Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN ANTARA

Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka


Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

BAB III TINJAUAN DAN ARAHAN KEBIJAKAN

Bab ini menjelaskan terkait kajian literatur dan kajian kebijakan, yang meliputi tinjauan
kebijakan terkait DAS Citarum dalam dokumen kebijakan DAS Citarum, RTRWN, RTRWP Jawa
Barat, RTRW Kabupaten/Kota, dan literatur terkait DAS Citarum.

3.1 Arahan Kebijakan terkait DAS Citarum

Arahan kebijakan terkait DAS Citarum diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun
2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai
Citarum, Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 37 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum Tahun 2019-2025.

3.1.1 Tinjauan Kebijakan Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah


Aliran Sungai Citarum

Mengacu Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian


Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum. Untuk melakukan percepatan
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum secara terpadu dibentuk Tim
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum. Tim DAS Citarum bertugas
mempercepat pelaksanaan dan keberlanjutan kebijakan pengendalian DAS Citarum melalui
operasi pencegahan, penanggulangan pencemaran dan kerusakan, serta pemulihan DAS
Citarum secara sinergis dan berkelanjutan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan
pada masing-masing kementerian/lembaga dan pemerintah daerah termasuk optimalisasi
personel dan peralatan operasi. Tim DAS Citarum terdiri atas:

1. Pengarah bertugas:
a. menetapkan kebijakan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum
secara terintegrasi dan berkelanjutan; dan
b. memberikan arahan dalam pelaksanaan tugas Satgas, termasuk untuk
penyempurnaan, pencabutan, dan/ atau penggantian ketentuan peraturan
perundang-undangan yang tidak mendukung atau menghambat upaya
Pengendalian DAS Citarum, dan untuk mengambil langkah mitigasi dampak sosial
yang timbul dalam upaya Pengendalian DAS Citarum.; dan

II-1
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

2. Satuan Tugas, yang selanjutnya disebut Satgas


Satgas bertugas melaksanakan arahan Pengarah dalam melakukan percepatan dan
keberlanjutan Pengendalian DAS Citarum melalui pelaksanaan operasi
penanggulangan pencemaran dan kerusakan DAS Citarum secara sinergis dan
berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan personel dan peralatan operasi.

Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas berwenang:

1. menetapkan rencana aksi pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum


dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan Pengarah;
2. melokalisasi dan menghentikan sumber pencemaran dan/atau kerusakan Sungai
Citarum;
3. meminta keterangan, data dan/atau dokumen termasuk memasuki dan memeriksa
pabrik, tempat usaha, pekarangan, gudang, tempat penyimpanan, dan/atau saluran
pembuangan limbah pabrik/tempat usaha sewaktu-waktu diperlukan;
4. mencegah dan melarang masyarakat untuk masuk kembali untuk mendirikan
permukiman di wilayah yang memiliki fungsi lindung;
5. membentuk Komando Sektor yang dipimpin oleh perwira Tentara Nasional Indonesia
sebagai Komandan Sektor;
6. membagi wilayah kerja DAS Citarum berdasarkan Komando Sektor;
7. mengikutsertakan kementerian / lembaga, Pemerintah Daerah, dan masyarakat
dalam pelaksanaan tugas Komando Sektor, disesuaikan dengan kebutuhan
pelaksanaan operasi penanggulangan, pencegahan, dan pemulihan ekosistem DAS
Citarum, serta penindakan hukum;
8. memerintahkan Komando Sektor untuk melaksanakan operasi penanggulangan
pencemaran dan kerusakan DAS Citarum di lokus yang ditentukan oleh Satgas; dan
9. melakukan kegiatan pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum sesuai
dengan tugas dan kewenangan Satgas apabila rencana aksi belum ditetapkan.

Dalam pelaksanaan tugas Satgas dan kewenangan Satgas, pelaksanaan operasi


penanggulangan pencemaran dan kerusakan DAS Citarum dilakukan dengan cara:

1. sosialisasi dan edukasi dengan memberikan informasi peringatan dampak


pencemaran dan kerusakan DAS Citarum kepada masyarakat;
2. penanganan limbah dan pemulihan ekosistem;
II-2
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

3. mengoordinasikan relokasi masyarakat terdampak di DAS Citarum;


4. melakukan koordinasi dalam pemutakhiran data dan informasi yang dibutuhkan
sebagai upaya penanggulangan pencemaran dan kerusakan DAS Citarum dengan
institusi terkait;
5. melakukan inovasi dalam penanggulangan pencemaran dan kerusakan DAS Citarum
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
6. pemberdayaan masyarakat; dan
7. pencegahan dan penindakan hukum.

Evaluasi hasil pelaksanaan tugas Satgas dilakukan oleh Pengarah paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 3 (tiga) bulan. Tim DAS Citarum melaporkan hasil evaluasi pelaksanaan tugas kepada
Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan dan sewaktu-waktu diperlukan.

3.1.2 Tinjauan Kebijakan Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS
Citarum Provinsi Jawa Barat

Mengacu Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 37 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum Tahun 2019-2025, Visi
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum adalah Daerah Aliran Sungai Citarum
yang bersih, sehat, produktif, bermanfaat secara berkelanjutan, dikelola secara kolaboratif
dan menjadi harapan kesejahteraan seluruh masyarakat di sekitarnya. Visi tersebut dicapai
melalui 3 (tiga) Misi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum sebagai berikut:

1. Mengembalikan kondisi DAS Citarum yang bersih dan bermanfaat;


2. Mempertahankan fungsi DAS Citarum sebagai daerah konservasi sekaligus sumber
penghidupan untuk masyarakat; dan
3. Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan di daerah aliran sungai.

Tujuan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas air menuju klasifikasi mutu air kelas II;
2. Meningkatkan kondisi daerah aliran sungai yang bebas limbah dan sampah, produktif
untuk aktivitas prasarana/sarana rekreasi air/pariwisata, serta aktivitas perekonomian
lainnya yang ramah lingkungan; dan

II-3
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

3. Meningkatkan kondisi daerah aliran sungai yang berketahanan terhadap bencana dan
dampak perubahan iklim.

Sasaran dari Revisi Rencana Aksi PPK DAS Citarum, sebagai berikut:

1. Meningkatnya pengelolaan kondisi tata air dan kondisi lahan yang produktif sesuai
daya dukung lingkungan DAS;
2. Meningkatnya pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air;
3. Meningkatnya pengendalian kerusakan lingkungan dan penurunan risiko bencana;
4. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya air untuk penyediaan air baku dan
prasarana/sarana rekreasi air;
5. Meningkatnya pelibatan masyarakat dan pelaku usaha dalam pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan; dan
6. Meningkatnya keseimbangan antara upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Strategi yang dilakukan berdasarkan arah kebijakan Renaksi PPK DAS Citarum adalah sebagai
berikut:

1. Meningkatkan ketersediaan pranata pencegahan pencemaran, melalui penetapan


daya tampung beban pencemaran dan mutu air sasaran, serta pengendalian
pemanfaatan ruang;
2. Menurunkan beban pencemaran, melalui pengelolaan limbah domestik, limbah
industri, limbah peternakan, limbah perikanan, dan persampahan;
3. Menurunkan risiko bencana, melalui penanganan lahan kritis, pengelolaan sumber
daya air, serta pemanfaatan untuk pariwisata dan penyediaan air baku;
4. Melakukan pembinaan penerapan teknologi bersih melalui edukasi, sosialialisasi dan
pelibatan masyarakat, serta meningkatkan riset dan pengembangan;
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui pengentasan kemiskinan,
peningkatan lapangan kerja, dan peningkatan perekonomian masyarakat;
6. Meningkatkan informasi peringatan pencemaran dan kerusakan kepada masyarakat;
7. Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum serta penertiban pemanfaatan
ruang; dan
8. Melaksanakan rehabilitasi dan restorasi.

II-4
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Tabel 3. 1 Target Capaian Ultimate Goal Tahun 2021-2030

No. Arahan Kebijakan Strategi Program


1 Pencegahan Pencemaran 1. Meningkatkan ketersediaan pranata 1. Penanganan Lahan
DAS dan/atau Kerusakan pencegahan pencemaran, melalui penetapan Kritis;
DAS daya tampung beban pencemaran dan mutu 2. Penanganan Air
air sasaran, serta pengendalian pemanfaatan Limbah Domestik;
ruang; 3. Pengelolaan
2. Menurunkan beban pencemaran, melalui Sampah;
pengelolaan limbah domestik, limbah 4. Penanganan Limbah
industri, limbah peternakan, limbah Industri;
perikanan, dan persampahan; 5. Penanganan Limbah
3. Menurunkan risiko bencana, melalui Peternakan;
penanganan lahan kritis, pengelolaan sumber 6. Penanganan
daya air, serta pemanfaatan untuk pariwisata Keramba Jaring
dan penyediaan air baku; Apung;
4. Melakukan pembinaan penerapan teknologi 7. Pengelolaan Sumber
bersih melalui edukasi, sosialialisasi dan Daya Air dan
pelibatan masyarakat, serta meningkatkan Pariwisata;
riset dan pengembangan; 8. Pengendalian
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Pemanfaatan Ruang;
melalui pengentasan kemiskinan, 9. Penegakan Hukum;
peningkatan lapangan kerja, dan peningkatan 10. Edukasi dan
perekonomian masyarakat; Pemberdayaan
2 Penanggulangan 6. Meningkatkan informasi peringatan Masyarakat;
Pencemaran DAS pencemaran dan kerusakan kepada 11. Riset dan
dan/atau Kerusakan DAS masyarakat; Pengembangan;
7. Meningkatkan pengawasan dan penegakan 12. Pengelolaan Data,
hukum serta penertiban pemanfaatan ruang; Informasi dan
3 Pemulihan Fungsi DAS 8. Melaksanakan rehabilitasi dan restorasi. Hubungan
Masyarakat.
Sumber: Renaksi DAS Jawa Barat Tahun 2021-2025

Pada tahun 2019, capaian Program Pengelolaan Sampah, Penanganan Keramba Jaring Apung,
dan Pengelolaan Sumber Daya Air tidak mencapai target karena keterbatasan alokasi
anggaran dibandingkan terhadap alokasi pada Rencana Aksi. Sedangkan pada tahun 2020,
capaian Program Penanganan Air Limbah Domestik, Pengelolaan Sampah, Penataan Keramba
Jaring Apung, Edukasi dan Pemantauan Kualitas Air, juga tidak mencapai target akibat
terjadinya refocusing dan realokasi untuk pandemi COVID-19. Adapun pada tahun 2020,
terdapat pengurangan jumlah kegiatan, output dan lokasi pada seluruh program penanganan
akibat realokasi dan refocusing anggaran tahun 2020. Dari hasil evaluasi, kegiatan yang
dilaksanakan pada tahun 2020 pada umumnya berskala kecil dengan lokasi kegiatan tersebar
(scattered). Secara umum teridentifikasi bahwa Renaksi PPK DAS Citarum belum menjadi
acuan pelaksanaan kegiatan dan penentuan lokasi kegiatan (Renaksi DAS Jawa Barat Tahun
2021-2025).

II-5
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, arah kebijakan dan strategi, dan dalam rangka
pencapaian Ultimate Goal, penanganan difokuskan pada 12 program sebagai berikut:

1. Penanganan Lahan Kritis;


2. Penanganan Air Limbah Domestik;
3. Pengelolaan Sampah;
4. Penanganan Limbah Industri;
5. Penanganan Limbah Peternakan;
6. Penanganan Keramba Jaring Apung;
7. Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pariwisata;
8. Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
9. Penegakan Hukum;
10. Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat;
11. Riset dan Pengembangan; dan
12. Pengelolaan Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat.

Arahan program disusun berdasarkan permasalahan yang harus ditangani pada masing-
masing program. Arahan Program Renaksi PPK DAS Citarum disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3. 2 Arahan Program Renaksi PPK DAS Citarum


No. Program Arahan Program
1 Penanganan Lahan Kritis 1. Merehabilitasi hutan dan lahan di dalam kawasan dan di
luar kawasan hutan negara;
2. Menerapkan teknik pertanian dan perkebunan sesuai
kaidah konservasi lingkungan;
3. Melakukan pembinaan dan pendekatan sosial kepada
masyarakat untuk penanganan lahan kritis; dan
4. Mencegah kerusakan hutan dari kebakaran dan
perambahan hutan.
2 Penanganan Air Limbah Domestik 1. Mempersiapkan pemenuhan readiness criteria
pembangunan IPAL domestik;
2. Membangun infrastruktur sistem pengelolaan air limbah
domestik; dan
3. Melakukan sosialisasi dan pembinaan teknis untuk
masyarakat.
3 Pengelolaan Sampah 1. Mempersiapkan pemenuhan readiness criteria
pembangunan sarana pengelolaan sampah;
2. Membangun Infrastruktur Sistem Pengelolaan Sampah;
3. Meningkatkan penyediaan sarana prasarana pengelolaan
sampah; dan
4. Meningkatkan tata kelola persampahan.
4 Penanganan Limbah Industri 1. Meningkatkan upaya pendataan dan inventarisasi
industri, serta pemetaan sumber pencemar industri;

II-6
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No. Program Arahan Program


2. Membangun IPAL Terpadu untuk Industri Kecil
Menengah; dan
3. Meningkatkan upaya pembinaan dan sosialisasi teknologi
bersih dan pengendalian pencemaran industri, serta
pengelolaan B3 dan Limbah B3.
5 Penanganan Limbah Peternakan 1. Menyiapkan dan membangun kandang komunal dan unit
pengolahan limbah ternak;
2. Meningkatkan pemanfaatan limbah ternak menjadi
biogas dan pupuk;
3. Meningkatkan pemutakhiran dan pengembangan data
pengelolaan limbah ternak; dan
4. Meningkatkan sosialisasi dan pendampingan masyarakat.
6 Penanganan Keramba Jaring Apung 1. Melakukan penataan KJA tidak berizin;
2. Menerapkan pengelolaan KJA ramah lingkungan untuk
KJA yang dipertahankan sesuai daya dukung waduk; dan
3. Melakukan penyiapan pranata, sarana dan prasarana,
serta pembinaan alih fungsi usaha.
7 Pengelolaan Sumber Daya Air 1. Meningkatkan upaya pengendalian banjir di daerah-
daerah rawan banjir;
2. Meningkatkan upaya mitigasi bencana di daerah rawan
banjir dan longsor;
3. Meningkatkan upaya konservasi air tanah;
4. Meningkatkan penyediaan air baku; dan
5. Mengembangkan destinasi wisata berbasis air.
8 Pengendalian Pemanfaatan Ruang 1. Menyiapkan data ketidaksesuaian pemanfaatan ruang;
2. Menyiapkan instrumen kebijakan pengendalian
pemanfaatan ruang; dan
3. Memberikan rekomendasi pengendalian pemanfaatan
ruang.
9 Penegakan Hukum 1. Meningkatkan upaya penegakan hukum pidana dan
perdata untuk pelaku usaha/kegiatan yang melakukan
pelanggaran;
2. Meningkatkan upaya penegakan hukum administrasi
melalui pengelolaan pengaduan, pengembangan data dan
informasi, serta pembinaan dan penguatan kapasitas
pengawasan; dan
3. Meningkatkan upaya pengawasan terhadap
usaha/kegiatan.
10 Edukasi dan Pemberdayaan 1. Meningkatkan peran serta institusi pendidikan dalam
Masyarakat pengelolaan DAS Citarum;
2. Meningkatkan pelibatan masyarakat, termasuk akademisi
dan pengusaha, dalam pengelolaan DAS Citarum; dan
3. Meningkatkan fungsi dan peran pemerintah desa dan
pemberdayaan masyarakat desa dalam pengelolaan DAS
Citarum.
11 Riset dan Pengembangan 1. Meningkatkan upaya pemanfaatan hasil-hasil
kelitbangan;
2. Meningkatkan upaya penerapan hasil-hasil kelitbangan;
dan
3. Meningkatkan diseminasi hasil-hasil kelitbangan.
12 Pengelolaan Data, Informasi dan 1. Meningkatkan pengelolaan Command Center sebagai
Hubungan Masyarakat pusat layanan data, monitoring dan evaluasi;
2. Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana
pemantauan kualitas air yang terintegrasi;

II-7
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No. Program Arahan Program


3. Meningkatkan skala kampanye, publikasi dan
pengelolaan hubungan masyarakat hingga tingkat
nasional dan internasional.
Sumber: Renaksi DAS Citarum Provinsi Jawa Barat Tahun 2021-2025

3.2 Arahan Kebijakan Penataan Ruang

Dilakukan tinjauan terhadap arahan kebijakan penataan ruang terkait DAS Citarum. Adapun
Arahan kebijakan penataan ruang yang berupa Rencana Tata Ruang (RTR) yang ditinjau yaitu
meliputi:

1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN);


2. Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung;
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Barat;
4. Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara, Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW);
5. Kabupaten Bandung, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat;
6. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut;
7. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumedang;

8. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cimahi;


9. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) bagian Wilayah Perencanaan Bojongsoang;
10. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) bagian Wilayah Perencanaan Kawasan Terpadu
Tegalluar; dan
11. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Bandung.

3.2.1 Tinjauan Kebijakan RTRWN

Mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kebijakan
penataan ruang yang harus dipertimbangkan dan terkait dengan pengembangan Wilayah
Sungai (WS) Citarum meliputi pengembangan:

1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Khusus
di WS Citarum sesuai Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

II-8
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Nasional ditetapkan Kawasan Perkotaan Bandung Raya sebagai PKN. Adapun


fungsinya sebagai PKN antara lain:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama
kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi;
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama
transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi; dan/ atau
d. kawasan perkotaan yang berada di pesisir yang berfungsi atau berpotensi
sebagai pelabuhan hub internasional dan pintu gerbang ekspor hasil kegiatan
kelautan dan perikanan.
2. Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang merupakan wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap
kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Khusus di WS Citarum sesuai Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional ditetapkan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Kawasan
strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan
kriteria:
a. merupalan warisan budaya dunia;
b. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan cagar budaya beserta adat
istiadatnya atau budaya, serta nilai kemasyarakatan; dan/ atau
c. merupalan tempat peningkatan kualitas warisan budaya.
3. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Khusus di WS
Citarum sesuai Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
ditetapkan Cikampek-Cikopo sebagai PKW. PKW ditetapkan dengan kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua
kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN;

II-9
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan


industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten;
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul
transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau
d. kawasan perkotaan yang berada di pesisir yang berfungsi atau berpotensi
mendukung ekonomi kelautan nasional.
4. WS Citarum sesuai Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional ditetapkan sebagai wilayah sungai strategis nasional. Mengacu Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
04/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, kriteria penetapan
wilayah sungai strategis nasional harus memenuhi parameter sebagai berikut:
a. potensi sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan lebih besar
atau sama dengan 20% (dua puluh persen) dari potensi sumber daya air pada
provinsi;
b. banyaknya sektor dan jumlah penduduk dalam wilayah sungai yang
bersangkutan:
1) jumlah sektor yang terkait dengan sumber daya air pada wilayah sungai
paling sedikit 16 (enam belas) sektor; dan
2) jumlah penduduk dalam wilayah sungai paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah penduduk pada provinsi.

3.2.2 Tinjauan Kebijakan RTR Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung

DAS Citarum ditinjau dari Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung diatur dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Cekungan Bandung termasuk dalam kawasan strategis nasional dari sudut
kepentingan ekonomi yang terdiri atas Kawasan Perkotaan Inti dan Kawasan Perkotaan di
Sekitarnya yang membentuk Kawasan Metropolitan. Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung berfungsi sebagai pedoman untuk:

1. penyusunan rencana pembangunan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung;


2. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung;

II-10
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

3. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan


antarwilayah kabupaten/ kota, serta keserasian antar sektor di Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung;
4. penetapan lokasi dan fungsi Ruang untuk investasi di Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung;
5. Penataan Ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung;
6. pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung; perwujudan keterpaduan
rencana pengembangan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung dengan kawasan
sekitarnya;
7. perwujudan pengembangan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung sesuai dengan
daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan
8. pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan di Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung.

Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung bertujuan untuk mewujudkan


Kawasan Perkotaan yang berkelas dunia sebagai pusat kebudayaan, pusat pariwisata, serta
pusat kegiatan jasa dan ekonomi kreatif nasional, yang berbasis pendidikan tinggi dan industri
berteknologi tinggi yang berdaya saing dan ramah lingkungan. Kebijakan penataan ruang
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung meliputi:

1. pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan yang berkelas dunia


sebagai salah satu pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien melalui
keterpaduan sistem pusat kegiatan yang didukung dengan sistem jaringan
infrastruktur yang handal;
2. pengembangan dan peningkatan fungsi utama masing-masing pusat kegiatan di
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung;
3. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
telekomunikasi, energi, sumber daya air, serta prasarana dan sarana Kawasan
Perkotaan Cekungan Bandung yang handal, merata, dan terpadu;
4. perwujudan pengembangan kawasan yang terpadu antara daya dukung lingkungan,
pengembangan ekonomi, dan sosial budaya; dan

II-11
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5. penetapan dan peningkatan kawasan konservasi air dan tanah untuk


mempertahankan kualitas dan kuantitas air tanah dan air permukaan, serta
penanggulangan banjir.

Strategi pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan yang berkelas dunia
sebagai salah satu pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien melalui
keterpaduan sistem pusat kegiatan yang didukung dengan sistem jaringan infrastruktur yang
handal terdiri atas:

1. menetapkan Kawasan Perkotaan Inti sebagai pusat kegiatan utama kawasan dan
Kawasan Perkotaan di Sekitarnya sebagai pusat pendukung yang memiliki fungsi
khusus, berhierarki, dan interdependen;
2. mengembangkan pusat Kawasan Perkotaan di Sekitarnya yang dihubungkan dengan
sistem jaringan prasarana transportasi dan sistem angkutan massal;
3. meningkatkan keterkaitan antara Kawasan Perkotaan Inti dan Kawasan Perkotaan di
Sekitarnya melalui keterpaduan sistem transportasi dan sistem prasarana lainnya;
4. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan transportasi perkotaan
yang seimbang dan terpadu untuk menjamin aksesibilitas yang tinggi antara Kawasan
Perkotaan Inti dengan Kawasan Perkotaan di Sekitarnya serta distribusi kegiatan
industri;
5. memantapkan keterkaitan fungsional antar pusat kegiatan; dan
6. mengembangkan jaringan jalan yang mendukung transportasi massal dengan tetap
memperhatikan pelestarian lingkungan dan Kawasan Hutan.

Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi utama masing-masing pusat kegiatan di


Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung terdiri atas:

1. menetapkan Kawasan Perkotaan Inti sebagai pusat aktivitas utama kawasan dan
Kawasan Perkotaan di Sekitarnya sebagai pusat pendukung yang memiliki fungsi
khusus, berhierarki, dan interdependen;
2. mengembangkan kawasan permukiman kepadatan tinggi di Kawasan Perkotaan di
Sekitarnya dengan berbasis pada pelestarian, daya dukung, dan daya tampung
lingkungan;
3. mengembangkan industri kreatif dan industri berbasis teknologi tinggi yang ramah
lingkungan serta membatasi pengembangan industri di Kawasan Perkotaan Inti;
II-12
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

4. mengembangkan permukiman secara vertikal untuk menunjang fungsi kegiatan di


Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung di zona dengan intensitas kegiatan tinggi dan
sedang;
5. meningkatkan keterkaitan antarkawasan dan antar pusat kegiatan di Kawasan
Perkotaan Inti dan Kawasan Perkotaan di Sekitarnya melalui keterpaduan sistem
transportasi dan sistem prasarana lainnya;
6. mengembangkan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung bagian utara dan Kawasan
Perkotaan Cekungan Bandung bagian selatan secara terbatas dengan memperhatikan
daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk mendukung kegiatan permukiman,
pertanian, pariwisata, dan konservasi;
7. meningkatkan koordinasi lintas wilayah dalam rangka pelaksanaan pembangunan
kawasan; h. melakukan pemantauan keseimbangan daya dukung dan daya tampung
lingkungan secara berkala melalui kerja sama antardaerah;
8. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan air minum, air limbah, drainase, dan
persampahan; mengendalikan kerusakan lingkungan dengan cara memantau secara
berkala;
9. mengembangkan sistem pengendalian banjir dan menjamin ketersediaan air baku
permukaan tanah;
10. mempertahankan dan meningkatkan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
luasan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung; dan
11. mengembalikan fungsi serta mencegah alih fungsi situ dan waduk.

Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,


telekomunikasi, energi, sumber daya air, serta sarana dan prasarana Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung yang handal, merata dan terpadu terdiri atas:

1. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan transportasi perkotaan yang


seimbang dan terpadu untuk menjamin aksesibilitas yang tinggi antara Kawasan
Perkotaan Inti dengan Kawasan Perkotaan di Sekitarnya;
2. mengembangkan transportasi massal yang terintegrasi dengan moda transportasi
lainnya;
3. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan energi listrik untuk
memenuhi kebutuhan Masyarakat di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung;

II-13
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

4. meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya air melalui upaya konservasi dan
pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air;
5. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan telekomunikasi yang
mencapai seluruh pusat kegiatan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung; dan
6. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan air minum, air limbah, drainase, dan
persampahan secara terpadu antarkawasan di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
dilaksanakan melalui kemitraan antara pemerintah dan Masyarakat serta kerja sama
antar daerah.

Strategi perwujudan pengembangan kawasan yang terpadu antara daya dukung lingkungan,
pengembangan ekonomi, dan sosial budaya terdiri atas:

1. mengembangkan Kawasan Perkotaan dan kawasan perdesaan secara terintegrasi


dengan fungsi utamanya masing-masing dalam lingkup wilayahnya;
2. mengembangkan kegiatan ekowisata dan wisata budaya sebagai salah satu jenis
kegiatan ekonomi berbasis pariwisata;
3. mengembangkan kegiatan industri yang berbasis inovasi, berteknologi tinggi, dan
ramah lingkungan; dan
4. mempertahankan dan merehabilitasi lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk
menjaga keseimbangan fungsi daya dukung lingkungan.

Strategi penetapan dan peningkatan kawasan konservasi air dan tanah untuk
mempertahankan kualitas dan kuantitas air tanah dan air permukaan, serta penanggulangan
banjir terdiri atas:

1. mengendalikan pengembangan permukiman serta perdagangan dan jasa di kawasan


konservasi air tanah;
2. mengendalikan pengembangan kegiatan skala besar dan industri yang mencemari
lingkungan dan memanfaatkan air tanah;
3. mengembangkan sistem pemantauan terus-menerus untuk kuantitas dan kualitas
sungai, situ, air tanah, waduk, dan kolam retensi;
4. mengendalikan perkembangan fisik kawasan dengan daya dukung lingkungan rendah
khususnya di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung bagian utara dan Kawasan
Perkotaan Cekungan Bandung bagian selatan;

II-14
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5. mempertahankan fungsi Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung bagian utara dan


Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung bagian selatan sebagai daerah tangkapan air,
peresap, dan pengalir air bagi daerah bawahannya, dan melakukan pemulihan
kerusakan dan pencemaran lingkungan yang sudah terjadi;
6. mengembangkan dan meningkatkan pengelolaan prasarana sumber daya air untuk
mendukung kegiatan permukiman, perekonomian, dan sistem pengendalian banjir,
serta menjamin ketersediaan air baku dari sumber air permukaan;
7. menetapkan dan memantapkan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung;
8. mengembangkan dan menerapkan rekayasa teknik yang berkaitan dengan fungsi
hidrologis untuk mengurangi bencana banjir dan longsor;
9. mengembalikan fungsi situ dan mencegah alih fungsi situ serta menambah jumlah
waduk, bendungan dan/atau kolam retensi sebagai cadangan air baku dan sarana
pencegah banjir;
10. meningkatkan kerja sama antardaerah dalam pengelolaan sumber daya air untuk
menjamin ketersediaan air baku dan pengendalian banjir;
11. mengendalikan kegiatan yang mengganggu fungsi Kawasan Lindung dengan
melibatkan Masyarakat dalam memelihara Kawasan Lindung; dan
12. melakukan reboisasi dan pemulihan kawasan yang kritis guna memelihara fungsi
konservasi air dan tanah.

Arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung, meliputi:

1. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan prasarana lalu lintas air,
kegiatan pembangunan prasarana pengambilan dan pembuangan air, serta kegiatan
pengamanan sungai;
2. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud dalam huruf a yang tidak mengganggu fungsi konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, dan fungsi sistem
jaringan sumber daya air; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu fungsi:

II-15
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

a. sungai, situ, waduk, dan CAT sebagai sumber air; dan


b. jaringan irigasi dan sistem pengendalian banjir sebagai prasarana sumber daya
air.

Arahan peraturan zonasi untuk Zona L2 yang merupakan kawasan perlindungan setempat
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, meliputi:

1. arahan peraturan zonasi untuk sempadan sungai meliputi:


a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan sempadan sungai
untuk RTH, pemasangan bentangan jaringan transmisi tenaga listrik, kabel
telepon, pipa air minum, pembangunan prasarana lalu lintas air, bangunan
pengambilan dan pembuangan air, bangunan penunjang sistem prasarana kota,
kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta pendirian bangunan
untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan budi daya pertanian
dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah dan
kegiatan selain yang tidak mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan
perlindungan setempat antara lain kegiatan pemasangan reklame dan papan
pengumuman, pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk bangunan
penunjang kegiatan transportasi sungai, kegiatan rekreasi air, serta jalan inspeksi
dan bangunan pengawas ketinggian air sungai;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah bentang
alam, kegiatan yang mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi
dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna, kelestarian fungsi lingkungan hidup,
kegiatan pemanfaatan hasil tegakan, kegiatan yang menghalangi dan/atau
menutup ruang dan jalur evakuasi bencana, kegiatan pembuangan sampah dan
limbah, dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai
kawasan perlindungan setempat; dan
d. ketentuan penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi jalan inspeksi dan
bangunan pengawas ketinggian air sungai.
2. arahan peraturan zonasi untuk kawasan sekitar waduk, situ, dan kolam retensi
meliputi:

II-16
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pengelolaan badan air dan/atau


pemanfaatan air serta RTH;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain yang tidak
mengganggu fungsi kawasan sekitar waduk, situ, atau kolam retensi sebagai
kawasan perlindungan setempat antara lain kegiatan pendirian bangunan yang
dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi air, jalan inspeksi,
bangunan pengawas ketinggian air waduk, situ, atau kolam retensi, dan bangunan
pengolahan air baku;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah bentang
alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian
flora dan fauna, kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kegiatan pemanfaatan
hasil tegakan, serta kegiatan yang mengganggu dan/ atau merusak kelestarian
fungsi kawasan sekitar waduk sebagai kawasan perlindungan setempat; dan
d. ketentuan penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi jalan inspeksi dan
akses publik.
3.2.3 Tinjauan Kebijakan RTRW Provinsi Jawa Barat

Mengacu pada Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029. Pada pasal 4 tujuan penataan ruang
RTRW Provinsi Jawa Barat yaitu mewujudkan tata ruang wilayah yang efisien, berkelanjutan
dan berdayasaing menuju Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia. Sasaran penataan ruang
di RTRW Provinsi Jawa Barat adalah:

1. tercapainya ruang untuk kawasan lindung seluas 45% dari wilayah Jawa Barat dan
tersedianya ruang untuk ketahanan pangan;
2. terwujudnya ruang investasi melalui dukungan infrastruktur strategis;

3. terwujudnya ruang untuk kawasan perkotaan dan perdesaan dalam sistem wilayah
yang terintegrasi; dan
4. terlaksananya prinsip mitigasi bencana dalam penataan ruang.

Mengacu pada Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029 pada Pasal 21 ayat (2) terkait dengan
Rencana pengembangan infrastruktur sumber daya air dan irigasi berbasis Daerah Aliran
Sungai (DAS) meliputi:

II-17
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

1. pengembangan waduk/bendungan, situ, dan embung dalam rangka konservasi dan


pendayagunaan sumberdaya air;
2. Pengembangan prasarana pengendali daya rusak air;
3. Pengembangan jaringan irigasi; dan
4. Rehabilitasi kawasan hutan dan lahan kritis di hulu DAS kritis dan sangat kritis.

Terkait dengan rencana pengembangan infrastruktur wilayah di daerah pada pasal 19 ayat (1)
dan ayat (2) diantaranya terdapat pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi
berbasis DAS (Daerah Aliran Sungai) dengan melalui penyediaan infrastruktur sumberdaya air
dan irigasi yang handal berbasis DAS untuk mendukung upaya konservasi dan pendayagunaan
sumberdaya air serta pengendalian daya rusak air, yang dimana salah satu sungai yang
termasuk dalam pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi yaitu Wilayah Sungai
(WS) Citarum.

Rencana pengembangan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi berbasis DAS dalam
Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029, terdiri atas:

1. pengembangan waduk/bendungan, situ, dan embung dalam rangka konservasi dan


pendayagunaan sumberdaya air;
2. pengembangan prasarana pengendali daya rusak air;
3. pengembangan jaringan irigasi; dan
4. rehabilitasi kawasan hutan dan lahan kritis di hulu DAS kritis dan sangat kritis.

Berdasarkan pasal 63 dalam Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 22 tahun 2010 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029, arahan pengendalian
pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui penetapan:

1. Arahan peraturan zonasi sistem provinsi


a. Arahan zonasi untuk kawasan sempadan sungai dan kawasan sekitar waduk
dan danau/situ, ditetapkan dengan memperhatikan:
1) Penetapan lebar sempadan sungai, waduk/situ sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
2) pemanfaatan ruang untuk RTH;

II-18
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

3) ketentuan perizinan bangunan hanya untuk pengelolaan badan air atau


pemanfaatan air;
4) ketentuan tanah timbul sebagai lahan milik negara dan merupakan
lahan bebas, diperuntukkan bagi perluasan kawasan lindung;
5) ketentuan pelarangan membuang secara langsung limbah padat,
limbah cair, limbah gas dan limbah B3;
6) ketentuan pengendalian budidaya perikanan air tawar sesuai
dayadukung dan dayatampung sungai dan waduk/situ; dan
7) ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat
mengganggu kelestarian sumberdaya air, keseimbangan fungsi
lindung, kelestarian flora dan fauna, serta pemanfaatan hasil tegakan.
2. Arahan Perizinan
a. Arahan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola
ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini;
b. Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat Pemerintah Daerah yang
berwenang;
c. Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Setiap pejabat Pemerintah Daerah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang;
e. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak
melalui prosedur yang benar batal demi hukum;
f. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan RTRW, dibatalkan oleh Pemerintah
Daerah;
g. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin dapat dimintakan
penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin;
h. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan RTRW
dapat dibatalkan oleh Pemerintah Daerah dengan memberikan ganti kerugian
yang layak;

II-19
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

i. Arahan perizinan sebagai alat pengendali pemanfaatan ruang meliputi:


1) Izin yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan; dan
2) Rekomendasi terhadap izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota pada KSP.
j. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak ditetapkan dengan Peraturan Gubernur sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Arahan Pemberian Insentif dan Disinsentif; dan
4. Arahan Sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola
ruang;
b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi sistem provinsi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRWP;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRWP;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP;
f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.

Tabel 3. 3 Pemberian Insentif dan Disinsentif


No Pemerintah Insentif Disinsentif
1 Pemerintah Provinsi 1. kompensasi; 1. penyediaan infrastruktur secara
kepada Pemerintah 2. kerjasama pendanaan; terbatas;
Kabupaten/Kota 3. dukungan program serta 2. pengenaan kompensasi;
kegiatan pembangunan, dan/atau
4. penyediaan infrastruktur; 3. pembatalan insentif.
5. penghargaan;
6. Untuk mewujudkan 45%
kawasan lindung, Pemerintah
Daerah dapat memberikan
bantuan keuangan dan/atau
jasa lingkungan kepada
kabupaten/kota dengan

II-20
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No Pemerintah Insentif Disinsentif


pertimbangan proporsi luas
kawasan lindung dan apresiasi
terhadap upaya perwujudan
program pencapaian luas
kawasan lindung di
wilayahnya; dan
7. Dalam rangka pengelolaan
kawasan lindung berbasis DAS
dan pemanfaatan sumberdaya
air, Pemerintah Daerah
memfasilitasi pengaturan
insentif dan pembagian peran
dalam pembiayaan (role
sharing) antar kabupaten/kota
yang secara geografis terletak
di daerah hulu dan hilir DAS,
yang ditetapkan melalui pola
kerjasama antardaerah.
2 Pemerintah Provinsi 1. keringanan retribusi Daerah; 1. penyediaan infrastruktur secara
kepada Dunia Usaha 2. kompensasi; terbatas;
dan masyarakat 3. kerjasama pendanaan; 2. pengenaan kompensasi;
4. penyediaan infrastruktur; 3. pembatalan insentif;
5. kemudahan prosedur 4. rekomendasi pencabutan izin;
perizinan; dan/atau
6. penghargaan; 5. sanksi administratif.
7. Untuk mewujudkan kawasan
pertanian pangan
berkelanjutan, Pemerintah
Daerah dapat memberikan
insentif kepada masyarakat
petani:
a. keringanan retribusi
Daerah;
b. kompensasi biaya sosial
petani;
c. pengembangan
infrastruktur pertanian;
d. pembiayaan penelitian
serta pengembangan
benih dan varietas unggul;
e. penyediaan sarana dan
prasarana produksi
pertanian; dan
f. penghargaan
3 Pemerintah Provinsi Dalam rangka pengelolaan
kawasan lindung berbasis DAS dan
pemanfaatan sumberdaya air,
Pemerintah Daerah meningkatkan
upaya untuk memperoleh insentif
dan pembagian peran dalam
pembiayaan (role sharing) dari
provinsi yang berbatasan.
Sumber: Perda Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029

II-21
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

3.2.4 Tinjauan Kebijakan Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara

Mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat. Tujuan
pedoman pengendalian KBU yaitu untuk:

1. mewujudkan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora dan fauna;
2. meningkatkan pengendalian dan penertiban ruang di KBU untuk menjamin
pembangunan yang berkelanjutan; dan
3. mewujudkan kepastian hukum dalam pengendalian di KBU.

Sasaran pedoman pengendalian KBU dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2
Tahun 2016 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan
Strategis Provinsi Jawa Barat, yaitu:

1. perkuatan peran, fungsi dan tanggung jawab Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara terpadu dalam pengendalian di KBU;
2. terwujudnya penataan, perlindungan, dan keberlangsungan fungsi konservasi air,
tanah, flora, dan fauna di KBU, serta memulihkan daur karbon dan iklim mikro;
3. terwujudnya fungsi hidroorologis KBU sebagai daerah tangkapan air, peresap, dan
pengalir air bagi daerah bawahannya; dan
4. terkendalinya perubahan bentang alam di KBU.

Batas kawasan KBU ditetapkan berdasarkan ekosistem kawasan dan wilayah administratif.
Batas ekosistem kawasan merupakan dasar dalam menilai cakupan dampak kegiatan dan
keterkaitan fungsi-fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup di KBU. Berdasarkan batas
ekosistem kawasan KBU meliputi, sebagian wilayah Daerah Kabupaten Bandung, Daerah Kota
Bandung, Daerah Kota Cimahi, dan Daerah Kabupaten Bandung Barat dengan batas di sebelah
Utara dan Timur dibatasi oleh punggung topografi yang menghubungkan puncak Gunung
Burangrang, Gunung Masigit, Gunung Gedongan, Gunung Sunda, Gunung Tangkuban Parahu
dan Gunung Manglayang, sedangkan di sebelah Barat dan Selatan dibatasi oleh garis kontur
750 (tujuh ratus lima puluh) meter di atas permukaan laut (mdpl) yang secara geografis
terletak antara 107º 27’ 30” - 107 º 46’ 15” Bujur Timur, 6º 44’ 31”- 6º 55’ 43” Lintang Selatan.

II-22
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Kebijakan pengendalian KBU dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun
2016 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis
Provinsi Jawa Barat, diarahkan pada:

1. pengendalian dan pembatasan pembangunan guna mempertahankan fungsi


hidroorologis pada lahan dengan kondisi normal dan baik, serta memiliki keterbatasan
luas;
2. pencegahan peningkatan kekritisan fungsi hidroorologis pada lahan dengan kondisi
mulai kritis dan agak kritis;
3. pemulihan dan penanggulangan pada lahan dengan kondisi fungsi hidroorologis kritis
dan sangat kritis; dan
4. penetapan arahan pola ruang, arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif, penertiban, dan pengenaan sanksi.

Berbagai aktivitas mulai berkembang di kawasan ini, mulai dari rumah tinggal atau vila,
kemudian muncul resort, perumahan, permukiman, hingga apartemen, berbagai tempat
wisata, serta hotel dan penginapan. Selain itu, telah dibangun pula berbagai tempat
pendidikan dan latihan, serta perkantoran. Pertumbuhan kawasan terbangun di KBU yang
cepat dan kurang terkendali, mengakibatkan penurunan daya dukung KBU sebagai kawasan
resapan air bagi daerah bawahannya. Berbagai dampak negatif lingkungan mulai dirasakan,
seperti longsor, meningkatnya limpasan air, berkurangnya daerah resapan, hilangnya
beberapa mata air, berkurangnya debit mata air, hingga berkurangnya kesejukan udaranya.
Terdapat beberapa sub DAS di KBU seperti sub DAS Cikapundung, Cimahi, Citarik Hulu,
Cigugur, Cibeureum, Citepus dan beberapa anak sungai lainnya yang bermuara di Sungai
Citarum. Hal tersebut menimbulkan dampak lain seperti terjadinya gangguan pada cadangan
dan konservasi air. Oleh karena itu, perlu upaya pengendalian yang ketat dan tepat terhadap
pembangunan di KBU dalam rangka mengembalikan kondisi fungsi hidroorologis terutama
pada lahan dengan kondisi sangat kritis. Arahan pola ruang KBU menjadi pedoman untuk
mensinergikan rencana pemanfaatan ruang di Daerah Kabupaten/Kota yang wilayahnya
berada di KBU guna meningkatkan fungsi lindung dan upaya pemulihan daya dukung
lingkungan di KBU. Arahan pola ruang terdiri dari arahan pola ruang kawasan lindung dan
arahan pola ruang kawasan budidaya. Pemanfaatan ruang kawasan lindung di KBU, dilakukan
sebagai berikut:

II-23
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

1. mempertahankan fungsi kawasan lindung dan/atau memperluas kawasan lindung


yang ada;
2. wilayah-wilayah yang layak dan potensial dikembangkan untuk kegiatan budidaya
dapat diarahkan untuk budidaya pertanian, budidaya perkebunan, budidaya
kehutanan, dan budidaya wisata bernuansa lingkungan dengan tetap
mempertahankan fungsi lindung;
3. melakukan perlindungan tebing-tebing/bantaran sungai yang potensial terhadap erosi
dan longsor, dengan penanaman tanaman keras dan/atau struktur teknis;
4. melakukan perlindungan sumber air dan mata air dengan penanaman tanaman keras
dan upaya teknis lain sepanjang tidak mengganggu fungsi lindung;
5. melakukan rekayasa teknis dan vegetatif terhadap perubahan tata guna lahan yang
telah terjadi dan tidak dapat dikembalikan pada fungsi lindung;
6. mitigasi bencana pada daerah risiko bencana vulkanik, tektonik, rawan longsor, dan
rentan gerakan tanah;
7. melakukan pembebasan lahan enclave atau lahan berfungsi lindung milik masyarakat
oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
8. melakukan penertiban terhadap kegiatan di kawasan lindung yang tidak berizin
dan/atau mengganggu fungsi lindung kawasan; dan
9. melakukan rehabilitasi lahan kritis.

Zona-zona dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat, terdiri atas:

1. Zona L-1, adalah Zona Konservasi atau Lindung Utama, meliputi kawasan lindung,
terutama kawasan hutan lindung, hutan konservasi, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda,
TWA Tangkuban Parahu, Cagar Alam Tangkuban Parahu, lindung alami, kawasan
Observatorium Bosscha, koridor 250 (dua ratus lima puluh) meter kiri kanan Sesar
Lembang, Kawasan Rawan Bencana III Gunung Api Tangkuban Parahu, Sempadan
Sungai dan Situ/Danau, radius 50 (lima puluh) meter dari mata air, serta lahan dengan
kelerengan 40% (empat puluh persen) atau lebih, Hutan Produksi, Ruang Terbuka
Hijau dan RTHA;

II-24
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

2. Zona L-2, adalah Zona Lindung Tambahan, meliputi kawasan hutan masyarakat,
kawasan rawan bencana II dan I Gunung Api Tangkuban Parahu, kawasan perdesaan
dengan fungsi resapan air tinggi;
3. Zona B-1, adalah Zona Pemanfaatan Perdesaan, merupakan kawasan dengan tingkat
kepadatan wilayah sedang sampai rendah, meliputi kawasan perdesaan di kawasan
resapan air rendah;
4. Zona B-2, adalah Zona Pemanfaatan Perkotaan, merupakan kawasan dengan dengan
tingkat kepadatan wilayah sedang sampai tinggi, meliputi kawasan perkotaan di
kawasan resapan air rendah;
5. Zona B-3, adalah Zona Pemanfaatan Terbatas Perdesaan, merupakan kawasan dengan
tingkat kepadatan wilayah sedang sampai rendah, meliputi kawasan perdesaan di
kawasan resapan air sedang;
6. Zona B-4, adalah Zona Pemanfaatan Terbatas Perkotaan, merupakan kawasan dengan
tingkat kepadatan wilayah sedang sampai tinggi, meliputi kawasan perkotaan di
kawasan resapan air sedang; dan
7. Zona B-5, adalah Zona Pemanfaatan Sangat Terbatas Perkotaan, merupakan kawasan
dengan tingkat kepadatan wilayah sedang sampai tinggi, meliputi kawasan perkotaan
di kawasan resapan air tinggi.

Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona L-1, sebagai berikut:

1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk mendukung fungsi konservasi air, tanah,


keanekaragaman hayati, tipe ekosistem, dan menjaga makroklimat, serta mencegah
dan/atau mengurangi dampak akibat bencana alam;
2. pemanfaatan ruang dibatasi pada kegiatan yang menjamin tidak terganggunya fungsi
lindung, keutuhan kawasan, dan ekosistemnya;
3. kegiatan diarahkan untuk mendukung pemulihan dan peningkatan fungsi lindung,
atau kegiatan lain seperti ekowisata, wanawisata, atau sejenis yang tidak mengganggu
fungsi lindung kawasan;

II-25
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

4. meminimalisasi risiko bencana dengan menolak permohonan perizinan baru untuk


bangunan hunian di daerah rawan longsor, koridor alur Sesar Lembang, dan letusan
gunung api;
5. larangan mendirikan bangunan atau menambah kawasan terbangun;
6. larangan melakukan kegiatan-kegiatan yang berdampak perusakan dan pencemaran
lingkungan yang mengakibatkan terganggunya ekosistem dan fungsi lindung kawasan;
7. larangan kegiatan yang merusak kualitas air, kondisi fisik tepi sungai, mata air, serta
mengganggu aliran air;
8. pengecualian untuk kegiatan yang mendukung fungsi kawasan, kepentingan khusus
atau strategis negara, sarana dan prasarana vital pemerintah, atau berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang kawasan lindung atau kawasan
konservasi atau kehutanan yang diperbolehkan;
9. KDB paling tinggi yang diperbolehkan untuk bangunan sebagaimana dimaksud pada
huruf h adalah paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari luas lahan, dengan ruang
terbuka paling rendah 90% (sembilan puluh persen) dari luas lahan, setelah melalui
kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona L-2, sebagai berikut:

1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk mendukung fungsi konservasi air, tanah,


keanekaragaman hayati, tipe ekosistem, dan menjaga makroklimat, mencegah dan
mengurangi dampak dan risiko akibat potensi bencana alam yang ada, serta berfungsi
sebagai fungsi lindung tambahan dan penyangga Zona L-1;
2. kegiatan pemanfaatan ruang diutamakan untuk kehutanan, perkebunan, pertanian,
wisata alam atau ekowisata, instalasi khusus atau strategis milik pemerintah,
permukiman perdesaan secara terbatas;
3. bangunan gedung untuk tujuan penyediaan sarana prasarana kegiatan dilakukan
secara terbatas dan ketat;
4. setiap pembangunan terutama yang berdampak penting harus memiliki dokumen
kajian lingkungan dan dilaksanakan berdasarkan kajian mendalam dan komprehensif;

II-26
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5. setiap pembangunan di sekitar daerah risiko bencana, terutama di sekitar koridor


Sesar Lembang, harus berdasarkan kajian mendalam terhadap risiko dan mitigasi
bencana;
6. pembangunan baru, terutama hunian rumah tinggal atau perumahan diarahkan ke
kawasan hunian atau kawasan permukiman yang telah ditetapkan dan berada di area
garis kontur ketinggian kurang dari 1.000 (seribu) mdpl;
7. khusus untuk hunian rumah tinggal di luar kawasan permukiman atau di atas garis
kontur 1.000 (seribu) mdpl, masih diperbolehkan untuk masyarakat asli/lokal dengan
pembatasan dan pengendalian terhadap jumlah dan luas kawasan terbangun;
8. ketinggian bangunan vertikal paling tinggi 4 (empat) lantai;
9. KDB paling tinggi adalah 20% (dua puluh persen) dengan ruang terbuka paling rendah
80% (delapan puluh persen) setelah melalui kajian daya dukung dan daya tamping
lingkungan; dan
10. penetapan KDB dilakukan melalui pertimbangan KDB maksimum sebagaimana
dimaksud pada huruf h, pola ruang, jenis kegiatan, kepadatan wilayah, dan/atau
unsur-unsur lain untuk menjaga fungsi resapan air apabila dipandang perlu.

Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-1, sebagai berikut:

1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk pembangunan baru atau pengembangan


kawasan secara terkendali, serta mendukung upaya perbaikan dan penataan
lingkungan;
2. kegiatan pemanfaatan ruangnya diarahkan untuk permukiman perdesaan dan
perumahan kepadatan rendah, wisata, pertanian, dan perkebunan;
3. kawasan permukiman dan perumahan baru diarahkan di area lahan yang berada pada
garis ketinggian kontur kurang dari 1.000 (seribu) mdpl;
4. dilarang melakukan pemecahan lahan (splitsing) dari 1 (satu) sertifikat induk/surat
kepemilikan lahan tanpa pertimbangan teknis dari instansi yang berwenang;
5. membatasi pembangunan yang bersifat horisontal atau menambah luas kawasan
terbangun;

II-27
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

6. penerapan rekayasa teknis dan vegetasi guna meningkatkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
7. hunian rumah tinggal di atas ketinggian 1.000 (seribu) mdpl diperuntukan khusus bagi
penduduk setempat, dengan pembatasan dan pengendalian terhadap jumlah, serta
luas kawasan terbangun;
8. setiap pembangunan harus melakukan kajian lingkungan, khususnya aspek hidrologi
dan mitigasi bencana;
9. KDB paling tinggi adalah 40% (empat puluh persen) dengan ruang terbuka paling
rendah adalah 60% (enam puluh persen), kecuali untuk luas lahan/bidang tanah yang
berukuran paling tinggi 90m2 (sembilan puluh meter persegi), maka sesuai
kepemilikan lahan yang bukan bagian dari pemecahan lahan dapat diberikan luas
bangunan paling kurang 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi), setelah melalui kajian
daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan
10. penetapan KDB dilakukan melalui pertimbangan KDB paling tinggi, pola ruang, jenis
kegiatan, kepadatan wilayah, dan/atau unsur-unsur lain untuk menjaga fungsi resapan
air.

Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-2, sebagai berikut:

1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk pembangunan baru dan pengembangan


kawasan secara terkendali, serta mendukung upaya perbaikan dan penataan
lingkungan;
2. kegiatan pemanfaatan ruang diarahkan untuk permukiman perkotaan dan perumahan
kepadatan rendah sampai sedang, wisata, dan pertanian;
3. dilarang melakukan pemecahan lahan (splitsing) dari 1 (satu) sertifikat induk/surat
kepemilikan lahan tanpa pertimbangan teknis dari instansi yang berwenang;
4. membatasi pembangunan yang bersifat horisontal atau menambah luas kawasan
terbangun;
5. penerapan rekayasa teknis dan vegetasi guna meningkatkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan; f. penanganan terhadap lahan dengan kriteria kritis dan agak
kritis;

II-28
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

6. setiap pembangunan harus melakukan kajian lingkungan, khususnya aspek hidrologi


dan mitigasi bencana;
7. KDB paling tinggi adalah 40% (empat puluh persen) dengan ruang terbuka paling
rendah adalah 60% (enam puluh persen), kecuali untuk luas lahan/bidang tanah yang
berukuran paling tinggi 90m2 (sembilan puluh meter persegi), maka sesuai
kepemilikan lahan yang bukan bagian dari pemecahan lahan dapat diberikan luas
bangunan paling kurang 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi), setelah melalui kajian
daya dukung dan daya tampung lingkungan;
8. penetapan KDB dilakukan melalui pertimbangan KDB paling tinggi, pola ruang, jenis
kegiatan, kepadatan wilayah, dan/atau unsur-unsur lain untuk menjaga fungsi resapan
air; dan
9. bangunan gedung yang sudah terbangun pada lokasi, kondisi lahan, dan kebutuhan
kegiatan tidak memungkinkan memenuhi ketentuan KDB paling tinggi atau KDH paling
rendah, harus dilakukan rekayasa teknis dan/atau menyediakan lahan pengganti di
zona L sebagai RTHA setelah melalui kajian daya dukung dan daya tampung
lingkungan.

Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-3, sebagai berikut:

1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk mencegah dan mengurangi laju penurunan daya
dukung lingkungan di kawasan perdesaan, serta untuk mendukung upaya pemulihan
fungsi resapan air;
2. kegiatan pemanfaatan ruang diarahkan untuk kegiatan kehutanan, perkebunan,
pertanian, wisata alam atau ekowisata permukiman perdesaan, dan perumahan
kepadatan rendah;
3. pembangunan baru, terutama kawasan permukiman dan perumahan baru diarahkan
di area lahan yang berada pada garis ketinggian kontur kurang dari 1.000 (seribu)
mdpl;
4. dilarang melakukan pemecahan lahan (splitsing) dari 1 (satu) sertifikat induk/surat
kepemilikan lahan tanpa pertimbangan teknis dari instansi yang berwenang;

II-29
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

5. membatasi pembangunan yang bersifat horisontal atau menambah luas kawasan


terbangun;
6. penerapan rekayasa teknis dan vegetasi guna meningkatkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
7. hunian rumah tinggal di atas ketinggian 1.000 (seribu) mdpl diperuntukan khusus bagi
penduduk setempat, dengan pembatasan dan pengendalian terhadap jumlah, serta
luas kawasan terbangun;
8. penanganan terhadap lahan dengan ktiteria kritis dan agak kritis;
9. setiap pembangunan terutama yang berdampak penting, harus melakukan kajian
lingkungan, khususnya aspek hidrologi, pencemaran, dan konservasi tanah;
10. setiap pembangunan di sekitar daerah risiko bencana, terutama di sekitar koridor
Sesar Lembang harus berdasarkan kajian mendalam terhadap mitigasi bencana;
11. KDB paling tinggi adalah 30% (tiga puluh persen) dengan ruang terbuka paling rendah
adalah 70% (tujuh puluh persen), kecuali untuk luas lahan/bidang tanah yang
berukuran paling tinggi 120m2 (seratus dua puluh meter persegi), maka sesuai
kepemilikan lahan yang bukan bagian dari pemecahan lahan dapat diberikan luas
bangunan paling kurang 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi), setelah melalui kajian
daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan
12. penetapan KDB dilakukan melalui pertimbangan KDB paling tinggi, pola ruang, jenis
kegiatan, kepadatan wilayah, dan/atau unsur-unsur lain untuk menjaga fungsi resapan
air.

Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-4, sebagai berikut:

1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk mencegah dan mengurangi laju penurunan daya
dukung lingkungan di kawasan perkotaan, serta meningkatkan upaya perbaikan dan
penataan lingkungan;
2. kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan perkotaan;
3. pengembangan permukiman atau perumahan baru hanya untuk tingkat kepadatan
sedang;

II-30
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

4. penerapan teknologi untuk rekayasa teknis dan vegetasi guna meningkatkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
5. membatasi pembangunan yang bersifat horisontal atau menambah luasan kawasan
terbangun;
6. pembangunan gedung diarahkan bersifat vertikal, bangunan ramah lingkungan, dan
meminimalkan air larian;
7. penataaan kawasan untuk meningkatkan luas RTH dan ruang terbuka non hijau, serta
mengurangi KWT kawasan;
8. pembangunan bangunan gedung bertingkat lainnya dapat dilakukan sebagai bagian
dari penataan lingkungan dan perbaikan KWT tanpa mengurangi daya dukung
lingkungan awalnya;
9. perbaikan dan penataan sarana dan prasarana wilayah, terutama sistem drainase dan
jalan lingkungan;
10. mengurangi atau membatasi penggunaan air tanah; k. dilarang melakukan
pemecahan lahan (splitsing) dari 1 (satu) sertifikat induk/surat kepemilikan lahan
tanpa pertimbangan teknis dari instansi yang berwenang;
11. setiap pembangunan harus melakukan kajian lingkungan, khususnya kebutuhan air,
sistem drainase, air larian, dampak dan beban lalu lintas;
12. KDB paling tinggi adalah 30% (tiga puluh persen) dengan ruang terbuka paling rendah
adalah 70% (tujuh puluh persen), kecuali untuk luas lahan/bidang tanah yang
berukuran paling tinggi 120m2 (seratus dua puluh meter persegi), maka sesuai
kepemilikan lahan yang bukan bagian dari pemecahan lahan dapat diberikan luas
bangunan paling kurang 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi), setelah melalui kajian
daya dukung dan daya tampung lingkungan;
13. penetapan KDB dilakukan melalui pertimbangan KDB paling tinggi, pola ruang, jenis
kegiatan, kepadatan wilayah, dan/atau unsur-unsur lain untuk menjaga fungsi resapan
air apabila dipandang perlu;
14. pembangunan baru atau renovasi yang berada pada jalan arteri atau lokasi tertentu,
yang secara lokasi, kondisi lahan, dan kebutuhan kegiatan tidak memungkinkan
memenuhi ketentuan KDB paling tinggi atau KDH paling rendah, dapat memberikan
lahan kompensasi atau lahan pengganti di zona lindung (zona L) sebagai RTHA setelah
melalui kajian dan memenuhi kriteria yang ditetapkan; dan

II-31
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

15. larangan untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi mengambil air dalam skala besar,
mencemari, dan merusak lingkungan.

Arahan umum dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa
Barat untuk Zona B-5, sebagai berikut:

1. pemanfaatan ruang diarahkan untuk mencegah dan mengurangi laju penurunan daya
dukung lingkungan di kawasan perkotaan, pengendalian ketat, serta meningkatkan
upaya perbaikan dan penataan lingkungan;
2. kegiatan pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan perkotaan;
3. pembangunan diprioritaskan yang bersifat renovasi atau perbaikan lingkungan, dan
koefisien wilayah terbangun kawasan;
4. penerapan teknologi untuk rekayasa teknis dan vegetasi guna meningkatkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
5. membatasi pembangunan yang bersifat horisontal atau menambah luasan kawasan
terbangun;
6. pembangunan gedung diarahkan bersifat vertikal, bangunan ramah lingkungan, dan
meminimalkan air larian;
7. penataaan kawasan untuk meningkatkan luas RTH dan ruang terbuka non hijau, serta
mengurangi KWT kawasan;
8. pembangunan bangunan gedung bertingkat lainnya hanya dapat dilakukan sebagai
bagian dari penataan lingkungan dan perbaikan KWT tanpa mengurangi daya dukung
lingkungan awal;
9. ketinggian bangunan pada area lahan yang berada pada garis ketinggian kontur lebih
dari 1.000 (seribu) mdpl adalah paling tinggi 4 (empat) lantai;
10. perbaikan dan penataan sarana dan prasarana wilayah, terutama sistem drainase dan
jalan lingkungan; k. mengurangi dan membatasi penggunaan air tanah;
11. dilarang melakukan pemecahan lahan (splitsing) dari 1 (satu) sertifikat induk/surat
kepemilikan lahan tanpa pertimbangan teknis dari instansi yang berwenang;
12. setiap pembangunan harus melakukan kajian lingkungan, khususnya kebutuhan air,
sistem drainase, air larian, dampak dan beban lalu lintas;

II-32
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

13. KDB paling tinggi adalah 20% (dua puluh persen) dengan ruang terbuka paling rendah
adalah 80% (delapan puluh persen), kecuali untuk luas lahan/bidang tanah yang
berukuran paling tinggi 180m2 (seratus delapan puluh meter persegi), maka sesuai
kepemilikan lahan yang bukan bagian dari pemecahan lahan dapat diberikan luas
bangunan paling kurang 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi), setelah melalui kajian
daya dukung dan daya tampung lingkungan;
14. penetapan KDB dilakukan melalui pertimbangan KDB paling tinggi, pola ruang, jenis
kegiatan, kepadatan wilayah, dan/atau unsur-unsur lain untuk menjaga fungsi resapan
air;
15. bangunan gedung yang sudah terbangun pada lokasi, kondisi lahan, dan kebutuhan
kegiatan tidak memungkinkan memenuhi ketentuan KDB paling tinggi atau KDH paling
rendah, harus dilakukan rekayasa teknis dan/atau menyediakan lahan pengganti di
zona L sebagai RTHA setelah melalui kajian daya dukung dan daya tampung
lingkungan; dan
16. larangan untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi mengambil air dalam skala besar,
mencemari, dan merusak lingkungan.

3.2.5 Tinjauan Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Hulu DAS Citarum meliputi 6 (enam) Kabupaten/Kota yang terdiri dari Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kota Cimahi dan Kota
Bandung. DAS Citarum ditinjau dari Rencana Tata Ruang dari 6 (enam) Kabupaten/Kota, dapat
dilihat pada Tabel 3.4, sebagai berikut:

Tabel 3. 4 KUPZ/PZ terkait Kawasan Sempadan Sungai berdasarkan Perda RTRW/RDTR


Kabupaten/Kota di Hulu DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR KUPZ/PZ Kawasan Sempadan Sungai


1 Perda Kabupaten Bandung No. 27 tahun Pasal 84
2016 Tentang RTRW Kabupaten Bandung (2) Ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai
tahun 2016-2036 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan, berupa:
1. pengembangan dan penataan perlindungan
sungai, jalan inspeksi, kelengkapan bangunan yang
diperbolehkan, dan bangunan pelindung terhadap
kemungkinan banjir;
2. pemanfaatan ruang khusus seperti bangunan
sumber daya air, jembatan dan dermaga, jalur air
minum, rentangan kabel telekomunikasi dan
listrik, serta vegetasi rumput pada sempadan

II-33
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR KUPZ/PZ Kawasan Sempadan Sungai


bertanggul dan tanaman keras pada sempadan
tidak bertanggul, penanaman tumbuhan
pelindung; dan
3. bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu
lintas air seperti dermaga, gardu listrik, bangunan
telekomunikasi dan pengontrol/pengukur debit
air.
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas, berupa:
1. bangunan penunjang pariwisata, seperti dermaga;
2. bangunan pengontrol debit dan kualitas air; dan
3. bangunan pengolahan limbah dan bahan
pencemar lainnya.
c. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat merupakan
kegiatan yang diperbolehkan secara bersyarat pada
kawasan sempadan antara lain kegiatan pertambangan
yang digolongkan menjadi pertambangan panas bumi,
pertambangan mineral logam, pertambangan batuan
dan pertambangan migas, serta bangunan yang
berpotensi mencemari sungai; dan
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan, berupa kegiatan
yang tidak diperbolehkan pada kawasan sempadan
adalah semua pemanfaatan ruang baik untuk budi daya
pertanian maupun budi daya non pertanian termasuk
mendirikan bangunan kecuali yang dikategorikan
diiizinkan, diperbolehkan terbatas dan bersyarat
tersebut di atas, khususnya membuang sampah dan
mendirikan bangunan permanen dalam sempada
sungai.
2 Perda Kab. Bandung Barat No. 2 tahun Pasal 58
2012 tentang RTRW Kab. Bandung Barat (4) Ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai
tahun 2009-2029 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan, berupa:
1. pengembangan dan penataan perlindungan
sungai, jalan inspeksi, kelengkapan bangunan yang
diperbolehkan, dan bangunan pelindung terhadap
kemungkinan banjir;
2. pemanfaatan ruang khusus seperti bangunan
sumber daya air, jembatan dan dermaga, jalur air
minum, rentangan kabel telekomunikasi dan
listrik, serta vegetasi rumput pada sempadan
bertanggul dan tanaman keras pada sempadan
tidak bertanggul, penanaman tumbuhan
pelindung; dan
3. bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu
lintas air seperti dermaga, gardu listrik, bangunan
telekomunikasi dan pengontrol/pengukur debit
air.
b. kegiatan yang diperbolehkan terbatas, berupa :
1. bangunan penunjang pariwisata, seperti dermaga;
2. bangunan pengontrol debit dan kualitas air; dan
3. bangunan pengolahan limbah dan bahan
pencemar lainnya.
c. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat merupakan
kegiatan yang diperbolehkan secara bersyarat pada
kawasan sempadan antara lain kegiatan pertambangan
yang digolongkan menjadi pertambangan panas bumi,

II-34
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR KUPZ/PZ Kawasan Sempadan Sungai


pertambangan mineral logam, pertambangan batuan
dan pertambangan migas, serta bangunan yang
berpotensi mencemari sungai; dan
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan, berupa kegiatan
yang tidak diperbolehkan pada kawasan sempadan
adalah semua pemanfaatan ruang baik untuk budi daya
pertanian maupun budi daya non pertanian termasuk
mendirikan bangunan kecuali yang dikategorikan
diiizinkan, diperbolehkan terbatas dan bersyarat
tersebut di atas, khususnya membuang sampah dan
mendirikan bangunan permanen dalam sempada
sungai.
3 Perda Kabupaten Sumedang nomor 4 Pasal 58
tahun 2018 tentang RTRW Kabupaten (5) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sempadan sungai
Sumedang tahun 2018-2038 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a disusun
dengan memperhatikan:
a. Pemanfaatan Ruang sempadan sungai untuk RTH;
b. pengembangan struktur alami dan struktur buatan
untuk mencegah longsor/erosi dan mempertahankan
bentuk badan air /sungai;
c. pencegahan kegiatan budidaya di sepanjang sempadan
sungai yang dapat mengganggu atau merusak kualitas
air sungai;
d. pengendalian terhadap kegiatan yang telah ada di
sepanjang sungai agar tidak berkembang lebih jauh;
e. penetapan lebar sempadan sungai sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. pelarangan pendirian bangunan selain untuk
pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air
dan/atau menunjang fungsi rekreasi; dan
g. pembatasan pendirian bangunan, yaitu hanya untuk
pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air.
4 Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 6 Pasal 67
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas (3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan
Peraturan Daerah Kabupaten Garut sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
Nomor 29 Tahun 2011 Tentang Rencana disusun dengan ketentuan:
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut a. diperbolehkan pengembangan dan penataan
Tahun 2011-2031 perlindungan sungai, jalan inspeksi, kelengkapan
bangunan yang diperbolehkan, dan bangunan
pelindung terhadap kemungkinan banjir;
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang khusus seperti
bangunan sumber daya air, jembatan dan jalur air
minum, rentangan kabel telekomunikasi dan listrik,
serta vegetasi rumput pada sempadan bertanggul dan
tanaman keras pada sempadan tidak bertanggul,
penanaman tumbuhan pelindung;
c. diperbolehkan pendirian bangunan
bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air
seperti dermaga, gardu listrik, bangunan
telekomunikasi dan pengontrol/pengukur debit air;
d. diperbolehkan pemancangan tiang atau pondasi
prasarana jalan atau jembatan;
e. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk RTH berupa
pengembangan jalur hijau pengaman prasarana dalam
bentuk jalur hijau sempadan sungai melalui

II-35
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR KUPZ/PZ Kawasan Sempadan Sungai


intensifikasi dan ekstensifikasi jalur hijau di sepanjang
sempadan sungai;
f. diperbolehkan dengan syarat kegiatan pertanian lahan
basah, pertanian lahan kering, hortikultura,
perkebunan rakyat, dan perikanan dengan tidak
mengganggu kualitas air sungai dan tidak mengubah
bentang alam;
g. diperbolehkan dengan syarat aktivitas wisata alam
petualangan dengan tidak mengganggu kualitas air
sungai dan tidak mengubah bentang alam;
h. diperbolehkan dengan syarat pendirian bangunan
menunjang fungsi taman rekreasi;
i. diperbolehkan dengan syarat pendirian bangunan
penunjang pariwisata;
j. diperbolehkan dengan syarat pendirian bangunan
pengolahan limbah dan bahan pencemar lainnya;
k. diperbolehkan kegiatan fasilitas umum dan sosial
dengan syarat KDB maksimal 50 (lima puluh) persen;
l. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan permanen
pada sempadan sungai;
m. tidak diperbolehkan kegiatan menurunkan fungsi
ekologis dan estetika kawasan dengan mengubah
dan/atau merusak bentang alam, dan kelestarian
fungsi sungai;
n. tidak diperbolehkan kegiatan perumahan umum
kecuali permukiman nelayan;
o. tidak diperbolehkan kegiatan industri;
p. tidak diperbolehkan kegiatan perdagangan;
q. tidak diperbolehkan kegiatan perkantoran;
r. tidak diperbolehkan kegiatan jasa perhotelan; dan
s. tidak diperbolehkan kegiatan pemakaman.
4 Perda Kota Cimahi Nomor 4 Tahun 2013 Pasal 64
tentang RTRW Kota Cimahi Tahun 2012- (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan sungai
2032 dan kawasan sekitar sungai disusun dengan
memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang untuk RTH;
b. ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali
bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan
air dan/atau pemanfaatan air;
c. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang
fungsi sempadan;
d. penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. penguatan dinding pembatas sungai dan embung;
f. penghijauan sempadan sungai dan embung; dan
g. mempertahankan kawasan resapan air untuk
menjamin ketersediaan sumberdaya air.
5 Perda Kota Bandung Nomor 18 Tahun Pasal 94
2011 tentang RTRW Kota Bandung Tahun (5) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan lindung
2011-2031 dilakukan untuk melindungi kawasan dan bangunan yang
memiliki nilai dan peran penting bagi kehidupan
berkelanjutan
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi di dalam Kawasan
Lindung (L) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:

II-36
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR KUPZ/PZ Kawasan Sempadan Sungai


a. kawasan perlindungan kawasan bawahannya (LB);
b. kawasan perlindungan setempat (LS);
c. RTH;
d. kawasan pelestarian alam dan cagar budaya (LC);
e. kawasan rawan bencana (LR); dan
f. kawasan lindung lainnya (LL).
(7) Rincian Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Kawasan
Lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
pada Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
6 Peraturan Bupati Bandung Nomor 25 Ketentuan PZ peruntukan Zona Perlindungan Setempat (PS)
Tahun 2021 tentang Rencana Detail Tata termasuk dalam kawasan lindung dan diatur lebih detail dalam
Ruang Bagian Wilayah Perencanaan Lampiran IV-3 Peraturan Bupati Bandung Nomor 24 Tahun 2021
Bojongsoang Tahun 2020 – 2039 tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perencanaan
Bojongsoang Tahun 2020-2039
7 Peraturan Bupati Bandung Nomor 24 Ketentuan PZ peruntukan Zona Perlindungan Setempat (PS)
Tahun 2021 tentang Rencana Detail Tata termasuk dalam kawasan lindung dan diatur lebih detail dalam
Ruang Bagian Wilayah Perencanaan Lampiran IV-3 Peraturan Bupati Bandung Nomor 24 Tahun 2021
Kawasan Terpadu Permukiman Tegalluar tentang Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Terpadu
Tahun 2020 – 2039 Permukiman Tegalluar Tahun 2020-2039
8 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor Ketentuan PZ peruntukan Sub Zona Sempadan Sungai (SS)
10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail termasuk pada zona Perlindungan Setempat (PS) dan diatur
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota lebih detail dalam Lampiran VI Peraturan Daerah Kota Bandung
Bandung Tahun 2015 – 2035 Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015 – 2035
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

3.3 Keterkaitan Arahan Kebijakan

Keterkaitan arahan kebijakan antara Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum dengan
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 37 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan
Gubernur Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran
dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum Tahun 2019-2025, dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3. 5 Tabel Sanding Arahan Kebijakan Untuk DAS Citarum


Kebijakan
No
Pepres No. 15 Tahun 2018 Pergub No. 37 Tahun 2021
1 Menyusun Tim Satgas Citarum Pasal 1 Ayat 3
Tim Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah
Aliran Sungai Citarum yang selanjutnya disebut Tim
DAS Citarum adalah tim yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Daerah Aliran Sungai Citarum.
2 Menetapkan rencana aksi pengendalian Pasal 5
pencemaran dan kerusakan DAS Citarum Isi dan uraian dokumen Rencana Aksi Citarum disusun
dengan berpedoman pada kebijakan yang dengan sistematika sebagai berikut:
ditetapkan Pengarah; a. BAB I PENDAHULUAN

II-37
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Kebijakan
No
Pepres No. 15 Tahun 2018 Pergub No. 37 Tahun 2021
Memuat latar belakang, tujuan dan sasaran, serta
ruang lingkup substansi, penanganan, wilayah dan
periode pelaksanaan
b. BAB II BACKGROUND STUDY
Memuat permasalahan, daya tampung dan alokasi
beban pencemaran, serta intervensi penanganan.
c. BAB III VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN
Memuat Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran,
Ultimate Goal dan Periode Pelaksanaan.
d. BAB IV ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN
PROGRAM
Memuat arah kebijakan, strategi, program dan
arahan program.
e. BAB V INDIKASI KEGIATAN DAN PRIORITAS LOKASI
Memuat indikasi kegiatan, prioritas lokasi pada
setiap program, dan Wilayah Kerja Sektor TNI.
f. BAB VI RENCANA AKSI
Memuat Rencana Aksi Pengendalian dan
Pencemaran Kerusakan DAS Citarum pada setiap
program meliputi penanganan lahan kritis,
penanganan air limbah domestik, pengelolaan
persampahan, penanganan limbah industri,
penanganan limbah peternakan, penanganan
keramba jaring apung, pengelolaan sumber daya
air dan pariwisata, pengendalian pemanfaatan
ruang, penegakan hukum, edukasi dan
pemberdayaan masyarakat, pengelolaan data,
informasi dan hubungan masyarakat, serta riset
dan pengembangan.
g. BAB VII STRATEGI IMPLEMENTASI
Memuat tata kelola dan kelembagaan, indikasi
sumber pendanaan, pemantauan kualitas air,
serta monitoring, evaluasi dan pelaporan.
h. BAB VIII PENUTUP
3 Melokalisasi dan menghentikan sumber Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan Sungai dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
Citarum; 2021-2025 pada Bab IV
4 Meminta keterangan, data dan/atau Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
dokumen termasuk memasuki dan dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
memeriksa pabrik, tempat usaha, 2021-2025 pada Bab V
pekarangan, gudang, tempat penyimpanan,
dan/atau saluran pembuangan limbah
pabrik/tempat usaha sewaktu-waktu
diperlukan;
5 Mencegah dan melarang masyarakat untuk Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
masuk kembali untuk mendirikan dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
permukiman di wilayah yang memiliki fungsi 2021-2025 pada Bab V
lindung;
6 Membentuk Komando Sektor yang dipimpin Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
oleh perwira Tentara Nasional Indonesia dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
sebagai Komandan Sektor; 2021-2025 pada Bab V
7 Membagi wilayah kerja DAS Citarum Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
berdasarkan Komando Sektor; dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
2021-2025 pada Bab V

II-38
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Kebijakan
No
Pepres No. 15 Tahun 2018 Pergub No. 37 Tahun 2021
8 Mengikutsertakan kementerian / lembaga, Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
pelaksanaan tugas Komando Sektor, 2021-2025 pada Bab V
disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan
operasi penanggulangan, pencegahan, dan
pemulihan ekosistem DAS Citarum, serta
penindakan hukum;
9 Memerintahkan Komando Sektor untuk Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
melaksanakan operasi penanggulangan dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
pencemaran dan kerusakan DAS Citarum di 2021-2025 pada Bab V
lokus yang ditentukan oleh Satgas; dan
10 Melakukan kegiatan pengendalian Terdapat pada dokumen Rencana Aksi Pengendalian
pencemaran dan kerusakan DAS Citarum dan Pencemaran dan Kerusakan DAS Catarum Tahun
sesuai dengan tugas dan kewenangan Satgas 2021-2025 pada Bab VI
apabila rencana aksi belum ditetapkan.
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

Keterkaitan arahan kebijakan DAS Citarum dalam peraturan daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang berada
di Hulu DAS Citarum, dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3. 6 Rangkuman Perda RTRW/RDTR Kabupaten/Kota di Hulu DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR Isi Kebijakan Perda


1 Perda Kabupaten Bandung No. 27 tahun Pasal 23
2016 Tentang RTRW Kabupaten Wilayah sungai meliputi:
Bandung tahun 2016-2036 1. wilayah sungai lintas kabupaten berupa wilayah Sungai
Citarum;
2. DAS berupa DAS Citarum yang terdiri dari 4 (empat) Sub DAS
yaitu:
a. Sub DAS Citarik;
b. Sub DAS Cirasea;
c. Sub DAS Ciwidey; dan
d. Sub DAS Cisangkuy.

Pasal 58, huruf a


KSP Kawasan Bandung Utara (KBU) dan Hulu Sungai Citarum
dengan sudut kepentingan lingkungan hidup.
2 Perda Kab. Bandung Barat No. 2 tahun Pasal 22
2012 tentang RTRW Kab. Bandung Barat Sistem jaringan sumber daya air, terdiri atas:
tahun 2009-2029 1. Wilayah Sungai (WS) Ciujung-Cisadane-Ciliwung-Citarum;
2. Pengelolaan wilayah sungai lintas kabupaten atau kota
meliputi:
a. Sungai Citarum;
b. Sungai Cidadap;
c. Sungai Cisokan; dan
d. Sungai Cimeta.
3. Pengembangan embung di Kecamatan Lembang;
4. Pemeliharaan waduk meliputi:
a. Waduk Saguling; dan
b. Waduk Cirata.

II-39
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR Isi Kebijakan Perda


5. Pemeliharaan situ meliputi:
a. Situ Lembang;
b. Situ Ciburuy; dan
c. Situ Lembang Dano.
6. Pengembangan sumber air baku untuk PLTA Cisokan; dan
7. Pengembangan system pengendalian banjir meliputi:
a. Normalisasi sungai;
b. Pengerukan sungai;
c. Optimalisasi waduk Saguling dan Cirata; dan
d. Sumur resapan.
Pasal 28 (2)
Kawasan sempadan sungai terletak di seluruh sungai pada DAS
Citarum dan sungai-sungai lainnya di kabupaten.
3 Perda Kabupaten Sumedang nomor 4 Pasal 19, ayat (2)
tahun 2018 tentang RTRW Kabupaten Rencana sistem jaringan sungai, waduk dan embung meliputi:
Sumedang tahun 2018-2038 1. pengelolaan sumber daya air dalam Wilayah Kabupaten
sebagai bagian dari WS meliputi:
a. WS Cimanuk-Cisanggarung yang merupakan WS Lintas
Provinsi; dan
b. WS Ciujung-Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum yang
merupakan WS Strategis Nasional.
2. pengelolaan sumber daya air dalam Wilayah Kabupaten
sebagai bagian dari DAS meliputi:
a. DAS Cimanuk;
b. DAS Cipunagara;
c. DAS Citarum; dan
d. DAS Cipanas.
4 Peraturan Daerah Pemerintah Nomor 6 Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas pada pasal 67 ayat (1) huruf b, disusun dengan ketentuan:
Peraturan Daerah Kabupaten Garut 1. diperbolehkan pengembangan dan penataan perlindungan
Nomor 29 Tahun 2011 Tentang Rencana sungai, jalan inspeksi, kelengkapan bangunan yang
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut diperbolehkan, dan bangunan pelindung terhadap
Tahun 2011-2031 kemungkinan banjir;
2. diperbolehkan pemanfaatan ruang khusus seperti bangunan
sumber daya air, jembatan dan jalur air minum, rentangan
kabel telekomunikasi dan listrik, serta vegetasi rumput pada
sempadan bertanggul dan tanaman keras pada sempadan
tidak bertanggul, penanaman tumbuhan pelindung;
3. diperbolehkan pendirian bangunan bendung/bendungan dan
bangunan lalu lintas air seperti dermaga, gardu listrik,
bangunan telekomunikasi dan pengontrol/pengukur debit
air;
4. diperbolehkan pemancangan tiang atau pondasi prasarana
jalan atau jembatan;
5. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk RTH berupa
pengembangan jalur hijau pengaman prasarana dalam
bentuk jalur hijau sempadan sungai melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi jalur hijau di sepanjang sempadan sungai;
6. diperbolehkan dengan syarat kegiatan pertanian lahan basah,
pertanian lahan kering, hortikultura, perkebunan rakyat, dan
perikanan dengan tidak mengganggu kualitas air sungai dan
tidak mengubah bentang alam;
7. diperbolehkan dengan syarat aktivitas wisata alam
petualangan dengan tidak mengganggu kualitas air sungai
dan tidak mengubah bentang alam;

II-40
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR Isi Kebijakan Perda


8. diperbolehkan dengan syarat pendirian bangunan
menunjang fungsi taman rekreasi;
9. diperbolehkan dengan syarat pendirian bangunan penunjang
pariwisata;
10. diperbolehkan dengan syarat pendirian bangunan
pengolahan limbah dan bahan pencemar lainnya;
11. diperbolehkan kegiatan fasilitas umum dan sosial dengan
syarat KDB maksimal 50 persen;
12. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan permanen pada
sempadan sungai
13. tidak diperbolehkan kegiatan menurunkan fungsi ekologis
dan estetika kawasan dengan mengubah dan/atau merusak
bentang alam, dan kelestarian fungsi sungai;
14. tidak diperbolehkan kegiatan perumahan umum kecuali
permukiman nelayan;
15. tidak diperbolehkan kegiatan industri;
16. tidak diperbolehkan kegiatan perdagangan;
17. tidak diperbolehkan kegiatan perkantoran;
18. tidak diperbolehkan kegiatan jasa perhotelan; dan
19. tidak diperbolehkan kegiatan pemakaman.
4 Perda Kota Cimahi Nomor 4 Tahun 2013 Pasal 22, ayat (2)
tentang RTRW Kota Cimahi Tahun 2012- Sistem wilayah sungai yaitu jaringan sumber daya air lintas
2032 Kabupaten/Kota yang berada pada anak-anak sungai di wilayah
Kota Cimahi yang masuk dalam Daerah Aliran Sungai Citarum
5 Perda Kota Bandung Nomor 18 Tahun Pasal 35
2011 tentang RTRW Kota Bandung Rencana sistem jaringan sumber daya air, terdiri atas:
Tahun 2011-2031 1. penataan Sungai Cikapundung;
2. penataan Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-CidurianCisadane-
Ciliwung-Citarum, khususnya dalam DAS Citarum;
3. pengembangan sistem jaringan air baku untuk air minum,
yaitu Sungai Cisangkuy, Sungai Cikapundung dan Sungai
Citarum Hulu;
4. pembangunan kolam parkir air (retension pond) dengan
mengoptimalkan RTH sebagai wilayah resapan air di PPK
Gedebage; dan
5. sumur-sumur resapan di tiap kaveling bangunan yang
mempunyai kedalaman muka air tanah paling kurang 1,5
(satu koma lima) meter.
Pasal 79 huruf a
Perwujudan sistem jaringan sumber daya air, terdiri atas:
perlindungan sumber air baku Waduk Santosa, Sungai Cisangkuy,
Sungai Cilaki, Waduk Sukawarna (Sungai Cimahi), Sungai
Cikapundung; Hulu Citarum (Situ Cisanti) dan Waduk Saguling.
6 Peraturan Bupati Bandung Nomor 25 Pasal 13, terdiri atas:
Tahun 2021 tentang Rencana Detail 1. sistem jaringan sumber daya air lintas kabupaten terdiri atas
Tata Ruang Bagian Wilayah sumber air permukaan meliputi:
Perencanaan Bojongsoang Tahun 2020 a. Sungai Citarik;
– 2039 b. Sungai Cikeruh;
c. Sungai Citarum;
d. Sungai Cikapundung kolot;
e. Sungai Cipamokolan;
f. Sungai Ciateul;
g. Sungai Susukan Tengah;
h. Sungai Cidurian;
i. Sungai Cibayongbong;

II-41
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR Isi Kebijakan Perda


j. Sungai Cipeso;
k. Sungai Ciganitri; dan
l. Sungai Cicadas.
2. Sistem jaringan sumber daya air Daerah terdiri atas:
a. sumber air permukaan yang terdiri atas:
1) Sungai Citarum, Cikapundung Kolot, Cipamokolan,
Ciateul, Susukan Tengah, Cidurian, Cibayongbong,
Cipeso, Ciganitri, Cicadas; dan
2) Embung Cieunteung yang seluas 4,75 (empat koma
tujuh puluh lima) hektar berada di Kecamatan
Baleendah
b. prasarana sumber daya air, terdiri atas:
1) sistem jaringan irigasi, terdiri atas jaringan irigasi
primer dan jaringan irigasi sekunder; dan
2) sistem pengendalian banjir, terdiri atas:
a) bangunan tampungan (polder) sumber air
lainnya berupa Oxbow Manggahang berada di
Sub BWP D Blok 3 dan Oxbow Jelekong berada
di Sub BWP D blok 7;
b) bangunan tampungan (polder) sumber air
lainnya Cicadas;
c) bangunan tampungan (polder) sumber air
lainnya Cigede di Kecamatan Dayeuhkolot.
d) bangunan peresapan (kolam retensi) sumber
air lainnya Andir;
e) Terowongan Nanjung di Kawasan Hulu
Citarum, Kecamatan Kutawaringin;
f) normalisasi sungai sepanjang sungai Citarum;
dan
g) sumur resapan dan biopori yang tersebar di
seluruh BWP yang penyediaannya dilakukan
berdasarkan hasil kajian

7 Peraturan Bupati Bandung Nomor 24 Pasal 13, terdiri atas:


Tahun 2021 tentang Rencana Detail 1. sistem jaringan sumber daya air lintas kabupaten terdiri atas
Tata Ruang Bagian Wilayah sumber air permukaan meliputi:
Perencanaan Kawasan Terpadu a. Sungai Tanggulan;
Permukiman Tegalluar Tahun 2020 – b. Sungai Citarum;
2039 c. Sungai Citarik;
d. Sungai Cisalatri;
e. Sungai Cipariuk;
f. Sungai Cipamokolan;
g. Sungai Cinambo; dan
h. Sungai Cikeruh
2. Sistem jaringan sumber daya air Daerah terdiri atas:
a. sumber air permukaan yang terdiri atas:
1) Sungai Sasakpeti, Ciracacatang, Cimora, Cikaro,
Ciasana; dan
2) Embung Cieunteung seluas 4,75 (empat koma
tujuh puluh lima) hektar berada di Kecamatan
Baleendah.
b. prasarana sumber daya air, terdiri atas:
1) sistem jaringan irigasi, terdiri atas jaringan
irigasi primer dan jaringan irigasi sekunder; dan
2) sistem pengendalian banjir, terdiri atas:

II-42
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

No Perda RTRW/RDTR Isi Kebijakan Perda


a) bangunan tampungan (polder) sumber air
lainnya berupa kolam, oxbow Tegalluar,
oxbow Bantarsari, oxbow Haurcucuk II,
oxbow Haurcucuk I, dan oxbow Sapan;
b) bangunan tampungan (polder) sumber air
lainnya Cicadas;
c) bangunan tampungan (polder) sumber air
lainnya Cigede di Kecamatan Dayeuhkolot;
d) bangunan peresapan (kolam retensi)
sumber air lainnya Andir;
e) Terowongan Nanjung di Kawasan Hulu
Citarum, Kecamatan Kutawaringin;
f) normalisasi sungai sepanjang Sungai
Citarum; Sungai Cikeruh, dan Sungai Citarik;
dan
g) sumur resapan dan biopori yang tersebar di
seluruh BWP KTP Tegalluar yang
penyediaannya dilakukan berdasarkan hasil
kajian.
8 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor Pasal 245 (1)
10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Rencana pengembangan jaringan air minum sebagaimana
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota dimaksud Pasal 8 ayat (5) di RDTR Kota Bandung terdiri atas: a.
Bandung Tahun 2015 – 2035 pengembangan sistem jaringan air baku untuk air minum, yaitu
Sungai Cisangkuy, Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum Hulu;
Pasal 78 huruf c
perwujudan sempadan sungai meliputi:
1. pembebasan lahan terbangun pada sempadan sungai untuk
RTH Publik;
2. penataan sempadan sungai meliputi sungai dan anak sungai;
3. penghijauan dan pengadaan bibit pohon;
4. penanaman serta penanaman pohon produktif dan pelindung
sempadan sungai;
5. penyusunan perundangan peraturan daerah mengenai
ketentuan sempadan sungai;
6. pembersihan sempadan sungai dan bangunan liar;
7. pemasangan papan larangan terhadap larangan pendirian
bangunan;
8. normalisasi sungai; dan
9. pemeliharaan dan penghijauan sempadan sungai
Sumber: Hasil Pengolahan, 2022

Keterkaitan arahan kebijakan DAS Citarum dalam peraturan daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang berada
di Hulu DAS Citarum dapat disimpulkan bahwa Perda RTR sudah mengakomodir atau
mengatur terkait pengendalian DAS Citarum, pengelolaan sistem jaringan sumber daya air,
dan perwujudan sempadan sungai.

II-43
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

3.4 Tinjauan Literatur

Kajian pustaka merupakan bagian penting dalam sebuah penelitian yang kita lakukan. Kajian
pustaka disebut kajian literatur, atau literature review. Sebuah kajian pustaka merupakan
sebuah uraian atau deskripsi tentang literature yang relevan dengan bidang atau topik
tertentu (Sitti, 2015). Kajian peraturan dan hasil studi atau penelitian terhadap kawasan DAS
Citarum yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, berikut adalah beberapa penelitian
yang dilakukan:

1. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang


Sumber Daya Air. Wilayah sungai dapat terdiri satu atau gabungan beberapa DAS, satu
pulau kecil, gabungan beberapa pulau atau DAS dan pulau. Dengan demikian wujud
Wilayah Sungai dapat berupa:
a. Satu Daerah Aliran Sungai (DAS);
b. Penggabungan DAS satu dengan DAS lainnya;
c. Satu pulau kecil;
d. Penggabungan beberapa gugusan pulau kecil; dan
e. Penggabungan DAS dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
2. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah
Sungai, Wilayah Sungai Citarum terdiri dari 19 DAS. Sungai utama yang ada di WS
Citarum adalah Sungai Citarum. Sungai Citarum sendiri berhulu dari Gunung Wayang
(Kabupaten Bandung) dan bermuara di Muara Gembong (Kabupaten Bekasi).
Pencemaran limbah di DAS Citarum sangat berdampak bagi masyarakat di sekitar DAS
Citarum, menurut masyarakat di kawasan sekitar DAS Citarum, masyarakat telah
terkena dampak pencemaran Citarum, seperti terkena penyakit kulit, infeksi, saluran
pernapasan terganggu, dan batuk karena efek bau busuk yang menyengat dari air
sungai serta warna air sumur yang menjadi kekuningan. Selain kesadaran masyarakat
yang kurang tentang pentingnya menjaga lingkungan, ternyata limbah pabrik juga
berpengaruh dengan hal ini. Faktanya pihak pabrik berulang kali menolak usulan
masyarakat di daerah sekitar DAS Citarum, untuk bersama sama menanggulangi
pencemaran sungai citarum (Agustine, M., 2021).
Permasalahan yang terjadi di wilayah sungai citarum didominasi oleh rendahnya
kepedulian masyarakat dan pemerintah sekitar terhadap kelestarian alam di wilayah

II-44
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

sungai Citarum. Dalam rangka mengatasi hal tersebut perlu dirumuskan kebijakan
yang komprehensif (menyeluruh, mempertimbangkan keseluruhan aspek yaitu,
strukutral, non struktural, maupun sosio-kultural, lintas sektor, lintasi wilayah
administrasi dan pemerintahan, melibatkan peran aktif masyarakat (Agustine, M.,
2021).
3. Kondisi beberapa DAS di Indonesia pada saat ini telah banyak mengalami penurunan
fungsi dalam menjaga ketersediaan air dan kesehatan lingkungan. Jumlah DAS kritis di
Indonesia terus bertambah dan semakin memburuk walaupun sudah dilakukan
banyak program rehabilitasi beberapa DAS di Indonesia (Tarigan 2009).
Menurut Utami et al. (2020), perubahan karakteristik hidrologi DAS salah satunya
diakibatkan pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan sarana penunjangnya.
Meningkatnya jumlah penduduk berbanding terbalik dengan kondisi tutupan lahan
yang semakin menurun kualitas lingkungannya, sehingga memberikan dampak yang
nyata terhadap berkurangnya kuantitas dan kualitas sumber daya air.
Secara morfologi daerah aliran sungai terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian yaitu hulu,
tengah, dan hilir. DAS hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, kerapatan drainase
tinggi, didominasi permukaan kemiringan lereng lebih dari 15%. DAS bagian tengah
dan hilir dicirikan sebagai wilayah pemanfaatan sumber daya air (Asdak, 2014).
Perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum sangat pesat khususnya pada bagian
hulu yang seharusnya memegang peranan penting menjaga kualitas dan kuantitas
sumberdaya air. Salah satu cara untuk menilai kondisi hidrologi suatu DAS adalah
dengan memperhatikan respon hidrologi hulu DAS. Hulu DAS berperan besar sebagai
wilayah resapan air dan berkontribusi pada ketersediaan air, terutama pada musim
kemarau (Asdak, 2014).
Penggunaan lahan dominan pada tahun 2009 adalah pertanian lahan basah atau
sawah yang mencapai 27,1% dari total luas DAS Citarum Hulu. Penggunaan lahan yang
mendominasi selanjutnya adalah hutan 29.529,10 ha (16,9%) dan pertanian lahan
kering 28.787,70 ha (16,4%). Kondisi ini menjelaskan sebaran lahan pertanian
kumulatif merupakan yang terluas di DAS Citarum Hulu. Lahan terbangun di DAS
Citarum Hulu pada tahun 2009 memiliki luas mencapai 16% dari luas keseluruhan. Hal
ini mengindikasikan lahan terbangun tersebar di beberapa batas administrasi. Area
terbangun terpusat pada wilayah Kota Bandung, dan hal ini mendorong peningkatan

II-45
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

kebutuhan lahan dan pengembangan wilayah sekitar menjadi tinggi. Jenis


penggunaan lahan hutan tersebar di sekeliling batas DAS Citarum Hulu yang dicirikan
atas daerah pegunungan dan bukit dengan kemiringan lereng agak curam (15−25%)
hingga sangat curam (>40%).
Kondisi Das Citarum Hulu pada tahun 2018 terjadi peningkatan luas lahan terbangun
dengan perubahan +39,70% dari kondisi pada tahun 2009. Perubahan yang paling
pesat terjadi pada bagian wilayah yang berdekatan dengan Kota Bandung serta
wilayah dengan slope datar (0−8%). Perubahan lahan terbangun yang meningkat
terdiri atas pembangunan permukiman, industri, jalan, dan fasilitasnya (Fadhil, M.
Y.,2021).

Gambar 3. 1 Peta penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu pada tahun
2009 dan 2018
Sumber: Perubahan penggunaan lahan dan karakteristik hidrologi DAS Citarum Hulu. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 2021

Tabel 3. 7 Penggunaan Lahan pada Tahun 2009 dan 2018 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Citarum Hulu
Penggunaan Tahun 2009 Tahun 2018 Perubahan
Lahan Ha % Ha % Ha %
Sawah 47.501,50 27,10 39.258,60 22,40 -8.243 -17,40
Hutan 29.529,10 16,90 27.918,40 15,90 -1.611 -5,50

II-46
LAPORAN ANTARA
Pendataan Perizinan dan Kondisi Lapangan dalam Rangka
Pengendalian Pemanfaatan Ruang DAS Citarum

Penggunaan Tahun 2009 Tahun 2018 Perubahan


Lahan Ha % Ha % Ha %
Pertanian Lahan 28.787,70 16,40 32.535,00 18,60 +3.747 +13,00
Kering
Lahan Terbangun 28.470,40 16,20 39.777,20 22,70 +11.305 +39,70
Perkebunan 26.054,50 14,90 28.716,40 15,80 +1.662 +6,40
Semak/Belukar 13.073,10 7,50 5.125,80 2,90 -7.947 -60,80
Tanah Terbuka 1.070,00 0,60 2.091,60 1,20 +1.022 +95,50
Badan Air 672,40 0,40 736,00 0,40 +64 +9,50
Total 175.158,90 100 175.158,90 100
Sumber: Perubahan penggunaan lahan dan karakteristik hidrologi DAS Citarum Hulu. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 2021

Perubahan lahan menjadi lahan terbangun terjadi di DAS Citarum Hulu sejalan dengan
kebutuhan penduduk yang terus meningkat. Peningkatan luas juga terjadi pada jenis
penggunaan lahan pertanian lahan kering dan perkebunan masing-masing sebesar +13%, dan
+6,4% dari kondisi pada tahun 2009. Peningkatan lahan tersebut terjadi akibat konversi lahan
lain di daerah berbukit. Perubahan lahan pertanian campuran dan sawah di DAS Citarum Hulu
merupakan indikasi bahwa program pemerintah tentang lokasi lahan pertanian berkelanjutan
(LPPB) belum efektif untuk menekan peralihan fungsi lahan pertanian dan degradasi lahan
produktif (Fadhil, M. Y.,2021).
Perubahan lahan terjadi pada kelas hutan yang mengalami pengurangan akibat deforestasi
menjadi penggunaan lahan lainnya, seperti semak/belukar, perkebunan, bahkan pertanian
lahan kering. Pengurangan luas hutan berpeluang terjadi karena keinginan masyarakat untuk
membuka lahan usaha baru maupun mendapatkan nilai hasil hutan berupa penebangan kayu.
UU No.41 tahun 1999 menyebutkan bahwa minimal luas hutan dalam suatu DAS adalah 30%,
sedangkan luas hutan DAS Citarum Hulu adalah 15,9% dari luas keseluruhan (Fadhil, M.
Y.,2021).
Perubahan lahan pertanian dan semak belukar ke penggunaan lahan lain adalah yang paling
luas terjadi, sedangkan lahan terbangun adalah jenis penggunaan lahan yang hampir tidak
mengalami perubahan fungsi lahan. Peningkatan luas lahan terbangun dan penurunan luas
hutan telah secara nyata meningkatkan tebal aliran sungai dan menurunkan resapan DAS
Citarum Hulu. Faktor lain yang memengaruhi peningkatan fluktuasi debit sungai adalah
kondisi lereng wilayah, pola curah hujan, serta teknik pengelolaan lahan. Pemanfaatan lahan
di DAS Citarum dinilai belum sepenuhnya mengikuti arahan pola ruang RTRWP (Fadhil, M.
Y.,2021).

II-47

Anda mungkin juga menyukai