Anda di halaman 1dari 68

TM 12

Basic trauma and cardiax


life support 1 :
penanganan korban
trauma fisik
Initial assessment and management
Initial Assessment adalah pengkajian awal pada korban yang
mengalami cedera dan dibutuhkan pelayanan segera untuk
mencegah kematian. Initial assesment juga merupakan proses
penilaian yaang cepat dan penanganan yang tepat untuk
menghindari kematian pada pasien yang dilakukan saat
menemukan pasien dengan kondisi gawat darurat.
Menurut (Lumbantoruan and Nazmudin, 2015, p. 126) pengkajian awal
inti adalah :
1) Primary survey, yaitu penanganan ABCDE dan resusitasi, untuk mencari
keadaan yang dapat mengancam nyawa pasien dan melakuan resusitasi
jika diperlukan
2) Secondary survey, yaitu Head To Toe, pemeriksaan mulai dari ujung
kepala sampai kaki
3) Pemasangan alat definitif
Survei Primer (Primary Survey)
Pada penderita luka parah, prioritas terapi diberikan berurutan berdasarkan
penilaian (Lumbantoruan and Nazmudin, 2015, p. 127) :
1) Airway dengan C Spine Control (gangguan Airway adalah penyebab kematian yang pling
cepat)
2) Breathing dan ventilasi
3) Circulation dan kontrol perdarahan
4) Disability : status neurologi, GCS, dan tanda lateralisasi
5) Exposure : Log Rol
6) Foly Catheter
7) Gastric Tube
Airway dengan kontrol servikal
Pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ketidaklancaran airway dapat dinilai dengan
2 cara yaitu :
a. Inspeksi, dilihat dari apakah pasien ada mengeluarkan cairan, contohnya darah,
sputum atau sekret dan lainnya
b. Listen, yang bisa kita dengar yaitu gurgling yang disebabkan karena cairan,
pangkal lidah jatuh kebelakang dapat menimbulkan suara snoring (ngorok)
Obstruksi pada jalan napas dapat juga disebabkan karena fraktur tulang wajah,
fraktur fraktur mandi bula atau maksila, fraktur laring atau trakea.
Breathing dan Ventilasi

Pada penilaian breathing dapat dilakukan dengan 4 hal yaitu :


1) Inspeksi (melihat langsung)
2) Auskultasi
3) Palpasi
4) Perkusi
Circulation dengan Kontrol Perdarahan

Perdarahan merupakan penyebab kematian pascatrauma dan


pascabedah yang dapat diatasi dengan terapi cepat di rumah sakit.
Tindakan yang dapat dilakukan dengan cepat pada sirkulasi adalah balut
tekan, penekanan pada arteri besar (Direc Presuare Point), dan
pemasangan bidai dan ganti cairan yang keluar.
Disability ( kesadaran dan kemampuan pasien)

Kemampuan pasien dapat dilihat berdasarkan GCS. Adapun tingkat


kesadaran yaitu : compos mentis, apatis, somnolen, soporo coma, dan
coma. Penilaian pupil sangat penting untuk mengetahui apakah ada
perdarahan dalam otak atau tidak. Dapat dilihat dengan adanya
pembesaran pupil (an isokor) test babinsky apakah positif atau negatif
dan tanda laterasi
Exposure
membuka pakaian pasien dan melakukan pemeriksaan head to toe.
Pemeriksaaan tubuh bagian belakang dapat dilakukan teknik log rol.
Pasien harus diselimuti untuk mencegah terjadinya hipotermi

Folly Catheter
Tujuan pemasangan folly caheter adalah untuk mengetahui
kebutuhan cairan pasien. adapun kontraindikasi pemasangan
kateter pada pasien trauma adalaah adanya perdarahan pada
Orevisi Umuretra Eksterna (OUE) dan pembengkakan pada skrotum
(laki-laki)
Gastric Tube (NGT)
Pasien emergency yang mengalami penurunan kesadaran akibat
trauma dan nontrauma sebaiknya dipasang NGT, khusus yang
trauma NGT harus dipasang untuk mengurangi distensi abdomen,
dan pemberian obat dan nutrisi.

Heart Monitoring
Monitor EKG dipasang pada pasien trauma. Re-evaaluasi harus
dilakukan untu memgetahui keberhasilan tindakan yang sudah
diberikan seperti Airway, Breathing, sirkulasi, dan disability
Survei Sekunder

Survei Sekunder merupakan pemeriksaan yang dilakukan


seacar lengkap dengan menggunakan pemeriksaan head to
toe (Norfitri, 2019, p. 8). Menurut (Lumbantoruan and
Nazmudin, 2015, pp. 134–136) adalah pemeriksaan yang
dilakukan ujung kepala sampai kaki (Head To Toe
Examination), depan dan belakang serta setiap lubang harus
diperiksa (Tube Finger In Every Orifice)
Data Fokus Tambahan
Intervensi yang harus dipertimbangkan setelah penilaian sekunder dan
tanda vital bergantung pada temuan penilaian primer & sekunder
(Sheehy, 2018, p. 327) yaitu :
1) Monitoring dan saturasi oksigen secara berkelanjutan
2) Pemasangan selang gastrik
3) Pemasangan kateter urine
4) Temuan laboratorium yang sesuai
5) Focus Assessment With Sonography for Trauma (FAST)
Re evaluasi penderita dilakukan dengan mencatat, melaporkan
setiap perubahan pada kondisi penderita dan respons terhadap
resusitasi. Monitor TTV dan jumlah produksi urine. Jika merujuk
pasien, ia harus dibawa dalam kondisi stabil dan membawa
pemeriksaan penunjang.
Airway and ventilatory management,
Cricothyroidotomy
Airway and ventilatory management

Pengelolaan Jalan Nafas dengan Mengeluarkan benda asing dari


jalan nafas
Manuver Heimlich/Abdominal Thrust (hentakan pada perut).

Chest Thrust (Hentakkan Dada)


Teknik Pertolongan Sumbatan Benda Asing
Pada Pasien Dewasa Tidak Sadar

Cross Finger Finger Sweep


Pengelolaan Jalan Nafas Secara Manual

Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift


manuver)
Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuver)

Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat Sederhana

Oropharyngeal Airway (OPA) dan Nasopharyngeal Airway (NPA)


Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat Lanjutan
Face Mask
Laryngeal Mask Airway (LMA)
Pipa Trakea

Ventilasi Mekanik
Ventilasi Mekanik Invasif
Ventilasi Mekanik Non-Invasif
Cricothyroidotomy

Krikotirotomi Dengan Menggunakan Jarum


(Needle/Cannula Cricothyrotomy)

Krikotirotomi Melalui Pembedahan


(Surgical Cricothyrotomy)
Shock Assessment and
Management
SHOCK
Suatu sindroma klinik yang terjadi akibat ketidakseimbangan secara sistemik
antara pasokan/ supply oksigen dengan permintaan/ demand (Medical Surgical
nursing critical thinking in client care, 2000)

Kondisi yang mengancam nyawa yang terjadi karena ketidakseimbangan


kebutuhan dan suplaiO2, dengan karakteristik hipoxia & tidak adekuat fungsi
sel. Dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ & kematian.

Syok Hemorrhagic Syok Non -


(hypovolemia) Hemorrhagic

PENGEL OLA A N
P AD A P AS IEN
SYOK
TR AU M A

FIRST STEP: RECOGNITION OF ITS PRESENCE !!!


Gejala dan tanda perfusi organ dan oksigenasi tidak adekuat

SECOND STEP: IDENTIFY PROBABLE CAUSE


Pada kasus trauma:
MECHANISM OF INJURY 90% syok in trauma: Hipovolemik syok karena perdarahan
(hemoragik syok)
PENGK AJIA N
SYOK Airway
HEMOR A GIK Patensi jalan nafas dengan ventilasi dan oksigenasi adekuat
Breathing
Pemberian Oksigen adekuat → mempertahankan saturasi > 95%.
Circulation
Kontrol perdarahan, persiapan akses intravena → pemeriksaan gol. Darah &
rhesus, penilaian perfusi jaringan
Disability
Menentukan level tingkat kesadaran pasien → GCS.
Exposure
Pemeriksaan lengkap → cegah HIPOTERMI.
MANA GEM ENT
SYOK 1) tempo yang mendesak
2) mengidentifikasi dan mengobati penyebab akut dan
reversibel
3) memulihkan volume intravaskular
4) infus obat vasoaktif
5) menggunakan tambahan mekanis, jika ada
6) mendukung fungsi vital hingga sembuh.
Thoracic Trauma

CHEST TRAUMA ASSESSMENT AND


MANAGEMENT .
Injury Mechanism

Mekanisme cidera dada dibagi kedalam dua kategori utama:


1. blunt (tumpul)
2. penetrasi.
Cedera yang signifikan pada sebagian besar struktur intrathoracic dapat
segera mengancam jiwaKematian dapat terjadi sekunder akibat eksanguinasi,
gagal napas berat yang terjadi bersamaan hipoksia, syok obstruktif (tension
pneumotoraks) dengan akibat gagal jantung atau cedera jantung
langsung(Kate, 2004).
Pendekatan Penanganan Pada
Pasien Trauma

American College of Surgeon telah


mengembangkan sistem klasifikasi trauma
yang membantu personil pra-rumah sakit
dalam menentukan fasilitas mana yang paling
siap untuk menerima pasien trauma tersebut.

Emergency Care of Chest Injury

Gejala awal adanya trauma dada adalah Palpasi dapat menunjukan adanya
sesak napas dan nyeri. tenderness, instability, and crepitus (TIC).

Tanda atau indikasi trauma dada dapat


Auskultasi atau mendengarkan bidang paru-
ditemukannya pada pemeriksaan meliputi
paru ada tidaknya suara napas dan kesamaan
kontusio dinding dada, luka terbuka,emfisema
dari kedua lapang paru.
subkutan,gerakan dada asimetris termasuk
.
gerakan paradox, sianosis, dan syok.
InitialAssesment

Airway

Manajemen jalan napas tetap


menjadi tantangan utama dalam
perawatan pasien multipel trauma.
Hipoksia sekunder akibat obstruksi
jalan napas (benda asing, lidah,
aspirasi muntahan, atau darah)
merupakan penyebab umum
kematian akibat trauma yang dapat
dicegah.
Breathing

Walaupun jalan napas terbuka,


untuk dapat bernapas efektif
pasien harus mampu melakukan
pertukaran gas di sepanjang jalan
napas. Oleh karena itu penilaian
dan intervensi pada pernapasan
harus selalu mengikuti penilaian
dan intervensi pada jalan napas.
Circulation

Pertukaran gas yang berhubungan


erat dengan pernapasan dapat
berjalan dengan baik apabila
sistem peredaran darah dapat
mengedarkan gas tersebut.
Gangguan sirkulasi pada taruma
dada sering terkait dengan adanya
syok,trauma syok hipovolemik,
atau obstruktif.
Disability

Temuan penting: pupil aniskokor atau lamban bereaksi


"D” merupakan penilaian primer atau gagal untuk bereaksi, penurunan glasgow coma
yang dimaksudkan untuk
mengingatkan tenaga
scale mengakibatkan perubahan tingkat
kesehatan untuk menilai status kesadaran,kelemahan di salah satu sisi atau ekstremitas,
neurologis. dan postur abnormal, Intervensi potensial: Jaga kepala
lurus dengan posisi kepala datar atau elevasikan 30-45
derajat, kurangi rangsangan eksternal.
Exposure

Pakaian yang digunakan dapat menyembunyikan cidera yang terjadi oleh karena
itu lepas semua pakaian sebagai bagian dari penilaian primer. Tim yang menangani
trauma harus hati-hati melakukan penilaian adanya kelainan bagian tubuh yang
terkena yang mungkin memerlukan intervensi segera seperti luka terbuka,atau
fraktur, perdarahan yang tidak terkontrol, atau eviserasi.
Abdominal & Pelvic
TRAUMA
ABDOM IN AL &
PE L V IC
T R AU M A 1) Inspeksi, inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, dada bagian bawah

A SS ES S M E NT serta perineum dilihat apakah ada laserasi, liang tusukan, benda asing yang
menancap, bagian usus yang keluar atau jejas pada dinding perut seperti,
tanda sabuk pengaman, yang merupakan memar besar atau abrasi di perut,
merupakan indikasi cedera intra-abdominal pada sekitar 25% kasus.

2) Auskultasi, ada atau tidaknya bising usus. Darah bebas di retroperitoneum


ataupun gastrointestinal dapat mengakibatkan hilangnya bising usus. Pada luka
tembak atau luka tusuk dengan isi perut yang keluar tidak perlu dilakukan.
Perubahan bising usus (Kehadiran bising usus di dada menunjukkan ruptur
diafragma dan harus segera dilaporkan)
ABDOM INA L &
PELVIC
TRA U MA 3) Perkusi, mengetahui adanya nada timpani karena dilatasi lambung akut di

A SSE SS M EN T kuadran kiri atas ataupun adanya perkusi redup bila adanya hemoperitoneum.

4) Palpasi, palpasi perut pasien untuk distensi, nyeri tekan, atau kekakuan.
Distensi abdomen harus diinterpretasikan sebagai tanda trauma intraabdominal
berat dengan kemungkinan perdarahan. Tenderness atau guarding pada dinding
perut, terutama jauh dari luka, juga biasanya merupakan tanda cedera
intraabdomen. Fraktur pelvis sering menyebabkan syok hemoragik. Palpasi
lembut iliac crests (sayap pelvis) dan pubis pelvis dapat mengungkapkan
tanda-tanda yang berhubungan dengan patah tulang, termasuk nyeri tekan,
krepitasi tulang, atau ketidakstabilan.
ABDOM INA L &
PELVIC
TRA U MA
A SSE SS M EN T
Catatan: pelvis tidak boleh dikompresi, karena hal ini dapat menyebabkan
keluarnya bekuan darah atau kemungkinan memburuknya patah tulang, atau
lebih dari satu penyedia layanan darurat tidak boleh meraba pelvis untuk
ketidakstabilan
ABDO M IN A L
TRA U MA
MANA GE M EN T
PRE-HOSPITAL
1) Penanganan awal trauma non-penetrasi (trauma tumpul):
Stop makanan dan minuman
Imobilisasi
Rujuk ke rumah sakit
ABDO MIN A L
TRAU MA PRE-HOSPITAL
MANAG E M EN T
2) Penanganan awal trauma penetrasi (trauma tajam)
Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam
tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
Imobilisasi pasien.
Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan.
Rujuk ke rumah sakit
ABDO MIN A L
TRAU MA HOSPITAL
MANAG E M EN T
2) Trauma Penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya
luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang
berdekatan.
Skrining pemeriksaan rontgen
IVP (Intravenous Pyelography) dan CT Scanning. Ini di lakukan untuk mengetauhi
jenis cedera ginjal yang ada.
Uretrografi. Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
Sistografi. Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada fraktur pelvis dan trauma non-penetrasi
PELVIC
TRA UM A
MANA GE ME NT
HEAD AND NECK
TRAUMA
HEAD AND NECK TRAUMA ASSESSMENT

Penilaian yang dilakukan pada saat klien mengalami trauma


kepala dan leher menurut (Iskandar, 2017) yaitu melakukan
penilaian ABCDE yang berarti :
Airway : Penilaian terhadap jalan napas dan imobilisasi
pada trauma leher
Breathing : Penilaian jalan napas, pemberian oksigen
apabila dibutuhkan
Circulation : Penilaian sirkulasi, pemasangan jalur
intravena dan resusitasi cairan apabila dibutuhkan
Disability : Penilaian tingkat kesadaran dengan
menggunakan GCS atau AVPU
Exposure : Penilaian reaksi kulit, keadaan suhu tubuh dan
adanya cedera pada tubuh
HEAD AND NECK TRAUMA ASSESSMENT

AVPU

Alert: Kesadaran penuh

Verbal: Panggilan atau suara

Pain: Rangsangan nyeri

Unresponsive: Tidak ada rangsangan apapun


PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA

Penatalaksanaan penderita cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan
dilakukan menurut urutan prioritas. Pasien dengan cedera kepala harus ditangani
dan dipantau terus sejak tempat kecelakaan, selama perjalanan dari tempat kejadian
sampai rumah sakit, di ruang gawat darurat, kamar radiologi, sampai ke ruang
operasi, ruang perawatan atau ICU, sebab sewaktu-waktu bisa memburuk akibat
aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya (dr. Agus Yudawijaya, Sp.S., 2022)

Macam dan urutan prioritas tindakan cedera kepala ditentukan atas


dalamnya penurunan kesadaran pada saat diperiksa:
Pasien dalam Keadaan Sadar
Pasien dengan Keadaan Menurun
PASIEN DALAM KEADAAN SADAR

Pasien yang sadar pada saat diperiksa bisa dibagi dalam 2 jenis yaitu:
Simple Head Injury (SHI) : Pasien mengalami cedera kepala tanpa
diikuti gangguan kesadaran, dari anamnesis maupun gejala serebral
lain. Pasien ini hanya dilakukan perawatan luka. Pemeriksaan radiologi
hanya atas indikasi.
Kesadaran Terganggu Sesaat : Pasien mengalami penurunan kesadaran
sesaat setelah cedera kepala dan pada saat diperiksa sudah sadar
kembali. Pemeriksaan radiologi dibuat dan penatalaksanaan
selanjutnya seperti SHI.
PASIEN DENGAN KEADAAN MENURUN

Cedera Kepala Ringan atau Minor Head Injury (GCS 13-15): Kesadaran
disoriented atau not obey command, tanpa disertai defisit fokal serebral. Setelah
pemeriksaan fisik dilakukan perawatan luka, dibuat foto kepala. CT Scan kepala,
jika curiga adanya hematoma intrakranial, misalnya ada riwayat lucid interval,
pada follow up kesadaran semakin menurun atau timbul lateralisasi. Observasi
kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital.
Cedera Kepala Sedang (GCS 9-12): Pasien dalam kategori ini bisa mengalami
gangguan kardiopulmonal
Cedera Kepala Berat (GCS 3-8): Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang
multiple, oleh karena itu di samping kelainan serebral juga disertai kelainan
sistemik.
PRINSIP DASAR PENANGANAN CEDERA
KEPALA
Monitor tekanan intrakranial beserta penurunannya
Elevasi kepala 30 derajat
Terapi medikamentosa untuk penurunan edema otak
Penurunan aktivitas otak, menurunkan hantaran oxygen dengan induksi
koma
Pembedahan dekompresi
Terapi Profilaksi terhadap kejang
PENATALAKSANAAN CEDERA LEHER

Dalam manajemen deskriptif dan klinis pada leher dibagi menjadi tiga
zona. Pada trauma tembus memiliki implikasi anatomi, diagnostic dan
manajemen. Karena sistem zona sangat membantu dalam memandu
keputusan manajemen (Ramsden, 2018) . Berikut zona-zona dalam
manajemen cedera leher:
Zona I : memanjang dari batas inferior kartilago krikoid ke
klavikula dan berisi trakea, esophagus, pembuluh darah besar,
mediastinum atas, apeks paru-paru dan duktus toraks.

Zona II : meliputi ruang antara kartilago krikoid dan sudut


mandibula dan berisi pembuluh karotis dan vertebra, vena
jugularis, faring, laring, serta bagian vena jugularis.
Zona III : melibatkan area dari sudut mandibula hingga dasar
tengkorak dan termasuk bagian ekstrakranial pembuluh karotis
dan vertebra serta bagian vena jugularis.
SPINE AND SPINAL CORD
ASSESMENT AND
MANAGEMENT
Sumsum tulang belakang rentan dan dapat terluka sebagai akibat dari fraktur
yang berkelanjutan atau mungkin berisiko cedera tambahan jika tidak
ditangani dengan hatihati setelah trauma Perawat yang merawat pasien yang
mengalami trauma harus bertindak untuk melumpuhkan C-spine dimana
riwayat, tanda, atau gejala menunjukkan kemungkinan cedera tulang belakang.
Juga harus diingat bahwa orang dengan kondisi degeneratif, seperti
osteoporosis, neoplasma, atau kondisi mendasar lainnya yang memengaruhi
tulang, dapat mengalami patah tulang dengan trauma minimal atau bahkan
melalui aktivitas normal. Cedera tulang belakang yang paling umum terjadi di
C-spine dan di persimpangan thoracolumbar. (Gaedeke Norris, 1989)
ASSESMENT AND MANAGEMENT
Manajemen pra-hospital adalah yang paling penting. Ini termasuk penilaian pasien lengkap
termasuk (Olby, 2012) Pengelolaan cedera tulang belakang leher meliputi

1. Identifikasi defisit neurologis yang jelas dengan hilangnya gerakan anggota tubuh,
mati rasa atau nyeri yang signifikan
ASSESMENT AND MANAGEMENT

Imobilisasi pasien dan leher


Pada saat stabilisasi/imobilisasi tulang
belakang kita juga harus memperhatikan
Teknik, apalagi jika pasien ada cidera
medulla spinalis/tulang belakang. Bisa
dengan menggunakan Long Spine Board
(LSB) karena LSB ini , dirancang untuk
immobilisasi gerakan dari pasien dengan
cedera tulang belakang atau anggota
badan yang di duga, atau penyelamatan
percaya bahwa ada kemungkinan cedera
tulang belakang
ASSESMENT AND MANAGEMENT

Imobilisasi pasien dan leher


Cara yang ke-2 Log roll adalah sebuah teknik
yang digunakan untuk memiringkan klien yang
badannya setiap saat dijaga pada posisi lurus
sejajar (seperti sebuah batang kayu). Contohnya
untuk klien yang mengalami cidera spinal. Asuhan
yang benar harus dilakukan untuk mencegah
cidera tambahan. Teknik ini membutuhkan 2-5
perawat. Untuk klien yang mengalami cidera
servikal, seorang perawat harus mempertahankan
kepala dan leher klien tetap sejajar
ASSESMENT AND MANAGEMENT

4. Pemeliharaan oksigen 5. Pemeliharaan tekanan darah


ASSESMENT AND MANAGEMENT

Penatalaksanaan di rumah sakit meliputi langkah-langkah


berikut dengan penambahan selang nasogastrik untuk
mencegah aspirasi, kateter Foley untuk mengamati retensi urin,
pengaturan suhu, elektrolit, dan pemeriksaan neurologis yang
lebih detail. Evaluasi dimulai dengan riwayat rinci dan
pemeriksaan fisik. Penting untuk melumpuhkan tulang belakang
leher untuk mencegah cedera neurologis baru atau yang
memburuk, terutama pada pasien koma (Zhang et al., 2013)
ASSESMENT AND MANAGEMENT

Penilaian pemeriksaan neurologis/Pemantauan terhadap pemeriksaan


neurologis dapat dinilai menggunakan American Spinal Injury Association
Spinal cord injury (ASIA SCI)
Muscosceletal

Assesment and

management
ASSESMENT AND MANAGEMENT

Sistem rangka memberikan bentuk dan bentuk untuk tubuh kita, selain

memberikan dukungan dan perlindungan, memungkinkan gerakan tubuh,

memproduksi sel darah merah, dan menyimpan mineral. Kerangka manusia

dibagi menjadi dua bagian yang berbeda.


Rangka aksial terdiri dari tulang-tulang yang membentuk sumbu

tubuh, yang menopang dan melindungi organ-organ kepala, leher, dan

badan. Tulang-tulang ini termasuk tengkorak, tulang dada, tulang

rusuk, dan tulang belakang.


Rangka apendikular terdiri dari anggota gerak atas, anggota gerak

bawah, dan gelang panggul. Sakrum dan tulang ekor dianggap sebagai

bagian dari tulang belakang.


ASSESMENT AND MANAGEMENT

Organ dalam dilindungi oleh sistem rangka, dan patah tulang pada setiap struktur tulang
dapat menyebabkan kerusakan terkait pada jaringan lunak dan jeroan. Sel darah

diproduksi oleh sumsum yang terletak di beberapa tulang. Fraktur tulang panjang,

khususnya, dapat mengakibatkan hilangnya volume sirkulasi yang signifikan.


Sendi adalah titik pertemuan tulang artikulasi. Mereka terbungkus dalam kapsul dan

dilumasi dengan cairan sinovial. Gerakan sendi meliputi abduksi, adduksi, fleksi,

ekstensi, dan rotasi.


Otot adalah jaringan kontraktil yang menempel pada tendon atau tulang untuk

membantu gerakan.
Tendon adalah jaringan fibrosa yang menghubungkan otot dengan tulang.
Ligamen adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan tulang dengan tulang.
ASSESMENT AND MANAGEMENT

1. Pengkajian Fisik As you palpate, note: During inspection, be

When assessing an injured


skin temperature mindful of:
extremity, use the ‘five Ps’: pain and the point of
color
Pain; tenderness disruption of skin

Pallor; bony crepitus integrity


Pulselessness; joint instability position of the

Paraesthesiae; peripheral nerve


extremity
Paralysis. function (sensory and
edema, swelling, or

motor). ecchymosis
ROM or lack of ROM
symmetry, alignment,

deformity.
ASSESMENT AND MANAGEMENT
2. Pengkajian Riwayat Kesehatan 3. Pengkajian Tulang dan Sendi
Ini harus mencakup yang berikut: Kepala, rahang dan, Leher
trauma baru-baru ini; Tulang Belakang
kondisi ortopedi yang
Bahu dan sikut
mendasari; Tangan dan pergelangan

riwayat kesehatan yang


tangan
relevan; Panggul dan lutut
pengobatan saat ini; Kaki dan pergelangan kaki
alergi yang diketahui.
Riwayat penyakit terdahulu

dan keluarga
Sejarah sosial
ASSESMENT AND MANAGEMENT

4. Pengkajian Otot
ASSESMENT AND MANAGEMENT

Nyeri

Gangguan Mobilitas
Perdarahan
ASSESMENT AND MANAGEMENT

1. Farmakologis : analgesik, nsaid, kortikosteroid, dan relaksan otot rangka


2. Non Farmakologis : close reduction dan immobilisasi (Bidai keras, lunak, dan

traction)
3. Operasi : ORIF
Terima Kasih!
Sampai jumpa pada pertemuan
berikutnya yang akan membahas
tentang: Mengevaluasi Polinomial

Anda mungkin juga menyukai