Anda di halaman 1dari 24

POTENSI MAKANAN TRADISIONAL

SEBAGAI DAYA TARIK WISATA KULINER


DI D.I. YOGYAKARTA

Minta Harsana1, : Maria Triwidayati2


Program Studi Pendidikan Teknik Boga, Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana, Fakultas
Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta
E-mail: minta_harsana@uny.ac.id,
mariatriwidayati@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini didasari oleh ketertarikan mengenai perkembangan wisata kuliner D.I
Yogyakarta yang memiliki potensi beragam, bahan baku yang melimpah, cara pembuatan
makanan tradisional unik, dan pangsa pasar yang menjanjikan, namun ternyata
perkembangannya masih bersifat sangat lokal. Selain itu sebagian belum memenuhi standar
sebagai oleh-oleh, dan terkesan kurang diperhatikan oleh masyarakat yang justru memilih produk
makanan luar negeri yang dipasarkan secara massal. Keragaman etnis di Indonesia yang
tercermin dalam multibudaya kulinernyatidak dilihat oleh masyarakat sebagai sesuatu yang
istimewa. Selain itu, warisan budaya dan sumber daya alam merupakan daya tarik wisata
terpopuler yang ditawarkan oleh pemerintah, namun promosi makanan tradisional di situs
pariwisata pemerintah masih kurang diperhatikan. Hal-hal itulah yang menjadi alasan penelitian
ini harus dilakukan.
Tujuan penelitian adalah mengkaji Pengembangan wisata kuliner melalui makanan tradisional,
bahan, cara pengolahan dan cara menyajikan, waktu menyajikan, alat yang di gunakan makanan
tradisional di D.I Yogyakarta;Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun informan adalah
para produsen dan penjual makanan tradisional di wilayah D.I Yogyakarta. Lokasi penelitian adalah di
seluruh wilayah D.I Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan
studi dokumentasi.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa potensi pengembangan wisata kuliner bahwa makanan
tradisional di D.I Yogyakarta didominasi bahan makanan lokal, yaitu main course adalah sayuran dan
daging sapi; untuk kudapan adalah singkong/ubi, tepung beras; untuk minuman adalah rempah-rempah;
serta ditemukan 51 jenis makanan utama, 105 jenis kudapan, dan 14 jenis minuman. Cara pengolahan
dengan rebus, goreng, tumis, kukus, bakar, panggang/oven. Cara penyajiannya dengan lesehan dan duduk
di meja. Waktu penyajian pada pagi, siang, dan malam. Alat-alat yang digunakan untuk memproduksi
makanan tradisional adalah cobek, batok, muntu, wakul, dandang, kuali, dan anglo.
Kata Kunci:Wisata Kuliner, Makanan Tradisional

1
Dosen PTBB UNY
2
Dosen Jurusan Bina Wisata Politeknik “API” Yogyakarta
PENDAHULUAN merupakan sebuah pengalaman. Di daerah
Industri pariwisata dunia pada saat ini tujuan wisata, belanja wisatawan untuk
mengalami peningkatan pesat. Hal ini makanan mencapai sepertiga dari total
dibuktikan dengan survei yang dilakukan oleh pengeluarannya (Hall, Sharples, Mitchell,
UNWTO (United National World Tourism Macionis, & Cambourne, 2003).Dengan
Organization) yang menunjukkan data bahwa menjelajahi akan mendapatkan pengalaman
per Januari 2017 mengalami peningkatan tentang makanan dan minuman di tempat tujuan
kunjungan wisatawan di daerah tujuan wisata. (Wolf, 2002 dalam Kivela & Crotts, 2005),
Di seluruh dunia tercatat sebanyak 369 juta wisatawan sebenarnya mengkonsumsi budaya
tujuan itu sendiri (Beer, 2008). Jenis wisatawan ini
wisatawan internasional (pengunjung
sangat berarti dan bisa menjadi segmen pasar yang
semalam) dalam empat bulan pertama tahun
sangat loyal (Kivela & Crotts, 2005). Demikian
2017. Jumlah tersebut menunjukkan 21 juta juga Bessiere (1998) yang dikutip oleh Green &
lebih banyak daripada bulan yang sama pada Dougherty (2009) mengatakan bahwa wisatawan
tahun 2016. Pada periode Januari ‒ April cenderung memiliki pengalaman otentik yang
biasanya tercatat sekitar 28% jumlah membawa mereka kembali ke alam. Molz (2007)
wisatawan dalam setahun. Wisatawan yang juga menekankan bahwa wisata kuliner bukan
berkunjung ke daerah tujuan wisata tidak hanya untuk mengetahui dan mengalami budaya
sekadar menikmati panorama, tetapi bisa lain, tapi juga untuk melakukan rasa petualangan,
mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan kemampuan beradaptasi, dan keterbukaan. Di
berinteraksi dengan masyarakat, mereka samping mencari makanan untuk memenuhi
menikmati kuliner tradisional yang ada di kebutuhan primernya, wisatawan akan
sekitar daerah tujuan wisata (DTW). Menurut mencari makanan khas daerah setempat.
Baiquni (2009) pariwisata tidak hanya berupa Makanan khas pada umumnya berupa
perjalanan fisik dari satu tempat ke tempat lain makanan tradisional yang keberadaannya
yang berbeda budayanya, tetapi juga bisa hanya ada di daerah tujuan wisata.
dikemas menjadi perjalanan imajinasi melintas Menurut keputusan lokakarya
batas waktu masa lalu dan masa depan. revitalisasi Pusat Kajian Makanan Tradisional
Pengalaman berwisata di tempat tujuan di Yogyakarta tahun 2003 batasan makanan
wisata, tidak lepas dari konsumsi makanan tradisional adalah makanan yang dibuat dari
selama wisatawan tinggal. Makanan bahan yang dihasilkan di daerah setempat
merupakan bagian penting dari liburan, kemudian diolah dengan cara dan teknologi
sehingga kunjungan ke restoran cenderung yang dikuasai oleh masyarakat setempat.
menjadi pengalaman puncak bagi para Produk makanan tradisional mempunyai
wisatawan (Blichfeldt, Chor, Ballegaard, ketampakan, citra rasa, dan aroma yang sangat
2010). Hal itu karena makan merupakan salah dikenal dan disukai bahkan dirindukan oleh
satu kebutuhan primer manusia, meskipun masyarakat setempat. Bahkan, makanan
pada perkembangannya, tujuan makan tidak tradisional menjadi identitas kelompok
hanya untuk mengenyangkan perut, tetapi masyarakat asal makanan dan dapat digunakan
sebagai sarana pemersatu bangsa dan tradisional Indonesia mengandung beragam
membangun rasa cinta tanah air. Menurut rempah-rempah, memiliki aneka teknik
Xiaomin (2017) kriteria atau karakteristik memasak dan berbahan-bahan lokal yang
makanan tradisional adalah adanya sebagian terpengaruh dari India, China, Timur
penggunaan bahan endogen yang digunakan Tengah, dan Eropa (Kedutaan Besar
dalam masakan yaitu adanya bahan baku lokal Indonesia). Keberagaman makanan tradisional
yang unik dan khas setempat. karena bahan juga dipengaruhi oleh beragamnya bahan baku
dan bumbu masakan unik, maka citarasa dan lokal yang tersedia di tiap-tiap daerah.
aroma yang dihasilkannya menjadi unik pula. Makanan tradisinonal memiliki peluang besar
Esensi lokal dan tradisional adalah praktek untuk ditawarkan seiring meningkatnya
kuliner berdasarkan metode, dan ketrampilan jumlah wisatawan yang peduli terhadap
tertentu agar dapat bertahan (survive) dan budaya dan warisan lokal, makanan tradisional
terlindung dari gempuran industri maju atau bisa menjadi salah satu cara terbaik untuk
perkembangan teknologi. Wisata kuliner mengetahui tentang budaya dan warisan lokal
makanan tradisional berfungsi meningkatkan (Sims, 2009).
pendapatan masyarakat dan menyerap tenaga Beras merupakan makanan pokok bagi
kerja sehingga diperlukan pelestarian dengan sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu
cara memelihara, memanfaatkan, dan jagung, sagu, singkong, dan ubi jalar juga
mengembangkannya. merupakan makanan pokok lainnya terutama
Terlepas dari peran utamanya, di wilayah bagian timur Indonesia. Laut
makanan tradisional terkesan diremehkan oleh Indonesia yang luasnya tercatat sepertiga
masyarakat. Sebaliknya, penduduk setempat wilayah juga menyediakan bahan makanan
memilih masakan dari produk makanan dengan gizi sangat tinggi berupa ikan dan
internasional yang dipasarkan secara massal, bahan makanan laut lainnya. Secara khusus,
seperti McDonalds dan makanan berantai Indonesia memiliki tahu dan tempe untuk
global lainnya (Wilk, 1999 ; Blakey, 2012). lauk-pauk dan makanan ringan di hampir
Indonesia yang terdiri dari keragaman etnis semua wilayah. Tempe dianggap sebagai salah
yang luas tercermin dalam pengaruh satu keunikan makanan Indonesia. Makanan
multibudaya kuliner Indonesia, masyarakat khas Indonesia lainnya adalah bumbu yang
setempat tidak melihatnya sebagai sesuatu disebut sambal, yang salah satu jenis sambal
yang istimewa. Hal itu ditambah lagi bahwa terbuat dari cabai, bawang merah, bawang
promosi makanan tradisional di situs putih, dan pasta udang. Biasanya sambal
pariwisata pemerintah masih kurang disajikan untuk pelengkap lauk di samping
diperhatikan. Padahal apabila dicermati, hidangan utama. Buah-buahan dan sayur-
warisan budaya dan sumber daya alam sayuran tropis juga merupakan bagian penting
merupakan daya tarik wisata paling populer dari masakan Indonesia, terutama sebagai
yang ditawarkan oleh pemerintah. makanan penutup. Buah-buahan ini biasanya
Makanan tradisional Indonesia sangat disajikan dalam bentuk buah segar atau
beragam, seiring dengan beragamnya etnik sesekali dicampur dengan saus gula aren.
dan wilayah multikulturalnya. Makanan Namun demikian, setiap etnis dan wilayah di
Indonesia memiliki kekhasan makanan pelayanan, dan menikmati dari makanan, serta
masing-masing dan menjadikannya sebagai variasi budaya atau gaya masakan. Wisata
hidangan tradisional populer di daerahnya. kuliner ialah perjalanan yang memanfaatkan
Indonesia sebagai salah satu negara masakan dan suasana lingkungannya sebagai
yang berupaya menjadi salah satu destinasi objek tujuan wisata. Wisata kuliner sebagai
wisata dunia terus berupaya meningkatkan diri industri pariwisata yang berkaitan dengan
agar mampu bersaing dengan negara lain. penyediaan makanan dan minuman
Undang-Undang Republik Indonesia No.10 mengalami perkembangan pesat. Hal ini
Tahun 2009 tentang kepariwisataan dikarenakan tren wisatawan sekarang adalah
menyebutkan bahwa pariwisata adalah berkunjung ke suatu daerah wisata untuk
berbagai macam kegiatan wisata dan didukung mencari atau berburu makanan khas daerah
berbagai fasilitas serta layanan yang tersebut.
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
pemerintah dan pemerintah daerah yang salah sebagai daerah yang berpotensi pariwisata
satunya adalah wisata kuliner. Wisata kuliner besar, memerlukan strategi khusus untuk
adalah pengalaman perjalanan ke daerah mendukung pariwisata di Kota Pelajar ini.
gastronomi untuk rekreasi atau tujuan DIY dengan luas daerah 3.185,80 km2,
hiburan, yang mencakup kunjungan ke memiliki berbagai daya tarik wisata menarik
produsen makanan primer dan sekunder, dan unik untuk dikunjungi, mulai dari wisata
festival, pameran makanan, peristiwa, petani alam, budaya, sejarah, dan lain-lain. DIY
pasar, acara memasak dan demonstrasi, memiliki luas tersempit setelah Provinsi DKI
mencicipi produk makanan berkualitas , atau Jakarta. Namun demikian, hal tersebut tidak
kegiatan pariwisata yang berhubungan dengan membuat DIY menjadi daerah yang kecil
makanan (Global Report on Food Tourism, dalam bidang pariwisata, karena mampu
2012:6). menyandang predikat kedua sebagai daerah
Istilah kuliner (culinary) merupakan tujuan wisata setelah Provinsi Bali. Hal itu
bagian/subesensi gastronomi. Kuliner adalah terbukti pada tahun 2015 lalu, DIY mampu
masakan dan mempunyai arti yang bersinonim menarik wisatawan sebanyak 4.122.205 orang,
dengan istilah cuisine. Beragam pilihan cita dengan rincian 308.485 dari mancanegara dan
rasa menu khas, baik yang tradisional maupun 3.813.720 orang dari Nusantara (Statistik
yang sudah termodernisasi , tersaji dari penjaja Dinas Pariwisata DIY, 2015). Hal ini
makanan kaki lima hingga restoran dan kafe membuktikan bahwa DIY memiliki kekuatan
bernuansa eksklusif. Wisata kuliner untuk menarik wisatawan.
merupakan bagian dari jenis pariwisata yang Sektor pariwisata di DIY juga tidak
lebih luas, yaitu wisata gastronomi bisa lepas dari kuliner yang dimilikinya. Salah
(gastronomy tourism). Wisata gastronomi satu kuliner yang menjadi ikon di Yogyakarta
merupakan suatu tren baru dalam dunia adalah gudeg. Dalam surat kabar Kedaulatan
kepariwisataan. Gastronomi adalah seni atau Rakyat edisi 31 Desember 2013 disebutkan
usaha pencarian dari kualitas makanan yang bahwa gudeg merupakan makanan yang
baik, termasuk dalam pemilihan, persiapan, menjadi ciri khas Yogyakarta. Cita rasa gudeg
yang unik mampu menarik wisatawan yang baku yang melimpah, pembuatan makanan
berkunjung ke Yogyakarta untuk mencicipi tradisional, dan pangsa pasar yang
masakan yang terbuat dari nangka muda ini. menjanjikan seharusnya bisa menjadikan
Masakan gudeg menjadi sasaran para kekayaan makanan tradisional menjadi atraksi
wisatawan ketika masa liburan datang. Namun wisata yang berharga. Hal ini bukan hal yang
demikian, tidak semua di daerah tujuan wisata tidak mungkin mengingat banyak negara
terdapat penjual gudeg. Oleh karena itu, cara secara sengaja memperkenalkan pariwisatanya
yang tepat agar masakan gudeg ini mampu melalui makanan tradisional yang menjadi
menjadi tujuan wisata kuliner di DIY adalah kekhasan negara yang bersangkutan. Makanan
dengan menempatkan beberapa warung makan sebagai salah satu aspek budaya suatu bangsa
khusus masakan gudeg di lokasi daya tarik dapat mencirikan identitas bangsa tersebut.
wisata yang tersebar di DIY. Selama ini Pemerintah pusat maupun daerah perlu
warung makan gudeg masih terpusat di dua melakukan pelestarian makanan tradisional
wilayah, yaitu di Mbarek Condong Catur dan dengan meningkatkan kualitas produk agar
Wijilan. Hal ini akan membuat wisatawan mampu bersaing dan memuaskan wisatawan.
lebih mudah menjangkau untuk mencicipi Berkaitan dengan pengembangan
masakan tradisional yang populer ini. wisata kuliner di DIY, khususnya wilayah kota
Makanan khas lainya dari Yogyakarta Yogyakarta, Pemkot Yogyakarta bersama
adalah Bakpia yang notabene merupakan Kementerian Pariwisata RI menandatangani
makanan ringan khas dari Yogyakarta. Bakpia kesepahaman bersama dalam upaya
berkembang di berbagai wilayah di pengembangan wisata kuliner. Kesepahaman
Yogyakarta, misalnya bakpia pathuk yang bersama ini merupakan bentuk komitmen
berkembang di daerah Kampung Pajeksan, Kementerian Pariwisata dalam memberikan
Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan dukungan percepatan pengembangan wisata
Gedongtengen. Ada bakpia-minomartani di kuliner di Yogyakarta. Dalam kerja sama ini,
Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, kegiatan promosi wisata kuliner akan menjadi
Sleman. Ada pula bakpia 5555 di Jambon, tugas Kementerian Pariwisata, sedangkan
Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, pemerintah daerah bertugas memperbaiki
dan bakpia-japon di Desa Trimurti, sanitasi dan higienitas di lokasi wisata kuliner
Kecamatan Srandakan, Bantul. sehingga tercipta sinergi antara pusat dan
Industri kuliner tradisional biasanya daerah. Selain Yogyakarta, Kementerian
dilakukan oleh pengusaha kecil atau industri Pariwisata juga menetapkan empat kota
rumah tangga. Cara pembuatannya yang lainnya sebagai destinasi wisata kuliner, yakni
mudah dan berbahan dasar dari bahan-bahan Bandung, Yogyakarta, Solo, Semarang, dan
yang ada di sekitar membuat industri kecil ini Bali. Penetapan lima destinasi wisata kuliner
mudah ditemui. Namun demikian, makanan ini berdasarkan beberapa kelayakan.
tradisional belum sepenuhnya menjadi tuan Diantaranya produk dan daya tarik utama,
rumah di DIY. Pengamatan awal pengemasan produk dan even, kelayakan
menunjukkan bahwa restoran modern cepat pelayanan, kelayakan lingkungan, kelayakan
saji memiliki konsumen lebih besar. Bahan
bisnis serta peranan pemerintah dalam Oleh karena keterbatasan waktu, tenaga, dan
pengembangan destinasi wisata kuliner. biaya, tidak seluruh populasi dijadikan objek
Berdasarkan uraian di atas, kajian yang penelitian sehingga perlu dilakukan sampling.
akan dilakukan dalam penelitian ini adalah Penarikan sampel dilakukan secara
kajian mengenai pengembangan wisata kuliner probabilitas wilayah, yaitu memilih sampel
melalui makanan tradisional di DI berdasar posisi geografis, yaitu di wilayah
Yogyakarta,khususnya penggunaan bahan Kabupaten Sleman, wilayah Kabupaten Kulon
makanan lokal pada pengembangan wisata Progo, wilayah Kabupaten Bantul, wilayah
kuliner, peran makanan tradisional. Adapun Kabupaten Gunung Kidul, dan wilayah
fokus penelitian ini berkaitan dengan Kotamadya Yogyakarta.
pengembangan wisata kuliner melalui Jenis Data
makanan tradisional di Daerah Istimewa Dalam penelitian ini data digali dan
Yogyakarta. disempurnakan secara terus-menerus selama
proses penelitian berlangsung. Data yang akan
digali dalam penelitian ini berupa data primer
METODE PENELITIAN
dan data sekunder mengenai potensi wisata
Alasan Pemilihan Lokasi
kuliner yang telah ada selama ini.
Penentuan lokasi penelitian ini hanya
Teknik Pengumpulan Data
di khususkan di Kabupaten Gunungkidul
Dalam upaya agar tujuan penelitian
walaupun di seluruh wilayah D.I Yogyakarta,
tercapai, penelitian ini menggunakan beberapa
yang terbagi dalam 4 kabupaten dan satu
teknik pengumpulan data sebagai berikut.
kotamadya yang mempunyai sentra-sentra
a. Observasi
kuliner. Penentuan lokasi ini didasarkan pada
Observasi dilakukanuntuk melihat
beberapa alasan, pertama D.I Yogyakarta
gambaran umum tentang wisata kuliner di
merupakan pusat budaya Jawa dan memiliki
daerah penelitian, terutama yang
berbagai menu makanan tradisional yang khas,
menyangkut data tentang potensi yang ada,
dan sangat berpotensi menjadi tujuan wisata
sarana-prasarana, lingkungan fisik, pola
kuliner di Indonesia. Yang kedua
perilaku pengunjung, dan kehidupan
perkembangan wisata kuliner di D.I
masyarakat. Instrumen yang digunakan
Yogyakarta belum merata sehingga terkesan
untuk merekam data, antara lain, ialah
didominasi oleh tempat-tempat tertentu saja.
panduan observasi, buku catatan, kamera,
Ketiga, beragam jenis makanan dan minuman
alat tulis, dan sebagainya. Observasi
khas di D.I Yogyakarta, tetapi hanya sedikit
dilaksanakan pada Juni – Agustus 2018.
makanan tradisional yang dikenal oleh
Dalam melakukan observasi, peneliti
wisatawan.
datang ke lokasi penelitian untuk melihat
Metode Pengambilan Sampel
dan mengidentifikasikan secara langsung
Penelitian dilakukan di restoran
data yang dibutuhkan. Hal itu sesuai
makanan tradisional yang terdefinisi dengan
dengan pendapat bahwa observasi
baik di Kabupaten Gunung kidul. Populasi
merupakan upaya mengamati atau
adalah seluruh restoran makanan tradisional
memperhatikan suatu objek. Hasil
dan sentra-sentra kuliner makanan tradisional.
pengamatan tiap orang berbeda sehingga mereka dalam pengembangan wisata
dalam tiap pengamatan harus selalu kuliner di wilayah penelitian.
dikaitkan dua hal, yakni informasi, yaitu c) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DIY
apa yang terjadi dan konteks, yaitu hal-hal untuk mencari informasi tentang
yang berkaitan di sekitarnya (Nasution keterlibatan mereka dalam pengembangan
1992:56‒58). wisata kuliner di DIY, perencanaan
b. Wawancara Mendalam (Indepth pengembangan wisata kuliner, jumlah tamu
Interview) yang berkunjung, dan regulasi pemerintah
Dalam melakukan wawancara, yang berkaitan dengan pengembangan
pewawancara tidak menggunakan rencana wisata kuliner di DIY.
urutan pertanyaan yang akan ditanyakan d) Asosiasi Usaha Pariwisata (ASITA, PHRI,
kepada informan, serta tidak menggunakan APJI, HPI, dll) untuk menjaring informasi
pedoman wawancara yang telah tersusun tentang partisipasi mereka dalam
secara sistematis dan lengkap untuk pengembangan wisata kuliner tersebut.
mengumpulkan data, tetapi hanya e) Penikmat kuliner (pengunjung/wisatawan)
menggunakan pedoman berupa garis-garis di tiap-tiap sentra kuliner.
besar permasalahan yang akan diteliti f) Pengelola/pemilik usaha kuliner untuk
(Sugiyono, 2005:74). Tujuan wawancara mengetahui jenis jenis makanan yang di
adalah untuk membawa beberapa isu jual, bahan, cara mengolahnya..
pendahuluan ke permukaan sehingga peneliti
dapat menentukan variabel yang akan c. Studi Dokumentasi
digunakan dalam penelitian secara lebih Melalui studi dokumentasi, data yang
mendalam (Sekaran & Bougie, 2010:186). didapatkan berupa data sekunder. Dokumen
Wawancara mendalam dilakukan terhadap merupakan catatan peristiwa yang sudah
pihak pihak yang terlibat dalam berlalu. Studi dokumentasi merupakan
pengembangan wisata kuliner di DIY dalam pelengkap dari penggunaan metode observasi
kurun waktu Januari – April 2018 sebagai dan wawancara dalam penelitian kualitatif
berikut. (Sugiyono, 2005:82-83). Dalam penelitian ini
a) Pemilik restoran makanan tradisional dan studi dokumentasi dilakukan untuk menjaring
pengelola sentra wisata kuliner atau informasi tentang pengembangan wisata
paguyuban untuk menjaring informasi kuliner yang sudah dilaksanakan selama ini
tentang pengelolaan restoran dan sentra serta data-data kaitannya dengan gambaran
wisata kuliner dan perannya dalam umumwilayah penelitian. Penelusuran
pengelolaan wisata kuliner, menyangkut dokumentasi dilakukan di Dinas Kebudayaan
upaya pendanaan, perencanaan, dan dan Pariwisata seluruh kabupaten/kota di DIY
pelibatan masyarakat sekitar. dan instansi-instansi lain yang menyimpan
b) Dinas Pariwisata dan Dinas Perindustrian informasi tentang potensi wisata kuliner.
masing-masing kabupaten/kota. Selain itu, juga digunakan literatur, baik
Wawancara mendalam dilakukan untuk berupa buku, catatan, maupun laporan hasil
menjaring informasi mengenai peran serta penelitian dari penelitian terdahulu.
PenarikanKesimp
Teknik Analisa Data Reduksi Data ulan/verifikasi
Dalam penelitian ini pendekatan yang
digunakan untuk menganalisis data adalah
metode kualitatif, dengan tujuan untuk
memecahkan permasalahan yang diajukan Gambar 3
sehingga tujuan dan manfaat penelitian ini Pengumpulan Data dan Komponen Analisis Data
dapat terjawab. metode kualitatif adalah Model Interaktif
dengan melakukan interprestasi terhadap hasil (Miles dan Huberman 1992:20)
analisis data untuk mendapatkan gambaran
yang muncul di balik data tersebut. Dianalisis HASIL DAN PEMBAHASAN
hal-hal sebagai berikut. DI Yogyakarta terletak antara 70.33’-
Analisis data kualitatif dilakukan secara 8 .12’ lintang selatan dan 1100.00’ – 1100.50’
0

terus-menerus selama penelitian berlangsung. bujur timur. Luas wilayah DI Yogyakarta


Data-data yang sudah terkumpul, baik dari tercatat 3.185,80 km² atau 0,17 persen dari
data pengamatan, wawancara, maupun luas wilayah Indonesia yang memiliki luas
dokumentasi segera direduksi atau dipilah- 1.860.359,67 km². Luas ini merupakan luas
pilah untuk memilih hal-hal pokok yang sesuai provinsi terkecil di Indonesia setelah DKI
dengan fokus penelitian. Hal ini dilakukan Jakarta. Wilayah DI Yogyakarta terbagi atas
untuk memberikan gambaran yang lebih tajam empat kabupaten dan satu kota yaitu
tentang hasil pengamatan dan mempermudah Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul,
pencarian. Sesudah itu, dilakukan penafsiran Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman,
dan dibuat display data atau penyajian data, dan Kota Yogyakarta.
misalnya dengan tabel atau matriks, kemudian DI Yogyakarta dikenal sebagai
ditarik suatu kesimpulan. Tahap akhir adalah wilayah yang kaya akan potensi budaya, baik
menyampaikan rekomendasi dari temuan budaya bendawi yang kasat mata (tangible
penelitian ini. Proses analisis data yang culture) maupun yang berwujud sistem nilai
digunakan di atas berdasarkan pada pendapat (intangible culture). Secara historis, D.I
Miles dan Huberman (1992:19‒20) yang Yogyakarta telah melalui perjalanan yang
menyatakan bahwa analisis terdiri dari tiga sangat panjang. Berawal dari Kerajaan
alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, Mataram yang dibagi dua berdasarkan
yaitu reduksi data, penyajian data, dan Perjanjian Giyanti (Palihan Nagari) pada 13
penarikan kesimpulan/verifikasi yang Februari 1755 (Kamis Kliwon, 29 Rabiulakhir,
digambarkan dalam bentuk skema di bawah Be 1680 tahun Jawa, wuku Langkir), sejak itu
ini: berdirilah Kasultanan Ngayogyakarta dengan
Pangeran Mangkubumi sebagai rajanya dan
bergelar Sri Sultan Hamengku Buwana I.
Pengumpulan Data Penyajian Data
Kasultanan tersebut terus berkembang dan
bergabung dalam wilayah NKRI pada 1945.
Wilayah D.I Yogyakarta terbagi atas
empat kabupaten dan satu kota. Wilayah
tersebut terbagi lagi menjadi 78 kecamatan produksi padi juga mengalami penurunan
dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus sebesar 9,48 persen. Pada 2017, persediaan
penduduk 2010, DI Yogyakarta memiliki beras yang dikuasai oleh Perum Badan Urusan
populasi 3.452.390 jiwa yang terdiri atas Logistik (BULOG) Divre Yogyakarta
1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan mencapai 66.487,33 ton atau turun -28.75 %
serta memiliki kepadatan penduduk sebesar dari tahun 2016. Beras yang disalurkan
1.084 jiwa per km2. Mayoritas masyarakat DI sebesar 59.953,8 ton (90,17 %) dan sebagian
Yogyakarta hidup dalam budaya pertanian dan besar untuk Operasi Pasar Khusus.
masih melaksanakan kegiatan dalam proses Produksi palawija di D.I Yogyakarta
budaya tersebut. Banyak desa dijadikan desa didominasi oleh komoditas ubi kayu, yakni
wisata berbasis budaya, khususnya budaya sebesar 1.025.641 ton, jagung sebesar 311.764
pertanian. Berbagai ritual tradisional masih ton, kacang tanah sebesar 79.907 ton, serta
terus dijalankan bahkan sebagian menjadi kedelai dan ubi jalar masing-masing sebesar
kegiatan rutin pariwisata seperti sekaten, 8.656 ton dan 5.289 ton. Adapun produksi
bekakak, suran Mbah Demang, Buka Luwur, kacang hijau dan cantel relatif kecil, yakni
dan Labuhan. DI Yogyakarta juga dikenal masing-masing 301 ton dan 31 ton. Bila
memiliki warisan budaya yang sangat dibandingkan dengan tahun 2016, beberapa
beragam, baik peninggalan masa prasejarah, komoditas palawija mengalami kenaikan. Ubi
masa Hindu Budha, masa Islam, masa jalar naik sebesar 62,44 persen, kacang tanah
Kolonial, masa kemerdekaan, dan masa orde naik sebesar 5,40 persen, kacang hijau naik
lama. Warisan-warisan budaya tersebut sebesar 4,15 persen, dan jagung naik sebesar
menjadi daya tarik utama pariwisata DI 0,49 persen. Sementara itu, komoditas
Yogyakarta. palawija lainnya mengalami penurunan dan
Ditinjau dari potensi perekonomian yang terbesar adalah penurunan komoditas
daerah, DI Yogyakarta memiliki sektor kedelai yaitu, 48,36 persen. Penurunan
unggulan dalam memacu perekonomian, yaitu terbesar kedua adalah komoditas cantel yaitu
sektor pariwisata. Sektor pariwisata di D.I 44,64 persen, dan diikuti penurunan ubi kayu
Yogyakarta meliputi pariwisata alam, budaya, sebesar 8,86 persen. Tanaman perkebunan
dan buatan. Beberapa kegiatan ekonomi, yang cukup potensial di DI Yogyakarta adalah
seperti pertambangan, pertanian, perdagangan, kelapa, tebu rakyat, dan cokelat. Pada 2017,
industri, dan jasa bertujuan untuk produksi kelapasebesar 50.359,29 ton atau
meningkatkan perekonomian, khususnya turun 7,78 persen, tebu rakyat turun sebesar
sektor pariwisata yang berkembang dalam 21,73 persen menjadi 7.988,86 ton, sementara
lima tahun terakhir. cokelat mencapai 1.904,89 ton atau naik 18,39
Penduduk wilayah D.I Yogyakarta persen.
menggantungkan hidupnya dari sektor Di bidang peternakan, populasi ternak
pertanian namun kondisi pertanian fluktuatif. di DI Yogyakarta pada tahun 2017 sebesar
Pada 2017, produksi padi mengalami 929.201 ekor. Jumlah tersebut naik sebesar
penurunan sebesar 0,18 persen bila 2,07 persen dibandingkan tahun 2016, yakni
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2016, 910.306 ekor. Dilihat dari komposisinya, jenis
ternak yang dominan adalah kambing yaitu Di bidang investasi, realisasi kumulatif
sebanyak 401.219 ekor atau 43,18 persen dari nilai penanaman modal dalam negeri yang
total ternak, diikuti oleh sapi potong sebanyak masuk ke DI Yogyakarta pada 2017 sebesar
309.960 ekor (33,36 persen), dan domba Rp4,82 triliun dari rencana investasi sebesar
sebanyak 194.788 ekor (20,96 persen). Rp9,28 triliun atau 51,93 persen dari rencana
Berdasarkan data di atas tampak bahwa yang ditetapkan. Investasi dalam negeri yang
luas lahan sawah menduduki luas terkecil di masuk tahun 2017 di sektor tersier (hotel dan
banding nonsawah dan bukan pertanian. Di restoran; perdagangan dan reparasi;
Kabupaten Gunungkidul, misalnya, luas lahan perumahan, kawasan industri, dan
sawah hanya kecil karena mayoritas wilayah perkantoran; transportasi, gudang, dan
Gunung Kidul tidak bisa difungsikan sebagai komunikasi; listrik, gas, air; serta jasa lainnya)
sawah. Kondisi alam yang didominasi sekitar 57,77 persen. Pada sektor sekunder
pegunungan karst menyebabkan ketersediaan (industri), investasi dalam negeri yang
solum tanah sangat tipis. Luas lahan sawah di ditanamkan sekitar 41,64 persen dan pada
Kota Yogyakarta juga sangat kecil, karena sektor primer (pertanian dan pertambangan)
sebagai daerah perkotaan, luasan lahan hanya sekitar 0,59 persen.
didominasi oleh pemukiman. Berdasarkan hal Sementara itu, realisasi kumulatif
tersebut, tata guna lahan perlu diperhatikan investasi penanaman modal asing (PMA)
karena menjadi sumber bahan pangan lokal selama periode yang sama mencapai 107,04
sebagai salah satu bahan makanan tradisional. persen atau tercatat sebesar Rp 8,04 triliun
Di bidang perindustrian, pada 2015, dari rencana sebesar Rp 7,51 triliun. Minat
jumlah unit usaha industri besar dan sedang investor asing terkonsentrasi pada sektor
tercatat sebanyak 351 unit usaha industri. tersier yang mencapai 71,07 persen. Adapun
Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar investasi di sektor primer dan sekunder
3,54 persen jika dibandingkan dengan kondisi tercatat sebesar 8,40 persen dan 20,53 persen
pada 2014 yang jumlahnya mencapai 339 unit. dari total realisasi PMA.
Keterlibatan tenaga kerja pada beberapa Sebagai salah satu pemberi kontribusi
industri yang tersebar di lima kabupaten/kota terbesar pada PAD, perkembangan industri
cukup merata. Kabupaten Kulonprogo, Bantul, pariwisata di DI Yogyakarta menjadi pemicu
dan Gunungkidul memiliki keterlibatan tenaga industri lainnya untuk berkembang. Pada
kerja masing-masing sebesar 21,14 persen, 2017, 28 hotel bintang yang baru terdapat di
28,80 persen, dan 24,53 persen dibandingkan DI Yogyakarta sehingga jumlah hotel
dengan total tenaga kerja di DI Yogyakarta. berbintang yang beroperasi sebanyak 117
Selebihnya terdapat di Sleman sebesar 18,35 dengan 12.214 kamar dan 20.426 tempat tidur.
persen dan Kota Yogyakarta 7,18 persen. Dari Adapun hotel nonbintang jumlahnya
91.214 industri yang dirilis oleh Dinas berkurang 14 hotel dibandingkan tahun 2017
Perindustrian dan Perdagangan DI sehingga menjadi 1.062 hotel nonbintang
Yogyakarta, 27,94 persennya terdapat di dengan kamar sebanyak 13.927 dan 19.717
Kabupaten Kulonprogo. tempat tidur. Jumlah wisatawan yang
menggunakan fasilitas hotel tercatat 5.229.298
orang yang terdiri atas 2.617.380 orang
menggunakan hotel bintang dan 2.611.918 Tabel 01. Jumlah Wisatawan Nusantara tahun
orang menggunakan hotel nonbintang. Pada 2013 - 2017
2017, tamu asing yang berkunjung keTahun DI Kab. Kab. Kab. Kab. Kota
Gunungki
Bantul Sleman Kulonprogo Yogyakarta
Yogyakarta rata-rata menginap selama 2,3 dul
2013 2.221.698 695.850 3.274.980 695.850 4.366.164
hari, lebih panjang dibandingkan tahun
2014 2.793.331 907.709 3.882.432 907.709 5.025.155
sebelumnya yakni selama 1,99 hari. Adapun 2015 4.763.614 1.289.672 4.695.740 1.289.672 5.388.352
2016 5.400.260 1.346.894 5.439.165 1.346.894 5.271.471
tamu domestik rata-rata menginap selama 1,55
2017 9.130.657 1.390.331 6.552.487 1.390.331 5.049.608
hari, lebih panjang dibandingkan tahun Jml 24.309.560 5.630.456 23.844.804 5.630.456 25.100.750
sebelumnya, yakni selama 1,35 hari. Pada Sumber: Buku Statistik Dinas Pariwisata DI
2017, tingkat hunian kamar bintang naik dari Yogyakarta 2018
56,22 persen pada 2016 menjadi 59,06 persen
pada 2017. Tingkat hunian kamar nonbintang Tabel 02. Jumlah Wisatawan Mancanegara Tahun
juga mengalami peningkatan, yakni dari 29,22 2013 – 2017
Kab. Kab. Kab. Kab. Kota
pada 2016, menjadi 31,65 pada 2017. Tahun
Bantul Gunungkidul Sleman Kulonprogo Yogyakarta

Banyaknya daya tarik wisata di DI Yogyakarta 2013 - 3.558 337.974 - 306.301


2014 687 5.319 340.599 - 226.197
telah menyerap kunjungan wisatawan, baik
2015 - 5.319 255.194 23 232.913
wisatawan mancanegara maupun wisatawan 2016 5.540 3.882 246.136 6.506 249.481
nusantara. Pada 2010 tercatat kunjungan 2017 10.493 21.067 262.071 10.455 297.695
Jumlah 16.720 39.145 144.1974 16.984 131.2587
wisatawan sebanyak 1.456.980 orang dengan
rincian 152.843 dari mancanegara dan Sumber: Buku Statistik Dinas Pariwisata DI
Yogyakarta 2018
1.304.137 orang dari nusantara. Bentuk wisata
di DI Yogyakarta meliputi wisata MICE
Pengembangan pariwisata DI
(Meeting, Incentive, Convention and
Yogyakarta termuat didalam Perda Nomor 1
Exhibition), wisata budaya, wisata alam,
Tahun 2012 tentang Rencana Induk
wisata minat khusus, dan berbagai fasilitas
Pembangunan Kepariwisataan Daerah
wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan
Provinsi Daerah Istimewa Yogykarta. Dalam
restoran. Tiga puluh tujuh hotel berbintang
RIPPDA DI Yogyakarta, termuat Visi
dan 1.011 hotel melati tercatat di seluruh DI
Pembangunan Pariwisata DI Yogyakarta pada
Yogyakarta pada 2010. Adapun MICE telah
2025. Adapun Visi Pembangunan Pariwisata
diselenggarakan sebanyak 4.509 kali per tahun
DI Yogyakarta 2012--2025 adalah
atau sekitar 12 kali per hari. Keanekaragaman
“Terwujudnya Yogyakarta sebagai Destinasi
upacara keagamaan dan budaya dari berbagai
Wisata Berkelas Dunia, Berdaya Saing,
agama yang didukung oleh kreativitas seni dan
Berwawasan Budaya, Berkelanjutan, Mampu
keramahtamahan masyarakat membuat DI
Mendorong Pembangunan Daerah dan
Yogyakarta mampu menciptakan produk-
Pemberdayaan Masyarakat”. Visi tersebut
produk budaya dan pariwisata yang
kemudian dijabarkan dalam misi yang salah
menjanjikan. DI Yogyakarta memiliki tidak
satunya menyebutka perlunya mewujudkan
kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang
kepariwisataan yang kreatif dan inovatif. Misi
tersebar di 13 Kawasan Cagar
tersebut menjadi gambaran arah pembangunan 10. Kawasan karst Pegunungan Sewu dan
jangka panjang DI Yogyakarta. sekitarnya sebagai kawasan wisata
Sektor wisata menjadi andalan DI berbasis karst.
Yogyakarta mengingat banyaknya potensi 11. Kawasan Congot-Glagah-Trisik dan
wisata, seperti wisata pantai, wisata budaya, sekitanya sebagi kawasan wisata kuliner,
wisata kuliner, wisata sejarah, wisata spiritual, tradisional pantai.
wisata pendidikan, dan wisata merapi. Selain 12. Kawasan Pegunungan Menoreh dan
itu, wisata menjadi salah satu karateristik unik sekitarmya sebagi kawasan wisata
DI Yogyakarta. Dalam Perda Nomor 1 Tahun berbasis tirta, religi, alam dan desa wisata.
2012 juga disebutkan kebijakan pembangunan
daya tarik wisata, yaitu bahwa kebijakan DI Yogyakarta memiliki persebaran daya
pengembangan kawasan pariwisata DI tarik wisata yang merata di masing-masing
Yogyakarta terbagi dalam kawasan wilayah kabupaten, yaitu di Sleman sebanyak
pengembangan sebagai berikut. 29, Kulon Progo 14, destinasi dalam kota 17,
1. Kawasan Lereng Merapi bagian selatan dan Bantul dan Gunungkidul masing-masing 7.
sekitarnya sebagai kawasan alam Gunung Selain destinasi berupa daya tarik wisata, DI
Merapi dan desa wisata. Yogyakarta juga kaya akan kebudayaan. Dinas
2. Kawasan Prambanan-Ratu Boko dan Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta
sekitarnya sebagai kawasan wisata menginformasikan bahwa telah tersedia data
purbakala dan budaya. sejak 2013 sampai sekarang, termasuk di
3. Kawasan Godean-Moyudan dan sekitarnya dalamnya Warisan Budaya Tak Benda
sebagai kawasan wisata pedesaan. (WBTB). Penetapan suatu budaya tak benda
4. Kawasan Keraton-Malioboro dan menjadi WBTB harus memenuhi pesyaratan
sekitarnya sebagai kawasan wisata berbasis bahwa setiap WBTB harus dikaji terlebih
budaya dan kehidupan perkotaan. dahulu oleh tim ahli; ada foto, video, dan
5. Kawasan Kasongan-Tembi-Wukirsari dan dokumen; mengisi formulir yang disediakan;
sekitarnya sebagai sentra kerajinan dan dan untuk kuliner harus mengalami minimal
desa wisata. dua generasi.
6. Kawasan pantai Parangtritis-Depok- Dari data diketahui bahwa WBTB
Kuwaru dan sekitarnya sebagai wisata (Warisan Budaya Tak Benda) di bidang
alam, kuliner dan dirgantara. kuliner/makanan tradisional baru berjumlah
7. Kawasan Pantai Baron-Sundak dan enam buah hal ini menunjukkan masih
sekitarnya sebagai kawasan wisata pantai rendahnya jumlah makanan tradisional yang
berbasis pendidikan dan keluarga. terdata.
8. Kawasan Siung-Wediombo-Bengawan Makanan tidak hanya berfungsi untuk
Solo Purba dan sekitarnya sebagai kawasan memenuhi kebutuhan nutrisi manusia, namun
wisata berbasis keanekaragaman karst. juga berguna secara sosial budaya, yaitu untuk
9. Kawasan Patuk dan sekitarnya sebagi mempertahankan hubungan antar manusia,
kawasan desa wisata kerajinan dan agro- simbol identitas suatu masyarakat, serta
ekowisata. mengandung nilai tertentu bagi sebagian
kelompok manusia, suku bangsa, atau berpengaruh terhadap jumlah dan jenis sumber
perorangan. Makanan juga sering dikaitkan pangan sebagai bahan baku makanan.
dengan faktor-faktor emosi atau perasaan, Produksi palawija didominasi oleh
tingkat sosial, kepercayaan, agama. komoditas ubi kayu sebesar 1.025.641 ton,
Bahan makanan biasanya berasal dari jagung sebesar 311.764 ton, kacang tanah
hewan atau tumbuhan setempat. Jenis dan sebesar 79.907 ton, serta kedelai dan ubi jalar
karakteristik alam yang beragam yang masing-masing sebesar 8.656 dan 5.289
menyebabkan makanan di DI Yogyakarta ton. Adapun produksi kacang hijau dan cantel
bervariasi baik jenis, tampilan, maupun rasa. relatif kecil, yakni masing-masing sebesar 301
Sumber-sumber bahan makanan yang ada di dan 31 ton. Apabila dibandingkan dengan
DI Yogyakarta dapat dilihat dari data-data tahun 2016, beberapa komoditas palawija
potensi hasil pertanian, peternakan, dan mengalami kenaikan. Ubi jalar naik sebesar
perikanan. Sumber bahan pangan di DI 62,44 persen, kacang tanah naik sebesar 5,40
Yogyakarta, antara lain merupakan hasil persen, kacang hijau naik sebesar 4,15 persen,
produksi pertanian yang total luasnya terus dan jagung naik sebesar 0,49 persen.
mengalami penurunan. Untuk mengantisipasi Sementara itu, komoditas palawija lainnya
semakin sempitnya lahan pertanian, mengalami penurunan. Penurunan terbesar
pemerintah Kota Yogyakarta menerbitkan adalah pada komuditas kedelai, yaitu 48,36
Peraturan Wali Kota Nomor 112 Tahun 2017 persen. Penurunan terbesar kedua dan ketiga
tentang Pengendalian Lahan Sawah Beririgasi adalah pada komoditas cantel yaitu 44,64
Teknis. Peraturan ini merupakan wujud persen, dan pada ubi kayu sebesar 8,86 persen.
komitmen Pemkot Yogyakarta untuk terus Penurunan hasil panen ini, salah satunya,
mempertahankan luasan lahan persawahan dipengaruhi oleh penurunan luas lahan
sekaligus menjadi salah satu solusi pertanian karena banyaknya alih fungsi lahan.
permasalahan penyusutan lahan persawahan. Selain jenis tanaman sebagai bahan
Dengan landasan hukum tersebut, Pemkot utama pemenuhan makanan pokok, di wilayah
Yogyakarta memberlakukan penundaan DI Yogyakarta juga dibudidayakan tanaman
pemberian izin perubahan penggunaan lahan sayuran. Umumnya sayuran banyak ditanam
sawah menjadi fungsi lain sejak 1 Januari pada saat musim kemarau, karena mayoritas
2018. lahan ditanami padi saat musim penghujan.
Dari data di atas diketahui bahwa pada Selain itu banyak pula pematang sawah
2016 dan 2017 telah terjadi perubahan luas dimanfaatkan untuk menanam sayuran di sisi
lahan karena alih fungsi. Lahan pertanian, baik pinggirnya.
lahan sawah maupun lahan bukan sawah, Sebagian sumber bahan pangan
mengalami penurunan, sedangkan lahan bukan sebagian juga dihasilkan oleh produksi
pertanian mengalami kenaikan. Adapun luas tanaman perkebunan, baik sebagai pelengkap
lahan secara total tetap. Penurunan luas lahan dalam makanan maupun digunakan dalam
pertanian akan memengaruhi hasil panen. membuat minuman. Hasil perkebunan yang
Keterbatasan lahan pertanian sangat paling dominan adalah kelapa karena hampir
setiap rumah tangga, terutama di daerah
pedesaan, rata-rata memiliki pohon kelapa di juga dikirim ke daerah lain sebagai komoditas
pekarangannya. Penanaman pohon kelapa perdagangan.
kadang-kadang dijadikan sebagai penanda Selain hewan besar, sumber protein
suatu peristiwa, misalnya ketika seorang anak hewani lainnya adalah unggas. Di beberapa
lahir, sang ayah akan menanam bibit kelapa wilayah DI Yogyakarta dikenal produk
sebagai penanda kelahiran tersebut. makanan khas berupa ayam goreng, misalnya
Tanaman perkebunan yang cukup di Kalasan dan Ngemplak. Ketersediaan bahan
potensial di DI Yogyakarta adalah kelapa, tebu baku produksi ayam goreng sangat ditentukan
rakyat, dan cokelat. Pada 2017, kelapa oleh ketersediaan daging ayam. Selain itu,
berproduksi sebesar 50.359,29 ton atau turun adanya sentra produksi ayam goreng ini
7,78 persen, tebu rakyat turun sebesar 21,73 menyebabkan jumlah unggas yang di potong
persen menjadi 7.988,86 ton, dan cokelat naik di Kabupaten Sleman menjadi jumlah
mencapai 1.904,89 ton atau 18,39 persen. terbanyak.
Selain produk pertanian, sumber Ikan juga merupakan salah satu sumber
bahan pangan juga berupa hasil produksi protein yang tinggi. Berbagai olahan ikan
peternakan untuk memenuhi kebutuhan meramaikan bisnis kuliner di DI Yogyakarta.
protein hewani. Populasi ternak di DI Salah satu sentra kuliner ikan yang populer
Yogyakarta pada 2017 sebesar 929.201 ekor, adalah sentra kuliner Pantai Depok Bantul
yang berarti naik 2,07 persen dibandingkan yang menawarkan sajian ikan laut. Adapun
pada 2016 yang hanya sebesar 910.306 ekor. sajian hasil olahan ikan darat dapat dijumpai
Dilihat dari komposisinya, jenis ternak yang di berbagai rumah makan sekaligus
dominan adalah kambing, yaitu sebanyak pemancingan yang banyak tersebar di wilayah
401.219 ekor atau 43,18 persen dari total DI Yogyakarta. Penghasil perikanan masih
ternak. Adapun sapi potong sebanyak 309.960 didominasi oleh Kabupaten Sleman. Jenis ikan
ekor (33,36 persen) dan domba sebanyak hasil produksi lokal DI Yogyakarta berupa
194.788 ekor (20,96 persen). ikan budi daya di perairan darat dan perairan
Berdasarkan data di atas diketahui laut.
bahwa jumlah ternak yang dipotong berbeda Kegiatan wisata kuliner muncul saat
dengan jumlah populasi ternak. Hal itu orang membutuhkan makanan yang khas dari
disebabkan karena makanan olahan dari daerah tujuan yang tidak ditemui di daerah
hewan ternak bagi sebagian orang dianggap asalnya. Makanan khas itu merujuk pada
sebagai makanan mewah sehingga makanan tradisional.Wisatawan yang datang
kebanyakan orang tidak mengonsumsi ke DI Yogyakarta selalu mencari makanan
makanan ini setiap hari. Jenis masakan hasil khas. Dengan demikian makanan khas berupa
olahan daging bervariasi dan biasanya makanan tradisional bisa dijadikan tolok ukur
tergantung pada jenis daging dari bagian tubuh bagi lahirnya wisata kuliner diDI Yogyakarta.
hewan yang akan diolah. Pada dasarnya cara Makanan tradisional diDI
mengolah daging ada tiga, yaitu dipanggang, Yogyakartamengutamakan hasil pertanian dan
direbus, dan digoreng. Selain sebagai hewan diolah dengan bumbu asli tanpa campuran
potong, hewan ternak wilayah DI Yogyakarta, bumbu impor. Setiap makanan tradisional
memiliki ciri khas dan keunikan. Wisata juga berguna secara sosial budaya, yaitu untuk
kuliner yang lahir karena adanya makanan mempertahankan hubungan antar manusia,
tradisional di DI Yogyakarta semakin hari simbol identitas suatu masyarakat, serta
semakin berkembang. Hal itu dipengaruhi mengandung nilai tertentu bagi sebagian
adanya eksplorasi penemuan resep-resep yang kelompok manusia, suku bangsa, atau
lebih baik dalam masakan tradisional disertai perorangan. Makanan juga sering dikaitkan
dengan penampilan yang semakin modern dengan faktor-faktor emosi atau perasaan,
dan tidak monoton. Dengan demikian tingkat sosial, kepercayaan, agama.
makanan tradisional berperan penting dalam Bahan makanan biasanya berasal dari
pengembangan wisata kuliner, yakni menarik hewan atau tumbuhan setempat. Jenis dan
minat para wisatawan. karakteristik alam yang beragam
DI Yogyakarta merupakan salah satu menyebabkan makanan di DI Yogyakarta
daerah yang ditetapkan oleh Kementerian bervariasi baik jenis, tampilan, maupun rasa.
Pariwisata sebagai tujuan wisata kuliner. Sumber-sumber bahan makanan yang ada di
Ketersediaan bahan baku untuk memproduksi DI Yogyakarta dapat dilihat dari data-data
makanan sebagai daya tarik utama wisata potensi hasil pertanian, peternakan, dan
kuliner melimpah di masing-masing perikanan. Sumber bahan pangan di DI
kabupaten, kecuali kota yang wilayahnya di Yogyakarta, antara lain merupakan hasil
dominasi oleh permukiman. Ketersedian jenis produksi pertanian yang total luasnya terus
dan macam makanan di DI Yogyakarta mengalami penurunan. Untuk mengantisipasi
sebagai salah satu kebutuhan pokok semakin sempitnya lahan pertanian,
wisatawan, di pengaruhi oleh sumber daya pemerintah Kota Yogyakarta menerbitkan
alam yang ada di sekitarnya. Hasil pertanian Peraturan Wali Kota Nomor 112 Tahun 2017
dan hasil alam juga dapat memengaruhi pola tentang Pengendalian Lahan Sawah Beririgasi
makan dan kombinasi makanan yang Teknis. Peraturan ini merupakan wujud
dihidangkan. Wisata kuliner di DI Yogyakarta komitmen Pemkot Yogyakarta untuk terus
didominasi oleh makanan tradisional karena mempertahankan luasan lahan persawahan
ketersediaan bahan baku yang melimpah. sekaligus menjadi salah satu solusi
Pengembangan wisata kuliner ditunjang permasalahan penyusutan lahan persawahan.
oleh kecenderungan wisatawan mencari Dengan landasan hukum tersebut, Pemkot
makanan rumahan untuk bernostalgia. Selain Yogyakarta memberlakukan penundaan
itu, tidak dapat dimungkiri bahwa menu yang pemberian izin perubahan penggunaan lahan
disiapkan di desa wisata juga menjadi salah sawah menjadi fungsi lain sejak 1 Januari
satu pendorong berkembangnya makanan 2018.
tradisional sebagai daya tarik wisata. Berikut Dari data di atas diketahui bahwa pada
akan diuraikan sumber bahan lokal dan 2016 dan 2017 telah terjadi perubahan luas
potensi-potensi lain yang menjadi faktor lahan karena alih fungsi. Lahan pertanian, baik
utama ketertarikan wisatawan. lahan sawah maupun lahan bukan sawah,
Makanan tidak hanya berfungsi untuk mengalami penurunan, sedangkan lahan bukan
memenuhi kebutuhan nutrisi manusia, namun pertanian mengalami kenaikan. Adapun luas
lahan secara total tetap. Penurunan luas lahan membuat minuman. Hasil perkebunan yang
pertanian akan memengaruhi hasil panen. paling dominan adalah kelapa karena hampir
Keterbatasan lahan pertanian sangat setiap rumah tangga, terutama di daerah
berpengaruh terhadap jumlah dan jenis sumber pedesaan, rata-rata memiliki pohon kelapa di
pangan sebagai bahan baku makanan. pekarangannya. Penanaman pohon kelapa
Produksi palawija didominasi oleh kadang-kadang dijadikan sebagai penanda
komoditas ubi kayu sebesar 1.025.641 ton, suatu peristiwa, misalnya ketika seorang anak
jagung sebesar 311.764 ton, kacang tanah lahir, sang ayah akan menanam bibit kelapa
sebesar 79.907 ton, serta kedelai dan ubi jalar sebagai penanda kelahiran tersebut.
yang masing-masing sebesar 8.656 dan 5.289 Tanaman perkebunan yang cukup
ton. Adapun produksi kacang hijau dan cantel potensial di DI Yogyakarta adalah kelapa, tebu
relatif kecil, yakni masing-masing sebesar 301 rakyat, dan cokelat. Pada 2017, kelapa
dan 31 ton. Apabila dibandingkan dengan berproduksi sebesar 50.359,29 ton atau turun
tahun 2016, beberapa komoditas palawija 7,78 persen, tebu rakyat turun sebesar 21,73
mengalami kenaikan. Ubi jalar naik sebesar persen menjadi 7.988,86 ton, dan cokelat naik
62,44 persen, kacang tanah naik sebesar 5,40 mencapai 1.904,89 ton atau 18,39 persen.
persen, kacang hijau naik sebesar 4,15 persen, Selain produk pertanian, sumber
dan jagung naik sebesar 0,49 persen. bahan pangan juga berupa hasil produksi
Sementara itu, komoditas palawija lainnya peternakan untuk memenuhi kebutuhan
mengalami penurunan. Penurunan terbesar protein hewani. Populasi ternak di DI
adalah pada komuditas kedelai, yaitu 48,36 Yogyakarta pada 2017 sebesar 929.201 ekor,
persen. Penurunan terbesar kedua dan ketiga yang berarti naik 2,07 persen dibandingkan
adalah pada komoditas cantel yaitu 44,64 pada 2016 yang hanya sebesar 910.306 ekor.
persen, dan pada ubi kayu sebesar 8,86 persen. Dilihat dari komposisinya, jenis ternak yang
Penurunan hasil panen ini, salah satunya, dominan adalah kambing, yaitu sebanyak
dipengaruhi oleh penurunan luas lahan 401.219 ekor atau 43,18 persen dari total
pertanian karena banyaknya alih fungsi lahan. ternak. Adapun sapi potong sebanyak 309.960
Selain jenis tanaman sebagai bahan ekor (33,36 persen) dan domba sebanyak
utama pemenuhan makanan pokok, di wilayah 194.788 ekor (20,96 persen).
DI Yogyakarta juga dibudidayakan tanaman Berdasarkan data di atas diketahui
sayuran. Umumnya sayuran banyak ditanam bahwa jumlah ternak yang dipotong berbeda
pada saat musim kemarau, karena mayoritas dengan jumlah populasi ternak. Hal itu
lahan ditanami padi saat musim penghujan. disebabkan karena makanan olahan dari
Selain itu banyak pula pematang sawah hewan ternak bagi sebagian orang dianggap
dimanfaatkan untuk menanam sayuran di sisi sebagai makanan mewah sehingga
pinggirnya. kebanyakan orang tidak mengonsumsi
Sebagian sumber bahan pangan makanan ini setiap hari. Jenis masakan hasil
sebagian juga dihasilkan oleh produksi olahan daging bervariasi dan biasanya
tanaman perkebunan, baik sebagai pelengkap tergantung pada jenis daging dari bagian tubuh
dalam makanan maupun digunakan dalam hewan yang akan diolah. Pada dasarnya cara
mengolah daging ada tiga, yaitu dipanggang, minuman ini yang menjadi salah satu alasan
direbus, dan digoreng. Selain sebagai hewan wisatawan untuk berkunjung ke DIY. Data
potong, hewan ternak wilayah DI Yogyakarta, makanan tradisional yang ada di DIY
juga dikirim ke daerah lain sebagai komoditas dikumpulkan melalui berbagai sumber yaitu
perdagangan. dari Alit Pangestu (2004), Nur Arif Hidayat
Selain hewan besar, sumber protein (2004), Setiawan Sabana (2006), Endang
hewani lainnya adalah unggas. Di beberapa Nurhayati, dkk (2013). bahwa makanan dan
wilayah DI Yogyakarta dikenal produk minuman tradisional DIY sebanyak 245 yang
makanan khas berupa ayam goreng, misalnya terdiri dari:
di Kalasan dan Ngemplak. Ketersediaan bahan Menurut Marwanti (2011) Klasifikasi
baku produksi ayam goreng sangat ditentukan makanan di Indonesia memiliki susunan menu
oleh ketersediaan daging ayam. Selain itu, yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk,
adanya sentra produksi ayam goreng ini sayur, sambal, sedap sedapan, dan minuman.
menyebabkan jumlah unggas yang di potong Untuk itu dalam penelitian ini makanan
di Kabupaten Sleman menjadi jumlah tradisional yang populer di DIY terdiri dari:
terbanyak. Jumlah unggas yang di potong di 1. Hidangan Pokok (nasi dan pengantinya)
masing-masing kabupaten bisa dilihat pada Makanan pokok adalah jenis yang
tabel berikut. merupakan makanan utama yang biasa
Ikan juga merupakan salah satu sumber dihidangkan dalam jumlah banyak. Makanan
protein yang tinggi. Berbagai olahan ikan pokok pada masakan Indonesia adalah nasi.
meramaikan bisnis kuliner di DI Yogyakarta. Disamping itu dikenal pula bahan makanan
Salah satu sentra kuliner ikan yang populer pokok yang lain, yaitu diantaranya singkong,
adalah sentra kuliner Pantai Depok Bantul ubi, jagung, pisang, dan sagu. Bahan-bahan
yang menawarkan sajian ikan laut. Adapun tersebut dapat digunakan tersendiri atau
sajian hasil olahan ikan darat dapat dijumpai dicampur dengan bahan lain.
di berbagai rumah makan sekaligus 2. Hidangan lauk pauk.
pemancingan yang banyak tersebar di wilayah Lauk-pauk adalah suatu hidangan
DI Yogyakarta. Penghasil perikanan masih yang merupakan pelengkap nasi yang
didominasi oleh Kabupaten Sleman. Jenis ikan dapat berasal dari bahan hewani dan
hasil produksi lokal DI Yogyakarta berupa produknya, tumbuh-tumbuhan, atau 2
ikan budi daya di perairan darat dan perairan kombinasi bahan hewan dan tumbuhan
laut. yang biasanya dimasak dengan bumbu
DIY memiliki berbagai macam tertentu. Teknik pengolahan lauk pauk
makanan dan minuman tradisional yang diantaranya dengan cara digoreng, dikukus,
digemari oleh wisatawan. Jenis makanan dan dibakar, kombinasi dari beberapa teknik dan
minuman yang ada umumnya memanfaatkan dengan teknik ganda. Teknik penyajian lauk
bahan baku lokal DIY, meskipun tidak dapat pauk dapat dengan per porsi atau secara
dipungkiri terdapat juga beberapa bahan baku prasmanan. Bahan makanan sumber
yang di datangkan dari luar daerah, bahkan protein hewani yang banyak digunakan
luar negeri. Keragaman jenis makanan dan
dalam masakan Indonesia adalah telur, (teh, kopi, coklat, jeruk) dan minuman panas
daging, unggas, ikan, hasil laut dan lain-lain. berisi (bajigur, wedang ronde, sekoteng dan
3. Hidangan Sayur. wedang ublek). Sedangkan minuman dingin
Sayur adalah suatu hidangan berkuah juga ada dua macam yaitu minuman dingin
yang merupakan kelengkapan nasi yang tidak berisi (es sirup, es limun, es beras
dapat dimakan dengan atau tanpa nasi. kencur) dan minuman dingin berisi (dawet,
Sayur biasanya berisi kuah dan bahan es campur, es buah).
pokok sayuran atau dapat pula ditambahkan
dengan bahan lain seperti bahan hewani Jenis pangan lokal yang di konsumsi
atau tumbuh-tumbuhan seperti 1. Informasi terhadap bahan Pangan lokal
produknya (makaroni, soun). Bahan yang yang di gunakan dalam hidangan yang
digunakkan dalam masakan sayur dapat disajikan
berupa air, kaldu, atau santan.Bumbu Pada dasarnya bahan pangan lokal
yang digunakan bisa bervariasi tergantung masyarakat DIY tidak terlepas dari jenis
rasa yang diinginkan, karena bumbu yang kandungan sebagai berikut:
digunakan tiap daerah berbeda-beda. 1) Karbohidrat yang di peroleh dari beras,
4. Sambal. ketan putih, ketan hitam, ganyong,
Sambal adalah hidangan yang tidak jagung, singkong atau ubi kayu, ubi
berdiri sendiri, tetapi harus dimakan jalar, jali jali Gude beserta turunannya
dengan bahan lain, terutama lalap. Sambal (tepung beras, tepung ketan, tepung
juga dapat digunakan sebagai penambah tapioka, tepung terigu, sagu, Garut,
rasa dan melengkapi hidangan lain. mlinjo, rumput laut dan lainya.
Sambal dapat diklasifikasikan menjadi dua 2) Protein di peroleh dari:
yaitu sambal mentah dan matang. a) Protein Hewani dari aneka ikan asin(
5. Sedap-Sedapan/Kudapan. jambal roti, teri, cumi) bandeng,
Sedap-sedapan atau kudapan adalah tongkol, belut, daging ayam, daging
makanan kecil yang biasa dihidangkan bebek, daging sapi, daging kuda,
bersama minuman, baik untuk keperluan daging kelinci, Ikan gurami, ikan nila,
sehari-hari maupun untuk kesempatan ikan mas, Ikan Beyong, Ikan Lele,
khusus. belut, telur ayam, telur bebek, telur
6. Minuman. puyuh, udang. Enthog, daging dara
Minuman adalah salah satu kebutuhan b) Protein Nabati dari kacang hijau,
hidup yang penting dan harus dipenuhi. kacang kedelai, kacang merah, kacang
Kegunaan minuman adalah untuk mete, kacang kedelai, kacang tanah,
mencegah rasa haus, menambah nilai gizi bentuk olahanya tahu, tempe.
serta memenuhi kebutuhan tubuh akan air. 3) Sayuran yaitu bayam, buncis, bunga kol,
Minuman Indonesia menurut jenisnya daun bawang, daun kemangi, kacang
dibedakan menjadi dua yaitu minuman panas panjang, kangkung, kelapa, mentimun,
dan dingin. Minuman panas ada dua pete, sawi, selada, jamur, tauge, terong,
macam yaitu minuman panas tidak berisi tomat, daun bawang, wortel. Mangar,
Bongol pisang, Daun pepaya, Mlanding,
daun lumbu, Nangka muda
4) Buah-buahan yaitu pisang, kolang
kaling, salak, duku, jambu, jeruk,
manggis, nangka, pepaya, semangka,
jeruk nipis.
5) Bumbu yang terdiri dari bawang merah,
bawang putih, cabe rawit, cabe besar,
kencus, lengkuas, jahe, kunyit, daun
jeruk, daun pandan, daun salam, sere, Gambar.03
kapulaga, jinten, merica, gula merah, Jenis Kudapan Berdasarkan Bahan Baku
kemiri, terasi, kecap, kunci, vanili, wijen
1) Minuman
dan kluak
Berdasar hasil survey yang dilakukan,
6) Bahan lainnya antara lain minyak
maka dapat diidentifikasi bahan utama
goreng, cuka, kapur dan ragi.
pembuatan minuman tradisional berupa
rempah-rempah, Jahe, Nira, Kopi, Buah-
Berdasar data di atas tampak bahwa bahan
buahan, Beras/Tepung beras dan Teh dengan
utama berupa daging sapi dan sayuran
teknik olah yang semua dengan proses
memiliki variasi menu hasil olahan yang
direbus dan di sajikan terbanyak pada malam
paling banyak yang bisa ditemui di wilayah
hari, dan siang serta pagi hari
DIY. Adapun prosentasenya dapat dilihat pada
2) Informasi terhadap cara penyiapan dan
gambar di bawah.
pengolahan hidangan masakan
Makanan tradisional di D.I Yogyakarta,
berdasarkan cara pengolahannya dapat di
kategorikan menjadi enam, yaitu: (1) Rebus,
(2) digoreng, (3) ditumis, (4) dikukus, (5)
dibakar, (6) Dipanggang, dan (7) di
panggang/Oven . Makanan yang di buat
dengan cara di rebus misalnya jenang monte,
Jenang sumsum, jenang abang, bakmi
pedhes. Makanan yang digoreng misalnya
timus, bakwan, srabi dan lain-lain. Makanan
Gambar.02 Jenis makanan utama tradisional
yang di bakar misalnya sate, ikan dan ayam
berdasarkan bahan utama
bakar. Makanan yang di kukus misalnya
klepon, utri dan lain-lain.
Berdasar pengamatan yang dilakukan,
maka dapat diidentifikasi bahan utama Dari data dapat di simpulkan bahwa
pembuatan makanan tradisional berupa pengolahan makanan dengan cara di rebus
kudapan dan jumlah hasil olahannya. Adapun merupkanan cara pengolahan yang paling
prosentasenya dapat dilihat pada gambar di banyak dilakuakan, berdasarkan hasil
bawah. wawancara, didapatkan data bahwa
mengoreng adalah cara mengolah yang paling b. Duduk di kursi/Bangku dengan Tatanan
praktis, murah dan cepat. Hanya perlu satu Bervariasi
tahapan saja. Sedangkan yang paling sedikit Cara menikmati makanan dengan
adalah olahan dengan cara di panggang/oven duduk di kursi atau bangku kemudian
karena lama dan kurang praktis. Namun makanan disajikan diatas meja merupakan
sebenarnya mengoreng memerlukan biaya cara menikmati makanan tradisional yang
yang relatif mahal. Karena memerlukan umum ditawarkan oleh banyak warung
banyak minyak goreng. Namun biasanya makan. Cara ini juga banyak dilakukan
pembuat makanan tradisional menggunakan oleh sebuah keluarga saat makan bersama.
minyak yang sudah berkali-kali di pakai. c. Duduk di Bale-bale
Menurut Teori gastronomi dapat Cara makan ini biasanya dilakukan di
digunakan untuk mengkaji jenis-jenis daerah pedesaan yang masyarakatnya
makanan tradisional yang dapat masih memiliki bale-bale /dipan / tempat
dikembangkan sebagai daya tarik wisata tidur dari bambu atau kayu. Belakangan ini
kuliner, termasuk keunikan dalam hal sejumlah warung makan juga menyajikan
pengolahan dan penyajian makanan tersebut. makanannya dengan cara pembeli duduk di
Selain itu, teori ini juga digunakan untuk bale-bale untuk menumbuhkan kembali
melihat aneka minuman tradisional (termasuk nuansa pedesaan.
proses pembuatannya) yang dapat menjadi Adapun cara menikmati makanan dan
daya tarik wisata kuliner(Scarpato, 2002:36). minuman tradisional dengan cara berdiri
sambil berbincang-bincang seperti di
Cara Menikmati Makanan Tradisional negara-negara Barat tidak lazim di DI
Cara menikmati makanan tradisional di Yogyakarta, bahkan ada anggapan “ora
DI Yogyakarta cukup bervariasi. Hal itu bisa ilok” jika makan sambil berdiri. Hal itu
tergambar pada berbagai jenis penyedia tidak lepas dari akar budaya Jawa yang
makanan yang menawarkan berbagai pilihan. merupakan budaya yang menjiwai
Dalam kehidupan sehari-hari pun masyarakat masyarakat DI Yogyakarta.
DI Yogyakarta memiliki kebiasaan yang
berbeda-beda. Cara menikmati makanan Jenis dan Waktu Penyajian Makanan dan
tradisional di DI Yogyakarta adalah: Minuman Tradisional DI Yogyakarta
a. Lesehan Makanan tradisional memiliki
Lesehan adalah budaya dalam peruntukan waktu santap yang berbeda-beda.
menikmati makanan atau sesuatu barang Umumnya waktu makan masyarakat DI
sembari duduk ditikar/lantai. Banyak Yogyakarta terbagi dalam tiga waktu berbeda,
penyedia makanan berupa warung makan yaitu makan pagi, makan siang, dan makan
yang menawarkan cara makan dengan cara malam. Sebagian masyarakat, pada saat makan
lesehan ini. Makanan atau barang yang pagi atau disebut sarapan hanya mengonsumsi
diperjual belikan disajikan saat lesehan kudapan yang mengandung karbohidat tinggi
sehingga pengunjung bisa menikmati seperti ketela rebus, ubi rebus, gorengan, dan
dengan santai. bubur. Siang hari mereka makan dengan menu
utama nasi atau bahan pengganti dilengkapi as Tourist Attractions in Rural Areas.
dengan sayur dan lauk pauk. Demikian juga European Society for Rural Sociology,
pada malam hari biasanya menunya tidak 38: (1), 21-34.
berbeda jauh dengan menu makan siang. Blichfeldt, B. S., Chor, J., & Ballegard, N. L.
Sebelum saat makan malam, pada sore hari (2010). The dining experience: A
biasanya juga disediakan kudapan yang qualitative study of top restaurant visits
fungsinya untuk menemani saat minum teh. in a Danish context. Journal of Tourism,
11(1), 43-60
Dinas Pariwisata Provinsi DI Yogyakarta.
KESIMPULAN
(2010). Data Statistik Pariwisata D.I.
Potensi wisata kuliner bahwa makanan
tradisional di DI Yogyakarta didominasi bahan
Yogyakarta 2009. Yogyakarta: Dinas
makanan lokal, yaitu main course adalah sayuran Pariwisata Provinsi DI Yogyakarta.
dan daging sapi; untuk kudapan adalah Ernayanti. (2003). Ensiklopedia Makanan
singkong/ubi, tepung beras; untuk minuman adalah Tradisional di Pulau Jawa dan Pulau
rempah-rempah; serta ditemukan 51 jenis makanan Madura. Jakarta: Deputi bidang
utama, 105 jenis kudapan, dan 14 jenis minuman. Pelestarian dan Pengembangan
Cara pengolahan dengan rebus, goreng, tumis, Kebudayaan. Asdep. Urusan
kukus, bakar, panggang/oven. Cara penyajiannya Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
dengan lesehan dan duduk di meja. Waktu Maha Esa.
penyajian pada pagi, siang, dan malam. Alat-alat
European Commission, Directorate-General
yang digunakan untuk memproduksi makanan
for Research. (2007, October 2014).
tradisional adalah cobek, batok, muntu, wakul,
dandang, kuali, dan anglo.
European Research on Traditional
Foods. [online] Retrieved from
REFERENCES http://www.fp7.org.tr/tubitak_content_fi
Baiquni, M. Forum Geografi, Vol 23 No 1: les/268/dokumanlar/traditional-
Belajar Dari Pasang Surut Peradaban foods.pdf [Accessed 10 October 2014]
Borobudur Dan Konsep Pengembangan Global Report on Food Tourism 2012:6
Pariwisata Borobudur. 2009. Green, G. P. & Dougherty, M. L. (2009).
Beer, S. (2008). Authenticity and Food Localizing linkages for food and tourism
Experience - Commercial and Academic as a community development strategy.
Perspective. Journal of Foodservice, Journal of Community Development,
19(3), 153-163. doi:10.1111/j.1745- 39(3), 148-158.
4506.2008.00096.x Hall, C.M. & Sharples, L. (2003). The
Bessiere, J. (1998). Local Development and consumption of experiences or the
Heritage Traditional Food and Cuisine experiences of consumption? An
as Tourist Attraction in Rural Areas. introduction to the tourism of taste. C. In
Socialogy Ruralis, Vol 38(1). ISSN Michael Hall, Liz Sharples, Richard
0038-0199 Mitchell, Niki Macionis, and Brock
Bessiere, J. (1998). Local Development and Cambourne (Ed.). Food Tourism:
Heritage: Traditional Food and Cuisine Around the World: Development,
Management and Markets. Chapter 1, scale for measuring food tourist
p.1-24, Butterworth-Heinemann, motivations. Journal of Quality
Oxford. Assurance in Hospitality & Tourism, 11,
Hall, M. C., Sharples, L., Mitchell, R., 56-71.
Macionis, N., & Cambourne, B. (2005). doi:10.1080/15280080903520568
Food tourism around the world: Kim, Y. H., Yuan, J., Goh, B. K. & Antun, J.
Development, management and markets M. (2009). Web Marketing in Food
(1st ed.). Great Britain: Elsevier Inc. Tourism: A Content Analysis of Web
Harmayani, Eni, Santoso, Umar, dan Gardjito, Sites in West Texas. Journal Of
Murdijati (2017). Makanan Tradisional Culinary Science & Technology, 7: (1),
Indonesia Seri 2: Makanan Tradisional 52-64.
Indonesia yang Populer. Yogyakarta: Kivela, J. & Croots, J.C. (2005). Gastronomy
Gadjah Mada University Press Tourism: A Meaningful Travel Market
Harmayani. E, Santosa.U & Gardjito.M. Segment. Journal of Culinary Science &
(2016). Makanan Tradisional Indonesia. Technology, 4 (2/3), 39-55.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Kivela, J. & Crotts, J. C. (2006). Tourism and
Press. Gastronomy: Gastronomy’s Influence on
ICTA. 2007. Definisi Wisata Kuliner How TouristsExperience a Destination.
Karim, A.S. & Chi, C. G. Q. (2010). Culinary Journal of Hospitality & Tourism
Tourism as a Destination Attraction: An Research, 30 (3), 354-377.
Empirical Examination of Destinations' Kivela, J. J. & Crotts, J. C. (2009).
Food Image. Journal of Hospitality Understanding travelers’ experiences of
Marketing & Management, 19: (6), 531- gastronomy through etymology and
555. narration. Journal of Hospitality and
Karim, S. A. (2006). Culinary Tourısm As A Tourism Research, 33(2),161-192.
Destination Attraction: An Empirical Kivela, J.J. & Crotts, J. C. (2006). Tourism
Examination Of The Destination’s Food and gastronomy: gastronomy's influence
Image And Information Sources. A on how tourists experience a destination.
thesis presented to the Mara University Journal of Hospitality & Tourism
of Technology (Master dissertation). Research, 30(3), 354-377.
Kementerian Pariwisata, Republik Indonesia. doi:10.1177/1096348006286797
(2016). Salinan Peraturan Menteri Kotler, P., Bowen, J., & Makens, J. (2006).
Pariwisata Republik Indonesia Nomor 1 Marketing for Hospitality and Tourism
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan (4th ed). Upper Saddle River, NJ:
Sertifikasi Usaha Pariwisata. Dalam Prentice Hall.
http://www.kemenpar.go.id. Diakses Kwik,J. (2008). Traditional Food Knowledge:
pada 6 Desember 2017, pukul 17.00 A Case Study of an Immigrant Canadian
WIB. “Foodscape” . Environments Journal,
Kim, Y. H., Goh, B. K., & Yuan, J. (2010). Volume 36(1) hal 59-74
Development of a multi-dimensional
Lazuardi, Trady, Mandra, & Mochamad Buleleng, Tesis Program Magister
Sandy. (2015). Rencana Pengembangan Kajian Pariwisata,Universitas Udayana.
Kuliner Nasional 2015 – 2019. PT Tidak diterbitkan.
Republik Solusi. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Makalah dalam Sarasehan Makanan Yogyakarta No. 1 Tahun 2012.
Tradisional Dalam Pandangan Budaya Perda Istimewa D.I. Yogyakarta. (2013).
dan Keamanannya. Pusat Kajian Kewenangan dalam Urusan
Makanan Tradisional UGM Keistimewaan D.I. Yogyakarta, Pasal
Bekerjasama dengan Unit Dharma 36: Adat Istiadat. Dalam
Wanita dan Panitia Dies Natalis ke-47. http://www.dprd-DI
UGM. Yogyakarta.go.id/wp-
Miecle & Murdoch. (2002). Gastronomy content/uploads/2013/08/PERDAIS-
Tourism_ The Place of Plate. INDUK-21-AGUSTUS-2013.pdf.
Moertjipto, Rumijah J. S., Moeljono, & Astuti, Diakses pada 23 October 2013.
J. (1993). Makanan: Wujud, variasi, dan Pujiyati. Minta Harsana.2016 Studi Potensi
fungsinya serta cara penyajiannya pada wisata makanan di kota Semarang dalam
orang Jawa Daerah Istimewa rangka kesiapan menjadi daerah
Yogyakarta. Departemen Pendidikan wisata.UNY
dan Kebudayaan, Direktur Jendral Sekaran,U. & Bougie, R. 2010. Research
Kebudayaan, Direktorat Sejarah & Nilai Methods for Busness. John Wiley &
Tradisional, Proyek Sons Ltd. West Sussex.
Penelitian,Pengkajian & Pembinaan Sims, R. (2009). Food, place and authenticity:
Nilai-nilai Budaya. local food and the sustainable tourism
Molz, J. G. (2007). Eating difference: The experience. Journal of Sustainable
cosmopolitan mobilities of culinary Tourism, 17(3), 321-336.
tourism. Space and Culture, 10(1), 77- doi:10.1080/09669580802359293
93. doi:10.1177/1206331206296383 Smith, S. & Costello, C. (2009). Segmenting
Nasution. (1988). Metode Naturalistik Visitors to a Culinary Event:
kualitatif. Bandung: Tarsito. Motivations, Travel Behavior, and
Nur Arif Hidayat. (2004). Pemetaan Makanan Expenditures. Journal of Hospitality
khas Kota Yogyakarta, UGM Marketing & Management, 18: (1), 44-
Nurhidayati. (2013). Potensi Wisata Makanan 67.
(Food Tourism). Dalam Smith, S. & Costello, C. (2009a). Culinary
http://endahparwis- tourism: Satisfaction with a culinary
fisip.web.unair.ac.id/artikel event utilizing importance-performance
Pangestu,Alit. (2004). Pemetaan Makanan grid analysis. Journal of Vacation
Khas Daerah Gunung Kidul.UGM Marketing, 15(2), 99-110.
Parma,I Putu Gede (2012), Formulasi Strategi doi:10.1177/1356766708100818
Pengembangan Masakan Lokal sebagai Smith, S. & Costello, C. (2009b). Segmenting
Produk Wisata Kuliner di Kabupaten visitors to a culinary event: Motivations,
travel behavior, and expenditures. Wisata kuliner Masa Depan Industri
Journal of Hospitality Marketing and Pariwisata. Selasa, 26 November 2013.
Management, 18(1), 44-67. 20.42
doi:10.1080/19368620801989022 Xiaomin, C. (2017) “City of Gastronomy” of
Smith, S. Analysis of Tourists Attending a UNESCO Creative Cities Newtwork:
Culinary Event: Motivations, From Internasional Criteria to Local
Satisfaction and, Behavioral Outcomes, Practice. Retrieved from
A thesis presented to University of http://www.ritsumei.ac.jp/acd/re/ssrc/res
Tennessee (Doctoral Dissertation) ulp/memoir/tokusyuuugou201707/tokus
Sugiyono. (2005). Metode Penelitian yuugou201707-08.pdf
Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Timothy, D. J. & Nyaupane, G P. (2009).
Cultural Heritage And Tourism In The
Developing World:A Regional
Perspective. London: Routledge.
Timothy, D. J. (1999). Participatory planning:
A view of tourism in Indonesia. Annals
of Tourism Research, 26(2), 371-391.
Tim Penyusun. 2016. Kamus besar bahasa
Indosesia, edisi kelima. Cetakan pertama
Jakarta:Kemdikbud
Triady, M.S. & Lazuardi. M. (2015). Rencana
Pengembangan Kuliner Nasional 2015-
2019. Jakarta: PT. Republik Solusi.
Undang-Undang Republik Indonesia, No.10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
UNWTO. (2015). Tourism Highlights 2015
Edition Geneva. The World Economie
Forum.
Utama. Scarpato, Rosario. 2002b. Gastronomy
Studies in search of Hospitality, in
Journal of Hospitality and Tourism
Management, Vol. 9, No.2, June 2002,
p.1-36.
Wahjudi Pantja Sunjata, Sumarno, Titi
Mumfangati. (2014).Kuliner Jawa
dalam Serat Centhini. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Balai
Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai