Anda di halaman 1dari 5

FENOMENA PESULAP MERAH NYAMBUNG DENGAN PEMIKIRAN

ARISTOTELES

Fika Aprilia Mutadhiroh (22401168)

Hentiawati (22401180)

Farhan Nabil Zain Dafaudin (22401182)

Program Studi Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri

Abstract:

The Phenomenon of the Red Magician Connects Aristotle's Thoughts The purpose of this study
is to uncover the shamanic lies that Gus Samsudin perpetrated against society from Aristotle's
point of view. This research is a literature study about dismantling magic tricks. The results of
this study are in the form of a correlation between the concept of glasses and phenomena in
magic attractions. Magic is one of the performing arts that presents tricks and tricks that can
entertain the audience. The tricks and tricks presented in magic sometimes make no sense and
seem to contain mystical elements. Magic is not easy for everyone to do, but everyone can
learn it. Basically magic is a form of application of the sciences, including the science of glasses
and chemistry. The implications of this research are various magic tricks related to physics
concepts that can be taught in schools when learning physics so that students' interest in
learning increases, besides that the audience is smarter because what they see is a science, not
a mystical thing.

Keywords: Red Magician, Shamanism, Aristotle Thought


Abstrak

Fenomena Penyihir Merah Menghubungkan Pemikiran Aristoteles Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengungkap kebohongan perdukunan yang dilakukan oleh Gus Samsudin
terhadap masyarakat dari sudut pandang Aristoteles. Penelitian ini merupakan studi literatur
tentang membongkar trik sulap. Hasil penelitian ini berupa korelasi antara konsep kacamata
dan fenomena dalam atraksi sulap. Sulap merupakan salah satu seni pertunjukan yang
menyuguhkan trik dan trik yang dapat menghibur penonton. Trik dan trik disajikan dalam sihir
terkadang tidak masuk akal dan terkesan mengandung unsur mistis. Sihir tidak mudah
dilakukan oleh semua orang, tetapi semua orang bisa mempelajarinya. Pada dasarnya sulap
merupakan bentuk penerapan ilmu-ilmu, antara lain ilmu gelas dan ilmu kimia. Implikasi dari
penelitian ini adalah berbagai trik sulap yang berkaitan dengan konsep fisika yang dapat
diajarkan di dalamnya sekolah ketika belajar fisika agar minat belajar siswa meningkat, selain
itu penonton lebih pintar karena yang mereka lihat adalah ilmu, bukan hal mistis.

Kata kunci: Red Magician, Shamanisme, Pemikiran Aristoteles

METODE PENELITIAN

Pesulap Merah mengacak-acak praktik perdukunan Gus Samsudin. Berbagai trik dan
kebohongan Gus Samsudin dibongkar habis. Tak pelak, beberapa warga yang tersadarkan
menggebrak Padepokan Nur Dzat Sejati di Blitas, yang membuat padepokan itu ditutup
sementara. Yang menjadi persoalan, mengapa banyak warga yang percaya dengan praktik
perdukunan ala Gus Samsudin Tentu saja, jika ingin ditelisik lebih dalam bukan hanya Gus
Samsudin yang melakukan praktik tersebut, kita bisa jumpai orang-orang serupa di berbagai
penjuru Indonesia.

Dan hasilnya benar kata Pesulap Merah, kalau tidak bohong ya cabul. Dibrowsing aja
sendiri, berapa banyak dukun cabul yang kemudian ditangkap polisi. Dukun pebohong juga
tidak kalah banyaknya. Saya pernah punya cerita begini, tetangga saya sakit agak parah. Dia
termasuk orang percaya dukun. Datanglah ke dukun. Saat pengobatan, si dukun berusaha
menunjukkan kesaktiannya dengan menebak-nebak apa yang ada di sekitar rumah sang pasien,
tetangga saya itu.

Dia pertama menebak bahwa di samping rumah pasien ada pohon pepaya. Kali ini
tebakannya benar. Memang ada pohon pepaya di samping rumahnya. Si pasien tambah yakin
akan kesaktian dukun itu. Hingga tiba pada tebakan ketiga, si dukun menebak bahwa di
belakang rumah pasien ada sumur. Kali ini tebakannya meleset, karena ternyata sumur pasien
ada di depan rumahnya. Tak ingin malu dan kedoknya terbongkar. Lalu si dukun bilang: “nah
ini masalahnya yang membuat kamu sakit, karena sumur itu tidak tepat ada di depan rumah,
sumur harus ada di belakang rumah,” kata dukun. Sepulang dari dukun, tetangga saya yang
percaya dukun itu, langsung menutup sumurnya dan membuat sumur lagi di belakang
rumahnya. Tapi sayangnya, penyakitnya tetap saja tidak sembuh. Inilah satu trik bohong
praktik perdukunan.

Sialnya lagi, walaupun sudah tidak terhitung jumlah orang yang tertipu dan dicabuli oleh
dukun, tetapi masih ada saja warga yang percaya pada dukun. Mengapa demikian? Seorang
sosiolog asal Prancis, August Comte menjelaskan bahwa memang pada awalnya masyarakat
itu adalah naif. Naif dalam hal ini, percaya hal-hal mistik dan gaib meskipun itu hanya bohong.
Di balik yang gaib dan mistik itulah para dukun melancarkan aksi bejatnya. Tipe masyarakat
yang demikian, tidak menggunakan rasionalitasnya dengan tepat. Masyarakat jenis ini yang
ingin diperangi habis-habisan oleh Tan Malaka melalui bukunya Madilog.

Dan Aristoteles memaparkan bahwa alam semesta tidak dikendalikan secara kebetulan
oleh sihir, ataupun kehendak dewa semata, melainkan diatur oleh hukum-hukum rasional. Jika
manusia melakukan penyelidikan secara sistematik mengenai berbagai aspek kehidupan yang
mereka jalani, maka manusia akan mendapatkan keuntungan dalam memaknai hidup mereka.
Pengamatan yang dilakukan secara empiris, melalui pengalaman individu, ditambah pemikiran
logis, akan menghasilkan kesimpulan yang lebih rasional tanpa unsur mistis di dalamnya.
Pemikiran Aristoteles inilah yang mempengaruhi dasar-dasar pertumbuhan peradaban di dunia
Barat. Dan menjelaskan bahawa kita Lalu beranjak pada tahap metafisik, yaitu masyarakat
yang percaya hal-hal spekulatif. Misalnya, percaya adanya Tuhan, malaikat, surga dan neraka.
Masyarakat jenis ini masih mendingan, karena untuk membuktikan klaim metafisiknya,
mereka harus menggunakan rasionalitasnya dengan tepat. Menurut Comte, masyarakat jenis
ini dihuni oleh para agamawan. Lalu berikutnya, tahap positif yaitu masyarakat yang melihat
setiap peristiwa secara saintifik. Artinya, setiap fenomena yang terjadi di semesta memiliki
sebab-sebabnya yang bisa dijelaskan dan dimengerti secara saintifik. Kalau sakit ya berobat ke
dokter bukan ke dukun.

Mengapa demikian Karena saat sakit itu ada gangguan tertentu maka mekanisme tubuh
manusia. Mekanisme itu bisa diperbaiki dengan mengonsumsi obat tertentu, tentu saja setelah
melalui pemeriksaan dokter. Sementara kalau ke dukun hanya ditiup-tiup dan berharap hal gaib
datang menyembuhkan sakit. Itu mustahil dan tak akan pernah terjadi. Begitulah upaya Comte
menjelaskan fenomena mistik dalam kehidupan manusia. Tetapi persoalannya, pelanggan
perdukunan itu termasuk orang-orang yang sudah berpendidikan yang notabene sudah
mengenali hal-hal yang ilmiah dan tidak.

Mengapa mereka masih percaya Menurut saya yang membuat mereka percaya karena
praktik perdukunan juga dikemas dengan label agama. Bahwa si dukun memiliki kekuatan
tertentu yang sesuai dengan agama tertentu. Bahkan menggunakan bacaan-bacaan agama
tertentu. Itulah yang membuat pasien tidak berdaya di hadapan para mbah dukun yang sedang
komat-kamit. Pada agama ada ketundukan, terutama mereka yang menjalankan agamanya
dengan tidak ditopang oleh rasionalitas. Orang-orang beragama tak akan banyak bertanya jika
dukun mencatut nama sang pencipta. Mereka pun pasrah. Dengan demikian, apa yang
dilakukan oleh Pesulap Merah dengan membongkar praktik perdukunan Gus Samsudin,
setidaknya, telah berupaya menggeser kehidupan masyarakat dari mode naif dan metafisik ke
mode positif. Tak hanya itu, dia juga menunjukkan bahwa untuk kesekian kalinya masyarakat
tertipu oleh dukun yang mencatut label agama tertentu.

KESIMPULAN

Banyak masyarakat yang masih percaya akan adanya praktik perdukunan. Mereka
percaya karena praktik perdukunan juga dikemas dengan label agama. Bahwa si dukun
memiliki kekuatan tertentu yang sesuai dengan agama tertentu. Bahkan menggunakan bacaan-
bacaan agama tertentu. Itulah yang membuat pasien tidak berdaya di hadapan para mbah dukun
yang sedang komat-kamit. Pada agama ada ketundukan, terutama mereka yang menjalankan
agamanya dengan tidak ditopang oleh rasionalitas. Orang-orang beragama tak akan banyak
bertanya jika dukun mencatut nama sang pencipta. Mereka pun pasrah. Dengan demikian, apa
yang dilakukan oleh Pesulap Merah dengan membongkar praktik perdukunan Gus Samsudin,
setidaknya, telah berupaya menggeser kehidupan masyarakat dari mode naif dan metafisik ke
mode positif. Tak hanya itu, dia juga menunjukkan bahwa untuk kesekian kalinya masyarakat
tertipu oleh dukun yang mencatut label agama tertentu.

Aristoteles memaparkan bahwa alam semesta tidak dikendalikan secara kebetulan oleh
sihir, ataupun kehendak dewa semata, melainkan diatur oleh hukum-hukum rasional. Jika
manusia melakukan penyelidikan secara sistematik mengenai berbagai aspek kehidupan yang
mereka jalani, maka manusia akan mendapatkan keuntungan dalam memaknai hidup mereka.
Pemikiran Aristoteles inilah yang mempengaruhi dasar-dasar pertumbuhan peradaban di dunia
Barat. Dan menjelaskan bahawa kita Lalu beranjak pada tahap metafisik, yaitu masyarakat
yang percaya hal-hal spekulatif. Misalnya, percaya adanya Tuhan, malaikat, surga dan neraka.
Masyarakat jenis ini masih mendingan, karena untuk membuktikan klaim metafisiknya,
mereka harus menggunakan rasionalitasnya dengan tepat. Menurut Comte, masyarakat jenis
ini dihuni oleh para agamawan. Lalu berikutnya, tahap positif yaitu masyarakat yang melihat
setiap peristiwa secara saintifik. Artinya, setiap fenomena yang terjadi di semesta memiliki
sebab-sebabnya yang bisa dijelaskan dan dimengerti secara saintifik. Kalau sakit ya berobat ke
dokter bukan ke dukun.

Anda mungkin juga menyukai