Anda di halaman 1dari 15

JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No.

1, Maret 2022, hlm 91-105

ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA


INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti1*, Airlangga Surya Kusuma2

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta, Depok, Indonesia


*retnodyah@upnvj.ac.id

Abstract
Angkringan currently acts as a public space in various cities, including in the city of Bogor. The
advantages of angkringan, which offer cheap food and drinks, and give customers the freedom to
socialize, make angkringan as an ideal public space for social interaction, especially for the lower
middle class. The purpose of this study is to describe in detail how the role of angkringan as a public
space and as a means of social interaction in the city of Bogor. The research method used for this study
is descriptive qualitative with a case study approach. The data collection technique used in this study
was observation and literature review method. This study shows that social interactions in angkringan
happened in the form of social contact and interpersonal communication. The social contact in
angkringan occured when angkringan customers learn and accept the norms that apply in angkringan,
namely egalitarian norms and emphasis on face-to-face communication. The existence of these two
norms enabled an effective and intese interpersonal communication. This made angkringan as a public
space that can facilitate better social interaction for urban communities in Bogor City.

Keywords: angkringan, public space, social interaction

Abstrak
Angkringan saat ini berperan sebagai ruang publik di berbagai kota, termasuk di Kota Bogor.
Keunggulan angkringan yang menawarkan makanan dan minuman dengan harga cukup murah, serta
memberikan kebebasan pelanggannya untuk dapat duduk berjam-jam dan bebas bersosialisasi,
menjadikan angkringan sebagai ruang publik yang ideal untuk terjadinya interaksi sosial bagi kelompok
masyarakat tertentu, terutama masyarakat menengah ke bawah. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan secara detail bagaimana peran angkringan sebagai ruang publik dan sarana interaksi
sosial di Kota Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan
studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini berupa observasi dan kajian
literatur. Penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi sosial yang terjadi di angkringan terjadi dalam
bentuk kontak sosial maupun komunikasi antar pribadi. Kontak sosial di angkringan terjadi ketika
pelanggan angkringan mempelajari serta menerima norma-norma yang berlaku di angkringan, yaitu
norma egalitarian dan norma penekanan terhadap komunikasi tatap muka. Keberadaan kedua norma
tersebut selanjutnya menjadikan komunikasi antar pribadi dapat berlangsung secara efektif dan intens.
Hal ini menjadikan angkringan sebagai ruang publik yang dapat memfasilitasi interaksi sosial yang lebih
baik bagi masyarakat urban di Kota Bogor.

Kata Kunci: angkringan, ruang publik, interaksi sosial

PENDAHULUAN dan minuman yang disediakan oleh usaha


Usaha kuliner merupakan salah satu kuliner merupakan bagian dari kebutuhan
jenis usaha yang memiliki perkembangan hidup masyarakat sehari-hari (Sardanto dan
yang cukup baik. Usaha kuliner sendiri Ratnanto, 2016). Salah satu pihak yang
seakan tidak lepas dari kehidupan memiliki peran cukup dominan dalam usaha
masyarakat, mengingat konsumsi makanan kuliner adalah pelaku Usaha Mikro, Kecil

91
Submitted: January 2022, Accepted: March 2022, Published: March 2022
ISSN: 2614-8153 (cetak), ISSN: 2614-8498 (online)
Website: http://journal.moestopo.ac.id/index.php/pustakom
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

dan Menengah (UMKM) (Sari dan Susilo, angkringan Mbah Wiro. Wiryo meracik
2021; Priyono, Hakim, dan Susanto, 2021). minuman jahe dan teh yang selanjutnya
Pelaku UMKM pada umumnya memilih menjadi ciri khas dari angkringan (Prakoso,
usaha kuliner yang relatif sederhana dan 2020). Di awal kehadirannya, pelaku usaha
mudah untuk didirikan serta dijalankan angkringan pada awalnya menggunakan
(Sancoko dan Rahmawati, 2019). Usaha pikulan yang terbuat dari bambu. Pikulan
kuliner tersebut salah satunya adalah warung tersebut dilengkapi dengan bangku untuk
angkringan. Angkringan merupakan warung penjual, anglo atau tungku berbahan bakar
tidak permanen dengan tenda dan gerobak arang, serta alat dan bahan makanan serta
yang pada umumnya beroperasi dari sore minuman seperti cerek. Pelaku usaha
hingga dini hari (Melinda, 2014; Handayani angkringan pada waktu itu masih cenderung
dan Taufik, 2017; Fajar dan Rismayati, berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya
2021). dengan pikulannya tersebut (Prakoso, 2020;
Para pelaku usaha angkringan Sancoko dan Rahmawati, 2019).
kebanyakan memanfaatkan ruang Selanjutnya, pada tahun 1975 pelaku
pedestrian, bahu jalan, atau ruang-ruang usaha angkringan beralih menggunakan
kosong lainnya di kawasan perkotaan dalam gerobak dorong yang dilengkapi dengan
menjalankan usahanya (Nurzamni dan terpal plastik, lampu teplok, tungku arang,
Marlina, 2019). Angkringan pada umumnya dan cerek besar. Penggunaan gerobak ini
menjajakan makanan dan minuman hingga sekarang menjadi identitas sekaligus
sederhana, seperti aneka gorengan, nasi ciri khas dari angkringan (Azizah, 2015).
bungkus atau dikenal juga sebagai nasi Pada akhirnya, pedagang angkringan
kucing, tempe, tahu bacem, oseng tempe, memutuskan untuk berjualan secara
sate usus, sate telur puyuh, dan aneka lauk menetap dan tidak lagi berkeliling dengan
pauk lainnya. Minuman yang pada gerobak dorong (Prakoso, 2020). Awalnya
umumnya disajikan di angkringan adalah angkringan hanya ada di Kota Yogyakarta
wedang jahe, susu jahe, teh, dan kopi dan Kota Surakarta, dimana istilah
(Melinda, 2014; Azizah, 2015; Sardanto dan angkringan atau warung kucing lebih umum
Ratnanto, 2016). digunakan di Kota Yogyakarta, sedangkan
Kata angkringan sendiri berasal dari di Kota Surakarta usaha angkringan lebih
Bahasa Jawa, yaitu angkring atau nangkring, dikenal dengan istilah hik (dibaca hek).
yang berarti duduk santai atau duduk bebas Istilah ini diambil dari kebiasaan pedagang
(Azizah, 2015). Sejarah angkringan diawali pikulan di Kota Surakarta yang biasa
oleh Mbah Karso atau Djukut yang berasal berteriak hiik iyeeekk, termasuk pelaku
dari Desa Ngerangan, Bayat, Klaten. Pada usaha angkringan yang pada awalnya masih
awalnya Mbah Karso merantau ke Kota menggunakan pikulan. Meskipun pelaku
Surakarta pada tahun 1930-an. Mbah Karso usaha angkringan di Kota Surakarta juga
bekerja sebagai penjual terikan (masakan sudah berjualan secara menetap dan tidak
khas Jawa Tengah dengan kuah kental dan lagi berkeliling dengan pikulan, namun
lauk tempe atau daging) dan menjadi anak istilah hik tetap melekat sebagai nama
buah dari juragan terikan bernama Wono. angkringan di Kota Surakarta (Sancoko dan
Pada tahun 1943, Mbah Wiro Rahmawati, 2019).
berinisiatif menambahkan cerek berisi kopi Seiring dengan berjalannya waktu,
dan jahe pada pikulan masakan teriknya. Hal angkringan tidak lagi hanya dapat ditemui di
ini menjadi cikal bakal dari angkringan Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta saja,
pertama. Selanjutnya teman Mbah Wiro namun angkringan sudah mulai menyebar
bernama Wiryo turut menyusul ke Kota ke sejumlah kota di Indonesia (Oktaviana
Surakarta dan bergabung dengan usaha dan Hafizi, 2017; Fajar dan Rismayati,

92
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

2021). Salah satu kota dimana angkringan komunikasi antar pelanggan angkringan
dapat dijumpai adalah Kota Bogor, Jawa tersebut (Azizah, 2015).
Barat. Di kota ini, angkringan dapat Interaksi sosial yang terjadi dapat
dijumpai di Jalan Pomad, Ciluar, Bogor berupa kegiatan yang bersifat pasif, seperti
Utara, Kota Bogor. Usaha angkringan di pelanggan angkringan yang hanya sekadar
wilayah ini sendiri cukup populer. Bahkan duduk di bangku atau tikar sambil
tak jarang bila di malam hari terjadi menikmati makanan dan minuman. Interaksi
kemacetan akibat banyaknya pengunjung sosial juga dapat terjadi secara aktif, seperti
yang memadati usaha angkringan tersebut. pelanggan angkringan yang berbicara
Keberhasilan usaha angkringan untuk dengan temannya, atau pelanggan
berekspansi ke kota-kota lain di Indonesia angkringan yang berbicara dengan pemilik
tidak terlepas dari sejumlah keunggulan usaha angkringan (Nurzamni dan Marlina,
usaha angkringan. Angkringan pada 2019). Seiring dengan menyebarnya usaha
umumnya menjajakan makanan dan angkringan ke berbagai kota di Indonesia,
minuman dengan harga cukup murah (Fajar angkringan juga menjadi ruang publik di
dan Rismayati, 2021). Pelanggan kota-kota tersebut, termasuk angkringan di
angkringan juga bebas untuk duduk berjam- Kota Bogor.
jam tanpa harus khawatir diusir oleh pemilik Penelitian-penelitian terdahulu
usaha angkringan. Pelanggan juga dapat mengenai angkringan cenderung
menikmati makanan dan minuman dengan memandang angkringan dari sisi bisnis,
duduk bebas (satu kaki diangkat), atau jika seperti strategi bisnis pelaku usaha
memungkinkan sambil tiduran (Oktaviana angkringan (Oktaviana dan Hafizi, 2017),
dan Hafizi, 2017). perilaku konsumen angkringan, dan
Sejumlah angkringan juga dilengkapi kegiatan pemasaran pelaku usaha
dengan fasilitas seperti Wi-Fi, sehingga angkringan (Melinda, 2014; Sardanto dan
semakin membuat betah pelanggan Ratnanto, 2016; Handayani dan Taufik,
angkringan (Melinda, 2014; Handayani dan 2017; Sancoko dan Rahmawati, 2019; Alam,
Taufik, 2017). Keunggulan angkringan dkk, 2021), serta manajemen operasi usaha
tersebut secara tidak langsung menjadikan angkringan (Fajar dan Rismayati, 2021;
angkringan bertransformasi tidak hanya Priyono, Hakim, dan Susanto, 2021).
sebatas bisnis kuliner saja, namun sudah Namun, belum banyak penelitian yang
menjadi ruang publik dan tempat terjadinya melihat angkringan dari sisi ilmu
interaksi sosial untuk kelompok masyarakat komunikasi, khususnya mengenai peran
tertentu, terutama masyarakat menengah ke angkringan sebagai ruang publik dan sarana
bawah, atau masyarakat dengan daya beli interaksi sosial bagi masyarakat urban.
terbatas, seperti mahasiswa (Iskhak dan Penelitian ini memilih angkringan di Kota
Affandi, 2018; Nurzamni dan Marlina, Bogor sebagai obyek penelitian,
2019). dikarenakan penelitian ini ditujukan untuk
Hal ini mengingat angkringan menganalisis lebih jauh mengenai peran
merupakan ruang publik yang cukup angkringan sebagai ruang publik dan sarana
egaliter, dikarenakan setiap orang dapat interaksi sosial di Kota Bogor.
menikmati makanan dan minuman dengan Berdasarkan penjelasan diatas,
harga cukup murah, serta dapat duduk rumusan masalah dari penelitian ini adalah
berjam-jam dan bebas bersosialisasi tanpa bagaimana peran angkringan sebagai ruang
adanya hambatan (Nurzamni dan Marlina, publik dan sarana interaksi sosial di Kota
2019). Selanjutnya, sebagai ruang terjadinya Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk
interaksi sosial, adanya angkringan juga mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai
memungkinkan terjadinya kontak sosial dan peran angkringan sebagai ruang publik dan

93
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

sarana interaksi sosial di Kota Bogor. ruang publik terbuka. Ruang publik tertutup
Manfaat teoritis yang diharapkan dari adalah ruangan yang terdapat di suatu
penelitian ini adalah untuk memberikan bangunan, seperti balai kota, pusat
sumbangan bagi kajian ilmu komunikasi, perbelanjaan, atau gelanggang olahraga.
khususnya yang berkaitan dengan peran Terdapat pula ruang publik yang berupa
ruang publik sebagai sarana interaksi sosial. ruang terbuka, yaitu ruang publik yang
Manfaat praktis yang diharapkan dari berada di luar bangunan, seperti lapangan,
adanya penelitian ini adalah penelitian ini taman kota, taman peringatan, atau jalan
dapat memberikan rekomendasi bagi pihak- raya (Mulyandari dan Bhayusukma, 2015;
pihak terkait, seperti pelaku usaha Malik, 2018). Sebagai wadah penampungan
angkringan. dari aktivitas masyarakat, ruang publik juga
Kerangka pokok pikiran dari memiliki peran sebagai tempat terjadinya
penelitian ini adalah peran angkringan interaksi sosial (Nurzamni dan Marlina,
sebagai ruang publik, dan khususnya sebagai 2019).
sarana interaksi sosial masyarakat urban di Interaksi sosial merupakan suatu
Kota Bogor. Ruang pada dasarnya hubungan antara dua orang atau lebih,
merupakan sebuah tempat yang terbentuk sehingga kelakuan individu yang satu
dikarenakan adanya obyek atau aktivitas di memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki
dalamnya. Ruang terbentuk melalui kelakukan individu yang lain atau
partisipasi masyarakat dalam merencanakan sebaliknya. Secara sederhana, interaksi
serta merancang ruang tersebut (Tamariska sosial terjadi apabila dua orang atau lebih
dan Ekomadyo, 2017). saling bertemu, saling menegur, saling
Ruang publik adalah suatu ruang yang berkenalan, dan saling memengaruhi
merupakan wadah penampungan aktivitas (Azizah, 2015).
tertentu dari elemen masyarakat, baik Interaksi sosial memiliki sejumlah
individu maupun kelompok (Mulyandari ciri-ciri, yaitu adanya pelaku dengan jumlah
dan Bhayusukma, 2015). Istilah ruang lebih dari satu, adanya komunikasi antar
publik pertama kali diangkat oleh Jurgen pelaku dengan menggunakan simbol-
Habermas pada tahun 1962, dan kemudian simbol, adanya dimensi waktu yang
dituangkan dalam buku yang berjudul The menentukan sifat aksi yang sedang
Structural Transformation of The Public berlangsung, dan ada tujuan-tujuan tertentu
Sphere. dari pihak yang melakukan interaksi sosial
Habermas memandang bahwa ruang (Azizah, 2015). Menurut teori interaksi
publik bukan hanya sebatas wadah sosial John Lewis Gillin dan John Philip
penampungan aktivitas tertentu dari elemen Gillin, suatu interaksi sosial dapat dikatakan
masyarakat, namun idealnya di dalam ruang terjadi apabila terdapat dua hal, yaitu
publik juga terdapat kebebasan berpendapat terjadinya kontak sosial dan adanya
bagi setiap individu, dan tidak ada komunikasi antar individu atau kelompok
pembatasan atau hambatan dalam (Gillin dan Gillin dalam Prasanti dan
berpendapat oleh pihak lain di ruang publik. Indriani, 2017; Nurzamni dan Marlina,
Pada suatu ruang publik yang ideal, tidak 2019). Salah satu bentuk interaksi sosial
ada perlakuan istimewa terhadap individu yang terjadi di ruang publik adalah
atau kelompok tertentu, dan setiap individu terjadinya kontak sosial, dimana suatu
atau kelompok memiliki kesetaraan dalam individu melakukan kontak atau hubungan
beraktivitas di dalam ruang publik tersebut dengan individu lainnya, baik secara
(Habermas dalam Malik, 2018). langsung (mengobrol, mendengar, melihat,
Ruang publik sendiri terbagi kedalam atau memberikan isyarat dan gestur),
dua jenis, yaitu ruang publik tertutup atau maupun tidak langsung (melalui tulisan atau

94
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

melalui internet). Pada saat interaksi sosial kesepahaman dari suatu makna antara dua
terjadi, individu mempelajari norma-norma pihak atau lebih. Komunikasi memiliki
yang berlaku di suatu kelompok atau suatu sejumlah elemen, yaitu pengirim pesan
masyarakat (Gillin dan Gillin dalam Prasanti (komunikator), proses penyusunan pesan,
dan Indriani, 2017). pesan itu sendiri, media komunikasi, proses
Norma merupakan suatu standar interpretasi pesan, penerima pesan
perilaku dalam suatu kelompok atau suatu (komunikan), gangguan, dan umpan balik
masyarakat tertentu yang diikuti oleh dari penerima pesan. Proses komunikasi
anggota kelompok atau anggota masyarakat, terjadi ketika pengirim pesan
dan menentukan perilaku apa yang diterima menyampaikan pesan yang sudah disusun
dan perilaku apa yang tidak diterima di melalui media komunikasi. Pesan tersebut
dalam kelompok atau masyarakat tersebut. kemudian diterima dan diinterpretasikan
Keberadaan norma pada suatu kelompok oleh penerima pesan, dimana pengiriman
atau masyarakat menciptakan suatu efek dan interpretasi tersebut dapat terhambat
konformitas, yaitu suatu tekanan yang oleh adanya gangguan, seperti
dirasakan oleh anggota kelompok atau kesalahpahaman antara pengirim pesan
anggota masyarakat untuk mengikuti norma- dengan penerima pesan. Selanjutnya,
norma yang berlaku di kelompok atau penerima pesan memberikan umpan balik
masyarakat tersebut (Kiesler dan Kiesler kepada pengirim pesan sebagai respon dari
dalam Robbins dan Judge, 2013). pesan yang diterima (Robbins dan Judge,
Adanya efek konformitas menjadikan 2013).
anggota kelompok atau anggota masyarakat Pada suatu interaksi sosial, jenis
untuk menyesuaikan dan mengubah komunikasi yang pada umumnya terjadi
perilakunya sesuai dengan norma-norma adalah komunikasi antar pribadi.
yang berlaku. Selain itu, efek konformitas Komunikasi antar pribadi merupakan proses
juga menjadikan suatu kelompok atau pengiriman pesan dari seseorang
masyarakat kurang toleran terhadap perilaku (komunikator) dan diterima orang lain
yang berbeda dari suatu anggota kelompok (komunikan) dengan efek umpan balik yang
atau anggota masyarakat, terutama perilaku langsung (Devito dalam Novianti, Sondakh,
yang tidak sesuai dengan norma-norma di dan Rembang, 2017; Bahri, 2018; Hamzah,
dalam kelompok atau masyarakat tersebut 2018).
(Robbins dan Judge, 2013). Akibatnya, Komunikasi antar pribadi yang efektif
suatu kelompok atau masyarakat cenderung mengharuskan hadirnya sejumlah kondisi
memberikan hukuman berupa penolakan pada antar individu, yaitu keterbukaan,
dan pengucilan terhadap anggota kelompok empati, dukungan, rasa positif, dan
atau anggota masyarakat yang perilakunya kesetaraan (Devito dalam Novianti,
tidak sesuai dengan norma-norma yang Sondakh, dan Rembang, 2017). Komunikasi
berlaku. Oleh karena itu agar dapat diterima antar pribadi dapat berlangsung melalui
dalam suatu kelompok atau suatu komunikasi verbal atau komunikasi non
masyarakat, anggota kelompok atau anggota verbal. Komunikasi verbal merupakan
masyarakat tidak memiliki pilihan selain komunikasi yang menggunakan kata-kata.
menyesuaikan atau mengubah perilakunya Komunikasi ini dapat berlangsung melalui
sesuai dengan norma-norma yang berlaku pembicaraan tatap muka, pembicaraan
(Fitriyani, Widodo, dan Fauziah, 2013). melalui telepon, atau dengan tulisan dalam
Bentuk lain dari interaksi sosial adalah bentuk surat, laporan, memo, e-mail, atau
terjadinya komunikasi antar individu. media sosial. Komunikasi non verbal
Komunikasi pada dasarnya merupakan merupakan komunikasi yang tidak
terjadinya suatu pemindahan dan menggunakan kata-kata, melainkan dengan

95
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

simbol-simbol tertentu. Komunikasi ini Kota Surabaya, dimana angkringan


berlangsung dengan memanfaatkan gambar, memiliki peran sebagai tempat diskusi bagi
logo, gestur, atau bahasa tubuh (Locker dan mahasiswa di Kota Surabaya. Penelitian
Kaczmarek, 2014). Nurzamni dan Marlina (2019) juga
Penelitian mengenai angkringan sudah membahas mengenai peran angkringan di
banyak dilakukan oleh sejumlah peneliti. Kota Surakarta sebagai ruang publik dan
Namun penelitian mengenai angkringan tempat terjadinya interaksi sosial bagi
lebih banyak melihat angkringan dari sisi masyarakat di Kota Surakarta.
bisnis, seperti strategi bisnis dan strategi Merujuk pada beberapa penelitian
pemasaran pelaku usaha angkringan, yang sudah disinggung diatas, perbedaan
perilaku konsumen angkringan, dan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
manajemen operasi angkringan. sebelumnya adalah penelitian ini membahas
Penelitian Oktaviana dan Hafizi angkringan tidak dari sisi bisnis, melainkan
(2019) membahas mengenai strategi bisnis dari sisi ilmu komunikasi, khususnya
pelaku usaha angkringan di Kota mengenai peran angkringan sebagai ruang
Palangkaraya, seperti strategi pemasaran, publik dan sarana interaksi sosial bagi
analisis kelayakan bisnis, dan analisis masyarakat urban. Penelitian ini juga tidak
SWOT (Strength, Weaknesses, hanya sebatas menjelaskan angkringan
Opportunities and Threats). sebagai ruang publik, namun juga akan
Penelitian Sancoko dan Rahmawati menganalisis lebih dalam mengenai
(2019) membahas mengenai strategi interaksi sosial dan komunikasi antar pribadi
pemasaran yang tepat bagi pelaku usaha yang terjadi di angkringan tersebut. Hal ini
angkringan di Kota Surabaya, serta yang menjadi perbedaan sekaligus
keterbatasan yang dimiliki oleh pelaku usaha pembaruan yang dihadirkan oleh penelitian
angkringan dalam melakukan kegiatan ini.
pemasaran. Penelitian Handayani dan Taufik
(2017) membahas mengenai perilaku METODOLOGI PENELITIAN
konsumen angkringan di Kota Semarang Penelitian ini menggunakan
dalam memilih angkringan, serta faktor- paradigma interpretif, yaitu paradigma yang
faktor yang menentukan keputusan menekankan bahwa fenomena sosial yang
pemilihan angkringan oleh konsumen, terjadi dapat diinterpretasikan secara relatif
seperti lokasi angkringan, fasilitas sesuai dengan teori yang digunakan oleh
angkringan, dan kualitas pelayanan peneliti (Neuman, 2014).
angkringan. Penelitian ini menggunakan
Penelitian Priyono, Hakim, dan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian
Susanto (2021) membahas mengenai kualitatif merupakan penelitian yang
penerapan sistem Teknologi Informasi (TI) bertujuan untuk mendeskripsikan dan
untuk pencatatan dan pendataan barang menerjemahkan makna, bukan frekuensi,
angkringan di Kota Semarang. Penelitian dari suatu fenomena (Cooper dan Schindler,
Fajar dan Rismayati (2021) membahas 2011). Penelitian kualitatif menekankan
mengenai penerapan sistem Teknologi pada analisis data yang bersifat lunak (soft
Informasi (TI) untuk pengelolaan menu pada data), seperti kata, kalimat, foto, dan simbol.
angkringan di Kota Mataram. Penelitian Penelitian kualitatif memiliki tujuan untuk
mengenai angkringan sebagai ruang publik mengekstraksi tema dan menyajikan hasil
juga sudah dilakukan oleh sejumlah peneliti. dari analisis data untuk menunjukkan sebuah
Penelitian Iskhak dan Affandi (2018) gambaran yang koheren dan konsisten
membahas mengenai peran angkringan (Neuman, 2014). Dalam hal ini, penelitian
sebagai ruang publik bagi mahasiswa di ini bertujuan untuk menunjukkan gambaran

96
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

yang konsisten dan koheren mengenai obyek literatur dengan memanfaatkan data
penelitian, yaitu peran angkringan sebagai sekunder mengenai angkringan.
ruang publik dan sarana interaksi sosial di Data yang sudah dikumpulkan oleh
Kota Bogor, melalui analisis data berupa peneliti selanjutnya diolah dengan metode
hasil pengamatan yang didapat oleh peneliti. analisis data Miles dan Haberman. Menurut
Penelitian ini juga merupakan metode ini, terdapat tiga tahap analisis data,
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu: (1) reduksi data, dimana data – data
merupakan penelitian yang menggambarkan yang sudah dikumpulkan
secara spesifik detail–detail mengenai diringkas,dikelompokkan, dan disusun
sebuah situasi, setting sosial, atau hubungan menjadi suatu konsep; (2) penyajian data,
dari suatu fenomena. Penelitian deskriptif dimana data-data yang sudah direduksi
sendiri berfokus untuk menjawab selanjutnya disajikan dalam bentuk teks
pertanyaan “bagaimana” dari suatu naratif; (3) penarikan kesimpulan dan
fenomena (Neuman, 2014). Dalam hal ini, verifikasi, dimana peneliti mengambil
penelitian ini bertujuan untuk kesimpulan dari data-data yang disajikan
menggambarkan secara detail bagaimana dan melakukan verifikasi mengenai
peran angkringan sebagai ruang publik dan kebenaran dari simpulan-simpulan yang
sarana interaksi sosial di Kota Bogor. Selain diambil tersebut (Miles dan Haberman
itu, penelitian ini menggunakan pendekatan dalam Sugiyono, 2009).
studi kasus. Studi kasus merupakan studi Untuk memverfikasi temuan –
yang bersifat mendalam mengenai konteks temuan dari penelitian ini, peneliti
pada situasi dan fenomena tertentu (Sekaran menerapkan metode triangulasi. Metode
dan Bougie, 2010). triangulasi merupakan metode dimana
Penelitian ini melakukan analisis peneliti menerapkan sejumlah teknik
yang bersifat mendalam mengenai konteks pengumpulan data dan analisis data yang
angkringan di Kota Bogor dan fenomena berbeda, dalam rangka meningkatkan
interaksi sosial yang terjadi dalam akurasi temuan penelitian (Neuman, 2014).
angkringan di Kota Bogor. Pengumpulan Peneliti menerapkan triangulasi berupa
data pada penelitian ini dilakukan melalui triangulasi metode pengumpulan data.
observasi dan kajian literatur. Observasi Triangulasi metode pengumpulan data
merupakan teknik pengumpulan data merupakan pemanfaatkan beberapa metode
dimana peneliti melakukan pengamatan pengumpulan data yang berbeda dalam
terhadap obyek tertentu (orang atau rangka meningkatkan kekayaan temuan
kegiatan) di suatu lingkungan, dan peneliti penelitian (Neuman, 2014). Triangulasi
selanjutnya mencatat informasi-informasi metode pengumpulan data dilakukan dengan
yang relevan dari hasil pengamatan tersebut menerapkan dua metode pengumpulan data,
(Sekaran dan Bougie, 2010). Kajian literatur yaitu observasi dan kajian literatur, dimana
merupakan teknik pengumpulan data dengan selanjutnya peneliti akan membandingkan
memanfaatkan data sekunder, seperti serta meng- kombinasikan data dari hasil
laporan, artikel berita, maupun data dari observasi dengan data dari kajian literatur.
organisasi atau perusahaan (Cooper dan
Schindler, 2011). Dalam penelitian ini, HASIL DAN PEMBAHASAN
peneliti melakukan observasi terhadap Angkringan merupakan salah satu
angkringan di Kota Bogor, atau lebih jenis usaha kuliner yang cukup sukses di
tepatnya adalah angkringan yang terletak di Indonesia. Kesuksesan tersebut dapat dilihat
Jalan Pomad, Ciluar, Bogor Utara, Kota dari keberhasilan ekspansi jenis usaha ini
Bogor. Peneliti juga melakukan kajian dari kota asalnya yaitu Kota Yogyakarta dan
Kota Surakarta, ke berbagai kota lainnya di

97
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

Indonesia, seperti Semarang, Surabaya, dipakai dan menjadi suatu ciri khas dari
Mataram, dan Palangkaraya (Handayani dan angkringan di Kota Bogor. Para pelaku
Taufik, 2017; Oktaviana dan Hafizi, 2019; usaha angkringan juga menunjukkan
Sancoko dan Rahmawati, 2019; Fajar dan identitas asal daerahnya dengan
Rismayati, 2021). Keberadaan usaha menggunakan batik dan blangkon, serta
angkringan saat ini juga dapat dijumpai di masih berbicara dengan Bahasa Jawa,
Kota Bogor, tepatnya di pinggir jalan meskipun dalam melayani konsumen para
Pomad, Ciluar, Bogor Utara, Kota Bogor. pelaku usaha ini cenderung menggunakan
Sebagaimana usaha angkringan di kota-kota Bahasa Indonesia.
lainnya, angkringan di Kota Bogor juga
beroperasi pada sore hari hingga menjelang
dini hari. Seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 1, angkringan di Kota Bogor
memiliki ciri khas berupa gerobak dengan
terpal plastik dan lampu remang-remang.
Namun waktu tutup usaha angkringan ini
tergantung dari jumlah konsumen yang
datang.
Apabila cukup banyak pelanggan yang
datang, biasanya para pelaku usaha Gambar 1. Suasana Angkringan di Kota Bogor
angkringan ini akan tutup lebih awal. Tidak (Sumber: Akun Facebook Angkringan Pomad,
2017)
jarang ketika cukup banyak pelanggan yang
datang ke angkringan, terjadi kemacetan di
jalan raya akibat ramainya pelanggan yang Pembahasan
datang ke angkringan. Angkringan di Kota Seperti di kota-kota lainnya,
Bogor menjajakan makanan dan minuman angkringan di Kota Bogor juga menjadi
yang merupakan ciri khas dari angkringan di ruang publik baru yang dimanfaatkan oleh
kota asalnya, yaitu Kota Yogyakarta dan masyarakat yang ada di Kota Bogor untuk
Kota Surakarta. Makanan yang disajikan melakukan interaksi sosial (Nurzamni dan
salah satunya adalah sego (atau nasi) kucing. Marlina, 2019). Merujuk pada teori ruang
Sego kucing merupakan nasi yang dijual publik menurut Jurgen Habermas, ruang
hanya sekepal tangan lalu ditambah dengan publik yang ideal merupakan ruang publik
ikan teri, sedangkan minuman yang dimana tidak ada individu atau kelompok
disajikan adalah wedang jahe, kopi, teh yang lebih diistimewakan, serta setiap
hangat, dan es teh manis. Pelaku usaha individu atau kelompok memiliki kebebasan
angkringan di Kota Bogor kebanyakan dan kesetaraan dalam melakukan aktivitas di
merupakan pendatang dari Suku Jawa yang dalam ruang publik tersebut (Habermas
merantau ke Kota Bogor. Para pelaku usaha dalam Malik, 2018). Berdasarkan teori ini,
ini sering disebut pula sebagai prembe. usaha angkringan di Kota Bogor memiliki
Prembe merupakan istilah dari Bahasa Jawa sejumlah keunggulan sebagai ruang publik
yang berarti anak buah atau pegawai, dimana (Iskhak dan Affandi, 2018; Nurzamni dan
pada awal berdirinya di Kota Yogyakarta Marlina, 2019).
dan Kota Surakarta, angkringan dimiliki Angkringan di Kota Bogor
oleh juragan dan anak buah yang bertugas cenderung memiliki makanan dan minuman
menjalankan usaha angkringan tersebut dengan harga yang murah. Hal ini tidak
(Prakoso, 2020). Meskipun angkringan di terlepas dari pangsa pasar konsumennya
Kota Bogor dimiliki sendiri oleh pemilik yang kebanyakan berasal dari kelas
usaha angkringan, istilah prembe tetap menengah kebawah, seperti mahasiswa,
tukang ojek, dan buruh. Meskipun pangsa

98
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti , Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

pasar konsumennya berasal dari kelas publik yang ideal, keunggulan-keunggulan


menengah kebawah, terdapat pula tersebut juga mengakibatkan peningkatan
masyarakat menengah ke atas, seperti popularitas usaha angkringan di Kota Bogor,
pegawai pemerintahan yang datang ke sehingga semakin banyak pula usaha
angkringan. Masyarakat menengah ke atas angkringan yang didirikan di Kota Bogor.
datang ke angkringan lebih dikarenakan Sebagai ruang publik, angkringan
tertarik dengan makanan dan minuman merupakan tempat terjadinya interaksi sosial
angkringan yang khas dan memiliki nuansa di masyarakat. Menurut teori interaksi sosial
nostalgia, seperti sego kucing, wedang jahe, John Lewis Gillin dan John Philip Gillin,
teh hangat, dan kopi. Selain itu daya tarik interaksi sosial yang terjadi di angkringan
lain dari angkringan selain makanan dan terjadi dalam bentuk kontak sosial maupun
minuman serta harga yang murah adalah komunikasi antar pribadi (Gillin dan Gillin
suasana angkringan yang hangat dan dalam Prasanti dan Indriani, 2017). Kontak
nyaman. Suasana ini selain menjadikan sosial di angkringan terjadi ketika pelanggan
angkringan sebagai tempat yang dirindukan, angkringan mempelajari mengenai norma-
juga menjadikan angkringan sebagai tempat norma yang berlaku di angkringan, serta
yang nyaman dalam melakukan interaksi menerima norma-norma tersebut (Gillin dan
sosial. Kenyamanan tersebut semakin Gillin dalam Prasanti dan Indriani, 2017).
diperkuat dengan nuansa egalitarian yang Terdapat dua norma yang cukup menonjol
terdapat di angkringan, dimana tidak dan berlaku di angkringan Kota Bogor, yaitu
terdapat batasan dari adanya perbedaan kelas norma egalitarian dan norma penekanan
sosial, ekonomi, agama, atau ras (Nurzamni terhadap komunikasi tatap muka. Norma
dan Marlina, 2019). egalitarian, yaitu norma dimana tidak
Di dalam angkringan semua manusia terdapat batasan dari adanya perbedaan kelas
menjadi sama dan sejajar, serta tidak ada sosial, ekonomi, agama, atau ras, merupakan
yang lebih istimewa. Dengan adanya norma yang sudah berlaku dan menjadi ciri
makanan dan minuman dengan harga yang khas dari angkringan sejak angkringan
murah, suasana yang nyaman, dan nuansa berdiri di Kota Yogyakarta dan Kota
egalitarian di dalam angkringan, hal tersebut Surakarta (Nurzamni dan Marlina, 2019;
menjadikan angkringan sebagai ruang Sancoko dan Rahmawati, 2019).
publik dimana tidak ada individu atau Hal ini dikarenakan angkringan
kelompok yang lebih diistimewakan, serta merupakan sebuah usaha dengan tempat
setiap individu atau kelompok memiliki yang sederhana, dimana pelanggan hanya
kebebasan dan kesetaraan di dalam ruang disediakan bangku sederhana atau tikar saja
publik tersebut. Oleh karena itu dapat untuk menikmati makanan dan
dikatakan bahwa angkringan merupakan minumannya. Oleh karena itu, di angkringan
ruang publik yang ideal sesuai dengan teori pelanggan dari unsur kelas sosial yang
ruang publik Jurgen Habermas (Habermas berbeda, baik dari kelas menengah kebawah
dalam Malik, 2018). Keunggulan maupun menengah ke atas, duduk di bangku
angkringan sebagai ruang publik ini tidak atau tikar yang sama dan seringkali saling
dijumpai pada usaha kuliner lainnya yang duduk berdampingan, sehingga tidak
juga menjadi ruang publik di Kota Bogor, terdapat perbedaan dan tidak ada pelanggan
seperti restoran dan kafe, dimana di restoran yang diistimewakan. Selain itu mengingat
dan kafe pelanggannya cenderung harga makanan dan minuman di angkringan
didominasi oleh kalangan menengah keatas yang relatif murah, angkringan menjadi
dan menjadi ruang publik yang cenderung suatu tempat yang inklusif dan dapat diakses
eksklusif (Nurzamni dan Marlina, 2019). oleh berbagai lapisan masyarakat, terutama
Selain menjadikan angkringan sebagai ruang masyarakat dengan daya beli lemah seperti

99
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

masyarakat kelas bawah. Hal ini semakin dalam melakukan aktivitasnya, dimana jika
memperkuat norma egalitarian yang berlaku suatu aktivitas dipandang tidak memberikan
di angkringan (Sancoko dan Rahmawati, keuntungan secara materi, maka masyarakat
2019). Norma egalitarian ini tidak dapat urban cenderung enggan untuk melakukan
dijumpai di usaha kuliner lainnya, seperti aktivitas tersebut. Oleh karena itu,
kafe dan restoran, mengingat di kafe dan masyarakat urban cenderung enggan
restoran pelanggan duduk di kursi yang bertegur sapa dengan individu lain,
berbeda satu sama lainnya dan tidak saling mengingat aktivitas tersebut tidak
berdampingan. Selain itu harga makanan memberikan keuntungan material bagi
dan minuman di kafe dan restoran juga masyarakat urban (Azizah, 2015).
seringkali tidak dapat dijangkau oleh Nilai individualisme di masyarakat
masyarakat dengan daya beli lemah, urban semakin menguat setelah hadirnya
sehingga menjadikan kafe dan restoran gadget atau smartphone, dimana masyarakat
sebagai ruang publik yang eksklusif dan urban menjadi cenderung sibuk dan
hanya dapat dijangkau oleh masyarakat tenggelam dengan hiruk pikuk sosial media
menengah keatas (Nurzamni dan Marlina, dan dunia maya, serta malas melakukan
2019). komunikasi tatap muka dengan orang-orang
Norma lain yang juga berlaku dan di sekitarnya, bahkan dengan orang-orang
menjadi keunikan tersendiri dari usaha terdekat (Syahyudin, 2019). Hal ini
angkringan di Bogor adalah penekanan merupakan sesuatu yang ironis, mengingat
terhadap komunikasi tatap muka, yaitu gadget atau smartphone diciptakan untuk
komunikasi yang terjadi secara langsung mempermudah komunikasi antar manusia.
antara dua orang atau lebih, baik secara Namun, gadget atau smartphone cenderung
verbal dan atau dengan gestur (Locker dan mendorong komunikasi yang bersifat jarak
Kaczmarek, 2014). Pelanggan di angkringan jauh, sehingga membuat komunikasi dengan
tidak ada yang sibuk dengan kebiasaan orang-orang terdekat justru menjadi
bermain gadget atau smartphone masing- terabaikan. Akibatnya muncul pandangan
masing. Pelanggan justru fokus menikmati bahwa gadget atau smartphone
makanan dan minuman serta melakukan mendekatkan individu-individu yang jauh,
komunikasi tatap muka, baik dengan pemilik namun juga menjauhkan individu-individu
usaha angkringan atau dengan temannya. dari orang-orang di sekitarnya (Hidayati,
Di era digital dan kuatnya nilai 2020). Oleh karena itu dengan adanya norma
individualisme dan materialisme di kalangan penekanan terhadap komunikasi tatap muka,
masyarakat urban, norma ini menjadi angkringan menjadi suatu ruang publik yang
sesuatu yang unik dan mengingatkan pada berbeda di kawasan urban, dimana di ruang
norma yang berlaku di era pra digital dan ini masyarakat untuk sementara
norma di masyarakat pedesaan. Pada meninggalkan gadget atau smartphone-nya,
umumnya masyarakat urban meskipun dan menjalin komunikasi tatap muka secara
berada di ruang publik sekalipun, seperti intens sambil menikmati makanan dan
transportasi umum atau pusat perbelanjaan, minuman di angkringan.
cenderung jarang bertegur sapa dengan Bentuk lain dari interaksi sosial di
individu lain, terutama individu yang tidak angkringan adalah komunikasi antar pribadi
dikenal. Masyarakat urban juga cenderung yang dilakukan baik oleh pelanggan maupun
kurang akrab dan dingin terhadap orang- pelaku usaha angkringan. Berdasarkan teori
orang di sekitarnya. Hal ini dikarenakan komunikasi antar pribadi oleh Joseph A.
kuatnya nilai individualisme dan Devito, komunikasi antar pribadi merupakan
materialisme yang menjadikan masyarakat proses pengiriman pesan dari seseorang
urban lebih memperhitungkan untung rugi (komunikator) dan diterima orang lain

100
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

(komunikan) dengan efek umpan balik yang dan Marlina, 2019). Hal ini seringkali tidak
langsung. Menurut Joseph A. Devito, bisa dijumpai di usaha kuliner lainnya,
komunikasi antar pribadi yang efektif seperti kafe dan restoran. Selain dikarenakan
mengharuskan hadirnya sejumlah kondisi kondisinya yang cenderung eksklusif,
pada antar individu, yaitu keterbukaan, pelanggan kafe dan restoran meskipun
empati, dukungan, rasa positif, dan duduk berdekatan dengan teman atau
kesetaraan (Devito dalam Novianti, keluarganya, seringkali hanya sibuk dan
Sondakh, dan Rembang, 2017). tenggelam dengan gadget atau smartphone.
Komunikasi antar pribadi di Akibatnya komunikasi antar pribadi di kafe
angkringan dapat dikatakan sebagai dan restoran, selain terkadang kurang
komunikasi antar pribadi yang efektif. Hal efektif, juga cenderung kurang intens,
ini dikarenakan pelanggan angkringan di meskipun pelanggan kafe dan restoran
Kota Bogor cukup banyak yang rutin datang berniat untuk menghabiskan waktu bersama
ke angkringan tertentu. Rutinitas tersebut dengan teman atau keluarganya (Devito
menjadikan pelanggan angkringan cukup dalam Novianti, Sondakh, dan Rembang,
dekat dengan pelaku usaha angkringan, 2017; Syahyudin, 2019; Hidayati, 2020).
sehingga pelanggan tidak sungkan untuk Meskipun angkringan di Kota Bogor
menjalin komunikasi antar pribadi dengan merupakan ruang publik yang cukup ideal
pelaku usaha angkringan. Selain itu dalam melakukan interaksi sosial, masih
pelanggan angkringan juga seringkali terdapat sejumlah keterbatasan pada
mengajak teman, kenalan, atau kerabatnya interaksi sosial yang terjadi di angkringan.
untuk menghabiskan waktu serta menikmati Sekalipun komunikasi antar pribadi di
makanan dan minuman di angkringan. Hal angkringan berlangsung cukup intens, baik
ini menjadikan hadirnya kondisi antara pemilik usaha angkringan dengan
keterbukaan, empati, dukungan, dan rasa pelanggan angkringan, atau pelanggan
positif antar individu di dalam angkringan. angkringan dengan temannya, para
Keberadaan norma egalitarian dimana tidak pelanggan angkringan cenderung tidak
ada pelanggan yang diistimewakan, saling berkomunikasi dengan pelanggan
meskipun berasal dari kelas sosial yang angkringan lain yang tidak dikenal. Hal ini
berbeda, juga menjadikan adanya kondisi merupakan ciri khas dari kehidupan urgan,
kesetaraan pada komunikasi antar pribadi di dimana masyarakat urban cenderung enggan
angkringan (Devito dalam Novianti, berkomunikasi dengan orang yang tidak
Sondakh, dan Rembang, 2017). dikenal (Azizah, 2015). Meskipun
Selain komunikasi antar pribadi yang angkringan memiliki norma egalitarian yang
efektif, dikarenakan adanya norma kuat, hal tersebut masih belum cukup untuk
penekanan terhadap komunikasi tatap muka, mendorong pelanggan angkringan untuk
komunikasi antar pribadi di dalam menjalin komunikasi dengan pelanggan
angkringan juga terjadi secara intens. Hal ini angkringan lain yang tidak dikenal. Hal ini
mengingat pelanggan angkringan dapat sebetulnya bukan sesuatu yang
menjalin komunikasi antar pribadi yang mengherankan, mengingat kuatnya nilai
cukup intens dengan temannya, tanpa individualisme dan materialisme pada
terganggu dengan kehadiran gadget atau masyarakat urban menjadikan pelanggan
smartphone. Sebagaimana dengan angkringan memandang bahwa lebih
angkringan di kota-kota lainnya, komunikasi menguntungkan untuk hanya berkomunikasi
antar pribadi di angkringan di Kota Bogor dengan pihak yang dikenal, seperti pelaku
berlangsung dalam berbagai bentuk, mulai usaha angkringan atau teman dan kerabat,
dari diskusi, sekadar mengobrol biasa, sedangkan berkomunikasi dengan pihak
hingga saling bertukar pikiran (Nurzamni

101
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

yang tidak dikenal dipandang sebagai datang sendirian tetap mengunjungi


sesuatu yang tidak menguntungkan. angkringan dan menikmati makanan serta
Oleh karena itu, pelanggan minuman yang disediakan di angkringan
angkringan cenderung enggan menjalin tersebut.
komunikasi dengan pelanggan angkringan Terlepas dari adanya keterbatasan
lain yang tidak dikenal. Selain itu, para angkringan sebagai ruang publik dan media
pelanggan angkringan pada umumnya tidak interaksi sosial di Kota Bogor, kehadiran
datang sendirian, melainkan mengajak angkringan di Kota Bogor sebagai ruang
teman atau kerabat. Oleh karena itu, jika publik baru memberikan warna tersendiri
terdapat pelanggan angkringan yang datang bagi dinamika interaksi sosial masyarakat
sendirian saja, maka akan cenderung terlihat Kota Bogor. Jika di kebanyakan ruang
aneh dan dicurigai. Hal ini dikarenakan publik seperti transportasi umum atau pusat
kuatnya norma penekanan terhadap perbelanjaan masyarakat urban cenderung
komunikasi tatap muka yang menimbulkan enggan untuk melakukan interaksi sosial dan
adanya efek konformitas. Merujuk pada sibuk dengan gadget atau smartphone-nya,
teori konformitas oleh Charles A. Kiesler maka angkringan menjadi semacam oase
dan Sara B. Kiesler, efek konformitas yang menawarkan ruang bagi masyarakat
merupakan suatu tekanan yang dirasakan urban untuk melakukan interaksi sosial
oleh anggota kelompok atau anggota dengan lebih baik. Adanya norma egalitarian
masyarakat untuk mengikuti norma-norma dan norma penekanan terhadap komunikasi
yang berlaku di kelompok atau masyarakat tatap muka menjadikan angkringan sebagai
tersebut (Kiesler dan Kiesler dalam Robbins ruang publik yang memungkinkan adanya
dan Judge, 2013). interaksi sosial yang lebih nyaman dan lebih
Dalam hal ini, efek konformitas yang berkualitas, tanpa harus diganggu dengan
terjadi adalah tekanan terhadap setiap gadget atau smartphone. Komunikasi antar
pelanggan angkringan untuk mengajak pribadi yang merupakan bagian dari
teman dan melakukan komunikasi tatap interaksi sosial juga dapat berlangsung
muka secara intens, baik dengan teman atau secara intens layaknya seperti era pra digital.
pemilik usaha angkringan. Akibat adanya
efek konformitas ini, pelanggan angkringan SIMPULAN
yang sedang tidak datang bersama temannya Seiring dengan menyebarnya usaha
atau pelanggan angkringan yang cenderung angkringan ke berbagai kota di Indonesia,
introvert (orang yang cenderung pemalu dan angkringan juga menjadi ruang publik di
pendiam serta kurang nyaman berinteraksi kota-kota tersebut, termasuk angkringan di
dengan orang lain) menjadi kurang nyaman Kota Bogor. Keunggulan angkringan yang
untuk menghabiskan waktu di angkringan, menawarkan makanan dan minuman dengan
serta menjadi terkucil dan tidak terlibat harga cukup murah, serta memberikan
dalam interaksi sosial yang terjadi di kebebasan pelanggannya untuk dapat duduk
angkringan (Robbins dan Judge, 2013). berjam-jam dan bebas bersosialisasi tanpa
Meskipun tidak terlibat dalam adanya hambatan, secara tidak langsung
interaksi sosial yang terjadi di angkringan, menjadikan angkringan sebagai ruang
pelanggan angkringan yang datang sendirian publik yang ideal sebagai tempat terjadinya
tetap memilih untuk datang ke angkringan, interaksi sosial untuk kelompok masyarakat
mengingat angkringan pada umumnya tertentu, terutama masyarakat menengah ke
menjajakan makanan dan minuman dengan bawah atau masyarakat dengan dana
harga cukup murah. Oleh karena itu, terbatas, seperti mahasiswa. Sebagai ruang
meskipun terdapat tekanan dari efek publik, interaksi sosial yang terjadi di
konformitas, pelanggan angkringan yang

102
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

angkringan terjadi dalam bentuk kontak 931875175&id=100004221314429&se


sosial maupun komunikasi antar pribadi. t=a.106545076162869&source=44&ref
Kontak sosial di angkringan terjadi id=17
ketika pelanggan angkringan mempelajari Azizah, R. (2015). “Angkringan sebagai
mengenai norma-norma yang berlaku di unsur tradisional tempat interaksi sosial
angkringan, serta menerima norma-norma masyarakat perkotaan (Studi deskriptif
tersebut. Terdapat dua norma yang cukup analisis di Kecamatan Pamulang, Kota
menonjol dan berlaku di angkringan Kota Tangerang Selatan).” Universitas Islam
Bogor, yaitu norma egalitarian dan norma Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
penekanan terhadap komunikasi tatap muka. Bahri, A. N. (2018). Peran Komunikasi
Keberadaan kedua norma tersebut Antar Pribadi Pada Lingkungan Kerja
selanjutnya menjadikan bagian lain dari Dalam Perspektif Islam. Jurnal Ilmiah
interaksi sosial, yaitu komunikasi antar Sosiologi Agama (Jisa), 1(1), 128-142.
pribadi, dapat berlangsung secara intens. Hal http://dx.doi.
ini menjadikan angkringan sebagai ruang org/10.30829/jisa.v1i1.1780
publik yang unik di Kota Bogor, dimana Cooper, D. R., dan Schindler, P. S. (2014).
sebagai ruang publik, angkringan dapat Business Research Methods. New York:
memfasilitasi interaksi sosial yang lebih baik McGraw-Hill Irwin.
bagi masyarakat urban di Kota Bogor. Fajar, L. A. M., dan Rismayati, R. (2021).
Rekomendasi dari penelitian ini, Rekomendasi Paket Menu Angkringan
khususnya bagi pihak terkait, terutama bagi Waru Tanjung Bias Dengan Algoritma
pelaku usaha angkringan di Kota Bogor Frequent Pattern Growth Berbasis Web.
adalah ada baiknya bagi pelaku usaha JTIM: Jurnal Teknologi Informasi Dan
angkringan untuk dapat terus meningkatkan Multimedia, 3(2), 91-97. https://
kualitas layanan serta kualitas makanan dan doi.org/10.35746/jtim.v3i2.138
minuman yang dijual, sehingga membuat Fitriyani, N., Widodo, P. B., dan Fauziah, N.
pelanggan angkringan semakin nyaman dan (2013). Hubungan Antara Konformitas
betah untuk menghabiskan waktunya di Dengan Perilaku Konsumtif Pada
angkringan, serta menjaga dan semakin Mahasiswa di Genuk Indah Semarang.
mendorong adanya interaksi sosial yang Jurnal Psikologi Undip, 12(1), 55-68.
lebih baik di angkringan. https://doi.org/10. 14710/jpu.12.1.1-14
Hamzah, R. E. (2018). Pengembangan
DAFTAR PUSTAKA Hubungan Komunikasi Antar pribadi
dikalangan Mahasiswa. Jurnal Pustaka
Alam, A., Muafiah, E., Heriyudanta, M., dan Komunikasi, 1(1), 180-187.
Al Barazanchie, I. (2021). https://doi.org/10.32509/
Empowerment of Marketing Strategies pustakom.v1i1.553
of Angkringan Traders Through Social Handayani, S. B., dan Taufik, M. (2017).
Media During Covid-19 Time in Analisa Keputusan Konsumen Warung
Ponorogo. Jurnal Pengabdian dan Angkringan yang Dipengaruhi Lokasi,
Pemberdayaan Masyarakat Indonesia, Fasilitas dan Kualitas Pelayanan (Studi
1(3), 84-94. Kasus Pada Warga Kos di Kota
https://198.252.108.139/index.php/jpp Semarang). Jurnal Ekonomi
mi/article/view/37 Manajemen Akuntansi, 24(43), 59-75.
Angkringan Pomad. (2017, 28 November). http://ejurnal.stiedharmaputra-
Angkringan sik yo bro. [Gambar]. smg.ac.id/index.php/JEMA/article/vie
Facebook. https://m. w/301
facebook.com/photo.php?fbid=949421

103
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

Hidayati, R. (2020). Peran Orang Tua: Acta Diurna Komunikasi, 6(2). 1-15.
Komunikasi Tatap Muka Dalam https://
Mengawal Dampak Gadget Pada Masa ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiur
Golden Age. Source: Jurnal Ilmu nakomunikasi/article/view/16203
Komunikasi, 5(2), 1-10. Nurzamni, D. H., dan Marlina, A. (2019).
https://doi.org/10.35308/source.v5i2.13 Identifikasi Pola Perilaku pada Ruang
96 Komunal Angkringan. Region. Jurnal
Iskhak, B., dan Affandi, M. A. (2018). Pembangunan Wilayah dan
Fenomena Mahasiswa “Ngopi” di Perencanaan Partisipatif, 14(1), 66-79.
Angkringan 99. Paradigma, 6(1), 1-7. https://
https://ejournal.unesa.ac.id/ doi.org/10.20961/region.v14i1.22164
index.php/paradigma/article/view/2276 Oktaviana, N., dan Hafizi, M. R. (2017).
0 Peluang Bisnis Angkringan di Kota
Locker, K. O., dan Kaczmarek, S. K. (2014). Palangka Raya. Jurnal Al-Qardh, 2(2),
Business Communication: Building 101-108. https://doi.org/10.
Critical Skills. New York, USA: 23971/jaq.v2i2.831
McGraw-Hill Irwin. Prakoso, T. S. (2020). Asal-Usul Desa
Malik, A. (2018). Ruang Publik Sebagai Ngerangan Klaten Jadi Daerah Cikal
Representasi Kebijakan dan Medium Bakal Angkringan. Solopos.com.
Komunikasi Publik. Jurnal SAWALA, Diambil pada 16 Maret 2022
6(2), 82-88. (https://m.solopos. com/asal-usul-desa-
https://doi.org/10.30656/sawala.v6i2.9 ngerangan-klaten-jadi-daerah-cikal-
14 bakal-angkringan-1049103/amp).
Melinda, N. F. A. (2014). Pengaruh Harga Prasanti, D., dan Indriani, S. S. (2017).
Dan Citra Terhadap Kepuasan Interaksi Sosial Anggota Komunitas
Konsumen Angkringan Di Kelurahan LET’S HIJRAH dalam Media Sosial
Sendangadi, Mlati, Sleman. Jurnal Group LINE. Jurnal The Messenger,
Manajemen, 4(1), 1-9. 9(2), 143-152.
http://jurnalfe.ustjogja.ac.id/ http://dx.doi.org/10.26623/themessenge
index.php/manajemen/article/view/162 r.v9i2.467
Mulyandari, H., dan Bhayusukma, M. Y. Priyono, F. H., Hakim, M. M., dan Susanto,
(2015). Prospek Public Space pada A. (2021). Sistem Monitoring
Kampung Susun sebagai Ruang Angkringan Untuk Konsinyasi Barang
Interaksi Sosial, Ekonomi dan Berbasis Android. Jurnal Dialektika
Pengembangan Ilmu di Area Bantaran Informatika (Detika), 1(2), 44-48.
Sungai. Jurnal Teknik Sipil dan https://doi.org/10.24176/detika.v1i2.59
Perencanaan, 17(2), 89- 97
98.https://doi.org/10.15294/jtsp.v17i2.6 Robbins, S. P., dan Judge, T. A. (2013).
883 Organizational Behavior. Edinburgh,
Neuman, W. L. (2014). Social Research UK: Pearson Education Limited.
Methods: Qualitative and Quantitative Sancoko, A. H., dan Rahmawati, V. (2019).
Approaches. Essex, UK: Pearson Membangun Strategi Pemasaran
Education Limited. UMKM Kuliner Kajian Fenomenologi
Novianti, R. D., Sondakh, M., dan Rembang, Angkringan di Surabaya. Jurnal
M. (2017). Komunikasi Antarpribadi Keuangan Dan Bisnis, 17(2), 96-124.
Dalam Menciptakan Harmonisasi https://
(Suami dan Istri) Keluarga di Desa journal.ukmc.ac.id/index.php/jkb/articl
Sagea Kabupaten Halmahera Tengah. e/view/32

104
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Vol 5, No. 1, Maret 2022, hlm 91-105

Sardanto, R., dan Ratnanto, S. (2016). Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian


Pengaruh Persepsi Konsumen terhadap Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Keputusan Pembelian pada Angkringan Syahyudin, D. (2019). Pengaruh Gadget
Kota Kediri. Jurnal Benefit, 3(1), 31-44. Terhadap Pola Interaksi Sosial dan
https://journal.unita.ac.id/index.php/be Komunikasi Siswa. Gunahumas, 2(1),
nefit/article/view/89 272-282. https://doi.org/
Sari, J. I., dan Susilo, J. (2021). Strategi 10.17509/ghm.v2i1.23048
Bertahan Cafe Melalui Pendekatan Tamariska, S. R., dan Ekomadyo, A. S.
Integrated Marketing Communication (2017). ‘Place-Making’ruang Interaksi
di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Sosial Kampung Kota': Studi Kasus:
Pustaka Komunikasi, 4(1), 117-130. Koridor Jalan Tubagus Ismail Bawah,
https://doi.org/10.32509/pustakom.v4i1 Bandung. Jurnal Koridor, 8(2), 172-
.1350 183.
Sekaran, U., dan Bougie, R. (2016). https://doi.org/10.32734/koridor.v8i2.1
Research Methods for Business: A Skill 345
Building Approach. West Sussex, UK:
John Wiley and Sons.

105
ANGKRINGAN SEBAGAI RUANG PUBLIK DAN SARANA INTERAKSI SOSIAL DI KOTA BOGOR
Retno Dyah Kusumastuti, Airlangga Surya Kusuma

Anda mungkin juga menyukai