Anda di halaman 1dari 11

ANALISA MASALAH RUU CIPTA KERJA

RUU CIPTA KERJA: ANCAMAN KEDAULATAN AGRARIA DAN PETANI


KONSORSIUM PEMBARUAN AGRARIA, 2020

Pasal/Ketentuan Undang-Undang
Nomor Pasal dalam RUU Cipta Kerja Analisis Masalah
Semula
1 Pasal 121 angka 1 merubah Pasal 8 UU 12/2012 Pihak yang Berhak dan pihak yang Tidak diakui hak atas tanah mengakibatkan masyarakat
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan menguasai Objek Pengadaan Tanah untuk tidak dilihat sebagai pihak yang perlu dilibatkan dalam
Untuk Kepentingan Umum: Kepentingan Umum wajib mematuhi proses pengadaan tanah. Akibatnya masyarakat tidak
ketentuan dalam Undang-Undang ini. mengetahui bahwa tanah dan desa mereka menjadi objek
(2) Dalam hal objek pengadaan tanah masuk pembangunan infrastruktur.
dalam kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf
dan/atau tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah Melalui ketentuan ini tanah-tanah masyarakat yang
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan belum bersertifikat atau masih dalam klaim kawasan
Usaha Milik Daerah, status tanahnya berubah hutan, perkebunan hingga tambang, akan sangat mudah
pada saat penetapan lokasi. dirampas atas nama pembangunan infrastruktur bagi
kepentingan umum.
2 Pasal 121 angka 2 menambahkan ketentuan Pasal Poin s hingga w tidak diatur dalam pasal Di dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
10 UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi 10 UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pengadaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum: Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan tanah harus memperhatikan keseimbangan antara
Umum kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat
s. Kawasan Industri Hulu dan Hilir Minyak serta memiliki tujuan sebagai pelayanan publik.
dan Gas;
t. t. Kawasan Ekonomi Khusus yang Hal tersebut dianggap terlalu sempit dan pihak swasta
diprakarsai dan dikuasai oleh Pemerintah ingin kepentingan bisnisnya semakin besar melalui
Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha kebijakan pemerintah. Agar proses pengadaan tanah
Milik Negara, atau Badan Usaha Milik untuk kepentingan bisnis tambang, KEK dan wisata
Daerah; semakin mudah sekaligus cepat, maka melalui ketentuan
u. Kawasan Industri yang diprakarsai dan ini kepentingan pengusaha tersebut dipaksakan menjadi
dikuasai oleh Pemerintah Pusat, bagian dari kepentingan publik.
pemerintah daerah, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah;
v. Kawasan Pariwisata yang diprakarsai dan
dikuasai oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah;
dan
w. Kawasan lainnya yang diprakarsai
dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah.
3 Pasal 121 angka 4 menambah ayat baru dalam Pasal 19 ayat (7): Dalam pengadaan tanah proses pemberitahuan/sosialisasi
Pasal 19 dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan Dalam hal Pihak yang Berhak, pengelola, mengenai penetapan lokasi sering kali ditutup-tutupi
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan dan pengguna Barang Milik pemerintah, karena dianggap menghambat pengadaan
Umum: Negara/Barang Milik Daerah tidak tanah tersebut.
menghadiri konsultasi publik setelah
diundang 3 (tiga) kali secara patut, Melalui ketentuan ini pemerintah diberikan kewenangan
dianggap menyetujui rencana untuk menentukan secara sepihak agar proses lebih cepat
pembangunan sebagaimana dimaksud terhadap tanah-tanah yang akan dijadikan objek
pada ayat (1). pembangunan tanpa persetujuan masyarakat.
4 Pasal 121 angka 4 menambahkan baru Pasal 19C Hambatan selanjutnya yang dijadikan alasan lambatnya
dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi pengadaan tanah adalah ANALISIS DAMPAK
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum: LINGKUNGAN atau AMDAL. Melalui ketentuan ini
pemerintah dan perusahaan yang membutuhkan tanah
Pasal 19C: ingin menghapuskan kewajiban AMDAL, dimana
Setelah penetapan lokasi pengadaan tanah tidak AMDAL tidak lagi diperlukan ketika telah adanya
diperlukan lagi persyaratan: penetapan lokasi.
a. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
b. pertimbangan teknis;
c. di luar kawasan hutan dan di luar kawasan
pertambangan;
d. di luar kawasan gambut/sepadan pantai;
dan
e. analisis mengenai dampak lingkungan
hidup.
5 Pasal 121 angka 7 menambahkan ayat baru dalam Dalam pendataan subjek-objek pengadaan tanah yang
Pasal 28 dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan dilakukan BPN, sering kali tidak melibatkan masyarakat,
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan hal tersebut berdampak banyaknya ketidaksesuaian
Umum:
subjek-objek ganti rugi, bahkan praktek manipulassi dan
Pasal 28 ayat (3): koruptif yang dilakukan pejabat BPN di lapangan.
Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada Melalui pendataan oleh pihak swasta tidak akan menutup
ayat (1) dapat dilakukan oleh surveyor perilaku koruptif bahkan menyulitkan keterlibatan
berlisensi. masyarakat karena pihak swasta tidak memiliki
kewajiban melayani masyarakat dalam pengadaan tanah.
6 Pasal 121 angka 8 RUU Cipta Kerja merubah Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil Proses musyawarah pentapan ganti kerugian sering kali
Pasal 34 ayat (3) dalam UU 2/2012 tentang penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat melibatkan pihak TNI dan POLISI untuk mengintimidasi
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk (2) menjadi dasar musyawarah masyarakat agar mau tidak mau harus menyetujui
Kepentingan Umum: penetapan Ganti Kerugian. penawaran dari BPN.

Besarnya nilai ganti kerugian sebagaimana Melalui ketentuan ini pemerintah hendak menghilangkan
dimaksud pada ayat (2), dijadikan dasar untuk proses musyawarah mengenai bentuk atau besarnya ganti
menetapkan bentuk ganti kerugian. kerugian, artinya masyarakat tidak memiliki hak atas
keadilan dan kesepakatan sebagaimana diatur dalam UU
2/2012.
7 Pasal 121 angka 9 menambahkan ayat baru dalam Proses penyepakatan ganti kerugian dalam bentuk tanah
Pasal 36 UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah pengganti, pemukiman kembali atau kepemilikan saham
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum: tidak pernah diberikan oleh pemerintah khususnya BPN.
BPN dan pemerintah daerah selalu memberikan ganti
Pasal 36 ayat (2): kerugian dalam bentuk UANG yang murah. Hal tersebut
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberian berdampak pada sulitnya petani untuk membeli tanah
Ganti Kerugian dalam bentuk tanah pertanian dan membangun rumahnya kembali.
pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan
saham, atau bentuk lainnya sebagaimana Melalui ketentuan ini BPN dan pemerintah hendak
dimaksud dalam Pasal 36 diatur dengan menghilangkan jenis ganti kerugian dengan
Peraturan Pemerintah. memandatakan pengaturan tersebut dalam Peraturan
Pemerintah, maka selama regulasi tersebut belum
tersedia maka ganti kerugian akan selalu berbentuk
UANG yang jauh dari nilai adil.
8 Pasal 121 angka 11 menduplikasi Pasal 42 UU Dalam hal Pihak yang Berhak menolak Keberatan yang diberikan masyarakat kepada pemerintah
2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam pengadaan tanah selalu didasari oleh pemerintah
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum: berdasarkan hasil musyawarah yang tidak terbuka dalam proses pengadaan tanah,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
Dalam hal Pihak yang berhak menolak bentuk atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah memanipulasi data pertanahan masyarakat, serta
dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal mengintimidasi dengan melibatkan TNI dan POLISI.
hasil musyawarah sebagaimana dimaksud dalam 38, Ganti Kerugian dititipkan di
Pasal 37, atau putusan pengadilan pengadilan negeri setempat. Melalui ketentuan ini pemerintah hendak menghilangkan
negeri/Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud keadilan dan hak untuk hidup sejahtera bagi masyarakat,
dalam Pasal 38, ganti kerugian dititipkan di karena masyarakat tidak diberikan kesempatan untuk
pengadilan negeri setempat. memberikan keberatan atas bentuk dan besaran ganti
kerugian atas tanah mereka.
9 Pasal 122 angka 1 menghapus pasal 44 ayat (3) (3) Pengalihfungsian Lahan yang sudah Ketentuan ini menghilangkan kewajiban pemerintah dan
UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan perusahaan agar yang memerlukan tanah agar memenuhi
Pertanian Pangan Berkelanjutan: Berkelanjutan untuk kepentingan umum kajian kelayakan dan penyediaan tanah pengganti.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat dilakukan dengan syarat: Dampaknya adalah krisis pangan karena tanah pertanian
a. dilakukan kajian kelayakan pangan di Indonesia semakin mudah berubah menjadi
strategis; Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), real estate, tol,
b. disusun rencana alih fungsi lahan; bandara, sarana pertambangan dan energi tanpa
c. dibebaskan kepemilikan haknya penggantian tanah pertanian.
dari pemilik; dan
d. disediakan lahan pengganti
terhadap Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang
dialihfungsikan.
10 Pasal 122 angka 2 menambahkan ketentuan baru Pejabat Pegawai Negeri Sipil rentan diintervensi agar
dalam pasal 77 ayat (2) UU 41/2009 tentang menghentikan penyidikan atas permasalahan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan pidana/perdata yang dilakukan pihak yang memerlukan
Berkelanjutan: tanah atau pihak yang melakukan pembangunan.

m. menghentikan proses penyidikan;


11 Pasal 123 membentuk Undang-Undang baru Bank Tanah adalah lembaga profit yang sumber
tentang Bank Tanah: pendanaannya tidak hanya berasal dari APBN bahkan
dapat berasal dari penyertaan modal, kerjasama pihak
(1) Pemerintah Pusat membentuk badan bank ketiga, pinjaman, dan sumber lainnya.
tanah.
(2) Badan bank tanah sebagaimana dimaksud pada Sejak awal semangat Bank Tanah hanya bertujuan untuk
ayat (1) merupakan badan khusus yang mengelola menjadikan Indonesia sebagai pasar tanah bebas bagi
tanah. kelompok pengusaha.
(3) Kekayaan badan bank tanah merupakan
kekayaan negara yang dipisahkan. Hal tersebut jelas bertentangan dengan reforma agraria
(4) Badan bank tanah berfungsi melaksanakan dan mandat UUPA 1960, Bank Tanah akan memperparah
perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, situasi ketimpangan, konflik agraria, serta mempermudah
pemanfaatan, dan pendistribusian tanah. proses-proses perampasan tanah (land grabbing) atas
nama pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur,
sekaligus menyuburkan praktek mafia tanah dan
spekulan tanah.
12 Pasal 124 membentuk Undang-Undang baru Lebih celaka Bank Tanah juga diatur sebagai lembaga
tentang Bank Tanah: pelaksana Reforma Agraria, dimana Bank Tanah yang
akan meredistribusikan tanah.
Badan bank tanah menjamin ketersediaan Tanah
dalam rangka ekonomi berkeadilan, untuk: Dengan orientasi semacam itu Bank Tanah merupakan
a. kepentingan umum; penyimpangan sekaligus penghianatan terhadap reforma
b. kepentingan sosial; agraria. Bagaimana mungkin tujuan reforma agraria bagi
c. kepentingan pembangunan; keadilan sosial dapat disandingkan dengan tujuan liberal
d. pemerataan ekonomi; Bank Tanah yang Pro pengusaha lapar tanah.
e. konsolidasi lahan; dan
f. Reforma Agraria.
13 Pasal 126 membentuk Undang-Undang baru Sumber pendanaan Bank Tanah tidak hanya berasal dari
tentang Bank Tanah: APBN, bahkan dapat berasal dari penyertaan modal
pihak swasta yang menjadikan pemilik saham dalam
Sumber kekayaan badan bank tanah dapat berasal Bank Tanah/pengusaha akan mengontrol seluruh
dari: kebijakan-kebijakan Bank Tanah demi kepentingan
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; perusahaan.
b. pendapatan sendiri;
c. penyertaan modal; dan
d. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
14 Pasal 127 ayat (1) membentuk Undang-Undang HPL diatur menjadi jenis hak baru di atas seluruh tanah
baru tentang Bank Tanah: negara yang dikuasai langsung oleh Bank Tanah. Hal
tersebut serupa dengan konsep domein verklaring jaman
Tanah yang dikelola badan bank tanah kolonial, yang secara tegas sudah dihapus dalam UUPA
diberikan hak pengelolaan. 1960.
15 Pasal 127ayat (3) membentuk Undang-Undang Ketentuan 90 tahun jauh lebih lama dari ketentuan
baru tentang Bank Tanah: kolonial dan menghilangkan kedaulatan negara atas
tanah. Ketentuan tersebut sama sekali tidak berdasar baik
Jangka waktu hak atas tanah diatas hak secara sosiologis dan hukum.
pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan selama 90 (sembilan puluh) tahun. Pemberian hak atas tanah selama 90 tahun sekaligus pun
telah diputuskan sebagai tindakan yang melanggar UUD
1945 Pasal 33 ayat 93) melalui Putusan Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-V/2007
Perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Dimana frasa pemberian hak atas tanah sekaligus di
muka” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
16 Pasal 127 ayat (4) membentuk Undang-Undang Empat kewenangan Bank Tanah tersebut hendak
baru tentang Bank Tanah: mengambilalih kewenangan Negara sebagaimana Pasal
33 ayat (2) UUD 1945 “Cabang-cabang produksi yang
Dalam rangka mendukung investasi, pemegang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
hak pengelolaan badan bank tanah diberikan orang banyak dikuasai oleh negara.”
kewenangan untuk:
a. melakukan penyusunan rencana zonasi; Ketentuan ini sebaiknya tetap dipegang oleh pemerintah
b. membantu memberikan kemudahan karena jika dipegang oleh Bank Tanah maka
Perizinan Berusaha/persetujuan; penyalahgunaan dan pemberian tanah akan mudah
c. melakukan pengadaan tanah; dan diintervensi agar selalu menguntungkan pengusaha. Hal
d. menentukan tarif pelayanan. tersebut berdampak pada meningginya angka
ketimpangan penguasaan tanah.
17 Pasal 130 ayat (1) membentuk Undang-Undang Ketentuan ini bertentangan dengan pasal 2 ayat (4)
baru tentang Hak Pengelolaan: UUPA karena HMN hanya dapat diberikan kepada
pemerintah daerah dan masyarakat adat.
Sebagian kewenangan Hak Menguasai dari
Negara berupa Tanah dapat diberikan Hak HPL merupakan kekeliruan yang dilakukan oleh BPN
Pengelolaan kepada: melalui Permen Argaria 9/1999, yang menyempitkan
a. instansi Pemerintah Pusat; HMN menjadi HPL.
b. Pemerintah Daerah;
c. Badan bank tanah;
d. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah;
e. Badan hukum milik negara/daerah; atau
f. Badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah
Pusat.
18 Pasal 130 ayat (2) membentuk Undang-Undang Tiga kewenangan tersebut akan bermanfaat jika
baru tentang Hak Pengelolaan: dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah sesuai dengan
tujuan konstitusi Pasal 33 ayat (3). Namun akan
Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada merugikan negara jika ketiga kewenangan tersebut
ayat (1) memberikan kewenangan untuk: dipegang oleh Bank Tanah yang dari tujuannya saja
mencari keuntungan bagi segelintir pengusaha.
a. menyusun rencana peruntukan, penggunaan,
dan pemanfaatan Tanah sesuai dengan rencana Hal tersebut tentu sangat berbahaya karena kemampuan
tata ruang; perusahaan penguasaan tanah tidak terbatas, maka akan
b. menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau berdampak pada meningkatnya monopoli tanah di
sebagian tanah Hak Pengelolaan untuk digunakan Indonesia.
sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga;
dan
c. menentukan tarif dan menerima uang
pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib
tahunan dari pihak ketiga sesuai dengan
perjanjian.
19 Pasal 130 ayat (4) membentuk Undang-Undang Ketentuan ini menimbulkan ketidakpastian hukum,
baru tentang Hak Pengelolaan: karena dengan menyebtutkan pihak yang memenuhi
syarat meluasnya praktek-praktek ilegal jual beli aset
Hak Pengelolaan dapat dilepaskan kepada pihak pemerintah/negara, mempersulit pengaturan dan
yang memenuhi syarat. pengawasan terhadap tanah negara dan dalam RUU Cipta
Kerja ini tidak ditemukan apa saja syarat yang dimaksud.
20 Pasal 131 ayat (3) membentuk Undang-Undang Kewenangan untuk memberikan rekomendasi
baru tentang Hak Pengelolaan: pemberian Hak Atas Tanah pertama kali dan
perpanjangan diberikan sekaligus, yang dimiliki oleh
pemegang HPL akan berdampak pada munculnya
Dalam keadaan tertentu, pemegang Hak kesewenang-wenangan perusahaan/pemerintah dalam
Pengelolaan dapat memberikan rekomendasi penguasaan tanah. Karena Bank Tanah/perusahaan bisa
pemberian Hak Atas Tanah pertama kali dan memberikan tanah-tanah tersebut kepada perusahaan
perpanjangan diberikan sekaligus atas persetujuan milik keluarga para pengusaha atau pemerintah.
Pemerintah Pusat.
21 Pasal 131 ayat (4) membentuk Undang-Undang Melalui RUU Cipta Kerja UUPA kedaulatan negara atas
baru tentang Hak Pengelolaan: tanah hendak dilemahkan karena negara dan masyarakat
tidak diberikan kesempatan untuk menguasai dan
Dalam hal Hak Atas Tanah yang berada di atas mengusahakan tanahnya sendiri.
Hak Pengelolaan telah berakhir, tanahnya
kembali menjadi Tanah Hak Pengelolaan. Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud
mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara dan dapat
digunakan untuk kepentingan masyarakat atau reforma
agraria. Lain halnya jika jangka waktu tanah tersebut
habis dan peneguasaan kembali kepada pemilik HPL
perusahaan, artinya sama saja perusahaan tersebut
menjadi pemilik tanah selamanya.
22 Pasal 171 ayat (1) menambahkan ketentuan baru Salah satu objek reforma agraria adalah tanah terlantar,
mengenai Bank Tanah: banyak tanah terlantar yang sudah digarap oleh petani
dan menjadi desa-desa. Jika tanah-tanah yang telah habis
(1) Hak, izin, atau konsesi atas tanah dan/atau masa berlakunya dan tanah terlantar dikuasai oleh Bank
kawasan yang dengan sengaja tidak diusahakan Tanah, maka masyarakat akan kembali kehilangan hak
atau ditelantarkan dalam jangka waktu paling atas tanahnya. Hal ini juga berdampak pada
lama 2 (dua) tahun sejak diberikan, dicabut dan meningkatnya angka konflik agraria dan kemiskinan
dikembalikan kepada negara. masyarakat pedesaan.

(2) Dalam pelaksanaan pengembalian kepada Ketentuan ini sangat membahayakan kedaulatan negara
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas tanah, bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD
Pemerintah Pusat dapat menetapkan hak, izin, 1945, UUPA dan PP 24/1997 dimana tanah terlantar
atau konsesi tersebut sebagai aset Bank Tanah. diperuntukan kepada petani melalui redistribusi
tanah, bukan menjadi aset Bank Tanah.
23 Pasal 37 angka 1 menambahkan ayat baru Ketentuan tambahan Pasal 15 Ayat (1) Proses pengukuhkan kawasan hutan hanya menggunakan
sekaligus menghapus ketentuan teknis Pasal 15 Penunjukan kawasan hutan adalah kegiatan pendekatan teknologi informasi dan satelit secara sepihak
UU 41/1999 tentang Kehutanan: persiapan pengukuhan kawasan hutan, oleh pemerintah, tanpa melibatkan masyarakat atau
antara lain berupa:
(3) Pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan a. pembuatan peta penunjukan yang pemerintah desa dan mempertimbangkan kondisi
memanfaatkan teknologi informasi dan bersifat arahan tentang batas luar; penguasaan tanah di lapangan.
koordinat geografis atau satelit. b. pemancangan batas sementara yang
dilengkapi dengan lorong-lorong Hal ini akan mempermudah proses perampasan tanah
batas; masyarakat adat dan petani yang berada di pinggiran atau
c. pembuatan parit batas pada lokasi- dalam klaim kawasan hutan.
lokasi rawan; dan
d. pengumuman tentang rencana batas
kawasan hutan, terutama di lokasi-
lokasi yang berbatasan dengan tanah
hak.
24 Pasal 37 angka 17 dan pasal 38 angka 3 Pasal 50 UU 41/1999 tentang Kehutanan jo Hingga 2019 KPA mencatatterdapat 1.298 kasus
menduplikasi Pasal 50 UU 41/1999 tentang Putusan MK No. 95/PUU-XII/2014 kriminalisasi terhadap petani akibat mempertahankan hak
Kehutanan dan Pasal 82 UU 18/2013 tentang Status Perubahan Pasal 50 ayat (3): atas tanah dan wilayah hidupnya, khususnya di kawasan
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan: hutan.
Setiap orang dilarang menebang pohon
Adapun kedua ketentuan kriminalisasi tersebut: atau memanen atau memungut hasil hutan Dengan adanya ketentuan ini akan meningatkan angka
di dalam hutan tanpa memiliki hak atau petani yang dipenjara karena mempertahankan tanahnya.
Setiap orang dilarang merambah kawasan hutan, izin dari pejabat yang berwenang, kecuali Selainitu juga ketentuan ini bertentangan dengan putusan
membakar hutan, menebang pohon atau terhadap masyarakat yang hidup secara MK No. 95/2014 dimana masyarakat di dalam hutan
memanen atau memungut hasil hutan di dalam turun temurun di dalam hutan dan berhak menggarap tanah dan memanfaatkan hasil hutan
hutan tanpa memiliki hak atau persetujuan dari tidak ditujukan untuk kepentingan untuk kebutuhan sehari-hari dan pasal 16 ayat 1 UUPA
pejabat yang berwenang. komersial. 1960 pun menjamin hak dan akses masyarakat untuk
memperoleh manfaat dari hasil hutan.

25 Pasal 30 angka 1 mengubah pasal 14 UU 39/2014 Pemerintah Pusat menetapkan batasan luas Melalui ketentuan ini pembatasan penguasaan tanah bagi
tentang Perkebunan: maksimum dan luas minimum penggunaan perusahaan perkebunan besar tidak memiliki indikator
lahan untuk Usaha Perkebunan dengan atau ketentuan pembatasan luasan HGU seperti
(1) Pemerintah Pusat menetapkan batasan luas salah satu pertimbangnnya adalah tingkat ketimpangan penguasaan tanah, kepadatan penduduk,
maksimum dan luas minimum penggunaan lahan kepadatan penduduk, pola daya dukung lingkungan dan tata guna tanah artinya
untuk Usaha Perkebunan. pengembangan usaha, kondisi geografis memang pengusaha melalui ketentuan ini tidak
dan pemanfaatan lahan berdasarkan menginginkan adanya pembatasan bagi HGU.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan fungsi tata ruang.
batasan luas diatur dengan Peraturan Pemerintah.
26 Pasal 30 angka 2 menghapus pasal 15 UU Perusahaan Perkebunan wajib Dengan dihapusnya ketentuan semula, ketentuan ini akan
39/2014 tentang Perkebunan: mengusahakan Lahan Perkebunan: meningkatkan praktek penelantaran tanah, karena tanah
a. paling lambat 3 (tiga) tahun setelah perkebunan semakin bebas dijadikan agunan di Bank
pemberian status hak atas tanah, oleh perusahaan tanpa perlu diusahakan. Hal ini juga
Perusahaan Perkebunan wajib bertentangan dengan mandat konstitusi pasal 33 ayat (3)
mengusahakan Lahan Perkebunan dan UUPA 1960.
paling sedikit 30% (tiga puluh
perseratus) dari luas hak atas tanah;
dan
b. paling lambat 6 (enam) tahun setelah
pemberian status hak atas tanah,
Perusahaan Perkebunan wajib
mengusahakan seluruh luas hak
atas tanah yang secara teknis dapat
ditanami Tanaman Perkebunan.
27 Pasal 30 angka 19 mengubah Pasal 58 UU Perusahaan Perkebunan yang memiliki izin Ketentuan ini menghilangkan kewajiban pembangunan
39/2014 tentang Perkebunan: Usaha Perkebunan atau izin Usaha kebun rakyat dalam areal HGU perusahaan. Tidak
Perkebunan untuk budi daya wajib adanya batasan 20% mengakibatkan perusahaan
Perusahaan Perkebunan yang melakukan kegiatan memfasilitasi pembangunan kebun diperbolehkan membangun kebun rakyat meski hanya
usaha perkebunan dan kegiatan usaha perkebunan masyarakat sekitar paling rendah seluas seluas 1% dari areal perkebunan. Hal ini akan mematikan
budi daya wajib memfasilitasi pembangunan 20% (dua puluh perseratus) dari total usaha-usaha rakyat di bidang perkebunan.
kebun masyarakat. luas areal kebun yang diusahakan oleh
Perusahaan Perkebunan.
28 Pasal 40 angka 4 dan 5 menghapus Pasal 7 dan 8 Kewenangan pemerintah pusat dan daerah Konflik agraria di sektor pertambangan merupakan
UU4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan dalam penataan pertambangan salah konflik agraria yang tak memiliki jalur penyelesaian.
Batubara satunya penyelesaian konflik masyarakat Sejak tingkat undang-undang hingga peraturan teknis
dan pengawasan usaha pertambangan. mengenai pertambangan tidak ada aturan mengenai
mekanisme bagaimana penyelesaian konflik agraria
sektor pertambangan hendak diselesaikan.

Dengan dihapusnya ketentuan semula, ini bahkan


memperburuk dengan mengamputasi kewenangan
penyelesaian konflik agraria oleh pemerintah pusat dan
daerah (lebijakan ototnomi daerah).
29 Pasal 40 angka 14 menghapus pasal 152 UU Dalam hal pemerintah daerah tidak Pendapatan asli daerah sering kali ketergantungan kepada
4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan melaksanakan ketentuan kewenangannya pertembangan. Hal tersebut berdampak pada kebal
Batubara berhak memberikan sanksi administratif hukumnya pengusaha-pengusaha tambang yang
kepada pemegang IUP, Menteri dapat melanggar hukum. Di lain sisi pemerintah daerah
menghentikan sementara dan/atau sebenarnya memiliki kewenangan untuk memberikan
mencabut IUP atau IPR sesuai dengan sanksi, namun tidak banyak dilakukan.
ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dengan dihapusnya kewenangan pencabutan izin
pertambangan oleh menteri, maka penegakan hukum di
sektor pertambangan akan hilang dan yang akan timbul
kemudian adalah konflik agraria dan bencana alam.
30 Pasal 40 angka 48 menambahkan pasal 128A baru (1) Pemegang IUPK Operasi Produksi Sumbangan terhadap devisa dari sektor pertambangan
pada UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral untuk pertambangan mineral logam dan mencapai Rp. 66,12 triliun pada 2018. Angka tersebut
dan Batubara: batubara wajib membayar sebesar 4% jauh lebih rendah dibandingkan sektor pertanian yang
(empat persen) kepada Pemerintah dan 6% mencapai Rp. 395,7 triliun pada tahun yang sama.
Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban (enam persen) kepada pemerintah daerah
penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada dari keuntungan bersih sejak berproduksi. Di tengah kecilnya sumbangan terhadap pendapatan
ayat (1) untuk kegiatan peningkatan nilai tambah negara dari pertambangan hendak dihilangkan melalui
batubara dapat berupa pengenaan royalti sebesar (2) Bagian pemerintah daerah sebagaimana ketentuan ini dimana pengusaha tambang diberikan
0%. dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai keistimewaan untuk tidak memberikan royalti kepada
berikut: pemerintah pusat dan daerah.
a. pemerintah provinsi mendapat
bagian sebesar 1% (satu persen);
b. pemerintah kabupaten/kota
penghasil mendapat bagian sebesar
2,5% (dua koma lima persen); dan
c. pemerintah kabupaten/kota lainnya
dalam provinsi yang sama
mendapat bagian sebesar 2,5%
(dua koma lima persen).

Anda mungkin juga menyukai