BERSIFAT BERKESINAMBUNGAN


Nashrun melakukan jasa perbaikan komputer kpd PT Cahaya dgn fee Rp 5 juta.
Besarnya PPh Pasal 21 yg terutang (Tarif PPh Pasal 17): 5% x 50% Rp 5.000.000 = Rp 125.000
Dlm hal Nashrun tdk memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yg terutang:
120% x 5% x 50% Rp 5.000.000 = Rp150.000
Apabila Nashrun tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal
21 terutang di atas

V.3.

SEHUBUNGAN DGN PEMBERIAN JASA YG DLM PEMBERIAN JASANYA MEMPEKERJAKAN


ORANG
LAIN
SBG
PEGAWAINYA
DAN/ATAU
MELAKUKAN
PENYERAHAN
MATERIAL/BAHAN
Arip melakukan jasa perawatan AC kpd PT Wahana dgn imbalan Rp 10 juta. Arip mempergunakan
tenaga 5 orang pekerja dgn membayarkan upah harian @ Rp 180 ribu. Upah harian yg dibayarkan utk
5 orang selama melakukan pekerjaan Rp 4,5 juta. selain itu, Arip membeli spare part AC yg dipakai
utk perawatan AC Rp 1 juta.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
a. Dlm hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yg diberikan Arip, dpt diketahui bagian imbalan
bruto yg mrp upah yg hrs dibayarkan kpd pekerja harian yg dipekerjakan oleh Arip dan biaya utk
membeli spare part AC, maka jml imbalan bruto sbg dasar perhitungan PPh Pasal 21 yg hrs
dipotong oleh PT Wahana atas imbalan yg diberikan kpd Arip adalah seb imbalan bruto dikurangi
bagian upah tenaga kerja harian yg dipekerjakan Arip Nugraha dan biaya spare part AC,
sebagaimana dlm contoh:
Rp10.000.000 Rp 4.500.000 Rp 1.000.000 = Rp 4.500.000
PPh Pasal 21 yg hrs dipotong PT Wahana atas penghasilan yg diterima Arip (Tarif PPh Pasal 17):
5% x 50% x Rp 4.500.000 = Rp112.500
Apabila Arip tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal
21 terutang di atas:
120% x 5% x 50% x Rp 4.500.000 = Rp 135.000
b. Dlm hal PT Wahana tdk memperoleh informasi berdasarkan perjanjian yg dilakukan atau
dokumen yg diberikan oleh Arip mengenai upah yg hrs dikeluarkan Arip atau pembelian
material/bahan, PPh Pasal 21 yg hrs dipotong PT Wahana:
5% x 50% x Rp 10.000.000 = Rp 250.000
Apabila Arip tdk memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah seb 120% dari PPh Pasal
21 terutang di atas
Catatan:
Utk pembayaran upah harian kpd @ pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Arip.

VI. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YG DITERIMA PESERTA


KEGIATAN
Sony adalah seorang atlet bulutangkis professional Indonesia yg bertempat tinggal di Jakarta. la
menjuarai turnamen Indonesia Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah Rp 200 juta.
PPh Pasal 21 yg terutang atas hadiah turnamen Indonesia Grand Prix Gold (Tarif PPh Pasal 17):
5% x Rp 50.000.000
= Rp 2.500.000
15% x Rp150.000.000
= Rp 22.500.000
Rp 25.000.000

VII. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI DGN STATUS
WP LN YG MEMPEROLEH GAJI SEBAGIAN ATAU SLR-NYA DLM MATA UANG ASING
a.
b.

Dlm hal pegawai dgn status WP LN emperoleh gaji sebagian atau slr-nya dlm mata uang asing sbl
PPh dihitung terlebih dahulu hrs dikonversi dlm mata uang Rp.
PPh Pasal 26 yg terutang dihitung berdasarkan jml penghasilan bruto, dan tdk boleh diperhitungkan
pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.

C1237

Contoh:
Russel adalah pegawai asing yg berada di Indonesia < 183 hari. Dia berstatus menikah dan mempunyai
2 orang anak. la memperoleh gaji pd bulan Mar 2013 US$2,500 sebulan. Kurs MenKeu pd saat
pemotongan Rp 11.500 utk US$ 1.
Penghitungan PPh Pasal 26:
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan: US$2,500 x Rp11.500 = Rp 28.750.000
PPh Pasal 26 terutang: 20% x Rp 28.750.000 = Rp 5.750.000

C1238

DAFTAR TRANSAKSI DAN PERLAKUAN PERPAJAKANNYA:


No.
Akun Obyek PPh Pasal 21/26
Karyawan
Pemberi Kerja
1.
Gaji, bonus, lembur, insentif, dsb
2.
Honorarium, upah, uang saku,
dan sejenisnya
3.
Tunjangan yg diberikan dlm
bentuk uang
4.
Tunjangan PPh Pasal 21
Taxable
DE
5.
Pesangon
6.
Premi Jamsostek JKK/JKM,
asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi kematian,
beasiswa dan asuransi dwiguna
yg ditanggung pemberi kerja
7.
Pemberian natura/kenikmatan
NDE
8.
PPh Pasal 21 ditanggung
perusahaan
Non Taxable
9.
Iuran dana pensiun yg ditanggung
perusahaan
10.
JHT yg ditanggung perusahaan
(3,7%)
11.
JKK, JKM dan JPK yg ditanggung
Taxable
perusahaan
12.
Pemberian natura/kenikmatan di
daerah terpencil
13.
Pemberian makanan & minuman
Non Taxable
DE
kpd slr karyawan di tempat kerja
14.
Biaya antar jemput pegawai
15.
Biaya perjalanan dinas

16.

Imbalan jasa profesionak dan


jasa-jasa lainnya
Taxable

17.
18.

Tantiem
Bonus, gratfikasi, jasa produksi yg
dibebankan ke Laba Ditahan
19.
Pemberian natura/kenikmatan yg
diberikan oleh perusahaan yg
dikenakan deemed profit dan/atau
deemed tax
20.
Kendaraan dinas yg digunakan
utk pegawau tertentu krn
pekerjaan atau jabatannya
21.
Akun piutang atau biaya yg
dibayar di muka yg berkaitan dgn
obyek PPh Pasal 21
Catatan:
DE
=
Deductible Expense
NDE
=
Non Deductible Expense

Dihitung sendiri
Bila tdk dimasukkan sbg
penghasilan karyawan
maka mrp NDE

Kecuali yg diatur khusus

Dana Pensiun yg tlh


disahkan oleh MenKeu

KEP-213/PJ/2001
KEP-213/PJ/2001
KEP-213/PJ/2001
Hanya atas uang saku.
Jika diberikan scr
lumpsum, maka
seluruhnya menjadi obyek
PPh Pasal 21
Jika pemberi jasa adalah
WP Badan maka obyek
PPh Pasal 23
SE-16/PJ.44/1992
SE-16/PJ.44/1992

NDE

Non Taxable

DE (50%)

Taxable

DE (bertahap)

C1239

Keterangan

KEP-220/PJ/2002

PPh PASAL 22

Obyek
1. Impor
a. Brg-brg tertentu dlm Lamp
PMK-1752
b. Selain brg-brg tertentu dlm
Lamp PMK-175, yg
menggunakan API2
c. Selain brg-brg tertentu dlm
Lamp PMK-175, yg tdk
menggunakan API2
d. Yg tidak dikuasai
e. Impor kedelai, gandum, &
tepung terigu yg
menggunakan API (sejak 4
Feb 2008)
Dasar Hukum:, PMK154/PMK.03/2010 jo PMK224/PMK.011/2012 jo PMK146/PMK.011/2013 jo PMK175/PMK.011/2013, KEP417/PJ/2001, PER-57/PJ/2010 jo
PER-15/PJ/2011 jo PER06/PJ/2013

Tarif PPh

Dasar
Perhitungan

7,5%

Nilai Impor1

2,5%

Nilai Impor

7,5%

Nilai Impor1

7,5%

Hrg Jual
Lelang
Nilai Impor1

0,5%

Sifat

Dipungut oleh
Bank Devisa dan
DJBC

Ket:
1
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yg menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost,
Insurance, and Freight (CIF) ditambah dgn Bea Masuk dan pungutan lainnya yg dikenakan
berdasarkan ketentuan perpu pabean di bidang impor. (Pasal 2 ayat (2) PMK-175).
Pemungutan PPh 22 impor brg dilaksanakan dgn cara penyetoran oleh importir yg
bersangkutan ataupun DJBC ke kas negara (melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yg
ditunjuk oleh MenKeu).
2
Berlaku sejak 5 Jan 2014, pengenaan s.d. 4 Jan 2014 hanya melihat menggunakan API atau
tdk PMK-175 mulai berlaku sejak 5 Jan 2014 yaitu stl 30 hari terhitung sejak tanggal
diundangkan (6 Des 2013).
2. Pembelian Brg oleh
Bendahara Pemerintah &
KPA sbg pemungut pajak
pd Pemerintah Pusat,
Pemda, Instansi atau
lembaga Pemerintah &
lembaga negara lainnya;
Bendahara Pengeluaran
(Mekanisme UP); dan KPA
atau pejabat penerbit SPM
yg diberi delegasi oleh KPA
(Mekanisme LS)
Dasar Hukum: Pasal 1 ayat (1)
huruf b-d PMK-154/PMK.03/2010
jo PMK- 224/PMK.011/2012 jo
PMK-146/PMK.011/2013 jo PMK175/PMK.011/2013

1,5%

C131

Hrg
Pembelian

Dipungut oleh
Bendahara
Pemerintah & KPA,
atau Bendahara
Pengeluaran, atau
KPA / Pejabat
Penerbit SPM

3. Pembelian barang dan atau


bahan utk keperluan usaha
oleh BUMN:
a. PT Pertamina, PT PLN,
PT PGN Tbk, PT
Telekomunikasi Indonesia
Tbk, PT Garuda Indonesia
Tbk, PT Pembangunan
Perumahan Tbk, PT
Wijaya Karya Tbk, PT
Adhi Karya Tbk, PT
Hutama Karya, PT
Krakatau Steel
b. Bank BUMN
Dasar Hukum: Pasal 1 ayat (1)
huruf e PMK-154/PMK.03/2010 jo
PMK- 224/PMK.011/2012 jo
PMK-146/PMK.011/2013 jo PMK175/PMK.011/2013, PER57/PJ/2010 stdtd PER06/PJ/2013
4. Penjualan hasil produksi
kpd distributor di DN oleh
badan usaha yg bergerak di
bidang usaha:
a. Industri Semen
b. Industri Kertas
c. Industri Baja
d. Industri Otomotif yg
ditunjuk sbg pemungut
termasuk ATPM, APM
(Agen Pemegang Merk),
Importir Umum Kend.
Bermotor
e. Industri Farmasi (sejak
24 Feb 2013)
Dasar Hukum: PMK154/PMK.03/2010 jo PMK224/PMK.011/2012 jo PMK146/PMK.011/2013 jo PMK175/PMK.011/2013, PER52/PJ/2008, PER-57/PJ/2010 jo
PER-15/PJ/2011 jo PER06/PJ/2013

1,5%

Hrg
Pembelian

Sejak 31 Agust 2010


s.d. 23 Feb 2013,
BUMN bukan
pemungut PPh Pasal
22 lagi. Namun sejak
24 Feb 2013 ditunjuk
kembali dgn
menambah: PT
PGN, PT
Pembangunan
Perumahan, PT
Wijaya Karya, PT
Adhi Karya, PT
Hutama Karya.

Mulai 24 Feb 2013


menambah kata kpd
distributor dan
industri farmasi.
0,25%
0,1%
0,3%
0,45%

DPP PPN
DPP PPN
DPP PPN
DPP PPN

0,3%

DPP PPN

Dipungut oleh
Badan Usaha yg
bergerak di bidang
usaha tsb

Ket: Industri rokok mulai 1 Jan 2009 tdk ditunjuk lagi sbg pemungut PPh Pasal 22 (diatur di
PER 52/PJ/2008) sehingga sesuai SE 7/PJ.03/2008 atas penjualan industri rokok dikenakan
tarif PPh Pasal 17 UU PPh dgn DPP = Hrg Bandrol.
5. Penjualan BBM, BBG, dan
Pelumas oleh Pertamina dan
badan usaha lain yg
bergerak di bidang bahan
bakar kpd :
a. SPBU bukan Pertamina &
Non SPBU
b. SPBU Pertamina

0,3%

Penjualan

Penjualan kpd:
- Agen/penyalur
Final
- Selain agen/
penyalur Tdk
Final

0,25%

Penjualan

Dipungut oleh

C132

c. BBG & Pelumas


Dasar Hukum: PMK154/PMK.03/2010 jo PMK224/PMK.011/2012 jo PMK146/PMK.011/2013 jo PMK175/PMK.011/2013
6. Pembelian bahan dari
pedagang pengumpul, utk
keperluan industri /
eksportir yg bergerak di
sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan
perikanan
Dasar Hukum: PMK154/PMK.03/2010 jo PMK224/PMK.011/2012 jo PMK146/PMK.011/2013 jo PMK175/PMK.011/2013, KEP25/PJ/2003 jo PER-23/PJ/2009

0,3%
(exclude PPN)

Penjualan

0,25%

Hrg
Pembelian
(tdk termasuk
PPN)

produsen atau
importir

Tarif utk periode 2


Jan 2003 31 Des
2008 adalah 0,25%.
Mulai 24 Feb 2013
menambah sektor
peternakan &
memperjelas definisi
pedagang
pengumpul
Dipungut oleh
industri & eksportir
yg bergerak di
sektor tsb

Ket:
Pedagang pengumpul adalah badan/OP yg kegiatan usahanya:
a. mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
b. menjual hasil tsb kpd badan usaha industri dan eksportir yg bergerak dlm sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
7. Pembelian barang yg
tergolong sangat mewah
(dipungut oleh WP Badan
penjual)
- Pesawat udara pribadi, hrg
jual > Rp 20 M
- Kapal pesiar & sejenisnya,
harga jual > Rp 10 M
- Rumah beserta tanahnya,
hrg jual/ hrg pengalihan >
Rp 10 M & luas bangunan >
500 m2
- Apartemen, kondominium,&
sejenisnya, hrg jual/
pengalihannya > Rp 10 M
dan/atau luas bangunan >
400 m2
- Kendaraan bermotor roda 4
pengangkutan orang < 10
orang (sedan, jeep, sport
utility vehicle, multi purpose
vehicle, minibus, &
sejenisnya, hrg jual > Rp 5
M dan kapasitas silinder >
3000 cc.
Berlaku sejak 1 Jan 2009
Dasar Hukum: PMK253/PMK.03/2008

5%

C133

Hrg Jual (tdk


termasuk PPN
& PPnBM)

YG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PPh PASAL 22:


1. Impor brg atau penyerahan brg di DN yg berdasarkan perpu tdk terutang PPh (Pasal 3 ayat (1)
huruf a PMK-146/PMK.011/2013)
Pengecualian pemungutan dinyatakan dgn SKB PPh Pasal 22 yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak
Ketentuan utk 1 Mei 2002 s.d. 31 Jan 2011: Menggunakan ketentuan KEP-192/PJ/2002
Ketentuan sejak 1 Feb 2011: Menggunakan ketentuan PER-1/PJ/2011
2. Impor brg yg dibebaskan dari bea masuk dan atau PPN (Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK146/PMK.011/2013)
Brg tsb yaitu:
1. Brg perwakilan negara asing dan para pejabatnya yg bertugas di Indonesia berdasarkan asas
timbal balik
2. Brg utk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yg bertugas di Indonesia dan tdk
memegang paspor Indonesia yg diakui dan terdaftar dlm PMK yg mengatur ttg tata cara
pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor brg utk keperluan badan
internasional beserta para pejabatanya yg bertugas di Indonesia
3. Brg kiriman hadiah/hibah utk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau utk
kepentingan penanggulangan bencana
4. Brg utk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam, dan tempat lain semacam itu
yg terbuka utk umum
5. Brg utk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
6. Brg utk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya
7. Peti atau kemasan lain yg berisi jenazah atau abu jenazah
8. Brg pindahan
9. Brg pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, dan barang kiriman
sampai batas jml tertentu sesuai ketentuan perpu kepabeanan
10. Brg yg diimpor oleh pemerintah pusat atau pemda yg ditunjukan utk kepentingan umum
11. Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, termasuk suku cadang utk keperluan
pertahanan dan keamanan negara
12. Brg dan bahan yg dipergunakan utk menghasilkan brg bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara
13. Vaksin polio dlm rangka pelaksanaan program PIN
14. Buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku pelajaran
agama, dan buku ilmu pengetahuan lainnya
15. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan,
kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang
serta alat keselamatan pelayanan atau alat keselamatan manusia yg diimpor dan digunakan
oleh Perusahaan Pelayanan Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara
Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dgn kegiatan usahanya
16. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan utk perbaikan atau pemeliharaan yg diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan utk perbaikan
atau pemeliharaan pesawat udara yg diimpor oleh pihak yg ditunjuk oleh Perusahaan
Angkutan Udara Niaga Nasional yg digunakan dlm rangka pemberian jasa perawatan atau
reparasi pesawat udara kpd Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional
17. KA dan suku cadang serta peralatan utk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yg
dimpor dan digunakan oleh PT KAI, dan komponen atau bahan yg diimpor oleh pihak yg
ditunjuk oleh PT KAI (Persero), yg digunakan utk pembuatan KA, suku cadang, peralatan utk
perbaikan atau pemelibaraan, serta prasarana yg akan digunakan oleh PT KAI (Persero)
18. Peralatan berikut suku cadangnya yg digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau TNI utk
penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara RI yg dilakukan utk rnendukung
pertahanan Nasional, yg diimpor oleh Kernenterian Pertahanan, TNl atau pihak yg ditunjuk
oleh Kementerian Pertahanan atau TNT
19. Brg utk kegiatan hulu Migas yg importasinya dilakukan oleh KKKS (berlaku sejak 31 Agust
2010)
Pengecualian dari pemungutan PPh atas barang impor sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK-146
tetap berlaku dlm hal brg impor tsb dikenakan tarif bea masuk seb 0%.

C134

3. Impor sementara, jika pd waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan utk diekspor kembali (Pasal 3
ayat (1) huruf c PMK-146)
Impor Sementara: Pemasukan brg impor ke dlm daerah pabean yg benar-benar dimaksudkan
utk diekspor kembali dlm jangka waktu paling lama 3 thn (Pasal 1 PMK-142/PMK.04/2011)
4. Impor kembali (re-impor), yg meliputi brg-brg yg tlh diekspor kemudian diimpor kembali dlm kualitas
yg sama atau brg-brg yg tlh diekspor utk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yg tlh
memenuhi syarat yg ditentukan Dirjen Bea & Cukai (Pasal 3 ayat (1) huruf d PMK-146/PMK.011/2013)
Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
5. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf b-e PMK224/PMK.011/2012, berkenaan dgn (Pasal 3 ayat (1) huruf e PMK-146):
1. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf b-d PMK224/PMK.011/2012yg jm-nya < Rp 2 juta & tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
2. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak sesuai Pasal 1 ayat (1) huruf e yg jml-nya < Rp
10 juta & tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
3. Pembayaran utk:
a. pembelian BBM, BBG, pelumas, benda-benda pos
b. pemakaian air & listrik
4. Pembayaran utk pembelian migas dan/ atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di
bidang migas yg dihasilkan di Indonesia dari (berlaku sejak 24 Feb 2013):
a. kontraktor yg melakukan eksplorasi & eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau
b. kantor pusat kontraktor yg melakukan eksplorasi & eksploitasi berdasarkan kontrak kerja
sama
5. Pembayaran utk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari WP yg
menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan
sumber daya panas bumi (berlaku sejak 24 Feb 2013).
Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
6. Emas batangan yg akan diproses utk menghasilkan brg perhiasan dari emas utk tujuan ekspor
(Pasal 3 ayat (1) huruf f PMK-146/PMK.011/2013& Pasal 3A ayat (1) PER-15/PJ/2011)
Pengecualian pemungutan dinyatakan dgn SKB PPh Pasal 22 yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak
7. Pembayaran utk pembelian brg sehubungan dgn penggunaan dana BOS
Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB
8. Penjualan kendaraan bermotor di DN yg dilakukan oleh industri otomotif, ATPM, Agen Pemegang
Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yg tlh dikenai pemungutan PPh berdasarkan
ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c UU PPh
Pengecualian pemungutan dilakukan tanpa menggunakan SKB (berlaku sejak 4 Nov 2013)
9. Impor brg berupa mesin dan peralatan, baik dlm keadaan terpasang maupun terlepas, tdk termasuk
suku cadang, yg diperlukan oleh pengusaha di bidang pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
(Pasal 4 ayat (1) PMK-21/PMK.011/2010)
Sumber Energi Terbarukan adalah sumber energi yg dihasilkan dari sumber daya energi yg
berkelanjutan jika dikelola dgn baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran
dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut
Pengecualian pemungutan dilakukan scr otomatis tanpa menggunakan SKB
Utk no. 2 & 3:
Ketentuan ini dilaksanakan oleh DJBC yg tata caranya diatur oleh DJBC dan/atau DJP (Pasal 3 ayat
(5) PMK-224/PMK.011/2012)
Sejak 6 Juni 2011, Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 atas Impor brg yg dibebaskan dari
bea masuk dan atau PPN dilakukan tanpa SKB PPh Pasal 22 (Pasal 3B ayat (2) PER15/PJ/2011)
Berdasarkan SE-32/BC/2010 yg dikeluarkan oleh DJBC, Pengecualian dari Pemungutan PPh
Pasal 22 atas Impor brg dilakukan tanpa melalui mekanisme SKB yg dari DJP.
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 Impor diberikan scr lsg pd saat PIB diajukan kpd
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala KPPBC

C135

PPh PASAL 23

Obyek
1. Dividen
Dasar Hukum:

Tarif
PPh

Dasar
Perhitungan

Sifat

15%

Jml Bruto

Tdk Final

Pengecualian:
a. Dividen atau bagian laba yg diterima/ diperoleh PT sbg WPDN, koperasi, BUMN dan BUMD,
dari penyertaan modal pd badan usaha yg didirikan & bertempat kedudukan di Indonesia
dgn syarat: dividen berasal dari cadangan laba yg ditahan; dan bagi PT, BUMN dan BUMD
yg menerima dividen, kepemilikan saham pd badan yg memberikan dividen > 25% dari jml
modal yg disetor
b. Bagian laba yg diterima / diperoleh anggota dari CV yg modalnya tdk terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
KIK. Berlaku juga bagi pemegang unit penyertaan yg mrp Subjek Pajak LN (Pasal 5 PP 94
Thn 2010) Bukan Objek Pajak
c. Dividen yg diterima oleh WP OP Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
d. SHU koperasi yg dibayarkan oleh koperasi kpd anggotanya
2. Bunga
Dasar Hukum: PMK-251/PMK.03/2008

15%

Jml Bruto

Tdk Final

Pengecualian:
a. Jika penghasilan dibayar/terutang kpd Bank
b. Jika penghasilan dibayar/terutang kpd badan usaha/jasa keuangan yg berfungsi sbg
penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yg diatur dgn PMK-251/PMK.03/2008
berupa bunga atau imbalan lain yg diberikan atas penyaluran pinjaman dan atau
pemberian pembiayaan, termasuk yg menggunakan pembiayaan berbasis syariah.
Badan usaha pd huruf b terdiri dari :
perusahaan pembiayaan yg mrp badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan
bukan bank yg khusus didirikan utk melakukan kegiatan yg termasuk dlm bidang usaha
lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin usaha dari Menkeu;
BUMN/BUMD yg khusus didirikan utk memberikan sarana pembiayaan bagi usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi, termasuk PT (Persero) Permodalan Nasional
Madani.
c. Bunga Deposito, Tabungan (yg didapatkan dari Bank), dan Diskonto SBI Objek PPh
Pasal 4 ayat (2)
d. Bunga Obligasi Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
e. Bunga simpanan yg dibayarkan Koperasi kpd anggota koperasi Orang Pribadi (WP OP)
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
3. Royalti
Dasar Hukum: PER-33/PJ/2009

15%

Jml Bruto

Tdk Final

Sejak 4 Juni 2009 atas royalti dari hasil karya sinematografi


- Memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kpd pihak lain utk
mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya, dgn
persyaratan tertentu seperti penggunaan Karya Sinematografi utk jangka waktu atau wilayah
tertentu
- Dgn memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kpa pihak lain utk
mengumumkan ciptaannya dgn menggunakan pola bagi hasil antara pemegang hak cipta &
pengusaha bioskop
dipotong PPh Pasal 23.
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan

15%

C141

Jml Bruto

Tdk Final

sejenisnya selain yg tlh dipotong PPh


Pasal 21
Dasar Hukum: Pasal 3 KEP-395/PJ/2001
Pengecualian:
a. Hadiah atau penghargaan dan hadiah sehubungan dgn pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya
yg diterima oleh WP OP DN Objek PPh Pasal 21
b. Hadiah Undian Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
c. Hadiah lsg dlm penjualan brg/jasa sepanjang diberikan kpd semua pembeli/konsumen akhir
tanpa diundi & hadiah tsb diterima lsg oleh konsumen akhir pd saat pembelian brg/jasa
Bukan Objek Pajak.
5. Sewa & penghasilan lain sehubungan
dgn penggunaan harta, kecuali yg tlh
dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
SE terkait: SE-35/PJ/2010

2%

Jml Bruto tdk


termasuk PPN

Tdk Final

Pengecualian:
a. Sewa tanah dan/ atau bangunan
b. Sewa yg dibayarkan atau terutang sehubungan dgn SGU dgn hak opsi
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta: Penghasilan yg
diterima atau diperoleh sehubungan dgn kesepakatan utk memberikan hak menggunakan
harta selama jangka waktu tertentu baik dgn perjanjian tertulis maupun tdk tertulis shg harta
tsb hanya dpt digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yg tlh disepakati.
6. Imbalan sehubungan dgn jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yg
tlh dipotong PPh Pasal 21
SE terkait: SE-35/PJ/2010

2%

Jml Bruto tdk


termasuk PPN

Tdk Final

Jasa teknik: Pemberian jasa dlm bentuk pemberian informasi yg berkenaan dgn
pengalaman dlm bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yg dpt meliputi:
Pemberian informasi dlm pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau
pencarian dgn bantuan gelombang seismik;
Pemberian informasi dlm pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian
informasi dlm bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan
sebagainya; atau
Pemberian informasi yg berkaitan dgn pengalaman di bidang manajemen, seperti
pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dgn peserta dan materi yg tlh
ditentukan oleh pengguna jasa.
Jasa manajemen: Pemberian jasa dgn ikut serta scr langsung dlm pelaksanaan atau
pengelolaan manajemen.
Jasa konsultan: Pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dlm
suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yg dilakukan oleh tenaga ahli atau
perkumpulan tenaga ahli, yg tdk disertai dgn keterlibatan lsg para tenaga ahli tsb dlm
pelaksanaannya.
7. Jasa lain selain jasa yg tlh dipotong PPh
Pasal 21, yg terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.

2%

Jasa penilai
Jasa aktuaris
Jasa akuntansi, pembukuan, dan
atestasi LK
Jasa perancang
Jasa pengeboran (drilling) di bidang
penambangan migas, kecuali yg

C142

Jml Bruto tdk


termasuk PPN

Tdk Final

f.

dilakukan oleh BUT


Jasa penunjang di bidang
penambangan migas, berupa :
-

g.

h.

jasa penyemenan dasar


jasa penyemenan perbaikan
jasa pengontrolan pasir
jasa pengasaman
jasa peretakan hidrolika
jasa nitrogen & gulungan pipa
jasa uji kandung lapisan
jasa reparasi pompa reda
jasa pemasangan instalasi &
perawatan
jasa penggantian
peralatan/material
jasa mud logging
jasa mud engineering
jasa well logging & perforating
jasa stimulasi & secondary
decovery
jasa well testing & wire line service
jasa alat kontrol navigasi lepas
pantai yg berkaitan dgn drilling
jasa pemeliharaan utk pekerjaan
drilling
jasa mobilisasi & demobilisasi
anjungan drilling
jasa lainnya yg sejenisnya di
bidang pengeboran migas
Jasa penambangan & jasa penunjang
di bidang penambangan selain migas :
jasa pengeboran
jasa penebasan
jasa pengupasan & pengeboran
jasa penambangan
jasa pengangkutan/ sistem
transportasi, kecuali jasa angkutan
umum
jasa pengolahan bahan galian
jasa reklamasi tambang
jasa pelaksanaan mekanikal,
elektrikal, manufaktur, fabrikasi
dan penggalian/pemindahan tanah
jasa lainnya yg sejenis di bid
pertambangan umum
Jasa penunjang di bidang
penerbangan dan bandar udara:
1) bid. aeronautika, termasuk :
- jasa pendaratan, penempatan,
penyimpanan pesawat udara
dan jasa lain sehubungan dgn
pendaratan pesawat udara
- jasa penggunaan jembatan pintu
- jasa pelayanan penerbangan
- jasa ground handling
- jasa penunjang lain di bidang
aeronautika

C143

2) bid. non-aeronatika, termasuk :


- jasa catering di pesawat & jasa
pembersihan pantry pesawat;
- jasa penunjang lain di bidang
non aeronautika
i. Jasa penebangan hutan
j. Jasa pengolahan limbah
k. Jasa penyedia tenaga kerja
l. Jasa perantara dan/atau keagenan
m. Jasa di bidang perdagangan suratsurat berharga, kecuali yg dilakukan
oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI
n. Jasa custodian/penyimpanan/
penitipan, kecuali yg dilakukan oleh
KSEI
o. Jasa pengisian suara (dubbing)
dan/atau sulih suara
p. Jasa mixing film
q. Jasa sehubungan dgn software
komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan
r. Jasa instalasi/ pemasangan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yg dilakukan
oleh WP yg ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sbg pengusaha
konstruksi
s. Jasa perawatan/
perbaikan/pemeliharaan mesin,
perawatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
TV Kabel, alat transportasi/ kendaraan
dan/atau bangunan selain yg dilakukan
oleh WP yg ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sbg pengusaha
konstruksi
t. Jasa maklon
u. Jasa penyelidikan & keamanan
v. Jasa penyelenggara kegiatan / event
organizer
w. Jasa pengepakan
x. Jasa penyediaan tempat dan / atau
waktu dlm media masa, media luar
ruang atau media lain utk
penyampaian informasi
y. Jasa pembasmian hama
z. Jasa kebersihan / cleaning service
aa. Jasa catering / tata boga
Dasar Hukum dan SE terkait: PMK244/PMK.03/2008, PER-33/PJ/2009, SE53/PJ/2009, SE-35/PJ/2010

C144

JASA KEPELABUHAN:
Pengertian Jasa Kepelabuhan diantaranya mencakup hal-hal sbb:
1. Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan utk lalu lintas kapal dan tempat berlabuh.
2. Penyediaan dan pelayanan jasa dermaga utk bertambat, bongkar muat barang dan hewan serta
penyediaan fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
3. Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, angkutan di perairan
pelabuhan, alat bongkar muat serta peralatan pelabuhan.
4. Penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) PMK-244/PMK.03/2008, Jasa Kepelabuhan tdk termasuk dlm jenis jasa lain
yg mrp objek pemotongan PPh Pasal 23

JML BRUTO DLM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UU PPh: (SE-53/PJ/2009)
1.

Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh mengatur bahwa imbalan sehubungan dgn jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yg tlh dipotong PPh Pasal
21 dipotong PPh oleh pihak yg wajib membayarkan seb 2% dari jml bruto tdk termasuk PPN.
2.
Yg dimaksud dgn jml bruto pd butir 1 adalah slr jml penghasilan dgn nama dan dlm bentuk apapun
yg dibayarkan, disediakan utk dibayarkan, atau tlh jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak badan DN, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan LN
lainnya kpd WP DN atau BUT, tdk termasuk:
a. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sbg imbalan sehubungan
dgn pekerjaan yg dibayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kpd tenaga kerja yg melakukan
pekerjaan, berdasarkan kontrak dgn pengguna jasa;
b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
c. pembayaran kpd pihak kedua (sbg perantara) utk selanjutnya dibayarkan kpd pihak ketiga;
d. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jml yg
nyata-nyata tlh dibayarkan oleh pihak kedua kpd pihak ketiga
3.
Jml bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 tdk berlaku:
a. atas penghasilan yg dibayarkan sehubungan dgn jasa katering;atau
b. dlm hal penghasilan yg dibayarkan sehubungan dgn jasa dlm butir 1, tlh dikenai PPh yg bersifat
final.
4.
Pembayaran dlm butir 2 hrs dpt dibuktikan dgn:
a. kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
sbg imbalan sehubungan dgn pekerjaan (sesuai butir 2 huruf a);
b. faktur pembelian barang atau material (sesuai butir 2 huruf b);
c. faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dgn perjanjian tertulis (sesuai butir 2 huruf c);
d. faktur tagihan atau bukti pembayaran yg tlh dibayarkan oleh pihak kedua kpd pihak ketiga
(sesuai butir 2 huruf d).
Contoh
1.
PT Sumber Tenaga mrp perusahaan penyedia tenaga kerja. PT Sumber Tenaga mendapat kontrak
dari PT Maju Terus utk menyediakan tenaga kerja pemasaran sebanyak 20 org dgn mendapat
imbalan jasa seb Rp 20 juta. Tenaga kerja tsb selanjutnya menjadi pegawai PT Maju Terus.
Atas pembayaran yg dilakukan PT Maju Terus kpd PT Sumber Tenaga dipotong PPh Pasal 23 oleh
PT Maju Terus seb: 2% x Rp 20 juta = Rp 400 ribu
2.
PT Aman Jaya mrp perusahaan penyedia tenaga kerja utk keamanan (satpam). PT Aman Jaya
mendapat kontrak penyediaan tenaga kerja satpam sebanyak 20 orang dari PT Dwi Makmur.
Tenaga kerja satpam tsb tetap mrp pegawai PT Aman Jaya. Dlm kontrak disepakati bahwa
pembayaran atas penyerahan jasa oleh PT Aman Jaya terdiri dari gaji utk 20 org satpam per bulan
seb Rp 20 juta dan imbalan atas jasa penyediaan satpam per bulan seb Rp 2 juta
a. Rincian tagihan PT Aman Jaya kepada PT Dwi Makmur:
Pembayaran gaji 20 org satpam ................. Rp 20 juta
Imbalan Jasa .................................................Rp 2 juta
b. Atas pembayaran yg dilakukan PT Dwi Makmur kpd PT Aman jaya dipotong PPh Pasal 23 oleh
PT Dwi Makmur seb: 2% x Rp 2 juta = Rp 40 ribu

C145

c.

3.

4.

5.

Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar
pemotongan PPh Pasal 23 adalah seb Rp 22 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT
Dwi Makmur atas pembayaran kpd PT Aman Jaya adalah seb: 2% x Rp 22 juta = Rp 440 ribu
PT Megah (pihak pertama) melakukan kontrak dgn PT Satu Sarana selaku perusahaan agen
periklanan (pihak kedua) utk membuat iklan sekaligus memasang iklan pd perusahaan media (pihak
ketiga). Nilai kontrak yg tlh disepakati adalah seb Rp 103 juta
a. Rincian tagihan PT Satu Sarana kpd PT Megah:
Pembelian material utk pembuatan iklan ................................... Rp 15 juta
Jasa konsultan (terkait pembuatan & pemasangan iklan) ........ Rp 5 juta
Fee agen .................................................................................... Rp 3 juta
Biaya pemasangan iklan ke perusahaan media ....................... Rp 80 juta
b. Pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan PT Satu Sarana atas pembayaran jasa pemasangan
iklan kpd perusahaan media seb: 2% x Rp 80 juta = Rp 1,6 juta
c. Pemotongan PPh Pasal 23 yg dilakukan PT Megah atas pembayaran jasa konsultasi dan jasa
keagenan kpd PT Satu Sarana seb:

2% x Rp 5 juta = Rp 100 ribu utk jasa konsultasi

2% x Rp 3 juta = Rp 60 ribu utk jasa keagenan


d. Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar
pemotongan PPh Pasal 23 seb Rp 103 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT Megah
atas pembayaran kpd PT Satu Sarana seb: 2&=% x Rp 103 juta = Rp 2,06 juta
PT Terang mengikat kontrak dgn PT Garmindo utk pembuatan seragam kantor PT Terang
berdasarkan model & spesifikasi yg tlh ditentukan oleh PT Terang. Dlm kontrak disepakati bahwa
PT Terang akan menyediakan bahan baku utama berupa kain dan PT Garmindo akan menyediakan
bahan tambahan. Imbalan yg disepakati atas kontrak tsb seb Rp 25 juta tdk termasuk biaya bahan
tambahan. PT Garmindo mengeluarkan biaya seb Rp 5 juta utk bahan tambahan.
a. Rincian tagihan PT Garmindo kpd PT Terang:

Biaya utk bahan tambahan .......... Rp 5 juta

Imbalan Jasa maklon ................... Rp 25 juta


b. Atas pembayaran yg dilakukan PT Terang kpd PT Garmindo dipotong PPh Pasal 23 oleh PT
Terang seb: 2% x Rp 25 juta = Rp 500 ribu
c. Dlm hal tdk ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jml bruto sbg dasar
pemotongan PPh Pasal 23 seb Rp 30 juta shg PPh Pasal 23 yg hrs dipotong oleh PT Terang
atas pembayaran kpd PT Garmindo seb: 2% x Rp 30 juta = Rp 600 ribu
Utk acara pembukaan cabang baru, PT Abadi meminta CV Sedap yg bergerak di bidang
pengadaan catering utk menyediakan makanan yg terdiri dari makanan pembuka, makanan utama,
dan makanan penutup utk sekitar 500 org. Kontrak yg disepakati utk pengadaan catering tsb adalah
Rp 20 juta. Atas pembayaran yg dilakukan PT Abadi kpd CV Sedap dipotong PPh Pasal 23 oleh PT
Abadi seb: 2% x Rp 20 juta = Rp 400 ribu

C146

STEMPEL TANDA TANGAN PD BUKTI POTONG PPh PASAL 23/26 ATAS DIVIDEN:

Dasar Hukum:
PER-15/PJ/2014 (berlaku sejak 16 Mei 2014) ttg Penggunaan stempel tanda tangan pd bukti
pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham mencabut KEP388/PJ/2003 stdd KEP-117/PJ./2004

Diperbolehkannya Penggunaan Stempel Tanda Tangan pd Bukti Potong PPh Pasal 23/26 :
Pemotong Pajak dpt menggunakan stempel tanda tangan utk menandatangani Bukti Pemotongan
PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham utk jml penerbitan bukti pemotongan PPh
minimal 6 ribu lembar. (Pasal 2 PER-15/PJ/2014)
Pemotong Pajak adalah WP yg menyediakan utk membayar atau membayar dividen kpd para
pemegang saham. (Pasal 1 PER-15/PJ/2014)
Tata Cara Pengajuan & Proses Penyelesaian Permohonan:
1. Pemotong Pajak yg akan menggunakan Stempel tanda tangan wajib mengajukan permohonan
kpd Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar, dan wajib dilengkapi dgn:
(Pasal 3 ayat (1) & (2) PER-15/PJ/2014)
Jml penerima dividen;
Penunjukkan pejabat yg berwenang menandatangani bukti pemotongan PPh atas
pembayaran dividen kpd para pemegang saham.
2. Stl melakukan penelitian atas permohonan Pemotong Pajak, Kepala KPP a.n. Dirjen Pajak
menerbitkan SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan dlm rangkap 3 dgn menggunakan form
Lamp I PER-15/PJ/2014. (Pasal 3 ayat (3) PER-15/PJ/2014)
3. SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan diterbitkan paling lambat 14 hari sejak diterimanya
permohonan. (Pasal 3 ayat (4) PER-15/PJ/2014)
Apabila jangka waktu 14 hari tlh lewat dan Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan, maka
permohonan Pemotong Pajak tsb dianggap diterima, dan selanjutnya Kepala KPP a.n. Dirjen
Pajak segera menerbitkan SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan paling lambat 7 hari sejak
batas waktu 14 hari tlh lewat. (Pasal 3 ayat (5) PER-15/PJ/2014)
Kewajiban Pemotong Pajak yg tlh mendapat SK Penggunaan Stempel Tanda Tangan wajib:
(Pasal 4 PER-15/PJ/2014)
Menyerahkan Spesimen Tanda Tangan Pejabat yg diberi wewenang utk menandatangani Bukti
Pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham ke KPP tempat
Pemotong Pajak terdaftar sesuai Lamp II PER-15/PJ/2014.
Mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Penggunaan Stempel Tanda Tangan pd Bukti
Pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para pemegang saham.
Pemotong Pajak wajib melaporkan kpd Kepala KPP apabila terjadi perubahan pejabat yg diberi
wewenang utk menandatangani Bukti Pemotongan PPh atas pembayaran dividen kpd para
pemegang saham disertai Spesimen Tanda Tangan pejabat dimaksud.

C147

PPh PASAL 24 ATAS PENGHASILAN WP DN DARI LN


Dasar Hukum:
Pasal 24 ayat (6) UU PPh
KMK-164/KMK.03/2002 (berlaku sejak 19 April 2002) ttg Kredit Pajak LN (KPLN)
Ketentuan ttg Penggabungan Penghasilan yg Berasal dari LN: (Pasal 1 KMK-164/KMK.03/2002)
Penggabungan penghasilan yg berasal dari LN:
utk penghasilan dari usaha dilakukan dlm thn pajak diperolehnya penghasilan tsb
utk penghasilan lainnya dilakukan dlm thn pajak diterimanya penghasilan tsb
utk penghasilan berupa deviden dilakukan dlm thn pajak pd saat perolehan deviden tsb ditetapkan
sesuai dgn Kep MenKeu (PMK-256/PMK.03/2008 & PER-59/PJ/2010)
Kerugian yg diderita di LN tdk boleh digabungkan dlm menghitung PKP
Syarat Pengkreditan Pajak LN: (Pasal 4 KMK-164/KMK.03/2002)
Menyampaikan permohonan yg dilampiri:
a. LK dari penghasilan LN;
b. FC SPT yg disampaikan di LN; dan
c. Dokumen pembayaran pajak di LN.
Penyampaian permohonan tsb dilakukan bersamaan dgn penyampaian SPT Tahunan PPh.
Ketentuan Besarnya Kredit Pajak: (Pasal 2 KMK-164/KMK.03/2002)
Jml KPLN paling tinggi sama dgn jml pajak yg dibayar atau terutang di LN, tetapi tdk boleh melebihi
jml tertentu
Jml penghasilan dari LN
Jml Tertentu
=
x
Total PPh Terutang
PKP
Jml tertentu paling tinggi sama dgn pajak yg terutang atas PKP dlm hal PKP < penghasilan LN
Apabila penghasilan LN berasal dari bbrp negara, maka penghitungan KPLN dilakukan utk @ negara
(ordinary credit per country basis)
PKP tdk termasuk Penghasilan yg dikenakan Pajak yg bersifat final sesuai Pasal 4 ayat (2) dan atau
penghasilan yg dikenakan pajak tersendiri sesuai Pasal 8 ayat (1) & (4) UU PPh
Contoh Permohonan Pengkreditan Pajak LN
Penghasilan Neto dan Pajak atas Penghasilan yang
Dibayar/Dipotong/Terutang di Luar Negeri
Pajak yang
Nama dan Alamat
Dibayar/
Sumber/ Pemberi
Jenis
Penghasilan
Dipotong/
No.
Penghasilan di
Penghasilan Neto (Rupiah)
Terutang di
Luar Negeri
Luar Negeri
(Rupiah)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

*)

PPh Pasal 24*)


(Rupiah)

(6)

Jumlah
Permohonan : Jumlah pada Kolom (6) mohon diperhitungkan sebagai kredit pajak
Ket. Pengisian:
Kolom 5 diisi dgn jml pajak yg terutang/dibayar di LN dlm mata uang Rupiah berdasarkan kurs
konversi saat tanggal pembayaran/terutangnya pajak.
Kolom 6 diisi dgn jml pajak yg terutang/dibayar di LN yg dpt dikreditkan sesuai ketentuan PPh Pasal
24 UU PPh

Perubahan Besarnya Penghasilan yg Berasal dari LN: (Pasal 6 KMK-164/KMK.03/2002)


Dlm hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yg berasal dari LN, WP hrs melakukan pembetulan
SPT Tahunan utk thn pajak yg bersangkutan dgn melampirkan dokumen yg berkenaan dgn
perubahan tsb.
Dlm hal pembetulan menyebabkan:

C151

PPh KB, maka atas kekurangan tsb tdk dikenakan bunga sesuai Pasal 8 ayat (2) UU KUP.
PPh LB, maka atas kelebihan tsb dpt dikembalikan kpd WP stl diperhitungkan dgn utang pajak
lainnya.

Tata Cara Penghitungan KPLN: (Lamp I KMK-164/KMK.03/2002)


UU PPh menentukan bahwa WP DN dikenakan PPh atas slr penghasilan di manapun penghasilan tsb
diterima atau diperoleh, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Utk menghindari pengenaan pajak
ganda maka sesuai dgn ketentuan Pasal 24, pajak yg dibayar atau yg terutang di LN boleh dikreditkan thd
pajak yg terutang di Indonesia, tetapi tdk melebihi penghitungan pajak yg terutang berdasarkan UU PPh.
Metode kredit pajak yg demikian disebut metode pengkreditan terbatas (ordinary credit method).
A. Penghitungan KPLN:
1. PPh dikenakan atas PKP yg dihitung berdasarkan slr penghasilan yg diterima & diperoleh
oleh WP, baik penghasilan tsb berasal dari DN maupun dari LN. Dlm menghitung PPh,
maka slr penghasilan tsb digabungkan dlm thn pajak di peroleh/diterimanya penghasilan,
atau dlm thn pajak sesuai dgn Kep MenKeu utk penghasilan berupa dividen sesuai Pasal
18 ayat (2) UU PPh.
Contoh :
PT A di Jakarta dlm thn pajak 2001 menerima & memperoleh penghasilan neto dari sumber LN:
a. Hasil usaha di Singapura dlm thn pajak 2001 seb Rp 800 juta
b. Dividen atas pemilikan saham pd "X Ltd." di Australia seb Rp 200 juta yaitu berasal dari
keuntungan thn 1998 yg ditetapkan dlm RUPS thn 2000 dan baru dibayar dlm thn 2001
c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pd "Y Corporation" di Hongkong yg sahamnya
tdk diperdagangkan di bursa efek seb Rp 75 juta yaitu berasal dari keuntungan saham 1999
yg berdasarkan Kep MenKeu ditetapkan diperoleh thn 2001
d. Bunga kwartal IV thn 2001 seb Rp 100 juta "Z Sdn Bhd" di Kuala Lumpur yg baru akan
diterima bulan Juli 2002
Penghasilan dari sumber LN yg digabungkan dgn penghasilan DN dlm thn pajak 2001 adalah
penghasilan pd huruf a, b, dan c, sedangkan penghasilan pd huruf d digabungkan dgn
penghasilan DN dlm thn pajak 2002.
2. Dlm menghitung PKP, kerugian yg diderita oleh WP di LN tdk dpt dikompensasikan dgn
penghasilan yg diterima/diperoleh dari Indonesia.
Contoh :
PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm thn 2001:
a. Di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1 M, dgn tarif pajak seb 40% (Rp 400 juta)
b. Di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3 M, dgn tarif pajak seb 25% (Rp 750 juta)
c. Di negara Z, menderita kerugian Rp 2,5 M
d. Penghasilan usaha di DN Rp 4 M
Penghitungan KPLN:
1. Penghasilan LN:
a.
Laba di negara X
Rp
1M
b.
Laba di negara Y
Rp
3M
c.
Laba di negara Z
Rp
d.
Jml penghasilan LN
Rp
4M
2. Penghasilan DN
Rp 4 M
3. Jml penghasilan neto: Rp 4 M + Rp 4 M = Rp 8 M
4. PPh terutang (mnr tarif Pasal 17) = Rp 2,3825 M
5. Batas maksimum KPLN utk @ negara:
Rp 1 M
a.
Utk negara X
=
x
Rp 2,3825 M
=
Rp 297.812.500
Rp 8 M
Maksimum kredit pajak yg dpt dikreditkan adalah Rp 297.812.500
Rp 3 M
b.
Utk negara Y
=
x
Rp 2,3825 M
=
Rp 893.437.500
Rp 8 M
Maksimum kredit pajak yg dpt dikreditkan adalah Rp 750 juta
Jml KPLN yg diperkenankan: Rp 297.812.500 + Rp 750 juta = Rp 1.047.812.500
3. Penghitungan batas maksimum KPLN yg diperbolehkan:
Contoh :
a. PT A di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm thn 2001:

C152

4.

5.

Penghasilan DN Rp 1 M
Penghasilan LN Rp 1 M (dgn tarif pajak 20%)
Penghitungan jml maksimum KPLN:
1. Penghasilan LN
Rp 1 M
Penghasilan DN
Rp 1 M (+)
Jml penghasilan neto
Rp 2 M
2. Apabila jml Penghasilan neto sama dgn PKP, maka sesuai tarif Pasal 17, PPh yg
terutang seb Rp 582,5 juta
3. Batas maksimum KPLN:
Rp 1 M
x
Rp 582,5 juta
=
Rp 291,25 juta
Rp 2 M
Jml KPLN yg di perkenankan adalah seb Rp 200 juta.
b. PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dlm tahun 2001:
Penghasilan dari usaha di LN
Rp 1 M
Rugi usaha di DN
(Rp 0,2 M)
Pajak atas Penghasilan di LN misalnya 40% = Rp 0,4 M
Penghitungan maksimum KPLB serta pajak terutang:
1. Penghasilan usaha LN Rp 1 M
Rugi usaha DN
(Rp 0,2 M) (+)
Jml penghasilan neto
Rp 0,8 M
2. Apabila jml Penghasilan neto sama dgn PKP, maka sesuai tarif Pasal 17, PPh yg
terutang seb Rp 222,5 juta.
3. Batas maksimum KPLN:
Rp 1 M
x
Rp 222,5 juta
=
Rp 278,125 juta
Rp 0,8M
Jml KPLN yg diperkenankan yaitu Rp 222,5 juta.
Dlm hal penghasilan LN bersumber dari bbrp negara, maka jml maksimum KPLN dihitung
utk @ negara
Contoh :
PT C di Jakarta dlm thn 2001 memperoleh penghasilan neto:
- Penghasilan DN
= Rp 2 M
- Penghasilan dari negara X (dgn tarif pajak 40%) = Rp 1 M
- Penghasilan dari negara Y (dgn tarif pajak 30%) = Rp 2 M (+)
Jml penghasilan neto
= Rp 5 M
Apabila penghasilan neto sama dgn PKP, maka PPh terutang mnr tarif Pasal 17 seb Rp
1.482.500.000.
Batas maksimum KPLN setiap negara
Rp 1 M
a.
Utk negara X
=
x
Rp 1.482.500.000
=
Rp 296,5 juta
Rp 5 M
Maksimum jml kredit pajak yg diperkenankan hanya seb Rp 296,5 juta
Rp 2 M
b.
Utk negara Y
=
x
Rp 1.482.500.000
=
Rp 593 juta
Rp 5 M
Maksimum jml kredit pajak yg diperkenankan adalah Rp 593 juta
Dlm hal WP memperoleh penghasilan yg dikenakan Pajak yg bersifat final sesuai Pasal 4
ayat (2) dan atau penghasilan yg dikenakan pajak tersendiri sesuai Pasal 8 ayat (1) & (4) UU
PPh, maka atas penghasilan tsb bukan mrp faktor penambahan penghasilan pd saat
menghitung PK
Contoh :
PT "D" di Jakarta dlm thn 2001 memperoleh penghasilan:
1. Penghasilan dari Negara Z Rp 2 M (dgn tarif pajak 30%)
2. Penghasilan DN
Rp 3,5 M
(Penghasilan DN ini termasuk penghasilan sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPh seb Rp 500 juta)
3. PKP PT "D" seb: Rp 2 M + (Rp 3,5 M Rp 500 juta) = Rp 5 M
4. Sesuai tarif Pasal 17, PPh yg terutang seb Rp 1.482.500.000
5. Batas maksimum KPLN:
Rp 2 M x Rp 1.482.500.000 = Rp 593 juta
Rp 5 M
Pajak yg terutang di negara Z seb Rp 600 juta namun maksimum kredit pajak yg dpt

C153

dikreditkan seb Rp 593 juta.


B. Pembetulan SPT Tahunan krn perubahan penghasilan dari LN:
1. Dlm hal terjadi koreksi fiskal di LN yg menyebabkan adanya tambahan penghasilan yg
mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di LN lbh besar dari yg dilaporkan dlm SPT
Tahunan, shg pajak di LN kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan PPh di Indonesia juga
kurang dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di LN tsb dilaporkan sendiri oleh WP melalui pembetulan
SPT Tahunan, maka bunga yg terutang atas pajak yg kurang dibayar tsb tdk ditagih.
Contoh :
1. Penghasilan LN (SPT)
Rp 1 M
2. Penghasilan DN
Rp 2 M
3. Penghasilan LN (stl dikoreksi di LN) Rp 2 M
4. Pajak atas penghasilan yg terutang di LN misalnya 40%
5. PPh Pasal 25 yg dibayar Rp 500 juta
6. PPh terutang sbl dan sesudah koreksi fiskal di LN:
SPT
SPT PEMBETULAN
1. Penghasilan LN
Rp 1 M
1. Penghasilan LN Rp 2 M
2. Penghasilan DN
2. Penghasilan DN Rp 2 M
Rp 2 M
Rp 3 M
Rp 4 M
3. PKP
3. PKP
4. PPh terutang
Rp 882,5 juta
4. PPh terutang
Rp 1,1825 M
5. KPLN:
5. KPLN:
Rp 1 M x Rp 882,5 juta = Rp 294.166.667
Rp 2 M x Rp 1,1825 M= Rp 591,25 juta
Rp 3 M
Rp 4 M
6. PPh hrs dibayar
Rp 588.333.333
6. PPh hrs dibayar Rp 591,25 juta
7. PPh Pasal 25
Rp 500 juta
7. PPh Pasal 25
Rp 500 juta
Rp 88.333.333
Rp 88.333.333
8. PPh Pasal 29
8. PPh Pasal 29
9. Masih hrs dibayar Rp 2.916.667
Thd PPh yg masih hrs dibayar seb Rp 2.916.667 tdk ditagih bunga
2. Dlm hal terjadi koreksi fiskal di LN berupa koreksi yg menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan terutang di LN lbh kecil dari yg dilaporkan dlm SPT Tahunan, shg pajak di LN lbh
dibayar. Koreksi fiskal di LN tsb akan mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lbh
kecil, shg PPh menjadi lbh dibayar. Kelebihan bayar pajak tsb dpt dikembalikan kpd WP stl
diperhitungkan dgn utang pajak yg lain.
Contoh :
1. Penghasilan LN (SPT)
Rp 1 M
2. Penghasilan DN
Rp 2 M
3. Penghasilan LN (stl dikoreksi di LN) Rp 500 juta
4. Pajak atas penghasilan yg terutang di LN misalnya 40%
5. PPh Pasal 25 yg dibayar Rp 500 juta
6. PPh terutang sbl dan sesudah koreksi fiskal di LN:
SPT
Penghasilan LN
Rp 1 M
Penghasilan DN
Rp 2 M
PKP
Rp 3 M
PPh terutang
Rp 882,5 juta
KPLN:
Rp 1 M x Rp 882,5 juta = Rp 294.166.667
Rp 3 M
Rp 588.333.333
6. PPh hrs dibayar
Rp 500 juta
7. PPh Pasal 25
8. PPh Pasal 29
Rp 88.333.333
1.
2.
3.
4.
5.

SPT PEMBETULAN
Penghasilan LN Rp 0,5 M
Penghasilan DN Rp 2 M
PKP
Rp 2,5 M
PPh terutang
Rp 732,5 juta
KPLN:
Rp 0,5 M x Rp 732,5 juta = Rp 146,5 juta
Rp 4 M
6. PPh hrs dibayar di Indonesia Rp 586 juta
Rp 500 juta
7. PPh Pasal 25
8. KB
Rp 86 juta
9. PPh Pasal 29 tlh dibayar
Rp 88.333.333
10. LB
Rp 2.333.333
PPh yg lbh dibayar seb Rp 2.333.333 dpt diminta
kembali stl diperhitungkan dgn utang pajak yg lain

C154

1.
2.
3.
4.
5.

PPh PASAL 25
A. ANGSURAN PPh PASAL 25 DLM THN PAJAK BERJALAN YG HRS DIBAYAR SENDIRI
Dasar Hukum:
PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009 (berlaku mulai 1 Jan 2009) mencabut
KMK-522/KMK.04/2000 jo KMK-84/KMK.03/2002
KEP-537/PJ/2000
PER-32/PJ/2010
1.

WP Baru
a. Definisi:
WP Baru: WP OP dan badan yg baru pertama kali memperoleh penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas dlm thn pajak berjalan
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP baru adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yg disetahunkan, dibagi 12.
c. Penghasilan neto tsb:
dlm hal WP pd angka 1 menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dpt
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan pembukuannya;
dlm hal WP pd angka 1 hanya menyelenggarakan pencatatan dgn menggunakan
NPPN atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tdk dpt
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan NPPN atas peredaran atau penerimaan bruto.
d. Utk WP OP baru, jml penghasilan neto fiskal yg disetahunkan pd angka 1) dikurangi terlebih
dahulu dgn PTKP.
e. Dlm hal WP baru pd angka 1 berupa WP badan yg mempunyai kewajiban membuat laporan
berkala, besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pd laporan berkala pertama yg
disetahunkan, dibagi 12.
(Pasal 2 ayat (1) (4) PMK-255/PMK.03/2008)
Contoh Penghitungan:
a. WP OP Baru yg menggunakan pembukuan
Tuan A (TK/0) terdaftar sbg WP pd KPP A tanggal 1 Feb 2009. Peredaran atau penerimaan
bruto mnr pembukuan dlm bulan Feb 2009 seb Rp. 10 juta dan penghasilan neto (laba fiskal)
dpt dihitung berdasarkan pembukuan seb Rp. 3 juta. Besarnya PPh pasal 25 bulan Feb 2009:
Penghasilan netto (laba fiskal) bulan Feb 2009
=
Rp. 3 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 3 juta
=
Rp. 36 juta
PTKP (TK/0)
=
Rp.15,84 juta
PKP
=
Rp. 20,16 juta
PPh Terutang = 5% x Rp. 20,16 juta
=
Rp 1,008 juta
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Feb 2009 = 1/12 x Rp.1,008 juta= Rp. 84 ribu
b. Utk WP OP Baru yg tdk menggunakan pembukuan (hanya pencatatan)
Tuan B (K/1) terdaftar sbg WP pd KPP B tanggal 1 Mei 2009. Peredaran penerimaan bruto
mnr catatan harian bulan Mei 2009 seb Rp. 10 juta. Presentase NPPN sesuai dgn jenis
usaha Tuan Fatih adalah 20%. Besarnya PPh pasal 25 bulan Mei 2009:
Peredaran bruto bulan Mei 2009
=
Rp. 10 juta
Penghasilan neto bulan Mei 2009 = 20% x Rp. 10 juta
=
Rp. 2 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 2 juta
=
Rp. 24 juta
PTKP (K/1)
=
Rp.18,48 juta
PKP
=
Rp. 5,52 juta
PPh Terutang = 5% x Rp. 5,52 juta
=
Rp 276 ribu
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Mei 2009 = 1/12 x Rp. 276 ribu = Rp. 23 ribu
c. Utk WP Badan Baru
PT. C terdaftar sbg WP Badan DN pd KPP C tanggal 1 Feb 2009. Peredaran atau
penerimaan bruto mnr pembukuan dlm bulan Feb 2009 seb Rp. 100 juta dan penghasilan
neto (laba fiskal) dpt dihitung berdasarkan pembukuan seb Rp. 30 juta. Besarnya PPh pasal

C161

25 bulan Feb 2009:


Penghasilan netto (laba fiskal) bulan Feb 2009
=
Rp. 30 juta
Penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 30 juta
=
Rp. 360 juta
PPh Terutang = (50% x 28%) x Rp. 360 juta (sesuai =
Rp. 50,4 juta
pasal 31E UU PPh)
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Feb 2009 = 1/12 x Rp. 50,4 juta = Rp. 8,4 juta
2.

WP OPPT
a. Definisi: (Pasal 1 PER-32/PJ/2010)
WP OPPT: WP OP yg melakukan kegiatan usaha sbg pedagang pengecer yg
mempunyai 1 atau lebih tempat usaha.
Pedagang pengecer: OP yg melakukan:
Penjualan barang baik scr grosir maupun eceran; dan/atau
Penyerahan jasa,
melalui suatu tempat usaha
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP OPPT, ditetapkan seb 0,75% dari jml peredaran
bruto setiap bulan dari @ tempat usaha.

3.

WP Bank & SGU dgn Hak Opsi


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP bank & SGU dgn hak opsi adalah seb PPh yg
dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal mnr LK triwulan terakhir yg
disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yg dibayar atau terutang di LN utk thn pajak yg lalu,
dibagi 12.
(Pasal 3 PMK-255/PMK.03/2008)

4.

WP BUMN & BUMD


a. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP BUMN & BUMD dgn nama dan dlm bentuk
apapun, kecuali WP bank & SGU dgn hak opsi, adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal mnr RKAP thn pajak yg bersangkutan yg tlh
disahkan RUPS dikurangi dgn pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22, Pasal 23, dan
Pasal 24 yg dibayar atau terutang di LN thn pajak yg lalu, dibagi 12.
b. Dlm hal RKAP blm disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk bulan-bulan sbl
bulan pengesahan adalah sama dgn angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir thn pajak
sebelumnya.
(Pasal 4 PMK-255/PMK.03/2008)

5.

WP Masuk Bursa & WP Lainnya yg Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat LK


Berkala
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP Masuk Bursa & WP Lainnya yg Berdasarkan
Ketentuan Diharuskan membuat LK Berkala adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal mnr LK berkala terakhir yg disetahunkan dikurangi
dgn pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yg dibayar atau
terutang di LN utk thn pajak yg lalu, dibagi 12.
(Pasal 5 PMK-255/PMK.03/2008)

Utk WP OP dan Badan yg memenuhi peredaran bruto usaha (omzet) < Rp 4,8M dlm setahun
dan memenuhi kriteria dlm PP 46 Thn 2013, tunduk pd ketentuan PP 46 Thn 2013.

B. PENGURANGAN ANGSURAN PPh PASAL 25


Dasar Hukum:
Pasal 25 UU PPh
KEP-537/PJ./2000
Tata Cara:
Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu thn pajak, WP dpt menunjukkan bahwa
PPh yg akan terutang utk thn pajak tsb < 75% dari PPh yg terutang yg menjadi dasar

C162

penghitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dpt mengajukan permohonan pengurangan besarnya
PPh Pasal 25 scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Pengajuan permohonan hrs disertai dgn penghitungan besarnya PPh yg akan terutang
berdasarkan perkiraan penghasilan yg akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25
utk bulan-bulan yg tersisa dari thn pajak yg bersangkutan.

Jangka Waktu Penyelesaian:


1 bulan sejak tanggal diterima surat permohonan.
Apabila dlm jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan tsb, Kepala KPP
tdk memberikan keputusan, permohonan WP tsb dianggap diterima dan WP dpt melakukan
pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dgn penghitungannya utk bulan-bulan yg tersisa dari thn pajak
yg bersangkutan.

C. ANGSURAN PAJAK DLM THN BERJALAN DLM HAL-HAL TERTENTU


Dasar Hukum:
Pasal 25 UU PPh
PP 74 Thn 2011
KEP-537/PJ./2000 blm dicabut namun aturan yg tertera di dalamnya yaitu KMK522/KMK.04/2000 tlh dicabut dgn PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009
PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009
Hal-hal Tertentu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian (Pasal 2 KEP-537/PJ./2000)
a. Kompensasi kerugian: Kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan, skp, SK
Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dgn ketentuan Pasal 6 ayat (2) / Pasal 31A UU
PPh.
b. PPh Terutang:
(Jml penghasilan neto mnr SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu atau dasar penghitungan
lainnya dlm Pasal 3 & 4 PMK-255/PMK.03/2008 dikurangi kompensasi kerugian) x Tarif PPh
Pasal 17
c. Angsuran PPh Pasal 25:
PPh Terutang dikurangi dgn PPh yg dipotong dan atau dipungut serta PPh yg dibayar atau
terutang di LN yg boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21/22/23/24 UU PPh, dibagi 12
atau banyaknya bulan dlm bagian thn pajak
d. Dlm hal SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu atau dasar penghitungan lainnya dlm Pasal 3 &
4 PMK-255/PMK.03/2008 menyatakan rugi (LB atau nihil), besarnya PPh Pasal 25 adalah
nihil.
Catatan: (Pasal 6 ayat (1) - (5) PP 74 Thn 2011)
Pembetulan SPT Tahunan hrs dilakukan paling lama 3 bulan stl menerima skp, SK
Keberatan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, SK
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan PK.
Jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal stempel pos pengiriman, atau dlm hal diterima
scr ls dihitung sejak tanggal diterimanya oleh WP.
Apabila WP tdk membetulkan SPT dlm jangka waktu 3 bulan tsb, Dirjen Pajak menghitung
kembali kompensasi kerugian dlm SPT Tahunan scr jabatan berdasarkan rugi fiskal sesuai
dgn skp, SK Keberatan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak,
SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan PK.
2. WP memperoleh penghasilan tdk teratur (Pasal 3 KEP-537/PJ./2000)
a. Penghasilan teratur: Penghasilan yg lazimnya diterima atau diperoleh scr berkala sekurangkurangnya sekali dlm setiap thn pajak, yg bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas,
pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yg tlh dikenakan PPh yg bersifat final.
Tdk termasuk dlm penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari
utang/piutang dlm mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital
gain) sepanjang bukan mrp penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan
lainnya yg bersifat insidentil.
b. PPh Terutang:

C163

3.

4.

5.

6.

(Jml penghasilan neto mnr SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu stl dikurangi dgn penghasilan
tdk teratur yg dilaporkan dlm SPT Tahunan tsb) x Tarif PPh Pasal 17
c. Angsuran PPh Pasal 25:
PPh Terutang dikurangi dgn PPh yg dipotong dan atau dipungut serta PPh yg dibayar atau
terutang di LN yg boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21/22/23/24 UU PPh, dibagi 12
atau banyaknya bulan dlm bagian thn pajak
SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu disampaikan stl lewat batas waktu yg ditentukan (Pasal
4 KEP-537/PJ./2000)
a. Besar Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT
Tahunan s.d. bulan sbl disampaikannya SPT Tahunan tsb adalah s.d. besarnya PPh Pasal
25 bulan terakhir thn pajak yg lalu dan bersifat sementara.
b. Stl WP menyampaikan SPT Tahunan PPh tsb, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan SPT Tahunan tsb dgn memperhatikan ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537/PJ./2000
dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b > PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kekurangan
setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, utk jangka
waktu yg dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal
penyetoran.
d. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b < PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kelebihan setoran
PPh Pasal 25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian
SPT Tahunan.
WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh (Pasal 5 KEP537/PJ./2000)
a. Besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan s.d.
bulan sbl disampaikannya SPT Tahunan tsb adalah s.d. besarnya PPh Pasal 25 yg dihitung
berdasarkan SPT Tahunan sementara yg disampaikan WP pd saat mengajukan permohonan
ijin perpanjangan.
b. Stl WP menyampaikan SPT Tahunan PPh pd huruf a, besarnya PPh Pasal 25 dihitung
kembali berdasarkan SPT Tahunan tsb dgn memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 2 & 3
KEP-537 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b > PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kekurangan
setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, utk jangka
waktu yg dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal
penyetoran.
d. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pd huruf b < PPh Pasal 25 pd huruf a, atas kelebihan setoran
PPh Pasal 25 dpt dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian
SPT Tahunan.
WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yg mengakibatkan
angsuran
bulanan
>
angsuran bulanan sbl pembetulan (Pasal 6 KEP-537/PJ./2000)
a. Dlm hal WP dlm thn pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh thn pajak yg lalu,
besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tsb dgn
memperhatikan ketentuan Pasal 2 & 3 KEP-537/PJ./2000 dan berlaku surut mulai bulan
batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
b. Apabila besarnya PPh Pasal 25 stl pembetulan SPT Tahunan pd huruf a > PPh Pasal 25 sbl
dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai
ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU PPh, utk jangka waktu yg dihitung sejak jatuh tempo
penyetoran PPh Pasal 25 dari @ bulan s.d. tanggal penyetoran.
c. Apabila besarnya PPh Pasal 25 stl pembetulan SPT Tahunan pd huruf a < PPh Pasal 25 sbl
dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dpt dipindahbukukan ke PPh
Pasal 25 bulan-bulan berikut stl penyampaian SPT Tahunan Pembetulan.
Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP (Pasal 7 KEP-537/PJ./2000)
a. Apabila dlm thn pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yg
akan terutang utk thn pajak tsb > 150 dari PPh yg terutang yg menjadi dasar penghitungan
besarnya PPh Pasal 25, besarnya PPh Pasal 25 utk bulan-bulan yg tersisa dari thn pajak yg
bersangkutan hrs dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yg terutang tsb oleh
WP sendiri atau Kepala KPP tempat WP terdaftar.
b. Apabila terjadi penurunan usaha lihat bagian B

C164

PPh PASAL 26

Obyek

Tarif PPh

Dasar
Perhitungan

Sifat

1. Penghasilan yg
dibayarkan kpd WP LN
berupa:
a. Deviden
b. Bunga termasuk
Premium, Diskonto
dan Imbalan jaminan
pengembalian hutang
c. Royalti
d. Sewa
e. Penghasilan
penggunaan harta
f. Imbalan sehubungan
dgn jasa pekerjaan &
kegiatan
g. Hadiah &
penghargaan
h. Pensiun &
pembayaran berkala
lainnya
i. Premi swap &
transaksi lindung nilai
lainnya
j. Keuntungan krn
pembebasan utang

20% / Tarif P3B

Jml Bruto

Final

2. Penjualan atas
penghasilan dari
penjualan / pengalihan
harta di Indonesia,
kecuali yg diatur dlm
Pasal 4 ayat (2) UU PPh
yg diterima WP LN selain
BUT di Indonesia
Berupa: perhiasan
mewah, berlian, emas,
intan, jam tangan mewah,
barang antik, lukisan,
mobil, motor, kapal pesiar,
dan/atau pesawat terbang
ringan
Berlaku sejak 22 Apr 2009
Dasar Hukum: PMK82/PMK.03/2009

20% / Tarif P3B

Perkiraan Neto =
25% x Hrg Jual

Final

Pengecualian:
WP OP LN yg memperoleh penghasilan < Rp 10Juta utk setiap jenis transaksi
3. Penjualan Saham oleh
WP LN
Saham yg diperjualbelikan
adalah saham dari PT di
DN & tdk berstatus sbg

20% / Tarif P3B

Perkiraan Neto =
25% x Hrg Jual

Final
Jika pembeli adalah:
WPLN, maka
pemotong pajak PT

C171

emiten/ perusahaan
publik. Termasuk
penjualan/ pengalihan
saham perusahaan antara
(special purpose company
/ conduit company), yg
didirikan di Tax Heaven
Country & mempunyai
hub istimewa dgn WP DN
Indonesia atau BUT di
Indonesia.
Dasar Hukum: KMK434/KMK.04/1999, PMK258/PMK.03/2008
4. Premi Asuransi & Premi
Reasuransi
a. Dibayarkan
tertanggung kpd
Perusahaan Asuransi
di LN, baik scr lsg
maupun melalui
pialang
b. Dibayarkan
Perusahaan Asuransi
di Indonesia kpd
Perusahaan Asuransi
di LN, baik scr lsg
maupun melalui
pialang
c. Dibayarkan
Perusahaan
Reasuransi di
Indonesia kpd
Perusahaan Asuransi
di LN, baik scr lsg
maupun melalui
pialang
Dasar Hukum dan SE terkait:
KMK-624/KMK.04/1994, SE25/PJ.4/1995
5. Penghasilan BUT
Dasar Hukum: PMK14/PMK.03/2011

DN yg sahamnya
diperjualbelikan.
WP DN, maka
pemotong pajak
WP DN pembeli

20% / Tarif P3B

Perkiraan Neto =
50% dari Premi yg
Dibayar

Final
Pemotong pajak
Tertanggung

20% / Tarif P3B

Perkiraan Neto =
10% dari Premi yg
Dibayar

Final
Pemotong pajak
Perusahaan asuransi di
Indonesia

20% / Tarif P3B

Perkiraan Neto =
5% dari Premi yg
Dibayar

Final
Pemotong pajak
Perusahaan reasuransi
di Indonesia

20% / Tarif P3B

Laba Stl Pajak =


Penghasilan Kena
Pajak PPh BUT
di Indonesia

Final
Laba Sbl Pajak
dikenakan tarif PPh
Pasal 17

Pengecualian:
Jika penghasilan BUT ditanamkan kembali di Indonesia dgn syarat:
Penanaman kembali dilakukan atas slr penghasilan kena pajak stl dikurangi PPh dlm bentuk
penyertaan modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pendiri /
peserta pendiri
Perusahaan yg baru didirikan & berkedudukan di Indonesia tsb hrs aktif melakukan kegiatan
usaha sesuai dgn akte pendiriannya, paling lama 1 thn sejak didirikan
Penanaman kembali dilakukan dlm thn pajak berjalan atau paling lama thn pajak berikutnya dari
thn pajak diterima / diperolehnya penghasilan tsb
Tdk melakukan pengalihan atas penanaman kembali tsb paling singkat dlm jangka waktu 2 thn
sesudah perusahaan baru tsb tlh berproduksi komersial

C172

BADAN USAHA TETAP (BUT)


Dasar Hukum:
Pasal 2 ayat (4)a, Pasal 2 ayat (5), Pasal 2A ayat (3), Pasal 5, Pasal 26 ayat (4) & (5) UU PPh
PMK-257/PMK.03/2008 (berlaku 1 Jan 2009 s.d. 23 Jan 2011)
PMK-14/PMK.03/2011 (berlaku sejak 24 Jan 2011)
KEP-62/PJ/2005
PER-16/PJ/2011 (berlaku sejak 6 Juni 2011)

BUT DLM UU PPh


Subyek Pajak BUT:
BUT adalah bentuk usaha yg dipergunakan oleh:
OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia > 183 hari dlm jangka waktu
12 bulan (SPLN OP); atau
Badan yg tdk didirikan dan tdk bertempat kedudukan di Indonesia ( SPLN Badan)
Utk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
Elemen -elemen Dasar BUT (Pasal 2 ayat 5 UU PPh dan penjelasannya):
1. Suatu tempat usaha (a place of business),
2. Yg bersifat permanen,
3. Yg digunakan oleh SPLN (OP atau badan),
4. Utk menjalankan usaha (business) atau kegiatan (activities)
Status BUT dlm Perpajakan
Sbg Subjek Pajak LN yg perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak Badan
Saat dimulainya Kewajiban Subyektif BUT:
Dimulai pd saat OP atau Badan tsb menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
suatu BUT. Kewajiban pajak subjektifnya dimulai pd saat BUT tsb berada di Indonesia (dari
awal BUT tsb berada di Indonesia).
Saat berakhirnya Kewajiban Subyektif BUT:
Berakhir pd saat OP atau Badan tdk lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui suatu
BUT. Berakhir pd saat BUT tsb tdk lagi berada di Indonesia.
Perwujudan BUT: (Pasal 2 ayat (5) UU PPh)
BUT Fisik
1.
a. Tempat kedudukan manajemen;
atau Aktiva
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;
h. Ruang utk promosi & penjualan;
i. Pertambangan & penggalian sumber alam;
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. Perikanan, perternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan;
BUT Proyek
2.
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
BUT Jasa
3.
m. Pemberian jasa dlm bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan > 60 hari dlm jangka waktu 12 bulan;
BUT Agen
4.
n. Orang atau badan yg bertindak selaku agen yg kedudukannya tdk bebas;
BUT
5.
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yg tdk didirikan dan tdk
Asuransi
bertempat kedudukan di Indonesia yg menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
BUT e6.
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yg dimiliki, disewa atau
commerce
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik utk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet

C181

Time Test Penentuan BUT:


Time Test adalah pengujian utk menentukan signifikansi keberadaan seseorang di Indonesia
Penentuan BUT yg menggunakan Time Test ada 2 jenis yaitu:
1. Utk menentukan status Subjek Pajak Orang Pribadi (SPLN atau SPDN)
Apakah > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan?
SPLN (BUT) jika tdk > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
SPDN jika > 183 hari dlm jangka waktu 12 bulan
2. Utk menentukan keberadaan BUT dari SPLN (orang/badan) yg memberikan jasa di Indonesia
Apakah dilakukan > 60 hari dlm jangka waktu 12 bulan?
Jika > 60 hari dlm jangka waktu 12 bulan, maka masuk ke pengertian BUT
Objek Pajak BUT:
Yg menjadi objek pajak BUT berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UU PPh:
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tsb dan dari harta yg dimiliki atau dikuasai Atribusi
Aktual
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di
Indonesia yg sejenis dgn yg dijalankan atau yg dilakukan oleh BUT di Indonesia Force of
Attraction
3. Penghasilan sebagaimana tsb dlm Pasal 26 yg diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang
terdapat hubungan efektif antara BUT dgn harta atau kegiatan yg memberikan penghasilan
dimaksud Atribusi krn hubungan efektif
Branch Profit Tax (BPT) berdasarkan PMK-14/PMK.03/2011
BUT yg menggunakan Norma Penghitungan:
Perkiraan
Jenis Usaha
Penghasilan
Tarif
Neto
Perwakilan Dagang Asing
1%
0,44% x Nilai Ekspor Bruto
Pelayaran LN
6%
2,64% x Peredaran Bruto
Penerbangan LN
6%
2,64% x Peredaran Bruto
Foreign Drilling Company
15%
Asuransi LN:
- Premi dari Tertanggung
50%
20% x 50% x jml premi yg
dibayar
- Premi dari Perusahaan
10%
20% x 10% x jml premi yg
Asuransi
dibayar
- Premi dari Perusahaan
5%
20% x 5% x jml premi yg
Reasuransi
dibayar

Dasar Hukum
KMK-634/KMK.04/1
KMK-417/KMK.04/1996
KMK-417/KMK.04/1996
KMK-628/KMK.04/1991

KMK-624/KMK.04/1994

BPT
Definisi BPT:
PKP sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia
BPT ini Terutang PPh Pasal 26 ayat (4) UU PPh seb 20% atau tarif yg ditentukan dlm P3B antara
Indonesia dgn negara domisili kantor pusat BUT, kecuali penghasilan tsb ditanamkan kembali di Indonesia
Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 26 atas BPT:
Apabila slr PKP sesudah dikurangi PPh dari suatu BUT ditanamkan kembali di Indonesia,
maka penghasilan tsb dikecualikan dari pengenaan Pasal 26 ayat (4) UU PPh.
Pengecualian ini diberikan apabila penghasilan tsb ditanamkan kembali di Indonesia dlm bentuk:
1. Penyertaan modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pendiri atau
peserta pendiri;
2. Penyertaan modal pd perusahaan yg sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sbg pemegang
saham;

C182

3.
4.

Pembelian aktiva tetap yg digunakan oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan
BUT di Indonesia; atau
Inventasi berupa aktiva tdk berwujud oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan
BUT di Indonesia.

Syarat Penanaman Kembali di Indonesia agar BPT ini dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26
ayat (4) UU PPh:
Utk slr bentuk penanaman kembali di Indonesia:
1. Penanaman kembali di Indonesia hrs dilakukan paling lama pd akhir Thn Pajak berikutnya, stlh
Thn Pajak diperolehnya penghasilan tsb bagi BUT yg bersangkutan; dan
2. BUT yg bersangkutan menyampaikan pemberitahuan scr tertulis mengenai bentuk penanaman
modal, realisasi penanaman kembali yg tlh dilakukan dan/atau saat mulai berproduksi komersial
bagi perusahaan yg baru didirikan, yg dilakukan kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Khusus utk penyertaan modal pd perusahaan yg baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sbg pendiri atau peserta pendiri, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu :
1. Perusahaan baru yg didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara aktif telah melakukan
kegiatan usaha sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 thn sejak perusahaan tsb didirikan; dan
2. BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dlm
jangka waktu 2 thn sejak perusahaan baru dimaksud berproduksi komersial.
Khusus utk penyertaan modal pd perusahaan yg sdh didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sbg pemegang saham, terdapat Persyaratan Tambahan, yaitu :
1. Perusahaan yg sdh didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha aktif di
Indonesia; dan
2. BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dlm
jangka waktu 3 thn sejak penyertaan modal.
Khusus utk pembelian aktiva tetap yg digunakan oleh BUT utk menjalankan usaha BUT atau
melakukan kegiatan BUT di Indonesia; atau investasi berupa aktiva tdk berwujud oleh BUT utk
menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia, terdapat Persyaratan
Tambahan, yaitu:
BUT yg bersangkutan tdk boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva tetap atau pengalihan
atas investasi berupa aktiva tdk berwujud, paling sedikit dlm jangka waktu 3 thn sejak perolehan
aktiva tetap atau investasi aktiva tdk berwujud yg bersangkutan.
Kewajiban bagi WP BUT yg Melakukan Penanaman Kembali atas Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi pajak yaitu wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis (Lamp PER 16/PJ/2011) kpd Kepala
KPP tempat WP terdaftar.
Pemberitahuan tertulis tersebut meliputi:
1. Pemberitahuan tertulis mengenai bentuk penanaman kembali;
Pemberitahuan ini disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak
diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
Pemberitahuan ini peling sedikit memuat bbrp hal sesuai Pasal 2 ayat (2) PER-16/PJ/2011
2. Pemberitahuan tertulis mengenai realisasi penanaman kembali yg tlh dilakukan; dan/atau
Pemberitahuan ini disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak
berikutnya stl diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
Pemberitahuan ini peling sedikit memuat bbrp hal sesuai Pasal 2 ayat (2) s/d ayat (9) PER16/PJ/2011
3. Pemberitahuan tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yg baru
didirikan.
Disampaikan dgn cara dilampirkan pd SPT Tahunan utk thn pajak berikutnya stl
diterima/diperolehnya penghasilan yg bersangkutan
Pemberitahuan tertulis di atas wajib disampaikan minimal dlm 3 thn berturut-turut sejak thn realisasi
penyertaan modal, perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tdk berwujud yg bersangkutan.
Disampaikan kpd kepala KPP tempat WP terdaftar.
Pemberitahuan tertulis tsb hrs ditandatangani oleh WP atau oleh kuasa WP (dgn dilampiri surat kuasa
khusus).
Pemberitahuan hrs diisi oleh WP dgn lengkap, jika tdk diisi dgn lengkap maka Kepala KPP
memberitahukan scr tertulis kpd WP, dan WP dpt membetulkan atau melengkapi pemberitahuan tsb
paling lambat 1 bulan sejak tanggal pemberitahuan dari Kepala KPP tsb. Jika dlm waktu 1 bulan WP

C183

tdk membetulkan atau melengkapi pemberitahuan maka atas Penghasilan Kena Pajak stl dikurangi
pajak akan dikenakan PPh sesuai Pasal 26 ayat (4) UU PPh.

BIAYA-BIAYA BUT YG BOLEH DIKURANGKAN


Biaya - biaya yg boleh dikurangkan dari penghasilan BUT:
1. Biaya utk 3M penghasilan BUT (Pasal 6 ayat 1UU PPh)
2. Sisa kerugian thn-thn sebelumnya (Pasal 6 ayat (2) UU PPh)
3. Biaya-biaya yg berkenaan dgn penghasilan kantor pusat yg di-atribusi menjadi penghasilan BUT:
(Pasal 5 ayat (2) UU PPh)
Biaya terkait penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yg sejenis dgn yg dijalankan atau yg dilakukan oleh BUT di
Indonesia (Force of Attraction)
Biaya terkait penghasilan sebagaimana tsb dlm Pasal 26 yg diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dgn harta atau kegiatan yg memberikan
penghasilan dimaksud.(Atribusi krn hubungan efektif)
4. Biaya administrasi kantor pusat yg diperbolehkan utk dibebankan adalah biaya yg berkaitan dgn
usaha atau kegiatan BUT yg besarnya ditetapkan oleh Dirjen Pajak (Pasal 5 ayat (3) UU PPh)
KEP-62/PJ/2005
Pengertian Biaya Administrasi kantor pusat: biaya administrasi yg dikeluarkan oleh kantor
pusat yg berkaitan dan dlm rangka utk menunjang usaha atau kegiatan BUT yg bersangkutan utk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Besarnya biaya administrasi kantor pusat yg diperbolehkan utk dikurangkan yaitu setinggitingginya adalah sebanding dgn besarnya peredaran usaha atau kegiatan BUT di Indonesia thd
slr peredaran usaha atau kegiatan perusahaan di slr dunia.
BUT di Indonesia yg mengurangkan biaya administrasi kantor pusat ini wajib menyampaikan LK
konsolidasi atau kombinasi dari kantor pusat yg meliputi slr usaha dan/atau kegiatan perusahaan
di slr dunia utk thn pajak yg bersangkutan sbg lampiran SPT Tahunan PPh. LK konsolidasi atau
kombinasi ini hrs sdh diaudit oleh akuntan publik dan mengungkapkan rincian peredaran usaha
atau kegiatan perusahaan serta jenis dan besarnya biaya administrasi yg dibebankan kpd @ BUT
di negara tempat perusahaan yg bersangkutan melakukan usaha atau kegiatan.
Biaya Yg Tdk Boleh Dikurangkan dari penghasilan BUT:
1. Biaya -biaya sebagaimana tercantum dlm Pasal 9 ayat (1) UU PPh
2. Pembayaran kpd kantor pusat yg tdk diperbolehkan dibebankan sbg biaya: (Pasal 5 ayat (3) huruf b
UU PPh) bukan objek pajak
Royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya
Imbalan sehubungan dgn jasa manajemen dan jasa lainnya
Bunga, kecuali bunga yg berkenaan dgn usaha perbankan

C184

Contoh Kasus BUT dlm UU PPh


Atribusi Faktual: Pasal 5 ayat (1) huruf a

Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. BUT X Corp. di Indonesia melakukan penjualan Produk X kpd PT PQR . Dlm hal ini yg menjadi objek
pajak bagi BUT adalah Penghasilan dari kegiatan atau usaha BUT yaitu penjualan produk X
(Atribusi Faktual).
2. BUT X Corp. di Indonesia mendapatkan penghasilan dari penjualan atau sewa harta yg dimilikinya
dari PT ABC. Dlm hal ini yg menjadi objek pajak bagi BUT adalah penghasilan dari harta yg dimiliki
atau dikuasainya (Atribusi Faktual).
Atribusi Faktual: Income dari PT PQR dan PT ABC adalah objek pajak BUT

Force of Attraction: Pasal 5 ayat (1) huruf b

Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. BUT X Corp. di Indonesia melakukan penjualan Produk X kpd PT PQR . Dlm hal ini yg menjadi objek
pajak bagi BUT adalah Penghasilan dari kegiatan atau usaha BUT yaitu penjualan produk X
(Atribusi Faktual).
2. PT ABC membeli produk X lsg dgn X Corp. tdk melalui BUT nya di. Dlm hal ini penghasilan kantor
pusat dari usaha atau kegiatan,penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yg sejenis dgn yg
dijalankan atau yg dilakukan oleh BUT di Indonesia menjadi objek pajak bagi BUT. Penghasilan X
Corp. dari penjualan produk X lsg kpd PT ABC menjadi objek pajak BUT X Corp. di Indonesia.

C185

Force of Atraction: Income kantor pusat dari PT ABC menjadi objek pajak BUT Indonesia

Atribusi Hubungan Efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c

Penjelasan gambar:
X Corp. di Negara X mempunyai BUT di Indonesia.
1. PT ABC akan mendirikan bangunan hotel. PT ABC membuat License Agreement dan Management
Agreement dgn X Corp., atas perjanjian tsb terdapat pembayaran royalty & fee.
2. X Corp. mengirimkan pegawai atau perwakilannya ke Indonesia utk mengawasi agar bangunan hotel
yg didirikan PT ABC dgn lisensi dari X Corp. mengikuti standar yg tlh ditentukan. Dlm hal ini pegawai
atau perwakilan X Corp. di Indonesia mrp BUT X Corp. dan yg menjadi objek pajaknya adalah royalty
& fee yg dibayarkan PT ABC kpd X Corp.
Terdapat hubungan efektif antara BUT dgn harta atau kegiatan yg memberikan penghasilan kpd kantor
pusat royalty & fee adalah objek pajak BUT

BUT DLM P3B


Definisi umum BUT/Permanent Establishment (PE) dlm P3B (UN/Pasal 5 ayat (1) OECD Model):
A fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on
Pentingnya Penentuan BUT/PE dlm P3B:
Konsep utama BUT adalah utk menentukan hak suatu negara utk mengenakan pajak atas laba
perusahaan dari negara lain
Berdasarkan Model P3B OECD :
Mnr Article 7 P3B suatu negara tdk dpt mengenakan pajak atas laba perusahaan negara lain kecuali
perusahaan itu menjalankan usaha melalui suatu BUT.
Pengertian Laba Usaha (Business Profit):
Penghasilan dari menjalankan usaha (business) atau kegiatan (activities),
Active Income: utk memperolehnya dikeluarkan biaya, usaha, atau pengorbanan,
Usaha dpt dilaksanakan oleh individu atau badan,
Tdk termasuk penghasilan dari hubungan pekerjaan (employment income),
Tdk termasuk penghasilan dari modal/harta (passive income), kecuali jika modal/harta tsb
mempunyai hubungan efektif dgn tempat usaha
Pengujian Keberadaan BUT/PE:
1. Place of Business (Tempat Usaha)
Dlm Pasal 5 Paragraf (4) OECD Commentary
Tempat usaha ini diartikan sbg segala bentuk bangunan, fasilitas atau instalasi yg dipergunakan
utk menjalankan kegiatan usaha, tanpa memperhatikan apakah dipergunakan semata-mata utk
tujuan tsb

C186

2.

3.

4.

List of PE positive definition (Pasal 5 ayat (2) dari OECD Model thn 2008):
Factory
Place of
management
Branch
Workshop
Office
Mine, oil or gas well, quarry or any other place of extraction of natural
resources
Dlm Pasal 5 OECD Commentary menyatakan bahwa mesin / peralatan dpt dikategorikan sbg
tempat usaha
Tempat Usaha yg dikecualikan sbg BUT/PE Pasal 5 ayat (4) OECD Model 2008 terbatas pd:
Penggunaan fasilitas-fasilitas yg semata-mata ditunjukan utk menympan atau memamerkan
barang atau barang dagangan milik kantor pusat yg terdapat di negara domisili (selanjutnya
disebut perusahaan)
Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yg semata-mata
ditujukan utk disimpan;
Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yg semata-mata
ditujukan utk diproses lbh lanjut oleh perusahaan lain;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan pembelian
barang atau barang dagangan atau mengumpulkan informasi utk keperluan perusahaan;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan kegiatan yg
bersifat persiapan atau penunjang;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yg semata-mata ditunjukan utk melakukan gabungan
kegiatan seperti yg disebutkan di atas sepanjang kegiatan-kegiatan tsb bersifat persiapan
atau bersifat penunjang
BUT/PE Konstruksi
BUT/PE Pemberian Jasa
BUT/PE Agen
Fixed: Location
Tempat usaha berada pd suatu titik geografis tertentu (tdk mengawang-awang, seperti di dunia
maya),
Tempat dan lokasi tertentu dan spesifik,
Tdk selalu berarti tempat usaha tsb berada di atas tanah.
Meskipun suatu kegiatan dilaksanakan scr permanen (sangat lama), namun tdk jelas dimana
lokasinya,
maka tdk ada BUT
Fixed: Degree of Permanence
Tempat usaha dipergunakan utk menjalankan kegiatan yg sifatnya teratur dan bukan utk kegiatan
usaha yg sifatnya situasional (temporary)
Istilah permanen tdk hrs diartikan sbg kegiatan yg berlangsung terusmenerus tanpa tdk akan
pernah berhenti (perpetual) , tapi hrs diartikan sbg kegiatan yg dimaksudkan utk berlangsung scr
terus-menerus tanpa pernah diketahui kapan akan berhenti (indefinetely continuing)
Dikaitkan dgn periode waktu dipergunakannya tempat usaha, istilah permanen dpt diartikan sbg
penggunaan tempat usaha dlm waktu yg lama.
Business Caried on Through That Place
Suatu tempat dikatakan menjalankan kegiatan business apabila kegiatan yg dilakukan melalui
tempat tsb sesuai dgn pengertian business yg dimaksudkan oleh UU domestik maupun P3B yg
disepakati

Dlm P3B, BUT adalah ambang batas minimal yg hrs dipenuhi agar negara sumber dpt memajaki
penghasilan laba usaha. Konsep BUT ini mrp suatu konsep yg tlh terdefinisi dlm P3B. Maka,
interpretasinya haruslah terlebih dahulu mengacu pd definisi sebagaimana yg diatur dlm P3B. Interpretasi
BUT dgn mengacu pd ketentuan domestik hanya dpt dilakukan jika interpretasi dlm P3B tdk mampu
memberikan solusi krn ambiguitas atau ketidakjelasannya.
Maka perlu diperhatikan bahwa BUT bukanlah suatu entitas tersendiri, melainkan 1 kesatuan yg tdk
terpisahkan dari perusahaan induk. Akan tetapi, utk tujuan perpajakan internasional, BUT diperlakukan
seolah-olah sbg suatu entitas yg terpisah dari perusahaan induknya.

C187

Diagram Alur Pemajakan atas Laba Usaha BUT:

C188

DGT
A. DGT
I.

DGT 1 dan DGT 2 WP LN Menerima Penghasilan dari WP DN


Dasar Hukum:
PMK-60/PMK.03/2014 (berlaku sejak 1 Apr 2014) ttg Tata cara pertukaran informasi
(exchange of information)
PER-61/PJ/2009 jo PER-24/PJ./2010 ttg Tatacara penerapan perjanjian P3B
PER-62/PJ/2009 jo PER-25/PJ./2010 ttg Pencegahan penyalahgunaan P3B
SE terkait:
SE-114/PJ/2009 ttg Pelaksanaan PER-61/PJ./2009
Syarat agar P3B Diterapkan oleh Pemotong Pajak dlm Memotong PPh Pasal 26:
Pemotong/pemungut pajak hrs melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai
dgn ketentuan yg diatur dlm P3B, dlm hal:
1. Penerima penghasilan bukan Subjek Pajak DN (SPDN) Indonesia;
2. Persyaratan administratif utk menerapkan ketentuan yg diatur dlm P3B tlh
terpenuhi; dan
Persyaratan administratif yaitu SKD yg disampaikan oleh WPLN kpd Pemotong/
Pemungut Pajak:
1. Menggunakan form yg tlh ditetapkan dlm PER-61/PJ/2009 (menggunakan FormDGT 1 / DGT 2);
2. Tlh diisi oleh WPLN dgn lengkap;
3. Tlh ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yg setara dgn tanda tangan
sesuai dgn kelaziman di negara mitra P3B;
4. Tlh disahkan oleh pejabat pajak yg berwenang, wakilnya yg sah, atau pejabat
kantor pajak yg berwenang di negara mitra P3B dpt berupa tanda tangan atau
diberi tanda yg setara dgn tanda tangan sesuai dgn kelaziman di negara mitra
P3B; dan
5. Disampaikan sbl berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa utk masa pajak
terutangnya pajak.
Utk penerapan ketentuan P3B, WPLN wajib menyerahkan asli SKD yg diterbitkan dan
ditandatangani oleh pejabat Competent Authority di LN tsb kpd pihak WP DN sbg pihak
yg membayarkan penghasilan dan menyerahkan FC-nya kpd Kepala KPP tempat WP
DN tsb terdaftar
Jika Form-DGT 1 / DGT 2 tdk mendapat pengesahan pejabat yg berwenang di
negara mitra P3B, maka WPLN tetap hrs mengisi Form-DGT 1 / DGT 2 dan
juga melampirkan SKD yg lazim disahkan/diterbitkan oleh negara mitra P3B
yg memenuhi persyaratan sbg berikut:
1. Menggunakan bahasa Inggris;
2. Diterbitkan pd atau stl 1 Jan 2010;
3. Berupa dokumen asli atau FC yg tlh dilegalisir oleh KPP tempat salah satu
Pemotong/Pemungut Pajak terdaftar sbg WP;
4. Sekurang-kurangnya mencantumkan informasi mengenai nama WPLN;
5. Mencantumkan tanda tangan pejabat yg berwenang, wakilnya yg sah atau
pejabat kantor pajak yg berwenang di negara mitra P3B atau tanda yg setara
dgn tanda tangan sesuai dgn kelaziman di negara mitra P3B dan nama pejabat
yg dimaksud.
3. Tdk terjadi penyalagunaan P3B sesuai PER-62/PJ/2009 jo PER-25/PJ/2010
Penyalahgunaan P3B dpt terjadi dlm hal :
1. Transaksi yg tdk mempunyai substansi ekonomi dilakukan dgn menggunakan
struktur/skema sedemikian rupa dgn maksud semata-mata utk memperoleh manfaat
P3B;
2. Transaksi dgn struktur/skema yg format hukumnya (legal form) berbeda dgn
substansi ekonomisnya (economic substance) sedemikian rupa dgn maksud sematamata utk memperoleh manfaat P3B; atau

C191

3.

Penerima penghasilan bukan mrp pemilik yg sebenarnya atas manfaat ekonomis dari
penghasilan (beneficial owner).
Jika persyaratan utk diterapkannya P3B tsb tdk dipenuhi, maka pemotong/pemungut pajak
hrs memotong/memungut pajak yg terutang sesuai UU PPh Pasal 26 (dgn Tarif 20%)
Pihak yg Tdk Perlu Menyampaikan SKD:
Dlm hal terdapat ketentuan dlm suatu P3B yg mengatur bahwa pemerintah negara mitra P3B,
bank sentral atau lembaga-lembaga yg dikecualikan dari pengenaan pajak di negara
sumber atas penghasilan tertentu, maka pemerintah negara mitra P3B, bank sentral atau
lembaga dimaksud tdk perlu menyampaikan SKD utk keperluan penerapan ketentuan dlm P3B
tsb.
Kewajiban Pemotong/pemungut Pajak:
1. Wajib membuat bukti potong sesuai ketentuan yg berlaku, termasuk jika ada penghasilan
yg diterima WPLN tetapi tdk ada pajak yg dipotong atau dipungut di Indonesia.
2. Wajib menyampaikan FC SKD yg diterima dari WPLN sbg lampiran SPT Masa.
Form-DGT 1

Form-DGT 1 digunakan oleh semua WPLN kecuali WPLN yg menggunakan DGT II

Masa berlaku Form-DGT 1


Form-DGT 1 lembar 1 = berlaku s.d. 12 bulan sejak bulan Form-DGT 1 lembar 1
disahkan atau stl bulan SKD yg lazim diterbitkan oleh negara mitra P3B diterbitkan atau
disahkan.
Lembar ke-1 Form-DGT 1 yg tlh diisi dan ditandatangani oleh WPLN, serta tlh
disahkan oleh Pejabat yg berwenang di negara mitra P3B. Form-DGT 1 digunakan
pd saat penerapan P3B oleh pemotong/pemungut Pajak yaitu pd saat terutangnya
pajak sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
Lembar ke-1 Form-DGT 1 dpt dipergunakan lbh dari 1 kali oleh WPLN dlm jangka
waktu 12 bulan sejak disahkannya dokumen tsb oleh Pejabat yg Berwenang, apabila:
1. WPLN bertransaksi dgn Pemotong/Pemungut Pajak yg sama, dan
2. nama dan alamat WPLN tdk mengalami perubahan.
Dlm hal butir 1 & 2 di atas terpenuhi, utk menerapkan ketentuan dlm P3B pd Masa
Pajak berikutnya, WPLN cukup menyampaikan lembar ke-2 Form-DGT 1 yg tlh diisi
lengkap pd Part IV/V dan Part VI.
Form-DGT 1 lembar 2 = berlaku utk 1 masa pajak
Lembar ke-2 Form-DGT 1 dpt digunakan oleh WPLN utk menyatakan slr
penghasilan yg diterima dlm 1 bulan (Masa Pajak). Dlm hal terdapat bbrp
pembayaran, WPLN:
1. Mencantumkan total penghasilan utk @ kelompok penghasilan dlm lembar ke2 Form-DGT 1 yg sama, dan
2. Membuat rekapitulasi atau rincian penghasilan yg diterima pd suatu bulan
(Masa Pajak) utk @ kelompok penghasilan tsb pd lembaran yg terpisah dgn
format yg memuat informasi ttg:
a) Nomor urut;
b) Tanggal penerimaan penghasilan;
c) Jenis penghasilan;
d) Jml penghasilan (dlm mata uang asli); dan
e) Keterangan (apabila ada).
Form-DGT 1 Part V, dlm hal WPLN menjawab "No" utk pertanyaan pd angka 6,
WPLN tetap diperkenankan utk menerapkan ketentuan dlm P3B, sepanjang
jawaban pd angka 7-12 dijawab "Yes". Hal ini dimaksudkan agar ketentuan dlm
P3B dpt diterapkan bukan hanya kpd WPLN yg mendaftarkan sahamnya di pasar
modal, namun juga kpd perusahaan yg scr substantif mrp pemilik manfaat yg
sebenarnya atas penghasilan tsb.
Dlm angka 12 Form-DGT 1 Part V terdapat pertanyaan yg bertujuan utk
mengetahui apakah penerima penghasilan adalah perusahaan conduit.
Yg dimaksud dgn "Claims by other persons" di angka 12 Form-DGT 1 adalah
tagihan kpd WPLN yg berasal dari pihak ketiga, dlm bentuk bunga, royalti, imbalan

C192

jasa, atau pembayaran lainnya yg dimaksud utk meneruskan penghasilan WPLN


kpd pihak yg sebenarnya memperoleh manfaat atas penghasilan (beneficial
owner), tdk termasuk tagihan pegawai dlm hubungan pekerjaan (employment) yg
normal, seperti gaji, upah, bonus, dan tunjangan.
Part VI Form-DGT 1 diberi penegasan di dlm SE-114/PJ/2009 angka 3 huruf i:
1. WPLN mengisi jml penghasilan sesuai dgn jml yg dibayarkan oleh Pemotong/
Pemungut Pajak. Meskipun tdk terdapat pajak yg terutang di
Indonesia berdasarkan ketentuan dlm P3B, jml penghasilan yg
dibayarkan Pemotong/Pemungut
Pajak
tetap
hrs
dicantumkan.
Pencantuman jml penghasilan tsbt hanya mrp informasi tentang pembayaran
penghasilan dan bukan mrp dasar pengenaan pajak.
2. Apabila penghasilan yg diterima WPLN dlm mata uang selain Rupiah,
WPLN dpt mencantumkan nominal dlm mata uang asing dan mengganti IDR
dgn mata uang asing yg digunakan.
3. Pada butir 2 huruf c, dlm hal waktu penyelesaian suatu pemberian jasa
blm atau tdk dpt diperkirakan, maka saat berakhirnya pemberian jasa dpt
dikosongkan.
Dlm transaksi pengalihan obligasi, penghasilan yg timbul dari transaksi tsb
diperlakukan sbg bunga/deposito sesuai dgn PP 16 Thn 2009 dan PP 27 Thn
2008. Dgn demikian, WPLN yg memperoleh penghasilan dari transaksi pengalihan
obligasi, kecuali WPLN bank, wajib menggunakan Form-DGT 1 utk memperoleh
manfaat P3B.
Pengisian:
Butir
Pengisian
1
Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
Halaman 1 Part I
2-4
Isi dgn nomor identitas pajak (TIN) WPLN di LN , nama, dan alamat WPLN
5-7
Isi dgn NPWP, nama, dan alamat WPDN pemotong/pemungut
Halaman1 Part II
8
Isi dgn nama WPLN
Dlm hal penerima penghasilan:
bukan individu, maka isi dgn nama individu yg sah mewakili WPLN dan
tandai di kotak yg sesuai
individu, maka isi dgn nama sesuai butir 3 dan tandai di kotak yg sesuai.
Tanda tangan WPLN atau oleh individu yg mewakili, dilengkapi dgn tanggal
9-12
dan nomor telepon, serta jabatan individu yg mewakili WPLN (misal:
director)
Halaman 1 Part III
Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
13-14
Isi dgn nama dan tanda tangan pejabat yg berwenang di negara mitra P3B
15-18
atau kantor pajak, berikut jabatan, tanggal dan alamat, serta cap
stempelnya (jika ada).
Halaman 2 Part IV (Hanya diisi jika WPLN adalah individu)
Isi dgn nama, tanggal lahir dan alamat individu penerima penghasilan
19,20,
22
Jawab pertanyaan sesuai dgn keadaan sebenarnya dgn menandai kotak yg
21,23sesuai dan mengisi jawaban pd tempat yg tersedia
26
Individu yg dpt memanfaatkan pengurangan tarif berdasarkan P3B memiliki
kriteria:
bertindak tdk sbg agen/nominee
tdk memiliki tempat tinggal permanen di Indonesia
tdk berada di Indonesia selama waktu tertentu; dan
tdk memiliki BUT di Indonesia.
Halaman 2 Part V (Hanya diisi jika WPLN adalah bukan individu)
Isi dgn negara tempat pendirian/terdaftar
27
Isi dgn negara tempat manajemen/pengendali
28
Isi dgn alamat kantor pusat
29

C193

Isi dgn alamat cabang, kantor, atau tempat usaha lainnya di Indonesia (jika
ada)
Isi dgn bidang usaha
31
32-38
Jawab dgn menandai kotak yg sesuai dgn keadaan yg sebenarnya.
Jika butir 32 dijawab:
Yes, maka isi dgn nama bursa tempat saham badan tsb
terdaftar/diperdagangkan
No, maka utk menerapkan P3B, pertanyaan butir 33-38 hrs dijawab Yes
oleh WPLN yg scr substantif mrp beneficial owner.
Halaman 2 Part VI
39-45
Isi sesuai dgn penghasilan, dgn mengisi pd:
Nomor 1 utk dividen, bunga atau royalti;
Nomor 2 utk penghasilan atas jasa; atau
Nomor 3 utk penghasilan lainnya.
Meskipun tdk ada pajak yg terutang di Indonesia berdasarkan P3B, jml
penghasilan yg dibayarkan tetap hrs dicantumkan.
Pd tiap bagian Amount of Income , IDR dpt diisi dgn:
Mata uang Rupiah atau uang asing
Total slr penghasilan yg diterima dlm 1 bulan dgn melampirkan
rekapitulasi atau rincian penghasilan utk tiap jenis penghasilan.
Pd bagian Period of engagement dpt dikosongkan dlm hal waktu
penyelesaian pemberian jasa blm atau tdk dpt diperkirakan.
Bagian terakhir diisi dgn kondisi seperti pd butir 8-12
Form-DGT 1 yg disampaikan kpd Pemotong/Pemungut Pajak stl berakhirnya batas waktu
penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tdk dpt dipertimbangkan sbg
dasar penerapan ketentuan yg diatur dlm P3B.
Kewajiban pemotong/pemungut pajak saat pelaporan SPT Masa adalah: memfotokopi
lembar ke-2 Form-DGT 1 tsb, memaraf dan melaporkannya pd saat penyampaian SPT
Masa, dgn menyertakan FC Form-DGT 1 (lembar ke-1 & lembar ke-2) yg pernah
disampaikan sebelumnya oleh WPLN.
Bentuk Form-DGT I ada di Lamp II PER-61/PJ/2009
30

Form-DGT 2
Form-DGT 2 digunakan oleh:
1. WPLN yg menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dgn
penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yg diperdagangkan atau
dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga atau dividen;
Kustodian adalah pihak yg memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yg
berkaitan dgn efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak
lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yg menjadi
nasabahnya.
2. WPLN bank; atau
3. WPLN yg berbentuk dana pensiun yg pendiriannya sesuai dgn ketentuan perpu di
negara mitra P3B Indonesia dan mrp subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia.
Bentuk Form-DGT 2 ada di Lamp III PER-61
Masa berlaku Form-DGT 2 = berlaku s.d. 12 bulan sejak bulan Form-DGT 2
disahkan atau stl bulan SKD yg lazim diterbitkan oleh negara mitra P3B diterbitkan atau
disahkan.
Form-DGT 2 dpt terus digunakan oleh WPLN dlm hal menerima penghasilan dari
Pemotong/Pemungut Pajak yg sama atau yg berbeda dlm waktu 12 bulan sejak
tanggal dokumen tsb disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara mitra P3B.
Dlm hal Form-DGT 2 tsb akan digunakan utk lbh dari 1 Pemotong/Pemungut Pajak,
Form-DGT 2 asli dpt diperbanyak oleh Pemotong/Pemungut dan dilegalisasi oleh Kepala
KPP di mana Pemotong/Pemungut Pajak tsb terdaftar. Kepala KPP hrs menyimpan
dokumen Form-DGT 2 asli tsb. Form-DGT 2 yg tlh dilegalisasi oleh Kepala KPP
diperlakukan sama seperti dokumen aslinya.
Pengisian:

C194

Butir
1
2-4

5
6-9

10-11
12-15

Pengisian
Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
Isi dgn TIN WPLN di LN , nama, dan alamat WPLN
Utk butir 2 & 3: Dlm hal penerima penghasilan bukan individu, maka tandai
kotak yg sesuai
Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
Tanda tangan WPLN atau oleh individu yg mewakili, dilengkapi dgn tanggal
dan nomor telepon, serta jabatan individu yg mewakili WPLN (misal:
director)
Isi dgn nama negara tempat kedudukan WPLN
Isi dgn nama dan tanda tangan pejabat yg berwenang di negara mitra P3B
atau kantor pajak, berikut jabatan, tanggal dan alamat, serta cap
stempelnya (jika ada).

SE-48/PJ/2013 (mencabut SE-68/PJ/2008 & SE-83/PJ/2011):


Form 6166 adalah SKD yg diterbitkan oleh Internal Revenue Service Amerika Serikat (IRS)
yaitu mrp surat keterangan sbg WP DN AS utk mendapatkan manfaat P3B. Form 6166
diterbitkan & ditandatangani oleh Field Director, Philadelphia Account Management Center,
dimana nama pejabat penandatangan yg ditunjuk dpt berganti-ganti sesuai dgn kebijakan
IRS. Form 6166 digunakan sbg pengganti sertifikasi yg hrs dilakukan pd Form-DGT 1 Part III
atau bagian terakhir Form-DGT 2. Bagian lain dlm Form-DGT 1 / DGT 2 dimaksud tetap hrs
diisi dgn lengkap oleh WP yg bersangkutan.
Contoh Kasus di SE-114/PJ/2009:
Contoh 1:
PT Budiman melakukan pembayaran kpd Alice Corp. (WPLN dari negara X) berupa royalti pd
tanggal 5 Jan 2010, imbalan jasa manajemen pd tanggal 15 Jan 2010, dan imbalan jasa teknik
pd tanggal 20 Jan 2010.
Utk dpt menerapkan ketentuan dlm P3B, pertama kali sejak diberlakukannya PER61/PJ/2009, PT Budiman wajib memperoleh Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2) dari Alice
Corp. dan meneliti pemenuhan persyaratan dlm Pasal 3 ayat (1) PER-61/PJ/2009. Lembar
ke-2 Form-DGT 1 diisi lengkap pd Part V dan VI mengenai pembayaran royalti pd tanggal 5
Jan 2010. Lembar ke-2 yg tdk disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara X dpt
diterima utk menerapkan P3B, namun hrs ditandatangani oleh Alice Corp.
Dlm hal PT Budiman meyakini bahwa SKD dari Alice Corp. tlh sesuai dgn ketentuan
dimaksud, penerapan ketentuan P3B utk pembayaran imbalan jasa manajemen pd tanggal
15 Jan 2010 dan jasa teknik pd tanggal 20 Jan 2010 dpt menggunakan lembar ke-2 FormDGT 1 yg menyatakan kedua penghasilan tsb sekaligus atau slr penghasilan dlm bulan Jan
dan lampiran rincian penghasilan. Lembar ke-2 yg tdk disahkan oleh Pejabat yg Berwenang
di negara X dpt diterima utk menerapkan P3B.
PT Budiman wajib melaporkan SPT Masa Pajak Jan 2010 dgn melampirkan FC dokumen
Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2, serta memaraf lembar ke-2 Form-DGT 1 tsb.
Pd bulan Feb 2010 PT Budiman membayar bunga dan royalti kpd Alice Corp.
Ketentuan dlm P3B dpt diterapkan hanya apabila persyaratan dlm Pasal 3 ayat (1) PER61/PJ/2009 terpenuhi.
Utk Pemotong/Pemungut Pajak yg sama, Alice Corp. tdk perlu menyampaikan lembar ke-1
Form-DGT 1 yg baru, sepanjang tdk ada perubahan nama dan alamat yg terdapat dlm
Form-DGT 1 sebelumnya. Alice Corp. cukup menyampaikan lembar ke-2 Form-DGT 1 yg
tlh diisi lengkap pd part V dan VI dan ditandatangani. Lembar ke-2 yg tdk disahkan oleh
Pejabat yg Berwenang di negara X dpt diterima utk menerapkan P3B. Alice Corp.
mencantumkan total penghasilan bunga dan royalti dlm butir 1 Part VI Form-DGT 1 dan
membuat rincian penghasilan.
Utk dpt menerapkan ketentuan dlm P3B, PT Budiman hrs memperoleh lembar ke-2 FormDGT 1 yg tlh diisi lengkap dan ditandatangani oleh Alice Corp. Selanjutnya, PT Budiman
wajib menyampaikan SPT Masa Pajak Feb 2010 dan melampirkan FC lembar ke-2 FormDGT 1 yg tlh diparaf dan FC Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2) yg pernah dilampirkan pd
SPT Masa Pajak Jan 2010.

C195

Contoh 2:
Melanjutkan kasus pd Contoh 1, PT Budiman melakukan pembayaran royalti kpd Alice Corp. pd
tanggal 25 Jan 2011. Misalnya, Form-DGT 1 yg tlh disampaikan oleh WPLN disahkan oleh
Pejabat yg Berwenang pd tanggal 4 Jan 2010.
Form-DGT 1 (yg pernah disampaikan oleh Alice Corp. pd Masa Pajak Jan 2010 sdh
berakhir masa waktu penggunaannya, shg tdk dpt dipergunakan utk menerapkan ketentuan
dlm P3B utk penghasilan royalti tsb. Utk itu, Alice Corp. hrs menyerahkan lembar ke-1
Form-DGT 1 baru yg disahkan oleh Pejabat yg Berwenang di negara X.
Selanjutnya, PT Budiman wajib menerapkan ketentuan dlm P3B dan menyampaikan SPT
Masa Pajak Jan 2011 dan melampirkan FC dokumen Form-DGT 1 (lembar ke-1 dan ke-2)
tsb.
II.

DGT 3, DGT 4, dan DGT 5 (Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yg Seharusnya Tdk
Terutang bagi WPLN) sdh tdk berlaku
Dasar Hukum:
PMK-10/PMK.03/2013 (berlaku sejak 1 Feb 2013) mencabut PMK-190/PMK.03/2007
PER-19/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Mei 2013) mencabut PER-40/PJ/2010

III. DGT 6 dan DGT 7 (utk SPDN yg ingin menerapkan P3B di LN) WP LN Membayarkan
Penghasilan kpd WP DN
Dasar Hukum:
PER-35/PJ/2010 (berlaku sejak 28 Juli 2010)
SE-89/PJ/2010 ttg Tata cara penerbitan/pengesahan dan pemanfaatn SKD bagi SPD dlm
rangka penerapan P3B
SKD utk SPDN Indonesia dlm rangka penerapan P3B dpt berupa:
1. DGT 7, atau
2. menggunakan formulir khusus yg diterbitkan oleh negara mitra P3B
SKD ini diterbitkan atau disahkan oleh Dirjen Pajak melalui KPP Domisili berdasarkan
permohonan WP yg bersangkutan.
Batas waktu penerbitan SKD: Paling lama 5 hari kerja stl permohonan diterima lengkap.
WP yg dpt memperoleh SKD:
WP yg dpt memperoleh SKD: (Pasal 3 PER-35/PJ/2010)
1. Berstatus SPDN Indonesia (sesuai pasal 2 ayat (3) UU PPh)
2. Memiliki NPWP
3. Bukan berstatus SPLN dan bukan berstatus BUT, sesuai pasal 2 ayat (4) UU PPh
Persyaratan pengajauan permohonan utk memperoleh SKD: (Pasal 4 PER-35/PJ/2010)
1. Diajukan tertulis kpd Dirjen Pajak melalui KPP Domisili dgn menggunakan Form-DGT 6
(Lamp PER-35/PJ/2010)
2. Form- DGT 6 hrs diisi dgn benar, lengkap dan jelas
3. Memuat nama negara/jurisdiksi mitra P3B tempat penghasilan bersumber
4. Memuat penjelasan mengenai penghasilan dan pajak yg akan dikenakan atas
penghasilan tsb di negara mitra P3B
5. Ditandatangani oleh WP
6. Dilampiri Surat Kuasa Khusus (Pasal 32 UU KUP) dlm hal permohonan bukan oleh WP
yg bersangkutan
Penolakan permohonan pengajuan SKD:
Dirjen Pajak melalui KPP Domisili dpt menolak permohonan WP dlm hal:
1. WP yg mengajukan tdk memenuhi persyaratan dlm pasal 3 PER-35/PJ/2010
2. Permohonan WP tdk memenuhi persyaratan pasal 4 PER-35/PJ/2010
3. WP blm menyampaikan SPT Tahunan PPh, meskipun batas waktu tlh lewat, dan WP tdk
menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh.

C196

Permohonan penolakan ini hrs diberitahukan scr tertulis kpd WP paling lama 5 hari kerja stl
permohonan diterima.
Bagi WP yg permohonannya ditolak krn blm menyampaikan SPT Tahunan PPh, kemudian
WP tsb menyampaikan SPT Tahunan PPh-nya, maka jika WP tsb masih memerlukan SKD,
maka WP tsb hrs menyampaikan kembali permohonannya ke KPP Domisilinya.

Masa berlaku SKD yg tlh diterbitkan:


1 thn sejak tgl diterbitkan, kecuali bagi WP bank sepanjang WP bank tsb mempunyai alamat yg
sama dgn SKD yg tlh diterbitkan.

B. NAMA UNIT ORGANISASI & JABATAN UTK KEPERLUAN PENERBITAN SKD


(Lamp III SE-89/PJ/2010)
Bahasa Indonesia

Bahasa Inggris

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK


INDONESIA

MINISTRY OF FINANCE OF THE REPUBLIC OF


INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DIRECTORATE GENERAL OF TAXES

Nama Unit Organisasi Kantor Wilayah DJP


Bahasa Indonesia

Bahasa Inggris

Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar

Large Taxpayer Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus

Jakarta Special Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Nangroe Aceh Darussalam

Nangroe Aceh Darussalam Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I/II

North Sumatra Regional Tax Office One/Two

Kantor Wilayah DJP Riau & Kepulauan Riau

Riau and Riau Islands Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Sumatera Barat dan Jambi

West Sumatra and Jambi Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kep.


Bangka Belitung

South Sumatra and Bangka Belitung Islands Regional


Tax Office

Kantor Wilayah DJP Bengkulu dan Lampung

Bengkulu and Lampung Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Jakarta


Pusat/Barat/Selatan/Timur/Utara

Central/West/South/East/North Jakarta Regional Tax


Office

Kantor Wilayah DJP Banten

Banten Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I/II

West Java Regional Tax Office One/Two

Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I/II

Central Java Regional Tax Office One/Two

Kantor Wilayah DJP Daerah Istimewa Yogyakarta

Special Region Yogyakarta Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I/II/III

East Java Regional Tax Office One/Two/Three

Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat/Selatan


dan Tengah/Timur

West/South and Central/East Kalimantan Regional


Tax Office

Kantor Wilayah DJP Sulawesi Selatan, Barat dan


Tenggara

South, West, and South East Sulawesi Regional Tax


Office

Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah,


Gorontalo, dan Maluku Utara

North, Central Sulawesi, Gorontalo and North Maluku


Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Bali

Bali Regional Tax Office

C197

Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara

Nusa Tenggara Regional Tax Office

Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku

Papua and Maluku Regional Tax Office

Contoh Nama Unit Organisasi KPP DJP


Bahasa Indonesia

Bahasa Inggris

KPP WP Besar Satu

Large Taxpayer Tax Office One

KPP BUMN

State Owned Enterprise Tax Office

KPP WP Besar Orang Pribadi

High Wealth Individual Tax Office

KPP Penanaman Modal Asing Dua

Foreign Investment Tax Ofiice Two

KPP Perusahaan Masuk Bursa

Listed Company Tax Office

KPP Badan dan Orang Asing Dua

Foreign Enterprise and Individual Tax Office Two

KPP Pratama Banda Aceh

Banda Aceh Tax Office

KPP Madya Medan

Medan Medium Tax Office

KPP Madya Jakarta Pusat

Central Jakarta Medium Tax Office

KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga

Jakarta Tanah Abang Tax Office Three

Contoh Nama Jabatan Kepala KPP


Bahasa Indonesia

Bahasa Inggris

Kepala KPP WP Besar Satu

Head of Large Taxpayer Tax Office One

Kepala KPP BUMN

Head of State Owned Enterprise Tax Office

C198

TABEL TERKAIT P3B


A. P3B yg Berlaku Efektif:
No.

Country

Status

Signed Date

Effective
Date

Algeria

In Force

28/04/1995

01/01/2001

Australia

In Force

22/04/1992

01/07/1993

Austria

In Force

24/07/1986

01/01/1989

Bangladesh

In Force

19/07/2003

01/01/2007

Belgium

In Force

16/09/1997

01/01/2002

Brunei Darussalam

In Force

27/02/2000

01/01/2003

Bulgaria

In Force

11/01/1991

01/01/1993

Canada

In Force

01/04/1998

01/01/1999

Czech

In Force

04/10/1994

01/01/1997

10

China

In Force

07/11/2001

01/01/2004

11

Denmark

In Force

28/12/1985

01/01/1987

12

Democratic Peoples Republic of Korea

In Force

11/07/2002

01/01/2005

13

Egypt

In Force

13/05/1998

01/01/2003

14

Finland

In Force

15/10/1987

01/01/1990

15

France

In Force

14/09/1979

01/01/1981

16

Germany

In Force

30/10/1990

01/01/1992

17

Hongkong

In Force

23/03/2010

01/01/2013

18

Hungary

In Force

19/10/1989

01/01/1994

19

India

In Force

07/08/1987

01/01/1988

20

Iran

In Force

30/04/2004

01/01/2011

21

Italy

In Force

18/02/1990

01/01/1996

22

Japan

In Force

03/03/1982

01/01/1983

23

Jordan

In Force

12/11/1996

01/01/1999

24

Kuwait

In Force

23/04/1997

01/01/1999

25

Luxembourg

In Force

14/01/1993

01/01/1995

26

Malaysia

In Force

12/09/1991

01/01/1987

27

Mexico

In Force

06/09/2002

01/01/2005

28

Mongolia

In Force

02/07/1996

01/01/2001

29

Morocco

In Force

08/06/2008

01/01/2013

30

Netherlands

In Force

29/01/2002

01/01/2004

31

New Zealand

In Force

25/03/1987

01/01/1989

32

Norway

In Force

19/07/1988

01/01/1991

33

Pakistan

In Force

07/10/1990

01/01/1991

34

Papua Ne Guinea

In Force

12/03/2010

01/01/2015

35

Philippines

In Force

18/06/1981

01/01/1983

36

Poland

In Force

06/10/1992

01/01/1994

37

Portuguese

In Force

09/07/2003

01/01/2008

38

Qatar

In Force

30/04/2006

01/01/2008

39

Republic Of Croatia

In Force

15/02/2002

01/01/2013

40

Republic of Korea

In Force

10/11/1988

01/01/1990

C201

No.

Country

Status

Signed Date

Effective
Date

41

Romania

In Force

03/07/1996

01/01/2000

42

Russia

In Force

12/03/1999

01/01/2003

43

Saudi Arabia

In Force

09/03/1991

01/01/1989

44

Seychelles

In Force

27/09/1999

01/01/2001

45

Singapore

In Force

08/05/1990

01/01/1992

46

Slovak

In Force

12/10/2000

01/01/2002

47

South Africa

In Force

15/07/1997

01/01/1999

48

Spain

In Force

30/05/1995

01/01/2000

49

Sri Lanka

In Force

03/02/1993

01/01/1995

50

Sudan

In Force

10/02/1998

01/01/2001

51

Suriname

In Force

14/10/2003

01/01/2014

52

Sweden

In Force

28/02/1989

01/01/1990

53

Switzerland

In Force

29/08/1988

01/01/1990

54

Syria

In Force

27/06/1997

01/01/1999

55

Taipei / Taiwan

In Force

01/03/1995

01/01/1996

56

Thailand

In Force

15/06/2001

01/01/2004

57

Tunisia

In Force

13/05/1992

01/01/1994

58

Turkey

In Force

25/02/1997

01/01/2001

59

UAE (United Arab Emirates)

In Force

30/11/1995

01/01/2000

60

Ukraine

In Force

11/04/1996

01/01/1999

61

United Kingdom

In Force

05/04/1993

01/01/1995

62

USA (United States of America)

In Force

11/07/1988

01/02/1997

63

Uzbekistan

In Force

27/08/1996

01/01/1999

64

Venezuela

In Force

27/02/1997

01/01/2001

65

Vietnam

In Force

22/12/1997

01/01/2000

B. Time Test P3B yg Berlaku Efektif (BUT):


No.

Negara

Konstruksi

Instalasi

Perakitan

Pengawasan
Konstruksi

Jasa
Lainnya

Algeria

3 months

3 months

3 months

3 months

3 months/
12 months

Australia

120 days

120 days

120 days

120 days

120 days/12
months

Austria

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

Bangladesh

183 days

183 days

183 days

183 days

91 days/12
months

Belgium

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

Brunei
Darussalam

183 days

3 months

3 months

183 days

3 months/12
months

Bulgaria

6 months

6 months

6 months

6 months

120 days/12
months

Canada

120 days

120 days

120 days

120 days

120 days/12
months

C202

No.

Negara

Konstruksi

Instalasi

Perakitan

Pengawasan
Konstruksi

Jasa
Lainnya

Czech

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months
/12 months

10

China

6 months

6 months

6 months

6 months

6 months/12
months

11

Denmark

6 months

3 months

3 months

6 months

3 months/12
months

12

Democratic
Peoples
Republic of
Korea

12 months

12
months

12 months

12 months

6 months/12
months

13

Egypt

6 months

4 months

4 months

6 months

3 months/12
months

14

Finland

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

15

France

6 months

N/A

6 months

183 days/12
months

183 days/12
months

16

Germany

6 months

6 months

N/A

N/A

7,5%

17

Hongkong

183 days

183 days

183 days

183 days

183 days/12
months

18

Hungary

3 months

3 months

3 months

3 months

4 months/12
months

19

India

183 days

183 days

183 days

183 days

91 days/12
months

20

Iran

6 months

6 months

6 months

6 months

183 days/12
months

21

Italy

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

22

Japan

6 months

6 months

N/A

6 months

N/A

23

Jordan

6 months

6 months

6 months

6 months

1 month/12
months

24

Kuwait

3 months

3 months

3 months

3 months

3 months/12
months

25

Luxembourg

5 months

5 months

5 months

5 months

10%

26

Malaysia

6 months

6 months

6 months

N/A

3 months/12
months

27

Mexico

6 months

6 months

6 months

6 months

91 days/12
months

28

Mongolia

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

29

Morocco

6 months

6 months

6 months

6 months

60 days/12
months

30

Netherlands

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

31

New Zealand

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

32

Norway

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

33

Pakistan

3 months

3 months

3 months

3 months

15%

34

Papua New

C203

No.

Negara

Konstruksi

Instalasi

Perakitan

Pengawasan
Konstruksi

Jasa
Lainnya

Guinea
35

Philippines

6 months

3 months

3 months

6 months

183 days/12
months

36

Poland

183 days

183 days

183 days

183 days

120 days/12
months

37

Portuguese

6 months

6 months

6 months

6 months

183 days/12
months

38

Qatar

6 months

6 months

6 months

6 months

6 months/12
months

39

Republic of
Croatia

40

Republic of
Korea

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

41

Romania

6 months

6 months

6 months

6 months

4 months/12
months

42

Russia

3 months

3 months

3 months

3 months

Tanpa Time
Test

43

Saudi Arabia1

N/A

N/A

N/A

N/A

N/A

44

Seychelles

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months
/12 months

45

Singapore

183 days

183 days

183 days

6 months

90 days/12
months

46

Slovak

6 months

6 months

6 months

6 months

91 days/12
months

47

South Africa

6 months

6 months

6 months

6 months

120 days/12
months

48

Spain

183 days

183 days

183 days

183 days

3 months
/12 months

49

Sri Lanka

90 days

90 days

90 days

90 days

90 days/12
months

50

Sudan

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

51

Suriname

52

Sweden

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

53

Switzerland

183 days

183 days

183 days

183 days

5%

54

Syria

6 months

6 months

6 months

6 months

183 days/12
months

55

Taipei / Taiwan

6 months

6 months

6 months

6 months

120 days/12
months

56

Thailand

6 months

6 months

6 months

6 months

6 months/12
months

57

Tunisia

3 months

3 months

3 months

3 months

3 months/12
months

58

Turkey

6 months

6 months

6 months

6 months

183 days/12
months

59

UAE

6 months

6 months

6 months

6 months

6 months

60

Ukraine

6 months

6 months

6 months

6 months

4 months/12

C204

No.

Negara

Konstruksi

Instalasi

Perakitan

Pengawasan
Konstruksi

Jasa
Lainnya

61

United Kingdom

183 days

183 days

183 days

183 days

91 days/12
months

62

USA

120 days

120 days

120 days

120 days

120 days/12
months

63

Uzbekistan

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

64

Venezuela

6 months

6 months

6 months

6 months

10%

65

Vietnam

6 months

6 months

6 months

6 months

3 months/12
months

months

Ket:
1

P3B antara Indonesia dgn Saudi Arabia hanya mengatur mengenai transportasi penerbangan dlm jalur
internasional.

Apabila kegiatan yg dilakukan di Indonesia tdk melebihi time test tsb dlm jangka waktu 12 bulan, maka
kegiatan tsb tdk menimbulkan adanya BUT di Indonesia.

C. Tarif PPh Pasal 26 utk P3B yg Berlaku Efektif:


No.

Country

Interest

Royalties

Dividen
Portofolio

Dividen
Substantial
Holding

BPT

Algeria

15%

15%

15%

15%

10%

Australia

10%

10%/15%

15%

15%

15%

Austria

10%

10%

15%

10%

12%

Bangladesh

10%

10%

15%

10%

10%

Belgium

10%

10%

15%

10%

10%

Brunei
Darussalam

10%

15%

15%

15%

10%

Bulgaria

10%

10%

15%

15%

15%

Canada

10%

10%

15%

10%

15%

Czech

12,5%

12,5%

15%

10%

12,5%

10

China

10%

10%

10%

10%

10%

11

Democratic
Peoples Republic
of Korea

10%

10%

10%

10%

10%

12

Denmark

10%

15%

20%

10%

15%

13

Egypt

15%

15%

15%

15%

15%

14

Finland

10%

10%/15%

15%

10%

15%

15

France

15%

10%

15%

10%

10%

16

Germany

10%

10%/15%

15%

10%

10%

17

Hungary

15%

15%

15%

15%

N/A

18

Hongkong

10%

5%

10%

5%

5%

19

India

10%

15%

15%

10%

10%

20

Iran

10%

12%

7%

7%

7%

21

Italy

10%

10%/15%

15%

10%

12%

22

Japan

10%

10%

15%

10%

10%

23

Jordan

10%

10%

10%

10%

N/A

C205

No.

Country

Interest

Royalties

Dividen
Portofolio

Dividen
Substantial
Holding

BPT
10%

24

Kuwait

5%

20%

10%

10%

25

Luxembourg

10%

12,5%

15%

10%

10%

26

Malaysia

10%

10%

10%

10%

12,5%

27

Mexico

10%

10%

10%

10%

10%

28

Mongolia

10%

10%

10%

10%

10%

29

Morocco

10%

10%

20%

10%

10%

30

Netherlands

10%

10%

10%

10%

10%

31

New Zealand

10%

15%

15%

15%

N/A

32

Norway

10%

10%/15%

15%

15%

15%

33

Pakistan

15%

15%

15%

10%

10%

34

Papua New
Guinea

10%

10%

15%

35

Philippines

15%

15%/25%

20%

15%

36

Poland

10%

15%

15%

10%

10%

37

Portuguese

10%

10%

10%

10%

10%

38

Qatar

10%

5%

10%

10%

10%

39

Republic of
Croatia

40

Republic of Korea

41

Romania

15%
20%

10%

15%

15%

10%

10%

12,5%

12,5%/15 %

15%

12,5%

12,5%
12,5%

42

Russia

15%

15%

15%

15%

43

Saudi Arabia *

N/A

N/A

N/A

N/A

N/A

44

Seychelles

10%

10%

10%

10%

N/A

45

Singapore

10%

15%

15%

10%

15%

46

Slovak

10%

10%/15%

10%

10%

10%

47

South Africa

10%

10%

15%

10%

10%

48

Spain

10%

10%

15%

10%

10%

49

Sri Lanka

15%

15%

15%

15%

Sesuai
UU
Domestik

50

Sudan

15%

10%

10%

10%

10%

51

Suriname

15%

15%

15%

52

Sweden

10%

10%/15%

15%

10%

15%

53

Switzerland

10%

12,5%

15%

10%

10%

54

Syria

10%

15%/20%

10%

10%

10%

55

Taipei / Taiwan

10%

10%

10%

10%

5%

56

Thailand

**

15%

20%

15%

Sesuai
UU
Domestik

15%

57

Tunisia

12%

15%

12%

12%

12%

58

Turkey

10%

10%

15%

10%

15%

59

UAE

5%

5%

10%

10%

5%

60

Ukraine

10%

10%

15%

10%

10%

C206

No.

Country

Interest

Royalties

Dividen
Portofolio

Dividen
Substantial
Holding

BPT
10%

61

United Kingdom

10%

10%/15%

15%

10%

62

USA

10%

10%

15%

10%

10%

63

Uzbekistan

10%

10%

10%

10%

10%

64

Venezuela

10%

20%

15%

10%

10%

65
Vietnam
15%
15%
15%
15%
10%
Ket:
*
P3B antara Indonesia dgn Saudi Arabia hanya mengatur mengenai transportasi penerbangan dlm
jalur internasional
**
Berdasarkan ketentuan pasal 11 ayat 2 P3B RI-Thailand, terdapat pembedaan tarif atas bunga,
yaitu Indonesia = 15% sedangkan Thailand = 10%/25%
N/A P3B tsb tdk mengatur mengenai Tarif PPh Pasal 2

D. Dependent Personal Services (Hubungan Kerja):


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Negara
Algeria
Australia
Austria
Bangladesh
Belgium
Brunei Darussalam
Bulgaria
Canada
Czech
China
Democratic Peoples
Republic of Korea
Denmark
Egypt
Finland
France
Germany
Hongkong
Hungary
India
Iran
Italy
Japan
Jordan
Kuwait
Luxembourg
Malaysia
Mexico
Mongolia
Morocco
Netherlands
New Zealand
Norway
Pakistan
Papua New Guinea
Philippines
Poland

Time Test

Dibayar Oleh
Subjek Pajak
Indonesia

Dibebankan pd
BUT di Indonesia

91 days/12 months
120 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/taxable year
120 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months

Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes

Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes

183 days/12 months


90 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/calendar year
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/fiscal year
183 days/calendar year
183 days/12 months
183 days/calendar year
183 days/taxable year
183 days/calendar year
183 days/12 months
91 days/calendar year
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
90 days/12 months

Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
No
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes

Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes

183 days/calendar year


183 days/taxable year

Yes
Yes

Yes
Yes

C207

No.
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65

Negara
Portuguese
Qatar
Republic of Croatia
Republic of Korea
Romania
Russia
Saudi Arabia
Seychelles
Singapore
Slovak
South Africa
Spain
Sri Lanka
Sudan
Suriname
Sweden
Switzerland
Syria
Taipei / Taiwan
Thailand
Tunisia
Turkey
UAE
Ukraine
United Kingdom
USA
Uzbekistan
Venezuela
Vietnam

Time Test

Dibayar Oleh
Subjek Pajak
Indonesia

Dibebankan pd
BUT di Indonesia

183 days/12 months


183 days/12 months

Yes
Yes

Yes
Yes

183 days/fiscal year


183 days/12 months
90 days/calendar year
N/A
183 days/12 months
183 days/calendar year
183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
90 days/12 months
183 days/12 months

Yes
Yes
Yes
N/A
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes

Yes
Yes
Yes
N/A
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes

183 days/12 months


183 days/12 months
183 days/12 months
183 days/fiscal year
183 days/fiscal year
183 days/calendar year
183 days/12 months
183 days/fiscal year
183 days/calendar year
183 days/12 months
120 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
90 days/12 months

Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes

Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes

E. Independent Personal Services (Pekerjaan Bebas):


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Negara

Time Test

Algeria
Australia
Austria
Bangladesh
Belgium
Brunei Darussalam
Bulgaria
Canada
Czech
China
Democratic Peoples Republic of Korea
Denmark
Egypt
Finland
France
Germany
Hongkong
Hungary
India
Iran

91 days/12 months
120 days/12 months
90 days/12 months
183 days/fiscal year
91 days/12 months
183 days/12 months
91 days/taxable year
120 days/12 months
91 days/taxable year
183 days/12 months
183 days/12 months
91 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
N/A
120 days/fiscal year
183 days/12 months
90 days/12 months
91 days/12 months
N/A

C208

No.
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65

F.

Negara

Time Test

Italy
Japan
Jordan
Kuwait
Luxembourg
Malaysia
Mexico
Mongolia
Morocco
Netherlands
New Zealand
Norway
Pakistan
Papua New Guinea
Philippines
Poland
Portuguese
Qatar
Republic of Croatia
Republic of Korea
Romania
Russia
Saudi Arabia
Seychelles
Singapore
Slovak
South Africa
Spain
Sri Lanka
Sudan
Suriname
Sweden
Switzerland
Syria
Taipei / Taiwan
Thailand
Tunisia
Turkey
UAE
Ukraine
United Kingdom
USA
Uzbekistan
Venezuela
Vietnam

90 days/12 months
183 days/calendar year
90 days/12 months
183 days/12 months
91 days/taxable year
183 days/calendar year
91 days/12 months
91 days/calendar year
61 days/12 months
91 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/calendar year
91 days/taxable year
120 days/12 months
120 days/12 months
90 days/calendar year
120 days/12 months
N/A
N/A
90 days/12 months
90 days/12 months
91 days/fiscal year
120 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
183 days/12 months
183 days/12 months
120 days/taxable year
183 days/fiscal year
120 days/taxable year
183 days/12 months
Fixed Base
183 days/12 months
91 days/12 months
120 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months
90 days/12 months

Hak Pemajakan atas Penghasilan Tertentu:


No.

Country

Pelayaran

Penerbangan

Penghasilan
Lainnya
Negara Sumber

Algeria

Negara Domisili

Negara Domisili

Australia

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

Austria

Negara Sumber dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Domisili

C209

No.

Country

Bangladesh

Belgium

Brunei Darussalam

Pelayaran

Penerbangan

Penghasilan
Lainnya

Negara Sumber dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Sumber dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Sumber

Bulgaria

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

Canada

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

Czech

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

10

China

Negara Domisili dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

11

Democratic Peoples
Republic of Korea

Negara Domisili

Negara Domisili

12

Denmark

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

13

Egypt

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

14

Finland

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

15

France

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

16

Germany

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

17

Hongkong

Negara Domisili dgn


50% Potongan Pajak

Negara Sumber

Negara Domisili/
Sumber

18

Hungary

Negara Sumber dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

19

India

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

20

Iran

N/A

N/A

Negara Sumber

21

Italy

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

22

Japan

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

23

Jordan

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

24

Kuwait

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

25

Luxembourg

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

26

Malaysia

Negara Sumber dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

Negara
Domisili/Sumber

27

Mexico

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Sumber

28

Mongolia

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

29

Morocco

Negara Sumber

Negara Sumber

Negara Domisili

30

Netherlands

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

31

New Zealand

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

32

Norway

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

33

Pakistan

Negara Sumber

Negara Domisili

Negara Domisili/

C2010

No.

Country

Pelayaran

Penerbangan

Penghasilan
Lainnya
Sumber

34

Papua New Guinea

35

Philippines

36

Negara Sumber dgn


Tarif Maksimal 1,5%
dari Bruto

Negara Sumber dgn


Tarif Maksimal 1,5%
dari Bruto

Poland

Negara Sumber

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

37

Portuguese

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

38

Qatar

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

39

Republic of Croatia

Negara Domisili/
Sumber

40

Republic of Korea

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

41

Romania

Negara Sumber dgn


Tarif Maksimal 2%

Negara Domisili

Negara Sumber

42

Russia

Negara Sumber dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Sumber

43

Saudi Arabia

N/A

Negara Domisili

N/A

44

Seychelles

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

45

Singapore

Negara Sumber dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Domisili

46

Slovak

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

47

South Africa

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Sumber

48

Spain

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

49

Sri Lanka

Negara Sumber dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili
Negara Domisili/
Sumber

50

Sudan

51

Suriname

52

Sweden

Negara Domisili

Negara Domisili

53

Switzerland

Negara Domisili

Negara Domisili

N/A

54

Syria

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

55

Taipei / Taiwan

56

Thailand

57

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Sumber dgn


50% Potongan Pajak

Negara Domisili

Negara Sumber

Tunisia

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

58

Turkey

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

59

UAE

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

60

Ukraine

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili

61

United Kingdom

Negara Domisili

Negara Domisili

N/A

62

USA

Negara Domisili

Negara Domisili

N/A

63

Uzbekistan

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

64

Venezuela

Negara Domisili

Negara Domisili

Negara Domisili/
Sumber

C2011

No.

Country

65

Vietnam

Pelayaran

Penerbangan

Negara Domisili

Negara Domisili

Penghasilan
Lainnya
Negara Domisili/
Sumber

G. Daftar Competent Authority dari Negara-negara Treaty Partner:


(Berdasarkan SE-20/PJ.34/1992 tanggal 16 Nov 1992)
Negara

Competent Authority

Belanda

MenKeu atau wakilnya yg sah

Belgia

Dirjen Pajak Lsg (Director General of Direct Taxes)

Inggris

Commissioners of Inland Revenue atau wakilnya yg sah

Jerman Bersatu

MenKeu

Perancis

Menteri Anggaran (Minister of the Budget) atau wakilnya yg sah

Kanada

Menteri Penerimaan Negara (Minister of National Revenue) atau wakilnya yg


sah

Thailand

MenKeu atau wakilnya yg sah

Philipina

MenKeu atau wakilnya yg sah

Jepang

MenKeu atau wakilnya yg sah

Denmark

Menteri Penerimaan DN (Minister for Inland Revenue, Customs and Excise)


atau wakilnya yg sah

Austria

MenKeu (Federal Minister of Finance)

India

MenKeu (Central Government in the Ministry of Finance) atau wakilnya yg sah

Selandia Baru

Commissioner of Inland Revenue atau wakilnya yg sah

Norwegia

MenKeu (Minister of Finance and Customs) atau wakilnya yg sah

Swiss

Direktur Pajak Negara (Director of the Federal Tax Administration) atau


wakilnya yg sah

Amerika Serikat

MenKeu (Secretary of the Treasury) atau wakilnya yg sah

Swedia

MenKeu atau wakilnya yg sah

Korea Selatan

MenKeu atau wakilnya yg sah

Pakistan

Badan Pusat Penerimaan Pajak (Central Board of Revenue) atau wakilnya yg


sah

Singapura

MenKeu atau wakilnya yg sah

Malaysia

MenKeu atau wakilnya yg sah

Ket:
Mengenai pengertian "wakilnya yg sah atau his authorized representative" hanya menentukan bahwa
pejabat tsb dpt melimpahkan wewenangnya kpd pejabat lain utk bertindak atas namanya sbg
competent authority. Pejabat lain tsb adalah Pejabat tertinggi yg melaksanakan UU Pajak di Negara yg
bersangkutan ataupun pejabat lain yg ditunjuk yg diberitahukan kpd DJP.

C2012

WP YG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

A. PENGHASILAN DARI USAHA YG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WP YG MEMILIKI PEREDARAN


BRUTO TERTENTU
I.

Dasar Hukum
PP 46 Thn 2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
PMK-107/PMK.011/2013/PMK.011/2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
PER-32/PJ/2013/PJ/2013 (berlaku sejak 25 Sept 2013)
PER-37/PJ/2013 (berlaku sejak 30 Okt 2013)
SE terkait:
SE-42/PJ/2013/PJ/2013
SE-32/PJ/2014/PJ/2014 (diralat oleh SE-38/PJ/2014/PJ/2014)

II.

Yg Dikenakan PPh Final & Kriteria WP yg Dikenakan PPh Final


Atas penghasilan dari usaha yg diterima atau diperoleh WP yg memiliki peredaran bruto tertentu,
dikenai PPh yg bersifat final. (Pasal 2 ayat (1) PP 46 Thn 2013)
Catatan :
Ketentuan di atas tdk berlaku atas penghasilan dari usaha yg dikenai PPh yg bersifat final
berdasarkan ketentuan Perpu di bidang perpajakan. Atas penghasilan selain dari usaha
sebagaimana dimaksud dIm Pasal 2 ayat (1) yg diterima atau diperoleh WP, dikenai PPh
berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 5 & 6 PP 46 Thn 2013)
Pengenaan PPh dlm Pasal 2 ayat (1) PP 46 Thn 2013 didasarkan pd peredaran bruto dari
usaha dlm 1 thn dari Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3 ayat (1)
PMK-107/PMK.011/2013)
Kriteria WP yg memiliki peredaran bruto tertentu: (Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013)
1. WP OP atau WP badan tdk termasuk BUT; dan
2. menerima penghasilan dari usaha, tdk termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dgn
pekerjaan bebas, dgn peredaran bruto tdk melebihi Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak.
Penjelasan terkait:
Peredaran bruto mrp peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, selain
peredaran bruto dari usaha yg atas penghasilannya tlh dikenai PPh yg bersifat final
berdasarkan ketentuan Perpu di bidang perpajakan.
Pengelompokkan penghasilan berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kpd
WP:
a. penghasilan dari pekerjaan dlm hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan
sebagainya;
b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c. penghasilan dari modal, yg berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga,
dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yg tdk dipergunakan utk
usaha; dan
d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas:
1. tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas, yg terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan
penari;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. agen iklan;
7. pengawas atau pengelola proyek;

C211

8. perantara;
9. petugas penjaja barang dagangan;
10. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan
langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Thn Pajak mnr ketentuan umum perpajakan adalah sama dgn thn kalender. Namun
demikian, bagi WP yg thn bukunya tdk sama dgn thn kalender, Thn Pajak ditentukan
berdasarkan thn buku yg di dalamnya termasuk 6 bulan pertama atau lebih dari 6 bulan dari
thn buku tsb.

Tdk termasuk WP OP yg atas penghasilannya dikenai PPh Final: WP OP yg melakukan


kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg dlm usahanya: (Pasal 2 ayat (3) PP 46 Thn 2013)
1. menggunakan sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang, baik yg menetap maupun tdk
menetap; dan
2. menggunakan sebagian atau slr tempat utk kepentingan umum yg tdk diperuntukkan bagi
tempat usaha atau berjualan.
Penjelasan terkait:
WP OP yg tdk termasuk WP yg atas penghasilannya dikenai PPh Final adalah WP OP yg
melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui suatu tempat usaha yg dpt
dibongkar pasang, termasuk yg menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat utk
kepentingan umum yg mnr perpu bahwa tempat tsb tdk diperuntukkan bagi tempat usaha atau
berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan
sejenisnya. Thd WP tsb atas penghasilannya tdk dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan
ketentuan PP 46 Thn 2013.
Tdk termasuk WP badan yg atas penghasilannya dikenai PPh Final: (Pasal 2 ayat (4) PP 46
Thn 2013)
1. WP badan yg blm beroperasi scr komersial; atau
2. WP badan yg dlm jangka waktu 1 thn stl beroperasi scr komersial memperoleh peredaran
bruto > Rp 4,8 M.
WP ini dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh s.d. jangka waktu 1 thn sejak beroperasi
scr komersial. Dlm hal jangka waktu 1 thn melewati Thn Pajak yg bersangkutan, ketentuan
pengenaan PPh berdasarkan tarif umum UU PPh berlaku s.d. akhir Thn Pajak berikutnya.
(Pasal 7 ayat (1) & (2) PMK-107/PMK.011/2013)
Penentuan Saat Beroperasi scr Komersial bagi WP Badan: (Huruf E angka 2 SE-32/PJ/2014)
a. Penentuan saat beroperasi scr komersial bagi WP badan adalah saat WP melakukan
kegiatan operasi scr komersial utk pertama kali bagi WP yg bergerak di sektor:
Jasa Saat pertama kali dilakukannya penjualan jasa dan/atau saat diterima atau
diperolehnya pendapatan/penghasilan;
dan/atau
Dagang dan industri Saat pertama kali dilakukannya penjualan barang dan/atau saat
diterima atau diperolehnya pendapatan/penghasilan.
b. Penentuan peredaran bruto utk dikenakan PPh yg bersifat final berdasar PP 46 Thn 2013
bagi WP badan yg baru beroperasi scr komersial utk pertama kali, ditentukan berdasarkan
peredaran bruto dari usaha dlm 1 Thn Pajak stl Thn Pajak beroperasi scr komersial.
c. WP badan yg baru beroperasi scr komersial pd huruf b dikenai PPh berdasarkan tarif umum
UU PPh s.d. jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial.
d. Dlm hal jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial pd huruf c melewati Thn Pajak
saat beroperasi scr komersial, ketentuan pengenaan PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
dimaksud berlaku s.d. akhir Thn Pajak berikutnya stl Thn Pajak sat beroperasi scr komersial.
e. Pengenaan PPh yg bersifat final berdasar PP 46 Thn 2013 bagi WP badan pd huruf b utk Thn
Pajak selanjutnya, ditentukan berdasarkan peredaran bruto Thn Pajak sebelumnya.
f. Contoh:
1) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal
1 Juli 2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif
umum UU PPh utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak
beroperasi scr komersial 1 Juli 2013 s.d. 30 Juni 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des 2014).

C212

Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn
Pajak 2014.
2) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal
1 Jan 2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif
umum UU PPh utk Thn Pajak 2013 (jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial 1
Jan 2013 s.d. 31 Des 2013). Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2014 memperhatikan
besarnya peredaran bruto Thn Pajak 2013.
3) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal
2 Jan 2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan tarif
umum UU PPh utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak
beroperasi scr komersial 2 Jan 2013 s.d. 1 Jan 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des 2014).
Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran bruto Thn
Pajak 2014.
4) WP badan dgn thn buku sama dgn thn takwim, baru beroperasi scr komersial pd tanggal
1 Agust 2013. Krn baru beroperasi scr komersial, maka WP dikenai PPh berdasarkan
tarif umum UU PPh utk Thn Pajak 2013 dan Thn Pajak 2014 (jangka waktu 1 thn sejak
beroperasi scr komersial 1 Agust 2013 s.d. 31 Juli 2014 dan diteruskan s.d. 31 Des
2014). Utk pengenaan PPh pd Thn Pajak 2015 memperhatikan besarnya peredaran
bruto Thn Pajak 2014.
III. Besar Tarif & Cara Pengenaan PPh Final
Besarnya tarif PPh yg bersifat final adalah 1%. (Pasal 3 ayat (1) PP 46 Thn 2013)
Pengenaan PPh didasarkan pd peredaran bruto dari usaha dlm 1 thn dari Thn Pajak terakhir
sbl Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3 ayat (2) PP 46 Thn 2013)
PPh terutang: (Pasal 4 ayat (1) & (2) PP 46 Thn 2013)
PPh terutang = 1% X jml peredaran bruto setiap bulan
Ketentuan Terkait Peredaran Bruto:
Dlm hal peredaran bruto kumulatif WP pd suatu bulan tlh > jml Rp 4,8 M dlm suatu Thn Pajak,
WP tetap dikenai tarif PPh final 1% s.d. akhir Thn Pajak yg bersangkutan. Dlm hal peredaran
bruto WP tlh > jml Rp 4,8 M pd suatu Thn Pajak, atas penghasilan yg diterima atau diperoleh
WP pd Thn Pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. (Pasal 3 ayat
(3) & (4) PP 46 Thn 2013 dan Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
Peredaran bruto sbg dasar utk dpt dikenai PPh yg bersifat final: (Pasal 10 PP 46 Thn 2013)
didasarkan pd jml peredaran bruto Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak berlakunya PP
46 Thn 2013 yg disetahunkan, dlm hal Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak berlakunya PP
46 Thn 2013 meliputi < 12 bulan;
didasarkan pd jml peredaran bruto dari bulan saat WP terdaftar s.d. bulan sbl
berlakunya PP 46 Thn 2013 yg disetahunkan, dlm hal WP terdaftar pd Thn Pajak yg
sama dgn Thn Pajak saat berlakunya PP 46 Thn 2013 di bulan sbl PP 46 Thn 2013
berlaku;
didasarkan pd jml peredaran bruto pd bulan pertama diperolehnya penghasilan dari
usaha yg disetahunkan, dlm hal WP yg baru terdaftar sbg WP sejak berlakunya PP 46
Thn 2013.
Contoh penentuan peredaran bruto:
9 PT Daya terdaftar 3 bulan sbl berlakunya PP 46 Thn 2013. Jml peredaran bruto selama 3
bulan tsb adalah Rp 150 juta. Peredaran bruto selama 3 bulan yg disetahunkan adalah: Rp
150 juta x 12/3 = Rp 600 juta. Krn peredaran bruto disetahunkan utk 3 bulan tsb < Rp 4,8 M,
maka penghasilan yg diperoleh mulai pd bulan berlakunya PP 46 Thn 2013 s.d. akhir thn
pajak bersangkutan, dikenai pajak yg bersifat final sesuai ketentuan dlm PP 46 Thn 2013.
9 Gatot terdaftar sbg WP baru pd bulan Nov 2014. Pd bulan Nov 2014 tsb, memperoleh
peredaran bruto seb Rp 15 juta. Penghasilan bruto bulan Nov 2014 disetahunkan adalah:
12/1 x Rp 15 juta = Rp 180 juta. Krn penghasilan bulan Nov 2014 (bulan pertama mulai
terdaftar sbg WP) yg disetahunkan < Rp 4,8 M, maka penghasilan yg diperoleh di thn 2014
dikenai PPh yg bersifat final sesuai dgn PP 46 Thn 2013.

C213

IV. Ketentuan Terkait PPh Pemotongan & Pemungutan


Atas Penghasilan yg Wajib Dilakukan Pemotongan/Pemungutan PPh yg Tdk Bersifat Final:
(Pasal 6 PMK-107/PMK.011/2013)
Atas penghasilan dari usaha yg diterima/ diperoleh WP yg dikenai PPh final berdasarkan PP
46 Thn 2013 yg berdasarkan ketentuan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya wajib
dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg tdk bersifat final, dpt dibebaskan dari
pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain
Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain ini diberikan
melalui SKB yg diterbitkan oleh Kepala KPP tempat WP terdaftar atas nama Dirjen Pajak
berdasarkan permohonan WP.
Atas penghasilan dari usaha yg diterima atau diperoleh WP yg memiliki peredaran bruto
tertentu, yg dipotong dan/atau dipungut oleh pihak lain: (Huruf F angka 7 SE-42/PJ/2013)
Atas pemungutan PPh Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dgn menggunakan SSP yg
tlh diisi atas nama rekanan:
9 Dpt diajukan permohonan pemindahbukuan (pbk) ke setoran PPh Pasal 4 ayat (2);
atau
9 Dpt diajukan permohonan pengembalian pajak yg seharusnya tdk terutang; atau
9 Dikreditkan thd PPh yg terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan.
Atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain dgn bukti pemotongan
dan/atau pemungutan, termasuk pemungutan PPh Pasal 22 atas impor
9 Dpt diajukan permohonan pengembalian pajak yg seharusnya tdk terutang; atau
9 Dikreditkan thd PPh yg terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan.
WP memiliki bbrp pilihan terkait kredit pajak:
Utk SSP bisa dikreditkan di SPT Tahunan, pengembalian PMK-10/PMK.03/2013, atau
Pbk.
Utk Bukti Pemotongan bisa dikreditkan atau pengembalian PMK-10/PMK.03/2013 (tdk
bisa Pbk).
Ketentuan dlm Melakukan Pembebasan Pemotongan/Pemungutan PPh yg Bersifat Tdk
Final:
Pemotong dan/atau pemungut pajak tdk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh
utk setiap transaksi yg mrp objek pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg tdk bersifat final
apabila tlh menerima FC SKB yg tlh dilegalisasi oleh KPP tempat WP menyampaikan
kewajiban SPT Tahunan.
(Pasal 7 ayat (1) PER-32/PJ/2013)
.
Tata cara SKB & Legalisasi SKB lihat Bab C-25 Fasilitas PPh
V. Ketentuan Terkait Kompensasi Rugi
WP yg dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 dan menyelenggarakan
pembukuan dpt melakukan kompensasi kerugian dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh yg bersifat
final dgn ketentuan: (Pasal 8 PP 46 Thn 2013)
a. Kompensasi kerugian dilakukan mulai Thn berikutnya berturut-turut s.d. 5 Thn Pajak
b. Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 tetap
diperhitungkan sbg bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pd huruf a
c. Kerugian pd suatu Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn
2013 tdk dpt dikompensasikan pd Thn Pajak berikutnya
Kerugian pd bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dpt dilakukan kompensasi dgn penghasilan yg tdk
dikenai PPh yg bersifat final pd Thn Pajak berikutnya. WP yg melakukan kompensasi kerugian
tsb, wajib melampirkan laporan rugi laba bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dlm SPT Tahunan PPh
thn 2013.
(Pasal 15 ayat (1) & (2) PMK-107/PMK.011/2013)

C214

VI. Ketentuan Terkait PPh Pasal 25

WP yg hanya menerima/memperoleh penghasilan yg dikenai PPh yg bersifat final


berdasarkan PP 46 Thn 2013, tdk diwajibkan melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal
25 UU PPh. Dlm hal WP juga menerima/memperoleh penghasilan yg dikenai PPh
berdasarkan tarif umum UU PPh, atas penghasilan yg dikenai PPh berdasarkan tarif
umum tsb wajib dibayar angsuran PPh Pasal 25 UU PPh. (Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK107/PMK.011/2013)
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 UU PPh bagi WP yg memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dlm Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013 pd Thn Pajak pertama WP tdk
dikenai PPh yg bersifat final: (Pasal 9 ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)
bagi WP Bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa, dan WP lainnya yg berdasarkan
ketentuan perpu harus membuat LK berkala, serta WP OPPT sesuai dgn besarnya
angsuran pajak mnr PMK-255/PMK.03/2008 jo PMK-208/PMK.03/2009
bagi selain WP di atas diberlakukan seperti WP baru mnr PMK No. 255/PMK.03/2008
jo PMK No. 208/PMK.03/2009.
Utk WP OP, jml penghasilan neto yg disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dgn PTKP
setahun.
Angsuran PPh Pasal 25 UU PPh dan pajak yg tlh dipotong/dipungut pihak lain boleh
dikreditkan thd PPh yg terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan, kecuali utk penghasilan yg
pengenaan pajaknya bersifat final. (Pasal 9 ayat (5) PMK-107/PMK.011/2013)
Angsuran pajak Pasal 25 UU PPh utk Masa Pajak Juli 2013 s.d. Des 2013 bagi WP yg
memiliki peredaran bruto tertentu yg juga menerima atau memperoleh penghasilan yg dikenai
PPh berdasarkan tarif umum UU PPh, dpt mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal
25 sesuai dgn ketentuan yg mengatur mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak dlm
thn berjalan dlm hal-hal tertentu. (Huruf F angka 9 SE-42/PJ/2013)

VII. Penyetoran & Pelaporan


SSP diisi dgn: KAP 411128 (PPh Final) & KJS 420 (PPh Final peredaran bruto tertentu)
Penyetoran paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
WP yg melakukan pembayaran PPh final ini wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling
lama 20 hari stl Masa Pajak berakhir dan berlaku mulai masa pajak Jan 2014. (Pasal 10
ayat (2) & Pasal 16 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
WP dpt melakukan pembayaran pajak melalui:
1. Loket Bank/Pos Persepsi
WP datang ke Loket Bank/Pos Persepsi dgn membawa SSP yg tlh diisi
Bukti Pembayaran adalah dokumen Bukti Penerimaan Negara (BPN)
2. ATM
WP datang ke ATM Bank/Pos Persepsi dan memilih menu pembayaran PPh Final
Bruto Tertentu ATM Bank BRI, BCA, BNI atau Bank Mandiri
Bukti Pembayaran adalah Struk ATM
WP yg tlh melakukan penyetoran PPh final ini:
Mendapat validasi dgn NTPN dianggap tlh menyampaikan SPT Masa PPh, sesuai dgn
tanggal validasi NTPN yg tercantum pd SSP (Pasal 10 ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)
Tdk mendapat validasi NTPN wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasa 4 ayat (2) ke
KPP sesuai tempat kegiatan usaha WP terdaftar dgn mengisi baris pd angka 11 form
SPT:
Kolom Uraian ditulis dgn Penghasilan Usaha WP yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Kolom KAP/KJS diisi dgn 411128/420
(Huruf F angka 4 SE-42/PJ/2013)
WP dgn jml PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tdk wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal ayat (2)
(Huruf F angka 5 SE-42/PJ/2013)
Penyetoran melalui ATM pd Bank persepsi yg ditunjuk Menkeu dilakukan dgn memasukkan
NPWP, Masa Pajak dan jml nominal PPh yg akan dibayar. Atas penyetoran tsb, WP
menerima BPN dlm bentuk cetakan struk ATM. Dlm hal terdapat kendala pd mesin ATM shg
BPN tsb tdk dpt tercetak/tercetak namun tdk dpt dibaca, WP dpt meminta cetak ulang BPN di

C215

kantor cabang Bank Persepsi terdekat. BPN tsb termasuk cetakan ulang & salinannya, mrp
sarana administrasi lain yg kedudukannya dipersamakan dgn SSP. Apabila terdapat
perbedaan antara data pembayaran yg tertera dlm BPN dgn data pembayaran mnr MPN,
maka yg dianggap sah adalah data pembayaran mnr MPN. BPN tsb setidak-tidaknya
mencantumkan elemen-elemen sbb: NTPN, NTB, NPWP & Nama WP, KAP & KJS, Masa
Pajak, Thn Pajak, Tanggal Transaksi dan Jml Nominal Pembayaran.
(Pasal 2, 3, 4 PER-37/PJ/2013)
Penghasilan yg dibayar berdasarkan PP 46 Thn 2013 dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh pd
kelompok penghasilan yg dikenai pajak final dan/atau bersifat final:
SPT Tahunan PPh WP OP
SPT Tahunan PPh WP Badan
Formulir SPT Tahunan menggunakan
Formulir SPT Tahunan menggunakan Form
Form 1770
1771
Dilaporkan pd Lamp III Bagian A Nomor
Dilaporkan pd Lamp IV Bagian A Nomor 14
16 kolom (3) dan (4) yaitu kelompok
kolom (2), (3) dan (5) yaitu Kelompok
penghasilan yg dikenai pajak final
penghasilan yg dikenai PPh final.
dan/atau bersifat final
Kolom (2) diisi dgn Penghasilan Usaha WP
Kolom (3) diisi dgn Jml Peredaran Bruto
yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Selama 1 Thn Pajak
Kolom (3) diisi dgn Jml Peredaran Bruto
Kolom (4) diisi dgn Jml PPh Pasal 4 ayat
Selama 1 Thn Pajak
(2) yg Tlh Disetor
Kolom (5) diisi dgn Jml PPh Pasal 4 ayat (2)
yg Tlh Disetor
Penghitungan utk pelaporan SPT Tahunan PPh Thn Pajak 2013:
Peredaran usaha dihitung berdasarkan slr peredaran usaha selama Thn Pajak 2013, tdk
termasuk peredaran usaha pd Masa Pajak Juli 2013 s.d. Des 2013 yg dikenai PPh Pasal 4
ayat (2).
Bagi WP OP, utk menentukan Penghasilan Kena Pajak dikurangi terlebih dahulu dgn PTKP
setahun.
Angsuran PPh Pasal 25 UU PPh Masa Pajak Jan 2013 s.d. Juni 2013 dikreditkan thd PPh yg
terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan.
IX. Penegasan Perlakuan PPh Bagi WP dgn
32/PJ/2014/PJ/2014 & SE-38/PJ/2014/PJ/2014)
1.

2.

3.

Jenis

Usaha

Tertentu

(Butir

SE-

Perlakuan PPh bagi WP badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan (litbang)
a. Atas sisa lbh yg diterima/diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang
pendidikan dan/atau bidang litbang, yg tlh terdaftar pd instansi yg membidanginya, yg
ditanamkan kembali dlm bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau
litbang, dlm jangka waktu paling lama 4 thn sejak diperolehnya sisa lbh tsb bukan mrp
objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh.
b. Dlm hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lbh pd huruf a tdk terpenuhi,
maka atas sisa lbh tsb mrp objek pajak yg dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum UU
PPh.
c. Dgn demikian perlakuan perpajakan bagi WP badan atau lembaga nirlaba yg bergerak
dlm bidang pendidikan dan/atau bidang litbang mengacu pd ketentuan umum UU PPh.
Perlakuan PPh bagi WP reksa dana
a. Reksa dana adalah suatu bentuk kegiatan usaha yg melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat pemodal, utk selanjutnya diinvestasikan dlm portofolio efek oleh manajer
investasi yg dpt berbentuk perseroan atau KIK sesuai UU 8 Thn 1995 ttng Pasar Modal.
b. Berdasarkan kriteria pd huruf a, maka aliran penghasilan yg diperoleh WP reksa dana
termasuk dlm kategori penghasilan yg berasal dari usaha sesuai penjelasan Pasal 4 ayat
(1) UU PPh. Shg, dlm hal WP reksa dana memenuhi kriteria PP 46 Thn 2013, maka WP
reksa dana dikenai PPh yg bersifat final sesuai PP 46 Thn 2013 beserta ketentuan
pelaksanaannya.
Perlakuan PPh bagi WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga
pemberi dana pinjaman

C216

a.

4.

5.

Bagi WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana


pinjaman yg memenuhi kriteria sbg WP yg dikenai PPh berdasarkan PP 46 Thn 2013,
atas penghasilan dari usaha yg diterima atau diperoleh WP dikenai PPh bersifat final seb
1% dari jml peredaran bruto setiap bulan.
b. Peredaran bruto yg menjadi dasar pengenaan pajak bagi WP bank/bank perkreditan
rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman adalah jml slr
penghasilan usaha jasa perbankan/peminjaman, antara lain:
1) pendapatan bunga, fee, komisi, dan slr penghasilan yg terkait dgn pemberian
kredit/pinjaman, tdk termasuk pembayaran pokok kredit/pinjaman;
2) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan atas simpanan di bank lain, serta
diskonto SBI, kecuali bagi WP selain bank/bank perkreditan rakyat.
c. Dlm hal WP bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi
dana pinjaman tdk memenuhi kriteria sbg WP yg dikenai PPh berdasarkan PP 46 Thn
2013, atas penghasilan yg diterima WP dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum UU
PPh.
Perlakuan PPh bagi WP OPPT
a. Bagi WP OP pengusaha yg memiliki peredaran bruto tdk melebihi Rp 4,8 M dlm 1 Thn
Pajak yg memenuhi kriteria sbg WP OPPT dan kriteria sbg WP yg dikenai PPh
berdasarkan PP 46 Thn 2013, atas penghasilan dari usaha yg diterima/diperoleh WP OP
pengusaha tsb dikenai PPh bersifat final seb 1% dari jml peredaran bruto setiap bulan.
b. Bagi WP OP pengusaha yg memiliki peredaran bruto melebihi Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak
dan memenuhi kriteria sbg WP OPPT, maka pengenaan PPh bagi WP tsb mengacu pd
ketentuan tarif umum UU PPh dan pembayaran angsuran pajaknya mengacu pd
ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU PPh yaitu seb 0,75% dari jml peredaran bruto setiap
bulan dari @ tempat kegiatan usaha.
Perlakuan PPh bagi WP ajib PPAT
a. Berdasarkan ketentuan UU 30 Thn 2004 ttng Jabatan Notaris dan PP 37 Thn 1998 ttng
Peraturan Jabatan PPAT, ditegaskan bahwa WP OP yg berprofesi sbg PPAT:
1) mempunyai persamaan kewenangan dgn Notaris, yaitu mrp pejabat umum yg
diberikan kewenangan membuat akta otentik tertentu yakni akta yg berkaitan dgn
pertanahan; dan
2) dpt dipersamakan dgn notaris sbg WP OP yg melakukan pekerjaan bebas.
b. Dgn demikian perlakuan perpajakan bagi WP PPAT mengacu pd ketentuan umum UU
PPh.

X. Contoh-contoh (Lamp PMK-107/PMK.011/2013/PMK.011/2013)


1.

Agus menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku cadangnya. Agus
yg tlh terdaftar sbg WP sejak thn 2009 memiliki 2 buah bengkel yg berada di wilayah yg
berbeda, yakni bengkel A terdaftar di KPP X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan
pencatatannya selama thn 2013 @ bengkel tsb memiliki peredaran bruto sbb:
Peredaran bruto bengkel A
= Rp 100 juta
Peredaran bruto bengkel B
= Rp 150 juta
Peredaran bruto yg dijadikan dasar penentuan tarif PPh yg bersifat final adalah jml peredaran
bruto bengkel A & bengkel B yakni seb Rp 250 juta. Krn total peredaran bruto selama thn
2013 < Rp 4,8 M maka atas penghasilan dari usaha yg diterima oleh Agus pd thn 2014
dikenai PPh yg bersifat final sebesar 1% dari peredaran bruto.
Misalkan pd bulan Jan 2014, Agus memperoleh peredaran bruto dari bengkel A & B @ seb
Rp 10 juta & Rp 15 juta, maka paling lambat pd tanggal 17 Feb 2014 (krn tanggal 15 Feb
jatuh pd hari Sabtu), Agus wajib menyetorkan PPh yg bersifat final seb:
a. Bengkel A PPh = 1% x Rp 10 juta = Rp 100 ribu (dilaporkan ke KPP X)
b. Bengkel B PPh = 1% x Rp 15 juta = Rp 150 ribu (dilaporkan ke KPP Y)
Pd bulan Maret 2013 sebuah perusahaan ekpedisi swasta bernama PT DEF melakukan
perawatan & reparasi 5 motor milik perusahaan tsb di bengkel A milik Agus. Tagihan yg
dibuat kpd PT DEF atas jasa perawatan & reparasi tsb seb Rp 1,5 juta. Atas tagihan tsb PT

C217

DEF melakukan pemotongan PPh Pasal 23 seb 2% x Rp 1,5 juta = Rp 30 ribu.


Namun demikian, jika Agus tlh mendapatkan SKB dari Pemotongan dan/atau Pemungutan
PPh yg dikeluarkan oleh KPP X, atas pembayaran tagihan tsb tdk dilakukan pemotongan
PPh Pasal 23 oleh PT DEF.
2.

Irine menjalankan usaha butik pakaian, memiliki butik pakaian di kota Batam & di Singapura.
Irine tlh terdaftar sbg WP sejak thn 2009 di KPP X. Berdasarkan pencatatannya selama thn
2013 @ butik tsb memiliki peredaran bruto sbb:
Peredaran bruto butik di Batam
= Rp 3 M
Peredaran bruto butik di Singapura = Rp 5 M
Dari peredaran bruto butik di Batam seb Rp 3 M salah satunya mrp hasil penjualan seb Rp 50
juta kpd Mr. X seorang pengusaha dari Singapura. Selain dari penghasilan usaha butik, Irine
juga memperoleh penghasilan dari sewa apartemen di Singapura seb Rp 100 juta.
Peredaran bruto yg dijadikan dasar pengenaan PPh yg bersifat final adalah jml peredaran
bruto butik di Batam saja, yakni seb Rp 3 M. Penghasilan yg diterima Irine dari sewa
apartemen & butik di Singapura, tdk diperhitungkan dlm menghitung batasan peredaran bruto
utk dpt dikenai PPh bersifat final.

3.

Hari yg berstatus kawin dgn 2 tanggungan adalah OP Pengusaha Konstruksi yg juga memiliki
toko material "ABC". Selain usaha tsb, Hari juga aktif memberikan jasa konsultansi kpd klien
yg membutuhkan sarannya. Jml slr penghasilan yg diterima oleh Hari pd thn 2013 diketahui
sbb:
a. Penjualan bruto dari toko material "ABC " Rp 3,5 milyar.
b. Nilai kontrak jasa pelaksanaan konstruksi (termasuk pemakaian material dari toko "ABC")
Rp 900 juta.
c. Jasa konsultansi seb Rp 500 juta.
Total peredaran bruto Hari pd thn 2013 adalah seb Rp 4,9 M (Rp 3,5 M + Rp 900 juta + Rp
500 juta).
Utk menentukan PPh dari usaha toko material "ABC " di thn 2014 dikenai tarif umum atau tarif
yg bersifat final, adalah berdasarkan peredaran bruto dari usaha toko material "ABC " saja
yakni seb Rp 3,5 M. Sedangkan peredaran bruto dari jasa pelaksanaan konstruksi & jasa
konsultansi tdk diperhitungkan mengingat jasa pelaksanaan konstruksi dikenai PPh yg
bersifat final dgn ketentuan PP tersendiri dan jasa konsultansi termasuk dlm lingkup jasa
sehubungan dgn pekerjaan bebas.
Kewajiban pembayaran PPh Hari di thn 2014 adalah sbb:
a. PPh seb 1% bersifat final dari peredaran bruto usaha toko material "ABC", utk setiap
bulannya;
b. PPh dari usaha jasa konstruksi, yg dikenai PPh bersifat final berdasarkan PP tersendiri;
dan
c. Angsuran PPh Pasal 25 (Jan s.d. Des), atas penghasilan dari jasa konsultasi. Misalkan
biaya dari jasa konsultasi di thn 2013 seb Rp 169,625 juta dan PPh yg tlh
dipotong/dipungut pihak lain di thn 2013 seb Rp 14,75 juta, maka kewajiban angsuran
PPh Pasal 25 di thn 2014 sbb:
Penghasilan bruto jasa konsultasi thn 2013
Rp
500 juta
Biaya kegiatan jasa konsultasi thn 2013
Rp
169,625 juta
PTKP (K/2)
Rp
30,375 juta
Penghasilan Kena Pajak jasa konsultasi
Rp
300 juta
PPh terutang jasa konsultasi
Rp
38,75 juta
Pajak yg dipotong/dipungut pihak lain
Rp
14,75 juta
PPh terutang
Rp
24 juta
Angsuran PPh Pasal 25 atas jasa konsultasi (1/12 x Rp
Rp
2 juta
24 juta)

4.

CV GHI bergerak di bidang usaha industri furnitur terdaftar sbg WP badan di KPP C sejak thn
2011. Berdasarkan pembukuannya pd thn 2012 memiliki peredaran bruto seb Rp 390 juta.

C218

Dgn demikian tarif PPh yg bersifat final yg dikenakan thd penghasilan dari usaha yg diterima
oleh CV GHI mulai bulan Juli 2013 adalah seb 1%. Pada bulan Juli 2013, CV GHI
memperoleh peredaran bruto seb Rp 20 juta maka paling lambat pd tanggal 15 Agust 2013
CV GHI wajib menyetorkan PPh yg bersifat final seb: PPh = 1% x Rp 20 juta = Rp 200 ribu
Berdasarkan PMK yg mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo penyetoran, dan
pelaporan pajak:
a. dlm hal CV GHI menyetorkan PPh bersifat final seb Rp 200 ribu pd tanggal 15 Agust
2013 dan SSP-nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka CV GHI menyetor sbl tanggal
jatuh tempo pembayaran & tlh menyampaikan SPT Masa PPh tanggal 15 Agust 2013.
b. dlm hal CV GHI menyetorkan PPh bersifat final seb Rp 200 ribu pd tanggal 22 Agust
2013 dan SSP- nya tlh mendapat validasi dgn NTPN, maka CV GHI terlambat melakukan
penyetoran & menyampaikan SPT Masa PPh tanggal 22 Agust 2013.
Penyetoran tanggal 22 Agust yg dilakukan oleh CV GHI yg sekaligus mrp tanggal
pelaporan SPT Masa PPh tdk termasuk sbg SPT Masa yg terlambat disampaikan krn
kewajiban pelaporan SPT Masa PPh diberlakukan mulai masa pajak Jan 2014.
Pd bulan Nov 2013 SD Negeri 03 Jakarta membeli kursi & meja dari CV GHI seb Rp 10 juta.
Atas pembelian tsb Bendahara SDNi 03 Jakarta melakukan pemungutan PPh Pasal 22 seb
1,5% x Rp 10 juta = Rp 150 ribu. Namun demikian, jika CV GHI tlh mendapatkan SKB dari
pemotongan dan/atau pemungutan PPh dari KPP C, atas pembelian tsb Bendahara SDN 03
Jakarta tdk melakukan pemungutan PPh Pasal 22.
5.

PT JKL yg bergerak di bidang usaha industri pengolahan gula didirikan pd thn 2012 dan pd
thn yg sama mendaftarkan diri sbg WP badan di KPP Z. PT JKL menggunakan thn buku JanDes. s.d. bulan Okt 2013 PT JKL masih terus melakukan kegiatan investasi dlm bentuk
pembangunan pabrik & instalasi mesin-mesin industri dan blm melakukan kegiatan operasi
scr komersial. Pd tanggal 1 Nov 2013 PT JKL mulai melakukan kegiatan operasi scr
komersial berupa produksi gula dlm kemasan.
Sesuai ketentuan Pasal 7 PMK-107/PMK.011/2013, maka utk Thn Pajak 2013, PT JKL
dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh. Mengingat bahwa 1 thn sejak beroperasi scr
komersial melewati Thn Pajak yg bersangkutan maka sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (2)
PMK-107/PMK.011/2013, s.d. akhir Thn Pajak 2014, WP masih dikenai PPh berdasarkan tarif
umum UU PPh.
Dlm hal peredaran bruto usaha PT JKL s.d. tanggal 31 Okt 2014 (1 thn sejak mulai
beroperasi komersial) tlh > Rp 4,8 M, maka mulai Thn Pajak 2015 PT JKL dikenai PPh
berdasarkan tarif umum UU PPh. Dlm hal peredaran bruto usaha PT JKL s.d. tanggal 31 Okt
2014 < Rp 4,8 M maka pengenaan PPh utk Thn Pajak 2015 memperhatikan peredaran bruto
Jan s.d. Des 2014.

6.

Kurnia mrp WP OP yg melakukan usaha perdagangan mobil bekas yg memiliki 1 tempat


kegiatan usaha shg Kurnia termasuk WP OP pengusaha tertentu. Peredaran bruto usaha Thn
Pajak 2013 adalah seb Rp 4 M shg pd Thn Pajak 2014 Kurnia dikenai PPh yg bersifat final.
Berdasarkan pembukuan yg dilakukan diketahui bahwa peredaran bruto usaha s.d. akhir Thn
Pajak 2014 berjumlah Rp 5 M.
Dgn demikian pd Thn Pajak 2015 Kurnia dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh, dan
Kurnia wajib menyetorkan angsuran PPh Pasal 25, sesuai ketentuan angsuran bagi OP
pengusaha tertentu.
Pd bulan Jan 2015 peredaran bruto dari usaha Kurnia adalah seb Rp 400 juta. Dan demikian,
penghitungan angsuran PPh Pasal 25 utk bulan Jan 2015 adalah sbb: PPh Pasal 25 = 0,75%
x Rp 400 juta = Rp 3 juta
Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan selanjutnya s.d. bulan Des 2015 adalah 0,75% dikalikan
peredaran bruto pd bulan yg bersangkutan.

C219

7.

Pd Thn Pajak 2014 WP PT PQR dikenai PPh yg bersifat final berdasarkan PMK107/PMK.011/2013. Berdasarkan pembukuan yg dilakukan diketahui bahwa peredaran bruto
usaha s.d. akhir Thn Pajak 2014 berjumlah Rp 5 M.
Dgn demikian pd Thn Pajak 2015 PT PQR dikenai PPh berdasarkan tarif umum UU PPh. Pd
bulan Jan 2015 slr peredaran bruto PT PQR seb Rp 200 juta, dan PPh yg dipotong/dipungut
pihak lain (bukan PPh final) adalah seb Rp 51 juta.
Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 utk Thn Pajak 2015 adalah sbb:
Penghasilan bruto sebulan
Rp
Biaya-biaya
Rp
Penghasilan neto sebulan
Rp
Penghasilan neto sebulan disetahunkan
Rp
PPh terutang (12,5% x Rp 600 juta)
Rp
Pajak yg dipotong/dipungut pihak lain
Rp
PPh kurang bayar
Rp
Angsuran PPh Pasal 25 (1/12 x Rp 24 juta)
Rp

200 juta
150 juta
50 juta
600 juta
75 juta
51 juta
24 juta
2 juta

Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan selanjutnya s.d. bulan Des 2015 adalah Rp 2 juta.
8.

CV MNO bergerak di bidang usaha penjualan alat tulis. Berdasarkan pembukuan yg


dilakukan diketahui hal-hal sbb:
Thn
Peredaran Bruto
Laba (Rugi) fiskal
2012
Rp 4 M
(Rp 300 juta)
2013
Rp 5 M
(Rp 200 juta)*)
2014
Rp 8 M
Rp 500 juta
*) rugi Juli-Des 2013
Berdasarkan data tsb maka CV MNO dpt melakukan kompensasi kerugian thn 2012 seb Rp
300 juta mulai thn 2013 s.d. thn 2017.
Pd thn 2013 CV MNO dikenai PPh yg bersifat final seb 1% shg kerugian pd tahun tsb yakni
seb Rp 200 juta tdk dpt dikompensasikan pd Thn Pajak berikutnya.
Pd thn 2014, CV MNO tdk lagi dikenai PPh yg bersifat final seb 1% tetapi dikenai PPh sesuai
tarif umum UU PPh. Penghasilan Kena Pajak 2014 adalah seb Rp 200 juta yaitu laba fiskal
thn 2014 seb Rp 500 juta dikurangi kompensasi kerugian thn 2012 seb Rp 300 juta.

C2110

B. FAQ PPh ATAS PENGHASILAN DARI USAHA WP DGN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Umum
1. Mengapa WP kecil sekarang hrs membayar pajak?
Jawaban :
Membayar pajak mrp kewajiban slr warga negara dan diatur dlm UUD 1945. PP 46 Thn 2013
memberikan kemudahan penghitungan bagi WP yg ingin berkontribusi kpd negara. Sedangkan bagi
warga negara yg tdk memenuhi syarat objektif & subjektif sesuai UU PPh dibebaskan dari kewajiban
tsb.
2. Mengapa WP yg mengalami kerugian hrs membayar pajak?
Jawaban :
Sesuai ketentuan yg berlaku, Pemerintah dpt menerapkan kebijakan PPh bersifat final, yg
penghitungannya didasarkan pd peredaran usaha dan pelaksanaannya diatur tersendiri dgn PP
berdasarkan bbrp pertimbangan antara lain kesederhanaan dan kemudahan dlm pemenuhan
kewajiban perpajakan.
Penghitungan PPh-nya berdasarkan peredaran bruto, maka WP tdk perlu lagi menghitung
besarnya biaya (biaya listrik, gaji, penyusutan, dan lain-lain) dlm rangka menentukan laba bersih
sbl pajak. Maka dlm penghitungan PPh yg bersifat final ini, tdk relevan lagi dibahas masalah
keuntungan dan kerugian.
Subjek & Bukan Subjek Pajak
3. WP manakah yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban :
WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 adalah WP yg memiliki peredaran bruto
tertentu dgn kriteria:
Kriteria
Keterangan
a. WP OP atau WP badan, dan
Tdk termasuk BUT
b. menerima penghasilan dari usaha dgn Tdk termasuk penghasilan dari jasa
peredaran bruto < Rp 4,8 M dlm 1 Thn Pajak
sehubungan dgn pekerjaan bebas
(Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 2 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
4. Apakah semua WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Berikut adalah WP yg penghasilan usahanya < Rp 4,8 M, namun tdk dikenakan PPh Final Pasal 4
ayat (2) berdasarkan PP 46 Thn 2013:
WP
Keterangan
Dasar Hukum
WP OP
melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yg
Pasal 2 ayat (3) PP
dlm usahanya menggunakan:
46 Thn 2013 jo. Pasal
a. sarana atau prasarana yg dpt dibongkar pasang baik
2 ayat (4) PMKyg menetap maupun tdk menetap; dan
107/PMK.011/2013)
b. sebagian atau seluruh tempat utk kepentingan umum
yg tdk diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
WP
a. blm beroperasi scr komersial; atau
(Pasal 2 ayat (4) PP
Badan
b. dlm jangka waktu 1 thn sejak beroperasi scr komersial
46 Thn 2013 jo. Pasal
memperoleh peredaran bruto > Rp 4,8 M.
2 ayat (5) PMK107/PMK.011/2013)
5. Bagaimana cara menentukan apakah WP pada Thn Pajak 2013 dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013 atau tdk?
Jawaban :
Pengenaan PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 didasarkan pd peredaran bruto dari
usaha dlm 1 thn dari Thn Pajak terakhir sbl Thn Pajak yg bersangkutan.
Kondisi WP
Dasar Peredaran Bruto
Contoh
WP yg terdaftar sbl Thn
Dihitung berdasakan peredaran bruto
Penjelasan Pasal 10

C2111

Pajak 2013

tahun 2012 (setahun penuh atau


disetahunkan apabila peredaran bruto
tdk setahun penuh)
WP baru terdaftar pd thn
Dihitung dari bulan saat WP terdaftar
pajak 2013 sbl 1 Juli 2013
s.d. bulan Juni 2013 kemudian
disetahunkan
WP baru terdaftar sejak 1
Dihitung dari peredaran bruto pd bulan
Juli 2013
pertama diperolehnya penghasilan dari
usaha kemudian disetahunkan
(Pasal 10 dan Penjelasan Pasal 10 PP 46 Thn 2013)

huruf a angka 1) PP 46
Thn 2013
Penjelasan Pasal 10
huruf a angka 2) PP 46
Thn 2013
Penjelasan Pasal 10
huruf a angka 3) PP 46
Thn 2013

Objek dan Bukan Objek Pajak


6. Apakah yg dimaksud dgn peredaran bruto mnr PP 46 Thn 2013?
Jawaban :
Peredaran bruto adalah slr penerimaan atau perolehan dari kegiatan usaha di Indonesia. Peredaran
bruto adalah penerimaan atau perolehan stl dikurangi dgn retur dan potongan tunai dlm bulan yg
bersangkutan sesuai pencatatan atau pembukuan WP.
7. Apakah semua penghasilan yg diterima oleh WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas
dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Tdk. Tdk semua penghasilan yg diterima oleh WP yg memenuhi kriteria jawaban angka 3 di atas
dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013. Peredaran bruto < Rp 4,8 M ditentukan
berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk usaha cabang, tdk termasuk peredaran
bruto dari:
WP
Tarif PPh
Penghasilan yg diterima atau diperoleh dari jasa sehubungan pekerjaan
Tarif Umum UU
bebas, meliputi:
PPh
a. tenaga ahli yg melakukan pekerjaan bebas, yg terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. agen iklan;
g. pengawas atau pengelola proyek;
h. perantara;
i. petugas penjaja barang dagangan;
j. agen asuransi; dan
k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
(Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 2 ayat (3) PMK107/PMK.011/2013)
Penghasilan dari LN
Penghasilan yg dikecualikan dari objek pajak
Tdk dikenakan
PPh
Penghasilan dari usaha yg dikenakan PPh Final berdasarkan ketentuan Final
perpajakan tersendiri
(Pasal 3 ayat (2), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
8. Apakah jasa sehubungan dgn pekerjaan bebas bisa dilakukan oleh Badan, atau hanya berlaku
bagi OP sesuai definisi Pasal 1 Angka 24 UU KUP?
Jawaban:
Pengertian pekerjaan bebas mengacu pd Pasal 1 Angka 24 UU KUP, yaitu pekerjaan yg dilakukan
oleh OP.

C2112

9. Apakah peredaran bruto yg menjadi Dasar Pengenaan Pajak didasarkan pd pembukuan atau
berdasarkan penghasilan bruto yg tlh diterima scr tunai?
Jawaban:
Disesuaikan dgn yg diselenggarakan oleh WP. Jika WP menyelanggarakan pembukuan, maka
peredaran bruto berdasarkan pembukuan. Namun, jika WP menyelenggarakan pencatatan, maka
peredaran bruto dihitung berdasarkan cash basis (sesuai Pasal 4 ayat (1) PER-4/PJ/2009).
10. Apa pengertian dari usaha? Apa maksud dari dicantumkannya petikan Pasal 4 ayat (1) UU PPh
di dlm Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Dicantumkannya Penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP sebenarnya adalah sbg bridging krn memang tdk
ada definisi mengenai usaha. Shg bisa terlihat bahwa yg menjadi sasaran PP 46 Thn 2013 adalah
penghasilan dari usaha dan kegiatan.
Utk koperasi simpan pinjam, penghasilan berupa bunga yg diterima adalah penghasilan dari usaha.
Namun, bagi suatu perusahaan yg kebetulan memiliki idle cash dan memberikan pinjaman, atas
bunga yg diterima atas pinjaman tsb bukan mrp penghasilan dari usaha, melainkan penghasilan dari
modal. Termasuk juga misalnya, perusahaan yg usahanya melakukan penyewaan kendaraan/rental
(contohnya bus Hiba), maka penghasilan tsb mrp penghasilan dari usaha.
11. Apakah penghasilan yg diterima dari penyewaan harta selain tanah & bangunan, dpt dikenakan
PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Ya, sepanjang itu adalah penghasilan utamanya.
12. Apakah yg dimaksud dgn "peredaran bruto"? Jika suatu perusahaan yg bergerak di bidang
manufaktur, namun dlm thn yg sama mendapatkan dividen, mendapatkan bunga pinjaman,
kemudian mendapatkan uang sewa dari menyewakan peralatannya kpd pihak lain dan ada
penjualan aktiva berupa kendaraan bermotor. Dari penghasilan tsb, yg mana yg termasuk
"peredaran bruto" utk menentukan apakah badan tsb memenuhi batasan peredaran bruto <
Rp 4,8 M?
Jawaban:
Selama penghasilan lain tsb bukan dlm rangka kegiatan usahanya, maka tdk termasuk dlm peredaran
bruto yg dikenakan PP 46 Thn 2013.
Tarif dan Cara Penghitungan
13. Berapa tarif PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Besarnya tarif PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 Thn 2013 adalah 1%.
(Pasal 3 ayat (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 4 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
14. Bagaimana cara menghitung PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Penghitungan
Keterangan
PPh = tarif x DPP
Tarif = 1%
= 1% x peredaran bruto tiap bulan

Contoh
Angka 1 Lamp
PMK107/PMK.011/2013

DPP = jml peredaran bruto tiap


bulan, utk tiap tempat usaha
(Pasal 4 ayat (1) & (2) PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) PMK-107/PMK.011/2013)
15. Pd suatu thn, WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013. Pd suatu bulan dlm thn
tsb, penghasilan WP sdh > Rp 4,8 M. Apakah pd thn tsb WP tetap akan dikenakan PPh Final
berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
Ya. Pd thn tsb, WP tetap dikenai tarif PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013.

C2113

Thn Pajak
Thn Pajak ybs
Thn Pajak berikutnya

Tarif PPh
WP tetap dikenai tarif PPh Final s.d. Thn
Pajak ybs.
WP dikenai tarif PPh berdasarkan UU PPh

Contoh
Penjelasan Pasal 3 ayat
(3) PP 46 Thn 2013
Penjelasan Pasal 3 ayat
(4) PP 46 Thn 2013

(Pasal 3 ayat (3) & (4) PP 46 Thn 2013)


Transaksi dgn Pemotong/Pemungut
16. WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 bertransaksi dgn Pemotong/
Pemungut PPh. Apakah WP tetap membayar PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 atau WP
dipotong/dipungut oleh Pemotong/Pemungut sesuai dgn ketentuan pemotongan/pemungutan
PPh yg berlaku?
Jawaban:
Atas penghasilan dari usaha yg diterima atau diperoleh WP yg berdasarkan ketentuan perpajakan
wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg tdk bersifat final, dpt dibebaskan dari
pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain melalui SKB yg diterbitkan oleh Kepala KPP
tempat WP terdaftar atas nama Dirjen Pajak berdasarkan permohonan WP.
(Pasal 6 ayat (1) - (3) PMK-107/PMK.011/2013)
Kompensasi Kerugian
17. Apakah WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 dpt mengkompensasikan
kerugian yg dideritanya?
Jawaban:
Ya. WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 dpt melakukan kompensasi kerugian
dgn syarat:
a. menyelenggarakan pembukuan, dan
b. kerugian dikompensasikan dgn penghasilan yg tdk dikenai PPh yg bersifat final.
(Pasal 8 PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 8 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013)
Selain syarat di atas, terdapat ketentuan tambahan mengenai kompensasi kerugian bagi WP yg
dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013, yaitu:
a. kompensasi kerugian dilakukan mulai Thn Pajak berikutnya berturut-turut s.d. 5 Thn Pajak;
b. Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final, tetap diperhitungkan sbg bagian dari jangka waktu
utk melakukan kompensasi kerugian;
c. kerugian pd suatu Thn Pajak dikenakannya PPh yg bersifat final, tdk dpt dikompensasikan pd Thn
Pajak berikutnya.
(Pasal 8 PP 46 Thn 2013 jo. Pasal 8 ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
18. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd thn 2013 (sejak Juli 2013). Apakah WP
masih bisa melakukan kompensasi kerugian yg diderita selama bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013?
Jawaban:
Ya. Kerugian pd bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dpt dilakukan kompensasi dgn penghasilan yg tdk
dikenai PPh yg bersifat final pd Thn Pajak berikutnya dgn syarat: WP wajib melampirkan laporan rugi
laba bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dlm SPT Tahunan PPh thn 2013.
(Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) PMK-107/PMK.011/2013)
Angsuran PPh Pasal 25
19. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd suatu thn pajak. Apakah WP masih
diwajibkan mengangsur PPh Pasal 25 pd thn pajak tsb?
Jawaban:
Kondisi WP
Kewajiban PPh Pasal 25
Hanya menerima atau memperoleh
Tdk wajib melakukan pembayaran angsuran
penghasilan yg dikenai PPh Final
pajak PPh Pasal 25
berdasarkan PP 46 Thn 2013
Selain menerima atau memperoleh
Atas penghasilan yg dikenai PPh berdasarkan
tarif umum UU PPh wajib dibayar angsuran PPh
penghasilan yg dikenai PPh Final

C2114

berdasarkan PP 46 Thn 2013 juga menerima


Pasal 25
atau memperoleh penghasilan yg dikenai
PPh berdasarkan tarif umum UU PPh
(Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK-107/PMK.011/2013)
20. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd suatu thn pajak. Pd thn pajak
berikutnya, WP dikenakan tarif umum berdasarkan UU PPh dan diwajibkan mengangsur PPh
Pasal 25 krn peredaran bruto thn pajak sebelumnya tlh > Rp 4,8 M. Bagaimana cara
menghitung angsuran PPh Pasal 25 utk thn pajak tsb?
Jawaban:
WP
Angsuran PPh Pasal 25
WP sesuai Pasal 25 ayat (7) huruf b UU PPh:
Sesuai dgn besarnya angsuran pajak sesuai
bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa, dan
PMK-255/PMK.03/2008 jo PMKWP lainnya yg berdasarkan ketentuan hrs
208/PMK.03/2009
membuat LK berkala
WP sesuai Pasal 25 ayat (7) huruf c UU PPh:
Sesuai dgn besarnya angsuran pajak sesuai
WP OPPT dgn tarif paling tinggi 0,75% dari
PMK-255/PMK.03/2008 jo PMKperedaran bruto
208/PMK.03/2009
Contoh: Angka 6 Lamp PMK-107/PMK.011/2013
WP selain WP Pasal 25 ayat (7) huruf b dan
Angsuran pajak diberlakukan seperti WP baru.
huruf c UU PPh
Contoh: Angka 7 Lamp PMK-107/PMK.011/2013
Catatan: Utk WP OP, jml penghasilan neto yg
disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dgn
PTKP
(Pasal 9 ayat (3) & (4) PMK-107/PMK.011/2013)
21. WP dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 pd suatu thn pajak. Pd thn pajak
berikutnya, WP dikenakan tarif umum berdasarkan UU PPh dan diwajibkan mengangsur PPh
Pasal 25 krn peredaran bruto thn pajak sebelumnya tlh > Rp 4,8 M. Apakah WP tsb boleh
mengkreditkan angsuran PPh Pasal 25-nya?
Jawaban:
Ya. Angsuran PPh Pasal 25 dan pajak yg tlh dipotong dan/atau dipungut pihak lain boleh dikreditkan
thd PPh yg terutang utk Thn Pajak yg bersangkutan, kecuali utk penghasilan yg pengenaan pajaknya
bersifat final.
(Pasal 9 ayat (5) PMK-107/PMK.011/2013)
22. Dlm Contoh Penghitungan Angka 7 Lamp PMK-107/PMK.011/2013, disebutkan bahwa:
Angsuran PPh Pasal 25 utk bulan selanjutnya s.d. bulan Des adalah Rp 2 juta (sesuai dgn
data penghasilan dan biaya bulan Jan). Sedangkan dlm PMK-255/PMK.03/2008 disebutkan:
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk WP baru adalah seb PPh yg dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yg disetahunkan, dibagi 12. Jadi, cara
yg mana yg seharusnya diterapkan?
Jawaban:
Utk kepastian hukum, khusus utk WP yg sebelumnya dikenakan PP 46 Thn 2013 maka mengikuti
ketentuan di Lamp PMK-107/PMK.011/2013 tsb. Namun, utk WP yg benar-benar baru, maka tetap
mengikuti PMK-255/PMK.03/2008.
Penyetoran dan Pelaporan
23. Bagaimana tata cara penyetoran PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
WP wajib menyetor PPh terutang:
ke kantor pos atau bank yg ditunjuk oleh Menkeu,
dgn menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yg dipersamakan dgn SSP, yg tlh mendapat
validasi dgn NTPN,
Kode MAP 411128 & KJS 420,
paling lama tanggal 15 bulan berikutnya stl Masa Pajak berakhir.
(Pasal 10 ayat (1) PMK-107/PMK.011/2013 jo. Pasal I dan Lamp PER-34)

C2115

24. Bagaimana tata cara pelaporan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013?
Jawaban:
SPT
Keterangan
SPT
WP yg melakukan pembayaran PPh Final berdasarkan PP 46
Masa
Thn 2013 wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lama 20
hari stl Masa Pajak berakhir.
WP yg tlh melakukan penyetoran PPh Final berdasarkan PP
46 Thn 2013 Thn 2013, dianggap tlh menyampaikan SPT
Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2), sesuai dgn tanggal validasi
NTPN yg tercantum pd SSP.
SPT
WP yg atas slr atau sebagian penghasilannya tlh dikenai PPh
Tahunan Final berdasarkan PP 46 Thn 2013, kewajiban penyampaian
SPT Tahunan PPh adalah sesuai ketentuan Pasal 3 UU KUP
dan peraturan pelaksanaannya beserta perubahannya

Dasar Hukum
Pasal 10 ayat (2) &
ayat (3) PMK107/PMK.011/2013

Pasal 11 PMK107/PMK.011/2013

25. Bagaimana halnya dgn setoran PPh Pasal 25 yg tlh dibayar sekaligus dimuka utk Thn Pajak 2013?
Jawaban:
Atas angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Juli s.d. Des 2013 yg sdh disetor sblm diberlakukannya PP
46 Thn 2013/2013, dapat dipindahbukukan (Pbk) ke setoran Pajak PPh Pasal 4(2) yang terutang.
Lain-lain
26. Apakah WP yg dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Thn 2013 wajib membuat pembukuan
terpisah sesuai PP 94 Thn 2010, termasuk utk thn pertama, yaitu thn 2013?
Jawaban:
Ya, tetap mengikuti ketentuan yg berlaku. LK yg dilampirkan di SPT Tahunan sama seperti biasa
(meliputi 1 thn buku). Namun, khusus utk WP yg ingin melakukan kompensasi atas kerugian bulan
Jan s.d. Juni 2013 wajib melampirkan laporan rugi laba bulan Jan 2013 s.d. Juni 2013 dlm SPT
Tahunan PPh thn 2013 sesuai Pasal 15 PMK-107.
27. Utk transaksi bisnis yg memakai valas namun menyelenggarakan pembukuan dgn mata uang
rupiah dgn kurs tengah BI, apakah penghitungan omsetnya mengacu ke pembukuan atau
memakai kurs pajak (KMK)?
Jawaban:
Penghitungan omsetnya mengacu ke pembukuan WP (dlm hal ini menggunakan kurs tengah BI),
sedangkan kurs KMK digunakan jika atas suatu transaksi dikenakan pemotongan/pemungutan pajak.
Sumber:
http://p2humas.intranet.pajak.go.id/tkb/engine/faq/view.php?id=1212,
http://p2humas.intranet.pajak.go.id/tkb/engine/faq/view.php?id=1222,
Buku Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu
(dgn bbrp perubahan seperlunya oleh penyusun)

C2116

PENGGUNAAN NILAI BUKU ATAS PENGALIHAN HARTA DLM RANGKA


PENGGABUNGAN, PELEBURAN ATAU PEMEKARAN USAHA

Dasar Hukum:
PMK-43/PMK.03/2008 (berlaku sejak 13 Maret 2008) ttg Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan
Harta dlm Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha
PER-28/PJ/2008 (berlaku sejak 19 Juni 2008) ttg Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin
Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau
Pemekaran Usaha
SE terkait:
SE-45/PJ/2008 ttg Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan PMK-43/PMK.03/2008
WP yg Dpt Menggunakan Nilai Buku dlm Rangka Restrukturisasi Perusahaan:
1. WP yg melakukan MERGER
Yg mengajukan permohonan utk penggunaan nilai buku WP yg menerima harta
Merger meliputi:
o Penggabungan usaha penggabungan dari 2 atau lbh WP Badan yg modalnya terbagi atas
saham dgn cara tetap mempertahankan tetap berdirinya salah satu badan usaha yg tdk
mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian lbh kecil (A+B =A)
Yg dimaksud sisa kerugian adalah sisa kerugian fiskal & komersial
Pihak yg menerima pengalihan harta dlm rangka penggabungan usaha adalah WP yg tdk
mempunyai sisa kerugian atau yg mempunyai sisa kerugian yg lbh kecil dibandingkan dgn WP yg
mengalihkan harta berdasarkan sisa kerugian fiskal & komersial. (Angka 2 SE-45/PJ/2008)
WP yg menerima pengalihan harta = surviving company
WP yg mengalihkan harta = transferor company
o Peleburan usaha penggabungan dari 2 atau lbh WP Badan yg modalnya terbagi atas saham
dgn cara mendirikan badan usaha baru (A+B=C)

2.

WP yg melakukan merger dgn menggunakan nilai buku, tdk boleh mengkompensasikan kerugian/sisa
kerugian dari WP yg menggabungkan diri/WP yg dilebur. (Pasal 3 PMK-43/PMK.03/2008)
WP yg melakukan PEMEKARAN USAHA sesuai ketentuan dlm Pasal 1 ayat (6) PER-28/PJ/2008
Yg mengajukan permohonan utk penggunaan nilai buku WP yg mengalihkan harta
WP yg melakukan pemekaran usaha yg dpt menggunakan nilai buku, yaitu:
o WP yg blm Go Public yg akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/
IPO); atau
o WP yg tlh Go Public sepanjang slr badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran
umum perdana (IPO)
Pemekaran usaha adalah pemisahan WP Badan yg modalnya terbagi atas saham menjadi 2 WP
Badan atau lbh dgn cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan
kewajiban kpd badan usaha baru tsb yg dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yg lama
(A= A+B)

Persyaratan Agar Dpt Menggunakan Nilai Buku: (Pasal 2 PMK-43/PMK.03/2008 dan Pasal 2 PER28/PJ/2008)
1. Mengajukan permohonan kpd DJP dgn disertai alasan dan tujuan dilakukannya merger
atau pemekaran usaha (Pasal 3 ayat (1) PER-28/PJ/2008)
Yg mengajukan permohonan (Pemohon):
Jika dlm rangka merger: Pemohon adalah WP yg menerima harta
Jika dlm rangka pemekaran usaha: Pemohon adalah WP yg mengalihkan harta
2. Melunasi slr utang pajak dari setiap badan usaha terkait
Pelunasan slr utang pajak ini wajib dipenuhi oleh WP yg mengalihkan harta dan WP yg menerima
harta, termasuk utang pajak dari cabang atau perwakilan yg terdaftar di KPP di lokasi.
3. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (Business purpose test)
Di dlm Angka 4 SE-45/PJ/2008, diatur juga bahwa LK WP yg mengalihkan harta dan LK WP yg
menerima harta hrs diaudit oleh Akuntan Publik, khususnya utk thn pajak dilakukannya
pengalihan harta.

C221

Persyaratan Business Purpose Test:


WP dianggap memenuhi persyaratan business purpose test jika:
Tujuan utama dari meger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi usaha yg kuat
dan memperkuat struktur permodalan serta tdk dilakukan utk penghindaran pajak;
Kegiatan usaha WP yg mengalihkan harta masih berlangsung s.d. tanggal efektif merger;
Kegiatan usaha WP yg mengalihkan harta sbl merger terjadi wajib dilanjutkan oleh WP yg
menerima pengalihan harta paling singkat 5 thn stl tanggal efektif merger;
Kegiatan usaha WP yg menerima harta dlm rangka merger tetap berlangsung paling singkat
5 thn stl tanggal efektif merger;
Kegiatan usaha WP yg menerima harta dlm rangka pemekaran usaha wajib berlangsung
paling singkat 5 thn stl tanggal efektif pemekaran usaha; dan
Harta yg dimiliki oleh WP yg menerima harta stl terjadinya merger atau pemekaran usaha tdk
dipindahtangankan oleh WP yg menerima harta paling singkat 2 thn stl tanggal efektif merger
atau pemekaran usaha.
Keterangan:
Apabila WP yg menerima harta melakukan penjualan atas harta yg dialihkan, sebelum lewat
jangka waktu 2 thn stl tanggal efektif merger atau pemekaran usaha, WP tsb wajib
menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tsb layak dijual demi meningkatkan efisiensi
perusahaan dan disertai dgn bukti pendukung. Pernyataan tertulis disampaikan paling lama 1
bulan stl terjadinya penjualan harta kpd Kepala Kanwil DJP tempat WP yg menerima harta
terdaftar. Format pernyataan tertulis dpt dilihat di Lamp V PER-28/PJ/2008.
Business purpose test wajib dipenuhi oleh WP yg melakukan merger dlm bidang usaha yg sama
maupun dlm bidang usaha yg tdk sama serta pemekaran usaha. (Angka 6 SE-45)
Tatacara Pengajuan Permohonan & Penerbitan Keputusan DJP:
1. Permohonan diajukan kpd Kepala Kanwil DJP yg membawahi KPP pemohon terdaftar; (Pasal 3
ayat (2) PER-28/PJ/2008)
2. Permohonan diajukan paling lama 6 bulan stl tanggal efektif merger atau pemekaran usaha
dilakukan; (Pasal 3 ayat (2) PER-28/PJ/2008)
3. Pemohon: (Pasal 3 ayat (1) PER-28/PJ/2008)
o Dlm rangka merger: WP yg menerima harta
o Dlm rangka pemekaran usaha: WP yg mengalihkan harta
4. Bentuk/ Format surat: (Pasal 3 ayat (3) PER-28/PJ/2008)
o Surat Permohonan: sesuai format dlm Lamp I PER-28/PJ/2008
o Surat Pernyataan yg menyatakan alasan & tujuan merger atau pemekaran usaha: sesuai format
dlm Lamp II PER-28/PJ/2008
o Daftar Isian dan Surat Pernyataan dlm rangka business purpose test: sesuai format dlm Lamp III
PER-28/PJ/2008
5. SK diterbitkan paling lama 1 bulan sejak diterimanya permohonan scr lengkap dari WP
SK diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Dirjen Pajak. Apabila jangka dlm jangka waktu 1
bulan, Kepala Kanwil DJP tdk memberikan keputusan, maka permohonan WP dianggap diterima.
(Pasal 3 ayat (4) dan (5) PER-28/PJ/2008)
Kewajiban bagi WP yg Melakukan Pemekaran Usaha yg Tlh Mendapat Persetujuan Penggunaan
Nilai Buku:
WP yg akan menjual sahamnya di bursa efek, paling lama 1 thn stl memperoleh persetujuan utk
menggunakan nilai buku, hrs sdh mengajukan pernyataan pendaftaran kpd BAPEPAM-LK dlm rangka
IPO dan pernyataan pendaftaran tsb tlh menjadi efektif. (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2008)
Jangka waktu 1 thn ini dpt diperpanjang paling lama 2 thn, dlm hal terdapat keadaan di luar
kekuasaan WP, dgn persetujuan Kepala Kanwil DJP. (Pasal 7 ayat (2) PER-28/PJ/2008)
Apabila stl lewat waktu 3 thn, WP blm dpt melaksanakan IPO, jangka waktu tsb dpt diperpanjang
paling lama 1 thn stl mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak. (Pasal 7 ayat (3) PER-28/PJ/2008)
Perlakuan Jika WP Tdk Memenuhi Persyaratan yg Ditentukan (Pengenaan Sanksi):
WP hrs menghitung kembali nilai pengalihan hartanya berdasarkan nilai pasar,
1. Jika dlm jangka waktu 5 thn Dirjen Pajak melalui penelitian atau pemeriksaan menemukan bukti
bahwa:
merger atau pemekaran usaha tdk memenuhi persyaratan business purpose test; atau

C222

dlm hal harta yg dimiliki oleh WP yg menerima pengalihan harta, dipindahtangankan sebelum
2 thn stl tanggal efektif merger atau pemekaran usaha namun WP yg menerima harta:
tdk menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tsb layak dijual; atau
menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tsb layak dijual tetapi pernyataan tsb tdk
sesuai dgn keadaan yg sebenarnya
2. Jika WP yg tlh memperoleh persetujuan Dirjen Pajak utk menggunakan nilai buku dlm rangka
merger atau pemekaran usaha, namun:
blm dpt melaksanakan IPO; atau
tlh memperoleh persetujuan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan IPO tetapi sampai
jangka waktu perpanjangan yg diberikan blm dpt melaksanakan IPO
Kpd WP yg dikenai sanksi utk menghitung kembali nilai pengalihan dgn menggunakan nilai pasar
akan diterbitkan SK pencabutan atas SK persetujuan. SK pencabutan atas SK persetujuan tsb
diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama DJP. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan SK
pencabutan tsb Dirjen Pajak menerbitkan skp.
(Pasal 8 PER-28/PJ/2008 dan Angka 17 SE-45/PJ/2008)
Angsuran PPh Pasal 25:
Apabila Merger atau Pemekaran usaha dilakukan dlm thn pajak berjalan, maka jml angsuran PPh
Pasal 25 dari pihak-pihak yg menerima pengalihan/harta tdk boleh lbh kecil dari jml angsuran PPh
Pasal 25 yg wajib dibayar oleh pihak yg mengalihkan. (Pasal 5 ayat (1) PMK-43/PMK.03/2008)
Jika stl merger WP yg menerima pengalihan/harta mengalami penurunan usaha, WP yg bersangkutan
dpt mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan yg berlaku.
(Angka 13 SE-45/PJ/2008)
Perlakuan PPh yg Tlh Dibayar Sbl Merger atau Pemekaran Usaha:
Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan PPh yg tlh dilakukan oleh pihak yg mengalihkan sbl
dilakukannya merger atau pemekaran usaha dpt dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan,
atau pemotongan PPh dari WP yg menerima pengalihan. (Pasal 5 ayat (2) PMK-43/PMK.03/2008)
Pencatatan Harta yg Dialihkan: (Angka 10 SE-45/PJ/2008)
Jika pengalihan harta tdk mendapatkan persetujuan Dirjen Pajak utk menggunakan nilai buku, maka
pengalihan slr harta tsb hrs dinilai dgn harga pasar dan atas keuntungan yg diperoleh dikenakan PPh
sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku.
Jika pengalihan harta dgn menggunakan nilai buku tlh mendapat persetujuan Dirjen Pajak, WP yg
menerima pengalihan harta tsb hrs mencatat nilai perolehannya sesuai nilai buku sebagaimana yg
tercantum dlm pembukuan WP yg mengalihkan harta.
Jika WP sbl merger atau pemekaran usaha tlh melakukan penilaian kembali aktiva tetap, nilai buku yg
dicatat adalah nilai buku stl dilakukan penilaian kembali aktiva tetap.
Penyusutan & Amortisasi harta yg Dialihkan: (Angka 11 SE-45/PJ/2008)
Penyusutan & amortisasi atas harta yg dialihkan utk thn buku terjadinya pengalihan harta dilakukan
scr prorata (perhitungan bulanan) berdasarkan masa manfaat yg tersisa sebagaimana tercantum dlm
pembukuan WP yg mengalihkan harta.
Bagi WP yg mengalihkan harta, penyusutan & amortisasi atas harta yg dialihkan dihitung scr prorata
sampai dgn bulan dilakukannya pengalihan harta. Dan menggunakan metode penyusutan &
amortisasi yg dianut WP yg bersangkutan.
Bagi WP yg menerima harta, penyusutan & amortisasi atas harta yg diterima dihitung scr prorata
sebanyak sisa bulan sesudah bulan pengalihan harta. Dan menggunakan metode penyusutan &
amortisasi yg dianut WP yg bersangkutan.
Kompensasi Timbal Balik (Offset) Utang-Piutang: (Angka 12 SE-45/PJ/2008)
Jika antara pihak yg mengalihkan harta dgn pihak yg menerima pengalihan harta terjadi kompensasi
timbal-balik utang piutang, maka:
penghapusan utang bagi pihak debitur (pihak yg berhutang) bukan mrp penghasilan;
penghapusan piutang bagi pihak kreditur (pihak yg memiliki piutang) bukan mrp biaya.

C223

Penyampaian SPT Masa/ SPT Tahunan dlm Hal Merger atau Pemekaran Dilakukan dlm Thn
Berjalan: (Angka 14 SE-45/PJ/2008)
Kewajiban penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi WP yg mengalihkan harta berakhir sampai
dgn masa pajak/thn pajak dilakukannya merger;
Kewajiban penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi WP baru yg menerima harta dlm rangka
peleburan & pemekaran usaha, dimulai sejak WP terdaftar di KPP segera stl pendirian badan usaha
baru.
Pemeriksaan Pajak Menyangkut Thn-Thn Sbl Merger: (Angka 15 SE-45/PJ/2008)
Apabila stl merger dilakukan pemeriksaan pajak thd WP yg mengalihkan harta, menyangkut thn-thn pajak
sbl merger, skp hasil pemeriksaan tsb serta tindakan penagihan dan/atau restitusinya diterbitkan atas
nama dan NPWP WP yg mengalihkan harta q.q nama & NPWP WP yg menerima harta.
Ketentuan thd Pemegang Saham: (Angka 16 SE-45/PJ/2008)
Apabila pemegang saham dari WP yg mengalihkan harta tdk setuju dgn rencana pengalihan harta, dan
pemegang saham tsb memilih utk menjual sahamnya, maka:
atas selisih lbh antara harga perolehan dgn harga jual mrp penghasilan pemegang saham tsb dan
terutang PPh sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku.
atas selisih kurang antara harga perolehan dgn harga jual yg diterima pemegang saham tsb, dpt
dibebankan sbg biaya, dgn syarat sepanjangan pemegang saham tsb menyelenggarakan
pembukuan.
Masa Transisi (Ketentuan Peralihan): (Angka 18 SE-45/PJ/2008)
Permohonan penggunaan nilai buku dlm rangka merger atau pemekaran usaha yg diajukan:
sbl berlakunya PMK-43/PMK.03/2008 namun permohonan tsb masih dlm proses penelitian & evaluasi
stl berlakunya PMK-43, dilaksanakan dan diproses sesuai dgn tata cara berdasarkan ketentuan sbl
berlakunya PMK-43.
stl berlakunya PMK-43/PMK.03/2008 namun sbl berlakunya PER-28/PJ/2008, dilaksanakan sesuai
dgn tata cara berdasarkan ketentuan PMK-43 dan SE-21/PJ.42/1999 jo SE-42/PJ.42/1999.

C224

DIVIDEN YG DIPEROLEH WP DN ATAS PENYERTAAN MODAL PD BADAN USAHA DI LN


SELAIN BADAN USAHA YG MENJUAL SAHAMNYA DI BURSA EFEK
Dasar Hukum:
UU PPh
PMK-256/PMK.03/2008
PER-59/PJ/2010 (berlaku mulai tanggal 15 Des 2010)
Saat Diperolehnya Dividen: (Pasal 1 PER-59/PJ/2010)
a. pd bulan ke-4 stl berakhirnya batas waktu kewajiban/penyampaian SPT Tahunan PPh badan usaha di
LN tsb utk thn pajak yg bersangkutan;
atau
b. pd bulan ke-7 stl thn pajak berakhir apabila badan usaha di LN tsb tdk memiliki kewajiban utk
menyampaikan SPT Tahunan PPh atau tdk ada ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh.
Kriteria WP DN: (Pasal 2 PER-59/PJ/2010)
WP DN yg
a. memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jml saham yg disetor pd badan usaha di LN; atau
b. scr bersama-sama dgn WP DN lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jml saham yg
disetor pd badan usaha di LN.
Besarnya Dividen: (Pasal 3 PER-59/PJ/2010)
(1) Besarnya dividen yg wajib dihitung oleh WP DN dlm Pasal 2 PER-59/PJ/2010 adalah seb jml dividen yg
menjadi haknya thd laba stl pajak yg sebanding dgn penyertaannya pd badan usaha di LN selain
badan usaha yg menjual sahamnya di bursa efek.
(2) Ketentuan pd ayat (1) tdk berlaku apabila sbl batas waktu Saat Diperolehnya Dividen, badan usaha di
LN tsb sdh membagikan dividen yg menjadi hak WP.
(3) Laba stl pajak pd ayat (1) adalah laba usaha sesuai dgn LK berdasarkan SAK yg lazim berlaku di negara
yg bersangkutan, stl dikurangi dgn PPh yg terutang di negara tsb.
(4) Dividen pd ayat (1) tsb wajib dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh utk thn pajak saat dividen tsb dianggap
diperoleh.
(5) WP DN pd ayat (1) atau ayat (2) wajib melampirkan LK dari badan usaha di LN pd SPT Tahunan PPh.
Aturan Tambahan: (Pasal 4 PER-59/PJ/2010)
(1) Dlm hal WP DN pd Pasal 2 menerima pembagian dividen dlm jml yg melebihi jml dividen yg dilaporkan
pd Pasal 3 ayat (1), atas kelebihan jml dividen tsb wajib dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh pd thn pajak
dibagikannya dividen tsb.
(2) Dlm hal WP DN menerima pembagian dividen selain dividen pd Pasal 3 ayat (1), dividen tsb wajib
dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh pd thn pajak dibagikannya dividen tsb.
(3) Pembagian dividen pd ayat (2) termasuk pembagian dividen dgn nama & dlm bentuk apapun yg pd
hakikatnya mrp pembagian dividen yg tdk termasuk dlm penghitungan penetapan saat diperolehnya
dividen pd Pasal 3 ayat (1).
Kredit Pajak: (Pasal 5 PER-59/PJ/2010)
(1) Pajak atas dividen yg tlh dibayar atau dipotong di LN dpt dikreditkan sesuai ketentuan pd Pasal 24 UU
PPh.
(2) Pengkreditan pajak yg dibayar atau dipotong pd ayat (1) dilakukan pd thn pajak dibayarnya atau
dipotongnya pajak tsb.
Pengecualian Kredit Pajak: (Pasal 6 PER-59/PJ/2010)
Dlm hal blm ada pajak scr nyata dibayar di LN atas dividen yg ditetapkan saat perolehannya, maka pajak
atas dividen tsb tdk boleh diperhitungkan sbg KPLN sesuai Pasal 24 UU PPh dlm SPT Tahunan PPh thn
pajak saat ditetapkan perolehan dividen.
Berlaku Surut: (Pasal 8 PER-59/PJ/2010)
Mulai tanggal 15 Des 2010, Tata Cara Pelaporan Penerimaan Dividen, Penghitungan Besarnya Pajak Yg

C231

Hrs Dibayar, dan Pengkreditan Pajak Sehubungan dgn Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Oleh WP DN
atas Penyertaan Modal pd Badan Usaha di LN Selain Badan Usaha yg Menjual Sahamnya di Bursa Efek yg
dilaksanakan sejak tanggal 1 Jan 2009 berlaku ketentuan PER-59/PJ/2010.
Contoh-contoh: (Lamp I PER-59/PJ/2010)
1.

PT LE, WP DN Indonesia pd thn 2010 memiliki penyertaan modal seb 65% dari jml saham yg disetor pd
BM Ltd di negara A yg tdk menjual sahamnya di bursa efek. Atas penyertaan modal tsb:
a. Saat Penetapan Diperolehnya Dividen
Apabila Thn Pajak BM Ltd di negara A adalah 1 Jan s.d. 31 Des dan batas waktu kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh di negara A paling lambat adalah 31 Mei, maka saat diperolehnya
dividen adalah pd bulan ke-4 stl berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT Ttahunan
PPh di negara A yaitu 30 Sept 2011.
b. Besarnya Dividen yg Ditetapkan dan Pelaporan
Thn pajak 2010, BM Ltd di negara A memperoleh laba stl pajak seb US$ 50.000 dan nilai tukar US$
thd Rupiah pd bulan Sept 2011 berdasarkan kurs tengah BI adalah Rp 9.200/US$, maka dividen thn
2010 yg ditetapkan tlh diperoleh PT LE adalah 65% x US$ 50.000 = US$ 32.500.
Penghasilan dividen tsb dibukukan PT LE seb US$ 32.500 x Rp 9.200/US$ = Rp 299 juta. Jml tsb
diperhitungkan dlm PKP thn 2011 sesuai dgn ketentuan Pasal 16 UU PPh, dan dilaporkan dlm SPT
Tahunan PPh thn pajak 2011.
c. Pengkreditan pajak LN atas dividen yg dibayarkan
1) Apabila dividen tsb blm dibayarkan oleh BM Ltd di negara A, maka tdk ada kredit pajak PPh
Pasal 24 yg dpt diperhitungkan dlm SPT Tahunan PPh PT LE utk thn pajak 2011.
2) Apabila dividen thn 2010 tsb diterima WP pd bulan Sept 2014 dgn jml seb US$ 35.000, dan
pembayaran dividen dlm bentuk lain utk thn pajak 2010 seb US$ 5.000, dgn bukti pemotongan
PPh atas dividen tsb @ seb US$ 3.500 dan US$ 500 maka:
a) Atas selisih lebih dividen yg dibayarkan tsb mrp penghasilan WP thn 2014 yaitu US 35.000
- US$ 32.500 = US$ 2.500 atau seb Rp 22,875 juta (misalnya kurs tengah BI Rp
9.150/US$) dan dilaporkan pd SPT Tahunan PPh thn pajak 2014.
b) Atas dividen lainnya seb US$ 5.000 juga mrp penghasilan thn 2014 yaitu seb Rp 45,75 juta
(misalnya kurs tengah BI Rp 9.150/US$) dan dilaporkan pd SPT Tahunan PPh thn pajak
2014.
c) Pajak yg dibayar atau dipotong atas dividen di negara A tsb seb US$ 3.500 dan US$ 500
diperhitungkan sbg KPLN utk thn pajak 2014 sesuai dgn ketentuan Pasal 24 ayat (6) UU
PPh.

2.

PT DK, PT DS dan PT DT mrp WP DN Indonesia yg pd thn 2010 memiliki penyertaan modal scr
bersama-sama pd badan usaha BE Ltd di negara B yg tdk menjual sahamnya di bursa efek @ seb 25%,
20%, dan 15% dari jml saham yg disetor. Apabila Thn Pajak BE Ltd di negara B adalah 1 Jan s.d 31 Des
dan tdk memiliki kewajiban utk menyampaikan SPT Tahunan PPh atau tdk ada ketentuan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh, maka atas penyertaan saham tsb:
a. Saat Penetapan Diperolehnya Dividen
Krn jml penyertaan modal PT DK, PT DS dan PT DT pd BE di negara B scr bersama-sama melebihi
50%, maka penetapan saat diperolehnya dividen atas laba stl pajak BE di negara B thn 2010,
adalah pd bulan ke-7 stl thn pajak berakhir, yaitu Juli 2011.
b. Besarnya Dividen yg Ditetapkan dan Pelaporan
Besarnya dividen yg wajib dihitung oleh PT DK, PT DS dan PT DT adalah seb jml dividen yg
menjadi hak @ perusahaan thd laba stl pajak yg sebanding dgn penyertaannya pd BE di negara B.
c. KPLN atas Dividen mengikuti contoh pd butir 1 di atas.

C232

PSAK 46 (AKTIVA PAJAK TANGGUHAN DAN KEWAJIBAN PAJAK TANGGUHAN)


Definisi:
1. PPh: Pajak yg dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan dikenakan atas PKP perusahaan.
2. PPh Final: PPh yg bersifat final, yaitu bahwa stl pelunasannya, kewajiban pajak tlh selesai dan
penghasilan yg dikenakan PPh final tdk digabungkan dgn jenis penghasilan lain yg terkena PPh yg
bersifat tdk final. Pajak jenis ini dpt dikenakan thd jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
3. Laba Akuntansi: Laba atau rugi bersih selama 1 periode sbl dikurangi beban pajak.
4. PKP atau Laba Fiskal (Taxable Profit) atau Rugi Pajak (Tax Loss): Laba atau rugi selama 1
periode yg dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yg menjadi dasar penghitungan PPh.
5. Beban Pajak (Tax Expense) atau Penghasilan Pajak (Tax Income): Jml agregat pajak kini (current
tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yg diperhitungkan dlm penghitungan laba atau rugi pd satu
periode.
6. Pajak Kini (Current Tax): Jml PPh terutang (payable) atas PKP pd 1 periode.
7. Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities): Jml PPh terutang (payable) utk periode
mendatang sbg akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
8. Aset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Assets): Jml PPh terpulihkan (recoverable) pd periode
mendatang sbg akibat adanya:
perbedaan temporer yg boleh dikurangkan, dan
sisa kompensasi kerugian.
9. Perbedaan Temporer (Temporary Differences): Perbedaan antara jml tercatat aset atau kewajiban
dgn DPP-nya. Perbedaan temporer dpt berupa:
Perbedaan Temporer Kena Pajak (Taxable Temporary Differences): Perbedaan temporer yg
menimbulkan suatu jml kena pajak (taxable amounts) dlm penghitungan laba fiskal periode
mendatang pd saat nilai tercatat aset dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tsb
dilunasi (settled), atau
Perbedaan Temporer yg Boleh Dikurangkan (Deductible Temporary Difference): Perbedaan
temporer yg menimbulkan suatu jml yg boleh dikurangkan (deductible amounts) dlm
penghitungan laba fiskal periode mendatang pd saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai
tercatat kewajiban tsb dilunasi
Beda Waktu/Sementara:
Scr keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi
berbeda alokasi setiap tahunnya.
Beda waktu dpt berasal dari perbedaan akrual dan realisasinya, penyusutan, amortisasi, dan
kompensasi kerugian antara akuntansi dan perpajakan.
Beda waktu akan menimbulkan aset/kewajiban pajak tangguhan, sementara beda tetap tdk.
Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan:
Pajak kini adalah jml PPh terutang atas penghasilan kena pajak pd satu periode.
Beban Pajak Tangguhan akan menimbulkan Kewajiban Pajak Tangguhan
Pendapatan Pajak Tangguhan menimbulkan Aset Pajak Tangguhan
Aset Pajak Tangguhan:
Timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi positif shg beban pajak mnr akuntansi
< beban pajak mnr peraturan perpajakan.
Mrp jml PPh terpulihkan pd periode mendatang sbg akibat adanya perbedaan temporer yg boleh
dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian.
Kewajiban Pajak Tangguhan:
Timbul apabila beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif shg beban pajak mnr akuntansi
> daripada beban pajak mnr peraturan perpajakan.
Mrp jml PPh terutang utk periode mendatang sbg akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

C241

Kesimpulan:
Beban Pajak Tangguhan akan menimbulkan Kewajiban Pajak Tangguhan.
Pendapatan Pajak Tangguhan menimbulkan Aset Pajak Tangguhan.
Tdk mungkin di dlm neraca, WP mengisi bagian Aktiva Pajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak
Tangguhan. Jadi yg diisi pasti salah satunya.
Pencatatan & Penyajian:
a. Pencatatan:
Pengakuan Aset dan Kewajiban Pajak Tangguhan dilakukan thd rugi fiskal yg masih dpt
dikompensasikan dan beda waktu antara LK komersial dgn LK fiskal yg dikenakan pajak, dikalikan
dgn tarif pajak yg berlaku.
Jurnal utk mencatat timbulnya Aset Pajak Tangguhan:
Aset Pajak Tangguhan
xxxxxxx
Pendapatan Pajak Tangguhan
xxxxxxx
Jurnal utk mencatat timbulnya Kewajiban Pajak Tangguhan:
Beban Pajak Tangguhan
xxxxxxx
b.

Kewajiban Pajak Tangguhan


xxxxxxx
Penyajian:
Penyajian Pajak Tangguhan:
1. Aset Pajak dan Kewajiban Pajak hrs disajikan terpisah dari aset dan kewajiban lainnya dlm
neraca.
2. Aset dan Kewajiban Pajak Tangguhan hrs dibedakan dari Aset Pajak Kini (Tax
Receivable/Prepaid Tax) dan Kewajiban Pajak Kini (Tax Payable).
3. Aset atau Kewajiban Pajak Tangguhan tdk boleh disajikan sbg aset atau kewajiban lancar.
4. Aset Pajak Kini hrs dikompensasikan (offset) dgn Kewajiban Pajak Kini dan jml netonya disajikan
dlm neraca.
5. Beban (penghasilan) pajak yg berhubungan dgn laba atau rugi dari aktivitas normal hrs disajikan
tersendiri pd laporan laba rugi.
6. Aset Pajak Tangguhan disajikan terpisah dgn akun tagihan restitusi PPh dan Kewajiban
Tangguhan juga disajikan terpisah dgn utang PPh 29.
7. PPh final:
a. Apabila nilai tercatat aset atau kewajiban yg berhubungan dgn PPh final berbeda dari DPPnya, maka perbedaan tsb tdk boleh diakui sbg Aset atau Kewajiban Pajak Tangguhan.
b. Atas penghasilan yg tlh dikenakan PPh final, beban pajak diakui proporsional dgn jml
pendapatan mnr akuntansi yg diakui pd periode berjalan.
c. Selisih antara jml PPh final yg terutang dgn jml yg dibebankan sbg pajak kini pd perhitungan
laba rugi diakui sbg Pajak Dibayar di Muka dan Utang Pajak.
d. Akun PPh final dibayar di muka hrs disajikan terpisah dari PPh final yg masih hrs dibayar.
e. Perlakuan akuntansi utk hal khusus:
Jml tambahan pokok dan denda pajak yg ditetapkan dlm skp hrs dibebankan sbg
pendapatan atau beban lain-lain pd Laporan Laba Rugi periode berjalan.
Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya ditangguhkan.
Apabila terdapat kesalahan mendasar, perlakuan akuntansinya mengacu pd PSAK 25 ttg
Laba atau Rugi Bersih utk periode berjalan, kesalahan mendasar, dan perubahan
kebijakan akuntansi.
Penyajian dlm LK:
Laba sbl PPh
xxxxxxx
PPh:

Pajak Kini

xxxxxxx

Pajak Tangguhan

xxxxxxx (xxxxxxx)

Laba stl PPh

xxxxxxx

C242

Contoh:
1. Laba sbl pajak thn 2010 = Rp 900 juta. Koreksi fiskal atas laba tsb:
1.
Pendapatan bunga deposito Rp 60 juta
2.
Beban jamuan tanpa daftar nominative Rp 40 juta
3.
Penyusutan fiskal lebih kecil Rp 15 juta daripada penyusutan komersial.
Angsuran PPh 25 adalah Rp 15 juta per bulan.
Pertanyaan:
a.
Tentukan PKP
b.
Tentukan PPh Kurang/Lebih Bayar
c.
Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan
d.
Buatlah jurnal dan penyajiannya
Jawab:
a. Laba sbl pajak
Rp 900 juta
Koreksi Beda Tetap:
-/- Pendapatan bunga deposito

(Rp 60 juta)

+/+ Beban jamuan

Rp 40 juta

Total Beda Tetap

(Rp 20 juta)
Rp 880 juta

Koreksi Beda Waktu:


+/+ Penyusutan

Rp 15 juta

Total Beda Waktu

Rp 15 juta

PKP

Rp 895 juta

b. Pajak Terutang:
25% x Rp 895 juta=

Rp 223,75 juta

Kredit PPh Pasal 25

(Rp 180 juta)

PPh KB (PPh 29)

Rp 43,75 juta

c. Aset Pajak Tangguhan= 25% x Rp 15 juta= Rp

3,75 juta

d. Jurnal
PPh Badan Pajak Kini
Aset Pajak Tangguhan
Pendapatan Pajak Tangguhan
PPh 25 dibayar dimuka
Hutang PPh 29

223,75 juta
3,75 juta
3,75 juta
180 juta
43,75 juta

Penyajian:
Laba sbl pajak
Pajak kini

Rp 900 juta
Rp 223,75 juta

Pajak Tangguhan (Rp

3,75 juta)
(Rp 220 juta)

Laba bersih

Rp 680 juta

2. Laba sbl pajak thn 2010 = Rp 700 juta. Koreksi fiskal atas laba tsb:

Pendapatan sewa bangunan Rp 50 juta

Beban bunga pajak Rp 10 juta

Beban pemberian sembako Rp 40 juta

Penyusutan komersial Rp 10 juta lebih tinggi dari penyusutan fiskal

Pendapatan jasa giro Rp 20 juta

Beban PPh Rp 5 juta

Amortisasi fiskal Rp 15 juta lebih tinggi dari amortisasi komersial.

C243

Kredit Pajak:

PPh 22 Rp 10 juta

PPh 23 Rp 100 juta

PPh 24 Rp 25 juta

PPh 25 Rp15 juta


Pertanyaan:
a.
Tentukan PKP
b.
Tentukan Pajak Kurang/Lebih Bayar
c.
Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan
d.
Buatlah jurnal dan penyajiannya
Jawab:
a. Laba sbl pajak
Rp 700 juta
Koreksi beda tetap
-/- Pendapatan sewa bangunan

(Rp 50 juta)

-/- Pendapatan jasa giro

(Rp 20 juta)

+/+ Beban bunga pajak

Rp 10 juta

+/+ Beban pemberian sembako

Rp 40 juta

+/+ beban PPh

Rp

5 juta

Total beda tetap

(Rp 15 juta)
Rp 685 juta

Koreksi beda waktu


-/- Amortisasi

(Rp 15 juta)

+/+ Penyusutan

Rp 10 juta
(Rp

PKP

5 juta)

Rp 680 juta

b. Pajak terutang=25% x Rp 680 juta=

Rp 170 juta

Kredit PPh 22, 23, 24 dan 25

(Rp 150 juta)

PPh KB (PPh 29)

Rp 20 juta

c. Kewajiban Pajak Tangguhan=25% x Rp 5 juta = Rp 1,5 juta


d. Jurnal
PPh Badan Pajak Kini
Beban Pajak Tangguhan
Kewajiban Pajak Tangguhan
PPh 22 dibayar dimuka
PPh 23 dibayar dimuka
PPh 24 dibayar dimuka
PPh 25 dibayar dimuka
Hutang PPh 29

170 juta
1,5 juta
1,5 juta
10 juta
100 juta
25 juta
15 juta
20 juta

Penyajian:
Laba sbl pajak
Pajak kini

Rp 700 juta
Rp 170 juta

Pajak Tangguhan Rp

1,5 juta
(Rp 171,5 juta)

Laba bersih

Rp 528,5 juta

C244

FASILITAS PPh
A. SKB PPh POTPUT (PPh PASAL 21, 22, 22 IMPOR, 23)
Dasar Hukum:
Pasal 21 PP 94 Thn 2010 (berlaku sejak 30 Des 2010)
PER-1/PJ/2011 (berlaku sejak 1 Feb 2011) jo PER-21/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 25 Juli
2014)
SE terkait:
SE-11/PJ/2011
Yg Berhak Mengajukan Permohonan Pembebasan (Hrs dgn SKB): (Pasal 3 PER-21/PJ/2014)
1. WP yg dlm thn pajak berjalan dpt membuktikan tdk akan terutang PPh krn mengalami
kerugian fiskal, dlm hal:
WP yg baru berdiri dan masih dlm tahap investasi;
WP blm sampai pd tahap produksi komersial; atau
WP mengalami suatu peristiwa yg berada di luar kemampuan (force majeur).
2. WP yg dlm thn pajak berjalan dpt membuktikan tdk akan terutang PPh krn berhak
melakukan kompensasi kerugian fiskal, dgn memperhitungkan besarnya kerugian thn-thn
pajak sebelumnya yg masih dpt dikompensasikan yg tercantum dlm SPT Tahunan PPh atau surat
ketetapan pajak atau SK Keberatan atau Putusan Banding atau Putusan PK.
3. WP yg dpt membuktikan PPh yg tlh dibayar > PPh yg akan terutang
4. WP yg atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final
PPh yg Tdk Bisa Diajukan SKB: (Pasal 1 ayat (3) PER-21/PJ/2014)
Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yg bersifat final.
Cara Mengajukan SKB:
Permohonan diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar dgn syarat tlh
menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak terakhir sbl tahun diajukan permohonan kecuali utk
WP yg baru berdiri dan masih dlm tahap investasi.
Terkait ttg persyaratan tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh bagi WP yg menyampaikan
pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan PPh dianggap tlh menyampaikan SPT Tahunan
PPh (angka 11 SE-11/PJ/2011)
Permohonan diajukan utk setiap pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22,
Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dgn menggunakan form Lamp I PER-1/PJ/2011
Permohonan hrs dilampiri penghitungan PPh yg diperkirakan akan terutang utk thn pajak
diajukannya permohonan utk WP selain WP yg atas penghasilannya hanya dikenakan pajak
bersifat final
Penghitungan PPh yg diperkirakan akan terutang paling sedikit hrs memuat: (Angka 8 SE11/PJ/2011)
Peredaran usaha & luar usaha thn berjalan serta perkiraan peredaran usaha & luar usaha
dlm 1 thn pajak;
Biaya fiskal thn berjalan dan perkiraan biaya fiskal dlm 1 thn pajak, kecuali bagi WP yg
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto;
Perkiraan PPh yg akan terutang dlm 1 thn pajak;
PPh yg tlh dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dlm thn berjalan; dan
Perkiraan PPh yg akan dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dlm thn berjalan.
Penerbitan Keputusan SKB:
Kepala KPP hrs memberikan keputusan dgn menerbitkan SKB atau surat penolakan permohonan
SKB dlm jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap.
Apabila dlm jangka waktu 5 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap, Kepala KPP blm
memberikan keputusan, permohonan WP dianggap diterima dan wajib menerbitkan SKB dlm
jangka waktu 2 hari kerja stl jangka waktu 5 hari kerja tsb terlewati.
Batas Waktu Berlakunya SKB:
SKB berlaku s.d. berakhirnya thn pajak yg bersangkutan (Pasal 6 PER-1/PJ/2011)

C251

Legalisasi Fotokopi SKB:


Dlm hal WP yg tlh mendapat SKB melakukan transaksi dgn > 1 pemotong dan/atau pemungut
pajak maka WP dpt menggunakan fotokopi SKB yg tlh dilegalisasi oleh KPP yg menerbitkan SKB.
Tata cara legalisasi atas fotokopi SKB:
WP mengajukan permohonan legalisasi SKB scr tertulis kpd Kepala KPP yg menerbitkan
SKB dgn mencantumkan nama dan NPWP pemotong dan/atau pemungut pajak.
Kepala KPP hrs melakukan legalisasi dlm jangka waktu paling lama 1 hari kerja sejak
permohonan legalisasi diterima. (Angka 15 & 16 SE-11/PJ/2011)
Catatan:
Apabila berdasarkan penelitian thd WP yg tlh mendapatkan SKB dpt dibuktikan bahwa PPh yg akan
terutang > PPh yg tlh dan akan dibayar dlm thn berjalan maka Kepala KPP dpt melakukan
penyesuaian thd besarnya angsuran pajak yg hrs dibayar sendiri oleh WP dlm thn berjalan sesuai
ketentuan Pasal 25 ayat (6) UU PPh. (Angka18 SE-11/PJ/2011)

B. SKB PPh POTPUT (PPh PASAL 21, 22, 22 IMPOR, 23) ATAS WP YG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU
Dasar Hukum:
PP 46 Thn 2013 (berlaku sejak 1 Juli 2013)
PER-32/PJ/2013 (berlaku sejak 25 Sept 2013)
SE terkait:
SE-42/PJ/2013
Yg Berhak Mengajukan Permohonan SKB:
Atas penghasilan dari usaha yg diterima/ diperoleh WP yg dikenai PPh final berdasarkan PP 46
yg berdasarkan ketentuan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan
dan/atau pemungutan PPh yg tdk bersifat final, dpt dibebaskan dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh oleh pihak lain.
Tata Cara Pengajuan SKB:
Diajukan scr tertulis dgn menggunakan Form Lamp I PER-32 (utk setiap pemotongan dan/atau
pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23) kpd Kepala KPP tempat
WP menyampaikan kewajiban SPT Tahunan dgn syarat: (Pasal 4 PER-32/PJ/2013)
Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak sbl Thn Pajak diajukan permohonan, utk
WP yg tlh terdaftar pd Thn Pajak sbl Thn Pajak diajukannya SKB.
Menyerahkan Surat Pernyataan yg ditandatangani WP atau kuasa WP yg menyatakan bahwa
peredaran bruto usaha yg diterima atau diperoleh termasuk dlm kriteria utk dikenai PPh bersifat
final disertai lampiran jml peredaran bruto setiap bulan s.d. bulan sbl diajukannya SKB, utk WP
yg terdaftar pd Thn Pajak yg sama dgn Thn Pajak saat diajukannya SKB.
Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat
Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis
lainnya.
Ditandatangani oleh WP, atau dlm hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP hrs dilampiri
dgn Surat Kuasa Khusus sesuai Pasal 32 UUU KUP.
Penerbitan SKB:
Keputusan dpt berupa penerbitan SKB atau penolakan permohonan SKB. KPP hrs memberikan
keputusan dlm jangka waktu 5 hari kerja sejak permohonan diterima scr lengkap. Apabila
dlm jangka waktu tsb KPP blm memberikan keputusan, permohonan WP dianggap diterima. Dlm
hal permohonan WP dianggap dikabulkan, KPP wajib menerbitkan SKB dlm jangka waktu 2 hari
kerja stl jangka waktu 5 hari kerja tsb terlewati. (Pasal 5 PER-32)
SKB berlaku s.d. berakhirnya Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 6 PER-32/PJ/2013)
SKB sesuai PER-1/PJ/2011 bagi WP yg memiliki peredaran bruto tertentu yg diterbitkan sbl 25
Sept 2013, tetap berlaku s.d. akhir thn pajak bersangkutan. (Pasal 9 ayat (2) PER-32/PJ/2013)

C252

Prosedur Legalisasi SKB:


1. Permohonan legalisasi fotokopi SKB menggunakan Form Lamp VI PER-32 kpd Kepala KPP
tempat WP menyampaikan kewajiban SPT Tahunan dgn syarat: (Pasal 7 ayat (2) PER32/PJ/2013)
Menunjukkan SKB;
Menyerahkan bukti penyetoran PPh yg bersifat final berdasarkan PP 46 utk setiap
transaksi yg akan dilakukan dgn pemotong dan/atau pemungut berupa SSP lembar ke-3
yg tlh mendapat validasi dgn NTPN, kecuali utk transaksi yg dikenai pemungutan PPh Pasal
22 atas:
Impor;
Pembelian BBM, BBG, dan pelumas;
Pembelian hasil produksi industri semen, kertas, baja, otomotif, farmasi; dan
Pembelian kendaraan bermotor di DN.
Mengisi identitas WP pemotong dan/atau pemungut PPh dan nilai transaksi pd kolom yg
tercantum dlm SKB.
Ditandatangani oleh WP, atau dlm hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP hrs
dilampiri dgn Surat Kuasa Khusus sesuai Pasal 32 UU KUP.
2. Fotokopi SKB yg mau dilegalisasi diajukan dlm rangkap 3: (Pasal 7 ayat (3) PER-32/PJ/2013)
1 lembar utk KPP tempat WP menyampaikan kewajiban SPT Tahunan;
1 lembar utk diserahkan WP kpd WP pemotong dan/atau pemungut;
1 lembar utk diserahkan kpd KPP tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar.
3. Legalisasi tdk diberikan apabila persyaratan tdk terpenuhi (Pasal 7 ayat (2) & (5) PER32/PJ/2013)
4. Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan Legalisasi dilakukan dlm jangka waktu 1 hari kerja
sejak permohonan legalisasi diterima lengkap. (Pasal 7 ayat (4) PER-32/PJ/2013)

C. SKB PEMOTONGAN PPh ATAS BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN, DISKONTO SBI YG


DITERIMA/DIPEROLEH DANA PENSIUN YG PENDIRIANNYA TLH DISAHKAN OLEH MENKEU
Dasar Hukum:
PP 131 Thn 2000
KMK-51/KMK.04/2001
PER-01/PJ/2013
Pengajuan Permohonan SKB:
1. Diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat Dana Pensiun (DP) terdaftar dan hrs ditandatangani
oleh pengurus yg berkompeten (pengurus sebagaimana dimaksud dlm UU KUP) dari dana
pensiun ybs dgn menggunakan Form Lamp I PER-01, dgn dilampiri:
a. FC KepMenkeu ttg Pengesahan Pendirian Dana Pensiun;
b. FC Neraca;
c. FC Lap Sisa Hasil Usaha (Laporan Laba Rugi);
d. FC Lap Arus Kas dan Bank;
e. FC Lap Investasi; dan
2. Daftar sertifikat/bilyet/buku deposito, tabungan, dan SBI meliputi semua sertifikat/bilyet/buku
deposito, tabungan, dan SBI yg akan diajukan permohonan SKB tanpa perlu melampirkan FC
dokumen dimaksud (menggunakan Form Lamp II PER-01/PJ/2013).
Dlm hal permohonan ditandatangani oleh selain pengurus yg berkompeten dari dana pensiun
yg bersangkutan, maka hrs dilengkapi dgn Surat Kuasa Khusus yg dibubuhi meterai cukup.
Penerbitan SKB:
1. SKB diterbitkan oleh Kepala KPP tempat DP terdaftar sbg WP atas permohonan yg diajukan oleh
DP kpd Kepala KPP yg bersangkutan utk setiap kantor cabang bank tempat DP melakukan
investasi.
2. SKB berlaku utk seluruh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yg ditempatkan pd atau
diterbitkan oleh suatu kantor cabang bank tempat dana pensiun yg bersangkutan melakukan
investasi.

C253

3.
4.
5.

6.

Kantor cabang bank tsb adalah setiap kantor cabang bank yg mempunyai NPWP.
SKB berlaku utk masa 1 Jans.d. 31 Des.
Dlm hal DP mengajukan permohonan SKB dan tlh diterima lengkap oleh Kepala KPP:
Paling lambat 1 Januari, SKB berlaku sejak tanggal 1 Jan s.d. 31 Des;
Stl 1 Jan, SKB berlaku sejak tanggal permohonan SKB tlh diterima lengkap oleh Kepala KPP
s.d. 31 Des.
Dlm jangka waktu 7 hari kerja stl permohonan diterima scr lengkap, Kepala KPP hrs
memberikan jawaban. Apabila dlm jangka waktu tsb blm memberikan jawaban, maka
permohonan dianggap dikabulkan dan Kepala KPP hrs segera menerbitkan SKB, selambatlambatnya 3 hari kerja berikutnya.

Kewajiban Stl Memperoleh SKB:


1. DP yg tlh memperoleh SKB wajib menyampaikan Lap Investasi setiap semester kpd KPP
tempat DP terdaftar sbg WP.
Lap Investasi semester I dilampiri dgn: selambat-lambatnya pd tanggal 31 bulanJuli
a. Neraca thn sebelumnya;
b. Lap Sisa Hasil Usaha atau Lap Laba Rugi thn sebelumnya;
c. Lap Arus Kas thn sebelumnya;
d. Daftar Deposito, Tabungan dan SBI serta mutasi yg diterima DP dari bank periode
semester pertama; dan
e. Daftar Deposito, Tabungan dan SBI yg dibuat oleh DP yg bersangkutan periode
semester pertama. menggunakan Form Lamp VA, VB, VC PER-01/PJ/2013
Lap Investasi semester II dilampiri dgn: selambat-lambatnya pd tanggal 31 bulan Jan
a. Daftar Deposito, Tabungan dan SBI serta mutasi yg diterima DP dari bank periode
semester kedua; dan
b. Daftar Deposito, Tabungan dan SBI yg dibuat oleh DP yg bersangkutan periode
semester kedua. menggunakan Form Lamp VA, VB, VC PER-01/PJ/2013
2. Bank/Pemotong Pajak wajib melakukan pemotongan PPh, apabila DP yg melakukan
investasi pd bank yg bersangkutan tdk dpt memberikan lembar ke-2 SKB.
3. Bank/Pemotong Pajak wajib menyampaikan Daftar Deposito, Tabungan dan SBI serta
Mutasi per DP per semester, kpd DP yg melakukan investasi pada bank ybs selambatlambatnya pd tanggal 20 bulan Juli utk semester I dan tanggal 20 bulan Jan utk semester II
(menggunakan Form Lamp VI A, VI B, dan VI C PER-01/PJ/2013)

D. SKB ATAS IMPOR EMAS BATANGAN YG AKAN DIPROSES UTK MENGHASILKAN BRG
PERHIASAN DARI EMAS UTK TUJUAN EKSPOR
Dasar Hukum:
PMK-154/PMK.03/2010 stdtd PMK-224/PMK.011/2012
PER-57/PJ/2010 jo PER-15/PJ/2011 jo PER-06/PJ/2013
Pengajuan permohonan SKB:
a. WP yg dpt mengajukan permohonan adalah WP yg bergerak dlm bidang industri perhiasan emas
utk tujuan ekspor. (Pasal 3C PER-15/PJ/2011)
b. Cara pengajuan permohonan SKB: (Pasal 3D PER-15/PJ/2011)
1) Permohonan utk diterbitkan SKB diajukan scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar
dgn menggunakan form Lamp II PER-15/PJ/2011
2) Permohonan dilampiri dgn:
Lap Realisasi Ekspor (LRE) dan/atau Lap Realisasi Impor (LRI) serta Pernyataan Rincian
Berat Emas (PRBE), yg menjelaskan jml ekspor perhiasan emas dan impor emas
batangan yg dilakukan pd thn sebelumnya dgn menggunakan form Lamp III PER15/PJ/2011;
LRE dan/atau LRI serta PRBE, yg menjelaskan jml ekspor perhiasan emas dan impor
emas batangan yg dilakukan dlm thn berjalan dgn menggunakan form Lamp IV PER15/PJ/2011;
Pemberitahuan Rencana Ekspor (PRE) perhiasan emas dan Pemberitahuan Rencana
Impor (PRI) emas batangan dgn menggunakan form Lamp V PER-15/PJ/2011.

C254

c. Kepala KPP hanya dpt menerbitkan SKB sepanjang WP tlh memenuhi persyaratan:
1) Tlh menyampaikan SPT Tahunan PPh Thn Pajak terakhir sbl thn diajukan permohonan SKB;
2) Tdk mempunyai tunggakan pajak.
Ketentuan terkait penerbitan SKB: (Pasal 3E PER-15/PJ/2011)
a. Kepala KPP hrs memberikan keputusan paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.
b. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap Kepala KPP blm
memberikan keputusan, permohonan WP dianggap diterima.
c. Dlm hal permohonan WP dianggap diterima, Kepala KPP wajib menerbitkan SKB dlm jangka
waktu 2 hari kerja stl jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap tsb terlewati.
d. Dlm hal permohonan WP utk diterbitkan SKB ditolak, Kepala KPP hrs menyampaikan
pemberitahuan kpd WP dgn menggunakan form Lamp VI PER-15/PJ/2011.
Kewajiban WP yg tlh memperoleh SKB: (Pasal 3F PER-15/PJ/2011)
a. WP yg tlh memperoleh SKB hrs menyampaikan LRE dan/atau LRI serta PRBE yg dilampiri dgn
FC PEB dan/atau PIB/Customs Declaration atas ekspor perhiasan emas dan impor emas
batangan yg tlh dilakukan dlm thn berjalan.
b. Bentuk form LRE dan/atau LRI serta PRBE adalah sesuai Lamp VII PER-15/PJ/2011.
c. Ketentuan ini berlaku juga bagi WP yg tlh memperoleh SKB tetapi blm melaksanakan ekspor
perhiasan emas.
d. Laporan disampaikan paling lambat :
tanggal 15 Juli, utk ekspor/impor yg dilakukan selama Masa Pajak Jan s.d. Juni;
tanggal 15 Jan, utk ekspor/impor yg dilakukan selama Masa Pajak Juli s.d. Des.
e. Dlm hal tanggal jatuh tempo penyampaian laporan tsb bertepatan dgn hari libur termasuk hari
Sabtu atau hari libur nasional, laporan dpt disampaikan pd hari kerja berikutnya.
f. Apabila s.d. tanggal jatuh tempo pelaporan WP tdk menyampaikan laporan tsb, Kepala KPP
memberikan himbauan tertulis kpd WP dgn menggunakan form Lamp VIII PER-15/PJ/2011.
g. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan stl diterbitkan himbauan tertulis WP tdk menyampaikan laporan
tsb, WP yg bersangkutan tdk dpt diberikan SKB utk Thn Pajak berikutnya.
SKB berlaku sejak tanggal diterbitkan s.d. berakhirnya Thn Pajak yg bersangkutan. (Pasal 3G
PER-15/PJ/2011)

E. SKB KEWAJIBAN PEMBAYARAN/PEMUNGUTAN PPh


PENGALIHAN HAK ATAS TANAH & BANGUNAN (PHTB)

ATAS

PENGHASILAN

DARI

Dasar Hukum:
PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008
KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008
PER-30/PJ/2009
Yg Wajib Mengajukan Permohonan SKB:
a. OP yg mempunyai penghasilan < PTKP yg melakukan PHTB dgn jml bruto pengalihan < Rp 60
juta dan bukan mrp jml yg dipecah-pecah.
b. OP yg melakukan pengalihan tanah/bangunan dgn cara hibah kpd keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus 1 derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi atau OP yg menjalankan usaha mikro & kecil, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn
PMK, sepanjang hibah tsb tdk ada hubungannya dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan.
c. Badan yg melakukan pengalihan tanah/bangunan dgn cara hibah kpd badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau OP yg menjalankan usaha mikro &
kecil, yg ketentuannya diatur lbh lanjut dgn PMK, sepanjang hibah tsb tdk ada hubungan dgn
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan.
d. PHTB krn warisan.
Pengajuan Permohonan SKB:

C255

No.

Alasan PHTB

1.

Jml bruto pengalihan <


Rp 60 juta yg
dilakukan oleh OP yg
mempunyai
penghasilan < PTKP

Persyaratan

2.

Hibah yg dilakukan OP

3.

Hibah yg dilakukan
Badan

4.

Warisan

Diajukan scr tertulis oleh OP yg melakukan PHTB ke


KPP tempat OP ybs terdaftar atau bertempat tinggal
(Form Lamp I PER-30/PJ/2009)
Surat Pernyataan Berpenghasilan di Bawah PTKP dan
Jumlah Bruto PHTB < Rp 60 juta (Form Lamp II PER30/PJ/2009)
FC Kartu Keluarga
FC SPPT PBB thn yg bersangkutan
Diajukan scr tertulis oleh OP yg melakukan PHTB ke
KPP tempat OP ybs terdaftar atau bertempat tinggal
(Form Lamp I PER-30/PJ/2009)
Surat Pernyataan Hibah (Form Lamp III PER30/PJ/2009)
Diajukan scr tertulis oleh badan yg melakukan PHTB ke
KPP tempat badan ybs terdaftar (Form Lamp I PER30/PJ/2009)
Surat Pernyataan Hibah (Form Lamp III PER30/PJ/2009)
Diajukan scr tertulis oleh ahli waris yg melakukan PHTB
ke KPP tempat OP ybs terdaftar atau bertempat tinggal
(Form Lamp I PER-30/PJ/2009)
Surat Pernyataan Pembagian Waris (Form Lamp IV
PER-30/PJ/2009)

Penerbitan SKB:
1. Atas permohonan SKB PPh atas penghasilan dari PHTB, Kepala KPP hrs memberikan keputusan
dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja sejak tanggal surat permohonan SKB diterima scr
lengkap.
2. Apabila jangka waktu tsb Kepala KPP tdk memberikan keputusan, permohonan tsb dianggap
dikabulkan dan Kepala KPP hrs menerbitkan SKB paling lama 2 hari kerja terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu pd angka 1 berakhir.

F.

SKB KEWAJIBAN PPh ATAS PENGHASILAN DARI PHTB BAGI WP YG USAHA POKOKNYA
MELAKUKAN PHTB
Dasar Hukum:
PP 48 Thn 1994 stdtd PP 71 Thn 2008
KMK-635/KMK.04/1994 stdtd PMK-243/PMK.03/2008
PER-28/PJ/2009
Yg Wajib Mengajukan Permohonan SKB:
WP badan, termasuk koperasi, yg usaha pokoknya melakukan transaksi PHTB, yg:
a. melakukan PHTB sbl tanggal 1 Jan 2009 dan atas pengalihan hak tsb blm dibuatkan akta,
keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yg berwenang; dan
b. penghasilan atas PHTB tsb tlh dilaporkan dlm SPT Tahunan PPh tahun pajak ybs dan PPh atas
penghasilan tsb tlh dilunasi.
Atas penghasilan dari PHTB di atas tdk dikenai PPh berdasarkan ketentuan PP 71 Thn 2008
yg dibuktikan dgn SKB pembayaran PPh yg bersifat final

C256

Pengajuan Permohonan dan Penerbitan SKB:


1. Permohonan utk memperoleh SKB pembayaran PPh yg bersifat final diajukan scr tertulis oleh WP
badan yg melakukan PHTB ke KPP tempat WP badan ybs terdaftar (menggunakan Form Lamp I
PER-28/PJ/2009)
2. Dilampiri dgn daftar tanah dan/atau bangunan yg penghasilan atas pengalihannya tlh dilaporkan
dlm SPT Tahunan PPh (menggunakan Form Lamp II PER-28/PJ/2009).
3. Atas permohonan SKB tsb, Kepala KPP hrs memberikan keputusan dlm jangka waktu paling
lama 10 hari kerja sejak tanggal surat permohonan SKB diterima scr lengkap.
4. Apabila dlm jangka waktu tsb Kepala KPP tdk memberikan keputusan, permohonan SKB
dianggap dikabulkan dan Kepala KPP hrs menerbitkan SKB pembayaran PPh yg bersifat final
paling lama 3 hari kerja terhitung sejak jangka waktu pd ayat 3 berakhir.

G. PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PPh BADAN


Dasar Hukum:
PMK-130/PMK.011/2011 stdd PMK-192/PMK.011/2014

H. FASILITAS PPh UTK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU


DI DAERAH TERTENTU
Dasar Hukum:
PP 1 Thn 2007 stdtd PP 52 Thn 2011

I.

PENGURANGAN BESARNYA PPh PASAL 25 DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PPh PASAL 29


BAGI WP INDUSTRI TERTENTU
Dasar Hukum:
PMK-124/PMK.011/2013
PER-30/PJ/2013

Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan SKB PPh:


a. SKB PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 Impor, dan Pasal 23
Paling lama 5 hari kerja sejak permohonan WP diterima scr lengkap (Pasal 5 PER-1/PJ/2011)
b. SKB PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 Impor, dan Pasal 23 atas WP yg Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu
Paling lama 5 hari kerja sejak permohonan WP diterima scr lengkap (Pasal 5 PER-32/PJ/2013)
c. SKB PPh Pasal 22 atas Impor Emas Batangan dari WP yg bergerak dlm bidang industri
perhiasan emas utk tujuan ekspor
Paling lama 1 bulan sejak permohonan WP diterima scr lengkap (Pasal 3E PER-57/PJ/2010 jo
PER-15/PJ/2011)
d. SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yg diterima
atau diperoleh Dana Pensiun yg pendiriannya tlh disahkan oleh MenKeu
Paling lama 7 hari kerja stl permohonan diterima scr lengkap (Pasal 5 ayat (2) PER-1/PJ/2013)
e. SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
Paling lama 3 hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima scr lengkap (Pasal 5 PER30/PJ/2009)
f.
SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan bagi WP yg
usaha pokoknya melakukan pengalihan hal atas tanah da/atau bangunan
Paling lama 10 hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima scr lengkap (Pasal 3 PER28/PJ/2009)

C257

BAGIAN D
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
&
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
(PPnBM)

POIN UU PPN
Pasal
Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1
Pengertian-pengertian
1A
Penyerahan BKP; Bukan Penyerahan BKP
2
Hubungan Istimewa
BAB II PENGUKUHAN PKP
3
BAB IIA KEWAJIBAN MELAPORKAN USAHA DAN KEWAJIBAN MEMUNGUT, MENYETOR DAN
MELAPORKAN PAJAK YG TERUTANG
3A
Kewajiban Melaporkan Usaha dan Kewajiban Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak yg
Terutang
BAB III OBJEK PAJAK
4
Pengenaan PPN
4A
Barang dan Jasa Tdk Dikenakan PPN
5
PPnBM
5A
Pengurangan PPN atau PPnBM
6
BAB IV TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK
7
Tarif PPN
8
Tarif PPnBM & Jenis Barang Dikenai PPnBM
8A
PPN Terutang
9
Pajak Masukan
10
PPnBM
BAB V SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG DAN LAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK
11
Saat Pajak Terutang
12
Tempat Pajak Terutang
13
FP
14
Larangan Membuat FP bagi OP atau Badan yg Tdk Dikukuhkan sbg PKP
15
15A
Penyetoran & Pelaporan SPT Masa PPN
16
BAB VA KETENTUAN KHUSUS
16A
Pajak yg terutang atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kpd Pemungut PPN
16B
Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak,
16C
Kegiatan Membangun Sendiri
16D
Aktiva yg Mnr Tujuan Semula Tdk Utk Diperjualbelikan
16E
Permintaan kembali PPnBM
16F
Tanggung jawab scr renteng
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN
17
Berlaku ketentuan UU KUP jika scr khusus blm diatur
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
18
Perlakuan thd pajak terhutang sbl berlaku UU ini; Peraturan pelaksanaan UU yg lama tetap berlaku
sepanjang tdk bertentangan
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
19
Pengaturan hal-hal yg blm cukup diatur dlm UU PPN

D011

RINGKASAN UU PPN
OBJEK PPN (Pasal 4 UU PPN)
a. Penyerahan BKP di dlm Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha
b. Impor BKP
c. Penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha
d. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean
f. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP
g. Ekspor BKP Tdk Berwujud oleh PKP
h. Ekspor JKP oleh PKP
Definisi:
Pengusaha meliputi baik Pengusaha yg tlh dikukuhkan menjadi PKP sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 3A ayat (1) UU PPN maupun Pengusaha yg seharusnya dikukuhkan menjadi PKP, tetapi blm
dikukuhkan.
Syarat penyerahan barang yg dikenai pajak: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPN)
Barang berwujud yg diserahkan mrp BKP, atau Barang tdk berwujud yg diserahkan mrp BKP Tdk
Berwujud;
Penyerahan dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
Penyerahan dilakukan dlm rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Syarat penyerahan jasa yg terutang pajak: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN)
Jasa yg diserahkan mrp JKP;
Penyerahan dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
Penyerahan dilakukan dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya.
BKP Tdk Berwujud: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN)
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dgn penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tsb pd angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tsb pd angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tsb pd
angka 3, berupa:
Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yg
disalurkan kpd masyarakat melalui satelit, kabel, serta optik, atau teknologi yg serupa
Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
utk siaran televisi atau radio yg disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yg serupa
Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau slr spektrum radio komunikasi
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video
utk siaran televisi, atau pita suara utk siaran radio
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yg berkenaan dgn penggunaan atau pemberian hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tsb di atas.
Termasuk dlm pengertian Ekspor JKP: (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN)
Penyerahan JKP dari dlm Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh PKP yg menghasilkan dan
melakukan ekspor BKP Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dgn bahan dan atas petunjuk
dari pemesan di luar Daerah Pabean.
PENYERAHAN BKP (Pasal 1A ayat (1) UU PPN)
a. Penyerahan hak atas BKP krn suatu perjanjian
b. Pengalihan BKP krn suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian SGU (leasing)
c. Penyerahan BKP kpd pedagang perantara atau melalui juru lelang
d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP
e. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan, yg masih
tersisa pd saat pembubaran perusahaan
f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang

D021

g. Penyerahan BKP scr konsinyasi


h. Penyerahan BKP oleh PKP dlm rangka perjanjian pembiayaan yg dilakukan berdasarkan prinsip
syariah, yg penyerahannya dianggap lsg dari PKP kpd pihak yg membutuhkan BKP
BUKAN PENYERAHAN BKP (Pasal 1A ayat (2) UU PPN)
a. Penyerahan BKP kpd makelar sebagaimana dimaksud dlm Kitab UU Hukum Dagang
b. Penyerahan BKP utk jaminan utang-piutang
c. Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dlm ayat (1) huruf f dlm hal PKP melakukan pemusatan
tempat pajak terutang
d. Pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha dgn syarat pihak yg melakukan & yg menerima pengalihan adalah PKP
e. BKP berupa aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan, yg masih tersisa pd saat
pembubaran perusahaan, dan yg PM atas perolehannya tdk dpt dikreditkan sebagaimana dimaksud
dlm Pasal 9 ayat (8) huruf b & c
BARANG YG TDK DIKENAKAN PPN (Pasal 4A ayat (2) UU PPN dan penjelasan)
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yg diambil lsg dari sumbernya
minyak mentah (crude oil)
gas bumi, tdk termasuk gas bumi seperti elpiji yg siap dikonsumsi lsg oleh masyarakat
panas bumi
asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit,
dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit,
magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat
(phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif,
zeolit, basal, dan trakkit
batubara sbl diproses menjadi briket batubara
bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit
b. Barang kebutuhan pokok yg sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak

beras

gabah

jagung

sagu

kedelai

garam, baik yg beryodium maupun yg tdk beryodium

daging, yaitu daging segar yg tanpa diolah, tetapi tlh melalui proses disembelih, dikuliti,
dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tdk dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dgn cara lain, dan/atau direbus

telur, yaitu telur yg tdk diolah, termasuk telur yg dibersihkan, diasinkan, atau dikemas

susu, yaitu susu perah baik yg tlh melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tdk
mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tdk dikemas

buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yg dipetik, baik yg tlh melalui proses dicuci, disortasi,
dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tdk dikemas

sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yg dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pd suhu
rendah, termasuk sayuran segar yg dicacah
c. Makanan dan minuman yg disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yg dikonsumsi di tempat maupun tdk, termasuk makanan dan
minuman yg diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga
JASA YG TDK DIKENAKAN PPN (Pasal 4A ayat (3) UU PPN dan Penjelasan)
a. Jasa pelayanan kesehatan medis
1.
jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi
2.
jasa dokter hewan
3.
jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi
4.
jasa kebidanan & dukun bayi
5.
jasa paramedis & perawat
6.
jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium

D022

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.
i.

j.
k.

l.

m.

7.
jasa psikologi & psikiater
8.
jasa pengobatan alternatif, termasuk yg dilakukan oleh paranormal
Jasa pelayanan sosial
1.
jasa pelayanan panti asuhan & panti jompo
2.
jasa pemadam kebakaran
3.
jasa pemberian pertolongan pd kecelakaan
4.
jasa lembaga rehabilitasi
5.
jasa penyediaan rumah duka / jasa pemakaman, termasuk krematorium
6.
jasa di bidang olahraga kecuali yg bersifat komersial
Jasa pengiriman surat dgn perangko
meliputi jasa pengiriman surat dgn menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain
pengganti perangko tempel
Jasa keuangan
1.
jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lain yg dipersamakan dgn itu
2.
jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kpd pihak lain dgn
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dgn wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya
3.
jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) SGU dgn hak opsi
b) anjak piutang
c) usaha kartu kredit
d) pembiayaan konsumen
4.
jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah & fidusia
5.
jasa penjaminan
Penegasan: SE-121/PJ/2010 (Penegasan Perlakuan PPN atas Kegiatan Usaha Perbakan)
Jasa asuransi
adalah jasa pertanggungan yg meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yg
dilakukan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis asuransi, tdk termasuk jasa penunjang
asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi
Jasa keagamaan
1.
jasa pelayanan rumah ibadah
2.
jasa pemberian khotbah / dakwah
3.
jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan
4.
jasa lainnya di bidang keagamaan
Jasa pendidikan
1.
jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik, dan pendidikan profesional
2.
jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah
Jasa kesenian & hiburan
semua jenis jasa yg dilakukan oleh pekerja seni & hiburan
Jasa penyiaran yg tdk bersifat iklan
Jasa penyiaran yg tdk bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yg dilakukan oleh
instansi pemerintah atau swasta yg tdk bersifat iklan dan tdk dibiayai oleh sponsor yg bertujuan
komersial
Jasa angkutan umum di darat & di air serta jasa angkutan udara DN yg menjadi bagian yg tdk
terpisahkan dari jasa angkutan udara LN
Jasa tenaga kerja
1.
jasa tenaga kerja
2.
jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung
jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tsb
3.
jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja
Jasa perhotelan
1.
jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen,
hostel, serta fasilitas yg terkait dgn kegiatan perhotelan utk tamu yg menginap
2.
jasa penyewaan ruangan utk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen, dan hostel
Jasa yg disediakan oleh pemerintah dlm rangka menjalankan pemerintahan scr umum

D023

n.

o.

p.
q.

meliputi jenis-jenis jasa yg dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin
Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian NPWP, dan pembuatan
KTP
Jasa penyediaan tempat parkir
adalah jasa penyediaan tempat parkir yg dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha
kpd pengguna tempat parkir dgn dipungut bayaran
Jasa telepon umum dgn menggunakan uang logam
adalah jasa telepon umum dgn menggunakan uang logam atau koin, yg diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta
Jasa pengiriman uang dgn wesel pos
Jasa boga atau katering

PPN TERUTANG (Pasal 8A UU PPN dan penjelasan)


PPN yg terutang dihitung dgn cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dlm Pasal 7 dgn DPP
yg meliputi Hrg Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain.
Harga Jual: Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yg diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual krn penyerahan BKP, tdk termasuk PPN yg dipungut mnr UU PPN dan potongan
hrg yg dicantumkan dlm FP. (Pasal 1 Angka 18 UU PPN)
Penggantian: Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yg diminta atau seharusnya diminta
oleh pengusaha krn penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tdk Berwujud, tetapi tdk
termasuk PPN yg dipungut mnr UU PPN dan potongan hrg yg dicantumkan dlm FP atau nilai
berupa uang yg dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa krn pemanfaatan JKP
dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tdk Berwujud krn pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari
luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean. (Pasal 1 Angka 19 UU PPN)
Nilai Impor: Nilai berupa uang yg menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan
berdasarkan ketentuan dlm perpu yg mengatur mengenai kepabeanan dan cukai utk impor
BKP, tdk termasuk PPN dan PPnBM yg dipungut mnr UU PPN. (Pasal 1 Angka 20 UU PPN)
Ketentuan mengenai nilai lain diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menkeu. lihat Bab D-07
Nilai Lain
Contoh:
a. PKP A menjual tunai BKP dgn Hrg Jual Rp 25 juta.
PPN yg terutang = 10% x Rp 25 juta = Rp 2,5 juta
PPN seb Rp 2,5 juta tsb mrp PK yg dipungut oleh PKP A.
b. PKP B melakukan penyerahan JKP dgn memperoleh Penggantian Rp 20 juta
PPN yg terutang = 10% x Rp 20 juta = Rp 2 juta.
PPN seb Rp 2 juta tsb mrp PK yg dipungut oleh PKP B.
c. Seseorang mengimpor BKP dari luar Daerah Pabean dgn Nilai Impor Rp15 juta.
PPN yg dipungut melalui DJBC = 10% x Rp 15 juta = Rp 1,5 juta
d. PKP D melakukan ekspor BKP dgn Nilai Ekspor Rp 10 juta.
PPN yg terutang = 0% x Rp 10 juta = Rp 0
PPN seb Rp 0 tsb mrp PK.
PENGKREDITAN PM
PM dlm suatu Masa Pajak dikreditkan dgn PK dlm Masa Pajak yg sama (Pasal 9 ayat (2) UU PPN)
PM yg dpt dikreditkan, tetapi blm dikreditkan dgn PK pd Masa Pajak yg sama, dpt dikreditkan pd
Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan stl berakhirnya Masa Pajak yg bersangkutan
sepanjang blm dibebankan sbg biaya & blm dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (9) UU
PPN)
Penjelasan Pasal 9 ayat (9) UU PPN:
Ketentuan ini memungkinkan PKP utk mengkreditkan PM dgn PK dlm Masa Pajak yg tdk sama yg
disebabkan antara lain, FP terlambat diterima. Pengkreditan PM dlm Masa Pajak yg tdk sama tsb
hanya diperkenankan dilakukan pd Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan stl berakhirnya
Masa Pajak yg bersangkutan. Dlm hal jangka waktu tsb tlh dilampaui, pengkreditan PM tsb dpt
dilakukan melalui pembetulan SPT Masa PPN yg bersangkutan. Kedua cara pengkreditan tsb
hanya dpt dilakukan apabila PM yg bersangkutan blm dibebankan sbg biaya atau tdk ditambahkan
(dikapitalisasi) kpd hrg perolehan BKP atau JKP yg bersangkutan dan thd PKP blm dilakukan
pemeriksaan.
Contoh:

D024

PM atas perolehan BKP yg FP-nya tertanggal 7 Juli 2010 dpt dikreditkan dgn PK pd Masa Pajak
Juli 2010 atau pd Masa Pajak berikutnya paling lama Masa Pajak Okt 2010.

PM yg dibayar utk perolehan BKP/JKP hrs dikreditkan dgn PK di tempat PKP dikukuhkan.
Dlm hal impor BKP, Dirjen Pajak krn jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis dari PKP dpt
menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP, sbg tempat pengkreditan PM.

Ketentuan lbh lanjut mengenai tata cara penentuan tempat lain selain tempat dilakukannya impor
BKP sbg tempat pengkreditan PM diatur dgn Peraturan MenKeu.
(Pasal 15 PP 1 thn 2012)

Dlm hal terjadi pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha, PM atas BKP yg dialihkan yg blm dikreditkan oleh PKP yg
mengalihkan dpt dikreditkan oleh PKP yg menerima pengalihan, sepanjang FP- nya diterima stl
terjadinya pengalihan dan PM tsb blm dibebankan sbg biaya atau dikapitalisasi. (Pasal 9 ayat (14)
UU PPN)

PM TDK DPT DIKREDITKAN


Pasal 9 ayat (8) UU PPN:
a. Perolehan BKP atau JKP sbl Pengusaha dikukuhkan sbg PKP
b. Perolehan BKP atau JKP yg tdk mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan usaha
Yg dimaksud dgn pengeluaran yg lsg berhubungan dgn kegiatan usaha adalah pengeluaran
utk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku utk
semua bidang usaha. Agar dpt dikreditkan, PM juga hrs memenuhi syarat bahwa
pengeluaran tsb berkaitan dgn adanya penyerahan yg terutang PPN. Oleh karena itu,
meskipun suatu pengeluaran tlh memenuhi syarat adanya hub lsg dgn kegiatan usaha,
masih dimungkinkan PM tsb tdk dpt dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tdk
ada kaitannya dgn penyerahan yg terutang PPN. (Penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU
PPN)
c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan & station wagon, kecuali mrp
barang dagangan atau disewakan
d. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sbl Pengusaha
dikukuhkan sbg PKP;
e. dihapus (mengenai perolehan BKP atau JKP yg bukti pungutannya berupa FP Sederhana);
f. Perolehan BKP atau JKP yg FP-nya tdk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dlm:
Pasal 13 ayat (5) atau keterangan ttg penyerahan BKP dan/atau JKP
Pasal 13 ayat (9) atau FP hrs memenuhi persyaratan formal & material
tdk mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
g. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yg FP-nya tdk
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat (6);
h. Perolehan BKP atau JKP yg PM- nya ditagih dgn penerbitan ketetapan pajak;
i. Perolehan BKP atau JKP yg PM-nya tdk dilaporkan dlm SPT PPN, yg ditemukan pd waktu
dilakukan pemeriksaan; dan
j. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sbl PKP berproduksi sebagaimana dimaksud pd
ayat (2a).
Barang modal adalah harta berwujud yg memiliki masa manfaat > 1 thn yg mnr tujuan
semula tdk utk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dgn perolehan barang
modal yg dikapitalisasi ke dlm hrg perolehan barang modal tsb (Pasal 16 ayat (2) PP 1 Thn
2012)
Pasal 9 ayat (5) UU PPN:
k. PM yg tdk berkenaan dgn penyerahan yg terutang pajak apabila dlm suatu Masa Pajak PKP selain
melakukan penyerahan yg terutang pajak juga melakukan penyerahan yg tdk terutang pajak,
sepanjang bagian penyerahan yg terutang pajak dpt diketahui dgn pasti dari pembukuannya.
Pasal 16B ayat (3) UU PPN:
l. PM yg dibayar utk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yg atas penyerahannya dibebaskan
dari pengenaan PPN
Pasal 19 ayat (3) PP 1 Thn 2012:
m. PPN yg tercantum dlm FP yg diterbitkan oleh PKP stl melewati jangka waktu 3 bulan sejak saat FP
seharusnya dibuat terkait dgn aturan PKP Penjual dianggap tdk menerbitkan FP

D025

TANGGUNG JAWAB RENTENG


a. Dasar Hukum
Pasal 16F UU PPN
Pasal 4 PP 1 Thn 2012
b. Yg Bertanggung Jawab Scr Renteng
Pembeli BKP atau penerima JKP bertanggung jawab scr renteng atas pembayaran PPN atau
PPnBM kecuali dlm hal :
Pajak yg terutang tsb dpt ditagih kpd penjual barang / pemberi jasa; atau
Pembeli BKP / penerima JKP dpt menunjukkan bukti tlh melakukan pembayaran pajak kpd
penjual barang / pemberi jasa.
Tanggung renteng melekat pd pembeli BKP / penerima JKP atas transaksi pembelian BKP dan/
atau JKP di dlm Daerah Pabean.
c. Cara Penagihan PPN Krn Tanggung Jawab Renteng
Tanggung jawab renteng ditagih melalui penerbitan SKPKB sesuai dgn ketentuan perpu di bidang
perpajakan.
Ketentuan lbh lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab scr renteng atas
pembayaran PPN & PPnBM diatur dgn Peraturan MenKeu. (PMK yg mengatur masih blm terbit)
HUB ISTIMEWA
(Pasal 2 UU PPN & Penjelasan)
Dlm hal Hrg Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hub istimewa, maka Hrg Jual atau Penggantian
dihitung atas dasar hrg pasar wajar pd saat penyerahan BKP/JKP itu dilakukan.
Hub istimewa di atas dianggap ada apabila:
2 atau lbh Pengusaha, lsg atau tdk lsg berada di bawah pemilikan atau penguasaan Pengusaha yg
sama, atau
Pengusaha yg satu menyertakan modal > 25% dari jml modal pd pengusaha yg lain, atau hub antara
Pengusaha yg menyertakan modalnya seb > 25% pd 2 pihak atau lbh, demikian pula hub antara 2 pihak
atau lbh yg disebut terakhir.
Penjelasan
1. Pengaruh hub istimewa dlm UU PPN ialah adanya kemungkinan hrg yg ditekan lbh rendah dari
hrg pasar. Dlm hal ini Dirjen Pajak mempunyai kewenangan melakukan penyesuaian Hrg Jual
atau Penggantian yg menjadi DPP dgn hrg pasar wajar yg berlaku di pasaran bebas.
2.
a.
Yg dimaksud dgn pemilikan menyangkut bidang permodalan, sedangkan penguasaan
berhubungan dgn bidang manajemen, termasuk hub kekeluargaan antara para pihak yg
bersangkutan. Kata lsg di sini diartikan bahwa slr atau sebagian modal atau manajemen
dari 2 perusahaan atau lbh yg terlibat dlm Penyerahan Barang (penjual & pembeli) dimiliki
dan dilaksanakan oleh Pengusaha yg sama atau di bawah penguasaan Pengusaha yg
sama. Kata tdk lsg diartikan bila pemilikan & penguasaan itu diperoleh krn adanya hub
keluarga antara Pengusaha dgn pemilik modal atau pelaksana manajemen dari
perusahaan-perusahaan tsb, misalnya bila slr atau sebagian modal atau manajemen berada
di tangan isteri, anak, atau keluarga lainnya dari Pengusaha
b.
Penyertaan modal seb 25% dihitung dari modal saham atau modal ditempatkan atau modal
disetor. Bila salah satu hasil hitungan itu menunjukkan penyertaan modal berjumlah > 25%
atau lbh, maka dianggap tlh ada hub istimewa.

D026

SAAT TERUTANG PPN


Dasar Hukum:
Pasal 11 UU PPN
Terutangnya pajak terjadi pd saat: (Pasal 11 Ayat (1) UU PPN)
a.
Penyerahan BKP;
b.
Impor BKP;
c.
Penyerahan JKP;
d.
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean;
e.
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
f.
Ekspor BKP Berwujud;
g.
Ekspor BKP Tdk Berwujud; atau
h.
Ekspor JKP.
Penjelasan:
Pemungutan PPN dan PPnBM menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pd saat
penyerahan BKP atau JKP meskipun pembayaran atas penyerahan tsb blm diterima atau blm sepenuhnya
diterima atau pd saat impor BKP. Saat terutangnya pajak utk transaksi yg dilakukan melalui "electronic
commerce" tunduk pd ketentuan ini.
Terutangnya pajak dlm hal OP atau badan memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dlm Daerah Pabean atau memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean yaitu pd
saat OP atau badan tsb mulai memanfaatkan BKP Tdk Berwujud atau JKP tsb di dlm Daerah Pabean. Hal
itu dihubungkan dgn kenyataan bahwa yg menyerahkan BKP Tdk Berwujud atau JKP tsb di luar Daerah
Pabean shg tdk dpt dikukuhkan sbg PKP. Oleh krn itu, saat pajak terutang tdk lagi dikaitkan dgn saat
penyerahan, tetapi dikaitkan dgn saat pemanfaatan.
Dlm hal pembayaran diterima sbl penyerahan BKP atau sbl penyerahan JKP atau dlm hal pembayaran
dilakukan sbl dimulainya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat
terutangnya pajak adalah pd saat pembayaran. (Pasal 11 Ayat (2) UU PPN).
Penjelasan:
Dlm hal pembayaran diterima sbl penyerahan BKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPN, sbl
penyerahan JKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN, sbl dimulainya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud
dari luar Daerah Pabean sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPN, atau sbl dimulainya pemanfaatan JKP
dari luar Daerah Pabean sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf e, saat terutangnya pajak adalah saat pembayaran.
Dirjen Pajak dpt menetapkan saat lain sbg saat terutangnya pajak dlm hal saat terutangnya pajak sukar
ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yg dpt menimbulkan ketidakadilan (Pasal 11 Ayat (4) UU
PPN).

D031

BKP TDK BERWUJUD ATAU JKP


A. PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD ATAU JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN
Dasar Hukum:
Pasal 3A ayat (3) UU PPN
Pasal 14 PP 1 Thn 2012 (berlaku sejak tanggal 4 Jan 2012) kecuali mengenai Pasal 19 ayat (1)
dan Pasal 20 berlaku sejak tanggal 1 Apr 2010)
PMK-40/PMK.03/2010 (berlaku mulai 1 Apr 2010)
SE dan surat terkait:
SE-147/PJ/2010
S-500/PJ.53/2005
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud / JKP dari Luar Daerah Pabean:
PPN yg terutang atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean hrs dipungut oleh OP atau badan yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb.
(Pasal 3A ayat (3) UU PPN)
Definisi Terkait: (angka 2 & 3 SE-147/PJ/2010)
BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean yg dimanfaatkan di dlm Daerah Pabean:
BKP tsb dimiliki oleh OP atau badan yg bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah
Pabean;
Kegiatan pemanfaatan BKP tsb dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
BKP tsb dimanfaatkan oleh siapa pun di dlm Daerah Pabean.
JKP dari luar Daerah Pabean yg dimanfaatkan di dlm Daerah Pabean:
JKP tsb diserahkan oleh OP atau badan yg bertempat tinggal atau berkedudukan di luar
Daerah;
Pemberian JKP dpt dilakukan di dlm dan/atau di luar Daerah Pabean sepanjang kegiatan
pemberian JKP tsb tdk menyebabkan OP atau badan yg bertempat tinggal atau
berkedudukan di luar Daerah Pabean menjadi Subjek Pajak DN;
Jika menyebabkan OP atau badan tsb menjadi Subjek Pajak DN, maka pemberian JKP tsb
termasuk penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean. (angka 4 SE-147/PJ/2010)
Kegiatan pemanfaatan JKP tsb dilakukan di dlm Daerah Pabean; dan
JKP tsb dimanfaatkan oleh siapa pun di dlm Daerah Pabean.
Saat Terutang: (Pasal 4 & 5 PMK-40/PMK.03/2010)
Terjadi pd saat dimulainya pemanfaatan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah
Pabean tsb.
Saat dimulainya pemanfaatan:
Berlaku sejak 1 Apr 2010 s.d. 3 Jan 2012
Berlaku sejak 4 Jan 2012
(Pasal 5 ayat (1) PMK-40/PMK.03/2010)
(Pasal 17 ayat (6) PP 1 Thn 2012)
Saat yg diketahui terjadi lebih dahulu:
Terjadi pada saat:
Saat BKP tdk berwujud dan/atau JKP tsb
Harga perolehan BKP Tdk Berwujud
scr nyata digunakan oleh pihak yg
dan/atau JKP tsb dinyatakan sbg utang
memanfaatkannya;
oleh pihak yg memanfaatkannya;
Saat harga perolehan BKP tdk berwujud
Harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau
dan/atau JKP tsb dinyatakan sbg utang
penggantian JKP tsb ditagih oleh pihak
oleh pihak yg memanfaatkannya;
yg menyerahkannya; atau
Saat harga jual BKP tdk berwujud dan/atau
Harga perolehan BKP Tdk Berwujud
penggantian JKP tsb ditagih oleh pihak yg
dan/atau JKP tsb dibayar baik sebagian
menyerahkannya; atau
atau
seluruhnya
oleh
pihak yg
memanfaatkannya,
Saat harga perolehan BKP tdk berwujud
yg terjadi lbh dahulu.
dan/atau JKP tsb dibayar baik sebagian
atau
seluruhnya
oleh
pihak
yg
memanfaatkannya.

D041

Dlm hal saat dimulainya pemanfaatan tdk diketahui, saat dimulainya pemanfaatan BKP tdk
berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean adalah tanggal ditandatanganinya kontrak
atau perjanjian atau saat lain yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Tarif PPN: (Pasal 3 PMK-40/PMK.03/2010)


Jml yg dibayarkan
atau seharusnya
Tarif PPN
DPP
dibayarkan
Tdk termasuk PPN
10%
Jml yg dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kpd
pihak yg menyerahkan BKP tdk berwujud dan/atau JKP
Termasuk PPN
10/110
Dlm hal tdk ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis utk jml yg dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan atau ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tdk dgn
tegas dinyatakan bahwa dlm jml kontrak atau perjanjian sdh termasuk PPN, PPN yg terutang
dihitung seb 10% dikalikan dgn jml yg dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kpd pihak yg
menyerahkan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.
Dlm Hal Transaksi dilakukan dlm Mata Uang Asing
Penghitungan besarnya PPN atau PPN & PPnBM yg terutang, hrs dikonversi ke dlm mata uang
rupiah dgn mempergunakan kurs yg ditetapkan Menkeu yg berlaku pd saat pembuatan FP. (Pasal
14 PP 1 Thn 2012)
Tata Cara Penyetoran PPN:
b. Waktu Dipungut & Disetorkannya PPN
Wajib dipungut & disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi
dgn menggunakan SSP oleh OP atau badan yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau
JKP dari luar Daerah Pabean paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya stl saat terutangnya
pajak (Pasal 6 ayat (1) PMK-40/PMK.03/2010)
c. Dlm Hal WP Terlambat Menyetor PPN
OP atau badan yg melakukan penyetoran PPN stl melewati batas waktu, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga 2% per bulan. (Pasal 8 PMK-40/PMK.03/2010)
PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean yg terlambat
disetor tsb tetap dpt dikreditkan pd Masa Pajak saat terutangnya PPN atau pada Masa Pajak
yg tdk sama, sesuai dgn ketentuan pengkreditan PM yg berlaku. (angka 11 SE-147/PJ/2010)
d. Cara Pengisian SSP (Pasal 6 ayat (2) PMK-40/PMK.03/2010 & angka 8 SE-147/PJ/2010)
Kolom
Yg Diisi
Nama WP &
nama & alamat OP atau badan yg bertempat tinggal atau berkedudukan di
Alamat WP
luar Daerah Pabean yg menyerahkan BKP tdk berwujud dan/ atau JKP
NPWP
angka 0 (nol), kecuali kode KPP diisi dgn kode KPP dari pihak yg
memanfaatkan BKP tdk berwujud dan/atau JKP
Wajib
nama & NPWP pihak yg memanfaatkan BKP tdk berwujud dan/atau JKP
Pajak/Penyetor
Masa Pajak
Memberi tanda silang (x) pd salah satu kolom Masa Pajak utk Masa Pajak
saat terutangnya pemanfaatan
MAP & KJS
411211 & 101 (utk BKP tdk berwujud)
411211 & 102 (utk JKP)
Dlm hal pengisian SSP tdk memenuhi ketentuan ini, maka pembayaran PPN tsb tdk dpt
dikreditkan. (angka 9 SE-147/PJ/2010)
Pelaporan & Pengkreditan PM bagi PKP:
1. PKP
Pembayaran dgn SSP dilaporkan sbg PM di dlm SPT Masa pd bulan terutangnya pajak. (Pasal 7
ayat (1) PMK-40/PMK.03/2010)
PPN yg terdapat dlm SSP tsb mrp PM yg dpt dikreditkan sepanjang:
Memenuhi ketentuan sbg dokumen yg dpt dipersamakan dgn FP (memenuhi ketentuan
cara pengisian SSP sesuai Pasal 6 ayat (2) PMK-40/PMK.03/2010)
Mencantumkan NPWP pihak yg memanfaatkan JKP dan/atau BKP tdk berwujud
PM yg dpt dikreditkan tetapi blm dikreditkan dgn PK pd Masa Pajak yg sama, dpt dikreditkan
pd Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 bulan stl berakhirnya Masa Pajak yg bersangkutan

D042

sepanjang blm dibebankan sbg biaya dan blm dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat (9) UU
PPN)
2. Non PKP
Pembayaran dgn SSP dilaporkan dgn menggunakan SSP lembar ke-3 paling lama akhir bulan
berikutnya stl saat terutangnya pajak ke KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 7 ayat (3) PMK40/PMK.03/2010)
S-500/PJ.53/2005 menegaskan mengenai mekanisme pelaporan, pengkreditan PPN Masukan, serta
konsekuensi yg timbul atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yg terlambat disetorkan.
Contoh Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari Luar Daerah Pabean serta Contoh Perhitungan
PPN yg Terutang (Lamp I SE-147/PJ/2010)
Contoh-contoh pemanfaatan BKP Tdk Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean
yg terutang PPN berdasarkan 4 ayat (1) huruf d & e UU PPN:
a. PT XYZ di Jakarta melakukan kontrak penggunaan waralaba (franchise) "eat & eat" dari A Corp.
yg berdomisili di Kanada, dan merk "eat & eat" tsb dipakai atau digunakan utk restoran yg dibuka
di Jakarta. Atas pemanfaatan waralaba oleh PT XYZ di dlm Daerah Pabean tsb terutang PPN.
b. PT ABC di Jakarta menyewa konsultan pemasaran Z Corp. yg berdomisili di Amerika utk
membantu kegiatan pemasaran produk milik PT ABC di lndonesia. Kegiatan konsultansi
pemasaran tsb dilakukan di lndonesia namun tdk menyebabkan Z Corp. berubah menjadi
Subjek Pajak DN. Maka, kegiatan pemanfaatan jasa konsultansi pemasaran dari Amerika di dlm
Daerah Pabean oleh PT ABC terutang PPN.
c. PT DEF di Surabaya menyewa agen pemasaran Y Corp. di Singapura utk mencarikan pembeli
produk PT DEF di Singapura. Y Corp. berhasil mendapatkan pembeli produk PT DEF, yaitu X
Corp. yg berkedudukan di Singapura. PT DEF kemudian melakukan kegiatan penjualan kpd X
Corp. di Singapura (kegiatan ekspor BKP). Atas kegiatan pemanfaatan jasa pemasaran Y Corp.
di Singapura oleh PT DEF di dlm Daerah Pabean terutang PPN.
Contoh-contoh pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yg tdk terutang PPN:
a. PT FGH di Medan menghadapi gugatan hukum di pengadilan negara Belanda melawan Y Corp
yg berkedudukan di Belanda. Utk menyelesaikan sengketa hukum ini, PT FGH menyewa
pengacara dari Belanda utk menghadiri dan mewakili PT FGH di pengadilan negara Belanda.
Atas kegiatan pemanfaatan jasa hukum Y Corp. oleh PT FGH tdk terutang PPN mengingat
kegiatan pemanfaatan JKP tsb dilakukan di luar Daerah Pabean (penyelesaian gugatan
hukum di Belanda).
b. PT DHI di Jakarta akan melakukan penerbitan obligasi di bursa saham New York Amerika. PT
DHI menggunakan jasa konsultan keuangan Brothers Corp. dari Amerika utk membantu
penerbitan obligasi tsb berupa pemberian jasa konsultansi keuangan. Atas pemanfaatan jasa
konsultansi keuangan Brothers Corp dari Amerika oleh PT DHI tdk terutang PPN mengingat
kegiatan pemanfaatan JKP tsb dilakukan di luar Daerah Pabean (penerbitan obligasi di
Amerika).
c. PT HIJ di Semarang menyewa kapal dari XYZ Corp. yg berdomisili di Singapura utk mengangkut
barang miliknya dari pelabuhan yg berlokasi di San Fransisco ke pelabuhan yg berada Tokyo.
Atas pemanfaatan jasa sewa kapal dari XYZ Corp. tdk terutang PPN mengingat kegiatan
pemanfaatan jasa tsb dilakukan di luar Daerah Pabean (pengangkutan barang di luar Daerah
Pabean).
d. PT PQR di Yogyakarta menggunakan jasa penyelenggara kegiatan (event organizer) GHJ Corp.
yg berdomisili di Thailand utk mengadakan kegiatan pertunjukan seni (konser) di Thailand yg
menampilkan artis-artis Indonesia yg bernaung di bawah manajemen PT PQR. Atas pemanfaatan
jasa penyelenggara kegiatan tsb tdk terutang PPN mengingat pemanfaatan jasa tsb dilakukan
di luar Daerah Pabean (penyelenggaraan konser di Thailand).
Contoh penghitungan PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean:
Fakta/data yg diketahui
a. PT A (NPWP 01.234.567.8-011.000) adalah PKP yg bergerak di bidang industri perlengkapan
olahraga, seperti sepatu, bola, dan lain-lain. PT A dlm salah satu produksinya menggunakan
desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd yg berasal dari Amerika Serikat.

D043

b.
c.

d.

Pd tanggal 10 Jan 2011 ditandatangani kontrak dgn kesepakatan bahwa royalti yg akan
dibayarkan kpd B Ltd. adalah seb US$ 5 per pasang sepatu yg diproduksi dan diekspor.
Pd tanggal-tanggal berikut terjadi transaksi-transaksi di bawah ini:
25 Feb 2011: Sepatu yg didasarkan pd desain model sepatu dari B Ltd mulai diproduksi.
10 Mei 2011: Dilakukan ekspor 40.000 pasang sepatu ke Eropa senilai US$ 4,000,000.
15 Juni 2011: PT A melakukan penyetoran PPN terutang atas pemanfaatan desain model
sepatu terkait dgn ekspor pd tanggal 10 Mei 2011, dgn nilai kurs US$ 1 = Rp 10.000 (kurs
berdasarkan Keputusan Menkeu).
20 Juni 2011: Dilakukan ekspor 60.000 pasang sepatu ke Eropa senilai US$ 6,000,000.
30 Juni 2011: Dilakukan pembayaran atas pemanfaatan desain model sepatu dgn nilai US$
500,000.
15 Juli 2011 PT A melakukan penyetoran PPN terutang atas pemanfaatan desain model
sepatu terkait dgn ekspor pd tanggal 20 Juni 2011, dgn kurs US$ 1 = Rp 9.500,00 (kurs
berdasarkan Keputusan Menkeu).
Penghitungan PPN atas pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar Daerah Pabean:
Saat terutang PPN atas penggunaan desain model sepatu tsb:
Tanggal 10 Mei 2011, yaitu pd desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd.
dimanfaatkan oleh PT A utk memproduksi dan mengekspor 40.000 pasang sepatu; dan
Tanggal 20 Juni 2011, yaitu pd desain model sepatu yg diperoleh dari B Ltd.
dimanfaatkan oleh PT A utk memproduksi dan mengekspor 60.000 pasang sepatu.
DPP PPN terutang utk royalti atas penjualan ekspor tanggal 10 Mei 2011 adalah US$ 5 X
40.000 = US$ 200,000. Besarnya PPN terutang yg disetorkan pd tanggal 15 Juni 2011 adalah
10% X US$ 200,000 X Rp 10.000 = Rp 200 juta.
DPP PPN terutang utk royalti atas penjualan ekspor tanggal 20 Juni 2011 adalah US$ 5 X
60.000 = US$ 300,000. Besarnya PPN terutang yg disetorkan pd tanggal 15 Juli 2011 adalah
10% X US$ 300,000 X Rp 9.500 = Rp 285 juta.

D044

D045

B. EKSPOR JKP DAN/ATAU BKP TDK BERWUJUD


Dasar Hukum:
Pasal 4 ayat (2) UU PPN
Pasal 6 PP 1 Thn 2012 (berlaku sejak tanggal 4 Jan 2012) kecuali mengenai Pasal 19 ayat (1)
dan Pasal 20 berlaku sejak tanggal 1 Apr 2010)
PMK-70/PMK.03/2010 jo PMK-30/PMK.03/2011
SE terkait:
SE-145/PJ/2010
SE-49/PJ/2011
Definisi:
Ekspor BKP Tdk Berwujud: Setiap kegiatan pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari dlm Daerah
Pabean di luar Daerah Pabean. (Pasal 1 angka 28 UU PPN)
Ekspor JKP: Setiap kegiatan penyerahan JKP ke luar Daerah Pabean (Pasal 1 angka 29 UU
PPN)
Jasa Maklon: Pemberian jasa dlm rangka proses penyelesaian suatu brg tertentu yg proses
pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa
menetapkan spesifikasi, serta menyediakan bahan baku dan/atau brg jadi dan/atau bahan
penolong/pembantu yg akan diproses sebagian atau seluruhnya, dgn kepemilikan atas brg jadi
berada pd pengguna jasa. (Pasal 1 angka 3 PMK-30/PMK.03/2011)
Jasa Perdagangan: Jasa yg diberikan oleh orang atau badan kpd pihak lain, dgn
menghubungkan pihak lain tsb kpd pembeli brg pihak lain itu, atau menghubungkan pihak lain tsb
kpd penjual brg yg akan dibeli pihak lain itu. Jasa perdagangan dpt berupa jasa perantara, jasa
pemasaran, dan jasa mencarikan penjual/pembeli. (angka 1 SE-145/PJ/2010)
Formulir Pemberitahuan Ekspor BKP Tdk Berwujud/JKP Lamp PMK-70/PMK.03/2010
Ekspor JKP:
a. Batasan Kegiatan JKP yg Ekspornya Dikenai PPN 0% (Pasal 3 & 4 PMK-70/PMK.03/2010)
1. Jasa Maklon, dikenai PPN sepanjang memenuhi syarat :
Pemesan/penerima JKP berada di luar pabean dan mrp WPLN serta tdk mempunyai
BUT di Indonesia;
Spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan/penerima JKP
Bahan adalah bahan baku, jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yg akan diproses
menjadi BKP yg dihasilkan;
Kepemilikan atas brg jadi berada pd pemesan/penerima JKP; dan
Pengusaha jasa maklon mengirim brg hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan
pemesan atau penerima JKP ke luar daerah pabean
2. Utk selain jasa maklon (Pasal 4 PMK-70/PMK.03/2010)
Jasa yg melekat pd atau jasa utk brg bergerak yg dimanfaatkan di luar pabean, yaitu jasa
perbaikan dan perawatan yg melekat pd atau jasa utk brg bergerak yg
dimanfaatkan di luar pabean
Jasa yg melekat pd atau jasa utk brg tdk bergerak yg terletak di luar pabean, yaitu jasa
konstruksi meliputi layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan
pekerjaan konstruksi
Ketentuan PPN utk penyerahan JKP selain 3 jenis JKP di atas
Apabila penyerahan JKP-nya dilakukan di dlm Daerah Pabean, tetap terutang PPN dgn
tarif 10% sbg penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean yg syarat pengenaan PPN-nya diatur
dlm penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN. (angka 3 SE-49/PJ/2011)
PPN dikenakan atas penyerahan JKP di dlm Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha
yg dimanfaatkan di dlm atau di luar Daerah Pabean. (Pasal 6 PP 1 Thn 2012)
Sesuai dgn Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN maka terutangnya PPN tdk
mensyaratkan apakah jasa hrs dikonsumsi atau dimanfaatkan di dlm Daerah Pabean
atau tdk.
Contoh 1:

D046

A Corp. yg berdomisili di Jepang mengirimkan lagu kpd PT B di Indonesia utk dibuatkan


penulisan not balok atas lagu tsb. Penulisan not balok yg tlh selesai dikirim kembali ke
Jepang. Atas jasa penulisan not balok yg dilakukan oleh PT B tsb terutang PPN.
Contoh 2:
Z Corp. yg berdomisili di Korea Selatan berencana memasarkan produknya di Indonesia.
Oleh krn itu, Z Corp. menyewa PT DEF di Indonesia utk melakukan survei pasar di Indonesia.
Jasa survei yg dilakukan oleh PT DEF tsb terutang PPN.
Apabila JKP tsb dilakukan di luar Daerah Pabean, atasnya tdk terutang PPN krn di luar
cakupan UU PPN. (angka 3 SE-49/PJ/2011)
b. Tempat & Saat Terutangnya PPN atas Ekspor JKP
Saat terutangnya PPN atas Ekspor JKP pd saat Ekspor JKP (Pasal 5 PMK-70/PMK.03/2010)
Saat Ekspor JKP adalah pd saat Penggantian atas jasa yg diekspor tsb dicatat atau diakui
sbg penghasilan.
PPN terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
dilakukan, atau tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha dilakukan yg diatur dgn Peraturan Dirjen Pajak. (Pasal 6 PMK70/PMK.03/2010)
c. Kewajiban PKP (Pasal 7 PMK-70/PMK.03/2010)
PKP yg melakukan Ekspor JKP wajib membuat Pemberitahuan Ekspor JKP pd saat Ekspor JKP,
dan Pemberitahuan Ekspor JKP yg dilampiri dgn invoice sbg 1 kesatuan yg tdk terpisahkan
adalah dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP.
d. Pelaporan pd SPT Masa PPN (Pasal 8 PMK-30/PMK.03/2011)
Ekspor jasa dimasukkan ke Lamp PPN Keluaran kolom Ekspor
Atas kegiatan ekspor BKP yg dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon oleh PKP eksportir
Jasa Maklon dilaporkan sbg ekspor BKP dlm SPT Masa PPN. Di ketentuan lama sbl 28 Feb
2011 sesuai PMK-70/PMK.03/2010 ekspor Jasa Maklon tdk perlu dilaporkan sbg ekspor BKP
dlm SPT Masa PPN
PPN Masukan yg berhubungan lsg dgn usaha ekspor JKP dpt dikreditkan sesuai ketentuan
berlaku.
Atas ekspor JKP yg dilakukan sbl 1 Apr 2010, tetapi penggantian atas jasa tsb dicatat atau
diakui sbg penghasilan stl 1 April 2010, maka harus menggunakan PMK-70/PMK.03/2010 jo PMK30/PMK.03/2011.
Jasa Perdagangan:
a. Yg Tdk Dikenai PPN (angka 5 SE-145/PJ/2010)
Dlm hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di luar Daerah Pabean, dgn kondisi:
Pengusaha jasa perdagangan & penjual brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di luar Daerah Pabean, sedangkan pembeli brg berada di dlm Daerah Pabean; atau
Pengusaha jasa perdagangan & pembeli brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di luar Daerah Pabean, sedangkan penjual brg berada di dlm Daerah Pabean.
b. Yg Dikenai PPN (angka 3 SE-145/PJ/2010)
Dlm hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di dlm Daerah Pabean, dgn kondisi:
Pengusaha jasa perdagangan & penjual brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan pembeli dpt berada di dlm atau di luar
Daerah Pabean;
Pengusaha jasa perdagangan & pembeli brg selaku penerima jasa perdagangan
berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan penjual dpt berada di dlm atau di luar
Daerah Pabean;
Pengusaha jasa perdagangan & pembeli brg berada di dlm Daerah Pabean,
sedangkan penjual brg selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean;
Pengusaha jasa perdagangan & penjual brg berada di dlm Daerah Pabean,
sedangkan pembeli brg selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean;
atau
Pengusaha jasa perdagangan berada di dlm Daerah Pabean, sedangkan penjual brg &
pembeli brg yg salah satunya adalah penerima jasa perdagangan berada di luar
Daerah Pabean.

D047

Contoh Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tdk Berwujud:

D048

FAKTUR PAJAK (FP)

A. SAAT PEMBUATAN FP
Dasar Hukum:
Pasal 19 PP 1 Thn 2012
PMK-151/PMK.011/2013 ttg Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian FP (berlaku sejak 11 Nov 2014) mencabut PMK-84/PMK.03/2012
PMK-238/PMK.03/2012 (mulai berlaku 19 Jan 2013) ttg Saat Lain sbg Saat Pembuatan FP
atas Penyerahan BKP dgn Karakteristik Tertentu
PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013 jo PER-17/PJ/2014 ttg Bentuk, Ukuran, Tata Cara
Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dlm Rangka Pembuatan, Tata Cara
Pembetulan atau penggantian, dan tata Cara Pembatalan FP PER-24 mencabut PER13/PJ/2010 jo PER-65/PJ/2010
PER-16/PJ/2014 (berlaku tanggal 1 Juli 2014) ttg Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan FP
Berbentuk Elektronik
PKP wajib membuat FP utk setiap:
a.
penyerahan BKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN;
b.
penyerahan JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN;
c.
ekspor BKP Berwujud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN;
d.
ekspor BKP Tdk Berwujud dlm Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN; dan/atau
e.
ekspor JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN.
FP hrs dibuat pd saat penyerahan/saat ekspor dimaksud
(Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK-151)
Saat Pembuatan FP:
1. Saat penyerahan BKP/JKP
2. Saat penerimaan pembayaran dlm hal penerimaan pembayaran terjadi sbl penyerahan
BKP/JKP
3. Saat penerimaan pembayaran termin dlm hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
Contoh penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan jasa pemborong
bangunan atau barang tdk bergerak lainnya
4. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kpd Bendahara Pemerintah sbg Pemungut
PPN
5. Saat lain yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan MenKeu
Saat lain sbg saat pembuatan FP hanya diperuntukan bagi penyerahan BKP dgn
karakteristik tertentu. (PMK-238/PMK.03/2012)
Paling lambat pd saat pendapatan dari transaksi atas penyerahan BKP tsb scr
keseluruhan sdh dpt dihitung scr final. Dlm hal sampai dgn batas waktu tsb terjadi
penerimaan pembayaran, atas pembayaran tsb wajib dibuat FP pd saat penerimaan
pembayaran.
Ketentuan mengenai pembuatan FP utk BKP dgn karakteristik tertentu berlaku dlm hal
perjanjian jual beli atas penyerahan BKP dgn karakteristik tertentu tsb memuat ketentuan:
menyatakan bahwa hak atas BKP berpindah ke pihak pembeli stl dikirimkan dari
tempat penjual; dan
terdapat klausul ttg perubahan nilai tagihan akibat perubahan hrg jual, perubahan
kualitas dan/atau perubahan kuantitas BKP, shg perlu dilakukan penyesuaian faktur
komersial (commercial invoice).
Pengertian BKP dgn karakteristik tertentu:
BKP yg memenuhi kriteria
Hrg Jual dari BKP tsb mengalami fluktuasi menyesuaikan hrg acuan/standar yg
berlaku di pasar domestik maupun pasar internasional;
Kualitas atau kadar kandungan berharga di dlm BKP tsb dpt berubah dlm proses
pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak pembeli yg disebabkan oleh
cuaca atau iklim tertentu scr normal dan tdk disebabkan krn kerusakan pengiriman
atau kelalaian dlm proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak

D051

pembeli atau bencana alam; dan/atau


Kuantitas baik berupa tonase, volume atau satuan lainnya dpt mengalami perubahan
dlm proses pengiriman atau transportasi dari pihak penjual ke pihak pembeli yg
disebabkan oleh cuaca atau iklim tertentu scr normal dan tdk disebabkan krn
kerusakan pengiriman atau kelalaian dlm proses pengiriman atau transportasi dari
pihak penjual ke pihak pembeli atau bencana alam.
Termasuk dlm kategori BKP dgn karakteristik tertentu konsentrat produk pertambangan
yg mengandung kadar mineral dan bahan/produk kimia.

FP Gabungan:
PKP dpt membuat 1 FP yg meliputi slr penyerahan yg dilakukan kpd pembeli BKP dan/atau
penerima JKP yg sama selama 1 bulan kalender.
FP gabungan hrs dibuat paling lama pd akhir bulan penyerahan BKP/JKP.
PKP yg menerbitkan FP stl melewati jangka waktu 3 bulan sejak saat FP seharusnya
dibuat dianggap tdk menerbitkan FP dan PPN tsb tdk dpt dikreditkan sbg PM. (Pasal 7
PMK-151/PMK.011/2013)
Atas pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan produktif yg tdk dilakukan pemungutan
PPN, dikecualikan dari penerbitan FP. (Pasal 8 PMK-151/PMK.011/2013)
Dlm Hal Transaksi dilakukan dlm Mata Uang Asing:
Penghitungan besarnya PPN atau PPN & PPnBM yg terutang, hrs dikonversi ke dlm mata uang
Rp dgn mempergunakan kurs yg ditetapkan Menkeu yg berlaku pd saat pembuatan FP. (Pasal 14
PP 1 Thn 2012)

D052

B. SAAT PENYERAHAN/EKSPOR
Dasar Hukum:
Pasal 17 PP 1 Thn 2012
PMK-151/PMK.011/2013
SE terkait:
SE-50/PJ/2011
1.

2.

Penyerahan BKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN
a.
Penyerahan BKP berwujud yg mnr sifat atau hukumnya berupa barang bergerak
Terjadi pd saat:
1) BKP berwujud tsb diserahkan scr lsg kpd pembeli atau pihak ketiga utk dan atas
nama pembeli;
2) BKP berwujud tsb diserahkan scr lsg kpd penerima barang utk pemberian cumacuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan antar cabang;
3) BKP berwujud tsb diserahkan kpd juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
4) Hrg atas penyerahan BKP diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat
diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku
umum dan diterapkan scr konsisten.
b.
Penyerahan BKP berwujud yg mnr sifat atau hukumnya berupa barang tdk
bergerak
Terjadi pd saat penyerahan hak utk menggunakan atau menguasai BKP berwujud
tsb, scr hukum atau scr nyata, kpd pihak pembeli.
c.
Penyerahan BKP tdk berwujud
Terjadi pd saat:
1) Hrg atas penyerahan BKP tdk berwujud diakui sbg piutang atau penghasilan,
atau pd saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi
yg berlaku umum dan diterapkan scr konsisten; atau
2) Kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan utk dipakai scr nyata, sebagian atau seluruhnya, dlm hal saat
sebagaimana dimaksud pd angka 1) tdk diketahui.
d.
BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk
diperjualbelikan, yg masih tersisa pd saat pembubaran perusahaan terjadi
Terjadi pd saat:
1) Ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
2) Berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yg ditetapkan dlm Anggaran
Dasar;
3) Tanggal penetapan Pengadilan yg menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
4) Diketahuinya bahwa perusahaan tsb nyata-nyata sdh tdk melakukan kegiatan
usaha atau sdh dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan
data atau dokumen yg ada.
e.
Pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha yg tdk memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d
UU PPN atau perubahan bentuk usaha
Terjadi pd saat:
1) Disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil
RUPS yg tertuang dlm perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
2) Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh
Notaris.
Penyerahan JKP dlm Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN
Terjadi pd saat:
a. Hrg atas penyerahan JKP diakui sbg piutang atau penghasilan, atau pd saat
diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum
dan diterapkan scr konsisten;

D053

b.

Kontrak atau perjanjian ditandatangani, dlm hal saat sebagaimana dimaksud pd


huruf a tdk diketahui; atau
c. Mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan utk dipakai scr nyata, baik sebagian atau
seluruhnya, dlm hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri JKP.
Ekspor BKP Berwujud dlm Pasal 4 ayat (2) huruf c UU PPN
Terjadi pd saat BKP dikeluarkan dari Daerah Pabean.
Ekspor BKP Tdk Berwujud dlm Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPN
Terjadi pd saat Penggantian atas BKP Tdk Berwujud yg diekspor tsb dicatat atau diakui
sbg piutang atau penghasilan.
Ekspor JKP dlm Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPN
Terjadi pd saat Penggantian atas jasa yg diekspor tsb dicatat atau diakui sbg piutang
atau penghasilan.

3.
4.
5.

CONTOH SAAT PEMBUATAN FP


1.

2.

Penyerahan BKP bergerak


Contoh 1:
PT Aman menyerahkan BKP scr lsg kpd Tuan Igna pd tanggal 15 Mei 2011. Atas
transaksi penyerahan BKP tsb PT Aman menerbitkan FP pd tanggal 15 Mei 2011.
Contoh 2:
PT Berkah yg berkedudukan di Jakarta menjual BKP kpd PT Ceria di Surabaya dgn
syarat pengiriman (term of delivery) loco gudang penjual (fob shipping point). BKP
dikeluarkan dari gudang PT Berkah dan dikirim ke gudang PT Ceria pd tanggal 10
Juni 2011 dgn menggunakan perusahaan ekspedisi dgn tanggal DO (delivery order)
10 Juni 2011. Barang diterima oleh PT Ceria pd tanggal 12 Juni 2011. Atas transaksi
penyerahan BKP tsb, PT Berkah menerbitkan FP pd tanggal 10 Juni 2011.
Dlm hal pd contoh 1 & 2 di atas, faktur penjualan (invoice) diterbitkan tdk pd tanggal
penyerahan scr lsg atau pd saat diserahkan kpd juru kirim atau pengusaha jasa
angkutan krn kondisi tertentu, maka FP wajib dibuat pd saat penerbitan faktur
penjualan. Penerbitan faktur penjualan tsb hrs dilakukan sesuai dgn prinsip akuntansi
yg berlaku umum dan dilakukan scr konsisten.
Contoh 3:
PT Cantik di Jakarta menjual BKP kpd PT Sentosa di Semarang dgn term of delivery
franco gudang pembeli (fob destination). Barang dikeluarkan dari gudang PT Cantik
dan dikirim ke gudang PT Sentosa pd tanggal 12 Agust 2011 dgn menggunakan
perusahaan ekspedisi. Barang diterima oleh PT Sentosa pd tanggal 13 Agust 2011.
PT Cantik menerbitkan invoice pd tanggal 16 Agust 2011. Atas penyerahan BKP tsb,
PT Cantik wajib menerbitkan FP pd tanggal 13 Agust 2011 atau paling lama tanggal
16 Agust 2011.
Penyerahan BKP tdk bergerak
Contoh 1:
Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal 1 Mei 2011. Perjanjian
penyerahan hak utk menggunakan atau menguasai rumah tsb dibuat atau
ditandatangani tanggal 1 Sept 2011. FP hrs diterbitkan pd tanggal 1 Sept 2011. Bila
sbl surat atau akta tsb dibuat atau ditandatangani barang tdk bergerak tlh diserahkan
atau berada dlm penguasaan pembeli atau penerimanya, maka FP hrs diterbitkan pd
saat barang tsb scr nyata diserahkan atau berada dlm penguasaan pembeli atau
penerima barang.
Contoh 2:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan scr nyata tanggal 1 Agust 2011. FP hrs
diterbitkan pd tanggal 1 Agust 2011. Bila sbl surat atau akte tsb dibuat atau
ditandatangani, barang tdk bergerak tlh diserahkan atau berada dlm penguasaan
pembeli atau penerimanya, maka FP hrs dibuat pd saat barang tsb scr nyata
diserahkan atau berada dlm penguasaan pembeli atau penerima barang.
Contoh 3:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan scr nyata tanggal 1 Agust 2011. Perjanjian
jual beli ditandatangani tanggal 1 Sept 2011. FP hrs diterbitkan pd tanggal 1 Agust
2011.

D054

3.

Penyerahan JKP
Contoh 1:
PT Semangat menyewakan 1 unit ruko kpd PT Diatetupa dgn masa kontrak selama
12 thn. Dlm kontrak disepakati antara lain:
PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tsb pd tanggal 1 Sept 2011.
Nilai kontrak sewa selama 12 thn seb Rp 120 juta.
Pembayaran sewa adalah tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29 Sept
dgn pembayaran seb Rp10 juta per thn.
Pd tanggal 29 Sept 2011 PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa utk thn
pertama. Atas penyerahan JKP tsb, PT Semangat wajib menerbitkan FP pd tanggal
29 Sept 2011 dgn DPP seb Rp 10 juta.
Contoh 2:
PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan utk memberikan jasa konsultasi
manajemen & pelatihan kpd staf marketing PT Toryung selama 6 bulan dgn nilai
kontrak seb Rp 60 juta. Pembayaran jasa konsultasi akan dilakukan setiap bulan.
Firma Cerah Konsultan mulai memberikan jasa konsultasi sejak tanggal 1 Juli 2011.
Pd tanggal 10 Agust 2011, Firma Cerah Konsultan mengajukan tagihan utk
pembayaran jasa konsultasi bulan Juli seb Rp10 juta. PT Toryung melakukan
pembayaran atas tagihan tsb pd tanggal 20 Agust 2011. Atas transaksi tsb, Firma
Cerah Konsultan wajib menerbitkan FP pd tanggal 10 Agust 2011 dgn DPP seb Rp
10 juta (sesuai dgn nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20
Agust 2011.
Contoh 3:
PT Setiyakom adalah suatu perusahaan jasa telekomunikasi. PT Setiyakom
melakukan penagihan kpd pelanggan sesuai dgn periode pemakaian selama 1 bulan.
Pengumpulan data-data pemakaian dari pelanggan memerlukan waktu bbrp hari, shg
invoice baru dpt diterbitkan bbrp hari setelahnya.
Misalnya utk pemakaian oleh pelanggan pd tanggal 1 - 30 Juni 2011, PT Setiyakom
menerbitkan invoice (melakukan penagihan) pd tanggal 5 Juli 2011. Utk kasus ini, FP
diterbitkan pd saat penyerahan jasa tsb dinyatakan/dicatat sbg piutang/penghasilan,
yaitu pd akhir periode pemakaian (30 Juni 2011) atau paling lama pd saat
diterbitkannya invoice (5 Juli 2011).
Matriks saat penerbitan FP utk bbrp contoh penyerahan di bidang jasa
telekomunikasi adalah sbg berikut:
No.
1a
1b
1c
2
3
4
5

4.

Periode
Pemakaian/
penyerahan
JKP

Periode
pengakuan
penghasilan

1 - 30 Juni
2011

1 - 30 Juni
2011

26 Mei - 25
Juni 2011

26 Mei - 25
Juni 2011
16 Mei - 15
Juni 2011
16 -31 Mei
2011
1-15 Juni
2011

16 Mei - 15
Juni 2011

Saat diakui
penghasilan

Juni 2011

Mei 2011
Juni 2011
Mei 2011
Juni 2011

Penerbitan
invoice

Paling lama
FP
diterbitkan

30 Juni 2011
5 Juli 2011
31 Juli 2011
6 Juli 2011

30 Juni 2011
5 Juli 2011
31 Juli 2011
6 Juli 2011

20 Juni 2011

20 Juni 2011

31 Mei 2011

31 Mei 2011

15 Juni 2011

15 Juni 2011

Penyerahan sebagian tahap pekerjaan (Pembayaran termin)


Contoh:
a. Tanggal 1 Apr 2011, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka
seb 20%.
b. Tanggal 1 Mei 2011, pekerjaan selesai 20%, diterima pembayaran tahap ke-1.
c. Tanggal 1 Juni 2011, pekerjaan selesai 50%, diterima pembayaran tahap ke-2.
d. Tanggal 20 Juni 2011, pekerjaan selesai 80%, diterima pembayaran tahap ke-3.
e. Tanggal 25 Agust 2011, pekerjaan selesai 100%, bangunan / barang tdk bergerak
diserahkan.

D055

f.

Tanggal 1 Sept 2011, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) seb 95% dari hrg
borongan.
g. Tanggal 1 Maret 2012, diterima pembayaran pelunasan slr jasa pemborongan.
Pd huruf a d PPN terutang pd tanggal diterimanya pembayaran (tahap), sedang huruf e
g PPN terutang pd tanggal 25 Agust 2011 atau saat jasa pemborongan (bangunan /
barang tdk bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kpd pemiliknya. Tanggal
pembayaran yg tsb pd huruf f & g tdk perlu diperhatikan, krn tdk termasuk saat yg
menentukan terutangnya PPN sesuai dgn dasar akrual yg dianut dlm UU PPN.
Cara penghitungan sebagaimana tsb di atas juga berlaku dlm hal penjualan BKP/JKP
dilakukan dgn pembayaran uang muka, sedangkan penyerahan BKP/JKP tsb dilakukan
kemudian.

D056

C. BENTUK FP
Dasar Hukum:
PMK-151/PMK.011/2013
PER-16/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014) ttg Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan FP
Berbentuk Elektronik
Surat terkait:
S-1112/PJ.02/2013 ttg e-Faktur Pajak (e-FP)
PENG-01/PJ.02/2014
Bentuk FP: (Pasal 4 PMK-151/PMK.011/2013)
1.

Elektronik (e-Faktur); atau


FP yg dibuat scr elektronik sesuai Peraturan Dirjen Pajak, utk setiap penyerahan
BKP/JKP sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf a & b UU PPN.
e-Faktur: FP yg dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau
disediakan oleh DJP. (Pasal 1 ayat (1) PER-16/PJ/2014)
PKP yg diwajibkan membuat e-Faktur adalah PKP yg tlh ditetapkan dgn Keputusan
Dirjen Pajak. (Pasal 1 ayat (2) PER-16/PJ/2014)
PKP yg diwajibkan membuat e-Faktur wajib membuat e-Faktur utk setiap: (Pasal 2 ayat
(1) PER-16/PJ/2014)
penyerahan BKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN;
dan/atau
penyerahan JKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN.
Kewajiban pembuatan e-Faktur dikecualikan atas penyerahan BKP dan/atau JKP: (Pasal
2 ayat (2) & 3 PER-16/PJ/2014)
yg dilakukan oleh pedagang eceran sesuai Pasal 20 PP 1 Thn 2012;
yg dilakukan oleh PKP Toko Retail kpd OP pemegang paspor LN sesuai Pasal 16E
UU PPN; dan
yg bukti pungutan PPN-nya berupa dokumen tertentu yg kedudukannya
dipersamakan dgn FP sesuai Pasal 13 ayat (6) UU PPN.
Tata cara pembuatan FP atas penyerahan BKP/JKP ygg dikecualikan dari pembuatan eFaktur di atas mengikuti ketentuan perpu perpajakan yg berlaku.
e-Faktur wajib dibuat oleh PKP yg diwajibkan membuat e-Faktur pd: (Pasal 3 PER16/PJ/2014)
saat penyerahan BKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN
saat penyerahan JKP sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN;
saat penerimaan pembayaran dlm hal penerimaan pembayaran terjadi sbl
penyerahan BKP/JKP;
saat penerimaan pembayaran termin dlm hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
saat lain yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menkeu tersendiri.
e-Faktur dibuat dgn menggunakan mata uang Rp. Utk penyerahan BKP/JKP yg
menggunakan mata uang selain Rp maka hrs terlebih dahulu dikonversikan ke dlm mata
uang Rp dgn menggunakan kurs yg berlaku mnr Keputusan Menkeu pd saat pembuatan
e-Faktur. (Pasal 5 PER-16/PJ/2014)
Atas e-Faktur yg salah dlm pengisian/penulisan, shg tdk memuat keterangan yg lengkap,
jelas dan benar, PKP yg membuat e-Faktur tsb dpt membuat e-Faktur pengganti melalui
aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan DJP. (Pasal 6 PER16/PJ/2014)
Dlm hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP/JKP yg e-Fakturnya tlh dibuat,
PKP yg membuat e-Faktur hrs melakukan pembatalan e-Faktur melalui aplikasi atau
sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan DJP. (Pasal 7 PER-16/PJ/2014)
Atas hasil cetak e-Faktur yg rusak atau hilang, PKP yg membuat e-Faktur dpt melakukan
cetak ulang melalui aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan
DJP. Atas data e-Faktur yg rusak atau hilang, PKP dpt mengajukan permintaan data eFaktur ke DJP melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menyampaikan surat

D057

2.

Permintaan data e-Faktur (dgn form Lamp PER-16/PJ/2014), dan permintaan data eFaktur tsb terbatas pd data e-Faktur yg tlh di-upload ke DJP dan tlh memperoleh
persetujuan dari DJP. (Pasal 8 PER-16/PJ/2014)
Dlm hal terjadi keadaan tertentu yg menyebabkan PKP tdk dpt membuat e-Faktur, PKP
diperkenankan utk membuat FP berbentuk kertas (hardcopy). Keadaan tertentu yg
menyebabkan PKP tdk dpt membuat e-Faktur adalah keadaan yg disebabkan oleh
peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab
lainnya di luar kuasa PKP, yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Dlm hal keadaan tertentu ditetapkan tlh berakhir oleh Dirjen Pajak, data FP berbentuk
kertas yg dibuat dlm keadaan tertentu tsb di-upload ke DJP oleh PKP melalui aplikasi
atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP utk mendapatkan
persetujuan dari DJP. (Pasal 9 PER-16/PJ/2014)
Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik FP, yg mrp hasil keluaran (output)
dari aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP. e-Faktur
tdk diwajibkan utk dicetak dlm bentuk kertas (hardcopy). (Pasal 10 PER-16/PJ/2014)
e-Faktur wajib dilaporkan oleh PKP ke DJP dgn cara diunggah (upload) ke DJP dan
memperoleh persetujuan dari DJP. Pelaporan e-Faktur tsb dilakukan dgn menggunakan
aplikasi atau sistem elektronik yg tlh ditentukan dan/atau disediakan DJP.
DJP memberikan persetujuan utk setiap e-Faktur yg tlh di-upload sepanjang NSFP yg
digunakan utk penomoran e-Faktur tsb adalah NSFP yg diberikan oleh DJP kpd PKP yg
membuat e-Faktur sesuai dgn ketentuan yg berlaku. e-Faktur yg tdk memperoleh
persetujuan dari DJP bukan mrp FP. (Pasal 11 PER-16/PJ/2014)

Kertas (hardcopy).
FP yg dibuat tdk scr elektronik sesuai Peraturan Dirjen Pajak, utk setiap penyerahan/
ekspor BKP dan/atau penyerahan/ekspor JKP sesuai Pasal 2 ayat (1) huruf a e UU
PPN.
entuk & ukuran FP berbentuk kertas disesuaikan dgn kepentingan PKP dan dlm hal
diperlukan dpt ditambahkan keterangan lain selain keterangan sesuai Pasal 13 ayat (5)
UU PPN. Pengadaan FP tsb dilakukan oleh PKP. (Pasal 13 PMK-151/PMK.011/2013)
Dlm hal terjadi keadaan tertentu yg menyebabkan PKP yg diwajibkan membuat FP
berbentuk elektronik tdk dpt membuat FP berbentuk elektronik, PKP tsb diperkenankan
utk membuat FP berbentuk kertas. Keadaan tertentu tsb adalah keadaan yg disebabkan
oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan
sebab lainnya di luar kuasa PKP, yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 18 PMK151/PMK.011/2013)

Dlm FP hrs dicantumkan keterangan ttg penyerahan BKP/JKP yg paling sedikit memuat: (Pasal
13 ayat (5) UU PPN & Pasal 9 ayat (1) & (2) PMK-151/PMK.011/2013)
a. Nama, alamat, dan NPWP yg menyerahkan BKP/JKP;
b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP;
c. Jenis barang/jasa, jml Hrg Jual/Penggantian, dan potongan hrg;
d. PPN yg dipungut;
e. PPnBM yg dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan FP; dan
g. Nama dan tanda tangan yg berhak menandatangani FP.
Utk FP berbentuk elektronik, tanda tangan yg berhak menandatangani FP berupa Tanda
Tangan Elektronik.
Dirjen Pajak dpt menetapkan dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP.
Persyaratan yg hrs dipenuhi dan keterangan yg hrs dicantumkan diatur dgn Peraturan Dirjen
Pajak. (Pasal 4 ayat 3) & (4) PMK-151/PMK.011/2013)
Dlm hal FP tdk memenuhi ketentuan pd Pasal 4 ayat (1), (2), dan (4) PMK-151/PMK.011/2013,
PPN yg tercantum dlm FP mrp PM yg tdk dpt dikreditkan oleh PKP.
Faktur penjualan yg mencantumkan keterangan sesuai dgn keterangan yg dicantumkan dlm FP
sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (1) PMK-151, dan pengisiannya dilakukan sesuai dgn

D058

tata cara pengisian keterangan pd FP sebagaimana diatur dlm Peraturan Dirjen Pajak, termasuk
dlm pengertian FP. (Pasal 14 PMK-151/PMK.011/2013)
Penentuan PKP yg diwajibkan membuat e-Faktur utk penyerahan BKP/JKP:
1. Mulai tanggal 1 Juli 2014:
a. 45 PKP tertentu yg ditetapkan di dlm Lamp I KEP-136/PJ/2014.
No.
1.

Nama PKP

NPWP

PT Pama Persada Nusantara

01.338.618.0-091.000

2.

PT Goodyear Indonesia Tbk

01.002.075.8-092.000

3.

PT Ramajaya Pramukti

01.445.062.1-092.000

4.

PT Aneka Tambang

01.001.663.2-051.000

5.

PT Bukit Asam (Persero) Tbk

01.000.011.5-051.000

6.

PT Telekomunikasi Indonesia

01.000.013.1-093.000

7.

PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel)

01.718.327.8-093.000

8.

PT Sucofindo

01.300.992.3-093.000

9.

PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia

02.239.283.1-093.000

10.

PT Monier

01.000.120.4-052.000

11.

PT Misung Indonesia

01.069.162.4-052.000

12.

PT Kurita Indonesia

01.061.554.0-052.000

13.

PT Foseco Indonesia

02.026.485.9-052.000

14.

PT Patra SK

02.593.932.3-052.000

15.

PT BP Petrochemicals Indonesia

01.070.909.5-052.000

16.

PT Sanken Indonesia

01.824.407.9-055.000

17.

PT Sanyo Jaya Components Indonesia

01.000.147.7-055.000

18.

PT Akashi Wahana Indonesia

02.519.842.5-055.000

19.

PT Akebono Brake Astra Indonesia

01.060.616.8-055.000

20.

PT NS Bluescope Indonesia

01.070.743.8-055.000

21.

PT Sony Indonesia

01.707.574.8-056.000

22.

PT Penta Valent

01.305.436.6-056.000

23.

PT Elegant Textile Industry

01.001.773.9-057.000

24.

PT Dong-II Indonesia

01.068.034.6-057.000

25.

PT Du Pont Indonesia

01.061.736.3-058.000

26.

PT Yokogawa Indonesia

01.070.870.9-058.000

27.

PT Erm Indonesia

01.869.736.7-058.000

28.

PT Kuala Pelabuhan Indonesia

01.070.939.2-058.000

29.

PT ISS Indonesia

01.070.680.2-059.000

30.

PT Daya Kobelco Construction Machinery Indonesia

02.005.464.9-059.000

31.

PT Mulia Intipelangi

01.348.430.8-059.000

32.

PT Manggala Gelora Perkasa

01.610.717.9-059.000

33.

PT Indo-Rama Synthetics Tbk

01.001.680.6-054.000

34.

PT Fortune Indonesia Tbk

01.303.912.8-054.000

35.

PT Tunas Baru Lampung Tbk

01.139.219.8-054.000

36.

Shimizu Corporation

01.001.475.1-053.000

D059

37.

Nippon Koei Co. Ltd.

01.002.804.1-053.000

38.

PT Dowell Anadrill Schlumberger

01.061.608.4-081.000

39.

PT Schlumberger Geophysics Nusantara

01.061.617.5-081.000

40.

PT Radiant Utama Interinsco Tbk

01.371.814.3-081.000

41.

PT Trans Power Marine Tbk

02.435.712.1-073.000

42.

PT Inti Ganda Perdana

01.060.617.6-007.000

43.

PT Royal Sutan Agung

01.735.097.6-007.000

44.

PT Halim Sakti Pratama

01.772.284.4-038.000

45. PT Lea Sanent


01.303.009.3-038.000
b. PKP lain bila ditetapkan di kemudian hari dgn Keputusan Dirjen Pajak (terpisah dari
KEP-136/PJ/2014).
2. Mulai tanggal 1 Juli 2015:
a. PKP yg pd tanggal 1 Juli 2015 dikukuhkan pd KPP di lingkungan:
Kanwil DJP WP Besar;
Kanwil DJP Jakarta Khusus;
Kanwil DJP Jakarta Pusat/Jakarta Selatan/Jakarta Utara/Jakarta Barat/ Jakarta
Timur;
Kanwil DJP Banten;
Kanwil DJP Jawa Barat I/II;
Kanwil DJP DI Yogyakarta;
Kanwil DJP Jawa Timur I/II/III; dan
Kanwil DJP Bali.
b. PKP yg dikukuhkan pd KPP sesuai huruf a stl tanggal 1 Juli 2015 diwajibkan membuat eFaktur dimulai pd tanggal PKP tsb dikukuhkan pd KPP sesuai huruf a.
Dlm hal PKP pd angka 1 & 2 berpindah tempat pengukuhan PKPnya, kewajiban utk membuat eFaktur tetap berlaku.
3. Mulai 1 Juli 2016:
a. PKP selain PKP pd angka 1 & 2.
b. PKP selain PKP pd angka 1 s.d. 3a yg dikukuhkan stl tanggal 1 Juli 2016 sbg PKP
diwajibkan membuat e-Faktur dimulai pd tanggal PKP tsb dikukuhkan.
Perbedaan FP Kertas & Elektronik:
Uraian
FP Kertas
Format/Lay out
Bebas tdk ditentukan dan
dpt mengikuti contoh di
Lamp PER-24/PJ/2012
Tanda tangan
Tanda tangan basah di atas
FP kertas
Bentuk & Lembar
Diwajibkan berbentuk kertas
dan jml lembar diatur
PKP yg membuat
Slr PKP
Jenis Transaksi
Slr
Prosedur Lapor/
Upload &
Persetujuan DJP
Mata Uang
Rupiah & Dollar
Pelaporan SPT
Menggunakan aplikasi
PPN
tersendiri

D0510

FP Elektronik
Ditentukan oleh aplikasi/sistem yg
ditentukan dan atau disediakan oleh DJP
Tanda tangan elektronik berbentuk QR
code
Tdk diwajibkan utk dicetak dlm bentuk
kertas
PKP yg ditetapkan oleh Dirjen Pajak
Penyerahan BKP/JKP saja
e-faktur dilaporkan ke DJP dgn cara
upload dan mendapat persetujuan DJP
Rupiah
Menggunakan aplikasi yg sama dgn
aplikasi pembuatan e-Faktur

Contoh & Penjelasan atas Tampilan PDF/Cetakan Kertas e-Faktur:


Faktur Pajak
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 010.000-14.12345678
Pengusaha Kena Pajak
Nama
Alamat
NPWP

: xxx
: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
: 07.773.920.9-502.000

Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak


Nama
Alamat
NPWP
No.
1

: yyy
: yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
: 24.166.003.4-721.000
Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak

PRODUK KLM Rp 5.000.000 x 3

Harga Jual/
Penggantian/Uang
Muka/Termin
15.000.000,00

Harga Jual/Penggantian

15.000.000,00

Dikurangi Potongan Harga

0,00

Dikurangi Uang Muka


Dasar Pengenaar Pajak

15.000.000,00

PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak

1.500.000,00

Total PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)


0,00
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Direktorat Jenderal Pajak mengatur bahwa Faktur
Pajak ini telah ditandatangani secara elektronik sehingga tidak diperlukan tanda tangan
basah pada Faktur Pajak ini.

D0511

Contoh Bentuk FP atas Penyerahan BKP/JKP (Lamp IA PER-24/PJ/2012):


Lembar ke 1 : utk Pembeli BKP/Penerima JKP sbg bukti PM
Lembar ke 2 : utk Penjual BKP/Pemberi JKP sbg bukti PK
Lembar ke 1 :

untuk Pembeli BKP/Penerima JKP


sebagai bukti Pajak Masukan

FAKTUR PAJAK
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak :
Pengusaha Kena Pajak
Nama
Alamat
NPWP

:
:
:

Pembeli Barang Kena Pajak / Penerima Jasa Kena Pajak


Nama
Alamat
NPWP
No.
Urut

:
:
:
Nama Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak

Harga Jual/Penggantian/
Uang Muka/Termin
(Rp)

Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin *)


Dikurangi Potongan Harga
Dikurangi Uang Muka yang telah diterima
Dasar Pengenaan Pajak
PPN = 10% X Dasar Pengenaan Pajak
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Tarif
............%
............%
............%
............%

DPP

PPnBM

Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................

Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................

Jumlah

Rp...................

*) Coret yang tidak perlu

D0512

..................tgl...............
.....................................
Nama

Contoh Bentuk FP atas Penyerahan BKP/JKP menggunakan mata uang asing: (Lamp IB PER24/PJ/2012):
Lembar ke 1 : utk Pembeli BKP/Penerima JKP sbg bukti PM
Lembar ke 2 : utk Penjual BKP/Pemberi JKP sbg bukti PK
Lembar ke 1 :

untuk Pembeli BKP/Penerima JKP


sebagai bukti Pajak Masukan

FAKTUR PAJAK

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak :


Pengusaha Kena Pajak
Nama
Alamat
NPWP

:
:
:

Pembeli Barang Kena Pajak / Penerima Jasa Kena Pajak


Nama
Alamat
NPWP
No.
Urut

:
:
:
Nama Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak

Harga Jual/Penggantian/Uang
Muka/Termin
Valas *)
(Rp)

Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin **)


Dikurangi Potongan Harga
Dikurangi Uang Muka yang telah diterima
Dasar Pengenaan Pajak
PPN = 10% X Dasar Pengenaan Pajak
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Tarif
............%
............%
............%
............%
Jumlah

DPP

PPnBM

Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................

Rp...................
Rp...................
Rp...................
Rp...................

..................tgl...............
.....................................
Nama

Rp...................

Nilai tukar kurs :.....


Berdasarkan KMK No ..................tanggal....
*)
**)

Diisi apabila penyerahan menggunakan mata uang asing, dan apabila dilakukan
penggantian/pembetulan Faktur Pajak maka kurs yang digunakan adalah kurs pada
tanggal pertama kali Faktur Pajak dibuat
Coret yang tidak perlu

D0513

Tata Cara Pengisian Keterangan pd FP: (Lamp II PER-24/PJ.2012)


1.

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak


Diisi dgn Kode dan NSFP yg format dan tata cara pengisiannya sesuai Lamp III PER-24/PJ/2012.

2.

Identitas Pengusaha Kena Pajak


Diisi dgn nama, alamat, dan NPWP PKP yg menyerahkan dan/ atau menerima BKP dan/atau
JKP, sesuai dgn keterangan dlm SPPKP, khusus utk alamat diisi dgn alamat lengkap tempat
domisili dan/atau tempat kegiatan usaha PKP mnr keadaan sebenarnya atau sesungguhnya pd
saat FP dibuat. Penulisan alamat lazimnya didahului dgn nama jalan diikuti dgn nomor, RT/RW,
nama desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan diakhiri dgn kode pos. Dlm hal terdapat
kawasan/area, misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan, maka
ditulis nama kawasan/area tsb sbl nama jalan. Dikecualikan dari tata cara penulisan alamat di
atas dlm hal suatu alamat keadaan yg sebenarnya atau sesungguhnya tdk mempunyai nama
jalan atau tdk berada di suatu jalan tertentu dan tdk mempunyai nomor maka penulisan alamat
hanya mencantumkan RT/RW, nama desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan diakhiri dgn kode
pos.

3.

Pengisian tentang Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak yang diserahkan
a. Nomor Urut
Diisi dgn nomor urut dari BKP dan/atau JKP yg diserahkan.
b. Nama BKP/JKP
Diisi dg jenis BKP dan/atau JKP yg diserahkan yg menggambarkan keadaan yg sebenarnya
atau sesungguhnya.
Dlm hal diterima Uang Muka atau Termin atau cicilan, kolom Nama BKP atau JKP
ditambah dgn keterangan, misalnya Uang Muka, atau Termin, atau Angsuran, atas
pembelian BKP dan/atau perolehan JKP.
Dlm hal diketahui jml unit atau satuan tertentu lainnya, PKP hrs menambahkan
keterangan jml unit atau satuan tertentu lainnya tsb atas BKP yg diserahkan.
c. Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
1) Diisi dgn Hrg Jual atau Penggantian atas BKP atau JKP yg diserahkan sbl dikurangi
Uang Muka atau Termin.
2) Dlm hal diterima Uang Muka atau Termin, maka yg menjadi dasar penghitungan PPN
adalah jml Uang Muka atau Termin yg bersangkutan.
3) Dlm hal pembayaran Hrg Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dilakukan dgn
menggunakan mata uang asing, maka hanya baris "Dasar Pengenaan Pajak" dan baris
"PPN= 10% X Dasar Pengenaan Pajak" yg hrs dikonversikan ke dlm mata uang Rp
menggunakan kurs yg berlaku mnr Keputusan MenKeu pd saat pembuatan FP.
4) Dlm hal keterangan Nama BKP/JKP yg diserahkan tdk dpt ditampung dlm 1 FP, maka
PKP dpt:
membuat > 1 FP yg @ hrs menggunakan Kode, Nomor Seri, dan tanggal FP yg
sama, serta ditandatangani dan diberi keterangan nomor halaman pd setiap
lembarnya, dan khusus utk pengisian jml, Potongan Hrg, Uang Muka yg tlh diterima,
DPP, dan PPN cukup diisi pd FP paling akhir; atau
membuat 1 FP yg menunjuk nomor dan tanggal Faktur-Faktur Penjualan yg mrp
lampiran yg tdk terpisahkan dari FP tsb, Faktur Penjualan yg bersangkutan hrs diisi
dgn jenis BKP dan/atau JKP yg diserahkan yg menggambarkan keadaan yg
sebenarnya atau sesungguhnya.

4.

Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin


Diisi dgn penjumlahan dari angka-angka dlm kolom Hrg Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.

5.

Potongan Harga
Diisi dgn total nilai potongan hrg BKP dan/atau JKP yg diserahkan, dlm hal terdapat potongan hrg
yg diberikan.

6.

Uang Muka yang telah diterima


Diisi dgn nilai Uang Muka yg tlh diterima dari penyerahan BKP dan/atau JKP.

D0514

7.

Dasar Pengenaan Pajak


Diisi dgn jml Hrg Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi dgn Potongan Hrg dan Uang
Muka yg tlh diterima atau diisi dgn DPP Nilai Lain sesuai dgn ketentuan perpu di bidang
perpajakan.

8.

PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak


Diisi dgn jml PPN yg terutang sebe 10% dari DPP.

9.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah


Hanya diisi apabila terjadi penyerahan BKP Yg Tergolong Mewah, yaitu seb tarif PPnBM dikalikan
dgn DPP yg menjadi dasar penghitungan PPnBM.

10. ...............Tanggal....................
Diisi dgn tempat dan tanggal FP dibuat.
11. Nama dan Tandatangan
Diisi dgn nama dan tandatangan PKP atau pejabat/pegawai yg tlh ditunjuk oleh PKP utk
menandatangani FP, yg tlh diberitahukan scr tertulis kpd KPP tempat PKP dikukuhkan atau
tempat Pemusatan PPN dilakukan, paling lama pd akhir bulan berikutnya sejak pejabat/pegawai
yg ditunjuk tsb menandatangani FP. Cap tanda tangan atau scan tanda tangan tdk diperkenankan
dibubuhkan pd FP.
12. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
menggunakan mata uang asing maka
a. PKP hrs menambah kolom Valuta Asing sebagaimana contoh pd Lamp IB PER-24/PJ/2012.
b. Keterangan Kurs diisi sesuai dgn Kurs Keputusan MenKeu yg berlaku pd saat pembuatan
FP. Apabila dilakukan penggantian/pembetulan FP maka kurs yg digunakan adalah kurs yg
berlaku pd saat pembuatan FP yg diganti/dibetulkan pertama kali.
c. Dlm hal PKP melakukan penyerahan dgn menggunakan mata uang asing dan Rp, Lamp IB
PER-24/PJ/2012 hrs digunakan juga utk transaksi yg menggunakan mata uang Rp.
FP yg tdk diisi scr lengkap, jelas, benar, dan/atau tdk ditandatangani oleh PKP atau
pejabat/pegawai yg ditunjuk oleh PKP utk menandatanganinya sesuai dgn tata cara dan
prosedur sebagaimana diatur dlm PER-24/PJ/2012 mrp FP Tdk Lengkap.
(Pasal 6 ayat (2) PER-24/PJ/2012)

D0515

D. FP PKP SELAIN PEDAGANG ECERAN


Dasar Hukum:
Pasal 13 UU Nomor PPN
Pasal 17 s/d 20 PP 1 Thn 2012 (berlaku sejak tanggal 4 Jan 2012) kecuali mengenai Pasal
19 ayat (1) & Pasal 20 berlaku sejak tanggal 1 Apr 2010)
PMK-151/PMK.011/2013
PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013 jo PER-17/PJ/2014 PER-24 mencabut PER13/PJ/2010 jo PER-65/PJ/2010
PER-16/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014)
KEP-136/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli 2014)
SE dan surat terkait:
SE-20/PJ/2014 (berlaku sejak tanggal 20 Juni 2014) mencabut SE-52/PJ/2012
SE-15/PJ/2013
S-414/PJ.02/2013
S-840/PJ.10/2013
Definisi:
Petugas Khusus FP: Pelaksana di lingkungan KPP yg ditunjuk oleh Kepala KPP utk
menindaklanjuti prosedur-prosedur yg diatur dlm SE-20.
Sertifikat Elektronik: Sertifikat yg bersifat elektronik yg memuat Tanda Tangan Elektronik
dan identitas yg menunjukkan status subjek hukum para pihak dlm Transaksi Elektronik yg
dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.
Passphrase: Serangkaian angka dan/atau huruf dan/atau karakter tertentu yg digunakan utk
melakukan instalasi Sertifikat Elektronik.
Akun PKP: Wadah layanan perpajakan scr elektronik utk PKP dlm melaksanakan ketentuan
UU PPN.
1.

Kode & NSFP


Sejak 1 Apr 2013:

Aturan Lama:

Kode Transaksi
Kode Cabang
Kode Status

Th Penerbitan

Kode FP

Nomor Urut

Nomor Seri FP
D0516

a.

Digit 1 & 2: Kode Transaksi


Kode
Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013
01
Selain Pemungut PPN
02

Pemungut PPN Bendahara


Pemerintah

03

Pemungut PPN lainnya (selain


Bendahara Pemerintah)

04

Menggunakan DPP dgn Nilai Lain


kpd selain pemungut PPN
Tdk digunakan sejak 1 Apr 2010
Penyerahan lainnya kpd selain
pemungut,dan penyerahan kpd OP
pemegang paspor LN (turis asing)

05
06

07

08
09

b.

PPN atau PPN dan PPnBM tdk


dipungut kpd selain pemungut
PPN, PPN dan PPnBM-nya
ditanggung pemerintah kpd selain
pemungut, dan penyerahan ke
Kawasan Bebas/KEK kpd selain
pemungut.
Dibebaskan dari pengenaan PPN
atau PPN dan PPn BM, kpd selain
pemungut PPN
Penyerahan aktiva pasal 16 D kpd
selain pemungut PPN

Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013


PPN-nya dipungut oleh PKP Penjual
yg melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP
Pemungut PPN Bendahara
Pemerintah yg PPN-nya dipungut
oleh pemungut PPN bendahara
pemerintah.
Pemungut PPN lainnya (selain
Bendahara Pemerintah) yg PPN-nya
dipungut oleh Pemungut PPN lainnya
Menggunakan DPP nilai lain yg PPNnya dipungut oleh PKP penjual
Tdk digunakan
Penyerahaan lainnya yg PPN-nya
dipungut oleh PKP penjual,dan
penyerahan kpd OP pemegang
paspor LN (turis asing)
PPN tdk dipungut atau ditanggung
pemerintah

Dibebaskan dari pengenaan PPN


Penyerahan aktiva pasal 16 D yg
PPN-nya dipungut oleh PKP
Penjualnya

Aturan Kode Transaksi sejak 1 Apr 2013:


Penyerahan dgn Kode 01 tdk termasuk dlm kategori penyerahan dgn Kode 04, 06,
atau 09.
Penyerahan dgn Kode 02 atau 03 termasuk atas kategori penyerahan dgn Kode 04,
06, atau 09. Dlm hal atas penyerahan kpd Pemungut PPN, PPN yg terutang
dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut PPN, maka kode transaksi yg
digunakan mengacu pd ketentuan penyerahan dgn Kode 01 tdk termasuk dlm
kategori penyerahan dgn Kode 04, 06, atau 09.
Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah (Kode 03) adalah Kontraktor
Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, BUMN atau WP
lainnya yg ditunjuk sbg Pemungut PPN, termasuk perusahaan yg tunduk thd
Kontrak Karya Pertambangan yg di dlm kontrak tsb scr lex specialist ditunjuk sbg
Pemungut PPN. Aturan BUMN sbg pemungut PPN masih tetap berlaku.
No seri FP yg digunakan utk penomoran FP Khusus oleh PKP Toko Retail yg
ditunjuk oleh Dirjen Pajak (Kode 06) sesuai dgn ketentuan dlm Pasal 16E UU PPN
yg melakukan penyerahan BKP kpd OP pemegang paspor LN di diatur di PMK76/PMK.03/2010. FP Khusus dpt berfungsi sbg surat permohonan pengembalian
PPN dgn mencantumkan tanda pd kolom permohonan pengembalian PPN yg
dicantumkan tanda tangan OP & kasir Toko Retail yg diberi stempel Toko Retail.
Penyerahan yg mendapat fasilitas PPN tetap menggunakan Kode Transaksi '07'
atau '08' termasuk penyerahan kpd Pemungut PPN.
Digit 3: Kode Status
0
Status Normal
1
Status Penggantian

D0517

c.
d.
e.

Digit 4, 5, 6: Bagian dari NSFP


S.d. 31 Mar 2013, digit tsb adalah Kode Cabang
Digit 7 & 8: Bagian dari NSFP Thn Penerbitan FP
Digit 9 s.d. 16: Bagian dari NSFP
Langkah utk Mendapatkan Kode Aktivasi & Password: (aturan sejak 1 Juli 2014)
1. PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi & Password ke KPP tempat
PKP dikukuhkan (dgn form Lamp IA PER-17/PJ/2014), yg hrs:
diisi dgn lengkap dan ditandatangani oleh PKP; dan
disampaikan scr Isg ke KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menunjukkan asli
kartu identitas sesuai dgn identitas yg tercantum dlm surat
permohonan.
2. Dlm hal surat permohonan Kode Aktivasi & Password ditandatangani oleh
selain PKP, maka surat permohonan hrs dilampiri dgn surat kuasa.
3. KPP menerbitkan Kode Aktivasi & Password ke PKP dlm hal PKP memenuhi
syarat:
PKP tlh dilakukan Registrasi Ulang PKP oleh KPP tempat PKP terdaftar
berdasarkan PER-05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi
ulang/verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau
PKP tlh dilakukan verifikasi berdasarkan PMK-73/PMK.03/2012.
4. Dlm hal PKP memenuhi ketentuan angka 1 s.d. 3, KPP:
a. menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yg ditandatangani oleh Kasi
Pelayanan a.n. Kepala KPP dan dikirim melalui pos dlm amplop tertutup ke
alamat PKP; dan
b. mengirimkan Password melalui surat elektronik (e-mail) ke alamat e-mail
PKP yg dicantumkan dlm surat permohonan Kode Aktivasi & Password.
5. Dlm hal PKP tdk memenuhi ketentuan pd angka 3, KPP menerbitkan surat
pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi & Password.
6. Dlm hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi tdk diterima oleh PKP dan kembali
pos (kempos), KPP akan memberitahukan informasi tsb melalui e-mail ke alamat
e-mail PKP yg dicantumkan dlm surat permohonan Kode Aktivasi & Password.
7. PKP pd angka 5 dan/atau 6 dpt mengajukan kembali surat permohonan Kode
Aktivasi & Password ke KPP stl memenuhi syarat pd angka 3 dan/atau tlh
menyampaikan surat pemberitahuan perubahan alamat ke KPP sesuai dgn
prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
8. Dlm hal PKP tdk menerima Password sebagaimana dimaksud pd angka 4 huruf b
krn kesalahan penulisan alamat e-mail pd Surat Permohonan Kode Aktivasi &
Password, PKP hrs melakukan update e-mail.
9. Surat pemberitahuan Kode Aktivasi yg hilang dpt dimintakan kembali ke KPP dgn
menyampaikan surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi (dgn form Lamp ID
PER-17/PJ/2014) dgn melampirkan FC surat keterangan kehilangan dari
kepolisian dan FC BPS dari KPP atas surat permohonan Kode Aktivasi &
Password.
10. KPP menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau surat pemberitahuan
penolakan Kode Aktivasi & Password dlm jangka waktu paling lama 3 hari kerja
stl surat permohonan diterima.
11. PKP hrs melakukan aktivasi wadah layanan perpajakan scr elektronik (Akun
PKP) yg disediakan oleh DJP dgn menggunakan Kode Aktivasi, melalui:
KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menyampaikan surat Permintaan Aktivasi
Akun PKP; atau
laman (website) yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP dgn mengikuti
petunjuk pengisian (manual user) yg disediakan oleh DJP, menginput kode
aktivasi.
https://efaktur.pajak.go.id
12. Aktivasi Akun PKP dilakukan scr jabatan oleh DJP utk PKP yg tlh
memperoleh Kode Aktivasi & Password sbl 1 Juli 2014.
Langkah utk Mendapatkan NSFP: (aturan sejak 1 Juli 2014)
1. PKP dpt melakukan permintaan NSFP melalui:

D0518

2.

3.

4.
5.
6.
7.

KPP tempat PKP dikukuhkan; dan/atau


website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
https://efaktur.pajak.go.id
Tata cara permintaan NSFP:
melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dilakukan dgn menggunakan surat
permintaan NSFP (dgn form Lamp IF PER-17/PJ/2014).
melalui website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP:
utk PKP yg tlh memiliki sertifikat elektronik; dan
mengikuti manual user yg disediakan oleh DJP.
NSFP hanya diberikan kpd PKP yg tlh memenuhi syarat:
tlh memiliki Kode Aktivasi & Password;
tlh melakukan aktivasi Akun PKP; dan
tlh melaporkan SPT Masa PPN utk 3 masa pajak terakhir yg tlh jatuh tempo
scr berturut-turut pd tanggal PKP mengajukan permintaan NSFP.
PKP yg tdk memenuhi ketentuan pd angka 2 & 3, tdk dpt diberikan NSFP.
Atas surat permintaan NSFP yg disampaikan scr lsg ke KPP dan memenuhi
syarat pd angka 2 & 3, KPP menerbitkan surat pemberian NSFP ke PKP.
Atas permintaan NSFP yg disampaikan melalui website yg ditentukan dan/atau
disediakan oleh DJP dan memenuhi syarat pd angka 2 & 3, PKP akan menerima
surat pemberian NSFP dlm bentuk elektronik ke PKP.
Dlm hal Surat pemberian NSFP hilang, rusak, atau tdk tercetak dgn jelas, PKP
dpt:
meminta surat pemberian NSFP tsb ke KPP; atau
melakukan cetak ulang surat pemberian NSFP melalui website yg ditentukan
dan/atau disediakan oleh DJP.

Langkah utk Mendapatkan Sertifikat Elektronik: (aturan sejak 1 Juli 2014)


1. DJP memberikan sertifikat elektronik kpd PKP yg berfungsi sbg otentifikasi
pengguna layanan perpajakan scr elektronik yg disediakan oleh DJP, berupa:
a. layanan permintaan NSFP melalui website yg ditentukan dan/atau
disediakan oleh DJP; dan
b. penggunaan aplikasi atau sistem elektronik yg ditentukan dan/atau
disediakan oleh DJP utk pembuatan FP berbentuk elektronik.
2. Sertifikat elektronik diberikan kpd PKP stl PKP mengajukan permintaan sertifikat
elektronik dan menyetujui syarat dan ketentuan yg ditetapkan oleh DJP.
3. Pengajuan permintaan sertifikat elektronik dpt dilakukan oleh PKP mulai 1
Jan 2015, melalui:
a. KPP tempat PKP dikukuhkan dgn menyampaikan surat Permintaan Sertifikat
Elektronik (form Lamp IH PER-17/PJ/2014); atau
b. website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP dgn mengikuti manual
user yg disediakan oleh DJP.
4. Pemberian sertifikat elektronik dilakukan oleh DJP kpd PKP melalui KPP tempat
PKP dikukuhkan atau melalui website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh
DJP.
5. PKP yg melakukan pemusatan tempat terutang PPN dpt mengajukan permintaan
sertifikat elektronik melalui website yg ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP,
utk:
a. tempat kegiatan usaha yg tercantum dlm SK Pemusatan Tempat Terutang
PPN asesuai Pasal 12 ayat (2) UU PPN; atau
b. tempat kegiatan usaha yg mempunyai NPWP Cabang dlm hal pemusatan
tempat terutang PPN dilakukan scr jabatan oleh DJP sesuai Pasal 2 ayat (3)
huruf a UU KUP.
6. Tata cara permintaan dan pemberian sertifikat elektronik melalui website pd
angka 3 huruf b & angka 4 4 mengikuti manual user yg disediakan oleh DJP.
7. Dikecualikan dari ketentuan pd angka 2 s.d. 4, sertifikat elektronik dpt
diberikan oleh DJP scr jabatan kpd PKP yg diwajibkan membuat FP
berbentuk elektronik sbl 1 Juli 2015 berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak.
KEP-136/PJ/2014 mengatur ttg PKP yg diwajibkan membuat FP berbentuk

D0519

elektronik mulai tanggal 1 Juli 2014 dan diberikan Sertifikat Elektronik scr jabatan
oleh DJP dan dpt mengajukan permintaan NSFP scr online melalui website yg
ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
Catatan:
Dlm hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yg wilayah kerjanya berada di
luar wilayah KPP tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP yg
bersangkutan hrs mengajukan permohonan kode aktivasi & password ke
KPP yg membawahi tempat kegiatan usaha PKP yg baru dgn menunjukkan
asli pemberitahuan Kode Aktivasi dari KPP sebelumnya.
Dlm hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yg wilayah kerjanya berada di luar
wilayah KPP tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP masih dpt
menggunakan NSFP yg blm digunakan.
PKP yg tdk menggunakan NSFP dari DJP atau menggunakan NSFP ganda akan
menyebabkan FP yg diterbitkan mrp FP tdk lengkap.
FP tdk lengkap akan menyebabkan PKP Pembeli tdk dpt mengkreditkan sbg PM
dan PKP Penjual dikenakan sanksi sesuai dgn ketentuan yg berlaku.
PKP yg membuat FP dgn menggunakan NSFP ganda atau NSFP yg sama > 1
dlm thn pajak yg sama, maka slr FP dgn NSFP tsb termasuk FP Tdk Lengkap.
NSFP yg tdk digunakan dlm suatu thn pajak tertentu dilaporkan ke KPP tempat
PKP dikukuhkan bersamaan dgn SPT Masa PPN Masa Pajak Des thn pajak yg
bersangkutan dgn menggunakan form Lamp IV F PER-24/PJ/2012.
Masa Transisi: s.d. 31 Mei 2013 (Pasal 19 PER-24/PJ/2014 jo PER08/PJ/2013)
Terhitung mulai tanggal 1 Apr 2013, PKP yg tlh memperoleh surat
pemberitahuan NSFP dari DJP wajib menggunakan NSFP tsb dan PKP yg
blm memperoleh surat pemberitahuan NSFP dari DJP wajib
menggunakan kode & NSFP sesuai dgn ketentuan yg diatur dlm PER13/PJ/2010 jo PER-65/PJ/2010 s.d. tanggal 31 Mei 2013.
Dlm hal PKP tsb kemudian memperoleh surat pemberitahuan NSFP dari
DJP, maka PKP tsb wajib menggunakan NSFP sesuai ketentuan PER-24
sejak tanggal surat pemberitahuan NSFP.
Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 slr PKP wajib menggunakan Kode
& NSFP sesuai ketentuan PER-24/PJ/2012.
2.

Pemberitahuan Pejabat Penandatanganan FP


No.
1.

Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013


PKP wajib menyampaikan pemberitahuan scr tertulis nama pejabat (dan
perubahannya) yg berhak
menandatangani FP disertai dgn contoh
tandatangannya paling lama pd akhir
bulan berikutnya sejak bulan pejabat tsb
mulai melakukan penandatanganan FP

2.

3.

Dlm hal PKP OP yg tdk memiliki struktur


organisasi, memberikan kuasa kpd pihak
lain utk menandatangani FP, maka PKP

D0520

Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013


PKP wajib menyampaikan pemberitahuan scr tertulis nama PKP atau
pejabat/pegawai (dan perubahannya)
yg berhak menandatangani FP disertai dgn contoh tandatangannya, dgn
melampirkan FC kartu identitas
pejabat/pegawai penandatangan FP
yg sah yg tlh dilegalisasi pejabat yg
berwenang paling lama pd akhir bulan
berikutnya sejak bulan pejabat/
pegawai tsb mulai melakukan
penandatanganan FP
Nama yg berhak menandatangani FP
hrs diisi sesuai dgn kartu identitas yg
sah, yaitu KTP, SIM, atau Paspor, yg
berlaku pd saat FP ditandatangani
-

4.

5.

tsb wajib menyampaikan pemberitahuan


scr tertulis nama kuasa yg berhak
menandatangani FP disertai dgn contoh
tandatangannya paling lama pd akhir
bulan berikutnya saat pihak yg diberi
kuasa mulai menandatangani FP dan
menyertakan Surat Kuasa Khusus
Dlm hal PKP melakukan pemusatan
tempat pajak terutang, maka pejabat
termasuk pula pejabat di tempat-tempat
kegiatan usaha yg dipusatkan, yg
ditunjuk oleh Kantor Pusat utk
menandatangani FP yg diterbitkan oleh
tempat pemusatan pajak terutang yg
dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha
@
Dlm hal PKP tdk atau terlambat
menyampaikan pemberitahuan maka FP
yg diterbitkan s.d. diterimanya
pemberitahuan, mrp FP cacat

Dlm hal PKP melakukan pemusatan


tempat PPN terutang, maka pejabat/
pegawai yg tlh ditunjuk di tempattempat kegiatan usaha sbl pemusatan
masih dpt menandatangani FP yg
diterbitkan stl pemusatan yg dicetak di
tempat-tempat kegiatan usaha @

Dlm hal PKP tdk atau terlambat


menyampaikan pemberitahuan maka
FP yg diterbitkan oleh PKP s.d. diterimanya pemberitahuan mrp FP Tdk
Lengkap
Dlm hal penandatangan FP adalah orang asing (WNA), maka: (S-414/PJ.02/2013)
FC paspor LN dilegalisasi oleh pejabat yg berwenang dari institusi yg menerbitkan
paspor LN tsb atau pihak kedutaan (embassy) negara orang asing itu di Indonesia; atau
Legalisasi paspor dpt berbentuk surat yg dibuat oleh pihak kedutaan negara orang asing
itu di Indonesia yg menerangkan/menyatakan bahwa orang asing tsb adalah pemegang
paspor negara yg bersangkutan dan surat tsb menjadi 1 kesatuan yg tdk terpisahkan dgn
FC paspor orang asing tsb.
3.

Penggantian FP

a.

Atas FP berbentuk elektronik yg salah dlm pengisian, atau salah dlm penulisan shg tdk
memuat keterangan yg lengkap, jelas, dan benar, PKP yg menerbitkan FP tsb dpt
menerbitkan FP pengganti. Atas hasil cetak FP berbentuk elektronik yg rusak atau hilang,
PKP yg membuat FP berbentuk elektronik tsb dpt melakukan cetak ulang FP. Atas FP
berbentuk elektronik yg rusak atau hilang, PKP dpt mengajukan permintaan data FP
berbentuk elektronik kpd DJP. (Pasal 16 PMK-151/PMK.011/2013)
Atas FP berbentuk kertas yg rusak, salah dlm pengisian, atau salah dlm penulisan, shg
tdk memuat keterangan yg lengkap, jelas dan benar, PKP yg menerbitkan FP tsb dpt
menerbitkan FP pengganti. Atas FP berbentuk kertas yg hilang, baik PKP yg menerbitkan
maupun pihak yg menerima FP tsb dpt membuat copy dari FP dan dilegalisasi oleh KPP.
(Pasal 17 PMK-151/PMK.011/2013)
Pembetulan atau Penggantian FP yg Rusak atau Salah dlm Pengisian/Penulisan
No.
1.

2.
3.

Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013


Atas permintaan PKP pembeli atau
penerima JKP atau atas kemauan
sendiri, PKP penjual atau pemberi JKP
membuat FP Pengganti thd FP yg
rusak, cacat, salah dlm pengisian, atau
salah dlm penulisan

Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013


Atas permintaan PKP pembeli
atau penerima JKP atau atas
kemauan sendiri, PKP penjual
atau pemberi JKP membuat FP
Pengganti thd FP yg rusak, salah
dlm pengisian, atau salah dlm
penulisan
Pembetulan FP yg salah dlm pengisian atau salah dlm penulisan tdk diperkenankan dgn cara menghapus, atau mencoret, atau dgn cara lain, selain dgn
cara membuat FP Pengganti
FP Pengganti diisi berdasarkan keterangan yg seharusnya dan dilampiri dgn
FP yg rusak, salah dlm pengisian atau salah dlm penulisan tsb

D0521

4.

5.

FP Pengganti tetap
menggunakan NSFP yg sama
dgn NSFP yg diganti.
Sedangkan tanggal FP
Pengganti diisi dgn tanggal pd
saat FP Pengganti dibuat
Pd FP Pengganti dibubuhkan cap yg mencantumkan Kode & NSFP serta
tanggal FP yg diganti. Contoh cap:
Faktur Pajak yang diganti :
Kode dan Nomor Seri
Tanggal

6.
7.

8.

Kode dan No Seri serta tanggal FP yg diganti dpt diisi dgn cara manual
Penerbitan FP Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban utk membetulkan
SPT Masa PPN pd Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan FP tsb
FP Pengganti dilaporkan dlm
FP Pengganti dilaporkan dlm SPT
SPT Masa PPN pd Masa Pajak
Masa PPN pd:
yg sama dgn Masa Pajak
Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak
dilaporkannya FP yg dilakukan
dilaporkannya FP yg diganti, dgn
penggantian dgn mencantumkan
mencantumkan nilai stl penggantian;
nilai dan/atau keterangan yg
dan
sebenarnya atau sesungguhnya
Masa Pajak diterbitkannya FP
stl penggantian
Pengganti tsb dgn mencantumkan
nilai 0 (nol) pd kolom DPP, PPN &
PPnBM, utk menjaga urutan FP yg
diterbitkan oleh PKP
Pelaporan FP Pengganti pd SPT Masa PPN tsb hrs mencantumkan Kode &
NSFP yg diganti pd kolom yg tlh ditentukan

Ketentuan Tambahan:
No.
Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013
1.
Penerbitan FP pengganti atau
pembatalan FP dpt dilakukan
sepanjang thd SPT Masa PPN
dimana FP yg diganti atau
dibatalkan tsb dilaporkan, blm
dilakukan pemeriksaan atau atas
PPN yg tercantum dlm FP tsb blm
dibebankan sbg biaya

2.

: .............................
: .............................

Pembeli BKP dan/atau Penerima


JKP yg tlh melakukan pengkreditan
PM atas PPN pd FP yg diganti atau
dibatalkan oleh PKP Penjual, hrs
melakukan pembetulan SPT Masa
PPN pd Masa Pajak dimana FP yg
diganti atau dibatalkan tsb
dilaporkan, sepanjang thd SPT
Masa PPN dimana FP yg diganti
atau dibatalkan tsb dilaporkan blm
dilakukan pemeriksaan

D0522

Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013


Penerbitan FP pengganti atau
pembatalan FP dpt dilakukan
sepanjang thd SPT Masa PPN dimana
FP yg diganti atau dibatalkan tsb
dilaporkan masih dpt dilakukan
pembetulan sepanjang thd SPT Masa
PPN dimana FP yg diganti atau
dibatalkan tsb dilaporkan blm
dilakukan pemeriksaan, blm dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan yg
bersifat terbuka, dan/atau PKP blm
menerima SPHV
Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP
yg tlh melakukan pengkreditan PM
atas PPN pd FP yg diganti atau
dibatalkan oleh PKP Penjual, hrs
melakukan pembetulan SPT Masa
PPN pd Masa Pajak dimana FP yg
diganti atau dibatalkan tsb dilaporkan,
sepanjang thd SPT Masa PPN dimana
FP yg diganti atau dibatalkan tsb
dilaporkan blm dilakukan
pemeriksaan, blm dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan yg
bersifat terbuka, dan/atau PKP blm
menerima SPHV

3.

Dlm hal penyerahan BKP dan/atau


penyerahan JK menggunakan mata
uang asing, kurs diisi sesuai dgn
Kurs Menkeu yg berlaku pd saat
pembuatan FP

Dlm hal penyerahan BKP dan/atau


penyerahan JK menggunakan mata
uang asing, kurs diisi sesuai dgn Kurs
Menkeu yg berlaku pd saat pembuatan
FP, apabila dilakukan
penggantian/pembetulan FP maka
kurs yg digunakan adalah kurs yg
berlaku pd saat pembuatan FP yg
diganti/dibetulkan pertama kali

b. Penggantian FP yg Hilang
Pihak
Terlibat
PKP Penjual
atau Pemberi
JKP

PKP Pembeli
atau
Penerima
JKP

Pembuatan FP s.d.
Pembuatan FP sejak
31 Mar 2013
1 Apr 2013
PKP penjual atau pemberi JKP dpt mengajukan permohonan
tertulis utk meminta copy dari FP yg hilang kpd PKP pembeli atau
penerima JKP dgn tembusan kpd KPP di tempat PKP penjual atau
pemberi JKP dikukuhkan dan kpd KPP di tempat PKP pembeli
atau penerima JKP dikukuhkan
Berdasarkan permohonan dari
Berdasarkan permohonan dari
PKP penjual atau pemberi JKP,
PKP penjual atau pemberi
PKP pembeli atau penerima JKP
JKP, PKP pembeli atau
membuat copy dari arsip FP yg
penerima JKP membuat copy
disimpan oleh PKP pembeli atau
dari arsip FP yg disimpan
penerima JKP, utk dilegalisir
oleh PKP pembeli atau
oleh KPP tempat PKP pembeli
penerima JKP, utk
dilegalisasi oleh KPP tempat
atau penerima JKP dikukuhkan
PKP pembeli atau penerima
JKP dikukuhkan
Copy dibuat dlm rangkap 2, yaitu :
- Lembar ke-1: diserahkan ke PKP penjual atau pemberi JKP
melalui PKP pembeli atau penerima JKP
- Lembar ke-2: arsip KPP yg bersangkutan
Legalisir diberikan oleh KPP
Legalisasi diberikan oleh KPP
tempat PKP pembeli atau
tempat PKP pembeli atau
penerima JKP dikukuhkan stl
penerima JKP dikukuhkan stl
meneliti asli arsip FP dan SPT
meneliti asli arsip FP dan SPT
Masa PPN dari PKP pembeli
Masa PPN dari PKP pembeli
atau penerima JKP tsb
atau penerima JKP tsb
KPP tempat PKP penjual atau pemberi JKP dikukuhkan wajib
melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP atau pemberi
JKP utk meyakinkan bahwa FP yg dilaporkan hilang tsb sdh
dilaporkan sbg PK
PKP pembeli atau penerima JKP dpt mengajukan permohonan
tertulis utk meminta copy dari FP yg hilang kpd PKP penjual atau
pemberi JKP dgn tembusan kpd KPP di tempat PKP pembeli atau
penerima JKP dikukuhkan dan kpd KPP di tempat PKP penjual
atau pemberi JKP dikukuhkan
Berdasarkan permohonan dari
Berdasarkan permohonan dari
PKP pembeli atau penerima
PKP pembeli atau penerima
JKP, PKP penjual atau pemberi
JKP, PKP penjual atau
JKP membuat copy dari arsip
pemberi JKP membuat copy
FP yg disimpan oleh PKP
dari arsip FP yg disimpan oleh
penjual atau pemberi JKP, utk
PKP penjual atau pemberi
dilegalisir oleh KPP tempat
JKP, utk dilegalisasi oleh
PKP penjual atau pemberi JKP
KPP tempat PKP penjual atau
dikukuhkan
pemberi JKP dikukuhkan
Copy dibuat dlm rangkap 2, yaitu :

D0523

- Lembar ke-1: diserahkan ke PKP pembeli atau penerima JKP


melalui PKP penjual atau pemberi JKP
- Lembar ke-2: arsip KPP yg bersangkutan
Legalisir diberikan oleh KPP
Legalisasi diberikan oleh KPP
tempat PKP pembeli atau
tempat PKP penjual atau
penerima JKP dikukuhkan stl
pemberi JKP dikukuhkan stl
meneliti asli arsip FP dan SPT
meneliti asli arsip FP dan SPT
Masa PPN dari PKP pembeli
Masa PPN dari PKP penjual
atau penerima JKP tsb
atau pemberi JKP tsb
KPP tempat PKP penjual atau pemberi JKP dikukuhkan wajib
melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP atau pemberi
JKP utk meyakinkan bahwa FP yg dilaporkan hilang tsb sdh
dilaporkan sbg PK
4.

Pembatalan FP
Dlm hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP/JKP yg FP-nya tlh diterbitkan, PKP
yg menerbitkan FP hrs melakukan pembatalan FP. (Pasal 15 PMK-151/PMK.011/2013)
No.
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.

8.

Pembuatan FP s.d. 31 Mar 2013


Pembuatan FP sejak 1 Apr 2013
Dlm hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/atau penyerahan
JKP yg FP-nya tlh diterbitkan, maka FP tsb hrs dibatalkan
Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yg membuktikan
bahwa tlh terjadi pembatalan transaksi. Bukti dpt berupa pembatalan kontrak
atau dokumen lain yg menunjukkan tlh terjadi pembatalan transaksi
PKP Penjual yg melakukan pembatalan
FP hrs memiliki bukti dari PKP Pembeli
yg menyatakan bahwa transaksi
dibatalkan
FP yg dibatalkan hrs tetap diadministrasi (disimpan) oleh PKP Penjual yg
menerbitkan FP tsb
PKP Penjual yg membatalkan FP hrs mengirimkan surat pemberitahuan dan
copy dari FP yg dibatalkan ke KPP tempat PKP Penjual dikukuhkan dan ke KPP
tempat PKP Pembeli dikukuhkan
Dlm hal PKP Penjual blm melaporkan FP yg dibatalkan di dlm SPT Masa PPN,
maka PKP penjual hrs tetap melaporkan FP tsb dlm SPT Masa PPN dgn
mencantumkan nilai 0 (nol) pd kolom DPP, PPN atau PPN & PPnBM
Dlm hal PKP Penjual tlh melaporkan FP tsb dlm SPT Masa PPN sbg FP
Keluaran, maka PKP penjual hrs melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa
Pajak yg bersangkutan, dgn cara melaporkan FP yg dibatalkan tsb dgn
mencantumkan nilai 0 (nol) pd kolom DPP, PPN atau PPN & PPnBM
Dlm hal PKP Pembeli tlh melaporkan FP tsb dlm SPT Masa PPN sbg FP
Masukan, maka PKP Pembeli hrs melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa
Pajak yg bersangkutan, dgn cara melaporkan FP yg dibatalkan tsb dgn
mencantumkan nilai 0 (nol) pd kolom DPP, PPN atau PPN & PPnBM

Tata cara penggantian FP dan pembetulan SPT Masa PPN sesuai PER-24/PJ/2012
berlaku juga utk penggantian FP yg dilakukan stl berlakunya PER-24/PJ/2012 atas FP yg
diterbitkan sbl berlakunya PER-24/PJ/2012.
(Pasal 11A PER-11/PJ/2013)

D0524

5.

Poin-poin Perubahan
Pembuatan FP s.d.
31 Mar 2013
No. Urut FP ditentukan
sendiri oleh PKP scr
berurutan
Tdk ada syarat khusus,
baik PKP ataupun non
PKP dpt membuat nomor
sendiri.

No.

Ket

1.

Otorisasi
pemberian NSFP

2.

Syarat diberikan
NSFP

3.

Identitas PKP
khususnya alamat
& jenis brg/jasa

Tdk ditegaskan

4.

Penunjukan &
Penandatanganan
FP

PKP tdk disyaratkan


melampirkan FC kartu
identitas yg sah

5.

Istilah FP Cacat

Diatur & digunakan istilah


FP cacat

6.

Penggunaan
Kode Transaksi
02 & 03

Menimbulkan multitafsir
utk transaksi yg hrs
dipungut oleh Pemungut
dgn mekanisme normal

7.

Urutan NSFP

8.

NSFP ganda (> 1)

9.

Penerbitan FP
Pengganti

10.

Pengkreditan FP

- Wajib membetulkan FP
shg sequence number
tetap terjaga
- Apabila tdk dibetulkan,
PKP penerbit dikenai
sanksi Ps 14 (4) UU
KUP & PKP Pembeli
tetap dpt mengkreditkan
PM
Wajib membetulkan FP
shg sequence number
tetap terjaga
- Menggunakan NSFP
baru
- Dilaporkan di 2 Masa
Pajak SPT, yaitu di
masa FP yg diganti &
di masa pembuatan FP
pengganti
Kesalahan pengisian
keterangan FP di luar
kuasa PKP Pembeli tetap

D0525

Pembuatan FP sejak
1 Apr 2013
NSFP diberikan oleh DJP dgn
mekanisme yg ditentukan DJP
NSFP diberikan kpd PKP yg tlh
diregistrasi ulang dan PKP baru
yg tlh diverifikasi dlm rangka
pengukuhan PKP
Sejak 1 Juli 2014: Ditambah
persyaratan yaitu tlh melakukan
aktivasi akun PKP
Penegasan Keterangan FP
mengenai alamat & jenis
brg/jasa hrs diisi sesuai dgn
keterangan yg sebenarnya/
sesungguhnya
Mengatur pejabat/pegawai
penandatangan FP yg berhak:
- PKP wajib memberitahukan
ke KPP surat penunjukan
penandatangan FP; dan
- FC kartu identitas yg sah
(dilegalisasi pejabat
berwenang)
Istilah FP cacat diganti dgn
FP tdk lengkap agar sinkron
dgn ketentuan UU KUP
Mempertegas peruntukan Kode
Transaksi, yaitu kode 02
(bendahara pemerintah) & 03
(BUMN & KPS) digunakan utk
penyerahan yg PPNnya
dipungut oleh Pemungut PPN
- NSFP diberikan DJP dgn
blok nomor urut
- Penggunaan nomor yg tdk
urut tdk dikenakan sanksi
- Terdapat kewajiban
pelaporan nomor yg tdk
terpakai
Slr FP dgn NSFP yg sama/
ganda termasuk FP Tdk
Lengkap
- Menggunakan NSFP yg
sama
- Hanya dilaporkan di SPT FP
yg diganti

FP yg tdk diisi dgn keterangan


yg sebenarnya atau sesungguhnya dan yg tdk mengikuti

No.
1.
2.
3.
4.

5.

Ket
Fungsi Kode
Aktivasi
Cetak Ulang Kode
Aktivasi
Password
Permintaan NSFP

Pengembalian &
Pengawasan
NSFP

dpt dikreditkan (nomor tdk


urut, kode cabang dan
penandatangan blm
diberitahukan ke KPP)

tata cara dlm PER-24/PJ/ 2012


jo PER-08/PJ/2013 tdk dpt
dikreditkan oleh PKP Pembeli

SE-52/PJ/2012
Utk melakukan
permintaan NSFP
Bisa kapan saja

SE-20/PJ/2014
Utk mengaktivasi Akun PKP

Tdk dpt diubah


Permintaan hrs datang
ke KPP tempat PKP
dikukuhkan
Permintaan ke KPP:
hrs input Kode Aktivasi
& password
Menu Cetak Ulang
NSFP

Bersamaan dgn SPT


Masa Bulan Desember

Hanya bisa dilakukan sbl Akun


PKP diaktivasi
Dpt diubah melalui Akun PKP
Permintaan dpt ke KPP/online
(https://efaktur.pajak.go.id)
Permintaan ke KPP: hanya
input password
Permintaan online:
- Bagi PKP tertentu mulai 1
Juli 2014
- Mulai 1 Jan 2015
diberlakukan scr Nasional
Jatah NSFP dpt dilihat di Akun
PKP
Tdk ada perubahan

Form-form yg digunakan berdasar PER-24/PJ/2012 (berlaku sejak 1 Apr 2013 s.d. 30 Juni 2014):
No.
Ket
Sumber
Pihak Pembuat
1.
FP lembar ke-1 & ke-2
Lamp IA
PKP atau
pejabat/pegawai
2.
FP lembar ke-1 & ke-2 (bila penyerahan
Lamp IB
yg tlh ditunjuk
menggunakan mata uang asing)
oleh PKP utk
menandatangani
FP
3.
Permohonan Kode Aktivasi & Password/Cetak
Lamp IV A
Pemohon
Ulang Kode Aktivasi/update email
4.
Pemberitahuan Kode Aktivasi
Lamp IV B
DJP
5.
Penolakan Pemberian Kode Aktivasi & Password
Lamp IV C
6.
Permintaan NSFP
Lamp IV D
Pemohon
7.
Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak
Lamp IV E
DJP
8.
Pemberitahuan NSFP Yg Tdk Digunakan
Lamp IV F
Pemohon
9.
Pemberitahuan PKP atau Penunjukan
Lamp V A
PKP
Pejabat/Pegawai/Kuasa yg Berwenang
Menandatangani FP
10.
Pemberitahuan Perubahan
Lamp V B
Pejabat/Pegawai/Kuasa yg Berwenang
Menandatangani FP
Form-form yg digunakan berdasar PER-24/PJ/2012 jo PER-17/PJ/2014 (berlaku sejak 1 Juli
2014):
No.
Ket
Sumber
Pihak Pembuat
Ket.
1.
FP lembar ke-1 & ke-2
Lamp IA PERPKP atau
24/PJ/2012
pejabat/pegawai
yg tlh ditunjuk
2.
FP lembar ke-1 & ke-2
Lamp IB PERoleh PKP utk
(bila penyerahan
24/PJ/2012
menandatangani
menggunakan mata uang
FP
asing)

D0526

3.

Permohonan Kode
Aktivasi & Password

Lamp IA PER17/PJ/2014

Pemohon

4.

Pemberitahuan Kode
Aktivasi

Lamp IB PER17/PJ/2014

DJP

5.

Penolakan Pemberian
Kode Aktivasi &
Password

Lamp IC PER17/PJ/2014

6.

Permohonan Cetak Ulang


Kode Aktivasi
Permintaan Aktivasi Akun
PKP
Permintaan NSFP

Lamp ID PER17/PJ/2014
Lamp IE PER17/PJ/2014
Lamp IF PER17/PJ/2014

Pemohon

DJP

7.
8.

9.

Pemberian Nomor Seri


Faktur Pajak

Lamp IG-1 PER17/PJ/2014

10.

e-NOFA

Lamp IG-2 PER17/PJ/2014


Lamp IH PER17/PJ/2014
Lamp IV F PER24/PJ/2012
Lamp V A PER24/PJ/2012

11.

Mengubah
Lamp IVA PER24/PJ/2012
Mengubah
Lamp IVB PER24/PJ/2012
Mengubah
Lamp IVC
PER24/PJ/2012

Mengubah
Lamp IVD
PER24/PJ/2012
Mengubah
Lamp IVE PER24/PJ/2012

Permintaan Sertifikat
Pemohon
Elektronik
12.
Pemberitahuan NSFP Yg
Tdk Digunakan
13.
Pemberitahuan PKP atau
PKP
Penunjukan Pejabat/
Pegawai/Kuasa yg
Berwenang
Menandatangani FP
14.
Pemberitahuan
Lamp V B PERPerubahan
24/PJ/2012
Pejabat/Pegawai/ Kuasa
yg Berwenang
Menandatangani FP
Lamp IVA s.d. Lamp IVE PER-24/PJ/2012 tlh diubah dgn Lamp IA, IB, IC, IF, IG-1 PER17/PJ/2014
Tata cara yg diatur di PER-24/PJ/2012:
No.
Tata Cara
1.
Tata Cara Pengisian Keterangan pd FP
2.
Kode & NSFP
3.
Tata Cara Pembetulan atau Penggantian FP yg Rusak, Salah
dlm Pengisian, atau Salah dlm Penulisan
4.
Tata Cara Penggantian FP yg Hilang
5.
Tata Cara Pembatalan FP
Tata cara yg diatur di SE-20/PJ/2014:
No.
Tata Cara
1.
Tata Cara Penunjukan Petugas Khusus
2.
Tata Cara Pemberian atau Pencabutan Sertifikat Elektronik
Operator Console Kanwil DJP
3.
Tata Cara Pemberian atau Pencabutan Sertifikat Elektronik
Petugas Khusus
4.
Tata Cara Penyelesaian Permohonan Kode Aktivasi &

D0527

Sumber
Lamp II
Lamp III
Lamp VI Bagian A
Lamp VI Bagian B
Lamp VI Bagian C

Sumber
Lamp I
Lamp II
Lamp III
Lamp IV

5.
6.
7.
8.
9.

Password
Tata Cara Penyelesaian Permintaan Aktivasi Akun PKP
Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan
Pencabutan Sertifikat Elektronik PKP
Tata Cara Penyelesaian Permintaan atau Permintaan
Pencabutan Sertifikat Elektronik Tempat Kegiatan Usaha PKP
Tata Cara Penyelesaian Permintaan NSFP
Tata Cara Pengembalian dan Pengawasan NSFP

D0528

Lamp V
Lamp VI
Lamp VII
Lamp VIII
Lamp IX

Tahapan Bagi PKP:

D0529

E. FP PKP PEDAGANG ECERAN (PKP PE)


Dasar Hukum:
Pasal 20 PP 1 Thn 2012
PMK-151/PMK.011/2013
PER-58/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011)
SE terkait:
SE-137/PJ/2010
Definisi PKP PE: (Pasal 20 ayat (2) & (3) PP1, Pasal 5 ayat (2) & (3) PMK-151/PMK.011/2013,
Butir 2 SE-137/PJ/2010)
PKP yg dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan
BKP dgn cara:
JKP dgn cara:
1. melalui suatu tempat penjualan eceran
1. melalui suatu tempat penyerahan jasa scr lsg
seperti toko & kios atau lsg
kpd konsumen akhir atau lsg mendatangi dari
mendatangi dari 1 tempat konsumen
1 tempat konsumen akhir ke tempat
akhir ke tempat konsumen akhir
konsumen akhir lainnya;
lainnya.
2. dilakukan scr lsg kpd konsumen akhir, tanpa
2. dgn cara penjualan eceran yg
didahului dgn penawaran tertulis, pemesanan
tertulis, kontrak, atau lelang; dan
dilakukan lsg kpd konsumen akhir,
tanpa didahului dgn penawaran
3. pd umumnya pembayaran atas penyerahan
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak,
JKP dilakukan scr tunai.
atau lelang; dan
3. pd umumnya penyerahan BKP atau
transaksi jual beli dilakukan scr tunai
dan penjual lsg menyerahkan BKP
atau pembeli langsung membawa BKP
yg dibelinya.
Pedagang eceran yg membuat FP tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas
pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tdk diterbitkan STP dlm Pasal 14 ayat (1)
huruf e angka 2 UU KUP. (Pasal 5 ayat (1) PMK-151/PMK.011/2013)
Contoh tempat penjualan eceran yaitu toko & kios. Contoh tempat penyerahan jasa scr lsg
kpd konsumen akhir yaitu gerai& kios.
Konsumen akhir: Pembeli yg mengkonsumsi scr lsg barang tsb, dan tdk digunakan atau
dimanfaatkan utk kegiatan produksi atau perdagangan. (Penjelasan Pasal 20 ayat (2) PP 1
Thn 2012)
PKP yg kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya tdk melakukan usaha perdagangan scr
eceran (pabrikan atau distributor) tetapi melakukan penyerahan BKP scr eceran, maka atas
penyerahan BKP scr eceran tsb PKP dpt menerbitkan FP tanpa mencantumkan keterangan
mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual. (Penjelasan Pasal 20 ayat
(2) PP 1 Thn 2012)
Dlm hal PKP pabrikan atau distributor yg dlm kegiatan usahanya melakukan penjualan scr
eceran (memiliki outlet) sebagaimana dimaksud pd butir 2 SE-137/PJ/2010, atas penyerahan
BKP scr eceran tsb PKP dpt membuat FP sesuai ketentuan yg diatur dlm PER-58/PJ/2010.
Bentuk FP Yg Dpt Dibuat Oleh PKP PE & Pelaporannya di SPT Masa PPN:
FP yg dibuat oleh PKP PE: (Pasal 4 PER-58/PJ/2010)
1. bon kontan
2. faktur penjualan
3. segi cash register
4. karcis
5. kuitansi
6. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yg sejenis
Dgn Ketentuan paling sedikit hrs memuat keterangan:
nama, alamat, dan NPWP yg menyerahkan BKP;
jenis BKP yg diserahkan;
jml Hrg Jual yg sdh termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan scr terpisah;
PPnBM yg dipungut; dan

D0530

kode, no seri dan tanggal pembuatan FP.


Kode dan no seri FP dpt berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh
PKP PE. (Pasal 5 PER-58/PJ/2010)
Sejak 1 Jan 2011, FP yg dibuat oleh PKP PE ini dilaporkan di SPT Masa PPN 1111 AB di
kolom I.B.2 (Penyerahan DN dgn FP yg digunggung)

Jml Lembar FP Hrs Dibuat:


FP dibuat paling sedikit dlm 2 rangkap:
1. Lembar ke-1 : disampaikan kpd pembeli BKP
2. Lembar ke-2 : utk arsip PKP yg membuat FP
Lembar ke-2 FP dpt berupa rekaman FP dlm bentuk media elektronik yaitu sarana
penyimpanan data, antara lain: diskette, Digital Data Strorage (DDS) atau Digital Audio
Tape (DAT) dan Compact Disc (CD).
FP dianggap tlh dibuat dlm 2 rangkap atau lebih dlm hal FP tsb dibuat dlm 1 lembar yg terdiri
dari 2 atau lebih bagian atau potongan yg disediakan utk disobek atau dipotong.
Kode dan NSFP yg digunakan utk penomoran FP oleh PKP PE sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 UU KUP tdk mengikuti ketentuan penomoran FP
sebagaimana diatur dlm PER-24/PJ/2012 jo PER-08/PJ/2013.

D0531

F.

DOKUMEN TERTENTU YG DIPERSAMAKAN DGN FP


Dasar Hukum:
PER-10/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) jo PER-67/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) jo
PER-27/PJ./2011 (berlaku sejak 19 Sept 2011)
SE terkait:
SE-71/PJ/2011
Dokumen tertentu yg kedudukannya dipersamakan dgn FP:
1.
PEB
yg tlh diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat
yg berwenang dari DJBC dan dilampiri dgn
invoice yg mrp 1 kesatuan yg tdk terpisahkan dgn
PEB tsb
2.
Surat Perintah Penyerahan Barang yg dibuat/dikeluarkan oleh Bulog/DOLOG utk
(SPPB)
penyaluran tepung terigu
3.
Paktur Nota Bon Penyerahan
yg dibuatkan/dikeluarkan oleh PERTAMINA utk
(PNBP)
penyerahan BBM dan/atau bukan BBM
4.
Bukti tagihan atas penyerahan
jasa telekomunikasi oleh
perusahaan telekomunikasi
5.
Tiket, tagihan Surat Muatan Udara
yg dibuat/dikeluarkan utk penyerahan jasa
(Airway Bill), atau Delivery Bill
angkutan udara DN
6.
Nota Penjualan Jasa
yg dibuat/dikeluarkan utk penyerahan jasa
kepelabuhanan
7.
Bukti tagihan atas penyerahan
listrik oleh perusahaan listrik
8.
Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP
yg dilampiri dgn invoice yg mrp 1 kesatuan yg tdk
Tdk Berwujud
terpisahkan dgn Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP
Tdk Berwujud, utk ekspor JKP/BKP Tdk Berwujud
(berlaku sejak 1 Apr 2010)
9.
PIB
yg mencantumkan identitas pemilik barang
berupa nama, alamat, dan NPWP, dan dilampiri
dgn SSP, SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak
oleh DJBC yg mencantumkan identitas pemilik
barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yg mrp
1 kesatuan yg tdk terpisahkan dgn PIB tsb, utk
impor BKP
Sejak 19 Sept 2011(sesuai SE-71/PJ/2011)
dlm hal PIB, SSP, SSPCP an/atau bukti pungutan
pajak oleh DJBC tdk menyebutkan identitas
pemilik barang scr lengkap (nama, alamat, dan
NPWP) maka dokumen tsb tdk dipersamakan
kedudukannya dgn FP. Hanya pemilik barang
saja yg dpt mengkreditkan PPN atas impor BKP.
Sedangkan importir yg bukan pemilik barang tdk
dpt mengkreditkan PPN atas impor BKP yg
dibayar tsb.
10. SSP
utk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tdk
berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean
11. Bukti tagihan atas penyerahan
(Berlaku sejak 1 Jan 2011)
BKP dan/atau JKP oleh PAM
12. Bukti tagihan (trading confirmation)
atas penyerahan JKP oleh
perusahaan perantara efek
13. Bukti tagihan atas penyerahan
JKP oleh perusahaan perbankan

D0532

Agar dpt dipersamakan dgn FP maka dokumen tsb di atas (kecuali angka 9 & 10) minimal hrs
berisi data: (Pasal 2 PER-67/PJ/2010)
Nama, alamat dan NPWP yg melakukan ekspor atau penyerahan;
Nama pembeli BKP/penerima JKP (sejak berlakunya PER-67/PJ/2010 syarat ini tdk wajib
ada);
Jml satuan barang apabila ada;
DPP; dan
Jml Pajak yg terutang kecuali dlm hal ekspor.

Dokumen Tertentu yg Bisa Dikreditkan: (Pasal 5 PER-67/PJ/2010)


Syarat yg berlaku di PER-10 (berlaku sejak 1 Apr - 31 Des 2010)
PPN yg terdapat dlm dokumen tertentu tsb mrp PM yg dpt dikreditkan sepanjang:
1. Memenuhi persyaratan formal yaitu diisi lengkap, jelas, dan benar; dan
Paling sedikit harus memuat :
Nama, alamat dan NPWP yg melakukan ekspor atau penyerahan;
Nama pembeli BKP atau penerima JKP;
Jml satuan barang apabila ada;
DPP;dan
Jml Pajak yg terutang kecuali dlm hal ekspor.
2. Mencantumkan NPWP pembeli BKP, penerima JKP, pihak yg melakukan impor BKP,
atau pihak yg memanfaatkan JKP dan/atau BKP tdk berwujud
Syarat yg berlaku di Pasal 5 PER-67/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011)
a. PPN yg terdapat dlm dokumen angka 2 s.d. 7 dan angka 11 s.d. 12 mrp PM yg dpt
dikreditkan sepanjang:
1. Memenuhi persyaratan formal yaitu diisi lengkap, jelas, dan benar; dan
Paling sedikit harus memuat :

Nama, alamat dan NPWP yg melakukan ekspor atau penyerahan;

Jml satuan barang apabila ada;

DPP; dan

Jml Pajak yg terutang kecuali dlm hal ekspor.


2. Mencantumkan NPWP dan nama pembeli BKP atau penerima JKP.
b. PPN yg terdapat dlm dokumen angka 8 s.d. 9 mrp PM yg dpt dikreditkan sepanjang:
1. Dibuat sesuai dgn perpu yg berlaku; dan
2. Mencantumkan NPWP dan nama pihak yg melakukan impor BKP, atau pihak yg
memanfaatkan JKP dan/atau BKP tdk berwujud.

D0533

G.

PEMBERIAN KODE AKTIVASI & NOMOR SERI MELALUI APLIKASI e-NoFa (Lampiran S-840/PJ.10/2013 tanggal 17 Mei 2013)
Kode Aktivasi:
No.

WP

Status PKP

1.

WP A

2.

WP B

3.

WP C

Non PKP
PKP sbl 1
Jan 2012
PKP stl 1 Jan
2012

4.
5.

WP D
WP E

6.

WP F

7.

10.
Catatan:

=
X
=

Perekaman
LHV

Proses
Pembatalan
Pencabutan

PKP sbl 1
Jan 2012
WP
dicabut
PKP sbl
Regulasi
2012

Kesimpulan
Tdk bisa diberikan Kode Aktivasi
Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, WP hrs dilakukan
registrasi ulang

WP G

8.
9.

Registrasi Ulang
PER-05
Tetap
Cabut

Bisa diberikan Kode Aktivasi


Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, KPP hrs melakukan
perekaman LHV kembali atau dilakukan Pembatalan
Pencabutan PKP dgn mengajukan/mengirimkan BAV
sesuai PER-05/PJ/2012 jo PER-20/PJ/2012
Bisa diberikan Kode Akivasi, dgn syarat sdh ada BAV
dari Kanwil sesuai PER-05/PJ/2012 jo PER-20/PJ/2012
dan sdh diproses oleh TIP
Bisa diberikan Kode Aktivasi, dgn syarat sdh ada BA
sesuai SE-100/PJ/2010 dan sdh diproses oleh TIP
Tdk bisa diberikan Kode Aktivasi, hrs dilakukan
Pembatalan Pencabutan PKP dgn mengajukan BA
sesuai SE-100/PJ/2010 dan sdh diproses oleh TIP
Tdk dpt diberikan Kode Aktivasi, KPP hrs melakukan
perekaman LHV, dan sdh ada BA sesuai SE100/PJ/2010 dan sdh diproses oleh TIP

Sdh
Blm

Keterangan:
e-NoFa adalah Sistem Pemberian NSFP yg dilakukan oleh PKP scr mandiri di komputer petugas khusus KPP yg melayani pemberian NSFP
SE-100/PJ/2010 (tgl 11 Okt 2010) ttg Kebijakan Perubahan Data SIDJP, SIPMOD, dan SISMIOP

D0534

Nomor Seri FP (NSFP):

No.

PKP

1.
2.

PKP A
PKP B

3.

PKP C

4.

PKP D

5.

PKP E

6.

PKP F

7.

PKP G

Syarat NFSP
Kode
Password
Aktivasi
X

Catatan:

=
X
=
(B) =

Jenis
Pelaporan SPT

Jumlah
NFSP

Manual/
e-SPT

Manual

e-SPT

120% x (B)
Max 75
120% x (B)

Manual/
e-SPT

8.

Pelaporan SPT
3 Bulan (B)

PKP H

Max 75

Keterangan
Tdk bisa diberikan NSFP, WP hrs
mengajukan permohonan kode aktivasi
Bisa diberikan NSFP
Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada
password yg dikirim melalui e-mail, jika email salah hrs dilakukan update e-mail WP
Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada kode
aktivasi WP mengajukan permintaan ulang
Tdk bisa diberikan NFSP, hrs ada kode
aktivasi. WP hrs melengkapi pelaporan
SPT 3 bulan terakhir yg tlh jatuh tempo
Hanya bisa diberikan utk WP yg baru
terdaftar < 3 bulan

Sdh
Blm
Jml pelaporan SPT yg terdapat pd surat permohonan NSFP

Keterangan:
e-NoFa adalah Sistem Pemberian NSFP yg dilakukan oleh PKP scr mandiri di komputer petugas khusus KPP yg melayani pemberian NSFP
S-1/PJ.02/204:
Utk thn 2014 akan dimulai dari NSFP 000.14.00000001 demikian seterusnya.
Sejak 1 Jan 2014, permintaan NSFP utk thn 2013 tdk dpt dilayani oleh KPP.
Utk permintaan NSFP yg disampaikan PKP ke KPP pd tanggal 30 & 31 Des 2013 dan tdk dpt diproses pd tanggal tsb pd aplikasi e-NoFa, maka
atas permintaan NSFP tsb dibuatkan BA sesuai SE-37/PJ/2013 oleh Petugas khusus memproses permintaan NSFP. BA tsb disertai FC surat
permintaan NSFP dari PKP disampaikan ke Direktorat TIP dan ditembuskan ke Direktorat TTKI paling lambat tanggal 10 Jan 2014.

D0535

NOTA RETUR & NOTA PEMBATALAN


Dasar Hukum:
Pasal 5A UU PPN
KMK-596/KMK.04/1994 (berlaku mulai 1 Jan 1995 - 31 Mar 2010)
PMK-65/PMK.03/2010 (berlaku mulai 1 Apr 2010)
SE terkait:
SE-131/PJ/2010
Tata Cara Pembuatan Nota Retur:
a. Definisi
Pengembalian BKP adalah pengembalian BKP baik sebagian maupun seluruhnya oleh
Pembelian BKP
Saat Pengembalian BKP adalah saat BKP tsb dikembalikan oleh Pembeli.
b. Pihak Yg Membuat Nota Retur Pembeli (baik PKP maupun non-PKP)
c. Saat Dibuat Hrs dibuat pd saat BKP dikembalikan
d. Isi Nota Retur
Paling sedikit hrs mencantumkan : (Pasal 4 ayat (2) PMK-65/PMK.03/2010)
nomor urut nota retur;
nomor, kode seri, dan tanggal FP dari BKP yg dikembalikan;
nama, alamat, dan NPWP Pembeli;
nama, alamat, NPWP PKP Penjual;
jenis barang, jml hrg jual BKP yg dikembalikan;
PPN atas BKP yg dikembalikan, atau PPN & PPnBM atas BKP yg tergolong mewah yg
dikembalikan;
tanggal pembuatan nota retur; dan
nama dan tanda tangan yg berhak menandatangani nota retur.
e. Bentuk & Ukuran Nota Retur
Dibuat sesuai dgn kebutuhan administrasi pembeli (contoh bentuk & ukuran Nota Retur ada di
Lamp I PMK-65/PMK.03/2010)
f. Peruntukan nota retur :
Pembeli BKP
Jumlah Minimal Lembar Pembuatan Nota Retur
PKP
lembar ke-1: utk PKP Penjual
lembar ke-2: utk arsip Pembeli
Non PKP
lembar ke-1: utk PKP Penjual
lembar ke-2: utk arsip Pembeli
lembar ke-3: utk KPP tempat Pembeli terdaftar
g. Perlakuan PPN dan/ atau PPnBM Terkait Nota Retur:
1. Bagi Penjual
PPN dan/atau PPnBM dari BKP yg dikembalikan menjadi pengurang PK dan/atau PPnBM yg
terutang.
Pengurangan PK atau PK dan PPnBM oleh PKP Penjual dilakukan dlm Masa Pajak saat
terjadinya Pengembalian BKP tsb
2. Bagi Pembeli
a. Pembeli yg berstatus PKP
PM tlh dikreditkan pengurang PM dlm Masa Pajak saat terjadinya pengembalian
BKP
PM tdk dikreditkan & sdh dibebankan sbg biaya atau sdh ditambahkan (dikapitalisasi)
dlm hrg perolehan harta tsb pengurang biaya atau harta, dlm Masa Pajak saat
terjadinya pengembalian BKP
b. Pembeli Non-PKP
Jika PPN atau PPnBM atas BKP yg dikembalikan sdh dibebankan sbg biaya atau sdh
ditambahkan (dikapitalisasi) dlm hrg perolehan harta tsb, maka menjadi pengurang biaya
atau harta, dlm Masa Pajak saat terjadinya pengembalian BKP. (Pasal 2 ayat (1) dan
Pasal 6 ayat (2) PMK-65/PMK.03/2010)

D061

h.

Pengembalian BKP dianggap tdk terjadi dlm hal:


Nota retur tdk selengkapnya mencantumkan keterangan sesuai Pasal 4 ayat (2) PMK65/PMK.03/2010
Nota retur tdk dibuat pd saat BKP tsb dikembalikan sesuai dgn ketentuan sesuai Pasal 4 ayat
(3) PMK-65/PMK.03/2010
Nota retur tdk disampaikan sesuai Pasal 4 ayat (7) PMK-65/PMK.03/2010
BKP yg dikembalikan diganti dgn BKP yg sama, baik dlm jml fisik, jenis maupun hrg-nya

Tata Cara Pembuatan Nota Pembatalan:


a. Definisi
Pembatalan JKP adalah pembatalan seluruhnya atau sebagian hak atau fasilitas atau kemudahan
oleh pihak penerima JKP.
b. Pihak Yg Membuat Nota Pembatalan Penerima Jasa (baik PKP maupun Non-PKP)
c. Saat Dibuat Hrs dibuat pd saat JKP dibatalkan
d. Isi Nota Pembatalan
Paling sedikit hrs mencantumkan : (Pasal 5 ayat (2) PMK-65/PMK.03/2010)
nomor nota pembatalan;
nomor, kode seri dan tanggal FP dari JKP yg dibatalkan;
nama, alamat, dan NPWP Penerima Jasa;
nama, alamat, NPWP PKP Pemberi JKP;
jenis jasa dan jml penggantian JKP yg dibatalkan;
PPN atas JKP yg dibatalkan;
tanggal pembuatan nota pembatalan; dan
nama dan tanda tangan yg berhak menandatangani nota pembatalan.
e. Bentuk dan Ukuran Nota Pembatalan
Dibuat sesuai keperluan administrasi pembeli (contoh bentuk & ukuran Nota Pembatalan ada di
Lamp II PMK 65/PMK.03/2010)
f. Peruntukan Nota Pembatalan
Penerima JKP
Jml Minimal Lembar Pembuatan Nota Pembatalan
PKP
lembar ke-1: utk PKP Pemberi JKPl
lembar ke-2: utk arsip Penerima Jasa
Non PKP
lembar ke-1: utk PKP Pemberi JKP
lembar ke-2: utk arsip Penerima JKP
lembar ke-3: utk KPP tempat Penerima JKP terdaftar
g. Perlakuan PPN dan/ atau PPnBM Terkait Nota Pembatalan
1. Bagi Pemberi Jasa
PPN dan/atau PPnBM dari JKP yg dibatalkan penyerahannya (sebagian maupun seluruhnya)
menjadi pengurang PK dan/ atau PPnBM yg terutang.
Dlm Masa Pajak saat terjadinya pembatalan JKP.
2. Bagi Penerima Jasa
a. Penerima JKP yg berstatus PKP
PM tlh dikreditkan pengurang PM dlm Masa Pajak saat terjadinya pembatalan JKP
PM tdk dikreditkan dan sdh dibebankan sbg biaya atau sdh ditambahkan
(dikapitalisasi) dlm hrg perolehan harta tsb, maka menjadi pengurang biaya atau harta
dlm Masa Pajak saat terjadinya pembatalan JKP.
b. Penerima JKP Non-PKP
Jika PPN atas JKP yg dibatalkan penyerahannya (sebagian maupun seluruhnya) sdh
dibebankan sbg biaya atau sdh ditambahkan (dikapitalisasi) dlm hrg perolehan harta tsb,
maka menjadi pengurang biaya atau harta dlm Masa Pajak saat terjadinya pembatalan
JKP.
h. Pembatalan JKP dianggap tdk terjadi dlm hal:
Nota pembatalan tdk selengkapnya mencantumkan keterangan sesuai Pasal 5 ayat (2) PMK65/PMK.03/2010;
Nota pembatalan tdk dibuat pd saat JKP dibatalkan sesuai dgn ketentuan sesuai Pasal 5 ayat
(3) PMK-65/PMK.03/2010; atau
Nota pembatalan tdk disampaikan sesuai Pasal 5 ayat (7) PMK-65/PMK.03/2010.

D062

Contoh Nota Retur

NOTA RETUR
Nomor : .
(Atas Faktur Pajak Nomor : Tanggal ...)

Pembeli BKP
Nama
Alamat
NPWP

:
:
:

Kepada Penjual
Nama
Alamat
NPWP

:
:
:

No
Urut

Macam dan Jenis BKP

Kuantum*

Harga Satuan menurut


Faktur Pajak
(Rp)

Harga Jual BKP


(Rp)

Jumlah Harga Jual BKP yang dikembalikan


PPN yang diminta kembali
PPnBM yang diminta kembali
. 20.

(..)
Lembar ke-1 : untuk PKP Penjual
Lembar ke-2 : untuk Pembeli
Lembar ke-3 : untuk KPP tempat Pembeli terdaftar (dalam hal Pembeli bukan PKP)
*) khusus untuk retur BKP tidak berwujud, kolom ini tidak perlu diisi

D063

Contoh Nota Pembatalan

NOTA PEMBATALAN
Nomor : .
(Atas Faktur Pajak Nomor : Tanggal ...)

Penerima JKP
Nama
Alamat
NPWP

:
:
:

Kepada Pemberi JKP


Nama
Alamat
NPWP

:
:
:

No
Urut

Penggantian JKP
(Rp)

JKP yang dibatalkan

Jumlah Penggantian JKP yang dibatalkan


PPN yang diminta kembali
. 20.

(..)
Lembar ke-1 : untuk PKP Pemberi JKP
Lembar ke-2 : untuk Penerima JKP
Lembar ke-3 : untuk KPP tempat Penerima JKP terdaftar (dalam hal Penerima JKP bukan PKP)

D064

DPP NILAI LAIN PPN


No

Jenis Penyerahan

DPP

Keterangan

Hrg Jual atau


Penggantian stl
dikurangi laba
kotor

Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP


utk tujuan produktif tdk dilakukan
pemungutan PPN atau PPnBM, kecuali
pemakaian sendiri yg digunakan utk
melakukan penyerahan yg: tdk terutang
PPN; atau mendapat fasilitas
dibebaskan dari pengenaan PPN
(Pasal 5 ayat (3) PP 1 Thn 2012)

1.

Pemakaian sendiri BKP dan


atau JKP

2.

Pemberian cuma-cuma BKP


dan atau JKP

3.

Penyerahan media rekaman


suara atau gambar

Perkiraan Hrg Jual


rata-rata

KEP-81/PJ/2004

4.

Penyerahan film cerita

Perkiraan hasil
rata-rata per judul
film

Sejak 1 Apr 2010, ketentuan tsb tdk


berlaku utk film cerita impor (berdasar
PMK-102/PMK.011/2011 &
PMK-38/PMK.011/2013)

5.

Penyerahan produk hasil


tembakau

Hrg jual eceran

Sejak 1 Apr 2010 (berdasar


PMK-75/PMK.03/2010)

6.

Penyerahan BKP berupa


persediaan dan/atau aktiva yg
mnr tujuan semula tdk
diperjualbelikan, yg masih
tersisa pd saat pembubaran
perusahaan (sejak 1 Apr
2010 berdasar
PMK-75/PMK.03/2010)

Hrg pasar wajar

Aturan utk 1 Juni 2002 s.d. 30 Maret


2010: Jenis Penyerahan dipisah dan
DPP sama, yaitu
1. Penyerahan persediaan BKP yg
masih tersisa pd saat pembubaran
perusahaan
2. Penyerahan aktiva yg mnr tujuan
semula tdk utk diperjualbelikan
sepanjang PPN atas perolehan aktiva
tersebut mnr ketentuan dpt
dikreditkan

7.

Penyerahan jasa biro


perjalanan / jasa biro
pariwisata

8.

Jasa pengiriman paket

9.

Penyerahan BKP dari Pusat


ke Cabang atau sebaliknya
dan penyerahan BKP antar
cabang (sejak 1 Apr 2010
berdasar
PMK-75/PMK.03/2010)

HPP atau Hrg


Perolehan

Aturan utk 1 Juni 2002 s.d. 30 Maret


2010: DPP Nilai Lain utk Penyerahan
BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang
atau sebaliknya dan penyerahan BKP
dan atau JKP antar cabang adalah seb
Hrg Jual atau Penggantian stl dikurangi
laba kotor

10.

Penyerahan BKP melalui


pedagang perantara (sejak 1
April 2010 berdasar
PMK-75/PMK.03/2010)

Hrg yg disepakati
antara pedagang
perantara dgn
pembeli

Aturan utk 1 Juni 2002 s.d. 30 Maret


2010: DPP Nilai Lain utk penyerahan
BKP kpd pedagang perantara atau
melalui juru lelang adalah seb Hrg lelang

11.

Penyerahan BKP melalui juru


lelang

Hrg Lelang

10% dari jml


tagihan atau jml yg
seharusnya ditagih

D071

PKP penjual tdk boleh mengkreditkan


PPN Masukan yg dimiliki

No

Jenis Penyerahan

DPP

Keterangan

12.

Penyerahan jasa pengurusan


transportasi (freight
forwarding) (JPT/FF) yg di
dlm tagihan jasa pengurusan
transportasi tsb terdapat
biaya transportasi (freight
charges)

10% dari jml yg


ditagih atau
seharusnya
ditagih.

PKP penjual tdk boleh mengkreditkan


Pajak Masukan yg dimiliki (berlaku sejak
1 Mar 2013 berdasar
PMK-38/PMK.011/2013 jo
PMK-75/PMK.03/2010 &
SE-33/PJ/2013)

13.

Penyerahan Emas Perhiasan


dan / atau jasa yg terkait
dengan Emas Perhiasan oleh
Pengusaha Emas Perhiasan
(sejak 1 Maret 2014)

20% dari hrg jual


emas perhiasan
atau nilai
penggantian

PM yg berhubungan dgn penyerahan


Emas Perhiasan dan/atau jasa yg terkait
dgn Emas Perhiasan oleh Pengusaha
Emas Perhiasan tdk dpt dikreditkan.
(Pasal 5 PMK-30/PMK.03/2014)

14.

Penyerahan jasa penyediaan


Slr tagihan yg
tenaga kerja yg tdk memenuhi
diminta atau
ketentuan pasal 3
seharusnya
PMK-83/PMK.03/
diminta oleh
2012 dlm hal tagihan atas
pengusaha jasa
penyerahan jasa penyediaan
atas penyerahan
tenaga kerja dirinci dlm FP
jasa penyediaan
dgn memisahkan antara
tenaga kerja kpd
tagihan atas penyerahan jasa pengguna jasa (tdk
penyediaan tenaga kerja yg
termasuk imbalan
diterima oleh pengusaha jasa yg diterima tenaga
dan imbalan yg diterima oleh
kerja berupa gaji,
tenaga kerja
upah, honorarium,
tunjangan, dan
sejenisnya)

15.

Pemanfaatan BKP Tdk


Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dlm Daerah
Pabean berupa Film Cerita
Impor

16.

Penyerahan Film Cerita Impor


oleh Importir kpd Pengusaha
Bioskop

17.

Penyerahan jasa di bidang


Slr tagihan yg
Berlaku stl 30 hari terhitung sejak
periklanan yg terkait dgn
diminta atau
tanggal 17 Okt 2012 (berdasar
penyiaran yg tdk bersifat iklan
seharusnya
PMK-155/PMK.03/2012)
oleh perusahaan periklanan,
diminta atas
production house, atau pihak penyerahan jasa di
lainnya, dlm hal tagihan atas
bidang periklanan,
penyerahan jasa di bidang
tdk termasuk
periklanan tsb dirinci dlm FP
tagihan atas jasa
dgn memisahkan antara
penyiaran yg tdk
tagihan atas penyerahan jasa
bersifat iklan
di bidang periklanan dan
tagihan atas jasa penyiaran
yg tdk bersifat iklan

Sebesar Rp12 juta


per copy Film
Cerita Impor

Berlaku sejak 13 Juli 2011 (berdasar


PMK-102/PMK.011/2011 &
SE-79/PJ/2011)

Dipungut pd saat pertama kali setiap


copy Film Cerita Impor tsb diserahkan
kpd Pengusaha Bioskop (berlaku sejak
13 Juli 2011 berdasar PMK-102/PMK.
011/2011 & SE-79/PJ/2011)

Ket: PKP yg menerbitkan FP dgn menggunakan Nilai Lain mengisi DPP di dlm FP seb Nilai Lain.

D072

No.
1.

2.

3.

Jenis
Penyerahan
Jasa anjak
piutang

Penyerahan
kendaraan
bermotor
bekas
Penyerahan
emas
perhiasan

Keterangan
Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 5% dari jml slr imbalan yg
diterima berupa service charge, provisi, dan diskon. PKP penjual tdk boleh
mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1 Apr 2010 jasa
anjak piutang sdh masuk ke jasa perbankan yg mrp bukan JKP.
Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 10% dari Hrg jual. PKP
penjual tdk boleh mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1
Apr 2010 berdasar PMK-79/PMK.03/2010, penyerahan kendaraan bermotor
bekas sbg brg dagang wajib menggunakan pedoman pengkreditan PM.
Sbl 1 Apr 2010, bisa menggunakan Nilai lain seb 20% dari Hrg jual. PKP
penjual tdk boleh mengkreditkan PPN Masukan yg dimiliki. Namun sejak 1
Apr 2010 berdasar PMK-79/PMK.03/2010, penyerahan emas perhiasan sbg
brg dagang wajib menggunakan pedoman pengkreditan PM.

MATERI PMK-83/PMK.03/2012:
Termasuk dlm pengertian tenaga kerja adalah peserta magang yg melakukan kegiatan pemagangan.
Kelompok jasa tenaga kerja yg tdk dikenai PPN, meliputi:
1. Jasa tenaga kerja
Jasa yg diserahkan oleh tenaga kerja kpd pengguna jasa tenaga kerja dgn kriteria:
a. Tenaga kerja tsb menerima imbalan dlm bentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
sejenisnya; dan
b. Tenaga kerja tsb bertanggung jawab lss kpd pengguna jasa tenaga kerja atas jasa tenaga
kerja yg diserahkannya.
2. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung
jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tsb
Jasa utk menyediakan tenaga kerja oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kpd pengguna jasa
tenaga kerja.
a.
Dpt meliputi kegiatan perekrutan, pendidikan, pelatihan, pemagangan, dan/atau
penempatan tenaga kerja, yg kegiatannya dilakukan dlm 1 kesatuan dgn penyerahan jasa
penyediaan tenaga kerja.
b.
Kriteria jasa penyediaan tenaga kerja yg tdk dikenai PPN:
Pengusaha penyedia jasa tenaga kerja tsb semata-mata hanya menyerahkan jasa
penyediaan tenaga kerja, yg tdk terkait dgn pemberian JKP lainnya, seperti jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi, jasa pengurusan perusahaan, jasa bongkar
muat, dan/ atau jasa lainnya;
Pengusaha penyedia tenaga kerja tdk melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan/ atau sejenisnya kpd tenaga kerja yg disediakan;
Pengusaha penyedia tenaga kerja tdk bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja
yg disediakan stl diserahkan kpd pengguna jasa tenaga kerja; dan
Tenaga kerja yg disediakan masuk dlm struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga
kerja.
Dlm hal jasa penyediaan tenaga kerja tdk memenuhi ketentuan poin 2a & 2b, jasa penyediaan
tenaga kerja dimaksud mrp jasa yg dikenai PPN seb 10% dikalikan DPP berupa penggantian, yg
meliputi slr tagihan yg diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa atas penyerahan
jasa penyediaan tenaga kerja kpd pengguna jasa, termasuk imbalan yg diterima tenaga kerja
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya. Atau dlm hal tagihan atas
penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja dirinci dlm FP dgn memisahkan antara tagihan
atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja yg diterima oleh pengusaha jasa dan imbalan yg
diterima oleh tenaga kerja, DPP adalah nilai lain.
3. Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja
Jasa penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja yg diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
kerja yg tlh memperoleh izin atau terdaftar di instansi yg bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
Termasuk kegiatan pemagangan yg dilakukan dlm 1 kesatuan dgn penyerahan jasa
penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

D073

PENJELASAN & PENEGASAN SE-33/PJ/2013:


Tdk termasuk penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi/Freight Forwarding (JPT/FF) adalah
reimbursement tagihan dari pihak ketiga, sepanjang memenuhi kondisi sbb:
1. dlm hal:
a. tagihan dari pihak ketiga (selain pemerintah/negara), identitas pengguna JPT/FF tercantum sbg
pihak yg tertagih dlm dokumen tagihan dari pihak ketiga (selain pemerintah/negara) tsb; atau
b. pembayaran kewajiban kpd pemerintah/negara yg menggunakan SSP, Surat Setoran Pabean,
Cukai dan Pajak Dlm Rangka Impor (SSPCP), Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(SSPNBP), dan/atau dokumen pembayaran lainnya kpd pemerintah/negara, identitas pengguna
JPT/FF tercantum sbg pihak yg wajib melakukan pembayaran kpd pemerintah/negara tsb;
2. diatur dlm kontrak/perjanjian antara pengusaha JPT/FF dan pengguna JPT/FF yg menyatakan bahwa
terdapat reimbursement tagihan dari pihak ketiga yg hrs dibayar oleh pengguna JPT/FF yg kemudian
akan disetorkan oleh pengusaha JPT/FF kpd pihak ketiga; dan
3. penerimaan pembayaran utk reimbursement tagihan dari pihak ketiga yg diterima dari pengguna
JPT/FF tdk dicatat/diakui sbg penghasilan oleh pengusaha JPT/FF dan penyetoran reimbursement
tagihan kpd pihak ketiga yg bersangkutan tdk dicatat/diakui sbg biaya/beban oleh pengusaha JPT/FF.
Contoh reimbursement tagihan dari pihak ketiga a.l. pembayaran PPN Impor, PPh Pasal 22 Impor,
Bea Masuk, Pajak Ekspor, dan biaya transportasi (freight charges).
Freight charges biaya transportasi yg sebenarnya dibayar atau yg seharusnya dibayar oleh pengguna
jasa, yg dpt berupa biaya transportasi dgnmenggunakan moda angkutan berupa pesawat, kapal, dan/atau
kereta api. Termasuk dlm pengertian freight charges adalah biaya-biaya yg dikeluarkan yg terkait dgn
biaya transportasi dgn menggunakan moda angkutan pesawat, kapal, dan/atau kereta api tsb, al. fuel
surcharge.
Contoh Bbrp Transaksi Penyerahan JPT/FF Beserta Perlakuan PPN atas Penyerahan JPT/FF
Contoh 1:
PT ABC sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF berupa biaya transportasi menggunakan
moda angkutan (freight) kapal laut, dgn nilai Rp 50 juta (blm termasuk PPN), kpd PT Z.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn
di dlm tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb 10% x DPP = 10% x (10% x Rp 50 juta) = Rp 500 ribu.
Contoh 2:
PT DEF sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan
sementara atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 30 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn
nilai Rp 20 juta, dan biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 50 juta, shg
nilai total penyerahan JPT/FF adalah Rp 100 juta (blm termasuk PPN), kpd PT Y.
PT DEF melakukan penagihan kpd PT Y dgn menerbitkan 1 dokumen tagihan.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn
di dlm tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% x Rp 100 juta) = Rp 1 juta.
Contoh 3:
PT GHI sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan
sementara atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 30 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn
nilai Rp 20 juta, dan biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 50 juta, shg
nilai total JPT/FF yg diserahkan adalah Rp 100 juta (blm termasuk PPN), kpd PT X.
PT GHI melakukan penagihan kpd PT X dgn menerbitkan 3 dokumen tagihan utk menagih @ kegiatan
dari penyerahan JPT/FF tsb.
Walaupun atas penyerahan JPT/FF tsb PT GHI menerbitkan 3 dokumen tagihan, penyerahan JPT/FF tsb
mrp 1 kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn
di dlm tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% x Rp 100 juta) = Rp 1 juta.
Contoh 4:
PT JKL sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan
sementara atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 15 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn

D074

nilai Rp 5 juta, dan pengurusan biaya transportasi dgn menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai
fee Rp 2 juta, shg nilai total JPT/FF yg diserahkan adalah Rp 22 juta (blm termasuk PPN), kpd PT W.
Terkait dgn penyerahan JPT/FF yg dilakukan oleh PT JKL, terdapat tagihan dari pengusaha jasa
angkutan laut yg dlm dokumen tagihan tsb PT W tercantum sbg pihak yg tertagih.
Tagihan dari pengusaha angkutan laut Rp 60 juta.
Dlm kontrak/perjanjian antara PT JKL dan PT W disepakati bahwa terdapat reimbursement tagihan dari
pengusaha jasa angkutan laut yg hrs dibayar oleh PT W melalui PT JKL.
PT JKL tdk mencatat/mengakui reimbursement tagihan dari pengusaha angkutan laut yg pembayarannya
diterima dari PT W sbg penghasilan.
Demikian juga PT JKL tdk mencatat/mengakui penyetoran reimbursement tagihan kpd pengusaha jasa
angkutan laut sbg biaya.
Penagihan kembali (reimbursement) Rp 60 juta tsb tdk termasuk penyerahan JPT/FF yg dilakukan oleh
PT JKL.
PT JKL melakukan penagihan kpd PT W dgn menerbitkan 3 dokumen tagihan utk menagih @ kegiatan
dari penyerahan JPT/FF tsb dgn nilai total Rp 22 juta.
Walaupun atas penyerahan JPT/FF tsb PT JKL menerbitkan 3 dokumen tagihan, penyerahan JPT/FF tsb
mrp 1 kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Penggantian,
krn di dlm tagihan JPT/FF tsb tdk terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x Rp 22 juta = Rp 2,2 juta.
Contoh 5:
PT MNO sbg pengusaha JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF yg terdiri dari kegiatan penyimpanan
sementara atas barang yg akan diekspor dgn nilai Rp 14 juta, pengurusan penyelesaian dokumen dgn
nilai Rp 6 juta, dan biaya transportasi menggunakan moda angkutan kapal laut dgn nilai Rp 62 juta, shg
nilai total JPT/FF yg diserahkan adalah Rp 82 juta (blm termasuk PPN) kpd PT V.
Dlm melakukan penyerahan JPT/FF tsb, PT MNO menggunakan moda angkutan kapal laut, di mana dlm
dokumen tagihan dari pengusaha jasa angkutan laut tsb PT MNO tercantum sbg pihak yg tertagih.
Atas penyerahan JPT/FF dgn nilai penyerahan total Rp 82 juta tsb PT MNO menerbitkan 3 dokumen
tagihan, penyerahan JPT/FF tsb tetap mrp 1 kesatuan penyerahan JPT/FF.
DPP yg digunakan utk penghitungan PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb adalah Nilai Lain, krn
di dlm tagihan atas penyerahan JPT/FF tsb terdapat biaya transportasi.
PPN yg terutang atas penyerahan JPT/FF tsb = 10% x (10% X Rp 82 juta) = Rp 820 ribu.

D075

PEMAKAIAN SENDIRI & PEMBERIAN CUMA-CUMA


Dasar Hukum:
Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN
Pasal 5 PP 1 Thn 2012 dan penjelasan
PMK-75/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) ttg Nilai Lain Sbg DPP
PER-22/PJ/2012 (berlaku sejak 4 Jan 2012) ttg Pencabutan KEP-87/PJ./2002
Latar Belakang:
PP 1 Thn 2012 mengatur bahwa atas pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP utk tujuan produktif yg
terutang PPN tdk perlu dilakukan pemungutan PPN dan penerbitan FP. Sebaliknya, utk pemakaian
sendiri BKP dan/atau JKP utk tujuan konsumtif, PKP wajib menerbitkan FP sesuai dgn ketentuan
perpu di bidang perpajakan.
Pasal 2 KEP-87/PJ./2002 menyebutkan Pemakaian BKP dan atau pemanfaatan JKP utk tujuan
produktif blm mrp penyerahan BKP dan atau JKP shg tdk terutang PPN dan PPnBM. bertentangan
dgn Pasal 5 PP 1 Thn 2012, shg KEP-87/PJ./2002 dicabut.
Ketentuan Sejak 4 Jan 2012
A. PEMAKAIAN SENDIRI
Definisi:
Pemakaian sendiri BKP: Pemakaian BKP utk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau
karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. (Penjelasan Pasal 5
ayat (1) PP 1 Thn 2012 dan Penjelasan pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN)
Pemakaian sendiri JKP: Pemakaian JKP utk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau
karyawannya. (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) PP 1 Thn 2012)
Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan produktif: Pemakaian BKP/JKP yg nyata-nyata
digunakan utk kegiatan produksi selanjutnya atau utk kegiatan yg mempunyai hubungan lsg dgn
kegiatan usaha Pengusaha yg bersangkutan, yg meliputi kegiatan produksi, distribusi,
pemasaran, dan manajemen.
Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan konsumtif: Pemakaian BKP/JKP yg tdk ada kaitan dgn
kegiatan produksi selanjutnya atau utk kegiatan yg tdk mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan
usaha Pengusaha yg bersangkutan, yg meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan
manajemen.
Contoh pemakaian sendiri BKP/JKP: (Penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP 1 Thn 2012)
a. Pemakaian BKP/JKP utk tujuan produktif yg nyata-nyata digunakan utk kegiatan yg mempunyai
hubungan lsg dgn kegiatan usaha Pengusaha yg bersangkutan:
1. Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yg diproduksinya utk kegiatan usaha mengangkut
suku cadang.
2. Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sbg
pengeras jalan di lingkungan pabrik.
3. Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran teleponnya utk kegiatan operasional
perusahaan dlm berkomunikasi dgn mitra bisnisnya.
b. Pemakaian BKP/JKP utk tujuan produktif yg nyata-nyata digunakan utk kegiatan produksi
selanjutnya:
1. Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti sawit sbg bahan
pembakaran boiler dlm proses pabrikasi.
2. Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil produksinya berupa plywood utk
membungkus plywood yg akan dipasarkan agar tdk rusak.
3. Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan saluran teleponnya utk melakukan
penyerahan jasa provider internet kpd konsumennya.
c. Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan konsumtif:
1. Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya utk konsumsi karyawan atau para
tamu.

D081

2.
3.

Pabrikan sepatu dlm rangka promosi membeli topi dgn logo merek sepatu pabrik tsb dan
sebagian dibagikan kpd karyawannya.
Perusahaan telekomunikasi selular memberikan fasilitas bebas biaya telepon selular kpd para
direksinya.

Ketentuan Perpajakan: (Pasal 5 ayat (1) (3) PP 1 Thn 2012)


a. Pemakaian sendiri BKP/JKP mrp penyerahan BKP/JKP yg terutang PPN atau PPnBM, meliputi
pemakaian sendiri utk:
tujuan produktif; atau
tujuan konsumtif.
b. Pemakaian sendiri BKP/JKP utk tujuan produktif tdk dilakukan pemungutan PPN atau
PPnBM, kecuali pemakaian sendiri yg digunakan utk melakukan penyerahan yg:
tdk terutang PPN; atau
mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
c. PPN yg dibayar atas perolehan BKP/JKP dlm rangka pemakaian sendiri BKP/JKP dpt dikreditkan
sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan.
Contoh pemakaian sendiri utk tujuan produktif yg thd-nya dilakukan pemungutan PPN dan yg
tdk dilakukan pemungutan PPN: (Penjelasan Pasal 5 ayat (3) PP 1 Thn 2012)
Pabrikan ban menggunakan produksi ban sendiri utk:
Truk yg digunakan utk pengangkutan ban produksinya; dan
Atas pemakaian sendiri utk tujuan produktif ini tdk dilakukan pemungutan PPN. Kemudahan
administrasi tsb diberikan krn PPN yg dipungut oleh PKP atas pemakaian sendiri utk tujuan
produktif mrp PM yg dpt dikreditkan.
Kendaraan angkutan umumnya.
Atas pemakaian sendiri utk tujuan produktif ini tetap dipungut PPN, krn digunakan utk
penyerahan jasa angkutan umum yg mrp penyerahan yg tdk terutang PPN. Perlakuan ini
diberikan krn PPN yg dipungut oleh PKP atas pemakaian sendiri mrp PM yg tdk dpt dikreditkan.

B.

PEMBERIAN CUMA-CUMA
Definisi:
Pemberian cuma-cuma: Pemberian yg diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang
produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang utk promosi
kpd relasi atau pembeli. (Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN)
Ketentuan Perpajakan:
Pemberian cuma-cuma baik produksi sendiri atau bukan produksi sendiri terutang PPN dan
hrs diterbitkan FP seperti biasa (identitas pembeli diisi identitas pihak yg menerima BKP/JKP).
PPN ini mrp PM yg dpt dikreditkan oleh pihak yg menerima apabila memang berkaitan dgn
kegiatan 3M usaha.

D082

Tabel Aturan Perpajakan Terkait Pemakaian Sendiri & Pemberian Cuma-cuma


Pemakaian sendiri
Tujuan Produktif
Pemberian
Uraian
Tujuan
Cuma-Cuma
Yg Tdk Dipungut
Yg Dipungut PPN
Konsumtif
PPN
PPN
Tdk dilakukan
Dilakukan pemungutan
Dilakukan
Terutang
pemungutan
PPN, jika pemakaian
pemungutan PPN
PPN, jika
sendiri digunakan utk
pemakaian sendiri melakukan penyerahan
digunakan utk
yg:
penyerahan yg
1. tdk terutang PPN;
terutang PPN
atau
2. mendapat fasilitas
dibebaskan dari
pengenaan PPN
FP
Tdk dibuat
Dibuat. Kode Transaksi pd FP = 04
DPP
Menggunakan DPP Nilai lain
DPP = Hrg Jual atau Penggantian stl dikurangi laba kotor
Perlakuan
PPN yg dibayar atas
PPN yg dibayar
PM atas
perolehan BKP/JKP dlm
atas perolehan
perolehan
rangka pemakaian
BKP/JKP dlm
BKP/JKP dlm
sendiri BKP/JKP tdk dpt
rangka
rangka
dikreditkan
pemakaian
pemakaian
sendiri BKP/JKP
sendiri
tdk dpt
dikreditkan
sesuai dgn
ketentuan perpu
di bidang
perpajakan
Pelaporan
Lapor di bagian "Penyerahan DN dgn FP"
Tdk ada
Lapor di bagian
dlm SPT
sbg PK dan lapor di bagian "PM yg tdk dpt
"Penyerahan
dilaporkan
Masa PPN
dikreditkan"
DN dgn FP"
sbg PK

D083

KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI (KMS)


Dasar Hukum:
Pasal 16C UU PPN
PMK-163/PMK.03/2012 (berlaku stl 30 hari sejak tanggal 22 Okt 2012)
PER-23/PJ/2012 jo PER-25/PJ/2012 (berlaku sejak PMK-163/PMK.03/2012 diberlakukan)
SE-53/PJ/2012 (berlaku sejak PMK-163/PMK.03/2012 diberlakukan) jo SE-22/PJ/2013 (berlaku sejak
12 April 2013)
Definisi:
KMS: Kegiatan membangun bangunan yg dilakukan tdk dlm kegiatan usaha / pekerjaan oleh OP atau
badan yg hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Berupa 1 atau lebih konstruksi teknik yg ditanam atau dilekatkan scr tetap pd 1 kesatuan tanah
dan/atau perairan dgn kriteria:
Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau
baja;
Diperuntukkan bagi tempat tinggal / tempat kegiatan usaha; dan
Luas keseluruhan > 200 meter2.
KMS yg dilakukan scr bertahap dianggap mrp 1 kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara
tahapan tsb < 2 thn.
Termasuk KMS adalah kegiatan membangun bangunan yg dilakukan melalui kontraktor atau
pemborong tetapi atas kegiatan membangun tsb tdk dipungut PPN, dan kontraktor atau pemborong
tsb bukan mrp PKP. (Huruf A angka 3 SE-53/PJ/2012)
Saat, Tempat, dan Tarif Terutang PPN:
Dimulai pd saat dibangunnya bangunan s.d. bangunan selesai
Tempat PPN terutang atas KMS adalah di tempat bangunan tsb didirikan
PPN = 10 % x 20% x jml biaya yg dikeluarkan dan/atau yg dibayarkan utk membangun bangunan, tdk
termasuk harga perolehan tanah
Cara Penyetoran & Pelaporan:
a. Pembayaran PPN terutang atas KMS dilakukan setiap bulan atas biaya yg dikeluarkandan/atau yg
dibayarkan pd setiap bulannya.
Dlm hal OP atau badan yg melakukan KMS tdk atau kurang menyetorkan PPN terutang ke kas
negara, DJP dpt menerbitkan SKPKB berdasarkan hasil pemeriksaan / verifikasi.
Jml biaya yg dikeluarkan dan / atau yg dibayarkan utk membangun bangunan, ditetapkan scr
jabatan berdasarkan nilai terendah dari data Harga Satuan Bangunan Gedung Negara @ daerah
sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 dan perubahannya.
b. PPN wajib disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan
berikutnya stl berakhirnya masa pajak.
c. Penyetoran PPN dilakukan dgn menggunakan SSP yg hrs diisi sesuai dgn ketentuan:
Jenis Keterangan Yg
Cara Pengisian SSP
diperlukan
Apakah
OP/Badan
membangun
Apakah
bangunan di
OP/Badan
wilayah
yg
Kolom
kerja KPP yg
Pd Kotak
membangun
Pd Kolom NPWP, diisi dgn:
MAP &
sama dgn
"WP/Penyetor"
memiliki
KJS
wilayah KPP
NPWP atau
tempat
tidak?
OP/Badan
tsb
terdaftar?
Memiliki
Sama
NPWP OP/Badan yg
Diisi nama & NPWP MAP :
NPWP
melakukan KMS tsb
OP atau badan yg
411211,

D091

Memiliki
NPWP

Berbeda

Blm Memiliki
NPWP

Angka 0 pd 9 digit pertama;


Angka kode KPP Pratama
yg
wilayah kerjanya meliputi
tempat bangunan tsb
didirikan pd 3 digit
berikutnya; dan
Angka 0 pd 3 digit terakhir.
Contoh : 00.000.000.0412.000

melakukan KMS
Diisi nama & NPWP
OP atau badan yg
melakukan KMS
Diisi nama & alamat
OP atau badan yg
melakukan KMS

KJS: 103

d. Pelaporan:
Status PKP
Bukan PKP

Apakah PKP mendirikan


bangunan di wilayah
kerja yg sama dgn KPP
pratama tempat PKP
tsb terdaftar?

Sama
Berbeda

Cara Pelaporan
SSP lbr ke 3 dilaporkan ke KPP Pratama yg wilayah
kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan paling lama
akhir bulan berikutnya stl berakhirnya masa pajak
Dilaporkan dlm SPT Masa PPN dgn melampirkan SSP lbr ke
3 yg digunakan utk menyetor PPN atas KMS
SSP lembar ke 3 dilaporkan ke KPP Pratama yg wilayah
kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan paling lama
akhir bulan berikutnya stl berakhirnya masa pajak
Melaporkan dlm SPT Masa PPN dgn melampirkan FC
dari SSP lbr ke 3 yg digunakan utk menyetor PPN atas
KMS tsb

WP Tdk Melaksanakan Kewajiban Penyetoran & Pelaporan Sesuai Ketentuan:


Dlm hal OP/badan yg melakukan KMS tdk melakukan kewajiban penyetoran PPN terutang dan/atau
kewajiban pelaporan, Kepala KPP Pratama yg wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan
atau Kepala KPP tempat WP terdaftar dpt mengeluarkan surat teguran
Dlm hal OP/badan yg melakukan KMS tlh melakukan penyetoran atau pelaporan PPN atas KMS
namun berdasarkan data yg dimiliki dan diperoleh oleh DJP diyakini terdapat indikasi penyetoran
atau pelaporan yg tdk wajar, Kepala KPP Pratama dpt menerbitkan surat himbauan &
menindaklanjutinya
Dlm hal OP/badan yg melakukan KMS blm memiliki NPWP, Kepala KPP Pratama scr jabatan
menerbitkan NPWP sesuai ketentuan perpu di bidang perpajakan
Dlm hal OP/badan yg melakukan KMS tlh memiliki NPWP namun berbeda dgn tempat bangunan
didirikan, Kepala KPP Pratama scr jabatan menerbitkan NPWP sbg cabang sesuai ketentuan perpu
di bidang perpajakan
Ketentuan Terkait PM:
PM yg dibayar sehubungan dgn KMS tdk dpt dikreditkan (Pasal 10 PMK-163/PMK.03/2012)

D092

AKTIVA YG MNR TUJUAN SEMULA TDK UTK DIPERJUALBELIKAN


Dasar Hukum:
Pasal 16D UU PPN
Ketentuan 1 Jan 1995 s.d. 31 Mar 2010:
PPN dikenakan atas penyerahan aktiva oleh PKP yg mnr tujuan semula aktiva tsb tdk utk
diperjualbelikan, sepanjang PPN yg dibayar pd saat perolehannya dpt dikreditkan.
Kesimpulan :
Penyerahan aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan dikenakan PPN dgn syarat:
1. Yg menyerahkan sdh dikukuhkan sbg PKP
2. Pd saat memperoleh aktiva dimaksud "membayar PPN" (bukan seharusnya membayar)
3. PPN yg dibayar mrp PM yg dpt dikreditkan (bukan tlh dikreditkan)
Ketentuan sejak 1 Apr 2010:
PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yg PM- nya tdk dpt dikreditkan sesuai
Pasal 9 ayat (8) huruf b & c UU PPN.
Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN:
Pengkreditan PM tdk dpt diberlakukan bagi pengeluaran utk perolehan BKP/JKP yg tdk
mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan usaha
Pasal 9 ayat (8) huruf c UU PPN:
Pengkreditan PM tdk dpt diberlakukan bagi pengeluaran utk perolehan dan pemeliharaan
kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali mrp barang dagangan atau
disewakan.
Kesimpulan:
Penyerahan aktiva yg mnr tujuan semula tdk utk diperjualbelikan dikenakan PPN dgn syarat:
1. Yg menyerahkan sdh dikukuhkan sbg PKP
2. Aktiva yg diserahkan adalah aktiva yg mempunyai hubungan lsg dgn kegiatan usaha
3. Aktiva yg diserahkan adalah bukan berupa sedan dan station wagon, kecuali apabila sedan atau
station wagon tsb mrp barang dagangan atau disewakan
Pasal 9 ayat (8) huruf c UU 18 Thn 2000
PM tdk dpt dikreditkan mnr cara sebagaimana
diatur dlm ayat (2) bagi pengeluaran utk perolehan
dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan,
jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali mrp
barang dagangan atau disewakan

Pasal 9 ayat (8) huruf c UU 42 Thn 2009


Pengkreditan PM sebagaimana dimaksud pd
ayat (2) tdk dpt diberlakukan bagi pengeluaran
utk perolehan dan pemeliharaan kendaraan
bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali mrp barang dagangan atau disewakan

D101

Station Wagon Mnr Wikipedia


a:
"A station wagon or estate car is
i a body style variant o
of a sedan/saloon with its
i roof extended rearw
ward
over a shared passenger/cargo
o volume with access a
at the back via a third or
o fifth door (the liftgate
e or
tailgate), instead of a trunk lid. The body style transfo
orms a standard three-b
box design into a two-b
box
design to include an A, B & C-pillar, as well as a D pillar. Station wagonss feature flexibility to alllow
configura
ations that either favor passenger
p
or cargo volu
ume, e.g., fold-down rea
ar seats."
Mnr definisi tsb dpt dipahami bahwa
b
sebuah mobil sttation wagon pd dasarnya mrp variant dari je
enis
sedan, dgn
d atap diperpanjang ke
k belakang melampauii ruang penumpang dan
n kargo/barang, dgn aksses
di belaka
ang melalui pintu ketiga
a atau kelima (pintu-eko
or/tail-gate), bukan darii bagasi. Pd gambar di kiri
bawah adalah
a
jenis sedan dima
ana badan mobil terdiri atas 3 kotak (pd gamb
bar dibedakan dgn warrna)
yaitu ba
agian depan (ruang mesin), bagian tenga
ah (ruang penumpang
g) dan bagian belaka
ang
(bagasi/k
kargo). Sedang station wagon adalah gambar yg tengah, dimana bad
dannya hanya terdiri da
ari 2
kotak yaitu bagian depan (ruang
g mesin) dan bagian be
elakang (ruang penumpang dan kargo/barang).
ary:
Station Wagon Mnr The Amerrican Heritage Dictiona
"a
"an automobile with one or more rows of fold
ding
orr removable seats be
ehind the driver and no
lu
uggage compartment but
b
an area behind the
se
eats into which suitcasses, parcels, etc., can be
lo
oaded through a tailgate
e."
Definisi dari The American Heritage Dictionary lbh
m
memperjelas gambaran
n akan sebuah stattion
w
wagon, dimana digam
mbarkan bahwa stattion
w
wagon adalah sebuah mobil
m
dgn 1 atau lbh ba
aris
ku
ursi yg dpt dilipat atau dilepas di belakang so
opir
da
an tdk ada ruang baga
asi (seperti pd sedan) tapi
t
se
ebuah ruang di belaka
ang kursi di mana kop
per,
pa
aket, dan lain-lain, dp
pt dimuat melalui sebu
uah
piintu belakang.
Penggunaan Istilah Station Wagon dan
d
Perkembangannya:
"S
Station wagon" atau "wa
agon" adalah istilah yg scr
um
mum digunakan dlm bahasa Inggris di AS,
A
Australia, Kanada dan Selandia Baru. Seda
ang
"e
estate car" atau "estate" adalah umum digunakkan
dii Inggris. Pabrikan-pa
abrikan mobil dunia tlh
memasa
arkan body-style wagon
n dgn istilah yg bermaccam-macam, misalnya
a Audi dgn "Avant", BM
MW
dgn "Tou
uring", Citroen dgn "Break", Volkswagen dgn
n "Variant", Opel dgn "Caravan", Wartburg dgn
d
"Tourist", Fiat dgn "Weekend", Mazda
M
dgn "Estate", se
erta pabrikan lainnya dgn istilah yg berbeda pula.
Persama
aan dan Perbedaan Sttation Wagon dgn Hattchback:
Persama
aan antara Station wag
gon dgn Hatchback ada
alah keduanya mempun
nyai desain konfigurasii yg
sama ya
aitu 2 kotak, kotak bag
gian depan adalah
ruang mesin
m
dan kotak belakang adalah ruang
penumpa
ang dan kargo/barang dlm 1 ruang, serta
terdapat pintu belakang utk akkses kargo/barang.
Disampin
ng mempunyai persa
amaan, keduanya
juga mem
mpunyai sedikit perbeda
aan yg a.l.:
1. Rua
ang Kargo/barang. Ruang
R
kargo pd
stattion wagon lbh luas dgn
n jendela pd ruang
karg
go juga lbh luas, sedang
g pd hatchback relatif lb
bh sempit dan jendela yg
y minim, bahkan mung
gkin
tanp
pa jendela samping di area
a
kargo.
2. Kurs
si. Pd station wagon mempunyai 2 atau 3 barris kursi penumpang se
edang pd hatchback han
nya
1 attau 2 baris kursi saja.
3. Sus
spensi Belakang. Suspe
ensi belakang pd statio
on wagon pd umumnya didesain dgn suspensii yg

D102
2

4.

lbh memungkinkan utk mengangkut beban tambahan dibanding dgn hatchback.


Pintu Belakang. Pintu belakang pd hatchback biasanya didesain dgn fitur pintu berengsel dibuka
ke atas (top-hinged liftgate) atau kombinasi dgn pintu dibuka ke bawah utk akses ke ruang
kargo/barang.

Spesifikasi Station Wagon:


Dpt disimpulkan bahwa station wagon adalah sebuah mobil dgn spesifikasi:
1. Konfigurasi badan mobil terdiri 2 kotak (two-box) yaitu kotak depan (ruang mesin) dan kotak
belakang (ruang penumpang dan kargo/barang menyatu dlm 1 ruang), bukan 3 kotak (three-box)
sebagaimana sedan.
2. Mempunyai akses keruang penumpang/kargo melalui pintu belakang (bukan bagasi)
3. Mempunyai 2 atau 3 baris kursi penumpang
Hatchback mempunyai spesifikasi mirip dgn station wagon, hanya size dan volume badan (body) relatif
lbh kecil, shg kita kategorikan juga sbg station wagon.
Mengidentifikasi Mobil di Pasar Indonesia:
Berdasarkan spesifikasi yg sdh disebutkan di atas, utk mobil yg dipasarkan di Indonesia:
keluaran Toyota, yg memenuhi kriteria sbg station wagon a.l.: Avanza, Innova, Rush, Fortuner,
Previa, Land Cruiser dan Alphard.
keluaran Suzuki, a.l.: Aerio, Escudo, Vitara, Karimun dan Katana.
keluaran Honda, a.l.: CRV, Odyssey dan Freed.
keluaran Hyundai, a.l.: Tucson, H-1, dan Santa Fee.
Adapun utk Jazz (Honda), Yaris (Toyota), X-Over (Suzuki), Aveo (Hyundai), dan yg sejenisnya
mempunyai spesifikasi sbg hatchback, mrp station wagon dgn ukuran relatif lbh kecil.
Sumber:
http://pajakita.blogspot.com/2010/09/mencoba-mendefinisikan-kendaraan.html
(dgn perubahan seperlunya)

D103

TOKO BEBAS BEA


Dasar Hukum:
PP 32 Thn 2009 ttg Tempat Penimbunan Berikat
PMK-37/PMK.04/2013 (tanggal 27 Feb 2013) ttg Toko Bebas Bea
Definisi:
Toko Bebas Bea: Tempat Penimbunan Berikat utk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal
Daerah Pabean utk dijual kpd orang tertentu. (Pasal 1 butir 5 PP 32 Thn 2009)
Perlakuan Perpajakan
(Pasal 30 PP 32 Thn 2009)
a. Barang yg dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Toko Bebas Bea:
Diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
Tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor.
b. Barang yg dimasukkan dari Gudang Berikat ke Toko Bebas Bea:
Diberikan penangguhan Bea Masuk; dan/atau
Tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor.
Pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat FP yg dibubuhi
cap "PPN atau PPN dan PPnBM tdk dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 Tahun 2009."
c. Barang yg dimasukkan dari tempat lain dlm daerah pabean ke Toko Bebas Bea tdk dipungut PPN
atau PPN dan PPnBM.
Pengusaha di tempat lain dlm daerah pabean wajib membuat FP yg dibubuhi cap "PPN atau PPN
dan PPnBM tdk dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 Tahun 2009"
Ketentuan Lain:
a. Toko Bebas Bea dpt berlokasi di: (Pasal 29 PP 32 Thn 2009)
1. Terminal keberangkatan bandar udara internasional di kawasan pabean;
2. Pelabuhan utama di kawasan pabean;
3. Tempat transit pd terminal keberangkatan bandar udara internasional yg mrp tempat khusus bagi
penumpang transit tujuan LN di kawasan pabean;
4. Pelabuhan utama yg mrp tempat khusus bagi penumpang transit tujuan LN di kawasan pabean;
atau
5. Dlm kota.
b. Orang yg berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yg berlokasi di kawasan pabean sebagaimana
dimaksud dlm angka 1-4 dgn tdk dipungut Bea Masuk & tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor
1. Orang yg bepergian ke LN; atau
2. Penumpang yg sedang transit di kawasan pabean.
(Pasal 32 ayat (1) PP 32 Thn 2009)
Orang yg berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yg berlokasi di dlm kota dgn mendapatkan
pembebasan Bea Masuk & tdk dipungut Pajak Dlm Rangka Impor:
Anggota korps diplomatik yg bertugas di Indonesia beserta keluarganya yg berdomisili di
Indonesia berikut lembaga diplomatik;
Pejabat/tenaga ahli yg bekerja pd Badan Internasional di Indonesia yg memperoleh kekebalan
diplomatik beserta keluarganya; dan
Turis asing yg akan keluar dari Daerah Pabean.
(Pasal 32 ayat (2) PP 32 Thn 2009)
c. Pengusaha Toko Bebas Bea wajib meneliti & mendata orang yg membeli barang di Toko Bebas Bea
yg diusahakannya.

D111

VAT REFUND BAGI TURIS ASING


Dasar Hukum:
Pasal 17 E UU KUP
Pasal 16E UU PPN
PMK-76/PMK.03/2010 jo PMK-18/PMK.03/2011 jo PMK-100/PMK.03/2013 ttg Tata cara pengajuan &
penyelesaian permintaan kembali PPN barang bawaan OP pemegang paspor LN
PER-28/PJ/2013 (berlaku sejak tanggal 5 Juli 2013) ttg Tata cara pendaftaran & kewajiban PKP toko
retail serta pengelolaan administrasi pengembalian PPN kpd OP pemegang paspor LN mencabut
PER-20/PJ/2010, KEP-347/PJ/2010, KEP-386/PJ//2010 dan KEP-156/PJ/201011)
SE terkait:
SE-39/PJ/2013 (berlaku sejak tanggal 5 Juli 2013) ttg Tata cara pengembalian & pengelolaan
administrasi PPN kpd OP pemegang paspor LN mencabut SE-47/PJ/2010
Daftar Bandar Udara di Indonesia Terkait VAT Refund for Tourist:
Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta (sejak 1 April 2010) KMK-141/KMK.03/2010
Bandar Udara Ngurah Rai, Denpasar (sejak 1 April 2010) KMK-141/KMK.03/2010
Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta (sejak 1 Jan 2011) KMK-427/KMK.03/2010
Bandar Udara Internasional Polonia, Medan (sejak 1 Sept 2011) KMK-287/KMK.03/2011
Sejak 24 Jul 13, VAT Refund Counter di Polonia, Medan dihentikan dan dipindahkan ke Bandara
Udara Internasional di Kualanamu, Medan
Bandar Udara Internasional Juanda, Surabaya
Ketentuan dlm Pengembalian PPN kpd Turis Asing:
1. Subjek VAT Refund
PPN yg sdh dibayar oleh OP pemegang paspor LN atas perolehan Barang Bawaan dari Toko Retail
sejak 1 Apr 2010 dpt dikembalikan kpd OP tsb. (Pasal 2 ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
Turis asing (OP pemegang paspor LN): OP yg memiliki paspor yg diterbitkan oleh negara lain dan
memenuhi syarat sbb: (Pasal 1 angka 1 PMK-100)
a. Bukan WNI atau bukan permanent resident of Indonesia, yg tinggal atau berada di Indonesia tdk
lebih dari 2 bulan sejak tanggal kedatangan; dan/atau
b. Bukan kru dari maskapai penerbangan
2. Objek VAT Refund
PPN atas perolehan barang bawaan yg tdk bisa diminta kembali adalah PPN atas perolehan: (Pasal 3
ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
a. Makanan, minuman, produk-produk tembakau;
b. Senjata api dan bahan peledak; dan
c. Barang yg dilarang dibawa ke dlm pesawat.
Barang Bawaan: BKP yg dibeli oleh OP dari Toko Retail dan dibawa keluar Daerah Pabean oleh yg
bersangkutan dgn menggunakan moda transportasi pesawat udara, melalui bandar udara. (Pasal 1
angka 2 PMK-100/PMK.03/2013)
3. Syarat VAT Refund
OP dpt mengajukan permohonan pengembalian PPN atas pembelian BKP di Toko Retail dgn
syarat: (Pasal 6 ayat (1) PMK-76/PMK.03/2010)
a. Nilai PPN paling sedikit Rp 500 ribu; dan
b. Pembelian BKP dilakukan dlm jangka waktu 1 bulan sbl keberangkatan ke luar Daerah
Pabean.
PPN yg dpt diminta kembali adalah PPN yg tercantum dlm 1 FP Khusus dari 1 Toko Retail pd 1
tanggal yg sama. (Pasal 6 ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
FP Khusus: FP yg dilampiri dgn cash register/struk pembayaran/invoice sbg 1 kesatuan yg tdk
terpisahkan, yg diterbitkan oleh PKP Toko Retail atas pembelian Barang Bawaan yg PPN-nya akan
diminta kembali oleh OP. (Pasal 1 angka 10 PMK-100/PMK.03/2013)
4. PKP Toko Retail menyampaikan SPT Masa PPN atas slr penyerahan BKP yg dilakukannya, termasuk
penyerahan Barang Bawaan kpd OP pemegang paspor LN (Pasal 5 PMK-76/PMK.03/2010)

D121

Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengembalian PPN oleh OP Pemegang Paspor LN & Kewajiban
PKP Toko Retail:
1. Permintaan pengembalian PPN atas pembelian Barang Bawaan dilakukan oleh OP pemegang paspor
LN dgn terlebih dahulu memberitahukan kpd Toko Retail dan menunjukkan Paspor LN yg
dipegangnya. (Pasal 1 ayat (1) PMK-100/PMK.03/2013)
Yg dilakukan PKP Toko Retail:
a. Kewajiban PKP Toko Retail: (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
Menempelkan/memasang logo "VAT REFUND" pd Toko Retail tsb;
Logo "VAT REFUND" ini diadakan sendiri oleh Toko Retail (contoh pd Lamp II PER28/PJ/2013)
Menyediakan informasi mengenai pengembalian PPN kpd OP dlm bentuk antara lain seperti
brosur / papan pengumuman; dan
Menerbitkan FP Khusus atas pembelian Barang Bawaan dlm rangkap 3 dgn peruntukan sbg
berikut:
Lembar ke-1, utk OP
Lembar ke-2, utk Unit Pelaksana Restitusi PPN Bandar Udara melalui OP
Lembar ke-3, utk arsip Toko Retail
b. Ketentuan terkait penerbitan FP Khusus:
Dilakukan melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists (http://vatrefund.pajak.go.id) dan
Memenuhi ketentuan dlm Pasal 13 ayat (5) & (8) UU PPN, dgn ketentuan pengisian:
Pd kolom "NPWP" diisi dgn nomor paspor OP sesuai yg tercantum dlm paspornya; dan
Pd kolom "alamat pembeli" diisi dgn alamat lengkap OP sesuai yg tercantum dlm
paspornya.
Penerbitan FP Khusus yg tdk memenuhi persyaratan di atas dianggap bukan sbg permohonan
pengembalian PPN kpd OP shg tdk dpt dipertimbangkan). (Pasal 7 ayat (2) & (3) PER28/PJ/2013)
c. Dlm hal Aplikasi VAT Refund for Tourists dlm kondisi offline, Toko Retail dpt menerbitkan FP
Khusus manual dgn format Lamp I PMK-100/PMK.03/2013 dan peruntukan sesuai dgn ketentuan,
dan hrs segera menginput semua data yg ada pd FP Khusus manual tsb ke dlm Aplikasi VAT
Refund for Tourists apabila tlh online kembali. (Pasal 7 ayat (5) PER-28/PJ/2013)
d. FP Khusus ini dpt berfungsi sbg surat permohonan pengembalian PPN dgn membubuhi
tanda pd kolom permohonan pengembalian PPN yg dibubuhi tanda tangan OP pemegang paspor
LN, dan kasir Toko Retail yg diberi stempel Toko Retail. (Pasal 4 ayat (4) PMK100/PMK.03/2013)
2. Stl mendapatkan FP Khusus dari Toko Retail, OP pemegang paspor LN melakukan permintaan
kembali PPN pd saat OP tsb meninggalkan Indonesia melalui bandar udara. (Pasal 7 ayat (1) PMK76/PMK.03/2010)
3. OP menyampaikan FP Khusus kpd Dirjen Pajak melalui Unit Pelaksana Restitusi PPN Bandar Udara,
dgn menunjukkan: (pasal 7 ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
a. Dokumen pendukung yg meliputi:
Paspor LN; dan
Tiket atau pas (boarding pass) naik pesawat utk keberangkatan OP ke luar Daerah Pabean.
b. Barang Bawaan yg PPN atas perolehannya dimintakan kembali.
Tata Cara Pengajuan Permohonan utk Mendapatkan Surat Penunjukan PKP Toko Retail:
1. PKP Toko Retail yg ingin ikut dlm skema pengembalian PPN kpd OP hrs terlebih dahulu mengajukan
permohonan utk mendapatkan SK penunjukan PKP Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund
for Tourists. (Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
2. Dlm hal PKP Toko Retail melakukan pemusatan PPN terutang, maka:
a. Permohonan tsb diajukan oleh PKP Toko Retail tempat PPN terutang dipusatkan; dan
b. PKP Toko Retail wajib mendaftarkan slr cabang yg tertera pd SK Pemusatan PPN-nya.
3. Yg dilakukan KPP stl memperoleh permohonan dari PKP Toko Retail:
a. Ketentuan terkait SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat
pemberitahuan penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail:
Penerbitan paling lama 10 hari kerja sejak permohonan disampaikan dgn menggunakan
format Lamp I.1 /I.2/I.3 PER-28/PJ/2013.

D122

4.

5.
6.
7.
8.
9.

10.

Hrs disampaikan oleh KPP kpd PKP Toko Retail melalui pos tercatat, perusahaan jasa
ekspedisi, atau jasa kurir dgn bukti pengiriman surat ke alamat WP yg tercantum pd Master
File Nasional DJP.
b. Kemudian KPP menginput nomor bukti pengiriman, tanggal pengiriman dan jenis jasa pengiriman
SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan
penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail ke dlm Aplikasi VAT Refund for Tourists, stl
melakukan pengiriman surat.
c. Dlm hal SK penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan
penolakan penunjukan sbg PKP Toko Retail kembali pos (kempos), maka KPP hrs
memberitahukan informasi tsb kpd PKP Toko Retail melalui e-mail PKP Toko Retail.
d. PKP Toko Retail dpt mengajukan permohonan kembali stl menyampaikan surat pemberitahuan
perubahan alamat ke KPP sesuai dgn prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
PKP Toko Retail yg sdh mendapatkan PIN wajib melakukan aktivasi melalui Aplikasi VAT Refund for
Tourists paling lama 30 hari kalender sejak tanggal diterbitkannya surat pemberitahuan PIN oleh KPP
tempat PPN terutang. (Pasal 4 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
dgn cara memasukkan NPWP, PIN dan alamat e-mail PKP Toko Retail sebagaimana pd saat
melakukan pendaftaran.
Kantor Pusat DJP melalui sistem VAT Refund mengirim User ID dan Password PKP Toko Retail ke
alamat e-mail PKP Toko Retail stl PKP melakukan aktivasi.
PKP Toko Retail melakukan pendaftaran Toko Retail dgn memasukkan User ID Login Toko, Nama
Toko dan Nomor Telepon.
Kantor Pusat DJP melalui sistem VAT Refund mengirim User ID & Password utk Toko Retail ke
alamat e-mail PKP
PKP Toko Retail hanya dpt mengubah password, sementara PIN & User ID tdk bisa.
Dlm hal PKP Toko Retail lupa password, PKP Toko Retail dpt melakukan reset password dgn klik lupa
password pd halaman login aplikasi. Dlm hal Toko Retail lupa password, Toko Retail meminta PKP
Toko Retail utk melakukan reset password Toko Retail melalui menu reset password Toko.
Dlm hal PKP Toko Retail tlh mendapatkan PIN tetapi tdk melakukan aktivasi sampai batas waktu yg
ditentukan atau PIN hilang sbl PKP Toko Retail melakukan aktivasi, maka PKP Toko Retail dpt
mengajukan kembali permohonan PIN (Pasal 4 ayat (2) PER-28/PJ/2013)

Ketentuan Terkait Kondisi Tertentu:


1. Dlm Hal PKP Toko Retail Pindah Alamat:
Dlm hal PKP Toko Retail yg sdh mendapatkan PIN pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan
atau tempat kegiatan usaha ke wilayah KPP lain atau terjadi perubahan status perusahaan yg
mengakibatkan KPP tempat WP terdaftar hrs berubah, maka PKP Toko Retail tsb hrs mengajukan
permohonan kembali utk mendapatkan SK penunjukan PKP Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT
Refund for Tourists. (Pasal 6 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
2. Dlm Hal PKP Toko Retail Memperoleh SK Pemusatan PPN Terutang yg Baru:
Dlm hal PKP Toko Retail yg tlh melakukan pemusatan PPN terutang dan yg sdh mendapatkan
PIN memperoleh SK Pemusatan Tempat PPN Terutang yg baru, dan cabang pd SK Pemusatan
Tempat PPN Terutang yg baru berbeda dgn cabang pd SK Pemusatan Tempat PPN Terutang yg
lama, maka PKP Toko Retail hrs melakukan update SK Penunjukan PKP Toko Retail sebelumnya dgn
memasukkan SK Pemusatan Tempat PPN Terutang yg baru melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists
(Pasal 6 ayat (2) huruf a PER-28/PJ/2013)
3. Dlm Hal PKP Toko Retail Melakukan Pemindahan Tempat Pemusatan PPN Terutang yg Baru:
Dlm hal PKP Toko Retail yg tlh melakukan pemusatan PPN terutang dan yg sdh mendapatkan PIN
melakukan pemindahan tempat pemusatan PPN terutang, maka PKP Toko Retail hrs mengajukan
permohonan penghapusan SK penunjukan PKP Toko Retail dan PIN sebelumnya ke KPP tempat
PPN terutang yg lama, dan mengajukan permohonan kembali utk mendapatkan SK penunjukan PKP
Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists (Pasal 6 ayat (2) huruf b PER28/PJ/2013)
Mekanisme Pengembalian Klaim VAT Refund:
1. Scr tunai (Rp), dgn ketentuan:
a. Nilai yg dikembalikan tdk melebihi Rp 5 juta; atau

D123

b.

Melebihi 5 juta, namun turis yg mengajukan klaim tdk dpt menyediakan informasi utk
pengembalian transfer atau memang ybs tdk menghendaki pengembalian scr transfer, maka nilai
yg dikembalikan hanya seb Rp 5 juta sedangkan selisihnya tdk dikembalikan.
2. Scr transfer, apabila nilai yg diajukan pengembalian > Rp 5 juta
Informasi yg hrs tercantum pd Nota Persetujuan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN adalah
nama, nomor rekening, nama bank tujuan transfer, dan mata uang yg diinginkan.
Transfer dilakukan paling lama 1 bulan sejak klaim disampaikan.
Format Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, format SKPKPP, format SPMKP
sejak 60 hari stl tanggal 24 Jan 2011 menggunakan format yg diatur di PMK-18/PMK.03/2011.

D124

Contoh FP Khusus (Lamp I PMK-76/PMK.03/2010)


FAKTUR PAJAK KHUSUS/TAX INVOICE
XXX-XX-XX-00000001............... (1)
(Tangga/Date dd-mm-yy) (2)

PENGUSAHA KENA PAJAK


TAXABLE PERSON FOR VAT PURPOSES

: ........................................................................ (3)

NPWP
TAXPAYER IDENTITY NUMBER

: ........................................................................ (4)

ALAMAT
ADDRESS

: ......................................................................... (5)

NAMA
TOURIST NAME

: ......................................................................... (6)

NOMOR PASPOR
Passport No.

: ......................................................................... (7)

ALAMAT
ADDRESS

: ......................................................................... (8)

Total Pembayaran/Total Paid PPN/VAT (10/110)

........ (9)
........ (10)
Telah dilayani oleh :
/ You have been attended by

............................. (11)
Pernyataan Toko Retail/ Toko Retail's Declaration
Saya menyatakan bahwa turis telah melakukan pembelian barang dan berhak untuk meminta pengembalian
restitusi Pajak Pertambahan Nilai (/declared that tourist has purchased the goods and is entitled to claim for
a refund)
Pernyataan Turis/ Tourist's Declaration
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya memenuhi kriteria dan persyaratan untuk mengajukan permohonan
pengembalian PPN sesuai dengan skema restitusi PPN turis asing. Saya menyatakan bahwa saya
memahami kriteria dan persyaratan yang telah diberitahukan kepada saya. Saya akan mengizinkan DJP
untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan barang bawaan saya.
( I hereby declare that I meet the eligibility criteria and will comply with the conditions and requirements for
claiming VAT refund under the tourist refund scheme. I confirm that I fully understand the eligibility criteria,
conditions and requirements which have been made known to me. I will allow DGT to inspect my good)
Mengajukan pengembalian
/apply for refund
..................... (12)
tanda tangan turis
/tourist signature

Tanda tangan Penjual dan Stempel


/Toko Retail's Signature & Stamp

(Nama/Name) ..................... (13)

(Nama) ............................... (14)

D125

Petunjuk Pengisian FP Khusus


No.

Uraian Isian

Diisi dgn Kode & Nomor Seri FP dgn menggunakan Kode Transaksi 06 dan Nomor Urut mulai
dari 00000001
Diisi tanggal transaksi yg tertera pd cash register/struk pembayaran/invoice
Diisi nama PKP
Diisi NPWP
Diisi Alamat Toko Retail
Diisi Nama Turis
Diisi Nama Paspor Turis
Diisi Alamat Turis
Diisi Total Pembayaran diinput dari grand total pd cash register/struk pembayaran/invoice yg
terlampir
Diisi Jml PPN (10/110 x total pembayaran)
Diisi Nama Kasir
Diisi tanda centang (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
Diisi nama & tanda tangan turis (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)
Diisi nama, tanda tangan dan stempel Penjual (diisi dlm hal jml PPN Rp 500 ribu atau lebih)

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

D126

PEMUNGUT PPN
Dasar Hukum:
KMK-563/KMK.03/2003
PMK-73/PMK.03/2010
PMK-85/PMK.03/2012jo PMK 136/PMK.03/2012
Pemungut PPN:
1. Bendaharawan Pemerintah & KPKN (KMK-563/KMK.03/2003)
2. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan kontraktor atau pemegang
kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi (PMK-73/PMK.03/2010)
3. BUMN (PMK-85/PMK.03/2012jo PMK 136/PMK.03/2012)
PEMUNGUT BUMN
Kondisi PPN atau PPnBM Tdk Dipungut oleh BUMN: (Pasal 5 PMK 85/PMK.03/2012)
a. Pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp10 juta termasuk jml PPN atau PPN & PPnBM yg
terutang dan tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah
b. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg mnr ketentuan perpu di bidang perpajakan
mendapat fasilitas PPN tdk dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN
c. Pembayaran atas penyerahan BBM dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero)
d. Pembayaran atas rekening telepon
e. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan
f. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang dan/atau jasa yg mnr ketentuan perpu di bidang
perpajakan tdk dikenai PPN atau PPN & PPnBM
PPN atau PPN & PPnBM yg terutang (huruf a-e di atas) dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan
sesuai dgn peraturan perpu di bidang perpajakan.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atau PPnBM oleh BUMN:
1. Tata Cara Pemungutan & Penyetoran:
a. Rekanan wajib membuat FP dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kpd BUMN.
b. FP sesuai dgn ketentuan di bidang perpajakan.
c. SSP diisi dgn membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, dan penandatanganan SSP tsb
dilakukan oleh BUMN sbg penyetor atas nama Rekanan.
d. Dlm hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan hrs
mencantumkan juga jml PPnBM yg terutang pd FP.
e. FP dibuat dlm rangkap 2 dgn peruntukan:
lembar ke-1: utk BUMN
lembar ke-2: utk Rekanan
f. SSP dibuat dlm rangkap 4 dgn peruntukan:
lembar ke-1: utk Rekanan;
lembar ke-2: utk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
lembar ke-3: utk Rekanan yg dilampirkan pd SPT Masa PPN; dan
lembar ke-4: utk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
g. BUMN yg melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM hrs membubuhkan cap "Disetor
Tanggal ....... " dan menandatanganinya pd FP.
h. FP dan SSP mrp bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN & PPnBM.
2. Tata Cara Pelaporan:
a. Pelaporan dilakukan setiap bulan dan disampaikan ke KPP tempat BUMN terdaftar paling lama
akhir bulan berikutnya stl berakhirnya Masa Pajak, dgn menggunakan formulir "SPT Masa PPN
bagi Pemungut PPN".
b. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib dilampiri dgn daftar nominatif FP dan SSP sesuai
format dlm Lampiran PMK 85/PMK.03/2012 jo PMK 136/PMK.03/2012

D131

PEMUNGUT BENDAHARAWAN PEMERINTAH


Kondisi PPN atau PPnBM Tdk Dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah: (Pasal 5 KMK563/KMK.03/2003)
a. Pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta dan tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah;
b. Pembayaran utk pembebasan tanah;
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg mnr ketentuan perpu yg berlaku, mendapat
fasilitas PPN tdk dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
d. Pembayaran atas penyerahan BBM dan Bukan BBM oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;
e. Pembayaran atas rekening telepon;
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
g. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang atau jasa yg mnr ketentuan Perpu yg berlaku tdk
dikenakan PPN.
PPN dan PPnBM yg terutang sehubungan dgn pembayaran yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta,
dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dgn ketentuan yg berlaku umum.
Tata Cara Pemungutan, Pemyetoran, dan Pelaporan PPN atau PPnBM oleh Bendahara Pemerintah:
1. Tata Cara Pemungutan:
a. Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jml pembayaran yg dilakukan oleh Bendaharawan
Pemerintah atau jml pembayaran yg dilakukan oleh KPKN dlm SPM.
b. Jml PPN atau PPnBM yg Dipungut
1) Dlm hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jml PPN yg dipungut adalah 10/110
bagian dari jml pembayaran.
Contoh :
Jml pembayaran
Rp 11 juta
Jml PPN : 10/110 x Rp 11 juta
Rp 1 juta
Sisa yg dibayarkan kpd PKP rekanan: (Rp 11 juta Rp 1 juta)
Rp 10 juta
2) Dlm hal penyerahan BKP yg tergolong mewah dari pengusaha yg menghasilkan BKP yg
tergolong mewah tsb, di samping terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jml PPN dan
PPnBM yg dipungut:
Dlm hal terutang PPnBM seb 20%, maka jml PPN yg dipungut seb 10/130 bagian dari jml
pembayaran sedangkan jml PPnBM yg dipungut seb 20/130 bagian dari jml pembayaran.
Contoh: PPnBM dgn tarif 20%
Jml pembayaran
Rp 13 juta
Jml PPN yg dipungut: (10/130 x Rp 13 juta)
Rp 1 juta
Jml PPnBM yg dipungut: (20/130 x Rp 13 juta)
Rp 2 juta
Sisa yg dibayarkan kpd PKP rekanan: Rp 13 juta - (Rp 1 juta + Rp 2 juta) = Rp10 juta
3) Dlm hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp 1 juta dan tdk mrp jml yg terpecah-pecah,
maka PPN dan PPn BM tdk perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah. Batas jml
pembayaran seb Rp 1 juta tsb hendaknya diartikan termasuk PPN dan PPn BM.
Contoh 1:
Harga Jual
Rp 900 ribu
PPN: 10% x Rp 900 ribu
Rp 90 ribu
PPnBM (Misal terutang dgn tarif 20%)
Rp. 180 ribu
Harga Jual termasuk PPN dan PPnBM
Rp. 1,17 juta
Meskipun Harga Jual Rp 900 ribu tetapi krn pembayaran termasuk PPN dan PPnBM
berjumlah Rp 1,17 juta (di atas Rp 1 juta), maka PPN dan PPnBM yg terutang hrs dipungut
oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN.
Contoh 2:
Harga Jual
Rp 800 ribu
PPN: 10% x Rp 800 ribu
Rp 80 ribu
PPnBM (Misal terutang dengan tarif 10%)
Rp
80 ribu
Harga Jual termasuk PPN dan PPnBM
Rp 960 ribu
Krn Harga Jual termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp 960 ribu (<Rp 1 juta), maka PPN
dan PPnBM yg terutang tdk perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPKN, tetapi
hrs dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan FP tetap hrs dibuat.
2. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran:

D132

a.

3.

PKP rekanan Pemerintah membuat FP dan SSP pd saat menyampaikan tagihan kpd
Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik utk sebagian maupun slr pembayaran.
b. SSP pd huruf a diisi dgn membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yg
bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau
KPKN sbg penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
c. Dlm hal penyerahan BKP tsb terutang PPnBM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan jml
PPnBM yg terutang pd FP.
d. FP pd huruf a dibuat dlm rangkap 3:
lembar ke-1 utk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sbg Pemungut PPN
lembar ke-2 utk arsip PKP rekanan Pemerintah
lembar ke-3 utk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN
e. Dlm hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP pd huruf a dibuat dlm rangka 5. Stl
PPN dan atau PPnBM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tsb
diperuntukkan sbg berikut:
lembar ke-1 utk PKP Rekanan Pemerintah
lembar ke-2 utk KPP melalui KPKN
lembar ke-3 utk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pd SPT Masa PPN
lembar ke-4 utk Bank Persepsi atau Kantor Pos
lembar ke-5 utk pertinggal Bendaharawan Pemerintah
f. Dlm hal pemungutan oleh KPKN, SSP pd huruf a dibuat dlm rangkap 4 yg @ diperuntukkan sbg
berikut:
lembar ke-1 utk PKP Rekanan Pemerintah
lembar ke-2 utk KPP melalui KPKN
lembar ke-3 utk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pd SPT Masa PPN
lembar ke-4 utk pertinggal KPKN
g. Pd lembar FP pd huruf d oleh Bendaharawan Pemerintah yg melakukan pemungut wajib dibubuhi
cap "Disetor tanggal ..............." dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
h. Pd setiap lembar FP pd huruf d dan SSP pd huruf f oleh KPKN yg melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
i. SSP lembar ke-1 dan ke-2 pd huruf f dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN.
j. FP dan SSP mrp bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPnBM.
Tata Cara Pelaporan:
a. Bendaharawan Pemerintah
Bendaharawan Pemerintah yg melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM
diwajibkan melaporkan PPN dan PPnBM yg tlh dipungut dan disetor, setiap bulan ke KPP tempat
Bendaharawan Pemerintah terdaftar dgn menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa bagi
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai" yg dibuat dlm rangkap 3 paling lambat 20 hari stl
berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan, yg @ diperuntukkan sbg berikut:
lembar ke-1, dilampiri FP lembar ke-3 utk KPP
lembar ke-2, utk KPKN
lembar ke-3, utk arsip Bendaharawan Pemerintah
b. KPKN
KPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 FP yg tlh dibubuhi catatan nomor dan
tanggal advis kpd KPP dgn Surat Pengantar.
Dlm hal tdk ada FP yg disampaikan pd hari itu, Surat Pengantar tetap dibuat dgn catatan
"Faktur Pajak NIHIL".

D133

PEDOMAN PENGKREDITAN PM

A. BAGI PKP YG PEREDARAN USAHANYA TDK MELEBIHI JML TERTENTU


Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat (7) & (7b) UU PPN
PMK-74/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010)
Yg Dpt Menggunakan Pedoman Pengkreditan PM:
Semua PKP dgn jml peredaran bruto < Rp 1,8 M dlm 1 thn (tdk melihat apakah PKP Badan/OP
atau sdh pembukuan/masih pencatatan). (Pasal 2, Pasal 3 ayat (2) PMK-74/PMK.03/2010)
PKP dpt menggunakan mekanisme ini bila memenuhi syarat: (Pasal 3 ayat (1) PMK74/PMK.03/2010)
1. Peredaran usaha 2 thn buku (thn kalender bagi PKP OP Pencatatan) sbl-nya < Rp 1,8 M utk
setiap 1 thn buku, atau
2. WP yg baru dikukuhkan sbg PKP
PKP hrs menyampaikan pemberitahuan tertulis paling lama pd:
Saat batas waktu penyampaian SPT PPN Masa pertama dlm thn buku dimulainya penggunaan
pedoman, (Misalnya: Mulai thn buku 2010, PKP sdh mulai mau menggunakan pedoman
pengkreditan PM, berarti paling lambat 28 Feb 2010 sdh hrs melakukan pemberitahuan) atau
Masa pertama stl pengukuhan pertama kali (Misalnya: WP baru dikukuhkan menjadi PKP pd
bulan Mei 2010, berarti paling lambat 30 Jun 2010 PKP tsb sdh hrs menyampaikan
pemberitahuan penggunaan pedoman pengkreditan PM).
PKP tetap memungut PPN ke konsumen seb 10% dari DPP dgn ketentuan PPN Masukan yg dpt
dikreditkan:
60% dari PPN Keluaran utk penyerahan JKP
70% dari PPN Keluaran utk penyerahan BKP
PPN Masukan dari supplier tdk dpt dikreditkan di SPT Masa PPN dan juga tdk dpt dijadikan sbg
biaya pengurang pd perhitungan SPT Tahunan PPh.

Bila peredaran usaha PKP yg menggunakan pedoman pengkreditan PM tsb sdh > Rp 1,8 M maka
mulai masa berikutnya stl peredaran usahanya > Rp 1,8 M, PKP tsb sdh tdk boleh lagi
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM (Misalnya: bulan Okt, peredaran usaha
PKP A sdh mencapai Rp 1,8 M, maka mulai bulan Nov PKP A sdh tdk boleh lagi menggunakan
pedoman pengkreditan ini).
Apabila sdh tdk lagi menggunakan pedoman pengkreditan PM krn > Rp 1,8 M, bisa kembali
menggunakan pedoman pengkreditan bila memenuhi syarat kembali.
Kalau PKP yg sdh menggunakan pedoman ini ternyata memilih utk tdk lagi menggunakannya
(beralih ke mekanisme normal), penggunaan mekanisme normal hanya boleh dilakukan mulai
masa pajak pertama thn buku berikutnya tetapi tetap hrs memberitahu scr tertulis kpd kepala KPP
paling lambat pd batas waktu penyampaian SPT masa PPN masa pajak pertama thn buku
dimulainya menggunakan mekanisme normal tsb (Misalnya: Jika mulai thn buku 2010 PKP A mau
kembali menggunakan mekanisme normal, maka paling lambat tanggal 28 Feb 2010 PKP A hrs
sdh melakukan pemberitahuan ke Kepala KPP).
Penggunaan pedoman ini adalah pilihan.

D141

B. BAGI PKP YG MELAKUKAN PENYERAHAN TERUTANG DAN TDK TERUTANG/DIBEBASKAN


PPN
Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat (5) & (6) UU PPN
PMK-78/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010) jo PMK-21/PMK.011/2014 (berlaku sejak 4
Feb 2014) jo PMK-135/PMK.011/2014 (berlaku sejak 18 Juni 2014) PMK-78/PMK.03/2010
mencabut KMK-575/KMK.04/2000
PKP yg Tdk Dpt Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM Berdasarkan PMK78/PMK.03/2010: (Pasal 7 PMK-78/PMK.03/2010)
PKP yg tlh ditetapkan utk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM sesuai
ketentuan Pasal 9 ayat (7) UU PPN PKP dgn jml peredaran bruto < Rp 1,8 M dlm 1 thn
PKP yg tlh ditetapkan utk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM sesuai
ketentuan Pasal 9 ayat (7a) UU PPN PKP yg melakukan penyerahan kendaraan bermotor
bekas scr eceran atau emas perhiasan scr eceran
PM yg Dpt Dikreditkan adalah PM atas Penyerahan yg Terutang PPN:
1. Apabila dlm suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yg terutang pajak juga
melakukan penyerahan yg tdk terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yg terutang
pajak dpt diketahui dgn pasti dari pembukuannya, jml PM yg dpt dikreditkan adalah PM yg
berkenaan dgn penyerahan yg terutang pajak (Pasal 9 ayat (5) UU PPN)
Penyerahan yg terutang pajak: penyerahan barang atau jasa yg sesuai dgn ketentuan
UU PPN dikenai PPN.
Penyerahan yg tdk terutang pajak: penyerahan barang dan jasa yg tdk dikenai PPN
(Pasal 4A UU PPN) dan yg dibebaskan dari pengenaan PPN (Pasal 16B UU PPN).
(Penjelasan Pasal 9 ayat (5) UU PPN)
2. PKP yg: (Pasal 2A PMK-135/PMK.011/2014)
1) menghasilkan BKP yg atas penyerahannya termasuk dlm Penyerahan yg Tdk Terutang
Pajak; dan
2) mengolah dan/atau memanfaatkan lbh lanjut BKP pd huruf a, baik melalui unit
pengolahan sendiri maupun melalui titip olah dgn menggunakan fasilitas pengolahan
PKP lainnya shg menjadi BKP yg atas penyerahannya termasuk dlm Penyerahan yg
Terutang Pajak,
sedangkan PM utk penyerahan yg terutang pajak tdk dpt diketahui dgn pasti, PM yg sdh
dibayar dpt dikreditkan sesuai ketentuan perpu di bidang perpajakan.
Ketentuan mengenai penghitungan pengkreditan PM bagi PKP yg melakukan Penyerahan yg
Terutang Pajak dan Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak sejak tanggal 1 Jan 2014 s.d. sbl
berlakunya PMK-135/PMK.011/2014, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dlm PMK135/PMK.011/2014. (Pasal 9A PMK-135/PMK.011/2014)
Dlm Hal PM atas Penyerahan yg Terutang PPN Tdk Diketahui dgn Pasti:
(Pasal 9 ayat (6) UU PPN)
Apabila dlm suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yg terutang pajak juga melakukan
penyerahan yg tdk terutang pajak, sedangkan PM utk penyerahan yg terutang pajak tdk dpt diketahui
dgn pasti, jml PM yg dpt dikreditkan utk penyerahan yg terutang pajak dihitung dgn menggunakan
pedoman penghitungan PM yg dpt dikreditkan, yg diatur dgn Peraturan MenKeu PMK78/PMK.03/2010 jo PMK-21/PMK.011/2014.
Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM:
a. PKP mengkreditkan PM dgn menggunakan pedoman: (Pasal 3 PMK-78/PMK.03/2010)
P = PM x Z
P
= Jml PM yg dpt dikreditkan
PM
= Jml PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
Z
= Persentase yg sebanding dgn jml Penyerahan yg Terutang Pajak thd penyerahan
seluruhnya

D142

PKP mengkreditkan PM atas perolehan BKP/JKP tsb pd bulan perolehan BKP/JKP di SPT
Masa PPN bulan perolehan BKP/ JKP.
b. Pd akhir thn buku, stl diketahui brp jml total penyerahan yg sebenarnya atas penyerahan yg
terutang PPN, tdk terutang PPN atau dibebaskan PPN, PKP melakukan Penghitungan Kembali
PM berdasarkan pedoman penghitungan pengkreditan PM: (Pasal 4 PMK-78/PMK.03/2010)
1. Utk BKP/JKP yg masa manfaat > 1 thn:
P = (PM / T ) x Z
2. Utk BKP/JKP yg masa manfaat < 1 thn:
P = PM x Z
P
= Jml PM yg dpt dikreditkan dlm 1 thn buku
PM
= Jml PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
T
= Masa manfaat BKP/JKP dgn ketentuan:
utk BKP berupa tanah & bangunan adalah 10 thn
utk BKP selain tanah & bangunan dan JKP adalah 4 thn
Z
= Persentase yg sebanding dgn jml Penyerahan yg Terutang Pajak thd slr
penyerahan dlm 1 thn buku
c. PKP menghitung PM atas perolehan BKP/JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku sesuai masa
manfaat BKP/JKP (PM yg tlh dikreditkan pd bulan perolehan BKP/JKP tadi dibagi dgn masa
manfaat BKP/JKP)
d. PM yg dpt dikreditkan dari hasil penghitungan kembali berdasarkan pedoman penghitungan
pengkreditan PM, diperhitungkan dgn PM yg dpt dikreditkan pd suatu Masa Pajak, paling lama pd
bulan ketiga stl berakhirnya thn buku.
PKP menyimpulkan besar PM yg hrs diperhitungkan kembali (bisa mengurangi atau
menambah PM utk Masa Pajak Jan; Feb; atau Mar Thn Pajak berikutnya stl berakhirnya thn buku
yg bersangkutan).
1. Mengurangi PM jika: PM atas perolehan BKP dan/atau JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn
buku sesuai masa manfaat BKP/JKP > jml PM hasil penghitungan kembali
2. Menambah PM jika: PM atas perolehan BKP/JKP yg tlh dikreditkan utk tiap thn buku sesuai
masa manfaat BKP/JKP < jml PM hasil penghitungan kembali
e. Penghitungan kembali PM yg dpt dikreditkan tdk perlu dilakukan dlm hal masa manfaat
BKP/JKP tlh berakhir
Penghitungan kembali PM sesuai dgn jml total penyerahan yg sebenarnya atas penyerahan yg
terutang PPN, tdk terutang PPN atau dibebaskan PPN pd setiap thn buku, dilakukan setiap thn
s.d. masa manfaat BKP/JKP berakhir.
Materi Lamp PMK-135/PMK.011/2014:
I.

Pengertian Umum
PKP yg melakukan Penyerahan yg Terutang Pajak & Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak antara
lain:
1. PKP yg melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya
PKP yg menghasilkan jagung, dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung
mrp BKP), yg sebagian jagung yg dihasilkannya dijual kpd pihak lain dan sebagian lainnya
diolah menjadi minyak jagung.
2. PKP yg melakukan usaha jasa yg atas penyerahannya terutang dan tdk terutang PPN,
misalnya PKP yg bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang
perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan utk tempat usaha.
3. PKP yg melakukan penyerahan barang dan jasa yg atas penyerahannya terutang dan yg tdk
terutang PPN, misalnya PKP yg kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan BKP
berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yg mrp jasa yg tdk
dikenakan PPN.
4. PKP yg menghasilkan BKP yg terutang PPN dan yg dibebaskan dari pengenaan PPN,
misalnya pengusaha pembangunan perumahan yg melakukan penyerahan berupa rumah
mewah yg terutang PPN dan rumah sangat sederhana yg dibebaskan dari pengenaan PPN.
Perlakuan pengkreditan PM utk PKP yg melakukan Penyerahan yg Terutang Pajak dan
Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak seperti contoh di atas:

D143

1.

2.

3.

II.

PM atas perolehan BKP/JKP yg nyata-nyata hanya digunakan utk kegiatan yg terkait dengan
penyerahan yg terutang PPN, dpt dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya:
a. PM utk perolehan mesin-mesin yg digunakan utk memproduksi minyak jagung;
b. PM utk perolehan alat-alat perkantoran yg hanya digunakan utk kegiatan penyerahan
jasa persewaan kantor;
PM atas perolehan BKP/JKP yg nyata-nyata hanya digunakan utk kegiatan yg terkait dgn
penyerahan yg tdk terutang PPN atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan
PPN, tdk dpt dikreditkan seluruhnya, misalnya:
a. PM utk pembelian truk yg digunakan utk jasa angkutan umum, krn jasa angkutan umum
bukan mrp JKP yg atas penyerahannya tdk terutang PPN;
b. PM utk pembelian bahan baku yg digunakan utk membangun rumah sangat sederhana,
krn atas penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan PPN.
Sedangkan PM atas perolehan BKP/JKP yg blm dpt dipastikan penggunaannya utk
Penyerahan yg Terutang Pajak dan Penyerahan yg Tdk Terutang Pajak, pengkreditannya
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM sebagaimana diatur dlm PMK-135,
misalnya:
a. PM utk perolehan truk yg digunakan baik utk perkebunan jagung maupun utk pabrik
minyak jagung, yg sebagian jagung tsb dijual kpd pihak lain dan tdk diolah sendiri oleh
pemilik kebun jagung menjadi minyak jagung;
b. PM utk perolehan komputer yg digunakan baik utk kegiatan penyerahan jasa perhotelan
maupun utk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.

Contoh Penghitungan
1. Contoh 1:
PKP B adalah perusahaan yg bergerak di bidang industri pembuatan sepatu.
Pd bulan Jan 2014, PKP B tsb membeli generator listrik yg dimaksudkan utk digunakan
seluruhnya utk kegiatan pabrik dgn nilai perolehan seb Rp 100 juta dgn PPN seb
Rp 10 juta.
PM atas perolehan generator listrik seb Rp 10 juta scr keseluruhan dikreditkan pd Masa
Pajak Jan 2014.
Masa manfaat generator listrik tsb sebenarnya adalah 5 thn, tetapi utk penghitungan
kembali PM ini, masa manfaat generator listrik tsb ditetapkan 4 thn, shg alokasi
pengkreditan PM utk setiap tahunnya adalah seb: Rp 20 juta / 4 = Rp 2,5 juta.
Selama tahun 2014 ternyata generator listrik tsb digunakan:
utk bulan Jan s.d. Juni 2014:
10% utk perumahan karyawan dan direksi;
90% utk kegiatan pabrik, dan
utk bulan Juli s.d. Des 2014:
20% utk perumahan karyawan dan direksi;
80% utk kegiatan pabrik.
Berdasarkan data tsb di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk kegiatan
pabrik adalah: (90% + 80%) / 2 = 85%.
Penghitungan kembali PM yg dpt dikreditkan utk thn buku 2014 dpt dilakukan paling
lambat pd Masa Pajak Maret 2015. PKP B melakukan penghitungan kembali PM pd
Masa Pajak Feb 2015. PM yg dpt dikreditkan utk thn buku 2014 seharusnya seb: 85%
x (Rp 10 juta / 4) = Rp 2,125 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Feb 2015 adalah
seb: Rp 2,5 juta Rp 2,125 juta = Rp 375 ribu.
Penghitungan kembali PM seperti perhitungan di atas dilakukan sampai dengan masa
manfaat generator listrik berakhir.
2. Contoh 2:
PKP D adalah perusahaan yg menghasilkan jagung, dan memproses jagung tsb menjadi
minyak jagung yg mrp BKP, dgn titip olah menggunakan fasilitas pengolahan PK E.
Selanjutnya, PKP D hanya menjual minyak jagung.
Pd bulan Maret 2014, PKP D membayar jasa titip olah kpd PKP E seb Rp 25 juta dgn
PPN seb Rp 2,5 juta.
Besarnya PM yg dpt dikreditkan oleh PKP D pd masa Maret 2014 adalah seb Rp 2,5 juta.

D144

3.

4.

5.

6.

Contoh 3:
PKP N adalah perusahaan integrated (terpadu) yg bergerak di bidang perkebunan jagung
dan pabrik minyak jagung. Sebagian jagung yg dihasilkannya diolah lbh lanjut menjadi
minyak jagung dan sebagian lainnya dijual kpd pihak lain.
Pd bulan April 2014, PKP N membeli truk yg digunakan baik utk perkebunan jagung
maupun utk pabrik minyak jagung dgn harga perolehan seb Rp 200 juta dan PPN seb
Rp 20 juta.
Berdasarkan data-data yg dimiliki, diperkirakan persentase rata-rata jml penyerahan
minyak jagung thd penyerahan seluruhnya adalah seb 70%, sedangkan 30% mrp
penyerahan jagung kpd pihak lain.
Berdasarkan data tsb maka PM yg dpt dikreditkan dlm SPT Masa PPN Masa Pajak April
2014 seb: Rp 20 juta x 70% = Rp 14 juta.
Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah
Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung kpd pihak lain seb Rp 40 M dan penjualan
minyak jagung seb Rp 60 M.
Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 thn, tetapi utk tujuan penghitungan PM
berdasarkan PMK-135 ditetapkan 4 thn.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2014
yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 60 M / Rp 100M) x (Rp 20 juta / 4) =
Rp 3 juta
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah:
Rp 14 juta / 4 = Rp 3,5 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2015
adalah sebr: Rp 3,5 juta Rp 3 juta = Rp 500 ribu.
Penghitungan kembali PM seperti perhitungan di atas dilakukan setiap thn s.d. masa
manfaat truk berakhir.
Contoh 4:
Kelanjutan dari contoh 3, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2015
adalah Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 10 M dan penjualan minyak
jagung seb Rp 90 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2015
yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2016 adalah: (Rp 90 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 4,5 juta
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah:
Rp 14 juta / 4 = Rp 3,5 juta
Jadi PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn menambah PM utk Masa Pajak Maret 2016
adalah seb: Rp 4,5 juta Rp 3,5 juta = Rp 1 juta
Contoh 5:
Kelanjutan dari contoh 4, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2016
adalah Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 30 M dan penjualan minyak
jagung seb Rp 70 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2016
yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2017 adalah: (Rp 70 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 3,5 juta.
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah:
Rp 14 juta / 4 = Rp 3,5 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali adalah seb: Rp 3,5 juta Rp 3,5 juta = Rp 0.
Contoh 6:
Kelanjutan dari contoh 5, diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2017
adalah Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 50 M dan penjualan minyak
jagung seb Rp 50 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan truk yg dpt dikreditkan selama thn buku 2017
yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2018 adalah: (Rp 50 M / Rp 100 M) x (Rp 20 juta / 4)
= Rp 2,5 juta.
Alokasi PM atas perolehan truk utk tiap thn buku sesuai masa manfaat truk tsb adalah:
Rp 14 juta / 4 = Rp 3,5 juta.

D145

7.

8.

PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2018
adalah seb: Rp 3,5 juta Rp 2,5 juta = Rp 1 juta.
Penghitungan PM sebagaimana perhitungan di atas tdk perlu lagi dilakukan pd thn 2019.
Contoh 7:
PKP N tsb pd contoh 3, pd bulan Mei 2014 membeli bahan bakar solar utk truk yg
digunakan baik utk sektor perkebunan dan distribusi jagung kpd pihak lain maupun utk
sektor pabrikasi dan distribusi minyak jagung seb Rp 50 juta dan PPN seb Rp 5 juta.
PKP dimaksud mengkreditkan PM tsb berdasarkan perkiraan persentase perbandingan
jml penyerahan yg terutang Pajak thd penyerahan seluruhnya seb 70%, shg PM yg
dikreditkan dlm SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2014 adalah seb: Rp 5 juta x 70% =
Rp 3,5 juta.
Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama thn buku 2014 adalah
Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 40 M dan penjualan minyak jagung
seb Rp 60 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg dpt dikreditkan
selama thn buku 2014 yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 60 M /
Rp 100 M) x Rp 5 juta = Rp 3 juta.
PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg tlh dikreditkan pd Masa Pajak Mei thn
2014 adalah Rp 3,5 juta.
PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn mengurangi PM utk Masa Pajak Maret 2015
adalah seb: Rp 3,5 juta Rp 3 juta = Rp 500 ribu.
Contoh 8:
Sama dgn contoh 7, namun diketahui total peredaran usaha selama thn buku 2014
adalah Rp 100 M, yg berasal dari penjualan jagung seb Rp 10 M dan penjualan minyak
jagung seb Rp 90 M.
Penghitungan kembali PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg dpt dikreditkan
selama thn buku 2014 yg dilakukan pd Masa Pajak Maret 2015 adalah: (Rp 90 M /
Rp 100 M) x Rp 5 juta = Rp 4,5 juta.
PM atas perolehan bahan bakar solar utk truk yg tlh dikreditkan pd Masa Pajak Mei thn
2014 adalah Rp 3,5 juta.
Jadi, PM yg hrs diperhitungkan kembali dgn menambah PM Masa Pajak Maret 2015
adalah seb: Rp 4,5 juta Rp 3,5 juta = Rp 1 juta.

D146

C. BAGI PKP USAHA TERTENTU (EMAS & KENDARAAN BEKAS)


Dasar Hukum:
Pasal 9 ayat 7a & 7b UU 42 Thn 2009
PMK-79/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 April 2010) ttg Pedoman penghitungan pengkreditan PM
bagi PKP yg melakukan kegiatan usaha tertentu
Ketentuan yg ada di PMK tsb sifatnya wajib digunakan oleh PKP emas maupun kendaraan bekas
(baik yg menggunakan pembukuan atau pencatatan biasa).
PKP kegiatan usaha tertentu: PKP dgn kegiatan usaha yg semata-mata melakukan:
1. Penyerahan kendaraan bermotor bekas scr eceran
PKP tetap memungut PPN Keluaran kpd konsumen dgn tarif 10% dari peredaran usaha
PPN Masukan yg dpt dikreditkan seb 90% dari PPN Keluaran
PPN Masukan pd setiap lembar FP yg diterima dari supplier, tdk dpt dikreditkan di SPT Masa
PPN sekaligus tdk dpt dijadikan biaya pengurang utk perhitungan di SPT Tahunan PPh.
2. Penyerahan emas perhiasan scr eceran
PKP tetap memungut PPN Keluaran kpd konsumen dgn tarif 10% dari peredaran usaha
PPN Masukan yg dpt dikreditkan seb 80% dari PPN Keluaran
PPN Masukan pd setiap lembar FP yg diterima dari supplier, tdk dpt dikreditkan di SPT Masa
PPN sekaligus tdk dpt dijadikan biaya pengurang utk perhitungan di SPT Tahunan PPh.
Dlm Hal PKP yg Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu Beralih Usaha Di Luar Kegiatan Usaha
Tertentu (Pasal 7 ayat (2) PMK-79/PMK.03/2010)
1. PKP dpt menghitung besarnya PM yg dpt dikreditkan dgn menggunakan:
Mekanisme pengkreditan PM dgn PK; atau
Pedoman penghitungan pengkreditan PM sesuai Pasal 9 ayat (7) UU PPN apabila peredaran
usahanya dlm 1 thn buku < Rp 1,8 M
2. PKP wajib menggunakan mekanisme pengkreditan PM dgn PK apabila peredaran usahanya dlm
1 thn buku > Rp 1,8 M, terhitung sejak Masa Pajak saat PKP tdk melakukan Kegiatan Usaha
Tertentu.
Dlm Hal Terjadi Retur oleh Pembeli:
PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP yg dikembalikan atau diretur oleh pembeli, mengurangi PPN
yg terutang oleh PKP penjual dlm Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP dan/atau JKP, sepanjang
FP atas penyerahan BKP dan/atau JKP tsb tlh dilaporkan dlm SPT Masa PPN.

D147

RESTITUSI PPN
A.

RESTITUSI PPN
Dasar Hukum:

UU PPN

PMK-72/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Apr 2010)


PKP Hanya Dpt Mengajukan Permohonan Pengembalian (Restitusi) pd Akhir Thn Buku:
Apabila dlm suatu Masa Pajak, PM yg dpt dikreditkan lebih besar daripada PK selisihnya mrp
kelebihan Pajak yg dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
PKP dpt mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak (restitusi) pd akhir
thn buku. Bagi PKP OP yg dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan,
pengertian thn buku adalah thn kalender.
PKP yg Dpt Mengajukan Permohonan Pengembalian (Restitusi) pd Setiap Masa Pajak:
1. PKP yg melakukan ekspor BKP Berwujud
2. PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kpd Pemungut PPN
3. PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yg PPN-nya tdk dipungut
4. PKP yg melakukan ekspor BKP Tdk Berwujud
5. PKP yg melakukan ekspor JKP
6. PKP dlm tahap blm berproduksi sebagaimana dimaksud dlm Pasal 9 ayat (2a) UU PPN
Cara Pengajuan Permohonan Pengembalian (Restitusi):

PKP dpt mengajukan permohonan pengembalian kelebihan Pajak dgn menggunakan :


1. SPT Masa PPN, dgn cara mengisi (memberi tanda silang) pd kolom "Dikembalikan
(restitusi)"; atau
2. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dlm SPT Masa PPN
tdk diisi atau tdk mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak.
Permohonan pengembalian kelebihan Pajak diajukan kpd KPP di tempat PKP dikukuhkan dan
ditentukan 1 permohonan utk 1 Masa Pajak.
Pemeriksaan dan skp:
Pemeriksaan dilakukan thd permohonan pengembalian kelebihan Pajak yg diajukan oleh PKP
selain :
1. PKP Kriteria tertentu (Pasal 17 C UU KUP),
2. PKP yg memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 17 D UU KUP),
3. PKP Resiko rendah (Pasal 9 ayat 4C UU PPN).
Dirjen Pajak stl melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak hrs
menerbitkan SKP paling lama 12 bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan Pajak
diterima. Jangka waktu 12 bulan ini tdk berlaku dlm hal thd PKP sedang dilakukanpemeriksaan
bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 8 PMK-72)
Apabila stl melampaui jangka waktu 12 bulan tsb Dirjen Pajak tdk memberi suatu keputusan,
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB hrs
diterbitkan paling lama 1 bulan stl jangka waktu tsb berakhir. (Pasal 17B ayat (3) UU KUP)

B.

PEMBAYARAN KEMBALI PM BAGI PKP YG GAGAL BERPRODUKSI


Dasar Hukum:
Pasal 16 PP 1 Thn 2012
Pasal 9 ayat (2a), (6a), dan (6b) UU PPN
PMK-31/PMK.03/2014 (berlaku sejak 10 Feb 2014) mencabut PMK-81/PMK.03/2010
Definisi Terkait:
PM: PPN yg seharusnya sdh dibayar oleh PKP krn perolehan BKP dan/atau perolehan JKP
dan/atau pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP
dari luar daerah pabean dan/atau impor BKP.

D151

Barang Modal: Harta berwujud yg memiliki masa manfaat > 1 thn, yg mnr tujuan semula tdk
utk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dgn perolehan barang modal yg
dikapitalisasi ke dlm harga perolehan barang modal tsb.

Ketentuan Terkait PM yg Dpt Dikreditkan:


Bagi PKP yg blm berproduksi shg blm melakukan penyerahan yg terutang pajak, PM atas
perolehan dan/atau impor barang modal dpt dikreditkan (Pasal 9 ayat (2a) UU PPN)
Pengkreditan PM ini tdk dpt diberlakukan bagi pengeluaran utk perolehan BKP selain Barang
Modal atau JKP sbl PKP berproduksi. (Pasal 2 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
Ketentuan mengenai pengkreditan PM atas perolehan dan/atau impor Barang Modal bagi PKP
yg blm berproduksi, berlaku utk slr kegiatan usaha, yg meliputi kegiatan industri atau
manufaktur, kegiatan usaha perdagangan, kegiatan usaha jasa, dan kegiatan usaha lainnya.
(Pasal 2 ayat (3) PMK-31/PMK.03/2014)
PKP dlm tahap blm berproduksi dpt mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan PM
pd setiap masa pajak. (Pasal 3 PMK-31/PMK.03/2014)
Ketentuan Terkait Pembayaran Kembali PM yg Tlh Dikreditkan:
PM yg tlh dikreditkan & tlh diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP, dlm hal PKP
tsb mengalami keadaan gagal berproduksi dlm jangka waktu tertentu sejak masa pajak
pengkreditan PM dimulai. (Pasal 4 PMK-31/PMK.03/2014)
Keadaan Gagal Berproduksi (KGB): (Pasal 5 PMK-31/PMK.03/2014)
a. Suatu keadaan dari PKP yg kegiatan usaha utama sbg produsen yg menghasilkan BKP
dan/atau JKP, apabila dlm jangka waktu paling lama 3 thn sejak pertama kali mengkreditkan
PM tdk melakukan kegiatan:
penyerahan BKP,
penyerahan JKP,
ekspor BKP, atau
ekspor JKP
yg berasal dari hasil produksinya sendiri.
b. Suatu keadaan dari PKP yg kegiatan usaha utamanya selain sbg produsen yg menghasilkan
BKP dan/atau JKP, apabila dlm jangka waktu paling lama 1 thn sejak pertama kali
mengkreditkan PM tdk melakukan kegiatan:
penyerahan BKP,
penyerahan JKP,
ekspor BKP, atau
ekspor JKP
Ketentuan Terkait PM Apabila Tlh Lewar Batas Waktu KGB:
PM atas perolehan dan/atau impor Barang Modal stl batas waktu KGB dlm Pasal 5 huruf a
PMK-31 terlewati, dpt dikreditkan. (Pasal 7 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)
PM yg dikreditkan tsb dpt dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan
pengembalian. (Pasal 7 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
Apabila batas waktu KGB dlm Pasal 5 huruf a PMK-31 terlewati, atas PM yg tlh dikreditkan dan
blm dimintakan pengembalian, dpt dikompensasikan atau dimintakan pengembalian pd masa
pajak berikutnya. (Pasal 7 ayat (3) PMK-31/PMK.03/2014)
Kompensasi atau permohonan pengembalian kelebihan PM ini hanya dpt dilakukan s.d. jangka
waktu paling lama 2 thn stl masa pajak KGB dlm Pasal 5 huruf a PMK-31 tlh terlewati. (Pasal 7
ayat (4) PMK-31/PMK.03/2014)
Kelebihan PM yg tlh diberikan pengembalian, wajib dibayar kembali apabila s.d. batas waktu 2
thn sebagaimana dimaksud pd Pasal 7 ayat (4) PMK-31 PKP tdk melakukan penyerahan
dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP yg berasal dari hasil produksinya sendiri. (Pasal 7 ayat (5)
PMK-31/PMK.03/2014)
Kelebihan PM tdk dpt dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan
pengembalian dlm hal: (Pasal 7 ayat (6) PMK-31/PMK.03/2014)
stl berakhirnya jangka waktu 2 thn sebagaimana dimaksud pd Pasal 7 ayat (4) PMK31/PMK.03/2014 masih terdapat kelebihan PM; dan

D152

PKP tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP yg berasal dari hasil
produksinya sendiri sampai batas waktu 2 thn sebagaimana dimaksud pd Pasal 7 ayat (4)
PMK-31/PMK.03/2014 berakhir.
PM yg wajib dibayar kembali ini adalah seb PM yg tlh dikreditkan dan tlh diberikan
pengembalian. (Pasal 7 ayat (7) PMK-31/PMK.03/2014)
PM yg wajib dibayar kembali ini disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya stl keadaan
gagal berproduksi. (Pasal 7 ayat (8) PMK-31/PMK.03/2014)
Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan thd PKP yg tdk melakukan penyerahan
dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal
12 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)
Dirjen Pajak mencabut pengukuhan PKP yg tdk melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP
dan/atau JKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5 huruf b, Pasal 7 ayat (5), atau Pasal 7 ayat
(6) PMK-31/PMK.03/2014. (Pasal 12 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)

Jml PM yg Wajib Dibayar Kembali, Cara, dan Saat Penyetorannya:

PM yg wajib dibayar kembali oleh PKP yg mengalami keadaan gagal berproduksi seb PM yg tlh
dikreditkan dan tlh diberikan pengembalian. (Pasal 6 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)

PM yg wajib dibayar kembali, disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya stl keadaan gagal
berproduksi. (Pasal 6 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)

Pembayaran kembali PM dilakukan oleh PKP yg gagal berproduksi dgn menggunakan SSP
dgn mencantumkan keterangan Pembayaran kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau
perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian
(Pasal 8 ayat (1) PMK-31/PMK.03/2014)

Pelaporan dilakukan di SPT masa PPN pd Masa Pajak dilakukan pembayaran. (Pasal 8 ayat
(2) PMK-31/PMK.03/2014)
Gagal Berproduksi Akibat Bencana Alam:

Dlm hal gagal berproduksi disebabkan oleh bencana alam atau sebab lain di luar kekuasaan
PKP (keadaan kahar/force majeur), PKP tdk wajib membayar kembali PM atas impor dan/atau
perolehan Barang Modal yg tlh dikreditkan & tlh diberikan pengembalian. (Pasal 9 ayat (1)
PMK-31/PMK.03/2014)

Bencana alam atau sebab lain di luar kekuasaan PKP terdiri dari peperangan, kerusuhan,
revolusi, pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya, yg hrs dinyatakan oleh pejabat/instansi
yg berwenang. (Pasal 9 ayat (2) PMK-31/PMK.03/2014)
PKP yg Melakukan Pembayaran Kembali PM-nya: (Pasal 10 PMK-31/PMK.03/2014)
Thd PKP yg melakukan pembayaran kembali PM-nya diterbitkan STP atas sanksi administrasi
berupa bunga sesuai Pasal 14 ayat (5) UU KUP.
PKP yg Tdk Melakukan Pembayaran Kembali PM-nya: (Pasal 11 PMK-31/PMK.03/2014)
Dlm hal PKP tdk melakukan kewajiban pembayaran kembali, thd PKP diterbitkan STP yg terdiri
dari PM yg hrs dibayarnya kembali dan ditambah sanksi administrasi Pasal 14 ayat (5) UU
KUP

D153

PENGAWASAN PKP
Dasar Hukum:
UU PPN
PER-40/PJ/2013 (berlaku mulai 1 Jan 2014)
Definisi: (Pasal 1 PER-40/PJ/2013):
Pengawasan PKP: Kegiatan utk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sbg PKP dan pemenuhan
persyaratan subjektif & objektif PKP
Kewajiban sbg PKP: Kewajiban utk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPPN &
PPnBM yg terutang
Persyaratan subjektif PKP: Persyaratan yg dipenuhi apabila PKP mrp Pengusaha, yaitu OP atau
badan dlm bentuk apapun yg dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan brg, mengimpor
brg, mengekspor brg, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan brg tdk berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean
Persyaratan objektif PKP: Persyaratan yg dipenuhi apabila Pengusaha melakukan penyerahan
BKP dan/atau JKP di dlm Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP Berwujud, JKP, dan/atau
BKP Tdk Berwujud
Sistem pengawasan PKP: Serangkaian kegiatan pengawasan PKP yg dilakukan scr sistematis &
berkesinambungan selama PKP terdaftar dlm administrasi perpajakan
Subyek Pengawasan: (Pasal 2 PER-40/PJ/2013):
Dilakukan thd slr PKP terdaftar, meliputi:
PKP yg sdh terdaftar dlm administrasi perpajakan sbl berlakunya PER-40/PJ/2013
PKP yg baru terdaftar dlm administrasi perpajakan stl berlakunya PER-40/PJ/2013
Parameter Pengawasan: (Pasal 3 PER-40/PJ/2013):
1. SPT Masa PPN (Pasal 3 ayat (2))
a. SPT Masa PPN Nihil (SPT Nihil)
b. SPT Masa PPN yg PM dan PK-nya Nihil (SPT PKPM Nihil)
c. SPT Masa PPN KB (SPT KB)
d. SPT Masa PPN LB Restitusi (SPT LBR)
e. SPT Masa PPN LB Kompensasi (SPT LBK)
f. SPT Masa PPN tdk disampaikan
dan/atau
2. Data & informasi perpajakan (Pasal 3 ayat (3))
data & informasi internal
data & informasi eksternal
Saat Dimulai Pengawasan: (Pasal 4 & 5 PER-40/PJ/2013):
Pengawasan PKP dilakukan scr sistematis dan & berkesinambungan dlm jangka waktu setiap 6 Masa
Pajak
9 Dlm hal PKP dlm jangka waktu 3 Masa Pajak berturut-turut tdk menyampaikan SPT Masa PPN
dan/atau menyampaikan SPT PKPM Nihil pengawasan PKP dilakukan segera pd Masa Pajak
stl kondisi tsb terpenuhi
9 Dlm hal PKP dlm jangka waktu 6 Masa Pajak terdapat 3 Masa Pajak tdk menyampaikan SPT
Masa PPN dan/atau menyampaikan SPT PKPM Nihil pengawasan PKP dilakukan segera pd
Masa Pajak stl kondisi tsb terpenuhi
9 Dlm hal PKP menyampaikan SPT LBR pengawasan PKP dilakukan pd Masa Pajak
disampaikannya SPT LBR tsb
Pengawasan PKP dimulai pd saat Daftar Nominatif Pengawasan (DNP) PKP timbul pd SI DJP
DNP PKP timbul scr otomatis berdasarkan parameter dlm Pasal 3 ayat (2) atau ditimbulkan scr
manual berdasarkan parameter dlm Pasal 3 ayat (3)
DNP PKP bertujuan utk memberikan peringatan dini (early warning) atas kepatuhan PKP

D161

Proses & Hasil Pengawasan: (Pasal 6-8 PER-40/PJ/2013):


1. Pengawasan PKP dilakukan melalui penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan yg
dimiliki atau diperoleh DJP
2. Pedoman penelitian Lamp I PER-40/PJ/2013 dituangkan dlm LHPt
a. Kegiatan penelitian PKP dilakukan oleh AR PKP ybs
b. Kegiatan penelitian PKP dilakukan berdasarkan DNP PKP yg timbul di dlm SI DJP berdasarkan
parameter SPT Masa PPN pd Pasal 3 ayat (2) PER-40/PJ/2013
1
=
Pengawasan 6 masa pajak rutin tanpa ada kejadian 2, 3, dan 4
2
=
Pengawasan 3 masa pajak berturut-turut
a. Tdk menyampaikan SPT (XXX)
b. PKPM Nihil (KMN)
c. Kombinasi keduanya
3
=
Pengawasan dlm jangka 6 masa pajak, terdapat 3 masa pajak tdk berturut-turut:
a. Tdk menyampaikan SPT (XXX)
b. PKPM Nihil (KMN)
c. Kombinasi keduanya
4
=
Pengawasan dpt > 1 masa pajak & < 6 masa pajak
Jika ada 1 masa pajak menyampaikan SPT LBR
5
=
Pengawasan yg dimunculkans scr manual
Khusus parameter SPT Masa PPN tdk disampaikan pd Pasal 3 ayat (2) huruf f, Pengawasan PKP
dimulai sejak Masa Pajak Nov 2013
c. DNP Pengawsan PKP hrs diselesaikan dlm Masa Pajak timbulnya DNP tsb.
d. Selanjutnya, AR mengumpulkan dan meneliti data SPT Masa PPN, data & informasi perpajakan
yg dimiliki atau diperoleh DJP yg terkait dgn PKP, baik berupa data & informasi internal maupun
eksternal.
Data internal antara lain SPT Masa PPN, SPT PPh Badan/OP, SPT PPh Potput, Aplikasi
internal yg disajikan pd portaldjp (Masterfile WP, Approweb, data feeding, data penerimaan,
data MPN, aplikasi pengawasan PPN, dan lain sebagainya).
Data eksternal antara lain data yg berasal dari media massa, internet, data dari instansi
pemerintah/swasta lain (misalnya PIB, PEB, data hasil devisa ekspor dari BI, data dari BPS,
dan lain sebagainya).
e. Hasil penelitian tsb di atas dituangkan ke dlm KKPt yg selanjutnya dianalisis, diikhtisarkan, seta
disimpulkan dlm suatu LHPt.
Bentuk dan tata cara pengisian LHPt Lamp II PER-40/PJ/2013
f. Kegiatan penelitian dlm rangka Pengawasan PKP selesai apabila kesimpulan atau rekomendasi
yg tertuang di dlm LHPt tlh disetujui oleh Kasi Waskon.
g. Kesimpulan atau rekomendasi yg tertuang di dlm LHPt ditindaklanjuti sesuai dgn perpu di bidang
perpajakan.
Hasil penelitian ditindaklanjuti dgn:
menerbitkan Surat Teguran
menerbitkan STP
menerbitkan Surat Himbauan atau menerbitkan Surat Himbauan dan melakukan Konseling
melakukan Verifikasi
mengusulkan Pemeriksaan
melakukan penelitian pengembalian kelebihan pembayaran pajak
tindakan lain yang diperlukan
dilakukan berdasarkan perpu di bidang perpajakan
3. Dlm hal hasil penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan menunjukkan bahwa PKP
sdh tdk lagi memenuhi persyaratan subjektif & objektif sbg PKP, atas PKP tsb dpt diusulkan utk
dilakukan Verifikasi dlm rangka pencabutan pengukuhan PKP-nya.
Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan perpu di bidang perpajakan
4. Dlm hal stl dilakukan pencabutan pengukuhan PKP diperoleh data dan/atau informasi bahwa WP yg
tlh dicabut pengukuhan PKP-nya tsb ternyata memenuhi persyaratan subjektif & objektif, Surat
Pencabutan Surat Pengukuhan PKP atas WP tsb dibatalkan
Pembatalan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan perpu di bidang
perpajakan

D162

PPnBM
Dasar Hukum:
Pasal 5, Pasal 8, Pasal 10 UU PPN
PP 41 Thn 2013 (berlaku sejak 23 Mei 2013) jo PP 22 Thn 2014 (mulai berlaku stl 30 hari terhitung
sejak tanggal 19 Mar 2014) ttg BKP yg tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yg dikenai
PPnBM mencabut Pasal 2 & 3 PP 145 Thn 2000 stdtd PP 12 Thn 2006
PMK-64/PMK.011/2014 ttg Jenis Kendaraan Bermotor yg Dikenai PPnBM dan Tata cara pemberian
pembebsan dari pengenaan PPnBM mencabut KMK-355/KMK.03/2003
PMK-121/PMK.01//2013 jo PMK-130/PMK.011/2013 (berlaku sejak 18 Sept 2013) ttg Jenis BKP
tergolong mewah selain kendaraan bermotor yg dikenai PPnBM mencabut PMK-620/PMK.03/2004
stdtd PMK-103/PMK.03/2009
PMK-62/PMK.11/2010 (berlaku sejak 1 April 2010) ttg Tarif cukai etil alkohol, minuman yg mengandung
etil alkohol, dan konsentrat yg mengandung etil alkohol
KEP-229/PJ/2003 ttg Tatacara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian
PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor (SKB PPnBM)
KEP-199/PJ./2000 ttg Pelaporan pemungutan PPN & PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor
SE terkait:
SE-31/PJ/2013 ttg Pelaporan pemungutan PPN & PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor
SE-57/PJ/2013 ttg Penyampaian PMK-130/PMK.011/2013

Objek PPnBM: (Pasal 5 ayat (1) UU PPN & penjelasan)


1. Penyerahan BKP yg tergolong mewah yg dilakukan oleh pengusaha yg menghasilkan barang tsb di
dlm Daerah Pabean dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya
Yg termasuk dlm pengertian menghasilkan adalah kegiatan:
a. merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang jadi atau
barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, dan perabot rumah tangga
b. memasak, yaitu mengolah barang dgn cara memanaskan baik dicampur bahan lain maupun tdk
c. mencampur, yaitu mempersatukan 2 atau lbh unsur (zat) utk menghasilkan 1 atau lbh barang lain
d. mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dlm suatu benda utk melindunginya dari
kerusakan dan/atau utk meningkatkan pemasarannya
e. membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dlm botol yg ditutup mnr cara
tertentu
f. serta kegiatan lain yg dpt dipersamakan dgn kegiatan itu atau menyuruh orang atau badan lain
melakukan kegiatan tsb
2. Impor BKP yang tergolong mewah
Karakteristik Pengenaan PPnBM: (Pasal 5 ayat (1) & (2) UU PPN beserta penjelasan)
PPnBM ini dikenakan hanya 1 x saja, yaitu pd waktu:
penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKP yg tergolong mewah; atau
Penyerahan pd tingkat berikutnya tdk lagi dikenai PPnBM
impor BKP yg tergolong mewah
Penyerahan pd tingkat berikutnya tdk lagi dikenai PPnBM
Pengertian umum dari PM hanya berlaku pd PPN dan tdk dikenal pd PPnBM.
PPnBM yg sdh dibayar pd waktu perolehan atau impor BKP Yg Tergolong Mewah, tdk dpt dikreditkan
dgn PPN maupun PPnBM yg dipungut berdasarkan UU PPN. (Pasal 10 ayat (2) UU PPN beserta
penjelasan)
Maka PPnBM dpt ditambahkan ke dlm hrg BKP yg bersangkutan atau dibebankan sbg biaya sesuai
ketentuan perpu PPh. (Pasal 10 ayat (2) UU PPN beserta penjelasan)
Khusus utk PKP yg mengekspor BKP Yg Tergolong Mewah, PKP ini dpt meminta kembali PPnBM yg
tlh dibayar pd waktu perolehan BKP Yg Tergolong Mewah yg diekspor tsb sepanjang PPnBM-nya blm
dibebankan sbg biaya. (Pasal 10 ayat (3) UU PPN beserta penjelasan)
Pengenaan PPnBM atas impor BKP yg tergolong mewah tdk memperhatikan siapa yg mengimpor
BKP tsb.

D171

Pengenaan PPnBM atas impor BKP juga tdk memperhatikan apakah impor tsb dilakukan scr terusmenerus atau hanya sekali saja.
Pengenaan PPnBM thd suatu penyerahan BKP yg tergolong mewah tdk memperhatikan apakah
suatu bagian dari BKP tsb tlh dikenai atau tdk dikenai PPnBM pd transaksi sebelumnya.

BKP yg Tergolong Mewah: (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN)


1. Barang yg bukan mrp barang kebutuhan pokok;
2. Barang yg dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
3. Barang yg pd umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau
4. Barang yg dikonsumsi utk menunjukkan status.
Tujuan Pengenaan PPnBM: (Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN)
Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yg berpenghasilan rendah dan konsumen
yg berpenghasilan tinggi;
Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yg tergolong mewah;
Perlu adanya perlindungan thd produsen kecil atau tradisional; dan
Perlu utk mengamankan penerimaan negara.
Tarif PPnBM: (Pasal 8 UU PPN)
a. Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
b. Ekspor BKP yg tergolong mewah dikenai pajak dgn tarif 0%.
c. 2 golongan pengenaan tarif PPnBM pd BKP yg tergolong mewah:
1. BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor
Tarif & Barang yg Dikenakan PPnBM atas Kendaraan Bermotor
Tarif 10%: Pasal 2 ayat (2) PP 22 Thn 2014
Tarif 20%: Pasal 2 ayat (3) PP 22 Thn 2014
Tarif 30%: Pasal 2 ayat (4) PP 22 Thn 2014
Tarif 40%: Pasal 2 ayat (5) PP 22 Thn 2014
Tarif 50%: Pasal 2 ayat (6) PP 22 Thn 2014
Tarif 60%: Pasal 2 ayat (7) PP 22 Thn 2014
Tarif 125%: Pasal 2 ayat (8) PP 22 Thn 2014
Ketentuan sejak 17 Apr 2014
2. BKP yg tergolong mewah selain kendaraan bermotor
Jenis & Barang yg Dikenakan PPnBM utk Golongan Selain Kendaraan Bermotor

Tarif 10%: Lamp I PMK-130/PMK.011/2013

Tarif 20%: Lamp II PMK-130/PMK.011/2013

Tarif 30%: Lamp III PMK-130/PMK.011/2013

Tarif 40%: Lamp IV PMK-130/PMK.011/2013

Tarif 50%: Lamp V PMK-130/PMK.011/2013

Tarif 75%: Lamp VI PMK-130/PMK.011/2013


Ketentuan sejak 18 Sept 2013
Impor atau penyerahan kendaraan bermotor yg tdk dikenakan PPnBM: (Pasal 7 PMK64/PMK.011/2014)
1. Kendaraan CKD;
2. Kendaraan Sasis;
3. Kendaraan Pengangkutan Barang;
4. Kendaraan bermotor beroda 2 dgn kapasitas isi silinder s.d. 250 cc; dan
5. Kendaraan bermotor utk pengangkutan 16 orang atau lebih termasuk pengemudi.
Impor atau penyerahan kendaraan bermotor yg dibebaskan PPnBM: (Pasal 5 PP 41 & Pasal 8 PMK64/PMK.011/2014)
1. Kendaraan bermotor yg digunakan utk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam
kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum;
2. Kendaraan bermotor yg digunakan utk tujuan protokoler kenegaraan;

D172

3. Kendaraan bermotor angkutan orang utk 10 orang atau lbh termasuk pengemudi, dgn motor bakar
nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dgn semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dlm
Pasal 2 ayat (2) huruf a PP 41 yg digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI; dan
4. Kendaraan bermotor yg digunakan utk keperluan patroli TNI atau POLRI.

Utk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan
bermotor, OP atau badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan kendaraan bermotor tsb
wajib memiliki SKB PPnBM yg diterbitkan oleh Dirjen Pajak. (Pasal 9 PMK-64/PMK.011/2014)
OP atau badan yg melakukan impor dan tlh memperoleh SKB PPnBM hrs: (Pasal 10 PMK64/PMK.011/2014)
Mencantumkan nomor dan tanggal SKB PPnBM pd Pemberitahuan Pabean Impor yg akan
disampaikan ke Kantor Pabean; dan
Menyerahkan SKB PPnBM beserta Pemberitahuan Pabean Impor kpd pejabat bea dan cukai di
kantor pabean pd saat mengimpor kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM.
OP atau badan yg menerima penyerahan kendaraan bermotor dan telah memperoleh SKB PPnBM
hrs menyerahkan SKB PPnBM pd saat menerima penyerahan kendaraan bermotor yg dibebaskan
dari pengenaan PPnBM kpd PKP yg menyerahkan kendaraan bermotor. PKP yg menyerahkan
kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM, wajib menerbitkan FP dan
membubuhkan Cap "PPnBM DIBEBASKAN SESUAI DENGAN PP NOMOR 22 TAHUN 2014" serta
mencantumkan nomor dan tanggal SKB PPnBM pd setiap lembar FP dimaksud. (Pasal 11 PMK64/PMK.011/2014)
Dlm hal kendaraan bermotor yg dibebaskan dari pengenaan PPnBM ternyata dipindahtangankan atau
diubah peruntukannya shg tdk sesuai dgn tujuan semula sbl lewat jangka waktu 4 thn sejak saat
impor (pd saat tanggal Pemberitahuan Pabean Impor) atau perolehannya, PPnBM yg dibebaskan tsb
wajib dibayar kembali dlm jangka waktu 1 bulan sejak BKP tsb dipindahtangankan atau diubah
peruntukannya. Apabila dlm jangka waktu 1 bulan tsb PPnBM yg dibebaskan tdk dibayar, Dirjen Pajak
menerbitkan SKPKB ditambah sanksi sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal 12
PMK-64/PMK.011/2014)

Ketentuan bagi Setiap PKP dlm Rantai Distribusi Kendaraan Bermotor: (KEP-199/PJ./2000)
Setiap PKP dlm rantai distribusi kendaraan bermotor, yaitu Importir, ATPM, Industri Perakitan,
Distributor, Dealer, Sub-Dealer dan Showroom, wajib membuat perincian data atas penyerahan
kendaraan bermotor dgn menggunakan Daftar Rincian Kendaraan Bermotor terlampir dlm KEP-199,
dan melampirkan daftar tsb pd SPT Masa utk Masa Pajak yg sama dgn Masa Pajak diterbitkannya FP
yg menjadi dasar pengisian SPT Masa PPN tsb.
Dlm hal SPT Masa tdk dilampiri Daftar Rincian Kendaraan Bermotor, SPT Masa PPN tsb
dikategorikan sbg SPT tdk lengkap dan dikenakan sanksi administrasi sesuai dgn ketentuan perpu
perpajakan yg berlaku.

D173

FASILITAS PPN & PPnBM


Pajak terutang tdk dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik utk
sementara waktu maupun selamanya, utk:
Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dlm Daerah Pabean;
Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu;
Impor BKP tertentu;
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean; dan
Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dlm Daerah Pabean,
diatur dgn PP.
(Pasal 16B UU PPN)

A. FASILITAS PEMBEBASAN PPN


1.

Pembebasan PPN atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yg Bersifat Strategis
Dasar Hukum:
Pasal 16B UU PPN
PP 12 Thn 2001 stdtd PP 31 Thn 2007 ttg Impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yg
bersifat strategis yg dibebaskan dari pengenaan PPN
PMK-155/KMK.03/2001 stdtd PMK-31/PMK.03/2008 ttg Pelaksanaan PPN yg dibebaskan
atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis
KEP-234/PJ/2003 (berlaku sejak 13 Agust 2003) ttg Tata cara pemberian & penatausahaan
PPN yg dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis
SE terkait:
SE-95/PJ/2010 ttg Penegasan perlakuan PPN atas BKP dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP
Tertentu yg bersifat strategis yg diekspor dan barang hasil pertanian yg bersifat strategis yg
dibebaskan dari pengenaan PPN
SE-24/PJ/2014 ttg Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI No. 70P/HUM/2013 mengenai
PPN atas Barang Hasil Pertanian yg Dihasilkan dari kegiatan Usaha di Bidang Pertanian,
Perkebunan, dan Kehutanan sebagaimana diatur dlm PP 31 Thn 2007
Jenis BKP yg Dibebaskan: (PMK-31/PMK.03/2008)
No.

Jenis BKP Tertentu Srategis

1.

Barang modal berupa mesin dan peralatan


pabrik, baik dlm keadaan terpasang
maupun terlepas, tdk termasuk suku
cadang, yg digunakan scr lsg dlm
proses menghasilkan BKP
Makanan ternak, unggas dan ikan
dan/atau bahan baku utk pembuatan
makanan ternak, unggas dan ikan
Barang hasil pertanian

2.

3.

4.

5.

Bibit dan/atau benih dari barang pertanian,


perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan
Air bersih yg dialirkan melalui pipa oleh
Perusahaan Air Minum

D181

Perlu
SKB

Ket

Ya

Tdk

Tdk

Terbatas pd jenis BKP yg


terdapat pd Lamp PP 7 Thn
2007 (Sejak 22 Juli 2014,
pertanian, perkebunan, dan
kehutanan sdh tdk lagi masuk ke
dlm kategori BKP tertentu yg
bersifat strategis yg dibebaskan
PPN)

Tdk

Tdk

Perusahaan Air Minum


Perusahaan air minum milik

pemerintah atau swasta, baik


mrp kegiatan dari 1 divisi atau slr
divisi dari perusahaan tsb yg dlm
kegiatan usahanya
menghasilkan & melakukan
penyerahan air bersih (SE118/PJ/2009)
6.
7.

Listrik, kecuali utk perumahan dgn daya >


6.600 watt
Rumah Susun Sederhana Milik
(RUSUNAMI) dgn kriteria tertentu

Tdk
Tdk

Pasal 1 angka 5 PMK31/PMK.03/2008

Pengajuan SKB:
PPN yg terutang atas impor/penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis atas barang modal
berupa mesin & peralatan pabrik yg digunakan scr lsg dlm proses menghasilkan BKP dpt
dibebaskan stl memperoleh SKB PPN utk setiap kali melakukan impor/penyerahan.
PKP yg mengimpor/menerima penyerahan BKP tertentu yg bersifat strategis wajib
mengajukan permohonan SKB PPN kpd Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP dimana PKP terdaftar
(menggunakan Form Lamp II KEP-234/PJ/2003).
Permohonan hrs sdh diajukan sbl impor/penyerahan BKP dilakukan.
Lampiran Minimal Permohonan SKB PPN
(sesuai Lamp I KEP-234/PJ/2003)
Impor
Penyerahan
Barang Modal
PKP yg
FC Kartu NPWP & Surat Pengukuhan PKP
mengimpor/melakukan
Surat Kuasa Khusus bila dlm permohonan atau
penyerahan BKP tertentu
pengurusan SKB PPN diwakilkan kpd orang lain
yg bersifat strategis
Dokumen impor berupa :
Dokumen kontrak
(barang modal yg
pembelian atau
Invoice
diperlukan scr lsg dlm
surat perjanjian
Bill of Lading (B/L)
proses menghasilkan BKP,
jual beli atau
atau Airway Bill (AWB)
oleh PKP yg menghasilkan
dokumen yg dpt
Dokumen Kontrak
BKP tsb) kpd Dirjen Pajak
dipersamakan
pembelian yg
c.q. Kepala KPP dimana
bersangkutan atau
PKP terdaftar
dokumen yg dpt
dipersamakan
Dokumen pembayaran
berupa Letter of Credit
(L/C) atau bukti
transfer atau bukti
lainnya yg berkaitan
dgn pembayaran tsb
Penjelasan tertulis scr rinci
Penjelasan tertulis
mengenai kegunaan dari
scr rinci mengenai
BKP yg diimpor dlm
kegunaan dari
rangkaian proses produksi
BKP yg
menghasilkan BKP
diserahkan dlm
rangkaian proses
produksi
menghasilkan BKP
Jangka waktu penyelesaian SKB 5 hari kerja stl permohonan lengkap (Pasal 13
PMK155/KMK.03/2001 stdtd PMK-31/PMK.03/2008)
Jenis BKP
Strategis

Pihak Yg Mengajukan
SKB

Ketentuan Umum:
Orang/Badan yg melakukan penyerahan BKP Tertentu yg bersifat strategis yg
dibebaskan dari PPN wajib melaporkan usahanya kpd DJP utk dikukuhkan sbg PKP
sesuai dgn ketentuan perpajakan yg berlaku.
Menyimpang dari ketentuan di atas, thd orang/badan yg semata-mata melakukan
penyerahan BKP Tertentu yg bersifat Strategis berupa air bersih (yg dialirkan melalui pipa

D182

oleh Perusahaan Air Minum) dan listrik (kecuali utk perumahan dgn daya > 6.600 watt), tdk
diwajibkan melaporkan usahanya utk dikukuhkan sbg PKP. (Pasal 6 ayat 2 PMK-31)
PKP yg menyerahkan BKP tertentu yg bersifat strategis wajib menerbitkan FP dan
membubuhkan cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31
TAHUN 2007". (Pasal 6 ayat (3) PMK-31/PMK.03/2008)
Atas Impor BKP Tertentu yg bersifat strategis yg dibebaskan dari pengenaan PPN tdk
diperlukan SSP.
PIB atas impor BKP dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NO 12 TAHUN
2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR
31 TAHUN 2007 oleh DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI. (Pasal 5 ayat (6) PMK31/PMK.03/2008)

Ketentuan Terkait PM bagi Penjual BKP yg Dibebaskan:


PM yg dibayar utk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yg atas penyerahannya dibebaskan
dari pengenaan PPN tdk dpt dikreditkan. (Pasal 16B ayat (3) UU PPN)
Isi SE-95/PJ/2010:
BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau BKP Tertentu yg bersifat strategis yg diekspor
tetap dikenai PPN dgn tarif 0%
PPN yg dibayar oleh PKP utk menghasilkan BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau
BKP Tertentu yg bersifat strategis yg diekspor tetap dpt dikreditkan sesuai dgn ketentuan
perpu perpajakan.
Dgn berlakunya UU 42 Thn 2009, mulai 1 Apr 2010 maka:
PP 12 Thn 2001 stdtd PP 31 Thn 2007; dan
PP 146 Thn 2000 stdd PP 38 Thn 2003;
masih tetap berlaku s.d. terbitnya PP yg menggantikan PP tsb sepanjang tdk
bertentangan dgn UU PPN.
Khusus utk barang hasil pertanian sebagaimana ditetapkan dlm Lamp PP 7 Thn 2007
tetap berlaku sbg BKP Tertentu yg bersifat strategis kecuali utk daging, telur, susu,
sayuran dan buah-buahan yg telah ditetapkan sbg barang yg tdk dikenai PPN sesuai
dgn ketentuan dlm Pasal 4A UUPPN.
Histori Peraturan:
No.
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.

BKP yg
bersifat
strategis
Barang modal
Makanan
ternak
Barang hasil
pertanian

Bibit atau benih


Bahan baku
perak
Bahan baku
uang kertas
Air bersih
Listrik
RUSUNAMI

PP
12
Thn
2001

PP
46
Thn
2003

PP
31
Thn
2007

PP 43
Thn
2002

D183

PP 7
Thn
2007

Putusan No.
70P/HUM/2013,
SE-24/PJ/2014

Barang yg dihasilkan
dari kegiatan usaha di
bidang pertanian,
perkebunan, dan
kehutanan sdh tdk
masuk menjadi BKP yg
bersifat strategis yg
dibebaskan PPN *

*)

Penegasan di dlm SE-24/PJ/2014:


1. Sejak 22 Juli 2014 ketentuan pasal-pasal dlm PP 31 Thn 2007 yg diuji materi yaitu Pasal 1
ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c
tdk mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 1 angka 1 huruf c, bahwa BKP Tertentu yg bersifat strategis adalah barang
hasil pertanian.
Pasal 1 angka 2 huruf a, bahwa brg hasil pertanian adalah brg yg dihasilkan dari
kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan yg dipetik lsg,
diambil lsg atau disadap lsg dari sumbernya termasuk yg diproses awal dgn tujuan
utk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lbh lanjut, sebagaimana
ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007.
Pasal 2 ayat (1) huruf f, bahwa atas impor BKP Tertentu yg bersifat strategis berupa
brg hasil pertanian sesuai Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pasal 2 ayat (2) huruf c, bahwa atas penyerahan BKP Tertentu yg bersifat strategis
berupa brg hasil pertanian sesuai Pasal 1 angka 1 huruf c dibebaskan dari
pengenaan PPN.
2. Implikasi perpajakan sejak tanggal 22 Juli 2014
a. Brg hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran sebagaimana
ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007 termasuk brg yg tdk dikenakan PPN (Bukan
BKP) sesuai Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN shg atas penyerahan, impor, maupun
ekspornya tdk dikenai PPN (perincian jenis brg terlampir di dlm Lamp SE-24/PJ/2014).
b. Brg hasil pertanian lain yg tdk ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007, yaitu beras,
gabah, jagung, sagu dan kedelai adalah brg yg tdk dikenakan PPN (Bukan BKP)
sesuai Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN shg atas penyerahan, impor, maupun
ekspornya tdk dikenai PPN (perincian jenis brg terlampir di dlm Lamp SE-24/PJ/2014).
c. Brg hasil pertanian yg mrp hasil perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman
pangan, dan hasil hutan sebagaimana ditetapkan dlm Lamp PP 31 Thn 2007 yg
semula dibebaskan dari pengenaan PPN berubah menjadi dikenakan PPN shg atas
penyerahan dan impornya dikenai PPN dgn tarif 10%, sedangkan atas ekspornya dikenai
PPN dgn tarif 0% (perincian jenis barang terlampir di dlm Lamp SE-24/PJ/2014).
d. Sehubungan dgn huruf c di atas, maka Pengusaha (OP maupun badan) yg melakukan
penyerahan brg hasil pertanian tsb wajib memungut PPN dan utk itu wajib dikukuhkan
sbg PKP, kecuali pengusaha yg termasuk pengusaha kecil dgn omzet < Rp 4,8 M per thn
sesuai PMK-68/PMK.03/2010 jo PMK-197/PMK.03/2013.
Jenis Barang
Beras, gabah, jagung, sagu dan
kedelai
Barang hasil Pertanian lainnya dlm
Lamp PP 31 Thn 2007
1. Buah-buahan & sayur-sayuran
2. Selain buah-buahan & sayursayuran
2.

BKP/
Non BKP

Dasar

Non BKP

Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN


Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN
Putusan MA No. 70P/HUM/2013

Non BKP
BKP

Pembebasan PPN atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu/Penyerahan JKP Tertentu
Dasar Hukum:
Pasal 16B UU PPN
PP 146 Thn 2000 jo PP 38 Thn 2003 ttg Impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu dan/atau
penyerahan JKP tertentu yg dibebaskan dari pengenaan PPN
KMK-370/KMK.03/2003 (berlaku sejak 14 Juli 2003) ttg pelaksanaan PPN yg dibebaskan
atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu
KEP-233/PJ/2003 (berlaku sejak 14 Juli 2003) ttg Tata cara pemberian dan penatausahaan
pembebasan PPN atas impor dan/atau penyerahan BKP Tertentu dan/atau penyerahan JKP
tertentu

D184

PMK-122/PMK.011/2013 (berlaku sejak 27 Agust 2013) ttg Batasan buku-buku pelajaran


umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama yg atas impor dan/atau penyerahannya
dibebaskan dari pengenaan PPN
PMK-36/PMK.03/2007 (berlaku sejak 1 Jan 2007) jo PMK-80/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1
Apr 2008) jo PMK-31/PMK.03/2011 (berlaku sejak 28 Feb 2011) jo PMK-125/PMK.011/2012
(berlaku sejak 3 Agust 2012) jo PMK-113/PMK.03/2014 (berlaku stl 30 hari terhitung sejak
tanggal 10 Juni 2014) ttg Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rusun
Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta perumahan lainnya yg atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN
Surat terkait:
S-716/PJ.02/2012 (tanggal 30 Agust 2012) ttg SKB PPN atas Impor atau Penyerahan Kapal
Crane atau Floating Crane atau Floating Crane Barge
S-1007/PJ.02/2014 (tanggal 29 Okt 2014) ttg Perlakuan PPN atas Impor Kapal Laut atau
Pesawat Udara
S-716/PJ.02/2012 tanggal 30 Agust 2012:
Impor atau penyerahan Kapal Crane atau Floating Crane atau Floating Crane Barge yg
digunakan tdk sesuai dgn kegiatan usaha perusahaan yg bersangkutan (misalnya Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional menggunakan Kapal Crane atau Floating Crane atau Floating
Crane Barge hanya utk bongkar muat saja dan bukan utk angkutan laut), maka atas impor
atau penyerahan Kapal Crane atau Floating Crane atau Floating Crane Barge tsb tdk dpt
diberikan fasilitas pembebasan PPN.
S-1007/PJ.02/2014 tanggal 29 Okt 2014:
Atas impor kapal laut / pesawat udara dpt diberikan fasilitas pembebasan PPN melalui
mekanisme penerbitan SKB PPN dgn nilai PPN yg dibebaskan seb 10% dari DPP hrg kapal
lau / pesawat udara.
Berdasar UU PPN, SGU dgn hak opsi (financial lease) adalah JKP yg tdk dikenai PPN, shg
financial lease atas kapal laut / pesawat udara dari LN termasuk jenis jasa keuangan yg tdk
dikenai PPN.
Berkaitan dgn brg-nya (kapal laut / pesawat udara), utk skema transaksi financial lease,
diperlakukan sbg penyerahan BKP lsg dari supplier/pabrikan kpd lesse dan terutang PPN.
{PPN yg terutang atas impor atau perolehan tsb dpt diberikan pembebasan sepanjang
memenuhi ketentuan dlm PP 146 Thn 2000 jo PP 38 Thn 2003 dan KMK-370/KMK.03/2003.
Transaksi sewa (operating lease) atas kapal laut / pesawat udara adalah transaksi jasa yg
melekat pd brg (bukan transaksi yg murni jasa, misalnya jasa konsultasi), shg terdapat
kegiatan pemasukan brg ke dlm Daerah Pabean yg atasnya berlaku ketentuan UU
Kepabeanan.
Dlm rangka menyelaraskan pelaksanaan UU PPN dan UU Kepabeanan maka kegiatan
impor kapal laut / pesawat udara yg menggunakan mekanisme impor sementara mendapat
fasilitas PPN tdk dipungut atas impor BKP sepanjang atas impor tsb dibebaskan dari
pengenaan Bea Masuk, namun tetap terutang dan dipungut PPN atas pemanfaatan JKP
dari luar derah pabean. Lihat Bab D-04 BKP Tdk Berwujud atau JKP
WP yg melakukan impor brg dgn sewa (operating lease) tdk dpt diberikan fasilitas
pembebasan PPN. Namun demikian, WP tsb dpt menggunakan mekanisme impor
sementara sebagaimana diatur di Pasal 2 ayat (3) huruf l KMK-231/KMK.03/2001 dan Pasal
3 ayat (2) PMK-615/PMK.04/2004.
Contoh:
a. Financial/Capital Lease
PT A adalah perusahaan pelayaran DN di bidang angkutan laut domestik. Pd bulan
Juli 2013, PT A mendapatkan tender dari PT B utk mengangkut hasil produksinya.
Mengingat kapal yg dimiliki oleh PT A terbatas, maka PT A melakukan transaksi
dgn mekanisme financial lease atas kapal kpd C Ltd yg berada di Jepang dgn nilai
impor seb Rp 300 M. Atas pembelian kapal tsb PT A mengajukan SKB PPN ke
KPP.
PT D adalah perusahaan yg bergerak di bidang penyediaan jasa transportasi
angkutan udara niaga. Utk kepentingan usahanya, PT D melakukan impor 1 unit
pesawat udara dgn mekanisme financial lease. Atas impor pesawat udara tsb PT D

D185

b.

mengajukan SKB PPN ke KPP.


Atas permohonan SKB PPN yg diajukan oleh PT A dan PT D dpt diberikan SKB PPN
sepanjang digunakan utk kegiatan usahanya.
Operating Lease
PT E adalah perusahaan pelayaran DN di bidang angkutan laut domestik. Pd bulan
Juli 2013 PT E mendapatkan tender dari PT F utk mengangkut hasil produksi
produksinya. Selanjutnya PT E melakukan transaksi dgn mekanisme operating
lease atau impor sementaa atas kapal kpd G Ltd yg berada di Jepang selama 6
bulan dgn nilai impor sebesar Rp 200 M. Atas impor kapal tsb, PT E mengajukan
SKB PPN ke KPP.
PT H adalah perusahaan yg bergerak di bidang penyediaan jasa transportasi
angkutan udara niaga. Utk kepentingan usahanya, PT H melakukan impor 1 unit
pesawat udara dgn mekanisme operating lease selama 8 thn. Atas impor pesawat
udara tsb PT H mengajukan SKB PPN ke KPP.
Atas permhoonan SKB PPN yg diajukan oleh PT E dan PT H tdk dpt diberikan SKB
PPN krn mrp pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dlm daerah pabean yg
terutang dan dipungut PPN.

D186

Mekanisme Impor BKP atau Pemanfaatan JKP:

D187

Mekanisme Penerbitan FP: (Pasal 15 ayat (2) & 14 ayat (4) KMK-370/KMK.03/2003)
Menggunakan kode faktur 08 dgn stempel "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 146
TAHUN 2000 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PP NOMOR 38 TAHUN 2003".
Demikian pula apabila impor, pihak DJBC membubuhkan stempel yg sama serta mencantumkan
nomor dan tanggal SKB pd setiap lembar PIB.
Jenis BKP Tertentu: (Pasal 1 PP 38 Thn 2003 & Pasal 1 KMK-370/KMK.03/2003)
No.
1.

2.

3.

4.

5.

Jenis BKP
Tertentu

Subyek Pajak

Senjata, Amunisi,
alat angkutan di air1,
alat angkutan di
bawah air1, alat
angkutan di udara2,
alat angkutan di
darat3, kendaraan
lapis baja,
kendaraan patroli
dan kendaraan
angkutan khusus
lainnya serta suku
cadangnya
Komponen atau
bahan yg blm dibuat
di DN yg digunakan
dlm pembuatan senjata & amunisi utk
keperluan Dep
Han/TNI/POLRI
Vaksin polio dlm
rangka pelaksanaan
Program PIN
Buku Pelajaran
umum, kitab suci
dan buku pelajaran
agama

DepHan/TNI/POLRI
atau pihak lain yg
ditunjuk4 oleh
DepHan/POLRI/ TNI

Kapal Laut, kapal


angkutan sungai,
kapal angkutan
Danau dan kapal
angkutan penyeberangan, kapal
pandu, kapal tunda ,
kapal penangkap
ikan, kapal tongkang
dan suku cadang
serta alat keselamatan pelayaran atau
keselamatan
manusia

Cara
Bertransaksi
Impor &
penyerahan DN

Perlu
SKB
Ya

PT PINDAD
(Persero)

Impor &
penyerahan DN

Ya

Semua importir/yg
menerima
penyerahan
Semua importir/yg
menerima
penyerahan

Impor &
penyerahan DN
Impor &
penyerahan DN

Ya

Perusahaan
Pelayaran Niaga
Nasional5/
Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional/
Perusahaan Penyelenggara Jasa
Kepela-buhan
Nasional/Perusahaan
Penyelenggara Jasa
Angkutan Sungai,
Danau dan Penyeberangan Nasional6
sesuai dgn kegiatan
usahanya

Impor &
penyerahan DN

D188

Ket

Tdk,
kecuali
utk buku
yg masih
memerlukan
pengesahan
Ya

Batasan Buku
Pelajaran
Umum: PMK122/PMK.011/2
013

Suku cadang
serta alat
keselamatan
pelayaran atau
keselamatan
manusia yg
dibebaskan
terbatas pd
Lamp I KMK370/KMK.03/20
03

6.

7.

8.

9.

10.

Pesawat udara &


suku cadang serta
alat keselamatan
penerbangan atau
alat keselamatan
manusia, peralatan
utk perbaikan/pemeliharaan
KA & suku cadang
serta peralatan utk
perbaikan/pemeliharaan serta
prasarana

Perusahaan
Angkutan Udara
Niaga Nasional7 atau
pihak yg ditunjuk4
(khusus suku cadang
serta peralatan utk
perbaikan/pemeliharaan pesawat udara)
PT KAI (Persero)

Komponen atau
bahan yg digunakan utk pembuatan
KA suku cadang
peralatan utk perbaikan/pemeliharaan
serta prasarana yg
akan digunakan
oleh PT KAI
(Persero)
Peralatan berikut
suku cadangnya yg
digunakan oleh
DepHan/TNI utk
penyediaan data
batas & foto udara
wilayah Negara RI
yg dilakukan utk
mendukung
Pertahanan
Nasional
Rumah Sederhana,
Rumah Sangat
Sederhana, Rumah
Susun Sederhana,
Pondok Boro,
Asrama mahasiswa
dan Pelajar Serta
Perumahan Lainnya
yg batasannya
ditetapkan oleh
MenKeu stl mendengar pertimbangan
Menteri Pemukiman
& Prasarana
Wilayah

Pihak yg ditunjuk4
oleh PT KAI
(Persero)

Ya

Suku cadang
& peralatan utk
perbaikan/pemeliharaan
terbatas pd
Lamp II KMK370/KMK.03/20
03
Suku cadang
serta peralatan
utk perbaikan/
pemeliharaan
serta prasarana
terbatas pd
Lamp III KMK370/KMK.03/20
03

DepHan/TNI atau
pihak yg ditunjuk4
oleh DepHan/TNI

Orang/badan
penerima
penyerahan

Tdk

Batasan yg
atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan
PPN diatur di
PMK36/PMK.03/
2007 stdtd
PMK113/PMK.03/
2014

Ket:
1)
Alat angkutan di air dan alat angkutan di bawah air termasuk di dlm-nya adalah kapal perang.
(Pasal 1 angka 3 KMK-370/KMK.03/2003)
2)
Alat angkutan di udara termasuk di dlm-nya adalah pesawat tempu.r (Pasal 1 angka 4 KMK370/KMK.03/2003)
3)
Alat angkutan di darat termasuk di dlm-nya adalah kendaraan angkutan pasukan TNI/POLRI. (Pasal
1 angka 5 KMK-370/KMK.03/2003)
4)
Pihak lain yg ditunjuk atau pihak yg ditunjuk adalah badan hukum Indonesia atau badan usaha
Indonesia yg memenuhi syarat scr legal maupun formal utk melakukan pengadaan BKP Tertentu yg

D189

dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dlm KMK-370. (Pasal 1 angka 9 KMK370/KMK.03/2003)
5)
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Angkutan Laut Nasional adalah badan
hukum Indonesia atau badan usaha Indonesia yg menyelenggarakan usaha jasa angkutan laut dgn
menggunakan kapal berbendera Indonesia atau kapal asing atas dasar sewa utk jangka waktu atau
perjalanan tertentu ataupun berdasarkan perjanjian dan tlh memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan
Pelayaran (SIUPP) dari DepHub. (Pasal 1 angka 6 KMK-370/KMK.03/2003)
6)
Perusahaan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional adalah badan hukum
Indonesia atau badan usaha Indonesia yg menyelenggarakan usaha jasa pelayaran angkutan sungai,
danau dan penyeberangan dgn menggunakan kapal berbendera Indonesia dan tlh memiliki izin usaha
dari DepHub. (Pasal 1 angka 7 KMK-370/KMK.03/2003)
7)
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia yg menyelenggarakan
usaha angkutan udara utk umum dgn memungut pembayaran dan tlh memiliki izin usaha dari DepHub.
(Pasal 1 angka 8 KMK-370/KMK.03/2003)
Pengajuan SKB atas BKP Tertentu:

Permohonan utk memperoleh SKB PPN diajukan kpd Dirjen Pajak cq. Kepala KPP (menggunakan
Form Lamp II KEP-233/PJ/2003).

SKB PPN tsb diperlukan utk setiap kali melakukan atau stl penyerahan BKP Tertentu

SKB PPN tdk dpt diberikan apabila pemohonan SKB PPN diajukan stl impor atau stl
penyerahan BKP Tertentu

No.

Jenis BKP Tertentu

1.

Senjata, amunisi, alat


angkutan di air, alat
angkutan di bawah
air, alat angkutan di
udara, alat angkutan
di darat, kendaraan
lapis baja, kendaraan
patroli, dan
kendaraan angkutan
khusus lainnya, serta
suku cadangnya

2.

Komponen atau
bahan yg blm dibuat
di DN yg digunakan
dlm pembuatan
senjata & amunisi utk
keperluan DepHan/
TNI/POLRI

3.

Vaksin Polio dlm


rangka pelaksanaan
Program PIN
Buku-buku yg masih
memerlukan pengesahan sbg buku
pelajaran umum
sesuai Pasal 3 ayat
(2) PMK122/PMK.011/2013
Kapal laut, kapal
angkutan sungai,
kapal angkutan
danau dan kapal
angkutan penyebe-

4.

5.

Pihak Yg
Mengajukan SKB
DepHan/TNI/POLRI
kpd kepala KPP
tempat Bendaharawan DepHan/
TNI/POLRI terdaftar
Khusus utk Impor,
Permohonan dpt
diajukan juga oleh
Pihak lain yg ditunjuk
oleh DepHan/TNI/
POLRI kpd kepala
KPP tempat pihak
lain tsb terdaftar
PT PINDAD
(Persero) kpd kepala
KPP tempat PT
PINDAD (Persero)
terdaftar

Orang/badan yg
mengimpor atau
menerima penyerahan kpd Kepala KPP
tempat orang/badan
tsb terdaftar

Perusahaan,
Pelayaran Niaga
Nasional/Perusahaan
Penangkapan Ikan
Nasional/ Perusa-

D1810

Lampiran Minimal Permohonan SKB


PPN (sesuai Lamp I KEP-233/PJ/2003)
Impor
Penyerahan
A
B
C
D
E

A
B
Surat pernyataan dari DepHan/TNI/
POLRI yg menyatakan bahwa BKP
tertentu yg diimpor/diperoleh adalah
komponen atau bahan yg akan digunakan
dlm pembuatan senjata & amunisi utk
keperluan DepHan/TNI/ POLRI
C
D
A
B
Surat rekomendasi dari DepKes
C
D
A
B
Surat pengesahan dari DepDikNas utk
buku-buku yg perlu disahkan sbg buku
pelajaran umum
C
D
A
B
F
Dokumen yg berkenaan dgn pengusahaan Pelayaran Niaga Nasional/pengu-

rangan, kapal pandu,


kapal tunda, kapal
penangkap ikan,
kapal tongkang, dan
suku cadang serta
alat keselamatan
pelayaran atau
keselamatan
manusia
6.

7.

Pesawat udara dan


suku cadang serta
alat keselamatan
penerbangan atau
alat keselamatan
manusia, peralatan
utk perbaikan/pemeliharaan

haan Penyelenggara
Jasa Kepelabuhan
Nasional, atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan
Sungai, Danau dan
Penyeberangan
Nasional kpd Kepala
KPP tempat perusahaan tsb terdaftar
Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional (PAUNN)
yg mengimpor/
menerima penyerahan kpda Kepala
KPP tempat perusahaan tsb terdaftar
Dpt diajukan juga
oleh pihak yg ditunjuk oleh PAUNN atas
impor/perolehan BKP
Tertentu berupa suku
cadang & peralatan
utk perbaikan/ pemeliharaan pesawat
udara yg digunakan
dlm rangka pemberian jasa perawatan/
reparasi pesawat
udara kpd PAUNN
PT KAI (Persero) kpd
Kepala KPP tempat
PT KAI (Persero)
terdaftar
Pihak yg ditunjuk
oleh PT KAI (Persero) kpd Kepala
KPP tempat pihak yg
ditunjuk tsb terdaftar

sahaan Penangkapan Ikan Nasional/


pengusahaan Penyelenggara Jasa
Kepelabuhan Nasional, atau pengusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan
Sungai, Danau dan Penyeberangan
Nasional misalnya surat pernyataan yg
diterbitkan oleh DepHub atau instansi lain
yg berwenang
C
D
A
B
F
Dokumen yg berkenaan dgn PAUNN
atau surat penunjukan dari PAUNN atau
surat/dokumen lain yg dpt dipersamakan
misalnya kontrak pengadaan/SPK dlm hal
permohonan SKB PPN diajukan oleh
pihak lain yg ditunjuk
C
D

KA dan suku cadang


A
serta peralatan utk
B
perbaikan/pemelihaF
raan serta prasarana
C
D
8.
Komponen atau
A
bahan yg digunakan
B
utk pembuatan KA,
F
suku cadang, peralaSurat penunjukan dari PT KAI (Persero)
tan utk perbaikan/
atau surat/dokumen lain yg dpt dipersapemeliharaan, serta
makan misalnya kontrak pengadaan/SPK
prasarana yg akan
C
D
digunakan oleh PT
KAI (Persero)
DepHan/TNI kpd
A
9.
Peralatan berikut
Kepala KPP tempat
suku cadangnya yg
B
bendaharawan
digunakan oleh
C
D
DepHan/TNI terdaftar
DepHan/TNI utk
E
Khusus utk irnpor,
penyediaan data
Permohonan dpt
batas & photo udara
diajukan juga oleh
wilayah Negara RI yg
Pihak yg ditunjuk
dilakukan utk menduoleh DepHan/TNI
kung Pertahanan
kpd kepala KPP
Nasional, oleh
tempat pihak lain tsb
DepHan/TNI atau
terdaftar
pihak yg ditunjuk
oleh DepHan/TNI
Ket Lampiran:
No.
Lampiran
A
FC kartu NPWP
B
Surat kuasa khusus apabila menunjuk orang lain utk pengurusan SKB PPN
C
Dokumen impor:

D1811

D
E

Invoice
B/L atau AWB
Dokumen Kontrak Pembelian yg bersangkutan atau dokumen yg dpt dipersamakan
Penjelasan scr terinci mengenai kegunaan dari BKP tertentu yg diimpor
Dokumen pembayaran berupa L/C / bukti transfer / bukti lainnya yg berkaitan dgn
pembayaran tsb
FC kontrak pembelian atau surat perjanjian jual beli atau dokumen lain yg dpt dipersamakan
Dlm hal impor dilakukan oleh pihak yg ditunjuk oleh DepHan/TNI/ POLRI maka selain dilampiri
dgn dokumen di atas juga dilampiri dgn surat penunjukan dari DepHan/TNI/ POLRI atau
dokumen yg dipersamakan seperti Kontrak/SPK
Surat pernyataan bahwa BKP Tertentu yg diimpor/diperoleh tdk akan dipindahtangankan atau
diubah peruntukkannya dan apabila ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukkannya
maka bersedia membayar kembali PPN yg dibebaskan ditambah sanksi sesuai dgn ketentuan
yg berlaku

Jangka waktu penyelesaian SKB 5 hari kerja stl permohonan lengkap (Pasal 13 KMK370/KMK.03/2003)
JKP Tertentu: (Pasal 1 angka 2, pasal 12 KMK-370/KMK.03/2003)
Atas penyerahan JKP Tertentu, dibebaskan dari pengenaan PPN
Orang atau badan yg melakukan atau yg menerima penyerahan JKP Tertentu ini tdk
diwajibkan mempunyai SKB PPN yg diterbitkan oleh DJP. (Pasal Pasal 12 ayat (1) & (2)
KMK-370/KMK.03/2003)
JKP Tertentu yg PPN nya dibebaskan: (Pasal 1 angka 2 KMK-370/KMK.03/2003)
1. Jasa yg diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional
atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
Nasional, meliputi :
Jasa persewaan kapal;
Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat dan jasa labuh;
dan
Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
2. Jasa yg diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, meliputi:
Jasa persewaan pesawat udara
Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara
3. Jasa perawatan atau reparasi KA yg diterima oleh PT KAI (Persero)
4. Jasa yg diserahkan oleh Kontraktor utk pemborongan bangunan Rumah Sederhana,
Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa
& Pelajar serta Perumahan Lainnya yg batasannya ditetapkan oleh MenKeu stl
mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman & Prasarana Wilayah dan pembangunan
tempat yg semata-mata utk keperluan ibadah
5. Jasa persewaan Rumah Susun Sederhana, Rumah Sederhana dan Rumah Sangat
Sederhana
6. Jasa yg diterima oleh DepHan/TNI yg dimanfaatkan dlm rangka penyediaan data batas
foto udara wilayah Negara RI utk mendukung pertahanan nasional
Ketentuan Lain di dlm PP 38 Thn 2003:
Terkait kapal laut, pesawat, KA:
Apabila kapal laut, pesawat, KA dan komponen utk KA yg tlh diimpor atau diterima oleh
perusahaan niaga nasional atau PT KAI ini tdk digunakan sesuai dgn tujuan semula atau
dipindahtangankan kpd pihak lain dlm jangka waktu 5 thn sejak saat impor dan atau
perolehan maka PPN yg tlh dibebaskan tsb wajib dibayar ke Kas Negara dlm jangka waktu 1
bulan sejak BKP tsb dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan, apabila tdk disetor
maka bisa dikenakan SKPKB disertai sanksi bunga 2% per bulan terhitung sejak batas waktu
1 bulan itu berakhir sampai SKPKB diterbitkan.
PPN yg wajib dibayar sebagaimana di atas, tdk dpt dikreditkan (Pasal 4A ayat (3) PP 38 Thn
2003)

D1812

3.

Pembebasan PPN atas Penyerahan Jasa Kebandarudaraan Tertentu oleh Penyelenggara


Bandar Udara kpd Perusahaan Angkutan Udara Niaga yg Melakukan Kegiatan
Penerbangan LN
Dasar Hukum:
PP 28 Thn 2009 ttg Perlakuan PPN atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu kpd
perusahaan angkutan udara niaga utk pengoperasian pesawat udara yg melakukan
penerbangan ke LN
SE terkait:
SE-47/PJ./2009 (tanggal 27 Apr 2009) ttg penyampaian PP 28 Thn 2009
Persyaratan Pemberian Pembebasan PPN: (Pasal 1 ayat (2) PP 28 Thn 2009)
1. Utk pesawat udara yg dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional yg
melakukan angkutan udara LN
tdk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dari 1 bandar udara ke bandar udara
lainnya di wilayah Indonesia
2. Utk pesawat udara yg dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga asing
tdk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dari 1 bandar udara ke bandar udara
lainnya di wilayah Indonesia; dan
negara tempat kedudukan WP yg mengoperasikan pesawat udara tsb juga memberikan
perlakuan sama thd pesawat udara yg dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga
nasional sesuai dgn asas timbal balik (reciprocal) berdasarkan perjanjian mengenai
pelayanan jasa transportasi udara yg tlh diratifikasi.
Dlm hal persyaratan ini tdk terpenuhi, PPN atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu kpda
perusahaan angkutan udara niaga yg melakukan kegiatan penerbangan LN yg dibebaskan, wajib
dibayar dlm waktu paling lambat 1 bulan terhitung sejak tanggal persyaratan tsb tdk terpenuhi.
Apabila PPN yg dibebaskan tdk dibayar dlm jangka waktu 1 bulan, Dirjen Pajak menerbitkan
SKPKB ditambah dgn sanksi sesuai dgn ketentuan perpu di bidang perpajakan. (Pasal 3 PP 28
Thn 2009)
Jenis Jasa Kebandarudaraan yg Dibebaskan PPN: (Pasal 1 ayat (3) PP 28 Thn 2009)
1. Pelayanan jasa penerbangan;
2. Pelayanan jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara;
3. Pelayanan jasa konter;
4. Pelayanan jasa garbarata (aviobridge); dan/atau
5. Pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan/atau pos.
Ketentuan bagi Penyelenggara Bandar udara dlm Rangka Pembebasan PPN:
Wajib membuat FP dgn diberi cap atau keterangan yg bertuliskan PPN dibebaskan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009. (Pasal 2 PP 28 Thn 2009)
Pembebasan PPN ini tdk memerlukan SKB PPN. (Pasal 1 ayat (4) PP 28 Thn 2009)
PM yg dibayar oleh penyelenggara bandar udara utk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP
berkenaan dgn penyerahan jasa kebandarudaraan yg dibebaskan dari pengenaan PPN, tdk
dpt dikreditkan. (Pasal 1 ayat (5) PP 28 Thn 2009)

4.

Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM atas Pembelian Barang yg Dilakukan oleh
Perwakilan Negara Asing
Dasar Hukum:
PP 47 Thn 2013 (berlaku sejak 17 Juni 2013) ttg Pemberian pembebasan PPN atau PPN &
PPnBM kpd perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya
PMK-160/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg
Tata cara pembayaran kembali PPN/PPnBM yg seharusnya tdk diberikan pembebasan oleh
perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya
PMK-161/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg
Tata cara pengembalian PPN/PPnBM yg tlh dipungut kpd perwakilan negara asing dan
badan internasional serta pejabatnya

D1813

PMK-162/PMK.03/2014 (mulai berlaku stl 90 hari terhitung sejak tanggal 14 Agust 2014) ttg
Tata cara penerbitan SKB PPN/PPnBM kpd perwakilan negara asing dan badan internasional
serta pejabatnya Mencabut KMK-25/KMK.01/1998
SE dan surat terkait:
SE-10/PJ.52/1998 (tanggal 18 Mei 1998) ttg restitusi PPN dan/atau PPnBM kpda perwakilan
negara asing atau badan internasional serta pejabat/tenaga ahlinya
S-2678/PJ.55/1993 (tanggal 13 Okt 1993) ttg Tata cara pemberian resitusi/pembebasan PPN
dan/atau PPnBM kpd perwakilan negara asing atau badan internasional serta pejabat/tenaga
ahlinya Surat Dirjen Pajak yg ditujukan kpd KPP Badora

Impor/Penyerahan BKP/JKP yg Dibebaskan dari Pengenaan PPN atau PPN & PPnBM:
1. Atas impor BKP oleh: (Pasal 2 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM.
2. Atas penyerahan BKP dan/atau JKP kpd: (Pasal 2 ayat (2) PP 47 Thn 2013)
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM.
BKP adalah: (Pasal 2 ayat (3) PMK-162/PMK.03/2014)
a. Kendaraan bermotor; dan
Kendaraan bermotor: kendaraan bermotor roda 4. (Pasal 2 ayat (4) PMK162/PMK.03/2014)
b. Selain kendaraan bermotor.
Ketentuan Pembebasan:
1. Ketentuan Pembebasan bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara
Asing
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Perwakilan Negara Asing serta Pejabat
Perwakilan Negara Asing diberikan berdasarkan asas timbal balik. (Pasal 3 ayat (1) PP 47
Thn 2013)
Penerapan asas timbal balik ini ditetapkan oleh Menteri LN. (Pasal 3 ayat (2) PP 47
Thn 2013)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM hanya dpt diberikan oleh Menkeu stl mendapat
rekomendasi dari Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 3 ayat (2) PP 47 Thn
2013 dan Pasal 4 ayat (3) PMK-162/PMK.03/2014)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM diberikan dgn mempertimbangkan batas
minimum pembelian brg/jasa di luar PPN yg ditetapkan suatu negara (minimum
purchase requirement) dari Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 4 ayat (4) PMK162/PMK.03/2014)
2. Ketentuan Pembebasan bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan internasional
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Badan Internasional hanya diberikan kpd
Badan Internasional yg: (Pasal 4 ayat (1) PP 47 dan Pasal 5 ayat (3) PMK162/PMK.03/2014)
Tdk termasuk subjek PPh sesuai ketentuan perpu PPh; dan
Mendapatkan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg
ditunjuk.
Kerjasama teknik yg dilaksanakan oleh Badan Internasional yg dpt diberikan
pembebasan PPN atau PPN & PPnBM meliputi bantuan-bantuan berupa
hibah/sumbangan dari LN dlm kerangka kerjasama di bidang teknik, ilmu pengetahuan,
sosial, kebudayaan, dan ekonomi, tdk termasuk di dalamnya kredit-kredit dan PMA.
(Pasal 5 ayat (2) PMK-162/PMK.03/2014)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Pejabat Badan Internasional hanya
diberikan kpd Pejabat Badan Internasional dlm hal:
Badan Internasional tempat pejabat dimaksud bekerja tdk termasuk subjek PPh
sesuai ketentuan perpu PPh; dan

D1814

Pejabat dimaksud mendapatkan rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau


pejabat yg ditunjuk. (Pasal 4 ayat (2) PP 47 Thn 2013 dan Pasal 5 ayat (3) PMK162/PMK.03/2014)
Pembebasan PPN atau PPN & PPnBM kpd Badan Internasional serta Pejabat Badan
Internasional diberikan dgn mempertimbangkan batas minimum pembelian barang/jasa
di luar PPN yg ditetapkan suatu negara (minimum purchase requirement) dari Menteri
Sekretaris Negara atau pejabat yg ditunjuk. (Pasal 5 ayat (4) PMK-162/PMK.03/2014)

Penerbitan SKB oleh Menkeu:


Menkeu berdasarkan rekomendasi dari Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara dpt
menerbitkan SKB PPN atau PPN & PPnBM. (Pasal 5 PP 47 Thn 2013)
Dlm Hal PPN/PPnBM tlh Terlanjur Dipungut:
Dlm hal PPN atau PPN & PPnBM yg dibebaskan tlh dipungut, PPN atau PPN & PPnBM tsb dpt
diminta kembali sesuai dgn ketentuan perpu. (Pasal 6 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
PPN atau PPN & PPnBM yg diminta kembali, diajukan oleh Perwakilan Negara Asing, Pejabat
Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, serta Pejabat Badan Internasional kpd Menkeu
dan hrs disertai dgn rekomendasi dari Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara. (Pasal 6
ayat (2) PP 47 Thn 2013)
Dlm Hal BKP/JKP yg Dibebaskan Dipindahtangankan:
1. Apabila BKP yg atas perolehannya dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN & PPnBM
dipindahtangankan dlm jangka waktu 4 thn sejak diimpor/diperoleh, PPN atau PPN & PPnBM
yg dibebaskan wajib dibayar kembali dlm jangka waktu paling lama 1 bulan sejak saat
BKP dipindahtangankan. (Pasal 7 ayat (1) PP 47 Thn 2013)
2. Apabila JKP yg atas perolehannya dibebaskan dari pengenaan PPN dialihmanfaatkan kpd
pihak lain, PPN yg dibebaskan wajib dibayar kembali dlm jangka waktu paling lama 1
bulan sejak dialihmanfaatkan kpd pihak lain. (Pasal 7 ayat (2) PP 47 Thn 2013)
3. PPN atau PPN & PPnBM yg dibayar kembali ini, tdk dpt dimintakan kembali. (Pasal 2 ayat (3)
PMK-160/PMK.03/2014)
4. Cara Pembayaran Kembali: (Pasal 3 ayat (3) dan (4) PMK-160/PMK.03/2014)
a. Pembayaran kembali disetorkan ke Kas Negara dgn menggunakan SSP atau Surat
Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP).
b. Pengisian SSP sesuai dgn petunjuk Lamp I PMK-160/PMK.03/2014
No.
Nama Kolom
Diisi dgn
1.
NPWP
Diisi dgn 00.000.000.0.XXX.000. (XXX adalah kode KPP
Badora)
Dlm hal Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional,
Pejabat Perwakilan Negara Asing, atau Pejabat Badan
Internasional yg melakukan pembayaran kembali memiliki
NPWP, maka diisi dgan NPWP Perwakilan Negara Asing,
Badan Internasional, atau pejabat tsb
2.
Nama WP
Diisi dgn nama Perwakilan Negara Asing, Badan
Internasional, Pejabat Perwakilan Negara Asing, atau
Pejabat Badan Internasional yg melakukan pembayaran
kembali
3.
Alamat WP
Diisi dgn alamat Perwakilan Negara Asing, Badan
Internasional, Pejabat Perwakilan Negara Asing, atau
Pejabat Badan Internasional yg melakukan pembayaran
kembali di Indonesia
4.
Kode Akun Pajak
Diisi dgn 411211 utk PPN atau 411221 utk PPnBM
5.
Kode jenis
Diisi dgn 199
Setoran
6.
Uraian
Diisi dgn "Pembayaran kembali PPN atau PPnBM atas
Pembayaran
SKB/SKPLB PPN atau PPN & PPnBM Nomor .... tanggal
.....
7.
Masa Pajak
Diisi dgn Masa Pajak terjadinya pemindahtanganan BKP
atau pengalihmanfaatan JKP

D1815

8.

c.

d.

Thn Pajak

Diisi dgn Thn Pajak terjadinya pemindahtanganan BKP


atau pengalihmanfaatan JKP
9.
Jml Pembayaran
Diisi dgn jml PPN/PPnBM yg dibayar
10.
Tanggal
Diisi dgn tanggal dilakukan pembayaran
11.
Nama Jelas
Diisi dgn nama penyetor
Dlm hal pemindahtanganan atau pengalihmanfaatan ini dilakukan kpd sesama
Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, dan/atau pejabatnya, PPN atau PPN &
PPnBM yg dibebaskan tdk perlu dibayar kembali. (Pasal 7 ayat (3) PP 47 Thn 2013)
Ketentuan:
1. Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, Pejabat Perwakilan Negara
Asing, dan/atau Pejabat Badan Internasional penerima pemindahtanganan BKP
atau penerima pengalihmanfaatan JKP ini mengajukan permohonan Surat
Dispensasi kpd Menkeu melalui:
a. Menteri LN atau pejabat yg ditunjuk; atau
b. Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg ditunjuk.
2. Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yg ditunjuk
menyampaikan permohonan Surat Dispensasi kpd Kepala KPP Badora dgn
dilampiri: (Pasal 4 ayat (4) PMK-160/PMK.03/2014)
a. Surat rekomendasi dari Menteri LN atau Menteri Sekretaris Negara atau
Pejabat yg ditunjuk;
b. SKB PPN atau SKPLB atas BKP yg dipindahtangankan atau JKP yg
dialihmanfaatkan;
c. Invoice pd saat perolehan atau dokumen yg dpt dipersamakan; dan
d. Bukti-bukti pendukung yg dipersyaratkan oleh Kementerian LN atau
Kementerian Sekretariat Negara.
Yg dilakukan DJP stl menerima permohonan Surat Dispensasi:
1. Dirjen Pajak menugaskan Kepala KPP Badora utk melakukan penelitian thd
permohonan Surat Dispensasi.
2. Kepala KPP Badora a.n. Dirjen Pajak hrs memberikan keputusan dlm jangka
waktu paling lama 30 hari terhitung sejak permohonan Surat Dispensasi
diterima.
3. Keputusan dpt berupa:
Surat Dispensasi, dlm hal permohonan dikabulkan; atau
Surat penolakan, dlm hal permohonan tdk dikabulkan.
4. Tata cara pemberian & penatausahaan Surat Dispensasi adalah sesuai Lamp II
PMK-160/PMK.03/2014
5. Bentuk & petunjuk pengisian Surat Dispensasi adalah sesuai Lamp III PMK160/PMK.03/2014
Dlm hal pemindahtanganan BKP berupa kendaraan bermotor, PPN atau PPN &
PPnBM atas impor/perolehannya dpt tdk dibayar kembali apabila Perwakilan Negara
Asing atau Badan Internasional serta pejabatnya yg menerima kendaraan bermotor tsb
memenuhi persyaratan sesuai PMK-160/PMK.03/2014. (Pasal 4 ayat (2) PMK160/PMK.03/2014)

B. FASILITAS PPN TDK DIPUNGUT


1.

Fasilitas PPN di Tempat Penimbunan Berikat


Dasar Hukum:
Pasal 16B UU PPN
PP 32 Thn 2009 ttg Tempat Penimbunan Berikat (TPB) (berlaku sejak 60 hari sejak tanggal
24 Mar 2009)
PMK-147/PMK.03/2011 (berlaku sejak 1 Jan 2012) jo PMK-255/PMK.04/2011 (berlaku sejak
1 Feb 2012) jo PMK-44/PMK.04/2012 (berlaku sejak 16 Mar 2012) jo PMK-120/PMK.04/
2013 (berlaku sejak 26 Agust 2013) ttg Kawasan Berikat mencabut KMK-291/KMK.05/
1997 stdtd PMK-101/PMK.04/2005

D1816

Stl berlakunya PP 32 Thn 2009, kawasan berikat adalah salah satu bagian dari TPB.
TPB terdiri dari: Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Tempat Penyelenggaraan Berikat, Toko
Bebas Bea, Tempat Lelang Berikat, dan Kawasan Daur Ulang Berikat.
Definisi:
Kawasan Berikat
TPB utk menimbun barang impor dan/atau barang yg berasal dari tempat lain dlm daerah
pabean (TLDDP) guna diolah / digabungkan, yg hasilnya terutama utk diekspor.
(Pasal 1 angka 4 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
TPB
Bangunan, tempat, atau kawasan yg memenuhi persyaratan tertentu yg digunakan utk
menimbun barang dgn tujuan tertentu dgn mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
(Pasal 1 angka 3 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
Pihak yg Terlibat di Suatu Kawasan Berikat:
1. Penyelenggara Kawasan Berikat:
Badan hukum yg melakukan kegiatan menyediakan & mengelola kawasan utk kegiatan
pengusahaan Kawasan Berikat
(Pasal 1 angka 5 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
2. Pengusaha Kawasan Berikat:
Badan hukum yg melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat
(Pasal 1 angka 6 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
3. Pengusaha di Kawasan Berikat yg merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat (PDKB):
Badan hukum yg melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat yg berada di dlm
Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yg statusnya sbg badan hukum yg
berbeda
(Pasal 1 angka 7 PMK-147/PMK.03/2011 stdtd PMK-120/PMK.04/2013)
Penyelenggara Kawasan Berikat:
Penetapan Tempat Kawasan Berikat & penetapan Penyelenggara Kawasan Berikat ditetapkan
utk jangka waktu tertentu dgn Keputusan MenKeu.
Contoh Penyelenggara Kawasan Berikat:
PT. Kawasan Berikat Nusantara yg memiliki 3 wilayah usaha yaitu:
1. Jl. Raya Cakung Cilincing Tanjung Priok, Jakarta Utara, 14140
2. Jl. Raya Marunda No.1 Cilincing, Jakarta Utara, 14120
3. Jl. Pelabuhan Nusantara Tanjung Priok, Jakarta Utara, 14130
Pemberian Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut atau Pembebasan PPN:
(Ketentuan Sejak 1 Jan 2012)
I. Antara Kawasan Berikat dgn TLDDP atau Kawasan Berikat Lain
1. Terkait pemasukan barang, hasil produksi dan lain-lain ke kawasan berikat:
a. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut diberikan atas pemasukan: (Pasal
14 ayat (2) PMK-255/PMK.04/2011)
Pemasukan barang dari TLDDP ke Kawasan Berikat utk diolah lbh lanjut;
Pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dlm rangka
subkontrak dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di TLDDP ke
Kawasan Berikat;
Pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dlm rangka peminjaman
dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan di TLDDP ke Kawasan Berikat;
Pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di TLDDP yg
Bahan Baku utk menghasilkan hasil produksi berasal dari TLDDP, utk diolah lbh
lanjut oleh Kawasan Berikat;
Pemasukan hasil produksi yg berasal dari Kawasan Berikat lain, atau
perusahaan di TLDDP yg Bahan Baku utk menghasilkan hasil produksi tsb
berasal dari TLDDP, yg semata-mata akan digabungkan dgn barang Hasil
Produksi Kawasan Berikat utk diekspor; atau

D1817

Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari TLDDP ke Kawasan


Berikat utk menjadi 1 kesatuan dgn Hasil Produksi Kawasan Berikat.
b. Ketentuan terkait pemasukan barang, hasil produksi dan lain-lain tsb:
Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut atas
pemasukan barang ke kawasan berikat ini hrs dipenuhi oleh setiap Pengusaha
Kawasan Berikat dan/atau PDKB. (Pasal 14 ayat (2a) PMK-255/PMK.04/2011)
PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut atas pemasukan barang ke kawasan
berikat ini hrs dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB dgn
menggunakan FP sebagaimana diatur dlm perpu perpajakan. (Pasal 14 ayat
(2b) PMK-255/PMK.04/2011)
Dlm hal ketentuan pd huruf a & b di atas tdk dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan
Berikat dan/atau PDKB, atas pembayaran PPN atau PPN & PPnBM yg
seharusnya tdk dipungut, tdk dpt dikreditkan. (Pasal 14 ayat (2c) PMK255/PMK.04/2011)
c. Barang yg mendapat fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut adalah
bukan mrp barang utk dikonsumsi di Kawasan Berikat, seperti makanan, minuman,
BBM, dan pelumas. (Pasal 14 ayat (6) PMK-255/PMK.04/2011)
d. Utk pemasukan barang dari tempat lain dlm daerah pabean ke Kawasan Berikat,
pengusaha di TLDDP wajib membuat FP yg dibubuhi cap "Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
tidak dipungut eksekusi dari PP Nomor 32 TAHUN 2009." (Pasal 14 ayat (5) PP
32 Thn 2009 & penjelasan)
2. Terkait pengeluaran barang dan lain-lain dari kawasan berikat:
Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk Dipungut juga diberikan atas pengeluaran:
(Pasal 16 ayat (1) PMK-147/PMK.03/2011)
Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat yg Bahan Baku utk menghasilkan hasil
produksi berasal dari TLDDP, ke Kawasan Berikat lainnya;
Pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Penolong, cetakan (moulding), dan/atau mesin,
dlm rangka subkontrak dari Kawasan Berikat kpd Kawasan Berikat lainnya atau
perusahaan industri di TLDDP;
Pengeluaran barang yg rusak dan/atau apkir (reject) asal TLDDP yg sama sekali tdk
diproses di Kawasan Berikat ke TLDDP, sepanjang barang tsb dikembalikan ke
perusahaan tempat asal barang; dan
Pengeluaran mesin dan/atau cetakan (moulding) dlm rangka peminjaman ke
perusahaan industri di TLDDP dan Kawasan Berikat lainnya, sepanjang mesin
dan/atau cetakan (moulding) tsb digunakan utk memproduksi barang hasil produksi
yg akan diserahkan kpd pemberi pinjaman dari Kawasan Berikat asal.
PPN atau PPN & PPnBM, dan Cukai Dipungut atas barang asal TLDDP yg dikeluarkan
dari Kawasan Berikat ke TLDDP. (Pasal 16 ayat (3) PMK-147/PMK.03/2011)
II. Antara Kawasan Berikat dgn Kawasan Bebas
1. Atas pemasukan barang dari Kawasan Bebas yg akan diolah lbh lanjut dan/atau
digabungkan dgn hasil produksi di Kawasan Berikat diberikan penangguhan Bea Masuk,
pembebasan Cukai, pembebasan PPN atau PPN & PPnBM, tdk dipungut PPh Pasal 22
Impor (Pasal 14 ayat (4) PMK-255/PMK.04/2011)
2. Utk mendapatkan fasilitas ini pengusaha di Kawasan Bebas hrs mendapat izin dari
Badan Pengusahaan Kawasan Bebas. (Pasal 14 ayat (5) PMK-255/PMK.04/2011)
3. Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi Kawasan
Berikat kpd pengusaha di Kawasan Bebas yg telah mendapat izin usaha dari Badan
Pengusahaan Kawasan Bebas diberikan Pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai,
tdk dipungut PPN atau PPN & PPnBM, dan/atau tdk dipungut PPh Pasal 22 Impor
(Pasal 16 ayat (4) PMK-147/PMK.03/2011)
III. Antara Kawasan Berikat dgn Luar Daerah Pabean dan Kawasan Berikat Lain
Penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, dan tdk dipungut PDRI diberikan thd barang
yg dimasukkan ke Kawasan Berikat berupa: (Pasal 14 ayat (1) PMK-255/PMK.04/2011)
Bahan Baku dan Bahan Penolong asal luar daerah pabean utk diolah lbh lanjut;
Barang Modal asal luar daerah pabean dan Barang Modal dari Kawasan Berikat lain yg
dipergunakan di Kawasan Berikat;

D1818

Peralatan perkantoran asal luar daerah pabean yg dipergunakan oleh Pengusaha


Kawasan Berikat dan/atau PDKB;
Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat lain utk diolah lbh lanjut atau dijadikan Barang
Modal utk proses produksi;
Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yg dimasukkan kembali dari luar daerah pabean
ke Kawasan Berikat;
Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yg dimasukkan kembali dari Tempat
Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) ke Kawasan Berikat;
Barang jadi asal luar daerah pabean yg dimasukkan ke Kawasan Berikat utk
digabungkan dgn barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yg semata-mata utk diekspor;
dan/atau
Pengemas dan alat bantu pengemas asal luar daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat
lainnya yg dimasukkan ke Kawasan Berikat utk menjadi 1 kesatuan dgn barang Hasil
Produksi Kawasan Berikat.

Fasilitas perpajakan di Kawasan Berikat berupa PPN dan PPh Pasal 22 Impor tdk dipungut
atas:
impor dan/atau pembelian bahan baku dan bahan penolong utk diolah lbh lanjut yg tujuan
utk ekspor;
impor barang modal.
Fasilitas PPN & PPnBM tdk dipungut (Kawasan Berikat):

Dlm hal fasilitas PPN tdk digunakan (PPN dibayar/dipungut) maka PPN yg dibayar tsb tdk
dpt dikreditkan oleh Pengusaha Kawasan Berikat
Pengusaha Kawasan Berikat yg juga berstatus sbg WP Patuh atau PKP Berisiko Rendah
tdk dpt memanfaatkan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
2.

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)


Dasar Hukum:
PP 20 Thn 2000 jo PP 147 Thn 2000 ttg Perlakuan perpajakan di KAPET
Kepres 150 Thn 2000 (berlaku sejak 19 Okt 2000) ttg KAPET
KMK-11/KMK.04/2001 (daya laku surut sejak 1 Jan 2001) ttg Perlakuan Perpajakan &
Kepabeanan di KAPET
KEP-229/PJ/2001 (berlaku sejak 22 Maret 2001) ttg Perlakuan perpajakan di KAPET

3.

Fasilitas PPN di Kawasan Bebas


Dasar Hukum:
a. Penetapan suatu daerah sbg Kawasan Bebas (KB) di antaranya:
PP 46 Thn 2007 stdtd PP 5 Thn 2011 utk Kawasan Bebas Batam
PP 47 Thn 2007, utk Kawasan Bebas Bintan
PP 48 Thn 2007, utk Kawasan Bebas Karimun

D1819

b. Perlakuan PPN dan atau PPnBM utk Kawasan Bebas diatur dlm:
Pasal 16B UU PPN
PP 10 Thn 2012 (berlaku 60 hari terhitung sejak tanggal 9 Jan 2012) ttg Kawasan Bebas
PMK-62/PMK.03/2012 (berlaku sejak 26 Apr 2012) ttg Tata Cara Pengawasan,
Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan PPN dan/atau PPnBM atas
Pengeluaran dan/atau Penyerahan BKP dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP
dan Pemasukan dan/atau Penyerahan BKP dan/atau JKP dari TLDDP ke Kawasan
Bebas mencabut PMK-45/PMK.03/2009 stdd PMK-240/PMK.03/2009
PER-50/PJ./2009 ttg Pencabutan PKP di Kawasan Bebas
KMK-426/KMK.03/2010 (berlaku sejak 2 Des 2010) ttg Penugasan Pejabat/Pegawai DJP
dlm Rangka Pengawasan atas Pemasukan Barang dari TLDDP ke Kawasan Bebas
Batam, Bintan, dan Karimun
SE terkait:
SE-39/PJ./2009 ttg Tatacara Endorsement, Perekaman dan Pemberkasan di Kawasan Bebas
(formulir PP FTZ 01, 02, dan 03)
SE-133/PJ/2010 ttg Petunjuk pelaksanaan PMK-45/PMK.03/2009 stdtd PMK240/PMK.03/2009
SE-111/PJ/2010 ttg Penegasan atas pelaksanaan pemberian persetujuan atas
Pemasukan/Pengeluaran BKP utk transaksi tertentu pasal 2A ayat (1) huruf a dan b PMK240/PMK.03/2009
Definisi dan Istilah:
Daerah Pabean
Wilayah RI yg meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempattempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yg di dalamnya berlaku
UU. (Pasal 1 angka 4 PP 10 Thn 2012)
TLDPP
Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat (TPB), dan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK). (Pasal 2 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
Endorsement
Pernyataan mengetahui dari pejabat/pegawai DJP atas pemasukan BKP dari TLDDP ke
Kawasan Bebas, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yg terkait dgn pemasukan BKP
tsb. (Pasal 1 angka (10) PMK-62/PMK.03/2012)
Informasi Terkait:
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di
pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk. (Pasal 2 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
Pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk mrp pelabuhan atau bandar udara yg tlh
mendapatkan izin dari Menteri Perhubungan dan tlh mendapatkan penetapan sbg Kawasan
Pabean. (Pasal 2 ayat (3) PP 10 Thn 2012)
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dpt dilakukan oleh
pengusaha yg tlh mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan. (Pasal 3 ayat (1)
PP 10 Thn 2012)
Pengusaha di Kawasan Bebas tdk perlu dikukuhkan sbg PKP. (Pasal 4 ayat (1) PP 10 Thn
2012)
Penyerahan barang di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 4 ayat
(2) PP 10 Thn 2012)
Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari TLDDP, sepanjang menyangkut pemberian
fasilitas tdk dipungut PPN, pengawasan dan pengadministrasiannya dilakukan oleh DJP.
(Pasal 18 ayat (3) PP 10 Thn 2012)
Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn Luar Daerah Pabean (Terkait BKP
Berwujud)
A. Pemasukan Barang dari Luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas
Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean diberikan pembebasan bea
masuk, pembebasan PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai. (Pasal
14 PP 10 Thn 2012)

D1820

Ketentuan yg hrs dipenuhi terkait pemasukan barang: (Pasal 3 PP 10 Thn 2012):


1. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dpt dilakukan
oleh pengusaha yg tlh mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
2. Pengusaha pd angka 1 hanya dpt memasukkan barang ke Kawasan Bebas dari luar
Daerah Pabean yg berhubungan dgn kegiatan usahanya.
3. Pemasukan barang konsumsi utk kebutuhan penduduk ke Kawasan Bebas dari luar
Daerah Pabean, hanya dpt dilakukan oleh pengusaha yg tlh mendapatkan izin usaha
dari Badan Pengusahaan Kawasan, dlm jml dan jenis yg ditetapkan oleh Badan
Pengusahaan Kawasan.
B. Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Luar Daerah Pabean ruang lingkup
pekerjaan DJBC (Pasal 16 PP 10 Thn 2012)
Barang yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean wajib
diberitahukan dgn Pemberitahuan Pabean. (Pasal 16 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
Pemberitahuan Pabean tdk diperlukan thd barang pribadi penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman, s.d. batas nilai pabean dan/atau jml
tertentu. (Pasal 16 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
Dlm hal barang yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean mrp
barang yg dikenai bea keluar, bea keluar wajib dibayar paling lambat pd saat
Pemberitahuan Pabean didaftarkan ke Kantor Pabean. (Pasal 16 ayat (2) PP 10 Thn
2012)
Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn TLDDP (Terkait BKP Berwujud)
A. Pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas (Tdk Dipungut PPN)
1. Pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara
yg ditunjuk, tdk dipungut PPN atau PPN & PPnBM. (Pasal 10 ayat (1) PMK62/PMK.03/2012)
Ketentuan ini juga berlaku utk pemasukan BKP dan penyerahan JKP yg sesuai dgn
ketentuan perpu perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10)
PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan ini tdk berlaku utk pemasukan BKP yg tlh dilunasi PPN dgn menggunakan
stiker lunas PPN, dan BBM bersubsidi. (Pasal 10 ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
2. Atas pemasukan BKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas wajib dibuatkan FP yg diisi
lengkap sesuai dgn ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. (Pasal 11 ayat (1) PMK62/PMK.03/2012)
Termasuk dlm pengertian FP ini adalah dokumen tertentu yg kedudukannya
dipersamakan dgn FP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 13 ayat (6) UU PPN.
(Pasal 11 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)
FP dibuat paling lambat pd saat pengiriman BKP ke Kawasan Bebas. (Pasal 11 ayat
(3) PMK-62/PMK.03/2012)
FP ini hrs diberi cap PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012 oleh PKP yg melakukan
penyerahan. (Pasal 11 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan terkait kewajiban pembuatan FP ini tdk berlaku atas pemasukan BKP
sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b dan pemasukan kembali BKP sesuai Pasal 3 ayat (1)
huruf a PMK-62/PMK.03/2012. (Pasal 11 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
3. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut diberikan sepanjang BKP Berwujud
tsb benar-benar tlh masuk di Kawasan Bebas yg dibuktikan dgn dokumen yg tlh diberikan
Endorsement oleh pejabat/pegawai DJP. (Pasal 12 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
a. Dokumen yg hrs disampaikan oleh pengusaha/WP di kawasan bebas dlm rangka
Endorsement adalah Pemberitahuan pabean (PP FTZ-03) yg tlh didaftarkan pd
kantor pabean.
PP FTZ-03 disampaikan dgn dilampiri: (Pasal 12 ayat (2) PMK62/PMK.03/2012)
FC FP (lembar pembeli) yg tlh diberi cap "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012"
FC Bill of Lading atau Airway Bill atau Delivery Order
FC Faktur Penjualan atau Invoice
Penyampaian lamp PP FTZ-03 hrs disertai dgn menunjukkan dokumen aslinya.

D1821

(Pasal 12 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012)


Dlm hal pengurusan Pemberitahuan Pabean dilakukan oleh pengusaha
pengurusan jasa kepabeanan, dokumen yg hrs disampaikan dlm rangka
Endorsement ini hrs dilampiri dgn surat kuasa dari pengusaha yg melakukan
pemasukan BKP ke Kawasan Bebas. (Pasal 12 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
Dlm hal Pemberitahuan Pabean tdk sesuai dgn dokumen-dokumen yg hrs
dilampirkan dlm rangka Endorsement, BKP tetap dpt dikeluarkan dari
pelabuhan/bandar udara yg ditunjuk dan atas pemasukan BKP tdk dpt diberikan
fasilitas PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut. (Pasal 12 ayat (6) PMK62/PMK.03/2012)
b. Dokumen yg hrs disampaikan dlm rangka Endorsement utk pemasukan BKP sesuai
Pasal 3 ayat (1) huruf a & b PMK-62 adalah Pemberitahuan Pabean yg tlh
didaftarkan pd Kantor Pabean, yg dilampiri dgn: (Pasal 12 ayat (3) PMK62/PMK.03/2012)
PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP terdaftar
beserta lampirannya; dan
FC Bill of Lading, Airway Bill, atau Delivery Order.
c. Proses endorsement paling lama 1 hari kerja sejak dokumen-dokumen yg hrs
disampaikan diterima lengkap
d. Tata cara endorsement: Lamp IV PER-62/PMK.03/2012
B. Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP (Terutang PPN)
Ketentuan umum:
Barang asal luar Daerah Pabean yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP
wajib dilunasi bea masuk, PPN, dan/atau PPh Pasal 22 UU PPh. (Pasal 19 ayat (1) PP
10 Thn 2012)
Barang asal Kawasan Bebas dan TLDDP yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke
TLDDP, wajib dilunasi PPN. (Pasal 19 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
Barang yg akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP wajib diberitahukan dgn
Pemberitahuan Pabean. (Pasal 22 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
Ketentuan perpajakan:
1. BKP yg dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP terutang PPN. (Pasal 2 ayat (1)
PMK-62)
Dlm hal BKP mrp BKP yg tergolong mewah, atas pengeluaran BKP dimaksud
terutang PPN & PPnBM. (Pasal 2 ayat (2) PMK-62)
Mekanisme ketentuan:
a. Saat terutang pajak adalah pd saat BKP dikeluarkan dari Kawasan Bebas.
(Pasal 2 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012)
b. DPP atas PPN & PPnBM terutang adalah: (Pasal 2 ayat (5) PMK62/PMK.03/2012)
Harga Jual; atau
Harga Pasar Wajar dlm hal pengeluaran barang tsb bukan dlm rangka
transaksi jual beli.
c. Cara Penyetoran PPN
PPN atau PPN & PPnBM disetor ke kas negara oleh Orang yg
mengeluarkan BKP melalui kantor pos/bank persepsi yg ditunjuk oleh
MenKeu, dgn menggunakan SSP. (Pasal 2 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
SSP diisi dgn cara: (Pasal 2 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
pd kolom nama & kolom NPWP diisi dgn nama & NPWP Orang yg
menerima BKP;
pd kolom WP/penyetor dicantumkan juga nama & NPWP Orang yg
mengeluarkan BKP.
d. Saat Penyetoran
Penyetoran PPN atau PPN & PPnBM dilakukan paling lama pd saat BKP tsb
dikeluarkan dari Kawasan Bebas. (Pasal 2 ayat (8) PMK-62/PMK.03/2012)
e. SSP yg dilampiri dgn invoice dan Pemberitahuan Pabean mrp dokumen yg
dipersamakan dgn FP. (Pasal 2 ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
PPN yg tlh dibayar dgn menggunakan SSP yg dilampiri dgn invoice dan
Pemberitahuan Pabean mrp PM yg dpt dikreditkan oleh PKP yg menerima BKP

D1822

sesuai perpu di bidang perpajakan. (Pasal 2 ayat (10) PMK-62/PMK.03/2012)


Syarat agar BKP dpt dikeluarkan dari kewasan bebas ke TLDDP
BKP dpt dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TLDDP sepanjang tlh dipenuhi
kewajiban pabean sebagaimana diatur dlm ketentuan perpu kepabeanan.
(Pasal 5 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
Termasuk dlm pemenuhan kewajiban pabean ini adalah penyampaian
Pemberitahuan Pabean yg dilampiri dgn: invoice atau faktur penjualan atau
dokumen penyerahan barang dlm hal barang tsb bukan dlm rangka
transaksi jual beli; dan SSP (Pasal 5 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi II PMK-62/PMK.03/2012)
2. Jenis pengeluaran yg Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran PPN
Dikecualikan dari dari kewajiban Pembayaran PPN atau PPN & PPnBM yaitu thd
pengeluaran barang utk transaksi tertentu: (Pasal 3 PMK-62/PMK.03/2012)
a. Pengeluaran dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas BKP yg berhubungan dgn
kegiatan usahanya ke TLDDP yg dlm jangka waktu tertentu akan dimasukkan
kembali ke Kawasan Bebas berupa mesin dan/atau peralatan utk: kepentingan
produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur; keperluan perbaikan, pengerjaan,
pengujian, atau kalibrasi; dan/atau keperluan peragaan atau demonstrasi;
Batas waktu pemasukan kembali BKP ke Kawasan Bebas ini adalah paling lama
12 bulan sejak tanggal Pemberitahuan Pabean. (Pasal 3 ayat (2) PMK62/PMK.03/2012)
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan:
(Pasal 5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
Pemberitahuan Pemasukan/Pengeluaran Barang Transaksi Tertentu
(PPBTT) yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP
terdaftar dan surat persetujuan keterangan asal barang dari Badan
Pengusahaan Kawasan utk pengeluaran BKP selain BKP asal luar Daerah
Pabean;
SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
b. Pengeluaran kembali dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas BKP asal TLDDP yg
berhubungan dgn kegiatan usahanya berupa mesin dan/atau peralatan utk:
kepentingan produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur; keperluan perbaikan,
pengerjaan pengujian, atau kalibrasi; dan/atau keperluan peragaan atau
demonstrasi;
Batas waktu pengeluaran kembali BKP dari Kawasan Bebas ini adalah paling
lama 12 bulan sejak tanggal Pemberitahuan Pabean. (Pasal 3 ayat (3) PMK62/PMK.03/2012)
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan:
(Pasal 5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP
terdaftar dan surat persetujuan keterangan asal barang dari Badan
Pengusahaan Kawasan utk pengeluaran BKP selain BKP asal luar Daerah
Pabean;
SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
c. Pengeluaran BKP utk kegiatan usaha eksplorasi hulu migas bumi serta panas bumi
yg atas impornya PPN yg terutang tdk dipungut, dibebaskan dari pengenaan PPN
atau PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana ditetapkan dgn Peraturan MenKeu,
sepanjang pengeluaran BKP tsb tdk utk tujuan pengalihan hak;
Untuk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dengan
melampirkan: (Pasal 5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP
terdaftar;
SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
masterlist atau dokumen dgn nama lain yg mempunyai fungsi sama dgn
masterlist utk perusahaan kontraktor migas bumi serta panas bumi.
f.

D1823

d. Pengeluaran BKP, yg sesuai dgn ketentuan perpu perpajakan atas impor dan/atau
penyerahannya tdk dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban melampirkan SSP diganti dgn melampirkan:
(Pasal 5 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
PPBTT yg tlh disetujui oleh Kepala KPP tempat pengusaha di TLDDP
terdaftar;
SKB PPN utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan utk
mendapatkan fasilitas dimaksud;
Utk pengeluaran BKP yg mnr ketentuan perpu perpajakan ditentukan bahwa utk
mendapatkan fasilitas dibebaskan dimaksud tdk memerlukan SKB PPN, maka
kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat (4) PMK62/PMK.03/2012)
e. Pengeluaran BKP yg tlh dilunasi PPNnya dgn menggunakan stiker lunas PPN; dan
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat
(4) PMK-62/PMK.03/2012)
f. Pengeluaran BKP berupa pengemas yg dipakai berulang-ulang (returnable
package).
Utk pengeluaran BKP ini, kewajiban utk melampirkan SSP tdk berlaku. (Pasal 5 ayat
(4) PMK-62/PMK.03/2012)
3. Dikecualikan dari pengenaan PPN atas pengeluaran BKP dgn tujuan angkut terus atau
angkut lanjut dari TLDDP ke Kawasan Bebas utk tujuan TLDDP. (Pasal 4 PMK62/PMK.03/2012)
"barang diangkut terus" adalah barang yg diangkut dgn sarana pengangkut melalui
kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu menuju pelabuhan
tujuan akhir pengangkutan barang (port of destination). (Pasal 13 ayat (1) huruf b PP
10 Thn 2012)
"barang diangkut lanjut" adalah barang yg diangkut dgn sarana pengangkut melalui
kantor pabean dgn dilakukan pembongkaran terlebih dulu menuju pelabuhan tujuan
akhir pengangkutan barang (port of destination). (Pasal 13 ayat (1) huruf b PP 10
Thn 2012)
Ketentuan Perpajakan antara Kawasan Bebas dgn TPB atau KEK (Terkait BKP Berwujud)
A. Pemasukan BKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas (Tdk Dipungut PPN)
Ketentuan umum :
Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari TPB atau KEK diberikan pembebasan bea
masuk, tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai.
(Pasal 27 PP 10 Thn 2012)
Ketentuan perpajakan:
1. Pemasukan BKP dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke
Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yg ditunjuk, tdk dipungut PPN
atau PPN dan PPnBM. (Pasal 10 ayat (2) PMK-62/PMK.03/2012)
a. Ketentuan ini juga berlaku utk pemasukan BKP yg sesuai dgn ketentuan perpu
perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10) PMK62/PMK.03/2012)
b. Ketentuan ini tdk berlaku utk pemasukan BKP yg tlh dilunasi PPN dgn menggunakan
stiker lunas PPN, dan BBM bersubsidi. (Pasal 10 ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
2. Atas pemasukan BKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas wajib dibuatkan FP yg diisi
lengkap sesuai dgn ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. (Pasal 11 ayat (1) PMK62/PMK.03/2012)
a. Termasuk dlm pengertian FP ini adalah dokumen tertentu yg kedudukannya
dipersamakan dgn FP sesuai Pasal 13 ayat (6) UU PPN. (Pasal 11 ayat (2) PMK62/PMK.03/2012)
b. FP dibuat paling lambat pd saat pengiriman BKP ke Kawasan Bebas. (Pasal 11 ayat
(3) PMK-62/PMK.03/2012)
c. FP ini hrs diberi cap PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012 oleh PKP yg melakukan
penyerahan. (Pasal 11 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
d. Ketentuan terkait kewajiban pembuatan FP ini tdk berlaku atas pemasukan BKP

D1824

sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b dan pemasukan kembali BKP sesuai Pasal 3 ayat (1)
huruf a PMK-62/PMK.03/2012. (Pasal 11 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
3. Fasilitas PPN atau PPN & PPnBM tdk dipungut diberikan sepanjang BKP Berwujud tsb
benar-benar tlh masuk di Kawasan Bebas yg dibuktikan dgn dokumen yg tlh diberikan
Endorsement oleh pejabat/pegawai DJP. (Pasal 12 ayat (1) PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan ttg Endorsement sama dgn ketentuan pd bagian Ketentuan Perpajakan
antara Kawasan Bebas dgn TLDDP bagian A angka 3 huruf a d.
B. Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke TPB atau KEK
1. Ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat:
(Pasal 29 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
a. Dlm hal barang mrp barang asal luar Daerah Pabean, diberikan penangguhan
bea masuk, tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22 UU PPh, dan/atau
pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur mengenai TPB;
b. Dlm hal barang mrp barang asal Kawasan Bebas atau barang asal TLDDP, tdk
dipungut PPN dan/atau diberikan pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg
mengatur mengenai TPB.
2. Ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke KEK: (Pasal 29 ayat (2) PP 10
Thn 2012)
a. Dlm hal barang mrp barang asal luar Daerah Pabean, diberikan penangguhan bea
masuk, tdk dipungut PPN, tdk dipungut PPh Pasal 22, dan/atau pembebasan cukai,
sesuai dgn ketentuan perpu yg mengatur mengenai KEK;
b. Dlm hal barang mrp barang asal Kawasan Bebas atau barang asal TLDDP, tdk
dipungut PPN dan/atau diberikan pembebasan cukai, sesuai dgn ketentuan perpu yg
mengatur mengenai KEK.
Perlakuan PPN atas Perolehan/Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan Penyerahan/
Perolehan JKP
A. Pemanfaatan dari Luar Daerah Pabean di Dlm Kawasan Bebas
Pemanfaatan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dlm Kawasan
Bebas, dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (1) PP 10 Thn 2012)
B. Penyerahan di Dlm Kawasan Bebas
Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP di dlm Kawasan Bebas, dibebaskan dari
pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (2) PP 10 Thn 2012)
C. Penyerahan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas Lain
Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas
lainnya, dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (3) PP 10 Thn 2012)
D. Penyerahan dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau TPB atau KEK
1. Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TLDDP, dikenai
PPN. (Pasal 33 ayat (4) PP 10 Thn 2012)
2. Penyerahan BKP tdk berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke TPB atau Kawasan
Ekonomi Khusus, dipungut PPN. (Pasal 33 ayat (11) PP 10 Thn 2012)
3. Dikecualikan dari pengenaan PPN, utk penyerahan JKP yg mnr ketentuan perpu
perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 33 ayat (5) PP 10 Thn 2012)
4. Mekanisme ketentuan pengenaan PPN:
a. Saat terutang PPNnya adalah pd saat pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau
JKP di TLDDP, TPB, atau KEK. (Pasal 6 ayat (3) PMK-62)
Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan Bebas terjadi pd
saat: (Pasal 6 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012) yg terjadi lbh dahulu
Harga perolehan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb dinyatakan sbg utang
oleh pihak yg memanfaatkannya;
Harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau penggantian JKP tsb ditagih oleh
pihak yg menyerahkannya; atau
Harga perolehan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tsb dibayar, baik
sebagian atau seluruhnya oleh pihak yg memanfaatkannya.
Dlm hal saat terjadinya pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP tdk
diketahui, maka Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP dari Kawasan
Bebas ke TLDDP, TPB, atau KEK terjadi pd tanggal ditandatanganinya kontrak
atau perjanjian (Pasal 6 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)

D1825

b.

DPP atas PPN yg terutang adalah seb harga jual BKP Tdk Berwujud dan/atau
penggantian JKP. (Pasal 6 ayat (6) PMK-62/PMK.03/2012)
c. Cara Penyetoran PPN:
PPN yg terutang dipungut oleh Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud
dan/atau JKP di TLDDP, TPB, atau KEK pd saat pemanfaatan BKP Tdk
Berwujud dan/atau JKP. (Pasal 6 ayat (7) PMK-62/PMK.03/2012)
PPN disetor ke kas negara oleh Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud
dan/atau JKP di di TLDDP, TPB, atau KEK melalui kantor pos/bank persepsi yg
ditunjuk oleh MenKeu, dgn menggunakan SSP paling lama pd akhir bulan
berikutnya stl bulan terjadinya pemungutan. (Pasal 6 ayat (8) PMK62/PMK.03/2012)
SSP yg dilampiri dgn invoice atau kontrak mrp dokumen yg kedudukannya
dipersamakan dgn FP. (Pasal 6 ayat (9) PMK-62/PMK.03/2012)
Ketentuan bagi Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP:
Dlm hal Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP mrp
PKP: PPN yg disetorkan dgn menggunakan SSP yg dilampiri dgn invoice
atau kontrak mrp PM yg dpt dikreditkan dan dilaporkan dlm SPT Masa PPN
pd Masa Pajak yg sama dgn bulan penyetoran. (Pasal 6 ayat (10) PMK62/PMK.03/2012)
Dlm hal Orang yg memanfaatkan BKP Tdk Berwujud dan/atau JKP
bukan mrp PKP: PPN yg disetor dgn menggunakan SSP lembar ke-3 wajib
dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya stl saat terutangnya pajak ke
KPP yg wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Orang tsb. (Pasal 6 ayat (11) PMK-62/PMK.03/2012)
d. Contoh penghitungan: Lamp III Romawi II huruf b & c PMK-62/PMK.03/2012
E. Penyerahan dari TLDDP atau TPB atau KEK ke Kawasan Bebas
1. Tdk dipungut PPN:
a. Jenis penyerahan yg PPNnya tdk dipungut:
Penyerahan BKP tdk berwujud dari TLDDP ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat
(3) PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan BKP tdk berwujud dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas. (Pasal
10 ayat (4) PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan JKP tertentu dari TLDDP ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat (7)
PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan JKP tertentu dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas. (Pasal 10 ayat
(8) PMK-62/PMK.03/2012)
JKP tertentu adalah JKP yg batasan kegiatan dan jenisnya diatur dlm Peraturan
MenKeu sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPN. (JKP tertentu ini adalah JKP yg atas
ekspornya dikenai tarif 0%)
Penyerahan BKP tdk berwujud atau JKP yg sesuai dgn ketentuan perpu
perpajakan dibebaskan dari pengenaan PPN. (Pasal 10 ayat (10) PMK62/PMK.03/2012)
b. Mekanisme ketentuan perpajakan:
PKP yg melakukan penyerahan wajib membuat FP sesuai perpu di bidang
perpajakan.
FP hrs diberi cap PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT
BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012
2. Dipungut PPN:
Penyerahan JKP dari TLDDP ke Kawasan Bebas yg penyerahannya tdk dilakukan di
kawasan bebas, dikenai PPN. (Pasal 10 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
Penyerahan JKP dari TPB atau KEK ke Kawasan Bebas yg penyerahannya tdk
dilakukan di Kawasan Bebas, dipungut PPN. (Pasal 10 ayat (6) PMK62/PMK.03/2012)
Atas penyerahan JKP ini wajib dibuatkan FP sesuai perpu di bidang perpajakan. (Pasal
11 ayat (5) PMK-62/PMK.03/2012)
F. PPN atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara & Jasa Telekomunikasi
Jasa Angkutan Udara: (Pasal 7 PMK-62/PMK.03/2012)
1. Atas penyerahan jasa angkutan udara di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari

D1826

pengenaan PPN.
Atas penyerahan jasa angkutan udara DN dari TLDDP ke Kawasan Bebas dikenai
PPN.
3. Atas penyerahan jasa angkutan udara DN dari Kawasan Bebas ke TLDDP dikenai
PPN.
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi III PMK-62/PMK.03/2012
Jasa Telekomunikasi: (Pasal 8 PMK-62/PMK.03/2012)
1. Atas penyerahan jasa telekomunikasi di dlm Kawasan Bebas dibebaskan dari
pengenaan PPN.
2. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari TLDDP atau TPB ke Kawasan Bebas
dikenai PPN.
Dikecualikan dari ketentuan pengenaan PPN atas penyerahan jasa telekomunikasi
yg menggunakan jaringan berkabel (fixed line) di Kawasan Bebas.
3. Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari Kawasan Bebas ke TLDDP atau TPB
dikenai PPN.
Contoh penghitungan: Lamp III Romawi IV PMK-62/PMK.03/2012
2.

4.

Kemudahan Impor utk Tujuan Ekspor (KITE)


Dasar Hukum:
KMK-580/KMK.04/2003 stdtd PMK-15/PMK.011/2011 (berlaku sejak 24 Jan 2011) ttg
Tatalaksana KITE & Pengawasannya
PMK-254/PMK.04/2011 jo PMK-176/PMK.04/2013 (mulai berlaku stl 60 hari sejak tanggal 6
Des 2013) ttg Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan utk Diolah, Dirakit,
atau Dipasang pd Barang Lain dgn Tujuan utk Diekspor
PMK-253/PMK.04/2011 jo PMK-177/PMK.04/2013 (mulai berlaku stl 60 hari sejak tanggal 6
Des 2013) ttg Pengembalian Bea Masuk Yg Tlh Dibayar Atas Impor Barang dan Bahan utk
Diolah, Dirakit, atau Dipasang pd Barang Lain dgn Tujuan utk Diekspor
Ketentuan:
Atas Impor Barang dan Bahan utk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pd barang lain dgn tujuan
utk diekspor dpt diberikan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM terutang tdk dipungut.
Atas pengeluaran Bahan Baku dlm rangka subkontrak dan pemasukan kembali hasil
pekerjaan subkontrak ke Perusahaan, tdk dikenakan PPN atau PPN & PPnBM.
Atas sisa proses produksi (waste/crap) yg dijual ke TLDDP dikenakan Pajak Dlm Rangka
Impor yg dihitung berdasarkan hrg jual dan wajib membuat FP serta memungut PPN atau
PPN & PPnBM sesuai ketentuan perpu di bidang perpajakan.
Atas Bahan Baku dan Hasil Produksi yg tdk dilaporkan s.d. periode fasilitas, maka tdk
diberikan fasilitas dan dikenakan sanksi sesuai ketentuan perpu di bid perpajakan.

5.

Proyek Pemerintah yg Sumber Dananya Berasal dari Bantuan LN berupa Pinjaman/Hibah


Dasar Hukum:
Pasal 16B UU PPN
PP 42 Thn 1995 stdtd PP 25 Thn 2001 ttg Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN, PPnBM,
dan PPh dlm Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yg Dibiayai dgn Hibah/Dana Pinjaman
LN
KMK-239/KMK.01/1996 stdd KMK-486/KMK.04/2000
PMK-43/PMK.03/2007 (berlaku surut sejak 29 Apr 2005 s.d. 31 Mar 2009) ttg Perlakuan
Perpajakan atas Pelaksanaan Proyek Pemerintah utk Rehabilitasi & Rekonstruksi Wilayah
dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumut Paska
Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami yg Dibiayai Hibah LN
SE terkait:
SE-19/PJ.53/1996 ttg PPN & PPnBM dlm Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yg
Dibiayai dgn Hibah atau Dana Pinjaman LN
SE bersama DJA, DJP, dan DJBC No. SE-64/A/71/0596, SE-32/PJ/1996, SE-19/BC/1996
tanggal 13 Mei 1996 perihal Pedoman Pelaksanaan KMK-239/KMK.01/1996

D1827

6.

PPN Tdk Dipungut atas Sebagian impor BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk
Dasar Hukum:
KMK-231/KMK.03/2001 (berlaku sejak 30 Apr 2001) jo PMK-616/PMK.03/2004 (berlaku
sejak 1 Jan 2005) jo PMK-27/PMK.011/2012 (berlaku sejak 8 Feb 2012) jo PMK70/PMK.011/2013 (berlaku sejak 2 Apr 2013) ttg Perlakuan PPN & PPnBM atas impor BKP
yg dibebaskan dari pungutan bea masuk
Definisi:
BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea
Masuk berdasarkan ketentuan perpu pabean. (Pasal 1 ayat (1) PMK-27/PMK.011/2012)
Perlakuan PPN & PPnBM atas Impor BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk:
a. Atas impor BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut PPN atau PPN &
PPnBM berdasarkan ketentuan perpu perpajakan yg berlaku kecuali atas impor
sebagian BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk. (Pasal 2 ayat (1) & (2) PMK27/PMK.011/2012)
b. Sebagian impor BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan mendapatkan
fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk dipungut: (Pasal 2 ayat (3) PMK-70/PMK.011/2013)
1. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yg bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik
2. Barang utk keperluan badan internasional yg diakui dan terdaftar pada Pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yg bertugas di Indonesia dan tdk memegang paspor
Indonesia
3. Barang kiriman hadiah utk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan
4. Barang utk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yg terbuka
utk umum
5. Barang utk keperluan penelitian & pengembangan ilmu pengetahuan
6. Barang utk keperluan khusus kaum tunanetra & penyandang cacat lainnya
7. Peti atau kemasan lain yg berisi jenazah atau abu jenazah
8. Barang pindahan TKI yg bekerja di LN, mahasiswa yg belajar di LN, PNS, anggota TNI,
atau anggota Kepolisian RI yg bertugas di LN sekurang-kurangnya selama 1 thn,
sepanjang barang tsb tdk utk diperdagangkan & mendapat rekomendasi dari Perwakilan
RI setempat
9. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman
sampai batas jml tertentu sesuai dgn ketentuan perundang-undangan Pabea;
10. Barang yg diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemda yg ditujukan utk kepentingan
umum
11. Perlengkapan militer termasuk suku cadang yg diperuntukkan bagi keperluan pertahanan
& keamanan Negara
12. Barang impor sementara
13. Barang yg dipergunakan utk kegiatan usaha eksplorasi hulu migas serta panas bumi
Sepanjang memenuhi ketentuan sbb: (Pasal 2 ayat (4) PMK-27/PMK.011/2012)
Barang tsb blm dpt diproduksi DN;
Barang tsb sdh diproduksi DN, namun blm memenuhi spesifikasi yg dibutuhkan;
atau
Barang tsb sdh diproduksi DN, namun jumlahnya blm mencukupi kebutuhan
industri.
WP hrs mengajukan permohonan kpda Dirjen Bea dan Cukai bersamaan dgn
permohonan utk memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, dgn dilampiri
Rencana Impor Barang (RIB) yg tlh disetujui dan ditandasahkan oleh Dirjen Minyak
dan Gas Bumi atau Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi,
Kementerian ESDM, yg tata caranya mengikuti Ketentuan Perundang-undangan
Pabean. (Pasal 2 ayat (5) PMK-27/PMK.011/2012)
14. Barang yg dipergunakan utk kegiatan usaha eksploitasi hulu migas (baru mendapat
fasilitas PPN atau PPN & PPnBM Tdk dipungut sejak 2 Apr 2013)

D1828

Juga mendapatkan pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 impor dgn tanpa
SKB, Tata cara dan pelaksanaan pemungutan PPN & PPnBM sepenuhnya
dilaksanakan oleh Dirjen Bea dan Cukai. (Pasal 3 KMK-231/KMK.03/2001)

Dlm Hal BKP yg Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk Digunakan Tdk Sesuai dgn
Tujuan Semula/ Dipindahtangankan: (Pasal 4 KMK-231/KMK.03/2001)
Apabila dlm jangka waktu 5 thn sejak impor, BKP yg dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
digunakan tdk sesuai dgn tujuan semula atau dipindahtangankan kpd pihak lain, baik
sebagian atau seluruhnya, maka PPN & PPnBM yg seharusnya terutang hrs disetor ke kas
negara oleh OP/Badan yg melakukan importasi.
PPN yg seharusnya terutang ini hrs disetorkan ke kas negara dlm jangka waktu 1 bulan
sejak BKP tsb dipindahtangankan atau digunakan tdk sesuai dgn tujuan semula, dgn
ditambah sanksi administrasi berupa bunga seb 2% sebulan utk selama-lamanya 24 bln,
dihitung mulai saat impor sampai dgn dilakukannya penyetoran.
Kpd OP/Badan yg tdk memenuhi kewajiban ini, Dirjen Pajak dpt menerbitkan SKPKB seb
PPN yg dibebaskan ditambah sanksi administrasi berupa bunga seb 2% sebulan utk
selama-lamanya 24 bln, dihitung mulai saat impor s.d. diterbitkannya SKPKB.

C. FASILITAS PPnBM
Dasar Hukum:
Pasal 5, 8, dan 10 UU PPN
PMK-64/PMK.011/2014 ttg Jenis Kendaraan Bermotor yg Dikenai PPnBM dan Tata cara
pemberian pembebsan dari pengenaan PPnBM mencabut KMK-355/KMK.03/2003
KEP-229/PJ/2003 ttg Tatacara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian
PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor
1. SKB PPnBM atas Kendaraan Bermotor
Tata Cara Pengajuan SKB: (Pasal 3 KEP-229/PJ/2003)
a. Pihak yg mengajukan SKB PPnBM:
1) OP atau Badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan:
kendaraan ambulan
kendaraan jenazah
kendaraan pemadam kebakaran
kendaraan tahanan
2) Pengusaha Angkutan Umum
3) Sekretariat Negara
4) TNI/ POLRI
b. Permohonan SKB PPnBM menggunakan permohonan (form di Lamp III KEP229/PJ/2003)
c. Permohonan hrs dilengkapi dgn dokumen-dokumen yg diperlukan:
Utk Pembebasan PPnBM atas impor/penyerahan kendaraan ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan
umum ada di Lamp I huruf B KEP-229/PJ/2003
Utk Pembebasan PPnBM atas impor/penyerahan kendaraan protokoler kenegaraan,
kendaraan dinas atau kendaraan patroli TNI/ POLRI ada di Lamp I huruf C KEP229/PJ/2003
d. Permohonan diajukan kpd Dirjen Pajak c.q Kepala KPP tempat pemohon terdaftar
e. Permohonan dpt ditindaklanjuti dgn syarat OP/Badan yg mengajukan SKB PPnBM tdk
mempunyai tunggakan hutang pajak yg tlh jatuh tempo, kecuali yg tlh mendapat izin utk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak
f. Jangka Waktu penyelesaian SKB PPnBM adalah 10 hari kerja stl surat permohonan diterima
lengkap.
2. Pengembalian PPnBM atas Kendaraan Bermotor

D1829

Tata Cara Pengajuan Pengembalian PPnBM utk Golongan Kendaraan Bermotor: (Pasal 4
KEP-229/PJ/2003)
Jika PPnBM atas impor atau perolehan Kendaraan Bermotor yg dibebaskan PPnBM sdh
dibayar/dipungut, maka dpt dimohonkan pengembalian PPnBM.
Cara Pengajuan:
a. Pihak yg dpt mengajukan permohonan pengembalian atas PPnBM yg tlh dibayar/dipungut:
1) OP atau Badan yg melakukan impor atau yg menerima penyerahan:
kendaraan ambulan
kendaraan jenazah
kendaraan pemadam kebakaran
kendaraan tahanan
2) Pengusaha Angkutan Umum
3) Sekretariat Negara
4) TNI/ POLRI
5) Importir, distributor, dealer, agen, penyalur, showroom, atau pihak lainnya yg melakukan
penyerahan Kendaraan Bermotor yg dibebaskan PPnBM dpt mengajukan pengembalian
PPnBM yg tlh dibayar/dipungut, jika:
OP atau Badan yg menerima penyerahan kendaraan bermotor tlh memiliki SKB
PPnBM;
PPnBM yg tlh dipungut tlh disetor ke kas negara
b. Permohonan hrs dilengkapi dgn dokumen-dokumen:
Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan
ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan
ada di Lamp II huruf B KEP-229/PJ/2003
Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan
angkutan umum oleh pengusaha angkutan umum ada di dlm Lamp II huruf C KEP229/PJ/2003
Utk pengembalian PPnBM yg tlh dibayar/dipungut atas impor atau perolehan kendaraan
protokoler kenegaraan oleh sekretariat negara atau kendaraan dinas atau kendaraan
patroli TNI/ POLRI ada di Lamp II huruf D KEP-229/PJ/2003
Utk pengembalian PPnBM oleh Importir/ Distributor/ Dealer/ Agen/ Penyalur/ Showroom
ada di Lamp II huruf E KEP-229/PJ/2003
c. Pengajuan permohonan pengembalian PPnBM hrs dilakukan paling lambat 12 bulan stl
bulan terjadinya impor (tanggal PIB) atau penyerahan kendaraan bermotor (tanggal pd
Bukti Tanda Terima penyerahan Kendaraan Bermotor).
d. Permohonan pengembalian PPnBM diajukan kpd Dirjen Pajak c.q Kepala KPP tempat
pemohon terdaftar.
e. Atas permohonan pengembalian PPnBM ini, SKP hrs diterbitkan paling lambat 2 bulan sejak
tanggal diterimanya permohonan scr lengkap.

Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan SKB PPN dan PPnBM:


a. SKB atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu dan/atau Penyerahan JKP Tertentu, WP
Organisasi Internasional dan atas Penyerahan BKP Tertentu kpd WP Perwakilan Negara
Asing/Badan Internasional serta pejabat/tenaga ahlinya
Paling lama 5 hari kerja stl surat permohonan diterima dgn lengkap (Pasal 13 KMK370/KMK.03/2003)
b. SKB atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yg Bersifat Strategis
Paling lama 5 hari kerja stl surat permohonan diterima dgn lengkap (Pasal 5 KMK155/KMK.03/2001 stdtd PMK-31/PMK.03/2008)
c. SKB PPnBM atas Impor atau Penyerahan Kendaraan Bermotor
Paling lama 10 hari kerja stl surat permohonan diterima dgn lengkap (Pasal 3 ayat (5) KEP229/PJ/2003)

D1830

BAGIAN E
BEA METERAI

POIN UU BEA METERAI


Pasal
Perihal
BAB I KETENTUAN UMUM
1
Pengertian-pengertian
BAB II OBJEK, TARIF, DAN YG TERHUTANG BEA METERAI
2
Objek Bea Meterai
3
Tarif Bea Meterai
4
Tidak Dikenakan bea Meterai
5
Saat terhutang Bea Meterai
6
Pihak yg terhutang Bea Meterai
BAB III BENDA METERAI, PENGGUNAAN, DAN CARA PELUNASANNYA
7
Benda Meterai
8
Denda atas Dokumen yg Bea Materainya yg Tdk atau Kurang Dilunasi
9
Dokumen yg dibuat di LN
10
Pemeteraian-kemudian
BAB IV KETENTUAN KHUSUS
11
Hal yg Tdk Dibenarkan Dilakukan Pejabat pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat
umum lainnya
12
Daluarsa kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yg terhutang
BAB V KETENTUAN PIDANA
13
Ketentuan yg Dikenakan Pidana
14
Tindak Pidana berupa Menggunakan Cara Lain Tanpa Izin
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
16
Perlakuan thd dokumen sbl berlaku UU ini
17
Peraturan pelaksanaan di bidang perpajakan yg lama tetap berlaku s.d. tanggal 31 Des 1988
sepanjang tdk bertentangan
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
17
Pelaksaanaan UU Bea Meterai diatur dgn Peraturan Pemerintah
18
Saat Pemberlakuan UU Bea Meterai

E011

BEA METERAI
Dasar Hukum:
UU Bea Meterai
PP 24 Thn 2000 (berlaku sejak 1 Mei 2000) ttg Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas
Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai
PMK-65/PMK.03/2014 (mulai berlaku tanggal 17 Agust 2014) ttg Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda
Meterai mencabut PMK-55/PMK.03/2009 (mulai berlaku tanggal 1 Juli 2009)
KMK-133b/KMK.04/2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Pelunasan Bea Meterai Dgn
Menggunakan Cara Lain
PMK-70/PMK.03/2014 (mulai berlaku tanggal 25 Apr 2014) ttg Tata Cara Pemeteraian Kemudian
mencabut KMK-476/KMK.03/2002 (mulai berlaku tanggal 19 Nov 2002)
KEP-122c/PJ/2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn
Membubuhkan Tanda bea Meterai Lunas dgn Teknologi Percetakan
KEP-122d/PJ./2000 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn
Membubuhkan Tanda bea Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi
PER-17/PJ/2008 (mulai berlaku tanggal 29 Apr 2008) ttg Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital
PER-66/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) ttg Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dgn Membubuhkan
Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital
SE dan surat terkait:
SE-05/PJ.5/2001 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi
SE-07/PJ.05/2001 jo SE-63/PJ/2008 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Mesin Teraan
Meterai
SE-03/PJ.53/2006 ttg Pembubuhan Tanda Meterai Lunas dgn Teknologi Percetakan
SE-152/PJ/2010 (berlaku sejak 1 Jan 2011) ttg Penyampaian PER-66/PJ/2010
S-856/PJ.02/2013 ttg Penegasan atas Pemberian dan Penggunaan Izin Pembubuhan Tanda Bea
Meterai Lunas dengan Sistem Komputerisasi
Definisi & Istilah:
Dokumen: Kertas yg berisikan tulisan yg mengandung arti dan maksud ttg perbuatan, keadaan atau
kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yg berkepentingan.
Benda Meterai: Meterai tempel dan kertas meterai yg dikeluarkan oleh Pemerintah RI.
Tandatangan: Tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau
cap tandatangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sbg pengganti tandatangan.
Pemeteraian Kemudian: Suatu cara pelunasan Bea Meterai yg dilakukan oleh Pejabat Pos atas
permintaan pemegang dokumen yg Bea Meterai-nya blm dilunasi sebagaimana mestinya.
Pejabat Pos: Pejabat PT. Pos Indonesia (Persero) yg diserahi tugas melayani permintaan
Pemeteraian Kemudian.
Objek, Tarif dan Cara Pelunasan Bea Meterai:
Dokumen
No.
(Pasal 2 UU Bea Meterai)
1.
Surat Perjanjian dan surat-surat
lainnya (antara lain surat kuasa, surat
hibah, surat pernyataan) yg dibuat
dgn tujuan utk digunakan sbg alat
pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan/keadaan yg bersifat
perdata
2.
Akta-akta Notaris termasuk
salinannya
3.
Akta-akta yg dibuat PPAT termasuk
rangkapannya
4.
Surat yg memuat sejumlah uang
a. Yg menyebutkan penerimaan

Tarif Bea Meterai


(PP 24 Thn 2000)
Rp 6 ribu

Cara Pelunasan
Bea Meterai
Benda Meterai dan
Mesin Teraan Meterai

Rp 6 ribu

Benda Meterai dan


Mesin Teraan Meterai
Benda Meterai dan
Mesin Teraan Meterai
Benda Meterai, Mesin
Teraan Meterai, dan

Rp 6 ribu
Berdasarkan batas hrg
nominal

E021

5.

uang;
b. Yg menyatakan pembukuan uang
atau penyimpanan uang dlm
rekening di bank;
c. Yg berisi pemberitahuan saldo
rekening di bank; dan
d. Yg berisi pengakuan bahwa utang
uang seluruhnya atau sebagian tlh
dilunasi atau diperhitungkan.
Surat berharga seperti wesel,
promes, dan aksep

6.

Cek dan bilyet giro

7.

Efek dan sekumpulan efek dgn nama


dan dlm bentuk apapun

8.

Dokumen yg akan digunakan sbg alat


bukti di muka pengadilan meliputi:
a. Surat-surat biasa dan surat
kerumah-tanggaan
b. Surat-surat yg semula tdk
dikenakan bea meterai
berdasarkan tujuannya, jika
digunakan utk tujuan lain atau
digunakan oleh orang lain, selain
dari maksud semula

< Rp 250 ribu tdk


dikenakan Bea Meterai
> Rp 250 ribu s.d. Rp 1
juta dikenakan Bea
Meterai Rp 3 ribu
> Rp 1 juta dikenakan
Bea Meterai Rp 6 ribu

Sistem Komputerisasi

Berdasarkan batas hrg


nominal
< Rp 250 ribu tdk
dikenakan Bea Meterai
> Rp 250 ribu s.d. Rp 1
juta dikenakan Bea
Meterai Rp 3 ribu
> Rp 1 juta dikenakan
Bea Meterai Rp 6 ribu
Rp 3 ribu

Benda Meterai dan


Mesin Teraan Meterai

Berdasarkan batas hrg


nominal
< Rp 1 juta dikenakan
Bea Meterai Rp 3 ribu
> Rp 1 juta dikenakan
Bea Meterai Rp 6 ribu
Rp 6 ribu

Benda Meterai, Mesin


Teraan Meterai, dan
Teknologi Percetakan
Benda Meterai, Mesin
Teraan Meterai,
danTeknologi
Percetakan

Benda Meterai dan


Mesin Teraan
Meterai (melalui
Pemeteraian
Kemudian yg
dilaksanakan oleh
kantor pos)

Ket:
Jika hrg nominal dinyatakan dlm mata uang asing, maka hrg nominal hrs dikalikan dgn Kurs MenKeu
yg berlaku pd saat dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf (d) & (e) PP 24 Thn 2000)
Jika dokumen awalnya tdk terutang Bea Meterai, tetapi kemudian dokumen tsb digunakan utk alat
pembuktian di pengadilan, maka atas dokumen tsb hrs dilakukan Pemeteraian Kemudian.
Bukan Objek Bea Meterai:
1. Dokumen yg berupa:
a. Surat penyimpanan barang
b. Konosemen
c. Surat angkutan penumpang dan barang
d. Keterangan pemindahan yg dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dlm huruf a s.d. c
e. Bukti utk pengiriman dan penerimaan barang
f. Surat pengiriman barang utk dijual atas tanggungan pengirim
g. Surat-surat lainnya yg dpt disamakan dgn surat-surat sebagaimana dimaksud dlm huruf a s.d. f
2. Segala bentuk Ijazah
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yg ada kaitannya
dgn hubungan kerja serta surat-surat yg diserahkan utk mendapatkan pembayaran itu
4. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank

E022

5.
6.
7.
8.
9.

Kuitansi utk semua jenis pajak dan utk penerimaan lainnya yg dpt disamakan dgn itu dari Kas Negara,
Kas Pemerintahan Daerah dan bank
Tanda penerimaan uang yg dibuat utk keperluan intern organisasi
Dokumen yg menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kpd penabung oleh bank, koperasi,
dan badan-badan lainnya yg bergerak di bidang tsb
Surat gadai yg diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian
Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dgn nama dan dlm bentuk apapun

Subjek & Saat Terutang Bea Meterai:


1. Subjek Bea Meterai (Pasal 6 UU Bea Meterai dan penjelasan)
Bea Meterai terhutang oleh pihak yg menerima atau pihak yg mendapat manfaat dari dokumen,
kecuali pihak atau pihak-pihak yg bersangkutan menentukan lain.
a. Dlm hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai terhutang oleh penerima
kuitansi.
b. Dlm hal dokumen dibuat oleh 2 pihak atau lebih, misalnya surat perjanjian di bawah tangan, maka
@ pihak terhutang Bea Meterai atas dokumen yg diterimanya.
c. Jika surat perjanjian dibuat dgn Akta Notaris, maka Bea Meterai yg terhutang baik atas asli sahih
yg disimpan oleh Notaris maupun salinannya yg diperuntukkan pihak-pihak yg bersangkutan
terhutang oleh pihak-pihak yg mendapat manfaat dari dokumen tsb, yg dlm contoh ini adalah
pihak-pihak yg mengadakan perjanjian. Jika pihak atau pihak-pihak yg bersangkutan menentukan
lain, maka Bea Meterai terhutang oleh pihak atau pihak-pihak yg ditentukan dlm dokumen tsb.
2. Saat Terutang Bea Meterai (Pasal 5 UU Bea Meterai)
Saat terutang Bea Meterai akan menentukan besarnya tarif Bea Meterai yg berlaku dan juga berguna
utk menentukan daluarsa pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yg terutang. Saat terutang
Bea Meterai ditentukan oleh jenis dan di mana suatu dokumen dibuat.
a. Dokumen yg dibuat oleh 1 pihak, adalah pd saat dokumen itu diserahkan.
Yg dimaksud saat dokumen itu diserahkan termasuk juga bahwa pd saat itu dokumen tsb
diterima oleh pihak utk siapa dokumen itu dibuat, bukan pd saat ditandatangani, misalnya
kuintansi, cek, dan sebagainya.
b. Dokumen yg dibuat oleh lbh dari salah satu pihak, adalah pd saat selesainya dokumen dibuat, yg
ditutup dgn pembubuhan tanda tangan dari yg bersangkutan. Sbg contoh surat perjanjian jual
beli, Bea Meterai terhutang pd saat ditandatanganinya perjanjian tsb.
c. Dokumen yg dibuat di LN adalah pd saat digunakan di Indonesia.
Benda Meterai, Penggunaan, dan Cara Pelunasannya:
1. Bea Meterai atas dokumen dilunasi dgn cara:
a. Menggunakan benda meterai (Kertas Meterai, Meterai Tempel)
Benda Meterai berupa Kertas Meterai masih dpt digunakan s.d. tanggal 31 Mar 2010
b. Menggunakan cara lain yg ditetapkan oleh MenKeu (Pelunasan Bea Meterai Dgn Membubuhkan
Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan Meterai, Teknologi Percetakan, dan Sistem
Komputerisasi)
2. Meterai tempel direkatkan seluruhnya dgn utuh dan tdk rusak di atas dokumen yg dikenakan Bea
Meterai.
Meterai tempel yg tlh dicetak dgn desain berdasarkan PMK-55/PMK.03/2009, tetap berlaku dan
masih dpt dipergunakan s.d. tanggal 31 Mar 2015. (Pasal 3 PMK-65/PMK.03/2014)
Spesifikasi desain Meterai Tempel desain thn 2014:
No.
Spesifikasi
Nominal Rp 3 ribu
Nominal Rp 6 ribu
1.
Bentuk
Segi 4 dgn ukuran 32 mm x 24 mm;
2.
Cetakan dasar
Raster image dgn teks "DJP", angka
Raster image dgan teks
"3000", dan logo Kementerian
"DJP", angka "6000", dan logo
Keuangan yg berwarna dominan
Kementerian Keuangan yg
biru;
berwarna dominan hijau;
3.
Cetakan utama
Teks nominal "3000" di pojok kiri
Teks nominal "6000" di pojok
bawah dgn warna ungu; teks "TIGA
kiri bawah dgn warna ungu;
RIBU RUPIAH" di bawah teks
teks "ENAM RIBU RUPIAH" di
nominal "3000" dgn warna ungu;
bawah teks nominal "6000"

E023

dgn warna
w
ungu; motif rosett
blok dgn color shifting
mage
enta ke hijau di pojok
kana
an bawah;
Sifat dpt diraba; gamba
ar Garuda lambang Negara RI di pojok kanan
atas dgn warna ungu; Teks "METERAI", "TEM
MPEL" di sebelah kiri
Garuda dgn warna ung
gu; Mikroteks "DITJEN PAJAK", di bawah tekss
"TEMPEL"; Teks "TGL
L" dan angka "20" di baw
wah mikroteks "DITJEN
N
PAJAK";
17 digit berwarna hitam
m;
Hologram stripe dgn gambar Garuda Pancasiila, Logo Kementerian
Keuangan, dan teks "P
PAJAK" berulang memb
bentuk garis diagonal di
sebelah kiri;
Bentuk bintang pd bag
gian tengah di sisi kiri, bentuk
b
oval di sisi kanan
n
dan kiri, dan bentuk bu
ulat di semua sisi meterrai tempel.
motif roset blok dgn co
olor shifting
hijau ke biru di pojok kkanan bawah;

4.
5.

Nomor seri
Hologram

6.

Perforasi

No.
1.

Desain Thn 2009

Desa
ain Thn 2014

2.

3.
4.

5.
6.
7.
8.

Meterrai tempel direkatkan di tempat di mana tandata


angan akan dibubuhkan
n.
Pembubuhan tandatangan disertai
d
dgn pencatuman tanggal, bulan, dan thn
t dilakukan dgn tinta atau
yg sejjenis dgn itu, shg seba
agian tandatangan ada
a di atas kertas dan se
ebagian lagi di atas me
eterai
tempe
el.
Jika digunakan
d
> 1 meterai tempel, tandatangan hrs dibubuhkan sebag
gian di atas semua me
eterai
tempe
el dan sebagian di atas kertas.
Kertas
s meterai yg sdh diguna
akan, tdk boleh digunakkan lagi.
Jika is
si dokumen yg dikena
akan Bea Meterai terla
alu panjang utk dimuatt seluruhnya di atas kertas
meterrai yg digunakan, maka utk bagian isi yg masih
h tertinggal dpt digunaka
an kertas tdk bermetera
ai.
Apabila ketentuan sebagaima
ana dimaksud dlm angkka 1 s.d. 7 tdk dipenuhi, dokumen yg bersangkkutan
diangg
gap tdk bermeterai.

Tata Cara
a Pemeteraian Kemudiian: (PMK-70/PMK.03/2
2014)
1. Pemeteraian Kemudian dilakkukan atas:
a. Dokumen yg akan diguna
akan sebagai alat pemb
buktian di muka pengad
dilan;
b. Dokumen yg Bea Metera
ainya tdk atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya; dan/atau
c. Dokumen yg dibuat di LN
N yg akan digunakan di Indonesia.
2. Pelunasan Bea Meterai dg
gn Pemeteraian Kemu
udian dilakukan oleh pemegang Dokumen dgn
mengg
gunakan meterai tempe
el atau SSP, serta hrs d
disahkan oleh Pejabat Pos. Sedangkan pelunasan

E024
4

denda administrasi dilakukan dgn menggunakan SSP.


Pelunasan Bea Meterai dgn SSP: KAP 411611, KJS 100
Pelunasan denda administrasi atas Pemeteraian Kemudian: KAP 411611, KJS 512
Pengesahan Dokumen oleh Pejabat Pos:

3.

Penerbitan SKPKB atau STP

No.

Unit KPP

1.

KPP tempat Pemilik


Dokumen terdaftar
sbg WP (KPP Pemilik
Dokumen)

2.

KPP tempat Penerbit


Dokumen terdaftar
sbg WP (KPP
Penerbit Dokumen)

Dpt
Menerbitkan
SKPKB
STP

SKPKB

STP

3.

KPP tempat pihak yg


akan menggunakan
Dokumen yg dibuat di
LN di Indonesia
terdaftar sbg WP
(KPP Pengguna
Dokumen LN)

SKPKB

STP

Dlm Hal
Menagih Bea Meterai yg tdk atau kurang dibayar
ditambah denda administrasi seb 200%.
Pemilik Dokumen tlh melunasi Bea Meterai yg tdk
atau kurang dilunasi namun blm melunasi denda
administrasi sebagaimana mestinya
a. Penerbit Dokumen tdk melaksanakan tanggung
jawab atas pelunasan Bea Meterai.
b. Penerbit Dokumen melakukan pemeteraian dgn
cara lain atas sejumlah dokumen yg melebihi
pembayaran Bea Meterai di muka (deposit).
Jml Bea Meterai yg ditetapkan dgn SKPKB adalah
seb Bea Meterai yg tdk atau kurang dilunasi ditambah
denda administrasi seb 200% dari bea Meterai yg tdk
atau kurang dibayar.
Penerbit Dokumen tlh melunasi Bea Meterai yg tdk
atau kurang dilunasi namun blm melunasi denda
administrasi sebagaimana mestinya
Pihak yg akan menggunakan Dokumen yg dibuat di
LN di Indonesia tdk melakukan Pemeteraian
Kemudian atas Dokumen yg Bea Meterainya tdk atau
kurang dilunasi, atau jika Pemeteraian Kemudian
dilakukan stl Dokumen digunakan di Indonesia, maka
ditambah denda administrasi seb 200%.
Penerbit Dokumen tlh melunasi Bea Meterai yg tdk
atau kurang dilunasi namun blm melunasi denda
administrasi sebagaimana mestinya

Pelunasan Bea Meterai dgn Cara Lain:


1.

Bea Meterai dgn Mesin Teraan Meterai Digital


a.
Ketentuan Penggunaan
1) WP mengajukan Surat Permohonan Izin scr tertulis kpd Kepala KPP tempat WP terdaftar,
dgn melampirkan:
Surat Keterangan Layak Pakai dari distributor Mesin Teraan Meterai Digital; dan
Surat Pernyataan Kepemilikan Mesin Teraan Meterai Digital (menggunakan format dari
Lamp 1 PER-66/PJ/2010)

E025

b.

c.

2) WP hrs membayar deposit seb Rp 15 juta atau kelipatannya dgn menggunakan SSP ke
Kas Negara bukan mrp jml penyetoran yg terpecah-pecah dlm bbrp SSP
3) Stl meneliti permohonan pendaftaran dari WP, KPP menerbitkan izin penggunaan Mesin
Teraan Meterai dan memasukkan informasi mengenai identitas WP, dan identitas/nomor
seri Mesin teraan Digital ke dlm Aplikasi e-Meterai
Jika petugas KPP menemukan kesulitan dlm aplikasi e-meterai silakan menghubungi
021-52903824.
4) Petugas KPP mencetak Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin
Teraan Meterai Digital dari Aplikasi e-Meterai;
5) Kepala KPP wajib menerbitkan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn
Mesin Teraan Meterai Digital paling lambat 7 hari sejak surat permohonan diterima
lengkap.
6) Stl membayar deposit Mesin Teraan Digital, WP akan memperoleh Kode Deposit paling
lambat 3 hari sejak tanggal pembayaran deposit.
MPN scr otomatis memberitahukan adanya pembayaran deposit kpd Aplikasi e-Meterai,
kemudian Aplikasi Kode Deposit stl mendapat informasi dari Aplikasi e-Meterai akan scr
otomatis mengirimkan Kode Deposit kpd WP melalui faksimile, e-mail, terminal data, atau
cara lain paling lambat 3 hari kerja sejak pembayaran dilakukan.
7) WP hrs memasukan Kode Deposit ke dlm Mesin Teraan Meterai Digital scr manual (entry
lsg) maupun cara lain sesuai spesifikasi Mesin Teraan Meterai Digital yg akan digunakan.
8) Jika terjadi kesalahan, prosedur pemasukan Kode Deposit yg mengakibatkan Mesin
Teraan Meterai Digital terkunci
Hanya dpt dibuka kembali melalui prosedur Unlock (pembukaan) dlm Lamp 3 PER66/PJ/2010.
9) Masa berlaku Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai
Digital tdk diatur.
10) Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital tanpa izin tertulis dari Dirjen Pajak dikenakan
sanksi pidana berdasarkan Pasal 14 UU Bea Meterai.
11) Bea Meterai yg kurang dilunasi krn kelebihan pemakaian, dikenakan denda administrasi
seb 200% dari Bea Meterai yg kurang dibayar.
12) Ketentuan mengenai Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital diatur dlm PER17/PJ/2008.
Penyetoran Ulang Deposit
1) WP hrs menyetor ulang deposit apabila terjadi kesalahan:
Melakukan penyetoran deposit namun tdk seb Rp 15 juta atau kelipatannya dlm 1 SSP
sesuai Pasal 4 ayat (2) PER-66/PJ/2010;
Melakukan penyetoran deposit namun tdk menggunakan KAP sesuai Pasal 4 ayat (3)
PER-66/PJ/2010;
Melakukan penyetoran deposit namun tdk menggunakan KJS sesuai Pasal 4 ayat (4)
PER-66/PJ/2010; atau
Identitas WP pd SSP yg berbeda dgn identitas WP pd Surat Izin Pembubuhan Tanda
Bea Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan Meterai Digital.
Akibat dari kesalahan tsb di atas, setoran yg dilakukan tdk dpt membangkitkan Kode
Deposit.
2) WP dpt melakukan Pbk utk memperhitungkan kelebihan deposit akibat kesalahan tsb dgn
cara: Pbk hanya dpt dilakukan ke KAP dan KJS selain KAP 411611 dan KJS 2xx utk
penyetoran deposit Mesin Teraan Meterai Digital.
Pencabutan Pembetulan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai dgn Mesin Teraan Digital
1) Penyebab Pencabutan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan
Meterai Digital:
Mesin Teraan Meterai Digital mengalami kerusakan shg tdk dpt digunakan lagi. Hal ini
dibuktikan dgn Surat Pernyataan dari Distributor Mesin Teraan Meterai Digital.
WP mengajukan pencabutan izin pembubuhan. Misal:
WP sdh tdk lagi melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dgn Mesin
Teraan Meterai Digital, atau
WP pindah domisili shg tdk lagi terdaftar di KPP sebagaimana ditetapkan dlm

E026

Surat Izin Pembubuhan


KPP menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tdk sesuai dgn izin
pembubuhan tanda Bea Meterai lunas.
2) Dlm hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn
Mesin Teraan Meterai Digital dikarenakan Mesin Teraan Meterai Digital mengalami
kerusakan atau WP mengajukan pencabutan izin pembubuhan, atas saldo deposit yg
tersisa dpt dilakukan Pbk.
Pbk hanya dpt dilakukan ke KAP dan KJS selain KAP 411611 dan KJS 2xx utk
penyetoran deposit Mesin Teraan Meterai Digital. Prosedur Pbk atas saldo deposit Mesin
Teraan Meterai Digital ditetapkan dlm Lamp 5 PER-66/PJ/2010.
Dlm hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn
Mesin Teraan Meterai Digital dikarenakan KPP menemukan Mesin Teraan Meterai Digital
digunakan tdk sesuai dgn izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas, atas saldo deposit
masih tersisa tdk dpt dilakukan Pbk.
3) Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Digital
dlm hal KPP menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tdk sesuai dgn izin
pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dilakukan scr jabatan oleh KPP tempat Surat Izin
Pembubuhan diterbitkan.
Pembetulan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai dgn Mesin Teraan Digital
1) Pembetulan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dgn Mesin Teraan Meterai Digital
dikarenakan terdapat kesalahan data akibat salah tulis atau salah input ke dlm Aplikasi eMeterai, shg Surat Izin Pembubuhan yg dicetak berbeda dgn yg seharusnya.
2) Prosedur Pencabutan atau Pembetulan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas
Dgn Mesin Teraan Dgital ditetapkan dlm Lamp 4 PER-66/PJ/2010.
Bentuk Teraan Bea Meterai Lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital
Paling sedikit memiliki unsur-unsur:
logo dan tulisan Direktorat Jenderal Pajak;
logo dan/atau tulisan Wajib Pajak pelaksana pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas
dengan Mesin Teraan Meterai Digital;

tulisan METERAI TERAAN;

tulisan nominal tarif Bea Meterai;


tulisan tanggal, bulan, dan thn dilaksanakannya pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas
dgn Mesin Teraan Meterai Digital;
nomor mesin; dan
kode unik.
Warna Teraan Bea Meterai lunas dgn Mesin Teraan Meterai Digital adalah warna merah
Mesin Teraan Meterai Manual
Mesin Teraan Meterai Manual hanya bisa digunakan s.d. tanggal 28 Apr 2010. Jika stl tanggal
28 Apr 2010, masih ada sisa saldo deposit pd Mesin Teraan Meterai Manual, maka sisa saldo
deposit dpt dialihkan ke setoran jenis pajak yg lain dgn cara Pbk. Tetapi sisa Saldo Deposit
Mesin Teraan Meterai Manual tdk dpt dialihkan utk pengisian deposit tanda Bea Meterai Lunas
dgn Mesin Teraan Meterai Manual, Teknologi Percetakan, Sistem Komputerisasi.
Peraturan yg mengatur ttg Mesin Teraan Meterai Manual ada di KEP-122b/PJ/2000 dan
SE-07/PJ.05/2001.

d.

e.

f.

2.

Bea Meterai dgn Teknologi Percetakan


a.
Ketentuan Penggunaan
1) Bea Meterai dgn Teknologi Percetakan hanya diperkenankan utk dokumen berbentuk cek,
bilyet giro, dan efek dgn nama dan dlm bentuk apapun.
2) WP mengajukan permohonan scr tertulis kpd Dirjen Pajak dgn mencantumkan:
Jenis dokumen yg akan dilunasi Bea Meterai; dan
Jml Bea Meterai yg tlh dibayar.
3) WP hrs membayar Bea Meterai di muka seb jml dokumen yg hrs dilunasi Bea Meterai dgn
menggunakan SSP (KAP 411611, KJS 100)
4) WP yg mendapat izin utk melaksanakan pembubuhan Bea Meterai Lunas dgn Teknologi
Percetakan:

E027

b.

3.

Perum Peruri
Perusahaan percetakan sekuriti yg mendapat izin Badan Koordinasi Pemberantasan
Uang Palsu (Botasupal) dan ditunjuk BI utk mencetak warkat baku otomasi kliring, yaitu
PT Wahyu Abadi, PT Graficindo Megah Utama, PT Swadarhama Eragrafindo Sarana,
PT Jasuindo Tiga Perkasa, PT Sandipala Arthaputra, PT Aria Multi Graphia, PT Cicero
Indonesia, PT Royal Standard, dan PT Stacopa Raya
5) Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari sejak surat permohonan diterima lengkap.
6) WP yg mendapatkan izin pelunasan Bea Meterai dgn cara Teknologi Percetakan
menyampaikan laporan bulanan kpd Dirjen Pajak paling lambat tanggal 10 setiap
bulan. Jika laporan bulanan disampaikan melewati batas waktu yg tlh ditentukan dikenakan
sanksi pencabutan izin. (Pasal 7 KEP-122 c/PJ/2000)
7) WP yg melakukan pelunasan Bea Meterai dgn teknologi percetakan tanpa izin tertulis dari
Dirjen Pajak dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 7 thn. (Pasal 14 UU Bea
Meterai).
Pengalihan Bea Meterai atas Cek & Bilyet Giro
Bea Meterai yg tertera pd cek, bilyet giro dan efek yg blm dipergunakan dpt dialihkan utk
pengisian deposit mesin teraan meterai, pembubuhan Bea Meterai dgn tekonologi
percetakan atau dgn sistem komputerisasi. Jika ingin melakukan pengalihan hrs
mengajukan permohonan scr tertulis kpd Dirjen Pajak dgn ketentuan:
Mencantumkan alasan, jml Bea Meterai yang dialihkan dan tujuan penglihan Bea
Meterai
Menyerahkan fisik cek & bilyet giro (asli) utk pengujian nomor seri cek & bilyet giro yg
tercantum dlm surat permohonan.
Menyerahkan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas.
Mekanisme penyelesaian oleh KPP:
Meneliti surat permohonan yg diajukan utk memastikan alasan dan jml Bea Meterai yg
dialihkan serta tujuan pengalihannya.
Melakukan penelitian fisik atas cek & bilyet giro yg Bea Meterainya akan dialihkan dan
hasil penelitian tsb dicantumkan dlm BA.
Memusnahkan cek & bilyet giro yg Bea Meterainya dialihkan dgn cara dirajang atau
dibakar yg pelaksanaannya dpt dilakukan dgn bantuan perusahaan percetakan dan
kegiatan tsb dibuatkan BA.
Menerbitkan surat izin pengalihan Bea Meterai atas cek & bilyet giro dan dilampiri BA
penelitian dan pemusnahan cek & bilyet giro.
Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari stl penelitian dan pemusnahan cek & bilyet
giro dilaksanakan.

Bea Meterai dgn Sistem Komputerisasi


a.
Ketentuan Penggunaan
1) Hanya diperkenankan utk dokumen yg berbentuk surat yg memuat jml uang sebagaimana
dimaksud Pasal 1 huruf d PP 24 Thn 2000 dgn jml rata-rata pemeteraian setiap hari
minimal sebanyak 100 dokumen.
2) WP hrs mengajukan permohonan izin scr tertulis kpd Dirjen Pajak dgn mencantumkan jenis
dokumen dan perkiraan jml rata-rata dokumen yg akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.
3) WP hrs melakukan pembayaran Bea Meterai di muka minimal seb perkiraan jml dokumen
yg hrs dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dgn menggunakan SSP ke Kas Negara melalui
Bank Presepsi.
4) Jangka waktu penyelesaian paling lama 7 hari sejak surat permohonan diterima lengkap.
5) WP yg mendapatkan izin pelunasan Bea Meterai dgn cara Sistem Komputerisasi hrs
menyampaikan laporan bulanan ttg realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai kpd Dirjen
Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
6) Izin pelunasan Bea Meterai dgn cara Sistem Komputerisasi berlaku selama saldo Bea
Meterai yg tlh dibayar pd saat mengajukan izin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1
bulan berikutnya.
7) WP yg mempunyai saldo Bea Meterai kurang dari estimasi kebutuhan 1 bulan, hrs
mengajukan permohonan izin baru dgn terlebih dahulu melakukan pembayaran Bea

E028

Meterai di muka minimal seb kekurangan yg hrs dipenuhi utk mencukupi kebutuhan 1
bulan.
b.

Bentuk Tanda Bea Meterai Lunas dgn Sistem Komputerisasi

E029

BAGIAN F
KAPITA SELEKTA

KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA


Dasar Hukum:
Pasal 3 angka 3c UU KUP
Pasal 8 UU Keuangan Negara
Pasal 34 PP 58 Thn 2005
PP 74 Thn 2011
Pasal 60 Keppres 42 Thn 2002
Perpres 53 Thn 2010
Permendagri 13 Thn 2006
KMK-563/KMK.03/2003 ttg Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan KPKN utk Memungut,
Menyetor, dan Melaporkan PPN dan PPnBM Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporannya
PMK-154/PMK.03/2010 jo PMK-224_PMK.011_2012 jo PMK-146_PMK.011_2013 jo 175/PMK.
011/2013 ttg Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dgn Pembayaran atas Penyerahan Barang
dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain
PMK-64/PMK.05/2013 ttg Mekanisme Pengawasan thd Pemotongan/pemungutan dan Penyetoran
Pajak yg Dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD /Kuasa BUD Utk Bendahara Daerah
PER-08/PJ/2014
Definisi:
Bendaharawan Pemerintah: Bendaharawan atau Pejabat yg melakukan pembayaran yg dananya
berasal dari APBN atau APBD, yg terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik
Propinsi, Kabupaten, atau Kota.
PKP Rekanan Pemerintah adalah PKP yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kpd
Bendaharawan Pemerintah atau KPKN.
(Pasal 1 KMK-563/KMK.03/2003)

1.

Kewajiban dan Jatuh Tempo Penyetoran & Pelaporan


No.
Jenis SPT
Jatuh Tempo Pembayaran
1.
PPh Pasal 21/26
Paling lama tanggal 10 bulan
berikutnya stl Masa Pajak berakhir
2.
PPh Pasal 22
Disetor pd hari yg sama dgn
pelaksanaan pembayaran
3.
PPh Pasal 23/26
Paling lama tanggal 10 bulan
berikutnya stl Masa Pajak berakhir
4.
PPh Pasal 4 ayat
Paling lama tanggal 10 bulan
(2) Final
berikutnya stl Masa Pajak berakhir
5.
PPN/PPnBM
a. Utk bendahara pengeluaran
sbg Pemungut PPN, paling
lama tanggal 7 bulan berikutnya
stl Masa Pajak berakhir
b. Utk Pejabat Penandatangan
SPM sbg Pemungut PPN, hrs
disetor pd hari yg sama dgn
pelaksanaan pembayaran kpd
PKP Rekanan Pemerintah
melalui KPPN

Jatuh Tempo Pelaporan


Paling lama 20 hari stl Masa
Pajak berakhir
Paling lama 14 hari stl Masa
Pajak berakhir
Paling lama 20 hari stl Masa
Pajak berakhir
Paling lama 20 hari stl Masa
Pajak berakhir
a. Paling lama akhir bulan
berikutnya stl Masa
Pajak berakhir
b.

Paling lama akhir bulan


berikutnya stl Masa
Pajak berakhir

PPh Pasal 21& PPN wajib dilaporkan setiap bulan/masa pajak meskipun pd bulan/masa pajak
tsb tdk terdapat pemotongan atau pemungutan.
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Pasal 4 ayat 2 hanya wajib dilaporkan apabila pd
bulan/masa pajak tsb terdapat pemotongan atau pemungutan.

F011

2.

Sanksi Administrasi
Jenis
Denda Keterlambatan
Penyampaian SPT Masa
Bunga Keterlambatan
Pembayaran Pajak
(Masa & Tahunan)

PPN
PPh
PPh &
PPN

Sanksi
Rp 500 ribu
Rp 100 ribu
2%

Keterangan
Per SPT
Per SPT
Per bulan dari jml pajak
terutang

3.

Pengenaan tarif lbh tinggi apabila penerima penghasilan tdk memiliki NPWP:
a. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 yg bersifat tdk final,
tarif yg dikenakan 20% lbh tinggi.
b. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemungutan PPh Pasal 22, tarif yg dikenakan
100% lbh tinggi.
c. Bagi penerima penghasilan yg menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23, tarif yg dikenakan
100% lbh tinggi.

4.

Batasan transaksi pengadaan barang yg hrs dipungut PPh Pasal 22


Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22:
a. Pembayaran yg dilakukan oleh pemungut pajak (bendahara) yg jumlahnya paling banyak
Rp 2 juta dan tdk mrp pembayaran yg terpecah-pecah.
b. Pembayaran utk pembelian BBM, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM, dan benda-benda
pos.
c. Pembayaran utk pembelian barang sehubungan dgn penggunaan dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS).
d. Pembayaran yg diterima krn penyerahan sehubungan dgn pekerjaan yg dilakukan dlm rangka
pelaksanaan proyek Pemerintah yg dibiayai dgn hibah LN.

5.

Batasan transaksi pengadaan barang & jasa yg hrs dipungut dan disetor sendiri PPN dan
PPnBM-nya
Bendahara tdk perlu memungut PPN & PPnBM thd:
a. Pembayaran utk penyerahan barang atau jasa yg jumlahnya paling banyak Rp 1 juta & tdk mrp
pembayaran yg terpecah-pecah.
b. Pembayaran utk pembebasan tanah.
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yg mnr perpu yg berlaku, mendapat fasilitas
PPN tdk dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
d. Pembayaran atas penyerahan BBM & bukan BBM oleh Pertamina.
e. Pembayaran atas rekening telepon.
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yg diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
g. Pembayaran lainnya utk penyerahan barang atau jasa yg mnr ketentuan perpu yg berlaku tdk
dikenakan PPN.

6.

SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN (Formulir 1107 PUT)


Yg Mengisi & Membuat SPT
Jml Rangkap Pembuatan
Bendaharawan Pemerintah
Lembar ke-1: utk KPP
Lembar ke-2: utk Penerbit SPM
Lembar ke-3: utk Bendaharawan Pemerintah
Selain Bendaharawan
Lembar ke-1: utk KPP
Pemerintah
Lembar ke-2: utk arsip Pemungut PPN selain Bendaharawan
Pemerintah

7.

Bendahara sbg Pemungut PPN melakukan validasi FP yg diterbitkan oleh rekanan.

8.

Bendahara sbg Pemotong atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda
bukti pemungutan kpd OP atau badan yg dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan
pemotongan atau pemungutan.

9.

Bendahara sbg Pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan PNS di satuan kerjanya, memberikan
tanda bukti pemotongan paling lama 1 bln stl thn kalender berakhir.

F012

10.

Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dgn hari libur termasuk
hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dpt dilakukan pd hari kerja
berikutnya.

11.

Pembayaran & penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank yg ditunjuk oleh MenKeu dgn
menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yg disamakan dgn SSP. Utk Kode Akun Pajak
(KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) yg hrs diisi dlm SSP tsb dpt dilihat pd Bagian B-07 Kode
Terkait Perpajakan atau di Lamp II PER-38/PJ/2009 stdtd PER-24/PJ/2013.

12.

Dlm hal pencairan anggaran dgn mekanisme Lsg (LS) bukan mekanisme Uang Persediaan (UP)
maka pemindahbukuan pajak yg dilakukan oleh KPPN mrp pembayaran & penyetoran pajak yg
terutang, namun SSP tetap dipersiapkan oleh bendahara yg bersangkutan.

13.

SSP atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila tlh divalidasi dgn Nomor Transaksi
Penerimaan Pajak (NTPN).

Ruang Lingkup Pengawasan Pemotongan/pemungutan dan Penyetoran pajak yg Dilakukan oleh


Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD:
a. Penyampaian informasi ttg APBD per SKPD per jenis belanja oleh Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan (DJPK) dlm rangka perhitungan potensi penerimaan pajak atas Belanja Daerah;
b. Penerimaan dan penatausahaan Daftar Transaksi Harian (DTH) dan Rekapitulasi Transaksi Harian
(RTH) yg disampaikan oleh Bendahara SKPD/Kuasa BUD;
c. Pelaksanaan konfirmasi surat setoran penerimaan pajak atas hasil pemotongan/pemungutan dan
penyetoran pajak oleh Bendahara SKPD /Kuasa BUD yg dilampirkan dlm RTH melalui sistem Modul
Penerirnaan Negara (MPN) maupun konfirmasi surat setoran penerimaan negara kpd KPPN;
d. Pelaksanaan pengujian kebenaran perhitungan/penyetoran pajak oleh Bendahara SKPD/Kuasa BUD
berdasarkan hasil perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah, penyampaian DTH dan/atau RTH,
serta pelaksanaan konfirmasi setoran penerimaan pajak;
e. Pelaksanaan konfirmasi kebenaran perhitungan/penyetoran pajak atas realisasi belanja APBD kpd
Bendahara SKPD/Kuasa BUD dlm hal terdapat ketidaksesuaian pemotongan/pemungutan dan/atau
penyetoran pajak berdasarkan hasil pengujian kebenaran perhitungan/penyetoran pajak sebagaimana
dimaksud dlm huruf d;
f. Pemeriksaan dan/atau verifikasi thd pelaksanaan pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak
atas realisasi belanja APBD apabila dlm hal hasil pengujian kebenaran/konfirmasi kebenaran
sebagaimana dimaksud dlm huruf d & e masih terdapat selisih kurang pajak yg blm dipotong/dipungut
dan/atau disetor oleh Bendahara SKPD/Kuasa BUD;
g. Pengawasan penyetoran pajak terutang atas skp yg diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan
dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf f; dan
h. Pengenaan sanksi administrasi sesuai dg ketentuan perpu kpd Bendahara SKPD/Kuasa BUD yg tdk
melakukan penyetoran kewajiban pajak terutang beserta sanksinya.

F013

REIMBURSABLE ITEMS
Transaksi reimbursable items (pembayaran penggantian biaya) mrp pengeluaran-pengeluaran yg sdh
ditalangi oleh pihak lain kemudian dimintakan penggantian ke perusahaan. Transaksi ini umumnya
dilakukan utk transaksi yg melibatkan minimal 3 pihak sekaligus. Misalnya reimbursement biaya
pengobatan, reimbursement biaya transportaasi dsb. Semestinya transaksi reimbursement hanyalah mrp
transaksi hutang piutang antara pihak-pihak yg terkait. Oleh krn itu transaksi reimbursement hrs didukung
dgn klausul perpajakan yg jelas dlm kontrak serta metode pencatatan yg benar.
Scr fiskal transaksi reimbursement dituntut senantiasa konsisten antara substansi, ketentuan formal dlm
kontrak, pencatatan/pembukuannya dan dokumentasinya. Oleh krn itu transaksi reimbursement hrs
memenuhi bbrp syarat berikut:
Tdk boleh ada mark up / mark down
Bukti asli hrs diserahkan kpd penanggung beban pengeluaran.
Bukti dibuat a.n. penanggung beban / a.n. pihak yg membayarkan terlebih dahulu qq penanggung
beban
Ketentuan reimbursement diatur di dlm kontrak perjanjian
Persyaratan di atas memang tdk diatur scr tegas dlm ketentuan perpajakan yg ada, namun syarat tsb mrp
konsekuensi logis dari reimbursement yg notabene hanya mrp pengeluaran terlebih dahulu.
Sumber:
Modul Tax Planning, Indonesia Tax Review-FORMASI, SEMAR Publishing
SE terkait:
SE-53/PJ/2009 ttg Jml Bruto Sebagaimana Dimaksud dlm Pasal 23 ayat (1) huruf C angka 2 UU
PPh
SE-33/PJ/2013 ttg Perlakuan PPN atas Penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight
Forwarding) yg di dlm Tagihannya terdapat Biaya Transportasi (Freight Charges)

F021

TRANSAKSI SWAP & FORWARD


1.

Transaksi Swap
Swap adalah transaksi pertukaran 2 valas melalui pembelian tunai dgn penjualan kembali scr
berjangka, atau penjualan tunai dgn pembelian kembali scr berjangka. Tujuannya adalah utk
mendapatkan kepastian kurs (kurs bersifat tetap selama kontrak), shg dpt menghindari keugian
selisih kurs.
Menurut ketentuan fiskal, Swap menghasilkan keuntungan/kerugian bagi WP pd saat terjadinya
realisasi pembayaran (jatuh tempo).
Contoh :
Pd tanggal 1 Feb 1999, PT Zaki menerima pinjaman dari LN seb USD 10,000, dg jangka waktu 1 thn,
bunga 9 % per thn. Spot rate USD 1 adalah Rp 8.000.
Selanjutnya, PT Zaki membuka kontrak SWAP dgn bank devisa jangka waktu 12 bulan dgn premi
10% atau seb = (Rp 8.000 x 360 x 10)/(360 x 100) = Rp 800.
Apabila pd tanggal 1 Feb 2000 terjadi realisasi, maka kerugian selisih kurs yg terjadi adalah:
Penjualan devisa tanggal 1 Feb 1999 = 10,000 x Rp 8.000
= Rp 80 juta
Pembelian devisa tanggal 1 Feb 2000 = 10,000 x Rp 8.800
= Rp 88 juta
Kerugian selisih kurs
= Rp 8 juta

2.

Transaksi Forward (SE-12/PJ.313/1993)


Forward mrp transaksi jual beli valas yg penyerahan valutanya dilakukan di kemudian hari dgn
kurs yg tlh disepakati oleh penjual & pembeli pd saat kontrak dibuat. Pembeli akan membayar
premi kpd penjual yg besarnya dihitung berdasarkan selisih suku bunga deposito rupiah dan
deposito valas yg bersangkutan yg berlaku selama kurun waktu kontrak tsb.
Pengenaan PPh atas penghasilan premi forward sales yg diterima WP mengikuti ketentuan tarif
umum PPh Pasal 17 UU PPh.
Contoh:
Pd tanggal 3 Maret 1999, PT X menjual USD 10,000 kpd bank Z dgn Forward Sales. Kurs per 3 Maret
1999 USD 1 = Rp 8.000. Jangka waktu 1 thn. Pd saat jatuh tempo (tanggal 3 Maret 2000) PT X
menyerahkan USD. 10,000, sedangkan bank Z menyerahkan Rp 80 juta. Apabila premi forward sales
seb 7%, maka PT X akan menerima premi seb = 7% x Rp 80 Juta = Rp 5,6 Juta (mrp
penghasilan/obyek PPh).

F031

JENIS USAHA TERTENTU

A. LEASING (SEWA GUNA USAHA/SGU)


Dasar Hukum:
y KMK-1169/KMK.01/1991 (berlaku sejak 19 Jan 1991) ttg Kegiatan SGU (Leasing), sepanjang
menyangkut materi pengaturan yg tdk bertentangan dgn PMK-84/PMK.012/2006 ttg Perusahaan
Pembiayaan
SE dan surat terkait:
SE-129/PJ/2010 (berlaku sejak 29 Nov 2010) ttg Perlakuan PPN atas transaksi leasing dgn hak
opsi dan sale and leaseback
SE-121/PJ/2010 ttg Penegasan Perlakuan PPN atas Kegiatan Usaha Perbankan
S-813/PJ.53/2005 ttg Perlakuan PPN atas Transaksi Sale and Lease Back
SGU mrp salah satu kegiatan yg dpt dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan. Kegiatan usaha lain yg
dpt dilakukan Perusahaan Pembiayaan: Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit, dan Pembiayaan
Konsumen.
Ketentuan leasing mengharuskan Lessee utk membayar suatu pembayaran berkala selama
periode waktu tertentu, shg leasing disamakan dgn hutang jangka panjang, namun jika kontrak
leasing dibuat sedemikian rupa, leasing dpt menjadi pembiayaan off balance sheet.
Manfaat Leasing:
1. Bagi Lessee
Tanpa uang muka: 100% nilai barang modal didanai melalui leasing.
Menghindari resiko kepemilikan: diantaranya kecelakaan, keusangan, perubahan kondisi
ekonomi & kemerosotan fisik.
Fleksibilitas: dgn leasing usaha penggantian aset karena perubahan dari kondisi usaha lbh
mudah, terutama bagi usaha yg membutuhkan inovasi & perkembangan teknologi.
2. Bagi Lessor
Meningkatkan penjualan: Produsen/pedagang mungkin scr signifikan dpt meningkatkan
volume penjualan, khususnya bagi pelanggan yg tdk ingin atau tdk mampu membeli barang
modal.
Hubungan bisnis yg berkelanjutan: Selama periode leasing dpt terbina hubungan yg dpt
berlanjut antara Lessor & Lessee, tdk seperti penjual-pembeli biasa.
Nilai sisa tersimpan: Lessor dpt memiliki keuntungan apabila pd akhir masa sewa, terdapat
nilai sisa yg signifikan, shg barang modal tsb dpt disewakan kpd Lessee lain atau
menjualnya.
Pembagian Leasing scr umum:

Operating Lease
Suatu perjanjian sewa antara Lessor dgn Lessee atas suatu aset tetap, maka hak kepemilikan tdk
berpindah dari Lessor ke Lessee. Leasing yg dicatat sbg perjanjian sewa, tanpa transfer
kepemilikan efektif yg berkaitan dgn leasing tsb shg Lessor pd saat tanggal penandatanganan

F041

SGU tdk mengakui adanya penjualan, melainkan mengakui adanya pendapatan leasing setiap
thn saat pembayaran diterima. Lessee tdk mengakui aset yg di-leasing & tdk ada kewajiban
leasing yg dilaporkan tetapi hanya melaporkan beban leasing periodik yg jml-nya sama dgn
pembayaran tahunan leasing. Mnr PSAK No. 30 suatu sewa diklasifikasikan sbg Operating Lease
jika sewa tsb tdk mengalihkan scr substansial slr risiko & manfaat yg terkait dgn kepemilikan aset.
Finance Lease
Bentuk leasing yg dicatat seolah-olah perjanjian leasing mengalihkan kepemilikan aset dari
Lessor kpd Lessee shg Lessor mengakui adanya penjualan pd saat penandatanganan leasing &
akan mengakui pendapatan bunga saat pembayaran leasing tahunan diterima. Sedangkan bagi
Lessee, saat tanggal penandatangan SGU akan mengakui aset yg di-leasing & juga kewajiban
utk pembayaran di masa depan pd neraca. Mnr PSAK No. 30 suatu sewa diklasifikasikan sbg
Finance Lease jika sewa tsb mengalihkan scr substansial slr risiko & manfaat yg terkait dgn
kepemilikan aset.
Sales Type Lease: Leasing yg melibatkan produsen/penyalur yg menggunakan leasing sbg
salah satu metode pemasaran produk.
Direct Finance Lease: Leasing yg melibatkan Lessor yg bergerak dlm kegiatan pembiayaan
(bank, lembaga keuangan) dimana pembiayaan leasing lsg disediakan oleh Lessor.
Sales & Lease Back
Sales and lease back atau (dan sewa-balik) atas transaksinya mnr PSAK No. 30 meliputi
penjualan suatu aset dan penyewaan kembali aset yg sama. Pembayaran sewa dan hrg jual
biasanya saling terkait krn keduanya dinegoisasikan sbg 1 paket. Sales and lease back dpt
dikategorikan ke finance lease ataupun operating lease shg perlakuan akuntansi utk transaksi ini
bergantung pd jenis sewanya.

Definisi: (Pasal 1 KMK-1169/KMK.01/1991)


1. SGU (Leasing): Kegiatan pembiayaan dlm bentuk penyediaan barang modal baik scr SGU dgn
hak opsi (finance lease) maupun SGU tanpa hak opsi (operating lease) utk digunakan oleh
Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran scr berkala
y Sewa (lease): Suatu perjanjian di mana Lessor memberikan hak kpd Lessee utk menggunakan
suatu aset selama periode waktu yg disepakati. Sbg imbalannya, Lessee melakukan
pembayaran / serangkaian pembayaran kpd Lessor. (PSAK No. 30 Revisi 2007)
y SGU (Leasing): Kegiatan pembiayaan dlm bentuk penyediaan barang modal baik scr SGU dgn
Hak Opsi maupun SGU tanpa Hak Opsi utk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran scr angsuran. (PMK-84/PMK.012/2006)
2. Barang modal: Setiap aktiva tetap berwujud (termasuk tanah sepanjang di atas tanah tsb
melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud mrp 1 kesatuan
kepemilikan) yg mempunyai masa manfaat > 1 thn dan digunakan scr lsg utk menghasilkan atau
meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee
3. Lessor: Perusahaan pembiayaan atau perusahaan SGU yg tlh memperoleh izin usaha dari
MenKeu dan melakukan kegiatan SGU
y Perusahaan Pembiayaan (Lessor): Badan usaha di luar Badan dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank yg khusus didirikan utk melakukan kegiatan yg termasuk dlm bidang usaha Lembaga
Pembiayaan. (PMK-84/PMK.012/2006)
4. Lessee: Perusahaan atau perorangan yg menggunakan barang modal dgn pembiayaan dari
Lessor
y Penyewa Guna Usaha (Lessee): Perusahaan/perseorangan yg menggunakan barang modal
dgn pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan (Lessor). (PMK-84/PMK.012/2006)
5. Pembayaran SGU (Lease Payment): Jml uang yg hrs dibayar scr berkala oleh Lessee kpd
Lessor selama jangka waktu yg tlh disetujui bersama sbg imbalan penggunaan barang modal
berdasarkan perjanjian SGU
Jenis Kegiatan SGU: (Pasal 2 KMK-1169/KMK.01/1991)
1. SGU dgn Hak Opsi
Kegiatan SGU dgn Hak Opsi ditetapkan sbg kegiatan lembaga keuangan lainnya
2. SGU tanpa Hak Opsi
3. Sales and Lease Back

F042

Transaksi SGU dgn Hak Opsi:


1. Kriteria penggolongan kegiatan SGU sbg SGU dgn Hak Opsi (Pasal 3 KMK1169/KMK.01/1991)
y Jml pembayaran SGU selama masa SGU pertama + nilai sisa barang modal, hrs dpt
menutup hrg perolehan barang modal + keuntungan Lessor;
y Masa SGU ditetapkan sekurang-kurangnya 2 thn utk barang modal barang modal
Golongan I, 3 thn utk BM Golongan II & III, dan 7 thn utk Golongan bangunan; dan
Pasal 11 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1983 sesuaikan dgn aturan kelompok
penyusutan terbaru
Golongan 1: harta yg dpt disusutkan & tdk termasuk Golongan Bangunan, yg
mempunyai masa manfaat tdk < 4 thn
Golongan 2: harta yg dpt disusutkan & tdk termasuk Golongan Bangunan, yg
mempunyai masa manfaat > 4 thn dan tdk > 8 thn
Golongan 3: harta yg dpt disusutkan & tdk termasuk Golongan Bangunan, yg
mempunyai masa manfaat > 8 thn
Golongan Bangunan: bangunan & harta tak gerak lainnya, termasuk tambahan,
perbaikan/perubahan yg dilakukan
y Perjanjian SGU memuat ketentuan mengenai opsi bagi Lessee.
2. Perlakuan PPh Bagi Lessor pd SGU dgn Hak Opsi (Pasal 14 KMK-1169/KMK.01/1991)
Penghasilan Lessor yg dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran SGU dgn Hak
Opsi yg berupa imbalan jasa SGU.
Lessor tdk boleh menyusutkan atas barang modal yg di-SGU-kan dgn Hak Opsi.
Dlm hal masa SGU lbh pendek dari masa SGU yg seharusnya, DJP melakukan koreksi
atas pengakuan penghasilan pihak Lessor. (Ketentuan lebih lanjut di SE-10/PJ.42/1994
tdk berlaku lagi sejak 29 Nov 2010 dicabut oleh SE-129/PJ/2010)
Lessor dpt membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yg dpt dikurangkan
dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% dari rata-rata saldo awal dan
saldo akhir piutang SGU dgn Hak Opsi. Piutang SGU (Lease Receivable) adalah jml slr
pembayaran SGU selama masa SGU.
Kerugian yg diderita krn piutang SGU yng nyata-nyata tdk dpt ditagih lagi dibebankan pd
cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yg tlh dibentuk pd awal thn pajak yg
bersangkutan.
Dlm hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tsb tdk atau tdk sepenuhnya dibebani
utk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sbg penghasilan, sedangkan
apabila cadangan tsb tdk mencukupi maka kekurangannya dpt dibebankan sbg biaya yg
dikurangkan dari penghasilan bruto.
3. Perlakuan PPh Bagi Lessee pd SGU dgn Hak Opsi (Pasal 16 KMK-1169/KMK.01/1991)
Selama masa SGU, Lessee tdk boleh melakukan penyusutan atas barang modal yg diSGU, sampai saat Lessee menggunakan hak opsi utk membeli.
Stl Lessee menggunakan hak opsi utk membeli barang modal tsb, Lessee melakukan
penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yg
bersangkutan.
Pembayaran SGU yg dibayar atau terutang oleh Lessee kecuali pembebanan atas tanah,
mrp biaya yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto Lessee sepanjang transaksi SGU
tsb memenuhi ketentuan utk digolongkan sbg SGU dgn Hak Opsi
Dlm hal masa SGU lbh pendek dari masa SGU yg seharusnya, DJP melakukan koreksi
atas pembebanan biaya SGU. (Ketentuan lbh lanjut di SE-10/PJ.42/1994 tdk berlaku lagi
sejak 29 Nov 2010 dicabut oleh SE-129/PJ/2010)
Lessee tdk memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran SGU yg dibayar atau terutang
berdasarkan perjanjian SGU dgn Hak Opsi.
4. Perlakuan PPN pd SGU dgn Hak Opsi
Atas penyerahan jasa dlm transaksi SGU dgn Hak Opsi dari Lessor kpd Lessee,
dikecualikan dari pengenaan PPN. (Pasal 15 KMK-1169/KMK.01/1991)
Dlm hal BKP berupa barang modal yg menjadi objek pembiayaan berasal dari
pemasok (supplier)
BKP tsb dianggap diserahkan scr lsg oleh PKP pemasok kpd Lessee;
Lessor tdk perlu dikukuhkan sbg PKP krn dianggap hanya menyerahkan jasa

F043

pembiayaan yg mrp jenis jasa yg tdk dikenai PPN;


PKP pemasok wajib menerbitkan FP kpd Lessee dgn menggunakan identitas Lessee
sbg pembeli BKPk/penerima JKP (tdk menggunakan metode qualitate qua (q.q.)).
DPP yg dicantumkan dlm FP adalah seb Hrg Jual dari PKP pemasok.
Penggunaan q.q pd bagian nama dan/atau NPWP pembeli BKP atau penerima JKP
pd FP yg tlh diterbitkan oleh PKP pemasok sbl diberlakukannya SE-129/PJ/2010 (sbl
tanggal 29 Nov 2010) dpt dibenarkan dan tdk menjadikan FP tsb cacat.
Dlm hal BKP berupa barang modal yg menjadi objek pembiayaan berasal dari
persediaan yg tlh dimiliki oleh Lessor:
Lessor pd dasarnya melakukan 2 jenis penyerahan:
1. Penyerahan jasa pembiayaan yg tia dikenai PPN; dan
2. Penyerahan BKP, yg mrp objek PPN.
Lessor hrs dikukuhkan sbg PKP dan hrs menerbitkan FP atas penyerahan BKP tsb
kpd Lessee. Pengukuhan Lessor sbg PKP ini dilakukan dgn tetap memperhatikan
batasan Pengusaha Kecil mnr ketentuan UU PPN.
DPP yg dicantumkan dlm FP adalah Hrg Jual, tdk termasuk unsur bunga yg diminta
atau seharusnya diminta oleh Lessor krn jasa pembiayaan yg diserahkannya.
Pelaksanaan Hak Opsi:
Pd saat berakhirnya masa SGU dari transaksi SGU dgn Hak Opsi, Lessee dpt
melaksanakan opsi yg tlh disetujui bersama pd permulaan masa SGU.
Opsi utk membeli dilakukan dgn melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yg diSGU.
Dlm hal Lessee memilih utk memperpanjang jangka waktu perjanjian SGU, maka nilai
sisa barang modal yg di-SGU-kan digunakan sbg dasar dlm menetapkan piutang SGU.
Dlm hal Lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa
barang modal.

5.

SGU tanpa Hak Opsi:


1. Kriteria penggolongan kegiatan SGU sbg SGU tanpa Hak Opsi (Pasal 4 KMK1169/KMK.01/1991)
Jml pembayaran SGU selama masa SGU pertama tdk dpt menutupi harga perolehan
barang modal yg diSGUkan + keuntungan yg diperhitungkan oleh Lessor.
Perjanjian SGU tdk memuat ketentuan mengenai opsi bagi Lessee.
2. Perlakuan PPh Bagi Lessor pd SGU tanpa Hak Opsi (Pasal 17 Ayat (1) KMK1169/KMK.01/1991)
Slr pembayaran SGU tanpa Hak Opsi yg diterima atau diperoleh Lessor mrp obyek PPh.
Lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yg di-SGU-kan tanpa Hak
Opsi, sesuai dgn ketentuan Pasal 11 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Perlakuan PPh Bagi Lessee pd SGU tanpa Hak Opsi (Pasal 17 Ayat (2) KMK1169/KMK.01/1991)
Pembayaran SGU tanpa Hak Opsi yg dibayar atau terutang oleh Lessee adalah biaya yg
dpt dikurangkan dari penghasilan bruto.
Lessee wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran SGU tanpa Hak Opsi yg
dibayarkan atau terutang kpd Lessor.
4. Perlakuan PPN pd SGU tanpa Hak Opsi
Atas penyerahan jasa dlm transaksi SGU tanpa Hak Opsi dari Lessor kpd Lessee,
terhutang PPN. (Pasal 18 KMK-1169/KMK.01/1991)
Transaksi Sale and Leaseback
1. Dlm hal penyewagunausahaan kembalinya mrp SGU dgn Hak Opsi:
a. Penyerahan BKP dari Lessee kpd Lessor (sale) tdk termasuk dlm pengertian penyerahan
BKP yg dikenai PPN krn:
BKP yg menjadi objek pembiayaan berasal dari milik Lessee, yg dijual oleh Lessee
utk kemudian dipergunakan kembali oleh Lessee;
Lessor pd dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa
bermaksud memiliki dan menggunakan barang yg menjadi objek pembiayaan tsb;
Penyerahan BKP tsb dari Lessee kpd Lessor pd dasarnya mrp penyerahan BKP utk

F044

jaminan utang-piutang;
Penyerahan jasa SGU dgn Hak Opsi oleh Lessor kpd Lessee (leaseback) mrp jasa
pembiayaan yg tdk dikenai PPN.
Dlm hal penyewagunausahaan kembalinya mrp SGU tanpa Hak Opsi:
a. Penyerahan BKP dari Lessee kpd Lessor (sale) dikenai PPN sesuai dgn ketentuan
peraturan perpu perpajakan;
b. Penyerahan jasa SGU tanpa Hak Opsi oleh Lessor kpd Lessee (leaseback) dikenai PPN
sebagaimana kegiatan usaha sewa menyewa pd umumnya.
b.

2.

Perlakuan PPh antara SGU dgn Hak Opsi dan SGU tanpa Hak Opsi
No.
Perihal
SGU dgn Hak Opsi
1.
Objek PPh
Sebagian dari pembayaran SGU dgn Hak
Opsi yg berupa imbalan jasa SGU.
Imbalan Jasa SGU adalah bagian dari
pembayaran SGU yg diperhitungkan sbg
pendapatan SGU bagi Lessor
2.
Penyusutan
1. Lessor tdk boleh menyusutkan
barang modal
2. Lessee tdk boleh melakukan
penyusutan atas barang modal yg diSGU, sampai saat Lessee
menggunakan Hak Opsi utk membeli
3. Stl Lessee menggunakan Hak Opsi
utk membeli barang modal tsb,
Lessee melakukan penyusutan dan
dasar penyusutannya adalah nilai
sisa (residual value) barang modal yg
bersangkutan
3.
Pembayaran
Mrp biaya yg dpt dikurangkan (kecuali
SGU
pembebanan atas tanah)
4.
PPh Pasal 23
Tak ada

SGU tanpa Hak Opsi


Slr pembayaran SGU tanpa
Hak Opsi yg diterima atau
diperoleh Lessor

Lessor membebankan
biaya penyusutan atas
barang modal

Mrp biaya yg dpt


dikurangkan
Ada (dipotong oleh Lessee)

Perlakuan PPN atas SGU


No.
1.

Jenis Transaksi
SGU dgn Hak Opsi

Obyek Penyerahan
1. Penyerahan Barang
a. BKP berasal dari
Supplier

b.

2.

SGU tanpa Hak


Opsi

BKP berasal dari


persediaan yg tlh
dimiliki Lessor

2. Penyerahan Jasa
1. Penyerahan Barang
2. Penyerahan Jasa

F045

Perlakuan PPN
Dikenakan PPN
Lessor tdk perlu dikukuhkan sbg
PKP
PKP Pemasok wajib menerbitkan
FP kpd Lesse dgn menggunakan
identitas Lessee
DPP dlm FP: Hrg Jual dari PKP
Pemasok
Dikenakan PPN
Lessor hrs dikukuhkan sbg PKP
dan hrs menerbitkan FP kpd Lesse
dgn menggunakan identitas Lessee
DPP dlm FP: Harga Jual (tdk
termasuk unsur bunga yg diminta
atau seharusnya diminta oleh
Lessor krn jasa pembiayaan yg
diserahkannya)
Tdk dikenakan PPN
Tdk dikenakan PPN
Dikenakan PPN

3.

Sales & Lease Back


1. SGU dgn Hak
Opsi
2. SGU tanpa Hak
Opsi

1.
2.
1.
2.

Penyerahan Barang
Penyerahan Jasa
Penyerahan Barang
Penyerahan Jasa

Tdk dikenakan PPN


Tdk dikenakan PPN
Dikenakan PPN
Dikenakan PPN

Angsuran PPh Pasal 25: (Pasal 19 KMK-1169/KMK.01/1991)


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 utk setiap bulan yg terutang oleh Lessor adalah jml PPh sbg hasil
penerapan tarif Pasal 17 UU PPh thd Penghasilan Kena Pajak berdasarkan LK triwulanan terakhir yg
disetahunkan, kemudian dibagi 12.
Pelaporan: (Pasal 20 & 21 KMK-1169/KMK.01/1991)
1. Lessor wajib menyampaikan LK triwulanan kpd DJP dan Ditjen Moneter.
2. LK triwulan tsb hrs sdh disampaikan paling lambat 15 hari stl triwulan yg bersangkutan berakhir.
3. Lessor wajib menyampaikan laporan operasional scr semesteran berdasarkan thn takwim kpd
Ditjen Moneter. Bentuk laporan & tata cara penyampaiannya ditetapkan oleh Dirtjen Moneter.
4. Setiap perubahan anggaran dasar, pemegang saham, pengurus, tenaga ahli, dan alamat kantor
wajib dilaporkan kpd MenKeu selambat-lambatnya 15 hari kerja stl perubahan dilaksanakan.
5. Dlm hal laporan tsb atau berdasarkan informasi lain ditemukan adanya penyimpangan, MenKeu
atau Pejabat yg ditunjuknya dpt melakukan pemeriksaan. Pelanggaran thd KMK1169/KMK.01/1991, dpt dikenakan sanksi sesuai perpu perpajakan dan KMK-1251/KMK.013/
1988 jo. KMK-1256/KMK.00/1989.

B. BANGUN GUNA SERAH (BUILD, OPERATE AND TRANSFER/BOT)


Dasar Hukum:
KMK-248/KMK.04/1995 ttg Perlakuan PPh thd Pihak-pihak yg Melakukan Kerjasama dlm Bentuk
Perjanjian BOT
SE terkait:
SE-38/PJ.4/1995 ttg Perlakuan PPh atas Penghasilan Sehubungan dgn Perjanjian BOT
Definisi:
BOT: Bentuk perjanjian kerjasama yg dilakukan antara pemegang hak atas tanah dgn investor, yg
menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kpd investor utk mendirikan
bangunan selama masa perjanjian BOT, dan mengalihkan kepemilikan bangunan tsb kpd pemegang
hak atas tanah stl masa BOT berakhir.
(Pasal 1 KMK-248/KMK.04/1995)
Pihak-pihak yg Melakukan Perjanjian BOT:
1. Investor: Pihak yg diberikan hak utk membangun bangunan dan menggunakan atau
mengusahakan bangunan tsb selama masa perjanjian BOT.
2. Pemegang hak atas tanah: Pihak yg memberikan hak utk mendirikan bangunan, menggunakan
dan mengusahakan bangunan selama masa perjanjian BOT.
Biaya dan Penghasilan bagi Investor:
No.
Biaya
1.
Biaya yg dikeluarkan utk mendirikan
bangunan dlm rangka BOT, dianggap sbg
nilai perolehan investor utk mendapatkan hak
menggunakan/ mengusahakan bangunan
tsb.
Dan nilai peroleh tsb diamortisasi dlm jml yg
sama besar setiap thn selama masa
perjanjian BOT.
Amortisasi dimulai pd thn bangunan tsb mulai
digunakan atau diusahakan oleh investor.

F046

Keterangan
Contoh 1:
Investor PT ABC mendirikan bangunan
gedung perkantoran 12 lantai diatas
tanah milik PT PG berdasarkan
perjanjian BOT dgn biaya Rp 30 M utk
masa selama 15 thn. Amortisasi yg
dilakukan oleh PT ABC setiap thn
adalah seb Rp 2 M (Rp 30 M:15)

2.

3.

Apabila pembangunan bangunan tsb meliputi


masa > 1 thn sbl dpt digunakan atau
diusahakan, maka biaya yg tlh dikeluarkan hrs
dikapitalisasi.
Jika masa perjanjian BOT menjadi lbh pendek
dari masa yg ditentukan dlm perjanjian.
Maka sisa biaya pembangunan gedung yg blm
diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh
investor pd thn berakhirnya masa BOT yg lbh
pendek tsb.

Jika masa perjanjian BOT menjadi lbh panjang


dari masa yg ditentukan dlm perjanjian krn
adanya penambahan bangunan.
Maka biaya penambahan bangunan tsb
ditambahkan dgn sisa biaya yg blm
diamortisasi dan kemudian jml semua biaya tsb
diamortisasi hingga masa BOT yg lbh panjang
tsb berakhir.

Contoh 2:
Berdasarkan contoh 1, PT ABC pd akhir
thn ke-12 menyerahkan bangunan kpd
PT PG dgn diperpendeknya masa
perjanjian BOT. Kpd PT ABC diberikan
imbalan oleh PT PG seb Rp 5 M pd akhir
thn ke-12 (thn berakhirnya masa
perjanjian BOT). Maka:
PT ABC memperoleh tambahan
penghasilan seb Rp 5 M.
PT ABC juga hrs mengamortisasi sisa
biaya yg masih tersisa seb Rp 6 M (Rp
30 M - (12 x Rp 2 M) sekaligus pd akhir
thn ke-12.
Contoh 3:
Berdasarkan contoh 1, PT ABC pd thn
ke-11 menambah bangunan dgn biaya
Rp 20 M dan masa BOT diperpanjang 5
thn sehingga menjadi 20 thn.
Penghitungan amortisasi PT ABC mulai
thn ke-11 sbg berikut:
Sisa yg blm diamortisasi pd awal thn ke11 Rp 10 M.
Nilai perolehan hak atas penambahan
bangunan pd thn ke-11 Rp 20 M.
Dasar amortisasi yg baru Rp 30 M.

4.

No.

1.

2.

Biaya yg boleh dikurangkan dari penghasilan


bruto investor adalah biaya dlm Pasal 6 ayat
(1) UU PPh dgn memperhatikan Pasal 9 ayat
(1) UU PPh, berkenaan dgn pengusahaan
bangunan yg didirikan berdasarkan perjanjian
BOT tsb.
Penghasilan
Penghasilan Investor sehubungan dgn BOT
adalah penghasilan yg diterima/diperoleh
investor dari pengusahaan bangunan yg
didirikan, antara lain dpt berupa:
Sewa dan penghasilan sehubungan dgn
penggunaan harta

Penghasilan sehubungan dgn hak penguasaan


bangunan seperti: penghasilan dari
pengusahaan hotel, pusat fasilitas olah raga,
tempat hiburan, dan sebagainya.

F047

Masa amortisasi adalah 10 thn (20 thn 10 thn).


Amortisasi setiap thn mulai thn ke-11
adalah seb Rp 3 M (Rp 30 M:10)
Contoh 4:
Biaya yg dikeluarkan utk 3M
penghasilan.

Keterangan

Contoh 5:
Investor stl membangun bangunan
melalui perjanjian BOT, kemudian
bangunan tsb disewakan kpd pihak lain.
Maka investor akan memperoleh
penghasilan dari sewa bangunan.
Contoh 6:
Stl investor membangun bangunan
melalui perjanjian BOT, bangunan tsb
dijadikan hotel, maka investor akan
memperoleh penghasilan dari

3.

Penggantian atau imbalan yg diterima atau


diperoleh dari pemegang hak atas tanah
apabila perjanjian BOT diperpendek dari masa
yg tlh ditentukan.

pengusahaan hotel.
Lihat Contoh 2

Biaya dan Penghasilan bagi Pemegang Hak atas Tanah:


No.
Biaya
Keterangan
Lihat Contoh 4
1.
Biaya dlm Pasal 6 ayat (1) UU PPh dgn
memperhatikan Pasal 9 ayat (1) UU PPh.
No.
Penghasilan
Keterangan
1.
Penghasilan yg diperoleh pemegang hak atas
tanah sehubungan dgn perjanjian BOT dpt
berupa:
a. Pembayaran berkala yg dilakukan oleh
investor kpd pemegang hak atas tanah
selama masa BOT.
b. Bagian dari uang sewa bangunan.
c. Bagian keuntungan dari pengusahaan
bangunan dgn nama dan dlm bentuk
apapun yg tlh diberikan oleh investor.
d. Penghasilan lainnya sehubungan dgn
perjanjian BOT yg diterima atau diperoleh
pemegang hak atas tanah.
2.
Apabila bangunan yg didirikan investor tdk
Nilai bangunan yg diterima oleh
seluruhnya menjadi hak investor, tetapi
pemegang hak atas tanah, mrp nilai
sebagian diserahkan kpd pemegang hak atas
perolehan bangunan apabila bangunan
tanah dlm thn pajak yg bersangkutan.
tsb dialihkan kpd pihak lain.
Maka, atas penyerahan tsb terutang PPh seb
5% dari jml bruto nilai tertinggi antara nilai
pasar dgn NJOP bagian bangunan yg
diserahkan, dan hrs dilunasi selambatlambatnya tanggal 15 bulan berikutnya stl
penyerahan.
Catatan:
Dikecualikan dari pengenaan PPh seb 5% atas
pengalihan bangunan tsb apabila pemegang
hak atas tanah adalah badan pemerintah.
3.
Bangunan yg diserahkan oleh investor kpd
pemegang hak atas tanah stl masa perjanjian
BOT berakhir, mrp penghasilan bagi
pemegang hak atas tanah, dan terutang PPh
seb 5% Final dari jml bruto nilai yg tertinggi
antara nilai pasar dgn NJOP bangunan yg tlh
diserahkan. Hrs dilunasi paling lambat tanggal
15 bulan berikutnya stl masa BOT berakhir.
Catatan:
Dikecualikan dari pengenaan PPh seb 5% atas
pengalihan bangunan tsb apabila pemegang
hak atas tanah adalah badan pemerintah.

C. JOINT OPERATION (JO) / KERJA SAMA OPERASI (KSO)


SE dan surat terkait:
SE-60/PJ/2013
SE-44/PJ./1994 ttg Pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 23

F048

S-323/PJ.42/1989 ttg Masalah perpajakan bagi JO


S-251/PJ.313/1998 ttg Pemecahan Bukti Pemotongan PPh Final yg Diterbitkan utk suatu

Definisi:
JO: Bentuk KSO yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP a.n. KSO.
(Bagian E angka 2 huruf e angka 1) huruf b) SE-60/PJ/2013
Bentuk JO adalah mrp perkumpulan 2 badan atau lbh yg bergabung utk menyelesaikan suatu
proyek, penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tsb selesai.
Bentuk penggabungan JO bukanlah mrp subyek dari pengenaan PPh Badan, namun
pengenaan PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yg diperoleh pd @ badan yg
bergabung tsb sesuai dgn porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yg diterimanya.
Pemberian NPWP thd JO adalah semata-mata utk keperluan pemungutan dan pemotongan
PPh Pasal 21, Pasal 23/26 dan PPN.
Dlm rangka menentukan dan memperhitungkan besarnya PPh yg terhutang utk Badan-badan
tsb, pembukuan yg terpisah dari @ Badan yg bergabung dlm JO dpt dilakukan. Ketentuan ini
juga mencakup dan berlaku bagi penghasilan yg diterima dari proyek bantuan LN.
(S-323/PJ.42/1989)
Mekanisme Perpajakan JO: (S-323/PJ.42/1989)
Krn JO tdk termasuk Subjek Pajak PPh, maka penghasilan yg diterima suatu JO sebenarnya
adalah penghasilan para anggota yg besarnya adalah seb bagian @ yg ditentukan sesuai
perjanjian.
Jika atas penghasilan berupa bunga, sewa dan lain-lain yg diterima atau diperoleh JO dari WP
Badan DN dan Perseorangan yg ditunjuk (Pemberi Hasil), dipotong PPh Pasal 23, maka bukti
potong PPh Pasal 23 tsb hrs dipecah utk @ anggota JO agar dpt dikreditkan.
Besarnya PPh Pasal 23 utk @ anggota JO sesuai dgn perjanjian J.O.A (Joint Operation
Agreement) yg tlh disepakati bersama.
JO tdk memiliki kewajiban utk menyampaikan SPT Tahunan dan membayar PPh Pasal 25 &
Pasal 29. Kewajiban yg ada hanya sbg pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh
Pasal 26 dan PPN.
Mekanisme Pemecahan Bukti Potong PPh Pasal 23: (SE-44/PJ./1994)
1. Jika tlh dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 a.n. JO:
a. JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kpd KPP dimana
JO terdaftar/berkedudukan, dilampiri FC dokumen pendirian JO.
b. KPP dimana JO terdaftar/berkedudukan minta konfirmasi kpd KPP dimana pemotong PPh
Pasal 23 terdaftar, mengenai pemotongan thd JO.
c. Apabila benar tlh dilakukan pemotongan thd JO maka KPP dimana JO terdaftar/
berkedudukan menerbitkan SKKPP PPh Pasal 23 Yg Seharusnya Tdk Terutang.
d. Atas dasar SKKPP tsb dilakukan Pbk dari PPh Pasal 23 ke PLB
e. Dilakukan pemindahbukuan dari PLB ke PPh Pasal 25 a.n. para anggotanya dgn jml pajak
seb bagian @ dgn thn pajaknya sesuai dgn yg tercantum pd Bukti Pemotongan PPh Pasal 25
dilakukan krn bukti Pbk itu diperhitungkan sbg kredit pajak dlm SPT Tahunan PPh Badan
para anggotanya, bukan dlm SPT PPh Pasal 23. Pd bukti Pbk (di bawah Nomor dan Tanggal
SKKPP) supaya diketik: (Dalam rangka pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 atas
nama joint operation......).
f. Atas SKKPP tsb tdk boleh diterbitkan SPMKP dan tdk boleh di-Pbk-kan utk membayar
kewajiban pajak JO.
g. Apabila anggota JO adalah WP LN maka pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 23 (yg
berupa bukti Pbk PPh Pasal 25) tdk boleh diperhitungkan dgn kewajiban PPh Pasal 26 dari
JO krn WP LN tsb dianggap mempunyai BUT di Indonesia.
h. Lembar ke-1 Bukti Pbk tsb pd butir 1.e. disampaikan utk para anggota sedang lembar lainnya
utk ditatausahakan sesuai ketentuan dlm Pedoman Induk TUPRP.
2. Jika blm dilakukan pemotongan PPh Pasal 23:
a. JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kpd pemberi
hasil, dilampiri FC dokumen pendirian JO.
b. Pd waktu dilakukan pemotongan, pemberi hasil membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
a.n. JO qq anggota (NPWP anggota) dgn jml pajak seb bagian @.

F049

c.

Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 disampaikan utk para anggota JO.

Pemecahan Bukti Pemotongan PPh Final: (S-251/PJ.313/1998)


Prosedur pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 23 pd SE-44/PJ./1994 dpt diberlakukan utk
pemecahan bukti pemotongan PPh final bagi anggota suatu JO.

D. REKSA DANA
Dasar Hukum:
UU PPh
UU 8 Thn 1995 ttg Pasar Modal
PP 94 Thn 2010
SE terkait:
SE-18/PJ.42/1996 ttg PPh atas usaha Reksa Dana
Definisi:
Reksa Dana: Wadah yg dipergunakan utk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal utk
selanjutnya diinvestasikan dlm Portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
(Pasal 1 ayat (27) UU 8 Thn 1995)
Manajer Investasi: Pihak yg kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek utk para nasabah atau
mengelola portofolio investasi kolektif utk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi,
dana pensiun, dan bank yg melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan perpu yg berlaku.
Portofolio Efek: Kumpulan Efek yg dimiliki oleh orang perseorangan, perusahaan, usaha
bersama, asosiasi, atau kelompok yg terorganisasi.
Kustodian: Pihak yg memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yg berkaitan dgn Efek serta
jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak - hak lain, menyelesaikan transaksi Efek,
dan mewakili pemegang rekening yg menjadi nasabahnya.
Bentuk Reksa Dana:
Pd reksadana, manajemen investasi mengelola dana-dana yg ditempatkannya pd surat berharga dan
merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima dividen atau bunga yg dibukukannya ke
dlm "Nilai Aktiva Bersih" (NAB) reksadana tsb. Kekayaan reksadana yg dikelola oleh manajer
investasi tsb wajib utk disimpan pd bank kustodian yg tdk terafiliasi dgn manajer investasi, dimana
bank kustodian inilah yg akan bertindak sbg tempat penitipan kolektif dan administratur.
Berdasarkan pasal 18 ayat (1) UU 8 Thn 1995 bentuk hukum Reksadana di Indonesia ada 2, yaitu:
Reksadana berbentuk Perseroan (PT) dan Reksadana berbentuk KIK.
1. Reksa Dana berbentuk PT
Reksa Dana berbentuk suatu perusahaan yg mempunyai kegityan usaha mengelola
portofolio efek. Investor yg tertarik berinvestasi pd Reksa Dana tsb dpt membeli saham yg
dikeluarkan perusahaan tsb.
Pd Reksadana berbentuk PT, pemegang penyertaannya disebut pemegang saham, shg
perlakuan PPh atas penghasilan yg diperoleh pemegang saham ini adalah sesuai dgn
ketentuan perpajakan atas dividen
Yg dpt menjalankan usaha Reksa Dana berbentuk PT adalah PT yg tlh memperoleh izin
usaha dari BAPEPAM-LK. Berdasar data www.bapepam.go.id sampai dgn Mar 2011,
BAPEPAM-LK tlh memberikan izin usaha Reksa Dana berbentuk PT sebanyak 2, yaitu kpd:
PT BDNI Reksadana (tertutup)
PT Reksadana Perdana Tbk
Reksa Dana berbentuk Perseroan dpt bersifat terbuka atau tertutup. (Pasal 18 ayat (2) UU 8
Thn 1995)
a. Reksa Dana Terbuka
Reksa Dana yg dpt dijual kembali kpd perusahaan Manajemen Investasi yg
menerbitkannya tanpa melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Hrg jualnya
biasanya sama dgn NAB-nya. Sebagian besar Reksa Dana yg ada saat ini adalah
merupakan Reksa Dana Terbuka.
b. Reksa Dana Tertutup

F0410

Reksa Dana yg tdk dpt dijual kembali kpd perusahaan Manajemen Investasi yg
menerbitkannya. Unit penyertaan Reksa Dana Tertutup hanya dpt dijual kembali kpd
investor lain melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Hrg jualnya bisa di atas
atau di bawah NAB-nya.
2. Reksa Dana berbentuk KIK
Reksa Dana yg dibentuk berdasarkan suatu KIK antara Manajer Investasi dan Bank
Kustodian yg mengikat pemegang unit penyertaan (Investor) dimana manajer investasi diberi
wewenang utk mengelola portofolio investasi kolektif utk diinvestasikan pd berbagai jenis efek
yg diperdagangkan di pasar modal dan di pasar uang.
Investor yg tertarik berinvestasi pd Reksa Dana tsb dpt membeli unit penyertaan yg
dikeluarkan Reksa Dana tsb. Pemegang penyertaannya disebut pemegang unit penyertaan
KIK.
Terdapat 2 bentuk:
Reksa Dana KIK yg melakukan Penawaran Umum
Reksa Dana KIK Penyertaan Terbatas (RDPT)
Perlakuan PPh atas Usaha Reksa Dana:
1. Reksa Dana Tertutup
No.
Uraian
Perlakuan PPh
Penghasilan Reksa Dana yg Berasal dari:
1.
Dividen
Objek PPh Pasal 23 =15%
Dpt menjadi bukan objek pajak
sepanjang memenuhi syarat yg
tercantum di Pasal 4 ayat (3) huruf f UU
PPh
2.
Bunga Obligasi
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif:
2009-2010 = 0%
2011-2013 = 5%
2014 dan seterusnya = 15%
3.
Bunga Deposito/
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 20%
Tabungan
4.
Capital Gain
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 0,1%
Saham di bursa
dari jml bruto nilai transaksi penjualan
saham
5.
Commercial Paper
dan Surat Utang
Lainnya
Bagian Laba yg diterima pemegang saham yg berbentuk:
1.
PT, Koperasi,
Objek PPh Pasal 23 =15%
BUMN/ BUMD
Dpt menjadi bukan objek pajak
sepanjang memenuhi syarat yg
tercantum di Pasal 4 ayat (3) huruf f UU
PPh
2.
Badan lain selain
Objek PPh Pasal 23 =15%
tsb pd angka 1,
misalnya Fa, CV,&
Kongsi
3.
Orang pribadi
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) =10%
Keuntungan yg diterima
pemegang saham dari
penjualan saham

Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif


0,1% dari jml bruto nilai transaksi
penjualan saham
Tdk dikenakan tambahan PPh atas
saham pendiri (0,5%) krn saham yg
diperoleh pendiri perusahaan Reksa
Dana tdk termasuk ke dlm pengertian
saham pendiri

F0411

Dasar Hukum
Pasal 23 dan
Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh

PP 16 Thn 2009

PP 131 Thn 2000


PP 14 Thn 1997

Pasal 23 dan
Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh

Pasal 23 UU PPh

Pasal 4 ayat (2)


UU PPh
PP 14 Thn 1997
(Pasal 1 ayat (4)
KMK282/KMK.04/1997)

2.

3.

Reksa Dana Terbuka


No.
Uraian
Perlakuan PPh
Penghasilan Reksa Dana yg Berasal dari:
1.
Dividen
Objek PPh Pasal 23 =15%
Dpt menjadi bukan objek pajak
sepanjang memenuhi syarat yg
tercantum di Pasal 4 ayat (3) huruf f UU
PPh
2.
Bunga Obligasi
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif:
2009-2010 = 0%
2011-2013 = 5%
2014 dan seterusnya = 15%
3.
Bunga Deposito/
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 20%
Tabungan
4.
Capital Gain
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dgn tarif 0,1%
Saham di Bursa
dari jml bruto nilai transaksi penjualan
saham
5.
Commercial Paper
dan Surat Utang
Lainnya
Bagian Laba yg diterima pemegang saham yg berbentuk:
1.
PT, Koperasi,
Objek PPh Pasal 23 =15%
BUMN/ BUMD
Dpt menjadi bukan objek pajak
sepanjang memenuhi syarat yg
tercantum di Pasal 4 ayat (3) huruf f UU
PPh
2.
Badan lain selain
Objek PPh Pasal 23 =15%
tsb pd angka 1,
misalnya Fa, CV,&
Kongsi
3.
Orang pribadi
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) =10%

Dasar Hukum
Pasal 23 dan
Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh

PP 16 Thn 2009

PP 131 Thn 2000


PP 14 Thn 1997

Pasal 23 dan
Pasal 4 ayat (3)
huruf f UU PPh

Pasal 23 UU PPh

Pasal 4 ayat (2)


UU PPh

Keuntungan yg diterima
PPh tarif umum krn tdk dijual di bursa
Pasal 4 ayat (1)
pemegang saham dari
UU PPh
pelunasan kembali
(redemption) saham
KIK
Bukan Obyek Pajak yaitu atas bagian laba yg diterima atau diperoleh oleh pemegang unit
penyertaan KIK termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya.
Ketentuan thd bagian laba termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya
ini berlaku juga bagi pemegang unit penyertaan yg mrp Subjek Pajak LN.
(Pasal 5 PP 94 Thn 2010)

F0412

E-COMMERCE
SE terkait:
y SE-62/PJ/2013 ttg Penegasan ketentuan perpajakan atas transaksi e-commerce
Definisi:
E-commerce: Perdagangan barang dan/atau jasa yg dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen
melalui sistem elektronik. (SE-62/PJ/2013)
Commercial transactions occurring over open networks, such as the Internet. Both business-to-business
and business-to-consumer transactions are included (OECD, 2003).
Prinsip & Tujuan:
Transaksi e-commerce sama dgn transaksi perdagangan lainnya, tetapi berbeda dlm hal cara atau
alat yg digunakan. Oleh krn itu, tdk ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi ecommerce dan transaksi perdagangan lainnya.
Tdk ada objek pajak baru dlm transaksi e-commerce.
Mewujudkan keseragaman dlm memahami aspek perpajakan atas transaksi e-commerce .
4 Model Bisnis e-Commerce:
Online
Marketplace
(OM)

Classified Ads
(CA)

Daily Deals
(DD)

Online Retail
(OR)

Banyak

Banyak

Banyak

Toko Permanen
di sebuah Pasar
Online

Penjual insidentil

Promo sesaat

Toko Permanen
milik sendiri

Penawaran

Online

Online

Online

Online

Pemesanan

Online

Offline

Online

Online / Offline

Pembayaran

Online

Offline

Online /
Offline

Online / Offline

Pengiriman

Online / Offline

Offline

Online/Offline

Online / Offline

tokopedia,
rakuten,
bukalapak,
duniavirtual.com

tokobagus, kaskus,
berniaga.com,
www.rumah123.com

livingsocial,
Groupon
Disdus,
DEALGOING,
LaKupon

blibli.com,
Bhinneka.com,
Gramedia.com,
Lazada

Jumlah
Penjual
Karakteristik
Penjual
/
Penjualan

Contoh

A. ONLINE MARKETPLACE

OM: Kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa Toko Internet di Mal Internet sbg
tempat OM Merchant menjual barang dan/atau jasa.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara OM;
OM Merchant; dan
Pembeli.
Bbrp definisi dlm OM:
Mal Internet: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg terdiri dari bbrp Toko Internet yg
dikelola oleh Penyelenggara OM.
Toko Internet: Bagian dari Mal Internet yg ditawarkan oleh Penyelenggara OM kpd OM

F051

Merchant sbg tempat kegiatan usaha.


Penyelenggara OM: Pihak yg menjalankan kegiatan usaha Mal Internet.
OM Merchant: Pihak yg membuka dan mengoperasikan Toko Internet utk melakukan
penjualan barang dan/atau jasa di Toko Internet melalui Mal Internet.
Proses Bisnis:
a. Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu:
OM Merchant melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas perjanjian yg
ditetapkan oleh Penyelenggara OM.
Penyelenggara OM melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan
menerbitkan invoice atas Monthly Fixed Fee.
OM Merchant melakukan pembayaran atas Monthly Fixed Fee melalui rekening
Penyelenggara OM.
Penyelenggara OM menyediakan tempat dan/atau waktu kpd OM Merchant utk
memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang
dan/atau jasa dan melakukan penjualan di Toko Internet melalui Mal Internet.
b. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa
OM Merchant menawarkan barang dan/atau jasa yg akan dijual dgn mengunggah data
dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual di Toko Internet melalui
Mal Internet.
Penyelenggara OM melakukan verifikasi dan menampilkan data dan/atau informasi
terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual di Toko Internet melalui Mal Internet.
Pembeli melakukan pemesanan di Toko Internet melalui Mal Internet. Utk memesan
barang dan/atau jasa di Mal Internet, bbrp Penyelenggara OM mensyaratkan Pembeli utk
mendaftarkan diri.
Penyelenggara OM mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh
Pembeli di Toko Internet melalui Mal Internet (contohnya jenis barang, hrg barang, jml
barang, metode pembayaran, mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
Pembeli melakukan pembayaran melalui Escrow Account yg tlh ditetapkan oleh
Penyelenggara OM.
Penyelenggara OM di Toko Internet melalui Mal Internet menyampaikan notifikasi kpd
OM Merchant utk melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli.
OM Merchant melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli, baik dgn
menggunakan fasilitas pengiriman sendiri atau melalui penyedia jasa pengiriman.
Selanjutnya, OM Merchant juga mengirimkan notifikasi kpd Penyelenggara OM utk
memberitahu bahwa OM Merchant tlh melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd
Pembeli.
c. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan kpd OM Merchant oleh Penyelenggara OM
Penyelenggara OM menyetor hasil penjualan kpd OM Merchant melalui rekening yg tlh
ditetapkan oleh OM Merchant.
Jml yg disetor oleh Penyelenggara OM kpd Online Marketplace Merchant adalah seb
nilai transaksi dikurangi dgn per Sale Fee, Point Fee, serta tagihan lainnya.
Periode penyetoran hasil penjualan oleh Penyelenggara OM kpd OM Merchant adalah
sesuai dgn isi Perjanjian.

F052

Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi OM:

*)

No

Proses Bisnis

Objek PPh

Subjek Pajak

Tarif

1.

Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu

Penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/ atau
waktu dlm media
lain utk
penyampaian
informasi

OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk penyampaian informasi

Utk Penyelenggara OM sbg


penyedia jasa yg
penghasilannya tdk dikenai
pajak yg bersifat final*, tarif
PPh Pasal 17 diterapkan
atas Penghasilan Kena
Pajak

Apabila OM Merchant sbg


pengguna jasa adalah WP OP
atau Badan yg ditunjuk sbg
pemotong PPh, maka
pengguna jasa tsb wajib
melakukan pemotongan PPh
Pasal 23/21/26

2.

Penjualan
Barang dan/
atau Jasa

Penghasilan dari
penjualan barang
dan/ atau penyediaan jasa mrp
objek PPh

OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa

Utk pihak OM Merchant


sbagai penjual barang atau
penyedia jasa dlm OM yg
penghasilannya tdk dikenai
pajak yg bersifat final*, tarif
PPh Pasal 17 diterapkan
atas Penghasilan Kena
Pajak

Apabila Pembeli barang atau


pengguna jasa adalah WP OP
atau Badan yg ditunjuk sbg
pemotong/ pemungut PPh,
maka Pembeli barang atau
pengguna jasa tsb wajib
melakukan pemotongan/
pemungutan PPh

3.

Penyetoran
Hasil Penjualan kpd OM
Merchant oleh
Penyelenggara
OM (Jasa
Perantara
Pembayaran)

Penghasilan dari
jasa perantara
pembayaran mrp
objek PPh yg
wajib dilakukan
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26

OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa perantara
pembayaran

Utk pihak Penyelenggara


OM sbg penyedia jasa yg
penghasilannya tdk dikenai
pajak yg bersifat final*, tarif
PPh Pasal 17 diterapkan
atas Penghasilan Kena
Pajak

Apabila OM Merchant sbg


pengguna jasa adalah WP OP
atau Badan yg ditunjuk sbg
pemotong PPh, maka
pengguna jasa tsb wajib
melakukan pemotongan PPh
Pasal 23/21/26 sesuai dgn
ketentuan yg berlaku

WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final

F053

Pemotongan PPh

Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi OM:


No

Proses Bisnis

Objek PPN

Saat PPN Terutang

DPP

Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu

Penyerahan jasa
penyediaan waktu dan/atau
tempat dlm media lain

Saat penyerahan, saat


pembayaran, atau saat
pemanfaatan

Penggantian, termasuk semua biaya yg


diminta atau seharusnya diminta oleh
Penyelenggara OM krn penyerahan JKP
tsb.
Contoh:
Penggantian, Monthly Fixed Fee, Rent
Fee, Registration Fee, Fixed Fee, dan
Subscription Fee.

Penjualan
Barang
dan/atau Jasa

Penyerahan BKP dan/atau


JKP

Saat pembayaran

Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai


Ekspor, termasuk semua biaya yg diminta
atau seharusnya diminta oleh OM
Merchant krn penyerahan BKP dan/atau
JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.

Penyetoran
Hasil Penjualan kpd OM
Merchant oleh
Penyelenggara
OM (Jasa
Perantara
Pembayaran)

Penyerahan jasa perantara


pembayaran

Saat penyerahan, saat


pembayaran, atau saat
pemanfaatan

Penggantian, termasuk semua biaya yg


diminta atau seharusnya diminta oleh
Penyelenggara OM karena penyerahan
JKP tsb.
Contoh:
Penggantian, biaya settlement, dan fee
penggunaan kartu kredit/kartu
debit/internet banking.

F054

B. CLASSIFIED ADS

CA: Kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video
penjelasan, informasi, dan Iain-lain) barang dan/atau jasa bagi Pengiklan utk memasang iklan yg
ditujukan kpd Pengguna Iklan melalui situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara CA;
Pengiklan; dan
Pengguna Iklan.
Bbrp definisi dlm CA:
Penyelenggara CA: Pihak yg menyediakan tempat bagi Pengiklan utk memasang iklan yg
ditujukan kpd Pengguna Iklan melalui situs yg disediakan oleh Penyelenggara CA.
Pengiklan: Pihak yg memasang iklan dgn mengunakan situs yg disediakan oleh
Penyelenggara CA.
Pengguna Iklan: Pihak yg menggunakan iklan dipasang di situs yg disediakan oleh
Penyelenggara CA.
Proses Bisnis:
Pengiklan melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas perjanjian yg ditetapkan
oleh Penyelenggara CA.
Penyelenggara CA melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan
menerbitkan invoice atas Transaction Fee. Proses verifikasi dan penerbitan invoice mrp
proses opsional krn dlm bbrp contoh, Penyelenggara CA tdk melakukan verifikasi dan
menerbitkan invoice atas Transaction Fee.
Dlm hal Penyelenggara CA memungut Transaction Fee, Pengiklan melakukan pembayaran
atas Transaction Fee melalui rekening yg tlh ditetapkan oleh Penyelenggara CA.
Penyelenggara CA memberikan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu kpd Pengiklan utk
memasang iklan di situs CA.
Pengiklan mengunggah data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan
diiklankan melalui situs CA.
Penyelenggara CA menampilkan data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg
akan diiklankan melalui situs CA. Bbrp Penyelenggara CA akan menyeleksi terlebih dahulu
iklan yg layak ditampilkan berdasarkan peraturan yg berlaku.

F055

Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi CA:

*)

No

Proses Bisnis

1.

Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu

Objek PPh
Penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk
penyampaian
informasi mrp
objek PPh yg
wajib dilakukan
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26

Subjek Pajak
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk
penyampaian
informasi

Tarif

Pemotongan PPh

Utk pihak Penyelenggara


CA sbg penyedia jasa yg
penghasilannya tdk dikenai
pajak yg bersifat final*, tarif
PPh Pasal 17 diterapkan
atas Penghasilan Kena
Pajak

Apabila Pengiklan sbg


pengguna jasa adalah WP OP
atau Badan yg ditunjuk sbg
pemotong PPh, maka
pengguna jasa tsb wajib
melakukan pemotongan PPh
Pasal 23/21/26

WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final

Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi CA:


No

Proses Bisnis
Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu

Objek PPN
Penyerahan jasa
penyediaan waktu dan/atau
tempat dlm media lain
(termasuk kemungkinan
jasa tsb diserahkan scr
cuma-cuma)

Saat PPN Terutang


Saat penyerahan, saat
pembayaran, atau saat
pemanfaatan.

F056

DPP
Penggantian, termasuk semua biaya yg
diminta atau seharusnya diminta oleh
Penyelenggara CA krn penyerahan JKP
tsb.
Contoh:
Penggantian dan transaction fee.
Dlm hal JKP tsb diserahkan scr cumacuma, DPP-nya adalah Penggantian
dikurangi laba kotor.

C. DAILY DEALS

DD: Kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa situs DD sbg tempat DD Merchant
menjual barang dan/atau jasa kpd Pembeli dgn menggunakan Voucher sbg sarana pembayaran.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara DD;
Merchant DD; dan
Pembeli.
Bbrp definisi dlm DD:
Situs DD: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg dikelola oleh Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD: Pihak yg menjalankan kegiatan usaha berupa situs DD sbg tempat DD
Merchant menjual barang dan/atau jasa.
Merchant DD: Pihak yg menjual barang dan/atau jasa dgn menggunakan fasilitas Voucher
melalui situs DD.
Voucher: Alat tukar utk produk dan layanan tertentu dari DD Merchant yg diterbitkan oleh DD
Merchant atau Penyelenggara DD dan hanya bisa didapatkan oleh Pembeli melalui situs DD.
Pembeli: Pihak yg melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari DD Merchant melalui
situs DD dgn menggunakan fasilitas Voucher.
Proses Bisnis:
a. Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu
DD Merchant melakukan pendaftaran dan memberikan persetujuan atas Perjanjian yg
ditetapkan oleh Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD melakukan verifikasi, menyetujui permohonan pendaftaran dan
menerbitkan invoice atas Monthly Fixed Fee.
DD Merchant melakukan pembayaran atas Monthly Fixed Fee melalui rekening
Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD memberikan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu kpd DD
Merchant utk memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain)
barang dan/atau jasa dan melakukan penjualan di situs DD.
b. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa
DD Merchant menawarkan barang dan/atau jasa yg akan dijual dgn mengunggah data
dan atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg akan dijual melalui situs DD.
Pembeli melakukan pemesanan melalui situs DD. Sbl melakukan pemesanan, Pembeli
mendaftarkan diri utk mendapatkan akun agar dpt bertransaksi di situs DD.
Penyelenggara DD mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh
Pembeli melalui situs DD (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode
pembayaran, mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
Pembeli melakukan pembayaran melalui rekening yg ditetapkan oleh Penyelenggara DD.
Penyelenggara DD mengeluarkan notifikasi kpd DD Merchant bahwa barang dan/atau
jasanya tlh dibeli oleh Pembeli.
Penyelenggara DD atau DD Merchant menyampaikan Voucher kpd Pembeli. Voucher
diterbitkan oleh DD Merchant atau Penyelenggara DD dan hanya bisa didapatkan oleh
Pembeli melalui situs DD. Voucher tsb digunakan oleh Pembeli utk ditukarkan dgn
barang dan/atau jasa yg dibeli.
Pembeli menukarkan Voucher dgn barang dan/atau jasa yg dibeli dari DD Merchant.
Penyerahan barang dan/atau jasa dpt dilakukan dgn cara menukar lsg di tempat DD
Merchant, dikirimkan oleh DD Merchant, atau dgn cara lainnya.
c. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan kpd DD Merchant oleh Penyelenggara DD
Penyelenggara DD menyetor hasil penjualan kpd DD Merchant melalui rekening yg tlh
ditetapkan oleh DD Merchant.
Jml yg disetor oleh Penyelenggara DD kpd DD Merchant adalah seb nilai transaksi
dikurangi dgn per Sale Fee.
Periode penyetoran hasil penjualan oleh Penyelenggara DD kpd DD Merchant adalah
sesuai dgn isi perjanjian.

F057

Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi DD:

*)

No

Proses Bisnis

Objek PPh

Subjek Pajak

1.

Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu

Penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk penyampaian informasi
mrp objek PPh yg
wajib dilakukan
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26

OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa penyediaan
tempat dan/atau
waktu dlm media
lain utk
penyampaian
informasi

Utk pihak Penyelenggara


DD sbg penyedia jasa yg
penghasilannya tdk dikenai
pajak yg bersifat final*, tarif
PPh Pasal 17 diterapkan
atas Penghasilan Kena
Pajak

Apabila Merchant DD sbg


pengguna jasa adalah WP OP
atau Badan yg ditunjuk sbg
pemotong PPh, maka
pengguna jasa tsb wajib
melakukan pemotongan PPh
Pasal 23/21/26

2.

Penjualan
Barang
dan/atau Jasa

Penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa
mrp objek PPh

OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa

Utk Merchant DD sbg


penjual barang atau
penyedia jasa yg
penghasilannya tdk dikenai
pajak yg bersifat final*, tarif
PPh Pasal 17 diterapkan
atas Penghasilan Kena
Pajak

Apabila Pembeli barang atau


pengguna jasa adalah WP OP
atau Badan yg ditunjuk sbg
pemotong/pemungut PPh,
maka Pembeli barang atau
pengguna jasa tsb wajib
melakukan pemotongan/
pemungutan PPh

3.

Penyetoran
Hasil
Penjualan kpd
DD Merchant
oleh
Penyelenggara
DD (Jasa
Perantara
Pembayaran)

Penghasilan dari
jasa perantara
pembayaran mrp
objek PPh yg
wajib dilakukan
pemotongan PPh
Pasal 23/21/26

OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
jasa perantara
pembayaran

Utk pihak Penyelenggara


DD sbg penyedia jasa yg
penghasilannya tdk dikenai
pajak yg bersifat final*, tarif
PPh Pasal 17 diterapkan
atas Penghasilan Kena
Pajak

Apabila DD Merchant sbg


pengguna jasa adalah WP OP
atau Badan yg ditunjuk sbg
pemotong PPh, maka
pengguna jasa tsb wajib
melakukan pemotongan PPh
Pasal 23/21/26

WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final

F058

Tarif

Pemotongan PPh

Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi DD:


No

Proses Bisnis

Objek PPN

Saat PPN Terutang

DPP

1.

Jasa
Penyediaan
Tempat dan/
atau Waktu

Penyerahan jasa
penyediaan waktu dan/atau
tempat dlm media lain

Saat penyerahan, saat


pembayaran, atau saat
pemanfaatan

Penggantian, termasuk semua biaya yg


diminta atau seharusnya diminta oleh
Penyelenggara DD krn penyerahan JKP
tsb

2.

Penjualan
Barang dan/
atau Jasa

Penyerahan BKP dan/atau


JKP

Saat pembayaran

Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai


Ekspor, termasuk semua biaya yg diminta
atau seharusnya diminta oleh DD
Merchant krn penyerahan BKP dan/atau
JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.

3.

Penyetoran
Hasil
Penjualan kpd
DD Merchant
oleh
Penyelenggara
DD (Jasa
Perantara
Pembayaran)

Penyerahan jasa perantara


pembayaran

Saat penyerahan, saat


pembayaran, atau saat
pemanfaatan.

Penggantian, termasuk semua biaya yg


diminta atau seharusnya diminta oleh
Penyelenggara DD krn penyerahan JKP
tsb.
Contoh:
Penggantian, biaya settlement, dan fee
penggunaan kartu kredit/kartu
debit/internet banking.

F059

D. ONLINE RETAIL

OR: Kegiatan menjual barang dan/atau jasa yg dilakukan oleh Penyelenggara OR kpd Pembeli di
situs OR.
Pihak-pihak terkait:
Penyelenggara OR sekaligus sbg OR Merchant; dan
Pembeli.
Bbrp definisi dlm OR:
Situs OR: Situs perbelanjaan yg berbasis internet yg dikelola oleh Penyelenggara OR.
Penyelenggara OR: Pihak yg memiliki situs OR dan sekaligus sbg pihak yg melakukan
penjualan barang dan/atau jasa.
Pembeli: Pihak yg melakukan pembelian barang dan/atau jasa dari Penyelenggara OR
melalui situs OR.
Proses Bisnis:
Penyelenggara OR menampilkan data dan/atau informasi terkait barang dan/atau jasa yg
akan dijual melalui situs OR.
Pembeli melakukan pemesanan melalui situs OR. Sbl melakukan pemesanan, bbrp
Penyelenggara OR mensyaratkan Pembeli utk mendaftarkan diri.
Penyelenggara OR mengeluarkan rincian transaksi beserta jml yg hrs dibayar oleh Pembeli
melalui situs OR (contohnya jenis barang, hrg barang, jml barang, metode pembayaran,
mekanisme pengiriman, dan biaya-biaya terkait lainnya).
Pembeli melakukan pembayaran melalui transfer ke rekening bank yg tlh ditetapkan oleh
Penyelenggara OR, kartu kredit, atau menggunakan uang tunai (Cash On Delivery).
Penyelenggara OR melakukan pengiriman barang dan/atau jasa kpd Pembeli, baik dgn
menggunakan fasilitas pengiriman sendiri atau melalui penyedia jasa pengiriman.

F0510

Skema PPh dlm Bbrp Skema Transaksi OR:

*)

No

Proses Bisnis

Objek PPh

1.

Penjualan
Barang
dan/atau Jasa

Penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa
mrp objek PPh

Subjek Pajak
OP atau badan yg
memperoleh
penghasilan dari
penjualan barang
dan/atau
penyediaan jasa

Tarif

Pemotongan PPh

Utk pihak Penyelenggara


OR (sekaligus Merchant)
sbg penjual barang atau
penyedia jasa yg
penghasilannya tdk dikenai
pajak yg bersifat final*, tarif
PPh Pasal 17 diterapkan
atas Penghasilan Kena
Pajak

Apabila Pembeli barang atau


pengguna jasa adalah WP OP
atau Badan yg ditunjuk sbg
pemotong/pemungut PPh,
maka Pembeli barang atau
pengguna jasa tsb wajib
melakukan pemotongan/
pemungutan PPh

WP yg memenuhi ketentuan PP 46 Thn 2013 dikenakan PPh final

Skema PPN dlm Bbrp Skema Transaksi OR:


No
1.

Proses Bisnis
Penjualan
Barang dan/
atau Jasa

Objek PPN
Penyerahan BKP dan/atau
JKP

Saat PPN Terutang


Saat penyerahan, atau saat
pembayaran

F0511

DPP
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, termasuk semua biaya yg diminta
atau seharusnya diminta oleh
Penyelenggara OR krn penyerahan BKP
dan/atau JKP tsb.
Contoh:
Hrg Jual, Penggantian, dan/atau Nilai
Ekspor, biaya pengiriman, dan biaya
asuransi.

BAGIAN G
LAINNYA

BANK ON-LINE PEMBAYARAN/PENYETORAN PAJAK


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.

Kode & Nama Bank


0002 - BRI
0008 - Bank Mandiri
0009 - BNI 46
0011 - Bank Danamon
0013 - Bank Permata
0014 - BCA
0016 - BII
0019 - Bank Panin
0022 - Bank Niaga
0023 - Bank Buana Ind.
0026 - Bank Lippo
0028 - NISP
0031 - Citibank
0032 - JP Morgan
0037 - Artha Graha
0040 - Bank Bangkok
0041 - Bank HSBC
0042 - Bank of Tokyo M
0045 - Bank Sumitomo
0046 - Bank DBS
0047 - Bank Resona P.
0048 - Bank Mizuho Ind.
0050 - Standard Chartered
0052 - ABN Amro Bank
0057 - Bank Paribas
0058 - Bank UOB
0060 - Rabobank
0061 - ANZ Panin
0067 - Deutsche Bank
0068 - Bank Woori
0076 - Bank Bumi Arta
0087 - Bank Ekonomi
0088 - Bank Antar Daerah
0089 - Hagabank
0095 - Bank CIC
0097 - Mayapada
0110 - BPD Jabar
0111 - Bank DKI
0112 - BPD Jogja
0113 - BPD Jateng
0114 - BPD Jatim
0115 - BPD Jambi
0116 - BPD Aceh
0117 - BPD Sumut
0118 - Bank Nagari

No.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.

G011

Kode & Nama Bank


0119 - BPD Riau
0120 - BPD Sumsel
0121 - BPD Lampung
0122 - BPD Kalsel
0123 - BPD Kalbar
0124 - BPD Kaltim
0126 - BPD Sulsel
0127 - BPD Sulut
0128 - BPD NTB
0129 - BPD Bali
0130 - BPD NTT
0131 - BPD Maluku
0132 - Bank Papua
0133 - BPD Bengkulu
0134 - BPD Sultengah
0135 - BPD Sultra
0145 - Nusa Parahyangan
0146 - Swadesi
0147 - Bank Muamalat
0151 - Bank Mestika
0152 - Bank Metro Ekspress
0153 - Bank Sinar mas
0157 - Bank Maspion
0159 - Bank Haga Kita
0161 - Bank Ganesha
0164 - Bank Halim
0167 - Bank Kesawan
0200 - Bank Tabungan Negara
0213 - BTPN
0330 - BOA
0426 - Bank Mega
0441 - Bank Bukopin
0451 - Syariah Mandiri
0472 - Bank Jasa Jakarta
0485 - Bank Bumi Putera
0590 - KEBD
0945 - Bank Finconesia
0948 - OCBC
0949 - China Trust
0950 - Commonwealth
9996 - PT. Pos Indonesia

PENGELOMPOKAN AKUN PAJAK

Saldo
Normal
Debit

Aset Lancar

PPh LB (PPh Pasal 28)

Debit

Aset Lancar

PPN Masukan - Dpt Dikreditkan

Debit

Aset Lancar

PPN LB

Debit

Aset Lancar

BPHTB

Debit

Aset Tetap (menambah nilai aset)

Hutang PPh Pasal 21/22/23/26/4 ayat (2) (Hutang

Kredit

Kewajiban Lancar

PPh KB PPh Pasal 29

Kredit

Kewajiban Lancar

PPN Keluaran

Kredit

Kewajiban Lancar

PPN Keluaran kpd Pemungut

Debit

Kewajiban Lancar (kontra akun


PPN Keluaran)

PPN KB

Kredit

Kewajiban Lancar

Nama Akun
Piutang PPh Pasal 21/22/23/24/25 (Kredit Pajak)

Pelaporan

Pajak)

Beban PPh Final

Debit

Beban Operasional

Beban PBB

Debit

Beban Operasional

Bea Materai

Debit

Beban Operasional

Sanksi Perpajakan

Debit

Beban Operasional (Nondeductible


Expenses)

Pajak Daerah

Debit

Beban Operasional (bagi pihak yg


dipungut)

Imbalan Bunga

Kredit

Pendapatan Lain-lain

Aset Pajak Tangguhan

Debit

Aset Tdk Lancar

Kewajiban Pajak Tangguhan

Kredit

Kewajiban Tdk Lancar

Pendapatan Pajak Tangguhan

Kredit

Beban Pajak (kontra akun Beban


Pajak Kini)

Beban Pajak Tangguhan

Debit

Beban Pajak (penambah akun


Beban Pajak Kini)

G021

PELAPORAN KEUANGAN

AKUNTANSI & PELAPORAN KEUANGAN


Fungsi Akuntansi:
Utk menyediakan informasi yg kuantitatif, terutama informasi keuangan, ttg entitas-entitas ekonomi, yg
dimaksudkan utk digunakan dlm proses pengambilan keputusan dlm pembuatan pilihan-pilihan yg
beralasan di antara berbagai alternatif tindakan yg tersedia.
Pemakai Laporan Keuangan (LK):
Pihak-pihak yg berkepentingan dgn kesehatan keuangan suatu perusahaan pihak-pihak yg
berkepentingan (stakeholders), yaitu:
1.
Pemakai Internal: Dewan direksi, manajemen, dan karyawan.
2.
Pemakai Eksternal: Investor, kreditor, pemerintah, analisis, pelanggan, masyarakat, dan pemasok.
3.
Investor & kreditor adalah pemakai eksternal utama.
Akuntansi Keuangan berfokus pd pengembangan & komunikasi informasi keuangan kpd pemakai
eksternal.
5 Komponen Utama dari LK:
1.
Neraca, menunjukkan pertanyaan-pertanyan mendasar: Apakah yg dimiliki oleh perusahaan? Apa
yg menjadi kewajiban perusahaan?
2.
Laporan laba rugi, mrp usaha terbaik akuntan dlm mengukur kinerja ekonomi suatu perusahaan pd
periode tertentu.
3.
Laporan arus kas, mrp LK yg paling objektif krn tdk menggunakan berbagai estimasi & penilaian
akuntansi yg dibutuhkan utk menyusun neraca dan laporan laba rugi.
Neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas adalah 3 LK utama.
4.
Catatan atas LK, memuat estimasi & penilaian akuntansi, informasi tambahan dan informasi
mengenai hal-hal yg tdk terdapat dlm LK.
5.
Opini audit, dgn jenis-jenisnya:

Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified): LK disajikan sesuai dgn prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Laporan tsb konsisten, dan semua informasi yg material sdh diungkapkan.

Wajar dgn Penjelasan Tambahan (Unqualified, with Explanatory Language): Opininya


adalah wajar, tetapi auditor merasa perlu utk menekankan hal tertentu dgn penjelasan
tambahan.

Wajar dgn Pengecualian (Qualified): Auditor merasa terhalangi dlm melakukan pengujian yg
diinginkan atau terdapat bbrp hal yg dicatat dgn cara yg tdk disetujui oleh auditor.

Tdk Memberikan Pendapat (No Opinion): Auditor menolak utk memberikan opini, biasanya
krn terdapat ketidakpastian yg besar apakah perusahaan yg diaudit akan dpt bertahan dlm
dunia bisnis atau tdk.

Tdk Wajar (Adverse): LK tdk disajikan sesuai dgn prinsip akuntansi yg berlaku umum.
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) Disajikan scr wajar sesuai dgn Prinsip Akuntansi
yg Berlaku Umum (PABU)

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI


Tujuan Pelaporan Keuangan:
Utk membekali pihak-pihak yg berkepentingan dlm mengevaluasi kinerja masa lalu perusahaan dan
meramalkan kinerja masa yg akan datang. Informasi ttg kejadian masa lalu dimaksudkan utk memperbaiki
operasi di masa yg akan datang dan meramalkan arus kas masa yg akan datang.
Tujuan pelaporan akuntansi keuangan yg utama:
Kegunaan
Dpt dimengerti
Target pembaca: investor & kreditor

Penilaian thd arus kas masa depan


Evaluasi sumber daya ekonomi
Fokus utama pd laba

G031

KARAKTERISTIK KUALITATIF DLM INFORMASI AKUNTANSI


Karakteristik Utama:
1.
Manfaat lbh besar daripada biayanya

Manfaat tdk selalu dpt diukur dgn mudah, krn tersebar ke seluruh perekonomian.
2.
Relevansi membuat suatu perbedaan

Informasi yg relevan scr normal hrs menyediakan baik nilai umpan balik maupun nilai
prediksi pd saat yg sama.

Umpan balik dari kejadian masa lalu membantu dlm mengkonfirmasi atau memperbaiki
perkiraan sebelumnya.

Informasi ini dpt digunakan utk memperkirakan hasil di masa yg akan datang.

Infomasi hrs tepat waktu, shg apabila informasi baru bisa didapat stl keputusan diambil, tdk
akan banyak berguna.
3.
Keandalan scr relatif bebas dari kesalahan & menyajikan hal yg seharusnya

LK yg dibuat oleh seorang akuntan dpt diverifikasi melibatkan konsensus oleh akuntan
lain yg terlatih dgn menggunakan metode pengukuran yg sama.

Penyajian jujur berarti ada kesesuaian antara pengukuran dgn aktivitas ekonomi atau unsur
akuntansi yg diukur

Netralitas berarti apabila LK bertujuan utk memuaskan sebagian besar kelompok pemakainya,
maka informasi yg disajikan tdk boleh berpihak thd kepentingan suatu kelompok dari
pemakainya dan mengorbankan kelompok lain.

Penekanan pd keandalan akan menghasilkan persiapan informasi yg memakan waktu cukup


lama krn informasi tsb akan diperiksa ulang, dan adanya upaya utk menghindari estimasi &
peramalan yg dpt mengaburkan data. Di sisi lain, relevansi sering kali membutuhkan informasi
yg cepat yg mungkin penuh dgn ketidakpastian.

Standar akuntansi lambat laun semakin bersifat relevan dan semakin kurang dpt diandalkan.
4.
Dapat dibandingkan

Informasi menjadi lbh berguna ketika dpt dikaitkan dgn suatu benchmark atau standar.

Perbandingan dlm data akuntansi utk perusahan yg sama selama bbrp periode sering disebut
konsistensi. Namun, keseragaman bukan selalu menjadi jawaban dari perbandingan.
5.
Materialitas

Tdk ada batasan angka materialitas minimum yg pasti, shg akuntan hrs menggunakan
pertimbangan sendiri.

Ketika auditor mempertimbangkan suatu unsur material atau tdk, perhatian lbh hrs diberikan utk
unsur yg mengubah kerugian menjadi keuntungan, yg dpt membuat perusahaan dpt mencapai
laba sesuai perkiraan analis, atau yg membuat manajemen bisa mencapai batas minimum utk
perolehan bonus.
Konsep Konservatisme: Apabila ragu, akui semua kerugian tetapi jgn mengakui adanya keuntungan.

G032

Elemen LK:
Aktiva (asset)
Kewajiban
(liability)

Ekuitas
(equity) atau
Aktiva Bersih
(net asset)
Pendapatan
(reveneue)

Beban
(expense)

Keuntungan
(gain)

Kerugian
(loss)

Investasi oleh
Pemilik

Kemungkinan manfaat ekonomi di masa yg akan datang yg diperoleh/


dikendalikan oleh entitas tertentu sbg hasil dari transaksi/kejadian di masa lalu.
Kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan yg timbul dari
kewajiban sekarang dari suatu entitas utk mengalihkan aktiva atau menyediakan
jasa kpd entitas lain pd masa yg akan datang sbg hasil dari transaksi/kejadian di
masa lalu.
Sisa kepemilikan atas aktiva dari suatu entitas stl dikurangi kewajibanya.

Arus masuk/peningkatan lain dari aktiva suatu entitas atau pelunasan


kewajiban (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan/produksi suatu brg,
pemberian jasa, atau pelaksanaan aktivitas lain yg mrp usaha terbesar/usaha
utama yg sedang dilakukan entitas tsb.
Arus keluar/penggunaan lain dari aktiva suatu entitas atau timbulnya
kewajiban (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan/produksi suatu brg,
pemberian jasa, atau pelaksanaan aktivitas lain yg mrp usaha terbesar/usaha
utama yg sedang dilakukan entitas tsb.
Peningkatan dlm ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi sampingan atau transaksi
yg terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari semua transaksi, kejadian dan kondisi
lainnya yg mempengaruhi entitas tsb, kecuali yg berasal dari pendapatan/investasi
pemilik.
Penurunan dlm ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi sampingan atau transaksi
yg terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari semua transaksi, kejadian dan kondisi
lainnya yg mempengaruhi entitas tsb, kecuali yg berasal dari pendapatan/investasi
pemilik.
Peningkatan ekuitas dari perusahaan bisnis tertentu yg dihasilkan dari
pengalihan dari entitas lain atau sesuatu yg bernilai utk mendapatkan/

G033

meningkatkan kepemilikan (ekuitas)-nya dlm perusahaan tsb. Aktiva mrp hal yg


paling banyak diterima sbg investasi oleh pemilik, tetapi hal lain yg dpt diterima bisa
berupa jasa/kepuasan atau konversi kewajiban perusahaan.
Distribusi kpd
Penurunan ekuitas dari perusahaan bisnis tertentu yg dihasilkan dari pengalihan
Pemilik
aktiva, pemberian jasa, atau timbulnya kewajiban perusahaan kpd pemilik.
Menurunkan kepemilikan (atau ekuitas)-nya dlm perusahaan.
Laba
Perubahan dlm ekuitas perusahaan bisnis selama suatu periode dari transaksi,
Komprehensif
kejadian, dan kondisi lainnya yg berasal dari sumber-sumber selain pemilik.
Termasuk di dalamnya adalah semua perubahan dlm ekuitas selama suatu periode
kecuali yg berasal dari investasi oleh pemilik & distribusi kpd pemilik.
Agar suatu unsur diakui scr formal hrs memenuhi salah satu definisi elemen LK di atas

PENGAKUAN, PENGUKURAN, DAN PELAPORAN

Pengakuan (recognition): menyatukan semua estimasi & penilaian menjadi 1 angka dan kemudian
menggunakannya utk membuat ayat jurnal.

Pengungkapan (disclosure): melewatkan ayat jurnal dan hanya bersandar pd catatan utk
memberikan informasi kpd pengguna.
Keterangan:
Pengungkapan mrp pengakuan yg lbh tepat dlm situasi di mana informasi yg relevan tdk dpt diukur dgn
andal.
5 Atribut Pengukuran:
1.
Biaya historis (historical cost): Hrg setara kas utk brg/jasa pd tgl perolehan.
Contoh: Tanah, bangunan, peralatan, dan sebagian besar persediaan
2.
Biaya pengganti saat ini (current replacement cost): Hrg setara kas yg bisa ditukarkan pd saat ini
utk membeli atau menggantikan brg/jasa yg sejenis.
Contoh: Bbrp persediaan yg mengalami penurunan nilai sejak diperoleh
3.
Nilai pasar saat ini (current market value): Hrg kas yg setara dgn hrg yg bisa didapatkan dgn
menjual aktiva dlm kondisi penjualan biasa.
Contoh: Bbrp instrumen keuangan
4.
Nilai realisasi bersih (net realizable value): Sejumlah kas yg diharapkan akan diterima dari
konversi aktiva dlm aktivitas bisnis normal.
Contoh: Piutang dagang
5.
Nilai sekarang atau nilai yg didiskontokan (present atau dscounted value): Jml arus masuk kas
bersih di masa yg akan datang atau arus keluar yg didiskontokan ke nilai sekarang pd tingkat bunga
yg sesuai.
Contoh: Piutang jangka panjang, utang jangka panjang, dan aktiva operasi jangka panjang yg
dianggap mengalami penurunan nilai
Pd tgl perolehan, semua dari kelima atribut pengukuran tsb memiliki nilai yg kurang lbh sama.
Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle):
Semua informasi hrs disajikan dgn tdk bias, dpt dipahami, dan tepat waktu, agar laporan keuangan
menjadi efektif.
Asumsi Tradisonal dlm Model Akuntansi:

Entitas ekonomi perusahaan bisnis terpisah & berbeda dari pemiliknya atau unit bisnis lainnya.

Kelangsungan usaha (going concern) apabila tdk ada bukti yg menyatakan sebaliknya, sebuah
entitas dianggap akan melanjutkan usahanya di masa depan.

Transaksi yg wajar (arms-length transaction) transaksi terjadi antara pihak-pihak yg


independen, yg masing mampu melindungi kepentingannya sendiri-sendiri.

Satuan masa uang yg stabil dpt diukur dlm satuan mata uang yg stabil shg mengabaikan scr
tradisional perubahan dalam kemampuan daya beli dlm rupiah akibat inflasi.

Periode akuntansi krn LK diperlukan scr tepat waktu, umur dari entitas bisnis dibagi dlm periode
akuntansi yg spesifik.

G034

CONTOH SOAL APLIKASI DARI KARAKTERISTIK DAN KONSEP AKUNTANSI


Tunjukkan dgn huruf, karakteristik kualitatif yg sesuai atau konsep akuntansi yg dpt diaplikasikan atas
kasus berikut ini.
a.
Dpt dipahami
e.
Netralitas
i.
Biaya historis
b.
Daya uji (dpt diverifikasi)
f.
Relevansi
j.
Dpt diukur
c.
Ketepatan waktu
g.
Kelangsungan usaha
k.
Materialitas
d.
Penyajian jujur
h.
Entitas ekonomi
l.
Dpt dibandingkan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Goodwill dicatat dlm akun hanya ketika timbul dari pembelian entitas lain pd hrg yg lebih tinggi dari
nilai pasar aktiva entitas yg dibeli, yg dpt diidentifikasikan.
Tanah dinilai pd biayanya.
Semua pembayaran keluar dari kas kecil didebit pd beban lain-lain.
Aktiva tetap diklasifikasikan scr terpisah seperti tanah dan bangunan, dgn akun akumulasi
penyusutan utk bangunan.
Pembayaran periodik sebesar Rp 1.500 per bulan utk jasa dari Amir, yrg mrp pemilik tunggal dari
perusahaan, dilaporkan sbg prive/penarikan oleh pemilik (withdrawals).
Peralatan kecil yg digunakan oleh perusahaan manufaktur besar dicatat sbg beban pd saat
pembelian.
Investasi pd surat berharga modal pd awalnya dicatat pd biaya perolehan.
Sebuah toko eceran mengestimasi persediaan dan tdk melakukan perhitungan fisik yg lengkap utk
tujuan persiapan LK bulanan.
Catatan yg menggambarkan kemungkinan kewajiban perusahaan akibat tuntutan hukum dicakup
dlm LK meskipun blm timbul kewajiban formal pd tgl neraca.
Penyusutan aktiva tetap scr konsisten dihitung setiap thn dgn menggunakan metode garis lurus.

Jawaban:
1.
2.
3.
4.

b i, j
i
k
a, d, g, l

5.
6.
7.
8.

h
k
l
c

9.
10.

a, d, f
g, i, l

G035

TINJAUAN ATAS SIKLUS AKUNTANSI

PROSES/SIKLUS AKUNTANSI
Menggunakan
neraca lajur
(opsional)

Menganalisa
dokumen
keuangan

Mencatat
dlm
Jurnal

Posting
ke buku
besar

Membuat
neraca
saldo

Membuat
jurnal
penyesuaian

Membuat
neraca saldo
penutup
(opsional)

Membuat
jurnal
penutup

Menyusun LK

Tahap Pencatatan:
1.
Menganalisa dokumen keuangan (aktivitas bisnis) Dasar utk pencatatan awal setiap transaksi
2.
Mencatat transaksi berdasarkan dokumen pendukung tsb dgn menggunakan ayat jurnal scr
kronologis pd buku jurnal.
3.
Memindahbukukan (posting) transaksi yg tlh dikelompokkan & dicatat pd jurnal ke dlm tiap akun yg
sesuai pd buku besar (general ledger), dan bila perlu pd buku besar pembantu (subsidiary
ledger).
Tahap Pelaporan:
4.
Menyiapkan neraca saldo (trial balance) atas akun-akun di buku besar. Neraca saldo ini berisi
daftar akun pd buku besar beserta saldo debit-kreditnya. Tahap ini dpt digunakan utk mengecek
keakuratan pencatatan & pemindahbukuan.
5.
Mencatat jurnal penyesuaian (adjusting entries) utk memutakhirkan data keuangan sbl
menyiapkan LK.
6.
Menyiapkan LK yg mrp ikhtisar hasil operasi dan menunjukkan posisi keuangan serta arus kas
perusahaan.
7.
Menutup akun nominal ke akun laba ditahan. Proses penutupan ini mengakibatkan akun nominal
bersaldo nol pd awal perode berikutnya.
8.
Menyiapkan neraca saldo stl penutupan (post closing trial balance) utk memastikan kesamaan
atau keseimbangan debit & kredit stl jurnal penyeseuaian dan jurnal penutup di-posting.

G041

DOUBLE ENTRY ACCOUNTING (AKUNTANSI BERPASANGAN)

Hubungan Debit & Kredit dari Akun:


Catatan:

Perbedaan antara pendapatan total dan beban total dlm suatu periode adalah laba (rugi) yg
menambah (mengurangi) ekuitas pemilik melalui akun laba ditahan.

Dividen mengurangi laba ditahan, tetapi tdk diklasifikasikan sbg beban dan tdk dilaporkan pd laporan
laba rugi.
Contoh Jurnal Umum & posting ke Buku Besar:
Pd perusahaan kecil biasanya semua transaksi dicatat dlm jurnal tunggal (single journal), tetapi semakin
kompleks perusahaan dgn aktivitas yg sering terjadi biasanya membuat jurnal khusus (special journal)
sedangkan transaksi yg tdk dicatat dlm jurnal khusus akan dicatat dlm jurnal umum (general journal).
JURNAL UMUM
Hal. 12
Tgl.

Ref.
Post.
8*
34*

Uraian

1 Mei

Debit

Kredit

Peralatan Pengiriman
50.000.000
Utang Usaha
50.000.000
(Pembelian truk pengiriman scr kredit
dari PT Auto)
*)
Diisi stl melakukan posting ke buku besar (sesuai nomor akun dlm buku besar)
BUKU BESAR
Akun: PERALATAN PENGIRIMAN
Tgl.
1 Mei

Uraian
Pembelian truk
pengiriman

Akun No. 8
Ref.
Post.

Debit

J12

50.000.000

Ref.
Post.

Debit

Kredit

150.000.000
200.000.000

Akun: UTANG USAHA


Tgl.
1 Mei

Uraian
Pembelian truk
pengiriman

Akun No. 34

J12

Kredit
50.000.000

G042

Saldo

Saldo
30.000.000
80.000.000

Contoh Neraca Saldo:

Umumnya dibuat pd akhir periode akuntansi.

Urutan akun yg dicantumkan sesuai dgn urutan yg terdapat dlm buku besar, dimana saldo debit
ditunjukkan pd kolom sebelah kiri & saldo kredit ditampilkan pd kolom sebelah kanan.

Total dari kedua kolom itu hrs sama.

Akun pd neraca saldo adalah saldo sbl penyesuaian.


PERUSAHAAN XX
NERACA SALDO
............
Akun Aktiva ...........
Akun Kontra (contra account) Aktiva ...........
Akun Kewajiban ...........
Akun Ekuitas ...........
Akun Pendapatan
Akun Kontra Pendapatan
Akun Beban
Akun Kontra Beban
Akun Pendapatan Lain-lain ...........
Akun Beban Lain-lain ..........
Total

Debit
xxxx

Kredit
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx

xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx

xxxx
xxxx
xxxx

AYAT JURNAL PENYESUAIAN (AJP)


1.

Penyesuaian utk Penyusutan Aktiva


Beban Penyusutan .....................................
xxx
Jurnal Penyesuaian:
Akumulasi Penyusutan ..........................
xxx
(Sebesar nilai penyusutan)
2.
Penyesuaian utk Piutang Tak Tertagih
Bila perusahaan menjual barangnya scr kredit kadang sebagian piutangnya tsb tdk dpt ditagih, shg
mengakibatkan timbulnya beban piutang tak tertagih.
Beban Piutang Tak Tertagih ..........................
xxx
Jurnal
Penyisihan Piutang Tak Tertagih ................
xxx
Penyesuaian:
(Sebesar nilai estimasi yg tlh ditetapkan)
Apabila ada suatu bukti kuat suatu piutang tdk dpt ditagih (pd suatu periode akuntansi), nilai yg
sesuai dihapus dgn akun kontra.
Jurnal:
Penyisihan Piutang Tak Tertagih ....................................
xxx
Piutang Usaha .............................................................
xxx
Jurnal ini bukan mrp jurnal penyesuaian, jurnal ini dibuat pd saat piutang tsb benar-benar tdk dpt
ditagih.
3.
Penyesuaian utk unsur-unsur akrual:
a.
Beban Terutang / Beban yg masih hrs dibayar (accrued expenses)
Sejumlah beban mungkin tlh terjadi namun pembayaranannya baru dilakukan pd periode
selanjutnya.
Beban xxxxxx ..............................
xxx
Utang xxxxxxx ..........................
xxx
(Sebesar yg tlh terjadi)
Piutang Pendapatan / Pendapatan yg masih hrs diterima (accrued revenues)
Sejumlah pendapatan yg sdh dihasilkan walaupun uangnya blm diterima hingga akhir periode.
Piutang xxxxxxx .....................................
xxx
Jurnal
Pendapatan xxxxxxx ...........................
xxx
Penyesuaian:
(Sebesar yg sdh dihasilkan)
Jurnal Penyesuaian:

b.

G043

4.

5.

Penyesuaian utk pembayaran di muka:


a.
Beban Dibayar di Muka (prepaid expenses)
Pengeluaran mungkin saja tlh terjadi utk brg/jasa yg blm diterima atau digunakan.

Didebit pertama kali sbg aktiva:


Beban xxxxxxx ...............................
xxx
Jurnal
xxxxxxx Dibayar di Muka ...........
xxx
Penyesuaian:
(Sebesar yg dikonsumsi pd periode ybs)

Didebit pertama kali sbg beban:


xxxxxxx Dibayar di Muka .................
xxx
Jurnal
Beban xxxxxxx ...............................
xxx
Penyesuaian:
(Sebesar nilai yg tersisa utk periode sesudahnya)
Keterangan:
Perlakuan penyesuaian serupa di atas, juga diterapkan thd pengeluaran di muka utk pembelian
berbagai unsur oleh perusahaan guna mendukung operasi perusahaan (misal: utk pembelian
peralatan, bahan-bahan iklan, dsb). Umumnya, format jurnalnya adalah tanpa kata-kata
Dibayar di Muka.
b.
Pendapatan Diterima di Muka (prepaid revenues)
Pembayaran mungkin diterima sbl penyerahan brg/jasa.

Dikredit pertama kali sbg kewajiban:


xxxxxxx Diterima di Muka ..............
xxx
Jurnal
Pendapatan xxxxxxx ...................
xxx
Penyesuaian:
(Sebesar nilai yg jatuh tempo pd periode ybs)

Dikredit pertama kali sbg pendapatan:


Pendapatan xxxxxxx ......................
xxx
Jurnal
xxxxxxx Diterima di Muka ...........
xxx
Penyesuaian:
(Sebesar nilai yg seharusnya menjadi penghasilan
periode berikutnya)
Penyesuaian utk Persediaan:
Terdapat 2 macam sistem pencatatan:

Sistem Periodik:
Penghitungan fisik persediaan hrs dilakukan pd akhir periode, utk dilakukan penyesuaian saldo
akhir, krn akun persediaan masih menunjukkan saldo awal.
Jurnal
Penyesuaian:

Persediaan .................................................
xxx
Diskon Pembelian .....................................
xxx
Retur Pembelian ........................................
xxx
Hrg Pokok Penjualan (HPP) .....................
xxx
Pembelian ...............................................
xxx
Beban Angkut Pembelian ......................
xxx
(Nilai persediaan yg dicatat adalah sebesar selisih nilai
penghitungan fisik dan saldo awal persediaan)

Sistem Perpetual:
Persediaan akhir & HPP akan muncul di buku besar sehingga tdk diperlukan jurnal
penyesuaian, kecuali utk menyesuaikan bila terdapat kerusakan, pencurian atau kesalahan
pembukuan.

G044

Contoh Neraca Lajur (Opsional):

Nama Akun

Neraca
Saldo
D

PERUSAHAAN XXX
NERACA LAJUR
...........................
Neraca
Penyesu
Saldo
aian
Penyesuaian
D
K
D
K

Laporan Laba
Rugi

Neraca

Total
Laba (Rugi)
Bersih
Keterangan: Format di atas umumnya disebut Neraca Lajur 10 Kolom

Jurnal Penutup:
Pendapatan ..........................................................
Laba Ditahan ....................................................
Laba Ditahan ........................................................
Beban ................................................................
Laba Ditahan ........................................................
Dividen ...............................................................

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

Contoh Neraca Saldo Penutup (Opsional):

Dpt disusun utk memeriksa keseimbangan saldo debit & kredit utk akun-akun riil stl jurnal penutup
dipindahbukukan.
PERUSAHAAN XXX
NERACA SALDO PENUTUP
............
Debit
Kredit
Akun Aktiva ...........
xxxx
Akun Kontra (contra account) Aktiva ...........
xxxx
Akun Kewajiban ...........
xxxx
Akun Ekuitas ...........
xxxx
Total
xxxx
xxxx
Contoh Jurnal Pembalik (Opsional):

Tujuan: Utk menyederhanakan pencatatan transaksi pd periode akuntansi berikutnya.

Dibuat stl memasuki periode akuntansi yg baru dan mrp kebalikan dari ayat jurnal penyesuaian
terkait yg tlh dibuat pd periode akuntansi sebelumnya.

Perkiraan yg dpt dibalik: Semua perkiraan akrual; dan Semua perkiraan dibayar/diterima di
muka dimana pencatatan pertama kali didebit atau dikredit ke suatu akun beban/pendapatan.
Contoh Perlakuan:
Tanpa Jurnal Pembalik
Beban Gaji ....................
Kas ..............................
Beban Gaji ....................
Utang Gaji ...................
Laba Ditahan ................

Dgn Jurnal Pembalik


Jurnal Awal:
4.000
Beban Gaji ................
4.000
4.000
Kas .........................
Jurnal Penyesuaian:
1.200
Beban Gaji ................
1.200
1.200
Utang Gaji ..............
Jurnal Penutup:
5.200
Laba Ditahan ............
5.200

G045

4.000

1.200

Beban Gaji ..................


Tdk Ada

Utang Gaji .....................


Beban Gaji ....................
Kas ..............................

5.200
Beban Gaji .............
Jurnal Pembalik:
Utang Gaji .................
Beban Gaji .............
Jurnal Periode Berikutnya:
1.200
Beban Gaji ................
1.300
Kas .........................
2.500

5.200
1.200
1.200
2.500
2.500

CONTOH SOAL REKONSTRUKSI JURNAL PENYESUAIAN


Utk setiap situasi berikut, rekonstruksikan jurnal penyesuaian yg tlh dibuat utk mendapatkan saldo akhir
tsb. Asumsikan jurnal penyesuaian & laporan disusun hanya 1x setahun.
1.
Asuransi Dibayar di Muka:
Saldo awal thn Rp 5.600
Saldo akhir thn Rp 6.400
Selama thn itu, tlh dibeli tambahan polis asuransi bisnis. Premium 2 thn Rp 2.500 tlh dibayar dan
dibebankan ke Asuransi Dibayar di Muka.
2.
Akumulasi Penyusutan:
Saldo awal thn Rp 85.200
Saldo akhir thn Rp 88.700
Selama thn tsb, hrg perolehan aktiva yg dpt disusutkan Rp 7.500 dan nilai buku sebesar Rp 1.600 tlh
dijual seharga Rp 2.400. Penghapusan aktiva tlh dicatat dgn benar.
3.
Sewa Diterima di Muka:
Saldo awal thn Rp 11.000
Saldo akhir thn Rp. 15.000
Sewa gudang triwulanan tlh diterima di muka senilai Rp 18.000. Selama thn tsb, peralatan tlh
disewakan ke perusahaan lain dgn sewa tahunan Rp 9.000. Pembayaran sewa triwulanan tlh dikredit
ke Pendapatan Sewa. Sewa peralatan tahunan tlh dikredit ke Sewa Diterima di Muka.
4.
Hutang gaji
Saldo awal thn Rp 42.860
Saldo akhir thn Rp 34.760
Gaji dibayar setiap 2 minggu sekali. Semua pembayaran gaji thn itu didebit ke Beban Gaji.
Jawaban:
1.
Beban Asuransi
.............................................1.700
Asuransi Dibayar di Muka
................................
1.700
(Rp 5.600 + Rp 2.500 Rp 6.400 = Rp 1.700)
2.
Beban Penyusutan
9.400
Akumulasi Penyusutan
9.400
[Rp 85.200 (Rp 7.500 Rp 1.600) Rp 88.700 = Rp9.400]
3.
Sewa Diterima di Muka (Unearned Rent) 5.000
Pendapatan Sewa
5.000
(Rp 11.000 + Rp 9.000 Rp 15.000 = Rp 5.000)
4.
Hutang Gaji
8.100
Beban Gaji
8.100
(Rp 42.860 Rp 34.760 = Rp 8.100)

G046

RASIO-RASIO
RASIO PROFITABILITAS
No
1

Rasio
Margin Laba Bruto
(Gross Profit
Margin)

Formula

Analisa Manajemen/Investor

Laba Kotor :
Penjualan Bersih

Kemampuan penjualan menghasilkan laba


bersih

Laba Bersih : HPP


2

Margin Laba Bersih


(Net Profit Margin)

Laba Bersih :
Penjualan Bersih

Kemampuan penjualan menghasilkan laba


bersih

Tingkat
Pengembalian Aset
(Return on Asset)

Laba Bersih : Total Aset

Jml Rp Laba yg dihasilkan dari setiap Rp


Aset (Kemampuan aset dlm menghasilkan
laba)

Tingkat
Pengembalian
Ekuitas (Return on
Equity/Return in
Investment)

Laba Bersih : Ekuitas

Jml Rp yg dihasilkan dari setiap Rp yg


diinvestasikan dlm 1 thn (Kemampuan dlm
memperoleh keuntungan dgn
menggunakan ekuitas)

Tingkat
Pengembalian
Penjualan (Return
on Sales)

Laba Bersih :
Penjualan Bersih

Jml Rp yg dihasilkan dari setiap Rp


penjualan dlm 1 thn

Rasio Aset thd


Ekuitas (Assets to
Equity Ratio)

Total Aset : Ekuitas

Jml Rp aset yg diperoleh utk setiap Rp


dana yg diinvestasikan pemegang saham
dlm 1 thn

Laba per Saham


(Earnings per
Share)

Laba Bersih : Rata-rata


Jml Lembar Saham yg
Beredar

Jml laba bersih yg menjadi hak utk setiap


lembar saham biasa

Rasio Pembayaran
Dividen (Dividend
Payout Ratio)

Dividen Tunai :
Laba Bersih

% laba bersih yg dibayarkan kpd para


pemegang saham sbg dividen

Rasio Hrg thd Laba


(Price Earnings
Ratio)

Hrg Pasar per Saham :


Laba per Saham

Jml yg akan dibayar investor utk setiap Rp


dari laba (Indikasi potensi pertumbuhan)

10

Rasio Nilai Buku thd


Hrg Pasar (Book to
Market Ratio)

Ekuitas : Nilai Pasar dari


Saham yg Beredar

Jml Rp nilai buku ekuitas utk setiap Rp


nilai pasar

Formula

Analisa Manajemen/Investor

Aset Lancar :
Hutang Lancar

Brp kali aset lancar dpt memenuhi hutang


lancar (Kemampuan membayar hutang
lancar dgn aset lancar)
Kemampuan membayar hutang lancar
dgn aset lancar tanpa penjualan
persediaan

RASIO LIKUIDITAS
No

Rasio

Rasio Lancar
(Current Ratio)

Rasio Cepat (Quick


Ratio)

(Aset Lancar
Persediaan) : Hutang
Lancar

Modal Kerja Bersih


(Net Capital

Aset Lancar Persediaan


Hutang Lancar

G051

Working)
4

Rasio Kecukupan
Arus Kas (Cash Flow
Adequacy Ratio)

Arus Kas dari Kegiatan


Operasi : (Pembelian Aset
Jangka Panjang +
Pembayaran Hutang
Jangka Panjang +
Pembayaran Dividen
Tunai)

Brp kali kas dari kegiatan operasi dpt


memenuhi prediksi jml kas yg dibutuhkan

RASIO AKTIVITAS
No

Rasio

Formula

Analisa Manajemen/Investor

Perputaran
Persediaan
(Inventory Turnover)

HPP : Rata-rata
Persediaan

Jml siklus pembelian dlm 1 thn

Jml Hari Rata-rata


Penjualan
Persediaan (Number
of Days Sales in
Inventory)

360 : Perputaran
Persediaan

Rata-rata jml hari penjualan yg dipenuhi oleh


pasokan persediaan yg tersedia di tangan
(Mengetahui jangka waktu penjualan
persedian)

Perputaran Piutang
Usaha (Account
Receivable
Turnover)

Penjualan Bersih :
Rata-rata Piutang Usaha

Jml perputaran piutang usaha/siklus


penagihan dlm 1 thn

Rata-rata Periode
Penagihan (Average
Collection Period)

360 : Perputaran
Piutang Usaha

Rata-rata jml hari yg terjadi antara saat


penjualan & penagihan kas

Perputaran Aset
(Asset Turnover)

Penjualan : Total Aset

Jml Rp penjualan yg dihasilkan dari setiap


Rp aset dlm 1 thn

Perputaran Aset
Tetap (Fixed Asset
Tunrover)

Penjualan :
Rata-rata Aset Tetap

Jml Rp penjualan yg dihasilkan dari setiap


Rp aset tetap dlm 1 thn

RASIO SOLVABILITAS/LEVERAGE
No

Rasio

Formula

Analisa Manajemen/Investor

Total Hutang : Total Aset

% dana yg diperlukan utk membeli aset yg


diperoleh melalui pinjaman

Rasio Hutang (Debt


Ratio)

Rasio Hutang thd


Ekuitas (Debt o
Equity Ratio)

Total Hutang : Ekuitas

Jml Rp pinjaman utk setiap Rp investasi


ekuitas (Mengukur proporsi pendanaan dan
kemampuan pembayaran hutang)

Rasio Kelipatan
Pembayaran Bunga
(Times Interest
Earned)

Pendapatan Sbl Bunga


& Pajak : Beban Bunga

Jml kelipatan pembayaran bunga yg dpt


dipenuhi dari laba operasi

G052

HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2009


Tgl
Ket
1 Jan
Thn Baru Masehi
2 Jan
Cuti Bersama Thn Baru Masehi
26 Jan
Thn Baru Imlek 2560
9 Mar
Maulid Nabi Muhammad SAW
26 Mar
Nyepi Thn Baru Saka 1931
9 Apr
Pemilu Legislatif
10 Apr
Wafat Yesus Kristus
9 Mei
Waisak Thn 2553
21 Mei
Kenaikan Yesus Kristus
8 Juli
Pemilu Presiden/Wakil Presiden
20 Juli
Isra Miraj Nabi Muhammad
SAW
17 Agust
Kemerdekaan RI
18 Sept
Cuti Bersama Idul Fitri
21-22
Idul Fitri 1430 H
Sept
23 Sept
Cuti Bersama Idul Fitri
27 Nov
Idul Adha 1430 H
18 Des
Thn Baru 1431 H
24 Des
Cuti Bersama Natal
1 Jan
Thn Baru Masehi

HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2010


Tgl
Ket
1 Jan
Thn Baru Masehi
14 Feb
Thn Baru Imlek 2561
26 Feb
Maulid Nabi Muhammad SAW
16 Mar
Nyepi Thn Baru Saka 1932
2 Apr
Wafat Yesus Kristus
13 Mei
Waisak Thn 2554
28 Mei
Kenaikan Yesus Kristus
10 Juli
Isra Miraj Nabi Muhammad SAW
17 Agust
Kemerdekaan RI
9 Sept
Cuti Bersama Idul Fitri
10-11 Sept
Idul Fitri 1431 H

HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2011


Tgl
Ket
1 Jan
Thn Baru Masehi
3 Feb
Thn Baru Imlek 2562
15 Feb
Maulid Nabi Muhammad SAW
5 Mar
Nyepi Thn Baru Saka 1933
22 Apr
Wafat Yesus Kristus
16 Mei
Cuti Bersama Waisak Thn 2555
17 Mei
Waisak Thn 2555
2 Juni
Kenaikan Yesus Kristus

HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2012


Tgl
Ket
1 Jan
Thn Baru Masehi
23 Jan
Thn Baru Imlek 2563
5 Feb
Maulid Nabi Muhammad SAW
23 Mar
Nyepi Thn Baru Saka 1934
6 Apr
Wafat Yesus Kristus
6 Mei
Waisak Thn 2556
17 Mei
Kenaikan Yesus Kristus
18 Mei
Cuti Bersama Kenaikan Yesus
Kristus
17 Juni
Isra Miraj Nabi Muhammad SAW
17 Agust
Kemerdekaan RI
19-20 Agust
Idul Fitri 1433 H

3 Juni
29 Juni

Cuti Bersama Kenaikan Yesus


Kristus
Isra Miraj Nabi Muhammad
SAW
Kemerdekaan RI
Cuti Bersama Idul Fitri
Idul Fitri 1432 H

17 Agust
29 Agust
30-31
Agust
1-2 Sept
Cuti Bersama Idul Fitri
6 Nov
Idul Adha 1432 H
27 Nov
Thn Baru 1433 H
25 Des
Natal
26 Des
Cuti Bersama Natal
Batas akhir penyampaian SPT Masa PPN
Masa Juli 2011 tgl 5 Sept 2011

13 Sept
17 Nov
7 Des

Cuti Bersama Idul Fitri


Idul Adha 1431 H
Thn Baru 1432 H

24 Des
25 Des

Cuti Bersama Natal


Natal

21-22 Agust
26 Okt
15 Nov
16 Nov
24 Des
25 Des

G061

Cuti Bersama Idul Fitri


Idul Adha 1433 H
Thn Baru 1434 H
Cuti Bersama Thn Baru 1434 H
Cuti Bersama Natal
Natal

HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2013


Tgl
Ket
1 Jan
Thn Baru Masehi
24 Jan
Maulid Nabi Muhammad SAW
10 Feb
Thn Baru Imlek 2564
12 Mar
Nyepi Thn Baru Saka 1935
29 Mar
Wafat Yesus Kristus
9 Mei
Kenaikan Yesus Kristus
25 Mei
Waisak Thn 2557
6 Juni
Isra Miraj Nabi Muhammad
SAW
5-7 Agust
Cuti Bersama Idul Fitri
8-9 Agust
Idul Fitri 1434 H
17 Agust
Kemerdekaan RI
14 Okt
Cuti Bersama Idul Adha
15 Okt
Idul Adha 1434 H
5 Nov
Thn Baru 1435 H
25 Des
Natal
26 Des
Cuti Bersama Natal

HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2014


Tgl
Ket
1 Jan
Thn Baru Masehi
14 Jan
Maulid Nabi Muhammad SAW
31 Jan
Thn Baru Imlek 2565
31 Mar
Nyepi Thn Baru Saka 1936
18 Apr
Wafat Yesus Kristus
1 Mei
Hari Buruh internasional
15 Mei
Waisak Thn 2558
27 Mei
Isra Miraj Nabi Muhammad SAW
29 Mei
28-29 Juli
30-31 Juli, 1
Agust
17 Agust
5 Okt
25 Okt
25 Des
26 Des

HARI LIBUR & CUTI BERSAMA THN 2015


Tgl
Ket
1 Jan
Thn Baru Masehi
3 Jan
Maulid Nabi Muhammad SAW
19 Feb
Thn Baru Imlek 2566
21 Mar
Nyepi Thn Baru Saka 1937
3 Apr
Wafat Yesus Kristus
1 Mei
Hari Buruh Internasional
14 Mei
Kenaikan Yesus Kristus
16 Mei
Isra Miraj Nabi Muhammad
SAW
2 Jun
Waisak Thn 2559
16 Jul
Cuti Bersama Idul Fitri
17-18 Jul
Idul Fitri 1436 H
20-21 Jul
Cuti Bersama Idul Fitri
17 Agust
Kemerdekaan RI
24 Sept
Idul Adha 1436 H
14 Okt
Thn Baru 1437 H
24 Des
Cuti Bersama Natal
25 Des
Natal

G062

Kenaikan Yesus Kristus


Idul Fitri 1435 H
Cuti Bersama Idul Fitri
Kemerdekaan RI
Idul Adha 1435 H
Thn Baru 1436 H
Natal
Cuti Bersama Natal

UKURAN KERTAS INTERNASIONAL


Seri A

Ukuran

mm mm

inci inci

A0

841 x 1189

33,11 46,81

A1

594 x 841

A2

420 x 594

A3

Ukuran

Seri B
mm mm

inci inci

B0

1000 x 1414

39,37 55,67

23,39 33,11

B1

707 1000

27,83 39,37

16,54 23,39

B2

500 x 707

19,69 27,83

297 x 420

11,69 16,54

B3

353 x 500

13,90 19,69

A4

210 x 297

8,27 11,69

B4

250 x 353

9,84 13,90

A4s

215 x 297

8,46 11,69

B5

176 x 250

6,93 9,84

A5

148 x 210

5,83 8,27

B6

125 x 176

4,92 6,93

A6

105 x 148

4,13 5,83

B7

88 x 125

3,46 4,92

A7

74 x 105

2,91 4,13

B8

62 x 88

2,44 3,46

A8

52 x 74

2,05 2,91

B9

44 x 62

1,73 2,44

A9

37 x 52

1,46 2,05

B10
31 x 44
1,22 1,73
Utk poster & lukisan dinding

A10
26 x 37
1,02 1,46
Utk cetakan umum, perkantoran, penerbitan

Seri R
mm x mm

Ukuran

Seri C
mm x mm

Ukuran

C0

917 x 1297

2R

60 x 90

C1

648 x 917

3R

89 x 127

C2

458 x 648

4R

102 x 152

C3

324 x 458

5R

127 x 178

C4

229 x 324

6R

152 x 203

C5

162 x 229

8R

203 x 254

C6

114 x 162

8R Plus

203 x 305

C7

81 x 114

10R

254 x 305

C8
57 x 81
Utk map, kartu pos, amplop

Ukuran

Seri F
mm x mm inci x inci

F4
215 X 330 8,5 x 13
Utk perkantoran & fotokopi

10R Plus

254 x 381

11R

279 x 356

11R Plus

279 x 432

12R

305 x 381

12R Plus

305 x 465

14R

284 x 353

17R

305 x 405

19R
305 x 455
Utk kertas jenis foto
Ukuran Lain yg Umum:
Ukuran
Letter
Legal
Ledger
Tabloid

mm x mm
216 x 279
216 x 356
432 x 279
279 x 432

inci x inci
8,5 x 11
8,5 x 14
17 x 11
11 x 17
G071

KODE EJAAN VERSI INTERNASIONAL


A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M

.
,
;
:
?
!
@
&
"
'
/
\
(
)
[
]
{
}
<
>
|

*
+
=
#

~
_
%
^

Alpha
Bravo
Charlie
Delta
Echo
Foxtrot
Golf
Hotel
India
Juliet
Kilo
Lima
Mike / Mama

N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Y
Z

November
Oscar
Papa
Quebec / Queen
Romeo
Sierra
Tango
Uniform
Victor
Wishky
X-ray
Yankee
Zulu

Space
Dot / Period / Full Stop
Comma
Semicolon
Colon
Question Mark
Exclamation Mark
At Sign
Ampersand
Double Quotation Mark
Apostrophe / Single Quotation Mark / Prime
Dash / Minus Sign
Forward Slash
Backslash
Left Round Bracket / Parenthesis
Right Round Bracket / Parenthesis
Left Square Bracket
Right Square Bracket
Left Curly Bracket
Right Curly Bracket
Left Angle Bracket / Less-Than Sign
Right Angle Bracket / Greater-Than Sign
Vertical Bar / Pipe
Degree Symbol
Asterisk / Star
Plus Sign
Equal Sign
Number Sign / Pound Sign / Hash
Section Sign
Dollar Sign
Euro Sign
Tilde
Underscore
Percent Sign
Caret

G081

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan:

UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan petunjuk pelaksanaannya yang
terkait.

UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.

UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.

UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan petunjuk pelaksanaannya yang terkait.

UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Buku/Modul:

Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu, Direktorat Peraturan
Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak, 2013.

Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh Revisi 2013, Direktorat Peraturan Perpajakan II,


Direktorat Jenderal Pajak, 2013.

Panduan Pelayanan Perpajakan. Kanwil DJP Jakarta Pusat, Direktorat Jenderal Pajak, 2013.

Bendahara Mahir Pajak Edisi Revisi 2013, Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat
Jenderal Pajak, 2013.

Transfer Pricing Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional,
Darussalam dkk, Danny Darussalam Tax Center, 2013.

Corporate Tax Management, Iman Santoso dan Ning Rahayu, Ortax, 2013.

Modul Pembimbingan On The Job Training Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan
Banding & Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, Direktorat
Jenderal Pajak, 2012.

Perpajakan Pendekatan Sertifikasi A-B-C Buku 1 & 2, Purno Murtopo dkk, Mitra Wacana Media,
2011.

Cara Legal Siasati Pajak, Arles P. Omposunggu, Puspa Swara, 2011.

Panduan Komprehensif Ketentuan Perpajakan, Prof. DR. Gunadi, Msc., Ak, MUC Publishing,
2010.

Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap 2010, Primandita Fitriandi dkk, Penerbit


Salemba Empat, 2010.

Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional, Darussalam dkk, Danny Darussalam Tax
Center, 2010.

Konsep dan Aplikasi Cross-border Transfer Pricing untuk Tujuan Perpajakan, Darussalam dkk,
Danny Darussalam Tax Center, 2008.

Grey Area Perpajakan, Tugiman Binsarjono dkk, Gemilang Gagasindo Handal, 2007.

Kapita Selekta Perpajakan, John Hutagaol dkk, Penerbit Salemba Empat, 2006.

Akuntansi Penggabungan Usaha, Marisi P. Purba, PT Ray Indonesia, 2005.

Ringkasan P3B Antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara-negara Mitra Runding,
Direktorat Peraturan Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak, 2004.

Akuntansi Intermediate edisi 15. Earl K. Stice dkk (terjemahan). Penerbit Salemba Empat.
2004.

Tax Planning, Indonesia Tax Review-FORMASI, SEMAR Publishing.

Slide:

Aspek Perpajakan di Bidang e-Commerce, Direktorat Jenderal Pajak, 2014.

Tutorial Penyampaian SPT Tahunan PPh WP Badan secara e-Filing melalui Perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi/Application Service Provider (ASP), Direktorat Jenderal Pajak, 2014.

Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi Kategori Wajib Pajak PP
Nomor 46 Tahun 2013, Direktorat Jenderal Pajak, 2014.

Diklat Transfer Pricing Tingkat Pengantar, Seksi Transaksi Transfer Pricing dan Transaksi
Khusus Lainnya, Direktorat Jenderal Pajak, 2010.

Situs:

Seksi Pemutakhiran Tax Knowledge Based, Subdirektorat Pelayanan Perpajakan, Direktorat


P2Humas, Direktorat Jenderal Pajak.

www.pajak.go.id

http://www.ortax.org/ortax/

http://pajakita.blogspot.com

Aplikasi:

TaxBase 6.0 Version 6.0, PT Integral Data Prima.

RIWAYAT HIDUP PENYUSUN

Nama Lengkap

Mohammad Fauzi Nugraha, S.S.T.

Alamat e-mail

mfn0309[at]gmail[dot]com

Riwayat Pendidikan

1.

D-IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Spesialiasi


Akuntansi, 2011

Riwayat Pekerjaan

2.

D-III STAN Spesialisasi Perpajakan, 2002

1.

Account Representative Kantor Pelayanan Pajak (KPP)


Pratama Jakarta Tanah Abang Satu, Mei 2012 s.d.
sekarang

2.

Pelaksana KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Juli


2011 s.d. Mei 2012

3.

Pegawai Tugas Belajar D-IV STAN, Oktober 2008 s.d.


Juni 2011

4.

Pelaksana (Account Representative Nota Dinas) KPP


Pratama Jakarta Cakung Satu, Juni 2007 s.d. Oktober
2008

5.

Pelaksana KPP Jakarta Cakung Satu, Desember 2002


s.d. Juni 2007

Penghargaan

1.

Account Representative Terbaik Tingkat KPP Pratama


Jakarta Tanah Abang Satu Tahun 2014

2.

Account Representative Terbaik Tingkat Kantor Wilayah


Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat Tahun
2014

Anda mungkin juga menyukai