(HAM) DI INDONESIA
MAKALAH
diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Jember
Dosen Pengampu:
Drs. Nurhadi Sasmita, M.Hum
Disusun oleh:
Agit Yoga Yulio 181910101039
Zuhrotul Qolbi 191810401065
Ni’mah Azizah Pertiwi 201510301022
Arya Tri Yudha Ramadhana 201510301014
Elsa Rizkia Wulandari 201510501048
Iffani de Seftiani 201810201063
Abda’u Amran Al-Kautsar 201910201051
Yuniar Emeilia 202410102048
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penyusunan makalah dengan judul
“Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia”
sebagai berikut :
1.3.1 Mengetahui pengertian Hak Asasi Manusia
1.3.2 Mengetahui upaya pencegahan pelanggaran Hak Asasi Manusia di
Indonesia
1.4 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah dengan judul “ sebagai berikut :
1.4.1 Mengetahui pengertian Hak Asasi Manusia secara luas
1.4.2 Mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.2.1 Penerapan UU
Menurut Miriam Budiarjo, HAM merupakan hak-hak yang dimiliki oleh
manusia yang sudah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan
kehadirannya dalam hidup masyarakat. Hak ini pada hakikatnya tidak
membedakan bangsa, ras, agama, golongan, jenis kelamin, karena itu bersifat
asasi dan universal. Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa semua orang harus
memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya.
Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia
merupakan seperangkat hak yang melekat dan di keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang dimana merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. di dalam Undang- Undang Dasar 1945 (yang telah diamandemen),
masalah mengenai Hak Asasi Manusia dicantumkan secara khusus dalam bab XA
pasal 28A sampai dengan 28J yang merupakan hasil amandemen kedua tahun
2000.9 Pemerintah dalam hal untuk melaksanakan amanah yang telah
diamanatkan melalui TAP MPR. Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
Pasal 1 ayat (6) yaitu pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dapat dideskripsikan
sebagai setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang yang secara melawan
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi
Manusia. Pada undang-undang ini juga disebutkan bahwa yang termasuk ke
dalam pelanggaran HAM berat yaitu Pembunuhan masal (genosida), Pembunuhan
sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan, Penyiksaan, Penghilangan
orang secara paksa, Perbudakan atau diskriminasi yang dilaksanakan secara
sistematis.(Supriyanto, 2014)
Di Indonesia sendiri pernah terjadi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia
seperti kasus Penembakan Mahasiswa Trisakti, Tragedi Semanggi, Peristiwa
Tanjung Priok, Penculikan Aktivis, Kasus Pembunuhan Marsinah, Kasus
Pembunuhan Munir jadi hal yang tidak luput dari ingatan. Selain kasus-kasus
tersebut terdapat pula kasus human traficking yang marak terjadi di Indonesia.
“Human trafficking that occurred in Indonesia reached 6,651 people from March
2005 to December 2014. This number became the largest among other countries
where human trafficking occurred in the world. Based on data from IOM, until
December 2014, there were 7193 victims identified of human trafficking.
Indonesia occupies the first position with the number of 6651 people or about
92.46% with details; of female victims 950 children and 4888 adult women.
While male victims; 166 children and 647 adult men.”(Nadiroh, Uswatun
Hasanah, Shahibah, 2018). Pada kutipan jurnal tersebut disebutkan bahwa Human
Trafficking yang terjadi di Indonesia mencapai 6,651 orang dari bulan Maret 2005
sampai Desember 2014. Angka ini menjadi yang terbesar diantara negara lain
yang terjadi kasus Human Trafficking. Hal tentang kasus pelanggaran HAM ini
tentunya membutuhkan perhatian khusus, Hal yang dijamin oleh Undang- Undang
ini, yaitu
1. tidak mendapatkan atau di khawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku (pasal 1 ayat 6).
2. hak untuk hidup, hak untuk tidak dipaksa, hak kebebasan pribadi, pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi dan persamaan untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut dapat di kecualikan dalam hal pelanggaran berat
terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap
kemanusiaan.
3. Pasal 7 dinyatakan, bahwa setiap orang berhak untuk menggunakan semua
upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran
hak asasi manusia yang di jamin oleh hukum Indonesia oleh negara
Republik Indonesia menyangkut Hak Asasi Manusia menjadi hukum
nasional.
4. Pasal 104 diatur tentang pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai berikut :
Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di bentuk
pengadilan dalam ayat (1) di bentuk dengan Undang- Undang dalam
jangka waktu paling lama 4 tahun sebelum terbentuk pengadilan Hak
Asasi Manusia sebagai mana dimaksudkan dalam ayat (2) di adili oleh
pengadilan yang berwenang. (Bambang, 2014)
Endri,2014 mengatakan adapun Tindak pidana genocide (genosida) dan
kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-
undang No. 26 Tahun 2000 adalah :
1. Melakukan perbuatan yang dikategrikan kejahatan genosida sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 8 UU 26 tahun 2000 perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
a) membunuh anggota kelompok;
b) mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-
anggota kelompok;
c) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok
e) memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain.
2. Melakukan perbuatan sebagaimana yang dikategorikan dalam Pasal 9 UU No.
26 tahun 2000 tentang Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian
dari serangan yang meluas atau sistematlk yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
a) pembunuhan;
b) pemusnahan;
c) perbudakan;
d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenangwenang yang melanggar (asas-asa) ketentuan pokok hukum
intemasional;
f) penyiksaan;
g) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasaan seksual
lain yang setara;
h) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasaripersamaan paham politik, ras, kebangsaan, efnls, budaya, agama, jenis
kelamin atau alasan lain yang telah di,akui secara universal sebagai hal yang
dilarang menurut hukum internasional;
i) penghilangan orang secara paksa;
j) kejahatan apartheid
Lembaga Ombudsman
Pembentukan Lembaga Ombudsman didasari oleh beberapa prinsip yaitu,
kepatutan, keadilan, non diskriminasi, imparsial, akuntabilitas, keseimbangan,
keterbukaan, dan kerahasiaan. Pendirian Ombudsman bertujuan untuk
mewujudkan negara hukum demokratis, mendorong penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang bersih, meningkatkan mutu pelayanan negara kepada warga
negara, membantu memberantas praktik maladministrasi dan meningkatkan
budaya hukum nasional yang berintikan pada nilai keadilan. Landasan
Ombudsman pertama kali yaitu, Keppres No. 44 tahun 2000 tentang Komisi
Ombudsman Nasional, dikuatkan menjadi UU No. 37 tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia, pada 2009 diperkuat lagi dengan munculnya
UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Komisi Yudisial
Seabagaimana yang terdapat dalam Pasal 13 UU No. 32 tahun 2004
dinyatakan bahwa Komisi Yudisial memiliki wewenang untuk, pertama,
mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR. Kedua, menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Pada Pasal 17
ayat 3dan 4 dinyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan informasi atau
pendapat terhadap calon Hakim Agung dan Komisi Yudisial ini memiliki tugas
melakukan penelitian terhadap indormasi dan pendapat yang dikemukakan oleh
masyarakat. Dalam Pasal 22(a) yang menyatakan bahwa Komisi Yudisial
menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim dan Komisi Yudisial ini
memiliki tugas melakukan pemeriksaan, pemanggilan, dan membuat laporan
tentang hasil pemeriksaan berupa rekomendasi. Komisi Yudisial dalam konteks in
menjadi penampung hak berpendapat masyarakat dalam konteks yudisial dan
media pelindung mereka dari tindakan pelanggaran dan kesewenangan yang
dilakukan oleh hakim.
Komisi Kejaksaan
Komisi ini merupakan lembaga pemerintahan non structural yang dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri, babas dari kekuasaan
manapun. Komisi ini berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Komisi Kejaksaan pada Pasal 11 huruf a berwenang menerima laporan
masyarakat tentang perilaku Jaksa dan Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan
tugas kedinasan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan. Komisi Kejaksaan
dalam konteks ini menjadi media pengawasan dan pelindung hak-hak masyarakat
yang seringkali dilanggar dan diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat
Kejaksaan. Komisi ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 18 2005
tentang Komisi Kejaksaan yang sebelumnya diamatkan dalam Pasal 38 UU No.
16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Dewan Pendidikan
Keberadaan Dewan Pendidikan secara eksplisit disebutkan dalam UU No. 22
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dewan Pendidikan ini ditentukan
sebagai lembaga negara yang bersifat mandiri dan dibentuk agar berperan dalam
rangka peningkatan mutu pelayanan Pendidikan dengan memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten atau Kota
yang tidak mempunyai hubungan hierarkis. Dalam rangka peningkatan mutu
pelayanann pendidikan. Dewan Pendidikan mengembangkan berbagai kegiatan
meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Dewan
Pendidikan ini secara tidak langsung menjadi media pelindung hak masyarakat
dari pelayanan pendidikan yang buruk dan atau diskriminatif.
Dewan Pers
Fungsi Dewan pers antara lain melakukan pengkajian dan pengembangan
kehidupan pers. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik,
memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers,
mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah dan
beberapa fungsi lainnya. Dalam konteks HAM, Dewan Pers disini berfungsi untuk
mengawasi pemberitaan pers yang sesuai dengan kode etik jurnalistik dan
melindungan masyrakat dari pemberitaan pers yang dinilai melanggar HAM.
Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Commette for Economic, Social,
dan Cultural Rights)
Komisi ini terbentuk berdasarkan pasal 16-25 Konvensi Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya (UU No. 11 tahun 2005). Tugas dari Komisi ini adalah menerima laporan
negara (state report) atas pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Kedua, membahas laporan negara yang memberikan hasil pembahasan laporannya
kepada badan-badan khusus PBB serta Komite Hak Asasi Manusia yang lain
sehingga mendapatkan perhatian bersama.
3.1 Kesimpulan
Hak Asasi Manusia merupakan hak yang diakui secara universal
sebagai hak yang melekat pada diri manusia sejak dalam kandungan, Hak ini
telah dianugerahkan tuhan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali.
Namun, masih saja ada individu maupun kelompok yang masih saja
melakukan pelanggaran akan HAM. Oleh karena itu, negara kita pun
melakukan beberapa pencegahan untuk meminimalisir bahkan
menghilangkan pelanggaran HAM.
Beberapa pencegahan ini seperti menciptakan UU terkait pelanggaran
HAM, menanamkan karakter yang menjunjung HAM juga didirikannya
banyak lembaga – lembaga yang melindungi berbagai komponen – komponen
masyarakat Indonesia.
3.2 Saran
Dengan banyaknya pencegahan yang telah dilakukan seluruh komponen
masyarakat di Indonesia, kami berharap seluruh masyarakat mampu
memahami hak yang dimiliki juga kewajiban yang harus dikerjakan, juga
kami berharap seluruh komponen masyarakat mampu memahami dan selalu
mengingatkan kepada orang lain mengenai hak dan kewajibannya.
Daftar Pustaka