Anda di halaman 1dari 12

TUGAS METODELOGI PENELITIAN

“PERAN MEDIASI MANAGERIAL EFFICIENCY PADA PENGARUH


FINANCIAL FLEXIBILITY DAN CAPITAL STRUCTURE TERHADAP KINERJA
PERUSAHAAN”

OLEH :

NAMA : MARIA YASINTA DEME


NIM : 19071000004
PRODI : MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS MERDEKA
2020
2.1 Kajian Pustaka

2.2.1 Finansial Fleksibility

fleksibilitas keuangan adalah tingkat kapasitas dan kecepatan perusahaan untuk


dapat memobilisasi sumber daya keuangannya atau mengambil tindakan secara
preventif, reaktif, dan eksploitatif agar dapat memaksimalkan nilai perusahaan.
Selanjutnya Byoun (2008) menyatakan dalam studi literaturnya variable-variabel yang
perlu diperhatikan agar fleksibilitas keuangan suatu perusahaan dapat terjaga ialah:
arus kas, kemampuan untuk berhutang yang tidak terpakai, aset yang likuid, akan tetapi
ada dua variabel lain yang tidak berhubungan dengan keuangan yaitu: organisasi dan
lingkungan, hal ini disebabkan oleh dinamika perekonomian dunia yang semakin
kompetitif, sehingga akan semakin banyak ketidakpastian.
Gamba dan Triantis (2008) mendefinisiknya sebagai kemampuan sebuah
perusahaan untuk dapat mengakses dan menrestrukturisasi struktur keuangannya dengan
biaya yang rendah. Gamba dan Triantis (2008) juga berpendapat bahwa fleksibilitas
keuangan bergantung pada pajak, peluang untuk berkembang, profitabilitas, dan tingkat
pengembalian modal. Daniel et al. (2010) mendefinisikan fleksibilitas keuangan sebagai
kemampuan suatu perusahaan untuk merespon secara tepat dan tetap memaksimalkan
nilai perusahaan jika sewaktu- waktu perubahan yang tidak diharapkan dalam arus kas
dan jika adanya kesempatan untuk berinvestasi, dalam kondisi perekonomian yang dapat
berubah- ubah sewaktu-waktu dan tidak dapat diprediksi secara pasti.

2.2.1.1 Laverage Ratio

Menurut Harahap (2013) leverage adalah rasioyang menggambarkan hubungan


antara utang perusahaan terhadap modal, rasio ini dapat melihat seberapa jauh
perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang
digambarkan oleh modal.Sedangkan menurut Fahmi (2012)
leveragemerupakan ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan
untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor.
Menurut Fahmi (2012) rasio leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa
besar perusahaan dibiayai dengan utang. Sedangkan dalam arti luas Kasmir (2012)
mengatakan bahwa rasio leverage digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka panjang maupun
jangka pendek apabila perusahaan dilikuidasi.
Menurut Harahap (2013) leverage adalah rasio yang menggunakan hutang dan
modal untuk mengukur besarnya rasio. Dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan leverage adalah jumlah modal yang dibiayai oleh hutang. Leverage dianggap
dapat membantu perusahaan untuk menyelamatkan perusahaan dalam kegagalan apabila
digunakan secara efektif, namun akan menyebabkan kebangkrutan bagi perusahaan
apabila dikelola dengan cara sebaliknya karena perusahaan kesulitan dalam membayar
hutang-hutang tersebut. Leverage didapat dengan membandingkan antara total hutang
perusahaan dan jumlah modal perusahaan dan dirasiokan dengan dikalikan 100%. Itu
berarti leverage dipengaruhi oleh total hutang perusahaan dan total modal perusahaan.
Leverage merupakan salah satu faktor yang cukup penting untuk menilai kondisi
fleksibilitas keuangan perusahaan di masa mendatang.
Rasio ini dihitung dengan rumus :

Laverage = Total utang


X 100%
Total Modal

2.2.1.2 Capital Adequacy Ratio (CAR)


Rasio ini menunjukkan kecukupan modal yang ditetapkan lembaga pengatur
yang berlaku khusus bagi industri-industri yang berada di bawah pengawasan pemerintah
seperti Bank dan Asuransi. Rasio ini dimaksudkan untuk menilai keamanan dan
kesehatan serta perusahaan dari sisi modal pemiliknya. Rasio ini dihitung dengan rumus :

CAR = Stockholders Equity

Total Risk Weighted Assets

2.2.2 Determinasi Capital Struture


2.2.2.1 Debt to Equity Rasio (DER)

Sesuai namanya, rasio utang terhadap ekuitas membandingkan total liabilitas atau
utang perusahaan dengan total pembiayaan dari ekuitasnya. Rasio utang terhadap ekuitas
yang tinggi menunjukkan bahwa bisnis menerima proporsi pendanaan utang yang lebih
besar daripada pendanaan ekuitasnya.

Rasio utang terhadap ekuitas yang lebih rendah biasanya menunjukkan kondisi bisnis
yang lebih stabil secara finansial. Tidak seperti pembiayaan ekuitas, utang wajib dibayar
kembali kepada pemberi pinjaman atau kreditur. Karena pembiayaan utang juga
membutuhkan pembayaran pokok pinjaman dan bunga, utang bisa menjadi bentuk
pembiayaan yang jauh lebih mahal daripada pembiayaan ekuitas. Perusahaan yang
memanfaatkan utang dalam jumlah besar bisa jadi berisiko tidak dapat melunasi utang
dan bunga yang dipinjam.

Menurut Sugiyono(2009:71), menyatakan bahwa: Rasio Debt to Equity Rasio


(DER) menunjukan perbandingan hutang dan modal. Rasio ini merupakan salah satu
rasio penting karena berkaian dengan masalah trading on equiy, yang dapat memberikan
pengaruh positif dan negatif terhadap rentabilitas modal sendiri dan perusahaan tersebut.
Debt to Equity Rasio (DER) merupakan gambaran sejauh mana perusahaan
menggunanakan utang untuk menjalakan operasional perusahaannya. DER pun
merupakan salah satu variabel yang memiliki pengaruh terhadap fleksibilitas keuangan
suatu perusahaan. Nilai dari DER akan mengambarkan proporsi utang suatu perusahaan,
sehingga kita dapat melihat seberapa besar lagi kapasitas suatu perusahaan untuk dapat
berutang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pada penelitian-penelitian terdahulu dikatakan kapasitas berhutang merupakan
faktor yang paling memiliki pengaruh terhadap fleksibilitas keuangan, akan tetapi hal ini
sebetulnya tidak bersifat mutlak, karena berdasarkan literatur terdapat tiga hal yang dapat
menyebabkan suatu perusahaan dikatakan memiliki fleksibilitas keuangan. Tiga hal
tersebut ialah: cash holding, low leverage, dan external financing. Dalam konteks
fleksibilitas keuangan cash holding berfungsi sebagai buffer, sehingga pengaruhnya
tidak terlalu signifikan tetapi tetap dibutuhkan. Jika cash holding sudah lagi tidak dapat
memenuhi kebutuhan perusahaan maka disini lah fungsi dari low leverage ratio dalam
memenuhi kebutuhan kas perusahaan. Pada dasarnya external financing memiliki fungsi
yang sama seperti low leverage ratio, akan tetapi mengingat sentimenitas para pemegang
saham ketika terjadi krisis dan besarnya biaya yang diperlukan, maka untuk amanya
banyak perusahaan yang lebih untuk memilih low leverage ratio untuk berjaga-jaga demi
keberlangsungan perusahaan.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka sudah cukup jelas mengapa kapasitas
berhutang dikatakan hal yang paling mempengaruhi fleksibilitas keuangan suatu
perusahaan, akan tetapi hal tersebut tidak mutlak 100%. Pada penelitian terdahulu
fleksibilitas keuangan dikatakan sulit untuk dinilai dan hanya bisa di observasi akan
tetapi beberapa peneliti mencoba mencari sebuah metoda agar fleksibilitas keuangan
dapat memiliki nilai, sebagai contoh Bancel dan Mitto (2011) mencoba membuat indeks
dari fleksibilitas keuangan dengan dasar Altman Z-Score yang mana merupakan suatu
indeks untuk memprediksi kebangrutan suatu perusahaan.
Menurut (Brigham dan Houston,2001 : 58) Debt to Equity Ratio (DER)
merupakan perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri. Rasio ini
menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya. Adapun rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio (DER)
menurut kasmir (2008:158) adalah sebagai berikut:

DER = Hutang

Ekuitas

2.2.2.2 Debt to Asset Ratio


Menurut Kasmir (2008:156) Debt to Asset Ratio (DAR) adalah rasio utang
yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total
aktiva. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar jumlah modal pinjaman
yang digunakan untuk investasi pada aktiva guna menghasilkan keuntungan bagi
perusahaan. Menurut Marggaretha Debt to Asset Ratio (DAR) adalah variabel
yang mendefinisikan seberapa banyak proporsi dari aktiva yang sumber
pendanaannya berasal dari pinjaman atau kredit. Adapun rumus untuk menghitung
Debt to Asset Ratio (DAR) menurut Kasmir (2008:156) adalah sebagai berikut:

DAR = Total Debt

Total Asset

2.2.3 Managerial Effisiensy

Teori kontijensi menjelaskan bahwa perusahaan akan mengalami sebuah

peristiwa atau perubahan dalam suatu lingkungan industri yang akan berdampak pada

struktur pendanaan perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan akan membutuhkan manajer

yang cakap untuk mengambil keputusan dan mengelola bagaimana perusahaan akan

menghadapi peristiwa-peristiwa atau perubahan yang terjadi (Otley, 1980). Managerial

efficiency merupakan ketrampilan atau kecakapan yang dimiliki manajer dalam

menjalankan operasional perusahaan secara efisien (Andreou et al., 2018). Seorang

manajer harus mampu mengelola aktivitas perusahaan khususnya bagaimana pendanaan


perusahaan digunakan dengan tepat oleh perusahaan, sehingga aktivitas perusahaan

dapat berjalan dengan efisien (Shyu & Chiang, 2012).

Managerial efficiency juga mempresentasikan bagaimana manajer perusahaan

dapat mengelola sumber daya perusahaan sehingga dapat menghasilkan output yang

maksimal (Demerjian et al., 2012). Tingkat efisiensi manajer dilihat dari perbandingan

antara input atau sumber daya yang dimanfaatkan manajer dalam menghasilkan tingkat

output yang maksimal. Efisiensi akan menjadi maksimum apabila manajer perusahaan

mampu mengalokasikan sumber daya perusahaan dengan tepat. Tingkat efisiensi yang

maksimum akan membawa perusahaan mencapai kinerja atau performa yang baik

(Aissa & Goaied, 2016; Seong & Cheol, 2017; Baghdadi et al., 2018).

Peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh financial


flexibility terhadap kinerja perusahaan yang dimediasi oleh managerial efficiency.
Managerial efficiency merupakan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola
sumber daya atau input perusahaan seoptimal mungkin untuk menghasilkan output yang
maksimal guna meningkatkan pendapatan perusahaan (Akhtar & Asif, 2017).
Managerial Efficiency merepresentasikan seberapa efisien suatu perusahaan dalam
mengelola sumberdaya perusahaan untuk mencapai kinerja perusahaan yang tinggi.
Manajer merupakan kunci berjalannya suatu perusahaan (Demerjian, 2013). Menurut
Chang & Ma (2018), kesuksesan perusahaan tergantung pada keberhasilan manajer
dalam merancang proses bisnis yang efisien. Oleh karena itu, manajemen perusahaan
dituntut untuk memiliki managerial efficiency yang tinggi.

2.2.3.1 Cost Effisiensy

Cost efficiency atau sering juga disebut cost-cutting merupakan merupakan


inisiatif yang biasa dilakukan oleh pebisnis untuk meningkatkan keuntungan (profit).
Ketika pendapatan (revenues) mengalami pasang-surut akibat kondisi eksternal yang
tidak menentu, perusahaan dapat mengelola biaya-biaya (costs) yang ada sehingga
keuntungan tetap terjaga. Namun demikian, tidak semua biaya dapat di-“potong” demi
keuntungan sesaat. Perusahaan harus sadar akan risiko yang akan dihadapi akibat dampak
cost-cutting yang dilakukan saat ini. Misalnya kita sebagai seorang manejer hendak
mengurangi seluruh biaya pemasaran secara signifikan. Secara cepat kita akan
memperoleh dampaknya, namun apakah kita telah memikirkan risiko kehilangan
customers kita? Berapa biaya yang akan kita keluarkan kembali nantinya untuk
mengakuisis pelanggan baru? Sebandingkah dengan savings yang kita lakukan sekarang
dengan biaya potensial yang harus dilakukan di masa yang akan datang?

Efektivitas biaya merupakan langkah yang dilakukan untuk memastikan segala


biaya yang harus dikeluarkan adalah kritikal dan tepat sasaran. Sebagai contoh ketika
anda hendak membeli IT system untuk perusahaan anda, seringkali spesifikasi produk
yang kita beli jauh melampaui apa yang kita butuhkan saat ini, hanya karena “buaian”
vendor IT tersebut. Alhasil, biaya yang kita keluarkan meleset atau bahkan jauh lebih
besar dibanding jika kita membeli sesuai kebutuhan.

2.2.4 Kinerja Perusahaan


Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas
perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang
dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber
daya-sumber daya yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu istilah secara umum
yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu
organisasi pada suatu periode dengan referensi pada jumlah standar seperti
biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi,
pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti,
2004)
2.2.4.1 Balanced Scorecard
Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat telah merubah pola
persaingan perusahaan dari industrial competition menjadi information
competition, dimana telah mengubah acuan yang dipakai untuk mengukur kinerja
suatu perusahaan. Alat ukur kinerja tradisional yang memfokuskan pada
pengukuran keuangan tentunya harus bergesermenyesuaikan dengan tuntutan agar
memberikan arah yang lebih baik bagi perusahaan. Hanya dengan menggunakan
ukuran keuangan saja, belum dapat menggambarkan kinerja suatu perusahaan
secara keseluruhan.
BSC merupakan suatu alat pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur
kinerja perusahaan secara keseluruhan baik keuangan maupun non keuangan
dengan mempertimbangkan empat aspek yang berkaitan dengan perusahaan,
antara lain: aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran
dan pertumbuhan (blocher). Konsep BSC berkembang sejalan dengan
implementasi konsep tersebut. BSC terdiri dari dua kata: (1) kartu skor
(Scorecard) dan (2) berimbang (Balanced). Kartu skor adalah kartu yang
digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat
digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel masa
depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan
dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya.
Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja
sesungguhnya. Kata “Balanced” disini menekankan keseimbangan antara
beberapa faktor, yaitu:
1. Keseimbangan antara pengukuran eksternal bagi stakeholders dan
konsumen dengan pengukuran internal bagi proses internal bisnis inovasi, dan
proses belajar dan tumbuh.
2. Keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan
pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang.
3. Keseimbangan antara unsur objektivitas, yaitu pengukuran berupa hasil
kuantitatif yang diperoleh secara mudah dengan unsur subjektivitas, yaitu
pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan.
BSC sebagai suatu sistem pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai
alat pengendalian, analisis, dan merevisi strategi organisasi. BSC dikembangkan oleh
professor-profesor dari Harvard University Fakultas Bisnis yaitu David P.
Norton dan Bob Kaplan tahun 1992 dengan menerbitkan tulisannya di majalah
Harvard Business Review edisi Januari- Februari yang berjudul “measures that
drive performance” tentang konsep BSC.
BSC merupakan penjabaran dari visi, misi, dan strategi perusahaan dalam
serangkaian tujuan dan dari penjabaran tersebut dijadikan ukuran bagi pengukuran
prestasi perusahaan. Visi, misi, dan strategi tersebut dijabarkan dalam empat
perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan
pembelajaran dan pertumbuhan.

2.3 Pengaruh Financial Flexibility Dan Capital Structure Terhadap Managerial


Efficiency

Fleksibilitas perusahaan dalam memilih struktur pendanaan memberikan


perusahaan kesempatan untuk mendapatkan dana dari pihak ekternal dengan menjadi

perusahaan go public (Darabi et al., 2013). Dalam kondisi tersebut tingkat financial

flexibility perusahaan yang tinggi harus diimbangi dengan memiliki manajer yang cakap

untuk mengotrol fleksibilitas perusahaan. Tingkat financial flexibility yang tinggi dapat

menandakan bahwa perusahaan tersebut memiliki managerial efficiency yang tinggi

pula (Antonio et al., 2006). Hal tersebut dapat terjadi karena managerial efficiency

sangat dibutuhkan perusahaan dalam mengelola struktur pendanaan dengan tepat dan

bagaimana mengalokasi sumber daya perusahaan tersebut sehingga dana atau modal

tambahan yang telah diperoleh dapat digunakan secara efektif dan efisien serta

meningkatkan kinerja perusahaan (Chen & Chen, 2012; Arslan et al., 2014; Alipour et

al., 2015; Rahimi & Mosavi, 2016; Ma & Jin, 2016; dan Chang & Ma, 2018).

2.4 Pengaruh Financial Flexibility dan Capital Structure Terhadap Kinerja

Perusahaan

Financial flexibility dapat mempengaruhi kinerja sebuah perusahaan. Perusahaan

yang sedang mengembangkan bisnisnya atau melakukan ekspansi akan meningkatkan

aktivitas operasionalnya dan menyebabkan meningkatnya beban operasional

perusahaan. Perusahaan yang memiliki financial flexibility akan lebih mudah mencari

tambahan dana atau memilih struktur pendanaan mana yang tepat dan menguntungkan

perusahaan (Darabi, 2013). Ketika kebutuhan dalam menjalankan aktivitas perusahaan

dapat terpenuhi maka perusahaan dapat menghasilkan output yang maksimal dan juga

dapat menciptakan kinerja perusahaan yang baik.

Menurut teori Modigliani dan Miller dengan menambahkan unsur pajak kedalam

analisis mereka. Mereka menyimpulkan bahwa nilai perusahaan dengan utang lebih

tinggi daripada nilai perusahaan tanpa utang. Perusahaan yang menggunakan utang akan

menghasilkan kinerja yang lebih bagus daripada perusahaan yang tidak menggunakan

utang. Biaya bunga dari utang yang bisa digunakan sebagai pengurang pajak menjadikan
perusahaan yang memiliki utang memiliki kinerja yang lebih bagus daripada perusahaan

yang tidak memiliki utang. Penggunaan utang yang tinggi juga memiliki resiko yang

tinggi yaitu adanya beban bunga yang tinggi. Perusahaan harus berhati-hati dalam

menggunakan utang dalam struktur modalnya , karena sampai saat ini tidak ada model

matematik yang pasti tentang komposisi struktur modal yang optimal dalam perusahaan.

Struktur modal yang optimal dapat meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga

nilai saham perusahaan juga akan ikut meningkat seiring dengan pencapaian kinerja

perusahaan yang bagus. Menurut pecking order theory dalam menggunakan komposisi

struktur modal perusahaan lebih memilih menggunakan dana kas internal terlebih

dahulu, apabila pendanaan eksternal diperlukan perusahaan akan menerbitkan surat

berharga yang paling aman terlebih dahulu. Bistrova, lace dan Peleckiene (2011) dalam

penelitian nya terhadap 36 perusahaan blue chip yang listing di Baltic Stock Exchange

menyatakan tidak terdapat pengaruh antara struktur modal dan kinerja perusahaan,

selain itu ditemukan hubungan terbalik antara tingkat utang dan keuntungan modal

sesuai pecking order theory bahwa dalam kasus terbaik

perusahaan sebaiknya menggunakan dana internal. Gupta, Srivastava dan Sharma

(2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa struktur modal mempengaruhi kinerja

perusahaan, pengaruh signifikan struktur modal terhadap kinerja perusahaan masing-

masing memiliki ukuran nilai yang disesuaikan dengan nilai pasar dan nilai buku.

Penelitian terkait pengaruh struktur modal dan kinerja perusahaan di Indonesia yang

dilakukan oleh Fachrudin (2011) pada industri dasar dan kimia menunjukkan bahwa

struktur modal, ukuran perusahaan dan agency cost tidak berpengaruh signifikan

terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Skopljak dan Luo (2012) terhadap sektor

keuangan di Australia menemukan bahwa struktur modal berpengaruh signifikan

terhadap kinerja perusahaan.


2.5 Pengaruh Managerial Efficiency Terhadap Kinerja Perusahaan

Manajemen sebagai pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk

mengelola perusahaan demi kepentingan para pemegang saham mempunyai andil besar

dan tanggung jawab dalam upaya peningkatan efisiensi tersebut. Manajemen perusahaan

harus selalu mengendalikan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan setiap fungsinya

agar tercapai efisiensi dan tingkat produktivitas yang tinggi. Melalui efisiensi

manajemen, perusahaan dapat memahami dan mengevaluasi sumber daya yang telah

digunakan, memperhitungkan biaya yang dikeluarkan, serta mengetahui biaya–biaya

operasional apa yang sebenarnya tidak diperlukan dalam proses produksi.

Hal tersebut dapat terjadi karena managerial efficiency sangat dibutuhkan perusahaan

dalam mengelola struktur pendanaan dengan tepat dan bagaimana mengalokasi sumber

daya perusahaan tersebut sehingga dana atau modal tambahan yang telah diperoleh

dapat digunakan secara efektif dan efisien serta meningkatkan kinerja perusahaan.

3.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori


berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting (Sugiyono, 2013:88). Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian
terdahulu, maka kerangka pemikiran yang dikembangkan dalam penelitian ini
dapat disajikan sebagai berikut:
FINANCIAL FLEXIBILITY(X1)

X1.1 LAVERAGE RATIO


3
X1.2 DEBT SERVICE COVERAGE
RATIO (DSCR) 1
KINERJA PERUSAHAAN(Y2)
MANAGERIAL EFFICIENCY (Y1)
5 Y2.1 BALANCED
Y1.1 COST EFFICIENCY SCORECARD
2
Y1.2 PERFORMANCE PRISM

CAPITAL STRUCTURE (X2)

X2.1 TOTAL DEBT TO EQUITY RATIO 4


(DER)

X2.2 DEBT TO ASSET RATIO (DAR)

Anda mungkin juga menyukai