Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap makhluk hidup di bumi baik manusia maupun mikroorganisme (termasuk bakteri)
tersusun atas sel-sel yang berperan aktif dalam proses metabolisme. Dalam proses metabolisme
mikroba atau bakteri membutuhkan zat-zat seperti protein, karbohidrat, vitamin, dan bahan lainnya
untuk membantu proses metabolisme itu sendiri.
Sel dalam tubuh setiap makhluk hidup harus mampu mengatur lintasan-lintasan metabolik serta
dapat mengatur kecepatan reaksi, dengan cara memproduksi suatu katalisator dalam jumlah yang
sesuai dan tepat pada saat dibutuhkan. Katalisator tersebut dinamakan dengan enzim.
Enzim merupakan biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalisator dalam suatu
reaksi kimia organik. Suatu reaksi kimia yang berlangsung dengan bantuan enzim memerlukan
energi yang lebih rendah sehingga enzim juga berfungsi menurunkan energi aktivasi.
Seluruh kegiatan metabolisme berlangsung sangat cepat dan harus bekerja di dalam sel.
Dimana setiap mikroorganisme memiliki potensi genetik untuk memproduksi lebih dari 1000 enzim,
enzim harus dibentuk dalam jumlah yang tepat dan dalam sistem yang terkoordinasi dengan baik
sehingga sel dapat bekerja secara efisien.
Mikroorganisme dapat dengan cepat mengantisipasi perubahan lingkungan sehingga dapat
dengan segera memperbaiki sistem metabolismenya. Sistem tersebut terjadi pada level regulasi
aktivitas enzim.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah enzim sebagai protein alosterik?
2. Bagaimanakah hambatan umpan-balik?
3. Bagaimanakah aktivasi alosterik?
4. Bagaimanakah modifikasi kovalen enzim?
5. Bagaimanakah inaktivasi enzim?

1.3. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Enzim sebagai protein alosterik.
2. Hambatan umpan-balik.
3. Aktivasi alosterik.
4. Modifikasi kovalen enzim.
5. Inaktivasi enzim.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1. Regulasi Aktivitas Enzim
Enzim merupakan katalisator, dimana enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan
menurunkan energi aktivasi. Enzim akan bergabung sementara dengan reaktan sehingga mencapai
keadaan transisi dengan energi aktivasi yang lebih rendah daripada energi aktivasi yang diperlukan
untuk mencapai keadaan transisi tanpa bantuan katalisator atau enzim.
Katalisator didefinisikan sebagai percepatan reaksi kimia oleh beberapa senyawa dimana
senyawanya tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Enzim terikat sementara pada
reaktan yang dikatalisisnya,dan kembali seperti semula setelah terbentuk produk.
1. Struktur Enzim
Enzim merupakan protein tunggal atau gabungan dari protein dan senyawa non-protein
yang hanya dapat dihasilkan makhluk hidup, baik manusia maupun mikroorganisme.

Gambar 1. Struktur Enzim


(Sumber: http://materi78.files.wordpress.com/2013/06/enzim_bio3.pdf )

1) Apoenzim
Apoenzim adalah bagian enzim yang berupa senyawa protein yang mengandung binding
site, yaitu antara lain:
a. Sisi aktif adalah sisi yang berikatan dengan substrat. Substrat merupakan zat yang akan
dijadikan produk.
b. Sisi alosterik adalah sisi yang berikatan dengan kofaktor (aktivator) enzim. Sisi
alosterik dapat diganggu oleh inhibitor non-kompetitif yang ber-struktur sama dengan
kofaktor. Inhibitor akan mencegah enzim untuk mengubah-ubah bentuk sisi aktif.
2) Kofaktor/aktivator enzim

2
Kofaktor/aktivator enzim adalah bagian enzim berupa senyawa non-protein. Kofaktor
dapat mengubah-ubah bentuk sisi aktif sehingga substrat tertentu dapat menempel.
Macam-macam kofaktor enzim:
a. Koenzim adalah kofaktor berupa senyawa organik (vitamin) yang berikatan secara non-
kovalen dengan enzim. Contoh: koenzim NAD+.
b. Gugus prostetik adalah kofaktor berupa senyawa anorganik (mineral) yang berikatan secara
kovalen dengan enzim. Contoh: Cl- dan Ca2+ pada enzim amilase, Fe pada hemoglobin,
dan Mg pada klorofil.
Enzim yang telah berikatan dengan kofaktor disebut holoenzim. Sisi aktif dapat
diganggu oleh inhibitor kompetitif yang berstruktur sama dengan substrat. Inhibitor akan
mencegah substrat untuk berikatan. Sedangkan sisi alosterik dapat diganggu oleh inhibitor non-
kompetitif yang ber-struktur sama dengan kofaktor. Inhibitor akan mencegah enzim untuk
mengubah-ubah bentuk sisi aktif.

2. Sifat-Sifat Enzim
Adapun sifat-sifat enzim sebagai katalisator adalah sebagai berikut:
1) Terlibat dalam jalannya reaksi, namun jumlahnya tidak berubah.
2) Mempercepat laju reaksi, namun tidak mengubah komposisi produk.
3) Menurunkan energi aktivasi.
4) Hanya dapat mengkatalisis reaksi tertentu.
5) Dibutuhkan dalam jumlah sedikit.
6) Dapat dihambat zat tertentu.
7) Dapat bekerja dalam reaksi bolak-balik.

3. Mekanisme Kerja Enzim


Mekanisme kerja enzim meliputi dua teori, yaitu sebagai berikut:
1) Teori gembok dan kunci (lock and key)
Merupakan teori lama, yang mengatakan bahwa enzim dan substrat diibaratkan sebagai
gembok dan kunci, dimana suatu enzim hanya bekerja untuk satu jenis substrat saja,
dengan berikatan pada sisi aktif.
2) Teori kecocokan terinduksi (induced fit)
Menurut teori ini, enzim bekerja dengan beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
a. Kofaktor/aktivator enzim akan berikatan dengan sisi alosterik.

3
b. Kofaktor mengubah bentuk sisi aktif agar dapat mengikat substrat tertentu.
c. Substrat kemudian diubah menjadi produk dan lepas dari enzim.
d. Enzim dapat digunakan kembali untuk substrat berikutnya.

4. Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Aktivitas Enzim


Adapun faktor yang mempengaruhi metabolism aktivitas enzim antara lain adalah:
a. Pengaruh konsentrasi zat-zat yang berhubungan dengan enzim yaitu:
1) Konsentrasi enzim yang lebih besar dari substrat akan mempercepat laju reaksi
(mempercepat pembentukan produk).
2) Konsentrasi substrat yang lebih besar dari enzim akan menimbulkan konsentrasi
substrat jenuh (laju reaksi maksimum), yang menyebabkan ada substrat yang tidak
dikatalisis.
3) Konsentrasi inhibitor yang besar akan memperlambat laju reaksi (menghambat
pembentukan produk).
b. Suhu berpengaruh terhadap kerja enzim, yaitu:
1) Semakin tinggi suhu, maka energi kinetik substrat dan enzim meningkat, sehingga
mempermudah keduanya saling berikatan.
2) Aktivitas enzim meningkat pada suhu optimum sampai suatu suhu maksimum
(sekitar 40oC).
3) Suhu yang terlalu tinggi (>40oC) menyebabkan enzim tidak bekerja karena struktur
enzim rusak akibat mengalami denaturasi protein. Enzim yang mengalami
denaturasi tidak dapat digunakan kembali.
4) Suhu yang terlalu rendah (<30oC) menyebabkan enzim tidak bekerja karena enzim
mengalami inaktivasi. Enzim yang mengalami inaktivasi masih dapat digunakan
jika suhu kembali normal.
c. pH dapat mempengaruhi struktur protein pada sisi aktif, sehingga substrat untuk
berikatan. pH optimum enzim berbeda-beda, dan jika tidak pada pH optimum, enzim
dapat mengalami denaturasi protein. Contoh: enzim amilase bekerja pada pH netral
agak basa, enzim pepsinogen bekerja pada pH sangat asam, dan maltase bekerja pada
pH basa.

2.2. Enzim Sebagai Protein Alosterik


Istilah alosterik berasal dari bahasa Yunani "allo" yang berarti yang lain, dan "stereos" yang
berarti ruang atau sisi. Enzim alosterik adalah enzim yang memiliki sisi lain selain sisi katalitik.

4
Enzim alosterik mempunyai dua bagian aktif, yaitu bagian aktif yang menangkap substrat dan bagian
yang menangkap penghambat.

Apabila ada senyawa yang dapat memasuki bagian yang menangkap penghambat maka enzim
menjadi tidak aktif, senyawa penghambat tersebut merupakan penghambat alosterik. Struktur
senyawa penghambat alosterik tidak mirip dengan struktur substrat. Pengikatan penghambat alosterik
pada enzim menyebabkan enzim tidak aktif, sehingga substrat tidak dapat dikatalisis dan tidak
menghasilkan produk. Apabila enzim menangkap substrat maka penghambat tidak dapat terikat pada
enzim, sehingga enzim dapat aktif mereaksikan substrat menjadi produk.

Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa, yang biasanya jauh lebih besar dari katalisator
sintetik. Spesifisitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya, dan enzim mempercepat reaksi kimia
spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim ini bekerja dalam cairan larutan encer, suhu, dan
pH yang sesuai dengan kondisi fisiologis biologis.

Sifat-sifat enzim alosterik berbeda nyata dari enzim-enzim bukan pengatur (biasa). Adapun
perbedaannya antara lain sebagai berikut:

1. Seperti semua enzim, enzim alosterik memiliki sisi katalitik yang berikatan dengan substrat
dan mengubahnya, tetapi enzim ini juga memiliki satu atau lebih sisi pengatur atau alosterik
untuk mengikat metabolit pengatur, yang disebut modulator (pengatur) atau efektor. Sama
seperti sisi katalitik enzim yang bersifat spesifik bagi substiarnya, sisi alosterik bersifat
spesifik bagi modulator (pengatur)-nya.
2. Molekul enzim alosterik umumnya lebih besar dan lebih kompleks dibandingkan dengan
molekul enzim biasa. Kebanyakan enzim-enzim alosterik memiliki dua atau lebih rantai
atau subunit polipeptida.
3. Enzim alosterik biasanya memperlihatkan penyimpangan yang nyata dari tingkah laku
klasik Michaelis-Menten. Hal ini salah satu ciri yang pertama-tama membedakannya dari
enzim-enzim biasa.

Aktivitas katalisis enzim alosterik dapat distimulasi atau dihambat oleh suatu modulator.
Modulator dapat berupa modulator posiitif (untuk menstimulasi sisi aktif enzim) dan modulator
negatif (untuk mengambat sisi aktif enzim). Modulator dapat berupa produk akhir katabolisme atau
anabolisme, zat intemediet dari jalur metabolik, atau produk dari jalur metabolik lain.

Aktivitas enzim yang mengkatalisis pada tahap awal jalur metabolisme dihambat oleh hasil
akhir jalur ini. Namun hambatan seperti itu tidak tergantung pada kompetisi tempat ikatan substrat
pada enzim, karena struktur hasil akhir dan substrat biasanya berbeda. Kecuali, hambatan tergantung
pada kenyataan bahwa enzim yang diatur adalah alosterik: setiap enzim memiliki tidak hanya satu
5
tempat katalitik, yang mengikat substrat, tetapi juga satu atau lebih tempat lain yang mengikat
molekul pengatur yang kecil, atau efektor.

Pengikatan suatu efektor pada tempatnya menyebabkan perubahan konformasional pada enzim,
sehingga afinitas tempat katalitik untuk substrat direduksi (hambatan alosterik) atau ditingkatkan
(aktivasi alosterik). Protein alosterik biasanya oligomerik. Dalam beberapa hal, subunitnya identik,
masing-masing subunit memiliki tempat katalitik maupun tempat efektor; dalam hal lain subunitnya
berbeda, satu tipe hanya memiliki satu tempat katalitik dan yang lain hanya satu tempat efektor.

2.3. Hambatan/Inhibitor Umpan Balik


Inhibitor atau hambatan merupakan suatu molekul atau senyawa yang dapat menginhibisi atau
menghambat terjadinya suatu reaksi. Penghambatan umpan balik disebabkan oleh hasil akhir suatu
rangkaian reaksi enzimatik yang menghambat aktifitas enzim pada reaksi pertama. Hasil akhir reaksi
juga mempengaruhi pembentukan enzim, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Enzim a Enzim b Enzim c Enzim d


A B C D X

Keterangan: A, B, C, D : substrat enzim a,b,c,d.


X : hasil akhir reaksi enzimatik yang menghambat sintesis enzim a.
Gambar 2. Hambatan Umpan Balik Enzim
(Sumber: http://sumarsih07.files.wordpress.com/2007/12/buku_ajar_mikrobiologi.pdf )

Penghambatan umpan balik (Feedback Inhibition) adalah penumpukan produk akhir


menghambat kerja enzim pertama dalam rangkaian reaksi tersebut sehingga produksi enzim
selanjutnya ditunda
Mekanisme umum pada mikroorganisme untuk mengatur aliran karbon dalam jalur biosintesis
adalah paling efesien yang dapat dibayangkan. Hasil akhir pada tiap kasus menghambat secara
alosterik aktifitas enzim yang pertama dan hanya yang pertama pada jalur tersebut.
Misalnya langkah pertama dalam biosintesis isoleusin yang tidak melibatkan jalur lain adalah
perubahan L-threonine menjadi asam alfa keto butirat, yang dikatalisis oleh threonine deaminase.
Threonine deaminasi secara alosterik dan spesifik dihambat oleh L-isoleusin dan bukan oleh
senyawa lain, empat enzim lain pada jalur itu tidak terpengaruh meskipun sintesisnya ditekan, seperti
pada gambar dibawah ini:

6
L-Threonine

L- Threonine
deaminase

-Keto -Aceto-- --Dihydroxy- -Keto-- L-isoleucine


butyrate hydroxybutyrate -methylvalerate methylvalerate

E1 E2 E3 E4

Pyruvate -Aceto- --Dihydroxy- -Keto- L-valine


lactate isovalerate isovalerate

Gambar 3: Hambatan Umpan-Balik L-Threonin deaminase oleh L-isoleusin. Jalur biosintesis isoleusin dan valin diperantarai oleh
empat enzim. (Sumber: Mikrobiologi Kedokteran Hal: 132)

2.4. Aktivasi Alosterik


Sebagian besar enzim yang diregulasi secara alosterik terdiri dari dua atau lebih sub unit yang
masing-masing terdiri dari suatu rantai polipeptida dan memiliki situs aktifnya sendiri. Keseluruhan
kompleks berosilasi di antara dua bentuk yang berbeda yang satu aktif untuk katalisasi sementara
yang satu lagi tidak.
Aktivator adalah suatu zat yang dapat mengaktifkan enzim yang semula belum aktif. Enzim
yang belum aktif disebut pre-enzim atau zymogen (simogen). Kofaktor dapat berbentuk ion-ion dari
unsur H, Fe, Cu, Mg, Mo, Zn, Co, atau berupa koenzim, vitamin, dan enzim lain. Dalam beberapa
hal, adalah menguntungkan bagi sel bila hasil akhir atau suatu perantara mengaktifkan enzim tertentu
daripada menghambatnya.
Pada pemecahan glukosa oleh E. coli, misalnya, produksi yang berlebihan glukosa 6-fosfat dan
fosfoenolpiruvat menandai pengalihan beberapa glukosa ke jalur sintesis glikogen; hal ini dilakukan
dengan aktivasi alosterik enzim yang mengubah glukosa 1-fosfat menjadi ADP glukosa, seperti pada
gambar dibawah ini:

Glukosa

7
Glukosa 6-fosfat Glukosa 1-fosfat ADP-Glukosa

Fruktosa 6-fosfat Glikogen

ADP
Fruktosa 1.6 di fosfat

3-Fosfagliserat

3-Fosfoenolpiruvat

AMP
Piruvat
Gambar 4: Penggunaan pemanfaatan glukosa oleh kombinasi aktivasi alosterik dan hambatan alosterik.
(Sumber: Mikrobiologi Kedokteran Penerbit Salemba Medika, Hal: 133)

2.5. Modifikasi Kovalen Enzim

Modifikasi kovalen merupakan modifikasi aktivitas enzim banyak enzim melalui


pembentukan ikatan kovalen antara lain:
1. Metilasi (penambahan gugus metil)
2. Hidroksilasi (penambahan gugus hidroksil)
3. Adenilasi (penambahan asam adenilik)
4. Fosforilasi (penambahan gugus fosfat)
Fosforilasi merupakan modifikasi kovalen paling banyak digunakan untuk mengatur enzim
pada gugus hidroksil dari serin, treonin atau tirosin, yang dilakukan dengan bantuan enzim protein
kinase. Difosforilasi pada enzim terjadi karena perpindahan gugus fosfat dari gugus hidroksil pada
serin, threonine ataupun tirosin, yang dilakukan oleh enzim fosfatase.
Sifat pengaturan beberapa enzim diubah oleh modifikasi kovalen suatu protein. Misalnya,
tanggapan glutamine sintetase terhadap efektor metabolisme diubah oleh adenililasi, perlekatan
kovalen ADP pada rantai samping tirosil khusus yang berada dalam masing-masing subunit enzim.
Enzim yang mengontrol adenililasi juga dikontrol oleh modifikasi kovalen. Aktifitas enzim lain
diubah oleh fosforilasinya.
Berbagai gugus kimia pada enzim dapat dimodifikasi menjadi reversible (dapat bolak balik)
dan kovalen. Seperti modifikasi yang dapat menyebabkan pertukaran aktivitas enzim.

8
Gambar 5. Modifikasi Kovalen Enzim (Sumber: http://www.personalas.ktu.lt/2011/julivan/MF/
preclinical/studies/Lecture/regulation-enzyme-activity.pdf )

2.6. Inaktivasi Enzim


Aktivitas beberapa enzim dihilangkan oleh hidrolisisnya. Proses ini dapat diatur dan kadang-
kadang ditandai dengan modifikasi kovalen enzim yang telah ditujukan untuk pergerakan. Enzim
tersusun atas dua bagian. Apabila enzim dipisahkan satu sama lain akan menyebabkan enzim tidak
aktif.
Inaktivasi enzim dilakukan dengan mekanisme feed back negative (inhibitor). Menurut
Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat menghambat
aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim
sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu
(Winarno, 1989).
Inhibitor kompetitif memiliki struktur yang mirip dengan substrat, dimana inhibitor akan
terikat secara irreversible pada sisi aktif. Apabila terbentuk ikatan kovalen antara inhibitor dan
enzim, maka substrat akan di blok dari sisi aktifnya, sehingga konsentrasi substrat akan meningkat
dan tidak dapat menahan inhibisi, hal ini menyebabkan enzim inaktif.

Inhibitor irreversibel dimana inhibitor ini berikatan dengan sisi aktif enzim secara kuat
sehingga tidak dapat terlepas. Enzim menjadi tidak aktif dan tidak dapat kembali seperti semula
(irreversible).

BAB III
PENUTUP
9
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Enzim adalah suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisator, senyawa
yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia dalam tubuh mahluk hidup.
2. Mekanisme kerja enzim dapat dijelaskan melalui teori kunci gembok (lock and key)dan
teori ketetapan induksi (induced fit).
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi kerja enzim antara lain suhu, ph (derajat keasaman),
dan inhibitor.
4. Enzim alosterik adalah enzim yang memiliki sisi lain selain sisi katalitik. Enzim alosterik
mempunyai dua bagian aktif, yaitu bagian aktif yang menangkap substrat dan bagian yang
menangkap penghambat.
5. Penghambatan umpan balik disebabkan oleh hasil akhir suatu rangkaian reaksi enzimatik
yang menghambat aktifitas enzim pada reaksi pertama.
6. Aktivator adalah suatu zat yang dapat mengaktifkan enzim yang semula belum aktif.
Enzim yang belum aktif disebut pre-enzim atau zymogen (simogen).
7. Modifikasi kovalen merupakan modifikasi aktivitas enzim banyak enzim melalui
pembentukan ikatan kovalen
8. Inaktivasi enzim dilakukan dengan mekanisme feed back negative (inhibitor).

3.2. Saran
Dengan pembuatan makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mahasiswa mengenai regulasi aktivitas enzim serta dapat diterapkan dan berguna didalam dunia
pekerjaan khususnya dibidang kesehatan dimasa yang akan datang.

10

Anda mungkin juga menyukai