Semester II2013/2014
Judul
PENGEMBANGAN SLURRY BUBBLE REACTOR
PADA SINTESIS FISCHER-TROPSCH
Kelompok B1.1314.K.18
Zuhroni Ali Fikri
Chairil Anshari
(13011029)
(13011056)
Pembimbing
Dr. IGBN Makertihartha
Dr. Subagjo
LEMBAR PENGESAHAN
TK4092 PENELITIAN TEKNIK KIMIA I
Semester II 2013/2014
PENGEMBANGAN SLURRY BUBBLE REACTOR
PADA SINTESIS FISCHER-TROPSCH
Kelompok B1.1314.K.18
Zuhroni Ali Fikri
Chairil Anshari
(13011029)
(13011056)
Catatan Pembimbing
Pembimbing II
Dr. Subagjo
B1.1314.K.18
SURAT PERNYATAAN
TK4092 PENELITIAN TEKNIK KIMIA I
Semester II Tahun 2013/2014
Kelompok
: B1.1314.K.18
adalah hasil penelitian kami sendiri di mana seluruh pendapat dan materi dari sumber
lain telah dikutip melalui penulisan referensi yang sesuai.
Surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan dalam lembar
pernyataan ini di kemudian hari diketahui keliru, kami bersedia menerima sangsi sesuai
peraturan yang berlaku.
ii
Tanda tangan
Tanda tangan
Chairil Anshari
B1.1314.K.18
ABSTRAK
Saat ini minyak bumi masih menjadi sumber energi utama di Indonesia. Kebutuhan
bahan bakar minyak dalam negeri yang jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah produksi
minyak membuat negara harus mengimpor minyak mentah sekitar 350.000 sampai
400.000 barel per hari. Jika hal ini terus berlanjut Indonesia akan mengalami defisit
neraca perdagangan di masa mendatang. Oleh karena itu Indonesia membutuhkan
sumber bahan bakar alternatif yang berasal dari beberapa sumber daya potensial seperti
batubara, gas alam, dan biomassa.
Proses Fischer Tropsch merupakan proses tengah yang mampu mengkonversi batubara,
gas alam, dan biomassa dalam bentuk gas sintesis (H2/CO), menjadi produk bahan
bakar minyak sintetik. Beberapa hal yang mempengaruhi proses ini diantaranya jenis
reaktor, kondisi operasi, katalis, dan komposisi gas sintesis. Saat ini reaktor yang umum
digunakan di industri adalah slurry bubble reactor. Hal ini disebabkan karena beberapa
keunggulannya dari yang lain. Pada reaktor ini pengetahuan tentang hidrodinamika,
mekanisme perpindahan massa, serta kinetika yang terjadi menjadi aspek yang sangat
penting untuk mendapatkan unjuk kerja reaktor yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan simulasi terhadap beberapa persamaan yang
berkaitan dengan hidrodinamika, mekanisme perpindahan massa, serta kinetika pada
slurry bubble reactor dari berbagai literatur. Dari hasil simulasi tersebut, dicari
parameter desain yang dapat digunakan untuk rancang bangun reaktor skala
laboratorium (seperti diameter, tinggi reaktor, kondisi operasi, serta laju superfisial gas
terhadap kinerja reaktor). Simulasi dilakukan dengan menggunakan beberapa perangkat
lunak yaitu ANSYS Fluent atau MATLAB. Setelah itu, dilakukan konstruksi reaktor
hasil rancangan. Unjuk kerja reaktor diuji secara aktual dengan menggunakan katalis
berbasis besi atau kobalt. Unjuk kerja diukur dari konversi gas sintesis yang
diumpankan.
Kata kunci: Fischer Tropsch, Slurry bubble reactor, Hidrodinamika, Simulasi, Konversi
B1.1314.K.18
iii
ABSTRACT
Nowadays, petroleum is still the main source of energy in Indonesia. Needs of domestic
fuel oil which is much higher than the amount of oil production, making the country has
to import crude oil around 350,000 to 400,000 barrels per day. If this situation
continues, Indonesia will experience a trade deficit in the future. Therefore, Indonesia
need an alternative fuel source that comes from some of the potential resources such as
coal, natural gas, and biomass.
Fischer Tropsch process is a central process that is capable of converting coal, natural
gas, and biomass in the form of synthesis gas (H2/CO), into a synthetic fuel products.
Some things that affect this process is the type of reactor, operating conditions, catalyst
and synthesis gas composition. Currently, reactors are commonly used in the industry is
the slurry bubble reactor. This is because some of its advantages than others. In this
reactor, the knowledge of hydrodynamics, mass transfer mechanism, and kinetics which
happens to be a very important aspect to get a good performance of the reactor.
This reasearch aims to perform simulations on some equations related to
hydrodynamics, mass transfer mechanism, and kinetics in slurry bubble reactor from the
literature. From the simulation results, the design parameters which can be used to
design a laboratory-scale reactor will be sought (such as diameter, height reactor,
operating conditions, as well as the superficial gas rate on the performance of the
reactor). Simulations will be done by using some software such as ANSYS Fluent or
MATLAB. After that, the reactor's design will be constructed. Reactor performance will
be tested using iron or cobalt-based catalysts. Performance is measured by the
conversion of synthesis gas.
Keywords: Fischer Tropsch, Slurry bubble reactor, Hydrodynamic, Simulation,
Conversion
iv
B1.1314.K.18
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmatNya laporan rencana penelitian teknologi kimia yang berjudul Pengembangan Slurry
Bubble Reactor Pada Sintesis Fischer-Tropsch ini dapat diselesaikan dengan lancar
dan baik.
Laporan penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah TK4092
Penelitian Teknik Kimia I dan sebagai prasyarat untuk melaksanakan penelitian yang
akan dilakukan pada mata kuliah TK4093. Laporan ini disusun guna memberikan
pengetahuan serta wawasan dasar bagi penulis maupun pembaca mengenai topik
penelitian yang akan penulis lakukan.
Penulisan laporan rencana penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dari beberapa pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas segala bantuan,
saran, dukungan, serta kerja sama yang diberikan, khususnya kepada:
1.
2.
Dr. IGBN Makertihartha dan Dr. Subagjo selaku dosen pembimbing serta Dr.
Melia Laniwati yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, serta arahan
terkait materi topik penelitian.
3.
Dr. Yogi Wibisono Budhi selaku dosen mata kuliah TK4092 yang telah
memberikan arahan dalam tata cara dan aturan dalam penulisan laporan yang baik
dan benar.
4.
Zaky Al Fatony, S.T., M.T. selaku mahasiswa S3 Teknik Kimia ITB angkatan
2013 yang telah membantu dalam penulisan laporan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya
laporan ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
B1.1314.K.18
vi
B1.1314.K.18
DAFTAR ISI
Halaman
II
Lembar Pengesahan
Surat Pernyataan
ii
Abstrak
iii
Abstract
iv
Kata Pengantar
Daftar Isi
vii
Daftar Tabel
ix
Daftar Gambar
xi
Pendahuluan
1.3 Tujuan
Tinjauan Pustaka
2.3.1
2.3.2
10
2.4.1
10
2.4.2
11
2.4.2.1
11
2.4.2.2
12
2.4.3
14
15
2.5.1
16
Rejim Aliran
B1.1314.K.18
vii
2.5.2
Gas Holdup
17
17
Massa
III
viii
2.6.1
17
2.6.2
18
19
Rencana Penelitian
23
3.1 Metodologi
23
3.2 Percobaan
24
3.2.1
Bahan
24
3.2.2
Alat
25
3.2.3
Prosedur
26
3.2.4
Variasi
29
29
3.4 Jadwal
32
Daftar Pustaka
33
Daftar Simbol
35
Lampiran A
37
Lampiran B
39
Lampiran C
43
B1.1314.K.18
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
19
Tabel 2.4
21
Tabel 3.1
24
Tabel 3.2
28
Tabel 3.3
B1.1314.K.18
ix
B1.1314.K.18
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
10
Gambar 2.2
12
Gambar 2.3
13
Gambar 2.4
14
Gambar 3.1
23
Gambar 3.2
25
Gambar 3.3
26
Gambar 3.4
29
Gambar 3.5
29
Gambar 3.6
30
Gambar 3.7
30
Gambar 3.8
32
B1.1314.K.18
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di dunia saat ini. Peran
minyak bumi dalam berbagai kegiatan ekonomi akan terus mendominasi bauran energi
primer dunia hingga 2050 (ESDM, 2012). Sejak tahun 2004 Indonesia sudah mulai
menempatkan diri ke dalam posisi sebagai negara importir minyak bumi dan bahan
bakar minyak (ESDM, 2008). Kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri mencapai
1,4 juta barel per hari, sedangkan produksi minyak dalam negeri hanya sekitar 825.000
barel per hari. Oleh karena itu, negara mengimpor minyak mentah sekitar 350.000400.000 barel per hari atau sekitar USD 35-40 juta (ESDM, 2014). Jika hal ini terus
berlanjut, maka neraca perdagangan Indonesia akan mengalami defisit dan berpotensi
semakin parah di masa mendatang.
Indonesia memiliki sumber daya, batu bara, gas alam, serta biomassa yang berpotensi
untuk dijadikan sebagai alternatif sumber energi komplemen/pengganti minyak bumi.
Sumber daya batubara Indonesia mencapai 104,94 milyar ton dan cadangan sebesar
21,13 milyar ton. Dari total produksi batubara nasional, pasar domestik saat ini hanya
mampu menyerap 24% karena keterbatasan pemanfaatannya. Sedang untuk sisanya
76% di ekspor (ESDM, 2011). Potensi gas bumi yang dimiliki Indonesia berdasarkan
status tahun 2008 mencapai 170 TSCF dan produksi per tahun mencapai 2,87 TSCF,
dengan komposisi tersebut Indonesia memiliki reserve to production mencapai 59 tahun
(ESDM, 2010). Oleh karena itu, pengembangan teknologi konversi batubara, gas alam
dan biomassa menjadi bahan bakar minyak (BBM) menjadi perhatian utama bagi
program ketahanan energi.
Proses Fischer Tropsch merupakan proses tengah dari skema XTL (everything/anything
to liquid) yang mampu mengkonversi batubara, gas alam, dan biomassa dalam bentuk
B1.1314.K.18
syngas (H2/CO), menjadi produk BBM sintetik. Produk hidrokarbon yang dihasilkan
sebagian besar berupa fasa cair dan sebagian kecil berupa gas atau padatan (Steynberg
dan Dry, 2004). Proses FischerTropsch menjadi sangat penting untuk memproduksi
bahan bakar bersih (Tiefeng dkk., 2007). Produk hasil dari sintesis Fischer-Tropsch
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis reaktor, kondisi operasi
reaktor, katalis yang digunakan (fasa aktif, promotor, penyangga), serta komposisi
syngas (CO/H2) yang diumpankan.
Dalam proses Fischer-Tropsch, reaktor yang umum dipakai adalah multitubular fixed
bed, gas-solid fluidized bed, dan slurry bubble column reactor (SBCR). Dalam studi
yang telah dilakukan, SBCR memiliki beberapa keunggulan, di antaranya adalah
konstruksi yang mudah, biaya yang dibutuhkan jauh lebih rendah daripada Fixed Bed
Reactor, turun tekannya rendah, katalis yang dibutuhkan lebih sedikit disebabkan
tingginya efisiensi dari katalis, dan cocok untuk produksi skala besar. Keunggulan ini
yang membuatnya banyak dilirik oleh perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan
proses Fischer Tropsch (Tiefang dkk., 2007). Meskipun masih ada beberapa kekurangan
karena masih minimnya studi yang detail, namun reaktor ini telah disepakati oleh
kalangan luas sebagai reaktor yang cocok diterapkan untuk pabrik skala besar
(Steynberg dan Dry, 2004).
Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis - Institut Teknologi Bandung telah
melakukan pengembangan katalis Fischer Tropsch berbasis Fe dan teknologi prosesnya
yang berupa fixed bed reactor. Hasil yang di dapat sudah menunjukkan konversi yang
baik dan cukup memuaskan. Untuk mengejar kemajuan teknologi dan melengkapi
penelitian yang sudah dilakukan, maka pada penelitian kali ini akan dilakukan
pengembangan teknologi slurry bubble column reactor.
Slurry bubble column reactor merupakan salah satu teknologi reaktor multifasa yang
telah digunakan secara komersial dalam industri untuk produksi BBM sintetik melalui
2
B1.1314.K.18
proses Fischer Tropsch. Pada SBCR, syngas diumpankan dari dasar reaktor melalui gas
sparger/distributor gas dalam bentuk gelembung gas yang akan bereaksi dengan katalis
padat yang telah tersuspensi dalam pelarut hidrokarbon dalam fasa cair (Sehabiague,
2012).
Agar proses Fischer Tropsch menggunakan teknologi SBCR dapat berjalan secara
ekonomis, maka terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Beberapa kriteria
tersebut adalah adanya aktivitas katalis yang tinggi, adanya pemuatan katalis (loading)
dalam suspensi lumpur (slurry) yang sempurna, serta konversi reaktan syngas yang
tinggi (Guillen dkk., 2007).
Untuk memenuhi kriteria tersebut, maka SBCR harus bisa dioperasikan pada kondisi
laju alir volumetrik yang tinggi dalam rejim aliran churn-turbulent. Pada kondisi ini
dinamika antarmuka dua fase (gas dan cairan) mendominasi hidrodinamika reaktor
(Guillen dkk., 2007). Oleh karena itulah sangat penting untuk bisa memahami proses
hidrodinamika serta pengaruh dari desain dan parameter proses pada SBCR.
Pada penelitian ini, pola aliran hidrodinamika SBCR akan disimulasikan menggunakan
perangkat lunak ANSYS Fluent. Beberapa parameter yang menjadi subjek simulasi
adalah: kecepatan gas superfisial, pemuatan katalis (loading) katalis dalam suspensi
lumpur (slurry), rasio tinggi/diameter (Hc/Dc) kolom, serta diameter katalis. Hasil
penelitian yang di dapat ini akan digunakan sebagai dasar dalam rancang bangun SBCR
skala lab dan akan diuji kinerjanya menggunakan katalis yang telah dibuat di
Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis.
1.3. Tujuan
Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mempelajari pola aliran hidrodinamika
SCBR, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja reaktor serta cara
mengoptimalkan kinerja reaktor tersebut. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk
melakukan
simulasi
B1.1314.K.18
terhadap
beberapa
persamaan
yang
berkaitan
dengan
3
Simulasi dilakukan dengan perangkat lunak yaitu ANSYS Fluent atau MATLAB
2.
Komposisi umpan yang digunakan adalah % CO, 45% H2, dan 10% N2
3.
4.
5.
6.
Temperatur yang digunakan pada penelitian ini berada pada kisaran 230oC sampai
250oC dan tekanan yang digunakan sebesar 15 sampai 20 bar
B1.1314.K.18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Proses sintesis produksi hidrokarbon dari syngas telah dikenal pada tahun 1902, metana
bisa dibentuk dari hydrogen (H2) dan karbonmonoksida (CO) dengan adanya katalis
nikel atau cobalt (Dry, 1989). Proses sintesis ini mulai berkembang pada sekitar tahun
1920. Penelitian yang dilakukan oleh Franz Fischer dan Hans Tropsch yang merupakan
dua orang ahli kimia yang bekerja di Kaiser Wilhelm Institute for Coal Research di
MiJlheim, telah berhasil memproduksi Hidrokarbon (synthol) dari syngas dengan
katalis besi pada tekanan 100-150 bar, dan temperatur 400-450oC. Kemudian, Fischer
dan Tropsch berhasil memproduksi hidrokarbon dengan menggunakan katalis kobalt
dan besi dengan kondisi tekanan dan temperatur yang lebih rendah (1 bar, 250 oC)
sehingga memiliki kelayakan ekonomi untuk diproduksi dengan skala besar (Modley,
2008).
Pada tahun 1938, sintesis Fischer Tropsch (FT) mulai diaplikasikan pada skala industri
di Jerman. Terdapat 9 pabrik yang beroperasi dengan kapasitas produksi gabungan
sekitar 660.000 ton/tahun (Anderson, 1984). Pada sekitar tahun 1950, berdasarkan
tingginya produksi syngas dari metan, suatu pabrik FT dengan kapasitas 360.000 ton
per tahun didirikan di Brownsville, TX. Pada periode yang sama, berdasarkan prediksi
kenaikan harga minyak mentah dunia sebuah pabrik FT berbasis batubara dibangun di
Sasolburg, Afrika Selatan. Krisis minyak pada pertengahan 1970 membuat Sasol
membangun dua pabrik FT kompleks berbasis batubara yang lebih besar. Kapasitas
produksi gabungan ketiga pabrik Sasol pada saat itu sekitar 6.000.000 ton per tahun.
Pada tahun 1992 dan 1993 pabrik FT berbasis metana dibangun yaitu Mossgas plant di
Afrika Selatan dengan kapasitas sekitar 1.000.000 ton per tahun dan Shell plant di
Bintuli, Malaysia, dengan kapasitas 500.000 ton per tahun (Dry, 2002).
B1.1314.K.18
Tempat
Kapasitas
(barrel per hari)
Bahan dasar
Tahun
Sasol
Sasol
Sasol
MossGas
Shell
Qatar Petroleum
Sasol Chevron
Sasolburg
Secunda
Secunda
Mossel Bay
Bintulu
Qatar
Escravos
2500
85000
85000
30000
12500
34000
34000
batu bara
batu bara
batu bara
gas alam
gas alam
gas alam
gas alam
1955
1980
1982
1992
1993
2006
2007
Secara umum reaksi Fischer Tropsch merupakan kombinasi dari reaksi oligomerasi
(Sehabiague, 2012). Reaksi ini penting untuk diketahui agar dapat menentukan
stoikiometri yang terjadi sehingga dapat pula ditentukan rasio konsumsi umpan CO/H2
maupun produk yang diperoleh. Menurut van der Laan (1999), berbagai reaksi yang
terjadi pada reaksi Fischer Tropsch diklasifikasikan sebagai berikut,
1.
Reaksi utama
n-Parafin
1-Olefin
nCO + 2nH2
CnH2n + nH2O
CO2 + H2
2. Reaksi samping
Sintesis Alkohol
Reaksi Boudouard
2CO C + CO2
B1.1314.K.18
3. Modifikasi katalis
Reduksi/Oksidasi Katalis
Pembentukan Karbida
xM + yC MxCy
Katalis memainkan peranan penting dalam sintesis Fischer Tropsch. Fungsinya sebagai
pengarah reaksi dan menentukan mekanisme reaksi yang terjadi, membuat suatu hal
yang harus dipertimbangkan dalam pemilihannya. Setiap jenis katalis akan memberikan
mekanisme dan kinetika reaksi yang berbeda. Bahkan untuk satu jenis katalis pada
kondisi operasi, komposisi umpan, dan jenis reaktor yang berbeda akan memberikan
hasil sintesis yang berbeda pula.
Bahan dasar pembuatan katalis untuk sintesis Ficher Tropsch adalah logam. Menurut
van der Laan (1999), logam yang umum digunakan dalam sintesis Fischer Tropsch dan
memberikan aktivitas yang sesuai untuk kebutuhan skala industri adalah logam dari
golongan VIII B dalam tabel periodik yaitu besi (Fe), nikel (Ni), cobalt (Co), dan
ruthenium (Ru). Pada kondisi operasi yang umum untuk sintesis Fischer Tropsch,
katalis Ni memproduksi terlalu banyak CH4 dan memiliki performa yang rendah pada
tekanan tinggi dan cenderung memproduksi gugus karbonil volatile. Katalis berbasi Ru,
walupun memiliki aktivitas yang tinggi dan cenderung memproduksi senyawa dengan
berat molekul yang tinggi pada temperatur rendah dan tekanan tinggi, tetapi harga yang
terlalu mahal serta jumlahnya yang terbatas untuk aplikasi skala besar membuat katalis
ini tidak layak untuk sintesis Fischer Tropsch. Perbandingan harga berbagai jenis katalis
disajikan pada Tabel 2.2. Hal ini hanya menyisakan pilihan terhadap katalis berbasi Fe
dan Co yang dapat digunakan (Dry, 2002).
B1.1314.K.18
Tabel 2.2. Perbandingan harga berbagai katalis dengan basis harga Fe (Dry, 2002).
Jenis Katalis
Indeks Harga
Fe
Ni
250
Co
1000
Ru
50000
Katalis berbasis besi digunakan untuk produksi wax pada Low Temperature Fischer
Tropsch Process. Katalis berbasis besi memiliki aktivitas yang tinggi pada Water Gas
Shift Reaction (WGSR) dan oleh karena itu sangat cocok untuk digunakan pada rasio
umpan yang rendah. Namun, adanya produksi air pada reaksi utama Fischer Tropsch
membuat katalis ini mudah untuk terdegradasi kerana proses inbibisi sehingga aktivitas
katalis ini menurun cepat (Sehabiague, 2012). Teknik yang umum digunakan untuk
membuat katalis ini adalah dengan presipitasi, dengan promotor Cu atau K2O dan
dengan penyangga SiO2 atau Al2O3. Aplikasi katalis besi pada temperatur tinggi
biasanya dibuat dengan mencampurkan bijih magnetit dengan senyawa kimia yang
diperlukan (biasanya K2O) dan struktural promotor.
Katalis berbasi Co sangat aktif pada Low Temperature Fischer Tropsch Process.
Temperatur yang tinggi akan menghasilkan kelebihan CH4. Katalis ini memiliki umur
yang relatif lebih lama dibandingkan Fe karena ketahanannya lebih besar dari inhibisi
air. Katalis berbasis cobalt memiliki aktivitas yang rendah pada WGSR sehingga sangat
cocok pada konsentrasi umpan yang tinggi . Untuk memaksimalkan luas permukaan
area dapat dilakukan dengan mendispersikan Co pada penyangga yang stabil, biasanya
Al2O3 atau TiO2. Penggunaan promotor dengan sedikit penambahan logam mulia dapat
meningkatkan proses reduksi dan menjaga permukaan logam Co tetap bersih.
Untuk memaksimalkan umur dari reaktor yang digunakan dan meminimalkan konsumsi
katalis, sangat vital untuk menjaga katalis tetap dalam keadaaan aktivitas tertinggi.
Katalis Co ataupun Fe akan teracuni oleh senyawa sulfur. Oleh karena itu, kandungan
sulfur dalam umpan syngas harus dijaga dibawah 0.02 mg/m3.
8
B1.1314.K.18
Terdapat 3 komponen utama yang dibutuhkan dalam membuat katalis yang baik yaitu
fasa aktif, penyangga, dan promotor. Fasa aktif adalah unsur dasar dari padatan yang
memiliki bentuk serbuk dan berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi.
Menurut Lohitharn dkk. (2008), untuk katalis dengan unsur dasar Fe pada sintesis
Fischer Tropsch, fasa aktif muncul setelah adanya proses aktivasi dengan syngas
melalui proses karburisasi yaitu penambahan karbon pada permukaan logam sehingga
terbentuk lapisan besi karbida (Fe5C2). Pada katalis Co, kristalit kobalt dianggap sebagai
fasa aktif katalis. Semakin kecil ukuran kristal kobalt akan meningkatkan luas
permukaan katalis sehingga aktivitas katalis semakin meningkat akibat peningkatan
adsorpsi CO.
Penyangga adalah komponen untuk menempatkan unsur dasar katalis. Fungsi dari
penyangga adalah untuk memberikan luas permukaan yang besar, meningkatkan
ketahanan tekanan katalis, dan meningkatkan keaktifan katalis. Penyangga yang paling
banyak digunakan dalam industri berdasarkan aktivitas dan selektivitasnya adalah SiO2,
Al2O3, dan TiO2. Penambahan jumlah SiO2 pada katalis Fe akan meningkatkan luas,
volume pori, selektivitas wax meningkat, dan selektivitas CH4 menurun. Penambahan
Al2O3 dapat meningkatkan selektivitas terhadap produk C5 C11, tetapi luas permukaan
lebih kecil dibandingkan SiO2. Penambahan penyangga Al2O3 dan SiO2 akan
membentuk Co3O4-kristalit yang dapat meningkatkan luas permukaan katalis.
Promotor adalah suatu zat yang ditambahkan ke bersama dengan bahan dasar katalis
dan berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik katalis, meningkatkan aktivitas katalis, atau
mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi yang tidak diinginkan. Promotor K, Cu, dan
Zn adalah jenis yang biasa digunakan untuk meningkatkan performa katalis Fe.
Penambahan K akan berpengaruh pada aktivitas katalis pada sintesis Fischer Tropsch
dan WGSR, serta selektivitas katalis. Penambahan Cu dan Zn berfungsi untuk
meningkatkan aktivitas melalui peningkatan pembentukan besi karbida pada permukaan
(Iglesia, 1999).
B1.1314.K.18
Reaktor merupakan jantung dari suatu pabrik kimia. Dalam proses FT, reaktor
memainkan peran sangat penting di samping katalis. Reaktor yang umumnya dipakai
dalam reaksi FT adalah Fixed Bed Reactor, Fluidized Bed Reactor, dan Slurry Phase
Reactor. Perincian dari masing-masing reaktor akan dijabarkan sebagai berikut.
Reaktor komersial pertama untuk reaksi FT dikembangkan oleh Sasol pada tahun 1955.
Reaktor yang dipakai adalah multitubular ARGE Reactor yang terdiri lebih dari 2000
tube dan berdiameter 0,05 m serta memiliki tinggi 12 m dengan katalis besi dan
dikelilingi oleh air (Sehabiague, 2012). Reaktor ini dioperasikan pada tekanan sebesar
20 bar pada awal pengembangannya dan 45 bar ketika dikembangkan di tahun 1987
(Dry, 1990; Espinoz dkk., 1999). Pada reaktor ini syngas masuk dan melewati pipapipa kecil yang terisi katalis, kemudian gas akan keluar melalui gas outlet dan hasil dari
reaksi ini berbentuk wax yang keluar melalui wax outlet. Gambar 2.1 menunjukkan
jenis reaktor fixed bed yang dikembangkan oleh Sasol.
B1.1314.K.18
Reaktor ini memiliki beberapa kelemahan dan juga kelebihan. Kelebihannya, produk
dari reaktor ini mudah dipisahkan dengan katalisnya. Selain itu, scale-up untuk reaktor
ini relatif mudah karena performanya bisa diprediksi dengan tingkat keyakinan yang
tinggi berdasarkan performa pada skala pilotnya (Sehabiague, 2012; Steynberg, 2004).
Adapun kelemahan reaktor ini adalah mahalnya biaya produksi, kemudian penggantian
katalis yang harus diganti secara periodic sehingga reaktor harus di-shutdown terlebih
dahulu dan ini tentunya mengganggu proses yang berjalan, dan meskipun reaktor ini
berhasil digunakan untuk proses Low temperature Fischer Tropsch (LTFT), namun
reaktor ini tidak bisa digunakan dalam proses High Temperature Fischer Tropsch
(HTFT) karena temperatur yang tinggi bisa menyebabkan karbon menumpuk pada
permukaan katalis dan bisa mereduksi aktivitasnya. (Espinoza dkk., 1999; Sehabiague,
2012).
Kendala yang dihadapi oleh fixed bed reactor yang tidak bisa digunakan dalam operasi
HTFT diatasi oleh adanya reaktor terfluidisasi (FBR, Fluidized Bed Reactor) (sumber).
Reaktor FBR yang biasa dipakai secara umum adalah Circular Fluidized Bed Reactor
(CFBR) dan Fixed Fluidized Bed Reactor (FFBR).
CFBR merupakan desain reaktor yang dipilih oleh Sasol pada tahun 1950 untuk
menjalankan proses dalam kondisi operasi HTFT. Reaktor ini dijalankan pada tekanan 2
MPa dan temperatur 340oC. CFBR yang dipakai di Sasol dirancang oleh Kellogg
dengan mengujinya pada skala pilot dengan diameter dalam 10 cm. Reaktor ini
kemudian diperbesar di pabrik Sasolburg dengan diameter dalam 2.3 m dan tinggi 46 m.
Gambar 2.2 menunjukkan reaktor CFBR, katalis yang berada di standpipe akan
didorong oleh syngas menuju ke tempat reaksi terjadi. Setelah itu, gas keluaran akan
B1.1314.K.18
11
keluar melalui gas outlet sedangkan katalis akan kembali lagi menuju standpipe. Katalis
yang terbawa oleh gas produk akan dikembalikan ke standpipe oleh cyclone. Pada
reaktor beda tekan di standpipe harus lebih tinggi dari beda tekan pada reaktor. Jika
beda tekan di reaktor lebih tinggi daripada beda tekan di standpipe akibatnya katalis
akan melewati standpipe dan malah terbawa ke gas outlet, akibatnya cyclone akan
tersumbat dan akan merusak katalis itu.
Meskipun reaktor ini dapat dipakai selama sekitar 30 tahun, namun reaktor ini memiliki
banyak kelemahan. Antara lain katalis reaktor ini memiliki batas maksimum
penambahan karena jika terlalu banyak beda tekannya akan tinggi dan mengakibatkan
fenomena yang telah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Kemudian karena desainnya
yang kompleks, reaktor ini membutuhkan biaya produksi yang besar.
Gambar 2.2. Circulating fixed bed reactor (Spath dan David, 2003).
12
B1.1314.K.18
Sasol. Alasannya adalah banyaknya kelemahan yang ada pada CFBR. Hal ini memicu
para peneliti di Sasol mencari solusi dan mulai mempertimbangkan kembali reaktor
fluidized bed yang konvensional yaitu FFBR. Setelah dilakukan penelitian dan
pengujian di skala lab, akhirnya pada tahun 1989 reaktor ini mulai dipakai dengan
diameter 5 m dan tinggi 22 m dan hasilnya memuaskan (Steynberg, 2004; Jager dkk.,
1990).
Gambar 2.3 menunjukkan FFBR, umpan masuk melalui Total Feed dan gas akan
didistribusikan dengan gas distributor dan gas akan mengalir dengan bentuk gelembung
melalui katalis yang ada pada reaktor. Katalis yang berada pada reaktor ini tidaklah
bersirkulasi sebagaimana halnya CFBR, namun katalis akan terbawa dan terfluidisasi
akibat aliran gas dan akan tertahan oleh cyclone. Panas dari reaktor ini akan dihilangkan
melalui air umpan boiler yang mengalir pada reaktor (Dry, 1990).
Gambar 2.3. Synthol fixed fluidized bed reactor (Spath dan David, 2003).
Keunggulan reaktor ini dibandingkan dengan CFBR antara lain (Dry, 1990; Jager dkk.,
1990; Steynberg, 2004): biaya konstruksi yang dibutuhkan sekitar 40% lebih rendah,
biaya konsumsi katalis lebih rendah sekitar 30%, selektivitas metana lebih rendah,
efisiensi energi lebih tinggi, memiliki diameter yang lebih besar sehingga koil
B1.1314.K.18
13
pendingin bisa dipasang lebih banyak dan perpindahan panasnya akan lebih optimal dan
konsekuensinya laju alir volumetrik gas yang dialirkan bisa lebih besar.
Reaktor SBCR pertama kali diujicobakan pada tahun 1950-1960 di Jerman, Inggris, dan
USA (Steynberg, 2004). Namun teknologi ini belum terlalu dikembangkan saat iu
karena reaktor fixed bed masih cukup menjanjikan dan harga minyak bumi cenderung
terjangkau. Di pertengahan tahun 1980, ketika harga minyak bumi mulai melonjak,
teknologi Fischer Tropsch mulai banyak dilirik kembali dan banyak penelitian
dilakukan untuk mengoptimalkan proses ini. Akhirnya pada bulan juni tahun 1991 sasol
memutuskan untuk memakai SBCR dengan diameter dalam 5 m dan tinggi 22 m, dan
mulai beroperasi pada bulan Mei 1993. Sekarang reaktor ini telah dipakai di Sasol,
Exxon Mobile, synthroleum, CHOREN, dan lain lain (Sehabiague, 2012)
Reaktor SBCR merupakan reaktor yang cocok diterapkan pada kondisi operasi LTFT.
Reaktor ini terdiri dari 3 fasa, yaitu fasa cair (wax), fasa padatan (katalis), dan fasa gas
(syn gas). Pertama-tama syn gas akan melewati gas sparger yang kemudian gas sparger
itu akan memecah gas menjadi gelembung-gelembung sebelum masuk ke reaktor. Di
reaktor, gelembung tadi akan melewati katalis yang berbentuk slurry (karena bercampur
dengan wax) dan akan terjadi interaksi 3 fasa yaitu antara gelembung (gas) katalis
(padat) dan wax (cair). Setelah itu produk yang berbentuk wax akan keluar dan
dipisahkan dengan katalisnya. Gambar alat disajikan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Slurry bubble column reactor (Spath dan David, 2003).
14
B1.1314.K.18
Menurut Wang (2007), reaktor ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan fixed
bed reactor, yaitu: konstruksinya mudah dan biaya yang dibutuhkan relative kecil,
kontrol temperatur muda, potensi scale up sangat besar dengan potensi produksi dari
SBCR bisa mencapai 2500 ton (Sie dan Khrisna, 1999), pressure drop relatif rendah
sehingga mengurangi biaya kompresi udara, penambahan dan pengurangan katalis bisa
dilakukan secara online, katalis yang dibutuhkan lebih rendah karena efisiensi katalis
yang tinggi.
Slurry Bubble Reactor adalah tipe reaktor yang bekerja dalam 3 fasa yang berbeda yaitu
terdapat gas, cairan, dan padatan. Interaksi antar fasa tersebut juga sangat menentukan
hasil produk yang didapat. Karakteristik dari interaksi tersebut dapat dijelaskan melalui
fenomena hidrodinamika yang terjadi. Karakteristik hidrodinamika yang terjadi pada
Dalam reaktor SBR, fasa gas biasanya didistribusikan di dalam slurry dari bawah
reaktor melalui distributor khusus yang menyebabkan suatu regim aliran tertentu dan
perilaku hidrodinamika yang rumit seperti perpindahan massa/panas. Berikut adalah
beberapa tinjauan karakteristik hidrodinamika pada Slurry Bubble Reactor menurut
Sehabiague (2012):
B1.1314.K.18
15
Tidak ada peta rejim aliran yang tersedia dalam literatur untuk SBR. Namun, beberapa
peta rezim aliran diusulkan untuk menggambarkan rezim aliran hidrodinamika dalam
gelembung berdasarkan arah aliran keatas, diameter reaktor, dan kecepatan gas di dalam
reaktor. Menurut Sehabiague (2012), berdasarkan dari data-data penelitian, ada
beberapa tipe rejim aliran utama yang terjadi berdasarkan kondisi operasi dan geometri
dari reaktor/distributor yaitu rejim homogen, slug, heterogen atau Churn-Turbulent,
serta transisi.
Rejim homogen adalah suatu rejim yang ditandai dengan adanya gelembung yang
terdistribusi merata serta memiliki ukuran dan bentuk yang homogen, waktu tinggal
gelembung hampir konstan, interaksi yang terjadi antar gelembung lemah. Rejim ini
biasanya terjadi pada daerah operasi dengan kecepatan gas superficial 0,05 m / s,
Rejim slug biasanya terjadi pada reaktor dengan diameter internal 0,15 m. Rejim ini
merupakan suatu aliran gelembung yang besar akibat
superficial. Dalam rezim ini, efek dinding sangat penting dan memiliki dampak yang
kuat pada parameter perpindahan massa dan hidrodinamika. Properti dari fluida cair,
seperti viskositas yang tinggi juga memfasilitasi pembentukan slug bahkan pada
kecepatan rendah. Rezim aliran slug menyebabkan buruknya proses dispersi molekul
gas dan perpindahan massa yang kecil. Namun, sebagian besar rejim ini terjadi pada
skala laboratorium dan tidak akan terjadi dalam reaktor industri skala besar.
Dalam reaktor skala besar, meningkatkan kecepatan gas superfisial di atas titik tertentu
(>0,05-0,1 m/s) meningkatkan interaksi antara gelembung gas, dan meningkatkan
terjadinya peleburan dan break-up dari gelembung sehingga menciptakan gelembung
dengan distribusi ukuran yang lebih lebar. Dalam rezim ini, gelembung gas yang besar
dan cepat-naik menginduksi sirkulasi yang kuat dan menciptakan pencampuran balik
atau zona re-sirkulasi dimana gelembung gas kecil tertahan. Oleh karena itu rezim ini
ditandai dengan pencampuran gas-cair yang kuat dan perpindahan massa / panas yang
optimal.
16
B1.1314.K.18
Transisi dari aliran homogen ke heterogen aliran ditandai dengan pembentukan pola
resirkulasi cairan lokal dalam reaktor yang diciptakan oleh peningkatan populasi
gelembung gas yang besar. Pengetahuan tentang aliran transisi ini penting untuk desain
dan scaleup reaktor industri karena pada rejim ini sifat hidrodinamika dan sifat
perpindahan massa berubah secara drastis.
Gas holdup didefinisikan sebagai fraksi dari volume yang ditempati oleh fase gas
merupakan parameter hidrodinamika penting dibanding dengan volume total reaktor.
Gas holdup merupakan salah satu kriteria desain yang penting karena perpindahan
panas dan massa tergantung pada melalui daerah antarmuka cair gas. Besarnya gas
holdup bergantung pada kondisi operasi, sifat fisik gas-cair-padat sistem yang
digunakan, dan geometri reaktor.
Densitas gas telah banyak dilaporkan memiliki efek positif pada holdup, semakin besar
densitas dari gas maka menyebabkan holdup yang lebih tinggi. Selain itu, banyak
B1.1314.K.18
17
Peningkatan suhu telah banyak dilaporkan berdampak pada meningkatnya gas holdup
karena peningkatan suhu menyebabkan terjadinya penurunan tegangan permukaan dan
viskositas cairan. Peningkatan suhu juga dilaporka meningkatkan koefisien perpindahan
massa karena adanya peningkatan difusivitas gas. Tekanan berpengaruh pada densitas
gas, semakin tinggi tekanan maka densitas gas akan semakin tinggi pula yang
menyebabkan terjadinya peningkatan gas holdup. Selain itu, banyak penelitian yang
membuktikan bahwa peningkatan gas holdup dapat dilakukan dengan meningkatkan
kecepatan superfisial gas.
Pengaruh diameter kolom terhadap holdup hanya signifikan jika diameter reaktor yang
digunakan sangat kecil yaitu 0.15 m. Pada rasio panjang per diameter (L/D) bernilai
lebih dari 6, nilai gas holdup cenderung tidak terpengaruh dari dimensi reaktor.
Desain dari distributor gas, jumlah bukaan, ukuran dan orientasi mereka memainkan
peran penting dalam mempengaruhi hidrodinamika dari SBR, tidak hanya di wilayah
bawah di sekitar distributor gas, tetapi juga di seluruh bagian reaktor. Ukuran
gelembung awal dan distribusi di orifice dapat dikendalikan dari bentuk sparger yang
digunakan. Meningkatkan ukuran bukaan akan mengurangi gas holdup akibat
18
B1.1314.K.18
pembentukan gelembung gas lebih besar. Namun, beberapa peneliti melaporkan bahwa
sparger gas memiliki efek minimal terhadap ukuran gelembung dan gas holdup jika
diameter lubang adalah > 0,001-0,002 m.
Adanya cooling tube di dalam reaktor SBR sebagai media penyerap panas yang
dihasilkan oleh reaksi eksotermal dalam reaktor juga dapat mempengaruhi kinerja
reaktor dan hidrodinamika yang terjadi. Efek adanya cooling tube pada hidrodinamika
masih sangat kecil jika konfigurasi cooling tube sebesar 1 14 % dari luas penampang
reaktor. Pengaruh jarak pemisah antar tube pada cooling tube adalah gas holdup
menurun ketika jarak pemisah kecil (0.006 m) dan meningkat ketika jarak pemisah lebih
besar dari 0.008 m.
Sistem
gas-cair-padat
Neme dkk.
N2 , NaOH,
alumina, silikon
karbida
Kondisi Operasi
Paramet
Geometri reaktor
(UG [m/s]; UL
korela
Sparger
er
(m)
[m/s]; P [bar]; T
si
terukur
[K])
Dc = 0,05
Hc = 0,75
S-ON
Luo dkk.
N2 , Paratherm
NF, Alumina
Dc = 0,102
Hc = 1,37
PfP
Khrisna
dan Sie
Udara, minyak
parafin, minyak
tellus, silika
Dc = 0,1 ; 0,19;
0,38; 0,63
N/A
B1.1314.K.18
UG : 0,007 - 0,09
P : 1-56,2
UG 0,4
Cs : 8,1; 19,1%Vol
T : 301; 350
P :1
UG: 0,5
Cs : 0,36%-Vol
kL
kL
g ds
19
Yang dkk.
Chen dan
Lu
Bechkish
dkk.
Deckwer
dkk.
Kara dkk.
Koide dkk.
Reilly dkk.
Fukuma
dkk.
Sauer dan
Hempel
Schumpe
dkk.
Sehabiague
Rados
Maretto
dan
Krishna
20
Kondisi Operasi
Geometri reaktor
(UG [m/s]; UL
Sparger
(m)
[m/s]; P [bar]; T
[K])
P : 42
N 2 , Paratherm
Dc = 0,1016
UG 0,2
PfP
NF, kaca
Hc = 1,37
Cs : 35%-Vol
T : 354
Dc = 0,05
P :1
udara, air, nikel
PfP
Hc = 0,5
UG : 0,04
H2 , CO, N 2 ,
P : 1,7 - 7,9
Dc = 0,316 Hc =
CH4 , heksana,
S
UG: 0,05-0,25
2,8
kaca, besi oksida
Cs : 0,36%-Vol
P : 11
N2 , NaOH,
T: 416; 543
alumina, silikon
Dc = 0,04 ; 0,1
SP
UG: 0,04
karbida
Cs : 16%-Vol
P :1
udara, air,
UG : 0,03-0,3
batubara, abu
N/A
PfP
UL : 0,01
mineral kering
Cs : 0,4 kg/m3
H2 O, N 2 , CH4 ,
Dc = 0,1; 0,14;
P :1
S-ON,
griserol, glikol,
0,218; 0,3
UG : 0,03-0,15
PfP, PG
kaca, perunggu
Hc = 2,0
Cs : 0,2 kg/m3
S-ON,
P :1
H2 O, udara, TCE,
Dc = 0,3 Hc = 0,5 PfP, MUG : 0,02-0,2
kaca
ON
Cs : 10%-Vol
H2 O, udara,
Dc = 0,15
M-ON
UG up to 0,1
griserol, kaca
Hc = 1,2; 1,7; 3,2
P :1
H2 O, udara,
Dc = 0,14
PfP, SP
UG : 0,01-0,8
plastik, pasir
Hc = 2,6
Cs : 0,2%-Vol
H2 , H2 O, N 2 ,
P :1
CH4 , Natrium
Dc = 0,095
S-ON
UG : 0,07
Sulfat, aluminium
Hc = 0,85
Cs : 300 kg/m3
oksida
T : 450
He, N 2 ; Sasol
P : 17,237
Dc = 0,3 Hc = 3
N/A
Cs : 10%-Vol
wax; Al2 O3 , FeO 3
UG : 0,2
Dc = 0,05; 0,5
US : 0,02
N/A
N/A
Hc = 5
UG : 0,1
T : 513
-; C10 H34; Fe with
Dc = 7 Hc = 30
P : 30
Silica Support
UG : 0,12-0,4
Sistem
gas-cair-padat
Paramet
korela
er
si
terukur
kLa , g
kLa , g
kLa ,
g
kLa
kLa
kLa , g
kLa , g
kLa ,
g
dB
dB
kLa ,
g
kLa , g
kLa ,
g
g, kLa.
d32
XCO
XH2
kLa , g
B1.1314.K.18
Tabel 2.4. Berbagai kinetika reaksi pada eksperimen SBCR (Sehabiague, 2008).
Kondisi Operasi
Referensi
Katalis
Withers dkk.
Co/Zr/SiO 2
T
P
(Celcius) (MPa)
220-280
2.1
rasio
H2/CO
Persamaan
0,5-2
Yates dan
Co/MgO/SiO 2
220-240 1,5-3,5 1,5-3,5
rFT = kFT PH2 PCO / (1+ a PCO)2
Satterfield
van Steen Co/MgO/ThO 2 /SiO2
PH2 = 0,01-1,93
190-210
r = kFT (PH2 1,5 PCO / PH2O) / {1 + a (PH2 PCO / PH2O)}2
dan Schulz
Co/SiO 2
PCO = 0,05-2,54 FT
Anfray dkk.
Co/Al2 O3
B1.1314.K.18
220
1,6-3,35
21
22
B1.1314.K.18
BAB III
RENCANA PENELITIAN
3.1. Metodologi
Pengujian reaktor dilakukan dengan mengalirkan gas sintesis (CO/H2) ke dalam reaktor
yang telah diisi dengan katalis. Katalis yang dimasukkan terlebih dahulu dilakukan
proses aktivasi serta perubahan wujud menjadi slurry. Data yang dianalisis berupa
besarnya konversi gas CO menggunakan kromatografi gas.
B1.1314.K.18
23
Pengumpulan data
Dimensi reaktor, persamaan neraca massa/energi/momentum, sifat fisik-kimia
bahan, sifat transport, dan hidrodinamaika
3.2.1. Bahan
Bahan-bahan kimia yang diperlukan pada penelitian ini adalah gas sintesis (CO/H2),
katalis berbasis Fe dengan promotor Zn/Cu/K dan Al2O3 sebagai penyangga, parafin
(campuran hidrokarbon C15-C20) sebagai solvent, air pendingin, serta gas N2 99%-v/v
dan He 99%-v/v untuk menghasilkan tekanan dalam reaktor. Bahan-bahan tersebut
digunakan untuk proses pengujian terhadap reaktor yang telah dibangun dari hasil
rancangan. Material dasar yang diperlukan pada tahap kostruksi reaktor dapat berupa
stainless steel ataupun gelas.
24
B1.1314.K.18
3.2.2. Alat
Pada tahap pemodelan dan simulasi, alat yang digunakan adalah satu set perangkat
komputer yang telah berisi perangkat lunak SolidWorks dan ANSYS Fluent. Perangkat
lunak SolidWorks digunakan untuk membuat geometri model dari reaktor dengan
dimensi-dimensi yang telah ditentukan, sedangkan ANSYS Fluent digunakan untuk
melakukan simulasi terhadap pola aliran yang terjadi serta distribusi dari temperatur
reaktor hasil pemodelan.
Pada tahap uji coba reaktor, selain reaktor yang telah dibuat dari hasil rancangan
terdapat beberapa peralatan pendukung yang digunakan untuk melakukan percobaan.
Peralatan tersebut disajikan pada Tabel 3.1. Skema alat yang digunakan pada tahap uji
coba reaktor disajikan dalam Gambar 3.2.
No.
Tabung Nitrogen
Tabung Helium
Selang/pipa
Heater/Furnace
Thermodisplay
Wet-test meter
Pompa
Valve
Kondensor
10
Sparger
11
Bak penampung
12
Kromatografi Gas
B1.1314.K.18
25
Reaktor
Pressure Gauge
Thermolyne
Furnace
Katalis
Gas H2
P
Pressure Gauge
Penampungan
Produk
Gas N2
P
Pressure Gauge
Tempat pengambilan
umpan
Gas CO
P
Pompa
Pressure Gauge
Gas sintesis
CO:H2
Air
pendingin
Tempat pengambilan
produk
Gambar 3.2. Skema alat tahap uji coba reaktor (Putranto dan Naufal, 2013).
3.2.3. Prosedur
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah pengumpulan data. Data-data kinetika,
termodinamika, sifat fisika-kimia, serta sifat transport dari gas umpan maupun katalis
yang digunakan pada berbagai kondisi operasi dicari dari berbagai literatur.
Setelah seluruh data dicari, tahap selanjutnya adalah melakukan pemodelan terhadap
berbagai jenis dan bentuk reaktor yang mengacu pada model-model yang telah ada dari
berbagai referensi. Pembuatan geometri model tersebut dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak SolidWorks. Pembuatan geometri model menggunakan perintah
geometry yang terdapat di bagian paling atas jendela perintah. Perintah geometry
terbagi-bagi menjadi beberapa jenis, antara lain titik, garis, bidang, dan volume. Tiap
jenis geometri memiliki fungsi masing-masing. Meshing bertujuan agar dapat dilakukan
proses perhitungan secara iterasi pada tahap simulasi. Proses meshing dilakukan
menggunakan perintah mesh yang terdapat di samping kanan perintah geometry.
26
B1.1314.K.18
Geometri yang telah dibuat disimulasikan dengan perangkat lunak Fluent. Simulasi
bertujuan untuk mendapatkan pola aliran, profil temperatur, serta distribusi pertikel di
dalam reaktor yang dirancang tersebut. Diagram alir tahap pemodelan dan simulasi
disajikan dalam Gambar 3.3.
mulai
Dimensi
50 oC dan
pH 7
Pembuatan geometri model
meshing
koreksi
simulasi
Data simulasi
Apakah variasi
sudah cukup?
Apakah terdapat
model reaktor lain?
selesai
B1.1314.K.18
27
Setelah itu, hasil rancangan yang didapat dari tahap pemodelan dan simulasi kemudian
dikonstruksi. Konstruksi dikerjakan sesuai dengan spesifikasi dimensi yang telah
didapat. Tahap selanjutnya adalah melakukan uji coba terhadap unjuk kerja dari reaktor
yang telah dikonstruksi tersebut. Pada tahap ini ada beberapa tahapan yang dilakukan
yaitu pembuatan slurry, sintesis Fischer-Tropsch dalam reaktor, pengujian komposisi
gas umpan dan produk, serta penentuan konversi gas CO dan H2.
Slurry dibuat dengan terlebih dahulu menghaluskan katalis menjadi serbuk, setelah itu
sejumlah tertentu serbuk katalis diaktivasi. Sebelum aktivasi katalis dilakukan,
dilakukan uji kebocoran serta penyingkiran (purging) O2 dari reaktor menggunakan gas
N2 pada tekanan atmosferik dan temperatur ruang. Sampel keluaran dicek setiap 30
menit menggunakan alat kromatografi dengan volume sampel sebesar 0,5 mL. Purging
dilakukan hingga luas area puncak oksigen pada hasil analisis kromatografi
menunjukkan angka kurang dari 1000.
Setelah purging reaktor dilakukan, proses aktivasi dilakukan dengan menggunakan gas
CO pada tekanan 20 bar, laju 24 mL/menit dan temperatur yang dinaikkan secara
bertahap mulai dari 200oC hingga 260oC. Temperatur dinaikkan sebesar 20 oC hingga
mencapai temperatur 240oC. Setelah mencapai 240oC temperature dinaikkan sebesar
10oC hingga 260oC. Aktivasi dilakukan selama 5 jam. Katalis yang telah teraktivasi
dicampurkan dengan solvent hingga berbentuk slurry dan dimasukkan ke dalam reaktor.
Setelah itu proses sintesis Fischer-Tropsch dilakukan dengan terlebih dahulu mengatur
laju alir gas umpan, menyalakan pemanas, mengatur tekanan serta menyalakan
kondensor, tunggu hingga suhu reaktor konstan dan laju alir air pendingin berjalan
konstan. Kemudian gas umpan (CO/H2) dialirkan ke dalam reaktor dengan kondisi
operasi yang divariasikan. Komposisi produk yang terbentuk dianalisis menggunakan
kromatografi.
28
B1.1314.K.18
3.2.4. Variasi
Terdapat beberapa variabel percobaan yang akan digunakan pada tahapan simulasi
penelitian ini diantaranya: kecepatan gas superfisial, loading katalis dalam slurry,
diameter partikel katalis, serta rasio tinggi/diamater (Hc/Dc) kolom. Variasi percobaan
ini ditujukan untuk mendapatkan rejim aliran
Ug (m/s)
Hc (m)
Dc (m)
0,05; 0,1
Rasio Hc/Dc
4, 5, 6, 8, 10, 12
29
terlihat ketika aliran memasuki rejim Churn-turbulent laju alir superfisialnya memiliki
hubungan linier dengan gas holdup-nya.
Gambar 3.4. Pengaruh laju alir superfisial gas dengan fraksi gas holdup (Chilekar,
2007).
Pengaruh dari laju superfisial gas terhadap konversi syngas akan disimulasikan dan
kemudian dibandingkan dengan data pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Pengaruh laju alir superfisial gas dengan fraksi gas holdup (Krishna,
1999).
Persamaan neraca massa akan diselesaikan dengan memanfaatkan bantuan perangkat
lunak ANSYS Fluent sehingga nantinya akan didapatkan korelasi antara diameter,
panjang reaktor dan konversi CO. Hasil simulasi akan dibandingkan trennya dengan
model pada Gambar 3.6.
30
B1.1314.K.18
Gambar 3.6. Pengaruh dimensi reaktor terhadap konversi gas CO (Sehabiague dkk.,
2008).
Pengaruh tekanan terhadap konversi syngas akan disimulasikan dengan menggunakan
model kinetik pada Tabel 2.5. Hasil dari simulasi ini kemudian dibandingkan dengan
model pada Gambar 3.7.
temperatur
terhadap
konversi
syngas
akan
disimulasikan
dengan
menggunakan persamaan neraca energi pada Tabel 2.5. Hasil dari simulasi ini kemudian
dibandingkan dengan model pada Gambar 3.8.
B1.1314.K.18
31
3.4. Jadwal
Rencana jadwal peneltian pengembangan Slurry Bubble Reactor pada sintesis FischerTropsch ini ditunjukkan pada Tabel 3.2.
April Mei
Jun
Jul
bulan
Ags Sep Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Laporan kemajuan 3
Pengumpulan data
Belajar perangkat lunak
Pemodelan dan simulasi
Penulisan laporan
Konstruksi reaktor
Uji coba reaktor
Analisis hasil percobaan
Revisi laporan
32
B1.1314.K.18
DAFTAR PUSTAKA
33
Sie, S. T.; & Krishna, R., "Fundamentals and selection of advanced FischerTropsch
reactors", Applied Catalysis A: General, 186(1-2) (1999), 5570.
Spath, Pamela L., and David C. Dayton., Preliminary screening-technical and
economic assessment of synthesis gas to fuels and chemicals with emphasis on the
potential for biomass-derived syngas, No. NREL/TP-510-34929. National
Renewable Energy Lab Golden co, 2003.
Steynberg, A. P., "Fischer-Tropsch Technology", Elsevier Science & Technology
Books, 2004.
Van der Laan, Gerard P., Kinetics, selectivity and scale ip of the Fischer-Tropsch
synthesis, Tesis Magister, University of Groningen, (1999)
Wang, T.; Wang, J.; & Jin, Y., "Slurry Reactors for Gas-to-Liquid Processes: A
Review". Industrial & Engineering Chemistry Research 46(18) (2007), 58245847.
34
B1.1314.K.18
DAFTAR SIMBOL
Cs
: konsentrasi katalis [kg/m3]
Dc
: diameter reaktor [m]
d32
: diameter rata-rata Sauter [m]
dB
: diameter gelembung [m]
Hc
: ketinggian reaktor [m]
kLa
: koofisien perpindahan massa [1/detik]
kFT
: konstanta laju reaksi proses Fischer Tropsch [bergantung pada pilihan laju
reaksi]
P
: tekanan [Pa]
rFT
: laju reaksi proses Fischer Tropsch [mol/(literdetik)]
T
: temperatur [K]
U
: kecepatan superfisial [m/s]
X
: konversi [%]
Greek
Subskrip
l
: komponen fasa liquid
g
: komponen fasa gas
CO
: merujuk ke senyawa CO
H2
: merujuk ke senyawa H2
H2O : merujuk ke senyawa H2O
B1.1314.K.18
35
36
B1.1314.K.18
LAMPIRAN A
PROSEDUR OPERASI ALAT PERCOBAAN DAN MSDS
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
Dosen Pembimbing
NIM : 13011029
Chairil Anshari
NIM : 13011056
No
1
Bahan
Gas
(H2)
Hidrogen
Karbon
Monoksida (CO)
Gas
B1.1314.K.18
Sifat Bahan
Tindakan Penanggulangan
Tidak berwarna, tidak berbau
Selalu menggunakan google.
Tidak korosif
Kontak dengan kulit
dihindari, jas laboratorium
Tidak beracun, dalam
dan sarung tangan selalu
konsentrasi tinggi dapat
digunakan
mengurangi suplai O2 ke
dalam paru-paru
Kontak dengan sistem
pernafasan dihindari, selalu
Berbahaya pada tekanan tinggi
menggunakan masker
Selalu dipastikan tabung gas
tertutup/tidak bocor
Dipastikan keran pipa
terbuka saat gas dialirkan
Kontak dengan kulit
Tidak berwarna, tidak berbau
dihindari, masker selalu
Mudah terbakar
digunakan
Oksidator kuat
No Bahan
4
Gas
(N2)
Nitrogen
Sifat Bahan
Tindakan Penanggulangan
Tidak berwarna, tidak berbau
Selalu menggunakan google.
Dapat menyebabkan gangguan Kontak dengan kulit
pernafasan dalam konsentrasi
dihindari, jas laboratorium
tinggi akibat pengusiran O2
dan sarung tangan selalu
digunakan
Kontak dengan sistem
pernafasan dihindari, selalu
menggunakan masker
Selalu dipastikan tabung gas
tertutup/tidak bocor
Dipastikan keran pipa
terbuka saat gas dialirkan
Dosen Pembimbing 1,
Dosen Pembimbing 2,
Dr. Subagjo
38
B1.1314.K.18
LAMPIRAN B
INSTRUKSI KERJA
(WORK INSTRUCTION)
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
Dosen Pembimbing
39
9. Hubungkan kabel listrik temperature controller dan pompa ke stop kontak 220
V, serta memasang detektor gas CO pada daerah kerja.
10. Lakukan tes kebocoran dengan menggunakan gas CO hingga tekanan 20 bar dan
menguji pada setiap sambungan pipa dengan air sabun.
11. Masukkan termokopel ke dalam termowell, kemudian nyalakan display
termokopel.
12. Nyalakan temperature controller.
13. Panaskan reaktor (dengan tetap mengalirkan gas nitrogen pada tekanan 1 bar)
hingga temperatur 250oC. Pemanasan reaktor dilakukan dengan menaikkan
temperatur setiap 20oC pada temperature controller. Tunggu hingga temperatur
di dalam reaktor tunak pada angka 250oC.
14. Matikan aliran gas CO dari sumbernya, dan turunkan tekanan reaktor dengan
membuka aliran gas CO keluar reaktor hingga reaktor mencapai tekanan
atmosferik, lalu tutup keran aliran keluaran reaktor.
15. Masukkan sejumlah campuran parafin sebagai pelarut ke dalam reaktor melalui
liquid valve. Pastikan tidak ada cairan yang terperangkap di dalam pipa
resirkulasi cairan pada reaktor.
16. Panaskan reaktor hingga temperatur reaksi yang diinginkan.
17. Alirkan syngas dengan membuka keran regulator tabung syngas hingga tekanan
reaktor mencapai 20 bar dan atur laju alir gas dengan menggunakan inlet valve
dan bypass valve.
18. Lakukan reaksi sintesis Fischer Tropsch selama 12 jam. Ambil sampel gas
masukan dan keluran reaktor setiap 1 jam. Catat penurunan tekanan dalam
reaktor selama reaksi.
19. Alirkan gas nitrogen dengan membuka keran regulator hingga tekanan reaktor
mencapai 20 bar, kemudian tutup regulator tabung syngas.
20. Dinginkan temperatur reaktor hingga temperatur 40oC.
21. Keluarkan slurry dari reaktor dengan membuka liquid valve pada reaktor.
22. Turunkan tekanan reaktor hingga 1 bar dengan tetap mengalirkan gas nitrogen.
23. Alirkan gas nitrogen hingga kandungan CO maksimum 35 ppm (paparan
maksimum oleh OSHA selama 8 jam). Pengecekan kandungan CO dilakukan
dengan penyuntikan sampel gas pada detektor gas CO.
40
B1.1314.K.18
24. Matikan keran regulator gas nitrogen dan turunkan tekanan reaktor hingga 0 bar.
25. Matikan seluruh saklar peralatan listrik. Cabut kabel listrik yang terhubung ke
stop kontak.
26. Ambil cairan (apabila terbentuk) dari keluaran kondensor.
27. Lepas rangkaian reaktor untuk pengambilan sampel cairan dan wax (jika ada).
CATATAN KESELAMATAN
B1.1314.K.18
41
42
B1.1314.K.18
LAMPIRAN C
JOB SAFETY ANALYSIS
Judul Penelitian
Identifikasi Bahaya
Adanya korsleting listrik saat simulasi
dengan
komputer
dapat
merusak
komputer atau menimbulkan kebakaran
Kebocoran syngas
Mitigasi Resiko
Pastikan
sambungan
kabel
listrik
terpasang dengan baik dan tidak
meletakkan air di area sekitar komputer
Selalu gunakan masker gas saat
percobaan, pastikan gas detektor CO
berfungsi, nyalakan exhaust vent
Lakukan analisis sampel gas dengan GC
sebelum memulai reaksi sintesis
Lakukan
pengecekan
penyumbatan
reaktor secara berkala dan produk yang
terbentuk harus langsung dipisahkan dari
slurry
Naikkan temperatur secara bertahap,
lakukan pengecekan temperatur secara
berkala
Naikkan tekanan secara bertahap, lakukan
pengecekan tekanan secara berkala
Gunakan sarung tangan dan masker
Pastikan dessicant kering dan siap
digunakan
Dosen Pembimbing 1,
Dosen Pembimbing 2,
Dr. Subagjo
B1.1314.K.18
43
44
B1.1314.K.18