Anda di halaman 1dari 207

FIQIH

IBADAH

Kelas 3B Tadris Bahasa Indonesia

(KUMPULAN MAKALAH)

Diberikan Kepada:

Dosen Mata Kuliah Fiqih

Rosidi, S. Pd. I., M. Pd.

Penulis:

Mahasiswa Program Studi Tadris Bahasa Indonesia

Editor:

Nahrin Indriani (216151029)

Putri Amelia Syahra (216151039)

Program Studi Tadris Bahasa Indonesia

Fakultas Adab dan Bahasa

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta


KUMPULAN MAKALAH FIQIH

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester

Editor :

Anggota Kelas 3B

Dosen Pembimbing :

Rosidi, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA

FAKULTAS ADAB DAN BAHASA

UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Fiqih. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca dan
juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rosidi, S.Pd, M.Pd. Selaku dosen
pengampu Mata Fiqih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Kami sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun di harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kartasura, 20 Desember 2022

Penulis
IBADAH

PENGERTIAN, DASAR HUKUM, HAKIKAT, DAN HIKMAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih


Dosen Pengampu : Rosidi, M.Pd.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 1

1. Mita Ega Silvia (196151074)


2. Leni Fitriyaningsih (216151036)

TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. karena dengan hidayah dan
inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan. Makalah ini dengan judul “Ibadah :Pengertian,
Dasar Hukum, Hakikat, dan Hikmah.” Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi
Muhmmad saw, keluarganya, dan para sahabatnya.

Selanjutnya penulis berterima kasih kepada semua rekan-rekan yang telah berkenan
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada dosen pengampu Bapak Rosidi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan
sehingga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang maksimal dan menambah ilmu
untuk penulis khusunya dan pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa dalam
makalah ini masih banyak kekurangan maupun kesalahan baik segi penulisan dan rangkaian
kata demi kata dan dengan rendah hati kiranya kepada rekan-rekan sekalian untuk
memberikan saran dan kritikan yang membangun.

Wassalaamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Surakarta, 9 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN:

A. Latar Belakang...................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................
C. Tujuan Pembahasan...........................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian Ibadah...............................................................................................
B. Hakikat Ibadah...................................................................................................
C. Dasar Hukum Ibadah..........................................................................................
D. Hikmah Ibadah..................................................................................................

Bab 3 PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................
C. Daftar pusaka ................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang selalu memberikan kemudahan kepada umatnya. Seluruh
tata cara dalam beribadah maupun hubungan dengan manusia lainnya sudah diatur dalam
Al-Quran dan Ash-sunnah. Salah satu cabang fiqih yang juga penting untuk dipelajari
adalah mengenai ibadah. Ibadah merupakan perkara-perkara yang berhubungan langsung
dengan Allah Saw. Ibadah juga harus berpedoman dengan apa yang telah ditetapkan oleh
Allah Saw dan apa yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw kepada umat islam.
Umat islam tentunya mengetahui apa-apa saja yang bernilai ibadah dan bagaimana cara
pelaksanaan ibadah tersebut sesuai dengan ketentuan Al’quran dan dicontohkan oleh Nabi
Muhammad Saw.
Ibadah merupakan sari ajaran Islam yang berarti penyerahan diri secara sempurna.
Menurut Mas’ud dan Abidin (2000: 17) ibadah berarti penyembahan seorang hamba
terhadap Tuhannya yang dilakukan dengan jalan tunduk dan merendahkan diri serendah-
rendahnya yang dilakukan secara hati ikhlas menurut tata cara yang ditentukan oleh
agama. Pada hakikatnya manusia diperintahkan untuk mengabdi atau menyembah kepada
Allah Swt dan menjahui larangannya, dengan kata lain manusia diciptakan bukan hanya
sekedar untuk hidup dan mati. Akan tetapi, manusia juga memiliki tanggung jawab ketika
di dunia.
Dalam pembahasan fiqih, secara umum selalu tidak lepas dari uraian ibadah.
Makalah ini akan membahas tentang pengertian, dasar huk um, hakikat, dan hikmah ibadah
lebih dalam lagi, seperti bagaimana fiqih ibadah yang sesuai dengan Al quran dan Hadist.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa rumusan masalah dalam makalah
ini adalah :
1. Apa hakikat ibadah?
2. Bagaimana dasar hukum ibadah?
3. Bagaimana hukum ibadah?
4. Apa saja hikmah ibadah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat ibadah
2. Untuk mengetahui dasar hukum ibadah
3. Mengetahui hukum ibadah
4. Untuk mengetahui hikmah ibadah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ibadah
Kata ( ‫ )ع َبادَة‬yang secara etimologi berarti; tunduk, patuh, merendahkan diri, dan
hina, artinya menurut Yusuf Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan
yang Maha Kuasa . Dengan demikian pemakaian bahasa arab “ibadah” itu lebih
ditunjukan kepada Allah, sementara “ngab’da” lebih ditujukan kepada selain Allah.
Identik dengan pengertian Ibadah tersebut Hasbi As-Shiddiqi mengartikan Ibadah itu
dengan: ța’at, menurut, mengikut, tunduk dan juga berarti do’a.
Secara terminology para ahli mendefinisikan arti Ibadah ini, dengan melihat
dari berbagai disiplin ilmunya masing-masing. Menurut Ahli Tauhid, dan Hadis. Ibadah
adalah:

“Meng-Esakan dan mengagungkan Allah dengan sepenuhnya (menta‟zimkannya),


serta menghinakan diri dan menun-dukan jiwa kepada-Nya.”

Adapun pendapat lain mengenai ibadah adalah:

‫التقرب ألى هللا بامتثال أوامره واجتنا ب نواهيه والعمل بما أذن به الشا رع وهي عامة وخاصة‬

Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintah-


perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Juga yang dikatakan ibadah
adalah beramal dengan yang diizinkan oleh Syari’ Allah Swt.; karena itu ibadah itu
mengandung arti umum dan arti khusus.

Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal yang
dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus adalah
perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah Saw. Ibadah dalam arti yang khusus ini meliputi Thaharah, Shalat, Zakat,
Shaum, Hajji, Kurban, Aqiqah Nadzar dan Kifarat. Dari dua pengertian tersebut jika
digabungkan, maka Fiqih Ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar
hukum-hukum syar’i khususnya dalam ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat,
zakat, shaum, hajji, kurban, aqiqah dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan
sebagai rasa bentuk ketundukan dan harapan untuk mecapai ridla Allah.
Sedangkan dalam Firman Allah dalam Q.S. An-Nisa‟ (4): 36 yang berarti
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutu- kanNya dengan sesuatupun”.
Menurut Ikrimah, salah seorang ahli hadiś mengatakan bahwa, Ibadah itu sama artinya
dengan Tauhid. Lebih tegas lagi Ikrimah mengatakan, bahwa “segala lafaz Ibadah
dalam Al-qur’an diartikan dengan tauhid”

Ulama Tasawuf mendefinisikan Ibadah ini dengan membaginya kepada tiga bentuk
sebagai berikut:

1. Pertama; Ibadah kepada Allah karena sangat mengharap pahalanya atau karena
takut akan siksanya
2. Kedua; Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu merupakan
perbuatan mulia, dan dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya
3. Ketiga; Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa Allah berhak disembah,
tanpa memperhatikan apa yang akan diterima atau yang akan diperoleh.
Beberapa contoh kajian fiqih ibadah dalam kitab-kitab ulama salaf adalah antara lain:
1. Thaharah
Thaharah secara bahasa adalah bersih dari segala kotoran atau najasah. Adapun
menurut syara` thaharah memiliki makna bersih dari segala macam najis baik yang
bersifat hakikat, aib dan perbuatan maksiat atau yang bersifat hukmiyah; hadats
besar, hadats kecil (kencing) dll. Imam Nawawi As-syafi`i mendefinisikan thaharah
adalah menghilangkan atau mensucikan diri dari hadats besar dan hadats kecil
maupun menghilangkan bentuk dari kedua hadats tersebut. Macam-macam
thaharah yaitu Tayamum, Wudhu Dan Mandi . Jika wudhu dan tayamum untuk
menyucikan dari hadast kecil, mandi untuk menyucikan diri dari hadast besar.
2. Shalat
Shalat merupakan rukun islam yang kedua dan salah satu rukun yang di tekankan
setelah dua kalimat syahadat. Rukun salat mencakup dzikir kepada allah, tilawah
al quran, berdiri menghadap allah, rukuk, sujud, doa, tasbih, dan takbir. Adapun
hukum shalat yaitu : fardhu ain, fardhu kifayah, dan sunnah.
3. Haji
Haji merupakan kegiatan berniat, bermaksud untuk mendatangi orang lain yang
dipandang mulia. Secara syara’ haji adalah apabila seseorang mengunjungi ka’bah
untuk melakukan ibadah tertentu, dan bagi umat islam haji salah satu rukun islam
yang terakhir. Di mana haji merupakan puncak ritual rukun islam.
B. Hakikat Ibadah

Hasbi As-Ṣhiddiqi, seorang cendikiawan Muslim dalam kitabnya Kuliah Ibadah


mengemukakan bahwa hakikat ibadah ialah “Ketundukan jiwa yang timbul dari hati
yang merasakan cinta terhadap Tuhan yang disembah dan merasakan kebesaran-Nya,
meyakini bahwa bagi alam ini ada penguasanya, yang tidak dapat diketahui oleh akal
hakikatnya.” Seiring dengan itu hakikat ibadah dapat berarti, “Memperhambakan dan
menundukan jiwa kepada kekuasaan yang gaib, yang tidak dapat diselami dengan ilmu
dan tidak dapat diketahui hakikatnya.”

Mencermati beberapa definisi yang dikemukakan tentang hakikat ibadah di atas,


dapat ditarik suatu pemahaman, bahwa Hasbi As-Ṣiddiqi memberikan tekanan bahwa,
seorang mukallaf tidaklah dipandang beribadah (belum sempurna ibadahnya) bila
seseorang itu hanya mengerjakan ibadah dengan pengertian fuqaha atau ahli uşul saja;
Artinya disamping ia beribadah sesuai dengan pengertian yang dipaparkan oleh para
fuqaha, diperlukan juga ibadah sebagaimana yang dimaksud oleh ahli yang lain seperti
ahli tauhid, ahli akhlak dan lainnya.

Hakikat ibadah lainnya juga terdapat pada surah Al-Baqarah (2); 21), yang
artinya: “ Wahai para manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu, yang telah
menjadikan kamu dan telah menjadikan orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa.”
Adapun hakikat ibadah yaitu:
1. Ibadah adalah tujuan hidup kita.
2. Melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan
perendahan diri kepada Allah SWT.
3. Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya.
4. Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun
tanda-tandanya : mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
5. Jihad di jalan Allah
6. Takut, maksudnya tidak takut sedikitpun segala bentuk sesuatu melebihi
ketakutannya kepada Allah SWT.
Dengan agama, hidup manusia menjadi bermakna. Makna agama terletak pada
fungsinya sebagai kontrol moral manusia. Melalui ajaran–ajarannya, agama menyuruh
manusia agar selalu dalam keadaan sadar dan menguasai diri. Keadaan sadar dan
menguasai diri pada manusia itulah yang merupakan hakikat agama, atau hakikat
ibadah. Dengan demikian, orang-orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah
orang yang mengisi waktunya dengan berbagai macam ketaatan, seperti contohnya
melaksanakan salat wajib lima kali sehari, berbuat baik kepada sesama, melaksanakan
kewajiban sebagai orang muslim, dan menjauhi larangan-Nya.

C. Dasar Hukum Ibadah

Dasar ilmu Fiqih Ibadah adalah yakni al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah. As-
Sunnah Al-Maqbulah artinya sunnah yang dapat diterima. Dalam kajian hadis sunnah
al-Maqbulah dibagi menjadi dua, Hadis Shahih dan Hadis Hasan. Hal ini disandarkan
pada hadis bahwa Rasulullah saw. bersabda:

‫َّللاِ َوسُنَّةَ نَبِيِِّ ِه‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل ت ََر ْكتُ فِيكُ ْم أ َ ْم َري ِْن لَ ْن ت َِضلُّوا َما ت َ َمسَّ ْكت ُ ْم بِ ِه َما ِكت‬
َّ ‫َاب‬ َ ُ َّ‫صلَّى َّللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ِ َّ َ‫أ َ َّن َرسُول‬
َ ‫َّللا‬

Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku meninggalkan untukmu dua perkara, kamu
tidak akan tersesat jika berpegang pada keduanya, yakni: Kitab Allah (al-Qur’an) dan
Sunah Nabi.

Selain itu, di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah
kepada hamba Allah untuk melaksanakan ibadah. Adapun ayat-ayat yang
menyatakan perintah untuk melaksanakan ibadah tersebut di antaranya sebagai
berikut:

1. Surat adz-Dzariyat ayat 56:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”. (Q.S. adz-Dzariyat: 56)

Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia semata-mata
untuk menyembah-Nya. Allah adalah Maha Sempurna dan tidak berhajat kepada
apapun.

2. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 25 :


“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka
sembahlah aku".

3. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 92 :

“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan
Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Q.S. al-Anbiya: 92).

D. Hikmah Ibadah
Menurut kamus Besar bahsa Indonesia (KBBI), Hikmah mempunyai arti: 1
kebijaksanaan (dari Allah): kita memohon-dari Allah Swt. 2 sakti; kesaktian: kata-
kata; 3 arti atau makna yang dalam; manfaat: jadi bisa disimpulkan arti Hikamh adalah
Banyak manfa’at bagi yang mau mengabil manfa’atnya. Pada dasarnya ibadah
membawa seseorang untuk memenuhi perintah Allhah, bersyukur atas nikmat yang
diberikan Allah dan melaksanakan hak sesama manusia. Oleh karena itu tidak mesti
ibadah itu memberikan hasil dan manfaat kepada manusia yang bersifat material, tidak
pula merupakan hal yang mudah mengetahui hikmah ibadah melalui kemampuan akal
yang terbatas.
Allah memerintahkan dan mewajibkan bagi kita untuk beribadah itu sudah pasti
Allah mengetahui hikmah dibalik perintahnya tersebut; Dasar pijak Allah
memfardukan dan menetapkan pokok-pokok yang diwajibkan itu karena terdapat
hikmah bahwa: Allah mewajibkan beriman, dengan maksud untuk membersihkan hati
dari syirik, kewajiban shalat dengan maksud untuk mensucikan diri dari takabur,
diwajibkannya zakat untuk menjadi sebab diperolehnya rizki, mewajibkan berpuasa
untuk menguji kesabaran keikhlasan manusia, mewajibkan haji bagi yang mampu
untuk mendekatkan umat Islam antara satu dengan yang lainnya, dan mewajibkan jihad
untuk kebenaran Islam mewajibkan amar ma’ruf untuk kemaslahatan orang awam,
mewajibkan nahi munkar untuk menjadikan cambuk bagi orang-orang yang kurang
akalnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ibadah ialah memperhambakan atau mneyembah diri kepada Allah dengan taat
melaksanakan segala perintahnya, serta menjauhkan segala larangannya karena
Allah semata, baik dalam bentuk kepercayaan, perkataan, maupun perbuatan.
Ulama Tasawuf mendefinisikan Ibadah ini dengan membaginya kepada tiga bentuk
diantaranya. Pertama, ibadah karena mengharapkan padalanya. Kedua, ibadah
karena dianggap perbuatan yang mulia. Ketiga, ibadah karena Allah berhak
disembah.

Dari pengertian, hakikat, dasar hukum, dan hikmah ibadah ada keterkaitannya
antara satu dengan lainnya. Di mana agar tetap kokoh ibadah dalam sebuah agama
harus dilandasi dengan dasar hukum yang kuat, khususnya dalam agama islam dasar
hukum ibadah berpegangan pada Kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunah Nabi. Jika
seorang muslim mampu melaksanakan ibdah sesuai dengan kaidah-kaidah dalam
agama dengan baik maka, orang tersebut akan mendapat hikmah dari Allah.

B. Saran
Penulis berharap semoga dengan adanya penulisan Makalah ini dapat
memberikan keilmuan baru dalam memahami terkait materi ibadah dan semoga
dengan adanya penugasan makalah ini, penulis dapat mengetahui dan memahami
berbagai hal mengenai pengertian, hakikat, dasar ibadah, dan lain sebagainya.
Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan
makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Abror, Khoirul. (2019). Fiqih Ibadah. Yogyakarta: Phoenix Publisher.

Zulkifli. 2017. Fiqih dan Prinsip Ibadah dalam Islam. Jurnal Pemikiran dan Pencerahan.
Hlm. 1-11.

Lembaga Pembinaan Lembaga Keislaman Kemuhammadiyahan Universitas


Muhammadiyah Palangkaraya, http://lppk-
umpalangkaraya.blogspot.com/2014/09/materi-i-pengertian-hakikat-dan-
hikmah.html?m=1 , di akses pada 27 Agustus 2015.

Rachman, Hatib. 2012. Fiqih Ibadah dan Prinsip Ibadah dalam Islam.
https://lpsi.uad.ac.id/fiqih-ibadah-dan-prinsip-ibadah-dalam-islam Di akses pada 21
September 2012.

Admin. 2020. Pengertian Ibadah, Tujuan, Hakikat, Penjelasan dan Hikmahnya.


https://www.fiqih.co.id/pengertian-ibadah/#Hikmah_Ibadah. Di akses pada 7 Oktober
2020.

Hamdani. 2012. Dasar Hukum dan Hukum Ibadah.


http://hamdanimsp.blogspot.com/2012/03/dasar-hukum-dan-hukum-
ibadah.html?m=1. Di akses pada 16 Oktober 2012.

Daradjat, Zakiyah.Ilmu Fiqih, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995 Ibrahim Shalih

Su‟ad, Fiqih Ibadah Wanita, Jakarta: Amzah, 2011


Fathul A. 2019. Fiqih Ibadah Versus Fiqih Mualamah. El jizya. No 2 Vol 7. Hal 237
NAJIS DAN HADAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih

Pengampu: Rosidi, S. Pd. I., M. Pd.

Oleh:

1. Viky Novanda Putra (196151073)


2. Aisyah Fitri Nur Pangestuti (216151040)

KELAS 3B
TADRIS BAHASA INDONESIA
FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID
SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Fikih yang berjudul “Hadas dan Najis”.

Dalam pembuatan makalah ini, kami tidak luput dari berbagai macam kendala. Namun
berkat ketabahan dan kerja keras yang diiringi doa yang tulus kepada Allah swt, kendala
tersebut sedikit demi sedikit dapat teratasi.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Bapak Rosidi, S. Pd. I., M.
Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Fikih. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka
dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar
kedepannya bisa menulis makalah ini dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca, dan bagi kami khususnya sebagai penulis.

Sukoharjo, 13 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Cover .................................................................. Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ...................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

BAB I................................................................................................................ 13

A. Latar Belakang...................................................................................... 13

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 13

C. Tujuan ................................................................................................... 13

BAB II .............................................................................................................. 13

PEMBAHASAN............................................................................................... 14

A. Pengertian Najis dan Hadas ................................................................. 14

B. Macam-macam dan Perbedaan Najis & Hadas ................................... 14

C. Hikmah Najis dan Hadas ...................................................................... 18

BAB III............................................................................................................. 20

PENUTUP ........................................................................................................ 20

A. Simpulan ............................................................................................... 20

B. Saran ..................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam memiliki beberapa ketetapan-ketetapan dalam hal ibadah, aqidah,
dan syariah. Salah satu aturan dalam beribadah untuk umat muslim adalah suci dari
najis dan hadas. Oleh karena itu, sebelum melakukan ibadah wajib atau pun ibadah
sunnah, umat muslim harus benar-benar menyucikan diri dari najis dan kotoran. Salah
satu ibadah wajib umat muslim adalah Shalat. Shalat sebagai tiang agama sangat
berperan penting dalam menjaga keimanan umat muslim serta menegakkan agama
Islam. Shalat tidak akan sah apabila belum suci dari najis dan kotoran. Inilah mengapa
pengetahuan mengenai najis dan hadas dalam Islam adalah penting untuk diketahui.
Kualitas pahala ibadah juga dipermasalah jika kebersihan dan kesucian diri
seseorang dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka ibadah tersebut tidak akan
diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadats
merupakan keharusan bagi setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama
sholat, membaca Al-Qur’an, naik haji, dan lain sebaginya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana pengertian najis dan hadas?
2. Bagaimana macam-macam najis dan hadas?
3. Bagaimana hikmah najis dan hadas?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dalam makalah ini yaitu:
1. Memahami pengertian najis dan hadas.
2. Mengetahui macam-macam najis dan hadas.
3. Memahami hikmah najis dan hadas.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Najis dan Hadas


Agama Islam mengajarkan kebersihan. Keadaan bersih dan suci merupakan salah
satu syarat pokok sah ibadah. Agar badan, pakaian, dan tempat bersih, maka diperlukan
bersuci, yang dalam istilah agama, bersuci disebut juga taharah. Taharah artinya
menghilangkan najis dan membersihkan hadas.
Kata Najis berasal dari bahasa arab an-najasah atau an-najisu (‫ )النجاسة‬yang
artinya kotoran. Najis menurut istilah adalah suatu benda yang kotor yang mencegah
sahnya mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat
dan tawaf. Adapun kata hadas berasal dari bahasa arab ‫( الحدث‬al-hadats) yang secara
bahasa artinya sesuai peristiwa atau juga dapat diartikan kotoran atau tidak suci. Hadas
menurut istilah adalah keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga menjadikannya tidak
sah dalam melakukan ibadah tertentu.1

B. Macam-macam dan Perbedaan Najis & Hadas


1. Macam-macam Najis
Najis adalah sesuatu yang kotor yang menjadi sebab terhalangnya seseorang
untuk beribadah kepada Allah. Oleh karena itu, najis menurut tingkatannya dibagi
menjadi:
a) Najis Mukhaffafah
Najis mukhaffafah, yaitu najis yang ringan. Yang termasuk najis ini adalah air
kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan dan minum
selain air susu ibu. Namun, air kencing anak perempuan yang belum berumur dua tahun
tidak termasuk najismeskipun belum makan dan minum selain air susu ibu. 2Cara
mensucikan najis ini cukup dengan memercikkan air mutlak pada benda yang terkena
najis ini. Adapun air mutlak yaitu air yang turun dari langit ataupun bersumber dari
bumi dan belum berubah sebagian sifat-sifatnya, seperti air hujan, air laut, air sungai,
air embun dan air es. 3
b) Najis Mughallazhah

1
Amir Bayan, “Fikih MTS”, (Semarang: Toha Putra, 2008), hl.41.
2
Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 76.
33
Husnul Qodim, “Fikih Ibadah”, (Jakarta: Transwacana, 2007), hl. 10-12.
Najis mughallazhah, yaitu najis yang berat. Yang termasuk ke dalam najis ini
adalah air liur anjing atau babi dan bekas jilatannya. 4Cara mensucikan najis
mughallazhah adalah dengan mencuci najis tersebut sebanyak tujuh kali dengan air
mutlak, salah satu di antaranya dengan memakai debu yang suci. 5
c) Najis Mutawasithah
Najis mutawasithah, yaitu najis pertengahan antara najis yang ringan dan yang
berat. Yang termasuk dalam najis ini adalah semua najis selain dari najis mukhaffafah
dan najis mughallazhah.6Yang termasuk dalam najis ini adalah:
1. Bangkai binatang darat yang berdarah sewaktu hidupnya.
Allah SWT berfirman:
ُ ‫ُح ِّر َمتْعَلَ ْيكُ ُمالْ َم ْيت َُة‬
Artinya: "diharamkan bagimu (memakan) bangkai" (QS. Al-Maidah ayat 3).7
Yang dimaksud dengan bangkai adalah binatang yang mati karena tidak
disembelih, atau disembelih tetapi tidak menurut aturan shari’ah islam. Yang tidak
termasuk najis adalah bangkai belalang dan ikan, tanduk, bulu, dan kulit binatang,
seperti belalang, bulu domba, dan semacamnya.
2. Darah
Semua macam darah adalah najis. Allah SWT berfirman:

ُ‫ُح ِّر َمتْعَلَ ْيكُ ُمالْ َم ْيت َةُ َوال َّد ُم َولَ ْح ُما ْلخِّ نْ ِّزي ِّْر‬
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi (QS. Al-Maidah ayat 3).8
Jika darah itu sedikit maka darah itu dapat dimaafkan seperti darah nyamuk
yang melekat pada badan atau pakaian, darah bisul, dan darah karena luka kecil.
3. Nanah, yaitu darah yang tidak sehat dan sudah membusuk.
4. Kotoran manusia dan kotoran binatang.
Semua benda baik yang padat maupun yang cair yang keluar dari kubul atau
dubur manusia ataupun binatang hukumnya najis kecuali mani (cairan putih yang keluar
karena tekanan syahwat yang sangat kuat).
5. Arak (Khamr)

4
Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 76.
5
Amir Bayan, “Fikih MTS”, (Semarang: Toha Putra, 2008), hl.41.
6
Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 77.
7
al-Qur’an, Al-Maidah ayat 3.
8
Ibid.
Semua minuman keras yang memabukkan termasuk benda najis. 9
6. Air madzi
Cairan berwarna putih yang keluar dari kemaluan baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak disertai tekanan syahwat yang sangat kuat, misalnya karena
berciuman, berangan-angan tentang masalah seksual, dan yang sejenisnya.
7. Semua yang keluar dari lubang qubul dan dubur.

Najis mutawasithah dibagi menjadi dua, yaitu:


1) Najis hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya, tetapi tidak tampak zat dan
warnanya, baunya, atau rasanya, seperti air kecing yang sudah kering.Cara
mensucikannya cukup diguyur air pada benda yang terkena najis, walaupun sekali.
2) Najis ‘ainiyah, yaitu najis yang masih jelas zat dan warnanya, baunya, atau rasanya.
Contohnya seperti air kencing, kotoran manusia dan hewan, darah, muntahan, arak,
air susu hewan yang diharamkan untuk dimakan, dan semua bangkai bintang
10
kecuali bangkai ikan dan belalang. Cara menyucikannya yaitu dengan
membasuhnya semaksimal mungkin sampai hilang, bau, warna dan rasanya. Bila
terpaksa karena sulit menghilangkan ketiga sifatnya itu, maka tersisanya salah satu
sifat najisnya dianggap dimaafkan. 11

2. Macam-macam Hadas
Hadas adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan batalnya
wudhu/tayamum, sehingga menyebabkan tidak sahnya shalat. Jenis hadas dibagi
menjadi dua, yaitu hadas kecil dan hadas besar:
Hadas ada dua macam yaitu: hadas kecil dan hadas besar.
a. Hadas kecil yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi
suci maka ia harus wudu atau jika tidak ada air atau ada halangan, maka diganti
dengan tayamum. Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadas kecil ialah:
1) Karena keluar sesuatu dari salah dua lobang, yaitu qubul dan dubur.
2) Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur.
3) Karena persentuhan antara kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan
mahromnya, dan tanpa ada batas yang menghalangnya.

9
Amir Bayan, “Fikih MTS”, (Semarang: Toha Putra, 2008), hl.42-44.
10
Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 78.
11
Husnul Qodim, “Fikih Ibadah”, (Jakarta: Transwacana, 2007), hl. 10-12
4) Karena menyentuh kelamin, baik kemaluannya sendiri maupun kemaluan orang
lain dengan telapak tangan dan jari.
b. Hadas besar yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi
suci, maka ia harus mandi atau kalau tidak ada air/ada halangan, maka diganti
dengan tayamum. Hal-hal yang menyebabkan orang berhadas besar ialah:
1) Bertemunya dua kelamin laki-laki dan perempuan (bersetubuh) baik keluar mani
ataupun tidak.
2) Keluar mani, baik karena mimpi atau sebab lain.
3) Meninggal dunia
4) Haid (menstruasi). Yaitu darah yang keluar dari wanita yang telah dewasa pada
setiap bulan.
5) Nifas. Yaitu darah yang keluar dari seorang ibu sehabis melahirkan.
6) Wiladah (melahirkan anak).

3. Perbedaan Najis dan Hadas


Dari uraian tentang hadas dan najis di atas, berikut akan dijelaskan
mengenai perbedaan antara hadas dan najis seperti berikut:
a) Dari segi definisi atau pengertiannya, kedua istilah itu jelas berbeda. Hadas
adalah suatu keadaan tidak suci yang menyebabkan seseorang tidak boleh
melaksanakan shalat, tawaf, atau yang lainnya. Sedang najis adalah suatu
keadaan kotor (tidak suci) yang menjadi sebab terhalangnya seseorang
melaksanakan ibadah kepada Allah.
b) Dilihat dari contohnya, kedua istilah itu juga berbeda. Contoh hadas misalnya
keluarnya sesuatu dari dua “pintu” manusia (qubul dan dubur). Adapun contoh
najis adalah air kencing, air liur anjing, bangkai, dan lain sebagainya.
c) Dilihat dari segi bentuknya keduanya juga berbeda. Bentuk hadas terletak pada
proses yang dilakukan oleh seseorang, seperti buang air besar atau kecil,
bersentuhan, berhubungan suami-isteri, dan lainnya. Sedang bentuk najis bukan
pada proses, tetapi pada benda atau barangnya, seperti air kencing, tinja, kotoran
binatang, dan sebagainya.
d) Dilihat dari segi macam-macamnya, hadas dan najis juga berbeda. Macam
hadas ada dua, yaitu hadas besar dan hadas kecil. Sedang macam najis, ada yang
membaginya menjadi tiga, yaitu najis mukhaffafah, najis mughallazhah, dan
najis mutawasithah, serta ada juga yang membaginya menjadi najis ‘ainiyah dan
najis hukmiyah.
e) Dilihat dari cara membersihkannya, keduanya jelas berbeda. Hadas dapat
dibersihkan dengan wudlu dan tayammum (untuk hadas kecil) atau dengan
mandi wajib (untuk hadas besar). Sedang najis dapat dibersihkan dengan
bersuci, yakni dengan menghilangkan bentuk najisnya misalnya dengan
membasuhkan air suci, batu, tanah, tissu, atau dengan benda-benda lainnya yang
sejenis. Meskipun hadas dan najis berbeda dalam berbagai aspek seperti di atas,
namun keduanya sama-sama termasuk bagian dari thaharah (bersuci). 12

C. Hikmah Najis dan Hadas


1) Menjaga kebersihan.
Kebersihan merupakan bagian paling penting yang memelihara seseorang dari
terserang penyakit. Ragam penyakit yang tersebar umumnya disebabkan oleh
lingkungan yang kotor. Karena itu tidak salah pepatah mengungkapkan, "kebersihan
adalah pangkal kesehatan". Anjuran untuk membersihkan badan, membasuh wajah,
kedua tangan, hidung, dan kedua kaki, berkali-kali setiap hari relevan dengan kondisi
dan aktivitas manusia. Sebab, anggota-anggota tubuh itu termasuk yang paling sering
terpapar kotoran.
2) Manfaat Jasmani
Pertama, membasuh seluruh tubuh dan Seluruh ruas yangada dapat menambah
kesegaran dan semangat, menghilangkan keletihan dan kelesuan sehingga ia dapat
mengerjakan shalat secara sempurna, khusyuk dan merasa diawasi Allah SWT.
Kedua, bersuci dapat meningkatkan kesehatan jasmani, karena kotoran biasanya
membawa banyak penyakit dan wabah. Kaum muslimin sangat layak untuk menjadi
orang yang paling sehat fisiknya, jauh dari penyakit karena agama Islam telah
mengajarkan mereka untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tinggal.
Ketiga. Bersuci berarti memuliakan diri seorang muslim, keluarga dan
masyarakatnya
3) Menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah

12
Marzuki, “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP”, (Yogyakarta: FIS UNY), hl. 78
Tidak hanya bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya,
seorang hamba memang seharusnya suci secara lahir dan batin, bersih jasmani dan
rohani.
4) Menghapus dosa dan mengangkat derajat.
Allah memerintahkan kita untuk selalu suci dari najis dan hadas. Bahkan
menjanjikan bahwa setiap kita berwudhu akan menghapus, menggugurkan dosa,
dan mengangkat derajat kita.
5) Menambah kewaspadaan dalam beribadah.
Adanya najis dan hadas menambah kewaspadaan kita untuk menjauhi hal-
hal kotor yang dapat mengurangi kualitas pahala dalam beribadah.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Najis menurut istilah adalah suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya
mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat dan
tawaf. Adapun hadas menurut istilah adalah keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga
menjadikannya tidak sah dalam melakukan ibadah tertentu. Dilihat dari segi macam-
macamnya, macam hadas ada dua, yaitu hadas besar dan hadas kecil. Sedangkan
macam najis, dibagi menjadi tiga, yaitu najis mukhaffafah, najis mughallazhah, dan
najis mutawasithah, serta ada juga yang membaginya menjadi najis ‘ainiyah dan najis
hukmiyah. Hikmah najis dan hadas antara lain yaitu menjaga kesehatan, menyiapkan
diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah, menghapus dosa dan mengangkat
derajat dan menambah kewaspadaan dalam beribadah.

B. Saran
Demikian tugas penyusunan makalah ini kami buat sebagai wadah untuk
menambah wawasan tentang najis dan hadas. Kritik dan saran kami harapkan dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar besarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bayan, A. (2008). Fikih MTS. Semarang: Toha Putra.


Ibrahim, T. (2009). Penerapan fikih Kelas VII Madrasah Tsanawiyah. Solo: Tiga
Serangkai.
Maawiyah, Aisyah. Thaharah Sebagai Kunci Ibadah
Marzuki. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1 SMP. Yogyakarta: FIS UNY.
Qodim, H. (2007). Fikih Ibadah. Jakarta: Transwacana.
MAKALAH
TATA CARA TAHARAH DARI NAJIS DAN HADAS:
WUDHLU, MANDI, DAN TAYAMUM

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih


Dosen Pengampu: Rosidi, Spdi., M.Pd

Disusun oleh:

1. Muhammad Misbahul Fatta 216151053

2. Shofi‟ul Ana 216151050

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Pernyataan rasa syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT atas


karunia-Nya, makalah yang berjudul “Tata Cara Bersuci dari Najis dan Hadas:
Wudhu, Mandi, dan Tayamum” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya
walaupun dalam bentuk yang sederhana. Penulis juga sampaikan sholawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi sumber
inspirasi dan motivasi dalam berbagai aspek kehidupan setiap insan.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Fiqih sekaligus memberikan ilmu baru mengenai thaharah, wudhu, mandi, dan
tayamum. Melalui makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih, khususnya
kepada yang terhormat, Bapak Rosidi, Spdi., M.Pd., pengampu mata kuliah Fiqih 3B
Prodi Tadris Bahasa Indonesia. Tidak lupa kepada sahabat-sahabat dan semua pihak
yang telah memberi motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif khususnya daripembaca
agar kedepannya mampu menyelesaikan makalah dengan hasil yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bermanfaat.

Sukoharjo, 21 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................................ ii

Daftar Isi........................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1


BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2

A. Thaharah ..................................................................................................... 2

B. Wudhu ........................................................................................................ 3

C. Tayamum .................................................................................................... 6

D. Mandi ......................................................................................................... 9

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 12

A. Kesimpulan .............................................................................................. 12

B. Saran ........................................................................................................ 13
Daftar Pustaka............................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, ilmu fiqih semakin dikenal dan tersentuh oleh orang-orang
awam. Keadaan tersebut membuktikan bahwa umat Islam sebenarnya sangat
membutuhkan ilmu dan hukum-hukum syariat. Begitu pula mengenai
pembahasan thaharah atau bersuci yang sedang dibicarakan. Thaharah
mengandung arti menyucikan najis dan hadas menggunakan tata cara tertenu.
Wudhlu, tayamum, dan mandi merupakan bagian dari cara menyucikan najis
dan hadas dengan cara tertentu dan hukum-hukum tertentu. Wudhludigunakan
untuk menyucikan diri dari hadas kecil sebelum melakukan shalat, tayamum
digunakan sebagai pengganti wudhlu ketika ada alasan yang menghalangi
wudhlu, sedangkan mandi biasanya untuk menghilangkan najis dan hadas besar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, beberapa rumusan masalah


yang akan penulis bahas yaitu.
1. Apa pengertian thaharah?

2. Bagaimana cara bersuci dari najis dan hadas melalui wudhu?

3. Bagaimana cara bersuci dari najis dan hadas melalui tayamum?

4. Bagaimana cara bersuci dari najis dan hadas melalui mandi?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai penulis


dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan pengertian thaharah.

2. Untuk menjelaskan cara bersuci dari najis dan hadas melalui wudhu.

3. Untuk menjelaskan cara bersuci dari najis dan hadas melalui tayamum.

4. Untuk menjelaskan cara bersuci dari najis dan hadas melalui mandi.
BAB II PEMBAHASAN

A. Thaharah

Thaharah dipandang dari segi bahasa berasal dari kata An-Nadhzafah yang
berarti kebersihan. Kebersihan yang oleh ahli fiqih diartikan sebagai menyucikan
najis dan hadas menggunakan cara tertentu.1

Thaharah terbagi dalam beberapa jenis, secara umum pembagian thaharah


ada dua, yakni thaharah hakiki, dan thaharah hukmi. Berikut penjelasannya.2

1. Thaharah Hakiki

Thaharah Hakiki adalah menyucikan najis dari tampaknya kotoran yang


mengenai bagian badan, pakaian, dan tempat shalat. Bisa diartikan juga
sebagai terbebasnya seseorang dari najis. Cara menyucikannya sesuai
dengan level kenajisannya.
2. Thaharah Hukmi

Thaharah Hukmi adalah menyucikan hadas dari tidak tampaknya


kotoran secara fisik, baik hadas kecil maupun hadas besar. Kotoran pada
diri kita yang tidak terlihat kotor secara fisik belum tentu tidak kotor
secara hukum. Cara menyucikannya dengan berwudlu atau mandi
jinabah.
B. Wudhu

Wudlu ditinjau secara bahasa berasal dari kata al-wadha’ah yang berarti
bersih dan cerah. Sedangkan menurut istilah, wudlu merupakan aktifitas
membersihkan anggota tubuh bagian tertentu dengan menggunakan air untuk
menyucikan hadas kecil atau hal-hal yang dapat menghalangi pelaksanaan
1
Ahmad Sarwat, Fiqih Thaharah (Jakarta Selatan: DU Center Press, 2010), hlm
23.

2
Ibid.
ibadah baik shalat atau ibadah lainnya bagi seorang muslim.3 Dijelaskandalam
Al-Quran, Allah SWT berfirman,

‫يا أيها الرين آمنىا إذا قمتم إلى الصالة فاغسلىا وجىهكم وأيديكم إلى المسافق وامسحىا بسءوسكم‬
‫وأزجلكم إلى الكعبين‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan


salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki..." (Al-Maidah:
6)

Terdapat juga sabda Rasulullah SAW,

‫ال يقبل هللا صالة أحدكم إذا أحدث حتى يتىضأ‬

Artinya: “Allah tidak menerima salat salah seorang kamu bila berhadas
sampaiia berwudlu.” (H.R. al-Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan
Ahmad)

Hukum wudlu itu bisa menjadi wajib dan bisa menjadi sunnah. Hukum wudlu
mejadi wajib apabila seorang muslim akan melakukan ibadah, diantaranya yaitu
melakukan shalat, menyentuh mushaf Al-Quran, tawaf diseputar Ka‟bah.

Sedangkan wudlu menjadi sunnah apabila hendak melakukan suau hal-hal,


diantaranya yaitu mengulangi wudlu untuk tiap shalat, menyentuh kitab-kitab
Syar‟iyah, ketika membaca Al- Quran, ketika akan tidur, sebelum mandi
janabah, ketika marah, ketika melantunkan azan, iqamat khutbah dan ziarah ke
makam Nabi SAW.4

3
Aisyah Maawiyah, Thaharah sebagai kunci ibadah, (Sarwah: Journal of
Islamic Civilization and Thought, 2016)
4
Ahmad Sarwat, Fiqih Thaharah (Jakarta Selatan: DU Center Press, 2010), hlm
63-68
a. Menggunakan air suci yang menyucikan

b. Air yang digunakan adalah air halal dan bukan air curian

c. Membersihkan suatu benda yang dapat menghalangi air untuk


sampai ke kulit, seperti cat kuku, dan sebagainya.
Menurut Imam Syafi‟i rukun wudlu terdapat pada QS. Al-Maidah: 6 dan
ditambahi dengan niat dan tertib. Sehingga menurut beliau rukun wudlu
terbagi menjadi enam perkara, antara lain5:
a. Niat

Niat menurut Imam Syafi‟i dihukumi wajib yang kita hadirkan dalam
hati bersamaan dengan membasuh wajah. Adapun niat yang kita
lafadzkan sebelum berwudlu hukumnya sunnah.
b. Membasuh wajah

Batasan pada membasuh wajah yaitu dari bagian atas kening tempat
tumbuhnya rambut sampai bagian dagu. Sedangkan batas bagian
telinga yaitu meratakan sampai bagian telinga kanan sampai kiri.
c. Membasuh kedua tangan hingga siku

Membasuh kedua tangan hingga siku bisa dimulai dari jari sampai
dengan siku ataupun bisa sebaliknya dengan meratakan air pada
kedua tangannya.
d. Mengusap kepala

Maksud dari mengusap kepala yaitu mebasahi tangan dengan air lalu
menjalankan ke kepala dengan mengusap sebagian.
e. Membasuh kaki hingga mata kaki

Membasuh kaki hingga mata kaki yaitu dengan meratakan air pada
kaki sampai dengan mata kaki.
f. Tertib

Maksud dari tertib sendiri yaitu berwudlu dengan berurutan mulai


dari awal hingga akhir tidak boleh terbolak-balik.
5
Ahmad Sarwat, Ibid.
Sunnah wudlu merupakan hal-hal yang dianjurkan atau disunnahkan
dalam wudlu. Akan tetapi jika tidak dilakukan tidak apa-apa atau tidak
mendapatkan dosa. Namun alangkah baiknya sunnah tetap kita lakukan guna
mendapatkan pahala sunnah yang sempurna dalam berwudlu. Di antara
sunnah wudlu terdapat hal-hal sebagai berikut6:

a. Menghadap kiblat

b. Bersiwak

c. Membaca basmalah

d. Melaadzkan niat wudlu

e. Membasuh kedua telapak tangan

f. Berkumur-kumur

g. Istinsyaq

h. Mengusap seluruh kepala

i. Mengusap kedua telinga

j. Menyela jenggot dan jari

k. Mendahulukan bagian kanan

l. Membasuh dan mengusap kali

m. Berdoa setelah wudlu

n. Ad-Dalku

o. Muwalah

Menurut Imam Syai‟i, yang dapat membatalkan wudlu terdapatenam


perkara, antara lain.7
a. Keluarnya sesuatu dari kemaluan

b. Tidur

c. Hilang akal
d. Sentuhan kulit dengan yang bukan mahram

e. Menyentuh qubul

f. Menyentuh dubur

6
Muhammad Ajib, Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafi’iy (Jakarta Selatan:
2019). Rumah Fiqih,

7
Ibid.
C. Tayamum

Tayamum dipandang dari segi bahasa berasal dari kata Al-qashdu yang
berarti bermaksud, sengaja, atau menyengaja.8 Kemudian menurut istilah,
tayamum artinya menggunakan debu suci untuk membasuh anggota tertentu
dengan syarat tertentu sebagai pengganti wudhu.9 Tayamum itu bagian dari
rukhsah atau keringanan yang diberikan kepada seseorang yang tidak dapat
memakai air karena mendapati beberapa halangan. 10

Terdapat beberapa sebab mengapa seseorang diperbolehkan tayamum, yaitu


sebagai berikut.11

1. Terdapat halangan ketika menggunkan air.

2. Terdapat marabahaya yang akan menimpa jika mencari air karena


dihadang bintang buas atau jika di dalam peperangan dia takut musuh
akan menyerang.
3. Terdapat air tetapi hanya cukup untuk kebutuhan minum saja sedangkan
orang itu sendiri takut kehausan.
4. Terdapat air tetapi milik orang lain dan terdapat air tetapi dijual dengan
harga yang sangat mahal dan tidak dapat dijangkau.
5. Terdapat luka atau sakit tertentu yang ketika terkena air akan
memperparah luka atau sakit tersebut. Asalkan berlandaskan menurut
dokter atau dukun yang memang berpengalaman dengan kondisi sakit
tersebut.12

Tayamum boleh dilakukan jika telah memenuhi beberapa syarat-syarat


bertayamum sebagai berikut.13

8
Ahmad Sarwat, Op. Cit., hlm 81.

9
Abu Hazim Mubarok, Fiqh Idola (Terjemah Fathul Qarib) (Jawa
Barat: Mukjizat, 2019), hlm 70.

10
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2013) hlm 39.
11
Imam Al-Ghazali, Thaharah Dan Shalat (Bandung: Marja, 2019), hlm 38.

12
Sulaiman Rasjid, Op. Cit.

13
Ainur Rahman, Bersuci Supaya Sehat (Jakarta: Multi Kreasi Satudelapan,
2010), hlm

44.
1. Harus memiliki alasan yang jelas mengapa ingin bertayamum.

2. Wudhlu dengan tayamum adalah pengganti wudhlu yang darurat,


sehingga diwajibkan bertayamum ketika sudah masuk waktunya shalat.
3. Kesulitan mendapatkan air, sebab jika seseorang telah mendapatkan air
dan cukup untuk berwudhlu maka tayamum tidak berlaku.
4. Tanah atau debu yang digunakan haruslah suci dan dapat digunakan
untuk mensucikan. Kriteria dari tanah yang suci itu tidak boleh berlumut
atau tanah yang terkena najis. Biasanya tanah yang suciidentik dengan
debu yang kering, pasir halus, atau serpihan dari hancuran batu-batu.
5. Najis telah tiada setelah bersuci.

Tayamum memiliki tata cara tersendiri yang penting untuk diperhatikan agar
tidak keliru dalam mempraktikkannya, antara lain sebagai berikut.14

1. Selayaknya seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang hendak


tayamum perlu menunggu hingga waktu shalat fardhu masuk baru
melakukan tayamum.
2. Pilih dahulu tanah atau debu yang baik dan suci yang memang pantas jika
digunakan untuk bertayamum, di mana bagian atasnya kering, halus, dan
bersih.
3. Tepuk dengan pelan dan yakin debu atau tanah tersebut dengan kedua
telapak tangan tadi.
4. Debu yang telah ada di telapak tangan kemudian ditiup ringan.15

5. Lalu usapkan debu atau tanah dari telapak tangan tadi ke wajah satu
kali dengan niat bersuci untuk melakukan shalat.
6. Setelah itu telapak tangan kiri menepuk debu lagi kemudian diusapkan
untuk tangan kanan sampai siku-siku.

14
Imam Al-Ghazali. Op. Cit., hlm 38-39.
15
Aisyah Maawiyah, „Thaharah Sebagai Kunci Ibadah‟, Sarwah: Journal of
Islamic Civilization and Thought, 15.2 (2016), hlm 8.
7. Telapak tangan kanan menyusul menepuk debu atau tanah secara
bergiliran untuk mengusap tangan kiri sampai siku-siku.

Berbeda dengan wudhu, tayamum hanya berlaku untuk sau kali saja dan
berlaku untuk satu kali shalat fardhu atau fardhu dan sunnah. Jadi, jika hendak
shalat fardhu lagi yang lainnya, maka perlu untuk memperbaruitayamumnya.16

Tayamum memiliki empat fardhu atau rukun yang harus terpenuhi yaitu
sebagai berikut.17

1. Niat. Seseorang yang hendak melakukan tayamum diwajibkan niat karena


hendak melakukan shalat, bukan semata niat karena menghilangkan
hadas. Niat tayamum wajib bersamaan ketika melakukan pemindahan
debud dipindah untuk mengusap wajah dan kedua tangan.18
2. Mengusap wajah menggunakan tanah atau debu.

3. Mengusap tangan hingga ke siku dengan tanah atau debu serta


mendahulukan bagian tubuh yang kanan.
4. Tertib atau urut sebagaimana urutannya, jika tidak tertib maka hukum
tayamumnya tidak sah.

Tayamum juga memiliki beberapa kesunnatan yang apabila dikerjakanmendapat


pahala dan tidak mengapa jika tidak dikerjakan.19

1. Membaca basmalah (bismillahirrahmanirrahim).

2. Mendahulukan bagian tubuh kanan dibandingkan kiri, baik itu dalam


mengusap tangan ataupun mengusap wajah.
3. Muwalah. Artinya susul emnyusul dengan segera setiap kali telah
melakukan langkah-langkah tayamum.
4. Meniupkan debu ketika tangan meletakkan tanah atau debu agar tipis.20

16
Imam Al-Ghazali, Op. Cit.
17
Sulaiman Rasjid, Op. Cit., hlm
40. 18Abu Hazim Mubarok. Op.
Cit., hlm 75. 19Ibid., hlm 77.
5. Membaca dua kalimat syahadat usai tayamum sebagaimana bacaan
setelah berwudhu.21

Terdapat dua perkara yang membatalkan tayamum yaitu apa saja yang
dapat membatalkan wudhu dan ketika melihat ada air.22

D. Mandi

Pembahasan mandi yang dimaksud dalam fikih adalah mandi wajib. Mandi
pada umumnya dimaknai sebagai meratakan air dari ujung arambut hingga ujung
kaki. Syariat Islam menambahkan definisi mandi dengan tata cara tertentu dan
dibarengi niat yang tulus serta ikhlas karena Allah.23
Jadi mandi wajib atau janabat dapat didefinisikan sebagai prosespenyucian
diri dari seseorang yang berhadas besar atas sebab-sebab tertentu yang membuat
seseorang tersebut diwajibkan mandi wajib dengan cara menyiramkan air yang
suci lagi ke seluruh tubuh.24
Sebab-sebab dari seseorang diwajibkan mandi wajib adalah sebagai
berikut.25
1. Bersetubuh atau ijma’ baik keluar mani atau tidak tetap saja wajib mandi.
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila dua kemaluan saling bersentuhan,
maka telah diwajibkan atas keduanya untuk mandi.” (H.R Muslim).
2. Keluar mani yang disebabkan mimpi atau sebab lainnya, baik secara
sengaja atau tidak.
3. Wafat, orang Islam selain mati syahid ketika meninggal dunia wajib
dimandikan. Ketika seseorang meninggal saat bersama nabi karena

20
Sulaiman Rasjid. Op.Cit., hlm 42.

21
Ibid.
22
Ibid.
23
Aisyah Maawiyah, „Thaharah Sebagai Kunci Ibadah‟, Sarwah: Journal of
Islamic Civilization and Thought, 15.2 (2016), hlm 6.

24
Ibid.

25
Ainur Rahman, Op. Cit., hlm 39-40.
waktu itu terlempar dari untanya, Rasulullah SAW bersabda:
“Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara.”
4. Haid, wanita yang menstruasi ketika telah suci maka wajib baginya
melakukan mandi wajib.
5. Nifas, perempuan yang setelah melahirkan keluar darah yang disebut
nifas ketika selesai wajib baginya melakukan mandi wajib.
6. Melahirkan, perempuan yang setelah melahirkan seorang anak
diibaratkan seperti mengeluarkan mani yang menggumpal, maka wajib
baginya melakukan mandi wajib.
Mandi wajib memiliki tata cara tersendiri yang penting untuk diperhatikan
agar tidak keliru dalam mempraktikkannya, antara lain sebagai berikut.26
1. Niat. Sebab segala sesuatu atau amalan perlu disertai dengan niat.

2. Membaca basmalah (bismillahirrahmanirrahim).

3. Diawali dengan membasuh dulu kedua telapak tangan diulang sampai


tiga kali.
4. Membasuh kemaluan menggunakan tangan kiri.

5. Membersihkan tangan kiri setelah digunakan untuk membersihkan


kotoran.
6. Berwudhu

7. Mendahulukan menyiram bagian tubuh sebelah kanan dibandingkan


dengan sebelah kiri.
8. Meratakan siraman air ke selurih tubuh sambil menggosok-gosok.

9. Bergeser dari tempat semula lantas membasuh kaki.

Adapun fardhu mandi wajib itu ada tiga hal yang tidak boleh terlewat, yaitu
sebagai berikut.27
1. Niat. Seseorang yang junub wajib niat menghilangkan jinabah, niat
tersebut dilakukan ketika memulai membasuh yang pertama kali pada
nggota tubuh bagian atas atau anggota bagian bawah.
2. Menghilangkan najis.
26
Aisyah Maawiyah, „Thaharah Sebagai Kunci Ibadah‟, Sarwah: Journal of
Islamic Civilization and Thought, 15.2 (2016), hlm 6-7.

27
Abu Hazim Mubarok, Op. Cit., hlm 57.
3. Meratakan air hingga terbasuh seluruh bagian tubuh.

Mandi wajib juga memiliki beberapa kesunnatan yang apabila dikerjakan


mendapat pahala dan tidak mengapa jika tidak dikerjakan.28
1. Membaca basmalah (bismillahirrahmanirrahim).

2. Mendahulukan bagian tubuh kanan dibandingkan kiri, baik itu dalam


mengusap tangan tauapun mengusap wajah.
3. Muwalah. Artinya susul menyusul dengan segera setiap kali telah
melakukan langkah-langkah mandi wajib.
4. Berwudhu‟ sebelum mandi

5. Menggunakan tangannya hingga sampai pada seluruh anggota tubuh..


28
Abu Hazim Mubarok. Op. Cit., hlm 60-61.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Thaharah dipandang dari segi bahasa berasal dari kata An-Nadhzafah yang
berarti kebersihan. Kebersihan yang oleh ahli fiqih diartikan sebagai menyucikan
najis dan hadas menggunakan cara tertentu. Thaharah terbagi dalam beberapa
jenis, secara umum pembagian thaharah ada dua, yakni thaharah hakiki, dan
thaharah hukmi.
Wudlu ditinjau secara bahasa berasal dari kata al-wadha’ah yang berarti
bersih dan cerah. Sedangkan menurut istilah, wudlu merupakan aktifitas
membersihkan anggota tubuh bagian tertentu dengan menggunakan air untuk
menyucikan hadas kecil atau hal-hal yang dapat menghalangi pelaksanaan
ibadah baik shalat atau ibadah lainnya bagi seorang muslim. Terdapat beberapa
penjelasan hukum wudhu, fardhu wudhu, snnah wudhu, dsb.
Tayamum dipandang dari segi bahasa berasal dari kata Al-qashdu yang
berarti bermaksud, sengaja, atau menyengaja. Kemudian menurut istilah,
tayamum artinya menggunakan debu suci untuk membasuh anggota tertentu
dengan syarat tertentu sebagai pengganti wudhu. Terdapat beberapa sebab
seseorang diperbolehkan tayamum, fardhu, tata cara, dan sunnah apa saja dalam
tayamum.
Mandi wajib atau janabat dapat didefinisikan sebagai proses penyucian diri
dari seseorang yang berhadas besar atas sebab-sebab tertentu yang membuat
seseorang tersebut diwajibkan mandi wajib dengan cara menyiramkan air yang
suci lagi ke seluruh tubuh. Terdapat beberapa sebab seseorang diwajibkan mandi
wajib, fardhu, tata cara, dan sunnah melakukan mandi wajib.
B. Saran

Kembali lagi pada tujuan makalah ini ditulis, yaitu menjelaskan bagaimana
pengertian thaharah dan cara bersuci dari najis dan hadas, sekaligus wudhu,
tayamum, dan mandi. Penulis berpesan kepada pembaca sekaligus penulis
sendiri bahwa fiqih adalah ilmu penting dalam peribadatan sehari-hari, bahkan
hal paling kecil sekalipun.
Untuk itu, urgensi masyarakat sebagai umat Islam adalah mendalami ilmu
Fikih, memahaminnya, serta mengamalkannya. Bahkan bila perlu sebisa
mungkin sesuai kemampuan masing-masing, agar menyebarluaskan manfaatnya.
Islam itu mudah.
DAFTAR PUSTAKA

Ajib, Muhammad, Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafi’iy (Jakarta Selatan: RumahFiqih,
2019)

Al-Ghazali, Imam, Thaharah Dan Shalat (Bandung: Marja, 2019)

Maawiyah, Aisyah, „Thaharah Sebagai Kunci Ibadah‟, Sarwah: Journal ofIslamic


Civilization and Thought, 15.2 (2016)

Mubarok, Abu Hazim, Fiqh Idola (Terjemah Fathul Qarib) (Jawa Barat:Mukjizat,
2019)

Rahman, Ainur, Bersuci Supaya Sehat (Jakarta: Multi Kreasi Satudelapan, 2010)
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2013)

Sarwat, Ahmad, Fiqih Thaharah (Jakarta Selatan: DU Center Press, 2010)


MAKALAH

TATA CARA MENGERJAKAN SHALAT WAJIB

Disusun untuk Memenuhi UAS Mata Kuliah Fiqih Dosen


Pengampu : Rosidi, M. Pd.

Disusun Oleh:

Diya Ika Purwanti (216151034)

TiraOkta Pratiwi (216151038)

KELAS 3B

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA

FAKULTAS ADAB DAN BAHASA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan mengucapkan Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah
menganugerahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulisan makalah
berjudul “Tata Cara Mengerjakan Shalat Wajib” dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang
dinantikan Syafa’atnya di Yaumil Qiyamah. Penulis menemukan beberapa hambatan ketika
menyusun makalah ini, karena terbatasnya pengetahuan penulis.

Oleh karena itu sudah sepatutnya penulis berterima kasih kepada pengampu mata kuliah
Fiqih yaitu, Rosidi M. Pd. yang telah memberikan berbagai ilmu yang sangat berguna bagi
penulis. Pada menyusun makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi
isi maupun dalam penyajian materinya. Untuk itu kami mengharap kepada pembaca agar
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk lebih baik kedepannya.

Klaten, 25 September 2022

Hormat Kami,

Penulis

I
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................


1

1.1 LATAR BELAKANG .........................................................................................................


1

1.2 RUMUSAN MASALAH .....................................................................................................


1

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN .................................................................................................


1

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................................


2

2.1 PENGERTIAN SHALAT WAJIB ......................................................................................


2

2.2 KETENTUAN SHALAT WAJIB...…………………………………………………….….3

A. DASAR HUKUM PERINTAH SHALAT WAJIB………………………………..…..……3

B. SYARAT SHALAT WAJIB………………………………………………………….…….4

C. SUNAH-SUNAH SALAT SHALAT WAJIB...…………………………………………….5

D. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALA WAJIB ..………….………… …………6

2.3 TATA CARA MENGERJAKAN SHALAT WAJIB ..........................................................


9
BAB III PENUTUP ....................................................................................................................
13

3.1 KESIMPULAN ..................................................................................................................


13

3.2 SARAN ..............................................................................................................................


13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................


14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Shalat merupakan salah satu ibadah wajib bagi umat muslim dan shalat
merupakan sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya sebagai suatu
bentuk ibadah yang didalamnya terdapat sebuah amalan yang tersusun dari beberapa
ucapan maupun perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhram hingga diakhiri
dengan salam, dilakukan sesuai dengan syarat maupun rukun shalat yang telah
ditentukan (Imam Bashari Assayuthi, 30).

Shalat dilaksanakan agar didalam setiap kegiatan selalu diberi keberkahan, kemudahan,
dan jalan keluar dari berbagai kesulitan yang ada dalam kehidupan. Dalam pelaksanaan
shalat wajib memiliki ketentuan didalamnya dari segi dalil perintah Shalat Wajib,
syarat sah shalat, hingga pada tata cara mengerjakan shalat wajib ini akan kami bahas
dalam makalah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:

1. Apa Pengertian Shalat Wajib?

2. Apa saja Ketentuan dalam Shalat Wajib?

3. Bagaimana Tata cara Mengerjakan Shalat Wajib?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah sebagai berikut:

1. Mengetahui Pengertian Shalat Wajib


2. Mengetahui Ketentuan dalam Shalat Wajib

3. Mengetahui Tata cara Mengerjakan Shalat Wajib

xxx
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SHALAT WAJIB

Shalat secara etimologi berarti do’a dan secara terminologi atau istilah dari para ahli
fiqih membagi arti shalat secara lahir dan hakiki. Shalat secara lahiriah berarti perkataan
dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dan dengan itu kita
beribadah kepada Allah SWT menurut syarat. Sedangkan secara hakikinya shalat ialah

“berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta
menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya" dan
keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau
dengan kedua-duanya". 13

Shalat juga diartikan sebagai salah satu sarana komunikasi antara seorang hamba dengan
Tuhan-Nya, sebagai bentuk ibadah yang di dalamnya terdapat amalan yang tersusun dari
beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri
dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun shalat yang telah ditentukan.

Maka dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat ialah
merupakan salah satuibadah kepada Allah, yang berupa perkataan/ucapan dan
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan
rukun yang telah ditentukan. Sedangkan shalat fardhu atau yang biasa disebut shalat
wajib 5 waktu adalah shalat yang hukumnya fardhu (wajib), dimana shalat yang wajib
dilaksanakan oleh semua umat muslim dan dikerjakan pada 5 waktu yaitu: subuh,
dzuhur, ashar, maghrib dan isya’.2 Sedangkan shalat fardhu atau yang biasa disebut
shalat wajib 5 waktu adalah shalat yang hukumnya fardhu (wajib), dimana shalat yang

13
Rauf, Shalat Menurut Tuntunan Rasulullah Saw, (Jakarta: Karya Dunia Fikir, 2003)
2
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Sinar Baru Algensindo), hlm. 53

xxxi
wajib dilaksanakan oleh semua umat muslim dan dikerjakan pada 5 waktu yaitu:
subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya’.

2.2 KETENTUAN SHALAT WAJIB

A. Dasar Hukum Perintah Shalat Wajib

Shalat Wajib merupakan rukun Islam yang kedua setelah membaca dua kalimah
syahadat. Bahkan shalat menjadi penanda untuk membedakan antara orang yang kafir
dan muslim. Oleh karena pentingnya kedudukan shalat bagi setiap muslim, banyak ayat-
ayat al-Qur’an yang menegaskan perintah untuk melaksanakannya. a) Allah Swt.
berfirman:

Artinya:

“Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah, dengan ikhlas


mentaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar
melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus (benar)” QS. Al-Bayyinah (98): 5

b) Allah Swt. juga berfirman:

Artinya:

xxxii
“Maka laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan berpegang
teguhlah kepada agama Allah. Dialah pelindungmu; Dia sebaik-baik
pelindung dan sebaik-baik penolong” QS. Al-Hajj (22): 78

c) Firman Allah Swt. lainnya:

Artinya:

“Sesungguhnya shalat bagi orang-orang mukmin adalah kewajiban yang sudah ditentukan
waktunya” QS. An-Nisa’ (4): 10314

B. Syarat Shalat Wajib

Dalam menjalankan ibadah salat terdapat beberapa syarat yang harus kita penuhi terlebih dahulu,
di antaranya adalah sebagai berikut:15

1. Beragama Islam

Seperti yang sudah diketahui bahwa Shalat hanya dilakukan oleh seorang muslim.

2. Memiliki akal yang sehat dan tidak gila

Berakal sehat tidak mempunyai pikiran yang kotor

3. Bersih dan suci dari najis, haid, nifas, dan sebagainya

14
Aris Adi Leksono, 2020. FIQIH MTs KELAS VII, Kementerian Agama Republik Indonesia. hlmn. 61
15
ALDINA, CUT SYAFIRA. 2016. Macam-Macam Sholat Sunnah, Hukum dan Tata Caranya

xxxiii
Sudah membersihkan segala macam bentuk najis yang melanggar perintah Shalat seperti suci
dari menstruasi, nifas ( atau darah sesudah melahirkan ).

4. Sudah Baligh

Baligh artinya seorang yang telah mencapai kedewasaan (pubertas). Bagi laki-laki seorang dapat
dikatakan baligh jika sudah berumur 15 tahun atau sudah mengalami mimpi basah. Bagi
perempuan yang dapat dikatakan baligh ketika sudah mengalami menstruasi. 16

C. Sunah-Sunah Shalat Wajib

a. Mengangkat tangan ketika takbiratul ihram

b. Bersedekap ketika berdiri

c. Membaca doa iftitah setelah takbiratul ihram

d. Membaca ta’awudz sebelum membaca surat al-Fatihah dan mengucapkan āmīn setelah

selesai membaca surat Al-Fatihah;

e. Membaca surat atau ayat Al-Qur’an setelah membaca surat Al-Fatihah;

f. Mengangkat tangan ketika akan ruku’, i’tidal, dan berdiri setelah tahiyyat awal;

g. Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud;

h. Membaca doa qunut dalam shalat subuh setelah i’tidal;

i. Duduk iftirasy ketika duduk diantara dua sujud dan duduk tahiyyat awal;

16
Rahman, Ustadz Arif. 2016. Panduan Sholat Wajib & Sunnah Sepanjang Masa Rasulullah Saw. Shahih

xxxiv
j. Duduk tawaruk ketika tasyahud akhir;

k. Membaca salam yang kedua sambil menoleh ke kiri. 17

D. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat Wajib

Shalat dikatakan batal atau tidak sah apabila salah satu syarat dan rukunnya tidak
dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Berbagai hal yang dapat menyebabkan
batalnya shalat adalah:

a. Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja

Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja,maka shalat
itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat Al-
Fatihahnlalu langsung rukuk, maka shalatnya menjadi batal.

b. Berhadas

Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik
terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.

c. Terkena najis baik badan, pakaian, atau tempat shalat

Bila seseorang yang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi
batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau
pakaianya dan tidak segera ditepis /tampiknya najis tersebut maka batallah shalat tersebut.

d. Dengan sengaja berbicara yang bukan untuk kemashlahatan shalat.

17
Nur azizah, 2022. Ketentuan Shalat Fardhu: Rukun, Sunah dan Yang Membatalkan Salat

diakses 20 Desember dari https://tirto.id/ketentuan-shalat-fardhu-rukun-sunah-dan-


yangmembatalkan-salat-gs6s

xxxv
Berbicara dengan sengaja yang di maksud di sini bukanlah berupa bacaan-bacaan dalam

Al-Qur’an, dzikir ataupun do’a, akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering dilakukan
manusia dalam kehidupan sehari-harinya.

e. Terbuka auratnya.

Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara sengaja,
maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun
terbuka dalam waktu yang lama. Namun jika auratnya terbuka tanpa di sengaja dan bukan
dalam waktu yang lama, maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi maka
shalatnya tidak batal.

f. Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat

Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam
hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak. Meski belum
melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya.

g. Banyak bergerak

Gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan gerakan yang
terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga kali gerakan
berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.

h. Membelakangi kiblat

Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di dalam
shalatnya melakukan gerakan hingga badanya bergeser arah hingga membelakangi
kiblat, maka shalatnya itu batal dengan sendirinya.

i. Tertawa sampai terdengar tawanya oleh orang lain

xxxvi
Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara, adapun bila sebatas
tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.

j. Mendahului imam dalam dua rukun shalat, apalagi lebih.

Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti


bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batalah shalatnya.Namun bila hal itu
terjadi tanpa sengaja maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.

k. Murtad, artinya keluar dari agama Islam

Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan ada sebelas hal yang dapat
membatalkan shalat diantaranya: Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja,
berhadas, terkena najis, secara sengaja mengucapkan ucapan di luar apa yang di baca
waktu shalat, Terbuka auratnya, mengubah niat, banyak bergerak, membelakangi kiblat,
tertawa, mendahului imam dan murtad. Apabila salah satu hal tersebut dilakukan dalam
keadaan shalat, maka shalat tersebut menjadi batal dan shalat tersebut mesti di ulang lagi
dari awal. 1819

E. Hikmah / Keutamaan Melaksanakan Shalat Wajib

a. Adanya ketenangan batin, artinya dalam melaksanakan shalat manusia berhadapan


langsung dan mengadakan komunikasi kepada Sang pencipta,dengan menyebut nama-
Nya, berzikir, berharap dan berdo’a.

b. Adanya pembentukan kepribadian, artinya dalam pelaksanaan shalat ditentukan waktunya


dengan cara dan syarat-syarat tertentu, misalnya sebelum shalat harus berwudhu dahulu,
mensucikan badan, pakaian, dan tempat shalat dari pada najis dan menghadap kiblat. Hal

18
Departemen Agama RI, 2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Toha Putra Semarang), hlm.
19

xxxvii
ini akan membentuk pribadi manusia menjadi disiplin, tepat waktu, bekerja keras dan
berahlakul karimah.

20
c. Dengan menjalankan shalat, hilang semua kesusahan dan kegelisahan.

d. Shalat merupakan benteng atau pencegah dari perbuatan keji dan munkar, shalat juga
dapat merubah watak seseorang dari perbuatan jahat kepada watak yang baik. 21

2.3 TATA CARA MENGERJAKAN SHALAT WAJIB

1) Takbiratul Ihram

Mengangkat kedua tangan sejajar dengan daun telinga untuk laki-laki, dan perempuan boleh
sejajar dengan dada, sambil membaca Allahu akbar. Artinya Allah Maha Besar. Niat bisa dibaca
sebelumnya, atau bebarengan dengan takbir. Keduanya sahih, kembali pada keyakinan

2) Membaca Iftitah

Ada 2 doa iftitah, hafal dan lafalkan salah satunya dalam melaksanakan salat.

Pertama

Allahu akbar Kabiiraw walhamdu lillaahi katsiira wa subhaanallaahi bukrataw wa'ashiila.


Wajjahtu wajhiya lilladzii fataras samawaati wal ardha haniifam muslimaw wamaa anaa minal
musyrikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil aalamiin. Laa
syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa anaa minal muslimiin.

20
Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Amzah, 2005). hlm. 114-115

21
Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010). hlm. 180

xxxviii
Artinya: Allah maha besar, maha sempurna kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah, pujian yang
sebanyak-banyaknya. Dan maha suci Allah sepanjang pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku
kepada zat yang telah menciptakan langit dan bumi dengan penuh ketulusan dan kepasrahan dan
aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku
dan matiku semuanya untuk Allah, penguasa alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan
dengan demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk orang-orang yang muslim."

Bacaan Iftitah Kedua

Allahumma baaid bainii wabaina khathaayaaya kamaa baaadta bainal masyriqi wa maghribi,
allahumma naqinii min khathaayaaya kamaa yunaqats tsaubul abyadhu minad danas.
Allahummaghsilnii min khathaayaaya bil maai wats tsalji.
Artinya : Ya Allah, jauhkan antara aku dan kesalahan kesalahanku, sebagaimana engkau
menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahan kesalahanku,
sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan
kesalahanku dengan salju, air dan air es.

3) Membaca Surat Pendek yang dihapal

Misalnya surat Annas, Al Falaq dan Al Ikhlas.

4) Ruku dengan tumaninah (Allahu akbar)

Subhaana rabbiyal adziimi wa bihamdih. (3 X)

Artinya : Mahasuci Allah Yang Maha Agung dan Memujilah Aku kepada-Nya".

5) Itidal

Itidal dengan tumaninah, berdiri seraya mengucapkan : Samiallahu liman hamidah.

Artinya : "Allah Mendengar orang-orang yang memuji-Nya." Kemudian berdisi membaca doa
sebagai berikut,

xxxix
"Rabbana lakal hamdu milus samawati wa mil ulardi wa mil umasyita min syaiin badu. Artinya :
Wahai Tuhan kami hanya untuk-Mu lah segala puji sepenuh lagit dan Bumi dan sepenuh barang
yang Engkau kehendaki sesudahnya.

6) Sujud dengan tumaninah (Allahu akbar)

Subhana rabbiyal ala wa bihamdih (3 X)

Artinya : Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Luhur dan dengan Puji-Nya

7) Duduk di antara dua sujud, dengan tumaninah (Allahu akbar)

Robighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfanii, warzuqnii, wahdinii, waaafinii, wafu annii Artinya
: Ya Allah, Ampunilah aku, Belas kasihanilah aku, Cukupkanlah segala kekuranganku,
Angkatlah derajatku, Berilah rezeki kepadaku, Berilah petunjuk kepadaku, Berilah kesehatan
kepadaku, dan berilah ampunan kepadaku.

• Sujud kedua dengan tumaninah (Allahu akbar)

• Berdiri lagi untuk menunaikan rakaat kedua

• Membaca surat Al-Fatihah

• Membaca Surat Pendek yang dihapal

• Ruku dengan tumaninah (Allahu akbar)

6) Tahiyat Pertama

Bacaan tahiyat pertama :

xl
Attahiyyatul mubarakaatus salawatut tayyibatu lillah. Assalamu alaika ayyuhan nabiyyu
warahmatullahi wabarakatuh. Assalamu alaina wa ala ibadillahis salihin. Asyhadu alla ilaha
illallah. Wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. Allahumma salli ala sayyidina muhammad"

Artinya :

Segala kehortmatan, keberkahan, rahmat dan kebaikan adalah milik Allah. semoga keselamatan,
rahmat dan berkah-Nya tetap tercurahkan atas-Mu, wahai Nabi. Semoga keselamatan (tetap
terlimpahkan) atas kami dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Limpahkan rahmat
kepada penghulu kami Nabi Muhammad. Kecuali pada salat Shubuh, pada tahap ini berarti
membaca bacaan tahiyat akhir.

• Berdiri (Allahu akbar) untuk melaksanakn rakaat ketiga.

• Lanjutkan langkah yang sama hingga rakaat keempat

• Sujud pertama (rakaat kedua)


7) Tasyahud Akhir

Posisi duduk yang disebut dengan duduk tawaruk, pantat langsung menempel di lantai atau tanah
dan kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan. Jari-jari kaki kanan menghadap kiblat tetap
menekan ke tanah. Badan sedikit condong ke kiri, kepala miring ke pundak kanan. Bacaannya,
sama dengan tasyahud awal kemudian ditambah dengan sholawat Nabi, yakni :

Kama sallaita ala sayyidina ibrahim wa ala ali sayyidina ibrahim. Wa barik ala sayyidina
Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad Kama barakta ala sayyidina ibrahim wa ala ali
sayyidina ibrahim Fil alamina innaka hamidum majid

Artinya : Sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada penghulu kami Nabi Ibrahim
dan Keluarganya dan limpahkanlah berlah kepada penghulu kami Nabi Muhammad dan
keluarganya sebagaimana Engkau limpahkan berkah kepada penghulu kami Nabi Ibrahim dan

xli
keluarganya. sesungguhnya di alam semesta ini Engkau maha terpuji lagi maha mulia, wahai Zat
yang menggerakkan hati tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.

8) Salam

Menengok ke kanan, salam lalu menengok ke kiri mengucap salam lagi.

Assalamu'allaikum warahmatullahi wabarakatuh

Itulah tata cara salat wajib yang benar sesuai syariat, semoga kita dapat menunaikannya dengan
22
tertib dan khusyu. Semoga ampunan, keberkahan, dan ridho Ilahi menyertai kita semua.

22
Kurnia Azizah, 2020. “Tata Cara Salat Wajib yang Benar Sesuai Syariat”, diakses pada 26 September 2022
pukul 10.00

xlii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah sebagai cara menghubungkan
seorang hamba kepada sang penciptanya, dan ibadah shalat ini menjadi media permohonan doa
kepada Allah SWT. Shalat juga mempunyai kedudukan yang sangat penting dan mendasar
dalam Islam, seperti yang disebutkan dalam QS. Al-Bayyinah (98): 5, QS. Al-Hajj (22): 78, QS.
An-

Nisa’ (4): 103. Dari ayat- ayat dala surat-surat yang terdapat Al-Quran tesebut menunjukan
btapa pentingnya keduddukan shalat dalam kehidupan ini. Sehingga dalam menjalankan shalat
terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan, dari syarat shalat wajib, hingga pada tata
cara mengerjakan shalat yang sesuai syariat, yang didalamnya terdapat bacaan dari takbiratul
ihram hingga salam.

3.2 Saran

Penulis menyadari sepenuhnya di dalam bahwa makalah ini masih terdapat


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka, perlu adanya sumber yang kami gunakan
untuk bisa menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak sangat kami terima. Harapannya makalah ini bisa menjadi pemenuhan
tugas, dan sumber bacaan serta pengetahuan bagi pembaca.

xliii
DAFTAR PUSTAKA

Aldina, Cut Syafira. 2016. Macam-Macam Sholat Sunnah, Hukum dan Tata Caranya

Aris Adi Leksono, 2020. FIQIH MTs KELAS VII, Kementerian Agama Republik

Indonesia

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Toha Putra Semarang 2009)

Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Amzah, 2005)

Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010)

Kurnia Azizah. 2020. “Tata Cara Salat Wajib yang Benar Sesuai Syariat”, diakses pada 26
September 2022 pukul 10.00

Rahman, Ustadz Arif. 2016. Panduan Sholat Wajib & Sunnah Sepanjang Masa Rasulullah
Saw. Shahih

Rauf, Shalat Menurut Tuntunan Rasulullah Saw, (Jakarta: Karya Dunia Fikir,

2003).

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Sinar Baru Algensindo)

Nur azizah, 2022. Ketentuan Shalat Fardhu: Rukun, Sunah dan Yang
Membatalkan Salat diakses 20 Desember dari
https://tirto.id/ketentuanshalat-fardhu-rukun-sunah-dan-yang-membatalkan-
salat-gs6s

xliv
MAKALAH

SHALAT JAMA' DAN SHALAT QHASAR

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih

Pengampu : Rosidi, M.Pd

Disusun Oleh :

Haniffudin Adi Wicaksono (196151092)

Zahra Aulia Putri (216151047)

S-1 TADRIS BAHASA INDONESIA

FAKULTAS ADAB DAN BAHASA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID

SURAKARTA

2022
xlv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat
menyelasaikan tugas makalah yang berjudul Shalat Jama' dan Shalat Qhasar dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih. Selain, makalah ini bertujuan untuk
memanmbah wawasan tentang shalat jama' dan shalat qhasar bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rosidi, M.Pd. selaku dosen pengampu mata
kuliah Fiqih. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini. Kami sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermafaat bagi semua pihak, khususnya
pembaca.

Kartasura, 7 Oktober 2022

Penulis

xlvi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 4

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………. 4

B. RUMUSAN MASALAH………………………….……………………… 4

C. TUJUAN………………………………………………………….………. 4

BAB II PEMBAHASAN……………..…………………………………………… 5

A. PENGERTIAN SHALAT JAMA' DAN SHALAT QHASAR…...……… 5

B. SYARAT SHALAT QHASAR DAN JAMA' .............................................. 8

C. SHALAT JAMA' QHASAR ......................................................................... 9

D. HAL YANG MEMPERBOLEHKAN SHALAT JAMA' DAN QHASAR... 9

BAB III PENUTUP……………………………………………………..………. 11

A. KESIMPULAN…………………………………………….………….… 11

B. SARAN……………………………………………….…………………. 11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………........... 12

xlvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan manusia diciptakan oleh Allah adalah hanya untuk beribadah kepada
Allah, salah satu bentuk beribadah kepada Allah adalah dengan cara mendirikan shalat.
Dalam mendirikan shalat setiap muslim diwajibkan untuk memenuhi rukun shalat dan
melakukannya sesuai dengan waktunya yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
Berbeda halnya jika kita sedang berpergian jauh dan mengalami kesulitan untuk
mendirikan sholat fardhu tepat pada waktunya maka Allah telah meringankan
kewajiban kita dengan cara menjama’ dan menqashar sholat fardhu. Karena Islam
adalah agama yang tidak memberatkan bagi para umatnya.

Disinilah muncul permasalahan-permasalahan diantaranya adalah tentang hukum


dari jama’ dan qashar, sebab-sebab diperbolehkannya melakukan jama’ dan qashar,
dan juga cara melakukan sholat jama’ qashar itu sendiri baik di kalangan para ulama
fiqh dan para masyarakat. Ada yang memandanganya lebih baik menyempurnakan
shalat walaupun sedang berpergian. Ada juga yang memandang bahwa jama’ dan
qhasar itu wajib dilaksanakan dan tidak boleh menyempurnakan shalat. Dan masih
banyak lagi pendapat-pendapat tentang shalat jama’ dan qashar.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian shalat jama'dan shalat qhasar

2. Syarat shalat qhasar dan jama'

3. Shalat Jama' Qhasar

4. Hal hal yang memperbolehkan melaksanakan shalat jama' dan qhasar

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian shalat jama' dan shalat qhasar

2. Mengetahui apa itu syarat syarat sah shalat qhasar

3. Mengetahui apa itu Shalat Jama' Qhasar

ii
4. Mengetahui hal hal diperbolehkannya shalat jama' dan qhasar

BAB II

PEMBAHASAN

iii
A. PENGERTIAN SHALAT JAMA' DAN SHALAT QHASAR

1. Shalat jama'

Bagi seorang menggabungkan shalat Dzuhur dan shalat Ashar dalam satu
waktu yaitu dalam pelaksanaannya diperbolehkan pada waktu Dzuhur dan
diperbolehkan pada waktu Ashar. Juga bisa menggabungkan shalat Maghrib dan shalat
'Isya didalam satu waktu yaitu di dalam Maghrib ataupun di dalam 'Isya.

Shalat jama' bisa dilakukan dengan dua cara:

A. Jamak Takdim (jamak yang didahulukan), yaitu menjamak dua shalat yang
dilakukan pada waktu yang pertama. Misalnya mendahulukan atau memajukan shalat
Ashar qashar ke dalam shalat Dzuhur atau memajukan shalat Isya qashar kedalam
waktu Maghrib.

Adapun syarat-syarat mengerjakan shalat jama' taqdim, sebagai berikut.

1. Niat melakukan shalat jama' taqdim.

Lafadz niat jama' taqdim Dzuhur dengan Ashar:

‫أصلى فرض الظهر أربع ركعات مجموعا إليه العصير أداء هلل تعالى‬

Ushalli fardhaz-dzuhri arba'a raka'aatin majmu'an ilaihil 'ashri ada'an lillaahi


Ta'aala.

"Saya niat shalat fardhu dzuhur empat raka'at, dijama dengan ashar karena Allah
Ta'ala."

Lafadz niat jama' taqdim Maghrib dengan Isya':

‫أصلى فرض المغرب ثالث ركعات مجموعا اليه العشاء آقاء هللا تعالى‬

Ushalli fardhal maghribi tsalaatsa raka'aatin majmu'an ilaihil 'isyaa-i ada'an


lillaahi Ta'aala.

"Saya niat shalat fardhu maghrib tiga raka'at, dijama' ke isya' karena Allah Ta'ala." 23

23
Ahmad Najibuddin, Panduan Shalar lengkap & juz amma, hal 56

iv
2. Dikerjakan dengan tertib, maksudnya diawali dengan shalat yang pertama
kemudian yang kedua (shalat Dzuhur terlebih dahulu kemudian Ashar, dan
shalat Maghrib terlebih dahulu kemudian Isya').

3. Berturut-turut, tidak boleh diselang dengan shalat sunah atau ibadah lainnya.

B. Jamak Ta'khir (jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak dua shalat yang
dilakukan pada waktu yang kedua. Misalnya mengakhiri atau menunda shalat Dzuhur
qashar ke dalam waktu Ashar, ataupun shalat Maghrib ke dalam waktu 'Isya.

Adapun niat shalat jama' ta'khir sebagai berikut:

Lafadz niat shalat jama' ta'khir 'Ashar dengan Dzuhur:

‫أصلى فرض العصر ركعتين قضرا مجموعا إلى الظهر أداء هللا تعالى‬

Ushalli fardhal 'ashri arba'a raka'aatin majmu'an iladz-dzuhri ada'an lillaahi


Ta'aala.

"Saya niat shalat fardhu ashar empat raka'at, dijama dengan dzuhur karena Allah
Ta'ala."

Lafadz niat shalat jama' ta'khir Isya' dengan Maghrib:

‫أصلى فرض العشاء أربع ركعات مجموعا إلى المغرب أداء هللا تعالى‬

Ushalli fardhol isyaa-i arba'a raka'aatin majmu'an ilal maghribi ada'an lillaahi
Ta'aala.

"Saya niat shalat fardhu isya' empat raka'at, dijama dengan maghrib karena Allah
Ta'ala."24

2. Shalat qhasar

24
Ahmad Najibuddin, Panduan Shalar lengkap & juz amma, hal 56

v
Shalat Qasar adalah melakukan salat dengan meringkas atau mengurangi
jumlah rakaat salat yang bersangkutan. Salat Qasar merupakan keringanan yang
diberikan kepada mereka yang sedang melakukan perjalanan (safar). Adapun salat
yang dapat diqasar adalah salat zuhur, asar dan isya, di mana rakaat yang aslinya
berjumlah 4 dikurangi/diringkas menjadi 2 raka'at saja.dan tidak boleh mengqasar salat
subuh dengan zuhur dan harus berpasangan zuhur dengan ashar magrib dengan isya.

Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama' dan Qashar25

A. Shalat jama' hukumnya boleh bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan
berada dalam keadaan hujan, sakit atau karena ada keperluan lain yang sukar
menghindarinya. Akan tetapi selain dari perjalanan masih diperselisihkan para ulama.
Shalat wajib yang boleh dijama' ialah shalat dzuhur dengan shalat ashar dan shalat
maghrib dengan shalat isya.

Menjama shalat isya dengan shubuh tidak boleh atau menjama' shalat ashar dengan
maghrib juga tidak boleh, sebab menjama' shalat yang dibenarkan oleh Nabi SAW
hanyalah pada seperti tersebut pada hadits-hadits Ibnu Abbas. Adanya orang yang
menjamin lima shalat wajib sekaligus pada saat yang sama adalah perbuatan yang tidak
dibenarkan. Orang yang melakukan hal semacam ini biasanya beranggapan bahwa
boleh mengqadha shalat. Padahal shalat wajib yang ditinggalkan oleh seorang muslim,
selain karena haid atau nifas atau keadaan bahaya maka orang itu termasuk melakukan
dosa besar dan shalat wajib yang ditinggalkannya itu tidak dapat diganti pada waktu
yang lain atau diqadha.

B. Shalat qhasar dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat, apakah


mengqhasar shalat dalam safar itu wajib, Sunnah, atau pilihan.

1. Wajib

Mazhab Abu Hanifah mewajibkan qashar bagi orang yang melakukan perjalanan
yang telah terpenuhi syaratnya. Istilah lain yang sering digunakan adalah azimah. Dan
tidak boleh shalat dengan itmam, yaitu menyempurnakan dengan 4 rakaat dalam
keadaan tersebut. Bila dilakukan hukumnya dosa. Dalil yang mereka gunakan adalah
salah satu hadits di atas, dimana mereka menarik kesimpulan hukum menjadi wajib
bukan Sunnah maupun pilihan.

2. Sunnah

25
Ria Khoirunisa S.Pd, Panduan shalat untuk wanita

vi
Yang masyhur berpendapat bahwa mengqashar shalat hukumnya sunnah adalah
mazhab Malikiyah Dasarnya adalah tindakan Rasulullah SAW yang secara umum
selalu mengqashar shalat dalam hampir semua perjalanan beliau.

3. Pilihan

Yang berpendapat bahwa mengqashar shalat atau tidak itu merupakan pilihan
(jawaz) adalah mazhab As Syafi'iyah dan Al Hanabilah. Namun bagi mereka,
mengqashar itu tetap lebih afdhal, karena merupakan sedekah dari Allah SWT. Mereka
juga berdalil dari tindakan para shahabat Nabi SAW dalam hanyak perjalanan, kadang
mereka mengqashar tapi kadang juga tidak mengqasharnya. Sehingga mengqashar
atau tidak merupakan pilihan. 26

B. SYARAT SHALAT QHASAR DAN JAMA'

Syarat Shalat Qhasar

1. Jarak perjalanan mencapai 48 mil atau sekitar 78 km.

2. Shalat yang diqhasar adalah shalat fardhu yang empat rekaat, baik shalat ada
atau shalat yang dilaksanakan pada waktunya maupun tertinggal dalam perjalanan
jarak jauh.

3. Berpergian dengan niat baik atau untuk ibadah dan tidak melakukan maksiat.

4. Tidak makmum kepada orang yang bukan musafir

5. Mengetahui diperbolehkannya mengqashar shalat

6. Niat safar. Maksudnya, harus ada niat yang jelas kemana arah perjalanan yang
dituju.

7. Safar atau perjalanannya untuk tujuan yang benar baik yang bersifat agama
maupun duniawi. Artinya perjalanan yang mubah atau tidak haram. baik yang bernilai
ketaatan seperti pergi haji. ziarah kubur para aulia maupun selain perjalanan ketaatan
seperti pergi berniaga.

26
Muhammad Sholeh, Fiqih musafir: Petunjuk shalat jama dan shalat qhasar, hal 8

vii
8. Tempat tujuan musafir meskipun hanya arahnya saja harus maklum jaraknya
sejak bepergian." Artinya dia tahu bahwa tempat tujuan berjarak 2 marhalah atau lebih
baik tujuan tersebut27

Syarat Shalat Jama'

Menjamak adalah hukumnya mubah ,artinya boleh seseorang menjamak dengan


memenuhi beberapa syarat-syarat berikut :

1. Musafir atau dalam perjalanan dengan perjalanan kurang lebih 81 km (menurut


sebagian besar ulama )

2. Bukan dalam perjalanan maksiat

3. Dalam keadaan ketakutan ,seperti sakit ,hujan lebat ,angin topan ,atau bencana alam
lainnya.

C.SHALAT JAMAA’ QHASAR

Shalat Jamak Qashar adalah menggabungkan dan sekaligus meringkas dua shalat
fardhu dalam satu waktu. Hukum dan syarat- nya sama dengan shalat Jamak dan shalat
Qashar. Shalat Jamak Qashar dapat dilaksanakan secara taqdim maupun ta'khir. 28

NIAT SHALAT JAMAK DAN QASHAR

- Niat shalat qashar dan jamak taqdim:

‫أصلي فرض الظهر جمع تقديم بالعصر قصرا ركعتين هلل تعالي‬

Niat shalat qashar dan jamak ta'khir

‫أصلي فرض الظهر جمع تأخير بالعصر قصرا ركعتين هلل تعالي‬

Catatan:

- Ganti kata Dzuhur dan Ashar dengan Maghrib dan Isya sesuai keperluan.

- Kalau berjamaah, anda harus menambah kata "makmuman" atau "imaman" sesuai
posisi anda.

27
Muhammad Sholeh, Fiqih musafir: Petunjuk shalat jama dan shalat qhasar, hal 8
28
Dr. Muh Hambali. M Sag, Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari, (Yogyakarta:Laksana: 2017), hal 171.

viii
D. HAL YANG DIPERBOLEHKAN DALAM SHALAT JAMA'

- Shalat Jama'

Bagi seseorang diperbolehkan menjamak /menggabungkan shalatt dhuhur dengan


asar dan magrib dengan isya, Sedangkan shalat subuh tetap harus dilakukan pada
waktunya Shalat jama dapat dilakukan dengan hal hal berikut:

1. Shalat jama' boleh dikerjakan dalam perjalanan, hujan, sakit,

2. Disebabkan karena sakit dan uzur. Menurut ulama hanbali kebolehan bagi
orang sakit Untuk menjamak shalat karena kondisi sakit itu pada hakikatnya lebih
dahsyat dari kondisi hujan lebat, kemudian dalam maksud kondisi uzur disini
diantaranya adalah orang yang menyusui anak karena sulit membersihkan diri, wanita
yang istihadhah.

3. Karena ada keperluan (hajat) yang mendesak. Keperluan (hajat) yang dimaksud
adalah keperluan yang jika tidak dilakukan maka akan berakibat pada keadaan yang
lebih buruk. 29

- Shalat Qhasar

madzhab Syafiiyah; berpendapat jika karena alasan sebagai musafir (travelers yang
telah memenuhi syarat dalam qashar shalat) maka ia diperbolehkan untuk melakukan
baik Jama' taqdim maupun Jama' takhir. Di mana salah satu syarat perjalanan yang
diperbolehkan qashar shalat menurut Syafiiyah dan Hanbaliyah adalah

1. Dalam perjalanan yang mubah ((seperti wisata religi, rekreasi keluarga/warga,


studi, bekerja, berdagang, tugas kantor dan kemasyarakatan, berdakwah, dan
sebagainya)

2. bukan perjalanan yang yang maksiat (misalnya akan merampok, berjudi,


berselingkuh, berpacaran, dan lain-lain)30

29
Dr. H. Sudirman, Fiqih kontemporer (contemporary studies of fiqih)
30
Sholeh Muhammad. FIQIH MUSAFIR (petunjuk Shalat Jamaa’ dan qhasar). Hal 75

ix
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menjamak dan mengqasar shalat adalah Rukhshah atau keringanan yang


diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan.
Rukhshah ini merupakan shadakah dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima
dengan penuh ketawadlu’an, namun jika tidak ada musyafir yang mengqasar shalatnya
tetap sah. Hanya saja kurang sesuai dengan sunah Nabi SAW, karena Nabi Saw selalu
menjama’ dan mengqashar shalatnya ketika bebergian.

Shalat Jama’ ialah shalat yang dikumpulkan. Artinya dua shalat fardhu dikerjakan
pada satu waktu, misal shalat zhuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu zhuhur atau
pada waktu ashar.

Shalat Qashar ialah shalat yang diringkas. Artinya, shalat fardhu yang empat
raka’at diringkas menjadi dua raka’at. Shalat yang dapat diqashar ialah shalat Zhuhur,
Ashar, dan Isya. Shalat Maghrib dan Shalat Shubuh tidak boleh di qashar.

B. SARAN

Penulis banyak berharap para pemba+a dapat memberikan kritik dan saran
yangmembangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan
makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya

x
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad basyrul muvid, 2021, Fiqih musyafir, Global Aksara Pers

Dr. H. Sudirman, 2018, Fiqih kontemporer (contemporary studies of fiqih), Depublish


Publisher

Ahmad Najibuddin, 2012, Panduan Shalar lengkap & juz amma, Ruang kata imprit
kawan pustaka

Muhammad Sholh, Fiqih Musafir:petunjuk shalat jama dan qhasar, Global Aksara Pers

Rina Ulfatul Hasanah, 2015, Buku Pintar Muslim dan Muslimah, MediaPressindo

M. Hambali. 2017. Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari. Yogyakarta:Laksana

Muhammad Sholeh. 2021. FIQIH MUSAFIR (petunjuk Shalat Jamaa’ dan qhasar).
Surabaya: C.V Global Aksara Pres.

xi
MAKALAH
MACAM-MACAM SALAT SUNAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih


Dosen Pengampu: Rosidi, M.Pd

Oleh:

1. Clareza Rahma Kusuma Astuti (216151030)


2. Nabila Amanda Risma (216151048)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA

FAKULTAS ADAB DAN BAHASA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

TAHUN 2022

xii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya,
sehingga pada kesempatan ini kami selaku pembuat makalah alhamdulillah dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Macam-macam Salat Sunah”
dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fikih. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para
pembaca

Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku pembuat makalah banyak mengalami
kendala dan keterbatasan ilmu serta referensi yang kami peroleh, sehingga kami selaku
pembuat makalah masih mengharapkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai
pihak. Sehingga, makalah ini dapat disusun lebih baik lagi.

Akhirnya, kami sebagai pembuat makalah menyadari bahwa penyusunan makalah


ini masih jauh mencapai kesempurnaan. Namun, kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca.

Sukoharjo, 10 Oktober 2022

Hormat kami,

Penulis

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 Pengertian Salat Sunah ........................................................................... 3
2.2 Macam-macam Salat Sunah ................................................................... 4
A. Salat Sunah Muakkad ....................................................................... 4
B. Salat Sunah Ghairu Muakkad ........................................................... 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 13
3.2 Saran ..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salat merupakan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan bagi umat muslim. Sebab
dalam rukun Islam tertera jelas bahwasannya salat adalah rukun kedua setelah syahadat.
Tidak hanya itu, salat juga menjadi pembeda antara kaum beriman dengan kafir sehingga
dapat kita bayangkan betapa pentingnya salat bagai seorang muslim yang beriman.
Dalam syariat Islam sendiri salat itu terbagi kepada dua macam, yaitu salat fardhu dan
salat sunah. Salat fardu merupakan salat wajib yang harus dikerjakan oleh setiap muslim
yang beriman sebab bila ditinggalkan akan mendapatkan dosa contohnya adalah salat lima
waktu. Sedangkan salat sunah sendiri berfungsi sebagai penambal kekurangan dalam salat
fardhu atau dapat dikatakan sebagai penyempurna.
Salat sunah sendiri disandarkan pada perilaku Nabi Muhammad SAW dan dijabarkan
melalui beberapa hadits. Meskipun salat sunah tidak bersifat wajib namun ada beberapa
salat sunah yang dianjurkan dengan kuat bahkan mendekati wajib atau disebut sunah
muakkad.
Selain menjadi penambal atau penyempurna salat fardhu, salat sunah masih memiliki
banyak manfaat dan keutamaan lainnya sehingga kita sebagai umat muslim sudah
sepantasnya mengerti, memahami, kemudian melaksanakan salat-salat sunah karena selain
bentuk iman kita kepada Allah namun juga bentuk iman kita kepada Rasulullah SAW
karena salat-salat sunah ini adalah cerminan dari perilaku Rasulullah SAW. Tidak hanya
salat wajib, teryata Rasulullah juga melaksanakan berbagai macam ibadah salat di segaal
macam kondisi atau masalah yang dihadapi oleh beliau. Dengan demikian, makalah ini
akan membahas mengenai pengertian dan macam-macam dari salat sunah beserta tujuan
dan tata cara pelaksanaannya.

1.2 Rumusan Masalah


Untuk memudahkan pembahasannya, maka akan dibahas sub masalah sesuai dengan
latar belakang di atas, yakni sebagai berikut:
1. Apa pengertian Salat Sunah?
2. Apa saja macam-macam Salat Sunah beserta tata cara pelaksanaannya?
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengertian Salat Sunah
2. Mengetahui macam-macam Salat Sunah beserta tata cara pelaksanaannya
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Salat Sunah


Kata “Shalat” secara etimologi berarti do’a. Sebagaimana tertera di dalam firman
Allah SWT surah At-Taubah: 103 yang artinya “Berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya,
do’amu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. Menurut Hasbi Ash Shiddieqy pengertian shalat dibagi menjadi
beberapa macam, yaitu: a) Ta’rif yang menggambarkan shuratush shalat atau rupa shalat
yang lahir. b) Ta’rif shalat yang dikehendaki syara’ sebagai nama bagi ibadah yang
menjadi tiang agama Islam. c) Ta’rif yang melukiskan haqiqatush shalat atau sirr (hakikat
shalat). d) Ta’rif yang menggambarkan ruhush shalat (jiwa shalat). e) Ta’rif yang meliputi
rupa, hakikat dan jiwa shalat yaitu berhadap hati (jiwa) kepada Allah Swt, menimbulkan
rasa takut, menumbuhkan rasa kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya dengan penuh khusyu’
dan ikhlas di dalam seluruh ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, di sudahi
dengan salam. Sedangkan secara terminologi atau istilah, kata “shalat” adalah suatu ibadah
yang meliputi ucapan dan peragaan tubuh yang khusus, dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam (taslim).31
Kemudian kata “sunnah” secara etimologi berarti “jalan” atau “perjalanan”.
Sedangkan menurut terminologi atau istilah, sunnah memiliki banyak arti sesuai dengan
tujuan ilmu yang menjadi objeknya yaitu:
a. Menurut ahli-ahli hadits
Mereka mendefinisikan sunnah adalah sabda, pekerjaan ketetapan, sifat (watak budi
atau jasmani) atau tingkah laku Nabi Muhammad SAW, baik sebelum menjadi Nabi
maupun sesudahnya.
b. Menurut ahli-ahli fiqih
Mereka mendefinisikan sunnah adalah hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammad
SAW baik ucapan maupun pekerjaan tetapi hal itu tidak wajib dikerjakan. 32

31
Mujiburrahman. (2016). ‘Pola Pembinaan Ketrampilan Shalat Anak Dalam Islam’. Jurnal Mudarrisuna, 6 (2),
hlm. 188-189.
32
M. Agus Solahudin dkk. (2008). Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 19.
Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya salat sunah merupakan suatu ibadah yang
berasal dari perilaku Nabi Muhammad, apabila dikerjakan akan mendapat pahala namun
apabila tidak dikerjakan juga tidak akan mendapat dosa karena hukumnya tidak wajib.

2.2 Macam-macam Salat Sunah


Salat sunah dibagi menjadi dua jenis yaitu:
A. Salat Sunah Muakkad
Salat Sunah Muakkad merupakan salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan
yang kuat (hampir mendekati wajib). Macam-macamnya:
1. 5 Salat Rawatib
a. Sebelum salat subuh
Salat ini terdiri dari dua rakaat sesuai dengan cerita dari Aisyah RA,
“Rasulullah dalam mengerjakan shalat-shalat itu tidak serajin dalam
mengerjakan shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh” HR. Bukhari, Muslim,
Ahmad, dan Abu Daud.
b. Sebelum salat dzuhur (terdiri dari dua atau empat rakaat)
c. Sesudah salat dzuhur (terdiri dari dua atau empat rakaat)
d. Sesudah salat magrib (terdiri dari dua rakaat)
e. Sesudah salat isya’ (terdiri dari dua atau empat rakaat)33
2. Salat Idul Fitri
Salat Idul Fitri merupakan salat sunah yang dilaksanakan pada saat pagi hari raya
Idul Fitri tepatnya tanggal 1 Syawal, berjumlah dua rakaat, dan berjamaah baik di
masjid maupun di tanah lapang. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan sebelum
melaksanakan salat idul fitri yaitu:
a) Mandi dan mensucikan diri
Tidak hanya membahasi diri atau mandi, namun sebelum melaksanakan alat
idul fitri hendaknya kita berwudhu karena wudhu juga merupakan syarat sahnya
salat.
b) Memakai pakaian terbaik
Saat hendak melaksanakan salat idul fitri hendaknya kita menghias diri dan
memakai pakaian terbaik. Pria juga dianjurkan untuk memakai wangi-wangian.

33
Indira H, Rahma. (2021). 5 Shalat Rawatib yang Hukumnya Sunnah Muakkad. Detikedu:
http://www.detik.com/edu/detikpedia/d-573026/5-sholat-rawatib-yang-hukumnya-sunnah-muakkad. Diakses
pada Jum’at, 7 Oktober 2022 pukul 20.24 WIB.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim bahwa “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam biasa keluar ketika salat Idul Fitri dan Idul Adha dengan pakaiannya
yang terbaik”.
c) Makan
Sebelum melaksanakan shalat id kita dianjurkan untuk makan dipagi hari dan
hal inilah yang membedakan shalat idul fitri dengan shalat idul adha dimana saat
sebelum shalat idul adha kita tidak dianjurkan untuk makan hal ini dimaksudkan
bahwa pada hari raya idul fitri umat islam tidak lagi melakukan ibadah puasa
seperti sebelumnya pada bulan ramadhan.
d) Berjalan kaki dan menempuh jalan yang berlainan
Yang dinaksud dengan menempuh jalan yang berlainan adalah saat pergi dan
pulang shalat idul fitri hendaknya kita melewati jalan yang berbeda hal ini
dimaksudkan supaya saat pergi maupun pulang kita lebih banyak bertemu dengan
orang-orang yang juga melaksanakan shalat id dan saling berminal aidzin. Pergi
menuju tempat shalat id juga dianjurkan untuk berjalan kaki daripada
menggunakan kendaraan kecuali jika ada halangan atau hajat.
e) Melafalkan takbir
Saat sebelum melaksanakan shalat id sebaiknya kita melafalkan kalimat takbir
kepada Allah SWT sebagai tanda bahwa kita gembira menyambut hari raya idul
fitri. Kalimat takbir adalah sebagai berikut:
ُ ‫ّلِل ْال َح ْمد‬
ِ َّ ِ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر َو‬
َّ ‫َّللا ُ أ َ ْكبَ ُر‬ َّ ‫َّللا ُ أ َ ْكبَ ُر َال إلَهَ َّإال‬
َّ َ ‫َّللا ُ َو‬ َّ ‫َّللاُ أ َ ْكبَ ُر‬
َّ
Tata cara dalam salat idul fitri sendiri hampir sama dengan salat wajib, akan tetapi
hanya saja terdapat sedikit perbedaan yakni salat idul fitri dilakukan sejumlah dua
rakaat, berjamaah, dan tidak ada adzan maupun iqamat untuk mengawalinya.
Penjabarannya yaitu:
1) Dimulai dengan takbiratul ikhram sebagaimana shalat lainnya
2) Bertakbir sebanyak 7 kali selain takbiratul ikhram dan dengan melafadzkan
kalimat takbir. Diantara takbir-takbir tersebut hendaknya membaca kalimat
ْ ‫ ال َّل ُه َّم ا ْغف ِْر لِي َو‬. ‫َّللا ُ أ َ ْكبَ ُر‬
‫ار َح ْم ِن‬ ِ َّ ِ ُ ‫َّللا َو ْال َح ْمد‬
َّ َ ‫ّلِل َو َال إلَهَ َّإال َّللاَّ ُ َو‬ ِ َّ َ‫سُ ْب َحان‬
“Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar.
Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak
ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah
aku dan rahmatilah aku).
3) Membaca Alfatihah kemudian membaca surat lainnya dianjurkan surat Al-A’la
pada rakaat pertama
4) Kemudian lakukan gerakan shalat seperti pada shalat umumnya yakni ruku, itidal
dan sujud
5) Setelah bangkit dan masuk rakaat kedua, bertakbir sebanyak lima kali dan
dengan lafadz yang sama seperti rakaat pertama
6) Membaca surat Alfatihah dan surat lainnya dianjurkan surat Al-Ghasiyah
7) Selanjutnya lakukan gerakan shalat sebagaimana biasanya sampai tahiyat akhir
dan salam
Setelah shalat id boleh khotib akan menyampaikan khutbah atau ceramah, jamaah
boleh mengikuti khutbah ini dan mendengarkan namun juga boleh meninggalkan
jika memiliki kepentingan.34
3. Salat Idul Adha
Salat Idul Fitri merupakan salat sunah yang dilaksanakan pada saat pagi hari raya
Idul Adha tepatnya tanggal 10 Dzulhijah, berjumlah dua rakaat, dan berjamaah baik
di masjid maupun di tanah lapang.
Tata cara dalam salat idul adha juga tidak jauh berbeda dengan salat idul fitri
hanya saja waktunya lebih cepat dikarenakan segera menyembelih hewan qurban.
Penjabarannya yaitu:
a. Dimulai dengan takbiratul ikhram sebagaimana shalat lainnya
b. Bertakbir sebanyak 7 kali selain takbiratul ikhram dan dengan melafadzkan
kalimat takbir. Diantara takbir-takbir tersebut hendaknya membaca kalimat
ْ ‫ ال َّل ُه َّم ا ْغف ِْر لِي َو‬. ‫َّللا ُ أ َ ْك َب ُر‬
‫ار َح ْم ِن‬ َّ َ ‫َّللا ُ َو‬ ِ َّ ِ ُ ‫َّللا َو ْال َح ْمد‬
َّ ‫ّلِل َو َال إلَ َه َّإال‬ ِ َّ َ‫س ْب َحان‬
ُ
“Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar.
Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak
ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah
aku dan rahmatilah aku).
c. Membaca Alfatihah kemudian membaca surat lainnya dan dianjurkan surat Al-
A’la pada rakaat pertama
d. Kemudian lakukan gerakan shalat seperti pada shalat umumnya yakni ruku, itidal
dan sujud
e. Setelah bangkit dan masuk rakaat kedua, bertakbir sebanyak lima kali dan
dengan lafadz yang sama seperti rakaat pertama
f. Membaca surat Alfatihah dan surat lainnya dianjurkan surat Al-Ghasiyah
g. Selanjutnya lakukan gerakan shalat sebagaimana biasanya sampai tahiyat akhir
dan salam
Setelah shalat id boleh khotib akan menyampaikan khutbah atau ceramah, jamaah
boleh mengikuti khutbah ini dan mendengarkan namun juga boleh meninggalkan
jika memiliki kepentingan.
4. Salat Tarawih
Salat Tarawih merupakan salat sunah yang dilakukan setiap malam setelah salat
isya’ di bulan ramadhan. Dianjurkan berjamaah di masjid, berjumlah delapan rakaat,
dan ditutup dengan salat witir. Untuk tata caranya sendiri hampir sama dengan salat
wajib, akan tetapi tidak diawali dengan adzan melainkan hanya iqamah saja. Contoh
iqamah ketika tarawih yaitu:

34
Redaksi Dalamislam. (2022). Shalat Idul Fitri: Pengertian, Hukum, Persiapan, dan Cara Pelaksanaannya.
https://dalamislam.com/shalat/shalat-idul-fitri. Diakses pada hari Senin, 3 Oktober 2022 pukul 19.36 WIB.
ِ ‫صلُّ ْوا سُنَّةَ الت ََرا ِوي‬
ُ ‫ْح َجا ِم َعةً َرحِ َمكُ ُم هللا‬ َ
Mengenai hukum tarawih, dahulu Rasulullah SAW pernah melakukan shalat
tarawih di Masjid bersama dengan beberapa sahabat. Namun pada malam
berikutnya, jumlah mereka menjadi bertambah banyak. Dan semakin bertambah lagi
pada malam berikutnya. Karena itu kemudian Rasulullah SAW memutuskan untuk
tidak lagi melakukannya di masjid bersama para sahabat. Alasan yang dikemukakan
saat itu adalah takut shalat tarawih itu diwajibkan. Karena itu kemudian mereka
shalat sendiri-sendiri. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berarti:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan
kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepada saya
'Urwah bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha mengabarkannya bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu malam keluar kamar di tengah malam untuk
melaksanakan shalat di masjid. Maka orang-orang kemudian ikut shalat mengikuti
shalat Beliau. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut
sehingga pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak
lalu ikut shalat dengan Beliau. Pada waktu paginya orangorang kembali
membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang
yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi lalu Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam keluar untuk shalat dan mereka ikut shalat bersama Beliau.
Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama'ah hingga
akhirnya Beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah Beliau selesai shalat
Fajar, Beliau menghadap kepada orang banyak kemudian Beliau membaca syahadat
lalu bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan
kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian
sehingga kalian menjadi keberatan karenanya". Kemudian setelah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam meninggal dunia, tradisi shalat (Tarawih) secara
berjamaah terus berlangsung seperti itu.
Adapun keutaman-keutamaan melaksanakan salat tarawih yaitu:
a) Diampuninya dosa yang telah lalu
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim yang berarti: "Barang siapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya
beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau."
b) Salat Tarawih berjamaah pahalanya seperti salat Qiyamul Lail semalam penuh
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi:
"Sesungguhnya siapa saja yang shalat bersama imam hingga imam itu selesai,
maka ia dicatat telah mengerjakan shalat semalam suntuk (semalam penuh)."
(HR. Tirmidzi)
c) Meningkatkan Silaturrahmi dan Ukhuwah Islamiyah
Ketika melaksanakan sholat tarawih kita bisa meningkatkan silaturahmi dan
ukhuwah islamiyah. Sebab kita akan bertemu dengan saudara sesama muslim
lainnya.
d) Menyehatkan jasmani dan rohani
Kesehatan rohani adalah yang seperti penjelasan di atas sedangkan kesehatan
jasmani yaitu:
- Menyehatkan tulang dan persendian.
Tarawih adalah salah satu shalat yang cukup banyak rakaatnya. Jika kita rutin
melaksanakan shalat tarawih maka niscaya gerakan-gerakan shalat tarawih
mampu menyehatkan tulang dan persendian kita.

- Menurunkan kadar gula darah dan membakar kalori.


Setelah buka puasa biasanya kita mengonsumsi makanan manis. Jika terlalu
berlebihan maka makanan tersebut bisa meningkatkan kadar gula darah dengan
cepat. Nah, shalat tarawih adalah salah satu aktivitas di mana gerakan-gerakannya
bisa bermanfaat untuk menurunkan kadar gula dalam darah sekaligus membakar
kalori.
- Meningkatkan fungsi otak.
Dalam sholat tarawih terdapat gerakan sujud dipercaya mampu meningkatkan
peredaran darah ke otak dan menjaga suplai nutrisi yang dibutuhkan sehingga
otak bisa bekerja secara optimal.
- Menghilangkan stres.
Saat melaksanakan shalat tarawih tubuh akan melepaskan beberapa senyawa
kimia yang berfungsi untuk meredakan stres. Sehingga tubuh akan terasa lebih
rileks daripada sebelum melaksanakan sholat tarawih. 35
5. Salat Witir

35
Nasution, Mahmud. (2015). Tarawih dan Tahajud. Jurnal Fitrah 1 (2), hlm. 220-222.
Salat Witir merupakan salat sunah yang dikerjakan ba’da isya sampai waktu fajar,
baik secara berjamaah maupun sendiri, dan jumlah rakaatnya ganjil sesuai dengan
sabda Rasulullah yang berbunyi:
"Wahai Ahlul Qur'an, kerjakanlah shalat witir, sebab Allah witir (ganjil) dan
menyukai yang ganjil." HR Ahmad, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan
Hakim.
Adapun tata cara dalam salat witir hampir mirip dengan salat wajib hanya saja
tidak menggunakan attahiyad awal melainkan hanya attahiyad akhir saja sesuai
dengan perkataan Aisyah,
“Rasulullah saw. nengerjakan shalat malam sebanyak tiga belas raka'at, lima
raka'at darinya adalah shalat witir dan beliau tidak duduk kecuali pada raka'at
terakhir.” HR Bukhari dan Muslim.
6. Salat Tahajud
Salat Tahajud merupakan salat sunah yang dilakukan oleh seseorang di malam
hari dan dilaksanakan setelah bangun tidur meskipun tidurnya hanya sebentar.
Allah memberikan kelonggaran kepada hamba-hambanya yang hendak
melaksanakan shalat tahajud. Ia dapat memilih waktu yang sesuai dengan
kemampuannnya. Waktu untuk melaksanakan shalat tahajud ditetapkan sejak waktu
isya hingga waktu subuh, sedang sepanjang malam ini ada saat-saat utama, lebih
utama, dan paling utama, maka waktu malam yang panjang itu dapat dibagi menjadi
tiga bagian, sebagai berikut:
a) Sepertiga pertama, yaitu kira-kira dari jam 19.00 – jam 22.00, ini saat utama.
b) Sepertiga kedua, yaitu kira-kira dari jam 22.00 sampai dengan jam 01.00, ini saat
yang lebih utama.
c) Sepertiga ketiga, yaitu kira-kira dari jam 01.00 sampai 03.00 sampai masuknya
waktu subuh, ini adalah saat yang paling utama.36
Sedangkan manfaat-manfaat dari Salat Tahajud diantaranya menghapus dosa,
menenangkan hati, menyehatkan jasmani seperti menyehatkan tulang, dan
menjadikan otak tidak stress.37
7. Salat Gerhana

36
Moh Rifai. (1976). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Toha Putra, hlm. 187-190.
37
Musdalifah, M Rahman. (2016). Kesehatan Mental Pelaku Shalat Tahajud. Jurnal Akhlak Tasawuf 2 (2), hlm.
492-493.
Salat Gerhana merupakan salat sunah yang dilakukan ketika terjadi gerhana bulan
maupun matahari baik dilakukan sendiri maupun berjamaah namun lebih dianjurkan
berjamaah dengan jumlah dua rakaat. Sesuai dengan Al-Qur’an surah Al-Fushilat
ayat 37 yang berarti:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam dan siang, matahari dan
bulan. Janganlah kalian sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang
menciptakannya." maknanya kita diajurkan untuk sholat.38
Adapun tata cara pelaksanaan salat gerhana berbeda dengan salat wajib.
Penjabarannya yaitu sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim yang juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata terjadi gerhana
matahari! Rasulullah pun segera rnengerjakan shalat. Beliau berdiri dengan waktu
yang cukup lama, yaitu diperkirakan sama dengan lamanya membaca surah Al-
Baqarah, kemudian ruku'dengan waktu yang cukup lama. Kemudian berdiri lagi
dengan waktu yang cukup lama, tetapi lamanya kurang dari waktu berdiri yang
pertana. Kemudian beliau ruku' dalam waktu yang cukup lama namun kurang dari
waktu ruku yang pertama. Lalu beliau sujud. Selanjutnya, beliau berdiri lagi cukup
lama namun lamanya kurang dari berdiri yang pertama. Setelah itu, beliau
ruku'cukup lama namun kurang dari ruku yang pertama. Lalu bangkit dan berdiri
cukup larna namun kurang dari waktu berdiri yang pertama. Kemudian ruku' lagi
yang cukup lama namun kurang dari waktu ruku' yang pertama. Kemudian sujud.
Setelah itu, beliau bergegas sementara matahari sudah tampak jelas. Lalu beliau
bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda
kekuasoqn Allah. Terjadinya gerhana matohari atau bulan itu bukon korena
kematian seseorang atau kehidupannya. lika kalian melihat (gerhana) itu, maka
segeralah berdzikir kepada Allah"39

B. Salat Sunah Ghairu Muakkad


Salat Sunah Ghairu Muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa anjuran
dengan penekanan yang kuat. Macam-macamnya yaitu:
1. 5 Salat Rawatib
a. Sebelum salat dzuhur (terdiri dari dua rakaat)
b. Sesudah salat dzuhur (terdiri dari dua rakaat)

38
Az-Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani, hlm. 484-485.
39
Sabiq, Sayyid. (2008). Fikih 2. Jakarta: Cakrawala, hlm. 371.
c. Sebelum salat asar (terdiri dari empat rakaat)
d. Sebelum salat magrib (terdiri dari dua rakaat)
e. Sebelum salat isya’ (terdiri dari dua rakaat)40
2. Salat Dhuha
Salat Dhuha merupakan salat sunah yang dilakukan di pagi hari tepatnya mulai
naiknya matahari pagi sampai suhu mulai panas dengan jumlah rakaat minimal dua dan
maksimal delapan rakaat. Adapun manfaat dari salat ini yaitu menghapus dosa-dosa
meskipun sebanyak buih di lautan, melancarkan rezeki, dan menjadi salah satu amalan
yang paling dicintai Allah meskipun sedikit akan tetapi dapat rutin atau istiqomah. 41
3. Salat Istikharah
Salat Istikharah merupakan salat sunnah yang dikerjakan apabila seseorang sedang
mengalami kesulitan dalam menentukan sesuatu yang terbaik baginya. Salat ini
berjumlah dua rakaat dan dalam waktu kapan pun baik siang ataupun malam.
Dalam shalat ini, dia dibolehkan membaca surah Al-Qur'an mana pun setelah surah
Al-FAtihah. Setelah itu, hendaknya dia n-rembaca tahmid, shalawat kepada Rasulullah
saw., dan dilanjutkan dengan doa sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dari Jabir ra., ia berkata, Rasulullah saw. pernah mengajarkan kepada kami
cara shalat istikharah saat menghadapi urusan apa pun, sebagairnana beliau
rnengajarkan satu surah dari Al-Qur'an kepada kami. Beliau bersabda, "Jika salah
seorang di antara kalian bertekad hendak melakukan suatu perkara, hendaknya dia
mengerjakan shalat dua rakaat sunnah yang bukan wajib. Setelah itu, hendaknya dia
mengucapkan,
"Allahumma inni astakhiruka bi ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-
aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa talamu wa laa alamu,
wa anta allaamul ghuyub.Allahumma fa-in kunta talamu hadzal amro
(sampaikan persoalan yang kamu bimbangi…) khoiron lii fii aajili amrii wa
aajilih (aw fii diinii wa maaasyi wa aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii,
tsumma baarik lii fiihi.Allahumma in kunta talamu annahu syarrun lii fii diini
wa maaasyi wa aqibati amrii (fii aajili amri wa aajilih) fash-rifnii anhu, waqdur
liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih".

40
Firdaus, Fitra. (2022). Macam Shalat Sunnah Rawatib Muakkad-Ghairu Muakkad dan Jumlah Rakaat. Tirto.id:
https://tirto.id/macam-shalat-sunnah-rawatib-muakkad-ghairu-muakkad-jumlah-rakaat-gpFS. Diakses pada
Senin, 10 Oktober 2022 pukul 21.56 WIB.
41
Az-Zuhaili, Wahbah. (2010). Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani, hlm. 331-332.
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu
pengetahuan-Mu. Dan aku mohon kekuasaan-Mu (untuk mengatasi persoalanku)
dengan kemahakuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang
Maha Agung. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau
mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal
yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (sampaikan persoalan
yang kamu bimbangi…) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku
sukseskanlah untuk ku, mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah. Namun jika
Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama,
perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkan persoalan tersebut, dan
jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untuk ku di mana saja kebaikan itu
berada, kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku".42
4. Salat Sunah Wudhu
Salat Sunah Wudhu merupakan salat sunah yang dikerjakan setelah berwudhu
dengan rakaat sebanyak dua rakaat. Adapun tatacaranya yaitu sama persis dengan salat
wajib. Sedangkan manfaat dari melaksanakan salat sunah wudhu yaitu dihapuskannya
dosa-dosa yang telah lalu sesuai dengan hadits Nabi yaitu
Dari Utsman bin Affan, radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah SAW
bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian sholat dua rokaat
serta tidak membisikan dirinya dengan suatu apapun pada kedua rakaat tersebut maka
akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Tidak hanya itu, manfaat lain dari salat sunah wudhu adalah Allah telah menjajikan
surge kepadanya sesuai dengan hadits:
“Tidaklah seseorang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu sholat dua
rakaat dengan sepenuh hati dan jiwa melainkan wajib baginya (mendapatkan) surga.”
(HR. Muslim, no. 234).43

42
Sabiq, Sayyid. (2008). Fikih 2. Jakarta: Cakrawala, hlm. 364-365.
43
Ajib, Muhammad. (2020). 33 Macam Salat Sunah. Jakarta: Lentera Islam, hlm. 27-30.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Salat Sunah merupakan suatu ibadah yang berasal dari perilaku Nabi Muhammad,
apabila dikerjakan akan mendapat pahala namun apabila tidak dikerjakan juga tidak akan
mendapat dosa karena hukumnya tidak wajib.
Salat Sunah terbagi menjadi dua macam yaitu Salat Sunah Muakad (yang dianjurkan
dengan kuat) seperti 10 rakaat salat rawatib, salat idul fitri, salat idul adha, salat tahajud,
salat tarawih, dan lain sebagainya. Selain itu ada Salat Sunah Ghairu Muakkad (yang
dianjurkan tanpa penguatan) seperti 12 rakaat salat rawatib, salat istikharah, salat dhuha,
salat sunah wudhu, dan lain sebagainya.

3.2 Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari sema pihak, terutama yang ada kaitannya dengan penulisan dalam
ungkapan kalimat-kalimat yang kurang sempurna dalam makalah ini. Akhirnya, penulis
berharap semoga yang termaktub dalam makalah ini dapat memberikan manfaat dan
barakah bagi para pembaca dan dapat memberikan tambahan kontribusi hazanah keilmuan
pada bidang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ajib, Muhammad. (2020). 33 Macam Salat Sunah. Jakarta: Lentera Islam


Az-Zuhaili, Wahbah. (2010). Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani
Firdaus, Fitra. (2022). Macam Shalat Sunnah Rawatib Muakkad-Ghairu Muakkad dan Jumlah
Rakaat. Tirto.id: https://tirto.id/macam-shalat-sunnah-rawatib-muakkad-ghairu-
muakkad-jumlah-rakaat-gpFS. Diakses pada Senin, 10 Oktober 2022 pukul 21.56 WIB.
Indira H, Rahma. (2021). 5 Shalat Rawatib yang Hukumnya Sunnah Muakkad. Detikedu:
http://www.detik.com/edu/detikpedia/d-573026/5-sholat-rawatib-yang-hukumnya-
sunnah-muakkad. Diakses pada Jum’at, 7 Oktober 2022 pukul 20.24 WIB.
Mujiburrahman. (2016). ‘Pola Pembinaan Ketrampilan Shalat Anak Dalam Islam’. Jurnal
Mudarrisuna, 6 (2).
M. Agus Solahudin dkk. (2008). Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia
Moh Rifai. (1976). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Toha Putra
Musdalifah, M Rahman. (2016). Kesehatan Mental Pelaku Shalat Tahajud. Jurnal Akhlak
Tasawuf 2 (2)
Nasution, Mahmud. (2015). Tarawih dan Tahajud. Jurnal Fitrah 1 (2)
Redaksi Dalamislam. (2022). Shalat Idul Fitri: Pengertian, Hukum, Persiapan, dan Cara
Pelaksanaannya. https://dalamislam.com/shalat/shalat-idul-fitri. Diakses pada hari
Senin, 3 Oktober 2022 pukul 19.36 WIB.
Sabiq, Sayyid. (2008). Fikih 2. Jakarta: Cakrawala
MAKALAH

JENAZAH : MEMANDIKAN, MENGKAFANI, MENSHALATI, DAN


MENGUBURKAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih

Dosen : Bapak Rosidi, S.Pd, M. Pd.

Disusun Oleh :

Putri Amelia Syahra (216151039)

Hesti Febriyani (216151045)

KELAS 3B

PRODI TADRIS BAHASA INDONESIA

FAKULTAS ADAB DAN BAHASA

UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Jenazah : Memandikan, Mengkafani,
Menshalati, dan Menguburkan” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Fiqih. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca
dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rosidi, S.Pd, M.Pd. Selaku dosen
pengampu Mata Fiqih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Kami sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun di harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kartasura, 11 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3. Tujuan Makalah .................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2

2.1. Memandikan Jenazah............................................................................................ 2


2.2. Mengkafani Jenazah ............................................................................................. 4
2.3. Mensalati Jenazah ................................................................................................. 6
2.4. Mengubur Jenazah ................................................................................................ 8

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 11

3.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 11


3.2. Saran .................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada dasarnya setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang tidak pernah diketahui
kapan waktunya. Kematian (ajal) adalah hal yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang
bernyawa, tidak ada yang mengetahui kapan dan dimana manusia akan menemui ajal, dalam
keadaan baik atau buruk. Bila ajal telah tiba maka tidak ada yang bisa memajukan ataupun
mengundurkannya. Kematian merupakan takdir yang tidak dapat dihindari oleh manusia.
Bagi umat islam, ada beberapa hal yang harus dilakukan terhadap orang yang telah meninggal
dunia, satu di antaranya, memandikannya. Memandikan jenazah menjadi tindakan pertama
yang harus dilakukan umat islam, sebelum mengkafani, menyalatkan, dan menguburkan
jenazah.44
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang
tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah
SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang
muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi keharibaan
Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim
lainnya yang masih hidup. Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang
dari mahramnya yang paling dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban
yang mesti dilakukan terhadap jenazah, yaitu memandikan, mengkafani,
menyembahyangkan dan menguburkannya. Menyelenggarakan jenazah, yaitu sejak dari
menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke
kubur sampai kepada menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada
kaum muslimin sebagai kelompok masyarakat. Apabila perintah itu telah dikerjakan
oleh sebahagian mereka sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu
berarti sudah terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan
fardhu kifayah, Artinya sebahagian melaksanakannya maka lepaslah dosa orang yang
tidak ikut melaksanakannya. 45

44
Fadila, E., & Solihah, E. S. (2022). Perawatan, Persiapan dan Praktek Memandikan Jenazah pada
Remaja Masjid Al-Ikhlas Griya Caraka Cirebon. JURNAL KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA
MASYARAKAT (PKM), 5(5), 1374-1381. 1375
45
Pulungan, S., Sahliah, S., & Sarudin, S. (2020). Peningkatan Keterampilan Pengurusan Jenazah di
MTs Ulumul Quran Medan. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, 12(1), 25-35.
1.2. Rumusan Masalah
A. Bagaimana cara memandikan jenazah?
B. Bagaimana cara mengkafani jenazah?
C. Bagaimana cara menshalati jenazah?
D. Bagaimana cara menguburkan jenazah?
1.3. Tujuan Makalah
A. Untuk mengetahui bagaimana tata cara memandikan jenazah.
B. Untuk mengetahui bagaimana tata cara mengkafani jenazah.
C. Untuk mengetahui bagaimana tata cara menshalati jenazah.
D. Untuk mengetahui bagaimana tata cara menguburkan jenazah.

BAB II
PEMBAHASAN

Pengurusan jenazah termasuk Syari’at Islam yang perlu diketahui oleh seluruh umat
Islam. Hal itu dimaksudkan agar dalam pengurusan jenazah sesuai dengan tuntunan Rasulullah
saw. Pengurusan jenazah termasuk salah satu kewajiban umat Islam yang termasuk dalam
fardhu kifayah, artinya kewajiban yang kalau dikerjakan oleh sebagian umat Islam maka
gugurlah kewajiban sebagian umat Islam lainnya. Adapun hal-hal yang harus dilakukan
terhadap orang sudah meninggal dunia antara lain 46.

2.1.Memandikan Jenazah
Orang yang memandikan mayat sebaiknya adalah keluarga terdekat dari si mayit, kalau
dia tahu cara memandikannya. Apabila mayat itu laki-laki seharusnya yang memandikan juga
laki-laki. Apabila mayat itu perempuan yang memandikan juga perempuan. Kecuali untuk anak
kecil, maka boleh dimandikan oleh orang yang berlainan jenis kelamin. Nabi bersabda:
“Apakah yang menyusahkanmu seandainya engkau mati sebelum aku, lalu aku
memandikanmu dan mengkafani, kemudian aku menshalatkan dan menguburmu” (HR.
Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi dari ‘Aisyah) 47.
Syarat jenazah dimandikan adalah :
a. Beragama Islam
b. Didapati tubuhnya (walaupun hanya sebagian). Hal ini terjadi pada jenazah yang biasanya
mengalami kecelakaan. Jika ada lukanya, bersihkan terlebih dahulu (jika memungkinkan).
c. Bukan karena mati syahid (mati dalam peperangan membela agama Islam) 48.

Alat-alat yang perlu disediakan untuk memandikan mayit di antaranya adalah:

a. Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar 90 cm, dan panjang
200 cm, untuk meletakkan mayit.
b. Air suci secukupnya di ember atau tempat lainnya (6-8 ember).
c. Gayung secukupnya (4-6 buah).
d. Kendi atau ceret yang diisi air untuk mewudhukan mayit.
e. Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit.

46
Novriadi, Dedi. Pelatihan Pengurusan Jenazah Sesuai Tuntunan Rasulullah Saw Bagi Masyarakat
Di Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Bumi Raflesia, 2019. Hal. 225
47
Dr. Marzuki, M.Ag. Perawatan jenazah. 2018.
48
Direktorat Pendidikan Agama Islam. Pengurusan Jenazah. Buku Elektronik Pendidikan Agama Islam. 2022.
Hal 115.
f. Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas.
g. Sarung tangan untuk dipakai waktu memandikan agar tangan tetap bersih, terutama bila
mayitnya berpenyakit menular.
h. Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair.
i. Sampo untuk membersihkan rambut.
j. Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air.
k. Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air.
l. Tusuk gigi atau tangkai padi untuk membersihkan kuku mayit dengan pelan.
m. Kapas untuk membersihkan bagian tubuh mayit yang halus, seperti mata, hidung, telinga,
dan bibir. Kapas ini juga bisa digunakan untuk menutup anggota badan mayit yang
mengeluarkan cairan atau darah, seperti lubang hidung, telinga, dan sebagainya 49.

Tata cara memandikannya adalah sebagai berikut :

1. Letakan mayat diatas dipan, dan sebaiknya tidak dipangku.


2. Istinjakan mayat dengan tangan kiri, dan sebaiknya menggunakan sarung tangan,
kemudian ada yang menyiram sampai ke dubur mayat secara berulang-ulang.
3. Tangan boleh diluruskan pelan-pelan atau disekapkan.
4. Siramkan air (biasa) dari kepala sampai kaki dengan pelan-pelan, dengan cara : mula-mula
dari sebelah kanan 3 kali, kemudian sebelah kiri 3 kali, dan terakhir tenga-tengah 1 kali.
Jadi jumlah keseluruhan adalah 7 kali (ganjil).
5. Siramkan air sabun sampai seluruh tubuh terkena merata. Satu orang menggosok secara
perlahan dan yang lain menyiramnya, termasuk yang disiram adalah belakang kuping,
ketiak, paha, sela-sela jari,kepala rambut dll.kemudian tanda sudah bersih adalah badan
sudah kesat atau tidak licin lagi.
6. Sesudah bersih badannya bagian depan termasuk rambut dan kepalanya, miringkan
jenazah ke kiri dan gosoklah bagian kiri serta punggungnya, kemudian miringkan ke kanan
kemudian gosoklah bagian kiri dan punggungnya.
7. Siramkan air jeruk dari kepala sampai ke kaki. Mula-mula sebelah kanan 1 kali, kemudian
sebelah kiri 1 kali, dan tengah-tengah 1 kali.Telentangkan jenazah dan siram dengan air
biasa.
8. Bersihkan
- Telinga kanan, dan bersihkan sampai bersih.

49
Dr. Marzuki, M.Ag. Perawatan jenazah. 2018.
- Telinga kiri, dan bersihkan sampai bersih.
- Mata kanan, dan bersihkan sampai bersih.
- Mata kiri, dan bersihkan sampai bersih.
- Lubang hidung kanan, dan bersihkan sampai bersih.
- Lubang hidung kiri dan bersihkan sampai bersih.
- Mulut, dan bersihkan sampai bersih.
9. Bersihkan kuku tangan dan kaki dengan lidi sampai bersih.
10. Siram lagi dengan air biasa.
11. Terakhir siram dengan kapur barus dari kepala sampai kaki. yaitu :
- Bagian kanan
- Bagian kiri
- Tengah-tengah badan.
12. Setelah ini tidak boleh disiram dengan air.
13. Lap semua tubuhnya dengan handuk sampai kering.
14. Kalau perempuan rambutnya di dikelabang menjadi tiga, satu di kiri, satu di kanan, dan
satu di ubun-ubun.
15. Tidak ada perbedaan mendasar antara mayat laki-laki dan perempuan50.
2.2.Mengkafani Jenazah

Hukum mengkafani jenazah atau mayat juga fardhu kifayah. Mengkafani mayat berarti
membungkus mayat dengan selembar kain atau lebih yang biasanya berwarna putih, setelah
mayat selesai dimandikan dan sebelum dishalatkan serta dikubur. Mengkafani mayat
sebenarnya sudah cukup dengan satu lembar kain saja yang dapat menutup seluruh tubuh si
mayat. Namun kalau memungkinkan, hendaknya mengkafani mayat ini dilakukan dengan
sebaik-baiknya 51.

Alat-alat perlu disiapkan untuk mengkafani mayat di antaranya adalah seperti berikut:

a. Kain kafan kurang lebih 12 meter.


b. Kapas secukupnya.
c. Kapur barus yang telah dihaluskan.
d. Kayu cendana yang telah dihaluskan.
e. Sisir untuk menyisir rambut.

50
H. Zamakhsyari. Buku Saku Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah. 2019.
51
Ibid.
f. Tempat tidur atau meja untuk membentangkan kain kafan yang sudah dipotong-potong52.
Batas minimal mengkafani jenazah, baik laki-laki maupun perempuan, adalah selembar
kain yang dapat menutupi seluruh tubuh jenazah, sedangkan batas sempurna bagi jenazah laki-
laki adalah 3 lapis kain kafan. Sementara, untuk jenazah perempuan adalah 5 lapis: terdiri 2
lapis kain kafan, ditambah kerudung, baju kurung dan kain 53.Mengkafani jenazah dibagi
menjadi 2 (dua) berdasarkan jenis kelaminnya. Rinciannya sebagai berikut.
- Jenazah Laki-laki
1) Bentangkan kain kafan sehelai demi helai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta
setiap lapisan diberi kapur barus.
2) Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain kafan
memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
3) Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, qubul dan dubur) yang mungkin masih
mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4) Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah
kiri. Selanjutnya, lakukan seperti tersebut selembar demi selembar dengan cara yang
lembut.
5) Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan 3 (tiga) atau 5
(lima) ikatan.
6) Jika kain kafan tidak cukup menutupi seluruh badan jenazah, tutuplah bagian kepalanya,
dan bagian kakinya boleh terbuka, namun tutup dengan daun kayu, rumput atau kertas.
Jika tidak ada kain kafan, kecuali sekadar menutup aurat, tutuplah dengan apa saja yang
ada54.

Jenazah Perempuan kain kafan untuk jenazah perempuan terdiri dari 5 (lima) lembar kain,
urutannya sebagai berikut :

1) Lembar 1 untuk menutupi seluruh badan.


2) Lembar 2 sebagai kerudung kepala.
3) Lembar 3 sebagai baju kurung.
4) Lembar 4 menutup pinggang hingga kaki.
5) Lembar 5 menutup pinggul dan paha.

52
Ibid.
53
Direktorat Pendidikan Agama Islam. Pengurusan Jenazah. Buku Elektronik Pendidikan Agama Islam. 2022.
Hal 115.
54
Ibid.
Adapun tata cara mengkafani jenazah perempuan adalah sebagai berikut:
a) Susun kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan
tertib. Lalu, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas
kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b) Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
c) Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
d) Pakaikan sarung, juga baju kurungnya.
e) Rapikan rambutnya, lalu julurkan ke belakang.
f) Pakaikan kerudung.
g) Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain
kiri dan kanan lalu digulungkan ke dalam.
h) Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan55.
2.3. Menyalati Jenazah
Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan untuk mendoakan jenazah (mayat) seorang
Muslim. Dalam berbagai haditsnya Nabi Muhammad Saw. memerintahkan kepada kita agar
melakukan shalat jenazah ini jika di antara saudara kita yang Muslim meninggal dunia. Dari
hadits-hadits itu jelaslah bahwa shalat jenazah itu sangat dianjurkan, meskipun anjuran untuk
shalat jenazah ini tidak sampai wajib atau fardhu ‘ain. Hukum menshalatkan jenazah hanyalah
fardhu kifayah.
Untuk shalat jenazah, perlu diperhatikan syarat-syarat tertentu. Syarat ini berlaku di luar
pelaksanaan shalat. Syarat-syaratnya seperti berikut:
a. Syarat-syarat yang berlaku untuk shalat berlaku untuk shalat jenazah.
b. Mayat terlebih dahulu harus dimandikan dan dikafani.
c. Menaruh mayat hadir di muka orang yang menshalatkannya 56.

Rukun Shalat Jenazah

a. Berniat.
b. Berdiri bagi yang mampu (kecuali bila ada udzurnya).
c. Melakukan 4 kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).
d. Setelah takbir pertama, membaca Q.S. Al-Fatihah.
e. Setelah takbir kedua, membaca shalawat Nabi Saw.

55
Ibid.
56
Ibid.
f. Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk jenazah57.
g. Salam setelah takbir keempat.

Dari rukun shalat jenazah di atas, maka cara melakukan shalat jenazah dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1. Setelah memenuhi semua persyaratan untuk shalat, maka segeralah berdiri dan berniat
untuk shalat jenazah dengan ikhlas semata-mata karena Allah. Jika jenazahnya perempuan,
maka kata ‘hadzal mayyiti’ diganti dengan kata ‘hadzihil mayyitati’. Dan jika jenazahnya
ghaib, maka ditambahkan setelah ‘hadzal mayyiti’ kata ‘ghaiban’ atau setelah ‘hadzihil
mayyitati’ kata ‘ghaibatan’.
2. Setelah itu bertakbir dengan membaca Allahu Akbar.
3. Setelah takbir pertama lalu membaca surat al-Fatihah yang kemudian e. Setelah itu takbir
yang ketiga dan membaca doa.disusul dengan takbir kedua.
4. Setelah takbir kedua lalu membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw
5. Setelah itu takbir yang keempat dan membaca doa lagi
6. Setelah itu mengucapkan salam dua kali sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam rangka pelaksanaan shalat jenazah di antaranya
sebagai berikut:

1) Tempat berdirinya imam pada arah kepala mayat jika mayat itu laki-laki dan pada arah
pantatnya (di tengah) jika perempuan.
2) Mayat yang jumlahnya lebih dari satu dapat dishalatkan bersama-sama sekaligus dengan
meletakkan mayat laki-laki dekat imam dan mayat perempuan dekat arah kiblat.
3) Semakin banyak yang menshalatkan jenazah semakin besar terkabulnya permohonan
ampun bagi si mayat. Nabi Saw. bersabda: “Tiada seorang laki-laki Muslim yang mati lalu
berdiri menshalatkan jenazahnya empat puluh orang laki-laki yang tidak menyekutukan
Allah kepada sesuatu, melainkan Allah menerima syafaat mereka kepada si mayat” (HR.
Ahmad, Muslim, dan Abu Daud, dari Ibnu Abbas).
4) Sebaiknya jamaah shalat disusun paling tidak menjadi tiga baris.
5) Mayat yang dishalatkan adalah mayat Muslim atau Muslimah selain yang mati syahid dan
anak-anak.

57
Direktorat Pendidikan Agama Islam. Pengurusan Jenazah. Buku Elektronik Pendidikan Agama Islam. 2022.
Hal 118.
6) Bagi yang tidak dapat menshalatkan jenazah dengan hadir, maka dapat menshalatkannya
dengan ghaib.
7) Shalat jenazah dilakukan tanpa azan dan iqamah58.
2.4. Menguburkan Jenazah
Mengubur jenazah merupakan prosesi terakhir dari perawatan jenazah. Hukumnya juga
fardhu kifayah seperti tiga perawatan sebelumnya 59.
Sunnah Menguburkan
1) Menyegerakan mengusung/membawa jenazah ke pemakaman, tanpa harus tergesa-gesa.
2) Pengiring tidak dibenarkan duduk, sebelum jenazah diletakkan.
3) Disunnahkan menggali kubur secara mendalam agar jasad jenazah terjaga dari jangkauan
binatang buas, atau agar baunya tidak merebak keluar.
4) Lubang kubur yang dilengkapi liang lahat (jenazah muslim), bukan syaq (jenazah non
muslim). Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya.
5) Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan, lalu diturunkan
ke dalam liang kubur secara perlahan.

Tata Cara Menguburkan:

Waktunya Menguburkan jenazah boleh kapan saja, namun ada 3 waktu yang sebaiknya
dihindari, yakni:

- Matahari baru saja terbit, tunggu sampai meninggi.

- Matahari saat berada di tengah-tengah (saat panas terik yang menyengat/saat waktu dzuhur
tiba), sampai condong ke barat.

- Saat matahari hampir terbenam, hingga ia terbenam sempurna.

Urutan dan tahapannya :

1) Jenazah diangkat untuk diletakkan di dalam kubur. Lakukan secara perlahan


2) Jenazah dimasukkan ke dalam kubur, dimulai dari kepala terlebih dahulu dan dilakukan
lewat arah kaki. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
3) Di dalam liang lahat, jenazah diletakkan dalam posisi miring di atas lambung kanan bagian
bawah, dan menghadap kiblat.

58
Dr. Marzuki, M.Ag. Perawatan jenazah. 2018.
59
Ibid.
4) Pipi dan kaki jenazah supaya ditempelkan ke tanah dengan membuka kain kafannya.
Begitu pula tali-tali pengikat dilepas.
5) Waktu menurunkan jenazah ke liang lahat, hendaknya membaca doa sebagai berikut
Artinya: “Dengan (menyebut) nama Allah dan berdasarkan millah (ajaran, tuntunan)
Rasulullah”.
6) Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahat, dan tali-temali selain kepala dan
kaki dilepas, maka rongga liang lahat tersebut ditutup dengan papan kayu/bambu dari
atasnya (agak menyamping).
7) Setelah itu, keluarga terdekat memulai menimbun kubur dengan memasukkan 3
genggaman tanah, yang dilanjutkan penimbunan sampai selesai.
8) Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal, sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya.
9) Kemudian ditaburi dengan bunga sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air yang
harum dan wangi - Setelah selesai penguburan diakhiri dengan doa yang isinya, antara lain
memohon: ampunan, rahmat, keselamatan, dan keteguhan (dalam menjawab beberapa
pertanyaan dari malaikat Munkar dan Nakir).
10) Rasulullah Saw. mengingatkan agar tidak membuat bangunan di atas kuburan tersebut,
seperti diberi semen, marmer atau batu pualam yang harganya mahal60.

60
Ibid.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kematian (ajal) adalah hal yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, tidak
ada yang mengetahui kapan dan dimana manusia akan menemui ajal, dalam keadaan baik
atau buruk. Bila ajal telah tiba maka tidak ada yang bisa memajukan ataupun
mengundurkannya. Kematian merupakan takdir yang tidak dapat dihindari oleh manusia.
Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat
yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia.
Oleh sebab itu, menjelang menghadapi keharibaan Allah SWT orang yang telah
meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Pengurusan jenazah termasuk Syari’at Islam yang perlu diketahui oleh seluruh umat Islam.
Hal itu dimaksudkan agar dalam pengurusan jenazah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.
Pengurusan jenazah termasuk salah satu kewajiban umat Islam yang termasuk dalam fardhu
kifayah, artinya kewajiban yang kalau dikerjakan oleh sebagian umat Islam maka gugurlah
kewajiban sebagian umat Islam lainnya.
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang telah dibuat ini masih terdapat kekurangan.
Maka dari itu penulis sangat berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan
sarannya, demi menyempurnakan kebermanfaatan dari makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2011). Tata Cara Mengurus Jenazah. Islam House.

Albānī, M. N. A. D. (1999). Tuntunan lengkap mengurus jenazah. Gema Insani.

Direktorat Pendidikan Agama Islam. (2022). Pengurusan Jenazah. Buku Elektronik Pendidikan
Agama Islam.

https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=2gXDJGlTn3UC&oi=fnd&pg=PA5&dq=je
nazah&ots=hbnGj3SCyr&sig=l1xbcxmbIm2Q9kyiAizu3pZARtc&redir_esc=y#v=on
epage&q=jenazah&f=false

Marzuki. (2018). Perawatan jenazah. Universitas Negeri Yogyakarta.

Sutomo. (2018). Buku Pengantar Fiqih Jenazah.

Zamakhsyari. (2019). Buku Saku Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah. Universitas


Dharmawangsa Medan.

Pulungan, S., Sahliah, S., & Sarudin, S. (2020). Peningkatan Keterampilan Pengurusan Jenazah
di MTs Ulumul Quran Medan. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan
Agama, 12(1), 25-35.

Fadila, E., & Solihah, E. S. (2022). Perawatan, Persiapan dan Praktek Memandikan Jenazah
pada Remaja Masjid Al-Ikhlas Griya Caraka Cirebon. JURNAL KREATIVITAS
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PKM), 5(5), 1374-1381.
MAKALAH PENGERTIAN, HUKUM, DAN HIKMAH ZAKAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Dosen


Pengampu : Rosidi M. Pd.

Disusun Oleh:

Rieke Faristantya Azzahrah _216151035 Devi


Sukmawati_216151051

TADRIS BAHASA INDONESIA

FAKULTAS ADAB DAN BAHASA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat serta
hidayah untuk dapat menyelesaikan makalah PENGERTIAN, HUKUM, DAN HIKMAH
ZAKAT

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Pak Rosidi M., Pd, selaku
dosen pengampu mata kuliah Fiqih. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk memberikan
tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Sukoharjo, 2 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1

B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................... 1

C. TUJUAN .............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2

A. PENGERTIAN ZAKAT ...................................................................... 2

B. HUKUM ZAKAT ................................................................................ 3

C. HIKMAH ZAKAT ............................................................................... 4-5

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 6

A. KESIMPULAN .................................................................................... 6

B. SARAN ................................................................................................ 6
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 7
iii
BAB I

PENDAHULUAN

a) LATAR BELAKANG

Islam adalah agama yang syumuliah (universal) dimana segala aspek kehidupan di
atur dalam Islam tanpa terkecuali aspek ekonomi. Dalam Islam, ekonomi mengandung dasar-
dasar keutamaan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama serta menghilangkan ketimpangan
antara si miskin dan si kaya. Kemiskinan memang selalu menjadi masalah yang tak kunjung
usai dan Islam punya solusinya. Dalam pandangan Islam dikenal instrumen ekonomi yang
memiliki tujuan untuk memberantas kemiskinan yaitu zakat.

Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam. Sehingga zakat secara normatif
merupakan suatu kewajiban mutlak yang dimiliki oleh setiap orang muslim. Oleh sebab itu,
zakat menjadi salah satu landasan keimanan seorang muslim, dan zakat juga dapat dijadikan
sebagai indikator kualitas keislaman yang merupakan bentuk komitmen solidaritas seorang
muslim dengan sesama muslim yang lain. Zakat juga merupakan suatu ibadah yang memiliki
nilai sosial yang tinggi.

Selain itu, zakat juga memberi dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Bahwa dengan berzakat golongan kaya (muzakki) dapat menshodaqohkan / memberikan
sebagian hartanya kepada golongan fakir miskin (mustahiq), maka terjadilah hubungan yang
harmonis antara golongan kaya dan fakir miskin. Sehingga golongan fakir miskin dapat
menjalan kegiatan ekonomi di kehidupannya.

Zakat juga memiliki peran yang begitu luas. Salah satu peran yang dimiliki oleh zakat
adalah peran terhadap pengurangan angka kemiskinan masyarakat. Dan zakat dikumpulkan
kepada amil zakat yang selanjutnya dikelola dengan baik dan zakat akhirnya dizakatkan
kepada mustahiq (fakir miskin). Dengan demikian, mustahiq diharapkan akan berubah
statusnya menjadi muzakki. Sehingga angka kemiskinan di masyarakat dapat berkurang
dengan adanya perubahan status mustahiq menjadi muzaki.

b) RUMUSAN MASALAH

1. Apa Pengertian Zakat ?

2. Bagaimana Hukum-Hukum Berzakat ?

3. Apa Saja Hikmah-Hikmah Yang Di Dapat Setelah Berzakat?


c) TUJUAN PENULISAN

1. Untuk Mengetahui Pengertian Zakat.

2. Untuk Mengetahui Hukum Zakat.


3. Untuk Mengetahui Hikmah Apa Saja Yang Di Dapat Dari Berzakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat

Zakat dari segi bahasa mempunyai beberapa arti yaitu, Albarakatu (keberkahan), al
nama (pertumbuhan dan perkembangan), aththaharotu (kesucian), dan as-sholahu
(keberesan). Menurut Ibnu Mansur dalam kitab lisan al-arab yang dikutip oleh Yusuf
qadarwiyarti dasar dari kata zakat dari sudut bahasa adalah suci tumbuh berkah dan terpuji.

Sedangkan menurut istilah zakat adalah sebagai harta yang telah diwajibkan oleh
Allah swt untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah
dinyatakan dalam Alquran atau juga boleh diartikan dengan kadar tertentu atas harta tertentu
yang diberikan kepada orang-orang tertentu dengan lafadz zakat yang juga digunakan
terhadap bagian tertentu yang dikeluarkan dari orang yang telah dikenai kewajiban untuk
mengeluarkan zakat.

Imam Malik dalam mendefinisikan zakat bahwa zakat adalah mengeluarkan sebagian
yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nisab atau batas kuantitas yang
mewajibkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan catatan
kepemilikan itu penuh dan mencapai haul bukan barang tambang dan barang pertanian.
Menurut Mazhab Syafi'i zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tumbuh
sesuai dengan cara khusus sedangkan mazhab Hambali mengatakan zakat adalah hak yang
wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula.

Makna keberkahan yang terdapat pada zakat berarti dengan membayar zakat akan
memberikan berkah kepada harta yang dimiliki. Zakat berarti pertumbuhan karena dengan
memberikan hak fakir miskin dan lain-lain yang terdapat dalam harta benda kita, akan
terjadilah suatu sirkulasi uang yang dalam masyarakat mengakibatkan berkembangnya fungsi
uang itu dalam kehidupan perekonomian di masyarakat. Zakat bermakna kesucian ataupun
keberesan yang dimaksudkan untuk membersihkan harta benda milik orang lain, yang dengan
sengaja atau tidak sengaja, termasuk ke dalam harta benda kita (Nasrullah, 2013, hlm 2).

Pengertian zakat menurut ahli fiqih asy syaukani dalam kitab nailul authar zakat
adalah memberikan sebagian dari harta yang sudah sampai nisab kepada orang fakir dan
sebagainya yang menurut syarat tidak dilarang menerimanya.
Menurut imam zamakasyari dalam kitab Al faik yang dikutip oleh Yusuf qaradawi
zakat dari segi istilah fiqih merupakan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat di atas, zakat merupakan mengeluarkan
harta dari suatu harta untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.

B. Hukum Zakat

Sebagaimana telah diketahui sebagian lapisan masyarakat Islam, bahwa Zakat


merupakan satu rukun dari rukun Islam yang kelima, satu fardhu dari fardhu-fardhu agama
dan zakat wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang sudah memenuhi syarat-syarat
wajibnya. Hukum zakat adalah wajib ‘aini dalam arti kewajiban yang ditetapkan untuk diri
pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain, walaupun dalam pelaksanaannya
dapat diwakilkan kepada orang lain.

Zakat sebagai salah satu rukun Islam, mempunyai kedudukan yang sangat penting.
Hal ini dapat dilihat dari segi tujuan dan hikmah zakat dalam meningkatkan martabat hidup
manusia dalam masyarakat, perintah zakat selalu beriringan dengan shalat. Dasar-dasar atau
landasan kewajiban mengeluarkan zakat disebutkan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’
Ulama sebagai berikut:

• Al-Qur’an

a) Surat Al Baqarah; 43

‫ي ََ ن‬ ُ َ‫اوتا َو ال َّز ةوك ََ َاو ْر ك‬


ْ ِ‫ع ْاو َم ََ ع ال ر كِ ع‬ َّ َ‫ول‬
ُ ‫ص ََ ة‬ ‫ي او ُم ال‬
ْ ‫قََ َاو‬
ِ

Artinya: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang
rukuk”

b) Surat At Taubah; 103


َ
‫ي م‬
ْ ‫ع ِل‬
َ ‫ي ع‬ َ ‫س كَ ن َِّ ََ ل هُ َْ م َو َِّ َ َُ ال ِّل‬
ْ ‫س ِم‬ َ َ‫ص ك‬ َ ‫ََ تول‬ ‫ي هِ ْم ِا َّن‬
ْ ‫ص َِ ل ََ ل َع‬ َ ‫َْ م َِب اهَ َو‬
‫ي ِه‬ْ ‫تو زَ َِ ك‬ َ َُ ‫ط َِ َُ ه هُر ْم‬َ ‫ص ََ قدَ ة َُ ت‬ َ ُ ْ‫ذ‬
‫خ ِم ْن ََ ا ْم َاو ِل َْ ِه م‬

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui”.
• As Sunnah

Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas r.a:

‫ش اهَ د َ َِة ََ أ َْ ن َل ََ ِل ََ ه‬ ِ َ ‫َدا عُ هُ ْم‬:


َ ‫ىل‬ ْ ‫قف ََ ل‬ ْ ‫ع‬
َ َ ‫ن ا‬، ‫هن َُ ىَ ِل ََ يال ََ َِم‬ َ ‫ض ََ ي َِّ ََ َُ ال ِّل‬
ِ ‫ا َر‬
‫عب ََ ث ُم ذاَع‬
َ ََ ََ‫ي ِه ََ َو َِّ ََ لس م‬
ْ ‫َّلص الل َُ ََ ل َع‬
َ ‫ى‬ َّ ‫لص َاو ت يفِ َُ ك َِ ل ََ أ َِّ ََ ن نَّال َِب‬
‫ي‬ َ ََ
‫س‬َ ‫ي ِه َْ م َخ ْم‬ ْ ‫ََ ض ََ ل َع‬ ‫تف َر‬ْ ََ ‫ع ِل ْم ه ُ ْم َِّ ََ ََ أ ن اللِّ َِّ ََ ََ ََ ق ِد ا‬ ْ ‫كَ ََ أَف‬، ‫او ذَ ِل ِل‬
‫ال ِِّل َِإَف ْن َْهُ م ََ ََ أ َُ عاط‬، ََ َِّ ‫ُال ِّلَِّ ََ َِن ََأو ي سُ َر َُ و ل‬، ‫ئ هِ َْ م ِإ َِّ ََ ل‬
ِ ‫اي‬
َ ‫غ ِن‬ ْ ‫ؤْ َخ َُ ذ ِم َْ ن ََ أ‬
‫ص ََ قدَ ة يفِ ََ أ ْم َِ َاو ل هِ ْم َُ ت‬َ ‫ي َْ ِه م‬ ْ ‫تف ََ ر ض َل َع‬ ْ ‫ََ أَف‬
ْ ََ ََ ‫ع َْ ِل م هُ ْم ََ أ َّن َِّ ََ ََ ال ِّل ا‬
‫ك‬، ‫ع َِذَ ِل ََ ل‬ُ ‫ط او‬َ ‫إف َْ ن هُ َْ م ََ أ ا‬َ َِ ‫ة‬، ‫ََ ي ْو م َل َو َل ْي‬

‫ئ هِ َْ م‬ َ ‫تو َر د َىل َع ََ قُف‬


ِ ‫ار‬ َ َُ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi ‫ ﷺ‬mengutus Mu’adz radhiallahu ‘anhu ke Yaman, maka
beliau bersabda, ‘Serulah mereka untuk bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) kecuali Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Jika mereka taat
kepada perintah itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan bagi
mereka shalat lima waktu setiap hari dan malam. Jika mereka taat dengan perintah itu, maka
beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka untuk menunaikan zakat
harta mereka, diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada para fakir di antara
mereka’.”

• Ijma' ulama

Ulama baik salaf (tradisional) maupun khalaf (modern) telah sepakat akan kewajiban
zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam. Selain menggunakan
kedua sumber utama dalam Islam yaitu al- Qur’an dan al-Hadits, juga menggunakan dalil
yang berupa ijma’ yaitu kesepakatansemua (ulama) umat bahwa zakat adalah wajib, bahkan
para sahabat nabi sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat.

C. Hikmah Zakat

Dari berbagai hikmah zakat menurut para ulama’, maka dapat dibagi menjadi tiga macam
atau aspek, yaitu diniyyah, khuluqiyyah, dan ijtimaiyyah. Yaitu:

• Faidah diniyyah (segi agama)

a) Berzakat menghantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan


dunia dan akhirat
b) Sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, akan
menambah keimanan karena keberadaanya yang memuat beberapa macam
ketaatan.

c) Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana
dalam firman Allah swt: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat
dosa.

d) Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan


Rasulullah saw.

• Faidah Khuluqiyyah (segi Akhlak)

Di antara hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek khuluqiyyah adalah:

a) Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran, dan kelapangan dada kepada pribadi
pembayar zakat.
b) Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut
kepada saudaranya yang tidak punya.

c) Merupakan realita bahwa menyumbang sesuatu raga bagi kaum muslimin akan
melapangkan dada dan meluaskan jiwa, sebab sudah pasti ia akan menjadi orang
yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.

d) Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.

• Faidah Ijtimaiyyah (segi Sosial Kemasyarakatan)

Adapun hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek ijtimaiyyah ini adalah:

a) Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir
miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar Negara di dunia.

b) Memberikan support kekuatan bagi kaum muslmin dan mengangkat eksistensi


mereka. Hal ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah
mujahidin fi sabilillah.

c) Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada
dalam dada fakir miskin karena masyarakat bawah akan mudah tersulut rasa benci
dan permusuhan jika mereka melihat kelompok masyarakat ekonomi tinggi
menghambur-hamburkan harta.

BAB III

PENUTUPAN
A. KESIMPULAN

Dari beberapa pembahasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa zakat


merupakan mengeluarkan harta dari suatu harta untuk diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya, sebagaimana telah diketahui sebagian lapisan masyarakat Islam, bahwa Zakat
merupakan satu rukun dari rukun Islam yang kelima, satu fardhu dari fardhu-fardhu agama
dan wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang sudah memenuhi syarat-syarat
wajibnya. Zakat sebagai salah satu rukun Islam, mempunyai kedudukan yang sangat penting.
Hal ini dapat dilihat dari segi tujuan dan hikmah zakat dalam meningkatkan martabat hidup
manusia dalam masyarakat, perintah zakat selalu beriringan dengan shalat.

B. SARAN

Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis menyadari banyak kekurangan,


kesalahan, kekhilafan, bahkan ketidak tahuan dalam menjadikan maklah ini siap di sajikan,
pun penulis pun sadar bawa penulis juga sebatas manusia yang tak luput dari kata salah, lupa,
dan dosa. Sehingga penulis sangat memohon kepada pembaca, appabila terdapat suatu
kesalahan, baik dalam penyusunan, penulisan, maupun pembahasan di dalam maklah ini
penulis dengan seikhlas mungkin menerima teguran, kritik, dan saran dari pembaca. Dan
semoga dari maklah ini baik penulis, maupun pembaca mendapatkan pengetahuan baru yang
insyaallah bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Bastiar , Yandi Dan Syamsul Bahri Efri.,2019. “Model Pengkuran Kinerja Lembaga Zakat di
Indonesia” ZISWAF; Jurnal Zakat dan Wakaf ( 2019, Vol. 6 No. 1).

Ridlo, Ali .,2014. “ZAKAT DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM “. Jurnal Al-‘Adl
Vol. 7 No. 1, Januari 2014 .

HR. Bukhari No. 1395 dan Muslim No. 19.

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press,
2002),7.

Yusuf Qardawi, Fiqh Zakat (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), 34.

Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, 1001 Masalah dan Solusinya (Jakarta: Pustaka Cerdas
Zakat, 2003), 2.

Wahbah Al Zuhayly, Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuh (Damaskus: Dar Al Fikr, 1995), 83-85

Muhammad Ali bin Muhammad Asy Saukani, Nailul Authar (Semarang: CV. Asy Syifa,
1994), IV: 275.

Yusuf Qardawi, Fiqh Zakat (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), 34.

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2003), 38.

Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari (Jakarta: Gema Insani, 2006), 24.

QS. Al-Baqarah (2): 43

QS. At-Taubah (9): 103

Muhammad, Nailul Authar (Semarang: CV. Asy Syifa, 1994), IV:12.

Wahbah Al Zuhayly, Al Fiqh Al Islami Adillatuh (Damaskus: Dar Al Fikr, 1995), 90.

MAKALAH
HARTA YANG DIZAKATI, MUSTAHIQ, DAN MACAM-MACAMNYA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih

Dosen Pengampu: Rosidi, M. Pd.

Disusun Oleh:

1. Nahrin Indriani (216151029)


2. Anggun Zahrotun R. (216151052)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Harta Yang Dizakati, Mustahiq, dan Macam-
Macamnya” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Fiqih. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca dan juga bagi
penyusun.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rosidi, M. Pd. selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Fiqih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Kami sebagai penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca.

Sukoharjo, 13 November 2022


Hormat kami,

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan Makalah................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 2

A. Harta yang Dizakati ........................................................................... 2


B. Mustahiq dan Macam-Macamnya ...................................................... 7

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 13

A. Kesimpulan ....................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu bagian dari rukun
Islam. Hukum zakat sendiri adalah fardhu ‘ain, yaitu kewajiban yang ditetapkan untuk diri
pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain, meskipun dalam
pelaksanaannya dapat diwakilkan oleh orang lain. Di dalam pembahasan zakat sendiri
terdapat beberapa hal yang perlu diketahui dan dipahami, antara lain yaitu mengenai harta
yang dizakati dan macam-macamnya.

Selain itu, yang perlu diketahui juga adalah mengenai orang-orang yang berhak
menerima zakat atau yang biasa dikenal dengan sebutan mustahiq zakat. Hal ini perlu
sekali untuk kita ketahui dan pahami, agar kita menjadi lebih tahu dan paham mengenai
hal-hal apa saja yang terdapat di dalam zakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah:
1. Bagaimana maksud harta yang dizakati dan macam-macamnya?
2. Bagaimana maksud mustahiq dan macam-macamnya?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini:
1. Menjelaskan maksud harta yang dizakati dan macam-macamnya.
2. Menjelaskan maksud mustahiq dan macam-macamnya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Harta yang Dizakati


Menurut Al-Jaziri, para ulama mazhab empat mengatakan bahwa terdapat lima macam
harta yang wajib dizakatkan, antara lain:
1. Binatang ternak, yaitu meliputi unta, sapi, kerbau, kambing atau domba.
2. Emas dan perak.
3. Perdagangan.
4. Pertambangan dan harta temuan.
5. Pertanian.

Ibnu Rusyd, menyebutkan terdapat empat jenis harta yang wajib dizakati, yaitu:

1. Barang tambang, seperti emas dan perak yang tidak menjadi perhiasan.
2. Hewan ternak yang tidak dipekerjakan, seperti unta, lembu, dan kambing.
3. Biji-bijian, seperti gandum.
4. Buah-buahan, seperti kurma.61

Secara garis besar, harta zakat itu dikelompokkan menjadi dua, yaitu hasil pendapatan
dan segala sesuatu yang tumbuh dan keluar dari bumi. Hasil ini dapat ditemukan dalam
firman Allah pada surah Al-Baqarah ayat 267.

61
Asnain,. Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. (Bengkulu: Pustaka Pelajar: 2008),
hal. 35.
Disamping itu, terdapat pula beberapa harta yang wajib dizakati, antara lain:

D. Emas dan Perak


Emas dan perak ini wajib dizakatkan karena adanya ancaman Allah terhadap
orang yang tidak mau menzakatkan keduanya. Sebagaimana dalam firman Allah surah
At-Taubah ayat 34, yang artinya “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah beritahukanlah kepada mereka (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Nishab emas adalah seberat 85 gram, dan akatnya adalah 2,5% Semetara nishab
perak adalah seberat 200 dirham atau 672 gram perak murni, zakatnya adalah 5 dirham
atau 2,5 % (Hasbiyallah, 2013: 254).
E. Hewan Ternak
Hewan ternak yang disebutkan dalam hadits Nabi hanyalah 3 macam, yaitu
unta, sapi atau kerbau, dan kambing/domba. Ukuran nisabnya memiliki perbedaan
antara satu dengan yang lain.
1. Unta
Kewajiban zakat unta telah dijelaskan oleh Nabi dalam hadisnya dari Anas r.a.
menurut riwayat Al-Bukhari, yaitu:
Meskipun unta sangat jarang ditemukan di Indonesia, akan tetapi kita perlu
mengetahui nishab dari unta, jika sewaktu-waktu kita memilikinya. Nishab unta
yaitu sebagai berikut:62
a. 5-9 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor kambing umur 1 tahun
lebih.
b. 10-14 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 2 ekor kambing umur 1 tahun
lebih.
c. 15-19 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 3 ekor kambing umur 1 tahun
lebih.
d. 20-24 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 4 ekor kambing umur 1 tahun
lebih.
e. 25-35 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor anak unta umur 1 tahun
lebih.
f. 36-45 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor anak unta umur 2 tahun
lebih.
g. 46-60 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor anak unta umur 3 tahun
lebih.
h. 61-75 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 1 ekor anak unta umur 4 tahun
lebih.
i. 76-90 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 2 ekor unta umur 2 tahun lebih.
j. 91-120 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 2 ekor unta umur 3 tahun lebih.
k. 120 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat 3 ekor unta umur 2 tahun lebih.
2. Sapi atau Kerbau
Kewajiban zakat atas sapi merupakan ketetapan nash dan ijma para ulama.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah
bersabda:

62
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2013), hal. 257.
Selain itu, untuk penjelasan mengenai ketentuan mengeluarkan zakat sapi atau
kerbau, juga dijelaskan dalam sebuah sabda Rasulullah SAW: “Menilik hadits
Muadz bin Jabl ketika diutus ke negeri Yaman, bahwa ia diperintah untuk
memungut dari tiap 30 ekor sapi, seekor anak sapi yang berumur satu tahun, dan
tiap 40 ekor sapi seekor anak sapi yang berumur dua tahun.” (HR. Ibnu Majah, Abu
Dawud, Tirmidzi). Berdasarkan hadits ini, dijelaskan bahwasanya setiap orang yang
memiliki 30 ekor sapi atau kerbau, wajib mengeluarkan zakat seekor sapi atau anak
kerbau yang berumur 1 tahun, dan setiap 40 ekor dikenai zakat 1 ekor anak
sapi/kerbau yang berumur dua tahun. 63
3. Kambing atau domba
Apabila jumlah kambing kambing mencapai empat puluh ekor, baik domba
maupun kambing biasa, maka zakatnya adalah satu ekor domba yang berumur enam
bulan atau kambing biasa yang berumur satu tahun. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata, “Pada suatu hari, salah seorang
kepercayaan Rasulullah datang kepada kami dan ia berkata, kami diperintahkan
untuk mengambil satu ekor domba betina yang berumur enam bulan dan kambing
biasa yang berumur satu tahun."
Selain itu, juga terdapat penjelasan bahwa nishab kambing/domba mulai dari
jumlah 40 ekor sampai dengan 120 ekor, dimana zakat yang wajib dikeluarkan yaitu
1 ekor kambing/domba. Wajib mengeluarkan zakat sebanyak 2 ekor kambing,
apabila mulai 121 ekor hingga 200 ekor. Selebihnya, yaitu di atas 300 ekor, maka
setiap penambahan 100 ekor dikenai 1 ekor kambing.64
F. Hasil Pertanian Tanaman Pangan

63
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2013), hal. 255.
64
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2013), hal. 256.
Maksud dari hasil pertanian disini yaitu hasil pertanian, baik berupa buah-
buahan atau umbi-umbian yang menjadi makanan pokok bagi manusia. Dengan kata
lain, segala macam hasil tanaman seperti padi, gandum, jagung, kentang, dan
sebangsanya yang sifatnya menjadi bahan makanan pokok bagi penduduk suatu negara
adalah wajib dizakati. Zakat hasil tanaman ini berbeda dengan zakat harta (maal)
lainnya, karena zakat hasil tanaman tidak harus dikeluarkan dengan menunggu haul
(satu tahun), melainkan setiap kali panen.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman Allah dalam surah Al-Baqarah
ayat 267.

Untuk hasil pertanian, kewajiban mengeluarkan zakat adalah pada saat waktu
panen. Jadi, tidak perlu menunggu sampai satu haul. Mengenai ukuran nisabnya yaitu
satu wasaq sama dengan 60 sha’, sedangkan satu sha’ sama dengan 2,5 kg atau 3,1 liter.
Maka, nisabnya adalah seukuran dengan 750 kg atau 930 liter. 65
G. Harta Perniagaan
Maksud dari harta perniagaan ialah segala sesuatu yang dipersiapkan untuk
diperjualbelikan. Tidak termasuk yang dipakai dan alat-alat keperluan perniagaan yang
tidak dijadikan bahan dagangan. Harta perniagaan ini adalah harta keuntungan dari
perdagangan. Nisab harta perniagaan sama halnya dengan nisab emas, yaitu 85 gram.
Zakat yang harus dikeluarkannya adalah 2, 5 %. Tentang zakat harta perniagaan ini
tidak dapat kita jumpai satu nash pun, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits. Akan
tetapi, jumhur ulama sepakat bahwa harta perniagaan harus dikeluarkan zakatnya.
H. Harta Rikaz dan Barang Tambang

65
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2010),
hal. 45.
Rikaz adalah harta temuan berupa barang-barang berharga, seperti emas dan
perak. Jika kita menemukan harta ini, kita wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 20%.
Sedangkan, hasil tambang adalah sesuatu yang dihasilkan dari kekayaan alam ini,
seperti emas, perak, dan hasil tambak ikan. Nishabnya sama dengan nishab emas atau
perak, dan zakatnya adalah sebesar 20%. 66
B. Mustahiq dan Macam-Macamnya
Mustahiq adalah orang yang berhak menerima zakat. Mustahiq ini merupakan
bagian dari unsur-unsur pokok pelaksanaan zakat. Antara muzakki dan mustahiq
mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena tanpa adanya salah satu dari
keduanya, maka zakat tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, keduanya memiliki
peran, kewajiban, dan hak yang saling melengkapi untuk menyeimbangkan kehidupan
beragama maupun kehidupan sosial. Dalam surat At-Taubah ayat 60, terdapat 8
kelompok orang yang berhak menerima zakat dan sering disebut dengan ashnaf
tsamaniyah atau kelompok/golongan delapan. Antara lain yaitu fakir, miskin, amil,
muallaf, riqab, gharim, dan ibnu sabil.67

66
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2013), hal. 259.
67
Eka Tri & Chintya Aprina. (2017). Pembagian Zakat Fitrah Kepada Mustahiq: Studi
Komparatif Ketentuan Ashnaf Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik. Jurnal Ekonomi dan
Perbankan Syarifah: 8(2). 157-158.
Ayat di atas menggunakan kata “innama” sebagai huruf hasr (pembatasan),
makna zahir yang dikehendaki adalah membatasi mustahiq zakat, sehingga orang-orang
yang tidak termasuk dalam kategori ini, tidak berhak menerima zakat.68 Di antara
macam-macam mustahiq yaitu:
1. Fakir
Merupakan orang yang tidak memiliki harta untuk menunjang kehidupan
dasarnya. Kefakiran orang tersebut disebabkan ketidakmampuannya untuk mencari
nafkah, karena disebabkan oleh fisiknya yang tidak mampu. 69 Adapun menurut
jumhur ulama, fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau penghasilan
layak untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal, dan segala
keperluan pokok lainnya. Baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarga dan
orang-orang yang menjadi tanggungannya.
2. Miskin
Merupakan orang yang tidak memiliki harta untuk keberlangsungan hidupnya.
Namun, ia mampu berusaha mencari nafkah, hanya saja penghasilannya tidak
mencukupi bagi kehidupan dasarnya untuk kehidupannya sendiri atau
keluarganya. 70 Para amil zakat berhak mendapat bagian zakat dari kuota amil yang
diberikan oleh pihak yang mengangkat mereka, dengan catatan bagian tersebut
tidak melebihi dari upah yang pantas, walaupun mereka orang fakir. Hal ini dengan
penekanan, agar total gaji para amil dan biaya administrasi tidak lebih dari
seperdelapan zakat (13, 5%). Termasuk ada yang perlu diperhatikan juga, bahwa
tidak diperkenankan mengangkat pegawai lebih dari keperluan. Sebaiknya, gaji
para petugas ditetapkan dan diambil dari anggaran pemerintah. Sehingga, uang
zakat dapat disalurkan kepada orang yang menerima zakat (mustahiq) lainnya. 71
3. Amil

68
Andi Suryadi. (2018). Mustahiq dan Harta Yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para
Ulama. TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan: 19(1). 3.
69
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2010),
hal. 48.
70
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2010),
hal. 49.
71
Andi Suryadi. (2018). Mustahiq dan Harta Yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para
Ulama. TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan: 19(1). 5.
Merupakan orang yang ditunjuk oleh penguasa yang sah untuk mengurus zakat,
baik mengumpulkan, memelihara, membagi dan mendayagunakannya serta petugas
lain yang ada hubungannya dengan pengurusan zakat.
4. Muallaf
Merupakan orang-orang yang masih lemah hatinya seperti yang baru masuk
Islam, mereka diberi zakat, agar supaya menjadi kuat hatinya tetap memeluk agama
Islam. 72 Muallaf adalah mereka yang diberikan harta zakat dalam rangka
mendorong untuk masuk Islam, mengokohkan keislamannya, atau agar condong
dan berpihak kepada Islam untuk menolak keburukan terhadap kaum muslimin.
Selain itu, juga mengharapkan manfaat dan bantuan mereka dalam membela kaum
muslimin, atau mereka dapat menolong kaum muslimin dari musuh. Sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh Umrotul Khasanah dalam Andi Suryadi (2018: 6), bahwa
yang dimaksud muallaf di sini ada 4 macam, yaitu: 73
a. Muallaf muslim adalah orang yang sudah masuk Islam, tetapi niatnya atau
imannya masih lemah, maka diperkuat dengan diberikan zakat.
b. Orang-orang yang masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dan ia terkemuka
di kalangan kaumnya, maka dia diberi zakat dengan harapan kawan-
kawannya akan tertarik untuk masuk Islam.
c. Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang kaum kafir
disampingnya.
d. Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang yang membangkang
membayar zakat.
5. Riqab
Secara arti kata riqab berarti perbudakan. Riqab merupakan hamba (budak)
yang akan dimerdekakan oleh tuannya.
6. Gharimin
Merupakan orang-orang yang dililit oleh hutang dan tidak mampu melepaskan
dirinya dari jeratan hutang tersebut, kecuali dengan bantuan dari luar. Orang

72
Eka Tri & Chintya Aprina. (2017). Pembagian Zakat Fitrah Kepada Mustahiq: Studi
Komparatif Ketentuan Ashnaf Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik. Jurnal Ekonomi dan
Perbankan Syarifah: 8(2). 158.
73
Andi Suryadi. (2018). Mustahiq dan Harta Yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para
Ulama. TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan: 19(1). 6.
berhutang yang berhak menerima zakat adalah orang-orang dalam golongan
berikut:74
a. Beragama Islam.
b. Hutang bukan karena untuk maksiat.
c. Tidak memiliki harta benda lagi untuk membayar hutang.
d. Tidak mampu mencari penghasilan lagi.
e. Bukan keturunan Bani Hasyim (keturunan kerabat Rasulullah SAW).
f. Gharim bukan termasuk dalam tanggungan muzakki.
7. Sabilillah
Merupakan orang yang sukarela berperang di jalan Allah dengan tidak
memandang upah ataupun pangkat dan lainnya, perjuangannya semata-mata hanya
karena Allah. Dalam kitab Fighuz Zakah, Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyebutkan
bahwa ashnaf fi sabilillah, selain jihad secara fisik, juga termasuk di antaranya
adalah:
a. Membangun pusat-pusat dakwah yang menunjang program dakwah Islam
di wilayah minoritas, dan menyampaikan risalah Islam kepada non muslim
di berbagai benua.
b. Membangun pusat-pusat dakwah di negeri Islam sendiri yang membimbing
para pemuda Islam kepada ajaran Islam yang benar.
c. Menerbitkan dan menyebarkan tulisan tentang Islam untuk mengantisipasi
tulisan yang menyerang Islam.
d. Membantu para da’i Islam yang menghadapi kekuatan yang memusuhi
Islam.
e. Membantu biaya pendidikan sekolah Islam yang akan melahirkan para
pembela Islam dan generasi Islam yang baik atau biaya pendidikan seorang
calon kader dakwah/da’i yang hidupnya untuk berjuang di jalan Allah.
8. Ibnu Sabil
Merupakan orang-orang yang bepergian jauh (musafir) yang bukan untuk
pekerjaan maksiat, kehabisan bekal dalam tengah perjalanan dan tidak mampu

74
Tim Divisi Kepatuhan dan Kajian Dampak LAZ Al-Azhar, Panduan Zakat Lembaga Amil
Zakat Al-Azhar (Jakarta: 2017), hal. 11.
meneruskan perjalanannya kecuali dengan bantuan dari luar. 75 Yusuf Al-Qardawi
juga berpendapat bahwa ibnu sabil dalam kaitannya dengan zakat adalah seluruh
bentuk perjalanan yang dilakukan untuk kemaslahatan umum yang manfaatnya
kembali kepada agama Islam maupun orang-orang beragama Islam. Menurut ulama
fiqih, Ibnu sabil yang berhak menerima zakat harus memenuhi syarat, antara lain
yaitu:
a. Dalam keadaan membutuhkan.
b. Bukan perjalanan maksiat.

75
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2010),
hal. 59.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas mengenai harta yang dizakati, mustahiq dan
macamnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa macam harta yang dizakati, antara
lain yaitu emas dan perak, hewan ternak, hasil pertanian tanaman pangan, harta
perniagaan, harta rikaz dan barang temuan. Masing-masing macam harta tersebut memiliki
ukuran atau ketentuannya masing-masing.
Dalam zakat pun terdapat beberapa orang yang berhak menerima zakat atau biasa
disebut sebagai mustahiq zakat. Terdapat delapan macam Mustahiq zakat. Hal ini juga
dijelaskan di dalam firman Allah qur’an surah At-Taubah ayat 60. Diantara mustahiq zakat
tersebut yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, dan ibnu sabil.
B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak, terutama yang ada kaitannya dengan penulisan dalam
ungkapan kalimat-kalimat yang kurang sempurna dalam makalah ini. Akhirnya, penulis
berharap semoga yang termaktub dalam makalah ini dapat memberikan manfaat dan
barakah bagi para pembaca dan juga semoga dapat memberikan tambahan kontribusi
khazanah keilmuan pada bidang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Asnaini. (2008). Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Bengkulu: Pustaka Pelajar.

Hasbiyallah. (2013). Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Syarifuddin, Amir. (2010). Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tri, Eka & Aprina Chintya. (2017). Pembagian Zakat Fitrah Kepada Mustahiq: Studi
Komparatif Ketentuan Ashnaf Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik. Jurnal Ekonomi
dan Perbankan Syarifah: 8(2). 157-158.

Suryadi, Andi. (2018). Mustahiq dan Harta Yang Wajib Dizakati Menurut Kajian Para Ulama.
TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan: 19(1). 3-6.
Tim Divisi Kepatuhan dan Kajian Dampak LAZ Al-Azhar. (2017). Panduan Zakat Lembaga
Amil Zakat Al-Azhar. Jakarta.
MAKALAH

PENGERTIAN, HUKUM, DAN HIKMAH PUASA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih


Dosen Pengampu : Rosidi, S. Pd. I., M. Pd.

Disusun Oleh:

Fajar Anggarista Saputra (196151085)

Ahmad Sidqon Muafi (216151041)

KELAS 3B

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA

FAKULTAS ADAB DAN BAHASA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat-Nya, sehingga makalah yang berjudul Pengertian, Hukum, dan
Hikmah Puasa dapat diselesaikan tepat waktu.

Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Fikih dengan memberikan gambaran mengenai pengertian, hukum, dan hikmah puasa serta
menambah pengetahuan bagi pembacanya.

Melalui makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada Bapak
Rosidi, S. Pd. I., M. Pd. selaku pengampu Mata kuliah Fikih. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Akan tetapi, penulis telah bersungguh-sungguh dalam menyusun makalah ini. Keterbatasan
ilmu yang penulis miliki menyebabkan makalah ini masih terdapat kesalahan, baik dari
substansi, bahasa, dan lainnya. Berhubung dengan hal ini, penulis mengharapkan masukan
dari berbagai pihak guna perbaikan makalah ini.

Terakhir, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi
pembaca, khususnya dalam memahami pengertian, hukum, dan hikmah dari puasa.

Kartasura, 20 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1

1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Puasa................................................................................................... 3

2.2 Hukum Puasa ........................................................................................................ 4

2.3 Hikmah Puasa ....................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 9

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 9

3.2 Saran ...................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 10


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakikatnya, puasa merupakan suatu bukti seseorang bahwa ia cinta kepada
Allah SWT. Seseorang yang cinta kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya akan selalu
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Begitu juga dengan puasa,
seseorang yang menjalankan puasa merupakan seseorang yang benar-benar cinta kepada
Allah SWT. dan Rasul-nya. Dengan catatan, puasa tersebut dijalankan untuk mencari
ridha-Nya.

Ibadah puasa mempunyai kedudukan yang luar biasa dibandingkan ibadah lainnya.
Semua ibadah tertuju untuk diri sendiri, kecuali ibadah puasa. Ibadah puasa tertuju hanya
untuk Allah SWT., dan Dialah yang memberikan ganjaran.

Karena puasa mempunyai kedudukan yang luar biasa, banyak makna dan hikmah
yang terkandung di dalamnya. Jika kita gali lebih mendalam, terdapat hikmah dan
fadhilah luar biasa yang terdapat dalam ibadah puasa, hingga kebanyakan ulama yang
mengungkapkan bahwa di dalam puasa dan ibadah yang melingkupinya, terdapat banyak
sekali hikmahnya. 76

Bukan hanya memberikan manfaat terhadap rohani, puasa juga memberikan fadhilah
yang amat agung terhadap kesehatan badan. Dunia kedokteran mengakui kehebatan yang
terdapat dalam ibadah puasa. Puasa digunakan sebagai metode pengobatan.

Namun, kebanyakan orang memahami ibadah puasa dapat menyusahkan diri dan
fisik serta membuang-buang waktu. Orang awam menganggap ibadah puasa hanya
sebagai media untuk melemahkan diri, mengurangi produktivitas, menghambat kemajuan,
atau membuat malas. Anggapan seperti itu merupakan anggapan orang yang tidak
memahami esensi puasa. Padahal puasa membawa manfaat bagi orang yang
melakukannya, baik secara jasmani maupun rohani.

76
Fakhrizal Idris, Panduan Puasa, 2019, hlm. xxi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa rumusan dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan puasa?

2. Bagaimana hukum puasa?

3. Apa saja hikmah puasa?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, bahwa tujuan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian puasa.

2. Untuk mengetahui dan memahami hukum puasa.

3. Untuk mengetahui dan memahami hikmah puasa.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Puasa


Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa Arab, yaitu shaum,yang
mempunyai arti dasar imsak ‘an al-kalam wa al-kaff ala syaiin yang artinya “menahan
sesuatu” atau “meninggalkannya”, dan “tidak melakukannya”. Dengan kata lain, puasa
menurut bahasa yaitu “menahan diri dari segala sesuatu atau meninggalkan segala
sesuatu”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian puasa menurut bahasa adalah
menahan diri dan menjauhi dari segala sesuatu yang bisa membatalkan secara mutlak.

Secara istilah, puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan bersenang-senang
dengan istri, mulai dari waktu fajar hingga waktu maghrib, karena mengharap akan ridha
Allah SWT. dan untuk menyiapkan diri untuk bertakwa kepada-Nya. Dengan kata lain,
yang dimaksud puasa menurut istilah adalah menahan diri dari aktivitas makan, minum,
dan mendekati perempuan mulai dari terbitnya fajar sampai dengan waktu maghrib
dengan penuh keikhlasan kepada Allah,serta mempersiapkan diri untuk senantiasa
bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat. Lebih lengkapnya, pengertian puasa
menurut istilah ini adalah menahan diri dari dari segala sesuatu yang dianggap dapat
membatalkan, yaitu sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat puasa,
oleh orang muslim yang berakal dan tidak sedang mengalami haid atau nifas.

Kemudian para ulama berpendapat mengenai apa itu pengertian puasa, diantaranya
sebagai berikut:77

1) Menurut Abu Bakar Jabir el Juzairi, puasa adalah tidak makan, tidak minum, tidak
menggauli istri dan menjauhi diri dari segala rupa yang boleh dimakan semenjak fajar
sampai terbenamnya matahari.

2) Menurut Abbas Arfan, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum dan hal yang
membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

77
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, 2016.
Dari pendapat ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa puasa adalah menahan diri
dari makan, minum, syahwat, dan dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari
terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

2.2 Hukum Puasa


Puasa dari segi hukumnya terbagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

1) Puasa yang diwajibkan

Puasa yang diwajibkan adalah puasa yang harus dilaksanakan oleh semua umat Islam.
Apabila umat islam melaksanakannya maka akan mendapatkan pahala. Begitu pula
sebaliknya, apabila tidak melaksanakannya maka akan mendapat dosa. Berikut
macammacam dari puasa yang diwajibkan, yaitu: a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan merupakan diantara salah satu kelima rukun Islam yang
diwajibkan oleh Allah SWT. pada tahun kedua hijriah. Dalam sejarahnya ibadah
puasa ini bukan lagi ketentuan baru yang ditemukan dalam ajaran Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad saw, akan tetapi ibadah ini sudah diwajibkan pula
pada zaman nabi-nabi allah swt sebelum Nabi Muhammad saw seperti Nabi Nuh,
Dawud, Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Yusuf, Musa dan Isa ‘alaihimus-salam.

b. Puasa kifarat atau puasa denda

Puasa kifarat atau puasa denda adalah puasa yang dilakukan untuk menggantikan
atau denda atas pelanggaran berhukum wajib contohnya tidak melaksanakan
puasa.

Puasa ini bertujuan untuk menghapus dosa yang telah dilakukan.

c. Puasa Nadzar.

Puasa nadzar adalah puasa wajib yang difardhukan sendiri oleh seorang muslim
atas dirinya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Puasa nadzar wajib
ditunaikan menurut nadzar yang dinadzarkannya. Barangsiapa bernadzar berpuasa
sehari atau beberapa hari baik secara berurutan atau tidak, wajiblah ditunaikan
sebagaimana yang telah dinadzarkannya itu selama nadzar itu tidak jatuh pada
hari-hari yang diharamkan puasa.

d. Puasa Qadha Ramadhan

Puasa qadla adalah puasa yang wajib ditunaikan dengan sebab berbuka dalam
bulan

Ramadlan karena ada udzur yang diperbolehkan oleh syara’ seperti safar, sakit,
atau disebabkan haid dan nifas atau dengan sebab yang lain.

2) Puasa yang disunnahkan

Puasa yang disunnahkan adalah puasa yang dianjurkan oleh nabi Muhammad SAW
melalui haditsnya baik berupa hadits qauliyah (ucapan), fi’liyah (perbuatan) maupun
taqririyah. Adapun contoh puasa sunnah, yaitu; puasa enam hari bulan syawal, puasa
senin-kamis, puasa hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah), puasa putih (puasa tanggal 13, 14, dan
15 bulan Qamariyah), puasa bulan Muharram (9 dan 10 Muharram), puasa Sya’ban
dan puasa Daud.78

3) Puasa yang diharamkan

Puasa yang diharamkan adalah puasa yang tentunya dilarang dilaksanakan. contohnya
yaitu:

a. Puasa pada dua hari raya

Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri
dan hari raya Idul Adha, dan tidak sedikit ulama yang mengutip adanya ijma’
tentang keharaman berpuasa pada kedua hari itu.

b. Puasa pada hari-hari tasyrik

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya


harihari ini (hari Tasyriq) adalah hari makan dan minum, tidak boleh seseorang
berpuasa pada hari-hari (ini)” (HR. Ahmad (567); dari sahabat Ali bin Abi
Thalib

78
Luluk Khozinatin, Keutamaan Puasa Sunnah dalam Perspektif Hadis (Kajian Tematik), 2017, hlm. 36-40.
Radhiyallahu Anhu, dan dishahihkan oleh Syeikh Syu’aib Arnauth)

c. Menyambut bulan Ramadhan dengan berpuasa dua hari atau satu hari (Yaumu
Syak)

Nabi Muhammad Saw melarang menyambut bulan Ramadhan dengan berpuasa


sehari atau dua hari sebelumnya kecuali bila hari itu bertepatan dengan kebiasaan
puasa seseorang, misalnya ia biasa berpuasa sehari dan berbuka sehari, atau ia
biasa berpuasa Senin dan Kamis, atau lainnya.

d. Mengkhususkan puasa pada hari Jum’at

Menghususkan berpuasa pada hari Jumat adalah terlarang, namun jika dilakukan
tanpa mengkhususkan hari itu saja, tapi dilakukan pula sebelum atau setelahnya,
atau hari itu bertepatan dengan jadwal puasanya, seperti kebiasaanya berpuasa
sehari dan berbuka sehari lalu hari Jumat bertepatan dengan hari puasanya, maka
itu tidak mengapa.

e. Puasa sunnah yang dilakukan istri sedang suaminya ada di rumah tanpa seizinnya
tidak dibolehkan seorang istri berpuasa sunnah sedangkan suaminya berada di
rumah kecuali dengan seizinnya.

4) Puasa yang dimakruhkan

a. Puasa seumur hidup (puasa Abad)

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum puasa seumur hidup. Mayoritas
ulama (Malikiyah, syafi’iyah dan Hanabilah) berpendapat tidak
mempermasalahkan hal tersebut asalkan seseorang tidak berpuasa pada hari-hari
yang terlarang seperti dua hari raya dan hari-hari tasyriq, tidak dikhawatirkan
merugikan suami dan tidak pula mengabaikan haknya.

b. Puasa hari Nairuz dan hari-hari sejenisnya dari hari raya kaum musyrik Makruh
mengkhususkan hari Nairuz dan hari raya kaum Musyrik lainnya dengan puasa,
karena itu adalah hari-hari yang diagungkan oleh kafir sehingga
mengkhususkannya dengan puasa tanpa hari-hari yang lain menyerupai mereka
dalam mengagungkannya. Namun jika secara kebetulan hari itu bersamaan dengan
kebiasaan puasa seseorang maka tidak dimakruhkan..

2.3 Hikmah Puasa


Dibalik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, tentunya ada hikmah dan manfaat
dibaliknya. Hanya saja hikmah tersebut terkadang dapat diketahui dan juga terkadang
tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa yang pasti banyak mengandung
hikmah didalamnya. Berikut merupakan hikmah ataupun keutamaan ibadah puasa: 79 a)
Mewujudkan pribadi yang bertakwa

Hal yang paling penting dari hikmah-hikmah puasa adalah mewujudkan pribadi yang
bertakwa kepada Allah SWT. hal ini sangat jelas tertera pada firman Allah SWT.
yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar bertakwa” (QS. Al-

Baqarah: 183)

Orang yang berpuasa dengan niat ingin sehat saja, maka dia tidak disebut beribadah
kepada Allah SWT. Tetapi jika dia niat puasa dengan niat karena Allah dan sekaligus
ingin sehat, maka dia akan meraih dua keuntungan; keuntungan pahala beribadah dan
keuntungan mendapat kesehatan.

b) Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya

Dengan berpuasa seseorang dapat mengetahui betapa besarnya nikmat Allah SWT.
yang selama ini telah memberikan rezeki makanan dan minuman serta hubungan
nikah yang halal, sehingga saat matahari terbenam ia dapat berbuka puasa, sekaligus
timbul

rasa empati terhadap saudaranya yang miskin; terkadang sudah seharian berpuasa,
namun tidak memiliki makanan atau minuman untuk berbuka.

79
Musthafa Kamal Pasha, Fikih Sunnah, 2003, hlm. 218-221.
Dengan berpuasa, perintah dan larangan bersifat menyeluruh, sehingga orang-orang
kaya dan mampu akan merasakan apa yang diderita oleh orang-orang fakir dan
miskin.

Ibn Qayyim pernah berkata: “Puasa dapat mengingatkan orang-orang kaya akan
penderitaan dan kelaparan yang dilanda orang-orang miskin”.

Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak (sempurna) iman


salah seorang diantara kalian hingga dia mencintai saudaranya, sebagaimana dia
mencintai (kebaikan) atas dirinya sendiri”. (HR. Bukhari (13) dan Muslim (71))

c) Mengajarkan keteraturan kedisiplinan, sabar, dan penuh rasa sayang serta cinta Puasa
mendidik umat untuk selalu disiplin terhadap berbagai peraturan. Bagaimanapun
kedudukan dan pangkat seseorang, dia harus tunduk dan patuh terhadap peraturan yang
berlaku. Sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, umar dididik untuk disiplin
berbakti hanya kepada Allah SWT. Walaupun sebenarnya dia dapat saja makan dan
minum, tetapi puasa mengajarkan dia kejujuran dan pengabdian sepenuhnya hanya
kepada Allah SWT.

Puasa juga dapat mendidik seseorang untuk memiliki sifat sabar. Menurut hadist nabi,
As-Shaum nisfu as-Shabr. Sabar di sini dalam berbagai bidang, yakni; sabar ketika
mendapat musibah, yaitu merasakan rasa lapar dan haus, sabar dalam beribadah, tidak
tidak tergoda oleh sifat-sifat buruk dan menjauhi kemaksiatan.

“Puasa adalah perisai, dia menjadi salah satu pelindung orang Mukmin” Hadits
Riwayat Thabrani.

Selain itu, puasa juga menumbuhkan sifat sayang dan cinta sesama manusia. Dengan
berpuasa, tentu akan menuntun umat untuk memiliki solidaritas sosial, peka terhadap
apa yan terjadi pada saudaranya, sehingga dia mau membantu saudaranya yang
kesusahan, menghibur saudaranya yang sedih, serta memberikan harapan kepada
saudaranya yang putus asa.

d) Menyehatkan badan

Puasa dapat memberi ruang terbuka bagi perut dan usus untuk menyaring makanan.
Kekosongan keduanya dapat meredakan aktivitas-aktivitas yang menyebabkan
kotoran dan racun. Selain itu, kondisi seperti ini mampu memberi ruang yang tepat
untuk mengobati luka-luka dengan adanya selaput lendir. Kemudian daya serap
tersebut terhenti dari usus. Pada akhirnya asam amino tidak sampai pada jantung,
glukosa, ataupun zat garam.
Penemuan medis telah membuktikan bahwa puasa dapat menyembuhkan penyakit
jantung, kencing manis, penyakit kulit, dan mengurangi kadar kolesterol. Penemuan
inilah yang diisyaratkan Nabi SAW dalam sabdanya:

Berpuasalah kamu, niscaya kalian akan sehat.

e) Menekan dan mengendalikan nafsu seks

Dengan berpuasa, seseorang akan menurunkan tensi seks secara baik. Oleh karena itu,
Nabi saw menganjurkan kepada para pemuda yang belum mampu untuk menikah
agar berpuasa sebagai obat dan peredam tensi seksual, yang memegang kendali atas
hawa nafsu, dan bukan sebaliknya dikendalikan oleh hawa nafsu.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Puasa secara bahasa adalah menahan sesuatu, sedangkan menurut istilah puasa
adalah menahan dari aktivitas makan, minum, dan mendekati wanita sejak terbitnya fajar
sampai waktu maghrib tiba dengan penuh keikhlasan kepada Allah SWT, serta
mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Ada lima hukum dalam puasa, yaitu 1) puasa wajib, contohnya puasa ramadhan,
puasa kifarat, puasa nadzar; 2) Puasa sunnah, contohnya puasa enam hari bulan syawal,
puasa senin-kamis, puasa hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah), puasa putih (puasa tanggal 13, 14,
dan 15 bulan Qamariyah), puasa bulan Muharram (9 dan 10 Muharram), puasa Sya’ban
dan puasa Daud; 3) Puasa haram, contohnya puasa pada dua hari raya, puasa pada hari-
hari tasyrik, menyambut bulan Ramadhan dengan berpuasa dua hari atau satu hari (Yaumu
Syak), mengkhususkan puasa pada hari Jum’at, puasa sunnah yang dilakukan istri sedang
suaminya ada di rumah tanpa seizinnya; 4) Puasa makruh, contohnya puasa seumur hidup
(puasa Abad) dan puasa hari Nairuz dan hari-hari sejenisnya dari hari raya kaum musyrik.

Ibadah puasa memiliki banyak hikmah dan keutamaan yang akan didapat ketika kita
melaksanakannya, yaitu; mewujudkan pribadi yang bertakwa, menumbuhkan kesamaan
status sosial antara orang fakir dan orang kaya, mengajarkan keteraturan kedisiplinan,
sabar, dan penuh rasa sayang serta cinta, menyehatkan badan, dan mengendalikan nafsu
seks.

3.2 Saran
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi pedoman untuk kita bersama,
terkhusus bagi pembaca makalah ini. Namun, kami selaku penulis menyarankan kepada
pembaca agar sebaiknya mencari referensi lain guna menambah keyakinan kita dalam
menimba ilmu dan membuat ilmu yang kita pegang menjadi kokoh khususnya dalam
memperdalam pengetahuan tentang puasa.
DAFTAR PUSTAKA

Idris, Fakhrizal. (2019). Panduan Puasa. Jakarta: Basaer Asia Publishing.

Khozinatin, L. (2017). Keutamaan Puasa Sunnah dalam Perspektif Hadis (Kajian Tematik).

Tesis. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Pasha, Musthafa Kamal. (2003). Fikih Sunnah. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.

Rasjid, H. S. (2016). Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Syamsuddin, E., Alim, A.S. (2022). Panduan Praktis Ibadah Puasa. Cet. 1. Bengkulu:

Elmarkazi.
MAKALAH
PUASA: PUASA RAMADHAN, PUASA SUNNAH, DAN TATA CARA
MELAKSANAKANYA.
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih
Pengampu: Rosidi, M. Pd

Oleh:
Kelompok 13
1.Qoni’atun Ni’mah (216151046)
2.Ega Fernanda (216151049)
3.Ahmad Kholik (216151043)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Pernyataan rasa syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya,
makalah yang berjudul “Puasa: Puasa Ramadhan, Puasa Sunnah, Dan Tata Cara
Melaksanakanya.” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya walaupun dalam bentuk yang
sederhana. Penulis juga sampaikan selawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam berbagai aspek
kehidupan setiap insan.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih sekaligus
memberikan ilmu baru mengenai puasa: puasa ramadhan, puasa sunnah, dan tata cara
melakasanakanya. Melalui makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Rosidi, M.Pd., pengampu mata kuliah Fiqih 3B Prodi Tadris Bahasa Indonesia. Tidak lupa
kepada sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah memberi motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang positif khususnya dari pembaca agar kedepannya mampu
menyelesaikan makalah dengan hasil yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat.

Surakarta, 25 November 2022

Penulis

DAFTAR ISI
Pengantar ................................................................................................................. ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
A. Rumusan Masalah.................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
2.1 Pengertian Puasa Ramadhan dan Puasa Sunnah ...................................... 2
2.2 Macam-Macam Puasa Sunnah ................................................................ 3
2.3 Tata Cara Pelaksanaanya......................................................................... 7
BAB III. PENUTUP ............................................................................................... 9
Kesimpulan .............................................................................................................. 9
Saran ........................................................................................................................ 9

Daftar Pustaka .........................................................................................................10


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Secara umum, puasa ialah salah satu kegiatan yang dinilai sebagai kegiatan sukarela
yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari makanan, minuman atau juga bisa keduanya,
perilaku buruk, dan semua hal yang memiliki potensi untuk membatalkan puasa tersebut
selama masih dalam periode pelaksanaan puasa tersebut. Puasa terbagi wajib&sunnah.
Mengetahui Perintah puasa disyariatkan dengan tujuan utama untuk menggapai hakikat
takwa. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat ke 183 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Di istilahkan takwa karena dalam penerapan
puasa Ramadhan seorang muslim diperintahkan untuk melaksanakan perintah.
A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, beberapa rumusan masalah yang akan
penulis bahas yaitu.
1. Apa pengertian Puasa Ramadhan dan Puasa Sunnah?
2. Apa saja macam-macam Puasa Sunnah ?
3. Bagaimana Tata Cara Puasa ?
B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai penulis dari penulisan
makalah ini antara lain sebagai berikut.
1. Memahami pengertian Puasa Ramadhan.
2. Mengetahui macam-macam Puasa Sunnah.
3. Mengetahui Tata Cara Puasa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Puasa Ramadhan dan Puasa Sunnah

Kata “Shiyam” dan kata “Shaum” kedua-duanya adalah bentuk Masdhar, yang mana
menurut bahasa mempunyai arti “menahan diri”. Sedang menurut syara’, ialah “menahan diri
dari hal-hal yyang membatalkan puasa, dengan disertai niat tertentu, (dikerjakan) sepanjang
hari, oleh orang yang bisa diterima puasanya, yaitu orang yang beragama Islam, berakal sehat,
suci dari haidl dan nifas”.80

Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri pada siang hari dari
hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai
terbenamnya matahari. Artinya , puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat
kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat
dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu sejak terbitnya fajar kedua (yaitu fajar
shadiq) sampai terbenamnya matahari yang dilakukan oleh orang tertentu yang dilakukan orang
tertentu yngmemenuhi syarat yaitu beragama islam, berakal, dan tidak sedang dalam haid dan
nifas, disertai niat yaitu kehendak hati untuk melakukan perbuatan secara pasti tanpa ada
kebimbangan , agar ibadah berbeda dari kebiasaan (Rifai, 2008: 322).Sehingga dapat dapat
disimpulkan bahwa puasa ramadhan adalah ibadah menahan diri pada siang hari dari hal-hal
yang membatalkan yang ibadah ini dilaksanakan khusus pada bulan ramadhan. 81

Puasa Sunnah adalah puasa yang dilaksanakan atau dianjurkan oleh Nabi Muhammad
SAW diluar puasa wajib (ramadhan). Puasa sunnah ada beberapa macam, di antaranya: Puasa
Senin Kamis, Puasa Syawal, Puasa Arofah, Puasa ‘Asyura’ (10 Muharrom), Puasa Tasu’a’ (9
Muharrom), Puasa Tarwiyah (8 Dzul Hijjah), Puasa Baidh (tengah bulan: tgl 13, 14, 15 tiap
bulan qamariyah), Pelaksanaan puasa sunnah secara berkelanjutan memiliki manfaat bagi
pelakunya seperti: dapat memberikan kesehatan baik jasmani maupun rohani, memperoleh
pahala, menghapuskan dosa-dosa, dan sebagainya.

80
Mubarok, A. H. FIQH IDOLA; Terjemah Fathul Qarib, Edisi Revisi: Januari 2019 Jawa Barat,
Mukzizat, 2019, 245.
81
Ahmadi, M. A. Ikhtilaf Madzhab Fiqih Dalam Niat Sebulan Penuh Puasa Ramadhan, 4(1), Jurnal
Pendidikan, 2019, 105.
Puasa ramadhan merupakan kewajiban bagi umat Islam. Adapun puasa Ramadhan, para
ulama berbeda pendapat tentang waktu niatnya. Pertama, Imam Syafi’i, Malik, Ahmad bin
Hambal dan para pengikutnya menyatakan bahwa niat puasa harus dilakukan di malam hari,
yaitu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Jika niat dilaksanakan di luar waktu
tersebut, maka hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun juga tidak sah.
Sementara kelompok kedua yang terdiri dari imam Malik dan para pengikutnya tidak
mensyaratkan pengulangan niat setiap hari. Bagi mereka, niat puasa Ramadhan cukup
dilakukan di malam hari pertama bulan Ramadhan. Mereka beralasan, puasa Ramadhan wajib
dilaksanakan secara terus menerus, sehingga hukumnya sama seperti satu ibadah. Dan satu
ibadah hanya membutuhkan satu niat.

2.2 Macam-Macam Puasa Sunnah


Puasa sunnat disebut juga puasa tathowwu’, adalah puasa yang sangat dianjurkan oleh
agama. Jika dilakukan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa.
Puasa-puasa yang disunnahkan meliputi :
1. Puasa Senin Kamis
Puasa Senin-Kamis adalah puasa yang dilaksanakan pada hari Senin dan Kamis.
Seseorang tidak diperbolehkan makan dan minum pada hari itu. Selain itu, juga menahan hawa
nafsu dari hal-hal yang bisa mengakibatkan batalnya puasa (Al-Habsyi, 1999, 125).82
Salah satu hikmah puasa senin kamis adalah menahan nafsu makan. Nafsu adalah sifat
manusia karena secara emosional tergugah dari luar. Melalui pengaruh puasa senin kamis,
manusia dapat berkembang dan terbimbing. Hal ini karena efek puasa dapat meningkatkan atau
mengendalikan emosi. Pengaruh puasa dapat mempengaruhi karakter religius yaitu pengaruh
puasa senin kamis mempengaruhi karakter religius. Yakni faktor lingkungan dan dukungan
sosial. Dukungan dapat datang dalam bentuk perhatian, penghargaan, pujian, saran atau
penerimaan sosial. Faktor yang mempengaruhi karakter seseorang dipengaruhi oleh latar
belakang pendidikan keluarga, latar belakang budaya, dan latar belakang keilmuan masing-
masing individu. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi

82
Walad, M. Pengaruh Puasa Sunnah Hari Senin Dan Kamis Terhadap Karakter Religius Siswa Di
Mts Rahmatullah Al-Hasan Nw Kekait Tahun Pelajaran 2021/2022, 1(1), 47-51.Nahdlatain: Jurnal
Kependidikan dan Pemikiran Islam, 2022, 50.
karakter seseorang terutama adalah faktor keluarga, sedangkan faktor pendukung lainnya
adalah faktor sekolah dan dukungan sosial.
2. Puasa Syawal
Dalam Islam, setiap Muslim dianjurkan untuk melakukan ibadah sunnah untuk
mencapai keunggulan dan pahala yang kaya. Salah satu ibadah sunnah yang dicontohkan Nabi
adalah puasa Syawal. Puasa Syawal merupakan puasa sunnah yang dilakukan setelah puasa
Ramadhan yang jatuh tepat pada bulan Syawal. Puasa Syawal ditunaikan selama 6 hari di bulan
Syawal.
3. Puasa Arofah
Saat menentukan awal bulan, terutama saat menentukan Sering terjadi perbedaan awal
bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah di kalangan umat Islam dan menjadi fenomena
berulang. Penentuan awal bulan menjadi trending topik bagi para ahli keilmuan falak dan
astonomi menjelang awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah. Meminjam istilah Ibrahim
Husein yang dikutip oleh Ahmad Izzuddin, persoalan ini dikatakan sebagai “persoalan klasik
yang senantiasa aktual” (Izzuddin, 2007: 2). Perbedaan tersebut seringkali menimbulkan
keresahan di kalangan umat Islam, mengganggu kekhusukan ibadah, dan bahkan mengancam
kemantapan persatuan umat Islam (Widiana, 2004: ix).
Salah satunya menentukan hari pemberian di Arafah (9 Zulhijjah) pelajaran penting
dalam Islam, karena pada saat itu umat Islam diajarkan. Lakukan puasa Arafah berdasarkan
hadits Nabi yang mengatakan: bahwa puasa pada hari Arafah dapat menghapus dosa setahun
yang lalu dan tahun depan (Muslim, No. Hadits 2803 dan 2804, t.th: 167). Arafat sendiri
memiliki arti ilmu. Dinamakan untuk pengucapan karena merupakan tempat pertemuan nenek
moyang manusia muka bumi, yaitu Adam dan Hawa, yang sama-sama menyukainya untuk
memahami satu sama lain dan itu adalah tanda pengetahuan yang pertama (Taqiyyuddin dll,
t.th: 168).83

4. Puasa ‘Asyura’ (10 Muharrom)


Dikutip dari buku Puasa, Astrid Herera (2016: 31), pengertian puasa Asyura adalah
puasa sunnah yang dilakukan di hari ke-10 di bulan Muharram. Hari ke-10 di bulan Muharram

83
Afwadzi, B., & Alifah, N. Waktu Puasa Arafah Perspektif Muhammad Bin Shalih Al'Utsaymin:
Telaah Kajian Hukum Islam dan Astronomi Islam, 18(2), 47-51.Nahdlatain: Ulul Albab, 2017, 161-
183.
merupakan hari ketika Nabi Musa berpuasa sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT
karena telah menyelamatkan Bani Israil (Umat Nabi Musa kala itu) dari kejaran musuhnya.
Sebelum perintah untuk wajib berpuasa di bulan Ramadhan ada, Nabi Muhammad SAW
mewajibkan untuk berpuasa Asyura namun setelah perintah wajib berpuasa di bulan Ramadhan
turun, maka puasa Asyura menjadi puasa sunnah, bukan puasa wajib.

5. Puasa Tasu’a’ (9 Muharrom)

Puasa tasu‘a’ adalah puasa dihari kesembilan pada bulan muharram. Tasu‘a’ adalah
nama yang dipanjangkan, dialah yang dikenal oleh para ahli bahasa. Penerapannya dalam
masyarakat bahwa disunahkannya berpuasa tasu‘a’ untuk menyelisihi dengan puasanya orang
yahudi, sebangai pengiring puasa ‘ashura’, keutamaan dalam menjalankannya bisa jadi tidak
berbeda jauh dari keutamaan pada puasa ashura’, mesyukuri nikmat Allah karena pada saat itu
Allah memberi keselamatan untuk hamban-hambanya yang beriman. Orang-orang syi‘ah
melakukan perbuatan dalam mengenang atas terbunuhnya Husain ibn Ali yang tidak ada
anjuran bahkan sangat menyalahi anjuran dari Ali r.a dan para sahabat Rasulullah. Sedangkan
mengenai anjuran untuk berpuasa tasu‘a’ sangat jelas dalam hadis beliau. 84
6. Puasa Tarwiyah ( Dzul Hijjah)
Puasa Tarwiyah dilakukan pada hari Tarwiyah yaitu tanggal 8 Zulhijjah. Hal ini
berdasarkan hadits redaksi yang artinya puasa hari tarwiyah menghapus dosa satu tahun dan
85
puasa hari arafah (dosa-dosa) dua tahun al-a'mal (untuk mendapatkan supremasi) dan
pertanyaan penghapusan den hadits tidak ada artinya. hubungannya dengan iman dan hukum.
Disebut “tarwiyah” karena berasal dari kata tarawwa, artinya mempersembahkan air.
Karena pada hari itu jamaah membawa air Zamzam yang banyak untuk mempersiapkan Arafah
dan Mina. Mereka minum, memberi minum unta mereka dan membawanya dengan bejana.

84
Sholahuddin, M. (2016). Hadis tentang puasa tasu'a dalam Sunan Abi Dawud nomor indeks
2445 Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya.
85
Makruf, A. F. R. Problematika Puasa Arafah dan Tarwiyah. 4(2), 47-51. AL-AFAQ: Jurnal Ilmu
Falak dan Astronomi, 2022, 192-198.
7. Puasa Bidh (tengah bulan: tgl 13, 14, 15 tiap bulan qamariyah);
Ada banyak macam puasa yang dikenal dan dilaksanakan khususnya oleh umat Muslim
antara lain: puasa Ramadhan; puasa ini merupakan jenis puasa wajib yang dilaksanakan selama
satu bulan penuh setiap bulan Ramadhan; puasa syawwal, yaitu jenis puasa sunnah yang
biasanya dilaksanakan selama enam hari ada pula jenis puasa yang pelaksanaannya tiga
hari dalam setiap pertengahan bulan, puasa ini disebut dengan puasa al-ayyam al-bidh(hari-
hari putih) yaitu pada tanggal 13,14, dan 15 setiap bulan hijriah. 86

2.2 Tata Cara Pelaksanaanya

Puasa ramadhan merupakan kewajiban bagi umat Islam. Adapun puasa Ramadhan, para
ulama berbeda pendapat tentang waktu niatnya. Pertama, Imam Syafi’i, Malik, Ahmad bin
Hambal dan para pengikutnya menyatakan bahwa niat puasa harus dilakukan di malam hari,
yaitu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Jika niat dilaksanakan di luar waktu
tersebut, maka hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun juga tidak sah. 87

Sementara kelompok kedua yang terdiri dari imam Malik dan para pengikutnya tidak
mensyaratkan pengulangan niat setiap hari. Bagi mereka, niat puasa Ramadhan cukup
dilakukan di malam hari pertama bulan Ramadhan. Mereka beralasan, puasa Ramadhan wajib
dilaksanakan secara terus menerus, sehingga hukumnya sama seperti satu ibadah. Dan satu
ibadah hanya membutuhkan satu niat.

Dalam pembahasan ini difokuskan pada pentingnya menjalankan puasa sunnat Senin dan
Kamis,dan puasa 6 hari di bulan syawwal.

86
Rohmah, U. N.Tradisi Puasa Al-Ayyam Al-Bidh di Pondok Pesantren Wali Songo Situbondo. 6(1). Al-Mada:
Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya, 2022, 11-12.
87
Ahmadi, M. A. Ikhtilaf Madzhab Fiqih Dalam Niat Sebulan Penuh Puasa Ramadhan.4(1). Vicratina: Jurnal
Pendidikan Islam, 2019, 103-113.
1. Puasa Sunnah Hari Senin dan Kamis
Lafal Niat Puasa Senin-Kamis Sebagaimana puasa pada umumnya, waktu niat puasa
Senin-Kamis adalah pada malam hari, yakni sejak terbenamnya matahari sampai terbit fajar.88
Berikut adalah lafal niatnya:
Nawaitu shauma yaumil itsnaini lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: "Aku berniat puasa sunah hari Senin karena Allah ta‘âlâ."
2. Tata Cara Puasa Sunnah Syawwal
Tata cara puasa sunnah Syawwal sama seperti puasa pada umumnya, yaitu dengan
89
menahan diri dari makan dan minum sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

Berikut adalah lafal niatnya yang dibaca pada malam hari.

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ

Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah ta’ala.

Karena ini puasa sunnah, maka jika lupa niat pada malam hari boleh niat pada siang
harinya.

Berikut adalah niat puasa Syawwal jika dibaca di siang hari.

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatisy Syawwâli lillâhi ta‘âlâ

Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Syawal hari ini karena Allah ta’ala.”

88
Ustadz Muhamad Abror, J.Tata Cara Puasa Senin-Kamis: Niat, Waktu, dan
Keutamaannya,https://islam.nu.or.id/, 20 Desember 2022, 17:05.
89
Ustadz Muhamad Abror, J.Tata Cara Puasa Syawal: Keutamaan dan Niatnya
,https://islam.nu.or.id/, 20 Desember 2022, 17:25.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Puasa Ramadhan menurut syariat Islam adalah ibadah yang dilaksanakam dengan
menahan diri dari segala sesuatu seperti makan, minum, perbuatan buruk maupun dari yang
membatalkan puasa mulai dari munculnya fajar hingga terbenamnya matahari yang disertai
dengan niat karena Allah SWT, dengan syarat dan rukun tertentu selama bulan Ramadhan.
Puasa Sunnah adalah puasa yang dilaksanakan atau dianjurkan oleh Nabi Muhammad
SAW diluar puasa wajib (ramadhan). Puasa sunnah ada beberapa macam, di antaranya: Puasa
Senin Kamis, Puasa Syawal, Puasa Arofah, Puasa ‘Asyura’ (10 Muharrom), Puasa Tasu’a’ (9
Muharrom), Puasa Tarwiyah (8 Dzul Hijjah), Puasa Baidh (tengah bulan: tgl 13, 14, 15 tiap
bulan qamariyah), Puasa Dawud (sehari puasa, sehari tidak), Puasa di pertengahan awal bulan
Sya’ban, Puasa di bulan Rajab.
B. Saran
Kembali lagi pada tujuan makalah ini ditulis, yaitu menjelaskan macam-macam strategi
pembelajaran menyimak dan berbicara agar keilmuan masyarakat bertambah. Penulis berpesan
kepada penulis sendiri sekaligus kepada pembaca agar bersedia terus berinovasi sekaligus
mempraktikkan strategi pembelajaran menyimak dan berbicara yang telah dipelajari ini.

\
DAFTAR PUSTAKA

Tilawah, S., Syukur, S., & Puasa, D. Pendidikan Agama Islam Fakult as Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Ut omo, K. B. (2018). St rat egi Dan Met ode Pembela jar an Pendid ikan Agama
Islam MI. MODELING: Jurnal Program Studi PGMI, 5(2), 145-156.
Hilda, L. (2014). Puasa dalam kajian islam dan kesehatan. HIKMAH: Jurnal Ilmu Dakwah
Dan Komunikasi Islam, 8(1), 53-62.
A h ma d i, M. A. ( 2 0 1 9 ) . I KH T I L A F M A D Z H A B FI Q I H D AL A M N I AT
SEBULAN PENUH PUASA RAMADHAN. Vicratina: Jurnal Pendidikan
Islam,4(1), 103-113.
Rifai. 2008. Fiqih Muamalah Kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ahmad Agis Mubarok, Diaz Gandara Rustam. (2018). Islam Nusantara - oderasi Islam di
Indonesia. Universitas Islam negeri Sunan kalijaga, Yogyakarta.
Alif Jabal Kurdi, Nur Azka Inayatussahara. (2019). Islam Nusantara : Menyikapi problem
Radikalisme Agama. UIN Sunan Kalijaga, Yogykarta.
Alifah, B. A. (2017). WAKTU PUASA ARAFAH PERSPEKTIF MUHAMMAD BIN
SHALIH AL ‘UTSAYMIN: Telaah Kajian Hukum Islam dan Astronomi Islam.
Aminah, H. W., & aminah, H. S. (2022). PENGARUH PUASA SUNNAH HARI SENIN DAN
KAMIS TERHADAP KARAKTER RELIGIUS SISWA . Nahdlatain: Jurnal
Kependidikan dan Pemikiran Islam,.
Faris Hamidi, A. H. (2019). PENGARUH PUASA SUNNAH SENIN KAMIS TERHADAP
HITUNG JENIS LEUKOSIT. Jurnal Keperawatan.
Rohmah, U. N. (2022). Tradisi Puasa Al-Ayyam Al-Bidhdi Pondok PesantrenWali Songo
Situbondo. Al-Mada: Jurnal Agama Sosisal dan Budaya.
Rohman, A. F. (2022). Problematika Puasa Arafah dan Tarwiyah. Jurnal Ilmu Falak dan
Astronomi.
SHOLAHUDDIN, M. (2016). HADIS TENTANG PUASA TASU‘A (Kajian Tentang Kualitas
dan Ma‘a n al-Hadith Dalam Sunan Abi Dawud No. Indeks 2445).
.
MAKALAH
HAJI
Pengampu: Rosidi, S.Pd., I., M.Pd.

Di Susun Oleh

Via Nur Safitri 216151037


Dinda Yuliana 216151054

TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur, terima kasih kami persembahkan kehadirat Allah SWT. Tuhan seluruh
Alam, Yang Maha Agung lagi Maha Bijaksana. Alhamdulillah, atas semua rahmat, berka serta
kehendak-Mu lah kami bisa menjadi hamba yang shaleh dan shalehah, yang mampu berfikir,
berilmu dan bersabar. Semoga atas izin-Mu ya Allah, keberhasilan yang bisa hamba raih bisa
memberi banyak manfaat serta menambah keimanan dengan selalu menaati perintah-Mu serta
selalu bersyukur atas semua nikmat-Mu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fikih. Makalah ini bertujuan
untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca, khususnya bagi penulis
sendiri terkait dengan pengertian, dasar hukum, syarat, rukun, wajib dan sunah Haji, larangan
bagi orang yang sedang ihram Haji, serta hikmahnya.
Melalui makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada Bapak
Rosidi, S.Pd., M.Pd. selaku pengampu Mata Kuliah Fikih. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Terakhir, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang
berlipat dalam menjaga dan melestarikan ajaran Islam, khususnya dalam bidang studi Fikih,
serta menjadi amal jariyah yang pahalanya tidak terputus.

Kartasura, 30 November 2022


Hormat kami,

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ......................................................................................


KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Makalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. Pengertian dan Dasar Hukum Haji ....................................................... 3
B. Syarat Wajib dan Syarat Sah Haji ........................................................ 5
C. Rukun Haji, Wajib Haji dan Sunah Haji ............................................... 6
D. Larangan Bagi Orang yang Sedang Ihram Haji .................................... 8
E. Hikmah Ibadah Haji ............................................................................. 9
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 11
A. Kesimpulan ....................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah satu-satunya agama yang diridai Allah SWT. di atas muka bumi dan
Nabi Muhammad SAW. merupakan manusia terbaik, serta pengikutnya merupakan umat
yang baik. Seorang muslim selayaknya kita merasa bangga dan bersyukur atas segala
keutamaan tersebut sebagai bentuk terima kasih kita kepada Allah SWT. di antaranya yaitu
dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Salah satu ibadah yang diperintahkan Allah kepada umat manusia adalah beribadah
ke Baitul Haram untuk melaksanakan kewajiban yang terakhir dari ke lima rukun Islam
yaitu ibadah Haji. Haji merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan atas setiap muslim
yang baligh, berakal, merdeka, mampu daei segi fisik, harta. Haji termasuk salah satu
rukun Islam dan atas nikmat Allah SWT. ibadah Haji hanya diwajibkan sekali seumur
hidup.90
Pelaksanaan ibadah Haji di Indonesia masih banyak menemui kendala di berbagai
bidang. Keinginan umat muslim untuk menuntaskan rukum Islam yang ke lima ini terus
bertambah dengan seiring waktu. Beberapa kalangan, hal seperti ini dapat dimanfaatkan
untuk mendatangkan keberuntungan bagi mereka. Melaksanakan ibadah Haji tidak hanya
sekedar melakukannya saja tetapi terdapat tahapan dan aturan yang terdapat dalam
pelaksanaannya. Setiap jama’ah yang ingin berangkat Haji haruslah memahami dan
mengerti ilmu pengetahuan mengenai Haji sebagai bekal utamanya. Masih banyak keliru
dan ragu dalam pelaksanaannya sehingga menyebabkan mereka mengalami kesulitan dan
kesusahan yang sering kali terjadi pada saat mereka sudah berada dan melaksanakan
ibadah Haji di Tanah Suci Mekkah.

Makalah ini di buat untuk membantu memperluas dan memperdalam manusia


mengenai ibadah Haji dan dasar hukum apa ibadah Haji tersebut harus dilaksanakan oleh
umat muslim yang telah memenuhi syarat pelaksanannya. Fenomena mengenai kurangnya
ilmu pengetahuan masyarakat mengenai ibadah Haji menjadi tujuan dalam pembuatan
makalah ini. Hal ini juga sangat penting dan perlu dipahami oleh generasi muda. Materi

90
Nurannisa Fitrah, “Haji dan Umrah dalam Kajian Fiqih”, (Bengkulu: UINFAS Bengkulu: 2022), hal. 2.
pendidikan ini sangat penting dikaji bersama sebagai bekal kita sebelum melaksanakan
maupun saat pelaksanaan ibadah Haji.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dan hukum Haji?
2. Apa sajakah syarat wajib dan syarat sah Haji?
3. Apa sajakah rukun Haji, wajib Haji dan sunah Haji?
4. Apa saja larangan bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah Haji?
5. Apa saja hikmah yang didapatkan setelah Haji?

C. Tujuan
1. Memahami definisi dan dasar hukum Haji
2. Mempelajari syarat wajib dan syarat sah Haji
3. Mempelajari rukun, wajib dan sunah Haji
4. Memahami larangan bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah Haji
5. Mengetahui hikmah melaksanakan ibadah Haji
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Haji


Secara etimologi, kata Haji bermakna al-qashdu, yang artinya menyengaja atau
menyengaja melakukan sesuatu yang agung. Dikatakan hajja ilaina fulan yang artinya
fulan mendatangi kita. Dengan makna rajulun mahjuj adalah orang yang dimaksud. Secara
istilah, dalam fiqh, Haji adalah perjalanan mengunjungi Ka’bah untuk melakukan ibadah
tertentu. Dalam syariah, Haji adalah mendatangi Ka’bah untuk mengadakan ritual tertentu.
Adapun yang mengatakan, Haji adalah berziarah ke tempat tertentu, pada waktu tertentu
dan amalan-amalan tertentu dengan niat ibadah. 91 Jadi, Haji adalah mengunjungi, ziarah
(mengadakan perjalanan) ke Baitullah kota Makkah dalam waktu yang telah ditentukan
untuk melakukan amalan-amalan dalam beribadah dengan niat karena Allah SWT.
Di kalangan ahli fiqh tidak ada kesepakatan menegenai tahun disyariatkannya Haji
tersebut. Ada di anatara mereka yang mengatakan bahwa Haji disyariatkan pada tahun
keenam Hijriyah dengan argument bahwa pada saat itu perintah Haji dan Umrah
diturunkan Allah melalui ayat 196 surat al-Baqarah:
‫ِّلِل َو ْالعُ ْم َرة َ ْال َح َّج َواَتِ ُّموا‬
…. Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah …
(QS. Al-Baqarah: 196).

Perintah menyempurnakan Haji dan Umrah pada ayat tersebut, menurut mereka
bahwa ibadah Haji dan Umrah pada saat itu baru disyariatkan. Oleh karena itu, umat Islam
belum mengenal ibadah tersebut secara baik.
Adapun yang berpendapat bahwa penepatan ibadah Haji yaitu tahun ke sembilan
Hijriyah dengan argument bahwa ayat yang mewajibkan haji bagi orang-orang yang
mempunyai kemampuan turun pada tahun Nabi Saw mengutus sahabat ke Mekkah untuk
berjumpa denagan orang-orang kafir dalam suatu perundingan perundingan perdamaian
agar orang-orang Islam dapat memasuki kota Makkah secara aman untuk melaksanakan
ibadah Haji. 92

91
Ahmat Sarwat, “Haji dan Umrah Seri Fiqih Kehidupan (6)”, (Jakarta Selatan: DU Publishing: 2011), hal. 22.
92
Khoirul Abror, “Fiqih Ibadah”, (Bandar Lampung: Phoenix Publisher: 2019), hal. 212
Haji merupakan kewajiban sekali seumur hidup, barang siapa yang
melaksanakannya lebih dari satu kali maka hukumnya sunnah. Haji adalah kewajiban yang
ditetapkan oleh Allah SWT kepada setiap muslim dan muslimah yang mampu
melaksanakannya. Apabila dirasa sudah mampu dan memiliki rezeki lebih, maka
segerakanlah ibadah tersebut. Orang yang mengingkari kewajibannya adalah fakir
berdasarkan nash.93 Hal ini berdasarkan firman Allah SWT.
1. Al-Qur’an
Ibadah Haji telah disepakati hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang
mampu dalam kondisi fisik maupun finansial. Hal ini berdasarkan dengan firman
Allah, Qur’an surah Al – Imran ayat 97

ِ‫علَى َو ِّلِل‬ ِ ‫ع َم ِن ْالبَ ْي‬


ِ َّ‫ت حِ ُّج الن‬
َ ‫اس‬ َ َ ‫س ِبي ًْال اِلَ ْي ِه ا ْست‬
َ ‫طا‬ َ َ ‫َّللا فَا َِّن َكفَ َر َو َم ْن‬
َ ‫غنِي‬َ ‫ع ِن‬ ْ
َ ‫…العلَ ِميْن‬
Artinya: … Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan
ibadah Haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan
perjalanaan ke Baitullah. (QS. Ali-Imran: 97).

Ibadah Haji adalah ibadah yang harus dilaksanakan hanya karna Allah semata
bukan karena tujuan lain, seperti ingin mendapat gelar haji, mendapat posisi di
masyarakat, dan sebagainya. Hal ini berdasarkan firman Allah, di bawah ini.
‫ّلِل َو ْالعُ ْم َرة َ ْال َح َّج َواَتِ ُّموا‬
ِ ِ
Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah. (QS. Al –
Baqarah: 196).

2. Hadist
Pembahasan mengenai kewajiban Haji hanya dilaksanakan sekali dalam seumur
hidup, dan Haji yang dilaksanakan lebih dari satu kali maka hukumnya sunnah. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah SAW.
Yang artinya: “Haji itu wajibnya hanya satu kali dan selebihnya adalah sunnah”. (HR.
Imam Ahmad dan Ad – Daraquthni).
Selain itu, adapun hadist yang mewajibkan umat muslim untuk melaksanakan
ibadah Haji. Dari hadis Nabi saw.

93
Ibid, Nurannisa Fitrah, hal. 32-33.
Artinya: “Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Khaffab ra., dia berkata;
Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, Islam didirikan di atas lima pilar, yaitu
bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah dengan benar) selain Allah SWT.
dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, mendirikan salat menunaikan
zakat, pergi Haji ke Baitullah dan puasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan
Muslim). 94
Haji adalah persembahan spiritual kepada Allah SWT. Imam Al Ghazali mengatakan
ada beberapa etika dalam melaksanakan Haji, yaitu:
1. Berhaji dengan menggunakan uang yang didapatkannya dengan cara yang halal
2. Berhemat
3. Menunggalkan semua akhlak tercela
4. Memperbanyak berjalan
5. Berpenampilan sederhana
6. Bersabar.95

B. Syarat Wajib dan Syarat Sah Haji


Pelaksanaan ibadah Haji harus memahami persayatan yang harus dipenuhi. Syarat
Haji di bagi menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah Haji. 96 Berikut ini adalah
penjelasan dari kedua syarat tersebut.
1. Syarat Wajib Haji
Seseorang yang akan melaksanakan ibadah Haji haruslah memenuhi syarat yang telah
diwajibkan. Syarat wajib Haji tersebut, yaitu:
a. Islam; orang yang tidak beragama Islam tidak diwajibkan Haji
b. Baligh atau dewasa; anak-anak yang belum dewasa tidak wajib menunaikan ibadah
Haji
c. Berakal; orang yang terganggu pikirannya/ gila tidak wajib Haji
d. Merdeka; tidak dalam kekuasaan orang lain/ budak
e. Adanya bekal; orang yang mampu dan punya bekal/ biaya yang dibutuhkan

94
Nurfitriani, “Hukum Melaksanakan Ibadah Haji dan Umrah dengan Menggunakan Sumber Dana yang
Haram”, (Makassar: STIBA Makassar: 2018), hal. 27.
95
Ibid, Nurannisa Fitrah. Hal. 36
96
Husnul Qodim, “Fikih / Ibadah”, (Jakarta: LeKDiS: 2008), hal. 8-9.
f. Aman jalannya dan mungkin untuk mengerjakannya; bila kondisi dalam perjalanan
memungkinkan untuk pergi Haji maka wajib, maka jika dalam perjalanan
kondisinya berbahaya maka gugur kewajibannya.
2. Syarat Sah Haji
Setelah memenuhi persyaratan yang diwajibkan orang tersebut dapat dikatakan sah
ibadah Hajinya jika memenuhi syarat berikut.
a. Islam; orang yang tidak beragama Islam tidak diwajibkan Haji
b. Baligh atau dewasa; anak-anak yang belum dewasa tidak wajib menunaikan ibadah
Haji
c. Berakal; orang yang terganggu pikirannya/ gila tidak wajib Haji
d. Merdeka; tidak dalam kekuasaan orang lain/ budak.
Jika seseorang yang sudah memenuhi persyaratan yang ada di atas, maka hendaklah
untuk berkunjung ke rumah Allah SWT. agar disempurnakan agama serta ibadahnya jua.

C. Rukun Haji, Wajib Haji, dan Sunah Haji


Rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji. Jika tidak
dikerjakan, maka hajinya tidak sah. Sedangkan wajib haji adalah kegiatan yang harus
dilakukan pada saat ibadah haji, yang jika tidak dikerjakan, maka penunai haji harus
membayar dam (denda). Denda yang diajukan sesuai dengan perbuatan apa yang dilanggar
ketika sedang berihram.
Menurut Syarif Hidayatullah, ada lima rukun Haji, yaitu:
C. Ihram (berniat mulai mengerjakan haji atau umrah)
Berihram adalah niat memasuki aktivitas melaksanakan ibadah haji atau umrah pada
waktu dan tempat serta cara tertentu.
D. Wukuf di Arafah
Wukuf yaitu hadir di Padang Arafah, waktunya mulai dari tergelincir matahari
(masuknya waktu dzuhur) tanggal 9 Dzulhijjah hingga terbitnya fajar hari berikutnya.
Artinya, orang yang sedang mengerjakan haji itu wajib berada di Padang Arafah pada
waktu tersebut.
E. Tawaf (berkeliling Ka’bah).
Tawaf rukun ini dinamakan “Tawaf Ifadah”. Thawaf ifadhah adalah mengelilingi
Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran.
F. Sai’i
Sa’i adalah berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan bukit Marwah
G. Tahallul.
Tahallul adalah mencukur rambut atau memotong rambut kepala minimal tiga helai.
H. Tertib.
Tertib adalah mengerjakan rukun-rukun haji secara urut mulai dari thawaf sampai
tahallul. 97

Adapun lima wajib Haji yang harus dipahami ketika melakukan ibadah Haji. Di
antaranya yaitu sebagai berikut.
a) Ihram dari Miqaat; memakai pakaian ihram dengan ketentuan waktu dan tempat yang
ditentukan (miqaat zamani dan miqaat makani)
b) Melempat tiga Jumrah setiap tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah
c) Bermalam di Muzdalifah
d) Bermalam di Mina; selama beberapa malam pada hari tasriq
e) Thawaf Wada’; thawaf untuk perpisahan saat akan meninggalkan Makkah.
Sunnah Haji yaitu amalan-amalan yang dianjurkan pada saat pelaksanaan ibadah
Haji. 98 Sunnah-sunnah Haji sangat banyak, diantaranya:
a) Ifrad; mendahulukan ibadah Haji daripada ibadah Umrah
b) Mandi untuk melakukan ihram, wukuf, dan melempar jumrah
c) Membaca Talbiyah
d) Tahwaf qudum; sebelum wukuf di Arafah
e) Bermalam di Mina pada malam wukuf di Arafah
f) Salat sunah dua rakaat sesudah thawaf
g) Memakain kain dan selendang yang putih.
Apabila orang yang sedang berhaji melakukan kesunahan tersebut akan
mendapatkan pahala dari kesunahan itu. Meskipun sunah boleh tidak dilaksanakan tetapi
jika bisa dilakukan, lebih baik untuk dilakukan agar ibadahnya lebih bermanfaat.

D. Larangan dalam Haji


Orang yang sedang melaksanakan ihram tidak boleh melanggar larangan-larangan
Haji. Apabila melanggar maka dikenai dam (denda) bagi orang yang melanggarnya.

97
Syarif Hidayatullah, “Buku Pintar Ibadah Tuntunan Lengkap Semua Rukun Islam”, (Jakarta: Suluk: 2011),
Cet. 1, hal. 215 & 233.
98
Ibid, Husnul Qodim, hal. 11-12.
Husnul Qodim mengemukakan sepuluh larangan dalam Haji. Berikut sepuluh perkara
yang di larang:
1. Memakai pakaian berjahit bagi pria
2. Memakai tutup kepala bagi pria; termasuk memakai sepatu yang menutupi mata kaki
3. Menutup wajah bagi perempuan; termasuk memakai sarung tangan atau kaos tangan
4. Menyisir rambut dan mencukurnya. Berdasarkan ayat Al-Qur’an di bawah ini:
ُ ْ‫َمحِ لَّه ْال َهد‬
َ ‫ي َي ْبلُ َغ َحتى ُر ُء ْو‬
‫سكُ ْم ت َ ْح ِلقُ ْوا َو َال‬
Artinya: “dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihan” (QS. Al-Baqarah: 196).
5. Memotong atau mencabut kuku
6. Memakai harum-haruman, pada bagian badan maupun bagian rambut kepala
7. Berburu atau membunuh binatang dan menebang pohon maupun tumbuhan yang ada
di tanah. Berdasarkan ayat Al-Qur’an dibawah ini:
‫علَ ْيكُ ْم َو ُح ِ ِّر َم‬ َ ‫ُح ُر ًم د ُْمت ُ ْم َما ْال َب ِ ِّر‬
َ ُ ‫ص ْيد‬
Artinya: “dan hiharamkan atas kamu sekalian (menangkap) binatang buruan darat,
selama kamu sekalian dalam ihram” (QS. Al-Maidah: 96).
8. Melakukan akad nikah
9. Berhubungan suami istri. Berdasarkan ayat Al-Qur’an berikut:
َ ‫س ْو َق َو َال َرفَثَ فَ َال ْال َح َّج فِ ْي ِه َّن فَ َر‬
‫ض فَ َم ْن‬ ُ ُ‫ْال َح ِّج فِى ِجدَا َل َو َال ف‬
Artinya: “Maka siapa saja yang sedang melakukan ibadah Haji, maka di larang
bersenggama, berbuat dosa dan berbantah-bantahan di masa mengerjakan Haji”
(QS. Al-Baqarah: 197).
10. Bercumbu rayu, bersentuhan kulit dengan syahwat.99

E. Hikmah Ibadah Haji


Setiap melakukan atau melaksanakan sesuatu seseorang akan merasakan dampak
positif ketika melakukan hal baik. Pelaksanaan ibadah Haji adalah perilaku yang mulia di
mata Allah, maupun di kalangan masyarakat. Orang yang telah melaksanakan mampu
melaksanakan ibadah Haji, ia adalah termasuk ke dalam orang yang beruntung dan
mendapat hadiah dari Allah SWT. Hikmah haji dari segi keagamaan yang akan didapatkan
setelah melaksanakan ibadah Haji, sebagai berikut.
1. Menghapus dosa-dosa kecil dan mensucikan jiwa orang yang melaksanakannya

99
Ibid, Husnul Qodim, hal. 14-16.
2. Mendorong orang untuk menegaskan kembali pengakuannya atas keesaan Allah SWT
serta menolak segala macam jenis kemusrikan
3. Mendorong kuat seseorang dalam meyakini adanya neraka keadilan Tuhan dalam
kehidupan di dunia
4. Mengantarkan seseorang menjadi hamba yang selalu mensyukuri nikmat-nikmat yang
telah diberikan Allah SWT.

Selain itu, ada pun hikmah ibadah Haji dari segi kemasyarakatan antara lain, yaitu:
1. Ibadah Haji pada tahapan miqaat, pakaian biasa dihilangkan dan mengenakan pakaian
seragam ihram. Baju yang tadinya sebagai lambing pembedaan dihilangkan, maka
semuanya menjadi kesatuan yang sama
2. Ibadah Haji dapat membawa orang-orang yang berbeda-beda mengenal satu sama lain
3. Mempererat tali ukhwah Islamiyah antar umat Islam dari segala penjuru dunia
4. Mendorong seseorang untuk bersemangat dalam mencari bekal agar dapat
mengantarkannya ke Mekkah
5. Ibadah haji dapat memperkuat kesabaran dan rasa kekuatan seseorang. 100
Melaksanakan ibadah Haji memberikan banyak keberuntungan di dunia dan akhirat
bagi orang yang menjalankannya. Sehingga, jangan pernah ragu dan menyerah untuk tetap
mengusahakannya.

100
Ibid, Khoirul Abror, hal. 218-220.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ibadah Haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi
yang mempunyai kemampuan baik rohani, jasmani, serta materi. Pada dasarnya ibadah
Haji tidak terlepas dari persoalan fikih. Ibadah Haji adalah bagian dari fikih ibadah dan
pastinya ada suatu ketentuan di dalam pengimplementasiannya, seperti adanya syarat Haji,
rukun Haji, wajib dan sunah Haji, larangan, serta hikmah yang didapatkan.
Masalah pelakasanaan Haji adalah masalah yang penting karena termasuk dalam
bagian rukun Islam yang ke lima. Pelaksanaan ibadah Haji haruslah sesuai dengan aturan-
aturan dalam syari’at Islam dalam hal ini seseorang yang ingin melaksanakan ibadah Haji
haruslah mengetahui dasar hukum, rukun, syarat, sesuatu yang diwajibkan dalam ibadah
Haji serta kesunahan-kesunahannya.

B. Saran
Kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi pedoman untuk
kita bersama, terkhusus bagi pembaca makalah ini. Namun, dalam penulisan ini kami
selaku penulis menyarankan kepada pembaca agar sebaiknya mencari referensi lain guna
menambah keyakinan kita dalam menimba ilmu dan membuat ilmu yang kita pegang
menjadi kokoh. Sekian dari kami, kurang lebihnya kami mohon maaf atas segala kesalahan
yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja.
DAFTAR PUSTAKA

Abror, Khoirul. 2019. Fiqih Ibadah. Bandar Lampung: Phoenix Publisher.

Nur Annisa Fitrah. 2022. Haji dan Umrah dalam Kajian Fiqih. Bengkulu: Universitas Islam
Negeri Fatmawati Sukarno (UINFAS) Bengkulu.

Nurfitriani. 2018. Hukum Melaksanakan Ibadah Haji dan Umrah dengan Menggunakan
Sumber Dana yang Haram. Makassar: Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa
Arab (STIBA) Makassar.

Qodim, Husnul. 2008. Fikih / Ibadah. Jakarta: LeKDiS.

Sarwat, Ahmad. 2011. Haji & Umrah: Seri Fiqih Kehidupan (6). Jakarta Selatan: DU
Publishing.

Syarif, Hidayatullah. 2011. Buku Pintar Ibadah Tuntunan Lengkap Semua Rukun Islam.
Jakarta: Suluk.
MAKALAH

MACAM-MACAM HAJI, CARA PELAKSANAAN DAN PERBEDAAN HAJI


DENGAN UMRAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata kuliah Fiqih

Dosen Pengampu: Rosidi, M.Pd

Disusun oleh:

1. Dheanda Ameysiela Ardiyanto (216151032)

2. Ellen Fahira As Syahra (216151042)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Macam- Macam Haji, Cara Pelaksanaan, Dan
Perbedaan Haji Dengan Umrah” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Fiqih. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rosidi, M.Pd. Selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Fiqih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Kami sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pembaca.

Sragen, 28 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Masalah ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

2.1 Macam-Macam Haji ................................................................................................. 3

2.2 Cara Pelaksanaan Haji ............................................................................................. 3

2.3 Perbedaan Haji dengan Umroh .................................................................................. 7

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 10

3.2 Saran ...................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Haji dan umrah, adalah kewajiban bagi setiap muslim yang berakal dan memiliki
kemampuan, namun dari kalangan umum seperti petani, pedagang, pegawai negeri bahkan
para pengusaha sukses pun masih ada yang belum mengerti tentang tata cara melaksanakan
Haji dan umrah yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Agama Islam bertugas mendidik
dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu.
Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah
akan menjadi orang yang beruntung.
Ibadah dalam agama Islam banyak macamnya. Haji dan umroh adalah salah satunya.
Haji merupakan rukun iman yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan puasa. Adapun
pembahasan dalam makalah ini berfokuskan pada Rukun Islam yang terakhir yakni naik
Haji ke Baitullah. Maksudnya adalah berkunjung ke tanah suci (Baitullah) untuk
melaksanakan serangkaian amal ibadah sesuai dengan syarat, rukun, dan waktu yang telah
ditentukan. Ibadah haji ditentukan kepada muslim yang mampu. Pengertian mampu atau
kuasa yaitu mempunyai bekal yang cukup untuk pergi dan bekal bagi keluarga yang
ditinggalkannya. Sama halnya dengan umrah yang dapat dilakukan pada bulan- bulan lain,
selain bulan Zulhijah. Haji dan umrah merupakan suatu kegiatan rohani yang di dalamnya
terdapat pengorbanan, ungkapan rasa syukur, berbuat kebajikan dengan kerelaan hati,
melaksanakan perintah Allah, serta mewujudkan pertemuan besar dengan umat Islam
lainnya di seluruh dunia. Firman Allah swt. Surah Al-Baqarah Ayat 125.
Dalam penyelenggaraannya, ibadah haji tidak saja hanya merupakan kewajiban agama
yang merupakan tanggung jawab individu ataupun masyarakat muslim, melainkan
merupakan tugas nasional dan menyangkut martabat serta nama baik bangsa oleh karena itu
kegiatan penyelenggaraan ibadah haji menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun prinsip
masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem dan menejemen
penyelenggaraan ibadah haji. Untuk menunjang pelaksanaan pemberangkatan dari tanah air
dan pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi, pemerintah bahkan telah membuat berbagai
macam kebijakan dan aturan petunjuk operasional pelaksanaan pengurusan jamaah di
daerah-daerah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, terdaapat 3 rumusan masalah, yaitu:
1. Apa saja macam-macam haji?
2. Bagaimana cara pelaksanaan haji?
3. Apa perbedaan haji dengan umrah?

1.3 Tujuan Pembahasan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, terdapat 3 tujuan pembahasan, yaitu:
1. Untuk mengetahui apa saja macam-macam haji.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara melaksanakan ibadah haji.
3. Untuk mengetahui perbedaan haji dengan umrah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MACAM-MACAM HAJI

Haji adalah rukun islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat, dan puasa. Dalam
istilah syara’, haji berarti dengan sengaja berkunjung ke ka’bah untuk melakukan suatu
ibadah tertentu, pada waktu tertentu. Haji termasuk salah satu kewajiban setiap muslim yang
berakal dan memiliki kemampuan dalam melaksanakannya. Perintah melaksanakan
tercantum dalam A-Quran dan As-Sunnah. Adapun macam-macam haji dalam Islam, yaitu:

1. Haji Ifrad
Haji berarti mengerjakan haji saja dari miqat dan ketika membaca talbiyyah
mengucapkan labbaika bi haj dan orang yang mengerjakannya tetap dalam keadaan
ihram hingga selesai seluruh rangkaian ibadah hajinya.
2. Haji Qiran.
Haji Qiran adalah haji dengan melaksanakan ihram haji dan umrah secara bersamaan
sejak dari miqat atau niat ihram untuk umrah lalu memasuki niat untuk haji. Haji ini
dinamakan haji Qiran dikarenakan melakukan ihram dengan niat untuk menunaikan
ibadah haji dan umrah secara bersamaan.
3. Haji Tamattu’
Haji Tamattu’ adalah haji yang apabila seseorang melaksanakan ibadah haji dan umrah
101
di bulan haji yang sama, dengan mendahulukan ibadah umrah.

2.2 CARA PELAKSANAAN HAJI


Sebelum masuk ke tata cara hajinya wajib diketahui bagaimana syarat-syarat haji itu
sendiri. Adapun syarat-syarat haji sebagai berikut:
a. Islam. Setiap dari kita (orang Islam) berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji
jika telah terpenuhi semua persyaratan-persyaratannya. Dan jelas pula bahwa orang
non Muslim tidak berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji, sehingga jika ada di
antara mereka yang ikut melaksanakan ibadah haji, maka ibadah haji mereka
dianggap tidak sah.

101
Nur Annisa Fitrah. Haji Dan Umroh Dalam Kajian Fiqh. hal. 38
b. Berakal. Artinya, setiap orang muslim yang waras, tidak mengalami gangguan
mental dan kejiwaan, maka ia berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji. 102
c. Dewasa (baligh), dengan demikian anak kecil (belum baligh) yang diajak bersama
oleh orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji, maka kewajiban ibadah haji
tersebut belum gugur atas dirinya. Sehingga ia tetap berkewajiban untuk
menunaikannya saat ia telah memasuki masa akil baligh nanti.
d. Mampu. yang meliputi: ketersediaan alat transportasi, bekal, keamanan jalur
perjalanan, dan kemampuan tempuh perjalanan.
e. Merdeka. Seorang budak tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas
melakukan kewajiban yang dibebankan tuannya. Disamping itu, budak termasuk
orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-lain.

Jadi syarat haji ada lima, yaitu Islam, berakal, baligh (dewasa), mampu, dan merdeka.
Jika syarat-syarat tersebut telah terpenuhi, maka Bismillah, mantapkan niat untuk
berkunjung ke Baitullah. Lalu selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah rukunnya. Dalam
rukun haji sendiri memiliki pengertian sebagai berikut.

Rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji. Jika tidak
dikerjakan, maka hajinya tidak sah. Sedangkan wajib haji adalah kegiatan yang harus
dilakukan pada saat ibadah haji, yang jika tidak dikerjakan, maka penunai haji harus
membayar dam (denda).

Rukun haji ada enam, yaitu ihram, wukuf di Arafah, thawaf ifadhah, sa’i, tahallul, dan
tertib. Berikut penjelasan masing-masing rukun tersebut:

a. Ihram.
Berihram adalah niat memasuki aktivitas melaksanakan ibadah haji atau umrah
pada waktu dan tempat serta cara tertentu.103
b. Tawaf ifadhah.
Thawaf ifadhah adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran. 104
c. Sa‟i.
Sa’i adalah berlari-lari kecil di antara bukut Shafa dan bukit Marwah.

102
Ibid. hal. 38
103
M. Abdul Basith & Sabaruddin Ahmad. Fiqih Haji Dan Umrah. hal. 8
104
Muhammad Noor. Haji Dan Umroh. hal. 40.
d. Tahallul. Tahallul adalah mencukur rambut atau memotong rambut kepala
minimal tiga helai.
e. Tertib.
Tertib adalah mengerjakan rukun-rukun haji secara urut mulai dari thawaf sampai
tahallul.

Adapun wajib haji ada lima, yaitu berihram di miqat, mabit di Muzdalifah, mabit di
Mina, melontar jumrah, dan thawaf wada’. Berikut penjelasannya:
a. Berihram di miqat. Calon haji harus memulai niatnya dan dari titik awal tempat itu
yang berniat melaksanakan haji/umrah sudah harus memakai pakaian ihram.
Yalamlam adalah tempat berihram calon jamaah haji yang datang dari arah
Indonesia bila ia langsung akan menuju ke Makkah dan Bir Ali adalah tempat
berihram calon jamaah haji yang datang dari arah Indonesia menuju ke Madinah
terlebih dahulu.
b. Mabit di Muzdalifah. Mabit di Muzdalifah adalah menginap semalam di
Muzdalifah pada malam tanggal 9 Dzulhijjah. Waktunya dikerjakan setelah wukuf
di Arafah. 13 Dzulhijjah bermalam di Mina dilakukan semalam penuh, yang boleh
dilakukan mulai sore hari sampai terbitnya fajar, dan juga boleh bermalam paling
sedikit 2/3 malam. 105
c. Melontar jumrah. Melontar jumrah adalah melempar batu pada sebuah tempat yang
diyakini untuk memperingati saat setan menggoda Nabi Ibrahim agar tidak
melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail.
Tanggal 10 Dzulhijjah melontar jumrah aqabah dengan tujuh butir kerikil. Dan
pada hari-hari Tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah melontar ketiga jumrah.
d. Thawaf wada’. Thawaf wada’ adalah suatu penghormatan terakhir kepada
Baitullah. Thawaf wada’ merupakan tugas terakhir dalam pelaksanaan ibadah haji
dan ibadah umrah di Tanah Suci. 106

Dalam pelaksanaan ibadah haji ada tiga macam cara yang dapat dilakukan dengan
memilih salah satu cara di antara ketiga cara ini, yaitu:

a. Haji Tamattu’

105
Nur Annisa Fitrah. Haji Dan Umrah Dalam Kajian Fiqh. hal. 47-49
106
Muhammad Noor. Haji Dan Umroh. hal. 41
Haji tamattu’ adalah melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu dan setelah
itu baru melakukan ibadah haji. Jenis haji ini biasanya dilaksanakan oleh jamaah
haji Indonesia karena dianggap lebih mudah dari pada haji ifrad dan haji
qiran.Setibanya di Makkah langsung melaksanakan Thawaf Qudum atau thawaf
awal kedatangan, lalu diteruskan dengan menegrjakan sa’i, dan diakhiri dengan
tahallul. Setelah itu jamaah boleh melepaskan pakaian ihram dan terbebas dari
larangan-larangan ihram. Kemudian, pada tanggal 8 Dzulhijjah, harus berihram
kembali dari tempat tinggal atau pemondokan dengan niat untuk berhaji.
Selanjutnya, berangkat ke Arafah untuk melaksanakan wuquf yang jatuh setelah
tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah. Setelah shalat magrib dan isya’
dengan dijama’, lalu berangkat ke Muzdalifah untuk Mabit di sana. Selama mabit
di Muzdalifah, jamaah haji bisa mencari kerikil untuk melontar jamrah Aqobah
sebanyak 7-10 butir. Jika melontar jumrah sampai tanggal 13 Dzulhijjah maka
jumlah kerikil yang dikumpulkan sebanyak 70 butir kerikil. Lewat tengah malam
jamaah haji akan diberangkatkan lagi menuju ke kemah di Mina untuk
melaksanakan melontar jamrah. Melempar Jumrah Aqabah pada tanggal 10
Dzulhijjah dan kemudian memotong rambut sebagai tanda sudah Tahallul Awal dan
seluruh larangan haji telah gugur, kecuali bersetubuh, bercumbu rayu, menikah dan
menikahkan. Setelah itu menuju Masjidil Haram untuk Thawaf Ifadhah dan sa’i
dengan demikian sudah bertahallul Tsani (kedua atau terakhir), sehingga seluruh
larangan haji telah gugur. Bagi jamaah yang memilih cara Tamattu’ dalam
pelaksanaan ibadah hajinya, dia wajib membayar dam Nusuk, yaitu menyembelih
kambing. Kalau tidak mampu karena kehabisan bekal (uang) maka berpuasa 10 hari
(3 hari di Tanah Suci dan 7 hari di Tanah Air). 107
b. Haji Ifrad
Haji ifrad ini adalah kebalikan dari haji tamattu’, yaitu dengan mengerjakan haji
terlebih dahulu lalu mengerjakan umrah. Jamaah yang melaksanakan haji ini tidak
diwajibkan membayar dam, pelaksanaan haji dengan cara ifrad ini menjadi pilihan
bagi jamaah haji Indonesia gelombang II yang datang ke Makkah sudah mendekati
waktu wukuf. Setibanya di Makkah langsung melaksanakan Thawaf Qudum.
Setelah Thawaf Qudum selesai, boleh dilanjutkan dengan Sa’i. Bila dilanjut dengan
Sa’i, maka sa’inya sudah termasuk sa’i haji, sehingga pada waktu Thawaf Ifadhah

107
Syafitri, H. H. Penggunaan Dana Efisiensi Penyelenggaraan Ibadah Haji.
kelak, tidak perlu sa’i lagi. Setelah Thawaf Qudum usai, baik berlanjut dengan sa’i
atau tidak, jangan diakhiri dengan potong rambut, karena bisa terkena dam. Untuk
kegiatan selanjutnya, baik berupa amalan perbuatan maupun bacaan pada
pelaksanaan haji ifrad ini sejak dari Wuquf sampai selesai, sama dengan
pelaksanaan haji tamattu’.
Setelah selesai melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji dengan baik dan
kembali ke Maktab untuk beristirahat secukupnya, selanjutnya bersiap-siap untuk
melaksanakan ibadah umrah. Niat umrah di Miqat Makani umrah. Masuk Masjidil
Haram lalu mengerjakan thawaf umrah dengan sunnah-sunnahnya. Sa’i dan diakhiri
dengan Tahallul. Dengan potong rambut tersebut, berarti selesailah seluruh
rangkaian ibadah umrah dan sudah bertahallul, sehingga semua larangan sudah
tidak berlaku lagi.
c. Haji Qiran
Pelaksanaan ibadah haji dengan cara qiran adalah pelaksanaan ibadah haji dan
ibadah umrah bersama-sama. Bagi yang memilih cara haji qiran ini, dia terkena
peraturan untuk membayar dam, berupa menyembelih seekor kambing (dam
nusuk). Setibanya di Makkah langsung melakukan Thawaf Qudum, boleh
dilanjutkan dengan Sa’i atau tanpa Sa’i. Bila diteruskan dengan Sa’i, maka Sa’i
tersebut dihitung sebagai Sa’i untuk haji dan umrah, sehingga pada saat Thawaf
Ifadhah nanti tidak perlu Sa’i lagi. Jika tanpa Sa’i, nanti pada saat Thawaf Ifadhah
harus diikuti dengan Sa’i. Selesai Thawaf Qudum tidak boleh bertahallul. Untuk
kegiatan selanjutnya yang berupa amal perbuatan maupun bacaan, pada
pelaksanaan haji qiran ini, sejak dari Wuquf sampai selesai sama dengan pada
pelaksanaan haji tamattu’. 108

2.3 PERBEDAAN HAJI DENGAN UMRAH


Haji secara bahasa berarti mengunjungi, ziarah atau menuju kesuatu tempat tertentu.
Secara syar’i haji adalah mengunjungi ka’bah di Mekkah pada waktu tertentu untuk
mengerjakan amalan-amalan ibadah tertentu. Sementara itu Umrah secara bahasa berarti
berziarah atau menunjungi tempat tertentu. Sedangkan secara syar’i berarti mengunjungi
Baitullah di Mekkah Al Mukarramah untuk mengerjakan thawaf, sa’i, kemudian tahallul.
Dari pengertian haji dan umrah diatas dapat diartikan bahwa haji dan umrah ialah sama-

108
Ibid. Hal. 31-34
sama mengunjungi Baitullah dan dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara keduanya
sangat tipis.

Perbedaannya terletak pada waktu penunaian dan beberapa hukumnya saja.

1. Waktu Pelaksanan.
Dari segi waktu perbedaannya, haji mempunyai waktu khusus dan tidak boleh
dipindahkan ke waktu lain selain waktu yang telah ditentukan yaitu pada bulan haji
tanggal 9 dzulhijjah. Sedangkan waktu pelaksanaan ibadah umrah tidak
mempunyai 69 waktu khusus seperti haji serta ibadah umrah boleh dikerjakan
kapan saja kecuali hari tasyrik.
2. Teknik Pelaksanaan
Teknis pelaksanaannya pun berbeda jika haji mempunyai ritual seperti wukuf,
menginap dan melempar jumrah maka dalam umrah ritual-ritual tersebut tidak
ada.109
Agar lebih mudah untuk memahami perbedaan tersebut maka, dapat dilihat pada tabel
yang ada dibawah ini, berikut tabel perbedaan rukun, syarat serta wajib yang ada
didalam ibadah haji dan umrah.

Syarat Haji Umrah

No Haji Umrah

1. Islam Islam
2. Baligh Baligh
3. Berakal Sehat Berakat Sehat
4. Merdeka Merdeka
5. Mampu Mampu

Rukun Haji dan Umrah

109
Dzakir Muzakir. Perbedaan Haji Dan Umroh Ada 8 Kategori. Hal 1-2
No Rukun Haji Rukun Umrah

1. Ihram Ihram
2. Wukuf -
3. Thawaf Ifadah Thawaf
4. Sa’i Sa’i
5. Tahallul Tahallul
6. Tertib Tertib

Wajib Haji dan Umrah

No. Haji Umrah

1. Ihram dari miqat Niat ihram dari miqat


2. Mabit di Muzdalifah Meninggalkan larangan
ihram
3. Mabit di Mina -
4. Melontar Jumrah -
5. Meninggalkan larangan -
ihram

4. Hukum Pelaksanaan.
Para fuqaha sepakat bahwa haji hukumnya wajib sedangkan umrah masih terjadi
perbedaan pendapat. Sebagian mengatakan wajib dan sebagian yang lain
mengatakan sunnah, jika disimpulkan dalam berbagai pendapat para fuqaha umrah
yang memiliki status hukum wajib adalah umrah dalam haji dan selain umrah haji
hukumnya hanya sunnah.
5. Miqat.
a. Miqat Zamani.
Bagi ibadah haji miqat zamani dimulai pada bulan Syawal sampai terbit fajar
tanggal 10 Dzulhijjah yaitu, ketika ibadah haji dilaksanakan. Sedangkan umrah
miqat zamaninya dapat dimulai sepanjang tahun pada waktu umrah dapat
dilakukan.
b. Miqat Makani.
Miqat makani ialah batas yang ditentukan berdasarkan tempat. Bagi mereka yang
tinggal di Mekkah, untuk ihram haji adalah di Mekkah itu sendiri. Sedangkan untuk
umrah ialah keluar dari tanah haram (Mekkah) yaitu, sebaiknya di Ji’rana, Tan’eim
atau Hudaibiyah. Bagi mereka yang datang dari Negara Asia atau bagian Timur
seperti Indonesia, Malaysia, Singapura maka miqatnya adalah di Yalamlam atau
Jeddah. Bagi yang datang dari Barat miqatnya di Juhfah. Bagi yang datang dari
sebelah Selatan miqatnya adalah Qarnul Manazil. Bagi yang datang dari Maddinah
miqatnya di Dzuhulaifah Bir Ali. Sedangkan yang datang dari Irak miqatnya adalah
di Dzatu ‘Irq. 110

110
Ibid. Hal 1-2
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Haji merupakan rukun iman yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan puasa.
Haji dan umrah yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Agama Islam bertugas mendidik
dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu.
Haji dan umrah merupakan suatu kegiatan rohani yang di dalamnya terdapat pengorbanan,
ungkapan rasa syukur, berbuat kebajikan dengan kerelaan hati, melaksanakan perintah
Allah, serta mewujudkan pertemuan besar dengan umat Islam lainnya di seluruh dunia.
Adapun macam-macam haji yang ada dalam syariat islam, yaitu Haji Qiran, Haji Ifrad, dan
Haji Tamattu’. Dalam melaksanakan ibadah haji, terdapat syarat-syarat, rukun, dan wajib
haji yang harus dipenuhi oleh setiap muslim yang menjalankannya. Selain itu, haji biasa
disandingkan dengan ibadah umroh yang hampir sama cara pelaksanaannya, namun tetap
harus diperhatikan dalam setiap tata caranya. (Ahmad, 2012)

3.2 SARAN

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari sema pihak, terutama yang ada kaitannya dengan penulisan dalam
ungkapan kalimat-kalimat yang kurang sempurna dalam makalah ini. Akhirnya, penulis
berharap semoga yang termaktub dalam makalah ini dapat memberikan manfaat dan
barakah bagi para pembaca dan juga semoga dapat memberikan tambahan kontribusi
Khazanah keilmuan pada bidang Pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Dzakir. M. (2018, December 30). Perbedaan haji dan umroh ada 8 kategori. Diakses pada
https://www.academia.edu/38060516/Perbedaan_haji_dan_umroh_ada_8_kate
gori
Fitrah, N. A. (2022). HAJI DAN UMRAH DALAM KAJIAN FIQH. Bengkulu: Doctoral
dissertation, UIN Fatmawati Sukarno.
Noor, M. (2018). Haji dan Umrah. Jurnal Humaniora Teknologi. Jurnal Teknik Informatika
Vol. 4(1). Kalimantan Timur: Politeknik Negeri Tanah Laut.

Rosadi, A., & Waliah, I. (2018). Denda (Dam) Haji dan Umroh. Makalah Kelas, 1, 1-8.

Syafitri, H. H. (2018). Penggunaan Dana Efisiensi Penyelenggaraan Ibadah Haji (Studi di


Kementerian Agama Provinsi Banten) (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Negeri" SMH" Banten).

Anda mungkin juga menyukai