Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan yang melakukan investasi mempunyai tujuan agar
mendapatkan keuntungan dimasa mendatang sehingga perusahaan tersebut
dapat dikatakan bertumbuh. Dalam menjalankan aktivitasnya perusahaan
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan agar dapat menghasilkan laba
yang lebih besar. Pertumbuhan perusahaan ini merupakan suatu harapan yang
diinginkan pihak internal perusahaan yaitu manajemen serta pihak eksternal
perusahaan

seperti

investor

dan

kreditur.

Untuk

melihat

pertumbuhan

perusahaan yang sehat, maka dapat di lihat dari kelayakan laporan keuangan
perusahaan, yang nantinya akan digunakan oleh pihak investor untuk
mengetahui

kinerja

keuangan

perusahaan

sehingga

bermanfaat

bagi

pengambilan keputusan dalam melakukan investasi.


Keputusan para investor untuk melakukan investasi diartikan sebagai
pengorbanan konsumen pada masa kini dengan harapan akan memperoleh
pendapatan lebih banyak dimasa yang akan datang. Penentuan investasi
tentunya sangat mempengaruhi aliran kas perusahaan. Salah satu parameter
penting yang digunakan untuk menentukan investasi dimasa yang akan datang
yaitu menggunakan investment opportunity set (IOS) yang menunjukan nilai
perusahaan (Nika dan Mahaputra, 2012).
Perusahaan merupakan sebuah kombinasi antara aset milik perusahaan
dengan pilihan investasi dimasa datang. Pilihan-pilihan investasi dimasa datang
ini kemudian dikenal dengan istilah set kesempatan investasi atau investment
opportunity set (IOS). IOS adalah tersedianya alternatif investasi dimasa datang
1

bagi perusahaan. IOS merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan perusahaan


untuk membuat investasi dimasa mendatang (Rokhayati, 2005 : 42 dalam
Eprilasari, 2012).
Menurut Myerr (1977) dalam Hamzah (2006) nilai suatu perusahaan dapat
diukur dengan IOS. Dalam hal ini konsep nilai perusahaan adalah suatu
kombinasi aktiva yang dimiliki (asset in place) dengan invesment options (pilihan
investasi) di masa depan. Gaver dan Gaver (1993) menyatakan bahwa nilai
investment options ini tergantung pada discretionary expenditures yang
dikeluarkan oleh manajer di masa depan. Pilihan-pilihan investasi yang dilakukan
perusahaan dimasa depan tersebut kemudian dikenal dengan set kesempatan
investasi atau investment opportunity set (IOS) (Kallapur dan Trombley, 2001
dalam Ningrum, 2011).
Konsep IOS berawal dari adanya suatu kesempatan bagi perusahaan
untuk berkembang namun seringkali perusahaan tidak dapat memanfaatkan
semua kesempatan investasi dimasa yang akan datang sehingga mengalami
pengeluaran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kesempatan yang
hilang. IOS berperan untuk memberikan gambaran tentang luasnya kesempatan
atau pilihan pengeluaran perusahaan untuk kepentingan dimasa yang akan
datang. IOS mengaplikasikan nilai aset dan nilai kesempatan perusahaan untuk
tumbuh dimasa mendatang yang ditunjukkan dengan nilai Net Present Value
positif. IOS tidak dapat diobservasi secara langsung sehingga memerlukan proksi
dalam perhitungannya. Proksi yang dapat digunakan untuk mengukur IOS yaitu
proksi berbasis harga, proksi berbasis investasi dan proksi berbasis varian (Nika
dan Mahaputra, 2012).

Banyak indikator yang dapat mempengaruhi IOS, di antranya adalah rasio


keuangan dan kebijakan deviden. Penelitian mengenai pengaruh rasio keuangan
terhadap IOS perlu dilakukan karena dengan adanya rasio keuangan tersebut
maka investor akan mendapat gambaran mengenai keadaan di dalam suatu
perusahaan, dan juga akan membantu investor dalam mengambil keputusan
untuk melakukan kesempatan berinvestasi atau tidak.
Keputusan perusahaan dalam menentukan jenis investasi dan sumber
dana ditentukan oleh kemapanan aliran kas atau tingkat likuiditas perusahaan.
Perusahaan yang mengalami pertumbuhan tentunya akan lebih banyak
menggunakan sumber pendanaan yang berasal dari modal sendiri atau ekuitas
dari pada utang. Hal ini karena jika pertumbuhan perusahaan dibiayai dengan
utang maka manajer tidak akan melakukan investasi yang optimal sebab para
kreditur akan memperoleh klaim pertama terhadap aliran kas dari investasi
tersebut (Nika dan Mahaputra, 2012).
Perusahaan yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi menandakan
kesempatan bertumbuh perusahaan cenderung rendah. Hal ini dikarenakan oleh
lebih banyak aktiva lancar yang ada di perusahaan dibandingkan dengan aktiva
tetapnya. Aktiva tetap juga mengalami penurunan nilai dikarenakan oleh adanya
faktor penurunan ekonomi atau depresiasi. Pada tahap ini juga banyak aktiva
tetap yang sudah tidak produktif lagi dijual oleh perusahaan. Penelitian yang
dilakukan oleh Kaaro dan Hartono (2002) menunjukkan hasil yang signifikan
antara likuiditas dengan kesempatan bertumbuh perusahaan (Yendrawati dan
Adhianza, 2013).
Perusahaan yang mempunyai solvabilitas tinggi berarti mempunyai
kewajiban jangka panjang yang tinggi, sehingga perusahaan harus berhati-hati

dalam mengeluarkan dana. Perusahaan yang menggunakan dananya berasal


dari pinjaman atau hutang harus berhati-hati dalam mengeluarkan dana untuk
kegiatan perusahaan. Penggunaan dana pinjaman tersebut harus diproyeksikan
secara tepat dan cermat sesuai perencanaan yang dilakukan oleh perusahaan
sebelumnya. Melalui perencanaan yang telah ditentukan maka bisa saja
pengalokasian

dana

pinjaman

perusahaan

dapat

dimanfaatkan

untuk

menciptakan kesempatan berinvestasi.


Hasil penelitian Hamzah (2006) menyatakan bahwa perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung untuk memperkecil utang. Semakin
tinggi tingkat utang, maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan diprediksi
mengalami kebangkrutan oleh debt holder jika tidak mampu membayar utang.
Selain itu jika perusahaan memiliki jumlah utang yang tinggi maka perusahaan
dapat mengalami kesulitan sehingga program-program yang dilakukan mungkin
akan dihentikan dan peluang investasi yang menguntungkan terpaksa harus
dilepas. Dengan adanya tingkat pertumbuhan yang semakin tinggi pada
perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan mampu memanfaatkan dana yang
dimiliki perusahaan untuk menciptakan peluang investasi pada masa yang akan
datang. Hasil penelitian Hamzah (2006) menemukan bahwa rasio solvabilitas
terbukti berpengaruh negatif signifikan terhadap Investment Opportunity Set
(IOS) pada tahap start-up perusahaan.
Tingkat profitabilitas juga turut mempengaruhi besarnya kesempatan
perusahaan untuk melakukan investasi dimasa mendatang. Perusahaan yang
memiliki tingkat keuntungan yang tinggi akan memperluas investasi terkait
dengan perusahaan induknya. Tingkat keuntungan yang tinggi memacu
pertumbuhan dan meningkatkan daya saing perusahaan (Sriani, 2009).

Profitabilitas

berkaitan

dengan

kemampuan

perusahaan

dalam

menghasilkan laba dengan menggunakan aktiva yang dipercayakan kepada


manajemen. Semakin tinggi profitabilitas, maka semakin tinggi kas yang tersedia
di perusahaan untuk mendanai investasi, dan sebaliknya semakin kecil
profitabilitas, maka semakin rendah kemampuan perusahaan dalam melakukan
pendanaan internal. Menurut Alhajjar dan Belkaoui (2001) dalam Lestari (2004)
menyatakan hubungan antara profitabilitas dengan set kesempatan investasi
adalah positif.
Tingkat profitabilitas masa lalu dari suatu perusahaan merupakan penentu
atau determinan penting atas struktur modal perusahaan yang bersangkutan.
Profitabilitas yang tinggi memberikan sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan
dimasa yang akan datang. Dengan besarnya jumlah laba ditahan, suatu
perusahaan mungkin cenderung memilih pendanaan dari sumber tersebut dari
pada

peminjaman.

Besarnya

laba

ditahan

mencerminkan

kemampuan

perusahaan dalam melakukan membiayai ekspansi, sehingga semakin tinggi


profitabilitas, maka semakin tinggi laba ditahan dan semakin tinggi IOS.
Hasil penelitian Subchan dan Sudarman (2011) juga menunjukkan bahwa
perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi cenderung memiliki
set kesempatan investasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaanperusahaan dengan profitabilitas rendah (Yendrawati dan Adhianza, 2013).
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana efektivitas penggunaan aset dengan melihat pada beberapa aset
kemudian menentukan berapa tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada
tingkat kegiatan tertentu (Hanafi dan Halim 2007:78). Pada aktivitas perusahaan

menunjukkan seberapa besar kemampuan yang dilakukan dalam efektivitas


penggunaan aset perusahaan.
Tingkat aktivitas yang semakin tinggi menunjukkan bahwa aliran kas yang
diterima oleh perusahaan semakin besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pengelolaan aktivitas transaksi yang dilakukuan oleh perusahaan semakin efektif.
Dengan adanya tingkat efektivitas penggunaan aset yang tinggi akan
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kesempatan bertumbuh yang tinggi
pada masa yang akan datang. Efektivitas aset perusahaan menunjukkan bahwa
pengeluaran aset dalam penggunaan aktivitas perusahaan lebih bermanfaat
sehingga aset yang dimiliki perusahaan tidak dikeluarkan seluruhnya dan sisa
aset yang dimiliki perusahaan dapat dimanfaatkan untuk menciptakan peluang
berinvestasi. Hubungan antara aktivitas perusahaan dengan investment
opportunity set (IOS) diprediksi mempunyai pengaruh secara positif (Hamzah,
2006).
Perusahaan yang tumbuh memerlukan pendanaan dimana pendanaan
tersebut dapat diperoleh dari pendanaan internal maupun pendanaan eksternal.
Pendanaan internal merupakan pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan
itu sendiri yang diperoleh dari laba ditahan yang tidak dibagikan sebagai dividen
kepada para pemegang saham, sedangkan pendanaan eksternal merupakan
pendanaan yang berasal dari luar perusahaan yaitu hutang yang diperoleh dari
pihak kreditor. Maka dari itu setiap perusahaan memiliki suatu kebijakan
tersendiri dalam menyediakan pendanaan untuk melakukan investasi.
Kebijakan dividen berkaitan dengan keputusan mengenai seberapa besar
laba perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham atau
menahannya untuk diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan. Apabila dividen

yang dibayarkan secara tunai semakin tinggi, maka dana yang tersedia untuk
investasi semakin rendah. Kebijakan dividen ini selanjutnya dapat menyebabkan
terjadinya perilaku pecking order dimana perusahaan lebih mengutamakan dana
internal daripada dana eksternal dalam aktivitas pendanaan yang akan
mempengaruhi penggunaan laba ditahan. Dividen dapat berpengaruh positif
terhadap leverage keuangan karena pembayaran dividen menyebabkan dana
internal yang memadai tetapi bermaksud membayarkan atau mempertahankan
atau meningkatkan pembayaran dividen akan berupaya memperoleh hutang
agar bisa membayar dividen. Dengan demikian, semakin tinggi dividen yang
ingin dibayarkan maka semakin tinggi pula hutang yang harus diperoleh.
Semakin tinggi dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham
mengakibatkan pendapatan yang diperoleh perusahaan semakin banyak yang
dialokasikan untuk dividen dibandingkan untuk laba ditahan. Laba ditahan yang
rendah mengakibatkan kesempatan investasi menjadi berkurang. Di sisi lain,
perusahaan dituntut untuk terus tumbuh maka perusahaan harus dapat
melaksanakan ekspansi dengan melaksanakan investasi yang ada.
Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan tinggi dan kesempatan
investasi yang besar memungkinkan untuk membayar dividen yang rendah
karena mempunyai kesempatan yang menguntungkan dalam mendanai
investasinya secara internal sehingga perusahaan tidak membayarkan lebih
besar labanya kepada pihak luar dalam bentuk dividen. Sebab kalau semakin
tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan,
dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan atau semakin
tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan maka semakin banyak dana yang
dibutuhkan oleh perusahaan tersebut untuk investasi, sehingga dana yang

tersedia dari laba akan ditahan sebagai retained eranings dan tidak dibayarkan
sebagai dividen. Perusahaan yang cenderung menggunakan sumber dana
eksternal untuk mendanai tambahan investasi akan membagikan dividen yang
lebih besar. Pembagian dividen bertujuan untuk memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham atau nilai perusahaan yang ditunjukan dengan nilai saham
(Prasetiono, 2010).
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa terdapat
pengaruh rasio-rasio keuangan dan kebijakan dividen terhadap Investment
Opportunity Set (IOS). Hasil penelitian Nika dan Mahaputra (2012), dan Cahyo
(2015) menunjukan bahwa rasio likuiditas berpengaruh terhadap investment
opportunity set (IOS), namun berbeda dengan penelitian Yendarawati dan
Adhianza (2013), Subhi (2013) dan Hamzah (2006) yang menunjukan hasil
bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh terhadap investment opportunity set
IOS.
Lestari (2004), Subchan dan Sudarman (2011), Hamzah (2006) dan Subhi
(2013) menyatakan dalam penelitiannya bahwa rasio solvabilitas berpengaruh
terhadap investment opportunity set (IOS), tetapi berlawanan dengan penelitian
Nika dan Mahaputra (2012), Yendrawati dan Adhianza (2013) dan Cahyo (2015)
yang menunjukkan hasil bahwa rasio solvabilitas tidak berpengaruh terhadap
investment opportunity set (IOS).
Hasil penelitian Lestari (2004), Yendrawati dan Adhianza (2013), Cahyo
(2015) serta Subchan dan Sudarman (2013) menunjukkan hasil bahwa rasio
profitabilitas berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS), namun
berbeda dengan hasil penelitian Nika dan Mahaputra (2012), Hamzah (2006) dan

Subhi (2013) menyatakan dalam penelitiannya bahwa rasio profitabilitas tidak


berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS).
Rasio aktivitas berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS)
yang ditunjukan pada penelitian Yendrawati dan Adhianza (2013), Subhi (2013)
dan Cahyo (2015), sedangkan hasil penelitian Hamzah (2006) menunjukkan
hasil yang sebaliknya bahwa rasio aktivitas tidak berpengaruh terhadap
investment opportinity set (IOS).
Hasil penelitian Lestari (2004) menunjukkan kebijakan dividen, yang
diproksikan oleh dividend yield, berpengaruh

signifikan negatif terhadap

investment opportunity set (IOS). Yendrawati dan Adhianza (2013) terdapat


pengaruh yang negatif antara kebijakan dividen terhadap Set kesempatan
investasi (IOS). Subchan dan Sudarman (2013) kebijakan deviden berpengaruh
negatif terhadap investment opportunity set (IOS). Jamiyah (2011) Kebijakan
dividen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap investment opportunity set
(IOS). Berdasarkan hasil pengujian Sari (2013) kebijakan deviden terhadap set
kesempatan investasi, dapat diketahui bahwa variabel kebijakan deviden yang
diproksikan dengan Price Earning Ratio memiliki pengaruh yang positif terhadap
investment opportunity set (IOS).
Berdasarkan fenomena di atas dan dengan mempertimbangkan hasil
penelitian terdahulu yang belum konsisten, penelitian ini dimaksudkan untuk
melakukan kajian terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Investment
Opportunity Set (IOS). Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh
Nika dan Mahaputra (2012).
Terdapat perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu,
terletak pada variabel independen, tahun penelitian dan proksi dari Investment

Opportunity Set (IOS) yang di gunakan . Penelitian Nika dan Mahaputra (2012)
menggunakan rasio likuiditas, solvabilitas dan rasio prifitabilitas sebagai variabel
independen, tahun penelitian yang digunakan yaitu dari tahun 2009-201, proksi
IOS yang digunakan yaitu Capital Expenditure to Book Value of Assets (CABVA).
Sedangkan pada penelitian ini, peneliti menambahkan dua variabel independen
yaitu rasio aktivitas dan kebijakan deviden, tahun penelitiannya yaitu dari tahun
2011-2015, sedangkan proksi IOS yang di gunakan yaitu proksi market to book
value of asset (MVBVA), market to book value of equity (MVBVE), earning per
share/price (EPS), dan capital expenditures to book value of asset (CABVA) dan
capital expenditures to market value of asset (CAMVA)
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk kembali
melakukan penelitian mengenai beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
investment opportunity set (IOS) yang masih menunjukan hasil yang beragam
antara hasil penelitian yang satu dengan yang lainnya sehingga menarik untuk
diteliti lebih lanjut sebagai usaha untuk mendapatkan hasil yang lebih konsisten.
Dengan demikian, maka dibuat suatu penilitian dengan judul: Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Investment Opportunity Set (IOS). (Studi Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dari penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah rasio likuiditas berpengaruh terhadap Investment Opportunity
Set (IOS)?
2. Apakah rasio solvabilitas berpengaruh terhadap Investment Opportunity
Set (IOS)?
3. Apakah rasio

profitabilitas

berpengaruh

terhadap

Investment

Opportunity Set (IOS)?

10

4. Apakah rasio aktivitas berpengaruh terhadap Investment Opportunity


Set (IOS)?
5. Apakah kebijakan

dividen

berpengaruh

adanya

pengaruh

terhadap

Investment

Opportunity Set (IOS)?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk

membuktikan

rasio

likuiditas

terhadap

Investment Opportunity Set (IOS).


2. Untuk membuktikan adanya pengaruh rasio solvabilitas terhadap
Investment Opportunity Set (IOS).
3. Untuk membuktikan adanya pengaruh rasio profitabilitas terhadap
Investment Opportunity Set (IOS).
4. Untuk membuktikan adanya pengaruh

rasio

aktivitas

terhadap

Investment Opportunity Set (IOS).


5. Untuk membuktikan adanya pengaruh kebijakan dividen terhadap
Investment Opportunity Set (IOS).

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan bukti empiris maupun
sebagai literatur tambahan mengenai Investment Opportunity Set (IOS)
perusahaan di Indonesia. Selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat
menambah referensi penelitian selanjutnya terutama mengenai pengaruh
rasio keuangan terhadap Investment Opportunity Set (IOS) khususnya bagi
para pelaku pasar modal.

11

2. Manfaat Praktis
a. Sebagai dasar pertimbangan dan masukan bagi pihak perusahaan
dalam menjalankan aktivitas pengembangan usaha nya. Dan juga dapat
memberi masukan kepada manajemen dalam mengatasi kebijakan
investasi perusahaan.
b. Hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan tambahan referensi
guna memperoleh pertimbangan melakukan investasi, sehubungan
dengan harapannya atas dividen yang dibayarkan oleh perusahaan.
3. Manfaat Kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi
pemerintah, IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) serta BAPEPAM-LK dalam
membuat peraturan-peraturan terutama yang berkaitan dengan Investment
Opportunity Set (IOS) dan rasio keuangan.

12

BAB II
KERANGKA TEORITIK

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory )


Teori keagenan membahas hubungan antara principal dan manajemen.
Pemberi kerja akan memberikan hak pada pihak lain yang disebut agen untuk
menjalankan haknya. Kedua belah pihak diikat oleh kontrak yang menyatakan
hak dan kewajiban masing-masing. Pada teori keagenan, yang dimaksud
prinsipal adalah pemegang saham, sedangkan yang dimaksud dengan agen
adalah manajemen selaku pengelola perusahaan. Prinsipal berperan sebagai
penyedia fasilitas dan dana untuk menjalankan perusahaan, sedangkan pihak
manajemen mempunyai kewajiban untuk mengelola amanat pemegang saham
padanya untuk kepentingan tersebut. Manajemen diwajibkan memberikan
laporan periodik pada prinsipal tentang usaha yang dijalankan, sedangkan
prinsipal akan menilai kinerja melalui laporan keuangan yang disampaikan
kepadanya. Pada akhir periode, prinsipal memperoleh hasil berupa bagian laba,
sedangkan agen memperoleh gaji, bonus dan berbagai macam kompensasi
lainnya (Jensen dan Meckling 1978 dalam Nika dan Mahaputra 2012)
Agency Theory adalah teori yang menjelaskan agency relationship dan
masalah-masalah yang ditimbulkannya (Jensen dan Meckling 1986). Biaya
keagenan dibagi ke dalam tiga bentuk, yaitu (1) Monitoring Costs, yang
merupakan biaya untuk memonitor perilaku manajer, (2) Bonding Costs, yang
merupakan biaya untuk membentuk mekanisme untuk menjamin bahwa manajer
akan bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham, (3) Residual Loss,

13

yang merupakan biaya untuk mendorong manajer bertindak sesuai dengan


kemampuannya untuk kepentingan pemegang saham (Manarung 2013)
Perusahaan yang berbentuk perseorangan dan dikelola sendiri oleh
pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer atau pemilik tersebut akan
mengambil setiap tindakan yang mungkin untuk memperbaiki kesejahteraannya,
terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan fasilitas
eksekutif seperti tunjangan, kantor yang mewah, fasilitas transportasi dan
sebagainya (Suwaldiman, 2007 dan Aziz, 2007). Akan tetapi, jika manajer atau
pemilik tersebut mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan
dan menjual sebagian sahamnya kepada pihak lain (pihak luar), maka
pertentangan kepentingan bisa segera muncul.
Jensen (1986) menyatakan bahwa salah satu masalah antara manajer dan
pemegang saham yaitu pemegang saham lebih menyukai pembayaran dividen
daripada diinvestasikan lagi sementara manajer sebaliknya. Perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang rendah lebih cenderung untuk membayar dividen lebih
besar, agar dapat mengalihkan sumber dana perusahaan agar tidak ditanamkan
dalam proyek dengan net present value yang negatif (Jensen, 1986). Hal ini juga
akan memperkecil biaya keagenan yang berkaitan dengan aliran kas bebas.
Sementara untuk perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dividen
yang dibayar lebih kecil karena akan diinvestasikan untuk meningkatkan
pertumbuhan perusahaan (Gul, 1999) dalam (Lestari, 2004).

2.1.2 Signaling Theory


Teori ini di kembangkan oleh Ross (1979). Teori signalling muncul karena
adanya permasalahan asimetris informasi yaitu kondisi dimana manajer lebih
mengetahui informasi tentang operasi dan prospek perusahaan dimasa depan

14

(Tambunan, 2008). Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi


yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar
perusahaan. Menurut Jogiyanto (2013) informasi yang dipublikasikan sebagai
suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan
keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka
diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh
pasar. Dengan demikian,

adanya

asimetris

informasi

akan

mendorong

investment opportunity set sebagai signal bagi pihak luar.


Investment opportunity set (IOS) memiliki pengaruh terhadap cara pandang
manajer, pemilik, kreditur dan investor terhadap profitabilitas serta prospek
pertumbuhan, dengan kata lain Investment opportunity set (IOS) merupakan
sinyal bagi pihak internal maupun pihak eksternal. Proksi IOS dalam penelitian ini
capital expenditure to book value of asset ratio (CABVA) dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam penilaian kondisi pertumbuhan perusahaan oleh investor,
semakin tinggi CABVA maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut
untuk bertumbuh.
Informasi sebagai sinyal yang diumumkan pihak manajemen kepada publik
bahwa perusahaan memiliki prospek bagus dimasa depan (Susilowati, 2006).
Teori sinyal ini membahas bagaimana seharusnya sinyal-sinyal keberhasilan
atau kegagalan managemen (agent) disampaikan kepada pemilik modal
(principle). Penyampaian laporan keuangan dapat dianggap sebagai sinyal,
dimana dengan laporan keuangan tersebut dapat digunakan untuk menilai
kinerja perusahaan yang berarti bahwa apakah agen telah berbuat sesuai
dengan kontrak atau belum.

15

2.1.3 Investment Opportunity Set (IOS)


2.1.2.1 Pengertian Investment Opportunity Set (IOS)
Myers (1997) dalam Dadri (2011) menyatakan bahwa perusahaan adalah
kombinasi antara nilai aktiva rill (asset in place) dan opsi investasi masa depan.
Opsi investasi masa depan ini kemudian dikenal sebagai set kesempatan
investasi atau investment opportunity set (IOS). Opsi investasi merupakan suatu
kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat
melaksanakan

semua

kesempatan

investasi

dimasa

mendatang.

Bagi

perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasai tersebut


akan mengalami suatu pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan
dengan nilai kesempatan yang hilang. Nilai kesempatan investasi merupakan
nilai sekarang dari piliihan-pilihan perusahaan untuk membuat investasi dimasa
mendatang (Dadri 2011).
Komponen nilai perusahaan sebagai hasil dari pilihan-pilihan untuk
membuat investasi di masa mendatang merupakan IOS. Pilihan investasi dimasa
depan tidak hanya pada proyek-proyek yang di danai dari kegiatan-kegiatan riset
dan pengembangan, namun juga kemampuan mengeksploitasi kesempatan
memperoleh keuntungan. Dengan demikian, potensi pertumbuhan dapat
ditunjukkan dengan perbedaan antara nilai pasar saham dengan nilai buku dan
adanya

kesempatan

investasi

yang

menghasilkan

keuntungan.

Dapat

disimpulkan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau


pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa depan (Nika dan
Mahaputra, 2012).
Gaver dan Gaver (1993) opsi investasi masa depan tidak semata-mata
hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan

16

riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang
lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan
dengan perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya.
Kemampuan perusahaan yang lebih tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi
(Dadri 2011)
Menurut Smith dan Watts (1992) dalam Dadri (2011) investment
opportunity set merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi di
masa

mendatang.

Set

kesempatan

investasi

menunjukkan

kemampuan

perusahaan memperoleh keuntungan dari prospek pertumbuhan. Prospek


pertumbuhan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak manajemen,
investor, serta kreditur. Prospek perusahaan yang tumbuh bagi investor
merupakan suatu hal yang menguntungkan, karena investasi yang ditanamkan
diharapkan akan memberikan return yang tinggi. Perusahaan yang tumbuh akan
direspon pasar dan peluang pertumbuhan terlihat pada peluang investasi yang
diproksikan dengan berbagai macam kombinasi nilai investment opportunity set.
2.1.2.2 Proksi Investment Opportunity Set (IOS)
Proksi IOS yang digunakan dalam bidang akuntansi dan keuangan
digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu proksi berbasis harga, proksi berbasis
investasi dan proksi berbasis varian (Kallapur dan Trombley, 1999) dalam
(Ningrum 2011).
1. Proksi berbasis harga (price-based-proxies)
Proksi IOS yang berbasis pada harga didasarkan pada perbedaan antara
asset dan nilai perusahaan. Proksi ini juga berdasar pada anggapan yang
menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial
dinyatakan dalam harga saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki

17

nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif dibandingkan perusahaan yang tidak
tumbuh. Menurut Tjandra (2005) dalam Ningrum (2011) proksi ini menekan
pada pemikiran bahwa prospek perusahaan yang bertumbuh memiliki nilai
pasar yang relatif tinggi dibanding dengan aktiva riilnya. Sehingga IOS
berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek
pertumbuhan perusahaan dinyatakan dengan harga pasar (Pagalung, 2003).
Proksi IOS yang merupakan proksi berbasis harga adalah : market to book
value of asset ratio, market to book value of equity ratio, price earning ratio
dan property, plant and equipment to book value asset ratio.
2. Proksi berbasis pada investasi (investment-based-proxies)
Proksi IOS berbasis pada investasi merupakan proksi yang percaya pada
gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara
positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Proksi IOS yang merupakan proksi
IOS berbasis investasi adalah : R&D expense to firm value ratio, R&D
expense to total assets ratio, R&D expense to sale ratios, capital addition to
firm value ratio, dan capital addition to asset book value ratio.
3. Proksi berbasis varian (variance measurement)
Proksi IOS berbasis pada varian (variance measurement) merupakan proksi
yang mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika
menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang
tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva.
Proksi ini didasarkan atas pemikiran bahwa pilihan investasi menjadi lebih
bernilai ketika variabilitas dari asset meningkat (Kallapur, 2001). Proksi ini
digunakan untuk mengamati variabilitas ukuran dan variabilitas return.
Variabilitas ukuran digunakan untuk melihat pertumbuhan aktiva perusahaan,
sedangkan variabilitas return digunakan untuk mengamati pertumbuhan

18

return perusahaan. Proksi IOS yang berbasis varian adalah : VARRET


(variance of total return), dan Market model Beta. aktiva.
Penelitian ini menggunakan lima proksi IOS yaitu rasio berbasis harga dan
investasi. Rasio berbasis harga yang digunakan adalah Market to Book Value of
Asset (MV/BVA), Market to Book Value of Equity (MV/BE), dan Earning Per
Share/Price (E/P). Sedangkan rasio berbasis investasi yaitu Capital Expenditure
to Book Value of Asset (CA/BVA) dan Capital Expenditure to Market Value of
Asset (CA/MVA).
1. Market to book value of asset (MV/BVA)
Market to book value of asset (MV/BVA) merupaka proksi IOS berdasarkan
harga. Proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan
berdasarkan banyaknya aset yang digunakan dalam menjalankan usahanya.
Bagi para investor, proksi ini menjadi bahan pertimbangan dalam penilaian
kondisi perusahaan. Indikasi adanya perusahaan yang tumbuh merupakan
informasi yang dapat digunakan investor untuk memperoleh return. semakin
tinggi MV/BVA maka semakin besar asset yang digunakan perusahaan dalam
usahanya maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk
tumbuh, sehingga harga sahamnya akan meningkat dan pada akhirnya semakin
tinggi pula kualitas labanya (Ningrum, 2011).
2. Market to book value of equity (MV/BVE)
Market to book value of equity (MV/BVE) merupakan proksi berdasarkan
harga. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan. Rasio ini dapat
diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham beredar dengan harga
penutupan saham terhadap total ekuitas. Bagi para investor yang akan
melakukan pembelian saham perusahaan, penilaian terhadap kemampuan

19

perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal merupakan suatu hal


yang penting. Apabila suatu perusahaan dapat memanfaatkan modalnya dengan
baik dalam menjalankan usaha, maka semakin besar kemungkinan perusahaan
untuk tumbuh, maka harga saham perusahaan tersebut diperkirakan akan
meningkat, dan pada akhirnya semakin meningkat pula return yang diperoleh.
Pemilihan proksi ini karena dapat mencerminkan besarnya return dari aktiva
yang ada dan investasi yang diharapkan dimasa yang akan datang melebihi
return dari ekuitas yang diinginkan (Ningrum, 2011)
3. Earning per share/price (E/P)
Rasio Earning per share/price (E/P) atau rasio laba per lembar saham
terhadap harga pasar saham merupakan ukuran IOS untuk menggambarkan
seberapa besar earning power yang di miliki perusahaan. Perusahaan yang
stabil akan memperlihatkan stabilitas pertumbuhan earning per share/price yang
fluktuatif. Bila E/P perusahaan naik secara konsisten dapat diartikan perusahaan
sedang tumbuh. Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan maka semakin menarik investasi pada perusahaan
tersebut. Hal ini akan berdmpak positif terhadap harga saham dan pada akhirnya
return yang diperoleh akan semakin tinggi (Ningrum, 2011).
4. Capital Expenditure To Book Value Of Asset (CA/BVA)
Rasio ini digunakan untuk melihat besarnya alliran tambahan modal saham
perusahaan.

Dengan

tambahan

modal

saham

ini

perusahaan

dapat

memanfaatkannya untuk tambahan investasi aktiva produktifnya. Para investor


dapat melihat seberapa besar aliran modal tambahan suatu perusahaan dengan
membagi capital expenditure dengan total aset. Semakin besar aliran tambahan
modal saham, semakin besar kemampuan perusahaan untuk memanfaatkannya

20

sebagai tambahan investasi, sehingga perusahaan tersebut mempunyai


kesempatan untuk dapat tumbuh. Pemilihan proksi ini untuk menghubungkan
adanya aliran tambahan modal saham perusahaan untuk aktiva produktif
sehingga berpotensi sebagai indicator perusahaan tumbuh. Rasio ini tidak
termasuk dalam proksi IOS pertumbuhan melainkan investasi (Ningrum, 2011).
5. Capital Expenditure to Market Value of Asset (CA/MVA)
Capital Expenditure to Market Value of Asset (CA/MVA) dengan dasar
pemikiran bahwa perusahaan yang tumbuh memiliki level aktivitas investasi yang
lebih tinggi disbanding dengan perusahaan yang tidak tumbuh ( Rokhayati, 2005)
dalam (Akibar, 2011). CA/MVA yang akan menunjukkan adanya investasi
produktif yang tercermin dari peningkatan nilai pasar asset perusahaan (Dadri,
2011).
2.1.4 Rasio Likuditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampaun likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar
perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan
kewajiban

peusahaan)

Hanafi

dan

Halim

(2007:77).

Likuiditas

adalah

kemampuan suatu perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya yang segera


harus dibayar. Suatu perusahaan dikatakan likuid apabila mampu untuk
memenuhi kewajiban finansialnya tersebut. Untuk menjaga tingkat likuiditas,
maka perusahaan harus dapat memperhatikan apakah perusahaan setiap saat
dapat memenuhi kewajiban pembayaran yang mesti dilakukan dan juga
perusahaan harus segera dapat menyediakan alat-alat likuid sedemikian rupa
sehingga dapat memenuhi kewajiban tersebut pada saat ditagih. Ada beberapa

21

jenis rasio likuiditas seperti current ratio, quick ratio, dan cash ratio (Nika dan
Mahaputra, 2012).
Penelitian ini mengunakan rasio lancar atau current ratio sebagai proksi
dari rasio likuiditas. Rasio lancar dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan
hutang lancar. Rasio lancar menunjukkan besarnya kas yang dimiliki perusahaan
ditambah dengan aset-aset yang bisa berubah menjadi kas dalam kurun waktu
satu tahun, relatif terhadap besarnya hutang-hutang yang jatuh tempo dalam
jangka waktu dekat (tidak debih dari satu tahun), pada tanggal tertentu seperti
yang tercantum pada laporan neraca (Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim,
2007:77). Semakin tinggi rasio lancar berarti semakin besar kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya.
2.1.5 Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas atau leverage ratio adalah rasio-rasio yang dimaksudkan
untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.
Solvabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi segala
kewajiban finansialnya apabila sekiranya perusahaan tersebut pada saat itu
dilikuidasi.

Oleh

karena

solvabilitas

berhubungan

dengan

kemungkinan

dibubarkannya perusahaan maka penilaian dari aktiva yang dimiliki perusahaan


harus didasarkan atas nilai dasar jualnya (Nika dan Mahaputra, 2012).
Rasio

solvabilitas

merupakan

rasio

yang

mengukur

kemampuan

perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan


yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar
dibandingkan total asetnya. Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang
perusahaan dengan demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca (Hanafi dan
Halim 2007:81).

22

Ada beberapa rasio solvabilitas yaitu debt to equity ratio, debt to total asset
dan long term to equity ratio. Rasio solvabilitas dalam penelitian ini diwakili oleh
rasio total hutang terhadap total aset atau debt to equity ratio (DER) yang
merupakan perbandingan total hutang dengan modal sendiri. Rasio total hutang
terhadap total aset merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung sejauh
dana yang disediakan oleh kreditur (Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim,
2009:81). Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar risiko yang dihadapi, dan
investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi (Suad Husnan,
2000:121).
2.1.6 Rasio Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjulan, total aktiva, maupun modal sendiri. Hanafi dan
Halim (2007:83) menyatakan rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan
untuk

mengukur

kemampuan

perusahaan

menghasilkan

keuntungan

(profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset,dan modal saham yang tertentu. Ada
beberapa rasio profitabilitas yaitu net profit margin, earning power of total
investment dan return on asset (ROA). Profitabilitas dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan ROA, yang merupakan kemampuan dari total modal yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan
dihitung dengan keuntungan netto setelah pajak dengan total aktiva.
Return On Asset (ROA) merupakan proksi yang digunakan untuk
menghitung kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan
pada tingkat aset tertentu (Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim, 2009:84). Rasio
ini sering disebut juga sebagai Return On Investment (ROI). Rasio Return On
Asset (ROA) yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen aset yang

23

merupakan efisiensi manajemen. Semakin tinggi tingkat Return On Asset (ROA)


suatu perusahaan, semakin baik perusahaan tersebut. Tingkat profitabilitas
(ROA)

yang

tinggi

pada

perusahaan

akan

meningkatkan

daya

saing

antarperusahaan. Perusahaan yang memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi


akan membuka lini atau cabang yang baru serta memperbesar investasi atau
membuka investasi baru terkait

dengan perusahaan induknya. Tingkat

keuntungan yang tinggi menandakan pertumbuhan perusahaan pada masa


mendatang.
2.1.7 Rasio Aktivitas
Rasio Aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Rasio aktivitas juga
digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas
sehari-hari. Dari hasil pengukuran apakah perusahaan lebih efisien dan efektif
dalam mengelola aset yang dimilikinya atau mungkin sebaliknya. Dengan
demikian, dari hasil pengukuran ini jelas bahwa kondisi perusahaan periode
mampu atau tidak untuk mencapai target yang telah ditentukan (Kasmir
2012:172 dalam Cahyo 2015).
Rasio ini melihat pada beberapa aset kemudian menentukan berapa
tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat aktivitas tertentu. Aktiva yang
rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya
dana kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva tersebut Hanafi dan Halim
(2007:78). Ada beberapa rasio aktivitas sering digunakan yaitu, rata-rata umur
piutang, perputaran persediaan, perputaran aktiva tetap dan perputaran total
aktiva. Rasio aktivitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
perputaran total aktiva atau Total Asset Turn Over (TATO).

24

Syamsuddin (2009:19) dalam Cahyo (2015) Total Assets Turn Over,


merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan
aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu. Total Asset
Turn Over sebagai rasio yang melihat sejauh mana keseluruhan aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan terjadi perputaran secara efektif. Jadi semakin besar
rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan
meraih laba dan menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva
dalam menghasilkan penjualan.
2.1.8 Kebijakan Deviden
Dividen adalah hak pemegang saham biasa (common stock) untuk
mendapatkan

bagian

dari

keuntungan

perusahaan.

Jika

perusahaan

memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang


saham biasanya akan mendapatkan hak yang sama (Jogiyanto, 2002) dalam
(Subchan dan Sudarman, 2011).
Menurut Brigham et.al (2002) kebijakan dividen adalah teori ketidak relevan
dividen karena tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai sahamnya ataupun
terhadap biaya modalnya. Dan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya
untuk menghasilkan laba dan resiko bisnisnya. Nilai perusahaan tergantung
semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada
bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba yang ditahan.
Menurut Sartono (1996:369-389), menyatakan bahwa kebijakan dividen
adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan
kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba
ditahan guna pembiayaan investasi dimasa mendatang.

25

Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen maka


akan mengurangi laba yang ditahan dan kemudian akan mengurangi total
sumber daya internal financing, maka kemampuan pembentukan dana intern
akan semakin besar. Dengan asumsi tersebut maka kebijakan dividen ini harus
dianalisa dalam kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan
struktur modal secara keseluruhan dan faktor-faktor penting yang mempengaruhi
kebijakan dividen adalah kesempatan investasi yang tersedia, biaya modal
alternatif, dan preferensi pemegang saham untuk menerima pendapatan saat ini
atau menerimanya dimasa yang akan datang. Riyanto (1995:267-268),
menyatakan

bahwa

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

kebijakan

dividen

perusahaan antara lain :


1. Posisi likuiditas perusahaan
Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor penting
yang harus dipertimbangkan sebelum menetapkan besarnya dividen yang
akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen
merupakan cash outflow, maka semakin kuat posisi likuiditas perusahaan
berarti semakin besar kemampuan untuk membayar dividen.
2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang
Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan hutangnya

akan

dikembalikan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian


besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti bahwa
hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang dapat
dibayarkan sebagai dividen.

26

3. Tingkat pertumbuhan perusahaan


Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, maka semakin besar
kebutuhan untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Semakin
besar

kebutuhan

dana

di

waktu

mendatang

untuk

membiayai

pertumbuhannya, perusahaan tersebut biasanya lebih senang untuk menahan


pendapatannya daripada dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang
saham dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan semakin
besar dana yang dibutuhkan, semakin besar kesempatan memperoleh
untung, semakin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam
perusahaan, sehingga semakin rendah pembagian dividennya.
4. Pengawasan terhadap perusahaan
Ada perusahaan yang memiliki kebijakan hanya membiayai ekspansinya
dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut
dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan
laba yang berasal dari penjualan saham baru akan melemahkan kontrol dari
kelompok dominan didalam perusahaan. Demikian pula apabila membiayai
ekspansi

dengan

Mempercayakan
mempertahankan

hutang
pada
kontrol

akan

memperbesar

pembelanjaan

intern

terhadap

perusahaan,

risiko

dalam

financialnya.

rangka

berarti

usaha

mengurangi

pembagian dividennya.

2.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu tentang fakor-faktor yang mempengaruhi investment
opportunity set (IOS) telah banyak dilakukan oleh penelitian sebelumnya.
Namun, dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh penelitian terdahulu
ternyata hasil penelitiannya masih belum konsisten. Berikut penelitian-penelitian
terkait rasio keuangan dan investment opportunity set (IOS).

27

Nika dan Mahaputra (2012) menguji tentang pengaruh rasio likuiditas, rasio
solvabilitas, dan rasio profitabilitas terhadap investment opportunity set (IOS).
Jumlah sampel sebanyak 56 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2010. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
rasio likuiditas berpengaruh terhadap variabel IOS. Namun demikian, rasio
solvabilitas dan rasio profitabilitas tidak berpengaruh terhadap IOS.
Yendrawati dan Adhiianza (2013) menguji tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap set kesempatan berinvestasi (IOS) pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jumlah sampel sebanyak 33
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 20082011. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif
antara rasio profitabilitas terhadap IOS dan juga rasio aktivitas terhadap IOS,
namun tidak terdapat pengaruh antara rasio likuiditas terhadap IOS dan juga
rasio solvabilitas terhadap IOS.
Hamzah (2007) menguji tentang pengaruh rasio likuiditas, profitablitas,
aktivitas, dan solvabilias terhadap investment opportunity set (IOS) dalam
tahapan siklus kehidupan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Jumlah sampel sebanyak 135 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2001-2005. Untuk pengujian
regresi secara parsial pada tahap pendirian hanya rasio aktivitas dan solvabilitas
yang berpengaruh secara signifikan pada IOS, sedangkan pada tahap ekspansi
awal hanya rasio aktivitas yang berpengaruh secara signifikan pada IOS. Pada
tahap ekspansi akhir, kedewasaan, dan decline tidak ada satu pun rasio
keuangan dalam penelitian ini yang berpengaruh secara signifikan terhadap IOS.

28

Subchan dan Sudarman (2011) menguji tentang pengaruh kebijakan utang,


kebijakan dividen, risiko iinvestasi dan profitabilitas perusahaan terhadap set
kesempatan investasi (IOS).

Jumlah sampel sebanyak 35 perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2009. Hasil
pengujiannya

menunjukkan

kebijakan

utang

yang

diukur

dengan

DER

berpengaruh negatif terhadap IOS, sedangkan profitabilitas berpengaruh positif


terhadap IOS.
Subhi (2013) menguji pengaruh rasio keuangan terhadap investment
opportunity set (IOS) dalam tahapan siklus kehidupan perusahaan. Jumlah
sampel sebanyak 114 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2007-20012. Hasil pengujian regresi secara parsial dapat
disimpulkan bahwa pada tahap pendirian dan pertumbuhan hanya return on
assets ratio, debt to equity ratio, dan price earning ratio yang berpengaruh
secara signifikan terhadap investment opportunity set (IOS). Pada tahap
kedewasaan dan tahap stabil hanya variabel return on assets ratio dan price
earning ratio yang berpengaruh secara signifikan terhadap investment
opportunity set (IOS), sedangkan pada tahap penurunan hanya variabel return
on assets ratio, saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap investment
opportunity set (IOS).
Lestari (2004) menguji tentang kebijakan utang, kebijakan dividen, risiko
dan profitabilitas perusahaan terhadap set kesempatan investasi. Sampel
penelitian terdiri dari 69 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) tahun 1999-2002). Hasil penelitian menujukkan bahwa hubungan
antara kebijakan utang yang diukur dengan DER berpengaruh signifikan

29

terhadap IOS, dan terdapat hubungan yang positif antara profitabilitas dengan
IOS.
Cahyo (2015) menguji tentang pengaruh rasio Keuangan seperti Current
Ratio (CR), Total asset Turnover (TATO), Return On Asset (ROA) dan Debt to
Equity Ratio (DER) terhadap Investment Opportunity Set (IOS) dalam tahapan
ekspansi awal siklus kehidupan perrusahaan. Sampel yang digunakan sebanyak
18 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2010-2013. Hasil pengujian menunjukkan CR berpengaruh negatif signifikan
terhadap Investment Opportunity set (IOS), ROA berpengaruh positif signifikan
terhadap Investment Opportunity set (IOS) dan TATO dan DER tidak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Investment Opportunity set (IOS).
Dari hasil penelitian terdahulu di atas terlihat adanya perbedaan, Hasil
penelitian Nika dan Mahaputra (2012), dan Cahyo (2015) menunjukan bahwa
rasio likuiditas berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS), namun
berbeda dengan penelitian Yendarawati dan Adhianza (2013), Subhi (2013) dan
Hamzah (2006) yang menunjukan hasil bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh
terhadap investment opportunity set IOS.
Lestari (2004), Subchan dan Sudarman (2011), Hamzah (2006) dan Subhi
(2013) menyatakan dalam penelitiannya bahwa rasio solvabilitas berpengaruh
terhadap investment opportunity set (IOS), tetapi berlawanan dengan penelitian
Nika dan Mahaputra (2012), Yendrawati dan Adhianza (2013) dan Cahyo (2015)
yang menunjukkan hasil bahwa rasio solvabilitas tidak berpengaruh terhadap
investment opportunity set (IOS).
Hasil penelitian Lestari (2004), Yendrawati dan Adhianza (2013), Cahyo
(2015) serta Subchan dan Sudarman (2013) menunjukkan hasil bahwa rasio

30

profitabilitas berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS), namun


berbeda dengan hasil penelitian Nika dan Mahaputra (2012), Hamzah (2006) dan
Subhi (2013) menyatakan dalam penelitiannya bahwa rasio profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS).
Rasio aktivitas berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS)
yang ditunjukan pada penelitian Yendrawati dan Adhianza (2013), Subhi (2013)
dan Cahyo (2015), sedangkan hasil penelitian, dan Hamzah (2006) menunjukkan
hasil yang sebaliknya bahwa rasio aktivitas tidak berpengaruh terhadap
investment opportinity set (IOS).

2.3 Kerangka Pemikiran


Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan penting yang
diinginkan oleh pihak internal perusahaan yaitu manajemen maupun eksternal
perusahaan seperti investor dan kreditur. Peluang pertumbuhan perusahaan
tersebut terlihat pada kesempatan investasi yang diproksikan dengan berbagai
macam nilai set kesempatan investasi (investment opportunity set).
Banyak indikator yang dapat mempengaruhi investment opportunity set
(IOS), salah satunya adalah rasio keuangan. Keputusan perusahaan dalam
menentukan jenis investasi dan sumber dana ditentukan oleh kemapanan aliran
kas

atau

tingkat

likuiditas

perusahaan.

Perusahaan

yang

mengalami

pertumbuhan tentunya akan lebih banyak menggunakan sumber pendanaan


yang berasal dari modal sendiri atau ekuitas dari pada utang. Hal ini karena jika
pertumbuhan perusahaan dibiayai dengan utang maka manajer tidak akan
melakukan investasi yang optimal sebab para kreditur akan memperoleh klaim
pertama terhadap aliran kas dari investasi tersebut (Nika dan Mahaputra, 2012).

31

Tingkat profitabilitas juga turut mempengaruhi besarnya kesempatan


perusahaan untuk melakukan investasi di masa mendatang. Perusahaan yang
memiliki tingkat keuntungan yang tinggi akan memperluas investasi terkait
dengan perusahaan induknya. Tingkat keuntungan yang tinggi memacu
pertumbuhan dan meningkatkan daya saing perusahaan (Sriani, 2009).
Perusahaan yang mempunyai solvabilitas tinggi berarti mempunyai
kewajiban jangka panjang yang tinggi, sehingga perusahaan harus berhati-hati
dalam mengeluarkan dana. Perusahaan yang menggunakan dananya berasal
dari pinjaman atau hutang harus berhati-hati dalam mengeluarkan dana untuk
kegiatan perusahaan. Penggunaan dana pinjaman tersebut harus diproyeksikan
secara tepat dan cermat sesuai perencanaan yang dilakukan oleh perusahaan
sebelumnya. Melalui perencanaan yang telah ditentukan maka bisa saja
pengalokasian

dana

pinjaman

perusahaan

dapat

dimanfaatkan

untuk

menciptakan kesempatan berinvestasi.


Aktivitas perusahaan menunjukkan tingkat efektivitas yang ada pada
perusahaan. Semakin tinggi tingkat aktivitas yang ada pada perusahaan semakin
besar aliran kas yang diterima perusahaan berarti semakin efektif dalam
mengelola aktivitas transaksi yang ada di perusahaan. Adanya tingkat efektivitas
yang tinggi menunjukkan kesempatan bertumbuh perusahaan yang tinggi pada
masa mendatang. Hubungan antara aktivitas perusahaan dengan IOS diprediksi
mempunyai

pengaruh

secara

positif.

Hasil

penelitian

Hamzah

(2006)

menemukan bahwa rasio aktivitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap


Investment Opportunity Set (IOS) pada tahap ekspansi awal.
Kebijakan dividen berkaitan dengan keputusan mengenai seberapa besar
laba perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham atau

32

menahannya untuk diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan. Apabila dividen


yang dibayarkan secara tunai semakin tinggi, maka dana yang tersedia untuk
investasi semakin rendah. Kebijakan dividen ini selanjutnya dapat menyebabkan
terjadinya perilaku pecking order dimana perusahaan lebih mengutamakan dana
internal dari pada dana eksternal dalam aktivitas pendanaan yang akan
mempengaruhi penggunaan laba ditahan. Dividen dapat berpengaruh positif
terhadap leverage keuangan karena pembayaran dividen menyebabkan dana
internal yang memadai tetapi bermaksud membayarkan atau mempertahankan
atau meningkatkan pembayaran dividen akan berupaya memperoleh hutang
agar bisa membayar dividen. Dengan demikian, semakin tinggi dividen yang
ingin dibayarkan maka semakin tinggi pula hutang yang harus diperoleh.
Model dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran berikut
ini:
Likuiditas (X1)
Solvabilitas (X2)
Profitabilitas (X3)

Investment
Opportunity Set
(Y)

Aktivitas (X4)
Dividen (X5)
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran
Sumber: Cahyo (2015) dikembangkan untuk penelitian

33

2.4 Pengembangan Hipotesis


2.4.1

Pengaruh Likuiditas terhadap Investment Opportunity

Set (IOS)
Likuiditas berpengaruh terhadap IOS karena semakin banyak jumlah aktiva
lancar yang ada di perusahaan maka semakin besar peluang perusahaan untuk
melakukan investasi. Hal ini dapat disebabkan karena aktiva lancar yang dimiliki
perusahaan lebih besar dibandingkan hutang yang dimiliki oleh perusahaan.
Dengan tingkat aktiva lancar yang lebih tinggi dari hutang lancar maka
perusahaan akan memiliki kesempatan yang lebih tinggi untuk melakukan
investasi. Jadi perusahaan masih dapat melakukan investasi dari selisih aktiva
lancar dengan hutang lancar yang dimiliki.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nika dan Mahaputra (2012)
dan Cahyo (2015) menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap
investment opportunity set IOS, dengan demikian hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut:
H1: Likuiditas berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS).
2.4.2

Pengaruh

Solvabilitas

terhadap

Investment

Opportunity Set (IOS)


Untuk memperkecil biaya yang timbul sehubungan dengan konflik
kepentingan antara manajer dan pemegang saham, pemegang saham
menyertakan pihak ketiga untuk menanggung biaya pengawasan. Hal ini dikenal
sebagai control hypothesis, yaitu untuk memperkecil tindakan-tindakan akan
menguntungkan diri sendiri yang diambil manajer, perusahaan yang memiliki
aliran kas bebas yang tinggi dengan tingkat pertumbuhan yang rendah akan

34

lebih cenderung untuk memperbesar utang, dengan logika pemanfaatan aliran


kas bebas yang tersedia tersebut akan ditanamkan pada proyek-proyek yang
memiliki net present value yang positif yang nantinya akan meningkatkan nilai
perusahaan. Sebaliknya untuk perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan
yang tinggi, tidak akan ada masalah biaya keagenan yang berkaitan dengan
aliras kas bebas yang tinggi karena pada perusahaan ini setiap kelebihan dana
selalu dapat digunakan oleh perusahaan untuk pertumbuhannya (Lestari 2004).
Penurunan nilai perusahaan dapat terjadi akibat dari tidak dilaksanakan
investasi yang sangat menguntungkan karena perusahaan menganggap bahwa
debt holder merupakan hak pertama yang memiliki klaim atas aliran kas yang
diperoleh dari proyek tersebut. Perusahaan yang pertumbuhannya rendah
berusaha menarik dana dari pihak luar untuk mendanai investasinya dengan
mengorbankan sebagian labanya dalam bentuk deviden. Hal ini mengisyaratkan
bahwa perusahaan yang berkesempatan untuk tumbuh lebih besar akan
mempunyai

utang

yang

lebih

sedikit

dikarenakan

perusahaan

lebih

mengutamakan solusi atau masalah yang berkaitan dengan utang (Hamzah,


2007).
Lestari (2004), Subchan dan Sudarman (2011), Hamzah (2007) dan Subhi
(2013) menyatakan dalam penelitiannya bahwa rasio solvabilitas berpengaruh
terhadap investment opportunity set (IOS). Dengan demikian hipotesis yang
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
H2: Solvabilitas berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS)
2.4.3

Pengaruh

Profitabilitas

terhadap

Investment

Opportunity Set (IOS)

35

Profitabilitas yang tinggi memberikan sinyal mengenai pertumbuhan


perusahaan di masa yang akan datang. Sebagian dari profitabilitas tersebut akan
ditanamkan lagi dalam bentuk investasi untuk meningkatkan nilai perusahaan
AlNajjar dan Belkaoui (1999) dalam lestari (2004). Tingkat profitabilitas yang
tinggi pada perusahaan akan meningkatkan daya saing perusahaan. Perusahaan
yang mendapatkan tingkat keuntungan yang tinggi akan membuka lini atau
cabang yang baru serta memperbesar investasi terkait dengan perusahaan
induknya. Sebagian dari profit yang dihasilkan akan diinvestasikan kembali untuk
meningkatkan nilai perusahaan. Dengan besarnya jumlah laba ditahan, suatu
perusahaan mungkin cenderung memilih pendanaan dari sumber tersebut
dibanding peminjaman. Besarnya laba ditahan mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam melakukan membiayai ekspansi, sehingga semakin tinggi
profitabilitas, maka semakin tinggi laba ditahan dan semakin tinggi investment
opportunity set (IOS).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lestari (2004), Yendrawati dan
Adhianza (2013), Cahyo (2015) serta Subchan dan Sudarman (2013)
menunjukkan hasil bahwa rasio profitabilitas berpengaruh terhadap investment
opportunity set (IOS). Dengan demikian hipotesis yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut:
H3: Profitabilitas berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS).
2.4.4

Pengaruh Aktivitas terhadap Investment Opportunity

Set (IOS)
Aktivitas perusahaan menunjukkan tingkat efektivitas yang ada pada
perusahaan. Semakin tinggi tingkat aktivitas yang ada pada perusahaan semakin
besar aliran kas yang diterima perusahaan berarti semakin efektif dalam

36

mengelola aktivitas transaksi yang ada di perusahaan. Tingkat efektivitas yang


tinggi menunjukkan kesempatan bertumbuh perusahaan yang tinggi pada masa
mendatang. Hal ini berarti semakin tinggi rasio aktivitas semakin tinggi pula
kesempatan tumbuh (Yendrawati dan Adhianza, 2012).
Salah satu rasio aktivitas adalah Total Asset Turn Over, yaitu rasio yang
membagi antara total penjualan dengan total aktiva, rasio ini dipergunakan untuk
mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar
dalam satu periode tertentu atau kemampuan modal yang ditanamkan untuk
menghasilkan revenue. Efektivitas aset perusahaan menunjukkan bahwa
pengeluaran aset dalam penggunaan aktivitas perusahaan lebih bermanfaat
sehingga aset yang dimiliki perusahaan tidak dikeluarkan seluruhnya dan sisa
aset yang dimiliki perusahaan dapat dimanfaatkan untuk menciptakan peluang
berinvestasi (Cahyo, 2015).
Rasio

aktivitas

menunjukkan

pengaruh

terhadap

(IOS)

penelitian

Yendrawati dan Adhianza (2012), Subhi (2013) dan Cahyo (2015) hal ini
disebabkan karena aktivitas yang dilakukan perusahaan dari efektivitas rasio
aktivitas telah menghasilkan nilai sekarang bersih yang positif, sehingga
kesempatan bertumbuh perusahaan juga tinggi.

Dengan demikian hipotesis

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:


H4: Rasio Aktivitas berpengaruh terhadap investment opportunity set (IOS).
2.4.5

Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Investment

Opportunity Set (IOS)


Kebijakan dividen adalah sebuah kebijakan yang sulit ditebak, untuk
meningkatkan nilai perusahaan, maka disamping membuat kebijakan dividen
maka perusahaan dituntut untuk tumbuh. Pertumbuhan dapat diwujudkan

37

dengan

menggunakan

kesempatan

investasi

sebaik-baiknya.

Investasi

berhubungan dengan pendanaan dan apabila investasi sebagian besar didanai


internal equity maka akan mempengaruhi dividen yang dibagikan. Semakin besar
investasi semakin berkurang dividen yang dibagikan. Apabila dana internal equity
kurang mencukupi dari dana yang dibutuhkan untuk investasi maka bisa
dipenuhinya dari eksternal khususnya dari hutang. Perusahaan yang cenderung
menggunakan sumber dana eksternal untuk mendanai tambahan investasi akan
membagikan dividen yang lebih besar (Sari, 2013).
Berdasarkan hasil pengujian Lestari (2004) hubungan set kesempatan
investasi dengan kebijakan dividen (dalam hal ini diproksikan dengan dividend
yield) negatif, yang berarti perusahaan yang bertumbuh cenderung untuk
membayar dividen lebih kecil, karena laba akan diinvestasikan kembali untuk
meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Hasil penelitian ini mempunyai
kesamaan hasil dengan penelitian Subchan dan Sudarman (2005) yang
membuktikan bahwa Kebijakan hutang berpengaruh negatif.
Hasil pengujian Sari (2013) kebijakan deviden terhadap set kesempatan
investasi, dapat diketahui bahwa variabel kebijakan deviden yang diproksikan
dengan Price Earning Ratio memiliki pengaruh yang positif terhadap Set
Kesempatan Investasi tetapi tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa
perusahaan tumbuh menggunakan laba ditahan untuk melakukan ekspansi dan
membiayai investasi yang dilakukan sehingga tersedianya alternatif investasi di
masa datang bagi perusahaan akan semakin meningkat. Dengan demikian
hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
H5: Kebijakan dividen berpengaruh terhadap investment opportunity set
(IOS).

38

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek dan Waktu Penelitian
Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan waktu penelitian yaitu dari bulan Mei
sampai dengan bulan Juli 2016.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2011-2015. Pemilihan sampel dalam
penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu
pemilihan sampel dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Adapun
kriteria sampel yang digunakan sebagai berikut:
1. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan secara lengkap dan
telah di audit selama tahun 2011-2015.
2. Perusahaan yang mengalami laba selama tahun 2011-2015.

3.3 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif,
sedangkan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yaitu diperoleh
dari laporan keuangan melaui media elektronik. Data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini berupa laporan tahunan perusahaan manufaktur yang tercatat
periode 2011-2015. Data diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu
www.idx.co.id.

39

3.4 Metode Pengumpulan Data


Data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi pustaka dan
dokumentasi. Studi pustaka dilakukan dengan mengolah literatur, artikel, jurnal
maupun media tertulis lain yang berkaitan dengan topik pembahasan dari
penelitian ini. Sedangan dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan sumbersumber data dokumenter seperti laporan tahunan perusahaan yang menjadi
sampel penelitian.

3.5 Motode Analisis Data


Berdasarkan hipotesis dalam penelitian ini maka metode analisis data yang
digunakan

adalah

analisis

kuantitatif.

Analisis

kuantitatif

adalah

suatu

pengukuran yang digunakan dalam suatu penelitian yang dapat diuntungkan


dengan jumlah satuan tertentu atau dinyatakan dengan angka-angka. Analisis ini
meliputi pengolahan data, pengorganisasian data dan penemuan hasil.
Pengujian data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
model regresi. Adapun pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
3.5.1. Analisis Regresi Linier Berganda
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan model
analisis regresi linier berganda.Tujuan penggunaan teknik analisis regresi secara
umum adalah untuk mengetahui pola hubungan (positif, negatif, atau tidak ada
hubungan) antara variabel bebas dengan terikat dan menaksirkan nilai variabel
terikat berdasarkan nilai variabel bebas yang telah diketahui.Analisis regresi
berganda bertujuan untuk menguji hubungan antara beberapa variabel dengan
satu variabel terikat.

40

Proses pengolahan data dalam analisis regresi linier berganda dilakukan


dengan bantuan program SPSS (Statistis Program For Social Science) 21.0 for
windows. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh
variabel rasio likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan aktivitas terhadap
investment opportunity set (IOS) pada perusahaan manufaktur. Bentuk dari
model persamaan regresi berganda secara matematis adalah sebagai berikut :
Y = +

b1

X 1 + b2

X2 +

Dimana :
Y

= Investment Opportunity Set (IOS)


= Konstanta

b13 = Koefisien regresi


X1

= Likuiditas

X2

= Solvabilitas

X3

= Profitabilitas

X4

= Aktivitas

3.5.2. Uji Asumsi Klasik


Penggunaan model regresi harus memenuhi asumsi-asumsi klasik agar
model regresi dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi
syarat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) beberapa pesyaratan yang perlu
diuji yaitu:
3.5.2.1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas dibutuhkan untuk menguji data yang digunakan berdistribusi
normal ataukah tidak. Data yang baik adalah data yang terdistribusi normal
sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya bias. Pengalaman
menunjukan bahwa distribusi normal merupakan model yang cukup baik bagi
yang bersifat kontinu yang nilainya tergantung pada sejumlah faktor dimana
masing-masing faktor memiliki pengaruh negatif atau positif yang relatif kecil

41

(Gujarati, 2009). Informasi terhadap variasi variabel dependen yang tidak dapat
diterangkan pada regresi akan termuat dalam residual.
Untuk melakukan pemeriksaan terhadap persamaan regresi melanggar
asumsi ataukah tidak maka digunakan analisis residual. Setelah mendapatkan
nilai residual tersebut maka selanjutnya dilakukan analisis uji normalitas melalui
uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan level of significant sebesar 0,05
atau sebesar 5%. Pengujian normalitas dilakukan dengan membandingkan pvalue yang diperoleh dengan tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 0,05.
Bila p-value 0,05 maka data yang digunakan dalam penelitian merupakan data
yang terdistribusi normal dan sebaliknya bila nilai p-value < 0,05 maka data tidak
terdistribusi normal.
3.5.2.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual, dari suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians
berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas dapat dilihat dari pola pada scatterplot.
Heterokedastisitas tidak terjadi apabila pada scatterplot menunjukkan sebagai
berikut :

42

1. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar nol.


2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas dan di bawah.
3. Penyebaran
titik
tidak
boleh
membentuk
pola
berulang
melebar,menyempit, kemudian melebar kembali.
4. Penyebaran tidak berpola.
3.5.2.3. Uji Multikolinearitas
Multiokolinearitas adalah situasi dimana terdapat korelasi antara variabel
independen satu dengan yang lainnya dalam suatu model regresi. Uji
multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas adalah situasi
dimana terdapat korelasiantar variabel independen satu engan lainnya dalam
suatu model regresi. Model regresi yang baik sebaiknya tidak terdapat korelasi
diantara variabel independennya. Jika antar variabel independen terjadi korelasi,
maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel
independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan
nol (Ghozali, 2013).
Multikolinearitas dapat diukur dengan menggunakan Variance Inflation
Factor (VIF). Menurut Gujarati (2009) dalam Ningrum (2012).multikolinearitas
terjadi ketika VIF > 10. Akibat dari multikolinearitas adalah koefisien-koefisien
regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error setiap koefisien
regresi menjadi tak terhingga.
3.5.2.4. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah situasi dimana terdapat korelasi yang terjadi pada
kondisi serangkaian data dalam observasi yang terletak berderetan secara series
dalam bentuk waktu maupun tempat yang berdekatan. Autokorelasi timbul
karena kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi
lainnya. Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji model regresilinear terdapat
korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). Untuk mendeteksi ada tidaknya
43

auto korelasi dapat digunakan metode Run Test. Run Test sebagai bagian dari
statistik non-paramemetrik dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar
residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual terdapat hubungan
korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test
digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak
(sistematis) (Ghozali, 2013).
Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji
Run Test dengan tingkat signifikan pada 0,05 atau 0,05. Bila p-value 0,05 maka
data yang digunakan dalam penelitian merupakan data residual random (acak)
dan sebaliknya bila nilai p-value < 0,05 maka data residual tidak random
(Ghozali, 2013).

3.6 Definisi Operasional Variabel


3.6.1

Variabel Independen

Penelitian ini menggunakan rasio keuangan sebagai variabel independen


yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas dan rasio aktivitas.
1. Rasio Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk membayar hutanghutangnya yang segera harus dibayar. Suatu perusahaan dikatakan likuid
apabila mampu memenuhi kewajiban finansialnya tersebut. Penelitian ini
mengunakan current ratio sebagai proksi dari rasio likuiditas. Current ratio
merupakan perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar,
yang dirumuskan sebagai berikut Hanafi dan Halim (2007:77):

Current Ratio=

Aktiva Lancar
Hutang Lancar

44

2. Rasio Solvabilitas
Solvabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
segala kewajiban finansialnya apabila sekiranya perusahaan tersebut pada saat
itu dilikuidasi. Oleh karena solvabilitas berhubungan dengan kemungkinan
dibubarkannya perusahaan maka penilaian dari aktiva yang dimiliki perusahaan
harus didasarkan atas nilai dasar jualnya. Rasio solvabilitas dalam penelitian ini
diwakili oleh debt to equity ratio (DER) yang merupakan perbandingan total
hutang dengan modal sendiri. Rasio DER dapat dirumuskan sebagai berikut
Hanafi dan Halim (2007:81):

Debt Equity Ratio=

Total Hutang
Modal

3. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjulan, total aktiva, maupun modal sendiri. Profitabilitas
dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan ROA, yang merupakan
kemampuan dari total modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk
menghasilkan keuntungan dihitung dengan keuntungan netto setelah pajak
dengan total aktiva. Rasio ROA dapat dirumuskan sebagai berikut Hanafi dan
Halim (2007:83):

45

ReturnOn Asset=
4. Rasio Aktivitas

Laba Bersih
Total Aktiva

Rasio Aktivitas adalah rasio yang di gunakan untuk mengukur efektivitas


perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Rasio aktivitas juga
digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas
sehari-hari. Rasio ini melihat pada beberapa aset kemudian menentukan berapa
tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat aktivitas tertentu. Aktiva yang
rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya
dana kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva tersebut Hanafi dan Halim
(2007:78).
Rasio aktivitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
perputaran total aktiva atau Total Asset Turn Over (TATO). Total Assets Turn
Over (TATO), merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan
keseluruhan aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu.
Total Asset Turn Over (TATO) sebagai rasio yang melihat sejauh mana
keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terjadi perputaran secara
efektif. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva
dapat lebih cepat berputar dan meraih laba dan menunjukkan semakin efisien
penggunaan keseluruhan aktiva dalam menghasilkan penjualan.Total Assets
Turn Over (TATO) dirumuskan sebagai berikut Hanafi dan Halim (2007:78):

Tot al Asset

Turn Penjualan
Total Aktiva

46

5. Kebijakn Dividen
Dividen adalah laba yang dibagikan kepada pemegang saham berdasarkan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Subchan dan Sudarman, 2005).
Variabel

ini

diproksikan

oleh

dividend

payout

ratio,

yaitu

merupakan

perbandingan antara dividen per lembar saham terhadap keuntungan per lembar
saham. Skala pengukuran yang digunakan adalah rasio. Secara matematis DPR
dirumuskan sebagai berikut (Kurniati 2003):

Dividend Payout Ratio=

3.6.2

Dividen P er S hare
Earning Per Share

Variabel Dependen

Penelitian ini menggunakan Investment Opportunity Set (IOS) sebagai


variabel dependen. IOS merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi
aktiva yang dimiliki dan pilihan pertumbuhan pada masa yang akan datang.
Dalam penelitian ini IOS diproksikan dengan menggunakan dua proksi yaitu:
1. Market to book value of asset ratio (MVABA)
Investment opportunity set (IOS) akan diukur melalui Market Value to Book
Value of Assets (MVABVA). Rasio ini memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap Rasio keuangan. Rasio ini mendasarkan pemikiran bahwa prospek
pertumbuhan perusahaan terefeksi dalam harga saham. Penggunaan rasio ini
atas dasar pemikiran bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi dari
harga saham Kallapur dan Trombley dalam cahyo (2015). Rasio nilai pasar
terhadap nilai buku menggambarkan biaya pendirian historis dan aktiva fisik
perusahaan. Rasio ini juga digunakan dalam penelitian Gul, Cahan dan Hossain
dalam cahyo (2015).

47

Rasio market value to book value of assets ini berbanding lurus dengan
nilai investment opportunity set, semakin besar market value to book value of
assets suatu perusahaan, maka semakin bagus pula nilai investment opportunity
set nya.

MVABVA=

Total assetTotal ekuitas+ ( jumlah saham yg beredar X harga penutupan


Total asset

Keterangan
Total asset

= Total kekayaan perusahaan

Total bekuitas

= Modal yang berasal dari penjualan saham

Jumlah saham yg beredar

= Jumlah lembar saham yang beredar

Harga penutupan

= Harga jual penutupan saham akhir tahun

2. Market To Book Value Equity Ratio (MV/BVE)


Market To Book Value Equity Ratio (MV/BVE) merupakan proksi IOS
berdasarkan harga. Proksi ini menggambarkan permodalan suatu perusahaan.
Bagi para investor yang akan melakukan pembelian saham, penilaian
kemampuan perusahaan dalam mendapatkan dan mengelola modal merupakan
hal yang penting. Pemilihan proksi ini mengacu pada penelitian Ningrum (2011).

MV/BVE= Jumlah lembar saham beredar x closing price


Total Ekuitas

48

3. Earning per Share /Price Ratio (EPS/Price)


Earning per Share /Price Ratio (EPS/Price) atau rasio laba per lembar
saham terhadap harga pasar saham merupakan proksi IOS berdasarkan harga.
Proksi ini menggambarkan seberapa besar earning power yang dimiliki
perusahaan. Pemilihan proksi ini mengacu pada penelitian Ningrum (2011).

EPS =

Laba Per lembar


Closing price

4. Capital Expenditure to Book Value of Assets (CAPBVA)


Capital expenditure to book value of asset ratio (CAPBVA) digunakan untuk
melihat besarnya aliran tambahan modal saham perusahaan. Dengan tambahan
modal saham ini perusahaan dapat memanfaatkannya untuk tambahan investasi
aktiva produktifnya, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh.
Rasio ini tidak termasuk dalam proksi IOS pertumbuhan melainkan proksi
investasi. Pemilihan proksi ini untuk menghubungkan adanya aliran tambahan
modal saham perusahaan untuk aktiva produktif sehingga berpotensi sebagai
indikator perusahaan tumbuh. CAPBVA mengukur jumlah aliran modal
perusahaan yang digunakan untuk memperoleh aktiva tetapnya. Pemilihan
proksi mengacu pada Nika dan Mahaputra (2012):

CPBVA=

BVFA i, t BVFA t 1
T A i, t

49

Keterangan:

BVFA i , t

= Nilai buku aktiva tetap perusahaan i pada periode t

BVFA t 1 = Nilai buku aktiva tetap perusahaan i pada periode t-1


T Ai , t

= Total aktiva perusahaan i pada periode t

5. Capital Expenditures to Market Value of Asset (CA/BVA)


Capital Expenditures to Market Value of Asset (CA/MVA) merupakan proksi
IOS berdasarkan investasi. Proksi ini digunakan untuk melihat besarnya aliran
tambahan modal saham perusahaan. Dengan tambahan modal saham ini
perusahaan

dapat

memanfaatkannya

untuk

tambahan

investasi

aktiva

produktifnya, sehingga berpotensi sebagai perusahaan bertumbuh. Pemilihan


proksi ini mengacu pada penelitian Dadri (2011).

CA/MVA =
Nilai buku aktiva tetap t Nilai buku aktiva tetap t-1
(Total Aktiva-Total Ekuitas) + (Jumlah saham beredar x closing price)

50

DAFTAR PUSTAKA
Cahyo, Septian Dwi. 2015. Pengaruh CR, TATO, ROA, DER terhadap
Investment Opportunity Set (IOS) dalam Tahapan Ekspansi Awal Siklus
Kehidupan Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010-2013.
Dadri Putu Terestiani, 2011, Pengaruh Investment Opportunity Set Dan Struktur
Modal Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Farmasi Di Bursa Efek
Indonesia, Tesis, Program Magister Program Studi Manajemen Program
Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.
Eprilasari, Peppy. 2012, Pengaruh Rasio Likuiditas, Profitabilitas, Aktivitas,
Solvabilitas terhadap Kesempatan Investasi Perusahaan Otomotive yang
Go Public di Bursa Efek Indonesia, Skripsi UPN Veteran Yogyakarta.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS
21, Edisi 7, Buku Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hamzah Ardi. 2006. Analisis Rasio Likuiditas, Profitabilitas, Aktivitas, Solvabilitas,
dan Investment Opportunity Set dalam Tahapan Siklus Kehidupan
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Tahun
2001-2005, Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol. 2, No.2, Juli: 1-22.
Hanafi, Mamduh. M dan Abdul Halim, 2007, Analisis Laporan Keuangan, Edisi
Ketiga, Cetakan Kelima, Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN
Yogyakarta.
Jogiyanto. 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarata: Yogyakarta
Kaaro, Hermeindito dan Jogiyanto Hartono. 2002. Perilaku Keputusan Investasi
Berbasis Peluang Investasi dan Ketersediaan Keuangan Internal.
Simposium Nasional Akuntansi V, Semarang.
Kurniati, Endang. 2003. Analisis Pengaruh Devidend Payout Ratio, Current
Ratio, Pertumbuhan Asset dan Laverage Terhadap Return Saham,Tesis,
Program Pascasarjana Magister Manajemen, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Lestari Holydia. 2004. Pengaruh Kebijakan Utang, Kebijakan Dividen, Risiko dan
Profitabilitas Perusahaan terhadap Set Kesempatan Investasi. Simposium
Nasional Akuntansi VII, Bali.
Manarung, Poltak 2013. Analisi pengaruh kebijakan hutang, ukuran peruahaan
dan profitabilitas terhadap set kesempatan investasi. Skripsi Universitas
Lampung, Bandar Lampung.
Nika, I Wayan dan Mahaputra, I Nyoman, 2012. The Effect Of Liquidity, Solvency,
and Profitability On Investment Opportunity Set. Jurnal Ilmiah Akuntnasi
dan Humanika, Vol.2, No.2, Edisi Juni 2012. Universitas Mahasaraswati
Denpasar

51

Ningrum, Khairunnisa Indah. 2011. Analisis Pengaruh Investment Opportunity


Set (IOS) terhadap return Saham Perusahaan (Studi pada Perusahaan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2009). Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Pagalung, Gagaring. 2003. Pengaruh Kombinasi Keunggulan dan Keterbatasan
Perusahaan terhadap Set Kesempatan Investasi (IOS), Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, vol.6, No.3, September 2003, Hal:249-264
Prasetiono. 2010. Analisi Perbedaan kebijakan Pendanaan dan Dividen Antara
Perusahaan Tumbuh dan Tidak Tumbuh Pada Bursa Efek Indonesia
dengan Pendekatan Asosiasi Poksi Investment Opportunity Set.
Sari, Wulan Indria. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Set Kesempatan
Investasi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Penelitian Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Jurusan
Akuntansi Universitas Lampung.
Susilowati, Yeye dan Tri Turyanto. Reaksi Signal Rasio Profitabilitas dan Rasio
Solvabilitas terhadap Return Saham Perusahaan.Dinamika Keuangan
dan Perbankan Vol. 3 No. 1 Mei 2011: 17-37.
Sriani. 2009. Pengaruh Likuiditas, Solvabilitas dan Profitabilitas terhadap Return
Saham dan IOS pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Skripsi. Universitas Udayana. Denpasar www.idx.co.id
Subchan & Sudarman, 2011, Pengaruh Kebijakan Utang, Kebijakan Dividen,
Risiko Investasi dan Profitabilitas perusahaan terhadap Set Kesempatan
Investasi, ejurnal.stiedharmaputrasmg. ac.id/index.php.
Subhi, M. Sofal. 2012. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Investment
Opportunity Set dalam Tahapan Siklus Kehidupan Perusahaan.
Suwaldiman, Aziz, 2007.Analisis Simultan Antara Kepemilikan Manajerial,
Profitabilitas dan Kebijakan Dividen Perusahaan Manufaktur di Indonesia,
Jurnal Ekonomi STIE. Surakarta.
Tambunan, David. 2008. Menguji Hubungan Aktiva dan Pasiva dengan Analisis
Korelasi Kanonikal pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2002-2005,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Yendrawati Reni dan Adhianza Feby Rezki, 2013, Faktor-Faktor yang
Berpengaruh terhadap Set Kesempatan Investasi (IOS) Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Inovasi dan
Kewirausahaan, Volume 2 No. 1 Januari 2013 Halaman 32-41, Yogyakarta.

52

Lampiran 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu

NO

Peneliti
Nika dan
Mahaputra
(2012)

Yendrawati
dan
Adhiianza
(2013)

Cahyo
(2015)

Judul

Variabel

The Effect Of
Liquidity,
Solvency, and
Profitability
on Investment
Opportunity Set

Variabel dependen :
Investment
opportunity set.

Faktor-Faktor
yang
Berpengaruh
Terhadap Set
Kesempatan
Investasi (IOS)
Pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia.

Pengaruh
Current Ratio
(CR), Total
asset Turnover
(TATO), Return
On Asset (ROA)
dan Debt to
Equity Ratio
(DER) terhadap
Investment
Opportunity Set
(IOS) dalam
tahapan
ekspansi awal

Variabel
independen:
likuiditas,
solvabilitas, dan
profitabilitas.
Variabel dependen :
Set kesempatan
investasi. Variabel
independen:
kebijakan dividen,
risiko investasi,
profitabilitas,
likuiditas, aktivitas
dan solvabilitas.

Variabel Dependen:
Investment
opportunity set
Variabel
Independen:
Current Ratio (CR),
Total asset Turnover
(TATO), Return On
Asset (ROA) dan
Debt to Equity Ratio
(DER)

Hasil
Likuiditas berpengaruh
terhadap variabel IOS,
rasio solvabilitas dan rasio
profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap
IOS

Kebijakan
dividen
berpengaruh
terhadap
IOS, risiko investasi tidak
berpengaruh
terhadap
IOS, Profitabilitas tidak
berpengaruh
terhadap
IOS,
likuiditas
tidak
berpengaruh terhadap Set
IOS,
rasio
aktivitas
berpengaruh
positif
terhadap IOS, kebijakan
hutang tidak berpengaruh
terhadap IOS.
CR berpengaruh negatif
signifikan terhadap
Investment Opportunity
Set (IOS), ROA
berpengaruh positif
signifikan terhadap
Investment Opportunity
set (IOS) dan TATO dan
DER tidak berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap Investment
Opportunity set (IOS).

53

siklus kehidupan
perusahaan.

NO

Peneliti
Hamzah
(2007)

Subchan
dan
Sudarman
(2011)

Judul
Penelitian
Analisis Rasio
Likuiditas,
Profitabilitas,
Aktivitas,
Solvabilitas dan
Investment
Opportunity Set
dalam Tahapan
Siklus
Kehidupan
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Jakarta Tahun
2001-2005.
Pengaruh
Kebijakan
Utang,
Kebijakan
Dividen,
Risiko Investasi
dan Profitabilitas
Perusahan
terhadap Set
Kesempatan
Investasi

Variabel yang
digunakan
Variabel dependen :
Investment
opportunity set.
Variabel
independen:
likuiditas,
profitabilitas,
aktivitas dan
solvabilitas.

Variabel dependen :
Set kesempatan
investasi. Variabel
independen:
kebijakan hutang,
kebijakan dividen,
risiko investasi, dan
profitabilitas.

Hasil Penelitian
Tahap pendirian hanya
rasio aktivitas dan
solvabilitas yang
berpengaruh signifikan
pada IOS, sedangkan
tahap ekspansi awal
hanya rasio aktivitas yang
berpengaruh secara
signifikan pada IOS.Tahap
ekspansi akhir,
kedewasaan, dan decline
tidak ada satu pun rasio
keuangan yang
berpengaruh secara
signifikan terhadap IOS.
Kebijakan utang yang
diukur dengan DER
berpengaruh negatif
terhadap IOS,kebijakan
deviden berpengaruh
negatif terhadap IOS,
profitabilitas berpengaruh
positif terhadap IOS, risiko
berpengaruh negatif
terhadap IOS, variabel
kontral ukuran
54

perusahaan
tidakberpengaruh
terhadap IOS.

Subhi
(2013)

NO
7

Peneliti
Lestari
(2004)

Pengaruh Rasio
Keuangan
Terhadap
Investment
Opportunity Set
Dalam Tahapan
Siklus
Kehidupan
Perusahaan.

Judul
Penelitian
Pengaruh
kebijakan utang,
kebijakan
dividen, risiko
dan profitabilitas
perusahaan
terhadap set
kesempatan
investasi

Variabel dependen :
Investment
opportunity set.
Variabel
independen:
current assets ratio,
assets ternover
ratio, return on
assets ratio, debt to
equity ratio, dan
price earning ratio.
Variabel yang
digunakan
Variabel dependen:
Investment
opportunity set
Variabel
independen:
kebijakan utang,
kebijakan deviden,
risiko dan
profitabilitas

ROA,DER, dan PER


berpengaruh signifikan
terhadap IOS. Tahap
kedewasaan dan stabil
variabel ROA dan PER
berpengaruh signifikan
terhadap IOS, sedangkan
tahap penurunan variabel
ROA berpengaruh secara
signifikan terhadap IOS

Hasil Penelitian
Kebijakan utang yang
diukur dengan DER
berpengaruh signifikan
terhadap IOS, kebijakan
dividen, proksi oleh
dividend yield,
berpengaruh signifikan
negatif terhadap IOS,
sementara proksi oleh
rasio pembayaran dividen,
asosiasi dari dua variabel
adalah tidak signifikan,
dengan tanda berlawanan,
risiko, proksi oleh
dikoreksi beta, dan set
kesempatan investasi
adalah tidak signifikan,
terdapat hubungan yang
positif antara profitabilitas
dengan IOS.

55

56

Anda mungkin juga menyukai