Anda di halaman 1dari 47

BAGIAN ANESTESI DAN REANIMASI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2018


UNIVERITAS PATTIMURA

REGIONAL ANESTESI (SUBARACHNOID BLOCK ANESTHESIA) PADA


PASIEN DM DIABETIC FOOT WAGNER IV DIGITI IV PEDIS SINISTRA

Disusun oleh:
 
Nerissa Alviana Sutantie
 
2017-84-040
   

Pembimbing:
dr. Fahmi Maruapey, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI DAN REANIMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
LAPORAN KASUS
 Nama : Tn. HL
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 58 Tahun
 No RM : 13-78-44
 Golongan darah: -
 Berat badan : 58 kg
 Tinggi badan :170 cm
 Agama : Kristen Protestan
 Alamat : Liliboy
 Tanggal MRS : 11-10-2018
 Tanggal Operasi : 10-11-2018
 Tanggal KRS : 13-11-2018
 Tempat Operasi : RSUD dr. M. Haulussy Ambon
 Ruang rawat : Ruang Bedah Laki
LAPORAN KASUS
 Keluhan utama: Lemas, pusing dan nyeri kepala
 Keluhan tambahan: Luka yang telah membusuk pada jari kaki kiri
 Riwayat penyakit sekarang: Pasien merupakan rujukan dari dokter spesialis penyakit dalam, MRS
pada tanggal 11 Oktober 2018 dengan keluhan lemas sejak 5 hari yll, pusing (+), nyeri kepala (+)
disertai luka yang telah membusuk pada jari kaki kiri. Pasien menceritakan awalnya luka timbul akibat
tertusuk paku pada sejak bulan juli 2018. Pasien kemudian pergi ke dokter spesialis tulang dan sempat
dibersihkan luka kurang lebih dua kali. Setelah 1 bulan kejadian, pasien mendapati luka tidak kunjung
sembuh, muncul nanah dan berwarna kehitamanan. Kemudian dokter spesialis tulang merujuk ke dokter
spesialis penyakit dalam untuk mengontrol kadar gula darah pasien lebih lanjut. Pasien mengaku telah
diberikan obat gula darah glibenklamid dan metformin namun tidak rutin meminum obat tersebut. Lima
hari terakhir pasien merasa sering lemas serta pusing dan kembali kontrol ke dokter spesialis penyakit
dalam. Pasien akhirnya dirujuk ke RSUD dr. Haulussy untuk pengobatan lanjut.
 Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien sudah menderita diabetes mellitus sejak tahun 2008. Pasien
mengaku sebelumnya sudah pernah mengalami keluhan yang sama pada tahun 2017.
 Riwayat Keluarga: Riwayat penyakit gula dalam keluarga disangkal
 Riwayat Operasi dan Anestesi: Sebelumnya pasien pernah menjalani operasi amputasi jari kaki (jari
manis dan kelingking) di kaki kanan pada tahun 2017.
 Riwayat Alergi: Pasien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
 Riwayat Pengobatan: Glibenklamide dan Metformin oral
LAPORAN KASUS
 Status Gizi : Normal (IMT: 20)
 Kesehatan Psikis : Baik
 B1 (Breath) dan Evaluasi Jalan Napas: Airway: bebas, gurgling/snoring/crowing:-/-/-, gigi
geligi tidak lengkap (tidak ada gigi palsu), sulit ventilasi (-). RR= 20x/mnt regular, Inspeksi:
pengembangan dada simetris ki=ka, Auskultasi: vesikuler (+/+), suara tambahan (-). Spo2:
97% dengan 02 nasal kanul 3 lpm. Riwayat asma (-), alergi (-), batuk (+/-), sesak (-),
masalah lain pada sistem pernapasan (-).
 B2 (Blood): Akral hangat, kering, merah. TD: 124/80 mmhg, N:58x/mnt regular, bunyi
jantung SI dan SII murni regular. Masalah pada sistem kardiovaskular (-).
 B3 (Brain): Kesadaran composmentis GCS 15 (E4V5M6), Pupil: isokor Ø 3 mm/3mm, RC
+/+, RCL +/+. Defisit neurologis (-). Masalah pada sistem neuro/muskuloskeletal (-).
 B4 (Bladder): BAK spontan. Masalah pada sistem renal/endokrin: DM tipe 2.
 B5 (bowel): Abdomen: tampak cembung (dbn), peristaltik (+) dbn, mual (-), muntah (-).
Masalah pada sistem hepato/gastrointestinal (-)
B6 Back & Bone: Pitting edem
 kedua ekstremitas bawah (+/+),
 nekrosis digiti iv pedis sinistra.
LAPORAN KASUS
Parameter Hasil Satuan Range
Normal
RBC 3,6 106/uL 3,5-5
Hemoglobin 10,3 g/dL 14 - 18
(Hb) 29,9 % 40- 52
LAB Hematokrit 434 103/uL 150- 400
(26/12/2016) (HCT) 5,8 103/uL 5-10
PLT
WBC

HBsAg (26/12/2016) : Non reaktif


Anti HCV (26/12/2016) : Non reaktif
GDS (26/12/2016) : 239 mg/dL (9/11/2018)
Albumin : 2,6 mg/dl (9/11/2018)
LAPORAN KASUS

DM Diabetic Foot Wagner IV Pedis Sinistra/PS


ASA II

•Pro debridement + amputasi digiti IV pedis sinistra


•SAB
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS

Anestesi Regional Spinal (SAB)


•Tidurkan pasien dalam posisi duduk atau lateral decubitus, arahkan pasien
untuk membungkuk maksimal agar processus spinosus teraba
•Inspeksi garis yang menghubungkan dua titik tertinggi, crista iliaca kiri dan
kanan akan memotong garis tengah pungung setinggi L4-L5.
•Palpasi untuk mengenal ruang antara 2 vertebra lumbalis, pungsi lumbal
hanya diantara L2-L3, L3-L4, L4-L5 dan L5-S1. Tempat insersi ditentukan
pada L3-L4
•Dilakukan desinfeksi dengan larutan antiseptic dengan betadine dan
alcohol
•Anestesi local Bunascan spinal 0,5%, 10 mg dimasukan pada tempat insersi
•Dipastikan blok sensorik dan motorik telah tercapai
LAPORAN KASUS
B1 (Breath) dan Evaluasi Jalan Napas: Airway: bebas,
gurgling/snoring/crowing:-/-/-, gigi geligi tidak lengkap (tidak ada gigi palsu), sulit
ventilasi (-). RR= 20x/mnt regular, Inspeksi: pengembangan dada simetris ki=ka,
Auskultasi: vesikuler (+/+), suara tambahan (-). Sp02: 98% dengan 02 nasal kanul
3 lpm. Riwayat asma (-), alergi (-), batuk (+/-), sesak (-), masalah lain pada sistem
pernapasan (-).
B2 (Blood): Akral hangat, kering, merah. TD: 117/80 mmhg, N: 77x/mnt regular,
bunyi jantung SI dan SII murni regular. Masalah pada sistem kardiovaskular (-).
B3 (Brain): Kesadaran composmentis GCS 15 (E4V5M6), Pupil: isokor Ø 3
mm/3mm, RC +/+, RCL +/+. Defisit neurologis (-). Masalah pada sistem
neuro/muskuloskeletal (-).
B4 (Bladder): BAK spontan. Masalah pada sistem renal/endokrin: DM tipe 2.
B5 (bowel): Abdomen: tampak cembung (dbn), peristaltik (+) dbn, mual (-),
muntah (-). Masalah pada sistem hepato/gastrointestinal (-)
B6 Back & Bone: Pitting edem kedua ekstremitas bawah (+/+), vulnus
amputatum region digiti I dan IV pedis sinistra
LAPORAN KASUS
Posisikan Pasien HeadUp 30 derajat
Bed rest 24 jam post op
 Inj Ketorolac 30mg/8jam
Tatalaksana lain sesuai TS bedah dan interna
TINJAUAN TEORI
 Definisi  kaki pada pasien DM yang mengalami
perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang
berhubungan dengan abnormalitas neurologis,
penyakit vaskular perifer dengan derajat bervariasi,
dan atau komplikasi metabolik dari diabetes pada
ekstrimitas bawah.

 Etiolgi bakteri anaerob (Clostridium)gas


gangren
TINJAUAN TEORI
 Prevalensi pd populasi DM 4–10%, lebih sering terjadi
pada pasien usia lanjut.
 Sebagian besar (60-80%) ulkus akan sembuh sendiri, 10-
15% akan tetap aktif, dan 5-25% akan berakhir pada
amputasi dalam kurun waktu 6-18 bulan dari evaluasi
pertama.
 Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta
amputasi pada penyandang diabetes setiap tahun
 Sekitar 68% =laki-laki
 10% rekuren.
TINJAUAN TEORI
 Angka kematian dan angka amputasi masing-masing
sebesar 16% dan 25% (2003). Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pascaamputasi dan 37% akan
meninggal tiga tahun pasca-operasi.

 Faktor risiko pada ulkus kaki diabetik biasanya diabetes


lebih dari 10 tahun, laki-laki, kontrol gula darah buruk, ada
komplikasi kardiovaskular, retina, dan ginjal. Neuropati
diabetik, penyakit arteri perifer, dan trauma pada kaki
memperberat ulkus kaki diabetik.
TINJAUAN TEORI
TINJAUAN TEORI

Trauma

MOTORIK SENSORIK OTONOM MAKROVASKULAR

Kelemahan/ atrofi Hilang dari sensasi Anhidrosis kulit Penebalan struktur


untuk perlindungan kering kapiler
Deformitas

Stress berlebihan
Tonus simpatik menurun Aliran darah
menurun
Tekanan plantar
meningkat

Charcot Iskemia
Deformitas struktur

ULKUS KAKI
DIABETIK
TINJAUAN TEORI
TINJAUAN TEORI
TINJAUAN TEORI
 1 diantara 20 penderita DM akan menderita ulkus pada kaki-
 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun
 Amputasi kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini
selama rentang 5 tahun ke depan.
 Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes
merupakan risiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti
dengan penyakit mikrovaskuler dan regulasi glukosa darah yang
buruk.
 Pada penderita diabetes dengan neuropati, meskipun hasil
penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhannya 66% dan
angka amputasi meningkat menjadi 12%.
TINJAUAN PUSTAKA
 Definisi  salah satu teknik anestesi untuk
anggota/daerah tubuh tertentu, khususnya daerah
lengan dan abdomen bagian bawah/tungkai.
Regional anestesi menggangu transmisi impuls
pada saraf perifer dan medulla spinalis tanpa
menyebabkan hilangnya kesadaran pada pasien
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
  Subarachnoid Anesthesia Epidural Anesthesia

Volume obat Kecil Besar


Onset Cepat lambata
Densitas blockade Biasanya padat Potensial untuk blokade for
sensori yang tidak lengkap
Kemungkinan untukredosing Tidak ada, kecuali jika Ya, sama jika kateter dimasukkan
kateter dimasukkan (jarang)

Systemic blood levels dari obat- Tidak berarti Dapat signifikan


obatan yang dimasukkan

Regio anatomi Lumbar Tingkat vertebral yang mana saja

Kemampuan untuk menambah Minimal (< 24 hours) Sangat baik and berlaku untuk
postoperative analgesia beberapa hari

 Onset bervariasi tergantung dengan pilihan lokal anestesi


a
TINJAUAN PUSTAKA

Absolut Relatif
Infeksi pada area injeksi Sepsis
Pasien menolak Pasien tidak kooperatif
Penyakit koagulopati atau Riwayat defisit neurologis
bleeding diathesis Demyelinating lesions
Hipovolemia berat
Peningkatan ICP Deformitas spinal berat
(Intracranial Pressure)
Stenosis aorta berat
Stenosis mitral berat
TINJAUAN PUSTAKA
 Pertimbangan teknik Blokade Sentral
TINJAUAN PUSTAKA
 Definisi  Teknik ini dilakukan
dengan memasukkan obat lokal
anestesi ke dalam ruang
subarachnoid sehingga didapatkan
anestesi pada segmen yang terblok,
ke bawah.
 Anestesi spinal (anestesi
subaraknoid) disebut juga sebagai
blok spinal intradural atau blok
intratekal
 Lokasi penusukan
jarum anestesi spinal
TINJAUAN PUSTAKA
 Anatomi: Corda spinalis sampai L1-L2, sehingga punksi di atas L2 bisa
menyebabkan lesi pada corda spinalis. SAB dilakukan pada rongga antara L 3-L4
atau L4-L5.
 Indikasi:
 Pembedahan daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah (daerah papila
mamae kebawah).
 Durasi operasi yang tidak terlalu lama, maksimal 2-3 jam.
 Luas daerah yang teranestesi, tergantung dari: dosis, volume, kecepatan
penyuntikan, tempat penyuntikan, dan panjang columna vertebralis.
 Teknik ini digunakan pada Bedah ekstremitas bawah, Bedah panggul, Tindakan
sekitar rektum perineum, Bedah obstetrik-ginekologi, Bedah urologi, Bedah
abdomen bawah.
 Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan.
TINJAUAN PUSTAKA
 Kontra Indikasi Absolut
 Infeksi pada tempat suntikan: infeksi pada sekitar tempat suntikan bisa menyebabkan penyebaran kuman ke dalam rongga subdural.
 Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare: karena pada anestesi spinal bisa memicu terjadinya hipovolemia.
 Koagulapati atau mendapat terapi koagulan.
 Tekanan intrakranial meningkat: dengan memasukkan obat kedalam rongga subaraknoid, maka bisa makin menambah tinggi tekanan intrakranial, dan bisa menimbulkan komplikasi neurologis.
 Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim: pada anestesi spinal bisa terjadi komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan lain-lain, maka harus dipersiapkan fasilitas dan obat emergensi lainnya.
 Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi: Hal ini dapat menyebabkan kesalahan seperti misalnya cedera pada medulla spinalis, keterampilan dokter anestesi sangat penting.
 Pasien menolak.
TINJAUAN PUSTAKA
 Kontra Indikasi Relatif

Infeksi sistemik: jika terjadi infeksi sistemik, perlu diperhatikan apakah diperlukan pemberian antibiotik. Perlu dipikirkan kemungkinan penyebaran infeksi.
 Infeksi sekitar tempat suntikan: bila ada infeksi di sekitar tempat suntikan bisa dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.
 Kelainan neurologis: perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya agar tidak membingungkan antara efek anestesi dan defisit neurologis yang sudah ada pada pasien sebelumnya.
 Kelainan psikis

Bedah lama: masa kerja obat anestes i lokal adalah kurang lebih 90-120 menit, bisa ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi bisa bertahan hingga 150 menit.
 Penyakit jantung: perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi kearah jantung akibat efek obat lokal anestesi.
 Hipovolemia ringan: sesuai prinsip obat anestesi, memantau terjadinya hipovolemia bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan atau cairan .
 Nyeri punggung kronik: kemungkinan pasien akan sulit saat diposisikan. Hal ini berakibat sulitnya proses penusukan dan apabila dilakukan berulang-ulang, dapat membuat pasien tidak nyaman.
TINJAUAN PUSTAKA
Persiapan dan Pelaksanaan
TINJAUAN PUSTAKA

Termo
Renal
regulator
• Penurunan • Hipotermi
aliran darah a
ginjal
• Penurunan
urin output

Renal
TINJAUAN PUSTAKA

Komplikasi
 Hipotensi beratAkibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500
ml sebelum tindakan.
 Bradikardia Dapat terjadi tanpa  disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi
akibat blok sampai T2.
 Hipoventilasi  Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat
kendali nafas.
 Trauma saraf.
 Mual-muntah.
 Menggigil.
 Kejang.
TINJAUAN PUSTAKA
 Anestesi spinal menggunakan obat anestesi lokal yaitu Bupivacaine.
 Obat ini menghasilkan onset anestesia spinal dalam waktu 5 sampai 8 menit.
 Dosis yang direkomendasikan

Anestetik lokal Berat jenis Sifat Dosis


Lidokain
2% plain 1.006 Isobarik 20-100 mg (2-5 ml)
5% dalam dekstrosa 7,5% 1.033 Hiperbarik 20-50 mg (1-2 ml)
Bupivakain
0.5% dalam air 1.005 Isobarik 5-20 mg (1-4 ml)
0.5% dalam dekstrosa 1.027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3 ml)
8.25%
Hubungan Regional anestesia dan DM

 Teknik anestesia blokade neuroaxial sentral  pengaturan


sekresi hormon katabolik dan sekresi insulin residual.
 Infus phentolamine perioperatif, suatu penghambat kompetitif
reseptor a-adrenergik, menurunkan respon gula darah
terhadap pembedahan dengan menghilangkan penekanan
sekresi insulin secara parsial.
 Tidak ada bukti bahwa anestesia regional sendiri, atau
kombinasi dengan anestesia umum memberikan banyak
keuntungan pada pasien diabetes yang dilakukan pembedahan
dalam hal mortalitas dan komplikasi mayor.
Hubungan Regional anestesia dan DM

 Anestesia regional dapat memberikan risiko yang lebih besar pada pasien
diabetes dengan neuropati autonomik.
 Hipotensi yang dalam dapat terjadi dengan akibat gangguan pada pasien
dengan penyakit arteri koronaria, serebrovaskular dan retinovaskular.
 Risiko infeksi dan gangguan vaskular dapat meningkat dengan
penggunaan teknik regional pada pasien diabetes.
 Abses epidural lebih sering terjadi pada anestesia spinal dan epidural.
 Sebaliknya, neuropati perifer diabetik yang timbul setelah anestesia
epidural dapat dikacaukan dengan komplikasi anestesia dan blok regional.
 Kombinasi anestesi lokal dengan epinefrin dapat menyebabkan risiko yang
lebih besar yaitu terjadinya cedera saraf iskemik dan atau edema pada
penderita diabetes mellitus
DISKUSI
 Pasien Tn. HL berusia 58 tahun dengan diagnosis
Diabetic foot wagner 4 digiti iv pedis sinistra,
dilakukan tindakan debridement dan amputasi pada
tanggal 10 November 2018. Dari data anamnesis
didapatkan adanya penyulit berupa penyakit DM
tipe 2 (terkontrol).
DISKUSI
Pada dasarnya urutan dalam anestesi terdiri atas:
 Persiapan

 Pre medikasi

 Induksi/anestesi

 Maintenance Monitoring

 Terminasi (menutup gas-gas anestesi)

 Ke RR/Recovery Room (ruang pemulihan)

Monitoring
Persiapan
 Informed consent
 Kemudian pemeriksaan fisik lokalis tempat
penyuntikan dilakukan untuk menyingkirkan
kontraindikasi seperti skoliosis, kifosis, ataupun
infeksi. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan
adalah pemeriksaan hematologi untuk mengetahui
ada tidaknya gangguan perdarahan
 Klasifikasi ASA PS II
 Pilihan anestesi  RA-SAB Sesuai Indikasi
Pre Medikasi
Pre medikasi pada pasien yang mana dapat diartikan sebagai pemberian obat sebelum
dilakukannya induksi bertujuan:
 Memberikan rasa nyaman kepada pasien: menghilangkan rasa cemas, memberikan
ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesia dan mencegah muntah.
 Memudahkan atau memperlancar induksi.
 Mengurangi dosis obat anestesi.
 Menekan reflex yang tidak diharapkan.
 Mengurangi sekresi: saluran nafas, saliva
 Mengurangi resiko aspirasi.
 Merupakan salah satu teknik anestesi
 pada kasus ini diberikan premedikasi berupa: ranitidin 5mg/iv, ondancentron
32mg /iv dan ceftriaxon 1gr/iv.
Induksi/ Anestesi
 Anestesi spinal (blokade subarakhnoid) adalah
anestesi regional dengan tindakan penyuntikan agen
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid dibawah
vertebra lumbal 2 dengan tujuan menghindari cedera
medulla spinalis. Penentuan posisi ditentukan oleh
kenyamanan pasien dan kesanggupan spesialis
anestesi.

 Pada pasien ini, posisi yang digunakan adalah


posisi duduk.
Induksi/ Anestesi
 Agen anestetik lokal yang digunakan dalam kasus
adalah bupivakain 0,5% sebanyak 2cc (10mg) yang
disuntikkan intratekhal.
 Penyuntikan sesuai dengan dosis untuk lokasi
pembedahan dan efek yang diinginkan
Induksi/ Anestesi
 Adapun beberapa pilihan jarum spinal, dikenal ada jenis
dengan ujung seperti bambu runcing (Quincke atau Greene)
dan seperti ujung pensil (Whitacre dan Sprotte). Jenis jarum
dengan ujung pensil lebih banyak digunakan dengan
pertimbangan lebih jarang menyebabkan kejadian postdural
puncture headache (PDPH) atau nyeri kepala setelah
penyuntikan.
 Walau demikian, pada anestesi kali ini, jarum yang digunakan
pada pasien adalah jarum Quincke namun dengan ukuran kecil
26G yang diharapkan meminimalisir efek tersebut.
Induksi/ Anestesi
 Adapun beberapa pilihan jarum spinal, dikenal ada jenis
dengan ujung seperti bambu runcing (Quincke atau Greene)
dan seperti ujung pensil (Whitacre dan Sprotte). Jenis jarum
dengan ujung pensil lebih banyak digunakan dengan
pertimbangan lebih jarang menyebabkan kejadian postdural
puncture headache (PDPH) atau nyeri kepala setelah
penyuntikan.
 Walau demikian, pada anestesi kali ini, jarum yang digunakan
pada pasien adalah jarum Quincke namun dengan ukuran kecil
26G yang diharapkan meminimalisir efek tersebut.
Monitoring Terminasi- Recovery room

 Pada akhir proses pembedahan, pasien dipindahkan


ke ruang pemulihan dengan melanjutkan oksigenasi
3 lpm dengan kanul oksigen, diawasi tanda vital
setiap 15 menit hingga stabil, memposisikan head
up 30derajat hingga 24 jam pasca operasi, dan
penanganan hemodinamik pasien.
KESIMPULAN
 Pasien Tn. HL berusia 58 tahun dengan diagnosis Diabetic foot wagner 4 digiti iv pedis
sinistra, dilakukan tindakan debridement dan amputasi pada tanggal 10 November 2018.
Dari data anamnesis didapatkan adanya penyulit berupa penyakit DM tipe 2
(terkontrol). Pada dasarnya urutan dalam anestesi terdiri atas: Persiapan, Premedikasi,
Induksi/anestesi, Maintenance Monitoring, Terminasi (menutup gas-gas anestesi), Ke
RR/Recovery Room (ruang pemulihan) Monitoring seperti yang telah dilaporkan.
 Ulkus kaki diabetik adalah kaki pada pasien dengan diabetes melitus yang mengalami
perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang berhubungan dengan abnormalitas
neurologis, penyakit vaskular perifer dengan derajat bervariasi, dan atau komplikasi
metabolik dari diabetes pada ekstrimitas bawah. Gold standard untuk terapi ulkus kaki
diabetik meliputi debridement luka, tatalaksana infeksi, prosedur revaskularisasi atas
indikasi, dan off-loading ulkus. Debridement harus dilakukan pada semua luka kronis untuk
membuang jaringan nekrotik dan debris
 Regional anestesi adalah salah satu teknik anestesi untuk anggota/daerah tubuh
tertentu, khususnya daerah lengan dan abdomen bagian bawah/tungkai. Tipe regional
anestesi terdiri adalah a) Blokade neuroaxial sentral: epidural; spinal; b) Blok saraf
perifer: minor (single nerve); mayor (multiple nerve atau pleksus); c) Infiltrasi; d)
Topikal.
KESIMPULAN
 Subarachnoid Block (SAB)/Spinal Anestesi. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan obat
lokal anestesi ke dalam ruang subarachnoid sehingga didapatkan anestesi pada segmen yang
terblok, ke bawah. Anestesi spinal (anestesi subaraknoid) disebut juga sebagai blok spinal
intradural atau blok intratekal. Indikasi dari SAB adalah untuk pembedahan, daerah tubuh yang
dipersyarafi cabang T4 kebawah (daerah papila mamae kebawah). Dengan durasi operasi yang
tidak terlalu lama, maksimal 2-3 jam. Obat–obatan yang dapat digunakan sebagai agen anestesi
lokal secara umum terbagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan Ester, seperti prokain, kokain,
dan tetrakain; dan golongan Amide seperi prilokain, lidokain, bupivacaine, dan lain-lain.
 Berdasarkan literature, teknik anestesia terutama dengan penggunaan spinal, epidural,
dan blokade regional yang lain, dapat mengatur sekresi hormon katabolik dan sekresi
insulin residual. Dengan demikian, anestesi regional menjadi pilihan pada pasien dengan
kondisi hiperglikemik (diabetes mellitus). Akan tetapi, tidak ada bukti bahwa anestesia
regional sendiri, atau kombinasi dengan anestesia umum memberikan banyak
keuntungan pada pasien diabetes yang dilakukan pembedahan dalam hal mortalitas dan
komplikasi mayor. Anestesia regional dapat memberikan risiko yang lebih besar pada
pasien diabetes dengan neuropati autonomik
 Pada kasus ini tidak ada pengaruh anestesi yang signifikan terhadap perubahan
hemodinamik maupun metabolik pasien.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai