Sub CPMK 3a. Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis lembaga keuangan syariah
bank maupun non bank syariah dan perbedaannya dengan LK konvensional.
BANK SYARIAH
1. Pengertian
Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan fungsi
intermediasi keuangan.
Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip
hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip
keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah),
universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan
obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank
syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti
lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
2. Fungsi Bank Syariah
a. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam berbagai produk
pendanaan
b. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atau dalam bentuk investasi
pembelian sukuk maupun penyertaan modal
c. Melakukan pelayanan lalu lintas pembayaran yang dilakukan dalam berbagai
aktivitas
d. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga
baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah,
atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola
zakat.
3. Jenis-jenis Bank Syariah
a. Bank Umum Syariah, adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Unit Usaha Syariah, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
c. Bank Perkreditan Rakyat Syariah, merupakan bank syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
4. Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional
Tidak ada lembaga sejenis dengan Ada Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Dewan Pengawas Syariah
ASURANSI SYARIAH
1. Pengertian
Menurut UU No. 40 Tahun 2014 tentang perasuransian:
Kumpulan perjanjian yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah
dan pemegang polis, dan perjanjian diantara para pemegang polis, dalam rangka
pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan
melindungi dengan cara:
a. memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana
2. Dasar Hukum
a. UU No 40 tahun 2014 tentang perasuransian
b. POJK No 11 Tahun 2014 tentang Pemeriksaan Langsung LJKNB
c. POJK No 23 Tahun 2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk
Asuransi
d. POJK No 27 Tahun 2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi
Pihak Utama
e. POJK No 67 Tahun 2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan
f. POJK No 69 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Usaha
g. POJK No 72 Tahun 2016 tentang Kesehatan Keuangan
h. POJK No 73 Tahun 2016 tentang Tata Kelola Perusahaan Perasuransian
i. POJK No 12 Tahun 2017 tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan terorisme
j. POJK No 55 Tahun 2017 tentang Laporan Berkala Perusahaan Perasuransian
k. POJK No 28 Tahun 2020 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan LJKNB
3. Fatw DSN MUI di Bidang Asuransi Syariah
a. Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
b. Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada
Asuransi Syariah
c. Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi
Syariah dan Reasuransi Syariah
d. Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.
e. Fatwa No 81/DSN-MUI/III/2011 tentang Pengembalian dana tabarru’ bagi
peserta asuransi yang berhenti sebelum masa perjanjian berakhir
f. Fatwa No 99/DSN-MUI/XII/2015 tentang Annuitas Syariah untuk Program
Pensiun
g. Fatwa No 106/DSN-MUI/III/2016 tentang Wakaf manfaat asuransi dan manfaat
investasi pada asuransi jiwa syariah.
4. Ciri Asuransi Syariah
a. Menggunakan akad tabbaru’ dan tijarah
b. Pihak yang berakad adalah peserta dengan perusahaan asuransi dengan prinsip
sharing risk, sementara pada asuransi konvensional menggunakan prinsip
transfer of risk.
c. Pengelokaan dana tabarru’ dana investasi peserta dan dana perusahaan
dilakukan secara terpisah. Pada asuransi konvensional, untuk produk asuransi
jiwa tradisional (non-unit link) seluruh premi yang disetorkan nasabah menjadi
hak milik penuh perusahaan asuransi karena menggunakan sistem
tabaduli (transfer of risk).
d. Investasi dilakukan sesuai prinsip syariah
e. Terdapat dewan pengawas syariah
5. Produk Asuransi Syariah
Produk Asuransi Syariah dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori umum, yaitu:
a. Asuransi Umum Syariah: asuransi harta benda, asuransi kendaraan bermotor,
asuransi pengangkutan, asuransi rangka kapal, asuransi rangka pesawat,
asuransi energy on shore, asuransi energi off shore, asuransi rekayasa, asuransi
tanggung gugat, asuransi Kesehatan, asuransi kecelakaan diri.
b. Asuransi Jiwa Syariah: asuransi jiwa berjangka, asuransi Kesehatan, asuransi
kecelakaan diri. Asuransi yang dikaitkan dengan insvestasi.
c. Reasuransi syariah. Reasuransi adalah mekanisme untuk mengurangi atau
memperkecil risiko yang dikelola perusahaan asuransi syariah dengan
menyebar risiko kepada reasuradur. Reasuradur dapat merupakan perusahaan
reasuransi syariah atau perusahaan asuransi umum syariah Lini usaha pada
perusahaan reasuransi meliputi lini usaha pada asuransi umum syariah dan
asuransi jiwa syariah
Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997
ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada
bulan Juli 1997.
Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria
yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan
ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi
yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan
lainnya adalah keseluruhan proses manajemen portofolio, screeninng
(penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
c. Sukuk
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah
obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan
bentuk jamak dari kata "sakk" dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat
atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor
IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut :
"Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama
dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak
terbagi (syuyu'/undivided share) atas:
- aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
- nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang
sudah ada maupun yang akan ada;
- jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
- aset proyek tertentu (maujudat masyru' muayyan); dan atau
- kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin
khashah)"
Sebagai salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda
dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti
kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan
harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ).
Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik.
Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal.
Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin,
sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.