Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN


PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Leverage
2.1.1.1 Definisi Leverage
Leverage atau rasio solvabilitas yaitu rasio yang dipakai dalam
mengukur bagaimana aktiva perusahaan dimodali melalui utang (Kasmir,
2010:112). Pengertian Leverage ini sejalan dengan (Irham Fahmi, 2015:106) yang
menyatakan bahwa Leverage adalah rasio untuk mengukur seberapa besar
perusahaan dibiayai dengan utang. Suatu perusahaan dengan utang yang tinggi
disebut sebagai perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi dan akan
membahayakan perusahaan karena perusahaan terjebak dalam utang yang tinggi
serta sulit untuk melepaskan utang tersebut.
Pengertian Leverage ini juga didukung oleh pendapat Brigham dan
Houston (2010:140) yang menyatakan bahwa Leverage merupakan rasio yang
mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang
sehingga kita mampu melihat kemampuan perusahaan dalam mengoptimalkan
utang.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa leverage
merupakan rasio keuangan yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam
menilai kemampuan perusahaannya untuk membayar seluruh kewajibannya dan
menggambarkan bagaimana perusahaan mendanai kegiatan usahanya apakah lebih
banyak menggunakan utang atau modal sendiri.

2.1.1.2 Tujuan dan Manfaat Leverage


Menurut Kasmir (2015:153) berikut adalah beberapa tujuan perusahaan
dengan menggunakan rasio Leverage yaitu :
1. Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya
(kreditor).
2. Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang
bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga).
3. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap dengan
modal.
4. Untuk menilai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang.
5. Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap
pengelolaan aktiva.
6. Untuk menilai dan mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri
yang dijadikan jaminan utang jangka panjang.
7. Untuk menilai berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih, terdapat
sekiankalinya modal sendirinya yang dimiliki.
menurut Kasmir (2015:154) berikut adalah beberapa manfaat Leverage
Ratio yaitu :
1. Untuk menganalisis kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada
pihak lainnya.
2. Untuk menganalisis kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang
bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga).
3. Untuk menganalisis keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap
dengan modal.
4. Untuk menganalisis seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang.
5. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap
pengelolaan aktiva.
6. Untuk menganalisis dan mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang.
7. Untuk menganalisis berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih ada
terdapat sekian kalinya modal sendiri

2.1.1.3 Pengukuran Leverage


Terdapat beberapa jenis rasio leverage yang diungkapkan oleh Kasmir
(2010:112) adalah sebagai berikut :
1. Debt to Assets Ratio (DAR)
DAR atau rasio utang adalah rasio dalam leverage yang digunakan agar dapat
mengukur seberapa besar aktiva dalam perusahaan didanai oleh utang atau
seberapa banyak jumlah utang pada perusahaan yang memiliki pengaruh pada
pengelolaan aktiva.
𝐓𝐎𝐓𝐀𝐋 𝐔𝐓𝐀𝐍𝐆
DAR =
𝐓𝐎𝐓𝐀𝐋 𝐀𝐒𝐄𝐓

2. Debt to Equity Ratio (DER)


DER adalah rasio dalam leverage yang digunakan agar dapat mengukur utang
dengan ekuitas. Dalam mencari rasio ini melalui cara membandingkan semua
utang pada perusahaan termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio
DER ini berfungsi untuk mengetahui total dana yang disediakan peminjam
(kreditor) bersama pemilik perusahaan. Maknanya rasio ini digunakan untuk
mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dipakai dalam jaminan utang.
𝐓𝐎𝐓𝐀𝐋 𝐔𝐓𝐀𝐍𝐆
DER =
𝐓𝐎𝐓𝐀𝐋 𝐄𝐊𝐔𝐈𝐓𝐀𝐒

3. Long Term Debt to Equity Ratio (LTDtER)


LTDtER adalah rasio dalam leverage yang membandingkan utang jangka
panjang dengan modal sendiri. Tunjuannya yaitu untuk menilai seberapa
besar bagian pada setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang
jangka panjang yaitu dengan membandingkan antara utang jangka panjang
dengan modal sendiri yang sudah disediakan oleh perusahaan.
𝐓𝐎𝐓𝐀𝐋 𝐔𝐓𝐀𝐍𝐆 𝐉𝐀𝐍𝐆𝐊𝐀 𝐏𝐀𝐍𝐉𝐀𝐍𝐆
LTDtER =
𝐓𝐎𝐓𝐀𝐋 𝐄𝐊𝐔𝐈𝐓𝐀𝐒

4. Times Interest Earned


Times interest earned adalah rasio dalam leverage yang digunakan untuk
mencari total kali perolehan bunga. Pada rasio ini mengartikan juga kapabilitas
perusahaan dalam membayar biaya bunga, persis seperti coverage ratio.
𝐋𝐀𝐁𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐏𝐀𝐉𝐀𝐊 𝐃𝐀𝐍 𝐁𝐔𝐍𝐆𝐀
Times Interest Ratio =
𝐁𝐄𝐁𝐀𝐍 𝐁𝐔𝐍𝐆𝐀

5. Fixed Charge Coverage


Fixed charge coverage lingkup biaya tetap adalah rasio dalam leverage yang
menyerupai rasio Times Interest Earned, tetapi dalam fixed charge coverage
ini dilakukan dalam kondisi jika perusahaan mendapatkan utang jangka
panjang atau menyewa aktiva yang berdasar pada kontrak sewa atau lease
contract, biaya tetap yaitu biaya Bungan ditambah kewajiban sewa tahunan
atau jangka panjang.
𝐄𝐁𝐓 + 𝐁𝐈𝐀𝐘𝐀 𝐁𝐔𝐍𝐆𝐀 + 𝐊𝐄𝐖𝐀𝐉𝐈𝐁𝐀𝐍 𝐒𝐄𝐖𝐀
Fixed Charge Coverage =
𝐁𝐄𝐁𝐀𝐍 𝐁𝐔𝐍𝐆𝐀 + 𝐊𝐄𝐖𝐀𝐉𝐈𝐁𝐀𝐍 𝐒𝐄𝐖𝐀

Dari kelima rasio yang dapat dijadikan sebagai indikator dari besarnya
Leverage. Penulis memilih menggunakan Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai
indikator dari penelitian terhadap Leverage.
2.1.2 Likuidity
2.1.2.1 Definisi Likuidity
Likuidity merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban (hutang) jangka pendek. (Kasmir, 2012:110)
artinya apabila perusahaan ditagih atas kewajibannya maka akan mampu
membayar kewajiban tersebut terutama kewajiban yang sudah jatuh tempo.
Menurut (Van Horne dan Wachowicz, 2012:205) menyatakan bahwa
Likuidity adalah Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini membandingkan
kewajiban jangka pendek dengan sumber daya jangka pendek (aktiva lancar) yang
tersedia untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tersebut.
Berdasarkan definisi-definisi diatas maka likuidity adalah seberapa
besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

2.1.2.2 Tujuan dan Manfaat Likuidity


Terdapat tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio
likuiditas (Kasmir, 2008:132), diantaranya yaitu :
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu
yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya, jumlah kewajiban yang
berumur dibawah 1 tahun atau sama dengan 1 tahun, dibandingkan dengan
total aktiva lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan atau piutang. Dalam
hal ini aktiva lancar dikurangi persediaan dan utang yang dianggap
likuiditasnya lebih rendah.
4. Untuk mengukur dan membandingkan antara jumlah persediaan yang ada
dengan modal kerja perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
6. Sebagai alat perencanaan ke depan terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan utang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu
dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing
komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya
dengan melihat rasio likuiditas yang ada sampai saat ini.

2.1.2.3 Pengukuran Likuidity


Terdapat tiga jenis rasio Likuidity yaitu :
1. Current Ratio
Current Ratio atau rasio lancar merupakan rasio yang memberi informasi
tentang berapa besar kewajiban lancar dapat dipenuhi dengan aset yang
nantinya akan diubah menjadi bentuk kas dalam waktu yang cepat (Brigham
dan Houston, 2014). Brigham dan Houston (2014) menghitung current ratio
dengan menggunakan rumus :
𝐀𝐒𝐄𝐓 𝐋𝐀𝐍𝐂𝐀𝐑
Current Ratio =
𝐊𝐄𝐖𝐀𝐉𝐈𝐁𝐀𝐍 𝐋𝐀𝐍𝐂𝐀𝐑

2. Quick Ratio
Quick ratio atau rasio cepat merupakan rasio yang dihitung dengan
mengurangkan persediaan yang ada dalam perusahaan dengan aset lancar lalu
dibagi dengan kewajiban lancar (Brigham dan Houston, 2014). Brigham dan
Houston (2014) menghitung quick ratio dengan menggunakan rumus:
(𝐀𝐬𝐞𝐭 𝐥𝐚𝐧𝐜𝐚𝐫 – 𝐏𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐚𝐚𝐧)
Quick Ratio =
𝐊𝐞𝐰𝐚𝐣𝐢𝐛𝐚𝐧

3. Cash Ratio
Cash ratio adalah rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva lancar
yang bisa segera menjad uang kas dengan hutang lancar. Aktiva lancar yang
bisa segera menjadi uang kas adalah efek atau surat berharga (Dr. Sutrisno,
2012:215-216). Dengan demikian rumus untuk menghitung cash ratio adalah
sebagai berikut :
(𝐤𝐚𝐬 + 𝐒𝐞𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐤𝐚𝐬)
Cash Ratio =
𝐊𝐞𝐰𝐚𝐣𝐢𝐛𝐚𝐧 𝐋𝐚𝐧𝐜𝐚𝐫

2.1.3 Financial Distress


2.1.3.1 Definisi Financial Distress
Menurut Niken Savitri Primasari (2017), financial distress merupakan
kondisi dimana adanya ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
lancar yang telah jatuh tempo; misalkan utang usaha, utang pajak, utang bank
jangka pendek. Selain itu juga Menurut Niken Savitri (2017) financial distress juga
bisa terjadi karena terjadinya penurunan kondisi financial sebuah perusahaan.
Menurut Platt dan Platt (2002:12-15) menyatakan bahwa financial
distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum
terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Definisi diatas juga menjelaskan bahwa
kondisi financial distress tergambarkan dari ketidakmampuan perusahaan atau tidak
tersedianya kas perusahaan untuk membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Menurut Brigham, Daves (2003:842): Financial distress dimulai ketika
perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
Berdasarkan definisi-definisi diatas maka yang dimaksud dengan
financial distress adalah suatu kondisi dimana sebuah perusahaan sedang
mengalami masalah terhadap kesehatan keuangannya, dan kondisi ini merupakan
tahap awal sebelum terjadinya kebangkrutan. Dalam mendeteksi kebangkrutan di
suatu perusahaan, dapat dilakukan dengan salah satu metode, yaitu Altman Z-Score.

2.1.3.2 Penyebab Financial Distress


Menurut Amelia (2014) Financial distress dapat timbul karena beberapa
faktor baik dari dalam perusahaan itu sendiri (internal) maupun dari luar perusahaan
(eksternal). Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya financial
distress antara lain :
1. Kesulitas Arus Kas
Kesulitan arus kas terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil
operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi beban-beban usaha yang timbul
atas aktivitas operasi perusahaan. Hal tersebut juga bisa disebabkan karena
kesalahan dari manajemen khususnya bagian keuangan dalam mengelola aliran
kas perusahaan untuk pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk
kondisi keuangan perusahaan.
2. Besarnya Jumlah Utang
Salah satu cara untuk menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan
adalah dengan mengambil hutang dan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan
untuk mengembalikan hutang tersebut dimasa mendatang. Ketika hutang-
hutang tersebut sudah jatuh tempo dan perusahaan tidak dapat membayarnya
maka kreditur memiliki hak untuk menyita aset-aset perusahaan untuk menutupi
kekurangan hutangnya.
3. Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun
Kerugian operasional perusahaan menyebabkan arus kas negatif dalam
perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional perusahaan lebih
besar daripada pendapatan yang diterima perusahaan

Apabila perusahaan mampu untuk menutupi ketiga hal diatas maka


besar peluangnya bahwa perusahaan tersebut dapat terhindar dari financial distress
dari 21 sisi internal.
Dari sisi eksternalnya faktor yang menyebabkan financial distress
antara lain adalah berupa kebijakan pemerintah yang dapat menambah beban usaha
yang ditanggung perusahaan. Selain itu, suku bunga pinjaman yang meningkat yang
dapat menyebabkan beban bunga yang ditanggung perusahaan meningkat.

2.1.3.3 Jenis Financial Distress


Hery (2016:34) mendefinisikan financial distress menurut tipenya
yang antara lain adalah sebagai berikut :
1. Economic Failure (Kegagalan Ekonomi)
Economic Failure atau kegagalan ekonomi adalah suatu keadaan dimana
pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of
capitalnya. Pada tipe ini, keberlangsungan perusahaan bergantung dari
kesediaan kreditur untuk menyediakan modal dan pemilik perusahaan mau
menerima tingkat pengambilan (rate of return) dibawah pasar.
2. Business Failure (Kegagalan Bisnis)
Business failure atau kegagalan bisnis didefinisikan bisnis yang menghentikan
kegiatan operasionalnya secara sementara yang diakibatkan oleh adanya laba
negatif kepada direktur.
3. Technical Insolvency (Kebangkrutan Teknis)
Technical insolvency adalah kondisi dimana suatu perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajiban lancarnya ketika sudah jatuh tempo. Ketidakmampuan
membayar hutang secara teknis menunjukkan bahwa perusahaan kekurangan
likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi kesempatan untuk
membayarnya, perusahaan mungkin masih mempunyai kesempatan untuk
bertahan dari kebangkrutan. Technical Insolvency ini merupakan gejala awal
kegagalan ekonomi yang tentu merupakan langkah awal terjadinya financial
distress.
4. Insolvency in Bankruptcy
Insolvency in bankruptcy merupakan kondisi dimana nilai yang terdapat pada
buku hutang perusahaan melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini merupakan
kondisi yang cukup serius karena hal ini adalah tanda dari economic failure dan
bahkan dapat mengarah kepada likuidasi bisnis.
5. Legal Bankruptcy (Kebangkrutan Hukum)
Legal Bankruptcy merupakan kondisi dimana perusahaan bangkrut secara
hukum. Hal tersebut terjadi apabila perusahaan telah diajukan tuntutan secara
resmi dengan undang-undang yang berlaku.
2.1.3.4 Tujuan dan Manfaat Financial Distress
2.1.3.5 Metode Altman Z-Score
Metode Z-Score Altman merupakan salah satu metode untuk
memprediksi kesulitan keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan. Pencipta
metode ini bernama Altman pada tahun 1968 dan terdapat revisi rumus pada tahun
1983. Metode prediksi kebangkrutan Altman ini merupakan suatu metode untuk
memprediksi kesehatan financial suatu perusahaan dan kemungkinannya untuk
mengalami kebangkrutan. Pada penelitian ini formula Altman yang akan digunakan
yaitu Model B Z-Score yaitu model yang digunakan untuk menganalisis perusahaan
non-manufaktur yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Formula tersebut
adalah sebagai berikut :

Z-Score = 6.56 X1 + 3.26 X2 + 6.72 X3 + 1.05 X4

Dimana:
X1 = Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva
X2 = Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva
X3 = Rasio EBIT terhadap Total Aktiva
X4 = Nilai Pasar Ekuitas terhadap Nilai Buku Hutang

Jika nilai Z > 2,675 maka perusahaan dinyatakan sedang dalam keadaan
sehat, jika Z < 1,1 maka perusahaan sedang dalam keadaan tidak sehat dan
berpotensi untuk bangkrut, namun jika Z-Score berada diantara 1,1 – 2,675 maka
perusahaan berada dalam kondisi abu-abu (grey area). Kondisi abu-abu ini
merupakan kondisi dimana perusahaan sedang berada diantara kondisi sehat dan
kondisi tidak sehat (distress).

2.2 Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis


2.2.1 Pengaruh Leverage Terhadap Financial Distress
Leverage dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi
hutang- hutang yang didapatkan dari kreditur. Besarnya jumlah pinjaman
perusahaan maka akan semakin tinggi pula tingkat suku bunga yang diminta oleh
kreditur. Hal tersebut yang menunjukkan sinyal untuk kreditur, karena besarnya
hutang perusahaan dapat memungkinkan perusahaan tidak mampu melunasi
hutang-hutang perusahaan saat jatuh tempo. Selain dapat menjadi sinyal untuk
kreditur, perusahaan yang memungkinkan tidak mampu melunasi hutang-
hutangnya juga dapat menyebabkan terjadinya financial distress jika tidak
dilakukan penanganan secara cepat. Leverage yang tinggi dapat menyebabkan
perusahaan mengalami kondisi financial distress. Penelitian yang dilakukan Asfali
(2019), Amanda dan Tasman (2019) menyatakan bahwa Leverage berpengaruh
terhadap Financial Distress.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang didapat ialah :

H1: Terdapat pengaruh Leverage terhadap Financial Distress

2.2.2 Pengaruh Likuidity Terhadap Financial Distress


Likuidity adalah rasio keuangan yang digunakan untuk memenuhi
kewajiban keuangan jangka pendek pada perusahaan. Perusahaan melakukan
likuiditas untuk menjalankan aktivitas bisnis perusahaan sehari-hari. Likuiditas
juga dapat dilakukan untuk menutupi kewajiban lancar perusahaan dengan
memanfaatkan aset lancar. Perusahaan yang memiliki likuidity yang tinggi maka
akan terhindar dari kondisi financial distress. Likuiditas yang tinggi dapat
menunjukkan sinyal yang baik dan positif bagi investor dan kreditur karena
perusahaan dianggap telah mampu untuk menutupi kewajiban lancarnya dan
dianggap baik untuk pengelolaannya. Likuiditas yang rendah dapat menyebabkan
perusahaan mengalami financial distress. Penelitian yang dilakukan Septiani dan
Dana (2019) menyatakan bahwa Likuidity berpengaruh terhadap Financial
Distress.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang didapat ialah :

H2: Terdapat Pengaruh Likuidity Terhadap Financial Distress


2.2.3 Bagan Kerangka Pikir

Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pikir

Leverage (X1)

Financial Distress
(Y)

Likuidity (X2)

Anda mungkin juga menyukai