Anda di halaman 1dari 22

PPT kelompok 6

z
1. HENDRIK GUNAWAN ALJULIADIN B1B120240
2. FITRIYANI AYULESTARI B1B120235
3. IRENE SAFITRI B1B120249
4. LA ODE MUHAMAD SATRIA B1B120262
5. ANDI MUH.RAHMAN. M B1B118227
6. LA WALI B1B120263
7. KHUSNUL KHOTIMAH TONGASA B1B120255
PENGETAHUAN SAIN
A. Ontologi Sain
Di sini dibicarakan hakikat dan struktur sain. Hakikat
sain menjawab
pertanyaan apa sain itu sebenarnya. Struktur sain
seharusnya menjelaskan cabangcabang sain, serta isi
setiap cabang itu. Namun di sini hanya dijelaskan
cabangcabang sain dan itupun tidak lengkap.

1. Hakikat Pengetahuan Sain


Saya berjalan-jalan di beberapa kampung. Banyak hal yang menarik
perhatian saya di kampung-kampung itu, satu diantaranya ialah orang-orang di
kampung yang satu sehat-sehat, sedang di kampung yang lain banyak yang sakit.
Secara pukul-rata penduduk kampung yang satu lebih sehat daripada penduduk
kampung yang lain tadi. Ada apa ya? Demikian pertanyaan dalam hati saya.
Kebetulan saya mengetahui bahwa penduduk kampung yang satu itu
memelihara ayam dan mereka memakan telurnya, sedangkan penduduk kampung
yang lain tadi juga memelihara ayam tetapi tidak memakan telurnya, mereka
menjual telurnya. Berdasarkan kenyataan itu saya menduga, kampung yang satu
itu penduduknya sehat-sehat karena banyak memakan telur, sedangkan penduduk
kampung yang lain itu banyak yang sakit karena tidak makan telur.
2. Struktur Sain
Dalam garis besarnya sain dibagi dua, yaitu sain kealaman dan sain sosial.
Contoh berikut ini hendak menjelaskan struktur sain dalam bentuk nama-nama
ilmu. Nama ilmu banyak sekali, berikut ditulis beberapa saja diantaranya:
1) Sain Kealaman
• Astronomi;
• Fisika: mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir;
• Kimia: kimia organik, kimia teknik;
• Ilmu Bumi: paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogi,
geografi;
• Ilmu Hayati: biofisika, botani, zoologi;
2) Sain Sosial
• Sosiologi: sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi pendidikan
• Antropologi: antropologi budaya, antropologi ekonomi, entropologi
politik.
• Psikologi: psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal;
• Ekonomi: ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan;
• Politik: politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
Agar sekaligus tampak lengkap, berikut ditambahkan Humaniora.
3) Humaniora
• Seni: seni abstrak, seni grafika, seni pahat, seni tari;
• Hukum: hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat (mungkin
dapat dimasukkan ke sain sosial);
B. Epistemologi Sain
Pada bagian ini diuraikan obyek pengetahuan sain, cara memperoleh
pengetahuan sain dan cara mengukur benar-tidaknya pengetahuan sain.
1. Objek Pengetahuan Sain
Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua
objek yang empiris. Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar
Populer, 1994: 105) menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang
berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman di
sini ialah pengalaman indera.
Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris sebab bukti-bukti
yang harus ia temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti empiris ini
diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis.
Apakah objek yang boleh diteliti oleh sain itu bebas? Artinya, apakah sain
boleh meneliti apa saja asal empiris? Menurut sain ia boleh meneliti apa saja, ia
ebas; menurut filsafat akan tergantung pada filsafat yang mana; menurut agama
belum tentu bebas.
Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tetumbuhan,
hewan, dan manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tetumbuhan, hewan
dan manusia itu; semuanya dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul
teori-teori sain. Teori-teori itu berkelompok atau dikelompokkan dalam masingmasing
cabang sain.
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain

Pengalaman manusia sudah berkembang sejak lama. Yang dapat dicatat


dengan baik ialah sejak tahun 600-an SM. Yang mula-mula timbul agaknya ialah
pengetahuan filsafat dan hampir bersamaan dengan itu berkembang pula
pengetahuan sain dan pengetahuan mistik.
Perkembangan sain didorong oleh paham Muhanisme. Humanisme ialah
paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan
alam. Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama (Yunani Kuno).
Sejak zaman dahulu, manusia telah menginginkan adanya aturan untuk
mengatur manusia. Tujuannya ialah agar manusia itu hidup teratur. Hidup teratur
itu sudah menjadi kebutuhan manusia sejak dahulu. Untuk menjamin tegaknya
kehidupan yang teratur itu diperlukan aturan.
Manusia juga perlu aturan untuk mengatur alam. Pengalaman manusia
menunjukkan bila alam tidak diatur maka alam itu akan menyulitkan kehidupan
manusia. Sementara itu manusia tidak mau dipersulit oleh alam. Bahkan
sebaiknya – kalau dapat – manusia ingin alam itu mempermudah kehidupannya.
Karena itu harus ada aturan untuk mengatur alam.
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari
dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur
dengan akal pula.
Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis. Diukur dengan akal
artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah.
Nah, dengan aal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam itu dibuat. Ini
juga berarti bahwa kebenaran itu bersumber pada akal.
Dalam proses pembuatan aturan itu, ternyata temuan akal itu seringkali
bertentangan. Kata seseorang ini logis, tetapi kata orang lain itu logis juga.
Padahal ini dan itu itu tidak sama, bahkan kadang-kadang bertentangan. Orangorang
sophis pada zaman Yunani Kuno dapat membuktikan bahwa bergerak sama
dengan diam, kedua-duanya sama logisnya. Apakah anak panah yang melesat dari
busurnya bergerak atau diam? Dua-duanya benar. Apa itu bergerak? Bergerak
ialah bila sesuatu pindah tempat. Anak panah itu pindah dari busur ke sasaran.
Jadi, anak panah itu bergerak. Anak panah itu dapat juga dibuktikan diam. Diam
ialah bila sesuatu pada sesuatu waktu berada pada suatu tempat. Anak panah itu
setiap saat berada di suatu tempat. Jadi, anak panah itu diam. Ini pun benar,
karena argumennya juga logis. Jadi, bergerak sama dengan diam, sama-sama
logis.
Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar
ialah yang logis dan ada bukti empiris.
Nah, dalam hal anak panah tadi, menurut Empirisisme yang benar adalah
bergerak, sebab secara empiris dapat dibuktikan bahwa anak panah itu bergerak.
Coba saja perut Anda menghadang anak panah itu, perut anda akan tembus, benda
yang menembus sesuatu haruslah benda yang bergerak. Ya, memang, sesuatu
yang diam tidak akan mampu menembus. Logis juga.
Nah dengan Empirisisme inilah aturan (untuk mengatur manusia dan alam)
itu dibuat. Tetapi nanti dulu, ternyata Empirisisme masih memiliki kekurangan.
Kekurangan Empirisisme ialah karena ia belum terukur. Empirisisme hanya
sampai pada konsep-konsep yang umum. Kata Empirisisme, air kopi yang baru
diseduh ini panas, nyala api ini lebih panas, besi yang mendidih ini sangat panas.
Kata Empirisisme, kelereng ini kecil, bulan lebih besar, bumi lebih besar lagi,
matahari sangat besar. Demikianlah seterusnya. Empirisisme hanya menemukan
konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasional, karena belum terukur.
Jadi, masih diperlukan alat lain. Alat lain itu ialah Positivisme.
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti
empirisme, yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting Positivisme. Jadi,
hal panas tadi oleh Positivisme dikatakan air kopi ini 80 derajat celcius, air
mendidih ini 100 derajat celcius, besi mendidih ini 1000 derajat celcius, ini satu
meter panjangnya, ini satu ton beratnya, dan seterusnya. Ukuran-ukuran ini
operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan pendapat. Sebagaimana
Anda lihat, aturan untuk mengatur manusia dan aturan untuk mengatur alam yang
kita miliki sekarang bersifat pasti dan rinci. Jadi, operasional. Bahkan dada dan
pinggul sekarang ini ada ukurannya, katanya, ini dalam kerangka ukuran
kecantikan. Dengan ukuran ini maka kontes kecantikan dapat dioperasikan.
Kehidupan kita sekarang penuh oleh ukuran.
Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya membuat aturan
untuk mengatur manusia dan mengatur alam. Kata Positivisme, ajukan logikanya,
ajukan bukti empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita masih
memerlukan alat lain. Alat lain itu ialah Metode Ilmiah
Metode Ilmiah
mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang benar lakukan langkah berikut:
logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis,
kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan logika itu), kemudian lakukan
pembuktian hipotesis itu secara empiris.
Dengan rumus Metode Ilmiah inilah kita membuat aturan itu. Metode
Ilmiah itu secara teknis dan rinci menjelaskan dalam satu bidang ilmu yang
disebut Metode Riset. Metode Riset menghasilkan Model-model Penelitian. Nah,
Model-model Penelitian inilah yang menjadi instansi terakhir – dan memang
operasional – dalam membuat aturan (untuk mengatur manusia dan alam) tadi.
Dengan menggunakan Model Penelitian tertentu kita mengadakan
penelitian. Hasil-hasil penelitian itulah yang kita warisi sekarang berupa
tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang sain. Inilah sebagian dari isi
kebudayaan manusia. Isi kebudayaan yang lengkap ialah pengetahuan sain,
filsafat dan mistik. Urutan dalam proses terwujudnya aturan seperti yang
diuraikan di atas ialah sebagai berikut:
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain

Ada teori Sain Ekonomi: bila penawaran sedikit, permintaan banyak, maka
harga akan naik. Teori ini sangat kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan
menjadi hukum, disebut hukum penawaran dan permintaan. Berdasarkan
hukum
ini, maka barangkali benar dihipotesiskan: Jika hari hujan terus, mesin
pemanas
gabah tidak diaktifkan, maka harga beras akan naik.

Hipotesis (dalam sain) ialah pernyataan yang sudah benar secara logika,
tetapi belum ada bukti empirisnya. Belum atau tidak ada bukti empiris
bukanlah
merupakan bukti bahwa hipotesis itu salah. Hipotesis benar, bila logis,
titik. Ada
atau tidak ada bukti empirisnya adalah soal lain. Dari sini tahulah kita
bahwa
kelogisan suatu hipotesis – juga teori – lebih penting ketimbang bukti
empirisnya.
Harap dicatat, bahwa kesimpulan ini penting.
C. Aksiologi Sain

Pada bagian ini dibicarakan tiga hal saja, pe tama kegunaan sain; kedua,
cara sain menyelesaian masalah; ketiga, netralitas sain. Sebenarnya, yang kedua
itu merupakan contoh aplikasi yang pertama.
1. Kegunaan Pengetahuan Sain
Apa guna sain? Pertanyaannya sama dengan apa guna pengetahuan ilmiah
karena sain (ilmu) isinya teori (ilmiah). Secara umum, teori artinya pendapat yang
beralasan. Alasan itu dapat berupa argumen logis, ini teori filsafat; berupa
argumen perasaan atau keyakinan dan kadang-kadang empiris, ini teori dalam
pengetahuan mistik; berupa argumen logis-empiris, ini teori sain.
Sekurang-kurangnya ada tiga kegunaan teori sain: sebagai alat membuat
eksplanasi, sebagai alat peramal, dan sebagai alat pengontrol.
1) Teori Sebagai Alat Ekspalanasi
Berbagai sain yang ada sampai sekarang ini secara umum berfungsi
sebagai alat untuk membuat eksplanasi kenyataan. Menurut T. Jacob (Manusia,
Ilmu dan Teknologi, 1993: 7-8) sain merupakan suatu sistem eksplanasi yang
paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami
masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan. Bagaimana contohnya?
Akhir tahun 1997 di Indonesia terjadi gejolak moneter, yaitu nilai rupiah
semakin murah dibandingkan dengan dolar (kurs rupiah terhadap dolar menurun).
Gejala ini telah memberikan dampak yang cukup luas terhadap kehidupan di
Indonesia. Gejalanya ialah harga semakin tinggi.
2) Teori Sebagai Alat Peramal

Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah mengetahui


juga
faktor penyebab terjadinya gejala itu. Dengan “mengutak-atik” faktor
penyebab
itu, ilmuwan dapat membuat ramalan. Dalam bahasa kaum ilmuwan
ramalan itu
disebut prediksi, untuk membedakannya dari ramalan dukun.
Dalam contoh kurs dolar tadi, dengan mudah orang ahli meramal.
Misalnya, karena bulan-bulan mendatang hutang luar negeri jatuh
tempo semakin
banyak, maka diprediksikan kurs rupiah terhadap dolar akan semakin
lemah.
Ramalah lain dapat pula dibuat, misalnya, harga barang dan jasa
pada bulan-bulan
mendatang akan naik.
3) Teori Sebagai Alat Pengontrol

Eksplanasi merupakan bahan untuk membuat ramalan dan kontrol.


Ilmuwan, selain mampu membuat ramalan berdasarkan eksplanasi gejala, juga
dapat membuat kontrol. Kita ambil lagi contoh tadi.
Agar kurs rupiah menguat, perlu ditangguhkan pembayaran hutang yang
jatuh tempo, jadi, pembayaran utang diundur. Apa yang dikontrol? Yang dikontrol
ialah kurs rupiah terhadap dolar agar tidak naik. Kontrolnya ialah kebutuhan
terhadap dolar dikurangi dengan cara menangguhkan pembayaran hutang dalam
dolar.
Agar kontrol lebih efektif sebaiknya kontrol tidak hanya satu macam.
Dalam kasus ekonomi ini dapat kita tambah kontrol, umpamanya menangguhkan
pembangunan proyek yang memerlukan bahan import. Kontrol sebenarnya
merupakan tindakan-tindakan yang diduga dapat mencegah terjadinya gejala yang
tidak diharapkan atau gejala yang memang diharapkan.
Ayah dan ibu sudah cerai. Diprediksi: anak-anak mereka akan naik.
Adakah upaya yang efektif agar anak-anak itu tidak nakal? Ada, upaya itulah yang
disebut kontrol. Dalam kasus ini mungkin pamannya, bibinya, atau kakeknya,
dapat mengganti fungsi ayah dan ibunya mereka.
Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat pasif; tatkala ada
kondisi tertentu, maka kita dapat membuat prediksi, misalnya akan terjadi ini, itu,
begini atau begitu. Sedangkan kontrol bersifat aktif; terhadap sesuatu keadaan,
kita membuat tindakan atau tindakan-tindakan agar terjadi ini, itu, begini atau
begitu.
2. Cara Sain Menyelesaian Masalah

Janganlah hendaknya terlalu mengandalkan sain tatkala timbul


masalah.
Ada dua sebab. Pertama, belum tentu teori sain yang ada mampu
menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Teori itu mungkin memadai pada zaman
tertentu,
digunakan untuk menghadapi masalah yang sama pada zaman yang
lain, belum
tentu teori itu efektif. Kedua, belum tentu setiap masalah tersedia teori
untuk
menyelesaikannya. Masalah selalu berkembang lebih cepat daripada
perkembangan teori. Ilmu kita ternyata tidak pernah mencukupi untuk
menyelesaikan masalah demi masalah yang diharapkan kepada kita
3. Bonus

Netralitas Sain

Pada tahun 1970-an terjadi polemik antara Mukti Alin (IAIN Yogyakarta)
dengan Sadali (ITB). Mukti Ali menyatakan bahwa sain itu netral, sementara
Sadali berpendapat sain tidak netral. Ternyata Mukti Ali hanya memancing, ia
tidak sungguh-sungguh berpendapat begitu.
Dalam ujaran Mukti Ali, waktu itu, sain itu netral, seperti pisau, digunakan
untuk apa saja itu terserah penggunannya. Pisau itu dapat digunakan untuk
membunuh (salah satu perbuatan jahat) dan dapat juga digunakan untuk
perbuatan
lain yang baik. Begitulah teori-teori sain, ia dapat digunakan untuk kebaikan
dan
dapat pula untuk kejahatan. Kira-kira begitulah pengertian sain netral itu.
Apa untungnya bila sain netral? Bila sain itu kita anggap netral, atau kita
mengatakan bahwa sain sebaiknya netral keuntungannya ialah perkembangan
sain
akan cepat terjadi. Karena tidak ada yang menghambat atau menghalangi
tatkala
peneliti (1) memilih dan menetapkan objek yang hendak diteliti, (2) cara
meneliti,
dan (3) tatkala menggunakan produk penelitian.
Apa kerugiannya bila kita ambil paham sain netral? Bila kita paham sain
netral? Bila kita pilih paham sain netral maka kerugiannya ialah ia akan melawan
keyakinan, misalnya keyakinan yang berasal dari agama. Percobaan pada
manusia
mungkin akan diartikan sebagai penyiksaan kepada manusia. Maka, penganut
sain
tidak netral akan memilih objek penelitian yang mirip dengan manusia. Untuk
melihat proses reproduksi, tentu harus ada pertemuan antara sperma an ovum.
Untuk itu peneliti dari kalangan penganut sain netral tidak akan keberatan
mengambil sepasang lelaki-perempuan yang belum nikah untuk mengadakan
hubungan kelamin yang dari situ diamati bertemunya sperma dan ovum. Peneliti
yang menganut sain tidak netral akan melakukan itu terhadap pasangan yang
telah
menikah. Ini pada aspek epistemologi.
Yang paling merugikan kehidupan manusia ialah bila paham sain netral itu
telah menerapkan pahamnya pada aspek aksiologi.
Selanjutnya Herman Soewardi menambahkan uraian berikut. Barangkali
kita menyangka bahwa kausalitas itu dimana-mana sama, biasanya dirumuskan
dalam bentuk proposisi X menyebabkan Y (X Æ Y). Memang begitu. Namun,
bila diamati lebih dalam, ternyata hal itu tidaklah sederhana itu. Baiklah kita
periksa pandangan David Hume, Immanuel Kant dan Al-Ghazali.
David Hume mengatakan bahwa dalam alam pikiran Empiricisme tidak
dapat dibenarkan adanya generalisasi sampai munculnya hukum X Î Y. Dari
suatu kejadian sampai menjadi hukum (teori) diperlukan adanya medium yang
berupa reasoning jalinan sebab akibat yang banyak sekali. Dan reasoning itu tidak
mungkin. Tidak mungkin karena rumitnya itu. Karena itu, hanyalah kebiasaan
orang saja (tidak ada dasar logikanya) untuk menyimpulkan setiap X akan diikuti
Y. Pendapat ini terkenal dengan istilah skeptisisme Hume. Jadi, menurut Hume,
sebab akibat itu sebenarnya tidaklah diketahui.
Immanuel Kant membantah skeptisisme Hume itu dengan mengatakan
bahwa ada pengetahuan bentuk ketiga, yaitu a priori sintetik. Ini menurut Herman
Soewardi, adalah suatu jalinan sintetik yang sudah ada, yang keadaannya itu
diterangkan oleh Kant secara transendental. Inilah medium yang dicari oleh
Hume, yang bagi orang Islam jalinan sintetik itu adalah ciptaan Tuhan yang sudah
ada sejak semula. Suatu kejadian X → Y sebenarnya terjadi di atas medium itu,
kejadian X → Y itulah yang selanjutnya menjadi hukum yang general.
Tampak pada kita bahwa dengan mengikuti acara Emperisisme, siapapun
tidak akan mampu menunjukkan medium itu. Sehubungan dengan ini Kant
mengatakan bahwa Tuhan lah yang menciptakan medium tersebut
Thomas Kuhn memberikan eksplanasi sebagai berikut.

Sain Emperikal disebut Kuhn Sain Normal (Normal Science). Sain Normal
muncul dari paradigma, yaitu suatu pijakan, dari seseorang pakar. Dalam
perkembangannya Sain Normal mengahadapi fenomena yang tidak dapat
diterangkan oleh teori sain yang ada, ini disebut anomali. Selanjutnya
anomali ini
menimbulkan krisis (ketidakpercayaan para pakar terhadap teori itu)
sehingga
akan timbul paradigma baru atau pijakan baru. Inilah perkembangan sain,
berubah
dari paradigma yang satu ke paradigma yang lain. Karena itu Sain Normal itu
tidak netral.
Krisis Sain Modern

Menurut Tarnas, sedikitnya ada enam hal yang menarik perhatian tentang
sain modern. Pertama, postulatat dasar sain modern ialah space, matter, causality,
dan observation, ternyata semuanya dinyatakan tidak benar. Kedua, dianutnya
pendapat Kant bahwa yang orang katakan jagad raya, bukanlah jagad raya yang
sebenarnya, tetapi jagad raya sebagaimana diciptakan oleh pikiran manusia.
Ketiga, determinisme Newton kehilangan dasar, orang pindah ke stochastic.
Keempat, partikel-partikel sub-atomatik terbuka untuk interpretsi spiritual.
Kelima, adanya uncertainty sebagaimana ditemukan oleh Heisenberg. Keenam,
kerusakan ekologi dan atmosfir yang menyeluruh yang disebut Tarnas planetary
ecological crisis.
Dari enam hal yang menarik di atas Tarnas menyimpulkan bahwa orang
merasa tahu tentang jagad raya, padahal tidak: tidak ada jaminan orang dapat tahu;
yang dikatakan jagad raya sebenarnya menunjukkan hubungan orang dengan
jagad raya itu, atau jagad raya sebagaimana diciptakan oleh orang itu.
Pengembangan Ilmu

Secara umum teori ialah pendapat yang beralasan. Semakin banyak makan
telor akan semakin sehat atau telor berpengaruh positif terhadap kesehatan,
adalah
teori dalam sain. Bila permintaan meningkat maka harga akan naik, juga adalah
teori sain. Menurut Plato, penjaga negara (presiden dan menteri) haruslah
filosof
dan mereka tidak boleh berkeluarga, jika berkeluarga maka mereka tidak akan
beres menjaga negara. Ini teori filsafat. Jika penduduk suatu negara beriman
bertakwa maka Tuhan akan menurunkan berkah bagi mereka dari langit. Ini
salah
satu teori dalam agama Islam. Jin dapat disuruh melakukan sesuatu. Ini teori
dalam pengetahuan mistik. Teori adalah pendapat (yang beralasan).
Karena isi ilmu adalah teori, maka mengembangkan ilmu adalah teorinya.
Ada beberapa kemungkinan dalam mengembangkan teori. Pertama,
menyusun
teori baru. Dalam hal ini memang belum pernah dari teori yang muncul, lantas
seseorang menemukan teori baru. Kedua, menemukan teori baru untuk
mengganti
teori lama. Dalam kasus ini, tadinya sudah ada teorinya tetapi karena teori ini
sudah tidak mampu menyelesaikan masalah yang mestinya ia mampu
menyelesaikannya, maka teori itu diganti dengan teori baru. Ketiga, merevisi
teori
lama. Dalam hal peneliti atau pengembang, tidak membatalkan teori lama,
tidak
juga menggantinya dengan teori baru, ia hanya merevisi, ia hanya
menyempurnakan teori lama itu. Keempat, membatalkan teori lama. Ia hanya
membatalkan, tidak menggantinya dengan teori baru. Ini aneh: ia mengurangi
jumlah teori yang sudah ada, ia membatalkan teori dan tidak menggantinya
dengan teori baru, tetapi tetap dikatakan ia mengembangkan ilmu.
Bagaimana prosedur serta langkah-langkah pengembangan ilmu akan amat
ditentukan oleh jenis ilmunya. Itu memerlukan organisasi, ada managernya. Itu
memerlukan biaya tinggi kadang-kadang memerlukan tenaga yang sedikit atau
banyak; memerlukan waktu, ada yang sebentar dari yang lama, bahkan ada
yang
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai