Anda di halaman 1dari 48

Bio Data

Nama : Ahmad Agus Romansyah, S.E., M.Ak,CA,QIA


Alamat : Komp. Pasanggrahan Indah Blok 22 No. 3
Bandung
Alamat email : romansyah75@gmail.com
HP : 085245203005
Pendidikan : STAN / Prodip Keuangan Jakarta 1995
Magister Akuntansi UNPAD 2010
Qualified Internal Auditor YPIA 2014
Chartered Accountant CA 2015
Riwayat Pekerjaan

1995 s/d Februari 2013 : Fungsional Pemeriksa Pajak di DJP


Sejak Februari 2013 : Satuan Pengawasan Intern
PT. Biofarma (Persero)
Pengertian Akuntansi Pajak

Akuntansi Pajak adalah :


Prinsip, standar dan perlakuan akuntansi lengkap yang
digunakan WP untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya.

Tujuannya :
Dasar untuk menghitung PKP
Menghitung Harga Perolehan dan Penyerahan BKP
Menghitung Pajak Terutang
Memanfaatkan sebagian fasilitas perpajakan misal :
kompensasi kerugian
Sebagai dasar pencatatan transaksi terutama
apabila dilakukan Pemeriksaan Pajak
BAB I
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP

Pasal 1 angka 29 UU KUP, Pembukuan adalah :


Proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang dan jasa yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan
laporan rugi laba untuk periode tahun pajak tersebut

BAB I
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP

Pasal 28 ayat 1 UU KUP :


Wajb Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di
Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.

Pasal 28 ayat 2 UU KUP :


Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah :
WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan diperbolehkan menghitung pajak terutang
dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
WP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

BAB I
Pembukuan dalam Perspektif UU KUP

Pasal 28 ayat 7 UU KUP :


Pembukuan sekurang-kurangnya teridiri atas catatan mengenai :
Harta Kewajiban dan Modal
Penghasilan dan Biaya
Penjualan dan Pembelian
Sehingga dapat dihitung jumlah pajak terutang

Pasal 28 ayat 9 UU KUP :


Pencatatan sebagaimana di maksud dalam ayat 2 adalah
pencatatan atas jumlah peredaran/penghasilan bruto sebagai
dasar menghitung pajak terutang, termasuk pula penghasilan
yang bukan objek pajak dan yang telah dikenakan pajak bersifat
final.

BAB I
Akuntansi Komersial Vs Akuntansi Pajak

VS
Akuntansi (PSAK) Fiskal (UU Pajak)

Rekonsiliasi Fiskal /
Koreksi Fiskal

BAB I
Pendekatan Penyajian LK Pajak

a. LK Fiskal disusun beriringan dengan LK Komersial


b. Disusun terpisah dan dilakukan Rekonsiliasi Fiskal
c. LK Fiskal disusun dengan menyisipkan ketentuan
Perpajakan

BAB I
Perbedaan Prinsip Akuntansi Fiskal dan Komersial

a. Pengakuan Penghasilan dan Beban


b. Konsistensi
c. Konservatisme
d. Cost (Harga Perolehan )
e. Matching Cost Againt Revenue
f. Methode dan Prosedur Akuntansi

BAB I
Pembukuan Vs Pencatatan

WP Orang Pribadi
WP Badan
Omset < 4,8 M

Memilih Memilih
Menggunakan Menggunakan
Pembukuan NPPN
Wajib
Menyelenggarakan
Pembukuan

Pencatatan :
omset yg objek,
bukan ojek dan
final

BAB I
Stelsel Kas dan Akrual dalam UU Pajak

Accrual Basis Cash Basis

-Penghasilan diakui pada saat -Penghasilan diakui pada saat


diperoleh diterima
-- Biaya diakui pada saat terutang -- Biaya diakui pada saat dibayar
tunai

BAB I
Syarat Penggunaan Stelsel Kas

Stelsel Kas murni tidak diperbolehkan dalam UU Pajak.


Stelsel Kas dapat dipergunakan dengan syarat :

1. Pengakuan Penjualan meliputi seluruh penjualan tunai maupun kredit


2. HPP harus memperhitungkan pembelian tunai dan kredit
3. Pengeluaran yang memiliki manfaat lebih dari 1 tahun harus dibebankan
melalui penyusutan.

BAB I
Pembukuan

Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari :

1) Pembukuan tentang cash dan bank


2) Pembukuan tentang Piutang
3) Pembukuan tentang Persediaan
4) Pembukuan tetnang harta dan penyusutan
5) Pembukuan tentang hutang dan modal
6) Pembukuan tentang Penghasilan dan Biaya
7) Laporan Keuangan

BAB I
Beda Tetap dan Beda Waktu

Koreksi Fiskal

Beda Tetap Beda Waktu

-Disebabkan aturan perpajakan -Disebabkan aturan perpajakan


- Tidak berpengaruh terhadap - Berpengaruh terhadap
kewajiban perpajakan di masa kewajiban perpajakan di masa
datang datang

BAB II
Beda Tetap

Beda Tetap terdiri dari :

1. Penghasilan yang telah dipotong PPh final


2. Penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak
3. Pengeluaran yang termasuk dalam non deductible expense.

BAB II
Beda Tetap

Penghasilan yang telah dipotong PPh final :

1. Bunga deposito/tabungan, Jasa Giro, dan Diskonto SBI


2. bunga dan atau diskonto obligasi
3. Bunga Simpanan Koperasi di atas Rp 240.000,00
4. Hadiah Undian
5. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
6. Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
7. Penghasilan dari Jasa Konstruksi
8. Deviden diterima WP OP Dalam Negeri
9. Revaluasi Aktiva Tetap
10. Penghasilan yang telah dikenakan Tarif 1 % sesuai PP 46 Tahun 2013

BAB II
Beda Tetap

Penghasilan yang bukan objek pajak :

1. bantuan atau sumbangan


2. harta hibahan
3. Warisan
4. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan
5. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer
6. dll

BAB II
Beda Tetap

Pengurang penghasilan bruto kelompok non deductible Exp :

1. Natura dan atau Kenikmatan


2. Sumbangan
3. Jamuan Tamu
4. PPh
5. Sanksi Perpajakan
6. Biaya Rekreasi dll

BAB II
Beda Waktu

Beda Waktu terdiri dari :

1. penyusutan/amortisasi
2. penyisihan/akrual
3. penilaian persediaan
4. kompensasi rugi usaha fiskal
5. kewajiban kontijensi
6. sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease)

BAB II
Beda Waktu

Penyusutan / Amortisasi :
Perbedaan antara Komersial dan Fiskal

1. Masa manfaat harta berwujud dan harta tak berwujud


2. Nilai Sisa
3. Methode Penyusutan/Amortisasi
4. Mulainya Penyusutan
5. Penghitungan bulan awal/akhir penyusutan
6. Pengeluaran-pengeluaran selama masa penggunaan aktiva tetap yang
bersifat Capital Expenditure

BAB II
Beda Waktu

Cadangan/Penyisihan

1. Penyisihan Piutang Tak Tertagih


2. Penyisihan Pesangon
3. Penyisihan Persediaan

Penilaian Persediaan :

Yang diperbolehkan menurut UU Pajak :

1. FIFO
2. Average

BAB II
Sewa Guna Usaha

Sewa Guna Usaha :

1. Financial Lease (SGU dengan Hak Opsi)


Diakhir masa Leasing, Lessee dapat menggunakan hak opsi untuk
membeli ataupun tidak.
2. Operating Lease (SGU Tanpa Hak Opsi)
Diakhir masa leasing tidak ada opsi untuk membeli aktiva leasing.
Lessor : Pihak yang memiliki barang modal yang di leasingkan
Lessee : Pihak yang menerima hak (penyewa)

BAB II
Sewa Guna Usaha

Akuntansi Komersial :

1. Financial Lease (SGU dengan Hak Opsi)


Lessor :
Perolehan Barang Modal dicatat sebagai Asset yang akan dijual
Penyerahan barang modal ke lesse dicatat sebagai piutang sewa
guna usaha
Selisih lebih hasil penjualan dicatat sebagai pendapatan tetapi
ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa.

Lesse :
Perolehan aktiva leasing dicatat sebagai asset leasing
Lesse harus melakukan penyusutan atas Aktiva Leasing tersebut.

BAB II
Sewa Guna Usaha

Akuntansi Komersial :

2. Operating Lease (SGU dengan tanpa Hak Opsi)


Lessor :
Dicatat sebagai Asset yang akan disewakan
Penyerahan barang modal ke lesse dicatat sebagai transaksi sewa
biasa.
Lessor melakukan penyusutan atas aktiva yang disewakan
tersebut.

Lesse :
Biaya sewa dicatat sebagai biaya operasional
Lesse tidak boleh melakukan penyusutan atas Aktiva Leasing
tersebut.
BAB II
Sewa Guna Usaha

Akuntansi Fiskal :

1. Financial Lease (SGU dengan Hak Opsi)


Lessor :
Pembayaran sewa guna usaha dicatat sebagai pendapatan
Tidak boleh menyusutkan barang modal yang dileasingkan
Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang
Atas penyerahan jasa leasing tidak dikenakan PPN

Lesse :
Lesse dapat membebankan seluruh biaya leasing (Pokok dan
Bunga) sebagai pengurang penghasilan bruto
Lesse tidak boleh menyusutkan aktiva yang dileasingkan.
Penyusutan dapat dilakukan setelah hak opsi digunakan

BAB II
Sewa Guna Usaha

Akuntansi Fiskal :

2. Operating Lease (SGU dengan tanpa Hak Opsi)


Lessor :
Dicatat sebagai Asset yang akan disewakan
Penyerahan barang modal ke lesse dicatat sebagai transaksi sewa biasa.
Lessor melakukan penyusutan atas aktiva yang disewakan tersebut.
Atas transaksi sewa tersebut merupakan objek PPN

Lesse :
Biaya sewa dicatat sebagai biaya operasional
Lesse tidak boleh melakukan penyusutan atas Aktiva Leasing tersebut.
Lesse harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas transksi tersebut

BAB II
Contoh
Lessor PT XYZ meng-SGU-kan mesin golongan II (masa
manfaat 8 tahun) dengan harga pokok Rp.200.000.000,00
kepada PT ABC (lessee). Jangka waktu leasing 36 bulan dan
nilai sisa barang setelah periode leasing adalah nihil. Dalam
kontrak SGU tercantum klausula pilihan bagi lessee untuk
membeli mesin tersebut dengan harga murah pada akhir
periode SGU. Pembayaran per bulan Rp.8.000.000,00. terdiri
dari pelunasan pokok hutang leasing sebesar Rp.5.555.555,00
dan bunga Rp.2.444.445,00.
Leasing tersebut termasuk kategori leasing dengan hak opsi
Lessor : PT XYZ Lessee : PT. ABC
Menerima pendapatan sewa Membayar sewa =
setiap bulan = Rp.2.444.445,00 Rp.8.000.000,00
Memungut PPN: Membayar PPN :
10% X 200 juta= Rp. 20 juta 10 % X 200 juta = Rp. 20 juta
Tidak dipotong PPh Pasal 23 Tidak memotong PPh 23.
Dibayar ke lessor =
Rp.8.000.000,-
Contoh
Lessor PT. XYZ meng-SGU-kan mesin golongan II dengan harga
pokok Rp.200.000.000,00 kepada PT ABC (lessee). Jangka
waktu leasing 24 bulan dan nilai sisa barang setelah periode
leasing adalah nihil. Dalam kontrak SGU tidak tercantum
klausul pilihan bagi lessee untuk membeli mesin tersebut
dengan harga murah pada akhir periode SGU. Pembayaran
per bulan Rp.8.000.000,00.
Leasing diatas termasuk kategori leasing tanpa hak opsi
Contoh
Lessor : PT XYZ Lessee : PT. ABC

Menerima pendapatan sewa setiap bulan = Membayar sewa = Rp.8.000.000,00


Rp.8.000.000,00 Membayar PPN = Rp. 800.000,00
Memungut PPN 10% = Rp. 800.000,00 Memotong PPh Pasal 23 = (Rp. 160.000,00)
Dipotong PPh Pasal 23 = (Rp. 160.000,00) Dibayar ke lessor = Rp.8.640.000,00
Diterima dari lessee = Rp. 8.640.000,00
Menyusutkan mesin sebesar per tahun =
Rp.25.000.000,00
PAJAK TANGGUHAN

Beberapa Pengertian :
Kewajiban Pajak Kini (Tax Payable) :
Hutang Pajak yang dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku.
(Penghasilan Kena Pajak X tarif Pajak) > Kredit Pajak
Pos Neraca - Passiva

Aktiva Pajak Kini (Tax Receivable) :


Hutang Pajak yang dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku.
(Penghasilan Kena Pajak X tarif Pajak) < Kredit Pajak
Pos Neraca Aktiva

Beban Pajak Kini :


Jumlah Pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak yang dihitung dari
Penghasilan Kena Pajak hasil rekonsiliasi fiskal yang dikalikan tarif pajak.
Pos Rugi Laba .

BAB IV
PAJAK TANGGUHAN

Beban Pajak Komersial adalah jumlah beban pajak yang dihitung oleh Wajib
pajak dari Penghasilan Sebelum pajak dalam laporan Keuangan Komersial
dikalikan dengan tarif pajak.

Beban Pajak Komersial = Beban Pajak Kini +/- Pajak Tangguhan

BAB IV
PAJAK TANGGUHAN

Pajak Tangguhan

Aktiva Pajak Kewajiban Pajak


Tangguhan Tangguhan

Beban Pajak Komersial = Beban Pajak Kini + Kewajiban Pajak Tangguhan


Beban Pajak Komersial = Beban Pajak Kini Aktiva Pajak Tangguhan

BAB IV
PENGAKUAN PAJAK TANGGUHAN

Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities/DTL)

Beban Pajak Kini < Beban Pajak Komersil ; sehingga dimasa yang akan datang akan
ada pengakuan beban pajak yang lebih besar Timbul Kewajiban Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Liabilities/DTL)
Berdasarkan teori akuntansi, kewajiban didefinisikan sebagai suatu kemungkinan
adanya pengorbanan ekonomi pada masa yang akan datang yang muncul dari
kewajiban masa kini suatu entitas untuk menyerahkan aktiva kepada entitas lain
akibat kejadian masa lalu

Contoh :
Biaya Penyusutan menurut Fiskal Rp. 50.000.000,-
Biaya Penyusutan menurut Komersial Rp. 30.000.000,-
Beda Waktu/Sementara Rp. 20.000.000,-

Atau dengan kalimat yang sederhana : Apabila kemungkinan pembayaran pajak


dimasa yang akan datang LEBIH BESAR akan dicatat sebagai KEWAJIBAN PAJAK
TANGGUHAN.
PENGAKUAN PAJAK TANGGUHAN

Aktiva Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset/DTA)

Pajak Kini > Beban Pajak Komersil ; sehingga dimasa yang akan datang akan ada
beban pajak yang lebih kecil (manfaat ekonomi) Timbul Aktiva Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Asset/DTA)
Berdasarkan teori akuntansi, aktiva didefinisikan sebagai suatu kemungkinan akan
adanya manfaat ekonomi pada masa yang akan datang yang diperoleh atau
dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu

Contoh :
Biaya Penyisihan Piutang Ragu Ragu Rp. 50.000.000,-
Secara Fiskal Tidak diakui

Atau dengan kalimat yang sederhana : Apabila kemungkinan pembayaran pajak


dimasa yang akan datang LEBIH KECIL akan dicatat sebagai AKTIVA PAJAK
TANGGUHAN.
BAB IV
PERHITUNGAN DAN JURNAL PAJAK TANGGUHAN

Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities/DTL)

Contoh :
Biaya Penyusutan menurut Fiskal Rp. 50.000.000,-
Biaya Penyusutan menurut Komersial Rp. 30.000.000,-
Beda Waktu/Sementara Rp. 20.000.000,-

Perhitungan Kewajiban Pajak Tangguhan :


25 % X Rp. 20.000.000,- Rp. 5.000.000,-

Jurnal :
Beban Pajak Tangguhan 5.000.000,-
Kewajiban Pajak Tangguhan 5.000.000,-

BAB IV
PERHITUNGAN DAN JURNAL PAJAK TANGGUHAN

Aktiva Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset/DTA)

Contoh :
Biaya Penyisihan Piutang Ragu Ragu Rp. 50.000.000,-
Secara Fiskal Tidak diakui

Perhitungan Aktiva Pajak Tangguhan :


25 % X Rp. 50.000.000,- Rp. 12.500.000,-

Jurnal :
Aktiva Pajak Tangguhan 12.500.000,-
Pendapatan Pajak Tangguhan 12.500.000,-

BAB IV
PENYAJIAN PAJAK TANGGUHAN

1. Aktiva pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dan
kewajiban lainnya dalam neraca
2. Deferred tax asset dan deferred tax liability harus dibedakan dari tax
Receivable/prepaid tax dan tax payable
3. Deferred tax asset (liability) tidak boleh disajikan sebagai aktiva (kewajiban)
lancar.
4. Aktiva pajak kini harus di-offset dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya
harus disajikan pada neraca

Penyajian Pajak Tangguhan dalam Laporan Keuangan :


Laba Sebelum PPh xxx
PPh :
- Pajak Kini xxx
- Pajak Tangguhan xxx
xxx
Laba setelah PPh xxx
BAB IV
CONTOH SOAL

CONTOH 1 : Aktiva Pajak Tangguhan


Laba sebelum pajak tahun 2012 Rp 900.000.000,-. Koreksi fiskal atas laba tersebut
adalah :
Beda Tetap :
1. Pendapatan bunga deposito Rp 60.000.000,-
2. Beban jamuan tanpa daftar nominative Rp 40.000.000,-.
Beda Temporer :
1. Penyusutan fiskal lebih kecil Rp 15.000.000,- dari penyusutan komersil.
Angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan Rp 10.000.000,-, selama 12 bulan.
Pertanyaan :
1. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
2. Tentukan PPh Kurang/lebih bayar.
3. Tentuka asset atau kewajiban pajak tangguhan.
4. Buat Jurnal dan penyajiannya.

BAB IV
CONTOH SOAL

Jawab :

1. Laba Sebelum Pajak RP 900.000.000,-


Koreksi Beda Tetap :
-/- Pendapatan Bunga Deposito (Rp 60.000.000,-)
+/+ Beban Jamuan Rp 40.000.000,-
Total Beda tetap (Rp 20.000.000,-)
Rp 880.000.000,-
Koreksi Beda waktu :
-/- Penyusutan Rp 15.000.000,-
Total Beda waktu Rp 15.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp 895.000.000,-

(Ingat Penghasilan Sebelum Pajak Rp 880 juta lebih kecil dari Penghasilan Kena
Pajak Rp895 juta, maka akan timbul Asset Pajak Tangguhan sebesar 25 % x
perbedaan temporer/bedawaktu atau 25 % x Rp 15 juta)
BAB IV
CONTOH SOAL

1. Pajak Terhutang = 25 % x Rp 895.000.000,- = Rp 223.750.000,-.


Kredit PPh Pasal 25 (12 bulan x Rp 10.000.000,-)= Rp 120.000.000,-
PPh Kurang Bayar Rp 103.750.000,-

Aset Pajak tangguhan :


25 % x Perbedaan Temporer = 25 % x Rp 15.000.000,- = Rp 3.750.000,-.
2. Jurnal :

PPh Badan Pajak Kini Rp 223.750.000,-


Aset Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,-
Pendapatan Pajak Tangguhan Rp 3.750.000,-
PPh Psl 25 dibayar dimuka Rp 120.000.000,-
Hutang PPh Psl 29 Rp 103.750.000,-

BAB IV
CONTOH SOAL

Penyajian dalam Laporan Keuangan :


Laba Sebelum Pajak Rp 900.000.000,-
Pajak Kini Rp 223.750.000,-
Pajak Tangguhan (Rp 3.750.000,-)
( Rp 220.000.000,-)
Laba Bersih Rp 680.000.000,-

BAB IV
CONTOH SOAL

CONTOH 2 : Kewajiban Pajak Tangguhan


Laba sebelum pajak tahun 2012 Rp 700.000.000,-. Koreksi fiskal atas laba tersebut adalah :

Beda Tetap :
1. Pendapatan Sewa Bangunan Rp 50.000.000,-
1. Beban bunga pajak Rp 10.000.000,-.
2. Beban pemberian kenikmatan dalam bentuk natura Rp 40.000.000,-.
3. Pendapatan jasa giro Rp 20.000.000,-
4. Beban PPh Rp 5.000.000,-

Beda Temporer :

1. Penyusutan komersil Rp 10.000.000,- lebih tinggi dari penyusutan fiskal


2. Amortisasi fiskal Rp 15.000.000,- lebih tinggi dari Amortisasi komersil.

BAB IV
CONTOH SOAL

Kredit Pajak :
1. PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,-
2. PPh Pasal 23 Rp 10.000.000,-
3. PPh Pasal 24 Rp 5.000.000,-
4. PPh Pasal 25 Rp 15.000.000,-

Pertanyaan :
1. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
2. Tentukan PPh Kurang/lebih bayar.
3. Tentukan asset atau kewajiban pajak tangguhan.
4. Buat Jurnal dan penyajiannya.

BAB IV
CONTOH SOAL

Jawab :
1. Laba Sebelum Pajak Rp 700.000.000,-
Koreksi Beda Tetap :
-/- Pendapatan Sewa bangunan (Rp 50.000.000,-)
-/- Pendapatan jasa giro (Rp 20.000.000,-)
+/+ Beban Bunga pajak Rp 10.000.000,-
+/+ Beban Pemberian natura Rp 40.000.000,-
+/+ Beban PPh Rp 5.000.000,-
Total Beda tetap (Rp15.000.000,- )
Rp 685.000.000,-
Koreksi Beda waktu :
+/+ Penyusutan Rp 10.000.000,-
-/- Amortisasi (Rp 15.000.000,-)
Total Beda waktu (Rp 5.000.000,-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 680.000.000,-

BAB IV
CONTOH SOAL

(Ingat Penghasilan Sebelum Pajak Rp 685 juta lebih besar dari Penghasilan Kena
Pajak Rp680 juta, maka akan timbul Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar 25 % x
perbedaan temporer)

1. Pajak Terhutang = 25 % x Rp 680.000.000,- = Rp 170.000.000,-.


Kredit PPh Pasal 21, 22, 23, 24 dan 25 = Rp 40.000.000,-
PPh Kurang Bayar Rp 130.000.000,-

1.kewajiban Pajak tangguhan:


25 % x Perbedaan Temporer = 25 % x Rp 5.000.000,- = Rp 1.250.000,-.

BAB IV
CONTOH SOAL

2. Jurnal :

PPh Badan Pajak Kini Rp 170.000.000,-


Beban Pajak Tangguhan Rp.1.250.000,-
Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,-
PPh Psl 22 dibayar dimuka Rp 10.000.000,-
PPh Psl 23 dibayar dimuka Rp 10.000.000,-
PPh Psl 24 dibayar dimuka Rp 5.000.000,-
PPh Psl 25 dibayar dimuka Rp 15.000.000,-
Hutang PPh Psl 29 Rp 130.000.000,-

BAB IV
CONTOH SOAL

Penyajian dalam Laporan Keuangan :


Laba Sebelum Pajak Rp 700.000.000,-
Pajak Kini Rp 170.000.000,-
Pajak Tangguhan Rp 1.250.000,-
( Rp 171.250.000,-)
Laba Bersih Rp 528.750.000,-

BAB IV

Anda mungkin juga menyukai