TINJAUAN PUSTAKA
dihitung sebagai persentase perubahan aset pada tahun tertentu terhadap tahun
yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan perusahaan dalam pecking order theory
memiliki hubungan yang positif terhadap keputusan pendanaan. Dalam hal ini,
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan perusahaan yang cepat harus lebih banyak
didukung oleh Joni dan Lina (2010) yang berpendapat bahwa pertumbuhan
dana yang ia miliki untuk kegiatan operasi dan investasi. Peningkatan jumlah aset,
baik aset lancar maupun aset jangka panjang membutuhkan dana, dengan alternatif
daya berupa aset yang dimiliki perusahaan dan diukur dari perbedaan nilai total aset
eksternal (hutang). Ketika perusahaan melakukan investasi dalam jumlah yang tinggi
sehingga melebihi jumlah laba ditahan, maka akan terjadi peningkatan hutang.
Asumsinya adalah ketika aset perusahaan meningkat sedangkan faktor lain dianggap
(Hestaningrum, 2012). Menurut Joni dan Lina (2010), pertumbuhan perusahaan dapat
dirumuskan:
2.1.2 Profitabilitas
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal
measure the income or operating success of a company for a given period of time.
menghasilkan profit dari suatu tingkat tertentu atas penjualan, aset, dan modal.
dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang
kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian
keuntungan dari investasi yang dilakukan. Hal ini dikarenakan, perusahaan yang
memiliki profitabilitas tinggi cenderung menggunakan hutang relatif kecil karena laba
ditahan yang tinggi sudah memadai untuk membiayai sebagian besar kebutuhan
pendanaan (Gaol, Ritonga dan Rofika, 2011). Ditambahkan oleh Sunarwi (2009)
bahwa pada umumnya perusahaan lebih menyukai pendapatan yang mereka terima
digunakan sebagai sumber utama dalam pembiayaan untuk investasi. Apabila sumber
dari dalam perusahaan tidak mencukupi maka alternatif lain yang digunakan adalah
dengan Return on Equity (ROE) yang mengukur ROE melalui sebuah perbandingan
antara Laba Bersih dengan Total Ekuitas yang dapat digambarkan dalam rumus
𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩
𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹𝑹 𝒐𝒐𝒐𝒐 𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬 = × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏%
𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻 𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬
2.1.3 Likuiditas
perusahaan untuk membayar kewajiban yang jatuh tempo dan untuk memenuhi
kemampuan perusahaan untuk menyediakan kas atau setara kas, yang ditunjukkan
besar kecilnya aset lancar, yaitu aset yang mudah diubah menjadi kas yang meliputi
kas, surat berharga, piutang dan persediaan. Perubahan komposisi struktur modal
digunakan untuk melunasi hutang jangka pendek atau bisa juga digunakan untuk
menurunkan total hutang yang akhirnya struktur modal akan menjadi lebih kecil
(Heriyani, 2011).
perusahaan didalam membayar hutang jangka pendek yang telah jatuh tempo dengan
dengan Current Ratio (CR) yang mengukur CR melalui sebuah perbandingan antara
Total Aktiva Lancar dengan Total Liabilitas Lancar yang dapat diformulasikan
institusi pada akhir tahuan yang diukur dalam prosentase (Listyani, 2002). Tingkat
saham institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang
berikut :
perusahaan dengan melihat besarnya nilai ekuitias, nilai penjualan atau nilai total aset
yang dimiliki perusahaan. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya
aset yang dimiliki oleh perusahaan. Gaol, Ritonga dan Rofika (2011) menambahkan
bahwa ukuran perusahaan adalah ukuran atau besarnya aset yang dimiliki perusahaan.
Pada saat perusahaan mengalami pertumbuhan yang pesat, maka perusahaan akan
membutuhkan modal yang besar demikian juga sebaliknya pada saat pertumbuhan
perusahan rendah maka kebutuhan terhadap modal juga akan semakin kecil. Jadi,
konsep tingkat pertumbuhan tersebut memiliki hubungan yang positif tetapi implikasi
tersebut akan memberikan efek yang berbeda terhadap struktur modal dalam
menentukan jenis modal yang digunakan. Semakin besar ukuran suatu perusahaan
maka kecenderungan untuk menggunakan dana eksternal juga akan semakin besar
(Sunarwi, 2009). Hal ini dikarenakan perusahaan besar memiliki kebutuhan dana
yang besar dan salah satu alternatif pemenuhan dananya adalah dengan menggunakan
dana eksternal.
Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dan kompleks tidak mempunyai
kecil, dianggap memiliki penggunaan hutang yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan
pecking order theory yang menyebutkan penggunaan dana internal lebih dulu
internalnya terlebih dulu, dan berhutang dalam jumlah yang lebih kecil. Hal ini
dikarenakan, perusahaan kecil memiliki tingkat risiko yang tinggi apabila terjadi
Dalam hal ini, perusahaan kecil akan cenderung menyukai hutang jangka
pendek dari pada hutang jangka panjang. Hal ini dikarenakan, biaya untuk membayar
bunga hutang jangka pendek lebih rendah dibanding hutang jangka panjang.
Demikian juga dengan perusahaan besar yang cenderung memiliki sumber pendanaan
Risiko merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas perusahaan.
Risiko bisnis adalah suatu ketidakpastian atas proyeksi tingkat pengembalian atau
laba di masa yang akan datang. Menurut Brigham dan Houston (2009), risiko bisnis
merupakan tingkat risiko inheren dari operasi perusahaan apabila tidak menggunakan
Risiko bisnis merupakan salah satu indikator penting bagi perusahaan untuk
permintaan produk yang stabil, harga-harga input dan produknya yang relatif konstan,
harga produknya dapat segera disesuaikan dengan kenaikan biaya, dan sebagian besar
Selain itu, perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi kemungkinan tidak
akan menggunakan utang dalam jumlah yang besar karena dengan menggunakan
utang akan meningkatkan risiko yang akan ditanggung perusahaan (Brigham dan
Houston, 2009). Seperti yang telah dijelaskan dalam trade off theory bahwa
perusahaan dengan risiko bisnis yang tinggi sebaiknya menggunakan utang yang
lebih kecil dibanding perusahaan yang memiliki risiko bisnis rendah. Hal ini
dikarenakan penggunaan utang yang semakin besar akan meningkatkan beban bunga,
menggunakan utang lebih kecil dibanding perusahaan yang memiliki risiko bisnis
rendah. Hal ini disebabkan karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan utang
yang besar akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan utang mereka. Hal
Turki dan Ahmed (Musiega et al., 2013) telah meneliti faktor-faktor yang
bahwa risiko pasar memiliki korelasi negatif dengan dividen per saham, ini dicirikan
dengan penurunan pada pasar saham Arab Saudi pada mei 2006 sejak penurunan
pasar dari indek pasar 20.000 ke 5.000 meskipun hasil-hasil tidaklah signifikan.
Anufam (Musiega et al., 2013) juga telah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
atas kebijakan dividen. Perusahaan dengan rasio payout yang tinggi memiliki risiko
kebijakan dividen suatu perusahaan maka semakin rendah risikonya dan semakin
tinggi rasio payout-nya sehingga direktur menjadi enggan untuk melaporkan dan
membayar dividen, pada saat masa depan adalah tidak pasti atau return tidak
terjamin. Oleh karena itu, risiko bisnis telah ditemukan memiliki hubungan negatif
dengan kebijakan dividen pada perusahaan di Ghana (Amidu dan Abor dalam
Musiega et al., 2013). Menurut Musiega et al., (2013), pengukuran risiko bisnis dapat
dihitung dengan deviasi standar suatu perusahaan antara Earning Before Interest &
yang penting bagi perusahaan. Kebijakan ini berkaitan dengan keputusan perusahaan
untuk menentukan berapa besarnya laba bersih yang akan dibagikan sebagai dividen
dan berapa laba yang akan diinvestasikan kembali ke perusahaan dalam bentuk laba
ditahan. Pembagian dividen merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk
dividen menjadi bagian penting dari strategi pendanaan jangka panjang perusahaan.
Teori kebijakan dividen sangat dikaitkan dengan karya Miller & Modigliani
(1967) dan tesis relevansi kebijakan dividennya. M&M menunjukkan bahwa dalam
asumsi-asumsi tertentu termasuk investor rasional dan pasar modal sempurna, nilai
umum dikaitkan sebagai salah satu dari keputusan-keputusan finansial paling penting
yang dilakukan dari sudut pandang strategis dan kebijakan dividen tersebut dapat
mempengaruhi level equitas ditahan dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini, jika
dividen yang dibayarkan tidak diubah dalam bentuk-bentuk nilai equitas baru,
perusahaan. Pentingnya keputusan dividen oleh karena didasarkan pada sebuah fakta
bahwa hal itu dapat mempengaruhi keputusan-keputusan investasi dan keputusan-
diantaranya yaitu Dividend Irrelevance Theory, The Bird in Hand Theory, Tax
yang diperoleh atas kenaikan harga saham akibat pembayaran dividen akan diimbangi
dengan penurunan harga saham karena adanya penjualan saham baru. Oleh karenanya
pemegang saham dapat menerima kas dari perusahaan saat ini dalam bentuk
pemegang saham sekali lagi tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen saat ini maupun
Teori ini berpendapat bahwa investor merasa lebih aman untuk memperoleh
laba setelah pajak dan dipergunakan untuk pembiayaan daripada dividen dalam
bentuk kas. Oleh karenanya perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio
yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen. Karena dividen cenderung
dikenakan pajak yang lebih tinggi daripada capital gain maka investor akan meminta
tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang tinggi
4. Clientele Effect
Teori ini menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda akan memiliki
yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai dividend payout ratio yang
tinggi, sebaliknya kelompok investor yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini
lebih senang jika perusahaan menahan sebagian laba bersih perusahaan (Miller dan
Modigliani, 1961).
dividen yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para
yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan atau kenaikan dividen dibawah
menghadapi masa sulit di masa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah
kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan dividen
semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin disebabkan oleh efek sinyal
diadopsi dari Musiega et al., (2013) yang mengukur Kebijakan Dividen dengan
menggunakan proksi Dividend Payout Ratio, yang dihitung melalui sebuah
diperoleh dengan menggunakan proksi Dividend Payout Ratio yang dihitung melalui
sebuah perbandingan antara Dividend Per Saham dengan Laba Per Saham yang akan
dividen. Penelitian Ahmed & Javid (2008) dengan judul “Dynamics and
perusahaan dengan Laba Bersih yang lebih stabil dapat menghasilkan free cash flow
yang lebih besar dan oleh karena itu dapat membayarkan dividen lebih besar. Selain
itu, konsentrasi kepemilikan dan likuiditas pasar memiliki pengaruh positif terhadap
negatif terhadap dividend payout policy. Kapitalisasi pasar dan ukuran perusahaan
utama yang mempengaruhi Kebijakan Dividen perusahaan. Hasil uji regresi telah
perusahaan di India.
Penelitian lain dilakukan oleh Gill, Biger, & Tibrewala (2010) dengan judul
pada perusahaan baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa adalah profit
margin, pertumbuhan penjualan, DER dan pajak. Sementara itu, perusahaan jasa
lebih dipengaruhi oleh profit margin, pertumbuhan penjualan dan DER. Dan bagi
perusahaan manufaktur, dividend payout ratio lebih dipengaruhi oleh profit margin,
unregulated firm. Faktor paling penting adalah Profitabilitas yang merupakan faktor
hubungan positif dan signifikan antara Usia (Age) dengan Likuiditas tetapi tampak
pembayaran Dividen. Oleh karena itu, faktor-faktor utama penentu kebijakan dividen
berkaitan secara positif dengan Dividend Payout, Risiko bisnis dan Ukuran
bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kinerja finansial perusahaan,
ukuran perusahaan dan independensi dewan terhadap Dividend Payout dari
Nuhu, Musah, & Senyo (2014) juga telah melakukan penelitian dengan judul
Jumlah Dewan, Leverage, dan Pajak dengan Dividend Payout dan Jumlah Dewan
adalah faktor penentu Dividend Payout paling konsisten yang ditemukan dalam
Penelitian lain dilakukan oleh Baah, Tawiah, & Eric (2014) dengan judul
“Industry Sector Determinants of Dividend Policy and Its Effect on Share Prices in
dividend policy perusahaan di Ghana Stock Exchange adalah Return on Equity, Profit
After Tax dan Ukuran Perusahaan. Namun demikian faktor-faktor tersebut beragam
dalam mempengaruhi dividend payout melintasi sektor berbeda. Profit After Tax
menjadi variabel kunci yang secara konsisten dianggap banyak sektor yang
menunjukkan secara statistik tidak signifikan dan memiliki hubungan yang lemah
Variabel Dependen:
Pembayaran Dividen
(Y)
Mehta (2012). An Empirical Variabel Independen: Hasil penelitian telah
Analysis of 1. Profitabilitas (X1) menunjukkan bahwa
Determinants 2. Risiko Bisnis (X2) Profitabilitas, Risiko Bisnis,
of Dividend 3. Likuiditas (X3) Likuiditas, Ukuran Perusahaan
Policy- 4. Leverage (X4) dan Leverage perusahaan
Evidence from 5. Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Dividend
the UAE (X5) Policy. Dan faktor-faktor yang
Companies. paling berpengaruh siginifikan
Variabel Dependen: terhadap Dividend Policy adalah
Payout Ratio (Y) Profitabilitas dan Ukuran
Perusahaan.
Nama Peneliti/ Judul
Variabel Hasil Penelitian
Tahun Penelitian
Badu (2013) Determinants Variabel Independen: Temuan penelitian telah
of Dividend 1. Return on Assets menunjukkan bahwa terdapat
. Payout Policy (ROA) (X1) hubungan positif dan signifikan
of Listed 2. Growth (X2) antara Usia (Age) dengan
Financial 3. Age (X3) Likuiditas tetapi tampak secara
Institutions in 4. Ratio of Cash and statistik hubungan tidak
Ghana. Cash Equivalent signifikan antara Profitabilitas,
(X4) Kolateral dengan pembayaran
5. Financial Dividen. Oleh karena itu, faktor-
Institution (X5) faktor utama penentu kebijakan
dividen dalam lembaga
Variabel Dependen: keuangan di Ghana adalah Usia
Dividend Payout Perusahaan, Kolateral dan
Strategy (Y) Likuiditas.