Anda di halaman 1dari 7

Metabolisme berasal dari kata metabole (Yunani) yang berarti berubah.

Keseluruhan proses
kimiawi suatu organisme disebut metabolisme. Metabolisme adalah proses-proses kimia yang terjadi di
dalam tubuh makhluk hidup/sel. Metabolisme merupakan suatu sifat baru dari kehidupan, yang muncul
dari interaksi spesifik antara molekul-molekul di dalam lingkungan sel yang teratur dengan baik. Pada
metabolisme sel, bahan dan energi diperoleh dari lingkungan sel, yang berupa cairan. Contoh lingkungan
sel misalnya cairan intersitium yang berasal dari darah. Sel-sel badan kita mengambang dalam cairan ini.
sedangkan pada sel-sel hidup yang langsung berhubungan dengan dunia luar, seperti pada epitel yang
melapisi saluran pernapasan dan kornea mata, terdapat sel-sel kelenjar yang menjaga agar sel tetap
basah.

Cairan yang mengelilingi sel disebut cairan ekstrasel. Cairan ini terdiri dari:

1. gas, terutama O2 dan CO2.

2. ion anorganik (terutama Na+, Cl-, K+, Ca2+, HCO3-, PO43-)

3. zat organik, yaitu makanan dan vitamin

4. hormon

Mekanisme pertukaran zat dalam sel dengan cairan ekstrasel berlangsung melalui lima cara,
yaitu difusi, osmosis, transpor aktif, endositosis, dan eksositosis. Bahan yang terdapat dalam cairan sel
dapat digunakan sebagai bahan baku gula, asam lemak, gliserol, dan asam amino yang kemudian
disusun menjadi makromolekul sel seperti polisakarida, lipid, dan protein asam nukleat.

Metabolisme dapat digolongkan menjadi dua, yakni proses penyusunan yang disebut
anabolisme dan proses pembongkaran yang disebut katabolisme. Metabolisme disebut juga reaksi
enzimatis, karena metabolisme terjadi selalu menggunakan katalisator enzim. Enzim merupakan
senyawa organik berupa protein fungsional yang sangat berperan dalam metabolisme. Enzim adalah
biokatalisator, yang artinya dapat mempercepat reaksi-reaksi bilogi tanpa mengalami perubahan
struktur kimia.

Menurut Kuhne, seorang ahli yang banyak melakukan penyelidikan tentang fermentasi pada
tahun 1878, enzim berasal dari kata in dan zyme yang berarti sesuatu di dalam ragi. Enzim terdiri atas
bagian yang berupa protein dan bagian lain yang bukan protein. Bagian yang berupa protein biasanya
bersifat termolabil atau tidak tahan panas, yang disebut apoenzim. Bagian yang bukan protein adalah
bagian yang aktif dan diberi nama gugus prostetik, biasanya berupa logam seperti besi, tembaga, seng,
atau suatu bahan senyawa organik yang mengandung logam. Apoenzim dan gugus prostetik merupakan
suatu kesatuan yang disebut holoenzim.

Ada pula enzim yang bagian apoenzim dan gugus prostetiknya tidak bersatu. Bagian gugus
prostetik yang lepas disebut koenzim, yang bersifat aktif seperti halnya gugus prostetik. Contoh koenzim
adalah vitamin atau bagian vitamin, misalnya vitamin B1, B2, B6, niasin, dan biotin.
Banyak enzim yang dapat bekerja bolak-balik. Enzim dapat mengubah substrat menjadi hasil
akhir. Sebaliknya, enzim juga dapat mengembalikan hasil akhir menjadi substrat jika lingkungannya
berubah. Contohnya enzim lipase dapat berfungsi sebagai katalisator dalam perubahan lemak menjadi
asam lemak dan gliserol. Enzim lipase juga dapat mengubah kembali gliserol dan asam lemak menjadi
lemak (lipid).

Enzim bekerja spesifik, artinya enzim mempunyai fungsi khusus. Untuk perubahan zat tertentu,
diperlukan enzim tertentu. Jika enzimnya berbeda, maka hasil akhirnya berbeda pula. Contohnya pada
pemecahan rafinosa (suatu trisakarida) yang dilakukan oleh enzim sukrase, akan terurai menjadi
melibiosa dan fruktosa. Akan tetapi, apabila dilakukan oleh enzim emulsion, rafinosa akan terurai
menjadi sukrosa dan galaktosa.

Cara kerja enzim ada dua macam, yaitu:

1. Kunci Gembok (lock and key)

Enzim dimisalkan sebagai gembok karena memiliki sebuah bagian kecil yang dapat berikatan
dengan substrat. Bagian tersebut disebut sisi aktif. Substrat dimisalkan sebagai kunci karena dapat
berikatan secara pas dengan sisi aktif enzim (gembok).

Selain sisi aktif, pada enzim juga ditemukan adanya sisi alosterik. Sisi alosterik dapat diibaratkan
sebagai sakelar yang dapat menyebabkan kerja enzim meningkat ataupun menurun. Apabila sisi
alosterik berikatan dengan penghambat (inhibitor), konfigurasi enzim akan berubah sehingga
aktivitasnya berkurang. Namun, jika sisi aalosterik ini berikatan dengan aktivator (zat pengganti) maka
enzim menjadi aktif kembali.

2. Induksi Pas (Induced fit)

Pada model ini, sisi aktif enzim dapat berubah bentuk sesuai dengan bentuk substrat. Sisi atif enzim
bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk substrat.

Gambar Cara kerja enzim dengan model: (a) kunci gembok dan (b) induksi pas
Faktor –faktor yang mempengaruhi kerja enzim adalah sebagai berikut:

1. Temperatur

Karena enzim tersusun dari protein, maka enzim sangat peka terhadap temperatur. Temperatur
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein. Temperatur yang terlalu rendah dapat
menghambat reaksi. Pada umumnya, temperatur optimum enzim adalah 30-40 oC. Suhu optimum untuk
aktivitas enzim pada manusia dan hewan berdarah panas ± 37oC, sedangkan pada hewan berdarah
dingin ± 25oC. Hubungan antara suhu dengan kecepatan reaksi (enzimatis) dijelaskan dalam gambar
dibawah ini.

Gambar Grafik pengaruh temperaur terhadap kecepatan reaksi enzim

Kebanyakan enzim tidak menunjukkan reaksi jika suhu turun sampai sekitar 0 oC, namun enzim
tidak rusak. Jika suhu normal kembali, maka enzim akan aktif kembali. Enzim than pada suhu rendah,
namun dapat rusak di atas suhu 50oC.

2. Perubahan pH

Enzim juga sangat terpengaruh oleh pH. Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam
amino kunci pada sisi aktif enzim sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan substratnya. pH
optimum yang diperlukan berbeda-beda, tergantung pada jenis enzimnya. Enzim mempunyai pH
optimum yang dapat bersifat asam maupun basa. Sebagian besar enzim pada manusia mempunyai pH
optimum antara 6-8, misalnya enzim tripsin yang mendegradasi protein. Namun, ada beberapa enzim
yang aktif pada kondisi asam, misalnya enzim pepsin. Perubahan pH dapat mempengaruhi efektivitas sisi
aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. Selain itu, perubahan pH dapat menyebabkan
terjadinya proses denaturasi sehingga menurunkan aktivitas enzim. Grafik hubungan antara pH dengan
kecepatan reaksi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar Grafik hubungan antara pH dan kecepatan reaksi

Gambar Grafik pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi

3. Konsentrasi Enzim dan Substrat

Pada umumnya konsentrasi enzim enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Hal ini berarti
penambahan konsentrasi enzim mengakibatkan kecepatan reaksi meningkat hingga dicapai kecepatan
konstan. Kecepatan konstan tercapai apabila semua substrat sudah terikat oleh enzim.

Agar reaksi berjalan optimum, maka perbandingan jumlah antara enzim dan substrat harus sesuai.
Jika enzim dan substrar harus sesuai. Jika enzim terlalu sedikit dan substrat terlalu banyak, reaksi akan
berjalan lambat dan bahkan ada substrat yang tak terkatalisasi. Semakin banyak enzim, reaksi akan
semakin cepat. Lihat gambar dibawah ini.
Gambar Grafik pengaruh konsentrasi enzim terhadap kecepatan reaksi enzim

d. Zat-zat Penggiat (Aktivator)

Terdapat zat kimia tertentu yang dapat meningkatkan aktivitas enzim. Misalnya, garam-garam dari
logam alkali dalam kondisi encer (2%-5%) dapat memacu kerja enzim. Demikian pula dengan ion logam
Co, Mg, Ni, Mn, dan Cl. Akan tetapi, mekanisme kerja zat penggiat ini belum diketahui secara pasti.

e. Zat-zat Penghambat (inhibitor enzim)

Seringali kerja enzim dihambat oleh suatu zat yang disebut inhibitor. Jika inhibitor ditambahkan
dalam campuran enzim dan substrat, kecepatn reaksi akan turun. Cara kerja inhibitor ini adalah
berikatan dengan enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor yang masih mampu atau tidak mampu
berikatan dengan substrat. Beberapa zat kimia dapat menghambat aktivitas enzim, misalnya garam-
garam yang mengandung merkuri (Hg) dan sianida. Dengan adanya zat penghambat ini, enzim tidak
dapat berikatan dengan substrat sehingga tidak dapat menghasilkan suatu produk.

Terdapat tiga jenis inhibitor, yaitu inhibitor reversibel, inhibitor tidak reversibel, dan inhibitor
alosterik.

1). Inhibitor Reversibel

Inhibitor reversibel meliputi tiga jenis hambatan, yaitu:

a) Inhibitor kompetitif (Hambatan Bersaing)

Pada hambatan ini zat-zat penghambat mempunyai struktur yang mirip dengan struktur
substrat. Dengan demikian, baik substrat maupun zat penghambat berkompetisi atau bersaing
untuk bergabung dengan sisi aktif enzim. Jika zat penghambat lebih dulu berikatan dengan sisi
aktif enzim, maka substrat tidak dapat lagi berikatan dengan sisi aktif enzim. Pehatikan gambar
di bawah ini.
b) Inhibitor nonkompetitif (Hambatan tidak bersaing)

Penghambatan ini dipicu oleh terikatnya zat penghambat pada sisi alosterik sehingga sisi
aktif enzim berubah. Akibatnya, substrat tidak dapat berikatan dengan enzim untuk membentuk
kompleks enzim-substrat. Perhatikan gambar dibawah ini.

c) Inhibitor umpan balik

Hasil akhir (produk) suatu reaksi dapat menghambat bekerjanya enzim. Akibatnya,
reaksi kimia akan berjalan lambat. Apabila produk disingkirkan, reaksi akan berjalan lagi.

2). Inhinbitor Tidak Reversibel

Hambatan ini terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversibel dengan bagian tertentu pada
enzim sehingga mengakibatkan bentuk ezim berubah. perubahan bentuk enzim ini mengakibatkan
berkurangnya aktivitas katalitik enzim tersebut. Hambatan tidak reversibel umumnya disebabkan
oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus enzim atau lebih yang terdapat pada
molekul enzim.

3). Inhibitor Alosterik


Pada penghambatan alosterik, molekul zat penghambat tidak berikatan pada sisi aktif enzim,
melainkan berikatan pada sisi alosterik. Akibat penghambatan ini sisi aktif enzim menjadi tidak aktif
karena telah mengalami perubahan.

Anda mungkin juga menyukai