Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS PEMAHAMAN MAHASISWA ITB TERHADAP

HAM MENGACU PADA KASUS ENGELINE (2015)


Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan pada Semester III Tahun Akademik 2022-2023

oleh Kelompok 7

Fandi Ahmad 12321079

Muhammad Khairilazhar Raihan 12321043

Gracia Hanarosalia Sitorus 12321065

Jovan Adelric 10621002

Farelia Indah Lestari 10621033

Yemima Nurcahaya Damaris 11921040

Shela Abigail Wardhani 11221019

Gina Levina Syarif 13721002

Athallah Akmal R P 12221018

Anarghia Shamikha 15421026

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


BANDUNG
2022

3
ABSTRAK
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Engeline Margriet Megawe adalah
seorang anak yang berasal dari kota Denpasar, Bali dan merupakan korban kekerasan yang
dilakukan oleh ibu angkatnya, Margriet Megawe dan dibantu oleh pembantu rumah tangga, Agus
Tay, dan berakhir secara tragis yaitu kematian dari Engeline. Kasus Engeline tersebut merupakan
salah satu contoh kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui pemahaman mahasiswa ITB tentang faktor-faktor pemicu pelanggaran HAM, akibat
yang diterima oleh korban, dan sanksi yang diterima pelaku terkait Hak Asasi Manusia (HAM) yang
mengacu pada kasus Engeline (2015). Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah historis
dengan tujuan untuk mencari kejadian serupa di masa lampau serta studi yang bersifat yuridis
menurut hukum yang telah ditetapkan sebagai kompas penegakkan hak asasi manusia.yang
didapatkan dilakukan melalui teknik pengambilan data berupa form yang berisikan pertanyaan-
pertanyaan untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari responden. Dari penelitian yang
kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa ITB sudah paham mengenai Hak
Asasi Manusia.

Kata Kunci: HAM, Engeline, Pelanggaran HAM


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dan kebebasan fundamental bagi
semua orang, tanpa memandang kebangsaan, jenis kelamin, asal kebangsaan
atau etnis, ras, agama, bahasa atau status lainnya. Hak Asasi manusia adalah
hak dasar atau kewarganegaraan yang melekat pada individu sejak ia lahir
secara kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak
dapat dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia
mencakup hak sipil dan politik, seperti hak untuk hidup, kebebasan dan
kebebasan berekspresi. Hak asasi manusia tidak dapat dicabut. Seseorang tidak
dapat kehilangan hak-hak ini, sama seperti seseorang berhenti menjadi manusia.
Hak asasi manusia yang dimiliki setiap orang sangat penting dan harus
dilindungi. Negara Indonesia membuat lembaga-lembaga negara yang
didedikasikan untuk perlindungan hak asasi manusia, seperti Komisi
Perlindungan Hak Anak, Komisi Perlindungan saksi dan korban, dan lembaga
lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia mulai melaksanakan reformasi
legislasi. Dengan dibuatnya undang-undang perlindungan HAM seperti UU
HAM No.39 Tahun 1999 dan UU Pengadilan HAM No.26 Tahun 2000, HAM
warga negara Indonesia lebih terlindungi.
Berdasarkan banyak kasus HAM yang terjadi, dapat diperhatikan bahwa
tingkat kesadaran masyarakat akan HAM masih tergolong rendah. Kesadaran
akan HAM yang masih rendah ini dapat menjadi ancaman bagi
keberlangsungan dan masa depan bangsa. Khususnya karena Indonesia
merupakan suatu negara hukum yang memiliki tatanan aturan kehidupan untuk
mencapai nilai-nilai masyarakat dan ketertiban. Adapun HAM merupakan nilai
fundamental dan absolut yang dimiliki oleh tiap individu. Indikator suatu
masyarakat yang beradab adalah tingginya kesadaran akan hukum yang berlaku.
Oleh karena itu diadakan penelitian terkait pemahaman mahasiswa ITB
terhadap HAM.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Bagaimanakah pemahaman mahasiswa ITB terhadap kasus Engeline?
2. Bagaimanakah pemahaman mahasiswa ITB terhadap Hak Asasi
Manusia (HAM) khususnya kasus Engeline?
3. Apakah mahasiswa ITB memahami akibat dari korban pelanggaran
HAM?
4. Apakah mahasiswa ITB sudah memahami konsekuensi dari pelanggaran
HAM?
5. Bagaimanakah penanganan kasus pelanggaran HAM di Indonesia
menurut mahasiswa ITB?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Menganalisis pengetahuan mahasiswa ITB tentang Hak Asasi Manusia
2. Menganalisis pengetahuan mahasiswa ITB terhadap kasus pelanggaran
HAM yang terjadi khususnya kasus Engeline
3. Menganalisis pemahaman mahasiswa ITB terhadap faktor-faktor
penyebab pelanggaran HAM
4. Menganalisis pengetahuan mahasiswa ITB akibat dan hukuman dari
pelanggaran HAM
5. Menganalisis pendapat mahasiswa ITB. mengenai penanganan
hukuman pelanggaran HAM
1.4 Manfaat Penulisan

Dari hasil penulisan makalah, berikut merupakan manfaat yang dapat


diambil:
1. Manfaat Teoritis
Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat bagi dunia keilmuan yang
bersifat hukum dan sosial. Penulisan ini dapat digunakan sebagai referensi
bagi para penulis dan peneliti yang tertarik dalam bidang hukum dan kasus
terkait kekerasan anak.
2. Manfaat Praktis
Penulisan makalah ini secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan
referensi dan acuan oleh para penegak hukum, LSM, maupun para
pendamping yang berkecimpung dalam penanggulangan permasalahan
kekerasan pada anak.
BAB 2
METODE

2.1 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah historis yang
bertujuan untuk merekonstruksi kejadian di masa lampau secara sistematis
dan objektif. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan dan
memverifikasi data serta bukti-bukti untuk mengetahui fakta yang
sebenarnya dan membuat kesimpulan yang kuat.

2.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini
adalah survei. Teknik pengumpulan data survei ini memungkinkan kami
untuk mengumpulkan data melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
kepada suatu sampel yang mewakili populasi, dalam hal ini sampel yang
digunakan adalah mahasiswa Institut Teknologi Bandung.
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus Engeline dan Pengertian HAM


Hak Asasi Manusia memiliki pengertian yang berbeda-beda di setiap daerah
atau negara. Fokus utama dari Hak Asasi Manusia adalah kehidupan dan martabat
manusia. Secara etimologis, Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan terjemahan
dari “droits de l’home” dalam bahasa Perancis, dan “menselijke rechten“ dalam
bahasa Belanda. HAM dalam dalam bahasa Arab disebut Huqu’uqul Insan,
sedangkan HAM dalam bahasa Inggris disebut Human Rights. Right dalam bahasa
Inggris berarti: hak, keadilan, dan kebenaran. Secara terminologis, yang disebut hak
adalah wewenang atau kekuasaan secara etis untuk mengerjakan, meninggalkan,
memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Hal ini sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh para ahli
sebelumnya. Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia ialah hak-hak yang secara
langsung diberikan Tuhan Yang Maha Esa pada tiap manusia sebagai hak yang
kodrati. Sedangkan menurut Soetandyo Wignjosoebroto, hak asasi manusia adalah
hak mendasar (fundamental) yang diakui secara universal sebagai hak yang melekat
pada manusia karena hakikat dan kodratnya sebagai manusia. HAM disebut
universal karena hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok
manusia. Sedangkan sifat inheren karena hak ini dimiliki setiap manusia karena
keberadaannya sebagai manusia, bukan pemberian dari kekuasaan manapun.
Hak Asasi Manusia juga telah diatur dalam hukum di Indonesia. Salah
satunya pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang sudah ada pada diri manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang mana hak ini adalah
anugerah yang wajib untuk dihargai dan juga untuk dilindungi oleh pada tiap orang
untuk dapat melindungi harkat dan juga martabat manusia.
Dari segala jenis pengertian yang ada, dapat disimpulkan bahwa HAM
adalah hak dasar yang bersifat mutlak dan juga harus dipunyai pada tiap insan untuk
perkembangan dirinya tersebut. Oleh sebab itu, tidak ada kekuatan di dunia ini yang
dapat mencabutnya. HAM sifatnya fundamental atau mendasar bagi tiap kehidupan
manusia dan pada hakikatnya sangat suci.
Hak asasi manusia merupakan hal yang sangat penting dan harus dilindungi.
Bila manusia hidup tanpa adanya HAM maka hak-hak orang lain akan direbut.
Selain itu, maraknya tindakan yang tidak dilandasi dengan kesadaran serta
tanggung jawab, tidak adanya saling menghargai antar manusia, tidak ada yang
namanya moral, etika, dan lain sebagainya. Di Indonesia sendiri, ada lembaga-
lembaga negara yang dikhususkan untuk melindungi Hak Asasi Manusia
seseorang, seperti Komisi Perlindungan Hak Asasi Manusia, Komisi
Perlindungan Perempuan, Komisi Perlindungan Anak, Komisi perlindungan saksi
dan korban, dan lain-lain. Mengingat pentingnya akan kesadaran HAM, penulis
mencoba melakukan survei kepada beberapa sampel acak mahasiswa ataupun
mahasiswi ITB. Hasilnya, sebanyak 100% dari 38 responden telah mengetahui
tentang apa itu HAM.

Gambar 3.1.1 Hasil Survei Pengetahuan Mahasiswa-Mahasiswi ITB terkait Hak Asasi
Manusia
Sebagian besar mahasiswa yang menjadi responden bahwa mereka
mengetahui HAM sebagai bentuk dari hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara,
hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia tanpa memandang kebangsaan, jenis kelamin, asal
kebangsaan atau etnis, ras, agama, bahasa atau status. Hak-hak tersebut bisa berupa
hak untuk hidup, hak untuk berpendapat, hak berpolitik, dan hak dilindungi sebagai
salah satu warga negara. Adapun HAM bisa disebut sebagai kesepakatan universal
yang berasal dari moral masing-masing individu manusia yang sudah berkembang
untuk memperlakukan sesama kita sesuai martabat. Hal ini tentu sejalan dengan
pengertian lain dari para ahli terkait tentang HAM. Namun, kenyataannya,
walaupun banyak masyarakat yang mengetahui dan sadar betul terkait pentingnya
HAM, tidak jarang dapat kita jumpai beberapa pelanggaran-pelanggaran HAM di
dalam kehidupan. Contohnya dalam kasus Engeline, Engeline yang merupakan
seorang anak-anak pastinya memiliki hak-hak yang dilindungi oleh komisi
perlindungan anak. Jika kita menengok sedikit ke belakang, Engeline adalah anak
yang diadopsi oleh Margriet Megawe. Ia berusia 8 tahun dan duduk di kelas 2 SDN
12 Sanur saat ditemukan tewas dibunuh oleh ibu angkatnya, Margriet Megawe,
pada 16 Mei 2015. Engeline awalnya dilaporkan hilang oleh keluarganya ke
kepolisian. Namun, seiring berjalannya proses penyelidikan, banyak ditemukan
kejanggalan. Banyak pihak yang memberi empati pada keluarga, namun Margriet
terlihat tidak menyukai hal tersebut dan semakin terlihat bahwa keluarga menutupi
mengenai kebenaran kasus ini. Lama-kelamaan, kasus ini menyebar luas dan
mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan masyarakat hingga didapatkan fakta
bahwa Engeline tewas dibunuh oleh ibu angkatnya, Margriet Megawe, yang dalam
proses penguburan jasad Engeline melibatkan Agus Tay, pembantu Margriet.
Jenazah Engeline ditemukan terkubur sedalam 50 cm pada lubang di belakang
kandang ayam yang berada di area rumah Margriet. Pada jenazah Engeline
ditemukan banyak luka goresan bekas jeratan pada leher, luka memar pada tubuh,
dan luka benturan pada kepala. Kasus ini diusut dan dilakukan rangkaian proses
peradilan. Kemudian, Margriet Megawe ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan
serta dijatuhkan hukuman penjara seumur hidup, sementara Agus Tay, dijatuhi
hukuman penjara 10 tahun. Kasus penyiksaan dan pembunuhan ini akhirnya
menyebar luas dan menjadi topik hangat pada masanya. Banyak sekali masyarakat
yang berempati terhadap Engeline sekaligus pelaku penyiksaan dan pembunuhan
terhadapnya.
Walaupun kasus ini sudah cukup lama, namun kasus Engeline selamanya
akan terkenang sebagai kasus penyiksaan dan pembunuhan terhadap anak yang
mana itu melanggar konsep hak asasi manusia. Maka dari itu, penulis mencoba
melakukan survei pada mahasiswa dan mahasiswi ITB terkait pengetahuan mereka
akan kasus Engeline. Berdasarkan hasil survey, sebanyak 55,3% dari 38 responden
tahu akan kasus ikonik ini.

Gambar 3.1.2 Diagram Pengetahuan Mahasiswa ITB terkait kasus Engeline

Gambar 3.1.3 Diagram Pengetahuan dan Pemahaman Mahasiswa ITB terkait kasus
Engeline
Dari kuesioner yang sama, dari skala 1 sampai 5, penulis mendapati jika
sebanyak 13 orang tidak mengetahui terkait kasus tersebut sama sekali. Masih
banyak responden yang hanya mengetahui kasus Engeline merupakan kasus yang
menyangkut dengan pembunuhan anak-anak, namun tidak tahu pasti tentang
kronologisnya. Padahal, kasus Engeline merupakan salah satu kasus yang terkenal,
apalagi korbannya merupakan seorang anak yang dibunuh oleh ibu angkatnya
sendiri. Maka dari itu, penulis menganggap bahwa pengetahuan terkait kasus ini
sangat penting apalagi yang ingin mempelajari terkait hak asasi manusia, khususnya
pada kasus anak.

3.2 Faktor Penyebab Pelanggaran HAM


Mengacu pada makalah kasus Engeline yang sebelumnya telah kelompok
kami buat, pelanggaran HAM ini dilakukan oleh dua orang, yaitu Margriet
Christina Megawe yang melakukan kekerasan dan membunuh Engeline, serta Agus
Tay yang membantu proses penguburan Engeline. Margriet melakukan hal tersebut
dengan motif ingin memiliki warisan milik Engeline karena pembagian warisan
yang tidak merata dari suami Margriet. Selain itu, kondisi kesehatan mental
Margriet yang tidak stabil juga merupakan penyebab Margriet melakukan hal keji
terhadap Engeline. Agus Tay membantu proses penguburan Engeline karena
disogok uang sebesar 200 juta oleh Margriet. Selain itu, sumber lain mengatakan
bahwa laporan dari Ipung untuk menggeledah rumah Margriet sejak lama tidak
ditanggapi oleh Kapolda Denpasar.
Selain kasus Engeline, tentunya banyak kasus pelanggaran HAM lainnya
yang terjadi dengan berbagai penyebab lainnya yang terjadi di Indonesia.
Setidaknya ada 7 penyebab pelanggaran HAM yang kami temukan. Pertama adalah
sikap egois. Sikap egois akan menyebabkan seseorang untuk cenderung
mengedepankan hak asasinya tanpa memperhatikan kewajiban asasinya terhadap
orang lain. Kedua adalah rendahnya tingkat kesadaran HAM. Rendahnya tingkat
kesadaran HAM akan menyebabkan pelaku pelanggaran HAM berbuat seenaknya,
pelaku tidak mau tahu bahwa orang lain mempunyai hak asasi yang harus
dihormati. Ketiga adalah sikap tidak toleran. Sikap tidak toleran akan menyebabkan
munculnya sikap saling tidak menghargai dan menghormati atas kedudukan orang
sehingga mendorong munculnya tindakan diskriminasi kepada orang lain. Keempat
adalah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power, abuse of rights, abuse of
authority). Kelima adalah ketidaktegasan aparat penegak hukum. Penyelesaian
kasus pelanggaran HAM yang tidak tuntas oleh aparat penegak hukum dan
pemberian sanksi kepada pelaku yang tidak tegas mendorong kasus pelanggaran
HAM lainnya terjadi karena tidak ada efek jera bagi para pelaku (Lidyaningtyas,
2019). Keenam adalah penyalahgunaan teknologi. Kasus cyberbullying adalah
contoh kasus pelanggaran HAM yang terjadi melalui internet. Ketujuh adalah
kesenjangan sosial dan faktor ekonomi. Kesenjangan sosial dan ekonomi dapat
menyebabkan kecemburuan yang berakibat terjadinya pelanggaran HAM (Heriana,
Efenelir, Kharisyami, Nadrah, & Tarina)
Berdasarkan survei yang telah kami lakukan, terdapat 76,3% menyebutkan
bahwa gangguan mental yang dimiliki oleh Margriet merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya kasus pembunuhan Engeline.

Gambar 3.2.1 Hasil Survei Gangguan Mental Margriet sebagai Faktor Pelanggaran
HAM
Kami juga telah melakukan survei tentang apa saja faktor penyebab pelanggaran
HAM. Rendahnya tingkat kesadaran HAM, gangguan mental menjadi, dan sikap
egois menjadi jawaban yang paling banyak disebutkan. Selain itu, faktor ekonomi,
tekanan sosial, dan rendahnya sikap toleransi juga disebutkan oleh mahasiswa ITB
sebagai faktor penyebab pelanggaran HAM.

3.3 Akibat yang Diterima Korban


Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang harus dijunjung tinggi
dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut
meminta. Hak anak tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia yaitu
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Pada kasus ini, Engeline ditemukan
terkubur sedalam 50 cm pada lubang di belakang kandang ayam yang berada di area
rumah Margriet. Pada jenazah Engeline ditemukan banyak luka goresan bekas
jeratan pada leher, luka memar pada tubuh, dan luka benturan pada kepala. Hal ini
menunjukkan bahwa Engeline mendapat perlakuan berupa penganiayaan dan
penyiksaan dari ibu angkatnya sendiri. Pelanggaran yang terjadi dalam konteks Hak
Asasi Anak berupa; pelecehan seksual, penganiayaan, dan pembunuhan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa Engeline.
KPAI mencatat selama sepuluh tahun ke belakang, jumlah kasus pengaduan
perlindungan anak meningkat setiap tahun, dengan keluarga dan pengasuhan
alternatif memiliki jumlah pengaduan tertinggi. Budaya double victimization yang
berasal dari kebiasaan pola pikir masyarakat Indonesia yang menilai anak nakal
harus dihukum juga kerap kali membuat banyak anak enggan melakukan
pengaduan kekerasan. Akibatnya, anak tidak mendapatkan bantuan hukum yang
seharusnya ia terima dan anak tidak dapat kembali melaksanakan fungsi sosial
dalam kehidupan di masyarakat.
Penulis sendiri telah melakukan penyebaran kuesioner untuk melihat
pandangan mahasiswa ITB mengenai kerugian yang diterima anak sebagai korban
pelanggaran HAM. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mayoritas
responden sudah mengetahui kerugian yang ditimbulkan akibat kasus pelanggaran
HAM terhadap anak. Kerugian yang paling banyak disebutkan ialah kerugian dari
sisi psikologis korban, yaitu trauma yang menimbulkan rasa tertekan, rasa tidak
aman, dan rasa terintimidasi atau terkucilkan. Seorang korban penganiayaan
cenderung memiliki rasa takut dan cemas yang membuatnya tidak dapat menjalani
keseharian dengan nyaman. Terdapat beberapa responden lain yang menyebutkan
kerugian lainnya seperti, gangguan kesehatan secara fisik, bahkan pada kasus
terparahnya bisa memicu hingga kematian. Pada akhirnya, pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang terjadi pada anak harus menjadi perhatian tersendiri bagi masing-
masing dari kita, jangan diam dan jangan menyepelekan hal yang terjadi pada anak-
anak di lingkungan sekitar kita.
3.4 Sanksi yang Diterima Pelaku
Menurut Kamus Hukum sanksi diartikan akibat sesuatu perbuatan atau
suatu reaksi dari pihak lain (manusia atau makhluk sosial) atau suatu perbuatan.
Sanksi juga berupa suatu hukuman yang dijatuhkan oleh negara atau kelompok
tertentu karena terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok.
Sanksi kerap berasal dari hukuman pidana maupun reaksi antar makhluk sosial juga
lingkungan sekitar.
Dalam Kasus Pembunuhan Berencana Engeline didapati motif pembunuhan
yakni perebutan harta warisan yang dilakukan oleh ibu angkat Engeline, Margriet
Megawe. Dalam persidangan tersebut jaksa mengungkapkan bahwa terdapat dua
terdakwa yang menjadi pelaku pembunuhan berencana pada Kasus Engeline yakni
Margriet Megawe dan Agus Tay.
Dengan ditetapkannya Margriet Christina Megawe sebagai tersangka
pembunuhan, Margriet saat ini dijerat dengan pasal berlapis. Margriet dikenai Pasal
340 KUHP tentang pembunuhan berencana , Pasal 338 KUHP penganiayaan
mengakibatkan korban meninggal, dan 77 B pasal penelantaran anak. Tersangka
lainnya, Agustinus Tay Hamdamai yang terlebih dulu menjadi tersangka dengan
dikenai Pasal 340 juncto 56 KUHP tentang membantu pembunuhan berencana dan
Pasal 181 KUHPidana tentang berperan serta ikut melakukan penguburan jenazah
korban karena peran Agus yang terbukti membantu adanya pembunuhan berencana
yang dilakukan. Maka setelah melewati proses pengadilan, pelaku dikenakan vonis
10 tahun penjara terhadap pelaku Agustinus Tay Hamdamai dan penjara seumur
hidup terhadap pelaku Margriet Christina Megawe.
Gambar 3.4.1 Hasil Survei Kesesuaian Sanksi Untuk Pelaku
Berdasarkan Survei analisis yang telah penulis lakukan kepada pandangan
Mahasiswa ITB terhadap kesesuaian sanksi kasus pembunuhan berencana dalam
Kasus Engeline, terdapat 42,1% responden yang menyebutkan bahwa sanksi dari
pengadilan atas hukuman terhadap pelaku sudah sesuai dengan tindakan pelaku.
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak
manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di dalamnya tidak
jarang menimbulkan masalah-masalah antar individu dalam upaya pemenuhan Hak
Asasi Manusia (HAM) pada dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa
memunculkan pelanggaran HAM seorang individu terhadap individu lain,
kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia diklasifikasikan menjadi pelanggaran
HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Kasus Engeline merupakan salah satu
contoh kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Tindakan pelanggaran ini
sering dilakukan karena kurangnya kesadaran akan pentingnya HAM. Menurut
Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat.
Dalam menanggulangi pelanggaran HAM tentunya terdapat sanksi berupa
hukuman yang di berikan sesuai dengan tingkatan pelanggaran tersebut. Dari hasil
penelitian dengan metode survei yang telah di lakukan oleh penulis terhadap
Mahasiswa ITB, untuk melihat pandangan mahasiswa atas sanksi yang sesuai untuk
pelaku pelanggaran HAM, Mayoritas responden mengatakan bahwa pelaku layak
untuk mendapatkan sanksi sosial dari lingkungan masyarakat seperti dikucilkan,
rasa takut dalam dirinya oleh lingkungan sekitarnya. Terdapat sanksi rohani yang
akan didapatkan oleh pelaku pelanggaran HAM tersebut yakni berupa dosa sesuai
dengan ketetapan dalam beragama. Dan sanksi sesuai dengan ketetapan hukuman
tindak pidana yakni berupa hukuman pidana penjara, hukuman mati, dan hukuman
pidana lainnya yang sesuai dan setimpal dengan tingkatan kasus pelanggaran HAM
yang telah diperbuat.

3.5 Penanganan HAM di Indonesia


Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,
bangsa Indonesia mendefinisikan HAM sebagai seperangkat hak yang
dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga harus dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara dan setiap orang. Keberadaan hak asasi manusia
sangatlah penting agar hubungan antar individu ataupun dengan negara mampu
diatur sehingga setiap hak yang seharusnya diperoleh sebagai masyarakat Indonesia
dapat terpenuhi. Masyarakat berperan sebagai “rights holder”, pemegang atau
pemangku hak yang diperoleh sebagai sebuah warga negara. Negara berperan
sebagai pemangku tugas dan kewajiban (duty-bearer) yang bertugas untuk
melindungi (to protect), memenuhi (to fulfil), dan menghormati (to respect) hak
dari seluruh masyarakat (Warjiyati, 2018).
Gambar 3.5.1 Hasil Survei Penilaian Baik Buruk Penanganan Kasus Pelanggaran HAM
di Indonesia
Berdasarkan survei analisis penilaian baik buruk penanganan kasus
pelanggaran HAM di Indonesia (disajikan dalam bentuk pie chart), 94,7% dari
seluruh responden menyatakan bahwa penanganan kasus pelanggaran HAM di
Indonesia masih belum baik. Dengan informasi tersebut, penulis menyimpulkan
bahwa mayoritas dari responden, yang merupakan mahasiswa ITB, menyatakan
bahwa negara sebagai “duty-bearer” gagal dalam melindungi, memenuhi, dan
menghormati hak masyarakat sebagai “rights-holder”. Mayoritas responden
memberikan penilaian mengenai buruknya penanganan kasus pelanggaran HAM di
Indonesia dengan alasan sebagai berikut:
● Waktu pengambilan tindakan terhadap pelanggar HAM memakan waktu
yang terlalu panjang
● Hukuman yang tidak setimpal dengan pelanggaran HAM yang dilakukan
● Banyaknya kasus pelanggaran HAM yang tidak diselesaikan hingga tuntas
● Aparat penegak hukum yang enggan merespon laporan masyarakat
● Penuntasan putusan hakim terhadap pelanggar HAM yang dinilai kurang
memuaskan, terlalu cepat, dan cenderung memihak
● Represi dan pembungkaman media sosial terhadap aktivis HAM
● Pemberian sanksi yang kurang tegas dinilai tidak memberikan keadilan bagi
korban
Menilai dari instrumen hukum yang tersedia, penegakan HAM di Indonesia
sudah selayaknya dapat dilakukan dengan maksimal. Amandemen Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki bab tersendiri yang
membahas mengenai HAM beserta pasal-pasal yang memerinci penegakan HAM
di Indonesia (Siroj, 2020). Hak asasi manusia disebutkan secara rinci pada UUD
NRI Tahun 1945 Bab XA pasal 28A hingga 28J (Haryanto, et al., 2008) .
Ditetapkannya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia juga memperkuat posisi hak asasi manusia di dalam negara Indonesia
dengan menugaskan kepada seluruh lembaga dan aparatur negara untuk
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Penegakan hak asasi manusia diperkuat
dengan diundang undangkannya UU RI No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU RI No 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia, serta beberapa instrumen yang memperkuat posisi Komnas HAM
sebagai lembaga penegak HAM seperti Keppres. No 50 Tahun 1993 Tentang
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Undang Undang RI No 26 Tahun 2000
Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Undang Undang RI No 40 Tahun
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Siroj, 2020). Akan tetapi,
dalam praktek penegakkan hak asasi manusia di Indonesia, seringkali masyarakat
dihadapkan dengan keputusan-keputusan yang tidak memuaskan. Penegakkan
HAM di Indonesia dianggap hanya sebagai “lip service” untuk memuaskan
masyarakat dan pada kenyataannya masih banyak pelanggaran HAM yang belum
diselesaikan secara tuntas dan tidak memiliki solusi yang tepat.
Mengutip dari Jurnal Ilmu Kepolisian dengan judul “Penegakan Hukum
Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia” yang ditulis oleh Agus Sobarnapraja
pada tahun 2020, menjelang akhir tahun 2019, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
merilis Kaleidoskop Akhir Tahun 2019 yang berisikan catatan kepada pemerintah
mengenai penegakkan HAM di sepanjang tahun 2019. Melalui Kaleidoskop
tersebut, Komnas HAM memaparkan bahwa progres penuntasan berbagai kasus
pelanggaran HAM oleh pemerintah masih belum memuaskan. Terdapat 3 catatan
penting yang diajukan kepada pemerintah yaitu penyelesaian kasus pelanggaran
HAM berat yang terjadi di masa lalu dan setelah tahun 2000, kasus konflik agraria
yang melibatkan kekerasan, serta kasus intoleransi dan pembungkaman kebebasan
berpendapat. Pada waktu yang bersamaan, Setara Institute Jakarta mengeluarkan
sebuah Ringkasan Laporan Indeks Kinerja HAM 2015-2019 SETARA Institute for
Democracy and Peace Jakarta. Melalui ringkasan laporan tersebut, SETARA
Institute for Democracy and Peace Jakarta menilai bahwa pada kepemimpinan
presiden dan wakil presiden periode 2014-2019 komitmen dalam penegakkan HAM
dan penuntasan pelanggaran HAM berat terhenti dalam jangka waktu yang sangat
panjang. Pada masa kepemimpinan kabinet presiden periode 2014-2019, Menteri
Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukkam) mengatakan bahwa
pada periode kepemimpinan tersebut tidak ada satupun pelanggaran HAM yang
terjadi yang nyatanya berbanding terbalik terhadap situasi yang sebenarnya.
Pernyataan tersebut disanggah kembali oleh Menkopolhukam bahwa pelanggaran
HAM yang dirujuk adalah pelanggaran yang dilakukan oleh aparat pemerintah
secara terencana dengan tujuan spesifik yang ingin dicapai (Sobarnapraja, 2020).
Meninjau perkataan Menkopolhukam, terbukti bahwa ketidaksamaan
terhadap standar, norma, dan pandangan terhadap HAM menjadi pemicu utama
terjadinya pelanggaran dalam pemenuhan HAM. Tidak jelasnya agenda
penegakkan keadilan, isu lama yang terus dihidupkan kembali (contoh: isu
komunisme), pembungkaman kebebasan berpendapat telah menjadi akar dari
masalah perlindungan hak asasi manusia di Indonesia (Arifin, et al., 2018). Adanya
problematika yang telah dipaparkan di atas, menjadi pemicu kurangnya kepuasan
dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah dalam menegakkan dan
menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, termasuk kasus
Engeline yang menjadi topik utama dalam jurnal ini. Dalam konteks analisis yang
telah penulis lakukan, responden, beberapa mahasiswa ITB, mampu menilai dan
memberikan alasan yang konkret terhadap buruknya penanganan kasus
pelanggaran HAM di Indonesia.
BAB 4
KESIMPULAN
1. Berdasarkan data yang penulis peroleh pada gambar 3.1. sebagian besar
mahasiswa ITB yang menjadi responden menyatakan bahwa 100 %
responden mengetahui HAM sebagai bentuk dari hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang mempunyai
perlindungan dan harkat martabat sebagai manusia tanpa memandang
apapun. Pada dasarnya kita sebagai mahasiswa harus mengetahui dasar dan
arti dari HAM itu sendiri. Karena kita sebagai mahasiswa harus menjadi
pelopor dari penegakkan HAM itu sendiri. Dan dari data yang kami peroleh
juga mahasiswa ITB mengetahui apa itu HAM secara umum.
2. Berdasarkan data yang penulis peroleh pada gambar 3.2. mengenai
pengetahuan mahasiswa ITB terkait kasus Engeline sejumlah 55,3 % dari
38 responden menyatakan bahwa responden mengetahui kasus tersebut.
Dan jumlah pengetahuan dan pemahaman terhadap kasus Engeline dari
skala 1 sampai 5, penulis mendapatkan bahwa terdapat 13 responden tidak
mengetahui kasus Engeline sama sekali. Dan juga masih banyak yang belum
mengetahui bahwa kasus Engeline ini bukanlah hanya kasus pembunuhan
anak tetapi termasuk kasus pelanggaran HAM.
3. Dari kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada kasus engeline ini memiliki
banyak faktor yang menyebabkan pelanggaran HAM ini terjadi.
Berdasarkan data yang penulis temukan setidaknya ada 7 penyebab
pelanggaran HAM ini terjadi. Salah satunya adalah mengenai gangguan
mental yang diderita oleh ibu angkat dari Engeline yaitu Margriet.
Berdasarkan data yang penulis peroleh bahwa 76,3 % responden dari 38
responden menyatakan bahwa gangguan mental yang diderita ibu angkat
Engeline ini mempengaruhi kasus pelanggaran HAM. Dan hal ini menjadi
salah satu faktor penyebab terjadinya kasus pembunuhan Engeline.
4. Akibat dari pelanggaran HAM ini tidak hanya dirasakan oleh pihak korban,
tetapi semua orang yang mengetahui kasus ini juga ikut merasakan bahwa
pelanggaran HAM ini adalah hal yang tidak perlu terjadi. Akibat dari kasus
ini Engeline sebagai korban pelanggaran HAM ini adalah luka memar pada
tubuh serta menghilangnya nyawa dari anak kecil bernama Engeline
tersebut. Penulis mendapatkan data tentang pandangan mahasiswa ITB
mengenai kerugian yang diterima sebagai korban pelanggaran HAM ini.
Dan mayoritas responden mengetahui kerugian akibat dari yang
ditimbulkan pelanggaran HAM tersebut. Kerugian yang paling banyak
mengatakan adalah kerugian psikologis dari korban, yaitu trauma yang
menimbulkan rasa tertekan,terintimidasi, dan rasa tidak aman. Kemudian
terdapat juga beberapa pendapat mengenai kerugian yaitu gangguan
kesehatan fisik.
5. Dari pelanggaran HAM ini dinyatakan bahwa ibu angkat Engeline serta
Agus Tay sebagai pelaku dan harus menerima sanksi hukum. Dalam hal ini
penulis mendapatkan data mengenai kesesuaian hukuman yang diberikan
atas perilaku tindak kejahatan yang sudah pelaku lakukan. Berdasarkan
survei analisis yang telah penulis lakukan dalam kasus Engeline terdapat
42,1% responden bahwa sanksi dari pengadilan atas hukuman pelaku sudah
sesuai dengan apa yang sudah pelaku lakukan. Kemudian berdasarkan data
yang penulis peroleh mengenai penilaian baik buruk penanganan kasus
pelanggaran HAM di Indonesia, responden menyatakan bahwa 94,7%
responden sepakat bahwa penanganan kasus pelanggaran HAM di
Indonesia belum baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Ridwan, Rasdi, dan Alkadri, Riska. (2018). Tinjauan atas Permasalahan
Penegakan Hukum dan Pemenuhan Hak Dalam Konteks Universalisme dan
Relativisme Hak Asasi Manusia di Indonesia. Legality. (1): 17-39. Semarang:
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
Haryanto, T., Suhardjana, J., Komari, A., Fauzan, M., dan Wardaya, M. K. (2008).
Pengaturan Tentang Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen. Jurnal Dinamika Hukum. 8(2): 136-
143. Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto.
Heriana, K. M. A., Efenelir, Q. A. Z., Widya, P., Kharisyami, Y., Nadrah, R., &
Tarina, D. D. Y. (2021). Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
dan Penyebab Terjadinya Pelanggaran.
Lidyaningtyas, K. (2019). Representasi Bentuk dan Faktor Penyebab Pelanggaran
Hak Asasi Manusia dalam Novel Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Purwokerto).
Liputan6.com. (2015). Warisan Diduga Jadi Motif Pembunuhan Bocah Angeline.
Diakses pada 10 Desember 2022, dari Warisan Diduga jadi Motif Pembunuhan
Bocah Angeline - News Liputan6.com.
Siroj, A. Malthuf. (2020). Problem Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
HAKAM. 4(1): 1-2.
Sobarnapraja, Agus. (2020). Penegakan Hukum Pelanggaran Hak Asasi Manusia di
Indonesia. Jurnal Ilmu Kepolisian. 14(1): 16-18. Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Warjiyati, Sri. (2018). Instrumen Hukum Penegakan Hak Asasi Manusia. Justicia
Islamica. 15(1): 123-137. Surabaya: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Ampel Surabaya.
Lampiran

1. Pembagian Tugas

NIM Nama Bagian

12321079 Fandi Ahmad Kesimpulan

12321043 Muhammad Khairilazhar Latar Belakang Masalah,


Raihan Tujuan Penulisan
(pendahuluan)

12321065 Gracia Hanarosalia Pendahuluan


Sitorus

10621002 Jovan Adelric Hasil dan Pembahasan


(3.5 Penanganan HAM
di Indonesia)

10621033 Farelia Indah Lestari Metode

11921040 Yemima Nurcahaya Abstrak, Hasil dan


Damaris Pembahasan (3.2 Faktor
Penyebab Pelanggaran
HAM)

11221019 Shela Abigail Wardhani Hasil dan Pembahasan


(3.3 Akibat yang
Diterima Korban)

13721002 Gina Levina Syarif Hasil dan Pembahasan


(3.1 Pengertian HAM
dan Kasus Singkat)

12221018 Akmal Petrova Pendahuluan


15421026 Anarghia Shamikha Hasil dan Pembahasan
(3.4 Sanksi yang
diterima pelaku)

2. Hasil Survei
Hasil survei dapat diakses melalui tautan berikut:
https://bit.ly/SurveiKWN7

Anda mungkin juga menyukai