Anda di halaman 1dari 22

CASE MANAGEMENT

CARDIOLOGY

GAGAL JANTUNG

PENYUSUN:

LIDYA ANIN

0607012310008

PEMBIMBING:

Dr Deo, SpJP (K)

DEPARTEMEN JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD DR. MOHAMMAD


SOEWANDHIE

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CIPUTRA

SURABAYA

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II RINCIAN KASUS 2
BAB III DISKUSI KASUS 10
BAB IV KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 19

ii
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 5
GAMBAR 2.2 5
GAMBAR 2.3 6
GAMBAR 3.1 11
GAMBAR 3.2 14
GAMBAR 3.3 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung kongestif merupakan kompleksitas sindrom klinis yang timbul akibat
gangguan fungsional atau struktural pada jantung, yang mempengaruhi kemampuan ventrikel
dalam mengisi atau memompa darah. Gagal jantung dapat dipicu oleh kelainan pada
endokardium, miokardium, perikardium, katup jantung, pembuluh darah, atau gangguan
metabolisme. Penyakit kardiovaskular, yang merupakan jenis penyakit tidak menular,
memiliki prevalensi tertinggi di seluruh dunia, menyebabkan 17,8 juta kematian pada tahun
2017 atau mencakup 31,8% dari total kasus kematian. Data kematian dari tahun 1990 hingga
2017 menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskular secara konsisten menjadi penyebab utama
kematian global setiap tahun. Pada tahun 2016, sekitar 35% dari total kasus kematian di
Indonesia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, menjadikannya penyebab utama
kematian di negara tersebut (Ridwan dan Suryoadji, 2022).

Gagal jantung merupakan permasalahan kesehatan yang berkembang secara progresif,


dengan tingkat kematian dan tingkat kesakitan yang tinggi baik di negara maju maupun
negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, pasien yang mengalami gagal jantung
cenderung lebih muda dibandingkan dengan pasien di Eropa dan Amerika, dan sering kali
menunjukkan gejala klinis yang lebih parah. Prevalensi gagal jantung terus meningkat karena
pasien yang mengalami kerusakan jantung akut dapat berkembang menjadi gagal jantung
kronik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa peningkatan jumlah kasus gagal
jantung di seluruh dunia, termasuk di Asia, disebabkan oleh peningkatan jumlah perokok,
tingkat obesitas, dislipidemia, dan diabetes. Kejadian gagal jantung juga cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,
prevalensi gagal jantung mencapai 0,3%, sedangkan studi dari Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita mencatat angka sebesar 5%. Studi Framingham menunjukkan bahwa angka
insidensi tahunan pada laki-laki dengan gagal jantung meningkat dari 3 per 1000 kejadian
pada usia 50-59 tahun menjadi 27 per 1000 kejadian pada usia 80-89 tahun. Wanita,
sementara memiliki insidens yang lebih rendah, masih mengalami risiko terhadap gagal
jantung (sekitar sepertiga dari angka insidens pada laki-laki). Oleh karena itu, penting untuk
melakukan diagnosis, evaluasi, dan pengobatan yang tepat terhadap gagal jantung baik yang
bersifat akut maupun kronik. Hal ini perlu dilakukan guna mencegah peningkatan prevalensi

1
dan mengurangi angka rehospitalisasi melalui penanganan yang komprehensif (Kemenkes,
2021).

BAB II
RINCIAN KASUS

Anamnesa IGD

Nama : Tn. J

Usia : 55 Tahun

Alamat : Sidokapasan 2/4, Surabaya

Pekerjaan : Swasta (Pedagang)

Agama : Islam

Masuk IGD : 10 Desember 2023 pukul 14.06 WIB

Keluhan utama : Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan sejak 1 bulan SMRS
dan dirasakan hilang timbul. Sesak dirasakan saat pasien sedang beristirahat dan saat berjalan
jauh. Pasien merasa sesak saat tidur terlentang dan lebih nyaman tidur dengan posisi agak
tinggi atau posisi duduk. Selain itu, pasien juga mengeluh kedua kaki bengkak sejak 3 hari
SMRS. Sebelumnya, bengkak dirasakan sudah lama dan biasanya menghilang sendiri. Pasien
juga mengeluhkan adanya demam (+) dan batuk (+) serta keringat dingin (+). Keluhan lain
seperti nyeri dada (-), mual (+), muntah (-), nyeri perut (-), diare (-) disangkal. Nafsu makan
dan minum pasien dirasakan normal, pasien merasa kehausan namun diminta untuk
mengurangi minum. BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Penyakit jantung (+), Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Kolesterol (-)

Riwayat Pengobatan:

2
Bisoprolol, Lansoprasol, Simvastatin, Candesartan, Acetylsisteine, CPS, Spironolakton

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal

Riwayat MRS : Tahun 2018 karena nyeri dada sehingga dilakukan kateterisasi (Ditemukan
aterosklerosis namun hanya 30%)

Riwayat Sosial Ekonomi:

Pasien bekerja sebagai pedagang di pasar, merokok (-), alkohol (-), Suka makan gorengan
dan makanan berminyak, jarang olahraga

Pemeriksaan Fisik

10 Desember 2023

 Keadaan umum : tampak sakit berat


 GCS 4-5-6
 Kesadaran Compos Mentis

Tanda-tanda Vital

 Tekanan darah : 99/73 mmHg


 Denyut Nadi : 112 x/menit
 Laju Pernapasan : 28 x/menit
 Saturasi oksigen : 87% FA, 100% dengan nasal kanul 3 lpm
 Suhu tubuh : 36.5 C

Kepala dan Leher

Kepala : a/i/c/d : -/-/-/+, pernapasan cuping hidung (-)

Leher : peningkatan JVP (-), trakea letak tengah (+), pembesaran KGB (-)

3
Thorax

Pulmo

 Inspeksi : simetris, retraksi (-)


 Palpasi : simetris, gerak nafas simetris, fremitus raba simetris
 Perkusi : sonor +/+
 Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronchi +/+ basal paru, wheezing -/-

Cor

 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : pelebaran batas jantung (+)
 Auskultasi : S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi : distensi (+), massa (-)


 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani (+), shifting dullness (+)
 Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (+), hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

 Ektremitas superior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik


 Ekstremitas inferior : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, Edema pitting
(+/+)

Pemeriksaan Penunjang

 EKG

4
Gambar 2.1 EKG Minggu, 10 Desember 2023
Sumber : Data primer

Deskripsi :
o Irama : sinus takikardia
o Frekuensi : 102 x/menit
o Axis: Normal axis (lead 1 dan aVF positif)
o P-R interval : 0.148
o QRS interval : 0,78
o Kesimpulan : Irama sinus takikardia

 Foto thorax

Gambar 2.2 Foto Thorax


Sumber : Data primer

5
Deskripsi :
o Proyeksi PA, simetris
o Trakea di tengah, COR tampak membesar CTR> 50% (74%)
o Pulmo, tak tampak infiltrat / perivaskular hazziness
o Sinus costophrenicus dextra sinistra tajam
o Diafragma dextra sinistra tak tampak kelainan
o Tulang dan soft tissue tak tampak kelainan
Kesimpulan : Cardiomegali

 Laboratorium

Gambar 2.3 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Darah


Sumber : Data primer

Darah Lengkap + DIFF


● Eosinofil (0.7) L
● Monosit (8.8) H

6
● Monosit# (0.85) H

Kimia Darah

● Troponin I (2.80) H
● SGOT (68) H
● SGPT (67) H
● GDA (206) H
● BUN (24) H
● Kreatinin (1.5) H
● Natrium (127) L

BGA

● PCO2 (23) L
● PO2 (169) H
● cHCO3 (15.3) L
● Base Excess (-7.2) L
● SO2 (100) H

URINALISIS

● Protein (+3)

Problem List

Tabel 2.1

Temporary Problem List Permanent Problem List


 Dyspnea on effort Heart Failure NYHA IV
 Orthopneu
 Edema pitting ekstremitas
 History of Heart disease
 Rhonki pulmo
 Cardiomegali
 Ascites
 Heart biomarker increase

7
 Hiperglikemia Hiperglikemia
 Hiponatremia Hiponatremia
 High SGOT, SGPT Susp. Cirrhosis hepatis
 Azotemia Susp. CKD
 Acidosis metabolic compensated

Assessment

 Diagnosis etiologi : Riwayat penyakit jantung


 Diagnosis anatomi : Cardiomegaly
 Diagnosis fungsional : Heart failure NYHA IV, Hiperglikemia, Hiponatremia, Susp.
Sirosis hepatis, Susp. CKD

Tatalaksana (IGD)

 Bed rest dengan oksigen masker 6 liter/ menit


 Infus NaCl 0.9% 250cc/30 menit  Infus NaCl 0.9% 500cc/24 jam
 Inj Furosemid 2 ampul, dilanjutkan Furosemide pump 5 mg/jam
 RCI 1X4 IU
 Pump Vascon dimulai 50 nano, diberikan hingga tekanan darah sistolik > 100 mmHg
 Inj. Ranitidin 1 ampul
 Pasang kateter

Follow Up Pasien (11/12/2023)

 Subjektif : Pasien mengeluh sesak napas dan nyeri dada


 Objektif :
o KU : cukup
o TD : 125/90 mmHg
o Nadi : 101 x/menit
o RR : 21 x/menit
o Suhu : 36.1 C

8
o SpO2 : 99% SM

 Assessment :
o Gagal jantung
o DM Hiperglikemia
o Susp. UAP
 Planning :

o ISDN pump 0.5 mg/jam


o Dobutamin pump 3 mcg/kgBB/mnt
o Furosemide pump 5 mg/jam
o Apidra 3x4 unit SC
o Atorvastatin 1x1
o ASA 300 mg
o Aminoral 3x2
o CaCO3 2x1
o As. Fosfat 2x1
o Planning tindakan PR

9
BAB III
DISKUSI KASUS

3.1 Gagal Jantung

Pasien atas nama Tn. J usia 55 tahun datang ke IGD RS Dokter Moch Soewandhi
dengan keluhan sesak sejak dan memberat 1 hari sebelum masuk IGD. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan di IGD
merujuk pada diagnosis Gagal jantung NYHA IV. Penjelasan mengenai gagal jantung akan
dijabarkan sebagai berikut.

3.1.1 Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang sifatnya kompleks, dapat berakibat
dari gangguan pada fungsi miokardium (fungsi sistolik dan diastolik), penyakit katup ataupun
perikardium, atau apapun yang dapat membuat gangguan pada aliran darah dengan adanya
retensi cairan, biasanya tampak sebagai kongesti paru, edema perifer, sesak nafas, dan cepat
lelah.

Gagal jantung dapat di definisikan sebagai abnormalitas dari struktur jantung atau
fungsi yang menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mendistribusikan oksigen ke seluruh
tubuh. Secara klinis, gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks dimana
seseorang memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung, tanda khas gagal jantung, dan
adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat (Kemenkes,
2021).

3.1.2 Klasifikasi Gagal Jantung

Gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat fraksi ejeksi dan


berdasarkan kapasitas fungsional.

 Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Fraksi Ejeksi

Klasifikasi gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVKi) masih
dianggap penting karena prognosis, respon terapi, serta sebagian besar uji klinis membagi
pasien berdasarkan FEVKi. Uji klinis acak pada gagal jantung dengan bukti yang
menguntungkan untuk kelangsungan hidup sebagian besar terdaftar sebagai pasien dengan
FEVKi

10
Gambar 3.1 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan FEVKi

Sumber : PERKI, 2020

 Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Kapasitas Fungsional

Terminologi yang paling sederhana untuk menggambarkan kapasitas fungsional


adalah dengan menggunakan klasifikasi New York Heart Association.

Tabel. Klasifikasi New York Heart Association Gagal Jantung

Kelas 1 Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak
menimbulkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas.
Kelas 2 Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, berdebar atau
sesak nafas.
Kelas 3 Terdapat batasan aktivitas yang bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, namun aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, berdebar
atau sesak nafas.
Kelas 4 Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.

11
Pada pasien Tn. J, pasien mengeluhkan sesak sejak 1 bulan SMRS. Sesak dirasakan
saat pasien sedang beristirahat dan saat berjalan jauh. Pasien merasa sesak saat tidur
terlentang dan lebih nyaman tidur dengan posisi agak tinggi atau posisi duduk, sehingga
pasien dapat diklasifikasikan sebagai Gagal Jantung NYHA IV.

3.1.3 Diagnosis Gagal Jantung

Diagnosis gagal jantung (CHF) memerlukan adanya gejala dan/atau tanda-tanda gagal
jantung dan bukti objektif disfungsi jantung. Gejala khas melibatkan sesak napas, kelelahan,
dan pembengkakan kaki. Manifestasi klinis sendiri tidak memiliki akurasi yang cukup untuk
digunakan dalam membuat diagnosis gagal jantung. Diagnosis CHF menjadi lebih mungkin
pada pasien dengan riwayat serangan jantung, hipertensi arteri, penyakit arteri koroner,
diabetes mellitus, penyalahgunaan alkohol, penyakit ginjal kronis (CKD), kemoterapi
kardiotoksik, dan pada mereka dengan riwayat keluarga penyakit otot jantung (CMP) atau
kematian mendadak (ESC, 2021).

Manifestasi Klinis Gagal Jantung

Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
 Sesak nafas  Peningkatan JVP
 Ortopneu  Refluks hepatojugular
 Paroxysmal Nocturnal Dyspneu  Suara jantung S3 (gallop)
 Toleransi aktifitas yang berkurang  Apex jantung bergeser ke lateral
 Cepat lelah
 Bengkak pada ekstremitas inferior
Atipikal Atipikal
 Batuk di malam hari / dini hari  Edema perifer
 Mengi  Krepitasi pulmonal
 Berat badan bertambah ≥ 2  Suara pekak di basal paru pada saat
kg/minggu perkusi
 Berat badan turun (gagal jantung  Takikardia
stadium lanjut)  Nadi ireguler
 Kembung / begah, cepat kenyang  Nafas cepat
 Nafsu makan menurun  Hepatomegali

12
 Perasaan bingung (terutama pasien  Asites
usia lanjut)  Kaheksia
 Depresi
 Berdebar
 Pingsan

Pada Tn. J, pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan:

Gejala:

- Sesak
- Sesak dirasakan saat istirahat dan saat berjalan jauh
- Lebih nyaman tidur dengan posisi agak tinggi atau posisi duduk (Ortopneu)
- Kedua kaki bengkak

Tanda :

- Dispneu
- Pelebaran batas jantung
- Edema perifer
- Takikardia
- Ronchi basal paru
- Asites

Sehingga pada pasien ini dapat kita curigai memiliki gagal jantung

Tes diagnostik berikut disarankan untuk penilaian pasien yang dicurigai mengalami gagal
jantung:

(1) Elektrokardiogram (ECG).


ECG dapat ditemukan adanya kelainan seperti fibrilasi atrium (AF),
gelombang Q patologis, hipertrofi ventrikel kiri (LVH), dan kompleks QRS yang
melebar yang meningkatkan kemungkinan diagnosis gagal jantung dan juga dapat
membantu dalam pertimbangan pemberian terapi.
(2) Pengukuran Peptida Natriuretik (NPs)
Konsentrasi plasma Peptida Natriuretik tipe B (BNP) >35 pg/mL, Peptida
Natriuretik tipe B N-terminal (NT-proBNP) >125 pg/mL, atau Peptida Natriuretik

13
atrium pro-mid-regional (MR-proANP) >40 pmol/L68 merupakan indikator gagal
jantung.
(3) Pemeriksaan urea dan elektrolit serum, kreatinin, hitung darah lengkap, uji fungsi
hati, dan uji fungsi tiroid disarankan untuk membedakan gagal jantung dari kondisi
lain, memberikan informasi prognostik, dan dalam pertimbangan terapi potensial.
(4) Echocardiography direkomendasikan sebagai pemeriksaan utama untuk penilaian
fungsi jantung. Selain menentukan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri (LVEF),
echocardiography juga memberikan informasi mengenai parameter lain seperti ukuran
ruang jantung, hipertrofi ventrikel kiri eksentrik atau konsentrik, kelainan gerakan
dinding regional (yang mungkin menunjukkan penyakit arteri koroner, sindrom
Takotsubo, atau miokarditis), fungsi ventrikel kanan, hipertensi pulmonal, fungsi
katup, dan penanda fungsi diastolik.
(5) Rontgen dada direkomendasikan untuk menyelidiki penyebab potensial lain dari sesak
napas (misalnya, penyakit paru). Ini juga dapat memberikan bukti pendukung untuk
gagal jantung (misalnya, kongesti paru atau kardiomegali).

Gambar 3.2 Algoritma diagnosis gagal jantung

Sumber : ESC, 2021

14
Pada Tn. J, hasil pemeriksaan penunjang yang ditemukan yaitu:

- EKG : Irama sinus takikardia

- Foto thorax : Cardiomegali (CTR 74%)

- Lab : Troponin meningkat

3.1.4 Terapi Gagal Jantung

 Tatalaksana non farmakologi


- Rehabilitasi jantung (meliputi latihan fisik dan promosi aktivitas, edukasi
kesehatan, manajemen risiko kardiovaskular dan dukungan psikologis, yang
dilakukan secara personal sesuai kebutuhan individu pasien dengan penyakit
jantung)
- Manajemen perawatan mandiri (menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku
yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan
gagal jantung)
- Kepatuhan pasien (Kepatuhan pasien untuk berobat dapat mempengaruhi
morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien)
- Pemantauan berat badan mandiri
- Asupan cairan (Restriksi cairan 900–1200 cc/hari (sesuai berat badan))
- Penurunan berat badan (dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal
jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup)

Tatalaksana Farmakologis (PERKI, 2018)

 Terapi Oksigen
- Berikan O2 nasal 2-4 L/menit, disesuaikan dengan hasil pulseoxymetry. Bila
diperlukan, O2 dapat diberikan dengan masker non-rebrething atau
rebreathing bila tidak membaik dalam waktu ½ jam
- Bila saturasi oksigen tetap rendah dengan mask atau terdapat distress
pernapasan, digunakan CPAP
- Bila distress pernapasan tidak membaik dan atau tidak toleran dengan CPAP
dilakukan intubasi

15
 Obat-obatan
- Furosemid intravena:
Bolus 40 mg (bila tidak dalam pengobatan diuretik sebelumnya), 2.5x
dosis sebelumnya (bila sebelumnya sudah minum diuretik)
- Nitrat infus
Dimulai dari 5 microgram/menit, bila tekanan darah sistolik >110
mmHg, atau ada kecurigaan sindroma koroner akut
- Morphin Sulfat injeksi, 2-4 mg apabila masih takipnoe
- Dobutamin mulai 5 mcg/kgBB/menit bila tekanan darah <90 mmHg
- Dopamine mulai 5 mcg/kgBB/menit bila TDs <80 mmHg
- Noradrenaline mulai dari 0.02 mcg/kgBB/menit bisa TDs < 70 mmHg
- Digoksin IV 0,5 mg bolus bila fibrilasi atrium respon cepat, bisa diulang tiap 4
jam hingga maksimal 1 mg
- Captopril mulai dari 6.25mg bila fase akut telah teratasi

Gambar 3.3 Algoritma tatalaksana gagal jantung

Sumber : PERKI, 2020

Pada pasien Tn. J, telah diberikan terapi :

 Bed rest dengan oksigen masker 6 liter/ menit


 Infus NaCl 0.9% 250cc/30 menit  Infus NaCl 0.9% 500cc/24 jam
 Inj Furosemid 2 ampul, dilanjutkan Furosemide pump 5 mg/jam

16
 RCI 1X4 IU
 Pump Vascon dimulai 50 nano, diberikan hingga tekanan darah sistolik > 100 mmHg
 Inj. Ranitidin 1 ampul
 Pasang kateter

17
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien Tn. J usia 55 tahun, datang ke IGD Dr. Moch Soewandhi dengan keluhan
sesak nafas sejak 1 bulan SMRS serta terdapat bengkak pada kedua kaki sejak 3 hari SMRS.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan
di IGD merujuk pada diagnosis Gagal Jantung NYHA IV.

Penatalaksanaan awal yang dilakukan pada pasien adalah rawat inap dan stabilisasi
ABC serta tanda vital dilanjutkan dengan Bed rest dengan oksigen masker 6 liter/ menit,
Infus NaCl 0.9% 250cc/30 menit dilanjutkan Infus NaCl 0.9% 500cc/24 jam, Inj Furosemid 2
ampul, dilanjutkan Furosemide pump 5 mg/jam, RCI 1X4 IU, Pump Vascon dimulai 50 nano,
diberikan hingga tekanan darah sistolik > 100 mmHg, Inj. Ranitidin 1 ampul, dan Pasang
kateter.

Setelah tatalaksana gagal jantung akut diberikan pada pasien dapat diberikan plaaning
diagnosis berupa echocardiografi yang digunakan untuk menilai fungsi ventrikel.
Pemeriksaan penunjang peptide natriuretik dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis serta
membuat keputusan dalam merawat pasien.

18
DAFTAR ISI

KEMENKES. (2021) Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Gagal Jantung.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

PERKI, K.K.G.J. dan K. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, pp 848-853

PERKI. (2018). Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah

Ridwan, A.S. dan Suryoadji, K.A. (2022). Kombinasi Alat Cardiac Contractility Modulation
dan Terapi Sel Punca Hematopoietik CD34+CD133+ Sebagai Terapi Gagal Jantung
Dengan Penurunan Fraksi Ejeksi. Cermin Dunia Kedokteran, 49 (10), pp 573-578

19

Anda mungkin juga menyukai