Komunikasi Korporat
Oleh :
155120200111037
Universitas Brawijaya
Contoh Akulturasi & Asimilasi Dalam Pemasaran
Dan Konteks Perilaku Konsumen
Akulturasi dari dua budaya atau lebih dapat mengasilkan budaya yang baru dan unik,
namun tidak menghilangkan unsur asli dari budaya pembentuknya. Dalam pemasaran
dengan persaingan yang ketat sekarang ini, produsen harus memiliki ide ekstra untuk
memenuhi permintaan konsumen akan hal yang berbeda.
Dalam point ini, saya memberikan contoh “Soto Djiancuk”. Soto Djiancuk adalah
soto khas Blitar Jawa Timur dengan isi nasi, telur rebus, tomat, daging sapi, kentang
kripik goreng, bawang goreng dan tauge mentah serta disiram dengan kuah kuning dan
disajikan dalam mangkuk soto. Soto Djiancuk memiliki gerai di Jalan PGRI 2 No.59,
Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia dan Food Truck
yang membawa Soto Djiancuk ini ada di Jalan magelang KM 5,5 Yogyakarta sebelum
terminal Jombor.
Sebagai pihak yang mendapat banyak pilihan dan tawaran dari berbagai merk dan
produk, konsumen memiliki perilaku-perilaku dalam pemilihan dan evaluasi terhadap
produk. Dalam tahap pembelian umumnya konsumen akan mencari produk terbaik
dengan harga termurah. Pembelian tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan
terlebih dahulu
Sebagai seorang yang hidup dalam lingkup masyarakat yang memiliki suatu budaya
tersendiri, konsumen dalam perilakunya akan mencerminkan budaya dari masyarakat
sekitarnya. Cerminan dari budaya tersebut dapat mempermudah konsumen atau mungkin
akan mempersulitnya dalam mendapatkan produk.
Pada point ini saya akan memberi contoh mengenai asimilasi dalam perilaku
konsumen yaitu asimilasi perilaku Syahrini makan di lesehan. Dalam suatu kesempatan
saat sedang berada di Solo, Syahrini menyempatkan diri menyantap Gudeg Ceker Bu
Kasno yang merupakan warung pinggir jalan. Syahrini yang berada pada lingkungan
sosial Selebritis dan Sosialita di Indonesia memiliki budaya makan yang tidak
sembarangan, faktor kebersihan, kualitas produk, kenyamanan dan keamaan akan sangat
diperhatikan. Warung makan lesehan memiliki konsep budaya merakyat, porsi banyak,
murah dan enak namun juga memiliki isu negatif seperti tidak sehat. Sebagai seorang
konsumen dengan latar belakang sosialuita Syahrini memiliki budaya yang bertentangan
dengan warung milik Bu Kasno begitupun sebaliknya. Namun Syahrini menghilangkan
budayanya dan melebur bersama dengan masyarakat lain untuk menikmati Gudeg Ceker
tersebut dan memposting foto dirinya di instagram pribadinya. Proses asimilasi dari
perilaku yang dilakukan Syahrini menghasilkan budaya baru yaitu semua lapisan sosial
dapat makan di warung lesehan tanpa harus merasa gengsi karena status sosial dan
warung pinggir jalan bukan warung kotor karena tetap memperhatikan kebersihan.
Syahrini makan malam di hotel
W Bali Seminyak
Sumber :
https://www.instagram.com/princessyahrini/
Daftar Pustaka
Butler, S. (2014, Agustus 8). Hungry History. Dipetik Juni 2, 2016, dari Histori:
http://www.history.com/news/hungry-history/from-chuck-wagons-to-pushcarts-the-history-
of-the-food-truck
Naedy, D. (2016, April 24). Selebritis. Dipetik Juni 2, 2016, dari Liputan 6 :
http://showbiz.liputan6.com/read/2491421/makan-pinggir-jalan-syahrini-tuai-pujian