Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan reproduksi dianggap sebagai salah satu aspek untuk meningkatkan
produksi dan populasi ternak. Hal ini disebabkan adanya prinsip dimana tidak ada
produksi tanpa reproduksi didalam bidang peternakan terutama ternak potong.. Produksi
susu seekor ternak potong berhubungan dengan lahirnya seekor pedet. Fase produksi
susu yang diperoleh pada saat empat bulan pertama pasca partum.
Usaha peningkatan produksi banyak mengalami banyak mengalami kendala yang
meliputi faktor internal dan eksternal. Diantara faktor internal misalnya umur ternak
selama fase reproduksi, sedangkan faktor eksternal misalnya lamanya istirahat pasca
partum. Ternak sapi dalam kondisi pasca partum masih perlu istirahat untuk
memulihkan kondisi alat-alat reproduksi agar siap menerima kebuntingan yang baru.
Bila hal ini tidak diperhatikan akan mempengaruhi kemampuan reproduksi induk atau
mengurangi kemampuan induk untuk melahirkan anak. Kondisi alat reproduksi pasca
partu erat hubungannya dengan penampilan reproduksi periode berikutnya sekaligus
sebagai indakator untuk mengukur efesiensi reproduksi seekor ternak. Efesiensi
reproduksi yang tinggi berarti ternak memiliki tingkat fertilitas yang tinggi.
Efesiensi reproduksi merupkan suatu ukuran keberhasilan bereproduksinya
sekelompok ternak. Efesiensi reproduksi dalam populasi ternak tidak dapat diukur
semata- mata oleh proposi ternak yang tidak mampu memproduksi anak. Hewan betina
mampu menghasilkan anak hanya apabila dikawinkan dengan seekor hewan jantan yang
menghasilkan spermatozoa yang selanjutnya dapat membuahi ovum dan memulai proses
yang berhubungan dengan konsepsi, implantasi, dan pertumbuhan janin.
Produktivitas ternak dicerminkan oleh penampilannya ( performance), sedangkan
penampilan ternak merupakan manifestasi pengaruh genetik dan lingkungan ternak
secara bersama. Penampilan ternak dalam setiap waktu adalah perpaduan dari sifat
genetik dan lingkungan yang diterimanya. Ternak dengan sifat genetik baik tidak akan
mengekspresikan potensi genetiknya tanpa didukung oleh lingkungan yang menunjang.
Bahkan telah diketahui bahwa dalam membentuk penampilan, lingkungan berpengaruh
lebih besar dari pada sifat genetik ternak.
Ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) telah lama dipelihara oleh
masyarakat Indonesia, bahkan pemeliharaannya telah menjadi budaya bagi sebagian
masyarakat desa. Memelihara ternak pada masyarakat daerah tertentu, menjadi
kebanggaan dan merupakan “harta kekayaan”. Kebutuhan ternak ruminansia akan
pakan dapat dipenuhi dari pakan hijauan (rumput atau kacang-kacangan) sebagai pakan
basal (utama) dan konsentrat sebagai pakan penguat. Kedua pakan tersebut belum
menjamin terpenuhinya unsur-unsur mikro berupa mineral, vitamin dan asan amino
tertentu terutama pada ternak yang dipelihara secara intensif .
Sapi potong merupakan salah satu sumber daya  penghasilan bahan makanan berupa
daging yang nilai ekonomi tinggi dan penting  dalam  kehidupan  masyarakat. Ternak
adalah segala jenis binatang yang dipelihara untuk tujuan diambil produksinya, berupa
daging,dan susu. Produk tersebut bisa diperoleh dari berbagai jenis ternak, antara lain,
kambing, sapi, domba, dan kerbau. Ternak potong adalah jenis ternak yang dipelihara
untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Sementara ternak kerja yaitu
ternka yang dipelihara untuk diambil tenaganya.

Pemeliharaan sapi potong di Indonesia di lakukan secara ekstensif, semi intensif,


danintensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang
hari berada dalam kandang dan diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga
cepat gemuk, sedangkan secara ekstensif sapi-sapi tersebut dilepas dipadang
pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari.

1.2 Tujuan Dan Kegunaan Praktikum


1.2.1 Tujuan Praktikum

1. Untuk memperoleh pengalaman yang berharga dengan mengenali kegiatan


kegiatan di lapangan yang berkaitan dibidang manajemen reproduksi pada
ternak sapi.
2. Untuk meningkatkan pemahaman mengenai hubungan antara teori dan
penerapannya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen
reproduksi pada ternak sapi.
1.2.2 Kegunaan Praktikum

1. Agar mahasiswa memperoleh pengalaman yang berharga dengan mengenali


kegiatan kegiatan di lapangan yang berkaitan dibidang manajemen
reproduksi pada ternak sapi.
2. Agar mahasiswa meningkatkan pemahaman mengenai hubungan antara teori
dan penerapannya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen
reproduksi pada ternak sapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perkawinan pada ternak sapi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: Kawin
Alam (KA) dan Inseminasi Buatan (IB). KA biasanya menghasilkan keturunan yang kurang
baik, sedangkan dengan IB lebih menjanjikan menghasilkan keturunan yang baik karena
perkawinan dengan IB menggunakan sperma dari sapi pejantan unggul Supaya terjadi
kebuntingan, perkawinan harus dilakukan pada saat sapi betina birahi (minta kawin).
Apabila tidak bunting dan tidak ada kelainan, sapi betina akan birahi setiap 18-21 hari (satu
siklus).( Achjadi, 2009).
Kebuntingan dapat diamati 21 hari setelah perkawinan. Kalau tidak ada tanda-tanda
birahi, maka kebuntingan telah terjadi, namun apabila tanda-tanda birahi muncul lagi, maka
perkawinan perlu diulang. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan perabaan, yang
hanya dapat dilakukan oleh petugas yang terlatih dan berpengalaman. Setelah anak sapi
lahir, induk sapi dapat dikawinkan lagi 3 (tiga) bulan setelah melahirkan. Sapi bunting harus
dipisahkan dari sapi yang lain. Kondisi ini dilakukan untuk menjaga kebuntingan.( Blakely,
J 1991)
Beberapa hari menjelang melahirkan, induk yang bunting akan menunjukkan tanda-
tanda:  Ambing membesar dan kencang, urat daging di sekitar vulva mengendor dan di
kanan-kiri pangkal ekor kelihatan legok. Beberapa saat menjelang melahirkan, sapi gelisah.
Apabila tanda-tanda tersebut muncul, kadang harus dibersihkan dari kotoran dan diberi alas
dengan jerami kering. Setelah melahirkan, induk sapi akan membersihkan linder yang
menempel pada pedet yang baru dilahirkan dengan lidah. Apabila induk lemah dan tidak
mapu, maka kita perlu menolong membersihkan, terutama yang mengganggu lubang
pernafasan. Supaya kelahiran berjalan lancar, induk sapi yang akan beranak diberi
kesempatan bergerak kira-kira 2-3 minggu menjelang melahirkan. (Hardjopranoto,
1991)           

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

Tabel 4.1.1 data peternak

No Nama Umur Pendidikan Jenis Lama Jumlah


Terakhir Ternak Beternak Ternak
1. Sanusi 35 Tahun SMA Sapi Bali 4 Tahun 1
2. Surni 60 Tahun SD Sapi Bali 50 tahun 1
3. Pa’at 50 Tahun SD Sapi Bali dan 8 Tahun 2
Simental
4.
5. Sobirin 55 Tahun SMP Limosin 6 Tahun 1
6. Sahdan 59 Tahun SMP Sapi Bali 6 Tahun 5
7. Suparman 40 Tahun SD Sapi Bali 1 Tahun 2
8. Sapoan 49 Tahun SMA Sapi Bali 7 Tahun 2

4.1.2 Gambaran Umum Kelompok Peternak

 Jumlah total ternak yang berada di kandnag kelompok Tani Ternak Beriuk Taker
sebanyak 49 ekor sapi.
 Jumlah sapi betina dewasa sebanyak 6 ekor.
 Jumlah sapi jantan dewasa sebanyak 40 ekor.
 Jumlah pedet jantan dan betina sebanyak 3 ekor.
 Jenis-jenis ternak sapi yang dimiliki kelompok Tani Ternak Beriuk Taker berbagai
jenisnya yaitu Sapi Bali, Limosin, Simental, Brangus dan campur (sapi bali x
simental).
 System kandang koloni dengan system intensif.
 Satu kandang terdapat minimal 2 ekor sapi.
 Ukuran kandang 3 x 3 meter.
 Sapi dewasa dan pedet kandangnya dipisah.

4.1.3 Tabel Manajemen Reproduksi

Para peternak di kelompok Tani Ternak Beriuk Taker rata-rata melakukan


reproduksi pada ternaknya menggunakan kawan suntik atau inseminasi buatan (IB).

a. Data Pak Sanusi


1. Biaya IB sebesar 250.000 rupiah
2. Jenis bibit atau

Anda mungkin juga menyukai