Pasal/Ketentuan Undang-Undang
Nomor Pasal dalam RUU Cipta Kerja Analisis Masalah
Semula
1 Pasal 121 angka 1 merubah Pasal 8 UU 12/2012 Pihak yang Berhak dan pihak yang Tidak diakui hak atas tanah mengakibatkan masyarakat
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan menguasai Objek Pengadaan Tanah untuk tidak dilihat sebagai pihak yang perlu dilibatkan dalam
Untuk Kepentingan Umum: Kepentingan Umum wajib mematuhi proses pengadaan tanah. Akibatnya masyarakat tidak
ketentuan dalam Undang-Undang ini. mengetahui bahwa tanah dan desa mereka menjadi objek
(2) Dalam hal objek pengadaan tanah masuk pembangunan infrastruktur.
dalam kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf
dan/atau tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah Melalui ketentuan ini tanah-tanah masyarakat yang
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan belum bersertifikat atau masih dalam klaim kawasan
Usaha Milik Daerah, status tanahnya berubah hutan, perkebunan hingga tambang, akan sangat mudah
pada saat penetapan lokasi. dirampas atas nama pembangunan infrastruktur bagi
kepentingan umum.
2 Pasal 121 angka 2 menambahkan ketentuan Pasal Poin s hingga w tidak diatur dalam pasal Di dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
10 UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi 10 UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pengadaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum: Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan tanah harus memperhatikan keseimbangan antara
Umum kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat
s. Kawasan Industri Hulu dan Hilir Minyak serta memiliki tujuan sebagai pelayanan publik.
dan Gas;
t. t. Kawasan Ekonomi Khusus yang Hal tersebut dianggap terlalu sempit dan pihak swasta
diprakarsai dan dikuasai oleh Pemerintah ingin kepentingan bisnisnya semakin besar melalui
Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha kebijakan pemerintah. Agar proses pengadaan tanah
Milik Negara, atau Badan Usaha Milik untuk kepentingan bisnis tambang, KEK dan wisata
Daerah; semakin mudah sekaligus cepat, maka melalui ketentuan
u. Kawasan Industri yang diprakarsai dan ini kepentingan pengusaha tersebut dipaksakan menjadi
dikuasai oleh Pemerintah Pusat, bagian dari kepentingan publik.
pemerintah daerah, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah;
v. Kawasan Pariwisata yang diprakarsai dan
dikuasai oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah;
dan
w. Kawasan lainnya yang diprakarsai
dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah.
3 Pasal 121 angka 4 menambah ayat baru dalam Pasal 19 ayat (7): Dalam pengadaan tanah proses pemberitahuan/sosialisasi
Pasal 19 dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan Dalam hal Pihak yang Berhak, pengelola, mengenai penetapan lokasi sering kali ditutup-tutupi
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan dan pengguna Barang Milik pemerintah, karena dianggap menghambat pengadaan
Umum: Negara/Barang Milik Daerah tidak tanah tersebut.
menghadiri konsultasi publik setelah
diundang 3 (tiga) kali secara patut, Melalui ketentuan ini pemerintah diberikan kewenangan
dianggap menyetujui rencana untuk menentukan secara sepihak agar proses lebih cepat
pembangunan sebagaimana dimaksud terhadap tanah-tanah yang akan dijadikan objek
pada ayat (1). pembangunan tanpa persetujuan masyarakat.
4 Pasal 121 angka 4 menambahkan baru Pasal 19C Hambatan selanjutnya yang dijadikan alasan lambatnya
dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi pengadaan tanah adalah ANALISIS DAMPAK
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum: LINGKUNGAN atau AMDAL. Melalui ketentuan ini
pemerintah dan perusahaan yang membutuhkan tanah
Pasal 19C: ingin menghapuskan kewajiban AMDAL, dimana
Setelah penetapan lokasi pengadaan tanah tidak AMDAL tidak lagi diperlukan ketika telah adanya
diperlukan lagi persyaratan: penetapan lokasi.
a. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
b. pertimbangan teknis;
c. di luar kawasan hutan dan di luar kawasan
pertambangan;
d. di luar kawasan gambut/sepadan pantai;
dan
e. analisis mengenai dampak lingkungan
hidup.
5 Pasal 121 angka 7 menambahkan ayat baru dalam Dalam pendataan subjek-objek pengadaan tanah yang
Pasal 28 dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan dilakukan BPN, sering kali tidak melibatkan masyarakat,
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan hal tersebut berdampak banyaknya ketidaksesuaian
Umum:
subjek-objek ganti rugi, bahkan praktek manipulassi dan
Pasal 28 ayat (3): koruptif yang dilakukan pejabat BPN di lapangan.
Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada Melalui pendataan oleh pihak swasta tidak akan menutup
ayat (1) dapat dilakukan oleh surveyor perilaku koruptif bahkan menyulitkan keterlibatan
berlisensi. masyarakat karena pihak swasta tidak memiliki
kewajiban melayani masyarakat dalam pengadaan tanah.
6 Pasal 121 angka 8 RUU Cipta Kerja merubah Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil Proses musyawarah pentapan ganti kerugian sering kali
Pasal 34 ayat (3) dalam UU 2/2012 tentang penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat melibatkan pihak TNI dan POLISI untuk mengintimidasi
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk (2) menjadi dasar musyawarah masyarakat agar mau tidak mau harus menyetujui
Kepentingan Umum: penetapan Ganti Kerugian. penawaran dari BPN.
Besarnya nilai ganti kerugian sebagaimana Melalui ketentuan ini pemerintah hendak menghilangkan
dimaksud pada ayat (2), dijadikan dasar untuk proses musyawarah mengenai bentuk atau besarnya ganti
menetapkan bentuk ganti kerugian. kerugian, artinya masyarakat tidak memiliki hak atas
keadilan dan kesepakatan sebagaimana diatur dalam UU
2/2012.
7 Pasal 121 angka 9 menambahkan ayat baru dalam Proses penyepakatan ganti kerugian dalam bentuk tanah
Pasal 36 UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah pengganti, pemukiman kembali atau kepemilikan saham
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum: tidak pernah diberikan oleh pemerintah khususnya BPN.
BPN dan pemerintah daerah selalu memberikan ganti
Pasal 36 ayat (2): kerugian dalam bentuk UANG yang murah. Hal tersebut
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberian berdampak pada sulitnya petani untuk membeli tanah
Ganti Kerugian dalam bentuk tanah pertanian dan membangun rumahnya kembali.
pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan
saham, atau bentuk lainnya sebagaimana Melalui ketentuan ini BPN dan pemerintah hendak
dimaksud dalam Pasal 36 diatur dengan menghilangkan jenis ganti kerugian dengan
Peraturan Pemerintah. memandatakan pengaturan tersebut dalam Peraturan
Pemerintah, maka selama regulasi tersebut belum
tersedia maka ganti kerugian akan selalu berbentuk
UANG yang jauh dari nilai adil.
8 Pasal 121 angka 11 menduplikasi Pasal 42 UU Dalam hal Pihak yang Berhak menolak Keberatan yang diberikan masyarakat kepada pemerintah
2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam pengadaan tanah selalu didasari oleh pemerintah
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum: berdasarkan hasil musyawarah yang tidak terbuka dalam proses pengadaan tanah,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
Dalam hal Pihak yang berhak menolak bentuk atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah memanipulasi data pertanahan masyarakat, serta
dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal mengintimidasi dengan melibatkan TNI dan POLISI.
hasil musyawarah sebagaimana dimaksud dalam 38, Ganti Kerugian dititipkan di
Pasal 37, atau putusan pengadilan pengadilan negeri setempat. Melalui ketentuan ini pemerintah hendak menghilangkan
negeri/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud keadilan dan hak untuk hidup sejahtera bagi masyarakat,
dalam Pasal 38, ganti kerugian dititipkan di karena masyarakat tidak diberikan kesempatan untuk
pengadilan negeri setempat. memberikan keberatan atas bentuk dan besaran ganti
kerugian atas tanah mereka.
9 Pasal 122 angka 1 menghapus pasal 44 ayat (3) (3) Pengalihfungsian Lahan yang sudah Ketentuan ini menghilangkan kewajiban pemerintah dan
UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan perusahaan agar yang memerlukan tanah agar memenuhi
Pertanian Pangan Berkelanjutan: Berkelanjutan untuk kepentingan umum kajian kelayakan dan penyediaan tanah pengganti.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat dilakukan dengan syarat: Dampaknya adalah krisis pangan karena tanah pertanian
a. dilakukan kajian kelayakan pangan di Indonesia semakin mudah berubah menjadi
strategis; Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), real estate, tol,
b. disusun rencana alih fungsi lahan; bandara, sarana pertambangan dan energi tanpa
c. dibebaskan kepemilikan haknya penggantian tanah pertanian.
dari pemilik; dan
d. disediakan lahan pengganti
terhadap Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang
dialihfungsikan.
10 Pasal 122 angka 2 menambahkan ketentuan baru Pejabat Pegawai Negeri Sipil rentan diintervensi agar
dalam pasal 77 ayat (2) UU 41/2009 tentang menghentikan penyidikan atas permasalahan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan pidana/perdata yang dilakukan pihak yang memerlukan
Berkelanjutan: tanah atau pihak yang melakukan pembangunan.
(2) Dalam pelaksanaan pengembalian kepada Ketentuan ini sangat membahayakan kedaulatan negara
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas tanah, bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD
Pemerintah Pusat dapat menetapkan hak, izin, 1945, UUPA dan PP 24/1997 dimana tanah terlantar
atau konsesi tersebut sebagai aset Bank Tanah. diperuntukan kepada petani melalui redistribusi
tanah, bukan menjadi aset Bank Tanah.
23 Pasal 37 angka 1 menambahkan ayat baru Ketentuan tambahan Pasal 15 Ayat (1) Proses pengukuhkan kawasan hutan hanya menggunakan
sekaligus menghapus ketentuan teknis Pasal 15 Penunjukan kawasan hutan adalah kegiatan pendekatan teknologi informasi dan satelit secara sepihak
UU 41/1999 tentang Kehutanan: persiapan pengukuhan kawasan hutan, oleh pemerintah, tanpa melibatkan masyarakat atau
antara lain berupa:
(3) Pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan a. pembuatan peta penunjukan yang pemerintah desa dan mempertimbangkan kondisi
memanfaatkan teknologi informasi dan bersifat arahan tentang batas luar; penguasaan tanah di lapangan.
koordinat geografis atau satelit. b. pemancangan batas sementara yang
dilengkapi dengan lorong-lorong Hal ini akan mempermudah proses perampasan tanah
batas; masyarakat adat dan petani yang berada di pinggiran atau
c. pembuatan parit batas pada lokasi- dalam klaim kawasan hutan.
lokasi rawan; dan
d. pengumuman tentang rencana batas
kawasan hutan, terutama di lokasi-
lokasi yang berbatasan dengan tanah
hak.
24 Pasal 37 angka 17 dan pasal 38 angka 3 Pasal 50 UU 41/1999 tentang Kehutanan jo Hingga 2019 KPA mencatatterdapat 1.298 kasus
menduplikasi Pasal 50 UU 41/1999 tentang Putusan MK No. 95/PUU-XII/2014 kriminalisasi terhadap petani akibat mempertahankan hak
Kehutanan dan Pasal 82 UU 18/2013 tentang Status Perubahan Pasal 50 ayat (3): atas tanah dan wilayah hidupnya, khususnya di kawasan
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan: hutan.
Setiap orang dilarang menebang pohon
Adapun kedua ketentuan kriminalisasi tersebut: atau memanen atau memungut hasil hutan Dengan adanya ketentuan ini akan meningatkan angka
di dalam hutan tanpa memiliki hak atau petani yang dipenjara karena mempertahankan tanahnya.
Setiap orang dilarang merambah kawasan hutan, izin dari pejabat yang berwenang, kecuali Selainitu juga ketentuan ini bertentangan dengan putusan
membakar hutan, menebang pohon atau terhadap masyarakat yang hidup secara MK No. 95/2014 dimana masyarakat di dalam hutan
memanen atau memungut hasil hutan di dalam turun temurun di dalam hutan dan berhak menggarap tanah dan memanfaatkan hasil hutan
hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari tidak ditujukan untuk kepentingan untuk kebutuhan sehari-hari dan pasal 16 ayat 1 UUPA
pejabat yang berwenang. komersial. 1960 pun menjamin hak dan akses masyarakat untuk
memperoleh manfaat dari hasil hutan.
25 Pasal 30 angka 1 mengubah pasal 14 UU 39/2014 Pemerintah Pusat menetapkan batasan luas Melalui ketentuan ini pembatasan penguasaan tanah bagi
tentang Perkebunan: maksimum dan luas minimum penggunaan perusahaan perkebunan besar tidak memiliki indikator
lahan untuk Usaha Perkebunan dengan atau ketentuan pembatasan luasan HGU seperti
(1) Pemerintah Pusat menetapkan batasan luas salah satu pertimbangnnya adalah tingkat ketimpangan penguasaan tanah, kepadatan penduduk,
maksimum dan luas minimum penggunaan lahan kepadatan penduduk, pola daya dukung lingkungan dan tata guna tanah artinya
untuk Usaha Perkebunan. pengembangan usaha, kondisi geografis memang pengusaha melalui ketentuan ini tidak
dan pemanfaatan lahan berdasarkan menginginkan adanya pembatasan bagi HGU.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan fungsi tata ruang.
batasan luas diatur dengan Peraturan Pemerintah.
26 Pasal 30 angka 2 menghapus pasal 15 UU Perusahaan Perkebunan wajib Dengan dihapusnya ketentuan semula, ketentuan ini akan
39/2014 tentang Perkebunan: mengusahakan Lahan Perkebunan: meningkatkan praktek penelantaran tanah, karena tanah
a. paling lambat 3 (tiga) tahun setelah perkebunan semakin bebas dijadikan agunan di Bank
pemberian status hak atas tanah, oleh perusahaan tanpa perlu diusahakan. Hal ini juga
Perusahaan Perkebunan wajib bertentangan dengan mandat konstitusi pasal 33 ayat (3)
mengusahakan Lahan Perkebunan dan UUPA 1960.
paling sedikit 30% (tiga puluh
perseratus) dari luas hak atas tanah;
dan
b. paling lambat 6 (enam) tahun setelah
pemberian status hak atas tanah,
Perusahaan Perkebunan wajib
mengusahakan seluruh luas hak
atas tanah yang secara teknis dapat
ditanami Tanaman Perkebunan.
27 Pasal 30 angka 19 mengubah Pasal 58 UU Perusahaan Perkebunan yang memiliki izin Ketentuan ini menghilangkan kewajiban pembangunan
39/2014 tentang Perkebunan: Usaha Perkebunan atau izin Usaha kebun rakyat dalam areal HGU perusahaan. Tidak
Perkebunan untuk budi daya wajib adanya batasan 20% mengakibatkan perusahaan
Perusahaan Perkebunan yang melakukan kegiatan memfasilitasi pembangunan kebun diperbolehkan membangun kebun rakyat meski hanya
usaha perkebunan dan kegiatan usaha perkebunan masyarakat sekitar paling rendah seluas seluas 1% dari areal perkebunan. Hal ini akan mematikan
budi daya wajib memfasilitasi pembangunan 20% (dua puluh perseratus) dari total usaha-usaha rakyat di bidang perkebunan.
kebun masyarakat. luas areal kebun yang diusahakan oleh
Perusahaan Perkebunan.
28 Pasal 40 angka 4 dan 5 menghapus Pasal 7 dan 8 Kewenangan pemerintah pusat dan daerah Konflik agraria di sektor pertambangan merupakan
UU4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan dalam penataan pertambangan salah konflik agraria yang tak memiliki jalur penyelesaian.
Batubara satunya penyelesaian konflik masyarakat Sejak tingkat undang-undang hingga peraturan teknis
dan pengawasan usaha pertambangan. mengenai pertambangan tidak ada aturan mengenai
mekanisme bagaimana penyelesaian konflik agraria
sektor pertambangan hendak diselesaikan.