Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Istilah tanah dalam Mekanika Tanah mencakup semua bahan dari
lempung sampai batu-batu besar, tetapi tidak mencakup batuan tetap. Pekerjaan
teknik tidak dapat dipisahkan dari tanah, karena tanah dalam teknik sipil
berfungsi sebagai pondasi dan bahan bangunan, oleh karena itu pemahaman
tentang sifat-sifat tanah menjadi sangat penting.
Sebelum dipergunakan dalam pekerjaan Teknik Sipil, sudah tentu kita
harus mengetahui terlebih dahulu sifat-sifat tanah di lokasi pekerjaan yang
bersangkutan. Penyelidikan sifat tanah pada umumnya dilakukan dengan cara
mengambil contoh tanah dari lapangan untuk kemudian diselidiki di
Laboratorium. Diharapkan agar sifat yang diselidiki di laboratorium
mencerminkan sifat-sifat tanah tersebut di lapangan, maka contoh tanah yang
diselidiki harus berada dalam pada kondisi aslinya di lapangan (tidak
terganggu).
Sebelum mendirikan suatu konstuksi bangunan, terlebih dahulu harus
diteliti keadaan tanah dimana konstruksi itu akan diadakan. Perlunya penelitian
ini tidak lain untuk keamanan konstruksi, karena faktor tanah ini sangat
menentukan untuk perencanaan kestabilan konstruksi.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN


1) Mahasiswa dapat mengetahui teknis dan karakteristik suatu tanah
2) Mahasiswa dapat mengumpulkan proses kerja dalam penelitian praktikum
Mekanika Tanah di lapangan
3) Mahasiswa dapat mengetahui lapisan di bawah tanah yang akan menjadi
pondasi

1.3 WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM


a. Uji Kadar Air
Tempat : Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Waktu : 3 Januari 2022

b. Penentuan Berat Jenis Tanah


Tempat : Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Waktu : 3 Januari 2022

c. Uji Batas Konsistensi Atterberg


Tempat : Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Waktu : 3 Januari 2022

d. Penentuan Berat Isi


Tempat : Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Waktu : 3 Januari 2022

e. Uji Kompaksi
Tempat : Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Waktu : 4 Januari 2022

f. Uji Saringan
Tempat : Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Waktu : 4 Januari 2022
BAB II
DASAR TEORI

2.1 TANAH

2.1.1 Pengertian Tanah

Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral,


bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang
terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif
lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang
mengendap di antara partikel-partikel (Hardiyatmo, 2010). Ruang di antara
partikel-partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya. Proses pelapukan
batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di dekat permukaan bumi
membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan induknya, dapat berupa
proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang
mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat
pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat
perubahan suhu atau cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk bulat,
bergerigi maupun bentuk-bentuk di antaranya. Umumnya, pelapukan akibat
proses kimia dapat terjadi oleh pengaruh oksigen, karbondioksida, air
(terutama mengandung asam atau alkali) dan proses-proses kimia yang lain.
Jika hasil pelapukan masih berada di tempat asalnya, maka tanah ini disebut
tanah residual (residual soil) dan apabila tanah berpindah tempatnya,
disebut tanah terangkut (transported soil).

2.1.2 Jenis – Jenis Tanah

Ada berbagai macam jenis-jenis tanah untuk klasifikasi tanah di


lapangan antara lain :

1. Pasir dan kerikil, yaitu agregat tak berkohesi yang tersusun dari
regmin-regmin sub anguler atau granular. Partikel berukuran
sampai 1/8 inchi dinamakan pasir sedangkan partikel yang
berukuran 1/8 inchi sampai 6/8 inchi disebut kerikil. Fragmen
bergaris tengah lebih besar dari 8 inchi disebut boulders (bongkah).
2. Hardpan, merupakan tanah yang tahanan terhadap penetrasi alat
pemboran besar sekali. Cirinya sebagian besar dijumpai dalam
keadaan bergradasi baik, luar biasa padat, dan merupakan agregat
partikel mineral yang kohesif.
3. Lanau anorganik (inorganic silt), merupakan tanah berbutir halus
dengan plastisitas kecil atau sama sekali tidak ada. Jenis yang
plastisitasnya paling kecil biasanya mengandung butiran kuarsa se
dimensi, yang kadang-kadang disebut tepung 6 batuan (rockflour),
sedangkan yang sangat plastis mengandung partikel berwujud
serpihan dan dikenal sebagai lanau plastis.
4. Lanau organik (organic silt), merupakan tanah agak plastis, berbutir
halus dengan campuran partikel-partikel bahan organik terpisah
secara halus. Warna tanah bervariasi dari abu-abu terang ke abu-abu
sangat gelap, di samping itu mungkin mengandung H2S, CO2, serta
berbagai gas lain hasil peluruhan tumbuhan yang akan memberikan
bau khas kepada tanah. Permeabilitas lanau organik sangat rendah
sedangkan kompresibilitas sangat tinggi.
5. Lempung Tanah, merupakan agregat partikel-partikel berukuran
mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan
kimiawi unsur-unsur penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam
selang kadar air sedang sampai luas. Dalam keadaan kering sangat
keras, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan.
Permeabilitas lempung sangat rendah.
6. Lempung organik Tanah, merupakan lempung yang sebagian sifat-
sifat fisis pentingnya dipengaruhi adanya bahan organik yang
terpisah dalam keadaan jenuh lempung organik cenderung bersifat
sangat kopresibel tapi pada keadaan kering kekuatannya sangat
tinggi. Warnanya abu-abu tua atau hitam, dan berbau.
7. Gambut (peat), merupakan agregat agak berserat yang berasal dari
serpihan makroskopik dan mikroskopik tumbuh-tumbuhan.
Warnanya coklat terang dan hitam bersifat kompresibel, sehingga
tidak mungkin menopang pondasi.

2.2 JENIS – JENIS PRAKTIKUM PENGUJIAN TANAH

2.2.1 Kadar Air

Kadar air tanah adalah konsentrasi air dalam tanah yang biasanya
dinyatakan dengan berat kering. Kadar air pada kapasitas lapang adalah
jumlah air yang ada dalam tanah sesudah kelebihan air gravitasi mengalir
keluar dan dengan nyata, biasanya dinyatakan dengan persentase berat.
Kadar air dinyatakan dalam % volume, yaitu persentase volume
tanah. Cara ini memberikan keuntungan karena dapat memberikan
gambaran terhadap ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume tertentu.
Cara penentuan kadar air dapat digolongkan dalam cara Gravimetrik,
tegangan dan isapan, tumbuhan, listrik serta pembaruan neutron. Cara
Gravimetrik merupakan cara yang paling umum dipakai di mana dengan
cara ini tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu 100ºC-150ºC untuk
waktu tertentu. Air yang hilang karena proses pengeringan tersebut
merupakan sejumlah air yang terdapat dalam tanah basah. (Hakim, dkk,
1986).
Kadar air dapat dihitung dengan rumus berikut :
𝑊𝑤
𝑤= × 100%
𝑊𝑠
Dengan :
w = Kadar air (%)
𝑊𝑤 = Berat air (gr)
𝑊𝑠 = Berat tanah kering (gr)

2.2.2 Berat Jenis Tanah

Berat jenis tanah sering juga disebut specific gravity, dapat


dinyatakan sebagai perbandingan antara berat isi butir tanah dengan berat
isi air. Nilai daripada berat isi butir tanah adalah perbandingan antara berat
butir tanah dengan volumenya. Sedangkan berat isi air adalah perbandingan
antara berat air dengan volume airnya, biasanya mendekati nilai 1𝑔𝑟⁄𝑐𝑚3.
Jika terdapat keadaan di mana volume butiran tanah sama dengan volume
air, maka dengan demikian berat jenis tanah dapat diambil sebagai
perbandingan, diukur pada suhu tertentu, antara berat butir tanah dengan
berat air suling. Berat spesifik suatu massa tanah (𝐺𝑠 ) dapat dihitung dengan
rumus berikut :
(𝑊 −𝑊 )
𝐺𝑠 = (𝑊 −𝑊 2)−(𝑊1 −𝑊 )
4 1 3 2

𝐺𝑠 = Berat jenis
𝑊1 = Berat piknometer
𝑊2 = Berat piknometer + bahan kering
𝑊3 = Berat piknometer + bahan kering + air
𝑊4 = Berat piknometer + air
2.2.3 Batas Konsistensi Atterberg
Batas - batas konsistensi (Atterberg Limit) memiliki tujuan untuk
mengklasifikasikan tanah berbutir halus serta memastikan karakter indeks
properti tanah. Batas Atterberg mencakup batas cair, batas plastis dan batas
susut. Tanah yang berbutir halus umumnya mempunyai karakter plastis.
Karakter plastis itu adalah kekuatan tanah yang disesuaikan dengan
pergantian bentuk tanah sesudah bercampur dengan air pada volume yang
tetap. Tanah dapat berupa cair, plastis, semi padat atau padat bergantung
jumlah air yang bercampur pada tanah tersebut. Batas Atterberg
memperlihatkan terjadinya bentuk tanah dari benda padat sampai jadi cairan
kental sesuai dengan kadar airnya. Dari tes batas Atterberg akan diperoleh
parameter batas cair, batas plastis, batas susut serta batas kohesi yang
disebut kondisi ketekunan tanah. Batas-batas Atterberg dapat dilihat pada
Gambar 2.1

Sumber : Hardiyatmo (2012)

Kedudukan kadar air transisi bervariasi pada berbagai jenis tanah.


Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut
konsistensi. Bila kadar air tinggi, penambahan tanah dan air menjadi sangat
lembek seperti cairan. Atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat
dibedakan menjadi empat keadaan yakni, padat, semi padat, plastis dan cair.
Nilai kadar air dinyatakan dalam persen dalam pengujiannya untuk batas
cair menggunakan alat yang dinamakan Atterberg.
Uji batas konsistensi (Atterberg limit) meliputi :
1. Batas Cair (ASTM D 4318-10)
Batas cair (Liquid Limit, LL) adalah nilai kadar air tanah dalam
keadaan antara cair dan plastis. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menentukan kadar air suatu sampel tanah pada batas cair. Batas
cair ditentukan dari pengujian Cassagrande 1948. Dalam uji
laboratorium batas cair merupakan kadar air pada 25 kali pukulan
yang dibutuhkan untuk menutup celah sepanjang 12,7 mm.

2. Batas Plastis (ASTM D4318-10)


Batas plastis (Plasticity Limit) didefinisikan sebagai kadar air
pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu kadar
air di mana tanah dengan diameter 3,2 mm mulai retak–retak
ketika digulung (Hardiyatmo, 2010). Batas plastis dinyatakan :
𝑊𝑝 + 𝑊𝑘
𝑃𝐿 = × 100%
𝑊𝑘
Dengan :
PL = Batas plastis tanah
𝑊𝑝 = Berat tanah basah kondisi plastis
𝑊𝑘 = Berat tanah kering

3. Batas Susut
Batas susut (Shrinkage Limit, SL) adalah keadaan kadar air pada
kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase
kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya tidak
mengakibatkan perubahan volume tanah. Batas susut dinyatakan:
𝑉0 1
𝑆𝐿 = ( − ) × 100%
𝑊0 𝐺𝑠
Dengan :
SL = Batas susut tanah
𝑉0 = Volume benda uji kering
𝑊0 = Berat benda uji kering
𝐺𝑠 = Berat jenis tanah

4. Indeks Plastisitas (ASTM D4318-10)


Indeks plastisitas (Plasticity Index, PI) adalah selisih antara batas
cair dan batas plastis. Indeks plastisitas menyatakan kadar air
dengan tanah tetap dalam kondisi plastis dan menyatakan jumlah
relatif partikel lempung dalam tanah. Jika nilai PI tinggi, maka
tanah banyak mengandung lempung. Sedangkan jika nilai PI
rendah, hal ini menunjukkan terdapat kebanyakan lanau di dalam
tanah. Sedikit pengurangan kadar air mengakibatkan tanah
menjadi kering. Sebaliknya, bila kadar air sedikit bertambah,
tanah menjadi cair. Indeks plastisitas dinyatakan :
𝑃𝐼 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿
Dengan :
PI = Indeks plastisitas
LL = Batas cair
PL = Batas plastisitas

Batasan mengenai indeks plastis, sifat tanah, macam tanah dan


koherensinya terdapat pada tabel 3.1 :

Tabel 3.1 Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah


PI Sifat Macam Tanah Kohesi
0 Non plastis Pasir Non kohesi
<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesi sebagian
7-17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif
Sumber : Hardiyatmo (2012)

2.2.4 Berat Isi


Berat isi merupakan perbandingan berat tanah kering dengan suatu
volume tanah termasuk volume pori-pori tanah, umunya dinyatakan dalam
gram/cm3. Besaran ini menyatakan bobot tanah, yaitu padatan air persatuan
isi. Yang paling sering di pakai adalah bobot isi kering yang umumnya
disebut bobot isi saja. Nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh faktor
pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan alat pertanian, tekstur dan,
struktur, & kandungan air tanah. ( Foth, 1987 ).

2.2.5 Kompaksi
Kompaksi adalah mengompakkan lagi butiran-butiran sedimen
sehingga kemas yang terbentuk menjadi lebih dekat dan baik serta porositas
yang terdapat dalam proses lithifikasinya menjadi berkurang. Proses di
mana partikel-partikel sedimen menjadi bersatu oleh karena adanya material
sekunder yang mengisinya.
Pengujian ini berguna untuk menentukan hubungan antar kadar air
dengan kepadatan tanah sehingga dapat diketahui kepadatan optimum dari
tanah dan kadar air maksimum.
2.2.6 Analisa Saringan
Pengujian analisa saringan bertujuan untuk menentukan gradasi atau
pembagian butir agregat kasar dan agregat halus dengan menggunakan
saringan. Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila
butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam), maka volume
pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi akan
terjadi volume pori yang kecil. Hal ini karena butiran yang kecil, akan
mengisi pori di antara butiran yang lebih besar, sehingga pori-porinya
menjadi sedikit, dengan kata lain kemampatannya tinggi. Hasil dari
pengujian ini berupa penentuan persentase berat butiran pada suatu unit
saringan, dengan ukuran diameter lubang tertentu. Adapun susunan suatu
unit saringan beserta ukuran diameter lubangnya dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2 Susunan Satu Unit Saringan Berserta Diameter (Standar


Amerika)
No. Saringan Bukaan/Diameter Saringan (mm)
3 6,35
4 4,75
10 2
20 0,85
40 0,425
60 0,25
140 0,106
200 0,075
Pan -
Sumber : Hardiyatmo (2012)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 UJI KADAR AIR


1. Alat -alat yang digunakan :
• Timbangan dengan ketelitian 0.01 g
• Oven
• Desikator
• Stickmaat (jangka sorong)
• Pisau

2. Prosedur Uji
1. Silinder ring dibersihkan, kemudian dengan stickmaat diukur
diameternya (D), tinggi (T), dan berat ditimbang.
2. Silinder ring ditekan masuk ke dalam tanah dan kemudian dengan alat
dongkrak silinder dikeluarkan, potong dengan pisau, kemudian tanah di
sekitar ring dibersihkan dan permukaan tanah diratakan.
3. Ring = contoh tanah ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam oven
selama 24 jam dengan suhu 105°C.
4. Sesudah itu, contoh tanah yang sudah kering dimasukkan ke dalam
desikator ± 1 jam.
5. Contoh tanah yang sudah dingin ditimbang, didapat berat kering.

3. Data Pemeriksaan Sampel

Kadar Air Tanah


No. Sampel I II III
Berat Cawan + Tanah Basah (gr) = W1 31,70 30,40 32,10
Berat Cawan + Tanah Kering (gr) = W2 25,90 24,90 25,60
Berat Cawan (gr) = W3 10,80 10,70 10,40
Berat Air (gr) = W1-W2 5,80 5,50 6,50
Berat Kering (gr) = W2-W3 15,10 14,20 15,20
Kadar Air (%) = ((W1-W2)/(W2-W3)) x 100% 38,41 38,73 42,76
Rata - Rata (%)

3.2

Anda mungkin juga menyukai