Anda di halaman 1dari 5

Membahas topik pariwisata tampaknya merupakan upaya tanpa akhir.

Pariwisata telah menjadi


kegiatan luas yang dilakukan oleh individu untuk mengurangi kelelahan dan monoton rutinitas
sehari-hari mereka. Berbagai kegiatan pariwisata memenuhi minat individu, mulai dari menghargai
keindahan alam, mengeksplorasi aspek budaya, berpartisipasi dalam upacara tradisional, hingga
menikmati masakan unik dari tujuan tertentu. Menurut data yang dirilis oleh Badan Ekonomi Kreatif
pada tahun 2019, subsektor kuliner secara signifikan berkontribusi terhadap pendapatan
keseluruhan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, terhitung 30% dari total. Lebih lanjut, data
Kementerian Pariwisata tahun 2020 mengungkapkan bahwa subsektor kuliner merupakan 41% dari
total PDB ekonomi kreatif.

Bapak Sandiaga, Menteri Ekonomi dan Pariwisata Kreatif Indonesia, menyoroti potensi besar
subsektor kuliner dalam memajukan industri pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia. Pemerintah
juga telah menginisiasi program “Indonesia Spices Up the World” untuk mempromosikan masakan
Indonesia, yang terkenal dengan rempah-rempah yang kaya dan cita rasa unik dari nusantara.

Penawaran kuliner kini telah menjadi salah satu ciri khas tujuan wisata. Wisatawan secara aktif
mencari masakan lokal dan makanan ringan yang mewakili tujuan, menikmati pengalaman mencoba
makanan lezat ini dalam suasana tradisional (Su et al., 2020). Banyaknya kelezatan kuliner berfungsi
sebagai aset berharga bagi pengembangan kota dalam hal pariwisata (Wardani et al., 2018, hlm.
343).

Apa yang awalnya hanya insentif belaka, makanan telah berkembang menjadi daya tarik itu sendiri,
mencakup daya tarik wisata makanan inti, masakan tradisional, dan tujuan lokal. Salah satu cara
untuk mencapai hal ini adalah dengan menikmati hidangan lokal dalam pengaturan tradisional (Su et
al., 2020).

Wisata kuliner saat ini merupakan salah satu tren yang muncul di industri pariwisata. Menurut Wolf
in Suriani (2012), wisata kuliner tidak semata-mata berkisar pada eksklusivitas. Ini mencakup
berbagai pengalaman gastronomi yang unik dan berkesan, melampaui restoran kelas atas untuk
mencakup semua jenis makanan dan minuman. Testión (2016) lebih lanjut menekankan bahwa
wisata kuliner tidak boleh dilihat sebagai kegiatan mewah atau eksklusif, melainkan sebagai
kesempatan untuk memberikan pengalaman kuliner yang beragam kepada wisatawan.

Tujuan utama dari artikel Sunaryo (2019) ini adalah untuk menyajikan gambaran singkat literatur
relevan yang diterbitkan antara 2015 dan 2019 tentang potensi wisata kuliner di Indonesia.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinjauan literatur kualitatif. Temuan tinjauan
ini menunjukkan bahwa fokus penelitian sebelumnya adalah pada menyusun strategi untuk
mendorong pertumbuhan pariwisata kuliner di daerah tertentu. Tujuannya adalah untuk mengubah
wisata kuliner dari sekadar elemen pelengkap pariwisata menjadi daya tarik utama suatu tujuan.
Para sarjana secara luas sepakat bahwa beberapa kendala menghambat perkembangan wisata
kuliner. Sangat penting bagi berbagai pemangku kepentingan, seperti masyarakat lokal, pemerintah
daerah, dan akademisi, untuk berkolaborasi secara sinergis guna mengatasi tantangan ini. Upaya
kolaboratif ini sangat penting untuk pengembangan pariwisata kuliner yang berkelanjutan dan
optimal, yang menjamin kepuasan keinginan dan kebutuhan kuliner wisatawan, sekaligus
berkontribusi positif terhadap pengembangan tujuan secara keseluruhan dan kesejahteraan
masyarakat setempat (Sunaryo, 2019).

Pentingnya pariwisata kuliner dalam konteks industri pariwisata yang lebih luas telah semakin diakui,
terutama dalam hal potensinya untuk menarik wisatawan internasional (Horng & Hu, 2009; Horng,
Liu, & Tsai, dalam pers; Horng & Tsai, 2010, dalam pers). Para sarjana di bidang pariwisata telah
mencurahkan perhatian yang cukup besar pada peran makanan dan masakan. Boyne, Williams, dan
Hall (2002) menemukan bahwa wisatawan mengalokasikan hampir 40% dari anggaran perjalanan
mereka untuk pengeluaran terkait makanan. Selain itu, Horng dan Tsai (2010) berpendapat bahwa
masakan yang terkenal karena rasa dan kualitasnya dapat diubah menjadi produk pariwisata. Buku
Pegangan Riset Pasar layanan Restoran & Makanan 2004 mengungkapkan bahwa restoran
menghasilkan lebih dari 50% dari total pendapatan mereka dari pelancong (Graziani, 2003). Studi
terbaru lebih lanjut menekankan pentingnya hubungan antara kuliner dan pariwisata, dengan fokus
khusus pada masakan lokal. Wisata kuliner telah muncul sebagai alat promosi yang efektif dan
komponen penting dari pariwisata tujuan (Hjalager & Richards, 2002; Horng & Hu, 2009).

Perkembangan pariwisata kuliner di masa depan bergantung pada peningkatan infrastruktur secara
bersamaan, termasuk transportasi dan fasilitas yang memfasilitasi sumber, pengolahan, dan
penyajian makanan (Marliyati et al., 2013, hlm. 2). Peningkatan aksesibilitas untuk bisnis kuliner akan
meningkatkan antusiasme operator ini, mendorong mereka untuk melakukan upaya bersama, baik
secara individu maupun kolektif, untuk menarik pengunjung dan pelanggan. Bersamaan dengan itu,
sangat penting untuk melestarikan daya tarik makanan dan minuman unik di kawasan ini. Ini karena
wisatawan sangat menghargai kesempatan untuk menikmati pengalaman kuliner yang istimewa,
khas, tak terlupakan, dan berkualitas tinggi (Marliyati et al., 2013, hlm. 2).

Saat ini, pariwisata kuliner berkembang melampaui statusnya sebagai produk fundamental dan
mengambil peran sebagai faktor pembeda di antara tujuan wisata. Ini menciptakan suasana berbeda
yang memikat wisatawan, sehingga mendorong tren pariwisata kuliner yang berkembang
berdasarkan konsep makanan budaya (Ardiansyah & Silmi, 2022, hlm. 142). Banyak wisatawan
tertarik ke area tertentu semata-mata untuk tujuan menikmati masakan lokal dan menyaksikan
secara langsung proses persiapan dan presentasi. Ini sejalan dengan pernyataan yang dibuat oleh
Organisasi Pariwisata Dunia (2012) bahwa wisatawan tertarik untuk mengunjungi tujuan wisata
berbasis kuliner karena daya tarik yang melekat (Organisasi Pariwisata Dunia, 2012).

Industri kuliner disukai oleh banyak pengusaha dan dianggap sebagai salah satu sektor bisnis yang
berkembang pesat. Di daerah tertentu, individu telah memanfaatkan masakan lokal mereka,
mengubahnya menjadi bisnis kuliner dan objek wisata. Industri kuliner telah mengalami
pertumbuhan yang signifikan karena potensinya yang sangat besar dan strategi manajemen yang
inovatif. Meskipun saat krisis, sektor kuliner terus berkembang pesat. Hal ini dapat dikaitkan dengan
fakta bahwa makanan adalah kebutuhan mendasar manusia, dan selama kebutuhan akan makanan
tetap menjadi yang terpenting, bisnis kuliner akan terus berkembang dan berkembang (Susilo et al.,
2021, hlm. 459).
Perusahaan kuliner berkontribusi pada kekayaan budaya suatu wilayah, berfungsi sebagai objek
wisata yang menawan. Menurut Pitana (2019), usaha kuliner merupakan sumber daya budaya yang
tak ternilai yang dapat dimanfaatkan untuk menarik wisatawan menjelajahi daerah tertentu.
Kesempatan untuk menyaksikan secara pribadi persiapan, presentasi, dan konsumsi hidangan lokal
adalah pengalaman budaya yang memikat pengunjung ke suatu tujuan.

Masakan tradisional dan lokal mewakili aspek identitas komunitas yang berbeda, mudah dikenali dan
tersedia. Setiap daerah di Indonesia memiliki warisan kuliner unik yang berfungsi sebagai ciri khas
daerah tersebut. Hidangan tradisional dan lokal terkait erat dengan daerah tertentu dan diturunkan
dari generasi ke generasi sebagai bagian dari tradisi lama (Jordana, 2000). Harta kuliner ini telah
bertahan dalam ujian waktu dan terus dihormati sebagai warisan budaya. Resep yang digunakan
telah dengan setia ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya, mempertahankan
metode memasak tradisional. Meskipun mungkin ada sedikit modifikasi atau variasi, bahan inti dan
teknik memasak tetap tidak berubah. Persembahan kuliner tradisional dan lokal sering dikonsumsi
dalam komunitas tertentu atau disajikan selama acara-acara perayaan, mengikuti resep leluhur, dan
memiliki karakteristik berbeda yang membedakannya dari masakan daerah lainnya (Guerrero et al.,
2010, hlm. 225).

Upaya wisata kuliner tidak hanya bertujuan untuk mendiversifikasi pilihan wisata bagi pengunjung,
sehingga memperkuat ekonomi lokal, tetapi juga berusaha untuk melindungi masakan tradisional
dari efek perubahan masyarakat yang cepat. Dengan memperkenalkan dan mempromosikan
makanan dan minuman yang kurang dikenal, upaya wisata kuliner memastikan pelestarian praktik
kuliner tradisional yang bisa hilang dalam menghadapi modernisasi (Nugraha & Sumardi, 2019, hlm.
35).

Belakangan ini, ada tren yang berkembang dari wisatawan yang mencari pengalaman kuliner selama
perjalanan mereka. Makanan tidak lagi hanya dianggap sebagai makanan; itu telah menjadi bagian
integral dari pengalaman perjalanan, menawarkan kesempatan untuk membenamkan diri dalam
budaya tujuan melalui pertemuan langsung dengan masakan lokal (Wijaya et al., 2016).

Wisata kuliner telah muncul sebagai elemen penyusun pariwisata di tujuan tertentu. Pentingnya
wisata kuliner terletak pada kemampuannya untuk menarik pengunjung, karena kebiasaan belanja
wisatawan menunjukkan bahwa pengalaman kuliner merupakan bagian terbesar dari pengeluaran
mereka setelah akomodasi (Wijayanti & Damanik, 2019). Selain itu, Kautsar (seperti dikutip dalam
Sunaryo, 2019) menegaskan bahwa eksplorasi kuliner telah menjadi motivasi utama untuk
perjalanan wisata, menandakan bahwa wisatawan sengaja memilih tujuan berdasarkan daya tarik
kulinernya (Julita & Felisa, 2022).

Kemajuan wisata makanan atau kuliner di suatu tujuan wisata berkontribusi untuk meningkatkan
pengalaman pengunjung (Baltescu, 2016). Wisata kuliner melibatkan wisatawan yang terlibat dalam
kegiatan terkait makanan selama perjalanan mereka, seperti membeli makanan lokal dan menikmati
masakan daerah (Tsai & Wang, 2017). Dalam perjalanan wisata, makanan lokal tidak hanya
menjadi kebutuhan dasar, tetapi juga pengalaman bagi wisatawan. Studi terbaru menjelaskan
korelasi substanțial dan signifikan secara statistik antara kehadiran masakan lokal otentik dan niat
untuk mengunjungi (atau mengunjungi kembali) suatu tujuan. Selain itu, studi ini menunjukkan
bahwa pengalaman produk makanan lokal memainkan peran penting dalam mempromosikan asal
suatu tempat dan tujuan wisata serupa lainnya. Masakan lokal khas daerah tertentu memainkan
peran penting dalam memperluas pasar untuk tujuan (Alderighi et al., 2016; Julita & Felisa, 2022).

Di tujuan wisata, kehadiran atraksi dapat menambah jumlah pengunjung, asalkan tujuan mengakui
peran penting dari atraksi ini. Menurut Hallman, Zehrer, dan Muler (seperti dikutip dalam Suwarti,
2014), keaslian, keindahan alam, keragaman, kelangkaan, dan integritas tempat wisata secara
signifikan berkontribusi pada peningkatan jumlah pengunjung ke suatu tujuan (Julita & Felisa, 2022).

Beragam penawaran kuliner di Sumatera Barat menghadirkan potensi yang signifikan bagi
pengembangan spesialisasi kuliner Minang sebagai layanan pendukung dalam perluasan prospek
wisata kuliner. Wisata kuliner berfungsi sebagai alternatif dari bentuk pariwisata lainnya, termasuk
wisata budaya, wisata alam, dan wisata bahari, yang sudah familiar bagi wisatawan yang berkunjung
ke Sumatera Barat (Besra, 2012). Mengingat bentuk pariwisata ini dapat menghasilkan berbagai
peluang kerja, mulai dari pengadaan dan produksi bahan baku (baik makanan maupun non-
makanan) hingga persiapan makanan, memasak, dan layanan, wisata kuliner dapat berkontribusi
terhadap kesejahteraan penduduk setempat (Marliyati et al., 2013, hlm. 4).

Pelestarian dan pemeliharaan atraksi kuliner sebagai bagian dari warisan budaya tujuan sangat
penting. Untuk memastikan umur panjang wisata kuliner di suatu tujuan, kegiatan promosi dan
pembentukan asosiasi kuliner merupakan langkah penting (Nugraha & Sumardi, 2019, hlm. 38).

Kehadiran bisnis kuliner dapat mendukung kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan
menciptakan beberapa peluang. Peluang ini meliputi (a) menyediakan lapangan kerja bagi penduduk
setempat di berbagai tahap proses kuliner, sehingga mengurangi tingkat pengangguran; (b)
merangsang aktivitas ekonomi di wilayah tersebut karena kunjungan wisatawan domestik dan
internasional; (c) mendorong pertumbuhan perusahaan kuliner skala kecil, menengah, dan skala
besar, baik formal maupun informal; (d) memelihara keahlian dan keterampilan kuliner, mulai dari
koki terampil hingga asisten koki dan konsultan gizi; dan (e) mempromosikan bisnis kuliner tambahan
yang mendukung perusahaan, seperti non-makanan produk dan kerajinan tangan, sebagai bagian
dari ekonomi kreatif regional (misalnya, wadah kemasan, label, dekorasi, peralatan produksi dan
penyajian, dll.) (Marliyati dkk., 2013, hlm. 4).

Suku Minangkabau di Sumatera Barat terkenal dengan kelimpahan masakan lokal yang berasal dari
berbagai sumber daya tumbuhan dan hewan asli wilayah tersebut (Oktavianus & Anwar, 2022).
Berkembangnya Rumah Makan Minang, juga dikenal sebagai Rumah Makan Padang, di seluruh
Indonesia dan luar negeri mencerminkan beragam persembahan kuliner masyarakat Minangkabau
(Oktavianus & Anwar, 2022). Repertoar kuliner komunitas Minangkabau dan berbagai tempat Rumah
Makan Padang mencontohkan warisan gastronomi yang kaya di wilayah ini (Oktavianus & Anwar,
2022).
Tradisi kuliner memegang peran penting sebagai komponen penting dari budaya lokal, dan mereka
memiliki potensi untuk meningkatkan pengalaman wisata (Oktavianus & Anwar, 2022). Wisata
gastronomi, atau tata boga, berasal dari keinginan wisatawan untuk tidak hanya membenamkan diri
dalam keindahan alam suatu tujuan tetapi juga untuk menikmati kelezatan kuliner tradisional
(Oktavianus & Anwar, 2022). Destinasi wisata tertentu memanfaatkan gastronomi sebagai sarana
untuk menarik pengunjung dan mempromosikan wisata kuliner (Oktavianus & Anwar, 2022). Bentuk
pariwisata ini melibatkan mengunjungi produsen makanan, menghadiri festival makanan,
menjelajahi restoran, dan mencari lokasi khusus untuk menikmati cita rasa lokal, yang semuanya
berkontribusi pada pengalaman keseluruhan perjalanan wisata (Hall, 2006a, hlm. 137—138) (Hall, C.
Michael, dan Sharples, Liz, 2011).

Wisata kuliner mencakup kegiatan wisata di mana motivasi utamanya adalah untuk mengeksplorasi
dan menikmati pengalaman kuliner dan penemuan terkait makanan (Hall, 2006b).

Masakan Padang, juga dikenal sebagai masakan Minang, merupakan tradisi kuliner khas yang berasal
dari alam Minangkabau di provinsi Sumatera Barat (Oktavianus & Anwar, 2022). Masakan ini telah
mendapatkan pengakuan internasional, sebagaimana dibuktikan dengan rendang dinobatkan sebagai
“hidangan paling lezat di dunia” oleh CNN International dari 2011 hingga 2017 (Syamsul Rahman,
2020) (Nurmufida et al., 2017, hlm. 232). Selain itu, UNESCO telah menetapkan rendang sebagai
warisan budaya dunia tidak berwujud pada tahun 2021, lebih lanjut menggarisbawahi keahlian
kuliner yang luar biasa dari orang-orang Minangkabau dan keragaman masakan mereka yang luar
biasa (Aisyah, 2017, hlm. 32) (Oktavianus & Anwar, 2022). Hidangan terkenal lainnya termasuk Spicy
Acid, Soto Padang, Sate Padang, dan Balado Jerky, yang dihargai oleh orang Indonesia karena
penggunaan rempah-rempah yang melimpah dan rasa yang berbeda (Oktavianus & Anwar, 2022).

Menurut Organisasi Pariwisata Dunia (2012), wisatawan kuliner adalah individu yang terlibat dalam
tren budaya kontemporer mencari keaslian melalui makanan, menunjukkan minat yang tulus pada
asal-usul produk, dan mengakui keahlian memasak sebagai sarana untuk membina koneksi sosial dan
berbagi pengalaman. Wisatawan ini cenderung memiliki pengeluaran yang lebih tinggi dari rata-rata,
memiliki selera yang cerdas, dan secara aktif menghindari pengalaman monoton (Organisasi
Pariwisata Dunia, 2012). Oleh karena itu, keahlian memasak harus memiliki karakter yang khas agar
tidak dianggap hambar, generik, dan mudah ditiru (Organisasi Pariwisata Dunia, 2012, hlm. 10—11).

Anda mungkin juga menyukai