0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3 tayangan5 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) terdapat masalah pelayanan kesehatan pasien BPJS di rumah sakit yang sering kali dikesampingkan, (2) hal ini disebabkan oleh sistem rujukan berjenjang yang rumit dan keterbatasan fasilitas rumah sakit, serta lambatnya pembayaran klaim oleh BPJS, (3) diperlukan kerja sama yang lebih baik antara rumah sakit dan BPJS untuk meningkatkan pelayanan, sepert
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) terdapat masalah pelayanan kesehatan pasien BPJS di rumah sakit yang sering kali dikesampingkan, (2) hal ini disebabkan oleh sistem rujukan berjenjang yang rumit dan keterbatasan fasilitas rumah sakit, serta lambatnya pembayaran klaim oleh BPJS, (3) diperlukan kerja sama yang lebih baik antara rumah sakit dan BPJS untuk meningkatkan pelayanan, sepert
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) terdapat masalah pelayanan kesehatan pasien BPJS di rumah sakit yang sering kali dikesampingkan, (2) hal ini disebabkan oleh sistem rujukan berjenjang yang rumit dan keterbatasan fasilitas rumah sakit, serta lambatnya pembayaran klaim oleh BPJS, (3) diperlukan kerja sama yang lebih baik antara rumah sakit dan BPJS untuk meningkatkan pelayanan, sepert
Angkatan : VI Nama : Agus Mahfudin, AM.Kep NDH :I Instansi : Kepolisian Negara Republik Indonesia – Polda Jambi Tutor : PARLINDUNGAN, S.E, MT. Ak
A. Mengenal Whole-of-Government (WoG)
Wog adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang
menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuantujuan pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan publik. Oleh karenanya wog juga dikenal sebagai pendekatan interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan yang relevan.
B. Mengapa WoG?
Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan mengapa wog menjadi penting
dan tumbuh sebagai pendekatan yang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pertama, adalah adanya faktor-faktor eksternal seperti dorongan publik dalam mewujudkan integrasi kebijakan, program pembangunan dan pelayanan agar tercipta penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik. Selain itu perkembangan teknologi informasi, situasi dan dinamika kebijakan yang lebih kompleks juga mendorong pentingnya wog dalam menyatukan institusi pemerintah sebagai penyelenggara kebijakan dan layanan publik.
Kedua, terkait faktor-faktor internal dengan adanya fenomena ketimpangan
kapasitas sektoral sebagai akibat dari adanya nuansa kompetisi antar sektor dalam pembangunan. Satu sektor bisa menjadi sangat superior terhadap sektor lain, atau masing-masing sektor tumbuh namun tidak berjalan beriringan, melainkan justru kontraproduktif atau „saling membunuh‟. Masing-masing sektor menganggap bahwa sektornya lebih penting dari yang lainnya. Sebuah contoh misalnya, sektor lingkungan hidup memandang bahwa pelestarian alam, terutama hutan, merupakan prioritas dalam pembangunan, sehingga perlu mendapatkan prioritas dukungan kebijakan dan keuangan yang lebih. Sementara di sisi lain sektor pertambangan memandang bahwa pembangunan memerlukan modal besar, dan hanya tambanglah yang bisa menyediakan. Kedua sektor sangat penting, tetapi nampak ada perbedaan tajam atau bahkan saling bertabrakan dalam perumusan tujuan masing-masing. Sektor pendidikan dengan sektor investasi, misalnya, bisa berpotensi untuk berseberangan dalam kepentingan jangka pendek dan panjang. Sektor pendidikan misalnya lebih berorientasi pada penyiapan sumber daya manusia jangka panjang melalui investasi pendidikan. Hasil dari pembangunan di sektor pendidikan tidak akan bisa diraakan dalam jangka waktu pendek, karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memetik hasilnya. Sementara sektor yang ingin menggerakkan penanaman modal justru memandang bahwa investasi harus segera menghasilkan dalam jengka pendek, karena investasi lebih melihat nilai ekonomis dan keuntungan dalam jangka pendek dari sebuah kegiatan. Perbedaan-perbedaan orientasi sektor dalam pembangunan bisa menyebabkan tumbuhnya ego sektoral (mentalitas silo) yang mendorong perilaku dan nilai individu maupun kelompok yang menyempit pada kepentingan sektornya. Dalam konteks kesatuan pembangunan dan negara, hal ini jelas merugikan, karena penguatan sektoral tanpa adanya nila-nilai kesatuan hanya akan menyebabkan persaingan sektor yang kontra produktif terhadap tujuan-tujuan yang lebih besar atau yang berskala nasional. Menguat dan tumbuhnya sektor dalam perspektifnya masing-masing, diikuti dengan adanya pelembagaan dan ketentuan peraturan perundangan sektoral yang relatif mengabaikan tujuan bersama atau nasional dengan lebih mementingkan kepentingan sektoralnya. Regulasi terkait sektor menguat dan menajam di masing- masing sektor, bahan di tingkat UU pun, sebagai payung hukum, banyak terjadi benturan-benturan kepentingan tadi.
Ketiga, khususnya dalam konteks Indonesia, keberagaman latar belakang nilai,
budaya, adat istiadat, serta bentuk latar belakang lainnya mendrong adanya potensi disintegrasi bangsa. Pemerintah sebagai institusi formal berkewajiban untuk mendorong tumbuhnya nilainilai perekat kebangsaan yang akan menjamin bersatunya elemen- elemen kebangsaan ini dalam satu frame NKRI. Dalam hal ini wog menjadi penting, karena diperlukan sebuah upaya untuk memahami pentingnya kebersamaan dari seluruh sektor guna mencapai tujuan bersama. Sikap, perilaku, dan nilai yang berorientasi sektor harus dicairkan dan dibangun dalam fondasi kebangsaaan yang lebih mendasar, yang mendorong adanya semangat persatuan dan kesatuan.
C. Bagaimana wog dilakukan?
Pendekatan wog dapat beroperasi dalam tataran kelembagaan nasional maupun daerah. Penataan kelembagaan menjadi sebuah keharusan ketika pendekatan ini diperkenalkan. Namun penataan ini tidak serta merta merubah kelembagaan, atau sebaliknya. Sehingga pendekatan wog dapat dilihat dan dibedakan berdasarkan perbedaan kategori hubungan antara kelembagaan yang terlibat. Dalam Perry 6 (2004) menjelaskan mengenai perbedaan kategori hubungan kelembagaan dalam sebuah kontinuum sebagai berikut: D. Contoh Identifikasi permasalahan terkait WoG yang ada di Rumah Sakit
“Pelayanan kesehatan pada pasien peserta asuransi kesehatan BPJS”
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) merupakan badan yang
menjamin program kesehatan bagi masyrakat. badan ini m,erupakan penyelenggara program pemerintah untuk menjamin hak hidup sehat bagi seluruh warga negara. Sayang nya di beberapa daerah layanan bpjs maupun layanan rumah sakit sendiri masih seringkali menjadi keluhan yang mungkin sering kita dengar yaitu bahwa pasien dengan bpjs seringkali dikesampingkan atau di nomer duakan minsalnya tindakan pada pasien yang lamban atau kamar pasien yang sering di bilang penuh untuk menjadi alasan menolak pasien bpjs. Dan jika di analisa permasalahan - permasalahan yang terjadi tersebut bisa disebabkan karena beberapa alasan minsalnya yang pertama adalah system rujukan yang berjenjang, sebenarnya baik untuk mengurai pasien agar tidak menumpuk di satu tempat fasilitas kesehatan saja. Sehingga tidak ada sentiment bahawa rumah sakit yang bagus kemudian semua orang berebut berobat kesana, sedangkan di rumah sakit yang satu lagi sepi karena kurang bagus. Namun sistem rujukan berjenjang ini juga kerap menjadi masalah karena pasien baru bisa mendpat pananganan di rumah sakit atau dokter spesialis setelah mendapat surat rujukan dari faskes tingkat I minsalnya puskesmas atau klinik. Di sinilah permasalahan biasanya mulai muncul rumah sakit yang akan menjadi tempat rujukan dari puskesmas atau klinik sering kali beralasan kamar penuh dan lain lain. Kedua, rumah sakit dan fasilitas yang terbatas, peserta bpjs hanya bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang telah bekerja sama dengan bpjs kesehatan. Diluar itu penggunaan bpjs kesehatan tidak berlaku di rumah sakit yang tidak terdaftar. Di rumah sakit peserta juga mengalami sejumlah kesulitan dalam mengaakses berbagai fasilitas minsalnya kamar yang di bilang telah penuh terisi, antrian yang panjang, sejumlah obat yang tidak tertanggung dan berbagai macam masalah lain nya. Dan alasan yang ketiga karena lambatnya pembayaran yang dilakukan pihak bpjs kesehatan kepada pemilik rumah sakit yang menjadi tempat rujukan peserta bpjs di anggap satu alasan mengapa pelayanan pihak rumah sakit begitu buruk terhadap pasien. Dari permasalahan tersebut kesimpulan bahwa pihak rumah sakit dan pihak bpjs belum dapat besrsinergi secara maksimal sehingga pelayanan kesehatan seharusnya dapat berjalan secara prima belum dapat terpenuhi dengan baik. Saran perbaikan yang sepertinya dapat dilakukan antara lain mengurangi rantai birokrasi yang panjang dan rumit sehingga klaim yang dilakukan pihak rumah sakit atau fasilitas kesehatan dapat segera di berikan oleh pihak bpjs yang diiharapkan juga akan berpengaruh terhadap kinerja rumah sakit, serta tenaga medisnya. Cara ini salah satu nya dapat dilakukan dengan menempatkan pegawai bpjs di rumah sakit yang menjalin kerjasama seperi hal nya bank yang memiliki loket di rumah sakit atau di fasilitas publik lain nya, yang kemudian menjalin kerjasama agar proses klaim dapat di lakukan secara lebih cepat, tepat, efektif dan efisien. Tentunya untuk menjalankan hal tersebut adanya tantangan yang harus di hadapi, minsalnya jumlah pegawai bpjs yang harus di tanggung kantor bpjs itu sendiri.
Pendekatan sederhana untuk komunikasi profesional: Panduan praktis untuk komunikasi profesional dan strategi komunikasi bisnis tertulis dan interpersonal terbaik
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu