Anda di halaman 1dari 17

Home Biokimia Konsep Dasar Enzim

Konsep Dasar Enzim


May 07, 2017 Add Comment Biokimia

Enzim merupakan biokatalisator berupa protein yang berfungsi mempercepat reaksi biokimia. Enzim
mengkatalisis reaksi dengan cara memantapkan keadaan transisi, yaitu bentuk substrat dengan tingkat
energi yang tertinggi.

Saat ini, enzim sudah banyak dimanfaatkan di berbagai bidang aplikasi khususnya industri untuk
membantu proses produksinya. Hal ini dikarenakan kinerja enzim terhadap susbtrat maupun jenis
reaksi yang dikatalisisnya sangat selektif dibanding katalis anorganik.

Kerja enzim juga dapat dikendalikan oleh beberapa efektor untuk mengontrol proses metabolisme sel.
Hal ini memungkinkan reaksi dalam sel dapat berlangsung sangat efisien.

Kestabilan molekul enzim sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti pH, suhu, dan tekanan.
Faktor-faktor tersebut juga dapat mengubah kestabilan dan struktur tiga dimensi molekul enzim.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami konsep dasar enzim. Pada artikel ini, akan dibahas
beberapa konsep dasar enzim yang meliputi: struktur, fungsi, keunggulan, interaksi enzim substrat dan
tipe-tipe penghambatan enzim.

Struktur Enzim
Pada dasarnya, molekul enzim berupa protein (satu atau beberapa sub unit), kecuali ribozim (enzim
RNA).

Jika suatu enzim hanya tersusun atas molekul protein saja, maka disebut enzim sederhana. Namun
apabila tersusun atas protein dan molekul organik non protein maka disebut enzim kompleks
(holoenzim).

Mari kita kupas satu per satu komponen-komponen penyusun enzim ini:

Apoenzim adalah bagian protein dari sebuah enzim yang bersifat tidak tahan panas dan berfungsi
untuk menentukan sifat/spesifitas suatu enzim.

Kofaktor adalah bagian non protein yang membantu aktivitas enzim. Di bawah ini adalah beberapa
jenis kofaktor, diantaranya:

1. Ion-ion logam (Mineral) adalah bagian non protein berupa ion logam anorganik yang berperan
sebagai aktivator.
Contoh: Zn2+, Mg2+, Fe2+, Ni2+, dll

2. Koenzim adalah molekul organik bagian non protein yang terikat secara non kovalen pada enzim.
Koenzim identik dengan vitamin karena banyak koenzim berasal dari vitamin dan turunannya.
Contoh: NADH/NAD (Nikotinamida Adenin Dinukleotida), Koenzim A, ATP (Adenosin Trifosfat),
dll

3. Gugus prostetik adalah bagian non protein yang tersusun atas molekul organik (koenzim) atau ion-
ion logam yang terikat kuat secara kovalen pada enzim.
Contoh: FAD (Flavin Adenin Dinukleotida), dll

Fungsi Enzim
Sebagai biokatalis dalam sistem biologi dan menentukan bentuk perubahan kimia dalam sel.
Meningkatkan kecepatan reaksi dengan cara menurunkan energi bebas aktivasi pada keadaan
transisi.
Enzim tidak merubah kesetimbangan suatu reaksi.

Keuntungan Enzim Sebagai Biokatalis


Daya katalitiknya tinggi
Spesifitasnya tinggi, baik dari jenis reaksi maupun substrat yang dikatalisis.
Dapat bekerja pada kondisi lunak, yaitu pada suhu dan pH yang tidak ekstrim.
Aktifitas katalitik beberapa enzim dapat dikendalikan.
Dapat diproduksi, sehingga memudahkan ketersediannya.

Proses Katalisis oleh Enzim


Enzim mengikat substrat pada sisi aktif, akan memicu terjadinya reaksi dan kemudian melepaskan
produk.

Sisi aktif enzim adalah tempat terikatnya substrat dan gugus prostetik, mengandung residu-residu
yang langsung berperan dalam pembentukan dan pemutusan ikatan kimia. Residu-residu ini bernama
gugus katalitik. Adapun gambaran umum dari sisi aktif enzim adalah sebagai berikut:

Sisi aktif merupakan bagian kecil molekul enzim, serta menyatu dengan struktur tiga dimensi
enzim.
Sisi aktif enzim letaknya tersembunyi dalam celah atau pocket.
Substrat terikat pada enzim melalui berbagai interaksi lemah dalam kompleks enzim (ES).
Jenis reaksi yang terlibat diantaranya: ikatan elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan van der waals, dan
ikatan hidrofobik.
Spesifitas pengikatan substrat pada enzim ditentukan oleh penataan atom-atom dalam sisi
aktif.

Model Interaksi Enzim Substrat


Enzim dapat membentuk sebuah produk jika berikatan dengan substrat pada sisi aktif, Adapun model
interaksi enzim-substrat yang sudah banyak dikenal ada 2, yaitu:

Model Lock and Key


Sisi aktif enzim memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan substrat.

Model Induced Fit


Enzim dan substrat mengalami perubahan bentuk ketika berikatan untuk mendapatkan konformasi
yang menstabilkan keadaan transisi.

Inhibisi Reaksi Enzim (Penghambatan Kerja Enzim)


Kinerja enzim dapat dihambat dengan adanya inhibitor. Ada 2 tipe pengambatan oleh inhibitor, yaitu:

1. inhibisi tak dapat balik (irreversible)


Molekul inhibitor mengikat kuat sisi aktif enzim secara kovalen sehingga menonaktifkan enzim
secara permanen.

Contoh: DFP (Diisopropil fluorofosfat) yang mengikat gugus OH-serin dari enzim asetilkolinesterase
(enzim penting dalam proses transfer impuls saraf).

2. Inhibisi dapat balik (reversible)


Molekul inhibitor mengikat sisi aktif enzim secara non kovalen, tetapi dapat terlepas kembali.
Beberapa jenis inhibisi dapat balik, yaitu:

Inhibisi Kompetitif (competitive)


Bentuk dan ukuran inhibitor sama seperti substrat. Pada inhibisi ini, substrat dan inhibitor bersaing
untuk mengikat pada sisi aktif enzim. Afinitas yang dimiliki inhibitor untuk mengikat sisi aktif enzim
lebih kuat daripada substrat. Akan tetapi, hal ini dapat diatasi dengan penambahan substrat secara
berlebih.

Inhibisi tidak Kompetitif (uncompetitive)


Inhibitor hanya mengikat pada kompleks enzim substrat diluar sisi aktif yang terbentuk setelah
substrat terikat pada sisi aktif enzim. Pengikatan substrat memodifikasi struktur enzim, sehingga
tersedia sisi pengikatan lain (sisi alosterik) bagi inhibitor. Terikatnya inhibitor pada sisi alosterik ini
mencegah pembentukan produk.

Inhibisi bukan Kompetitif (non-Competitive)


Bentuk dan ukuran inhibitor tidak sama seperti substrat. Inhibitor mengikat enzim atau kompleks
enzim substrat (ES) diluar sisi aktif. Pengikatan substrat tidak berubah, tetapi kompleks enzim
substrat inhibitor (ESI) tidak dapat membentuk produk.

Kamu telah membaca artikel berjudul Konsep Dasar Enzim. Share ke teman kamu dengan cara klik
tombol sosial media dibawah ini apabila artikel ini bermanfaat. Terima kasih.

Sumber referensi:
Hadi, Sofyan., Purkan., Afaf Baktir., Sri Sumarsih., dan Ni Nyoman Tripuspaningsih. 2005. Bahan
ajar: Biokimia I. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga: Surabaya

Peran enzim dalam metabolisme dan pemanfaatannya di bidang diagnosis dan


pengobatan dan Interaksi Mikroba dalam Tanah dan Pertumbuhan Tanaman
yang Sehat
Peran enzim dalam metabolisme dan pemanfaatannya di bidang diagnosis dan pengobatan
Enzim merupakan biomolekul yang mengkatalis reaksi kimia, di mana hampir semua enzim
adalah protein. Pada reaksi-reaksi enzimatik, molekul yang mengawali reaksi disebut
substrat, sedangkan hasilnya disebut produk. Cara kerja enzim dalam mengkatalisis reaksi
kimia substansi lain tidak merubah atau merusak reaksi ini.
Peran enzim dalam metabolisme
Metabolisme merupakan sekumpulan reaksi kimia yang terjadi pada makhluk hidup untuk
menjaga kelangsungan hidup. Reaksi-reaksi ini meliputi sintesis molekul besar menjadi
molekul yang lebih kecil (anabolisme) dan penyusunan molekul besar dari molekul yang
lebih kecil (katabolisme). Beberapa reaksi kimia tersebut antara lain respirasi, glikolisis,
fotosintesis pada tumbuhan, dan protein sintesis. Dengan mengikuti ketentuan bahwa suatu
reaksi kimia akan berjalan lebih cepat dengan adanya asupan energi dari luar (umumnya
pemanasan), maka seyogyanya reaksi kimia yang terjadi pada di dalam tubuh manusia
harus diikuti dengan pemberian panas dari luar. Sebagai contoh adalah pembentukan urea
yang semestinya membutuhkan suhu ratusan derajat Celcius dengan katalisator logam, hal
tersebut tidak mungkin terjadi di dalam suhu tubuh fisiologis manusia, sekitar 37 C. Adanya
enzim yang merupakan katalisator biologis menyebabkan reaksi-reaksi tersebut berjalan
dalam suhu fisiologis tubuh manusia, sebab enzim berperan dalam menurunkan energi
aktivasi menjadi lebih rendah dari yang semestinya dicapai dengan pemberian panas dari
luar. Kerja enzim dengan cara menurunkan energi aktivasi sama sekali tidak mengubah G
reaksi (selisih antara energi bebas produk dan reaktan), sehingga dengan demikian kerja
enzim tidak berlawanan dengan Hukum Hess 1 mengenai kekekalan energi. Selain itu,
enzim menimbulkan pengaruh yang besar pada kecepatan reaksi kimia yang berlangsung
dalam organisme. Reaksi-reaksi yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan di
bawah kondisi laboratorium normal dapat terjadi hanya dalam beberapa detik di bawah
pengaruh enzim di dalam tubuh.

Pemanfaatan enzim sebagai alat diagnosis


Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok:
1. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit
tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip
bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel
dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang
berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah
sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat
sedikir dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah
lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan,
maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya
membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal,
seperti keracunan bahan kimia (yang merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat
senyawa radikal bebas, infeksi (virus), berkurangnya aliran darah sehingga lisosom
mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya, atau terjadi perubahan komponen
membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing,
dan akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran
membrane.
Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan adalah
sebagai berikut:
Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi darah ke
glomerulus ginjal, sehingga renin akan menghasilkan angiotensin II dari suatu protein serum
yang berfungsi untuk menaikkan tekanan darah
Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga mencapai seratus kali
lipat (normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis, peningkatan
sampai dua puluh kali dapat terjadi pada penyakit mononucleosis infeksiosa, sedangkan
peningkatan pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.
Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali
menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.
2. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis.
Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda
(marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa
petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan
enzim sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih
spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur
kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan
ketepatannya dalam mengukur. Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah sebagai
berikut:
Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter globiformis dapat
digunakan untuk mengukur asam urat.
Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-oksidase yang
dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens.
Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan keracunan alcohol
dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan oleh
Saccharomyces cerevisciae, dan lain-lain.
3. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.
Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan
reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan
diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak
semua senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu,
pengenalan terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi
dalam memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh
penggunaannya adalah sebagai berikut:
Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), antibodi
mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim
akan mengikat senyawa yang sama. Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu
direaksikan dengan substrat enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh
dengan cara imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung
jumlah senyawa yang direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah
peroksidase, fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase, galaktosidase, dan asetil kolin
transferase.
Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat
atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak
dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan
dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.
Pemanfaatan enzim di bidang pengobatan
Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai obat,
pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan demikian suatu
efek tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan), serta manipulasi terhadap
ikatan protein-ligan sebagai sasaran pengobatan.
1. Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk
mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk
mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai
pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap. Contoh keadaan
defisiensi enzim yang bersifat sementara adalah defisiensi enzim-enzim pencernaan.
Seperti yang diketahui, enzim-enzim pencernaan sangat beragam, beberapa di antaranya
adalah protease dan peptidase yang mengubah protein menjadi asam amino, lipase yang
mengubah lemak menjadi asam lemak, karbohidrase yang mengubah karbohidrat seperti
amilum menjadi glukosa serta nuklease yang mengubah asam nukleat menjadi nukleotida.
Adapun defisiensi enzim yang bersifat menetap menyebabkan banyak kelainan, yang
biasanya juga disebut sebagai kelainan genetic mengingat enzim merupakan protein yang
ditentukan oleh gen. Contoh kelainan akibat defisiensi enzim antara lain adalah hemofilia.
Hemofilia adalah suatu keadaan di mana penderita mengalami kesulitan penggumpalan
darah (cenderung untuk pendarahan) akibat defisiensi enzim-enzim terkait penggumpalan
darah. Saat ini telah diketahui ada tiga belas faktor, sebagian besar adalah protease dalam
bentuk proenzim, yang diperlukan dalam proses penggumpalan darah. Pada penderita
hemofilia, terdapat gangguan/defisiensi pada faktor VIII (Anti-Hemophilic Factor), faktor IX,
dan faktor XI. Kelainan ini dapat diatasi dengan transfer gen yang mengkode faktor IX.
Diharapkan gen tersebut dapat mengkode enzim-enzim protease yang diperlukan dalam
proses penggumpalan darah.
2. Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa tertentu
digunakan untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan
dapat dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran
pengobatan, dapat dibagi menjadi terapi di mana enzim sel individu menjadi sasaran dan
terapi di mana enzim bakteri patogen yang menjadi sasaran.
a) Pada terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi, digunakan
senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat bersaing.
Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah:
Diabetes Melitus. Pada penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang diinduksikan adalah
akarbosa (acarbose), di mana akarbosa akan bersaing dengan amilum makanan untuk
mendapatkan situs katalitik enzim amilase (pankreatik -amilase) yang seyogyanya akan
mengubah amilum menjadi glukosa sederhana. Akibatnya reaksi tersebut akan terganggu,
sehingga kenaikan gula darah setelah makan dapat dikendalikan.
Penumpukan cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang mengatur
pertukaran H dan Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang keluar bersama urine,
sedangkan Na akan diserap kembali ke dalam darah. Adalah senyawa turunan sulfonamida,
yaitu azetolamida yang berfungsi menghambat kerja enzim tersebut secara kompetitif
sehingga pertukaran kation di tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion Na akan dibuang keluar
bersama dengan urine. Sifat ion Na yang higroskopis menyebabkan air akan ikut keluar
bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa keuntungan apabila terjadi penumpukan cairan
bebas di ruang antar sel (udem). Dengan kata lain senyawa azetolamida turut berperan
dalam menjaga kesetimbangan cairan tubuh.
Pengendalian tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase. Enzim renin-
EKA berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan menghasilkan produk angiotensin II,
sedangkan angiosintase bekerja terbalik dengan mengurangi aktivitas angiotensin II. Untuk
menghambat kenaikan tekanan darah, maka manipulasi terhadap kerja enzim khususnya
EKA dapat dilakukan dengan pemberian obat penghambat EKA (ACE Inhibitor).
Mediator radang prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat melibatkan dua enzim,
yaitu siklooksigenase I dan II (cox 1 dan cox II). Ada obat atau senyawa tertentu yang
mempengaruhi kinerja cox 1 dan cox II sehingga dapat digunakan untuk mengurangi
peradangan dan rasa sakit.
Dengan menggunakan prinsip pengaruh senyawa terhadap enzim, maka enzim yang
berfungsi untuk memecah AMP siklik (cAMP) yaitu fosfodiesterase (PD) dapat dihambat
oleh berbagai senyawa, antara lain kafein (trimetilxantin), teofilin, pentoksifilin, dan sildenafil.
Teofilin digunakan untuk mengobati sesak nafas karena asma, pentoksifilin digunakan untuk
menambah kelenturan membran sel darah merah sehingga dapat memasuki relung kapiler,
sedangkan sildenafil menyebabkan relaksasi kapiler di daerah penis sehingga aliran darah
yang masuk akan bertambah dan tertahan untuk beberapa saat.
Penyakit kanker merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah penyebarannya. Salah
satu cara untuk mencegah penyebarannya adalah dengan menghambat mitosis sel ganas.
Seperti yang diketahui, proses mitosis memerlukan pembentukan DNA baru (purin dan
pirimidin). Pada pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi yang melibatkan
formilasi (penambahan gugus formil) dari asam folat yang telah direduksi. Reduksi asam
folat ini dapat dihambat oleh senyawa ametopterin sehingga sintesis DNA menjadi tidak
berlangsung. Selain itu penggunaan azaserin dapat menghambat biosintesis purin yang
membutuhkan asam glutamate. 6-aminomerkaptopurin juga dapat menghambat
adenilosuksinase sehingga menghambat pembentukan AMP (salah satu bahan DNA).
Pada penderita penyakit kejiwaan, pemberian obat anti-depresi (senyawa) inhibitor
monoamina oksidase (MAO inhibitor) dapat menghambat enzim monoamina oksidase yang
mengkatalisis oksidasi senyawa amina primer yang berasal dari hasil dekarboksilasi asam
amino. Enzim monoamina oksidase sendiri merupakan enzim yang mengalami peningkatan
jumlah ada sel susunan saraf penderita penyakit kejiwaan.
b) Pada terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja, digunakan
prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang sama atau menjadi
bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu. Hal ini bertujuan
untuk melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang
dibidik adalah enzim mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah
penyakit-penyakit infeksi. Contoh terapi dengan menjadikan enzim mikroorganisme sebagai
sasaran kerja antara lain:
Pada penyakit tumor, sel tumor dapat dikendalikan perkembangannya dengan
menghambat mitosisnya. Mitosis sel tumor membutuhkan DNA baru (purin dan pirimidin
baru). Proses ini membutuhkan asam folat sebagai donor metil yang dapat dibuat oleh
mikroorganisme sendiri dengan memanfaatkan bahan baku asam p-aminobenzoat (PABA),
pteridin, dan asam glutamat. Suatu analog dari PABA, yaitu sulfonamida dan turunannya
dapat dimanfaatkan untuk menghambat pemakaian PABA untuk membentuk asam folat.
Penggunaan antibiotika, yaitu senyawa yang dikeluarkan oleh suatu mikroorganisme di
alam bebas dalam rangka mempertahankan substrat dari kolonisasi oleh mikroorganisme
lain dalam memperebutkan sumber daya, juga berperan dalam terapi. Contohnya adalah
penisilin, suatu antibiotik yang menghambat enzim transpeptidase yang mengkatalisis
dipeptida D-alanil D-alanin sehingga peptidoglikan di dinding sel bakteri tidak terbentuk
dengan sempurna. Bakteri akan rentan terhadap perbedaan tekanan osmotik sehingga
gampang pecah.
Perbedaan mekanisme sintesis protein antara mikroorganisme dan sel pejamu juga dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu prinsip terapi. Penggunaan antibiotika tertentu dapat
menghambat sintesis protein pada mikroorganisme. Contohnya antara lain:
Tetrasiklin yang menghambat pengikatan asam amino-tRNA pada situs inisiator subunit
30S dari ribosom sehingga asam amino tidak dibawa oleh tRNA.
Streptomisin yang berikatan langsung dengan subunit 50S dari ribosom sehingga laju
sintesis protein berkurang dan terbentuk protein yang tidak semestinya akibat kesalahan
baca kodon mRNA.
Kloramfenikol yang menyaingi mRNA untuk duduk di ribosom
Neomisin B yang mengubah pengikatan asam amino-tRNA ke kompleks mRNA ribosom.
3. Interaksi protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. Pengobatan dengan sasaran
interaksi protein-ligan mengacu kepada prinsip interaksi sistem mediator-reseptor, di mana
apabila mediator disaingi oleh molekul analognya sehingga tidak dapat berikatan dengan
reseptor, sehingga efek dari mediator tersebut tidak terjadi. Contoh pengobatan dengan
menjadikan interaksi protein-ligan sebagai sasarannya antara lain:
a) Pengendalian tekanan darah yang diatur oleh hormon adrenalin. Reseptor yang terdapat
pada hormon adrenalin, yaitu -reseptor dan -reseptor dapat dihambat oleh senyawa-
senyawa yang berbeda. Penghambatan pada -reseptor dapat menimbulkan efek
pelemasan otot polos dan penurunan detak jantung. Obat-obatan yang bekerja dengan cara
tersebut dikenal sebagai -blocker.
b) Penggunaan antihistamin untuk tujuan tertentu. Histamin merupakan turunan asam amino
histidin yang berperan sangat luas, mulai dari neuromediator, mediator radang pada kapiler,
meningkatkan pembentukan dan pengeluaran asam lambung HCl, kontraksi otot polos di
bronkus, dan lain-lain. Tidak jarang ketika misalnya terjadi peradangan yang memicu
pengeluaran histamin, terjadi efek-efek lain seperti sakit perut dan lain-lain. Untuk itu
dikembangkan senyawa spesifik yang mampu bekerja sebagai pesaing histamin, yaitu
antihistamin. Dengan adanya antihistamin ini, maka respon yang ditimbulkan akibat kerja
histamin dapat ditekan.

Interaksi Mikroba dalam Tanah dan Pertumbuhan Tanaman yang Sehat

Interaksi mikroba dalam tanah memegang peranan kunci dalam mengendalikan penyakit
tanaman secara biologis, pembusukan bahan-bahan organik, dan daur bahan-bahan
makanan pokok untuk tanaman. Jika kita memahami mekanisme ini dengan baik, maka kita
dapat menemukan suatu metode yang lebih efisien untuk menanam tanaman, baik tanaman
pangan maupun tanaman kebun.

Tetapi, sebelum kita membahas interaksi ini, pentinglah kita tegaskan kedudukan khas dari
tanaman dalam ekosistem mana pun. Tanaman adalah satu-satu organisme hidup yang
mampu secara langsung menggunakan tenaga matahari dan dalam proses ini tanaman
mengubah tenaga matahari itu menjadi bentuk-bentuk (tenaga) lain yang bermanfaat untuk
makhluk-makhluk hidup. Pigmen hijau atau klorofil yang terdapat pada daun tanaman
menangkap tenaga cahaya matahari dan kemudian terjadi suatu interaksi di dalam daun
dengan bantuan gas karbon dioksida yang terdapat dalam atmosfer yang menghasilkan
senyawa-senyawa karbon yang dapat dimanfaatkan oleh makhluk-makhluk hidup yang lain,
termasuk manusia, binatang, serangga dan jutaan mikro-organisme ketika makhluk-makhluk
itu memakan tanaman atau sisa-sisa tanaman.

Meskipun tanaman memiliki kemampuan khas menangkap tenaga matahari dan


mengubahnya menjadi tenaga kimiawi yang diperlukan untuk tumbuh, untuk
bermetabolisme dan menghasilkan bunga serta buah, tanaman juga memerlukan materi-
materi lain yang tidak dapat dihasilkan oleh tanaman itu sendiri. Misalnya, tanaman
memerlukan berbagai anasir, termasuk nitrogen, fosfor, belerang, kalsium, magnesium,
potassium dan anasir mikro lainnya. Tanah adalah tempat penampungan dari semua anasir
itu, tetapi untuk mendapatkan pasokan yang memadai, tanaman harus mengubah
lingkungannya di sekitar perakarannya agar dapat memobilisirnya. Cara yang paling penting
yang dilakukan oleh tanaman untuk mencapai kemampuannya ini adalah dengan
merangsang kegiatan mikroorganisme di dalam tanah yang berada di sekitar akar-akar dan
kemudian mikroba-mikroba itu meningkatkan pengangkutan sari-sari makanan. Tanaman
merangsang kegiatan mikroba dalam tanah dengan memberikan tenaga kimiawi dalam
bentuk cairan akar dan koran-kotoran yang dikeluarkan dari perakaran. Sayangnya, dalam
banyak metode konvensional yang diterapkan dalam pertanian, hubungan-hubungan ini
dirusak sehingga timbul masalah tak lancarnya pengangkutan sari-sari makanan ke dalam
tubuh tanaman dan menimbulkan penyakit tanaman.

Penelitian mutaakhir menunjukkan bahwa selama suatu tanaman hidup dan berkembang
sebanyak 25 persen tenaga kimia yang dihasilkan dari daun-daun dalam bentuk senyawa-
senyawa karbon ternyata hilang masuk ke dalam tanah di sekitar perakaran. Materi ini
hilang entah dalam bentuk cairan akar atau sel-sel tanaman yang layu lalu mati. Tanaman
telah bersusah payah menangkap tenaga matahari dan mengubahnya menjadi tenaga
kimiawi, tetapi kemudian seperempat tenaga itu hilang ke dalam tanah! Apakah bukan suatu
kesia-siaan? Bagaimana memahami hal semacam ini? Salah satu pandangan menyatakan
bahwa tak ada di dalam alam ini suatu ciptaan yang sepenuhnya sempurna, karenanya
dapat dikatakan bahwa akar-akar tanaman itu bocor dan kebocoran itu tak terelakkan. Saya
tak setuju dengan pemahaman ini. Sebab, jika suatu sistem makhluk hidup itu ternyata
bocor sampai memboroskan seperempat tenaga yang dihasilkan, maka masalahnya tentu
terletak pada tingkat bagaimana tenaga itu dihasilkan atau diproduksikan. Tentunya ada
suatu hal yang salah pada tingkat produksi. Padahal yang sesungguhnya terjadi tidaklah
demikian. Konsekuensinya, tak dapat dikatakan lain bahwa tenaga (yang hilang) itu
mestinya (telah) dimanfaatkan secara langsung oleh makhluk-makhluk lain yang ada di
sekitar perakaran, yaitu mikroorganisme. Jika tidak, mestinya evolusi sudah akan
menghasilkan suatu seleksi tanaman menuju ke jenis-jenis tanaman yang lebih mampu
bertahan dalam keadaan kekurangan tenaga.

INharr_MaRine
ingin berbagi semoga blog ini bermanfaat..
Inharrr

Sabtu, 26 Maret 2011


Enzim mikroorganisme
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Enzim merupakan polimer biologik yang mengatalisis lebih dari satu proses dinamik yang memungkinkan kehidupan seperti yang kita
kenal sekarang. Sebagai determinan yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim memainkan
peranan sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok energi serta unsur-unsur kimia
pembangunan tubuh (building blocks); perakitan building blocks tersebut menjadi protein, membran sel, serta DNA yang mengkodekan
informasi genetik; dan akhirnya penggunaan energi untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini dimungkinkan dengan adanya kerja
enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat. Sementara dalam keadaan sehat semua proses fisiologis akan berlangsung dalam cara
yang tersusun rapi serta teratur dan homeostatis tetap dipertahankan, homeostatis dapat mengalami gangguan berat pada keadaan
patologis. Sebagai contoh, cedera jaringan hebat yang mencirikan penyakit sirosis hepatis dapat menimbulkan gangguan berat pada
kemampuan sel membentuk enzim-enzim yang mengatalisis berbagai proses metabolisme penting seperti sintesis ureum.
Ketidakmampuan mengubah ammonia yang toksik menjadi ureum yang nontoksik sebagai akibat dari penyakit tersebut akan diikuti
dengan intoksikasi ammonia, dan akhirnya koma hepatikum. Suatu spektrum penyakit genetik langka tetapi yang sering sangat
menurunkan keadaan umum penderitanya dan kerap fatal, memberi contoh-contoh tambahan dramatis tentang konsekuensi fisiologis
drastis yang dapat menyertai gangguan terhadap aktivitas bahkan hanya satu enzim.

Menyusul suatu cedera jaringan berat (misal, infark jantung atau paru, cedera remuk pada anggota gerak) atau pertumbuhan sel yang
tidak terkendali (misal, karsinoma prostat), enzim yang mungkin khas bagi jaringan tertentu akan dilepas ke dalam darah. Dengan
demikian, pengukuran terhadap enzim intrasel ini didalam serum dapat memberikan informasi diagnostik dan prognostic yang tidak
ternilai bagi dokter.

BABII
PEMBAHASAN

Enzim diklasifikasikan berdasarkan tipe dan mekanisme reaksi

Satu abad lalu, baru ada beberapa enzim yang dikenal dan kebanyakan di antaranya mengatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen.
Semua enzim ini diidentifikasi dengan penambahan akhiran ase pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisisnya. Jadi, lipase
menghidrolisis lemak (Yunani lipos), amilase menghidrolisis pati (Yunani amylon), dan protease menghidrolisis protein. Meskipun
banyak sisa peristilahan ini masih tetap bertahan sampai sekarang, pemakaiannya sudah terbukti tidak memadai ketika ditemukan
berbagai enzim yang mengatalisis reaksi yang berbeda terhadap substrat yang sama, misal, oksidasi atau reduksi terhadap fungsi
alcohol suatu gula. Sementara akhiran -ase tetap digunakan, nama enzim yang ada sekarang ini lebih menekankan pada tipe reaksi
yang dikatalisisnya. Sebagai contoh, enzim dehidrogenase mengatalisis pengeluaran hidrogen, sementara enzim transferase
mengatalisis reaksi pemindahan gugus. Dengan semakin banyaknya enzim yang ditemukan, ketidakjelasan juga semakin tak
terelakkan, dan kerap kali tidak jelas enzim mana yang tengah dibicarakan oleh seorang penyelidik. Untuk mngatasi permasalahan
ini, International Union of Biochemistry (IUB) telah mengadopsi sebuah sistem yang kompleks tetapi tidak meragukan bagi peristilahan
enzim yang didasarkan pada mekanisme reaksi. Meskipun kejelasan dan pengurangan keraguan tersebut membuat sistem
nomenklatur IUB dipakai untuk ujian riset, nama yang lebih pendek tetapi kurang begitu jelas tetap digunakan dalam buku ajar dan
laboratorium klinik. Karena alasan tersebut, sistem IUB hanya disampaikan secara sepintas.

1) Reksi dan enzim yang mengatalisis reaksi tersebut membentuk enem kelas, masing-masing mempunyai 4-13 subkelas.

2) Nama enzim terdiri atas 2 bagian. Nama pertama menunjukkan substrat. Nama kedua, yang berakhir dengan akhiran ase,
menyatakan tipe reaksi yang dikatalisis.

3) Informasi tambahan, bila diperlukan untuk menjelaskan reaksi, dapat dituliskan dalam tanda kurung pada bagian akhir; misal, enzim
yang mengatalisis reaksi L-malat + NAD+ piruvat + CO2 + NADH + H + diberi nama 1.1.1.37 L-malat: NAD+ oksidoreduktase
(dekarboksilasi).
4) Setiap enzim mempunyai nomor kode (EC) yang mencirikan tipe reaksi ke dalam kelas (digit pertama), subkelas (digit kedua), dan
subsubkelas (digit ketiga). Digit keempat adalah untuk enzim spesifik. Jadi, EC 2.7.1.1 menyatakan kelas 2 (transferase), subkelas 7
(transfer fosfat), subsubkelas 1 (alcohol merupakan aseptor fosfat). Digit terakhir menyatakan heksokinase atau ATP: D-heksosa 6-
fosfotrasferase, sebuah enzim yang mengatalisis pemindahan fosfat dari ATP ke gugus hidroksil pada atom karbon keenam molekul
glukosa.

Enzim yang lengkap disebut holoenzim atau enzim konjugasi. Secara kimia, holoenzim tersusun atas 2 bagian yaitu:

Bagian protein disebut Apoenzim yang bersifat labil (mudah berubah) yang dipengaruhi oleh suhu dan keasaman.

Bagian yang bukan protein yang disebut dengan gugus prostetik (gugusan aktif). Gugus prostetik dibedakan
menjadi koenzim dan kofaktor. Koenzim berupa gugus organik yang pada umumnya merupakan vitamin, seperti vitamin B1, B2,
NAD+ (Nicotinamide Adenine Dinucleotide), NADP, FMN dan FAD, Cytokrom (cytokrom a, a3, b, b6, c dan f), plastoquinon, plastosianin
dan feredoksin. Kofaktor berupa gugus anorganik yang biasanya berupa ion-ion logam, seperti Cu2+, Mg2+, dan Fe2+. Beberapa jenis
vitamin seperti kelompok vitamin B merupakan koenzim. Koenzim dan kofaktor tahan terhadap panas dan mudah terdisosiasi dari
protein serta dapat dihilangkan Anabolisme merupakan proses pembentukan makromolekul dari molekul yang lebih sederhana.
Katabolisme merupakan proses pemecahan makromolekul yang lebih sederhana.

.A. Sifat Sifat Enzim

a. Enzim merupakan biokatalisator

b. Enzim bekerja secara spesifik

c. Enzim berupa koloid

d. Enzim dapat bereaksi dengan substrat asam dan basa

e. Enzim bersifat termolabil

f. Enzim bersifat reversibel

5. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Enzim

a. Suhu

Enzim pada suhu 0o tidak aktif juga tidak rusak. Jika suhu dinaikkan hingga batas optimum (manusia / hewan berdarah panas kurang
lebih 37oC dan hewan berdara dingin 25oC), dapat menyebabkan denaturasi protein yang berarti enzim rusak.

b. pH

Perubahan pH dapat mempengaruhi efektifitas sisi aktif enzim dalam membentuk enzim-substrat. Perubahan pH juga dapat
menyebabkan proses denaturasi sehingga menurunkan aktivitas enzim. Sebagian besar enzim manusia 6-8.

c. Konsentrasi Enzim

Penambahan konsentrasi enzim membuat kecepatan reaksi meningkat hingga

kecepatan konstan.

d. Zat zat pengiat / aktivator

Terdapat zat kimia yang dapat meningkatkan aktivitas enzim.

Contohnya garam logam alkali dalam kondisi encer.

e. Zat zat penghambat / inhibitor

Beberapa zat kimia dapat menghambat aktivitas enzim contohnya garam yang

mengandung merkuri dan cianida.

B. Peran enzim dalam metabolisme

Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologi. Karena
merupakan katalisator, maka enzim sering disebut biokatalisator. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia tetapi
tidak mengubah kesetimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi

1. Komponen enzim

Enzim adalah senyawa protein sederhana maupun protein kompleks yang bertindak sebagai katalisator spesifik. Enzim yang tersusun
dari protein sederhana jika diuraikan hanya tersusun atas asam amino saja, misalnya pepsin, tripsin, dan kemotripsin. Sementara itu
enzim yang berupa protein kompleks bila diuraikan tersusun atas asam amino dan komponen lain.

Enzim lengkap disebut holoenzim terdiri atas komponen protein dan nonprotein. Komponen protein yang menyusun enzim disebut
apoenzim. Penyusun enzim yang berupa komponen nonprotein dapat berupa komponen organik dan nonorganik. Komponen organik
yang terikat kuat disebut gugus prostetik. Sedangkan yang terikat lemah disebut koenzim.

Komponen anorganik yang terikat lemah pada protein enzim disebut kofaktor atau aktivator.
2. Cara kerja enzim

Salah satu ciri khas enzim yaitu bekerja secara spesifik artinya enzim hanya dapat bekerja pada substrat tertentu. Bagaimana cara
kerja enzim? beberapa teori berikut menjelaskan tentang cara kerja enzim.

a. lock and key theory

Teori ini dikemukakan oleh fischer. Enzim ini diumpakan sebagai gembok yang mempunyai bagian kecil dan dapat mengikat substrat.
Bagian enzim yang dapat berikatan dengan substrat disebut sisi aktif. Substrat diumpakan kunci yang dapat berikatan dengan sisi aktif
enzim. Selain sisi aktif pada enzim juga ditemukan adanya sisi alosterik. Sisi alosterik diibaratkan sebagai saklar. Apabila sisi alosterik
berikatan dengan penghambat konfigurasi enzim akan berubah sehingga aktivitasnya berkurang. Namun jika sisi alosterik berikatan
dengan aktivator maka enzim akan berikatan kembali.

b. induced fit theory

Sisi aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk substrat.

3. Penghambatan aktifitas enzim

Reaksi kimia yang dikatalisir enzim dapat mengalami gangguan atau hambatan.

Molekul atau ion yang menghambat kerja enzim disebut inhibitor. Inhibitor terbagi

dalam 3, yaitu:

1. Inhibitor Reversibel

Terdiri dalam 3 jenis:

a. Inhibitor kompetitif

Zat zat penghambat mempunyai struktur mirip dengan struktur substrat. Demikian zat penghambat dengan substrat saling berebut
untuk bergabung dengan sisi aktif enzim.

b. Inhibitor non kompetitf

Penghambatan ini dipicu oleh terikatnya zat penghambat pada sisi alosterik sehingga sisi aktif enzim berubah. Akibatnya substrat tidak
dapat berikat dengan enzim.

c. Inhibitor umpan balik

Hasil akhirnnya dapat menghambat kerja enzim sehingga reaksi kimia dapat berjalan dengan lambat.

2. Inhibitor Tidak Reversibel

Hambatan ini terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversibel dengan bagian tertentu pada enzim sehingga bentuk enzim berubah.
Perubahan bentuk enzim ini mengakibatkan berkurangnya aktifitas katalitik enzim. Hambatan ini juga disebabkan proses destruksi atau
modifikasai gugus enzim

3. Inhibitor Alosterik

Molekul zat penghambat tidak berikatan pada sisi aktif enzim melainkan pada sisi alosterik sehingga sisi aktif enzim tidak aktif lagi

dengan cara dialisis.

A. Sifat, struktur, klasifikasi

Sifat-sifat enzim

1. Enzim merupakan biokatalisator yang mempercepat reaksi kerja enzim

A. Mekanisme kerja

Kenapa enzim spesifik kerjanya (1 enzim untuk 1 langkah reaksi saja)? Faktanya karena model kerja enzim seperti kunci-anak kunci (lock
and key, oleh Emil Fischer).. INi berkaitan dengan tempat pengikatan substrat pada enzim yang berbentuik tiga dimensi, dengan interaksi si
enzim sama substrat melalui interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen. Akibat bentuk 3D yang khas ini, ga sembarang molekul ibsa nempel di
enzim itu.. Jadi model ini menjelaskan bahwa enzim bener-bener kaku, khususnya tempat pengikatan dengan substrat. Tapi ada juga
model selain kunci-anak kunci, yaitu modelInduced Fit oleh Daniel Koshland- , yang biloang kalau selama mengikat substrat, enzim
mengalami perubahan konformasi. Jadi strukturnya berubah sedikit, menyesuaikan gitu lah.. Walaupun masih spesifik, model ini ga
sekaku model kunci-anak kunci, dan katanya- lebih dianggaptepat daripada modelnya si Emil Fischer.

Metabolisme berasal dari kata metabole yang artinya perubahan. Berubah di sini memiliki 2 pengertian pertama berubah menjadi lebih
kompleks disebut anabolisme asimilasi atau sintesis. Berubah menjadi lebih sederhana disebut katabolisme/disimilasi
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Enzim merupakan katalisator yang mengatur kecepata berlangusngnaya berbagai proses fisiologik

2. Enzim yang mengatalisis reaksi yang melibatkan pemindahan gugus isomerisasi, oksido-reduksi, atau sintesis ikatan kovalen
memerlukan substrat yang dikenal dengan koenzim

3. Sebagian besar enzim bersifat sangat spesifik terhadap substratnya, koenzim serta tipe reaksi yang dikatalisisnya. Meskipun
demikian, beberapa enzim protease juga memecah ester. Bagi enzim yang bekerja pada substrat dapat pula ikut bereaksi, tetapi
umumnya dengan kecepatan yang lebih rendah.

4. Untuk menyelidiki struktur mekanisme kerja, dan pengaturan aktivitasnya, enzim harus dimurnikan hingga mencapai homogeneitas
sekitar 95%.

5. Penentuan lokasi enzim intrasel yang tepat disimpulkan lewat teknik histokimia dan fraksionasi sel, yang dirangkaiakn dengan
analisis enzimatik, terhadap sayatan jaringan atau fraksi homogenat sel, isozim, bentuk yang secara fisik berbeda pada enzim
nonfungsional di dalam serum menunjukan kerusakan pada jaringan tertentu manusia, dan memberikan informasi diagnostik seta
prognostic yang berharga.

B. SARAN

Peranan enzim dalam kesehatan sangat penting, untuk itu manusia hendaknya lebih menjaga kesehatan. Serta dalam ilmu mikrobiologi
laut. Dan kami penyusun mengharapkan masukan untuk penyempurnaan makalah ini.

Peranan mikroorganisme dalam berteknologi adalah sebagai berikut.

1. Penghasil Makanan atau Minuman


Mikroorganisme dapat dimanfaatkan untuk membuat tempe, oncom, makanan,
tuak, cuka, dan kecap. Saat ini, pembuatan bahan makanan tersebut dikembangkan
secara ilmiah dengan menggunakan teknologi yang lebih maju sehingga
menghasilkan produk yang berkualitas, seperti bir, anggur, yoghurt, roti, keju, dan
nata de coco.

Proses pembuatan tempe masih perlu ditingkatkan dengan berbagai penelitian


karena tempe memiliki kandungan zat gizi tinggi, terutama protein nabati dan
memiliki beberapa khasiat antara lain menurunkan kolesterol darah.

Beberapa jamur juga dapat digunakan menghasilkan zat warna, misalnya jamur
Neurospora sitophila sebagai penghasil warna merah dan orange, digunakan untuk
membuat oncom.

Bahan pewarna yang alami untuk makanan lebih aman dibandingkan pewarna
sintetik karena pada umumnya pewarna sintetik dapat menyebabkan keracunan.

Contoh mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan produk makanan,


antara lain:

a. Rhizopus oligospurus (pembuatan tempe)

b. Acetobacter xylinum (pembuatan nata de coco)


c. Saccharomyces cerevisiae (pembuatan roti dan tapai)

d. Penecilium camemberti dan Penecillium requeforti (keju)

e. Aspergillus wentii (pembuatan kecap)

f. Lactobacillus bulgaricus (keju dan yoghurt)

Gambar: Contoh mikroorganisme yang membantu sebagai penghasil makanan

2. Penghasil Protein Sel Tunggal (PST)


Mikroorganisme, seperti ganggang, jamur, maupun bakteri, dapat menghasilkan
protein. Protein ini berada di dalam sel, bukan merupakan bahan yang disekresikan
oleh sel.

a. Kelebihan PST

PST sangat menguntungkan karena dapat digunakan sebagai sumber protein. Hal ini
disebabkan karena:

1) Secara umum, organisme dapat membelah diri dengan cepat.

2) Tidak memerlukan lahan yang terlalu luas.

3) Dapat hidup di tempat limbah buangan, seperti selulosa, limbah minyak bumi,
atau limbah organik yang lain.

4) Mikroorganisme fotosintetik seperti ganggang dapat memanfaatkan energi


cahaya untuk digunakan sebagai penghasil PST.

Contoh protein sel tunggal adalah Spirulina dan Chorella.

b. Kekurangan PST

Ada beberapa kekurangan PST, antara lain:

1) PST mempunyai dinding sel yang terdiri atas selulosa, khususnya ganggang,
sedangkan manusia tidak dapat mencerna selulosa.

2) PST yang dihasilkan kurang menarik, seperti jeli.


3) Kandungan asam nukleat (DNA dan RNA) dari PST cukup tinggi dan sulit dicerna
serta dapat menimbulkan asam urat.

3. Penghasil Zat-Zat Organik


Beberapa mikroorganisme dapat menghasilkan zat-zat organik, seperti etanol, asam
cuka, asam sitrat, aseton, dan gliserol. Zat-zat organik itu dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, misalnya sebagai bahan minuman.

Untuk menghasilkan etanol (alkohol) dibutuhkan sel-sel ragi dengan bahan baku
karbohidrat, seperti singkong dan beras.

Adapun proses pembuatannya sering disebut dengan istilah fermentasi (proses


peragian). Proses ini berlangsung secara anaerobik dan menghasilkan karbon
dioksida dalam bentuk gelembung udara.

4. Penghasil Obat
Berbagai macam mikroorganisme bermanfaat sebagai penghasil obat-obatan,
contohnya Penicillium menghasilkan zat antibiotik yang mematikan mikroorganisme
lain, disebut penisilin.

Penisilin sangat penting karena dapat memberantas berbagai penyakit infeksi.


Namun, ada beberapa jenis bakteri yang kebal terhadap penisilin karena dapat
menghasilkan enzim yang dapat menghambat kerja penisilin.

5. Pemisahan Logam dari Bijihnya


Bakteri kemolitotrof merupakan salah satu bakteri yang mampu memisahkan logam
dari bijihnya. Bakteri ini hidup dari zat-zat anorganik, seperti besi dan belerang, dan
memperoleh energi dari pemecahan bahan kimia tersebut.

Energi tersebut digunakan untuk sintesis karbon dioksida dan air menjadi zat-zat
organik. Proses sintesis ini dikenal dengan sebutan kemosintesis.

Salah satu contoh bakteri pemisah logam ini adalah bakteri Thiobacillus ferooxidans
yang digunakan untuk mengekstraksi tembaga dari bijih tembaga. Bakteri ini
tumbuh subur dalam suasana asam dan tanpa zat organik.

Proses pemisahannya sebagai berikut:

1) Bijih logam tembaga berkualitas rendah yang dikenal sebagai larutan peluluh,
ditimbun. Disinilah banyak ditemukan bakteri.

2) Kemudian, ke dalam larutan itu ditambahkan larutan asam sulfat sehingga terjadi
reaksi antara tembaga dan asam sulfat membentuk tembaga sulfat (CuSO4).

3) Setelah itu, logam besi ditambahkan ke dalam larutan tersebut sehingga besi
akan bereaksi dengan tembaga sulfat untuk melepaskan tembaga tersebut.

4) Melalui proses tersebut diperoleh tembaga murni yang telah terpisah dari
bijihnya. Seluruh proses itu dibantu oleh bakteri Thiobacillus ferrooxidans.

6. Penghasil Energi
Saat ini, persediaan bahan bakar makin menipis. Oleh karena itu, para ahli berusaha
mencari solusi untuk menyelesaikan masalah energi melalui bioteknologi sehingga
dapat diperoleh energi yang aman dan tersedia secara lestari.

Salah satu energi yang dikembangkan melalui bioteknologi saat ini adalah biogas.
Biogas merupakan gas metana yang diproduksi oleh mikroorganisme di dalam
medium kotoran ternak.

Kotoran ternak dicerna oleh mikroorganisme menjadi gas metana yang kemudian
dialirkan ke rumah-rumah sebagai penghasil energi. Sedangkan, limbahnya dapat
digunakan sebagai pupuk.

Cara pembuatannya adalah campuran kotoran ternak dan air dimasukkan pada
tangki pengumpul, kemudian diaduk. Setelah rata, tangki pengumpul dimasukkan
ke dalam tangki pencerna.

7. Pengurai Limbah
Pengolahan limbah secara biologis merupakan pengolahan limbah dengan
menggunakan bakteri untuk mencerna limbah tersebut. Pengolahan limbah dengan
cara ini tidak membutuhkan biaya yang besar dan lebih ramah lingkungan.

Limbah industri harus diolah terlebih dahulu melalui Unit Pengolahan Limbah (UPL)
sebelum dikeluarkan ke lingkungan agar tidak terjadi pencemaran.

Dalam UPL biologis, bakteri pencerna dimasukkan ke dalam bak berisi limbah yang
diberi aerator (alat pemasok udara) untuk memasukkan oksigen yang berguna
untuk pernapasan bakteri secara aerobik.

Limbah akan terurai dan dapat dibuang ke lingkungan setelah air dipisahkan dari
endapan limbah yang tidak berbahaya.

Anda mungkin juga menyukai