Bab ini menjelaskan terkait kajian literatur dan kajian kebijakan, yang meliputi tinjauan
kebijakan terkait DAS Citarum dalam dokumen kebijakan DAS Citarum, RTRWN, RTRWP Jawa
Barat, RTRW Kabupaten/Kota, dan literatur terkait DAS Citarum.
Arahan kebijakan terkait DAS Citarum diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun
2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai
Citarum, Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 37 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum Tahun 2019-2025.
1. Pengarah bertugas:
a. menetapkan kebijakan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum
secara terintegrasi dan berkelanjutan; dan
b. memberikan arahan dalam pelaksanaan tugas Satgas, termasuk untuk
penyempurnaan, pencabutan, dan/ atau penggantian ketentuan peraturan
perundang-undangan yang tidak mendukung atau menghambat upaya
Pengendalian DAS Citarum, dan untuk mengambil langkah mitigasi dampak sosial
yang timbul dalam upaya Pengendalian DAS Citarum.; dan
II-1
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Evaluasi hasil pelaksanaan tugas Satgas dilakukan oleh Pengarah paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 3 (tiga) bulan. Tim DAS Citarum melaporkan hasil evaluasi pelaksanaan tugas kepada
Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan dan sewaktu-waktu diperlukan.
3.1.2 Tinjauan Kebijakan Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS
Citarum Provinsi Jawa Barat
Mengacu Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 37 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum Tahun 2019-2025, Visi
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum adalah Daerah Aliran Sungai Citarum
yang bersih, sehat, produktif, bermanfaat secara berkelanjutan, dikelola secara kolaboratif
dan menjadi harapan kesejahteraan seluruh masyarakat di sekitarnya. Visi tersebut dicapai
melalui 3 (tiga) Misi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum sebagai berikut:
Tujuan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas air menuju klasifikasi mutu air kelas II;
2. Meningkatkan kondisi daerah aliran sungai yang bebas limbah dan sampah, produktif
untuk aktivitas prasarana/sarana rekreasi air/pariwisata, serta aktivitas perekonomian
lainnya yang ramah lingkungan; dan
II-3
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
3. Meningkatkan kondisi daerah aliran sungai yang berketahanan terhadap bencana dan
dampak perubahan iklim.
Sasaran dari Revisi Rencana Aksi PPK DAS Citarum, sebagai berikut:
1. Meningkatnya pengelolaan kondisi tata air dan kondisi lahan yang produktif sesuai
daya dukung lingkungan DAS;
2. Meningkatnya pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air;
3. Meningkatnya pengendalian kerusakan lingkungan dan penurunan risiko bencana;
4. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya air untuk penyediaan air baku dan
prasarana/sarana rekreasi air;
5. Meningkatnya pelibatan masyarakat dan pelaku usaha dalam pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan; dan
6. Meningkatnya keseimbangan antara upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Strategi yang dilakukan berdasarkan arah kebijakan Renaksi PPK DAS Citarum adalah sebagai
berikut:
II-4
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Pada tahun 2019, capaian Program Pengelolaan Sampah, Penanganan Keramba Jaring Apung,
dan Pengelolaan Sumber Daya Air tidak mencapai target karena keterbatasan alokasi
anggaran dibandingkan terhadap alokasi pada Rencana Aksi. Sedangkan pada tahun 2020,
capaian Program Penanganan Air Limbah Domestik, Pengelolaan Sampah, Penataan Keramba
Jaring Apung, Edukasi dan Pemantauan Kualitas Air, juga tidak mencapai target akibat
terjadinya refocusing dan realokasi untuk pandemi COVID-19. Adapun pada tahun 2020,
terdapat pengurangan jumlah kegiatan, output dan lokasi pada seluruh program penanganan
akibat realokasi dan refocusing anggaran tahun 2020. Dari hasil evaluasi, kegiatan yang
dilaksanakan pada tahun 2020 pada umumnya berskala kecil dengan lokasi kegiatan tersebar
(scattered). Secara umum teridentifikasi bahwa Renaksi PPK DAS Citarum belum menjadi
acuan pelaksanaan kegiatan dan penentuan lokasi kegiatan (Renaksi DAS Jawa Barat Tahun
2021-2025).
II-5
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, arah kebijakan dan strategi, dan dalam rangka
pencapaian Ultimate Goal, penanganan difokuskan pada 12 program sebagai berikut:
Arahan program disusun berdasarkan permasalahan yang harus ditangani pada masing-
masing program. Arahan Program Renaksi PPK DAS Citarum disajikan pada Tabel 3.2.
II-6
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-7
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Dilakukan tinjauan terhadap arahan kebijakan penataan ruang terkait DAS Citarum. Adapun
Arahan kebijakan penataan ruang yang berupa Rencana Tata Ruang (RTR) yang ditinjau yaitu
meliputi:
Mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kebijakan
penataan ruang yang harus dipertimbangkan dan terkait dengan pengembangan Wilayah
Sungai (WS) Citarum meliputi pengembangan:
1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Khusus
di WS Citarum sesuai Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
II-8
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-9
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
DAS Citarum ditinjau dari Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung diatur dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Cekungan Bandung termasuk dalam kawasan strategis nasional dari sudut
kepentingan ekonomi yang terdiri atas Kawasan Perkotaan Inti dan Kawasan Perkotaan di
Sekitarnya yang membentuk Kawasan Metropolitan. Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung berfungsi sebagai pedoman untuk:
II-10
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-11
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Strategi pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan yang berkelas dunia
sebagai salah satu pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien melalui
keterpaduan sistem pusat kegiatan yang didukung dengan sistem jaringan infrastruktur yang
handal terdiri atas:
1. menetapkan Kawasan Perkotaan Inti sebagai pusat kegiatan utama kawasan dan
Kawasan Perkotaan di Sekitarnya sebagai pusat pendukung yang memiliki fungsi
khusus, berhierarki, dan interdependen;
2. mengembangkan pusat Kawasan Perkotaan di Sekitarnya yang dihubungkan dengan
sistem jaringan prasarana transportasi dan sistem angkutan massal;
3. meningkatkan keterkaitan antara Kawasan Perkotaan Inti dan Kawasan Perkotaan di
Sekitarnya melalui keterpaduan sistem transportasi dan sistem prasarana lainnya;
4. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan transportasi perkotaan
yang seimbang dan terpadu untuk menjamin aksesibilitas yang tinggi antara Kawasan
Perkotaan Inti dengan Kawasan Perkotaan di Sekitarnya serta distribusi kegiatan
industri;
5. memantapkan keterkaitan fungsional antar pusat kegiatan; dan
6. mengembangkan jaringan jalan yang mendukung transportasi massal dengan tetap
memperhatikan pelestarian lingkungan dan Kawasan Hutan.
1. menetapkan Kawasan Perkotaan Inti sebagai pusat aktivitas utama kawasan dan
Kawasan Perkotaan di Sekitarnya sebagai pusat pendukung yang memiliki fungsi
khusus, berhierarki, dan interdependen;
2. mengembangkan kawasan permukiman kepadatan tinggi di Kawasan Perkotaan di
Sekitarnya dengan berbasis pada pelestarian, daya dukung, dan daya tampung
lingkungan;
3. mengembangkan industri kreatif dan industri berbasis teknologi tinggi yang ramah
lingkungan serta membatasi pengembangan industri di Kawasan Perkotaan Inti;
II-12
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-13
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
4. meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya air melalui upaya konservasi dan
pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air;
5. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan telekomunikasi yang
mencapai seluruh pusat kegiatan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung; dan
6. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan air minum, air limbah, drainase, dan
persampahan secara terpadu antarkawasan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
dilaksanakan melalui kemitraan antara pemerintah dan Masyarakat serta kerja sama
antar daerah.
Strategi perwujudan pengembangan kawasan yang terpadu antara daya dukung lingkungan,
pengembangan ekonomi, dan sosial budaya terdiri atas:
Strategi penetapan dan peningkatan kawasan konservasi air dan tanah untuk
mempertahankan kualitas dan kuantitas air tanah dan air permukaan, serta penanggulangan
banjir terdiri atas:
II-14
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung, meliputi:
1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan prasarana lalu lintas air,
kegiatan pembangunan prasarana pengambilan dan pembuangan air, serta kegiatan
pengamanan sungai;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud dalam huruf a yang tidak mengganggu fungsi konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, dan fungsi sistem
jaringan sumber daya air; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu fungsi:
II-15
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Arahan peraturan zonasi untuk Zona L2 yang merupakan kawasan perlindungan setempat
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, meliputi:
II-16
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Mengacu pada Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029. Pada pasal 4 tujuan penataan ruang
RTRW Provinsi Jawa Barat yaitu mewujudkan tata ruang wilayah yang efisien, berkelanjutan
dan berdayasaing menuju Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia. Sasaran penataan ruang
di RTRW Provinsi Jawa Barat adalah:
1. tercapainya ruang untuk kawasan lindung seluas 45% dari wilayah Jawa Barat dan
tersedianya ruang untuk ketahanan pangan;
2. terwujudnya ruang investasi melalui dukungan infrastruktur strategis;
3. terwujudnya ruang untuk kawasan perkotaan dan perdesaan dalam sistem wilayah
yang terintegrasi; dan
4. terlaksananya prinsip mitigasi bencana dalam penataan ruang.
Mengacu pada Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029 pada Pasal 21 ayat (2) terkait dengan
Rencana pengembangan infrastruktur sumber daya air dan irigasi berbasis Daerah Aliran
Sungai (DAS) meliputi:
II-17
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Terkait dengan rencana pengembangan infrastruktur wilayah di daerah pada pasal 19 ayat (1)
dan ayat (2) diantaranya terdapat pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi
berbasis DAS (Daerah Aliran Sungai) dengan melalui penyediaan infrastruktur sumberdaya air
dan irigasi yang handal berbasis DAS untuk mendukung upaya konservasi dan pendayagunaan
sumberdaya air serta pengendalian daya rusak air, yang dimana salah satu sungai yang
termasuk dalam pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi yaitu Wilayah Sungai
(WS) Citarum.
Rencana pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi berbasis DAS dalam
Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029, terdiri atas:
Berdasarkan pasal 63 dalam Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 22 tahun 2010 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029, arahan pengendalian
pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui penetapan:
II-18
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-19
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-20
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-21
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat. Tujuan
pedoman pengendalian KBU yaitu untuk:
1. mewujudkan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora dan fauna;
2. meningkatkan pengendalian dan penertiban ruang di KBU untuk menjamin
pembangunan yang berkelanjutan; dan
3. mewujudkan kepastian hukum dalam pengendalian di KBU.
Sasaran pedoman pengendalian KBU dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2
Tahun 2016 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan
Strategis Provinsi Jawa Barat, yaitu:
1. perkuatan peran, fungsi dan tanggung jawab Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara terpadu dalam pengendalian di KBU;
2. terwujudnya penataan, perlindungan, dan keberlangsungan fungsi konservasi air,
tanah, flora, dan fauna di KBU, serta memulihkan daur karbon dan iklim mikro;
3. terwujudnya fungsi hidroorologis KBU sebagai daerah tangkapan air, peresap, dan
pengalir air bagi daerah bawahannya; dan
4. terkendalinya perubahan bentang alam di KBU.
Batas kawasan KBU ditetapkan berdasarkan ekosistem kawasan dan wilayah administratif.
Batas ekosistem kawasan merupakan dasar dalam menilai cakupan dampak kegiatan dan
keterkaitan fungsi-fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup di KBU. Berdasarkan batas
ekosistem kawasan KBU meliputi, sebagian wilayah Daerah Kabupaten Bandung, Daerah Kota
Bandung, Daerah Kota Cimahi, dan Daerah Kabupaten Bandung Barat dengan batas di sebelah
Utara dan Timur dibatasi oleh punggung topografi yang menghubungkan puncak Gunung
Burangrang, Gunung Masigit, Gunung Gedongan, Gunung Sunda, Gunung Tangkuban Parahu
dan Gunung Manglayang, sedangkan di sebelah Barat dan Selatan dibatasi oleh garis kontur
750 (tujuh ratus lima puluh) meter di atas permukaan laut (mdpl) yang secara geografis
terletak antara 107º 27’ 30” - 107 º 46’ 15” Bujur Timur, 6º 44’ 31”- 6º 55’ 43” Lintang Selatan.
II-22
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Kebijakan pengendalian KBU dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun
2016 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis
Provinsi Jawa Barat, diarahkan pada:
Berbagai aktivitas mulai berkembang di kawasan ini, mulai dari rumah tinggal atau vila,
kemudian muncul resort, perumahan, permukiman, hingga apartemen, berbagai tempat
wisata, serta hotel dan penginapan. Selain itu, telah dibangun pula berbagai tempat
pendidikan dan latihan, serta perkantoran. Pertumbuhan kawasan terbangun di KBU yang
cepat dan kurang terkendali, mengakibatkan penurunan daya dukung KBU sebagai kawasan
resapan air bagi daerah bawahannya. Berbagai dampak negatif lingkungan mulai dirasakan,
seperti longsor, meningkatnya limpasan air, berkurangnya daerah resapan, hilangnya
beberapa mata air, berkurangnya debit mata air, hingga berkurangnya kesejukan udaranya.
Terdapat beberapa sub DAS di KBU seperti sub DAS Cikapundung, Cimahi, Citarik Hulu,
Cigugur, Cibeureum, Citepus dan beberapa anak sungai lainnya yang bermuara di Sungai
Citarum. Hal tersebut menimbulkan dampak lain seperti terjadinya gangguan pada cadangan
dan konservasi air. Oleh karena itu, perlu upaya pengendalian yang ketat dan tepat terhadap
pembangunan di KBU dalam rangka mengembalikan kondisi fungsi hidroorologis terutama
pada lahan dengan kondisi sangat kritis. Arahan pola ruang KBU menjadi pedoman untuk
mensinergikan rencana pemanfaatan ruang di Daerah Kabupaten/Kota yang wilayahnya
berada di KBU guna meningkatkan fungsi lindung dan upaya pemulihan daya dukung
lingkungan di KBU. Arahan pola ruang terdiri dari arahan pola ruang kawasan lindung dan
arahan pola ruang kawasan budidaya. Pemanfaatan ruang kawasan lindung di KBU, dilakukan
sebagai berikut:
II-23
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Zona-zona dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat, terdiri atas:
1. Zona L-1, adalah Zona Konservasi atau Lindung Utama, meliputi kawasan lindung,
terutama kawasan hutan lindung, hutan konservasi, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda,
TWA Tangkuban Parahu, Cagar Alam Tangkuban Parahu, lindung alami, kawasan
Observatorium Bosscha, koridor 250 (dua ratus lima puluh) meter kiri kanan Sesar
Lembang, Kawasan Rawan Bencana III Gunung Api Tangkuban Parahu, Sempadan
Sungai dan Situ/Danau, radius 50 (lima puluh) meter dari mata air, serta lahan dengan
kelerengan 40% (empat puluh persen) atau lebih, Hutan Produksi, Ruang Terbuka
Hijau dan RTHA;
II-24
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
2. Zona L-2, adalah Zona Lindung Tambahan, meliputi kawasan hutan masyarakat,
kawasan rawan bencana II dan I Gunung Api Tangkuban Parahu, kawasan perdesaan
dengan fungsi resapan air tinggi;
3. Zona B-1, adalah Zona Pemanfaatan Perdesaan, merupakan kawasan dengan tingkat
kepadatan wilayah sedang sampai rendah, meliputi kawasan perdesaan di kawasan
resapan air rendah;
4. Zona B-2, adalah Zona Pemanfaatan Perkotaan, merupakan kawasan dengan dengan
tingkat kepadatan wilayah sedang sampai tinggi, meliputi kawasan perkotaan di
kawasan resapan air rendah;
5. Zona B-3, adalah Zona Pemanfaatan Terbatas Perdesaan, merupakan kawasan dengan
tingkat kepadatan wilayah sedang sampai rendah, meliputi kawasan perdesaan di
kawasan resapan air sedang;
6. Zona B-4, adalah Zona Pemanfaatan Terbatas Perkotaan, merupakan kawasan dengan
tingkat kepadatan wilayah sedang sampai tinggi, meliputi kawasan perkotaan di
kawasan resapan air sedang; dan
7. Zona B-5, adalah Zona Pemanfaatan Sangat Terbatas Perkotaan, merupakan kawasan
dengan tingkat kepadatan wilayah sedang sampai tinggi, meliputi kawasan perkotaan
di kawasan resapan air tinggi.
Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona L-1, sebagai berikut:
II-25
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona L-2, sebagai berikut:
II-26
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-1, sebagai berikut:
II-27
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
6. penerapan rekayasa teknis dan vegetasi guna meningkatkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
7. hunian rumah tinggal di atas ketinggian 1.000 (seribu) mdpl diperuntukan khusus bagi
penduduk setempat, dengan pembatasan dan pengendalian terhadap jumlah, serta
luas kawasan terbangun;
8. setiap pembangunan harus melakukan kajian lingkungan, khususnya aspek hidrologi
dan mitigasi bencana;
9. KDB paling tinggi adalah 40% (empat puluh persen) dengan ruang terbuka paling
rendah adalah 60% (enam puluh persen), kecuali untuk luas lahan/bidang tanah yang
berukuran paling tinggi 90m2 (sembilan puluh meter persegi), maka sesuai
kepemilikan lahan yang bukan bagian dari pemecahan lahan dapat diberikan luas
bangunan paling kurang 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi), setelah melalui kajian
daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan
10. penetapan KDB dilakukan melalui pertimbangan KDB paling tinggi, pola ruang, jenis
kegiatan, kepadatan wilayah, dan/atau unsur-unsur lain untuk menjaga fungsi resapan
air.
Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-2, sebagai berikut:
II-28
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-3, sebagai berikut:
1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk mencegah dan mengurangi laju penurunan daya
dukung lingkungan di kawasan perdesaan, serta untuk mendukung upaya pemulihan
fungsi resapan air;
2. kegiatan pemanfaatan ruang diarahkan untuk kegiatan kehutanan, perkebunan,
pertanian, wisata alam atau ekowisata permukiman perdesaan, dan perumahan
kepadatan rendah;
3. pembangunan baru, terutama kawasan permukiman dan perumahan baru diarahkan
di area lahan yang berada pada garis ketinggian kontur kurang dari 1.000 (seribu)
mdpl;
4. dilarang melakukan pemecahan lahan (splitsing) dari 1 (satu) sertifikat induk/surat
kepemilikan lahan tanpa pertimbangan teknis dari instansi yang berwenang;
II-29
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-4, sebagai berikut:
1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk mencegah dan mengurangi laju penurunan daya
dukung lingkungan di kawasan perkotaan, serta meningkatkan upaya perbaikan dan
penataan lingkungan;
2. kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan perkotaan;
3. pengembangan permukiman atau perumahan baru hanya untuk tingkat kepadatan
sedang;
II-30
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
4. penerapan teknologi untuk rekayasa teknis dan vegetasi guna meningkatkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
5. membatasi pembangunan yang bersifat horisontal atau menambah luasan kawasan
terbangun;
6. pembangunan gedung diarahkan bersifat vertikal, bangunan ramah lingkungan, dan
meminimalkan air larian;
7. penataaan kawasan untuk meningkatkan luas RTH dan ruang terbuka non hijau, serta
mengurangi KWT kawasan;
8. pembangunan bangunan gedung bertingkat lainnya dapat dilakukan sebagai bagian
dari penataan lingkungan dan perbaikan KWT tanpa mengurangi daya dukung
lingkungan awalnya;
9. perbaikan dan penataan sarana dan prasarana wilayah, terutama sistem drainase dan
jalan lingkungan;
10. mengurangi atau membatasi penggunaan air tanah; k. dilarang melakukan
pemecahan lahan (splitsing) dari 1 (satu) sertifikat induk/surat kepemilikan lahan
tanpa pertimbangan teknis dari instansi yang berwenang;
11. setiap pembangunan harus melakukan kajian lingkungan, khususnya kebutuhan air,
sistem drainase, air larian, dampak dan beban lalu lintas;
12. KDB paling tinggi adalah 30% (tiga puluh persen) dengan ruang terbuka paling rendah
adalah 70% (tujuh puluh persen), kecuali untuk luas lahan/bidang tanah yang
berukuran paling tinggi 120m2 (seratus dua puluh meter persegi), maka sesuai
kepemilikan lahan yang bukan bagian dari pemecahan lahan dapat diberikan luas
bangunan paling kurang 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi), setelah melalui kajian
daya dukung dan daya tampung lingkungan;
13. penetapan KDB dilakukan melalui pertimbangan KDB paling tinggi, pola ruang, jenis
kegiatan, kepadatan wilayah, dan/atau unsur-unsur lain untuk menjaga fungsi resapan
air apabila dipandang perlu;
14. pembangunan baru atau renovasi yang berada pada jalan arteri atau lokasi tertentu,
yang secara lokasi, kondisi lahan, dan kebutuhan kegiatan tidak memungkinkan
memenuhi ketentuan KDB paling tinggi atau KDH paling rendah, dapat memberikan
lahan kompensasi atau lahan pengganti di zona lindung (zona L) sebagai RTHA setelah
melalui kajian dan memenuhi kriteria yang ditetapkan; dan
II-31
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
15. larangan untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi mengambil air dalam skala besar,
mencemari, dan merusak lingkungan.
Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-5, sebagai berikut:
1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk mencegah dan mengurangi laju penurunan daya
dukung lingkungan di kawasan perkotaan, pengendalian ketat, serta meningkatkan
upaya perbaikan dan penataan lingkungan;
2. kegiatan pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan perkotaan;
3. pembangunan diprioritaskan yang bersifat renovasi atau perbaikan lingkungan, dan
koefisien wilayah terbangun kawasan;
4. penerapan teknologi untuk rekayasa teknis dan vegetasi guna meningkatkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
5. membatasi pembangunan yang bersifat horisontal atau menambah luasan kawasan
terbangun;
6. pembangunan gedung diarahkan bersifat vertikal, bangunan ramah lingkungan, dan
meminimalkan air larian;
7. penataaan kawasan untuk meningkatkan luas RTH dan ruang terbuka non hijau, serta
mengurangi KWT kawasan;
8. pembangunan bangunan gedung bertingkat lainnya hanya dapat dilakukan sebagai
bagian dari penataan lingkungan dan perbaikan KWT tanpa mengurangi daya dukung
lingkungan awal;
9. ketinggian bangunan pada area lahan yang berada pada garis ketinggian kontur lebih
dari 1.000 (seribu) mdpl adalah paling tinggi 4 (empat) lantai;
10. perbaikan dan penataan sarana dan prasarana wilayah, terutama sistem drainase dan
jalan lingkungan; k. mengurangi dan membatasi penggunaan air tanah;
11. dilarang melakukan pemecahan lahan (splitsing) dari 1 (satu) sertifikat induk/surat
kepemilikan lahan tanpa pertimbangan teknis dari instansi yang berwenang;
12. setiap pembangunan harus melakukan kajian lingkungan, khususnya kebutuhan air,
sistem drainase, air larian, dampak dan beban lalu lintas;
II-32
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
13. KDB paling tinggi adalah 20% (dua puluh persen) dengan ruang terbuka paling rendah
adalah 80% (delapan puluh persen), kecuali untuk luas lahan/bidang tanah yang
berukuran paling tinggi 180m2 (seratus delapan puluh meter persegi), maka sesuai
kepemilikan lahan yang bukan bagian dari pemecahan lahan dapat diberikan luas
bangunan paling kurang 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi), setelah melalui kajian
daya dukung dan daya tampung lingkungan;
14. penetapan KDB dilakukan melalui pertimbangan KDB paling tinggi, pola ruang, jenis
kegiatan, kepadatan wilayah, dan/atau unsur-unsur lain untuk menjaga fungsi resapan
air;
15. bangunan gedung yang sudah terbangun pada lokasi, kondisi lahan, dan kebutuhan
kegiatan tidak memungkinkan memenuhi ketentuan KDB paling tinggi atau KDH paling
rendah, harus dilakukan rekayasa teknis dan/atau menyediakan lahan pengganti di
zona L sebagai RTHA setelah melalui kajian daya dukung dan daya tampung
lingkungan; dan
16. larangan untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi mengambil air dalam skala besar,
mencemari, dan merusak lingkungan.
Hulu DAS Citarum meliputi 6 (enam) Kabupaten/Kota yang terdiri dari Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kota Cimahi dan Kota
Bandung. DAS Citarum ditinjau dari Rencana Tata Ruang dari 6 (enam) Kabupaten/Kota, dapat
dilihat pada Tabel 3.4, sebagai berikut:
II-33
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-34
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-35
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-36
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Keterkaitan arahan kebijakan antara Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum dengan
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 37 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan
Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran
dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum Tahun 2019-2025, dapat dilihat pada Tabel 3.5.
II-37
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Kebijakan
No
Pepres No. 15 Tahun 2018 Pergub No. 37 Tahun 2021
Memuat latar belakang, tujuan dan sasaran, serta
ruang lingkup substansi, penanganan, wilayah dan
periode pelaksanaan
b. BAB II BACKGROUND STUDY
Memuat permasalahan, daya tampung dan alokasi
beban pencemaran, serta intervensi penanganan.
c. BAB III VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN
Memuat Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran,
Ultimate Goal dan Periode Pelaksanaan.
d. BAB IV ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN
PROGRAM
Memuat arah kebijakan, strategi, program dan
arahan program.
e. BAB V INDIKASI KEGIATAN DAN PRIORITAS LOKASI
Memuat indikasi kegiatan, prioritas lokasi pada
setiap program, dan Wilayah Kerja Sektor TNI.
f. BAB VI RENCANA AKSI
Memuat Rencana Aksi Pengendalian dan
Pencemaran Kerusakan DAS Citarum pada setiap
program meliputi penanganan lahan kritis,
penanganan air limbah domestik, pengelolaan
persampahan, penanganan limbah industri,
penanganan limbah peternakan, penanganan
keramba jaring apung, pengelolaan sumber daya
air dan pariwisata, pengendalian pemanfaatan
ruang, penegakan hukum, edukasi dan
pemberdayaan masyarakat, pengelolaan data,
informasi dan hubungan masyarakat, serta riset
dan pengembangan.
g. BAB VII STRATEGI IMPLEMENTASI
Memuat tata kelola dan kelembagaan, indikasi
sumber pendanaan, pemantauan kualitas air,
serta monitoring, evaluasi dan pelaporan.
h. BAB VIII PENUTUP
3 Melokalisasi dan menghentikan sumber Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan Sungai dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
Citarum; 2021-2025 pada Bab IV
4 Meminta keterangan, data dan/atau Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
dokumen termasuk memasuki dan dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
memeriksa pabrik, tempat usaha, 2021-2025 pada Bab V
pekarangan, gudang, tempat penyimpanan,
dan/atau saluran pembuangan limbah
pabrik/tempat usaha sewaktu-waktu
diperlukan;
5 Mencegah dan melarang masyarakat untuk Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
masuk kembali untuk mendirikan dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
permukiman di wilayah yang memiliki fungsi 2021-2025 pada Bab V
lindung;
6 Membentuk Komando Sektor yang dipimpin Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
oleh perwira Tentara Nasional Indonesia dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
sebagai Komandan Sektor; 2021-2025 pada Bab V
7 Membagi wilayah kerja DAS Citarum Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
berdasarkan Komando Sektor; dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
2021-2025 pada Bab V
II-38
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Kebijakan
No
Pepres No. 15 Tahun 2018 Pergub No. 37 Tahun 2021
8 Mengikutsertakan kementerian / lembaga, Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
pelaksanaan tugas Komando Sektor, 2021-2025 pada Bab V
disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan
operasi penanggulangan, pencegahan, dan
pemulihan ekosistem DAS Citarum, serta
penindakan hukum;
9 Memerintahkan Komando Sektor untuk Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
melaksanakan operasi penanggulangan dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
pencemaran dan kerusakan DAS Citarum di 2021-2025 pada Bab V
lokus yang ditentukan oleh Satgas; dan
10 Melakukan kegiatan pengendalian Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
pencemaran dan kerusakan DAS Citarum dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
sesuai dengan tugas dan kewenangan Satgas 2021-2025 pada Bab VI
apabila rencana aksi belum ditetapkan.
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022
Keterkaitan arahan kebijakan DAS Citarum dalam peraturan daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang berada
di Hulu DAS Citarum, dapat dilihat pada Tabel 3.3.
II-39
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-40
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-41
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
II-42
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Keterkaitan arahan kebijakan DAS Citarum dalam peraturan daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang berada
di Hulu DAS Citarum dapat disimpulkan bahwa Perda RTR sudah mengakomodir atau
mengatur terkait pengendalian DAS Citarum, pengelolaan sistem jaringan sumber daya air,
dan perwujudan sempadan sungai.
II-43
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Kajian pustaka merupakan bagian penting dalam sebuah penelitian yang kita lakukan. Kajian
pustaka disebut kajian literatur, atau literature review. Sebuah kajian pustaka merupakan
sebuah uraian atau deskripsi tentang literature yang relevan dengan bidang atau topik
tertentu (Sitti, 2015). Kajian peraturan dan hasil studi atau penelitian terhadap kawasan DAS
Citarum yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, berikut adalah beberapa penelitian
yang dilakukan:
II-44
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
sungai Citarum. Dalam rangka mengatasi hal tersebut perlu dirumuskan kebijakan
yang komprehensif (menyeluruh, mempertimbangkan keseluruhan aspek yaitu,
strukutral, non struktural, maupun sosio-kultural, lintas sektor, lintasi wilayah
administrasi dan pemerintahan, melibatkan peran aktif masyarakat (Agustine, M.,
2021).
3. Kondisi beberapa DAS di Indonesia pada saat ini telah banyak mengalami penurunan
fungsi dalam menjaga ketersediaan air dan kesehatan lingkungan. Jumlah DAS kritis di
Indonesia terus bertambah dan semakin memburuk walaupun sudah dilakukan
banyak program rehabilitasi beberapa DAS di Indonesia (Tarigan 2009).
Menurut Utami et al. (2020), perubahan karakteristik hidrologi DAS salah satunya
diakibatkan pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan sarana penunjangnya.
Meningkatnya jumlah penduduk berbanding terbalik dengan kondisi tutupan lahan
yang semakin menurun kualitas lingkungannya, sehingga memberikan dampak yang
nyata terhadap berkurangnya kuantitas dan kualitas sumber daya air.
Secara morfologi daerah aliran sungai terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian yaitu hulu,
tengah, dan hilir. DAS hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, kerapatan drainase
tinggi, didominasi permukaan kemiringan lereng lebih dari 15%. DAS bagian tengah
dan hilir dicirikan sebagai wilayah pemanfaatan sumber daya air (Asdak, 2014).
Perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum sangat pesat khususnya pada bagian
hulu yang seharusnya memegang peranan penting menjaga kualitas dan kuantitas
sumberdaya air. Salah satu cara untuk menilai kondisi hidrologi suatu DAS adalah
dengan memperhatikan respon hidrologi hulu DAS. Hulu DAS berperan besar sebagai
wilayah resapan air dan berkontribusi pada ketersediaan air, terutama pada musim
kemarau (Asdak, 2014).
Penggunaan lahan dominan pada tahun 2009 adalah pertanian lahan basah atau
sawah yang mencapai 27,1% dari total luas DAS Citarum Hulu. Penggunaan lahan yang
mendominasi selanjutnya adalah hutan 29.529,10 ha (16,9%) dan pertanian lahan
kering 28.787,70 ha (16,4%). Kondisi ini menjelaskan sebaran lahan pertanian
kumulatif merupakan yang terluas di DAS Citarum Hulu. Lahan terbangun di DAS
Citarum Hulu pada tahun 2009 memiliki luas mencapai 16% dari luas keseluruhan. Hal
ini mengindikasikan lahan terbangun tersebar di beberapa batas administrasi. Area
terbangun terpusat pada wilayah Kota Bandung, dan hal ini mendorong peningkatan
II-45
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Gambar 3. 1 Peta penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu pada tahun
2009 dan 2018
Sumber: Perubahan penggunaan lahan dan karakteristik hidrologi DAS Citarum Hulu. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 2021
Tabel 3. 7 Penggunaan Lahan pada Tahun 2009 dan 2018 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Citarum Hulu
Penggunaan Tahun 2009 Tahun 2018 Perubahan
Lahan Ha % Ha % Ha %
Sawah 47.501,50 27,10 39.258,60 22,40 -8.243 -17,40
Hutan 29.529,10 16,90 27.918,40 15,90 -1.611 -5,50
II-46
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum
Perubahan lahan menjadi lahan terbangun terjadi di DAS Citarum Hulu sejalan dengan
kebutuhan penduduk yang terus meningkat. Peningkatan luas juga terjadi pada jenis
penggunaan lahan pertanian lahan kering dan perkebunan masing-masing sebesar +13%, dan
+6,4% dari kondisi pada tahun 2009. Peningkatan lahan tersebut terjadi akibat konversi lahan
lain di daerah berbukit. Perubahan lahan pertanian campuran dan sawah di DAS Citarum Hulu
merupakan indikasi bahwa program pemerintah tentang lokasi lahan pertanian berkelanjutan
(LPPB) belum efektif untuk menekan peralihan fungsi lahan pertanian dan degradasi lahan
produktif (Fadhil, M. Y.,2021).
Perubahan lahan terjadi pada kelas hutan yang mengalami pengurangan akibat deforestasi
menjadi penggunaan lahan lainnya, seperti semak/belukar, perkebunan, bahkan pertanian
lahan kering. Pengurangan luas hutan berpeluang terjadi karena keinginan masyarakat untuk
membuka lahan usaha baru maupun mendapatkan nilai hasil hutan berupa penebangan kayu.
UU No.41 tahun 1999 menyebutkan bahwa minimal luas hutan dalam suatu DAS adalah 30%,
sedangkan luas hutan DAS Citarum Hulu adalah 15,9% dari luas keseluruhan (Fadhil, M.
Y.,2021).
Perubahan lahan pertanian dan semak belukar ke penggunaan lahan lain adalah yang paling
luas terjadi, sedangkan lahan terbangun adalah jenis penggunaan lahan yang hampir tidak
mengalami perubahan fungsi lahan. Peningkatan luas lahan terbangun dan penurunan luas
hutan telah secara nyata meningkatkan tebal aliran sungai dan menurunkan resapan DAS
Citarum Hulu. Faktor lain yang memengaruhi peningkatan fluktuasi debit sungai adalah
kondisi lereng wilayah, pola curah hujan, serta teknik pengelolaan lahan. Pemanfaatan lahan
di DAS Citarum dinilai belum sepenuhnya mengikuti arahan pola ruang RTRWP (Fadhil, M.
Y.,2021).
II-47