Disusun Oleh :
Isnaini Hidayatun Muharromah (2022.15.00187)
Pengertian umum dari suatu perikatan asurans adalah, suatu perikatan dimana seorang
praktisi harus memeriksa sesuatu, pada umumnya suatu kumpulan atau rangkaian data,
kemudian praktisi menyimpulkan hasil pemeriksaanya, berupa pernyataan pendapat atas
seautu yang diperikasanya. Pernyataan pendapat tersebut harus mampu meningkatkan tingkat
keyakinan dari pengguna laporan. Sedangkan audit merupakan bagian dari jenis perikatan
asurans, audit atas laporan keuangan merupakan bagian dari jenis-jenis perikatan audit.
B. Tanggung Jawab
1. Tanggungjawab Manajemen
Manajemen bertanggung jawab untuk:
a. Mengelola bisnis untuk mencapai tujuan perusahaan
b. Menilai risiko bisnis untuk tujuan-tujuan yang dicapai tersebut
c. Menjaga aset perusahaan
d. Menyimpan catatan akuntansi yang tepat
e. Menyusun laporan keuangan perusahaan
f. Memastikan perusahaan patuh dengan hukum dan peraturan yang berlaku
2. Tanggungjawab Auditor
Auditor bertanggungjawab untuk:
a. Mempertanggungjawabkan opini yang dikeluarkan apakah dapat
menjamin laporan keuangan klien bebas dari salah saji material atau tidak.
Sebagaimana dalam SA 240 dinyatakan bahwa auditor memiliki tanggung
jawab untuk memperoleh keyakinan yang yang memadai apakah laporan keuangan
telah bebas dari salah saji material, yang disebabkan oleh kesalahan ataupun
kecurangan dan oleh karena itu memungkinkan auditor untuk menyatakan suatu opini
tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai
dengan suatu kerangka pelaporan keuangan yang beraku, dan melaporkan tentang
laporan keuangan, dan berkomunikasi seperti yang diisyaratkan oleh standar auditing,
sesuai dengan temuan auditor (SPAP).
b. Tanggung jawab auditor mempunyai peran terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Semakin tinggi tanggungjawab seorang auditor maka
semakin tinggi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
c. Mempunyai pengetahuan mengenai kecurangan, jenis-jenis kecurangan dan
cara atau metode mendeteksinya.
d. Bila auditor juga melaporkan tentang keefektifan pengendalian internal atas pelaporan
keuangan, auditor juga bertanggung jawab untuk mengidentifikasi kelemahan yang
material dalam pengendalian internal atas pelaporan keuagan.
e. Tanggung jawab untuk menemukan pelanggaran hukum oleh klien, meliputi
mendeteksi adanya tindakan kekeliruan dan kecurangan.
f. Tanggung jawab mempertahankan sikap independen, meliputi mempertahankan sikap
mental independen.
3. Penanggungjawab tata kelola
(1) Dewan komisaris
Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk
memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Adapun tugas-tugas
utama Dewan Komisaris meliputi:
1) Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja,
kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan
sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor
penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan asset.
2) Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian
anggota Dewan Direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota
Dewan Direksi yang transparan dan adil.
3) Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat
manajemen, anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk
penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan.
4) Memonitor pelaksanaan Governance dan mengadakan perubahan apabila perlu;
5) Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.
(OECD Principles of Corporate Governance)
(2) Komite audit
Pada umumnya, Komite Audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang,
yaitu;
a. Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah
memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hal-hal sebagai berikut:
1) Kondisi keuangan
2) Hasil Usahanya
3) Rencana dan komitmen jangka panjang.
4) Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:
Merekomendasikan auditor eksternal
Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu surat
penunjukkan auditor, perkiraan biaya audit, jadwal kunjungan auditor,
koordinasi dengan internal audit, pengawasan terhadap hasil audit, dan menilai
pelaksanaan pekerjaan auditor.
Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut
kebijaksanaan.
Meneliti Laporan Keuangan (Financial Statement), yang meliputi; Laporan
Paruh Tahun (Interim Financial Statements); Laporan Tahunan (Annual
Financial Statements); dan Opini Auditor dan Management Letters.
b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang
dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika,
melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan
kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. Ruang lingkup pelaksanaan
dalam bidang ini adalah:
1) Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan
terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan
penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan
kecurangan
2) Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda
serta yang menyangkut masalah Corporate Governance dalam hal mana
perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya.
3) Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan
kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan.
4) Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan
Corporate Governance dan temuan-temuan penting lainnya.
c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control).
Kesalahan adalah salah saji pada laporan keuangan yang tidak disengaja termasuk
kelalaian atas sebuah angka atau pengungkapan. Hal ini bisa diminimalisir dengan adanya
pengendalian internal dimana sebuah proses yang dirancang dan dipengaruhi oleh pihak-
pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, manajemen, dan karyawan lainnya untuk
memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian dari tujuan entitas terkait
dengan keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi dan kepatuhan
dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Atas hal tersebut, pengendalian internal
dirancang dan diimplementasikan untuk menjawab risiko bisnis yang diidentifikasi
mengancam pencapaian atas satu atau lebih tujuan tersebut. Pengendalian internal dirancang
sebagian untuk mencegah kesalahan yang terjadi dalam informasi keuangan, atau untuk
mendeteksi kesalahan dan memperbaikinya.
(2) Kecurangan
Kecurangan merupakan sebuah kata yang biasa kita gunakan untuk mencakup rentang
yang luas atas tindakan illegal. Untuk tujuan audit, SA 240 mengidentifikasi dua jenis risiko
salah saji yang dapat timbul dari kecurangan:
Agar memiliki ekspektasi yang memadai atas deteksi kecurangan dan kesalahan, auditor
harus mengikuti prosedur yang ada di dalam SA 240. Tanggung Jawab Terkait Kecurangan
SA 240 menetapkan tanggung jawab manajemen dan auditor terkait kecurangan. Terkait
manajemen, ISA menyatakan bahwa tanggung jawab utama untuk pencegahan dan deteksi
atas kecurangan terletak pada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dari
entitas dan pada manajemen. Untuk memenuhi tanggung jawab ini, berbagai tindakan dapat
diambil termasuk:
C. Penilaian Risiko
Bagian dari pekerjaan seorang auditor harus mencakup penilaian risiko atas adanya
kecurangan. SA 240 menetapkan bahwa auditor:
a. Berhak untuk menerima representasi sebagai representasi yang jujur dan arsip sebagai
arsip yang asli, kecuali jika terdapat bukti yang menyatakan sebaliknya; namun juga
b. Disyaratkan untuk membawa skeptisisme profesional ke dalam pekerjaan
Auditor juga harus melakukan diskusi atas kerentanan laporan keuangan entitas terhadap
kecurangan. Hal ini biasanya termasuk pertimbangan atas:
a) Hukum dan peraturan dengan dampak langsung terhadap laporan keuangan Hukum
dan peraturan yang memberikan kerangka legal dimana perusahaan beroperasi.
b) Auditor harus memperoleh pemahaman atas kerangka legal dimana perusahaan
beroperasi sebagai bagian dari pemahamannya atas entitas dan lingkungannya.
E. Pihak Berelasi
PSAK 7 mendefinisikan pihak berelasi sebagai orang atau entitas yang terkait dengan
entitas klien dalam menyiapkan laporan keuangannya. Ini bisa karena mereka merupakan
direksi, pemilik atau investor utama dari klien dan dapat termasuk keluarga dari direksi atau
pemilik. Ini penting bahwa apabila menemukan adanya transaksi yang melibatkan pihak-
pihak ini selama audit Saudara harus mencatatnya pada dokumen audit. Direksi harus
memberikan daftar lengkap atas transaksi-transaksi pihak berelasi ini. Namun, kita harus
yakin bahwa daftar mereka lengkap, dan dengan membandingkan transaksi yang Saudara
temukan dengan daftar dari direksi kita dapat memperoleh bukti mengenai keandalannya.
Transaksi dengan pihak berelasi dapat dilakukan dengan ketentuan yang mungkin
tidak sama seperti pada sebuah transaksi yang wajar dan lazim dengan pihak ketiga yang
independen. Pendekatan yang diadopsi di dalam standar pelaporan keuangan yakni untuk
mengungkapkan jumlah dan hubungan yang relevan sehingga pembaca dari laporan
keuangan dapat memutuskan untuk diri mereka sendiri apakah transaksi tersebut
menyebabkan manipulasi laporan keuangan. Pihak berelasi adalah orang atau perusahaan
yang mungkin memiliki, atau diekspektasikan untuk memiliki, pengaruh yang tidak
semestinya terhadap perusahaan yang sedang diaudit. Sebagai contoh (namun daftar
lengkapnya jauh lebih panjang), direksi dan manajemen kunci dari perusahaan, bersama
dengan keluarga mereka, dianggap sebagai pihak berelasi perusahaan tersebut, perusahaan
lain yang dikendalikan oleh mereka, perusahaan lain di dalam grup yang sama, dan
sebagainya. SA 550 merinci pekerjaan audit yang disyaratkan terkait dengan transaksi pihak
berelasi. Pekerjan tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahapan utama dari audit (1)
Perencanaan, (2) Pekerjaan rinci dan (3) Penelaahan.
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Audit (SA) 200 dikenal istilah
“Skeptisisme Profesional”. Skeptisisme profesional mencakup hal-hal berikut ini:
1. Bukti audit yang bertentangan dengan audit lain yang diperoleh.
2. Keadaan yang tidak ada kemungkinan adanya kemungkinan.
3. Kondisi yang diminta oleh SA (Audit Standar).
4. Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang tindakan dan bukti terhadap
permintaan permintaan digunakan sebagai bukti audit mempertahankan skeptisisme
profesional selama audit diperlukan jika auditor berusaha untuk mengurangi risiko
seperti misalnya kegagalan dalam melihat kondisi-kondisi tidak lazim, terlalu keliru
menganggap kesimpulan dari observasi audit dan menggunakan asumsi yang tidak
tepat dalam menetapkan sifat, saat, dan prosedur audit serta atas hasilnya.
Skeptisisme profesional diperlukan dalam hal penting atas bukti audit. Hal ini
ditunjukkan untuk mempertanyakan bukti audit yang kontradiktif, dokumen dan tanggapan
terhadap pertanyaan, dan informasi lain yang diperoleh dari manajemen dan pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola. Hal ini juga mencakup pertimbangan tunggal mengenai
penilaian dan ketepatan bukti audit yang diperoleh sesuai kondisi perikatan, sebagai contoh:
dalam hal ketika terdapat faktor risiko dan suatu dokumen, yang rentan terhadap kejadian,
merupakan satu-satunya bukti bagi suatu angka laporan keuangan.
Auditor dapat menganggap catatan dan dokumen yang diterimanya asli, kecuali
auditor memiliki alasan untuk sebaliknya. Namun, auditor tetap diharuskan untuk
mempertimbangkan informasi yang akan digunakan sebagai bukti audit. Jika terdapat
keraguan terhadap informasi atau terdapat indikasi kemungkinan adanya kecurangan (sebagai
contoh, jika kondisi yang selama audit menyebabkan auditor untuk yakin bahwa suatu
dokumen tidak autentik atau dokumen telah dimanipulasi), SA mengharuskan auditor untuk
menginvestigasi lebih lanjut dan menentukan perlunya dilakukan modifikasi atau
penambahan terhadap prosedur audit untuk menyelesaikan hal tersebut.
Auditor tidak dapat mengunjungi pengalaman lalu mengenai kejujuran dan integritas
manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola entitas. Namun, suatu
keyakinan bahwa manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola adalah jujur
dan memiliki integritas tidak melepaskan auditor dari kebutuhan untuk memelihara
skeptisisme profesional atau mengizinkan auditor menerima bukti audit yang kurang
meyakinkan, ketika memenuhi kecukupan
G. Standar Operasional
(i) Perlunya standar profesional
Jasa audit atas laporan keuangan historis, sangat dibutuhkan terutama bagi perusahaan
yang akan melibatkan masyarakat umum untuk ikut serta dalam bisnis perusahaan tersebut,
baik melalui penawaran umum untuk saham perusahaan yang akan dijual pada masyarakat,
atau melalui penerbitan obligasi komersial. Para investor dan calon investor membutuhkan
informasi keuangan yang akuntable dan transparan, yang dapat dipenuhi oleh jasa audit,
investor, dan calon investor yang bertransaksi di bursa efek Indonesia, tidak saja dari
Indonesia, tetapi mereka dai berbagai Negara lainnya. Mereka membutuhkan transparansi
laporan keuangan, apabila masing masing Negara menyusun dan menerbitkan standar profesi
masing masing, yang berbeda satu dengan lainnya, maka transaparansi laporan keuangan
akan sangat terganggu. Demikian pula dengan standar auiditing, para investor akan
mengharapkan bahwa laporan keuangan dari emiten Indonesia telah diaudit dengan standar
yang sama seperti yang berlaku di Negara Negara lainnya. Pasal 66, Undang Undang
Republik Indonesia no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, mewajibkan laporan
keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik, pasal 25,
mewajibkan akuntan publik untuk mematuhi dan melaksankan Standar Profesional Akuntan
Publik dan Kode Etik Profesi.
(ii) Standar audit dan asurans internasional
International Standards on Auditing adalah standar audit yang dikeluarkan oleh The
International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB). IAASB ini merupakan
badan yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan
pembuat standar auditing dan assurance. Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa IFAC
merupakan the organization for the accountancy profession with members and associates in
127 countriesHarmonisasi . Perkembangan pasar modal berarti semakin banyak unvestor dari
berbagai negara bertransaksi di bursa efek Indonesia, kondisi ini menuntut adanya
harmonisasi standar profesi di Indonesia, baik standar akuntansi keuangan maupun standar
auditing. Dalam perjalanan pasar modal di Indonesia, proses harmonsasi telah dimulai sejak
hadirnya pasr modal.dimulai dengan adaptasi dan harmonisasi dengan standar profesi dari
Amerika Serikat, yang kemudian pada tahun 2010 mulai melakukan adosi IFRS oleh Dewan
Standar Akuntansi Keuangan, dilanjutkan pada tahun 2011 adopsi standar audit dan
asurans.yang diterbitkan oleh IAASB.
a. Standar audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari dua
standar yaitu International Standard on Auditing (ISAs) dan International Standard on
Review Engagement (ISRES).
b. Standar penugasan assurance selain audit atau rivew laporan keuangan historis. Untuk
standar ini, IAASB mengeluarkan International Standard Assurance Engagemnets
(ISAES).
c. Standar jasa lainnya. Untuk kategori ini, IAASB menerbitkan standar yang diterapkan
pada penugasan kompilasi, pengolahan informasi, jasa penugasan lain yaitu
International Standard on Related Service (ISRSs). ISA merupakan salah satu produk
dari standar audit informasi keuangan historis yang cakupannya lebih terbatas pada
KAP dan para praktisinya (partner dan staf KAP) saja. Berbeda dengan International
Financial Reporting Standards (IFRS) yang cakupannya lebih luas karena melibatkan
perusahaan dari segala macam ukuran, bentuk hukum, bentuk kepemilikan, dan
bentuk latar belakang investasi yang berbeda pula. Sehingga IFRS lebih dikenal
daripada ISA diberbagai negara. ISA di Indonesia juga belum terlalu dikenal oleh
berbagai kalangan. Selain disebabkan arena lingkup cakupannya, di Indonesia ISA
juga baru mulai diadopsi mulai 1 Januari 2014 untuk audit atas laporan keuangan
2013.
H. Pengendalian internal
Resiko usaha atau business risk, selalu ada disetiap jenis usaha, baik perusahaan besar
maupun UKM (Usaha Kecil Menengah). Business Risk melekat pada setiap kegiatan usaha,
resiko ini disebut dengan Inherent Risk yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai
Resiko Bawaan. Apabila tidak dikendalikan, kemungkinan terjadi kegagalan bisnis, yang
selanjutnya berdampak pada kesalahan yang terjadi pada laporan keuangan. Proses akuntansi
(accounting process), informasi keuangan diawali dengan terjadinya suatu transaksi,
kemudian dicatat, diikhtisarkan, diklasifikasikan dan disusunnya laporaan keuangan. Disetiap
proses tidak lepas dari resiko, apabila resiko - resiko tersebut tidak diidentifikasi dan
dianalisa dan tidak dikendalikan tingkat kemungkinan terjadinya kesalah pada laporan
keuangan menjadi tinggi, kemungkinan kesalahan tersebut termasuk terjadinya penipuan atau
kecurangn melalui laporan keuangan (financial statement fraud). Disetiap titik kritis pada
suatu proses harus diciptakan alat untuk mengendalikan (control device) proses untuk
menurunkan tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan atau kegagalan pada proses itu.
Ilustrasi yang sederhana dapat kita perhatikan kusir delman atau pedati yang menggunakan
tali kekang atau tali kendali kuda, dan sebuah cambuk untuk mengendalikan kuda yang
menarik gerobak delman atau pedati. Sistem pengendalian internal atau internal control
system harus dirancang untuk tujuan:
d. Mendorong kepatuhan para staf terhadap kebijakan yang telah ditetapkan dalam organisasi.
Pentingnya etika profesional yakni bahwa agar jasa akuntansi menjadi berarti, publik
harus mempercayai akuntan. Kepercayaan dibangun dengan pengetahuan bahwa akuntan
terikat oleh sebuah kode etik profesional. Independensi dan objektivitas (fitur utama dari
Kode Etik Akuntan Profesional) penting bagi pemberian jasa asurans. Profesi akuntansi
memiliki citra yang paradoks. Di satu sisi Akuntan dipandang sebagai pilar masyarakat yang
memberikan informasi keuangan yang dapat diandalkan di kehidupan pekerjaan. Sisi lainnya
yakni citra atas skema pajak yang agresif, skandal keuangan dan pencucian uang.
Oleh karena itu, apabila profesi ini bertahan dan berkembang, dan apabila anggotanya
menjaga posisi mereka, harus terdapat kode etik sehingga publik merasa bahwa mereka dapat
mempercayai akuntan.
IAI mengeluarkan Kode Etik Akuntan Profesional IAI - Prinsip Dasar. Prinsip dasarnya
yaitu:
1) Integritas adalah bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan
bisnis. Akuntan profesional tidak boleh terkait dengan laporan, pernyataan resmi,
komunikasi, aau informasi lain ketika akuntan profesional meyakini bahwa informasi
tersebut terdapat:
- Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan;
- Pernyataan atau informasi yang dilengkapi secara sembarangan; atau
- Penghilangan atau pengaburan informasi yang seharusnya diungkapkan sehingga
akan menyesatkan.
2) Objektivitas adalah tidak membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh
yang tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkan
pertimbangan profesional atau bisnis.
3) Kompetensi dan kehati-hatian profesional adalah menjaga pengetahuan dan
keahlian profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja akan menerima jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta
bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan teknik dan standar profesional
yang berlaku. Akuntan profesional mengambil langkah-langkah yang rasional
untuk menjamin bahwa orang-orang yang bekerja di bawah kewenangannya telah
memperoleh pelatihan dan pengawasan yang memadai.
4) Kerahasiaan adalah menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil
hubungan profesional dan bisnis dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut
kepada pihak ketiga tanpa kewenangan yang memadai dan spesifik, kecuali jika
terdapat hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk mengungkapkannya,
serta tidak menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi akuntan
profesional atau pihak ketiga. Akuntan profesional menjaga kerahasiaan
informasi, termasuk dalam lingkungan sosialnya, serta waspada terhadap
kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja terutama kepada rekan bisnis
dekat atau anggota keluarga dekat.
MATERI II
ISU TERKINI
Berbagai langkah telah diambil untuk mencoba mengurangi kesenjangan ekspektasi, yaitu:
1. Perluasan laporan audit. SA 700 revisi menyaratkan auditor untuk melaporkan risiko
salah saji material yang diidentifikasi oleh auditor, dan bagaimana auditor telah
mengaplikasikan konsep materialitas. Auditor juga diharuskan untuk memberikan
ikhtisar atas ruang lingkup audit, menunjukkan bagaimana risiko yang
diidentifikasikan telah ditangani.
2. Surat perikatan. Ketika perusahaan mengeluarkan surat perikatan, surat tersebut
mencakup sebuah paragraf yang mengingatkan direksi atas tanggung jawab mereka
dan menetapkan tanggung jawab perusahaan (asurans).
3. Memasukkan paragraf terkait dengan tanggungjawab direksi/auditor dalam surat
perikatan. Persyaratan pelaporan diperluas dengan panduan atas penyusunan laporan
audit, untuk memasukkan pernyataan atas tanggungjawab direksi. Ini berfungsi
untukmembuat tanggungjawab masing-masing dari manajemen dan auditor lebih jelas
bagi pengguna laporan keuangan.
4. Peran komite audit, yang bekerja sama dengan auditor dan menerima laporan dari
auditor eksternal maupun internal. Keberadaan komite audit berfungsi sebagai
pengingat atas pembagian tanggungjawab antara auditor dan manajemen.
Pengungkapan yang dibuat di laporan tahunan perusahaan mengenai praktik tata
kelolanya harus memuat ulasan mengenai pekerjaan dari komite auditnya.
Auditor diharapkan dapat mendeteksi dan memperbaiki atau mengungkapkan penghilangan
atau kesalahan saji informasi keuangan yang material. Ketika auditor gagal untuk memenuhi
ekspektasi ini, maka kegagalan audit adalah hasil yang tidak dapat dielakan. Maka kemudian tingkat
kualitas auditlah yang dapat menghindarkan terjadinya kegagalan audit. Kualitas audit (audit quality)
didefinisikan sebagai probabilitas bahwa laporan keuangan tidak memuat penghilangan ataupun
kesalahan penyajian yang material. Kualitas audit juga didefinisikan dari segi resiko audit, dengan
jasa bermutu tinggi akan mencerminkan risiko audit yang lebih kecil. Risiko audit (audit risk)
didefinisikan sebagai risiko bahwa “auditor kemungkinan dengan tanpa sepengetahuannya gagal
untuk dengan tepat memodifikasi pendapatnya atas laporan keuangan yang memuat kesalahan
penyajian yang material.
Namun kegagalan audit memang terjadi, dan sebagai konsekuensinya, akan membuat
kantor akuntan publik berhadapan dengan litigasi yang merugikan dan hilangnya reputasi,
belum termasuk keputusan yang diberikan oleh pengadilan dan penyelesaian diluar
persidangan.kerugian yang dialami klien atau penggunalah yang mengarah terjadinya situasi
ligitasi dan potensi pembayaran kepada penggugat. Ligitasi dapat digunakan sebagai suatu
ukuran tidak langsung dari kualitas audit dengan menggunakan suatu hubungan terbalik-
auditor dengan tingkat ligitasi yang relatif rendah (tinggi) berarti menawarkan kualitas audit
yang lebih tinggi (lebih rendah).
Tetapi tidak semua ligitasi langsung berasal dari kegagalan audit. Di sebuah studi
yang menguraikan peranan kegagalan bisnis dan kecurangan manajemen baik pada langkah
hukum yang dilakukan melawan auditor maupun penyelesaiannya. Hampir dari setengah
kasus-kasus yang melibatkan kegagalan audit melibatkan
(a) kegagalan bisnis atau klien dengan tingkat kesulitan keuangan yang parah, dan
(b) kebanyakan tuntutan hukum yang melibatkan klien-klien yang bangkrut juga
melibatkan kecurangan manajemen.
(1) kesalahan yang berpusat pada interpretasi auditor atas prinsip-prisip akuntansi yang
berlaku umum,
(2) kesalahan yang berpusat pada interpretasi auditor atas standar audit yang berlaku
umum atau implementasi dari standar audit yang berlaku umum dan
(3) kesalahan atau kelalaian auditor dalam beberapa hal yang meliputi; Merencanakan
audit; Melakukan audit; Menarik kesimpulan dari pekerjaan yang dilakukan.
Kegagalan ini biasanya dapat ditelususri ke satu dari empat penyebab utama yaitu:
A. Penerimaan Perikatan
1. Analisis risiko
Pada dasarnya prinsip dasar etika profesi ini memiliki hubungan yang sangat erat
dengan penerimaan perikatan audit. Oleh sebab itu, berdasarkan Kode Etik Profesi Akuntan
Publik Bagian A Seksi 100, terdapat beberapa prinsip dasar etika profesi yang harus dipatuhi
oleh setiap praktisi, yaitu :
1. Prinsip integritas, yaitu setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan
profesinal dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Prinsip objektivitas, yaitu setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan
kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain
memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.
4. Prinsip kerahasiaan, yaitu setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang
diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh
mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau
pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan
ketentuan hukum atau peraturan lainnnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari
hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh praktisi untuk
keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.
5. Prinsip perilaku profesional, yaitu setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan
yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Adanya prinsip dasar profesionalisme yang harus dipatuhi oleh praktisi menyebabkan
timbulnya ancaman akan adanya ketidakpatuhan praktisi dalam menjalankan prinsip dasar
etika profesi (Ristiaji, 2020).
Pengaruh Etika Auditor Terhadap Kinerja Auditor menurut Sitohang dan Siagian
(2019), etika yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme pada auditor sehingga auditor mampu meningkatkan
kinerjanya secara professional. Artinya semakin tinggi penerapan etika auditor maka
kinerja auditor mengalami peningkatan. Sebaliknya, jika etika auditor rendah, maka
hasil kerja juga merendah (tidak professional).
Pengaruh Independensi Terhadap Kinerja Auditor Primadana dan Sudjiman (2021)
berpendapat bahwa auditor harus jauh dari tekanan yang menimbulkan subjektifitas
saat melakukan audit laporan keuangan. Artinya sifat objektif atau independensi
mampu meningkatkan kinerja auditor agar sesuai dengan keadaan yang sejujurnya.
Sikap objektif ini merupakan hal penting dari hasil kerja (kinerja) auditor. Oleh sebab
itu peningkatan independensi mampu meningkatkan kinerja auditor (Situmorang &
Sudjiman, 2022).
Pengaruh Etika Auditor dan Independensi Terhadap Kinerja Auditor. Auditor
merupakan salah satu profesi yang membutuhkan sikap professional sehingga
memerlukan peningkatan etika dan independensi dari setiap auditor. Tidak adanya
sikap professional (etika) dan sikap objektif (independensi) pada diri auditor
berdampak pada pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku dan menyebabkan
hasil kerja (kinerja) auditor tidak berlaku. Oleh karenanya, semakin tinggi etika
auditor dan independensi berfungsi pada peningkatan kinerja auditor. Pernyataan ini
didukung dari hasil penelitian Sidauruk dan Fatullah (2018), Monique dan Nasution
(2020), Marita dan Gultom (2018) dan Prambowo dan Riharjo (2020).
Kode Etik Akuntan Profesional IAI Ancaman terhadap Objektivitas dan Independensi
Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika dapat berasal dari situasi dan
keadaan yang dihadapi oleh akuntan profesional. Di samping itu, sifat perjanjian dan
penugasan kerja mungkin berbeda, sehingga menimbulkan ancaman yang berbeda dan
membutuhkan perlindungan yang berbeda-beda (Ramdhani, 2019).
Ancaman tersebut sebagai berikut ini:
Ancaman kepentingan pribadi adalah ancaman yang terkait dengan kepentingan
keuangan atau kepentingan lain yang akan memengaruhi pertimbangan atau perilaku
akuntan profesional secara tidak layak.
Ancaman telaah pribadi adalah ancaman yang terjadi akibat dari akintan profesional
tidak dapat sepenuhnya melakukan evaluasi atas pertimbangan yang dilakukan atau
jasa yang diberikan oleh akuntan profesonal lain pada kantor akuntan atau organisasi
tempatnya bekerja yang akan digunakan oleh akuntan profesional untuk melakukan
pertimbangan sebagai bagian dari jasa yang sedang diberikan.
Ancaman advokasi adalah ancaman yang terjadi ketika akuntan profesional akan
mempromosikan posisi klien atau organisasi tempatnya bekerja sampai pada titik
yang dapat mengurangi objektivitasnya.
Ancaman kedekatan adalah ancaman yang terjadi ketika akuntan profesional terlalu
bersimpati pada kepentingan klien atau organisasi tempatnya bekerja, atau terlalu
mudah menerima hasil pekerjaan mereka, karena hubungan yang dekat dan telah
berlangsung lama dengan klien atau oganisasi tempatnya bekerja.
Ancaman intimidasi adalah ancaman yang terjadi ketika akuntan profesional dihalangi
untuk bertindak secara objektif karena tekanan yang nyata atau dirasakan, termasuk
upaya memengaruhi akuntan profesional secara tidak sepantasnya.
3. Sumber daya manusia
Auditor dalam hal ini mengevaluasi diri apakah ia memiliki kompetensi profesional
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kebutuhan sumber daya untuk mengaudit klien harus
dipertimbangkan. Hal ini penting karena mengingat sumberdaya yang dibutuhkan tersedia
atau tidak untuk menyelesaikan pekerjannya. Tersedia dalam hal ini adalah pengetahuan yang
relevan mengenai kondisi industri atau pada masalah audit, tingkat pengalaman yang relevan
mengenai persyaratan pelaporan dan ketentuan perundang-undangan. Jika semua sudah
terpenuhi ada satu hal lagi yang penting untuk dinilai yaitu waktu yang dibutuhkan. Waktu
menentukan hasil dari pengauditan yang dilakukan oleh auditor. Dalam hal ini apakah waktu
pengerjaan realistis untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan.
Penilaian atas kompetensi untuk melaksanakan audit secara jelas tercantum dalam SA
220, paragraf 14 dan kemudian dijelaskan dalam paragraf A11, yaitu ketika
mempertimbangkan kompetensi dan kemampuan yang tepat atas tim perikatan, rekan harus
mempertimbangkan hal-hal berikut :
1) Pemahaman dan pengalaman praktik atas perikatan audit.
2) Pemahaman standar profesi serta ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku.
3) Keahlian teknis, termasuk keahlian dalam bidang teknologi informasi yang relevan dan
keahlian tertentu dalam bidang akuntansi atau audit
4. Isu hukum
Alasan auditor mengenai unsur pelanggaran hukum oleh klien, yang menyatakan
bahwa unsur pelanggaran hukum oleh klien dapat terjadi pada kondisi-kondisi yang pasti
terjadi, bukan sesuatu yang lazim. Secara tidak langsung, pelanggaran hukum ini dapat
merusak integritas manajemen yang menjadi pertimbangan auditor dalam mengambil
keputusan penerimaan perikatan audit. Dengan maksud bahwa auditor akan lebih untuk
mempertimbangkan integritas manajemen dibandingkan dengan unsur pelanggaran hukum
oleh klien.
Surat perikatan disyaratkan di dalam ISA 210. Merupakan persyaratan dari standar ini
bahwa ketentuan dari perikatan dimasukkan dalam tulisan. Bentuk dan konten dari sebuah
surat perikatan beragam, namun harus mencakup permasalahan-permasalahan berikut:
1) Tujuan dan ruang lingkup dari audit atas laporan keuangan (termasuk acuan pada
undang-undang, peraturan, kerangka pelaporan keuangan dan standar audit yang berlaku)
2) Tanggung jawab manajemen (termasuk tanggung jawab untuk laporan keuangan dan
sistem pengendalian internal perusahaan)
3) Tanggung jawab auditor
4) Bentuk dan konten dari laporan dan komunikasi yang akan timbul dari audit
5) Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan lainnya dari audit, terdapat risiko
yang tidak dapat dihindari bahwa beberapa salah saji material tetap tidak dapat ditemukan
6) Fakta bahwa auditor berhak atas akses yang tidak terbatas pada catatan, dokumen dan
informasi lainnya yang diminta sehubungan dengan audit
7) Ekspektasi bahwa manajemen akan memberikan representasi tertulis
8) Surat tersebut juga mencakup hal-hal praktis, seperti pengaturan terkait dengan
perencanaan, penggunaan atas pekerjaan ahli, hubungan dengan departemen audit
internal, biaya jasa audit dan pembatasan atas kewajiban auditor.
a) Mendefinisikan secara jelas jangkauan dari tanggung jawab kami, dan jawab
perusahaan Bapak.
b) Meminimalisir kemungkinan adanya kesalahpahaman di antara kami Gonzo
Animations Ltd.
c) Memberikan konfirmasi tertulis mengenai penerimaan kami atas ruang lingkup audit
dan bentuk laporannya.
Isi dari surat perikatan ditetapkan di bawah ini, bersama, apabila diperlukan, pembenaran atas
dimasukkannya bagian tersebut.
1. Masing-masing dari tanggung jawab wajib dan profesional yang relevan (menghindari
kesalahpahaman).
2. Penjelasan atas ruang lingkup audit (sehingga kami menginformasikan mengenai apa
yang akan kami lakukan). Hal ini mencakup beberapa isu:
a) Audit akan dilakukan sesuai dengan Standar Audit yang dikeluarkan Institut Akuntan
Publik Indonesia.
b) Kami perlu nemperoleh pemahaman atas sistem akuntansi untuk menilai
kecukupannya sebagai dasar bagi penyusunan laporan keuangan.
c) Kami perlu memperoleh bukti yang relevan dan dapat diandalkan, yang cukup
memungkinkan kami untuk menarik kesimpulan yang masuk akal darinya.
d) Sifat dan jangkauan dari prosedur kami akan beragam tergantung pada penilaian atas
sistem akuntansi dan, apabila kami akan mengandalkannya, sistem pengendalian
internal.
e) Kami akan berupaya untuk merencanakan audit sehingga kami memiliki sebuah
ekspektasi yang wajar untuk mendeteksi salah saji material dalam laporan keuangan
atau catatan akuntansi yang berasal dari kecurangan, kesalahan, atau ketidakpatuhan
pada hukum atau peraturan namun bahwa pemeriksaan seharusnya tidak diandalkan
untuk mengungkapkan seluruh kecurangan, kesalahan, atau kejadian-kejadian
ketidakpatuhan yang mungkin ada (karena beberapa mungkin tidak material).
f) Dikarenakan oleh sifat pengujian dan keterbatasan inheren lainnya dari audit,
bersama dengan keterbatasan inheren dari sistem pengendalian internal, terdapat
risiko yang tidak dapat dihindari bahwa bahkan beberapa salah saji material dapat
tetap tidak ditemukan.
g) Penjelasan bahwa representasi manajamen mungkin diperlukan dalam bentuk tulisan
selama audit (ini hanya akan terjadi pada area audit dimana kami mengandalkan
representasi perusahaan Bapak).
h) Fakta bahwa kami mungkin mengirimkan sebuah surat berisi komentar, yang
menambah nilai dari audit, dengan menguraikan cara-cara yang berdasarkan diskusi
kami dapat ditingkatkan oleh bisnis.
Penting untuk menyepakati ketentuan dalam konteks audit wajib. Lebih penting lagi
apabila sebuah perusahaan ditunjuk untuk melaksanakan beberapa jenis penugasan lainnya.
Ketika tidak terdapat kerangka aturan yang rinci, akan terdapat risiko kesalahpahaman yang
jauh lebih besar atas kesalahpahaman sehingga negosiasi dan dokumentasi formal atas
ketentuan menjadi jauh lebih penting.
Surat Perikatan untuk Reviu atas Laporan Keuangan memiliki tujuan dari reviu atas
laporan keuangan yakni, menurut ISRE 2400, 'untuk memungkinkan praktisi untuk
menyatakan apakah, berdasarkan prosedur yang tidak memberikan seluruh bukti yang akan
diperlukan dalam audit, tidak terdapat hal yang menarik perhatian praktisi yang menyebabkan
praktisi meyakini bahwa laporan keuangan tidak disusun, dalam segala hal yang material,
sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.' Dengan kata lain reviu atas
laporan keuangan menghasilkan tingkatan asurans yang terbatas/sedang yang diekspresikan
secara negatif. Ketentuan atas perikatan disepakati antara klien dan praktisi, tidak seperti
perikatan audit yang ditentukan oleh undang-undang dan standar profesional.
Apabila sebuah perusahaan ditunjuk, misalnya, untuk melakukan reviu atas prediksi
arus kas yang telah disusun oleh klien untuk mendukung usahanya untuk mengajukan
pendanaan dari bank, terdapat isu lebih lanjut untuk dipertimbangkan dan dimasukkan di
dalam surat perikatan:
C. Pengelolaan Perikatan
1. Pengendalian mutu
Prosedur pengendalian mutu penting untuk memastikan bahwa pekerjaan yang dapat
diterima dilakukan oleh perusahaan asurans dan risiko perikatan asurans dikurangi sampai ke
tingkatan yang dapat diterima. Sebuah perikatan bisa salah karena masalah yang berasal dari
klien, atau masalah yang berasal dari perusahaan asurans, misalnya bahwa tim perikatan tidak
memiliki pengetahuan yang cukup atas bisnis atau diarahkan dan disupervisi dengan buruk.
Terdapat enam elemen kunci dari sistem pengendalian mutu:
1) Kepemimpinan
2) Persyaratan etika
3) Penerimaan dan kelanjutan atas hubungan klien/perikatan tertentu
4) Sumber daya manusia
5) Kinerja perikatan
6) Pengawasan
Alasan utama pengguna akhir ingin laporan asurans disusun yakni untuk mengurangi
risiko membuat keputusan yang salah. Sebagai akibatnya seseorang siap untuk membayar
biaya bagi perusahaan asurans. Jumlah pekerjaan yang dilakukan perusahaan didikte oleh
kebutuhan untuk mengurangi risiko perikatan asurans ke tingkatan yang dapat diterima.
Apabila perusahaan tidak melakukan ini, perusahaan tidak melakukan sebuah pekerjaan yang
dapat diterima ketika dinilai terhadap standar profesional. Perusahaan harus memastikan
bahwa mutu atas pekerjaannya tidak gagal dengan mengimplementasikan prosedur
pengendalian mutunya sendiri.
b. Prosedur untuk memastikan bahwa rekan dan staf perusahaan memiliki pengetahuan dan
kompetensi yang dibutuhkan
e. Kemampuan komunikasi
h. Pengawasan
ISQC 1 mencantumkan hal-hal berikut ini sebagai elemen atas sistem pengendalian
mutu sebuah perusahaan:
a. Kepemimpinan
b. Persyaratan etika
e. Kinerja perikatan
f. Pengawasan
a) Standar dari seluruh pekerjaan audit yang diselesaikan tinggi dan konsisten
b) Auditor yang teregister dianggap sebagai profesional yang mengikuti standar
c) Mutu dari pekerjaan yang diselesaikan dapat diukur dengan sebuah standar
d) Individu di dalam perusahaan tahun kalai pekerjaan yang telah mereka selesaikan
dapat diterima
3. Kepemimpinan
Etika penting bagi penyedia jasa asurans, karena etika mendukung kepercayaan publik
yang diperlukan untuk membuat jasa asurans dapat berjalan. Perusahaan harus menyusun
kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa perusahaan memenuhi persyaratan etika.
a. Rekrutmen
b. Evaluasi kinerja
d. Kompetensi
e. Pengembangan karir
f. Promosi
h. Estimasi atas kebutuhan personil (sebagai contoh, penghargaan diri juga penghargaan oleh
orang lain)
4. Pelaksanaan perikatan
Pengarahan
Ini sebagian besar merupakan tanggung jawab dari rekan perikatan yang mengendalikan
bagaimana perikatan asurans harus dilakukan, namun tugas ini akan didelegasikan kepada
sebagian besar anggota tim senior di tempat perikatan, yang akan mengarahkan perikatan
sesuai dengan strategi keseluruhan.
Supervisi
a. Menelusuri kemajuan
b. Apabila terlalu longgar, kesalahan dapat dibuat atau buang-buang waktu dalam
pekerjaan yang tidak efektif
Rekan memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk melakukan supervisi audit, namun
biasanya akan mendelegasikan tugas supervisi kepada seorang manajer atau supervisor yang
demikian pula akan mendelegasikan kepada 'senior' atau 'in charge' yang bertanggung jawab
untuk manajemen perikatan sehari-hari.
Penelaahan
Pekerjaan yang dilakukan oleh staf ditelaah oleh staf yang lebih senior atau rekan
perikatan. Tujuan dari penelaahan yakni untuk mempertimbangkan apakah pekerjaan yang
dilakukan sesuai dengan strategi audit dan apakah pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan
standar profesional dan persyaratan regulasi dan legal.
Rekan perikatan harus yakin bahwa bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh
untuk mendukung kesimpulan dalam laporan audit.
Pengawasan (cold review) dirancang sebagai sebuah bagian yang berkelanjutan atas
proses pengendalian mutu dan terjadi setelah penugasan asurans telah diselesaikan.
Biasanya dilakukan antara:
Tim penelaah juga harus mengembangkan program aksi yang sesuai ketika kesalahan
teridentifikasi termasuk:
6. Analisis risiko
1) Inherent Risk
Risiko bawaan mengukur penilaian auditor atas kemungkinan terdapatnya salah saji
material (baik kecurangan maupun kesalahan) dalam suatu bagian pengauditan
sebelum melakukan pertimbangan efektivitas pengendalian internal klien (Elder, R. J.
et al., 2011). Risiko bawaan meliputi suatu kententuan saldo rekening atau golongan
transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait.
2) Control Risk
Risiko pengendalian merupakan suatu salah saji material yang dapat terjadi apabila
dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur
pengendalian intern pihak klien. Risiko pengendalian adalah ukuran penetapan auditor
akan kemungkinan adanya kekeliruan salah saji dalam segmen audit yang melewati
batas toleransi, yang tak terdeteksi atau tercegah oleh struktur pengendalian intern
klien (Arens dan Loebbecke, 1997).
3) Detection Risk
Risiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi. Dalam hal mengetahui risiko tersebut dapat
dilakukan uji analitis (analytical procedure) dan tes uji atas transaksi (test of detail).
Faktor yang mempengaruhi audit risk Faktor-faktor yang mempengaruhi inherent risk
a. Inherent risk yang terdapat pada sejumlah akun yang dipengaruhi dari sifat bisnis
klien seperti contohnya akun persediaan, piutang dagang, dan aktiva tetap,
b. Sifat dari bisnis hanya memberi pengaruh kecilpada akun kas, hutang wesel, dan
hutang hipotik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi control risk, dan ada dua cara yang dilakukan oleh
auditor dalam mengevaluasi control risk :
1. Mendapat pengetahuan dan pemahaman atas internal control suatu perusahaan. Hal
ini berlaku terhadap semua jenis jasa audit.
2. Melakukan tes keefektifan dari internal control. Hal tersebut berlaku apabila
auditor menetapkan control risk di bawah tingkat maksimum.
Faktor faktor yang mengurangi detection risk adalah dengan melakukan kegiatan
subtantif test dalam jumlah yang lebih banyak.
REFERENSI
Ikatan Akuntan Indonesia, Modul Chartered Account “Audit & Assurans”, Jakarta: IAI.
2021. Hal 42-44
Ristiaji, A. (2020). Analisis Penerimaan Perikatan Audit Pada Kap Heroe Pramono & Rekan
Jakarta.
Situmorang, H., & Sudjiman, L. S. (2022). Pengaruh Etika Auditor dan Independensi
Terhadap Kinerja Auditor di Kantor Akuntan Publik Jakarta. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi (JIMMBA), 4(2), 206–216.
https://doi.org/10.32639/jimmba.v4i2.91