Anda di halaman 1dari 45

KARYA CIPTA TEKNOLOGI

PEMANFAATAN BAHAN EPOXY RESIN


SEBAGAI BAHAN PENGIKAT (BINDER) PADA
AMMONIUM PERCHLORATE COMPOSITE
PROPELLANT
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.


Perkembangan teknologi roket berperan penting dalam kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Teknologi roket berkembang pesat dan mengalami
kemajuan seiring perkembangan zaman. Roket merupakan salah satu wahana
antariksa yang tidak terpisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi roket telah banyak berkembang salah
satunya adalah roket berbahan bakar padat yang telah digunakan secara luas,
contohnya pada segi pertahanan sebuah negara (persenjataan militer) dan
ekspedisi luar angkasa. Luasnya penggunaan teknologi roket padat disebabkan
karena roket berbahan bakar padat memiliki desain lebih sederhana,
kesederhanaan bahan bakar dan harganya yang relatif lebih murah dibanding roket
berbahan bakar cair. Salah satu bentuk motor roket yang sederhana adalah yang
menggunakan bahan bakar padat.
Propellant adalah campuran antara bahan bakar dan oksidator. Ada
beberapa jenis propellant yaitu homogen propellant dan heterogen propellant.
Homogen propellant terdiri dari macam-macam propellant yaitu single base
propellant, double base propellant dan triple base propellant. Single base
propellant terdiri dari senyawa tunggal, untuk double base propellant terdiri dari
Nitro Cellulose dan Nitro Glycerin, sedangkan triple base propellant merupakan
campuran dari Nitro Cellulosa (NC), Nitro Glicerin (NG) dan Nitro Guanidin
(NQ) disamping bahan adiktif lainnya yang berfungsi untuk meningkatkan
kualitasnya. Heterogen propellant adalah komposisi propellant dengan fuel dan
oxidizer yang dicampur tetapi tidak memiliki ikatan antara keduanya. Karena
tidak memiliki ikatan, maka bahan penyusun propellant ini diikat dengan binder
yang biasanya memiliki struktur hidrokarbon polymer seperti HTPB. Salah satu
jenis heterogen propellant adalah propellant padat komposit. Pada umumnya
untuk propellant padat komposit menggunakan bahan ammonium perchlorate dan
aluminium yang lebih dikenal dengan Ammonium Perchlorate Composite
Propellant (APCP). APCP menggunakan ammonium perchlorate sebagai
oksidator, aluminium sebagai metalic fuel dan Hydroxyl Terminated
Polybutadiene (HTPB) sebagai pengikat (Binder). HTPB adalah salah satu jenis
plasticizer atau bahan polimer yang mampu mengikat unsur-unsur ammonium
perchlorate dan aluminium pada propellant padat komposit.
Ditinjau dari sulitnya mendapatkan HTPB yang tidak diproduksi di
Indonesia, pembelian HTPB hanya dapat melalui import dengan biaya yang
mahal. Salah satu solusinya adalah mengganti HTPB dengan epoxy sebagai
binder, dimana keunggulan epoxy yaitu memiliki tingkat pengeringan yang cukup
cepat, mudah didapat dan biaya pembelian epoxy murah. Dalam penelitian Skripsi
ini, penulis mengganti pengikat (Binder) yang ada pada APCP dengan
menggunakan Epoxy sebagai Binder, dimana penelitian Skripsi ini nantinya
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan epoxy pada propellant
komposit (APCP), sehingga nantinya bisa dijadikan bahan alternatif lain (binder)
selain HTPB.
Dari latar belakang diatas, maka penulis membuat Skripsi dengan judul
“Analisa Pengaruh Variasi Komposisi Bahan Pada Ammonium Perchlorate
Composite Propellant (APCP) Dengan Epoxy Sebagai Binder”.

1.2. Rumusan Masalah.


Adapun perumusan masalah dalam penulisan Skripsi ini adalah
1.2.1. Bagaimana pengaruh variasi komposisi bahan terhadap cepat bakar
Ammonium Perchlorate Composite Propellant (APCP)?
1.2.2. Bagaimana pengaruh variasi komposisi bahan terhadap gaya
dorong pada Ammonium Perchlorate Composite Propellant (APCP)?

1.3. Batasan Masalah.


Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan yang dibahas, maka perlu
adanya batasan–batasan masalah yang akan diuraikan diantaranya adalah sebagai
berikut :
1.3.1. Variasi komposisi bahan yang digunakan hanya 9 variasi
komposisi.
1.3.2. Diameter throath nozzle yang digunakan yaitu 8 mm dan diameter
exit nozzle yang digunakan yaitu 18 mm.
1.3.3. Menganalisa pengaruh variasi komposisi bahan terhadap cepat
bakar (burning rate) pada APCP.
1.3.4. Menghitung temperatur hasil pembakaran.
1.3.5. Menghitung tekanan gas hasil pembakaran.
1.3.6. Menghitung kecepatan aliran gas keluar dari nozzle.
1.3.7. Menghitung laju aliran massa gas hasil pembakaran propellant.
1.3.8. Menghitung gaya dorong.

1.4 Metode Penulisan.


Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan beberapa metode
pendekatan dan pembahasan, guna untuk mendukung dalam menyelesaikan
penulisan Skripsi ini. Metode-metode yang penulis gunakan dalam perencanaan
ini adalah sebagai berikut :
1.4.1. Metode Studi Literatur. Suatu metode pengumpulan data-data dari
buku-buku sebagai bahan petunjuk dan referensi.
1.4.2. Metode Eksperimen. Melakukan pengujian berulang-ulang
sehingga menghasilkan hasil yang optimal.

1.5. Tujuan Penelitian.


Tujuan penulisan Skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi
penggunaan bahan pada Ammonium Perchlorate Composite Propellant (APCP),
sehingga nantinya bisa dijadikan bahan alternatif lain (binder) selain HTPB.

1.6. Manfaat Penelitian. Dari analisa dan penelitian ini, diharapkan dapat
memberikan manfaat serta masukan kepada instansi terkait, antara lain :
1.6.1. Sebagai masukan dan informasi bagi jajaran TNI AD dan instansi terkait
tentang pembuatan Ammonium Perchlorate Composite Propellant (APCP) yang
menggunakan bahan dasar epoxy sebagai binder.
1.6.2. Sebagai referensi analisis tentang penggunaan bahan dasar epoxy sebagai
binder pada Ammonium Perchlorate Composite Propellant (APCP).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum.
Guna mendukung dalam proses pembuatan dan pembahasan propellant
pada roket, diperlukan teori-teori pendukung dan referensi-referensi yang
berkaitan dengan perumusan dan bahan dasar untuk pembuatan propellant yang
akan digunakan. Baik dari materi pelajaran yang telah didapat dan buku-buku lain
maupun dari internet, sehingga perencanaan pembuatan propellant ini akan dapat
terselesaikan dengan baik dan dapat bekerja dengan sempurna.

2.2. Roket.
Roket merupakan wahana luar angkasa atau peluru kendali yang
mendapatkan dorongan melalui reaksi terhadap bahan fluida dari keluaran mesin
roket. Aksi dari keluaran dalam ruang bakar dan nozzle itu mampu membuat gas
mengalir dengan kecepatan supersonik, sehingga menimbulkan dorongan reaktif
yang besar bagi roket untuk melaju. Dorongan pada roket merupakan penerapan
dari hukum III Newton dan Hukum Kekekalan Momentum yaitu dengan
memancarkan aliran massa hasil pembakaran propellant. Bahan bakar tersebut
dibakar dalam ruang pembakaran sehingga menghasilkan gas, lalu dibuang
melalui nozzle yang terletak dibelakang roket. Akibatnya terjadi perubahan
momentum pada gas selama selang waktu tertentu. Roket digunakan untuk
wahana luar angkasa dan eksplorasi ke planet lain. Walaupun kurang efisien
dikecepatan rendah, roket mampu memberikan akselerasi luar biasa dan mencapai
kecepatan sangat tinggi dengan efisiensi yang bisa diterima.

Gambar 2.1. Roket.


(Sumber : http://docplayer.info/33357779-Katalog-dalam-terbitan.html, diakses
tanggal 18 April 2017)

2.3. Isian Dorong (Propellant).


Propellant adalah sebuah bahan pendorong yang digunakan oleh roket
untuk memproduksi reaksi kimia, reaksi massa (massa pendorong) yang
dikeluarkan dengan kecepatan yang sangat tinggi dari mesin roket untuk
menghasilkan gaya dorong. Propellant memiliki bahan-bahan utama yaitu fuel
dan oksidator. Zat kimia yang digunakan dalam produksi energi atau gas
bertekanan tinggi yang kemudian digunakan untuk membuat dorongan yang
mampu menghasilkan suatu penggerak roket, proyektil atau benda lainnya disebut
juga propellant. Pada umumnya propellant merupakan bahan pendorong yang
terdiri dari bahan bakar seperti bensin, bahan bakar jet, bahan bakar roket dan

oksidator. Pada roket, propellant yang digunakan untuk menghasilkan gas yang
dapat diarahkan melalui nozzle, sehingga menghasilkan gaya dorong. Tekanan
yang ada tersebut dari gas yang terkompresi atau gas yang dihasilkan oleh reaksi
kimia.

Gambar 2.2. Isian Dorong (Propellant).


(Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Propelan_roket, diakses tanggal 18 April
2017)

2.4. Ammonium Perchlorate Composite Propellant (APCP).


Ammonium Perchlorate Composite Propellant (APCP) adalah propellant
padat komposit, yang berarti bahwa propellant tersebut memiliki kedua bahan
bakar dan oksidator dicampur dengan pengikat, semua digabungkan menjadi
campuran homogen. Propellant APCP terdiri dari Ammonium Perchlorate (AP),
pengikat elastomer seperti Hydroxyl Terminated Polybutadiene (HTPB),
aluminium dan berbagai katalis. Komposisi APCP dapat bervariasi secara
signifikan tergantung pada aplikasi dan kendala seperti nozzle keterbatasan termal
atau impuls spesifik (ISP). Proporsi massa propellant dalam konfigurasi kinerja
tinggi cenderung menjadi sekitar 70/15/15 (Ammonium perchlorate / HTPB /
Aluminium). Sementara bahan bakar logam tidak diperlukan dalam APCP,
sebagian besar formulasi menyertakan setidaknya beberapa persen sebagai
stabilizer pembakaran, propellant opacifier dan meningkatkan temperatur gas
pembakaran (meningkatkan ISP).

Gambar 2.3. Ammonium Perchlorate Composite Propellant (APCP)


(Sumber : http://www.payloadbay.com/article-is-apcp-an-explosive.html, diakses
tanggal 18 April 2017)

2.5. Epoxy (C21H24O4).


Epoxy adalah salah satu jenis resin yang diperoleh dari proses polimerisasi
dari epoksida dan apabila dicampur dengan hardener, akan berubah dari cair ke
padat dan menjadi sangat kuat, tahan suhu tinggi tertentu dan memiliki ketahanan
kimia yang tinggi. Epoxy resin paling umum yang dihasilkan dari reaksi antara
epiklorohidrin dan bisphenol-A. Pengeras terdiri dari monomer polyamine,
misalnya Triethylenetetramine (Teta).

Gambar 2.4. Epoxy (C21H24O4).


(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/epoxy, diakses tanggal 18 April 2017)
Tabel 2.1. Sifat - Sifat Epoxy (C21H24O4).
No SIFAT FISIK
1. Nama Epoxy
2. Nama Lain Diglisidil eter dari bisphenol A;
2,2-Bis (4-glycidyloxy fenil)
propana; epoksida A
3. Wujud Cair
4. Rumus Kimia C21H24O4
5. Massa Molar 340,42 g·mol−1
6. Titik lebur 25 ° C, 77 ° F, 100 kPa
(Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Bisphenol_A_diglycidyl_ether)

2.6. Ammonium Perchlorate (NH4ClO4).


Ammonium Perchlorate (AP) merupakan senyawa anorganik dengan
rumus NH4ClO4. Ammonium Perchlorate (AP) tidak berwarna atau putih solid
yang larut dalam air, tidak mudah terbakar, tetapi akan terbakar jika
terkontaminasi oleh bahan yang mudah terbakar. Ammonium adalah bahan bakar
yang baik dan perchlorate adalah oksidator kuat. AP digunakan untuk membuat
propellant roket, bahan peledak dan kembang api.

Gambar 2.5. Ammonium Perchlorate (NH4ClO4).


(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Ammonium perchlorate, diakses tanggal 18
April 2017)

Tabel 2.2. Sifat - Sifat Ammonium Perchlorate (NH4ClO4).


No SIFAT FISIK
1. Nama Ammonium perchlorate
2. Sifat Rumus NH4ClO4
3. Nomor Identifikasi CAS 7790-98-9
4. Chem Spider 23,041
5. Nomor EC EC 232-235-1
6. Nomor PBB 1442
7. RTECS Nomor SC7520000
8. Massa Molar Molar 117,49 gram/Mol
9. Warna Putih
10. Massa Jenis 1.95 gram/cm3
11. Titik Lebur Dekomposisi
> 200 ° C
Eksotermik Sebelum Mencair
12. Larut Dalam Air 11,56 gram/100 ml (0 °C)
20,85 gram/100 ml (20 °C)
57,01 gram/100 ml (100 °C)
13. Larut Larut dalam methanol, sebagian
larut dalam aseton, larut dalam
eter
(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Ammonium_perchlorate)

2.7. Aluminium (Al).


Aluminium adalah logam lunak dan ringan dan memiliki warna kusam
karena lapisan tipis oksidasi yang terbentuk saat unsur ini terkena udara.
Aluminium adalah logam tidak beracun dan non magnetic. Aluminium merupakan
elemen berlimpah dalam kerak bumi dengan persentase sekitar 7,5% hingga 8,1%.
Aluminium merupakan salah satu logam yang paling sulit untuk dimurnikan
karena teroksidasi sangat cepat.

Gambar 2.6 Aluminium (Al).


(Sumber : http://sunark.tradeindia.com, diakses tanggal 18 April 2017)

Tabel 2.3. Sifat - Sifat Aluminium.


No SIFAT FISIK
1. Nama Aluminium
2. Simbol Al
3. Nomor 13
4. Wujud Padat
5. Massa Jenis 2,70 gram/cm3
6. Masa jenis pada wujud cair 2,375 gram/cm3
7. Titik lebur 933,47 K, 2519 oC, 1220,58 oF
8. Titik didih 2792 K, 2519 oC, 4566 oF
9. Kalor jenis (25 oC) 24,2 J/mol K
10. Resistansi listrik (20 C)
o
28,2 nΩ m
11. Konduktivitas termal (300 K)o
237 W/m K
12. Pemuatan termal (25 C) o
23,1 μm/m K
13. Modulus Young 70 Gpa
14. Modulus geser 26 Gpa
15. Poisson ratio 0,35
16. Kekerasan skala Mohs 2,75
17. Kekerasan skala Vickers 167 Mpa
18. Kekerasan skala Brinnel 245 Mpa
(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Aluminium)
2.8. Formula Kimia Propellant APCP.
Dari hasil reaksi untuk penentuan formula kimia bahan dasar antara
Ammonium Perchlorate (NH4ClO4), Aluminium (Al) dan Epoxy (C21H24O4)
dituliskan sebagai berikut :
(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Stoikiometri)
2.8.1. Perhitungan Jumlah Atom Reaktan dan Produk. Untuk
menentukan jumlah atom reaktan dan produk dapat diketahui dengan
penyetaraan reaksi berikut:
Reaktan Produk
(a) NH4ClO4 + (b) Al + (c) C21H24O4 (d) N2 + (e) H2O +
(f) Al2O3 + (g) AlCl3 + (h) C4H6O2 + (i) C2H4O2 + (j) C6H3 +
(k) C3H6 + (j) C6H5
Tabel 2.4. Perhitungan Reaktan - Produk.
Atom Reaktan Produk Keterangan
H 4.a + 24.c 2.e + 6.h + 4.i +3.j + 6.k + 5.j
O 4.a + a.c 1.e + 3.f + 2.h + 2.i
N 1.a 2.d
Cl 1.a 3.g
Al 1.b 2.f + 1.g
C 1.c 4.c + 2.i + 6.j + 3.k + 6.j
Dari reaksi diatas disertakan koefisien masing – masing molekul
reaktan dan produk, sehingga jumlah mol atom reaktan dan produk
setimbang. Diperoleh persamaan reaksi sebagai berikut::
Reaktan Produk
6NH4ClO4 + 10Al + C21H24O4 3N 2 + 12H2O + 4Al2O3 + 2AlCl3 +
C4H6O2 + C2H4O2 + C6H3 + C3H6 + C6H5
Maka besarnya masing-masing nilai koefisien adalah :
a = 6, b = 10, c = 1, d = 3, e = 12, f = 4, g = 2, h = 1, i = 1, j = 1, k = 1, l =1
Untuk mengetahui jumlah atom reaktan dan produk pada
keseimbangan reaksi dituliskan dengan perhitungan pendekatan sebagai
berikut :
Tabel 2.5. Perhitungan Pendekatan Kesetimbangan Reaksi.
Atom Jumlah Atom Reaktan Jumlah Atom Produk
H = ( 4 x 6 ) + ( 24 x 1) = ( 2 x 12 ) + (6 x 1) + ( 4 x 1) +
= 48 atom (3 x 1) + ( 6 x 1) + ( 5 x 1)
= 48 atom
O = ( 4 x 6 ) + ( 4 x 1) = ( 1 x 12 ) + ( 3 x 4 ) + ( 2 x 1) +
= 28 atom (2 x 1)
= 28 atom
N =(1x6) =(2x3)
= 6 atom = 6 atom
Cl =(1x6) = (3 x 2 )
= 6 atom = 6 atom
Al = ( 1 x 10 ) = (2 x 4 ) + ( 1 x 2 )
= 10 atom = 10 atom
C = ( 21 x 1) = ( 4 x 1 ) + ( 2 x 1 ) + ( 6 x 1) +
= 21 atom (3 x 1 ) + ( 6 x 1 )
= 21 atom
Dari hasil perhitungan diatas diketahui bahwa reaksi jumlah atom
reaktan dan jumlah atom produk reaksinya seimbang. Berdasarkan reaksi
diatas dapat ditentukan perbandingan berat rasio Ammonium Perchlorate
(NH4ClO4), Aluminium (Al) dan Epoxy (C21H24O4).
2.8.2. Menentukan perbandingan mol bahan dasar. Dari penyetaraan
persamaan reaksi :
6NH4ClO4 + 10Al + C21H24O4 3N 2 + 12H2O + 4Al2O3
+2AlCl3 + C4H6O2 + C2H4O2 + C6H3 + C3H6 + C6H5
Maka perbandingan koefisien Ammonium Perchlorate (NH4ClO4),
Aluminium (Al) dan Epoxy (C21H24O4).
Koefisien NH4ClO4 : Koefisien Al : Koefisien C21H24O4
6 Mol NH4ClO4 : 10 Mol Al : 1 Mol C21H24O4
Jadi : Mol NH4ClO4 = 6 Mol.
Mol Al = 10 Mol
Mol C21H24O4 = 1 Mol
2.8.3. Menghitung massa atom relatif (Mr).
1) Mr (NH4ClO4) = (1 x Ar N) + (4 x Ar H) + (1 x Ar Cl) +
(4 x Ar O)
= (1 x 14) + (4 x 1) + (1 x 35,45) + (4 x 16)
= 117,46 g/Mol
2) Mr Al = (1 x Ar Al)
= (1 x 26,98)
= 26,98 g/Mol
3) Mr C21H24O4 = (21 x Ar C) + (24 x Ar H) + (4 x Ar O)
= (21 x 12) + (24 x 1) + (4 x 16)
= 340 g/Mol
2.8.4. Menghitung perbandingan massa NH4ClO4, Al dan Epoxy adalah :
Berat NH4ClO4 : Berat Al : Berat C21H24O4
(Mol NH4ClO4 x Mr NH4ClO4) : (Mol Al x Mr Al) : (Mol C21H24O4 x
Mr C21H24O4)
(6 Mol x 117,46 g/Mol) : (10 Mol x 26,98 g/Mol) : (1 Mol x 340 g/Mol)
704,76 gr : 269,8 gr : 340 gr

2.8.5. Menghitung persentase NH4ClO4 dan persentase Al


- Persentase NH4ClO4 = 704,76 gram x 100% =
1314,56 gram
53,61% atau 54%
- Persentase Al = 269,8 gram x 100% =
1314,56 gram
20,42% atau 20%
- Persentase C21H24O4 = 340 gram x 100% =
1314,56 gram
25,86% atau 26%
Sehingga perbandingan antara NH4ClO4, Al dan C21H24O4 adalah :
NH4ClO4 : Al : C21H24O4 = 54 % : 20 % : 26 %

2.9. Burning Rate.


Burn Rate atau kecepatan pembakaran merupakan salah satu sifat dari
suatu propellant. Besar kecilnya ukuran partikel dari oksidator dan fuel pada
bahan penyusun propellant sangat berpengaruh terhadap cepat rambat
pembakaran. Proses pembakaran propellant berlangsung dalam arah normal
(cigarrette burning) dan hanya dipengaruhi temperatur serta tekanan di
lingkungan.

Gambar 2.7 Strand Burning Test.


(Sumber : Nakka (2008) :24)
Persamaan kecepatan pembakaran sebagai berikut :
L
r = L / tb... ................................................................................
tb
(1)
Dimana:
r = Kecepatan Pembakaran (cm/dt)
L = Tinggi Propellant (cm)
tb = Waktu Pembakaran/Burning Time (dt)

2.10. Desain Nozzle.


Bagian-bagian nozzle terdiri dari luas penampang throath, panjang nozzle
dan luas penampang exit nozzle.

Gambar 2.8. Bagian – bagian Nozzle.


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Desain Nozzle disesuaikan dengan kebutuhan ataupun tujuan dibuatnya


nozzle tersebut. Luas penampang nozzle berbentuk lingkaran. Sehingga luas
penampang bagian exit dan throath nozzle dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :

..............................................................................................(2)
Dimana :
A : Luas Penampang exit dan throath nozzle (mm2).
π : (3,14)
D : Diameter exit dan throath nozzle (mm).
(Sumber : Mechanics and Thermodynamics of Propulsion : 523)

2.11. Rasio Panas Spesifik (k).


Rasio Panas Spesifik merupakan perbandingan antara panas jenis pada
tekanan tetap dan panas jenis pada volume tetap, sehingga k = Cp/Cv. Raiso ini
mempunyai peranan penting dalam perhitungan kompresi gas. Rasio panas
spesifik bisa dicari menggunakan Tabel APPENDIX II Gases At Low Pressures
pada buku yang berjudul Mechanics and Thermodinamics of Propulsion.
Penentuan k berdasarkan dari temperatur hasil pembakaran.
Tabel 2.6. APPENDIX II Gases At Low Pressures.
Temperatu
Temperatur Cp Cv
No. r k = Cp/Cv
(°K) (°C) (J/kg. °K) (J/kg. °K)
1 2 3 4 5 6
1 50 -223,15 1001,9 714,8 1,4017
2 75 -198,15 1001,9 714,9 1,4015
3 100 -173,15 1001,9 714,9 1,4015
4 125 -148,15 1002 714,9 1,4016
5 150 -123,15 1002 715 1,4014
6 175 -98,15 1002,1 715 1,4015
7 200 -73,15 1002,2 715,1 1,4015
8 225 -48,15 1002,4 715,4 1,4012
9 250 -23,15 1002,8 715,8 1,4009
10 275 1,85 1003,5 716,5 1,4006
11 300 26,85 1004,5 717,5 1,4000
12 325 51,85 1006 718,9 1,3994
13 350 76,85 1007,9 720,8 1,3983
1 2 3 4 5 6
14 375 101,85 1010,2 723,2 1,3968
15 400 126,85 1013,1 726,1 1,3953
16 450 176,85 1020,3 733,2 1,3916
17 500 226,85 1029,2 742,1 1,3869
18 550 276,85 1039,4 752,4 1,3814
19 600 326,85 1050,7 763,6 1,3760
20 650 376,85 1062,5 775,4 1,3703
21 700 426,85 1074,5 787,4 1,3646
22 750 476,85 1086,5 799,4 1,3591
23 800 526,85 1098,2 811,2 1,3538
24 850 576,85 1109,5 822,5 1,3489
25 900 626,85 1120,4 833,4 1,3444
26 1000 762,85 1140,4 853,4 1,3363
(Sumber : Mechanics and Thermodynamics of Propulsion. Hal.693)

Untuk perbandingan luasan exit dan throath dalam bilangan Mach dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

............................................................(3)
Dimana :
Ath : Luas Penampang Throath (mm2)
Ae : Luasan penampang exit (mm2)
Ma : Bilangan Mach
k : Ratio Panas Spesifik (Nilainya didapat pada Tabel APPENDIX II
Gases At Low Pressures dari temperatur hasil pembakaran).
(Sumber : George, Sutton.P. Rocket Propulsion Elements halaman 50).

2.12. Perhitungan Temperatur Hasil Pembakaran Propellant.


Dari hasil pembakaran di dalam ruang bakar maka didapatkan temperatur
baik di dalam ruang pembakaran dan temperatur pada bagian keluar nozzle. Untuk
mengetahui temperatur hasil pembakaran propellant pada bagian keluar nozzle
dapat diukur dengan menggunakan thermocople. Sedangkan untuk mengetahui
temperatur pada ruang bakar dapat dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :

..................................................................(4)
Dimana :
To : Temperatur di dalam ruang bakar (oC).
Te : Temperatur di bagian Exit Nozzle (oC).
Ma : Bilangan Mach.
k : Ratio Panas Spesifik (Nilainya didapat pada Tabel APPENDIX II
Gases At Low Pressures dari temperatur hasil pembakaran).
(Sumber : George, Sutton.P. Rocket Propulsion Elements halaman 49).
2.13. Perhitungan Tekanan Gas Hasil Pembakaran Propellant.
Tekanan yang terjadi pada nozzle terdiri dari tekanan dalam chamber (Pc),
tekanan pada lubang throath (Pth) dan tekanan yang terjadi pada bagian exit nozzle
(Pe). Dimana tekanan-tekanan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :

2.13.1. Tekanan Dalam chamber (Pc).

...................................(5)
2.13.2. Tekanan pada throath (Pth) :

.......................................................(6)
2.13.3. Tekanan Pada exit (Pe) :

.....................................................(7)
Dimana :
Ma : Bilangan Mach.
Pc : Tekanan di dalam chamber (Pa).
Patm : Tekanan Atmosfer.
k : Ratio Panas Spesifik (Nilainya didapat pada Tabel
APPENDIX II Gases At Low Pressures dari temperatur hasil
pembakaran).
Pth : Tekanan pada throath (Pa).
Pe : Tekanan di exit (Pa).
(Sumber : Leroy, Krzycki.J . How to Design, Build and Test Small
Liquid-Fuel Rocket Engines : 15).

2.14. Perhitungan Kecepatan Gas Keluar Nozzle (Ve).


Kecepatan aliran gas keluar nozzle dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut :

...................................................................(8)
Dimana :
Ve : Kecepatan aliran gas keluar Nozzle (m/s)
R : Konstanta gas (287 J/(kgoK))
k : Ratio Panas Spesifik (Nilainya didapat pada Tabel APPENDIX II
Gases At Low Pressures dari temperatur hasil pembakaran).
T0 : Temperatur di bagian Chamber (oC).
Pth : Tekanan pada throath (Pa).
Pe : Tekanan di exit (Pa).
(Sumber : George, Sutton.P. Rocket Propulsion Elements : 52)
2.15. Perhitungan Laju Aliran Massa Gas (m˙ ¿ ¿
Laju Aliran Massa Gas merupakan aliran massa gas hasil pembakaran
propellant di dalam chamber yang mengalir melewati lubang throath dan
selanjutnya keluar melalui lubang exit dari nozzle.

.....................................................(9)
Dimana :
ṁ : Laju Aliran Massa (kg/detik).
Ath : Luas throath (mm2).
Pth : Tekanan pada throath (Pa).
k : Ratio Panas Spesifik (Nilainya didapat pada Tabel APPENDIX II
Gases At Low Pressures dari temperatur hasil pembakaran).
R : Konstanta gas (287 J/(kgoK)).
T0 : Temperatur pada chamber (oC).
(Sumber : George, Sutton.P. Rocket Propulsion Elements : 59)

2.16. Gaya Dorong Roket (Thrust).


Gaya dorong roket (thrust) adalah jumlah gaya yang dihasilkan dari
pembakaran isian dorong roket, yang menyebabkan roket dapat terdorong
melawan gaya gravitasi. Pencampuran antara bahan pembakar yang mana apabila
dibakar akan menghasilkan gas yang mempunyai tekanan dan bersuhu tinggi di
dalam chamber. Gaya dorong (thrust) dihasilkan paling sering melalui reaksi
mempercepat massa gas. Besarnya gaya dorong (thrust) tergantung pada jumlah
gas yang dipercepat dan pada perbedaan kecepatan gas melalui mesin.
Prestasi suatu roket banyak dipengaruhi oleh besar kecilnya gaya dorong
yang dihasilkan, yaitu selisih dari gaya-gaya yang ditimbulkan oleh tekanan yang
bekerja pada permukaan dalam dan luar roket. Gas hasil pembakaran yang
berakumulasi di ruang bakar akan mengalir keluar dari noozle sehingga pada
akhirnya akan menggerakan roket. Gaya dorong hasil pengujian dengan
menggunakan alat uji statis pasti berbeda dengan hasil dari perhitungan.
Perbedaan tersebut diakibatkan karena pada perhitungan teoritis aliran gas yang
melalui nozzle dianggap isentropis, sedangkan proses ekspansi gas yang
sebenarnya adalah tidak isentropis (Kamidjo Herusulistyo, 2002).

Gambar 2.9. Momentum Gaya Dorong Roket.


(Sumber : Sutton ; 33)
Untuk menghitung gaya dorong secara teoritis menggunakan persamaan
sebagai berikut :
F = ṁ. Ve .+ (Pe – Patm) . Ae .................................................................(10)
Dimana :
F : Gaya dorong (N)
ṁ : Laju Aliran Massa (kg/detik).
Ve : Kecepatan aliran gas keluar Nozzle (m/s)
Patm : Tekanan Atmosfer (Pa).
Pe : Tekanan pada exit (Pa)
Ae : Luas penampang exit (m2)
(Sumber : George, Sutton.P. Rocket Propulsion Elements : 62)

BAB III
METODE PENILITIAN

3.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian.


Diagram alir penelitian untuk Skripsi ini adalah sebagai berikut :
Mulai

Pengumpulan Data Dan


Referensi

Perencanaan Dan Pembuatan Propellant

Pengujian Cepat Bakar Tiap Komposisi

TIDAK Jika Terjadi Cigaret


Burning

YA
Persiapan Uji Gaya Dorong

Uji Gaya Dorong


TIDAK
Jika Terjadi Gaya
Dorong

YA
Analisa Dan Pembahasan

Kesimpulan
Dan Saran

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian.


3.2. Variabel Penelitian.
Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.2.1 Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau sebab
perubahan timbulnya variabel terikat. Dapat dikatakan variabel bebas
karena dapat mempengaruhi variabel lainnya. Variabel bebas penelitian
Skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Persentase komposisi.
b. Ammonium Perchlorate.
c. Aluminium.
d. Epoxy.
3.2.2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi, akibat dari
adanya variabel bebas. Dikatakan sebagai variabel terikat karena variabel
terikat dipengaruhi oleh variabel independen (variabel bebas). Variabel
terikat sebagai berikut :
a. Cepat rambat pembakaran (Burn Rate).
b. Temperatur hasil pembakaran propellant.
c. Kecepatan aliran keluar nozzle (Ve).
d. Laju gas aliran massa habis pembakaran (m˙ ¿ ¿.
e. Gaya dorong.

3.3. Rancangan dan Prosedur Penelitian.


3.3.1. Dimensi Propellant.
a. Untuk pengujian cepat bakar (burning rate), propellant
yang akan dibuat, akan dibentuk dalam ukuran grain sebagai
berikut :
Gambar 3.2. Perencanaan Bentuk Propellant Untuk Uji Cepat
Bakar.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3.3. Perencanaan Dimensi Propellant Untuk Uji Cepat


Bakar.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Keterangan :
- Massa propellant diperoleh dari pengukuran /
penimbangan.
b. Untuk pengujian gaya dorong, propellant yang akan dibuat,
akan dibentuk dalam ukuran grain sebagai berikut :

Gambar 3.4. Perencanaan Grain Propellant Untuk Uji Gaya Dorong.


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Keterangan :
1) Inhibitor Atas.
2) Propellant.
3) Pipa PVC.
4) Inhibitor Bawah.
Gambar 3.5. Perencanaan Bentuk Propellant Untuk Uji Gaya Dorong.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

3.3.2. Perencanaan alat adalah sebagai berikut :

Gambar 3.6. Desain Dimensi Nozzle.


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3.7. Desain Nozzle.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

3.3.3. Perencanaan Pembuatan Propellant.


Proses pembuatan propellant dilakukan secara manual, dengan
komposisi perbandingan sebagai berikut :

Tabel 3.1. Perencanaan Komposisi Propellant.


Prosentase
Massa Total
Ammonium
No Komposisi Isian Dorong Al Epoxy
Perchlorate
gram % gram % gram % gram
1 A 50 46 23 36 18 18 9
2 B 50 48 24 32 16 20 10
3 C 50 50 25 28 14 22 11
4 D 50 52 26 24 12 24 12
5 E 50 54 27 20 10 26 13
6 F 50 56 28 16 8 28 14
7 G 50 58 29 12 6 30 15
8 H 50 60 30 8 4 32 16
9 I 50 62 31 4 2 34 17

a. Proses Pembuatan Propellant. Untuk pembuatan


propellant komposit menggunakan epoxy sebagai binder dilakukan
dengan tahapan - tahapan sebagai berikut :
3. PENAMBAHAN
1. PENYIAPAN ALAT 2. PENGADUKAN ALUMUNIUM POWDER
DAN BAHAN BINDER (EPOXY A) (Al)

5. PENAMBAHAN
6. PENGADUKAN AMMONIUM 4. PENGADUKAN
BINDER , AP & Al PERCHLORATE (AP) BINDER & Al
8. PENGADUKAN
7. PENAMBAHAN 9. PENCETAKAN
BINDER , AP , Al &
HARDENER (CASTING)
EPOXY B
(EPOXY B) PROPELLANT

11. PROPELLANT 10. PENGERINGAN


SIAP DI UJI PROPELLANT

Gambar 3.8. Langkah - Langkah Pembuatan Propellant.

Penjelasan :
1) Penyiapan alat dan bahan yang digunakan dalam
proses pembuatan propellant antara lain ammonium
perchlorate, alumunium powder, epoxy, alat pengaduk dan
lain - lain serta penimbangan bahan - bahan propellant
sesuai prosentase masing - masing komposisi.
2) Masukkan bahan Epoxy A (Resin) kedalam wadah
pengaduk, selanjutnya aduk bahan Epoxy A (Resin) hingga
merata.
3) Tambahkan Alumunium Powder kedalam adukan
Epoxy A (Resin).
4) Aduk campuran antara Epoxy A (Resin) dan
Alumunium Powder hingga rata dan benar-benar homogen.
5) Tambahkan Ammonium Perchlorate (AP) kedalam
campuran antara Epoxy A (Resin) dan Alumunium Powder.
6) Aduk campuran antara Epoxy A (Resin),
Ammonium Perchlorate (AP) dan Alumunium Powder
hingga rata dan benar-benar homogen.
7) Tambahkan Epoxy B (Hardener) kedalam campuran
Alumunium Powder, Epoxy A (Resin) dan Ammonium
Perchlorate (AP).
8) Aduk campuran antara Epoxy B (Hardener), Epoxy
A (Resin), Ammonium Perchlorate (AP) dan Alumunium
Powder hingga rata dan benar-benar homogen.
9) Setelah campuran komposisi benar-benar homogen,
maka langkah selanjutnya tuangkan adonan propellant
kedalam wadah/cetakan.
10) Setelah adonan dimasukkan kedalam
wadah/cetakan, maka selanjutnya keringkan adonan
propellant dengan cara menjemur atau dipanaskan dalam
oven hingga adonan propellant mengeras.
11) Propellant siap di uji.
b. Prosedur Pengujian dan Pengolahan Data. Pengujian yang
dilakukan antara lain uji cepat bakar dan uji gaya dorong. Adapun
langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:
1) Prosedur Pengujian Cepat Pembakaran.
Prosedur/langkah-langkah pengujian cepat bakar dengan
menggunakan metode Strand Burning Test sebagai berikut :
a) Ukur tinggi, diameter dan massa propellant
yang akan diuji.
b) Siapkan propellant pada wadah/tempat alat
uji dengan posisi berdiri.
c) Siapkan kamera, stopwatch, dan alat tulis
untuk mencatat waktu hasil pengujian.
d) Bakar bagian ujung propellant
menggunakan igniter, ukur waktu awal pembakaran
hingga habisnya propellant menggunakan
stopwacth.
e) Catat hasil pengukuran yang dilaksanakan
kedalam tabel pengumpulan data.
2) Prosedur Pengujian Gaya Dorong.
Prosedur/langkah-langkah pengujian gaya dorong adalah
sebagai berikut :
a) Masukkan propellant yang disiapkan untuk
uji gaya dorong kedalam chamber selanjutnya
pasang nozzle pada chamber.
b) Chamber yang telah terpasang propellant
dan nozzle selanjutnya dipasang pada alat uji gaya
dorong serta siapkan kamera digital untuk merekam
besarnya perubahan gaya dorong.
c) Masukkan igniter yang telah terhubung
dengan kabel dimasukkan kedalam chamber melalui
lubang nozzle, cek kabel igniter menggunakan
ampere meter untuk mengetahui koneksi arus yang
melalui kabel.
d) Setelah pengecekan selesai, nyalakan
kamera dalam posisi record, selanjutnya cari posisi
aman untuk memulai pengujian.
e) Setelah semua instrumen pengujian siap dan
posisi benar-benar aman, hubungkan kabel igniter
dengan arus (baterai), hingga terjadi pembakaran
dalam chamber, amati proses pembakaran yang
terjadi.
f) Setelah pengujian selesai, selanjutnya
matikan kamera dan lepas chamber dari dudukan
alat uji untuk dibersihkan dan persiapan pengujian
gaya dorong selanjutnya.
3) Pengolahan Data. Hasil video rekaman uji gaya
dorong, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan software nerro 2016, untuk mengetahui
perubahan gaya dorong setiap perubahan waktu.

3.4. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian.


Adapun alat dan bahan yang akan digunakan adalah :
3.4.1. Alat. Alat yang digunakan dalam perencanaan pembuatan
propellant yaitu :
a. Timbangan Digital.
b. Alat Uji Gaya Dorong.
c. Accu.
d. Chamber dan Nozzle.
e. Kawat Nikelin/Igniter.
f. Kamera Digital.
3.4.2. Bahan. Bahan yang digunakan dalam rangka perencanaan dan
pembuatan bahan pendorong roket (propellant) adalah sebagai berikut :
a. Epoxy A dan B.
b. Ammonium Perchlorate (NH4ClO4).
c. Aluminium Powder (Al).

3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian.


3.5.1. Waktu Penelitian. Waktu penelitian dan perencanaan dalam
menyelesaikan skripsi ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai
dengan Juni 2017.
3.5.2. Tempat Penelitian. Pelaksanaan penelitian dilakukan di
Laboratorium Balistik POLTEKAD KODIKLAT TNI AD.
BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1. Perhitungan Data Hasil Pengujian


4.1.1. Analisa Perhitungan.
a. Perhitungan Cepat Bakar (Burning Rate) Propellant. Dari
hasil pengujian cepat bakar (burning rate) propellant APCP
dengan HTPB sebagai binder (Pengujian ke-1) diperoleh data:
- Waktu Pembakaran (tb) : 41 detik
- Panjang Propellant (L) : 10 cm
Dengan menggunakan persamaan 1, maka diperoleh cepat
bakar sebagai berikut :
L
r =
tb
10 cm
r =
41 det
r = 0,244 cm/det
Dengan cara yang sama, maka perbandingan besarnya nilai
cepat bakar propellant dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Cepat Bakar Propellant.
L tb r
No Komposisi Pengujian ke
cm det cm/det
1 2 3 4 5 6
1 10 41 0,244
2 10 39 0,256
1 APCP HTPB 3 10 40 0,250
4 10 39 0,256
Rata-Rata 10 39,75 0,252
1 2 3 4 5 6
1 10 69 0,145
2 10 69 0,145
2 A 3 10 70 0,143
4 10 67 0,149
Rata-Rata 10 68,75 0,145
3 B 1 10 74 0,135
2 10 70 0,143
3 10 74 0,135
4 10 75 0,133
Rata-Rata 10 73,25 0,137
1 10 75 0,133
2 10 76 0,132
4 C 3 10 78 0,128
4 10 79 0,127
Rata-Rata 10 77 0,130
1 10 82 0,122
2 10 80 0,125
5 D 3 10 79 0,127
4 10 77 0,130
Rata-Rata 10 79,5 0,126
1 10 80 0,125
2 10 79 0,127
6 E 3 10 81 0,123
4 10 83 0,120
Rata-Rata 10 80,75 0,124
1 10 86 0,116
2 10 81 0,123
7 F 3 10 84 0,119
4 10 86 0,116
Rata-Rata 10 84,25 0,119
1 10 88 0,114
2 10 86 0,116
8 G 3 10 89 0,112
4 10 88 0,114
Rata-Rata 10 87,75 0,114
1 10 91 0,110
2 10 90 0,111
9 H 3 10 88 0,114
4 10 87 0,115
Rata-Rata 10 89 0,112
1 2 3 4 5 6
1 10 94 0,106
2 10 93 0,108
10 I 3 10 95 0,105
4 10 92 0,109
Rata-Rata 10 93,5 0,107

b. Perhitungan Ratio Panas Spesifik (k).


Pada pengujian yang dilaksanakan menggunakan massa
propellant 50 gram pada komposisi propellant yang menggunakan
HTPB sebagai binder didapatkan temperatur hasil pembakaran
pada bagian exit nozzle sebesar 278 o C. Selanjutnya nilai ratio
panas spesifik dapat dicari pada tabel berikut :
Tabel 4.2. Tabel Gases At Low Pressures.
T t Cp Cv
No k = Cp/Cv
(°K) (°C) (J/kg. °K) (J/kg. °K)
1 50 -223,15 1001,9 714,8 1,4017
2 75 -198,15 1001,9 714,9 1,4015
3 100 -173,15 1001,9 714,9 1,4015
4 125 -148,15 1002 714,9 1,4016
5 150 -123,15 1002 715 1,4014
6 175 -98,15 1002,1 715 1,4015
7 200 -73,15 1002,2 715,1 1,4015
8 225 -48,15 1002,4 715,4 1,4012
9 250 -23,15 1002,8 715,8 1,4009
10 275 1,85 1003,5 716,5 1,4006
11 300 26,85 1004,5 717,5 1,4000
12 325 51,85 1006 718,9 1,3994
13 350 76,85 1007,9 720,8 1,3983
14 375 101,85 1010,2 723,2 1,3968
15 400 126,85 1013,1 726,1 1,3953
16 450 176,85 1020,3 733,2 1,3916
17 500 226,85 1029,2 742,1 1,3869
18 550 276,85 1039,4 752,4 1,3814
19 600 326,85 1050,7 763,6 1,3760
1 2 3 4 5 6
20 650 376,85 1062,5 775,4 1,3703
21 700 426,85 1074,5 787,4 1,3646
22 750 476,85 1086,5 799,4 1,3591
23 800 526,85 1098,2 811,2 1,3538
24 850 576,85 1109,5 822,5 1,3489
25 900 626,85 1120,4 833,4 1,3444
26 1000 762,85 1140,4 853,4 1,3363
(Sumber : Mechanics and Thermodynamics of Propulsion. Hal.693)
Temperatur hasil pembakaran sebesar 278 oC berada diantara
276,85 oC dan 326,85 oC. Selanjutnya dengan menggunakan cara
interpolasi dicari nilai ratio panas spesifik (k) pada temperatur 278 o C
menggunakan cara sebagai berikut :
Besarnya nilai ratio panas spesifik (k) dari temperatur hasil
pembakaran propellant sebesar 278 oC adalah 1,3812758. Dengan
menggunakan cara yang sama didapatkan nilai ratio panas spesifik dari
pengujian menggunakan diameter throath 8 mm adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3. Ratio Panas Spesifik dari Pengujian Menggunakan Variasi
Komposisi Bahan.
Komposisi Temperatur Rasio Panas
No
Bahan Pembakaran ̊C Spesifik (k)
1 HTPB 278 1,3812758
2 A 248 1,3845735
3 B 241 1,3853435
4 C 233 1,3862235
5 D 227 1,3868835
6 E 223 1,3872619
7 F 217 1,3878259
8 G 211 1,3883899
9 H 209 1,3885779
10 I 201 1,3896119
c. Perhitungan Luas Penampang Exit Nozzle.
Pada penelitian yang dilaksanakan menggunakan luas
penampang exit dengan diameter 18 mm. Dengan menggunakan
persamaan 2, maka luas penampang exit multi nozzle adalah
sebagai berikut :

d. Perhitungan Luas Penampang throath nozzle.


Pada penelitian yang dilaksanakan menggunakan diameter
throath sebesar 8 mm, sehingga luas penampang throath dengan
diameter 8 mm adalah sebagai berikut :
e. Perhitungan perbandingan luasan exit dan throath dalam
bilangan Mach.
Untuk mendapatkan nilai perbandingan luas penampang
exit dengan diameter 18 mm dan luas penampang throath dengan
diameter 8 mm dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :

Perhitungan besarnya bilangan Mach. Sebelumnya


diasumsikan terlebih dahulu bilangan Mach dengan nilai 0,2
selanjutnya besarnya bilangan Mach dihitung dengan
menggunakan persamaan 3 sebagai berikut :

Selanjutnya dengan menggunakan excel kita mencari


pendekatan nilai bilangan mach untuk nilai Ae/At sebesar 2,9691
dan didapatkan hasil sebagai berikut : (Sumber : www.nakka-
roketry.net, hal : 1)

Tabel 4.4. Perbandingan Bilangan Mach terhadap Ae/Ath


N
Mach Ae/At
O
1 0,2 2,9691
2 0,4 1,5924
3 0,6 1,1891
4 0,8 1,0385
5 1 1
6 1,2 1,0307
7 1,4 1,1163
8 1,6 1,2539
9 1,8 1,4468
10 2 1,7021
11 2,2 2,0301
12 2,4 2,4441
13 2,6 2,9601
14 2,8 3,597
15 3 4,3769
16 3,1 4,8283
17 3,2 5,3252
18 3,3 5,8713
19 3,4 6,4706
20 3,5 7,1273
21 3,6 7,8459
22 3,7 8,631
23 3,8 9,4877
24 3,9 10,421
25 4 11,437
Selanjutnya untuk mencari bilangan mach dari Ae/Ath
5,0625 dengan cara interpolasi :
Mach Ae/Ath
3,1 4,8283
? 5,0625
3,2 5,3252

Dengan menggunakan cara yang sama, maka didapatkan


nilai kecepatan Mach dengan menggunakan komposisi bahan A-I
dan diameter throath 8 mm adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5. Perbandingan Bilangan Mach Tiap Komposisi.
No Komposisi Bahan Mach
1 HTPB 3,1471
2 A 3,1540
3 B 3,1557
4 C 3,1575
5 D 3,1589
6 E 3,1598
7 F 3,1609
8 G 3,1622
9 H 3,1626
10 I 3,1648

f. Perhitungan Temperatur Hasil Pembakaran Propellant.


Pembakaran propellant APCP dengan HTPB sebagai
binder dengan massa 50 gram, dan menggunakan Nozzle dengan
diameter throath 8 mm didapatkan temperatur exit sebesar 278 ̊C
atau 551,15 ° K. Maka untuk mendapatkan nilai temperatur didalam
chamber dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4 sebagai
berikut :

Dengan menggunakan cara yang sama, maka didapatkan


nilai temperatur didalam chamber dengan menggunakan komposisi
bahan A-I dan diameter throath 8 mm adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6. Perbandingan Temperatur Dalam Chamber.
Temperatur Temperatur
N Komposisi
Pembakaran Pembakara T0 (° K)
o Bahan
(℃ ) n (° K )
1 HTPB 278 551,15 1591,789
2 A 248 521,15 1518,013
3 B 241 514,15 1500,655
4 C 233 506,15 1480,634
5 D 227 500,15 1465,583
6 E 223 496,15 1455,345
7 F 217 490,15 1439,786
8 G 211 484,15 1424,299
9 H 209 482,15 1419,105
10 I 201 474,15 1399,297

g. Perhitungan Tekanan Gas Hasil Pembakaran.


1) Dengan menggunakan persamaan 5, maka tekanan
gas hasil pembakaran didalam chamber dengan
menggunakan propellant pada komposisi APCP dengan
HTPB sebagai binder adalah sebagai berikut :

Dengan menggunakan cara yang sama, maka didapatkan


nilai tekanan didalam chamber dengan menggunakan komposisi
bahan A-I dan diameter throath 8 mm adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7. Perbandingan Tekanan Gas Hasil
Pembakaran didalam Chamber Tiap Komposisi.
Komposisi
No Pc (Bar)
Bahan
1 HTPB 46,6344
2 A 46,9524
3 B 47,0330
4 C 47,1151
5 D 47,1802
6 E 47,2244
7 F 47,2733
8 G 47,3364
9 H 47,3551
10 I 47,4578

2) Dengan menggunakan persamaan 6, maka tekanan


pada bagian throath dengan menggunakan propellant pada
komposisi APCP dengan HTPB sebagai binder adalah
sebagai berikut :

Dengan menggunakan cara yang sama, maka didapatkan


nilai tekanan pada bagian throath dengan menggunakan komposisi
bahan A-I dan diameter throath 8 mm adalah sebagai berikut :
Tabel 4.8. Perbandingan Tekanan pada Bagian Throath
Tiap Komposisi.
No Komposisi Bahan Pth (Bar)
1 HTPB 24,7841
2 A 24,9267
3 B 24,9634
4 C 24,9999
5 D 25,0291
6 E 25,0496
7 F 25,0710
8 G 25,0999
9 H 25,1083
10 I 25,1544

3) Dengan menggunakan persamaan 7, maka tekanan


pada bagian exit dengan menggunakan propellant pada
komposisi APCP dengan HTPB sebagai binder adalah
sebagai berikut :
Dengan menggunakan cara yang sama, maka didapatkan
nilai tekanan pada bagian exit nozzle dengan menggunakan
komposisi bahan A-I dan diameter throath 8 mm adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.9. Perbandingan Tekanan Exit Tiap Komposisi.
No Komposisi Bahan Pe (Bar)
1 HTPB 26,67623
2 A 26,57205
3 B 26,55023
4 C 26,52023
5 D 26,49924
6 E 26,49041
7 F 26,46907
8 G 26,45438
9 H 26,44835
10 I 26,41487

h. Perhitungan Kecepatan Gas Keluar Nozzle (Ve).


Kecepatan aliran gas keluar nozzle dengan menggunakan
komposisi APCP dengan HTPB sebagai binder dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 8 sebagai berikut :
Dengan menggunakan cara yang sama, maka didapatkan
nilai kecepatan gas keluar nozzle dengan menggunakan komposisi
bahan A-I dan diameter throath 8 mm adalah sebagai berikut :
Tabel 4.10. Besarnya Kecepatan Gas Keluar Nozzle (Ve).
N Kecepatan Gas Keluar Nozzle (Ve)
Komposisi Bahan
o (m/s)
1 HTPB 794,3719
2 A 776,6703
3 B 772,4317
4 C 767,5053
5 D 765,5043
6 E 761,2063
7 F 757,2817
8 G 753,3507
9 H 752,0268
10 I 747,0378

i. Perhitungan Laju Aliran Massa Gas hasil Pembakaran


Propellant (m˙ ¿ ¿.
Dengan menggunakan komposisi APCP dengan HTPB
sebagai binder dan diameter trhoath pada nozzle sebesar 8 mm
besarnya nilai laju aliran massa gas hasil pembakaran propellant
yang melewati nozzle dapat dihitung dengan persamaan 9 sebagai
berikut :
Dengan menggunakan cara yang sama, maka didapatkan
nilai laju aliran massa gas hasil pembakaran propellant dengan
menggunakan komposisi bahan A-I adalah sebagai berikut :
Tabel 4.11. Besarnya Laju Aliran Massa Gas Hasil Pembakaran Propellant.
N Komposisi Laju Aliran Massa Gas (ṁ )
o Bahan (kg/s)
1 HTPB 0,125555861
2 A 0,129417401
3 B 0,130380090
4 C 0,131479578
5 D 0,132329383
6 E 0,131506507
7 F 0,133764127
8 G 0,134663559
9 H 0,134961245
10 I 0,136197911
j. Perhitungan Gaya Dorong Roket (Thrust).
Gaya dorong roket pada komposisi APCP dengan HTPB
sebagai binder dan menggunakan nozzle berdiameter throath 8 mm
dan diameter exit sebesar 18 mm dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 10 sebegai berikut :
Dengan menggunakan cara yang sama, maka didapatkan
nilai gaya dorong roket dengan menggunakan komposisi bahan A-I
dan diameter throath 8 mm adalah sebagai berikut :
Tabel 4.12. Besarnya Gaya Dorong Propellant.
Gaya Dorong (F)
No Komposisi Bahan
(N)
1 HTPB 752,4502
2 A 750,5771
3 B 750,2172
4 C 749,6558
5 D 749,5093
6 E 749,1617
7 F 748,7404
8 G 748,5185
9 H 748,4108
10 I 747,8097

Untuk menghitung gaya dorong secara pengujian


menggunakan bantuan aplikasi NERO 2016, dari aplikasi tersebut
dapat dilihat video hasil pengujian dengan membagi waktu
pembakaran menjadi tiap-tiap bagian. Dari hasil video pengujian
didapatkan nilai tekanan tiap satuan waktu, dimana satu detik
dibagi menjadi 50 bagian sehingga satu bagian menjadi 0,02 detik.
Agar didapatkan nilai gaya dorong, hasil tekanan tersebut
kemudian dikalikan dengan luas penampang silinder pneumatik
dengan diameter 0,05 m. Dari hasil pengujian didapatkan data-data
sebagai berikut :
Tabel 4.13. Hasil Pengujian Besarnya Gaya Dorong Propellant Menggunakan
NERO 2016.
Gaya Dorong
Waktu Pembakaran
No Komposisi A
dt Bar N
1 2 3 4
1 0,02 0 0
2 0,04 0 0
3 0,06 0,02 3,926
4 0,08 0,02 3,926
5 0,1 0,05 9,815
6 0,12 0,07 13,741
7 0,14 0,08 15,704
8 0,16 0,1 19,63
9 0,18 0,17 33,371
0,23 46,523
10 0,2
7 1
0,24 48,289
11 0,22
6 8
0,29 57,123
12 0,24
1 3
13 0,26 0,3 58,89
0,40 80,090
14 0,28
8 4
0,45 88,923
15 0,3
3 9
0,49 97,757
16 0,32
8 4
0,50 99,524
17 0,34
7 1
0,54 106,59
18 0,36
3 1
0,60 118,95
19 0,38
6 8
0,65 127,79
20 0,4
1 1
1 2 3 4
0,70 138,39
21 0,42
5 2
0,71 140,15
22 0,44
4 8
147,22
23 0,46 0,75
5
24 0,48 0,75 148,99
9 2
0,79 156,05
25 0,5
5 9
0,80 157,82
26 0,52
4 5
0,81 159,59
27 0,54
3 2
0,85 168,42
28 0,56
8 5
0,86 170,19
29 0,58
7 2
0,90 177,25
30 0,6
3 9
0,91 179,02
31 0,62
2 6
0,96 189,62
32 0,64
6 6
0,97 191,39
33 0,66
5 3
0,98 193,15
34 0,68
4 9
0,99 194,92
35 0,7
3 6
1,00 196,69
36 0,72
2 3
1,01 198,45
37 0,74
1 9
200,22
38 0,76 1,02
6
1,02 201,99
39 0,78
9 3
1,03 203,75
40 0,8
8 9
1,04
41 0,82 204,82
3
1,03 203,75
42 0,84
8 9
0,99 194,92
43 0,86
3 6
0,94 186,09
44 0,88
8 2
0,90 177,25
45 0,9
3 9
0,85 168,42
46 0,92
8 5
0,81 159,59
47 0,94
3 2
0,76 150,75
48 0,96
8 8
0,72 141,92
49 0,98
3 5
0,67 133,09
50 1
8 1
0,63 124,25
51 1,02
3 8
0,58 115,42
52 1,04
8 4
0,54 106,59
53 1,06
3 1
0,49 97,757
54 1,08
8 4
0,45 88,923
55 1,1
3 9
0,40 80,090
56 1,12
8 4
0,36 71,256
57 1,14
3 9
0,31 62,423
58 1,16
8 4
0,27 53,589
59 1,18
3 9
0,22 44,756
60 1,2
8 4
0,18 35,922
61 1,22
3 9
0,13 27,089
62 1,24
8 4
0,09 18,255
63 1,26
3 9
64 1,28 0,05 9,815
65 1,3 0,02 3,926
66 1,32 0,02 3,926
67 1,34 0 0
1 2 3 4
68 1,36 0 0
69 1,38 0 0
70 1,4 0 0
36,7 7208,6
∑F
2 0
F Maksimum 1,04 204,82
F Rata-Rata 0,52 102,98
Waktu Pembakaran (tb) 1,4 dt

Untuk tabel hasil pengujian besarnya gaya dorong


propellant tiap komposisi menggunakan Nero 2016 yang lainnya
dapat dilihat pada lampiran D-F.

4.2. Pembahasan.
1. Dari tabel 4.1, diperoleh grafik perbandingan cepat bakar (burning
rate) propellant sebagai berikut :

Grafik perbandingan Cepat Bakar


(Burning Rate)
0.3
0.27
0.24
Cepat Bakar (r)

0.21
0.18
0.15
0.12
0.09
0.06
0.03
0
HTPB A B C D E F G H I

Komposisi

Grafik 4.1. Grafik Perbandingan Cepat Bakar (Burning Rate) Propellant.

Dari grafik 4.1, ditinjau dari segi penambahan epoxy, apabila


penambahan epoxy sedikit, maka semakin besar cepat bakar yang
dihasilkan propellant tersebut. Sebaliknya semakin banyak epoxy yang
digunakan, maka semakin kecil cepat bakar yang dihasilkan dari
propellant tersebut.
2. Dari tabel 4.2, diperoleh grafik perbandingan gaya dorong (Thrust)
pada tiap komposisi propellant sebagai berikut :
Grafik Perbandingan Gaya Dorong (F)
753
752
751
Gaya Dorong (N) 750
749
748
747
746
745
HTPB A B C D E F G H I

Komposisi

Grafik 4.2. Grafik Perbandingan Gaya Dorong Pada Tiap Komposisi


Propellant.

Dari grafik 4.2, ditinjau dari segi penambahan epoxy, apabila


penambahan epoxy sedikit, maka semakin besar gaya dorong yang
dihasilkan propellant tersebut. Sebaliknya semakin banyak epoxy yang
digunakan, maka semakin kecil gaya dorong yang dihasilkan dari
propellant tersebut.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan. Dari hasil pengujian, analisa dan pembahasan diperoleh


beberapa kesimpulan antara lain :
5.1.1. Ditinjau dari segi penambahan epoxy, apabila penambahan epoxy
sedikit, maka semakin besar cepat bakar yang dihasilkan propellant
tersebut. Sebaliknya semakin banyak epoxy yang digunakan, maka
semakin kecil cepat bakar yang dihasilkan dari propellant tersebut. Dari
hasil pengujian diperoleh nilai cepat bakar tertinggi pada komposisi A
(Ammonium Perchlorate 46%, Aluminium 36% dan Epoxy 18%) sebesar
0,145 cm/detik dan untuk nilai cepat bakar terendah yaitu pada komposisi I
(Ammonium Perchlorate 62%, Aluminium 4% dan Epoxy 34%) sebesar
0,107 cm/detik.
5.1.2. Ditinjau dari segi penambahan epoxy, apabila penambahan epoxy
sedikit, maka semakin besar gaya dorong yang dihasilkan propellant
tersebut. Sebaliknya semakin banyak epoxy yang digunakan, maka
semakin kecil gaya dorong yang dihasilkan dari propellant tersebut. Dari
hasil perhitungan diperoleh nilai gaya dorong (thrust) tertinggi secara
teoritis pada komposisi APCP dengan Epoxy sebagai binder pada
komposisi A (Ammonium Perchlorate 46%, Aluminium 36% dan Epoxy
18%) sebesar 750,5771 N dan nilai gaya dorong (thrust) terendah pada
komposisi I (Ammonium Perchlorate 62%, Aluminium 4% dan Epoxy
34%) sebesar 747,8097 N. Dari hasil pengujian diperoleh gaya dorong
maksimal pada komposisi A (Ammonium Perchlorate 46%, Aluminium
36% dan Epoxy 18%) sebesar 204,82 N dan gaya dorong terendah sebesar
pada komposisi I (Ammonium Perchlorate 62%, Aluminium 4% dan
Epoxy 34%) sebesar 144,06 N.

5.2. Saran.
Untuk kesempurnaan skripsi ini, dengan ini penulis menyarankan :
5.2.1. Penggunaan epoxy sebagai binder pada propellant dapat digunakan
untuk roket penelitian.
5.2.2. Perlu adanya aplikasi penambahan katalis pada propellant untuk
meningkatkan pembakaran pada cepat bakar dan gaya dorong.

Anda mungkin juga menyukai