Anda di halaman 1dari 9

Diplomasi Kuliner dan Gastrodiplomacy

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan negara ragam etnis budayanya. Setiap
budaya lokal memiliki ciri khas yang unikdan hasil budaya yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Mulai dari bentuk fisik, bahasa, agama, hingga hal – hal yang bersifat
terapan dalam kehidupan. Indonesia merupakan negara agraris yang terdiri dari ribuan
pulau yang membentang di garis khatulistiwa. Negara ini beriklim tropis dan secara
geografis terletak strategis berada diantara dua benua dan dua samudra. Posisinya yang
dipenuhi oleh jajaran gunung berapi yang menyebabkan tanah subur yang menjadi faktor
utama dalam beragamnya dan pesatnya perkembangan pertanian Indonesia, baik dari segi
makanan pokok, hingga makanan pendukung lainnnya seperti rempah – rempah. Letak
geografis yang strategis membuat Indonesia kaya dengan hasil alam. Dari segi
agrikultural, Indonesia menghasilkan hasil pangan yang beragam dan unik hingga
menjadi incaran warga asing yang rela mengorbankan apapun untuk memonopoli hasil
pangan Indonesia pada era kolonial abad pertengahan. Hasil laut juga menjadi komoditas
yang tinggi karena letak yang strategis. Diapit oleh dua samudra, lautan Indonesia kaya
akan beragam jenis flora dan fauna. Kuliner merupakan salah satu hasil budaya yang erat
kaitannya dengan masyarakat. Karena selain dari fungsi utama bahan makanan sebagai
pemenuhan kebutuhan pokok, kuliner juga memiliki nilai – nilai sejarah bahkan filosofis.
Kuliner yang authentic adalah salah satu jenis kreatifitas masyarakat dalam mengolah
bahan pangan serta menambah nilai budaya kuliner tradisional, sama seperti yang
lainnya, kebudayaan Indonesia penting untuk dijaga dan dilestarikan otentiknya. Jurnal
Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain . Dalam upaya melestarikan budaya kuliner
Indonesia dari generasi sekarang ke generasi selanjutnya, dan member informasi lepada
masyarakat, khususnya masyarakat yg tinggal di daerah perkotaan, mengenai budaya dan
jenis – jenis kuliner Indonesia maka dirasa perlu adanya fasilitas – fasilitas yang
menunjang seperti restoran, kursus untuk memasak dan tempat untuk membeli bumbu –
bumbu dan sesuatu yang berhubungan dengan kuliner Indonesia. Tujuan dari fasilitas ini
adalah mengeksplorasi dan memberdayakan potensi-potensi yang dimiliki para penjual
makanan tradisional asli Indonesia sebagai salah satu aset dalam bisnis kuliner tradisional
Indonesia. Salah satunya dengan cara menyusun perencanaan sebuah pusat kuliner asli
Indonesia yang ‘ramah’ dan dapat diterima para penjual dan para pembeli dan merelokasi
para pedagang makanan ke tempat yang lebih layak (dari segi akses, segi kebersihan, segi
tata letak, dan segi atmosfir) sehingga dapat menyajikan dagangan mereka dengan
kualitas kesehatan dan kebersihan yang baik dengan konsep aktivitas makan yang
menarik dan unik sesuai dengan karakteristiknya. Dalam merancang fasilitas ini terdapat
permasalahan yang dihadapi , yaitu 1)bagaimana mengedukasi masyarakat / pengunjung
yang datang tentang kuliner tradisional Indonesia. 2) bagaimana menciptakan suasana
makan yang higienis, bersih, dan nyaman. 3) bagaimana menciptakan fasilitas masak dan
makan yang aman dan nyaman. 4) bagaimana menciptakan fasilitas yang mendukung
sistem pelayanan professional, ramah, dan peduli terhadap kebutuhan pengunjung. dan 5)
bagaimana menciptakan fasilitas yang sepadan dengan harga yang dikenakan.

Potensi kuliner di Indonesia

Wisata kuliner sangat potensial untuk dikembangkan, kini mengeksplor kuliner suatu
destinasi sudah menjadi bagian penting dalam itineraries atau rencana perjalanan yang
akan dilakukan oleh wisatawan, dibandingkan mengunjungi landmark yang sudah terlalu
terekspos atau pergi jalan-jalan untuk berbelanja. Eksplorasi kuliner telah menjadi tujuan
utama dari perjalanan wisata yang mana artinya wisatawan sengaja memilih suatu
destinasi karena daya tarik kulinernya (Kautsar, 2018). Wisatawan yang datang ke
detinasi wisata kuliner biasanya tertarik terhadap kuliner khas daerah yang dituju, mereka
mencari kuliner tersebut untuk dicoba dan dinikmati, mereka merasa belum lengkap
rasanya pengalaman berwisata yang mereka alami bila tidak mencoba kuliner khas
daerah yang dikunjungi. Para akademisi melihat fenomena tren wisata kuliner sebagai
salah satu bidang yang layak diteliti, hal tersebut untuk mendukung perkembangan
melalui studi atau kajian yang menghasilkan suatu teori, model, gagasan strategi serta
solusi. peran wisata kuliner terhadap perkembangan destinasi, rancang bangun sistem,
aplikasi dan media sebagai sarana penyebaran informasi serta promosi wisata kuliner.
Dari beberapa topik yang paling banyak dilakukan adalah studi terhadap potensi wisata
kuliner di Indonesia, sebagaimana yang diteliti oleh Besra (2015: 74) yang mengkaji
secara deskriptif kualitatif tentang potensi keanekaragaman kuliner khas Minang sebagai
potensi wisata kuliner di Kota Padang, Provinsi Sumatra barat, Indonesia. Kajian
mengenai potensi kuliner menurut Besra harus dilakukan secara berkelanjutan mengingat
bahwa kuliner Indonesia sangat beragam. Kuliner adalah produk penunjang pariwisata,
yang dalam perkembanganya kuliner menjadi daya tarik wisata bukan hanya sebagai
penunjang, selain itu agar kuliner Indonesia lebih dikenal secara internasional, sehingga
wisatawan mancanegara juga tertarik. Wisata kuliner menurut Besra dibagi menjadi dua,
yang pertama wisata kuliner oleholeh makanan yaitu wisatawan menjadikan makanan
sebagai buah tangan dan sebagai tanda bahwa mereka pernah mengunjungi suatu daerah
wisata, yang kedua adalah wisata kuliner yang disajikan di rumah makan atau restoran
yaitu makanan khas yang dijual oleh penduduk asli suatu daerah wisata. Menurut Besra
terdapat beberapa kendala dalam mengembangkan wisata kuliner yaitu secara internal
keterbatasan sumber informasi tentang kuliner khas meliputi nama dan deskripsi (cita
rasa, dan gambar) makanan serta petunjuk lokasi dimana wisatawan bisa mendapatkan
makanan khas yang dimaksud. Secara eksternal kendalanya adalah adanya persaingan
dengan kuliner dari daerah lain yang bukan merupakan khas daerah wisata . Beberapa
upaya dicetuskan oleh Besra berdasarkan analisis SWOT yang ia gunakan dalam
penelitiannya untuk mengembangkan wisata kuliner di Kota Padang yaitu, penyedia
kuliner dianjurkan untuk bekerjasama dengan agen travel, mempromosikan kuliner
melalui sosial media, dan melakukan perbaikkan serta peningkatan kualitas, bagi
pemerintah mendesain program pengembangan wisata kuliner misalnya dengan
memfasilitasi pembuatan katalog kuliner padang dan sentra wisata kuliner. Bagi
perguruan tinggi diharapkan dukungannya dengan menyelenggarakan pelatihan yang
menambah pengetahuan dan keterampilan pelaku usaha wisata kuliner agar produk yang
ditawarkan stabil atau bahkan menjadi lebih baik kualitasnya. Kristiana (2018:18)
melakukan penelitian serupa dengan yang dilakukan Besra di lain lokasi yaitu di
Tanggerang, berangkat dari penilaiannya bahwa wisata kuliner adalah daya tarik wisata
yang potensial tetapi belum didukung dengan adanya informasi yang memadai mengenai
kuliner di Kota Tanggerang, selain itu terdapat masalah lainnya yang menghambat
perkembangan wisata kuliner disana sehingga perlu adanya penelitian yang dapat
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah tersebut. Berdasarkan hasil penelitain yang
dianalisis menggunakan teknik analisis SWOT, strategi yang dapat dilakukan menurut
Kristiana adalah membuat kawasan kuliner, mengembangkan kerjasama dalam bentuk
promosi antar pemerintah daerah, meliput potensi kuliner dilihat dari sejarah dan
penyedia kuliner, membuat media berupa buku panduan wisata kuliner dan meletakkan
buku tersebut di pusat informasi wisatawan (tourist information center), mendorong
kesadaran penyedia kuliner akan kebersihan, memanfaatkan laman dan media sosial yang
resmi dimiliki pemerintah sebagai sarana promosi secara online, mengembangkan
kerjasama antar pemerintah dengan akademisi menyusun referensi mengenai wisata
kuliner. Beberapa peneliti lain yang melakukan penelitian serupa Besra dan Kristiana
yang muncul pada hasil pencarian teratas dan relevan pada google scholar yaitu Purnama
(2019), Suteja (2019), Muliani (2019). Berbeda dengan Besra dan Kristiana, Prayogi
(2017) memaparkan potensi wisata kuliner harusnya tidak hanya pada makanan khas
yang sudah populer, sebagaimana Kota Malang yang terkenal akan Baksonya. Menurut
Prayogi kearifan lokal atau sumber daya lokal bisa dikembangkan dan dimanfaatkan
untuk mendukung pengembangan wisata kuliner dan memberdayakan masyarakat lokal
dengan inovasi atau modifikasi makanan.

Kuliner daerah di Indonesia.


Kuliner daerah di Indonesia dikancah dunia

Meningkatnya popularitas atribut baru sebagai destinasi wisata kuliner didukung oleh
kreativitas pengusaha kuliner Bali di Ubud berinovasi dalam tiga hal yaitu (1) produk, (2)
promosi dan (3) penciptaan pengalaman bagi wisatawan.

Dengan tidak menghilangkan cita rasa lokal, adaptasi dilakukan sehingga makanan ini
dapat diterima oleh wisatawan.

Tidak seperti restoran besar yang memiliki budget besar untuk promosi, warung lokal
harus kreatif mempromosikan warung makannya. Baik Bu Oka (Babi Guling Bu Oka),
Ibu Mangku (Nasi Ayam Kedewatan Ibu Mangku) maupun Ibu Puspa (Paon Bali Cooking
Class), tidak pernah melakukan promosi secara khusus. Yang mereka lakukan hanya
upaya menciptakan kualitas makanan yang baik sehingga orang mau datang lagi dan
mengajak teman atau saudaranya untuk datang kembali.
Konsep dasar promosi ini disebut sebagai word of mouth. Referensi dan endorsement
melalui teman dan keluarga inilah yang merupakan “nafas” eksistensi usaha warung
makan lokal. Perkembangan teknologi dan informasi akhirnya memunculkan situs-situs
online yang memperkuat eksistensi warung lokal . Terhadap penciptaan word of mouth,
para pengusaha lokal kini dibantu oleh para netizen yang turut mempopulerkan ragam
kuliner.

Contoh keterkaitan yang erat antara makanan dan unsur geografis misalnya tercermin dari
penyajian Babi Guling Ibu Oka dengan ingka (piring tradisional yang terbuat dari bambu).
Hal ini menyiratkan bahwa secara fisik, daerah ini kaya akan pohon bambu, sehingga
dapat memproduksi piring dari anyaman bambu. Alasan yang sama terlihat dari suguhan
ayam bumbu ala Manado yang dikukus menggunakan bambu panjang. Hal ini dapat
menginformasikan adanya limpahan pohon bambu di tanah Minahasa.

Kuliner Bali termasuk yang hadir tercipta sebagai ikon destinasi wisata Ubud seperti babi
guling dan nasi ayam Kedewatan saat ini pun juga mengalami proses modifikasi dan
adaptasi sebagai bentuk dari standarisasi.

Secara tradisional, takaran rempah-rempah yang digunakan untuk membuat bumbu Bali
menggunakan ukuran jari. Jari tengah adalah takaran untuk isen (lengkuas), telunjuk
untuk kunyit (kunir), jari manis untuk jahe, dan kelingking untuk cekuh (kencur).

Adaptasi dilakukan untuk memperoleh standarisasi rasa dan kualitas. Hal ini dilakukan
karena jika hanya satu orang saja yang memiliki “tangan yang baik” untuk memasak,
maka pengembangan usaha tidak akan dapat dilakukan. Harus ada takaran dalam ukuran
yang pasti (kilogram) sehingga rasa masakan relatif sama dari tahun ke tahun. Nasi Ayam
Kedewatan misalnya melakukan standarisasi takaran sehingga memiliki rasa yang sama
meskipun kuliner tersebut dinikmati pada salah satu cabangnya yang tidak berada di
Ubud. Selain adaptasi dari sisi takaran, tingkat kepedasan juga dikurangi melalui sambal
yang disajikan dipisah. Meskipun demikian cita rasa yang dihasilkan tidak mengurangi
cita rasa asli Bali. Hal tersebut mirip seperti yang dilakukan oleh Mie Kober di daerah
Renon, Denpasar dan Kripik Maicih di Bandung yang menawarkan “level” kepedasan
yang disesuikan dengan selera konsumen.
Tidak kalah pentingnya adalah standar higienitas dan sanitasi. Makanan Bali terkenal
mudah basi sehingga harus dinikmati saat itu juga. Oleh sebab itu, Bu Oka dan Ibu
Mangku melakukan usaha preventif dengan meningkatkan standarisasi higinitas untuk
membuat wisatawan merasa yakin “tidak akan sakit perut” saat makan di warungnya.
Standarisasi ini misalnya menggunakan sarung tangan saat mengolah makanan, dapur
yang bersih dan sebagainya.

1. Diplomasi Kuliner dan Gastrodiplomacy


Penggunaan makanan sebagai alat untuk membangun citra negara dan juga makanan
sebagai salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah untuk memperluas strategi
diplomasi budaya di suatu negara. Disebutkan bahwa gagasan utama dari diplomasi
kuliner adalah penggunaan makanan untuk menyenangkan dunia, sementara disaat yang
bersamaan juga memperbaiki citra negara. Melalui kampanye ―Cocina Amerikaana para
el mundo” (Amerikavian Cuisine for the World), pemerintah Amerika mencoba mencoba
untuk membangun citra negaranya melalui makanan. Dalam penelitiannya ini, WIilson
meneliti mengenai konteks-konteks spesifik dalam proyek pemerintah Amerika, serta
meneliti alasan dan tujuan dari pemerintah Amerika dalam penerapan gastrodiplomasi di
negaranya. Disebutkan dalam tulisannya bahwa, terdapat beberapa strategi yang
dilakukan oleh pemerintah Amerika dalam penerapan gastrodiplomasi di negaranya.
Praktik gastrodiplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika sulit untuk dikatakan
berhasil. Karena, kurangnya survey atau evaluasi yang menunjukkan perkembangan dari
praktik gastrodiplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika. Selain itu, kurang
terlihatnya hasil yang signifikan dari praktik gastrodiplomasi yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Amerika. Berbeda dengan penelitian penulis berfokus pada strategi
gastrodiplomasi indonesia untuk meningkatkan potensi kuliner Indonesia di Amerika
yaitu menggunakan strategi pola diplomasi pada era Presiden Jokowi yang bermula
hanya menggunakan diplomasi kuliner (firtst track ) yang dimana hanya yang terlibat
pemerintah dengan pemerintah saja namun berjalannya waktu membuat strategi dengan
mengubah pola diplomasi melalui diplomasi publik yaitu menjadi pola second track
bukan lagi hanya pemerintah saja yang terlibat tetepi dalam diplomasi ini sudah adanya
aktor non pemerintah yang bergabung seperti pengusaha maupun aktor lainnya. Makanan
sebagai sebuah diplomasi lalu makanan khas Indonesia pun diperkenalkan atau
dipromosikan melalui diaspora dan festival-festival yang sudah diselenggarakan.
Berjalannya era globalisasi ini juga makan media sosial turut membantu dalam
mempromosikan makanan khas Indonesia seperti salah satunya para youtuber membuat
sebuah tayangan dimana masyarakat di Amerika mencoba makanan khas Indonesia
melalui video tersebut. Meskipun ada beberapa yang tidak mengenal dan menyukai
makanan khas Indonesia tetapi minimal mereka mengenal akan makanan khas yang
Indonesia miliki

2. Festival Kuliner Indonesia di America serikat


Dengan diadakannya festival kuliner yang mengenalkan makanan dan minuman
Indonesia di Amerika Serikat akan berpengaruh besar terhadap pengenalan kuliner
Indonesia. Festival harus rutin, tidak hanya bersifat sementara atau mudah dilupakan
sehingga dapat dilihat antusias dari masyarakat Amerika Serikat. Berdasarkan fakta di
atas penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian yang berjudul Diplomasi
Kebudayaan Indonesia terhadap Amerika Serikat Melalui Kuliner (Gastrodiplomacy)
Tahun 2017. Perspektif yang digunakan dalam bahasan ini ialah Neorealisme. Perspektif
neorealis merupakan sebuah perspektif yang berakar dari realisme klasik dan neoklasik.
Pencetus perspektif ini, Kenneth Waltz menekankan konsep anarki internasional sebagai
focus Neorealisme berasumsi bahwa hubungan internasional merupakan hubungan yang
antagonistik dan konfliktual yang disebabkan oleh struktur anarkis dalam sistem
internasional.1 Kaum neorealis mempercayai bahwa kerjasama internasional tidak akan
dapat terjadi bila negara tidak membantu mewujudkannya karena mereka merasa bila hal
ini susah untuk diraih, sulit untuk dipelihara, dan bergantung pada power negara. Teori
yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori Diplomasi. Tulus Warsito dan Wahyuni
Kartikasari dalam bukunya Diplomasi Kebudayaan mengartikan Diplomasi Kebudayaan
sebagai upaya suatu negara untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui
dimensi kebudayaan, baik secara mikro seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, olahraga,
dan kesenian, ataupun secara makro sesuai dengan ciri-ciri khas yang utama, misalnya

1
Jo Jakobsen, Neorealism in International Relations – Kenneth Waltz.
propaganda dan lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai
bukan politik, ekonomi, ataupun militer.2
Diplomasi terbagi dua, yaitu: a. Soft diplomacy yakni diplomasi dalam bentuk
penyelesaian secara damai dalam bidang kebudayaan, bahasa, persahabatan dan ekonomi.
b. Hard diplomacy yakni diplomasi dalam bentuk perang, yaitu agresi militer dan politik. 3
Berdasarkan pembagian diplomasi, Diplomasi Indonesia terhadap Amerika Serikat
menggunakan Soft Diplomacy dimana diplomasi kebudayaan merupakan salah satu
bagian dari diplomasi tersebut. Diplomasi kebudayaan yang mengenalkan budaya
Indonesia dimana publik menjadi target dari strategi tersebut yang dikenal dengan
diplomasi publik. Diplomasi publik dalam buku Public Diplomacy karya Mark Leonard
mengatakan bahwa diplomasi publik merupakan sebuah cara untuk membangun
hubungan dengan cara memahami kebutuhan, budaya, dan masyarakat;
mengomunikasikan pandangan; membenarkan mispersepsi yang ada dalam masyarakat
internasional; mencari area dimana pemerintah dapat menemukan kesamaan pandangan.4
Mark menilai bahwa terdapat tiga tujuan yang dapat dicapai dengan adanya diplomasi
publik, yakni;5
1. Meningkatkan rasa kekeluargaan dengan negara lain, dengan cara membuat
mereka memikirkan negara lain, memiliki citra yang baik terhadap satu negara)
2. Meningkatkan penghargaan masyarakat ke pada negara tertentu, seperti
mempunyai persepsi yang positif
3. Mengeratkan hubungan dengan masyarakat di satu negara, contohnya dengan cara
pendidikan ke dalam kerja sama ilmiah, meyakinkan masyarakat di satu negara
untuk mendatangi tempat – tempat wisata, menjadi konsumen produk buatan
lokal, pemberi pengetahuan mengenai nilai – nilai yang dijunjung oleh aktor
4. Memengaruhi masyarakat di negara lain untuk berinvestasi, dan menjadi partner
dalam hubungan politik. Melihat tujuan yang dikemukakan Mark, maka dapat

2
Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan Konsep dan Relevansi Bagi
Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia, Ombak, Yogyakarta.
3
Andri Hadi. 2009. Bahan seminar “Politik Luar Negeri Indonesia: Prospek dan Tantangan
dalam Era Globalisasi”. Dirjen IDP Departement Luar Negeri RI.
4
Leonard, Mark. 2002. Public Diplomacy. The Foreign Policy Centre. London. Hal 8.
5
Ibid.
melihat bahwa diplomasi publik memerlukan komunikasi dua arah untuk
menciptakan komunikasi yang baik agar nilai dan pesan yang diberikan dapat
diterima tanpa adanya kesalahpahaman. Di dalam acara Indonesia Festival
Culinary, terdapat kepentingan Indonesia dalam menyelenggarakan acara tersebut
di Amerika Serikat.

Anda mungkin juga menyukai