Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

PERIPHERAL ARTERY DISEASE

Oleh :
Masra Linda Sari, S.Ked
K1A116051

PEMBIMBING
dr. Ilham Arif, M. Kes., Sp. B(K)V

PADA BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Masra Linda Sari, S.Ked.

NIM : K1A116051

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Laporan Kasus : PERIPHERAL ARTERY DISEASE

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepanitraan klinik pada
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2022

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ilham Arif, M. Kes., Sp. B(K)


Peripheral Artery Disease
Masra Linda Sari, Ilham Arif

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit arteri perifer (PAP) didefinisikan sebagai penyempitan dan


obstruksi aliran anterior dari arteri sistemik utama selain dari sirkulasi otak dan
koroner. Ada banyak penyebab PAP termasuk vaskulitis, sindrom displastik,
kondisi degeneratif, trombosis, dan tromboemboli.1

Peripheral Artery Dissease (PAD) atau penyakit arteri perifer adalah suatu
kondisi medis yang disebabkan oleh adanya sumbatan pada arteri yang mendarahi
lengan atau kaki.Penyumbatan pada arteri perifer disebabkan oleh proses
atherosklerosis atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen menyempit
(stenosis), atau dari pembentukan trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko
yang menjadi dasar timbulnya atherosklerosis).Aterosklerosis ini dapat
melibatkan hampir semua cabang arteri utama pada tubuh. Aterosklerosis yang
terjadi di arteri lengan dan kaki, serta aorta, dikenal sebagai PAD.Ketika kondisi
ini muncul maka akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat
menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. 2,3

PAP pada umumnya disebabkan oleh penyempitan arteri progresif pada


ekstremitas bagian bawah, akibat aterosklerosis Kondisi ini menyebabkan
berbagai sindrom klinis. Secara global, prevalensi PAP dapat ditemukan, baik
tanpa gejala maupun dengan gejala. Sebagian besar kasus PAP tidak
menunjukkan gejala bervariasi (0,9% dan 22%), tetapi bahkan penyakit yang diam
secara klinis menyiratkan peningkatan morbiditas dan mortalitas vaskular. 1

Saat ini, diperkirakan lebih dari 202 juta orang di dunia menderita
Peripheral Artery Dissease (PAD). PAD terjadi pada 8 – 12 juta penduduk
Amerika dan semakin meningkat seiring bertambahnya usia karena terjadi
kelemahan pada pembuluh darah sehingga lebih mudah untuk terjadi
aterosklerosis. Di Amerika Serikat terdapat 34.3% individu usia diatas 40 tahun
dan 14.5% diatas 70 tahun yang terkena PAD. Prevalensi PAD di Indonesia
adalah 9,7%. Hasil ini didapatkan dari penelitian AGATHA oleh American
Society of Cardiology tahun 2006, dimana Indonesia ikut disertakan sebagai
subyek penelitian diantara 24 negara.3 Data prevalensi PAD lainya didapat dari
sebuah penelitian multi negara oleh PAD-SEARCH, dimana Indonesia juga
menjadi salah satu subjek penelitian. Setiap satu juta orang Indonesia, 13.807
diantaranya menderita PAD.3
PAD berdampak buruk bagi penderitanya. PAD dapat menurunkan status
fungsional, mengurangi kualitas hidup, menyebabkan terjadinya amputasi, infark
miokard, stroke, dan kematian.6,5 Pasien dengan PAD juga memiliki risiko lima
kali lebih besar kemungkinan terjadinya serangan jantung dan memiliki
kemungkinan terjadinya stroke dan kematian hingga 2-3 kali lebih besar.8,9,10
Selain karena dampaknya yang buruk bagi pasien, adanya PAD pada satu
arteri juga menjadi prediktor kuat adanya PAD pada arteri lainnya, termasuk pada
pembuluh darah koroner, karotis dan serebral.11 Karena itu, identifikasi PAD
adalah hal yang penting untuk dilakukan. Uji diagnosa yang banyak dilakukan di
klinik adalah ABI (Ankle Brachial Index).12 ABI berfungsi sebagai alat
pemeriksaan vaskular non-invasif yang cepat, sederhana dan akurat.11 ABI
dengan nilai ≤ 0.90 mengindikasikan adanya PAD.13
Berdasarkan pemaparan diatas, maka pemahaman yang baik tentang
Peripheral Artery Dissease (PAD) perlu dimiliki agar penegakan diagnosa dan
penatalaksanaan yang tepat pada pasien PAD dapat dilakukan.
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MF
Umur : 48 tahun
Tanggal Lahir : 22 Februari 1974
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : BTN Maharani, Poasia
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 13 Oktober 2022
RM : 60 51 62
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama: nyeri tungkai kiri
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien laki-laki usia 48 tahun datang ke Poli Bedah Vaskular RSU
Bahteramas dengan keluhan nyeri tungkai kiri. Nyeri dialami sejak 1 tahun
terakhir. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan terus
menerus dan skala nyeri 3(1-10). Nyeri dirasakan memberat saat
beraktifitas dan nyeri akan berkurang saat beritirahat. Pasien mengaku
belum pernah mengkomsumsi obat apapun untuk meringankan gejala.
Keluhan lain yang dialami pasien yaitu cepat lelah dan sulit melakukan
aktifitas sehari-hari. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal
yang serupa. Namun pasien memiliki riwayat penyakit DM (+), HT (-).
Riwayat operasi sebelumnya (-), riwayat alergi makanan dan obat (-).
Merokok (-), alkohol (-). Serta pasien mengaku jarang melakukan aktivitas
fisik atau berolahraga.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan Umum Sakit Berat
Kesadaran Compos mentis
Tanda Vital Tekanan Darah :120/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,6 oC
SpO2 : 97 %

Status Generalis

Kulit Berwarna sawo matang, ruam (-), petekie (-)


Kepala Normosepal
Rambut Berwarna hitam, tidak mudah tercabut.

Wajah Inspeksi
simetris kiri kanan, edema (-), tidak terdapat laserasi, tidak
terdapat hematom.
Palpasi
nyeri tekan (-), diskontinuitas (-) dan krepitasi (-)
Mata Inspeksi
Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera ikterik(-/-), edema (-/-),
laserasi (-/-), hematom (-/-), diplopia (-/-), subkonjuntival
bleeding (-/-).
Palpasi
nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-), diskontunuitas (-/-)
Hidung inspeksi
Epitaksis (-) rinorhea (-) edema (-/-), laserasi (-/-), hematom (-
/-).
Palpasi
nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-), diskontunuitas (-/-)
Telinga Otorrhea (-) nyeri tekan mastoid (-)
Mulut Bibir pucat (-) bibir kering (-) perdarahan gusi (-), hiperemis
(+), tidak ada gigi yang hilang

Leher pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid (-)

Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan. Retraksi sela
iga (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi nafas vesikular (+/+), Stridor (-/-), Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi
Ictus kordis tidak tampak
Palpasi
Ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan pada linea parasternal dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
BJ I dan II murni regular, murmur (-)

Abdomen Inspeksi
Kulit keriput, Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi
Peristaltik usus (+) kesan menurun
Palpasi
Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, seluruh kuadran Nyeri tekan (+), Ballotemen ginjal (-).
Perkusi
Tympani (+)

Ekstremitas Inspeksi
-peteki -/-, edema -/-, deformitas -/-
-ekstremitas atas nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-), teraba hangat
-ekstremitas bawah nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-), akral
teraba dingin pada kaki kiri, pulseless pada arteri dorsalis
pedis sinistra, CRT < 2 detik.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (12-10-2022)

Parameter Nilai Rujukan Satuan

WBC 12.53 4.0-10.0 103/uL


RBC 4.38 4.00-6,00 106/uL
HGB 11.0 12.0-16.0 g/Dl
HCT 34.7 37.0-48.0 %
MCV 79,2 80.0-97.0 fL
MCH 25.1 26.5-33.0 Pg
MCHC 31.7 31.5-35.0 g/dL
PLT 384 150-400 103/uL

Koagulasi (12-10-2022)

Parameter Nilai Rujukan Satuan

Masa pendarahan 2’30’’ 1.0 – 3.0 menit


Masa pembekuan 6’30’’ 1.0 – 9.0 Menit
Kimia darah (12-10-2022)

Parameter Nilai Rujukan Satuan

SGPT 16 < 41 U/L


SGOT 13 < 45 U/L
Glukosa Sewaktu 195 70 – 180 mg/dl
Uremia darah 30 19 – 44 mg/dl

Kreatinin darah 0.8 0.7 – 1.2 mg/dl

E. RESUME
Pasien laki-laki usia 48 tahun datang ke Poli Bedah Vaskular RSU
Bahteramas dengan keluhan nyeri tungkai kiri. Nyeri dialami sejak 1 tahun
terakhir. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan terus menerus
dan skala nyeri 3(1-10). Nyeri dirasakan memberat saat beraktifitas dan nyeri
akan berkurang saat beritirahat. Pasien mengaku belum pernah
mengkomsumsi obat apapun untuk meringankan gejala. Keluhan lain yang
dialami pasien yaitu cepat lelah dan sulit melakukan aktifitas sehari-hari.
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal yang serupa. Namun pasien
memiliki riwayat penyakit DM (+), HT (-). Riwayat operasi sebelumnya (-),
riwayat alergi makanan dan obat (-). Merokok (-), alkohol (-). Serta pasien
mengaku jarang melakukan aktivitas fisik atau berolahraga.
Pemeriksaan fisis didapatkan Tekanan Darah : 120/80 mmHg, nadi : 85
o
x/menit, pernapasan : 22 x/menit, suhu : 36,6 C. Pada pemeriksaan
ekstremitas ditemukan ekstremitas bawah nyeri tekan (+/-), krepitasi (-/-),
akral teraba dingin pada kaki kiri, pulseless pada arteri dorsalis pedis sinistra,
CRT < 2 detik.
F. DIAGNOSIS
Peripheral Artery Disease + ulkus pedis + stenosis bifurcatio A. Tibialis +
oklusi total A. Tibialis anterior
G. TATALAKSANA
1. Percutaneus Transluminal Angioplasty 1 Balon (14 Oktober 2022)

2. Farmakologi
- IVFD RL 18 Tpm
- Injeksi Ceftriaxone 1 Amp/12 jam
- Injeksi Ketorolac 1 Amp/jam
- Injeksi Ranitidin 1 Amp/12 jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Peripheral Arterial Disease (PAD) atau bisa juga disebut Peripheral
Arterial Occlusive Disease (PAOD) adalah penyumbatan pada arteri
perifer akibat proses atherosklerosis atau proses inflamasi yang
menyebabkan lumen arteri menyempit (stenosis), atau pembentukan
trombus. Hal di atas menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah
yang dapat menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal. Studi
menunjukkan bahwa kondisi atherosklerosis kronik pada ekstremitas yang
menghasilkan lesi stenosis. Mekanisme dan proses hemodinamik yang
terjadi pada PAD sangat mirip dengan yang terjadi pada penyakit arteri
koroner. Tempat tersering terjadina PAD adalah daerah tungkai bawah dan
jarang ditemukan pada jari tangan.3
B. ETIOLOGI
Penyebab dari oklusi arteri perifer adalah adanya stenosis
(penyempitan) pada arteri yang dapat disebabkan oleh reaksi
atherosklerosis atau reaksi inflamasi pembuluh darah yang menyebabkan
lumen menyempit. Faktor resiko dari penyakit oklusi arteri perifer adalah
merokok, diet tinggi lemak atau kolesterol, stress, riwayat penyakit
jantung, serangan jantung, stroke, obesitas, diabetes, dan kelainan sintesis
protein seperti protein C dan protein S.6
C. MANIFESTASI KLINIK
Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mengalami penyempitan
pembuluh darah. Tanda gejala awal adalah nyeri (klaudikasi) dan sensasi lelah
pada otot yang terpengaruh. Karena pada umumnya penyakit ini terjadi pada
kaki maka sensasi terasa saat berjalan. Gejala mungkin menghilang saat
beristirahat. Saat penyakit bertambah buruk gejala mungkin terjadi saat aktivitas
fisik ringan bahkan setiap saat meskipun beristirahat.6
Pada tahap yang parah kaki dan tungkai akan menjadi dingin dan kebas.
Kulit akan menjadi kering dan bersisik bahkan saat terkena luka kecil dapat
terjadi ulcer karena tanpa suplai darah yang baik maka proses penyembuhan luka
tidak akan berjalan dengan baik.7
Pada fase yang paling parah saat pembuluh darah tersumbat akan dapat
terbentuk gangren pada area yang kekurangan suplai darah. Pada beberapa kasus
penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal ini terjadi saat ada emboli
yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan mengalami nyeri yang tajam
diikuti hilangnya sensari di area yang kekurangan suplai darah. Tungkai akan
menjadi dingin dan kebas serta terjadi perubahan warna menjadi kebiruan. 7
D. KLASIFIKASI
Sistem klasifikasi yang pertama adalah dari European Society of
Cardiovascular Surgery pada tahun 1952 dan diterbitkan pada tahun 1954
oleh Fontaine dkk. Sistem klasifikasi ini menilai presentasi klinis pasien
sampai empat tahap. Sistem ini hanya berdasarkan gejala klinis, tanpa tes
diagnostik lainnya, dan biasanya digunakan untuk penelitian klinis dan
tidak rutin digunakan dalam perawatan pasien.7

Tabel 1. Klasifikasi PAD Fontaine


Klasifikasi berdasarkan gejala kemudian diadaptasi oleh Rutherford pada
tahun 1986, dengan revisi pada tahun 1997.Rutherford mengklasifikasikan PAD
menjadi iskemia ekstremitas akut dan kronis, dengan menekankan bahwa setiap
presentasi memerlukan algoritma pengobatan yang berbeda. Rutherford juga
menghubungkan gejala klinis pasien dengan temuan objektif, termasuk Doppler,
indeks brakialis arterial (ABI), dan pulse volume recording. Presentasi akut
versus kronis berdasrkan waktu onset gejala. Kedua klasifikasi tersebut telah
banyak digunakan secara klinis untuk mengarahkan manajemen pasien dan juga
untuk tujuan penelitian.8
Tabel 2. klasifikasi PAD Rutherford

E. PATOFISIOLOGI
Ada berbagai etiologi PAD non aterosklerotik seperti trauma,
vaskulitis, dan emboli. Etiologi aterosklerosis merupakan presentasi
sebagian besar PAD dan memiliki dampak epidemiologi terbesar.8
Patogenesis terjadinya aterosklerosis pada PAD sama seperti yang
terjadi pada arteri koroner. Lesi segmental yang menyebabkan stenosis
atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah berukuran besar atau
sedang. Pada lesi tersebut terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan
kalsium, penipisan tunika media, destruksi otot dan serat elastis,
fragmentasi lamina elastika interna, dan dapat terjadi trombus yang terdiri
dari trombosit dan fibrin.9,10
Aterogenesis dimulai dengan lesi di dinding pembuluh darah dan
pembentukan plaka terosklerotik. Proses ini dikuasai oleh leokocyte-
mediated inflammation local dan oxidized lipoprotein species terutama
low-density lipoproteins (LDL). Merokok, hiperkolesterolemia, diabetes,
dan hipertensi menurut bebera papenelitian mempercepat pembentukan
aterosklerosis.11
Lesi awal (tipe I) terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan dan
terdiri dari akumulasi lipoprotein intima dan beberapa makrofag yang
berisi lipid. Makrofag tersebut bermigrasi sebagai monosit dari sirkulasi
kelapisan intima subendotel. Kemudian lesi ini berkembang menjadi lesi
awal atau "fatty-streak" (tipe II), yang ditandai dengan banyaknya "foam
cell". Foam cell memiliki vakuola yang dominan berisi cholesteryloleate
dan dilokalisir di intima mendasari endotel. Lesitipe II dapat dengan cepat
berkembang menjadi lesi preatheromic (tipe III), yang didefinisikan
dengan peningkatan jumlah lipid ekstraseluler dan kerusakan kecil
jaringan lokal. Ateroma (tipe IV) menunjukkan kerusakans truktural yang
luas pada intima dan dapat muncul atau silent. Perkembangan lesi
selanjutnya adalah lesi berkembang atau fibroateroma (tipe V), secara
makroskopis terlihat sebagai bentuk kubah, tegas, dan terlihat plak putih
mutiara. Fibroateroma terdiri dari intinekrotik yang biasanya terlokalisasi
di dasar lesi dekat dengan lamina elastik interna, terdiri dari lipid
ekstraseluler dan sel debris dan fibrotic cap, yang terdiri dari kolagen dan
sel otot polos di sekitarnya.17 Ruptur plak memperburuk lesi karena akan
menyebabkan agregasi platelet dan aktivasi fibrinogen, namun tidak
menyebabkan oklusi arteri atau manifestasi klinis. 11
Istilah "aterosklerosis" berasal dari athero, kata Yunani untuk
bubur dan sesuai dengan inti nekrotik, dan dari sclerosis, kata Yunani
untuk keras, sesuai dengan fibrotic cap. Lesitipe VI (complicated lesion)
digunakan untuk menggambarkan berbagai lesi aterosklerotik yang lebih
lanjut yang menunjukkan karakteristik khusus yang tidak ditemukan di
fibro atheromaklasik, seperti lesi ulseratif (dibentuk oleh erosi cap), lesi
hemoragik (ditandai dengan pendarahan di intinekrotik), atau lesi
trombotik (membawa deposit trombotik). Tipe VII adalah lesi kalsifikasi,
ditandai pengerasan arteri dantipe VIII adalah lesi fibrotik, predominan
terdiri dari kolagen.12
Patofisiologi yang terjadi padapasien PAD meliputi keseimbangan
suplai dan kebutuhan nutrisi otot skeletal. Klaudikasio intermiten terjadi
ketika kebutuhan oksigen selama latihan ataua ktivitas melebihi suplainya
dan merupakan hasil dari aktivasi reseptor sensorik local oleh akumulasi
laktat dan metabolit lain. Pasien dengan klaudikasio dapat mempunyai
single atau multiple lesi oklusif pada arteri yang mendarahi tungkai.
Pasien dengan clinical limb ischemic biasanya memiliki multiple lesi
oklusif yang mengenai proksimal dan distal arteri tungkai sehingga pada
saat istirahat pun kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak terpenuhi. 13

Patofisiologi PAD terjadi karena tidak normalnya regulasi suplai


darah dan penggantian struktur dan fungsi otot skelet. Regulasi suplai
darah ketungkai dipengaruhi oleh lesi yang membatasi aliran (keparahan
stenosis, tidak tercukupinya pembuluh darah kolateral), vasodilatasi yang
lemah (penurunan nitritoksida dan penurunan responsiveitas terhadap
vasodilator), vasokonstriksi yang lebih utama (tromboksan, serotonin,
angiotensin II, endotelin, norepinefrin), abnormalitas serologi (penurunan
deformabilitas eritrosit, peningkatan daya adesif leukosit, agregasi platelet,
mikrotrombosis, peningkatan fibrinogen).13
Adanya stenosis pada pembuluh darah maka resistensi meningkat,
selain itu pada saat latihan tekanan intramuskuler meningkat sehingga
diperlukan tekanan darah yang lebih tinggi namun setelah melewati daerah
stenosis tekanan darah menjadi rendah. Tercukupinya kebutuhan oksigen
dan nutrisi pada pasien dengan stenosis bergantung pada diameter lumen
dan adanya kolateral yang dapat menyuplai darah secara cukup pada saat
istirahat namun tetap tidak mencukupi kebutuhan saat latihan. 13
Abnormalitas dari reaktifitas vasomotor mengganggu aliran darah.
Normalnya arteri dilatasi terhadap respon farmakologi dan stimulus
biokimia seperti asetilkolin, serotonin, trombin, dan bradikinin. Respon
vasodilatasi ini merupakan hasil dari pelepasan zat aktif biologi dari
endothelium terutama nitritoksida. Pada arteri yang aterosklerosis
mengalami respon vasodilatasi yang buruk terhadap stimulus arus atau
farmakologi.1 NO tidak hanya terlibat dalam vasodilatasi dengan relaksasi
otot polos, tetapi juga memediasi penghambatan aktivasi trombosit,
adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos pembuluh darah; dan
mencegah adhesi leukosit pada endotel.13
Penggantian struktur dan fungsi otot skelet dipengaruhi oleh
denervasi axon dari otot skelet, kehilangan serabut otot tipe IIA yang
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, dan aktivitas enzimatik
mitokondria yang lemah.13
F. DIAGNOSIS PAD
Diagnosis dari PAD tergantung pada anemnesis, pemeriksaan fisik,
dan penggunaan pemeriksaan pembuluh darah secara invasif dan non
invasif. Penilaian PAD perlu dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik untuk mengidentifikasi faktor resiko, adanya klaudikasio intermitten,
nyeri saat istirahat, dan atau adanya suatu gangguan fungsi. 14
1. Diagnosis Non Invasif
Teknik non invasif dapat menilai status PAD secaara obyektif
dan dapat menfasilitasi perencanaan terapi. Tes ini relatif murah,
dapat dilakukan tanpa resiko, dan dapat memberikan informasi
prognostik. Pemeriksaan ini pada pasien PAD memungkinkan dokter
untuk secara obyektif menentukan diagnosis PAD, secara kuantitaf
menilai keparahan penyakit, melokalisasi lesi pada segmen arteri
ekstremitas tertentu dan menentukan sejauh mana perkembangan
penyakit atau respon terhadap terapi. Pemeriksaan ini termasuk
pemeriksaan ankle brachial index, klasifikasi rutherford, klasifkasi
fontaine, dan duplex ultrasound. 14
Ankle Brachial Index (ABI) adalah tes skrining vaskular non
invasif untuk mengidentifikasi penyakit arteri perifer. ABI adalah
rasio yang berasal dari tekanan darah sistolik pergelangan kaki
(dorsalis pedis dan tibialis posterior) setiap kaki kanan dan kiri
dibandingkan dengan lengan brakialis. Jika aliran darah normal di
ekstremitas bawah, tekanan pada pergelangan kaki hasus sama atau
sedikit lebih tinggi dengan di lengan maka ABI akan bernilai 1.0 atau
lebih. Jika ABI bernilai 0,9 maka menunjukan adanya PAD. 14
Tabel 3. Interpretasi Nilai ABI
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association
Nilai ABI Interpretasi Interpretasi
>1,4 Dugaan kalsifikasi arteri
1 – 1,4 Normal
0,91 – 0,99 Bordeline
≤ 0,90 Abnormal

Pada pemeriksaan duplex sound pasien diukur tekanan darah


kemudian dengan menggunakan USG mendengar suara yang
dhasilkan pada aliran darah arteri kemudian dicatat. Pengukuran yang
sama juga dilakukan pada kedua kaki. 20
Gambar 2.1. Pengukuran ABI
3. Diagnosis Invasif
Pada diagnosis invasif dapat dilakukan tindakan CT
angiografi kontras yang merupakan gold standar dari diagnosa
penyakit arteri perifer. CT angiografi dilakukan dengan cara
memasukan media kontras melalui pembuluh vena, melalui
abocath/venlfo/survlo yang disuntikan kedalam vena pergelangan
tangan jika sudah disuntikan maka ct scan akan dijalan dengan
memonitoring daerah tertentu dengan menggunakan start
injector.12
H. PENALAKSANAAN
Tujuan pengobatan PAD adalah untuk menggurangi gejala klinis
seperti klaudikasio, meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya
komplikasi, serangan jantung, stoke dan amputasi. Pengobatan dilakukan
berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, faktor resiko dan hasil
pemeriksaan klinis dan penunjang. Pendekatan Utama pengobatan PAD
adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi farmakologi dan terapi
intervensi dengan operasi. 13,14,15
1. Terapi Non Farmakologi
Terapi Non- Farmakologi Terdiri dari :
a. Perubahan Pola Hidup
Perubahan pola hidup yang dapat dilakukan pada pasien
PAD seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan pada
penderita PAD dengan obesitas, menurunkan tekanan darah,
menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes,
menurunkan kadar kolestrol dalam darah. 13,14,15
b. Terapi Suportif
Terapi suportif pada penderita PAD yaitu lakukan
perawatan dan menjaga kaki agar tetap bersih dan lembab,
memakai sandal atupun sepatu dengan ukuran yang pas dan
terbuat dari bahan sintetis yang beventilasi, hindari
penggunaan bebat plastik karena padat mengurangi aliran
darah, lakukan latihan fisik berupa jalan kaki selama 30-45
menit. 13,14,15
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologidapat diberikan untuk menurunkan
faktor resikoyang ada seperti menurukan tekanan darah, kadar
kolesterol dan untuk mengobati diabetes. Selain itu, terapi
farmakologis juga diberikan untuk mencegah terjadinya thrombus
pada arteri yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke,
serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien ketika berjalan. 17,18
a. Anti Kolesterol
Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya
gejala klaudikasio intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini
pertama. HMG-Co A reductase inhibitor (Simvastatin) secara
signifikan mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular iskemik
sebesar 23%. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa statin juga
meningkatkan jarak berjalan bebas rasa sakit dan aktivitas rawat
17,18
jalan.

b. Anti Hipertensi

Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik


thiazide, beta blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor
(ACEIs), angiotensin receptor blocker (ARB), dan calcium channel
blockers semua efektif. Penggunaan beta blockers aman dan efektif;
mengurangi kejadian koroner baru sebesar 53% pada mereka dengan
18,17
MI sebelumnya dan gejala PAD yang bersamaan.

c. Anti Platelet

Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko


terjadinya MI, stroke dan kematian vascular pada pasien PAD.
ACC/AHA guidelines telah merekomendasikan penggunaan
antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to 325 mg daily, or clopidogrel, 75
mg daily) pada pasien PAD dengan aterosklerosis pada ekstrimitas
18,17
bawah.

Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase


inhibitor yang menghambat agregasi platelet, pembentukan thrombin
dan proliferasi otot polos pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan
meningkatkan HDL dan menurunkan kadar TG. Pedoman ACC /
AHA telah memberikan cilostazol sebagai rekomendasi grade IA
kelas untuk pasien dengan klaudikasio intermiten dengan dosis 100
mg dua kali sehari (diminum pada saat perut kosong setidaknya ½
jam sebelum atau 2 jam setelah sarapan dan makan malam). Efek
samping yang umum dari cilostazol termasuk sakit kepala (30%
pasien), diare dan gangguan lambung (15%), dan palpitasi (9%).
Efek samping hanya berjangka pendek dan jarang dilakukan
penghentian obat. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan
17,18
gagal jantung.
3. Operasi
a. Angioplasti

Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit


atau membuka sumbatan dengan cara mendorong plak ke
dinding arteri.24
b. Operasi By-Pass

Bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak

dapat diatasi dengan angioplasti. Bagi yang sudah menjalani


operasi ini biasanya bebas dari gejala dan tidak mengalami
komplikasi apapun sesudahnya.24

Gambar 2.2. Algoritma evaluasi dan penatalaksanaan pasien dengan PAD


BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Telah dilaporkan sebuah kasus peripheral artery disease c laki-laki berusia

48 tahun dengan DMT2. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda

dan gejala klinis, serta pemeriksaan penunjang angiografi. Penatalaksanaan

yang diberikan ialah terapi medikamentosa dengan percutaneus transluminal

angioplasty 1 balon.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aminuddin, Muhammad. 2021. Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Berdasarkan


Nilai Ankle-Brachial Pressure Index di Universitas Mulawarman. Jurnal
Kesehatan Vokasional, Vol. 6 No. 2 (Mei 2021) ISSN 2541-0644 (print), ISSN
2599-3275 (online) h;ps://doi.org/10.22146/jkesvo.62556
2. Gornik HL, Beckman JA. Peripheral arterial disease. Circulation.
2005;111(13):e169-e72.
3. Hanafi M. Penyakit pembuluh darah perifer. In: Rilantono LI, Baraas F,
KaroSK,eds. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2003. h. 185-9
4. Fowkes FGR, Low L-P, Tuta S, Kozak J. Ankle-brachial index and extent of
atherothrombosis in 8891 patients with or at risk of vascular disease: results of
the international AGATHA study. European heart journal. 2006;27(15):1861-7.
5. Dermott MM, Greenland P, Guralnik JM, Liu K, Criqui MH, Pearce WH, et al.
Depressive symptoms and lower extremity functioning in men and women with
peripheral arterial disease. Journal of general internal medicine.
2003;18(6):461-7.
6. Regensteiner JG, Hiatt WR, Coll JR, Criqui MH, Treat-Jacobson D,
McDermott MM, et al. The impact of peripheral arterial disease on health-
related quality of life in the Peripheral Arterial Disease Awareness, Risk, and
Treatment: New Resources for Survival (PARTNERS) Program. Vascular
Medicine. 2008;13(1):15-24.
7. Resnick HE, Lindsay RS, McDermott MM, Devereux RB, Jones KL, Fabsitz
RR, et al. Relationship of high and low ankle brachial index to all-cause and
cardiovascular disease mortality the strong heart study. Circulation.
2004;109(6):733-9.
8. Criqui MH, Langer RD, Fronek A, Feigelson HS, Klauber MR, McCann TJ, et
al. Mortality over a period of 10 years in patients with peripheral arterial
disease. New England Journal of Medicine. 1992;326(6):381-6.
9. Bonham P, Flemister B. Guideline for management of wounds in patients with
lower-extremity arterial disease. Clinical Practice Guidelines,(Series No 1).
2008.
10. Stein R, Hriljac I, Halperin JL, Gustavson SM, Teodorescu V, Olin JW.
Limitation of the resting ankle-brachial index in symptomatic patients with
peripheral arterial disease. Vascular medicine. 2006;11(1):29-33.
11. American Heart Association. Management of patients with perhiperal artery
disease. Dallas:. 2011.
12. Hardman et. al. Overview of Classification system of peripheral artery
disease. Seminar Intervention in Radiology. 2014. doi: 10.1055/s-0034-
1393976.
13. Agrawal K, Eberhardt RT. Contemporary Medical Management of Peripheral
Arterial Disease. CardiolClin. Elsevier Inc; 2015;33(1):111–37.
14. Coffman JD, Eberhardt RT. Peripheral Arterial Disease, Diagnosis and
Treatment. New York: Springer Seienee&Business Media; 2003.1-34p.
15. Creager MA, Dzau VJ. Vascular Diseases Of Extremities, In Harrison’s
Principles Of Internal Medicine. 16th ed. Kasper DL et al (ed): NY McGraw-
Hill, 2005;1486-94.
16. Aboyans, V., Ricco, JB., Bartelink, ML., et al., 2017 ESC Guidelines on the
Diagnosis and Treatment of Peripheral Arterial Disease, in collaboration with
the European Society for Vascular Surgery (ESVS). European Heart Journal.
2017. Doi : 10.1093/eurheartj/ehx095.
17. Bonaca, M., P., Creager, M., A., 2015. Peripheral Artery Disease
Compendium. Pharmacological Treatment and Current Management of
Peripheral Artery Disease.
18. Creager M, Libby P. Peripheral Arterial Disease In: Mann DL, Zipes DP,
Libby P, Bonow RO, editors. Braunwald’s Heart Disease : A Textbook of
Cardiovascular Medicine. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2015. 1312
p.

Anda mungkin juga menyukai