Anda di halaman 1dari 20

HASIL KEBUNTINGAN INDUK SAPI SIMPO YANG

DIINSEMINASI SEMEN BEKU SIMENTHAL


DAN BRAHMAN

MAKALAH KOLOKIUM

OLEH
SYAIFUL HUSNA

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
HASIL KEBUNTINGAN INDUK SAPI SIMPO YANG
DIINSEMINASI SEMEN BEKU SIMENTHAL
DAN BRAHMAN

Oleh
Syaiful Husna
23010121420027

Disetujui Oleh:

No Registrasi :

Ketua Program Sudi


Magister Ilmu Ternak

Sugiharto, S.Pt., M.Sc., Ph.D.

ii
HASIL KEBUNTINGAN INDUK SAPI SIMPO YANG
DIINSEMINASI SEMEN BEKU SIMENTHAL
DAN BRAHMAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan kebuntingan sapi


betina Simpo yang di inseminasi buatan dengan semen beku Simenthal dan yang
di inseminasi buatan dengan semen beku Brahman. Materi yang akan digunakan
dalam penelitian ini induk sapi Simpo betina yang di inseminasi buatan dengan
semen beku Simenthal dan semen beku Brahman. Materi ditentukan secara
purposive sampling dengan kriteria yang di inseminasi buatan pada 1 Januari
2021 sampai 28 Pebruari 2022 yang mempunyai data sekunder yang lengkap
sesuai tujuan penelitian yaitu catatan body condition score (BCS), ada nilai lendir
dan ereksi servic waktu berahi, catatan laporan ada tidaknya beranak sampai
dengan tanggal 31 Desember 2022 dan catatan laporan ada tidaknya ganggungan
reproduksi dari setiap materi penelitian. Parameter penelitian kebuntingan dari
materi penelitian dari setiap BCS dan nilai berahi pada kelompok materi. Data
hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif berdasarkan persentase
kebuntingan dari setiap pelaksanaan dan repeat breeder inseminasi Buatan, BCS
dan nilai berahinya.
Kata kunci : Sapi Simpo, semen beku, Simenthal, Brahman, body condition
score, kebuntingan.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan pangan
berupa daging. Sapi potong banyak dipelihara masyarakat karena memiliki nilai
ekonomi tinggi. Bangsa sapi potong yang banyak dikembangkan di Indonesia
berasal dari keturunan sapi Bos Indicus yang merupakan sapi daerah tropis yaitu
Brahman, Ongole dan Peranakan Ongole (PO). Dalam usaha peningkatan
produktivitas sapi potong melalui perbaikan mutu genetik, pemerintah banyak
mendatangkan sapi Bos Taurus yang merupakan sapi bangsa sub-tropis seperti
sapi Simenthal dan Limousin untuk disilangkan dengan sapi lokal di Indonesia
yang perkawinannya menggunakan teknologi inseminasi buatan. Inseminasi
Buatan (IB) pada sapi merupakan cara memasukan sperma kedalam organ
reproduksi sapi betina yang sedang berahi menggunakan alat khusus yang disebut
gun insemination.
Peternak sapi di wilayah Kabupaten Batang sebanyak 10.158 orang,
memelihara lebih banyak betina Simpo (persilangan Simenthal dengan peranakan
Ongole) mencapai 77,63 % yaitu 17.963 ekor (Laporan Dinas Kelautan Perikanan
dan Peternakan Kabupaten Batang, 2021). Sapi betina Simpo yang mempunyai
kelemahan sulit menjadi bunting apabila di Inseminasi Buatan menggunakan
semen beku Simenthal murni. Berdasarkan penelitian pendahuluan dari laporan
inseminator tahun 2021 di desa wanar kecamatan Tersono, sapi betina Simpo
yang di Inseminasi Buatan dengan semen beku Simenthal selama tahun 2021 dari
51 ekor yang bunting hanya 29 Ekor atau 57%, semakin tinggi kandungan
genetik simental semakin sulit bunting.
Kegagalan bunting pada sapi betina Simpo yang di Inseminasi Buatan
dengan semen beku Simenthal dapat diperbaiki dengan cara betina Simpo di
Inseminasi Buatan dengan semen beku Brahman. Berdasarkan penelitian
pendahuluan sapi betina Simpo yang di Inseminasi Buatan dengan semen beku

1
Brahman di kecamatan Tersono selama tahun 2021 dari 49 ekor yang bunting 34
ekor atau keberhasilannya 69 %. Berdasarkan Keberhasilan Inseminasi Buatan
sapi betina Simpo yang di Inseminasi Buatan dengan Semen beku Simenthal dan
Inseminasi Buatan semen beku Brahman tersebut, sangat perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut agar dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk peningkatan
keberhasilan Inseminasi Buatan sapi pada umumnya, khususnya sapi Simpo di
Kabupaten Batang.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan kebuntingan sapi


betina Simpo yang di Inseminasi Buatan dengan semen beku Simenthal dan yang
di Inseminasi Buatan dengan semen beku Brahman.

1.3. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu :


a. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Batang diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan inseminasi buatan sapi
Simpo khususnya dan sapi potong umumnya
b. Bagi peternak sapi potong kabupaten batang diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan memberi penghasilan yang lebih
cepat dengan menghasilan anak sapi potong yang pelihara lebih tinggi.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah hasil kebuntingan dari masing-masing


inseminasi buatan dengan semen beku Simenthal dan Brahman mempunyai
kecenderungan berbeda.

2
1.5. Kerangka Pemikiran

Evaluasi Keberhasilan IB pada betina Simpo


dengan Simenthal dan Brahman

Keberhasilan IB Keberhasilan IB
pada nilai berahi pada nilai berahi
dan IB ke dan IB ke

Simpo: kelompok
Simpo: kelompok
BCS 1-3, 4-6 dan 7-
BCS 1-3, 4-6 dan 7-
9
9

Evaluasi IB pada betina Evaliasi IB pada betina


simpo dengan Simenthal Simpo dengan Brahman

Perlu Perbaikan untuk meningkatkan


hasil IB pada betina Simpo

Keberhasilan IB pada betina


Simpo dengan Simenthal rendah
(57%) sedangkan dengan
Brahman lebih tinggi (69%)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Simpo

Sapi Simpo merupakan sapi hasil persilangan antara sapi Simenthal jantan
dengan sapi PO betina. Sapi ini mempunyai karakteristik diantara sapi Simenthal
dengan sapi PO. Sapi Simpo mempunyai ciri-ciri yakni 1) warna bulu penutup
badan mempuyai variasi dari putih hingga coklat kemerahan, 2) warna kipas ekor,
lingkar mata, ujung hidung, dan tanduk terdapat warna hitam dan coklat
kemerahan, 3) profil kepala datar panjang dan lebar, dahi berwarna putih, 4) tidak
memiliki kalasa, 5) ada gelambir kecil, 6) pertulangan besar, postur tubuh panjang
dan besar, warna tracak bervariasi dari hitam dan coklat kemerahan (Trifena et al.,
2011)
Sapi Simpo sering dijumpai mengalami siklus estrus yang tidak normal,
seperti siklus estrus pendek, siklus estrus panjang, nymphomania, dan silent heat
(birahi tenang). Siklus estrus pendek pada sapi Simpo biasanya terjadi tanpa
adanya tanda-tanda birahi yang mudah diamati. Kejadian nymphomania pada sapi
Simpo ditandai dengan estrus yang terlihat terus menerus atau estrus dengan
interval yang tidak teratur, serta sering keluar banyak mukus dari vulva
(Soeharsono et al., 2010).
Sapi Simpo disukai oleh peternak karena keturunannya lebih besar dan
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan sapi lokal lainnya. Pada usia 2,5 tahun,
seekor sapi keturunan Simenthal dapat memiliki berat hingga 1.000 kilogram
(Sutarno dan Setyawan, 2016).

2.2. Sapi Simenthal

Sapi Simenthal berasal dari lembah Simme di Swiss, berwarna merah


bervariasi mulai dari yang warna gelap sampai hampir kuning dengan totol-totol
serta mukanya berwarna putih. Sapi Simenthal terkenal karena menyusui anak

4
dengan baik, pertumbuhan cepat, serta badan panjang dan padat. Sapi Simenthal
berukuran besar baik pada kelahiran, penyapihan maupun saat mencapai dewasa
(Blakely dan Bade, 1991).
Sapi Simenthal merupakan salah satu ras sapi tertua di dunia yang bertahan
hingga saat ini. Sapi Simenthal telah didomestikasi sejak abad ketiga belas dan
telah berkontribusi pada penciptaan breed baru lainnya. Sapi Simenthal di negara
asalnya dipelihara sebagai penghasil susu, daging sapi, dan sebagai hewan
pekerja. Sapi simenthal telah didistribusikan ke banyak tempat, antara lain ke
Italia pada tahun 1400-an. Namun, pemuliaan skala besar dimulai pada tahun
1960 di Amerika Serikat. Pada tahun 1972, sapi Simenthal diekspor ke Australia
dan Selandia Baru. Pada tahun 1985, sapi Simenthal dan semen bekunya tiba di
Indonesia dari Australia. Sapi Simenthal merupakan hewan subtropis, maka di
Indonesia breed murninya hanya dipelihara untuk diambil semennya di Balai
Inseminasi Buatan milik Pemerintah. Sapi Simenthal memiliki tubuh berotot dan
kokoh, pertumbuhan otot cepat, menghasilkan karkas sapi rendah lemak
berkualitas tinggi, dan berat sapi dewasa dapat melebihi 1.000 kilogram. Sapi
Simmental umumnya berwarna hitam karena seleksi di Amerika Serikat pada
tahun 1970-1980, namun breed spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki
wajah kuning kecoklatan atau merah, dengan kaki bagian bawah putih dan ujung
ekor putih, mirip dengan breed murni di negara asalnya (Sutarno dan Setyawan,
2016).

2.3. Sapi Brahman

Sapi Brahman adalah salah satu ternak penghasil daging yang unggul dan
sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Salah satu upaya untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi daging pada masyarakat Indonesia adalah dengan
peningkatan produksi daging. Peningkatan kualitas sapi Brahman di Indonesia
dapat dilakukan dengan perbaikan manajemen pemeliharaan ternak dan
peningkatan mutu genetik dengan Inseminasi Buatan pada ternak potong (Rianto,
2004 ). Sapi Brahman adalah keturunan sapi Zebu atau Bos indicus yang
berkembang pesat di Amerika Serikat yang beriklim tropis, kemudian Sapi
5
Brahman dikembangbiakkan di Australia dan New Zeeland dengan meningkatkan
mutu genetiknya. Sapi Brahman kemudian di ekspor ke beberapa negara termasuk
di Indonesia (Susilawati , 2013)
Brahman adalah jenis sapi potong dengan pertambahan bobot badan harian
dan persentase karkas yang tinggi. Sapi Brahman terkenal dengan tingkat
pertumbuhannya yang baik dan mudah dipelihara di daerah tropis . Selain itu,
bangsa sapi ini menunjukkan sifat pertumbuhan yang baik bahkan saat diberi
pakan berkualitas rendah (Bramastya et al, 2021).

2.4. Pemeliharaan Sapi

Peternak di Kabupaten Batang masih menerapkan cara tradisional dalam


beternak sapi dengan pengetahuan yang rendah tentang aspek reproduksi. Tingkat
keberhasilan produksi sapi yang rendah akan memberikan kontribusi yang rendah
pula terhadap ketahanan pangan dan pendapatan rumah tangga (Nyamushamba et
al., 2017)
Cara pemeliharaan secara tradisional oleh peternak di Kabupaten Batang
diantaranya beternak sebagai usaha sampingan saja, rata rata kepemilikan hanya
2,3 ekor per peternak, kandang masih menempel dengan rumah, walaupun
pemberian hanya rumput tetapi proses reproduksi sapi betina berjalan dengan
baik, yang terbukti permintaan pelayanan IB oleh peternak selalu ada dan jarang
terjadi keluhan yang sapinya tidak berahi (Dinas Kelautan Perikanan dan
Peternakan Kabupaten Batang, 2021).
Nilai Body Condition Score (BCS) sapi Simpo di Kabupaten Batang sangat
bervariasi, terdapat semua skor dari 1 sampai 9. Body Condition Score atau dalam
bahasa Indonesia (Nilai Kondisi Tubuh) adalah metode penilaian subyektif
menggunakan penglihatan dan perabaan untuk menduga cadangan lemak tubuh
(Juliana et al., 2015). Menurut Parish dan Rhinehart ( 2016) Penilaian Body
Condition Score (BCS) dilakukan dengan pengamatan dan perabaan sapi dengan
deskripsi sebagai berikut :

6
BCS 1 :lemak yang teraba yang terdeteksi di atas spinous processes, transverse
processes , tulang rusuk, atau hooks. Tailhead dan tulang rusuk tampak
sangat menonjol.
BCS 2 :hewan masih agak kurus tetapi ekor dan tulang rusuknya kurang
menonjol. Spinous processes individu masih tajam saat disentuh.
Beberapa penutup jaringan hadir di atas tulang rusuk ke arah atas
punggung
BCS 3 : masing-masing rusuk termasuk tulang depan mudah dikenali tetapi
tidak begitu tajam saat disentuh. Beberapa lemak dapat dirasakan di
sepanjang tulang belakang dan di atas tailhead. Beberapa penutup
jaringan hadir di atas tulang rusuk ke arah atas punggung
BCS 4 : rusuk individu mungkin tidak terlihat jelas. Spinous processes individu
dapat dirasakan saat dipalpasi tetapi terasa membulat daripada tajam.
Beberapa penutup lemak hadir di atas tulang rusuk, dan transverse
processes dan hooks.
BCS 5 : keseluruhan penampilan secara umum baik. Penutup lemak di atas
tulang rusuk terasa kenyal. Penutup lemak yang teraba ada di kedua sisi
tailhead
BCS 6 : yang teraba ada di atas tulang rusuk dan di sekitar tailhead, tekanan
kuat diperlukan untuk merasakan spinous processes.
BCS 7 :lemak yang cukup besar hadir dengan tampilan keseluruhan yang
berdaging. Penutup lemak di atas tulang rusuk dan di sekitar tailhead
sangat kenyal. Lemak mungkin mulai terbentuk di sepanjang tailhead.
BCS 8 : hewan itu sangat berdaging dan tampak terlalu berkondisi. Palpasi
spinous processes hampir tidak mungkin. Timbunan lemak besar terdapat
di atas tulang rusuk dan di sekitar tailhead. Lemak di sekitar tailhead
terlihat jelas
BCS 9 : keseluruhannya kotak-kotak dengan lapisan lemak yang sangat tambal
sulam dan tidak merata. Tailhead dan hooks terkubur dalam jaringan
lemak dengan pones lemak menonjol. Struktur tulang tidak lagi terlihat

7
dan hampir tidak teraba. Deposit lemak yang besar bahkan dapat
mengganggu mobilitas hewan.

2.5. Inseminasi Buatan

Salah satu solusi untuk menjawab tantangan produktivitas daging sapi


adalah dengan meningkatkan reproduksi sapi dengan intervensi teknologi seperti
Inseminasi Buatan (Thundathil et al., 2016). Inseminasi Buatan sebagai teknologi
reproduksi telah diterapkan tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas tetapi
juga untuk mewujudkan keuntungan genetik yang cepat (Mwanga et al., 2018).
Inseminasi buatan merupakan cara yang banyak digunakan oleh masyarakat
untuk perkawinan, di samping karena praktis juga dapat mengurangi resiko
penyebaran penyakit. Inseminasi Buatan merupakan program yang telah dikenal
oleh peternak sebagai teknologi reproduksi ternak yang efektif. Akseptor
Inseminasi Buatan dapat di jadikan ukuran keberhasilan dari program Inseminasi
Buatan dengan naiknya jumlah akseptor Inseminasi Buatan tiap tahun dan
penyebaran penerapan teknologi Inseminasi Buatan. Kelebihan Inseminasi Buatan
selain untuk pencegahan terhadap penyebaran penyakit kelamin menular, juga
untuk menjalin hubungan yang lebih dekat antara Dinas Peternakan dengan para
peternak. Perkawinan dengan Inseminasi Buatan dapat meningkatkan
keberhasilan kebuntingan karena Inseminasi Buatan merupakan salah satu
teknologi reproduksi dalam pengembangan ternak yang dapat memberikan
gambaran bahwa penggunaan Inseminasi Buatan dapat lebih efisien dan lebih
efektif (Thundathil et al., 2016).
Teknologi Inseminasi Buatan juga dapat diakses oleh peternak kecil dengan
biaya yang relatif terjangkau dan dapat menghasilkan keturunan yang lebih sehat
(Rathod et al., 2017). Semen beku Simenthal, Limousin, Ongole Grade (PO), dan
Brahman sering menjadi pilihan para peternak khususnya peternak di Provinsi
Jawa Tengah. Oleh karena itu, peternak harus memutuskan untuk memilih hanya
satu jenis semen beku yang cocok untuk sapi mereka (Agustine et al, 2019).

8
Pelaksanaan Inseminasi Buatan pada sapi milik peternak melalui standart
operasional prosedur Inseminasi Buatan, yaitu
1. Laporan permintaan Inseminsi Buatan dari peternak. Laporan dari peternak
sapi kepada inseminator melalui telepon, SMS, whatsapp atau datang ke
Puskeswan pada saat ternak sapinya sedang berahi.
2. Melakukan anamnesa sebelum pemeriksaan. Sebelum melakukan
pemeriksaan sebaiknya ditanyakan sejarah perkawinan sapi termasuk tanggal
kelahiran terakhir, jumlah perkawinan dan informasi kelainan atau penyakit
sebelumnya yang mempengaruhi organ reproduksi.
3. Melakukan pemeriksaan akseptor sesuai prosedur
a. Rabalah vulva ( terasa hangat)
b. Lihatlah vulva (berwarna kemerahan, bengkak)
c. Nilailah keluarnya lendir dan ereksi servic
d. Amatilah tingkah laku akseptor (berahi diam bila dinaiki ternak lain)
e. Perhatikan akseptor yang terlihat gelisah dan nafsu makan berkurang
f. Berilah skor BCS nya
4. Menyiapkan alat dan bahan seperti container lapangan yang berisi semen
beku dan N2 cair, pinset, gun IB, gunting, plastik sheat, handuk dan ember
berisi air
5. Mendeposisikan semen secara tepat dengan urutan
a. Lakukan thawing straw dengan memasukkan ke dalam air 50 C selama 5-6
menit lalu gosok dengan telapak tangan selama 1 menit atau masukkan
straw kedalam air hangat sekitar 37-38 0C selama 15-30 detik
b. Ambillah straw yang sudah dilakukan thawing kemudian lap dengan tisu
c. Tariklah pistolet gun kemudian masukkan straw pada gun dengan posisi
sumbat lab diatas (sumbat cotton didalam gun)
d. Guntinglah ujung sumbat lab + 1 cm
e. Tutuplah dengan plastik sheet dan dicoba sampai keluar semen 1 tetes
f. Kuncilah plastik sheet dengan pengunci gun IB
g. Gigitlah batang gun yang telah siap dengan bibir

9
h. Pasanglah plastik glove di tangan yang akan masuk ke dalam rektum
ternak dan beri pelicin secukupnya
i. Masukkan satu tangan yang sudah dipasang plastik glove ke dalam
rektum, keluarkan feses jika ada
j. Carilah servic kemudian fiksasi
k. Bukalah vulva dan lap dengan tisu dengan tangan yang lainnya
l. Masukkan gun ke dalam vagina sampai ujung gun mencapai corpus uteri
(posisi IV)
m. Deposisikan semen pada posisi IV
6. Mencatat pada buku harian Inseminasi Buatan. Setelah petugas inseminator
melaksanakan Inseminasi Buatan maka petugas langsung menulis di buku
hariannya agar dengan mudah membuat laporan kegiatan tiap bulan.
7. Mencatat pada blangko laporan pelaksanaan Inseminasi Buatan. Petugas
inseminator diharuskan mencatat pada blangko laporan pelaksanaan
Inseminasi Buatan setelah melaksanakan Inseminasi Buatan.
8. Merekap kegiatan Inseminasi Buatan selama sebulan. Petugas inseminator
diharuskan merekap kegiatan Inseminasi Buatan setiap bulan.
9. Melapor ke Kepala BIdang Peternakan. Petugas inseminator diwajibkan
membuat laporan kegiatan Inseminasi Buatan setiap bulan ke Kepala Bidang
Peternakan.
(Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Batang, 2019)

2.6. Semen Beku

Pusat Inseminasi Buatan telah didirikan di beberapa provinsi di Indonesia


dalam rangka memenuhi kebutuhan semen beku untuk proses Inseminasi Buatan.
Inseminasi Buatan di Indonesia banyak dilakukan pada sapi dan kambing.
Inseminasi Buatan juga merupakan salah satu program utama pemerintah untuk
meningkatkan populasi sapi potong secara nasional. Kualitas semen beku
merupakan salah satu indikator yang mempengaruh keberhasilan tingkat
Inseminasi Buatan. Beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas semen beku

10
adalah kualitas genetik pejantan, proses produksi semen dan pelaksanaan
inseminasi buatan (Diany, 2016).
Produksi semen beku terdiri dari serangkaian proses yang meliputi
pengenceran semen, pembekuan, penyimpanan dingin dan evaluasi pasca
pencairan. Selama proses pendinginan dan pembekuan, sel sperma rentan untuk
mendapatkan efek berbahaya dari tekanan osmotik yang tidak seimbang,
denaturasi protein, asidosis seluler, kehilangan energi, kerusakan membran,
kristalisasi sel tubuh, destabilisasi sitoskeleton dan pembentukan radikal bebas
atau spesies oksigen reaktif (Ugur, 2019)

2.7.Berahi

Berahi merupakan gejala keinginan untuk kawin pada sapi betina dan gejala
ini terjadi secara berulang, apabil ternak tidak terjadi kebuntingan. Pada ternak
sapi gejala birahi berulang 18-24 hari (Vasantha, 2016).
Keberhasilan Inseminasi Buatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
bangsa ternak, kualitas berahi, deteksi berahi, keterampilan inseminator saat
mendeposisikan semen, dan ketepatan waktu saat Inseminasi Buatan (Susilawati,
2011 ). Udin et al (2016) menyatakan bahwa kendala yang sering terjadi pada
program Inseminasi Buatan adalah pengamatan berahi yang kurang tepat, karena
terbatasnya waktu dalam pengamatan berahi oleh peternak, dan kurang cermatnya
mengamati tanda–tanda berahi. Ketepatan waktu pelaksanaan Inseminasi Buatan
merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Pada waktu Inseminasi Buatan
kondisi ternak harus dalam keadaan berahi, karena pada saat itu servic dalam
kondisi terbuka (Ihsan, 2010). Udin et al (2016) menyatakan bahwa waktu
deteksi berahi sampai mendapatkan pelayanan Inseminasi Buatan adalah saat yang
sangat kritis untuk mendapatkan angka kebuntingan yang tinggi. Angka
kebuntingan yang tinggi didapatkan pada interval waktu 6-24 jam setelah estrus,
kemudian akan menurun. Akan tetapi, penentuan waktu berahi dan ovulasi di
lapang masih sulit untuk ditentukan. Arman dan Fattah (2017) menyatakan bahwa
waktu inseminasi pada sapi antara 8-24 jam khususnya 7-18 jam sebelum ovulasi,
akan memberikan angka konsepsi yang paling tinggi.
11
2.8.Kebuntingan

Kebuntingan merupakan proses perkembangan embrio didalam dalam


induknya. Kebuntingan merupakan faktor yang yang selalu diharapkan oleh
peternak setelah sapinya dikawinkan. Ketidak kesabaran oleh peternak untuk
mengetahui sapinya bunting banyak yang meminta petugas untuk mendeteksi
kebuntingan (Youngquist, 2007).
Deteksi kebuntingan merupakan tindakan yang penting dilakukan untuk
mengetahui bunting atau tidaknya seekor sapi atau untuk mengetahui apakah
saluran reproduksi ternak tersebut normal atau tidak (Husain, 2018). Lama
kebuntingan berbeda-beda tiap bangsa sapi, rata-rata lama kebuntingan induk sapi
SIMPO antara 284 sampai 296 hari (Christoffor dan Baliarti, 2008).

12
BAB III
MATERI DAN METODE

Penelitian tentang hasil kebuntingan induk sapi Simpo yang di inseminasi


buatan semen beku Simenthal dan yang di inseminasi buatan semen beku
Brahman dilaksanakan di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

3.1. Metodologi

Penelitian dilakukan dengan metode survey data sekunder hasil kebuntingan


pada sapi betina Simpo yang di Inseminasi Buatan menggunakan semen beku
Simenthal dan yang di Inseminasi Buatan semen beku Brahman. Dalam penelitian
akan menggunakan data sekunder dari catatan laporan inseminator di Kabupaten
Batang. Materi penelitian adalah dua kelompok sapi betina Simpo yang masing-
masing di Inseminasi Buatan semen beku Simenthal dan Brahman, yang
ditentukan secara purposive sampling yang mempunyai data lengkap yang
diperlukan dalam penelitian. Survey dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan
Januari 2023 sampai bulan April 2023 terhadap data laporan pelaksanaan
inseminasi pertama dari tanggal 01 Januari 2021 sampai dengan 30 November
2021 dan inseminasi ulangannya paling banyak sampai 4 kali (repeat breeder),
apabila lebih dimasukkan repeat breeder sampai dengan 28 Pebruari 2022. Materi
setiap kelompok Inseminasi Buatan dibedakan berdasarkan body condition score
(BCS) menjadi tiga yaitu 1-3; 4-6 dan 7-9 (Parish dan Rhinehart, 2016).
Pemeliharaan materi penelitian dilakukan oleh masing-masing peternak
pemilik sapi betina Simpo secara tradisional yaitu diberi pakan rumput saja tanpa
konsentrat dan sapi selalu dikandang. Inseminasi dilakukan oleh inseminator yang
bersertifikasi dengan mengikuti standart operosional prosedur (SOP) pelaksanaan
inseminasi buatan.
Parameter penelitian ialah kebuntingan dari materi penelitian dari setiap
BCS dan nilai berahi pada kelompok materi. Kepastian kebuntingan sapi betina

13
Simpo ditentukan dengan lama umur kebuntingan antara 284 hari sampai dengan
296 hari (Christoffor dan Baliarti, 2008)
Dalam menghasilkan parameter penelitian diperlukan variabel atau data
sekunder dari setiap meteri yang dijadikan parameter penelitian ialah:
1. Tanggal berahi dan tanggal dari setiap Inseminasi Buatan materi penelitian
2. Nilai berahi dari setiap materi penelitian
3. Skor BCS dari setiap materi penelitian
4. Catatan laporan ada atau tidaknya kelahiran anak yang dilahirkan paling akhir
pada tanggal 31 Desember 2022 (sebagai dasar kebenaran Inseminasi Buatan
yang menjadi bunting).
5. Catatan laporan ada atau tidaknya gangguan reproduksi dari setiap materi
penelitian

3.2. Analisis data

Data hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif berdasarkan persentase


kebuntingan dari setiap pelaksanaan dan repeat breeder IB, BCS, nilai berahi
tentang lendir dan ereksi servic.

14
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Adha, T. J., Y.L. Henuk, T. Supriana. 2020. Evaluation of factor influencing the
success of Artificial Insemination (AI) of beef cattle through UPSUS
SIWAB program in Deli Serdang Regency, Sumatera Utara Province,
Indonesia. In: IOP Conference Series: Earth and Environmental Science.
IOP Publishing, 2020. p. 012055.
Agustine, R. , S. Bintara , S. Andarwati1 , M. A. U. Muzayyanah , T. S. M. Widi
and A. R. S. Putra. 2019. Analysis in making decision of farmer to select
bull frozen semen in Indonesia. J.Indonesian Trop.Anim.Agric. 44(3):323-
332.
Arman dan A. H. Fattah. 2017. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan di Desa
Cenrana Kecamatan Kahu Kabupaten Bone. Jurnal Agrominansia. 2(1): 26-
35
Blakely, J.and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Bramastya, T.A., S. Sukaryo , M. I. Dhiaurridho, J. Riyanto , S. D. Volkandari ,
P. Sudrajad and M. Cahyadi. 2021. Characteristics of body weight and
measurement of Peranakan Ongole and Brahman cattle in the tropics. IOP
Conf. Series: Earth and Environmental Science 1001 (2022) 012015
Christoffor, W. T. H. M., & Baliarti, E. (2008). Kinerja Reproduksi Induk Sapi
Silangan Simmental Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole Periode
Postpartum. Sains Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan, 6(2), 45-
53.
Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kab. Batang. 2019. Laporan
Inseminasi Buatan Kabupaten Batang.
Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kab. Batang. 2021. Statistik
Peternakan Kabupaten Batang.
Diany, E., Suryahadi and T. Muhandri. 2016. Marketing strategy of bull frozen
semen distribution in BIB Lembang. J. Manajemen IKM. 11(1), 62 – 71.
15
Hadi, P. U.dan N. Ilham. 2002. Problem Dan Prospek Pengembangan Usaha
Pembibitan Sapi Potong Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 21.4: 148-
157.
Husain, R. 2018. Deteksi kebuntingan pada sapi bali hasil inseminasi buatan
dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) dan aquadest. Fakultas
Pertanian. Universitas Negeri Gorontalo.
Ihsan, M. N. 2010. Ilmu Reproduksi Ternak Dasar. Malang: UB Press.
Juliana, Amita, Madi dan Suharyati. 2015. Repeat Breeder pada Sapi Bali di
Kabupaten Pringsewu. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 3 (2), 42-47
Mwanga, G., F.D.N. Mujibi, Z.O. Yonah, and M.G.G. Chaguda. 2018. Multi-
country investigation of factors influencing breeding decisions by
smallholder dairy farmers in sub-Saharan Africa. Trop. Anim. Health Prod.
51(2): 395-409.
Nyamushamba, G.B., C. Mapiye, O. Tada, T.E. Halimani, and V. Muchenje.
2017. Conservation of indigenous cattle genetic resources in Southern
Africa’s smallholder areas: turning threats into opportunities. Asian-
Australas J. Anim. Sci 30(5):603-621.
Parish, J.A. and J. D. Rhinehart. 2016. Body Condition Scoring Beef Cattle.
Mississippi State University Extension Service : Publication 2508 (POD-
01-16)
Rathod, P., M. Chander, and C. Sharma. G. 2017. Adoption status of artificial
insemination in Indian dairy sector : Application of multinomial logit model
multinomial logit model. J. Appl. Anim. Res. 45(1):442–446
Rianto. 2004. Pemetaan sentra potensi unggulan komoditas peternakan dan
perikanan. Laporan Akhir. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Blora dengan Fakultas Peternakan. Universitas
Diponegoro. Semarang
Soeharsono, S. R. dan K. Diwyanto, 2010. Kinerja Reproduksi Sapi Potong Lokal
Dan Sapi Persilangan Hasil Inseminasi Buatan Di Daerah Istimewa
Yogyakarta. In Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
hlm (pp. 89-99).

16
Susilawati. . 2011 . Spermatology. Malang: UB Press
Susilawati .2013. Teknik Inseminasi Buatan . UB Press
Sutarno and A. D. Setyawan. 2016. The Diversity Of Local Cattle In Indonesia
And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds.
Biodiversitas Journal of Biological. Volume 17 Pages: 275-295
Thundathil, J.C., A.L. Dance, and J.P. Kastelic. 2016. Fertility management of
bulls to improve beef cattle productivity. Theriogenology. 86(1):397-405
Trifena, I.G.S.Budisatria, T. Hartatik. 2011. Perubahan Fenotip Sapi Peranakan
Ongole, Simpo Dan Limpo Pada Keturunan Pertama Dan Keturunan Kedua
(Backcross). Buletin Peternakan, 35.1: 11-16.
Udin, Z., F. Rahim, Hendri dan Y. Yelita. 2016. Waktu dan Kemerahan Vulva
Saat Inseminasi Buatan Merupakan Faktor Penentu Angka Kebuntingan
Sapi di Sumatera Barat. Jurnal Veteriner. 17(4): 501-509
Ugur, M.R., A. S. Abdelrahman, H. C. Evans, A. A. Gilmore, M. Hitit, R. I.
Arifiantini, B. Purwantara, A. Kaya, E. Memili. 2019. Advances in
cryopreservation of bull sperm. Front. Vet. Sci. 6(268), 1 – 15.
Vasantha I .2016.Physiology of Seasonal Breeding: A Review. J Veterinar Sci
Techno 7: 331. doi:10.4172/2157-7579.1000331
Youngquist, R.S. 2007. Chapter 39 Pregnancy Dagnosis Current Therapy in lnrge
Animal Theriogenologt. 294 303

17

Anda mungkin juga menyukai