Anda di halaman 1dari 10

Nama : Salsabila Firda Hudaya

NIM : 200221607714
Offering : F1 Pengantar Ilmu Kependidikan

Sejarah Pendidikan

Ada beberapa lingkup sejarah pendidikan yakni diawali dari sejarah dunia pada zaman
yunani purba, pada abad ke-17, dan abad ke-19. Lalu, lingkup yang selanjutnya adalah sejarah
pendidikan Indonesia yang juga terbagi dalam berbagai masa yakni pada masa perjuangan zaman
kolonial Belanda dan Jepang, pada masa pembangunan, dan pada masa reformasi.
Sejarah pendidikan dunia awalnya pada zaman yunani purba yang dipelopori oleh
beberapa tokoh. Tokoh pertama adalah Plato. Plato membentuk warga negara secara teoritis dan
membentuk manusia supaya mempergunakan akalnya dengan bijaksana. Tokoh kedua adalah
Phytagoras. Phytagoras membentuk manusia susila. Tokoh yang selanjutnya adalah Socrates.
Socrated membawa manusia pada kebajikan tertama akhlak. Tokoh yang terakhir adalah
Aristoteles. Aristoteles menyatakan bahwa dalam pendidikan harus mengenal pembawaan dan
kecenderungan anak supayanya ia mendapat bimbingan sebaik-baiknya.
Pada abad ke-17, ada beberapa tokoh lain. Pertama, Fransic Bacon dengan idenya dalam
pendidikan, seperti usaha-usaha untuk mencari metode baru, penggunaan metode induksi, dll.
Kedua, Johan Amos Comenius dengan hasil karya yang terkenal “Didactica Magna” memuat
tujuan pendidikan, metode, hukum didaktik, dan pendidikan kesusilaan didasarkan pada ajaran-
ajaran agama. Ketiga, John Locke yang yang mengatakan bahwa ada tiga langkah belajar sesuai
dengan teori “a blank sheet of paper”, yaitu mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia,
mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan, serta berfikir. Terakhir, J. J. Rousseau yang
menyatakan bahwa ada tiga asas pembelajaran, yaitu asas pertumbuhan, aktivitas, dan
individualis.
Pada abad ke-19, muncul tokoh-tokoh baru. Tokoh pertama adalah Frobel. Frobel
mengatakan bahwa mengembangkan semua potensi itu akan menjadi aktual. Pendidikan Frobel
adalah perkembangan yang diawasi. Tokoh kedua adalah Herbart. Herbart menyatakan bahwa
membentuk watak susila, melalui pengembangan minat yang seluas-luasnya. Tokoh yang
selanjutnya adalah Pestolozzi yang ingin meningkatkan derajat sosial seluruh umat manusia.
Tokoh yang terakhir adalah Stanley Hall yang menyatakan bahwa mengembangkan semua
kekuatan yang ada sehingga memperoleh kepribadian yang harmonis.
Selanjutnya sejarah pendidikan Indonesia pada berbagai masa. Pertama, pada masa
perjuangan zaman kolonial Belanda dan Jepang. Pada zaman kolonial Belanda, Belanda
mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat Indonesia dengan tujuan menghasilkan pegawai-
pegawai rendahan baik pegawai negri maupun swasta. Adapun kecenderungan pendidikan masa
kolonial ini adalah membiarkan terselenggaranya pendidikan islam tradisional serta membantu
mendirikan madrasah Islam di Nusantara dan mendirikan sekolah Zending atau mizionoris yang
bertujuan menyebarkan agama Kristen. Ciri khas pendidikan pada masa ini adalah dualistik
diskriminatif, sentralistik, dan tujuan pendidikannya adalah untuk menghasilka tamatan sebagai
warga negara Belanda kelas dua. Kemudian pada tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Wan
Deventer yang berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids, ia menganjurkan agar
pemerintah lebih memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal
dengan Politik Etis. Dengan adanya politik etis ini, munculah sebuah organisasi yang bernama
Budi Utomo yang merupakan pelopor adanya Sumpah Pemuda. Selanjutnya pada masa zaman
kolonial Jepang, penyelenggaraan pendidikan ditujukan untuk menghasilkan tentara yang siap
memenangkan perang bagi Jepang. Secara luas, ada beberapa segi positif di bidang pendidikan
dari penjajahan Jepang di Indonesia. Pertama, jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari
penjajah belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Kedua,
pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk dipakai di lembaga-
lembaga pendidikan, di kantor-kantor dan dalam pergaulan sehari-hari. Bahasa Jepang sebagai
bahasa kedua, sedangkan bahasa Belanda dilarang. Ketiga, Jepang mendirikan sekolah guru
dengan sistem pembinaan indoktrinasi mental ideologis. Terakhir, Pembinaan murid dan para
pemuda dilakukan dengan senam pagi atau biasa disebut dengan taiso.
Kedua, sejarah Indonesia pada masa pembangunan. Pada zaman awal kemerdekaan,
bidang pendidikan dilaksanakan dengan berpedoman pada UUD 1945 pasal 31. Dalam
prakteknya, peyelenggaraan pendidikan pada era 1945-1950 adalah Badan Pekerja Nasional
Indonesia mengusulkan perlunya pembaharuan di bidang pendidikan, pembentukan pendidikan
masyarakat yang bertujuan membangun masyarakat adil dan makmur berdasar pancasila,
pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran, menetapkan kurikulum awal sebagai pedoman
penyelenggaraan pendidikan, dan pembaharuan kurikulum menjadi kurikulum SR 947. Lalu
pada masa orde baru yang berlangung dari tahun 1968 hingga 1998 terjadi suatu loncatan yang
sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden Pendidikan Dasar. Akan tetapi,
pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan
perkembangan kualitas. Orde Baru juga mengusung ideologi “keseragaman” sehingga
memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS dan UMPTN menjadi seleksi
penyeragaman intelektualitas peserta didik. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi
pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan
faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan. Dengan hal tersebut,
bebrapa hal negatif tercipta, seperti produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja,
lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang
berfikiran positivistik, serta hilangnya kebebasan berpendapat. Pemerintah orde baru yang
dipimpin oleh Soeharto ini mengedepankan motto “membangun manusia Indonesia seutuhnya
dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini, seluruh bentuk pendidikan ditujukan untuk
memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan nasional. Kemudian juga ada sistem
doktrinasi, dimana sistem ini menolak segala bentuk budaya asing, baik itu yang mempunyai
nilai baik ataupun mempunyai nilai buruk. Kurikulum yang digunakan dalam masa orde baru ini
ada empat. Pertama, kurikulum 1968 yang menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran:
kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Kedua,
kurikulum 1975 yang metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”.
Kurikulum yang selanjutnya adalah kurikulum 1984 dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
atau Student Active Learning (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga
bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Kurikulum yang terakhir
adalah Kurikulum 1994. Pada kurikulum ini bentuk presi kepada siswa mulai terjadi dengan
beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan saerah masing-masing.
Terakhir, sejarah pendidikan Indonesia pada masa reformasi. Pemerintah pada masa
reformasi menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Pemerintah pada
masa reformasi juga melakukan tuga kali perubahan kurikulum. Kurikulum yang pertama adalah
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada pelaksanaan KBK ini, siswa dituntut aktif untuk
memperoleh informasi. Guru bertugas sebagai fasilitator untuk memperoleh informasi.
Kurikulum yang selanjutnya adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau (KTSP).
Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, guru dituntut untuk
mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah
dan daerahnya. Lalu kurikulum yang terakhir adalah Kurikulum 2013. Sistem ini menekankan
pada kompetensi berbasis sikap, ketrampilan, dan pengetahuan serta menekankan pada keaktifan
siswa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa lingkup sejarah pendidikan
yakni diawali dari sejarah dunia pada zaman yunani purba dengan tokohnya yaitu Plato,
Phytagoras, Socrates, dan Aristoteles.Lalu pada abad ke-17 muncul beberapa tokoh lain ,seperti
Fransic Bacon, Johan Amos Comenius, John Locke, dan J. J. Rousseau. Kemudian pada abad ke-
19 ada beberapa tokoh baru yakni Frobel, Herbart, Pestolozzi, dan Stanley Hall. Lingkup yang
selanjutnya adalah sejarah pendidikan Indonesia yang terbagi dalam berbagai masa yakni pada
masa perjuangan zaman kolonial Belanda dan Jepang. Pada zaman kolonial Belanda, Belanda
mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat Indonesia dengan tujuan menghasilkan pegawai-
pegawai rendahan baik pegawai negri maupun swasta. Sedangkan pada zaman kolonial Jepang,
penyelenggaraan pendidikan ditujukan untuk menghasilkan tentara yang siap memenangkan
perang bagi Jepang. Kemudian pada masa pembangunan pada zaman awal kemerdekaan, bidang
pendidikan dilaksanakan dengan berpedoman pada UUD 1945 pasal 31. Terakhir, pada masa
reformasi pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
Nama : Salsabila Firda Hudaya
NIM : 200221607714
Offering : F1 Pengantar Ilmu Kependidikan

Landasan Pendidikan

Landasan pendidikan sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan. Fungsi dari landasan
pendidikan ada tiga. Pertama, landasan filosofis, sosial dan budaya atau kultural, ekonomi,
historis atau sejarah, antropologis, politik dan hukum atau yuridis adalah membekali calon guru
sebagai wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya. Kedua, landasan
psikologis adalah membekali guru tentang pemahaman terhadap perkembangan peserta didik dan
cara siswa dalam belajar. Ketiga, landasan teknologi yang membekali peserta didik untuk
menguasai perkembangan IPTEK. Lalu ada fungsi tambahan antara landasan psikologis dan
teknologi, yakni menyeimbangkan dan menyelaraskan secara dinamis antara prikologi
perkembangan siswa dengan penguasaan teknologi yang tepat. Kemudian, landasan pendidikan
ini dibagi menjadi berbagai jenis, yakni filosofis, sosial dan budaya atau kultural, ekonomi,
historis atau sejarah, psikologis, antropologis, politik dan hukum atau yuridis, serta ilmiah dan
teknologi.
Pertama, landasan filosofis. Filsafat berasal dari bahasa Yunani “Philos dan Sofia” yaitu
“cinta terhadap kebijaksanaan”. Filsafat ada beberapa fungsi, seperti filsafat sebagai metode
berpikir, filsafat sebagai sikap terhadap dunia dan hidup, filsafat sebagai suatu kumpulan
problem (hidup dan keajaiban alam semesta), filsafat sebagai sistem pemikiran, serta filsafat
sebagai aliran dan teori. Sedangan filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan
secara mendalam sampai ke akar-akarnya mengenai pendidikan. Filsafat sangat berperan penting
dalam dunia pendidikan, yaitu memberikan sebuah kerangka acuan bidang filsafat pendidikan
guna mewujudkan cita-cita pendidikan yang diharapkan oleh suatu masyarakat atau bangsa.
Kemudian ada beberapa madzhab filsafat pendidikan. Madzhab pertama adalah madzab
esensialisme. Madzhab ini menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara eklektis atau tidak
meleburkan kedua prinsip masing-masing. Filsafat idealisme ini memberikan dasar tujuan
filosofis pada mata pelajaran sejarah, sedangkan IPA diajarkan pada tinjauan yang realistik. Pada
jenjang pendidikan dasar kurikulum diutamakan pada tiga keterampilan dasar (basic skills) yaitu
membaca (reading), menulis (writing), dan berhitung (arithmetic). Kurikulum harus memuat
mata pelajaran bahasa, gramatika, kesusastraan, filsafat, ilmu kealaman, matematika, sejarah,
dan seni keindahan. Madzhab yang kedua adalah madzhab perenalisme. Madzhab ini meyakini
adanya persamaan antara perenialisme dengan esensialisme yaitu membela kurikulum tradisional
yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered). Sedangkan
perbedaannya menekankan keabadian teori kehikmatan yakni pengetahuan yang benar (truth),
keindahan (beauty), dan kecintaan kepada kebaikan (goodness). Kurikulum harus memuat mata
pelajaran bahasa, matematika, logika, IPA, dan sejarah. Madzhab yang ketiga adalah madzhab
progresivisme. Pada madzhab ini, siswa akan mengalami perkembangan apabila berinteraksi
dengan lingkungan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas memilih dan memilah serta
menyederhanakan budaya yang dibutuhkan oleh siswa. Guru bertindak sebagai pembimbing atau
fasilitator bagi siswa. Madzhab yang terakhir adalah madzhab rekonstruksionisme. Madzab ini
adalah kelanjutan dari cara berpikir logis dan progresif dalam pendidikan. Siswa tidak hanya
belajar tentang sesuatu pada saat ini, tetap harus mempelopori masyarakat baru yang diinginkan.
Guru dengan metode proyek memberikan peranan kepada siswa yang cukup besar. Kemudian
mengenai falsafah pendidikan pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup menata kehidupan
bangsa, termasuk di dalamnya pendidikan. Ada beberapa kajian filsafat pancasila secara
ontologis, epistemologi, dan aksiologi pancasila. Secara ontologis, ada lima nilai dasar yang
selanjutnya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia
yang menimbulkan tekad untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam sikap tingkah laku dan
perbuatan. Bahwa pancasila dilahirkan dalam tiga hal yaitu nilai-nilai adat istiadat serta
kebudayaan dan nilai-nilai religius. Secara epistimologis, pancasila sebagai filsafat dimaksudkan
adalah upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila
sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila
telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita , menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu
Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem
pengetahuan. Lalu secara aksiologi, Pancasila adalah sesuatu yang benar-benar bernilai.
Memiliki nilai hakiki atau sesuatu yang sejak semula sudah mempunyai nilai (nilai intrinsik). Di
sisi lain, Pancasila adalah sesuatu yang diberi nilai, diberi nilai buatan karena dapat dipakai
sebagai sarana mencapai tujuan.
Kedua, landasan sosial budaya. Dalam landasan ini, prnting mempelajari tentang
sosiologi dan budaya. Ilmu sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keberadaan
masyarakat. Kajian sosiologis pendidikan adalah analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-
pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan seperti hubungan kemanusiaan di sekolah,
pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, dan pola interaksi antara sekolah dengan kelompok
sosial lainnya. Budaya adalah hasil cipta karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai,
kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh anggota masyarakat.
Hubungan timbal balik antara budaya dengan pendidikan. Dengan budaya, maka pendidikan
akan berjalan sesuai dengan baik sesuai adat dan aturan yang berlaku di dalam masyarakat.
Dengan pendidikan, maka budaya di masyarakat dapat dibentuk, dikembangkan, dilestarikan,
dan dapat diwariskan kepada generasi muda. Sifat dasar masyarakat Indonesia pada zaman
penjajahan adalah adanya segmentasi ke dalam bentuk kelompok sosial atau golongan sosial
yang akan memunculkan sub budaya sendiri, struktur sosial yang terbagi-bagi, seringkali
anggota masyarakat tidak mengembangkan consensus diantara mereka terhadap nilai-nilai yang
mendasar, mengalami konflik antar kelompok, saling adanya ketergantungan di bidang ekonomi,
dominasi politik oleh dalah satu kelompok atas kelompok yang lain, dan integrasi sosial sukar
dapat tumbuh. Lalu sifat dasar masyarakat Indonesia pada saat ini adalah secara horizontal
ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial atau komunitas berdasarkan perbedaan atas suku,
agama, adat-istiadat, ras, dan kedaerahan. Secara vertical ditandai oleh perbedaan pola
kehidupan antara lapisan atas, menengah, dan lapisan rendah. Sekolah dan masyarakat adalah
lingkungan hidup yang tidak dapat dipisahkan. Sekolah sebagai tempat belajar sedangkan
lingkungan masyarakat merupakan tempat implikasi dari proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Masyarakat sebagai salah satu pemilik sekolah mendukung dan berpartisipasi dalam
meningkatkan pendidikan di sekolah.
Ketiga, landasan ekonomi. Ekonomi merupakan aktivitas manusia yang berhubungan
dengan produksi, distribusi, serta konsumsi yang berupa barang dan jasa. Menurut Abraham
Maslow, ekonomi merupakan bidang keilmuan yang dapat menyelesaikan permasalahan
kehidupan manusia melalui seluruh sumber ekonomi yang tersedia berdasarkan pada teori serta
prinsip dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap efektif dan efisien. Peran ekonomi mikro dan
ekonomi makro sangat mempengaruhi kelancaran di bidang pendidikan. Kontribusi antara
keduanya adalah dalam bidang ekonomi seperti peran ekonomi, fungsi produksi, efisiensi dan
efektivitas biaya dalam pendidikan. Sedangkan dalam bidang pendidikan adalah investasi untuk
pembangunan suatu bangsa. Analisis biaya makro dan mikro dalam bidang pendidikan. Dalam
biaya mikro, seperti skala gaji guru dan jam terbang mengajar, penataran dan latihan pra jabatan,
pengelompokan siswa di sekolah dan di dalam kelas, penggunaan metode dan bahan mengajar,
sistem evaluasi, dan supervisi pendidikan. Sedangkan biaya mikro, seperti pengeluaran untuk
pelaksanaan pembelajaran, pengeluaran untuk tata usaha sekolah, pengeluaran untuk
pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, pengeluaran untuk kesejahteraan pegawai,
pengeluaran untuk administrasi pembinaan teknis edukatif, dan pengeluaran untuk pendataan.
Keempat, landasan historis atau sejarah. Sejarah adalah keadaan pada masa lampau
dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang berpengaruh pada masa sekarang ini. Bangsa
yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah, karena dengan sejarah suatu bangsa
dapat mengetahui siapa leluhurnya, bagaimana kehidupannya pada masa itu, adat istiadat,
peradaban, dan sebagainya. Perjalanan sejarah pendidikan mulai dari zaman Hellenisme (150-
500 SM), zaman pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance, zaman
Reformasi, dan Kontra Reformasi (1600-an). Sejarah pendidikan dunia dengan berbagai zaman,
seperti zaman realism, zaman rasionalisme, zaman naturalisme, zaman developmentalisme,
zaman nasionalisme, zaman liberalism, zaman positivism, zaman individualisme, dan zaman
sosialisme. Kemudian sejarah pendidikan Indonesia juga dengan berbagai zaman, seperti zaman
pengaruh Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam (Tradisional), zaman pengaruh Nasrani
(Katolik dan Kristen), zaman kolonial Belanda, dan zaman kolonial Jepang. Selanjutnya sejarah
masa perjuangan Bangsa Indonesia pada zaman kemerdekaan (Awal) dan zaman ‘Orde Lama’.
Lalu sejarah pendidikan Indonesia pada masa pembangunan dan yang terakhir pendidikan
Indonesia pada masa reformasi.
Kelima, landasan psikologis. Dasar pemahaman dan pengkajian ilmu dari sudut
karakteristik dan perilaku manusia sebagai individu. Psikologi ini membahas berbagai informasi
tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek
peribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan untuk mengenali dan menyikapi
manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangan yang bertujuan untuk memudahkan proses
pendidikan. Psikologi ini juga dapat membantu guru dalam pelaksanaan PBM dapat memahami
struktur psikologis siswa dan kegiatan siswa, sehingga guru dapat melaksanakan kegiatan
kegiatan pembelajaran secara efektif dan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Dalam
psikologi terdapat beberapa filsuf dengan pemikiran dan gagasannya. Pertama, Martin Luther
(1483-1546) merupakan orang pertama yang menunjukkan tentang perlunya sekolah,
menekankan sekolah digunakan sebagai sarana untuk mengajar anak membaca, keluarga sebagai
institusi yang paling penting membuat dasar pendidikan perkembangan bagi anak, serta keluarga
dan sekolah perlu bermitra dan dijadikan sarana religius dan penegak moral. Kedua, John Amos
Comenius (1592-1670) dengan gagasannya, seperti pendidikan harus dimulai sejak dini (sejak
lahir), pendidikan berlangsung alami dan memperhatikan kematangan (muturation), buku perlu
ada ilustrasinya akan membantu mengembangkan kemampuan anak, dan perlunya bermain
dalam mengembangkan diri anak. Ketiga, John Locke (1632-1704) yang menemukan teori
tentang tabula rasa (kertas putih) dan menyatakan bahwa pengalaman yang dimiliki anak akan
menentukan cara berpikir atau pola pikir dan sifat atau karakter anak. Kesiapan mempengaruhi
keberhasilan anak belajar kelak. Keempat, Jean Jacques Rousseau (1712-1778) menyatakan
bahwa pendidikan dengan menggunakan pendekatan naturalistik (tanpa intervensi), orang
dewasa dapat memberikan dukungan kepada anak untuk dapat bekembang secara alami, dan
orang dewasa perlu menyiapkan lingkungan sesuai karakteristik anak dan kebutuhan
perkembangan anak karena kesiapan anak sangat penting. Kelima, Johann Pestalozzi (1746-
1827) dengan berbagai pemikirannya, seperti pendidikan perlu memperhatikan kematangan
anak, perlu adanya benda kongkrit untuk mengajar, perlu adanya pengembangan aspek sosial,
peran ibu sebagai peletak pendidikan jasmani, budi pekerti, dan agama, serta menekankan pada
pengamatan alam, menumbuhkan keaktifan jiwa raga anak, pembelajaran dilakukan secara
teratur dan bertahap. Tokoh yang keenam adalah Friendrich Froebel (1782-1852) dengan
gagasannya yakni prinsip bahwa pendidikan anak sebagai pengembangan autoaktibitas,
kebebasan atau suasana merdeka, serta pengamatan dan peragaan. Ketujuh, John Dewey (1859-
1952) yang beraliran progresivisme dengan gagasannya, seperti minat anak sangat penting dalam
pendidikan, penyusunan kurikulum berpusat pada anak, anak perlu belajar dari kehidupan
sehingga memperoleh keterampilan sebagai bekal hidup, dan kegiatan di kelas melibatkan
kegiatan fisik, penggunaan benda-benda sebagai alat yang dapat dimanipulasi anak secara
kongkrit. Tokoh kedelapan adalah Rudolf Steiner (1861-1925) yang berpandangan humoris
dengan pemikirannya yakni pekembangan anak melalui pengalaman serta proses berpikir,
perkembangan diri anak adalah perkembangan kesadaran, anak perlu banyak berhubungan
dengan lingkungan, dan pembelajaran memerlukan media. Tokoh kesembilan adalah Maria
Montessori (1870-1952) yang menyatakan bahwa pendidikan dimulai sejak lahir, kegiatan
belajar dilakukan secara bertahap, adanya masa peka anak atau masa siap berkembang, dan tugas
orang tua, guru, orang dewasa menata lingkungan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
anak. Tokoh yang kesempuluh adalah John Bowlby (1907-1990) dengan gagasannya yakni teori
tentang kedekatan (attachment) anak akan lebih dekat dengan ibunya (naluri genetis) dan anak
lebih dekat dengan orang yang dirasa nyaman serta anak dibantu untuk kelangsungan hidup serta
anak akan dilatih untuk bekerjasama dengan orang di sekitarnya. Tokoh yang selanjutnya adalah
Ki Hajar Dewantara (1922) dengan pemikirannya, seperti anak merupakan makhluk hidup yang
memiliki kodratnya masing-masing, kaum pendidikan hanya membantu menuntun kodratnya,
kodrat dan lingkungan merupakan konvergensi yang saling mempengaruhi, dan memakai sistem
among. Tokoh yang terakhir adalah Howard Gardner (1966-1971) yang menyatakan bahwa
setiap anak merupakan anak yang cerdas, terdapat kecerdasan dalam berbagai dimensi, seperti
bahasa, logika, musik, gerak tubuh, gambar ruang, intrapersonal, interpersonal, naturalis, dan
spiritual, bukan hanya kecerdasan IQ, serta setiap kecerdasan yang dimiliki anak perlu difasilitasi
oleh guru dalam kegiatan belajar. Menurut Piaget (1955), pola dan tahap-tahap perkembangan
akan berpengaruh terhadap proses belajar seseorang atau anak sesuai dengan umur. Hal ini
mempunyai sifat yang bersift hirarkhis. Hirarkhis mempunyai arti bahwa anak akan berkembang
sesuai dengan urutan perkembangan tertentu. Tahap kognitif anak akan berpengaruh terhadap
hasil belajar. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belahar ada dua. Faktor
internal dalam diri siswa, seperti faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani),
faktor jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), dan faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, keterampilan, dan kesiapan belajar) Sedangkan faktor eksternal yang
berasal dari luar diri siswa meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Keenam, landasan antropologis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2020,
antropologis adalah ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna, bentuk
fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada masa lampau. Menurut Eriksen (2004), antropologi
merupakan wawasan mendasar tertentu tentang kondisi manusia yang berlaku dalam banyak
situasi sehari-hari. Seorang pendidik perlu memahami landasan antropologi pendidikan karena
diharapkan guru memilii wawasan yang luas, dapat memberikan penjelasan tentang perlunya
melestarikan budaya asli Indonesia kepada peserta didik atau siswa, dan dapat memecahkan
permasalahan budaya asli Indonesia agar tidak punah terkikis oleh arus globalisasi. Pendidikan
memperhatikan perbedaan para peserta didik sesuai latar belakang kebudayaan seperti perbedaan
tingkat perkembangan dan kemajuan masyarakat, tingkat kebutuhan, pola pikir, serta cara
bertahan hidup setiap suku bangsa di Indonesia dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahaman
tentang wawasan ke Indonesiaan setelah penjajahan yang berlangsung cukup lama.
Ketujuh, landasan politik dan hukum atau yuridis. Landasan yuridis dalam bidang
pendidikan diatur oleh dalam UUD 1945 pasal 31 dan 32, Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru
dan Dosen, Undang-Undang yang berkaitan dengan kependidikan, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidik, Permendiknas Nomor 5 Tahun 2006
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan tahun
2006, termasuk pemberian Block Grant atau Subsidi Sekolah, Permendiknas Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendiknas Nomor
23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, serta Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan
Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006 dan Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006. Peraturan
yang berhubungan dengan Peraturan Kepegawaian yakni Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2005 tentang PNS yang menduduki Jabatan Rangkap, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS, dan Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2005 tentang Pedoman Pendataan dan Pengolahan
Tenaga Honorer. Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan juga tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Tinggi. Kendala dalam melaksanakan landasan yuridis adalah setiap warga negara yang berusia
7-15 tahun wajib mengikuti Pendidikan Dasar. Namun, kenyataannya masyarakat banyak yang
belum terlaksana secara baik dikarenakan faktor ekonomi. Solusi terhadap kendala tersebut yakni
membantu menciptakan lingkungan belajar dimanapun dan kapanpun seperti yang kita katehui
bahwa kita bisa belajar dimanapun dan kapanpun tanpa terbatas ruang dan waktu, memberikan
dorongan kepasa peserta didik untuk terus belajar dan bersemangat, serta mengurangi beban
kerja anak ketika mereka harus membantu orangtua untuk mengais rejeki.
Terakhir, landasan IPTEK. IPTEK merupakan salah satu hasil dari usaha menusia untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik, dimulai semenjak manusia hidup. Ada dua dampak
perkembangan teknologi informasi. Dampak positif, seperti informasi dalam bidang pendidikan
dapat diakses dengan cepat dan mudah, adanya e-learning memudahkan proses pendidikan,
adanya teleconference memungkinkan adanya kelas virtual, sehingga antara pendidik dan peserta
didik tidak harus dalam satu ruangan, adanya sistem administrasi pada lembaga pendidikan,
sehingga hal yang berhubungan dengan administrasi akan lebih mudah dan lebih lancar,
munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber pengetahuan dan
pendidikan pusat, adanya metode pembelajaran dengan sistem baru untuk memahami pelajaran
yang bersifat abstrak, hasil-hasil penelitian dipublikasikan ke jurnal-jurnal nasional maupun
internasional sehingga dapat mudah diakses oleh warga dunia dengan mudah dan cepat,
peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi, munculnya banyak perpustakaan online sehingga mudah diakses oleh
pengguna, serta guru meningkatkan kompetensi mereka dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan dan profil lembaga pendidikan yang diakui oleh pemerintah dan lain sebagainya.
Sedangkan dampak negatifnya yakni dengan perkembangan teknologi informasi dikarenakan
mudahnya mengakses data menyebabkan sebagian orang melakukan plagiasi dan pelanggaran
Hak Kekayaan Intelektual atau HKI, berkembangnya sistem administrasi di sebuah lembaga
pendidikan jika terjadi kecerobohan akan berakibat fatal, kerahasiaan soal test akan mudah bocor
kepada khalayak umum, dan penyalahgunaan teknologi informasi oleh peserta didik jadi sangat
diperlukan pemantauan dari para pendidik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan ini sangat penting
apalagi dilihat dari fungsinya ,seperti membekali calon guru sebagai wawasan dan pengetahuan
yang tepat tentang bidang tugasnya, membekali guru tentang pemahaman terhadap
perkembangan peserta didik dan cara siswa dalam belajar, membekali peserta didik untuk
menguasai perkembangan IPTEK, serta menyeimbangkan dan menyelaraskan secara dinamis
antara prikologi perkembangan siswa dengan penguasaan teknologi yang tepat. Kemudian,
landasan pendidikan dibagi menjadi beberapa jenis, yakni filosofis, sosial dan budaya atau
kultural, ekonomi, historis atau sejarah, psikologis, antropologis, politik dan hukum atau yuridis,
serta ilmiah dan teknologi yang seluruhnya sangat berkaitan erat dengan pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai