Anda di halaman 1dari 32

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum


Definisi tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari
material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami
dibawah pengaruh air, udara, dan macam - macam organisme baik yang
masih hidup maupun yang telah mati. Tingkat perubahan terlihat pada
komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan (Dokuchaev 1870).
Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral
padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari
bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel 5 padat) disertai
dengan zat air dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-
partikel padat tersebut (Das, 1995). Dalam pandangan teknik sipil, semua
konstruksi direkayasa untuk bertumpu pada tanah. Tanah merupakan dasar
yang berperan sangat penting sebagai pondasi dari suatu konstruksi
bangunan. Selain itu tanah berfungsi sebagai penyaluran untuk menerima
beban dari konstruksi bangunan diatasnya. Agar dapat menopang beban
bangunan yang diatasnya maka daya dukung tanah harus kuat. Untuk
mengetahui daya dukung tanah perlu dilakukannya analisis.

2.2. Tanah Lunak


2.2.1 Deskripsi Tanah Lunak
Tanah Lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari butiran
yang berukuran sangat kecil. Tanah lunak memliki tekanan kuat geser
yang rendah, kemampuan kompresibilitas yang tinggi , dan daya
dukung yang rendah dan mempuntyai koefisien permabilitas yang
sangat kecil . Maka perlu dilakukan penyelidikan dan pengendalian
menyeluruh supaya tidak terjadi permasalahan ketidak stabialan serta
penurunan jangka panjang yang berakibat kerusakan pada konstruksi
diatasnya. Terdapat dua macam tanah lunak ,yaitu tanah lempung dan
tanah gambut. Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesi yaitu

5
tanah lunak yang mempunyai daya dukung lebih kecil dari 4 (N-
value<4). Berdasarakan pengujian di lapangan , secara fisik
menggunakan jari tepak tangan tanah lunak data di remas dengan
mudah . Menurut Toha (1989 ), sifat umum tanah lunak adalah memiliki
kadar air antara 80 – 100% , dengan batas cair 80- 110%, serta batas
plastis 30 – 45%, saat dites sieve analysis, maka butiran yang lolos oleh
saringan no 200 akan lebih besar dari 90% serta memiliki kuat geser 20
- 40 kN/m2.
Dalam geoteknik, kadar organik pada tanah lunak dapat dilihat
dalam tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel : 2.1 Jenis Tanah Lunak Berdasarkan Kadar Organik
Jenis Tanah Kadar Organik %
Lempung < 25
Lempung Organik 25 - 75

Gambut >75

Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002)


Lapisan tanah lunak biasanya terdiri dari tanah yang sebagian
besarnya terdiri dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti lanau atau
lempung. Pada lapisan tanah lunak semakin muda umur akumulasinya,
maka semakin tinggi muka air tanahnya. Lapisan muda ini kurang
mengalami pembebanan sehingga sifat mekanisnya buruk dan tidak
mampu memikul beban yang dapat mengakibatkan deformasi yang
besar. Sifat lapisan tanah lunak yaitu kuat geser yang rendah, Kuat geser
yang rendah mengakibatkan terbatasnya beban yang dapat bekerja
diatasnya sedangkan kompresibilitas yang besar mengakibatkan
terjadinya penurunan setelah pembangunan selesai, sehingga
mengakibatkan berbagai masalah dalam konstruksi tersebut.
2.2.2 Tanah Lempung
Tanah lempung atau tanah liat akan menjadi sangat keras dalam
keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan.
Tanah liat atau lempung mempunyai sifat permeabilitas sangat rendah

6
dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Lempung atau tanah liat
adalah suatu silika hidraalumunium yang kompleks dengan rumus
kimia Al2O3.nSiO2.kH2O dimana n dan k merupakan nilai numerik
molekul yang terikat dan bervariasi untuk masa yang sama. Mineral
lempung mempunyai daya tarik menarik individual yang mampu
menyerap 100 kali volume dan kekuatan yang besar. Partikel-partikel
lempung juga mempunyai tenaga tarik antar partikel sangat kuat yang
untuk sebagian menyebabkan kekuatan yang sangat tinggi pada suatu
bongkahan kering (batu lempung). (Terzaghi, 1987)
Tanah lempung merupakan tanah yang memiliki beberapa partikel
mineral tertentu yang “menghasilkan sifat - sifat plastis pada tanah bila
dicampur dengan air” (Grim, 1953). Partikel - partikel tanah berukuran
yang lebih kecil dari 2 mikron (=2μ), atau <5 mikron menurut sistem
klasifikasi yang lain.
Pada umumnya partikel - partikel dari mineral lempung berukuran
koloid (<1μ) dan ukuran 2μ merupakan batas atas (paling besar) dari
ukuran partikel mineral lempung. Dalam menentukan jenis lempung
perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya karena tidak
cukupuhanya dilihatudari ukuranubutirannya saja. ASTM D-653
memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah
partikel yang berukuran antara 0,002amm samapi 0,005amm.
Dalam rekayasa geoteknik terdapat 2 (dua) jenis penggolongan
tanah lempung lunak yang definisinyaaberdasarkan kuatageser yang
terdapat pada Tabel 2.2 dibawah ini:
Tabel : 2.2 Konsentrasi Tanah Berdasarkan Kuat Geser
Konsentrasi Kuat Geser kN/m2
Lunak 12,5 – 25
Sangat Lunak < 12,5
Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002)

7
2.2.3 Tanah Gambut
Tanahigambut disebut juga tanah organik adalah tanah yang
bahan induknya berupa sisa – sisa tanaman dari binatang kemudian
bercampur dengan lapisan mineral yang diendapkan. Salah satu ciri
tanah gambut, yaitu warna tanah pada umumnya cokelat tua. Tanah
gambut merupakan jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa – sisa
tumbuhan yang setengah membusuk, sehingga kandungan bahan
organiknyaatinggi.
2.2.4 Karakteristik Tanah Lunak
Tanah lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari tanah
yang sebagian besar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti
lempung dan lanau.
2.2.4.1 Karakteristik Tanah Lempung Lunak
Tanah jenis ini mengandung mineral lempung dan
mengandung mineral lempung dan mengandung kadar air yang
tinggi sehingga menjadikan kuat gesernya menjadi rendah.
Tanah lempung terdiri dari butir –butir yang sangat kecil (<
0,002 mm) dan menunjukkan sifat – sifat plastisitas serta
kohesi. Sifat yang berubah – ubah tanpa perubahan isi atau tanpa
kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan – retakan
atau terpecah – pecah disebut sifat plastisitas, sedangkan sifat
kohesi menunjukkan kenyatan bahwa bagian – bagian itu
melekat satu sama lainnya. (Wesley, 1977 dalam Mirsa
Susmarani 2012).
Secara umum tanah lempung memilikiysifat – sifatusebagai
berikut:
1. Kuat.geserarendah.
2. Jika kadar air bertambah, kuat gesernya berkurang.

8
3. Jika struktur tanah terganggu, kuat gesernya berkurang.
4. Jika basah bersifat plastis dan mudah mampat.
5. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah.
6. Memiliki kompresibilitas yang benar.
7. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat
rangkak pada beban yang konstan.
2.2.4.2 Karakteristik Tanah Gambut
Tanah gambut merupakan suatu tanah yang terbentuk dan
terdiri dari sisa-sisa tumbuhan. Sisa-sisa tumbuhan merupakan
material organik, kadar material organik pada tanah gambut
sendiri yaitu >75. Tanah gambut kebanyakan berada pada lahan
yang basah atau jenuh air seperti cekungan, pantai, rawa.
Karakteristik tanah gambut yang dapat diamati meliputia
kadar air, berat isi (bulk density, BD), kemampuan untuk
menahan beban atau bearing capacity, subsidence atau
penurunan permukaan, dan mengering tidak balik atau
irriversible drying. Pada tanah gambut memiliki kadar air yaitu
sebesar 100 – 1300 % dari berat keringnya (Mutalib etual.,
1991). Hal ini menjelaskan bahwa tanah gambut mampu
menyerap air hingga 13 kali bobot tanah gambut itu sendiri,
maka kubah gambut dapat mengalirkan air ke areal
sekelilingnya hingga batas tertentu. Tanah gambut mempunyai
ciri – ciri sebagai berikut:
1. Banyak terbentuk pada wilayah rawa
2. Kurang subur, basah, dan lembek atau lunak
3. Mempunyai warna gelap
4. Memiliki sifat asam

2.2.5 Masalah yang Terjadi pada Tanah Lunak


Masalah yang sering timbul pada tanah lunak yaitu daya dukung
rendah dan penurunan yang tinggi. Apabila terjadi gempa, terjadi
bahaya bagi struktur diatasnya karena pasir tidak stabil dan bergerak ke

9
arah horizontal. Tanah lunak juga mempunyai kompresibilitas yang
sangat tinggi dengan kekuatan geser yang kecil. Karena itu,
penimbunan yang dilakukan di atas tanah akan mengalami kegagalan
pergeseran dan penurunan . Ini akan terjadi pada saat pemberiaan beban
pada tanah akan mengakibatkan penurunan diikuti oleh proses
konsolidasi. Proses konsolidasi akan terjadi pada berminggu – minggu
bahkan bertahun - tahun, tergantung tebal lapisan tanah lunaknya, dan
pada kemampuan tanah lunak yang mendipasi tekanan air pori selama
pembebanan tersebut.
Ketika tanah dibebani, maka sama seperti material lain, tanah
akan mengalami penurunan. Penurunan tanah disebabkan oleh
penurunan konsolidasi pada tanah. Dalam ilmu Geoteknik, dikenal tiga
jenis penurunan tanah, yaitu :
1. Penurunan Seketika (Immediate Settlement)

2. Penurunan Konsolidasi/Primer (Consolidation Settlement)

3. Penurunan Rangkak/Sekunder (Creep/Secondary Settlement)

2.2.6 Penanganan Masalah terhadap Tanah Lunak


Tanah lunak supaya dapat digunakan untuk menopang suatu
struktur perlu dilakukan usahan perbaikan dan perkuatan tanah yang
bertujuan untuk meningkatkanakualitas karakteristikatanah, terutama
pada parameterakuat geser yang digunakan untuk mendukung struktur
diatasnya sehingga dapat menahan bebanastruktur. Usaha perkuatan
dan perbaikan dilakukan untuk beberapa hal berikut:
1. Mengurangi kompresibilitas.
2. Menaikkanamodulus.
3. Mengontrol stabilitas volume.
4. Memperbaiki kualitas material.
5. Mengurangi kerentanan terhadap liquifaksi.
6. Memperkecil pengaruh lingkungan.
7. Memperbesar daya dukung dan kuat geser.

10
Selain itu terdapat beberapa metode untuk melakukan perbaikan
tanah pada tanah lunak diantaranya sebagai berikut :
a. Perkuatan dengan Geotekstil
b. Pre-fabricated Vertical Drain
c. Perkuatan dengan Stone Mattress
d. Perkuatan tanah dengan Pile
e. Perbaikan tanah dengan Vacuum Preloading
2.3. Parameter Tanah
2.3.1 Klasifikasi Tanah dari Data Sondir
Berdasarkan hasil pengujian sondir dari lapangan, yang memuat
hasil bacaan manometer tiap interval kedalaman per 2 meter sampai
kedalaman akhir konus, yaitu bacaan yang pertama berupa perlawanan
konus (Qc) dan bacaan kedua berupa perlawanan geser (Qc+Fs) yang
digunakan untukamenentukan jenisatanah yang ditunjukkanadalam
Tabel 2.3 berikut ini:
Tabel : 2.3 Klasifikasi Tanah dari Data Sondir

Hasil Sondir Klasifikasi


Qc Fs
6,0 0,15-0,40 Humus, lempung sangat lunak
6,0-10,0 0,20 Pasir kelanauan lepas, pasir sangat lepas
0,20-0,60 Lempung lembek, lempung kelanauan
lembek
10,0-30,0 0,10 Kerikil lepas
0,10-0,40 Pasir lepas
0,40-0,80 Lempung atau lempung kelanauan
0,80-2,00 Lempung agak kenyal
30-60 1,50 Pasir kelanauan, pasir agak padat
1,0-3,0 Lempung atau lempung kelanauan
kenyal
60-150 1,0 Kerikil kepasiran lepas

11
1,0-3,0 Pasir padat, pasir kelanauan atau
lempung padat dan lempung kelanauan
3,0 Lempung kekerikilan kenyal
150-300 1,0-2,0 Pasir padat, pasir kekerikilan, pasir kasar
pasir, pasir kelanauan sangat padat

Sumber : Braja M. Das (1998)


Dalam menentukan jenis tanah dapat juga memakai grafik hubungan
antara tekanan conus (Qc) dan perlawanan geser (Fr) seperti pada
Gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1. Grafik hubungan Tekanan Conus Dengan Perlawanan


Geser

2.3.2 Klasifikasi Tanah Berdasarkan SPT (Standart Penetration Test)


Standard tentang ‘Cara uji penetrasi lapangan dengan SPT di
Indonesia adalah SNI 4153-2008, yang merupakan revisi dari SNI 03-
4153-1996), yang mengacu pada ASTM D 1586-84 “Standard
penetration test and split barrel sampling of soils”.
Kekuatan tanah yang telah diuji melalui tes penetrasi. Tahanan
penetrasi (N-SPT) merupakan banyaknya pukulan (30 cm terakhir)
yang dibutuhkan guna memasukkan Split tube sampler dengan

12
menggunakan hammer yang dijatuhkan dari ketinggian 75 cm dengan
berat 63.5 kg.
Hubungan antara kepadatan tanah, berat jenisatanah kering,
beratajenis tanah jenuh, nilaiaN-SPT, qc, dan  adalahasebanding. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4, Tabel 2.5, dan Tabel 2.6 sebagai
berikut:
Tabel : 2.4 Hubungan antara kepadatan, berat jenis tanah kering, nilai
N-SPT, qc, dan 

Berat Jenis Tekanan


Nilai N Sudut
Kepadatan Tanah Conus qc
SPT Geser (ᵠ)
Kering (ℽd) (kg/cm2)

Very loose (sangat lepas) < 0,2 <4 < 20 < 30


Loose (lepas) 0,2 – 0,4 4 – 10 20 – 40 30 – 35

Medium Dense (agak padat) 0,4 – 0,6 10 – 30 40 – 120 35 – 40


Dense (padat) 0,6 – 0,8 30 – 50 120 – 200 40 – 45
Very Dense (sangat padat) 0,8 – 1,0 > 50 > 200 > 45
Sumber : Mayerhof (1965)
Selanjutnya hubungan antara nilai N-SPT dengan berat jenis tanah
jenuh dapat dilihat seperti pada tabel berikut :
Tabel : 2.5 Hubunganaantara nilai N-SPT dengan berat jenisatanah
jenuh (γsat)
qu (Unconfined
N-SPT Compressive
Konsentrasi ℽ sat (kN/m3)
(blows/ft) Strength)
ton/ft2
<2 Very soft < 0,25 16 – 19

2–4 Soft 0,25 – 0,50 16 – 19

4–8 Medium 0,5 – 1,00 17 – 20

8 – 15 Stiff 1,00 – 2,00 19 – 22

13
15 – 30 Very stiff 2,00 – 4,00 19 – 22

> 30 Hard >4,00 19 – 22

Sumber : Terzaghi and Peck (1948)


Sedangkan hubungan antara nilai tipikal berat volume kering dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel : 2.6 Hubungan Antara Nilai Tipikal Berat Volume Kering

Jenis Tanah γsat ( kN / m3 ) γdry ( kN / m3 )

Kerikil 20 – 22 15 – 17

Pasir 18 – 20 13 – 16

Lanau 18 – 20 14 – 18

Lempung 16 – 22 14 – 21
Sumber : John Wiley and Sons (2000)
2.3.3 Permeabilitas (Permeability)
Permeabilitas merupakan kecepatan air merembes ke dalam tanah
ke arah horizontal dan vertikal melalui pori-pori tanah atau pula dapat
diartikan dengan kecepatan tanah meresapkan atau meloloskan air
dalam keadaan jenuh. Kecepatan perembesan air dipengaruhi oleh
tekstur tanah.
Koefisien tanah dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan
Wesley pada tahun 1977 mengenai koefisien permeabilitas pada
berbagai jenis tanah.aDapat dilihat pada Tabel 2.7 dibawah ini :
Tabel : 2.7 Permeabilitas (k) dalam satuan (m/s)
Ukuran Partikel Koefisien Permeabilitas,k (m/s)
Pasir berlempung, pasir berlanau 5 x 10-5 – 1 x 10-4
Pasir halus 1 x 10-5 – 5 x 10-5
Pasir kelanauan 1 x 10-6 – 2 x 10-5
Lanau 1 x 10-7 – 5 x 10-6
Lempung 1 x 10-11 – 1 x 10-8
Nilai

14
(Sumber : Wesley (1977)
2.3.4 Modulus Young dan Poisson Ratio ( ν )
Nilai Modulus Young yaitu suatu perbandingan antara tegangan
terhadap regangan yang menunjukkan seberapa besar nilai elastisitas
tanah. Nilai poisson ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros
terhadap regangan pemuaian lateral. Nilai Modulus Elastisitas (Es) dan
Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti
pada tabel 2.8 berikut ini :
Tabel : 2.8 Hubungan Modulus Elastisitas (Es) dan Nilai Poisson
Ratio
Young’s modulus, Es Poisson’s ratio,
Type of soil
MN/m2 lb/in2
Loose sand 10,35 – 24,15 1500 - 3500 0,20 – 0,40
Medium dense sand 17,25 – 27,60 2500 – 4000 0,25 – 0,40

Dense sand 34,50 – 55,20 5000 – 8000 0,30 – 0,45

Silty sand 10,35 – 17,25 1500 – 2500 0,2 – 0,40

Sand and Gravel 69,00 – 172,50 10000 – 25000 0,15 – 0,35

Soft clay 2,07 – 5,18 300 – 750

Medium clay 5,18 – 10,35 750 – 1500 0,20 – 0,50

Stiff clay 10,35 – 24,15 1500 – 3500


Sumber : Mayerhof (1956)
2.3.5 Sudut Geser dalam Tanah
Sudut geser dalam bersama dengan kohesi adalah faktor dari kuat
geser pada tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi
akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat
adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan
geser. Nilai dari sudut geser dalam didapat dari engineering properties
tanah, yaitu dengan Triaxial Test dan Shear Test.

15
Hubungan sudut geser dalam, dengan tingkat plastisitas dan jenis
tanah dapat dilihat pada Tabel 2.9 dan Tabel 2.10 berikut:
Tabel : 2.9 Hubungan AntaraaSudut Geser Dalam dengan Jenis
Tanah
Jenis Tanah Sudut Geser Dalam

Kerikil kepasiran 35-40

Kerikil kerakal 35-40

Pasir padat 35-40

Pasir lepas 30

Lempung kelanauan 25-30

Lempung kelanauan 20-25

Sumber : Braja M. Das (1998)


Hubungan antara sudut geser dalam dengan tingkat plastisitas dan jenis
tanah dapat dilihat seperti pada tabel berikut :
Tabel : 2.10 Hubungan AntaraaSudut Geser Dalam, dengan Tingkat
Plastisitas, dan Jenis Tanah.
Tingkat
Jenis tanah Φ
plastisitas

Lanau Rendah 35-37

Lanauber lempung Sedang 31-35

Lempung Tinggi <31

Sumber : Bjerrum, (1960)

2.3.6 Kohesi
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan,
dinyatakan dalam satuan berat perasatuan luas. Kekuatan geser semakin
besar menyebabkan besarnya nilai kohesi suatu batuan. Nilai kohesi (c)
diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat geser

16
langsung (direct shear strength test) dan pengujian triaxial (triaxial
test). Secara empiris nilai kohesi dapat ditentukan dengan mengetahui
nilai tegangan konus (Qc) pada data sondir.
Hubungan kohesi, N-SPT serta sudut geser dalam dilihat pada Tabel
2.11 berikut:

N – SPT C Φ
0–2 12,5 0
2–4 12,5 – 25 0
4–8 25 – 50 0
8 – 15 50 – 100 0
15 – 30 100 – 200 0
> 30 > 200 0

Tabel : 2.11 Hubungan Antara N-SPT, Kohesi, Sudut Geser Tanah


Sumber :ArticleaStabilitationaProject (2000)

2.4. Penurunan Tanah


Penurunan tanah merupakan salah satu permasalahan utama pada tanah
lunak. Penurunan tanah terjadi akibat pemberian beban diatas tanah yang
mengakibatkan adanya tegangan pada lapisan tanah dibawahnya. Adanya
pembebanan mengakibatkan keluarnya air pori yang disertai dengan
berkurangnya volume tanah sehingga terjadi deformasi partikel tanah.
Dalam bidang geoteknik, tanah dibagi menjadi dua jenis, yaitu tanah
berbutir (pasir/sand) dimana air pori dapat dengan mudah mengalir keluar
dari struktur tanah, karena tanah berbutir (pasir/sand) memiliki permeabilitas
yang tinggi dan tanah kohesif (clay) yang memerlukan waktu lama untuk air
pori mengalir keluar seluruhnya, hal tersebut disebabkan karena tanah kohesif
(clay) memiliki permeabilitas yang rendah.
Dalam ilmu Geoteknik, dikenal tiga jenis penurunan tanah, yaitu:
a. Penurunan Seketika (Immediate Settlement - Si)

17
Penurunan seketika/penurunan segera terjadi setelah tanah diberi
beban diatasnya, hal tersebut menyebabkan tanah dibawah beban
mengalami kenaikan tegangan sehingga tanah terkompresi ke arah
vertikal diikuti pergerakan tanah ke arah lateral (lateral expansion),
maka terjadinya penurunan elevasi tanah dasar (settlement). Penurunan
seketika bersifat elastis.

Pada penurunan segera beban timbunan diatasnya dan modulus


elastisitas kekakuan tanah sangat mempengaruhi besarnya penurunan.
Berikut persamaan dalam penurunan segera :

.................................................(2.1)

Keterangan:

Si = Penurunan segera
∆σ = Beban timbunan
Es = Modulus elastisitas tanah
μs = Poisson’s ration
B = Lebar atau diameter timbunan
Ip = non – dimensional influence factor

Schleicher (1926) mendefinisikan faktor Ip ini sebagai :

…........... (2.2)
Keterangan ;
m1 = L/B (panjang/lebar beban yang bekerja

b. Penurunan Konsolidasi/Primer (Primary Consolidation – Sc)


Penurunan konsolidasi merupakan penurunan yang terjadi selama
masa konsolidasi. Lama penurunan konsolidasi tergantung pada kondisi
lapisan tanah itu sendiri. Penurunan konsolidasi biasanya terjadi pada

18
tanah berbutir halus. Tahap – tahap penurunan konsolidasi sebagai
berikut:
A. Pemampaatan Awal (Initial Compression)
Pada tahap ini terjadi udara keluar dari rongga yang ada didalam
tanah yang disebabkan oleh beban diatasnya. Penurunan ini
berlangsung saat ada pembangunan atau kontruksi yang berada
diatas tanah sampai pembangunan atau kontruksi tersebut selesai.
B. Konsolidasi Primer (Primary Consolidation)
Konsolidasi primer terjadi setelah bangunan atau konstruksi
diatas tanah tersebut sudah selesai. Penurunan ini disebebkan karena
aliran pori yang meninggalkan rongga-rongga pori dalam tanah
akibat beban diatasnya. Penurunan yang terjadi setelah bangunan
atau konstrksi diatas tanah tersebut sudah selesai. Tanah yang
mengalami pembebanan oleh beban diatasnya akan menyebabkan
keluarnya air pori dan udara dari tanah yang mengalami konsolidasi.
Pada tanah lempung jenuh air, penambahan total tegangan akan
diteruskan ke air pori dan butiran tanah. Hal tersebut berarti
penambahan tegangan total (Δσ) akan terbagi ke tegangan efektif
dan tegangan air pori. Dari prinsip tegangan efektif, dapat diambil
korelasi:

Δσ = Δσ’ + Δu
.............................................................. (2.3)

Keterangan :

Δσ’ = penambahan tegangan efektif


Δu = penambahan tegangan air pori

Karena lempung yang memiliki sifat permeabilitas rendah dan air


tidak mudah termampatkan dibandingkan dengan tanah berbutir,
maka pada saat t = 0 seluruh penambahan tegangan (Δσ) akan
ditahan oleh air (Δu = Δσ) Penambahan tegangan tersebut tidak
ditahan oleh butiran tanah (Δσ’ = 0). Sesaat setelah lapisan lempung

19
diberikan penambahan tegangan Δσ, maka air akan mengalir keluar
akibat adanya tekanan pada air dalam pori. Dalam tahap tersebut,
pada setiap kedalaman lapisan lempung maka tekanan air pori akan
mengalami penurunan secara lambat, dan akan mengalami
penambahan pada tegangan yang dipikul oleh butiran tanah. Maka
ketika 0 < t < ∞ Δσ = Δσ’+ Δu (Δσ’ > 0 dan Δu < Δσ).
Nilai Δσ’ dan Δu pada setiap kedalaman berbeda, hal tersebut
dipengaruhi oleh jarak minimum yang harus dilewati air pori guna
mengalir keluar lapisan pasir yang terletak di atas dan di bawah
lapisan lempung. Kelebihan air pori akan hilang seluruhnya dari
lapisan lempung ketika t = ∞, jadi Δu = 0. Pada kondisi ini tegangan
total (Δσ), ditahan oleh butiran tanah (tegangan efektif Δσ’).
Sehingga Δσ = Δσ’.
c. Konsolidasi Sekunder (Secondary Consolidation)
Konsolidasi sekunder dikenal pula dengan sebutan penurunan
rangkak (creep), terjadi setelah konsolidasi primer selesai. Terjadi
pemampatan setelah keluarnya air dan udara pada pori tanah.
Pepampatan tersebut terjadi akibat relokasi butiran yang bersifat plastis
pada tanah. Waktu yang dibutuhkan pada proses pemampatan ini sangat
lama karena tekanan air pori berlebih telah terdisipasi begitu juga
tegangan efektif pada tahap ini sudah berlangsung konstan.

S = Si + Sc + Ss
...............................................................(2.4)

Keterangan :
S = Penurunan total
Si = Penurunan segera
Sc = Penurunan konsolidasi primer
Ss = Penurunan konsolidasi sekunder

Ketika penurunan konsolidasi selesai, maka terjadi penurunan


konsolidasi sekunder, yaitu ketika tegangan air pori berlebih sama

20
dengan (u = 0). Tahapan penurunan tanah dapat dilihat pada Gambar
2.2 dibawah ini

Gambar 2.2. Tahapan Penurunan Tanah ( Ground Settlement )


(Gouw, 2010)

Pada gambar 2.2 menunjukkan sebagian penurunan tanah terjadi


pada saat konsolidasi. Di fase ini juga kekuatan dan stabilitas tanah
meningkat. Tergantung dari jenis tanah, pada umumnya dari ketiga
jenis penurunan tanah tersebut hanya salah satu jenis yang dominan
pada suatu jenis tanah tertentu, karena jenis penurunan yang lainnya ada
kalanya terlalu kecil sehingga dapat diabaikan (Das, 1988).

2.5. Konsolidasi Tanah


2.5.1 Definisi Konsolidasi
Bila lapisan tanah jenuh berpermeabilitas rendah dibebani, maka
tekanan air pori di dalam lapisan tersebut segera bertambah. Perbedaan
tekanan air pori pada lapisan tanah, berakibat air mengalir ke lapisan
tanah dengan tekanan air pori yang lebih rendah, yang diikuti
penurunan tanahnya. Karena permabilitas yang rendah ini
membutuhkan waktu yang cukup lama.
Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara
perlahan–lahan pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas
rendah akibat pengaliran sebagian air pori. Proses tersebut berlangsung
terus–menerus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh
kenaikan tegangan total benar–benar hilang.
Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat
menyebabkan lapisan tanah dibawahnya mengalami pemampatan.

21
Pemampatan tersebut disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah,
relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori, dan sebab–
sebab lain. (Hardiyatmo, 1995).
Terdapat 3 definisi dasar yang didasarkan pada riwayat geologis dan
sejarah tegangan pada tanah, yaitu :
a. Normally consolidated (Terkonsolidasi secara normal), dimana
tegangan efektif overburden saat ini merupakan tegangan
maksimum yang pernah dialami oleh tanah selama dia ada.
b. Overconsolidated, dimana tegangan efektif overburden saat ini lebih
kecil daripada tegangan yang pernah dialami oleh tanag tersebut.
Tegangan efektif overburden maksimum yang pernah dialami
sebelumnya dinamakan tegangan prakonsolidasi. (preconsolidation
pressure / PC).
c. Underconsolidated, dimana tegangan efektif overburden saat ini
belum mencapai maksimum, sehingga peristiwa konsolidasi masih
berlangsung pada saat sample tanah diambil.
2.5.2 Waktu Konsolidasi
Waktu berlangsungnya konsolidasi (lama konsolidasi) sangat
tergantung kepada kecepatan pengaliran air keluar dari pori-pori tanah.
Untuk tanah pasir yang sangat poros, waktu (lamanya) konsolidasi
berlangsung sangat singkat. Tetapi untuk tanah lempung pada
umumnya, mempunyai waktu konsolidasi yang cukup lama hingga
dalam hitungan tahunan. Kecepatan aliran ini selanjutnya dalam ilmu
mekanika tanah ditentukan dengan derajat kecepatan konsolidasi (cv).
Perlu diperhatikan bahwa dalam teori konsolidasi, kecepatan
konsolidasi ini dibedakan dengan kecepatan pengaliran air seperti pada
kasus permeabilitas tanah (k).
Lamanya waktu yang diperlukan untuk terjadinya konsolidasi
biasanya ditentukan pada derajat konsolidasi 90%, sebab secara teori
proses konsolidasi mencapai 100% terjadi pada waktu yang sangat lama

22
(tak terhingga). Pada penurunan mencapai 90% dari total penurunan
tersebut waktu yang diperlukan adalah:

......................................................(2.5)
Keterangan :
Hd = panjang aliran air pada tanah yang terkonsolidasi yang
tergantung pada jenis lapisan tanah diatas/bawahnya.
Cv = koefisien kecepatan konsolidasi yang nilainya didapat dari
hasil uji konsolidasi di laboratorium.
2.5.3 Penurunan Konsolidasi
Besarnya penurunan yang terjadi akibat konsolidasi tergantung pada
beberapa hal berikut:
1. Jenis tanah yang mengalami konsolidasi
2. Tebalnya lapisan tanah yang terkonsolidasi
3. Jumlah lapisan tanah yang mengalami konsolidasi
4. Besarnya kemampatan tanah
5. Besarnya beban yang diberikan
6. Lamanya proses konsolidasi telah berlangsug.
Penurunan maksimum yang ditentukan saat akhir proses konsolidasi
(derajat konsolidasi 100%) dapat dihitung dengan persamaan berikut:
…….............................(2.6)

Keterangan :
S100% adalah penurunan pada saat konsolidasi 100% selesai
i =1,..,n adalah jumlah lapisan tanah
Hi = tebal lapisan tanah ke-i (yang terkonsolidasi)
σ0,I = tegangan normal tanah effektif awal
Δσi = tambahan tegangan normal tanah (akibat beban luar)
e0 = angka pori awal dari tanah

23
Cc = koefisien pemampatan tanah (hasil uji konsolidasi di
laboratorium).

2.5.4 Koefisien Konsolidasi Arah Vertikal (Cv)


Koefisien konsolidasi vertikal (Cv) yaitu untuk menentukan
kecepatan pengaliran air pada arah vertikal yang terjadi dalam tanah.
Karena pada umumnya konsolidasi hanya berlangsung satu (1) arah
saja, yaitu pada arah vertikal, oleh karena itu koefisien konsolidasi
sangat berpengaruh terhadap kecepatan konsolidasi yang akan terjadi
pada tanah. Besarnya Cv dapat dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut ini :

....................................................................................................(2.7)
Keterangan :
Cv = Koefisien konsolidasi arah vertial (cm²/detik)
Tv = Faktor waktu tergantung dari derajat konsolidasi
t = Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat
konsolidasi U% (detik)
H = Tebal tanah (cm) v
(Annisa M.H dan Made Dodiek A.W, 2008)

2.5.5 Derajat Konsolidasi


Derajat konsolidasi tanah (U) merupakan suatu perbandingan
penurunan tanah pada waktu tertentu dengan penurunan tanah total.
Derajat Konsolidasi dapat dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut ini :
- Untuk U ≤ 60% maka :

....................................................(2.8)
- Dan untuk U > 60% menggunakan persamaan :

....................................................(2.9)
Untuk nilai Faktor waktu Tv dapat digunakan grafik berikut :

24
Gambar 2.3. Grafik Hubungan Time Factor Dengan Derajat
Konsolidasi
(Braja, 2009)
2.6. Pembebanan Awal (Preloading)
Pemberian beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan
lapisan tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut
disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya
air atau udara dari dalam pori, dan sebab-sebab lain dimana faktor-faktor
tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan
(Braja M. Das, 1985). Penurunan tanah menyebabkan beberapa kasus
kegagalan konstruksi, hal ini dikarenakan tanah asli belum pernah memikul
beban yang lebih besar dibandingkan beban yang sedang bekerja, sehingga
tanah tidak mampu memikul beban konstruksi yang telah dibangun. Oleh
karena itu, sebelum dilakukan proses konstruksi perbaikan tanah perlu
dilakukan dimana tanah diberikan beban awal (preloading) agar terjadi
penurunan sehingga ketika konstruksi telah selesai dikerjakan tidak akan
terjadi penurunan tanah lagi. Pada umumnya penurunan tanah membutuhkan
waktu yang dapat menunda pekerjaan konstruksi dengan cukup lama. Untuk
mempercepat proses penurunan tanah, vertical drain digunakan untuk
mempercepat keluarnya air dari dalam tanah.
Preloading atau metode pembebanan awal merupakan suatu metode
perbaikan tanah yang berupa penempatan timbunan pada lokasi perbaikan

25
tanah dengan berat sekurang kurangnya sama dengan berat sekurang-
kurangnya sama dengan berat struktur yang akan digunakan dan akan dibuang
jika konsolidasi telah tercapai (Pedoman Konstruksi dan Bangunan, 2004).
Pada penggunaan preloading menggunakan timbunan, beban timbunan
direncanakan dengan ketinggian tertentu agar penurunan konsolidasi dapat
tercapai. Stamatopoulos (1985) dalam Yunias (2010) mengatakan tinggi
timbunan umumnya berkisar antara 3 – 8 meter dengan penurunan yang akan
terjadi umumnya 0,3 – 2 meter.
Secara umum preloading atau pembebanan awal merupakan proses
kompresi tanah dengan memberikan tekanan vertikal sebelum dilakukan
pembebanan kostruksi sebenarnya. Beban preloading adalah beban yang
setara dengan beban konstruksi sebenarnya dimana beban tersebut dilakukan
dengan melakukan timbunan sebanding dengan berat konstruksi yang akan
dilaksanakan. Ada pula yang menentukan tinggi timbunan sesuai dengan nilai
penurunan, agar tanah timbunan tidak dibuang sia-sia dan dapat dijadikan
suatu pondasi dari suatu konstruksi. Tinggi timbunan kritis beban preloading
ini dihitung berdasarkan daya dukung tanah lempung mula-mula. Kekuatan
geser tanah lempung, dalam hal ini kohesi tanah akan mempengaruhi tinggi
timbunan yang akan dipergunakan. Daya dukung tanah lempung dalam
perencanaan beban preloading dihitung sebagai berikut:

qu = 2. Cu
qu = γtimb Hcr
2𝐶𝑢
maka, Hcr =
γtimb ..................................................(2.10)
Keterangan :
Cu = Kohesi tanah dasar (t/m²)
γtimb = Berat volum tanah timbunan (t/m³)
Hcr = tinggi timbunan kritis (m)

26
Apabila ternyata tinggi timbunan sebagai beban preloading yang akan
diberikan lebih besar dari pada Hcr, maka timbunan tersebut harus diletakkan
secara bertahap.
2.7. Pembebanan Preloading Bertahap
Timbunan pada lapisan tanah berfungsi sebagai preloading yang
mempercepat proses konsolidasi. Dengan terdisipasinya air pori pada lapisan
tanah tersebut maka akan meningkatkan kuat geser tanahnya sehingga lapisan
tanah tersebut dapat memikul beban yang besar. Jika timbunan pada lapisan
tanah dengan ketinggian tertentu memiliki beban yang tidak dapat dipikul
oleh lapisan tanah tersebut maka penimbunan dilakukan dengan cara bertahap
sehingga tidak terjadi keruntuhan pada lapisan tanah. Umumnya timbunan
yang dilakukan bertahap adalah timbunan di atas tanah lunak.
Besarnya beban preloading yang akan diberikan dapat ditentukan
terlebih dahulu, kemudian dibandingkan dengan tinggi timbunan atau beban
yang mampu diterima oleh tanah dasar yaitu H kritis (Hcr). Apabila ternyata
tinggi timbunan sebagai beban preloading yang akan diberikan lebih besar
daripada Hcr, maka timbunan tersebut harus diletakkan secara bertahap.
Langkah-langkah pemberian beban preloading secara bertahap adalah
sebagai berikut :
1. Menghitung pemampatan yang akan terjadi akibat timbunan setinggi Hcr
(beban tahap I)
2. Menghitung besar pemampatan untuk U rata-rata = 90% dan waktu yang
diperlukannya yaitu St1 dan t1.
3. Menghitung peningkatan daya dukung tanah akibat pemampatan sebesar
St1, dengan menggunakan persamaan :

cu/Po’ = 0,11 + 0,0037 PI


......................................(2.11)
Keterangan :
∆cu = Peningkatan kuat geser akibat pemampatan (t/m2)
Po’ = Tegangan overburden efektif setelah pemampatan (t/m2)
PI = Plasticity Index (%)

27
Cu = Kuat geser mula-mula (t/m2)
cu’ = Kuat geser setelah pemampatan (t/m2)
4. Menghitung penambahan tinggi timbunan (beban tahap II) berdasarkan
daya dukung tanah yang telah meningkat yang dihitung pada langkah no.
3.
5. Menghitung besar pemampatan akibat beban tahap II untuk U rata-rata =
90% dan waktu yang diperlukannya, St2 dan t2.
6. Menghitung peningkatan daya dukung setelah pemampatan akibat beban
tahap II terjadi.
7. Menentukan beban tahap III seperti langkah sebelumnya sehingga sampai
total pemampatan yang harus dihilangkan tercapai. Pada akhir tahap
pemberian beban, dapat diketahui tinggi akhir dari timbunan harus sama
dengan tinggi timbunan rencana.
2.8. Drainase Vertikal (Vertical Drain)
Preloading dan vertical drain pada dasarnya bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan geser pada tanah, mengurangi
kompresibilitas/kemampumampatan tanah, dan mencegah penurunan
(settlement) yang besar serta kemungkinan kerusakan pada struktur
bangunan. Preloading dan vertical drain umumnya digunakan pada tanah
dengan daya dukung yang rendah seperti pada tanah lempung lembek dan
tanah organik. Jenis tanah tersebut biasanya memiliki ciri seperti berikut :
1. Kadar air yang ekstrim
2. Kompresibilitas yang besar, dan
3. Koefisien permeabilitas yang kecil.
Laju konsolidasi yang rendah pada lempung jenuh dengan
permeabilitas rendah dapat dinaikkan dengan menggunakan drainase vertikal
(vertical drain) yang memperpendek lintasan pengaliran dalam lempung.
Kemudian konsolidasi yang diperhitungkan akibat pengaliran horizontal
radial yang menyebabkan disipasi kelebihan tekanan air pori yang lebih cepat,
sedangkan pengaliran vertikal sangat kecil pengaruhnya. Dalam teori, besar

28
penurunan konsolidasi akhir adalah sama, hanya laju penurunannya yang
berbeda-beda.
Jika beban sementara melebihi beban akhir konstruksi maka kelebihan
beban tersebut mengacu kepada beban tambahan (surcharge), dimana dengan
menggunakan beban tambahan sementara (surcharge) yang melebihi beban
kerja, tanah akan berada pada kondisi overconsolidated dan secondary
compression untuk tanah overconsolidated akan jauh lebih kecil daripada
tanah dengan normally consolidated. Hal ini akan menguntungkan
perencanaan tanah selanjutnya (Chu et all., 2004). Penggunaan vertical drain
dapat dilihat seperti pada gambar 2.4 berikut :

Gambar 2.4. Perkuatan Tanah Lunak pada Timbunan dengan Vertical


Drain
(Gourc, 2003)
Selain dengan menggunakan teknik preloading dan menggunakan
beban tambahan sementara (surcharge), peningkatan mutu tanah dapat juga
dilakukan dengan menggunakan vertical drains, selain itu waktu konsolidasi
pun juga semakin singkat sebab aliran drainase yang terjadi bukan hanya ke
arah vertikal tapi juga ke arah horizontal. Vertical drain tersebut dapat diisi
dengan dengan pasir atau bahan lain yang memiliki permeabilitas besar.
Untuk saat ini pengembangannya pun sudah beragam, ada juga yang
menggunakan prefabricated vertical drain, berupa bahan geotekstil atau
bahan sintetis sejenisnya.
Perkembangan vertical drain sendiri sudah dimulai sejak tahun 1925,
dimana D.J.Moran seorang insinyur berkebangsaan Amerika

29
memperkenalkan pemakaian drainase dari kolom-kolom pasir untuk stabilitas
tanah pada kedalaman yang besar. Kemudian untuk pertama kalinya instalasi
drainase ini digunakan di California dan seiring dengan berjalannya waktu,
tipe drainase ini dikenal dengan istilah drainase vertikal (vertical drain). Pada
tahun 1936, diperkenalkan sistem drainase menggunakan bahan sintetis oleh
Kjellman di Swedia. Setelah di tes di beberapa tempat pada tahun 1937
dengan bahan cardboard, lantas mendapat sambutan yang hangat oleh para
ilmuwan. Sejak saat itu, pengembangan vertical drain dilanjutkan dengan
berbagai macam bahan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tanah lempung lunak
memiliki permeabilitas yang rendah, sehingga membutuhkan waktu yang
lama untuk menyelesaikan konsolidasi. Untuk mempersingkat waktu
konsolidasi tersebut, drainase vertikal (vertical drain) dikombinasikan
dengan teknik preloading. Vertical drain tersebut sebenarnya merupakan
jalur drainase buatan yang dimasukkan kedalam lapisan lempung. Dengan
kombinasi preloading, air pori diperas keluar selama konsolidasi dan
mengalir lebih cepat pada arah horizontal daripada arah vertikal. Selanjutnya,
air pori tersebut mengalir sepanjang jalur drainase vertikal yang telah
diinstalasi. Oleh karena itu, vertical drain berfungsi untuk memperpendek
jalur drainase dan sekaligus mempercepat proses konsolidasi. Metode
tradisional yang digunakan dalam pemasangan vertical drains ini yaitu
dengan membut lobang bor pada lapisan lempung dan mengisi kembali
dengan pasir yang bergradasi sesuai titik. Ukuran diameternya sekitar 200 -
600 mm dengan panjang saluran sedalam lebih dari 5 meter. Karena
tujuannya untuk memperpendek panjang lintasan pengaliran, maka jarak
antar drainase merupakan hal yang terpenting.
Dengan digunakannya prefabricated vertical drains, waktu yang
dibutuhkan untuk konsolidasi melalui teknik preloading pun menjadi
semakin singkat dan penurunan/settlement yang terjadi juga dapat direduksi.
Bahkan proses installasi nya pun saat ini sudah semakin berkembang dimana

30
prefabricated vertical drain dapat mencapai kedalaman 60 m dengan laju 1
m/dt.

2.9. PVD (Pre-fabricated Vertical Drain)


Metode perbaikan tanah yang cukup populer digunakan adalah dengan
menggunakan PVD (Prefabricated Vertical Drain), di mana perkuatan tanah
dilakukan dengan cara mempercepat penurunan dari tanah akibat beban.
Dengan menggunakan PVD, maka penurunan konsolidasi yang ingin dicapai
dapat diperoleh dengna waktu yang lebih singkat.
Pekerjaan PVD ini ada juga yang dikerjakan dengan pekerjaan vacuum
preloading yang digunakan sebagai media untuk mengalirkan air ke
permukaan atau ke horizontal drain yang disambungkan dengan masing-
masing PVD dan pada akhirnya ke penampungan air. Sistem vacuum
preloading menggunakan tekanan vacuum untuk menekan tanah hingga
menjadi padat dengan menghisap air yang ada di dalam tanah. Pekerjaan
vacuum ini ada juga yang menggunakan beban tambahan berupa beban
timbunan tanah maupun beban tambahan air yang dikeluarkan melalui sistem
vacuum itu. (Julius 2014)
Prefabricated Vertical Drain atau PVD ialah produk berbentuk pita
(potongan melintang segiempat) yang terdiri atas material penyering
geotekstil yang membungkus inti plastik. Material dibentuk dari inti plastik
yang berguna untuk mengalirkan air yang terjebak pada saringan geotektil
(Schaefer, 1997). Ukuran PVD adalah 10 cm lebar dengan ketebalan antara 3
– 4 cm. Penggunaan PVD lebih umum digunakan karena memiliki banyak
keuntungan, diantaranya:
1. Gangguan pada tanah yang diakibatkan saat pemasangan lebih kecil
2. Waktu yang dibutuhkan saat control kualitas lebih cepat
3. Kualitas PVD cenderung seragam
4. Tahan terhadap deformasi besar tanpa terlalu banyak kehilangan fungsi
drainase
5. Kontaminasi butiran halus pada tanah asli jauh lebih kecil

31
6. Pemasangan lebih cepat dan ekonomis

Gambar 2.5 Tahap Pemasangan PVD


(http://cofra.com , 24 April 2019)
Secara teori, tahapan pemasangan PVD dengan mesin hidrolik adalah
sebagai berikut:
1. Shoe Drain dipasang pada ujung PVD yang keluar dari ujung mandrel, lalu
PVD tersebut ditarik dan dilipat dan dimasukkan ke dalam mandrel.
2. Kemudian mesin dijalankan dan mandrel akan terdorong ke dalam tanah
bersama dengan PVD dan shoe drain. Shoe Drain akan menutup lubang
pada ujung mandrel sehingga mandrel tidak akan dimasuki oleh tanah.
3. Penusukan dihentikan saat PVD mencapai kedalaman yang diinginkan.
Saat itu, mandrel ditarik ke atas. Akibat adanya Shoe Drain yang berfungsi
sebagai jangkar, maka PVD tidak akan tercabut lagi.
4. Mesin akan mengangkat mandrel hingga PVD terekspos, lalu PVD segera
dipotong.
5. Mesin bergerak menuju titik pemasangan baru, dan langkah pekerjaan
dilakukan mulai dari pertama.
Persamaan derajat konsolidasi pada tanah yang distabilisai dengan
menggu-nakan sistem PVD menurut Carrillo dalam Soedarmo G. D., dan
S. J. Edy Purnomo, 1997 adalah sebagai berikut :

Uc = 1 -(1-Uh) (1-Uv) …...............................................................(2.12)

Keterangan :

32
Uc = Derajat konsolidasi tanah akibat aliran vertikal dan radial.
Uh = Derajat konsolidasi radial
Uv = Derajat konsolidasi vertikal.
Besarnya waktu konsolidasi akibat pemakaian PVD dicari
menggunakan persamaan :

......................................................(2.13)

Keterangan :
t = Waktu yang diperlukan untuk mencapai Uh (dtk)
D = Diameter ekuivalen lingkaran (cm)
= 1,13 x S untuk pola susunan bujursangkar
= 1,05 x S, untuk pola susunan segitiga
Ch = Koefisien konsolidasi aliran horisontal (cm2/dtk)
F(n) = Faktor hambatan disebabkan karena jarak antara PVD
Uh = Derajat konsolidasi tanah arah horisontal (%)
(Zahra Febrina, 2017)

2.10. Konsolidasi dengan Metode Vacuum


Vacuum preloading adalah salah satu jenis metode perbaikan tanah
yang digunakan banyak perusahaan geoteknik untuk pekerjaan perbaikan
tanah. Metode ini biasa tidak perlu menggunakan beban tambahan apabila
kekuatan vacuum mencapai 80 kPa atau lebih. Namun apabila beban yang
dibutuhkan adalah lebih dari 80 kPa untuk mencapai target perbaikan tanah,
maka beban tambahan bisa ditambahkan di atas sistem vacuum. Metode ini
bisa dibilang lebih murah dibandingkan metode fill surcharge dilihat dari
aspek jumlah beban yang dibutuhkan dan luas area yang sama.
Gouw (2012) menyebutkan, umumnya sistem vacuum preloading
terdiri dari drainage system, sealing system, dan vacuum pumps. Tekanan
vacuum yang dihasilkan oleh pompa tersebar di tanah dengan drainage
system, mengeluarkan air dan mempercepat konsolidasi.

33
Drainage system ini adalah berupa hubungan antara PVD, horizontal
filter pipes, dan apisan pasir untuk menciptakan jalur untuk menyebarkan
tekanan vacuum dan aliran air.
Slurry wall adalah teknik pembuatan tirai kedap air dari bahan semen
bentonyte yang dipasang pada daerah dengan keadaan tanah yang lunak yang
dekat dengan perairan atau memiliki muka air tanah yang tinggi, terutama
sekali untuk mengisolasi lapisan pasir yang mampu mengalirakan air dari luar
area perbaikan dan menyebabkan kerja vacuum tidak efektif.
Vu Manh Quynh dan Wang Baotian (2010) menjelaskan, mekanisme
vacuum preloading adalah saat beban vacuum itu diberikan, akan terjadi
penurunan tegangan air pori. Dengan beban luar yang tidak berubah, tegangan
efektif bertambah. Sebagai ilustrasi, saat beban vacuum (-Δu) diberikan,
tegangan air pori masih berupa tegangan atmosfer (pa). Makin lama tegangan
air pori akan makin berkurang dan tanah akan terkompresi. Lalu tanah akan
mengalami peningkatan tegangan efektif.
Metode vacuum preloading untuk PVD pertama kali diperkenalakan di
Swedia oleh Kjellman (1942). Sejak itu, metode ini sering digunakan sebagai
metode perbaikan tanah untuk mempercepat konsolidasi untuk daerah dengan
tanah lunak di banyak negara misalnya Philadelphia Airport, Tianjin Airport,
North South Expressway, Airport kedua Suvarnabhuni, Baljna Bypass, Port
of Brisbane, dari sekian banyak proyek lainnya.
(Holtan 1965; Choa 1990 Jacob et al 1994; chu et al 2000; Bergado et
al 2002; Yan and chu 2003). Saat dibutuhkan beban timbunan yang besar
untuk mencapai kuat geser undrained tertentu, dan biaya yang dibutuhkan
menjadi masalah akibat kebutuhan timbunan yang besar dan waktu
konsolidasi yang cukup lama untuk mencapai konsolidasi 95% atau lebih,
maka solusi yang bisa digunakan adalah gabungan vacuum dan timbunan.
Untuk tanah sangat lunak dimana timbunan yang sangat tinggi tidak bisa
dilakukan tanpa mempengaruhi stabilitas, atau bekerja dengan jadwal penuh,
maka penggunaan vacuum preloading bisa menjadi pilihan yang baik.

34
Karakteristik vacuum preloading secara umum apabila dibandingkan
dengan preloading biasa adalah sebagai berikut (Qian et al. 1992; Indraratna
and Chu 2005):
• Tegangan efektif yang berhubungan dengan tekanan hisap meningkat dari
arah manapun, sehingga perpindahan lateral yang terjadi adalah tekan.
Jadi, kegagalan geser yang terjadi bisa diminimalisir bahkan dengan
pembangunan timbunan lebih besar, walaupun perpindahan ke dalam
menuju ujung timbunan harus tetap dimonitor untuk mencegah tegangan
tarik berlebih.
• Vacuum head bisa menyebar luas menuju kedalaman tanah yang lebih
besar melalui sistem PVD dan suction bisa menyebar luas menuju ujung
drain dan batasan drain. Mengasumsikan berdasarkan kebocoran udara dan
efisiensi dari sistem vacuum yang digunakan di lapangan, volume dari
timbunan bisa dikurangin untuk mencapai derajat konsolidasi yang sama.
• Dengan berkurangnya tinggi timbunanm maka tegangan air pori
maksimum yang dihasilkan oleh vacuum preloading lebih kecil dari
metode timbunan biasa.
• Dengan tekanan vacuum, kondisi tanah yang tidak jenuh air pada
antarmuka drain bisa diimbangin sebagian.
Dengan vacuum konsolidasi, tegangan yang terjadi terdiri dari 2 bagian
yaitu tekanan vacuum dan tegangan tanah lateral (Chai 2005). Chai et al.
(2008) mendemonstrasikan adanya kemungkinan area dengan tanah lempung
denga menggunakan gabungan cap drain dengan vacuum dan permukaan
tanah sebagai lapisan sealing, sebagai pengganti lapisan membrane pada
permukaan tanah.
2.11. Analisis Menggunakan Plaxis v8.2
Program Plaxis v8.2 merupakan suatu program yang digunakan untuk
melakukan analisis deformasi dan stabilitas dalam dunia geoteknik.
Properties nya yang sederhana memudahkan untuk membuat model elemen
secara mendetail dan tersedianya output atau keluaran yang berupa hasil
perhitungan dan kurva. Dalam pembangunan proyek jalan tol Balikpapan-

35
Samarinda (Balsam) digunakannya program Plaxis v8.2 karena mampu untuk
menganalisis pemodelan diantaranya seperti Vacuum Consolidation,
Timbunan, dan lain – lain. Terdapat 4 (empat) program dalam Plaxis, dimana
keempat program tersebut mempunyai fungsi masing – masing, diantaranya
yaitu :
1. Plaxis input
Merupakan program plaxis yang digunakan untuk membuat
permodelan geometrid dan parameter tanah yang digunakan secara dua
dimensi.
2. Plaxis calculation
Merupakan bagian dari program plaxis yang digunakan untuk
melakukan perhitungan setelah proses input data.
3. Plaxis output
Plaxis output program berisi hasil perhitungan setelah proses input
dan calculation berupa tabel dan grafik
4. Plaxis curve
Plaxis curve program dapat dipakai untuk menggambarkan kurva
hubungan beban atau waktu terhadap displacement, diagram tegangan –
regangan dari lokasi yang sebelumnya dipilih pada calculation program.
2.12. Metode Asaoka
Metode Asaoka (1978) merupakan metode observasi untuk konsolidasi
satu arah yang paling populer, karena selain dapat memprediksi penurunan
akhir juga dapat memungkinkan diperolehnya parameter – parameter
konsolidasi yang lebih akurat. Umumnya analisis penurunan tanah
memerlukan data lapangan dan data laboratorium seperti data tekanan air
pori, panjang aliran air, regangan maksimum tanah dan koefisien konsolidasi.
Metode Asaoka ini merupakan suatu alat bantu untuk memprediksi
penurunan tanah dengan menggunakan metode curve fitting. Tetapi dengan
menggunakan Metode Asaoka, kebutuhan akan data-data tanah tidak
diperlukan dan hasil yang diperoleh pun cukup diandalkan. (Hasbullah
Nawir, dkk, 2012)

36

Anda mungkin juga menyukai