Tujuannya :
Dasar untuk menghitung PKP
Menghitung Harga Perolehan dan Penyerahan BKP
Menghitung Pajak Terutang
Memanfaatkan sebagian fasilitas perpajakan misal :
kompensasi kerugian
Sebagai dasar pencatatan transaksi terutama
apabila dilakukan Pemeriksaan Pajak
BAB I
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP
BAB I
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP
BAB I
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP
BAB I
Akuntansi Komersial Vs Akuntansi Pajak
VS
Akuntansi (PSAK) Fiskal (UU Pajak)
Rekonsiliasi Fiskal /
Koreksi Fiskal
BAB I
Pendekatan Penyajian LK Pajak
BAB I
Perbedaan Prinsip Akuntansi Fiskal dan Komersial
BAB I
Pembukuan Vs Pencatatan
WP Orang Pribadi
WP Badan
Omset < 4,8 M
Memilih Memilih
Menggunakan Menggunakan
Pembukuan NPPN
Wajib
Menyelenggarakan
Pembukuan
Pencatatan :
omset yg objek,
bukan ojek dan
final
BAB I
Stelsel Kas dan Akrual dalam UU Pajak
BAB I
Syarat Penggunaan Stelsel Kas
BAB I
Pembukuan
BAB I
Beda Tetap dan Beda Waktu
Koreksi Fiskal
BAB II
Beda Tetap
BAB II
Beda Tetap
BAB II
Beda Tetap
BAB II
Beda Tetap
BAB II
Beda Waktu
1. penyusutan/amortisasi
2. penyisihan/akrual
3. penilaian persediaan
4. kompensasi rugi usaha fiskal
5. kewajiban kontijensi
6. sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease)
BAB II
Beda Waktu
Penyusutan / Amortisasi :
Perbedaan antara Komersial dan Fiskal
BAB II
Beda Waktu
Cadangan/Penyisihan
Penilaian Persediaan :
1. FIFO
2. Average
BAB II
Sewa Guna Usaha
BAB II
Sewa Guna Usaha
Akuntansi Komersial :
Lesse :
Perolehan aktiva leasing dicatat sebagai asset leasing
Lesse harus melakukan penyusutan atas Aktiva Leasing tersebut.
BAB II
Sewa Guna Usaha
Akuntansi Komersial :
Lesse :
Biaya sewa dicatat sebagai biaya operasional
Lesse tidak boleh melakukan penyusutan atas Aktiva Leasing
tersebut.
BAB II
Sewa Guna Usaha
Akuntansi Fiskal :
Lesse :
Lesse dapat membebankan seluruh biaya leasing (Pokok dan
Bunga) sebagai pengurang penghasilan bruto
Lesse tidak boleh menyusutkan aktiva yang dileasingkan.
Penyusutan dapat dilakukan setelah hak opsi digunakan
BAB II
Sewa Guna Usaha
Akuntansi Fiskal :
Lesse :
Biaya sewa dicatat sebagai biaya operasional
Lesse tidak boleh melakukan penyusutan atas Aktiva Leasing tersebut.
Lesse harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas transksi tersebut
BAB II
Contoh
Lessor PT XYZ meng-SGU-kan mesin golongan II (masa
manfaat 8 tahun) dengan harga pokok Rp.200.000.000,00
kepada PT ABC (lessee). Jangka waktu leasing 36 bulan dan
nilai sisa barang setelah periode leasing adalah nihil. Dalam
kontrak SGU tercantum klausula pilihan bagi lessee untuk
membeli mesin tersebut dengan harga murah pada akhir
periode SGU. Pembayaran per bulan Rp.8.000.000,00. terdiri
dari pelunasan pokok hutang leasing sebesar Rp.5.555.555,00
dan bunga Rp.2.444.445,00.
Leasing tersebut termasuk kategori leasing dengan hak opsi
Lessor : PT XYZ Lessee : PT. ABC
Menerima pendapatan sewa Membayar sewa =
setiap bulan = Rp.2.444.445,00 Rp.8.000.000,00
Memungut PPN: Membayar PPN :
10% X 200 juta= Rp. 20 juta 10 % X 200 juta = Rp. 20 juta
Tidak dipotong PPh Pasal 23 Tidak memotong PPh 23.
Dibayar ke lessor =
Rp.8.000.000,-
Contoh
Lessor PT. XYZ meng-SGU-kan mesin golongan II dengan harga
pokok Rp.200.000.000,00 kepada PT ABC (lessee). Jangka
waktu leasing 24 bulan dan nilai sisa barang setelah periode
leasing adalah nihil. Dalam kontrak SGU tidak tercantum
klausul pilihan bagi lessee untuk membeli mesin tersebut
dengan harga murah pada akhir periode SGU. Pembayaran
per bulan Rp.8.000.000,00.
Leasing diatas termasuk kategori leasing tanpa hak opsi
Contoh
Lessor : PT XYZ Lessee : PT. ABC
Beberapa Pengertian :
Kewajiban Pajak Kini (Tax Payable) :
Hutang Pajak yang dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku.
(Penghasilan Kena Pajak X tarif Pajak) > Kredit Pajak
Pos Neraca - Passiva
BAB IV
PAJAK TANGGUHAN
Beban Pajak Komersial adalah jumlah beban pajak yang dihitung oleh Wajib
pajak dari Penghasilan Sebelum pajak dalam laporan Keuangan Komersial
dikalikan dengan tarif pajak.
BAB IV
PAJAK TANGGUHAN
Pajak Tangguhan
BAB IV
PENGAKUAN PAJAK TANGGUHAN
Beban Pajak Kini < Beban Pajak Komersil ; sehingga dimasa yang akan datang akan
ada pengakuan beban pajak yang lebih besar Timbul Kewajiban Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Liabilities/DTL)
Berdasarkan teori akuntansi, kewajiban didefinisikan sebagai suatu kemungkinan
adanya pengorbanan ekonomi pada masa yang akan datang yang muncul dari
kewajiban masa kini suatu entitas untuk menyerahkan aktiva kepada entitas lain
akibat kejadian masa lalu
Contoh :
Biaya Penyusutan menurut Fiskal Rp. 50.000.000,-
Biaya Penyusutan menurut Komersial Rp. 30.000.000,-
Beda Waktu/Sementara Rp. 20.000.000,-
Pajak Kini > Beban Pajak Komersil ; sehingga dimasa yang akan datang akan ada
beban pajak yang lebih kecil (manfaat ekonomi) Timbul Aktiva Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Asset/DTA)
Berdasarkan teori akuntansi, aktiva didefinisikan sebagai suatu kemungkinan akan
adanya manfaat ekonomi pada masa yang akan datang yang diperoleh atau
dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu
Contoh :
Biaya Penyisihan Piutang Ragu Ragu Rp. 50.000.000,-
Secara Fiskal Tidak diakui
Contoh :
Biaya Penyusutan menurut Fiskal Rp. 50.000.000,-
Biaya Penyusutan menurut Komersial Rp. 30.000.000,-
Beda Waktu/Sementara Rp. 20.000.000,-
Jurnal :
Beban Pajak Tangguhan 5.000.000,-
Kewajiban Pajak Tangguhan 5.000.000,-
BAB IV
PERHITUNGAN DAN JURNAL PAJAK TANGGUHAN
Contoh :
Biaya Penyisihan Piutang Ragu Ragu Rp. 50.000.000,-
Secara Fiskal Tidak diakui
Jurnal :
Aktiva Pajak Tangguhan 12.500.000,-
Pendapatan Pajak Tangguhan 12.500.000,-
BAB IV
PENYAJIAN PAJAK TANGGUHAN
1. Aktiva pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dan
kewajiban lainnya dalam neraca
2. Deferred tax asset dan deferred tax liability harus dibedakan dari tax
Receivable/prepaid tax dan tax payable
3. Deferred tax asset (liability) tidak boleh disajikan sebagai aktiva (kewajiban)
lancar.
4. Aktiva pajak kini harus di-offset dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya
harus disajikan pada neraca
BAB IV
CONTOH SOAL
Jawab :
(Ingat Penghasilan Sebelum Pajak Rp 880 juta lebih kecil dari Penghasilan Kena
Pajak Rp895 juta, maka akan timbul Asset Pajak Tangguhan sebesar 25 % x
perbedaan temporer/bedawaktu atau 25 % x Rp 15 juta)
BAB IV
CONTOH SOAL
BAB IV
CONTOH SOAL
BAB IV
CONTOH SOAL
Beda Tetap :
1. Pendapatan Sewa Bangunan Rp 50.000.000,-
1. Beban bunga pajak Rp 10.000.000,-.
2. Beban pemberian kenikmatan dalam bentuk natura Rp 40.000.000,-.
3. Pendapatan jasa giro Rp 20.000.000,-
4. Beban PPh Rp 5.000.000,-
Beda Temporer :
BAB IV
CONTOH SOAL
Kredit Pajak :
1. PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,-
2. PPh Pasal 23 Rp 10.000.000,-
3. PPh Pasal 24 Rp 5.000.000,-
4. PPh Pasal 25 Rp 15.000.000,-
Pertanyaan :
1. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
2. Tentukan PPh Kurang/lebih bayar.
3. Tentukan asset atau kewajiban pajak tangguhan.
4. Buat Jurnal dan penyajiannya.
BAB IV
CONTOH SOAL
Jawab :
1. Laba Sebelum Pajak Rp 700.000.000,-
Koreksi Beda Tetap :
-/- Pendapatan Sewa bangunan (Rp 50.000.000,-)
-/- Pendapatan jasa giro (Rp 20.000.000,-)
+/+ Beban Bunga pajak Rp 10.000.000,-
+/+ Beban Pemberian natura Rp 40.000.000,-
+/+ Beban PPh Rp 5.000.000,-
Total Beda tetap (Rp15.000.000,- )
Rp 685.000.000,-
Koreksi Beda waktu :
+/+ Penyusutan Rp 10.000.000,-
-/- Amortisasi (Rp 15.000.000,-)
Total Beda waktu (Rp 5.000.000,-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 680.000.000,-
BAB IV
CONTOH SOAL
(Ingat Penghasilan Sebelum Pajak Rp 685 juta lebih besar dari Penghasilan Kena
Pajak Rp680 juta, maka akan timbul Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar 25 % x
perbedaan temporer)
BAB IV
CONTOH SOAL
2. Jurnal :
BAB IV
CONTOH SOAL
BAB IV