Anda di halaman 1dari 18

Nama : Mika Jurdan

NIM : 042816412
Mata Kuliah : Komunikasi Sosial/SKOM4441
Tutor : Lia Isventia, S.Sos,. M.I.Kom

RESUME MODUL 3
Buku : Komunikasi Sosial
Penulis :Djoko Setyabudi, dkk
Edisi : Ke 1

Pengaruh Sosial dan Persuasi dalam Komunikasi Sosial

PENDAHULUAN

Melakukan kegiatan komunikasi sosial membutuhkan kemampuan untuk memahami dan

mengelola pengaruh sosial (social influence) yang ada di dalam lingkungan sosial target khalayak

komunikasi. Pengelolaan pengaruh sosial di dalam komunikasi sosial bertujuan untuk dapat

mengubah perilaku dari target khalayak sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari kegiatan

komunikasi sosial. Mengubah perilaku suatu kelompok sosial tertentu bukanlah merupakan

pekerjaan yang mudah. Target khalayak komunikasi perlu mendapat informasi yang tepat

sehingga mereka bisa memiliki pemahaman yang memadai mengenai isu. Selain itu, informasi

mengenai perubahan tersebut juga harus disampaikan dengan cara yang tepat sehingga khalayak

bisa bersikap positif terhadap isu yang pada akhirnya mereka bersedia melakukan perubahan

perilaku sesuai dengan yang kita inginkan.

KEGIATAN BELAJAR 1 :

PENGARUH SOSIAL DI DALAM KEGIATAN KOMUNIKASI SOSIAL

Kegiatan komunikasi sosial membutuhkan pemahaman yang memadai mengenai pengaruh

dari semua elemen di dalam kehidupan sosial. Penguasaan terhadap lingkungan sosial akan

membuat komunikasi sosial yang dilakukan tidak hanya mengubah cara pandang target khalayak

terhadapa isu yang menjadi fokus kegiatan komunikasi sosial.


A. JARINGAN PENGARUH PADA KELOMPOK SOSIAL

Pemuka pendapat (opinion leader) adalah salah satu elemen dari pengaru sosial yang harus

dipahami oleh seorang komunikator di dalam kegiatan komunikasi sosial. Memahami posisi

pemuka pendapat dan pengaruh yang mereka miliki di dalam khalayak sasaran adalah kunci untuk

melakukan komunikasi persuasif yang tepat dan akurat di dalam rangka mengubah perilaku

khalayak sesuai dengan tujuan komunikasi sosial yang telah ditetapkan. Salah satu alat analisis

yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi pemuka pendapat dan juga arus pengaruh yang

mereka miliki adalah analisis jaringan komunikasi (communication network analysis).

Analisis jaringan komunikasi adalah suatu analisis yang digunakan untuk memetakan

hubungan atau interaksi yang terjadi di dalam suatu kelompok sosial mengenai isu tertentu.

Apabila isu yang kita gunakan untuk mengubah perilaku adalah isu yang sudah ada di dalam suatu

masyarakat maka kita langsung melihat bagaimana peta komunikasi mengenai isu tersebut. tetapi

jika isu tersebut belum ada, meskipun setiap isu akan menghasilkan jaringan yang berbeda, kita

bisa mencari peta hubungan pada isu-isu yang terkait atau hampir sama dengan isu yang akan kita

komunikasikan.

B. IMPLIKASI DARI PENGARUH SOSIAL

Terdapat dua pandangan yang menjelaskan implikasi pengaruh sosial di dalam perubahan

perilaku yaitu normatif dan informational (Erb & Bohner di dalam Klaus, 2007). Pengaruh

normatif (normative influence) menjelaskan bahwa perubahan perilaku terjadi bukan karena

kesadaran “sebenarnya” dari individu. Individu melakukan perilaku yang dianjurkan hanya karena

dia merasa sungkan atau suatu keharusan yang dipaksakan secara sosial, bukan karena kesadaran.

Perubahan perilaku yang seperti ini biasanya hanya dilakukan ketika di muka umum atau ketika

ada pengawasan, tetapi tidak di dalam pengawasan atau ketika berda di dalam lingkungan pridabi,

individu akan kembali kepada perilaku semua. Terdapat tiga elemen yang penting untuk
mendorong perubahan sosial dengan cara normative influence : pembuat peraturan, pelaksan

peraturan dan partisipasi masyarakat (Andreasen, 2006:148-151).

1. Lawmakers (Pembuat Peraturan)

Pembuat peraturan bisa menetapkan aturan yang melarang atau mendorong perilaku tertentu

dengan memberikan hukuman bagi yang melanggar dan meberikan ganjaran/insentif bagi yang

menaatinya. Pembuat peraturan bisa mendorong perubahan perilaku dengan menciptakan

hukuman yang sepadan bagi orang yang tidak melakukan perilaku yang diwajibkan.

2. Law Implementers (Pelaksana Aturan)

Menurut Andreasen (2006:149), pembuatan aturan hanyalah salah satu langkah dari

perubahan sosial. Perubahan perilaku tidak hanya memerlukan aturan tetapi juga membutuhkan

komitmen dari pelaksanan peraturan (polisi atau regulator).

3. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat juga bisa menjadi pendoroang perubahan perilaku di dalam lingkunagn

sosial. Isu makanan yang mengandung zat berbahaya misalnya, membutuhkan partisipasi

masyarakat untuk mendorong ke arah perubahan. masyarakat bisa mengajukan tuntutan hukum

pada perusahaan-perusahaan yang memproduksi makanan berbahaya.

Kebalikan dari pengaruh normatif yang tidak bisa mengubah sikap sesungguhnya dari

khalayak, pengaruh informasional (informative influence) lebih mengarah pada perilaku yang

didasari oleh keyakinan hati. Perubahan perilaku ini terjadi bukan karena tekanan sosial

melainkan karena pemrosesan informasi yang terkait. Perubahan ini juga disebut sebagai

perubahan perilaku “sebenarnya” karena individu akan tetap melakukan perilaku yang dianjurka

meskipun sumber pengaruh atau tekanan sosial tidak ada. Perilaku yang dilakukan oleh target

khalayak sudah berada pada tahap perubahan pandangan atau kepercayaan individu (Erb &

Bohner di dalam Klaus, 2007). Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mendorong pengaruh

informasional adalah dengan melakukan komunikasi persuasif.


KEGIATAN BELAJAR 2 : TEORI PERSUASI

Persuasi verbal di depan khalayak sampai dengan tahun 1800 masih merupakan hak

prerogatid dari laki-laki, perempuan sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan

pendapatanya di depan umum (Griffin, 2006:26). Kajian persuasu telah berkembang cukup jauh

meninggalkan masa itu. Saat ini tidak hanya kesempatan berbicara yang diberikan secara lebih

terbuka kepada kelompok yang dianggap minoritas, termasuk perempuan, tetapi juga

perkembangan teori persuasi yang cukup beragam dan komprehensif.

A. PERSON-CENTER MESSAGES THEORY

Teori ini membahas bagaimana seharusnya agen komunikasi sosial membuat pesan dengan

mempertimbangkan bahwa individu yang berbeda akan merespons secara berbeda kepada sebuah

pesan, dan untuk melakukan komunikasi persuasif secara sukses sebaiknya agen perubahan

membuat pesan dan berkomunikasi dengan cara sesuai dengan kondisi khalayak.

Person-centered messages mengacu kepada pesan yang merefleksikan sebuah kesadaran dan

adaptasi terhadap kondisi subjektif, afektif, dan aspek hubungan di dalam konteks komunikasi

(Griffin, 2006:193). Sedangkan kapasitas yang harus dimiliki untuk memiliki kemampuan untuk

membuat pesan yang tepat adalah: sensitivitas retorik, empati, identifikasi, pemahaman mengenai

khalayak, dan pendengar yang adaptif (Griffin, 2006:194). Pembahasan mengenai kapasitas

tersebut akan diuraikan di subpokok bahasan teknik persuasi.

B. SOCIAL JUDGMENT THEORY

Menurut Griffin (2006:211-212), teori ini menjelaskan bahwa khalayak akan menilai apakah

pesan yang disampaikan oleh Anda sebagai pelaku komunikasi sosial berada di dalam ruang

toleransi kebenaran mereka. Jika pesan tersebut berada di dalam ruang toleransi kebenaran

khalayak, mereka akan cenderung menyesuaikan sikap mereka untuk bisa menerima informasi

baru tersebut sehingga komunikasi persuasif bisa berhasil. Tetapi jika pesan tersebut berada di
dalam ruang penolakan dari khalayak, akan sangat berbahaya jika Anda memaksakan untuk

mempersuasi khalayak. Khalayak akan yang di persuasi dengan hal-hal yang bertolak belakang

dengan keyakinan mereka akan cenderung menjauh atau bahkan menjadi semakin kuat

mempertahankan apa yang sekarang mereka yakini.

Melakukan tindakan komunikasi persuasi kepada orang yang memiliki pemikiran terbuka dan

memiliki ruang penerimaan yang cukup luas bisa berarti meningkatnya peluang untuk mengubah

perilaku orang tersebut seperti yang kita inginkan. Tetapi jika komunikator berhadapan dengan

khalayak yang memiliki ego yang cukup tinggi dan memiliki ruang penerimaan yang sempit

terhadap pemikiran baru maka akan sangat sulit mengubah pemikiran mereka secara drastis. Satu-

satunya cara untuk mengubah cara berpikir mereka adalah melalui persuasi yang bersifat gradual

dan dilakukan secara terus menerus.

C. THE UNIMODEL OF PERSUASION

Menurut teori unimodel, persuasi terjadi di sebuah konteks di mana khalayak teterpa berbagai

tipe informasi yang berbeda. Beberapa khalayak berada di dalam pengaruh isi pesan komunikasi

sedangkan yang lain lebih fokus kepada konteks yang melingkupi proses kegiatan komunikasi

persuasif. Keduanya mungkin bisa dianggap penting di dalam penilaian khalayak mengenat topik

yang sedang dibicarakan.

D. IDENTIFICATION

Identifikasi adalah hal yang sangat mendasar yang membuat saling pengertian antara agen

komunikasi sosial yang berupaya untuk memperkenalkan ide baru dengan khalayak sasaran.

Sebagai agen perubahan Anda harus memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan diri dengan

khalayak. Menurut Burke (dalam Griffin 2006:330), seorang agen perubahan yang efektif bisa

mengidentifikasikan diri dengan cara memberikan tanda di dalam kalimat-kalimat yang diucapkan

bahwa sebenarnya banyak persamaan yang dimiliki oleh agen perubahan dengan khalayak
sasaran. Khalayak yang merasa memiliki banyak kesamaan dengan agen perubahan akan

cenderung tertarik dengan pesan persuasif yang disampaikan.

Identifikasi bisa dilakukan dengan menunjukkan berbagai kesamaan yang dimiliki oleh agen

perubahan dengan khalayak. Kesamaan tersebut antara lain dalam hal, karakteristik fisik,

pekerjaan, kelas sosial, kepribadian, kepercayaan dan nilai. Semakin banyak kesamaan antara

keduanya maka akan semakin besar pula identifikasi (perasaan bahwa mereka sama). Ketika

khalayak mengidentifikasi bahwa agen perubahan memiliki banyak kesamaan dengan mereka,

maka khalayak akan cenderung bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan. Jadi, jika Anda

melakukan komunikasi persuasif janganlah sekali-kali menjaga jarak dan menunjukkan ke

khalayak bahwa Anda lebih baik dan berbeda dengan mereka karena seperti yang dikatakan oleh

Burke (dalam Griffin, 2006:331), “tanpa identifikasi tidak akan pernah ada persuasi.”

KEGIATAN BELAJAR 3 : TEKNIK PERSUASI

Pesan yang paling berhasil di dalam kegiatan komunikasi persuasif adalah pesan yang

membangkitkan pengalaman-pengalaman masa lalu dari khalayak sasaran (Schwartz di dalam

Griffin, 2006:8). Schwartz menyatakan bahwa khalayak akan lebih mudah mengenali dan

mengingat pesan yang disampaikan jika pesan tersebut sejalan dengan perasaan dan pemikiran

mereka. Salah satu teknik yang perlu dikuasai untuk mengenal khalayak adalah analisis

lingkungan. Analisis lingkungan adalah meneliti kondisi demografis (usia, jenis kelamin,

pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya), geografis (lokasi wilayah pedesaan/perkotaan, kondisi

wilayah pegunungan/ pantai, dan sebagainya), dan psikografis (gaya hidup khalayak). Penguasaan

tiga hal tersebut akan membantu komunikator dari kegiatan komunikasi sosial untuk bisa

merancang pesan yang paling tepat untuk khalayak sasaran mereka. Perumusan pesan ini akan

dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya dari subpokok bahasan ini.
Hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan komunikasi persuasi adalah kerangka berpikir

“who says what to whom and with what effect” (siapa berkata apa, kepada siapa, dan berakibat

apa). Kerangka tersebut bisa memunculkan tiga elemen penting di dalam kegiatan persuasif

(Griffin, 2006:22-23):

Who — sumber pesan (keahlian, kepercayaan)

What — isi pesan (memunculkan ketakutan, argumen yang berurutan)

Whom — karakteristik khalayak (kepribadian, kehati-hatian terhadap bujukan)

A. SUMBER PESAN (WHO)

Hovland (di dalam Griffin, 2006: 23) menyatakan bahwa pesan dari sumber yang memiliki

kredibilitas tinggi lebih memungkinkan untuk menciptakan perubahan pendapat dalam skala yang

jauh lebih besar dibandingkan dengan pesan yang sama tetapi disampaikan oleh sumber yang

memiliki kredibilitas yang rendah. Kredibilitas sumber informasi bisa disebabkan oleh keahlian

ataupun kekuatan karakter seseorang. Meskipun kekuatan karakter bisa memunculkan kekaguman

dan kesan yang cukup mendalam dari khalayak sasaran tetapi jika tidak dibarengi oleh keahlian

atau penguasaan memadai tentang isu yang dikomunikasikan akan membuat tingkat kepercayaan

yang diberikan oleh khalayak akan semakin menurun. Berikut ini adalah beberapa hal yang

diperlukan untuk menjadi komunikator yang memiliki karakter dan memiliki

keahlian/pengetahuan yang memadai mengenai isu.

1. Persiapan

Untuk bisa melakukan komunikasi persuasi dengan baik komunikator harus melakukan

persiapan yang cukup dan tidak menganggap gampang proses kegiatan komunikasi yang akan

dijalani. Seorang komunikator meskipun sudah memiliki pengalaman yang cukup tinggi tetap
membutuhkan persiapan yang memadai sebelum melakukan kegiatan komunikasi. Hal yang

terpenting untuk mempersiapkan kegiatan komunikasi persuasif adalah materi yang akan

disampaikan. Jenis materi yang akan disampaikan biasanya menentukan cara dan alat komunikasi

yang dibutuhkan. Misalnya ketika membujuk orang memilih alat kontrasepsi tertentu. Karena

materi yang akan disampaikan bersifat personal maka biasanya cara berkomunikasi tatap muka

(face to face/interpersonal communication) adalah cara komunikasi yang paling tepat. Sedangkan

alat komunikasi yang dibutuhkan mungkin berupa gambar atau contoh-contoh alat kontrasepsi,

yang bisa membantu komunikator mempersuasi calon akseptor KB.

2. Pemahaman Mengenai Isu

Memahami isu yang akan disampaikan sangat menentukan kredibilitas dari seorang

komunikator. Jika seorang komunikator terlihat tidak menguasai apa yang dibicarakan maka

kredibilitas dia sebagai sumber informasi akan dianggap rendah. Kredibilitas yang rendah dari

sumber komunikasi seperti yang sudah kita bahas pada bagian sebelumnya akan berakibat kepada

menurunnya tingkat kepercayaan khalayak terhadap kebenaran informasi yang disampaikan yang

pada akhirnya tentu saja akan membuat khalayak menjadi susah untuk melakukan perilaku yang

dianjurkan oleh komunikator Pengetahuan mengenai isu yang dimiliki oleh komunikator tidak

hanya yang berkaitan dengan hal-hal positif yang berkaitan dengan isu tetapi juga pengetahuan

yang terkait oleh efek samping/hal-hal negatif yang mungkin muncul sebagai akibat dari adopsi.

Pemberian informasi mengena efek samping dari perilaku yang ditawarkan akan membuat

khalayak sasar menjadi benar-benar memahami isu dari komunikasi sosial yang dilakukan oleh

komunikator.

3. Sensitivitas Retorik

Seorang komunikator yang baik haruslah memiliki sensitivitas retorik yang tinggi. Dia harus

sadar kapan dia harus berbicara dan kapan harus berhenti berbicara. Ketika orang yang sedang
diajak bicara menunjukkan sikap yang sudah bosan atau lelah maka orang yang memiliki

sensitivitas retorik yang baik akan mencoba mencairkan suasana dengan menggunakan lelucon

atau berganti ke topik lain yang lebih bisa menarik perhatian khalayak. Sensitivitas retorik juga

harus ditunjukkan untuk bisa menyampaikan pesan yang tepat sesuai dengan karakteristik

khalayak. Jika seorang komunikator salah mengelola pesan sehingga menyampaikan pesan

dengan bahasa dan cara yang tidak sesuai dengan karakteristik khalayak maka pesan yang

disampaikan tidak akan bisa diterima dengan baik oleh khalayak atau bahkan bisa saja

komunikator dianggap menghina khalayak.

4. Pemahaman Mengenai Khalayak

Karakteristik khalayak yang beragam juga berarti berbedanya strategi komunikasi yang harus

diterapkan untuk membujuk masing-masing segmen khalayak. Pembahasan mengenai

pemahaman khalayak akan dibahas lebih lanjut pada bagian khalayak sasaran (whom).

5. Penampilan

Komunikator yang baik harus bisa menempatkan diri. Artinya dia harus sensitif terhadap

kondisi lingkungan sosial dari khalayak yang diajak berkomunikasi. Khalayak akan lebih mudah

menerima dan berumpst terhadap komunikator yang berpenampilan sesuai dengan norma dan

budaya mereka. Komunikator yang memiliki penampilan tidak sesuai dengan aturan budaya

khalayak sasaran biasanya sudah mendapat tentangan dari khalayak sasaran bahkan sebelum dia

menyampaikan informasi. Jadi, untuk urusan penampilan seorang komunikator harus memiliki

kepekaan sosial terhadap kondisi khalayak sasaran.

6. Latihan

Seorang komunikator yang baik akan selalu berlatih secara terus menerus strategi dan cara

berkomunikasi yang akan dia terapkan kepada khalayak. Melatih kegiatan komunikasi yang akan
dilakukan akan membuat komunikator lebih percaya diri dan lebih mengusai apa yang akan

dibicarakan dengan khalayak. Akan lebih baik lagi jika komunikator berlatih di depan sekelompok

khalayak sehingga bisa mendapat kritik dan masukan Seputar cara penyampaian informasi yang

dia lakukan.

7. Empati

Persuator yang baik harus bisa berempati atau berusaha memahami orang lain dengan cara

menempatkan diri kita pada posisi mereka. Menurut Beebe (2003:209), empati adalah kunci untuk

menjembatani perbedaan. Meskipun memandang suatu isu dari sudut pandang orang lain tidak

begitu saja menghilangkan perbedaan, tetapi itu akan meningkatkan pemahaman.

8. Mendengarkan

Keahlian mendengar sangat dibutuhkan bagi seorang komunikator. Pembicara yang baik tidak

hanya perlu menguasai teknik retorika tetapi juga wajib untuk memiliki kemampuan

mendengarkan. Mendengarkan adalah cara yang paling balk untuk bisa memahami karakteristik

dari khalayak sasaran. Menjadi pendengar yang baik bukan merupakan hal yang mudah karena

ketika mendengarkan orang lain kita harus mengesampingkan penilaian dan mengetahui isi

pesan dan perasaan dari si penyampai pesan. Hal yang selanjutnya perlu dilakukan adalah

tanyakan pada diri Anda, “Bagaimana perasaan saya jika saya berada pada posisi orang yang saya

ajak bicara?” Cobalah untuk memahami pesan berdasarkan posisi pengirim pesan bukan hanya

mengedepankan sudut pandang Anda sendiri.

Ask Ouestion (Bertanya): Ketika Anda mencoba memahami orang lain, Anda mungkin perlu

mengajukan beberapa pertanyaan. Pertanyaanpertanyaan tersebut bertujuan untuk: (1)

mendapatkan informasi tambahan, (2) mengetahui bagaimana perasaan orang lain, (3), untuk
melakukan klarifikasi terhadap pernyataan orang lain, dan (4) untuk verifikasi kesimpulan yang

Anda buat mengenai makna dari pesan yang disampaikan lawan bicara.

Paraphrase content (menyimpulkan pesan): Anda perlu menyatakan kembali dengan

menggunakan kalimat Anda sendiri mengenai apa yang Anda pikir lawan bicara katakana.

Dengan kata lain Anda menyimpulkan pesan yang sejauh ini sudah disampaikan oleh Jawan

bicara Anda.

Paraphrase feelings (menyimpulkan perasaan): Anda perlu menanyakan kembali kesimpulan

yang Anda buat yang terkait dengan apa yang lawan bicara rasakan (emosi) yang terkait dengan

topik yang sedang dibicarakan.

B. ISI PESAN (WHAT)

Selain sumber pesan, sebagaimana sudah dibahas sebelumnya, sagaimana cara komunikator

menyampaikan pesan yang terkait dengan isu epada khalayak sasaran juga sangat menentukan

keberhasilan pemberian nformasi dan perubahan perilaku dari target khalayak. Komunikator pada

“asarnya bisa melakukan dua strategi utama di dalam merumuskan pesan 'ersuasif, yaitu dengan

cara memunculkan ketakutan atau membangun/ menyusun argumen.

1. Memunculkan Ketakutan

Strategi komunikasi dengan memunculkan ketakutan bisa dilakukan dengan cara

menunjukkan dampak negatif atau bahkan hukuman/sanksi yang bisa di dapat oleh khalayak jika

mereka tidak melakukan perilaku yang dianjurkan. Perubahan perilaku yang timbul karena

strategi pesan ini biasanya identik dengan pengaruh normatif (normative influence), artinya orang

akan melakukan perilaku yang dianjurkan hanya karena tidak ingin terkena sanksi. Terlebih lagi

jika perubahan perilaku itu diawasi oleh lembaga berwenang yang siap memberikan sanksi jika

target khalayak tidak melakukan perilaku yang dikomunikasikan.


2. Menyusun Argumen

Menyusun argumen adalah cara menyusun pesan dengan menggunakan data dan fakta yang

diatur sedemikian rupa sehingga data/fakta tersebut bisa menjadi argumen yang meyakinkan

khalayak. Strategi pesan ini lebih mengarah pada pengaruh informasional (informational

influence). Artinya khalayak melakukan perubahan perilaku karena benar-benar memahami dan

percaya manfaat dari perilaku yang ditawarkan bukan karena ketakutan terhadap pesan yang

bersifat mengancam dari komunikator.

Ketika melakukan komunikasi persuasif Anda harus memberikan komentar atau

menyampaikan pesan uang bersifat sportif. Pesan yang sportif akan menimbulkan suasana

komunikasi yang mendukung tercapainya saling pemahaman. Menurut Beebe (2003:110-112),

komentar atau pesan yang sportif memiliki beberapa karakteristik yaitu:

Description (Deskripsi): Sebaiknya ketika melakukan komunikasi persuasi Anda harus

menggunakan bahasa “Saya”. Bahasa “saya” artinya Anda harus mendeskripsikan perasaan dan

ide-ide Anda tanpa memojokkan atau menghakimi perilaku orang lain. Meskipun menurut Anda

perilaku yang dilakukan pihak yang Anda ajak berkomunikasi tidak tepat, Anda tidak boleh

lawvsung menyalahkan dan menghakimi, lebih baik Anda mendeskripsikan pendapat dan ide

Anda tanpa menyalahkan pendapat dan perilaku dari lawan bicara.

Problem Orientation (Orientasi pada masalah): Kegiatan komunikasi yang Anda lakukan

sebaiknya berorientasi pada pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Pengomunikasian ide

sebaiknya diorientasikan ke arah perubahan perilaku yang tepat untuk bisa memecahkan masalah

yang berada di sekitar khalayak sasaran komunikasi.

Spontaneity (Spontanitas): Orientasi komunikasi yang Anda lakukan haruslah terlihat tulus

dan spontan. Komunikasi yang terlihat berbelit-belit akan berkesan manipulatif dan tidak jujur.
Ketika Anda mempersuasi seseorang kesan tulus dan apa adanya adalah kunci yang sangat

penting untuk meraih kepercayaan dari pihak yang kita ajak berkomunikasi.

Emphaty (Empati): Keterlibatan secara emosional dengan khalayak sasaran terutama melalu

tanda-tanda nonverbal sangatlah penting untuk menunjukkan bahwa Anda peduli dan memahami.

Kesan yang menunjukkan bahwa Anda memahami kondisi yang dihadapi oleh target khalayak

sangatlah penting untuk menghilangkan prasangka bahwa Anda sedang memanipulasi mereka

untuk melakukan hal yang hanya menguntungkan Anda saja.

Equality (Kesejajaran): Komunikasi persuasif haruslah berdasar pads kesamaan kedudukan

dan rasa saling menghormati satu sama lain. Jadi, ketika melakukan kegiatan komunikasi Anda

haruslah tidak merasa lebih baik, lebih pintar dan memiliki posisi yang lebih tinggi dari orang

yang Anda ajak bicara. Ketika Anda menempatkan posisi Anda lebih tinggi maka resistensi dari

khalayak sasaran akan cenderung tinggi karena mereka merasa hanya sebagai obyek.dari

kepentingan Anda saja.

Provisionalism (Tidak kaku): Ketika melakukan komunikasi persuasif Anda harus terbuka

menerima informasi baru. Selain itu, Anda juga harus menunjukkan sikap yang fleksibel terhadap

berbagai masukan yang mungkin bertentangan dari apa yang Anda pahami selama ini.

C. KARAKTERISTIK KHALAYAK (WHOM)

Elemen penting terakhir dari komunikasi persuasif adalah karakteristik khalayak sasaran

(whom). Agar bisa melakukan komunikasi persuasi yang efektif terdapat dua hal yang harus

diperhatikan dari khalayak yaitu: kepribadian, kehati-hatian khalayak terhadap bujukan dan

memberikan respons yang menghargai khalayak.


1. Kepribadian Khalayak

Kepribadian khalayak sangat menentukan teknik persuasi seperti apa yang harus diterapkan.

Terdapat dua jenis kepribadian khalayak yang perlu diperhatikan ketika melakukan komunikasi.

a. Introvert (tertutup), khalayak yang memiliki karakter ini lebih cenderung tidak suka

menunjukkan perasaan yang sebenarnya dan lebih banyak diam.

b. Extrovert (terbuka), khalayak tipe ini lebih mudah mengungkapkan secara terbuka mengenai

apa yang mereka pikirkan.

2. Kepribadian yang “Sulit”

Sebagai seorang yang terlibat di dalam kegiatan komunikasi sosial Anda harus menyadari

keberagaman kepribadian yang dimiliki oleh anggota khalayak sasaran. Beberapa karakter dari

khalayak membutuhkan perhatian khusus karena bisa mengganggu proses komunikasi sosial yang

sedang Anda jalankan. Benne dan Sheats (dalam Beebe dan Masterson, 2003:75-76)

mengidentifikasikan beberapa kepribadian khalayak yang “sulit”:

a. Aggressor: cenderung menyerang orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan bahkan

kalau perlu mengakui prestasi atau kontribusi yang dilakukan oleh orang lain sebagai

miliknya.

b. Blocker: secara umum bersifat negatif, keras kepala dan menentang ide atau masukan dari

orang lain tanpa alasan yang jelas.

c. Recognition seeker: gemar menjadi pusat perhatian dengan cara membesar-besarkan dan

membicarakan secara terus menerus kehebatan dirinya.

d. Self.confessor: gemar mengumbar perasaan dan permasalahan pribadi secara mendalam di

muka umum.

e. Joker: menunjukkan kurang perhatian terhadap isu yang sedang dibicarakan dengan

menceritakan cerita dan lelucon yang tidak ada hubungannya dengan isu. Perilakunya sering
kali mengindikas kan ketidaktertarikan, tidak antusias terhadap isu komunikasi sosia) serta

lebih fokus terhadap diri sendiri.

f. Dominator: berupaya keras untuk mendominasi pembicaraan dengan cara memanipulasi

anggota khalayak yang lain melalui kata-kata manis atau bahkan pemaksaan kehendak.

g. Help seeker: berupaya untuk membangkitkan simpati dengan cara mengekspresikan rasa

rendah diri dan ketidaknyamanan pribadi.

h. Special-interest pleader: bekerja untuk kepentingan individu atay kelompok tertentu dan

cenderung mengarahkan pembicaraan ke arah pemenuhan bias kepentingan yang dimilikinya.

Menangani berbagai kepribadian sulit di atas membutuhkan keahhan personal yang memadai

sehingga keberadaan orang-orang berkepribadian tidak mengganggu pencapaian tujuan

komunikasi sosial. Beebe (2003:271. 272) memberikan beberapa kiat untuk mengatasi atau

menghadapi anggota khalayak yang memiliki kepribadian “mengganggu”:

a. Aturlah emosi Anda. Ketika Anda menjadi emosional karena perilaku beberapa anggota

khalayak maka Anda akan kesulitan untuk bersikap logis dan menerapkan metode yang

rasional untuk menghadapi permasalahan yang muncul. Jika Anda menjadi emosional

terhadap provokasi dari anggota khalayak maka akan sulit bagi Anda untuk mendengarkan

dengan baik dan menagani masalah secara taktis. Untuk mengontrol emosi Anda strategi yang

bisa dilakukan adalah bicara atau refleksi pada diri sendiri. Menyadari bahwa Anda

terpancing emosi dan berusaha untuk mengontrol emosi. Pikiran berhubungan dengan

perasaan dan pesan mental Anda akan mempengaruhi apa yang Anda rasakan.

b. Deskripsikan perilaku mereka yang mengganggu Anda. Mencoba untuk tidak menyerang

balik secara langsung tetapi gunakanlah pesan yang mendeskripsikan apa yang Anda rasakan

seperti: “Saya menjadi kesulitan untuk mendengar suara Anda jika Anda berteriak” atau “Ini
adalah keempat kalinya Anda menginterupsi saya ketika saya mencobs menjelaskan ide

saya.” Tujuan penggunaan kalimat deskriptif adalah agar tidak memperuncing konflik.

c. Ungkapkan perasaan Anda. Setelah menjelaskan perilaku yang mengganggu Anda,

ungkapkan apa yang Anda rasakan ketika mereka mengganggu proses komunikasi yang Anda

lakukan.

d. Upayakan untuk kembali kepada isu komunikasi sosial. Jangan sampai masalah kepribadian

sulit dari beberapa anggota khalayak menjadikan komunikasi yang dilakukan menjadi

melenceng jauh dari isu perubahan yang sedang Anda komunikasikan. Berusahalah untuk

tetap kooperatif sehingga kesalahpahaman atau sikap emosional dari beberapa anggota

kelompok cepat teratasi dan tidak mengganggu proses komunikasi yang berlangsung.

3. Memberikan Respons yang Tepat Kepada Khalayak (Confirming Responses)

Selain memperhatikan kepribadian khalayak, hal yang juga penting diperhatikan di dalam

proses komunikasi persuasif adalah memberikan Tespons yang tepat ketika khalayak sasaran

memberikan pendapat atau memberikan umpan balik terhadap pesan yang kita sampaikan.

Menurut Evelyn Sieburg (dalam Beebe dan Masterson, 2003:111) terdapat dua klasifikasi respons

yaitu confirming (menguatkan) dan disconfirming (melemahkan). Pesan yang menguatkan adalah

pesan yang membuat orang yang kita ajak bicara merasa dihargai, sedangkan pesan yang

melemahkan adalah pesan yang membuat lawan bicara merasa tidak dihargai. Lebih lanjux secara

lebih jelas Goldberg dan Larson (dalam Beebe dan Materson, 2003:111-112) mengidentifikasikan

beberapa contoh dari respons yang melemahkan dan respons yang menguatkan.

4. Disconfirming Responses (Respons-respons yang Melemahkan)

a. Impervious response (respons yang tidak tepat): gagal untuk memahami makna dari pesan

(umpan balik) yang disampaikan oleh khalayak. Akibat dari kegagalan tersebut pembicara

tidak memberikan respons yang tepat terhadap umpan balik dari khalayak.
b. Interrupting response (respons yang memotong): memotong umpan balik yang diberikan oleh

khalayak atau mulai bicara ketika pihak lain masih bicara.

c. Irrelevant response (respons yang tidak sesuai): memberi respons yang sepertinya tidak

sesuai dengan apa yang dikatakan oleh pihak lain, atau memulai topik baru tanpa memberi

peringatan. Respons yang seperti ini menunjukkan kesan tidak menghargai pembicaraan yang

sedang berlangsung.

d. Tangential responsse (respons yang berbelok): menanggapi upaya komunikasi dari anggota

khalayak tetapi secara cepat membelokkan pembicaraan ke arah lain. Biasanya reaksi yang

ditunjukkan tampaknya merupakan respons langsung terhadap pesan yang diberikan khalayak

seperti “Ya, tapi ...” atau “Ya, mungkin Anda benar, tetapi ...,” dan kemudian diikuti dengan

isi pesan komunikasi yang berbeda sama sekali dengan topik yang dibahas sebelumnya.

e. Impersonal response (respons yang tidak personal): melakukan kegiatan komunikasi yang

monolog, atau menunjukkan cara berkomunikasi yang sok pintar dan berkesan menjaga jarak

dengan khalak yang diajak berkomunikasi.

f. Incoherent response (respons yang tidak jelas): memberikan respons dengan kalimat yang

tidak selesai dan juga pernyataan yang susah untuk diikuti karena urutan ide yang meloncat-

loncat.

g. Incongruous response (respons yang tidak konsisten): menampilkan perilaku non verbal yang

tidak konsisten dengan isi pesan verbal yang disampaikan. Contohnya, “Siapa yang marah?

Saya tidak marah!” (kalimat tersebut diucapkan dengan nada tinggi dan suara keras yang

menunjukkan kemarahan). Perilaku komunikasi yang seperti itu akan membingungkan

khalayak atau bahkan membuat khalayak merasa tidak nyaman dan tersinggung dengan

respons yang Anda berikan.


5. Confirming Reponses (Respons yang Menguatkan)

a. Direct acknowledgment (Respons langsung dan tepat): memberikan respons yang

menunjukkan bahwa Anda memahami pesan yang disampaikan lawan bicara. Respons seperti

ini bisa dilakukan kalau Anda mendengarkan apa yang dikatakan lawan bicara dan beraksi

terhadap pesan tersebut secara langsung dan cepat.

b. Agreement about content (kesepahaman isi pesan): memperkuat informasi yang disampaikan

oleh khalayak.

c. Supportive response (respons yang mendukung): menyatakan pemahaman terhadap kondisi

dan situasi yang dihadapi oleh khalayak dan berusaha membuat mereka merasa lebih baik.

d. Clarifying response (klarifikasi): berusaha untuk memperjelas pesan atau perasaan yang yang

disampaikan oleh orang lain. Memperjelas pesan tersebut bisa dilakukan dengan meminta

informasi secara lebih detail, mendorong lawan bicara untuk memberi lebih banyak informasi

dan mencoba untuk mengulangi dengan bahasa Anda sendiri mengenai isi pesan yang

disampaikan oleh lawan bicara.

e. Exppression of positive feeling (Ekspresi perasaan yang positif): mendiskripsikan perasaan

positif terhadap pesan yang disampaikan dengan cara memberi pernyataan yang menunjukkan

bahwa Anda memahami apa yang disampaikan oleh lawan bicara.

Semua orang perlu merasa bahwa dia didengarkan dan dipahami. Oleh karena itu ketika Anda

melakukan komunikasi persuasif di dalam konteks komunikasi sosial Anda harus memperlakukan

khalayak sasaran komunikasi Secara sejajar dan memberikan respons yang menguatkan ketika

mereka memberikan umpan balik terhadap informasi yang Anda sampaikan. Dengan memberikan

respons yang menguatkan Anda akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk bisa

menciptakan iklim komunikasi yang sportif sehingga bisa memberikan kepuasan bagi semua

partisipan komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai