Anda di halaman 1dari 20

Nama : Mika Jurdan

NIM : 042816412
Mata Kuliah : Komunikasi Massa/SKOM4315
Tutor : Lia Isventia, S.Sos,. M.I.Kom

RESUME MODUL 3
Buku : Komunikasi Massa
Penulis : Billy K Sarwono, dkk
Edisi : Ke 3

Buku dan Majalah

PENDAHULUAN

Pernahkah kamu menyadari bahwa buku adalah bentuk komunikasi massa tertua di dunia?

Kehadiran buku juga tidak dapat dilepaskan dari peran Gutenberg dalam sejarah perkembangan

media cetak dunia. Ditemukannya mesin cetak pada saat itu membuat loncatan perubahan pola

komunikasi dan informasi yang sangat besar karena hadirnya mesin cetak maka bentuk

komunikasi yang dilakukan secara tatap muka dan dalam ruang yang terbatas kemudian berubah

menjadi komunikasi massa yang tidak terbatas pada ruang dan waktu.

Apakah anda sering membaca suratkabar? Kalau Anda berumur sekitar 20 tahun maka

kemungkinan jawaban atas pertanyaan itu adalah ‘tidak’. Dua generasi yang lalu, cukup banyak

pemuda atau mahasiswa yang berumur antara 18-30 tahun membaca suratkabar secara reguler.

Tapi rasio itu sekarang menurun karena kelompok usia ini memilih mendapatkan informasi dari

media online, atau mendengarkan siaran berita di televisi. Pada era internet ini, jumlah suratkabar

di satu sisi mengalami penurunan, tetapi di sisi lain industri ini membuktikan bahwa surat kabar

masih mempunyai peran penting sebagai pembawa informasi. Sebagai agenda setter atau

pembentuk agenda publik.


KEGIATAN BELAJAR 1 : BUKU

A. SEJARAH : PERKEMBANGAN BUKU

Pada awal penerbitannya, buku ditulis dengan tangan dan didekorasi dengan hiasan sehingga

buku dinilai sebagai karya seni tinggi.

Gambar : Illuminating: Medieval Manuscript

Kebanyakan buku di Eropa pada awal abad ke-20 tersebut diproduksi oleh rohaniawan biara.

Di tahun 1450, Johannes Gutenberg menemukan menemukan alat percetakan mekanis. Lalu, di

tahun 1455, Gutenberg mencetak buku pertamanya, sebuah Alkitab (The Bible). Mesin cetak dari

Jerman ini merupakan terobosan teknologi yang membuat bentuk-bentuk baru produksi massa

sehingga memungkinkan orang dapat mencetak lebih banyak buku, selebaran, laporan berkala

dengan biaya yang jauh lebih rendah.

Mesin cetak Gutenberg


1. Media Cetak Pertama di Amerika

Pada abad ke-17, penerbit buku di Eropa mengikuti imigran menuju Amerika Utara. Publikasi

buku-buku religius yang paling awal adalah Alkitab, buku-buku doa, dan buku-buku nyanyian

gereja. Buku The Bay Psalm adalah buku pertama yang diterbitkan di Amerika diceta tahun 1640

oleh kelompok Puritan di Massachusetts. Salah satu tokoh yang berpengaruh dalam penerbitan di

Amerika adalah Benjamin Franklin, penemu utama percetakan, ilmu pengetahuan, ilmu politik,

dan temuan-temuan praktis lainnya. Tahun 1732 ia menerbitkan sebuah buku Poor Richard’s

Almanack, yang tidak termasuk buku agama, yang sukses di Amerika dan terjual lebih dari 10,000

eksemplar dalam setahun. Kebanyakan isi buku sifatnya religius, seperti The Practiceof Piety dan

Day of Doom. Setelah Perang Revolusioner, kebanyakan buku jenis ini menjadi pamflet politik.

Salah satu terbitan tertua yang muncul secara reguler di Amerika Utara adalah The Old Farmer's

Almanac, yang dimulai oleh Robert B. Thomas, di tahun 1792 dengan penyajian isu baru yang

muncul setiap bulan September. Franklin dan orang-orang yang mempunyai percetakan juga

memproduksi pamflet politik. Pada tahun 1776, buku yang ditulis oleh Thomas Paine dan berjudul

Common Sense mendesak pembacanya untuk mendukung kemerdekaan dari Inggris. Buku itu

terjual 100,000 buah dalam kurun, waktu 10 minggu. Pada tahun 1731 Franklin mulai

menyediakan perpustakaan berlangganan di Amerika. Hal ini kemudian merupakan permulaan

tradisi Amerika ketika perpustakaan yang meminjamkan buku ikut membantu memopulerkan

keinginan membaca buku. Namun, tingginya biaya produksi buku dan kesulitan akses

mendapatkan buku menyebabkan perkembangan penjualan media cetak lain, seperti koran dan

majalah meningkat karena lebih murah.

Sejak awal tahun 1800-an, kebanyakan penerbit buku memiliki spesialisasi buku-buku

pendidikan dan profesional, sedangkan yang lain memublikasi buku-buku untuk umum. Harga

buku saat itu turun, dan beberapa penulis Inggris, seperti James Fenimore Cooper dan Henry

Wadsworth Longfellow menjadi populer. Edukasi publik dan Penny pers menciptakan keinginan
akan materi bacaan. Pada tahun 1825 sampai 1859, jumlah perpustakaan umum meningkat tiga

kali lipat dan membaca buku menjadi simbol pendidikan dan pengetahuan.

Salah satu buku yang paling laku (best-seller) ditulis oleh Charles Dickens dan Walter Scott,

sedangkan buku yang paling berpengaruh pada era itu adalah Uncle Tom 's Cabin karya Harriet

Beecher Stowe, yang diterbitkan tahun 1852 dan terjual hingga 300,000 eksemplar di tahun

pertama. Baru pada akhir tahun 1840an buku pelajaran bagi mahasiswa, seperti buku referensi,

buku kedokteran, dan buku-buku teknik, merupakan bisnis yang menguntungkan,

Selama perang sipil di AS, tentara mengisi waktu luang dengan membaca buku-buku murah.

Karena itu, muncullah roman-roman picisan (dime novel), seperti cerita populer Frank Merriwell

dan Horatio Alger. Disebut roman picisan karena harganya sangat murah.

2. Awal abad ke-20

Di antara tahun 1900 sampai 1945 merupakan era penerbitan komersial. Kebanyakan

perusahaan penerbitan dimilikioleh keluarga dan mereka memiliki spesialisasi di satu jenis buku

tertentu. Isi dari buku populer pada era ini bervariasi. Petualangan yang ditulis oleh Jack London

dan Zane Grey sangat populer pada masa pergantian abad. Selama abad ke-20 fiksi ringan The

Seik karya Erle dan Jeeves karya P. G. Wodehouse merupakan bestseller. Di tahun 1936, dua

buku karya Dale Carnegie, How to Win Friends and Influence People dan Gone with the Wind

karya Margareth Mitchell, berhasil memecahkan penjualan dua juta eksemplar.

Setelah PD II berakhir, era paperback baru diterbitkan oleh penerbit buku Bantam adalah

Buku-buku saku, dan pada era itu juga Perpustakaan Amerika bermunculan. Buku-buku ini begitu

populer karena harganya hanya 25 sen dolar AS dan karena dilakukan distribusi baru untuk

menjual novel-novel itu. Rak-rak buku berisikan paperback bermunculan di stasiun kereta api,

kios koran, toko obat, dan toko rokok.


3. Penerbitan di Era Digital

Dewasa ini sebagian besar media cetak diproduksi dengan menggunakan teknolgi komputer.

Harga mesin scanner yang digunakan untuk proses digitalisasi foto juga menjadi lebih murah.

Selain itu, muncul perangkat lunak yang dapat memudahkan pengguna komputer untuk menyusun

atau melakukan /ayout halaman dari komputer pribadi mereka. Teknologi fotokopi membuat cetak

offset menjadi tidak penting, setidaknya dalam jumlah yang rendah. Demikian pula, mesin cetak

laser yang berkecepatan tinggi telah banyak mendesentralisasi media cetak. Oleh karena itu,

dewasa ini hampir setiap orang yang memiliki komputer pribadi dapat memproduksi buku-buku,

majalah, selebaran, dan poster.

Inovasi pada era informasi lain adalah munculnya penerbitan buku yang dibuat berdasarkan

pesanan. Teknologi ini memungkinkan fleksibilitas percetakan berbasis-komputer untuk mencetak

bagian-bagian tertentu dari buku. Contohnya, penerbit buku pelajaran untuk perguruan tinggi

dapat mencetak hanya beberapa bab dari buku berdasarkan permintaan. Jadi, ketika seorang

penulis ingin menerbitkan bukunya, atau bila sebuah perguruan tinggi akan mencetak jurnal yang

diterbitkannya maka mereka tidak perlu lagi mencetak buku atau jurnal dalam jumlah besar

sebagaimana lazimnya dilakukan sepuluh tahun Jalu. Namun, dengan adanya teknologi komputer

dan printed on demand maka seseorang dapat menerbitkan buku dalam jumlah sesuai dengan

keinginannya.

4. E-Publishing

Beberapa evolusi komputer yang berdampak pada industri penerbitan : buku tradisional

adalah digitalisasi dalam mencetak buku, penggunaan e-book, dan adanya E-commerce di internet

atau kemampuan untuk membeli dan menjual buku melalui internet (online). Contohnya, transaksi

jual beli buku pada “toko buku virtual’ Amazon. Di sini seorang pembeli, misalnya seorang

mahasiswa dapat membaca atau melihat-lihat (browse) buku-buku yang ditawarkan Amazon di

internet, kemudian mahasiswa tersebut memilih dan membeli buku cetak dengan melakukan
transaksi pembayaran lewat internet. Akhirnya, Amazon mengirimkan buku lewat jasa pengiriman

langsung ke rumah si mahasiswa. Jadi, transaksi jual beli yang dilakukan lewat internet terjadi

tanpa si pembeli harus meninggalkan rumah. Sebuah ‘Toko buku virtual’ punya kemampuan

memori yang dapat ‘mengingat’ buku yang telah dibeli mahasiswa tadi, dan kemudian toko buku

tersebut dapat merekomendasi buku lain yang masih relevan dengan buku yang telah dibeli karena

ada kemungkinan mahasiswa tersebut memerlukan buku-buku lain.

B. ORGANISASI INDUSTRI BUKU

Industri penerbit buku dibagi atas 3, yaitu penerbit, distributor, dan penjual eceran (retailers).

Penerbitan buku di AS sangat tersegmentasi. Penerbit mengembangkan sistem klasifikasi

berdasarkan kebutuhan pasar yang dibagi atas hal berikut.

1. Buku-buku yang diperdagangkan (trade books) ditujukan untuk konsumen umum dan dijual

terutama melalui toko buku, termasuk buku untuk remaja dan dewasa. Fiksi hardcover, non

fiksi, biografi, bukubuku masak, buku-buku seni, dan tipe lainnya adalah genre jenis ini.

2. Buku-buku religius (religius books) termasuk Alkitab (Bible), lagu-lagu (hymnals), buku doa,

teologi, dan literatur lainnya.

3. Buku-buku profesional yang ditujukan bagi dokter, pengacara, ilmuwan dan akuntan, manajer

bisnis, arsitek, insinyur, dan orang-orang yang membutuhkan referensi perpustakaan secara

personal dalam kerja mereka.

4. Klub buku, bagi mereka yang menerbitkan buku karya mereka sendiri, dan menyiapkan edisi

spesial untuk anggota mereka.

5. Mail order atau buku yang dipesan lewat pos yang ditujukan bagi masyarakat umum.

6. Mass market paperback, buku-buku yang diletakkan pada rak-rak buku di supermarket, kios

koran, toko obat, bandara, dan sebagainya.


7. Buku-buku yang diterbitkan oleh Universitas (university press) kebanyakan buku ilmiah yang

dijual atas dasar non-profit, dan kebanyakan konsumennya adalah mahasiswa, pustakawan,

dan ilmuwan.

8. Buku pelajaran anak-anak adalah buku-buku yang kesemuanya digunakan di dalam kelas.

9. Penerbit buku cetak perkuliahan memproduksi teks dan buku kerja untuk pasar universitas.

10. Buku-buku tentang standarisasi tes seperti tes ujian masuk perguruan tinggi, tes bahasa

Inggris, dan lain-lain.

11. Buku-buku referensi, seperti ensiklopedia, kamus, atlas, dan sejenisnya.

12. Audiovisual dan media lainnya terdiri atas tape, film, slide, transparansi, permainan, dan

materi edukasi lainnya untuk sekolah dan perusahaan pelatihan.

1. Distributor

Dalam metode distribusi tradisional, penerbit mengirimkan copy buku kepada wholesaler atau

distributor, yang kemudian mereka bertugas mengirimkan buku-buku tersebut kepada toko-toko

ketika konsumen dapat membeli. Namun sekarang, tidak selalu mengirimkan kepada distributor

melainkan langsung ke penjual buku online, seperti amazon.com dan barnes&noble.com

menggunakan metode online. Di sini, konsumen memesan buku dari website, buku tersebut akan

dikirimkan dari gudang langsung kepada konsumen, melalui distributor dan outlet retail.

2. Penjual Eceran (Retails)

Di AS terdapat lebih dari 20.000 toko buku tradisional dan tokok buku Online. Di sana

jaringan industri buku besar seperti Barnes&Noble, BordersWaidenbooks, dan Books-a-Million

mendominasi penjualan buku tradisional. Jaringan retail lainnya termasuk toko buku yang berada

di perguruan tinggi, dan penjual buku-langsung-kepada-konsumen, seperti klub buku dan penjual

melalui-pos (mail order).


C. MEMPRODUKSI BUKU

Dalam sebuah perusahaan/penerbit buku terdapat empat bagian atau departemen, yaitu

editorial, produksi, pemasaran, dan administrasi umum atau bisnis. Bagian editorial bertugas

menghubungi penulis buku. Jadi, bagian ini yang menyeleksi draf buku, membaca, melaporkan

hasil evaluasi, merekomendasi apakah sebuah draf buku dapat diterima, ditolak, atau direvisi. Ada

juga bagian yang mengecek tata bahasa, bahasa, dan keakuratan. Bagian produksi

bertanggungjawab pada komposisi, kertas yang digunakan, proses pencetakan sampai selesai.

Bagian pemasaran bertugas menjual, melakukan promosi, dan publikasi, sedangkan bagian bisnis

mempunyai beberapa tugas, namun yang terpenting adalah akuntansi.

Hal lain yang penting untuk diketahui dalam proses menerbitkan buku adalah, biasanya editor

mendapatkan draf buku melalui tiga cara, yaitu melalui agen, langsung dikirim oleh penulis buku

tersebut dan editor dapat mempunyai ide dan meminta penulis untuk membuatkan tulisan. Namun,

dari ketiga cara itu, cara yang paling banyak dilakukan adalah melalui agen karena agen biasanya

tahu buku mana yang menarik untuk diterbitkan dan buku mana yang akan ditolak oleh editor.

D. SEJARAH BUKU DI INDONESIA

Ajib Rosidi (Sutadi, 2009) menulis bahwa usaha penerbitan buku di Indonesia dibagi dalam

tiga jalur: buku pelajaran, buku umum, dan buku agama. Pada masa penjajahan Belanda,

penulisan dan penerbitan buku dikuasai oleh orang Belanda. Pribumi hanya sebagai pembantu

atau ditunjuk oleh orang Belanda tersebut. Penerbitan buku agama Islam dimulai orang orang

Arab, sedangkan buku agama kristen diterbitkan oleh orang Belanda. Adapun buku bacaan umum

diterbitkan oleh orang Cina dan buku berbahasa daerah diterbitkan oleh orang pribumi (Sumatra

Barat dan Medan). Namun, khawatir dengan perkembangannya, Belanda membuat penerbit

saingan, yaitu Commissie voor de Volksectuur atau Buku Bacaan Rakyat yang pada tahun 1908

diubah namanya menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka berusaha menerbitkan bacaan bermutu bagi

masyarakat dan berperan menjaga supaya masyarakat tidak membaca bacaan menyesatkan. Peran
lainnya, Balai Pustaka ikut melahirkan penulis-penulis besar Indonesia dan banyak novel yang

terbit pada masa itu menjadi karya besar, seperti Novel Siti Nurbaya karya Marah Roesli atau

novel Salah Asuhan milik Abdul Muis.

Pada tahun 1950-an penerbit buku swasta bermunculan dengan motif politis dan idealis. Di

tahun 1955 pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua

perusahaan Belanda di Indonesia. Kemudian, pemerintah berusaha mendorong pertumbuhan dan

perkembangan usaha penerbitan buku nasional dengan jalan memberi subsidi dan bahan baku

kertas bagi para penerbit buku nasional sehingga penerbit diwajibkan menjual buku-bukunya

dengan harga murah. Pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Lektur yang bertugas membantu

pemerintah memberi bantuan kepada penerbit.

Sesudah tahun 1965 terjadi perubahan situasi politik di tanah air. Salah satu akibat dari

perubahan itu adalah keluarnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang politik, ckonomi, dan

moncter. Sejak akhir tahun 1965, subsidi bagi penerbit dihapus. Akibatnya, hanya 2594 penerbit

yang mampu bertahan, situasi perbukuan mengalami kemunduran. Sementara itu, pemerintah,

melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri, menetapkan bahwa semua buku pelajaran

disediakan oleh pemerintah. Keadaan tidak dapat terusmenerus dipertahankan karena buku

pelajaran yang meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, pemerintah memberikan hak pada

Balai Pustaka untuk mencetak buku-buku yang dibutuhkan di pasaran bebas. Para penerbit swasta

diberikan kesempatan menerbitkan buku-buku pelengkap dengan persetujuan tim penilai. Hal lain

yang menonjol dalam masalah perbukuan selama Orde Baru adalah penerbitan buku yang harus

melalui sensor dan persetujuan kejaksaan agung.

Mengenai kesusastraan (Heryanto dalam Sen & Hill 2001:10) membedakan empat kategori

penerbitan:

1. Sastra tinggi yang diterima oleh jurnal kesastraan, seperti Horison dan lembaga-lembaga

kebudayaan yang diakui pemerintah Orba.


2. Sastra yang dilarang pemerintah atas dasar muatan politis dan bukan karena kualitasnya,

seperi beberapa karya WS Rendra, karya Pramudya Ananta Toer, Utuj Tatang Sontani, dan

beberapa pengarang lainnya, tidak dapat dipasarkan karena mereka dinyatakan terlibat

G30S/PKI. Sementara, buku-buku Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai, kemudian Era

Baru, Pemimpin Baru tidak dapat dipasarkan karena dianggap menyesatkan, terutama

mengenai cerita-cerita seputar pergantian kekuasaan pada tahun 1966.

3. Karya sastra yang direndahkan oleh para penjaga estetika sastra termasuk bentuk fiksi pop,

novel pop, dan komik.

4. Sastra dalam bahasa daerah (non Indonesia) atau yang dianggap bukan karya sastra.

E. INDUSTRI MAJALAH

Sebuah majalah menyajikan informasi yang lebih mendalam daripada suratkabar, namun

informasinya bukan merupakan informasi terbaru, seperti suratkabar. Majalah juga dapat

menspesialisasikan pemberitaannya pada isu tertentu dan dapat menyajikan latar belakang sebuah

berita dengan lebih mendalam. Majalah pada umumnya mempunyai target yang lebih kecil

dengan membatasi pembacanya pada poopulasi yang sangat spesifik, seperti penggemar olahrag,

memasak, atau berkebun.

Majalah baru, yang konvensional maupun berbasis internet, bermunculan secara terus

menerus. Banyak dari majalah yang mati dengan cepat atau diakuisi oleh grup perusahaan yang

lebih besar, yang dapat menyediakan pemasaran, publisitas, kontrak pengiklan, dan prospek

sirkulasi yang lebih baik. Namun, industri majalah juga merupakan salah satu area media

manakala kompetitor yang baru dapat masuk dengan mengambil segmen baru dalam pasar yang

belum terjamah oleh majalah lainnya. Contoh, tahun 1969 majalah “hipie” Rolling Stone dengan

cepat tumbuh dan menjadi majalah tandingan lifestyle dan tahun 1970an menjadi majalah musik

rock mainstream paling populer saat itu.


Konlomerat media besar, seperti Time Warner, sekarang memiliki divisi yang penting di

hampir semua media cetak sehingga penerbitan majalah dan buku dari perusahaan tersebut

diarahkan bukan hanya untuk mendapatkan profit saja, tetapi juga bersinergi dengan media lain di

dalam perusahaan yang sama (seperti internet dan televisi).

F. SEJARAH MAJALAH DI AS

Ketika majalah pertam diterbitkan di AS pada abad 18, saat itu mayoritas masyarakatnya

masih buta huruf dan digunakan untuk mendistribusikan esai atau tulisan dan ide-ide terkait

masalah politik. Jadi, target pembaca majalah adalah kelompok elit dan harga majalah relatif

mahal. Pada umumnya, informasi dalam majalah, sering kali diperoleh dari majalah yang berasal

dari negara Inggris. Majalah tersebut hanya berisi sedikit ilustrasi bahkan hiasan artistik dalam

sebuah majalah hanya terdapat dalam cover atau sampul muka. Publikasi majalah dicetak dengan

menggunakan alat yang digerakkan oleh tangan, dan cara ini membuuhkan banyak tenaga dan

waktu yanglama. Pada zaman itu, penerbit sekaligus berperan sebagai editor, penulis utama, dan

penerbit.

Pendistribusian majalah di masa awal agak sulit. Ketika itu, majalah didistribusikan dari

tangan ke tangan atau dengan menggunakan kuda atau kereta yang ditarik kuda.

1. Perusahaan Teknologi dan Trend Majalah

Kemunculan teknologi seperti televisi merupakan kompetitor majalah karena iklan mulai

bergeser ke televisi. Ditambah lagi dengan muncul pesaing teknologi video yang dapat dinikmati

di rumah, DVD, CD, TV , radio, dan online.

Internet juga merupakan musuh utama majalah, akan tetapi banyak juga majalah yang

kemudian mengembangkan stafnya untuk membangun media digital yang menghasilkan versi

online. Orang-orang yang mengelola majalah menyadari bahwa internet menyajikan cara yang

baik untuk memelihara relasi dengan pembacanya dan menawarkan forum lain untuk menjual

iklan.
2. Majalah dan Web

Seperti berbagai perusahaan cetak, industri majalah juga bermigrasi ke web. Di tahun 2009,

lebih dari 15.000 majalah (termasuk 7.500 yang berorientasi-konsumen) berda di world wide web

(www), dan jumlah meningkat 78% dibandingkan tahun 2005. Banyak dari publikasi menawarkab

versi elektroniknya, seperti arsip-arsip artikel dari isu-isu yang terdahulu atau menawarkan fitur

khusus yang tidak ditemukan di versi cetaknya.

G. ORGANISASI INDUSTRI MAJALAH

Tipe majalah dan struktur dalam industri majalah (Dominick, 2005:130) dibagi dua kategori:

1. Tipe Majalah

Tipe majalah dilihat dari isinya, dikategorikan sebagai berikut ini :

a. Majalah Umum

Majalah umum biasanya dibeli secara eceran pada kios koran dan suratkabar, di toko buku atau

diperoleh dengan cara berlangganan. Tipe majalah konsumer ini memuat berbagai macam

kategori seperti bisnis, hiburan hobby, seputar wanita/pria dan lain sebagainya.

b. Majalah Bisnis atau Perdagangan

Majalah bisnis menspesifikasikan diri pada bisnis tertentu sehingga isinya terfokus pada hal-

hal yang berkaitan dengan pekerjaan pembacanya. Banyak dari majalah ini melayani masyarakat

umum, kelompok industri, dan kelompok profesional.

Beberapa publikasi bisnis disebut vertikal atau horizontal. Disebut vertikal karena berisi

seluruh aspek dalam satu bidang. Sedangkan disebut horizontal karena berhubungan dengan

fungsi bisnis yang beragam.

c. Majalah yang Dibuat Khusus

Tipe majalah yang ketiga adalah majalah yang dicetak berdasarkan pesanan sponsor (sebuah

perusahaan. Seorang klien mendapatkan majalah ini karena ia membeli atau menggunakan produk

tertentu.
d. Jurnal Ilmiah

Majalah ini diterbitkan oleh asosiasi masyarakat atau organisasi nonprofit dan didanai oleh

universitas, yayasan, atau organisasi profesional. Adapun sirkulasi majalah dibawah 10.000 buah

dan diterbikan empat atau beberapa isu setiap tahun. Beberapa jurnal ilmiah ini memiliki versi

online. Tujuan penerbitan majalah ini adalah memperluas relasi organisasai melalui sebuah forum

untuk mendiskusikan isi tertentu dan mempererat relasi anggota yang satu dengan yang lain.

e. Laporan Berkala (News Letter)

Berisi informasi yang panjangnya empat sampai delapan halaman. Laporan berkala ini dapat

diperoleh dengan cara berlangganan. Selama beberapa tahun terakhir laporan berkala telah

menjadi bisnis yang cukup besar.

f. Majalah Perusahaan

Organisasi dan perusahaan memublikasikan majalah Public Relation (PR) untuk

mempromosikan institusi mereka, dan ada kemungkinan satu perusahaan mempunyai lebih dari

satu majalah. Misal, publikasi internal ditujukan kepada karyawan, sales, dan dealer, untuk

menginformasikan kemajuan perusahaan dan membantu karyawan karyaawan untuk merasakn

bahwa mereka merupakan bagian dari perusahaan itu.

2. Struktur Industri Majalah

Dalam industri majalah, ada tiga bagian, yaitu bagian produksi, distribusi, dan penjualan.

Bagian pertama berisi semua elemen yang berfungsi untuk membuat sebuah majalah, seperti copy,

karya seni, foto, judul, layout, percetakan sampai selesai.

Bagian distribusi berperan untuk menangani bagaimana majalah dapat sampai ke tangan

pembaca. Bagian sirkulasi ini merupakan departemen yang paling kompleks di antara yang lain.

Ada dua tipe sirkualis, yaitu siruklasi berbayar dan terkontrol.

Adapun bagian terakhir adalah penjual eceran yang dilakukan melalu penjualan majalah

secara retail di supermarket.


H. MEMPRODUKSI MAJALAH

Penerbit merupakan pemimpin eksekutif dalam sebuah majal yang bertugas mengatur

keuangan, menjaga agar iklan tetap berjalan baik, menjaga sirkulasi yang tinggi, dan membuat

majalah secara konsisten sesuai dengan arahan editorial. Penerbit ini mengawasi empat bagian

atau departemen.

1. Bagian sirkulasi yang bertugas menjaga kepuasan pembaca dan mendapatkan pembaca baru.

2. Bagian iklan dan penjualan untuk menjual kolom (space) kepada pengiklan yang potensial.

3. Bagian produksi bertugas mencetak sampai selesai.

4. Bagian editorila merupakan pimpinan bagian yang membawahi staf editorial, merencanakan

topik mendatang.

KEGIATAN BELAJAR 3 : SURAT KABAR

A. SEJARAH PERKEMBANGAN SURATKABAR

Sebelum ada suratkabar, informasi disebarkan melalui laporan berkala (newsletter). Pada

tahun 59, jurnal kegiatan harian (Acta Diurna) milik Julius Caesar mulai diterbitkan secara harian

dan diletakkan di tempat umum, Jurnal itu berisi informasi mengenai berbagai hal tentang

kegiatan senat di kerajaan Romawi, masalah perdagangan, bisnis, informasi cuaca, informasi

bencana, bahkan gosip. Tahun 1618 newsletter yang dinamakan corantos (berita teraktual), yang

menekankan berita dalam negeri. Pada masa tersebut tidak ada kebebasan pers dan kelas

pengusaha mempunyai izin untuk mencetak dan menyensor setiap artikel sebelum dicetak.

Perkembangan selanjutnya, menunjukkan bahwa masyarakat yang terbuka mulai menyadari

pentingnya sebuah kebebasan dalam berbicara dan mengkritik sensor.

Pada awal tahun 1600-an, banyak warga negara Inggris yang meninggalkan negaranya pergi

ke Amerika utara dengan harapan memiliki kebebasan dalam berbicara dan menulis mengenai apa
yang mereka yakini. Salah satu tulisan yang terkenal adalah tulisan John Milton, Areopagitica di

tahun 1644, yang meminta parlemen untuk menghentikan pemberlakuan lisensi dan sensor.

Milton menganjurkan adanya kebebasan pers yang menciptakan adanya sebuah keragaman suara

dan berbagai macam gagasan yang berbeda (marketplace of ideas) sehingga kebenaran akan

muncul.

Tahun 1690 Benjamin Harris di Boston menerbitkan suratkabar pertama, Public Occurances

both Foreign and Domestick, dan empat belas tahun kemudian John Campbell, seorang Kepala

Kantor Pos Boston menerbitkan Boston News Letter, Kedua suratkabar itu dinilai membosankan

karena diterbitkan berdasarkan lisensi dan merupakan pengulangan berita dari korankoran di

Eropa. Boston News Letter hanya memiliki pembaca 300 orang dan tidak pernah meraih

keuntungan.

James Franklin memulai suratkabar independen, The New England Courant tanpa persetujuan

dari pemerintah. Akibatnya, dia dipenjara dan dilarang untuk memublikasikan korannya.

Usahanya di bidang suratkabar dilanjutkan oleh Benjamin Franklin yang kemudian memulai

bisnis di Pennsylvania, dengan menerbitkan The Pennsylvania Gazette. Sepanjang karirnya, Ben

Franklin telah berhasil menerbitkan beberapa suratkabar, menerbitkan satu majalah yang pertama

di AS, membuat kartun editorial, dan membuktikan bahwa iklan di surat kabar mampu dapat

memasarkan produk dan yang lebih penting, dia berhasil menunjukkan bahwa jurnalisme dapat

merupakan profesi yang terhormat.

Tahun 1700an-1800an perkembangan suratkabar di AS diwarnai dengan political press, yaitu

pers yang mendukung partai politik, dan halamanhalamannya digunakan untuk propaganda atau

perdebatan politik yang sengit. Pertumbuhan suratkabar pada tahun 1783 terasa lambat, namun

sebelum tahun 1800, sebagian besar kota-kota besar di AS telah memiliki setidaknya satu

suratkabar. Sebelum tahun 1820 terdapat 24 harian, 422 suratkabar mingguan, 66 koran dwi atau

suratkabar tri mingguan. Pada tahun 1860 mulai muncul suratkabar bagi kelompok minoritas..
Beberapa hal yang mendorong terjadinya koran massa adalah (Dominick, 2005:90).

1. Ditemukannya mesin uap. Hadirnya mesin uap cetak tahun 1830 membuat produksi

suratkabar menjadi lebih cepat karena mampu menghasilkan 4.000 copy per jam, dan

harganya semakin murah.

2. Cukup banyak orang yang dapat membaca suratkabar. Diberlakukannya Sistem sekolah tahun

1830-an mendorong laju pendidikan dan meningkatkan melek huruf baik di kalangan

masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.

3. Terdapat audiens massa. Koran massa muncul pada era yang disebut Jacksonian democracy,

era ketika masyarakat biasa mulai dianggap sebagai kekuatan politik dan ekonomi, seperti

peran mereka dalam Pemilu. Pada era ini juga masyarakat kelas menengah di kota semakin

meningkat, manakala tren kebebasan berbisnis, dan berpolitik menciptakan audiens massa

yang memerlukan pers massa.

B. ORGANISAI INNDUSTI SURAT KABAR

Berikut ini penjelasan mengenai suratkabar yang dibagi dalam kelompok harian, mingguan,

surat yang diperuntukkan bagi kelompok minoritas. Kalau dilihat dari area yang dijangkau maka

dapat diklasifikasikan sebagai suratkabar nasional, suratkabar metropolitan yang diperuntukkan

juga bagi daerah di sekelilingnya, suratkabar di daerah pinggiran dan suratkabar di kota-kota

kecil. Sirkulasi suratkabar secara keseluruhan terus menurun, sebagian karena meningkatnya

jumlah pembaca online, perekonomian buruk, kenaikan harga, dan pelanggan di daerah yang tidak

lagi menguntungkan. Tiga suratkabar nasional AS (USA Today, Wall Street Journal, dan New

York Times) serta suratkabar harian kecil-menengah memiliki perputaran lebih baik dari

suratkabar metro yang besar, beberapa di antaranya mengalami penurunan sekitar 10 persen dari

sirkulasi mereka. Kepemilikan Dua hal yang penting untuk diketahui tentang kepemilikan

suratkabar. Pertama, konsentrasi kepemilikan suratkabar meningkat. Contoh, kelompok

Suratkabar terbesar di AS adalah Gannet Company yang memiliki 100 harian dan jumlah total
sirkulasi enam juta. Selain itu, Knight-Ridder Newspapersincs mengontrol 31 harian yang

memiliki sirkulasi 3.8 juta. Suratkabar lain yang memiliki sirkulasi dua juta adalah Advance

Publications, Tribune Company, dan New York Times Company. Kedua, terjadi penurunan

kompetisi di beberapa kota karena dominasi pemilikpemilik perusahaan besar. Jumlah kelompok

ini meningkat dari delapan pada tahun 1900 menjadi 130 pada tahun 2000. 130 kelompok besar

ini menguasai 80% sirkulasi suratkabar. Sebaliknya, suratkabar yang hanya menguasai satu pasar

(single market) menurun. Contoh, tahun 1923 lebih dari 500 kota di AS memiliki dua atau lebih

harian, tetapi tahun 2003 hanya ada selusin kota yang masih bertahan.

Tak sedikit pro dan kontra dilontarkan tentang kepemilikan kelompok dan menurunnya

kompetisi di antara suratkabar. Karena kompetisi menurun maka keberagaman opini yang

disajikan kepada audiens pun berkurang. Selain itu, dapat jadi top management kelompok tersebut

lebih mementingkan profit daripada kualitas pemberitaan. Kritik lain menyebutkan adanya

kemungkinan pemilik koran yang kurang peduli terhadap kepentingan masyarakat Jokal.

Sebaliknya, mereka yang mendukung pengelompokan suratkabar percaya bahwa pemilik

kelompok suratkabar dapat menyelesaikan hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan

suratkabar kecil. Seperti memiliki berbagai koresponden di luar kota, bahkan luar negeri.

Kelompok suratkabar besar ini juga mempunyai peralatan yang lebih baik, punya sumber untuk

melakukan pelatihan jurnalis dan memiliki program pelayanan bagi publik.

C. PROSES PEMBUATAN SURAT KABAR

Struktur dan jumlah staf dalam sebuah suratkabar sangat bervariasi. Apapun setiap suratkabar

memiliki tiga bagian atau departemen, yaitu bagian bisnis, produksi, dan editorial berita. Bagian

bisnis bertanggungjawab atas penjualan kolom untuk iklan dan mendapatkan pemasukan dari

sirkulasi atau promosi. Bagian produksi bertugas untuk mencetak berita dan bagian yang paling

kompleks adalah editorial berita. Berita dan editorial biasanya dipisahkan karena halaman

editorial berisi opini dan halaman berita berisi peliputan yang objektif.
Editor pelaksana mengoordinasikan pekerjaan di ruang redaksi (newsroom). Editor kota

membawahi rubrik peliputan lokal yang juga menugaskan wartawan untuk menangani berbagai

berita. Wire editor mengedit berita nasional dan internasional yang diperoleh dari kantor berita.

Sebagian besar koran memiliki satu atau dua orang yang bertanggungjawab untuk menyiapkan

editorial.

D. PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA

Sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia, pers disebut oleh Presiden Soekarno sebagai

“Alat Revolusi” yang bertanggungjawab untuk memompa semangat dan menggerakkan opini

publik. Periode tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an ditandai dengan pers yang dikelola selaras

dengan garis-garis partai, selanjutnya pada tahun 1970-an dan 1980-an, zaman Orde Baru (Orba)

berubah menjadi industri komersial yang kemudian kembali lagi dipolitisasi tahun 1990-an dan

tahun 2000an menjadi pers komersial.

Menurut Daniel Dhakidae (Sen & Hill, 2001:65), Departemen Penerangan merupakan salah

satu perangkat Orba yang paling berkuasa dan penting karena dia memegang izin yang diperlukan

untuk membangun semangat nasional Pancasila. Pada masa itu, pemerintah menghapus retorika

revolusioner dan menyarankan agar pers ikut memelihara keamanan nasional melawan ancaman

dalam dan luar negeri. Pers harus mengawal Pancasila, dan pers harus bebas dan

bertanggungjawab serta tidak mengikuti ideologi pers barat yang liberal dan dipandang sebagai

tak memiliki “tanggungjawab”. Istilah yang dikenal akrab adalah “bebas, namun bertanggung

jawab”.

Hill (2011:35) menjelaskan bahwa pada awal 1970-an, surat-surat kabar dikelompokkan

dalam enam kategori. Kelompok pertama, adalah harian Orde Baru Radikal, yaitu pers mahasiswa

yang keluar dari kampus dan turun ke jalan, seperti Harian KAMI dan Mahasiswa Indonesia,

Nusantara, Pedoman, dan Indonesia Raya. Kelompok kedua, adalah surat kabar terkemuka yang

memiliki angka sirkulasi tinggi dan sikap politis hati-hati, seperti harian protestan SINAR
HARAPAN dan harian katholik Kompas (yang berdiri 1965). Ketiga, adalah koran-koran yang

bersandar pada Angkatan bersenjata RI, seperti Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata (terbit

tahun 1965) serta Suara Karya (terbit Maret 1971) yang dimiliki oleh Golkar. Keempar, adalah

koran-koran radikal berhaluan nasional, seperti El Bahar dan Merdeka (berdiri 1945 dan Suluh

Marhaen yang berbendera PNI. Kelima, koran yang memiliki aspirasi kaum Muslim, seperti

Abadi, Jihad, dan Duta Masyarakat yang dimiliki NU. Kelompok terakhir adalah koran apolitis

dan hiburan yang bergaya populer seperti Pos Kota yang pemberitaannya penuh sensasional.

Pada tahun 1970-an itu hanya empat koran yang memiliki sirkulasi melebihi 40.000, yaitu

Kompas, SINAR HARAPAN, atau penggantinya SUARA PEMBARUAN, Berita Yudha, dan

Merdeka. Koran yang sampai saat ini masih bertahan hanyalah Kompas dan SUARA

PEMBARUAN karena kedua koran itu bersikap hati-hati untuk urusan politik dan memihak

kelompok kelas menengah yang sekuler. Dalam kurun waktu yang kondisi pers diwarnai dengan

pembredelan. Saat itu, ada 43 surat kabar dari 163 yang dilarang beredar, dan berikutnya pada

peristiwa Malari (15 Januari 1974) 12 penerbitan dilarang, yaitu Nusantara, Harian KAMI,

Indonesia Raya, Abadi, The Jakarta Times, Mingguan Senang, Pemuda Indonesia, Majalah

Berita Mingguan Ekspres, Pedoman (yang semuanya berada di Jakarta), serta Suluh Berita

(Surabaya), Mahasiswa Indonesia (Bandung), dan Indonesia Pos (Ujung Pandang). Dari kedua

belas koran itu ada dua koran yang diizinkan terbit kembali, yaitu Pelita yang menggantikan

Abadi, dan The Indonesian Times yang menggantikan The Jakarta Times. Pada tahun-tahun

berikutnya, masih ada koran-koran atau majalah yang pernah terkena pembredelan termasuk

majalah Tempo yang ditutup tahun 1994, Detik dan Editor.

Selama dua dekade berikutnya, pers Indonesia mengalami perubahan karena masuknya modal

besar ke dalam industri ini membuat perusahaan pers bangkit dan masuk ke dalam peringkat

bisnis berskala besar. Pada tahun 1980an, televisi swasta bermunculan, namun perkembangan

media cetak tidak sebaik media elektronik. Persaingan media cetak dan elektronik semakin
menajam ketika iklan di media cetak berpindah ke televisi swasta, walaupun demikian,

perkembangan koran terus naik. Hill (2011:95) menjelaskan bahwa pebisnis media yang berhasil

melalui periode 1970-an, kemudian melakukan hal yang lebih pragmatis dan mempunyai nilai

bisnis. Akhir tahun 1980-an beberapa perusahaan pers menjadi perusahaan yang besar, seperti

Kelompok Kompas Gramedia, Kelompok Sinar Kasih, Kelompok Tempo-Grafiti/Jawa Pos, dan

Kelompok Media Indonesia/Surya Persindo.

Tahun 1990-an, keluarga dan kerabat mantan Presiden Soeharto mulai ambil bagian dalam

bisnis industri media, terutama pada jaringan televisi dan teknologi satelit. Pada akhir 1997, terbit

majalah Cosmopolitan, yang di Indonesia menggunakan label Kosmopolitan. Majalah ini

menggunakan izin penerbitan majalah kesehatan Higina yang separuh sahamnya dimiliki Suara

Pembaruan dan separuhnya lagi dimiliki oleh Hard Rock Cafe di Indonesia (Sen & Hill, 2001:75).

Surat kabar daerah ini memiliki target khusus dan pemberitaan yang tajam pada berbagai

peristiwa lokal yang luput dari liputan media nasional, bahkan ketika surat kabar ibukota

terlambat datang maka surat kabar lokal dicari khalayak pembaca. Hal yang patut disayangkan

adalah distribusi Suratkabar lokal ke daerah lainnya sering terhambat oleh faktor geografis,

demografis, kondisi alam, iklim, dan curah hujan, serta rendahnya tingkat baca masyarakat ikut

menghambat penyebaran dan perkembangan Suratkabar-suratkabar tersebut.

Anda mungkin juga menyukai