Npm : 204110204
Kelas : AGROTEKNOLOGI 3 D
Enzim merupakan golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan
mempunyai fungsi penting sebagai biokatalisator pada reaksi-reaksi biokimia. Enzim
memiliki sifat yang khas yaitu sangat aktif walaupun dengan konsentrasi yang rendah, sangat
selektif dan tanpa temperatur dan tekanan yang tinggi. Kelebihan sifat yang dimiliki oleh
enzim tersebut menyebabkan reaksi yang dikatalisis secara enzimatik lebih efisien
dibandingkan reaksi yang dikatalisis oleh katalis kimia (Saktiwansyah, 2001).
Enzim dapat diproduksi oleh mikroba atau bahan lainnya seperti hewan dan
tumbuhan. Enzim juga dapat diisolasi dalam bentuk murni. Enzim merupakan senyawa
protein yang dapat mengkatalisis seluruh reaksi kimia dalam sistem biologis. Semua enzim
murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein. Aktivitas katalitiknya bergantung
kepada integritas strukturnya sebagai protein (Winarno, 1986).
E + S ES E + P
B. Struktur Enzim
Pada umumnya enzim tersusun dari protein. Protein penyusun enzim dapat berupa
protein sederhana atau protein yang terikat pada gugusan non-protein. Banyak enzim yang
hanya terdiri protein saja, misal tripsin. Dialisis enzim dapat memisahkan bagian-bagian
protein, yaitu bagian protein yang disebut apoenzim dan bagian nonprotein yang berupa
koenzim, gugus prostetis dan kofaktor ion logam. Masing-masing bagian tersebut apabila
terpisah menjadi tidak aktif. Apoenzim apabila bergabung dengan bagian nonprotein disebut
holoenzim yang bersifat aktif sebagai biokatalisator. Koenzim dan gugus prostetik berfungsi
sama.
Koenzim adalah bagian yang terikat secara lemah pada apoenzim (protein). Gugus
prostetik adalah bagian yang terikat dengan kuat pada apoenzim. Koenzim berfungsi
menentukan jenis reaksi kimia yang dikatalisis enzim. Ion logam merupakan komponen yang
sangat penting, diperlukan untuk memantapkan struktur protein dengan adanya interaksi antar
muatan.
Protein adalah bagian utama enzim yang dihasilkan sel, maka semua hal yang
dapat mempengaruhi protein dan sel akan berpengaruh terhadap reaksi enzimatik.
1. Substrat (reaktan)
Kecepatan reaksi enzimatik umumnya dipengaruhi kadar substrat.
Penambahan kadar substrat sampai jumlah tertentu dengan jumlah enzim yang tetap,
akan mempercepat reaksi enzimatik sampai mencapai maksimum. Penambahan
substrat selanjutnya tidak akan menambah kecepatan reaksi.
Kecepatan reaksi enzimatik juga dipengaruhi kadar enzim, jumlah enzim yang
terikat substrat (ES) dan konstanta Michaelis (Km). Km menggambarkan
mesetimbangan disosiasi kompleks ES menjadi enzim dan substrat. Nilai Km kecil
berarti enzim mempunyai afinitas tinggi terhadap substrat maka kompleks ES sangat
mantap, sehingga kesetimbangan reaksi kearah kompleks ES. Apabila nilai Km besar
berarti enzim mempunyai afinitas rendah terhadap substrat, sehingga kesetimbangan
reaksi kearah E + S.
2. Suhu
Seperti reaksi kimia pada umumnya, maka reaksi enzimatik dipengaruhi oleh
suhu. Kenaikan suhu sampai optimum akan diikuti pula oleh kenaikan kecepatan
reaksi enzimatik. Kepekaan enzim terhadap suhu pada keadaan suhu melebihi
optimum disebabkan terjadinya perubahan fisikokimia protein penyusun enzim.
Umumnya enzim mengalami kerusakan (denaturasi) pada suhu diatas 50oC.
Walaupun demikian ada beberapa enzim yang tahan terhadap suhu tinggi, misalnya
taka-diastase dan tripsin.
3. Kemasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Daya katalisis enzim menjadi rendah
pada pH rendah maupun tinggi, karena terjadinya denaturasi protein enzim. Enzim
mempunyai gugus aktif yang bermuatan positif (+) dan negatif (-). Aktivitas enzim
akan optimum kalau terdapat keseimbangan antara kedua muatannya. Pada keadaan
masam muatannya cenderung positif, dan pada keadaan basis muatannya cenderung
negatif sehingga aktivitas enzimnya menjadi berkurang atau bahkan menjadi tidak
aktif. pH optimum untuk masing-masing enzim tidak selalu sama. Sebagai contoh
amilase jamur mempunyai pH optimum 5,0, arginase mempunyai pH optimum 10.
d) Penghambat represor
Represor adalah hasil akhir suatu rangkaian reaksi enzimatik yang
dapat mempengaruhi atau mengatur pembentukan enzim-enzim pada reaksi
sebelumnya.
e) Penghambat alosterik
Penghambat alosterik adalah penghambat yang dapat mempengaruhi
enzim alosterik. Enzim alosterik adalah enzim yang mempunyai dua bagian
aktif, yaitu bagian aktif yang menangkap substrat dan bagian yang menangkap
penghambat. Apabila ada senyawa yang dapat memasuki bagian yang
menangkap penghambat maka enzim menjadi tidak aktif, senyawa
penghambat tersebut merupakan penghambat alosterik.
Struktur senyawa penghambat alosterik tidak mirip dengan struktur
substrat. Pengikatan penghambat alosterik pada enzim menyebabkan enzim
tidak aktif, sehingga substrat tidak dapat dikatalisis dan tidak menghasilkan
produk. Apabila enzim menangkap substrat maka penghambat tidak dapat
terikat pada enzim, sehingga enzim dapat aktif mereaksikan substrat menjadi
produk.
6. Penginduksi (induktor)
Induktor adalah suatu substrat yang dapat merangsang pembentukan enzim.
Sebagai contoh adalah laktosa dapat menginduksi pembentukan enzim beta
galaktosidase.
LITERATUR
https://www.kajianpustaka.com/2019/12/enzim-pengertian-jenis-aktivitas-pemurnian-dan-
aplikasinya.html
https://alhakimslank.blogspot.com/2011/01/enzim-mikroba.html
https://joesains.wordpress.com/2012/09/05/enzim-mikroba/