Kelas : II-D
B. ETIOLOGI
Tifus abdominalis atau demam tipoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang secara
morfologi identik dengan Escherichia coli. Walaupun pathogen kuat, kuman kuman ini tidak bersifat
piogenik, malahan bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan eosinofil. Kuman ini
mempunyai beberapa antigen yang penting untuk mendiagnosis imunologik (tes widal). Salmonella
typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak bersepora .
C. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili
usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel
retikulo endoteleal, hati, limfa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell retikoloendoteleal melepaskan
kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman
masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutrama limpa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar fimfoid usus
halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu
ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan
perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa
membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
ileh kelainan pada usus halus.
D. MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas demam tipoid berlangsung 10-14 hari. Minggu pertama penyakit keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pad umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative, lidah yang
khas (kotor di tengah, tepi, ujung merah dan tremor). Hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis..
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1) Pemeriksaan darah tepi : leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia.
2) Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang
3) Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhposa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan
selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella tyhposapada urin dan tinja, maka
pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
4) Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis kerena
titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.
F. KOMPLIKASI
1) Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis
2) Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumoni
G. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari pada dimulainya pengobatan, keadaan sosial ekonomi dan gizi penderita.
Angka kematian pada RS tipe A berkisar antara 5-10 % pada operasi dengan alasan perforasi, angka
kematian berkisar 15-20%. Kematian pada demam tifoid disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi,
perdarahan atau pneumonia.
H. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini ada trilogy penatalaksanaan tipoid yaitu :
1) Pemberian antibiotic untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman, antibiotic yang
digunakan ; Klorampenikol, ampicillin/ amoxsisilin, KOTRIMOKSASOL, sefalosforin generasi II
dan III
2) Istirahat dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas panas. Mobilisasi
bertahap sesuai kemampuan klien
3) Diet dan terapi penunjang
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam input
makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb
Monitor intake nutrisi dan kalori.
Monitor kadar energi, kelemahan dan
kelelahan.