Anda di halaman 1dari 32

Meeting 2:

Sejarah dan Perkembangan


Penerbitan
Ambhita Dhyaningrum, S.S., M.Hum
Publikasi Karya
• Manusia menyampaikan gagasannya kepada orang lain lewat
komunikasi visual diawali sekitar 22.000 SM.
• Era komunikasi tertulis dimulai 4.000 SM saat bangsa Sumeria
menemukan huruf dan mulai menuliskan hukum yg berlaku di
lempengan tanah liat.
• Wong Jei, seorang berkebangsaan Cina diyakini sebagai penemu
alat cetak yang pertama. Naskah pertama dicetak pada tahun 856
M. Wong Jei mengukir tulisan pada kayu. Kemudian, kayu diberi
tinta dan kertas ditekan di atasnya sehingga terbentuklah cetakan
pada kertas
• Pada tahun 1000 M, di China dikembangkan alat cetak kayu mirip
stempel oleh Pi Sheng.
• Di Korea ditemukan huruf loga sebagai pengganti huruf dari tanah
liat.
Pembabakan komunikasi manusia menurut
Rogers ada 4 babak utama
- komunikasi tertulis;
- tercetak;
- telekomunikasi
- interaktif.
Namun ada juga yg meringkas menjadi tiga yaitu
komunikasi lisan; tertulis & digital.
NILAI TAMBAH
ISI PENERBITAN

Penerbitan merupakan proses pemberian nilai tambah atas


bahan baku yg dijadikan isi terbitan.
1. Nilai logis, isi informasi yang diterbitkan memberikan
kebenaran secara rasional dan bertindak pula secara
rasional kepada pembacanya.
2. Nilai etis, isi informasi yg diterbitkan memberikan makna
dan memperdalam ketaatan dan perilaku etis pada
pembaca.
3. Nilai estetis, isi informasi yg disampaikan mendorong
perkembangan apresiasi dan perilaku etis pembacanya.
4. Nilai teologis, nilai guna dari isi informasi, spt menambah
kecerdasan, memperluas wawasan,dst yg bermanfaat utk
meningkatkan kualitas kehidupan.
MAKNA PUBLIKASI
BAGI PERKEMBANGAN PERADABAN

• Revolusi besar dunia informasi terjadi tahun


1455,yakni penemuan mesin cetak oleh
Johannes Gutenberg, yang digunakan
pertama kalinya utk mencetak 200 eks Kitab
Injil, yg kemudian tercatat dalam sejarah
sebagai revolusi komunikasi dalam peradaban
manusia.
• Briggs & Burke menunjukkan beberapa
dampak perkembangan percetakan pada
peradaban manusia, misalnya koran
memberikan sumbangan pada pembentukan
kesadaran nasional dengan memperlakukan
pembaca sebagai publik nasional.
• Di Asia , mesin cetak sudah digunakan sejak
abad 8, khususnya di China dan Jepang. Kalau
mesin cetak Gutenberg menggunakan
lempengan logam yang terilhami dari mesin
pemeras anggur di Rhineland, mesin cetak
China dan Jepang menggunakan blok kayu
seperti stempel. Mesin yang serupa dengan
Gutenberg dikembangkan di Korea abad ke 15.
• Filsuf Inggris termasyhur, Francis Bacon,
menyebutkan bahwa penerbitan/percetakan
bersama dengan penemuan mesiu dan
kompas merupakan trio yang “mengubah
keadaan negara dan wajah segala sesuatu di
muka bumi”.
• Samuel Hatlib menyatakan bahwa seni
percetakan akan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan sedemikian rupa, sehingga
orang-orang biasa—karena mengetahui hak &
kebebasan—mereka tidak mau lagi diperintah
dengan cara penindasan.
• Menurut DeFleur dan Dennis (1988:41)
penerbitan buku belum dipandang sebagai
kekuatan politik. Pada masa itu penerbitan
buku lebih dipandang sebagai bagian dari
perkembangan sosial yang kebutuhan akan
hasil terbitannya berkembang sejalan dengan
pembukaan universitas-univesitas, perubahan
dalam kehidupan beragama serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan
kesusastraan.
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
DAN MEDIUM PUBLIKASI

• Komunikasi digital memungkinkan


penyimpanan, penelusuran, dan penemuan
kembali informasi dilakukan dengan mudah
dan cepat.
• Perkembangan medium publikasi melahirkan
fenomena cornucopia yg artinya
keberlimpahan/banjir informasi.
TIPE PENERBITAN
& KEBUTUHAN PENGGUNA

PENERBITAN BERKALA
• Penerbitan serial yg diberi batasan sebagai salah satu
bentuk penerbitan dengan judulnya sendiri,
mengandung beberapa artikel yg ditulis lebih dari
seorang penulis & diterbitkan dengan selang waktu
tertentu yg kurang dari 1 tahun tanpa ditetapkan
sebelumnya, kapan penerbitan terakhirnya.
• Contoh majalah, surat kabar, jurnal ilmiah atau terbitan
akademis. Penerbitan berkala bisa dilakukan dengan
berbagai medium,seperti kertas sebagimana
penerbitan konvensional/medium digital.
PENERBITAN NON-BERKALA
• Menurut UNESCO 1992, terbitan non-berkala adalah
satu karya yg diterbitkan semuanya pada waktu yang
sama atau berdasarkan volumenya baik dengan
interval waktu yang tak tertentu, namun tetap pada
rentang wktu 1 thn atau lbh. Kategori penerbitannya:
• Buku, yg didefinisikan sbg publikasi tercetak non-
berkala dengan jumlah halaman tidak kurang dari49
halaman, di luar sampul.
• Pamflet/brosur, penerbitan tercetak nonberkala
dengan jumlah halaman tidak kurang dari 5 & tidak
lebih dari 48 hal di luar sampul.
Sejarah Penerbitan
di Indonesia

• Kecerdasan suatu bangsa ditentukan oleh peran


sebuah buku sebagai media fasilitas penggerak.
Peran penerbit sangat besar dalam hal ini.
• Penerbitan buku tak lepas dari budaya tulis di
nusantara. Pada masa itu, khazanah perbukuan
masih berupa naskah-naskah yang ditemukan
dalam bentuk buku maupun kumpulan lembaran
daun lontar yang ditulis tangan. Materi yang
ditulis pun beragam mulai dari naskah resmi
kerajaan (perjanjian, keputusan raja), karya
sastra, babad (sejarah), hingga ayat-ayat suci.
• Penerbitan Indonesia yang sebenarnya dimulai pada
Abad 17 ketika penjajahan VOC datang ke bumi
Indonesia yang membawa mesin cetak.
• Pada akhir abad 19, terutama di Jawa, tumbuh
penerbit dan percetakan milik orang Tionghoa
peranakan dan Indo-Eropa yang menerbitkan sekitar
3000 judul buku, pamflet, dan terbitan lainya sebelum
kemerdekaan. Terbitan mereka terutama buku-buku
cerita dalam bahasa Melayu Tionghoa atau Melayu
pasar. Sementara percetakan milik Indo-Eropa sebagian
besar menerbitkan karya-karya terjemahan dari Eropa
ke dalam bahasa Melayu.
• Dunia perbukuan dan penerbitan buku terus
berkembang, hal tersebut bisa dilihat dari
kemunculan Komisi Bacaan Rakyat, salah
satunya karena pemerintah kolonial
menganggap novel-novel terjemahan dari
kalangan Indo-China dan bumiputra rendah
mutunya, karya populer picisan yang bisa
merusak mental bumiputra.
• Pada tahun 1917 komisi ini berganti nama
menjadi Balai Poestaka dan mulai mencetak
ratusan karya, mulai dari buku dalam berbagai
bahasa. Dari sinilah muncul banyak karya sastra
yang melejit hingga saat ini, seperti Siti Norbaja
karya Marah Rusli, Azab dan Sengsara karya
Merari Siregar, dan masih banyak lainnya. Setelah
empat tahun lamanya, Balai Pustaka akhirnya
memiliki mesin cetak sendiri. Mulai saat itu, Balai
Pustaka mulai meluncurkan terjemahan novel-
novel Eropa ke dalam bahasa Melayu..
• Di masa penjajahan Jepang pun penerbitan tetap
berjalan. Hanya saja penerbitan buku dan seluruh
jenis media yang ada digunakan oleh tentara
Jepang untuk kepentingan propaganda. Hingga
akhirnya Indonesia mencapai kemerdekaan di
tahun 1945, Balai Pustaka mulai menerbitkan
buku nasional seperti Pustaka Antara, Pustaka
Rakyat, Endang, dan beberapa buku lainnya.
Pasca kemerdekaan tahun 1950, Balai Pustaka
berhasil menerbitkan dan mencetak ulang 128
judul buku dengan tiras 603.000 ekslempar.
• Di tahun yang sama mulailah bermunculan
penerbit swasta nasional. Sebagian besar berada
di pulau Jawa dan selebihnya di Sumatra. Pada
awalnya, mereka bermotif politis dan idealis.
Mereka tergerak untuk mengambil alih dominasi
para penerbit Belanda yang setelah penyerahan
kedaulatan di tahun 1950 masih diizinkan
beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1955,
pemerintah Republik Indonesia mengambil alih
dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda
di Indonesia.
• Kemudian masuk ke masa orde baru, seputar
penerbitan buku mengalami perubahan
kembali. Hal yang paling menonjol dalam
masalah perbukuan selama Orde Baru adalah
penerbitan buku yang harus melalui sensor
dan persetujuan Kejaksaan Agung. Tercatat
buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer, Utuj
Tatang Sontani dan beberapa pengarang
lainnya, tidak dapat dipasarkan karena mereka
dinyatakan terlibat G30S/PKI.
• Setelah itu memasuki era reformasi tahun
1999 yang dianggap sebagai tahun terbukanya
pintu kebebasan di segala bidang mulai dari
sosial, ekonomi, dan politik, tanpa kecuali
politik perbukuan. Pada tahun itu pula
pemerintah mencabut peraturan Surat Izin
Usaha Penerbitan Pers. Dengan kebijakan baru
itu, semakin banyak orang maupun lembaga
mengekspresikan pendapatnya, salah satunya
dengan cara menerbitkan buku.
Pilar Industri Buku
di Indonesia

1. Penulis
2. Penerbit
3. Percetakan
4. Distributor
5. Toko buku
6. Pembaca
Jenis-Jenis Pekerjaan
di Penerbitan

1. Direktur/pimpinan perusahaan
bertugas mengatur laju perusahaan dan
departemen di bawahnya.
2. Sekretaris
Tugas sekretaris di penerbitan relatif sama dengan
sekretaris di industri pada umumnya: mengurus
surat masuk dan keluar, melakukan kegiatan
administratif, membuat catatan meeting redaksi,
dan seterusnya. Yang membedakan dengan industri
lain adalah tugasnya mengurus surat kerja sama
penerbitan buku antara penulis dengan penerbit.
Terkadang, di beberapa penerbit, sekretaris juga
bertugas mengarsip naskah-naskah masuk, baik
yang dikirim melalui email maupun printed out.
2. Keuangan
Tugasnya sama dengan bagian keuangan pada
umumnya; mengatur arus kas, membuat
laporan penjualan, mengatur gaji karyawan, dan
seterusnya. Tentu saja yang membedakan
dengan industri lain adalah tugasnya
menghitung dan membayar royalti penulis.
3. Personalia
Bagian ini juga relatif sama dengan industri lain:
mengurus karyawan, dari mulai absensi, hak
cuti, memberikan surat peringatan, dan
seterusnya.
4. Pemasaran (Marketing)
Sama halnya dengan marketing di industri lain,
tugas marketing adalah memasarkan barang
(dalam hal ini buku) agar lebih banyak diketahui
orang, kemudian dibeli. Di sebuah penerbitan,
marketing biasanya juga punya “suara” apakah
sebuah buku layak terbit atau tidak disesuaikan
dengan selera pasar ataupun target marketnya.
5. Produksi
Bagian produksi biasanya dipimpin oleh seorang
yang disebut kepala produksi, dia bertanggung
jawab penuh pada jadwal cetak buku serta hasil
cetakannya (apakah sudah sesuai dengan yang
diharapkan atau belum). Kepala produksi akan
menjadi quality control atas hasil cetakan buku-
buku penerbitannya.
6. Distribusi
Bagian ini bertugas mendistribusikan buku-buku yang
sudah selesai dicetak. Dia akan berhubungan dengan
toko-toko buku konvensional dan juga toko buku online.
Dia juga bertugas memastikan bahwa stok buku di gudang
penerbit cukup aman sehingga tidak kehabisan stok jika
ada toko yang melakukan repeat order. Jika stok buku
sudah mulai sedikit, dia harus melaporkan kepada kepala
produksi agar dipertimbangkan untuk segera cetak ulang.
Sebaliknya, jika buku di gudang terlalu banyak, dia akan
berdiskusi dengan bagian marketing untuk membuat
event-event tertentu agar stok buku cepat berkurang.
Struktur Organisasi
Direktur

HRD Finance Editorial Produksi Pemasaran

Artistik (setting,
Editor Akuisisi Promosi
layout, desain)

Editor Percetakan Distribusi

Proofreader
Proses Penerbitan
• “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tidak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis
adalah bekerja untuk keabadian.” (Pramoedya
Ananta Toer)

Anda mungkin juga menyukai