Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HADIS SEBAGAI SUMBER KAJIAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam

Dosen Pengampu : Dr. Siti Nursyamsiah SS., M.Pd.

(Zilfaroni, 2012)

Disusun Oleh:

Dhea Putri Ananda (NIM 2210921020)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2022

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa Saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehinga Saya dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Studi Islam, dengan judul “Hadis
Sebagai Sumber Kajian Islam”.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus membantu saya, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karna itu, saya mengharapakan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik . Akhirnya saya berharap semoga makalah ini
dapat berguna bagi saya dan pihak lain yg berkepentingan pada umumnya.

Jember, 6 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1

1.3 Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.............................................................................................................................3

2.1 Pengertian Hadis...............................................................................................................3

2.2 Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Kajian Islam.............................................................5

2.3 Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an....................................................................................7

2.4 Metode Pemaham Hadis...................................................................................................8

BAB III.........................................................................................................................................12

PENUTUP....................................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................12

3.1 Saran................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Hadis merupakan salah satu sumber ajaran
Islam. Ia menempati kedudukannya setelah Al-Qur`an. Keharusan mengikuti Hadis bagi
umat Islam, baik yang berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban
mengikuti Al-Qur`an. Hal ini karena, Hadis merupakan mubayyin bagi Al-Qur`an, yang
karenanya siapapun yang tidak bisa memahami Al-Qur`an tanpa dengan memahami dan
menguasai Hadis. Begitu pula halnya menggunakan Hadis tanpa Al-Qur`an. Karena Al-
Qur`an merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syari`at.
Dengan demikian, antara Hadis dengan Al-Qur`an memiliki kaitan erat, yang untuk
mengimami dan mengamalkannya tidak bisa terpisahkan atau berjalan dengan sendiri-
sendiri.
Hadis bukanlah teks suci sebagaimana Al-Qur’an. Namun, Hadis selalu menjadi rujukan
kedua setelah Al-Qur’an dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat
penulisan Hadis yang dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka
banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah Hadis. sehingga hal tersebut
memunculkan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran Hadis
sebagai sumber hukum.
Banyak Al-Qur’an dan Hadis yang memberikan pengertian bahwa Hadits itu merupakan
sumber hukum islam selain Al-Qur’an yang wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah
maupun larangan nya. Namun mengapa para pengingkar sunnah tetap meragukannya?.
Berikut makalah ini akan memaparkan sedikit tentang kedudukan Hadis terhadap al-Qur’an.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk lebih sistematis, maka saya akan merumuskan masalah-masalah pokok yang akan
dibahas dalam makalah ini:
1. Apa itu Hadis?
2. Bagaimana kedudukan Hadis sebagai sumber kajian Islam?

1
3. Bagaimana fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an?
4. Bagaimana metode dalam memahami Hadis?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan berisi pernyataan pernyataan penting yg berisi jawaban dari rumusan
masalah. Tujuan penulisan dituliskan dengan poin poin sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Hadis.
2. Untuk mengetahui kedudukan Hadis.
3. Untuk mengetahui fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an.
4. Untuk mengetahui metode memahami Hadis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadis

Menurut Ibnu Manzhur, kata ”Hadis” berasal dari Bahasa Arab yaitu Al-Hadis. Secara
etimologis, kata ini memilik banyak arti diantaranya Al-Jadid (yang baru) lawan dari Al-
Qadim ( yang lama) dan Al-Khabar yang berarti kabar atau berita. Secara terminologis baik
muhadditsin ataupun Ulama’ fiqh merumuskan pengertian Hadist dengan berbeda-beda.
Perbedaan pandangan tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan
masing-masing yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang
didalaminya.

Menurut ahli ushul fiqh pengertian Hadis adalah Hadis yaitu segala sesuatu yang
dikeluarkan dari Nabi SAW selain Al-Qur’an Al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara. Sedangkan menurut Ulama’
Hadis mendefinisikannya sebagai Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat–sifat maupun hal ikhwal Nabi.

Perbedaan pengertian antara Ulama’ ushul dan Ulama’ Hadis di atas disebabkan adanya
perbedaan disiplin ilmu yang mempunyai pembahasan dan tujuan masing–masing. Ulama’
ushul membahas pribadi dan prilaku Nabi SAW sebagai peletak dasar hukum syara’ yang
dijadikan landasan ijtihad oleh kaum mujtahid dizaman sesudah Beliau. Sedangkan ulama
Hadis membahas pribadi dan prilaku Nabi SAW sebagai tokoh panutan (pemimpin) yang
telah diberi gelar oleh Allah SWT sebagai Uswah Wa Qudwah (teladan dan tuntunan). Oleh
sebab itu Ulama’ Hadis mencatat semua yang terdapat dalam diri Nabi SAW baik yang
berhubungan dengan hukum syara’ maupun tidak. Oleh karena itu Hadis yang dikemukakan
oleh ahli ushul yang hanya mencakup aspek hukum syara’ saja, adalah Hadis sebagai
sumber tasyri’. Sedangkan definisi yang dikemukan oleh Ulama’ Hadis mencakup hal–hal
yang lebih luas.

Jadi, Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan), sifat-sifat, keadaan dan himmahnya. Hadits

3
juga disebut sunnah, atsar, dan khabar. Namun sebagia Ulama’ berpendapat bahwa ketiga
istilah tersebut memiliki makna berbeda dengan Hadis.

1. Pengertian Sunnah
Di samping istilah hadis terdapat sinonim istilah yang sering digunakan oleh para
ulama’ yaitu sunnah. Pengertian istilah tersebut hampir sama, walaupun terdapat
beberapa perbedaan. Menurut ulama hadits sunnah meliputi biografi Nabi, sifat-sifat
Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya mengenai tubuhnya, rambutnya dan
sebagainya, maupun yang mengenai akhlak Nabi dalam keadaan sehari-harinya, baik
sebelum atau sesudah di angkat sebagai nabi.
Sedangkan menurut ulama Ushul Fiqh sunnah adalah segala yang di nuklikan dari
Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya yang ada
sangkut pahutnya dengan Hukum. Dan Menurut Ulama Fiqh sunnah ialah perbuatan
yang di lakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu. Jadi
suatu pekerjaan yang utama di kerjakan atau dengan kata lain sunnah ialah suatu amalan
yang di beri pahala apabila di kerjakan, dan tidak dituntut apabila di tinggalkan.
2. Pengertian Khabar
Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi dan para Sahabat, jadi
setiap hadits termasuk khabar tetapi tidak setiap khabar adalah hadits. Sementara khabar
menurut ahli Hadits, yaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW
atau dari yang selain Nabi SAW. Ada tiga pendapat mengenai kabar :
a. Merupakan sinonim bagi hadits, yakni keduanya berarti satu.
b. Berbeda dengan hadits, di mana hadits adalah segala sesuatu yang datang dan Nabi
SAW sedang khabar adalah suatu yang datang dari para sahabat
c. Lebih umum dari hadits, yakni bahwa hadits itu hanya yang datang dari Nabi saja,
sedang khabar itu segala yang datang baik dari Nabi SAW maupun yang lainnya.
3. Pengertian Atsar
Atsar secara etimologi adalah bekas sesuatu, atau sisa sesuatu, atau berarti sisa
reruntuhan rumah dan sebagainya atau nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do’a
umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai do’a ma’tsur. Atsar adalah :

4
“segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dan boleh juga disandarkan pada
perkataan Nabi SAW”.

Menurut istilah Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar dan
hadits, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in. Jadi, atsar
merupakan istilah bagi segala yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi
terkadang juga digunakan untuk hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW.

Perbedaan antara Hadits, sunnah, khabar dan atsar

Dari keempat istilah, yaitu hadits, sunnah, khabar dan atsar, menurut jumhur ulama hadits
dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan
sunnah, khabar dan atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar
dan atsar. Maka hadits mutawatir dapat juga disebut dengan sunnah mutawatir atau khabar
mutawatir. Begitu juga hadits shahih dapat disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan
astar shahih.

Para ulama juga membedakan antara Hadis, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut :

a. Hadis dan sunnah : Hadis terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber
pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum
di angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya.
b. Hadis dan khabar : Sebagian ulama hadis berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang
berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal
atau disandarkan pada Nabi SAW.
c. Hadis dan atsar : Jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar
dan hadis. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu
sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.

2.2 Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Kajian Islam

Sebagaimana Al-Qur’an, Hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Derajatnya


menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini merupakan ketentuan Allah SWT,
sebagaimana firman-Nya :

5
‫َو َمٓا ٰا ٰتى ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما نَ ٰهى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ۚا‬

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah”(QS. Al-Hasyr : 7)

Selanjutnya, Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa sunah (hadis) merupakan


penjelasan teoritis dan praktis bagi Al-Qur’an. Oleh sebab itu, kita harus mengikuti dan
mengamalkan hukum-hukum dan pengarahan yang diberikan oleh sunah Rasulullah SAW,
menta’ati perintah Rasulullah adalah wajib, sebagaimana kita mentaati apa yang
disampaikan Al-Qur’an.
Hadis merupakan mubayyin (pelengkap) bagi Al-Qur’an yang karenanya. siapapun tidak
akan bisa memahami Al-Qur’an tanpa dengan memahami dan menguasai Hadis. Begitu pula
halnya menggunakan Hadits tanpa Al-Qur’an akan kehilangan arah, karena Al-Qur’an
merupakan dasar hukum pertama, yang didalamnya berisi garis-garis besar syari’at Islam.
Dengan demikian, antara Al-Qur’an dan Hadis memiliki hubungan timbal balik yang
tidak dapat dipisahkan.
Ada tiga peranan Al-Hadis disamping Al Qur’an sebagai sumber agama dan ajaran Islam,
yakni sebagai berikut :
1. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam Al Qur’an. Misalnya dalam Al-
Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan
oleh Nabi.
2. Sebagai penjelasan isi Al Qur’an. Di dalam Al Qur’an Allah memerintahkan manusia
mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara
rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan
jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.
3. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar
ketentuannya di dalam Al-Qur’an. Sebagai contoh larangan Nabi menikahi seorang
perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan -larangan
perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas

6
bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara
dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.
Mengingat Hadis adalah sumber ajaran Islam kedua, maka hukum mempelajari Hadis adalah
wajib. Berikut ini penulis paparkan pendapat beberapa ulama tentang kewajiban
mempelajari Hadis dan mengamalkannya :
1. Al-Hakim menegaskan, "Seandainya tidak banyak orang yang menghafal sanad hadis,
niscaya menara Islam akan roboh. Juga niscaya para ahli bid`ah berupaya membuat
Hadis maudhu dan memutar-balikkan sanad."
2. Imam Sufyan Sauri menyatakan, "Saya tidak mengenal ilmu yang utama bagi orang
yang berhasrat menundukkan wajahnya di hadapan Allah, selain ilmu Hadis. Orang-
orang sangat memerlukan ilmu ini sampai pada masalah-masalah kecil tentang tata
cara makan dan minum. Mempelajari Hadis lebih utama dibandingkan dengan sholat
(sunnah) dan puasa (sunnah), karena mempelajari ilmu ini adalah fardhu kifayah.”
3. Imam Syafi`i menuturkan, "Ilmu Hadis ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan
keyakinan yang paling teguh. Tidak gemar menyiarkannya, kecuali orang-orang yang
jujur dan takwa. Dan tidak dibenci memberitakannya selain oleh orang-orang munafik
lagi celaka.”

2.3 Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an

1. Bayan At-Taqrir
Bayan ta'kid disebut juga dengan bayan taqrir atau bayan itsbat. Yang di maksud bayan
ta'kid adalah menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan dalam Al Qur'an. Bayan
Al-Ta’kid, yaitu penjelasan untuk memperkuat pernyataan Al-Qur’an.
2. Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud bayan tafsir adalah bahwa kehadiran hadits berfungsi untuk memberikan
rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih bersifat global (mujmal). Atau
dengan kata lain adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian
atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi
hadith dalam hal ini memberikan perincian (tafshil).
3. Bayan At-Takhsis
Adalah penjelasan Nabi Saw. dengan cara membatasi atau mengkhususkan ayat-ayat Al-

7
Qur’an yang bersifat umum, sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu yang
mendapat pengecualian. Berfungsi memberikan takhsis penentuan khusus) ayat-ayat Al
Qur'an yang masih umum. Misalnya perintah mengerjakan shalat, membayar zakat dan
menunaikan ibadah haji di dalam Al Qur'an tidak dijelaskan jumlah rakaat dan bagaimana
cara-cara mendirikan shalat, tidak diperincikan nisab-nisab zakat dan juga tidak dijelaskan
cara-cara melakukan ibadah haji. Tetapi semuanya itu telah diterangkan secara terperinci
dan ditafsirkan sejelas-jelasnya oleh Hadits.
4. Bayan An-Nasakh,
Kata an-naskh, secara bahasa mempunyai beberapa arti, diantaranya berarti al-ibhral
(membatalkan), atau al-ijalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyir
(mengubah). Dalam mendefinisikan bayan naskh ini, para ulama berbeda pendapat.
Perbedaan ini terjadi karena perbedaan mereka dalam memahami arti naskh dari sudut
kebahasaan. Menurut ulama mutaqaddim, yang disebut bayan an-naskh ialah adanya dalil
syara’ yang mendatangkan kemudian.
5. Bayan At-Tasyri’
Kata at-Tasyri’ artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan atau hukum,
maka yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan, mengadakan atau
menetapkan suatu hukum atau aturan syara’ yang tidak didapati nash-nya dalam Al-Qur’an.

2.4 Metode Pemaham Hadis


a. Metode Tahliliy (analitis)
Metode tahliliy adalah memahami hadis-hadis Rasulullah dengan memaparkan segala
aspek yang terkandung di dalam hadis-hadis yang dipahami serta menerangkan makna-
makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan pensyarh
yang memahami hadis-hadis tersebut.
Dalam menyajikan penjelasan atau komentar, seorang pensyarh hadis mengikuti
sistematika hadis sesuai dengan urutan hadis yang terdapat dalam sebuah kitab hadis
yang dikenal dari Kutub al-sittah atau kitab hadis lainnya.
Pensyarh memulai penjelasannya dari kalimat demi kalimat, hadis demi hadis secara
berurutan. Uraian tersebut kata, konotasi kalimatnya, latarbelakang turunnya hadis (jika
ditemukan ), kaitannya dengan hadis lain, dan pendapat-pendapat yang beredar disekitar

8
pemahaman hadis tersebut, baik yang berasal dari sahabat, para tabi’in maupun para
ulama hadis.
1. Ciri-ciri metode tahliliy
a. Pensyarhan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang
terkandung di dalam hadis secara komprehensif dan menyeluruh.
b. Dalam pensyarhan, hadis dijelaskan kata demi kata, kalimat demi kalimat secara
berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al-wurud dari hadis-
hadis yang dipahami jika hadis tersebut memiliki sabab al-wurudnya.
c. Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para
sahabat, tabi’in dan para ahli syarh hadis lainnya dari berbagai disiplin ilmu
d. Di samping itu dijelaskna juga munasabah (hubungan ) antara satu hadis dengan
hadis lain.
e. Selain itu, kadang kala syarh dengan metode ini diwarnai kecenderungan pensyarh
pada salah satu mazhab tertentu, sehingga timbul berbagai corak pensyarhan,
seperti corak fiqhy dan corak lain yang dikenal dalam bidang pemikiran Islam.
b. Metode Ijmaliy (global)
Metode Ijmaliy adalah suatu metode dengan pemahaman hadis dengan secara ringkas,
tapi dapat mempresentasikan makna literal hadis dengan bahasa yang mudah dimengerti.
1. Ciri-ciri metode Ijmaliy
a. Pensyarh langsung melakukan penjelasan hadis dari awal sampai akhir tanpa
perbandingan dan penetapan judul
b. Penjelasan umum dan sangat ringkas.
Pensyarh tidak memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat sebanyak-
banyaknya. Namun demikian, penjelasan terhadap hadis-hadis tertentu juga
diberikan agak luas, tetapi tidak seluas metode tahliliy.
Namun perlu diingat bahwa ciri metode ijmaliy ini tidak terletak pada jumlah
hadis-hadis yang disyarhkan, apakah keseluruhan kitab atau sebagain saja. Yang
menjadi tolak ukur adalah pola atau sistematika pembahasan. Selama pensyarh
hanya mensyarh hadis secara singkat, maka dapat dikategorikan dalam syarh
global.
c. Metode Muqaran (komperatif)

9
Kata muqaran merupakan masdar dari kata qarana-yaqarinu-muqaranah yang berarti
perbandingan ( komperatif). Metode muqaran adalah metode memahami hadis dengan
cara membandingkan Hadis yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus
yang sama atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama dan
Membandingkan berbagai pendapat Ulama’ syarh dalam mensyarh hadis. Jadi metode ini
dalam memahami Hadis tidak hanya membandingkan hadis dengan hadis lain, tetapi juga
membandingkan pendapat ulama ( pensyarh) dalam mensyarh Hadis.
Diantara Kitab syarh Hadis yang menggunakan metode muqaran ini adalah Shahih
Muslim bi Syarh Al-Nawawiy karya Imam Nawawiy, Umdah Al-Qary Syarh Shahih al-
Bukhari karya Badr Al-Din Abu Muhammad Mahmud al-Ainiy, dan lain-lain.
Ruang lingkup atau wilayah kajian dari masing-masing aspek itu berbeda-beda. Ada
yang berhubungan dengan kajian redaksi dan kaitannya dengan konotasi kata atau
kalimat yang dikandungnya, dan ada yang menguraikan berbagai aspek, baik yang
menyangkut kandungan ( makna) hadis maupun korelasi antara hadis dengan hadis.
1. Ciri-ciri metode muqaran
a. Membandingkan analitis redaksional dan perbandingan periwayat, serta
kandungan makna dari masing-masing Hadis yang di perbandingkan.
b. Membahas perbandingan berbagai hal yang dibicarakan oleh Hadis tersebut.
c. Perbandingan pendapat para pensyarh mencakup ruang lingkup yang sangat luas,
karena uraiannya membicarakan berbagai aspek, baik menyangkut kandungan
(makna) Hadis maupun korelasi (munasabah) antara Hadis dengan Hadis.
d. Metode Maudhu’î (tematis)
Kata maudhu’î merupakan isim fail dari kata wadha’a yang artinya masalah atau
pokok permasalahan. Tafsir maudhu’î sebagai salah salah satu metode tidak hanya
berlaku dalam pemahaman al-Qur’an melainkan juga dapat diterapkan dalam pemahaman
hadis.
Dilihat dari sisi metodologis, tafsir maudhu’î hadis merupakan pengembangan dari
penyelesaian ikhtilaf al-hadis. Hanya saja dalam tafsir maudhu’î ini dalam proses
pemahaman kasus atau tema tertentu melibatkan semua hadist yang setema atau
berhubungan dengan hadis. Kemudian penyelesaian ikhtilaf hadis sesuai dengannamanya,
hanya pada kasus-kasus yang memperlihatkannya perbedaan makna hadis. Sementara

10
metode hadis maudhu’î lebih luas lagi, mencakup semua kasus yang tidak terlihat adanya
ikhtilaf didalamnya.ini dilakukan untuk menemukan makna subtansial dari setiap kasus
hadis yang dibahas dan dianalisis.
Jadi metode maudhu’î hadis yaitu suatu metode menghimpun hadis-hadis shahih yang
topik pembahasanya sama. Dengan demikian, hal-hal yang subhat dapat di jelaskan
dengan hal-hal yang muhkam. Hal-hal yang mutlaq dapat di batasi dengan hal yang
muqqayad (terikat) dan hal-hal yang bermakna umum dapat ditafsirkan oleh hal-hal yang
bermakna khusus ,sehingga makna yang di maksud oleh subjek tersebut menjadi jelas
dan tidak bertentangan.
1. Ciri-ciri metode maudhu’î
a. Menghimpun Hadis-Hadis yang membicarakan satu topik tertentu atau
permasalahan tertentu.
b. Memahami makna dari masing-masing Hadis.
c. Memahami Hadis secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan tematik

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi, Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad sa, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan), sifat-sifat, keadaan dan himmahnya. Hadits
juga disebut sunnah, atsar, dan khabar. Namun sebagia Ulama’ berpendapat bahwa ketiga
istilah tersebut memiliki makna berbeda dengan Hadits.
Hadis juga merupakan sumber hukum Islam. Derajatnya menduduki urutan kedua setelah
Al-Qur’an. Hal ini merupakan ketentuan Allah SWT, dengan demikian, antara Al-Qur’an
dan Hadits memiliki hubungan timbal balik yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karna itu
fungsi Hadits Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) Al-Qur’an itu bermacam-macam.
Berikut beberapa hal yang merupakan fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an:
1. Bayan At-Taqrir
2. Bayan At-Tafsir
3. Bayan At-Takhsis
4. Bayan An-Nasakh,
5. Bayan At-Tasyri’

3.1 Saran

Saya sadar bahwa masih banyak kekurangan yang saya miliki, baik dari tulisan maupun
bahasan yang kami sajikan, oleh karna itu mohon diberikan sarannya agar saya bisa
membuat makalah ini lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asilha. (2021, January 19). Hadits Sebagai Sumber Kajian Islam. Retrieved Oktober 6, 2022,
from asilha.com: https://www.asilha.com/2021/01/19/hadis-sebagai-sumber-ajaran-islam/

Astuti, N. F. (2021, Agustus 9). Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur'an. Retrieved Oktober 6, 2022,
from merdeka.com: https://m.merdeka.com/jabar/4-fungsi-hadis-terhadap-alquran-
penting-dipahami-kln.html

Kristina. (2021, Mei 31). Pengertian Hadits Menurut Bahasa, Fungsi, Dan Kedudukannya.
Retrieved Oktober 6, 2022, from detik.om:
https://news.detik.com/berita/d-5588482/pengertian-hadits-menurut-bahasa-fungsi-dan-
kedudukannya/amp

Sadana, A. B. (2010, Oktober 26). Kedudukan Hadits Dalam Islam. Retrieved Oktober 6, 2022,
from pesantrenalirsyad.org: https://pesantrenalirsyad.org/kedudukan-hadits-dalam-islam/

Zilfaroni. (2012, November 13). Metode Pemahaman Hadis. Retrieved November 7, 2022, from
padangsidimpuan.ac.id:https://zilfaroni.dosen.iain.padangsidimpuan.ac.id/2012/11/
metode-pemahaman-hadis-tahliliy-ijmaliy.html?m=1

13

Anda mungkin juga menyukai