Anda di halaman 1dari 6

Nama : Intan Nadia

Kelas : II-D

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIPOID DENGAN


NANDA, NOC, NIC
A. PENGERTIAN
Demam tipoid merupakan penyakit infeksi akut usus. Sinonim dari demam tipoid adalah tipoid
fever, enteric fever dan typus  abdominalis
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran.

B. ETIOLOGI
Tifus abdominalis atau demam tipoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang secara
morfologi identik dengan Escherichia coli. Walaupun pathogen kuat, kuman kuman ini tidak bersifat
piogenik, malahan bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan eosinofil. Kuman ini
mempunyai beberapa antigen yang penting untuk mendiagnosis imunologik (tes widal). Salmonella
typhosa, basil gram negatif  yang bergerak dengan rambut getar dan tidak bersepora .

C. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili
usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel
retikulo endoteleal, hati, limfa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell retikoloendoteleal melepaskan
kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman
masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutrama limpa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar fimfoid usus
halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu
ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan
perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa
membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
ileh kelainan pada usus halus.

D. MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas demam tipoid berlangsung 10-14 hari. Minggu pertama penyakit keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pad umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,  bradikardi relative, lidah yang
khas (kotor di tengah, tepi, ujung merah dan tremor). Hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis..

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1) Pemeriksaan darah tepi : leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia.
2)  Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang
3) Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhposa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan
selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella tyhposapada urin dan tinja, maka
pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
4) Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis kerena
titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.

F. KOMPLIKASI
1) Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis
2)  Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumoni

G. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari pada dimulainya pengobatan, keadaan sosial ekonomi dan gizi penderita.
Angka kematian pada RS tipe A berkisar antara     5-10 % pada operasi dengan alasan perforasi, angka
kematian berkisar 15-20%. Kematian pada demam tifoid disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi,
perdarahan atau pneumonia.

H. PENATALAKSANAAN
     Sampai saat ini ada trilogy penatalaksanaan tipoid yaitu :
1) Pemberian antibiotic untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman, antibiotic yang
digunakan ; Klorampenikol, ampicillin/ amoxsisilin, KOTRIMOKSASOL, sefalosforin generasi II
dan III
2) Istirahat dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas panas. Mobilisasi
bertahap sesuai kemampuan klien
3) Diet dan terapi penunjang

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1) Hipertermi b.d proses infeksi
2)  Nyeri akut b.d agen injuri biologis
3) Defisit perawatan diri b.d kelemahan, istirahat total
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang tidak adekuat
5)  Kerusakan mobilitas fisik b.d pengobatan, intoleransi aktifitas/kelemahan.
6) PK : Perdarahan
RENPRA TYPOID

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Hypertermi b/d Setelah dilakukan Termoregulasi
proses infeksi tindakan  Pantau suhu klien (derajat dan pola)
keperawatan perhatikan menggigil/diaforsis
selama….x 24 jam  Pantau suhu lingkungan,
menujukan batasi/tambahkan linen tempat tidur
temperatur dalan sesuai indikasi
batas normal  Berikan kompres hangat hindari
dengan kriteria: penggunaan akohol
-      Bebas dari  Berikan minum sesuai kebutuhan
kedinginan  Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
-      Suhu tubuh stabil  Anjurkan menggunakan pakaian tipis
36-37 C menyerap keringat.
 Hindari selimut tebal

2 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :


injuri fisik Asuhan  Lakukan pegkajian nyeri secara
keperawatan …. komprehensif termasuk lokasi,
jam tingkat karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
kenyamanan klien dan faktor presipitasi.
meningkat dg KH:  Observasi  reaksi nonverbal dari
     Klien melaporkan ketidak nyamanan.
nyeri berkurang dg  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
scala 2-3 untuk mengetahui pengalaman nyeri
    Ekspresi wajah klien sebelumnya.
tenang   Kontrol faktor lingkungan yang
    klien dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
istirahat dan tidur ruangan, pencahayaan, kebisingan.
    v/s dbn  Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
 Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
 Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
 Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
  Cek riwayat alergi.
  Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal
 Monitor TTV
 Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
 Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.

3 Sindrom defisit self Setelah dilakukan Self Care Assistence


care b.d askep ......  jam  Bantu ADL klien selagi klien belum
kelemahan, Bedrust ADLs terpenuhi dg mampu mandiri
KH:  hami semua kebutuhan ADL klien
      Klien bersih, tidak  Pahami bahasa-bahasa atau
bau pengungkapan non verbal klien akan
      Kebutuhan sehari- kebutuhan ADL
hari terpenuhi  Libatkan klien dalam pemenuhan
ADLnya
 Libatkan orang yang berarti dan
layanan pendukung bila dibutuhkan
 Gunakan sumber-sumber atau fasilitas
yang ada untuk mendukung self care
 Ajari klien untuk melakukan self care
secara bertahap
 Ajarkan penggunaan modalitas terapi
dan bantuan mobilisasi secara aman
(lakukan supervisi agar keamnanannya
terjamin)
 Evaluasi kemampuan klien untuk
melakukan self care di RS
 Beri reinforcement atas upaya dan
keberhasilan dalam melakukan self care
4 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Konrol infeksi :
imunitas tubuh asuhan keperawatan  Bersihkan lingkungan setelah dipakai
menurun, prosedur … jam tidak pasien lain.
invasive. terdapat faktor  Batasi pengunjung bila perlu.
risiko infeksi dan dg  Intruksikan kepada pengunjung untuk
KH: mencuci tangan saat berkunjung dan
      Tdk ada tanda- sesudahnya.
tanda infeksi  Gunakan sabun anti miroba untuk
      AL normal mencuci tangan
      V/S dbn  Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
 Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
 Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
 Lakukan dresing infus dan dan kateter
setiap hari  Sesuai indikasi
 Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
  berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


 Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local.
 Monitor hitung granulosit dan WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi.
  Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
 Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas.
 Ambil kultur, dan laporkan bila hasil
positip jika perlu
- Dorong istirahat yang cukup
- Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
 Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
 Ajarkan keluarga/klien tentang tanda
dan gejala infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi.

5 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari asuhan keperawatan  Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh …  jam klien  Kaji makanan yang disukai oleh klien.
menunjukan status  Kolaborasi team gizi untuk penyediaan
nutrisi adekuat nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
dengan KH: klien.
      BB stabil,  Anjurkan klien untuk meningkatkan
      nilai laboratorium asupan nutrisinya.
terkait normal,  Yakinkan diet yang dikonsumsi
      tingkat energi mengandung cukup serat untuk
adekuat, mencegah konstipasi.
      masukan nutrisi  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
adekuat kalori.
 Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi.

Monitor Nutrisi
 Monitor BB jika  memungkinkan
 Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
 Monitor adanya mual muntah.
 Monitor adanya gangguan dalam input
makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb
  Monitor intake nutrisi dan kalori.
 Monitor kadar energi, kelemahan dan
kelelahan.

6 PK: Perdarahan Setelah dilakukan  Pantau tanda dan gejala perdarahan


askep … jam post operasi.
perawat akan  Monitor V/S
menangani atau  Pantau laboratorium HG, HMT. AT
mengurangi  kolaborasi untuk tranfusi bila  terjadi
komplikasi daripada perdarahan (hb < 10 gr%)
perdarahan  Kolaborasi dengan dokter untuk
terapinya
 Pantau daerah yang dilakukan operasi

Anda mungkin juga menyukai